Karya : Chin Yung
JILID 1
JAUH di wilayah barat laut diapit oleh pegunungan Thian
san dan pegunugan Altai, terdapat padang rumput yang
sangat luas, yang semula dikuasai oleh suku bangsa Mongol
yang kuat yaitu suku Junggar.
Sesungguhnya bagi suku bangsa Boanciu yang saat itu
telah berhasil menduduki Tiongoan, merupakan suku bangsa
yang kuat sekali diiapal batas wilayahnya dan merupakan
sebatang duri karena suku bangsa Junggar merupakan suatu
kekuatan terpendam yang se-waktu2 bisa meledak dan
melakukan pemberontakan.
Tidaklah mengherankan jika pemerintah Boanciu telah
mengirimkan pasukannya dalam jumlah yang sangat besar
untuk menghancurkan bangsa Junggar itu.
Berkatalah kaisar Kian Liong kepada panglima-panglimanya
: "Selama dapat ditarik dengan...
Dan diwaktu pagi hari atau juga petang hari saat
menjelang senja, segera akan terlihat dua orang pemuda
tanggung dan seorang anak kecil yang tengah bermain-main
dimuka pekarangan ru mah tersebut dengan diawasi seorang
tua tinggi kurus dan seorang lagi yang tegap dan kokoh ber
usia antara tigapuluh tahun, memiliki wajah yang tampan
dengan sepasang mata yang bersinar tajam sekali,
Mereka sesungguhnya bukan tengah bermain petak atau
main kejar-kejaran, akan tetapi tengah berlatih ilmu silat
dibawah pengawasan kedua orang dewasa, yaitu lelaki yang
telah lanjut usia dan yang bertubuh tegap dengan muka. yang
taopan tersebut. Orang yang bermuka toapan itu memang
tidak tampan, tetapi dengan bentuk muka nya yang lebar dan
agak persegi, disertai oleh berewok kasar yang tumbuh di
janggutnya, sikapnya gagah sekali, disamping sangat angker
Demikianlah, suatu pagi mereka tampak tengah berlatih
silat seperti hari-hari sebelumnya Pertama kali sianak kecil
menjalankan beberapa Jurus ilmu pukulan, gerakannya cukup
gesit, walaupun masih belum mengandung tenaga dalam
pukulan-pukulan yang dilancarkannya itu, Kemudi an
menyusul kedua pemuda itu berlatih bersama sama. Lincah
sekali gerak gerik mereka dalam melakukan serang
menyerang dengan bersenjata kan pedang ditangan masing
masing. Pedang yang dipergunakannya itu bukan pedang
sungguhan me lainkan pedang yang dibuat dari kayu,
sehingga setiap kali kedua pedang kayu itu saling bentur akan
terdengar suara: Takkkk, tukkk, " tidak hentinya.
"Kurang tepat ” tiba tiba terdengar suara orang tua yang
telah lanjut usia itu memecahkan keheningan ditempat
tersebut. Geng Bun Po Pit Bun Tiat San (menghampiri dan
menutup pintu besi) tidak sempurna jika dilayani dengan
gerakan yang lebih dulu mempergunakan jurus See Ceng Pai
Hud (See Ceng menyembah sang Budha). Nah kini kalian
ulangi sekali lagi !"'
Kedua orang pemuda itu telah mengulangi gerakannya lagi
tetapi agaknya masih belum sempurna gerakan gerakan yang
mereka lakukan itu. Orang yang bermuka toapan dan berewok
itu bangkit dan meminta mereka berhenti sejenak kemudiaa
dengan gerak gerik indah membuktikan kesempurnaan
kepandaiannya dia memberikan contoh diri jurus jurus yang
harus dipergunakannya. Sekali lagi kedua pemuda itu
mengulangi latihannya. Agaknya mereka mulai berhasil
menguasai jurus jurus tersebut karena gerakan mereka mulai
tepat dan juga mengandung tenaga serangan yang cukup
untuk melancarkan serangan dengan tikaman-tikaman dan
tabasan tabasan yang jitu.
Semakin lama gerakan kedua pemuda ituse makin cepat
dan gesit sehingga sulit untuk membedakan yang mana yang
seorang dan yang mana yang lainnya.
Anak lelaki kecil yang sering bertepuk tangan sambil
disertai oleh kata katanya yang lucu.; "Ayah. lihatlah betapa
pandainya sekarang kedua suheng (kakak seperguruan)
bstapa hebatnya kepandaian mereka " atau juga disusul oleh
teriakannya : "Ya.ya.lihatlah betapa mereka telah berhasil
memiliki kepandaian yang begitu hebat bisakah aku kelak
sepandai mereka ?”
Dan setiap kali terdengar ucapan ucapannya itu kedua
orang dewasa tersebut menyambutnya dengan senyum
mengandung kasih sayang dan menberikan petunjuk petunjuk
kepada anak lelaki kecil tersebut terhadap gerakan gerakan
dan jurus jurus ilmu silat yang tengah dibawakan oleh kedua
pemuda itu.
Disaat mereka tengah asyik berlatih diri tiba tiba terdengar
suara derap langkah kaki kuda dari jauh dan tidak lama
kemudian terlihat tiga orang penunggang kuda bagaikan
tengah berlomba berpacu kearah mereka dengan cepat sekali.
Dalam sekejap mata saja ketiga pendatang itu sudah tiba
dan yang terdepan yaitu seorang tua bertubuh gemuk tertawa
riang sambil diiringi oleh seruanya yang nyaring: "Aha, Hiante
( adik yang baik ) sungguh hebat kepandaianmu sekarang
Samko-mu (kakak ketiga) sekarang benar benar sudah bukan
tandinganmu lagi!" Dan kemudian dia berpaling kepada orang
tua sambil melanjut kan perkataannya: "Biauw Taihiap
sungguh tidak kecewa kau memiliki mantu adikku itu Terbukti
lah sekarang bahwa tidak meleset bunyinya pepa tah yang
mengatakan bahwa dibawah perintah Jeaderal pandai tidak
ada perajurit lemah. Lihat lah dibawah asuhan kalian berdua,
mertua dan menantu kemajuan kedua Siau ko itu sudah de
mikian pesatnya '".
"Akhhhh Samka begitu datang begitu kau memuji setinggi
langit" menyahuti lelaki yang berusia tigapuluh tahun sambil
tertawa lebar gembira. "Walaupun berlatih terus sepuluh
tahun lagi tidak nantinya aku bisa menandingi kepandaian
Cian Ciu Ji Lay (Budha bertangan seribu) Setiap orang juga
memang telah mengetahui keadaan itu":
Sigemuk yang dipanggil sebagai Cian Ciu Ji Lay sudah
hendak berkata lagi tetapi kedua kawannya telah menegurnya
"Hai Samko berilah kami kesempatan dan waktu untuk
menyampaikan hormat kami kepada Biauw Tayhiap dan Ouw
Hiante. Janganlah kau memborong sendiri percakapan dengan
mereka".
Perbedaan yang sangat menyolok antara Cian Ciu Ji Lay itu
dengan kedua orang sahabat nya itu, karena jika si Samko
memiliki wajah yang cerah dan selalu riang tertawa
memancarkan sikap yang welas asih, tetapi kedua sahabatnya
itu memiliki wajah yang agak menyeramkan, Di samping
vwajah mereka mirip satu dengan yang lainnya, sehingga
memperlihatkan bahwa kedua orang sahabat si Samko itu
adalah dua orang bersaudara kembar.
Sigemuk yang bergelar Cian Ciu Ji Lay itu tidak lain dari Sio
Poan San pemimpin ketiga dari Ang hwa hwe yang terkenal
sekali. Kedua sahabatnya itu merupakan dua saudara Siang
pemimpin kelima dan keenam dari Ang hwahwe. Dalam timba
persilatan mereka terkenal sebagai See-cwan Sianghiap
(sepasang pendekar Sucwan dari barat ).
Sedangkan lelaki tua yang dipanggil sebagai Biauw Tayhiap
itu adalah Ta Pia Thian Bee Bu Tek Hiu Kim Bian Hud Biauw
Jin Hong dan menantunya adalah Ouw Hui putera Liauw Tong
Tai hiap Ouw Pit To.
Betapa gembiranya Ouw Hui menerima kunjungan kakak
angkatnya yang sudah lima tahun tidak pernah bertemu
dengannya,
Keinginannya untuk menetap didaerh terpencil tersebut
disebabkan dia memang ingin tinggal tidak berjauhan dari
kakak angkatnya tersebut disamping memang maksudnya
ingin menikmati ketenangan hidupnya setelah sejak kecil
menghadapi badai dan topan terus menerus dalam rimba
persilatan didaratan Tionggoan. Dan Biauw Jin Hong maupun
Ouw Hui, menying kir dari Tionggoan bukanlah disebabkan
mereka telah berobah jadi pengecut, yang takut menghadapi
pemerintah Boan dan tantangan pengikut pe ngikut kaisar itu,
Berdasarkan beberapa pertim bangan lain yang sangat
beralasan setelah dipikir kan masak m isak maka mertua dan
menantu itu memilih tempat tersebut yang terpencil untuk
mendidik dan membesarkan putera Ouw Hui di tempat yang
tenang tersebut yang kini baru berusia masih sangat muda
dan diberi nama Ouw Ho
Bagi Biauw Jin Hong itulah pertemuan yang pertama
dengan Tio Poan San.
Dengan Seecwan Sianghiap sudah berberapa kali pernah
berjumpa dengannya selama tinggal disitu lebih dari tiga
tahun. Setelah saling mem beri hormat selayaknya ketiga
orang tamu itu dipersilahkan masuk.
"Hiante lima tahun yang lalu beberapa hari setelah kau
pergi ke Giok Pit Hong aku telah menerima laporan dari
seorang murid Tai kek bun yang telah sengaja menempuh
perjalanan ribuan lie untuk menjumpaiku" kata Poan San,
setelah mereka masing masing mengambil tempat duduk.
"Diceritakannya bahwa telah terjadi lagi ada seorang tokoh
Taikekbun yang menyeleweng. Sekali ini bukan dari kalangan
rendah karena justeru yang menyeleweng itu seorang yang
memiliki kedudukan yang tinggi yaitu guru dari Ciangbunjin
yang sekarang yaitu Cio Tai yang dikenal sebagai Cio Lo
Kauw Su",
Poan San terdiam sejenak kemudian melanjutkan ceritanya:
"Cio Tai ternyata telah bersedia menjadi anjingnya bangsa
Boan dan dia bahkan telah menyanggupi untuk membantu
pemerintah Boan menjebak biauw Taihiap dan menangkap
dirimu Tanpa ayal lagi aku berangkat ke Tionggoan untuk
melakukan penyelidikan. Waktu aku tiba di Pakkhia aku
mendengar bahwa maksud jahat itu telah gagal. Tetapi untuk
menemu kan Cio Tai ternyata tidak mudah dan aku
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membersihkan
partai perguruan ."
Waktu itu dari ruang belakang keluar seorang nyonya muda
yang sangat cantik.
Ouw Hui memperkenalkannya kepada Poan San sebagai
isterinya. Memang nyonya itu tidak lain dari Biauw Yok Loan,
puteri Biauw jin Hong yang sudah hampir lima tahun menjadi
nyonya Ouw Hui dan telah memperoleh searang putera yaitu
sianak kecil yang tadi berlatih silat itu
Setelah saling memberi hormat sicihunya ( isteri adik
angkat ) Poan San melanjutkan ceritanya "Setelah bersusah
payah selama hampir empat tahun dapat juga aku
menemukan jejaknya. Dari ceritanya aku mengetahui
bagaimana kalian telah berhasil melabrak dan memukul jatuh
semua kawanan anjing penjajah itu. Dia sendiri tidak berani
memperlihatkan diri sejak saat itu. Walaupun Biauw Taihiap
telah menaruh belas ka sihan kepadanya dan melepaskannya
dia masih tetap berkuatir jika suatu waktu nanti Biauw Tay
hiap akan merobah pendiriannya dan mencarinya untuk
menuntut balas, Karena rapihnya dia bersembunyi maka sulit
sekali bagiku untuk mencari jejaknya! Setelah menjatuhkan
hukuman yang setimpal dengan dosanya aku kemudian
berusaha mencarimu, Hiante. Lebih dari setengah tahun aku
berkeliaran kesan kemari akhirnya aku mere dengar bahwa
kau telah menyingkir kedaerah barat laut dan baru setelah
tiba dirumah aku mendengar dari saudara saudaraku bahwa
kau berdiam disini! Kedua saudara Siang ini telah menjadi
petunjuk jalan bagiku merekapun ingin sekalian menengoki
murid murid mereka. Betapa menggembirakan sekali dimana
aku kini melihat kali an hidup bahagia disini",
Setelah berhenti sejenak untuk menghirup teh yang
dibawakan oleh Yok Lan, Poan San berkata "Dari
pengakuannya aku seketika telah dapat menduga duga apa
yang telah terjadi di Giok Pit Hong, Tetapi aku masih ingin
mendengar dari kalian sendiri tentang apa yang sesungguhnya
terjadi disana ".
Didalam hatinya Poan San sebenarnya ingin mengetahui
disamping menghantam anjing anjing pemerintah Boan itu
Biauw Jin Hong sering memaki dan menyerang Ouw Hui. Dia
juga ingin mengetahui bagaimana akhirnya mereka menjadi
akur satu sama yang lainnya, bahkan telah menjadi mertua
dan menantu, Tetapi sebagai seorang yang berpengalaman
dia mengerti bahwa peristi wa itu memiliki latar belakang yang
terlalu ber liku liku dan belum tentu kedua tuan rumah itu mau
menceritakannya. Karena itu dia hanya mengajukan
pertanyaan tadi dan membiarkan mereka menceritakannya
sendiri, jika memang mereka bersedia.
"Akhhhh, dalam pertempuran dengan anjing-anjing itu
sesungguhnya tidakadaapa apanya yang istimewa yang pantas
diceritakan " kata Kim Bian Hud. Waktu itu karena
mempercayai dongeng dongeng orang hina dina berbudi
rendah yang ber pura pura menjadi sahabatku hampir saja
aku me ngalami malapetaka secara penasaran. Untung raja
Huiji ( anak Hui) berada disitu diluar tahu semua orang
sehingga aku akhirnya tidak usah mem buang jiwaku yang tua
dengan percuma belaka. Hanya karena munculnya yang tiba
tiba dan juga secara istimewa aku jadi salah paham dan
sambil menghajar manusia manusia busuk itu sering sering
aku menyelingnya dengan serangan serangan Kepada Huiji
bahkan setelah berhasil mengenyah kan jahanam jahanam itu
kami telah terlibat dalam pertempuran mati matian yang
hampir hampir menyebabkan kami semua celaka, Sungguh
peristiwa yang membuat malu saja karena semua itu terjadi
atas kecerobohanku dan sampai sekarang aku masih
menyesali karenanya. Biarlah Huiji saja yang menceritakannya
".
Sesuai dengan sifatnya yang sederhana dan juga memang
tidak senang berkata kata Kim Bian Hud membiarkan Ouw Hui
saja yang bercerita:
"Tidak, " bantah Ouw Hui. "Mengenai peristiwa itu tidak
dapat kita mempersalahkan Biauw Pehpeh ”
Memang agak aneh juga bahwa sebagai menantu, Ouw Hui
masih menyebut mertuanya dengan sebutan Pehpeh (paman
tua) tetapi hal ini sesungguhnya tidak perlu diherankan
sebagai seorang yang sederhana Biauw Jin Hong tidak senang
terlalu banyak menjalankan adat istiadat yang rumit. Terlebih
pula penghargaannya kepada Ouw It To dianggapnya lebih
berharga dari segala ikatan sebagai mertua dan menantu.
Oleh karena itu dia lebih suka jika Ouw Hui
membahasakannya dengan sebutan paman.
Sementara itu, setelah menjelaskan sebab musabab dari
kesalah pahaman yang terjadi itu Ouw Hui akhirnya
menceritacannya jalannya pertempuran dirumah Touw Sat
Kauw dan bagaimana dia kemudian harus bertempur melawan
Biauw Jin Hong secara mati matian,
--ooo0dw0ooo--
SEPERTI telah diberitakan didalam kisah Si Rase Terbang,
malam itu Ouw Hui dan Kim Bian Hud ber-sama2 tengah
menghadapi ba maut ketika mereka melanjutkan pertempur di
atas sebuah batu yang menonjol dari dinding jurang.
Disaat terakhir Ouw Hui telah melihat kesempatan yang
baik, ketika Biauw Jin Hong meng punggungnya sedikit
diwaktu hendak melakukan gerakan dengan jurus Te Liauw
Kiam Pek Ho Su Saat itulah suatu gerakan yang tidak sadar
dilakukannya dan telah menjadi kebiasaannya dan selalu agak
menghambat serangannya.
Ouw Hui telah mengetahui hal dari cerita Peng Ah Sie yang
telah menyaksikan sendiri pertempuran antara Ouw It To dan
Biauw Jin Hong
Kesempatan itu, dengan mudah dapat dipergunakan oleh
Ouw Hui untuk merubuhkan Kim Bian Hud dan dia memang
telah mengangkat cabang kayu yang berada ditangannya yang
dipergunakan sebagai pengganti dari golok.
Tetapi disaat terakhir dia teringat akan Yok Lan dan
janjinya terhadap gadis itu untuk tidak mencelakai orang tua
yang menjadi ayah si gadis. Disaat itulah, dengan mudah
sekali sesungguhnya dapat merubuhkan Biauw Jin Hong. yang
berarti kematian orang tua itu yang akan tewas terlempar
kedalam jurang dan kalau terjadi demikian dia tentu tidak
dapat menemui si gadis lagi karena dia tidak memiliki muka
untuk berhadapan degan si gadis dan telah melanggar
janjinyat. Tetapi jika disaat itu dia tidak turun tangan
mempergunakan kesempatan yang ada, justeru dirinya yang
akan dirubuhkan Kim Bian Hud berarti dia juga akan menerima
kematian yang secara konyol.
Harus dimengerti bahwa saat itu Kim Bian Hud tengah
melancarkan serangan yang sangat berbahaya.
Gerakan Ouw Hui yaug telah dilakukan setengah itu tidak
mungkin dirobahnya pula untuk dijadikan gerakan membela
diri kalau dia tidak memanfaatkan kesempatan yagng ada dia
akan terpukul rubuh oleh Biauw Jin hong berarti ia akan mati
terlempar hancur ke dasar jurang.
Waktu yang hanya singkat sekali Ouw Hui telah
mempertimbangkan tindakan apa yang sebaiknya diambil dan
tidak memiliki pilihan lainnya lagi.
Dalam waktu yang sangat singkat itu ternyata telah terjadi
pertempuran sengit dihati Ouw Hui. Dia atau aku, dia atau aku
. . ternyata jiwa ksatria yang dimilikinya memang dalam
pergulatan dalam hatinya. Dia memutuskan untuk berkorban
bagi gadis yang dicintai dan menyintainya dengan segenap
hati itu. Dia teringat akan keikhlasan giemoaynya, Thian Leng
So, mengorbankan diri untuk menolong dirinya dan kini dia
hendak mencontoh apa yang pernah dilakukan oleh Leng So
yang berjiwa luhur itu.
Batang kayu yang tengah ditabaskan ketubuh Kim Bian Hue
segera dilontarkannya melewati kepala orang tua dengan
sentilan jari2nya.
Kemudian Ouw Hui merapatkan matanya untuk menerima
nasib yang akan terjadi atas dirinya.
"Dengan demikian aku tidak akan mengecewakan kedua
orang tuaku yang, kedua-dua nya berjiwa kesatria sejati.
Mereka tentu akan setuju dengan tindakanku ini"
Dia sedikitpun tidak mengetahui bahwa tindakannya itu
justeru bertentangan dengan pesan Ouw It To bepada
isterinya, ketika Ouw It To menyatakan harapannya agar
puteranya Ouw Hui setelah dewasa kelak dapat berlaku lebih
kejam sedikit dari dia. Tindakan Ouw Hui ini justeru
membuktikan bahwa dia tidak ada bedanya dengan ayahnya,
yang sering kali tidak tega mencelakai lawan, terlebih lagi
lawan yang dikagumi dan dihormatinya.
Tetapi disaat terlemparnya kedalam jurang yang ditunggutunggunya
itu belum juga kunjung tiba. Walaupun dia tahu,
begitu dia memejamkan mata, begitu pukulan Kiam Bian Hud
akan tiba, berarti tubuhnya akan terlempar ke dalam jurang
untuk menerima kematian,
Dengan perasaan heran akhirnya Ouw Hui membuka
matanya untuk melihat . . .
Pada saat2 itu juga Kim Bian Hud mengalami pergulatan
yang cukup hebat didalam hatinya dia telah mengambil
keputusan untuk mengorbankan jiwanya dan menghindarkan
Ouw Hui dari kematian.
Seperti telah diketahui, Kim Bian Hud telah yakin bahwa
lawan yang tengah dihadapinya itu adalah putera Ouw It To,
orang satu satunya orang dianggap berharga untuk dijadikan
sababatnya, Keyakinan itu timbul ketika dia melihat Ouw Hui
mengangkat cabang kayunya untuk mempergunakan
kesempatan yang terbuka ketika dia hendak menjalankan
jurus Te Liau Kiam Pek Ho Su Sit.
Teringatlah dia akan janjinya kepeda ibu Ouw Hui yang
telah menyerahkan putera itu kepadanya untuk dilindungi dan
dididik agar menjadi orang gagah yang sempurna.
Teringatlah Kim Bian Hud bahwa selama ini dia belum dapit
menepati janjinya itu dan itulah merupakan suatu keteledoran
yang menyebabkan dia belum sempat menunaikan tugasnya,
Kini dengan adanya peristiwa ini merupakan kesempatan satu
satunya bagi Biauw J-in Hong yang sangat baik sekali karena
dia bisa menepati janji nya dan kesempatan ini pula satu
satunya untuk melindungi jiwa Ouw Hui sianak yang malang
itu Demikianlah maka disaat itu diapun menyentil cabang
kayunya melewati atas kepala Ouw Hui dan merapatkan
matanya untuk menerima kematian.
Namun sungguh tidak diduganya bahwa justeru karena
kedua-duanya rela untuk menyerahkan jiwanya demi
menghindarkan maut yang akan mencengkeram lawan
mereka, mereka sama lolos dari jangkauan maut.
Tepat disaat Ouw Hui membuka mata. terasa olehnya batu
yang dipinjaknya terlepas dari dinding tebing yang curam
tersebut dan mulai menurun kearah jurang
Selain itu dia melihat Kim Bian Hud tengah berdiri dan
dengan sepasang mata dirapatkan dan batang kayu yang
dipegangnya itupun juga sudah lenyap.
Sesaat kemudian batu itu mulai menggelinding kebawah.
Kim Bian Hud membuka matanya. Keduanya saling
memandang dengan penuh tanda tanya bagaikan hendak
saling menegur mengapa tidak terjadi apa2,
"Akhhh, kita mulai jatuh !" mengeluh keduanya hampir
dalam waktu bersamaan. "Hati2 berusahalah agar tetap
menempel didinding agar dengan Pek Houw Ju Ciang kita
dapat memperlambat meluncurnya batu itu ke bawah"
Demikian lah mereka saling menganjurkan.
Lenyaplah sudah sikap permusuhan diantara mereka
berdua dan kini mereka masing masing lebih menguatirkan
keselamatan dari lawan mereka
--ooo0dw0ooo--
SEMENTARA jauh dibawah, dimuka goa dididasar lembah,
Yok Lan sedang terpesona mengawasi bungkusan kuning yang
bertuliskan gelar ayahnya yang telah ditemukannya didalam
buntalan Ouw Hui.
Bermacam macam pikiran mengacau dalam otaknya dan
pikirannya, tanpa berkedip dia memandangi terus bungkusan
kuning itu.
Terkenanglah dia akan cerita Posie sore tadi di Soat Hong
San Cung, bagaimana dengan kain kuning itu ayahnya telah
memberikan jaminan bahwa anak Ouw It To yang malang itu
tidak akan terlantar.
Berduka bukan main hati Yok Lan karena mengetahui
bahwa janji ayahnya itu tidak berhasil dipenuhi ayahnya
berhubung dengan timbulnya berbagai peristiwa yang tidak
terduga.
Entah berapa banyak hinaan dan berapa besar
kesengsaraan yang dialami Ouw Hui Semasa kecilnya tanpa
ada yang melindunginya.
Di samping itu diapun menyesal bahwa dengan le nyapnya
Ouw Hui sehingga tidak dapat diasuh ayahnya sendiri semasa
kecilnya sering kesepian karena tidak memiliki kawan bermain.
"Akhhh, alangkah senangnya kalau Ouw Toa ko waktu itu
berada bersamaku dirumah dan men jadi kawan bermainku"
pikirnya dalam alam lamunannya.
Tiba2 dia teringat akan keadaan Ouw Hui .sekarang. Dia
telah melihat sendiri bahwa walaupun tanpa pengasuh dan
pelindung yang liehay seperti Kim Bian Hud, Ouw Hui berhasil
mencapai kepandaian yang sangat mengagumkan sedangkan
wataknya sangat baik dan tidak tercela.
Seketika itu lenyaplah awan mendung yang meliputi
wajahnya dan seulas senyum menghias mukanya yang cantik.
Demikianlah dia terbawa oleh alam lamunannya, wajahnya
silih berganti, sebentar muram dan sesaat lagi tersenyum . . .
karena itu, dia tidak tahu bahwa belasan pasang mata tengah
mengintanya dari balik pohon-pohon Siong ditepi rimba.
Yok Lan juga tidak mendengar beberapa siulan yang
panjang. Sesaat kemudian keluarlah belasan orang itu dari
balik pohon2 sambil lari Yok Lan baru mengetahui bahwa
disamping dirinya, ditempat tersebut ternyata masih terdapat
orang lain.
Gadis itu membalikkan tubuhnya dan seketika itu juga dia
mengeluarkan teriakan terkejut.
Beberapa orang diantara belasan orarg tersebut dikenalnya
sebagai orang-orang yang telah ditimpuk Ouw Hui dengan
bola salju ketika mereka berlari lari turun gunung setelah
dilepaskan oleh ayahnya. Hanya kini mereka datang kembali
dengan bertambah beberapa belas orang kawan lagi yang
semuanya memakai seragam pengawal istana.
"Ayah l Toako " teriak Yok Lan, memanggil kedua orang itu,
yang diduganya tengah bercakap-cakap diatas sana,
sedikitpun dia tak menduga bahwa kedua orang itu sedang
terlibat dalam suatu pertempuran mati-matian, bahkan disaat
dia berteriak itu mereka justeru tengah menghadapi saat2
yang menentukan.
Jangankan teriaknya, sedangkan teriakan seorang ahli silat
yang tenaga dalamnya juga tidak akan terdengar oleh mereka
disaat itu.
Sebaliknya, Peng Ah Si dan sepasang anak kembar pelayan
Ouw Hui mendengar dengan jelas.
Dengan serentak mereka melompat dan lari2 keluar goa.
Dilihat oleh mereka serombongan orang2 yang bermuka ganas
tengah mengejar nona Biauw, yang berlari ke goa dengan
ketakutan.
Didalam sekejap mata saja sudah terkejar lah si gadis yang
tidak pandai silat itu dan dengan kurang ajar si pemimpin
rombongan itu seorang siewie pengawal istana raja yang
seragam nya robek disana sini dan wajah yang babak belur
diberbagai tempat mencekal sigadis.
Orang itu adalah Say Congkoan komandan pingawal istana
raja yang telah dihajar Ouw Hui dirumah Touw Sat K.auw.
Ketika dia tengah melarikan diri bersama dengan Leng
Ceng Kisu tokoh Kun Lun Pai itu ditengah jalan dia berjumpa
dengan serombongan siewie kelas satu yang memang telah
diaturnya untuk menyusul rombongan pertama membantu
mengawal Biauw Jin Hong kekota raja setelah jago itu dapat
ditawan.
Sebagai seorang yang memiliki sifat2 buruk dia bukannya
berterima kasih kepada Kim Bian Hud yang telah menaruh
belas kasihan kepada nya, sebaliknya dia bahkan semakin
membenci dan sambil melarikan diri di dalam pikirannya
penun dengan rupa2 rencana untuk membalas dendam.
Tetapi sampai sedemikian jauh dia belum memperoleh
sebuah akalpun juga yang baik, sedangkan keberaniannya
juga sudah ciut dan surut atas peristiwa tadi:
Dengan dijumpainya rombongan siewie kelas satu itu
sebagian dari keberaniannya pulih kembali.
Bersama dengan Leng Ceng Kiesu dia memimpin
rombongan bala bantuan itu, kembali ke gunung Giok Pit
Hong.
Kepada rombongan tersebut, tentu saja dia malu untuk
menceritakan bahwa dia telah dihajar habis2an dan siasatnya
berantakan.
Dia hanya memberitahukan bahwa musuh telah
memperoleh bala bantuan yang jauh lebih kuat dari
rombongan yang pertama, sehingga dia merasa perlu
menyambut mereka agar mereka dengan cepat dapat
memperkuat pihaknya.
Setibanya kembali di kaki gunung itu. dia melihat Yok Lan
yang dikenalnya sebagai puteri Biauw Jin Hong.
Alangkah girangnya melihat gadis itu berdiri seorang diri,
sedangkan Biauw Jin Hong mau pun Ouw Hui tidak terlihat
bayangannya.
Dalam hatinya seketika itu juga memperoleh pikiran yang
licik yaitu menawan dan menjadikan umpan untuk menangkap
Kim Bian Hud agar malunya dapat dicuci.
Dengan cepat dia sudah dapat memegang nona Biauw
tetapi ketika dia hendak meringkusnya untuk dibawa kembali
ke dalam rimba, tiba2 dia merasakan samberan angin pukulan
yang cukup kuat dipunggungnya.
Cepat dia membalikkan tubuhnya sambil mengibaskan
tangannya untuk menangkis,
Dengan memperhitungkan kekuatan angin serangan
pukulan itu dia sudah mengetahui bahwa penyerangnya
memiliki kepandaian yang tidak bisa diremehkan!
Betapa herannya Say Cougkoan ketika dia melihat bahwa
panyerangnya itu adalah dua orang anak lelaki yang baru
berusia belasan tahun.
Tetapi disamping perasaan herannya hatinya jugalega
bukan main.
Kedua anak itu sedikitpun tidak dipandang sebelah mata
olehnya.
"Apakah kemampuan kedua anak kecil ini?" pikirnya
dengan hati mendongkol.
Segera juga dia mengulurkan sepasang tangannya untuk
menangkap kedua anak itu sambil berkata: "Jangan kurang
ajar! Ayo, ikut sekalian"
Tidak terlukiskan betapa herannya ketika bukan dia berhasil
meaangkap kedua anak itu, bahkan tahu tahu mereka sudah
memecah diri kek ri dan kekanan dan secepat kilat
melancarkan serangan lagi.
Sebelum Say Congkoan menyadari apa yang terjadi
pelipisnya yang kanan dan kiri sudah terkena pukulan.
Tetapi tidak percuma Say Congkoan disebut jago utama
dalam istana kaisar.
Dalam gugupnya itu dia masih dapat melompat mundur
satu langkah kebelakang.
Dengan demikian pukulan pukulan si anak kembar itu tidak
terlalu tepat mengenai sasarannya.
Masih untung baginya karena walaupun he bat, tenaga
dalam kedua anak itu masih terbatas dan belum seberapa ,
sedangkan dia sendiri memiliki lwekang yang kuat.
Dengan demikian dia tidak rubuh dan menderita malu lebih
besar lagi.
Tetapi serangan itu masih cukup keras baginya sehingga
dia sempoyongan dengan kepalanya yang agak pusing dan
peristiwa itu baginya suatu hal yang memalukan.
Dengan wajah merah padam dia telah melompat mundur
beberapa langkah lagi untuk memperbaiki kedudukan dirinya.
Matanya mendelik karena murka dan herannya.
Sesaat kemudian dia maju lagi untuk menangkap kedua
anak itu hanya sekali ini dia tidak berani bertindak dengan
ceroboh dan serampangan.
Tahulah dia bahwa kedua anak itu tidak bisa diremehkan,
tetapi dapat juga Say Congkoan memiliki keyakinan bahwa
dalam beberapa jurus dia akan berhasil meringkus keduanya.
Dalam anggapannya peristiwa tertinjunya pe lipisnya tadi
karena kurang waspada.
Dengan jari2 ditekuk bagaikan kaki garuda da mengulurkan
sepasang tangannya untuk menjambret baju kedua lawan
kecilnya tersebut!
Tetapi kembali perhitungannya meleset.
Tidak kecewa kedua anak itu telah bebera pa tahun
memperoleh bimbingan akhli2 silat kelas satu seperti Ouw Hui
dan Seecwan Sianghiap.
Bagaikan kilat mereka tahu2 sudah menyelusup lewat
dibawah ketiaknya dan menyapu ka kinya dari belakang. Say
Chongkoan berusaha menyelamatkan diri dengan melompat
keatas tetapi dia masih terlambat.
Untuk kedua kalinya dia ter-huyung2 beberapa langkah.
Tetapi masih untung dia bahwa kepandaiannya memang
sangat tinggi, tidak perlu dia jatuh terlentang seperti yang
dialami oleh Co Hun Kia ketika hendak mempermainkan
sepasang anak kembar itu.
Walaupun demikian ketika itu dia benar2 menghadapi
detik2 yang gawat.
Sebelum Say Congkoan berhasil memperbaiki kudakudanya
kedua anak itu sudah menyerang lagi.
Agaknya dia sudah tidak akan terhindar dari penderitaan
malu lebih besar lagi.
Untunglah bahwa disaat itu dia menghadapi keruntuhan
nama besarnya Leng Ceng Kiesu telah datang memberikan
pertolongannya.
Tokoh Kun Lun Pai itu sudah mengerti bahwa kedua anak
itu memang memiliki kepandaian yang hebat dan cukup
sempurna ilmu silatnya walaupun tenaga dalam mereka belum
berarti
Dia yakin bahwa jika tidak bertindak ceroboh dia tidak akan
kalah bahkan kalau bertempur lama Say Congkoan tentu akan
berhasil merubuhkan mereka.
Sebagai seorang akhli gwakhe ilmu silat ber dasarkan
tenaga luar dia telah memahamkan ilmu Eng Jiau Kin Na Ciu
dengan sempurna sekali.
Begitulah dia membuka serangan dengan jari-jari tangan
ditekuk dan tangannya menyambar nyambar bagaikan garuda
hendak menerkam mangsanya serangannya ganas sekali
disamping cepat dan dahsyat.
Tetapi anehnya, serangannya yang sudah sering kali teruji
kehebatannya itu juga dapat dielakkan dengan mudah oleh
kedua anak kembar itu.
Leng Ceng Kiesu mempercepat gerakan serangan
serangannya sedangkan Say Congkoan juga tidak tinggal
berpeluk tangan.
Tetapi semakin lama semakin penasaran kedua jago itu
jadinya.
Setelah lebih dari lima belas jurus mereka bertempur terus
tanpa ada kesudahannya dan belum tarlihat tanda-tanda
bahwa mereka akan berhasil membekuk kedua anak lelaki
kembar tersebut.
Yang lebih mengherankan dan memalukan ekali adalah
bahwa dengan pengalaman dan kepandaian mereka berdua
yang sudah tergolong diantara jago2 kelas satu mereka tak
dapat merebut kedudukan diatas angin.
Dengan tipu segala macam gerakan mereka selalu gagal
mendesak kedua anak lelaki kembar itu.
Dengan sendirinya mereka menjadi malu dan gusar.
Tidak mengherankan jika mereka telah melancarkan
serangan dengan mempergunakan jurus2 yang aneh2 dan
hebat bukan main kedua anak itu bahkan yang selalu
melancarkan serangan2 yang sulit diterka sehingga
pertempuran itu jelas lebih banyak mengiringi keinginan kedua
anak kembar itu yang masih belum lenyap sifat kekanakkanakannya.
Sesungguhnya sudah cukup memalukan bahwa dua orang
jago ternama seperti Leng Ceng Kiesu dan Say Congkoan
harus turun tangan bersama untuk menghadapi kedua anak
kembar itu.
Setelah bertempur pula sekian lama belum juga kedua jago
itu dapat mengenali ilmu silat apa yang dipergunakan kedua
anak tersebut.
Dan suatu saat anak2 itu telah menyerang dengan Pek
Hong Koan Jit sebagai yang biasa dipergunakan kaum Ngo Bie
Pai, tetapi mendadak serangan itu bisa berobah menjadi Pek
Hong Koat Jit gaya Khong Tong Pai. Dan saat lainnya lagi
mereka menyerang dengan jurus serangan Hoan Thian Ho Te,
atau membalikkan langit dan bumi tetapi sedangkan kedua
jago yang sangat berpengalaman itu bersiap siap untuk
menyambut nya, tahu-tahu gerakan kedua anak kembar itu
telah berobah dan serangan telah diteruskan dengan tipu Pa
Ong Gi Ka, atau Couw Pa Ong membuka pakaian perangnya.
Tentu saja perobahan-perobahan yang sangat aneh dan sulit
diterka itu telah membuat Say Congkoan dan Leng Ceng kiesu
jadi pusing bukan main.
Kedua jago tersebut merupakan dua orang jago kawakan,
tetapi mereka tidak mengetahui bahwa kedua anak itu sudah
dapat memahami tujuh bagian dari Ouw Ke Kun Hoat (ilmu
silat tangan kosong pusaka keluarga Ouw) dibawah asuhan
Ouw Hui.
Ouw Ke Kun Hoat itu telah digubah oleh Hui Thian Ho Lie,
pengawal Cwanong Lie Cu Seng yang memiliki kepandaian
tiada bandingannya untuk masa itu. Leluhur Ouw Hui, Hui
Thian lio Lie, si rase terbang yang dapat mencapai langit, telah
berhasil menciptakan ilmunya setelah bertahun2 memeras
keringat memetik inti sari rupa2 ilmu silat dari hampir semua
cabang pintu perguruan silat yang ada di Tionggoan, lalu
dipersatukan menjadi suatu ilmu serba guna dan serba sakti,
disamping sangat hebat dan dahsyat sekali cara
menyerangnya.
Itupun masin untung bagi kedua tokoh ternama seperti Say
Congkoan dan Leng Ceng Kiesu bahwa kepandaian mereka
sudah tinggi sekali karena kalau bukan demikian tentu siang
siang mereka sudah rubuh ditangan kedua anak kembar itu
seperti yang dialami oleh orang2 Thian Liong Bun.
Juga masih untung bagi mereka bahwa kedua anak kembar
itu belum memahami seluruh ilmu luar biasa tersebut dan juga
tenaga dalam kedua anak kembar itu memang masih terbatas
sekali dan belum berarti apa-apa. Jika yang dihadapi mereka
seorang tokoh yang sudah mahir keseluruhannya ilmu
tersebut dan sudah memiliki lwekang yang cukup kuat tidak
nantinya mereka dapat bertahan sampai lebih sepuluh jurus
Sebagai telah dibuktikan ketika mereka menghadapi Ouw Hui
dirumah Touw Sat Kauw, dimana hanya dalam tiga jurus Ouw
Hui berhasil merubuhkan Say Congkoan dan itupun secara
iseng dan main2 disertai guraunya tidak melancarkan
serangan secara bersungguh sungguh.
Didalam sibuknya menghadapi serangan serangangan
kedua anak itu, Say Congkoan juga mulai kuatir.
Dia percaya bahwa bersama dengan Leng Ceng Kiesu lama
kelamaan dia akhirnya akan berhasil menundukkan kedua
lawan cilik itu.
Tetapi dia mana mau bertempur begitu lama, Kalau sampai
peatempuran tersebut berla rut larut dia kuatir kalau2 nanti
Biauw Jin Hong atau Ouw Hui, atau ke-dua2nya akan muncul.
Dan kalau kedua orang itu telah datang tentu tamatlah
sudah harapan mereka, habislah kesempatan mereka,
sedangkan para siewie yang menjadi bawahannya itu yang
baru tiba akan melihat betapa tidak berdayanya dia
menghadapi jago-jago yang hendak ditawannya.
Itulah malu yang tentu sangat besar dalam keruntuhan
namanya yang sesungguhnya sangat disegani oleh seluruh
orang2 rimba persilatan.
Walaupun segan dan terpaksa sekali dia harus menebalkan
muka dan telah berteriak memberikan perintah : "Maju semua
! Dua orang menawan gadis itu.”
Serentak bergeraklah semua siewie itu untuk melaksanakan
perintah pimpinannya. Kedua anak itu tentu saja menjadi
sibuk sekali.
Menghadapi belasan orang akhli2 silat itu tidak dapat
disamakan dengan kejadian disaat mereka menghadapi
orang2 Thian Liong Bun, Eng Ma Cwan dan Peng Tong Piauw
Kiok.
Disamping itu sedapat mungkin mereka harus merintangi
lawan mendekati Biauw Yok Lan sehingga perhatian mereka
tidak dapat dipusatkan untuk perlawanan terhadap lawanlawan
mereka.
Dengan demikian segera setelah berselang beberapa jurus
lagi terlihatlah kedua anak kembar itu mulai terdesak oleh
serangan2 yang dilancarkan jago2 kelas satu tersebut.
Dan celakanya lagi mereka tidak dapat mendekati Biauw
Yok Lan lagi karena itu ilmu silat mereka jadi kacau sekali dan
kerja sama diantara kedua anak lelaki kembar itu jadi tidak
seragam dan kompak lagi seperti semula. Sebentar pula
setelah itu salah seorang dari kedua anak kembar tersebut
sudah terpukul bahunya dan disaat dia tengah terhuyung
kebelakang, Tai Tui Hiet nya di punggung tertotok oleh salah
seorang pengeroyoknya.
Dan disaat yang sama Biauw Yok Lan telah berhasil
ditawan oleh kedua pengeroyoknya. Anak yang belum rubuh
itu tentu saja menjadi sibuk sekali karena dia melihat
saudaranya telah jatuh terkulai tidak berdaya dan Biauw Yok
Lan ditawan kawanan siewie itu.
Pada saat yang sama itulah sianak kembar yang seorang itu
menjadi nekad dan tanpa memperdulikan keselamatan dirinya
sendiri dia telah menerjang Leng Ceng Kiesu yang berada
antara dia dan saudaranya itu.
Maksudnya hendak menolong saudaranya dulu dari
pengaruh totokan untuk kemudian bersama sama menolong
Biauw Yok Lan.
Setelah bertempur sekian lama dan dia masih tidak berhasil
merubuhkan anak2 kembar itu Say Congkoan mendongkol
bukan main karena lama itu tidak berhasil merubuhkan sianak
kembar itu,
Dan ketika melihat anak kembar yang seorang itu
menerjang Leng Ceng Kiesu dimana anak lelaki kembar yang
seorang itu seperti tidak menghiraukan keselamatannya
sendiri tanpa menghiraukan punggungnya yang terbuka maka
timbullah sifat kejamnya.
Tangannya segera meluncur kearah jalan darah Toa Tui
Hiat dipangkal tengkuk sianak.
Toa Tui Hiat adalah jalan darah yang berbahaya maka
kalau totokan itu mengenai sasarannya tentu akan
melayanglah jiwa sianak. Bahwa sebagai seorang tokoh rimba
persilatan kelas satu dia berlaku begitu ganas terhadap
seorang anak kecil, sesungguhnya adalah merupakan suatu
tindakan yang menurunkan derajat dan memalukan.
Ketika itu Say Congkoan sudah tidak memperdulikan lagi
soal tingkat dan kehormatan.
Dalam keadaan marahnya dia hanya diliputi semacam
pikiran yaitu untuk membunuh anak tersebut secepat
mungkin.
Keadaan sepasang anak kembar itu dan Yok Lan benarbenar
sudah berada dalam keadaan yang sangat berbahaya
dan gawat sekali. Agaknya mereka bertiga sudah tidak akan
lolos lagi dari tangan siewie yang kejam.
Tetapi didetik yang sangat berbahaya itu( tiba2 datang
pertolongan yang tak terduga.
Ketika siewie2 itu sudah hampir mencapai maktud mereka
terdengarlah sebuah bunyi gemuruh dan sesaat kemudian
jatuhlah sebuah batu besar dengan menerbitkan bunyi
mendentum yang memekakkan anak telinga.
Semua siewie itu cepat2 melompat mundur dengan terkejut
sekali. Dalam dugaan mereka waktu itu tentu telah dijatuhkan
seorang musuh yang bersembunyi di atas dan tentu akan
disusul Juga serangan2 batu seperti itu lagi.
Mereka telah mengangkat kepala untuk mandang ke atas.
Se-konyong2 terdengarlah suara bentakan yang berpengaruh
di belakang mereka
Ternyata sementara keadaan kedua anak kembar dan Yok
Lan itu sudah menjadi demikian berbahaya dan gawat, jauh
diatas sana Biauw Hong Ouw Hui juga tengah menghadapi
maut yang agaknya sudah tidak terelakkan lagi.
Dengan jatuhnya batu yang diinjak mereka itu keduanya
jadi ikut tergelincir ke jurang.
Mereka merasa bahwa kekuatiran sudah tidak dapat
dielakkan lagi.
Sebagai laki-laki sejati soal mati hidup tidak terlalu
dihiraukan oleh mereka tetapi sebagai jago jago yang pantang
menyerah keduanya tentu saja segan menerima nasib dengan
begitu saja.
Demikianlah ke-dua2nya berusaha sedapat mungkin untuk
bisa terlepas dari dinding tebing Dengan mengerahkan seluruh
kepandaian Houw Ju Ciang mereka sedapat mungkin
mengurangi kecepatan meluncur mereka kebawah. Tetapi
walaupun begitu, kecepatan meluncur tubuh mereka masih
terlalu cepat sehingga benturan dengan dasar jurang itu akan
menghancurkan tubuh mereka
Sambil meluncur turun. Ouw Hui mengasah otak mencari
akal untuk menyelamatkan jiwa mereka. Dia memang sudah
mengenal keadaan gunung itu dengan baik. Dia juga memang
mengetahui bahwa tidak seluruh tebing itu securam di
atasnya.
Didekat kaki gunung kurang lebih setinggi tiga puluh
tombak dari bawah tebing itu agak landai tidak securam itu
lagi. Dia memperhitungkan bahwa dengan menarik
keuntungan dari kecepatan meluncurnya dan dengan
mempergunakan kepandaian meringankan tubuh jika
melompat dengan mempergunakan seluruk kepandaian
meringankan tubuh tentu bisa melompat mencapai rimba
pohon Siong itu.
Walaupun cara itu hasilnya masih agak meragukan tetapi
terpaksa harus dicobanya. Jalan lain sudah tidak ada.
Rencananya itu segera diberitahukannya kepada Kim Bian
Hud yang juga sedang meluncur ke bawah sejajar dengannya
kira2 dua tombak disebelah kirinya.
Kalau seseorang jatuh dari tempat ketinggian sepuluh
tombak dengan tubuh tidak terkendalikan setiba dibawah dia
tentu akan terluka paarah atau setidak tidaknya terbanting
mati.
Tetapi jika seseorang melompat dengan mempergunakan
kepandaian meringankan tubuh dari ketinggian yang sama
dengan tubuh terkendali ia tentu akan tiba dengan selamat.
Hal itu memang diketahui dengan baik oleh Biaw Kim Hong
maupun Ouw Hui tetapi yang membuat mereka ragu akan
hasil percobaan itu adalah karena mereka sudah akan
melakukan lompatan itu dari ketinggian tiga puluh tombak
sedangkan kecepatan mereka meluncur kebawah itu juga
merupakan sebab utama yang bisa dianggap sepi begitu saja.
Tetapi pilihan lainnya tidak ada sehingga mereka tidak
dapat ragu-ragu untuk mencobanya Harapan satu2nya ialah
jika mereka bisa tiba di antara pohon2.
Sementara itu pula mereka sudah tiba dititik yang
dimaksudkan oleh Ouw Hui.
Tetapi tepat pada saat mereka menoleh kebawah
terlihatlah mereka apa yang sedang terjadi di muka goa itu.
Biauw Jin Hong yang baru saja mengalami peristiwa2 hebat
bahkan hampir-hampir menemui ajalnya sebagai korban tipu
busuk orang orang yang mengaku sahabat, tentu saja menjadi
marah sekali.
Terlebih lagi karena diantara orang2 yang hendak
mencelakai puterinya itu terdapat dua orang yang baru saja
diampuninya.
Karena dikuasai amarahnya maka Biauw Jin Hong jadi agak
terlambat menjejakkan kakinya sedangkan tenaga yang
dikerahkannya juga kurang diperhitungban.
Karena itu dia tidak dapat mencapai tepi rimba seperti yang
direncanakan.
Tentu saja dia akan terluka parah kalau bukan mati
terpelanting ditanah yang keras karena tertutup salju beku itu.
Untung saja ketika itu siewie-siewie tersebut justeru melompat
mundur dan dia jatuh tepat diatas pundak orang yang
melompat terjauh.
Kecuali yang terkena jatuhnya tubuh Biauw Jin Hong yang
lainnya tidak ada yang melihatnya tiba diantara mereka,
karena waktu itu mereka belum menoleh keatas sedang orang
yang tertimpuh tubuh Biauw Jin Hong seketika itu rubuh tanpa
sempit mengeluarkan jeritan lagi
Sebagai jago yang sudah berpengalaman, Biauw Jin Hong
tidak gugup ketika jatuh diatas pundak orang itu.
Bersamaan dengan tibanya, ia serentak menggerakkan
sepsang kakinya dan menghajar Tan Tiong Hiat serta Leng
Taihiat didada dan dipunggung orang itu.
Dalam keadaan murka seperti itu Kim Bian Hud menendang
sekuat tenaganya dan orang itu matilah tanpa mengetahui apa
yang terjadi.
Leng Tai dan Tan Tiong Hiat ke-dua2nya merupakan jalan
darah yang terpenting ditubuh seorang manusia dan
berbahaya sekali.
Andaikata seorang anak kecil yang menghajar kedua jalan
darah tersebut dia tentu sudah akan pingsan dan terluka
parah sehingga jangankan sekarang yang menghajar justru
Kim Bian Hud yang tengah murka dan mempergunakan
tenaga lwekang yang kuat sekali.
Sementara itu terdengar bentakan di belakang para siewie
itu dengan terkejut jago2 istan telah menoleh.
Tampaklah oleh mereka seorang pemuda berjanggut dan
berkumis kaku keluar dari tepi rimba
Habislah seluruh keberanian Say Congkoa ketika mengenai
orang itu sebagai Swat san Hui Ho (Si Rase Terbang) yang
sudah diketahui kehebatan kepandaiannya.
Tanpa memberitahukan kawan2nya dia segera
membalikkan rubuh untuk mengambil langkah seribu
melarikan diri.
Para siewie yang lainnya belum mengenal siapa pemuda
itu.
Setelah mendengar bentakan dan melihat bahwa yang
membentak hanya seorang diri, meluaplah amarah mereka.
Serentak mereka melompat untuk membekuk orang yang
dianggapnya bertindak kurang ajar tersebut.
Malanglah nasil mereka yang tiba lebih dulu didepan Ouw
Hui seketika tangan mereka diulurkan untuk memegang atau
menghajar Ouw Hui, secepat kilat kaki dan tangan Ouw Hui
bergerak dan tahu2 tiga orang sudah terpental keras sambil
mengeiuarkan suara rintihan kesakitan bukan main.
Tubuh mereka telah terlempar kurang lebih tiga tombak
jauhnya, dan mereka menggeletak tidak berdaya tanpa bisa
bangkit lagi
Kawan2 mereka terkejut bukan main.
Gerakan secepat itu belum pernah disaksikan mereka.
Serentak mereka telah berhenti dengan perasaan bimbang,
tetapi setelab melihat pemuda itu tidak bersenjata, timbul pula
keberanian mereka. Sambil ramai ramai menghunus senjata
majulah semua siewie itu untuk mengepung dan mengeroyok
Ouw Hui.
Disaat itu terdengarlah teriakan Say Congkoan yang
mengerikan sekali.
Ternyata Congkoan itu telah terhajar pukulan Biauw Jin
Hong dan kini rubuh dengan memuntahkan darah segar.
Ketika dia hendak melarikan diri karena ketakutan melihat
Ouw Hui, sedikitpun dia tidak menduga bahwa arah yang
diambilnya itu justru tertutup oleh Kim Bian Kud yang belum
diketahuinya sudah berada disitu.
Ketika dia melihatnya dia sudah berada dekat sekali dengan
jago yang sangat ditakutinya.
Untuk memutar tubuhnya lari telah terlambat dan juga dia
menyadari bahwa dia berusaha mengdan lari dengan Kim Bian
Hud.
Seperti seekor babi hutan yang sudah terjepit dengan
nekad dia segera menyerang jago tua itu.
Tujuannya adalah untuk mengajak mati ber sama-sama jika
memang dia harus mati.
Tetapi ternyata bahwa Congkoan itu belum mengenal
benar-benar mengenai kegagahan Kim Bian Hud.
Serangannya itu hanya bagaikan seekor lalat yang
menubruk seekor burung garuda.
Dengan mudah sekali serangan membabi buta dari
Congkoan itu telah dielakkan oleh Kim Bian Hud, segingga
terbukalah lambung kanan Congkoan tersebut.
Disaat yang sama sikut tangan Kim Bian Hud sudah
bersarang ditubuh Congkoan itu.
Terpengaruh amarahnya yang tengah meluap
Biauw Jin Hong sudah turun tangan tidak segan2 lagi.
Ketika dia mengirimkan sikutnya kelambung Say Congkoan
dia telah mengerahkan seluruh lwekangnya.
Tidak ampun lagi rubuhlah Congkoan yang biasanya
congkak dan sombong itu.
Beberapa tulang rusuknya telah patah dan menembus ke
paru2 serta jantungnya. Dengan hanya sempat berteriak sekali
dan sambil menyemburkan darah segar melayanglah jiwanya
meninggalkan raganya untuk menghadap Giam Lo Ong raja
neraka.
Teriakan terakhir dari Congkoan itu tentu saja sangat
mengejutkan para siewie lainnya yang tengah menghampiri
Ouw Hui dengan senjata terhunus.
Sesungguhnya mereka sudah merasa ngeri dan takut
menghadapi Ouw Hui tetapi kini mereka mendengar teriakan
ateu tepatnya jeritan Congl koan itu, jerit kematian, maka
semangat mereka terbang kini mereka bermaksud untuk
meninggalkan tempat itu untuk melarikan diri, tetapi keadaan
sudah demikian rupa sehingga untuk mundur sudah tidak
terbuka jalan pula bagi mereka.
Dengan nekad dan dengan mengandalkan jumlah mereka
yang banyak mulailah mereka melancarkan serangan kearah
Ouw Hui.
Seorang yaug mempergunakan Tiatkauw (kaitan besi)
melancarkan serangan dengan jurus Jie Liong Kai Thian Bun,
dua naga membuka pintu langit. Serangan itu memang hebat
luar biasa. Da lam awal gerakannya sepasang kaitan tersebut
meluncur dengan sejajar, tetapi secepat sudah men capai
jarak separuh kearah sasarannya, maka kaitan itu telah
berpencaran kekanan dan kekiri, keatas dan kebawah
tergantung dari anggota tubuh yang hendak diserangnya.
Memang luar biasa cepatnya serangan tersebut dan entah
berapa banyak jago2 ternama yang pernah dirubuhkan siewie
itu dengan serangan seperti itu.
Sekali inipun dia sudah kegirangan karena melihat Ouw Hui
hanya berdiri diam bagaikan tertegun.
Siewie itu yakin bahwa serangannya akan berhasil tetapi
ketika sepasang kaitnya sudah hampir mengenai sasarannya
yaitu leher dan betis Ouw Hui, tiba-tiba saja dengan sebuah
gerakan yang tidak dapat diikuti dengan pandangan mata
Ouw Hui menggerakkan sebelah kaki dan sebelah tangannya
dan sesaat kemudian dia sudah berdiri dengan sikap Dim Ke
Tok Lip (ayam Emas berdiri diatas sebelah kaki).
Hasil yang diperoleh dari gerakan Ouw Hui itu benar2
sangat menakjubkan sekali.
Dengan mengambil sikap yang biasanya dipergunakan
seseorang untuk menantikan serangan ternyata dia telah
berhasil mematahkan serangan lawannya.
Bahkan tiga batang senjata lawan telah dihalau dan
dirampasnya dengan mudah.
Dengan kakinya yang kini menginjak tanah dia telah
menginjak tiat-kau yang mengarah kebetisnya, sebelah
tangannya yang diulurkannya keatas telah merampas tiat-kau
yang sebelah lagi. Sedangkan dengan lutut kakinya yang kini
ditekuk, dia telah menghajar sebatang golok seorang
lawannya yang lain, yang menyerang berbareng dengan
siewie bersenjata tiat-kau itu.
Bukan hanya terbatas sampai disitu hasilnya. Dengan
merebut tiat-kau itu dia bahkan telah melukai tangan
pemegangnya, yang telapak tangannya segera berlumuran
darah karena kulitnya telah pecah robek akibat tarikannya.
Semua siewie yang lain terkejut sekali dengan tertegun
mereka memandang pemuda itu dan semua senjata mereka
tadi berhenti di udara.
Sesaat kemudian mereka tersadar akan keadaan mereka
dan cepat2 kembali hendak memutarkan tuyuh untuk
menyelamatkan jiwa masing2.
Tetapi terlambat apa yang mereka lakukan.
Karena Ouw Hui sudah bergerak dengan cepat sekali dan
sebelum mengerti apa yang tengah terjadi tahu2 mereka
kehilangan senjata, sedang kan beberapa diataranya bahkan
telah rubuh tertotok Jalan darahnya tanpa sanggup
mengadakan perlawanan sama sekali.
Kini benar-benar habislah sudah keberanian para siewie itu.
Tanpa malu-malu lagi mareka telah lari tungang langgang
secepat dan sekuat tenaga mereka.
Kepandaian Ouw Hui yang diperlihatkan tadi adalah ilmu
Kong Ciu Ip Pek To, dengan tangan kosong memasuki rimba
golok yang berdasarkan ilmu meringankan tubuh Pek Pian
Kwie Eng (bayangan setan yang berobah seratus kali) salah
satu ilmu pusaka yang terhebat dari keluarga Ouw.
Betapa hebat ilmu itu sudah terbukti ketika dengan seorang
diri Ouw Hui telah berhasil merubuhkan delapan belas siewie
kelas satu dalam satu pertempuran disekitar To Jian Teng
dengan disaksikan oleh para jago Ang Hwa Hwe Kini setelah
lewat delapan tahun sejak pertempuran itu, setelah Ouw Hui
benar2 berhasil menyelami ilmu tersebut dan memperoleh
banyak petunjuk2 berharga dari para tokoh Ang Hwa Hwe,
tentu saja semua siewie itu hanya seperti sekawanan tikus
yang bertemu kucing, merupakan waktu2 yang terlalu buruk
bagi siewie itu.
Sementara itu para siewie yang berusaha melarikan diri
tiba2 mengetahui mengapa Congkoan berteriak dan semakin
ketakutanlah mereka karenanya,
Kim Bian Huk memang sudah mereka kenal kehebatan
ilmunya ketika dengan seorang diri telah menyatroni dan
mendatangi penjara istana untuk menolongi Hoan Pangcu dari
penjara dan orang tua itu kini menutup jalan mundur mereka
sedangkan tubuh Say Congkoan tampak terlentang disebelah
kakinya.
Dengan wajah yang pucat pasi dan tubuh yang
bergemetaran keras untuk beberapa saat lamanya mereka
berdiri tertegun.
Salah seorang diantara mereka cepat2 berusaha melarikan
diri dengan mengambil arah lain tetapi sebuah bola salju
segera juga melayang menyusulnya dan sia2 belaka jika
mereka masih berusaha meloloskan diri dari tangan kedua
orang itu:
Dalam keadaan putus asa seperti itu, mereka melupakan
martabat dan kehormatan diri.
Bagaikan sudah berjanji lebih dulu, setentak mereka
menjatuhkan diri berlutut minta ampun.
Tanpa memperdulikan mereka, kedua-duanya, Kim Bian
Hud dan Ouw Hui menghampiri mulut goa, dimana kedua
anak itu tengah menjagai Yok Lan.
Gadis yang lemah itu telah menjadi pingsan karena kuatir
ketakutan dan mendongkol, ketika melihat kedua anak itu
terancam bahaya maut. Sedangkan dia sendiri juga tengah
menghadapi saat2 yang berbahaya.
Tadi ketika datang pertolongan yang tidak terduga itu
sianak yang belum rubuh cepat cepat membebaskan
saudaranya dari totokannya dan mereka berdua lalu
menggotong Yok Lan keluar dari kalangan pertempuran itu.
Setelah memeriksa sejenak, Biauw Jin Hong jadi lega
hatinya, karena puterinya ternyata tidak terluka.
Dia menoleh kepada Ouw Hui dan katanya "Untuk apa
binatang2 itu dibiarkan disitu! Suruh lah mereka pergi dari
tempat ini !"
Waktu mendengar perkataan Kim Bian Hud seperti itu para
siewie yang tengah berlutut tanpa berani bergerak dan
bersuara, telah cepat2 bangun berdiri dan lalu melarikan diri
dengan secepat dan sekuat tenaganya.
Kawan-kawan mereka yang tewas ditinggalkan begitu saja
sedangkan yang terluka juga tidak dihiraukannya.
Orang yang tertimpa tubuh Biauw Jin Hong tadi dan mati
yang lebih dulu, ternyata Leng Ceng Kiesu. Disamping itu telah
mati pula Say Congkoan dan kedua siewie lainnya. Enam
orang siewie menggeletak ditanah tanpa bisa berkutik karena
tertotok jalan darahnya.
Dengan langkah kaki lebar Ouw Hui mendekati keenam
orang itu.
Melihat wajah Ouw Hui yang berkulit hitam dan berjanggut
kasar, tampaknya menyeramkan sekali, terbanglah semangat
mereka.
Tidak seorangpun di saat itu yang bisa mengharap bisa
hidup terus.
Keenam siewie itu menduga bahwa Ouw Hui akan
mencabut jiwa mereka. Sebagai orang yang selalu biasa
melakukan pekerjaan yang kejam ke enam siewie itu
menganggap bahwa orang lain tentu juga sekejam mereka
sendiri.
Jika dapat berbicara, mereka tentu akan meminta ampun,
tetapi saat itu mereka hanya bisaa mengeluarkan beberapa
suara raungan dan wajah mereka tampak pucat bagaikan
kertas.
Beberapa saat kemudian mereka jadi linglung
Ouw Hui ternyata bukan membunuh, sebaliknya dia bahkan
membebaskan keenam siewie itu dari totokannya. Dengan
berlutut mereku pun menghaturkan terima kasih berulang kali.
Dengan demikian, runtuhlah kegarangan ke enam siewie
itu
Dengan berlutut mereka menghaturkan terima kasih
berulang kali, dan Ouw Hui perintahkan mereka mengubur
kawan2 mereka yang mati. Kemudian keenam orang itu
diperintahkan pergi dengan diberi ancaman, bahwa jika sekali
lagi mereka jatuh dalam tangan kedua jago itu, nasib mereka
tentu tidak akan sebaik sekali ini.
Sementara itu Biauw Jin Hong berkata : "Hiactit, aku
sekarang sudah mengetahui siapa kau sesungguhnya.
Engkaulah anak Ouw It To mendiang ayah ibumu adalah
orang2 yang sangat kukagumi. Disamping itu aku sekarang
juga mengetahui siapa yang telah menolongku dahulu, ketika
mataku telah dibutakan dengan racun oleh orang suruhan
Tian Kui Liong. Kepada kedua orang tuamu aku berjanji untuk
mengasuh kau dan mendidikmu bagaikan anakku sendiri.
Tetapi ternyata aku tidak seberuntung itu, sehingga selama
dua puluh tujuh tahun ini tidak pernah aku bisa menepati janji
itu"
"Hanya kini aku dapat ikut bergembira bahwa kau tanpa
didikanku ternyata telah memiliki kepandaian setinggi itu.
Sekarang, apapun yang telah kau perbuat, aku
memaafkanmu. Hanya satu saja permintaanku, yaitu supaya
kau merobah kelakuanmu dan mengasihani putriku yang ..."
Sebelum dia dapat menyelesaikan perkataannya itu, Yok
Lan telah menyelak ; "Ayah, kelakuan Ouw Toako sama sekali
tidak tercela. Kau keliru, ayah ..." berseru gadis itu dengan
muka yang kemerah2an karena malu.
Biau Jin Hong jadi agak heran.
Sejenak dia memandangi puterinya kemudian memandangi
Ouw Hui dergan sikap penuh tanda tanya.
Dalam hatinya dia terkejut bahwa puterinya membela
pemuda itu dengan demikian bersemangat. Dia yakin bahwa
Ouw Hui telah melakukan sesuatu yang tidak pantas.
Bukankah dia telah melihat sendiri bahwa Ouw Hui keluar
dari pembaringan didalam kamar Touw Sat Kauw itu dan
bukankah kemudian dia mendapatkan puterinya rebah di
pembaringan itu dalam keadaan tertotok dan hanya
mengenakan pakaian dalam ? Dapatkah puterinya itu
menyetujui perbuatan Ouw Hui ? Sungguh dia tidak mengerti .
. .
Sesungguhnya Yok Lan hendak berbicara terus, tetapi dia
bingung bagaimana harus memulai ceritanya. Sebagai seorang
gadis yang berperasaan halus dia malu dijumpai dalam
kerdaan begitu yaitu hanya mengenakan pakaian dalam dan
dalam keadaan tertotok malah bersama-sama seorang
pemuda didalam sebuah pembaringan.
Walaupun semua itu terjadi secara kebetulan dan didalam
pembaringan itu tidak pernah terjadi perbuatan yang tidak
pantas namun setidak-tidaknya sigadis Yok Lan jadi canggung
dan bingung untuk menceritakan sejelas-jelasnya urusan itu
kepada ayahnya.
Ouw Hui dapat memahami kecanggungan gadis itu maka
cepat2 dia menjelaskan apa yang telah terjadi sejujurnya
menceritakan sebabnya dia bisa berada dipembaringan itu
bersama Yok Lan dalam keadaannya seperti itu.
"Biauw Pehpeh, tidak dapat aku menyesalkan kau, bahwa
kau telah keliru menuduhku berbuat tidak pantas. Memang
munculnya aku dan keadaan moy-moy ketika itu sangat luar
biasa sehingga memberikan kesan yang buruk. Tetapi aku
berani bersumpah bahwa aku tidak pernah mengganggu
selembar rambut Lan Moy, Mengenai bagaimana aku bisa
berada dipembaringan itu dapat kujelaskan dengan
keterangan yang selengkap lengkapnya tetapi mengapa adik
Lan bisa berada disitu aku sendiri tidak mengetahuinya"
"Seperti Biauw Pehpeh telah mengetahui aku telah
mengadakan perjanjian dengan Touw Cungcu untuk
bertanding di Giok Pit Hong. Waktu tadi siang aku telah
datang tepat diwaktu perjanjian itu, tetapi dia tidak dirumah.
Malamnya aku datang lagi. Kuperoleh kenyataan rumah itu
kosong sama sekali, maka aku lalu masuk kedalam untuk
menyelidiki. Waktu aku tiba di kamar itu kudengar kedatangan
beberapa orang yang kemudian ternyata Say Congkoan dan
kawan kawannya, aku pun cepat menyembunyikan diri di
dalam pembaringan itu. Tidak tahunya di pembaringan itu
sudah ada Lan Moy"
"Waktu aku mengetahuinya, kawanan manusia busuk itu
sudah masuk ke dalam kamar dan kudengar mereka
membicarakan siasat untuk menangkapmu dengan
mempergunakan perangkap. Karena itu aku tidak bisa
memperlihatkan diri".
"Dan setelah kau terancam bahaya, terpaksa aku melompat
keluar dan apa yang terjadi kemudian telah diketahui oleh kau
sendiri Biauw Pehpeh. Tetapi selama berada di dalam
pembaringan itu sedikitpun aku tidak mengganggu adik Lan"
"Apa yang dikatakan oleh Onw Toaka memang keadaan
yang sebenarnya" kata Yok Lan, yang kini ikut bicara untuk
memperkuat penjelasan Ouw Hui. "Dan mengenai adanya aku
diranjang itu, Ouw Toako memang tidak mengetahui nya.
Siang tadi, setelah Ouw Toako meninggalkan Soathong
Sancung, kawanan Thiang Liong Bun dan yang lain2nya serta
Posie Taisu sudah merampas tusuk sanggulku. Lauw Goan Ho
seorang siewie dari istana raja, bahkan hendak membinasakan
aku, tetapi yang lainnya rupanya takut akan akibatnya jika
saja ayah mengetahuinya, maka mereka kemudian hanya
menotok jalan darahku. Kemudian puterinya Tian Kui Long
membawaku ke dalam kamar tersebut dan membuka pakaian
luarku. Maksudnya agar aku tidak bisa atau tidak berani keluar
dari kamar itu. jika aku sudah bebas dari totokan itu."
---ooo0dw0ooo---
JILID 2
WAJAH Biaw Jin Hong tampak menyeramkan, ketika
mendengar cerita puterinya tersebut.
"Kemana kawanan bangsat itu telah pergi. Mengapa tadi
aku tidak melihat mereka ? Apakah mereka sudah berhasil
menemukan tempa harta itu ?" tanya Biauw Jin Hong dengan
suara tergetar karena diliputi amarah dan murka yang sangat.
"Biauw Pehpeh tidak perlu kuatir. Bangsat itu kalau
sekiranya belum mati semua, tentu sedang saling membunuh
atau tengah merenungkan dosanya dalam saat2 menjelang
kematiannya" kata Ouw Hui. "Mereka memang telah
menemuki terowongan yang menembus ketempat
penyimpanani harta itu. Ketika tadi adik Lan dan aku bersamasarna
pergi melihat ke dalam sana, kami melihat mereka
tengah bertempur mati2an untuk memperebutkan harta karun
itu. Hanya Posie Taisu yang tidak ikut berkelahi, karena dia
agaknya hendak membiarkan mereka saling membunuh dulu
agar kemudian dia bisa memiliki sendiri harta itu. Tetapi
seketika melihat kami berada disitu Posie telah menyerang
kami dengan timpukan-timpukan batu permata yang
berserakan di situ. Kalau bukan adik Lan yang meminta aku
menghentikan timpukan itu, aku tentu akan terus menyiksa
dia sampai mati. Walaupun akhirnya aku membiarkan mereka
hidup, tetapi mulut terowongan itu telah kututup dan tidak
seorangpun yang akan dapat meloloskan diri"
"Tahukah Biauw Taihiap, siapa Posie Taisu itu?" tanya
suara dari dalam goa itu.
"Posie Taisu adalah orang telah mencelakai Ouw Toaya
Ouw It To. Orang itu dulu kita semuanya mengenal sebagai
Giam Kie"
Dengan heran, menolehlah Biauw Jin Hong kearah suara
itu, kearah dalam goa itu. Ternyata Peng Ah Sie yang
berbicara.
Biauw Jin Hong memang belum mengetahui adanya Peng
Ah Sie disitu dan diapun belum mengenalnya. Karena itu
diapun terkejut sekali, karena diduganya Peng Ah Sie itu
adalah seoraang musuh yang telah berhasil menyelusup
masuk ke dalam goa. tanpa diketahui oleh mereka. Yang
membangkitkan keheranannya ialah bahwa orang itu
berbicara sambil rebah ditanah dan sama sekali tidak berusaha
bangkit berdiri.
Dalam kesibukannya untuk memberikan penjelasan, Ouw
Hui dan Yok Lan maupun kedua anak kembar itu melupakan
kehadiran Peng Ah Sie. Kini setelah orang itu membuka
suaranya, barulah mereka ingat dan cepat-cepat Ouw Hui
memberitahukan kepada Biauw Jin Hong tentang ini ikhwal
Peng Ah Sie secara singkat.
Sudah dua puluh tujuh tahun lamanya Biauw Jin Hong
berusaha untuk menyelidiki racun yang membawa maut bagi
Ouw It To, yang selama itu menjadi teka teki baginya.
Dalam tekadnya untuk membongkar rahasia itu, dia bahkan
telah sampai bentrok keras dengan Tok Ciu Yo Ong, raja tabib
yang tangannya berbisa.
Dan seperti telah diberitahukannya kepada Yok Lan, dia
masih perlu membinasakan seseorang lagi, yaitu membunuh
seseorang sebelum ia mengundurkan diri dari rimba persilatan
ia ingin mencari pembunuh yang telah mencelakai Ouw It To
dengan memoleskan racun digolok.
Usahanya selama dua puluh tujuh tahun itu tidak
memberikan hasil sedikitpun juga dan rahasia kematian Ouw
IT To itu masih tetap tidak terpecahkan sama sekali baginya,
semuanya gelap bagi Biauw Jin Hong.
Kini dia mendengar Peng Ah Sie berkata dengan suara yang
begitu yakin, maka tentu saja Biauw Jin Hong jadi tertarik dan
telah mengawasi Peng Ah Sie dengan sorot mata yang tajam
"Bagaimana duduk persoalan yang sesungguhnya ? Dan
bagaimana kau bisa demikian yakin ?" tanyanya.
Peh Ah Sie sudah hendak membuka mulut untuk
memberikan penjelasan, tetapi Yok Lan sudah mendahuluinya
bicara. "Peng Siok Siok, dengan terbakar begitu berat
sebaiknya kau beristirahat saja, dari penjelasanmu dan juga
dari cerita beberapa orang jahat disiang tadi aku sudah
mengetahui semuanya dengan jelas sekali, Maka biarlah aku
saja yang mewakilimu untuk bercerita" kata sigadis.
Kemudian tanpa menantikan jawaban Peng Ah Sie, Yok Lan
telah menceritakan apa yang lelah didengarnya.
Yok Lan menceritakan bagaimana Giam Kie yang kini sudah
mengganti nama menjadi hwesio dengan gelar Posie Taisu
telah diutus oleh Ouw lt To untuk memberikan penjelasan
kepada Biauw Jin Hong. Tetapi kenyataannya Posie Taisu
telah menterlantarkan tugas ini, sehingga membuat urusan
jadi berantakan bahkan menyebabkan permusuhan antara
keluarga Biauw, Hoan, Tian dan Ouw jadi berlarut-larut terus
tanpa berkesudahannya. Juga Yok Lan telah menceritakan
bagaimana Giam Kie sengaja telah melaburkan racun dikedua
senjata yang dipergunakan oleh Ouw It To dan Biauw Jin
Hong dalam pertempuran tersebut atas perintah Tan Kui Long.
Dengan wajah yang tidak berobah Kim Bian Hud
mendengarkan cerita puterinya tersebut, tetapi didalam
hatinya dia sedih bukan main dan hatinya digelombangkan
oleh amarah yang tiada taranya.
Dihadapan matanya seperti terbayang kembali
pertempuran dengan Ouw It To dan teringat lah dia akan
keheranan dari ucapan Ouw It To diakhiri dari pertempuran
mereka disaat Bian Biauw Jin Hong telah menyatakan
keyakinannya bahwa dia tidak yakin bahwa Ouw It To
membinasakan ayahnya.
Baru sekarang Kim Bian Hud mengerti mengapa Ouw It To
mengaku telah menjelaskan soal kematian ayahnya dengan
jelas. Baginya sudah jelas kini soal yang menyangkut kematian
ayah nya. Baginya semua sumber permusuhan keluarga Biau,
Tian dan Hoan dengan keluarga Ouw be pangkal dalam
kesalahan dan kecerobohan pihaknya belaka, tetapi dengan
sia-sia dia menantikan penjelasan tentang kema|ian ayahnya.
Dia menduga bahwa Peng Ah Ste telah memberikan
penjelasan dan Yok Lan tentu akan menceritakannya.
Tetapi diluar dugaannya sebab musabab kematian ayahnya
itu juga tak diketahui oleh Peng Ah Sie, sehingga dia jadi terheran2
setelah puterinya selesai bercerita tanpa menjelaskan
perihal yang satu itu,
"Lalu bagaimana peristiwa kematian ayah ku ?" tanya Kim
Bian Hud sambil menoleh kepada Peng Ang Sie.
"Akupun tidak mengetahui, karena dalam pesannya yang
hendak disampaikan kepadamu dengan lewat Giam Kie, Ouw
Toaya hanya menyatakin akan mengajakmu melihat sendiri
kelak" jawab Peng Ah Sie.
"Memang persoalan tersebut tentu tak akan diberitahukan
kepada orang lain, kecuali kepada Biauw Pehpeh sendiri oleh
ayahku, maka Peng Siesiok tentu tentu tidak akan dapat
menjelaskan persoalan tersebut. Akan tetapi aku sendiri
kebetulan juga telah mengetahuinya. Hanya kukira sebaiknya
sebentar lagi kuajak Biauw Pehpeh untuk melihat sendiri
setelah kita makan pagi sekedarnya" kata Ouw Hui.
Dalam saat2 penuh ketegangan seperti itu, tidak
seorangpun diantara mereka merasa lapar, tetapi seketika
Ouw Hui menyebut persoalan makan, semua tiba2 teringat
bahwa semalaman sejak siang tadi mereka belum mengisi
perut.
Tidak lama setelah mereka selesai makan, dan setelah
membawa Yok Lan dan kedua anak kembar serta Peng Ah Sie
juga ke sebuah goa lain yang lebih sulit dicapai orang. Ouw
Hui mengajak Biauw Jin Hong keterowongan penyimpanan
harta Cwan Ong.
Dengan kepandain mereka berdua tidaklah terlalu sulit
untuk menyingkirkan batu besar yang menyumbat mulut
terowongan tersebut. Dan sebuah pemandangan yang
mengerikan terlihat oleh mereka didalam goa itu.
Dibawah penerangan api obor yang mereka bawa,
terlihatlah tubuh manusia yang bergelimpangan. Sebagian
besar sudah tidak bernapas lagi sedangkan dua atau tiga
orang diantaranya masih merintih perlahan dan suaranya
lemah sekali.
Dilihat dari luka yang mereka derita, agak nya orang yang
belum putus napas itu, juga tidak bisa hidup terlalu lama lagi.
Jelaslah kini bahwa seperti yang diduga oleh Ouw Hui
begitu Ouw Hui berlalu orang2 tersebut telah bertempur pula
dan akhirnya mereka bersama-sama menerima bencana.
Diantara yang mati mayat Posie yang tampak sangat
menyedih kan sekali.
Tubuh pendeta itu penuh dengan luka bekas bacokan dan
tusukan senjata tajam. Mungkin sekali tadi setelah
ditinggalkan Ouw Hui dalam keadaan lemah dan dengan
menderita kesakitan diseluruh tubuhnya, Posie diserang ramairamai
oleh orang2 Thian Liong Bun dan lainnya.
Mungkin juga dalam menghadapi jalan buntu mereka lalu
menumpahkan amarah kepada Po sie Taisu yang mereka
anggap sebagai bibit pendatang bencana, sehingga kini
mereka harus mengalami psnderitaan seperti itu.
Walaupun Biauw Jin Hong dan Ouw Hui merupakan dua
orang jago yang telah banyak menyaksikan peristiwa-peristiwa
yang hebat dan mengerikan, tidak urung mereka jadi
menggidik juga karena suasana didalam terowongan tersebut
jadi demikian mengerikan dan seram.
Darah tampak memenuhi sekitar tempat itu dan juga bau
busuk memancar dari mayat-mayat itu, yang mulai membeku
karena dinginnya udara di dalam goa tersebut. Darah yang
telah membeku dan juga mata yang mendelik dari mayat2 itu,
membuktikan bahwa semua korban telah menemui ajalnya
dengan hati yang penasaran.
Tetapi betapapun juga itulah hukuman setimpal bagi
orang2 tamak dan jahat. Setelah dapat menenangkan
goncangan hatinya, Ouw Hui segera mengajak Kim Bian Hud
masuk melintasi mayat2 yang telah bergelimpangan tidak
keruan itu.
Dan tidak lama kemudian, merekapun telah tiba di tempat
yang dituju yaitu tempat yang berada di lapis dinding, es yang
satunya.
Seketika itu juga Kim Bian Hud menjatuhkan diri dan
menangis ter-isak2.
"Ayah, ternyata kau disini menemui ajalmu, dicelakai oleh
kawanmu sendiri" berseru Kim Bian Hud dengan suara yang
serak diantara isak tangisnya.
Kesedihan semakin menjadi karena mengingat bahwa
dengan tidak mengetahui sebab kematian ayahnya dia telah
harus pula kehilangan seorang yang per-tama2 dianggap
sebagai musuh tetapi kemudian berbalik mendatangkan
perasaan kagum dan orang itu dianggapnya satu2nya didunia
ini yang pantas dan berharga untuk menjadi-sahabatnya.
"Ouw Hui Toako, aku mohon beribu-ribu maaf atas dosaku
" terdengar pula keluhannya. Ouw Hui ikut terharu sekali
melihat kesedihan Biauw Jin Hong, akan tetapi dia berusaha
menguatkan hatinya dan berusaha dia menghibur orang tua
itu.
Bagi kedua orang kesatria yang memiliki pendirian yang
sama, memang tidak sulit untuk saling menyelami hati
masing2.
Kim Bian Hud yang telah mengenal keluhuran budi Ouw It
To dan kini menjumpai pula sifat yang sama dalam diri Oui
Hui, sudah tentu saja merasa bagaikan berjumpa dengan
sahabat akrab yang sudah lama dikenalnya.
Walaupun baru beberapa jam dia berjumpa dengan
pemuda ini, namun kenyataannya dia merasakan Ouw Hui
layak menjadi sahabatnya dan berharga untuk menjadi kawan
sepengaduan nasib Sebaliknya setelah mendengar cerita
orang dan beberapa kali menyaksikan perbuatan dan jiwa Kim
Bian Hud yang luhur dan halus, yang tersembunyi dibalik
wajahnya yang kasar menyeramkan itu Ouw Hui pun sangat
menghargai orang tua itu disamping itu juga memang
merasakan bahwa Biauw Jin Hong berharga sekali untuk di
jadikan sahabatnya.
Karena mensakan adanya persesuaian itu, maka tidaklah
sulit pula bagi Ouw Hui untuk menemukan kata2 yang tepat
untuk menghibur Kim Bian Hud dari kesedihan hatinya.
"Pehpeh. aku mengerti dan merasakan kesedihanmu, tetapi
soal yang lewat tidak perlu terlalu disesalkan. Baiklah, apa
yang sudah lewat itu dijadikan pengalaman dan pelajaran
untuk menempuh dihari kemudian agar kelak kita bisa
bertindak lebih waspada dan hati2 agar lebih sempurna dalam
menentukan suatu keputusan. Kita hanyalah pelaku-pelaku
dalam sandiwara peredaran jaman, tetapi juga merupakan
suatu kewajiban kita untuk berusaha menjalankan peran
sebaik-baiknya.
Sederhana sekali ungkapan Ouw Hui tetapi luas dan dalam
sekali artinya. Biauw Jin Hong segera dapat memahami,
bahwa didalam ucapan itu termasuk juga pernyataan Ouw Hui
sendiri bahwa ia sudah tidak menyesalkan kematian ayah nya
dan soal balas membalas antara keluarga mereka yang sudah
berjalan lebih dari seratus tahun itu sesungguhnya berpangkal
hanya disebabkan kesalahan paham yang tidak berarti karena
sikap ceroboh dari leluhur mereka sedangkan peristiwa
peristiwa itu tidak dapat dilanjutkan tanpa adanya ketentuan
yang pasti dan memang bijaksana jika semuanya dilupakan
dan dihapus saja. Sedangkan peristiwa-peristiwa yang harus
diingat untuk dijadikan contoh, adalah pengalaman pahit atas
kecerobohan2 yang seringkali dilakukan oleh mereka maupun
leluhur mereka agar kelak mereka dapat berpikir dan
bertindak lebih bijaksana.
Sesaat lagi, mereka sudah mulai bekerja untuk
membebaskan jenazah ayah Kim Bian Hud dari lingkungan es
yang mengikatnya. Kemudian mereka juga membebaskan
tubuh Tian An Pa dari kurungan es dan menguburnya dalam
sebuah lobang besar, bersama-sama dengan mayat-mayat
nya Posie Wie Sue Tiong, To Pek Swe, Lauw Goan Ho dan
jago2 yang lainnya.
Setelah menemukan dan mengambil kembali tusuk sanggul
Yok Lan dan golok pusaka Cwan ong, dengan hati-hati mereka
lalu membawa tubuh ayah Biaw Jin Hong itu keluar dari
terowongan. Dengan ikut disaksikan oleh Yok Lan dan kedua
anak kembar asuhan Ouw Hui jenazah orang tua yang malang
itu telah dikubur secara layak di atas puncak Giok Pit Hong.
Walaupun mereka sudah tidak memiliki kepentingan apa2
lagi di gunung tersebut, mereka masih harus berdiam disitu
selama beberapa hari lagi sampai Peng Ah Sie sudah dapat
berjalan.
Dan karena itu, untuk memiliki tempat berteduh yang lebih
baik Biauw Jin Hong dan Ouw Hui memutuskan untuk
menempati rumah Touw Sat Kauw yang sudah dikosongkan
penghuninya.
Setibanya didalam rumah, Yok Lan tiba teringat akan Khim
jie yang kini entah bagaimana nasibnya.
Selama beberapa saat yang lalu dia telah melupakannya
tetapi kini disaat badai dan topan telah berlalu dia jadi teringat
kepada pelayannya yang setia itu.
Tetapi tidak sulit untuk menemukan Khim jie, pelayan
cerewet itu ternyata menggeletak ditempat jatuhnya tadi
setelah ditotok oleh Posie Taisu.
Setelah dibebaskan, dia segera bangkit mulutnya segera
juga telah terbuka lebar memaki panjang lebar yang ditujukan
kepada Posie Taisu Saat itu tubuhnya masih terasa kaku tetapi
lidah nya ternyata sudah segera bisa bergerak dengan lancar.
Bagaikan hujan deras meluncurlah pertanyaan tanpa
menantikan jawaban satu persatu, sampai disuatu saat, sambil
tertawa cekikikan karena merasa lucu dan geli, dia telah
bertanya kepada nona majikannya: "Siocia, baju siapa yang
kau pakai ? Kukira .... aku masih bisa ikut masuk bersama
didalam baju itu"
Memang disaat itu Yok Lan masih mengenakan pakaian
Ouw Hui yang berukuran sangat besar, keruan saja jadi
kebesaran untuk sigadis yang bertubuh kecil semampai itu.
Karena terjadinya peristiwa2 hebat tadi, maka tidak
seorangpun memperhatikan kejanggalan2 itu, sedangkan Ouw
Hui dan Yok Lan juga telah melupakan pakaian itu.
Kini setelah Khim jie yang nakal itu berkelakar demikian,
barulah Yok Lan sadar dan dengan sikap yang agak malu-malu
dia segera mengajak pelayannya yang cerewet itu masuk ke
dalam untuk salin pakaian.
Rumah Tauw Sat Kauw ternyata sudah di kosongkan
benar2 tidak terlihat seorang manusia pun juga.
Karena itu, mereka dapat memilih kamar semaunya untuk
beristirahat.
Dengan tenang lima hari setelah lewat dan sementara itu
luka2 Peng Ah Sie sudah sembuh sebagian besar.
Kim Bian Hud menetapkan agar keesokan harinya mereka
berlalu dari rumah itu.
Kini dia menghendaki agar mereka tidak berpisah lagi,
katanya semua itu hanya sekedar untuk menepati janjinya
kepada ibu Ouw Hui tetapi sesungguhnya orang tua yang
hebat kepandaiannya itu memang memiliki maksud lain yang
tertentu dan telah direncanakan dalam hatinya.
Selama berdiam lima hari dirumah Touw Sat Kauw, Biaw
Jin Hong telah memperoleh banyak kesempatan untuk
memperhatikan sifat sifat Ouw Hui dan mendengarkan
ceritanya tentang pengalaman2nya sejak kecil.
Semakin kagumlah dia jadinya dan dalam hatinya timbullah
keyakinan bahwa pemuda itu adalah pasangan yang paling
sesuai dan setimpal untuk bersanding dengan puterinya.
Semula dia masih khawatir jika Ouw Hui sudah memiliki
pilihan sendiri, maka dengan sangat berhati-hati sekali, Biauw
Jin Hong telah menanyakan apa rencana selanjutnya dari Ouw
Hui dalam hal berumah tangga untuk memperoleh keturunan.
Dan Biauw Jin Hong bersedia jadi wali Ouw Hui jika sudah
memiliki pilihan.
Pertanyaan itu tentu saja membuat Ouw Hui jadi gugup
dan malu sekali.
Memang benar dia sudah memiliki pilihan hati, yaitu Yok
Lan, tetapi bagaimana dia bisa menyatakannya langsung.
Karena itu, setelah mengucapkan beberapa kata yang tidak
jelas, dia menyatakan bahwa sampai disaat dia telah berada di
Soat hong-sancung beberapa hari yang lalu, dia masih bebas,
belum terikat oleh tali cinta. Dan setelah berdiam beberapa
hari di Soat hong San cung (Perkampungan di puncak gunung
salju) barulah dia memiliki pilihan hati.
Tentu saja, jawaban yang diberikan Ouw Hui sangat
menggembirakan hati Biauw Jin Hong tetapi hasratnya
menjodohkan puterinya dengan Ouw Hui segera
diutarakannya.
Keesokan harinya ramai-ramai mereka turun gunung
tersebut untuk kemudian menempuh perjalanan ke selatan.
Tujuan mereka yang pertama-tama ialah kota Cong Ciu di
Holam. Tahun itu tiba waktunya bagi Ouw Hui untuk
mengunjungi kuburan kedua orang tuanya, sesuai dengan
kebiasaannya untuk berziarah setiap tiga tahun sekali.
Perjalanan dari pegunungan Tiang Pek San ke Holam
memang cukup jauh.
Terlebih pula karena kesehatan Peng Ah Siei belum pulih
keseluruhannya, maka tidak dapat mereka melakukan
perjalanan cepat2.
Dan setelah lebih dari sebulan mereka baru memasuki
wilayah propinsi Holam.
Disamping segala kesulitan itu mereka juga menghindari
kota2 besar dan jalan2 raya yang ramai dilalui orang agar
tidak mengalami kerewelan sehingga perjalanan mereka
menjadi lebih lambat dari semestinya.
Satu setengah bulan kemudian, tibalah mereka di Congciu,
selama dalam perjalanan itu, Biauw Jin Hong telah
memperoleh kenyataan bahwa Ouw Hui sangat
memperhatikan segala kepentingan Yok Lan, sebaliknya Yok
Lan juga selalu mementingkan keperluan dan kesenangan
Ouw Hui
Walaupun Biaw Jin Hong sendiri bukan seorang yang
berpengalaman dalam hal asmara, namun sebagai seorang
tua, tahulah dia apa namanya gejala2 seperti itu. Kini tahulah
Biauw Jin Hong mengapa Ouw Hui membawa sikap malu2
ketika hendak menjawab pertanyaannya mengenai
perkawinan dan apa yang dilihatnya sekarang benar-benar
menggembirakan hatinya. Ternyata sekali angan2 dan
harapannya yang selama ini dikandungnya, rupanya akan
terkabul.
Hari sudah gelap, ketika mereka sampai di Cong ciu maka
ziarah kekuburnya ayah ibu Ouw Hui itu harus ditunda sampai
keesokan harinya. Malam itu mereka menginap di penginapan
satu2 nya di kota kecil itu, ialah penginapan dimana Ouw Hui
dilahirkan dua puluh tujuh tahun yang lalu dan dimana Peng
Ah Sie telah bekerja di waktu kecilnya dengan mengalami
kegetiran hidup sebagai pelayan miskin. Dapat dimengerti
bahwa kedua orang itu menjadi sedih karena teringat akan
penderitaan masing2 yang memiliki hubungan rapat sekali
dengan rumah penginapan tersebut.
Tidaklah terlalu mengherankan jika malam itu mereka tidak
dapat tidur sekejap matapun.
Juga bagi Biauw Jin Hong penginapan itu menimbulkan
kenangan2an yang membuatnya risau dan hatinya rawan,
sehingga dia tidak dapat tidur. Terbayang juga dipelupuk
matanya, bagaimana dipekarangan rumah penginapan itu dia
telah bertempur mati-matian selama lima hari melawan Ouw It
To dan menyusul juga dia teringat lagi akan perkenalannya
dengan wanita yang kemudian menjadi isterinya, yaitu ketika
dia tengah melakukan perjalanan ke Congciu untuk
menjenguk makam Ouw It To suami istri. Akhirnya dia tidak
dapat berdiam lagi di dalam kamarnya dan keluarlah dia untuk
mencoba menguasai dan menindih perasaannya yang
tergoncang itu dengan, berjalan jalan diantara hembusan
angin malam yang sejuk.
Malam itu jatuh ditanggal satu bulan lima. Di langit terlihat
rembulan dan kota kecil itu terbenam dalam kegelapan.
Sursma gelap suram seperti itu tentu saja semakin menindih
dan menyiksa hati Biauw Jin Hong yang selalu diganggu oleh
kenang2an getir dimasa lalunya.
Setelah sekian lama mundar mandir akhirnya dia
memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
Sambil menghela napas, dia sudah berbalik dan hendak
melangkah kembali ke dalam penginapan itu, ketika tiba-tiba
telinganya yang sudah terlatih mendengar bunyi langkah kaki
orang di atas genting.
Bunyi itu sanhat perlahan sekali, hampir sama sekali tidak
terdengar, karena lebih ringan dari jatuhnya sehelai daun
kering. Tetapi berhubung pendengaran Biauw Jin Hong
memang terlatih sangat baik, maka dia telah berhasil
mendengarnya dengan jelas.
Setelah memandang sekelilingnya, dia segera melompat ke
atas genting. Sekitar tempat itu sunyi dan gelap sekali. Dari
tempat mengintainya dia melihat sesosok bayangan melintasi
wuwungan menuju ke arah kamarnya, kemudian terlihat pula
sesosok tubuh lain yang menyusul.
Dengan penuh kewaspadaan, dia mengikuti kedua
bayangan tadi. Berkat kepandaiaannya yang sudah tiada
taranya, dia dapat mendekat tanpa mereka ketahuinya.
Kedua tamu tidak diundang itu ternyata bukan hanya
menuju ke kamarnya, tetapi juga ke kamar sebelah yang
ditempati Ouw Hui. Semakin memperhatikan gerak gerik
mereka itu, Biauw Jin Hong jadi semakin curiga dan dia
bersiap untuk membekuk kedua orang itu, jika saja mereka
memang mengandung maksud yang baik. Tetapi sebelum
turun tangan dia hendak memperoleh kepastian dulu tentang
tujuan mereka.
Sesaat kemudian bayangan yang pertama telah melompat
turun dan mendekati jendela.
Tepat di saat itu pula bayangan yang kedua telah
menubruk dari atas dan menyerang dengan hebat kearah
sosok bayangan pertama tadi.
Yang diserang ternyata memang cukup gesit dan memiliki
ilmu yang tidak lemah, dengan mudah dia telah menangkis
serangan itu dan ke uanya segera terlibat dalam suatu
pertempuran yang cukup seru dan menimbulkan angin
pukulan yang men-deru2 membuktikan bahwa mereka
memiliki tenaga serangan yang luar biasa.
Kini Biauw Jin Hong tidak dapat bersabar lagi. Salah
seorang dari kedua orang itu tentu saja dua orang lawan.
Tetapi dalam kalangan rimba persilatan sering terjadi
peristiwa aneh, maka sebelum memiliki bukti dia tidak bisa
menentukan siapa dian-tara mereka yang datang dengan
maksud buruk
Di samping itu dia juga khawatir jika kedua orang itu masih
akan disusul oleh kawan2nya yang lain pula, karena bukankah
mereka datang dengan cara saling susul seperti tadi ? Dan
kemungkinan besar di belakang masih terdapat kawan2
mereka.
Karena pertimbangan2 seperti itu, maka Biauw Jin Hong
memutuskan untuk lebih dulu membuat kedua orang itu tidak
berdaya, kemudian baru memeriksa mereka seorang demi
seorang
Demikianlah ketika kedua orang itu hendak bertempur,
tiba2 melayang sesosok tubuh yang turun dengan cepat sekali
karena sosok bayangan itu tidak lain dari Biauw Jin Hong
sendiri.
Dia melayang ke arah kedua orang itu disertai dengan
serangan menotok dengan cepat ke arah jalan darah Ki Kut
Hiat dibahu mereka,
Sesungguhnya kedua orang itu bukan orang sembarangan
yang memang memiliki ilmu cukup liehay, tetapi karena
mereka tidak menduga sama sekali akan diserang demikian
rupa oleh Kim Bian Hud dan juga kepandaian Kim Bian Hud
memang sudah sempurna sekali, tidak mengherankan tanpa
memberikan perlawanan lagi keduanya segera rubuh terkulai
tidak berdaya dan telah menjadi korban totokan Kim Bian Hud.
Tepat disaat itu jendela kamar Ouw Hui telah terbuka dan
terdengar suaranya yang per...
Oooo hal 26-27 hilang oooO
....apa kau hendak mencegah aku melaksanakan maksudku ?"
Dan serentak itu pula, keduanya telah bersiap2 hendak
saling menerjang pula, tetapi Biauw Jin Hong dan Ouw Hui
memegang mereka kuat2 sehingga keduanya tidak bisa
terlepas.
"Jiewie, sabarlah dulu sebaiknya kita bicaj ra secara
tenang. Agaknya ada salah paham diarj tara kalian. Mari,
duduklah kalian dan bicaralah] dengan sabar agar persoalan
ini menjadi terang dan jelas" bujuk Ouw Hui.
"Ciong Lotoa, coba kau ceritalah dulu" kata Biauw Jin Hong,
setelah kedua orang itu berhasil dibujuk untuk tidak saling
menerjang1 dan menyerang.
"Secara kebetulan sekali, kami bertiga bersaudara
mendengar tentang maksud pemerintah penjajah untuk
memasang perangkap menjebak kalian. Ketika itu kami berada
di Pakkhia dan dari kawan2 disana kami mendengar tentang
perisiapan mereka. Karenanya kami lalu terus menerus
mengikuti melakukan pengintaian dan ketika rombongan
siewie kelas satu itu berangkat keselatan, kami terus
mengikutinya. Tujuan mereka ternyata kota kecil ini, dimana
menurut keyakinan mereka kalian tentu akan datang. Entah
dengan cara apa mereka dapat mengetahui bahwa kalian
tentu akan kemari dalam beberapa hari ini tetapi
kenyataannya memang dugaan mereka benar dan tidak
meleset sedikitpun juga" Tiauw Bun mulai dengan ceritanya.
"Dengan mengikuti terus untuk mengawasi gerak-gerik
mereka sepanjang jalan, kami mengetahui bahwa bangsat
itulah yang memimpin rombongan kuku garuda rersebut ..."
"Bangsat apa ? Kau sendiri yang bangsat!" memotong Tiat
Ciauw dengan mata mendelik.
"Sabarlah, Ciu Toako. Dan kau, Ciong Toako harap jangan
menyebutnya dengan kata2 bangsat lagi" ujar Ouw Hui sambil
tertawa, "Nah, coba lanjutkan ceritamu"
"Begitulah, setelah tiba disini, setiap hari kami melakukan
pengawasan dan pengintaian secara bergilir. Setelah
seminggu tidak terjadi apa2 dan malam ini, tadi ketika aku
menggantikan Lo san melakukan tugas mengawasi gerak-gerik
mereka, kulihat sesosok bayangan keluar dari tempat
penginapan mereka, yaitu dibagian belakang gedung Tiekoan.
Aku jadi curiga, maka aku telah mengikutinya. Bayangan itu
ternyata dia adanya dan tujuannya adalah penginapan ini.
Ketika tadi aku melompati tembok belakang, kulihat si putih
kudamu maka aku mengerti bahwa kalian sudah tiba.
Karenanya aku jadi semakin curiga Kulihat dia melintasi
wuwungan, kemudian mengintai kedalam sejenak dan segera
turun ke bawah. Aku yakin bahwa dia sudah menemukan
kamar salah seorang dari kalian dan segera turun tangan
menyerang. Aku tak sabar pula maka segera aku
menyerangnya . . .
"Tahu apa kau ? Mengapa tidak keruan juntrung kau
menyerang diriku tanpa menyelidiki dulu maksudku" menyetek
Tiat Ciauw. "OuwToako rombongan pengawal dari kota raja
itu memang dipimpin olehku. Aku telah mendapat perintah
dari atasan. Tetapi sebagai seorang yang telah berhutang
budi demikian besar dari kau, Ouw Toako maka mana bisa aku
berlaku begitu rendah dan keji untuk mempersulit kalian ?
Terlebih lagi dengan kepandaianku yang demikian terbatas
dan sebawahanku yang lebih2 tidak punya guna apa yang
sesungguhnya dapat kami lakukan?"
"Malam ini aku mendengar laporan dari mata2 yang
kupasang di kota ini bahwa kalian sudah tiba, maka cepat2
aku kemari untuk memberikan bisikan disamping itu juga
sekalian merundingkan bagaimana kita harus mengatur siasat
agar Ouw Toako tidak usah repot dan aku sendiri tidak perlu
kehilangan nama dan sesuap nasi”
Ternyatalah kini bahwa Tiauw Bun dan.Tia Ciauw
kedua2nya tidak melupakan budi Ouw Hui Dan kini hendak
membuktikan bahwa mereka masing2 memang laki2 sejati
yang tidak takut menempuh bahaya untuk membalas budi
yang pernah diperolehnya dari Ouw Hui.
Setelah persoalannya menjadi jelas, sejenak Tiauw Bun dan
Tiat Ciauw saling memandang dengan sikap ke-malu2an- Lalu
keduanya tertawa gelak2 dan saling meminta maaf.
Dengan lenyapnya ganjelan dan kecurigaan karena salah
paham itu, mulailah mereka berunding.
Peristiwa mengamuknya Kim Bian Hud di penjara istana
untuk menolongi Hoan Pangcu telah menggemparkan seluruh
kota raja dan martabat pemerintah Boan telah merosot
karenanya
Sebelum lewat sebulan, disaat kegemparan itu belum
mereda, telah datang pula berita tentang gagalnya disaat Say
Congkoan digunung Giok Pit Hong, dan rupanya berita itu
masih kurang mengejutkan, sebab beberapa hari kemudian
telah datang pula berita yang lebih mengejutkan yaitu
mengenai kematian Say Congkoan dan kedua belas siewie
kelas satu, ber-sama2 dengan jago2 undangan mereka, yaitu
Leng Ceng Kiesu dan lainnya sehingga berita itu telah
merupakan berita yang menggemparkan disamping nama Kim
Bian Hud semakin mengorbit menjadi sangat terkenal dan
menjadi bahan cerita yang telah membuktikan bahwa Kim
Bian Hud memang tiada tanding di dunia ini. Bahkan ada juga
yang menduga bahwa Kim Bian Hud bukan manusia,
melainkan setengah dewa karena walaupun dikepung jago
berkepandaian tinggi dalam jumlah begitu banyak,
kenyataannya dia masih bisa melayaninya dengan baik dan
bahkan membasmi jago2 itu tanpa Biauw Jin Hong sendiri
menemui cidera sedikit juga.
Dapatlah diperkirakan betapa gusar dan murkanya Kaisar
Kian Liong ketika menerima laporan seperti itu.
Disamping Ang Hwa Hwe kini telah ada lagi yang berani
menentang kekuasaannya. Dan begitu mudah orang2 yang
menjadi jago2 kepercayaannya telah terbinasa ditangan Kim
Bian Hud
Dan yang lebih memalukan lagi Kim Bian Hud telah
mengacau di kota raja dengan apa yang pernah dilakukan
oleh Ouw Hui sembilan tahun sebelumnya. Kedua jago itu
Biauw Jin Hong dan Ouw Hui seperti juga ingin mengejek dan
memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah Boan. Segera
diperintahkannya agar kedua jago hebat yang harus
mempertanggung jawabkan kematian Say Congkoan itu
ditangkap, dengan jalan apapun juga maupun dengan
pengorbanan berapa besar yang dibutuhkan. Kaisar
menghendaki Biauw Jin Hong dan Ouw Hui baik hidup
maupun dalam keadaan mati.
Sejak kegagalan Say Congkoan sebanyak dua kali
melaksanakan tugasnya, kepercayaan pemerintah terhadap
kesanggupan dan kemampuan para siewie bangsa Boan telah
goyah, terutama untuk menghadapi jago2 hebat seperti Ouw
Hui dan Kim Bian Hud.
Sebaliknya, sejak peristiwa pengacauan Ouw Hui sembilan
tahun yang lalu nama pengawal2 Hok Kong An yang hampir
keseluruhannya terdiri dari orang2 Han, telah memperoleh
nama yang baik dihati kaisar Kian Liong dan memper oleh
penghargaan yang setinggi-tinginya dari kaisar.
---ooo0dw0ooo---
SESUNGGUHNYA jago2 seperti Ciu Tiat Ciauw dan sute2nya
bukanlah sebangsa manusia-manusia jahat dan bermartabat
rendah. Terlebih pula setelah mengalami pil pahit di tangan
Ouw Hui dan Wang Seng, keangkuhan mereka telah lenyap.
Dan akhirnya mereka sering kali menghubungi dan mengikat
tali persahabatan d ngan orang2 Kang ouw bahkan seringkali
secara diam2 mereka memberikan bisikan jika seseorang jago
rimba persilatan menghadapi ancaman bahaya dari pihak
perintah Boan.
Oleh sebab itulah maka dalam melakukan tugas selama
bertahun-tahun terakhir itu, mereka tidak pernah mengalami
kesulitan yang berarti apa2. Dalam anggapan pemerintah
Boanceng, semua itu hanya disebabkan mereka ditakuti dalam
lingkungan Bulim ( rimba persilatan ), berkat ketrampilan dan
kepandaian mereka yang sangat tinggi serta sempurna.
Sekarang ini untuk menangkap kedua jago yang
menggemparkan seluruh rombongan dengan dibantu oleh
seorang Boan yang menggantikan ke dudukan Say Congkoan
sebagai komandan pengawas dan pengawal istana kaisar.
Nama pengganti Say Congkoan itu Halutu dan rombongan itu
memiliki kekuatan seratus orang jago pilihan, lima puluh
siewie dari istana Hok Kong An yang hampir keseluruhannya
orang Han dan lima puluh orang jago istana kaisar yang
sebagian besar berkebangsaan Boan.
Pemerintah Boanceng memiliki maksud tertentu dengan
mengirimkan rombongan yang terdiri dari jago2 campuran itu.
Tiat Ciauw dan orang2 sebawahannya memang sudah
banyak berjasa kepada pemerintah Boan, tetapi Kaisar Kian
Liong masih belum yakin secara mutlak akan kesetiaan
mereka.
Maka diikuti sertakannya Halutu dan orang2 sebawahannya
itu agar pihak yang satu dapat menambah kekurangan dari
pihak yang lainnya, sedangkan pihak Tiat Ciauw berarti ada
yang mengamat-amati dengan cermat.
Demikianlah cerita yang diberikan oleh Tiat Ciauw
mengenai latar belakang gerakan yang dipimpinnya yang
semuanya terdiri dari jago2 pemerintah Boan tersebut.
Hanya saja mengenai sebab musabab pemerintah dapat
meramalkan bahwa Kim Bian Hud tentu akan berkunjung ke
Congciu, dia tidak dapat memberikan keterangan karena
memang dia sendiripun tidak mengetahui dari sumber mana
Kaisar Kian Liong bisa mengetahui mengenai perihal itu.
Dengan setiap gerak-geriknya selalu diawasi Halutu, maka
memang cukup sulit bagi Tiat Ciauw untuk menghindarkan
pertemuan antara rombongan siewie dengan rombongan Kim
Bian Hud. Jika tidak lebih dulu memberikan bisikan dengan
menjumpai Ouw Hui secara diam2 dan mengatur siasat ber
sama2 maka pertemuan itu sulit dielakkan. Untuk mencapai
maksudnya itu, dia telah menempatkan seorang mata2 di
dekat penginapan, yang harus segera memberi laporannya
jika rombongan Ouw Hui sudah tiba di kota kecil tersebut.
Waktu memperoleh berita mengenai kedatangan Ouw Hui,
cepat2 dia pergi ke penginapan di mana Ouw Hui dan Kim
Bian Hud berada, untuk menjumpai mereka dan ingin
berunding mencari jalan keluar yang baik agar dapat
mengelakkan pertempuran diantara mereka
Kepada Halutu dan jago2 yang lainnya dia mengatakan
hendak melakukan pengintaian ditempat musuh, sambil
mencegah mereka mengikutinya dengan alasan bahwa
musuh2 itu sangat hebat sekali kepandaiannya, dan
kemungkinan pula mereka lebih hebat kepandaiannya dari
yang di duganya. Dengan berkawan banyak mendatangtempat
musuh, tentu saja gerak-gerik mereka jadi kurang
lelusa dan sekali saja mereka melakukan kesalahan kekil tentu
musuh akan curiga dan berwaspada, sehingga rencana
mereka akan berantakan.
Semua siewie itu mengetahui bahwa diantara mereka
hanya Tiat Ciauw yang berkepandaian tertinggi dan ilmu
meringankan tubuhnya memang sangat sempurna.
Karena itu, akibat dari keterangan Tiat Ciauw, mereka telah
menganggap sangatlah beralasan jika Tiat Ciauw ingin
melakukan penyelidikan ke tempat lawan hanya seorang diri.
Setelah mengetahui semua peristiwa itu, di antara Ouw Hui
dengan Tiat Ciauw telah diatur siasat, dimana agar malam itu
juga Kim Bian Hud dan rombongannya secara diam
menyingkir kesebuah kuil rusak, kurang lebih lima lie dari kota
yang selama beberapa hari itu telah dipergunakan sebagai
tempat meneduh oleh Ciong Sie Sam Hengte ( tiga bersaudara
Ciong ) Kemudian menjelang fajar Tiat Ciauw akan mengirim
bawahan nya untuk mengepung dan menyergap penginapan
itu Selanjutnya setelah sergapan yang tidak berhasil itu,
dengan mengemukakan alasan bahwa musuh yang mereka
incar itu sudah melarikan diri sehingga tidak ada gunanya
berdiam lebih lima di situ, Tiat Ciauw akan memberikan saran
agar Halutu mau berangkat, meninggalkan kota Congciu dan
kembali ke kota raja.
Dengan demikian keesokan harinya Kim Bian Hud dan Ouw
Hui. dapat berziarah ke kuburan Ouw It To suami istri tak
khawatir lagi.
Dan jika Ouw Hui dan Biaw Jin Hong me nyetujui usul dan
siasat itn bukan disebabkan mereka takut menghadapi
rombongan siewie tersebut. Sebagai jago yang bijaksana dan
berpikir luas mereka mengakui bahwa cara itulah memang
yang terbaik untuk kedua belah pihak menghindarkan diri dari
segala macam kepusingan yang tidak ada artinya.
Dengan demikian Tiat Ciauw tidak akan kehilangan nama
nama dan kedudukannya. Bagi pihak Kim Bia Hud dengan
adanya Tiat Ciauw di Pakkhia yang menjabat kedudukan tinggi
serta penting memang memiliki manfaat yang tidak kecil.
Dari itu menjelang tengah malam ketika mereka telah
selesai berunding mengatur siasat, maka Tiat Ciauw
berpendapat bahwa waktu untuk berpindahnya rombongan
Kim Bian Hud sudah tiba dan sangat mendesak sekali. Dia
menganjurkan agar mereka tidak mem-buang2 waktu lagi dan
dia sendiri akan segera kembali ke tempat penginapan
pasukannya yaitu di belakang gedung Tiekoan.
Tiat Ciauw sudah hendak berlalu ketika tiba2 terdengar
suara berkeresek yang perlahan sekali diatas genting dan
menyusul itu empat batang pisau terbang menyambar dari
luar jendela-Itulah suatu peristiwa yang tiba2 sekali terjadinya
yang tidak pernah diduga oleh mereka.
Ketika hendak bertolak dari Pakkhia, Halutu telah
memperoleh perintah rahasia dari Kaisar Kian Liong untuk
memperhatikan dan mengamat amati gerak gerik Tiat Ciauw
maupun kawan-kawannya.
Sesuai dengan perintah itu, maka ketika Tiat Ciauw
mengatakan hendak melakukan penyelidikan di tempat lawan
dia hanya mengangguk menyatakan persetujuannya. Tetapi,
dengan diam2 dia kemudian menyusul dan mengikuti secara
diam-diam di belakang Tiat Ciauw.
Dan kedatangan Halutu bertepatan dengan tertawannya
Tiat Ciauw dan Tiauw Bun oleh Biauw Jin Hong, sehingga dia
dapat mendekati tempat itu tanpa ada yang mengetahui.
Seluruh percakapan di dalam kamar Ouw Hui telah
didengarnya dengan jelas.
Di dalam hatinya dia mengutuk Tiat Ciauw dan memuji
Kaisar Kian Liong yang ternyata sudah dapat menerka dengan
jitu akan terjadinya pengkhianatan seperti itu.
Disamping itu Halutu juga jadi girang sekali. Kini dia
melihat suatu kesempatan untuk membuat jasa dan
mengangkat nama sekalian memuaskan hatinya yang merasa
iri dan sirik terhadap Tiat Ciauw.
Walaupun dia tidak pernah mengatakan apa2
sesungguhnya dia tidak puas melihat Tiat Ciauw yang diangkat
menjadi pemimpin rombongan itu, Di dalam hatinya dia tidak
percaya bahwa Tiat Ciauw berkepandaian jauh lebih tinggi dari
ke-kepandaiannya sendiri, bahkan menurut keyakinan nya
justru dia yang jauh lebih hebat dari Tiat Ciauw.
Mengenai Bian Hud dan Ouw Hui, dia hanya mendengar
dari cerita orang.
Kini dia melihat bahwa yang seorang tampaknya seperti
seorang yang berpenyakitan kurus dan pucat sedang yang
seorang lainnya hanyalah seorang pemuda desa yang
bermuka kasar.
Halutu tidak percaya bahwa kedua orang itu yang
keadaannya seperti itu, bisa memiliki kepandaian yang sangat
tinggi seperti cerita rekan2nya yang kembali dari Soat Hong
Sancung dalam keadaan yang menyedihkan, dan diam2
Halutu hanya menganggap bahwa justru rekan-rekannya
itulah yang tidak punya guna dan sengaja bercerita dengan
berlebihan ditambahi bumbu di sana sininya untuk menutupi
malunya sendiri dan melindungi nama mereka dari
kehancuran.
Dan memang sungguh malang orang yang tidak tahu diri
seperti Halutu, karena bukannya dia berhasil mendirikan
pahala dan jasa untuk pemerintahnya dan juga bukannya dia
memperoleh nama harum tetapi sebaliknya dari angan2nya
yang terlampau muluk itu, tindakannya justru akan
mendatangkan bencana hebat baginya.
Setelah mendengar seluruh percakapan didalam itu, dia
berpendapat bahwa saatnya untuk bertindak sudah tiba.
Tangannya meraup kedalam saku senjata rahasianya.
Dengan menggenggam beberapa batang piauw, dia kemudian
melompat turun dan melontarkan sekian banyak senjata
rahasia itu kedalam kamar lewat jendela yang terbuka itu.
Menurut perhitungannya, dengan mempergunakan
kelengahan dari ke empat jago itu setidak-tidaknya dia akan
dapat merubuhkannya beberapa orang diantara mereka.
Dengan demikian pekerjaannya tentu saja jadi jauh lebih
ringan dan dapat melaksanakan tugasnya lebih mudah.
Sebagai orang Boan umumnya dimasa itu Halutu pun selalu
menganggap dirinya jauh lebih sempurna dari orang2 Han.
Karena kecongkaan dan kesombongannya ituah dia terlalu
meremehkan kegagahan orang2 yang tengah diincarnya itu
dan dia yakin benar bahwa dia akan berhasil dengan baik.
Namun alangkah terkejutnya dia ketika tepat di saat
kakinya menyentuh bumi. se-konyong2 dua batang piauwnya
sendiri melayang kembali dan menghajar dada dan
pinggangnya.
Ketika serangan gelap Halutu itu dilancarkan, Tiat Ciauw
dan Tiauw Bun sedang berpamitan dari kedua tuan rumah dan
punggung mereka menghadab ke jendela.
Tetapi sebagai jago2 yang memiliki kepandaian sangat
tinggi, serangan tiba-tiba itu tidak membuat mereka menjadi
gugup. Dengan menjatuhkan diri bergulingan dilantai, mereka
dapat menghindarkan diri dari serangan piauw itu.
Dua batang piauw yang meluncur ke arah Ouw Hui dan
Biauw Jin Hong juga tidak berhasil mengenai sasarannya.
Mereka yang kebetulan tengah menghadap ke arah jendela
dengan mudah dapat menangkap kedua senjata rahasia
tersebut dan melontarkannya kembali kepada penyerang.
Halutu adalah seorang akhli gwakhe, yang telah menguasai
ilmu weduk Tiat Pau San.
Walaupun pengambilan piauw dari dalam kamarr itu jitu
sekali mengenai dada dan pinggangnya, dia tidak rubuh hanya
merasa kesakitan. Tetapi sesaat kemudian dia sudah
melompat masuk dengan gerakan yang gesit sekali.
Dan disaat itu, walaupun Halutu telah melihat sendiri
betapa hebatnya kepandaian lawan2nya itu, namun
kenyataannya Halutu sama sekali tidak menyadarinya bahwa
dirinya bukanlah tandingan dari lawan2nya yang
berkepandaian hebat
Dia tetap saja telah melompat masuk melancarkan
serangan mengandalkan ilmu weduk yang dimilikinya, serta
keampuhan tenaga pukulannya.
Kedatangan Halutu disambut Biauw Jin Hong sedang Ouw
Hui dan lainnya berdiam di pinggir
Ouw Hui dan kawan2nya mengetahui bahwa sebagai
seorang jago yang ternama seperti Biauw Jin Hong merasa
terhina jika mereka membantu,
Terlebih lagi yang harus dihadapi itu hanya seorang belaka
dan dalam hatinya, Ciu Tiat Ciauw ingin sekali turun tangan
untuk cepat2 membinasakan Halutu, karena dia sadar bahwa
kedudukan nya yang sangat tinggi itu terancam bahaya.
Jika memang Halutu dapat meloloskan diri dia tentu akan
dituduh sebagai penghkianat dan dia di-kejar2 pemerintah
Boan.
Jika dapat ingin sekali dia cepat2 menghabiskan riwayat
Halutu untuk menutup mulutnya.
Tetapi setelah Biauw Jin Hong mendahului dia terpaksa
mengekang hasratnya,
Kim Bian Hud adalah seorang yang telah menepai tingkat
tertinggi dalam bidang ilmu silat.
Kepandaiannya dalam ilmu Iwekhe dan gwakhe sudah
sangat sempurna sekali dan ilmu weduknya yang disebut Kim
Ciong To juga jarangi ada tandingannya.
Jika ingin dibandingkan dengan Halutu, jelaslah bahwa
kepandaiannya masih dua atau tiga tingkat lebih tinggi, tetapi
didalam pertempuran itu dia memang sengaja hendak
bertanding mempergunakan ilmu gwakhe.
Dengan sama2 mengandalkan ilmu weduk, mereka
mengutamakan serangan dan hanya menangkis jika musuh
menyerang kepala.
Ramai sekali pertempuran itu, pukulan2 dahsyat ke arah
tubuh lebih banyak dibiarkan dan dibalas dengan pukulan
pula.
Jelaslah bahwa dalam ilmu mengerahkan tenaga kasar itu
keduanya berimbang, tetapi mengenai kelincahan Kim Bian
Hud tetap jauh melebihi lawannya.
Karena itu Kim Bian Hud bisa lebih banyak melancarkan
pukulan, sedangkan Halutu lebih banyak menerima pukulan
hanya dapat melancarkan pukulan sekali2 saja.
Walaupun adanya kemenangan diatas angin seperti itu,
tetapi dengan cara bertempur mereka seperti itu tentu saja
sulit bagi Kim Bian Hud untuk memperoleh kemenangan di
dalam waktu yang sangat singkat.
Onw Hui dan Tiauw Bun menyaksikan dengan kagum,
sebaliknya Tiat Ciauw merasakan bagaikan menginjak ribuan
jarum.
Tiat Ciuw sadar kalau pertempuran itu ber-larut2 sehingga
kawan2 Halutu datang, rahasianya akan bocor, wraaupun
Halutu akhirnya dapat dirubuhkan Biauw Jin Hong dan mati.
Akhirnya karena tidak sabar lagi, Tiat Ciauw berteriak
nyaring: "Biauw Taihiap janganlah mengasihani dia,
kasihanilah aku"
Teriakan yang bernada memohon itu menyadarkan Biauw
Jin Hong akan bahaya mengancam orang she Ciu tersebut.
Dia mengakui dalam pertempuran tidak boleh murah hati
kepada lawan.
Segera juga dia merobah cara bertempurnya dan cara
serangan2nya.
Setiap pukulan disertai dengan pengerahan tenaga dalam.
Ilmu weduk memang sukar ditembus dengan serangan tenaga
kasar, tetapi tidak bisa bertahan lama terhadap serangan yang
menggunakan tenaga Iwekang. Cepat atau lambat kekebalan
itu tergantung tenaga Iwekang penyerangnya. Menghadapi
serangan Iwekang Bian Hud, kekebalan Halutu hanya dapat
bertahan sesaat saja dan pecah setelah menerima pukulan
beberapa kali rubuhlah dia tertotok Taiyanghiatnya.
Walaupuu Kim Bian Hud tidak mengeluarkan seluruh
tenaga dalamnya cukuplah totokannya itu di jalan penting
untuk membuat Halutu terluka berat dan kepindaiannya
musnah sama sekali.
Setelah merubuhkan lawannya, Kim Bian Hud melompat
mundur. Dia tidak tega menurunkan tangan untuk
menghabiskan jiwa Halutu.
Ciu Tiat Ciauw tak sabar lagi, sambil berseru memintakan
maaf kepada Biauw Jin Hong melompatlah dia kepada Halutu
dan menghabiskan jiwanya dengan menotok Toa Tui Hiatnya.
Dengan persetujuan semua orang mayat Halutu
ditinggalkan menggeletak di lantai itu.
Tiat Ciauw segera berpamitan dan bersama Tiauw Bun
kembalilah dia ke gedung Tiekoan.
Tiat Ciauw masuk mempersiapkan sebawahannya untuk
mengadakan pengepungan.
Tiauw Bun cepat2 mencari adiknya dan mengajaknya
menyongsong rombongan Kim Bian Hud
Semua berjalan lancar. Orang2 yang hendak ditawan sudah
lenyap, tetapi di dalam kamar itu dijumpai mereka mayat
Halutu dan mereka menarik kesimpulan bahwa Halutu
dipergoki lawan dan dibinasakan, yang kini telah melarikan
dirii
Sedikitpun mereka tak menduga bahwa semua itu akalah
hasil pekerjaan pemimpin mereka
Setelah para siewie hari itu juga berangkat kembali ke
Pakhia barulah keesokan harinya Biauw Jin Hong mengajak
seluruh rombongannya yang kini bertambah tiga orang
bersaudara she Ciong itu berziarah kemakam Ouw It To.
Waktu mereka tiba di tempat yang di tujui itu semua orang
terkecuali Peng Ah Sie dan kedua anak kembar telah menjadi
heran bukan main karena Ouw Hui menyediakan alat2
smbahyang
Sedangkan yang mereka ketahui hanya suami istri Ouw It
To yang dikubur di situ.
Dengan air mata berlinang membasahi pipinya, Ouw Hui
menjelaskan bahwa abu jenazah adik angkatnya Tia Leng So
juga telah dikubur.
Keterangan Ouw Hui itu tentu saja mengejutkan Biauw Jin
Hong dan Yok Lan
Begitu pula ketiga orang bersaudara she Ciong tak urung
jadi terkejut dan sedih.
Sebagai seorang yang menerima budi besar Biauw Jin
Hong tidak pernah melupakan gadis kacil kurus yang pernah
menolongnya. Yok Lan telah mendengar cerita ayahnya
mengenai kepandaan gadis she Thia dalam hal pengobatan
dan berhasilnya gadis itu menyembuhkan mata Kim Bian Hud
tentu saja juga berterima kasih bukan main Sudah lama dia
ingin menjumpainya tetapi tidak pernah terlaksana karena
ayahnyapun tidak mengetahui dimana adanya gadis itu.
Kini Yok Lan hanya menemui kuburannya-Walaupun
mereka belum pernah menerima budi Leng So, tetapi setelah
tahu dan mengenal sifat2 nya, ketiga jago she Ciong itu
hormat kepadanya.
Mereka menyesal, bahwa sejak berpisah di rumah Biaw Jin
Hong mereka tak pernah berjumpa lagi dan ternyata sekarang
sudah mati.
Setelah beberapa lama dan masing2 sudah berhasil
menindih dan menguasai goncangan perasaan masing2 Biauw
Jin Hong mulai sembahyang.
Sebagai yang tertua dan terdekat dengan Ouw It To secara
langsung maka dialah yang di minta Ouw Hui untuk
bersembahyang lebih dulu
Seperti di waktu2 yang silam setiap mengenang pasangan
suami istri yang sangat dikagumi air mata Biauw Jin Hong
mengalir deras sekali.
Tetapi sekali ini kata2 yang diucapkannya antara tangis
yang cukup keras telah mengejutkan semua orang berbareng
juga sangat menggembirakan sekali semua yang
msndengarnya. terutama Yok Lan dan Ouw Hui walaupun
menjadi malu.
Yang diucapkan Biauw Jin Hong adalah pemberitahuan
kepada arwah Giehang dan Giesunya saudara angkat dan istri
saudara angkat, bahwa demi menebus dosanya serta untuk
membuktikan terhapusnya tali permusuhan antara keluarga2
mereka dia bermaksud menjodohkan puterinya dengan Ouw
Hui.
Dia menyatakan pula kepercayaannya bahwa arwah kedua
orang tua Auw Hui itu akan menyetujui maksudnya dan
senantiasa akan merestui hidup sepasang orang muda itu.
Kepada arwah Leng So dia menghaturkan terima kasihnya
yang tidak terhingga dan meminta maafnya karena tidak
mengetahui di mana sigadis she Thia tersebut berada, dia
belum pernah memberikan penghormatan kepada arwah gadis
itu
Setelah bangkit Bian Hud meminta Peng Ah Sie bertindak
sebagai wali Ouw Hui karena dia bermaksud melangsungkan
pernikahan itu.
Pertama kalinya Peng Ah Sie menolak, di katakannya
bahwa dia tidak pantas menjadi wali Ouw Hui. Tetapi Bian
Hud mendesaknya.
"Tinggi rendah derajat bukanlah ditentukan oleh
kepandaian atau kedudukan dalam masyarakat. Yang
terpenting adalah jiwanya. Peng Siete sendiri telah
membuktikan kebesaran dan keagungan jiwamu dengan
melindungi dan memelihara Huijie. Tanpa menghiraukan
bahaya dan kesengsaraan yang harus kau alami, kau telah
melakukan semua itu. Dan semua itu hanya disebabkan kau
baru sekali saja menerima budi Ouw Toako Terlebih lagi
sebagai seorang yang telah mengasuh Huijie sejak kecil jika
bukan kau siapa lagi yang berhak menjadi walinya?"
Dari ucapannya itu jelas bahwa Biauw Jin Hong bukan
menganggap Peng Ah Sie seorang pelayan.
Memang dia merasa sangat berterima kasih sekali terhadap
orang yang sangat jujur itu yang telah menggantikannya
mengasuh dan membesarkan Ouw Hui.
Dalam kata2nya itu Kim Bian Hud juga telah merobah
sebutannya kepada Ouw Hui sendiri yaitu Huijie, anak Hui dan
bukan Hiantet, keponakan yang baik, seperti pada hari-hari
sebe lumnya.
Ketiga jago bersaudara she Ciong juga ikut mendesak agar
Peng Ah Sie menerima tugas itu maka akhirnya Peng Ah Sie
bersedia untuk bertindak sebagai wali Ouw Hui.
Dengan ikut disaksikan oleh ketiga jago bersaudara she
Ciong itu, dilangsungkan upacara pernikahan yang sederhana,
Setelah selesai kembalilah mereka kekuil untuk ber-kemas2
meninggalkan daerah Congciu.
Ouw Hui menyadari bahwa dia kini sudah tidak bebas lagi
seperti sebelumnya. Dimasa lalu dia tidak pernah memikirkan
soal rumah. Dia berkelana kemana dia senang dan tinggal di
mana saja ditempat yang disukainya. Tetapi setelah
berlangsungnya pernikahan tersebut kini dia bertanggung
jawab atas diri Yok Lan dan tidak dapat memikirkan soal
tempat tinggal.
Keesokan harinya ketiga jago bersaudara she Ciong itu
sudah ingin berpisah dengan rombongan Kim Bian Hud maka
malam itu mereka tidak ingin tidur dan mengajak kedua orang
itu mertua dan menantu untuk ber-cakap2.
Ketika mereka menanyakan Ouw Hui mengenai rencananya
dalam menempuh hidup baru di-masa2 mendatang, serta
mendengar Ouw Hui belum memiliki tempat tinggal yang
tetap, mereka mengusulkan agar dia ikut saja bersama tiga
bersaudara Ciong untuk tinggal di Ouwpak Utara Dengan
halus Ouw Hui menolak tawaran-tersebut.
Dijelaskan oleh Ouw Hui bahwa dia tidak berani menyeret
ketiga jago she Ciong tersebut ke dalam libatan bahaya.
Sejak sembilan tahun yang lalu dia selalu di cari2 oleh
pemerintah Boan, sehingga jika dia menerima tawaran mereka
Ciong Sie Sam Hiong akan ikut dianggap musuh pula oleh
pemerintah Boan.
Terlebih lagi menurut Ouw Hui, setelah kini dia berkeluarga
ingin sekali dia mencari tempat tinggal yang tenang, jauh
dari pergaulan umum agar dia tidak perlu terus menerus
berwaspada ber-jaga2 terhadap serangan musuh. Bukan kah
seperti umumnya terjadi, setelah namanya kini terkenal
sebagai jago yang sulit dicarikan tandingannya tentu akan
mengundang banyak sekali tokoh2 rimba persilatan yang
penasaran dan ingin berusaha menguji kepandaiannya? Dan
juga peristiwa demikian hendak dihindarinya se-tidak2 nya
untuk sementara waktu.
Pernyataan Ouw Hui yang diucapkan dengan ber-sungguh2
itu telah memperoleh dukungan Kim Bian Hud pula, sehingga
ketiga orang bersaudara she Ciong itu tidak dapat memaksa
terus.
Seperti telah diketahui, Biauw Jin Hong juga sudah jemu
akan pertempuran2 sepanjang hi upnya yang harus
dilakukannya terus menerus tanpa hentinya, oleh karena itu
dia pun ingin hidup menyendiri di Leng Ko Tha dengan hanya
beberapa sahabatnya yang akrab mengetahui tem pat
persembunyiannya.
Diantara beberapa sahabatnya itu terdapat Tauw Sat Kauw
yang kemudian ternyata seorang sahabat palsu belaka.
Setelah kini terbukti Tauw Sat Kauw berpihak kepada
pemerintah Boan-atau lebih tepat menjadi kaki tangan
pemerintah Boan maka tempat persembunyian Kim Bian Hud
bukan pula merupakan tempat yang dapat dirahasiakan.
Walaupun untuk sementara waktu Touw Sat Kauw tentu
tidak akan berani mendatangi rumahnya di Leng Ko Tha itu
tapi kelak lambat atau cepat dia tentu akan datang dengan
membawa banyak sekali kawan2nya yang liehay.
Jika memang terjadi peristiwa seperti itu dapat atau tidak
dia harus melakukan pertempuran mati2an pula dan mungkin
juga akan membunuh banyak jiwa manusia pula sedangkan
pekerjaan seperti itu sudah memuakkan hatinya.
Dan percakapan selanjutnya Ouw Hui kemudian
mengemukakan pendapatnya agar mereka sebaiknya pergi ke
wilayah perbatasan barat laut.
Ouw Hui mengetahui bahwa di daerah tersebut sangat
sunyi dan di sampingnya dengan menetap di daerah tersebut
dia dapat berdekatan d ngan kakak angkatnya Tio Poan San
sahabat2nya dari Ang Hwa Hwe.
Sarannya itu segera juga disetujui Kim Bian Hud yang juga
sudah sejak lama merasa kagum kegagahan dari orang Ang
Hwa Hwe.
Tanpa terasa mereka sudah ber-cakap2 terus sehingga
menjelang fajar.
Yok Lan dan lain2nya sudah bangun untuk memasak nasi
dan mempersiapkan bekal.
Tidak lama kemudian semuanya telah selesai dipersiapkan
dan dengan saling mendoakan untuk keselamatan mereka,
kedua rombongan itu telah berpisah untuk menempuh jalan
masing2.
Tujuan rombongan Kim Bian Hud pertama adalah Leng Ko
Tha di mana dia masih harus menyelesaikan beberapa soal
dan mengambil beberapa barang berharga yang akan dibawa
pindah ke wilayah barat laut.
Dalam perjalanan itu mereka tidak menemui kesulitan dan
tiga bulan kemudian mereka tiba di daerah Hui Kiang.
Kedatangan mereka disambut gembira oleh orang2 gagah
dari Ang Hwa Hwe.
Hanya Tio Poan San yang tidak berhasil di jumpai karena
pemimpin ketiga dari Ang Hwa Hwe itu sedang pergi ke
Tionggoan untuk melakukan pembersihan dalam lingkungan
partai perguruannya.
Dengan bantuan kawan2 dari Ang Hwa Hwe kemudian Ouw
Hui telah memilih tempat tinggal yang sekarang dimana
mereka dapat hidup dengan tenang dan tenteram sampai
berputera.
-ooo0dw0ooo--
”BENAR-BENAR sangat mengagumkan sekali" kata Tio Poan
San setelah Auw Hui selesai bercerita. "Alangkah cepatnya
sang waktu telah lewat begitu saja. Masih kuingat benar
dengan jelas bagaikan baru terjadi kemarin, bagamana kita
untuk pertama kali bertemu di Siang-ke-po sembilan belas
tahun yang lalu. Waktu itu kau masih merupakan seorang
anak yang kurus kecil dan kini kau sudah menjadi seorang
ayah" dan selesai dengan kata2nya itu Tio Paan San telah
tertawa ber-gelak memperlihatkan bahwa dia tengah diliputi
kegembiraan yang sangat.
"Kau pernah berada di Siang Ke Po sembilan tahun yang
lalu ?" tanya Biauw Jin Hong dengan heran. ”Mengapa kau
berada di rumah keluarga Siang itu ? Tahukah kau siapa
mereka sesungguhnya ?"
Tidak mengherankan jika Biauw Jin Hong terkejut
mendengar Ouw Hui berkenalan dengan Poan San di tempat
tersebut. Dalam ceritanya tentang riwayat hidupnya disaat
masih kecil dengan sengaja Ouw Hui telah menyembunyikan
pengalamannya di Bu Teng Kwan. Kalau dia menceritakan
pengalamannya itu, yaitu selama di Siang Ke Po, Kim Bian Hud
tentu ingin mengetahui hagimana dia bisa berada dirumah
musuh besar nya itu. Sebagai seorang yang tidak bisa berjusta
kalau Kim Bian Hud telah mendesaknya, dia tidak mungkin
tidak untuk bercerita sejujurnya dan membuat orang tua itu
akan teringat peristiwa menyedihkan dan memalukan yang
terjadi waktu itu.
Mudah dimengerti, bahwa kini dia menjadi ingat waktu
mendengar pertanyaan Kim Bian Hud. Tetapi setelah terlanjur
kepalang basah Poan San telah menimbulkan persoalan
tersebut dia terpaksa harus bercerita,
Tetapi hatinya tetap tidak mengijinkan. Untunglah bahwa
sejenak kemudian dia telah memperoleh akal. Dia mulai
menceritakan di saat diterimanya Peng Ah Sie dan dia sendiri
bekerja di rumah itu dan seterusnya sampai akhirnya peristiwa
itu telah memusnahkan juga Siang Ke Po dimakan api yang
hampir saja menewaskan banyak sekali akhli2 silat ternama.
Sambil meng-angguk Poan San memberikan komentarnya :
"Itulah sebabnya Biauw Tai Hiap mengapa aku seorang tua
bangka Jadi bersumpah mengangkat saudara dengan seorang
anak kecil kurus" kata Tio Poan San dengan disertai oleh
senyumnya, "Dan aku merasa kagum sekali akan
keperwiraannya dan semakin bangga memiliki adik angkat
sebagai menantumu."
Bagi Poan San dan kedua saudara Siang sikap ragu2 Ouw
Hui tadi memang wajar yaitu karena Ouw Hui segan
menimbulkan pujian bagi pendengarnya.
Tetapi Biauw jin Hong memperoleh kesan lain dalam
hatinya dia yakin bahwa Ouw Hui masih menyembunyikan
sesuatu,
Rupa2 pertanyaan telah muncul di dalam hatinya tetapi dia
segan bertanya belit2 dan cerewet, mungkin juga Ouw-Hui
memiliki alasan tertentu untuk menyembunyikan sebagian dari
pengalamannya.
Demikianlah mereka telah ber cakap2 dengan asyiknya dan
saling menceritakan pengalaman masing2 dan menimbulkan
kembali soal2 yang lampau, diselingi gelak tertawa mereka
yang sangat riang sekali.
Kalau memang bukannya ada Yok Lan yang mengingatkan
mereka tentu akan lupa makan.
Memang kalau orang2 yang sefaham dan secita2
berkumpul dan ber-cakap2 biasanya yang pendiampun bisa
menjadi periang dan lincah, tidak terkecuali halnya dengan
Kim Bian Hud.
Malara itu Poan San dan kedua kawannya bermalam di
rumah Ouw Hui. Keesokan harinya setelah menyaksikan
latihan ketiga anak itu dan saudara Siang telah memberikan
beberapa pelajaran pula kepada murid akuan mereka yaitu
sepasang anak kembar Ma It Hong, berpamitanlah ketiga
tamu itu untuk kembali ke tempat kediaman para kesatria Ang
HwajHwe.
Sejak hari itu lima tahun telah lewat dengan tenang.
Selama lima tahun itu dengan giat Ouw Hui mendidik kedua
muridnya.
Kedua anaknya Ma It Hong itu kini sudah menjadi dua
orang pemuda tampan sekali.
Hal itu tidaklah terlalu mengherankan karena memang
putera2 Hok Kong An yang di masa mudanya terkenal sebagai
pemuda yang tertampan di Pakkhia.
Asal usul mereka sendiri tidak diketahui oleh kedua pemuda
itu.
Karena mengingat bahwa rahasia itu hanya diketahui
beberapa orang saja, sedangkan diantaranya sebagian sudah
meninggal dunia maka kepada mereka tak pernah Ouw Hui
menjelaskan; walaupun seperti ibu dari pemuda Cie Ceng.
Waktu kecil kedua anak itu tak punya nama.
Cie Ceng segan memberikan nama kepada mereka karena
sesungguhnya bukan anaknya sendiri
Waktu itu mereka hanya disebut A Toa dan A Jie yang
besar dan yang kedua setelah dirampas Hok Kong An dan
dibawa ke istananya entah nama apa yang diberikan kepada
mereka.
Tetapi apapun bentuk nama pemberian Hok Kong An tak
pernah ingin diketahui oleh Ouw Hui dan dia sendiri
memberikan nama yang tertua Cie Beng berarti terang dan Cie
Jin untuk yang berusia lebih muda yang berarti luhur mulia.
Kini keduanya telah berumur 22 tahun.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 3
KEPADA mereka, Ouw Hui telah menurun kan pelajaran
ilmu silat yang tersendiri. Dan ilmu itu sesungguhnya
bersumber dari Ouw Kee To Hoat, ilmu silat golok pusaka
keluarga Ouw, yang telah dirobahnya sedemikian rupa, agar
sesuai untuk dipergunakan oleh mereka ber dua secara bersama2
dengan bersenjatakan pedang, bukan golok.
Disamping pelajaran dari Ouw Hui, kedua pemuda itu telah
memperoleh pelajaran Siang Hek Cie dan Siang Pek Cie
sebagai murid tidak resmi.
Berkat asuhan akbli kelas tinggi dan memiliki kepandaian
yang sangat tinggi dan hebat maka tidak mengherankan jika
kepandaian Cie Beng dan Cie Jin sudah dapat disejajarkan
dengan akhli2 silat kelas utama. Disamping itu memang Cie
Beng dan Cie Jin juga sangat cerdas sekal, setiap pelajaran
ilmu silat yang diturun kan kepada mereka selalu berhasil
dikuasai-nya dengan cepat.
Putera Ouw Hui telah diberi nama Ho, untuk
melambangkan hapusnya permusuhan antara keluarga Ouw
dan Biauw,
Dalam usianya yang baru sembilan tahun, sudah terlihat
bakat2nya yang luar biasa.
Ouw Ho sangat cerdas sekali dan bisa segera memahami
setiap pelajaran yang diberikan ke padanya, bukanlah sesuatu
yang terlalu mengherankan. Bukankah dia keturunan keluarga
yang terkenal akan kecerdasannya ?
Yang benar2 aneh ialah wajahnya, yang buruk dan juga
sangat hitam sekali, disamping sangat menakutkan.
Ouw Hui, yang memiliki ayah berwajah hitam
menyeramkan, tetapi memiliki ibu sangat cantik, ternyata
telah mewarisi wajah ibunya, walaupun agak kasar.
Yok Lan berayah Kim Bian Hud, yang berwajah kasar dan
buruk pula, tetapi dia menjadi seorang wanita cantik seperti
ibunya. Sebaliknya walaupun ayahnya berwajah cukup tampan
dan ibanya cantik, kian besar Ouw Ho semakin buruk dan
hitam.
Warna kulitnya yang hitam kelam seperti Ouw lt To,
sedangkan bentuk tubuhnya seperti Kim Bian Hud, tinggi
kurus dan bertulang kasar.
Tetapi dibalik dari keadaan lahiriah yang begitu buruk,
tersembunyi kecerdasan otak yang sangat mengagumkan
sekali dan jiwa bocah itu luhur dan melambangkan jiwa
seorang lelaki jantan dan sejati,
Berkat bakat2 yang luar biasa yang dimillkinya, walaupun
usianya masih demikian muda kepandaiannya sudah sangat
hebat. Hampir seluruh ilmu pusaka kedua keluarga, Ouw dan
Biauw telah berhasil dipahaminya.
Yang masih kurang padanya ialah latihan Iwekang dan
pengalaman.
Dalam pelajaran Bun sastra dan ilmu2 pengetahuan
lainnya, dia pun seorang murid yang sulit dicari keduanya.
Dengan hidup hanya dikelilingi Oleh orang2 yang jauh lebih
tua dari dia dan semuanya melimpahkan kasih sayangnya,
tentu saja dia menjadi nakal sekali.
Untung saja, bahwa darah kesatria yang mengalir dalam
tubuhnya dapat memberikan keseimbangan yang secukupnya,
sehingga kenakalannya itu terbatas hanya kenakalan sifat
kanak2 belaka, yang kadang2 menimbulkan peristiwa2 yang
lucu
Setelah sepuluh tahun menyingkir dari Tiong goan dan
selama itu tidak mengalami gangguan, Kim Bian Hud dan Ouw
Hui lambat laun sudah melupakan permusuhan2 mereka
dengan pihak2 tertentu.
Sebagai pahlawan2 keadilan, dimasa lampau mereka telah
menghajar tidak sedikit jago2 jahat yang melakukan
perbuatan se-wenang2 terhadap rakyat jelata.
Diantara jago2 tangguh2, tetapi memiliki sifat buruk itu,
sebagian masih merasa penasaran dan menaruh dendam yang
sangat besar sekali kepada Kim Bian Hud maupun juga kepada
Ouw Hui.
Setelah beberapa tahun mati2an meyakinkan ber-macam2
kepandaian yang jauh lebih tinggi, tanpa mengenal lelah telah
mencari kedua jago ternama dan tanpa tanding itu. Mereka
telah ber usaha untuk dapat mencari jejak dari Kim Bian Hud
dan juga Ouw Hui. Usaha mereka itu memang terlihat jelas,
betapapun mereka memang menaruh dendam yang sangat
kuat dan akan ber usaha mencari kedua musuhnya itu untuk
me lampiaskan dendam mereka. Sebelum usaha ar reka
berhasil! maka musuh dari kedua jago2 tanpa tanding itu tidak
akan berhenti dalam usahnya
Untuk hidup keluarganya, Ouw Hui tidak segan2
membanting tulang mengeluarkan tenaga diladangnya dan
disamping itu juga, diapun sering pergi berburu
kepegunungan Thiansan diwaktu tiada pekerjaan di ladang.
Sedangkan peternakan dombanya juga berbiak dengan
baik, walaupun demikian, tidak sel ruh kebutuhannya dapat
dihasilkan sendiri- Misal nya saja garam: bahan2 pakaian dan
lain2nya lagi.
Semuanya bahan2 itu harus dibeli di-kota terdekat, karena
itu untuk keperluan tersebut, setiap setengah tahun sekali dia
harus pergi ke Ui atau Kulja untuk menjual kulit binatang dan
bulu domba.
Biasanya dia disertai si kembar Cie Beng dan Cie Jin, Ouw
Ho sesungguhnya sudah lama ingin ikut, tetapi karena dia
masih terlalu kecil, maka ayahnya belum pernah membawanya
ikut serta.
Setelah usianya cukup sembilan tahun, untuk pertama
kalinya dia diperbolehkan ikut.
Alangkah girangnya sinakal. Disepanjang ja lan tiada
habisnya dia menunjuk ini dan menanyakan itu dan terlalu
sering dia membelokkan kudanya untuk mendekati sesuatu
yang menarik perhatiannya.
Kota Ui tidak seberapa besar, tetapi artinya penting sekali.
Di si tulah bertemunya dua jalur jalan kafilah penting, yang
satu menuju kebarat laut, ke Siberia utara yang lainnya
kebarat daya Si-beria selatan dan terus ke Persia dan kepantai
laut tengah.
Karena itu, tidak mengherankan jika kota itu selalu ramai
dikunjungi rupa2 bangsa.
Bagi Ouw Ho, yang baru pertama kali melihatnya,
semuanya itu tentu saja serba menarik dan membuat dia
kagum tidak habisnya.
Karena tibanya di Ui sudah menjelang tengah hari, maka
setelah memesan kamar dipenginapan, Ouw Hui segera
mengajak puteranya ke sebuah rumah makan.
Mereka memilih sebuah meja didekat jendela, agar Ouw Ho
bisa menikmati pemandangan lalu lintas yang beraneka
ragamnya.
Selain mereka, diruang itu sudah ada beberapa belas tamu
lain.
Dan disebuah meja di sudut sebelah sana tampak empat
orang Han.
Dilihat dari pakaiannya, agaknya keempat orang itu
saudagar2 keliling.
Mula2 Ouw Hui tidak meja perhatikan mereka, tetapi ketika
dia kebetulan menoleh, tiba2 dia agak terkejut.
Orang2 itu ternyata j iga tengah memperhatikannya.
Wajah salah seorang diantara mereka agaknya tidak asing
baginya, hanya saja Ouw Hui ti dak ingat pula dimana dia
pernah berjumpa dengan orang itu.
Diwaktu pandangan mereka bertemu satu dengan yang
lainnya, sekilas tampak orang itu seperti terkejut. Hanya
sekejap mata saja terlihat perobahan wajah orang itu, tetapi
cukuplah sudah bagi Ouw Hui untuk mengetahui; bahwa
orang itupun telah mengenalinya.
Diam2 Ouw Hui telah mulai memperhatikan keadaan
keempat orang itu.
Mata mereka memancarkan sinar yang tajam sekali, suatu
tanda bahwa mereka memiliki lwekang yang tidak dapat
diremehkan.
Dengan berpakaian seperti saudagar mereka memang bisa
mengelabui mata orang2 biasa, tetapi bagi Ouw Hui sudah
jelaslah bahwa dia, itu merupakan ahli2 silat kelas utama.
Semakin diperhatikan, semakin bercurigalah Ouw Hui
terhadap keempat orang yang memiliki gerak gerik mencurigai
itu.
Terus keempat orang itu telah kasak-kusuk, dan kadang2
mereka melirik kearahnya secara sembunyi2.
Ouw Hui sia2 mengasah otak untuk berusa ha meng-ingat2
dimana dia pernah berjumpa dengan keempat orang tersebut.
Lewat sejenak, Ouw Ho juga telah melihat sikap dan
kelakuan keempat orang itu.
Sebagai seorang anak kecil, pikirannya tentu saja masih
sederhana dan hatinya tidak menjadi curig? seperti ayahnya.
Tetapi tingkah laku orang2 itu membuatnya jadi
mendongkol. Dengan sikap kasak-kusuk terus-menerus,
orang2 itu tentu tengah memper-elok2 keburukan wajahnya
dan wajah ayahnya, pikirnya. Dan Ouw Ho jadi tersinggung
sendiri nya.
Karena mendongkol, dia sudah hendak memaki mereka,
tetapi Ouw Hui cepat2 mencegahnya.
Betapapun nakalnya anak itu tetapi terhadap ayahnya dia
masih bisa menuruti cegahan ayahnya.
Demikianlah, dia tidak jadi memaki orang2 itu.
Hanya saja hatinya masih penasaran dan dengan mata
dipentang lebar2 Ouw Ho telah mendelik kearah keempat
orang itu.
Hanya hatinya telah mengambil keputusan untuk
memberikan hajiran kepada keempat orang itu jika
dijumpainya lagi.
Sedikitpun dia tidak memikirkan, bahwa orang2 itu
semuanya bertubuh jauh lebih besar dari dia, dan juga
berjumlah ejipat orang, sedangkan dia hanya seorang diri.
Sebagai keturunan dari dua keluarga pahlawan2, sama
sekali dia tidak mengenal apa artinya takut.
Tidak lama kemudian, keempat tamu itu telah
meninggalkan rumah makan itu, dan lewat beberapa waktu
pula Ouw Hui juga sudah selesai makan dan mengajak
puteranya kembali kepenginapannya.
Kuasa dan para pelayan penginapan itu sudah mengenal
Ouw Hui sebagai seorang yang tangannya selalu terbuka dan
ramah sekali.
Karena itu mereka selalu memperhatikan segala kebutuhan
Ouw Hui.
Kepada mereka itu, yaitu para pelayan itu, Ouw Hui minta
tolong melihat2 anaknya, di-saat sementara waktu dia pergi
untuk menjual kulit binatang dan bulu dombanya, sedangkan
kepada puteranya dia telah berpesan agar tidak na kal dan
menerbitkan huru hara. Dan juga Ouw Hui telah berpesan
agar Ouw Ho tidak pergi ke-mana2 selama sang ayah pergi.
Setelah ayahnya pergi. Ouw Ho berdiri di depan pintu
penginapan, melihat2 pemandangan dijalan.
Tidak jemu2nya dia memandang suasana yang asing
baginya itu. Sebentar kemudian dia melihat kekanan dan
sesaat pula dia telah menoleh kekiri.
Dan suatu saat, tiba2 dia melihat keempat orang tadi dan
serentak amarahnya telah timbul lagi.
Tanpa melepaskan perhatiannya dari orang2 itu, cepat2 dia
telah menyelinap kedalam.
Orang2 itu ternyata justru menghampiri penginapannya.
Agaknya mereka juga hendak menginap disitu, dan benar saja
mereka minta di sediakan kamar.
Melihat pakaian orang2 itu yang cukup mewah, para
pslayan penginapan menganggap mereka itu tentunya
saudagar2 kaya raya.
Dengan sikap yang hormat sekali, salah seorang pelayan
mengantarkan mereka me-lihat2 kamar2 yang masih kosong.
Dan pelayan itu sambil mengantarkan keempat tamunya,
reiah menjawab rupa2 pertanyaan tamunya itu.
Akhirnya tamu2 itu memilih kamar disebelah kamar Ouw
Hui.
Sementara itu, sambil bersembunyi dibalik pintu lorong,
Ouw Ho telah mendengar percakapan mereka.
Dia mendengar, bagaimana, setelah memperoleh
keterangan sipelayan tentang siapa yang menempati kamar
sebelah, orang2 itu segera memilih kamarnya tadi.
„Aha, agaknya mereka menang sengaja mau mencari
gara2." berpikir Ouw Ho „Biarlah nanti kuhajar mereka."
Lupalah Ouw Ho akan pesan ayahnya, agar tidak
menerbitkan huru-hara, sebagai seorang anak yang masih
polos hatinya, sedikitpun tidak terpikirkan olehnya bahwa
dibalik sikap dan ke lakuan orang2 itu, murgkin teisembunyi
soal lain yingijauh lebih penting
Dengan pikirannnya yang masih sedeihana, dia menduga
bahwa mereka hanya sengaja hendak menganiaya,
berdasarkan wajahnya yang hitam.
Dan serupa ingatan telah menyelinap didalam hati anak
kecil ini, yaitu keempat orang itu mengincer barang2 ayahnya,
yang ingin di rampasnya.
Kalau mereka memang hanya hendak merampok, dia
percaya bahwa mereka akan mengalami kekecewaan dalam
tangan ayahnya dan dia tidak usah perduli.
Tetapi dengan berdasarkan pikirannya atas jiwa kekanak2annya,
yaitu dengan.menduga bahwa keempat orang
itu justru ingin memper-olok2 dirinya karena wajahnya yang
hitam legam itu, maka Ouw Ho jadi bermaksud untuk
mempermainkan keempat orang itu.
Dan Ouw Ho menduga begitu, karena dia mengetahui
setiap kali ingin keluar rumah, ayahnya pasti akan
menghitamkan wajahnya dan mengenakan kumis dan jenggot
palsu.
„Tentu mereka sengaja memilih kamar di-sebelahku, agar
bisa memperoleh lebih banyak kesempatan untuk menghina
kami berdua. Tentu mereka menyebut kami sebagai setan2
hitam besar dan kecil, yang berwajah sebagai pantat kuali"
demikianlah jalan pemikirannya dan semakin dipikir olehnya,
semakin yakinlah dia a-kan kebenaran dugaannya.
Sete!ah keempat tamu baru itu masuk keka mar mereka,
cepat2 dia keluar dari persembunyi annya dan memasuki
kamarnya sendiri.
Kamarnya dan kamar disebelah itu hanya dipisahkan
dinding papan.
Mengintai kesana dia tidak bisa, karena sela2 antara papan
itu telah diisi oleh dempul,
Tetapi samar2 dia bisa menangkap beberapa bagian dari
percakapan mereka, antara lain na ma ayahnya di-sebut2
sebagai "Setan hitam Swan San Hui Ho Ouw Hui" dan dia
sendiri sebagai "setan hitam yang kecil".
Tentu saja darahnya jadi meluap mendengar ucapan2nya
itu. Dia kini tidak bimbang pula, bahwa mereka telah
memperolok keburukan muka
Tentu saja Oaw Ho jadi murka bukan main.
Tidak perlu mendengar pula terlalu lama baginya. Cukuplah
sudah kata'2 itu baginya.
Kalau bukannya takut kelak ditegur dam digusari ayahnya,
tentn Ouw Ho sudab menghampiri mereka dan mencacinya
atau juga menyerang mereka.
Kini dia hanya dapat memaki didnlam hati sambil
memikirkan suatu cara untuk melampiaskan
kemendongkolannya tanya bisa diketahui ayahnya.
Sebagai seorang anak yang nakal sekali, otaknya yang
cerdas memang biasa penuh dengan bermacam2 akal anak2.
Tanpa berpikir terlampau lama dia sudah menyusun suatu
rencana, dan ketika ayahnya pulang, dia tidak
memberitahukan apa2.
Tetapi sebelum hari menjadi gelap, menjelang seaja dia
sudah mengajak ayahnya pergi makan.
Dikatakannya bahwa perutnya sudah lapar sekali.
Sekembalinya dari rumah makan dia bahkan segera naik
keatas kang (sebuah balai2 batu dengan perapian
dibawahnya) dan menyatakan bahwa dia sudah mengantuk
sekali.
Walaupun bukan menjadi kebiasaan si nakal untuk tidur
siang2, sedikitpun Ouw Hui tidak curiga, bahwa anaknya itu
sengaja bersandiwara dihadapannya. Hal itu disebabkan Ouw
Hui menduga bahwa anaknya itu mungkin terlalu letih setelah
melakukan perjalanan yang cukup jauh dan juga telib berjalan2
me-lihat2 keramaian kesana-kemaii. Sesungguhnya
hatinya juga agak lega melihat puteranya itu siang2 sudah
ingin tidur.
Dengan demikian dia jadi bisa bebas minum arak sambil
mengobrol dengan yang kuasa rumah penginapan itu.
Dari mulut kuasa rumah penginapan tersebut Ouw Hui bisa
mendengar berbagai berita dari daratan Tionggoan yang
dibawa oleh para pedagang keliling yang singgah disitu.
Sedikitpun juga Ouw Hui tidak menduga bahwa dibalik
kelakuan anaknya tersembunyi sesuatu.
Ouw Ho setelah memperhitungkan bahwa keempat orang
dikarrsr sebelah itu tentu dapat dipergunakannya untuk
mempersiapkan rencananya. Siang2 dia telah menyediakan
seutas tali kecil yang dan doa batang paku agak besar.
Secepat langkah2 ayahnya sudah tidak terdengar lagi, dia
segera bangkit dari Kang dan keluar keperkarangan melalui
jendela setelah terlebih dulu memadamkan lilin.
Dengan sikap yang hati2, dia lalu menghampiri jendela
kamar keempat orang itu.
Seperti telah diduganya, disaat itu mereka benar2 sedang
keluar semuanya.
Dengan leluasa dia dapat menancapkan dua batang paku
itu dibingkai kanan dan kiri dari jendela itu, dengan
mempergunakan sebuah batu sebagai martilnya.
Setelah itu diikatnya tali tadi, yang kini ternyata telah
dihitamkannya, melintang dimulut jendela itu, dari paku yang
satu kepaku yang satunya.
Kemudian Ouw Ho bersembunyi dibawah jendela tersebut.
Tidak perlu terlalu lama dia menanti, belum sampai
setengah jam kemudian, terdengarlah ke empat lawannya itu
memasuki kamar dan menyalakan lilin.
Lagi2 Ouw Ho mendengar mereka me nyebut2 perkataan
„sihitam" meluaplah darahnya dan hampir2 dia berteriak, balas
memaki mereka.
Untung saja bahwa segera juga dia sadar dan bisa
menindih perasaannya.
Dengan sabar dia berdiaji terus, menantikan tibanya saat
untuk mempermainkan keempat orang itu.
Dikota kecil yang letaknya terpencil diperbatasan itu, orang
biasa tidur agak siang, berbeda dengan kebiasaan orang2
dikota besar di Tionggoan.
Tidak lama setelah keempat orang itu kembali, suasana
disekeliling penginapan itu sudah sunyi sepi.
Didalam kamar masih terdengar percakapan orang itu
dengan suara kecil, yang dari tempat Ouw Ho hanya
terdengar seperti gumam yang tidak jelas.
Dari barisan jendela2 kamar disisinya itu. hanya jendela
yang dijaganya itulah yang terang.
3aat itu, justru yang dinantikan Ouw Ho telah tiba, dia telah
meraup segenggam tanah, yang lalu dicampurnya dengan
ludah dan dipuiungnya menjadi beberapa butir kecil.
Sebutir demi sebutir telah dilontarkannya butiran2 tanah
basah itu dlatas genting, sehingga menimbulkan suara
bagaikan ada yang tengah berjalan ber-indap2 diatas atap
kamar tersebut.
Seketika itu siraplah percakapan didalam dan padamlah api
penerangan itu.
Per-lahan2 Ouw Ho mengetuk jendela beriama dengan
mendesisnya kata2 : „Pengecut2 yang didalam, keluarlah
kalau benar laki2".
Dengan berbisik, atau mendesis secara demikian, dia
berhasil membuat suaranya tidak dapat dikenali sebagai suara
seorang anak2. Sedangkan didalam kesunyian itu, cukup
jelaslah terdengar nya dari dalam.
Segera juga terdengar langkah ber-indap2 di dalam kamar
itu, dan terdengarnya perlahan sekali mendekati kearah
jendela. Didengar dari suara langkah kaki itu, menunjukkan
bahwa dua orang yang tengah menghampiri dari dua arah.
Untuk lebih membakar dan memanaskan hati mereka, Ouw
Ho mendesis pula ”Lekas keluar menyerahkan kepalamu."
Tiba2 jendela terbuka dengan kaget, disusul Melayangnya
sebatang senjata rahasia, tetapi tidak seorangpun tampak
melompat keluar.
Sebagai orang Kargouw yang berpengalaman mereka
memang tentu saja tidak akan melompat keluar jendela secara
ceroboh. Hal itu sudah diduga oteh Ouw Ho, yang sementara
itu sudah mempersiapkan beberapa batu.
Dengan cepat, dilontarkannya batu itu berturut-turut dari
tempatnya ke-tengah2 pekarangan, sehingga terdengarnya
bagaikan ada seseorang berlari menjauhkan diri dari jendela.
Sekali ini umpan yang dipasang Ouw Ho telah berhasil dan
dimakan pihak keempat orang itu.
Dalam kegelapan malah seperti itu, keempat orang didslam
memarg tidak dapat melihat apa apa, tetapi bunyi langkah2
itu tidak dapat dibimbangkan lagi
Segera tampak sesosok bayangan hitam melayang keluar
dari jendela. Hanya anehnya bayangan itu tiba tiba
berjumpalitan dan tahu-tahu jatuh dibawah jendela dengan
mengeluarkan bunyi mendentum.
Ouw Ho, yang memang sudah menantikan disamping
jendela, segera mengulurkan tangannya, dan orang itu
terkulai tanpa sarggup berteriak lagi. Sedangkan yang
pertama itu tengah rubuh ketengah, dari dalam sudah
menyusul yang kedua, dan diapan mengalami nasib yang
sama. Dua orang lainnya juga ber turut2 rubuh terkulai tanpa
bersuara.
Jendela itu terbuka kedalam, sehingga tali hitam yang
dipasang Ouw Ho tidak terganggu dengan terbukanya daun
jendela tersebut.
Karena warnanya hitam, maka dalam kegelapan orang2 itu
tidak melihat adanya tali yang melintang dimulut jendela.
Ketika yang pertama tadi melompat keluar kakinya tiba2
telah keserimpet tali yang melintang itu, sehingga jatuhnya dia
sambil berterik tertahan karena terkejut.
Ouw Ho memang sudah ber-siap2 dan segera menotok
jalan darahnya, bagian Taog Tiong Hiat, diulu hati orang itu,
yang segera pimgsan sebelum menyadari mengapa dia jatuh-
Apa yana terjadi dengan tiga orang yang lain hanyalah
ulangan dari peristiwa yang pertama.
Teriakan2 kaget itu mungkin tidak ada yang mendengar
atau kalau ada juga, yang mendengar itu tentu menduga,
bahwa ada seseorang mengigau.
Tidak heranlah karena itu peristiwa tersebut tidak ada yang
perhatikan.
Terlebih lagi memang peristiwa itu terjadi dalam waktu
yang sangat singkat sekali, hanya terjadi dalam satu dua detik
saja.
Sambil tertawa kecil, Ouw Ho kemudian melepaskan talinya
dari paku itu, dan mengikat keempat pasang pergelangan
tangan korban2nya itu menjadi satu.
Tidak puas deagan itu, diapun segera mengikat Taocang
atau kuncir mereka menjadi satu pula
Ouw Ho mengetahui, bahwa tenaganya memang belum
seberapa, terlebih lagi dia tadi menotok dengan agak
perlahan, sehingga orang2 itu tidak akan mati karenanya,
bahkan mungkin dalam waktu kurang lebih satu jam lagi
sudah akan tersadar dari totokan.
Karena itu dia tidak dapat mem-buang2 waktu lebih lama,
karena mengingat bahwa ayahnya setiap saat bisa kembali
kekamar mereka.
Cepat3 dia telah melompat kedalam kamar dan membawa
bungkusan perbekelannya dan disembunyikannya diantara
semak disudut kebon tersebut, lalu kain pembungkusnya diisi
dengan bungkusan ternak, yang siang tadi dilihatnya berada
didekat dinding pekarangan.
Keempat bungkusan itu lalu dibawanya masuk kembali.
Setelah merapatkan jendela kamar itu, dia cepat2 kembali
kedalam kamarnya sendiri dan. tidur dengan hati yang puas.
Ouw Hui menemukan puteranya tidur nyenyak dengan bibir
melukiskan senyuman manis.
„Alangkah senangnya orang menjadi anak kecil, yang
belum mengetahui apa2. Entah apa yang dilihatnya dalam
mimpinya sehingga dia tersenyum begitu bahagia", pikirnya
seorang diri.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, ayah beranak itu telah
dikagetkan oleh suara heboh, yang diterbitkan caci maki
beberapa orang pelayan rumah penginapan tersebut,
kemudian di tambah pula dengan suara yang geram dari
kuasa rumah penginapan itu.
Entah mengapa mereka dipagi hari seperti itu telah ribut,
agaknya mereka tengah saling salah mempersalahkan satu
dengan yang lainnya. Hanya anehnya, suara2 itu keluar dari
kamar disebelah kamar Ouw Hui.
Sedangkan Ouw Hui jadi heran sekali dan Ouw Ho, yang
sesungguhnya sudah dapat menerka apa yang telah terjadi,
telah ikut pura2 heran juga.
Mereka segera keluar uniuk mengetahui sebab musabab
keributan itu.
Ternyata keempat orang tamu yang menempati kamar
disebelah itu, semalam telah pergi dengan diam2 tanpa
membayar uang sewa kamar dan kini kuasa dan pelayan2
rumah penginapan itu masing2 tidak mau bertanggung jawab.
Tepat sebagai perkiraan Ouw Ho, tidak sampai satu jam
kemudian orang2 itu telah tersadar dari totokan. Betapa
mendongkol mereka, ket'ka, mendapatkan diri mereka dalam
keadaan begitu, dan juga betapa mereka malu Sekali, karena
sebagai jagc-2 silat yang tidak lemah mereka telah dirubuhkan
tanpa sanggup melakukan perlawanan sama sekali.
Lebih penasaran lagi justru tidak diketahuinya siapa lawan
yang dirubuhkan mereka.
Per-tama2 mereka hendak menduga Ouw Hui, tetapi
keempatnya masih ingat bahwa ketika tadi terdengar
kedatangan musuh Itu, mereka masih mendengarkan suara
dan tertawa Ouw Hui dikamar kuasa rumah penginapan itu,
sehingga tidak mungkin Ouw Hui yang mengerjakan mereka,
terkecuali jika Ouw Hui memang sanggup memecah tubuhnya
menjadi dua.
Karena itu, mereka segera menduga bahwa ada seseorang
yang telah membantui Ouw Hui secara diam2.
Karena belum apa2 mereka sudah harus mengalami
peristiwa yang memalukan seperti itu, maka untuk sementara
waktu nafsu mereka untuk membalas dendam telah padam.
Ingin sekali mereka cepat2 pergi, kalau memang bisa,
Tetapi dengan tangan dan taocang diikat menjadi satu
walaupun kaki mereka bebas tidak dapat mereka pergi. Lebih
dulu mereka harus melepaskan ikatan itu.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga dan menahan
perasaan sakit sedapat mungkin, akhirnya berhasillah mereka
memutuskan tali pengikat tangan mereka.
Kiai mereka masih harus membuka ikatin taocang mereka.
Tetapi dengan diikatan erat2, sehiagga belakang kepala
mereka saling menempel satu dengan lainnya, tidak mudah
bagi mereka untuk membukanya.
Karena ter-gesa2, dalam dan mendongkolnya, mereka jadi
semakin tidak bisa membuka ikatan itu.
Lama Kelamaan mereka jadi semakin tidak sabar dan
delapan tangan masing2 telah saling rebut menggerayangi
rambut mereka.
Tentu saja usaha kacau seperti itu semakin menipiskan
harapan akan berhasilnya dengan saling tarik dan membetot
tidak hentinya. Dan juga telah menambah penderitaan untuk
mereka berempat belaka.
Beberapa kali terdengar salah seorang di antara mereka
memekik perlahan karena kesakitan. Akhirnya salah seorang
diantara mereka memperoleh akal.
Dia merabah sakunya dan mengeluarkan sebilah belati.
Setelah meminta kawan2nya menyingkir tangan masing2, dia
segera memotong ikatan rambut itu.
Kini bebaslah sudah ke-empat2nya, tetapi taocang mereka
juga ikut terlepas dari kepala masing2.
Untuk saat itu, setiap pria di Tionggoan yang tidak
memakai toacang tentu akan dicemooh oleh masyarakat
disekelilingnya.
Karena itu, dapatlah dimengerti betapa malunya mereka
oleh peristiwa seperti itu, waLu pun pada saat itu tidak ada
yang melihat atau menyaksikannya,
Cepat2 mereka telah masuk kedalam kamar untuk
mengambil bungkusan masing2 meninggal kan penginapan itu
tanpa pamit dan tanpa membayar sewa kamar.
Keesokan harinya Ouw Hui sudah menjual semua kulit
binatang dan bulu domba yang dibawanya.
Kini dia tinggal berbelanja untuk keperluan dirumah dan
setelah itu dapat jalan2 semau hatinya.
Untuk menggembirakan puteranya, maka sekali ini dia
mengijinkan Ouw Ho untuk ikut ke pasar.
Sebagaimana biasanya seorang anak kecil, melihat begitu
banyak barang2 yang diperagakan pa Ta pedagangnya, tentu
saja banyak sekali yang dimintanya agar dibelikan oleh
ayahnya.
Sebentar saja sudah penuh kedua tangannya memegang
rupa2 bungkusan.
Setelah kenyang berkeliling pasar, mereka lalu menuju
kerumah makan untuk sekedar mengisi perut sebelum
berbelanja lagi.
Disaat mereka tengah makan; tiba2 Ouw Hui teringat
bahwa dia belum membeli garam, sedangkan para pedagang
garam biasanya sudah menutup kedai siang2,
Karena itu, dia lalu berpesan kepada anaknya, agar tidak
pergi ke-mana2 dan menjaga barang-barang pembelian
mereka, dia sendiri segra pergi kepasar lagi.
Setelah menanti sekian lama dan ayahnya be lum kembali,
Ouw Ho jadi tidak betah menanti
didalam kedai itu seorang diri. Barang2 itu dibawanya
kepada kasir rumah makan tersebut untuk dititipkan
sementara ia ingin me-lihat2 ke adaan diluar.
Karena setiap kati berkunjung ke Ui, Ouw Hui selalu makan
dirumah makan tersebut, maka kasir juga telah mengenalnya
dan diapun tak merasa keberatan menerima titipan barang2
itu.
Dengan gembira Ouw Ho lalu berdiri diluar pintu sambil
memandang kiri-kanan menikmati pemandangan jalan yang
ramai itu.
Tiba2 dia melihat ada tiga orang yang berpakaian seperti
bangsa Han telah menghampirinya.
”Eng engko kecil, apakah engkau she Ho, anak Ouw Hui?"
tegur salah seorang diantara mereka sambil disertai
tertawanya.
Dengan perasaan heran bukan main Ouw memandang
ketiga orang itu bergantian.
Belum pernah bertemu dengan mereka, mengapa mereka
bisa mengenalnya?
„Maaf Samwie Toasiok, aku belum mengenal kalian,
bagaimana kalian mengenal dan mengetahui namaku ?"
tanyanya kemudian.
„Aha, jika demikian memang engkau benar putera Ouw
Hui. Mari, mari ikut kami. Ayahmu meminta kami mengajakmu
menyusulnya ke kedai disana. Katanya, kau akan dibelikan mi
inan yang indah sekali".
Kalau mereka mempergunakan alasan lain, yang lebih
masuk akal, mungkin mereka bisa berhasil membujuknya.
Atau jika yang membujuknya itu seorang anak biasa, tentu
bujukannya itu juga akan berhasil.
Tetapi kini justru yang dihadapi mereka adalah Ouw Ho,
seorang anak ysng bukan hanya sukar sekali ditipu, tetapi
juga sudah biasa menipu orang2 dewasa. Kata2 mereka itu
ternyata hanya membangkitkan perasaan curiga belaka di hati
Ouw Ho.
„Kalian pergilah dulu, sebutkan saja kemana aku harus
menyusul, nanti setelah memberitahukan kuasa rumah makan
ini. bahwa aku akan segera kembali, aku akan pergi kesana"
jawabnya.
”Baiklah" kata juru bicara dari ketiga orang itu. „Pergilah
kau memberitahukan kuasa rumah makan bahwa ayahku
memanggil kau kepasar seebun, pintu barat, biarlah kami
berangkat dulu, tetapi engkaupun jangan lama2".
Dengan wajah girang, Ouw Ho lalu masuk, tetapi seketika
itu juga sudah melewati pintu dia berbalik dan mengintai
keluar.
Ouw Ho telah melihatnya, betapa ketiga orang itu memang
hendak menipunya, karena m reka bertiga memperlihatkan
sikap yang mendatangkan kesan sangat mencurigakan sekali.
Kalau mereka benar2 diminta oleh ayahnya untuk
menjemputnya dirumah makan ini, tentu Ia telah dipesan agar
menunggu untuk mengantarkan Ouw Ho, karena bukankah
Ouw Ho belum mengenal tempat tersebut dan tentu ayahnya
tidak akan menbiarkan dia pergi seorang diri.
Sesaat kemudian dia telah membuktikan maksud ketiga
orang itu yang memang kurang baik.
Dari sela2 pintu dia melihat bagaimana mereka berhenti
ditikungan kurang lebih sepuluh'Tutnah dari tempat itu dan
bersembunyi dibelakang bilik sebuah kedai.
Ketiga orang itu sedikitpun tidak menduga bahwa siasat
mereka telah diketahui oleh Ouw Ho,
Tadi mereka melihat, bahwa anak itu agak ragu2 ketika
pertama kali disapa. Untuk melenyapkan kecurigaannya,
mereka sengaja tidak mau memaksanya. Pertama kali mereka
memang sudah merencanakan untuk mempergunakan
paksaan untuk memaksa anak itu.
Tetapi berhubung tempat itu sangat ramai, mereka kuatir
jika nanti ada yang merintangi maksud mereka, karena siapa
yang tahu bahwa di sekitar tempat, itu terdapat orang
berkepandaian tinggi yang kebetulan tengah lewat. Dengan
pertimbangan itulah, akhirnya mereka tidak ingin
mempergunakan paksaan untuk membawa Ouw Ho hanya
mempergunakan siasat belaka.
Dengan gembira mereka melibat bahwa seketika mereka
tidak memaksa, wajah sianak ber -muka hitam itu berobah
tidak menaruh kecurigaan lagi, bahkan tampak girang.
Keluar dugaan mereka, muka gembira dan Ouw Ho
ternyata hanya untuk menipu mereka agar mereka cepat2
pergi.
Bukan karena takut Ouw Ho menginginkan kepergian
orang2 itu cepat2 hatinya bahkan ingin mengetahui, api
sesungguhnya maksud orang2 itu, dan Ouw Ho bermaksud
mempermainkan mereka.
Tetapi dia tidak berani melanggar larangan ayahnya, yaitu
agar dia jangan menerbitkan onar dan huru-hara.
Dari tempat mengintainya dia melihat bagaimana tiga
orang itu telah melihat kanan kiri dengan sikap yang
mencurigakan sekali di tikungan jalan, dan agaknya mereka
heran melihat Ouw Ho belum juga muncul.
Diam2 Ouw Ho mentertawai mereka. „Biarlah mereka
langak-longok disitu seperti pencuri. Hemm, mereka menduga
aku setolol itu," pikirnya dalam hatinya, dan Ouw Ho telah
mengintai pula.
Kelakuan orang itu dianggapnya lucu sekali, dan semakin
lama hatinya semakin geli.
Kalau sudah mengintai sekali dan dia segera pergi dari
pintu itu, mungkin Ouw Ho tidak akan mengalami peristiwa
apa2. Tetapi justru Ouw Ho walaupun sangat cerdas, tetap
saja hanya seorang anak kecil juga.
Belum dapat Ouw Ho menguasai perasaannya bahkan
sering kali perasaan ingin mempermainkan dan ingin tahunya
menguasai diri dan hatinya.
Demikianlah, kali inipun setelah diam2 dia mentertawai
ketololan ketiga orang yang masih saja menantinya di sudut
jalan, maka akhirnya perasaan ingin tahunya dan juga
perasaan ingin mempermainkan ketiga orang tersebut telah
membuat Ouw Ho akhirnya mau mencoba2 untuk melihat
berapa tinggi sesungguhnya kepandaian keti ga orang itu,
yang berani mencoba2 membentur ayahnya dengan jalan
seperti ini.
"Biarlah aku mempermainKan mereka sejenak, asal tidak
sampai terlalu lama, ayah tidak akan mengetahui bahwa aku
baru berkelahi", demikian pikirnya dengan penuh keyakinan,
bahwa dengan mudah dia akan dapat mengalahkan mereka.
Dia sama sekali tidak mem pertimbangkan bahwa dia mungkin
akan kalah dan juga jadi diculik.
Dengan muka berseri2, keluarlah dia dan langsung menuju
kearah tikungan tadi.
Dengan pura-pura tidak melihat, bagaimana ketiga orang
penjahat itu menyelinap kedalam sebuah kedai tersebut dia
segera berjalan terus dengan sebentar2 menoleh kekiri dan
kekanan bagaikan tengah merasa kagum melihat toko2 dan
kedai2 yang berbaris disepanjang jalan tersebut.
Sesungguhnya, setiap kali menoleh, dia se kalian melirik
kebelakang untuk melihat apakah orang2 itu sudah keluar dari
persembunyiannya mereka dan sudah mulai mengikutinya dari
belakang.
Setelah dia berjalan pula sejauh kurang le bin dua puluh
langkah melampaui tikungan tadi tampaklah orang2 itu keluar.
Dia berusaha men-coba2 memperlambat jalannya dan dia
mendapatkan kenyataannya, bahwa ketiga orang itupun
memperlambat langkahnya.
Jika Ouw Ho berjalan lebih cepat, ketiga orang itupun tentu
akan mempercepat langkah kaki mereka.
Tiba2 dia telah memutar tubuhnya dan sam bil tertawa
menegur untuk mengejutkan ketiga orang itu. „Eh, Sam Wie
Tosiak betapa lambat jalanmu. Tadi kalian telah pergi lebih
dahulu, lama sekali aku sebelumnya keluar dari rumah makan,
Mengapa kalian bisa berada dibelakangku?”
Gelak tertawanya semakin men-jadi2 ketika dia melihat
muka ketiga orang tersebut.
”Akhh, mengapa kalian tampaknya terkejut? Apakah kalian
terkejut melihat kepandaian meringankan tubuhku, sehingga
bisa melampaui kalian ? Sesungguhnya, bukan aku yang
berjalan cepat sekali, tetapi mungkin juga kalian yang berjalan
terlampau lambat bagaikan tiga orang kakek yang sudah tidak
memiliki tenaga dan hanya (memiliki sebelah kaki, karena kaki
kalian yang satu sudah berada diliang kubur. Mungkin kalian
memang sudah setua itu ? Apakah kalian mempunyai Hanlam
(putera) ? Kalau tidak, biarlah aku nanti yang mengurus
jenasah kalian".
Ketika tadi Ouw Ho memutar tubuhnya dengan cara yang
tiba2 seperti itu, dan menegur mereka disertai tertawanya,
untuk beberapa saat ketiga orang itu tidak bisa mengucapkan
kata2nya dan mereka jadi bengong heran dan kaget.
Tetapi waktu mendengar ejekan anak nakal itu, meluaplah
darah mereka.
Seorang anak yang belum hilang bau pupuknya berani
mengatakan bahwa mereka tidak punya guna, seperti juga
kakek2 yang sudah hampir mati. Itulah sebuah ejekan yang
sangat kurang ajar dari anak bermuka hitam seperti pantat
kuali itu. Dan juga Ouw Ho memang terlalu berani
mempermainkan mereka bertiga, yang merupakan jago2 yang
di Tionggoan telah memiliki nama yang sangat hebat dan
disegani oleh jago2 rimba persilatan.
Sambil mengeluarkan serangan, mereka telah menubruk
anak itu, tetapi mereka hanya bisa menangkap angin.
Dengan satu lompatan yang ringan sekali Ouw Ho telah
menyingkir dari tangan mereka. Sekali lagi mereka telah
melompat dan terulang pula peristiwa yang seperti tadi,
dimana Ouw Ho berhasil menghindarkan diri dari terkaman
mereka dengan menyelinap dibawah ketiak mereka.
Siku sianak kecil bermuka hitam itu telah bekerja dengan
cepat sekali, dan dia telah menyikut ketiak salah seorang
diantara ketiga orang lawannya tersebut, sehingga orang itu
seketika itu pula merasakan iganya menjadi sakit bukan main
karena sikutan yang dilancarkan oleh Ouw Ho.
Kini mengertilah mereka, bahwa sianak yang sudah
memiliki kepandaian yang tidak dapat diremehkan, bahkan
sudah mengerti ilmu menotok jalan darah, tidak boleh
dipandang ringan.
Untung saja bahwa tenaga Ouw Ho memang belum
seberapa. Dengan mengerahkan lwekang-nya, orang yang
tertotok tadi berhasil memunahkan pengaruh totokan itu.
Ketiga orang itu memang merupakan jago2 yang sudah
berpengalaman. Setelah kedua kali nya menelan pil pahit dari
Ouw Ho, mereka segera mengganti siasat.
Ketiga jago itu kini telah memecah diri, dap mereka tidak
serentak melompat dan menubruk Ouw Ho secara ber-sama2
pula.
Perobahan cara bertempur ketiga orang itu ternyata tidak
sia2, karena lewat lagi beberapa saat, Ouw Ho sudah
kewalahan dan sibuk sekali menghadapi ketiga lawannya.
Ouw Ho jadi terkejut ketika memperoleh kenyataan bahwa
semakin lama ketiga lawannya itu semakin hebat dan dia sulit
sekali menghindarkan diri dari samberan tangan orang2 itu.
Untuk menyingkir, lebih2 tidak ada harapan.
Walaupun sudah demikian terdesak sedikitpun dia tidak
takut dan sedapat mungkin dia telah mengadakan perlawanan
terus, sambil mencari akal.
Tiba2 dia telah memperoleh sebuah pikiran yang baik untuk
menipu ketiga lawannya itu.
Dia melihat bahwa ditepi jalan sudah banyak sekali orang
yang berkerumun, menyaksikan ialanaya pertempuran yang
ganjil itu.
Dengan jalannya pikirannya yang memang masih kekanak2an,
dia yakin bahwa lawan2nya tentu akan ketakutan,
jika dia memberitahukan orang2 itu, bahwa mereka ketiga2nya
adalah culik jahat, yang ingin menculiknya.
Demikianlah, tiba2 sekali Ouw Ho telah ber teriak : „Culik!
Culik! Mereka ini culik! Mere ka ingin menculik aku...... .. "
Walaupun cerdas sekali, dalam seusia semuda itu tentu
saja dia belum mengerti bahwa tidak semua orang
berpendirian sama. Sejak kecil dia hanya mengenal orang2
yang mengutamakan nama baik. Dia sendiri juga sangat takut
disebut jahat. Dia memang sering melanggar larangan orang
tuanya, tetapi dia melakukannya dengan diam2 agar tidak
ketabuan orang. Perbuatan orang2 yang kini dihadapinya itu
juga disamakan dengan perbuatannya sendiri kalau dia mela
kukan sesuatu yang terlarang. Oia percaya bahwa mereka
akan segera lari dengan perasaan malu begitu dia membuka
kedok ketiga orang itu.
Alangkah terkejutnya dia, ketika gertakannya tidak
dihiraukannya, bahkan agaknya membuat ketiga orang
lawannya itu jadi semakin bengis dan garang.
Dalam kagetnya, dia jadi lengah dan dia segera sudah
terpegang oleh salah seorang itu.
Dengan nekad, dia berusaha meronta, memukul kepala
orang itu se-kena2nya. Tetapi usahanya sia2 belaka.
Sebentar pula sekujur tubuhnya terasa lemas dan habislah
sudah perlawanannya.
Jalan darahnya telah berhasil ditotok dan dengan mudah
dia kemudian dipanggul dipundak orang itu, yang segera lari
se-keras2nya di susul
oleh kawan2nya.
Diantara orang
banyak, ternyata tidak
ada seorangpun yang
berani menolonginya,
karena agaknya merasa
takut terhadap ketiga
orang ter sebut.
Dengan keras ketiga
penculik itu ber-lari2
kearah utara.
Mereka baru berhenti
setelah tiba di muka kedai minuman, dimana terdapat tiga
ekor kuda tertambat dimuka pintu.
Salah seorang diantaranya lalu masuk dan tidak lama
kemudian telah keluar kembali dengan membawa tiga buah
bungkusan kain
Agaknya mereka telah menitipkan bekal dan kuda disitu,
dan kini kembah untuk mengambil nya.
Ketiganya segera melepaskan tambatan ke tiga ekor kuda
itu dan menaikinya.
Tanpa mem-buang2 waktu mereka lalu melarikan kuda2 itu
keluar pintu utara.
Walaupun tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya,
Ouw Ho ternyata masih sadar.
Dengan jengkel sekali dan kualir, dia melihat bahwa dirinya
dibawa keluar kota Ui, sedangkan disepanjang jalan ketiga
orang penculiknya itu sama sekali tidak pernah memperlambat
larinya kuda tunggangan mereka
Entah kemana ketiga orang penculikannya itu ingin
menbawa lari Ouw Ho.
Dalam jengkel dan gusarnya, Ouw Ho telah memaki dirinya
sendiri yang di-sebut2 sebagai sitolol dan diapun menyesal
bahwa di telah melalaikan pesan ayahnya.
Tiba 2 Ouw Ho teringat akan ayahnya, yang tentu akan
kuatir sekali memperoleh kenyataan dia tidak berada dirumah
makan tadi. Dia jadi makin menyesal.
Tanpa dikehendaki, air matanya mulai turun mengalir
membasahi pipinya.
Dengan kepandaian yang sudah berhasil diyakinkannya,
Ouw Ho seharusnya tidak bisa dikalahkan begitu cepat, kalau
saja dia bisa berlaku tenang.
Tetapi dia sama sekali tidak memiliki pengalaman
bertempur. Dengan menetap didaerah terpencil selama itu,
sejak dilahirkan dia belum pernah berkelahi dengan orang lain.
Karena itu, maka walaupun dia tidak takut menghadapi ketiga
penculiknya itu, dia tidak dapat meremehkan ketiga lawannya
Setelah terlambat, barulah dia menyadarinya hahwa
musuh2nja itu tidak mudah dipermainkannya olehnya, tetapi
justru karena dia ceroboh dan gugup, sehingga dengan
mudah dia ditawan.
Keadaannya sekarang itu memang tidak menggembirakan
sekali, bahkan dapat dibilang bahwa dia tengah menghadapi
bahaya.
Tetapi sesuai dengan prinsip Im Yang lam setiap persoalan
memang terdapat dua unsur bertentangan yang saling
mengimbangi.
Bersama dengan kerugian yang harus dialaminya dalam
peristiwa yang pahit itu, Ouw Ho telah berhasil memetik
pelajaran yang tidak nilai harganya.
Kini Ouw Ho baru mengetahui bahwa semua orang memiliki
pendirian yang sama, cukup banyak orang yang tidak takut
kehilangan nama.
Diapun jadi mengerti bahwa orang tidak boleh terlalu
meremehkan kesanggupan orang dan bahwa silat memandang
rendah itu lebih banyak mendatangkan kerugian.
Disamping itu Ouw Ho juga sekarang mengetahui bahwa
dalam penghidupan didunia ini, orang tidak dapat
mengharapkan bantuan orang lain, dan terutama bisa
mengandalkan kesanggupan dan kemampuan diri sendiri,
setelah dilihat dari sikap orang banyak tadi hanya tinggal diam
ketika dia dibawa lari. Sekarang dia juga mengerti bahwa
nafsu tidak dapat dituruti begitu saja, bahkan sebaiknya harus
dapat dikendalikan sebaik mungkin.
Bukankah kalau tadi dia bisa menguasai nafsunya, dia tidak
akan meninggalkan rumah makan itu dan tidak usah
menderita menerima hinaan seperti sekarang ini ?
Pengetahuan yang telah diperolehnya dengan jalan
tersebut, dengan adanya peristiwa itu, kelak ternyata sangat
bermanfaat sekali dalam kehidupan Ouw Ho berkelana
didalam rimba persilatan.
Betapa terkejutnya Ouw Hui ketika tidak lama setelah
peristiwa itu dia tiba kembali dirumah makan dan tidak
berhasil menemui puteranya.
Perasaan kagetnya berobah menjadi kemarahan dan
kekuatiran, ketika kemudian dia mendengar cerita para
pelayan rumah makan itu, yang, telah ikut menyaksikan
betapa Ouw Ho diculik oleh tiga orang yang tidak dikenal, dan
sebelum anak itu dilarikan, justru telah terjadi pertempuran
antara Ouw Ho dengan ketiga orang itu.
Ouw Hui berusaha mencari keterangan tentang tiga orang
penculik itu, tetapi selain tidak ada yang mengenal mereka,
dari lukisan2 yang diberikan kepadanya tentang wajah
mereka, dia sendiri juga tidak dapat menarik kesimpulan
rrengenai siapa mereka sesungguhnya.
Ouw Hui masih berusaha mengikuti jejak mereka
berdasarkan petunjuk2 yang diberikan oleh orang2 dijalan,
tetapi usahanya itu terputus dipintu kota sebelah utara.
Diluar itu terbentang padang rumput yang sangat luas.
Kemana dia harus mencari mereka dan kepada siapa dia bisa
meminta keterangan lebih jauh, didaerah yang hampir tidak
berpenduduk itu.
Dengan tertegun dia berdiri diluar pintu gerbang itu cukup
lama, rupanya dia digeluti oleh berbagai perasaan, dan ingin
sekali Ouw Hui untuk cepat2 menyusul ketiga penjahat itu,
untuk menghajar mereka dan menolong puteranya.
Tetapi Ouw Hui tidak mengetahui kemana dia harus
mengejarnya. Kalau dia mengejar sekenanya saja, mungkin
juga bukannya berhasil justru hanya akan tersesat dan
terpisah senvkin jauh saja.
Tiba2 dia teringat akan peristiwa kemarin hari, kasa-kusuk
keempat orang dirumah makan itu.
"Mungkinkah mereka yang telah menculik Hojie? Tetapi
mengapa sekarang hanya bertiga dan lukisan tentang muka
mereka juga berlainan sekali. Kukira bukan perbuatan mereka
atas terculiknya Hojie. Mungkinkah komplotan mereka? Jika
memang benar, mereka tentu telah membawanya pergi ......
untuk memaksa aku mengikuti jejak mereka. Ya, untuk
memancing aku mema suki sebuah perangkap yang telah
dipasang dan dipersiapkan mereka. Akhhh, tentu saja anak
sekecil Hojie belum memiliki musuh. Akulah yang tentu tengah
diincer oleh mereka, Kalau demikian, tentu mereka akan
meninggalkan satu petunjuk agar aku bisa mengikutinya.
Tidak berguna aku berdiri disiri terlampau lama, sebaiknya aku
kembali dulu kepenginapan. Mungkin mereka sudah
meninggalkan surat tantangan disana." Begitulah Ouw Hui
telah berpikir dengan perasa an dan hati yang kalut sekali.
Setibanya dipenginapannya, dia jadi kecewa bukan main,
.karena dikamarnya dia tidak menemukan sesuatu apapun
juga. Sedangkan para pelayan dan kuasa belum mengetahui
perihal peristiwa penculikan diri Ouw Ho.
Dengan hati yang risau dan rawan dia berpikir keras untuk
memecahkan teka-teki mengenai siapa yang telah melakukan
penculikan ini, dan kemanakah mereka itu membawa
puteranya ?
Setelah berpikir sekian lama, Ouw Hui jadi semakin yakin
bahwa yang menjadi tujuan para penculiknya itu ialah
pembalasan dendam kepadanya. Dia juga sudah tidak
meragukan pula, bahwa musuh2 itu tentu sudah
mempersiapkan sebu ah perangkap untuk menjebak dirinya
dia yakin orang2 itu ingin mempergunakau anaknya sebagai
unpan belaka, agar memancing Ouw Hui masuk kedalam
perangkap itu.
Karena yakin, maka hatinya jadi agak lega. Tentu saja
untuk sementara puteranya itu tidak akan diganggu.
Dia sendiri sedikitpun tidak gentar menghadapi musuh2
yang bagaimana sekalipun juga. Dengan kepandaian yang
dimilikinya sekarang, mungkin sudah tidak ada orang yang
bisa mencelakainya dengan jalan bertempur secara berterang.
Tetapi bagaimana kalau mereka nanti memaksa dia untuk
msnyerah dengan jiwa puteranya sebagai jaminan ?
0ooo0de0ooo0
Ouw Hui memang bersedia, rela, untuk berkorban demi
puteranya tersebut. Tetapi bagaimana kalau mereka nantinya
tidak juga melepaskan puteranya walaupun telah ditukar
dengan jiwanya?
Dan Ouw Hui menyadarinya, bahwa seluruh orang2 yang
pernah dirubuhkan dan dihajarnya merupakan manusia2 jahat
dan kejam tidak memliiki perasaan kemanusiaan. Walaupun
mereka berjanji akan membebaskan puteranya jika Ouw Hui
bersedia menyerahkan dirinya maupun jiwa nya, tetapi putera
Ouw Hui juga akan di binasakannya.
Ouw Hui jadi menghela napas dalam2, dia jadi demikian
bingung memikirkan keselamatan puteranya.
Lebih mungkin menurut dugaannya, bahwa mereka ingin
mencelakai anak Ouw Hui, setelah Ouw Hui dibunuhnya.
Jika memang persoalan telah terjadi demikian, lalu apa
yang harus dilakukannya?
Kepala Ouw Hui jadi pusing memikiikan semua itu dan
hatinya semakin risau saja ketika membayangkan betapa
perasaan isterinya kelak jika mengetahui patera mereka,
sinakal telah lenyap dan diculik orang.
Ouw Bui juga mengetahui tanggung jawab dalam bentuk
bagaimana dia harus mempritanggung jawabkan kelalaiannya
dalam mengawasi puteranya tersebut.
Agaknya tidak ada jalan lain lagi yang lebih baik dari segera
mengejarnya dan mencaci tempat persembunyian musuh2 itu,
sedangkan mereka belum bersiap sedia, mereka belum
mengharapkan kedatangannya.
Tetapi kemana dia harus menyusul dan mencarinya? Inilah
yang sulit, karena dia tidak dapat mengetahui kearah masa
para penculik itu melarikan Ouw Ho.
Ouw Hui berusaha mencari jejak dari ketiga penculik
anaknya itu, namun selalu gagal dan dia tidak berhasil sama
sekali.
Tiba2 terkilas didalam benak pikirannya bahwa musuh2nya
itu mungkin bersembunyi tidak jauh disekitar Ui.
Kalau memang benar dugaannya itu, masih ada harapan
baginya untuk menemukan jejak, dan menyergap ketiga
penculiknya itu, sebelum mereka menduga dan ber-siap2
untuk menyambut kedatangannya.
Dan jika dia tak bisa mencarinya, tentu celaka dan
sengsaralah Ouw Ho.
Namun kalau saja dia bisa menyusul dengan tiba2 diluar
dugaan mereka, rasanya tidaklah terlalu sulit untuk merebut
kembali puteranya itu
Hanya berapa besarkah kemungkinan seperti itu, yaitu
berhasil menemukan jejak dan tempat persembunyian
penculik2 anaknya itu ?
Ouw Hui sendiri tidak mengetahui dan dia tidak mau
memikirkannya. Dalam kedudukannya yang demikian terjepit
seperti saat itu sekalipun sangat kecil harapannya, namun
berusaha memang masih lebih baik dari berdiam diri saja
menyerah kepada nasib.
Lagi pula, siapa tahu kalau2 diiengah perjalanan kelak dia
bisa menemukan sebuah petunjuk atau memperoleh
keterangan berharga lainnya ?
Dengan berpikir demikian, Ouw Hui segera juga
meninggalkan kamarnya dan setelah meninggalkan pesan
kepada kuasa penginapan, dia segera berangkat dengan
berkuda.
Pertama sekali dia telah pergi kepintu gerbang sebelah
utara dari kota tersebut dan setelah memperoleh keterangan
mengenai arah yang ditempuh ketiga penculik itu, dia
meneruskan perjalanannya lagi.
Sampai sejauh sepuluh lie dia melarikan kudanya dan
belum berhasil memperoleh keterangan yang bisa dijadikan
bahan untuk mencari jejak penculik2 itu.
Dan suatu saat, tibalah Ouw Hui disebuah tempat yang
agak jarang sekali ditumbuhi rumput2, dan disitu. diantera
rumput2 dia melihat bekas2 kaki kuda.
Dilihat dati letak jetak itu, yang melalui tempat tersebut,
jumlahnya tentu tiga ekor kuda, sesuai dengan jumlah musuh
yang menculik puteranya
Hanya mengapa begitu aneh bekas tapak2 kaki kuda itu
datangnya dari arah barat desa menuju ketimur.
Dia memutuskan untuk mengikuti jejak itu
Dibandingkan tidak memiliki pegangan sama sekili, lebih
baik dia memang berusaha mengikuti sampai beberapa lie.
Kalau selanjutnya ternyata bahwa ada sesuatu yang
mencurigakan, maka dia masih bisa mencarinya lagi kearah
lain.
Semakin ke-Timur, semakin jarang pula rumput yang
tumbuh didaerah itu dan bekas2 kaki kuda itu menjadi
semakin jelas.
Tiba2 arah jejak kaki kuda itu telah berobah pula membelok
kearah selatan, seperti juga hendak menuju kekota Ui Jagi.
Ouw Hui sudah hendak meninggalkan jejak kaki kuda itu,
karena dianggapnya bahwa dia telah mengikuti jejak yang
keliru.
Tetapi tiba2 dia terpikir sesuatu yang membuat hatinya jadi
girang bukan main karena dia telah melihat sesuatu, terpisah
beberapa langkah dari tempatnya berada, dia melihat sebutir
kancing warnanya sama dengan warna kancing puteranya.
Dan ketika dia mendekati, matanya jadi terpentang lebar2.
Didekat kancing itu dia melihat sebuah huruf Ho, nama
puteranya. Hanya huruf itu agak, aneh ditulisnya, entah
dengan mempergunakan alat apa. Tampaknya seperti ditulis
dengan mencurahkan air dari poci. Tetapi Ouw Hui tidak mau
pusing2 memikirkannya. Hatinya sudah girang bukan main
melihat petunjuk tersebut. Dia yakin bahwa itulah perbuatan
Ouw Ho, si nakal yang memang memiliki banyak sekali akal
bulus.
Cepat2 Ouw Hui menaiki kudanya yang dilarikan keras
sekali mengikuti jejak yang tidak perlu diragukan itu lagi.
Kurang lebih satu lie dari tempat tadi, jejak itu kemudian
membelok ketimur lagi, untuk kemudian berobah arah lagi
kejurusan tenggara.
Yakinlah Ouw Hui kini, bahwa jejak itu pasti akan
menuntunnya ketempat persembunyian musuh dan dia sudah
mengerti mengapa arah jejak itu ber-obah2 terus, yaitu untuk
membuatnya menduga bahwa telah mengikuti jejak yang
keliru dan segera melepaskannya.
Siasat orang2 icu benar saja hampir dapat memperoleh
hasil gemilang, kalau bukan Ouw Ho telah meninggalkan
sebuah petunjuk dan menggagalkan usaha orang2 itu.
Sepuluh lie lagi setelah dilalui, tanpa dijumpainya sesuatu
yang baru.
Dipercepatnya lari kuda tunggangannya, tetapi suatu saat
dia menjadi terkejut.
Dari depan dia melihat seekor kuda dilarikan keras setali
oleh penunggangnya.
Dalam sekejap mata saja kuda itu sudah datang cukup
dekat dan segera ,Ouw Hui dapat mengenali siapa
penunggang kuda yang lari kuat itu, dan membuat mata Ouw
Hui jadi terpentang lebar2, karena segera juga dia
mengenalinya bahwa penunggang kuda itu tidak lain Ouw Ho.
Ouw Hui segera berteriak girang, penunggang kuda itu yang
memang Ouw Ho, yang sesaat kemudian sudah berhenti di
samping ayahnya sambil tertawa girang dan melompat untuk
merangkulnya.
Waktu itu sudah mendekati senja, matahari sudah
menyilam dari cakrawala barat dan tidak lama pula cuaca
sudah akan gelap.
Ouw Hui cepat2 mengajak anaknya kembali kekota Ui dan
disepanjang jalan anak nakal itu menceritakan
pengalamannya.
0ooo0dw0ooo0
TERNYATA waktu ketiga orang penculik itu membawa Ouw
Ho keluar dari Ui, Ouw Ho ingin sekali memaki mereka, tetapi
urat gagunya telah ditotok sehingga dia tidak bisa
mengucapkan sepatah perkataanpun juga.
Diam2 Ouw Ho telah memperhatikan jalan yang dilaluinya.
Didalam hatinya dia telah bertekad untuk melarikan diri, setiap
ada kesempatan.
Walaupun sudah mengetahui bahwa ketiga penculik itu
berkepandaiai tinggi semua, sedikitpun dia tidak bimbang
bahwa pada suatu waktu dia akan berhasil melarikan diri.
Dengan heran dia melihat bahwa, setelah berjalan lurus
keutara sepanjang empat atau lima lie, tiba2 mereka
membelok kearah barat untuk kemudian dengan membuat
setengah lingkaran yang besar, menuju ketimur.
Mula2 Ouw Ho tidak mengerti mengapa orang2 itu bersikap
begitu aneh, tetapi tidak lama kemudian tahulah dia apa
sebabnya.
Didaerah sebelah timur dan timur laut Ui tanahnya agak
kering. Juga disamping itu bercampur pasir dan rumputnya
jarang sekali. Kalau mereka tadi langsung menuju ketimur
atau ketimur laut, bekas kaki kuda mereka akan terlihat jelas
ditanah dan jejak mereka akan mudah diikuti orang.
Agaknya penculik2 itu yakin bahwa lewat tidak berapa lama
lagi mereka pasti akan dikejar
Untuk menyesatkan pengejarannya, atau se-tidak2nya
mempersulit pengejarannya itu, mereka telah menemukan
cara yang sengaja menempuh jalan yang lebih panjang itu
melalui tanah yang berumput tebal, agar jejak mereka tidak
kelihatan. Setelah mereka terpisah cukup jauh, dari Ui,
barulah mereka berjalan ketimur. Kalau kebetulan sipengejar
menemukan juga jejak mereka ditanah kering itu, tentu
pengejar itu akan menduga jejak kaki kuda tersebut tentunya
jejak kaki kuda orang lain, karena menuju kembali ke Ui dari
arah barat laut, jadi bukan dari Ui. Hanya mereka ternyata
tidak menduga, dalam keadaan putus asa seperti itu, Ouw Hui
mengikuti juga jejak itu, walaupun dia masih ragu2.
Setelah berjalan kurang lebih satu jam pula, tiba2 mereka
membelok kearah selatan, se-akan2 hendak menuju kekota Ui.
Siasat ini memang licik dan cerdik sekali, karena seseorang
yang mengejar mereka tentu akan menduga bahwa dia telah
keliru mengikuti jejak orang lain dan segera melepaskannya
untuk mencari ketempat lain.
Tetapi sekali inipun mereka tak dapat meta wan maunya
takdir.
Ketika menotok sianak bermuka hitam itu! mereka telah
menotok agak perlahan, karena mereka hanya bermaksud
agar anak itu tidak bisa melawan dan berteriak lagi.
Dengan memiliki maksud untuk mempergunakannya
sebagai umpan, tentu saja mereka kuatir jiwa anak itu
melayang kalau tertotok terlalu keras.
Hanya mereka tidak mengetahui bahwa anak itu telah
memahami hampir seluruh ilmu silat keluarga Ouw, yang juga
memiliki suatu pelajaran mengerahkan Iwekang untuk
membebaskan diri dari pengaruh totokan yang bagaimana
bentuknya.
Karena latihan lwekangnya masih sangat kurang. Ouw Ho
tidak bisa cepat membuka sendiri totokan itu, tetapi setelah
berlangsung beberapa saat, lebih dari dua jam, dia sudah bisa
bergerak lagi.
Seketika itu juga dia melihat ketiga penculiknya telab
merobah arah perjalanan se-akan2 hendak menuju ke-Ui. Ouw
Ho segera mengerti maksud pen-culik2nya itu. Tiba2 dia telah
menoleh dan berkata „Tolong bernenti sebentar aku hendak
kencing......Tidak tahan nih......"
Mendengar suaranya dan melihat bahwa dia sudah bisa
bergerak, ketiga orang itu tentu saja jadi kaget.
Tetapi mengingat bahwa kepandaian ilmu silat anak ini
belum berarti apa2, mereka tidak menjadi kuatir karenanya.
Hanya saja orang yang membawa Ouw Ho dipelananya
tentu sajia kuatir kalau2 terkena air kencing Ouw Ho.
Dia segera menghentikan kudanya dan menurunkan anak
nakal bermuka hitam itu.
Ouw Ho bukan segera membuka celananya dan kencing
disitu juga. Dia berjalan kembali kearah yang tadi telah
dilewati dan dilalui mereka.
Orang2 itu tentu saja ssgera memburu sambil berteriak :
„Kau jangan coba2 melarikan diri".
Disaat itu Ouw Ho sudah berhenti, sambil menoleh dia
berkata ; „Siapa yang ingin melarikan diri ? Aku hanya malu
kencing dengan dilihat dan ditonton oleh kalian Ayo kesana
sedikit, jangan dekat2".
Legalah hati orang itu dan mereka segera kembali
ketempat kuda mereka.
Mereka bahkan telah mentertawakan kekuatiran mereka
sendiri, yang tidak beralasan. Bagaimana mungkin seorang
anak kecil seperti Ouw Ho ingin melarikan diti, sedangkan dia
tidak berkuda ?
Memang, dengan kepandaian yang tidak seberapa itu, tidak
mungkin sianak bermuka hitam itu melarikan diri, karena
mereka merupakan ahli2 silat belas satu yang sangat disegani
oleh orang2 rimba persilatan.
Setelah ketiga musuhnya itu membatalkan maksudnya
mencari dia, bahkan telah menjauh-Ouw Ho segera membuka
celananya dan kencing.
Tetapi diluar dugaan penculik2 itu. dia bukan hanya
sekedar kencing saja.
Ketika itu dia sudah memutuskan sebutir kancing bajunya
dan menjatuhkannya didekat tempat mereka membelok tadi.
Ouw Ho kencing pun bukan kencing asal kencing saja Dari
tempat ketiga penculik itu tampaknya dia kencing sambil bermain2,
tetapi sebenarnya dengan air kencingnya dia telah
menulis huruf Ho ditanah, yaitu huruf yang kemudian dilihat
Ouw Hui dan membuatnya yakin bahwa dia tidak keliru
mengikut jejak penculik anaknya.
Setelah itu, dengan tenang dan sambil ter-tawa2 Ouw Ho
kembali menghampiri ketiga orang penculiknya. Sebagai
seorang anak yang cerdik, dia menyadari bahwa tiada
gunanya dia berusaha melarikan diri.
Kini dia puas, karena sudah berhasil meninggalkan satu
petunjuk yang pasti tidak akan meragukan ayahnya. Dia juga
yakin bahwa ayahnya tidak akan tinggal diam dan akan segera
melakukan penyelidikan.
Dia sudah memperhitungkan bahwa penyelidikan itu tentu
akan dimulai didaerah sekitar Ui, dan sudah tentu ayabnya
akan menemukan petunjuk penting yang telah ditinggalkannya
itu.
Dugaan sinakal yang memiliki seribu satu macam akal itu
memang tidak meleset dan tanda2 yang ditinggalkannya itu
ditemukan oleh Ouw Hui, sehingga gagallah siasat ketiga
penculik itu. Mendengar cerita Ouw Ho sampai disitu, Ouw Hui
tidak bisa menahan tertawanya yang keras.
Didalam hatinya Ouw Hui telah berpikir. ”Sungguh luar
biasa anak ini. Kelak tentu dia akan melebihi ayahnya dan
kakek moyangnya, kecuali Sui Thian Ho Li seorang".
Sinakal Ouw Ho segera melanjutkan pula ceritanya:
Setelah Ouw Ho kembali menghampiri ketiga penculiknya
itu, perjalanan segera dilanjutkan pula.
Arah yang dituju mereka adalah arah tenggara.
Kurang lebih satu jam kemudian tibalah mereka disebuah
daerab yang memiliki sumber air.
Disekelillng sumber air itu tumbuh beberapa pohon, yang
walaupun tidak seberapa tinggi tetapi cukup rindang daunnya.
Kuda2 tunggangan mereka tiba2 menjadi sulit dikendalikan
dan agak liar, mereka mendekati pohon2 itu, Hal itu tidaklah
terlalu mengherankan, karena setelah melakukan perjalanan
begitu jauh, binatang tunggangan tersebut tentu sudah letih
dan haus dan ketika mencium bau air mereka tidak dapat
mengendalikan keinginan mereka, yang membuat ketiga
penculik itu sulit mengendalikan kuda tunggangan masing2.
Disamping itu, ketiga penunggang itu sendiri juga sudah
merasa cukup aman dengan bera darya mereka didaerah
tersebut.
JUGA bagi mereka tempat berteduh dibawah pohon2
rindang itu bukannya tidak menarik, karena itulah mereka lalu
berhenti untuk melepaskan lelah dan mengisi perut.
Setelah ber jam2 berada di bawah terik matahari,
kesejukan udara dibawah pohon rindangi itu benar2 nikmat
sekali rasanya. Mereka juga agak malas untuk cepat2
melakukan perjalanan pula.
Sambil ber-malas2an dibawah pohon2 itu, mereka berusaha
mengajukan rupa2 pertanyaan kepada Ouw Ho, yang
menjawab semua pertanyaan itu secara menyimpang.
Kurang lebih setengah jam kemudian, pemimpin
rombongan penculik itu merasa bahwa mereka sudah cukup
lama beristirahat ditempat itu dan dia telah perintahkan
kawan2nya segera bersiap2 untuk segera melakukan
perjalanan pula.
Ketika itu tiba2 dari arah kota Ui terdengar derap langkah
kaki kuda. Dengan terkejut mereka telah menoleh, dan dari
jauh tampak empat orang tengah mendatangi kearah mereka.
0ooo0dw0ooo0
Jilid 4
PENDATANG itu tampaknya seperti hwe-shio, pendeta.
Ketiga orang penculik itu jadi merasa kua-tir, jika keempat
nweshio itu menjaga hendak mengejar mereka untuk
menolong! Ouw Ho, cepat2 mereka mempersiapkan senjata.
Sementara itu, agaknya keempat pendatang baru itu juga
telah melihatnya orang2 yang berada dipohon itu.
Tampaknya mereka memang ingin beristirahat juga dan
telah berhenti. Sesaat mereka kasak-kusuk, setelah itu
keempat pendatang baru itu melanjutkan perjalanan mereka
menghampiri kearah pohon2 tempat meneduh Ouw Ho dan
ketiga penculiknya.
Mungkin msreka juga bercuriga dan sambil menjalankan
kuda mereka per-lahan2, tangan mereka sudah siap didekat
gagang senjata masing2.
Tidak lama kemudian mereka sudah datang dekat sekali
dan segera dapat dikenali.
Ternyata keempat orang itu memang hweshio semuanya.
Ketika itu Ouw Ho jadi terkejut sekali.
Walaupun keempat orang itu kini berkepala gundul licin
seperti hweshio, dia masih bisa mengenali keempat orang itu
sebagai empat orang tamu dirumah penginapan yang telah
pergi tanpa membayar uang sewa kamar.
Dasar Ouw Ho memang masih anak2, peragaan kagetnya
hanya sejenak saja sudai lenyap kembali. Dan setelah teringat
bahwa keempat orang itu telah dipermainkannya dan kini
terpaksa mereka berkepala gundul seperti itu, Ouw Ho tidak
bisa menahan tertawanya yang be-gelak2 memenuhi tempat
itu.
Ketiga orang penculik itu terkejut mendengar tertawanya
Ouw Ho.
Menurut dugaan mereka, tertawa . anak itu tentunya
disebabkan kegembiraannya sebab telah datang bata bantuan
Untuknya.
Salah seorang segera hendak menotok Ouw Ho, tetapi anak
itu berhasil menyelamatkan diri dengan menyelinap kedafam
batang pohon.
Melihat kekuatiran penculik2nya, didalam otak Ouw Ho
seketika timbul sebuah akal yang baik sekali.
Se-keras2nya dia berteriak: „Benar, benar, inilah mereKa
yang hendak mencelakai aku? Turun tanganlah tanpa segan2,
biar mereka tahu rasa!"
Kini yakinlah penculik itu bahwa kedata Ugan keempat
bweesbio itu memang untuk menolongi Ouw Ho
Serentak mereka menghunus senjata dan me lompat
kemuka. menghadang keempat hweshio itu.
Sebaliknya empat pendatang tu itupun terkejut sekali
mtndengar teriakan Ouw Ho, yang lalu disusul melompatnya
ketiga orang yang tidak dikenalnya itu telah menghadang
rnereka dengan senjata terhunus.
Mereka menduga bahwa ketiga orang penghadang itu
tentunya kawan Ouw Ho, yang sudah dikenalnya sebagai
putera Ouw Huu
Didalam hati mereka timbullah dugaan babwa mungkln
sekali ketiga orang inilah yang semalam telah mempermainkan
mereka.
Karena timbullah dugaan seperti itu, sekeri ka itu pula
meluap amarah mereka. Dan serentak mereka pun telah
menghunus senjata masing2,
„Suwie Taisu, apakah talinn datang untuk mengambil anak
itu? Kalau benar, lebih baik kalian mengurungkan niat itu, jika
memang kalian ingin tidak terjadi sesuatu. Tetapi kalau kalian
memaksa, hemmm, kami terpaksa akan berlaku kurang ajar,"
kata ketiga penculik itu dengan suara hampir berbareng.
Kata2itu mengandung tantangan dan bersifat mengancam.
Keempat orang yang baru datang itu jadi
yakin'.batiwafkeliga orang inilah yang telah mem permainkan
mereka. ,
Dengan, mengeluarkan suara erangan, mereka sudah
hendak membuka mulut untuk menjawab dengan makian.
Tetapi Ouw Ho sudah mendahului berseru; „Tidak guna
menghamburkan kata2 Hajar saja, habis perkara."
Ketiga penculik itu melihat bagaimana keempat pendeta itu
sudah hendak membuka mulur tetapi telah didahului Ouw Ho.
Mereka kuatir, jika Hweshio2 itu akan mendahului turun
tangan sehingga mereka harus bertempur dalam waktu yang
lama sedangkan mereka kuatir- sekali, kalau2 dibelakang
hweshio2 itu akan menyusul pula kawan2nya yang lain.
Dan yang kuatirkan adalah pengejaran yang dilakukan oleh
Ouw Hui sendiri, karena jika Ouw Hui telah tiba ditempat ini,
tentu mereka akan celaka.
Karena itu, tanpa mengucapkan sepatah per kataan juga,
mereka serentak telah melancarkan, serangan sebelum
keempat lawan itu turun dari kuda mereka.
Hweshio2 tersebut ternyata juga hebat sekali,
Dengan mudah mereka dapat mematahkan serangan ketiga
penculik tersebut dan sesaat kemudian sudah melompat turun
dari kuda2 mereka.
Kedua belah pihak ternyata berimbang kepandaiannya dan
pertempuran itu memang seru sekali.
Tanpa mereka sadari, ketujuh orang itu telah berhasil ditipu
dan dibakar oleh Ouw Ho.
Dengan kecerdikannya anak itu telah melihat kesempatan
yang ada untuk mengadu dombakan kedua pihak itu.
Dengan sengaja dia berteriak, menganjurkan untuk turun
tangan, tanpa menyebutkan dan tanpa menegaskan kepada
pihak mana perkataannya-itu ditujukan.
Dan dia hanya ber-teriak2 menganjurkan turun tangan
belaka. Oleh sebab itu, kedua belab pihak jadi saling curiga
mencurigai dan masing2 lalu hendak turun tangan lebih dulu
untuk me rebut kemenangan yang cepat sekali, justru ka rena
sama2 terlalu bernafsu untuk merubuhkan lawan masing2.
Dan merekapun masing2 yakin bahwa lawan mereka itu
merupakan musuh atau se-tidak2nya merupakan kawan dari
ayah Ouw Ho.
Keruan saja, akibat adanya dugaan seperti itu, telah
membuat mereka jadi menurunkan tangan bengis untuk setiap
penyerangan yang mereka lakukan.
Dengan mengeluarkan seluruh kepandaian masing2 kedua
belah pihak bertempur dengan di liputi kegusaran, untuk
memaksa dan merubuhkan lawannya dengan cepat.
Mereka telah melihat bahwa kepandaian mereka memang
berimbang, dan pertempuran itu agaknya akan ber-larut2 dan
berlangsung cukup lama.
Sambil mengeluh didalam hati, ketujuh orang itu
memperhebat serangan2nya, untuk merubuhkan lawan
secepat mungkin.
Seluruh perhatian mereka tercurah kepada pertempuran
itu, karena jika mereka berlaku lengah sedikit saja, niscaya
mereka akan celaka.
Sementara itu, sambil terus menerus ber-teriak2
memberikan anjurannya untuk membakar kedua belah pihak
yang tengah bertempur itu, Ouw Ho sedikit demi sedikit telah
mendekati kuda2 ketiga penculiknya.
Selama beberapa saat dia menanti lagi sambil
memperhatikan jalannya pertempuran itu.
Setelah memperoleh kenyataan bahwa ketujuh orang yang
tengah bertempur itu tidak memperhatikannya lagi, tiba2 dia
melompat ke-atas seekor kuda.
Kemudian dicambuknya kedua ekor kuda yang lainnya,
sehingga binatang tunggangan itu lari se-keras2nya
meninggalkan gerombolan pohon tersebut.
Seketika itu juga Ouw Ho telah melarikan kudanya kearah
kuda2 keempat orang2 hweshio itu, yang lalu dicambuknya
juga sehingga semua lari serabutan kesegala penjuru.
Setelah itu, Ouw Ho sendiri melarikan kudanya kearah
barat laut, kembali mengikuti jejak yang dilaluinya tadi, sambil
tertawa nyaring dan mengeluarkan ejekan2 kepada ketujuh
orang itu.
Perbuatan Ouw Ho lentu saja sangat mengejutkan ketujuh
orang yang tengah bertempur itu.
Dengan bersarra mereka telah menghentikan serangan dan
gerakan senjata masing2 dan ber diri tertegun memandang
kearah Ouw Ho yang sudah semakin menjauh dan tampaknya
semakin kecil.
Entah apa yang mereka tengah pikirkan saat itu, yang pasti
adalah perasaan menyesal yang membungkah dihati masing2.
Cerita Ouw Ho tentang pengalamannya itu kemudian
ditutupnya dengan suara tertawanya 'yang keras.
Sedangkan Ouw Hui juga tidak bisa menahan tertawanya
lagi.
Tanpa merasa mereka sudah tiba dimuka kota IH lagi.
Tetapi ternyata pintu gerbang sudah ditutup, dan mereka
tidak dapat masuk.
Dglam girangnya, Ouw Hui tadi telah melupakan hal itu dan
kini mereka terpaksa harus me numpang bermalam disalah
sebuah rumah penduduk diluar kota.
Bagi Ouw Hui, peristiwa2 selama dua hari di Ilh itu
meninggalkan dua kesan.
Seperti umumnya setiap orang yang menjadi ayah, Ouw
Hui tentu saja sangat berbesar ha ti dengan kecerdikin
puteranya yang telah dibuktikan selama dua hari ini.
Tetapi disamping kegembiraannya itu, dia-pun menjadi
berkubur sekali, kini sudah terlihat jelas bahwa musuh2nya
masih tetap hendak mencari jejaknya untuk menuntut balas
dan beberapa musuhnya itu sekarang sudah dapat di lli
Walaupun kini mereka belum dapat mengetahui tempat
tinggalnya, tetapi sudah dapat di pastikan bahwa tidak lama
lagi mereka akan mengetahui dan datang untuk mencarinya.
Mengenai keselamatan dirinya sendiri, dia sama sekali tidak
berkuatir apa2.
Walaupun musuh2 itu tentunya telah mem pelajari
kepandaian2 yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya, bahkain
kini mereka berani menca rinya membuktikan bahwa mereka
memang jauh lebih heoat kepandaiannya dari beberapa waktu
yang lalu, dan mereka bermaksud ingin menuntut balas, daa
Ouw Hui juga tidak tinggal diam selama sepuluh tahun
terakhir ini.
Walaupun hidupnya se-hari2 penuh kesibu kan untuk
keperluan rumah tangganya dan untuk mendidik dan
puteranya, tidak pernah seharusnya dia melalaikan latihannya
sendiri.
Berkat kecerdasannya dan dengan petunjuk berharga dari
mertuanya, berdasarkan pengalaman orang tua itu, maka
kepandaiannya sekarang ini sudah jauh melampaui
kepandaiannya sepuluh tahun sebelumnya, ketika dia telah
menghajar dan melabrak kawanan penghianat dan kaki
tangan pemerintah penjajah Poen di Swat Hong Sancung,
dirumah Touw Sat Kauw.
Kini Ouw Hui sudah berhasil menciptakan semacam ilmu
istimewa sebagai hasil dari jerih payahnya ber-tahun2 tekun
mengasah otak.
Dengan adanya Kim Bian Hud, yang sudah memperoleh
pelajaran langsung dari Ouw It To mengenai ilmu silat
keluarga Ouw, banyak bagi-an2 dari ilmu silat pusaka itu,
yang tadinya ma sih samar- baginya, kini menjadi jelas sekali,
Dan kini dia dapat menjajaki ilmu itu sampai kedasarnya.
Disamping itu, dengan memiliki menantu sebagai Ouw Hui,
Biauw Jin Hong tentu saja menjadi girang dan juga puas.
Kepada menantunya itu dia dapat mewaris kan seluruh
kepandaiannya agar ilmu pusaka ke luarga Biauw tidak
menjadi hilang percuma sa ja, karena tiada yang mewarisinya.
Ilmu istimewa yang diciptakan oleh Ouw Hui baru2 ini,
sesungguhnya tidaklah melebihi kedua ilmu keluarga Ouw dan
Biauw dalam hal kehebatannya. Yang istimewa adalah bahwa
deng an ilmu itu orang lidak terikat lagi mempergunakan suatu
senjata tertentu, dapat memperguna kan senjata, apa saja.
Ouw Ke To Hoat adalah suatu ilmu yang khusus untuk
mempergunakan golok, sedangkan Biauw Ke Kiam Hoat
hanyalah dapat dipergunakan dengan bersenjatakan pedang.
Berkat ketekunannya itu, Ouw Hui dapat juga menyelami
intisari dari kedua macam ilmu silat hebat itu.
Yang luar biasa lagi, Ouw Hui dapat meng gabungkan
kedua intisari dari ilmu silat itu dan menciptakan ilmunya yang
istimewa sekali.
Kalau orang sudah berhasil menguasai dengari mahir ilmu
tersebut, dia tentu akan dapat mem pergunakan setiap
senjata pendek dengan sama sempurnanya jika dibardingkan
dengan dia mem pergunakan senjata yang panjarg.
Jika dilihat dari lamanya, Biauw Jin Hong sesungguhnya
yang sudah lama memahami dasar2 kedua ilmu itu.
Mengapa bukannya Biauw Jin Hong, tetapi justu Ouw Hui
yang ternyata berhasil menggabungkan saiu kedua ilmu itu ?
Sebabnya harus lah dicari pada watak mereka.
Menurut adat istiadat dari tradisi keluarga Biauw
mengutamakan kemurnian dari. ilmu silat turunan dan
keluarga Biauw, dan umuk selanjut nya akan dipertahankan
kemurnian ilmu silat i-tu. Dan jika terjadi perobahan maupun
penambahan terhadap ilmu silat lain didalam Biauw Kee Kiam
Hoat, berarti ilmusilat keturun d Biauw itu tidak murni lagi,
sehingga lebih tepat jika semua itu hanya disebut sebagai
penyempurnaan yang menodai kemurnian ilmu itu sendiri.
Dasar dari palajaran demikian tepat sekali bagi Kim Bian
Hud, yang wataknya sungguh2 dan sangat sederhana sekali,
sehingga dapatlah dikatakan bahwa ilmu Itu mencapai
puncaknya Sebagai salah seorang akhli silat kelas utama, Kim
Bian Hud memang telah berhasil memahami ilmu silat
keluarga Ouw dalam beberapa hari saja, bahkan dia telah
berhasil menguasai intisarinya.
Tetapi untuk dapat mempersatukan unsur2 penting dari
kedua macam ilmu silat dari kedua keluarga itu, tentu saja
tidak mudah, dan justru ke-dua2nya harus memiliki
keistimewaan dan watak serta pendidikan lain. Dan keduanya
dari unsur kedua ilmu itu digabungkan, sehingga akhirnya
terciptalah semajcam ilmu yang hebat sekali.
Didalam bidang itulah letak keistimewaan pelajaran
keluarga Ouw, sejak Hui Titian Ho Li berhasil mempersatukan
unsur seni silat dari berbagai partai pintu perguruan silat
diseluruh daratan Tionggoan, setiap keturunan telah
memasukkan unsur2 baru yang dipetiknya dari ilmu yang lain.
Setelah bertanding dan bertukar pikiran dengan Kim Bian
Hud, kalau bukannya dia mati Ouw It To tentu akan berhasil
memper satukan unsur2 keistimewaannya kepandaian Kim
Biau Hud untuk membuat ilmunya lebih sempurna lagi.
Keluarga Ouw dapat melakukan semua itu karena dasar
pelajaran ilmu mereka lebih mementingkan kecepatan dan
perobahan2 yang tidak terduga.
Terutama ;ekali unsur terakhir itulah yang selalu membuka
kemungkinan bagi para putera keluarga Ouw untuk memetik
sesuatu yang berfaedah dan ilmu lain untuk ditambahkan
kepada ilmunya.
Setiap penan.bahan itu dicatat dan dijelas kan dalam kitab
pusaka mereka.
Kini Ouw Hui telah berhasil melakukan se suatu yang lebih
hebat dalam generasi2 yang terdahulu, kecuali si Hui Thian Ho
Li. Hal itu bukan karena dia lebih cerdas dan para leluhur nya
itu. Sebabnya sederhana saja. Kesempatannya untuk
melakukan itu memang jauh lebih luas.
Sejak mulainya menetap ditempat sunyi itu, dengan tekun
dia telah mempelajari seluruh Biauw Kee Kiam Hoat dibawah
pimpinan Kim Bian Hud
Dengan cepat sekali dia sudah memahami seluruh ilmu itu
dan dalam waktu hanya tiga ta hun saja, kepandaiannya ilmu
pusaka keluarga
Biauw itu sudah berimbang dengan Kim Illan Hud sendiri-
Kemudian, dengan tenang dia mulai memi kirkan dan
mengolahnya kedua ilmu itu.
Kalau dia tinggal dikota, atau hidup merantau seperti dulu,
dia tentu tidak akan bisa ber pikir tenang dan hasilnya tentu
juga tidak akan sebesar itu.
Suasana tenang yang ada disekelilingnya, kini terbukti
betapa besar manfaatnya. ,
Per-tama2 -memang sulit baginya untuk menemukan titik2
pertemuan antara kedua ilmu i-tu. Tetapi lambat laun semakin
lancarlah usaha nya itu dan kurang lebih satu tahun yang lalu
dia telab berhasil dengan gemilang.
Dengan ilmunya yang baru diciptakannya i-tu, dia dapat
mempergunakan segala macam sen jata pendek seperti
pedang, golok, Thicio, gada, tombak pendek dan lain2 senjata
pula, dengan sama sempurnanya dan tanpa mengurangi daya
tempurnya yang luar biasa.
Dengan memiliki kepandaian begitu tinggi, .Ouw Hui
menang tidak perlu kuatir akan keselamatan dirinya sendiri.
Justru yang dikuatirkannya adalah keselamatan isterinya
dan anaknya dan keselamatan Peng Ah Sie yang kini sudah
berusia lanjut.
Dengan adanya Kim Bian Hud dan sikembar Cie Beng dan
Cie Jin, kalau musuh datang menyerang diwaktu mereka
semua berada diru-mah, tidaklah sulit untuk melindungi ketiga
orang yang dicintainya itu.
Tetapi bagaimana kalau musuh datang diwaktu mereka
berada diluar dan datang dengan berkawan banyak?
Bukankah dengan adanya ancaman bahaya seperti itu, dia
jadi tidak dapat meninggalkan keluarganya dirumah tanpa
perlindungan? Dan bukankah dia jadi se olah2 seorang
tawanan yang dipenjarakan dirumahnya sendiri?
Semakin pikirkan semakin menggelisahkan ancaman
bahaya itu, bahkan membuat dia menggidig dan risau
sendirinya, dia tidak mengetahui pula apa yang harus
dilakukannya.
Kekuatiran itulah yang memenuhi pikirannya disepanjang
jalan pulang.
Setibanya dirumah dia segera merundingkan hal itu dengan
mertuanya.
Keduanya sependapat bahwa mereka sebaiknya mengatur
rencana yang lebih teliti, yaitu menyingkirkan Yok Lan, Ouw
Ho dan Perg Ah Sie diungsikan untuk sementara waktu
kesebuah tempat yang aman
Keputusan itu segera diberitahukan kepada yang
bersangkutan, tetapi Yok Lan maupun Peng Ab Sie ternyata
tidak menyetujui pendapat mereka,
„Kalau aku menuruti saran kalian dan pergi mengungsi,
siapakah yang akan mengurus keper luan kalian se-hari2?
Bukankah Kongcu mengajarkan bahwa kewajiban seorang
wanita terutama ialah pengabdian kepada suaminya? Dan bu
kankah aku sebagai puteramu, ayah harus pula memberikan
baktiku? Apakah aku bukan melang gar pelajaran yang telah
kita pelajari jika aku meiuruti usul kalian?" begitulah bantah
Yok Lan sambil menundukan kepala dalam?., wajahnya juga
memperlihatkan kesedihan hatinya.
„Jiwaku yang sudah tua, tidaklah begitu berharga pula, dan
yang nyata se-tidak2nya nku haaya akan hidup beberapa
tahun lagi. Mati lebih cepat atau lebih lambat beberapa tabun
tidak banyak bedanya. Kalian tidak usah memusingkan kepala
memikirkan jiwaku. Yang terpenting adalah keselamatan isteri
dan puteramu, Huijie. Bukankah begitu sebaiknya. Biauw
Taihiap? Biarlah aku tetap disini un tuk mengurusi
kepentinganmu sehari-hari dan biarlah Ti-tli (keponakan
perempuan, Yok Lari maksudnya) dan Hojie menyingkir
ketempat yang lebih aman untuk sementara waktu," kata
Peng Ah Sie.
Sia2 saja Biauw Jin Hong dan Ouw Hui co ba membujuk
mereka.
Keduanya tetap berkeras dengan pendirian masing2 karena
tiada keputusan, maka soal itu lalu ditunda untuk dibicarakan
lagi esdk Harinya.
Demikianlah ber-turut2 beberapa malam mereka saling
desak, tetapi akhirnya, setelah leWat ber turut2 selama
seminggu lebih, keputusan belum berhasil diambil.
Walaupun tidak mengerti ilmu silat, Peng Ah Sie dan Yok
Lan, keduanya memiliki jiwa satria dan pahlawan.
Istilah takut tidak dikenal mereka. Sungguh menakjubkan
bahwa dalam menghadapi ancaman bahaya yang membuat
kedua jago seperti Kim Bian Hud dan Ouw Hui menjadi gelisah
demikian hebat memikirkan keselamatan mereka, tetatpi
sebaliknya mereka sendiri tetap tenang sekali,
Disaat itu, Cie Beng dan Cie Jin diam2 justru jadi gembira
dengan tiadanya bahaya seperti itu,
Seperti juga biaanya anak2 muda, mereka pun sangat
menyukai peristiwa yang penuh kete gangan dan penuh
bahaya. Terlebih lagi memang mereka kini sudah memiliki ilmu
yang tinggi se kali dan memperoleh kemajuan yang pesat.
Selama sepuluh tabun meieka tidak pernah' bertem pur
sungguhan. Maka kini mereka ingin sekali membuktikan
kemajuan yang telah mereka miliki, tetapi selama sepuluh
tahun tinggal ditempai sunyi membuat mereka belum
memperoleh kesempatan.
Sejak peristiwa di Swat Hong Sancung, sepuluh tahun yang
lalu, belum pernah mereka ber tempur melawan musuh lagi,
sedangkan mereka kini yakin bahwa kepandaian mereka
sudah maju jauh sekali dan sangat pesat.
Musuh2 yang akan datang itu akan memberikan
kesempatan kepada meresa, untuk melatih diri dan
membuktikan kemajuan yang telah dipe toleh mereka,
sehingga tentu saja berita itu tak aceh kalsu menggembirakan
hati mereka.
Dan karena melihat kegelisahan Kim Bian Hud dan UuwHui,
maka keduanya hanya menyem bunyikan perasaan gembira
itu didasar hati masing2
Sikembar itu mengharapkan agar musub cepat2 datang dan
ternyata harapan mereka itu menjadi kenyataan setelah lewat
tidak lama kemudian. Pada hari kesepuluh sejak Ouw Hui kem
bali dari Ili, terjadilah suatu peristiwa yang me ngisaratkan
bahwa tidak lama lagi pasti musuh akan datang........
x-oo0dw0oo-x
HARI itu. menjelang tengah hari, ketika se pasang pemuda
kembar itu bersama Ouw Hui hendak meninggalkan ladang
untuk beritirahat dan bersantap tengah hari dari jauh tampak
tiga penunggang kuda mendekati tempat mereka.
Anehnya, setelah datang cukup dekat, ketiganya bukan
segera langsung datang kepada me reka, justru sebaliknya
orang2 itu lalu berhenti dan memandang mereka dari jarak
kurang lebih tiga puluh tombak.
Yang berada ditengah, yang agaknya menjadi
pemimpinnya, berwajah cukup tampan. Usianya kurang lebih
baru antara empat puluh tahuni dan cara berpakaiannya
seperti seorang saudagar kaya.
Samar- Ouw Hui mengenali Wajah orang itu hanya dimana
dia pernah berjumpa dengannya, telah lupa sama sekali.'
Orang itu agaknya juga sudah mengenalinya.
Dengan sorot mata mengandung kebencian yang sangat,
orang itu telah menatap kearah Ouw Hui, dia memandang
tanpa berkedip selama bebe rapa saat. Kemudian tiba2 dia
memberikan isyarat kepada kedua kawannya agar segera
meninggalkan tempat itu.
Ketiga Orang itu telah kembali dari arah mana tadi mereka
mendatangi.
Jelaslah sudah bahwa orang2 itu hanyalah merupakan
sebagian dari rombongan musuh Ouw Hui dan datangnya juga
hanya untuk menyelidiki belaka tempat kediaman Ouw Hui,
Entah berapa banyak kawan2 mereka itu hanya dapatlah
dipastikan bahwa musuh itu berkawan tidak sedikit.
Bahwa orang itu mengenali Ouw Hui, yang jika dirumah
selalu tidak mengenakan janggut dan kumis palsu seperti jika
tengah berpergian, memperlihatkan bahwa dia telah pernah
bertemu dengan Ouw Hui dimasa-masa yang lalu sebelum
terjadinya pertemuan para Ciangbunjin diistana Hok Kong An.
Sambil berjalan pulang kerumahnya, Ouw Hui berusaha
membayangkan kembali wajah2 semua musuh2nya dari saat
itu.
Tiba2 dia teringat kepada Hong Jin Eng.
Wajah orang tadi memang sangat mirip se kali dengan
musuh besar itu, akan tetapi dia mengetahui bahwa Hong Jin
Eng sudah mati dalam pertempuran dipertemuan para
Ciangbunjin diistana Hok Kong An.
Apakah orang she Hong itu memang memiliki anak ?
Apakah memang putera Hong Jin Eng, yang bernama Hong it
Hoa ? Dan seketika itu juga Ouw Hui yakin tidak salah lagi
bahwa orang itu memang Hong It Hoa.
Ouw Hui yakin bahwa Ong It Hoa kini tentu telah
mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi dan berkawan
banyak sekali diantara orang2 berkepandaian tinggi.
Kalau tidak, tentu musuh itu tidak akan berani datang
mencarinya.
Bukankah sembilan belas tahun yang lalu ayah beranak she
Hong itu sudah ketakutan se tengah mati jika mendengar
namanya. Kali ini ?
Hong It Hoi tentu sudah bukan Hong It Hoa dulu dan
kawan2nya tentu memiliki kepanda ian yang sangat tinggi.
Keyakinan itu telah memperbesar kekuatiran dihari Ouw Hui,
keku atiran akan keselamatan anak dan isterinya didamping
Peng Ah Sie.
Karena itu, maka Ouw Hui segera menceritakan peristiwa
tadi dan hubungannya dengan permusuhannya dimasa lalu
dengan Hong Jin Eng. Sekali lagi dia berusaha mendesak Yok
Lan dan Peng Ah Sie agar mecgungsi untuk sementara waktu
saja.
Dikatakannya bahwa bahaya kini sudah tiba diambang
pintu, tetapi usaha Ouw Hui untuk membujuk isterinya itu sia2
belaka.
Yok Lan dan Peng Ah Sie tetap ingin ber diam disitu,
apapun yang kelak terjadi.
Ouw Ho yang mendengar adanya bahaya itu, bahkan telah
me-nepuk2 tangan sambil mengata kan bahwa dia senang
sekali jika musuh cepat2 datang, agar dia bisa menghajar dan
memperma inkan mereka.
Sesuai dengan bunyi pepatah yang mengatakan bahwa
„Anak kerbau tidak takut harimau" sedikitpun dia tidak merasa
takut akan musuh2 itu.
Sebaliknya dari mengecilkan hatinya, penga laman di lli itu
ternyata telah menambah keyakinan akan kecerdikannya, dan
asal tidak lalai dan ceroboh, dia yakin akan bisa mempermain'
kan setiap musuh yang datang.
Tentu saja perkataan sibocah kecil bermuka hitam itu telah
membuat Biauw Jin Hong dan Ouw Hui jadi tambah kuatir,
sedangkan yang Ia innya, yang tadinya tenang- saja kini jadi
kuatir juga.
Mereka mengetahui, bahwa Ouw Ho sangat nakal dan biasa
melakukan apa saja yang dikata kannya dan mereka justeru
kuatir kalau anak2 ini nanti terjerumus kedalam bahaya
karena kece robohannya.
Ramai2 mereka melarangnya dan turut me nasehatkannya
agar Ouw Ho tidak keluar disaat musuh datang.
Melihat wajah kedua orang tuanya dan kakek luarnya, yang
ber-sungguh2 ketika menaseha tinya, maka diapun tidak
berani membantahnya, dan Ouw Ho hanya mengangguk.
Memang sesungguhnya Ouw Ho sedrang anak yang
penurut aras nasehatnya orang tuanya kadang2 dia melanggar
juga larangan ayahnya maupun larangan ibunya, itu karena
diduln u jiwa ke-kanak2annya sering terbawa oleh bayangan
khayal belaka. Dengan sadar Ouw Ho belum pernah
melakukan sesuatu yang sudah dilarang kedua orang tuanya
atau kakeknya.
Demikianlah, sedangkan Ouw Ho tidak per nah bermain
jaub.2 dari rumahnya, sedangkan Ouw Hui sendiri juga tidak
berani meninggalkan rumahnya untuk pergi berburu. Diwaktu
malam hari, secara bergiliran, Kim Bian Hud, Ouw Hui, Cie
Beng dan Cie Jin melakukan pen jagaan.
Beberapa hari telah lewat dengan demikian Keadaan yang
tegang yang meliputi hati jago2 itu, setiap hari kian
memuncak saja, karena wa laupun bagaimana dengan
lewatnya waktu, tentu kedatangan musuh kian dekat pula.
Mereka jadi kehilangan kebebasan bergerak keadaan
mereka kini benar2 bagaikan orang2 ter penjara. Lama
kelamaan Kim Bian Hud dan Ouw Hui jadi tidak sabar lagi dan
seperti Cie Beng maupun Cie Jin, mferekapun mulai mengharap2
agar musuh cepat2 muncul, agar mereka tidak perlu
hidup dalam kebimbangan terus menerus.
Dan malam keempat sejak munculnya ketiga orang
peninjau itu, tibalah saat yang di-nanti2 kan.
Malam itu keluarga Ouw Hui batu saja sele sai bersantap,
ketika dari jauh terdengar derap kaki kuda yang cukup ramai,
dan kemudian berhenti tidak jauh dari rumah mereka.
Kim Biaa Hud dan Ouw Hui sama2 merasa agak lega,
karena mereka tidak perlu hidup dalam kebingbaagan pula
dan mereka bersyukur bahwa musuh telah datang disaat
mereka semua tengah berada dirumah
Dengan demikian, mereka tidak perlu teria lu berkuatir lagi
akan keselamatan Yok Lan dan yang lainnya.
Setelah berpesan, agar Yok Lan, Pcng Ah Sie menjaga Ouw
Ho didalam rumah, Ouw Hui lalu mengambil goloknya dan
melangkah ke luar diikuti Kim Bian Hud dan kedua saudara
Cie, yang masing2 juga sudah mempersiapkan senjatanya.
Sementara itu telah terdengar tantangan dari luar.
”Bangsat Ouw Hui! Keluarlah ! Main bersembunyi bukanlah
sikap dan kelakuan seorang gagah” demikian terdengar
seseorang berteriak dengan suara yang lantang.
Tetapi disaat itu Ouw Hui membuka pintu dan
memperlihatkan diri. Dimuka rumahnya, kurang lebih sepuluh
tombak dari pintu itu tam paklah dua puluh orang lebih
berkumpul.
Diantara kedua puluh orang itu, Ouw Hui mengenali empat
orang yang telah dijumpainya di Ili.
Melihat kepala mereka yang telah botak, teringatlah dia
akan cerita puteranya tentang peristiwa penginapan itu.
Tanpa disadarinya dia jadi tertawa ter-bahak2.
Disamping empat orang itu, dia juga mengenali tiga orang
yang telah datang empat hari sebelumnya.
Setelah memperhatikan wajahnya sebentar dia menjadi
yakin bahwa orang itu memang benar Hong It Hoa.
„Aha, sungguh tidak kusangka, bahwa hari ini aku akan
mendapat kehormatan begitu besar sehirgf a seekor burung
Hong datang mempersembahkan sekuntum bunga kepadaku
dengan di antar sekian banyak sahabat2 baik dan empat
orang dewa sakti, yang dapat bcrganti2 rupa; yang sesaat bisa
menjadi saudagar dan sesaat la gi bisa menjadi hweshio.” kata
Ouw Hui dengan disertai tertawanya.
Panas benar telinga Hong It Hoa ketika mendengar ucapan
Ouw Hui itu. yang bisa juga diberi arti bahwa kedatangannya
itu dianggap se bagai mengantarkan jiwa.
Kata Hong (burung cendrawasih) itu berasal dari shenya
dan sekuntum bunga adalah namanya „It Hoa." Darahnya
seketika itu juga bergejolak karena amarahnya. Dalam
otaknya seke tika ber kelebat2 pula peristiwa2 dimasa lampau
itu, bagaimana Ouw Hui telah mendesak ayahnya begitu rupa,
sehingga keluarga Hong harus kehilangan sebagian besar
harta bendanya, bahkan harus hidup ter-lunta2, ber pindah2
dari sa tu tempat ketempat lain tanpa berani menetap lama2
disuatu tempat.
Kematian ayahnya juga karena disebabkan desakan Ouw
Hui, sehingga baginya Ouw Hui adalah musuh yang nomor
satu yang harus diingat sepanjang hidupnya.
Dalam pikiran orang2 seperti Hong It Hoa yang sejak kecil
hanya dikelilingi orang-orang yang senang menindas pihak
yang lemah, tentu saja tidak ada pertimbangan yang baik
bahwa malapetaka yang telah dialami keluarganya dan
kematian ayahnya itu sesungguhnya hanyalah bu ah dari
perbuatan2 ayahnya sendiri yang sudah menumpuk dosa
diatas dosa.
Tidak mau It Hoa mengakui bahwa perbuatan Ouw Hui itu
hanya sekedar hukuman yang setimpal bagi dosa2 ayahnya.
Ketika diwaktu itu. yaitu sembilan belas ta hun yang lalu.
ayahnya menemui ajalnya dige-dung Hok Kong An, dia telah
.pergi merantau tanpa ketentuan tujuan, dengan mengandung
pe nasaran serta dendam sedalam lautan didalam ha tinya.
Betapa bersedih hatinya dia karena mengetahui bahwa
musuhnya terlalu hebat kepandaian nya dan dia sama sekali
tidak memiliki harap an untuk membalas dendamnya itu.
Dalam perantauannya itu, dia tidak berani mempergunakan
namanya yang sesungguhnya, kua tir jika Ouw Hui belum
puas dengan kematian ayahnya dan akan mencarinya.
Pada suatu hari, setelah ber-bulan2 mengala mi banyak
penderitaan lahir dan bathin, tibalah dia disebuah desa
diperbatasan propinsi Shoasay dan Siamsay.
Disitulah dia bertemu dengan seorang tosu tua, yang
sangat tertarik kepadanya.
Setelah memperkenalkan diri, tosu itu lalu menanyakan
mengapa It Hoa begitu bersedih?
Tekanan suara pertanyaan tosu itu, yang di dengarnya
mengandung perasaan kasihan dan iba melupakan setitik sinar
terang baginya.
Ber-bulan2 lamanya dia telah berkeliaran tanpa
menemukan seorang juga yang memperlihatkan simpati atas
kesedihannya. Karena itu dia telah menceritakan semua
penderitaannya dan apa sebab2nya.
Tentu saja apa yang diceritakannya itu menurut dugaan
dan perkiraannya sendiri, dan juga jelas memenangkan pihak
ayahnya dan menambahkan kebusukan untuk Ouw Hui.
Si-tosu semakin merasa kasihan kepadanya dan
menawarkan jasa untuk mengambilnya seba gai murid,
Tosu itu telah menjelaskan bahwa dia sesungguhnya
Ciangbunjin dari Ceng-cong Pai, dan dikenal dikalangan
Kangouw sebagai Hian Beng Cu.
Dan tosu itu merasa sayang kepada It Roa yang dilihatnya
sangat berbakat dan merasa ka sihan terhadap msibnya yang
cralarg.
Tosu itu juga telah mengatakan hendak me rolorg she
Hong tersebut agar kelak bisa menuntut balas sakit hatinya
itu.
Tawaran tosu tersebut diterima Ii Hoa de ngan
kegembiraan yang me-luap2.
Dia sudan sering mendengar nama Hian Beng Cu, yang
untuk masa itu dianggap sebagai salah seorang tokoh
terkemuka dalam rimba per silatan.
Demikianlah dia telah berguru kepada tosu itu dan menjadi
salah seorang murid Ceng Cong Pai yang sangat rajin sekali
belajar.
Gurunya semakin lama semakin menyayangi nya dan ketika
Touw Sat Kauw minta bantuan untuk menghadapi Ouw Hui.
Hian Beng Cu se gera menyanggupi, karena dengan demikian
dia akan dapat membalaskan sakit hati muridnya.
Sungguh tak diduga, bahwa akhirnya Hian Beng Cu
sendirilah yang kena dihajar dan pulang dengan menderita
iuka2 parah.
Sebulan kemudian tosu tua itu menutup mata karena sedih
dan malunya.
Dengan demikian, secara tidak langsung Ouw Hui juga jadi
penyebab kematian pemimpin Ceng Cong Pai, dan telah
dianggap musuh oleh murid2 Geng Cong Pai.
Hian Beng Cu sesungguhnya bukan seorang yang memiliki
sifat2 jahat, dan kalau saja dia tidak begitu ceroboh untuk
mempercayai begitu saja keterangan yang diberikan oleh
Hong It Hoa sepihak, dia tidak usah mengalami nasib seburuk
itu.
Menurut pesan Hian Beng Cu menjelang ajal nya, maka
kemudian diangkatlah It Ho menjadi ketua Ceng Cong Pai.
Setelah memperoleh kenyataan bahwa sam paipun Hian
Beng Cu sendiri masih belum sang gup menandingi Ouw Hui,
tentu saja It Hoa ti-tak berani lagi pergi mencari Oaw.Hui dan
untuk sementara waktu menyimpan saja penasarannya.
Dengan persetujuan semua saudara seperguruannya, it
Hoa lalu pergi merantau pula untuk mengejar ilmu2 yang lebih
tinggi agar kelak dapat mencuci bersih malu yang diperoleh
Ceng Cong Pai
Setelah sekian lama, akhirnya dia berhasil mempelajari ilmu
Tok See Ciang, tangan pasir beracun yang diperoleh dsri
seorang aneh yang hidup menyendiri digegunungan Kun
Lun.
Dengan hasilnya itu, dia merasa sudah memiliki pegangan
untuk melawan musuhrya. dan kembalilah dia ke Sai Hong
Kiong. pusat Ceng Cong Pai, di Siam sai.
Selama beberapa tahun dia menurunkan ilmu Tok See
Ciang itu kepada beberapa orang saudara seperguruannya
yang memang memiliki bakat
Dua tahun yang telah lalu, dia merasa bahwa pihaknya
sudeh cukup kuat untuk mencari musuhnya dan melakukan
penuntutan balas bagi ayah dan gurunya.
Dengan disertai lima orang saudara seperguruannya, dia
lalu berusaha untuk mencari mu suhnya Hu kesana kemari.
Akhirnya setelah dua tahun berkeliaran terus dalam rangka
mencari jejak musuhnya itu, tibalah mereka di lli.
Disiniiah secara kebetulan dia - menjumpsi Ouw Hui.
It Hoa sendiri itu tidak mengenali musuhnya. tetapi salah
seorang sutenya yang telah menyertai guru mereka ke Swat
Hong Sancung,Segera mengenalinya.
Tiga orang sutenya lalu disuruhnya mengin tai dan
mengawasi terus gerak-gerik Ouw Hui dan berusaha menculik
puteranya setiap ada ke sempatan.
Kalau usaha itu berhasil, maka ketiga sute nya itu harus
cepat2 menyingkir kesuatu tempat, yang terletak kurang lebih
empat puluh lie disebelah tenggara kota IH.
Oia sendiri bersama dua orang sutenya akan tetap didalam
kota dulu. untuk mengawasi dan mengirim surat tantangan
kepada Ouw Hui.
Diluar dugaan rencananya itu menjadi beran takan karena
ketiga sutenya itu telah berhasil di tipu oleh Ouw Ho.
Keesokan harinya dia menjumpai ketiga o-rang sutenya,
yang saat itu telah kembali ke Hi dalam keadaan rudin, dan
mereka tampaknya sa ngat letih sekali.
Tidak heranlah disaat itu, karena semalam suntuk dan
hampir setengah hari mereka telah berjalan tanpa berhenti.
Untung saja bahwa disamping kerugian itu bagi pihaknya
juga ada keuntungannya.
Setelah ketiga sutenya dan keempat lawan mereka yang
berpakaian sebagai Hheshio itu sama2 sadar bahwa mereka
telah menjadi korban dari tipu sianak nakal muka hitam itu,
tahulah mereka bahwa mereka sesungguhnya memiliki sa tu
tujuan. Karena itu mereka lalu telah bersekutu untuk bersama
dan juga kelak mengadakan kerja sama untuk mencari Ouw
Hui.
Sute Hong It Hoa yang telah mengikuti gu runya ke Swat
Hong Sancung segera mengenali salah seorang dari keempat
hweshio itu sebagai Ie Koanke, pengurus rumah tangga she
Ie, pegawai Touw Sat Kau w.
Sungguh sial, bahwa untuk menculik Ouw Ho. It Hoa bukan
meminta sutenya yang seorang ini. Kalau dia yang meminta
memimpin penculi kan itu, tentunya salah paham itu dapat
dihindarkan, dan Ouw Ho pasti tidak akan bisa meloloskan diri.
Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Yang sudah terjadi jelas
tidak dapat disalahkan lagi.
Kini tidak lebih baik dari melakukan suatu pekerjaan yang
memungkinkan mereka bekerja sama untuk melaksanakan
pembalasan sakit hati terhadap Ouw Hui.
Ketiga orang kawan Ie Koan Ke itu adalah putera dan
kedua sute Touw Sat Kauw.
Sejak diobrak-abrik Swat Hong Sancung oleh Kim Bian Hud
dan Ouw Hui, seisi rumah Touw Sat Kauw telah menyingkir ke
Pakkhia un tuk mencari perlindungan dengan bekerja dalam
pasukan Gie Lim Kun.
Tetapi disini mereka harus mengalami keke ceWaan pula.
Karena kegagalannya dalam usaha menawan Kim Bian Hud
dan Ouw Hui, maka dalam mata dan pandangan para
pembesar Boan harga mere ka sudah turun. jauh.
Walaupun diterima juga menjadi pasukan Gie Lim Kun,
kedudukan mereka tidak setinggi yang mereka harapkan.
Dengan sangat terpaksa mereka menerima ju ga
kedudukan yang diberikan pemerintah Boan itu, karena bagi
mereka sudah tidak ada pilihan lain.
Jengkel, malu dan kecewa memenuhi hati Touw Sat Kauw,
sehingga tidak sampai setengah tabun kemudian meninggallah
dia.
Puteranya vang bernama Peng Liang dan le dua sutenya,
Ma Sat Long dan Lie Sat Houw te tap bekerja dalam pasukan
Oie Lim Kun.
Diantara pegawai rumah tangga dari keluarga Touw
tersebut, hanya In Koanke yang ma sih tetap setia dan karena
Touw Sat Kauw sudah tidak kuat membayar gaji mereka,
maka pelayan2 yang lainnya telah berhenti untuk men cari
pekerjaan ditempat lain.
Selama sepuluh tahun itu, mereka tidak per nah melupakan
Kim Bian Hud maupun Ouw Hui, dua orang yang mereka
anggap sebagai biang keladi dan sumber kesialan keluarga
mereka.
Selama ber-tahun2 pula mereka telah mempelajari bermacam2
ilmu silat lagi tanpa mengenal lelah, karena dorongan
nafsu membalas dendam.
Sementara itu, per lahan2 kedudukan mereka didalam
pasukan Gie Lim Kun juga menan jak sedikit demi sedikit,
sehingga kini mereka sudah menjabat kedudukan sebagai
komandan regu.
Hipertengahan tahun yang lalu, pemerintah Ceng telah
mendengar berita burung bahwa Kim Bian Hud dan Ouw Hui
yang sekian lama tidak terdengar kabar beritanya lagi,
sesungguhnya su dah menyingkir dan menyembunyikan diri
diwi layah barat laut.
Dalam rapat kerja para perwira Gie Lim Kun. hal inipun
telah dibicarakan, dan Peng Liang serta kedua susioknya itu
melihat suatu kesempatan baik untuk membalas dendam
sekalian memupuk jasa bagi mereka.
Karena itu, mereka lalu mengajukan diri un tuk pergi
melakukan penyelidikan, dan kalau be rita itu memang benar,
mereka akan memperta ruhkan jiwa untuk menawan dua
pelarian penting itu.
Komandan pasukan Gie Lim Kun mengetahui, bahwa dalam
pasukannya memang tak ada yang lebih tepat dari mereka
untuk berusaha me laksanakan tugas itu. Tetapi dengan
sengaja dia mengejek mereka dulu, agar hati mereka menja di
panas.
Dikatakanlah oleh komandan Gie Lim-Kun bahwa dia masih
ragu2 dan meragukan kesanggu pan mereka, mengingat
peristiwa di Swat hong Sancuog yang memalukan itu.
Kata2 seperti itu dati komandan pasukan Gie-Lim-Kun tentu
saja benar2 berhasil membang kitkan amarah mereka dan
semakin keraslah te kad mereka untuk membalas dendam dan
mencuci malu.
Mereka telah bersumpah untuk tidak kembali dengan masih
bernyawa, kalau tidak berhasil menawan atau membinasakan
Kim Bian Hud dan Ouw Hui.
Demikianlah mereka berangkat dua bulan yang lalu
bersama dengan lima orang Gie Cian Siewie dari istana kaisar,
ditambah pula dengan ada orang rokoh Kun Lun Pai dan
sipengurus rumah tangga she Ie.
Orang2 Kun Lun Pai itu adalah orang2 yang telah diminta
bantuannya oleh pemerintah Ceng dan segera menyanggupi
permintaan itu karena didorong nafsu mereka untuk
membalaskan sakit bati guru mereka, Leng Ceng Kiesu yang
telah tewas dikaki puncak Giok Pit Hong ber-sama2 dengan
Say Congkoan dan beberapa siewie lainnya.
Setibanya mereka didatrah barat laut, rom bongan itu lalu
dipecah menjadi tiga kelompok.
Setiap kolompok hanya bertugas melakukan penyelidikan
dulu, dan kalau sudah berhasil me nemukan jejak orang2 yang
mereka cari itu, me reka harus menghubungi yang lainnya
agar dengan bersatu mereka dapat mengeroyok dan menga
lahkan lawan.
Agar tidak meninbulkai kecurigaan, dalam perjalanan itu
mereka menyamar sebagai saudagar.
Sudah ber-bu!an2 mereda mjiciri kesana ke mari dengan
sia2 saja.
Kemudian tibalah saatnya untuk mereka ber kumpul di kota
Ili, sebagai telah dijanjikan jika sekiranya mereka sama'2
belum berhasil se'elah lewat setengah tali in.
Kelompok orang2 Swat Hong San Cung ini lah yang telah
tiba lebih d ilu dikota Ili, dima-na secara tidak terduga mereka
telah berpapasan dengan .Ouw Hui dan puteranya.
Kemudian sambil menanti kedatangan kawan2 yang ditunggu2
itu, mereka sengaja menyewa ka mar disebelah
kamar Ouw Hui dirumah penginap an itu, yang kemudian
ternyata justru telah mengakibatkan mereka telah
dipermainkan oleh Ouw Ho, sehingga mereka mengalami
peristiwa yang memalukan itu.
Waktu mereka bertemu dengan rombongan Ceng Cong Pai
yang telah berhasil menculik Ouw Ho, mereka sesungguhnya
mereka hendak menyongsong kawan2 mereka.
Karena kemudian mereka kehilangan tunggangan dan
bekal, maka terpaksa mereka kembali ke lli ber-sama2 dengan
tiga orang Cong Pai itu.
Keesokan harinya tibalah kawan2 yang di-nantikan itu.
Rombongan mereka itu seluruhnya jadi ter diri dari dua
puluh satu orang.
Dari keterangan yang mereka peroleh dari sana-sini dan
terutama sekali dari para pegawai penginapan langganan Ouw
Hui, mereka jadi, mengetahui bahwa musuh yang dicari itu
tinggal dikaki pegunungan Thiansan, kurang lebih empat ratus
lie di sebelah tenggara kota Ili.
Demikianlah, mereka ikalau berangkat kearah tenggara dan
berpencar untuk mencari tem pat kediaman Ouw Hui,
Achirnya Hong It Hoa yang berhasil menemukannya dan
setelah berkumpul pula mereka segera ramai2 menuju
kerumah terpencil ditepi padang rumput itu.
Orang2 yang sudah bertekad bulat untuk mempertaruhkan
jiwa inilah yang kini dihadapi Ouw Hui dan keluarganya.
Walaupun yakin, bahwa kepandaiannya sendiri tentu masih
dapat mengatasi musuh2 itu, te tapi Ouw Hui iuga menyadari
bahwa kenekadan musuh2nya itu tidak dapat dianggap sepi,
bahkan bisa menimbulkan bahaya yang tidak terduga.
Hal inipun sudah disadari oleh Kim Bian Hud, yang
mengenali anggota2 keluarga Touw Sat Kauw.
Seperti juga Ouw Hui, Kim Bian Hud me ngerti bahwa
dalam pertempuran yang akan terja di ini, dia tidak boleh
berlaku murah bati lagi.
Inilah suatu pertempuran yang tidak akan mengenal
kasihan, yang harus menentukan siapa yang akan tetap hidup,
pihaknya atau pihak sana.
Dan sebagai umumnya semua makluk hidup Kim Bian Hud
juga tidak mau menyerahkan jiwanya dengan cuma2.
Melihat keluarnya musuh, kedua puluh satu orang itu lalu
membentuk setengah lingkaran de ngan sikap mengepung.
Hong It Hoa yang per-tama2 ditegur Ouw Hui segera
menjawabnya dengan bentakan ; „Jahanam, jangan
membentang mulut seenakmu !"
Salah seorang Gie Cian Siewie itu menyam bungi :
„Pemberontak2 Ouw Hui dan Biauw Jin Hong! Dosamu sudah
terlalu besar ! Lebih baik kalian lekas2 menyerah untuk
menerima hukuman! Jangan harap kalian bisa mengelakan
kematian sekali ini!”
Ouw Hui menyapu matanya kearah orang2 itu, didalam
hatinya dia sedang mempertimbang kan siasat yang harus
ditempuhnya untuk mem peroleh kemenangan yang cepat lagi
mutlak.
Kemudian dia telah berkata: „Dosaku memang sudah berlimpah2,
dan aku memang pantas mendapat hukuman. Hanya
kukira tidak te patlah jika kalian, manusia hina dina yang akan
menghukumku. Lebih tepat jika aku menghukum kalian. Kalian
jauh2 telah memerlukan datang kemari, maka biarlah aku
tidak akan mengecewa kan kalian. Akan kukirim pulang kalian
semua nya ramai2, hanya bukan kembali kerumahmu, tetapi
ketempat asalmu, keneraka, menghadap raja akheratl"
Ma Sat Long dan
Lie Sat Houw tidak
dapat bersabar pula.
Dengan ber-sama2
mereka telah berteriak
garang sekali:
„Saudara! Untuk apa
menghambur kan
Kata2 pemberontak
ini? Kita bukan datang
untuk mengadu lidah
dengan bangsat itu!
,Serbu saja, dan kita
bereskan mereka,
habis perkara!"
Menurut akan kata2nya itu, ber sama2 dengan Touw Peng
Liang dan sipengemis rumah tang ga, mereka segera
rnenerjang Ouw Hui, yang berdiri terdekat dengan mereka.
Enam belas kawan mereka serentak ikut maju menerjang
melancarkan serangan.
Ouw Hui perintahkan sikembar Cie Beng dan Cie Jin agar
mundur sampai kesamping pintu untuk menghalangi setiap
orang yang berusaha menerjang maju kedalarn.
Dia sendiri segera memutar goloknya untuk melakukan
perlawanan.
Kim Bian Had juga telah menggerakan pe dangnya.
„Trang! Trang!" terdengar dua kali bunyi logam terbentur
dengan logam pula, disusul juga dengan teriakan kaget.
Dalam gebrakan pertama itu ternyata pedang2 Ma Sat Long
dan Lie Sat Houw sudah ditabas putus oleh golok Ouw Hui.
Sambil berteriak memperingati kawan2 m reka agar berhati2
terhadap senjata Ouw Hui kedua orang itu segera
melompat mundur dan ber-lari2 kearah tempat kuda2 mereka.
Sesaat kemudian mereka sudah kembali dengan
memegang pedang baru, ternyata mereka telah membekal
cadangan senjata.
Sementara itu pertempuran itu telah berlangsung dengan
ramainya. Pertempuran itu benar2 merupakan pertempuran
terberat yang pernah dialami oleh Ouw Hui maupun Kim Bian
Hud dalam menghadapi kawanan garuda.
Lawan2 yang kini dihadapinya tidak dapat dipersamakan
dengan musuh yang mereka jumpai di Swat Hong Sancung.
Walaupun sebagian besar terdiri dari murid dan keturunan
musuh yang lain, tetapi kepandaian mereka sudah jauh
melebihi kepandaian guru mereka berkat ketekunan mereka
melatih diri hampir sepuluh tahun.
Disamping itu, hampir semua musuh2 itu adalah orang2
yang sudah nekad, yang akan ragu2 mengorbankan jiwanya
de ni berhasilnya melak sanakai pembalasan dendam sedalam
lautan itu.
Kini terbuktilah bahwa kenekadan bisa me rupakan senjata
yang ampuh, apa lagi kalau yang nekad itu seorang akhli silat
tingkat tinggi-
Setelah mengetahui bahwa golok Ouw Hui sebatang
senjata mustika, maka para pengepungnya itu tidak mau
mengadu senjata mereka lagi.
Setiap bacokan atau tabasan Ouw Hui selalu banya
dielakkannya dengan melompat ke-samping. sedangkan jika
serangan mereka hendak ditangkis oleh Ouw Hui, merekapun
cepat sekali menarik senjata masing2.
Cara bertempur demikian, yang selalu menghindarkan
benturan senjata, sesungguhnya banyak kerugiannya.
Tetapi berkat jumlah kawan mereka yang jauh lebih besar
dan semua benar2 sudah merupakan tokoh2 silat yang jarang
ada tandingan nya, maka dengan bekerja sama secara teratur
seperti itu, mereka bukan hanya berhasil menambal
kelemahan itu, sebaliknya mereka bahkan berhasil menarik
keuntungan untuk pihak mereka.
Setiap kali Ouw Hui hendak meneruskan tangkisannya
menjadi serangan, hampir selalu dia harus membatalkan
niatnya, karena dari arah lain sudah segera tiba serangan lagi.
Dengan melancarkan serangan2 susul menyusul silih
bergantian itu, mereka telah dapat memaksa Ouw Hui terus
menerus membela diri tanpa berkesempatan melancarkan
serangan balasan.
Karena itu maka jika hanya dilihat sepintas lalu, orang bisa
mendapatkan kesan bahwa dia sudah jatuh dibawah angin.
Tetapi bagi mata seorang ahli. keadaan Ouw Hui sama
sekali belum menguatirkan.
Disebelah pihak lainnya, Kim Bian Hud ju ga tengah
bertempur dengan penuh kewaspadaan melawan para siewie
dan orang2 Kun Lun Pai.
Kedudukannya agak lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan kedudukan Ouw Hui.
Diantara musuh2nya tidak ada seorangpun pernah
merasakan send ri betapa hebatnya orang tua itu.
Walaupun sudah sering kali mereka mende ngar tentang
kepandaian dan kehebatan Kim Bian Hud, tetapi mereka
percaya, bahwa dengan berkawan begitu banyak, yang
semuanya berimu silat tinggi, tidak nantinya mereka akan ca
pai.
Karena itu, mereka jadi lebih berani dalam melakukan
serangan.
Sementara itu Cie Beng dan Cie Jin terpaksa hanya
menyaksikan saja sambil menjaga di-ambang pintu.
Sesungguhnya tangan mereka sudah gatal se kali, ingin
benar mereka menggabungkan diri dalam pertempuran itu.
Tetapi pemerintah guru mereka juga tidak dapat dilanggar
oleh mereka.
Tiba2 disamping rumah terdengar suara ber kerotok,
bagaikan terbakarnya kayu setengah ke ring, dan sesaat
kemudian terdengar suara Peng Ah Sie dari dalam.
„Celaka, mereka membakar rumah "
Kedua saudara Cie itu tentu saja teikejut se kali karenanya
dan merekapun agak heran.
Jelas sekali kedua puluh musuh itu tengah asyik bertempur
dan seorangpun tidak ada yang meninggalkan medan
pertempuran.
Siapakah yang melepas api disamping ?
Apakah ada serombongan musuh lain yang belum
memperlihatkan diri dan kini berusaha membokong dan
menimbulkan kekacauan dengan membakar rumah ?
Dalam kagetnya dan bingungnya, kedua saudara Cie itu
tidak dapat mengambil keputusan yang cepat tindakan apa
yang harus mereka laku kan dengan segera disaat itu,
Memberitahukan kepada Ouw Hui atau Kim Bian Hnd
tentang adanya perkembangan baru i-tu, mereka memaDg
tidak berani karena kuatir mengejutkan dan mengacaukan
pemusatan perha tian mereka.
Pergi sendiri untuk melihat dan memadamkan api, juga
sulit dilakukan, karena mungkin sekali akan ada musuh yang
berusaha menerobos masuk kalau mereka meninggalkan pintu
itu.
Sekarang api masih kecil dan belum mena rik perhatian
mereka yang tengah bertempur, te tapi sebentar pula api itu
tentu akan menjadi semakin besar dan Kim Bian Hud maupun
Ouw Hui tentu akan melihatnya.
Kalau sampai terjadi begitu, bukankah kedua orang itu
akan menjadi terkejut dan perha ttan mereka jadi terpecah ?
Maka perlu sekali mereka bertindak dengan cepat.
Dan Cie Beng maupun Cie Jin telah memu tuskan untuk
masing2 melakukan tugas sendiri2.
Cie Jin tetap menjaga pintu, sedangkan Cie Beng akan
pergi kesamping untuk berusaha memadamkan kebakaran.
Yang dijumpainya disamping ternyata hanya Seorang.
Legalah hati Cie Beng, disamping dia juga sangat murka
sekali.
Orang itu ternyata telah menumpuk sekian banyak rumput
dan ranting cabang kering kayu disamping rumah dan telab
menyalakannya.
Kini orang itu tengah mengipasi api itu, su paya semakin
besar nyalanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata Cie Beng lalu
menyerangnya.
Maksudnya ialah untuk merubuhkan orang itu, agar
kemudian dia berusaha dan bekerja leuasa untuk
memadamkan api.
Tetapi sayangnya, maksud itu tidak begitu mudah untuk
dicapai dan dilaksanakannya.
Walaupun tengah memusatkan perhatiannya kepada api
yang tengah dinyatakannya itu, sera iigan Cie Beng yang
datang dengan tiba2 dapat pula dielakkan dengan mudah oleh
sipembakar rumah.
Sambil membalikkan tubuh, orang itu kemudian membalas
serangan Cie Beng.
Tidak berapa gesit gerakannya itu. tetapi gerakannya ku
telah memperlihatkan bahwa serang an yang dilancarkan itu
dengan mengerahkan telaga dalam yang dahsyat.
Hal itupun dapat juga dirasakan oleh Cie Beng, yang jadi
terkejut sekali.
Dengan melihat kenyataan seperti ini. Cie Beng tidak berani
berlaku ceroboh.
Dia mengetahui bahwa menghadapi musuh yang memiliki
Iwekang yang demikian kuat, dengan bertempur tanpa
senjata,' dia belum tentu bisa merebut kemenangan.
Dan kalau akhirnya dia bisa menang juga, kemenangannya
pasti baru bisa dicapainya setelah lewat seratus jurus lebih.
Dia tidak dapat menanti sekian lama, karena api yang
menyala itu semakin besar saja dan sudah mulai mengancam
dinding rumah yang ter buat dari kayu.
Dibarengi dengan kesulitannya, Cie Beng te lah mencabut
pedangnya dan dengan pedang pan jang di tangan kiri serta
pedang pendek dtiangan kanan, dia segera melancarkan
serargan tanpa ragu lagi.
Cie Beng juga yakin bahwa pertempuran ini bukan seperti
pertempuran yang pernah dialaminya.
Sekali ini dia harus bertempur tanpa mengenal ampun, jika
dia tidak mau kehilangan jiwanya sendiri.
Yah, kalau hanya jiwanya sendiri saja masih tidak
mengapa, tetapi kalau dia gagal atau terlambat merobohkan
lawannya, jiwa selurul keluarga gurunya akan terancam
maut.
Karena menyadari akan hal ilu, maka dalam serangan2nya
yang pertama dia sudah segera mempergunakan ilmu silat
yang liehay dai ganas.
Sipembakar rumah pertama kali agak lega melihat
penyerangannya hanya seorang muda.
Sebagai seorang siewie kelas satu, dengan kepandaian
dan pengalamannya, dia telah meru buhkannya tidak sedikit
tokoh2 Kangouw yang terkenal.
Maka seorang muda belia seperti Cie Beng yang kini tengah
dihadapinya tentu saja tidak dipandang sebelah mata.
Dengan tangan kosong, dia hendak merubuhkan sipemuda
yang dianggapnya tidak tahu diri.
Tetapi sesaat kemudian ternyatalah bahwa sianak muda
yang tak tahu diri, sebaliknya dia lah yang ternyata
menganggap kepandaiannya sendiri terlalu.tinggi.
Pedang Cie Beng yaog meluncur kearah teng gorok ann ya
dengan tipu Pek Hong Kwan Jit„ pelangi putih menembus
mata bari, dapat dielak kannya dengan memiringkan
kepalanya kesam-ping, dan bersamaan dengan itu dia telah
mengulurkan tangannya untuk merampas pedang si-pemuda.
Kalau serangannya dengan ilmu Tai-lek-eng-jiauw-kang itu
berhasil maka celakalah Cie Beng
Se-tidak2nya pergelangan tangannya akan hancur
tergencet jari2 siewie itu yang keras bagaikan baja.
Tetapi tidak sia2 Ouw Hui telah mendlidik pemuda itu.
Sebelum tangan siewie itu dapat mencapai sasarannya,
dengan sekali membalikan tangannya Cie Beng telah
memutarkan pedangnya yang kini terbalik mengancam
ketelapak- tangan siewie itu.
Dengan terkejut sekali, siewie itu menarik kembali
tangannya yang kiri berusaha menotok Hong Tie Hiat Cie Beng
dibelakang telinganya.
Sambil menunduk, Cie Beng mengelakkan totokan itu dan
sambil memutar tubuh mengikuti gerakan lawan ....
Halaman 57-58 sobek
Walaupun dia melihat sualu kesempatan yang baik untuk
dia, tetapi Cie Beng tidak mempergu nakannya sebaik
mungkin.
Disamping itu, karena masih sangat kurang pengalaman,
pemuda tersebut tidak menyadari bahwa belas kasihan kepada
seorang yang berjiwa rendah akhirnya bisa merugikan diri
sendlri.
Kebimbangan Cie Beng ini segera terlihat oleh siewie itu
dan tahulah siewie itu bahwa Cie Beng bisa dimanfaatkannya.
Secepat kilat dia telah melompat bangun dan kepalan
tangannya telah ditujukan kepada si pemuda.
Alangkah kagetnya Cie Beng ketika segalanya sudah
terlambat. Dan Cie Beng menyadari semua itu disebabkan
sikap ragu2nya tadi.
Waktu itu Cie Beng sudah tidak mungkin pu la
mengelakkan diri dari serangan si siewie yai»g dilancarkannya
dengan kuat penuh dan cepat sekali.
Dalam saat2 yang begitu berbahaya seperti itulah ilmu silat
keluarga Ouw memperlihatkan faedahnya.
Dengan perobohannya yang luar biasa, seseorang yang
mahir dalam ilmu itu dapat menarik suatu keuntungan dari
keadaan yang sangat buruk.
Waktu itu Cie Beng agaknya akan terluka berat karena
pukulan musuh yang sangat dahsyat itu, akan tetapi secara
aneh dan sama sekali tidak terduga, tiba2 pedangnya ditangan
kiri berkelebat dan bersama dengan tibanya pukulan musuh
didadanya, pedangnya itu telah menancap didada lawan.
Bersama mereka mengeluarkan teriakan tertahan kemudian
ke-dua2nya rubuh bersama.
Hanya bedanya, Siewie itu rubuh untuk se lanjutnya tidak
bangkit pula.
Sedangkan Cie Beng segera merangkak bangun dengan
menahan kesakitan.
Sungguh untung bagi Cie Beng, bahwa disaat yang
menentukan itu dia tidak kehilangan a-kal dan bisa
mempergunakan pelajaran yang telah diperolehnya dengan
baik.
Entah seperseratus atau seperlima puluh detik ujung
pedangnya mendahului tinju lawan mencapai sasarannya.
Tetapi perbedaan waktu yang demikian kecil itu cukuplah
sudah untuk membebaskan diri dari serangan lawannya itu,
bahkan telah berhasil membinasakan lawannya.
Karena tusukannya itu tiba lebih dulu, maka kedahsyatan
serangan musuh telah berkurang sangat banyak.
Kini dia hanya menderita kesakitan dan luka ringan
didalam.
Dan kalau memang tadi daya serang dari lawannya tidak
berkurang, jangan harap Cie Beng dapat hidup terus.
Tanpa ada yang merintangi, kini dia dapat berusaha
memadamkan api itu. Dengan pedangnya dia me-lontar2kan
kayu2 kering yang tersusun dan sudah mulai menyala itu,
sehingga ke adaan disekeliling rumah itu menjadi terang ben
derarg.
"Tetapi sementara itu, api sudah menjilat dinding rumah,
yang terbuat dari kayu.
Tahulah Cie Beng, bahwa seorang diri dan karena adanya
musuh, tidak mungkin dia bisa memadamkan kebakaran itu.
Cepat2 dia kembali kepintu depan rumah itu, dimana
adiknya masih tetap menjaga dengan senjata terhunus.
Diserukannya kepada Yok Lan, Peng Ah Sie dan Ouw Ho
agar keluar.
Kedua saudara Cie itu diam2 agak bingung juga. Dengan
Cie Beng menderita luka didalam walaupun luka itu tidak
berapa berat, tentu saja daya tempurnya tidak seperti
biasanya.
Disamping itu dalam halaman rumah yang terbuka itu tugas
mereka untuk menjaga keselamatan tiga orang itu tentu saja
menjadi sema kin sulit.
Sementara itu pertempuran antara Kim Bian Hud dan Ouw
Hui melawan musuh2 itu sedarg memuncak.
Kedua pahlawan itu kini telah dapat menyelami cara2 pihak
lawan dan dengan itu mereka punsudah dapat menemukan
titik2 kelemahan dalam siasat keroyokan itu.
Karena pihak sina terdiri dari orang2 berbagai gotongan
yang ilmunya masing2 berbeda satu dengan yang lain, dan
juga mereka memiliki maksud tersendiri, maka penyatuan
tenaga mereka itu tidak sekuat seperti yang dilihat sepintas
lalu.
Jika pertama kali tampaknya pihak musuh Itu dapat
mengambil posisi untuk menguasai dua lawannya itu, justru ini
Ouw Hui maupun Kim Bian Hud sudah bisa mengimbangi
mereka bahkan sudah mulai bisa lebih sering merugikan siasat
pengepungan mereka itu.
Berbeda dengan awal pengepungan tersebut kini
merekalah yang lebih sering melancarkan serangan2 kepada
belasan orang musuh itu.
Walaupun demikian, mereka tidak dapat cepat2
memperolah kemenangan, terutama karena kenekadan
orang2 Swat Hong Sancung. mereka telah bertempur dengan
tidak memperdulikan keselamatan jiwa sendiri, dan begitu
pula dengan Bong It Hoa dan sute2nya.
Mereka itu sering sekali melancarkan serangan-serangan
tanpa menperdulikan keselamatan jiwa sendiri dan khusus
melancarkan serangan dengan keseluruhannya dipusatkan
untuk mati ber-sama2 dengan pihak lawannya.
Tentu saja, dengan keadaan lawan2nya seperti itu, tidak
mudah bagi Kim Bian Hud dan Ouw Hui untuk rrembinasakan
mereka semuanya
Sedangkan pihaknya sudah mulai berada atas angin, saat
itulah Kim Bian Hud dan Ouw Hui melihat bahwa rumah
mereka sedang terbakar.
Peristiwa itu tentu saja sangat mengejutkan hati mereka,
sehingga sesaat perhatian mereka jadi terpecah dan mereka
jadi lengah.
Kesempatan yang baik itu tidak dilewatkan dengan
percuma oleh Hong It Hoa, yang berhadapan dengan Ouw
Hui;
Tangannya melayang kearah kepala musuh besar itu dan
agaknya dia sudah akan berhasil melakukan pembalasan
dendam itu.
Di saat yang sangat berbahaya itu. Ouw Hui tersadar dari
tertegunnya.
Dan cepat2 Ouw Hui melompat mundur selangkah.
Kepalanya terhindar dari serangan It-Hoa.
Tetapi sayangnya, bahunya kini yang telah menggantikan
untuk menerima pukulan tersebut.
--ooo0dw0oo--
Jilid 5
DENGAN menyalurkan tenaga dalam yang kuat Ouw Hui
sesungguhnya tidak menderita kerugian apa2 dari benturan
serangan yang dilancarkan It Hoa.
Hanya saja, diluar tahunya, tangan It Hoa beracun, dan
racun Tok See Ciang yang ganas itu serentak merembas
kedalam dagingnya.
Untuk beberapa saat lamanya Ouw Hui belum merasakan
apa2 dari serangan itu, tetapi setelah bertempur lagi beberapa
jurus, tiba2 dia merasakan bahunya gatal dan agak kaku.
Segera juga Ouw Hui mengetahui bahwa dia telah terkena
serangan racun.
Disaat itu gerak geriknya masih tetap lancar dan leluasa,
itulah berkat kesempurnaan Iwekangnya.
Dengan tenaga dalam yang kuat itu, dia berhasil mencegah
menjalarnya racun, mencegah mengganasnya racun itu
kedalam pembuluh2 darahnya, walaupun hanya akan
berlangsung dalam batas2 tertentu saja.
Namun Ouw Hui juga merasa menyadari bahwa daya tahan
itu tidak dapat dipertahankan terus menerus,
Lambat atau cepat tenaganya akan berkurang, dan yang
terutama sekali ototnya akan menjadi kaku dan akhirnya dia
akan rubuh sendirinya walaupun belum sampai terpukul oleh
musuh.
Sesungguhnya dia memiliki obat mustajab yaitu pil yang
dibuat dari sari bunga Swatlian (teratai salju) yang hanya
terdapat dipegunungan Thiansan.
Cara pembuatan obat itu telah diperolehnya dari kitab Yo
Ong Sin Pian, yang juga menyebutkan bahwa obat itu dapat
memusnahkan segala jenis racun yang umum.
Selanjutnya kitab itu juga menyebutkan bahwa sayang
sekali bunga Swatlian itu tidak mudah diperoleh.
Kebetulan sekali Ouw Hui tinggal dikaki pegunungan
Tkiansan. dan sering pula memburu di sana.
Oleh sebab itu, maka dia telah beberapa kali menemukan
bunga yang luar biasa itu dan bisa membuat pil2 manjur
mustajab itu'
Hanya saja sayangnya, cara pengobatan keracunan Tok
See Ciang tidaklah cukup menelan pil2 Swatlian saja, dia harus
pula beristirahat sambil mengerahkan pernapasannya dengan
cara bersemedi.
Kalau tidak, akan sia2 saja dia menelan pil itu. Kini dia
tengah melakukan pertempuran mati2an dan tidak ada waktu
untuk dia menuruti aturan cara pengobatan itu.
Apa dayanya sekarang?
Benar2 Ouw Hui murka sekali, dia menghadapi jalan buntu
dan terjepit.
Agaknya kematiannya sudah tidak terelakkan pula dari mati
percuma, lebih baik dia membawa serta beberapa orang
musuhnya untuk meng hadap raja akherat.
Tetapi kalau dia mati sebelum musuhnya, atau terbasmi
semuanya, keadaan keluarganya tentu akan menjadi lebih
berbahaya sekali.
Seorang diri Kim Bian Hud tentu akan menghadapi tugas
yang jauh lebih berat lagi untuk menghadapi musuh2 mereka
yang memang memiliki kepandaian tinggi dan cukup
sempurna itu.
Dengan pertimbangan seperti itu, karena putus asa, dia
menjadi nekad.
Dalam perhitungannya, dia masih dapat mem pertahankan
diri selama kurang lebih lima puluh jurus lagi dan Waktu itu
hendak dipergunakan sebaik mungkin.
Kini dia telah merobah cara berkelahinya
Tidak lagi dia menghiraukan serangan2 musuh, yang
diutamakan adalah menyerang, dan terus saja dia
melancarkan serangan2
yang kian lama kian
hebat.
Dengan tujuan
membinasakan
lawan2nya sebanyak
mungkin, Ouw Hui telah
mengeluarkan ilmu
simpanannya dan dalam
waktu yang cepat sekali
dia berhasil mendesak
hebat lawan2nya itu.
Ouw Hui telah
memperhitungkannya, kalau saja dia berhasil membinasakan
sebagian dari belasan lawannya, maka Kim Bian Hud seorang
diri dapat menyelesaikan sisanya dan bolehlah dia mati
dengan mata yang meram dan hati rela.
Diluar dugaannya, Kim Bian Hud sendiri sedang
menghadapi bahaya yang tidak ringan.
Para Gie Cian Siewie yang tengah dilawannya itu telah
memperoleh bekal semacam senjata rahasia yang d'Saat itu
benar2 masih merupakan barang baru bagi orang2 di
Tionggoan.
Diistana Kaisar Kian Liong, disaat itu ada seorang pendeta
Katholik dari sekte Jesuit yang bekerja sebagai akhli ilmu
falak. Di Eropa sendiri sekte Jesuit itu sangat tidak disenangi
ke lena terlalu senang mencampuri politik, bahkan seringkalt
mempergunakan Cara2 yang bukan semestinya untuk
mencapai tujuan mereka.
Disaat itu sekte Jesuit telah menjadi sebiuah organisasi
terlarang diseluruh Eropa,
Tetapi walaupun demikian, tidaklah dapat disangkal, bahwa
banyak sekait diantara tokoh2 kaum itu terdapat orang2 yang
sangat pandai dan cerdas. Dcmiisianpun halnya dengan
pendeta yang bekerja sebagai akhli falak itu,
Disamping memiliki keakhlian dalam ilmu tersebut, sebagai
seorang anggota sekte Jesuit, orang-orang itupun
berpengetahuan luas sekali dalam bidang mempergunakan
racun dan obat bius.
Dan kini, Senjata rahasia yang dipergunakan oleh salah
seorang Gie Cian Siewie itu terhadap Kim Bian Hud adalah
semacam obat pembius buatan pendeta itu, yang disimpan
dalam sebilah tabung, yang dipergunakannya dengan
disemprotkan kepada musuh.
Mungkin sekali itulah zat yang kini umumnya kita kenal
dengan nama Chloroform.
Jika dia diserang dengan senjata rahasia a-tau dengan
benda cair, bagi Kim Bian Hud ti dak sulit untuk
menghindarinya. Tetapi zit yang disemprotkan itu tidak
mungkin dikelit, karena seketika berada diudara bebas,
berobahlah zat itu menjadi gas dan memenuhi udara
disekitarnya.
Dengan terkejut Biauw Jin Hong merasakan bagaikan
disetiap saat dia akan jatuh pingsan seperti dikuasai oleh
semacam pengaruh yang tidak tampak olehnya.
Seketika itn juga Biauw Jin Hong menger ti bahwa itulah
disebabkan semprotan siewie ta di. Cepat2 Biauw Jin Hong
mengerahkan lwekangnya sambil menutup hidungnya.
Selain itu diapun mengibaskan kedua buah lengan bajunya
untuk membersihkan udara di sekelilingnya dari pengaruh gas
itu.
Untunglah bagi Biauw Jin Hong, bahwa sie wie itu sendiri
juga masih asing akan senjata baru itu dan belum begitu
mengerti bagaimana cara mempergunakannya.
Selain itu, diapun agak takut terhadap Kini Bian Hud,
sehingga serangannya tadi hanya dilakukannya dari jarak agak
jauh.
Oleh sebab itu, maka gas yang tersedot oleh Kmi Bian Hud
tidak seberapa dan tidak cukup untuk merubuhkaonya,
aehingga Kim Bian Hud berhasil mengerahkan Lwekangnya.
yang sangat kuat sekali.
Kalau saja siewie itu berani mendekati ketika
menyemprotkan Zat itu, tentu Kim Bian Hud sudah akan rubuh
tidak akan sadarkan diri.
Walaupun demikian, bahaya yang dihadapi Kim Bian Hud
tidaklah kecil ketika itu.
Pengaruh gas pembius itu masih terasa juga
Pikirannya tidak dapat dipusatkan pula se dangkan kaki dan
tangannya menjadi lemah.
Kenyataan ini juga diketahui oleh para pengepungnya.
Mereka ramai2 mendesak maju agar bisa melancarkan
pukulan2 dari jarak lebih dekat dan tahu2... mereka juga
menjadi terhuyung seperti Kim Bian Hud.
Itulah suatu kejadian yang tak pernah diduga dan suatu
akibat dari kurang pengetahuan mereka tentang zat itu. '
Kibasan lengan baju Kim Bian Hud itu telah membuyarkan
gas itu disekelilingnya, keempat penjuru dan para siewie yang
saling menerjang maju itu umumnya telah menghirup udara
yang mengandung gas itu.
Bagi Kim Bian Hud, peristiwa tersebut merupakan suatu
pertolongan yang tidak ternilai harganya.
Musuh2nya yang umumnya memiliki lwe-kang tidak sekuat
dia, tentu saja harus menderita akibat yang jauh lebih besar.
Sesaat kemudian Kim Bian Hud sudah dapat bernapas
dengan biasa lagi, sedangkan kaki dan tangannya sudah tidak
lemas lagi, berhasil digerakan seperti semula.
Benar2 Kim Bian Hud diliputi kemarahan yang tidak
terhingga atas terjadinya persoalan tersebut-, dan disaat itu
segera juga dia yakin kalau dia tidak bisa cepai2 merebut
kemenangan tentu keselamatan keluarganya akan hancur dan
terancam.
Disaat itu, terbukalah waktu yang sangat baik baginya.
Sebagian dari musuh2aya itu yang tadi sangat bernafsu
maju telah menghirup gas beracun itu dan kini masih
terhuyung bagai kan setiap saat akan rubuh sendiri.
Yang berada dibelakang tidak terkena begini berat dan saat
itu sudah dapat berdiri dengan tetap pula.
Kesempatan itu tentu saja tidak disa2kan Oleh Kim Bian
Hud.
Dengan sekali bergerak secepat kilat, dirubuhkannya enam
orang yang terdekat dengannya Kemudian perhatiannya
dialihkan kepaJa sisa pengeroyoknya itu, yang berjumlah
empat orang.
Disamping itu, pertempuran antara Ouw Hui dengan Hoig It
Hoa serta kawannya, juga sudah meperlihatkan perobahan.
Jika tadi karena masih memikirkan keselamatan jiwanya
sendiri, Ouw Hui jadi sukar mem peroleh keterangan, kini
nekad sebentar saja, dia sudah bisa membuat lawan2nya
menjadi sibuk bukan main.
Dengan ilmu goloknya yang tiada taranya didunia ini, dia
telah menghujani lawangnya itu dengan serangan2 yang
gencar dan ber-tubi2.
Sia2 belaka saja musuh2nya itu berusaha mengambil alih
pimpinan jalannya pertempuran itu karena serangan- yang
dilancarkan oleh Oiw Hui memang sangat hebat dan gencar
sekali, setiap kali mereka tetap sudah didahului lawannya
hanya seorang ini
Disamplng itu, merela juga sangat rejan sekali terhadap
golok Ouw Bui, yang Sudah terbukti ketajamannya.
Mereka tidak berani menangkis serangannya, tetapi dengan
demikian golok Ouw Hui jadi dapat bergerak kesegala penjuru
dengan bebas sekali, dan serangannya jadi semakin gencar.
Kini tahulah mereka, bahwa harapan mereka satu2nya ialah
agar racun Tok See Ciang itu bekerja selekas mungkin.
Tetapi sia2 belaka harapan merela itu. Berkat Iwekargnya
yang memang telah sempurna. Ouw Hui dapat menghambat
menjalarnya racun Itu.
Memang benar bahu kirinya terasa kaku dan lengannya
yang kiri hampir tidak dapat digerak kan, tetapi kenekadannya
dan amarahnya mem buat gerakan golok ditangan kanan itu
menjadi lebih hebat dari yang Sesungguhnya.
Hal itu disebabkan karena Ouw Hui benar2 telah
mengeluarkan kepandaiannya yang sesung guhnya dalam
melancarkan serangan2 yang me matikan.
Kalau mereka dapat bertahan terus sampai kurang lebih
tiga atau empat puluh jurus lagi, akhirnya Ouw Hui tentu akan
rubuh juga.
Tidak mungkin Ouw Hui akan sanggup me nahan terus
bekerjanya racun itu untuk selama-nya.
Tetapi agaknya lebih tidak mungkin pula, bahwa mereka
akan dapat bertahan sampai tiga puluh jurus terhadap
serangan2 golok Ouw Hci, karena pada saat itu saja napas
mereka sudah mulai memburu keras dan keringat membasahi
sekujur tubuh mereka.
Keadaan orang2 Ceng Cong Pai dan orang2 Swat Hong
Sancung itu dengan cepat sudah men jadi semakin buruk
keadaannya, beberapa orang diantara mereka yang tenaganya
paling lemah, sudah hampir tidak kuat untuk mengangkat sen
jata mereka lagi.
Dipihak lain, karena harus berlomba dengan sang waktu,
maka Ouw Hui mengeluarkan selu ruh kepandaiannya dan
serangannya semakin la ma menjadi semakin dahsyat.
Angin goloknya telah men-deru2 menerjang kesegala
penjuru, dan membuat lawan2nya itu su lit bernapas.
Ternyata terjangan angin serangan golok Ouw Hui, yang
disertai dengan tenaga dalam di tingkat yang tertinggi,
membuat dada mereka seperti tertindih oleh benda berat.
Lewat lagi lima jurus, terdengarlah suara jeritan yang
mengerikan sekali, disusul rubuhnya tubuh seseorang diantara
sute2nya Hong It Hoa.
Benar2 peristiwa itu sangat mengejutkan.
Tadi baru Ouw Hui tengah melancarkan se rangan kearah
Touw Peng Liang dengan tipu Hwai Tiong Po Gwat, setelah
beberapa kali, belasan tahun yang lalu Ouw Hui berhasil meru
buhkan musuhnya dengan serangan yang hebat ini yang bisa
juga dipergunakan sebagai serangan gertakan belaka, dengan
serangan lanjutannya yang ber sungguh2 dan bernama Geng
Bun Po Pit Bun Tiat San, atau langsung dipergunakan sebagai
serangan sungguh2, maka tipu serangannya itu sudah menjadi
buah bibir kaum kangouw di Tionggoan.
Juga Touw Peng Liang sudah mengetahui perihal ini dan
diapun sudah membawa sikap yang ber-hati2 untuk
melayaninya atau menghindarkannya.
Semua orang menduga bahwa kalau serangan itu
dilakukannya sebagai serangan gertakan, serangan
susulannya tentu adalah Geng Bun Po Pit Bun Tiat San.
Tetapi diluar dugaan mereka- sekali ini me reka justru
harus menyaksikan sesuatu yang jauh lebih bebat dari
serangan susulan yang sudah diketahui itu.
Di waktu Peng Liang bersiap-siap setelah me lompat
mundur menghindarkan diri dari serangan Ouw Hui, tiba-tiba
Ouw Hui justru memutar tubuhnya sambil melompat tinggi
sekali.
Lalu dari atas. dia melancarkan serangan ke pada adik
seperguruan Hong It Hoa yang malang nasibnya itu.
Serangannya yang mirip dengan tipu serang an Hui Liong
Tai Thian atau (Naga Terbang Ke langit), salah satu serangan
yang terlihay dari Hang Liong Sip Pat Ciang dari kaum Siauw
Lim Sie.
Inilah memang suatu keistimewaan dari Ouw Ke To Hoat,
yang selalu dapat diberikan penam bahan tipu-tipu serangan
istimewa yang dipetiknya dari ilmu perguruan lain.
Belasan tabun yang lalu dalam pengembaraannya, Ouw Hui
pernah menolong jiwa beberapa orang murid kesayangan Tai
Ho hwcehio pemimpin kaum Siauw Lim Sie disaat itu. Untuk
membalas budinya, Hweshio berilmu tinggi itu telah
menurunkan tipu serangan istimewa itu ke padanya.
Hang Liong Sip Pat Cang sesungguhnya ialah ilmu silat
tangan kosong, tetapi pukulan2 ilmu itu selalu dilakukan
dengan tangan terbuka, dan yang dipukulkan adalah sisi
telapak tangan.
Oleh sebab itu, maka serangan2 Hang Liong Sip Pat Ciang
memang dasarnya sudah mirip de ngan bacokan2 golok,
sehingga setelah dapat me nvelami inti sarinya dan
memahaminya, dengan mudah Ouw Hui dapat
memasukkannya kedalam ilmu goloknya sendiri.
Serangan yang tidak terduga itu tentu saja tidak keburu
dikelit pula oleh adik seperguruan Hong It Hoa.
Dia masih berusaha membela diri dengan mengangkat
pedangnya untuk menangkis, tetapi sia-sia saja golok Ouw Hui
membelah tubuhnya setelah lebih dulu memutuskan pedang
orang itu-
Peristiwa tersebut tentu saja mengejutkan hati para
pengeroyoknya dan keterkejutan mereka itu ternyata sangat
merugikan mereka sendiri
Untuk sejenak mereka tertegun dan agak Je ngah.
Sikap lengah reperti itulah, yang hanya ber langsung
selama beberapa detik saja, cukup sudah bagi Ouw Hui untuk
merubuhkan beberapa orang lagi.
Ilmu meringankan tubuh Pek Pian Kwie Eng, yang sudah
dipelijari Ouw Hui dengan sem purna, memberikan
kemungkinan kepadanya un tuk bergerak secepat kilat.
Terlebih lagi, setelah bertempur sekian lama dia sudah
mengetahui siapa diantara lawan2nya yang terlemah
kepandaiannya
Dalam sekejap mata dia sudah berhasil memperkecil jumlah
lawannnya yang kini hanya ber jumlah lima orang.
Kini jauh lebih ringanlah pekerjaannya.
Semangat Ouw Hui jadi semakin bertambah dan terbangun
dan serangan2 nya juga semakin keras.
Kelima orang lawannya itu tentu saja menjadi semakin
sibuk, tetapi karena yang masih ke tinggalan itu justru yang
terhebat kepandaiannya maka tidak mudah baginya untuk
merubuhkan mereka semua.
Demikianlah pertempuran itu berlangsung terus.
Golok Ouw Hui me-layang2 kebelakang, kedepan, kekiri
dan kekanan, dan keatas atau dengan cepat berobah
kebawah, bagaikan ratusan kilat saling simbar menyambar
orang2 itu.
Baru sekali ini mereka melihat ilmu silat yang demikian
hebat dan kecepatan bergerak yang begitu menakjubkan
sekali.
Mereka memang semua sudah mengerti, bahwa Ojw Hui
berkepandaian sangat tinggi, tetapi perkiraan mereka itu
ternyata masih jauh dibawah dari kenyataannya.
Diantara mereka itu, yang sangat heran dan juga sangat
kuatir aialah Hong It Hoa sendiri.
Dia benar2 tidak mengerti, mengapa racun Tbk See Ciang
dari pukulannya itu masih belum bekerja .
Biasanya orang tidak bisa bertahan lebih lama dari dua
puluh jurus setelah terkena racun tersebut.
Mengingat bahwa Oaw Hui memiliki Iwe-kang yaig
sempurna, dia telah menduga akan lebih lambat ssdikit
bekerjanya racun itu. Tetapi terlambatnya itu tidak akan
selambat seperti itu.
Kini sudah hampir lima puluh jurus mereka bertempur sejak
pukulannya yang beracun itu mengenai sasarannya, tetapi
Ouw Hui masih tetap segar dan dapat bertempur dengan
gagah perkasa.
Dalam saat itu jumlah kawan2 Hong It Hoa sudah
berkurang pula.
Dari pihak perguruannya kini hanya tinggal dia seorang,
sedangkan dari orang2 keluarga Touw sat Kauw itu hanya
masih tertinggal Peng Liang dan seorang paman gurunya.
Hati ketiga orang itu sesungguhnya sudah ciut sekali.
Mereka menysdarinya bahwa dengan mengadu senjata
mereka tetap bukan tandingan musuh besar itu.
Tetapi mereka mengetahui bahwa musuh itu sudah terkena
pukulan beracun, dan pasti akan tiba saatnya bahwa musuh
itu akan habis daya perlawanannya dan mudah dibunuh.
Saat itulah yang mereka nantikan dan nafsu membalas
dendam yang sudah lama dikandung mereka telah
memberikan dorongan untuk bertahan terus sedaoat mungkin,
sambil menanti kan saat yang diharapkan itu.
Bukankah kalau mereka melarikan diri. musuh besar itu
akan memiliki kesempatan berobat dan bukankah selanjutnya
mereka tidak akan sanggup membalas sakit hati mereka yang
sedalam lautan itu.
Hampir sepuluh jurus lagi telah lewat, keadaan musuh2
Ouw Hui sudah semakin menyedihkan sekali.
Napas mereka sudah memburu ksras, pakaian mereka
sudah basah kuyup dengan keringat bercampur darah, karena
tubuh mereka sudah terlukakan oleh ujung golok Ouw Hui
dibeberapa tempat dan bagian ditubuh mereka.
Tenaga mereka sudah benar2 hampir habis, sedangkan
Oaw Hui masih tetap tampak gagah sekali.
Hong It Hoa dan kedua kawannya itu menjadi putus asa.
Mereka juga menyesal, bahwa tidak siang2 mereka
melarikan diri.
Kini, jika mereka ingin meloloskan diri, jangan harap
mereka dapat melarikan diri dari tangan Ouw Hui.
Sudah tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka kecuali
menyerah kepada penentuan nasib sambil berusaha bertahan
sedapat mungkin mem pergunakan sisa2 tenaga yang masih
mereka miliki.
Tiba2 mereka jadi lebih terkejut pula, dise belah sana
terdengar Kim Bian Hud membentak biberapa kali dan setiap
bentakanrya itu selalu disusul oleh suara teriakan kesakitan
bercampur ketakutan setengah mati.
Dalam kesibukan mereka sendiri menghadapi golok Ouw
Hui, mereka tentu saja tidak ber» m mei.oleh kearah lain.
Tetapi suara2 itupun sudah tidak akan salah lagi, bahwa suara
terse-but pasti merupakan suara kawan2 mereka.
Sekarang yakinlah mereka bahwa harapan meresa sudah
kandas dan habis sama sekali.
Disaat itu mereka telah melepaskan harapan mereka itu,
terjadilah sesuatu yang tidak tef duga, tetapi telah mereka
harapkan sejak sekian lama.
Ketika Ouw Hui tengah melancarkan sera ngan dahsyat,
yang agaknya tidak akan dapat di hindarkan pula oleh Hong It
Hoa, se-konyong2 goloknya itu turun dan terlepas dari
tangannya, Ke mudian Ouw Hui terhuyung2 beberapa langkah
dan rubuh sambil merintih perlahan.
Akhirnya tidak dapat pula Ouw Hui menahan pengaruh
racun yang ganas itu.
Masih untung, bahwa ketiga musuhnya ketika itu sudah
hampir kehabisan tenaga, pikiran mereka sudah tidak terang
rugi dan penglihatan mereka jaga sudah kabur.
Karena itu rrereka tidak bisa segera menya dari perobahan
mendadak itu. Sesaat mereka telah berdiri bingung
mematung.
Memang aneh jiwa manusia.
Kalau kita sudah lama mengharapkan sesu-itu yang tidak
Kunjung tiba, dan yang diharapkan itu lalu muncul dengan
mendadak, umumnya kita tidak dapat mempercayai mata kita
sen diri dan sering pula kita tidak bisa segera mengerti apa
yang harus kita lakukan ketika itu.
Demikianlah peristiwa seperti itu telah terjadi didiri ketiga
orang itu, tiga musuh besar Ouw Hui, ying karena itu jadi
membuang kesem patan sebaik itu.
Lewat beberapa saat lagi mereka baru tersadar, bahwa
inilah yang mereka harap2kan sejak tadi.
Hati mereka melompat kegirangan. Lupalah mereka akan
keletihan mereka.
Dengan bernafsu sekali mereka telah saling terjang untuk
menghabiskan jiwa musuh besar itu.
Masing2 tidak mau mengalah dan hendak memotong
kepala Ouw Hui dengan tangan mereka sendiri.
Tidak seorargpun diantara mereka rela membiarkan yang
lain mengecap kepuasan dapat mef laksanakan pembalasan
dendam itu.
Touw Peng Liang sudah lebih dulu bisa mendekati Ouw Hui,
yang menggelatak ditanah dengan tidak sadarkan diri itu.
Tetapi, ketika dia mengangkat pedangnya untuk menabas
batang leber Ojw Hui, tiba2 Hong It Hoa menangkis
pedangnya. Putera Hong Jin Eng ini menganggap dirinya lebih
berhak dari yang lain2nya dalam mengambil jiwa Ouw Hui.
Tindakannya itu tentu saja mengejutkan dan
membangkitkan amarah rouw Peig Liang dan paman gurunya.
Kedua orang itu berbalik dengan mata yang mendelik dan
agaknya kedua orang tersebut akan mencaci -It Hoa.
Sudah pasti akan terjadi pertengkaran diantara mereka
sendiri, jika bukan disaat itu tiba2 tampak dua sosok tubuh
melayang kearah mereka serta melancarkan serangan.
Peng Liang merasakan angin dingin menyambar kearahnya.
Cepat2 dia telah mengelakkannya kesam-ping dan
sebatang pedang melayang disamping tubuhnya, nyaris
memutuskan bahunya.
Dengan cepat dia mengangkat pedangnya un tuk
membalas serangan itu, tetapi sesaat kemudian dia menjadi
terkejut sekali.
Sebatang pedang pendek, atau sebilah pedang panjang,
beikelebat cepat sekali seperti kilat.
Dan disaat itu, tahu2 pedangnya suduh ting gal hanya
gagangnya saja, dan sebelum kagetnya itu lenyap, tiba2
pedang yang baru lewat disam-ping tubuhnya itu melayang
balik, mengarah ke dua kakinya.
Peng Liang berusaha untuk menghindari diri dari serangan
itu, dia berusaha melompat ke atas.
Dalam keadaan biasa dia tentu akan dapat berkelit dari
serangan itu walaupun datangnya secara tiba2 dan cepat
sekali.
Kepandaian Peng Liang menang sudah tinggi sekali, tetapi
disaat itu dia barj saja melaku kan pertempuran yang
menghabiskan seluruh tenaganya. Dengan sendirinya kini
gerakannya jadi lambat dan dia sudah tidak berdaya sekali.
Lompatannnya jadi lambat dengan mengeluarkan suara
teriakan yang menyerupai jerit kematian mengerikan, tubuh
Peng Liang rubuh tanpa memi liki kaki pula.
Paman guru Peng Liang telah melibat bahaya yang
mengancam diapun sudah berusaha untuk menolongnya. Teta
pi diapun memiliki gerakan yang lambat, karena diapun
tengah kehabisan tenaga. Dan dengan sendirinya Peng Liang
harus menerima nasibnya.
Paman guru itu, Lie Sat Hauw, segera mero bah gerakan
pedangnya. Dia telah berusaha men dahului menyerang
sebelum musuh baru itu dapat menarik kembali pedangnya.
Juga dia harus mengalami keterkejutan pula, karena begitu
tersentuh pedang pendek musuh, pedangnya segera putus
terpotong.
Untung baginya bahwa benturan itu terjadi didekat ujung
pedang sehingga sisa yang masih berada ditaogannyaitu tetap
bisa dipergunakan sebagai senjata.
Setelah adanya pengalaman seperti itu, dia jadi iebih
berhati2, tenaganya tidak mengijin-kan pula dalam sekejap
mata dia sudah terdesak hebat, bahkan setiap saat bisa rubuh
diujung sen jata lawannya.
Didekat mereka, Hong It Hoa juga tengah bertempur
dengan seorang lawan baru.
Beda dengan kawannya, dia mendapatkan seorang musuh
yang gerak geriknya tidak begitu cepat dan tenaganya juga
tidak besar. Karena itu dia bisa mengimbangi serangan2
lawannya.
Yang datan? menyerbu ketiga orang itu, calon penbunuh
Ouw Hui, memang tidak lain dari si kembar Cie Beng dan Cie
Jin.
Dengan tenaganya yang masih segar. Cie Jin dengan
mudah dapat merubuhkan Peng Liang, yang sudah diliputi
keletihan, dan bisa pula membuat Lie Sat Houw dengan cepat
menjadi terdesak hebat. Kalau mereka masih sama2 segar,
tentu tidak semudah itu hasil yang diperoleh Cie-Jin.
Pertempuran antara Cie Beng dan It Hoa sebaliknya
berjalan dengan berimbang.
Memang sesungguhnya kepandaian mereka ku rang lebih
setingkat.
Dan keadaan mereka juga memang serupa. It Hoa sudah
hampir kehabisan tenaga, sedangkan Cie Beng telah
menderita luka didalam, sehingga tenaganya sudah tidak ada.
Berlangsung beberapa saat lagi, tiba2 Cie Beng terhuyung2
dan jatuh sambil memuntahkan darah, tepat disaat Cie Jin
telah berhasil merubuhkan Lie Sat How, yang jatuh dengan
berlumuran darah dan kehilangan sebelah tangannya.
Luka Cie Beng karena pukulan siewie pembakar rumah itu
seseagguhnya tidak terlalu berat.
Walaupun demikian, seharusnya dia beristirahat dulu
dan.tidak boleh mengeluarkan tenaga, terlebih lagi melakukan
pertempuran.
Tetapi melihat gurunya terancam maut tentu saja dia tidak
dapat berpeluk tangan dan ber sama2 dengan adiknya dia
telah memaksakan diri untuk menyerbu musuh.
Pengerahan tenaga untuk melawan musuh i-ta telfh
menyebabkan dnahi.ya mengalir lebih deras dan cepat,
sehingga luka didalzmnya itu jadi berian bah parah dm berat,
maka jatuhlah dia dengan memuntahkan darah.
Alangkah terkejutnya Cie Jin, yang ketika itu sudah siap
membantu kakaknya membereskan musuh yang tinggal
seorang itu.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Cinta antara saudara
kembar umumnya lebih mendalam dari persaudaraan biasa.
Kitapun sudah mengeta hui bahwa cinta yang terlalu besar
seringkali menimbulkan kekuatiran yang ber lebih2an, jika
melihat orang yarg dicintai itu merderita sesuatu.
Dalam hal ini Cie Jin juga bukan terkecua li, seketika itu
juga dia melupakan keadaan di-sekelilingnya dan dengan
perasaan yang tidak dapat dilukiskan, dia telah menubruk
kakaknya.
Untuk kedua kalinya Hong It Hoa lolos dari lobang jarum.
Kalauu memang bukan tertolong peristiwa yang sama sekali
tidak terduga itu, jiwarya tentu sudah menyusul kawan2nya
yang sudah mendahuluinya menghedap kepada Giam Lo Ong.
Sungguh girang It Hoa, karena tidak ada yang merintangi
pula baginya uniuk membalas rasa sakit hatinya kepada Ouw
Hui.
Ingin sekali dia cepat2 melompat kearah musuhnya itu
yang menggeletak ditanah kurang lebih tiga tombak dari
tempatnya berdiri. Tetapi, ka-kinya tidak Sanggup
melaksanakan keinginan hatinya, bahkan lari pula sudah tidak
kuat.
Berjalanlah dia mendekati tubuh musuhnya itu.
Kini sudah tinggal tiga langkah lagi sebelum dia dapat
membacokan pedangnya.
Sementara itu Cie Jin masih memeluki kakaknya yang
sudah pingsan sambil me-manggil2 nya dengan suara yang
mencerminkan kesedihan yarg tidak terkira.
Seulas senyum puas menghiasi bibir It Hoa.
Tiba2 dibelasangnya terdengar suara bentakan ”Bangsat !
Jahanam ! Binatang l Jangan ganggu ayahku !”
Bentakan itu kemudian disusul serangan ke arah
punggungnya
Dengan terkejut It Hoa berbalik.
It Hoa menduga Cie Jin telah mengetahui maksudnya dan
kini datang memburu. Dalam kegirangannya vang me-luap2
karena melihat kesempatan terakhir itu, otaknya tidak dapat
menangkap maksud kata2 yang masuk kedalam te linganya,
yaitu bahwa sipenyerang tadi menyebut Ouw Hui sebagai
ayahnya.
Sipenyerang bukan lain dari Ouw Ho, bersama dengan
ibunya dan Peng Ah Sie, dia telah mengikuti jalannya
pertempuran itu dengan hati yang tergoncang.
Tadi, ketika melihat ayahnya rubuh, dia su dah hendak
melompat maju untuk menyerbu ke dalam gelanggang
pertempuran.
Tetapi kedua saudara Cie telah mendahuluinya.
Hatinya telah jadi lega ketika melihat bahwa kedua
suhengnya itu dengan cepat berhasil menguasai keadaan.
Namun kegembiraan itu ternyata hanya berlangsung
sebentar, karena lewat beberapa saat lagi dia harus
menyaksikan, bagaimana Cie Beng rubuh, Cie Jin juga
melupakan segala apa dalam kecemasannya. Ketika melihat
Hong It Hoa setindak demi setindak menghampiri ayahnya, dia
tentu saja tidak dapat berdiam diri lagi.
Yok Lan dan Peng Ah Sie berusaha merintanginya. tetapi
sudah terlambat.
Ketika itu Ouw Ho sudah melompat maju kedepan dan
sebagai seorang anak yang memiliki kepandaian ilmu silat,
jelas Ouw Ho dapat meninggalkan Yok Lan dan Peng Ah Sie
yang memang tidak mengerti ilmu silat.
Betitulah Ouw Ho tiba dibelakang Hong It Hoa, yang serta
merta telah diserangnya.
Yok Lan tentu saja jadi kuatir sekali, dia mengetahui betapa
besar bahaya yang tengah di hadapi Ouw Ho dengan sikapnya
itu.
Sebagai seorang ibu yang hanya memiliki seorang anak
seperti itu, kasih sayangnya kepada sianak tentu saja besar
sekali dan karena cintanya, maka kekuatirannya kalau
anaknya akan mengalami bencana dan bahaya itu terlampau
berlebihan.
Belum apa2 dia sudah membayangkan bagai mana anaknya
rubuh terkulai dengan bermandikan darah, jatuh sebagai
korban keganasan tangan musuh yang kejam.
Pikirannya jadi kacau dan dalam gugup dan kebingungan
sepertii itu dia hanya dapat berdiri mematung saja tanpa bisa
mengeluarkan sepatahkata. Ketika telah lewat beberapa saat
lamanya dia sudah bisa mengatasi goncangan harapannya
Untuk melalukan pembalasan Sakit hatinya dan tentu juga
akan habis riwayatnya.
Didalam hatinya dia merasa sayang kini dia sudah harus
mati sebelum bisa mewujudkan cita ta2nya membalaskan sakit
hati ayah dan guru nya.
Kalau saja dia belum kehabisan tenaga, memang tidak sulit
baginya untuk melarikan diri untuk kemudian per lahan2
menghimpun sahabat2 nya lagi dan datang pula untuk
menggempur musuh2nya tersebut.
Tetapi apa daya, justru semua itu hanya suatu cita2 kosong
belaka.
Disaat itu, tiba2 Hong It Hoa merasakan tangannya
dijambret sianak kecil muka hitam itu dan seketika itu
berkelebatlah suatu akal dalam pikirannya.
Itulah kekeliruan Ouw Ho yang masih tidak merriliki
pengalaman.
Setelah tadi dia mendapatkan kenyataan babwa
pukulan2nya tidak bisa merubuhkan lawannya, seharusnya dia
mengerti bahwa tenaganya belum cukup untuk mengimbangi
musuhnya tersebut.
Dengan timbulnya keyakiran itu, timbulah Ingatan untuk
merampas senjata musuh, yang segera juga dilakukan oleh
Ouw Ho.
Kalau saja tenaga Ouw Ho sudah cukup besar, memang
seketika itu dia tentu sudah ber hasil merampas senjata
musuh, untuk kemudian dipergunakannya untuk merubuhkan
musuh itu sendiri.
Tetapi dengan tenaganya yang masih terbatas seperti itu,
percobaannya sia2 belaka, bahkan menguntungkan pihak
lawannya.
Memang sungguh lebih berpaedah jika dia terus menyerang
dengan tangan kosong saja dan menarik keuntungan dari
kelincahannya. Dengan demikian dia akan dapat terus
menerus merinta ngi Hong It Hoa meadekati ayahnya, sambil
me nantikan Cie Jin dan Kim Bian Hud datang me nolong
kepadanya.
Walaupun sudah sangat letih, sebagai seorang tokoh
terkemuka dalam Ceng Cong Pai, It Hoa tentu masih lebih
kuat dari Ouw Ho, yang baru berusia sembilan tahun.
Begitu tangannya yang memegang, tangannya yang kiri
segera bergerak dengan cepat dan tangan Ouw Ho seketika
itu juga sudah tercekal kuat olehnya.
Ditekuk kebelakang lengan Ouw Ho membuat anak itu
kesakitan dan tidak berdaya untuk bergerak. Kemudian
pedangnya telah ditempelkan dibelakang leher anak itu
sambil mengeluarkan' ancaman :
„Kalau kalian masih sayang jiwa anak ini. cepat kalian
minggir !" serunya.
Ancaman itu ditujukan kepada Kim Bian Hud dan Cie Jin
yang sementara itu sudah tiba didekatnya.
Dalam saat2 dia sudah terjepit sekali tadi. percobaan Ouw
Ho untuk merampas senjatanya justru memberikannya jalan
keluar. Dengan menangkap tangan It Hoa. justru Ouw Ho
telah memberikan kesempatan kepada musuhnya Untuk
berbalik menangkap tangannya.
Kekeliruan itu baru disadari oleh Ouw Ho setelah terlambat,
dan kini dia dijadikan perisai.
Kim Bian Hud begitu pula Cie Jin, terpaksa mundur oleh
ancaman tersebut.
Tetapi mereka berdua tidak mau menyingkir terlalu jauh.
Disaat itu, It Hoa sedang mempertimbangkan, apakah
dengan adanya kesempatan ini tidak lebih baik jika dia segera
menghampiri Ouw Hui dan melaksanakan maksudnya
membalas dendam.
Per-tama2 memang begitu hasratnya, tetapi sesaat
kemudian pikirannya telah berobah.
Dia menyadari babwa dalam keadaannya seperti saat itu
dia tidak bisa bergerak dengan cepat.
Sebaliknya dia sudah mengetahui betapa tinggi ilmu
meringankan tubuh kedua lawan yang masih tetap
memperhatikan setiap gerak-geriknya.
Dia mengerti, babwa seketika dia memisahkan pedangnya
dari batang leher anak kecil itu untuk menabas batmg leher
Ouw Hui. Kim Bian Hud dan Cie Jin tentu akan bertirdak
secepat kilat dan memang akhirnya akan gagal sama sekali
usahanya untuk membunuh Ouw Hui sebalik bya jiwanya
sendiri tentu sudah tidak akan tertolong lagi.
Setelah berpikir sekian lama, dia memutuskan untuk
mempergunakan Ouw Ho sebagai perisai untuk menyingkir.
Setindak demi setindak dia berjalan kearah tambatan kuda2
yang ditunggangi tadi bersama kawar2nya. Selama itu
pedangnya tidak pernah berpisah dari batang leher Ouw Ho
dan setibanya disitu, kudanya itu, It Hoa telah mengancam
lagi ; „Janganlah kalian bergerak. Dengan sekali menabas,
akan kupotong batang leher anak ini, kalau saja kalian
memperlihatkan gerak dan ikap mencurigakan*'.
Dengan tetap mengancam belakang leher Ouw Ho, dia
perintahkan anak itu naik kekudanya dan rebah menelungkup
didepan pelana. Lalu dia sendiri naik dengan per lahan2.
Diulangi lagi ancamannya dan sesaat kemudian dia telah
memacu kudanya.
Ketika It Hoa hendak menaiki kudanya, Cie Jin sudah
hendak melompat maju untuk berusaha menolonginya sianak
muka hitam itu. Dia menganggap bahwa selekas It Hoa sudah
berhasil membawa adik seperguruannya itu pergi dari tempat
itu, tentu akan sulitlah untuk menolonginya lasi, dan dapat
diduga sama sekali sudah tidak mungkin untuk menolongnya
lagi.
Rupanya Kim Bian Hud telah menerka isi hati Cie Jin.
Cepat2 dia mencegahnya maksud pemuda itu, sambil
dibisiknya dengan suara yang perlahan sekali agar tidak
terdengar It Hoa.
„Jangan ter-gesa2" katanya dengan suara yang perlahan.
„Kalau kau sekarang melompat kearahnya, dia tentu akan
membuktikan ancamannya itu dan si Ho tentu benarr jadi
tidak ter tolong lagi. Biarlah kita mengikuti saja, sambil
menantikan kesempatan baik untuk bertindak".
Halaman 39-40 sobek
Berkat lwekangnya yang sudah demikian sem purna,
akibatnya memang tidak segera terasa, terutama diwaktu
jiwanya sedang bergolak, sehingga dia melupakan segalanya.
Tetapi secepat ketegangan hatinya mereda, sedikit demi
sedikit akan mulai terasalah gangguan seperti itu.
Demikianpun sekali ini. Tadi waktu amarahnya sedang
bergolak dan dia harus memusatkan perhatiannya dalam
pertempuran, dia tidak merasakan apa2. Juga setelah
pertempuran itu selesai dan dia mulai mengikuti It Hoa, masih
tiada yang dirasakannya sam pai sekian lama.
Lewat lagi kurang lebih setengah jam, setelah hatinya berangsur2
menjadi tenang, mulai terasalah keletihan yang
diakibatkan goncangan hatinya tadi.
Dia menyadarinya apa artinya gejala itu, tetapi agar tidak
mengecilkan hati Cie Jin, dia tidak memberitahukannya dan
hanya berusaha mengembalikan tenaganya dengan
menjalankan nafas menurut pelajaran ilmu tenaga dalam
Keadaannya kini sudah hampir serupa dengan It Hoa
Harapan satu2nya kini hanyalah agar bisa bertahan lebih
lama dari musuh itu.
Dalam perlombaan keuletan itu, dia memperoleh
keuntungan dari lwekangnya yang memang jauh lebih
sempurna dari lawannya tetapi musuhnya itu memiliki
keuntungan lain.
Usia mereka yang jauh lebih muda tentu sa ja memberikan
keuletan yang jauh lebih kuat dari keuletan Kim Bian Hud
yang berusia lanjut.
Per lahan2, tetapi pasti, dia menjadi semakin. lelah.
Sedapat mungkin dia telah melawan dengan lwekangnya.
Tetapi kepandaian manusia mana da pat melawan hukum
alam?
Sebagai seorang tua, tenaga sejatinya, tena ga pemberian
alam, tentu sudah sangat berkurang
Pergolakan dihatinya, pengerahan tenaga yaog luar biasa
daa disamping itu diapun telah terkena serangan obat beracun
yang memabokkan dalam pertempuran tadi. semuanya kini
mendatangkan keletihan yang mungkin dilawannya de ngan
apapun 'juga.
Dan suatu saat, dia merasa sudah tidak kuat untuk
melanjutkan perjalanannya untuk mengikuti It Hoa.
Dia hendak merintahkan Cie Jin melanjutkannya seorang
diri dan hendak pula berpesan bagaimana pemuda itu harus
bertindak jika waktunya sudah tiba, atau jika terjadi
perkembangan yang tidak terduga, tindakan2 yang harus di
lakukannya. Tetapi semuanya itu terlambat.
Sebelum dia dapat mengucapkan sepatah kata, matanya
sudah ber-kunang2, dadanya terasa sesak, napasnya
memburu dan setelah beberapa kali urung jatuh, akhirnya
rubuhlah dia dari pe lana.
Dia rubuh tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat bagaikan
kertas dan napasnya juga mem buru keras sekali. Jelaslah kini
bahwa keadaan Kiai Bian Hud sangat menguatirkan sekali.
Betapa terkejutnya Cie Jin waktu itu.
Cepat2 pemuda tersebut melompat turun dari kudanya dan
dengan diliputi kekuatiran yang sangat dia telah memeriksa
keadaan jago tua tef sebut.
Hatinya menjadi agak lega ketika mempero leh kenyataan
Kim Bian Hud masih bernapas.
Dicobanya menyadarkan orang tua itu, teta pi sampai
sekian lama dia masih belum berha nil menyadarkan orang tua
itu
Perasaan bingungnya disaat itu benar2 tidak terlukiskan.
Sulit sekali Cie Jin mengambil keputusan, musuh yang
menculik Ouw Ho sudah semakin menjauh, kalau tidak cepat2
dia pergi menyusul lagi, dia tentu akan kehilangan jejak Ouw
Ho.
Sebaliknya, apakah dia harus meringgalkan Kim Bian Hud
disitu dalam keadaan demikian menguatirkan ?
Kalau saja didekat tempat itu ada rumah penduduk, dia
akan dapat menitipkan Kim Bian Hud ditempat penduduk itu
dan dia sendiri bi sa cepat2 melanjutkan pengejarannya.
Tetapi mereka berada ditengah padang rum put luas, yang
tidak berpenduduk.
Disekelilingnya, sejauh mata dapat meman dang, yang
tampak hanyalah tanah berumput.
Kalau kebetulan ada serombongan pengem-bala
didekatnya, dia jvga akan dapat minta per tolongan mereka
untuk msrawat Kjm Bian Hud, Selama dia mengejar musuh
yang menculik adik seperguruannya.
Tetapi jelaslah sudah, bahwa kecuali mere ka tidak ada
orang lain lagi di padang rumput itu.
Apa yang kini harus kita lakukannya?
Akhirnya Cie Jin memutuskan untuk mena ikkan Kim Bian
Hud keatas kudanya dan mem bawanya serta mengejar
musuh itu.
Dia telah teringat akan perhitungan orang tua ini, bahwa
dalam keadaan Hong It Hoa tentu tidak akan kuat pergi jauh.
Dia percaya bahwa tidak lama pula It Hoa Pasti akau
berhenti, dan dia akan bisa turun ta ngan menolong Ouw Ho.
Setelah itu dia akan dapat cepat2 menempuh perjalanan
pulang dengan membawa ke-dua2nya, yang segera hendak
dilaksanakannya.
Tetapi alangkah terkejutnya, ketika setelah menaikkan Kim
Bian Hud keatas kudanya, dia hendak mulai berjalan lagi.
Hong It Hoa sudah tidak terlihat pula
Agaknya Cie Jin telah ragu2 terlalu lama, sehingga musuh
yang membawa Ouw Ho itu telah sempat meninggalkannya
jauh sekali-
Musuh itu sedikitnya tentu sudah terpisah sepuluh lie dari
tempatnya.
Cie Jin mengerti bahwa kini dia tidaklah boleh mem-buang2
waktu lagi.
Kalau menuruti kehendak hatinya, ingin sekali Cie Jin
melarikan kudanya agar bisa cepat cepat menyusul musuhnya.
Tetapi dia kuatir jika goncangan2 yang ditimbulkannya itu
terlalu keras dan bisa mendatangkan keadaan yang
membahayakan Kim Bian Hud, yang masih tetap belum sadar
dari ping sannya.
Terpaksa dia membatasi lari kudanya, agar orang tua yang
menelungkup didepan pelana itu tidak terlalu menderita
karenanya.
Sungguh bingung dan gugup hati Cie Jin dan betapa berat
dirasakannya tugas yang tengah dihadapinya itu.
Diapun bimbang sekali, apikah dia masih akan dapat
menyusul musuhnya yang lenyap da ri pandangan matanya.
Sudah sekian lama dia melanjutkan pengejaran itu dan
jarak yang telah ditempuhnya bu kan dekat lagi.
Se tidak2nya dia telah berjalan kurang lebih dua lie, tetapi
musuhnya yaag hendak dikejarnya masih tetap belum terlihat
mata hidung nya.
Kebingungannya yang meliputi hati pemuda ini semakin
bertambah, disertai juga oleh ke kuatirannya yang menjadi
semakin besar.
Kelirukah arah yang telah ditempuhnya ? Tidak mungkin !
Mustahil dia telah menempuh arah yang keliru dari jejak
musuh yang memba wa Ouw Ho itu.
Dan dirpun mengetahui bahwa jejak semula musuh itu
tidak pernah mem-belok2 kearah lain.
Apakah perhitungan Kim Bian Hud yang te I»h keliru ?
Mungkinkah musuhnya itu belum se letih yang diduganya ?
Agasnya itupun tidaK mungkin.
Dengan mata kepala sendiri Cie Jin telah melihat keadaan
musuh itu diwaktu akhir pertempuran.
Jelaslah bahwa musuh itu bahkan sudah ham pir tidak kuat
berdiri diatas sepasang kakinya.
Tetapi mengapa dia masih tetap belum bisa menyusul,
sedangkan sejak semula musuh itu ti dak berani melarikan
kudanya terlalu keras kare m kuatir tidak dapat
mempertahankan tubuhnya 'ia.as kuda tunggangannya itu ?
Sungguh mengherankan sekali, tetapi juga sangat
menggelisahkan sekali hati pemuda itu.
Cie Jin berhenti sejenak untuk melihat ke sekelilingnya.
Hanya rumput hijau bergelombang dihembus angin yang
dilihatnya.
Bayangan musuh sudah lenyap dan tidak tam pak sama
sekali olehnya, lenyap tidak menirg-galkan jejak.
Cie Jin berjalan lagi sampai sa'sian lama.
Hasil yang diperolehnya tetap nihil, aktif nya dia yakin
bahwa dia t-lah mengambil arah yang keliru. Dia
membelokkan kudanya dan de ngan membuat sebuah
lingkaran besar dia berpu tar mengelilingi daerah itu. Akhirnya
dia ke m bali ditempat dia mulai membiluk tadi, sedang kan
sepanjang jalai bsrkeliliag itupun dia tidak memperoleh suatu
petunjuk apapun juga.
Cie Jin jadi putus asa. Disamping itu dia pun kuatir jika
keadaan Kim Bian Hud akan menjadi se makin parah dan
mengkhawatirkin.
Dia mengetahui juga tidak dapat dia membuang- waktu,
walau bagaimana tetap saja dia harus cepat2 kembali, agar
Kim Bian Hud mem peroleh perawatan yang semestinya.
Tetapi dia masih agak ragu2 untuk segera menyudahi
pengejaran itu, kenbali dengan hanya membawa sucouwnya
ini tanpa sekalian memba wa Ouw Ho.
Untuk beberapa waktu dia berusaha untuk mencari jejak
Hong It Hoa.
Sementara itu hari sudah mendekati pergan tian dari pagi
kelohor. Sinar matahari yang terik semakin terasa dan
tenggorokannya juga su dah terasa kering sekali-
Karena itu dia menyadarinya bahwa dia tidak boleh membuang2
waktu lagi untuk keselamatan Kim Bian Hud.
Cie Jin sudah tidak memiliki harapan pula untuk dapat
menyusul Hong It Hoa dan meno longi Ouw Ho. Dan dia tidak
mau menyebabkan Kim Bian Hud kehilangan jiwa karena keragu2annya
itu.
Demikianlah, Cie Jin lalu menempuh kembali jalan pulang
dengan hati yang sedih, karena dia tidak berhasil menolongi
adik seperguruannya itu.
Dia berusaha menghibur dirinya dengan membayangkan
bahwa keadaan musuhnya itu yang sudah demikian lemah,
tentu akan memberikan kesempatan kepada Ouw Ho yang
sangat cerdas dan banyak sekali akalnya untuk dapat
meloloskan diri dari cengkeraman tangan musuh yang
menculiknya iru dan dapat kembali dengan Kiamat.
Bukankah anak itu sudah pernah berhasil meloloskan diri
dari tangan para penculik2nya dikota I li ?
Dan demikianlah, Cie Jin telah menghibur' dirinya sendiri.
Tetapi sayangnya, kata2nya sen diri itu tidak dapat
meyakinkan hatinya dan ke sedihannya itu tidak juga lenyap
karenanya.
Han pir saja Cie Jin menitikkan air matanya, tetapi untuk
mengurangi kesedihan hatinya itu, dia telah melarikan
kudanya untuk menuju pulang untuk memberikan pertolongan
kepada Kim Bian Hud. Walaupun bagaimana jiwa Kim Bian
Hud harus dituruti.
---oodwoo--
SEMENTAPA itu, sesungguhnya kemana Hong It Hoa telah
pergi dengan bawa Ouw Ho?
Dari semula It Hoa sudah tahu bahwa dibelakangnya
memang ada yang mengikuti dari jauh.
It Hoa juga mengerti bahwa anak lelaki ke cil yang berada
ditangannya masih dibutuhkan nya sebagai perisai
keselamatan diri dan jiwanya
Itulah yang telah menolong jiwa Ouw Ho. sesuai dengan
perhitungan Kim Bian Hud, yang sudah dapat menerka bahwa
secepat anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, It Hoa tentu
akan membunuhnya.
Mengenai keadaan It Hoa, dugaan Kim Bian Hud juga
sesungguhnya tidak meleset.
Hanya karena timbulnya suatu hal yang tidak diduga, maka
rubuhnya It Hoa karena perasaan letihnya itu menjadi
tertunda.
Sesungguhnya It Hoa memang tidak akan dapat bertahan
lebih lama dari yang diperkirakan Kim Bian Hud
Tetapi pada saat itu keadaan jiwa It Hoa su dah tidak biasa
lagi, tidak wajar.
Sebagai kita sering melihat atau mendengar orang
bercerita, seseorang yang tengah terancam jiwanya atau juga
terancam maut, dan sudah ke hilangan akal, seringkali bisa
melakukan hal2 yang tampaknya sangat mustahil.
Didalam saat2 demikian orang itu sudah bagaikan bukan
dirinya sendiri lagi dan suatu kekuatan gaib yang agaknya
seperti bukan tubuh dari suatu sumber dalam tubuhnya
sendiri, mem berikan kekuatan yang tidak terhingga dan tidak
dapat diterima oleh akal sehat.
Berkat telaga gaib semacam itti, maka it Hoa telah dapat
bertahan lebih lama lagi dari semestinya.
Waktu dia tidak sadar lagi akan apa yang dilakukannya,
bagaikan seorang yang kesurupan hanya satu keinginannya
yang menguasai seluruh alam pemikirannya bahwa dengan
membawa anak musuhnya itu sebagai jaminan untuk
keselamatannya dia harus pergi menyingkir dari tempat itu
pergi... pergi... pergi sejauh mungkin.
Sedikitpun dia tidak menghiraukan lagi ke-mana dia harus
pergi, dan kendali kudanya juga sudah lama dilepaskannya.
Dengan dibiarkannya berjalan Sekehendak' nya sendiri,
lambat laun dan dikit demi sedikit binatang tunggangan itu
mulai menyeleweng dari arah yang semula ditempuhnya.
Sebelum lewat dari satu lie, arah perjalanan iya sudah jauh
berbeda dibandingkan sebelumnya.
Perobahan arah perjalanan itu tidak pernah diduga oleh Cie
Jin, sehingga tidak mengherankan jika dia tidak berhasl
menemui jejak dari it Hoa, walaupun dia telah mencarinya
sekian lama, dan karena perhatiannya lebih banyak
dicurahkan Untuk menolong keselamatan jiwa Kim Bian Hud.
Dipihak lain, kerdaan It Hoa juga sudah semakin
memburuk. Kuda yang tidak terkendali kan itu kini sudah
mulai membawa kedaerah perbatasan gurun pasir.
Rumput yang tumbuh didaerah itu sangat jarang dan sinar
matahari yang sangat terik di pantulkan kembali oleh pasir
dibawah kaki kuda itu membuat hawa udara jadi panas luar
biasa.
Hawa yang demikian panasnya itu tentu saja tidak
meringankan penderitaan It Hoa, tetapi dia sama sekali tidak
ingin untuk mengambil kantong airnya.
Ketika itu dia bensr2 sudah tidak sadarkan akan dirinya.
Bahkan ingatan untuk menyingkir, yang semula menguasai
seluruh pemikirannya itu juga sudah dilupakannya.
Dengan pikiran kosong dan berjokol terus bagaikan sebuah
patung diatas kudanya. It Hoa masih dapat meneruskan
perjalanannya itu sampai beberapa lie lagi.
Tetapi pada suatu saat, tiba2 tubuhnya ber-goyang2 dan
doyong kedepan rubuhlah dia.
Pedang yang selama perjalanan itu tidak per nah terpisah
jauh dari leher Ouw Ho, ikut jatuh terlepas dari
genggamannya.
Malang bagi Ouw Ho, ikut jatuh setelah terlepas dari
pegangannya It Hoa.
Dan lebih malang lagi bagi Ouw Ho, pedang itu justeru
jatuh menyelusupi bahunya, se hingga dibagian atas
lengannya terluka.
Ouw Ho berteriak, alangkah sakitnya luka itu.
Sesungguhnya luka yang diderita oleh Ouw Ho itu tidak
terlalu berat, tetapi karena baru pertama kali terluka oleh
senjata tajam, dalam kesakitan dan kaget dia jadi tidak ingat
untuk memegang pelana kuda itu erat2 dan telah rubuh
terbanting dipasir.
Pedang It Hoi yang telah melukai lengan Ouw Ho. Dalam
jatuhnya telah lebih dulu melukatl iga kuda itu dan gagangnya
juga telah memukul nya.
Karena kesakitan kuia itu tiba2 melompati untuk kabur
dengan pesatnya, itulah sebabnya Ouw Ho terlempar dari
punggung binatang tunggang annya itu, jatuh terbanting agak
keras juga,
Selama beberapa saat dia tidak menyadari apa yang telah
terjadi diatas dirinya, dan dia rebah dengan mata ber-kunang2
dan kepalanya juga pusing.
Berselang lagi beberapa saat, pikirannya men jadi terang
kembali
Per-lahan2 dia merangkak bangun dengan menahan
perasaan sakit, dia telah menoleh keka nan kiri untuk melihat
dimana dia berada dan untuk mencari kuda yang telah kabur
dari tem pat itu.
Untuk pertama kali kini Ouw Ho merasakan apa artinya
takut.
Dia yang biasanya tabah luar biasa lagi fa igat berakal budi,
pada saat itu benar2 putus asa dan tidak mengetahui apa
yang harus dibu at dan dilakukannya
Apa yang didapatkannya disaat itu memang tidak dapat
berakibat lain dari membuatnya ber putus asa.
Binatang tunggangannya itu sudah tidak ke lihatan pula,
hilang bersama semua perbekalan air dan makanan yang
diikatkan dipelana, sedang kan dia sendiri ternyata berada ditengab2
pa dang pasir.
Hanya It Hoa yang berada bersamanya disi tu, tetapi
mungkin sekali orang itupun sudah menjadi mayat, sedangkan
andaikata masih hidup pun tentu tidak ada gunanya lagi bagi
Ouw Ho, bahkan mungkin sekali membahayakan.
Sungguh hebat penderitaan anak kecil yang! biasa hidup
dalam suasana bahagia itu.
Seluruh tubuhnya terasa sakit akibat terpelanting tadi.
Disamping itu luka dilengannya itu pun menambah perasaan
sakitnya.
Dan juga terik cahaya matabaii serta perasaan hausnya
tidak membuat dia merasakan ringannya keadaan saat itu.
Mau tidak mau, Ouw Ho menyadari bahwa dirinya tengah
terancami oleh keadaan dan alam.
Segala itu sudah cukup membawa kepatahan semangat
seorang dewasa yang bukan pengecut, maka apalagi bagi
seorang anak kecil seperti Ouw Ho.
Walaupun tidak dapat menduga dimana dia berada, dia
menginsafi bahwa dalam keadaannya tidak mungkin dia dapat
keluar dari daerah gersang dan kering itu dengan berjalan kaki
dani mencapai daerah padang rumput, dimana banyak
terdapat sumber air.
Dalam usia semuda itu dia sebenarnya bel lum mengerti
apa artinya mati, tetapi disaat itu' dia seakan-akan
memperoleh firasat bahwa kema tiannya sudah dekat sekali
dengannya.
Tanpa terasa air matanya mulai menitik tu run, alangkah
sedihnya ketika dia teringat akan orang tuanya yang kini tentu
tidak akan 'dijum painya lagi.
Didepan matanya terbayanglah segala peristiiwa dimasa
lampau yang masih dapat diingatnya.
Teringatlah dia akan segala cinta kasih ayah ibunya yang
dilimpahkan kepadanya dan perawatan serta kekuatiran
mereka jika dia sedang sakit.
Semuanya itu, yang dimasa lampau tampak biasa saja
baginya, kini baru benar2 dapat disadarinya.
Dia sungguh menyesal, bahwa dulu dia sering menimbulksn
perasaan kurang senang orang tuanya karena kenakalannya.
Dengan segala pikiran itu mengaduk dida-lam hatinya,
tanpa disadarinya, dia mulai melangkahkan kakinya.
Semakin lama semakin jauh dari tempat jatuhnya tadi dan
semakin jauh pula dia mema suki gurun pasir.
Terik matahari yang se-akan2 membakar tubuhnya dan
pasir panas yang membuat kakinya melepuh menginjaknya,
sama sekali tidak dirasakannya.
Kakinya melangkah terus bagaikan sebuah mesin, dan
kemudian mata hari sudah menyentuh kaki langit, lalu
menghilang sama sekali.........
Senja indah dengan warna-warninya cemerlang, merah
membara disebelah barat, berwarna ke-emas2an, kuning, lalu
biru yang ketimur semakin tua warnanya, semua itu tidak
terlihat olehnya.
Ouw Ho berjalan terus, tanpa tujuan dan secara tidak
sadar......
Akhirnya jatuhlah dia karena keletihan dan hausnya. Dia
jatuh tidak sadarkan diri dan itu lah kemurahan Tuhan yang
dilimpahkan kepadanya, agar dia tidak perlu merasakan
penderitaan yang lebih hebat didalam saat kesengsaraannya
mencapai puncaknya.
--oo0dw0oo--
CIE JIN telah kembali dengan membawa Biuaw Jin Hong
yang masih tetap tidak Sadarkan diri. Kegagalannya menolong
Ouw Ho tea tu membuat Yok Lan bersedih hati sekali.
Untunglah bahwa nyonya yang bertubuh lemah justeru
berhati tabah luar biasa.
Pukulan dan gempuran diliatinya tidak melupakan
tugasnya.
Sedikit dia tidak menyesali Cie Jin, dia menyadari bahwa
betapapun usaha manusia tidak akan dapat merobah takdir.
Terlebih lagi, bagaimana nasib Ouw Ho sebenarnya juga
belum diketahui. Mungkin anak Itu memang sudah menemui
ajalnya dibawah sen Jata musuh yang kejam itu. tefapi sama
besar ke inungkinan bahwa dia masih hidup', bahkan titak
mustahil pula bahwa berkat kecerdikannya dia su dah dapat
meloloskan diri dari cengkeraman mu Ruhnya dan dalam
keadaan sehat walafiat.
Soal-soal yang gawat, yang belum ada keten tuannya bisa
berakibat dua macam kemungkinan
Dalam keadaau2 tertentu, peristiwa demikian bisa
membuat seseorang menjadi gelisah dan risau, menderita
karenanya.
Dalam keadaan lain, hal itu bisa merupakan hiburan,
karena belum lenyapnya semua harapan.
Sungguh beruntung bahwa yang tersebut be lakangan
inilah yang terjadi dengan Yok Lan, se hingga dia jadi tidak
kehilangan akal sehatnya. Dengan demikian dia dapat
menyadari bahwa sa a t itu, secara langsung dia tengah
menghadapi tugas2 lain, yang tidak kalah pentingnya.
Kesembuhan Kim Bian Hud, Ouw Hui dan Cie Beng,
haruslah diutamakan dalam keadaan seperti itu.
Tanpa mereka, sebagai seorcng wanita le mah, dia tentu
tidak akan sanggup melakukan: sesuatu apapun juga untuk
menolong anaknya. Sedangkan Cie Jin yang mash kurang
pengalami an juga tidak bisa diharapkan untuk dapat me
lakukan sesuatu yang banyak.
Suatu hal lain yang menguntungkan ialah bahwa rumah
mereka tidak terbakar habis.
Dengan sendirinya kini mereka masih memiliki tempat
untuk berteduh.
Dalam musim panas, angin didaerah itu ber tiup dari arah
timur laut utara, kearah barat daya.
Oleh sebab2 tertentu, maka api yang dilepas musuh itu
tidak memusnahkat seluruh rumah ba gian depan yang tetap
utuh dan masih dapat di tinggali.
Berkat rawatan yang teliti dan kasiat pil Thian San Swat
Lian, maka lewat enam hari Ouw Hui dan Cie Beng telah
sembuh sehat sekali.
Tetapi keadaan Biauw Jin Hong masih tetap lemah,
meskipun kesadarannya sudah kembali seluruhnya.
Dalam usia lebih dari tujuh puluh tahun tenaga asli Kim
Bian Hud tentu sudah ber ku rang sangat banyak.
Hanya berkat latihannya yang sudah sem-purna, maka
biasanya dia masih tetap gagah dan tampak bersemaagat.
Tetapi latihan silat yang betapapun gagah dan tampaknya
kuat, tidak akan sanggup menara bah kekurangan karena
menurunkan tenaga alami seseorang akibat usia tua.
Dalam keadaan^ luar biasa, bilamana orang itu harus
memeras keluar seluruh daya tubuh masih ada padanya,
akibatnya bisa membahayakan dirinya sendiri.
Dan bahaya itu menjadi semakin besar kalau pengerahan
tenaga yang melampaui batas da ri kemampuan seorang
manusia.
Terlebih lagi jika hati orang itu tengah bergolak karena
hawa amarah atau kesedihan yang hebat.
Lima belas hari yang telah lewat, tetapi keadaan Kim Bian
Hud masih tetap begitu saja lemah dan tidak ada kemajuan.
Sedikitpun tidak memperlihatkan bahwa dia akan segera
sembuh.
Dalam hari2 akhir seperti itu, kedua sauda ra kembar Cie
Beng dan Cie Jin jadi sangat gelisah sekali.
Demikian pun dengan Ouw Hui dan isteri nya mereka
semuanya mengerti, bahwa berlalu 'nya setiap hari, berarti
semakin besarnya kesu litan bagi mereka untuk mencari
jejak musuh yang menculik 0uw Ho.
Tetapi keadaan Kim B:an Hud yang masih menguatirkan
anak kecil yang menjadi cucunya itu, tidak berbasil untuk
berangsur sembuh, karena pikiran orang tua itu sslalu gelisah
dan berkuatir, memperlambat kesembuhannya dan juga
memang menambah berat penyakitnya.
Disamping itu. Ouw Hui dan yang lainnya walaupun
memang merasa kuatir akan keselamatan Ouw Ho, namun
karena keadaan Kim Bian Hud yang menguatirkan itu,
terpaksa mereka menunda dulu maksud untuk melakukan
pencariannya jejak It Hoa yang telah menculik anak nya.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ketempat
kediaman pemimpin Ang Hwa Hwe.
Setelat sampai disana kelak, Cie Beng dan Cie Jin akan
segera bertolak ke Tionggoan un tuk berusaha mencari dan
menolong adik seperguruan mereka, sedangkan Ouw Hui
untuk sementara waktu akan tetap menemani Yok Lan dan
Peng Ah Sie merawat Kim Bian Hud;
Kelak kalau memang Kim Bian Hud sudah sembuh, dia baru
akan menyusul untuk ikut mencari anaknya.
Begitulah, sebulan kemudian Cie Beng dan Cie Jin berdua
menempuh perjalanan ke Tiong goan.
Mereka telah pergi kemana saja menuruti keyakinan hati
mereka yang men duga2 dimana adanya Hong It Hoa.
Ketika mereka hendak berangkat, Ouw Hui telah
memberikan rupa2 nasehat dan pesan yang berguna.
Kedua anak muda itu rupa2nya memang hi jau dalam
pergaulan kalangan rimba persilatan, tetapi Ouw Hui percaya
bahwa dengan kepandaiah dan ketabahan serta kecerdasan
mereka, kedua nya akan dapat mengatasi semua kesulitan.
Dengan jarak waktu tertentu mereka harus memberikan
berita mengenai hasil mereka melalui anggota2 Ang Hwa Hwe
yang sering mundar mandir ke Sinkiang untuk memberikan
laporan kepusat organisasi itu.
Untuk mempermudah mereka memperoleh bantuan dari
cabang2 Ang Hwa Hwe diseluruh Tionggoan, maka Tan Ke Lok
telah memberikan mereka sebuah Kim Pai dan surat
perkenalan...
Dua Pemuda berjalan disepanjang tepi utara sungai
Tiangkang. Mereka berpakaian sederhana sekali, disamping itu
sebagai dua orang pemuda petani biasa.
Tetapi wajah mereka yang sangat tampan dan rupawan,
sedikitpun tidak memperlihatkan persamaan dengan wajah
petani kebanyakan yang umumnya berkulit kasar.
Mau tidak mau, setiap orang yang melihat mereka tentu
akan memperoleh kesan, bahwa me reka akan tam pak lebih
sesuai dalam pakaian sastrawan, atau juga pakaian2 putera
orang kaya yang mewah.
Bagi yang memperhatikan perihal itu belumlah merupakan
sesuatu yang sangat menyolok. Dan yang lebih menyolok
adalah persamaan antara muka kedua pemuda itu, yang sekali
dllihat tentu akan menimbulkan kecenderungan untuk menarik
kesimpulan, bahwa mereka adalah sepasang saudara kembar.
--oo0dw0oo--
Jilid 6
WALAUPUN keduanya berpakaian sebagai petani biasa,
tetapi nyatanya pakaian me reka itu masih berbeda jauh
dengan paKaian para petani yang tampak di-jalan2 dan diladang2
yang dilaluinya.
Perbedaannya ialah bahwa keduanya berpakaian utuh dan
juga sangat bersih, sedangkan para petani diladang itu hanya
mengenakan pakaian yang compang-camping.
Disaat itu adalah tahun terakhir dari pemerintahan Kian
Liong ( masehi tahun 1795 ), masa yang dapat disebutkan
sebagai awal kemerosotan pamor pemerintah Boanceng, yang
ketika itu menjajah Tionggoan dan masih akan te rus
menjajah sampai seratus dua puluh tahun lagi.
Karena sikap tamak raja2 Boan untuk memperluas daerah
kekuasaannya, ketamakan akan kekuasaan yang tidak pernah
surut selama empat turunan, dari Sun Tie sampai Kian Liong,
maka terus menerus mereka telah melakukan peperangan
yang menelan biaya tidak sedikit
Dan sumber satu2nya yang harus memenuhi kebutuhan
pembiayaan itu, tentulah tidak lain dari rakyat, yang sebagian
besar terdiri dari petani.
Pajak2 yang sangat berat mengikat dibebankan kepada
golongan tersebut.
Pertama kali pajak2 berat itu tidak terlalu mencekik hidup
rakyat jelata.
Walaupun berat masih terbayarkan juga, sedangkan hidup
rakyat masih tidak sampai terla lu sengsara.
Raja2 kuat lagi cakap seperti Kong Hie dani Kian Liong
dapat memilih menteri2 yang jujur dan tidak ragu2
menghukum setiap penyalahgunaan kekuasaan.
Karena pimpinan yang kuat itu, sepak terjang para pegawai
pemerintah selalu berada di bawah pengawasan yang keras,
sehingga mereka tidak berani berlaku curang atau melampaui
ba tas kekuasaannya.
Seperti juga halnya dengan Kong Hie, Kian, Liong juga
mengetahui dengan baik sampai berapa jauh dia bisa
mengambil pajak rakyatnya itu tanpa perlu membahayakan
ekonomi negaranya.
Dimasa mudanya Kian Liong dapat melakukan pengawasan
yang sangat keras seperti itu, tapi setelan usianya lanjut dan
semangatnya sudah ber kurang kewaspadaannya jadi
merosot.
Beberapa orang menteri yang sangat dipercayanya kini
mulai berani berbuat curang. Con toh yang bersumber dari
penjabat didaerah.
Dari secara sembunyi2 dan secara diam2, lambat laun para
pembesar tinggi rendah semakin berani secara terang2an
menerima suapan dan melakukan penghisapan kepada
rakyat.
Korupsi meraja-lela dan rakyat yang sejak tadi tidak pernah
hidup dalam kecukupan, kini benar2 harus menderita
kemiskinan dan kelapar an yang sangat.
Disamping para pegawai negeri itu, kaum tuan tanah juga
melihat kesempatan baik itu dengan tidak kurang kejamnya
merekapun turut dan ikut2 menghisap para petani.
Untuk mengisi kantongnya sendiri para pem besar
mengharuskan petani2 itu membayar pajak yang lebih besar
dari yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Hasil para petani, yang memang sudah tidak seberapa itu,
selalu habis untuk membayar pajak.
Dan terkadang juga, jika masa panen mengalami paceklik,
mereka bahkan sampai tidak dapat melunaskan pajak itu.
Dalam kesempatan seperti itulah para tuan tanah selalu
memaksa kaum tani menjual tanah nya dengan harga se
murah2nya.
Bagi tuan2 tanah itu, kelaliman pembesar2 negeri bahkan
menguntungkan, dan dengan rupa2 cara mereka malah
menganjurkan dipungutnya pajak2 yang jauh lebih berat lagi
dari para petani.
Oleh karena itu maka tidaklah heran, bab wa banyak
diantara petani kecil jadi kehilangan sawah ladangnya dan
karenanya telah kehilangan mata pencariannya pula.
Banyak diantara mereka itu terpaksa menja di pengemis,
ada juga yang tidak melibat jalan lain dari menjadi perampok
dan tidak sedikit pula yang dalam keadaan nekadnya itu
melakukan pemberontakan secara kecil2an itu tentu tidak
dapat berakibat lain dari mengalami kegagalan dan
kehancuran.
Hanya gejala2 itu adalah tanda buruk bagi pemerintahan,
bahwa di-waktu2 mendatang rakyat yahg sudah matang
Untuk melakukan pemberontakan dan hanya menantikan saja
adanya pimpinan yang dapat mempersatukan mereka.
Daerah lembah sungai Tiangkang (Yangtze) merupakan
salah satu daerah yang sangat subur dan makmur di
Tionggoan dan biasanya dapat memberikan hidup yang layak
bagi penduduknya
Tetapi sekali ini daerah tersebut tidak men jadi terkeetialian
dalam penderitaan yang dialami para petani diseluruh
Tionggoan.
Disepanjang jalan yang dilalui dua pemuda itu, tiada lain
dari kesengsaraan dan kemiskinan yang tampak.
Semakin lama mereka semakin sedih menyaksikan itu dan
sambil berjalan tidak jarang terdengar mereka mengutuk
pemerintah penjajah yang lalim itu.
„Koko, sudah enam tahun kita menjelajah seluruh negeri
tetapi jerih payah kita itu sedi-kitpun tidak ada hasilnya.
Sebaliknya, setiap ha ri kita harus menyaksikan penderitaan
rakyat, semakin lama semakin banyak kita melihatnya,
sehingga hatiku kini tidak tertahan pula',” kata salah seorang
diantara kedua pemuda itu, setelah berdiam sejenak kemudian
melanjutkan pula perkataannya "Urusan kita Sendiri
sesungguhnya disebabkan penjajah itu pula, maka kupikir
apakah tidak lebih baik jika kita menggabungkan diri dalam
suaru gerakan orang2 gagah pencinta negara, untuk bantu
mengusir penjajah ? Terlebih lagi. mungkin tugas yang suhu
bebankan kepada kita akan menjadi lebih mudah terlaksana
dengan bantuan sebuah organisasi yang luas pengaruhnya".
„Benar adikku, akupun setuju, bahkan kuki ra suhu tentu
juga akan senang jika kita turut menyumbangkan tenaga bagi
tanah air. Hanya, sebaiknya kita berhati-hati sebelum
memutuskan untuk melibatkan diri dalam suatu gerakan.
Tidak semua penggerakan2 yang kini banyak bertumbuhan
dimana2, sesungguhnya memiliki tujuan murni. Dalam masa
sesulit seperti ini, mu dahlab bagi petualang-petualang jahat
yang pandai memutar lidah, untuk menghasut rakyat ikuti
dengan mereka membentuk organisasi ini atau tu, dengan
berkedok menjadi patriot bangsa. Gedangkan tujuan mereka
yang sesungguhnya ha myalah untuk mencari keuntungan diri
sendiri Dan rakyat yang diajaknya dalam penggerakan dalam
penggerakan semacam itu hanya dipandang sebagai alat
untuk mencapai maksud2 buruk mereka. Sungguh kasihan
rakyat jelata, mereka haoya yang dikambing hitamkan juga*
„Tidak salah. Kita memang harus ber-hati2 agar tidak
diperalat orang2 untuk maksud yang tidak baik. Sejauh yang
kudengar, agaknya gerakan Pek Lian Kauw (gerakan teratai
putih) benar2 bertujuan mengusir penjajah dan menegak kan
kembali keraj^sn bangsa kita sendiri. Entah bagaimana
pendapatmu tentang penggerakan itu?"
„Ya, akupun mendengar bahwa gerakan Pek Lian Kauw
memang yang sangat teratur dan berdisiplin keras. Bahkan
menurut cerita orang banyak, seringkali bekas anggota2 An
Hwa Hwe yang telah ikut menggabungkan diri dengan
mereka, atau se-tidak2nya menyatakan kesediaannya mereka
untuk bekerja sama. Tetapi dalam bal ini pun kita sebaiknya
ber hati2. Lebih baik kita melakukan penyelidikan dulu dari
dekat sebelum kita mengambil keputusan".
Percakapan mereka itu jelas memperlihatkan kebencian
mereka terhadap penjajah2 Boan yang dengan lainnya
menindas rakyat di Tiong-goan disaat itu.
Diluar tahu mereka sendiri, kedua pemuda itupun
sesungguhnya memiliki darah Boan didalam tubuh masing2,
karena mereka tidak lain dari Cie Beng dan Cie Jin, yang
sesungguhnya sepasang putera kembar Hok Kong An.
Hanya, yang diketahui oleh mereka, bahwa mereka adalah
putera kembar Cie Ceng, dan ber darah Han secara mutlak.
Mengingat bahwa Cie Ceng telah tewas karena kekejaman
budak2nya pemerintah penjajah dan karena sejak mengikuti
Ouw Hui berkelana sudah seringkali melihat dan mengalami
sendiri betapa kejamnya kaum penjajah itu menjalankan
pemerintahan, maka tidak aneh mereka demikian membenci
pemerintah Boan.
--oo0dw0oo--
PERSEKUTUAN Pek Lian Kauw bukanlah suatu penggerakan
baru dimasa itu. Penggerakan itu telah didirikan sejak masa
kerajaan Beng dan pernah meniililiki pengaruh yang besar
sekali, yang disegani oleh orang2 gagah rimba persi latan.
Yang mendirikannya dan menjadi Kauwcu (pemimpin
besar)nya yang pertama kali adalah Han San Tong.
Diakhir masa kerajaan Beng, pengaruh gerakan itu telah
merosot banyak.
Selama kurang lebih seratus tahun sejak Tionggoan dijajah
oleh bangsa Boan, hampir tidak pernah terdengar pula
kegiatannya, sampai dipertengahan masa pemerintahan Kian
Liong, se orang yang cakap dan cerdik yang bernama Lauw
Siong, berhasil mempersatukan kembali gerakan yang sudah
terpecah belah itu.
Maksud dan tujuan Pek Lian Kauw sebenar nya sangat baik,
yaitu untuk mempersatukan rakyat agar dapat melawan
penindasan kaum feodal dahulunya dan belakangan untuk
melawan dan mengusir kaum penjajah.
Hanya harus dibuat sayang bahwa tata cara nya terlalu
banyak didasarkan atas ketakhayulan sehingga akhirnya
menimbulkan perpecahan dalam tubuh organisasi itu sendiri.
Dimasa pemerintahan Kian Liong, dapatlah disebut sebagai
masa keemasan kerajaan penjajah Boanceng, tetapi juga
dapat disebut sebagai awal kemerosotan pamor dari kejayaan
dan kemunduran pemerintahan Boan itu terjadi ditahun Kian
Liong ke 35 ( masebi 1771).
Waktu itu pemerintah Boan sudah mulai kekurangan
pembiayaan untuk tentaranya yang terus menerus berperang
kesana kemari.
Untuk menutupi kekurangan itu, rakyat jelata terutama
sekali adalah kaum petani, mulailah diperas dan perasaan
tidak puas dengan cepat meluas dikalangan rakyat cepat
sekali.
Karena itu, maka gerakan Pek Llan Kauw yang baru
dibangkitkan kembali oleh Lauw Siong mudah memperoleh
pengikut, dan dengat cepat sudah menjadi kuat.
Pada tabun Kian Liong 39 (masehi 1775), kaum Pek Lian
Kauw telah melancarkan pembe rontakan di Holam. Waktu itu
Lauw Siong sebenarnya masih hendak menanti sampai
beberapa tahun lagi sambil memperkuat organisasi dani
tentaranya.
Tetapi keadaan telah memaksanya bertindak tahun itu
juga.
Sebagai juga seringkali terjali gerakan2 lain nya Pek Lian
Kauw telah kena diselundupkan kaki tangan pemerintah.
Rahasia penting mereka menjadi bocor dan pemerintah
dengan mudah mendatangkan puluhan ribu tentara untuk
menumpas mereka.
Disamping itu beberapa mata2 pemerintah yang bertugas
untuk mengacaukan gerakan terse but, telah berhasil
menghasut anggota2 Pek Liati Kauw untuk menuntut Kauwcu
mereka segera mengangkat senjata.
Inilah siasat kaum penjajah, agar pekerjaan menumpas
gerakan itu menjadi lebih mudah.
Dengan bergerak "dibawah tanah" sebagai sebuah
perkumpulan rahasia, markas pusat Pek Lian Kauw yang berpindah2
terus, tidak mudah diketahui pemerintah Ceng.
Tetapi, secepat mereka memberontak secara terang2an,
pusat gerakan mereka itu menjadi terang dan jelas, dan
pemerintah dapat mengirimkan tentara dengan serentak.
Pemberontakan ter-gesa2 itu tentu melihat kegagalan,
bahkan Lauw Siong telah tertangkap dan dibuang kedaerah
perbatasan.
Tetapi kegagalan itu bukan berarti berakhir nya gerakan
tersebut
Anggota2 pimpinan yang berhasil menyelamatkan diri,
lambai laun dapat menghimpun kekuatan baru lagi, bahkan
berhasil pula meluas kan kegiatan mereka keberbagai propinsi.
Yang terutama sekali adalah dikeenarn propinsi, yaitu Kam
Siok, Siamsay, Kolam, Anhu Ouwpak dan Sucwan, dimana Pek
Lian Kau telah memperoleh jumlah pengikut yang besar
sekali.
Pemerintah Boan tentu saja tidak berpeluk tangan.
Berulang kali mereka telah berusaha membasmi gerakan itu
dan sejak tahun Kia Liong ke 57 ( masehi 1793 ) seringkali
tentara Boan melakukan penyelidikan besar2an.
Sebagai akibatnya, pertempuran2 sengit antara kesatuan2
pasukan pemerintah dengan cabang cabang Pek Lian Kauw
setempat sudah sering terjadi.
Demikianlah, penindasan terhadap rakyat yang dimaksud
untuk menutup kekurangan anggaran belanja ketentaraan
pemerintah Boan, ternyata telah berakibat harus
dikeluarkannya biaya lebih besar lagi seiring dengan
dibutuhkannya lebih banyak pula tentara untuk
mempertahankan kekuasaannya.
--oodwoo--
Sekian lama pemuda itu berjalan tanpa bercakap2 lagi.
Waktu itu adalah awal musim se-mi. Pucuk daun muda yang
segar dan menambah keindahan disepanjang lembah sungai
Tiang kang mulai terlibat cerah.
Biasanya, kesibukan2 para petani dimulai pada minggu2
pertama setiap musim semi, tetapi di waktu itu Cie Beng dan
Cie Jin hanya me lihat sedikit sekali kegiatan di-ladang2 yang
di laluinya, di-mana2 tampak kelesuan, tedikitpun juga tidak
tampak semangat bekerja diantara mereka.
Pemandangan seperti itu semakin menyedihkan bati Cie
Beng dan Cie Jin.
Kurang lebih tengah hari mereka tiba dise buah kota kecil
atau lebih tepatnya sebuah desa besar, Juga dalam desa
tersebut ternyata tampak kelesuan diantara penduduknya.
Pasar2 tampak sepi, sedikit sekali pedagang yang
membuka kedainya, sedangkan pembelipun hanya tampak
seorang dua orang. Sebaliknya di sana sini tampak orang
ber-kelompok2, asyik membicarakan sesuatu dengan berbisik2.
Cie Ceng dan Cie Jin ingin sekali mengetahui apa yang
mereka bicarakan itu tetapi setiap kelompok yarg mereka
dekati segera menghentikan percakapan mereka dan cepat2
bubar.
Anehnya, sebentar pula, orang2 itu sudah berkumpul lagi,
tidak jauh dari tempat semula.
Jelaslah sudah, bahwa orang2 itu membicarakan sesuatu
yang bisa mendatangkan bahaya ji ka terdengar oleh orang
lain.
Kedua pemuda yang masih asing bagi mereka itu, tentu
saja dicurigai dan tidak boleh ikut mendengar percakapan
mereka.
Setelah berjalan sepanjang pagi, perut Cie Beng dan Cie Jin
sudah lapar, maka tanpa menghiraukan lagi orang2 yang ber
kelompok2 itu pergilah mereka mencari rumah makan.
Tetapi dengan kecewa mereka mendapatkan kenyataan
bahwa sebuah rumah makanpun tidak ada yang dibuka hari
itu.
Kenyataan seperti itu semakin membangkitkan perasaan
ingin tahunya kedua saudara she Cie itu.
Sementara itu, suasana tegang didalam desa itu menjadi
semakin terlihat jelas.
Agaknya akan terjadi sssuatu yang luar biasa hari itu.
Kareanya maka mereka terpaksa menahan lapar dengan
hati agak jengkel, walaupun pertama sekali mereka sudah
hendak meninggalkan desa tersebut untuk mencari rumah
makan didesaa lain.
Tanpa tujuan mereka lalu ber jalan2 kesana kemari,
terdorong perasaan lapar dan juga memang perasaan ingin
mengetahui sebab musabab dari ketegangan yang meliputi
desa itu.
Dan sambil menantikan terjadinya perkembangan lebih
lanjut, sudah jelaslah bagi mereka bahwa sesuatu yang luar
biasa itu akan terjadi di hari itu juga.
Benar saja. tidak perlu terlalu lama mereka harus me
nanti2, jawaban atas perasaan herannya menghadapi suasana
yang luar biasa itu, Kurang lebih setengah jam kemudian,
sepasukan d utara Boan yang mengawal kurang lebih dua
gerobak, tampak memasuki desa tersebut.
Seketika itu siraplah bisik2 kelompok rakyat disepanjang
jalan desa itu, bahkan sebagian besar dari mereka segera lari
masuk kedalam rumah masing2.
Gerobak2 yang dikawal pasukan tentara itu tampaknya
berat2 semua.
Agaknya itulah iringan2 bahan makanan untuk perbekalan
tentara.
Pasukan pengawal itu terdiri kurang lebih seratus orang
peiajurit dibawah pimpinan tiga orang perwira.
Datangnya rombongan pemerintah Boan itu dari utara dan
agaknya mereka ter gesa2 sekali
Tanpa berhenti sejenak untuk beristirahat, mereka
langsung keluar lagi dari desa itu dan menuju ketempat
penyeberangan disebelah desa itu.
Secepat iring2an itu sudah lewat, orang2 desa yang tadi
masuk kedalam rumah, lalu keluar lagi dan mengikuti
rombongan tentara negeri itu dari jarak jauh sambil ber bisik2
lagi.
Cie Beng dan Cie Jin mengerti bahwi rombongan tentara itu
tentu yang sejak tadi te lah ramai dibicarakan para peiduduk
desa tersebut. Keduanya lalu juga mengikuti orang2 desa itu
untuk menyaksikan apa yang akan terjadi
Rombongan tentara itu sudah sampai ditempat
penyeberangan tetapi sebuah perahupun tidak tampak,
sedangkan didermaga kayu di tepi sungai itu tidak ada
seorangpun juga.
Rombongan tentara itu terpaksa berhenti ketiga perwira
yang memimpinnya lalu berunding.
Ketika itu mereka sesungguhnya tengah menghadapi
kesulitan yang besar.
Tempat penyebrangan lain yang terdekat dari tempat itu
masih terpisah kurang lebih sepuluh lie. Berjalan memutar
kesana dan kembali lagi kejalan yang sudah direncanakan
setelah menyebrang, tentu akan berarti keterlambatan barang
lebih satu hari, sedangkan jika dilihat dari sikap ter-gesa2nya
mereka melakukan perjalanan, mereka agaknya harus tiba
secepat mungkin ditempat tujuan mereka.
Disaat itu tiba2 munculah kurang lebih lima ratus petani
dari gerombolan pohon2 Yan Liu dan rumput sungai yang
tinggi2 disebelahan tempat penyebrangan itu.
Semua petani itu bersenjata golok, tongkat, cangkul dan
segala macam alat yang biasanya dipergunakan sebagai alat
pertanian. pakaian mereka compang camping, wajah dan
tubuh mereka kurus2, lukisan jelas menggambarkan
kemiskinan dan penderitaan yang sudah terlalu ber-larut2.
Tetapi diwajah mereka justru memperlihatkan perasaan
benci yang sangat dan mendidih tanpa mengucapkan sepahat
kata mereka bergerak untuk mengurung iring2an tentara itu.
Melihat sikap mereka yang sangat mengancam, ketiga
perwira itu segera mengeluarkan perintah2.
Gerobak2 barang itu segera dikumpulkan ber jajar menjadi
satu rapat sekali dan tentara pengawal itu dengan cepat
sudah mengatur diri di sekitar dengan senjata terhunus
Disaat itu, baru saja mereka selesai mengatur diri, para
petani itu sudah melancarkan serangan.
Maka segera berkobarlah sadah pertempuran sengit.
Dengan nekad dan berani sekali petani itu merangsang maju
kedepan melancarkan serangan untuk mengadu jiwa.
Tetapi tanpa pengalaman bertempur dan hanya
bersenjatakan alat2 yang sebenarnya bukan untuk bertempur,
sedangkan sebaliknya musuh mereka itu merupakan pasukan
tentara yang ter atur dan sudah memiliki pengalaman luas
dalam pertempuran2 yang sudah bukan sedikit mereka
alami, para petani tentu saja tidak dapat berbuat banyak.
Serbuan mereka itu hanyalah ibarat serombongan rusa
yang menerjang sekelompok harimau.
Dalam waktu yang singkat sekali, sudah banyaklah korban
yang jatuh dalam pertempuran itu korban2 itu hampir
seluruhnya dari petani2.
Tetapi semula itu tidak dihiraukan, mereka menyerbu terus
dengan berani dan nekad.
Cie Beng dan Cie Jin tidak tega melihat ke jadian yang
menyedihkan itu mereka teringat la gi akan peristiwa dimasa
lampau, yang telah me reka saksikan dan alami sendiri.
Tidak dapat mereka mendiamkan saja tentara penjajah itu
mengganas dan membunuh bunuhi petani2 yang sudah nekad
itu.
Serentak mereka mencabut senjata masing2, dan
melompatlah mereka ke tengah2 pergumulan tersebut.
Setelah mengikuti jalannya pertempuran itu selama
beberapa saat, kedua pemuda itu sudah mengetahui bahwa
diantara pasukan tentara itu tidak seoraagpun yang memiliki
kepandaian berarti.
Kekuatan pertahanan mereka itu hanya terletak dalam
sikap disiplin dan kesigapan mereka melakukan komando2
pemimpinnya sebagai tentara yang sudah terlatih.
Dengan pimpinan yang cakap, tentara demikian memang
kokoh, kuat sekali.
Tetapi bila pemimpinnya dapat dijadikan tidak berdaya
sama sekali, maka pertahanan mereka akan kacau dengan
sendirinya.
Karena menarik kesimpulan seperti itu, Cie Beng dan Cie
Jin segera juga hendak menorobos masuk kedalam lingkaran
tentara itu.
Perbuatan kedua saudara she Cie itu tentu saja tidak ada
yang dapat merintangi Tetapi meng hadapi kedua orang
murid2 jago silat yang luar biasa ini, memang seperti juga
menghadapi deng an akhli silat yang tidak bisa dipersamakan
deng an petani- biasa, sehingga walaupun banyak juga
tentara negeri yang telah maju menghadangi Cie Beng dan Cie
Jin, kenyataannya mereka itu sudah dapat dirubuhkannya
dengan mudah olen kedua pemuda itu.
Alangkah terkejutnya kawan2 pasukan tentara yang
menjaga garis pertahanan didepan itu. Sungguh tidak
pernah mereka menduga bahwa diantara kaum tamu itu
bisa ada dua orang yang demikian gagah perkasa.
Sebaliknya, Cie Beng dan Cie Jin tidak menghiraukan lagi
pasukan2 itu, secepat kilat mereka sudah berhasil menerobos
masuk, mereka serentak melompat kearah sebuah gerobak
besar yang berada di-tengah2.
Diatas gerobak yang dituju oleh Cie Beng dan Cie Jin itu,
merupakan tempat berdirinya ketiga orang perwira itu
Dengan masing2 memimpia satu sektor dari aaris
pertahanan, mereka bertiga dapat memimpin pasukan itu
bertempur secara, teratur, dan dengan hasil yang baik.
Yang lebih dulu mengetahui kedatangan kedua pemuda she
Cie itu, tentu saja yang pemim pin sektor yang dibobolkan
pemuda Cie itu- Dia-pun tidak kalah terkejutnya dari
pasukannya sen diri ketika melihat kegagahan kedua pemuda
petani itu
Cepat2 dia memberitahukan rekan2nya dan menghunus
goloknya masing2.
Disaat itu Cie Beng dan Cie Jin sudah melompat kearah
gerobak tersebut dan sebelum kaki mereka menginjak atas
gerobak itu, keduanya telah melancarkan serangan.
Masing2 telah mengincer seorang perwira.
Kedaa perwira itu yarjg diserang hebat tidak tinggal
berpeluk tangan saja.
Dengan cepat mereka telah melancarkan serangan dengan
golok masing2.
Sebagai umumnya orang2 Boan, kedua perwira itupun
sangat mengandalkan tenaga gwa-kang (tenaga kasar), yang
dalam medan peperangan memang sudah dapat diandalkan
Tetapi mereka sesungguhnya memang memiliki tenaga
yang besar, hanya untuk menghadapi pertempuran yang
harus mempergunakan keulet an belaka- Namun jika
menghadapi jago2 silat yang memiliki tenaga lwekeh, berarti
mereka a-kan cepat sekali dirubuhkan.
Mereka melancarkan serangan disaat Cie Beng dan Cie Jin
masih berada diteogah udara, maka ketiga perwira itu yakin
mereka akan ber hasil melontarkan kedua pemuda itu
kebawah.
Namun, alangkah terkejutnya mereka, keti ka senjata2
mereka saling bentur dengan senja ta kedua pemuda itu dan
seketika itu juga mere ka merasakan tangan mereka tergtar
dan linu.
Sesaat kemudian mereka harus mengalami kekagetan lebih
hebat lagi
Entah dengan gerakan macam apa, sepasang pedang
kedua pemuda yang baru tertangkis itu, tahu2 sudah
meluncur pula kearah tenggorokan nya perwira2 tersebut.
Mau atau tidak mereka terpaksa berkelit memiringkan
tubuh, sambil berusaha menangkis.
Dua perwira Boan itu berhasil membebaskan diri dari
bahaya, tetapi lagi2 pedang kedua saudara Cie sudah
melayang kearah mereka.
Kini kedua perwira itu sudah mengetahui kekuatan lawan.
Tidak berani mereka memandang rendah lagi dan dengan
mengerahkan seluruh tenaganya, masing2 menangkis
serangan lawan. bunyi bentrokan senjata yang dahsyat sekali
terdengar seketika itu juga, disaat terjadinya benturan antara
senjata2 itu.
Sekali ini kedua perwira tersebut bukan hanya merasakan
tangannya linu, juga kuda2 mereka ikut tergempur karenanya
dan terpentallah kedua perwira itu kebawah gerobak.
Tetapi dengan suatu gerakan yang indah mereka dapat
menguasai jatuhnya mereka ditahan, sehingga tidak sampai
terbanting dan jatuh dengan kedua kaki terlebih dulu.
Di pihak lain. Cie Beng dan Cie Jin juga terkejut sekali.
Tenaga kedua perwira itu ternyata tidak dapat diremehkan.
Sepengetahuan mereka, kecuali dalam pasukan pengawal raja
dan tentara keamananan kota raja, dalam pasukan2 lain dari
ang katan bersenjata bangsa Boan, biasanya tidak ter dapat
orang2 yang memiliki kepandaian silat tinggi.
Tetapi kedua perwira itu agaknya adalah pengecualiannya.
Didalam bentrokan senjata yang terakhir itu mereka memang
telah berahsil menggempur kedua perwira itu, sehingga jatuh
dari atas gerobak, terapi sebaliknya sendiri juga terhuyung
mundur dan harus melompat mundur dan harus melompat
turun agar tidak jatuh terperosok.
Setibanya diatas tanah, kedua saudara Cie segera
melompat pula kearah kedua musuh itu yang juga sudah
meoggerakkan golok masing2
Dengan ber sama2 berada ditanah. kedua belah pihak
jadi berhasil mengerahkan seluruh tenaganya, sehingga
benturan2 senjata yang se ring terjadi sekarang sudah
tentu jauh lebih hebat dari tadi.
Jurus demi jurus telah dilewatkan dengan cepat dan
semakin lama Cie Beng dan Cie Jin Semakin menjadi heran
dibuat Oleh kepandaian yang dimiliki kedua perwira ltu
Itulah tipu silat dari kaum Siauw Lim Sie yang dipergunakan
kedua perwira tersebut,
Mengapa perwira2 Boan itu dapat bersilat dengan ilmu
Siauw Lim Sie? Siapakah yang telah menurunkan kepandaian
Siauw Lim Sie itu kepada mereka Bukankah dalam Siauw Lim
Pai terdapat aturan yang yang keras sekali, yang melarang
diajarkannya ilmu silat partai itu ke pada sembararg n orang?
Dan bukankah orang2 Siauw Lim bermusuhan keras
dengan pe nerintah Boanceog atau se -tidak2nya tidak sudi
membantunya?
Memang, memang aneh bahwa kedua perwira Boan itu
dapat bersilat dengan ilmu silat Siauw Lim.
Tetapi disaat itu Cie Beng dan Cie Jin tidak memiliki waktu
untuk memikirkannya.
Mereka menyadari bahwa untuk menghindarkan petani2 itu
dari kerusuhan lebih hebat, mereka harus cepat2 merubuhkan
perwira tersebut.
Disaat itu„ mereka sudah bertempur lebih dari sepuluh
jurus, dan perwira2 itu agaknya masih akan dapat
mempertahankan diri sampai dua atau tiga puluh Jurus lagi
2?
Cie Beng jadi tidak sabar.
Dicabutnya pisau mustikanya dan dia menganjurkan
adiknya melakukan hal yang serupa agar secepatnya mereka
dapat menyudahi pertempuran itu.
Benar saja, didalam sekejap mata sudah terjadi perolahan.
Seketika terjadi benturan senjata sekali lagi serentak
pucatlah wajah kedua perwira itu.
Disaat bertempur dengan senjata utuh tadi mereka sudah
kewalahan dan terdesak bebat, tentu saja kini semangat
mereka jadi runtuh, setelah memperoleh kenyataan bahawa
golok mereka tinggal .sepotong akibat terbentur pisau pendek
kedua pemuda itu.
Kalau dapat mereka sudah hendak rnembalikkan tubuh dan
lari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri.
Tetapi Cie Beng dan Cie Jin tentu saja tidak mau
memberikan kesempatan waktu kepada mereka.
Terdorong oleh perasaan ingin mengetahui dari siapa
perwira2 itu telah memperoleh ilmu silat Sauw Lim Sie, maka
besar sekali hasrat mereka untuk menawan keduanya hidup2.
Dan mereka bermaksud akan rremaksa kedua perwira itu
untuk memberikan keterangan.
Dengan buntungnya senjata2 musuh, maka kedua pemuda
she Cie itu sudah tidak membutuhkan lagi2 pisau pendek
mereka, yang lalu di sarungkan kembali,
Serangan2 mereka kini dilanjutkan dengan sebelah tangan
memegang pedang untuk mencegah musuh melarikan diri,
sedangkan tangan yang satu lagi, yang tidak bersenjata itu.
terus mene rus mencari sasaran dijalan darah kedua musuh
itu.
Dapat dibayangkan betapa sibuknya kedua perwira itu,
yang kini harus mengandalkan kelincahannya untuk
menyelamatkan jiwa dan di rl dari pedang dan jari tangan
lawannya yang tiada hentinya mengancam disekeliling dirinya.
Terpaksa mereka main kelit terus menerus krsana kemari,
tetapi senjata dan tangan lawan nya terus mengikutinya
kemana saja mereka me lompat.
Tidak berselang beberapa lama lagi, napas mereka sudah
memburu keras dan sekujur tubuh mereka sudah basah kuyup
oleh keringat.
Kelincahan mereka juga surut dengan cepatnya dan
sebelum lewat lima jurus pula, rubuhlah mereka sudh, terkena
totokan di HongTie Hiat dibelakang kepala masing2.
Cie Beng segera melompat kembali kearah gerobak tadi
untuk menghadapi perwira ketiga! itu, yang kini tinggal
seorang diri memimpin perlawanan pasukannya.
Sebaliknya Cie Jin cepat2 kembali kegelangang
pertempuran, dengan kepandaiannya, dalam seke jap mata
dia sudah berhasil merubuhkan kurang lebih Sepuluh pasukan
tentara negeri.
Tentara Ceng itu menjadi kacau balau. Dari kereta
komando sudah tidak terdengar perintah2 dan petunjuk2nya
lagi.
Disamping itu, lewat lobang dalam garis2 pertahanan
mereka yang disebabkan terjangan! Cie Jin, para petani sudah
ber-bondong2 menyefrbu masuk, untuk kemudian
menggempur mereka! dari belakang. Garis pertahanan mereka
tidak dapat dipertahankan lagi.
Pasukan itu kini sudah tidak dapat bertempur bahu
membahu lagi dengan teratur dan lenyap lah sudah
keunggulan mereka.
Para petani itu memang sudah membercl pemerintahan
Boanceng. Namun selama itu kebencian tersebut terpaksa
mereka timbun dihatl belaka.
Kini mereka memperoleh kesempatan uutuk memuaskan
hati mereka, dan mereka telah menumpahkan seluruh amarah
mereka diatas kepala tentara yang mengawal kereta
perbekalan rangsum itu.
Terlebih lagi, diawal pertempuran tadi mereka sudah harus
kehilangan begitu banynk kawan.
Hal itu tentu saja memperbesar dendam mereka . Dengan
darah mendidih sekarang mereka menyerang tanpa mengenal
ampun.
Setiap pasukan Boan yang sudah rubuh segera dihabiskan
jiwanya.
Dengan nekad tentara Boan itu melakukan perlawanannya.
Tetapi mereka tidak dapat melakukan banyak. Dengan terjepit
diantara serangan2 dari muka dan dari belakang dengan cepat
berkuranglah jumlah mereka.
Terjangan2 rakyat yang sudah kalap itu benar2 sulit
dibendung lagi.
Jika salah seorang diantara petani2 itu rubuh. maka segera
sudah datang pula dua atau orang penggantinya.
Disamping itu. pasukan tentara tersebut te lah melakukan
perjalanan sepanjang pagi, sehingga waktu itu mereka sudah
agak letih dan tidak dapat bertempur dengan semangat
penuh.
Dipihak lain, waktu melihat kemenangan sudah berada
dalam jangkauan tangan, petani2 itu menjadi semakin
bersemangat saja.
Sambil ber-teriak2 mencari hebat, mereka menghujani
musuh mereka itu dengan perkataan, yang terpecah menjadi
kelompok2 dan melancarkan serangan2 yang kian hebat.
Petani2 itu sudah mabok pertempuran, setiap melihat
seragam tentara Boan didepan mata serta merta mereka
dihujani bacokan atau pu-kulan2 hebat, tidak perduli apakah
pemakai seragam itu masih berdiri atau sudah terlentang
ditanah.
Ratap mengibakan dari para pasukan itu sudah tidak bisa
bertempur lagi, yang minta dikasihani, malah mendatangkan
ejekan dari para petani yang melancarkan serangan dan
mengirimi mereka kedunia abadi.
Begitulah, mereka tanpa ampun lagi telah melancarkan
serangan2 yang mematikan kepada pasukan tentara negeri
tersebut.
Sementara itu Cie Beng sudah berhadapan dengan perwira
yang ketiga itu.
Melihat tanda pangkat yang dipakainya Cie lieng
mengetahui bahwa perwira iiu memiliki kedudukan lebih tinggi
dari kedua perwita yang lelah dirubuhkan.
Dan dengan berdasarkan pertimbangan atas kepandaian
kedua perwira yang telah dirubuhkan tadi. Cie Beng
memperhitungkan bahwa dia akan menjumpai lawan yang
lebih hebat kepandaiannya.
Sebagai atasan dari kedua perwira yang telah dirubuhkan
itu, teutunya perwira itu berkepandaian jauh lebih tinggi,
begitulah yang dipikirkan oleh Cie Beng.
Begitulah, karena dia mengharapkan akan dapat
memperoleh kemenangan yang cepat dia jadi melancarkan
serangan dengan hati2 dan bersungguh2.
Tidak mau Cie Beng berlaku ceroboh se-hingga
memperoleh kegagalan untuknya.
Tetapi sesaat kemudian dia jadi heran bukan main ketika
melihat cara musuh menggerakan goloknya untuk menangkis
Cie Beng jadi curiga.
Siasat apa yang hendak dijalankan lawannya tersebut?
Sudah tentu dia tidak bersedia menjadi korban, maka
serangan yang kedua Cie Beng bersikap jauh lebih hati2.
Sekali ini dia bahkan jadi lebih heran pula
Sungguh aneh sikap lawan itu, yang hanya berdiri
mematung tanpa berusaha berkelit atau menangkis
serangannya yang begitu hebat. Lebih heran lagi, jusreru
serangan kedua ini jauh lebih dahsyat dari serangan yang
pertama.
Cie Beng sendiri jadi kuatir.
Dari gurunya dia pernah mendengar bagaimana jago2 silat
yang berkepandaian tinggi sekali, seringkali membiarkan
musuh melancarkan serangar lebih dulu dan baru bertindak
untuk berkelit, menangkis ateu bahkan merampas sen jata
musuh itu, kalau sudah dekat sekali ditubuhnya.
Dengan cara begitu jago2 yang telah memiliki kepandaian
sempurna menghendaki agar, pihak musuhnya tidak sempat
menarik pulang serangannya lagi.
Dalam kekuatirannya, Cie Beng cepat2 membatalkan
maksudnya untuk menyerang. Ditariknya kembali pedangnya,
lalu sambil menghunus pedang pendeknya yang Sangat
diandalkan.
Setelah itu dia baru melancarkan serangan lagi. Sekarang
Cie Beng tidak takut lagi akan siasat musuh
Tangannya yang kanan kini sudah memegang senjata
mustika itu dan sudah ber siap2 untuk menghalau setiap
serangan licik yang mendesak dari lawannya.
Sesaat kemudian, dia menjadi kecewa, tetapi juga lega.
Serangannya yang ketiga itu telah dilakukan dengan tipu Tai
San Ap Teng (Gu tiung Tai San rubuh diatas lentera). Hebat
seka li Tangan untuk membelah kepala itu, dan musuhnya
juga berusaha berkelit sambil melintangkan goloknya keatas
kepala.
Tetapi musuh itu ternyata hanya paham ilmu silat pasaran
dan tenaganya juga lemah.
Golok yang dilintas kan untuk menangkis itu ternyata tidak
dapat menahan pedang Cie Beng yang se akan2 tidak
meneima rintangan meluncur terus kearah kepalanya.
Gerakannya menyamping juga Sangat lambt sehingga
perwira itu tidak sempat berkelit dari pedang pemuda itu,
walaupun kepalanya lolos dari serangan tersebut.
Rubuhlah perwira itu yang tadi diduga oleh Cie Bing
memiliki kepandaian tinggi, dengan kehilangan sebelah
tangannya.
Kekecewaan Cie Beng disebabkan kenyataan bahwa dia
ternyata belum dapat membedakan an tara yang sungguh2
berisi dengan yang kosong.
Tetapi disamping itu dia jadi puas dan terhibur, karena
dengan merubuhkan ketiga perwira itu, yang berarti pula
terhindarnya ber puluh2 petari dari kematian.
Dengan demikian, dia telah tidak men-sia2kan pesan
gurunya agar rrereka berdua bersaudara selalu membantu
meringankan penderitaan rakyat yang tertindas oleh penjajah.
Sesaat kemudian dia bahkan bisa tertawa, rrentertawakan
dirinya sendiri yang tadi telah ketakutan tanpa alasan. Dia
menoleh kemedan pertempuran itu dan seketika itu lenyaplah
terta wanya, bahkan dia jadi menggigil.
Walaupun dia telah sering mengalam pertempuran2 hebat
dimana juga tidak sedikit darah mengalir, tetapi
pemandangan yang kini nyambut pandangan matanya, tidak
dapat tidakmembuatnya merasa seram
Itulah benar2 pembasmian besar2an tanpa mengenal
ampun lagi, suaru ledakan dari I keben cian yang telah dapat
tertimbun dldalam hati rakyat terhadap penindas2nya.
Dia sendiri juga sangat membenci pemerintah Boan dengan
semua pengikutnya
Tetapi disaat itu dia merasa kuatir juga terhadap pasukan
yang kini sedang menghadapi pembalasan atas keganasan
mereka dimasa yang lampau.
Ingin sekali dia mencegah petani2 Itu melakukan
kekejaman lebih banyak lagi, tetapi iapun menginsafi, bahwa
disaat demikian tidak ada gunanya untuk berusaha
menyabarkan petani2 itu. Jika dia bertindak, malah besar
sekali kemungkinannya bahwa diduga berpihak kepada
penjajah, dan mengalami peristiwa yang tidak
menggembirakan
Dengan kepandaiannya dia memang tidak perlu takut
dikeroyok petani2 itu, yang tidak memiliki kepandaian apa2,
tetapi juga dia memang tidak mau jika harus saling bentrok
dengan para petani itu
Tiba2 disaat itu terdengar teriakan Cie Jin: Jangan!"
serunya „Jangan dibunuh, orang2 itu masih kubutuhkan
mengorek keterangan !
Cie Beng menoleh dengan terkejut dan dia jadi semakin
kaget ketika melibat kurang lebih sepuluh orang petani
dengan kalap tengah menghujani kedua perwira itu yang
dalam keadaan tertotok olehnya dan adiknya, dengan
bacokan2 dan pukulan2.
Cepat2 dia hendak mencegahnya perbuatan petani- itu,
tetapi ternyata sudah terlambat, begitupun juga dengan Cie
Jin. Baru saja Cie Jien dan Cie Beng menggerakkan kaki,
petani2 itu sudah memotong kepala kedua perwira yang tidak
berdaya itu.
Selesailah sudah pertempuran itu, dengan terbasminya
seluruh pasukan Boan yang berjumlah kurang lebih seratus
orang itu. Tetapi rom bongan petani itu sendiripun bukannya
keluar sebagai pemenang dengan mudah.
Sebagai terlihat oleh banyaknya kawan2 me reka yang
rebah ditanah tanpa dapat bangkit kembali. Lebih kurang
separuh dari petani2 itu telah tiiati atau menderita luka2
parah.
Dengan selesainya pertempuran itu, segera, redalah
amarah mereka. Kini mereka berbalik jadi sedih melihat begitu
banyak kawan2 yang telah menjadi korban pertempuran
bahkan tidak sedikit yang mengucurkan air mata tanpa malu2.
Sekian lama mereka berdiri tertegun, terpaku ditempct
mereka masing2, terpengaruh oleh perasaan yang tengah
bergolak dihati mereka.
Sesaat kemudian mereka telah disadarkan oleh suara Cie
Beng ;
„Saudara2, janganlah membiarkan dirimu tersesat arus
kesedihan: Sebaiknya kita cepat2 mengurus jenasah kawan2
yang telah gugur dan berusaha menolong kawan2 yang
terluka."
Pemuda itu sendiri, bersama dengan adiknya, sebenarnya
juga baru dapat menguasai perasaannya.
Tetapi sebagai orang2 yang sudah lebih sering menghadapi
peristiwa - hebat, mereka bisa lebih dulu memenangkan hati
yang tergoncang itu.
Dengan kembalinya pikiran tenang itu mereka segera
mengerti bahwa petani2 itu kini menghadapi bahaya lain.
Pemerintah Boan tentu tidak akan berpeluk tangan, jika
sudah mendengar tentang peristiwa Itu. Mereka tentu akan
melakukan pembalasan yang jauh lebih kejam.
Kedua saudara kembar Cie dapat membayangi kan nasib
apa yang akan menimpa petani' dise kelilingnya itu kelak.
Karena itu, mereka memutuskan untuk berusaha
membantu menyelamatkan petani2 itu.
Setelah disadarkan kata2 sipemuda, petani2 itu cepat2
mengumpulkan kawan2 mereka yang terluka.
sebagian dari mereka segera pergi ketepi sungai,
menebang cabang2 pohon yangliu untuk di buat usungan
darurat.
Yang lainnya menggali lobang ditanah untuk mengubur
mereka yang telah gugur.
Setelah menantikao selesainya semua pekerjaan itu, Cie
Beng dan Cie Jin menghampiri berapa petani tertua dari
rombongan itu, yang agaknya bertindak sebagai pemimpin.
Mereka menanyakan mengapa petani2 itu m lakukan
penghadangan seper ti itu terhadap irin_ an kereta
pemerintah Boan, sebuah penghadan an yang berbahaya
sekali.
Petani2 itu memandang mereka dengan heran beberapa
saat.
Melihat cara berpakaian kedua pemuda itu yang bersih dan
rapih, walaupun pakaiannya menyerupai mereka, namun
berbeda sekali keadaannya. Karena mereka kotor dan banyak
yang telah pecah2 pakaiannya tidak karuan.
Semula mereka menduga bahwa Cie Beng dan Cie Jin
berasal dari petani desa tetangga yjng datang untuk
membantui mereka.
Tetapi setelah mendengar pertanyaan Cie Beng dan Cie Jin,
maka tabulah mereka bahwa kedua pen-uda tersebut hanya
kebetulan tiba di tempat tersebut dan secara sukarela
membantui mereka. Tegasnya kedua pemuda itu bukan
berasal dari daerah sekitar tempat itu.
Walaupun sudah mengetahui bahwa kedua pemuda itu
bukan penduduk daerah mereka, sikap petani2 itu tidak
berobah, bahkan menjadi hormat sekali, mengingat budi dari
kedua pemu da itu, yang sebagai orang2 tidak dikenal tetapi
telah mau memberikan bantuan mereka walaupun mereka
berdua tidak memiliki kepentingan apa2 didalam peristiwa
tersebut.
Mereka menginsafi bahwa tanpa pertolongan kedua
pemuda gagah ini, mereka tentu sudah mengalami
malapetaka yang tidak kecil dan maksud mereka pasti akan
gagal sama sekali.
Saat itu, mereka ingat bahwa atas pertolongan yang tidak
ternilai harganya itu, mereka belum menghaturkan terima
kasihnya.
Bagaikan sudah berjanji lebih dulu, mereka serentak
menjatuhkan diri, berlutut menghatur kan terima kasih,
sehingga Cie Beng dan Cie Jin jadi sibuk membangunkan
mereka.
„Cuwie Sioksiok (paman2 semua), jangan berbuat begitu.
kami yang masih muda, tidak berani menerima penghormatan
demikian" kata keduanya berbareng.
Setelah itu salah seorang petani, yang bertindak sebagai
juru bicara, mecceritakan duduk nya persoalan.
„Sejak dulu kami petani2 memang tidak pernah hidup
makmur, walaupun demikian, kami masih dapat menuntut
hidup yang layak, tidak perlu kelaparan dan dapat berpakaian
utuh, walaupun segalanya serba sederhana. Tetapi sejak
kurang lebih dua puluh tahun yang lalu, hidup kami semakin
lama semakin sengsara dan menderita, dan empat tahun
terakhir ini keadaan kami sudah hampir tidak tertahankan
lagi*.
„Semua itu tidak lain hanyalah karea pajak2 yang dipungut
atas hasil pertanian kami Setiap tahun terus dinaikkan. Tahun
yang baru lalu itu, kami harus menyerahkan hampir dela pan
sepersepuluh bagian dari hasil jerih payah kami, Jiewie Hohan
tentu dapat memahami a-kibatnya bagi kami. Perbekalan
bahan makan de mi Kian sedikit itu bagaimana bisa cukup
untuk kami hidup setahun, Tetapi itu masih belum puncaknya.'
„Mungkin karena mengalami nasib sebagai kami, diawal
bulan lalu. petani2 suku bangsa Biauw dipropinsi Kwiciu telah
bangkit dan ber hasil mengusir kaum penjajah itu dari
beberapa daerah. Contoh mereka itu segera memperoleh
sambutan dari para petani di Ouwlam barat-yang dalam waktu
beberapa hari saja sudah dapat menguasai berbagai kota dan
kabupaten Ke dua peristiwa itu telah membuat pemerintah
Boan kelabakan"
„Dari berbagai propinsi segera dikirimkan lah bantuan
tentara untuk menindas pemberon-takan itu. Tetapi mereka
menghadapi suatu kesulitan. Mendatangkan tentara itu tidak
sulit, tetapi memberi makan tidaklah mudah."
Gudang bahan makanan pemerintah dipropinsi yang
bergolak itu hampir seluruhnya sudah jatuh kedalam tangan
pemberontak
Sehingga untuk memberi makan kepada tentara yang baru
didatangi itu, harus didatangkan bahan makanan dari daerah2
lain."
„Hanya sulitnya sebagian besar dari persediaan yang
diperoleh dari hasil pemungutan pajak itu sudah dikirim ke
daerah2 perbatasan untuk mengisi perut tentara yang
bertugas disana. Mengenai kesulitan ini si tua bangka Kian
Liong maupun menteri2nya tidak mau memusingkan kepala,
Sun Bu-Sun Bu (gubernur) yang ada di Ciatkang, Anhui,
Ouwpak dan Sucwan telah diperintahkan selekasnya
mengirimkan bahan makanan kepada tentara yang sudah
berada didaerah pemberontak itu'
„Kukira Skobu Sunbu itu per-tama2 tentu bingungan
setengah mati. Apa yang dapat mereka kirimkan, sedangkan
gedung2 dipusat pengu pulan padi pajak itu sudah kosong?"
"Kemudian entah dari siluman siapa lagi Sunbu di Ouwpak
memperoleh nasehat untuk mengalihkan kesulitannya kebahu
rakyat jelata.
Persediaan bekas kami, yang sudah jelas tidak cukup untuk
keperluan kami sendiri tiba2 kami serahkan pula sebagaian
besar. Dari berbagai kabupaten telah ramai2 dikirim utusan
untuk menjelaskan betapa tidak mungkin hal itu. Tetapi jawab
si Sunbu, yang biasanya menginjak yang bawah dan menjilat
yang diatas itu, ternyata hanyalah ancaman belaka, bahwa dia
akan me ngambil tindakan keras kalau kami belum menja
lankan perintahnya dalam waktu tiga hari".
„Tentu saja kami jadi bingung bukan main. Kalau kami
mentaati perintah Sunbu, kami tentu akno menderita
kelaparan. Sebaliknya, kalau tidak dituruti, Sunbu kejam itu
tentu akan mem buktikan ancamannya. Beberapa orang
diantara kami, yang berdarah panas, menganjurkan agar kami
segera mencontoh saja saudara2 di Kwiciu dan Ouwlam barat
itu".
„Tetapi yang dapat berpikir panjang tidak setuju dengan
usul itu. Memang letak daerah ka mi tidaklah sama dengan
daerah saudara2 bangsa Biauw dan saudara2 di Ouwlam barat
itu. Dae rah mereka ialah daerah pegunungan yang lebihsuilit
dicapai, sedangkan kami berada dipusat perhubungan lalu
lintas seluruh negeri. Kalau ka mi angkat senjata, pemerintah
Boan dengan cepat akan mengirimkan tentaranya untuk
menumpas kami".
”Sedangkan kami masih belum dapat memutuskan tindakan
apa yang akan kami ambil. tiba2 datanglah pegawai2 Sunbu
dengan dikawal oleh bebeiapa puluh pengawal tentara
propinsi, Sunbu itu rupanya kuatir kami akan berusaha
menyembunyiKan persediaan beras kami, maka sebelum lewat
batas waktu yang telah ditentukan sendiri, dia sudah buru2
mengirimkan orang untuk mengambil beras kami tanpa
menanti kami datang menyerahkan sendiri."
„Karena kedatangan mereka yang begitu mendadak, dan
juga kami sedang pemikiran akal untuk mengatasi kesulitan
itu, maka kami tidak dapat berbuat lain dari diam saja mereka!
mengangkut pergi beras kami, walaupan hati kami pedih
sekali ."
„Yang lebih menyedihkan, bahwa kaki tangannya Sunbu itu
telah melampaui perintahi Sunbu, yang mereka ambil lebih
banyak dari yang ditetapkan semula, yang ditinggalkan untuk
kami makan hanya beberapa gantang saja."
Peristiwa itu telah terjadi seminggu yang lalu dan beras
yang mereka tinggalkan kini hanya tinggal cukup untuk kami
makan sampai lusa, karena kami disini umumnya memiliki
keluarga yang besar".
Kini kami semua sudah yakin, bahwa tidak ada jalan yang
lebih baik dari mengikuti contoh saudara2 di Kwiciu dan
Ouwlam itu apapun akibatnya kelak, Tidak melawan kami
akhirnya tetap akan mati juga, mati kelaparan dan dari mati
secara demikian, lebib baik kami mati dibawah senjata yang
lebih cepat dan kalau dibandingkan jadi lebih sedikit
penderitaan kami".
"Kemarin ada beberapa saudara dari desa Ini yang pergi
kekota kabupaten, dibalik bukit2 disebelah utara itu. Mereka
kembali dengan mem bawa berita bahwa sepasukan tentara
Boan yang berkekuasaan kurang lebih seratus orang telah tiba
disana untuk mengambil bahan makanan yang baru terkumpul
itu dan pagi ini akan berangkat".
„Jalan satu2nya yang terdekat dan tercepat jika hendak
menuju propinsi Kwiciu ialah melalui desa kami ini, maka kami
telah memperhitungkan bahwa lebih kurang tengah hari
iring2an itu tentu akan lewat disini".
„Dalam keadaan sudah demikian terjepit, kami segera
bersepakat untuk menghadang dan merampas kembali beras
kami itu.
„Hampir seluruh laki2 didesa ini menyedia kan dirinya untuk
maksud nekad itu, dengan ke simpulan babwa pemerintah
penjajah yang lalim telah memaksa kami mengangkat
senjata".
„Hanya beberapa puluh orang yang sangat pengecut dan
tidak mau ikut serta".
„Demikianlah, kami sudah sejak beberapa jam yang lalu
menantikan kedatangan iring2anl itu ditepi sungai, diluar desa.
Tukang2 perahu di tempat penyeberangan itupun semuanya
orang2 desa ini dan mereka semua sudah menggabungi kan
diri dengan kami. Perahu2 mereka telah di sembunyikan
disuatu tempat yang sunyi, beberapa lie dari tempat ini".
„Maksud kami melakukan penghadangan itu diluar desa
ialah agar kelak kami dapat menyangkal bahwa kami telah
campur tangan dalam rampasan rangsum itu. Apa yang terjadi
selanjutnya, jiewie telah mengetahui sendiri".
Setelah mendengar keterangan panjang lebar itu, Qe Beng
dan Cie Jin hanya berdiam diri selama beberapa saat.
Kisah menyedihkan itu benar2 mempengaruhi pikiran dan
jiwa mereka.
Mereka kini dapat memahami amarah petani2 itu yang
begitu me-luap2 tadi.
Tidak dapat mereka mempersalahkan rakyat yang telah
ditindas habis2an itu jika sampai me reka melakukan
perbuatan begitu kejam ketika memperoleh kesempatan untuk
membalas dendam.
Sebaliknya, mereka kini kuatir sekali akan nasib penduduk
desa itu. Walaupun petani tua itu telah menjelaskan bahwa
perampasan itu sengaja dilakukan diluar desa, agar kelak
mereka dapat menyangkal tuduhan ikut sertanya mere ka
dalam peristiwa tersebut, tetapi kedua saudara she Cie itu
yakin, bahwa desa itu tentu akan menderita akibatnya kelak.
Berdasarkan pengalaman2 dimasa lampau, ke dua pemuda
she Cie itu sudah mengetahui bahwa pemerintah Boan tidak
biasa menanti sampai diperolehnya bukti dulu untuk
menjatuhkan hukuman.
Karena peristiwa itu terjadi didekat desa teraebut, maka
tentu desa itulah yang akan menanggung akibatnya.
Kekuatirannya itu segera mereka kemukakan kepada
pemimpin petani2 itu.
„Jiewie tidak usah kualir" kata orang tua itu sambil tertawa.
„Kecuali jika ada yang memberitahukari pemerintah bahwa
peristiwa ini adalah pekerjaan kami, mereka tentu tidak akan
rrenuduh kami Rakyat jelata yarg biasa sangat penurut dan
tidak berani melawan perintah para pembesar bagaimana bisa
melakukan, tindakan sebebat ini ? Diantara kami sendiri tentu
tidak akan ada yang mau membocorkan rahasia ini, jiewiepun
tentu demikian. Kalau di antara tentara pengawal rangsum itu
ada yang tertinggal hidup, mereka tentu akan memberi-kan
laporan kepada pemerintah. Tetapi, seorang, pun diantara
mereka tidak kami tinggalkan hidup, sehingga siapakah yang
akan dapat memberitahukannya kepada pemerintah ?"
„Tetapi pemerintah lalim itu tidak pernah menunggu
adanya bukti. Mereka selalu menghukum saja para penduduk
didaerah terjadinya setiap peristiwa." bantah Cie Beng.
„Akhhh, kukira terhadap kami mereka tidak akan berani
bertindak demikian, kami kaum petani, adalah golongan yang
memberi mereka makan. Kalau tidak ada kami. siapakah yang
dapat menghasilkan beras bagi mereka ? Dikota kota. dimana
penduduknya sebagian besar bukan kaum tani, mereka
memang' bisa bertindak membuta tuli tanpa kuatir akan
terjadinya kemunduran hasil pertanian. Tetapi terhadip ka mi,
kukira mereka akan berpikir masak2 lebih dulu.”
Kedua saudara itu kini mengerti bahwa apapun yang
mereka katakan, petani2 itu tetap tidak akan mau mengerti
dan yakin akan kebenaran keterangan mereka itu, berarti
hanya sia2 belaka Dan Cie Beng maupun Bie Jin memang
tidak bisa memberikan keyakinan akan ancaman bahaya untuk
petani2 itu.
Karena itu, mereka hanya menganjurkan agar mereka
membentuk suatu badan pertahanan yang teratur, untuk ber
Siap2 terhadap segada kemungkinan dan kalau mungkin
mengajak desa2 tetangga untuk bekerja sama.
Sementara itu. pekerjaan penguburan mayat yang
berserakan itu telah selesai.
Disaat setiap kuburan kawan mereka ditancapkan tanda2
yaag menyolok, Sekedar untuk dapat dikenali kelak, diwaktu
korban itu akan di buatkan kuburan yang layak setelah
pemerintah melupakan peristiwa itu
Kini untuk sementara waktu, masing2 sebaiknya jangan
ada sesuatu yang dapat memberikan petunjuk mengenai
ransum itu.
Para pasukan Boan telah pula selesai dikuburkan dalam
sebuah liang besar untuk semuanya menjadi satu.
Petani2 yang bertindak sebagai pemimpin itu lalu
mengundang Cie Beng dsn Cie Jin untuk beristirahat dan
sekedar mengisi perut di rumahnya.
Demikianlah mereka ramai- kembali kedesa dengan
membawa beras rampasan itu, yang secepatnya tiba didesa
lalu di bagi2kan keseluruh rakyat.
Keluarga2 mereka yang telah gugur diberi kan lebih banyak
dari yang lain disertai janji bahwa selanjutnya kebutuhan
mereka akan di-pikul bersama oleh seluruh desa.
Kedua saudara Cie sangat terharu melihat cara2 orang
desa itu bergotong royong.
Didalam kehidupan yang demikian sulit, mereka masih bisa
hidup akur dan ada kekompakan satu dengan yang lainnya.
Dan didalam pikiran mereka sederhana agaknya seperti
tidak ada perasaan iri mengiri. Sungguh kagum Cie Beng dan
Cie Jin melihat bagaimana mereka semua rela memberikan
bantuan kepada keluarga kawan2 mereka yang telah gugur
itu.
Kalau saja semangat persaudaraan dan kegotong royongan
itu dapat dipupuk terus dan diperluas, tentu tidaklah sukar
untuk mengalahkan penjajah, hanya harus dibuat sayang
bahwa unsur2 yang merupakan sumber kekuatan tiada
batasnya itu saigat diperluas, sehingga meliputi seluruh
negeri.
Makanan yang disuguhkan kepada Cie Ben dan Cie Jin itu
oleh para penduduk desa hanya lah makanan sederhana,
tetapi kedua saudara she Cie itu sangat menghargai, karena
disuguhkan dengan hati rela.
Dalam perjamuan itu sipemimpin rombongan petani sekali
lagi menghaturkan terima kasihnya sambil memuji kedua
pemuda she Cie itu se tinggi2nya.
Kedua pemuda s'ie Cie itu dipersamakan dengan seorang
pendekar lain yang berusia sangat muda dan telah banyak
memberikan penaungan kepada rakyat jelata dikabupaten
mereka.
Dari nada suaranya, ketika menyebut pendekar muda itu,
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa para petani itu menghargai
benar pendekar Itu. dihargai tinggi2 dan menghormati.
Cie Biog dan Cie Jin jadi sangat tertarik sekali dan
menanyakan siapakah pendekar itu dan dimana tinggalnya.
"Sungguh menyesal sekali, jiewie, tidak seorangpun
diantara kami yang mengetahui nama pendekar itu,
sedangkan tempat tinggalnya juga entah dimana. Beliau itu
tidak mau memberitahukannya. Tetapi kami, seluruh
penduduk kabupaten ini mengenalnya sebagai "Hek Sin Ho"
(Si Rase Hitam yang sakti), sesuai dengan kecerdasannya
yang luar biasa dan kepandaiannya yang bagaikan malaikat.
Dia baru muncul tahun yang lalu. Entah siapa yang pertama
sekali memberikannya julukan itu, tetapi dengan cepat
namanya sudah menjadi sangat terkenal, bukan hanya dalam
kabupaten ini saja, karena perbuatan2 nya itu sangat mulia
sekali......", memuji petani itu.
Hati kedua saudara Cie jadi semakin tertarik setelah
mendengar keterangan itu.
Inilah bukan untuk pertama kali mereka mendengar
tentang "Hek Sin Ho",
Beberapa hari sebelumnya, ditempait lain, mereka telah
mendengar orang me-nyebut2 julukan itu.
Waktu itu Cie Berig dan Cie Jin baru saja tiba disebuah kota
kecil didekat perbatasan An-hui dan Ouw Pek, karena sudah
berjalan hampir setengah hari, dan perut sudah agak lapar,
mereka telah berhenti disebuah rumah makan.
DALAM rumah makan tersebut yang kebetulan sedang
ramainya dikunjungi orang, mereka pertama kali mendengar
tentang si Rase Hitam yang sakti.
Tetapi apa yang mereka dengar itu ternyata lain sekali
dengan pendapat para petani di tempat tersebut, karena
mereka mendengar justru diwaktu itu si Rase Hitam yang sakti
telah melakukan perbuatan terkutuk.
Hari itu dikota tersebut tengah gempar karena malamnya
telah terjadi pembunuhan atas ketua Cie Liong Pang
(Perhimpunan Naga Ungu) yang berpengaruh didaerah
perbatasan itu.
Menurut keterangan yang kemudian diperoleh oleh kedua
saudara Cie itu, ketua Cie Liong Pang itu bernama Ong Kee
Cie, bergelar Hui liong Kiam (si Pedang Terbang), adalah
seorang wanggwe (hartawan) yang budiman.
Tangan Ong Kee Cie terbuka dan setiap Kangouw yang
sulit keuangan dalam daerah pengaruhnya tidak pernah tidak
diberikan pertolongan olehnya.
Tetapi apa sebabnya malam itu, tiba2 si Rase Hitam telah
mendatangi rumah Hui Liong Kiam.
Ong Wanggwe itu tinggal disebuah gedung besar beisama
murid2nya, dan murid2nya itu di kagetkan oleh bunyi
gemerincing senjata yang saling bentur ditengah hari.
Dan murid2 Ong Wanggwe telah pergi kekamar buku untuk
melihat apa yang telah terjadi
Ketika murid2 Cie Liong Pang tiba. mereka melihat sesosok
tubuh hitam yang melompati keluar, dan mereka cepat
menghadangnya.
Tetapi dari saat yang sama jendela kamar tidur guru
mereka yang terletak disebelah kamar buku, tiba2 terbuka
dengan bersuara keras sekali.
Menyusul itu Hui Liong Kiam Ong Keel Cie sendiri melayang
keluar dengan pedang terhunus.
„Sahabat dari manakah itu yang malam2 berkunjung
kemari ?" tegurnya dengan suara yang nyaring.
Suara itu menusuk telinga dan getarannya!
menggoncangkan hati orang yang mendengarnya
„Aha!" menyahuti tamu tidak diundang itu, "Kebetulan
sekali kau sudah keluar sendiri tua bangkai Aku tidak perlu
mencarimu dan dapat menghemat waktu. Dosamu telah
melewati takaran, sehingga malam ini kau ditakdirkan datang
sendiri menghadap kepadaku untuk menerima hukuman.
Namaku tidak perlu kau ketahui sekarang, kalau kau sudah
bertolak keneraka tentu kau mengetahuinya sendiri Lihat
golokku"
Golok orang itu berkelebat cepat, ditangkis oleh Ong Kee
Cie.
Benturan yang terjadi dikedua senjata itu kuat kekali,
karena memercikkan api'
Sungguh dahsyat bentrokan itu, golok orang tidak dikenal
itu tampak menyambar lagi dan hampir mengena dahi Ong
Kee Cie.
Dengan gerakan yang indah lawan tidak dikenal itu dapat
melancarkan seraigan yang beruntun, dan kini mereka terlibat
dalam pertempuran yang seru. Murid2 Ong Kee Cie jadi hanya
memandang belaka dengan mata terpentang lebar2.
Dan selama itu pedang terbang Ong Kee Cie terdesak
sekali.
Untuk menyambut serangan ketiga orang itu ia berlaku
lebih hati2 dan sikap Ong Kee Cie yang demikian membuat
murid2nya mengetahui bahwa lawan Ong Kee Cie memiliki
kepandaian yang tinggi sekali.
Suatu peristiwa yang sulit dipercaya telah terjadi. Dengan
gerakan It Ho Ciong Thian (Bu rung Ho terbang kelangit),
musuh itu melompat, keudara, menyusul goloknya
menyambar tubuh lawannya. Kelincahannya itu bukan hanya
menge jutkan Ong Kee Cie. tetapi murid2 orang she Ong itu
juga jadi takjub.
Sesunggauhnya Ong Kee Cie tidak takut oleh kepandaian
lawan, karena dengan mengandalkan tenaga dan
pengalamannya.
Namun yang membuat Ong Kee Cie jadi heran, setelah
beberapa jurus, ilmu golok lawan nya benar2
membingungkannya.
Dengan pengalamannya yang luas sulit sekali dia
mengetahui dari perguruan mana lawannya ini. Dan walaupun
dia mempergunakan se luruh tenaga, sulit baginya untuk
merubuhkan lawannya.
Sejurus demi sejurus keadaan Ong Kee Cie jadi semakin
buruk dan terdesak.
Saat itu ketika guru mereka sudah hampir tidak bisa
bernapas oleh desakan senjata lawan.
murid2 Ong Kee Cie baru menyadari bahwa tadi mereka
datang ketempat itu dengan membekal senjata, bukan unluk
sekedar menyaksikan jalan nya pertempuran itu.
„Mundur ! Apakah kalian mencari mati ” teriak Ong Kee Cie
kearah muridnya, karena walaupun bagaimana kepandaian
lawan terlalu hebat, mungkin muridnya itu satu persatu akan
binasa jika maju, sebab dia sendiri yang berkepandaian tinggi
tidak sanggup berbuat sesuatu opapun terhadap lawannya,
bahkan telah terdesak begitu hebat.
Sambil tertawa, musuh itu ielah menerjang kearah
penyerang2 barunya. Segera terdengar jerit2 kesakitan dan
rubuhnya beberapa tubuh yang saling tindih. '
Hujan senjata segera menyambar kearah Ong Kee Cie
karena senjata murid2 Ong Kee Cie telah dirampas oleh
musuh dan dilontarkan kearahnya.
Ong Kee Cie benar2 ulet sekali. Walaupun sudah terluka
oleh sanberan salah satu senjata yang melanggar bahunya,
disusul oleh hantaman tangan lawanoya, namun dia dapat
bangkit dan melancarkan serangan lagi.
Tetapi dia belum berhasil befdifi tegak, lawannya telah
menghajar dan menekan jalan darah To Tui hiat
ditengkuknya, seperti juga menghisap seluruh tenaganya.
"Bangsat tua she Ong, kau tidak mengenal aku, tetapi
sebaliknya aku tidak dapat melupakanmu." kata orang tidak
dikenal itu. ”Masih ingatkah kau akan peristiwa ditempat
penyebrangan Kie Hong Ouwlam, empat tahun yang lalu ?
Bagi umum kau terhormat, seorang dermawan dan seorang
tokoh Bulim yang disegani Tetapi aku mengetahui lebih
banyak dari itu Kau tentu tidak menduga rahasiamu akan
diketahui olehku, kau manusia serigala- Kau dani
murid2mu tentu pernah merdengar Hek Sin Ho itulah julukan
yang diberikan sahabat2 kepadaku. Dan kedatanganku untuk
meminta pertanggungan jawabmu terhadap perbuatanmu
yang, lalu itu, yang sempat kusaksikan sendiri.”
Sekilas sinar golok telah berkelebat disusul dengan
melayangnya sesosok bayangan hitam ke atas dinding
pekarangan.
Ditempat yang baru ditinggalkan Hek Si Ho hanya
tertinggal sesosok tubuh orang yang terlentang diam.
Gemparlah murid2 Ong Kee Cie. Tetapi murid2 Ong Kee Cie
tidak berdaya untuk melaku kan sesuatu terhadap lawannya
tersebut, yang pergi dengan gesit sekali.
Keesokan peristiwa yang menggemparkan Itu telah
melanda kota tersebut, dan murid kepala Ong Kee Cie telah
mengirim saudara2 seperguruannya keselutuh pelosok kota
untuk, memanggil semua murid Cie Liong Pang. mengadakan
rapat kilat atas kematian guru mereka.
Tetapi perundingan itu tidak menghasilkan apa2. karena
mereka 'menyadari musuh terlalu hebat.
Siapa Sesungguhnya Hek Sin Ho? Mengapa dia
bermusuhan dan membinasakan Ong Kee Cie Peristiwa
apakah di Kie Hong yang di-sebut2 oleh Hek Sin Ho? Tidak
seorangpun diantara mereka yang berhasil menjelaskannya.
Itulah cerita yang dldengar oleh Cie Beng dan Cie Jin.
Cie Beng dan Cie Jio juga jadi tertarik dan heran karena si
Rase Hitam seperti segan menyebutkan she dan namanya
yang sesungguhnya, hati mereka benar2 jadi tertarik untuk
menyelidiki hal ikhwal tokoh baru dalam kalangan Kangouw
ini, yang kelakuannya penuh rahasia Tetapi karena mereka
masih memikul beban dan tugas berat mencari adik
seperguruan mere ka yaitu Ouw Ho. maksud untuk menyelidiki
si Rase Hitam ditangguhkan dulu. Sudah enam tahun mereka
mencari Ouw Ho, tetapi hasilnya tetap nihil.
Selesai makan Cie Beng dan Cie Jin telah berpamitan
kepada petani2 itu.
Tidak lama kemudian mereka telah tiba dikota kecil, untuk
mengisi perut, dan kemudian tidur dengan nyenyak, karena
bermaksud besok menanyakan perihal Ouw Ho atau
setidaknya Hong It Hoa kepada anggota2 cabang Ang Hwa
Hwe dikota tersebut. Perbuatan seperti itu memang telah
ratusan kali dilakukan mereka diratusan kota dan kampung,
tetapi hasilnya tetap nihil.....
Disamping itu, besok siang merekapun ingin menanyakan
perihal Hek Sin Ho jago yang baru muncul dalam rimba
persilatan, tentu anggota Ang Hwa Hwe ditempat tersebut
telah men dengar sepak terjangnya Hek Sin Ho....... .
---oodwoo--
DESA Pek Houw Cun merupakan desa kecil Letaknya dibalik
bukit2 kurang lebih empat puluh lie dari kota kecil itu, dimana
Cie Beng dan Cie Jin sedang tidur.
Desa itu benar2 desa tidak berarti, karena disamping tidak
penting juga penduduknya hanya sekitar lima ratus jiwa.
Sejak matahari terbenam dikaki langit barat, ber-turut2
telah datang kelompok2 orang asing yang terdiri lima atau
sepuluh orang. Itu lah suatu kejadian yang agak luar biasa.
Mereka yang tiba disambut oleh seseorang yang
bersembunyi di-semak2 dipinggir jalan dengan kata2 : „Berkah
Tuhan !"
„Dunia Aman !" sabut tiap kelompok. Jelas itulah kata2
sandi.
Mereka adalah anggota2 Pek Lian Kauw dan kata2 sandi
tadi memang merupakan semboyan perhimpunan rahasia
tersebut.
Desa terpencil dan sunyi itu telah cukup lama menjadi
markas cabang Pek Lian Kauw.
Malam itu akan diadakan rapat penting. Pimpinan di Anhui
telah mengirim beberapa orang untuk memberikan
keterangan mengenai rencana persiapan untuk melancarkan
pemberontakan besar2an.
Rapat itu diadakan disebuah rumah yang sangat besar
didesa tersebut.
Rumah itu milik seorang anggota pimpinan setempat, yaitu
Tong Keng Hok.
Orang she Tong tersebut memiliki kepandaian silat yang
tinggi. Dengan memiliki kekayaan dan juga menjalankan
beberapa pekerjaan untuk perkumpulannya, cepat sekali dia
memperolah kedudukan penting
Kurang lebib satu jam sejak tibanya rombongan pertama,
telah tiba semua anggota yang diundang. Ruang besar
dirumah itu telah penuh. Kurang lebih tiga ratus orang.
Seorang wakil pusat segera naik kemimbar.Dengan panjang
lebar dia membentangkan maksud tujuan pergerakan
mereka. Dikatakan nya, setiap anggota harus berusaha
memperoleh kepercayaan rakyat.
---oo0dw0oo--
Jilid 7
SELANJUTNYA dikatakan bahwa Pek Lian Kauw telah
melakukan tugas suci yang telah diperintahkan Thian (Tuhan)
mengusir penjajah boan dan mendirikan kembali kerajaan
bangsa sendiri.
Tetapi kalau mereka bekerja tanpa rencana akan sia2 saja
usaha mereka. Demi untuk terlaksananya maksud mereka,
maka mereka harus sudah memiliki gambaran yang jelas
mengenai kerajaan yang akan mereka bentuk kepada siapa
mereka memberikan kesetiaan.
Pimpinan pusat di Anhui telah membuat beberapa
keputusan penting. Mereka menetapkan untuk mendirikan
kembali kerajaan Taibeng tiauw. Dan pimpinan pusat telah
berhasil menemukan seseorang yang masih memiliki
sangkutan darah dengan keluarga raja Tai-Beng-lauw
Ditetapkan orang itu akan menduduki tahta.
Orang itu bernama Ong Kwat Seng dan kini sudah berada
dimarkas pusat dikeresidenan Hong Yang Hu, dipropinsi Anhui.
Tepuk tangan riuh mengiringi wakil dari pusat itu. turunlah
dia dari mimbar.
Tiba2 dari sudut ruangan terdengar seseorang minta diberi
kesempatan mengutarakan pendapatnya.
Seorang pemuda tinggi kurus tampak bangkit dari tempat
duduknya.
Orang itu tampak masih muda sekali mungkin belum dua
puluh tahun, Kulitnya hitam kelam, wajahnya buruk dan tidak
sesuai dengan pakaiannya sebagai siucai, pelajar.
Orani2 yang belum mengenalnya hanya heran melihat
usianya masih begitu muda.
"Tuan2 dan saudara8 sekalian, uraian tua wakil dari pusat
sebagian memang tidak dapat di sangkal kebenarannya, tetapi
sebagian pula kurang tepat" katanya "Yang tidak salah,
memang kita berjuang untuk rakyat, untuk membebaskan
tanah air dari penjajah dan membela rakyat yang tertindas,
Setiap orang yang berjiwa patriot sejati tentu setuju.
Keputusan yang diambil pusat untuk mendirikan kerajaan
Beng justru yang tidak tepat. Mengapa kita harus membangun
kembali kerajaan Beng? Apakah kita tidak dapat mendirikan
dan membangun kerajaan lain? Bukti yang ada, sampai tanah
air kita ditelan penjajah karena salah urus dari raja2 Beng,
setelah dari Cu Goan Ciang dan Eng Lok Kun."
Seketika gemparlah orang2 yang berkumpul di ruang
tersebut.
Beberapa orang wakil pusat tidak puas, mereka
tersinggung oleh bantahan pemuda itu. Segera salah seorang
berbisik kepada Hian Seng Cu. menanyakan siapa pemuda itu,
dan apa kedudukannya dalam lingkungan Pek lian Kau
setempat.
Hian Seng Cu sendiri tidak mengenal siapa pemuda itu. Dan
mereka tambah heran karena tidak seorangpun diantara
anggota Pek Lian Kauw mengenal pemuda itu.
Hian Seng Cu seeera bangkit.
"Siangkong, sebelum kau bicara lebih jauh, aku ingin sekali
mengetahui siapakah kau dan apa kedudukanmu dalam
lingkungan kita? Mengapa kita belum pernah berjumpa?".
"Kedatanganku hanyalah disebabkan aku seorang Han, dan
berkepentingan dalam urusan besar seperti ini. Aku bisa
disebut Hek Sin Ho."
Sudah tentu jawaban pemuda itu menggemparkan orang2
disitu.
Peraturan dalam perkumpulan rahasia seperti Pek Lian
Kauw itu biasanya sangat keras dan setiap orang yang bukan
anggota yang berani menyelundup masuk, tentu akan
ditangkap dan dihukum sebagai mata2.
Tetapi menghadapi si Rase Terbang yang Sakti mereka jadi
ragu2. Oieh karena pemuda itu, Hck Sin Ho telah dipuja oleh
seluruh rakyat Ouwpak sebagai malaikat dan sangat dikagumi.
Hian Seng Cu tersadar disaat keadaan jadi kacau berisik,
dia mengetuk2 meja dengan keras untuk menenangkan
keadaan.
"Siangkong, menurut pengakuanmu kau bukan anggota
Hek Lian Kauw. Kami memiliki larangan jika bukan anggota
tidak dapat hadir dalam rapat kami dengan diam2," kata Hian
seng Cu.
"Tetapi perjuangan yang tuan2 tengah lakukan untuk
kepentingan membebaskan tanah air dari penindasan
penjajah. Kukira itu sudah menjadi tugas seluruh rakyat. Dan
sebagai rakyat Han, tentu akupun memiliki hak untuk ikut
memikirkan dan menyumbangkan teraga. Perjuangan yang
kalian lakukan adalah untuk kepentingan rakyat, tetapi
sudahkah tuan2 mengambil keputusan dengan memintai
pendapat rakyat dulu? Dan tuan2 bisakah menganggap aku
sebagai wakil dari rakyat jelata...."
Kata2 Hek Sin Ho dipotong wakil dari pusat yang kuatir
bahwa Hek Sin Ho bisa merobah pendapat para anggota Pek
Lian Kauw yang hadir "Saudara2, jangan mendengarkan
perkataannya, orang ini tentu mata2 pemerintah yang sengaja
datang untuk mengacau rapat yang kita adakan. Tangkap dia
dan hukumlah sebagaimana mestinya".
Wakil pusat belum pernah mendengar perihal Hek Sin Ho
tetapi anggotd Pek Lian Kauw setempat telah mendengarnya.
Mereka takut dan jeri untuk nama besar Hek Sin Ho, sehingga
mereka diam saja.
Wakil pusat itu mengisyaratkan kepada rekan2nya yang
bersama2 datang dari pusat, melompat menghampiri Hek Sin
Ho.
Hek Sin Ho ketawa "Memang sudah kuduga bahwa disini
tentu terdapat pengkhianat, seorang mata2 pemerintah Boan
yang telah berhasil merampas kedalam perkumpulan ini.
Tetapi sungguh tidak kusangka bahwa yang kujumpai adalah
Song Siewie Taijin, yang juga telah berhasil mencapai
kedudukan begitu penting dipusat Pek Lian Kauw." katanya
sambil menunjuk kesalah seorang dari keempat wakil pusat
itu.
Orang itu bertubuh kurus kecil, mukanya licik sekali dan
matanya yang tajam menunjukkan dia hebat sekali
kepandaiannya.
Ucapan terakhir Hek Sin Ho tentu saja mengejutkan dan
menggemparkan semua anggota Pek Lian Kauw. Mereka
sudah lama mendengar cerita dari rakyat perihal tindakan2
Hek Sin Ho yang membela kebenaran dan keadilan, maka
mereka percaya kata2 pemuda itu bukan sekedar tuduhan
belaka.
Tidak demikian dengan keempat wakil dari pusat itu.
Tuduhan itu telah membuat keempat! wakil pusat jadi murka.
Mereka telah serentak bergerak untuk mengeroyok
sipemuda tanpa memperdulikan nama besar dan kehormatan
mereka lagi.
Hek Sin Ho benar-bukan pemuda sembarangan. Mudah
sekali dia mengelakkan serangan itu dan berhasil
membebaskan diri.
Dalam sekejap mata dia telah berdiri dibelakang orang
yang dituduhnya tadi dan tangannya meluncur kearah Hong
Tie Hiat dibelakang telinga orang itu.
Orang she Song itu memiliki kepandaian hebat, bagaikan
memiliki mata dibelakang. serangan pemuda itu telah berhasil
dihindarkan.
Dalam sekali gebrakan seperti itu Hek Sin Ho mengetahui
diantara keempat wakil, justru orang she Song itu yang
terhebat kepandaiannya.
Hek Sin Ho mengerti bahwa dalam pertempuran itu dia
tidak boleh membuang2 waktu.
Dan karena itu Hek Sin Ho telah melancarkan serangan2 ke
bagian2 yang berbahaya dari lawan2nya.
Salah seorang wakil dari pusat telah melancarkan serangan,
namun kesempatan itu dipergunakan Hek Sin Ho untuk
menotok ulu hati orang itu, yang segera rubuh terjungkal.
Rekan2 orang yang rubuh itu tentu saja murka. Mereka
melancarkan serangan yang sangat berbahaya dan tanpa
segan2 lagi.
Tetapi amarah dan wakil2 pusat Pek Lian Kauw justru
merugikan mereka sendiri. Mereka jadi kurang waspada dan
menyerang bertubi2 tanpa memikirkan pembelaan diri.
Bagaikan kilat tubuh Hek Sin Ho berkelebat diantara ketiga
lawannya.
Mata dari kedua lawannya yang kurang gesit segera
berkunang2. Segera terdengar dua teriakan lemah, disusul
rubuhnya kedua lawan itu. Kini Hek Sin Ho hanya menghadapi
orang she Song itu, yang menjadi cemas melihat ketangkasan
pemuda bermuka hitam itu.
Dalam beberapa jurus saja orang she song itu sudah panik
menghadapi serangan Hek Sin Ho.
Hian Seng Cu menyadari tidak bisa mendiamkan saja sepak
terjang Hek Sin Ho, yang bisa menimbulkan perpecahan dalam
tubuh pergerakkan Pek Lian Kauw.
Dia mengisyaratkan kepada Tong Keng Hok dan
kawan2nya yang lain, untuk maju.
Tetapi agaknya Hek Sin Ho sudah lebih dulu menduga apa
yang akan terjadi. Dia segera berseru : "Saudara2 jangan
merugikan diri sendiri, aku bermaksud baik terhadap kalian,
orang she Song ini pengkhianat, pengikut Kian Tong yang
datang kemari dengan belasan siewie dari istana raja, yang
telah berada diluar desa atau kini telah mengurung gedung ini.
Maka dari itu, persiapkan diri kalian untuk menghadapi
mereka. Setelah kurubuhkan orang she Song ini, akan
kubantu kalian untuk menghadapi mereka.
Hian Seng Cu dan kawan2aya tentu tidak akan percaya
perkataan Hek Sin Ho, kalau saja disaat itu mereka sudah
mendengar suara ribut dan beradunya senjata diluar gedung.
Untuk sejenak lamanya Hian Seng Cu dan kawan2nya jadi
tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Kemudian mereka disadarkan oleh teriakan kawan2 mereka
yang tengah berjaga diluar, rupanya penjaga diluar sudah
tidak sanggup menghadapi terjangan lawan dan berteriak
minta pertolongan.
Kini mereka percaya penuh kata2 Hek Sin Ho.
Seluruh orang termasuk Hian Seng Cu telah keluar. Dan
disaat itulah Hek Sin Ho memusatkan seluruh tenaganya,
untuk merubuhkan lawannya secepat mungkin. tetapi orang
she Song itu licin seperti belut, tidak mudah cepat2
dirubuhkan, karena berhasil berkelit kesana-kemari.
Namun Hek Sin Ho telah melancarkan serangan dengan
hebat untuk mencegah orang she Song itu keluar
menggabungkan diri dengan siewie2 diluar.
Sementara itu diluar sudah berkali2 terdengar teriakan
kesakitan dan rubuhnya beberapa orang.
Umumnya anggota Pek Lian Kauw memiliki kepandaian
yang sedang2 saja, maka Hek Sin Ho menyimpulkan yang
rubuh itu tentu anggota Pek Lian Kauw. Dia jadi gelisah
sendiri.
Orang she Song itu menyadari kegelisahan lawannya, dia
jadi girarg dan telah melancarkan serangan yang bertubi2,
sehingga Hek Sin Ho tambah gelisah.
Tetapi dalam girangnya, dia jadi lupa daratan.
Pemusatan tenaganya juga tidak sepenuh lagi dan
serangannya membabi buta.
Pertempuran telah berjalan sepuluh jurus lagi, suatu saat
orang she Song telah menyerang tepat bahu Hek Sin Ho,
sehingga terhuyung mundur beberapa langkah.
Kegembiraan orang she Song itu memuncak. Inilah
kesempatan terbaik baginya, tidak boleh disia2kan.
Dengan bernafsu dia telah menubruk, Tangannya diulurkan
untuk menerkam jalan darah Kie Kut Hiat dibahu musuhnya.
Dengan demikian dia akan dapat membuat musuh itu tidak
berdaya dan akan menangkap hidup2.
Tetapi disaat itulah Hek Sin Ho merebahkan tubuhnya
dilantai dengan kedua tangannya menekan lantai. Kakinya
saling susul menerjang kearah dada, perut dan pinggang
musuhnya yang tengah menubruknya. Itulah tipu terhebat
dari Kim Coa Hoan Sin (Ular emas Membalikkan tubuh) salah
satu ilmu yarg hebat dari Lian Hoan Tui.
Jitu sekali dada dan perut orang she Song terkena
tendangan luar biasa itu.
Disertai teriakan kesakitan, terlemparlah dia sampai
beberapa tombak. Dan tidak dapat bangkit lagi.
Hek Sin Ho telah melompat bangkit dan menuju keluar.
Memang cukup besar kerugian dipihak Pek Lian Kauw.
Hampir lima puluh orang anggota perkumpulan itu
menggeletak ditanah terluka parah. Siewie2 yang tengah
bertempur itu adalah pahlawan kelas satu diistana raja. Hanya
Hian Seng Cu dan Tong Keng Hok yang masih bisa
mengimbangi.
Dengan mengandalkan jumlah yang banyak mereka
memang dapat mempersibuk siewie2 itu, tetapi Urtuk
merubuhkan pengawal istana itu di butuhkan kepandaian.
Siewie itu berjumlah lima belas orang, dan dengan
datangnya Hek Sin Ho dia bisa mengikat empat orang siewie,
sehingga tinggal sebelas orang yang dihadapi orang Pek Lian
Kauw.
Dengan kepandaian Kong Ciu Jip Pek Io (Tangan kanan
kosong menerobos ratusan golok) dia telah membuat siewie2
itu sibuk bukan main.
Siewie2 itu terkejut sekali melihat datangnya lawan
tangguh dan hebat ini.
Dengan cepat pula Hek Sin Ho berhasil merubuhkan
seorang siewie dengan kibasan tangan bajunya yang
menghantam telak sekali mata siewie itu.
Sambil mengeluarkan suara anjuran kepada beberapa
kawannya siewie2 yang lainnya telah menerjang maju.
Hek Sin Ho mudah sekali melayani siewie2 itu, yang
umumnya bersenjata golok.
Dan secara beruotun dia telah berhasil merubuhkan
beberapa orang siewie lagi.
Sementara itu disekeliling Hek Sin Ho masih berlangsung
terus pertempuran kacau antara dua ratus orang lebih
anggota Pek Lian Kauw melawan sepuluh orang siewie.
Korban yang jatuh telah semakin banyak.
Pertempuran tersebut tampaknya akan berlarut2 tanpa
adanya penyelesaiannya Tetapi tiba2 sekali dari arah bukit
tidak jauh dari tempat itu terdengar hentakan2 marah, disusul
muncul tiga sosok bayangan hitam berlari2 saling susul.
Yang dua dibelakang rupanya menjajar yang seorang
didepan. Mereka memiliki kepandaian ilmu meringankan tubuh
yang sempurna. Dalam sekejap mata saja sudah didekat
tempat tersebut.
Setelah terpisah hanya beberapa puluh tombak dari
gelanggang pertempuran, mereka ketiga orang itu rupanya
terkejut melihat pertempuran yang tengah berlangsung.
Tetapi yang berdiri dimaka itu sudah segera mengerti apa
yang tengah terjadi.
Sambil mengeluarkan seruan nyaring dia telah melonpat
kedepan, langsung kearah gelanggang pertempuran.
Dengan pedangnya yang berkilauan dibawah sinar bulan
yang baru memperlihatkan diri, tanpa ragu2 dia telah
menyerbu ketengah pertempuran dan melancarkan serangan
hebat kearah siewie yang terdekat.
Beberapa anggota Pek Lian Kauw yang datang melihat
orang itu jadi girang.
Sjewie yang diserang itu segera menangkisnya, tetapi dia
jadi kaget bukan main karena seketika itu juga goloknya putus
tertabas pedang, rupanya pedang lawan sebatang pedang
mustika.
Sementara Itu kedua pengejar orang yang haru datang itu
telah berdiri sejenak dalam perasaan heran.
Namun akhirnya merekapun melompat ketengah
gelanggang pertempuran dengan gerakan yang sengat gesit
sekali.
Tanpa menantikan sampai kaki mereka menginjak tanah,
serta merta keduanya sudah melancarkan serangan kepada
siewie itu dengan mempergunakan pedang mereka.
Anggota Pek Lian Kauw bersorak girang.
Kini mereka yakin bahwa kedua orang terakhir itupun
bukan musuh.
Tidak mengherankan bahwa mereka tidak mengetahui
bahwa kedua pemuda yang baru datang memiliki kepandaian
bsgitu tinggi adalah dua jago muda yang kebetulan tiba
ditempat itu karena mengejar seseorang dan mereka tidak lain
dari Cie Beng dan Cie Jien.....
MALAM iiu Cie Beng dan Cie Jin telah tidur siang2. namun
ditengah malam dia mendengar seseorang berjalan diatas
rumah penginapan dengan langkah ringan.
Orang biasa mungkin tidak akan mendengarnya, tetapi Cie
Beng dan Cie Jin telah mendengar jelas dan telah cepat
melompat turun dari pembaringan dengan ringan.
Merekapun telah cepat2 mempersiapkan senjata mereka.
Samar2 mereka masih melihat sesosok tubuh ketika
keduanya telah melompat keatas genting rumah penginapan
dan segera mengejarnya.
Didalam rimba persilatan memang banyak sekali peristiwaaneh.
Oleh karena itu Cie Beng dan Cie Jin tidak mau segera
menarik kesimpulan apakah orang itu seorang jahat atau baik.
Mereka terus juga mengikutinya. Dengan cepat bayangan
itu telah berjalan cukup jauh, karena belum memastikan
maksud orang itu, maka merekapun berlaku hati2 agar tidak
terlihat
Setelah melewati dua puluh rumah lebih, sosok bayangan
itu tampak telah melompat turun dan mendekati sebuah
jendela yang masih tampak terang.
Bayangan itu mengintai kedalam ruangan tersebut,
agaknya dia bimbang untuk melompat masuk.
Tentu saja hal itu membuat Cie Beng dan Cie Jin jadi
heran. Apa maksud orang itu.
Tidak lama kemudian tampak pintu kamar! terbuka, dan
masuklah seorang gadis yang jika dipandang sepintas lalu dari
kejauhan tidak Cantik. Tetapi gerak geriknya dan potongan
tubuhnya sangat menarik.
Sosok bayangan yang berada diluar jendela sudah hendak
bergerak, tetapi kemudian dia membatalkan maksudnya,
kerena dibelakang gadis itu! masih terdapat seorang tua
kurang lebih lima puluh tabun. Agaknya ayah sigadis.
Dari tempat persembunyiannya, kedua saudara Cie itu
dapat melihat orang tua dan gadis itu bukan sembarangan
orang. Sikap mereka agung walaupun tubuh mereka
tampaknya lemah. Tentunya ayah puteri itu adalah keluaaga
terpelajar.
Ayah dan puteri itu telah bercakap2 dengan suara yang
perlahan, dan orang yang bersembunyi diluar jendela ketika
mendengar percakapan anak dan ayah itu tampaknya terkejut,
sehingga dia memperlihatkan diri dijendela.
Ayah itu terkejut, menoleh dengan ketakutan sedangkan
sigadis telah berteriak tertahan.
Namun sesaat kemudian orcng tua itu lenyap kagetnya, kini
wajahnya memperlihatkan kemarahan yang saagat.
Dalam marahnya itu, orang tua tersebut tidak dapat
berkata2.
Sedangkan orang diluar jendela itu hanya menatapnya
dengan tertegun.
"Bangsat! Sungguh berani kau datang mengganggu lagi!"
Caci orang tua itu setelah berhasil menindih goncangan
hatinya. Lalu dengan suara yang keras dia telah berteriak;
"Maling! Ada maling! Tangkap! Tangkap!"
Seketika, terdengar teriakan seperti itu, tamu tidak
diundang jadi terkejut.
Tubuhnya melompat dan sesaat kemudian dia telah berada
dalam kamar.
Dengan wajah ketakutan, erang tua itu mundur sambil
menarik tangan sigadis.
Tetapi sudah jelas bahwa mereka tidak akan dapat
meloloskan diri lagi dari orang yang berkepandaian memang
tinggi itu.
Cie Beng dan Cie Jin, yang sejak semula sudah bersiap
sedia, untuk turun tangan, tentu saja tidak tinggal berpeluk
tangan.
Seketika itu juga, mereka telah melompat bagaikan dua
ekor garuda. Dan mereka telah melompat masuk kedalam
kamar berada dibelakang tamu tidak diundang itu.
"Jahanam kotor, rasakan pedangku ini." bentak Cie Beng
sambil menyerang dengan gerakan "Im Yang Po San" (Kipas
mustika Im Yang).
Tetapi kepandaian orang itu ternyata berimbang dengan
kepandaian Cie Beng, dia berhasil mengelakkannya dengan
mudah dan lalu menangkis.
Dan Cie Beng tidak berani berayal lagi, dengan tenaga yang
lebih besar telah melancarkan serangan lagi.
Cara serangan Cie Beng hebat sekali hampir hampir orang
itu kehilangan senjata karena benturan itu.
Penjahat itu merasakan bahwa dia sudah tidak memiliki
harapan lagi, terlebih lagi kalau Cie Jin sesaat lagi turun
tangan mengeroyoknya.
Karena ayah sigadis juga berteriak2 minta tolong, maka
tamu tidak diundang itu akhirnya telah memutuskan untuk
berlalu.
Setelah itu, dengan kecepatan seperti terbang dia
melarikan diri dengan mengambil arah utara.
Cie Beng dan Cie Jin tidak mau membiarkannya lari dengan
begitu saja
Disamping menbeici perbuatannya, mereka pun ingin sekali
mengetahui siapakah sesungguh nya orang itu, yang ilmu
silatnya berasal dari perguruan Bu Tong Pai.
Cie Beng dan Cie Jin mengetahui itu, karena dia telah
mempelajari berbagai sarinya ilmu silat.
Cepat2 mereka telah mengejarnya. Dan dalam waktu yang
singkat mereka telah berada di luar kota.
Sementara itu, agaknya sipenjahat menjadi jengkel, dia
melihat kedua saudara Cie itu tidak mau melepaskan dirinya.
Dan dia mempercepat larinya.
Itulah sebabnya Cie Jin dan Cie Beng bisa tiba ditempat
yang tengah berlangsung pertempuran itu. Dan Cie Jin
maupun Cie Beng tidak bisa berpeluk tengan, melihat rakyat
kampung itu yang tengah bertempur melawan orang2nya
peme rintah Boan.
Tidak bersusah ppyah, akhirnya semua musuh2 itu telah
berhasil dirubuhkan mereka, ada siewie yang terluka dan ada
yang segera terbinasa disaat itu juga,
Enam tahun yang lalu. dirumah guru mereka di Sinkiang,
ketika orang2 yang hendak mencari balas kepada gurunya,
mereka melihat betapa semua lawan itu telah dibinasakan.
Dan kini Cte Jin dan Cie Beng melihat anggota Pek Lian Kauw
juga membinasakan siewie2 yang terluka walaupun siewie2 itu
memohon2 pengampunan.
"Mereka sudah mengetahui siapa pemimpin kami dan
dimana kami mengadakan pertemuan, maka jika dibiartan
hidup, bisa mendatangkan bencana untuk kami." berkata
beberapa orang Pek Lian Kauw.
Cie Beng dan Cie Jin menoleh kepada Hek Sin Ho. Tetapi
ternyata pemuda itu sudah tidak berada ditempat itu.
Sementara Hian Seng Cu, Tong Keng Hok dan pemimpin
Pek Lian Kauw setempat yang telah menghampiri mereka
untuk menyatakan terima kasih, Cie Beng hendak
mempergunakan kesempatan tersebut menanyakan perihal
Hek Sin Ho, tetapi sebelum mereka sempat mengucapkan
sepatah kata, tiba2 dari bagian belakang rumah itu terdengar
teriakan minta tolong, disusul bentrokan senjata dan caci maki
sengit.
Semua orang terkejut. Cie Jin dan Cie Beng cepat2
melompat kedalam ruangan rumah diikuti yang lain. Mereka
berpapasan dengan seorang lelaki kurus tinggi berpakaian
serba putih, yang melihat masuknya rombongan itu telah
merobah haluan dan melompat keatas genting. Didalam
terdengar teriakan ; Kongcu diculik ! Kongcu diculik I Kongcu
dibawa orang ! Tolong l Tolong !"
Semua orang jadi terkejut, karena mereka melihat lelaki
kurus berpakaian putih itu memang memanggul tubuh
seseorang yang terkulai yang tidak lain dari putera Tong Keng
Hok.
Kecuali Cie Beng dan Cie Jin, yang lainnya mengejar. Dan
dari pelayan2 rumah itu, kedua saudara Cie mendengar cerita
penculikan itu, dimana ternyata yang mencelik adalah orang
she Song yang berhasil membebaskan dirinya dari totokannya
Dan disaat pelayan itu tengah berteriak, justru Hek Sin Ho
telah tiba dan mengejarnya.
Semua orang Pek Lian Kauw telah menghela napas dalam2
dan mereka berduka, karena mereka nihil melakukan
pengejaran. Dan Tong Keng Hok maupun yang lain hanya
mengharapkan agar Hek Sin Ho berhasil mengejar orang she
Song itu dan berhasil membawa pulang putera Tong Keng
Hok.
Saat itu Hek Sin Ho yang tengah melakukan pengejaran
kepada orarg she Song itu jadi penasaran, karena walaupun
dia telah mengejar lima belas lie lebih, tetap saja tidak
berhasil sedikit demi sedikit memperpendek jarak pisah me
reka.
Lewat pula lima lie, agaknya sudah tidak perlu ditunggu
terlalu lama lagi untuk menyusul she Song itu.
Setelah lewat lagi tujuh lie, jarak antara1 mereka sudah
tinggal setombak lagi.
Kini setiap waktu sudah dapat diharapkan bahwa Hek Sin
Ho akan menyerang orang she song itu dan orang she Song
sudah putus asa karena dia memang tidak sanggup untuk
melawan Hek Sin Ho terlebih lagi kini tengah membawa
puteranya Tong Keng Hok,
Memang bisa saja dia melepaskan tawanannya dan
melarikan diri sekerasnya untuk meloloskan jiwanya.
Tetapi tanpa putera Tong Keng Hok sebagai tanggungan,
tidak dapat dia memaksa tokoh Pek Lian Kauw menyerahkan
diri kepada pemerintah.
Tetapi jiwanya sendiri tentu saja dianggapnya jauh lebih
berharga dari putera Tong Keng Hok.
Dengan pertimbangan begitu, dia hendak melontarkan
tubuh puteranya Tong Keng Hok kearah pengejarnya.
Disaat itu mereka sudah mendekati suatu gerombolan
pohon2.
Tetapi diluar dugaan segera muncul serombongan orang
yang masing2 memegang senjata terhunus dan sudah bersiap
pula untuk menyerang dengan senjata rahasia.
Sebagai seorang yang merasa dirinya berdosa, orang she
Song itu tentu saja tambah ketakutan, karena menduga orang
itu segaja hendak menghadangnya orang2nya Pek Lian Kauw.
Tetapi sesaat kemudian dia jadi girang, langkah lega
hatinya ketika tanpa menghiraukan orang she Song itu sama
sekali, semua penghadangnya itu telah menghujani Hek Sin
Ho dengan senjata rahasia.
Itulah berar2 suatu pertolongan yang tidak terduga, Tanpa
menoleh lagi dia segera lari sekuat tenaganya.
Sebaliknya Hek Sin Ho terkejut sekali diserang tiba2 begitu.
Untung saja Hek Sin Ho memiliki kepandaian yang tinggi
dia tidak menjadi gugup dan telah berhasil mengelakkan diri
dari serangan tersebut. Dan dari kaget, Hek Sin Ho jadi
marah.
Segera juga dia menduga bahwa Oraog2 yang menjadi
penghadang itu adalah kawan2nya orang she Song, maka
segera dia telah melancarkan serarjgan dengan kuat sekali.
Jumlah orang itu enam orang, dua diantaranya adalah
hweshio, sedangkan keempat orang yang lainnya berpakaian
sebagai guru silat.
Waktu itu sudab menjelang fajar, dan cuaca sudah agak
terang, sehingga dia dapat melihat wajah mereka.
Dia memperoleh kenyataan bahwa tidak seorangpun
diantaranya yang dikenalnya.
Tetapi orang2 itu ternyata tidak menyerang lagi. Dengan
menggenggam senjata terhunus, telah mengurung Hek Sin
Ho.
"Sicu, kau tentu heran dan penasaran, bahwa kami telah
menyerangmu secara menggelap dan tiba2," kata salah
seorang diantara hweshio itu dengan sikap yang congkak.
"Kami sedikitpun tidak memiliki maksud tidak baik, dan kami
hanya ingin meminta kau melayani kami dan kami adalah
kaum jantan, walaupun kami harus melakukan perhitungan
denganmu mengenai sesuatu urusan, kami ingin
menyelesaikannya sebagai lelaki sejati".
"Taisu, aku sama sekali belum mengenalmu dan teman2mu
itu, kecuali jika kalian kawan sipengkhtanat she Song itu."
menyahuti Hek Sio Ho.
Tetapi perkataan Hek Sin Ho justru telah metafsirkan lain
oleh orang2 itu.
Mereka menduga bahwa Hek Sin Ho takut.
"Kata2 sicu memang benar, kita tidak pernah bertemu. Dan
secara langsung juga sicu tidak pernah bentrok dengan kami.
Tetapi kami lelaki sejati, juga tidak pernah berpeluk tangan
jika melihat perbuatan sewenang2, mengandalkan kepandaian
sendiri, lalu membunuh orang tidak berdosa dan terkenal
berhati mulia".
"Taisu, aku selalu berusaha melakukan perbuatan2 yang
tidak tercela dan juga memang aku benar2 tidak mengerti
maksud perkataan Taysu".
"Pineeng (aku) dan saudara2 seperguruan Pinceng tidak
mudah dihasut orang. Kami selalu berihati-hati dan sebelum
menentukan sikap, kami selalu mencari keterangan Tetapi kali
ini, kami telah berhasil mengumpulkan keterangan bahwa
yang harus bertanggung jawab atas peristiwa penasaran itu
justru sicu adanya."
Walaupun Hek Sin Ho sedapat mungkin menindih
kemarahan di hatinya, untuk menghindarkan suatu
pertempuran, kini dia tidak dapat menguasai lagi amarahnya.
Kata2 si Hweshio yang terakhir itu benar2 keterlaluan
sekali.
Tidak dapat dia melayani begitu saja Terlebih lagi dia
mengerti bahwa rombongan si Hweshio tidak akan mau
melepaskannya.
"Baiklah kalau begitu", katanya kemudian. "Karena Taisu
memang memaksa, akupun tidak bisa lain dari menuruti saja
memperlihatkan kebodohanku".
Walaupun berkata begitu. Hek Sin Ho yakin bahwa didalam
persoalan ini pasti terdapat salah paham.
Dan juga disaat itu, keempat murid Siauw Lim sie yang
bukan Hweshio itu telah maju semuanya.
Sikap yang terlalu memandang rendah tentu saja membuat
Hek Sin Ho jadi mendongkol.
Dengan bersenjata atau bertangan kosong dia telah dapat
menjalankan ilmu Taikek yaitu ilmu Taikek bun yarg selalu
tidak mempergunakan kekerasan.
Inti sari Taikek pada umumnya hanya setu yaitu Wan Cwan
Put Toan, berputar tidak ada putusnya, tetapi dari unsur itu,
yang dipergunakan Hek Sin Ho agak lain.
Serangan2 itu terdapat banyak sekali sifat yang
mengandung kekerasan dalam serangannya.
Mereka segera bertempur, keempat murid Siauw Lim Sie
yang tidak mencukur kepala itu telah melancarkan serangan
hebat sekali kepada Hek Sin Ho.
Cara2 Hek Sin Ho yang aneh dan bertentangan dengan
ketentuan2 ilmu silat lainnya, bukan hanya membingungkan
keempat tawannya justru kedua hweshio itu jadi tertegun.
Sementara itu keempat lawannya Si Rase Hitam Yang Sakti
itu telah agak menguatirkan.
Si hweshio yang sejak semula bertindak sebagai pemimpin
segera melompat ketengah gelanggang, karena melihat
keempat kawannya telah terdesak.
"Tahan!" dia telah berseru dengan keras.
Pertarungan segera berhenti. Keempat kawannya diminta
mundur, sedangkan dia sendiri lalu memandang Hek Sin Ho
dengan pandangan mata yang tajam.
Setelah memandang selama beberapa saat kemudian dia
telah berkata ; "Pantas sicu jadi demikian berati berlaku
sewenang2, rupanya kau memang memiliki kepandaian yang
lumayan."
Sambil menyisipkan ujung jubahnya yang agak longgar,
keikat pinggangnya, hweshio itu segera mendekati Hek Sin
Ho.
Tetapi pada saat itu hweshio yang seorang telah berkata
"Goan Seng Suheng, kukira tidak perlu kau sendiri yang maju
melayaninya, biarlah aku saja yang maju lebih dulu."
Tanpa menantikan jawaban Goan Seng lagi dia langsung
melompat kedepan Hek Sio Ho sambil berkata:
"Tadi aku sudah melihat kepandaianmu sicu. Karena
kagum, aku Goan Sim, hendak mcminta petunjukmu untuk
beberapa jurus. Sebagai seorang murid sang Buddha, aku
tidak senang mempergunakan senjata Aku akan melayanimu
dengan tangan kosong. Tetapi ini bukan berani hendak
memaksamu menyimpan senjata juga. Kalau kau lebih senang
bertempur dengan mempergunakan senjata, gunakanlah
tanpa segan dan ragu2.
Dengan kecerdasannya yang dimilikinya Hek Sin Ho sudah
dapat menerkam Goan Sim.
Tetapi diapun sangat percaya akan kepandaiannya sendiri.
Walaupun menyadari bahwa kesombongan hweshio itu
bukan omong kosong belaka, dia sedikitpun tidak menjadi
gentar.
Setelah berdiri saling diam memanjang beberapa saat. Hek
Sin Ho telah melompat sambil melancarkan serangannya
mempergunakan kepalan tangan karena senjatanya memang
telah dimasukkan kedalam sarungnya. Dan dia telah
melancarkan serangannya itu dengan mempergunakan tenaga
yang kuat sekali, disertai juga oleh bentakannya; "Taisu,
terimalah!"
Sedangkan hweshio itu, Goan Sim, telah melihat datangnya
serangan, jadi dia heran, juga girang.
Itulah serangan yang biasa disebut Jie Liong Co Cu,
sepasang naga memperebutkan mitiara, salah satu tipu dari
Liong Jiauw Kun, ilmu silat naga, dari Siauw Lim Sie. Dan
pukulan seperti itu telah dikenalnya.
"Terhadap orang lain serangan itu memang berbahaya,
tetapi bagiku hanya permainan anak-anak." pikir sihweshio.
Hweshio itu mengangkat tangan kirinya untuk menangkis,
kemudian dengan cepat dia menerkam pangkal lengannya.
Sungguh cepat gerakannya itu, tetapi sipemuda ternyata
juga tidak kalah gesitnya.
Sambil berseru tiba2 Hek Sin Ho menurunkan tubuhnya dan
dengan setengah berjongkok tangannya meluncur terus.
Tetapi kini yang -diincer jadi bukan mata sihweehio, tetapi
perut Goan Sim yang hendak dijadikan sasaran.
Tentu saja hal itu telah membuat Goan Sim jadi kaget
setengah mati, karena lawannya dapat merobah arah
serangan dalam waktu yang begitu cepat.
Cepat sekali si hweshio telah berkelit dan dia membalas
melancarkan serangan. Tetapi Hek Sin Ho benar2 hebat dan
ilmunya lain dari yang lain.
Kenyataan seperti inilah yang telah membuat Goan Sim
seringkali terperangkap oleh keanehan dalam gerakan silat
Hek Sin Ho yang lain dari biasanya ilmu silat didunia
persilatan,
Dengan tidak sabar Goan Sim mengerahkan seluruh
tenaganya, dan memperhebat serangannya, agar dapat
mempercepat waktu merubuhkan lawannya.
Sesuai dengan ilmu Su Siang Po, waktu serangan Goan Sim
suatu saat hampir mengenai dirinya. Hek Sin Ho telah
mengelakkan diri, lututnya tiba2 telah berada didekat iga Goan
Sim.
Hweshio itu terkejut sekali, untuk kesekian kalinya dia
menghadapi kesulitan dari serangan2 aneh dari sipemuda.
Berkat kepandaiannya memang sempurna, Goan Sim masih
berhasil menyelamatkan iganya.
Goan Seng dan murid2 Sjauw Lim yang lain jadi gelisah
sendirinya.
Waktu itu pikiran Goan Sim sudah agak kacau.
Tiba2 datanglah serangan Hek Sin Ho yang dilakukan
berbareng dengan tangan kiri dan kaki kanan.
Itulah suatu serangan biasa, dan Goan Sim telah
menangkisnya dengan mempergunakan jurus Pa Ong Gie Ka.
Tetapi tidak diduga, ketika tangan mereka saling bentur,
tiba2 Hek Sin Ho menangkap tangan Goan Sim, dengan
meminjam tenaga dikerahkan sipendeta, Hek Sin Ho tiba2
melompat melayang kemuka lawannya.
Goan Sim gugup sekali, agaknya kali ini dia tidak bisa
mengelakkan diri lagi.
Goan Seng tidak bisa berdiam diri lagi, dia telah menerjang
maju.
Hek Sio Ho tidak takut, dengan mengandalkan
kegesitannya dia telah melayani terus.
Begitu pula keempat murid SiauwLim yang tidak mencukur
rambut itu ikut menerjang. Goan Seng mempergunakan
pedang, Goan Sim mempergunakan kedua tangannya dan
keempat murid Siauw Lim bersenjata golok dan pedang.
Hek Sin Ho jadi sibuk juga melayaninya. Dan suatu kali,
Hek Sin Ho diserang dengan serentak, keenam orang Siauw
Lim itu yakin akan berhasil menundukkan Hek Sin Ho, yang
akan dapat dirubuhkan.
Dengan gerakan It Ho Ciong Tian yang sangat indah, tubuh
Hek Sin Ho tiba2 melompat lurus keatas dan bersama dengan
itu diapun sudah menghunus senjatanya.
Mereka bertempur semakin seru. Keenam murid Siauw Lim
Sie benar2 heran melihat ketangguhan pemuda itu.
Hek Sin Ho tidak mengerti mengapa sihweshio menuduh
dia berbuat sewenang2, entah apa sebabnya.
Dan akhirnya sambil bertempur Hek Sin Ho telah bertanya2
sebenarnya urusan apakah yang membuat keenam orang
Siauw Lim Sie itu memusuhinya.
Mengetahui itu Hek Sin Ho tertawa gelak, "Sebagai
pengkhianat bangsa tentu saja Ong Kee Cie harus dibasmi
bukan?" teriaknya kemudian.
Keenam orang Siauw Kim Sie tentu saja jadi tambah
murka, Mereka menyerang semakin hebat saja.
"Dengarlah!" kata Hek Sin Ho sambil berkelit, Aku tidak
bicara dusta, Ong Kee Cie sebagai putera Han ternyata ingin
mengkhianat menjual negara. Aku bisa membuktikannya dan
bukti2 itu ada padaku."
"Jangan membual." teriak Goan Sim murka.
"Bukankah empat tahun yang lalu salah seorang saudara
seperguruanmu yang bernama Goan Kong Suhu telah
mendadak lenyap? Tahukah kalian mengapa dia menghilang?
Dia telah tewas dibinasakan oleh Ong Kee Cie sendiri! Jiwanya
dihabiskan didekat penyebrangan Kie Hong secara pengecut
sekali oleh Ong Kee Cie. karena kebetulan Goan Kong Suhu
mengetahui kebusukannya."
Keterangan Hek Sin Ho seperti juga petir ditelinga keenam
orang Siauw Liem Sie. Muka Goan Seng jadi berobah pucat.
Memang benar waktu Goan Kong dalam perjalanannya ke
Ouwlam kebetulan telah mendengar tentang suatu rahasia
yang dapat menghancurkan nama Siauw Lim Sie.
Ketika itu Goan Kong telab perintahkan muridnya
menemani dalam perjalanannya itu untuk kembali ke Hokkian
untuk memberikan laporan dan meminta bantuan dari
saudara2 seperguruannya. Dari laporan Goan Kong murid
Siauw-Lim Sie sendiri telah menduga bahwa yang melakukan
pengkhianatan itu tentu salah seorang murid Siauw Lim Sie,
hanya sayangnya Goan Kong belum menyebutkan nama murid
pengkhianat itu.
Dengan disertai beberapa orang sutenya atas perintah
Hongtio. Goan Seng telah berangkat ke Ouwlam.
Tetapi Goan Kong tidak dapat mereka jumpai.
Hweshio itu telah hilang tanpa meninggalkan jejak.
Peristiwa itu telah ditutup rapat2 dan kecuali beberapa
orang yang menyertai Goan Seng murid2 Siauw Lim lainnya
tidak ada yang mengetahui. Itulah sebabnya Goan Seng jadi
terkejut sekali Hek Sin Ho bisa menyebut2 persoalan Goan
Kong Taisu.
Tetapi sebagai hweshio ysng memiliki pandangan sempit
dan juga jarang bergaul, Goan Seng dan saudara
seperguruannya berpandangan lain, yaitu persoalan
pengkhianatan murid Siauw Lim harus dirahasiakan rapat2,
dan juga karena Hek Sin Ho mengetahui peristiwa itu, dia
akan ditangkap untuk dibawa menghadap ke Hongtio mereka.
Keenam orang itu semakin mempercepat serangan mereka
menambah tenaga serangan juga.
Hek Sin Ho jadi kewalahan, karena kerjasama keenam
orang itu memang kokoh dan dia terkepung rapat.
Dengan mengeluarkan suara jeritan kecil, suatu kali mata
pedang Goan Seng berhasil menusuk iga Hek Sin Ho sedalam
satu inci dan mempergunakan kesempatan itu dengan nekad
Hek Sin Ho menotok Kie Kut niatnya sihweshio sehingga Goan
Seng terjungkal.
Tanpa membuang Waktu Hek Sin Ho menerobos keluar dari
kepungan itu dan berlari masuk berlari hutan, karena dia
menyadari jika bertempur terus dengan cara dikepung btgitu,
dirinya bisa kehabisan napas dan tenaga
Saudara seperguruan Goan Seng jadi tertegun sementara
waktu, dan ketika mereka tersadar, mereka cepat2 menolongi
Goan Seng, lalu Cepat2 masuki hutan untuk mengejar Hek Sin
Ho ...
SEMENTARA itu setelah lolos dari orang? Siauw Lim Sie.
Hek Sin Ho berlari terus cepat sekali dengan menderita
beberapa luka ditubuhnya. Tetapi luka itu bukan ditempat
yang berbahaya.
Dengan menahan lapar dia telah pergi dari desa itu, dia
mengerti bahwa penderitaan didesa lebih hebat lagi, karena
pasukan tentara Boan telah merampasi semua milik rakyat?
Setelah berjalan setengah hari, dia menjumpai Sebuah rumah
petani. Petani itu terkejut sekali, memang waktu itu dia belum
mengganti pakaian.
Sementara itu setelah lolos dari orang2 Siauw Lim Sie, Hek
Sin Ho berlari terus cepat sekali dengan menderita beberapa
luka ditubuhnya.
Karena sudah letih sekali, dia minta tolong menginap
kedalam rumah petani itu, yang diluluskan.
Hek Sin Ho telah tidur dengan nyenyak sekali, walaupun
masih sore,
Esok paginya dia merasakan tubuhnya segar kembali.
Lukanya juga sebagian besar telah kering.
Rencana Hek Sin Ho yang pertama2 adalah orang she
Song, yang akan dicarinya untuk mengorek Keterangan
mengenai rencana pemerintah menghadapi Pek Lian Kauw.
Menurut yang diketahui, seluruh pasukan siewie yang
dikerahkan kaisar telah dikumpulkan menjadi satu dikantor
Sumbu Ouwpak. Dan menurut dugaannya pula, orang she
Song pasti pergi ke Sumbu Ouwpak, untuk menyerahkan
putera Tong Keng Hok, sambil mengatur rencana untuk
menggerebek markas Pek Lian Kauw, yang terletak di Pen
Houw Cun.
Hek Sin Ho jadi memutuskan untuk melakukan perjalanan
ke Ouwpak.
Seharian suntuk dia berjalan terus, menjelang malam cuaca
berobah dengan mendung menutupi seluruh langit.
Untung saja tidak lama kemudian dia melihat kuil tua yang
kosong, disaat mana rupanya hampir turun hujan dengan
guntur sering terdengar.
Dengan segenggam rumput Hek Sin Ho membersihkan
meja pemujaan dan setelah mengisi perut dengan makanan
kering yang dibekalnya, dia merebahkan diri dimeja pemujaan
yang terbuat dari batu itu, tidur nyenyak.
Tidur tidak lama, tiba2 dia dibangunkan dari tidurnya oleh
suara depan kaki kuda yang akhirnya berhenti didepan pintu
kuil
Disaat itu, Hek Sin Ho gesit sekali melompat keatas
wuwungan, untuk mengawasi kearah pintu.
Seorang pemuda bertubuh sedang, tampak gagah dengan
memakaian pakaian sederhana melangkah masuk.
Wajahnya tampan, tetapi waktu itu tengah diliputi
kesedihan.
Hati Hek ain Ho tertarik, melihat muka orang itu tidak
jahat, timbul simpatinya.
Diantara bunyi hujan rintik2, yang sementara itu sudah
mulai turun cukup deras, terdengar beberapa orang berlari2
kearah kuil.
Tampak tujuh orang memasuki ruang pemujaan.
Hek Sin Ho jadi terkejut. Enam diantara ketujuh orang itu
adalah kedua hweshio dan ke empat orang Siauw Lim Sie,
yaitu Goan Seng dan yang lainnya.
Begitu masuk, dan melihat seorang pemuda sedang duduk
seorang diri disudut dinding, orang2 Siauw Lim Sie
memandang tajam. Rupanya pemuda itu jadi tidak senang.
Pemuda itu sesungguhnya orang yang di kejar2 oleh kedua
srudara Cie di Pek Houw Cun, shenya Kwan dan bernama
Hiong.
Dia memang murid Butong, setelah di Pek Houw Cun
melawan siewie2 istana, atas pertanyaan Cie Beng dan Cie Jin
dia menjelaskan mengapa telah datang kerumah gadis itu
dengan cara mencurigakan.
Gadis itu kawan bermain diwaktu kecil.
Ayah Kwan Hong seorang guru sekolah, telah ditangkap
pemerintah Boan karena difitnah. Ibunya meninggal tidak
lama kemudian, dan Kwan Hiong telah menghilang
menyelamatkan diri.
Dan kemudian berhasil ditolong oleh Liok Hwe Ceng, yang
mendidiknya menjadi muridnya yang kedua.
Setelah belajar tujuh tahun, Kwan Hiong kembali
kekampungnya dan bertemu sekali dengan sigadis didesa itu,
yang bernama Hwee Swat Hong Namun ayah sigadis yang
takut dianggap bersahabat dengan keluarga Kwan. telah
melarang keras pergaulan mereka.
Secara diam2 mereka mengadakan hubungan gelap,
namun tetap saja ditentang ayah si Swat Hong.
Tetapi hubungan itu tidak bisa disembunyikan dari mata
ayah Hee Swat Hong, yang lalu mencarikan jodoh untuk
putertnya untuk memutuskan bubungan itu. Calon suami Hee
Swat Hong putera seorang bekas pembesar tinggi yang
mengundurkan diri.
Kwan Hiong tentu saja berduka mendengar keputusan ayah
kekasihnya itu, dan malam ini dia telah sengaja ingin menemui
kekasihnya itu, dan telah kepergok oleh ayah sigadis dan juga
kedua saudara Cie itu.
Goan Seng dan kawan2nya heran melihat sikap Kwan
Hiong yang seperti tidak menyukai kehadiran mereka.
Sesungguhnya Kwan Hiong yang tengah kusut pikiranrya
memang tengah ingin menyendiri.
Ketujuh orang itu pergi kesudut lain, tidak memperdulikan
Kwan Hiong lagi.
Dalam percakapan itu Hek Sin Ho mengetahui orang yang
ketujuh bersama Goan Seng tidak lain murid Ong Kie Cie.
Mereka rupanya penasaran dan tengah menyelidiki dimana
adanya Hek Sin Ho untuk ditangkap hidup2.
Tentu saja Hek Sin Ho jadi mendongkol.
Sementara itu Kwan Hiong terganggu sekali oleh suara
percakapan ketujuh orang itu. Dan samar2 dia mendengar
perkataan "Pemuda bangsat", "pemuda kurang ajar" secara
tidak jelas, terlebih hatinya tengah uring2an, keruan saja dia
menduga orang2 itu tengah mencaci dia
Akhirnya Kwan Hiong tidak bisa menahan kemendongkolan
hatinya, dia berdiri : "Toasuhu siapa yang pemuda bangsat,
siapa pemuda yang kurang ajar ? Kalau memang kalian laki2
Sejati, bicara terang2an, jangan kasak-kusuk begitu
mengganggu ketenteramanku. Jika kalian masih ingin
bercakap terus, silahkan diluar saja".
Goan Seng dan kawan2nya menganggap teguran itu tanpa
alasan dan mereka tercengang. Tetapi karena mereka
menganggap Kwan Hiong seorang pemuda yang kurang
waras, Goan Seng telah mengeluarkan kata2 manis, meminta
maaf jika sekiranya mereka mengganggu ketentraman si
pemuda.
Sebaliknya murid Ong Hee Cie, dia tidak terima teguran itu.
lebih2 mengingat dia berada bersama pentelan2 Siauw Lim
Sie.
"Hei, ini bukan kuil milikmu, bukan milik siapa juga, siapa
yang mau berteduh disini tentu saja bebas tidak ada larangan.
Jika kau merasa terganggu, silahkan kau yang keluar dari kuil
ini." katanya dengan suara yang diliputi kemendongkolan.
Mendengar perkataan murid Ong Kee Cie, Kwan Hiong jadi
sadar dari kekeliruannya.
"Baiklah, ya, memang akulah yang keliru dan berbuat tidak
pantas. Harap agar dimaafkan" katanya dan dia kembali
kesudut dimana tempatnya tadi.
Pihak lain, murid Ong Kee Cie rupanya menganggap
pemuda itu takut."
Dia jadi semakin congkak. Dengan suara memandang
rendah dia telah berkata "Baiklah kalau kau telah menyadari
kesalahanmu, apakah kau kira cukup meminta maaf saja? Kau
harus menjura tiga kali, baru tuan besarmu ini puas".
Goan Seng dan sute2nya terkejut mendengar keponakan
murid mereka, tetapi sudah terlambat untuk dicegah.
Kwan Hiong diam saja, dan murid Ong Kee Cie telah
melompat sambil membentak: "Enak saja kau tadi
menggoyang lidah, harus menjura meminta maaf, kalau tidak
kuhajar kau" bentaknya. Ayo cspat menjura...cepat aduuh".
Beberapa patah terakhir diucapkan sambil mengangkat
tangannya. Tetapi tahu2 tubuhnya telah terpental terbanting
dilantai.
Mulut murid Ong Kee Cie juga terasa asin rupanya telah
berdarah.
Goan Seng dan yang lainnya terkejut, mereka bangkit.
Dengan cepat Goan Seng menarik keponakan muridnya itu
untuk merendahkan. Dan setelah dibentak Goan Seng, murid
Ong Kee Cie tidak berani membantah lagi dan berdiam diri,
Setelah kembali ketempat mereka. murid2 Siauw Lim Sie
itu tidak melanjutkan percakapan mereka lagi.
Dan mereka juga telah merebahkan diri untuk tidur. Kwan
Hiong juga telah merebahkan tubuhnya untuk tidur. Hanya
bunyi hujan yang masih terdengar.
Hek Sin Ho dapat menyaksikan semua itu dia merasa
kagum akan sifat kesatria pemuda she Kwan yang mengakui
kekeliruannya dan mau meminta maaf.
Tidak lama kemudian, Hek Sin Ho terkejut karena melihat
murid Kee Cie perlahan2 bang kit sambil meloloskan
pedangnya dan menghampiri Kwan Hiong.
Jelaskan bahwa murid Ong Kee Cie tidak bermaksud baik.
Ccpat2 Hek Sin Ho mengambil debu diwuwungsn itu, dia
mempergunakan ludah untuk memulungnya menjadi tiga butir
bola kecil.
Saat itu murid Ong Kee Cie telah tiba di belakang Kwan
Hiong yang tidur membelakangi dan disaat pedangnya ingin
diayunkan, tiba2 Hek Sin Ho menimpuknya.
Dua butir bola itu mengejai sepasang Kie Kut Hiat dibahu
kiri dan kanan, bola ketiga menghajar Sio To Hiat tulang
punggungnya.
Seketika itu juga murid Ong Kee Cie merasakan kaki
tangannya kaku dan tak dapat digerakkan lagi Dia berdiri
bagaikan patung berdiri dengan sikap ingin membacok.
Dengan mempergunakan sehelai tirai, dia turun perlahan2
dan mengambil bekal murid Siauw Lim Sie, lalu berayun
dengan tirai, itu mengingatkan bekal2 itu dipunggung murid
Ong Kee Cie. Dengan sebatang jarum dia menulis di dahi
orang itu; "Inilah hadiah Hek Sin Ho untuk seorang busuk".
Setelah melakukan semua itu dia pergi meninggalkan kuil.
Setelah berjalan kurang lebih lima lie, mulailah hujan mereda.
Samar2 dikejauhan, kurang lebih tiga atau empat lie dari
tempatnya, tampak beberapa bangunan diatas sebuah bukit
rendah.
Dalam sekejap dia sudah tiba dikaki bukit itu.
Tiba2 dia mendengar suara gemerincingnya suara saling
benturnya senjata, ternyata suara itu datang dari balik kaki
bukit.
Dia jadi ragu2. yang dicarinya adalah tempat yang tenang
untuk melanjutkan tidurnya.
Baru saja Hek Sin Ho ingin meninggalkan tempat itu tiba2
dia melihat sepasang kaki yang menonjol keluar dari semak2
disisi kirinya, dan tidak jauh tampak menggeletak sebatang
golok,
Pemandangan itu menimbulkan perasaan ingin tahunya,
Ketika itu Hek Sin Ho telah melihat milik kedua kaki itu
tidak lain dari sesosok mayat, yang mukanya telah rusak sekali
dan menyeramkan. Dan juga, seluruh sakunya telah
dikosongkan;
Ketika Hek Sin Ho berjalan beberapa saat lagi, dibalik bukit
itu ternyata terdapat sebuah perkampungan yang bernama Cie
Kecung (perkampungan Cie semuanya kosong dan htnya
tampak mayat2 belaka yang menggeletak tanpa terlihat
seorang manusiapun juga.
Tidak jauh dari tempat itu tampak seorang gadis tengah
bertempur melawan empat Orang yang memakai seragam Gie
lim kun, tentara pengawal kota raja.
Dengan gusar Hek Sin Ho menyerang hebat sekali kearah
keempat Gie lim kun itu, dan dia telah berhasil mematahkan
tangan dari salah seorang Gie lim kun. berhasil memotong
putus tangan yang lainnya dan menghajar yang seorang
lainnya jadi muntah darah.
Dan yang seorang lagi telah dipukulnya di dekat kepalanya
sehingga pingsan disaat itu jua,
Tetapi si gadis tiba2 berteriak, karena saat itu telah
menyambar tiga golok terbang kearahnya.
Hek Sin Ho terkejut jarak mereka terlalu dekat, karena
Gielimkun yang seorang, yang terluka tangannya yang kiri,
telah melancarkan serangan menggelap itu, dan disaat itulah
Hek Sin Ho mengibaskan tangannya, golok terbang itu
menyambar kearah pemiliknya sehingga Gielimkun yang
seorang itu kontan binasa.
Setelah itu Hek Sin Ho merangkapkan tangannya memberi
hormat.
"Terima kasih atas seruan nona tadi. Sehingga jiwaku tidak
perlu terbang meninggalkan ragaku." katanya kemudian.
Tetapi jawaban sigadis membikin dia heran bukan main,
"Hemm." mendengus sigadis, "Apakah kau hendak
menonjolkan jasamu, bahwa tadi kau telah menolong aku dan
aku belum menyatakan terima kasih? Dan aku kira kita telah
sama2 tidak menanggung budi, bukankah tadipun aku telah
meneriakimu sehingga golok2 terbang itu tidak mengenai
dirimu?"
Hek Sin Ho tertegun. Dia memperhatikan gadis itu yang
sesungguhnya tidak terlalu cantik dan sepasang kakinya tidak
kecil.
"Nona tentunya kau Cie Siocia, bukan? Mengapa kau begitu
gembira? Mungkinkah kau belum mengetahui bahwa rumah
tanggamu telah di obrak-abrik musuh dan keluargamu telah
dicelakai orang?"
Tetapi dugaan Hek Sin Ho meleset, sigadis bukan menangis
terisak2 atau terkejut, justeru tertawa tergelak2.
"Apa katamu? Kurang ajari Keluargaku dicelakai orang?
Jangan mimpi kau? Orang yang dapat mencelakai keluargaku
belum ada dan tidak akan pernah ada? Jangan sembarangan
menggoyangkan lidah!"
"Nona Cie......"
"Siapa nona Cie?" bentak sigadis. "Aku bukan she Cie dan
apakah yang telah terjadi diperkampungan ini ?"
Untuk sekian kalinya Hek Sin Ho jadi terkejut.
"Ohhh. jadi nona bukan puteri Cungcu perkampungan ini ?
Tadi kukira kau tentu Cie 5iocia. Bolehkah aku mengetahui
siapa orang tuamu ?"
"Kau benar2 banyak lagak. Kalau bertanya, lebih baik
jangan mutar2 begitu "
Hek Sin Ho benar2 kewalahan menghadapi gadis itu. Tetapi
sebaliknya dari marah karena berulang kali dimaki, dia justru
merasa tertarik oleh sikap sigadis.
"Baiklah, Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanyanya
tertawa.
"Aku tidak mau memberitahukan namaku," kata sigadis
kemudian.
"Engkau jangan curang, seharusnya kau memberitahukan
namamu dulu."
"Namaku sudah sejak enam tahun sudah tidak pernah
kupergunakan lagi. Pertama-tama karena kuatir dicelakai
orang, dan akhirnya karena aku kuatir jika dengan
kepandaianku yang belum sempurna ini aku hanya akan
mendatangkan malu keluarga."
Hek Sin Ho diam sejenak, sampai akhirnya dia berkata lagi
: "Orang- biasi memanggilku dengan Hek Sin Ho."
Sigadis telah tertawa bergelak2.
"Hek Sin Ho ?" katanya tertawa, "Sungguh tepat dengan
mukamu yang tidak putih itu.... hahahahaha"
Biasanya Hek Sio Ho memang tidak senang disebut2
mukanya yang hitam itu, tetapi dia mengerti sigadis polos dan
tidak mengandung maksud menghinanya, justru membuat dia
tertawa juga. Terlebih lagi dia melihat sikap sigadis yang
bebas sedikitpun tidak canggung."
"Karena engkau hanya menyebutkan gelaranmu, maka
cukup akupun memperkenalkan gelar anku yang diberikan
kawan2, yaitu Pek Bin Ho Lie."
Pek Bin Ho Lie berarti Si Rase bermuka putih, Dan Hek Sin
Ho mengerti bahwa Pek Bin Ho Lie bukan gelaran sigadis.
melainkan gadis itu memang ingin mengejeknya bergelar Hek
Sin Ho.
Sungguh kebetulan, engkau si Rase putih dan aku si Rase
hitam. Kau Rase akupun Rase biarpun kau putih dan aku
hitam, kita masih sebangsa dan sebagai Rase. tidak heranlah
kau senang berkawan dengan Rase." kata Hek Sin Ho tertawa.
Sigadis jadi tersadar bahwa dia telah melakukan kekeliruan.
Dengan menyebut dirinya Rase juga, berarti dia memang
merupakan sebangsa dengan pemuda hitam itu.
Sebaliknya, dari marah dia telah tertawa.
"Uhhh, siapa yang sudi berkawan denganmu. Melihat
kulitmu yang hitam itu, aku jadi takut kalau2 nanti kena
lumuran hitamnya."
Hek Sin Ho tertawa dia tidak marah.
"Memang aku tahu bahwa kau takut melihatku, sebab sejak
tadi aku melihat wajahmu yang terus menerus pucat." katanya
membalas ejekan sigadis.
Wajah sigadis berekah, namun disaat dia hendak berkata2,
telah terdengar suara "cit, cit cit" segera tampak seekor tikus
kecil berlari dengan cepat sekali dikejar seekor kucing.
Sigadis jadi menubruk Hek Sin Ho dan memegang kedua
lengan Hek Sin Ho sambil menjerit ketakutan.
Dalam sekejap saja tikus itu sudah lenyap dibalik
rerumputan.
Dia jadi malu sendirinya dan tidak mengucapkan kata2 lagi
sambil melepaskan cekalan tangannya dilengan Hek Sin Ho,
Sebaliknya Hek Sin Ho tertawa bergelak2.
"Ternyata lunturan hitam dari kulitku berwarna merah, lihat
mukamu menjadi merah." ejeknya.
Gadis itu benar2 mati kutunya. Dan tidak menjawab ejekan
Hek Sin Ho, dan karena jengkelnya dia telah menangis
Hek Sin Ho jadi kaget bukan main.
"Sudahlah nona" katanya menyesal. "Aku sungguh
menyesal. Harap kau mau memaafkan kesalahanku. Sudahlah,
jangan menangis".
Tiba2 terdengar suara rintihan salah seorang Gielimkun,
menyadari mereka.Cepat2 Hek Sin Ho menghampiri Gielimkun
yang baru tersadar dari pingsannya.
Dia mendesak Gielimkun itu, mengorek keterangannya.
Ternyata pemilik perkampungan itu Cie Hwan telah masuk
dalam daftar hitam Dan keempat Gielimkun itu telah
merampoknya.
Hek Sin Ho menanyakan dimana Gielimkun itu
menyembunyikan harta rampokannya itu, maka diberitahukan
oleh Gielimkun yang sudah tidak berdaya dan ketakutan itu,
harta rampokan disimpan dibawah kotoran kuda diistal kuda
belakang perkampungan itu.
Hek Sin Ho bekerja dengan cepat, harta itu telah
dibuntalnya menjadi dua dan kemudian dia menghantam
selangkangan Gielimkun itu, menotok beberapa jalan
darahnya, memusnakan seluruh kepandaiannya dan baru
kemudian berangkat dengan sigadis
Dalam perjalanan, sigadis memperkenalkan dirinya sebagai
anggota muda Ang Hwa Hwe yang akan menghadiri
pertemuan orang2 gagah di Ho Ke Cung, milik bekas ketua
Ang Hwa Hwe didaerah Ouwpak barat laut yang bernama Ho
Keng Thian.
Salah seorang yang diundang adalah Cie Hwan, tetapi
ternyata kedatangan sigadis terlambat.
Hek Sin Ho memeriksa keadaan korban2 dari keganasan
pasukan pemerintah itu, ternyata sudah tidak ada yang
bernapas. Maka mereka segera dikuburnya.
Walaupun baru berjumpa, namun mereka merasa cocok
dan banyak persamaan watak dari sifat, bergaul bebas,
"Eh hitam", kata sigadis tiba2. "Karena telah bertemu
dengan kau disini, walaupun tidak terdapat didalam daftar,
aku lancang mengundangmu untuk hadir juga.".
"Mana berani aku menghadiri pertemuan orang2 gagah?
Aku mana termasuk hitungan Enghiong?" kata Hak Sin Ho.
"Siapa yang menganggap Kau Enghiong? Aku sudah tahu,
kau memang bukan Enghiong, hanya si hitam yang mukanya
seperti setan, sangat menyeramkan sekali. Aku
mengundangmu hanya menguji mereka yang hadir nanti,
untuk menakuti saja, untuk melihat siapa yang penakut."
"Baiklah pucat......" kata Hek Sin Ho.
"Eh, apa kau bilang ? Kau memanggil aku si Pucat ? Ku
tampar mulutmu." teriak sigadis.
Hek Sin Ho tertawa, dia lari dikejar sigadis yang tidak
dipanggilnya dengan sebutan nona lagi, tetapi Pucat.
Tiba2 disaat mereka tengah saling kejar begitu. Hek Sin Ho
telah menunjuk kebawah lembah sambi1 mendengarkan
teruan tertahan sigadis juga melihat, dibawah lembah empat
orang penunggang kuda menuju keatas bukit.
Hek Sin Ho mengajak sigadis bersembunyi. Mereka tidak
menanti lama keempat penunggang kuda ini tiba, Maka
mereka mirip satu dengan yang lainnya dan juga tampaknya
mereka bengis2 dengan dahi yang sempit menonjol keluar
kedepan.
Mereka juga masing2 membawa sebatang golok dengan
bentuk tubuh yang kasar.
"Toako, janganlah kita bekerja tanggung? Sebaiknya kita
tangkap saja seluruh keluarga Cie untuk diserahkan kepada
sumbu sebagai hadiah. Setelah kita memperoleh undangannya
untuk membantu pihak pemerintah untuk membasmi
pemberontak didaerah ini, maka kedatangan kita sambil
membawa hadiah berharga, tentu Sumbu akan gembira
sekali".
"Jangan, lebih baik kita mempergunakan lidah kita saja, jika
memang gagal, barulah mempergunakan lidah kita saja, jika
memang gagal, barulah mempergunakan kekerasan. Disaat itu
orang2 didaerah Ouwpak baru mengetahui siapa Hui-ho Susai
(Empat Singa dari sungai Hui)".
Hek Sin Ho terkejut, karena Huiho Susay merupakan empat
penjahat yang terkenal memiliki kepandaian tinggi dan jahat
sekali.
"Engkau dengar apa yang mereka bilang tadi, Pucat? Kini
jelas bahwa pihak pemerintah juga telah mengumpulkan jago2
untuk meramaikan pertemuan orang2 gagah Ang Hwa Hwe
Sigadis hanya tertawa mendengus. Ketika sampai di muka Cie
Ke Cung, keempat Singa itu terkejut sekali. Mereka telah
menghunus senjata masing2 dan memeriksa kedalam
perkampungan. Dan tidak lama kemudian mereka keluar lagi
dengan menggerutu, karena tidak menjumpai sesuatu dan
telah didahului orang. Mereka penasaran dan berpencaran
untuk mencari kalau2 masih ada keluarga Cie yang hidup.
Disaat itu, Hek Sin Ho memperoleh serupa pikiran, setelah
keempat singa itu berlalu ke tempat yang cukup jauh, Bek Sin
Ho keluar dari tempat persembunyiannya dan melepaskan tali
tambatan kuda, dan mengukir beberapa huruf dibatang pohon
itu. Dan lalu dia mengajak sigadis menaiki salah seekor kuda
itu.
Sigadis ragu2, tetapi Hek Sin Ho sudah menarik tangan
sigadis.
Setelah lari cukup jauh dan aman, Hek Sin Ho baru
memperlambat larinya kuda itu.
Tidak lama kemudian mereka telah tiba ditepi sungai
Tiangkang. Waktu itu sudah jauh lewat lohor, maka jika
mereka hendak mencapai kota Bu Ciang sebelum datang
senja, mereka harus cepat menyeberang.
Waktu itu ditempat penyerangan kebetulan agak sunyi dan
mudahlah mereka menyewa perahu.
Akhirnya mereka tiba dimuka kota Bu Ciang.
Sigadis hendak langsung mencari rumah Ciu Kian Bin untuk
menyampaikan undangan Tan Kee Lok dan baru setelah itu
mencari rumah penginapan.
Rumah Ciu Kian Bin tidak sulit untuk dicari, walaupun
hampir tidak ada yang mengetahui bahwa dia seorang jago
silat yang harus disegani, namun sebagai saudagar barang2
dari besi dan sebagai hartawan yang banyak mengenal,
namanya dikenal diseluruh kota.
Ciu Loen ini berusia kurang lebih lima puluh tahun, ternyata
sangat ramai.
Tuan rumah telah mengundang mereka bersantap malam
dan memaksa untuk bermalam di rumahnya.
Tengah malam tiba, tiba2 Hek Sin Ho melompat bangun
dan lari keluar, tetapi setibanya
diluar pintu dia berhenti. Dia menengok kekanan dan kiri
bagaikan tengah mencari sesuatu.
Dan tidak lama kemudian dia kembali dengan wajah yang
tidak puas, sehingga sigadis heran ; "Apa yang kau cari?"
tanyanya.
"Tadi aku telah melihat seseorang yang tidak salah lagi
sijahanam she Song. tetapi cepat sekali dia menghilang".
Saat itu mereka tengah berada disebuah rumah makan,
sehingga percakapan mereka dapat berlangsung lancar,
karena sigadis memang malam itu sengaja mengajak Hek Sin
Ho mengelilingi kota untuk melihat2 keadaan.
Tidak lama kemudian mereka telah meninggalkan rumah
makan itu untuk pulang kembali kerumah Ciu Kian Bin.
Berhubung dengan adanya peristiwa tadi maka dalam
perjalanan pulang mereka berlaku sangat waspada.
Ketika mereka hampir tiba dirumah Ciu Kian Bin. mereka
mengetahui ada yang mengikuti. Hek Sin Ho segera
memberitahukan sigadis dan merobah haluan.
Mereka sengaja menuju kepintu kota selatan, untuk
kemudian keluar dari Bu Ciang.
Di pintu kota orang yang mengikuti bimbang sejenak, tetapi
segera sudah berjalan mengikuti kedua muda mudi itu.
Sejenak itu, Hek 5in Ho dan sigadis telah mengetahui
bahwa orang itu benar2 telah mengikuti mereka. Dan sengaja
telah dipancing keempat yang sepi.
Tetapi setelah tiba diluar kota, mereka tidak bisa
mengerjakan sipengikut itu, kare a orang itu tidak mau
mendekat.
Setelah berjalan kurang lebih lima lie, diarah depan tampak
gerombolan pohon2 yang menghalangi pemandangan.
Mungkin sekali ditempat itu terdapat jalan yang bercagak.
Ternyata memang dibalik gerombolan pohon itu terdapat
dua jurus jalur jalan-jalan, sebagai telah diatur, mereka segera
memecah diri.
Hek Sin Ho mengambil jalan yang kanan, sedangkan
sigadis kekiri.
Tetapi hanya beberapa langkah mereka berjalan, kemudian
pula. Mereka mengambil kedudukan dengan seberang
menyebrang.
Sementara itu erang yarg mengikuti mereka tadi telah
mempercepat langkahnya,
Ketika tidak melihat muda mudi itu, dia cepat2
memburunya sambil berdiri, karena takut kehilangan mereka.
Dengan napas memburu orang itu tiba diantara pohon2 itu.
Tiba2, sebelum dia mengetahui apapun juga disaat itu dia
telah disergap dari dua penjuru.
Dan tanpa bisa memberikan perlawanan orang itu diseret
gerombolan pohon2.
Orang itu ternyata berkepala batu. Pertanyaan2 Hek Sin Ho
sama sekali tidak dijawabnya.
Dengan ilmu menotok yang istimewa dia segera dapat
membuat orang itu merintih2 minta diampuoi. Sampai sekian
lama dia mendiamkan saja.
Setelah orang itu berjanji akan menjawab semua
pertanyaannya, dia membebaskannya dari totokannya.
Ternyata dia seorang buaya darat dikota Bu Ciang,
Namanya Pauw Leng Memang dia telah dimanfaatkan
pemerintah sebagai mata2. Saat terakhir ini pemerintah
memang tengah mempersiapkan banyak mata2nya, sebelum
terdengar berita bahwa pemimpin Pek Lian Kauw di An Hui
telah digebrak dan kauwcu Lauw Cie Hiap telah ditawan,
namun dapat melarikan diri, Hasil penyelidikan menyatakan
kauwcu itu kini bersembunyi di Ouwpak.
Keadaan di sekitar daerah Ouwpak jadi tegang dan gawat,
karena pemerintah melakukan pengejaran terus.
Selanjutnya sibuaya darat Pauw Leng menceritakan
bagaimana hari itu ketika dia sedang berjalan, tiba2 dia
ditegur oleh Song Tong leng. Orang she Song itu telah
menariknya masuk ke sebuah kedai minuman.
Dia diperintakan mengikuti Hek Sin Ho dan jika itu
melaporkan semuanya kepada Song Tongleng itu.
Keterangan seperti itu tentu saja menggembirakan Hek Sin
Ho.
Dan kini memiliki pegangan untuk memulai
penyelidikannya.
Hanya sampai disitu saja habislah keterangan Pauw Leng.
Jelaslah bahwa dia memang tidak mengetahui lebih banyak
dari itu.
Dengan mata mendelik dan sikap sangat galak Hek Sin Ho
telah mengancam jika buaya darat itu berani membuka
rahasia dia akan didalangi untuk dibunuh.
Dengan kegembiraan luar biasa dan mengucapkan terima
kasih berulang2, dia telah kembali kekota.
Hek Sin Ho dan sigadis segera berjalan kearah kota.
Dengan mengambil jalai memutar meroka telah kembali
kegedungnya Ciu Kian Bin. Tetapi dalam perjalanan Hek Sin
Ho mengajak si gadis untuk mengikuti "sibuaya darat Pauw
Leng untuk mencari jejak orang she Song.
Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh mereka
bisa lebih dulu dari sibuaya darat.
Hek Sin Ho mengajak sigadis masuk ke sebuah kedai arak
didepan pintu kota dan mengamati orang2 yang keluar masuk
pintu kota.
Disitulah mereka menantikan tibanya Pauw Leng.
Sudah agak lama mereka menanti, ketika Pauw Leng
muncul dipintu kota.
Buaya darat itu lambat sekali jalannya, karena mungkin
tenaganya belum kembali seluruhnya.
-oo0dw0oo-
Jilid 8
Hek Sin Ho cepat menyelesaikan pembayaran minumannya
dan bersiap2 untuk mengikuti buaya darat itu, cuacapun cepat
sudah semakin gelap.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya Pauw Leng masuk
kesebuah warung arak tampaknya mesum.
Diambang pintu dia berhenti sejenak sambil melayangkan
pandangannya keseluruh ruangan.
Kemudian dia menghampiri seseorang yang duduk seorang
diri disebuah meja.
Jalan dimana warung arak itu berada sesungguhnya lebih
tepat dalan bentuk lorong karena sempitnya.
Dengan berdiri diseberang lorong mereka dapat melihat
segala apa yang terjadi didalam warung itu dengan jelas lewat
pintu dan jendela sehingga Hek Sin Ho dapat tenang2
menantikan perkembangan berikutnya.
Lewat sekian lama orang itu menerima laporan Pauw Leng
dan kemudian memberikan sepotong perak kepada buaya
darat itu.
Orang itupun meninggalkan warung arak dengan langkah
yang mantep dan gerak gerik gesit.
Jelaslah bahwa dia bukan orang sembarangan.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya orang itu berhenti
dimuka sebuah gedung besar yang tampak sunyi sekali.
Sebagai jawaban atau ketukannya, tampak sebuah lobang
pengintai dipintu terbuka dan sebuah lobang lainnya tampak
cahaya lampu menyoroti mukanya.
Pintu telah terbuka dari dalam, masuklah orang itu. Mereka
mengerti bahwa gedung itu tentu merupakan salah satu
markas yang penting, maka pengawalan disitu sangat keras
dan ketat.
Setelah terasa cukup aman, Hek Sin Ho menjelaskan
kepada sigadis agar kembali kegedungnya Ciu Kian Bin,
sedangkan dia ingin menyelldiki gedung itu.
Pertama kali dia mendengar saran Hek Sin Ho, sigadis
tersinggung, karena menganggap Hek Sin Ho memandang
rendah kepadanya.
Tetapi dengan sabar Hek Sin Ho menjelaskan lagi bahwa
tugas yang diberikan Tan Kee Lok kepada sigadis juga tidak
kurang pentingnya. Akhirnya gadis itu mau juga menuruti
saran Hek Sin Ho.
Setelah sigadis berlalu, Hek Sin Ho mendekati lagi gedung
tadi.
Pekarangan gedung sepi dan luas, dia melompati dinding
gedung itu. Dengan memiliki kepandaian yang sempurna, Hek
S-n Ho tidak mengalami kesulitan apa2.
Disaat itu, rumah2 disekitar tempat itu semuanya dikelilingi
taman yang luas. Memang untuk berkeliaran dirumah itu tidak
mudah.
Akhirnya Hek Sin Ho melompat keluar lagi, karena dia
mendengar dari ujung jalan terdengar suara penjaga malam
dan kereta kuda yang derapnya keras.
Waktu dia melihat iring2an yang terdiri dari beberapa
kereta dan beberapa puluh orang berkuda dengan diterangi
obor, tengah menuju kearahnya.
Tidak lama kemudian iringan itu lewat, itulah iring2an
piauwsu.
Didalam iring2an itu terdapat dua puluh lima orang
piauwsu. Disamping itu tiga orang perwira Gielimkun.
Didepan gedung yang tengah diawasi Hek Sin Ho, iring2an
piauwsu itu berhenti.
Salah seorang diantara ketiga perwira
Gi'elLi kun segera mengetuk pintu. Sedangkan piauwsu 2
telah berdiri berbaris di muka barisan kereta, dan Hek Sin Ho
leluasi menyelusup masuk kebawah kereta dengan
mengkaitkan kedua kakinya dibatangan roda.
Sementara itu pintu sudah dibuka dan kereta itu bergerak
maju lagi.
Walaupun ada perwira Gielimkun itu yang ikut menjaga
kawalan kereta tersebut, akhirnya Hek Sin Ho berhasil ikut
masuk kedalam gedung itu tmpa menemui kesulitan walaupun
di kawal ketat.
Keadaan didalam sangat terang, tetapi Hek Sin Ho tidak
perlu kuatir, karena memang dia berada dibawah kereta.
Terdengar seseorang menyampaikan agar piauwsu
membawa kereta2 kesayap kiri dari gedung tersebut, di mana
muatannya akan dibongkar.
Hek Sin Ho menggeser sedikit letak tubuhnya kekiri, dan
kemudian melepaskan cekalan tangannya yang satu untuk
memutuskan kancing bajunya, disentilnya kepantat kuda
dengan mempergunakan lwekang Kuda itu meringkik dan
telah lari cepat sekali. Piauwsu yang menuntun kuda itu
terlempar satu tombak lebih.
Hewan itu lari bagaikan kalap.
Piauwsu2 lainnya juga tidak berwaspada. tentu saja kaget
dan heran.
Keadaan benar2 jadi semakin gaduh, apalagi ketika para
piauwsu dan pengawal2 gedung itu membawa obor. Dengan
disertai teriakan2 mereka.
Disaat kacau dan banyak obor yang tidak menyala, Hek Sin
Ho melompat keluar.
Perbuatannya itu bukannya tidak mengandung bahaya,
sedikit saja terlambat atau keliru bergerak, tubuhnya pasti
akan jatuh dibawah roda.
Dengan beberapa lompatan dia tiba diwuwungan darimana
dia dapat menyaksikan bagian dari gedung itu secara leluasa.
Halaman belakang gedung itu sangat luas dan dikanankirinya
terdapat bangunan2 kecil yang dibangun memanjang
sepanjang kedua dinding samping dan berloteng pula.
Ditengah halaman itu terdapat sebaah bangunan indah
dibangun di tengah2 empang. Untuk mencapainya seseorang
harus melewati sebuah jembatan batu yang merupakan
penghubung satu2nya antara tepi empang dan paseban
tersebut.
"Mungkinkah mereka orang2 undangan pemerintah
sebangsa Hui Ho Susay" pikir Hek Sin Ho ketika melihat
beberapa orang ahli2 silat tangguh, yang memakai seragam
Gielimkun.
Sementara itu kekacauan disekitar sayap kiri sudah reda
dan sepuluh orang itupun sudah kembali kepaseban dan
keadaan menjadi sunyi. Kesepuluh orang itulah yang
diperhatikan oleh Hek Sin Ho karena jelas mereka bukan
bangsa Boan dan juga mata mereka yang tajam
memperlihatkan mereka merupakan akhli2 silat.
Sementara itu Hek Sin Ho sudah berada di bawah pohon2
Yangliu ditepi empang.
Selama beberapa saat dia mengamati paseban itu, yang
bentuknya empat persegi dan tidak berdinding.
Didalamnya tampak kurang lebih tiga puluh orang, dan
sebuah meja menghadap kearah dinding paseban itu,
sehingga sejajar dengan jurusan jembatan, tampak duduk tiga
orang membelakangi tirai bambu.
Yang duduk ditengah berpakaian sebagai pembesar tinggi
mungkin sekali dialah Gongtok yang berkuasa di Ouwlam dan
Ouwpak.
Pembesar itu diapit oleh dua orang yang memakai pakaian
seragam perwira tinggi. Yang duduk disisi kiri segera dikenali
oleh Hek Sin Ho sebagai musuh yang tengah dicarinya, yaitu
Song Tong Leng, sedangkan yang kanan seorang perwira
yang dan bentuk tubuh dan pancaran matanya
memperlihatkan dan ilmu silatnya yang pasti tinggi.
Tempat duduk yang tersedia itu belum semuanya terisi.
Agaknya orang2 yang akan hadir itu belum tiba seluruhnya.
Yang sudah ada ialah sepuluh perwira tentara Ceng dan
lima belas orang berpakaian sipil.
Djsebuah sudut tampak tiga orang berdiri dengan sikap
sangat menghormat sekali.
Salah seorang diantaranya segera dikenalinya sebagai
orang yang telah diikutinya dari rumah makan dilorong mesum
itu sampai digedung tersebut,
Jarak dari tepi empang sampai kepaseban itu adalah jarak
yang tidak begitu jauh, kurang lebih delapan tombak dan beda
dengan tadi ketika diluar yang terjadi kegaduhan, sekarang
mereka bercakap2 dengan suara yang rendah sehingga
percakapan itu tidak tertangkap dari tempat Hek sin Ho.
Dan Hek Sin Ho harus berada dipaseban itu jika hendak
mendengarkan percakapan mereka.
Tetapi bagaimana dia bisa mencapai tempat itu?
Setelah berpikir sejenak, dia lalu berjalan menyusuri tepi
tempat sambil terus berlindung dibawah bayangan pohon2
Yangliu, memutar ke belakang paseban.
Dengan cepat dia membuka pakaiannya dan mengikatnya
menjadi satu.
Hati2 Hek Sin Ho turun keempang itu, dia telah berenang
ke tengah2 mendekati paseban itu.
Kemudian dia memutuskan akar2 rumput bunga itu dan
dengan menyembunyikan kepalanya diantara daun2 dan
bunga2 teratai yang banyak terdapat diempang itu, Hek Sin
Ho mendekati paseban itu.
Dia menggerakkan kaki dan tangannya perlahan sekali,
karena sedikitpun dia tidak boleh menerbitkan suara, bahkan
harus mencegah timbulnya gelombang air.
Baru saja sampai ditengah empang, ketika tiba2 tampak
cahaya Teng yang semakin mendekat.
Cepar.2 Hek Sin Ho berdiam diri didalam air.
Waktu itu masih dalam bulan pertama dari musim semi.
Udara malam masih sangat sejuk, sehingga dapatlah
dibayangkan betapa dingin rasanya berada didalam air.
Kalau memang lwekangnya kurang kuat, dia akan
menggigil dan tidak tahan berlama2 berada didalam air
empang yang sedingin itu.
Tetapi justru kenyataan seperti itu merupakan suatu
bantuan yang berharga baginya.
Maka ronda2 yang lewat ditempat itu tidak memperhatikan
sekitar tempat itu. Dan segalanya tidak mendatangkan
kecurigaan. Setelah rombongan ronda2 itu lewat cukup jauh
dan Hek Sin Ho segera melanjutkan penyebrangannya
mendekati paseban.
Tanpa menemui rintangan lagi, dia tiba dibelakang
paseban.
Bangunan itu didirikan atas pondasi yang kuat sekali dari
batu putih yang licin setinggi kurang lebih setombak dari
permukaan air. Bagi Hek Sin Ho dia tidak menemui kesulitan
yang berarti.
Setelah mengikatkan pakaiannya dikepala dia segera
merayap naik dengan mempergunakan ilmu Pek Houw Ciang .
Selanjutnya dia telah merayap naik cukup tinggi, keatas
atap paseban itu.
Dengan melompat sedikit saja tangannya sudah dapat
memegang tepi atap itu. dan sesaat kemudian dia sudah
berada digenting tanpa menerbitkan suara sama sekali.
Semua itu dapat dilakukannya tanpa terlihat karena teraling
tirai bambu dibelakang pembesar-pembesar itu.
Dengan sangat hati2 sekali dia memakai kembali bajunya
itu dan untuk kemudian bertiarap diatas genting dan
mengintai kedalam.
Dia benar2 tiba disaat yang tepat. Begitu mengintai dia
melihat kedua piauwsu kepala dari Hun Guan Piauw Tiam
datang menghadap dengan diantar oleh seorang anggota
Gielimkun.
Setelah memberi hormat, Lauw Hong menyatakan perasaan
menyesalnya bahwa dia tidak dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik dan datang lebih lambat dari seharusnya.
Dia menceritakan bagaimana Biauw yang di kawal telah
dirampok orang, dan menurut dugaannya tentu Huai Ho Susay
yang melakukannya.
Tetapi kerugian yang disebabkan peristiwa itu akan diganti
sepenuhnya oleh perusahannya.
Begitulah dia menceritakan segalanya dengan sikap
ketakutan.
Laporan Liuw Hong ternyata sangat menarik perhatian
disamping jago didilam paseban itu jadi mendongkol bukan
main.
Kemudian setelah basa basi sejejak, Lauw Hong menyudahi
laporannya.
Beberapa saat lamanya semua hadirin diam tengah
memikirkan persoalan yang rumit itu.
Kemudian tampak seorang menggeser tempat duduknya
dan bangkit. Setelah memberi hormat kesemua penjuru
mulailah dia bicara.
"Cuwie sekalian dan saudara2 yang kuhormati, aku yang
rendah Kang Tjong, sudah banyak mendengar perihal Huai Ho
Susay, keterangan2 yang kuperoleh itu datang dari berbagai
golongan, tetapi pada umumnya keterangan2 itu berkesin
sana, walaupun diantara golongan2 tersebut ada yang saling
bermusuhan, Dari semua yang kudengar itu aku menjadi yakin
bahwa Hui Ho Susay adalah orang2 yang tidak bisa dipercaya,
Mereka selalu bertindak tidak mengenal kawan juga tidak
pcrduli akan orang2 golongan. Asal mendengar adanya
baraig2 berharga yang akan lewat didaerah mereka,- maka
tanpa memperdulikan milik pemerintah atau siapapun juga
mereka tentu akan turun tangan tanpa pilih bulu mengenai
soal yang kita hadapi sekarang, dalam hal inipun kukira janji2
orang sebangsa mereka tidak boleh kita percaya."
Kang Tiong yang baru berbicara itu bertubuh tinggi gemuk.
Usianya kurang lebih lima puluh tahun dan pakaiannya
mewah. Dilihat sepintas lalu dia tampaknya lebih mirip
seorang saudagar atau tuan tanah kaya raya. Tetapi sinar
matanya dan gerak-geriknya memperlihatkan ciri2 khas dari
seorang akhli silat tingkat atas.
Setelah Kang Tiong selesai berbicara, tampak seseorang
yang memakai seragam perwira Gielimkun bangkit untuk
bicara.
Usia orang itu kurang lebih empat puluh tahun lebih sedikit,
Tubuhnya sedang saja, tidak ada keistimewaannya, tetapi
suaranya sangat mengesankan. Jelaslah bahwa dia seorang
akhli lwekang yang tidak dapat diremehkan,
Perwira Gielimkun itu adalah In Beng Sie putera In Tiong
Siang In Kiat, Ciangbunjien Thian Liong Bun cabang selatan
yang bersama tokoh2 Thian Liong Bun cabang utara pergi ke
Kwan-gwa, daerah diluar dinding besar dan tidak kembali lagi
serta tidak ada kabar beritanya, In Tiong Siang telah
menggantikan kakaknya menjadi Ciangbunjin.
Kemudian sepeninggal In Tiong Siang, jabatan itu turun
kepada In Beng Sie.
Setelah memberi hormat semestinya, berbicaralah In Beng
Sie "Kata2 Kang Losu tadi memang beralasan." katanya.
"Tetapi kesimpulan Kang Losu itu hanya didasarkan atas
keterangan2 orang dan bukan hasil pengalamannya sendiri.
Sebaliknya, aku pernah berkesempatan bertemu muka dengan
keempat saudara Auwyang itu. Sebagai cuwie sekalian
mengetahui, semasa hidupnya ayahku bekerja kepada Hok
Taijin. Atas perintah Hok Taijin ayah pernah mengunjungi
mereka, dan aku menyertai ayah ketika itu. Ke san yang
kuperoleh tentang Susay itu, dan juga kesan ayah, ialah
bahwa keempat saudara itu sesungguhnya tidak seburuk yang
diceritakan orang diluaran, bahkan aku berpendapat bahwa
mereka laki2 sejati, yang sekali memberikan janji tentu akan
menepatinya. Itulah pendapatku, entah bagaimana pendapat
saudara yang lain?".
Kemudian menyusul seorarg yang berpakaian dekil
mengutarakan pendapatnya.
Orang itu berkulit agak kehitam2an, wajahnya kasar dan
tubuhnya kokoh dan tegap Walaupun ukuran tubuhnya itu
memang agak pendek.
Itulah putera Hoan Pangcu dari Him Han Kaypang dan
namanya Hoan Jiak.
Pokok pembicaraannya hanyalah berisi dukungan bagi
pendapat In Beng Sie, tanpa mengemukakan sesuatu yang
baru. Oari perkataannya itu dan dari wajahnya sudah jelaslah
bahwa dia bukan seorang yang cerdas, walaupun
kepandaiannya dalam ilmu silat tentu terhitung kelas satu.
Setelah Hoan Jiak para hadirin yang lain silih berganti
menyatakan pendapatnya masing2. Dan umumnya mereka
lebih menyetujui pendapat Kang Tiong.
Walaupun umumnya mereka belum pernah bertemu
dengan Huai Ho Susay, mereka semua telah mendengar
banyak sekali tentang sepak terjang keempat saudara itu,
yang umumnya dianggap Put Jin Put Gie, tidak
berperikemanusiaan dan tidak mengenal persahabatan.
Memang tidaklah mengherankan bahwa Huai Ho Susay
sangat tidak disegani dan tidak ditakuti. Orang orang Liok Lim
dan orarg2 Piauw kiok yang pernah menjadi korban keempat
jago itu memang cudup banyak, umumnya mereka tidak
sanggup membalas sakit hati dan dendam dengan tenaga
maupun kepandaian mereka, umumnya lalu melakukan
pembalasan dengan jalan memburuk2an nama mereka.
Tentu saja cerita2 itu telah sangat melebih2kan, sehingga
akhirnya seluruh Bulim menganggap mereka sebagai musuh.
Banyak sudah yang tanpa memiliki permusuhan pribadi
telah merasa tidak senang dan tidak menyukai keempat jago
yang merupakan jago2nya rimba hijau, yaitu _kalangan
perampok, yang melakukan perdagangan jual beli tanpa
modal.
Setelah mendengar semua peadapat2 itu, Song Tongleng
bicara lagi "Kukira "kini tidak perlu diragukan lagi bahwa Huai
Ho Susay benar tidak dapat dipercaya. Keterangan2 para
Cianpwe dan sandara yang sangat dihormati dikalangan Bulim
itu tentu tidak dapat tidak dipercaya keterangannya. Aku
hanya mengharapkan bantuan dari cianpwe dan saudara2
sekalian untuk membekuk dan menangkap Huai Ho Susay
serta murid2nya secepat mereka berhasil ditemukan jejaknya.
Sekarang sebaiknya kita merundingkan rencana tindakan
dan langkah2 untuk mengadakan pengamanan daerah ini,
hanya sayangnya Cang Pa fai Hoat Su dan keenam sutenya
belum tiba, sehingga kita tidak dapat meminta pendapat
mereka.
Song Tongleng telah berhenti sejenak, tetapi kemudian dia
telah melanjutkan kata2nya "Tetapi aku yakin bahwa mereka
akan tiba malam ini. Biarlah kelak saja kita meminta petunjuk2
mereka.
Setelah itu. Song Tongleng membentangkan rencananya
dengan panjang lebar, dia mulai menjelaskan tentang hasil
gerakan pembersihan yang telah dilakukan dipropinsi An-hui.
Kemudian Song Tongleng menceritakan juga bagaimana
beberapa tawanan penting, termasuk Kauwcu Pek Lian Kauw,
Lauw Cie Hiap, telah berhasil meloloskan diri dari penjara dan
menurut berita yang diterimanya, kini tengah bersembunyi
didaerah Ouwpak.
Song Tongleng menyatakan bahwa hampir seluruh markas2
pemberontak Pek Lian Kauw dlsekitar Bu Han, kota-kota Bu
Ciang, Hanko dan Han yang yang belum diketahuinya, karena
usahanya untuk menyelidiki tempat itu telah dirintangi oleh
Hek Sin H0.
Karena itu, maka Song Tongleng akan segera mengerahkan
seluruh kekuatan alat2 negara diketiga kota itu jika memang
telah tiba waktunya untuk melakukan penggeledahan.
Tetapi Song Tongleng masih kuatir jika ada jago2 Bulim
bersembunyi, dan tindakan2 mereka akan terbentur dengan
perlawanan yang berat dan hebat.
Disertai oleh bermacam2 pujian dan umpakkan, juga janji2
yang muluk, Song Tongleng telah meminta bantuan jago2
undangannya itu untuk berjuang membantunya sungguh2.
Aneh sesungguhnya, bahwa orang she Song itu yang terus
menerus berbicara seolah2 dialah yang memegang pimpinan,
sedangkan kedua orang pembesar yang duduk semeja
dengannya jelas berpangkat lebih tinggi, tetapi kedua
pembesar itu berdiam diri saja.
Tetapi orang tidak akan heran jika sudah mengetahui
duduk persoalan yang sesungguhnya.
Tongleng ini adalah komandan dari semacam dinas rahasia
yang telah dibentuk oleh Kian Liong sejak lima tahun yang lalu
dan telah merupakan bagian istimewa dari pasukan Gie Cian
Sie wie (pengawal pribadi Kaisar) dan juga didalam daftar2
anggota pasukan Gie Cian Siewie tertulis bahwa dia seorang
Boan yang telah mengganti namanya dengan nama Tionghoa,
Song Kiam Ceng.
Kepandaian silat orang she Song itu memang belum dapat
digolongkan diantara jago2 yang tertinggi. Tetapi justru
kecerdikan dan kelicinannya yang sangat luar biasa, sehingga
dia telah berhasil menarik perhatian Kian Liong.
Dan dia juga telah menjadi salah seorang kepercayaan
Kaisar itu.
Mengenai pemberontakan Pek Lian Kauw, yang
memperoleh banyak dukungan orang2 Kang Ouw, Kian Liong
mengerti bahwa tentara biasa tentu tidak akan sanggup
berbuat banyak menghadapi taktik gerilya yang dilakukan oleh
pihak pemberontak. Dia harus mengerahkan dinas rahasia ini,
dan orang seperti Song Kiam Ceng inilah justru yang sangat
tepat untuk memimpin gerakan serupa itu, menumpas
pemberontakan tersebut dengan segala akal licik dan muslihat
yang dimilikinya.
Dalam kedudukannya itu Song Kiam Ceng jadi memiliki
kekuasaan yang sangat besar, sehingga pembesar yang
berpangkat lebih tinggi seperti Congtok dan jendela yang
duduk disebelahnya itu jaga takut kepadanya.
Setelah berdiam sejenak, Song Kiam Ceng berbicara lagi.
"Sekarang aku mengharap agar saudara sejenak lagi,
secepat pertempuran ini selesai, segera bersiap2 agar besok
pagi2 kita dapat mulai melaksanakan pekerjaan ini Tadi sudah
perintahkan agar pintu2 kota, agar kita bisa mencegah
lolosnya tokoh2 penting dari pihak pemberontak.
Alangkah terlejutnya Hek Sin Ho mendengar rencana
seperti itu. Dia menyadarinya betapa besar bahaya yang kini
dihadapi penduduk Bu Han.
Alat2 negara penjajah itu. yang biasa berbuat sewenang
sehendak hati itu, tentu akan mempergunakan kesempatan ini
untik merampok, memeras dan juga memperkosa atau
membunuh bunuhi rakyat yang tidak berdosa dan tidak
menyenangi hati mereka
Juga Ciu Kian Bin dari keluarganya tidak terlepas dari
bahaya ini, ancaman itu kemungkinan saja bisa menimpali
keluarganya.
Bagi Hek Sio Ho sendiri bersama sigadis yang biasa
dipanggil olehnya sebagai si pucat, atau juga Ciu Kian Bin
sendiri, sesungguhnya tidak sulit meninggalkan kota, sebelum
penggeledahan itu dimulai. Bagi mereka penjaga2 pintu kota
itu bukan merupakan penghalang yang sulit untuk dilalui.
Dengan sekali menerjang saja mereka pasti sudah akan dapat
menerobos keluar.
Tetapi bagaimana dengan keluarga Ciu Kian Bin yang
demikian besar dan merupakan keluarga besar?
Jika malam2 mereka keluar dengan demikian banyak
jumlahnya, mereka tentu akan mati datangkan kecurigaan.
Mungkin sekali, sebelum mereka mencapai pintu kota, mereka
sudah di kurung musuh.
Apa daya sekarang, sesungguhnya memang masalah yang
tidak mudah dipecahkan, karena Song Tongleng memang
benar2 telah mempergunakan kecerdikannya dengan baik,
Hek Sin Ho segera memutuskan untuk mendengar dulu apa
rencana selanjutnya yang akan dibicarakan oleh orang2 itu,
guna mempertimbangkan lebih jauh langkah2 apa yang akan
dilakukannya untuk keselamatan keluarga Ciu Kian Bin.
Tiba2 terjadilah sesuatu yang tidak terduga.
Karena kagetnya tadi, tanpa sadar dia telah mengerahkan
tenaganya dan menyebabkan hancur nya beberapa buah
genting Dengan menerbitkan bunyi nyaring pecahan genting
itu jatuh kelantai paseban, bahkan beberapa keping pecahan
genting berukuran kecil jatuh dimeja ketiga pembesar itu.
Seketika itu gemparlah pertemuan tersebut. Semua orang
serentak melompat bangun dan menghunus senjata. Beberapa
perwira segera berdiri disekitar Cangtok dan melindunginya.
Dapat dimengerti betapa heran dan terkejutnya mereka.
Memang benar2 luar biasa ada musuh yang bisa melewati
penjagaan berlapis2 begitu rapat, bahkan bisa berada diatas
genting paseban itu tanpa seorangpun mengetahuinya.
Mereka menduga bahwa musuh itu tentu memiliki
kepandaian yang sulit diukur betapa tinggi dan sempurnanya.
Karena itu, mereka jadi tidak berani sembarangan
bertindak dan hanya bersikap menanti dengan waspada.
Sementara itu Hek Sin Ho Suda h menyadari bahwa dia
tidak dapat beisembunyi lebih lama lagi, Setelah terada disitu
dan kepergok dia tentu saja tidak bisa mencelakan diri dari
pertempuran.
Diapun menyadari babwa hanya ssorang diri, dan juga
tidak bersenjata, dia kini tengah menghadapi bahaya yang
sangat besar.
Terlebih lagi jika diingat bahwa musuh2 yang harus
dihadapnya itu semuanya jago2 dari tingkat atas. memang
tipis sekali harapannya untuk keluar dari gedung itu masih
hidup.
Dilain pihak, setelah beberapa detik menanti dan tidak
tampak seorangpun turun dari genteng, beberapa orang jago
undangan pemeriatah itu jadi tidak sabar.
Berturut tampak empat orang melayang keatas. Yang
melompat tiba digeming adalah Kang liong sambil
membentak: "Bangsat dari mana yang berani mengintai
kemari! Besar benar nyalimu?"
Melihat datangnya musuh, Hek Sin Ho segera meloloskan
beberapa buah genting, dan bentakan Kang Tiong itu dijawab
dengan timpukan tiga kali berturut2.
Timpukan itu demikian cepat, sehingga tentu saja tidak
dapat dielakkan oieh Kang Tiong.-
Dua timpukan yang diarahkan kedada dan perut Kang
Tiong dengan jitu menghantam sasaran, dan hanya yang
ketiga yang ditujukan kekepala masih dapat ditangkis.
Timpukan2 yang dilancarkan Hek Sin Ho telah dilakukan
dengan mempergunakan lwekang sehingga seharusnya Kang
Tiong rubuh. Tetapi sungguh aneh, Kang Tiong bagaikan tidak
merasakan apa2, bahkan begitu melanggar tubuhnya genting
itu seketika hancur berkeping2 bersama terdengar bunyi
nyarirg bagaikan gentiog2 itu beradu dengan logam.
Peristiwa itu tentu saja mengejutkan hati Hek Sin Ho dan
dia segera mengerti bahwa kini dia tengah menghadapi musuh
yang mahir ilmu waduk.
Hek Sin Ho memang masih kuraDg pengetahuannya
tentang kalangan Kangouw, maka tidak heranlah bahwa dia
tidak mengetahui siapa Kang Tiong sesungguhnya. Kalau
sejak semula dia sudah mengetahuinya, dia tentu tidak akan
heran atau kaget.
Gelar Kang Tiong. Tiat Ciang Kim Ka (Silangan Besi berbaju
perang Emas) sudah terkenal diseluruh rimba persilatan dan
diperolehnya karena ilmu waduknya itu.
Setelah melibat kekebalan musuh, Hek Sin Ho kini berlaku
lebih hati2.
Dia memusatkan serangan2nya kepada kepala musuh,
satu2nya bagian tUbuh yang lemah dari seorang yang memiliki
ilmu kebal seperti itu.
Hal tersebut sudah tentu sangat merugikan baginya sendiri,
dan sebaliknya telah menguntungkan pihak lawannya.
Hek Sin Ho mengerti bahwa dia kini harus mengandalkan
kegesitannya untuk-menghadapi lawan2nya itu Tubuhnya
sampai tampak seperti bayangan putih yang berkelebat2 tidak
henti2nya.
Dipihak lain, Kang Tiong juga terkejut bukan main.
Memang semula dia sudah menduga bahwa musuh yang
mengintai itu tentu memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Tetapi ketika tiba diatas genting, dia melihat musuhnya itu
hanya seorang pemuda yang berusia masih sangat muda
maka anggaparnya telah berobah,
Karena itu benar2 diluar dugaannya bahwa lweekang
musuh itu demikian kuatnya, seperti yang telah dirasakannya
ketika menangkis timpukan genting itu.
Diapun cepat2 mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk
melayani serangan2 yang bagaikan hujan deras sekali
Ketika kawannya Kang Tiong yang ikut melompat keatas
juga pertama kali merasa heran bahwa yang dijumpai mereka
justru seorang yang masih sangat muda. Tetapi dengan cepat
mereka telah melihat betapa ilmu silat pemuda itu hebat
sekali.
Dengan sendirinya, mereka juga tidak berani memandang
rendah, bagaimana mereka menyaksikan betapa Kang Tiong
telah diserang terus menerus oleh pemuda itu.
Setelah lewat kurang lebih sepuluh jurus, mereka jadi tidak
dapat bersabar pula.
Dengan serentak ketiganya telah melompat maju untuk
menyerang Hek Sin Ho.
Sambil melompat menghindar dari serangan lawan itu, dia
melayangkan pandangannya untuk melihat siapa saja ketiga
penyerang itu yang berada disebelah kirinya ternyata orang
yang telah didengarnya memperkenalkan diri sebagai Ciu
Toan, Orang tersebut berusia diantara empat puluh atau lima
puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan senjatanya sebatang
pedang. Dia bersilat dengan ilmu pedang Ngo hong Pai.
Yang menyerang dari kanan adalah dua orang. Yang
seorang diantaranya adalah Hoan Jiak yang bersenjata
sebatang golok Ngo Hong To.
Yang seorang lagi yang didengarnya memperkenalkan diri
sebagai Sim Teng Hong. Senjata orang itu tampak aneh,
sepasang senjata yang belum pernah dilihatnya. Senjata itu
dalam bentuk sepasang tongkat pendek yang ujungnya
menyerupai seperti cakar singa dari baja.
Perasaan heran yang meliputi diri Hek Sin Ho memang bisa
dimengerti, karena juga belum mengenal siapa Sim Teng
Hong sesungguhnya Orang itu segera mengulangi serangan
nya dengan cepat berbahaya sekali, orang itu murid Ceng Sai
Pai (Partai Singa Hijau) dan senjatanya itu disebut Say Jiauw
Pang, tongkat cakar singa.
Setelah serangan yang pertama itu gagal, orang2 tersebut
segera mengulangi serangan masing-masing dengan gerakan
yang lebih cepat.
Sementara itu Kang Tiong juga sudah berbalik melancarkan
serangan2 dengan bertangan kosong.
Dengan dikeroyok empat musuh tangguh sudah tentu Hek
Sin Ho tidak Berani berlaku ceroboh.
Untuk sementara waktu dia lebih banyak bersikap membela
diri dibandingkan melancarkan serangan.
Dengan lincah dia selalu mengelaki serangan lawan dengan
melompat kesana kemari.
Berkat ilmu meringankan tubuh dan ketabahan hatinya, dia
dapat menghindarkan diri atau mematahkan setiap serangan,
betapa liehay nya serangan itu.
Sambil berbuat begitu dia memperhatikan ilmu silat
lawan2ya untuk, menilai kepandaian masing2 dan untuk
mencari kelemahan2 mereka.
Dalam hal ilmu silat, betapapun tingginya kepandaian
seseorang, jika menghadapi lawan yang mengetahui titik
kelemahannya, tentu orang itu dapat dicelakai dan dirubuhkan
dengan mudah. Maka tidak mengherankan jika Hek Sin Ho
berusaha untuk dapat mengetahui kelemahan dari keempat
lawannya itu.
Gerakan Hek Sin Ho juga memang gesit, sepuluh jurus
telah lewat.
Semakin lama Hek Sin Ho jadi semakin penasaran, karena
mereka sama sekali tidak dapat mendesaknya, agar keempat
lawannya itu melonggarkan kepungannya.
Setelah kurang lebih lima belas jurus dia sudah bisa
mengetahui bahwa Kang Tiong dan Sim Teng Hong kurang
lebih memiliki kepandaian yang berimbang.
Hanya saja karera Kang Tiong tidak bersenjata, maka jarak
serangannya itu menjadi lebih pendek, tetapi sebaliknya,
dengan memiliki ilmu waduk, dia jadi lebih berani untuk
menerjang Hek Sin Ho dari jarak dekat.
Ciu Toan dan Hoan Jiak memiliki kependaian berimbang
juga, tetapi dlantara keempat jago itu, mereka berdualah yang
terlebih rendah kepandaiannya.
Tidak mengherankan jika Hek Sin Ho telah merobah cara
perkelahiannya. Kini dia mulai melakukan serangan2 balasan
yang gencar sekali kearah kedua orang itu, kepada Hoan Jiak
dan Ciu Toan.
Tetapi sia2 saja usahanya dan apapun yang dicoba
kawannya untuk menolongnya. Karena disaat itu Hek Sin Ho
menang telah melancarkan serangan yang hebat sekali,
membuat Hoan Jiak tidak bisa bernapas leluasa.
Keempat lawan Hek Sin Ho juga diam2 jadi mengeluh,
karena mereka kaget melihat kepandaian pemuda ini yang
demikian hebat.
Sedangkan musuh2 itu tenggelam dalam keadaan heran
dan cemas, Hek Sin Ho sendiri juga tengah merasakan suatu
Keanehan.
Kekuatan keempat musuh yang tengah dihadapinya itu
kurang lebih seimbang dengan kekuatan rombongan Siauw
Lim Sie yang telah dilawannya.
Waktu melawan murid2 Siauw Lim Sie itu dia merasakan
kewalahan dan hanya atas bantuan akalnya yang dapat
memancing kelengahan Goan Seng dan Goan Sim.
Tetapi kemenangannya waktu itu sesungguhnya bukan
kemenargan yang wajar, Hek Sin Ho mengakui bahwa
kepandaiannya masih kalah setingkat dengan hweshio itu.
Terhadap keempat lawannya yang sekarang ini, yang
kepandaiannya dapat dipersamakan dengan kepandaian
murid2 Siauw Lim Sie, ternyata sedikitpun juga dia tidak
mengalami kesukaran, bahkan bisa bertindak semau hatinya.
Setiap serangan musuh dapat ditangkis atau dikelitnya.
Kaki dan tangannya bergerak wajar, dan dengan gerakan2
yang sederhana, yang tadinya dikira hanya berguna untuk
melatih diri, kini dia berulang kali berhasil mematahkan
serangan lawan.
Pengalaman seperti ini benar2 telah mengherankan sekali
Hek Sin Ho, sehingga dia juga semakin bersemangat dan
girang sekali.
Pengalaman telah membuktikan bahwa kepandaiannya
dalam beberapa hari terakhir ini memang telah memperoleh
kemajuan yang luar biasa.
Dengan semangat yang menyala dia segera meneruskan
desakan terhadap Hoan Jiak. sesaat saja sudah mandi
keringat dan napasnya memburu keras, kepalanya juga agak
pusing karena terus menerus bergerak2 mengikuti gerakan
Hek Sin Ho.
Begitu pula dengan yang lainnya.
Memang diantara orang2 sebangsa mereka yang berjiwa
penjilat, yang tidak segan2 mengkhianati bangsa sendiri
dengan menjual tenaga untuk merebut jasa, terlebih lagi jika
bisa secara langsung memperlihatkan kepandaian dan
keunggulan mereka maka mereka tentu akan bangga.
Tidak mengherankan jika keempat orang itu mati2an telah
melancarkan serangan yang bertubi2.
Hek Sin Ho menghitung bahwa jumlah musuhnya kini
sepuluh orang karena disaat itu telah ada beberapa orang
jago undangan pemerintah yang melompat keatas genting dan
bersiap2 untuk melancarkan serangan.
Yang membuat Hek Sin Ho jadi kuatir sekali justeru dia
dalam keadaan terdesak oleh waktu, karena Song Kiam Ceng
justeru akan mulai pembersihan -menjelang fajar, sedangkan
disaat itu sudah mendekati tengah malam.
Dia mengerti jika pertempuran itu berlarut larut, akan
celakalah semuanya.
Sementara itu seluruh gedung sudah ramai sekali,
berpuluh2 pengawal dengan membawa obor telah berkumpul
disekililing empang, sehingga keadaan jadi terang benderang.
Semakin lama jumlah mereka jadi semakin banyak.
Hek Sin Ho mengeluh karena walaupun bagaimana
memang kenyataan seperti ini telah membuat dia terpaksa
harus berpikir dua kali melayani semua orang itu.
Mati2an Hek Sin Ho telah berusaha melancarkan serangan
dengan bertubi2 dan disaat lawan2nya mundur mengelakan
serangannya, disaat itulah dengan mempergunakan ilmu
meringankan tubuh yang tiada taranya, yaitu Pek Pian Kwie
Eng, yang tiada taranya didunia.
Tubuhnya bagaikan anak panah melompat turun dari atas
genting paseban, menotol bunga teratai dan tubuhnya dalam
sekejap mata telah berada ditepi empang.
Dua orang perwira telah menyambut kedatangannya itu,
namun dengan mudah Hek Sin Ho melontarkan mereka
Song Tongleng jadi kaget setengah mati.
"Tangkap!" perintahnya sambil mengejar.
Orang2 gagah undangan itu seperti tertegun waktu
menyaksikan hebatnya ilmu meringankan tubuh Hek Sin Ho.
Tetapi disaat mereka mendengar teriakan Song Tongleng,
mereka tersadar, dengan cepat mereka telah melompat
mengejar.
Barisan pemanah juga telah melepaskan anak panahnya,
tetapi Hek Sin Ho benar2 hebat.
Tubuhnya bagaikan kabut putih telah melesat kesana
kemari dan didalam sekejap mata dia telah melompati dinding
dan berada dijalan raya. Seperti terbang dia telah berlari
meninggalkan tempat itu, suara teriakan dan bentakan dari
orang2 pemerintah Boan itu semakin lama semakin samar.
Semula memang Hek Sin Ho mengambil jalan memutar,
tidak langsung kerumah Ciu Kian Bin, dan setelah
meninggalkan lawan2nya cukup jauh dia baru kembali
kegedungnya Ciu Kian Bin.
Dengan jelas dan singkat dia telah menceritakan
pengalamannya kepada tuan rumah dan sigadis yang
menantikan kembalinya dengan berkuatir.
Kemudian Hek Sin Ho membujuk Ciu Kian Bin agar cepat2
mengajak leluarganya untuk menyingkir.
Tetapi Ciu Kian Bin menolak saran Hek Sin Ho, sebab
walaupun bagaimana tidak mungkin dia mengajak
keluarganya yang berjumlah besar itu menyingkir.
Dan juga meninggalkan keluarganya, dia tidak sampai hati,
maka orang she Ciu itu telah meminta agar Hek Sin Ho dan
sigadis yang berlalu saja lebih dulu.
Hek Sin Ho masih tetap membujuk agar Ciu Kian Bin
mempergunakan waktu yang telah mendesak itu Untuk
menyingkir namun orang she Ciu itu tetap dengan
pendiriannya.
Akhirnya Hek Sin Ho tidak berdaya untuk memaksa sigadis
telah pamitan.
Untuk melewati pintu kota tidak sulit bagi Hek Sin Ho dan
sigadis yang memiliki kepandaian hebat itu:
Dengan mudah mereka merubuhkan perwira penjaga kota
dan telah mengancam akan membanting perwira penjaga kota
itu, Keruan pasukan penjaga kota jadi takut untuk menerjang
mereka tetapi diantara pengawal pintu kota itu terdapat
seseorang yang memiliki kepadaian sangat tinggi, dia telah
perintahkan untuk menerjang maju tanpa memikirkan
keselamatan perwira itu.
Keruan saja Sek Sin Ho murka sekati dia telah
melemparkan perwira penjaga pintu kota dan dengan
mempergunakan kegesitannya telah melompat kegardu diatas
dinding pintu kota, lalu melompat keluar. Begitu pula sigadis
telah mengikuti perbuatan Hek Sin Ho.
Cepat sekali gerakan mereka, didalam waktu yang sangat
singkat sekali, mereka telah berlari2 meninggalkan kota itu
sejauh lima puluh lie.
Tetapi Hek Sin Ho tidak bersedia untuk beristirahat, karena
dia kuatir justru jago2 undangan dari Song Tongleng akan
tetap melakukan pengejaran.
Setelah berlari2 lagi kurang lebih tiga puluh lie, barulah
mereka beristirahat.
Dipersimpangan jalan mereka melihat sebuah kuil tua yang
tidak berpenghuni.
Dan disaat itulah mereka telah melihat di kejauhan tengah
mendatangi juga serombongan orang.
Setelah dekat, Hek Sin Ho mengenal bahwa orang itu
adalah Tong Keng Hok dan kawan2 nya dari Pek Hauw Cun.
Mereka saling memberi salam dan kemudian Tong Keng
Hok menjelaskan bahwa dia tengah menyelidiki puteranya
yang diculik Song Tongleng.
Hek Sin Ho jadi terkejut, dan dia menasehati agar Tong
Keng Hok kembali saja ke Pek Hauw Cun untuk mengadakan
persiapan, karena justru Song Tongleng tergah
mempersiapkan orang2 untuk mengadakan pembersihan
besar2an Tetapi Tong Keng Hok telah berkeras ingin ke Bu
Ciang untuk menyelidiki keadaan puteranya dan Hek Sin Ho
tidak berdaya untuk membujuknya.
Setelah basa basi sejenak lagi, Tong Keng Hok telah
pamitan untuk meneruskan perjalanannya, karena dia gembira
mendengar Song Tongleng berada di Bu Ciang berarti dia
akan berhasil menyelidiki keadaan puteranya yang diculik.
"Hu" mendengus sigadis setelah Tong Keng Hok dan
rombongannya berlalu. "Dia terlalu mementingkan urusan
pribadinya, tetapi tidak memikirkan kepentingan pengikut
perkumpulannya...."
"Tetapi hal itu bisa dimaklumi, kerena dia hanya memiliki
seorang putera, maka kasih sayangnya terhadap puteranya
yang terculik ini telah rnernbuat Tong Keng Hok tidak bisa
mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik..." Hek
Sin Ho berusaha memberi pengertian kepada sigadis.
Tetapi sigadis tiba2 memandang dia dengan mata mendelik
dan muka merah padam.
"Hitam, engkau jangan selalu merasakan dan yakin akan
kepintaran otakmu yang selalu kau sombongkan itu, Apakah
kau kira aku tidak bisa melihat dan mempertimbangkan
persoalan persoalan yang ada ?" bentak Sigadis.
Hek Sin Ho jadi terkejut.
"He?"
"Engkau menang terlalu sombong dengan dirimu Hitam,
Biarlah, kau memang terlalu sombong dan angkuh, Hingga
memandang rendah otak orang lain dan merasakan otakmu
yang terhebat."
"Bukan begitu."
"Sudah, aku tidak mau bicara dengan kau lagi!" kata sigadis
dengan suara yang ketus
Dan walaupun Hek Sin Ho berusaha untuk membujuknya,
sigadis tetap saja tidak mau melayaninya.
Akhirnya keduanya itu telah mengambil tempat masing2
untuk tidur,
Karena telah melakukan pertempuran yang meletihkan,
disamping itu telah berlari sejauh itu, Hek Sin Ho tidur
nyenyak sekali.
Namun ketika keesokan siangnya dia terbangun dia tidak
melihat sigadis. Dia mencari2nya disekitar tempat itu tetapi
tetap saja tidak melihat si gadis.
Hek Sin Ho menghela napas dalam2, karena dia menyadari
gadis itu tentu telah meninggalkannya karena mendongkol
kepadanya.
"Hemm, adat wanita memang sulit untuk diterka,"
menggumam Hek Sin Go, agak mendongkol.
Hek Sin Ho telah melakukan perjalanan terus, dan akhirnya
dia tiba dipersimpangan jalan, sehingga dia agak bingung
kearah jalan mana yang harus diambilnya untuk menyusul
sigadis yang tengah membawa adat itu.
Untung saja disudut persimpangan jalan itu terdapat
sebuah kedai, dan Hek Sin Ho menanyakan perihal sigadis
kepada sipemilik kedai, yang kebetulan memang melihat
sigadis lewat di tempat itu.
Hanya saja keterangan sipemilik kedai itu membingungkan
dan mengherankan Hek Sin Ho, karera semula sigadis
mengambil jalan kearah barat laut, tetapi tidak lama kemudian
dia muncul kembali dari jalan yang sebelah utara dan menuju
keselatan.
Hek Sin Ho benar2 jadi tidak mengerti maksud gadis ini.
Mengapa dia kembali keselatan mengambil jalan yang menuju
ke Bu Ciang ?
Dia jadi kuatir, bimbang jika terdorong amarahnya gadis itu
akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya.
Dalam gugupnya Hek Sin Ho bahkan sampai lupa
menghaturkan terima kasihnya atas keterangan si pemilik
kedai itu. dan cepat2 dia mengambil arah selatan sambil
berlari2 untuk menyusul sigadis.
Belum jauh dia berjalan ketika dari arah yang berlawanan
tampak iring2an pengantin
Dilihat dari besarnya rombongan dan mewahnya hiasan
serta rombongan musik yang mengiringinya jelaslah bahwa
sipengantin laki2 yang duduk dengan sikap sombong diatas
seekor kuda putih gagah, tentunya putera seorang pembesar
atau seorang hartawan besar
Dibelakang tampak seorang sastrawan tua berkuda sejajar
dengan sebuah joli yang dipikul oleh delapan orang dan
semua tirainya, diturunkan.
Orang tua itu tentu ayah sipengantin wanita yang berada
didalam joli itu.
Jumlah pengiring laki2 dan perempuan, seluruhnya
berjumlah lima puluh orang dan dibelakang rombongan masih
ada pula belasan kuli pemikul barang.
Jika waktu itu pikirannya bukan tengah diliputi kegelisahan,
tentunya perhatiannya Hek Sin Ho akan tertarik kepada
beberapa kejanggalan yang terlibat didalam rombongan
iring2an pengantin itu.
Sipengantin lelaki memperlihatkan sikap bangga dan puas,
para pengiringnya itu, yang agaknya terdiri dari pegawai atau
kaki tangannya mempelai lelaki itu. semuanya memperlihatkan
sikap girang dan gembira sekali.
Sebaliknya dengan wajah sisasterawan tua yang
memperlihatkan sikap mendongkol dan sering2 menoleh
kearah joli dengan tirai2 tertutup itu sambil mengatakan
sesuatu dengan suara yang rendah kepada mempelai wanita.
Dari sikapnya itu dapat ditarik kesimpulan bahwa dia
tengah memaki dan memarahi mempelai wanita itu.
Tetapi dari dalam joli tidak terdengar jawaban apa2, kecuali
isak-tangis yang perlahan dan tertekan.
Semua itu dan terutama hal yang tersebut belakangan,
seharusnya menimbulkan kecurigaan Hek Sin Ho. Tetapi
karena disaat itu dia tengah gelisah, sedikitpun tidak
diperhatikan dalam kejanggalan seperti itu.
Hek Sin Ho hanya merasa muak dan jemu melihat pameran
kekayaan dan sikap simempelai yang congkak, dan Hek Sio Ho
segera menyingkir ketepi jalan untuk membiarkan iringan2 itu
lewat.
Sejenak pula rombongan pengantin itu sudah melaluinya
dan dia sudah melanjutkan perjalananrya. Tetapi melangkah
belum jauh, justru disaat itu Hek Sin Ho mendengar suara
bentakan-bentakan dibelakangnya, yang bersumber dari
rombongan pengantin itu, yang agaknya telah terjadi suatu
kegaduhan. Suara bentakan itu juga semakin ramai oleh suara
maki dan caci disamping pekik wanita2 yang menjadi
pengiring rombongan pengantin itu.
Hek Sin Ho sesungguhnya tidak tertarik untuk mencampuri
urusan tersebut, walaupun dia mslihat rombongan pengantin
itu kacau balau dan seperti timbul suatu kerusuhan,
menyebabkan kegaduhan dalam rombongan tersebut.
Tetapi karena Hek Sin Ho mendengar suara jeritan wanita
yang tampaknya tengah diliputi ketakutan yang sangat, maka
mau atau tidak akhirnya Hek Sin Ho telah menghampiri
rombongan pengantin yang tengah kacau balau itu. Jiwa
kesatrianya tidak bisa menyaksikan kerusuhan seperti itu
dengan hanya berpeluk tangan saja.
Waktu Hek Sin Ho menghampiri lebih dekat maka dia bisa
melihat jelas peristiwa yang tengah menimpa rombongan
pengantin itu. Yang mengejutkan Hek Sin Ho adalah
berkeredepan dan berkilauannya cahaya pedang, dimana
tampak seorang pemuda bertubuh tinggi tegap dengan wajah
yang tampan, tengah mengamuk dengan memutar pedangnya
cepat sekali.
Yang mengejutkan Hek Sin Ho justru da segera mengenali
pemuda itu, yang tidak lain dari Kwan Hiong, dengan muka
yang muram dan penuh kegusaran, sedang mempergunakan
pedangnya untuk melancarkan serangan kepada pengantin
lelaki, yaitu si kongcu yang angkuh dan tengah duduk dikuda
putihnya.
Hanya saja disebabkan ada beberapa orang pengawal yang
berusaha menghadangnya dan menghalanginya, sehingga
Kwan Hiong tidak bisa mendekati pengantin pria itu.
Sepasang alis Hek Sin Ho jadi mengerut dalam2, dia jadi
tidak mengerti, mengapa sebagai seorang gagah perkasa
seperti Kwan Hiong mau mengacau dan mengganggu
rombongan pengantin itu? Dan menurut dugaan Hek Sin Ho,
Jelas didalam persoalan ini terdapat sesuatu yang luar
biasa.
Maka disebabkan hatinya tertarik Hek Sin Ho telah
menghampiri lebih dekat.
Saat itu, pemuda yang tengah mengamuk itu, yang
memang tidak lain dari Kwan Hiong, murid dari Bu Ceng Cu
Liok Hwie Ceng yang nomor dua itu. Dengan mempergunakan
ilmu pedang Bu Tong Kiam-hoat, ilmu pedang pintu perguruan
Bu Tong Pai, tampak Kwan Hiong merubuhkan tiga orang
pengawal yaog menghalanginya dibarisan depan.
Enam orang pengawal iringan pengantin yang lainnya, jadi
kaget bukan main, muka mereka pucat sekali, karena mereka
telah menyaksikan bahwa Kwan Hiong bukan main2 dalam
penyerangannya dengan pedangnya itu, yang telah melobangi
dada ketiga orang pengawal yang telah dirubuhkannya itu.
Inilah hebat.
Rombongan iring2an pengantin itu adalah rombongan dari
manusia-manusia yang tengah bergembira di hari gembira
seperti itu, maka dengan jatuhnya korban sampai tiga jiwa
seperti yang dialami oleh ketiga orang pengawal tersebut
memperlihatkan nasib pengantin pria dan wanita itu tergah
jelek dan buruk sekali.
Sedangkan keenam orang pengawal yang lainnya berdiri
tertegun pengantin pria itu duduk dikuda putihnya dengan
muka yang pucat mukanya putih seputih bulu kudanya
tubuhnya juga agak menggigil.
Kwan Hiong sudah tidak mau membuang2 kesempatan, dia
ingin berlari menuju kejoli pengantin wanita.
Tetapi disaat itu tampak seekor kuda menghadang dengan
muka yang penuh kemurkaan.
"Manusia pemberontak!" bentak lelaki tua Itu dengan tubuh
menggigil, suaranya juga tergetar, karena dia tengah murka
bukan main, jenggot dan kumisnya juga jadi bergerak gerak.
"Orang tuamu telah dihukum pemerintah karena
memberontak dan menjadi pengkhianat dan engkau sebagai
anaknya pemberontak, selalu menimbulkan kerusuhan."
Moka Kwan Hiong jadi berobah bengis waktu mendengar
lelaki tua itu berkata demikian, sepasang alisnya berdiri.
"Orang she Hee, engkau memang keterlaluan! Jika tidak
memandang putrimu, tentu siang siang aku sudah mengambil
kepalamu?"
"Hemmm, Kwan Hiong!" tertawa dingin orang tua itu
dengan berani. "Lebih baik kau cepat2 pergi menyingkir
scbelum aku membuka rahasiamu lebih jauh. kalau sampai
didengar pembesar negeri walaupun kau melarikan diri
keujung langit sekalipun, tentu jiwamu sulit untuk
melindungi...?"
"Hari ini aku akan mempertaruhkan jiwaku!" seru pemuda
she Kwan itu dengau murka. "Biarlah kita mati bersama?.. aku
puas jika semuanya menghadap Giam Ong!" Yang
dimaksudkannya dengan perkataan Giam Ong itu adalah raja
akherat.
Muka lelaki tua itu, yang dipanggil sebutan orang she Hee,
telah berobah menjadi pucat pias, tubuhnya menggigil.
Semula dalam murkanya dia bermaksud untuk menggertak
pemuda she Kwan, namun setelah menyaksikan betapa
pemuda tersebut sangat nekad, maka timbul pula perasaan
takutnya.
Kwan Hiong telah menggerakkan pedangnya dan "Ceepp !"
mata pedang telah menancap ditubuh kuda yang ditunggangi
oleh orang tua itu. Binatang tunggangan itu kesakitan bukan
main, mengeluarkan suara ringkik yang panjang dan
mengangkat kedua kaki depannya.
Tanpa ampun lagi tubuh orang tua she Hee itu telah
terpental terbanting ditanah. dia mengaduh2 kesakitan sambil
memaki kalang kabutan.
Keenam pengawal keamanan yang mengawal iring2an
rombongan pengantin tersebut rupanya telah pulih
semangatnya, dengan cepat mereka mencabut golok masing2,
yang besar dan berat.
"Penjahat yang tidak tahu mati." teriak beberapa orang
diantara mereka.
"Tangkap !".
Maka keenam orang pengawai itu telah menyerbu dengan
goloknya itu, yang segera menabas kearah sipemuda she
Kwan tersebut.
Enam batang golok datang menyambar dengan serentak,
tentu saja telah membuat Kwan Hiong jadi sibuk melayani
juga, untuk menangkis dan berkelit.
Gerakannya lincah bukan main, setiap serangan golok
lawannya dapat ditangkis dengan manis;
Disamping iiu, kakinya juga sering bekerja untuk
menendang lawannya yang terdekat.
Sinar senjata tajam itu berkelebat2 menyilaukan mata,
pengantin pria duduk mematung di kuda putihnya dengan
muka yang pucat sekali.
Tetapi disaat Kwan Hiong tengah menghajar keenam
pengeroyoknya itu, yang ditendang jumpalitan ditanah, tiba2
dari keiauhan terdengar suara larinya kuda dalam jumlah yang
banyak, dan tampaklah debu mengepul tinggi disertai oleh
munculnya serombongan tentara pemerintah.
Kwan Hiong yang tengah mengadakan perlawanan atas
serangan keenam pengeroyoknya itu, jadi mengerutkan
alisnya. Dia melihat bahwa dirinya sulit untuk meloloskan diri,
karena walaupun bagaimana jumlah tentara itu sangat
banyak, hampir meliputi tiga puluh orang.
Pengantin lelaki waktu melihat rombongan tentara negeri
itu, segera berobah wajahnya jadi cerah. Sikap angkuhnya
segera juga muncul kembali.
"Tangkap penjahat, jangan biarkan dia sampai lolos."
teriaknya memberi semangat.
Dalam waktu yang cepat sekali, rombongan tentara negeri
telah sampai dan mereka telah melompat dari kuda masing2
sambil mencabut senjata masing2 disertai oleh teriakan2 :
"Mana penjabat? Mana penjahat ?"
Kwan Hiong mengamuk dengan pedangnya, dia telah tujuh
tahun mempelajari ilmu pedang Bu Tong Pai. Kepandaiannya
juga cukup sempurna, maka dari itu, sesungguhnya dia tidak
merasa takut untuk menghadapi tentara negeri itu.
Namun disebabkan jumlah tentara negeri itu memang
banyak maka dia jadi sibuk sekali untuk berkelit melompat
kesana kemari dari serangan berbagai macam senjata.
Tetapi Kwan Hiong tampaknya nekad sekali, dia tidak
bersedia untuk melarikan diri.
Dua kali pundaknya kena diserempet senjata golok musuh,
tetapi diapun telah berhasil melukai lima orang tentara negeri.
Suara pertempuran yang kalut seperti itu ramai oleh seruan
dari tentara negeri tersebut. "Tangkap penjahat ! Tangkap
penjahat !"
Semua orang yang berada dalam rombongan pengantin itu
berdiam diri dengan ketakutan dan tubuh menggigil.
Sedangkan dari joli mempelai wanita terdengar isak tangis
yang perlahan sekali. rupanya mempelai wanita itu ketakutan
dan berkuatir sekali, karena justru pemuda yang tengah
dikepung2 oleh puluhan orang tentara negeri itu adalah
kekasihnya, pemuda yang dicintainya......
Ternyata rombongan pengantin itu merupakan iring2an
yang dikawal oleh pengawal keamanan, maka disaat terjadi
kegaduhan, seorang pengawal telah cepat2 berlari
meninggalkan untuk meminta bala bantuan. Maka tidak
mengherankan jika rombongan tentara negeri itu cepat sekali
tiba ditempat tersebut.
Wanita yang menjadi mempelai Wanita itu tidak lain dari
Hee Swat Hong, sedangkan lelaki yang tadi terjatuh dari
kudanya adalah Hee Losinshe, ayah sigadis.
Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika Hee Swat Hong
berkuatir sekali, kalau2 Kwan Hiong mengalami bencana oleh
kenekadannya itu.
Sejak berangkat dari rumahnya, untuk diboyong kerumah
mempelai lelaki, Hee Swat Hong memang telah menangis
tidak hentinya, Hee Lo sinshe terus menerus telah
memarahinya, tetapi sang ayah tidak berhasil menghentikan
tangis puterinya tersebut, yang tidak rela untuk djkawinkan
dengan pria yang tidak dicintainya.
Semula Swat Hong ingin membunuh diri, tetapi diapun
takut tidak bisa bertemu dengan Kwan Hiong pula. Tetapi
untuk menentang keinginan ayahnya yang kukuh dengan
pendiriannya, sigadispun tidak berdaya.
Pernah sigadis ini melawan kehendak ayahnya dia telah
dikurung didalam kamar dan dipukuli dengan keras, sehingga
dia menjadi menderita sekali.
Sekarang dia melihat betapa Kwan Riang, pria yang
dicintainya itu sengaja menghadang de ngan nekad
rombongan pengantin ini, dan sedang dikeroyok oleh puluhan
orang tentara negeri yang bersenjata tajam. Tentu saja dia
berkuatif bukan main, sehingga sambil menangis sedih Swat
Hong telah meminta dan berdoa kepada Thian agar
kekasihnya itu dilindungi.
Terlebih lagi memang disaat itu Kwan Hiong telah dilukai
dan darah memenuhi bajunya sehingga gadis itu tambah
berkuatir saja.
"Tangkap, jangan biarkan dia lolos," teriak mempelai lelaki
dengan suara yang sombong, su dah lenyap perasaan
takutnya, karena dia melihat pengawal telah datang dalam
jumlah yang demikian banyak.
Ayah dari mempelai lelaki itu adalah seorang pembesar
negeri berpangkat tinggi yang telah pensinnan dan hidup
mewah, tidak mengherankan jua rombongan pengantin
tersebut sangat mewah dan ramai sekali.
Pemuda yang menjadi mempelai lelaki itu she Bong dan
bernama Ie San. Dia merupakan seorang pemuda yang
angkuh dan congkak sekali, disamping batinya juga sangat
kejam.
Seringkali Bong [e San menindas orang2 yang lemah,
namun karena kekuasaan ayahnya yang memang masih kuat,
walaupun telah pensiun, tidak mengherankan tidak ada
seorangpun yang berani mengganggu pemuda she Bong
tersebut.
Dan memang disaat2 tertentu seringkali ada orang yang
merasa dirinya diperlakukan terlalu sewenang2 dengan
pemuda she Bong tersebut mengadakan perlawanan, tetapi
umumnya mereka justru telah dihajar babak belur dan disiksa
oleh kaki tangannya pemuda she Bong tersebut.
Tidaklah terlalu mengherankan jika Bong Ie San kian hari
kian congkak dan angkuh.
Sedangkal Hee Losinshe, ayah Swat Hong, bermaksud
menjodohkan puterinya dengan pemuda itu disebabkan Bong
le San putera seorang Pembesar negeri yang terpelajar, dan
juga kaya raya, maka menurut pendapat Hee Losinshe,
tentunya itu tidak akan terlanmar.
Namun. disebabkan cinta segitiga, akhirnya hari ini muncul
urusan berdarah dihari perkawinan anaknya.
Tentu saja, Hee Losinshe jadi gusar dan murka bukan
main. terlebih lagi tadi diapun tadi rubuh dan kudanya,
terbanting keras sekali karena kudanya itu ditikam oleh
pedangnya si pemuda she Kwan tersebut.
Dengan napas menburu, dengan duduk diatas kuda yang
diberikan oleh salah seorang pengawal sebagai pengganti
kudanya yang telah terluka, Hee Losinshe itu telah
menghampiri Bong Ie San.
"Siansay (mantu pemuda itu orang jahat, dia keturunan
pemberontak. Keluarkanlah perintah agar menangkapnya dan
jangan sampai dia berhasil meloloskan diri...!" kata Hee
Losinshe dengan suara berapi2, karena dia murka bukan main.
Sang menantu ini, Bong Ie San, telah mengangguk.
"Baik Gakhu, walaupun bagaimana dia memang harus
ditangkap, lihatlah diapun telah meijatuhkan banyak korban,
dosa yang dlpikulnya sangat berat sekali...?" menyahuti sang
mantu itu.
Tentu saja Hee Losinshe girang mcndengarnya, terlebih lagi
dia melihat sang mantu ini telah mengeluarkan perintahnya
dengan suara yang lantang "Tiga ribu tail untuk batok kepala
penjahat itu."
Tentu saja teriakan itu disambut dengan sorak. sorai
semangat dari pengawal itu, karena jumlah uang tiga ribu tail
bukanlah suatu jumlah yang sedikit.
Tidak mengherenkan jika disaat itu mereka telah
merangsek maju melancarkan serangan yang jauh lebih hebat
lagi, setiap senjata mereka menyambar, tentu mengincar
bagian yang berbahaya.
Dengan demikian, bukan main terdesaknya Kwan Hjong dia
sampai mengeluarkan seruan2 tertahan, karena beberapa kali
hampir terserang oleh Senjata lawan.
Setidak2nya, serangan pengawal2 -itu menyebabkan luka2
ditubuh Kwan Hiong bertambah,
Hek Sin Ho yang sejak tadi hanya menyaksikan dari tepi
jalan, sudah tidak bisa menahan sabar lagi.
Tahu2 tubuhnya telah melompat menghampiri rombongan
itu. Dia telah melompat justru kekuda putih mempelai pria itu,
dimana dia telah cengkeram punggungnya Bong Ie San
dengan keras.
Bong Ie San kaget bukan main, dia menjerit ketakutan.
Tetapi Hek Sin Ho dengan cepat menarik tubuh pengantin
lelaki itu, denran kuat dia telah membanting tubuh pemuda
tersebut, sehingga pengantin lelaki itu jadi menjerit2 dengan
suara yang menyayatkan akibat menderita kesakitan yang
bukan main, suaranya melengking2 seperti seekor anjing yang
ingin dipotong.
Hek Sin Ho bekerja cepat sekali, setelah membanting
sipengantin lelaki, dia telah melompat kegelanggang
pertempuran. Kedua tangannya bekerja dengan cepat sekali,
setiap kali tangan itu meluncur, dia selalu berhasil
menghantam salah seorang tentara negeri, dan jika ada
kesempatan Hek Sin Ho juga mencengkeram dan menangkap
dan membantingnya juga.
Dalam cara berkelahinya dengan bertangan kosong seperti
itu, ternyata Hek Sin Ho telah mempergunakan jurus2 Kim-naciu,
yaitu ilmu menangkap dan mencengkeram.
Kwan Hiong yang mtlihat datangnya bala bantuan, jadi
girang bukan main.
Dia tidak kenal siapa penolongnya itu, yang mukanya hitam
seperti pantat kuali. Tetapi kepandaiannya bukan main
hebatnya, tubuhnya berkelebat2 seperti bayangan.
Sedangkan tentara negeri jadi terkejut dan takut melihat
munculnya seorang jago baru yang memiliki kepandaian
demikian tinggi.
Mereka untut sejenak jadi tertegun.
Mempergunakan kesempatan itu, Hek Sin Ho telah
berkelebat, dia bergerak bagaikan angin dan tahu2 belasan
golok telah berhasil dirampasnya.
Dengan mengeluarkan suara dengusan mengejek, Hek Sin
Ho telah mematahkan belasan batang golok itu dengan
mudah, seperti tidak mempergunakan tenaga.
Keruan saja belasan tentara negeri yang menyasikan hal itu
jadi bsrobah mukanya, jadi pucat dan mereka ketakutan.
Namun mengingat jumlah mereka yang besar, maka
mereka kemudian telah berseru keras sambil menerjang lagi.
Hek Sin Ho melihat kebandelan dari tentara negeri itu,
segera bertindak lebih keras. Setiap kali dia menghantam, dia
memukul dengan disertai tenaga lwekang.
Maka tidak mengherankan, setiap ada seorang tentara
negeri yang kena dihantam mukanya atau tubuhnya, segera
terpental rubuh dengan berdarah atau terluka didalam, dan
yang sudah pasti mengeluarkan suara jeritan yang
menyayatkan hati....
Saat itu, Kwan Hiong juga tidak tinggal diam, dia telah
mempergunakan pedangnya untuk mengamuk.
Didalam waktu yang singkat Kwan Hiong kembali telah
berhasil merubuhkan dua orang lawannya, telah berhasil
melukai tiga orang lainnya.
Melihat gelagat tidak baik Untuk pihaknya, tentara negeri
itu telah berteriak2 menganjurkan agar rombongan pengantin
cepat2 berlalu, Sedangkan mereka akan mempertahankan diri
sementara rombongan itu belum lolos dari ancaman itu.
Tetapi Hek Sin Ho sam sekali tidak ingin memberikan
kesempatan.
Dilihat Bong Ie San tengah merangkak bangun unruk naik
keatas kudanya, muka pemuda She Bong itu meringis seperti
menahan sakit, pinggulnya sepsrti remuk karena terbanting
keras ditanah, dan juga metanya masih berkunang2 dengan
kepala yang pusing.
Sebetulnya Bong Ie San sangat murka dan penasaran,
tetapi karena melihat penolongnya Kwan Hiong seorang yang
berkepandaian tinggi sekali, mau tidak mau dia jadi takut
sendirinya.
Mendengar anjuran dari pasukan tentara itu dengan
sendirinya dia menganggapnya menang jalan terbaik adalah
menyelamatkan diri.
Segera diperintahkan rombongannya untuk melanjutkan
perjalanan mereka, disaat kedua orang pesuruh itu tengah
dihadapi oleh puluhan orang tentara negeri itu,
Tetapi Hek Sin Ho mana mau melepaskan mereka begitu
saja? Sejak semula dia sudah tidak senang melihat Kongcu
yang menjadi mempelai lelaki itu, yang memperlihatkan sikap
yang angkuh, maka dengan mengulurkan kedua tangannya,
dia telah menyambar lengan kedua tentara yang berada
didekatnya, lalu dengan mudah dia telah melontarkan mereka.
dan disaat itulah, tubuhnya telah melompat mengejar
sipemuda she Bong itu.
Waktu itu Bong Ie San berusaha meloloskan diri dengan
melarikan kudanya, tetapi gerakan tubuh Hek Sin Ho lebih
cepat lagi, yang tahu telah melayang menyambar punggung
sipemuda she Bong, yang bajunya dicengkeram keras sekali.
Bong Ie San berusaha meronta, tetapi dia tidak berdaya,
karena dia tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman targan
Hek Sin Ho yang kuat itu, sehingga dia hanya sanggup
menjerit jerit meminta tolong....
Hek Sin Ho telah membentak bengis. "Perintahkan
orang2mu mundur!"
"Ba. baik," menyahuti Bong te San ketakutan bukan main,
dia takut dibanting lagi, yang tentu akan membuat pinggulnya
sakit dan patah
Dengan suara yang ketakutan, dia telah perintahkan
puluhan orang pengawal itu untuk mengundurkan diri.
"Kwan toakol" kata Hek Sin Ho kemudian dia memanggil
Kwan Hiong dengan sebutan Kwan Toako, karena dia memang
mengetahui nama pemuda itu, sebab dia pernah bersembunyi
dikuil tua dimana Kwan Hiong hampir ribut dengan Goan
Seng, pendeta Siauw Lim Sie.
Tentu saja Kwan Hiong tertegun mendengarnya dia tidak
mengenal penolongnya yang berkepandaian hebat ini. yang
gagah dan mukanya hitam seperti pantat kuali..
"Sesungguhnya perbuatan jahat apakah yang telah
dilakukan oleh kutu busuk ini?" tanya Hek Sin Ho lagi.
»Mereka Manusia2 jahat...mereka berusaha memisahkan
aku dengan adik Hee-ku."kata Kwan Hiong. "Maka dari itu,
walau pun harus mati, aku rela, aku akan mati bersama2
mereka...!"
Baru Kwan Hiong berkata sampai disitu, justru dari dalam
joli pengantin wanita itu telah melompat keluar sipengantin
Wanita tersebut, yang berlari kearah Kwan Hiong sambil
berseru : "Engko Hiong...!"
Kwan Hiong dan mempelai wanita itu telah saling
berpelukan, keduanya jadi menitikkan air mata.
Sebagai seorang anak yang cerdas, Hek Sin Ho segera
dapat menduga urusan yang sesungguhnya.
"Kwan Toako, kau ajaklah adik Hee mu itu jauh2" katanya.
"Pergilah kalian hidup bahagia...!"
"Terima kasih Inkong!" kata Kwan Hiong yang memanggil
Hek Sin Ho dengan sebutan Inkong, yaitu tuan penolong.
"Swat Hong, kembali" tiba2 Hee Losinshe telah membentak
dengan keras sekali, mengandung kemarahan yang bukan
main.
Tetapi Hee Swat Hong sudah tidak memperdulikan
bentakan ayahnya, dia hanya menoleh sambil teriaknya
"Maafkan ayah. aku bukan anak yang baik, memang seorang
anak yang put gie put tong put hauw dan kemudian sigadis
telah menarik tangan Kwan Hiong, sambil katanya lagi dengan
suara yang perlahan: "Mari engko Kwan, mari kita pergi.
kemana saja kau pergi, aku akan ikut dengan kau, walaupun
harus bersengsara atau mati!".
Betapa terharunya Kwan Hiong, dia memang mencintai
Swat Hong, maka setelah berteriak mengucapkan terima kasih
lagi kepada Hek S|n Ho, Kwan Hiong membantui Swat Hong
naik keatas seekor kuda, sedangkan diapun telah melompat
keatas seekor kuda lainnya, lalu kedua kuda itu dilarikan
dengan pesat sekali meninggalkan tempat itu...
Sengaja Hek Sin Ho masih terus mencekal punggung Bong
Ie San dengan keras, dia menantikan sampai Kwan Hiong dan
sigadis telah pergi jauh sekali, sehingga sudah tidak terlihat
bayangannya, barulah Hek Sin Ho mengangkat mengangkat
tubuh orang she Bong tersebut, dia telah melontarkannya
dengan keras ketengah udara, sejauh lima tombak.
Dengan mengeluarkan suara jerit kesakitan Bong Ie San
telah berteriak, disaat itu tubuhnya meluncur dan terbanting
keras ditanah, sehingga sekali lagi dia telah menjerit keras
bukan main, jerit kesakitan."
Mempergunakan kesempatan itu. Hek Sin Ho telah berlari
dengan cepat sekali, dengan mempergunakan ilmu
meringankan tubuhnya. Dalam sekejap mata saja dia sudah
lenyap dari pandangan tentara negeri maupun Hee Losinshe
yang duduk lemas tidak bersemangat diatas kudanya,
sedangkan Bong Ie San telah berteriak-teriak seperti
kebakaran jenggotnya.
-oo0dw0oo-
Jilid 9
TIDAK, ada seorangpun diantara negeri itu yang berani
mengejarnya, karena mereka menyadarinya tidak mungkin
dapat mengejarnya.... maka dari itu, yang mereka pentingkan
justeru menolong Bong le San yang telah terbanting patah
tulang kakinya.
Hek Sin Ho dengan cepat berlari2 meninggalkan tempat itu.
Hatinya puas telah berhasil menolongi Kwan Hiong merebut
kekasihnya.
Didalam hati kecilnya Hek Sin Ho berharap mereka dapat
hidup bahagia, sampai kakek dan nenek.
Tetapi, belum lari terlalu jauh tiba2 Hek Sin Ho telah
menghentikan langkah kakinya karena justeru dari arah
samnping kanannya, dari tepi jalan dibalik sebuah batu
gunung yang cukup besar terdengar seseorang menggumam;
"Hmmm. kepandaian buruk! kepandaian buruk! Kepandaian
jelek. Apa yang harus engkau banggakan ? Baru bisa
merubuhkan tentara negeri yang seperti boneka saja sudah
gembira tersenyum2 seorang diri Apa anehnya?"
Hek Sin Ho tidak mengetahui entah siapa yang telah
mengatakan itu, tetapi dia merasakan bahwa justru kata2 itu
merupakan sindiran untuk dirinya. Maka dari itu, betapa
mendongkolnya Hek Sin Ho.
Dengan cepat Hek Sin Ho melompat kebawah gunung itu.
dia melihat kearah belakangnyaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Seorang pengemis tua berusia diantara lima puluh tahun
tengah tidur menggeletak diatas rumput, dengan tangannya
mempermainkan tidak hentinya sebatang rumput.
Sikapnya itu nyaman sekali, sepasang matanya dipejamkan,
seperti tidak melihat kehadiran Hek Sin Ho.
Kembali Hek Sio Ho jadi ragu2, karena dia kuatir justru kata
itu bukan ditujukan untuk dirinya,
Disaat Hek Sin Ho ingin membalikkan tubuhnya untuk
berlalu saja, tidak melayani pengemis tua itu, yang pakaiannya
begitu kotor dan jorok, justru sipengemis telah menggumam
lagi "Hemm, muka sudah hitam seperti pantat kuali jika nanti
mencari bini juga sulit sekali! Akhh, apakah ada gadis buta
yang mau diperisteri seorang monyet hitam yang buruk seperti
itu?".
Mendengar perkataan sipengemis yang terakhir itu, darah
Hek Sin Ho jadi meluap.
Jelas perkataan mengejek itu ditujukan untuk dirinya, maka
dari itu, dia telah menghampiri sipengemis tua yang masih
tetap terbaring tidur itu, dia telah membentak : "Pengemis tua
kita tidak saling kenal dan belum pernah bertemu, mengapa
engkau telah mengejek aku begitu rupa?" suara Hek Sin Ho
terdengar nyaring sekali.
"Hihihi, sungguh lucu." tiba2 sipengemis membuka
matanya, dan matanya yang bersinar tajam bukan main
menatap Hek Sin Ho. "Sungguh lucu sekali, siapa yang
mengejekmu?".
"Hemm, apakah kau ingin menyangkal?" bentak Hek Sin
Ho.
"Menyangkal? Memang tadi aku tengah berkata2 seorang
diri tanpa maksud mengejek siapa pun juga, terlebih lagi
engkau memang tidak pernah kukenal Mengapa engkau
mengatakan bahwa aku justru mengejekmu? Kata2 apa saja
yang telah kukeluarkan? Coba kau tolong jelaskan saudara
kecil...".
Muka Hek Sin Ho jadi berobah merah gelap, sehingga
mukanya tampak semakin hitam, karena dia sangat
mendongkol bukan main.
"Mukaku memang hitam, hitam legam seperti pantat kuali,
tetapi tidak pantas jika engkau seorang tua seperti ini mau
memperolok diriku."
"Ha, kau hitam, hitam manis !" berkata si pengemis. "Tadi
aku mengejek apa ? Apakah aku mengatakan engkau sebagai
sianak hitam ?".
"Bukan".
"Lalu perkataan yang mana engkau menganggapnya
sebagai kata2 ejekan?".
"Engkau menyebut diriku sebagai monyet hitam "
Pengemis tua itu telah tertawa bergelak2 dengan suaranya
yang nyaring. Tubuhnya sampai targoncang2 oleh suara
tertawanya tersebut. Saat itu Hek Sin Ho telah habis sabar
"Jika memang engkau menganggap dirimu sebagai orang
yang berusia lanjut dan ingin dihormati, kukira engkau tidak
asal membawa sikap kekanakan seperti itu! Jika memang aku
bersikap kurang ajar, jangan nanti engkau mempersalahkan
aku sebagai simuda yang tidak tahu adat...!"
Mendengar begitu, sipengemis telah menghentikan
tertawanya, dengan mata yang bersinar tajam sekali dia tslah
memandang tajam kepada Hek Sin Ho.
"Anak nakal! Tidak hujan tidak angin engkau tahu2 muncul
dihadapanku dan memaki2 diriku! Ohhh, kurang ajar sekali!
Tahukah engkau, pertama2 engkau telah mengganggu
tidurku! Kedua, engkau telah bsrani bersikap kurang ajar
dengan memaki2 diriku! Maka untuk semua itu, seharusnya
engkau dipukul seratus kali!"
"Hemm!" mendengus Hek Sin Ho. "Apa yang hemm?"
bentak sipengemis. "Apakah kau memiliki kesanggupan untuk
memukul s.mpai seratus kali!"
"Ohh, begitu?" tertawa sipengemis. "Rupanya kau anggap
dirimu ini hebat sekali ya ?"
"Walaupun aku bukan seorang akhli silat, tetapi baru
menghadapi seorang pengemis butut seperti engkau
pekerjaan yang tidak terlalu sulit!" kata Hek Sin Ho dengan
suara mendongkol bukan main.
Sipengemis tersenyum menantang, dia juga telah berkata :
"Tadi aku telah menyaksikan kau mempermainkan orang2
pemerintah itu dengan mudah, tetapi ginkangmu tidak ada
seujung kuku dari seorang pendekar silat.".
Hek Sin Ho semakin mendongkol, Dia bukannya termasuk
seorang yang senang dipuji, tetapi diapun mendongkol karena
disebabkan sikap sipengemis, bukan celaannya terhadap ilmu
silatnya
"Baiklah, aku Hek Sin Ho yang bodoh mau meminta
pengajaran dari locianpwe!" dan setelah berkata begitu,
dengan cepat sekali, Hek Sin Ho bersiap dengan kuda2 kedua
kakinya, si kapnya itu seperti juga sikap seorang yang minta
untuk diberi petunjuk.
Didalam hatinya Hek Sin Ho sudah bertekad dia bermaksud
untuk memperlihatkan ilmu silatnya, agar sipengemis tidak
terlalu menghinanya dan meremehkannya.
Sedangkan sipengemis masih tertawa haha-hihi, dan
dengan disertai perkataan. "Baiklah, coba kau sambuti ini,"
lengan bajunya yang penuh dengan tambalan itu telah
menyambar dengan cepat sekali.
Dan samberan lengan baju itu bukan Sembarangan
samberan belaka, karena dibalik dari lengan baju itu
mengandung kekuatan tenaga dalam yang dahsyat.
Hek Sin Ho sendiri terkejut, kereta dia merasakan dadanya
seperti juga disamber oleh serangkum tenaga yang tidak
tampak yang kekuatannya seperti juga runtuhnya gunung
atau langit, membuat Hek Sin Ho tidak berani memandang
rendah sipengemis."
Sejak tadi dia melihat sinar mata pengemis itu yang tajam
bukan main, dia sudah menduga bahwa pengemis ini memang
merupakan seorang akhli lwekhe. yaitu seorang ahli yang
memiliki tenaga dalam yang bukan main hebatnya.
Dengan cepat sekali, Hek Sin Ho mengerahkan tenaga
dalamnya dikedua lengannya, dengan disertai oleh
bentakannya yang amat nyaring, dia telah menggerakan
kedua tangannya, dia mengibas dengan kuat sekali.
Segera juga dua kekuatan tenaga yang bukan main
dahsyatnya telah menyambar saling bentur dan menimbulkan
suara benturan yang keras sekali.
Disertai oleh seruan tertahan tubuh Hek-Sin Ho
bergoyang2, karena desakan tenaga serangan stpengemis
ternyata lebih kuat dari tenaga tangkisan.
Hek Sin Ho menyadarinya jika saja dia membandel dan
berusaha untuk mempertahankan diri terus berarti dirinya
yang akan celaka, karena tubuhnya akan tergempur dan dia
bisa terluka didalam.
Maka dari itu, dengan cepat sekali dia telah menarik
sebagian tenaga dalamnya, lalu dengan tiba2 sekali dia telah
melejit kesamping, dengan memiringkan tubuhnya Gerakan
yang di akukannya itu merupakan gerakan yang bukan main
cepatnya.
Sipengemis itu juga kaget. Dia tidak menyangka bahwa Hek
Sin Ho yang masih demikian muda usianya, telah dapat
menangkis serangannya, walaupun akhirnya Hek Sin Ho telah
menarik pulang sebagian tenaganya dan telah berkelit
kesamping.
Gerakannya itu juga bukan main gesitnya sehingga dengan
sendirinya, merupakan gerakan yang sangat tidak terduga.
Sipengemis tidak keburu untuk menahan serangannya,
sehingga tenaga sepagannya itu telah meluncur terus
menghantam tempat kosong.
Serangan itu bukan merupakan serangan yang remeh atau
ringan, maka tidaklah terlalu mengherankan jika tenaga itu
telah mengenai batu gunung dan batu gunung itu telah
hancur menjadi bubuk.
Melihat keadaan seperti itu tentu saja Hek Sin Ho jadi
mengeluh juga didalam hatinya, rupanya pengemis tua yang
aneh ini memang bukan lawan yang mudah untuk ditandingi.
Dia membayangkan jika tidak keburu untuk berkelit
kesamping, setidak2nya tubuhnya pasti telah terserang hancur
seperti batu itu...!
Dengan cepat dia telah melancarkan serangan susulan,
yaitu disaat tubuhnya tengah berada disamping, dia telah
mempergunakan kesempatan itu untuk menghantam iga dari
sipengemis tua.
Tetapi pengemis itu rupanya memang telah berwaspada,
walaupun tadi dia tidak kebutu untuk menarik pulang tenaga
serangannya, namun nyatanya dia tidak takut atau gugup oleh
serangan susulan yang dilancarkan oleh sipengemis,
Dengan mengeluarkan suara teriakan disertai
tertawanya yang keras, tampak dia telah menggerakkan
tangannya yang kanan, maka dari itu dari telapak tangannya
telah meluncur keluar serangkum angin serangan yang kuat
sekali.
Dan tenaga serangan itu juga bukan main kuatnya, tidak
kurang kuatnya seperti tenaga yang pertama tadi.
Maka dari itu, Hek Sin Ho kembali jadi terkejut, tetapi kali
ini sengaja Hek Sin Ho tidak menarik pulang serangannya,
melainkan dia telah mengempos dan menambah tenaga
serangannya.
Berkesiuran hebatlah angin serargan itu dan telah saling
bentur dengan dahsyat oleh tenaga tangkisan sipengemis.
Dan membarengi dengan itu, dengan mempergunakan tenaga
membentur, maka disaat itulah, tubuh sipemuda telah
malompat keatas, dan gerakannya itu bukan main cepatnya,
karena dia memang gesit sekali, maka dari itu, dia telah dapat
menghantam telak pundak sipengemis?
Apa yang terjadi itu sesungguhnya berada diluar dugaan
sipengemis.
Keruan saja, disamping dia kesakitan, juga dia kaget bukan
main.
Dengan cepat sekali dia telah mengeluarkan suara seruan
keras, dengan mendongkol dan penasarao, pengemis itu telah
memutar tubuhnya, tahu2 kedua tangannya telah beruntun
melancarkan serangan dengan cepat sekali. Serangan kedua
tangannya itu mengandung tenaga seratus yang dahsyat
sekali, karena ibarat juga runtuhnya gunung dan ambruknya
langit.
Maka dari itu, Hek Sin Ho tidak berani sembarangan untuk
menyambutinya.
Dia telah mengeluarkan suara siulan yang nyaring sekali
dan membarengi dengan itu dia telah melancarkan pukulan
yang bertubi2.
Tetapi kali ini Hek Sin Ho telah merobah cara berkelahinya,
jika tadi dia mempargunakan serangan dengan
mempergunakan tenaga yang kuat untuk mempergunakan
kekerasan. Tetapi di samping itu, memang disaat2 yang
tertentu, dia juga telah mempergunakan tenaga lunak, maka
dari itu sipengemis tidak bisa terlalu mengandalkan kekuatan
tenaga dalamnya.
Diam2 pengemis tua itu jadi bingung juga melihat cara
bertempur dari hek Sin ho yang sering berobab2,
Dia telah melihatnya jurus2 yang dipergunakan oleh Hek
Sin Ho seperti jurus dari berbagai pintu perguruan. Sebentar
Hek Sin Ho mempergunakan jurus dari Siauw Lim Sie, tidak
lama kemudian dia telah merobahnya kembali dengan
mempergunakan jurus dari Ngo Bie Pay lalu berganti lagi
dengan jurus Bu Tong Pai lalu Kun Lun, lalu Ngo Cim Kauw,
dan lain2 jurus dari berbagai perguruan silat lainnya.
Keruan saja, sipengemis jadi berpikir keras entah siapa
anak muda yang hebat ini, yang ilmunya dari berbagai pintu
perguruan silat disamping mukanya yang hitam legam seperti
juga pantat kuali.
Maka dari itu. dengan adanya pemikiran seperti itu sikap
sipeigemis juga jadi berhati2 sekali.
Dia telah melancarkan serangan2 dengan perhitungkan
masak2.
Dan setiap serangannya itu tentu mengincar bagian yang
mematikan dan berbahaya ditubuh Hek Sin Ho.
Hek Sin Ho sendiri, yang biasanya lincah dan sering
bergurau terhadap lawannya dengan mengandalkan
kegesitannya, kali ini tidak berani main2.
Dia menyadarinya bahwa pengemis itu memang memiliki
kepandaian yang bukan main kuat dan tangguhnya, maka jika
dia berlaku berayal, niscaya dirinya yang akan hancur di
tangan pengemis itu.
Saat itu, telah lewat puluhan jurus, tetapi diantara kedua
orang itu, yang satu tua dan yang seorang muda, masih
belum terlihat yang mana terdesak dan yang mana unggul.
Maka dari itu, Hek Sin Ho juga tidak berani terlalu ceroboh
dan selalu melancarkan serangan dari ilmu simpanannya.
Setiap serangannya pasti dahsyat karena Hek Sin Ho selalu
menyerang dengan menyertai delapan bagian tenaga
dalamnya.
Dan tidak kalah hebatnya, begitu pula sipengemis yang
telah mengempos dan mempergunakan delapan bagian juga
dari tenaga murninya.
Rupanya kedua orang ini memiliki kepandaian berimbang.
Maka dari itu, dengan cepat sekali, dengan adanya
perkelahian seperti itu telah menyebabkan keduanya merasa
kagum terhadap lawan masing2, yang mereka lihat memiliki
kepandaian tinggi sekali.
Tetapi, karena keduanya memang memulai pertempuran
itu dengan hati sama2 mendongkol maka dari itu kedua orang
tersebut tidak ada hasrat untuk mengalah mereka tetap
melancarkan serangan ingin merubuhkan lawan, untuk
membuktikan bahwa kepandaian mereka itu bukanlah
kepandaian yang rendah dan bisa diremehkan....
Sipengemis tua itu sendiri, semakin lama jadi semakin
tertarik kepada Hek Sin Ho.
Walaupun bagaimana, jarang sekali ada orang seusia Hek
Sin Ho memiliki Kepandaian yang demikian tinggi.
Selama hidupnya, dia telah berkelana diberbagai tempat
dan menjagoi.
Dan memang dalam kalangan Kang-ouw terdapat banyak
sekali jago2 yang memiliki kepandaian sangat tinggi, tetapi
disamping itu, jarang sekali, atau boleh dikatakan dia belum
pernah bertemu dengan pemuda setangguh Hek Sin Ho.
Semakin bertempur, dia jadi semakin berhati-hati.
Sedangkan Hek Sin Ho sendiri semakin lama jadi semakin
penasaran.
Dia melihat, walaupun dia bertempur dengan sipengemis
seratus jurus lebih lagi, tidak nantinya dia dapat merubuhkan
pengemis tersebut, kalau saja memang dia mempergunakan
cara bertempur seperti itu.
Maka dari itu, setelah memutar otak sejenak lamanya,
akhirnya Hsk Sin Ho telah merobah cara berkelahinya.
Walaupun dia tetap mempergunakan kedua tangannya,
yang kosong tidak mencekal senjata tajam apa2, namun
kenyataannya dia menggerakkan kedua tangan itu dengan
sepuluh jari terouka ia membawa sikap seperti juga
membacok, sehingga kedua telapak tangannya itu seperti juga
pengganti dari golok,
Hebat cara bertempunya itu, sehingga sipengemis jadi
kaget.
Untuk sejenak sipengemis tidak bisa mengenali
sesungguhnya Hek Sin Ho mempergunakan ilmu pukulan yang
berrama apa dan juga dari pintu perguruan mana.
Disaat itulah, setelah main kelit kesana kemari dan sambil
memperhatikan terus, tiba2 wajah sipengemis jadi berobah
hebat.
"Ihhh!" dia telah mengeluarkan suara seruan, tampaknya
dia kaget bukan main, juga matanya yang memang selalu
bersinar itu; jadi semakin tajam.
Hek Sin Ho melibat sipengemis seperti terkejut oleh
serangan2aya, maka dia semakin bersemangat, dia telah
mengeluarkan suara seruan yaog keras dan melancarkan
serangan semakin hebat. Kedua telapak tangannya itu
berkesiutan dengan sikap menahas membacok dan menikam,
itulah serangan2 yang berbahaya sekali, yang bisa
mengambil jiwa lawan.
"Ouw Ke To Hoat?" berseru sipengemis sesaat kemudian,
"Hemmm rupanya engkau masih ada bubungannya dengan
Ouw It To!" Hek Sin Ho kaget
"Kalau memang benar kau ingin apa! Kalau tidak benar,
lalu apa yang kau kehendaki?" tanya Hek Sin Ho dengan suara
yang dingin.
Sambil bertanya begitu Hek Sio Ho tetap tidak
menghentikan serangannya, bahkan dia telah melancarkan
serangannya semakin gencar dan hebat sekali.
Maka dengan itu, dengan cepat sekali, dengan adanya
serangan yang beruntun dan hebat sekali, mau tidak mau
telah membuat sipengemis tua itu barus main kelit tidak
hentinya.
Disaat seperti itu, sipengemis telah bertanya lagi dengan
suara yang bengis?
"Katakan terus terang, ada hubungan apa antara kau
dengan Ouw It To?"
Mendeagar ditanyanya Ouw It To, Hek Sin Ho telah tertawa
dingin.
"Apa gunanya engkau menanyakan pendekar besar itu?"
tanyanya tawar.
"Tentu saja ada gunanya! jawab dulu, apa hubunganmu
dengan Ouw It To?"
"Itulah kakekku!" menyahut Hek Sin Ho berani sekali
Muka sipmengemis telah berobah bertambah bengis saja.
serangan yang tengah dilancarkannya juga semakin hebat
juga.
"Dan Ouw Hui ayahmu?" tanya sipengemis lagi dengan
suara yang bertambah menyeramkan.
Melihat perobahan sepeti itu. tentu saja Hek Sin Ho jadi
terkejut.
Dia segera dapat menduganya bahwa sipengemis pasti
memiliki ganjalan dengan orarg tuanya.
"Benar!" tetapi sebagai seorang yang berjiwa gagah dan
kesatria, dia dengan berani telah mengakuinya, "Apa yang kau
kehendaki jika memang aku ini puteranya Ouw Hui?"
"Mengambil jiwamu!" menyahuti sipengemis dengan suara
yang kian bengis.
Hok Sin Ho tertawa dingin.
"Sejak tadi saja kau sudah tidak berani untuk memukul
diriku sebanyak seratus kali Hmmm, jangan bicara besar,
apalagi kau ingin mengambil jiwaku......."
Dan setelah berkata begitu, Hek Sin Ho telah
mempergencar serangan2 dengan bebat sekali memaksa
pengemis itu berkelit berulang kali,
Saat itu, setelah berkelit dan mengelakkan diri dari
samberan telapak tangan Hek Sin Ho terdengar sipengemis
telah membentak garang "Sekarang coba kau lihat, apakah
aku akan dapat mengambil kepalamu atau tidak!"
Dan Setelah berkata begitu, dengan tiba2 sekali sipengemis
telah merobah cara menyerangnya, hebat sekali kedua
tangannya itu yang telah diputar2 dengan cepat bukan main.
Bahkan angin serangan yang menderu2 menyambar
dengan tidak hentinya.
Yang luar biasa, justru serangan2 yang di lancarkan itu
mengandung hawa maut.
Hek Sin Ho bisa merasakan hebatnya tekanan dari tenaga
serangan itu. Diam2 dia jadi mengeluh .
Jika tadi dia yang berhasil meidesak sipengemis agar selalu
berkelit mundur, maka sekarang sebaliknya justru dia yang
telah selalu di desak hebat.
Kedua tangan sipengemis itu selalu melancarkan serangan
dengan bergantian, sebentar dengan tinjunya, sesaat lagi
dengan mempergunakan jari2 tangannya, yang terbuka mekar
lebar2 Maka dari itu, mau tidak mau memang keadaan seperti
ini telah membuat Hek Sin Ho harus berhati-hati karena jika si
pengemis tengah membuka kesepuluh jari tangannya itu,
melancarkan serangan dengan menotok atau mencengkeram,
berarti matanya juga. terancam bahaya yang tidak kecil, yang
bisa dikorek oleh pengemis itu.
Maka dari itu, dengan mengeluarkan suara teriakan
nyaring, tampak Hek Sio Ho telah memutar tubuhnya, dia
berdiri dikaki kirinya kemudian seperti gasing, dia berputaran,
Sebentar miring kekiri dan sesaat lagi miring kekanan.
Ilmu silat yang dipergunakan oleh Hek Sin Ho memang
merupakan ilmu silat kelas satu, dia selalu mempergunakan
jurus2 yang membingungkan lawannya.
Sipengemis kembali telah dibuat bingung oleh gerakan2
Hek Sin Ho seperti itu.
Setelah mundur dua langkah, dia telab membalas
menyerang, tetapi sambil bertempur, sipengemis terus
menerus telah berusaha mencari kelemahan Hek Sin Ho.
sambil mempelajari juga ilmu silatnya itu. yang tidak
diketahuinya entah dari partai mana.
Dan dia sekarang banya mengetahui bahwa Hek Sin Ho
adalah puteranya Ouw Hui, musuh besarnya, walaupun
bagaimana dia tidak akan melepaskan pemuda itu.
Dia bermaksud, jika dapat menangkap hidup2 Hek Sin Ho,
tetapi jika memang terpaksa dia injin membinasakannya.
Maka dari itu, serangannya semakin lama semakin hebat
saja, karena dia telah-melancarkan serangan2 itu dengan
pukulan yang dahsyat sekali, dia telah mengeluarkan seluruh
ilmu simpanannya.
Maka dari itu, bisa dibayangkan betapa hebatnya tenaga
serangan yang dilancarkannya itu telah mendesak hebat sekali
Hek Sio Ho.
Dalam persoalan tersebut, sebetulnya mereka berdua
memang memiliki kepandaian yang hebat dan berimbang.
Maka dari itu dengan adanya serangan2 yang dahsyat dari
pengemis tersebut, tentu saja telah membuat Hek Sin Ho jadi
heran juga.
Mengapa tadi sipengemis waktu terdesak oleh
serangannya, dia sama sekali tidak mengeluarkan ilmunya itu.
Dan setelah dia mengetahui bahwa Hek Sin Ho adalah
puteranya Ouw Hui, barulah melancarkan serangan yang
demikian hebat?
Dengan sendirinya, atas serangan itu, mau tidak mau telah
membuat Hek Sin Ho harus bersikap jauh lebih hati? jika
memang tidak ingin menjadi korban sasaran dari serangan
sipengemis yang hebat itu.
Sesungguhnya, ilmu yang dipergunakan oleh pengemis itu
adalah ilmu yang biasa saja berimbang dengan kepandaian
Hek Sin Ho, Namun berhubung ilmu tersebut memang sengaja
diciptakan untuk menghadapi Ouw Ke To Hoat, dengan
sendirinya Hek Sin Ho yang tengah mempergunakan jurus2
Ouw Ke To Hoat jadi merasa tertindih dan terdesak.
Bukankah tadipun mereka berimbang? Dan sipengemis
disaat belum mempergunakan ilmu simpanannya itu, telah
berimbang bertempur dengan Hek Sin Ho dan setiap
serangannya berhasil dipunahkan oleh Hek Sin Ho dan begitu
juga serangan Hek Sin Ho selalu dapat dikelit dan
dipunahkannya.
Tetapi keadaan seperti itu tentu saja tidak disadari oleh
Hek Sin Ho.
Disaat itulah, dengan cepat bukan main, dengan
mempergunakan kekuatan yang dahsyat, Suatu kali Hek Sin
Ho sengaja mencoba menangkis serangan yang dilancarkan
oleh lawannya, dan hebat sekali kesudahannya, karena dua
kekuatan yang dahsyat sekali telah saling bentur, dan juga
disaat itu telah menyebabkan tubuh dari sipengemis terpental,
berbareng juga dengan tubuh Hek Sin Ho telah terpental
melambung ketengah udara, terapung dan hampir terbanting
ditanah !
Untung saja Hek Sin Ho masih sempat untuk berjumpalitan,
sehingga dia tidak perlu sampai rubuh terbanting, melainkan
turun meluncur cepat sekali dengan kedua kakinya tiba lebih
dulu diatas tanah !
Begitu pula sipengemis, yang telab terpental, dia hampir
saja terpelanting ditanah, namun dengan cepat bukan main
dia telah bisa menguasai dirinya dan berdiri lagi dengan tepat.
Tatapi tak urung wajahnya telah berobat menjadi agak
merah dan pucat bergantian, karena dia murka dan malu
bukan main.
"Hemmternyata engkau memang memiliki kepandaian yang
lumayan!" kata sipengemis dengan suara yang menyeramkan
sekali.
Hek Sin Ho juga telah tertawa dingin, dia tidak mau
ketinggalan mengejek lawannya :
"Hemm, engkau memusuhi ayah dan kakekku, ternyata
kepandaianmu tidak ada artinya ! Menghadapi diriku saja yang
berusia demikian muda engkau tidak sanggup, maka jika
engkau menghadapi ayah dan kakekku itu. hanya sekali
gebratan, batok kepalamu itu akan hancur!".
Mendengar perkataan Hek Sin Ho, muka si pengemis jadi
berobah merah padam karena sangat murka.
Tiba2 sekali dia telah mengeluarkan suara bentakan yang
mengguntur.
Dan membarengi dengan itu, dia telah melancarkan
terkaman, sambil menerjang begitu, dengan tubuh setengah
melompat, dia telah mengulurkan kedua tangannya, dengan
kesepuluh jari terbuka semuanya, dia bermaksud akan
mencengkeram batok kepalanya Hek Sin Ho.
Tentu saja Hek Sin Ho terkejut melihat dahsyatnya
serangan itu
Tetapi dia tidak menjadi gugup karenanya, juga dia mana
mau kepalanya itu dibiarkan di tancap oleh kesepuluh jari dari
sipengemis.
Maka dari itu, dengan cepat sekali dia telah memiringkan
kepalanya kekanan, tanpa menggeser kakinya, tangan
kanannya telah mendorong dengan cara menyerampang
kearah pinggang sipengemis, sedangkan tangannya yang satu
telah terulur untuk mencengkeram perut lawannya.
Sipengemis mengeluarkan seruan kaget, dia memang terkejut
sekali, karena dia tidak menyangka bahwa Hek Sin Ho dapat
melancarkan serangan sehebat itu !
Disaat dia mau menarik pulang tenaga serangannya, justru
serangan Hek Sin Ho hanya terpisah dua dim lagi, maka bukan
main gugupnya pengemis itu.
Tidak ada jalan lain lagi baginya, maka dari itu dia telah
mempergunakan Tiat Poan Ko "Jembatan besi" tubuhnya
tahu2 dirubuhkan kedepan, dia telah berdiri dengan tubuh
yang rebah begitu, dan dengan caranya seperti itu dia telah
meloloskan diri dari Hek Sin Ho yang luar biasa hebatnya itu.
Kini Hek Sin Ho telah melihatnya bahwa pengemis itu
hanya mengandalkan kekuatan tenaga dalamnya. Tetapi
sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki pengemis itu tidak
berada disebelah atasnya.
Maka dari itu, hati Hek Sin Ho semakin mantap dan berani.
Dia memang tabah, maka dari itu dia dapat juga melancarkan
serangan tanpa merasa gentar terhadap lawannya yang jauh
lebih tua usianya itu.
Disaat melibat Sipengemis mempergunakan jurus jembatan
besi, dia telab tidak membuang kesempatan itu, tubuh Hek Sin
Ho tahu2 telah melambung ketengah udara, dan tubuhnya
meluncur kebawah dengan deras, dengan kedua kakinya
diluruskan akan menghantam punggung pengemis.
Jika memang serangan seperti itu, yang ujung kedua
kakinya dipenuhi oleh tenaga lwekang, berhasil mengenai
sasaran, maka niscaya punggung sipengemis akan hancur
remuk, Maka itu bisa dibayangkan betapa terkejutnya
pengemis itu, dia sampai mengeluarkan suara seruan yang
nyaring dan cepat2 dia bergulingan. Walaupun bagaimana, dia
tetap merasakan bahwa Hek Sin Ho walaupun masih berusia
muda, kenyataannya anak muda itu memang tangguh dan
memiliki kepandaian yang bukan main hebatnya.
Dengan sendirinya pula, disaat2 berikutnya dia tidak berani
meremehkan Hek Sin Ho lagi dan juga berlaku jauh lebih hati2
dan berwaspada.
Hek Sin Ho melihat tendangannya itu dapat dielakkan oleh
lawannya, dengan cepat sekali pemuda ini melancarkan
serangan susulannya Gerakan yang dilancarkannya itu bukan
main hebatnya, disamping itu juga kedua telapak tangannya
memang mengandung telaga lwekang yang dahsyat sekali.
Serangan yang dilancarkan oleh Hek Sin Ho kali ini
merupakan serangan yang mematikan, maka dari itu tidak
mengherankan jika memang serangan tersebut mengandung
tenaga yang dahsyat sekali.
Sipengemis sekali lagi harus terkejut, karena walaupun
bagaimana kenyataan yang ada telah membuat dia jadi
terkurung oleh angin serangan Hek Sin Ho, posisi dan
kedudukan dirinya kali ini memang sangat buruk sekali.
Disaat itu, Hek Sin Ho berulang kali dengan gencar telah
melancarkan serangannya mengincar bagian2 yang
mematikan ditubuh lawannya, dan mendesak terus menerus
pengemis itu karena Hek Sin Ho ingin segera menghampiri
pertempuran itu...
Sedangkan sipengemis tua itu sambil berkelit dan
mencelakan serangan2 yang dilancarkan oleh Hek Sin Ho,
sambil tidak hentinya memutar otak untuk mencari jalan guaa
merubuhkan Hek Sin Ho.
Selama itu pula diapuo memperhatikan gerak-gerik dan
cara bersi1at Hek Sin Ho.
Tetap saja selama itu dia belum berhasil menemui tempat
kelemahan dari Hek Sin Ho.
Semakin lama pertempuran itu semakin seru saja, karena
walaupun Hek Sin Ho melancarkan serangan2nya dengan
penuh perhitungan, yang setahap demi setahap semakin
bebat, namun sipengemis tua itu yang telah terdesak demikian
rupa, jadi nekad
Tidak mengherankan jika sipengemis tua itu berulang kali
telah melancarkan serangan yang bertubi2 dan tanpa
memperdulikan keselamatan dirinya.
Tenaga serangan Hek Sia Ho menderu2, berulang kali
memaksa sipengemis main mundur tanpa hentinya:
Dalam waktu sekejap mata saja, telah ratusan jurus
mereka lewati.
Disaat itulah, disaat mereka tengah bertempur itu, tiba2
terdengar suara derap langkah kaki kuda yang nyaring sekali.
Tidak lama kemudian terdengar suara ringkikan kuda yang
ramai, disusul tampak muncul beberapa orang penunggang
kuda. Mereka itu, penunggang2 kuda yang berjumlah kurang
lebih sepuluh orang, telah menghentikan larinya binatang
tunggangan mereka.
Semuanya jadi menyaksikan pertandingan yang tengah
berlangsung antara Hek sin Ho dan sipengemis tua.
Sedangkan sipengemis tua sama sekali tidak berani melirik
melihat penunggang2 kuda itu, karena walaupun bagaimana
dia tengah terdesak bebat, maka dari itu tidak bisa dia
membagi dan memecah perhatiannya, bisa2 dirinya kena
dicelakai oleh lawannya.
Sedangkan Hek Sin Ho sendiri telah melirik sejenak, dia
melihat kesepuluh orang penunggang kuda itu terdiri dari
lelaki bermuka yang bengis dan menyeramkan sekali. Maka
dari itu, walaupun bagaimana, memang kenyataan seperti iti
telah membuat Hek Sin Ho jadi berpikir juga, siapakah
kesepuluh orang itu, yang umumnya menyandang senjata
tajam tampaknya sebagai orang2 yang memiliki kepandaian
silat sangat tiipgi?
Karena itu, Hek Sin Ho telah terlambat satu jurus
melancarkan serangaa kepada lawannya, Kesempatan
tersebut telah dipergunakan sebaik mungkin oleh sipengemis
tua.
Dengan sendirinya sipengemis tua dapat menarik napas
dalam2 untuk menyalurkan tenaga dalamnya, dan dengan
disertai oleh bentakannya yang sangat mengguntur, disaat itu
pila tahu2 ?ipengemis tua itu telah melancarkan serangan
dengan mempergunakan kedua telapak, tangannya
Kali ini sipengemis tengah dalam keadaan nekad, dia juga
melancarkan serangan tanpa memikirkan keselamatan dirinya
lagi.
Maka dari itu, tidak mengherankan jika dia telah
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam yang ada
padanya, dan tenaga itu meluncur menerjang ke arah Hek Sin
Ho, yang kala itu telah memandang kearah kesepuluh orang
penunggang kuda yang baru datang itu.
"Awas!" teriak salah seorang diantara kesepuluh
penunggang kuda itu, yang rupanya tak senang melihat
sipengemis tua itu berlaku curang, melancarkan serangan
sehebat itu tanpa memberikan peringatan terlebih dahulu.
Sedangkan Hek Sin Ho telah merasakan sambaran tenaga
serangan yang bukan main kuatnya.
Dengan mengeluarkan suara tertawa dingin tanpa merasa
takut atau gugup sedikitpun juga, Hek Sin Ho telah
mengibaskan tangan kirinya dan menghantam dengan tangan
kanannya, maka tidak ampun lagi. dua kekuatan tenaga yang
bukan main telah saling bentur.
Tenaga benturan itu memang dahsyat sekali dan juga
benturan yang terjadi itu juga terlalu hebat.
Bukan hanya sipengemis yang terpental dan terpelanting
ditanah, tetapi juga Hek Sin Ho telah terlempar empat tombak
lalu ambruk ditanah dengan keras.
"Ilmu yang hebat!" memuji beberapa orang dari kesepuluh
penunggang kuda itu.
Sedangkan Hek Sin Ho dengan mempergunakan jurus "Lee
Ie Ta Teng" yaitu Ikan Jer meletik, dia telah melompat untuk
berdiri.
Pengemis tua itu juga telah merangkak bangun,
keadaannya lebih parah dari Hek Sin Ho, karena dia
merasakan dadanya sakit dan nyeri sekali, ternyata dia telah
terluka didalam.
Kesepuluh penurggang Kuda itu sesungguhnya merupakan
sepuluh orang murid dari Kun Lun Pai, mereka semuanya
memandang pertempuran itu dengan perasaan kagum.
Sebagai murid Kun Lun Pai yang tidak memasuki pintu
agama, yaitu tidak mensucikan diri masing2, sepuluh orang
orang itu merupakan murid biasa saja.
Tetapi kepandaian kesepuluh murid Kun Lun Pai itu sudah
mencapai tingkat yang sempurna dan hebat sekali.
Namun waktu melihat cara bertempur H«k Sia Ho dan
pengemis tua itu, diam2 mereka jadi terkejut dan kagum
sekali, karena mereka telah melihatnya betapa sempurna dan
tingginya kepandaian Hek Sin Ho.
Kalau saja mereka harus melawannya seorang lawan
seorang diantara kedua orang itu, Hek Sin Ho atau sipengemis
tua, tentu mereka tidak akan sanggup.
Tidak mengherankan jika mereka tidak berani memandang
rendah dan remeh kepada Hek Sin Ho maupun kepada
sipengemis tua itu.
Saat itu, Hek Sin Ho yang telah bangkit lebih dulu, tidak
mau membuang2 kesempatan, karena dia telah murka sekali.
Dia telah melihat bahwa lawannya ini adalah seorang yang
memusuhi ayah dan kakeknya dengan sendirinya dia juga
merupakan musuh Hek Sin Ho.
Didalam hal turun tangan, Hek Sin Ho sudah tidak ingin
berlaku lemah dan lunak lagi.
Melihat sipengemis tua itu baru dapat berdiri dengan muka
meringis menahan sakit didadanya yang tergempur, maka Hek
Sin Ho telah mengeluarkan suara bentakan yang sangat keras
sekali dia telah melancarkan serangan yarg bukan main
dahsyat serta hebatnya, sambil mengerahkan sembilan bagian
tenaga dalamnya, tenaga murninya, maka tidak
mengherankan berkesiuranlah angin serangan yang dahsyat
Sekali.
Serangan yang dilancarkan oleh Hek Sin Ho memang
merupakan serangan yang bisa mematikan, didalam hal ini
memang merupakan serangan yang bisa membuat sipengemis
sedikitnya bercacad seumur hidup,
Maka dari itu, sipengemis tua tidak berani berlaku ayal lagi,
dengan cepat bukan main dia telah berusaha berkelit dengan
membuang dirinya bergulingan diatas tanah.
Disamping itu cepat bukan main Hek Sin Ho telah merobah
arah serangannya, karena dia melibat sipengemis berusaha
berkelit dengan caranya itu!
Dengan mengeluarkan suara bentakan nyaring, Hek Sin Ho
menghantamkan tangannya ke bawah, merobah arah
serangannya, dengan tenaga serangan yang tetap kuat seperti
tadi.
Sipengemis tua itu kaget bukan main, dia telah mengeluh
dan putus asa karena dia merasakan walaupun bagaimana dia
tidak mungkin bisa meloloskan diri dari serangan yang
dilancarkan oleh Hek Sin Ho,
"Matilah aku! Tidak kusangka bahwa aku akan membuang
jiwa disini!" dia mengeluh,
Tetapi disaat itu waktu tangan Hek Sin Ho hampir
mengenai batok kepala lawannya, disaat itu juga telah
meluncur sebuah sinar kuning kearah tangannya.
Tentu saja Hek Sin Ho jadi terkejut, karena dia pun
merasakan angin seranjau sinar kuning itu sangat tajam
sekali.
Cepat2 Hek Sin Ho menarik kembali tangannya, dia telah
merobah arah serangannya.
Tetapi dengan ditariknya tangan pemuda itu sipengemis
telab memiliki kesempatan beberapa detik yang luang, dan
kesempatan beberapa detik itu sangat besar artinya bagi
keselamatan jiwanya.
Tanpa berani menyia2kan kesempatan itu sipengemis telah
menggetinding dengan cepat sekali.
Maka juga disaat seperti inilah, berarti serangan Hek Sin Ho
gagal sama sekali,
Hek Sin Ho berdiri dengan muka yang merah padam karena
murka memandang kearah sepuluh orang yang menunggang
kuda itu, yaitu kesepuluh murid Kun Lun Pay.
Dengan sorot mata yang tajam, Hek Sin Ho telah menegur;
"Siapa yang telah melepaskan senjata rahasia!"
"Aku!" menyahuti salah seorang diantara ke sepuluh murid
Kun Lun Pay itu, yang usianya diantara tiga puluhan, sikapnya
angkuh sekali.
Mata Hek Sin Ho menyala tajam sekali;
"Mengapa engkau mencampuri urusanku ?" tanyanya
dengan tergetar.
"Hemm. jika kalian berkelahi selama sepuluh hari sepuluh
malam, urusan itu tidak menjadi urusan kami, tetapi jika
sudah sampai ketingkat dimana jiwa seorang manusia
terancam bahaya kematian oleh seranganmu, apakah kami
terus berdiam diri dengan berpeluk tangan saja?"
Ditanya begitu, Hek Sin Ho jadi semakin mendongkol.
"Tetapi kalian tidak mengetahui persoalan apa yang
terdapat diantara kami" kata Hek Sin Ho kemudian.
"Hemmm, memang kami tidak mengetahui tetapi yang
terpenting, apakah seorang yang berilmu tinggi seperti
locianpwe itu harus meninggal dengan cara yang kecewa
seperti itu? Bukankah hal itu harus dibuat sayang?"
Hek Sjn Ho telah mengangguk2kan kepalanya beberapa
kali.
"Bagus Bagus! Rupanya memang kalian! ingin
memperlihatkan bahwa diri kalian adalah hohan dan
enghiong?" kata Hek Si» Ho dengan suara yang dingin.
Muka kesepuluh murid dari Kun Lun Pai jadi berobah tidak
sedap dilihat, karena tampaknya mereka sangat mendongkol
dan gusar.
"Jangan kurang ajar!" bentak salah seorang diantara
mereka.
"Hemmmm kurang ajar? Disegimana aku bisa disebut
kurang ajar?" bentak Hek Sin Ho dengan suara tidak kalah
dingin.
Murid Kun Lun Pai itu tentu saja jadi gusar bukan main,
dengan mengeluarkan suara ben takan yang hampir serentak,
mereka telah melompat dari kuda masing2.
Gerakan mereka ternyata sangat ringan sekali, disamping
itu juga memang mereka telah memperlihatkan bahwa
masing2 memiliki ginkang, yaitu ilmu meringankan tubuh yang
sangat sempurna sekali.
Oisaat itu, dengan cepat sekali, orang yang berusia tiga
puluhan, yang tadi telah melepaskan jarum emasnya untuk
mencegah Hek Sin Ho menurunkan tangan kematian kepada
sipengemis tua. telah berkata :
"Hemm, apakah kau ingin menyaksikan ke pandaian murid2
Kun Lun Pai? Apakah engkau menganggap bahwa dirimu
dengan hanya memiliki kepandaian sedikit itu, bisa menjagoi
rimha persilatan dengan sekehendak hatimu?".
Ditegur begitu tentu saja Hek Sin Ho jadi meluap darahnya.
Dia tidak kenal dengan kesepuluh murid KunLun Pai itu, tetapi
mereka telah demikian lancang mencampuri urusannya dan
juga beberapa kali berusaha mengeluarkan kata2 sindiran dan
ejekan, yang seperti meremehkannya
Karena murkanya, maka Hek Sin Ho telah membentak :
"Jangan maju seorang, karena akan percuma saja ! Kalian
maju serentak sepuluh !".
Tentu saja mendongkol dan murka sekali sepuluh murid
Kun Lun itu. dengan mengeluarkan! suara "sreett" berulang
kali, kesepuluh murid Kun Lun itu telah mencabut pedang
mereka masing2, sehingga di sekitar tempat itu jadi dingin
oleh pancaran pedang itu.
Disamping itu, dengan kecepatan bukan main, mereka
telah melompat dan mengambil kedudukan dalam bentuk
barisan, yaitu sebuah! tin.
"€abut senjatamu!" bentak mereka sampil berbareng.
Suara mereka lantang sekali.
Hek Sin Ho memandang dengan sorot mata yang tajam, dia
seperti tengah mempertimbangkan kekuatan kesepuluh
lawannya itu.
Dengan kecepatan yang bukan main, tahu2 tubuh Hek Sin
Ho telah berjongkok.
Dia telah mengambil sebatang ranting, dia
mengibas2kannya.
Dan gerakannya itu Cepat dan kuat sekali menimbulkan
suara dengungan.
"Aku mempergunakan ini saja untuk menghadapi sepuluh
ekor anak tikus." katanya dengan suara yang sengaja
dikeraskan untuk mengejek kesepuluh lawannya.
Tentu saja, hal itu membuat kesepuluh murid Kun Lun itu
jadi murka bukan main.
Dengan cepat Sekali dia telab mengeluarkan suara
bentakan keras, dan telah melancarkan serangan. Tiga orang
diantara mereka melancarkan serangan serentak dari
belakang, sedangkan tiga orang lainnya dari arah samping.
Gerakan mereka itu cepat bukan main, karena memang
mereka telah mempergunakan pedang mereka itu bagaikan
kilat cepatnya.
dan mata pedang mengincar bagian yang berbahaya
ditubuh Hek Sin Ho.
Tetapi Hsk Sin Ho sama sekali tidak gentar, dia tidak
menjadi gugup.
Dengan gerakan yang manis, dengan melengkungkan
tubuhnya sedikit, dengan menggerakkan cabang yang berada
ditangannya, dia telah menotok dua batang pedang yang
menyambar dari belakang sehingga pedang itu berobah arah.
sedangkan sambaran pedang yang satunya dielakkan dengan
gerakannya itu. Dan pedang lainnya yang menyambar dari
samping kiri dan kanan dengan kecepatan bukan main, telah
ditendang oleh kaki kirinya, sehingga pedang terpental,
sedangkan pedang yang satunya disikutnya.
Tentu saja Hek Sin Ho menyikut bukan dengan
sembarangan sikut, sebab sikutnya itu telah mengandung
kekuatan tenaga dalam yang dahayat sekali, maka tidak
mengherankan jika pe dang lawannya terpental, bahkan
tergetar dan hampir terlepas dari cekalan murid KunLun Pay
itu, karena telapak tangannya telah terluka.
Keruan saja murid2 Kun Lun Pay itu jadi terkejut bukan
main melihat hebatnya pemuda itu.
Didalam satu gebrakan saja, selain dia meloloskan diri dari
kelima serangan lawannya yang datangnya dengan serentak,
dia juga berihasil membuat lengan dan telapak tangan
lawannya terluka.
Bukan main kagetnya kesepuluh murid Kun Lun Pay itu.
mereka tersentak melompat mundur.
"Mana kepandaian kalian yang tadi kalian sebut hebat itu?"
ejek Hek Sio Ho.
Muka kesepuluh murid Kun Lun itu jadi berobah merah,
mereka murka bukan main, bahkan tubuh mereka menggigil
menahan kemarahan yang meluap2.
"Kepung dari jarak dekat." berseru salah seorang diantara
mereka, yang rupanya memang menjadi pemimpin dari
barisan tersebut.
Sesungguhnya kesepuluh murid dari Kun Lun itu
mempergunakan ilmu barisan Kun Lun Pat Tauw Tin, dan ilmu
itu merupakan ilmu mengepung yang sangat hebat sekali,
mereka selalu maju sepuluh orang, dan setiap pintu dijaga
oleh dua orang, maka dari itu sulit sekali pihak lawan
membobolkan kepungan tersebut.
Tetapi Hek Sin Ho yang dalam1 satu gebrakan telah
berhasil memukul pecah barisan itu, merupakan peristiwa
yang benar2 mengejutkan sekali.
Maka dari itu, tidak mengherankan jika kesepuluh murid
Kun Lun itu agak bimbang. Tetapi walaupun bagaimana
mereka yakin bahwa barisan mereka sangat kuat, tadi
disebabkan kurang waspada dan memandang lawannya
dengan remeh dan ringan membuat mereka hampir dicelakai
lawan.
Maka dari itu, setelah yang menjadi pemimpin mereka itu
mengeluarkan seruan agar mengadakan penyerangan yang
rapat, mereka telah mengurung dan juga melancarkan
serangan dengan sikap yang jauh lebih hati2.
Dengan cepat sekali, gerakan2 pedang mereka itu bagaikan
naga melingkar, menikam dan menabas cepat sekali silih
berganti.
Setiap kali Hek Sin Ho ingin menangkis atau menyampok
serangan salah seorang lawannya maka lawannya itu telah
menarik pulang pedangnya.
Sedangkan kawannya yang lain telah melancarkan
serangan dari jurusan lain.
Tentu saja lama Kelamaan telah mumbuat Hek Sin Ho repot
juga, karena kesepuluh orang murid Kun Lun Pai itu seperti
juga bertempur dengan caranya yang bergerilya.
Cepat bukan main, dengan mempergunakan rantingnya,
Hek Sin Ho telah merobah cara bersilatnya. Dia telah
menerjang kekiri, tetapi sesungguhnya menyampok kekanan.
Dan begitu sebaliknya.
Dengan cepat sekali belasan jurus telah lewat dan disaat
itu, dengan kecepatan yang bukan main hebatnya, kaki kanan
Hek Sin Ho menendang kearah perut salah seorang lawannya
yang berada disamping kirinya, sehingga lawannya itu telah
tertendang bergulingan diatas tanah...
Sembilan murid Kun Lun lainnya jadi kaget bukan main, dia
sampai mengeluarkan suara seruan kaget dan cepat2
memperhebat serangannya, karena mereka bermaksud
merintangi Hek Sin Ho melancarkan serangan susulan.
Tetapi Hek Sin Ho sambil tertawa dingini telah berkata :
"Hemm, barisan butut, Ilmu apa yang kalian pergunakan?"
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat bukan main Hek
Sin Ho telah menggerak2kan ranting ditangannya, dia
mengancam akan menusuk mata dari lawan2nya.
Itulah serangan yang sangat berbahaya.
Walaupun Hek Sin Ho hanya mempergunakan ranting
belaka, namun karena yang diincar adalah biji mata, bagian
yang terlemah dari anggota tubuh manusia, dengan sendirinya
kesembilan lawannya itu berulang kali harus melompat
mundur menjauhi diri dari Hek Sin Ho.
Dengan Sendirinya pula, barisan itu telah terpukul pecah
kembali.
Sedangkan murid Kun Lun yang tadi telah ditendang oleh
Hei Sin Ho. tengah merayap bangun dengan muka yang
berlumuran darah, justru tadi waktu dia terlempar dan
terguling akibat tendangan Hek Sin Ho, mukanya telah men
cium tanah, sehingga dari hidungnya mengucur darah segar,
karena hidungnya itu telah menjadi bocor.
Hek Sin Ho tidak berdiam diri, dengan cepat dia telah
melancarkan serangan yang lebih hebat lagi dengan serangan
yang mengandung kekuatan tenaga menyerang yang bisa
mematikan.
Tidak mengherankan jika serangan yang dilancarkan oleh
kesembilan murid Kun Lun disaat2 selanjutnya tidak ada
artinya, karena mereka telah terpecah belah dan tidak kompak
dalam satu ilmu lagi.
Saat itu. tampaklah Hek Sin Ho berulang kali
menggerakkan rantingnya dengan gerakan sangat cepat
sekali, dia telah berhasil menotok jalan darah dua orang
lawannya, sehingga kedua lawannya yang tertotok jalan
darahnya itu segera rubuh rebah ditanah tanpa dapat
bergerak lagi.
Jika memang seorang lawan seorang, maka murid2 Kun
Lun itu bukan menjadi tandingan Hek Sin Ho. Maka disaat
barisan tin mereka itu terpukul peoab dengan mudah Hek Sin
merubuhkan mereka seorang demi seorang.
Tadi kesepuluh orang murid Kun Lun itu ingin
mengandalkan kekuatan dan kekompakan barisan tin mereka,
namun setelah Hek Sin Ho berhasil memukul pecah barisan
itu, dengan sendirinya telah membuat mereka jadi kelabakan
dan kucar kaeir demikian rupa.
Maka dari itu bisa dibayangkan betapa hebatnya
kepandaian yang telah diperlihatkan oleh Hek Sin Ho, dengan
sendirinya mau tak mau didalam hal ini memang membuat
kesepuluh murid Kun Lun pai itu kagum tidak habisnya,
Sedangkan sipengemis tua itu yang sejak tadi telah berdiri
dipinggir dengan mata yang memandang tajam, telah
berulang kali memperdengarkan suara tertawa dingin.
Sejak tadi dia telah memutar otak, untuk mencari jalan
guna merubuhkan Hek Sin Ho,
Seperti diketahui sipengemis tua itu memang menaruh
dendam kepada Ouw Hui dan Ouw It To.
Tidak mengherankan disaat itu walaupun bagaimana dia
tidak bisa melepaskan Hek Sin Ho dari tangannya setelah dia
mengetahui bahwa Hek Sin Ho adalah putera Ouw Hui.
Dengan Cepat dia telah merencanakan sesuatu yang tidak
begitu terpuji, yaitu dia. bermaksud meminjam tangannya
kesepuluh murid Kun lun Pai untuk mengepung Hek Sin Ho.
Karena telah bertekad begitu, dengan cepat pengemis tua
itu telah berseru nyaring. "Hem tngkau benar2 terlalu kurang
ajar, telah berani berlaku begitu lancang terhadap kesepuluh
tayhiap dari Kun Lun San, Dengan mempergunakan kelicikan
engkau telah merubuhkan mereka Sesungguhnya jika
memang bertempur secara sungguh2, jangan harap engkau
bisa meng harapkan bisa menandingi ilmu sejati mereka! Aku
Liang Ku Kay berani memotong leher jika sampai engkau bisa
marubuhkan mereka!"
Mendengar perkataan sipengemis tua itu tentu saja
kesepuluh murid Kun Lun jadi merah mukanya. Disamping
malu, mereka juga jadi nekad.
Merekapun telah terpikir, tidak mungkin mereka yang
berjumlah sepuluh orang, yang umumnya memang memiliki
kepandaian yang sangat tinggi sekali, bisa dirubuhkan oleh
seorang pemuda yang masih berusia begitu muda.
Maka dari itu, dengan sendirinya kesepuluh murid Kun Lun
Pai itu jadi nekad. Mereka telah berusaha mamusatkan tenaga
mereka, berusan ia menahan sakit dan telah berusaha
membentuk barisan tin mereka lagi.
Menang kesepuluh murid Kun Lun Pai itu memiliki
kepandaian yang tidak terlalu luar biasa, tetapi pasukan tin
mereka itupun bukan kepandaian yang bisa diremehkan,
karena dengan pasukan tin itu mereka telah merubuhkan
banyak sekali jago2 ternama didalam rimba persilatan.
Maka dari itu, alangkah penasarannya mereka jika harus
tunduk terhadap diri seorang pemuda yang masih hijau seperti
Hek Sin Ho.
Walaupun bagaimana mereka ingin menebus malu yang
telah mereka peroleh itu.
Cepat sekali mereda mengatur kembali barisan mereka
yang tadi telab pecah berantakan-
"Memang kepandaian Kiesu (orang gagah) cukup luar
biasa, tetapi kami justru ingin coba sekali lagi untuk minta
pengajaranmu...!" kata salah seorang diantara mereka dengan
suara mengandung kebencian.
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat Mereka dia
mengeluarkan suara nyaring. "Tutup Tauw, serang Siong,
hantam Tang dan Kim gempur Liang, tindih Hang!" dan sambil
berseru2 begitu dengan cepat sekali dengan gerakan yang
gesit, orang itu telah membuka mendahului penyerangan
kepada Hek Sin Ho.
Pedang ditangan kanannya telah menyambar kearah leher
Hek Sin Ho, gerakannya memang sangat berbahaya. Dia
percaya, jika tadi mereka bersepuluh sampai bisa dirubuhkan,
karena mereka memang kurang waspada.
Maka dari itu, mau tidak mau memang dia harus dapat
melancarkan serangan yang bersungguh2 dan jauh lebih
hati2.
Setiap serangan yang mereka lakukan itu merupakan
serangan2 yang mematikan, dan terlebih lagi kini mereka
melancarkan serangan itu dengan tikaman dan tebasan yang
mengincar bagian yang bisa mematikan.
Saat itu Hek Sin Ho telab memandang dengan sikap
mengejek.
Berulang kali dia telah berkata : "Hemm kepandaian butut
seperti ini mana bisa menandingi kepandaianku ?".
Dan setelah berkata begitu, dengan suara yang
mengguntur, dia telah menggerak2an ranting ditangannya,
dengan cepat sekali dia telah menyampok dan menangkis
beberapa serangan lawannya
Walaupun kesepuluh lawannya itu mempergunakan ranting
belaka, karena dia telah menggerakkan tenaga lwekangnya
keranting itu, sehingga dengan sendirinya ranting itu kuat
melebihi baja.
Dan juga, disamping rantingnya itu, Hek S|n Ho telah
mempergunakan kegesitan, kecepatan kakinya dalam hal
menendang lawannya, dan kedua tangannya itu yang
digerakan setiap kali secepat kilat,
Tidak mengherankan, kalau kesepuluh murid Kun Lun Pai
itu tidak bisa burdaya untuk merubuhkannya, tetapi juga
mereka tidak bisa Merlancarkan serangan yang terlalu gencar.
Keadaan seperti ini sesungguhnya telah membuktikan
bahwa kepandaian yang dimiliki Hek sin Ho sesungguhnya
merupakan kepandaian yang luar biasa dan berada diatas
Kepandaian mereka.
Namun Sebagai manusia, kesepuluh murid Kun Lun itu
walaupun telab mengetahui dirinya bukan menjadi tandingan
Hek Sin Ho, nyatanya mereka sangat penasaran sekali,
sehingga mereka tetap melancarkan serangan.
Bahkan tiga orang diantara mereka telah menjadi nekad
bukan main.
Dengan cepat sekali, mereka telah melancarkan serangan
yang bertubi2 dengan pedang mereka, tanpa memperdulikan
lagi keselamatan mereka, seperti juga mereka memang ingin
mati bersama dengan Hek Sin Ho.
Melihat hasutannya memberikan hasil, dengan sendirinya
sipengemis tua yang menamakan dirinya sebagai Liang Ku Kay
itu girang bukan main.
Dia telab berpikir, jika didalam beberapa jurus lagi
kesepuluh murid Kun Lun Pay itu tidak bisa juga mendesak
rubuh Hek Sin Ho diapuH akan turun kegelanggang.
Tadi, kepandaiannya sendiri tidak bisa rubuhkan Hek Sin
Ho. Namun Hek Sin Ho juga tidak bisa ccpat2 merubuhkannya
karena memang kepandaian mereka berimbang.
Jika kali ini dia berlaku jauh lebih hati2 tentu dia bisa
menghadapi serangan2 Hek Sin Ho lebih baik lagi.
Maka dari itu, Liang Ku Kay hanya mengawasi menantikan
kesempatan yang baik untuk ikut turun tangan.
Ketika itu kesepuluh murid Kun Lun Pai berulang kali telah
mengeluarkan suara bentakan2 nekad.
Ketiga orang diantara mereka yang telah nekad itu
berulang kali melancarkan serangan yang mematikan tanpa
memikirkan keselamatan mereka, dan Hek Sin Ho berulang
kali telah berhasil menghantamkan ranting ditahannya itu
ketubuh mereka dengan keras sekali.
Bahkan suatu kesempatan, Hek Sin Ho telah berhasil
menotok lagi salah seorang, menotok jalan darah yang cukup
penting, sehingga lawannya itu telah terpelanting ditanah
dengan mengeluarkan suara keluhan panjang karena
menderita kesakitan yang bukan main.
Saat itu Liang Ku Kay sudah tidak bisa menahan diri lagi,
karena dia melihat murid! Kun Lun Pai itu mulai terdesak
hebat.
Jika memang keadaan seperti itu dibiarkan berlarut2, tentu
saja yang celaka adalah murid murid Kun Lun Pai itu.
Dengan lompatan yang indah bukan main, dengan gerakan
yang gesit sekali, tampak Liang Ku Kay telah melancarkan
serangan mempergunakan tangan kanannya.
Gerakan yang dilakukannya itu bukan main kuatnya, karena
dia telah mengerahkan tenaga dalamnya ditelapak tangannya.
Kali inipun dia mengerahkan tenaganya itu bukan sebagian
tetapi justru seluruh kekuatan yang ada padanya.
Tentu saja serangan yang dilancarkannya itu menimbulkan
angin yanp berkesiuran keras sekali
Cepat luar biasa, tampak tangan Liang Ku Kay telah
dihantam oleh ranting Hek Sin Ho.
Walaupun ranting itu bentuknya kecil, tetapi memiliki
kekuatan yang sangat dahsyat.
Karena nyaknya Liang Ku Kay telah melompat mundur
dengan terhuyung.
Tentu saja si pengemis tua ini jadi penasaran sekali, dia
telah melompat lagi melancarkan serangan yang jauh lebih
hebat lagi.
Serangannya kali ini mengincar batok kepala dari sipemuda
ini, yang Ingin dihantamnya sampai remuk.
Saat itu Hek Sin Ho tengah menghindarkan diri dari dua
tikaman kedua murid Kun lun Pay. dan rupanya dengan
mempergunakan silatnya Hek Sin Ho tengah sibuk begitu,
justru itu telah melancarkan serangannya yang hebat.
Tidak mengherankan jika Hek Sin Ho jadi terkejut juga, dia
sampai mengeluarkan seruan tertahan.
Tetapi Hek Sin Ho memang liehay bukan main, dia tidak
takut dan juga tidak menjadi gugup.
Dengan mengeluarkan suara siulan yang talang, dengan
mengeluarkan tenaga dalamnya ini disalurkan diujung
rantingnya itu, tahu tahu Hek Sin Ho telah bergerak
menyampok kedua batang pedang yang tengah menyambar
kearah dirinya, sehingga kedua pedang itu telah terlontar
jauh2. Dan telapak tangan Liang Ku Kay yang menyambar
kearah kepalanya itu. telah dikelit memiringkan kepalanya.
Tanpa buang waktu lagi. tampak Hek Sin Ho telah
menggerakkan tangan kanannya, dia telah menghantam hebat
sekali kearah dada sipengemis tua itu.
Serangan yang dibancarkan oleh Hek Sin Ho bukan main
hebatnya, serangan itu bukan hanya menimbulkan angin
serangan yang menderu2 tetapi juga menyebabkan dada
Liang Ku Kay jadi tertekan hebat dan napasnya menjadi sesak.
J
Tentu saja keadaan seperti itu membuat semangat Liang
Ku Kay seperti terbang meninggalkan raganya, dia kaget
bukan main, dengan mati2an dia telah melompat mundur,
untuk menjauhi diri dari serangan itu.
Tetapi serangan yang dilancarkan oleh Hek Sin Ho hebat
bukan main, tenaga serangan itu seperti telah mengunci Jalan
mundurnya Si pengemis tua itu.
Dan belum lagi dia menyadari apa yang terjadi, justru
disaat itu telah terasa dadanya seperti ingin meledak dan
diluar dari keinginannya, sipengemis tua itu telah berteriak
dengan suara jeritannya.
Tubuhnya juga telab terpental keras sekali, setinggi lima
tombak, dan kemudian ambruk ditanah.
Disaat dia ingin merangkak bangun, justru disaat itu juga
dia memuntahkan darah segar.
Tubuhnya lemas dan dia rubuh menggeletak tidak sadarkan
diri.
Tentu saja hal itu telah membuat kesepuluh murid Kun Lun
Pai jadi terkejut bukan main, muka mereka telah berobah
pucat semuanya.
Dengan sendirinya pula, percuma saja mereka melakukan
perlawanan terus karena hanya sia2 Maka dan berarti mereka
seperti mengantarkan jiwa belaka.
Tentu saja sedikitpun mereka tidak menyadari, bahwa Hek
Sin Ho sama sekali tidak bermaksud untuk mencelakai
mereka. Hanya disebabkan oleh sikap mereka yang sombong
dan angkuh, dengan sendirinya telah membuat Hek Sin Ho
naik darah dan menurunkan tangan agak telengas.
Saat itu Hek Sin Ho telah tertawa dingin mengandung
ejekan.
"Mengapa kalian berdiam diri saja? Ayo cepat maju ?
Mengapa berhenti menyerang ?" tantangnya.
Tentu saja ketujuh orang murid Kun Lun Pai yang belum
terluka tidak berani untuk menerjang maju lagi. Merekapun
merasakan tubuh mereka penat bukan main.
-oo0dw0oo-
Jilid 10
SALAH seorang diantara mereka telah membungkukkan
tubuh, menjura memberi hormat:
"Terima kasih atas petunjuk yang telah diberikan kiesu
kepada kami tentu kami tidak akan melupakan budi ini, suatu
saat kelak kami tentu akan mencari Kiesu untuk minta
pengajaran lagi." dan setelah berkata begitu, tanpa
menantikan jawaban Hek Sin Ho, dia telah mengisyaratkan
kawannya, untuk mengangkat kawan2 mereka yang terluka
dan tertotok.
Sedangkan Hek Sin Ho tidak menahannya, karena dengan
berkata begitu murid2 Kun Lun Pai telah menyatakan bahwa
mereka telah menyerah.
Dan memang sudah telah menjadi suatu peraturan tidak
tertulis, bahwa lawan yang telah mengaku menyerah kalah itu
tidak boleh didesak lagi dan harus diampuni.
Dengan cepat kesepuluh murid Kun Lun Pai itu telah berlalu
meninggalkan tempat tersebut dengan menunggangi kuda
mereka masing2.
Sedangkan sipengemis tua Liang Ku Kay telah dapat
merangkak bangun.
Dia telah mengawasi Hek Sin Ho dengan sorot mata yang
bengis sekali:
"Hari ini ternyata aku kembali dirubuhkan oleh orang she
Ouw! heran, belasan tahun yang lalu aku telah dirubuhkan
oleh ayahmu: yaitu Ouw Hui, sekarang oleh kau. maka aku
merupakan manusia yang tidak punya guna! Biarlah! Biairlahl
Lima tahun lagi aku akan mencari kalian ayah dan anak untuk
meminta petunjuk lagi."
Dan setelah berkata begitu, dengan langkah kaki yang
terpincang2 sipengemis tua itu telah meninggalkan tempat
tersebut, untuk berlalu.
Hek Sin Ho juga tidak menahan sipengemis, walaupun dia
mengetahui bahwa pengemis tua itu memusuhi ayahnya,
tetapi mengingat tadi dia telah melukainya, itupun dikiranya
telah lebih dari cukup. maka dari itu kepergian sipengemis itu
tidak dihalanginya.
Saat itu setelah semua lawannya itu berlalu. Hek Sin Ho
pun melemparkan ranting, ditangannya, kemudian dia
meninggalkan tempat itu juga, dengan berlari2 untuk mencari
sigadis yang biasanya dipanggil sebagai si Pucat, yang telah
bawa adat dan meninggalkannya karena pertengkaran
mengenai persoalan Tong Keng Hok.
Hek Sin Ho mengambil arah selatan, hatinya terkadang
gelisah, kareta tidak jarang dia diliputi oleh perasaan benci,
bahwa Selama perkenalan dengan sigadis yang disebutnya si
Pucat itu. sigadis tersebut yang tindak-tanduknya sangat aneh
dan diliputi oleh kabut rahasia, Hek sin Ho telah kenyang
dimaki tidak habisnya. Tentu saja jika dia tengah teringat
begitu, dia jadi berpikir untuk membatalkan maksudnya
mencari gadis itu.
Namun jika dia teringat betapa sigadis selalu melayaninya
makan dengan baik, selalu membiarkan dia dulu mengambil
makanan yang disenangi, melayaninya dengan manis, dan
setelah itu si Pucat baru makan, hal itu telah membuat hati
Hek Sin Ho jadi tergoncang.
Terlebih lagi jika dia teringat betapa sigadis sering
memandang dirinya dengan sinar mata yang sangat aneh
sekali, sinar mata yang memancarkan suatu perasaan, maka
disaat teringat begitu hati Hek Sin Ho jadi tergoncang keras
dan dia ingin sekali cepat bersua...
Tetapi justru sigadis yang telah menghilang tanpa
meninggalkan jejak. Itulah yang telah membingungkan sekali
bati Hek sin Ho.
Hek Sin Ho berjalan terus dengan hati diliputi berbagai
perasaan, sampai akhirnya dia tiba dipermukaan pintu sebuah
kampung yang tidak begitu besar.
Pemandangan yang dilihatnya sungguh mengenaskan
Sekali. Karena sekitar tempat tersebut kering, bahaya
kelaparan melanda semua penduduk kampung tersebut,
disamping tampak wanita-wanita tua dengan anak2 mereka
yang kurus dengan tulang2 paikut (iga) yang terlihat nyata,
menunjukan bahwa mereka kurang makan, Begitu pula
wanita2 tua itu. yang kurus dan pucat, dengan mata yang
tidak bersinar memperlihatkan bahwa mereka sangat
menderita sekali.
Maka dari itu, dengan melihat pandangan seperti ini,
dengan sendirinya darah Hek Sin Ho jadi meluap lagi kepada
pemerintah penjajah. Walaupun bagaimana, hatinya jadi
teriris, dia menyadarl bahwa tentara penjajah selalu bertindak
sewenang2, main rampas, main perkosa, menindas,
memfitnah dan sebagainya. dan yang celaka adalah rakyat
jelata juga.
Keadaan seperti ini benar2 membuat Hek Sin Ho jadi
bertekad, walaupun bagaimana ia ingin berjuang untuk
kepentingan rakyat banyak.
Hek Sin Ho juga berpikir, jika kelak sudah tiba saatnya, dia
ingin menggabungkan diri dengan para pendekar Ang Hwa
Hw«e untuk mempersatukan dengan Cong Pocu dan Tan Kee
Lok.
Walaupun bagaimana Hek Sin Ho memang sudah
memutuskan untuk berjuang, bertekad untuk membela
kepentingan rakyat banyak.
Disaat itulah, tiba2 Hek Sin Ho mendengar suara tangis
yang menyedihkan dari balik sebuah rumah.
Hek Sin Ho jadi menghentikan langkah kakinya, karena dia
mendengar suara tangis terisak itu demikian menyedihkan,
dengan sendirinya Hek Sin Ho ikut tersayat hatinya. Dia
memperhatikan sekitarnya dia melihat tidak ada seorangpun
disekitarnya, hanya rumah2 yang telah buruk tidak terawat.
Suara tangisan itu tangisan! seorang wanita, dan berasal dari
belakang sebuah rumah.
Maka Hek Sin Ho segera menghampiri sebuah rumah, dia
mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat itu.
Suara tangisan lenyap. Keadaan sunyi sekali. Hek Sin Ho
mengulangi ketukan dipintu itu.
Suara tangisan itu tetap lenyap tidak terdengar lagi, bahkan
terdengar suara bisik-bisik yang gemetar tampaknya orang
didalam rumah itu tengah ketakutan bukan main.
Hek Sin Ho telah mengetuk lagi sambil tanyanya : "Apakah
didalam ada orang ?"
Waktu bertanya begitu, suaranya sabar dan ramah agar
tidak meninggalkan kesan buruk bagi si tuan rumah.
orang bertanya dari dalam rumah itu.
"Siauwte pengelana yang tersesat dan ingin berteduh
sejenak " menyahuti Hek Sin Ho
Tidak lama kemudian, setelah berdiam diri dalam keraguan,
pemilik rumah, itu terdengar melangkah mendekati pintu,
membuka pintu.
Dialah seorang wanita tua berusia lanjut, telah enam puluh
tahun lebih, disampingnya tampak seorang anak lelaki kecil-
Mereka tengah berpelukan dengan ketakutan sedangkan
sianak lelaki kecil itu telah memandang Hek Sin Ho dengan
sorot mata ketakutakutan bukan main.
"Si... siapa ?" akhirnya terdengar seorang wanita tua juga
memandang Hek Sin Ho dengan curiga, namun setelah
melihat Hek Sin Ho tidak mengenakan pakaian seragam
militer, dan memang merupakan pemuda biasa saja, membuat
hati nyonya itu agak tenang.
"Kongcu..... kami tidak memilik apa apa lagi yang bisa
disuguhkan kepademu...." kata wanita tua itu setelah
mempersilahkan Hek Sin Ho masuk.
Hek Sin Ho merogoh sakunya, dia mengeluarkan sebuah
Goanpo. yarg beratnya hampir sepuluh tail. Diserahkan
kepada nenek tua itu.
"Ambillah untukmu nyonya" katanya dengan suara
bersungguh sungguh.
Tentu saja wanita tua itu jadi terkejut bukan main, dia
memandang goanpo itu dengan mata yang terpentang lebar2,
seperti tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Ambillah !" kata Hek Sin Ho lagi. "Kongcu Kau?" "Ambillah
!"
Dan Hek Sin Ho telah megangsUrkan goanpo itu lebih dekat
lagi.
Si nenek telah menerimanya, kemudian mengajak lelaki
kecil itu untuk berlutut.
Tidak habisnya mereka mengucapkan terima kasih dengan
perasaan bersyukur.
"Tadi aku mendengar nyonya menangis begitu sedih
sesungguhnya kesulitan apakah yang menimpa keluarga
nyonya?" tanya Hek Sin Ho.
Ditanya begitu, maka sinenek telah berobah Hilir, lagi2
diapun telah menangis, Sianak kecil itu juga telah menangis.
"Ayah, ibu!" terdengar suara perlahan dari anak lelaki itu
Sesungguhnya, sinenek mulai bercerita sambil menyusut air
matanya. "Peristiwa yang telah menimpa keluarga kami sama
dengan peristiwa penasaran yang menimpa keluarga dari
ratusan ribu keluarga lainnya."
"Apakah itu?" tanya Hek Sin Ho, walaupun dia telah bisa
menduga sebagian.
"Rumah kami telah didatangi beberapa orang siewie
(tentara pengawal istana), yang telah merampas mantuku dan
membinasakan anakku ..... celakanya, mereka juga telah
merampas seluruh barang-barang yang masih ada pada kami,
termasuk beras..... Maka dari itu, kami mana mungkin tidaK
berduka, karena untuk makan saja dihari - hari esok, sudah
membingungkan dan sudah tidak ada lagi...."
Dan setelah berkata begitu, sinenek telah menangis sambil
menunjuk kearah ruang dalam Hek Sin Ho melongok kedalam,
hatinya jadi tergoncang.
Diatas sebuah pembaringan yang buruk sekali tampak
menggeletak sesosok tubuh, dengan leher yang berlumuran
darah, dimana leher itu hampir putus akibat bacokan senjata
tajam.
Itulah seorang lelaki berusia tiga puluh tahun, yang binasa
dengan penasaran, karena mayatnya itu tetap mendelik lebar
lebar..... dialah tentunya putera sinenek, yang telah dianiaya
oleh para siewie yang mendatangi rumah mereka.
Tentu saja Hek Sin Ho murka bukan main.
Dengan tubuh gemetar menahan murka, dia telah bertanya
: "Apakah para siewie itu telah pergi lama ?"
Sinenek menggeleng,
"Belum... mungkin baru sepeminuman teh dan menurut
kata2 yang kudengar dari percakapan mereka, semua siewie
itu pergi kekampung barat, dan sore ini mereka pasli akan
lewat kembali dikampung ini untuk pulang kekantor
Tihu."
Darah Hek Sin Ho meluap.
Dia telah menyaksikan banyak sekali penderitaan rakyat
jelata.
Disamping itu juga dia melihat, bukan hanya pembesar
negeri yang menindas rakyat lemah, yang main rampas dan
selalu menyiksa rakyat dengan beban pajak yang berat2.
Disamping itu, para tentara negeri bawahan juga telah
bertindak sewenang2 mempergunakan kesempatan disaat
negara tengah kacau seperti itu.
"Biarlah aku menantikan mereka disini, nanti aku akan
menghajar mereka!" kata Hek sin Ho dalam murkanya.
Tentu saja sinenek jadi kaget.
"inkong (tuan penolong) jangan terlibat oleh mereka, jika
mereka mengetahui bahwa Inkong memiliki barang yang
cukup banyak, niscaya mereka akan mengganggu Inkong."
"Justru aku tengah menantikan mereka untuk memberikan
hajaran yang setimpal, agar mereka mengetahui bahwa tidak
semua orang bisa diperlakukan dengan sewenang2 oleh
mereka."
Dan setelah berkata begitu, Hek Sin Ho duduk, dia ingin
menantikan rombongan siewie yang menurut kata sinenek
sore ini akan lewat dikampung ini lagi.
Hek sin Ho disuguhkan air teh belaka, karena memang
sinenek tua itu sudah tidak memiliki barang apa2 lagi yang
bisa didahar.
Hek Sin Ho kemudian banyak mendengar dari sineneK,
betapa penderitaan rakyat yang tertindas, yang tidak berdaya
melawan. Setiap lelaki kampung berusaha mencegah tindakan
yang sewenang2, tentu akan dibunuh dengan kejam dan
telengas sekali.
Tentu saja, perbuatan itu merupakan perbuatan yang
rendah dan terkutuk sekali, tetapi karena memang penduduk
kampung sudah tidak berdaya dan tidak memiliki keberanian
menghadapi tentsra negeri yang berseragam lengkap, dengan
senjata tajam yang lengkap pula, maka mereka hanya
menyerah diperlakukan bagaimanapun oleh tentara negeri itu.
Yang kasihan adalah kaum wanita juga. tidak perduli gadis
atau isteri orang, mereka niscaya akan dirampas, untuk
dijadikan permainan oleh pasukan tentara itu, yang akan
digilir sampai mereka menjadi mati sendirinya, membunuh diri
karena tidak sanggup menerima hinaan seperti itu...
Sedangkan suami2 mereka, umumnya dibinasakan, seperti
yang terjadi didiri anaknya sinenek tersebut."
Maka dari itu, mau atau tidak memang keadaan seperti ini
telah membuat darah Hek Sin Ho semakin mendidih saja.
Walaupun bagaimana dia memang telah bertekad untuk
menghajar semua pengawal istana yang telah membinasakan
anaknya sinenek dan merampas mantunya si nenek itu..... dan
yang harus dikasihani adalah cucu sinenek, anak lelaki kecil
itu, yang hanya dapat menangis saja.
Dengan muka yang merah padam Hek Sin Ho menantikan
dengan tidak sabar dimuka rumah sinenek, menantiken
tibanya kembali pasukan siewie itu.
Setelah menanti sesaat lamanya, dimana si nenek dan
cucunya ketakutan setengah mati, dari kejauhan terdengar
suara ramainya tapak kaki kuda.
Dan juga disamping suara kaki kuda yarg riuh, pun
terdengar suara yang ramai dari beberapa orang yang
bercakap cakap riuh dan suaranya lantang.
Debu juga telah mengebut tinggi. Disaat itulah Hek Sin Ho
telah melibatnya, dari arah barat mendatangi serombongan
penunggang kuda.
Jumlah mereka mungkin belasan orang dan penunggang
kuda itu semuanya memakai seragam tentara yang
mentereng.
Disamping belasan penunggang kuda itu. tampak beberapa
wanita yang berlari2 terseret oleh pasukan itu, karena kedua
tangan mereka diikat oleh seutas tambang dan ujung tambang
yang satunya lagi dipegang oleh seorang tentara, sehingga
disaat kuda itu dipacu, berarti wanita itu harus berlari2
mengikutinya jika memang dia tidak mau dirinya terseret
hancur dijalan berbatu itu...
Biadab sekali perbuatan pasukan tentara itu, dan mata Hek
Sin Ho jadi merah.
Disaat seperti itulah, dengan mengeluarkan suara bentakan
karena sangat murka sekali, Hek Sin Ho telah melompat
berdiri, dia menantikan kedatangan para siewie biadab itu.
"Tutuplah pintu rumahmu, nyonya." kata lek Sin Ho waktu
melihat nenek tua itu bersama cucunya berpelukan menangis
karena ketakutan bukan main.
Nyonya itu menuruti kata2 Hek Sin Ho, cepat2 dia menutup
pintu rumahnya, sedangkan Hek Sin Ho tetap berdiri diluar
rumah sinenek
Saat itu rombongan tentara negeri, yang semuanya
memakai seragam siewie, telah tiba dekat.
Suara mereka dan ringkik kuda sangat ramai, Tidak
seorangpun penduduk kampung yang berani keluar dari
rumah mereka, karena jiwa mereka tengah dicengkeram oleh
perasaan takut yang bukan main.
Saat itu, beberapa orang siewie telah melihat Hek Sin Ho,
meledaklah tertawa mereka, dan rombongan tentara negeri ini
telah menghentikan kuda mereka disaat seseorang berteriak
"Berhenti."
Seorang siewie lainnya telah berkata dengan suara yang
lantang, yang diselingi oleh suara tertawanya yang bergelak:
"Akhh, lihat! Kukira tadinya kuali yang tengah disangkutkan
didinding tidak tahunya ada yang punya?"
"Hahaha, sungguh aneh sekali seorang manusia bisa
memiliki muka seperti pantat kuali Akhhhb, jika aku memiliki
anak yang seperti itu, tentu aku menyediakan seribu sikat
kawat untuk menyikatnya agar menjadi bersih."
"Ya, sungguh lucu mukanya!"
"Hemmm, usianya masih muda tetapi matanya sangat
kurang ajar sekali!"
"Ya, dia belum mengenal siapa kita"
"Mungkin tetapi yang terpenting si pantat kuali ini harus
menerima ini!" kata yang orang lagi.
Dan siewie yang seorang itu, sambil kata demikian dia telah
memajukan kudanya.
Setelah menghampiri Hek Sin Ho dijual yang cukup dekat,
disaat mana Hek Sin Ho masih berdiri ditempatnya saja, tahu2
siewie Itu telah menggerakkan cambuknya, sehingga cambuk
itu menggeletar ditengah udara. lalu dengan bengis sekali,
dengan disertai oleh tertawanya, cambuk itu turun menuju
kearah muka Hek Sin Ho.
Tetapi belum lagi ujung cambuk Menemui sasarannya
disaat itu suara tertawa siewie telah berhenti, diganti oleh
jeritan yang menyayatkan, karena tubuhnya tahu2 telah
terlempar diatas tanah dengan keras sekali, dan terangkat dari
kudanya terbanting diatas tanah dengan keras sekali,
sehingga tubuhnya melingkar2 diatas tanah tanpa bisa segera
bangun, karena tulang punggungnya dirasakan sakit luar
biasa, dia menjerit2 kesakitan seperti seekor anjing yang
terkuing2 karena dihajar.
Kawan2 siewie yang lainnya jadi terkejut bukan main,
mereka telah mengeluarkan suara seruan tertahan dengan
murka.
Dengan seperti telah berjanji, semua siewie itu telah
melompat turun dari kuda mereka sambil mencabut golok
masing2.
Ternyata, tadi waktu siewe yang seorang akan menghajar
mukanya dengan mempergunakan Cambuknya itu, Hek Sin Ho
telah mengulurkan tangannya, dia telah mencekal ujung
cambuk dia mencekalnya keras sekali, dengan mengerahkan
sedikit tenaga dalamnya, yaitu lwekang, dia telah menghentak
cambuk itu,
Siewie itu mana sanggup menahan tenaga hentakan Hek
Sin Ho?
Maka dari itu, tidak mengherankan jika tubuhnya seperti
sebuah bola yang telah melayang ditengah udara dan
terbanting ditanah dengan keras sekali.
Siewie2 yang lainnya semula terkejut, tetapi setelah
mencabut golok mereka mssing2 itu, dengan sikap
mengancam telah menghampiri kearah Hek Sin Ho.
Sebagai siewie belasan orang itu sesungguhnya merupakan
jago2 silat juga, hanya saja kepandaian mereka umumnya
merupakan kepandaian biasa saja.
Tetapi sikap mereka umumnya memang garang
menghadapi rakyat jelata, dan semau hati memperlakukan
rakyat jelata yang tidak berdaya itu.
Disaat itu Hek Sin Ho tetap berdiri tenang ditempatnya,
sedikitpun dia tidak merasa takut atau gugup melihat
kegarangan belasan siewie itu.
Malah Hek Sio Ho memang telah bertekad untuk menghajar
siewie2 itu
Maka, disaat belasan orang siewie itu maju dengan
goloknya, Hek Sin Ho justru berdiri dengan bertolak pinggang.
"Setan hitam !" teriak beberapa orang siwie itu.
"Apakah kau mencari mampus? Siapa kau Mengapa engkau
tidak mengetahui siapa kami dan berani berlaku kurang ajar
begitu ? Dosa besar seperti itu berarti kematian, apakah
engkau telah mengetahuinya?" Hek Sin Ho tertawa dingin.
"Hemmmmmm .... tidak perlu kalian terlalu banyak bicara."
katanya dengan suara yang tawar. "Justru hari ini kalian akan
kukirim ke Giam Ong,"
Yang dimaksudkan oleh Hek Sin Ho dengan sebut Giam
Ong itu tidak lain adalah Giam Lo Ong si raja akherad.
Saat-saat reperti itu telah menyebabkan para siewie
tersebut jadi murka sekali.
Dengan garang, mereka telah mengeluarkan suara
bentakan bengis.
Dan merekapun bukan hanya membentak, sebab mereka
telah menerjang maju sambil melancarkan serangan dengan
mempergunakan golok masing2.
Gerakan yang mereka lakukan itu bukan main hebatnya,
juga mereka menyerang dengan serentak.
Jika orang biasa yang mereka serang, niscaya jiwanya
siang2 akan melayang.
Mamun justru kali ini yang diserang adalah seorang
pendekar hebat dijaman itu, yaitu Hek Sin Ho. Mana Hek Sin
Ho memaudang sebelah mata terhadap serangan2 seperti itu?
Dengan mengeluankan suara siulan yang nyaring, tampak
tangan Hek Sin Ho bergerak2 dengan cepat sekali, didalam
waktu yang sangat tingkat, dia telah merampas beberapa
batang golok, yang kemudian dilemparkannya dengan gerakan
seenaknya.
Tentu saja siewie2 yang goloknya berhasil dirampas oleh
Hek Sin Ho jadi kaget sekali, mereka tertegun sejenak namun
akhirnya, mereka telah mengganti dengan cambuk kuda
mereka, ikut melancarkan serangan lagi.
Siewie2 yang lainnya dengan garang memperhebat
serangan mereka.
Mereka tidak yakin bahwa jumlah sedemikian banyak
mereka bisa merubuhkan dan membinasakan Hek Sin Ho yang
hanya seorang diri.
Tetapi kenyataan yang ada, setiap tangan dan kaki Hek Sin
Ho bergerak, disaat itu pula tubuh beberapa orang siewie
bergulingan terlempar dan menderita luka.
Dengan sendirinya, siewie2 itu mulai ragu ragu, mereka
mulai menduga2, entah siapa pemuda yang berkepandaian
hebat seperti ini.
Maka dari itu, cepat bukan main, dengan mempergunakan
golok masing2, mereka melancarkan serangan yang lebih
gencar dan hebat.
Setiap seraBgan mereka mengincar bagian2 yang
membinasakan, jika dapat merekapun memang ingin sekali
untuk mencingcang tubuh Hek sin Ho yang dianggapnya
sangat kurang ajar itu......
Semakin bertempur, Hek Sin Ho mengeluarkan suara
bentakan, dengan dibarengi dengan menghantamkan kedua
tangannya sekaligus.
Tiga orang siewie yang telah dihantam dadanya, tanpa
ampun lagi telah terjungkal rubuh kejengkang sambil meraung
mengeluarkan jeritan yang sangat mengerikan sekali, tampak
tubuh mereka berkelejatan dan tidak lama kemudian diam,
karena napas mereka telah putus.
Kawan2nya tentu saja jadi terkejut bukan main, walaupun
bagaimana kenyataan seperti Ini tentu saja membuat mereka
tertegun.
Namun tidak lama kemudian, dua orang diantara mereka
telah berteriak:
"Tangkap penjahat ! Tangkap penjahat." berseru mereka
Dan serentak mereka telah maju lagi.
Hek Sin Ho kali ini turun tangan tanpa segan2 lagi, karena
dia memang sudah muak melihat tingkah laku dari para
tentara negeri.
Dengan mengeluarkan suara bentakan yang mengguntur
lagi, tampak Hek Sin Ho menggerakkan sepasang tangannya
pula, dia telah menghantam dengan keras bukan main,
dengan pukulan yang dahsyat sekali.
Dengan sendirinya. Kali ini dari kedua telapak tangannya itu
telab meluncur angin serangan yang sangat kuat sekali,
dengan angin serangan yang seperti runtuhnya gunung.
Tidak ampun lagi, empat orang siewie yang maju paling
terdekat didepannya, telah terserang oleh tenaga pukulan itu,
sehingga tanpa ampun lagi, tubuhnya telah terjengkang
dengan memuntahkan darah segar, maka jiwa mereka juga
seketika itu melayang menghadap Giam Ong
Tentu saja hal itu telah membuat yang lainnya jadi kaget
bukan main.
Mereka juga jadi ketakutan setengah mati.
"Lari!" berseru mereka akhirnya dengan ketakutan yang
sangat, karena mereka telah menyaksikan betapa kepandaian
Hek Sin Ho hebat bukan main.
Disaat itu Hek Sin Ho yang tengah murka sudah tidak mau
memberikan kesempatan hidup kepada siewie2 itu.
Dengan cepat sekali, dia telah menjejakkan kakinya,
tubuhnya dengan cepat sekali telah melompat menyambar
punggung Kedua siewie Itu, yang dicengkeram, kemudian
dilemparkan ketengah udara, disaat tubuh kedua siewie itu
tengah meluncur turun dengan cepat Hek Sin Ho
menghantamkan kedua tangannya lagi dengan disertai tenaga
iwekangnya.
Maka dari itu, tanpa ampun lagi tubuh kedua siewie itu
terhantam jitu sekali.
Dan dengan mengeluarkan suara jeritan yang panjang
menyayatkan hati, tubuh kedua siewie itu telah terlambung
ketengah udara.
Disaat tubuh mereka ambruk ditaruh, maka mereka telah
tidak bernapas
Sisa yang lainnya jadi ketakutan setengah mati mereka
telah cepat2 berlutut menganggukkan kepala mereka meminta
ampun.
"Oh manusia pengecut tidak punya malu." membentak Hek
Sin Ho "Kalian hanya berani kepada orang yang lemah."
Dan tanpa mengindahkan sedikitpun juga permintaan
ampun dari siewie2 itu, Hek Sin Ho telah melompat kesamping
tiga orang siewie yang tengah berlutut, dia menggerakkan
kedua tangannya.
Maka hebat sekali, dari kedua telapak tangannya itu, telab
meluncur serangkum angin serangan yang dahsyat sekali,
yang telah menghantam siewie itu.
Tanpa ampun lagi tubuh pengawal, istana itu telah
terpental keras.
Dan disaat tubuh mereka jatuh ditanah, mereka sudah
tidak bernapas lagi.
Tentu saja sisa yang lainnya dari pengawal istana itu jadi
tambah ketakutan, mereka menyadari walaupun mereka telah
berlutut meminta ampun sipemuda tampaknya tidak ingin
mengampuni jiwa mereka.
Dengan nekad akhirnya mereka telah bangkit berdiri,
memutar tubuh dan menentang kaki selebar mungkin, lari
secepat mungkin dengan ketakutan bukan main, seperti juga
tengah dikejar hantu...
Hek Sin Ho memang sudah tidak ingin memberikan
pengampunan kepada siewie itu, melihat sisanya yang tinggal
enam orang itu yang bermaksud melarikan diri, maka dengan
cepat sekali dia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah
melambung dengan gerakan yang sangat cepat, dan dengan
jitu dia juga telah menggerakkan kedua tangannya, -maka
tidak ampun lagi, empat orang siewie itu telah terguling diatas
tanah, karena punggung mereka terhajar telak sekali oleh
serangan Hek Sin Ho.
Tetapi keempat siewie itu tidak segera mati, karena mereka
hanya terluka didalam sambil memuntahkan darah segar,
namun ketakutan bukan main, sambil merintih menahan sakit
yang bukan main mereka juga telah sesambatan meminta
ampun dari Hek Sin Ho.
Yang kedua siewie lainnya juga, yang belum terluka,
merasakan lututnya lemas tidak bertenaga sama sekali,
mereka telah duduk numprah diatas tanah sambil menangis
teriak!
Hek Sin Ho menghadapi siewie itu dengan tangan keras.
Dia telah tidak mengacuhkan rintihan dan permintaan ampun
dari pengawal istana itu.
Dengan cepat sekali, dia telah menghampiri dan disaat itu
dia telah menggerakan kedua telapak tangannya, disaat itu
juga melengking suara jeritan yang menyayatkan hati
Tanpa ampun lagi, empat orang siewie telah terbinasa
dengan kepala remuk.
Kedua orang siewie yang lainnya jadi menangis terisak
sambil meratap mengatakan bawa mereka memiliki anak dan
isteri.
"Hemmm, rakyat jelata jaga memiliki isteri dan anak, tetapi
kalian telah merampas barang mereka, dan kalian juga telah
membinasakan mereka tanpa mengenal kasihan sedikitpun
juga."
"Kami berjanji akan merobah perangai kami." meratap
kedua siewie itu.
"Hemmm percuma, kalian berdua hanya mendatangkan
bencana belaka manusia pengecut dan hina seperti kalian
tidak bisa dipercaya mulutnya."
Dan setelah berkata begitu dengan cepat sekali Hek Sin Ho
menggerakkan tangannya.
Hebat sekali cara menyerangnya itu, karena, dia telah
melancarkan serangan dengan pukulan vang bukan main
hebatnya, angin serangannya itu menyambar tepat sekali,
walaupun dua telapak tangannya tidak menyentuh sasaran,
tetapi tubuh kedua orang siewie itu terlempar tinggi ketengah
udara, telah terbanting ditanah dengan mengeluarkan suara
Jeritan yang menyayatkan hati.
Dan disaat itu juga terlihat betapa serangan Hek Sin Ho
memang merupakan serangan yang mematikan, karena tubuh
kedua Siwie itu setelah berkelejatan sejenak, kemudian diam
tidak bergerak pula, putuslah napas mereka.
Hek Sin Ho telah berdiri ditempatnya dengan bibir
tersenyum puas, karena dia telah berhasil membebaskan
penderitaan sebagian kecil rakyat dikampung ini.
Setelah itu Hek Sin Ho membuka ikatan tambang di tangan
wanita2 tawanan dari pasukan Siewie itu, sehingga penduduk
kampung itu girang bukan main.
Mereka telab berlutut menyatakan terima kasih mereka.
Dan juga telah bersyukur, karena isteri dan anak gadis mereka
telah bebas kembali.
"Kuda dan barang mereka menjadi milik kalian, bagikanlah
oleh kalian." kata Hek Sin Ho
"Dan mayat2 mereka kita kubur disebuah tempat yang
tersembunyi, sehingga peristiwa ini tidak di ketahui oleh
siapapun juga!"
Semua penduduk kampung itu bersorak girang bukan main,
mereka telah memuji kehebatan dari pemuda hitam ini.
Hek Sin Ho membantu penduduk kampung Itu menggali
sebuah liang yang besar, dan mengubur mayat2 siewie
tersebut.
Kemudian setelah tanah diratakan kembali, diatasnya
ditanami rumput, untuk tidak menimbulkan kecurigaan.
Sedangkan belasan ekor kuda telah dipotong dan
dagingnya dikeringkan dijadikan dengdeng, untuk
melenyapkan jejak.
Hal itupun atas saran Hek Sin Ho, karena jika kuda itu
dibiarkan hidup terus, tentu akan menimbulkan kecurigaan
dan jika dilihat orang pemerintah, niscaya peristiwa tersebut
akan tersiar dan terbongkar.
Disamping itu, dengan dijadikan daging kering, penduduk
kampung itu memiliki makanan yang mungkin tidak akan habis
dimakan seiama tiga bulan.
Betapa bersyukurnya penduduk kampung itu.
Setelah semuanya beres, Hek Sin Ho kemudian pamitan
untuk melanjutkan perjalanannya.
Semua penduduk kampung berusaha untuk menahannya
berusaha dengan sangat agar tuan penolong mereka itu
bermalam satu dua hari di kampung mereka.
Tetapi karena Hek Sin Ho memang sudah ingin cepat2
mencari sigadis yang dipanggil dengan sebutan si Pucat itu
maka dia telah menolak dengan halus permintaan penduduk
kampung dan dia telah pamitan.
Penduduk kampung itu telah melepaskan kepergian Hek Sin
Ho dengan hati dan perasaan yang berat bahkan ada
beberapa orang diantara mereka yang telah menitikan air
mata terharu dan girang...
Hek Sin Ho telah melanjutkan perjalanannya lagi dan dia
melihat disepanjang jalan keadaan sama saja seperti yang
lainnya, wanita tua, muda dan pria maupun anak2 semuanya
berpakaian tambal2an, seperti pakaian pengemis, hidup
mereka miskin dan menderita sekali. Tubuh mereka juga
tampak kurus kering, akibat kurang makan....
Betapa murkanya Hek Sin Ho menyaksikan pemandangan
yang mengenaskan hatinya, tetapi dia tidak berdaya untuk
merobah keadaan itu.
Hanya saja tekadnya untuk masuk dalam perkumpulan Ang
Hwa Hwee ataupun Pek Lian Kauw. jadi semakin kuat saja
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya Hek Sin Ho telah
sampai dikota Phiean kwan, yang hanya terpisah puluhan lie
dari Bu Ciang.
Dan memang jika telah sampai di Bu Ciang Hek Sin Ho
bermaksud untuk menyelidiki mencari jejak si Pucat yaitu
sigadis yang selalu dipikirinya itu.
Dikota Phiean-kwan, Hek Sin Ho telah menginap disebuah
rumah penginapan.
Dia telah merencanakan besok baru melanjutkan
perjalanannya menuju Bu Ciang.
Sore itu sengaja Hek Sin Ho keluar dari rumah
penginapannya dia telah menuju kejalan raya dan menikmati
pemandangan dan keramanian ditengah2 kota.
Keadaan dikota dengan dikampung sangat berbeda sekali.
Karena keadaan dikota tersebut disamping ramai, penuh oleh
toko2, yang besar dan padat sekali barang2 dagangannya,
juga gedung-gedung berdiri mewah bukan main.
Dengan sendirinya, keadaan seperti itu merupakan
perbedaan yang sangat menyolok sekali dimana orang kota
hidup mewah dan uang dipergunakan seperti juga air mengalir
sedangkan penduduk desa dan kampung menahan lapar dan
mengikat perut dengan tali yang lebih keras. sungguh suatu
pemandangan yang sangat mengenaskan sekali.
Hek Sin Ho tengah melihat serombongan penjual silat yang
tengah membuka pertunjukan!
Disaat itu, Hek Sin Ho sebetulnya tidak tertarik untuk
menyaksikan pertunjukan penjual silat itu, karena pertunjukan
yang mereka perlihatkan itu hanya merupakan ilmu silat biasa
saja.
Sedangkan saat itu, seorang gadis yang berada dalam
rombongan penjual silat itu tengah berseru2 "Lihat! Lihatlah !
Kami akan mempertunjukan permainan yang luar biasa! Ilmu
pedang yang tiada tandingannya didalam dunia ini."
Tentu saja perkataan sigadis penjual silat itu terlalu
sombong.
Tetapi bagi orang2 biasa yang tidak mengerti ilmu silat,
memang ilmu pedang yang hebat dan manis gerakannya
adalah ilmu pedang yang mengagumkan.
Dan memang kemudian gadis itu telah mempergunakan
sepasang pedang, yaitu Siang-kiam, untuk bersilat dengan
gerakan yang cekat sekali.
Disamping itu, dia telah mempergunakan jurus2 Ngo Bie
Kiam Hoat, ilmu pedang dari Ngo Bie Pai yang gerakan2
sangat manis dan lincah sekali.
Memang bagi orang-orang yang tidak mengerti ilmu silat,
ilmu pedang yang diperlihatkan gadis itu sangat hebat sekali,
mendatangkan perasaan kagum bukan main.
Namun bagi Hek Sin Ho, ilmu pedang si gadis masih
mentah dan jika bersungguh-sungguh dipergunakan untuk
menghadapi seorang lawan tentu sigadis akan celaka
karenanya.
Seorang anak lelaki berusia diantara enam belas tahun,
telah memukuli gembrengnya.
Suara itulah yang telah menarik perhatian orang-orang
yang lewat dijalan itu, sehingga mereka berkerumun
menyaksikan permainan pedang sigadis.
Terlebih lagi sigadis memang tampaknya memiliki
kepandaian yang sangat tinggi dan juga paras yang cantik.
Dan mereka jadi berdiri tertegun dengan mata memancarkan
perasaan kagum yang bukan main .
Maka dari itu, dengan sendirinya pula semakin lama
rombongan penjual silat itu dikerumuni semakin banyak
penonton saja.
Setelah menyaksikan sekian lama, Hek Sin Mo bosan
sendirinya.,
Sama sekali dia tidak tertarik menyaksikan permainan
pedang sigadis.
Dan disaat itu, dia bermaksud ingin berlalu meninggalkan
itu.
Tetapi, waktu Hek Sin Ho belum memutar tubuhnya dari
rombongan penonton telah terdengar suara seseorang yang
berkata dengan nada yang sinis:
"Ilmu pedang butut seperti itu saja dipertunjukkan
Sungguh memalukan!" kata2 itu agak keras sehingga sigadis
penjual silat yang tengah menggerak2kan pedangnya itu dan
kakek tua maupun sianak lelaki yang tengah memukul tambur
dapat mendengarnya dengan jelas. Maka dari itu mereka jadi
gusar, sikakek telah melirik dengan sorot mata tidak senang
kearah orang yang mengucapkan kata2 itu.
Begitu juga sianak belasan tahun itu, dialah menoleh
dengan mata mendelik sedangkan Sigadis yang tengah
bersilat dengan Senjatanya itu, telah mempergunakan
kesempatan untuk melirik.
Ternyata Orang yang berkata2 itu seorang lelaki bertubuh
tegap dengan jenggot dan kumis yang kasar Sekali. Dia
tengah berdiri seenaknya matanya juga kurang ajar meagincar
kecantikan paras sigadis, Dengan lantang dan berani sekali
diapun telah berkala lagi "Hemmm pakai larak lirik dengan
kurang ajar seperti itu. Memangnya ilmu butut ya tetap butut."
Bukan main gusarnya ketiga orang penjual silat itu,
sedangkan saat itu telah terdengar suara tertawa orang2 yang
ramai sekali disaat orang berewok itu menyelesaikan
perkataannya.
Tujuh atau enam orang yaog tertawa itu berdiri dibelakang
silelaki berewok, merekapun mengeluarkan kata2 kurang ajar
dan mengejek.
Salah seorang diantara mereka telah ada yang berkata
dengan suara yang nyaring; "Hem muka secantik itu mau
tercapai lelah menjadi galangan!"
Coba si gadis cantik mau menjadi isteri Toaya atau tuan
besar, tentu Toaya tidak Bakak mengoloknya... dia tinggal
enak2 duduk menyulam ataupun jika malam hanya memeluk
Toaya! Hahahaha!"
Dan suara tertawa lelaki itu telah diikuti oleh suara tertawa
yang lainnya.
Maka dari itu muka sigadis penjual silat itu jadi berobah
merah padam. Dia murka bukan main.
Mendengar perkataan yang terakhir itu, si gadis penjual
silat itu jadi menghentikan gerakan pedangnya, karena dia
tidak bisa menahan kemurkaan hatinya,
Sianak lelaki kecil juga telah berhenti memukuli tamburnya,
sikakek tua telah berhenti memukul gemblengnya. Ketiga
penjual silat ini telah memandang bengis kearah silelakl
berewok itu.
Hek Sin Ho jadi batal untuk meninggalkan tempat itu, dia
jadi ingin menyaksikan keramaian apa yang akan terjadi.
Terlebih lagi dia juga teringat bahwa saat itu dia tidak memiliki
keperluan dan pekerjaan lainnya, maka dia bermaksud
mempergunakan kesempatan ini untuk menyaksikan
keramaian.
Saat itu, sigadis yang tadi bersilat dengan Siangkiam
sepasang pedangnya itu, telah merangkapkan kedua
tangannya, dengan mata pedang menuju kebawah, dia
membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Kami bertiga ayah dan anak menjual permainan silat
hanya sekedar untuk mencari makan......kami tidak bermaksud
untuk melakukan sesuatu apapun juga. tidak ingin usil kepada
orang lain, tidak ingin pula diganggu! Kami mencari makan
dari hasil keringat dan daki kami sendiri..... Jika memang Loya
(tuan2) memiliki petunjuk, silahkan memberikan petunjuk!"
Siberewok tertegun melihat keberanian sigadis. Dia
bersama ketujuh kawannya itu adalah pemimpin buaya darat
dikota tersebut.
Jarang sekali orang berani lancang dan bicara seenaknya
dihadapan mereka.
Hampir seluruh penduduk dikota tersebut menghormati
mereka, dan setiap kali pula mereka merasa orang2 yang
memiliki sedikit kenyataan.
Selalu pula, tidak ada orang yang berani untunk melarang
dan menegur mereka.
Bahkan Tiekwan dikota tersebut tidak berani pula untuk
menegur mereka, karena jika sampai buaya2 darat itu marah,
berarti ribuan orang buaya darat dikota tersebut akan
mengamuk tidak keruan Saja yang pasti akan menimbulkan
kerusuhan.
Saat itu, disaat seperti itu, tampak siberewok setelah
tertegun sejenak, dia telah tertawa bergelak2 dengan suara
yang keras sekali.
"Hmmmm... begitukah caramu menghadapi Toayamu?"
tanyanya.
Rupanya siberewok ini gusar dan mendongkol sekali,
seorang penjual silat seperti sigadis berani mengeluarkan
kata2 begitu lancang, seperti juga tidak merasa takut
sedikitpun kepadanya.
Tentu saja hal itu telah membuatnya disamping
mendongkol, juga gusar sekali.
Sigadis telah tertawa sinis. "Lalu apa yang diinginkan oleh
Loya?" tanya sigadis kecil itu.
Sebelum si berewok itu menyahuti, salah seorang
kawannya telah mewakilinya; "Hmm, jika kau tidak cepat2
berlutut memanggutkan kepala tiga kali untuk meminta maaf
dan ampun, maka ketiga batok kepala kalian, ayah beranak
anak dipisahkan dari batang leher masing2."
Tentu saja sigadis jadi gusar sekali. Walaupun bagaimana
dia seorang penjual silat yang mengerti ilmu silat yang cukup
hebat. Maka dari itu walaupun bagaimana dia tidak mudah
dihina orang.
Melihat buaya darat buaya darat itu, yang umumnya
memang memiliki tubuh yang tegap dan kuat, tetapi
umumnya mereka hanya merupakan manusia2 kasar yang
tidak memiliki kepandaian apa2.
Maka dari itu, dengan sendirinya pula hal itu telah
membuat sigadis jadi mendelikan matanya.
"Seharusnya kalian yang berlutut dan meminta maaf
kepada kalian... karena kalian telah berani meremehkan ilmu
silatku." katanya dengan suara keras sekali, suaranya nyaring
dan keras. "Jangan mimpi bahwa kalian bisa menindas kami
bertiga ayah den anak !"
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali sigadis
telah mengambil sikap bersiap2, untuk menyambut serangan.
Melihat sikap sigadis, tentu saja siberewok jadi tambah
murka.
Dengan mengeluarkan suara bentakan keras dia telah
melangkah maju.
Dengan muka yang menyeramkan, dengan garang sekali,
dia mengulurkan tangannya untuk mencengkeram
pergelangan tangan kanan sigadis.
Tetapi sigadis gesit sekali tidak mau dia di sentuh oleh
tangan lelaki berewok itu.
Dengan cepat tangan yang satunya dikibasnya, sehingga
pedangnya berkelebat akan menyambit. tangan lelaki berewok
itu.
Keruan saja siberewok jadi tidak mau membiarkan
tangannya itu ditebas oleh pedangnya sigadis, karena jika
sampai tertabas berarti tangannya, itu akan menjadi buntung
Dengan cepat dia menarik pulang tangannya, disaat itu dia
telah mempergunakan kakinya, yang digerakan silih berganti,
maka dari Itu, tanpa ampun lagi perut sigadis tertendang
sehingga tubuhnya terputar dua kali, kemudian kejengkang
rubuh bergulingan diatas tanah.
Si kakek dan anak lelaki kecil itu kaget bukan main dan dia
sampai mengeluarkan suara teriakan yang sangat keras bukan
main, dan cepat2 memburu kearah sigadis.
"Eng, apakah engkau tidak apa2 ?" tanya sikakek dengan
suara yang lembut dan mangandung kekuatiran.
Sigadis yang dipangil sebagai si Eng itu telah
menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa ayah, tadi aku hanya kurang waspada!"
menyahuti sigadis.
Ayahnya itu jadi mengangguk agak lapang hatinya, dia
melihat gadisnya tersebut telah melompat berdiri.
"Aku akan mengadu jiwa lagi dengan kau," teriak sigadis, si
Eng itu. sambil memutar pedangnya yang berkelebat Kelebat
menyilaukan mata.
Siberewok berdiri dengan bertolak pinggang tampaknya dia
sama sekali tidak merasa takut terhadap serangan Siangkiam
sigadis.
Sedangkan gadis itu dengan gusar dan penasaran sekali
telah melancarkan serangan kepada lelaki berewok itu, karena
dia penasaran sekali tadi dirinya telah dirubuhkan begitu rupa
oleh siberewok.
Pedang sigadis yang tercekal ditangan kiri Itu menyamber
kearah paha siberewok.
Dengan sendirinya, dengan cara menyerang begitu, sigadis
ingin melukai siberewok didalam waktu yang sangat singkat
sekali.
Tetapi siberewok rupanya bukan termasuk orang yang
lemah sebab dengan cepat sekali dia telah berhasil untuk
mengelakkan serangan sigadis.
Bahkan dengan cepat sekali dia telah berhasil mencegat
tangan kanan sigadis, yang diputarnya kebelakang.
Sigadis mengeluarkan Suara jeritan kaget dan kesakitan,
pedangnya terlepas.
Terapi karena penasaran bukan main, sigadis telah
melancarkan serangan menabas dengan pedangnya yang satu
lagi.
Namun, kembali pergelangan tangannya berhasil dicekal
oleh si berewok dan tanpa ampun lagi pedangnya yang satu
itupun ikut terlepas.
Tentu saja keadaan seperti itu telah membuat sigadis yang
dipanggil si eng itu hampir mau menangis karena sangat
penasaran sekali.
Cepat bukan main dia berusaha untuk meronta,
melepaskan diri dari cekalan si berewok, namun usahanya
gagal sekali.
Ketujuh orang kawannya siberewok telah tertawa bergelak2
dengan suara menyeramkan dan siberewok sendiri telah
tertawa, disusuli oleh perkataan yang sombong bukan main:
"Ayo merontalah! lepaskanlah dirimu!"
Dan sambil berkata begitu, terus juga memegangi kedua
pergelangan tangan sigadis, kuat sekali, sehingga gadis itu
sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan diri.
"Lepaskan anakku itu!" bentak siayah dari gadis penjual
silat tersebut.
Tetapi siberewok hanya melirik sedikit saja kepada kakek
itu. kemudian dia telah berkata dengan suara yang dingin dsn
menyeramkan "Hemmm, tua bangka tidak punya guna,
Engkau tidak memiliki kesanggupan untuk merawat dan
mendidik anakmu dengan baik, sehingga untuk menghidupi
dan memberi makannya engkau sengaja menjual
kecantikannya dengan mempergunakan beberapa jurus ilmu
silat pedang yang jelek sekali, engkau memperalatnya untuk
mencari uang! Hahahahahaa, karena engkau tidak bisa
membahagiakannya apa salahnya jika anak gadismu ini
diserahkan kepada Toayamu, agar aku yang merawatnya...?"
Muka kakek tua itu jadi merah padam, dalam gusarnya itu,
tahu2 dia telah mencabut ke luar sebatang pedang pendek,
yang dikibaskannya sambil disertai bentakannya yang keras
sekali.
"Baik, aku akan mempertaruhkan jiwa dan tulang tuaku ini
dengan kau!" katanya dengan suara yang murka bukan main.
Lalu dengan cepat dia telab melompat mendekati
siberewok.
Tetapi, kedua kawannya sibarewok itu telah melompat
menghadang menghalanginya.
Kelima kawan siberewok yang lainnya hanya tertawa
bergelak dengan suara yang keras sekali.
"Hemm hajar tua bangka itu, biar dia mengetahui siapa kita
sesungguhnya!" perintah si berewok.
Kedua orang yang menghalangi si ayah gadis itu, telah
menyahuti dengan suara yang keras dan dengan muka garang
mereka msnghadapi sikakek tua itu.
Ayah si Eng itu murka bukan main, dalam kalapnya itu, dia
sudah tidak memikirkan jiwa dan keselamatan dirinya lagi,
dengan mengeluarkan suara bentakan yang sangat keras
sekali dia telah menerjang mempergunakan pedang
pendeknya. Dia melancarkan serangan kuat sekali kepada
kedua lawannya itu.
Tetapi kedua lewannya itu, walaupun tidak bersenjata,
ternyata sangat berani sekali.
Mereka yang tampaknya bertubuh tegap kuat itu, telah
berdiam diri saja, seperti menantikan tibanya serangan dan
disaat mata pedang dari sikakek itu meluncur kearah dada
salah seorang dari mereka berdua, maka yang seorangnya
cepat2 menghantamkan kepalan tangannya yang kuat
kepunggung sikakek.
Tentu saja. dihantam begitu keras dan cepat, sikakek tidak
bisa mengelakkan diri.
Bahkan serangan itu telah menghantam tulang
punggungnya itu, membuat si kakek jadi terjerembab dan tiba
melancarkan serangan seperti yang diinginkannya.
Lawannya yang orang itu, yang tadinya diserang oleh
pedang pendeknya, telah tertawa bergelak2.
Tampaknya kedua orang ini sombong sekali.
Sikakek berusaha merayap untuk bangun, tetapi
pinggangnya itu telah diinjak oleh kaki kanannya dari seorang
lawannya.
Tentu saja disamping kesakitan, kakek tua itu juga tidak
bisa segera bangun
Disaat itu, karena tengah dalam keadaan kalap, sigadis
meronta sekuat tenaganya, tetapi tetap saja dia tidak bisa
melepaskan tangannya dari cekalan siberewok, yang terus
tidak hentinya tertawa bergelak.
Sianak ketil itu, menjerit "Ayah...l" waktu melihat keadaan
ayahnya itu menguatirkan sekali.
Dia telah melompat maju.
Tetapi belum lagi dia bisa mengayunkan kepalan tangannya
yang kecil kepada lawannja yang menginjak pinggang
ayahnya, justru orang itu telah mengibas kebelakang dengan
kepalan tangannya.
Maka tanpa ampun lagi, disaat itu juga tubuh sianak lelaki
itu telah "Terbang" terpental keras sekali, kemudian ambruk
diatas tumpukan perkakas dengan alat mereka, sehingga
mengeluarkan suara gerombrongan keras bukan main.
Hek Sin Ho ketika melihat semua ini, jadi gusar bukan
main.
Hek Sin Ho mengetahui bahwa sigadis dengan ayah dan
adiknya menjual silat adalah untuk mencari uang guna
melewati hidup mereka bukan Untuk menjadi jago2 yang
temberang, mereka juga tidak sekali2 ingin mengacau, tak
ingin mempergunakan ilmu silat yang dimiliki mereka itu,
walaupun sedikit sekali dan rendah untuk melakukan suatu
kejahatan.
Tetapi justeru siberewok dan kawan2nya ini yang telah
sengaja mencari2 urusan.
Dengan sendirinya, mau tak mau didalam hal ini telah
membuat darah Hek Sin Ho jadi meluap sampai kekepalanya.
Tetapi untuk sementara waktu dia tidak bermaksud turun
tangan dulu, karena dia ingin menyaksikan dulu sesungguhnya
apa yang hendak dilakukan oleh siberewok itu bersama
dengan kawan2nya.
Dilihatnya siberewok dengan mengeluarkan! suara tertawa
yang menyeramkan, telah mengangkat tubuh sigadis, si Eng,
yang pinggangnya dirangkul, yang ingin dibawa pergi.
Melihat keadaan seperti itu, bukan main kalapnya ayah si
Eng, dengan mengeluarkan bentakan yang mengguntur dan
muka yang merah padam karena darah telah naik sampai
kekepalanya tampak ayah si Eng telah meronta sekuat
tenaganya, tahu2 tangan kanannya itu dikebelakangkan dan
sreeettt ujung pedang pendeknya telah dihantamkan tepat
sekali menyerempet kaki orang yang menginjak pinggangnya.
Keruan orang itu kesakitan dan kaget, dia sampai
berjingkrak2.
Sedangkan sikakek telah cepat2 melompat berdiri, dia telah
menerjang kearah siberewok yang saat itu berdiri
memunggunginya.
Dengan tidak mempcrdulikan suatu apapun juga, sikakek
tua yang menjadi ayah si Eng telah menikamkan pedang
pendeknya itu, dengan maksud ingin membinasakan
siberewok.
Tetapi siberewok ternyata memiliki kepandaian yang hebat
juga.
Disaat dia mendengar mendesisnya angin serangan yang
kalap dari sikakek, dengan cepat sekali dia telah
mengeluarkan suara yang nyaring. dia telah melompat dan
melancarkan pukulan dengan tangan kirinya.
"Buuuukkk!"
Tubuh si kakek yang menjadi ayah si Eng terlempar jauh
sekali, dan juga tubuhnya itu telah terbanting diatas tanah
dengan keras.
Waktu dia merayap ingin bangun, justru di saat itu dia
merasakan mulutnya amis dan asin karena dia telah
memuntahkan darah segar.
Dengan muka yang pucat, si kakek telab berusaha untuk
berdiri.
Tubuhnya gemetaran dan terhuyung2 seperti pohon yang
tertiup angin. Tampaknya keadaannya cukup parah dan dia
tidak akan kuat untuk melancarkan serangan lagi.
Namun disebabkan menguatirkan keselamatan anak
gadisnya, maka dengan mati2an dia mengempos seluruh
kekuatan tenaga yang ada padanya, dengan cepat sekali dia
berusaha untuk melangkah maju guna melancarkan serangan
lagi dengan pedang pendeknya itu.
Hek Sin Ho yang melihat keadaan yang berlangsung
demikian macam, merasakan bahwa waktunya telah tiba. Dia
menyadarinya, keadaan sikakek sudah menguatirkan sekali,
maka dari itu jika dia berlambat2, tentu jiwa sikakek akan
kena dicelakai oleh lawan2nya itu.
Dengan berpikir demikian, cepat sekali Hek Sin Ho
mengeluarkan suara hentakkan "Tahan!" yang nyaring sekali,
tubuhnya telah melompat masuk ketengah gelanggang,
gerakannya gesit bukan main.
Tentu saja siberewok dan kawan2nya itu di terkejut.
Mereka telah menoleh dan melihatnya bahwa yang
membentak itu ternyata seorang pemuda yang mukanya
hitam seperti pantat kuali.
Dengan bengis, dua orang kawan siberewok telah
membentak.
"Apakah engkau ingin memperlihatkan ketangguhanmu
heh?" bentaknya bengis. "Apakah engkau ingin menjadi
pahlawannya gadis ini?"
Sambil membentak begitu, sambil mengeluarkan suara
erangan yang keras sekali, dia telah menerjang akan
menghantam kepada Hek Sin Ho.
Tetapi disaat Itulah telah terjadi suatu peristiwa yang
benar2 mengejutkan mereka.
"Plaaakkk, plooookkkk!" tahu2 pipi kedua orang tersebut
telah berhasil ditempeleng oleh Hek Sin Ho, sampai gigi
mereka telah rontok seketika itu juga.
Disaat ttulah, dengan cepat sekali Hek Sin Ho
menggerakkan juga kakinya.
Tanpa ampun lagi, tubuh kedua orang itu telah
terlemparkan dan terlambung ketengah udara, waktu
terbanting kembali ditanah, mereka sudah tidak bergerak lagi,
pingsan dengan muka berlumuran darah.
Tentu saja siberewok juga tekejut, segera dia
menyadarinya bahwa Hek Sin Ho bukan pemuda
sembarangan.
Maka dari itu, dengan cepat sekali dia telah mengeluarkan
suara bentakan, memanggil salah seorang kawannya,
diserahkannya si Eng kepada kawannya itu, sedangkan dia
sendiri telah menghampiri Hsk Sin Ho dengan wajah yang
menyeramkan dan garang sekali.
"Hemm, setan kecil, apa maksudmu mencampuri urusan
Toayamu ?" bentaknya dengan suara yang bengis bukan
main. dan bentakan itu disertai juga dengan uluran tangannya
yang ingin menjambak baju dada Hik Sin Ho.
Tetapi Hek Sin Ho mana mau membiarkan lawannya
menjambak bajunya begitu rupa.
Dengan cepat dengan hanya mempergunakan jari
telunjuknya, dia telah menotok jalan darah dipergelangan
tangan siberewok.
Tanpa ampun lagi, tangan siberewok jadi lemas tidak
bertenaga, tertotok tidak bisa dipergunakan, dia merasakan
pundaknya ngilu dan pegal sekali, seketika itu juga siberewok
jadi kaget tidak terhingga, dengan mengeluarkan seruan
kaget, dia telah melompat mundur beberapa tombak.
"Engkau mempergunakan ilmu siluman apa, setan kecil?"
bentaknya dengan bengis.
"Hemmmmm ilmu siluman? Itulah ilmu silat sejati yang
engkau ingin lihat!" kata Hek sin Ho dengan suara mengejek.
Tentu saja muka siberewok jadi merah padam, karena
walaupun bagaimana dia sangat gusar dirinya telah tertotok
begitu. dengan kedipan matanya dia telah memberi isyarat
kepada kawannya, maka empat kawannya telah melompat
mengepung dan mengurung Hek Sin Ho.
Walaupun dikurung oleh keempat orang itu Hek Sin Ho
tidak takut atau gugup.
Dengan mudah, dia melayani serangan keempat orang
tersebut.
Bahkan, karena Hek Sin Ho tengah mendongkol bukan
main, dia telah menyambar lengan dari salah seorang
lawannya, dengan cepat sekali dia telah memutar tubuh orang
tersebut yang menghantam jitu sekali muka ketiga orang
kawannya tersebut.
Dengan mengeluarkan suara setuan kaget, mereka telah
terguling diatas tanah.
Kepala mereka pusing dan pandangan mata mereka jadi
berkunang-kunang.
Dengan sendirinya, mau tidak mau didalam hal ini telah
membuat si berewok jadi tambah terkejut sekali.
Cepat bukan main, dengan gerakan yang gesit, siberewok
telah melompat mendekati salah seorang kawannya.
Tahu2 dia telah mencabut sebatang golok, dan dengan
senjata tajam itu dia telah menghampiri karena Hek Sin Ho,
dengan sikap yang mengancam sekali?
"Setan kecil hitam." serunya dengan suara yang
menyeramkan sekali "Rupanya engkau memang mencari
mampus."
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali dia
mengeluarkan suara bentakan dan melancarkan serangan
yang bertubi2 dan beruntun kepada Hek Sin Ho.
Goloknya itu bagaikan berobah menjadi puluhan batang,
karena digerakan terlalu cepat, maka dengan sendirinya Hek
Sin Ho juga barus berkelit kesana dan mengelak kemari.
Rupanya sibrewok itu merupakan seorang jago silat yang
mengerti ilmu golok, maka dari itu, dia bisa melancarkan
serangan yang bertubi2 dengan mempergunakan goloknya
tersebut.
Saat itu, kebetulan sekali yang dihadapinya adalah Hek Sin
Ho, yang memang merupakan akli waris dari seorang
pendekar ilmu golok, maka dari itu siberewok sama sekali
tidak berdaya untuk menghadapinya.
Setiap serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hek Sin Ho
dengan mudah.
Walaupun tidak mencekil golok, tetapi Hek Sin Ho tidak
terdesak oleh serangan lawannya.
Dalam waktu yang singkat sekali, telah belasan jurus yang
lewat.
Disaat itu sikakek penjual silat itu telah berdiri semula dia
bermaksud akan menyerbu kekawan siberewok yang tengah
mencekal tangan anak gadisnya.
Tetapi disaat itu, dengan cepat sekali, dia juga telah
berpikir, yaitu untuk menantikan tuan penolongnya itu
membereskan siberewok.
Dengan sendirinya, dia telah berdiam diri saja sedangkan
anak lelaki itu juga berdiri diam disamping ayahnya.
Saat itu, Hek Sin Ho merasakan bahwa dia telah cukup
lama mempermainkan siberewok.
Maka disaat golok siberewok tengah menyambar datang
kearahnya, Hek Sin Ho berdiri diam saja, sama sekali tidak
bergerak dari tempatnya
Tentu saja sikakek penjual silat dan orang2 lainnya yang
menyaksikan hal tersebut jadi kaget bukan main semuanya
mengeluarkan suara jeritan tertahan.
Karena mereka melihat betapa golok itu menyambar
datang dengan deras sekali dan jika memang Hek Sin Ho tidak
mencelakakan diri, berarti kepalanya akan terbacok golok
lawannya itu.
Tetapi dugaan semua orang itu ternyata meleset sama
sekali.
Dengan cepat sekali, Hek Sin Ho mengulurkan tangannya.
Dan jepitan itu kuat bukan main, golok itu tidak bisa
meluncur turun terus, dan tidak bisa ditarik pulang oleh
siberewok.
Tentu saja keadaan seperti ini telab membuat siberewok
jadi kaget bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan yang
keras dan mengempos semangatnya.
Namun walaupun siberewok telah menarik goloknya itu
dengan sepenuh tenaganya, tetap saja golok itu tidak
bergeming
Maka dari itu, mau tak mau siberewok jadi mengeluh dan
disaat seperti itulah dia baru terkejut dan mau mengakui
bahwa Hek Sin Ho memang memiliki kepandaian yang bukan
main hebatnya.
Disaat kagetnya itu belum lenyap, Hek Sin Ho
menggerakan kedua jari tangannya itu, maka terdengarlah
suara "trang" yang cukup nyaring, dimana golok tersebut telah
terpatahkan menjadi dua!
Karena siberewok tengah menariknya dengan keras sekali,
maka tidak mengherankan disaat golok itu terpatahkan
menjadi dua seketika itu juga tubuh siberewok telah
terhuyung kebelakang dan rubuh terjengkang!
-oo0dw0oo-
Jilid 11
SAMBIL tubuh seperti itu, siberewok juga telah
mengeluarkan suara jeritan kaget.
Kawan2 siberewok jadi tambah terkejut lagi, keempat
orang yang tadi pingsan, telah siuman dan melihat nasib
pemimpin mereka seperti itu, dengan sendirinya keberanian
mereka jadi kuncup.
Mereka telah mengeluarkan suara seruan nyaring, mereka
juga telah melompat bangun untuk menerjang maju guna
membantu siberewok.
DI SAAT seperti itulah Hek Sin Ho sudah tidak berlaku
segan2 lagi, dengan cepat bukan main dia telah
menggerakkan kedua tangannya silih berganti.
Dia telah melancarkan serangan dengan kedua telapak
tangannya itu, yang dipusatkan dengan tenaga dalam yang
dahsyat.
Setiap kali tangannya itu bergerak, maka tampak sesosok
tubuh yang terpental.
Kemudian waktu ambruk ditanab, Hek Sin Ho selalu
menyambut! dengan serangan telapak tangannya yang lain
lagi, sehingga serangan itu telah membuat orang yang
bersangkutan menjerit keras dan berlumuran darah,
disamping mereka telah terluka didalam.
Untuk selanjutnya, walaupun jiwa mereka tidak dirampas
oleb Hek Sin Ho. namun mereka telah bercacad dan juga akan
menderita seumur hidupnya... jika luka didalam tubuh mereka
nanti telah disembuhkan, berarti mereka akan menjadi
bercacad, yaitu dengan sebagian tubuh mereka menjadi
lumpuh, karena ada otot2 terpenting ditubuh mereka yang
telah putus karenanya
Hek Sin Ho yang bertindak tidak tanggung tanggung itu
telah menghampiri siberewok, yang saat itu baru dapat berdiri
lagi.
Mata siberewok masih berkunang2 tetapi melihat Hek Sin
Ho menghampiri dirinya, dia jadi ketakutan setengah mati.
Tanpa membuang waktu lagi, dia telab memutar tubuhnya
dan cepat berlari dari tempat itu.
Kawan2nya juga berseok2 terpincang2 telah menyingkir
dari tempat itu, dengan melepaskan sigadis penjual silat itu, si
Eng...
Tentu saja kakek tua penjual silat jadi girang, bersama
kedua orang anaknya, mereka telah menyatakan terima
kasihnya. Mereka berlutut waktu menyatakan terima kasihnya
itu kepada tuan penolongnya tersebut.
Hek Sin Ho jadi sibuk meminta mereka berdiri dan menolak
penghormatan mereka.
Sedangkan saat itu semua orang yang menonton
keramaian itu, telah mulai bubar.
Mereka rupanya takut kalau nanti menjadi sasaran dari
pertempuran tersebut.
I S
"Jangan terlalu banyak peradatan, Lopeb!" kata Hek Sin Po
kemudian
Sikakek tidak berhentinya mengucapkan te rima kasihnya.
Dia telah menanyakan nama dan gelaran tuan penolongnya
terstbut.
Hek Sin Ho memperkenalkan dirinya sebagai Hek Sin Ho
Dan nama itu akan diingat sepanjang hidup sikakek.
"Lain waktu, kalian harus berhati-hati jika berurusan
dengan manusia rendah seperti si berewok itu!" kata Hek Sin
Ho.
Sikakek penjual silat dan si Eng telah mengiyakan, mereka
bersyukur sekali kepada tuan penolongnya ini.
Saat itu, Hek Siu Ho telah meminta diri dan dia kembali
kerumah penginapannya.
Setelah makan dan minum secukupnya Hek Sin Ho masuk
kedalam kamarnya, dia telah tidur dengan nyenyak.....
Entah berapa lama Hek Sin Ho telah tertidur begitu, ketika
ditengah malam pintu kamarnya dipukul keras sekali oleh
seorang disertai oleh suara yang gaduh sekali.
"Hei penjabat, keluar!' teriak beberapa suara yang garang.
Hek Sin Ho jadi mengerutkan sepasang matanya, dia tidak
mengetahui entah siapa orang diluar kamarnya itu.
Tetapi sebagai seorang pemuda yang berani dan memiliki
jiwa yang tabah sekali, Hek Sin Ho telah turun dari
pembaringannya, dia telah membuka pintunya.
Diluar kamarnya tampak berdiri belasan orang tentara
negeri.
Diantaranya tampak siberewok yang tadi sore telah
menghina sikakek penjual silat.
"Itu dia penjahatnya!" berseru siberewok dengan suara
yang keras sambil menunjuk kearah Hek Sin Ho.
Seorang perwira telah menghampiri Hek-Sin Ho sambil
katanya.
"Kau seorang pengkhianat, harus ikut kami kekantor,"
suaranya sangat angker sekali.
Hek Sin Ho jadi tertegun "Pengkhianat? Pengktianat apa?"
tanyanya dengan heran,
"Hmmmm, engkau telah menghina perintah dengan kata2
jahatmu, maka engkau seorang penghianat yang harus
diadili!"
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali tampak
perwira itu telah menggerakkan tangannya, dia telah
mengeluarkan sebuah borgolan maksudnya ingin memborgol
tangan Hek Sin Ho.
Tentu saja Hek Sin Ho tidak bersedia tangannya di borgol
seperti itu.
"Tunggu dulu, apa kesalahanku sebenarnya?" tanya Hek
Sin Ho dengan mengerutkan alisnya.
"Nanti kita bicara dikantor." menyahuti perwira itu.
"Keluarkan tanganmu....."
Tetapi Hek Sin Ho tidak melayaninya, sehingga perwira itu
jadi gusar bukan main.
"He, engkau membangkang?" bentak perwira itu dengan
gusar.
"Bukan membangkang aku tidak memiliki kesalahan apa2,
hanya difitnah lalu kalian memperlakukan aku demikian rupa."
menyahuti Hek Sin Ho dengan berani.
Tentu saja hal itu telah membuat perwira itu jadi murka.
"Jangan memaksa kami turun memperlakukan engkau tidak
baik, karena sikapmu itu hanya menambah dosamu belaka."
Hek Sin Ho tidak melayaninya, dia hanya mendengus
belaka.
Disat itulah, disaat seperti itu, tahu2 siberewok telah
membentak:
"Sudah. jangan banyak bicara dengan setan kecil
penghianat itu, tangkap dan gusur kekantor!" teriaknya itu
disambut oleh beberapa orang tentara negeri yang telah
melangkah maju mendekati Hek Sin Ho, ingin membekuk anak
muda itu
Tetapi Hek Sin Ho dengan gesit telah menyelak kesamping
lalu dengan cepat sekali tangan kanannya mengibas, maka
tiga orang negeri yang melangkah maju itu telah terdorong
terpental dan hampir saja tubuh mereka terguling kebawah
tangga, kalau saja mereka tidak keburu mencekal tepian
tangga itu.
Muka siperwira jadi berobah, matanya memandang bengis
bukan main.
"Hemmmm, rupanya engkau memang ingin
membangkang!" dan setelah membentak begitu, dia telah
mencabut goloknya, dia melancarkan serangan yang hebat
sekali.
Perwira ini adalah seorang ahli silat yang bukan main
kuatnya karena dia murid keturunan kelima puluh empat dari
Siauw Lim Sie.
Maka dari itu, tidak mengherankan disaat dia melancarkan
serangan dengan goloknya itu, dia telah menyerang dengan
dahsyat.
Semula perwira itu menduga bahwa dia dapat merobohkan
Hek Sin Ho hanya dalam satu dua jurus.
Tetapi waktu dia melancarkan serangan seperti itu justru
Hek Sin Ho yang telah menjadi murka bukan main dituduh
sebagai pemberontak, cepat sekali mengetuk pergelangan
tangan perwira itu.
Tanpa dikehendaki, goloknya terlepas dari cekatannya,
karena tangannya itu telah kesemutan.
Cepat bukan main, tampak Hek Sin Ho telah mengulurkan
tangannya, mencekal jalan darah Pian hie hiatnya perwira itu,
yang terletak didekat tulang Piepe dipundaknya.
Maka seketika itu juga, lemaslah tubuh perwira tersebut,
tidak memiliki tenaga lagi, karena seluruh tenaganya seperti
lenyap seketika itu juga.
Dengan mengeluarkan suara keluhan perlahan, perwira
tersebut hanya diam ditawan oleh Hek Sin Ho.
"Semuanya keluar dan turun dari loteng jika tidak
mengharapkan pemimpin kalian ini kukirim ke Giam Lo Ong!"
bentak Hek Sin Ho dengan suara yang bengis sekali.
Pasukan tentara itu tentu saja jadi panik bukan main
melihat perwira yang menjadi pemimpin mereka itu telah
ditawan oleh Hek Sin Ho.
Mau tidak mau mereka telah menuruti perintah Hek Sin Ho,
karena mereka tidak menghendaki kalau pemimpin mereka itu
nanti menemui bencana.
Disaat seperti itulah. Hek Sin Ho telab menuruni undakan
tangga dengan membawa terus tawanannya.
Muka siberewok telah berobah pucat, dia telah ikut
rombongan tentara itu turun dari tangga loteng.
Setelah membawa perwira tentara itu keluar rumah
penginapan, Hek Sin Ho membentak bengis :
"Sekarang katakan terus terang, siapa yang mengatakan
bahwa aku seorang pengkhianat?" bent&k Hek Sin Ho.
Tidak ada seorsngpun yang membuka mulut, dan juga
disaat itu siperwira hanya melirik kearah siberewok yang
berdiri dengan muka yang pucat dan mengandung perasaan
takut yang bukan main.
Hek Sin Ho telah dapat menduganya bahwa tentunya
siberewok yang telah menghasut pasukan tentara itu, dengan
menuduh Hek Sin Ho sebagai pengkhianat negara.
Maka dari itu, darah Hek Sin Ho tambah meluap diliputi
kemurkaan yang sangat
Dengan cepat, tubuh siperwira telah dilontarkannya
ketengah udara.
Dan disaat semua orang tengah memandang kearah tubuh
perwira itu yang tengah meluncur ditengah udara, disaat itu
juga Hek Sin Ho telah melompat kearah siberewok
Tentu saja sibetewok tadi ketakutan bukan main dia
berusaha untuk memutar tubuhnya, guna melarikan diri -
Tetapi sayang sekali, gerakannya itu terlambat, karena
tangan kanan Hek Sin Ho telah menghantam keras sekali
batok kepalanya
"Buukkk, praaakkk!" maka batok kepala siberewok telah
pecah berantakan.
"Manusia tidak punya guna!" menggumam Hek Sin Ho
dengan gusar bukan main.
Sedangkan tubuh siberewok telah terjerambah ditanah,
berkelejatan sejenak, dan kemudian diam tidak bergerak lagi.
karena arwahnya telah terbang meninggalkan raganya.
Tentu saja hal ini selain mengejutkan juga membuat
pasukan tentara itu jadi murka bukan main.
"Tangkap penjahat!" siperwira yang telah bisa berdiri lagi.
Tetapi walaupun dia berteriak begitu, dia sendiri tidak
menerjang maju.
Hanya puluhan tentara negeri yang telah menerjang maju
dengan senjata mereka masing2.
Hek Sin Ho mengeluarkan suara tertawa dingin, dengan
berani sekali dia menghadapi kepungan lawannya itu.
Cepat bukan main dia telah menghantam lima orang
lawannya, menyusul mana empat orang tentara negeri lainnya
yang telab berhasil ditotoknya jalan darah maupun bagian
terpenting ditubuh mereka.
Keruan saja pasukan tentara negeri itu jadi ketakutan
bukan main.
Mereka berhenti sejenak. sambil melangkah mundur
menjauhi diri dari Hek Sin Ho, karena walaupun bagaimana
tidak mau mereka menjadi korban ditangan Hek Sin Ho.
Siperwira yang melihat gelagat buruk seperti itu, telah
berteriak lagi "Cepat tangkap penjahat! Jika penjahat itu bisa
meloloskan diri, maka kalian masing2 akan menerima
hukuman yang setimpal.
Dan setelah berteriak begitu, dia berseru lantang
menganjurkan pasukannya itu menyerang Hek Sin Ho lagi,
namun lucunya dia sendiri tidak menyerang maju.
Mendengar ancaman hukuman, maka para tentara itupun
tidak berani mundur.
Dengan bersorak2 nyaring, mereka telah menerjang lagi.
Mereka melancarkan serangan yang hebat bukan main,
disamping itu merekapun telah bekelahi dengan sikap yang
agak nekad.
Hal ini disebabkan, bagi mereka maju salah mundurpun
salah. Jika maju setidak2nya mereka mengandalkan jumlah
yang banyak untuk merebut kemenangan.
Tetapi jika mereka mundur dan penjahat itu bisa melarikan
diri, niscaya diri mereka akan menerima hukuman yang berat
dari perwiranya tersebut. Dan ini memang telah pasti.
Maka dari itu, dari terjepit mereka jadi nekad mereka
semua telah menyerang dengan kalap dan nekad,
melancarkan serangan seperti juga tidak memikirkan lagi jiwa
dan keselamatan mereka.
Diserang dengan cara mengeroyok seperti itu, tentu saja
Hek Sin Ho jadi sibuk juga.
Berulang kali dia harus berkelit kesana kemari, dan setiap
gerakannya itu gesit sekali.
Tetapi serangan lawannya datangnya gencar seperti hujan,
senjata tajam dari bermacam macam itu meluruk kearah
dirinya, membuat Hek Sin Ho akhirnya terpaksa harus
merampas sebatang golok dari tangan lawannya, dengan
goloknya tersebut Hek Sin Ho mengamuk.
Dalam dua jurus, dia telah berbasil merubuhkan tiga orang
lawannya yang telah dilukainya Dan dijurus keenam, dia telah
bergasil untuk merubuhkan lima orang lawarnya yang lainnya,
sehingga tentara yang lainnya jadi ketakutan dan telah
melompat mundur.
Tetapi Hek Sin Ho yang telah mempergunakan jurus2 dari
ilmu golok Ouw Ke To Hoat tidak berhenti sampai disitu saja,
dengan gerakan tubuh yang cepat bukan main, dia telah
melancarkan serangan yang bertubi tubi, dan setiap goloknya
itu berkelebat maka disitu terdengar suara jerit kesakitan,
karena satu dua orang akan terluka.
Ilmu golok Duw Ke To Hoat merupakan ilmu golok yang
tiada tandingannya, maka dari itu mengherankan jika dia telah
berhasil marubuhkan laWan2nya dengan cepat sekali.
Dalam waktu yang singkat, ditanah telah menggeletak
belasan sosok tubuh, ada yang terbinasa, ada yang terluka
berat, ada pula yang tangan dan kakinya yang tertebas
buntung...
Siperwira yang menjadi pemimpin pasukan tentara negeri
itu jadi ketakutan bukan main, wajahnya jadi berobah pucat
pias, tubuhaya menggigil ketakutan.
Dengan cepat dia memutar tubuhnya, dengan maksud
hendak melarikan diri.
Tetapi Hek Sin Ho mana mau melepaskannya, maka dari itu
dengan cepat sekali dia telah melompat dan mengayunkan
goloknya.
Perwira itu berpekik ketakutan, dia telah cepat2
mengangkat goloknya.
"Tranggg" golok itu saling bentur. Dan golok siperwira telah
terbang terlepas dari cekatannya, karena benturan golok Hek
Sin Ho bukan main kuatnya, yang telah membuat telapak
tangannya itu terluka.
Dengan cepat pula, perwira itu telah menjatuhkan diri
berlutut dibadapan Hek Sin Ho.
Ampun Taihiap...! Ampun!" teriaknya dengan suara yang
nyaring sekali, dia telah mengangguk2an kepalanya berulang
kali.
Tetapi Hek Sin Ho telah mengangkat goloknja itu tinggi:
"Hemm manusia bejat seperti engkau tidak perlu
diampuni!" katanya dengan suara yang bengis sekali.
Saat itu, siperwira jadi tambah ketakutan dia telah
mengangguk anggukan kepalanya tidak henti hentinya dia
sesambatan meminta ampun.
Tetapi Hek Sin Ho yang memang tengah murka bukan main
telah mengayunkan goloknya,
"Tahan!" tiba terlsigar seseorang membentak nyaring
suaranya itu.
Hek Sin Ho terkejut, dia melirik kearah orang yang
membentak itu, sambil goloknya masih teracung.
Dia melihatnya orang yang tadi membentak itu tidak lain
seorang tosu, seorang imam, yang berusia telah lanjut, yang
mukanya kurus dan tengah menatap Hek Sin Ho dengan sorot
mata yang tajam sekali.
"Hemm, dia telah sesambatan meminta ampun mengapa
Kiesu atau orang gagah tidak ingin mengampuninya." tanya si
imam dengan suara yang dingin.
"Dialah manusia penghisap darah rakyat yang perlu
disingkirkan, karena dia telah mencelakai banyak sekali rakyat
jelata yang tidak berdaya..."
Siimam telah tertawa dingin.
"Kiesu memang memiliki kepandaian yang tinggi, tetapi
pantas jika dengan mengandalkan kepandaian Kiesu itu
membunuh2 orang yang tak berdaya dengan seenaknya saja
Lihatlah oleh Kiesu, berapa korban yang telah jatuh?"
Mendengar perkataan siimam, muka Hek Sin Ho jadi
berobah, dia jadi mendongkol, karena imam ini membela
perwira tentara penjajah tersebut.
"Apa yang dikehendaki oleh Totiang ?" tanya Hek Sin Ho
dengan suara yang dingin. "Bebaskan orang itu...!"
"Kalau memang aku tidak ingin membebaskannya?"
"Pinto yang akan membebaskannya!"
Muka Hek Sin Ho jadi berobah tambah bebat, karena dia
gusar mendenar perkataan siimam yang begitu sombong.
"Baik ! Baik ! Jika memang Totiang dapat melakukannya,
silahkan!" dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali Hek
Sin Ho mengayunkan goloknya, meneruskan serangannya
untuk membacok perwira itu.
Sjperwira yang tengah ketakutan, waktu melihat golok
meluncur akan membinasakan dirinya tentu saja jadi tambah
ketakutan, dia telah menjerit-jerit keras, memohon ampun,
"Kiesu tidak mau memberi muka kepada pintol" katanya
tawar.
Dan berbareng dengan perkataannya itu, dengan cepat
sekali, dengan gerakan yang tidak terlihat, tidak bisa diikuti
oleh pandangan mata, hudtimnya telah bergerak.
Dan hebat kesudahannya.
Dan hudtim si imam itu telah meluncur keluar serangkum
angin serangan yang kuat sekali.
Dan angin serangan itu justru telah menyampok golok Hek
Sin Ho yang tengah meluncur turun itu.
Dengan segera golok itu jadi berobah arah sasarannya,
karena tenaga mendorong dari angin kibasan hudtim imam itu
kuat bukan main.
Hek Sin Ho juga jadi kaget, karena segera dia telah
membuktikan bahwa imam itu bukanlah sembarangan imam,
karena imam yang seorang ini memiliki kepandaian yang luar
biasa tingginya.
Hek Sin Ho, melompat kebelakang beberapa langkah
kemudian katanya dengan suara lantang akibat hatinya yang
tengah gusar sekali.
"Baiklah! Katakanlah, siapa totiang?" kata Hek Sin Ho.
"Sesungguhnya pinto hanya manusia tolol, pinto digelari
sebagai It Sun Kiam (Dewa Pedang Tunggal)!" menyahuti
pendeta itu.
"Hemmm, kiranya It Sian Kiam Cinjin!" berseru Hek Sin Ho.
"Sudah lama aku mendengar nama besar Totiang!"
"Tidak berani piato menerima pujian Kiesu." kata siimam
cepat.
"Baiklah, aku yang bodoh Hek Sin Ho ingin meminta
petunjuk dari totiang".
Dan membarengi dengan perkataannya itu, tampak Hek Sin
Ho menjejakkan kakinya, tubuhnya dengan cepat sekali
melompat menubruk kearah imam itu.
Gerakan yang dilakukan Hek Sin Ho merupakan gerakan
yang gesit sekali, dia juga bukan hanya melompat belaka,
sebab golok rampasan yang masih berada dalam cekalan
tangannya itu telah digerakkan.
Cepat bukan main, golok itu telab meluncur kearah batok
kepala siimam.
Gerakan yang dilakukannya itu luar biasa sekali, karena
Hek Sin Ho telah mengeluarkan jurus yang keempat belas dari
Ouw Ke To Hoat, tidak mengherankan jiwa goloknya itu
demikian deras menghujam kearah siimam.
Tetapi imam itu juga liehay sekali, dengan mengeluarkan
suara mengejek perlahan, dia telab melejit kesamping,
kemudian dengan terakan yang hampir tidak terlibat,
tangannya telah mencabut pedang yang tadinya berada
dipunggungnya.
Dengan pedangnya itu, dia telah menusuk kearah jalan
darah Su kiang-hiat yang berada dipunggung Hek Sin Ho.
Saat itu Hek Sin Ho tengah menyerang sasaran kosong,
sehingga tubuhnya jadi maju kedepan, dan siimam tahu2
telah berada dibelakangnya serta menusuk kejalan darah di
punggungnya, maka dengan sendirinya hal itu merupakan
keadaan yang sangat berbahaya sekali,
Cepat bukan main Hek Sin Ho memutar. goloknya.
Cerakan yang dilakukan Hek Sin Ho tidak kalah cepatnya
dengan gerakkan siimam,
Maka dari itu, tidak mengherankan jika antara pedang dan
golok itu saling bentur, telah mengeluarkan suara bentrokan
yang nyaring.
Namun siiman tidak berhenti dengan serangan pedangnya,
seperti juga dengan gelarannya, yaitu It Sian Kiam, maka
pedangnya itu memang seperti pedang tunggal yang dapat
menyerang puluhan tempat disaat yang bersamaan, seperti
saat itu, dlkala pedangnya ditangkis, dia justru hanya
menurunkan pedangnya sedikit, maka mata pedang itu
mengincar bagian jalan darah Be sek hiatnya Hek Sin Ho.
Dsngan sekuat tenaganya, siimam telah mendorong
pedangnya maka mata pedang meluncur cepat sekali
ketempat berbahaya itu dalam jarak yang dekat.
Hek Sin Ho kaget bukan main.
Dia tidak menyangka bahwa lawannya bisa berlaku
demikian licik.
Dengan Cepat dia telah marubuhkan dirinya kebelakang,
tubuhnya didoyongkan seperti jembatan besi, lalu dia dengan
mempergunakan tangan kirinya untuk menghantam keras
kearah dada siimam, dengan mempergunakan kekuatan
tangan lwekangnya.
Tentu saja gerakan yang dilakukannya itu merupakan
gerakan yang berbahaya, justru disaat tubuhnya tengah
miring kebelakang.
Kalau saja dia bertemu dengan lawan yang memiliKi
lwekang yang berada diatasnya, tentu Hek Sin Ho akan
mengalami kematian, sebab tenaga serangannya itu pasti
akan berbalik menghantam dirinya.
Untung saja, walaupun ilmu pedangnya hebat bukan main,
pendeta agama To itu memiliki Iwekang yang hanya
berimbang dengan Hek Sin Ho.
Imam itu juga tampaknya terkejut melihat hebatnya
serangan tenaga dalam dari telapak tangan Hek Sin Ho. Yang
membuat dia kaget dan heran, justru usia pemuda bermuka
hitam ini masih muda sekali, namun mengapa tenaga
lwekangnya sudah demikian hebat? Maka dari Itu, sambil
melompat mundur kebelakang, menarik pulang pedangnya,
siimam telah menggerakkan hudtimnya, dia telah melancarkan
serangan dengan hebat sekali.
Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang
dahsyat sekali.
Dengan sendirinya, mau tak mau hal itu telah membuat
Hek Sin Ho merasakan tubuhnya tergetar hebat, dia sampai
terhuyung mundur dua langkah, akibat terbenturnya dua
kekuatan tenaga dalam mereka.
Siimam juga tidak lolos dari akibat dari benturan tenaga
dalam mereka itu.
Karena dengan cepat tubuh siimam tergetar mau
terhuyung mundur juga.
Untung saja imam itu memang memiliki kegesitan yang luar
biasa, sehingga dia bisa cepat2 memperbaiki kedudukan
kedua kakinya.
Disaat seperti itu, bagaikan seekor burung rajawali, tahu2
imam itu telah melompat ketengah udara, dan sambil
mementangkan kedua tangannya, tangan yang satu yang
mencekal pedangnya, dan tangan yang lainnya mencekal
hudtim, tubuh siimam itu meluncur menyambar kearab Hek
Sin Ho.
Hebat Sekail Cara menyeranya kali ini karena dengan cepat
sekali, kedua senjata itu, pedang dan hudtim, telah
menjambar kearah Hek Sin Ho dengan serentak.
Tentu saja Hek Sin Ho kaget dan kagum melibat hebatnya
ilmu pedang imam itu.
Tidak percuma imam itu mempergunakan julukannya it
Sian Kiam, karena dia memang memiliki ilmu pedang yang
bukan main hebatnya.
Tetapi sebagai, akhli waris dari ouw Ke To Hoat, Hek Sin
Ho juga tidak mudah untuk dirubuhkan lawannya, kerena dia
telah memiliki ilmu golok yang sangat sempurna sekali.
Begitulah, melihat cara menyerang imam itu, dengan
mengeluarkan suara siulan nyaring, Hek Sin Ho memutar
tubuhnya, yang berputar2 seperti gasing, dan sambil berputar
begitu golok ditangannya diputar seperti titiran Kali Ini siimam
yang berbalik jadi kaget, karena dengan diputarnya golok itu,
berarti diri Hek Sin Ho dikelilingi sinar goloknya, dan
perbentengan dirinya rapat sekali. Jika siimam meneruskan
serangannya, berarti dirinya yang bisa menerima ancaman
bahaya tidak kecil, karena pedang dan Hudtimnya bisa
tertangkis terpental karenanya.....
Karena menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya,
imam itu juga tidak berani berlaku nekad, dengan penuh
perhitungan dia telah memberatkan tubuhnya, membiarkan
senjatanya teracung tanpa menyerang. Hal itu dilakukan
karena dia memang dengan Hek Sin Ho tidak memiliki
permusuhan apa2 maka dari itu tidak perlu dia sampai
mengadu jiwa untuk bercelaka bersama2.
Karena gerakan yang dilakukannya itu, maka tubuhnya jadi
seperti tertahan ditengah udara. terkurung tenaga
meluncurnya, dan dia telah turun ketanah dengan tubuh yang
agak berat terpisah dua tombak dari Hek Sin Ho.
Sedangkan Hek Sin Ho melihat cara siiman menggagalkan
serangannya itu, dengan cepat bukan main dia juga berhenti
memutar goloknya.
Dia telah melancarkan serangan yang bertubi2, dengan
gerakan yang sangat cepat dan luar biasa. Maka dari itu, tidak
mengherankan jika gerakan yang dilakukannya itu merupakan
gerakan yang mendesak siimam mundur beberapa tombak
jauhnya.
Sama sekali tidak pernah diduga oleh It Sian Kiam Cinjin
bahwa kepandaian Hek Sin Ho telah mencapai taraf demikian
sempurna, dengan sendirinya, untuk jurus2 berikutnya dia
berlaku jauh lebih hati2.
Cepat bukan main mereka telah bertempur selama belasan
jurus lagi.
Dan setiap gerakan yang dilancarkan oleh mereka
merupakan gerakan2 yang sangat dahsyat kali. Maka dari itu,
tidak mengherankan, setiap serangan itu juga bisa
membinasakan lawan masing2.
Didalam pertempuran diantara dua orang perhatian tidak
boleh terpecah, sedikit saja terpecah perhatian, berarti akan
celaka Orang tersebut.
Begitu jaga halnya dengan Siimam yang telah bertempur
dengan memusatkan seluruh kekuatan yang ada padanya, dia
telah melancarkan serangan2 dengan penuh perhitungan,
serangan yang di lancarkan oleh Hek Sin Ho selalu
disambutinya dengan gerakan2 yang sangat berhati2 dan
penuh perhitungan, tidak berani sipendeta melawannya
dengan kekerasan.
Karena itu, Walaupun bagaimana, kenyataan seperti itu
membuat pertempuran itu berlangsung cukup lama.
Sedangkan Hek Sin Ho yang mengetahui bahwa lawannya
juga merupakan orang yang memiliki kepandaian sangat
tinggi, dengan sendirinya tidak berani ceroboh dalam
melancarkan serangannya.
Siperwira yang tertolong jiwanya oleh siimam, telah tidak
berani berdiam lama2 ditempat tersebut.
Ketika dia melihat Hek Sin Ho tengah dilibat oleh serangan2
si pendeta, dengan cepat sekali dia telah memutar tubuh dan
melarikan diri,
Hek Sin Ho mendongkol bukan main sesungguhnya dia
ingin menahannya, tetapi karena siimam tetap melibatkan
dirinya dengan serangan serangan yang dahsyat itu, dengan
sendirinya membuat dia tidak bisa mengejar siperwira.
Saat itu, cepat bukan main siimam telah melancarkan
serangan yang beruntun.
Dia melancarkan serangan kearah batok kepala Hek Sin Ho
dengan mempergunakan Hud-timnya. sedangkan pedangnya
ber-kelebat2 mengincer bagian2 yang berbahaya ditubuh
lawannya.
Hek Sin Ho juga telah mempergunakan ilmu golok Ouw Ke
To Hoat dengan serangan2 yang sangat dahsyat sekali, maka
dari itu, tidak mengherankan jika serangan2 yang diterimanya
dapat disambutnya dengan baik.
Mereka rupanya memang berimbang tidak terlalu
mengherankan jika mereka dapat bertempur dengan hebat
sekali.
Serangan2 yang dilancarkan mereka merupakan serangan
timpal balik, karena setiap kali salah seorang diantara mereka
berhasil berkelit, akan membarengi dengan serangan yang
membalas sehingga memaksa lawannya juga untuk berkelit.
Akibat kepandaian yang berimbang begitulah maka Hek Sin
Ho jadi terlihat terus bertempur dengan siImam, Gerakan
mereka sama gesit dan kekuatan lwekang mereka sama
kuatnya, dengan sendirinya telah membuat Hek Sin Ho dan It
Sian Kiam Cinjin bertempur sampai ratusan jurus lamanya
tanpa ada yang terdesak atau menang.
Disaat mereka telah saling serang menyerang begitu tiba2
dari kejauhan terdengar suara derap langkah kaki kuda
disertai oleh suara bentakan yang sangat keras sekali.
Ternyata hampir seratus orang tentara negeri berdatangan.
Rupanya siperwira yang tadi melarikan diri itu telah mencari
bala bantuan.
Dan kini siperwira telab kembali untuk menangkap Hek Sin
Ho dengan mengandalkan jumlah yang sangat banyak.
Hek Sin Ho juga terkejut.
Dia memang merasa takut menghadapi tentara negeri itu.
Tetapi jumlah mereka sangat banyak sekali dan juga kini dia
telah bertempur dalam waktu yang panjang dengan siimam,
yang meletihkan sekali, maka dari itu, mau tidak mau
tenaganya sudah berkurang banyak.
Jika dia harus menghadapi ratusan tentara negeri itu,
walaupun dia dapat membunuh lagi beberapa puluh orang
diantara mereka, namun akhirnya dia sendiri yang akan
tertangkap.
Maka dari itu, setelah memutar otak sejenak, Hek Sin Ho
merangsek maju melancarkan serangan yang gencar kepada
siimam, memaksa imam itu melompat mundur.
Mempergunakan kesempatan itu Hek Sin Ho telah
menjejakan kakinya, tubuhnya melompat ke atas genting dan
dia telah berlari dengan cepat sekali untuk meninggalkan
tempat itu.
"Tangkap." berseru siperwira yang semangatnya telah pulih
dan keberaniannya telah pulang karena membawa pasukan
yang berjumlah banyak.
Maka dari itu, beberapa puluh orang tentara segera
mengejar, pasukan panah juga telah melepaskan anak
panahnya.
Tetapi Hek Sin Ho telah mengibaskan goloknya menangkis
setiap anak panah yang menyambar datang kepadanya.
Saat itu, It Sian Kian Cinjin tidak mengejar Hek Sin Ho, dia
hanya berdiri sambil menghela napas berulang kali dan
wajahnya muram.
"Sia2 aku melatih diri selama puluhan tahun, karena selama
itu pula aku tidak bisa untuk merubuhkan seorang anak
seperti dia? Bagaimana aku bisa bercita2 untuk menjadi jago
nomor satu didalam rimba persilatan?"
Dan setelah menggumam begitu lagi, dia segera melangkah
pergi meninggalkan tempat tersebut.
Siperwira melihat siimam ingin berlalu dia menghampiri dan
menjura.
"Terima kasih atas bantuan totiang!" katanya sambil
tertawa.
Tetapi imam itu telah melangkah terus tanpa menoleh, dia
tidak melayani siperwira.
Sedangkan si perwira tertegun sejenak sejak melihat
siimam yang berlalu tanpa mengucapkan sepatah kata, tetapi
kemudian dia telah tertawa dingin.
"Hmm sungguh imam berkepala besar tadi kebetulan saja
aku kurang waspada sehingga hampir dicelakai setan kecil itu
dan kebetulan pula kau telah datang tepat pada waktunya,
sehingga dapat menolongi jiwaku! tetapi apakah demikian kau
hendak memperlihatkan kecongkakanmu.?"
Perlahan sekali suara perwira itu. tetapi tajam bukan main
telinga imam itu.
"Apa kau bilang?" tiba2 dia menoleh sambil menatap tajam
sekali kepada perwira itu.
Tentu saja si perwira jadi kaget bukan main dia tahu imam
itu lihay sekali mana bisa dia mempermainkannya dan
memandang remeh.
Maka sambil membungkukkan tubuhnya, dia memberi
hormat dan katanya "Aku tidak bilang apa2, aku hanya
mengatakan totiang memiliki kepandaian yang tinggi sekali."
"Hmmm mulutmu hina sekali!" menggumam pendeta itu.
lalu dia mengibaska lengan jubahnya, tanpa ampun lagi tubuh
si perwira telah terpental bergulingan diatas tanah.
Waktu dia berdiri, siimam sudah tidak terlihat lagi.
Tentu saja dia murka diperlakukan begitu oleh siimam.
tetapi karena dia mengetahui bahwa imam itu sangat hebat
sekali, dengan sendirinya dia tidak berani perintahkan anak
buahnya untuk mengejar siimam. Dia hanya meneriaki dengan
gusar kepada anak buahnya agar mengejar dan mencari Hek
Sin Ho, bahkan dua orang tentara negeri yang melangkah
ayal2an telah ditempilingnya, karena perwira itu ingin
melampiaskan kemendongkolan hatinya.
Hek Sin Ho berlari2 dengan cepat sekali meningggalkan
kota tersebut.
Dia memang tidak memiliki banya barang maka dari itu
tidak ada yang dibuntal dan dia bisa berangkat segera dari
tempat pertempuran tanpa perlu kembali kekamar
penginapannya karena memang tidak ada barang yang
tertinggal.
Dengan mempergunakan ilmu lari cepatnya dia telah
melarikan diri gesit luar biasa, dalam waktu sekejap mata ia
telah belasan lie yarg dilaluinya.
Dengan demikian, Hek Sin Ho telah meninggalkan kota itu
menuju Bu Ciang-
Tetapi disaat Hek Sin Ho tengah enak2nya berlari dengan
cepat sekali, dan akan melewati permukaan sebuah hutan
belantara, dimana Bu Ciang sudah terpisah hanya belasan lie
lagi, di saat itulah, dia telah melibat sesosok bayangan
bergerak cepat sekali dipermukaan hutan itu,
Sebagai seorang pemuda yang memiliki kepandaian yang
sangat hebat sekali, disamping itu dia juga sangat tabah.
Maka dari itu tidak mengherankan, dengan cepat Hek Sin
Ho melompat kebalik sebatang pohon.
Dia berdiam bersembunyi untuk mengawasi sosok tubuh
yang tengah berlari mendatangi mendekati permukaan hutan
itu.
Keadaan disekitar tempat itu sepi dan gelap sekali, karena
masih terpisah agak jauh, Hek Sin Ho tidak bisa melihat jelas
siapa orang yang tengah berlari2 dimalam hari dan sesepi ini.
Dengan hati2 sekali Hek Si Ho telah mengikuti secara
diam2 sosok bayangan itu.
Setelah berlari sejenak lamanya, ketika tiba dimuka hutan
itu, sosok bayangan itu berhenti.
Kebetulan awan hitam yang tadi menutupi rembulan telah
bergeser sinarnya menerangkan sekitar tempat tersebut
Hati Hek Sin Ho jadi tercekat kaget dan juga girang, karena
dia telah mengenali jelas, orang itu tidak lain dari Song Tong
leng, Song Kiam Ceng, orang yang tengah dicarinya juga
beberapa saat yang lalu, karena orang she Song inilah yang
telah menculik puteranya Tong Keng Hok,
Dengan cepat Hek Sin Ho mengikuti lebih dekat lagi,
karena dia ingin mengetahui apa yang bendak dilakukan oleh
Tongleng itu, yang dimalam buta tersebut berkeliaran seorang
diri.
Setelah berdiam diri sejenak, tampaknya Tongleng itu telah
cukup beristirahat dan dia mulai melangkah memasuki rimba
itu.
Hek Sin Ho mengikuti terus, dan dia bersikap hati2 Sekali
karena Hek Sin Ho menyadarinya bahwa Song Tongleng
memang memiliki kepandaian yang tinggi dan juga memiliki
pendengaran yang sangat tajam.
Maka dari itu dengan sendirinya pula dalam keadaan
seperti itu Hek Sin Ho mengikutinya dengan sikap yang hati2
jangan sampai menimbulkan suara berkeresekan. sebab jika
terjadi hal itu pasti orang she Song tersebut akan mengetahui
dirinya dikuntit seseorang.
Hek Sin Ho mengikuti terus sampat didekat pertengahan
hutan itu.
Tetapi Song Kiam Beng masih terus juga berjalan
memasuki hutan itu.
Tampaknya diapun tengah tergesa2, semakin lama semakin
mempercepat langkah kakinya.
Dalam waktu yang cukup lama, akhirnya dia telah tiba
diujung rimba itu, yang ternyata ditempat tersebut terbentang
sebuah lapangan rumput.
Dan diatas sebuah batu gunung yang lebat bulat, tampak
duduk tiga orang pendeta berkepala botak licin, yang berusia
tua dan ketiganya memelihara jenggot yang panjang. Tetap1
ketiga pendeta tua itu agak aneh keadaannya, karena yang
seorang memakai jubah pendeta warna merah, yang seorang
kuning dan yang seorang lagi putih.
Tentu saja keadaan ketiga pendeta itu aneh sekali, Jika
mereka tiga orang Laama dari Persia atau Lhasa, hal itu
memang tidak mengherankan, karena disana terdapat Buddha
hidup yang terbagi tiga, yaitu dari Lhama merah. Lhama putih
dan Lhama kuning, Ketiga golongan itu masing2 memiliki
seorang Buddha hidup yang kekuasaannya melebihi
kekuasaan seorang raja.
Maka yang aneh, justeru pendeta tersebut adalah hwesio
dari daratan Tionggoan, bukan pendeta dari Tibet atau Lhasa,
bukan Lhama. maka itu aneh sekali cara mereka berpakaian
seperti itu.
Waktu melihat ketiga hweshio itu, Song-Kiam Ceng cepat
menghampiri dan berlutut.
"Boanpwee menunjukan hormat kepada Locianpwe!"
katanya sambil mengangakan kepalanya tiga kali, "Boanpwe
Song Kiam Ceng sangat beruntung, karena samwie (ketiga
tuan) Siansu. ternyata telah bersedia untuk memenuhi
undangan Boanpwe."
Dan setelah berkata begitu, barulah Song Kiam Ceng
bangkit berdiri.
Sedangkan ketiga pendeta tua itu, yang masing2 memakai
baju jubah merah, kuning dan putih, telah menganggukan
kepalanya berulang kali.
"Hemmm. kami menenuhi undangan kau hanya untuk
melihat sesungguhnya apakah didaratan Tionggoan ini masih
terdapat jago2 yaag bisa menandingi kepandaian kami!"
berkata hweshio yang memakai jubah merah itu,
Rupanya hweshio itu seorang yang sangat galak sekali,
sebab dia telah berkata dengan nada yang demikian sombong.
Sedangkan Song Kiam Ceng telah menganggukkan
kepalanya.
"Boanpwe yakin, tidak mungkin ada yang bisa menandingi
kepandaian Sam Tiauw Sam Hud (Tiga Buddha Tiga Rajawal)"
katanya memuji mengumpak. Tentu saja Hek Sin Ho yang
mendengar gelaran ketiga pendeta itu, yang agak ganjil, yaitu
Sam Tiauw Sam Hud, jadi heran.
Selamanya dia belum pernah mendengar gelaran seperti
itu, yang tentu saja seperti gelaran yang lucu, namun
didengar dari nada suara dan perkataannya, tampaknya
hweshio itu sangat sombong dan merasa yakin bahwa mereka
merupakan orang2 yang terpandai didunia ini. "Si hweshio
yang memakai jubah kuning juga telah ikut bicara.
"Dengan adanya kami, maka kau tidak perlu kuatir! Dengan
hanya menyentilkan jari telunjuk kami. batok kepala Tan Kee
Lok akan kami potes dari lehernya."
Song Tongleng tertawa senang.
Sombong sekali perkataan itu.
Dada Hek Sin Ho juga gemuruh diamuk amarah.
Bagaimana mungkin hweshio yang tidak pernah didengar
nama dan gelarannya itu, ternyata bicara demikian sombong,
sehingga dia begitu meremehkan Tan Kee Lok, pemimpin
besar dari Ang Hwa Hwee?
Dengan sorot mata yang tajam. Hek Sin Ho mengikuti terus
percakapan mereka.
"Menurut rencana yang telah diatur, kita harus membasmi
semua orang2 yang berusaha merongrong dan mengganggu
kewibawaan pemerintah! Seorang demi seorang Harus
dibasmi habis. Jika menang perlu, kita harus membasminya
tanpa pandang bulu! Maka dengan adanya Sam wie Tjisu
Locianpwe, kami yakin pemerintah akan dapat diselamatkan
dari pemberontakan-pemberontakan besar dan kaisar pasti
sangat bersyukur dan berterima kasih sekali kepada Sam Wie
Taisu Locianpwe."
Mendengar pujian dan umpakin Song Tongleng ini ketiga
orang hweshio itu telah tertawa bergelak2. suara tertawa
mereka aneh sekali karena suara tertawa mereka seperti juga
suara burung serak.
"Hmm, kami tidak mengharapkan sesuatu apapun juga,
hanya kami telah senang jika Kaisar Kian Liong bersedia
menghargai bantuan kami!"
"Oh itu sudah jelas! Iiu sudah jelas!" tertawa Tongleng
tersebut. "Kaisar pasti akan mengangkat Samwie Taisu
sebagai Hoksu (guru agama) dan penasehat pribadi Kaisar!
Hal itu pernah disampaikan Hongsiang kepada Boanpwe -
asalkan memang Samwie Taisu Locianpwe berhasil membasmi
Tan Kee Lok berikut semua anak buahnya."
Mendengar itu. ketiga orang hweshio itu telah tertawa
dingin.
"Hemm, apa sulitnya membasmi mereka! Jika dulu kami
tidak pernah menampakan diri Karena kami memang
mengasingkan diri selama enam puluh tahun untuk
menyaksikan ilmu kami tetapi sekarang kami telah berhasil
dan sempurna sekali, siapapun tidak mungkin dapat
menandingi kepandaian kami."
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat sekali dengan
mengeluarkan suara tertawa keras bukan main, tahu2 bweshio
yang memakai jubah merah itu, telah menggerakkan tangan
kanannya.
"Keluarlah kau, untuk apa bersembunyi terus disitu?"
bentaknya.
Hek Sin Ho terkejut bukan main, karena membarengi
dengan suara bentakan sihweshio, maka dia merasakan
betapa tubuhnya seperti juga ditarik oleh suatu kekuatan yang
tidak terlibat oleh mata.
Dan tarikan tenaga itu, yang tidak tampak sama sekali,
merupakan tarikan tenaga dalam sihweshio yang telah
sempurna sekali.
Inilah yang luar biasa bukan main, karena dengan adanya
peristiwa ini, dia sudah bisa melihat bahwa lwekang sibweshio
telah sempurna sekali.
Sebab dari jarak yang terpisah begitu jauh, ternyata
sipendeta dapat menariknya dengan tenaga yang begitu kuat
bukan main.
Hek Sin Ho menyedot napasnya dalam2 dia telah
menyalurkan tenaga dalamnya dan menangkis dengan
mengibaskan tangannya.
Tetapi tidak urung tubuhnya telah tertarik sampai sepuluh
tombak, terhuyung hampir saja jatuh terjerembab dihadapan
ketiga orang hweshio itu.
Tentu saja Hek Sin Ho kaget bukan main tetapi dia tidak
takut, dengan gesit sekali dia telah menjejakan kakinya,
tubuhnya telah melompat dengan cepat sekali, dia telah
melompat sambil menjauhi diri.
Si hweshio tertawa dingin saja tetapi dia sudah tidak
melakukan gerakan apa2 lagi.
Song Tongleng semula terkejut, karena dia sama sekali
tidak mengatabui ada orang yang tengah mengintai diri
mereka berempat
Adalah luar biasa hwesio jubah merah itu yang telah
mengetahui kehadiran Hek Sin Ho.
Dan yang lebih luar biasa, dia biasa lagi Hek Sin Ho keluar
dari tempat persembunyiannya dengan mempergunakan
kekuatan lweekangnya.
Maka dari itu, tidak mengherankan, Song Tongleng sangat
kagum sekali atas kesenpurnaan ilmu dari pendeta tua
tersebut, yang benar mengagumkan sekali.
Tetapi disaat itu, dia juga jadi kaget bukan main melihat
bahwa orang yang ditarik keluar dari tempat
persembunyiaenya tidak lain dari Hek Sin Ho.
"Hemmmm. kiranya sisetan hitam itu. mendengus Song
Tongleng girang. "Samwie Taisu, dialah musuh negara, kalau
bisa ditangkap dan jangan biarkan dia meloloskan diri, telah
banyak perbuatan dosa yang dilakukannya!"
Dan setelah berkata begitu, dengan cepat dengan gerakan
yang ringan, dia telah menggerakkan tangannya untuk mulai
melancarkan serangan kepada Hek Sin Ho.
"Mundur kau !" bentak sihweshio berjubah merah itu
dengan suara yang keras.
Sambil membentak begitu, dia juga telah mengibaskan
tangannya yang meluncur kekuatan luar biasa.
Tubuh Song Tongleng jadi terhuyung mundur beberapa
langkah, tetapi tidak sampai rubuh dia hanya kaget dan malu,
sehingga berdiri ditempatnya dengan muka yang merah
padam.
Tadi sibweshio mempergunakan tenaganya hanya sebagian
kecil, dia juga mengibaskan, tangannya seenaknya saja,
dengan sendirinya dia bisa membayangkan hebatnya jika
hweshio itu sungguh2 mempergunakan tenaganya.
"Siapa kau?" bentak hweshio jubah merah itu dengan suara
dingin kepada Hek Sin Ho.
"Aku Hek Sin Ho !" menyahuti Hek Sin Ho dengan berani.
"Hek Sin Ho?"
"Tepat ! Aneh?"
"Cocok dengan mukamu. Tadi semula aku menduga bahwa
Tongleng datang berdua dengan kau ! Maka itu-heranlah kami
mengapa yang muncul hanya Song tongleng, sedangkan kami
mendengar jelas suara langkah kaki dua orang?" menggumam
pendeta itu.
Hek Sin Ho jadi terkejut lagi, karena tadi Waktu dia
mengikuti Song Toojleng, dia telah mempergunakan ilmu
meringankan tubuhnya yang sempurna, langkah kakinya tidak
menimbulkan suara.
Sedangkan Song Tongleng sendiri tidak mendengar suara
langkah kaki Hek Sin Ho, sehingga dia tidak mengetahui
bahwa dirinya tengah diikuti, Tetapi yang luar biasa adalah
hweshio2 ini, yang terpisah dalam jarak yang jauh, namun
bisa mendengar suara langkah kaki Hek Sin Ho.
Hal itu tentu saja membuktikan bahwa kepandaian ketiga
pendeta itu memang telah luar biasa sekali.
"Heemmm..." mendengus dingin sipendeta jubah kuning.
"Usiamu masih muda, tetapi lolap melihat kepandaianmu
cukup lumayan Siapa yang menjadi gurumu?"
"Tidak ada." menyahuti Hek Sin Ho.
"Bicara bohong kau ?" bentak pendeta itu dengan murka.
"Aku bicra apa adanya, untuk apa aku berdusta! Tidak ada
guru tidak ada orang yang mengajari aku ilmu silat." kata Hek
Sin Ho berani sekali.
"Lalu, kau mau mengartikannya bahwa engkau memang
sudah mengerti ilmu silat sejak berada didalam perut ibumu?"
bentak sipendeta.
"Kurang lebih begitu." "Mengapa harus kurang dan lebih?"
"Bukankah manusia hidup pun harus kurang dan lebih ?"
menantang sekali suara Hek Sin Ho. "Jika terlampau
berlebihan terus, maka berlebihan, minum berlebihan, tidur
berlebihan, dan memakai perhiasan berlebihan, akhirnya
manusia itu sendiri yang celaka. Juga jika kekurangan, jika
kurang makan, kurang tidur, kurang sehat, kurang jelas
pendengaran dan penglihatan, kurang minum, dan kurang
segala2nya, bukankah mrnusia itu juga akan celaka?"
Ditanggapi begitu, dipergunakan dengan kata2 Budha yang
disitir oleh Hek Sin Ho, tentu Saja ketiga hweshio itu jadi
gusar.
Dengan muka yang berobah merah, tampale pendeta
berjubah putih, yang sejak tadi berdiam diri saja, telah
berkata dengan suara yang seraki dan nyaring seperti suara
wanita, "Hemm, memang engkau anak kurang ajar. Inilah aku
yang akan mendidik kau ilmu silat!"
Dan setelah berkata begitu, pendeta jubah putih itu
menggerakkan tangan kanannya dari bawah kearah atas.
dengan telapak tangan menghadap langit.
Luar biasa Sekali, Hek Sin Ho merasakan menyambarnya
serangkum angin serangan yang bukan main kuatnya,
sehingga tubuhnya jadi terlontar ketengah udara.
Disaat itu sipendeta jubah putih itu telah memutar2
tangannya,
Dan yang celaka adalah Hek Sin Ho. yang tubuhnya jadi
ikut berputar di tengah udara, karena dia tengah terlibat oleh
kekuatan tenaga lwekang yang dahsyat dari pendeta itu.
Ilmu yang dipergunakan oleh si pendeta jubah putih itu
bukan ilmu siluman etau ilmu sihir, Itulah ilmu tenaga dalam
yang telah dilatihnya dengan sempurna sekali. Maka dari itu si
hweshio dapat mempergunakan tenaga dalamnya itu
sekehendak hatinya.
Bukan main cara menyerangnya itu, dia telah dapat
mempermainkan Hek Sin Ho dengan ilmu tenaga dalamnya
yang dahsyat seperti itu,
Maka dari itu, bukan main terkejutnya Hek Sin Ho, pemuda
ini sampai mengeluarkan suara seruan tertahan karena dia
memang sangat terkejut sekali.
Sedangkan Song tongleng mengawasi dengan takjub,
betapa tidak bisa diterima dalam akal, tubuh Hek Sin Ho bisa
di putar2 ditengah udara seperti itu, bagaikan sebuah bola
yang tidak terkendalikan.
Tentu saja dalam keadaan seperti itu Hek Sin Ho berusaha
untuk memutar otak.
Dia telah berusaha mencari jalan untuk menghadapi ilmu
aneh dari pendeta ini.
Gerakan yang dilakukan sipendeta tadi tanpa menyentuh
tubuhnya, tetapi tenaganya yaug tidak terlihat itu ternyata
sangat hebat sekali, disamping itu telah berhasil melontarkan
tubuh Hek Sin Ho dan menahannya ditengab udara tanpa
tubuh Hek Sin Ho meluncur turun lagi.
Dengan cepat pula sipendeta telah bisa memutar tubuh
Hek Sin Ho, sehingga pemuda itu jadi berkunang2 matanya
dan kepalanya jadi pusing, karena dia mabok sekali terputar
terus di tengah udara.
Dan dalam keadaan seperti itu. sebelum dia bisa berpikir
lebib jauh, disaat kepalanya pusing sekali, justeru sipendeta
jubah putih itu telah menghentak tangannya kebawah.
Maka tidak ampun lagi tubuh Hek Sin Ho telah terbanting
keras sekali diatas tanah.
Keruan saja Hek Sin Ho yang terbanting keras itu
menderita kesakitan yang bukan main-
Tanpa dikehendakinya, dia jadi mengeluarkan suara jeritan
tertahan.
Sedangkan ketiga hweshio itu telah tertawa lagi, suara
tertawa mereka tetap seperti suara burung merak... tidak
sedap didengar.
Dengan merangkak bangun, Hek Sin Ho berusaha berdiri
tetap
Tetapi saat itu kepalanya masih pusing bukan main, dia jadi
mengeluh.
Yang tengah dipikirkannya Saat itu adalah bagaimana
caranya dia harus meloloskan diri dari tangan ketiga orang
pendeta itu, karena jika tidak tentu dirinya akan tertawan
dengan mudah, ilmu ketiga pendeta itu memang luar biasa
sekali dan tidak mudah untuk dihadapinya...
Tetapi untuk melarikan dan meloloskan diri dari tangan
ketiga pendeta itu, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,
walaupun bagaimana keadaan seperti ini tidak memungkinkan
Hek Sin Ho bisa meloloskan diri.
Saat itu juga Song Tongleng girang bukan main. dia telah
melompat untuk membekuk Hek Sin Ho.
"Jangan sentuh dia." bentak sipendeta berjubah putih, dan
mengibas dengan tangan bajunya.
Karena tergesa2, maka sipendeta baju putih ini telah
mengibas lebih kuat dari kawannya tadi.
Yang celaka adalah Song Tongleng, yang tubuhnya jadi
terpental keras sekali, terguling diatas tanah, sampai dia
meogoluarkan suara jeritan.
Dan untuk seterusnya, setelah berdiri Song Tongleng tidak
berani untuk menghampiri Hek Sin Ho lagi, karena dia takut
justru ketiga pendeta itu akan memperlakukan dirinya seperti
bola....
Hek Sin Ho telah berbasil berdiri, dia telah menggedikkan
kepalanya berulang kali.
Kepalanya masih pusing bukan main, dengan sendirinya dia
juga melihat semuanya masih kabur dan berlarian samar
sekali.
Setelah memejamkan matanya berulang kali, barulah dia
bisa memandang dengan wajar kembali.
"Sekarang engkau mau bicara secara baik dan jujur, atau
memang engkau inginkan mengoreknya ?" tanya sipendeta
jubah putih.
"Apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya Hek Sin Ho acuh
tak acuh.
Walaupun dia melihat kepandaian ketiga hwesbio itu luar
biasa, dan dirinya memang sudah bukan lawan dari ketiga
hwesbio tersebut, namun setidaknya dia tidak ingin
memperlihatkan perasaan takutnya, karena Hek Sin Ho
memang tabah sekali.
"Sebutlah asal usulmu yang sebenarnya." kata sipendeta.
"Aku harus mulainya dari bagian mana?" tanya Hek Sin Ho
"Siapa gurumu."
"Aku sendiri!"
Muka ketiga pendeta itu jadi berobah lagi, mereka gusar
bukan main, karena mereka menganggap Hek Sin Ho ingin
mempermainkan diri mereka.
Sipendeta baju putih sudah menggerakkan tangannya
hendak melancarkan serangan lagi, tetapi telah ditahan oleh
sipendeta jubah merah.
"Sekarang jawab yang benar, siapa gurumu?" tanya
sipendeta jubah merah itu.
"Telah, berapa kali aku harus mengatakan bahwa aku
mempelajari ilmu silatku ini sendiri ?" tanya Hek Sin Ho
dengan suara mendongkol, sedikitpun dia tidak
memperlihatkan perasaan takut. "Sudah kukatakan berulang
kali bahwa aku tidak memiliki guru."
"Baiklah jika begitu, sekarang kau katakan, Siapa kedua
orang tuamu ?" tanyanya lagi si pendeta jubah merah.
"Ayahku?" tanya Hek Sin Ho.
"Ya!" mendongkol bukan main pendeta itu. "Cepat katakan,
jangan seperti anak yang tolol."
Disaat itu Sesungguhnya Hek Sin Ho mengulurkan waktu
karena memang tengah memikirkan rencana untuk meloloskan
diri. Dia juga menyadari bahwa ayahnya dan kakeknya sangat
terkenal, sebagai seorang gagah nomor satu dijaman itu,
maka dengan sendirinya jika dia menyebufkan nama mereka,
mungkin dirinya sulit lolos lagi, terlebih lagi pihak pemerintah
memang tengah mencari Ouw Hui dan Biauw Jin Hong.
Disaat itu, setelah berpikir sejenak, Hek Sin Ho telah
menyahuti dengan suara yang lantang : "Ayahku she Tong
dan bernama A Tu, sedangkan ibuku Lie Sie!"
"Akhhh, nama yang kampungan!"kata sipendeta.
"Kampung dengan kota sama saja, yang terpenting
manusia yang harus baik seperti kedua orang tuaku, tidak
seperti kalian yang telah mempergunakan kepandaian untuk
menghina y3ng muda dan lemah? Apa yang bisa
dibanggakan? Coba kalau kalian bertemu dengan jago2 yang
memiliki kepandaian tinggi, tentu sekali menggerakan
tangannya, segera juga kalian bisa dikirim keneraka!"
Berani sekali Hek Sin Ho berkata begitu, membuat muka
ketiga pendeta itu jadi berobah merah padam.
Betapapun juga ketiga pendeta itu memang telah terbakar
hatinya, mereka murka sekali.
Sipendeta berjubah kuning telah menggerakkan tangannya,
dia menghantamkan jari tangannya menuju kearah Hek Sin
Ho.
Dari jari tangannya itu meluncur keluar serangkum angin
serangan yang bukan main kuatnya.
Dan dengan mengeluarkan jeritan kaget dan kesakitan
tubuh Hek Sin Ho jadi terlontarkan keras sekali, sehingga dia
sampai bergulingan beberapa kali.
Kemudian setelah merangkak bangun, Hek Sin Ho
membarengi dengan mengangkat kakinya untuk melarikan
diri.
Tetapi maksudnya itu telah diduga oleh si hwesio, karena
seperti juga menarik sesuatu yaitu dengan menggariskan
telunjuknya menuju kearah dadanya sendiri, sihweshio telah
membentak nyaring :
"Kembali.."
Aneh sekali tubuh Hek Sin Ho seperti ditarik sesuatu yang
dahsyat sekali.
Tanpa berdaya dia telah terhuyung mundur kembali
mendekati ketiga pendeta itu.
Seketika itu juga Hek Sin Ho jadi mengeluh karena disaat
itulah dia baru menyadarinya bahwa dirinya tidak mungkin
meloloskan diri dari ketiga pendeta yang memiliki kepandaian
yang demikian hebat.
"Hemmmm, jago2 mana saja yang kau maksudkan, yang
bisa merubuhkan diri kami ?" tanya sipendeta jubah kuning itu
setelah melepaskan pengaruh tenaga dalamnya didiri Hek Sin
Ho.
"Banyak sekali, Banyak sekali" kata Hek Sin Ho dengan
berani.
Walaupun menyadari dirinya tidak mungkin terlolos dari
tangan sipendeta yang sakti tersebut, namun sebagai seorang
anak yang berpikiran cerdas sekali, dia segera terpikir untuk
mempergunakan siasat dan kelicinan lidahnya untuk
membakar ketiga pendeta itu.
"Banyak sekali. Bunyak sekali. Katakan yarg jelas! Siapa
mereka?" bentak pendeta itu murka.
"Bukankah sudah kukatakan sangat banyak? Klau
disebutkan satu persatu tentu tidak akan habis walaupun satu
hari satu malam aku menyebutkan nama mereka.....!"
"Apikah didaratan Tionggoan demikian banyak terdapat
jago2 yang hebat ?" tanya si pendeta merah itu menoleh
kepada Song Tongleng.
"Dusta! Tidak banyak?" menyahuti Song Tongleng cepat.
"Siapa?" tanya Song Tongleng kemudian.
"Mereka tidak ada artinya bagi Samwie Taisu karena
kepandaian mereka biasa saja!" kata Sons Tongleng untuk
menggembirakan ketiga pendeta itu.
Tetapi tangan pendeta baju merah itu tahu2 telah bergerak
dan bersuara "plakkk, plookkk" nyaring sekali karena muka
Song Tengleng telah berhasil dipukulnya dengan keras sekali.
"Aku tanyakan siapa nama mereka seorang demi seorang,
bukan meminta kau bicara tidak keruan." suara sipendeta
aseran sekali.
Song Tongleng jadi kuncup nyalinya, dia memang
mengetahui bahwa ketiga pendeta tersebut merupakan tiga
pendeta yang memiliki kepandaian yang hebat sekali dan
memiliki adat yang aneh.
"Dan dengan memanfaatkan sifat aneh mereka itulah, Song
Toagleng akhirnya berhasil mengundang mereka.
namun, kini disaat berapa kali dia mengalami gempuran
dari pendeta tersebut, setidak2nya hati Song Tongleng jadi
mendongkol dan gusar tetapi dia tidak berani memperlihatkan
perasaannya itu. Kaisar sendiri tidak memperlakukan dia
demikian Kasar
Setelah mengiyakan dengan mengangguk anggukan
kepalanya beberapa kali, Song Tongleng menyebutkan namanama
jago jago rimba persilatan, yang namanya merupakan
orang2nya'
"Hmm, kau jual suara terlalu tinggi." mengejek Hek Sin Ho
dengan suara tertawa dingin. "Coba kau katakan apakah Ouw
It To itu jago yang hebat atau tidak ? Ouw Hui itu seorang
pendekar yang gagah bukan? Biauw Jin Hong itu pendekar
nomor satu dijaman ini, bukan? Apakah kau sanggup melawan
mereka dua tiga jurus? Ayo jawab yang jujur."
Ditanggapi begitu oleh Hek Sin Ho. muka Song Tongleng
berobah jadi merah.
Dia mengawasi mendelik penuda itu. jika memang tidak
ada ketiga orarg pendeta aneh tersebut, tentu dia telah
menerjang untuk melancarkan serangan karena sudah tidak
bisa menahan kemurkaan dihatinya.
"Hemm, kau belum menyahuti pertanyaan anak itu," kata
sipendeta jubah merah itu.
"Memang yang disebutkannya itu merupakan pemberontak
yang memiliki kepandaian lumayan tetapi mereka belum
berarti apa2 karena belum lama yang lalu merekapun telah
berhasil dirubuhkan oleh orangku.
Setelah berkata begitu, beberapa kali Song Tongleng
tertawa dingin, sambil menatap kearab Hek Sin Ho dengan
sorot mata yang tajam, matanya itu mendelik penuh
kegusaran yang luar biasa.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 12 Tamat
Hek SIN HO tertawa tawar.
"Enak saja kau bicara." katanya kemudian. "Mana mungkin
urusan itu terjadi. Walaupun kau kerahkan seluruh kekuatan
dari pengawal istana. tidak nantinya jago2 istana itu dapat
menghadapi pendekar2 besar itu. Jika memang kalian yang
sipat kuping dan angkat kaki seribu untuk lari kepangkuan ibu
dan nenekmu, tentu itu memang bisa dimaklumi... Kalau
memang kalian bisa menandingi mereka, untuk apa kalian
bersusah payah mengundang ketiga Taysu ini?"
Hek Sin Ho berkata dengan suara yang wajar, dengan sikap
yang berani sekali, kata2nya juga memang masuk dalam akal,
sehingga ketiga peadeta itu jadi tertawa dingin beberapa kali
dengan muka yang merah.
Sedangkan Song Tongleng yang memang tidak pandai
bicara, jadi gelagapan.
Dia murka dia penasaran dia juga memang diliputi
ketakutan takut kalau2 ketiga pendeta itu merobah pikirannya.
Kalau terjadi begitu, bukanlah hal itu sangat membahayakan
sekali?"
Maka disaat dia gugup begitu, dia teringat sesuatu,
"Jika tidak salah engkau memang masih ada hubungannya
dengan Ouw Hui dan Biauw Jin Hong bukan?" tanyanya
dengan suara yang dingin.
"Aku mana memiliki peruntungan yang begitu baik
sehingga bisa mempunyai hubungan dengan para pendekar
besar itu ?" balik tanya Hek Sin Ho.
Semula Tongleng itu bermaksud melibatkan Hek Sin Ho
dengan nama2 jago itu, untuk membangkitkan kemarahan
dan penasaran dari ketiga pendeta itu.
Dengan adanya jawaban Hek Sin Ho, bukan saja Tongleng
itu tidak berhasil menarik simpati dari ketiga pendeta itu,
malah sebaliknya.
"Hemmm, rupanya Song Tongleng bekerja terlalu ceroboh,
sehingga anak semuda ini ingin disangkut kaitan dengan
begitu mudah saja kepada beberapa nama jago2 didaratan
Tionggoan ?....."
Tentu saja, hal ini telah membuat Tongleng itu jadi
kelabakan.
Tetapi dia cepat2 telah menyahuti. "Sam Wie Taisu, mulut
anak ini memang sangat berbisa, jika dia bicara terus, tentu
dia akan blcara hal yang tidak2 Maka terlebih dulu kita
tangkap dia kemudian kita korek keterangan darinya, meacari
asal usulnya dengan sebenarnya
"Hemm, kami tentunya tidak perlu diajari oleh kau, Song
Tongleng, kami lebih mengetahui apa yang harus kami
lekukan." kata sipen-dsta jubah kuning itu dengan suara yang
dingin dan tidak mengandung perasaan apapun juga.
"Jika demikian, biarlah setan kecil itu kuserahkan kepada
Sam Wie Taisu." kata Song Tongleng yang jadi kewalahan
oleh perkembangan yang terakhir ini.
Sedangkan Hek Sin Ho sendiri telah tertawa dingin
berulang kali.
Pemuda ini telah melihat bahwa Song Tongleng mulai salah
tingkah.
tetapi disaat Hek Sin Ho tengah girang begitu, disaat itu
juga tampak tangan sipendeta baju putih telah bergerak lagi.
"Naik." teriak pendeta itu.
Dan seperti tadi tubuh Hek Sin Ho telah terbang keatas
lagi, telah diputar pula oleh pendeta itu.
Malah kali ini pendeta itu memutarnya dalam waktu yang
sangat lama dan panjang sekali sehingga membuat Hek Sin
Ho pusing bukan main. terlebih pula, putaran itu merupakan
kekuatan tenaga dalam yang dahsyat, yang membuat Hek Sin
Ho tidak bisa menguasai diri. akibat dari gencatan tenaga
dalam itu.
Dengan Sendirinya, dia merasakan kepalanya seperti ingin
pecah, langit seperti ingin runtuh. Diam2 Hek Sin Ho
mengeluh
"Rupanya kali ini aku tidak bisa lolos dari kematian."
katanya dengan suara yang putus asa.
Dan baru Saja dia berpikir begitu, baru dia berucap begitu,
maka disaat itu jaga sipendeta berjubah putih itu telah
menghentak tangannya lagL
Maka seketika itu tubuh Hek Sin Ho meluncur turun
ketanah, terbanting keras bukan main sehingga menimbulkan
suara yang keras sekali.
Seketika itu juga Hek Sin Ho mengeluarkan suara jerit
kesakitan yang nyaring kepalanya pusing bukan main.
Untuk saat yang cukup lama dia tidak bisa bangun berdiri,
tetap diam ditempatnya itu dengan kepala tertunduk dan mata
yang dipejamkan rapat2.
Setelah pusing dtkepalanya itu agak berkurang, barulah
Hek Sin Ho membuka matanya itu.
"Katakan terus terang...." kata sipendeta jubah putih, Dan
yang terpenting harus bicara jujur... siapa jago2 lainnya! Jika
saja kau mau membawa adat, kami bisa membawa adat juga,
dan yang akan celaka adalah dirimu sendiri?"
Dan setelah berkata begitu, sipendeta telah memandang
dengan sinar mata yang sangat tajam sekali kepada Hek Sin
Ho.
Saat itu Hek Sin Ho telah berusaha untuk berdiri, dia
bingung bukan main.
Jika dirinya terus menerus dipermainkan oleh ketiga
hweshio itu yang mengandalkan kekuatan tenaga lwekangnya
yang sempurna, niscaya dirinya yang akan celaka.
Tetapi, untuk menghadapi kekuatan tenaga dalam pendeta
itu, diapun tidak memiliki kesanggupan.
Didalam keadaan seperti itu, ketika sipendeta tengah
berkata2, tiba2 sekali Hek Sin Ho teringat sesuatu.
"Ihhh...!" diam2 dia telah berpikir didalam hatinya.
"Mengapa aku tidak mempergunakan jurus Ie Hong Hoa?"
Yang dimaksud dengan jurus Ie Hong Hoa adalah jurus
Hujan Angin Bunga, suatu jurus yang sangat luar biasa, yang
telah dciptakan oleh ayahnya, dengan menggabungkan ilmu
dari dua keluarga, yaitu dari keluarga Ouw dan keluarga
Biauw, Seperti diketahui bahwa ayah Hek Sin Ho memang
telah berhasil menciptakan semacam ilmu gabungan yang
hebat sekali.
Bukan main girangnya Hek Sin Ho.
Dia memang belum pernah mempergunakan ilmu itu, tetapi
Hek Sin Ho memang telah pernah diberitahukan oleh ayahnya
bahwa jurus Ie-Hong Hoa itu merupakan jurus yang luar
biasa.
Betapa lihaynya sang lawan, jangan harap lawan itu bisa
menguasai dirinya.
Maka dari itu mau tidak mau memang Hek Sin Ho jadi
girang bukan main tahu2 dia telah melompat dengan
sepasang kakinya dikakukan dan dengan mengeluarkan suara
bentakan, tahu2 dia telah menggerakkan kedua tangannya
dengan gerakkan ditekuk dan dilonjorkan berulang kali.
Gerakan itu tentu saja merupakan gerakan yang sangan
ajaib sekali dan tampaknya juga merupakan gerakan yang
biasa saja.
Tetapi aneh, dari kedua tangannya meluncur keluar
serangkuman angin serangan yang perlahan dan lembut sekali
tetapi bisa menghancurkan.
Ketiga pendeta itu jadi kaget bukan main karena biar
bagaimana mereka adalah jago jago yang sudah sempurna
ilmu lwekangnya, mereka telah mengetahui dan dapat
membedakan mana ilmu sejati dan mana yang bukan.
Waktu mereka merasakan menyambarnya angin serangan
yang begitu halus dan lembut tentu saja mereka jadi terkejut
bukan main sebab diantara kelembutan itu menyelusup
semacam tenaga yang tajam sekali.
Sipendeta jubah putih itu mengeluarkan suara seruan
tertahan dan cepat2 menggerakkan tangannya. Ia
menghentak keatas dia bermaksud untuk melontarkan tubuh
Hek Sin Ho ketengah udara lagi.
Tetapi yang mengejutkan dia justru serangannya sama
sekali tidak berhasil, jangankan tubuh Hek Sin Ho
terlontarkan, sedangkan bergeser saja dari tempatnya berdiri
tidak sama sekali, tentu saja hal itu telah mengejutkan
sipendeta, yang telah mengulangi serangannya itu beberapa
kali, namun tetap saja gagal, sehingga membingungkan bukan
main hati pendeta tersebut.
Walaupun bagaimana memang kenyataannya terlihat jelas,
Hek Sin Ho seperti telah memperoleh suatu kekuatan yang
tidak bisa dibendung lagi, karena dia telah menerima serangan
dari si pendeta dengan kekuatan yang sangat hebat.
Dengan sendirinya, mau tidak mau telah membuat Hek Sin
Ho dapat menggerakkan tangan dan kakinya tanpa
terpengaruh oleh hentakan tangan sipendeta.
"Ihhh." pendeta itu telah mengeluarkan suara tertahan.
Karena dia sama sekali tidak menyangka bahwa didunia
ada orang yang bisa bertahan dari kibasan tenaga dalamnya
itu.
Selama mereka melatih ilmu itu, mereka tidak pernah gagal
untuk merubuhkan lawan-lawan mereka, walaupun bagaimana
liehaynya lawan itu.
Tetapi Hek Sin Ho, seorang pemuda tanggung ini, ternyata
bisa mempertahankan diri dari serangan tenaga dalam mereka
itu.
Dengan sendirinya pula, mau tidak mau pendeta itu
disamping terkejut, juga merasa kagum sekali.
Mereka jadi menduga duga, entah ilmu apa yang telah
dipergunakan oleh Hek Sin Ho.
Bahkan kedua pendeta yang lainnya jadi penasaran waktu
melihat usaha kawan mereka itu tidak memberi hasil.
Dengan cepat mereka telah menghentak juga dengan
lwekang mereka.
Namun tetap saja Hek Sin Ho tidak bisa dilontarkan pula.
hanya pemuda itu tampak telah bergerak-gerak dan bersilat
dengan jurus2nya yang aneh itu.
Keruan saja ketiga pendeta itu jadi bingung mereka
menghentikan serangan dan hanya mengawasi tertegun.
Tetapi mereka jujur, mereka mengakui bahwa ilmu yang
dimiliki Hek Sin Ho sangat luar biasa sekali, maka dari itu
sipendeta putih itu berkata dengan suara yang lantang
"Sungguh hebat kau setan hitam ilmu apa yang kau
gunakan?"
"Kalian ingin tahu?" tanya Hek Sin Ho sambil menghentikan
gerakannnya juga.
"Sebutkanlahl" mendongkol juga pendeta itu yang melihat
sipemuda telah memperlihatkan sikap seperti mempermainkan
mereka.
"inilah yang dinamakan ilmu mengusir tiga orang dedemitl"
kata Hek Sin Ho lagi.
Keruan saja ketiga pendeta itu jadi terkejut sekali. karena
dengan berkata begitu, berarti Hek Sin Ho memang sengaja
menyindirnya.
Maka dari itu, dengan mengeluarkan suara seruan gusar,
ketiganya telah melancarkan serangan yang serentak, dengan
mempergunakan lweekang mereka.
Hek Sin Ho juga tidak berani berayal lagi, dengan cepat
bukan main dia telah menggerakkan tangan dan kakinya, dia
telah bersilat dengan Ie Hong Hoa, dengan gerakan2nya yang
aneh.
Tetapi karena ketiga orang pendeta itu melancarkan
serangannya dengan serentak, dengan sendirinya tenaga
lweekang mereka meluncur juga dengan serentak.
Maka dari itu, tidak mengherankan jika kekuatan itu jauh
lebih kuat dibandingkan dengan tadi.
Walaupun Hek Sin Ho telah berusaha untuk menghadapi
tekanan dari tenaga dslam ketiga orang pendeta itu, namun
usahanya itu masih gagal sebagian, karena tubuh Hek Sin Ho
telah! terlontarkan ketengah udara, terangkat sedikit demi
sedikit, dengan sipemuda masih terus juga bersilat dengan
gerakannya aneh, yang tebentar melonjorkan tangannya dan
sebentar menekuk.
Dengan sendirinya, hal itu telah memperlihatkan bahwa
kepandaian yang dimiliki ketiga pendeta itu memang berada
diatas Hek Sin Ho
Hanya saja disebabkan Hek Sin Ho telah mempergunakan
kepandaian yang aneh dan hebat sekali, dengan sendirinya dia
tidak mudah untuk dipermainkan kembali.
Disaat itulah, dengan penasaran sekali, ketiga pendeta
yang tengah penasaran, dan juga sebagai jago2 yang sudah
tidak msmiliki tandingan lagi, dengan sendirinya memperoleh
lawan yang berat seperti Hek Sin Ho, mereka jadi tertarik.
Maka mereka telah mengibaskan tangan mereka pulang pergi
tidak hentinya, mereka telah melancarkan Serangannya itu
dengan dahsyat sekali, semakin lama semakin hebat.
Hek Sin Ho sendiri jadi gugup. Dia belum yakin bahwa
ilmunya itu bisa menghadapi kepandaian ketiga orang pendeta
itu. Maka dia telah bersilat dengan Ie Hong Hoa dengan
sekuat telaganya, semakin lama gerakan2nya semakin cepat
dan gesit sekali.
Yang luar biasa, justru dia bersilat dengan tubuhnya yang
terapung di tengah udara seperti itu....
Song Tongleng yang menyaksikan jalannya pertempuran
itu, jadi berdiri bengong saja.
Seumur hidupnya, baru kali ini Song Tongleng menyaksikan
pertempuran sedahsyat seperti itu.
Sebagai orang kepercayaan Kaisar, sesungguhnya dia telah
diakui oleh orang2 rimba persilatan sebagai jago yang memiliki
kepandaian luar biasa.
Tetapi kini, melihat jalannya pertempuran antara ketiga
orang pendeta dengan Hek Sin Ho dengan sendirinya telah
membuat Song Tongleng jadi berdiam diri dengan muka yang
pucat, karena dia tengah membayangkan jika saja dia yang
menggantikan kedudukan Hek Sin Ho untuk menghadapi
ketiga pendeta itu, siang2 tubuhnya sudah hancur...!
Sedangkan Song Tongleng sendiri sama sekali tidak pernah
membayangkan bahwa Hek Sin Ho ternyata memang memiliki
kepandaian yang demikian hebat.
Maka dari itu, tidak habisnya dia menghela napas dan
menyesal dirinya mengapaijusteru dia tidak memiliki rejeki
yang sebesar itu, yang bisa mempelajari ilmu silat yang yang
hebat dan tinggi.
Jalannya pertempuran yang tengah bertanggung antara
Hek Sin Ho dengan ketiga pendeta aneh ini berlangsung
semakin lama semakin hebat.
Gerakan kedua tangan dari ketiga pendeta itu Semakin
lama jadi semakin perlahan.
Tetapi bagi ahli2 yang bermata tajam mereka bisa
mengetahui bahwa gerakan yang semakin perlahan dan berat
Itu bukan berarti mereka
Sudah letih melainkan tenaga menyerang mereka semakin
hebat, tetapi yang lebih luar biasa, justeru Hek Sin Ho masih
tetap bersilat dengan menggerakkan sepasang kaki dan
tangannya itu
Dengan tubuh melayang2 ditengah udaia, akibat tekanan
tenaga lweekang yang dilontarkan oleh serangan ketiga
pendeta itu.
Diam2 Hek Sin Ho telah mengeluh didalam hatinya, jika
memang dia melakukan pertempuran seperti itu terus
menerus, niscaya akhirnya dia akan letih dan dengan
sendirinya dia akan rubuh tidak berdaya.
Maka dari itu, cepat sekali dia berpikir untuk mencari akal.
Sebagai seoraog anak yang cerdik dan tabah akhirnya Hek
Sin Ho telah berteriak dengan suara yang nyaring, dengan
tetap kedua tangannya itu bergerak2 terus:
"Hemm, kalian mengaku sebagai tiga Buddha yang tiada
tandingannya dikolong langit ini, Tetapi tidak malukah kalian
bertiga telah mengeroyok diriku tanpa memperoleh
kemenangan walaupun telah Bertempur sekian lama?"
Tajam kata2 yang dilontarkan Hek Sin Ho, seketika itu juga
maka Ketiga pendeta itu jadi berobah merah padam.
Sedangkan Hek Sin Ho tetap meneruskan perkataannya
lagi, "Jika memang kalian benar2 memiliki kepandaian tinggi
mengapa harus memilih seorang jago muda tidak berarti
seperti diriku? Mengapa kalian tidak mencari pendekar besar?
"Hemmm! Hemmm! Sekarang aku tahu, Jika terhadapku,
engkau tentu bisa menghina dengan mengandalkan jumlah
banyak, sedangkan terhadap jago2 besar engkau dengan
mudah akan dirubuhkan hanya dalam satu jurus?"
Ketika orang pendeta itu Jadi bertambah merah mukanya,
mereka malu dan gusar sekali tetapi mereka tengah
mengerahkan kekuatan tenaga murni mereka tidak dapat
mereka memecahkan perhatian dan kekuatan, tidak bisa
mereka bicara
"Hemm." mendengus Hek Sin Ho lagi. "Kalian bertiga, tetap
tidak bisa memenangkan aku! Hemmm, sungguh pendeta
pendeta gundu1 tidak punya guna."
Ketiga pendeta itu sudah tidak bisa mempertahankan
dirinya lagi, mereka telah menarik pulang kekuatan tenaga
menyerang mereka.
"Baiklah." kata mereka kemudian hampir serentak. Kau
tunjukkanlah, jago yang mana harus kami lawan, Dengan
ditariknya pulang tenaga serangan ketiga pendeta itu, maka
Hek Sin Ho telah meluncur turun dapat berdiri ditanah.
Sekujur tubuhnya telah mandi keringat, dia juga bernapas
dengan memburu.
Pertempuran yang tadi benar2 telah meletihkan sekali diri
pemuda ini.
"Hemm, begitu baru perbuatan seorang hohan dan
Enghiong, jangan hanya mementang mulut dan menepuk
dada mengakui diri sebagai pendekar besar, seorang Taihiap,
tidak tahunya perbuatannya tidak lebih dari kurcaci yang main
keroyok dan main pilih lawan, yang muda dan yang lemah,
yang mudah dirubuhkan!"
Muka ketiga pendeta itu bertambah merah, karena
perkataan yang dilontarkan oleh Hek Sin Ho merupakan
perkataan yaag sangat tajam menusuk hati mereka.
Tentu saja sebagai seorang pendekar, maka ketiga pendeta
itu merasa malu dengan teguran Hek Sin Ho.
Mereka memang merasakan bahwa menghadapi seorang
pemuda saja seperti Hek Sin Ho, mereka tidak bisa
merubuhkannya. bagaimana mereka bisa menepuk dada
mengatakan bahwa mereka merupakan jago2 tanpa tanding
dikolong langit?
Maka dari itu, dengan cepat sekali mereka telah
mengangguk sambil berkata
"Baiklah! Kami mau mengampuni jiwamu, tetapi mari kita
berjanji, karena ini memang syaratnya!" kata sipendeta jubah
merah.
"Apa syaratnya?" tanya Hek Sin Ho girang karena tipunya
telah termakan.
"Hemm, kami akan menantikan kalian disini sebulan lagi
engkau harus membawa jago yang kau sebutkan itu!" kata
sipendeta. "Jika memang tidak, maka walaupun kau lari ke
ujung bumi, kami akan mengejar dan membinasakan dirimu!"
"Baik." Hek Sin Ho telah menerima tantangan itu dengan
tidak berpikir lagi,
"Sekarang kau pergilah!" kata sipendeta jubah merah
Hek Sin Ho tidak segera angkat kaki. Dia hanya tertawa.
"Mengapa engkau tidak cepat2 menggelinding pergi?"
bentak pendeta yang seorangnya lagi, yang memakai jubah
kuning, dengan mendongkol. Dia menduga, Hek Sin Ho
dengan sikapnya itu ingin mengejek mereka.
Hek Sin Ho menunjuk kearah Song Tongleng.
"Entah Taijin itu mengijinkan aku pergi atau tidak?"
tanyanya,
"Kami yang mengijinkan! Pergilah" kata pendeta jubah
merah itu.
Muka Song Tongleng merah padam karena murka sekali
kepada Hek Sin Ho.
Tetapi dia cerdas juga, tidak mau dia melarang, karena dia
menyadarinya, jika dia berusaha menahan sipemuda, Hek Sin
Ho, berarti dia yang akan berurusan deagan ketiga orang
pendeta itu.
Maka dari itu, ketika Hek Sin Hp tertawa lebar sambil
melambai-lambaikan tangannya kearah dia seperti juga
mengejeknya. Song Tongleng berdiam diri saja, dia sengaja
menunduk tidak mau melibat kepergian Hek Sin Ho.
Dengan cepat Hek Sin Ho telab berlari-lari dan kemudian
telah keluar diri hutan.
Selama dalam perjalanan menuju ke Bu Ciang, diam2 Hek
Sin Ho jadi berkuatir bukan main. karena dia jadi teringat
kepada ketiga pendeta yang luar biasa, yang telah menjadi
orang undangan dari pemerintah penjajah.
Jika memang selain ketiga pendeta itu masih terdapat
orang2 hebat lainnya, bukankah jago2 didaratan Tionggoan
yang mencintai tanah air akan menghadapi kesulitan yang
tidak kecil.
Karena dari itu Hek Sin Ho jadi gelisah sendirinya, dia juga
jadi bingung sekali,
Ketika sampai dikota Bu Ciang, hari hampir terang tanah
dan rumah penginapan telah banyak yang buka.
Hek Sin Ho telab mengisap disebuah rumah penginapan
dan tidur dengan nyenyak, untuk memelihara tenaganya,
karena pertempurannya dengan ketiga pendeta itu telah
menyebabkan dia letih bukan main.
Karena dari itu dia bisa tidur dengan nyenyak sekali, dan
juga siang itu dia yakin tidak akan muncul gangguan apa2,
karena dia datang. Justru disaat kota telah lagi begitu ramai.
Sore hari barulah Hek Sin Ho terbangun dari tidurnya. dia
sudah cuci muka dan ganti pakaian.
Tetapi untuk sesaat lamanya Hek Sin Ho tidak keluar dari
kamarnya.
Hal itu bukan berarti dia takut akan bertemu dengan
orangnya Song Tongleng, tetapi hanya untuk menghindarkan
kerewelan.
Yang terpenting dan menjadi tujuan, dia ingin mencari dulu
sigadis yang dipanggilnya sebagai si Pucat, tetapi sebegitu
jauh. dia masih tetap belum mendengar tentang jejak dari
gadis tersebut,
Mau tidak mau Hek Sin Ho sering berpikir juga, apakah
mungkin dia telah salah mengambil arah dalam mencari jejak
gadis itu?
Tetapi, karena memang tidak mengetahui si Pucat itu telah
pergi kemana, maka Hek Sin Ho merasa terlanjur telah tiba di
Bu Ciang, dia bermaksud untuk mencari Tong Keng Hok, jika
perlu membantu orang she Tong itu mencari puteranya yang
telah dikutik oleh Tongleng she Song.
Maka dari itu, sengaja Hek Sin Ho menantikan hari menjadi
gelap.
Disaat telah kantongan kedua, barulah Hek Sin Ho keluar
dari kamarnya, dia turun keruangan bawah rumah peninapan
itu, untuk dahar, karena rumah penginapan tersebut
merangkap sebagai rumah makan juga.
Hek Sin Ho memilih meja berdekatan dengan jendela, dia
jadi bisa memandang keluar melihat orang yang berlalu lintas.
Dipesannya beberapa macam sayur, juga dua kati arak.
Dengan perlahan dinikmatinya makanan itu.
Tetapi disaat Hek Sin Ho tengah menikmati makanannya
itu, tanpa diketahuinya disudut ruangan, disebuah meja yang
terpisah dibelakang Hek Sin Ho, sepasang mata mengawasi
kearah dirinya dengan sinarnya yang tajam sekali.
Selesai makan, Hek Sin Ho duduk mengaso sambil tetap
memandang kejalan raya.
Tidak ada seorangpun yang dikenalnya lewat dijalan
tersebut.
Begitu pula si Pucat... Gadis itu tidak terlihat batang
hidungnya.
"Jika dia berada di Bu Ciang, tentu dia akan berkeliaran,
tetapi nyatanya sebegitu jauh aku tidak pernah mendengar
perihal dirinya.... pikir Hek Sin Ho dan dia telah menghela
napas panjang.
Namun disaat itulah, Orang yang sejak tadi mengawati Hsk
Sin Ho, telah berdiri dan menghampiri meja sipemuda dengan
langkah perlahan orang tersebut seorang wanita tua yang
tubuhnya telah agak bungkuk.
Dengan perlahan dia telab berkata "Mari ikut aku."
Tentu saja Hek Sin Ho terkejut, dengan cepat sekali dia
menoleh.
Dia segera melihat wanita tua agak bungkuk itu, dimana
wanita bungkuk itu telah mengangguk perlahan dan telah
jalan pergi kepintu.
Hek Sin Ho ragu2 sejenak, tetapi karena penasaran dia
bangkit berdiri dari duduknya.
Dibayarnya harga makanannya, kemudian cepat2 keluar
dari rumah penginapan tersebut.
Masih sempat melihatnya sinenek bungkuk diujung jalan
itu, tengah menikung.
Hek Sin Ho mempercepat jalannya, dia telah menyusulnya.
Sinenek bungkuk itu telah mengambil arah keluar kota,
langkah kakinya tampak perlahan, namun gerakannya bukan
main gesit dan cepat sekali.
Kedua kaki sinenek tampak seperti tidak menginjak tanah,
bergeser diujung rumput dan tubuhnya itu bagaikan kapas
yang terbang melayang2......
Tentu saja Hek Sin Ho tadi kaget dan kagum sekali, segera
dia menyadari bahwa sinenek tua itu adalah seorang wanita
tua yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.
Dengan cepat Hek Sin Ho telah mengerahkan tenaganya
dan mempergunakan juga ilmu lari cepatnya, dia bermaksud
menyusul si nenek itu.
Tetapi berlari sekian lama, tetap saja Hek Sin Ho tidak
berhasil menyusul nenek itu.
Dengan sendirinya Hek Sin Ho jadi penasaran bukan main,
dia telah mengepos semangatnya lagi, ia mengejar terus dan
usahanya itu tetap tidak berhasil.
Si nenek tua tetap saja berlari dengan cepat dengan
gerakan yang ringan sekali.
Mereka tetap terpisah dalam jarak yang tertentu dan
rupanya si nenek tua itu sengaja berbuat demikian.
Hek Sin Ho beberapa kali telah mengepos semangatnya,
beberapa kali dia berlari lebih cepat.
Apa lagi ketika mereka telah berada diluara kota yang sepi
dan tidak ada orang yang berlalu lintas. Hek Sin Ho telah
mengejarnya dengan cepat sekali.
Tetapi tetap dia tidak berhasil mendekati sinenek dengan
sendirinya Hek Sin Ho bertambah kagum saja.
Sedangkan sinenek tua beberapa kali melambaikan
tangannya karena dia kuatir kalau kalau Hek Sin Ho
membatalkan maksudnya mengikuti terus.
Setelah berlari2 sekian lama. akhirnya mereka tiba dimuka
sebuah kuil tua yang sudah tidak terurus.
Nenek tua bungkuk itu baru mienghentikan larinya, dia
menantikan Hek Sin Ho, yang tiba tidak lama kemudian.
Begitu sampai dihadapan sinenek, Hek Sin Ho mengawasi
sinenek tua bungkuk itu dengan sorot mata yang tajam dan
menyelidik, karena Hek Sin Ho belum pernah mengenal siapa
adanya nenek tersebut.
Cepat2 Hek Sin Ho telah merangkapkan tatapannya dia
telah menjura memberi hormat kepada nenek tua itu dengan
sikapnya yang menghormat, karena Hek Sin Ho menyadari
bahwa nenek tua itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi
sekali.
"Bolehkah Boanpwe mengetahui nama dan gelaran
Locianpwe yang harum?" tanya Hek Sin Ho kemudian.
"Hemm, gelar dan nama semuanya palsu." berkata sinenek
dengan suara yang dingin, "Yang terpenting adalah hatinya!
Sudahlah tidak perlu kita banyak bicara persoalan adat
istiadat."
Tentu saja perkataan sinenek itu telah membuat Hek Sin
Ho jadi tertegun.
Itulah suatu perkataan yang agak luar biasa dan juga aneh.
"Apa... apa maksud locianpwee?" tanya Hek Sin Ho
kemudian.
"Kukatakan, untuk apa kita membicarakan segala persoalan
yang menyangkut adat istiadat? Untuk apa nama? Untuk apa
gelaran? Jika memang nama dan gelaran itu tidak bisa
menolong manusia banyak dari kemelaratan dan kesulitan
serta penderitaan?"
"Tepat." berseru Hsk Sin Ho kagum sekali.
"Nah, Kini mari kita membicarakan urusan yang sangat
panting sekali..." kata nenek tua itu.
"Silahkan! Boanpwee akan mendengarkannya dengan
baik2." kata Hek Sin Ho cepat dan menghormat sekali, karena
dia merasa kagum atas sikap nenek tua bungkuk itu,
"Engkau puteranya Ouw Hui, bukan ?" tanya sinenek lagi
dengan suara yang tenang, seperti juga pertanyaannya itu
merupakan pertanyaan yang biasa saja.
Hek Sin Ho mengangguk.
"Benar", menyahuti dia. "Siapa namamu?" tanya sinenek
tua itu lagi Semula Hek Sin Ho ingin menyebutkan
gelarannya,, tetapi terhadap nenek tua seperti ini akhirnya
Hek Sin Ho tidak bisa berdusta.
Dia telah menyahuti. "Boanpwe she Ouw bernama Ho."
"Heemmm, aku tadi telah melihat bahwa kau berusia
demikian muda, tetapi telah memiliki kepandaian yang tinggi!
Wajahmu mengingatkah aku kepada seseorang, kepada Ouw
Hui ternyata memang tepat dugaanku itu."
"Sesungguhnya Locianpwe ada urusan penting apakah
yang ingin Lecianpwe, bicarakan?" tanya Hek Sin Ho dengan
perasaan tegang, karena sinenek tua yang aneh ini belum
juga mengemukakan persoalannya,
Sinenek tua menghela napas, katanya : "Tunggu dulu! Kita
panggil seseorang dulu." Dan setelah berkata begitu, si nenek
telah memandang kearah dalam kuil, kemudian dia telah
menepuk tangannya empat kali, dua kali perlahan, dua kali
keras.
Suara tepukan tangannya ditempat demikian sepi dan
sunyi, terdengar menggema sekali.
Tidak lama kemudian, dan dalam kuil terdengar suara yang
aneh sekali.
Hek Sin Ho tidak mengetahui entah suara apa yang aneh
itu.
Disaat Hek Sin Ho tengah mengawasi kearah ptntu kuil itu,
justru disaat itu dari dalam kuil telah meluncur sebuah benda
hitam yang sangat besar sekali.
Hek Sin Ho kaget bukan main, dia sampai mengeluarkan
seruan keras dan cepat-cepat menyingkir, karena dia takut
kalau-kalau benda berukuran besar itu menimpah dirinya.
Dan tenda yang berukuran besar itu tidak lain dari sebuah
peti mati bercat hitam.
Tentu saja Hek Sin Ho telah dibuat heran oleh keadaan
seperti ini.
Hek Sin Ho telah mengawasi saja kearah peti mati itu,
kemudian memandang kearah sinenek, dan memandang
kearah peti mati itu itu, yang telah berada di atas tanah
Sinenek tua tanpa memperdulikan keheranan yarg meliputi
hati Hek Sin Ho, telah menghampiri peti mati berwarna hitam
itu, dia telan menepuk Ujungnya tiga kali, dengan keras,
sehingga terdengar suara benturan yang nyaring.
"Keadaan aman!" kata sinenek.
Maka perlahan2 tutup peti mati itu telah terangkat,
tergeser perlahan dan pasti, akhirnya terbuka dari dalam peti
mati itu telah melompat sesosok tubuh.
Sosok tubuh manusia itu telah berdiri tegak. dan Hek Sin
Ho yang sejak tadi memang telah memperhatikan terus peti
mati itu dan telah memperhatikan sosok tubuh yang baru
keluar itu, segera dapat melihatnya dengan jelas bentuk wajah
orang itu.
Tanpa dikehendakinya Hek Sin Ho mengeluarkan suara
seruan yang nyaring karena terkejut diapun telah mundur dua
tindak.
Karena sosok tubuh yang baru keluar dari peti mati itu
memang mirip degan hantu penasaran, matanya yang hancur
rusak seperti tengkorang. dengan dagingnya yang tumbuh
dikiri dan kanan dan juga bekas luka yang panjang, lebar
berlobang tanpa biji matanya, membuat keadaan orang itu
menyeramkan sekali. tangannya yang terjulur kebawah
terjuntai seperti tidak bertenaga, dengan jubahnya yang
berwarna hitam itu tampaknya sama seperti hantu penasaran.
Sinenek tersenyum waktu melihat Hek Sin Ho mundur
terkejut begitu.
"Tidak perlu takut. dia manusia biasa seperti kita."
kemudian mukanya telah berubah muram.
"Hanya keadaan lahiriahnya yang bercacad, sehingga
tampaknya menakutkan sekali...."
Dan setelah berkata begitu, nenek menghela napas
berulang kali.
Ketenangan hati Hek Sin Ho pulih kembali setelah
mendengar bahwa orang yang bercacad tubuhnya itu adalah
seorang manusia, dia segera menghampiri dan merangkapkan
tangannya dan menjura.
"Boanpwe Ouw Ho memberi hormat kepada Locianpwe!"
kata Hek Sin Ho.
Manusia yang seperti mayat itu cepat2 menyambuti hormat
sipemuda yang telah dibalasnya.
Saat itu, setelah memberi hormat begitu, simanusia mayat
bertanya kepada sinenek. "Apakah Kiesu ini berada dalam
hitungan sahabat?"
Sinenek tertawa mendengar pertanyaan manusia mayat itu.
"Kalau memang bukan sahabat, apakah mungkin aku
mengajaknya kemari?" balik bertanya.
"Sesungguhnya, siapakah sebenarnya jiwie locianpwe?"
tanya Hek Sin Ho.
"Kami sebetulnya merupakan musuh2 pemerintah penjajah,
dan kami tengah mengikuti terus jejak musuh besar kami!"
kata sinenek.
"Siapakah nama musuh locianpwe?" tanya Hek Sin Ho lagi
dengan hati yang sangat berhati-hati.
Sinenek ragu2, tetapi kemudian itu berkata "Orang itu she
Song......"
Sepasang alis Hek Sin Ho bergerak2.
"Apakah Song tongleng, maksud Boanpwe Song Kiam
Ceng?" tanya Hek Sin Ho.
"Ihhh" berseru manuisia mayat itu terkejut, dia mundur
satu langkah, bagaimana engkau bisa mengetahui?" dan
matanya yang hanya tinggal satu itu telah memandang kearah
Hek Sin Ho dengan mengandung kecurigaan,
"Boanpwe pun tengah mengejar dia..." menjelaskan Hek
Sin Ho.
"Hmm disebabkan orang she Song itulah maka keadaan
kami jadi demikian." menggumam sinenek. "Aku disiksanya
sampai bungkuk akibatnya tulang punggungku patah dan juga
suamiku itu telah menjadi seperti mayat, disiksa habis habisan
oleh orang she Song itu, sehingga sudah tidak mirip sebagai
manusia lagi,"
Mendengar itu Hek Sin Ho segera dapat msnduga persoalan
yang sesungguhnya.
"Orang she Song itu sekarang tengah menghimpun para
pendekar dan jago2 yang kemaruk akan harta dan pangkat,
mereka dihimpun untuk memperbudak diri kepada pemerintah
penjajah." kata Hek Sin Ho.
"Itulah." berkata sinenek. "Disebabkan sekarang ini orang
she Song itu memiliki kedudukan yang kuat, kami tidak bisa
bergerak secara leluasa! suamiku harus menjalankan dengan
terpaksa pekerjaan sebagai mayat. Karena jika kami
memasuki kota dengan keadaan suamiku seperti itu. jelas akai
menarik perhatian dari pandangan semua orang orang a yang
melihat kami, Dan tentu akan sampai ketelinganya orang she
Song itu....! Kami tengah menantikan kesempatan untuk
mengadakan perhitungan dengan orang she Song itu
"Sesungguhnya, apakah yang telah terjadi?" tanya Hek Sin
Ho.
"Kami sebetulnya merupakan manusia yang sudah hidup
ingin tenteram dan mengasingkan diri. Pada suatu hari, kami
tidak sanggup menyaksikan beberapa orang tentara
pemerintah penjajah menyiksa penduduk, maka kami telah
mencampuri, dan akhirnya bentrok dengan orang she Song
itu! Dengan mempergunakan jumlah tenaga yang banyak
dangan mengandalkan pasukannya, akhirnya kami tertangkap
dan kami disiksa hebat se kali. Untung saja akhirnya kami bisa
meloloskan diri.... tetapi keadaan kami jadi demikian rupa..."
Dan setelah bercerita begitu sinenek menghela napas
berulang.
Tampaknya dia berduka sekali, karena teringat
pengalamannya dimasa yang lalu, disaat dia disiksa hebat
sekali oleh Song Tongleng.
Begitu juga, suaminya yang mirip dengan mayat hidup itu,
tidak hentinya menghela napas.
"Kami berusaha menuntut balas, kami mencari orang she
Song tersebut. Tetapi kepandaian kami terbatas sekali.
dengan sendirinya kami tidak memiliki kesanggupan untuk
membinasakan orang she song tersebut....."
"Ya telah dua kali kami mendatangi tempatnya dan
berusaha membunuhnya. tetapi kami selalu dikeroyok oleh
jago2 sewaannya hingga terpaksa kami harus meloloskan diri
dengan jalan melarikan diri dari tempatnya itu..."
"Kami juga menyadarinya jika kami terus menerus dalam
keadaan demikian suatu saat tempat persembunyian kami
akan diketahui orang she Song itu yang bisa saja perintahkan
anak buahnya untuk menangkap kami, kami mengikuri terus
jejaknya dan kami tengah berusaha untuk mencari seorang
pandai untuk menolongi penderitaan kami..." bercerita sampai
disitu sinenek berulang kali menghela napas.
Disaat itu suaminya telah menyambungi perkataan
Isterinya: "Dan kami hanya teringat kepada seorang pendekar
besar yang mungkin bisa menolong kami keluar dari
penderitaan seperti ini...."
"Siapa Taihipa yang locianpwe maksudkan?" tanya Hek sin
ho.
"Sesungguhnya kami malu untuk menyebutkannya!" kata
manusia yang mirip seperti mayat itu. "Orang itu adalah
ayahmu? Jika memang bisa ditemani oleh kami dan
mendengar peristiwa penasaran kami ini, sebagai pendekar
yang dikenal oleh sahabat2 rimba persilatan bahwa jiwa besar
ayahmu itu yang gemar menolong orang2 yang tengah dalam
kesulitan, tentu bersedia juga untuk menolong kami."
”jika memang ayah mengetahui urusan ini, tentu ayah akan
menolongi kesulitan Locianpwee hanya sayangnya ayah
bersama Biauw Yaya, kakek Biauw (Biauw Jin Hong) telah
hidup, mengasingkan diri diutara,”
Mendengar itu, muka kedua orang tua itu suami isteri itu,
jadi berobah muram.
"Itulah sulitnya, Maka jika melihat demikian, tampaknya
penasaran kami tidak bisa diselesaikan, dan kami akan mati
dengan penasaran serta dengan mata yang tidak terpejam."
Dan setelah berkata begitu, sinenek mengucurkan air mata dia
telah menangis, karena dia terlampau berduka.
Sedangkan suaminya, yang menyerupai mayat hidup itu
telah menghela napas tidak hentinya
Hek Sin Ho yang melibat keadaan sepasang suami isteri itu
jadi ikut terharu.
"Jiwie Locianpwe tidak perlu berputus asa walaupun ayah
dan kakek tidak berada disini, tetap saja dalam rimba
persilatan masih banyak pendekar2 besar yang mencintai
keadilan, Jika memang locianpwe tidak mentertawai aku yang
bodoh, aku mau membantu kesulitan locianpwe, Marilah kita
bertiga bersama2 mencari orang she Song itu....!"
Mendengar perkataan Hek Sin Ho, tentu saja kedua suami
isteri itu jadi girang bukan main, muka mereka jadi ber-seri2
dan terang sekali
"Ohhhh, terima kasih Kongcu! Terima kasih Ouw Kongcu!
Inilah berkah dari Thian..." berseru suami itu.
Jangan Locianpwe berkata begitu, Dikatakan kita sebagai
manusia harus saling tolong menolong! terlebih pula orang
ahe Song itu merupakan kuku garuda atau orangnya Kaisar
Kian Liong?"
Betapa girangnya suami isteri itu, mereka tidak hentinya
memuji akan kebesaran Thian.
Hek Sin Ho segera menceritakan pengalamannya, dimana
dia baru saja kemarin bertemu dengan Song Kiam Ceng, dan
bertempur dengan tiga orang pendeta aneh itu
"Ketiga orang pendeta aneh itu sangat luar biasa sekali,
tetapi boanpwe yakin bahwa mereka bukan sebangsa manusia
jahat! Hanya saja mereka telah berbasil ditipu oleh Song
Tongleng.
Suami isteri itu, yang masihg2 bernama Bian Lun dan Sin
tin Lan, telah menghela napas panjang-panjang.
"Memang rakyat jelata sekarang hidup menderita luar
biasa!" kata Bian Lun dengan berduka. "Kami telah
melihatnya, jika pemerintahan penjajah ini dibiarkan terus,
berarti akan menyebabkan rakyat perlahan2 mati mencekik
lehernya dengan mempergunakan tangannya sendiri.
Hek Sin Ho mengangguk.
"Jika memang seorang Kaisar yang tidak pandai mengatur
negara, maka yang menderita adalah rakyat karena para
pembesarnya akan korupsi dan merajalela dengan segala
kejahatan mereka itu tanpa terkendali."
"Jika memang orang she Song itu dibantu oleh ketiga
pendeta aneh yang kau ceritakan tadi, tampaknya sulit bagi
kami untuk membalas dendam ini." kata Bian Lun dan Sin tin
Lan,
"Tetapi lociacpwc jangan berputus asa dulu. karena masih
banyak jalan lain yaag bisa kita ambil untuk membinasakan
orang she Song itu! Yang terpenting, kitapun harus mencari
kawan2 orang gagah, menggabungkan diri dengan mereka
sehingga kita memiliki kekuatan untuk menghadapi orang2nya
Song Tongleng! Bahkan akhir2 ini Tan Kee Lok Loocianpwee
dari Ang Hwa Hwee ingin membuka pertemuan orang gagah,
tentu disana akan berkumpul banyak sekali pendekar gagah.
Bukankah dengan menggabungkan diri dengan mereka,
loocianpwe dapat memusatkan pikiran dan tenaga untuk
urusan yang jauh lebih penting, dibandingkan dengan oraug
she Song itu?"
Mendengar perkataan Hek Sin Ho, diam2 kedua suami isteri
itu memuji Hek Sin Ho.
"Benar apa yang kau katakan." kata mereka. "Disamping
kelak kami bisa membalas dan menuntut dendam kepada
orang she Song itu, kamipun bisa membantu untuk
meringankan beban dan penderitaan rakyat jelata."
Hek Sin Ho mengangguk.
"Ya, memang boanpwe bermaksud demikian juga." kata
Hek Sin Ho.
Saat itu, sepasang suami isteri itu, telah berunding dengan
Hek Sin Ho.
Hek Sin Ho mengemukakan rencananya, dia bermaksud
untuk terdiam diri beberapa saat lagi di Bu Ciang, untuk
menyelidiki keadaan Song Tongleng.
Juga Hek Sin Ho telah menjanjikan, jika memang dia bisa,
tentu dia akan berusaha untuk memancing orang she Song,
agar dapat dipancingnya datang ditempat tersebut.
Sepasang suimi isteri itu menanti saja di kuil tua dan rusak
itu, dan jika memang usaha Hek Sin Ho berhasil, maka mereka
bertiga akan mengeroyok orang she Song itu, membinasakan
Tongleng...
Tentu saja keadaan seperti ini telah membuat Bian Lun dan
Sin Tin Lan jadi girang bukan main, Berulang kali mereka telah
menyatakan terima kasihnya.
Disaat itulab, disaat mereka telah mengatur rencana
mereka baik2, maka akhirnya mereka berpisah, sedangkan
Hek Sin Ho telan kembali kerumah penginapannya
Didalam rumen penginapan itu, Hek Sin-Ho tidak hanya
tidur dan istirahat saja. tetapi dengan tekun dan rajin dia
melatih diri dan berusaha menyempurnakan ilmu2 silat yang
telah diperolehnya.
Sambil menyelidiki dimana adanya manusia jahanam she
Song yang menjadi TongLeng itu, Tetapi telah sekian lama
belum juga Hek Sin Ho tidak tahu bahwa saat ini, orang she
Song yang dicari2 itu tengah mengatur siasat yang akan
membuat Hek Sin Ho yang masih muda itu harus menghadapi
saat2 yang menegangkan. Dimana dalam cerita ini, kami
sajikan secara lain, dan judul cerita baru yang berjudul:
GUGURNYA HEK SIN HO.
Demikianlah cerita yang berjudul Hek Sin Ho ini, kami akhiri
disini. Dengan catatan setiap penjajah akan selalu
menghadapi perlawanan dari rakyat dan dari Palriot2 Tanah
Air. bagaimanapun kuatnya penjajah.
Jakarta, 1976
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 1 komentar... read them below or add one }
20151005 junda
Louis Vuitton Bags Outlet Store
Coach Factory Outlet Stores 70% off
Real Louis Vuitton Bags
tory burch outlet
Authentic Louis Vuitton Belts Outlet Store
cheap louis vuitton
canada goose outlet
louis vuitton outlet
Authentic Louis Vuitton Handbags Cheap Online
Oakley Vault Outlet Store Online
true religion outlet
Michael Kors Outlet Online No Tax
abercrombie
ralph lauren
Louis Vuitton Bags On Sale
michael kors handbags
Louis Vuitton Handbags Official Site
fitflops
michael kors handbag
coach factory outlet online
Air Jordan 4 Toro Bravo
Louis Vuitton Handbags Factory Store
Hollister uk
Michael Kors Outlet Online Mall
Coach Factory Outlet Private Sale
Michael Kors Online Outlet Shop
nfl jerseys
New Louis Vuitton Handbags Outlet
air max 90
Christian Louis Vuitton Red Bottoms
Posting Komentar