merusak suasana waktu itu, maka secawan demi secawan arakpun masuk ke dalam perut mereka.
Kim Thi sia mulai sempoyongan dan tak mampu berdiri tegak lagi, dua orang dayang cantik
harus memayangnya untuk didudukkan kembali ketempat duduknya semula. Tapi pemuda itu
berseru lagi sambil tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......tepat sekali perkataanmu, tepat sekali
perkataanmu.....sebelum mabuk kita jangan bubaran."
Lagi-lagi secawan arak mengalir masuk kedalam perutnya.
Mendadak seorang dayang cantik yang berada paling dekat dengannya berbisik lembut:
"Tuan Kim, kau tak boleh minum lagi bila meneguk lebih lanjut, mungkin kau tak bisa bangun
esok pagi"
sembari berkata, ia bermaksud merampas cawan arak yang berada ditangannya. Tapi Kim Thi
sia segera mendorongnya dan bergumam dengan kata-kata mabuk.
"Apa kau melarangku minum arak. ...tidakaku justru mau minum sampai mabuk hari
ini....haaah......haaah.......suheng kau tak boleh berhenti minum mari secawan lagi......mari
secawan lagi......."
sekali lagi ia meneguk berapa cawan arak.
Dayang cantik yang didorong olehnya tadi tiba-tiba melelehkan air mata dengan sedih
setelah memandang sekejap kearah pemuda itu dengan pandangan yang pedih ia
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Yaa, dia hanya bisa menesali nasib sendiri yang jelek. siapa suruh kedudukannya begitu
rendah? kalau ia tentu punya cukup hak untuk melarangnya." Ketika pedang kayu menyaksikan
kejadian ini ia segera menarik muka sambil menegur:
"Lin lin, siapa suruh kau merusak suasana disaat kami sedang minum arak dengan gembira?
Bagus sekali kau sudah tahu salah tapi sengaja melanggar, kali ini aku tak dapat mengampuni
dirimu lagi" tampaknya pedang kayu memang menaruh sikap bermusuhan dengan dayang
tersebut, sehabis berkata ia tertawa dingin tiada hentinya. Dengan lemah dan sedih Lin lin
berkata:
"Yaa, memang akulah yang bersalah, silahkan tuan Gi menjauhi hukuman kepadaku."
perkataannya amat memelas hati menimbulkan perasaan iba bagi siapapun yang mendengarnya.
sekarang Kim Thi sia baru mengetahui bahwa dayang yang didorongnya tadi sedang
melelehkan air mata dengan wajah yang amat memelas hati. sebagai seorang lelaki yang amat
terbuka, ia menjadi tak tega sehingga segera serunya: "sudahlah, ia patut dikasihi, ampunilah
dirinya."
Pedang kayu kelihatan agak tertegun, tapi ia segera tertawa penuh pengertian, katanya
kemudianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"oooh....rupanya sute menaruh hati kepadanya.....haaaah....haaah.....tentu saja.....tentu
saja......Lin lin kau memang bernasib mujur. coba kalau sute ku tidak mintakan ampun mungkin
tubuhmu sudah hancur karena siksaan-"
"Terima kasih untuk kebaikan tuan Gi...." kata Lin lin lagi dengan suara lirih. Kembali pedang
kayu berkata:
"sute, Lin lin ini bukan saja berwajah cantik, lagipula amat pandai ilmu sastra dan syair. Kau
memang bermata jeli dan bisa tertarik kepadanya dalam sekali pandangan, kehebatanmu sungguh
mengagumkan suheng. Nah Lin lin- bawakanlah sebuah lagu untuk menghibur Kim ya."
Lin lin mengiakan dan segera mengalihkan matanya kewajah Kim Thi sia, seakan-akan sedang
menunggu pilihan lagu dari pemuda tersebut.
Kim Thi sia memahami maksudnya, terdorong rasa ingin tahu ia segera menarik lengan Lin lin
dan diajaknya duduk disampingnya, lalu sambil tertawa serunya:
"Terserah pilihanmu, apapun lagu yang kau bawakan aku tentu akan menikmatinya dengan
senang."
lin lin merasakan hatinya berdebar keras ia membiarkan tangannya ditarik pemuda itu
sementara hati kecilnya merasa hangat dan gembira sekali karena jawaban pemuda itu
Lagu yang merdu dengan suara yang empuk didengarcun segera bergema mengalun dalam
ruangan. Meski Kim Thi sia tidak mengerti apa maksud dari syair lagu tadi, namun ketika Lin lin
selesai menyanyi iapun segera bertepuk tangan seraya memuji. "Bagus, bagus sekali bersediakah
kau menyanyikan sebuah lagu lagi untukku?"
Dengan wajah tersipu-sipu Lin lin menundukkan kepalanya rendah-rendah. sementara hatinya
berdebar amat keras. sikap semacam ini menarik perhatian kaum pria tadi. Tapi justru paling
mudah memancing perasaan dengki dari rekan-rekan lainnya maka serentak dayang lainnya
mencibirkan bibirnya dengan perasaan tak puas.
Lin Lin sebagai gadis yang pintar tentu saja dapat merasakan ketidak puasan rekan-rekan
lainnya, maka setelah menghela napas sedih katanya. "Aku tak akan menyanyi lagi. Maafkan daku
tuan Kim?"
Kata-katanya kembali lembut dan sangat mengetuk perasaan- sebelum Kim Thi sia memberi
jawaban mendadak sipedang kayu membentak lagi.
"Lin lin sudah bersalah, kau berani melakukan kesalahan lagi. Hmm sikapmu benar-benar
menggusarkan hati, aku mesti menjatuhi hukuman yang paling berat kepadamu."
"Budak mengaku salah" kembali Lin lin menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Tiba-tiba Kim Thi sia melompat bangun, lalu teriaknya. "Hey suheng, Apa-apaan kamu ini? Aku
toh tak pernah menyalahkan dirinya malah aku merasa cocok sekali dengan perempuan."
"Baik-baiklah terserah pada sute sendiri, mau bagaimana terserah bagaimanalah....." kata
pedang kayu kemudian tertawa. Kim Thi sia merasa rikuh sendiri buru-buru ia berseru:
"Suheng, memang beginilah watakku apa yang ingin kukatakan segera kuucapkan, harap kau
jangan marah."
"Aaaah, mana, mana......" pedang kayu tertawa. "sute tak perlu menduga yang bukan-bukan
apalagi kita berasal dari satu perguruan. sebagai sesama saudara seperguruan, kitakan bukan
orang luar"
"Terima kasih suheng atas kebaikanmu." Kim Thi sia jadi amat terharu. "siaute percaya banyak
bicarapun tak ada gunanya biar kuterima kebaikanmu didalam hati saja....." setelah berhenti
sejenak kembali tambahnya:
"Kepalaku terasa pening, kelopak mataku berat sekali, agaknya kau tak mampu minum
lagi.............."
JILID 11
Sambil tertawa terbahak-bahak pedang kayu segera bangkit berdiri, katanya kemudian:
"Lin lin, ajaklah tuan Kim beristirahat. Layani kehendaknya secara baik-baik dan jangan sampai
menyinggung perasaannya besok aku tentu akan memberi hadiah besar untukmu......."
Kemudian setelah mengucapkan "Sampai jumpa esok pagi", bersama Pat bin wi hong Kek Jin ia
melangkah pergi dengan langkah lebar.
Kim Thi sia benar-benar tak mampu menahan diri, tubuhnya hampir seluruhnya terjatuh
kedalam pelukan Lin lin-
Dengan hati berdebar keras buru-buru Lin lin memayang tubuhnya, tapi Kim Thi sia terlalu
kekar, gadis itu dibuat mandi keringat dan tersengkal-sengkal napasnya.
cepat-cepat dia menghindari tatapan mata rekan-rekan dayang lainnya yang penuh rasa
dengki. Dibawanya pemuda itu menelusuri serambi samping yang panjang ketika mencapai ujung
serambi sana, ia betul-betul sudah kehabisan tenaga.
Kebetulan sekali, kaki Kim Thi sia tersangkut batu waktu itu sehingga tak ampun lagi badannya
roboh terjengkang kedepan.
Lin lin tak mampu menahan tubuhnya yang berat, sambil menjerit kaget, ia ikut terjatuh
ketanah.
Waktu itu langit sudah gelap, tiada cahaya bintang tiada rembulan, ditengah kegelapan malam
hanya angin dingin berhembus kencang menerbangkan ranting serta dedaunan.
Kim Thi sia terlelap tidur diatas badan Lin lin yang tertindih dibawahnya. Namun angin dingin
yang berhembus lewat membuatnya bersin dan setengah sadar dari mabuknya.
Ketika menjumpai Lin lin terlentang dibawah tindihan tubuhnya dalam keadaan tersengkalsengkal
cepat-cepat ia membimbingnya bangun seraya bertanya: "Lim lin, apakah kau terluka?"
"Tidak....tidak.......aku takut tuan Kim yang terluka" jawab Lin lin lirih.
Kim Thi sia terharu sekali, dengan maksud mencari letak luka ditubuh nona itu ia berusaha
merabanya kesana kemari. Namun malam sangat gelap hingga sukar melihat kelima jari tangan
sendiri ia tak tahu tangannya telah menggerayang sampai kebagian tubuh yang mana?
"Lin lin katakan kepadaku bagian manakah tubuhmu yang terluka?" bisiknya lirih.
Lin lin gelisah disamping jengah meski ditengah kegelapan malam yang mencekam, namun
kesucian badannya sempat digerayangi pemuda tersebut tanpa terasa katanya sambil menangis
terisak:
"Tuan Kim, aku tidak terluka, kau.... kau jangan berbuat begitu."
Kim Thi sia melirik kembali tangannya lalu berkata keheranan: "Mengapa kau menangis? Aku
toh tidak berbuat apa-apa padamu."
Lin lin malu sekali, ia tak mampu berkata selain memejamkan matanya rapat-rapat.
Kim Thi sia duduk bersandar diujung serambi panjang yang berlantai batu hijau, ditengah
hembusan angin malam, ia menarik bajunya hingga dadanya terbuka, seketika itu juga tubuhnya
terasa segar kembali.
"Mengapa sih kau menangis?" kembali tanyanya keheranan. "Mari duduklah disamping ku, kita
isi waktu yang senggang ini dengan bercerita. Kau tahu semasa masih digunung dulu setiap
malam tiba apalagi pada malam yang gelap tak berbintang seperti hari ini aku paling senang
mendengarkan cerita setan kau lain perasaan kita waktu bisa menjadi tebang, terangsang dan
seru sekali Lin lin kau bisa bercerita setan?"
Lin lin yang lemah lembut justru paling takut mendengar cerita setan, tanpa terasa ia
menggeser badannya hingga duduk merapat disamping pemuda itu, serunya agak gugup: "Aku
tidak pandai bercerita aku takut setan"
Agaknya Kim Thi sia masih agak mabok ia segera tertawa nyaring setelah mendengar
perkataan itu, serunya:
"Setelah bernyali kecil, aku saja tidak takut, apa sih yang kau takuti?"
"Kau kan orang lelaki" protes Lin lini
"Laki-laki manusia, perempuan pun manusia, kalau aku tidak takut setan, kenapa kau mesti
takut?"
Teori yang membingungkan hati ini kontan saja membuat Lin lin melongo dan tak mampu
menjawab.
Lagi-lagi segulung angin dingin berhembus lewat menggigilkan seluruh badan Lin lini Ia
semakin merapatkan tubuhnya disamping Kim Thi sia bisiknya ketakutan: "Tuan Kim........."
Kim Thi sia berkerut kening, tiba-tiba tukasnya:
"Aku bernama Kim Thi sia, kata tuan dimuka nama margaku benar-benar mengkilik-kilik
hatiku......Jangan kau sebut tuan lagi kepadaku"
"Kim......Thi......sia.......kau tidak kedinginan?" bisik Lin lin kemudian agak tergagap.
Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaaah......haaaahh.......haaaahh...... sepanjang tahun aku hidup ditengah hutan belantara
yang jauh dari keramaian dunia. Kedinginan, basah, lembah dan kesepian sudah menjadi
kebiasaan bagiku apa artinya hembusan angin seperti ini? coba lihatlah, bukankah dadakupun
kubiarkan terbuka lebar..........?"
Dengan perasaan ingin tahu Lin lin melirik sekejap hatinya segera berdebar keras kekekaran
dada pemuda tersebut menimbulkan suatu perasaan yang sangat aneh didalam hatinya.
Dengan agak tersipu-sipu ia berbisik,
"Kim......Thi.......sia.......kau.......kau belum pernah berhubungan dengan kaum wanita?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan ini?" tanya Kim Thi sia keheranan.
sekilas warna merah menghiasi selembar wajah Lin lin ia amat jengah dibuatnya tapi selang
sesaat kemudian katanya lagi: "Aku hanya iseng saja bertanya"
"Hmmm, berhubungan sih pernah berhubungan namun kami tak pernah mempunyai hubungan
yang mendalam."
" Kenapa?"
"Tidak menarik hatiku"
"Kau benar-benar seorang manusia aneh"
"Apanya yang aneh? Masa berkumpul dengan kaum wanita mesti menarik hati?"
sekali lagi paras muka Lin lin berubah menjadi merah padam karena jengah, tetapi diapun
enggan merubah pandangan sendiri kembali ujarnya:
"orang bilang setiap enghiong menyukai perempuan cantik, kau pantas disebut seorang
enghiong mengapa......mengapa engkau tidak........?"
"Tidak menyukai wanita cantik maksudmu?" jawab Kim Thi sia sambil tertawa. "Bukankah aku
pernah berkata kepadamu, perempuan tidak mendatangkan daya tarik bagiku. Aku tidak
memahami soal cinta kasih. sejak kecil aku hidup ditengah gunung yang terpencil, aku hanya tahu
siapa baik kepadaku, akupun baik kepadanya. orang jahat kepadaku akupun jahat kepadanya apa
sih manfaatnya memahami soal cinta kasih? Dari ayah pernah kudengar, cinta hanya
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri oleh sebab itulah aku tak pernah mau membayangkan
soal yang satu itu"
Lin lin menjadi sangat kecewa setelah mendengar perkataan itu, tapi ia tak puas menyerah
begitu saja segera katanya lagi:
"suatu hari kau pasti akan merubah pandanganmu yang keliru itu"
"Hmmm, tidak mungkin- Aku yakin ini tak mungkin akan terjadi pada diriku."
Jawaban itu diucapkan tegas dan penuh keyakinan membuat Lin lin hampir menangis sangking
kecewanya, namun iapun tak dapat memberikan komentar apa-apa.
"Kim Thi sia, kau adalah lelaki yang tidak berperasaan" bisiknya kemudian.
"Omong kosong, kau sendiri yang tidak berperasaan"
"Aku bukan mengajakmu berdebat" pinta Lin lin pedih. Kim Thi sia tertawa, segera katanya:
"Kau mengatakan diriku tak berperasaan sebaliknya sampai dimana perasaan sendiri."
"Aku mempunyai perasaan yang amat tebal" kata Lin lin sambil menghela napas sedih "tapi aku
tak punya tempat sebagai pelampiasan dari semua perasaanku itu."
"Kenapa?"
"......." tiada jawaban sama sekali.
Kim Thi sia segera menggenggam tangannya dan menarik gadis itu kedalam pelukannya lalu
katanya keras-keras: "Katakan kepadaku"
Lin lin yang lemah tak bertenaga tak sanggup menahan diri begitu ditarik keras-keras pemuda
tersebut, tubuhnya segera terjatuh kedalam pelukannya.
Rasa malu, menyesal dan suatu perasan yang aneh sekali, entah rasa manis atau menderita
membuat nona itu amat gelisah dan tak mampu berkata-kata.
"Katakan padaku" kembali Kim Thi sia mendesak. tiba-tiba Lin lin menangis tersedu dengan air
mata bercucuran katanya lirih:
"Jangan-jangan desak diriku Aku.....aku tak tahu bagaimana mesti menjawab"
Bau harum gadis perawan yang menusuk hidung menyebar kesekeliling sana, membuat Kim Thi
sia merasa kenyamanan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Tanpa terasa ia peluk gadis itu kencang-kencang dan bertanya keheranan: " Heran, mengapa
tubuhmu begitu harum?"
Lin lin tidak tahu bagaimana mesti menjawab. Ia berusaha meronta namun tak berhasil,
akhirnya sambil menangis ia meminta: "Kim Thi sia.......lepaskan aku......."
Kim Thi sia sama sekali tidak menjawab. Benaknya sedang diperas untuk mencari jawaban,
mengapa tubuh nona itu begitu harum.
Bau lelaki yang aneh menimbulkan pula perasaan nyaman bagi Lin lin yang selama hidup belum
pernah bersentuhan dengan kaum pria. Perasaannya terbuka seketika rasa girang pun
menyelimuti seluruh perasaannya. Ditambah lagi ia memang menaruh perasaan lain terhadap
pemuda tersebut, maka setelah usahanya meronta gagal, iapun tidak memberontak lagi.
Pipinya persis menempel diatas dadanya yang bidang, tubuh yang kekar berotot itu
membuatnya seperti mabuk. Teka teki yang semula mencekam perasaannya tentang laki-laki tibatiba
saja seperti terjawab sama sekali. Ia seperti baru sadar betapa mempesonanya seorang lelaki
bagi pandangan gadis remaja seperti dia.
Mendadak ia memeluk pemuda itu kencang-kencang, lalu bisiknya dengan suara setengah
merintih: "Thi sia......."
"Ada apa?" ketika dilihatnya gadis itu memeluk tubuhnya kencang-kencang, dengan rasa iba
tanyanya. "Apakah kau kedinginan Lim lin?"
Lin lin tidak menjawab pertanyaan itu, ia bergumam lirih seolah-olah sedang menuangkan
seluruh perasaan hatinya.
"Thi sia, sukakah kau dengan kehidupan semacam ini?"
Kim Thi sia berkerut kening, ia tidak mendorong gadis itu karena disangka kedinginan,
sahutnya:
"Aku menyukai kehidupan yang bebas merdeka tanpa kekangan- saban hari mengembara
sejauh ribuan li. Berkelana mengarungi seluruh jagad."
"Seandainya.......seandainya ada seseorang mendampingimu, sering menyanyikan lagu
untukmu....bukan.....bukankah kehidupanmu akan lebih bahagia.....?"
"Ya a, tentu saja, tapi siapakah yang bersedia mendampingiku, saban hari menyanyikan lagu
merdu untukku?"
Lin lin merasakan pipinya panas, agak terengah bisiknya: "Andaikata......aku......aku
bersedia....."
"ooh, alangkah bahagianya aku" teriak Kim Thi sia kegirangan. "suara nyanyian merdu merayu,
belum pernah kudengar suara semerdu suara nyanyianmu"
Lin lin sangat gembira, biarpun hanya beberapa patah kata yang sederhana namun
mendatangkan perasaan nyaman yang tak terlukiskan dengan kata-kata dalam hatinya. Ia
memeluk pemuda itu lebih kencang, lalu katanya lagi lirih:
"Thi sia, aku bersedia mendampingimu untuk selamanya. Kau adalah lelaki yang baik tak
mungkin menganiaya diriku. Kau lebih gagah dan baik ketimbang orang-orang yang berada disini"
Kim Thi sia kegirangan setengah mati, dengan rangkulan yang penuh bertenaga ia peluk nona
itu sampai terengah-engah. "Lin lin kau baik sekali"
Entah karena luapan emosi atau desakan biologis, tiba-tiba saja pemuda tersebut ingi mencium
wajah Lin lin yang cantik jelita terutama bulu matanya yang setengah terpejam.
Lin lin yang berada dalam pelukannya merasakan badannya gemetar keras, ia tidak menjawab,
napasnya terengah karena rasa malu yang sangat. Ya a, bagaimana mungkin seorang gadis yang
masih suci bersih dan perawan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan lawan jenisnya? Ia
tak lebih hanya bisa menanti dengan perasaan sangat aneh.
sementara itu Kim Thi sia berpendapat nona itu membungkam berarti telah menyetujui
permintaannya .
Maka ia segera menundukkan kepalanya dan mencium pipi, mata serta kening Lin lin dengan
bibirnya yang berbau alkohol.
Suatu perasaan nyaman yang aneh membuatnya ingin mengulangi kembali perbuatan tersebut.
Ciuman demi ciuman berlangsung terus secara bertubi-tubi.
Lin lin sendiripun gemetar keras dia tak dapat melukiskan bagaimanakah perasaan nyaman
yang dirasakan ketika itu seperti terkena aliran listrik bertegangan tinggi. seluruh organ tubuhnya
seolah-olah ikut bergetar keras tubuhnya gemetar dan tiba-tiba saja menangis.
Tangisan seorang wanita sering kali menandakan perasaan girang, sedih atau murung, tapi ia
tak tahu mengapa air matanya meleleh saat itu........?
Tangisan yang menandakan kelemahan kaum wanita ini bukan saja tidak berhasil
menghentikan niat Kim Thi sia untuk menciumnya, malah sebaliknya mengobarkan napsune makin
membara. setiap orang lelaki memang mempunyai perasaan demikian apalagi disaat kaum wanita
menunjukkan kelemahannya. Hal itu justru meningkatkan kegembiraan serta kepuasannya.
Ciuman Kim Thi sia diseluruh wajah Lin lin mendatangkan kobaran napsu yang makin membara
didalam dadanya, rasa hangat dan nyaman membuat pemuda itu memeluk sinona semakin
kencang. Tindakannyapun melangkah lebih jauh lagi.......
Disaat keempat lembar pipinya saling bertemu, Lin lin merasa bagaikan disambar petir. Hampir
saja membuatnya jatuh pingsan.
"Engkoh sia, jangan..... jangan berbuat begitu......." pinta Lin lin sambil menangis.
" Kalau aku main paksa, mau apa kamu?" pikir Kim Thi sia didalam hati kecilnya.
Pemuda ini memang keras kepala. sering kali dia senang berbuat sesuatu yang tidak
dikehendaki lawan, justru kesengajaannya itulah sering kali membuatnya terlibat dalam pelbagai
masalah.
Dalam keadaan demikian, tentu saja Lin lin tak bisa berbuat banyak selain pasrah dan
membiarkan pemuda tersebut berbuat sekehendak hatinya.
Ketika segulung angin dingin berhembus lewat, Kim Thi sia baru melepaskan rangkulannya
yang kencang, meski dia agak berat hati meninggalkan pinggang Lin lin yang ramping, dadanya
yang montok dan halus itu.....
Ketika ia mencoba menengok nona itu, tampak Lin lin yang lembut sedang menangis tersedusedu.
Isak tangis yang begitu memedihkan hati dari sinona membuatnya menjadi tak tenang. Maka
sambil membelai rambutnya yang halus, hiburnya pelan:
"sudahlah Lin lin, tak usah menangis terus, memang aku yang bersalah. Aku telah
mempermainkan kau."
Lin lin tidak menjawab punduknya masih bergoncang keras menahan isak tangisnya sementara
dadanya naik turun mengikuti napasnya yang masih tersengkal. Kesemuanya ini menambah rasa
iba bagi siapapun yang melihatnya.....
Entah darimana datangnya dorongan perasaan, tiba-tiba Kim Thi sia berbisik pelan:
"Lin lin-..aku.....aku berniat memperistri dirimu......sering kudengar dari ayah. Katanya seorang
gadis hanya boleh kawin dengan seorang selama hidupnya.......lagipula tak boleh tak senonoh
dengan gadis lain.....maka....aku pikir lebih baik kau menjadi istriku saja.....mau bukan?"
Lin lin semakin terbungkam dalam seribu bahasa. Dia cuma mengangkat kepalanya dan
menengok sekejap dengan matanya yang terbelalak lebar serta berkaca-kaca itu.
Mendadak timbul kembali keinginan Kim Thi sia untuk menciumnya, tapi ia tak berani berbuat
sembarangan, maka sambil merangkul pinggangnya ia berbisik,
"Lin lin, aku menyesal, kuharap kau sudi memaafkan diriku. bersediakan kau menghantarku
kekamar tidur?"
"Tidur?" dengus Lin lin dingin
Kim Thi sia memutar biji matanya, mendadak paras mukanya menjadi merah padam cepatcepat
katanya lagi agak tergagap.
"Lin lin-...bukan.....bukan soal itu yang kumaksud.....maksudku.......aku.....aku hendak
beristirahat."
saking gugup dan tergagapnya sehingga tak jelas yang diutarakan keluar. Lin lin menjadi
kegelian, ia tertawa merdu lalu katanya: "Baiklah, akan kuhantar dirimu."
Betapa leganya Kim Thi sia ketika dilihatnya nona itu sama sekali tidak marah sambil tertawa
katanya lagi:
"sudah kuduga, kau memang orang baik. Pasti tak tega menampik keinginanku."
sambil menggigit bibir Lin lin segera merangkul pinggang pemuda itu dan berusaha
memayangnya .
Ketika Kim Thi sia mencoba mengamati wajahnya, tampak air mata nona itu belum juga
berhenti menetes, hal ini membuatnya amat terharu, serunya tanpa sadar:
"Lin lin, bila kau bersedia kawin denganku aku pasti akan melayanimu secara baik-baik,"
Lama sekali Lin lin membungkam, kemudian baru sahutnya pelan: "Aku mengerti........"
sewaktu melewati sebuah ruangan, terlihat cahaya api melintas lewat, Kim Thi sia mencoba
menengok kesana, tapi jendelanya berterali besi, sedang didekat pintu terali itu bersandar sesosok
bayangan tubuh yang samar.
sayang cahaya api tadi hanya melintas sebentar lalu lenyap sehingga Kim Thi sia tak sempat
melihat isi ruangan dengan jelas, maka segera tanyanya:
"Lin lin siapa sih yang berada disana?"
Lin lin menengok sekejap kedalam ruangan, lalu jawabnya:
"Seperti seorang gadis asing, konon ia diculik oleh anak buah pejabat pengawas Kang lam yang
hendak dipersembahkan kepada tuan pembesar sebagai istri mudanya yang ketujuh tapi ia
menolak malah melukai wajah loya akibatnya perempuan itu disekap dalam ruang tersebut"
Kim Thi sia menjadi amat mendongkol setelah mendengar keterangan itu umpatnya tanpa
terasa:
"Hmmm perbuatan pembesar itu betul-betul terkutuk........"
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan mendadak saja muncullah dua sosok bayangan
hitam dari depan sana sambil membentak keras: "Kata sandi?"
"Dia adalah adik seperguruan Gi toaya, Gi toaya memerintahkan aku untuk mengantarnya
pulang kekamar."
"Lin lin kau disitu?" dua orang yang berada dibalik kegelapan segera menegur.
Kedua orang itu segera mengiakan dan beranjak pergi dari sana, lamat-lamat terdengar suara
orang itu sedang bergumam: "Bocah keparat itu benar-benar punya rejeki."
"stt Jangan kelewat keras kalau bicara bocah itu adalah adik seperguruan tuan Gi. Ia bukan
manusia sembarangan, konon ilmu silat dari malaikat pedang berbaju perlente sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa dari pembicaraan Kek loya. Katanya ilmu silat dari sang sute masih jauh
lebih hebat daripada kemampuan suhengnya tuan Gi."
"Tentu saja, bocah itu kan murid terkahir dari Malaikat pedang berbaju perlente?"
Tanpa terasa Kim Thi sia melirik sekejap kearah Lin lin, lebetulan Lin lin pun sedang menengok
kearahnya dengan wajah bersemu. Lin lin segera tersenyum manis hingga kelihatan sepasang
lesung pipinya yang menawan hati.
Kim Thi sia dibikin terpesona, pemuda yang baru mengenal arti cinta ini lagi-lagi berniat
menciumnya, tapi Lin lin segera berkelit sambil bisiknya tertawa: "Waktu dikemudian hari masih
panjang."
"Ya a, betul" sahut Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak. segera dipeluknya nona itu kencangkencang.
"Waktu dikemudian hari memang masih panjang"
setibanya didalam kamar, Lin lin segera menyulutkan lampu lentera kemudian mempersiapkan
pembaringan.
Mendadak Kim Thi sia seperti teringat akan sesuatu segera tanyanya:
"Lin lin katanya kau pernah membaca banyak buku tentunya kau pandai bercerita bukan?"
"Selain bercerita setan aku memang bisa menceritakan kisah lain" sahut Lin lin sambil tertawa
hambar.
Menyinggung kembali soal "setan" tiba-tiba ia merapatkan badannya disamping Kim Thi sia
katanya lagi:
"Thi sia aku takut, aku tak berani pulang sendirian-"
"Tidak apa-apa nanti kuhantar" sahut Kim Thi sia tertawa. "Yaa kalau begitu aku bakal sering
mendengar cerita darimu. Kau tahu, semasa kecil dulu setiap ada waktu senggang, aku tentu
merecoki ayah untuk bercerita. Tapi semenjak ayah tiada, aku kesepian itulah sebabnya aku
merasa gembira bila kau bersedia bercerita untukku."
"Selain bercerita untukmu, akupun dapat menyanyikan lagu merdu untukmu setiap saat" kata
Lin lin lembut. Kim Thi sia gembira sekali.
"ooh, alangkah gembiranya aku, mari kuhantar kau pulang kekamar......"
sewaktu melewati bangunan rumah bertirai besi tadi, tiba-tiba terdengar suara helaan napas
bergema dari situ. Helaan napas tersebut segera mengobarkan jiwa pendekar pemuda itu. Diamdiam
ia berjanji akan memberi pertolongan kepada perempuan cantik tersebut.
0000000
Lampu lentera telah dipadamkan, Kim Thi sia telah melepaskan pakaian dan berbaring diatas
pembaringan.
Entah mengapa, pikirannya terasa amat kalut, betapapun ia berusaha untuk memejamkan mata
tak pernah dia bisa pejamkan mata barang sekejappun akhirnya ia bangkit membuka jendela, lalu
berdiri melamun ditengah hembusan angin malam.
Tiba-tiba bergema lagi suara helaan napas Kim Thi sia tahu suara tersebut berasal dari gadis
berdandan aneh yang disekap dalam kamar berterali besi tadi.
"Pembesar pengawas aparat pemerintah Kang lam benar-benar menusia bedebah." demikian ia
mengumpat dihati. "Masa gadis secantik bidadari dari khayanganpun disekap dalam kamar
berterali besi.....ooh. Betapa sepinya hidup seorang diri disana"
sebagai pemuda yang berjiwa besar, berkobarlah jiwa kependekarannya, sambil menyiapkan
pedang mestika Leng gwat, diam-diam ia menyelinap keluar dari kamarnya.
Waktu itu tampak dua sosok bayangan manusia berkelewat lewat ditengah kegelapan disudut
timur sana. Kim Thi sia segera manfaatkan peluang tersebut dan menyelinap maju kemuka.
suasana didalam gedung besar itu amat gelap tanpa setitik cahayapun, namun meminjam
cahaya bintang yang redup diluar jendela lamat-lamat masih terlihat dengan samar sesosok
bayangan tubuh manusia yang tinggi semampai berdiri tak bergerak dimuka jendela. sambil
menengok rembulan diangksa, orang itu menghela napas tak hentinya.
Kim Thi sia yang seksama mengerti disekeliling ruangan tersebut tentu tersebar banyak
pengawal lihay yang melakukan penjagaan, karenanya secara berhati-hati sekali ia menyusup
kemuka dan bersembunyi dibalik dinding ruangan yang gelap.
Walaupun selisih jarak mereka berdua saat ini tinggal lima, enam kaki. Namun Kim Thi sia tak
berani menegurnya, ia tahu suara yang betapapun lirihnya niscaya akan mengundang perhatian
dari kawanan jago lihay yang mengawal ruangan tersebut.
Ia sangat gelisah apalagi awan gelap dlangksa lambat laun makin memudar sehingga cahaya
rembulan yang beningpun mulai menyinari setiap sudut ruangan.
Untung saja tempat persembunyiannya cukup rapat sehingga tiada setitik cahayapun yang
memancar kesitu. Kalau tidak tentu bayangan badannya akan memancing perhatian orang.
Mendadak nona berdandan aneh tapi berparas cantik bak bidadari dari khayangan itu duduk
kembali, kepalanya masih mendongak memandang rembulan dengan terpesona.
sementara ia masih mengawasi nona yang cantik dengan tubuh yang putih bersih, tiba-tiba
tampak dua sosok bayangan manusia muncul kembali dari sudut timur.
Cepat-cepat Kim Thi sia menahan napas sambil merapatkan tubuhnya diatas dinding menuggu
bayangan manusia tadi sudah pergi jauh ia baru menghembuskan napas panjang.
Mendadak ia menemukan sebuah cara yang bagus, hal mana membuatnya semangatnya
segera berkobar.
Cepat-cepat diambilnya sebutir batu kerikil lalu ditimpuk kedalamjendela. "Plaaaaaaaaaak"
Nona berdandan aneh itu kelihatan terkejut dan segera bangkit berdiri.
Kim Thi sia menghindari tatapan matanya yang bening dan jeli itu, lalu menggapai berulang kali
kearahnya.
Pelan-pelan gadis cantik itu berjalan mendekat lalu tegurnya: "Ada apa?"
Kim Thi sia enggan melepaskan kesempatan yang baik itu, sambil merendahkan suaranya ia
berbisik:
"Aku datang untuk menolongmu"
"Menolong aku?" nona cantik itu kelihatan agak tercengang. "Mengapa kau hendak
menolongku?"
Biarpun suaranya merdu merayu, sayang suaranya dingin kaku bagaikan bongkahan salju.
Kontan saja semangat Kim Thi sia yang semula berkobar seketika menjadi dingin separuh,
sahutnya selang berapa saat kemudian-"Aku hanya tahu ingin menolongmu."
Mendadak nona yang cantik itu membalikkan badan dan beranjak pergi tanpa memperdulikan
dirinya lagi.
Kim Thi sia menjadi sangat gelisah, buru-buru serunya: "Hey, bagaimana sih kamu ini?"
Tiba-tiba ia merasa serunya kelewat keras. Menanti ia sadar akan hal tersebut keadaan sudah
terlambat.
Dua sosok bayangan manusia yang berada disudut sebelah Timur tadi telah melaju mendekat
dengan kecepatan bagaikan sambaran-"Aduh celaka" pekik Kim Thi sia dihati kecilnya.
Buru-buru ia menyembunyikan diri semakin rapat sementara tangannya maraba gagang pedang
Leng gwat asal jejaknya ketahuan maka ia berniat menyerang secepat kilat.
Ketika tiba lebih kurang lima kaki dari tempat persembunyian Kim Thi sia. Kedua sosok
bayangan manusia itu segera memisahkan diri dan melakukan pengepungan dari dua arah yang
berlawananorang
yang berada disisi kiri segera bertanya lirih:
"Bagaimana? Apakah kau berhasil menemukan sesuatu?"
Lelaki yang disebelah kanan segera menyumpah dengan hati mendongkol.
"sialan rupanya cuma kucing.... huuh. Bikin hati orang berdebar saja"
Rupanya dari atas wuwungan rumah memang kedengaran suara kucing sedang mengeong. Tak
heran kedua orang itu segera beranjak pergi sambil menyumpah-nyumpah.
Kim Thi sia harus berterima kasih kepada kucing itu, ia sadar andaikata kucing itu tidak muncul
tepat pada waktunya, besar kemungkinan jejaknya akan ketahuan-Tapi rasa tak senang terhadap
gadis cantik itupun segera timbul pikirannya:
"Perempuan itu benar-benar tak berperasaan dengan susah payah aku kemari untuk
menolongnya. Eeeh....siapa tahu dia tak sudi menerima uluran tanganku......sialan"
Dalam mendongkolnya hampir saja ia membalikkan badan tak sudi mengurusi persoalan itu
lagi.
Mendadak terdengar nona cantik itu menegur dengan suaranya yang dingin ketus.
"Hmmm.....bagus amat nasibmu"
Kim Thi sia segera berkerut kening sahutnya cepat:
"Ya a, memang aku sendiri yang mencari penyakit buat diri sendiri Air susu dibalas dengan air
tuba"
Habis berkata ia segera beranjak pergi dengan uring-uringan-Tiba-tiba nona cantik itu tertawa
dingin dan menjengek kembali:
"Heeeeehhh......heeeehhh.....heeehh...... kalau berbicara memang enak benar kedengarannya
memangnya kau mampu menolongku?"
Kim Thi sia tertegun lalu mencoba memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, segera
dijumpainya baik pintu, jendela bangunan maupun atap rumah ternyata terbuat dari besi semua
ini berarti sekalipun ia berniat menyelamatkan nona itu belim tentu memiliki kemampuan untuk
melakukannya.
"Nah tidak salah bukan perkataanku?" jengek nona itu sinis.
Kim Thi sia amat sakit hati, sifat keras kepalanya kembali membara karena ucapan tersebut
sambil menggigit bibir segera gumamnya:
"Hmmm,aku justru akan berusaha menolongmu lihat saja kemampuanku nanti"
Dengan gemas dicengkeramnya terali besi didepan jendela lalu ditariknya dengan sepenuh
tenaga.
Tapi begitu dicoba, hawa amarahnya kontan padam, dia mencoba berapa kali lagi. Ternyata
semua usahanya tak pernah berhasil. Pada saat itulah terdengar nona cantik itu kembali
menjengek: "Wahai pendekar besar, lebih baik berhematlah dengan tenagamu"
Ejekan tersebut kembali mengobarkan api kegusaran didalam dada Kim Thi sia dengan gemas
diliriknya nona itu sekejap lalu ujarnya angkuh: "Hmmm, lihat saja hasilnya nanti"
Dengan mempergunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya ia membetot lagi terali besi itu Tapi
terali tersebut tetap utuh seperti sedia kala, biarpun peluh telah membasahi seluruh tubuhnya,
karena napasnya sudah tersengkal-sengkal seperti kerbau. Namun usahanya tidak memberikan
hasil apapun, selama hidup ia memang segan mengaku kalah sekalipun ia sadar bahwa kemauan
ada namun tenaga kurang tapi dengan watak keras kepalanya pemuda tersebut tak sudi menelan
kegagalannya dengan begitu saja.
Maka ia mulai menggigit bibirnya kencang-kencang sampai berdarah untuk menghimpun
seluruh kekuatannya.
selang berapa saat kemudian pakaiannya sudah basah kuyup oleh keringat. Apalagi sewaktu
angin malam berhembus lewat, tiba-tiba saja ia merasa agak kedinginan-
Gejala semacam ini belum pernah dialami sebelumnya, akan tetapi ia tidak memikirkan masalah
tersebut didalam hati.
sementara itu sinona cantik hanya memandang sekejap kearahnya dengan pandangan dingin
sekulum senyuman sinis menghiasi ujung bibirnya seakan-akan mentertawakan kebodohan
pemuda tersebut. Lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berlalu dari situ.
Kim Thi sia beristirahar sebentar, mendadak ia teringat dengan pedang mestika peninggalan
leluhurnya pedang leng gwat kiam.
"Dapatkah pedangku itu memotong putus terali besi itu?" ingatan tersebut melintas dalam
benaknya.
Dengan timbulnya secerca harapan, tanpa terasa melipat gandakan kekuatan tubuhnya.
Buru-buru ia meloloskan pedangnya, agar pedang tersebut tidak menimbulkan cahaya terang
yang bisa menarik perhatian pengawal ia melepaskan pakaiannya untuk membungkus senjata
tersebut. Kemudian baru pelan-pelan dicabut keluar.
Pedang Leng gwat kiam bentuknya amat panjang, sekalipun sebagian besar telah terbungkus
oleh pakaiannya, masih ada sepanjang tiga inci yang muncul dibalik kain, cahaya hijau yang tajam
memancar keempat penjuru.
Dalam keadaan begini, terpaksa ia mesti menyembunyikan ujung pedangnya itu dibalik sarung
pedang. Lalu cepat-cepat dibabatkan keatas terali besi itu.
Pedang Leng gwat kiam memang sebilah gedang mestika tajam. Diiringi suara lirih terali besi
sebesar kepalan itu sudah patah menjadi dua bagian.
Kim Thi sia segera menyambutnya dan pelan-pelan diletakkan diatas tanah.
Sekarang, kepalanya dapat ditongolkan kedalam ruangan tersebut melalui celah terali besi yang
sudah berlubang, namun Kim Thi sia tidak berani bertindak gegabah, mengikuti cara semula, lagilagi
ia memotong terali besi yang kedua.
Tampaknya ulah tersebut menarik perhatian sinona cantik berdandan aneh itu, dengan
perasaan ingin tahu ia berjalan mendekat, lalu pikirnya: "Waah, tak nyana kau benar punya akal"
Meski hanya pujian sederhana namun cukup melonggarkan dada Kim Thi sia dari ganjalan
hawa amarahnya, dengan perasaan bangga ia melirik sekejap kearahnya.
Tapi lirikan itu lagi-lagi membuat hatinya dingin separuh, ternyata wajah gadis itu tetap dingin
tanpa emosi, sama sekali tidak menunjukkan wajah girang karena keberhasilannya memotong
terali besi diatas jendela.
Yang lebuh menjengkelkan lagi, biarpun ia memuji, ternyata tatapan mata maupun sikapnya
sama sekali tidak menunjukkan rasa kagum. Masih terdengar ia berkata lagi: "Ehmmm, pedang
mestikamu memang amat bagus" Maksud perkataan itu sudah jelas, seolah-olah ia sedang berkata
begini:
"Apa yang hebat dengan dirimu? Coba kalau bukan mengandaikan pedangmu yang tajam, tak
mungkin kau mampu memotong terali besi didepan jendela tersebut"
Kim Thi sia mendengus dingin, iapun tidak berbicara, sesudah menanggalkan terali-terali besi
didepan jendela hingga cukup dilampaui tubuh seseorang ia baru berbisik,
"Hayo cepat keluar"
Gadis cantik itu hanya melirik sekejap kearahnya, ia sama sekali tidak bergerak.
Kim Thi sia merasa panas sekali hatinya dengan kasar ia menyambar pinggang nona itu
kemudian menariknya keluar. setelah itu ujarnya dengan rasa mendongkol: "Menyesal aku
menolong manusia macam kau. Hmmm sudah ditolong masih tak senang hati" Dengan gemas ia
menurunkan tubuh sinona keatas tanah.
Paras muka nona cantik itu tetap kaku tanpa emosi. Katanya dengan suara dingin:
"Padahal kau sendiri lagi mencari penyakit buat diri sendiri Lalu siapa yang hendak kau
salahkan? Kau kira aku bisa berbuat apa? Hmmm, asal kalian orang-orang Han berani mengusik
seujung rambutku. Ayahku pasti akan mengirim tentara untuk membasmi seluruh bangsa Han
yang ada dinegeri ini"
"Atas dasar apa kau berbuat begitu? Huuuh, apa sih hebatnya dengan bapakmu?" ucap Kim Thi
sia tak senang hati.
"Kau berani memaki ayahku? Kau tahu, ayahku adalah kaisar dari negeri Kim" Dari perkataan
tersebut, seolah-olah ia hendak berkata begini:
"Hati-hati kamu kalau bicara, ayahku adalah raja dari suatu kerajaan, aku tidak akan
membiarkan dirimu menghina aku semaunya sendiri"
sayang sekali orang yang dihadapi adalah manusia macam Kim Thi sia . Ia tak pernah mau
mengerti raja atau bukan. Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan nada tak senang hati
segera katanya:
"Apa hebatnya pula dengan seorang raja negeri Kim? Hmm, paling banter hanya seorang raja
asing dari negeri kecil. Belum cukup untuk menakuti aku......."
Gadis cantik itu benar-benar sangat mendongkol sampai mukanya berubah menjadi hijau
membesi dan tangannya terasa amat dingin tiba-tiba ia menampar sambil mengumpat: "Bangsa
Han busuk. ayahku pasti akan memotong lidah anjingmu itu........"
Kim Thi sia tak mau kalah, dia mencengkeram pula lengannya sambil berteriak keras:
"jika kau berani memakiku lagi, jangan salahkah kalau aku tak berlaku sungkan-sungkan lagi
kepadamu"
saking gemasnya tanpa sadar ia mencengkram lengan nona utu dengan penuh tenaga.
Tiba-tiba saja nona cantik itu menjerit kesakitan- butiran air mata jatuh bercucuran membasahi
pipinya tangannya yang lain segera diayun kembali untuk menampar muka pemuda tersebut.
Kim Thi sia segera berkerut kening baru saja ia hendak memberi pelajaran kepada gadis
tersebut, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema dari sisinya. "siapa yang berani
menculik tawanan kami? Hayo cepat berlutut dan cepat minta ampun"
Empat, lima sosok bayangan manusia meluncur datang secara tiba-tiba dengan kecepatan
tinggi.
Melihat usaha pertolongannya tidak mendatangkan hasil, Kim Thi sia segera menyambar gadis
itu dan ditariknya untuk diajak melarikan diri......
sebuah dinding pekarangan yang tinggi menghadang jalan perginya dinding tersebut tingginya
mencapai berapa kaki, dalam keadaan membawa seseorang tentu saja Kim Thi sia tak mampu
untuk melampauinya.
Ia mencoba untuk berpaling kebelakang tampak olehnya keempat lima orang pengejarnya.
makin lama sudah makin mendekat kini jaraknya tinggal sepuluh kaki.
orang bilang: Anjing yang terdesak akan melompati pagar, begitu pula keadaan Kim Thi sia saat
ini, tanpa memperhitungkan lagi kemampuan yang dimilikinya, dengan mengikuti teori ilmu
meringankan tubuh It tok wi kang ajaran ciang sianseng, ia segera menghimpun tenaganya sambil
melompat keatas.
Entah darima na datangnya kekuatan ternyata lompatannya itu berhasil menyeberangkan
mereka berdua dari pagar pekarangan tersebut tapi sayang ia tak mampu menguasai diri sewaktu
tubuhnya meluncur kebawah.
Takut kalau melukai nona cantik yang dinilai bertubuh lemah itu, buru-buru ia mengguling
kesamping. "B luuuuuukkkk. ......."
Akibatnya bibirnya membentur tanah sampai pecah dan berdarah, sedangkan gadis cantik itu
hanya sedikit kaget dan sama sekali tidak menderita cedera apapun.
Tak sempat lagi membersihkan debu yang melekat ditubuhnya dengan sekuat tenaga ia tarik
gadis itu untuk diajak melarikan diri.
Tampaknya nona cantik itu belum pernah merasakan penderitaan sehebat itu, sambil berlarian
ia mengomel tiada hentinya.
"Huuuh, kalau sudah tahu tak berkepandaian, seharusnya kau tak perlu repot-repot
menolongku. Coba lihat sekarang, aku jadi sangat menderita akibat ulahnya...........betul-betul
gentong nasi yang tak berguna"
Dalam keadaan begini, Kim Thi sia tidak punya kesempatan untuk cekcok dengannya.
sambil mendengus, ia telan semua rasa mendongkolnya kedalam perut.
sementara itu keempat, lima sosok bayangan hitam itu masih melakukan pengejaran sambil
berteriak:
"Hey sobat, pentang matamu lebar-lebar kita semua sama-sama orang persilatan apalah
gunanya mesti bermusuhan yang tak ada gunanya? Kalau ingin berdamai, hentikan langkahmu,
bukan saja kami tak akan menarik panjang peristiwa ini. Malah akan kami traktir saudara untuk
makan sekenyangnya."
Kim Thi sia tak mau bersuara, ia lari terus dengan sekuat tenaga... suara bentakan dari
belakang tubuhnya kembali berkumandang.
"sobat, arak kehormatan ditolak kau malah memilih arak hukuman. HHmmm, jika kau benarbenar
tak tahu diri, jangan salahkan kalau kami akan bertindak keji."
sebagaimana diketahui, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Kim Thi sia tidak hebat apalagi ia
mesti mengempit seseorang oleh sebab itu secara lambat laun jejaknya berhasil tersusul oleh
lawan-Tentu saja ia gelisah sekali pikirnya:
"Waaah, kalau keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung terus. akhirnya aku pasti akan
terkejar lawan, atau kalau tidak terkejarpun, aku bakal mati kehabisan tenaga."
Berpikir sampai disini, ia mencoba untuk memeprhatikan sekejap keadaan disekeliling sana,
diantara tanah perbukitan yang membentang didepan mata, disudut selatan sana terdapat sebuah
gundukkan tanah bukit kecil. satu ingatan segera melintas didalam benaknya, pikirnya:
"Mengapa tidak kusembunyikan dulu gadis tersebut, kemudian baru berusaha untuk memukul
mundur musuh?"
Begitu keputusan diambil, semangat dan tenaganyapun ikut berlipat ganda. Dengan menelusuri
jalan setapak yang kian lama kian menanjak tinggi, akhirnya pemuda itu berhasil menemukan
sebuah batu cadas besar ditengah rimbunnya pepohonan, tempat tersebut memang rapat sekali
letaknya.
Dengan langkah cepat ia berlalu menunjuk kesana dan menurunkan gadis cantik itu disana, lalu
bisiknya:
"Bersembunyilah disini dan jangan bergerak, biar kupukul mundur musuh-musuh yang datang
mengejar"
selesai berkata iapun membalikkan badan menyongsong kedatangan keempat lima orang
manusia berbaju hitam itu.
Begitu kedua belah pihak saling bertemu tanpa mengucapkan sepatah katapun Kim Thi sia
langsung melepaskan dua buah pukulan berantai.
Dengan suatu gerakan cepat keempat lima orang lelaki berbaju hitam itu menyebarkan diri
keempat penjuru, kemudian mengurung Kim Thi sia rapat-rapat.
Dalam waktu singkat empat gulungan angin yang amat dahsyat telah meluncur kemuka
membuat Kim Thi sia harus melompat mundur sejauh satu kaki dari posisi semula.
Melihat itu kelima orang lelaki berbaju hitam tersebut segera mengejek sambil tertawa dingin-
"Heeeehh.....heeeh......heeeeh......dengan kepandaian serendah itupun kau berani mencari
gara-gara. Hmmm kau memang benar-benar manusia yang tak tahu diri"
sementara berbicara, kembali terasa empat gulungan angin pukulan yang amat dahsyat
menyapu kemuka.
Kim Thi sia sama sekali tak berbicara diam-diam ia kerahkan ilmu Ciat khi mi khi untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut.
Akibatnya meskipun ia sempat terhantam hingga tergetar mundur, namun tidak sampai
menderita kerugian apa-apa, malah sistim yang dianutnya adalah sistim pertarungan keras lawan
keras.
Kelima orang lelaki itu saling berpandangan sekejap. kemudian tertawa dingin tiada hentinya,
lagi-lagi serangan yang amat dahsyat dilontarkan kedepan.
Kim Thi sia segera terhajar sampaijumpalitan diatas tanah, tapi dalam waktu singkat ia telah
melompat bangun kembali. Kali ini ia mengincar salah satu lawannya kemudian melepaskan
serangan balasan.
Dengan sigap lelaki berbaju hitam itu menyambut datangnya ancaman dengan keras melawan
keras.... "Duuuuuuukkkk. ........"
Ditengah benturan keras kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur sejauh satu langkah
lebih.
Diiringi suara caci maki yang keras sekali lagi kelima orang itu melancarkan sebuah serangan
dahsyat.
Mendadak salah seorang diantaranya berseru keras:
"Hey coba lihat, rupanya ia belum pergi dari sini cepat hadang orang ini, biar aku yang
membekuknya kembali......"
Ditengah kerepotan Kim Thi sia menyempatkan diri untuk berpaling, tapi apa yang kemudian
terlihat kontan saja membuat paras mukanya berubah hebat....
Ternyata gadis aneh itu tidak menuruti nasehatnya ia sedang duduk bersandar diatas batu
sambil menikmati keindahan bulan-
Tatkala angin malam berhembus lewat dan mengincarkan ujung babunya, gadis itu kelihatan
begitu cantik anggun bak bidadari dari khayangan-
Tanpa terasa keempat orang lelaki berbaju hitam itu sama-sama menghentikan serangan
mereka serta mengawasi gadis tersebut dengan terkesima......
Kim Thi sia sendiripun dibuat tertegun pikirnya tanpa terasa:
"Tak nyana gadis ini begitu keras kepala dan enggan menuruti nasehatku. Huuuh gara-gara
niatnya semua usahaku selama inijadi sia-sia belaka"
Pancaran sinar kecantikan dan keanggunan gadis tersebut bukan saja tidak menimbulkan daya
tarik baginya, malahan ia merasa begitu muak serta sebal.
Digertaknya bibirnya keras-keras menahan rasa mendongkol serta gejolak emosinya biarpun ia
jarang membenci orang lain tapi sekarang rasa bencinya terhadap gadis tersebut serasa merasuk
ketulang sum sum.
sementara itu lelaki berbaju hitam tadi telah meneruskan terjangannya kedepan sesudah
berhenti sejenak.... Tiba-tiba......
Semua rasa benci yang menggelora didalam dada Kim Thi sia seperti telah berubah menjadi
segumpal kekuatan sambil membentak keras ia melompat kedepan menghadang jalan pergi lelaki
berbaju hitam itu, kemudian melepaskan sebuah pukulan kearahnya.
Lelaki berbaju hitam itu sangat gusar disambutnya ancaman itu dengan kedua belah
tangannya.......
"Blaaaaaaaammm........"
Benturan yang keras membuat pasir dan debu beterbangan keangkasa. orang itu tergetar
mundur sejauh lima langkah dengan wajah pucat pias seperti mayat, darah segar menyembur
keluar dari bibirnya.
Pelan-pelan dia mengangkat kepalanya dan menatap pemuda itu dengan pandangan penuh
kebencian tapi Kim Thi sia pun ikut terpental sejauh satu kaki lebih hingga jatuh terduduk diatas
tanah.
Melihat itu dia tertawa seram kembali tangannya diayunkan kedepan melepaskan sebuah
pukulan.
Walaupun isi perutnya telah menderita luka yang cukup parah, namun rasa benci dan dendam
membuatnya melupakan segala ancaman bahaya yang mungkin akan menimpa dirinya.
Dalam keadaan begini dia hanya tahu berusaha untuk membunuh orang tersebut, bahkan kalau
bisa hendak membinasakan orang itu diujung tangannya sendiri
Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan dengan mengerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya itu. Belum lagi angin pukulannya menyambar datang, pasir dan debu
telah beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba-tiba Kim Thi sia melompat bangun ditengah gelak tertawa yang amat keras dia bukannya
mundur malah sebaliknya menerjang maju kemuka.
Akibatnya dari perbuatannya itu, keempat jago lainnya yang berada disisi arena menjadi
terkesiap sekali. "Blaaaaam......"
sekali lagi terjadi bentrokan kekerasan yang memekikkan telinga, akibat dari bentrokan ini lelaki
berbaju hitam itu terpental sejauh tiga langkah dari posisi semula dan jatuh terduduk diatas tanah,
untuk beberapa saat dia tak mampu merangkak bangun kembali.
sebaliknya Kim Thi sia terpental lebih jauh lagi hingga punggungnya menubruk diatas batang
pohon-"Duuukk......"
Biarpun benturan itu sangat keras sampai daun dan ranting berguguran, malahan sambil
tertawa terbahak-bahak selangkah demi selangkah dia mendesak maju kemuka.
Ditinjau dari suara ketawanya yang amat nyaring dapat diketahui bahwa isi perutnya sama
sekali tidak terluka.
Berubah hebat paras muka keempat orang itu, mendadak mereka seperti teringat akan
seseorang, segera teriaknya tertahan-"spbat, apakah kau bernama Kim Thi sia?"
Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak. "Haaah....haaaaah.....haaaaah.....tepat, aku memang
bernama Kim Thi sia nah sobat mari kita teruskan pertarungan ini"
Agaknya keempat orang itu sudah dibuat keder oleh nama besarnya tanpa terasa orang-orang
itu mundur selangkah kebelakang.
Pada saat itulah tiba-tiba terlihat berkelebatnya tujuh, delapan sosok bayangan manusia dari
kejauhan sana. Begitu tiba diarena terdengar seseorang diantaranya membentak keras.
"Apa sih yang ditakuti dari Kim Thi sia?"
"Haaaah......haaaah.......haaaah......bagus bagus sekali" seru Kim Thi sia sambil tertawa keras,
"semakin banyak orang datang semakin baik mumpung tanganku sudah gatal karena sudah lama
tak bertarung."
Akan tetapi begitu terjadi bentrokan Kim This ia segera merasakan datangnya tenaga tekanan
yang berat sekali menghimpit dadanya, ia tak sanggup menahan diri lebih lanjut tak ampun
tubuhnya mencelat sejauh satu kaki lebih dari posisi semula. Pelan-pelan ia merangkak bangun,
diawasinya keadaan disekitar sana dengan seksama.
Dibawah sinar rembulan yang redup tampak seorang lelaki kasar bertubuh tegap beralis tebal,
mata besar dengan hawa penuh kebengisan telah berdiri tegap dihadapannya.
Karena tidak melihat kehadiran sipedang kayu diantara mereka, pemuda itu merasa agak lega,
katanya sambil tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah.....dengan senang hati kusambut kedatangan kalian semua,
bagiku makin lihay ilmu silat yang kalian miliki semakin berarti pula bagiku."
Lelaki kekar tadi berusia lima puluh tahunan sambil tertawa dingin perintahnya kepada keempat
orang yang pertama tadi.
"Cepat urusi perempuan itu, urusan disini serahkan saja penyelesaiannya kepadaku."
Keempat orang itu mengiakan dan segera beranjak pergi dari sana.
"Hey, tidak semudah itu kalian dapat pergi dari sini" bentak Kim Thi sia tiba-tiba.
Dengan suatu gerakan cepat ia meluncur kedepan dan menghadang jalan pergi keempat orang
tersebut, dalam repotnya ia masih sempat melirik sekejap gadis aneh tadi. Dengan cepat
diketahuinya kalau gadis itu sedang memperhatikan tindak tanduknya.
Pemuda itu jadi kegirangan untuk mendemontrasikan kebolehannya didepan gadis tersebut,
maka tidak menunggu keempat orang itu sampai bertindak melakukan sesuatu ia telah
melancarkan serangan terlebih dahulu dengan menggunakan jurus "Tangguh terus sampai mati"
dan "mengobrak abrik seluruh jagad" dari ilmu panca Buddha.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa telah dilapisi oleh bayangan mangan yang bersusunsusun,
angin pukulan serasa menderu- deru dan amat memekikkan telinga.
selama hidup belum pernah keempat orang itu menjumpai ilmu pukulan yang sedemikian
anehnya, tanpa terasa mereka jadi tertegun dibuatnya.
Menunggu sampai mereka menyadari akan gelagat yang tidak menguntungkan, keadaan sudah
terlambat sekali. "Duuuk duuuk duuuk"
Tahu-tahu setiap orang sudah termakan oleh sebuah pukulannya hingga mencelat mundur
kebelakang.
Berhasil dengan serangannya, Kim Thi sia merasakan semangatnya berkobar. Tidak menunggu
sampai keempat orang lawannya sempat mengambil sesuatu tindakan, kembali ia melancarkan
serangkaian pukulan dengan jurus jurus. "Awan hilang kabut membuyar" dan "rembulan hilang
bintang penuh."
Ditengah deruan angin pukulan yang menggila, suara jeritan kaget terdengar bergema suara
silih berganti, belum sempat keempat orang itu mengedipkan matanya tahu-tahu saja tubuh
mereka kena digebuk sampai dadanya terasa sesak dan pandangan matanya berkunang-kunang .
Mendadak kakek bercabang menjadi pimpinan rombongan itu membentak keras, telapak
tangannya diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan yang aman dahsyat. Kim Thi sia tak
sanggup menahan diri, badannya terhajar hingga terjungkal ditanah.
Agaknya gadis berdandan aneh itu tak tega menyaksikan adegan tersebut, buru-buru ia
palingkan mukanya kearah lain-
Kim Thi sia tertawa keras, lagi-lagi dia melompat bangun dari atas tanah.
"Hmmm, bocah keparat she Kim apa artinya gagah-gagahan dengan mengandalkan ilmu sesat
macam begitu?" jengek kakek bercabang itu sambil mengernyitkan alis matanya. "Coba rasakan
dulu kehebatan ilmu pukulan beracun seratus tulangku ini." seraya berkata ia melepaskan sebuah
pukulan berhawa dingin kedepan-
Kim Thi sia sama sekali tak gentar dia sambut datangnya serangan tersebut dengan kekerasan,
namun aneh sekali. Ternyata dia tidak merasakan adanya tenaga pukulan dibalik serangan
tersebut.
sekalipun demikian disaat angin dingin tersebut berhembus lewat dari sisi badannya tahu-tahu
saja ia merasa sangat kedinginan sehingga tak kuasa badannya gemetar keras.
Sewaktu masih berada dibukit yang terpencil dahulu ayahnya sering bercerita tentang
keganasan dari pelbagai ilmu pukulan beracun yang konon bisa menyerang orang tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, bahkan orang yang terserangpun tidak merasakan apa-apa.
sebagai seorang pemuda yang cerdik dan teliti, sadarlah ia kalau tubuhnya sudah terkena
pukulan beracun seratus tulang dari orang tersebut.
sambil membentak keras penuh amarah ia segera menerjang maju kedepan dengan hebatnya.
Kakek bercabang itu segera tertawa dingin:
"Heeeeh.....heeeeh......heeeeh.......she Kim kau sudah terkena pukulan beracun seratus
tulangku bila nasibmu agak baik, maka kau masih mempunyai berapa kesempatan untuk hidup
terus tapi dengan perbuatanmu sekarang. Hmmm.....sama artinya dengan mencari jalan kematian
buat diri sendiri"
Peluh dingin membasahi seluruh wajah Kim Thi sia, pikirnya kemudian-
" omong kosong, jarum yang beracun Hon ko ciam dari keluarga Tong yang dibilang paling top
pun tak mampu menewaskan aku masa ilmu pukulan beracun seratus tulang yang sama sekali tak
terkenal ini bisa mencabut nyawaku"
Akan tetapi disaat dia mencoba untuk mengatur pernapasan, terasa olehnya segulung hawa
dingin yang merasuk tulang menyebar dalam tubuhnya, begitu dinginnya seperti didalam gudang
es sehingga tubuhnya menggigil keras.
"Habis sudah riwayatku kali ini" pekiknya dalam hati. Dengan perasaan dendam yang meluap ia
segera mengawasi musuh besarnya tanpa berkedip kemudian teriak keras-keras. "Andaikata aku
tak dapat hidup jangan harap kaupun bisa hidup terus didunia ini."
Ketika angin berhembus lewat, hawa dingin yang telah merasuk kedalam tubuhnya itu segera
menimbulkan rasa kesakitan yang hampir saja tak tertahan olehnya.
Tiba-tiba pandangan matanya menyentuh wajah sinona yang cantik itu, ia tahu bila dirinya
memperlihatkan kelemahan lagi dihadapannya niscaya gadis tersebut tentu akan memperolok-olok
dirinya.
Biar kematian telah diambang pintu, namun watak keras kepalanya sama sekali tidak
berkurang. sekuat tenaga dia menghimpun kedua jenis tenaga murni dan berusaha mendesak
keluar hawa racun dari peredaran darahnya.
Himpunan dua jenis hawa murni yang berlainan jenis membuat anak muda itu menderita
siksaan yang sangat hebat. Mendadak ia membentak keras lalu setelah mencabut keluar pedang
Leng gwat kiam, ia lancarkan sebuah bacokan kemuka.
Pantulan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata membias dan dengan mata semua orang,
sehingga tak mampu membuka matanya kembali.
Kakek bercabang itu sangat terkejut, cepat-cepat ia melompat mundur untuk menghindarkan
diri.
Pedang Leng gwat kiam panjang lagi tajam, sewaktu diputar kencang maka wilayah seluas
sekaki diselimuti cahaya tajam yang sangat menyilaukan mata. Terlintas setitik cahaya aneh
dibalik mata nona aneh tersebut, tiba-tiba ia bergumam:
"Ooooh, betapa bahagianya hatiku bila pedang mestika itu jadi milikku. Andaikata tempat ini
merupakan negeri Kim, ayah baginda tentu akan memintanya untuk diserahkan kepadaku......."
Sementara itu Kim Thi sia dengan mengandalkan pedang Leng gwat kiam telah memainkan
ilmu pedang panca Buddha yang maha dahsyat. ibarat harimau tumbuh sayap. kawanan jago
tersebut dibuat kacau balau tak karuan sehingga tak seorangpun yang berani mendekatinya.
Mendadak terdengar dua kali jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan rupanya ada dua
orang lelaki berbaju hitam yang terlambat menghindarkan diri, seketika itu juga kepalanya
berpisah dengan badan, darah segar segera menyembur kemana-mana. "Aaaah......." gadis yang
cantik itu menjerit karena ngeri. Kemudian menutup
--------------------Halaman selanjutnya tidak terbaca----------
JILID 12
Sekali lagi bahunya termakan sebuah lecutan rujung yang amat keras.
Tubuhnya terpental jauh sekali dari posisi semula sementara diatas punggungnya yang
telanjang bertambah dengan sebuah mulut luka yang memanjang.
Luka tersebut merah membara dan bengkak besar sekali dengan mendongkol pemuda itu
segera berseru:
"Tidak bisa jika aku tak membunuh maka merekalah yang akan membunuhku. Aaaaah garagara
pikiranmu kelewat kekanak-kanakan, maka aku mesti menderita lecutan dengan percuma."
Selesai berkata ia segera mengejar orang itu dengan amarah, lalu pedangnya dibacokkan
keras-keras keatas tubuhnya.
Tampak cahaya hijau berkelebat, lelaki yang melucuti dirinya tadi tak sampai sempat berteriak
kesakltam, tahu-tahu badannya sudah terbelah menjadi dua bagian dan roboh binasa seketika itu
juga.
Dalam waktu singkat, belasan orang lelaki yang menyusul tiba itu mengalami nasib yang sama
semua, kalau bukan kepalanya terpenggal, lengan atau kakinya terpapas kutung.
Kini, hanya sikakek bercabang beserta tiga empat orang lelaki yang bertahan terus secara gigih.
Sementara itu Kim Thi sia sendiripun sudah terpengaruh oleh suasana disekitarnya, kini
perasaannya seolah-olah sudah membeku biarpun berapa kali pukulan ruyung sempat mampir
diatas tubuhnya, namun sama sekali tak terdengar keluhan ataupunjeritan kesakitannya, malah
sebaliknya ia berteriak bagaikan orang kalap.
"Haaah...haaahhh....haaahhh....aku telah membunuh orang aku telah melanggar pantangan
membunuh, ayoh maju kalian semua, hanya orang peliharaan anjing yang melarikan diri dari sini."
Mendadak terdengar sinona cantik itu berteriak keras sambil mengeruyitkan alis matanya.
"Hey kau jangan berkoak-koak begitu, suaramu tak sedap didengar."
"Kau sendiri tak usah cerewet" tukas Kim Thi sia sambil melotot kearahnya sehabis memaksa
dua orang musuhnya. " Kalau aku s ampai jengkel kubunuh dirimu sekarang juga."
sinona tidak tahu kalau kesadaran pemuda tersebut sudah menjadi kaku sehingga apa yang
perlu diucapkan segera diutarakan tanpa berpikir panjang lagi. saking jengkelnya paras mukanya
berubah menjadi hijau membesi, selapis hawa dinginpun menyelimuti seluruh wajahnya.
Kalau dihari-hari biasa dia selalu main perintah. sejak kecil hingga dewasa selalu memperoleh
apa yang diinginkan, tentu hatinya mendongkol sesudah memperoleh perlakuan semacam ini.
Bibirnya ternganga untuk sesaat dan tak sepatah katapun dapat diutarakan keluar.
Dipihak lain, Kim Thi sia telah mengembangkan permainan pedangnya dengan ilmu pedang
Ngo hud kiam hoat dalam dua gebrakan berikut ia berhasil mencabut nyawa kedua orang lelaki
lainnya dengan begitu orang yang masih terlihat dalam pertarungan sengit melawannya tinggal si
kakek bercabang, serta seorang lelaki berbaju hitam yang pendek lagi ceking.
Kepandaian silat yang dimiliki kakek bercabang tersebut nyata memang cukup tangguh, ia
selalu berusaha mencari kesempatan untuk melancarkan serangan-serangan balasan.
sedangkan silelaki pendek lagi ceking itu memiliki gerakan tubuh yang amat lincah, lompatnya
seperti monyet, berapa kali bacokan Kim Thi sia tak berhasil menyentuh seujung rambutnyapun.
Mendadak terdengan lelaki berbaju hitam yang berbadan pendek itu berseru dengan gugup,
"Toako, lebih baik kita mengundurkan diri saja. Kepandaian silat dari bajingan she Kim ini
kelewat lihay, mari kita mencari bala bantuan lebih dulu"
"Tidak bisa" tampik kakek bercambang itu dengan suara dalam. "Bocah keparat tersebut sudah
terkena pululan beracun seratus tulangku, aku tak percaya kalau tubuhnya terbuat dari baja murni
yang tahan pukulan-"
Tampaknya lelaki ceking itu makin panik sesudah melepaskan diri dari sebuah tusukan pedang
Kim Thi sia. Ia tidak balas menyerang sebaliknya berseru lantang:
"Toako, kau tak usah kelewat keras kepala seorang lelaki sejati tak akan sudi mencari kerugian
didepan mata apa gunanya kita mesti........"
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tak berbicara lagi, sorot matanya dialihkan kewajah kakek
bercambang itu sementara paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Dengan suara yang amat nyaring bagaikan suara genta, kakek bercambang itu membentak
keras-keras:
"Bila engkau takut mampus, lebih baik angkat kaki lebih dulu aku tak bakalan menghalangi
kepergianmu cuma....masih punya mukakah dirimu untuk pulang menemui loya?"
Disatu pihak kedua orang lelaki itu saling membujuk. maka dipihak lain semangat Kim Thi sia
makin lama semakin berkobar rasa girang yang menyelimuti perasaannya sama sekali tak
tersembunyi diwajahnya.
Ia tak habis mengerti apa sebabnya dia tak sampai mampus walaupun sudah berulang kali
terkena senjata rahasia beracun dan pukulan beracun- Apakah hal ini disebabkan nasibnya yang
mujur ataukah niscaya memang diberkahi panjang?
Padahal kesemuanya itu tak lain merupakan jasa dari Malaikat pedang berbaju perlente
menjelang ajalnya. Ilmu ciat khi mi khi yang merupakan ilmu tenaga dalam tingkat tinggi telah
melindungi jiwanya berulang kali. Itulah sebabnya tatkala tubuhnya terkena senjata rahasia
beracun dan pukulan beracun, hawa murni yang tersimpan dibalik tubuhnya segera menerjang
keluar dan mendesak keluar sari racun dari tubuhnya.
Bau busuk yang menyembur keluar dari dalam tubuhnya, mengingatkan Kim Thi sia dengan
keadaan sewaktu terkena jarum beracun Hon ko ciam tempo hari. Rasa gembiranya benar-benar
tak terlukiskan dengan kata-kata.
Akan tetapu diapun merasa amat menyesal karena bercana yang ditimbulkan olehnya terlalu
besar, sambil menepuk kepala sendiri dan menarik kembali serangannya, ia berkata:
" Kalian berdua bukan tandinganku, lebih baik mundur saja dari sini mumpung masih ada
waktu."
"Toako....." dengan gelisah lelaki ceking itu berseru. Kakek bercabang itu segera menghela
napas panjang. "Aaaaai.....habis sudah riwayatku"
Mendadak dia mengambil pedangnya dan menggorok lehernya sendiri.
Kim Thi sia berusaha untuk menghalangi perbuatannya, namun keadaan sudah terlambat kakek
bercabang itu sudah tergeletak mati diatas tanah.
Menyaksikan peristiwa tersebut, lelaki ceking itu nampak bergidik, tanpa banyak berbicara lagi
ia membalikkan badan dan segera melarikan diri terbirit- birit, dalam sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Kini tinggal Kim Thi sia seorang berdiri disitu sambil mengawasi mayat yang bergelimpangan
dimana-mana, teriaknya tiba-tiba:
"Wahai Kim Thi sia, apa yang telah kau perbuat.....Kim Thi sia, apa yang telah kau lakukan?"
sebagai seorang pemuda yang bermurah hati, ia tak mengira kalau dalam sifatnya telah
membunuh sekian banyak manusia, rasa sedih dan menyesal membuat isak tangisnya secara
meledak.
Ia membenamkan kepalanya dibalik lengan lalu bersandar diatas batang pohon sambil
menangis tersedu-sedu.
suara tangisannya amat keras hingga bergema sampai ketempat yang jauh sekali.
Dalam pada itu, sinona cantik itu mengawasi ulahnya dari kejauhan dengan wajah yang dingin
seperti es, dari balik pancaran matanya yang bulat besar terselip perasaan tak habis mengerti,
pikirnya diam-diam:
"Aneh benar orang ini, apa sih yang ditangisi? tadi saja gayanya nampak galak dan bengis
macam malaikat langit, tapi sekarang ia justru menyesali perbuatannya."
Kim Thi sia memang merasa masgul dan murung, dia hanya ingin menangis, maka suara
tangisannyapun bergema dimana-mana.
"Kau menyesal bukan?" jengek sinona secara tiba-tiba dengan suara dingin. Kim Thi sia tidak
menggubris, ia tetap membungkam diri dalam seribu bahasa. sambil tertawa dingin nona itu
kembali mengejek.
"Heeeeh......heeeeh.......heeeeh......kalau sudah tahu begini, buat apa kau lakukannya sedari
tadi?"
Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, sambil mendelik besar bentaknya keras-keras: "Kau
tak usah menyindir diriku, kau harus tahu, kesabaran seseorang ada batasnya."
Nona cantik itu mendengus dingin kemudian berpaling kearah lain, sikapnya selain dingin
terlintas pula ketulusannya yang amat tebal.
selang berapa saat kemudian ia baru berkata lagi dengan suara sedingin salju:
"Tempat ini adalah wilayah Han, tentu saja aku tak dapat banyak berbicara, coba kalau disini
negeri Kim. Hmmm, sebutan "kau" "aku" yang kau pergunakan barusan sudah cukup untuk
menjauhi hukuman yang amat berat kepadamu."
Kim Thi sia segera menyeka air matanya lalu dengan penuh amarah teriaknya: " Lantas aku
mesti memanggil apa kepadamu?"
"Aku adalah putri raja, paling tidak kau mesti memanggilku sebagai tuan putri Kim huan,
mengerti"
Nada pembicaraannya sombong lagi ketus, agaknya ia sudah habis kesabarannya.
"Huuuuuh kau tak usah bermimpi disiang hari bolong......." umpat Kim Thi sia dengan suaranya.
Kemudian seperti teringat akan sesuatu tambahnya lebih jauh:
"Yaa, aku mesti mengakui lagi sial, gara-gara kau seorang, aku telah membunuh sekian banyak
manusia"
Tiba-tiba saja Kim huan kuncu pingin menangis tapi ia tahan sekuat tenaga, serunya kemudian
agak mendongkol:
" Lebih baik kau antar aku kembali ketempat semula, aku tak sudi ditolong oleh manusia
macam dirimu itu"
Kemudian sambil meremas genggaman sendiri tambahnya:
"sekalipun membutuhkan pertolongan aku tak sudi kau tolong, selewatnya hari ini, bila anak
buahku mengetahui kalau aku menghilang mereka pasti akan datang untuk menolongku."
"Baik" teriak Kim Thi sia menuruti adat hatinya, "Aku segera akan menghantarmu kembali
ketempat semula, moga- moga saja kau terkurung untuk selamanya disana" sambil berkata ia
maju mendekat dan siap memeluk tubuhnya.
sambil menggigit bibirnya kencang-kencang mendadak Kim huan kuncu mengayunkan
tangannya dan.....
"Plaaaaakkk"
sebuah tamparan keras telah bersarang diatas pipinya.
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau Kim huan kuncu bakal menamparnya.
setelah tertegun sejenak. api kegusarannya segera berkobar menyelimuti perasaannya, tanpa
berpikir panjang ia segera menyambar pinggang nona itu dan memeluknya erat-erat.
Kim huan kuncu tak mampu berkutik sama sekali saking mendongkolnya ia hanya ingin
menangis sepuas-puasnya.
seorang gadis yang berparas cantik, tiba-tiba menangis tersedu dengan begitu sedihnya. Lama
kelamaan Kim Thi sia menjadi tak tega sendiri dengan suara lembut katanya kemudian-
"Janganlah menyindir atau memaki diriku lagi asal kau bersikap lembut akupun segera akan
melepaskan dirimu."
Kim huan kuncu tidak menggubris, ia menganggap semua perlakuan anak muda tersebut
terhadapnya merupakan suatu penghinaan.
Apalagi bila teringat kebebasan yang dikecapnya sebelum ini. Mimpipun ia tak mengira kalau
dirinya akan mengalami penderitaan dan cemoohan seperti saat ini. Perasaan menyesal segera
menyelimuti seluruh perasaannya. setelah menangis beberapa saat, dengan penuh kebencian ia
berseru:
"se......sekembalinya dari sini pasti akan kulaporkan semua kejadian ini kepada ayah
baginda......aku akan minta kepadanya untuk membasmi semua bangsa Han semacam kalian
itu........"
Kim Thi sia terkejut sekali, pikirnya:
" Waduh celaka, gara-gara perbuatan seorang, berjuta manusia bakal ikut menderita." Dalam
pekiknya cepat-cepat ia berkata:
"Kau tak boleh berbuat begitu, masa gara-gara perbuatanku seorang, kau ingin mengobarkan
peperangan antara dua negeri......hal ini......hal ini........"
"Aku tak perd uli, pokoknya akan kulaparkan kejadian ini kepada ayah baginda" Habis sudah
kesabaran Kim Thi sia, teriaknya kemudian dengan gusar: "Baik, kalau begitu biar kubunuh dirimu
lebih dulu"
Tapi ia segera merasa amat menyesal sehabis mengucapkan perkataan itu pikirnya:
"Bagaimana sih kau ini, masa sedikit-sedikit sudah ingin membunuh orang, apa gerangan yang
sudah terjadi atas diriku ini?"
Nampaknya Kim huan kuncu terkejut sekali ia tidak menangis lagi tapi sesudah berpikir
sebentar tantangnya dengan dingini "Hmmmm, masa kau berani?"
Belum selesai perkataan tersebut diucapkan mendadak bergema suara auman nyaring dari
suatu tempat yang jauh dari situ.
Kim Thi sia yang sudah lama berdiam diatas gunung segera berseru tertahan sehabis
mendengar suara tadi. "Aaaaaah, binatang buas"
Benar juga, kurang lebih sepuluh kaki dihadapannya telah muncul tiga sosok makhluk aneh
yang tinggi badannya mencapai satu kaki lebih.
Yang membuatnya terkejut bercampur keheranan adalah ketiga makhluk tersebut berbentuk
persis seperti manusia punya kepala lengan, tangan dan kaki hanya saja bila dipandang dari
kejauhan maka bentuknya seperti tiga raksasa yang tingginya macam bukit kecil.
Dengan cepat Kim huan kuncu mengerling sekejap kesana tiba-tiba sekilas perasaan gembira
menyelimuti wajahnya yang cantik. Dengan gembira segera teriaknya keras-keras: "Hey ciangkun
(panglima) aku berada disini"
sekali lagi ketiga sosok makhluk tinggi besar itu memperdengarkan suara pekikan yang keras,
sementara sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi wajah Kim Thi sia tanpa
berkedip.
Tanpa sadar pemuda kita mundur dua langkah kebelakang perasaan ngeri seram dan bimbang
menyelimuti benaknya.
sementara itu Kim huan kuncu telah mengoceh dengan kata-kata asing yang aneh, Kim Thi sia
tak mengerti apa yang sedang dibicarakan gadis tersebut, ia hanya berdiri termangu- mangu
ditempat.
Ketiga makhluk raksasa yang dipanggil "panglima perang" itu pelan-pelan berjalan mendekat,
setiap ayunan kakinya selalu melebihi jarak sejauh satu kaki. Dalam waktu singkat mereka telah
tiba lebih kurang tiga kaki dihadapan Kim Thi sia.
"seakan-akan aku merasa sangsi." Ketiga makhluk raksasa itu memandang sekejap kearah Kim
huan kuncu yang berada dalam pelukan Kim Thi sia, kemudian mereka menghentikan langkahnya
dan mengawasi kedua orang tersebut dengan sorot matanya yang tajam dan mengerikan.
Kim Thi sia amat terkejut, ia merasa ketiga orang tersebut adalah makhluk aneh yang manusia
bukan manusia, monyetpun bukan monyet. seluruh badan mereka ditumbuhi bulu yang amat
tebal, dari tulang kening kebawah tumbuh bulu hitam yang panjang sekali seperti kepala singa,
sedangkan pinggangnya yang besar memakai kulit binatang selebar tiga depa saja. Hal ini
membuat bentuknya tidak mirip seekor binatang liar.
Makhluk raksasa itu memiliki sepasang lengan yang luar biasa panjangnya dan terkulai
kebawah hampir menyentuh permukaan tanah, Mulutnya yang besar bila terbuka lebar kelihatan
barisan giginya yang putih runcing, agaknya barang siapa sampai tergigit olehnya, baik binatang
maupun manusia niscaya akan tewas seketika.
Apalagi mereka sedang marah. sepasang matanya melotot besar dan memancarkan sinar
menggidikkan, begitu seramnya bentuk mereka sampai Kim Thi sia yang tak takut bumi pun ikut
mengucurkan keringat dingin.
satu hal yang membuatnya tak habis mengerti adalah sebutan Kim huan kuncu kepada mereka
bertiga sebagai "Ciangkun" atau panglima perang, mungkinkah panglima perang dari negeri Kim,
negeri bermusuhan dengan daratan Tionggoan macam begitu?
Diam-diam ia mulai menguatirkan keselamatan negerinya, sebab bila apa yang dibayangkan
benar, jelas sudah bahwa negeri Kim merupakan negeri yang cantik jelita bak bidadari dari
khayangan membuat pemuda kita diam-diam menghembuskan napas panjang.
Kecantikan Kim huan kuncu memang tiada taranya, belum pernah ia saksikan gadis secantik ini,
karenanya ia tak yakin kalau kaisar dari negeri Kim adalah seorang dari suku bangsa liar yang
belum beradab. sebab kecantikan serta gerak gerik nona ini tak mungkin bisa muncul dari didikan
seseorang yang liar, buas dan belum beradab. setelah termenung berapa saat lamanya ia berkata
kemudian-
"Kim huan kuncu apakah rakyat dinegeri Kim kalian bertampang macam mereka semua?"
Kim huan kuncu tertegun, ia tak menyangka kalau pemuda tersebut tidak berhasrat untuk
melarikan diri, sebaliknya malah mengajukan pertanyaan seaneh itu Maka dengan perasaan ingin
tahu sahutnya: "Tidak"
oooo0oooo
Kim Thi sia menghembuskan napas lega katanya lagi sambil tertawa:
"ooooh....tadinya aku mengira rakyat negeri Kim adalah manusia-manusia liar yang belum
beradab dan gemar minum darah manusia."
Kim huan kuncu segera berkerut kening tak terlukiskan rasa benci, muak serta mendongkolnya
.
Tapi sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, kembali Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak
seraya bergumam:
"Bukan cuma begitu, rakyat negeri Kim bukan manusia biasa, apa sih yang mereka miliki?
Huuuh, jauh berbeda dengan bangsa Han yang memiliki negeri kaya raya dengan tanah yang luas
dan subur, sejarah serta kebudayaan yang amat tingi. coba kalau raja Kim berani menyerbu,
semua bangsa Han pasti akan bangkit untuk membasminya dari muka bumi, mana mungkin telur
bisa diadu dengan batu? Huuuuh, itu mah berarti mencari keanehan bagi diri sendiri......"
Lalu setelah tertawa tergelak, lanjutnya:
"Haaaah......haaaah.....haaaah......" katanya saja. "Biar kesuruh ayah baginda membasmi
seluruh bangsa Han.....haaaah..... haaaah....... aku rasa kau sedang mengingau disiang bolong.
Memangnya kau anggap bangsa Han adalah bangsa tempe? Padahal cukup dengan tenaga sejari
kelingking negerimu pasti hancur dan rata dengan tanah."
Pada mulanya Kim huan kuncu masih mengawasi pemuda tersebut dengan kebingungan selesai
mendengarkan perkataan tersebut tiba-tiba teriaknya keras:
"Ciangkun, orang itu jahat sekali, cepat kalian hajar dirinya habis-habisan untuk membalaskan
sakit hatiku"
Ketiga makhluk raksasa tersebut segera mengepung Kim Thi sia dari tiga jurusan yang berbeda,
akan tetapi mereka tak berani bergerak secara sembarangan sebab Kim huan kuncu masih berada
ditengah pemuda tersebut.
Mereka kuatir bila ditindak secara gegabah hingga tuan putrinya menderita cedera, siapa yang
sanggup menanggung tanggung jawab seberat itu?
Melihat ketiga makhluk itu tak bergerak sekali lagi Kim Thi sia menghembuskan napas lega.
Iapun ikut tak bergerak.
Menurut ayahnya dulu, dalam ilmu peperangan terdapat sebuah taktik yang berbunyi demikian-
" Dengan tenang mengatasi gerak, dengan ketenangan menaklukkan lawan- cari keteledoran
musuh dan serangnya habis-habisan, kemenangan pasti berada dipihak kita.
Tanpa berkedip diawasinya gerak gerik ketiga orang musuhnya itu, sebaliknya ketiga makhluk
raksasa itupun mengawasi dirinya lekat-lekat, tatkala sorot mata mereka saling bertemu. Kim Thi
sia cepat-cepat melihat kearah lain- Ia merasa sinar mata yang terpancar sinar dari balik mata
lawan lebih tajam daripada sembilu. sehingga ia tak mampu beradu pandangan dengannya.
Dengan tak senang hati Kim huan kuncu berseru lagi. "Hey tak usah perduli diriku apakah
kalian berani membangkang perintah?"
"Baik, akan kulaporkan peristiwa ini kepada ayah baginda."
Belum selesai perkataan itu diutarakan makhluk raksasa yang berwajah menyeramkan itu telah
mendesak maju lebih kedepan. Kim Thi sia segera membentak keras:
"Barang siapa berani bergerak lagi secara sembarangan, akan kubunuh perempuan ini lebih
dulu.." tangannya segera diangkat dan siap menghantam buru-buru Kim huan kuncu......
Tentu saja ketiga makhluk raksasa itu menjadi ketakutan, serentak mereka menghentikan
langkah masing-masing.
Padahal pemuda kita berbuat demikian hanya bermaksud mencegah gerak maju lawan. Tapi ia
tak mengira bahwa tindakannya tersebut justru merupakan suatu taktik peperangan yang lihay
sekali.
Kim huan kuncu membencinya setengah mati bukan saja pemuda tersebut membuatnya
terkejut dan ketakutan, berulang kali ia dihina dan dicemoohkan rasa benci dan dendamnya
benar-benar sudah merasuk sampai kedalam tulang sum sum. Lagi-lagi ia membentak:
"Aku toh menyuruh kalian tak usah menggurbisku, mengapa kalian tetap berdiam diri.
Aku........."
Berbicara sampai disitu, ia seperti teringat akan sesuatu, tiba-tiba matanya menjadi merah
terusnya:
"Aku tahu, ayah baginda tak ada disini maka kalianpun tak sudi menuruti perkataanku
lagi............."
suaranya amat sedih, murung dan mengetuk perasaan siapapun, berbeda sekali dengan nada
ketus yang diperdengarkan semula.
Kim Thi sia benar-benar beriba hati hampir saja ia meneuruti emosinya dan membebaskan
gadis tersebut.
Akan tetapi ketiga makhluk raksasa itu seperti mempunyai kesulitan yang amat besar mereka
saling berpandangan dengan sedih mulutnya terbungkam dan tiada reaksi apa-apapun yang
diperbuatnya.
Kim Thi sia adalah seorang lelaki yang gagah dan perkasa. Ia merasa tindakannya
mempergunakan seorang gadis lemah sebagai tameng bukankah perbuatan seorang lelaki sejati.
Maka dengan secara tiba-tiba ia melepaskan dekapannya atas nona itu, kemudian katanya
dengan lantang:
"Nah, dengan berbuat demikian tentunya kalian tak usah takut untuk bertindak bukan? Bila
ingin berkelahi, ayolah maju bersama-sama."
Ketiga makhluk raksasa itu belumjuga bergerak. ditunggunya sampai Kim huan kuncu pergi
jauh, mereka baru terpekik girang lalu menerjang kemuka bersama-sama.
Perawakan tubuh mereka bertiga betul-betul besar lagi lebar, dalam waktu singkat Kim Thi sia
hanya merasakan timbulnya deruan angin kencang dari empat penjuru, lalu terlihatlah tiga sosok
bayangan hitam menyergap tiba dengan hebatnya.
Pemuda itu menjadi panik sekali, tanpa berpikir panjang ia segera menerjang kemuka dan
menumbuk dengan kepalanya. "Blaaaaammm........."
Akibat tumbukan tersebut, makhluk raksasa yang menerjang datang lebih dulu itu tergetar
mundur satu langkah tapi sepasang lengannya segera menyambar dan berusaha memeluknya.
sayang usaha itu menemui kegagalan- hal ini membuat simakhluk raksasa itu mengerang
penuh kemarahan-
Dipihak lain, agaknya Kim huan kuncu menganggap kejadian itu sangat menggelikan, tiba-tiba
saja ia tertawa cekikikan, wajahnya yang nampak begitu ceria dan cantik membuat Kim Thi sia
menjadi termangu- mangu untuk berapa saat.
Tiba-tiba Kim huan kuncu mendengus dingin dan menutup wajahnya dengan ujung bajunya.
Kim Thi sia segera tersadar kembali dari lamunannya, tapi pada kesempatan itulah salah satu
diantara makhluk raksasa itu sudah menerjang maju kemuka, telapak tangannya yang lebar
bagaikan kipas dipentangkan dan.....
"plaaakkkk......."
Tubuh Kim Thi sia terhajar telak sehingga ia menjerit kesakitan tubuhnya mencelat sejauh
empat lima kaki dari posisi semula.
Berada dalam keadaan demikian- ia tak berani bertindak gegabah lagi, ia tahu ketiga makhluk
raksasa itu selain memiliki kekauatan yang luar biasa besarnya, merekapun memiliki ilmu silat
yang tangguh.
Masih untung saja dia memiliki ilmu Ciat khi mi khi yang tahan pukulan cepat-cepat dia
mengatur pernapasan sebentar begitu kekuatannya pulih kembali seperti sedia kala cepat-cepat
dia melompat bangun kembali....
Tampaknya Kim huan kuncu merasa keheranan dengan peristiwa ini dia berseru tertahan lalu
gumamnya:
"sungguh mengherankan, padahal Hon ciangkun luar biasa hebatnya. seekor harimaupun
mampu dicabik-cabik secara mudah, kenapa lelaki bau itu tidak sampai mampus......?"
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagat, Kim Thi sia dapat menangkap suara
gumaman itu secara cepat, diam-diam ia tertawa geli kemudian sambil membalikkan badan ia
menerjang makhluk raksasa yang berada disebelah timur.
Ketika empat telapak tangan saling beradu satu dengan yang lain terjadilah suara bentrokan
yang keras sekali. "Duuuuuuk...."
Pasir dan debu beterbangan keangkasa, lagi-lagi tubuhnya mencelat sejauh empat lima kaki
dari tempat semula bagaikan layang-layang yang putus benang dan terbanting keras-keras diatas
tanah.
Kini, celananya sudah robek tak karuan lagi bentuknya bahkan celana dalampun sudah
kelihatan tapi semuanya itu tidak membuatnya sedih, ia malah kegirangan setengah mati.
sebab pada bentrokan yang terakhir ini ia menemukan bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
telah memperoleh kemajuan yang amat pesat dan jauh berbeda dengan kekuatannya dulu.
Padahal jangka waktunya belum lama dari sini dapat disimpulkan kalau masa depannya pasti
cemerlang.
Berpendapat sampai disini diam-diam pikirnya lagi dengan perasaan terkejut bercampur girang:
"Coba kalau bentrokan ini berlangsung dua tiga hari berselang, niscaya badanku akan mencelat
sejauh sepuluh kaki lebih dari posisinya semula........."
Kenyataan memang membuktikan kalau tenaga dalam yang dimiliki ketiga orang makhluk
raksasa tersebut tidak berada dibawah kemampuan ketua Tay sangpang sipukulan penggetar
langit Khu It kim.
Jikalau Khu It kim sanggup menghajarnya hingga mencelat sejauh delapan kaki lebih berarti
ketiga orang raksasa inipun mampu melakukan hal yang sama.
Tanpa terasa semangatnya berkobar dengan hebatnya, ia segera berpaling dan memperhatikan
lawannya.
Waktu itu, ketiga makhluk raksasa tadipun sedang mengawasinya dengan seksama, mereka
tidak bergerak karena belum mengetahui bagaimanakah nasib lawannya.
Maka sambil tertawa nyaring, pemuda kita segera melompat bangun dan maju menghampiri
mereka.
Benar juga, ketiga makhluk raksasa itu segera tertegun dibuatnya, sepasang mata mereka
sempat terbelalak lebar.
Raksasa yang berada disebelah kiri itu mengerang secara tiba-tiba. Kemudian mengayunkan
tangannya menyerang rekannya yang berada disisi lain, dengan cepat kedua orang tersebut disisi
lain, dengan cepat kedua orang tersebut sudah saling beradu tenaga satu kali.
Ditengah bentrokan yang memekikkan telinga, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur
sejauh satu langkah.
Kepandaian yang berusaha mereka lakukan membuktikan kalau ilmu silat yang mereka miliki
sama sekali belum pernah, tapi anehnya serangan gabungan dari mereka bertiga tak berhasil
membunuh pemuda tersebut? Kim Thi sia amat geli, segera ejeknya:
"Hey, mengapa kalian bertiga tidak melancarkan serangan bersama-sama? Kalau menyerang
secara bergilir satu demi satu. selamanya aku tetap hidup dengan segar bugar."
Ketiga orang makhluk raksasa itu saling berhadapan sekejap. sorot mata mereka segera
memancarkan sinar tajam, sambil berpekik keras, tiba-tiba mereka melancarkan serangan
bersama kedepan-
Gabungan tenaga mereka bertiga ternyata memang luar biasa sekali dalam waktu singkat
pepohonan telah dibikin goncang, pasir dan debu berterbangan keangksa, gulungan angin
serangan yang membawa suara desingan tajam yang memekikkan telinga secepat kilat kemuka.
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia, sekarang ia baru merasa menyesal sekali dengan
tantangannya.
Belum sempat ingatan kedua melintas lewat, gulungan angin pukulan yang maha dahsyat itu
sudah melemparkan tubuhnya hingga mencelat sejauh belasan kaki lebih.
Berada ditengah udara, ia merasakan kepalanya pening tujuh keliling dadanya terasa sakit
sekali napasnya sesak dan sekujur badannya menjadi kaku serta mati rasa. "Aduh celaka"
pekiknya dihati.
Tapi saat itulah badannya sudah terlempar masuk kebalik sebatang pohon dengan dedaunan
yang rimbun-
Batang dan ranting pohon berguguran keatas tanah diiringi suara benturan keras, tubuhnya
sekali lagi terbanting keras-keras keatas semak belukar.
Dada bahu lengan dan kakinya segera terluka dan mengucurkan darah sementara bagian tubuh
yang lain dipenuhi luka guratan terkena duri-duri semak yang tajam.
Walau tak sampai mampus merasakan penderitaan yang jauh lebih menyiksa daripada
kematian begitu terbanting keatas tanah, ia segera jatuh tak sadarkan diri
Dengan cepatnya ketiga makhluk raksasa itu memburu datang ketika dilihatnya pemuda itu
sudah tak berkutik lagi, lengan dan kakinya sudah mendingin. Mereka mengira lawannya sudah
mati diiringi gelak tertawa aneh, mereka segera beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Kim Thi sia sudah mencoba untuk meronta apa daya seluruh badannya terasa kaku dan mati
rasa, terpaksa dia mengurungkan niatnya itu.
Meski begitu Kim Thi sia tidak menyerah kepada nasib, diam-diam ia berusaha mengatur
pernapasan dengan ilmu Ciat khi mi khinya. Apalagi dalam bentrokan yang terjadi barusan ia
berhasil menghisap sejumlah hawa murni yang tak sedikit jumlahnya sekalipun sekujur badannya
dibikin kesemutan hingga tak mampu berkutik lagi.
Ia segera mengerti bahwa hanya meronta saja tak ada gunanya, ia membutuhkan istirahat
sekarang, namun ia tak mampu mengendalikan rasa mangkelnya, beberapa kali dia ingin berteriak
untuk menyatakan bahwa ia belum mampus.....
Tapi sayang ia tak mampu berbicara sehingga niatnya itu terpaksa diurungkan kembali.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Kim huan kuncu berkata dengan suaranya yang merdu.
"Ciangkun, disakunya terdapat sebilah pedang mestika yang indah sekali, aku menginginkan
benda itu....."
Dibalik nada pembicaraannya ternyata tak tersalip rasa iba atau kasihan karena kematiannya,
dalam sekejap mata itulah tiba-tiba Kim Thi sia merasa sangat membencinya.
"Bila aku masih mempunyai sedikit kekuatan pasti akan kucemooh dan kuhina dirinya......"
demikian ia berpikir dihati.
sayang sekali hal tersebut tak mampu dilakukan karena tenaga untuk berbicara pun sudah tidak
dimiliki lagi sekarang.
Hawa murni beredar sekali demi sekali peredaran tersebut berlangsung amat lambat membuat
Kim Thi sia gelisah, masgul dan sangat mendongkol...
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang amat berat. Kim Thi sia segera
memejamkan matanya rapat-rapat. Tapi ia sempat mendengar gelak tertawa aneh yang makin
lama semakin menjauh. Menanti ia membuka matanya kembali pedang mestika leng gwat kiam
sudah lenyap dari sisi tubuhnya.
Rasa gusar dan benci segera bercampur aduk menjadi satu, entah karena tenaga dalamnya
telah pulih kembali ataulah disebabkan desakan semangatnya yang berkobar-kobar tahu-tahu ia
dapat duduk kembali.
Dikejauhan sana ia saksikan ketiga orang makhluk aneh tersebut sedang berjalan meninggalkan
tempat tersebut mengiringi Kim huan kuncu yang cantik..... Ia tak sanggup menahan diri lagi
dengan penuh amarah teriaknya keras-keras: "Bajingan busuk. kembalikan pedangku"
Dengan perasaan terkejut ketiga makhluk raksasa serta Kim huan kuncu berpaling. Kim Thi sia
meronta dengan sepenuh tenaga, namun ia tak mampu berdiri kembali.
Dalam waktu singkat ketiga makhluk raksasa tadi telah berjalan balik, dari balik matanya yang
lebar terpancar pancaran sinar benci dan napsu membunuh yang tebal.
Melihat kehadiran ketiga orang musuhnya Kim Thi sia kembali merasa menyesal, tapi belum
lenyap ingatan tersebut, ingatan lain telah melintas kembali, dengan suara keras segera
umpatnya:
"Biarpun hati ini aku Kim Thi sia bakal mampus ditangan kalian, tapi dua puluh tahun kemudian
pasti akan muncul seorang Kim Thi sia lagi yang akan membalaskan dendam bagi kematianku"
Ketiga makhluk raksasa itu telah mengayunkan telapak tangannya bersama-sama dibawah sinar
rembulan tampak cepat segumpal cahaya merah membara dibalik telapak tangannya ya lebar itu,
entah ilmu silat apa yang mereka latih.
setelah sadar bahwa kematian segera akan tiba Kim Thi sia malah tidak merasa takut barang
sedikit jua. sambil berpeluk tangan diawasinya ketiga orang itu dengan sinis.
Jarak antara kedua belah pihak kian lama kian bertambah dekat, tiba-tiba ketiga orang raksasa
itu berpekik nyaring sambil menerjang maju kedepan.
Jangan dilihat tubuh mereka yang tinggi besar hingga kelihatan lamban, ternyata ilmu
meringankan tubuh yang mereka miliki terbukti sangat tangguh.
Tapi sedetik sebelum serangan mereka bertiga dilontarkan, mendadak terdengar lagi Kim huan
kuncu berkata merdu.
"sudahlah, lebih baik ia belum mampus kalau tidak hatiku pasti tak akan tenteram."
Agaknya ketiga makhluk raksasa itu amat menurut perkataannya. serentak mereka hentikan
perbuatannya lalu setelah melototi pemuda itu sekejap dengan penuh kebencian mereka
membalikkan badan dan berjalan balik,
sebelum hilang rasa gusar Kim Thi sia tentu saja ia tak sudi menerima kebaikannya, kembali
umpatnya:
"Hey, kalau toh sudah berniat menjadi perampok, apa gunanya berlagak sok berwelas kasih?"
Kim huan kuncu segera menghentikan langkahnya seraya berpaling selapis hawa amarah
menyelimuti wajahnya yang cantik serunya:
"Huuuh, apa sih kedudukanmu? Berani amat mencaci maki diriku......."
serentak ketiga orang makhluk raksasa itu membungkukkan badannya siap menerima perintah.
Tapi dengan lembut Kim huan kuncu mengulapkan tangannya seraya berkata lagi: "Sudahlah,
ampuni selembar jiwanya sekali lagi" sambil tertawa dingin Kim Thi sia segera berseru:
"Heeeh......heeeh......heeeh......sekarang kau boleh bergaya dihadapanku tapi jangan lupa aku
Kim Thi sia masih akan menuntut balas atas perlakuanmu hari ini. Pergi saja kau pokoknya suatu
saat aku orang she Kim pasti akan menuntut kembali pedang Leng gwat kiam tersebut......."
Kim huan kuncu mendengus dingin-
"Hmmmm, apa sih hebatnya dengan sebilah pedang mestika? biar kau tak rela, biar kubeli
berapapun harganya."
sambil berkata ia mengeluarkan tiga butir mutiara yang gemerlapan dan segera diangsurkan
kedepan-
Mutiara itu besarnya seperti buah kelengkeng, sebutirpun nilainya sudah tak terhitung apalagi
tiga sekaligus. Boleh dibilang harganya bisa menjadikan seseorang menjadi jutawan baru.
sayang sekali orang yang dihadapinya adalah Kim Thi sia yang tak membutuhkan harta
kekayaan sikap gadis tersebut hendak membeli pedangnya dengan uang justru dinilai sebagai
suatu penghinaansaking
gusarnya pemuda kita sampai tak mampu berkata-kata, dia hanya bisa bergumam
dihati:
"Aku pasti akan menyiksamu pasti......kau terlalu menghina aku kelewat memandang rendah
nilaiku sebagai seorang lelaki"
Kim huan kuncu mengira pemuda tersebut tertarik dengan mutiaranya ia semakin
mencemoohnya makin memandang rendah dirinya, sehabis mendengus ia segera membalikkan
badan dan beranjakpergi dari sini.
Merah membara sepasang mata Kim Thi sia tiba-tiba ia berteriak keras dan merangkak kedepan
dipungutnya ketiga butir mutiara tersebut kemudian dibuang jauh-jauh dari situ teriaknya lagi
sambil tertawa seram:
"Heeeeeh......heeeeeh......heeeeeeh....... perbuatanmu memang benar, bagus sekali
perbuatanmu, aku Kim Thi sia benar-benar takluk. Haaaah.....haaaah......haaaah...."
Kim huan kuncu menghentikan langkahnya sewaktu mendengar seruan tersebut ia segera
berkerut kening sesudah melihat kelakuan pemuda tadi katanya terkejut bercampur keheranan-
"Kalau kau tak mau menerima ya sudahlah pokoknya pedang ini sudah kubeli."
Dalam pada itu dua orang makhluk raksasa telah menggotong keluar sebuah tandu kecil dari
balik pepohonan.
sambil memeluk pedang Leng gwat kiam itu. Kim huan kuncu naik keatas tandu kecil lalu diikuti
tiga orang raksasa lain berlalulah mereka dari situ dengan kecepatan tinggi.
Angin malam berhembus lewat suasana disekeliling tempat itu pulih kembali dalam keheningan-
Kim Thi sia termangu-mangu, mendadak ia mendengar suara petikan khim bergema datang
dari kejauhan sana. sewaktu diperhatikan dengan seksama, ternyata suara itu berasal dari tempat
dimana Kim huan kuncu pergi tadi....
Entah mengapa setelah mendengar suara petikkan khim yang merdu merayu itu semua rasa
benci dan gusarnya hilang lenyap seketika.
Makin didengar suara petikan khim itu semakin merayu. Kim Thi sia segera terlelap dalam
lamunan yang panjang.
"Tak nyana ia pandai sekali memetika harpa dan membawakan lagu yang begitu merdu."
Tak lama kemudian alunan suara merdu itu makin meninggi tiba-tiba saja Kim Thi sia
merasakan pergolakan darah dalam dadanya membara. Lalu bayangan wajah Lin linpun melintas
didalam benaknya.
"Entah bagaimana dengan dia sekarang?" ingatan tersebut memenuhi pikirannya.
Tanpa terasa diapun mulai membanding-bandingkan antara Lin lin dengan Kim huan kuncu,
pikirnya:
"Mereka berdua sama-sama perempuan, tapi nasib mereka mengapa terdapat perbedaan yang
begitu besar? Yang satu hidup bermewah-mewahan dan sangat dihormati orang, sebaliknya yang
lain..." Entah mengapa emosinya kembali berkobar sambil mengepal tinjunya ia bergumam.
"Aku harus memperlakukan dirinya secara baik, agar dia berbahagia. Agar dia berbahagia, agar
hidupnya seperti Kim huan kuncu, makan hidangan lezat, pergi kemana-mana naik kereta."
Sementara itu tenaga dalamnya telah pulih kembali seperti sedia kala, sekujur badannya terasa
amat nyaman dengan wajah merah segar, ia segera bangkit berdiri dan memungut kembali ketiga
butir mutiara tersebut.
Kemudian sambil memberanikan diri ia ebrjalan menuju kegudang pembesar semula.
sepanjang jalan ia mencoba memperhatikan sekitarnya, ia berharap bisa menemukan kembali
jejak Kim huan kuncu serta meminta kembali pedang Leng gwat kiamnya.
Tapi Kim huan kuncu beserta pengawalnya entah telah pergi kemana, yang nampak saat itu
hanyalah serombongan manusia berbaju hitam yang bergerak menuju kearahnya.
Dengan cepat pemuda kita mendapat tahu kalau belasan orang manusia berbaju hitam itu
pastilah para begundal pembesar Kang lam yang ditugaskan mencarinya.
Ia tak ingin mencari gara-gara apalagi menguatirkan keselamatan Lin lin- dengan cepat
pemuda itu menerobos masuk kebalik semak belukar dan kabur dari arah yang lain-
Entah berapa lama sudah lewat, tak jauh didepan sana muncul sebuah jalan raya yang cukup
lebar.
Belum lagi dia melangkah kelaur dari balik semak, mendadak terdengar dua kali gelak tertawa
nyaring bergema datang dari kejauhan. suara tertawa itu sangat keras dan menusuk
pendengaran-
Cepat-cepat ia berjongkok dan menyembunyikan diri kebelakang sebuah batu besar.
Tak selang berapa saat kemudian, dari depan sana muncul dua orang jago pedang
berperawakan sedang, terdengar salah seorang diantaranya berkata sambil tertawa tergelak.
" Engkoh Pul, aku dengar murid-murid Tiong goan su liong telah dibunuh oleh seorang manusia
berkerudung dalam semalaman saja tanpa sempat memberi perlawanan, coba bayangkan
peristiwa itu menggelikan tidak."
"Ya a, menggelikan sekali" sahut orang she pul itu sambil tertawa. "Keempat tua bangka
Tionggoan su liong bukannya menyalahkan diri sendiri. Yang sudah tua dan mulai lemah sehingga
tak mamcu mendidik murid sendiri sebaliknya malah datang kegedung kita dan melakukan
penyelidikan sampai berapa kali. Hmmm, andaikata suhu tidak kasihan melihat kepanikan mereka
niscaya dia akan menyindirnya dengan kata-kata pedas, kau tahu suhu tak pernah cocok dengan
mereka berempat."
"Haaaaah....haaaaah....haaaah....sebenarnya Tionggoan su liong masih terhitung jagoan tapi
gara-gara peristiwa itu, mereka telah kehilangan pamornya. Bukan begitu?"
"Tentu saja, tentu saja" sahut orang she Pul itu sambil tertawa tergelak. "Kalau kubayangkan
wajah mereka berempat sewaktu panik. oooh....benar-benar menggelikan...." Maka kedua orang
itupun tertawa terpingkal-pingkal tiada hentinya......
Kedua orang tersebut paling banter baru berusia dua puluh tiga empat tahunan, tapi
kenyaringan suara tertawanya benar-benar menggetarkan perasaan siapapun.
Kim Thi sia mendongkol sekali, sebab Tionggoan su liong disebut sebagai tua bangka, lagipula
nadanya amat menghina pikirnya:
"Jelek-jelek Tionggoan su liong masih terhitung juga sebagai tokoh dunia persilatan jagoan dari
angkatan tua, masa mereka berdua sebagai anak muda berani mencemooh sesuka hatinya
sendiri."
Akan tetapi sebelum ia sempat turun tangan, perasaannya menjadi tenang kembali.
Peristiwa yang dialaminya berulang kali pada berapa hari berselang membuat pemuda itu
bertindak lebih waspada. Ia tahu tenaga dalam yang dimiliki kedua orang tersebut telah mencapai
puncak kesempurnaan hal ini bisa diketahui dari gelak tertawanya yang nyaring.
Itu berarti ia pasti bukan tandingannya daripada mencari penyakit buat diri sendiri. Apa
salahnya kalau berpeluk tangan belaka sambil menyadap pembicaraan mereka? Karenanya diapun
berpikir:
"Bila kalian berdua berani memakai lagi biar mesti pertaruhkan selembar nyawapun pasti akan
kubelai martabat serta nama baik Tionggoan su liong......"
Kedua orang jago tersebut memang nyata sekali kelihayannya. Begitu tubuhnya bergerak
mereka segera merasakan kehadirannya dan berpaling. Empat buah mata yang memancarkan
sinar taham memandang sekejap kearahnya lekat-lekat.
Untung Kim Thi sia telah bersiap sedia, cepat-cepat la menyembunyikan diri kebelakang batu
besar.
setelah mengamati sekejap sekitar sana kedua orang itu baru tertawa tergelak lagi.
"Haaaah......haaaah....haaaah......saudara Pui, setiap kali membicarakan soal Tionggoan su
liong, mengapa sih kita jadi kebingungan macam bertemu setan saja? memangnya kita sudah
takut kepadanya?"
" omong kosong, aku mah tak bakal takut, kenapa aku mesti takut dengan empat orang tua
bangka yang sudah dekat dengan liang kubur?"
"Yaa betul, toh tidak ada salahnya kita membicarakan tentang mereka berempat...."
Berbicara sampai disitu, kembali mereka berdua tertawa terbahak-bahak..... Kim Thi sia
mengerutkan dahi pikirnya:
"Edan rupanya, masa tak ada persoalanpun tertawa melulu sejak awal sampai akhir tak
habisnya tertawa memangnya sudah tidak waras barangkali.........."
Tak lama kemudian terdengar lelaki she Pui itu berkata lagi:
"saudaraku menurut perasaanku nampaknya nama besar kita Dua bocah ajaib berwajah
tertawa kian lama kian bertambah termashur, padahal sejak meninggalkan suhu hingga kini baru
lewat dua bulan tapi kenyataannya dimanapun membicarakan soal kita........"
sekali lagi Kim Thi sia berkerut kening pikirnya:
"Dua manusia bermuka tebal masa ada orang memuji diri sendiri........."
Sementara itu rekannya telah berkata pula sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah......haaaaah......haaaaah......aku sendiripun keheranan, rasanya kita berdua tak pernah
melakukan pekerjaan besar, mengapa setiap orang justru menyanjung dan menghormati kita?"
Lelaki yang disebut saudara Pui tadi segera menepuk-nepuk bahunya sambil berkata:
"Bukan cuma begitu, aku dengar ketua perkumpulan Tay sang pang yang bernama It Kim pun
punya maksud untuk mengajak kita bersaudara sebagai menantunya. Aku dengar kedua orang
putri kesayangannya yang dianggap bagaikan nyawanya sendiri itu hendak dikawinkan kepada
kita. Menurut pendapatmu haruskah kita menerimanya....."
"Menakutkan, sungguh menakutkan- seru pemuda yang berada disebelah kiri sambil
mengangkat bahu. "Tentu saja kita tak boleh menerima lamarannya dengan begitu saja. Usia kita
belum tua tapi pamor serta nama besar kita termashur dimana-mana. Berarti masa depan kita
masa yang akan cemerlang. Kenapa kita mesti memendam karier dan masa depan kita hanya
gara-gara dua orang perempuan?"
"Tapi......" pemuda yang disebut saudara Pui itu sengaja berkerut kening. "Aku dengan Khu It
kim bersikeras hendak menjodohkan kedua orang putrinya kepada kita. Apa yang harus kita
lakukan? Bila diterima rasanya berat, bila ditolak Khu It kim si tua bangka itu tentu akan
merengek-rengek kita dengan wajah yang memelas..........."
sementara itu Kim Thi sia yang menyadap pembicaraan tersebut merasa mendongkol
bercampur geli, namanya saja mentereng. sepasang bocah berwajah senyum, nyatanya hampir
setiap menit, setiap detik tiada hentinya mereka membuat lelucon yang menggelikan hati. Tanpa
terasa iapun berpikir:
" Kejadian aneh didunia ini memang amat banyak, kalau dihitung-hitung maka kedua orang ini
bisa menempati urutan yang pertama"
sementara itu, pemuda yang berada disebelah kiri itu sudah menundukkan kepalanya kembali
sambil menunjukkan muka murung. Akhirnya setelah berpikit setengah harian lamanya, dengan
perasaan apa boleh buat ia berkata:
"Baiklah, baiklah siapa suruh nama besar kita terlalu terkenal, pohon besar tentu mengundang
angin, terpaksa kita harus menghadapinya."
"saudaraku.. ...." kata orang she Pui itu kemudian dengan wajah murung. "Padahal baru dua
bulan kita munculkan diri didalam dunia persilatan, tapi nama besar kita sudah makin terkenal
dimana-mana, bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus. Waaaah.....bukan main,
nampaknya jalan yang terbaik untuk kita adalah mencukur rambut menjadi pendeta......."
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap. kemudian sama-sama mengangkat kepala dan
tertawa terbahak-bahak.
"Entah murid siapakah kedua orang ini?" pikir Kim Thi sia lagi. "Tapijika dilihat dari gerak gerik
mereka, nampaknya ilmu silat yang dimiliki guru mereka hebat sekali. Namun pasti bukan berasal
dari perguruan kaum lurus......"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba dari kejauhan sana tampak sesosok
bayangan manusia meluncur datang tanpa menimbulkan sedikit suarapun- Gerak tubuhnya begitu
cepat sehingga dalam satu kedipan mata saja bayangan tubuhnya yang tinggi kurus tadi telah
berdiri dibelakang tubuh sepasang bocah berwajah senyum.
Kim Thi sia yang menyaksikan adegan itu, diam-diam menjulurkan lidahnya, kembali dia
berpikir.
"Bila dalam sepuluh tahun kemudian ilmu silatku dapat mencapai tingkatan seperti ini saja,
hatiku sudah merasa puas sekali, karena semua harapanku dapat tercapai."
Kim Thi sia percaya ilmu silat yang dimiliki sepasang bocah berwajah senyum sangat lihay
sekali, tapi sekarang walaupun orang berperawakan jangkung itu telah berdiri dibelakang tubuh
mereka, ternyata mereka masih belum juga merasakan bahkan sambil berangkulan mereka tetap
tertawa terbahak-bahak.
segulung angin dingin berhembus lewat tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan dadanya menjadi
sesak, hawa dingin yang berhembus membuat bulu kuduknya pada bangun berdiri.
suatu firasat jelekpun melintas dalam benaknya dengan cepat.
Diam-diam ia mencoba untuk melirik kembali kearah orang tersebut.
Tapi dengan cepatnya dia menjadi amat kaget bahkan hampir saja bersuara.......
Untung saja pemuda kita cukup menyadari akan bahaya yang sedang mengancam sehingga
suara jeritan yang hampir meluncur keluar dari mulutnya itu segera ditelan kembali, napasnya
segera ditahan sementara sorot matanya yang memancarkan sinar kaget dan ngeri diam-diam
mengawasi manusia jangkung yang berdiri kaku dihadapannya sana.
Perawakan tubuh orang itu sangat dikenal olehnya sebab dia tak lain adalah simanusia dengki
yang telah membunuh cungpiau pacu dari tujuh propinsi wilayah selatan tempo hari.
Peluh dingin yang telah membasahi seluruh telapak tangan Kim Thi sia sementara jantungnya
berdetak tiga kali lebih cepat daripada biasanya.
Malam yang dingin terasa makin dingin, malam yang gelap menambah seram suasana sekeliling
tempat itu terutama dengan hadirnya manusia bertubuh jangkung ini, entah berapa banyak
ancaman maut yang bakal tersebar dari tubuhnya.
Kim Thi sia mengerti apa yang hendak dilakukan simanusia dengki tersebut degan
kehadirannya disana.
Ya a, sepasang bocah berwajah senyum telah berhasil membangun nama serta kedudukan
yang cukup tinggi didalam dunia persilatan- Hampir semua orang menyinggung namanya,
membicarakan kehebatannya.
Tapi justru karena itulah nasib mereka jadi tak menentu karena maut siap mencabut nyawanya
.Justru karena usia mereka masih muda dan masa depannya tak terbatas. Maka simanusia dengki
itu terpancing untuk melakukan pembunuhan atas diri mereka.
Dengan sorot mata yang dingin menggidikkan manusia dengki itu mengawasi sekejam
sekeliling tempat itu sinar matanya yang tajam bagaikan sembilu dan dingin bagaikan salju itu
segera membuat perasaan Kim Thi sia bergidik dan ngeri hampir saja jejaknya ketahuan-
Untung nyalinya cukup besar dan pikirannya cukup tajam ia berusaha untuk menahan diri serta
tetap mendekam ditempat persembunyiannya.
sungguh menggelikan sepasang bocah bermuka tertawa itu ternyata mereka masih belum
sadar kalau maut telah mengancam keselamatan jiwanya. Mungkin bahan lelucon yang mereka
cipta ka n kelewat batas sehingga mereka sendiripun tak mampu mengendalikan diri
Dengan diliputi perasaan kaget ngeri dan kasihan Kim Thi sia berharap terjadinya sesuatu
peristiwa yang sama sekali diluar dugaan, ia berharap manusia berkerudung yang munculkan diri
saat itu bukanlah manusia berkerudung yang pernah dijumpainya tempo dulu.
Tentu saja pengharapan tersebut terasa amat tipis, bahkan boleh dibilang sama sekali tak
mungkin terjadi.
Lama.....lama sekali.......keheningan yang mengerikan serasa mencekam seluruh angkasa.
Akhirnya manusia berkerudung itu buka suara, dengan suara yang lembut tapi penuh
bertenaga ia bertanya:
"Apakah kalian berdua adalah sepasang bocah berwajah tertawa?"
Dengan suatu gerakan cepat sepasang bocah berwajah tertawa membalikkan badannya, paras
muka mereka nampak berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat. Perasaan terkejut dan ngeri
yang luar biasa membuat kedua orang tersebut tak mampu berkata-kata.
Padahal mereka berdua menganggap kepandaian silat yang dimilikinya telah mencapai taraf
yang luar biasa dan tiada bandingannya lagi didunia ini. Tapi dalam kenyataannya, mereka sama
sekali tidak merasa kalau ada orang yang telah berdiri dibelakang tubuhnya, peristiwa semacam ini
boleh dikata merupakan suatu peristiwa yang amat memainkan mereka.
Pemuda dari marga Pui itu kontan saja menunjukkan wajah tak senang hati. Dengan
pandangan mata yang dingin dan mendongkol dia awasi orang berkerudung itu dari ujung kepala
sampai keujung kaki, tapi sewaktu sepasang matanya saling beradu pandangan dengan sorot
mata manusia berkerudung itu, tanpa terasa cepat-cepat dia melengos...
Tapi kemudian, sekali lagi dia mengawasi kain kerudung hitam yang menutupi wajah orang itu.
Lama sekali pemuda itu tertegun, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, sambil menjerit
kaget tubuhnya mundur beberapa langkah kebelakang. Perasaan kaget, ngeri takut dan seram
dengan cepat menyelimuti serta mencekam seluruh tubuh mereka.
"Buuu......bukan-......bukankah kau ad..... adalah......." suaranya terbata-bata lagi pula bernada
gemetar, dari sini bisa diketahui betapa takutnya kedua orang tersebut.
semua keangkuhan kejumawaan dan kesombongan serasa hilang dan tak berbekas. Suatu
ingatan yang mengerikan merangsang daya kerja rasa takut mereka berdua. Kalau tadi mereka
masih bisa membuat lelucon sambil tertawa tergelak. maka sekarang untuk berbicarapun suaranya
tak jelas lagi.
Paras muka kedua orang itu berubah dari merah menjadi pucat, lalu dari pucat menjadi
kehijau-hijauan, akhirnya paras muka yang hijau membesi itu berubah menjadi keabu-abuan-Tak
jauh berbeda seperti wajah kakek yang hampir sekarat.
Dengan sorot mata yang tetap tajam dan menggidikkan hati, kembali manusia berkerudung itu
mengawasi lawannya lekat-lekat. Lalu menegur untuk kedua kalinya. "Benarkah kalian berdua
adalah sepasng bocah berwajah tertawa?"
Bagaikan orang yang meronta disaan sekarat, kedua orang pemuda itu segera menjerit
lengking. "Benar....."
"Bagus sekali" kata manusia berkerudung itu kemudian-
Meski hanya terdiri dari dua patah kata namun mengandung artinya yang banyak sekali.
Dengan perasaan ngeri dan takut sepasang bocah berwajah tertawa mundur terus tiada
hentinya, tiba-tiba mereka mencabut pedang masing-masing.
Tapi sebelum kedua bilah pedang itu sempat dipergunakan, bagaikan sukma gentayangan saja
manusia berkerudung itu sudah bergerak maju kedepan....
sementara Kim Thi sia masih menonton dengan perasaan tegang entah secara bagaimana
tahu-tahu pedang yang semula berada ditangan sepasang bocah tertawa itu sudah terjepit oleh
jepitan jari tangan kiri dan kanannya. menyusul kemudian-"Criiiinggg....."
sepasang pedang itu sudah patah menjadi dua bagian dan rontok keatas tanah.
sepasang biji mata dua orang pemuda itu melotot besar bagaikan mau melompat keluar.
Dengan penuh perasaan yang menyeramkan mereka memandang sekejap kutungan pedangnya
yang tergeletak ditanah, lalu sambil menjerit ketakutan serunya keras-keras: "Mau......mau apa
kau.........."
"Bagus, bagus sekali" kata manusia berkerudung itu singkat. "Ilmu silat kalian bagus nama dan
pamor kalian cemerlang....aku rasa kalian berdua sudah cukup bergembira bukan."
Pemuda she Pui itu tak sanggup menerima teeor semacam ini lebih lanjut, mendadak
pandangan matanya serasa menjadi gelap dan tubuhnya roboh terjungkal keatas tanah.
Melihat rekannya sudah roboh, pemuda kedua tak mampu mengendalikan diri lagi. Ia menjerit
histerius kemudian melarikan diri terbirit-birit meninggalkan tempat tersebut.
Manusia berkerudung itu sama sekali tak bersuara, tidak nampak bagaimana ia menutulkan
ujung kakinya keatas tanah, tidak nampak juga bahunya bergerak. tetapi tahu-tahu tubuhnya
yang jangkung itu telah berada disisi kiri pemuda tersebut menyusul kemudian sebuah totokan jari
tangan dilontarkan kedepanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jeritan ngeri yang memilukan hatipun bergema membelah kegelapan malam dan memecahkan
kesunyian yang mencekam sekeliling tempat itu, tubuh pemuda itu segera nampak roboh
terjungkal mencium tanah.
Manusia berkerudung itu tidak berpaling barang sekejappun- selangkah demi selangkah ia
melanjutkan perjalanannya mendekati tempat orang she Pui tadi roboh. Pelan-pelan ia
membungkuk lalu jari tangan kembali melepaskan totokan kebawah.
Kim Thi sia betul-betul tak tega menyaksikan peristiwa ini, buru-buru dia melengos kearah lain-
Meski begitu benaknya telah dipenuhi cekaman perasaan tegang, kaget dan ngeri, biarpun
waktu berlangsung amat singkat, namun bagi perasaannya seakan-akan dia telah melewati
kehidupan yang berat selama bertahun-tahun lamanya.
Tiba-tiba saja dia membenci keheningan yang mencekam sekeliling tempat itu mengapa tidak
muncul serombongan manusia yang bersenjata lengkap dan menyerang manusia berkerudung
tersebut habis-habisan?
Baginya, dia lebih suka mengalami ketegangan dalam pertarungan ketimbang menyaksikan
suatu adegan seram yang menggidikkan hati ditempat yang begitu hening dan sepi.
Menanti Kim Thi sia mengintip kembali ketempat kejadian ternyata suasana disitu telah berubah
menjadi hening kecuali selembar besar kain baju berwarna keperak-perakan, disitu tak nampak
sesuatu apapun-
JILID 13
Manusia berkerudung itu sudah lenyap kedua sosok mayat dari pasangan bocah berwajah
tertawapun turut hilang tidak berbekas.
Satu ingatan yang menyeramkan segera melintas kembali didalam benaknya. "Siapakah dia?
Siapakah manusia dengki yang berkerudung dan mengerikan hati ini?"
Tapi begitu rasa takut hilang, timbul perasaan gusar dan dendam didalam hati keCilnya, segera
gumamnya:
"Suatu hari aku pasti akan membasmi bajingan itu dari muka bumi, entah siapapun orangnya."
Tergesa-gesa dia meninggalkan tempat persembunyiannya sambil meneruskan perjalanan,
hanya perasaannya memang berbeda sekali ketika ia baru datang tadi. Kini sepasang kakinya
terasa berat dan seakan- akan diberi beban yang banyak.
Pemuda ini baru sadar setibanya kembali digedung pembesar Kanglam, cepat-cepat dia
merangkak naik dari dinding pekarangan.
Disebuah tanah lapang ia saksikan Cahaya obor telah menerangi sekeliling tempat itu. Bahkan
nampak sejumlah besar tentara kerajaan danjago silat melakukan perondaan disana. Tampaknya
bila seseorang sudah terjebak ditempat tersebut, biar punya sayappun sukar untuk meloloskan
diri.
Disisi gundukan api unggun yang berada disebelah barat, tampak duduk lima orang manusia
berbaju perlente yang mukanya dirundung kesedihan. Kim Thi sia segera dapat mengenali
kembali, diantara mereka terlihat juga kakek seperguruannya sipedang kayu serta sijagoan
delapan penjuru Kek Jin.....
Waktu itu, sipedang kayu sedang memukul-mukul tanah dengan sebatang ranting kering.
sementara sorot matanya mengawasi jilatan api unggun tanpa berkedip. Entah apa yang sedang
dipikirkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Kim Thi sia merasa amat iba, dia mengerti apa yang dipikirkan oleh abang seperguruannya ini.
Diapun sadar apa yang menganjal dihati abang seperguruannya, tapi ibarat nasi sudah menjadi
bubur, disesali juga tak ada gunanya.
Maka dengan langkah yang berhati-hati sekali dia menyelinap masuk dengan jalan melompati
pagar pekarangan, lalu dengan bergerak menempel diatas dinding ia berusaha menghindarkan diri
dari pengawasan para pengawal tersebut.
sementara itu sipedang kayu telah bersuit keras dengan kening berkerut, ia seperti telah
berhasil memikirkan sesuatu.
begitu suitan bergema, ratusan orang tentara kerajaan tadi serentak berkumpul dan
membentuk barisan yang rapi sambil menantikan perintah.
Cepat-cepat Kim Thi sia menyelinap kedepan dan bersembunyi dibelakang gedung sambil
mencoba menyadap pembicaraan mereka. Terdengar sipedang kayu berkata dengan suara berat:
"Pembesar Kanglam menyatakan amarahnya karena putri Kim huan telah diculik orang,
sebetulnya kejadian tersebut merupakan tanggung jawab kalian yang mendapat tugas untuk
mengawal serta menjaga gedung ini. Tapi berhubung orang yang melakukan penculikan justru
adalah adik seperguruanku sendiri, maka itu ceritanya menjadi lain. sampai kini rombongan kedua
yang dikirim keluar belum juga datang melapor. Besar kemungkinan merekapun telah mengalami
nasib yang jelek. karenanya sekarang aku pingin bertanya siapakah diantaranya kalian yang
bersedia untuk berangkat sebagai rombongan ketiga? Coba angkat tangan saja bagi yang
berminat Cuma ada satu hal yang perlu diingat, adik seperguruanku itu hanya boleh ditangkap
hidup, hidup dan jangan dibunuh, bagi mereka yang berjasa diberi hadiah besar. Tapi bagi yang
melanggar. HHmmmmm, begitu aku berhasil mengetahui pelanggaran yang diperbuatnya
hukuman besar akan segera kujatuhkan. Nah, siapakah sipemberani yang bersedia angkat
tangan?"
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, ada empat lima puluhan orang yang meng angkat
tangannya tinggi-tinggi.
sipedang kayu segera menghitung jumlahnya, kemudian berkata lebih jauh:
"Bagus sekali, harap bentuk sebuah barisan lain disebelah sana, tapi kalianpun harus
perhatikan, adik seperguruanku itu berasal dari satu perguruan denganku. Meski dalam hal ilmu
silat agak rendah dibandingkan diriku, namun selisihnya tak akan terlalu banyak, karena itu dalam
pertarungan nanti jangan menaruh sikap pandang enteng. gunakan sistem pertarungan roda
berputar untuk memeras habis tenaganya. Kemudian setelah dia lelah baru dibekuk hidup,hidup,"
Keempat lima puluhan orang jago itu serentak mengiakan kemudian mempersiapkan senjata
masing-masing untuk berangkat, suasana berubah menjadi hiruk pikuk.
Dengan suara dalam sipedang kayu berseru lagi:
" Kalian boleh ikuti diriku sekarang andaikata ada orang persilatan yang menganggap tindakan
kita ini kelewat menyolok. segala sesuatunya menjadi tanggung jawabku untuk penyelesaian awas
jangan bertindak sendiri-sendiri........"
Ketika semua orang telah selesai mempersiapkan diri, berangkatlah mereka meninggalkan
gedung tersebut dengan meng ikuti dibelakang sipedang kayu.....
sedangkan si jagoan delapan penjuru Kek Jin bersama sisa jago lainnya tetap melakukan
perondaan didalam gedung sikap mereka serius dan tidak berani berayal tampaknya amarah dari
pembesar Kanglam itu membuat semua orang tak berani bersikap main-main, sebab siapa teledor
dialah yang bakal sial. Bukan cuma menghancurkan mangkuk nasi sendiri bisa jadi akan dijatuhi
hukuman mati.
selama berapa tahun memangku jabatannya, si pembesar dari kanglam inipun baru pertama
kali ini marah besar, karenanya setiap petugas keamanan merasakan hatinya tak tenteram seolaholah
mereka takut kalau tanggung jawab tersebut dilimpahkan keatas bahu mereka.
sementara itu Kim Thi sia telah menyelinap kebalik gedung dengan langkah yang sangat
berhati-hati, dia langsung mendekati kamar tidur Lin lin-
Tapi ia tak berani bergerak lebih lanjut, sebab dikedua sisi ruangan tersebut berdiri sebaris
tentara kerajaan yang melakukan penjagaan dengan senjata lengkap. Andaikata ia hendak kesitu
berarti puluhan orang prajurit tersebut harus dirobohkan lebih dulu.
Padahal kepandaian silat yang dimilikinya sekarang masihamat terbatas mustahil baginya untuk
merobohkan sekian banyak orang dalam satu gebrakan. oleh sebab itu ia tak berani melakukan
tindakan ibarat menggebuk rumput mengejutkan sang ular. Bila kehadirannya sampai ketahuan
semua petugas, bisa berabe akhirnya.
Lama juga dia menunggu tapi kawanan prajurit tersebut sama sekali tak beranjak dari posisinya
semula. Kim Thi sia mulai gelisah, matanya mulai dipentangkan lebar-lebar tapi selalu menggigit
bibir menahan diri apa pula yang bisa diperbuat olehnya?
Ketika ia mencoba melirik kearah kamar tidur Lin lin tampak cahaya lampu menerangi seluruh
ruangan disisi meja terlihat tujuh delapan orang dayang berbaju hijau sedang berkumpul disitu
sambil menuding kesana sini, rupanya mereka sedang membicarakan masalah dia dengan putri
Kim huan tersebut.
Lin linpun berada diantara mereka cuma keningnya nampak berkerut mukanya sedih dan bekas
air mata masih membasahi pipinya, dengan termangu- mangu dia mengawasi luar jendela, tidak
berbicara maupun bergerak sehingga keadaannya nampak sangat mengenaskan.
Kim Thi sia merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya serasa mendidih, hampir saja dia
menerjang keluar dari tempat persembunyiannya, untung niat tersebut diurungkan kembali.
Lin lin nampak murung dan masgul, kelihatan dia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan
menuju kekamar tidur dengan kepala tertunduk. Kadangkala ia mendongakkan juga kepalanya
memandang rembulan diangkasa sambil menghela napas sedih, keadaannya benar-benar
mengibakan hati.
Beberapa kali Kim Thi sia menggapai tangan kearahnya, namun sayang Lin lin tidak melihat
akan hal tersebut. Hal ini membuat pemuda kita merasa bertambah gelisah. Waktu itu Lin lin
sedang berpikir:
"Mengapa aku harus berkenalan dengannya? sejak berkenalan dengannya, selain kemurungan
dan kemasgulan hanya rasa rindu dan kuatir yang mencekam perasaannya......"
Kemudian dengan gemas dan mendongkol dia berpikir lebih jauh:
"Mengapa dia harus menolong perempuan asing itu? Kenapa ia harus melakukan perbuatan
sebodoh itu......."
makin dipikir nampaknya Lin lin merasa pikirannya makin kesal dan tersumbat. Akhirnya ia
mendekam dijendela dan menangis tersedu-sedu.
Kim Thi sia dapat mendengar suara isak tangisnya itu, suara tangisan yang memedihkan hati
membuatnya teringat kembali peristiwa dimalam itu, waktu itu diapun pernah menangis.
Akhirnya Kim Thi sia tak sanggup mengendalikan diri lagi. Bagaikan seekor singa kelaparan ia
melompat keluar dari tempat persembunyiannya, kemudian tanpa memperdulikan keadaan
disekelilingnya dia lari menuju kebawah jendela dan menghancurkan daun jendelanya.
Dengan cepat sepasang mata mereka saling bertemu dan beradu pandangan, hanya dalam
sedetik saja. Namun rasanya mengungguli sejuta perkataan, serasa semua kesalahan paham telah
hilang. seakan-akan dalam sedetik pandangan tersebut keluar berani bersama-sama memperoleh
pengertian yang mendalam.
Dengan cepat Kim Thi sia merangkul tubuhnya, Lin lin segera terjatuh kedalam pelukannya,
tapi Kim Thi sia tak sempat lagi merasakan kehangatan dan kemesraan tersebut. sambil
merangkul pinggang gadis tersebut, ia cepat-cepat kabur meninggalkan tempat itu.
Ketika bunyi tanda bahaya dibunyikan dalam gedung, dia telah berhasil melompati pagar
pekarangan dan menerobos masuk kedalam hutan.
Dari balik dinding pekarangan gedung pembesar secara beruntun muncul rombongan demi
rombongan prajurit kerajaan, dengan senjata terhunus mereka berlarian menuju ketanah
perbukitan untuk melakukan pengejaran serta penggeledahan.
Tak lama kemudian, rombongan tentara itu telah lenyap dari pandangan suasanapun pulih
kembali dalam keheningan.
Dalam keadaan beginilah Kim Thi sia baru merangkak keluar dari persembunyiannya, kemudian
dengan mengambil arah yang berlawanan dia kabur menyelamatkan diri
Rembulan telah condong kearah barat napas Lin lin telah tersengkal. Namun dibalik wajahnya
yang cantik terselip perasaan kejut dan garang, selain tentu saja rasa kaget bercampur ngeri.
Tanpa disadari lagi Lin lin balas memeluk tubuh Kim Thi sia yang kekar erat-erat sebab hanya
dengan kata begini ia dapat merasakan kehangatan dari pemuda tersebut. Kim Thi sia yang mulai
mengenal rasa cinta mendadak menghentikan gerak larinya.
Mengawasi wajah sinona yang cantik jelita serta bau harum keperawanannya yang
merangsang, tiba-tiba saja ia merasa tak kuasa untuk menahan diri lagi. Pelan-pelan kepalanya
ditundukkan lalu bersiap-siap untuk mengecup bibirnya yang mungil.
Namun sebelum niat tersebut tercapai, mendadak saja Lin lin membuka matanya lagi,
kemudian dengan perasaan kaget bercampur gugup, serunya dengan napas terengah: "Engkoh
sia, jangan........."
sambil berseru ia mencoba mendorong tubuhnya.
Kim Thi sia merasa tak dapat merangkul tubuhnya lagi, karena itu dengan rasa tak habis
mengerti serunya:
"Lin lin, mengapa tak boleh? Bukankah kau bersedia untuk kawin denganku? Menjadi biniku?"
"oooh......engkoh sia......" pelan-pelan tlin lin membalikkan badan sambil berbisik dengan sedih.
"Bunga yang cakap akan cepat pula layunya, kenapa kita harus."
Biarpun sebagai seorang dayang, telah banyak buku pendidikan yang pernah dibacanya. Lin lin
tahu sebagai seorang gadis yang punya harga diri, dia tak ingin berbuat sesuatu yang mesra dan
hangat yang terlalu melampaui batas sebelum perkawinan yang resmi dilakukan.
Karenanya setelah berhasil menenangkan hatinya dan membenarkan rambutnya yang kusut,
pelan-pelan dia membalikkan tubuhnya dan menatap pemuda tersebut lekat-lekat.
0000000
"Engkoh sia......maafkan daku" bisiknya kemudian dengan suara yang halus dan lembut.
"Akhirnya aku toh pasti menjadi milikmu, tapi......kuminta janganlah kau lakukan hal yang diluar
batas, hatiku merasa amat kalut."
Tiba-tiba ia menjatuhkan diri kedalam pelukan pemuda tersebut dan menangis terseduh-seduh.
Kim Thi sia tahu masalah pelik apakah yang sedang mengganjal perasaan gadis tersebut, lama
sekali ia berdiri tertegun, kemudian baru katanya:
"Kita tak ada yang salah, mengapa harus minta maaf kepadaku? toh meski kau menolak,
akupun tak berani memaksa.....mari, jangan membuang waktu lagi disini, kita harus pergi
secepatnya sebab sebentar lagi tentara kerajaan akan mengejar sampai disini."
Lin lin meras akan hatinya sakit pedih dan tak karuan rasanya dilihat dari sikap pemuda
tersebut bisa jadi dia merasa sakit hati karena penolakannya tadi...tiba-tiba saja ia berpendapat
bahwa penolakannya tadi merupakan suatu langkah yang keliru bisa jadi pemuda itu merasa amat
sedih hanya perasaan tersebut tak ingin diutarakan keluar.......
sekali lagi Lin lin memeluk tubuh pemuda tersebut erat-erat suara isak tangis membuatnya tak
mampu mengucapkan sepatah katapun.
seandainya Kim Thi sia mengajukan permintaan macam apapun saat itu, mungkin Lin lin tak
akan menolak. Mungkin segala permintaannya bakal dikabulkan dengan begitu saja termasuk
melakukan hubungan suami istri sekalipun.....
Kim Thi sia tak berbicara lagi, diapun tak membelainya dengan kasih sayang, sambil mengempit
tubuhnya kembali dia berlarian menelusuri jalanan......
Lin lin benar-benar amat sedih, suatu perasaan kecewa yang aneh membuat perasaannya tak
tenang, namun dibalik kekecewaan terselip juga perasaan bersyukur.......
Yaa pikirannya saat itu amat kalut saling bertentangan satu dengan lainnya ia merasa tak
mampu menolak permintaan orang namun diapun tak berani menerimanya......
Mendadak ia menjumpai luka-luka yang berada ditubuh Kim Thi sia, darah yang telah membeku
membuatnya terkejut.
"Engkoh sia, masih sakitkah lukamu ini?" bisiknya kemudian dengan penuh pcrhatian.
"oooooh.......cepat berhenti coba kau lihat darahnya mengalir keluar kembali........"
Kim Thi sia menghentikan larinya tidak jauh disebelah depan terdapat sebuah kolam dengan air
yang jernih.
Lin lin segera membasuh sapu tangannya dengan air, kemudian dengan penuh kasih sayang
menyeka darah dari tubuh pemuda itu.
Kim Thi sia berdiri termangu-mangu, mengawasi suasana hening yang mencekam sekeliling
tempat itu membuatnya teringat kembali dengan suasana dibukit tengkorak tempo hari disaat dia
masih hidup berdua dengan ayahnya.. .tanpa sadar titik air matajatuh berlinang membasahi
wajahnya.
Yaa dia melelehkan air mata, selama hidup baru pertama kali ini dia melelehkan air mata.
Lin lin yang melihat keadaan tersebut segera salah mengartikan kesoal lain tiba-tiba saja
seluruh tubuhnya gemetar keras.
Ia turut melelehkan air mata lalu sambil menggigit bibir dibelainya tubuh pemuda itu dan
bisiknya dengan suara terbata-bata.
"Engkoh sia.....apa......apapun yang ingin kau lakukan.......aku......aku bersedia menuruti
perkataanmu.....asal......asal kau tidak marah kepadaku........."
sambil berkata dia segera merangkul tubuh pemuda tersebut dan membelainya dengan penuh
kasih sayang.
sebagai seorang lelaki yang masih normal Kim Thi sia mempunyai perasaan, diapun mempunyai
napsu, rangsangan yang membangkitkan birahinya ini membuat ia tak mampu menahan diri lagi.
Dengan cepat pemuda itu memeluknya, mereka saling berpelukan dengan erat berangkulan
dengan mesra.
sementara itu sepasang bibirpun saling bertemu, saling mengecup dengan penuh kemesrahan
aliran hawa hangatpun menyebar keseluruh tubuh membangkitkan gairah yang lain-....
Namun dengan cepat Kim Thi sia menyadari perbuatannya dia merasa tak pantas dirinya
menodai seorang gadis lemah yang masih suci bersih seperti Lin lin sekalipun sebagai lelaki normal
sesungguhnya diapun membutuhkan hal tersebut.
Lama......lama sekali mereka berpelukan akhirnya waktupun dilewatkan dalam kebahagiaan dan
kegembiraan.....
suatu ketika, tiba-tiba Kim Thi sia teringat kembali dengan kotak peta yang berada dalam
sakunya dia mencoba meraba seluruh tubuhnya namun tak ditemukan, akhirnya ia berseru kaget:
"Engkoh sia ada apa?" Lin lin segera bertanya dengan wajah keheranan-
"Aku telah kehilangan kotak. padahal benda itupenting sekali artinya......." seru sang pemuda
sambil memukul jidat sendiri
"Benda inikah yang kau maksudkan?" tanya Lin lin sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari
sakunya.
Kim Thi sia menjadi kegirangan setengah mati serunya cepat:
"Yaa benar benda inilah yang kumaksudkan.....kau mendapatkannya dimana?"
Lin lin tertawa manis.
"Aku menemukannya waktu kuhantar kau pulang kekamar untuk beristirahat tempo hari
sepulangku dari situ aku merasa tak bisa tidur sehingga pergi mencari tempat untuk bercakapcakap
siapa tahu kakiku tersangkut sebuah benda sehingga hampir saja terjerembab ketika kulihat
ternyata benda tersebut adalah sebuah kotak kecil maka akupun membawanya kembali maksudku
sambil menunggu pemiliknya mencari benda tersebut, tapi kemudian kau membuat huru hara
didalam gedung, akibatnya hatiku menjadi tak tenteram......."
Kim Thi sia merasa amat terharu, dia ingin menciumnya tapi Lin lin segera menghindar.
"Kenapa sih kau suka......aku tak mau....."
"Kenapa tidak mau?" tanya pemuda itu tak mengerti.
Rupanya sejak kecil dia hanya hidup berdua dengan ayahnya dipegunungan yang terpencil,
selama itu dia tak pernah bergaul dengan orang kedua. oleh sebab itu diapun tidak mengetahui
perkataan dari muda mudi.
Kontan saja pertanyaan tersebut membuat Lin lin tertawa terpingkal-pingkal karena geli.
Kim Thi sia tak tahu apa yang ditertawakan gadis itu, maka diapun turut tertawa terbahakbahak.
"Lin lin" daitak berkata kemudian. "Aku tak pandai menyimpan barang ini tak ternilai harganya.
Tolong simpan benda tersebut baik-baik."
Lin lin merasa ucapan tersebut amat hangat dan mesrah, ia segera manggut-manggut dan
menyimpan kembali kotak tersebut.
Tiba-tiba satu ingatan aneh melintas didalam benak Kim Thi sia, pikirnya:
"Putri Kim huan sama-sama seorang perempuan, kalau bisa menikmati kemauan dan
kegembiraan dengan tenang, mengapa tidak dengan Lin lin?"
Maka dia segera merogoh keluar ketiga butir mutiara tersebut, setelah itu katanya lebih jauh:
"Lin lin, besok aku akan mengundang banyak sekali jago lihay untuk melindungimu. Aku pingin
melihat kau hidup senang seperti putri Kim huan........"
Lin lin nampak tertegun, lalu diawasinya pemuda itu dengan rasa tak habis mengerti. "Kenapa
begitu?" tanyanya tercengang.
"Kau tak mengerti ilmu silat, kaupun amat lemah, aku tak tega membiarkan kau hidup
sendirian-"
Cepat-cepat Lin lin menggeleng.
"Tapi kau toh berada disisiku, kehadiranmu memberi ketentraman dan keamanan bagiku."
"Tidak. kau tidak mengerti maksudku......"
Lin lin memang tidak mengerti apa tujuan pemuda tersebut, namun diapun tidak banyak
bertanya, sebab sebagai seorang istri yang baik maka semua kehendak suami jangan mencoba
untuk ditanya ataupun diselidiki, apalagi diapun tak ingin menentang kehendak pemuda tersebut.
Kim Thi sia segera memeluk kembali tubuhnya dan berlarian menuju keluar kota. Disitu ia
mencari sebuah rumah penginapan.
Ketika hari sudah terang tanah, Kim Thi sia membeli setumpuk pakaian baru untuk Lin lin dan
dirinya, kemudian mereka berdandan rapi sehingga hampir saja berbeda dengan keadannya
semula.
Kim Thi sia berdandan sebagai seorang busu, wajah yang tampan, tubuhnya yang kekar dan
langkahnya yang mantap mencerminkan ia sebagai seorang lelaki sejati.
Mereka berdua melangkah masuk kedalam sebuah rumah pengawalan barang, kehadiran
mereka amat menyolok itu dengan cepat menimbulkan perhatian orang banyak. Menyaksikan
kesemuanya ini, tiba-tiba Lin lin berbisik, "Engkoh sia, aku takut......."
"Apa yang perlu ditakuti?" jawab Kim Thi sia sambil berjalan lebih rapat disisinya. "selama aku
berada disampingmu, tak nanti mereka berani berbuat apa-apa terhadapmu."
sambil berkata dia segera mengawasi sekelilingnya dengan mata melotot, akibatnya para
penduduk yang semula mengawasi mereka segera melengos kearah lain atau bubaran. Melihat itu
Lin lin tertawa ringan, perasaan hatinyapun menjadi tenang kembali.
Ketika melangkah masuk kedalam perusahaan piawkiok. Kim Thi sia segera berteriak keras
memanggil keluar pemiliknya.
seorang lelaki yang kurus kering segera mengawasinya sekejap sambil tertawa. "Apakah kek
koan hendak mengawalkan sesuatu barang?"
Diam-diam Kim Thi sia merasa pipinya menjadi merah, sahutnya:
"saya bukan datang untuk mengawalkan barang, aku hanya ingin mengundang beberapa orang
toa suhu untuk mengawal........"
Ia melirik sekejap Lin lin yang menunduk dengan tersipu-sipu kemudian terusnya lagi: " Untuk
mengawal adikku ini........"
Dia mengira perkataannya sudah cukup sesuai dengan keadaan apa lagi memanggil pengawal
piawkiok sebagai toa suhupun mengandung nada persilatan. siapa tahu si pemilik piawkiok
tersebut segera berseru dengan nada tercengang:
"Kek koan, perusahaan Yang ti piawkiok kami hanya mengawal barang tidak mengawal orang."
Dengan kening berkerut Kim Thi sia segera menggebarak meja keras-keras, serunya:
"sauyamu jelek-jelek masih terhitung seorang jagoan dari dunia persilatan, kalau Cuma
permintaan seperti inipun ditolak buat apa kalian membuka perusahaaan pengawalan?"
Baru selesai perkataan tersebut diucapkan dari dalam ruangan sudah terdengar seseorang
tertawa tergelak. menyusul kemudian tampak seorang kakek bermuka merah dan bertubuh tegap
berjalan keluar dari ruangan mengiringi kakek berlima orang lelaki setengah umur yang bertubuh
tegap pula. Tampak kakek bermuka merah itu menjura sambil berseru: "selamat jalan saudarasaudara,
maaf kalau aku tidak menghantar lebih jauh." sambil tertawa tergelak kelima orang itu
menjawab: "Terima kasih cong piawtau........"
Sambil berkata mereka bersama-sama melirik kearah Kim Thi sia kemudian memandang kearah
Lin lin dengan cepat dibuat tercengang hingga sampai lama kemudian baru menarik kembali
pandangan matanya.
sementara didalam hati kecil masing-masing pun timbul sebuah ingatan yang sama. "Cantik
nian nona ini......."
sebaliknya Kim Thi sia telah memperhatikan pula kelima orang tersebut, melihat dandanan
serta sikap mereka yang begitu gagah, iapun segera menjura sambil serunya: "Cuangsu, harap
tunggu sebentar."
Waktu itu, kelima orang tadi sudah berada didepan pintu mereka segera berpaling seraya
menegur mendengar seruan itu "Ada urusan apa kek koan?"
"Konon perusahan ini hanya mengawal barang dan tidak mengawal orang, apa benar demikian"
"Benar"
"Boleh aku tahu, apakah saudara sekalian bekerja diperusahan ini?"
"Berkat bimbingan dari congpiantau, kami memang bekerja disini, tapi ada urusan apa kau
menanyakan tentang masalah ini?"
"Bagus sekali kalau begitu" seru Kim Thi sia sambil tertawa. "Boleh aku tahu kalian?"
Kelima orang itu nampak agak tertegun, tapi segetra jawabnya sambil tertawa. "Kami adalah
lima orang gagah dari Yang wi"
"Sudah lama kukagumi nama anda, sungguh beruntung aku bisa bersua dengan kalian hari ini"
seru Kim Thi sia segera sambil menjura.
Ternyata dia telah menirukan ucapan yang pernah diajarkan ayahnya kepada dirinya dulu untuk
menghadapi orang persilatan, tentu saja kata-kata tersebut membuat paras muka kelima orang itu
berseri-seri.
Meski demikian kelima jagoan itupun merasa kebingungan dan tidak habis mengerti. sekalipun
pemuda tersebut tidak menunjukkan sikap permusuhan, tapi apa maksudnya berbuat begitu?
Kalau kejadian ini berlangsung disaat lain- mungkin kelima orang tersebut segera akan beranjak
pergi setelah mengucapkan kata-kata sungkan, tapi dengan kehadiran Lin lin yang cantik, keadaan
menjadi berubah. setiap orang hampir mempunyai pikiran yang sama, yaitu ingin berada disana
lebih lama sehingga mempunyai kesempatan untuk menikmati kecantikan wajah gadis tersebut.
Itulah sebabnya meski Kim Thi sia bertanya terus tiada hentinya, mereka sama sekali tidak
merasa jenuh.
Kembali terdengar Kim Thi sia berkata:
"Aku hendak memohon bantuan dari anda sekalian, apakah kalian bersedia untuk
menerimanya?"
Kelima orang itu melirik sekejap kearah Lin lin, kemudian sahutnya sambil tertawa:
"Persoalan apakah itu? Asal kami sanggup untuk mengerjakan tentu saja akan kami terima."
"Ehmmmmm, tak nyana lima orang gagah dari Yang wi memang sangat terbuka orangnya yang
kumohon kepada kalian adalah kesediannya untuk mengawal adikku. Berhubung dia tak pandai
berilmu silat, aku takut terjadi sesuatu atas dirinya........"
Lima orang gagah dari Yang wi nampak tertegun, lalu dengan cepat menuding kearah Lin lin
sambil berseru: "Adikmu yang ini......."
Lin lin yang ditunjuk segera menundukkan kepalanya dengan wajah bersemu merah.
"Benar" Kim Thi sia mengangguk. "Apakah kalian bersedia tawaranku itu?"
Kemudian sambil mengeluarkan sebutir mutiara, katanya lebih jauh dengan wajah serius:
"sedikit balas jasa harap kalian terima."
sebutir mutiara sudah tak ternilai harganya apalagi kelima orang itu sudah terbiasa mengawal
barang, tentu saja mereka mengerti berapa harganya.
Dalam pada itu si ciangkweee perusahan telah bangkit berdiri sambil mengamati mutiara
tersebut, lalu serunya: " Untuk kali ini kita boleh melanggar kebiasaan-......."
sudah jelas dengan perkataan tersebut ia mendesak kelima orang gagah dari Yang wi agar
menerima transaksi tersebut karena kuatir Kim Thi sia membatalkannya.
Dengan kening berkerut kelima orang itu memandang sekejap kearah Lin lin, kemudian
sahutnya sambil mengangguk:
"Kalau toh kek koan memang meminta dengan sungguh hati, tentu saja kami tak akan
menampiknya. Tapi sebelum itu biar kami memohon petunjuk dulu dari congpiautau, harap kek
koan tunggu sebentar......"
Dengan langkah tergesa-gesa kelima orang itu masuk kembali kedalam ruangansepeninggal
kelima orang itu, Lin lin segera menarik ujung bajU Kim Thi sia sambil berbisik,
"Engkoh sia, batalkan saja, aku takut dengan mata mereka. Masa mengawasi diriku terus tanpa
berkedip"
"Lin lin, kau tak usah menyalahkan mereka juga tak usah menyalahkan aku, tetapi harus
menyalahkan dirimU sendiri siapa suruh kau mempunyai wajah yang begitu cantik" sahut sang
pemuda sambil tertawa.
Lin lin segera cemberut dengan gemas bercampur girang ia memukul bahu pemuda itu.
Kim Thi sia merasa makin kegelian godanya:
"Kau tidak kuatir pukulanmu itu menghandurkan bahuku?"
"Engkoh sia, bila kau menggoda diriku terus, selama hidup aku tak akan menggubris dirimU
lagi......"
Kim Thi sia tertawa semakin keras.
"Haaaaahhh.....haaaahhhh....haaaaahh....... dasar perempUan tetap perempuan......kenapa tak
mau menggubrisku lagi? Aaaaah, ucapanmu sangat membingungkan hatiku tetapi rasanya juga
nyaman sekali........"
Tak lama kemudian lima jagoan tersebut sudah muncul kembali. Mereka segera bertanya
sambil tertawa:
"Congpiantau sudah menerima tawaran ini berapa hari kek koan hendak menggunakan tenaga
kami?"
"soal itu aku sendirripun tak tahu pokoknya sampai waktunya nanti aku baru putuskan." Maka
kelima orang itupun mengiringi Lin lin berjalan-jalan menelusuri jalan raya.
Dari kejauhan Kim Thi sia dapat menyaksikan sikap Lin lin yang begitu canggung takut dan
gugup, tapi ia segera berpikir:
" Kalau belum biasa memang nampaknya canggung, tapi lama kelamaan toh akan terbiasa
kembali......."
Maka diapun tidak menggubris gadis itu lagi.
setelah menelusuri jalan raya baru akan berbelok kesebuah tikungan mendadak terdengar
seseorang menyapanya dari belakang. "sobat cilik, sobat cilik,......."
Ketika Kim Thi sia berpaling, hatinya segera bergetar keras. Tampaklah seorang kakek yang
bertubuh tegap dan berwajah saleh setelah berjalan menghampirinya. orang itu tak lain adalah
ciang sianseng yang termashur namanya diseantero jagad itu.
Disamting ciang sianseng mengikuti seorang jago sedang setengah umur yang bertubuh tegap.
berwajah panjang dan bermata tajam bagaikan sembilu. Dalam sekilas pandangan saja dapat
diketahui bahwa orang ini memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Kim Thi sia tidak habis mengerti apa sebabnya ciang sianseng mencarinya disitu. Maka cepatcepat
dia memberi hormat seraya berseru: "Empek. baik-baikkah kau selama ini?"
"Segala sesuatunya tetap lancar seperti sedia kala" jawab ciang sianseng sambil tersenyum.
sekali lagi Kim Thi sia memperhatikan jago pedang setengah umur yang berada disamping
ciang sianseng. Namun ketika sorot matanya bertemu kembali dengan sorot matanya. Kim Thi sia
segera merasakan sekujur badannya ini yang menjadi dingin, tanpa sadar ia melengos kearah lain
dan tak berani menatapnya kembali. Terdengar ciang sianseng berkata sambil tersenyum:
"Dia adalah satu-satunya muridku. orang silat menyebutnya sebagai pelajaran bermata sakti.
Mari kuperkenalkan kalian berdua"
Begitu nama sipelajar bermata sakti disebutkan, lima jagoan dari Yang wi yang sudah pergi
jauh tadi segera menghentikan langkahnya dan berpaling dengan rasa terkejut.
Menyusul kemudian mereka berlima berlarian mendekat dan berlutut dihadapan ciang sianseng
sambil berseru:
"Rupanya kau orang tua adalah ciang sianseng....Ciang locianpwee, terimalah salam hormat
kami........"
Melihat tampang muka kelima orang itu yang kesemsem bagaikan orang mabuk. Kim Thi sia
bisa membayangkan betapa terkejut dan gembiranya kelima orang itu karena bisa berada dengan
ciang sianseng yang termashur itu.
Dalam pada itu dia telah menjura kearah sipelajar simata sakti sambil berkata: "Sudah lama
kukagumi nama besar anda."
Pelajar bermata sakti hanya memandang sekejap kearahnya dengan pandangan dingin, selang
sejenak kemudian dia baru berkata angkuh: "Tak usah banyak adat"
Kemudian kepada ciang sianseng katanya pula:
"Terima kasih banyak atas petunjukmu sejak kini tecu dapat mengenal kembali seorang jago
muda yang terkenal"
Perkataannya dingin, kaku tanpa menunjukkan sikap hormatnya sebagai seorang murid
terhadap gurunya. Bahkan hingga detik itu, mukanya yang kurus panjang masih tetap kaku tanpa
perubahan emosi.
Diam-diam Kim Thi sia merasa amat mendongkol sekali, pikirnya:
"Manusia macam apakah iyu? Huuuuh, hanya binatang yang berdarah dingin baru
menunjukkan sikap begitu terhadap gurunya."
Tapi sungguh aneh, ciang sianseng sama sekali tidak menunjukkan rasa tak senangnya, malah
berkata kembali sambil tertawa:
"silahkan kalian berlima bangkit berdiri, penghormatan sebesar ini tak berani kuterima........."
Namun lima orang gagah dari Yang wi tetap berlutut sambil menyembah berulang kali, mereka
seakan- akan tak ingin bangkit berdiri, atau mungkin dalam anggapan mereka bisa berlutut
dihadapan ciang sianseng dihadapan umum merupakan suatu kejadian yang patut dibanggakan-
Dengan pandangan dingin sipelajar bermata sakti melirik sekejap kearah kelima orang tersebut
lalu jengeknya sambil mendengus:
"Manusia sebangsa ini sudah sering dijumpai dalam dunia persilatan tiada sesuatu yang perlu
diherankan."
Biarpun perkataan tersebut ditujukan kepada lima orang gagah dari Yang wi tetapi Kim Thi sia
dapat merasa bahwa perkataan tersebut sengaja ditujukan kepadanya, rasa gusar dan
mendongkol kontan saja berkobar.
Andaikata saja ciang sianseng tidak hadir disitu, ingin sekali ia melabrak orang tersebut dan
ingin diketahui sampai dimanakah kepandaian silat yang dimiliki orang itu sehingga berani
memandang hina orang lainTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Keramah tamahan ciang sianseng dan kesadisan serta kekakuan sipelajar bermata sakti persis
menunjukkan dua sikap yang berbeda secara menyolok.
Kim Thi sia tidak mengira kalau ciang sianseng yang merupakan tokoh silat yang bermata jeli,
kenapa memilih manusia semacam itu sebagai muridnya.
Tapi, walaupun hatinya merasa amat mendongkol namun sebisa mungkin pemuda tersebut
berusaha untuk menahan diri
Ketika itu ciang sianseng telah mengeluarkan obat mestika dan membagikan seorang sebutir
kepada lima jagoan dari Yang wi Hadiah tersebut diterima kelima orang itu dengan linangan air
mata karena gembira, akhirnya diiringi ucapan terima kasih setinggi langit mereka menyimpan pil
tersebut kedalam sakunya.
Walaupun lima orang yang gagah Yang wi telah bangkit berdiri, namun mereka masih berdiri
ditepi arena dengan sikap yang amat menghormat, bahkan berulang kali melirik sekejap kearah
ciang sianseng, seakan-akan mereka berusaha untuk mengamati tokoh sakti ini seteliti mungkin
sehingga dikemudian hari bisa digunakan sebagai bahan cerita. Mendadak terdengar pelajar
bermata sakti menjengek dengan suara dingin. "suhu, hatimu sungguh baik.........."
ciang sianseng hanya tertawa getir tabpa menjawab.
Tiba-tiba Kim Thi sia merasakan darah didalam tubuhnya serasa mendidih tanpa berpikir
panjang lagi ia berteriak keras:
"Empek. boanpwee ingin memohon sesuatu kepadamu, harap kau sudi mengabulkan"
"Katakanlah......." ucap ciang sianseng sambil tertawa ramah.
"Aku ingin menantang muridmu yang bernama pelajar bermata sakti ini untuk beradu
kepandaian-"
Pelajar bermata sakti kontan saja dibikin tertegun lalu dengan sinar mata setajam sembilu
diawasinya wajah Kim Thi sia sekejap. Lalu serunya sambil tertawa dingin: "Bocah muda, berpa
lembar nyawa yang kau miliki?"
" Hanya selembar" sahut Kim Thi sia dengan penuh amarah. "Asal kau merasa mampu untuk
mencabutnya, silahkan dicabut sekarang juga......."
Lin lin yang berada diujung jalan sana menjerit kaget dan cepat-cepat lari mendekat sambil
menarik tangan Kim Thi sia mukanya yang cantik kini telah berubah menjadi pucat pias karena
takut.
Melihat hal ini Kim Thi sia merasakan hatinya jadi lembek kembali untuk sesaat ia tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Tatkala lima orang gagah dari Yang wi melihat Kim Thi sia sepertipunya hubungan dengan
ciang sianseng. Mereka segera mengerti kalau pemuda tersebut bukan manusia sembarangan-
Tapi setelah melihat pemuda itu berniat menantang murid ciang sianseng untuk berduel.
Mereka berlima segera menganggap perbuatan tersebut merupakan suatu tindakan yang tidak
cerdik, sekalipun mereka sendiripun merasa agak mendongkol terhadap pelajar bermata sakti,
namun nama besar orang tersebut membuat mereka tak berani banyak berbicara.
Karenanya cepat- cepat mereka menghalangi Kim Thi sia sambil berusaha membujuk. "sauhiap.
jangan sekali-kali kau lakukan hal itu."
Dalam pada itu ciang sianseng telah berkata pula sambil menghela napas panjang. "Muridku
apakah kau berniat membunuhnya?"
"Benar"jawab pelajar bermata sakti tanpa berpikir panjang. "Aku percaya kau tidak akan
membantunya bukan?"
Mendengar perkataan itu, kemarahan Kim Thi sia kembali berkobar sambil mendorong Lin lin
kebelakang, serunya lagi sambil tertawa keras:
"Mari, mari, mari......akan kubuktikan kepadamu bahwa Kim Thi sia bukan manusia bangsa
tempe yang sudi diinjak-injak semau hatinya........."
Nama "Kim Thi sia" boleh dibilang sudah merupakan lambang dari seseorang jagoan yang
paling susah dilayani. Lima orang gagah dari Yang wi yang berpengetahuan luas sudah sering kali
mendengar sepak terjang Kim Thi sia yang tak pernah kenal menyerah itu. Berbicara
sesungguhnya mereka merasa kagum sekali dengan keuletan serta kegagahan pemuda itu.
Karenanya setelah mendengar nama tersebut disebut, mereka jadi tertegun dan saling
berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
sementara itu Kim Thi sia telah bersiap sedia untuk menghadapi sipelajar bermata sakti yang
nama besarnya telah menggetarkan seantero jagad itu, meski sorot matanya yang tajam dari
pelajar bermata sakti membuat kepalanya tertunduk. namun hati kecilnya tak pernah merasa
menyesal, bahkan ia ingin mencoba untuk melabrak orang itu Kembali Lin lin menarik tangannya
membujuk pemuda tersebut agar mengurungkan niatnya.
Tapi Kim Thi sia yang sudah berang bukannya menurut, malah secara tiba-tiba ia teringat
kembali dengan ucapan ayahnya dulu, maka dengan suara keras segera teriaknya:
"sekarang aku harus mengerti, tak heran kalau ayah sering bilang, seorang lelaki sejati jangan
sekali- kali akrab dengan perempuan- Kalau tidak maka semua semangat dan keberaniannya akan
turut musnah.....Lin lin, bila sekali lagi kau menghalangi niatku untuk berduel dengannya, maka
aku bersUmpah tak akan meladeni dirimU lagi."
Walaupun perkataan yang diucapkan itu agak mengandung nada emosi dan kasar
kedengarannya, namun tidak menutupi semangat jantan serta gagahnya sebagai seorang lelaki
sejati.
Lima orang gagah dari Yang wi segera manggut-manggut dengan perasaan amat kagum.
sementara itu Lin lin kelihatan agak terkejut, dengan mata terbelalak lebar dia mengawasi
wajah Kim Thi sia dengan perasaan sedih dan tak habis mengerti. Lama sekali dia berdiri
termangu-mangu sambil bergumam:
"Dia bukan manusia semacam itu, bukan manusia semacam itu, dia bukan........"
Tiba-tiba matanya menjadi merah, lalu sambil menutup wajah lari meninggalkan tempat
tersebut.
Pada saat itulah dari depan sana muncul serombongan kuda yang dilarikan cepat. Rombongan
kuda tadi langsung menerjang kearah Lin lin yang sedang berlarian sambil menutupi wajahnya.
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia setelah menyaksikan peristiwa ini, segera bentaknya:
"Lima orang gagah dari Yang wi, apa kerja kalian disitu?"
Dalam cemasnya bentakan tersebut diucapkannya dengan suara yang keras bagaikan guntur
membelah bumi, kontan saja lima jagoan itujadi terperanjat dan berubah hebat paras mukanya.
Untung ciang sianseng bertindak secepat kilat, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan kilat
dia menyerang kedepan sambil mengebaskan ujung bajunya.
segulung tenaga yang amat besar menerjang rombongan berkuda tadi sehingga lari kuda
serentak terhenti.
Dipihak lain Kim Thi sia pun telah memburu kedepan sambil menghantam kuda yang lain-Kuda
tersebut segera meringkik panjang dan mundur beberapa langkah kebelakang.
Ternyata penunggang kuda itupun amat cekatan, meski terjadi secara mendadak namun ia
berhasil mengendalikan kudanya secara sempurna. Dalam waktu singkat kudanya berhasil
dijinakkan kembali.
Lin lin dengan wajah pucat pias berdiri tertegun ditengah jalan, rasa kaget yang luar biasa
membuatnya tak mampu bergerak untuk beberapa saat lamanya. Lima jagoan dari Yang wipun
terkejut sekali, cepat- cepat mereka memburu kedepan-
Dalampada itu sipenunggang kuda yang kudanya dihadang Kim Thi sia mengayunkan
cambuknya untuk menghajar tubuh anak muda itu.
Dengan cekatan Kim Thi sia menghindarkan diri kesamping, lalu bentaknya keras-keras: "Telur
busuk anak kura-kura, kalian pingin mampus rupanya" sebuah pukulan segera dilontarkan
kedepan-
Melihat datangnya seragan,jago pedang yang berada dikuda itu segera berkerut kening dan
melompat turun dari kudanya. Lalu tanpa mengucapkan sepatak katapun ia melepaskan tiga buah
pukulan dan empat tendangan berantai mengancam tubuh Kim Thi sia.
serangan-serangan gencar mendesak Kim Thi sia mundur kebelakang dan hampir saja tak
mampu menahan diri. Dalam gusarnya ia segera mengeluarkan ilmu pedang panca Buddha dan
melancarkan serangkaian serangan balasan yang gencar.
Begitu dahsyat serangan tersebut membuat jago pedang muda itu terkesiup, belum sempat ia
berbuat sesuatu sebuah pukulan dari Kim Thi sia telah menghantamnya hingga mencelat sejauh
dua tiga langkah.
Pemuda itu menjadi berang, sambil membentak keras kembali ia menerjang kedepan-
Pelajar bermata sakti tak malu disebut seorang bermata sakti, walaupun berada dikejauhan
namun ia dapat menyaksikan semua gerak gerik Kim Thi sia dengan jelas. Ketika menjumpai gerak
pukulannya yang begitu sakti dan rasa kaget segera pikirnya:
"Ilmu pukulan apakah itu, nampaknya kepandaian yang dimiliki orang ini tidak berada
dibawahku."
sementara dia masih tertegun, ciang sianseng sendiripun nampak berkerut kening dengan
perubahan wajah tak menentu.
Dari rombongan orang berkuda tadi duduk seorang kakek berusia lima puluh tahunan, agaknya
baru sekarang ia dapat melihat jelas wajah Ciang sianseng paras mukanya segera berubah hebat
lalu dengan suara nyaring bentaknya: "Tahan"
suara yang keras membuat para penunggang kuda lainnya sama-sama menghentikan gerakan
sambil bertanya: "Ada apa?"
Namun kakek berusia lima puluh tahunan itu tidak menjawab ia segera melompat turun dari
kudanya dan menyembahk dihadapan ciang sianseng dengan sikap hormat, katanya dengan nada
bersungguh-sungguh:
"Boanpwee tak tahu akan kehadiran Ciang sianseng, harap kelancangan kami tadi sudi
dimaafkan, kamipun bersedia hukuman apapun yang akan dijatuhkan kepada kami."
Ketika para penunggang kuda itu mengetahul bahwa kakek berjenggot panjang yang berdiri
dihadapan mereka adalah Ciang sianseng yang termashur serentak mereka berseru kaget dan
melompat turun dari kuda masing-masing untuk menyembah dihadapan kakek tadi. suatu
ancaman pertarunganpun seketika mereda dengan sendirinya. sambil tersenyum Ciang sianseng
berkata:
"Silahkan kalian bang kit berdiri sesungguhnya peristiwa ini terjadi karena salah paham, jadi
akupun turut bertanggung jawab atas peristiwa itu, kenapa aku mesti menyalahkan kalian?"
setelah mendengar ucapan itu, kakek berusia lima puluh tahunan itu baru bangkit berdiri
bersama anak buahnya, kembali ujarnya: "Boanpwee bersedia menerima hukuman apapun tanpa
mengeluh."
"Jangan terlalu serius, anggap saja masalahnya telah usai. oya, aku belum tahu siapa nama
anda sekalian?"
Dengan sikap yang amat menghormat kakek itu berkata:
"Boanpwee disebut orang pedang sakti bunga beterbangan ciang Itpeng, sedang mereka
adalah murid-murid boanpwee, untuk menambah pengalaman dalam dunia persilatan boanpwee
sengaja mengajaknya untuk berkelana."
"Bagus, bagus sekali angkatan tua memang sudah waktunya untuk pensiun, dunia persilatan
harus diserahkan kepada generasi muda berikutnya........."
Dengan sorot mata yang tajam kakek berusia lima puluh tahunan itu mengawasi sekejap wajah
Kim Thi sia, lalu katanya sambil menjura:
"Apakah yang ini adalah murid baru ciang locianpwee? Meski usianya masih muda tak nyana
ilmu silatnya luar biasa masa depannya pasti cemerlang. Aaaaai......bila dibandingkan berapa
orang muridku yang nakal, entah ia berapa puluh kali lipat lebih hebat, untuk itu boanpwee perlu
menyampaikan ucapan selamat kepada sianseng....selain itu kami pun memohon hati Ciang
locianpwee untuk memberi petunjuk kepada kami....."
Dalam pada itu Lin lin yang masih kaget telah bergerak untuk mendekati Kim Thi sia, tapi
secara tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, setelah melirik sekejap kearah pemuda itu
dengan pandangan kesal iapun menghentikan kembali gerakan tubuhnya.
Sambil tersenyum Ciang sianseng memandang sekejap kearah Kim Thi sia terhadap pertanyaan
tadi ia tidak memberi jawaban. Tapi hanya mengawasi Kim Thi sia ambil tersenyum.
Dengan cepat Kim Thi sia berseru:
"Dugaan empek Ciang salah besar aku bukan murid Ciang sianseng, guruku adalah simalaikat
pedang berbaju perlente."
Begitu perkataan tersebut diutarakan Ciang sianseng pun kelih atan agak tertegun tiba-tiba ia
bertanya: "Jadi gurumu adalah dia?"
"Benar" Kim Thi sia mengangguk. "Sayang dia orang tua telah meninggal dunia."
"sudah meninggal dunia? sungguh?"
Sipedang sakti bunga beterbangan maupun lima orang gagah dari Yang wi adalah orang- orang
persilatan yang berpengetahuan luas. Saat ini mereka dibuat menjadi kaget bercampur tak habis
mengerti, pikirnya dihatinya:
"Sirasul dari selaksa pedang dan sirasul dari selaksa pukulan terjalin hubungan yang kurang
serasi. Diantara mereka berdua terjadi perselisihan yang dalam, bahkan persoalan ini diketahui
setiap umat persilatan, tapi sekarang.....sungguh aneh, kenapa muridnya sirasul dari selaksa
pedang bisa bergaul dengan Ciang siansen- Bahkan hubungan mereka berdua nampaknya begitu
akrab?"
Tentu saja Kim Thi sia tidak mengetahui akan persoalan tersebut, dia mengira semua orang
dibuat terkejut karena nama besar gurunya, oleh sebab itu diapun tidak mempersoalkan hal ini
didalam hati.
Dengan rasa ingin tahu sipedang sakti bungan beterbangan menegur:
"sobat cilik, bolehkah aku tahu anda adalah murid yang manakah diantara kesembilan orang
murid dari sirasul dari selaksa pedang?"
"Aku adalah muridnya yang paling penghabisan, jadi urutan kesepuluh. sayang dia orang tua
hanya sempat mewariskan berapa hari ilmu silat kepandaian sebelum meninggal."
"Aaaaah....maaf......maaf, tak nyana pertanyaanku hanya menimbulkan rasa sedih dari
siauhiap......"
Meski diluara ia berkata begitu, dalam hati keciinya justru merasa keherananTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"setiap umat persilatan mengetahui kalau selama hidupnya malaikat pedang berbaju perlente
cuma menerima sembilan orang murid, kenapa bisa muncul seorang lagi secara tiba-tiba,
bukankah hal ini sangat aneh?" Diam-diam kelima orang gagah dari Yang wi cun berpikir:
"Ternyata dugaan kami tak meleset, anak muda tersebut memang mempunyai asal usul yang
luar biasa......"
Kemudian merekapun berpikir kembali:
"Dengan ilmu silat Malaikat pedang berbaju perlente yang begitu lihay, tak mungkin muridnya
tak berkemampuan apa-apa. Tapi heran, mengapa ia tak mampu melindungi adiknya sendiri
sehingga pengawalnya diserahkan kepada orang lain? Apakah kejadian seperti ini bukan suatu
lelucon besar?"
sementara itu, sipedang sakti bunga beterbangan sebagai jago kawakan segera dapat
mengendalikan diri sekalipun rasa kaget dan keheranan sempat menggelitik hatinya, sambil
tersenyum ia segera berkata lagi:
"Sorot mata sobat amat tajam, wajahmu cemerlang dan gagah, aku percaya tak sampai
setahun kemudian kau pasti sudah bisa mendapat posisi yang baik dalam dunia persilatan-
Bolehkah aku tahu nama sobat sehingga dikemudian haripun bisa saling menyebut?"
sesungguhnya sipedang sakti bunga beterbangan adalah seorang jagoan yang termashur
didalam dunia persilatan, selain namanya besar, kedudukannyapun tinggi.
Tapi sekarang ia justru bersikap ramah dan merendah, hal ini tak lain disebabkan dua hal.
Kesatu, karena rasul dari selaksa pukulan hadis disitu.
Kedua, karena orang yang diajak berbicara adalah murid terakhir sirasul dari selaksa pedang.
Itulah sebabnya dia tak ingin bersikap sembrono menghadapi dua orang yang punya nama
besar ini.
Dalam pada itu Kim Thi sia telah menjawab: "Aku bernama Kim Thi sia."
Mendengar nama tersebut, sipedang sakti bunga beterbangan segera berseru tertahan. "Ooooh
rupanya sobat kecil adalah jago muda yang belum lama muncul dalam dunia persilatan dan
disebut orang sebagai manusia yang paling susah dilayani......"
Agaknya secara tiba-tiba ia merasa ucapan tersebut kurang pantas diutarakan tiba-tiba ia
membungkam kembali.
sementara itu, keempat orang jago pedang muda yang berdiri dibelakangnya telah
membelalakkan mata mereka lebar-lebar. sambil tertawa nyaring Kim Thi sia menjawab:
"Perkataan empek memang tepat aku memang Kim Thi sia orang yang disebut sebagai manusia
paling susah dilayani"
sipedang sakti bunga beterbangan segera tertawa tergelak.
"Haaaahh.....haaaahh.....haaaahh......bagus bagus, bagus sekali sungguh mujur nasibku hari
ini......bukan saja dapat menyambangi Ciang locianpwee, bahkan bisa berkenalan pula dengan
jago muda yang namanya melejit naik baru-baru ini. Nah anak-anak sekalian perjalanan kalianpun
rasanya tidak sia-sia kali ini"
semasa masih belajar silat dulu keempat pemuda tersebut sudah sering mendengar angkatan
tua mereka membicarakan tentang situasi dalam dunia persilatan, karenanya dihati kecil masingmasing
sebetulnya sudah lama timbul keinginan untuk mengalami sendiri kejadian seperti itu,
terutama untuk menjumpai kawanan jago kenamaan dari dunia persilatansekarang
hanya didalam waktu yang relatif singkat ternyata mereka telah menjumpai beberapa
orang tokoh persilatan sekaligus. Bisa dibayangkan betapa gembiraya perasaan mereka.
Maka dari balik mata merekapun memancar keluar sinar kegembiaraan yang luar biasa,
bagaikan burung-burung kecil yang baru tumbuh sayapnya dan pertama kali terbang bebas sendiri
diangkasa raya. Apa yang dilihat dan apa yang dialami kini membuat rasa gembira mereka tak
terlukiskan dengan kata-kata.
sebagai seorang angkatan tua yang berpengalaman, sudah barang tentu sipedang sakti bunga
beterbangan pun dapat menyelami perasaan girang dari anak buahnya maka sambil tertawa
diapun berkata:
"sekawanan anak muda ini masih belum mengerti tingginya langit dan tebalnya bumi. Mereka
hanya ingin keluar untuk mencari pengalaman- sobat kecil, kau sebagai jagoan yang sering
berkelana didalam dunia persilatan tentu akan sering pula bersua dengan mereka. Kuharap
dikemudian hari kau sudi banyak memberi petunjuk dan bantuan kepada mereka untuk itu aku
merasa berterima kasih sekali."
"Aaaah, mana, mana, empek kelewat sungkan" buru-buru Kim Thi sia berseru cepat.
Kembali sipedang sakti bunga beterbangan memimpin jago-jago muda itu untuk memberi
hormat kepada Ciang sianseng sekalian, kemudian baru berlalu dari situ.
sepeninggal orang-orang itu, lima orang gagah dari Yang wi segera berbisik-bisik pula dengan
suara lirih:
"Bagaimanapun jua, sepasang mata kita betul- betul sudah terbuka lebar. seandainya dia tak
menyebut nama sendiri, bagaimana kita bisa tahu kalau dia adalah Kim Thi sia?"
selama ini lin lin tidak ikut mendekat tapi berulang kali dia melirik serta mengerling kearah Kim
Thi sia. Namun setiap kali Kim Thi sia memperhatikan dirinya, sambil mencibirkan bibir ia segera
melengos kearah lain-...
Ingin sekali Kim Thi sia memohon maaf kepadanya, namun ia tak tahu bagaimana harus
mengungkapkan perasaannya itu.
Ciang sianseng mengamati pemuda tersebut berapa saat lalu dengan suara dalam tiba-tiba ia
berkata:
"sobat cilik sebagai anak murid malaikat pedang berbaju perlente tentu mempunyai masa
depan yang cemerlang"
singkat kata-katanya namun tiada ujung pangkalnya, ini membuat orang lain susah memetik
makna sebenarnya dar iperkataan tersebut, begitU juga bagi Kim Thi sia, ia segera dibuat
tertegunsetelah
berhenti sejenak. ciang sianseng kembali berkata lebih jauh:
"Baru berpisah berapa hari ternyata keadaanmu sudah jauh berbeda. Aku merasa tenaga dalam
yang sobat cilik miliki belum seb erapa hebat, tapi dua hari kemudian nampaknya banyak
kemajuan yang berhasil kau capai. Hal ini hampir saja membuatku curiga, benarkah kalian adalah
orang yang sama. Tapi gejala semacam inipun bukan pertanda yang baik, sebab kemajuan yang
dicapai seseorang yang mempelajari tenaga dalam harus melalui tahap demi tahap secara teratur.
Berbeda sekali dengan kondisimu, sekali langkah sepuluh tindak telah kau lewati. Aku jadi tak
habis mengerti apa yang sebenarnya terjadi atas dirimU."
"Maksud locianpwee, kemajUan yang kucapai dalam tenaga dalam jauh berbeda dengan
keadaan wajah orang-orang persilatan lainnya?" tanya Kim Thi sia cepat.
ciang sianseng manggut-manggut, dengan wajah yang berubah menjadi serius secara tiba-tiba
ia berkata kembali:
"Tegasnya saja kemajuan yang kau capai sama sekali diluar ukuran normal, mungkin saja hal
ini dipengaruhi pelbagai alasan, tapi yang pasti gejala seperti ini amat merisaukan hati."
Kim Thi sia amat terkejut, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesUatu, Lin lin yang turut
mengikuti pembicaraan tersebut dan merisaukan keselamatan jiwa kekasihnya tiba-tiba saja
menimbrung: "Empek tua, mungkinkah dia....." Melihat sikap sinona, Kim Thi sia segera berpikir:
"sudah jelas ia masih menguatirkan keselamatanku, tapi sengaja berlagak tak menggubris.
Haaaah......haaaah......rupanya kau sedang bersandiwara untuk membohongi diriku"
Tanpa terasa ia mengerling mesrah kearah sinona.
Dengan wajah bersemu merah dan tersipu-sipu Lin lin segera menundukkan kepalanya kembali.
selapis perasaan risau melintas diwajahnya. Ciang sianseng termenung beberapa saat kemudian
tanyanya tiba-tiba: "Kau pernah menelan cairan mestika atau buah ajaib?"
"Tidak sama sekali, tak pernah" Kim Thi sia menggeleng.
"Pernahkan kau menemui kejadian aneh? Maksudku dalam beberapa waktu belakangan ini kau
telah bersua dengan seorang tokoh silat yang memiliki tenaga dalam sempurna dan orang itu telah
menyalurkan hawa murninya untuk membantu kemajuan tenaga dalammu?"
"juga tidak pernah" Kim Thi sia tetap menggeleng.
Ciang sianseng segera berkerut kening, rasa murung segera menyelimuti seluruh wajahnya.
"Atau mungkin kau memang sengaja merahasiakan kemampuanmu yang sesungguhnya......"
gumamnya lirih.
Tapi baru mencapai setengah jalan ia sudah menggelengkan kepalanya berulang kali lanjutnya:
"sekalipun kau sengaja merahasiakan kemampuanmu yang sesungguhnya, tak mungkin hal ini
bisa mengelabuhi ketajaman mataku......"
Berbicara sampai disini, dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi pemuda itu lekat-lekat.
Kim Thi sia tak berani beradu pandang dengannya, dia merasa sorot mata kakek itu lebih tajam
bagaikan tusukanp isau belati cepat-cepat dia menunduk.
sementara itu hatinya mulai tegang nampaknya diapun merasakan gawatnya persoalan yang
sedang dihadapi.
Tapi perasaan tegang itu hanya berlangsUng sebentar tiba-tiba saja ia teringat kembali dengan
ilmu Ciat khi mi khi atau pinjam tenaga manfaatkan tenaga-tenaga yang sedang dipraktekkan
selama ini, sudah pasti kemajuan tenaga dalamnya diperoleh karena dia telah banyak menghisap
kekuatan tubuh orang lain.
Berpikir begitu, perasaanpun menjadi tenang kembali diam-diam dia geli karena sudah merasa
tegang dengan percuma selama ini.
JILID 14
"Sobat Cilik apa yang kau gelikan?" tiba-tiba Ciang sianseng menegur.
Sebenarnya Kim Thi sia hendak memberitahukan kepadanya bahwa dia sedang melatih ilmu
ciat khi mi khi sehingga dalam waktu singkat bisa memperoleh kemajuan yang pesat dalam tenaga
dalam.
Tapi belum sempat perkataan tersebut melompat keluar dari ujung bibirnya tiba-tiba ia teringat
kembali dengan pesan terakhir gurunya. Malaikat pedang berbaju perlente yang melarang dia
mengungkapkan persoalan tersebut kepada siapa saja karenanya cepat-cepat dia urungkan
niatnya itu.
Dengan perasaan tak menentu ujarnya kemudian:
"Aku.....aku sedang membayangkan mimik wajah sipedang sakti bunga beterbangan yang
menggelikan tadi."
ciang sianseng nampak agak tertegun, tapi kemudian sambil tertawa ramah katanya:
"Aaaah, mungkin saja sobat cilik memiliki bakat alam yang luar biasa sehingga kemajuan dapat
kau raih diluar kebiasaan. Pada umumnya, aku kelewat menguatirkan hal yang bukan-bukan- Mari,
kita tak usah membicarakan masalah lain lagi. Sekarang aku ingin mencoba sampai dimanakah
taraf tenaga dalam yang kau miliki. Silahkan menggunakan segenap kekuatan yang kau miliki
untuk melepaskan pukulan kepadaku. Tak usah ragu-ragu"
Kim Thi sia agak sangsi sebentar, tapi akhirnya dia mengangguk, dengan menghimpun segenap
tenaga dalam yang dimilikinya ia lepaskan sebuah pukulan kedepan.
serangan tersebut dilancarkan olehnya dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya,
belum lagi angin pukulannya mencapai sasaran. Pasir dan debu sudah nampak beterbangan
diseluruh angkasa.
sambil mengebaskan ujung bajunya Ciang sianseng menyambut datangnya serangan itu.
Kim Thi sia segera merasakan segulung tenaga yang besar yang tak berwujud tapi amat
lembek menyambut datangnya serangan itu, kemudian memantulkannya kembali. Keseimbangan
tubuhnya segera tergempur dan tak kuasa lagi dia tergetar mundur sejauh berapa kaki dari posisi
semula.....
sambil tersenyum Ciang sianseng segera memuji:
"Bagus, bagus sekali, bila kau bersedia melatih diri dengan tekun, tak usah untuk jadi seorang
jagoan lihay dikemudian hari......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Coba sekali lagi, akan kulihat sampai dimanakah taraf kemampuanmu didalam
menganggulangi datangnya serangan dari luar" Tiba-tiba ia lepaskan sebuah serangan kedepan.
Kim Thi sia segera merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu sebuah telapak
tangan yang putih bagaikan salju telah berada hanya setengah depa dari hadapan tubuhnya.
Dengan sekilas pandangan pemuda itu segera dapat melihat bahwa ditengah telapak tangan
ciang sianseng yang putih bagaikan kemala, lamat- lamat terbentuk sebuah lingkaran kecil setebal
berapa inci. Lingkaran tersebut amat berkilat sehingga seakan-akan menonjol keluar dari telapak
tangannya itu.
Lin lin menjerit kaget, ia melihat pemuda kekasihnya sedang terancam bahaya maut.
Kim Thi sia sendiripun tak sempat lagi untuk berpikir panjang menghadapi situasi yang amat
kritis ini. Tiba-tiba ia mengeluarkan jurus "air sungai mengalir tak berhenti" serta "menuding langit
menekan bumi" dari ilmu pedang panca Buddha untuk menyongsong datangnya ancaman
tersebut.
Tapi sebelum seragan tersebut mencapai pada sasaran tiba-tiba ia merasa kuatir bila Ciang
sianseng tak sanggup menerima dua jurus serangannya itu dalam saat yang terakhir telapak
tangannya mendadak dimirngkan kesamping....
Terdengar Ciang sianseng berseru kaget, tahu-tahu seluruh badannya sudah tergulung oleh
semacam tenaga kekuatan lembek yang tak berwujud hingga sama sekali tak berkemampuan
untuk melakukan perlawanan lagi. Badannya kontan terlempar sejauh delapan sampai sepuluh
kaki dari posisi semula.
Lin lin maupun lima orang gagah dari Yang wi membelalakan matanya lebar-lebar karena
tercengang. Ternyata Kim Thi sia sama sekali tak cedera ia masih berdiri diposisi semula dengan
perasaan terkejut.
Baru sekarang ia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki Ciang sianseng sesungguhnya telah
mencapai ketingkatan yang luar biasa sekali. setelah berhasil berdiri tegak. ciang sianseng berseru
pula:
"sobat cilik, tampaknya kedua jurus serangan yang kau pergunakan barusan adalah ilmu
pedang panca Buddha milik gurumu?"
"Benar"
Ciang sianseng segera tertawa terbahak-bahak. suaranya yang keras bagaikan pekikan naga
yang membumbung tinggi keangkasa.
Belum selesai gelak tertawa itu bergema, Ciang sianseng telah melompati kembali kesisi Kim
Thi sia lalu sambil menepuk bahunya dia berseru: "Punya harapan, punya harapan"
Kim Thi sia bersikap acuh tak acuh, dia masih dibuat tertegun oleh kesempurnaan ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki Ciang sianseng.
Bukan hanya dia, selain sipelajar bermata sakti yang mengikuti jalannya peristiwa dari sisi
arena hampir semua hadirin dibuat terbelalak dengan mulut melongo. Tiba-tiba......
Kim Thi sia merasakan bahunya yang kena ditepuk Ciang sianseng itu terasa sedikit linu dan
kaku. Rasa linu tadi pelan-pelan menjalar keseluruh lengan kirinya.
Ia terkejut dan cepat-cepat mundur dua langkah, tapi rasa linu tersebut hanya berlangsung
sejenak lalu lenyap tak berbekas. Dalam waktu singkat kesegaran badannya telah pulih kembali.
Mengalami hal ini mau tak mau ia harus memuji juga kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki
Ciang sianseng.
"Tak heran kalau setiap orang menyebutnya sebagai Tuan pUkulan atau Ciang sianseng, rasul
diantara rasul dari selaksa pukulan" demikian ia berpikir dihati. "Ternyata tepukan hangat yang
tidak mengandung kekuatanpun sudah cukup membuat orang tak tahan" sementara itu Ciang
sianseng telah berkata lagi sambil tertawa:
"sobat cilik, biar kita berpisah dulu sampai disini, aku akan segera pulang kegunung bila kau
menjumpai suatu persoalan yang tak dapat diselesaikan, datang dan carilah aku, tak perlu
sungkan-sungkan. "
Lalu setelah memberi tanda kepada si pelajar bermata sakti ia beranjak pergi dari situ.
Ketika pelajar bermata sakti berjalan melalui samping Kim Thi sia, tiba-tiba ia tertawa dingin
sambil melirik sekejap kearah Kim Thi sia. senyum mengejek dan penuh penghinaan tersungging
diujung bibirnya.
Kim Thi sia amat muak terhadap orang ini, ia lebih mendendam lagi setelah melihat sikap
menghina dari orang tersebut, mendadak bentaknya dengan suara keras: "Hey, menang kalah
diantara kita belum diputuskan"
"Lebih baik tak usah dilanjutkan." tukas pelajar bermata sakti dengan suara dingin. "Aku
hendak membataikan saja niatku untuk berduel denganmu........."
sementara Kim Thi sia masih tertegun, mendadak terasa desingan angin tajam berh embus
lewat, tahu-tahu pelajar bermata sakti telah maju kembali kehadapannya.
Cepat-cepat pemuda itu mundur selangkah sambil menyilangkan tangannya melindungi dada,
tegurnya penuhama rah: "Kau hendak main membokong?"
"Hmmm" pelajar bermata sakti tertawa dingin. "Martabatku belum serendah dan sehina dina
seperti itu........."
setelah berhenti sejenak kembali menatap wajah Kim Thi sia lekat-lekat, sepatah demi sepatah
kata dia berkata:
"Aku hanya ingin bertanya kepadamu sebetulnya kau lebih suka berhubungan dengan
seseorang yang tampangnya saja kelihatan jujur dan penuh belas kasihan tapi sesungguhnya
berhati keji, buas dan licik ataulah berhubungan dengan seseorang yang tampangnya nampak
dingin, keji dan tak berperasaan, tapi sesungguhnya mempunyai jiwa ksatria dan bercita-cita
luhur?"
"Tentu saja dengan orang yang bermuka dingin tak berperasaan tapi berhati ksatria"
Mendadak pelajar bermata sakti mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak suara
tertawanya keras hingga menembusi awan sampai lama sekali gema suara tertawa nyabaru
mereda.
seakan-akan ia mempunyai suatu maksud yang mendalam, setelah tertawa dingin katanya lagi:
"sayang kau sudah tidak mempunyai kesempatan seperti ini."
sehabis berkata iapun beranjak pergi dari situ, menyusul kearah mana Ciang sianseng berlalu
tadi.
Kim Thi sia jadi termangu-mangu, gumamnya dengan perasaan tak habis mengerti. "Apa
maksud perkataannya itu? mengapa aku sudah tak punya kesempatan?"
Melihat Kim Thi sia hanya berdiri termangu-mangu seperti orang bodoh. Lin lin yang cerdik
segera tertawa geli, tegurnya:
"Hey tolol, dia tak lebih hanya bermaksud mengemukakan tentang dirinya, ia hendak
mengatakan kepadamu bahwa meski dia orangnya dingin, kaku dan tak berperasaan
sesungguhnya adalah orang yang berniat baik dan luhur, berbeda dengan orang yang berwajah
luhur dan jujur padahal sesungguhnya merupakan manusia jahanam yang berhati keji, atau
tegasnya dia hendak menunjukkan bahwa dia adalah orang yang keras diluar lunak didalam. Coba
kau lihat tampangmu sekarang mana orang sudah pergi jauh kau masih berdiri melongo disitu."
"Tapi mengapa dia harus memberi pertanda kepadaku kalau dirinya adalah lelaki sejati, seorang
kuncu...." gumam Kim Thi sia lebih jauh dengan wajah tak mengerti. Mendadak ia seperti teringat
sesuatu dengan amarah yang meluap kontan teriaknya:
"Yaa, aku memang tolol, aku memang bodoh soal apapun tidak mengerti hanya kau seorang
yang pintar hanya kau yang tahu urusan."
Melihat kekasaran pemuda itu lima orang gagah dari Yang wi segera menggerutu:
"Bagaimana sih Kim Thi sia ini, maka kasih sayang seorang pemuda terhadap gadispun tak
dimengerti. Perempuan manakah didunia ini yang tidak manja serta bersikap macam begini?
Aaaai......bila orang she Kim ini berwatak dia berpendirian seperti ini. Bagaimanakah mungkin
mereka akan bisa hidup berbahagia dikemudian hari?"
semula Lin lin masih tersenyum dan bermaksud menggunakan kesempatan itu untuk berbaikan
lagi dengan sang pemuda.
Tapi begitu Kim Thi sia mengumbar wataknya yang aneh, kontan saja sinona jadi sewot.
Betapapun sabarnya dia, saat ini pun tak akan mampu menahan gejolak emosinya lagi.
Mendadak ia membalikkan badan dan segera berlalu dari situ tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
seandainya Kim Thi sia yang melihat gelagat tidak menguntungkan segera mengejar serta
membujuknya dengan kata-kata lembut mungkin gadis itu akan kembali kesisinya.
Apa mau dikata ia justru mengumbar wataknya menuruti suara hati, bukan saja ia tak mengejar
serta membujuknya, malahan dengan suara yang tajam teriaknya keras: "Kalau mau pergi
silahkan pergi. Lebih baik kita tak usah bertemu lagi selama hidup,"
Lima orang gagah dari Yang wi sudah berusia lebih dari tiga puluh tahunan pengetahuan
mereka luas, pengalamanpun banyak. Apa lagi dalam soal cinta muda mudi, sudah barang tentu
merekapun cukup mengetahui tempat dimanakah akibat dari teriakan tersebut.
Namun untuk mencegah kejadian ini tak sampai lagi, dalam hati kecil mereka hanya bisa
berseru:
"Waaaah bisa berabe ini......."
Ternyata dugaan mereka memang benar. Mendadak Lin lin membalikkan badannya serta
menatap wajah Kim Thi sia lekat-lekat.
Wajah cantiknya yang semula berwarna putih kemerah-merahan kini sudah berubah menjadi
pucat pias karena marah bercampur sedih, sambil menggigit bibir ia segera berseru:
"Kim Thi sia, sekalipun aku bersalah kau boleh memukulku atau memakiku, tapi kau tidak
seharusnya mengusirku dengan cara sekasar ini....."
Dengan perasaan sedih, pedih dan perasan yang hancur lebur ia segera lari meninggalkan
tempat itu. sementara air mata jatuh bercucuran bagaikan air hujan.
Lima orang gagah dari Yang wi bukan lelaki yang berhati keras dan dingin seperti besi mereka
segera terpengaruh oleh rasa sedih yang terpancar dari wajah sinona. Lupa dengan luka yang
diderita, serentak mereka maju mendekati pemuda itu, lalu teriaknya dengan suara mendongkol:
"Kim tayhiap....."
Waktu itu Kim Thi sia mulai menyesal, tapi nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun tak ada
gunanya dengan lemah katanya:
"Kalian pergilah melindungi keselamatan jiwanya,jangan biarkan dia luka atau dicelakai oleh
kaum iblis dari golongan hitam"
"Bagaimana dengan Kim tayhiap sendiri? Apakah tidak ikut bersama......?" kembali lima orang
gagah dari Yang wi menegur.
"Tidak. la sedang marah lebih baik aku tidak menemuinya dalam berapa hari mendatang."
" Kim tayhiap bermaksud akan pergi kemana?"
"Tidak tentu biar kutengok kalian dikemUdian hari saja."
setelah tertawa getir, selangkah demi selangkah Kim Thi sia berjalan meninggalkan tempat itu.
sekarang ia baru merasakan betapa sengsaranya seseorang yang terlibat dalam hubungan
"asmara"
Dengan masgul ia berjalan sambil menyepaki batu-batu kecil, langkahnya terasa amat berat
belum lagi mencapai dua jam, dia sudah berubah menjadi seorang yang lain.
Dengan kepala tertunduk ia berjalan menelusuri setiap jalan raya yang ditemui tapi lama
kelamaan dia mulai merasa jenuh dan bosan sementara kegelapan malam sudah mulai
menyelimuti seluruh angkasa.
Akhirnya sampailah dia didepan sebuah rumah penginapan sambil celingukan kedalam segera
teriaknya keras-keras: "Hey, kemana perginya sipelayan?"
suara langkah manusia bergema tiba, sipelayan yang terluka tadi telah muncul dengan wajah
senyuman dipaksa, serunya kemudian seraya menjura: "Apakah kek koan hendak mencari tempat
pemondokan?"
senyuman yang tawar tak dapat menutupi rasa gugup, panik, takut dan perasaan tak
tenteramnya.
Kim Thi sia manggut-manggut. Dengan cepat pelayan itu berkata lagi:
"Maaf kek koan, hari ini penginapan kami tidak menerima langganan baru........"
"Apa maksudmu?" Kim Thi sia segera tertegun.
Ia mencoba mengawasi keadaan didalam ruangan penginapan, tapi apa yang terlihat hanya
kegelapan yang pekat, semua lentera telah dipadamkan sehingga suasana hening dan sepi.
Dengan perasaan tercengang ia bertanya lagi: "Sudah penuh semua kamar disini?"
"Bukan begitu" sahut pelayan sambil tertawa getir. setelah menjura dalam-dalam kembali
terusnya:
"Maaf kek koan semua kamar dalam penginapan kami telah diborong orang"
"ooooh, seharusnya hal ini merupakan berita baik untuk kalian, mengapa kau justru bermuram
durja?" Kim Thi sia tidak habis mengerti.
Agaknya ada suatu kesulitan yang tak bisa diutarakan pelayan itu, dengan wajah masam ia
menggeleng.
"Aaaai....lebih baik tak usah disinggung lagi, memang beginilah keadaan penginapan kami."
"Kau jangan mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, aku pingin tanya. Apakah orang yang
memborong semua kamar dipenginapan ini adalah begal atau mungkin pentolan perampok?"
"Kek koan, lebih baik kau jangan banyak bertanya" pelayan itu tertawa getir. "Coba lihat tulang
bahuku ini......"
sambil memegang bahunya dengan wajah kesakitan ia berhenti sejenak, tapi kemudian dengan
perasaan tak puas dan nada benci lanjutnya lebih jauh:
"Belum pernah kujumpai ada nona yang begitu susah dilayani. HHmmm semenjak aku bekerja
dirumah penginapan ini, belum pernah kujumpai orang yang pakai aturan seperti dia, begitu
masuk kekamar, kalau bukan mengatakan ini jelek. Tentu mengatakan itu kurang baik, tempat
kurang bersih, ranjang kurang empuk.....sedikit-sedikit sudah memaki dan memaki terus.
Huuuh...., sungguh menjengkelkan, apa lagi kalau tak berkenan dihati, segera diundangnya sang
anak buah yang besar seperti malaikat gunung untuk menggaplok atau menghajarku........"
setelah meludah, sambil menggigit bibir katanya lebih jauh:
"Dia mengira setiap bangsa Han adalah manusia-manusia rendah yang menyukai uang
setengah mati, maka asal membayar dengan uang emas atau perak. lantas orang lain dianggap
seperti budak. Hmmm, engkau tahu ketika aku datang menghantar teh, sewaktu masuk kedalam
kamar aku disuruh berlutut. Hmmm, tentu saja aku menolak, tapi tiga orang lelaki raksasa yang
berwajah macam malaikat gunung itu segera menghajarku habis-habisan. sampai sekarangpun
tubuhku terasa linu dan sakit terutama tulang bahuku, rasanya seperti sudah remuk saja tulang
disekitar sana. Akhirnya diapun memaki kita orang-orang Han sebagai babi."
Belum selesai perkataan tersebut diucapkan, dengan marah yang meluap-luap Kim Thi sia telah
bertanya:
"Bagaimana tampang orang itu? Apakah dia adalah seorang nona berwajah amat cantik seperti
bidadari dari khayangan dan rambutnya diikat dengan tiga buah gelang emas?"
"Kek koan, kau kenal dengan perempuan itu?" sipelayan bertanya dengan mata terbelalak dan
suara tergagap.
"Tentu saja"
Pelayan itu semakin gelisah.
"Jadi kek koan stu rombongan dengannya."
Ia nampak panik sekali, seolah-olah takut Kim Thi sia akan menjatuhi hukuman yang lebih
berat lagi kepadanya karena ia telah menjelek-jelekkan gadis cantik tersebut dihadapannya.
"Kau tak usah gelisah" ujar Kim Thi sia sambil melangkah masuk keruang penginapan. "Kau
bukan satu rombongan dengan mereka, Ia telah merampas pedangku maka aku akan segera
memintanya kembali. Hey, katakan kepadaku, ia berdiam dikamar yang mana?"
Pelayan itu segera merasakan hatinya berdebar keras, perasaan tak tenang yang semula
mencekam perasaannya pelan-pelan mereka kembali, tapi seperti menguatirkan sesuatu segera
katanya lagi:
"Kek koan, terus terang saja seumur hidupku baru pertama kali ini kujumpai nona yang
berparas begitu cantik bak bidadari dari khayangan, aku berani mengatakan didunia ini tak akan
ada gadis kedua yang bisa menandinginya, tapi sejak ia memakiku dan menyuruh orang
memukulku. Aku mulai membencinya, kek koan kau harus berhati- hati dengan tiga manusia aneh
yang bertubuh kekar seperti malaikat gunung itu mereka tak mudah dilayani." Kemudian sambil
menjulurkan lidahnya ia menambahkan:
"Pagi tadi, dengan mata kepala sendiri kusaksikan mereka bertiga melatih ilmu silat. Hanya
dengan sekali pukulan saja, sebatang pohon besar yang tumbuh ditengah kebun sudah terhajar
patah, bayangkan saja meski rasa benci dan dendamku meluap-luap mana berani kubalas sakit
hati tersebut."
makin mendengar Kim Thi sia merasa makin gusar, tiba-tiba ia mendorong pelayan itu
kesamping, lalu masuk kedalam ruang penginapan dengan langkah lebar, teriaknya: "Kau tak usah
kuatir, aku akan membalaskan dendam bagimu"
Pelayan itu tak mendengarkan perkataan tersebut hingga selesai, karena tiba-tiba saja dia
melarikan diri ketengah jalan dengan langkah cepat, lalu sekejap kemudian sudah lenyap dari
pandangan mata. Entah ia sudah bersembunyi dimana.
sambil menelusuri beranda rumah Kim Thi sia mengawasi keadaan disekelilingnya dengan
seksama waktu itu hari sudah gelap. Dalam berandapun tiada cahaya lentera. Bahkan sesosok
bayangan manusiapun tak nampak. hal ini membuat penginapan yang besar terasa lengang dan
menyeramkan.
"Tak heran kalau semua orang yang berada dalam penginapan telah kabur semua."
demikian ia bercikir. "Agaknya ketiga orang yang disebut sebagai "ciangkun" itu bukan cuma
berwajah jelek dan berperawakan raksasa. Bahkan ganasnya setengah mati, sedikit-sedikit ia suka
memukul orang lain."
sambil mendengus dingin ia segera belokpada satu tikungan dan menelusuri beranda yang lain.
Akhirnya dari kajuhan sana ia melihat ada cahaya lentera yang memancar keluar dari balik
sebuah ruangan besar, dalam seluruh bangunan penginapan yang begitu luas, hanya dari kamar
itu saja tampak cahaya lentera, oleh sebab itu Kim Thi sia segera menduga secara pasti bahwa
dikamar itulah Kim huan kuncu berdiam.
Ketika terbayang kemampUan tiga makhluk raksasa yang berkekuatan maha besar itu, ia hanya
nampak berhenti sebentar, kemudian sambil membusungkan dada melanjutkan kembali
langkahnya.
"Pedang mestika Leng gwatpo kiam merupakan mestika warisan keluargaku, mengapa aku
mesti biarkan ia merebutnya? Bila arwah ayah didalam baka sampai tahu, dia pasti akan merasa
tak senang hati" demikian dia berpikir dihati kecilnya. Berpikir sampai disitu, keberaniannyapun
semakin membara.
selisih jarak antara kedua belah pihakpun makin lama semakin mendekat, sekarang Kim Thi sia
sudah dapat menyaksikan keadaan didalam kamar itu dengan jelas.
Dari ketiga orang manusia raksasa yang berwajah jelek lagi menyeramkan itu. Hanya ada dua
orang yang sedang berjongkok disisi kiri kanan pintu kamar mereka berjongkok sambil memeluk
lutut sementara keempat buah mata mereka yang besar dan bersinar tajam sedang tertuju
kearahnya tanpa berkedip.
Biarpun kedua orang manusia aneh itu sedang berjongkok, namun perawakan tubuh mereka
justru jauh lebih tinggi ketimbang ketinggian badan Kim Thi sia dalam posisi berdiri teggk
sekarang bisa dibayangkan betapa tinggi besarnya manusia- manusia raksasa itu bila mereka
berada dalam posisi berdiri tegak.
Bagaikan tidak melihat kehadiran orang-orang tersebut, Kim Thi sia melanjutkan langkahnya
mendekati tempat tersebut.
Dua orang manusia raksasa itu mulai memperdengarkan suara raungan rendah yang
menyerupai pekik binatang liar, sementara sepasang matanya yang lebih besar dari lentera mulai
memancarkan cahaya buas yang menggidikkan hati.
Ketika Kim Thi sia maju dua langkah lebih mendekat, tiba-tiba saja kedua orang manusia
raksasa itu bangkit berdiri Bagaikan sebuah bukit kecil yang menghadang jalan pergi Kim Thi sia,
mereka membentak dengan suara rendah: "Kau jangan mencoba maju lagi kemari"
Ucapan tersebut disampaikan dengan bahasa Han yang kaku, suaranya kasar dan amat tak
sedap didengar.
Tapi Kim Thi sia dapat menangkap arti perkataannya, dengan angkuhnya dia menjawab. "Aku
hendak berjumpa dengan Kim huan kuncu."
Tiba-tiba kedua manusia raksasa itu melompat bangun seluruh beranda segera bergoncang
keras bagaikan terlanda gempa bumi dahsyat. Atap berguguran keatas tanah, dinding ruangan
bergetar keras dan nyaris retak debu danpasir beterbangan diseluruh udara....
Rupanya kedua orang itu merasa terperanjat karena pemuda itu yang dapat menyebutkan
nama majikan mereka dengan jelas.
begitu dapat menguasai diri kembali, dengan sepasang mata yang membelalak besar mereka
awasi wajah Kim Thi sia tanpa berkedip. sorot mata yang hijau menyeramkan bergerak dari ujung
kepala hingga keujung kakinya.
Kim Thi sia tak sanggup beradu pandangan dengan mereka. Cepat-cepat ia mengalihkan
pandangannya kearah lain.
Tapi pemuda itu segera berpendapat bahwa tindakan semacam ini menunjukkan kelemahannya
sedapat mungkin dia alihkan kembali sorot matanya untuk balas menatap wajah lawan-
Tiba-tiba kedua orang raksasa itu seperti teringat siapakah Kim Thi sia ini dengan pandangan
terkejut bercampur keheranan mereka saling berpandangan sekejap. lalu tegurnya lagi dengan
bahasa Han yang kaku:
"Anjing bangsa Han, rupana kau"
Kim Thi sia amat gusar, umpatnya:
"Bajingan suku asing, hati-hati sedikit kalau berbicara bila kalian berani mengusikku, maka aku
tak akan perduli berapapun kehebatan kalian. sepanjang hidup aku tak akan melepaskan kalian
dengan begitu saja."
Berbicara sesungguhnya, pemuda ini memang seorang yang mampu berbicara mampu pula
melaksanakan.
Dua orang manusia raksasa itu segera berpekik keras, kendatipun mereka tak bisa menangkap
arti kata-kata tersebut, namun bisa merasakannya dari perubahan mimik muka Kim Thi sia yang
dicekam hawa amarah itu, serunya kemudian: "Kau berani memaki kami? Aku akan patahkan
tulang badanmu"
"Kentut busuk mak mu" umpat Kim Thi sia lagi. sambil membentak, lagi- lagi dia mendesak
maju kemuka.
Dengan demikian selisih jarak diantara kedua belah pihakpun tinggal tiga depa saja, atau
dengan perkataan lain, asal kedua orang raksasa itu mengayunkan tangan mereka, maka sekali
jangkauan saja sudah cukup untuk menghajar Kim Thi sia.
Namun kedua manusia raksasa itu tidak melakukan sesuatu gerakan, agaknya mereka sudah
dibuat tertegun oleh sikap maupun tindakan Kim Thi sia yang amat berani itu.
"Hey, apakah kalian sudah mendengarnya?" kembali Kim Thi sia berteriak keras. "Bajingan
gede, cepat minggir dari situ, aku hendak bertemu dengan Kim huan kuncu"
Manusia yang berada disebelah kiri berpekik keras, sorot matanya mencekam, bukannya
menyingkir kesamping. Tiba-tiba saja dia melepaskan sebuah pukulan kedepan.
Cepat-cepat Kim Thi sia menyingkir kesamping, kemudian jengkeknya sambil tertawa nyaring:
"Haaaahh.....haaaah.....haaaah.....tempo hari aku sudah cukup kenyang menerima kebaikanmu,
untung nyawaku belum sempat kabur dari dunia ini, maka kali ini aku tak akan membiarkan diriku
digebuki segampang dulu lagi........"
Dengan mengeluarkan jurus "maju terus pantang mundur" sebuah gerak serangan dari ilmu
pedang panca Buddha, tiba-tiba saja ia melepaskan sebuah pukulan kedepan.
Bunga-bunga pukulan menyebar keseluruh angksa, lalu berkuntum-kuntum melayang kembali
kebawah, begitu dahsyat dan hebatnya jurus serangan ini membuat manusia raksasa tersebut
menjadi gugup dan tak tahu apa yang mesti dilakukannya. "Duuuukkkk. ....."
Tak ampun lagi pukulan keras itu bersarang diperutnya dengan telak.
Ia mendengus tertahan dan mundur dua langkah kebelakang, tubuhnya terbungkuk-bungkuk
sambil memengangi perutnya, jelas ia merasa kesakitan luar biasa.
Melihat itu Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak. diangkatnya tangan sendiri dan diperhatikannya
sekejap dari serangan yang dilancarkan tanpa dugaan ini dia dapat membuktikan kalau tenaga
dalam yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang pesat.
sementara itu manusia raksasa kedua telah menerjang datang seperti harimau kelaparan, angin
serangan yang menderu-deru bagaikan amukan angin topan terasa begitu mengerikan sehingga
cukup membuat keder bagi mereka yang berilmu silat agak rendah.
Namun Kim Thi sia sama sekali tak gentar, sambil mengayunkan telapak tangannya dia sambut
datangnya serangan tersebut. "Blaaaammmm......."
Ditengah benturan yang amat keras tubuh Kim Thi sia jatuh beejumpalitan beberapa kali
kebelakang.
Ia sudah terbiasa dengan suara yang timbul karena bentrokan tenaga pukulan dengan musuh
diapun sudah terbiasa dengan penderitaan rasa sakit akibat terpukul mundur oleh kekuatan lawan,
karenanya Kim Thi sia sama sekali tak berkedip ataupun mengeluh karena terlempar kebelakang.
Sambil merangkak bangun, ia menerjang lagi kearah manusia raksasa tersebut dengan jurus
yang sama yaitu "maju terus pantang mundur."
Manusia raksasa itu meraung penuh amarah, sambil menerjang pula kedepan umpatnya keraskeras:
"Anjing bangsa Han, kau telah mengganggu ketenangan tidur tuan putri kami, kau jangan
harap bisa pergi lagi dari sini dalam keadaan hidup-hidup........"
Sambil melepaskan serangan yang dahsyat, Kim Thi sia sengaja hendak membuat Kim huan
kuncu mendongkol, dengan suara keras segera teriaknya:
"Huuuuuh......tuan putri apaan macam dirinya itu? aku lihat dia tak lebih cuma seorang kepala
begal"
Secara beruntun beberapa kali benturan terjadi, tubuhnya pun terlempar sejauh tiga kaki lebih
dari posisinya semula.
Dengan terjadinya berapa kali benturan keras yang memekikkan telinga, rupanya suara hiruk
pikuk tersebut segera membangunkan putri Kim huan dari tidurnya.
Disaat manusia raksasa itu siap melancarkan terkaman kembali, dari balik telah terdengar suara
teguran dari seorang gadis yang merdu: "Apa yang telah terjadi diluar? mengapa begitu gaduh?"
Dua orang manusia raksasa itu serentak menarik kembali serangannya, lalu menjawab dengan
hormat:
"Anjing bangsa Han itu telah....telah datang lagi mencari gara-gara......."
"oooh......" agaknya putri Kim huan merasa terkejut bercampur keheranan, selang sesaat
kemudian ia baru berseru: "Usir dia pergi dari sini"
Dua orang raksasa itu segera mengiakan- masing-masing dengan merentangkan telapak
tangannya siap melakukan pengusiran.
Umpatan "Anjing bangsa Han" yang tertuju kepada Kim Thi sia tadi rupanya telah
membangkitkan rasa nasionalnya, ia merasa kehormatan bangsanya dihina orang, apa lagi
mendengar putri Kim huan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir dia, hawa amarahnya
kontan saja berkobar dan meluap-luap. Bentaknya dengan suara keras:
"Kepala begal, kau adalah kepala begal perempuan dari negeri asing. Kalian bangsa Kim
memang tak lebih cuma sekawan bangsa perampok. termasuk juga raja dan putrinya....."
Tampaknya kedua manusia raksasa itu merasa teramat gusar hawa napsu membunuh segera
menyelimuti seluruh wajahnya yang jelek agaknya mereka sudah bertekad hendak membungkam
mulut anak muda tersebut untuk selama lamanya.
sayang Kim Thi sia belum sadar kalau ancaman maut telah berada didepan mata dia masih
mengumpat terus dengan penuh emosi.
Dua orang raksasa itu mulai menggetarkan seluruh tubuhnya keras- keras, sepasang tangannya
mulai digosokkan satu dengan lainnya, agaknya mereka sedang mempersiapkan semacam ilmu
pukulan yang maha dahsyat.
Tapi....disaat yang kritis inilah mendadak pintu kamar dibuka orang, lalu tampak manusia
raksasa ketiga munculkan diri seraya berseru: "Hey, putri Kim huan menyuruh kau masuk"
Nada perkataan itu jelas bernada memerintah, kontan saja Kim Thi sia berkerut kening dan
menunjukkan wajah tak senang hati.
Tapi untuk mencapai tujuan yang lain, terpaksa dia baru menahan rasa gusar dan mendongkol
yang mencekam perasaannya itu dengan langkah lebar ia segera masuk kedalam ruangan.
Dua manusia raksasa itu tertawa seram, tiba-tiba mereka lancarkan terkaman kembali dengan
hebatnya.
Tubuh belum mencapai sasaran angin sergapan yang menderu-deru seperti hembusan angin
puyuh telah melanda tiba dengan hebatnya.
Padahal waktu itu Kim Thi sia sedang melangkah masuk kedalam ruangan, pintu kamar begitu
semcit sehingga tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri
Tampaknya bila serangan dahsyat dari kedua manusia raksasa itu bersarang telak ditubuh
sasarannya, betapapun lihaynya ilmu silat yang dimiliki seseorang niscaya akan terbunuh juga.
Disaat yang amat kritis inilah tiba-tiba terdengar putri Kim Huan membentak keras:
"Hey, mengapa kalian tidak mentaati perintahku dan melanjutkan serangan........? sebenarnya
apa maksudmu?"
Bentakan ini kontan saja mengejutkan dua orang raksasa yang sedang melancarkan serangan
itu, dengan perasaan bergidik cepat-cepat mereka membuyarkan kembali ancamannya.
Kendatipun begitu, toh masih ada sebagian tenaga yang tak terkontrol sempat menerjang
kemuka dan menghantam tubuh Kim Thi sia hingga maju sejauh berapa kaki dengan
sempoyongan, suasana dalam ruanganpun turut menjadi gelap.
Untung saja kamar itu cukup luas dan lagi Kim Thi sia segera berhasil menyambar sebuah kursi
hingga tubuhnya pun segera berhenti. Dengan perasaan yang geram ia segera memaki.
"Dasar bajingan, tak salah lagi kalau kubilang kalian adalah kawanan perampok. Huuuh.....tahu
begini, akupun akan menyergap kalian secara tiba-tiba pingin kulihat bagaimana cara kalian untuk
menghindarkan diri"
"Bagaimana sih kau ini" putri Kim huan segera menegur dengan suara dingin. "Mengapa kau
begitu senang memakai orang?"
Walaupun suaranya dingin dan hambar namun terselip pula sikap acuh tak acuhnya, seakanakan
dia baru terjaga dari tidurnya sehingga rasa kantuk belum hilang sama sekali.
Sementara itu suasana didalam ruangan telah terang benderang kembali, keadaan disitupun
dapat terlihat dengan jelas.
Waktu itu putri Kim huan sedang duduk disisi pembaringan dengan mengenakan pakaian tidur
yang amat tipis, kakinya yang putih mulus kelihatan telanjang, rambutnya amat kusut dan baju
tidurnya tak teratur. Namun sepasang matanya yang jeli dan besar justru memancarkan sinar
yang terang benderang, tak sedikitpun rasa kantuk yang terpancar dari sana.
Ketika ia memandang sekejap kewajah Kim Thi sia dengan pandangan dingin, pemuda itu
segera merasakan hatinya berdebar keras dan hampir saja melompat keluar dari rongga dadanya.
suatu perasaan hangat tapi bukan hangat, dingin pasti bukan dingin dengan cepat menyelimuti
seluruh lubuk hatinya.
Dengan sekuat tenaga Kim Thi sia berusaha menunjukkan sikap acuh tak acuh, sementara
dihati kecilnya ia berpikir:
"Hmmmm dia memandang hina kami bangsa Han akupun tak boleh menundukkan kepala
dihadapannya"
setelah termangu berapa saat, akhirnya pemuda itu berhasil menenangkan hatinya kembali, ia
segera berkata:
"Maksud kedatanganku kemari adalah untuk meminta kembali pedang Leng gwatpo kiam
tersebut. Kuharap kau jangan bermaksud menyusahkan aku, sebab bila aku sampai marah, tak
akan kuperdulikan siapakah dirimu"
Sambil berkata dia segera maju dua langkah kedepan dan mengawasi gadis tersebut dengan
sorot mata yang tajam, ia sedang menantikan jawabannya.
Dari arah belakang terdengar suara langkah manusia, tanpa berpaling Kim Thi sia segera tahu
bahwa ketiga manusia raksasa itu sudah berdiri dibelakangnya serta mengawasi setiap gerak
geriknya.
Akan tetapi ia tidak takut, setiap kali rasa ngeri muncul dalam benaknya,aliran darah
angkuhnya segera menimbulkan perasaan malu dalam hati kecilnya.
Tampaknya Putri Kim huan merasa jemu dengan masalah itu, dengan kening berkerut ia segera
berseru:
"Pedang Leng gwatpo kiam kubeli dengan uang, kenapa kau menuduhku.........."
"Hmmm, enak benar kalau berbicara" tukas Kim Thi sia sebelum gadis itu sempat
menyelesaikan kata-katanya, "siapa yang telah menjualnya kepadamu? Bila kau tak pakai aturan,
akan kubuat seluruh rakyat bangsa Kim menjadi malu." Kembali putri Kim huan berkerut kening,
katanya:
"sudah berapa kali kuperingatkan kepadamu, berbicaralah yang sopan dan tahu adat, jangan
menyinggung perasaan orang lalu semaunya sendiri Hmmm, tapi nyatanya watakmu tersebut tak
pernah berubah, atau mungkin bangsa Han kalian memang manusia- manusia yang tak tahu
sopan santun?"
"Tutup mulutmu yang bau, kau belum berhak untuk mengeritik bangsa Han kami" bentak Kim
Thi sia dengan mata melotot.
Putri Kim huan kelihatan agak tertegun, lali serunya lagi:
" Jadi kau sengaja datang kemari untuk mengajakku cekcok?"
"Pokoknya selagi pedang Leng gwatpo kiam belum diserahkan kembali kepadaku jangan harap
pula kau bisa peroleh kehidupan yang tenang, terus terang kukatakan kepadamu, mungkin kaupun
sudah mengetahui secara jelas, didaratan Tionggoan aku dikenal orang sebagai Kim Thi sia,
manusia yang paling susah dilayani........"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar suara
yang aneh, cepat-cepat dia membalikkan badan sambil mengayunkan telapak tangannya.
Ternyata ketiga manusia raksasa itu sedang melotot kearahnya dengan wajah penuh
kegusaran.
Putri Kim huan segera mengulap tangannya dan berkata:
"sebelum mendapat perintahku, kalian jangan berkelahi didalam kamarku ini....."
Tiga orang raksasa itu serentak berlutut, serunya dengan perasaan tak puas: "Tuan putri,
anjing bangsa Han itu selalu berbicara kotor dan tidak senonoh......"
Kim Thi sia kontan saja berkerut kening, agaknya dia hendak mengumbar hawa amarah. Tapi
putri Kim huan telah berkata lebih dulU:
"Aku mengerti, dan sekarang adalah kesempatan yang paling akhir baginya untuk bersikap
galak dan kasar kepadaku. Lain kali aku tak akan membiarkan ia berbuat semaunya sendiri"
Dengan perasaan amat tak sabar terpaksa ketiga orang itu berdiri disisi ruangan namun dari
sikap mereka kelihatan jelas bahwa orang-orang itu sudah tak bisa menahan diri lagi, setiap saat
hawa amarahnya bisa meledak dengan hebatnya.
Sinar lentera yang terang benderang menyinari wajah putri Kim huan yang cantik, Wajahnya
yang menawan hati bakbidadari kelihatan lebih cantik dan menawan hati.
Agaknya ia sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba sambil tertawa diambilnya sebilah pedang
mestika dari sisi tubuhnya.
Pedang itu tak lain adalah Leng gwatpo kiam milik Kim Thi sia. Tampaknya kemanapun ia pergi,
pedang tersebut selalu dibawanya kemana-mana dari sini dapat diketahui betapa berharganya
senjata itu dalam pandangannya.....
setelah mengambil pedang tersebut putri Kim huan baru berkata lagi sambil tersenyum:
"Aku dengar suka yang indah merupakan watak setiap manusia, terutama bagi kalian bangsa
Han. Apakah kau setuju dengan pendapat itu?"
Dengan wajah tak habis mengerti Kim Thi sia mengangguk. Dia tak tahu permainan setan
apakah yang sedang dipersiapkan nona itu.
Putri Kim huan segera tertawa, sepasang lesung pipinya kelihatan amat jelas, setelah
termenung sesaat dengan alis mata berkenyit tiba-tiba ia bertanya lagi: "cantikkan wajahku?"
Kim Thi sia tertegun, ia makin tak habis mengerti.
Kecantikan wajahnya sangat menonjol, bahkan setiap orang yang bisa melihat pasti dapat
merasakan hal tersebut, lalu apa maksudnya mengajukan pertanyaan seperti itu?
"Huuuuh, apa artinya pertanyaan itu?" Kim Thi sia mulai menggerutu didalam hati.
Tapi diluarnya dia mengangguk. meski tak mengerti apa makna dari pertanyaan tersebut,
sahutnya juga:
"Kau memang amat cantik, kuakui hal tersebut sejujurnya"
Kembali putri Kim huan tersenyum, senyuman yang membuat wajahnya nampak lebih cantik
dan menawan hati.
Kim Thi sia tak berani manatap wajahnya berlama-lama, ia merasa kecantikan nona itu seperti
mempunyai daya pikat yang luar biasa menjerumuskan seseorang kedalam cengkeramannya .
Ia mencoba berpaling kebelakang, ternyata ketiga orang "ciangkun" itupun sedang berdiri
termangu-mangu macam orang bodoh. Agaknya merekapun terpesona oleh keayuan majikanya.
Melihat hal ini, diam-diam ia menghela napas, pikirannya:
"seandainya ia dapat bersikap lembut dan gampang diajak berbicara seperti sekarang mungkin
akupun tak akan memusuhinya terus mcnerus........"
Namun diapun tak habis mengerti mengapa terjadi semua perubahan tersebut?
Mengapa dari sikapnya yang dingin dan angkuh putri Kim huan justru menunjukkan sikap yang
lembut menawan hati? Apa gerangan yang tersembunyi dibalik kesemuanya ini? Sementara ia
masih tersenyum, putri Kim hua telah berkata lagi sambil tertawa merdu.
"Kalau memang aku berwajah cantik dan menarik, mengapa kau selalu memusuhiku? Bukankah
kalian bangsa Han menyulai semua yang cantik dan menarik? Atau mungkin terkecuali kau
seorang? Aaaai....sepanjang jalan sampai kemari tak sedikit lelaki yang kujumpai tapi belum
pernah kutemui seorang manusiapun semacam kau, apakah kau bisa memberi tahu alasannya
kepadaku?"
Kim Thi sia segera menjadi paham apa yang menjadi tujuan perempuan itu,pikir punya pikir
tiba-tiba saja ia merasa seperti dihina dan dipermainkan secara halus. segera pikirnya:
"Hmmmm, kau manusia akupun manusia, setelah kau merampas pedangku semau hati sendiri,
kenapa aku tak boleh memusuhimu?"
Berpikir demikian ia segera mengangkat kepalanya, tampak putri Kim huan sedang
mengawasinya sambil tersenyum. Agaknya gadis itu sedang menantikan jawabannya.
Dalam keadaan seperti ini, hampir saja dia hendak mengurungkan niatnya untuk memusuhi
gadis tersebut.
Tapi perasaan tersebut hanya berlangsung sejenak, dengan cepat ia telah berkata dengan
lantang:
"Baiklah, kalau toh kau bersikeras hendak mendengarkan akupun tak akan berusaha untuk
merahasiakan. Kesatu aku tak kuat melihat sikapmu yang dingin dan angkuh. Kedua meskipun kau
cantik bak bidadari dari khayangan namun tidak memiliki kelembutan serta kehalusan seorang
gadis. Ketiga meskipun orang lain suka hal yang cantik, aku justru tidak menyenangi hal seperti
itu. Hmmmm toh setiap manusia yang berada didunia ini bukan berasal dari orang tua yang sama.
Kenapa setiap orang mesti memiliki watak serta kegemaran yang sama?"
Perkataan tersebut kedengarannya memang tepat dan masuk diakal, padahal dalam hati
kecilnya pemuda itupun tahu bahwa pandangan tersebut hanya merupakan pandangannya
seorang diri
Tatkala mendengar alasan yang pertama tadi, senyum manis menghiasi wajah putri Kim huan,
tapi setelah mendengar alasan yang kedua ia nampak tak senang hati. Apa lagi selesai
mendengarkan alasan yang ketiga, wajah yang dingin dan kaku telah menyelimuti seluruh
wajahnya. Ia nampak begitu mendongkol sehingga berapa saat Ia manyatak mampu
mengucapkan sepatah katapun.
Kim Thi sia tidak heran atau kaget menyaksikan sikapnya itu, sebab ia sudah menduga kesitu
jauh sebelum itu
setelah tertawa bangga ia segera mengulurkan tangannya kedepan seraya berseru: "Nah,
pedang Leng gwat kiam harus dikembalikan kepadaku bukan?"
Putri Kim huan masih tetap sadar namun penderitaan sikap batin yang dialami sekarang jauh
lebih parah ketimbang ia menangis terseduh sampai setengah harian lamanya ia baru dapat
menjawab dengan sepatah kata yang singkat: "Tidak"
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya keluar jendela, mengawasi rembulan yang bersinar
diatas langit perasaan hatinya amat kalut disamping pedih, akhirnya dengan suara lirih dia
bergema:
"Aku tak percaya, aku tidak memiliki kelemahan sebanyak itu, kau sedang menipuku. Aku tahu
kau sengaja hendak membuatku sedih, membuatku mendongkol....." Entah sejak kapan titik air
mata ternyata sudah meleleh keluar membasahi pipinya.
Kim Thi sia segera merasakan penyesalan yang tak terhingga namun iapun merasa
kegembiraan yang tak terlukiskan dengan kata- kata, setiap kali melihat gadis itu menangis
dengan cucuran air mata, ia selalu merasa murkanya sendiri semakin meningkat. Diam-diam ia
bergumam:
"Hmmm, siapa suruh kau memandang hina orang lain, yang lebih mengesankan lagi kau berani
memandang rendah bangsa Han kami. Hmmm....rasain sekarang."
Dua perasaan yang saling bertentangan segera menciptakan suatu perasaan yang bercampur
aduk dan luar biasa sekali. Dia sengaja tertawa ringan, katanya:
"Terus terang kubilang, dengan Lin lin pun kau masih ketinggalan jauh sekali......."
Menyinggung kembali soal Lin lin, senyuman yang menghiasi wajahnya hilang seketika, ia
merasa terlalu banyak kesalahan yang telah diperbuatnya terhadap gadis itu, dan sekarang ia
telah pergi, sedang ia merasa rindu sekali dengan gadis itu... Dengan meningkatkan suaranya
lebih tinggi, pemuda itu berkata lebih jauh:
"Dia tak pernah menyakiti perasaan orang lain, diapun tak pernah bikin susah orang,
kecantikannya mencerminkan kesederhanan. ia merupakan seorang gadis yang lembut dan halus.
Bila didunia saat ini masih ada yang mengatakan ia tak menarik. mungkin orang itu akan percaya
kalau sang surya bisa terbit dari langit barat" Kemudian setelah berhenti sejenak^ kembali
gumamnya:
"seperti apa yang telah kukatakan tadi, kau kekurangan kesemuanya itu. Aku berani
mengatakan, orang yang baru pertama kali bertemu denganmu tentu akan memuji akan
kecantikan wajahmu yang tiada tandingannya didunia ini. Tapi mereka yang sudah mengetahui
seluk belukmu yang sebenarnya mereka pasti akan mengatakan kau dingin, kaku, sombong dan
tidak berperasaan. Akhirnya merekapun pasti akan menilaimu sebagai seorang gadis yang tidak
sempurna......"
Mendadak putri Kim huan menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian teriaknya sambil
menggertak gigi:
"Jangan kau lanjutkan perkataanmu itu"
Kim Thi sia mendengus dingin, ia amat puas dengan sikap lawannya, pelan-pelan sinar matanya
dialihkan keatas Leng gwatpo kiam yang berada ditangan gadis tersebut, tiba-tiba saja timbul niat
untuk merampasnya.
Tapi ia tal sempat untuk melakukan hal ini, sebab putri Kim huan telah menjatuhkan diri keatas
pembaringan sedang pedang Leng gwat kiam justru tertindih dibawah badannya. saking gusar dan
mendongkolnya hampir saja ia jatuh tak sadarkan diri.
Putri Kim huan seorang putri raja yang dianggap sebagai gadis paling cantik diseluruh dunia
oleh rakyat negeri Kim nya, kini harus merasakan siksaan batin yang luar biasa hebatnya.
selama hidup belum pernah ia mendengar kata-kata seperti ini, diapun tak pernah menyangka
ada orang berani mengucapkan kata-kata demikian kepadanya, harga diri yang banyak tahun
dipupuk serta dibina hingga mencapai ketingkatan melebihi siapapun serasa tercampakkan begitu
saja oleh kata-kata tersebut, membuat ia sakit hati dan tak akan melupakan untuk selama nya.
Kim Thi sia sendiripun amat menyesal gadis secantik bidadari ini boleh dibilang amat langka
didunia saat ini. Kendatipun wataknya agak keras namun iapun bukan manusia sempurna, titik
kelemahannya tetap dimilikinya dan sekarang ia telah menyerang titik kelemahan gadis itu, ia
merasa menyesal sekali.
Apa lagi bila teringat dengan senyuman manis sikap hangat dan lembut yang terpancar dari
mukanya terutama pandangan matanya yang jeli dan begitu menawan hati......
"ploooookkkkk"
la segera memukul jidat sendiri keras- keras.
Bentakan gusarpun segera bergema dari belakang tubuhnya, salah seorang diantara ketiga
raksasa itu sudah melotot kearah Kim Thi sia dengan penuh amarah, wajahnya yang jelek kini
telah berubah menjadi hijau membesi. Kalau boleh dia akan menyerang pemuda tersebut
sekarang juga, ia akan mencabik-cabik tubuhnya hingga hancur berkeping-keping.
Tapi perintah dari putri Kim huan tak berani dilanggar, ia tak berani bertindak secara gegabah
meski kobaran api kegusarannya sudah membara, membuat sepasang matanya yang hijau kini
berubah jadi merah berapi-api.
"Anjing bangsa Han......." ia mulai mengumpat dengan suara yang parau. "Kau...kau bajingan
besar.....nasibmu bakal berakhir hari ini..... kurang ajar.....kau berani menghina dan
mencemoohnya. Kau tahu putri kerajaan Kim kami yang cantik bukan saja memiliki wajah yang
ayu rupawan bak bidadari dari khayangan. Diapun menguasahi secara sempurna ilmu main khim,
membaca syair, melukis, main catur maupun sulam menyulam. Kau manusia biadab, keparat
terkutuk. Hmmmm, tunggu saja sampai ia mendusin nanti, kami bertiga akan menguliti tubuhmU
dan mencabik-cabik badanmU......"
Manusia raksasa yang lain segera menyambung pula:
"Anjing bangsa Han, bila kau bisa meemukan seorang gadis dari daratan Tionggoan yang
memiliki kecantikan serta kecerdikan melebihi tuan putri kami, setiap saat kau boleh memenggal
batok kepalaku."
secara bergilir ketiga manusia raksasa itu meraung dan mengumpat dengan suara keras dan
mata merah membara, masing-masing seperti ingin melampiaskan rasa benci dan dendamnya
yang membara.
Andaikata putri Kim huan memberikan persetujuannya, bara api dendam dan benci yang telah
meluap-luap itu pasti akan melanda keseluruh daratan Tionggoan dengan Kim Thi sia pribadi,
mungkin dia akan merasakan siksaan yang terkeji didunia ini.
Namun putri Kim huan tidak memberikan perintah tersebut, hanya ucapnya dengan sepatah
demi sepatah kata:
"Siapakah Lin lin? dia berada dimana? katakan-....cepat katakan........"
Kata-kata itu belum sempat diucapkan hingga habis namun napasnya sudah tersenkal-senkal.
Mimpipun Kim Thi sia tak menyangka kalau putri Kim huan memandang begitu tinggi terhadap
harga dirinya ia menjadi tak tega akhirnya dengan suara lembut katanya:
"Lin lin adalah adikku, tapi bukan adik kandungku, sekarang ia telah pergi entah kemana"
"Kau bukan membelainya?" seru putri Kim huan sambil membalikkan tubuhnya ia kelihata
seperti begitu lemah, bagaikan sebuah sampan kecil yang dipermalukan ombak, membuat ia tak
sanggup menahan sedikit gempuranpun. Kim Thisia agak tergagap. keberaniannyapun makin
melemah sahutnya kemudian lirih:
"Aku....aku tak tahu apakah lebih membelainya atau tidak lagi semestinya memang begitu......"
sejak dilahirkan, baru pertama kali ini dia berbicara dengan suara tergagap.
Mendadak putri Kim huan melompat bangun, sepasang matanya yang bulat besar nampak
bersinar lebih terang, sambil terengah-engah teriaknya keras- keras: "Enyah.....enyah kau dari
sini, aku....aku......"
Kim Thi sia berkerut kening, tapi akhirnya sambil menahan gejolak emosi ia menggeserkan
tubuhnya dan mengundurkan diri dari situ. Mendadak terdengar putri Kim huan berseru lagi:
"ciangkun, belenggu....belenggu dia....."
Perubahan yang amat mendadak ini segera membuat Kim Thi sia tertegun sebaliknya tiga
orang raksasa yang masih berlutut itu seperti mendapat anugerah yang besar, sambil meraung
keras mereka menerjang kemuka dengan menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Kim Thi sia bukan manusia yang gampang menyerah dengan begitu saja, amarahnya segera
berkobar, dan tanpa memperdulikan lagi segala sesuatu dia segera menyilangkan telapak
tangannya dan menghajar dua orang musuh dan menerjang datang paling muka.
Tapi baru saja serangan mencapai setengah jalan, mendadak ia merasakan tangannya jadi linu
dan kaku sehingga tanpa terasa berhenti bergerak. sementara segenap tenaga yang dimilikipun
seperti bola yang kempes tahu-tahu hilang lenyap dengan begitu saja.
Dengan cepat la mundur kebelakang, tapi tubuhnya sudah terbekuk oleh musuh.
Dengan cepat otaknya berputar memikirkan persoalan tersebut, rasa linu dan kaku pada
lengannya membuat ia teringat kembali akan pertumpaannya dengan ciang sianseng ditengah
jalan tadi, waktu itu sikapnya yang mesrah dan hangat terasa jauh berbeda dengan keadaan yang
lumrah.
Tapi ingatan tersebut hanya melintas sesaat, menanti ia merasakan gelagat tak beres, rasa
sakit yang menyerang seluruh tubuhnya sudah tak tertahankan lagi, tak kuasa lagi ia menjerit
keras.
Dibawah cahaya lentera, tampak wajah yang penuh diliputi perasaan benci dan dendam serta
suara tertawa yang menyeramkan telah muncul didepan mata, apa lagi disaat seorang raksasa
membelenggu tubuhnya dengan tali yang besar, ia sengaja menggunakan tenaganya tiga kali lipat
lebih besar.
Kontan saja pemuda itu merintih kesakitan namun watak keras kepalanya membuat dia tak
mau mengeluh, bibirnya digigit kencang-kencang.
"Bagaimanapun juga aku toh bakal mati, tampaknya tepukan dari Ciang sianseng telah melukai
bagian penting ditubuhku, mUngkin juga nasibku memang jelek sehingga harus mengalami nasib
setragis ini"
Ia hanya tahu mengeluh atas nasibnya yang jelek. la seperti tidak menaruh curiga sama sekali
apa sebabnya timbul rasa linu dan kaku pada lengannya dan mengapa kekuatan tubuhnya lenyap
dengan begitu saja.
sementara itu si raksasa telah membanting tubuhnya disudut ruangan, lalu meludahi mukanya
dengan riak kental, akan tetapi Kim Thi sia menerima penghinaan tersebut dengan mulutnya
membungkam dan mata terpejam rapat, dia enggan banyak berbicara, bahkan melirik sekejap
kearah putri Kim huan pun tidak.
Entah disebabkan rasa linu dari tubuhnya ataukah belenggu yang mengikat badannya kencangkencang
menimbulkan rasa kaku. sampai lama sekali perasaan linu dan kaku itu masih
menyelimuti seluruh badannya.
Ditengah keheningan yang mencekam, mendadak terdengar suara pekikan khim bergema
membelah keheningan. suara pekikan khim seperti apa yang terdengar malam itu.
Ia tahu putri Kim huan pasti sedang memetik tali senar khimnya, dibawah sinar lentera yang
terang benderang sebenarnya ia bisa menyaksikan kesemuanya itu dengan jelas. Namun ia tak
sudi melihatnya, melirik sekejappun tidak.....
Irama musik bergema kian lama melengking, tapi tiba-tiba nadanya berubah pula menjadi
rendah dan berat pada hakekatnya permainan tersebut tanpa disertai irama yang teratur.
Kim Thi sia sangat keheranan, tapi dia tak ingin melihat gerak gerik maupun mimik wajah gadis
itu
Lambat laun diapun mulai dapat menangkap makna dari irama tersebut.....
Ketika irama lagu itu mencapai nada yang tertinggi, seakan-akan gadis itu hendak
memperlihatkan sikapnya yang dingin dan angkuh, seolah-olah tiada orang kedua yang lebih tinggi
daripadanya.
Kim Thi sia tak tahan lagi, ia segera berpaling kesamping, tampak putri Kim huan dengan
bajunya yang longgar sedang memetik sebuah khim kecil yang berbentuk aneh sementara air
matanya telah membasahi seluruh wajahnya.
Dengan wajah hijau membesi dia memusatkan perhatiannya keatas alat khim tersebut,
napasnya nampak terengah-engah bahkan tangannpun kelihatan gemetar keras.
Ia mencoba berpaling lagi, tampak ketiga manusia raksasa itupun berlutut dengan wajah
bercucuran air mata, tubuhnya kelihatan gemetar keras.
Walaupun ketiga manusia raksasa itu kelihatan garang dan buas seperti iblis hingga siapapun
merasa seram bila menjumpainya, tapi sekarang mereka kelihatan begitu jinak dan memelas.
saat itulah mendadak......
Akhirnya salah satu diantara ketiga orang raksasa itu tak sanggup menahan diri lagi, ia
merengek dengan suara pedih:
"Tuan putri.....tuan putri......kau tak boleh meneruskan permainanmu, kami kuatir bila kau
lanjutkan maka.......maka......."
Kata selanjutnya ditelan kembali bersama cucuran air mata.
Kim Thi sia tak habis mengerti namun diapun tak berani bertanya, sebab ia sadar rasa benci
orang-orang disitu kepadanya melebihi rasa benci seorang musuh terhadap pembunuh orang
tuanya.
Putri Kim huan tidak menggubris, dia masih meneruskan permainannya,jari jemari yang putih
lentik masih saja menari diatas senar khim, sementara tubuhnya turut bergoyang pula kekiri dan
kekanan.
Dia seperti tak akan menghentikan permainannya sebelum kehabisan tenaga, sebelum
tubuhnya menjadi lelah. sedang air matanya bercucuran keluar terus seperti bendungan sungai
yang jebol.
Lama kelamaan manusia raksasa yang berlutut disebelah kiri itu tak sanggup menahan diri lagi,
tiba-tiba ia melompat bangun dan menotok jalan darahnya....
Putri Kim huan tidak merasa, bahkan ketika jari tangan raksasa itu menyentuh tubuhnyapun ia
seperti tak merasakannya sama sekali.
Dalam keadaan seperti ini, biarpun disekeliling tubuhnya telah muncul berpuluh ekor harimau
yang sedang mengaum keraspun, mungkin putri tersebut tak akan merasakan.
Begitu jari tangan raksasa itu menotok jalan darahnya, putri Kim huan segera mengenjotkan
jari tangannya dan tanpa mengucapkan sepatah kata jatuh tertidur dengan nyenyak.
Dua orang raksasa yang lain segera menghembuskan napas panjang, kemudian pelan-pelan
bang kit berdiri.
Tanpa berbicara ha atau hu, ketiga orang raksasan itu serentak berjalan mendekati Kim Thi sia,
lalu mengayunkan tangannya yang besar dan........
"Plaaak Ploook Plaaak Plook"
Berapa kali tamparan keras membuat pemuda itu merasakan matanya berkunang-kunang dan
kepalanya pening tujuh keliling, darah kental bercucuran keluar membasahi ujung bibirnya. Diamdiam
Kim Thi sia mendengus dingin, pikirnya:
JILID 15
"Seorang lelaki yang sejati harus pandai menyesuaikan diri dengan keadaan- Hmm hari ini
kalian boleh bergaya, tapi suatu ketika aku pasti akan menyuruh kalian merasakan betapa
hebatnya pembalasan dari Kim Thi sia."
Mungkin lantaran tamparan tersebut kelewat keras, tak lama kemudian sudah roboh tertidur.
Entah berapa saat sudah lewat, ia terbangun dari tidurnya oleh suasana hiruk pikuk
disekelilingnya serta suara langkah manusia yang berjalan mondar mandir.
cepat-cepat dia membuka matanya sambil memperhatikan sekeliling tempat itu, tapi apa yang
kemudian teriihat segera membuat hatinya tertegun-
Ternyata mereka sudah berada diatas sebuah loteng diatas rumah makan yang terbesar dan
termegah itu.
Saat tersebut, sorot mata semua tamu yang berada disekeliling tempat itu sedang tertuju
kearahnya, bahkan mengawasinya dengan keheranan dan pandangan tak habis mengerti.
Kim Thi sia mencoba untuk mengawasi sekitar sana, diapun melihat Kim huan beserta ketiga
manusia raksasanya sedang minum arak sambil memandang keluar jendela sana.
Rupanya dalam keadaan terbelenggu ia dilemparkan kesudut ruangan rumah makan itu.
Dibawah pandangan orang banyak keadaannya menjadi mengenaskan sekali.
Menyadari hal itu, kontan saja dia menyumpah-nyumpah didalam hati, saking tak tahannya
menghadapi rasa malu cepat-cepat pemuda itu memejamkan matanya kembali.
Ia mendengar dengan jelas suara bisik-bisik dari para tamu rumah makan itu. Apa yang mereka
bicarakan sudah bisa ditebak dengan jelas, sebab dengan perawakan tiga manusia raksasa yang
luar biasa dan dandanan mereka yang aneh sudah merupakan bahan pembicaraan yang
mengasyikkan bagi semua orang disitu.
Apalagi disitupun hadir putri Kim huan yang kecantikan wajahnya tak terlukis dengan
perkataan, boleh dibilang semua tamu dibuat gempar bahkan orang yang berada diluar rumah pun
berusaha memasuki ruangan itu untuk turut menikmati kecantikan wajahnya.
Betapapun berjubelnya orang-orang untuk menyaksikan kecantikan wajahnya, namun putri Kim
huan tak ambil perduli dia acuh tak acuh, seolah-olah kejadian semacam ini sudah lumrah
baginya.
Ia sendiri tetap tenang dan tentram sambil menikmati keindahan panorama diluar jendela situ.
Keningnya kelihatan berkerut, ia seperti ada persoalan yang sedang mengganjel hatinya,
namun rasa simpatik dari Kim Thi sia kini telah berubah menjadi rasa benci, apa lagi membiarkan
ia dibelenggu serta ditonton oleh umum. Kejadian macam begini boleh dibilang merupakan suatu
penghinaan yang tak terlukis dengan perkataan.
Apa jadinya bila peristiwa semacam ini sampai tersiar luas dalam dunia persilatan? apa jadinya
bila ada orang yang kenal dengannya melihat peristiwa ini? Mungkin aib tersebut tak akan tercuci
bersih dalam satu dua tahun.
Dengan sorot mata kebencian dia melotot kearah putri Kim huan, agaknya sang gadis
merasakan hal itu, ia membalas dengan senyuman hambar.
Kim Thi sia mencoba untuk menggerakkan badannya namun tak berhasil, rasa linu dan kaku
yang mengeram didalam badannya kini telah menjalar keseluruh badan, rasa sakit dan tersiksanya
bukan siang kepalang.
sekarang ia baru mengerti, asal tubuhnya menggunakan sedikit tenaga saja, maka rasa linu dan
kaku segera akan memaksanya untuk mengurungkan ular tersebut. Akhirnya dia berpikir dengan
sedih.
"Dari seorang manusia yang luar biasa kini sudah berubah menjadi manusia biasa mengapa
bisa begitu? Gejala linu dan kaku itu seolah-olah memaksaku tak bisa pulih kembali keluar
biasaanku, mengapa tepukan ciang sianseng begitujitu sehingga membuatku merasakan
penderitaan seperti ini.....?^
Dari kerumunan orang banyak tiba-tiba muncul seorang j a go pedang yang muda lagi tampan,
dia mengawasi wajah putri Kim huan lekat-lekat.
Dengan matanya yang besar dan jeli putri Kim huan balas mengerling kearahnya, sekulum
senyuman yang memikat hati dan segera tersungging diujung bibirnya.
Jago pedang muda belia itu nampak agak tertegun, tanpa terasa dia maju lagi sejauh dua
langkah.
Beratus-ratus pasang mata lainnya segera melotot keara h pemuda itu dengan pandangan iri
dan dengki.....
Jago pedang muda itu tersenyum, dengan sikap yang lembut ia memberi hormat kepada putri
Kim huan, yang segera dibalas pula dengan senyuman yang memikat hati.
Sekali lagi jago pedang muda itu tertegun tapi kemudian setelah yakin bahwa kesemuanya ini
bukan terjadi dalam impian dia melanjutkan langkahnya mendekati gadis itu "Hmmm, dasar
perempuan rendah" umpat Kim Thi sia dalam hati.
Dalam waktu singkatjago muda itu sudah tiba dihadapan gadis cantik itu, sembari
men jura ia segera menegur. ^ ^ ^
"Nona, baik-baikkah kau......."
Putri Kim huan balas tersenyum.
"Aku lihat kau sopan dan lembut, mari silahkan duduk"
Bagaikan menang lotre, pemuda itu cepat-cepat mengambil kursi dan duduk. dihadapnya.
Dengan sorot mata yang tajam dia memandang kearah Kim Thi sia tapi hanya sebentar saja
sinar mata tersebut sudah dialihkan kembali kearah yang lain.
Ketiga manusia raksasa itupun melirik sekejap kearah putrinya dengan pandangan terkejut
bercampur keheranan namun mereka tak berani banyak bertanya dengan mulut membungkam
meneruskan minum araknya ditempat masing-masing. "Kiam kek. siapa namamu?" putri Kim huan
bertanya lembut.
Pemuda tampan itu tertawa, setelah memberi hormat dengan sopan ia segera menjawab:
"AkusoBunpin merasa amat bangga dan terharu karena bisa berbincang-bincang dengan nona,
bolehkah ku tahu siapa nama nona......."
Putri Kim huan mengerling sekejap kearah Kim Thi sia, lalu sahutnya sambil tersenyum. "Kau
tak usah mengetahui siapa namaku, yang penting aku mengetahui siapa namamu"
so Bun pin nampak agak tertegun, tapi setelah memutar biji matanya diapun segera
tersenyum.
Tiba-tiba Kim Thi sia merasakan hatinya sedikit tergerak, sorot matanya tertuju keatas sebilah
pedang besi yang tersoren dipinggang pemuda tampan itu.
"Nona" terdengar so Bun pin berkata kemudian- "Kecantikan wajahmu belum pernah kujumpai
sebelum ini. Aku benar-benar merasa amat gembira dapat duduk berbincang denganmu sekarang,
pernahkah kau mendengar tentang seseorang yang disebut umat persilatan sebagai "pedang
besi"? Itulah nama julukanku dalam dunia persilatan setelah berkelana sekian lama........"
Berbicara sampai disitu, dia sengaja tertawa untuk menutupi rasa malunya karena sudah
menonjolkan nama besar sendiri
Kim Thi sia jadi amat terperanjat ketika mendengar perkataan itu, segera pikirnya: "Ternyata
dugaanku tidak salah, dia adalah su suheng sipedang besi......."
sebenarnya dia bermaksud hendak menyapanya, tapi teringat keadaan sendiri waktu itu,
terpaksa niar tadi diurungkan-
Diamatinya sipedang besi dengan seksama, ia merasa abang seperguruannya ini mempunyai
wajah yang tampan serta perawakan tubuh yang cukup kekar. Tapi ia seperti mempunyai sesuatu
kekurangan yang sukar untuk diutarakan, ia nampak seperti begitu angkuh dan lagi dari balik
matanya memancarkan sinar kesesatan.
Pokoknya kekurangan tersebut begitu rawan sehingga hanya bisa dirasakan didalam hati dan
tak bisa diucapkan dengan perkataan.
Putri Kim huan nampak asyik berbincang-bincang dengan pemuda tampan itu, ia seperti tidak
merasakan apa-apa dari sikap lawan bicaranya.
sedangkan sipedang besi so Bun pin kelihatan amat bangga, apalagi dibawah sorot mata iri dari
orang-orang yang berada kesekeliling sana. Ia makin bangga dan gembira.
Dalam keadaan demikian ia sangat berharap ada orang yang datang mencari gara-gara
sehingga waktu itu dengan andalkan pedang besinya serta ilmu silat warisan dari si Malaikat
pedang berbaju perlente, ia dapat unjukkan kebolehannya didepan perempuan cantik ini.
Akhirnya apa yang diharapkan tiba juga, disisi timur meja tampak lima orang lelaki yang mabuk
oleh arak sedang mengawasi wajah putri Kim huan dengan mata melotot dan wajah memerah,
bahkan mereka mulai membuat kegaduhan.
sambil melanjutkan perbincangannya dengan putri Kim huan, secara diam-diam sipedang besi
so Bun pin mengawasi terus gerak gerik dari berapa lelaki mabuk itu
Berbicara yang sebenarnya sipedang besi memang memiliki wajah yang tampan dan mudah
membuat gadis cantik jatuh hati kepadanya tapi sayang agaknya putri Kim huan tidak begitu
menaruh perhatian kepadanya, disaat mengawasi gerak gerik lelaki mabut tadi, dengan kening
berkerut diapun sempat melirik sekejap kearah Kim Thi sia.
Waktu itu Kim Thi sia masih memejamkan matanya sambil berpikir, namun pikir punya pikir ia
belum berhasil juga menemukan jawaban yang tepat. Akhirnya sambil menghela napas panjang
dia bergumam:
"Mengapa aku begitu bodoh? Mengapa kutinggalkan Lin lin sehingga ia merasa kesedihan?"
Suara gumam itu amat lirih akan tetapi bila diamati dengan seksama, suara gumam itu masih
dapat didengar dengan cukup jelas.
Tiba-tiba dia membuka matanya lebar-lebar semua rasa gusar dan bencinya segera dialihkan
kearah putri Kim huan, karenanya diapun mengawasi gadis tersebut dengan penuh rasa benci dan
dendam.
Waktu itu secara kebetulan putri Kim huan sedang melirik pula kearahnya ketika empat mata
bertemu, dengan cepat gadis itu melengos kembali kearahnya lalu kemudian katanya sambil
tersenyum:
"so tayhiap. aku yakin sudah banyak tempat yang kau kunjungi, aku dengar didaratan
Tionggoan penuh terdapat tempat kenamaa, dapatkah kau memberi sedikit petunjuk kepadaku
karena akupun ingin berpesiar ketempat-tempat kenamaan itu?"
"ooooh, tentu saja, tentu saja." sahut sipedang besi so Bun pin sambil tertawa. "Bila nona
mempunyai kesenangan seperti itu aku pun bersedia menemani nona untuk mengunjungi semua
tempat kenamaan serta berpanorama indah yang ada disini."
"Terima kasih" putri Kim huan tersenyum.
Dengan jawaban tersebut ia seperti hendak memberitahukan kepada sipedang besi so Bun pin
bahwa tawarannya telah diterima dengan senang hati.
Kim Thi sia yang turut mendengarkan pembicaraan itu segera tertawa dingin pikirnya:
"Hmm, rupanya kau hendak membuat aku malu, agar setiap orang didunia ini mengetahui
kalau aku sudah menjadi tawananmu? Hmmm, keji amat rencanamu itu. Awas aku tak bakal
memaafkan dirimu"
Suara tertawa dingin yang menyeramkan itu kontan saja membuat paras muka putri Kim huan
berubah hebat, senyumanpun segera lenyap dari ujung bibirnya.
so Bun pin yang cekatan pun dapat menangkap suara tertawa dingin itu ia melirik sekejap
kearah Kim Thi sia dengan wajah tak senang hati, kemudian ujarnya dingin:
"Sobat, salah benar bila kau berniat menyakiti hati nona ini. Awas bila kau masih saja tak tahu
diri bakal banyak siksaan yang akan kau alami......."
Kim Thi sia pejamkan matanya rapat-rapat, pikirnya: "Kau adalah su suheng ku, apa pula yang
bisa kukatakan?"
Ia mulai menyaksikan pesan terakhir dari gurunya, sebab kesan yang diberikan sipedang kayu
kepadanya kelewat baik, kelewat mendalam. saban kali ia teringat akan sipedang kayu Gi Cu yong,
semua rasa dendam yang tersisa dalam benaknya serasa hilang lenyap tak berbekas.
Karena itulah diapun mulai menaruh kesan yang baik serta yang bersahabat terhadap abangabang
seperguruan lain yang belum dijumpainya selama ini, dia percaya asal identitasnya
diutarakan, maka sipedang besi pun akan bersikap sama baiknya seperti sikap sipedang kayu
terhadap dirinya......"
Dari perubahan mimik wajah sipedang besi, ia dapat merasakan betapa sukanya abang
seperguruan keempatnya ini terhadap putri Kim huan. Ditambah pula nasib tragis yang dialaminya
sekarang, dia tak ingin menyulitkan sipedang besi, diapun tak ingin dikasihani orang lain, dianggap
sebagai seorang manusia lemah.
sindiran umpatan dan hinaan sipedang besi sama sekali tak digubris, ia tidak menaruh rasa
benci kepadanya, hanya didalam hati ia berpikir:
"Seandainya dia tahu siapakah aku, sikap maupun tindak tanduknya pasti akan berubah."
Dalam pada itu, kelima orang pemabuk tapi sudah mulai bangkit berdiri Tanpa ambil perduli
terhadap keselamatan sendiri mereka mulai berjalan sempoyongan dan berseru dengan suara
keras.
"Nona kecil yang cantik, mari.....mari..... mari.....aku akan memelukmu sebentar......"
Kawan berandal kota ini memang tak tahu sopan santun, apalagi dalam keadaan mabuk, katakatanya
kedengaran amat kotor dan tak enak didengar. dengan berlagak gusar sipedang besi
segera bangkit berdiri, lalu serunya lantang:
" Kurang ajar, kau anggap sinona ini sebagai perempuan macam apa? Hmmm, berandal yang
tak tahu diri, kalian memang harus diberi pelajaran yang setimpal agar tahu sopan santun-"
selesai berkata ia segera melompat kedepan dengan gerakan yang sangat indah dan melayang
turun didepan kawanan pemabuk itu, tangannya diayunkan berulang kali dan. "Plaaaak, plooook,
plaaaak. plooook"
Berapa kali tamparan keras telah bersarang diwajah masing-masing.
Kelima orang pemabuk itu tak mengerti ilmu silat, merasa dirinya ditampar, sambil mengumpat
mereka segera mengayunkan tinju dan menghantam secara ngawur.
sipedsang besi tidak menghindar, dia tangkis semua jotosan lawan tersebut dengan sebuah
sapuan tangan-
Jeritan kaget pun bergema berulang-ulang, kawanan pemabuk itu segera kehilangan
keseimbangan badannya dan roboh terjungkal keatas tanah untuk sesaat mereka hanya duduk
terkapar ditanah dengan wajah tertegun, mulutnya ternganga lebar. sekalipun ingin mengumpat
mereka tak berani mengucapkan sepatah katapun lagi.
Pedang besi itu amat kecewa berapa orang pemabuk itu sama sekali tak berkepandaian apaapa,
bahkan menghadapi sebuah gempuranpun tak mampu, ini berarti ia tak punya kesempatan
lagi untuk mendemontrasikan kebolehannya.
Dalam keadaan begini ia amat masgul bercampur marah, tapi tiba-tiba saja satu ingatan
melintas didalam benaknya, kepala semua tamu yang berada dalam ruangan rumah makan itu
segera serunya:
"sobat sekalian, bila ada diantara kalian yang merasa tidak puas, lebih baik utarakan saja
sekarang .Jangan sampai akhirnya membicarakan soal ini dibelakang ku sehingga menunjukkan
perbuatan orang yang kurang berpendidikan."
Jelas perkataan ini ditujukan kepada semua orang yang berada dalam ruangan tersebut, tak
heran kalau banyak diantara tamu yang berangasan kontan saja mencaci maki kalang kabut.
Dengan sorot mata yang tajam sipedang basi segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu tiba-tiba saja semua umpatan terhenti sama sekali. Agaknya semua orang telah dibuat tertegun
dan ngeri oleh ketajaman mata pemuda itu sehingga siapapun tak ingin mencari penyakit buat diri
sendiri..... sambil tertawa dingin so Bun pin segera berkata:
"Bagus sekali, kalau memang ada diantara kalian yang merasa tak puas, silahkan tampil
kedepan satu demi satu."
sampai setengah harian lebih belum juga nampak ada orang yang tampilkan diri maka agak
mendongkol ia segera menjengek lagi sembari tertawa dingin.
"Huuuuh rupanya kalian semua tak lebih hanya kawanan tikus yang sama sekali tak bernyali"
Ia merasa indah cukup untuk unjukkan kebolehannya maka sambil tersenyum duduk kembali
ditempat semula.
"Harap nona jangan mentertawakan" kembali ia berkata dengan suara yang sengaja
dikeraskan- "Kawanan berandal kota ini sudah terbiasa untuk bicara tak sopan dan bertingkah laku
menjemukan. Andaikata tidak diberi sedikit pelajaran niscaya mereka tak akan tahu tingginya
langit dan tebalnya bumi......."
Kembali terjadi kegaduhan dalam ruangan tersebut. Beberapa orang diantara mereka yang
merasa tak puas dengan sikap pemuda tersebut serentak melompat bangun seraya berteriak:
"sobat, anda terlalu menghina kami semua sikapmu yang sombong membuat kami tak puas,
karenanya meski aku tak becus ingin sekali kumohon berapa petunjuk ilmu silat darimu."
orang itu berbicara dengan suara yang nyaring dan bertenaga penuh sekilas saja dapat
diketahui bahwa orang itu memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna.
sesungguhnya tak sedikit jago berkepandaian tinggi yang turut hadir didalam ruangan rumah
makan itu, kalau pada mulanya mereka hanya berpeluk tangan belaka tak ingin mencari urusan
disitu Maka setelah keadaan berubah lebih runyam dan tak bisa dipertahankan lagi, akhirnya tanpa
berpikir panjang mereka serentak bangkit berdiri
Dari suara pembicaraan lawan sipedang besi sadar kalau musuhnya berilmu tinggi, diam-diam
ia merasa kegirangan, tapi diluarnya dia sengaja menunjukkan sikap tak senang hati, sambil
tertawa dingin katanya cepat:
"Bagus sekali, kalau toh sobat punya kegembiraan, aku tentu akan mengiringi kehendakmu
itu."
Dengan pandangan yang cepat dan memandang sekejap kewajah orang-orang itu, jumlah
mereka mencapai tujuh orang. Tapi yang bersorot mata tajam hanya ada tiga orang. seorang
sisanya tidak memperlihatkan kelebihan apapun.
seorang lelaki kekar berwajah penuh cambang yang mempunyai kening menonjol tinggi dan
berdiri disisi kiri segera tampilkan diri kemuka dan mendekati pemuda itu. Dengan suara keren
sipedang besi segera menegur:
"sobat, siapa namamu? Aku bersedia memberi sedikit petunjuk kepada anda......"
"Aku hanya seorang prajurit kecil yang tak terhitung punya nama besar" sahut orang itu cepat.
"Tapi kalau toh anda pingin tahu, akupun tak akan keberatan untuk mengatakannya kepadamu,
nama julukanku adalah simanusia bercambang." Pedang besi agak tertegun, lalupikirnya:
"Aku dengar manusia ini punya hubungan yang cukup akrab dengan ji suheng sipedang perak.
Aku tak boleh menghinanya, sebab kalau hal ini sampai ketahuan jika dikemudian hari, aku pasti
akan merasa rikuh."
Tapi setelah ragu sejenak, diapun berpikir lebih jauh:
"Tapi.... perduli amat, yang penting sekarang aku mesti menonjolkan diri agar gadis itu
menyegani aku. Sekalipun akhirnya jiko mengetahui akan peristiwa tersebut, asal kubilang tak
tahu kalau ia sahabat jiko, paling banter persoalan akan berakhir dengan sendirinya......."
Begitu mengambil keputusan, iapun segera berkata:
"sudah lama kudengar nama besar anda. Nah, silahkan melancarkan serangan lebih dulu"
Berbicara sampai disini, ia melirik sekejap keara putri Kim huan, ketika dilihatnya gadis tersebut
sedang memperhatikan gerak geriknya sambil tertawa manis, ia makin senang dan girang,
ulahnyapun semakin menjadi-jadi.
Sementara itu, manusia bercambangpun tidak sungkan-sungkan lagi, segera serunya: "Kalau
begitu berhati-hatilah aku segera akan melancarkan serangan-......"
Begitu selesai berkata sebuah pukulan dilontarkan kedepan dengan hebatnya. Pedang besi
tersenyum, ia tidak melakukan gerakan apapun-
Tahu-tahu manusia bercambang itu sudah menarik kembali serangannya sambil berseru:
"Ketajaman mata anda benar-benar mengagumkan, siaute merasa kagum, nah coba rasakan
kelihayanku ini."
Sepasang telapak tangannya segera direntangkan sipedang besi memopang tubuhnya
kebelakang menggunakan gerakan jembatan kantung, kemudian tidak menunggu sampai seorang
lawan selesai dipergunakan. Telapak tangannya telah diputar sambil melepaskan sebuah babatan
kilat.
Dengan ketangguhan ilmu silatnya sekarang, seharusnya dalam dua tiga gebrakan saja
manusia bercambang tersebut dapat dirobohkan, tapi ia tak berbuat begitu, ia memang berniat
mendemontrasikan kebolehannya maka seranganpun dilancarkan bertubi-tubi.
Dalam waktu singkat deruan angin serangan telah menyelimuti seluruh ruangan meja kursi
beterbangan kian kamri, manusia bercambang itu dengan kepalan dikir dan jari ditangan kanan,
secara beruntun melepaskan serangakaian kemari dengan sangat hebatnya.
sipedang besi sedikitpun tak gugup, bahkan sering kali ia meloloskan diri dari serangkaian
serangan musuh yang gencar dan dahsyat dengan suatu gerakan yang manis dan indah, ulahnya
tersebut tentu saja sering memancing keluhan kaget dan sorakan memuji dari para penonton-
Lambat laun semua orang mulai menyadari bahwa pemuda tersebut sengaja tidak bertarung
dengan tenaga oenuh, sudah jelas ia mempunyai kemampuan untuk mengalahkan manusia
bercambang, akan tetapi hal tersebut tak pernah dilakukan malah sebaliknya menghindar dengan
gaya yang berbahaya.
Banyak diantara penonton yang cerdik, dengan cepat mereka dapat memahami perasaan
pemuda tersebut, apalagi setelah melihat pemuda itu berulang kali melirik kearah putri Kim huan.
Kim Thi sia pun ingin sekali menyaksikan kebolehan ilmu silat su suhengnya tapi setelah
dipandang sekian lama namun tak nampak sesuatu yang hebat, apalagi setelah melihat ulah
sipedang besi yang berulang kali melirik kearah putri Kim huan, sebagaui orang yang cantikpun ia
segera dapat menarik kesimpulan kesana.
Tak tahan lagi iapun turut berpaling kearah putri Kim huan-
Kebetulan sekali putri Kim huan pun sedang memandang kearahnya, maka sepasang mata
merekapun segera saling bertemu satu dengan lainnya. Kim Thi sia tertegun lalu mendengus,
pikirnya keheranan-
"Memangnya wajahku kelihatan lucu atau timbul jerawatnya? Mengapa dia mengawasi diriku
terus atau mungkin tampangku selama berapa hari belakangan ini telah terjadi perubahan?"
Dia ingin meraba wajahnya namun tali yang membelenggu tubuhnya membuat dia tak mampu
berkutik,
sabar punya sabar akhirnya meledak hawa amarah Kim Thi sia, dengan suara keras teriaknya:
"Hey, daripada disiksa lebih baik bunuhlah aku, ayoh cepat bunuh aku"
Dengan sorot mata berapi-api dia melotot kearah gadis itu, tapi putri Kim huan tak berani
bertatapan muka lagi dengannya, ia berlagak menonton jalannya pertarungan diarena.
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia saking mendongkolnya. Kembali teriaknya dengan
penuh kegusaran.
" Kau tak usah berbangga dulu. so Bun pin adalah abang seperguruanku keempat. Hmmm,
tunggu saja tanggal mainnya nanti"
Putri Kim huan tak bisa berlagak pilon lagi sesudah mendengar perkataan ini, sekilas perasaan
heran membayangi wajahnya ia menegur: "Kau kenal dengannya?"
Kim Thi sia tidak ambil perduli. sambil meludah ia pejamkan matanya kembali.
Meski pertarungan yang berlangsung diarena sudah mencapai puncaknya, namun ia tak mau
membuka matanya. Ia tak ingin menyaksikan pertarungan tersebut.
sementara dia masih melamun, mendadak terdengar so Bun pin tertawa nyaring diikuti
terjadinya benturan keras, simanusia bercambang itu menjerit kaget dan tubuhnya tahu-tahu
sudah terpental sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Pada akhirnya dari pertunjukkan itulah sipedang besi so Bun pin baru mengeluarkan jurus
serangannya yang tangguh.
Jurus serangan itu bernama "mendekam dijembatan menembusi awan" selain ganas juga
mematikan.
Para penonton yang hadir dalam ruangan tersebut rata-rata merupakan jago silat kawakan,
tentu saja mereka mengetahui akan kelihayan tersebut, menyaksikan peristiwa ini keningnya
segera berkerut dan perasaan tak tenang menyelimuti perasaan mereka.
Jago bercambang adalah seorang pendekar kenamaan, tapi kenyataan sekarang ia kena
dihantam seorang pemdua hingga terpental sejauh tiga kaki lebih. Kontan saja paras mukanya
berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus.
setelah menghela napas panjang, cepat-cepat ia membalikkan badan dan meninggalkan tempat
itu dengan cepat.
sipedang besi so Bun pin merasa amat bangga, apalagi setelah memandang sekejap kearah
hadirin dan melihat mereka menunjukkan rasa takut dan ngeri, ia makin berbangga hati.
Maka setelah berpikir sejenak, dengan langkah lebar ia berjalan mendekati kawanan jago lain
yang menunjukkan sikap tak puas terhadap dirinya tadi.
Bersama waktunya diapun berputar otak mencari akal bagaimana caranya mendekati putri Kim
huan serta mempersunting gadis cantik itu.
Meski dia tak tahu kalau gadis cantik ini adalah putri dari negeri Kim, tapi kecantikan bak
bidadari membuat dia lupa untuk menanyakannya. Dalam waktu singkat dia telah tiba dan didepan
ketiga orang jago tersebut.......
Ketiga orang jago inipun merupakan jago persilatan yang berilmu tinggi, mula-mula mereka
nampak agak tertegun tapi kemudian sambil menenangkan hatinya, setelah seorang diantara
mereka seorang lelaki setengah umur yang bertubuh pendek dan gemuk segera menjura sambil
tertawa hambar.
"Kepandaian silat anda memang hebat sekali. Kami sadar meski bukan tandinganmu" katanya.
"Meski begitu, kami berharap anda bersedia memberi berapa petunjuk kepadaku sekaligus untuk
menambah pengetahuanmu serta pengalaman kami."
Pedang besi so Bun pin tertawa lantang sahutnya: "Bagus, bagus sekali, akan kuingat baik-baik
perkataanku ini"
Melihat sikap menghina dan memandang rendah dari pemuda tersebut berubah hebat paras
muka lelaki setengah umur itu, segera serunya lagi:
"Aku benar-benar kagum dengan watakmu itu. Nah daripada banyak berbciara tak ada
gunanya, silahkan anda segera memberi petunjuk"
si pedang besi mendengus angkuh, dengan sombongnya dia mengerling sekejap kearah
musuhnya, kemudian berpaling kearah putri Kim huan, dia berharap gadis itu dapat memberi
dukungan kepadanya.
siapa tahu dia saksikan putri Kim huan sama sekali tidak menaruh perhatian kepadanya. Waktu
itu sorot matanya yang jeli sedang memperhatikan wajah Kim Thi sia.
Menyaksikan hal tersebut, perasaannya menjadi tercekal, rasa iri dan dengki pun menyelimuti
benaknya membuat ia mendengus berat-berat.
Tanpa terasa semua hadirin pun ikut mengalihkan pandangannya mengikuti sorot mata pemdua
tersebut, mereka sama-sama berpaling kearah putri Kim huan-
Agaknya putri Kim huan pun segera menyadari kalau perhatian semua orang telah tertuju
kepadanya, dengan wajah bersemu merah ia segera berpaling kembali dan melemparkan
sekuntum senyuman hangat kepada sipedang besi....
senyuman itu begitu manis dan mesrah membuyarkan semua perasaan cemburu yang semula
mencekam perasaan pemuda itu dia merasa begitu bahagia seakan-akan hanya gadis itulah yang
dapat memahami perasaan hatinya saat itu.
Dalam pada itu lelaki setengah umur tadi sudah tak sabar lagi menunggu tiba-tiba ia menjura
lagi sembari menegur: "saudara harap kau segera memberi petunjuk"
Bagaikan baru sadar dari impian, sipedang besi berseru tertahan lalu tertawa nyaring. "sobat,
silahkan kau menyerang dulu"
serentak kedua orang itu mundur selangkah kebelakang dan masing-masing mempersiapkan
diri dengan sebaik-baiknya untuk melangsungkan suatu pertarungan sengit.
Tapi sebelum pertarungan itu berlangsung mendadak terdengar putri Kim huan berseru: "so
tayhiap. tak usah berkelahi lagi, aku hendak berbincang-bincang denganmu" seperti mendapat
firman dari raja, tanpa ragu sipedang besi segera berseru:
"sobat, kesempatan bagi kita untuk bertarung masih banyak. maaf aku tak bisa melayanimu
hari ini"
Padahal ketiga orang jagoan itupun merasa sangsi untuk melakukan pertarungan, maka mereka
jadi sangat gembira setelah mendengar perkataan itu, sebab dengan begitu mereka akan
mempunyai kesempatan untuk mundur teratur.
Dengan kecewa para tamu lainnya kembali ketempat duduk masing-masing, meki sorot mata
mereka masih dialihkan kearahnya. sementara itu sipedang besi telah berkata sambil menjura:
"Nona, kau ada urusan apa? Katakanlah terus terang...."
Mengendus bau harum yang memancar keluar dari tubuh sinona, ia merasa semakin kesemsem
dan terbuai dalam alam impian yang tidak-tidak. sambil menuding kearah Kim Thi sia, putri Kim
huan segera berkata: "Ia bilang kau adalah abang seperguruannya, apa benar begitu?"
sipedang besi agak tertegun, dengan tak habis mengerti sahutnya:
"Siapa yang bilang? sama sekali tak ada kejadian seperti itu, malah aku tidak kenal dirinya."
Kentara sekali wajahnya menunjukkan rasa tak senang hati. Putri Kim huan segera tertawa
cekikikan, kembali serunya:
"Yaa, sesungguhnya aku sendiripun rada curiga......"
Kim Thi sia yang turut mendengarkan pembicaraan itu segera merasakan hatinya sakit
bagaikan tersengat lebah. Dengan mata melotot besar teriaknya keras-keras:
"Atas dasar apa kau mencurigaiku? Apa pula urusannya antara aku dengan abang
seperguruanku dengan kau siperempuan busuk?"
"Plooook"
Belum selesai perkataan itu diucapkan pandangan matanya terasa kabur dan tahu-tahu sebuah
tamparan keras telah bersarang diatas wajahnya.
Menyusul kemudian terdengar sipedang besi mengumpat dengan penuh kegusaran:
"Hmmm, kau bocah keparat betul-betul tak tahu diri. Bukan saja berani mengaku sebagai adik
seperguruanku, bahkan berani pula memaki nona yang begitu cantik. Hmmm, aku benar-benar
benci melihatmu, kalau bisa ingin kutusuk perutmu sampai mampus"
Berkata sampai disini ia segera berpaling kearah putri Kim huan sepertinya menunggu
persetujuan dari gadis tersebut.
Putri Kim huan hanya berkerut kening, dia tak mengucapkan sepatah katapun-Kim Thi sia juga
membungkam, pikirnya:
"Kami berdua tak pernah saling mengenal, tentu saja dia tak akan percaya kalau aku adalah
adik sepergurannya......."
Berpendapat begitu, dlapun segera berkata dengan nada bersungguh-sungguh. "Suheng, aku
tidak membencimu. Meski kau telah menamparku, tapi kesalahan bukan terletak padamu. sebab
kau memang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya"
Dia masih mengira setelah mendengar perkataan itu maka sipedang besi pasti membelai
dirinya.
siapa tahu hawa napsu membunuh telah menyelimuti perasaan sipedang besi waktu itu.
Terdengar ia menjengek sambil tertawa dingin.
"Bocah keparat, peristiwa semacam ini sudah sering kujumpai tapi belum pernah kujumpai
orang yang begitu bernyali seperti kau. soal tamparanku tadi, hal ini bukan dikarenakan
perbuatanmu yang mengaku-ngaku sebagai adik seperguruanku, tapi karena sikap kurang ajarmu
terhadap nona cantik ini. sedang hutang piutang diantara kita belum kutuntut balas."
sejak pandangan yang pertama tadi ia sudah tak senang terhadap Kim Thi sia karena ia dapat
melihat bahwa gadis cantik yang dicintai ini sering kali melirik dan memperhatikan pemuda itu.
Dan sekarang ia sudah mempunyai kesempatan baik untuk menghajar anak muda itu sudah
barang tentu ia tak akan menyia-nyiakan peluang tersebut dengan begitu saja.
Biarpun belum diperlihatkan keluar, sesungguhnya dalam hati kecilnya ia telah menganggap
putri Huan sebagai pacarnya.
"sesungguhnya aku adik seperguruanmu, bila kurang percaya tanyakan sendiri kepada
sipedang kayu Gi suheng, berapa hari berselang ia masih bergaul akrab denganku. sejak suhu dia
orang tua meninggal dunia, aku selain berusaha mencari kalian tak disangka kita akan bersua
ditempat ini" sipedang besi so Bun pin tertawa dingin.
"Hmmm, kau tak usah ngaco belo tak karuan. Malaikat pedang berbaju perlente hanya
mempunyai sembilan orang murid dan hal ini diketahui setiap umat persilatan, tak mungkin dari
bawah bumi bisa muncul lagi seorang sute macam dirimu....."
setelah berbicara napsu membunuhnya makin berkobar, tiba-tiba saja ia meloloskan pedangnya
dan menerjang pedangnya diatas leher Kim Thi sia , tangannya didorong sedikit keatas niscaya
lehernya akan tembus didaerah tersebut.
Walaupun pedang itu tak seberapa tajam, namun berbeda apalagi sipedang besi yang memiliki
kepandaian ilmu yang sempurna, dengan daun saja ia bisa melukai orang apalagi dengan pedang
yang terbuat dari besi. Asal menggunakan sedikit tenaga saja, niscaya jiwa Kim Thi sia akan
melayang.
Tapi sebagai orang sombong dan berupaya menarik simpatik putri Kim huan, dia tak ingin
bertindak secara gegabah. sebisa mungkin dia ingin menuruti setiap patah kata dari putri Kim
huan bagaikan seekor anak domba.
"so tayhiap. jangan kau bunuh orang itu" tiba-tiba putri Kim huan berkata seraya menggeleng.
"Asal kita memandang hina dirinya, maka ia akan lebih menderita daripada kita membunuhnya."
sambil berkata sekulum senyuman manis segera menghiasi ujung bibirnya.
sipedang besi merasa amat gembira, apalagi setelah mendengar kata "Kita" ia seperti sedikit
lupa daratan-sambil manggut- manggut serunya cepat:
"Baik, baik nona, asal kau mengatakan jangan dibunuh. AKupun tak akan membunuhnya."
Kemudian setelah melemparkan sekulum senyuman, cepat-cepat pedangnya disimpan kembali.
Kim Thi sia sangat kecewa, ia tak menyangka abang seperguruannya yang tersohor ternyata
menunjukkan sikap begitu lemah dihadapan perempuan.
Apalagi ketika sorot mata kedua orang itu menatap kearahnya dengan pandangan mata yang
sinis dan menghina, seketika itu juga darah panas yang mengalir didalam tubuhnya serasa
mendidih, bergolak dengan sangat hebatnya.
Dengan penuh kegemasan dia mengerahkan seluruh kekuatan yang memiliki dan berteriak
keras-keras.
"Bagi seorang lelaki sejati lebih baik mati dibunuh daripada dihina, suheng lebih baik tusuk
matilah aku."
Berpuluh-puluh orang tamu yang hadir dalam ruangan rumah makan dibuat terkejut, serentak
mereka alihkan perhatiannya kewajah pemuda itu.
sipedang besi so Bun pin pun agak tertegun, tapi kemudian serunya sambil tertawa dingin.
"Bocah keparat, kuakui kau memang memiliki keberanian untuk berlagak sebegai seorang
enghiong, tapi......apakah kau tak takut ditertawakan umat persilatan karena mengaku sebagai
adik seperguruan?"
Kim Thi sia adalah seorang lelaki berpikiran polos yang masih berdarah muda ia tak mampu
mengendalikan diri lagi, segera teriaknya keras-keras:
"Baik, mulai hari ini bila kusebut kau sebagai abang seperguruanku lagi, anggap saja aku bukan
manusia."
"Heeeeh....heeeeh.....heeeeh......aku justru kuatir kaupingin menjadi muridku....." jengek
sipedang besi tak senang hati.
selesai berkata ia saling berpandangan sekejap dengan putri Kim huan lalu tertawa dibalik
senyuman itu tercermin sikapnya yang penuh penghinaan dan ejekan.
sekuat tenaga Kim Thi sia mencoba meronta, namun ia tak berhasil untuk meronta bangun,
sebaliknya malah bersadar lemah ditepi dinding sambil bergumam: "Kau membuatku amat
kecewa, kau membuatku amat kecewa......."
Ketiga manusia raksasa yang selama ini membungkam, tiba-tiba berteriak keras:
"Anjing bangsa Han, bila kau berani berkaok-kaok lagi, hati-hati dengan batok kepalamu"
Dengan perawakan tubuh mereka yang tinggi besar, tenaga yang amat kuat, suara yang begitu
nyaring. Ucapan itu sempat menyebar luas keseluruh pelosok ruangan itu.
Reaksi yang kemudian timbul ternyata diluar dugaan, hampir semua orang yang hadir disitu
sama-sama melompat bangun dengan penuh amarah.
Tapi hanya sebentar saja, akhirnya semua orang duduk kembali ketempat semula kendatipun
pada wajah masing-masing tercermin sikap kemarahan yang meluap-luap.
Paras muka sipedang besipun turut berubah hebat mendadak ia melompat bangun sambil
meraba gagang pedangnya, sementara sorot matanya yang tajam mengawasi wajah ketiga
manusia raksasa itu tanpa berkedip.
"Nah, begini baru bersemangat" sorak semua orang didalam hati.
Tiba-tiba putri Kim huan mengerling sekejap kearah sipedang besi dan menegur sambil tertawa
merdu. "Kau hendak kemana?"
sipedang besi segera menghembuskan napas panjang dan duduk kembali dengan lemah
wajahnya kelihatan sangat murung.
Menyaksikan hal tersebut, semua yang hadir segera mengumpat didalam hati dengan rasa
gusar da gemas.
"Huuuuh, seorang jago pedang yang tak berguna, lupa dengan rasa kebangsaan, bangsa
sendiri dimakipun masih tetap tenang...... keparat, keparat tak tahu diri"
Rasa benci dan muakpun segera menyelimuti perasaan semua orang.
Pada saat itulah Kim Thi sia dengan kening berkerut telah membentak nyaring:
"Makhluk jelek. sekarang kau boleh saja memaki kami sebagai anjing bangsa Han, tapi ingat
bila aku sudah memperoleh kebebasan nanti, kalian pasti akan kubunuh secara keji agar mulut
anjing kalian tak dapat berkaok-kaok lagi secara sembarangan"
Ucapan ini segera memberi kesan baik bagi setiap orang yang hadir, pikir mereka hampir
bersama:
"sayang seluruh tubuhnya dibelenggu hingga tak mampu bergerak. kalau tidak ia pasti akan
melampiaskan rasa mendongkol kita semua."
Terdorong oleh rasa simpati mungkin banyak diantara mereka yang segera mendekati pemuda
tersebut untuk menyuapi hidangan lezat, bahkan ada pula yang mengambil sapu tangan hangat
untuk membersihkan wajahnya dari debu. Dalam waktu singkat pemuda kita telah bersih dan
gagah kembali berkat nasi yang disuapkan kemulutnya, diapun mendapatkan kembali tenaga baru.
Betapa berterima kasihnya dia kepada orang-orang tersebut, betapa terharu hatinya sehingga
tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang.
Untung saja putri Kim huan menghalangi kawanan raksasa tersebut untuk membunuhnya,
kalau tidak umpatan Kim Thi sia yang terakhir tadi pasti akan mengundang maut baginya.
saban kali putri Kim huan menatap wajahnya, pemuda kita selalu balas menatapnya dengan
sorot mata kebencian, pandangan mata yang berapi-api selalu membuat gadis tersebut tergesagesa
melengos kembali kearah lain.
sipedang besi bukan orang bodoh, tentu saja dia dapat menyaksikan hubungan itu dengan
jelas, hatinya amat gusar namun dia tak habis mengerti apa gerangan yang sesungguhnya telah
terjadi.
Akhirnya dia tak tahan, segera tanyanya kepada putri Kim huan: "Nona, siapa sih orang itu?"
"Dia mengakui bernama Kim Thi sia aku sendiripun kurang tahu tentang asal usulnya" sahut
putri Kim huan segera.
"Kim Thi sia?" gumamnya sipedang besi. "Apakah Kim Thi sia yang disebut orang sebagai
manusia yang paling susah dilayani dalam dunia persilatan.......?"
" Entahlah aku sendiripun kurang tahu." gadis itu menggeleng.
Namun ketika melihat rasa murung yang melapisi wajah pemuda tersebut, satu ingatan segera
melintas dalam benaknya kembali ujarnya:
"Apakah dia seorang yang termashur? Aaaah, mengerti aku sekarang, orang ini memang
berwatak sangat aneh, susah dilayani dan tak mampu digebuki, benar-benar bikin pusing kepala
orang lain."
"Aaaah, kalau begitu tak salah lagi, pasti dia" seru sipedang besi tak sadar. Tapi dengan cepat
ia menambahkan lagi:
"Tapi ia bukan termasuk orang yang amat terkenal ia belum lama muncul didalam dunia
persilatan jadi tidak banyak sepak terjang yang telah dilakukannya. Itulah sebabnya aku yang
sepanjang tahun berkelana didalam dunia persilatan pun sedikit mengetahui tentang dirinya."
Putri Kim huan mengiakan tanpa memberi komentar apa-apa. sementara sepasang mata yang
bulat besar dialihkan keluar jendela dan mengawasi panorama disitu dengan termangu.
Tiba-tiba saja perubahan aneh melintas diatas wajah sipedang besi so Bun pin yang tampan,
tanyanya kemudian:
"Apakah nona menganggap dia menjemukan sekali? Perlukah bantuanku untuk membuatnya
tak mampu menjemukan diri nona lagi?"
Putri Kim huan tidak menjawab, dia tidak terlalu memperhatikan perkataan itu sebab saat itu ia
sedang berpikir:
" orang itu benar-benar luar biasa, sungguh aneh, mengapa setiap kali kupandang wajahnya, ia
nampak semakin tampan dan menawan hati......"
Melihat sinona membungkam, pedang besi so Bun pin menganggap gadis itu telah menyetujui
usulnya, ia menjadi kegirangan setengah mati.
Entah mengapa dia ingin selekasnya menghabisi nyawa pemuda tersebut, karena dia tahu Kim
Thi sia sudah merupakan saingannya yang terberat. "criiiiing....."
Pedangnya segera diloloskan dari sarung, kemudian dengan sepenuh tenaga ditusukkan
kemuka.
Biarpun gerakan ini dilakukan amat cepat namun desingan suara yang ditimbulkan juga amat
menusuk pendengaran.
Tiba-tiba putri Kim huan berpaling seraya menjerit kaget, cepat-cepat dia menarik lengannya.
seruan kaget bercampur gusar bergema pula dari sekeliling ruangan. Walaupun putri Kim huan
sempat menarik lengannya namun dengan tenaga serangan pedang besi yang begitu kuat, tarikan
tersebut hanya sempat membuat miringnya sasaran serangannya itu.
semburan darah segera memancar keluar dan menodai baju dari beberapa orang tamu yang
kebetulan berdiri didepan sana.
sekalipun Kim Thi sia tak berhasil lolos dari ancaman maut namun tak bisa lolos dari babatan
diatas bahunya, apalagi tenaga serangan dari sipedang besi pun cukup kuat. Akibatnya sebuah
luka memanjang seluas satu depa dan dalamnya tiga inci muncul diatas bahunya.
Darah segarpun menyambar keluar menganak sungai, membuat keadaannya nampak sangat
mengenaskan.
Kim Thi sia mendengus tertahan sambil meng gigit bibir kencang-kencang, dia tidak mengeluh
tapi serunya sambil tertawa tergelak:
"Pedang besi, bagus sekali perbuatanmu. Haaaaah......haaaaaah............"
Berkilat sepasang mata so Bun pin dengan pancaran sinar mata penuh kebuasan serta napsu
membunuh dia mendesak maju lagi kemuka. sementara pedangnya membabat batok kepalanya
dengan cepat.
"Tahan" mendadak putri Kim huan membentak keras.
so Bu pin segera menarik kembali serangannya sambil berpaling dan mengerling sekejap
kearahnya.
Putri Kim huan mundur beberapa langkah tanpa sadar, ia merasa betapa seramnya sorot mata
pemuda she so itu, bukan saja penuh dengan pancaran sinar buas, sorot matanya boleh dibilang
merah berapi-api.
so Bun pin hanya menghentikan gerakan serangannya sebentar saja, sambil membentak keras
tiba-tiba ia melanjutkan kembali serangannya membabat tubuh lawan secara kalap. Dengan wajah
berubah hebat putri Kim huan berseru: "Hey, kau sudah edan?"
Menyusul bentakan tadi, segulung angin puyuh menyambar lewat membuat gadis itu tak
mampu berdiri tegak.
Ternyata tiga orang raksasa itu sudah menerjang kemuka, sebelum bacokan pedang dari
sipedang besi mengenai sasarannya, ia sudah kena ditarik oleh manusia raksasa itu hingga tertarik
kebelakang.
Dalam pada itu semua yang hadir telah melotot kewajah pedang besi dengan penuh amarah.
Rupanya ucapan Kim Thi sia yang gagah perkasa tadi telah menanamkan kesan baik dihati semua
orang, maka sikap sipedang besi yang hendak membuat pemuda tersebut dengan cepat
menimbulkan sikap permusuhan dari semua orang.
Pelan-pelan so Bun pin dapat mengendalikan gejolak perasaannya, diapun tak mengerti apa
sebabnya dia menjadi begitu bernapsu untuk membunuh Kim Thi sia. Apalagi dibawah tatapan
mata putri Kim huan yang menunjukkan rasa tak senang hati, dia semakin tak tentram.
"So tayhiap" terdengar putri Kim huan menegur dengan wajah dingin. "Dia telah menyalahi
aku, dibelenggu olehku sudah seharusnya aku juga yang menghukumnya atas dasar apa kau
hendak membunuhnya tadi....." sipedang besi menjadi gelagapan, buru-buru dia berseru:
"Maaf nona....aku.....aku hanya terdorong oleh emosi......harap nona sudi memaafkan. ..... "
Pelan-pelan putri Kim huan menjadi halus kembali sikapnya, kembali dia berkata:
"Aku tahu kau berbuat demikian demi kebaikanku, tapi toh tidak seharusnya membunuh orang
secara sembarangan......"
"Aku mengerti"
"Terus terang saja, orang ini tidak terhitung kelewat jahat" kembali putri Kim huan berkata.
"Hanya tabiatnya yang jelek. orang macam begini belum tentu harus dicabut nyawanya......."
Kim Thi sia turut mendengarkan pembicaraan tersebut, tadi dia sangat mendongkol dan segera
pejamkan matanya rapat-rapat.
Putri Kim huan melirik sekejap kearah luka dibahunya tiba-tiba serunya kepada salah seorang
raksasa itu.
"Hey ciangkun, darah yang mengalir dari lukanya terlalu banyak. Hal ini bisa mempengaruhi
kondisi tubuhnya coba kau balut luka tersebut."
Manusia raksasa itu mengiakan dan menerima sapu tangan dari putri Kim huan lalu
menghampiri Kim Thi sia.
" Kalian tak usah mengurusi lukaku" mendadak Kim Thi sia berteriak keras. "Terima kasih atas
kebaikanmu, sayang aku tak sudi menerima kebaikanmu itu......."
Putri Kim huan agak tertegun, namun sambil menggigit bibirnya serunya kemudian: "Kalau
begitu biarkan dia mampus"
Darah yang meleleh keluar dari bahu Kim Thi sia memang amat deras. Wajahnya yang semula
merah segar kini telah berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat.
Biarpun penderitaan yang harus dialami amat berat dan menyiksa, namun ia tak pernah mau
tunduk kepada orang lain.
sewaktu kembali kedalam kamar penginapan, raksasa itu kembali melemparkan tubuhnya
kesudut ruangan.
sekarang didalam ruangan tersebut selain terdapat putri Kim huan serta ketiga orang pengawal
raksasanya, kini ditambah pula dengan sipedang besi so Bun pin-
Dalam ruangan kamar yang lebar, berudara segar dan bercahaya terang, putri Kim huan duduk
bersandar ditepi pembaringan dan mempersilahkan sipedang besi soBun pin duduk disisi
tubuhnya.
sikap tersebut dengan cepat membuat sipedang besi kegirangan setengah mati namun dia tak
berani menunjukkan kegembiraannya itu, dengan sikap yang munduk-munduk ia duduk ditempat
yang ditunjuk.
Ketiga manusia raksasa itu menunjukkan wajah tercengang, agaknya mereka amat keheranan
oleh sikap putri Kim huan tersebut, namun tak seorangpun diantara mereka yang berani
mengajukan pertanyaan.
Bau harum semerbak dari keperawanan putri Kim huan segera menyebar luas diseluruh
ruangan menambah merangsangnya suasana. sambil tersenyum putri Kim huan segera berkata:
"So tayhiap. aku dengar kawasan Kanglam merupakan daerah dengan pemandangan sangat
indah, dapatkah kau memberitahukan kepadaku tempat-tempat mana saja yang menarik......"
"Pertama-tama adalah telaga see oh dikota Hang ciu" ujar sipedang besi sambil tertawa,
"kemudian adalah bukit Kim hong di Go b i san. Ketiga......"
Mendadak ia tutup mulut karena tangan putri Kim huan yang putih bersih telah menggenggam
lengannya.
Ia merasa terangsang hingga tak mampu melanjutkan kata-katanya lagi, dia tak mengira akan
peroleh perhatian yang begitu besar dari gadis cantik itu.
"Ketiga adalah telaga Tong ting......." ucap pemuda itu kemudian sambil menggeserkan
duduknya lebih mendekati gadis tersebut.
Pelan-pelan diapun ingin merangkul pinggang gadis itu, ketika dengan tangan yang gemetar
sipedang besi berusaha merangkulnya, ternyata gadis itu tidak menolak. dengan cepat apa yang
diinginkan pedang besi pun terkabulkan.
"so tayhiap" dengan suara lembut gadis itu berbisik. "Kau pandai dalam ilmu sastra maupun
silat, jago muda yang hebat seperti kau amat jarang ditemui dikolong langit dewasa ini, aku amat
kagum kepadamu......"
Bagaikan orang terbuai dalam alam impian, sipedang besi so Bun pin bergumam lirih: "Aaaaah,
mana, mana.....kecantikan nonalah yang amatjarang dijumpai didunia ini...."
sikap maupun tingkah laku dari sipedang besi seketika melenyapkan semua rasa simpatik serta
kesan bagi Kim Thi sia terhadapnya, diam-diam dia mengumpat didalam hati: "Hmmmm,
semuanya hanya manusia-manusia yang tak tahu malu......"
Dengan cepat dia pejamkan matanya rapat-rapat dan mulai bersenandung dengan suara
lantang.
Mendadak putri Kim huan menarik mukanya dengan wajah dingin, dia melepaskan tangan
sipedang besi yang merangkul pinggangnya dan membuang muka keluar jendela, jelas terlihat
kalau perasaan lamat-lamat dicekam amarah yang meluap.
sipedang besi sangat kecewa sekalipun diluarnya dia berlagak acuh tak acuh, namun disaat
matanya dialihkan kewajah Kim Thi sia pancaran sinar matanya yang semula lembut dan hangat
segera berubah menjadi buas, ganas dan menyeringai seram bagaikan ular berbisa.
Ia marah dan benci kepada Kim Thi sia karena suara tertawanya telah mengusik keindahan
impian mereka berdua.
Peristiwa ini merupakan sebuah dosa yang tak dapat diampuni, selama hidup belum pernah ia
menjumpai orang yang begitu mengemaskan seperti saat ini, sambil menggigit bibir ia bersumpah
didalam hati:
"Aku akan mencabik-cabik tubuhnya hingga hancur berkeping-keping, lalu membuang
mayatnya ketengah hutan biar menjadi santapan serigala dan harimau kelaparan-"
sementara itu Kim Thi sia telah terbayang kembali tentang lin lin, teringat bagaimana gadis itu
pergi meninggalkannya tanpa terasa mendadak titik air mata jatuh berlinang.
Putri Kim huan yang menyaksikan hal ini kontan saja tertawa dingin, jengeknya tiba-tiba:
"ooooh, rupanya kaupun bisa melelehkan air mata ternyata engkaupun seorang yang lemah"
Dengan jengkel Kim Thi sia mendengus.
"Hmmm, aku segan berbicara dengan manusia tak tahu malu seperti dirimu itu"
Begitu perkataan mana diucapkan, paras muka putri Kim huan segera berubah hebat, sedang
sipedang besi membentak marah dan melepaskan sebuah pukulan kedepanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
segulung angin pukulan yang amat kuat segera menyergap tiba membuat tubuh Kim Thi sia
bergulingan sejauh tiga kaki lebih dan memuntahkan darah segar.
Biarpun wajahnya menjadi kotor penuh berdebu, namun bukannya mengeluh Kim Thi sia justru
tertawa tergelak penuh ejekan.
sipedang besi so Bun pin semakin mendongkol, kembali tangannya diayunkan dengan tenaga
tiga bagian lebih hebat, ia siap membunuh musuhnya itu secara keji.
Tapi sebelum serangannya dilancarkan tahu-tahu telapak tangannya telah digenggam oleh putri
Kim huan, berbeda dalam keadaan begini terpaksa dia harus mengurungkan niatnya.
Dengan gemas putri Kim huan segera berseru:
"Mulai besok aku hendak menyiksanya habis-habisan, agar dia berubah menjadi makhluk yang
manusia tak mirip manusia, setan tak mirip setan, akan kulihat apakah ia masih bisa keras kepala
terus."
Kim Thi sia yang sudah membuang jauh-jauh tentang mati hidupnya malah tertawa semakin
keras setelah mendengar perkataan ini, bahkan ejeknya dengan suara sinis:
"Haaaaahh.....haaaaaahh....haaaaahh...... kuingatkan kepadamu, jangan lupa kalau aku masih
mempunyai jurus simpanan yang terakhir yakni menggigit lidah untuk membunuh diri, ingin
kulihat apa yang bisa engkau perbuat?"
Putri Kim huan jadi tertegun, untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah
katapun-
Kim Thi sia semakin bangga, pikirnya kemudian-
"Akan kulihat apa yang bisa kau perbuat lagi sekarang walaupun diriku sudah terjatuh
ketanganmu, namun kau tak bakalan bisa menyiksamu, ini berarti belum tentu kau bisa ungguli
diriku........"
Kemudian pikirnya lebih jauh:
"Bagi seorang lelaki sejati, lebih baik dibunuh daripada dihina, apa yang mesti kutakuti untuk
menghadapi kematian, toh dua puluh tahun kemudian aku tetap akan muncul sebagai seorang
lelaki."
Berpikir sampai disitu, keberaniannya makin membesar, segera teriaknya lagi dengan lantang:
"Hey, putri Kim huan, ayoh jawab, apa yang bisa kau perbuat?"
sipedang besi ingin melakukan sesuatu gerakan, tapi niat segera dicegah putri Kim huan-
Diam-diam so Bun pin mulai merasakan tak senang hati kenapa putri Kim huan selalu
menghalangi usahanya untuk membunuh Kim Thi sia? Mendadak....
Pada saat itulah ia menemukan suatu peristiwa aneh yang segera menggetarkan hatinya.
Ternyata dari balik jendela ia menyaksikan ada sepasang mata manusia yang tajam sedang
mengawasi semua peristiwa didalam kamar.
semula dia masih mengira matanya yang melamur karena kelewat mendongkol, tapi setelah
diperhatikan dengan lebih seksama dan dilihatnya biji mata orang itu bergerak kian kemari dengan
jelinya, dia baru merasa betul-betul terperanjat.
Apalagi ketika sepasang mata mereka bertemu satu dengan lainnya, tanpa sadar serunya
tertahan-
"Tajam benar matanya"
sungguh aneh, biarpun ia sudah menjerit lengking namun sorot mata yang tajam itu masih
berhenti tak bergerak pada posisinya semula.
sebaliknya putri Kim huan berlima seketika dibikin tertegun dan tak habis mengerti.
Menghadapi kejadian begini, merah padam selembar wajah so Bun pin karena lengah, tapi
dengan cepat sebuah pukulan dilontarkan kedepan-
Dia gemas dan benci kepada sipemiliki mata tersebut, sebab gara-gara ulahnya sehingga dia
sebagai seorang jago kenamaan dari dunia persilatan sempat perdengarkan seruan kaget.
Tak heran kalau dalam serangan yang dilancarkan kemudian, ia telah sertakan tenaga
dalamnya sebesar sembilan bagian-"Blaaaaammmm......."
Ditengah benturan keras, daun jendela itu terpental sampai jauh sekali, menyusul kemudian
terdengar sipedang besi membentak gusar dan melesat keluar jendela dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
Pada saat itulah ia menyaksikan ada sesosok banyangan hitam menerjang kearahnya dengan
amat cepat.
Berubah hebat paras muka sipedang besi so Bun pin buru-buru dia melepaskan pula sebuah
pukulan kedepan. "Blaaaaaa mmmmm"
Ditengah suara benturan keras, tahu-tahu sipedang besi merasakan sepasang lengannya
menjadi kaku dan kesemutan sehingga tanpa sadar tubuhnya mundur sejauh tiga langkah lebih.
sementara bayangan hitam itu sama sekali tak berhenti, dia melesat masuk kedalam kamar dan
langsung menyamba tubuh Kim Thi sia dan dibawa kabur dari situ.
Putri Kim huan menjerit keras, disusul kemudian tiga manusia raksasa itu menerjang tiba.
Namun orang tersebut sama sekali tak berpaling lagi, dengan suatu gerakan yang sederhana
dia mengebaskan telapak tangannya kebelakang.
Agaknya tiga manusia raksasa itu segera menderita kerugian besar, mendengar mereka
berpekik penuh kegusara. sipedang besipun membentak nyaring: "Sobat, jangan pergi dulu"
Dengan memutar pedang besinya menciptakan selapis hawa pedang yang menderu- deru
menyeramkan, dalam waktu singkat dia mengancam semua jalan darah penting ditubuh manusia
berbaju hitam itu.
"Haaaaah....haaaaah.....haaaaah....ternyata anak murid malaikat pedang berbaju perlente
memang bukan bernama kosong belaka" orang berbaju hitam itu berseru sambil tertawa nyaring.
Tanpa menghentikan gerakan tubuhnya, dia memutar telapak tangannya sembari dikebaskan
lagi kebelakang. Hawa murni segera menyebar keempat penjuru mementalkan seluruh ancaman
yang tertuju kearahnya.
sementara so Bun pin masih berdiri tercengang ia telah melesat keluar d ari jendela dan lenyap
dibalik kegelapan sana.
Waktu itu kegelapan malam telah mencekam seluruh jagad, ketika manusia berbaju hitam tadi
menyelinap kebalik hutan, maka sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas.
Agaknya sipedang besi mengetahui siapakah tamu tak diundang itu, dia tidak melanjutkan
pengejaran tapi serunya sambil mendengus marah:
JILID 16
"Hmmm, kau jangan berbangga hati dulu, cepat atau lambat kita berdua tentu akan berduel
untuk menentukan siapa yang lebih dulu........."
Sementara itu Kim Thi sia dibawa kabur orang berbaju hitam itu dengan kecepatan luar biasa,
sepanjang jalan dia hanya merasa desingan angin tajam menderu-deru sementara tubuhnya
bagaikan terapung diatas awan saja.
Dengan perasaan agak terkejut buru-buru tegurnya: "Siapa kau? Mengapa menolong aku?"
Mendadak manusia berbaju hitam itu menghentikan gerak larinya dan menurunkan tubuh Kim
Thi sia keatas tanah, setelah itu katanya dengan suara dingin:
"Sebetulnya cepat atau lambat kau bakal mampus, jadi tak perlu aku mesti bersusah payah
menolongmu dari bahaya. Tapi aku menginginkan kau mati secara jelas. Aku berharap kau bisa
memahami dulu apa yang disebut manusia yang bermuka dingin dan keji diluar tapi berjiwa
kesatria dan pendekar didalamnya?"
Biarpun nada suara itu dingin menyeramkan namun bagi pendengaran Kim Thi sia amat
dikenalnya, cepat-cepat dia mengamati wajah orang itu dengan seksama, kemudian serunya
tertawa:
"Aaaah, rupanya sipelajar bermata sakti"
orang itu memang tak lain adalah sipedang bermata sakti, satu-satunya murid dari Ciang
sianseng.
sambil tertawa dingin pelajar bermata sakti berkata lagi:
"Mungkin didalam hati kecilmu kau anggap aku sebagai gembong iblis yang amat keji dan tidak
berperasaan. padahal tahu mukanya tahu orangnya siapa yang mengetahui hatinya? siapa pula
yang mengetahui bahwa sejak terjun kedalam dunia persilatan, sudah banyak pahala dan jasa
yang kusumbangkan bagi masyarakat dunia persilatan?"
sekalipun perkataan diucapkan dengan nada dingin dan kedengaranya sombong, namun bila
diperhatikan dengan seksama justru terkandung perasaan pedih dan linu yang tak terhingga.
Kim Thi sia segera berkata:
"seandainya kau adalah orang baik seperti ini, mengapa sikap maupun cara berbicara mu
terhadap gurumu begitu dingin dan tak menaruh rasa hormat. Padahal ciang sianseng adalah
seorang yang bajik?"
sebagai seorang yang polos dan jujur apa yang terjadi beban dalam hatinya langsung saja
diutarakan secara terbuka.
sipelajar bermata sakti segera mendengus dingin, katanya:
"sebagai seseorang yang hampir mau mati, buat apa kau mengetahui kelewat banyak pokoknya
salahku dapat menunjukkan waktuku yang sebenarnya berarti tujuanku telah tercapai."
Begitu selesai berkata, tanpa menunggu pertanyaan dari Kim Thi sia lagi dia segera
membebaskan pemuda itu dari belenggu, kemudian berkelebat pergi meninggaikan tempat
tersebut.
Menghadapi watak yang begitu aneh dan belum pernah dijumpai sebelumnya ini untuk sesaat
Kim Thi sia menjadi tertegun dan tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Dia mencoba untuk mengerahkan tenaga namun kecuali bisa berjalan seperti manusia biasa,
hakekatnya dia tak mampu mempergunakan sedikit tenaga lagi bahkan saban kali dia mencoba
mengerahkan tenaga, seluruh badannya segera terasa linu dan kaku.
Dari seorang manusia yang luar biasa tiba-tiba saja berubah menjadi seorang manusia biasa
kembali. Bisa dibayangkan betapa sedihnya perasaan pemuda tersebut sekarang. Kim Thi sia
segera menjerit keras lalu roboh tak sadarkan diri
Dibawah sinar rembulan yang menyinari tubuhnya, suasana disekeliling tempat itu terasa begitu
hening dan tenang.
Entah berapa saat sudah lewat, disaat sorot sang surya yang panas membakar tubuhnya, ia
baru siuman kembali dari pingsannya. Yang pertama-tama terlihat adalah bungkusan obat yang
ditinggalkan pelajar bermata sakti disisi tubuhnya.
Kalau dulu dia tak ingin memikirkan semua persoalan sedalam-dalamnya, maka saat ini telah
terjadi perubahan yang besar sekali dalam waktu singkat ia mulai mencurigai sikap setiap orang
kepadanya. sikap baik yang mungkin belum tentu baik seratus persen, sebab saat ini dia merasa
bagaikan tercampak dari pergaulan manusia.
Rasa percaya pada diri sendirinya mulai goyah, pelbagai persoalan yang pelikpun satu per satu
melintas dalam benaknya, diantara kesemua itu ucapan dingin dari sipelajar bermata sakti yang
paling berkesan dalam.
Ia seperti memahami akan sesuatu, seperti mendalami sesuatu, dengan mata terbelalak lebar
karena kaget dan tercengang dia berteriak keras:
"Yang ia maksudkan tentu Ciang sianseng,. Ya a, pasti Ciang sianseng, ilmu silatnya yang lihay,
perawakan tubuhnya yang tinggi besar serta sorot matanya yang tajam, boleh dibilang semuanya
mirip dengan si Manusia dengki......delapan puluh persen aku....aku sudah dicelakainya secara
diam-diam"
Dia sendiripun tak tahu mengapa dirinya mencurigai tokoh dunia persilatan yang paling
disanjung dan dihormati, Ciang sianseng dulu. Diapun berpendapat bahwa tidak percaya kepada
Ciang sianseng berarti suatu penghinaan dan sikap tak hormat kepada dia orang tua, tetapi
sekarang ingatan semacam itu terasa makin tipis dan padam.
Apalagi obat seorang pemuda yang membawa dendam dan hampir saja mati, amarah paling
mudah berkobar ia mulai membenci keadilan takdir mulai membenci Ciang sianseng yang
menghancurkan masa depannya. sambil mendongakkan kepala teriaknya kemudian:
"ooooh....ciang sianseng, mengerti aku sekarang.....kau adalah manusia munafik, manusia
keparat.....akhirnya kau pasti akan mampus dalam keadaan mengerikan........"
Teriakannya yang parau bergema dalam lembah dan bukit, mengalunkan gema suara yang
keras dan menyusup kesetiap sudut tempat.
Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang mengumoat dengan suara keras:
"Siapa yang telah menghina Ciang sianseng? Tampaknya sudah bosan hidup lagi didunia
ini........."
Kim Thi sia segera tertegun, dia merasa suara umpatan tersebut amat dikenal olehnya, setelah
dipikir sejenak. seperti sampan kecil ditengah badai yang tiba-tiba menemukan daratan, dengan
kegembiraan yang meluap-luap segera teriaknya:
"Hey lima orang gagah dari Yang wi, cepat kemari, aku adalah Kim Thi sia bagaimana keadaan
Lin lini......."
Disaat ia sedang memperhatikan sekeliling situ dengan gelisah, tiba-tiba ia melihat sorot mata
Lin lin yang jeli muncul dikejauhan situ. sorot mata yang jernih dan selalu membawa sinar
kehangatan, cahaya yang menggetarkan kembali perasaan hatinya yang layu.
Beribu-ribu kata serasa akan diutarakan namun ia tak tahu harus mulai berbicara darimana, ia
berdiri kaku bagaikan patung. sementara sepasang matanya yang sayu mengawasi terus gerak
langkah Lin lin tanpa berkedip.
Lambat laun selisih jarak antara kedua belah pihak makin mendekat, tanpa sadar Kim Thi sia
merentangkan sepasang tangannya, dia berniat memeluk Lin lin kedalam rangkulnya, tapi Lin lin
telah menghentikan langkahnya dibawah sebatang pohon, lebih kurang lima kaki dihadapannya,
gadis itu tidak menyapa, tidak pula mengajaknya berbicara.
Dengan kecewa Kim Thi sia duduk kembali sambil memeluk lutut, sementara dalam hati
kecilnya ia mencoba berpikir:
"Kesalahan apa yang pernah kuperbuat? Mengapa kau tidak anggukkan kepala maupun
mengajakku berbicara? Apakah kaupun enggan menolong orang yang hampir mati?"
Pikir punya pikir, akhirnya watak liarnya berkobar kembali, rasa bencinyapun meluap-luap.
seperti gunung berapi yang meletus secara tiba-tiba, dia melompat bangun dari atas tanah dan
berteriak keras:
" Kalau tidak ingin mengenal diriku lagipun tak jadi soal. Tapi kau harus mengembalikan kotak
mestika Hong toh hap tersebut kepadaku, mulai detik ini kita mengambil jalan sendiri-sendiri, kita
tak usah saling menggubris lagi satu dengan lainnya."
Lin lin Mengerdipkan matanya lalu mengeluarkan kotak Hong toh tersebut dari sakunya dan
dilemparkan kehadapan sang pemuda tubuhnya tetap bersandar pada pohon mukanya tenang
seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apapun.
sikap gadis itu ibaratnya api bertemu minyak. rasa tak puas Kim Thi sia makin berkobar-kobar,
sambil menuding kearah gadis itu teriaknya keras-keras:
"Perempuan busuk. perampuan busuk. bila kusapa dirimu lagi, biar dalam penitisan mendatang
aku dijadikan kuda atau kerbau." Lin lin tersenyum hambar, katanya lembut:
"Bukankah kau pernah bilang, disaat kotak Hong toh dikembalikan kepadamu berarti saat kita
untuk berkisah dan tidak saling menggubris lagi......."
"Benar" Kim Thi sia mengangguk dengan tegas. Kembali Lin lin tersenyum.
"Nah, kalau toh memang begitu, kotak Hong toh sudah kuserahkan kembali kepadamu, dan
berarti kitapun sudah menjadi asing. Moga- moga kau bisa menepati janjimu dan tidak
menghalangi kepergianku lagi.....?"
Berbicara sampai disitu ia lantas memberi tanda kepada lima orang gagah dari Yang wi sambil
berseru: "Mari kita pergi"
Lima orang gagah dari Yang wi seperti hendak mengucapkan sesuatu namun niat tersebut
diurungkan, tapi akhirnya mereka toh berbicara juga.
"Kim tayhiap. perselisihan apakah yang terjalin antara kau dengan ciang sianseng? Mengapa
kau memaki-maki dia orang tua?"
Berapa hari berselang, dengan mata kepala sendiri mereka masih menyaksikan Kim Thi sia
berbincang-bincang dengan ciang sianseng. Hubungan mereka nampak begitu akrab dan hangat,
tapi sekarang Ciang sianseng tentu saja peristiwa ini membuat mereka keheranan dan tak habis
mengerti.
Kedua belah pihak telah berpapasan dan lewat, namun Kim Thi sia seperti tidak mendengar
perkataan mereka, ia berdiri termangu-mangu sambil memandang ketempat kejauhan. Entah apa
saja yang sedang dipikirkan.
Melihat hal tersebut, lima orang gagah dari Yang wi segera berkerut kening, kemudian setelah
saling bertukar pandangan sekejap. katanya kepada Lin lin hampir berbareng:
"Nona tunggu sebentar, lebih baik semua kesalahan paham dibereskan didepan mata, sebab
bila kedua belah pihak kukuh pada pendirian masing-masing maka kesalahan paham akan
bertambah mendalam yang berakibat penderitaan bagi kedua belah pihak."
"Tidak" tukas Lin lin hambar. "Kesalahan bukan terletak padaku, kesalahan pahampun tak
mungkin makin mendalam, yang ada cuma impian. Impian yang berakhir......."
"Tapi nona.......Kim tayhiap hanya kelewat cepat kalau bicara, padahal hatinya justru nan tulus.
Mungkin saja kata-katanya kurang berkenan dihati, tapi janganlah hubungan kalian menjadi retak
gara-gara urusan yang sepele........"
sambil berbicara dia melirik sekejap kearah Kim Thi sia tampak pemuda tersebut masih berdiri
termangu dengan alis matanya berkenyit kencang. Lin lin melanjutkan langkahnya kedepan
serunya ketus:
"Toako sekalian, mari kita pergi, bukankah dia telah menunjukkan sikap mengusir kita?"
Lima orang gagah dari Yang wi menghela napas panjang dan pelan-pelan menyusul
dibelakangnya .
seakan-akan baru sadar dari lamunannya, Kim Thi sia berseru tiba-tiba:
"Yaa, siapa yang sedang mengusir kalian? Harap kalian jangan menaruh salah paham."
Nada suaranya kedengaran lemah tak bersemangat, membuat orang lain susah untuk meraba
suara hatinya, mengapa sikapnya sebentar hangat sebentar marah dan garang bagaikan singa,
sebentar lagi bagaikan kucing?
Tanpa sadar kelima orang gagah Yang wi menghentikan langkahnya, sekilas rasa girang
menghiasi wajahnya.
Lapisan kabut hitam yang menyelimuti wajah Lin lin pun sedikit terhapus, sepasang matanya
nampaknya lebih cerah bagaikan sang surya yang mengintip dari balik awan.
Tapi dia hanya sejenak, kemudian sambil melanjutkan perjalanannya kedepan katanya lebih
jauh:
"Tidak. kita sudah berjanji sejak dulu, tak mungkin apa yang telah dijanjikan bisa dirubah
kembali......."
"Nona" dengan gelisah lima orang gagah dari Yang wi berseru. "Kim tayhiap sudah
mengungkapkan perasaan hatinya bahwa dia tidak mengusir kita, mengapa kau mesti
mengajaknya cekcok kembali?"
"Toako sekalian, siapa tahu setan apa yang sedang dipikir olehnya didalam hatinya?" sambil
bertepuk dada, lima orang gagah dari Yang wi berseru lagi:
"Nona, kami tak berani menjamin Kim tayhiap bukan manusia rendah seperti itu. Berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan kami selama bertahun-tahun mengembara dalam dunia persilatan,
dalamz sekilas pandangan saja kami sudah tahu kalau Kim tayhiap adalah orang polos yang
jujur........"
Lin lin tetap menggelengkan kepalanya sambil melanjutkan perjalanannya, ia berkata:
"Toako sekalian, aku merasa amat lelah, kepalaku pening ingin tidur. Ayoh hantarlah aku
pulang kekota aku tak ingin banyak berbicara lagi........."
Angin lembut berhembus mengacaukan rambut Lin lin yang hitam memanjang, menelimuti pula
bayangan punggungnya yang makin lama semakin menjauh.
Tiba-tiba Kim Thi sia seperti teringat akan sesuatu, sambil mencak-mencak kegusaran teriaknya
segera:
"Mengerti aku sekarang, kau pasti sudah mempunyai teman baru sehingga begitu tega kau
meninggalkan kawan lama, siapakah biang keladinya ini? Hmmm, selama Kim Thi sia masih hidup
didunia ini, dialah yang pertama-tama akan kulumat jadi abu"
saking gusarnya, luka yang diderita dalam tubuhnya menjadi kambuh, ia segera roboh
terjungkal keatas tanah dan tak mampu merangkak bangun kembali, bahkan untuk berbicara pun
susah. Namun dihatinya dia berteriak penasaran:
"Ciang sianseng.......Lin lini.....putri Kim huan......kalian semua adalah musuh-musuh
besarku......"
Entah berapa lama dia mengumpat, tahu-tahu pemuda itu sudah jatuh tertidur dengan
nyenyaknya.
Tak lama kemudian tampak sesosok bayangan abu-abu munculkan diri dari balik hutan. Dalam
dua tiga lompatan saja bayangan tadi telah tiba disisi pemuda tersebut.
orang itu berperawakan jangkung dan bermuka kurus, matanya dan bibirnya terkatup rapat.
Diawasinya sekejap wajah Kim Thi sia dari atas hingga kebawah, akhirnya pandangan itu
terhenti pada bungkusan obat yang masih berada dalam genggamannya.
"Dasar tolol......" terdengar orang itu bergumam. "Ada obat enggan digunakan sama artinya
mencari jalan kematian buat diri sendiri Kalau dilihat dari watakmu yang keras, kau nampak begitu
gagah dan luar biasa, tak tahunya perasaanmu begitu lemah....."
"Ya a, kau pasti sudah terbelenggu oleh asmara. Makin terjerumus makin dalam hingga
akhirnya tak tertolong, seperti juga aku."
Tapi dengan cepat ia teringat kembali semua sejak terjangan selama ini, sambil bertepuk dada
gumamnya lebih jauh:
"Aku tak mengerti apa artinya asmara, aku hanya tahu berbakti, membuat orang tuaku
bahagia. Aku tak pernah berharap ada gadis yang mendampingiku, aku adalah manusia sebatang
kara. sejak berumur enam belas tahun aku sudah sebatang kara, tiga puluh tahun bagaikan
sehari. Hingga kini aku tak pernah menyesal, tak pernah berubah pikiran- Banyak orang gagah
yang tidak bisa mengatasi soal cinta, tapi aku bisa, sepantasnya kalian belajar dariku, aku disebut
orang pelajar bermata sakti. Padahal yang benar aku cuma pelajar sebatang kara, sebab aku
berhasil mengatasi soal cinta dari dulu hingga sekarang belum pernah ada yang
mengungguliku......."
Bergumam sampai disitu dia termangu sejenak, lalu dengan wajah sedih lanjutnya:
"Tapi....tapi......bila dibicarakan sesungguhnya, aku.....akupun belum bisa membanggakan hal
ini......sebab aku pernah gagal, aku pernah menderita seperti kau sekarang, seandainya bukan si
malaikat pedang berbaju perlente mengakui sebagai abang seperguruannya dan selain memusuhi
diriku. Aku.....aku tetap seorang lelaki biasa, akupun tak pernah bisa mengatasi masalah
cinta......."
Makin bergumam pelajar bermata sakti menggumam makin jauh, jelas ia sudah dibuat tersiksa
dan menderita selama banyak tahun gara-gara persoalan ini.
selang sesaat kemudian, sambil menuding kearah Kim Thi sia yang tak sadarkan diri ia berkata
lagi:
"Kau adalah murid terakhir malaikat pedang berbajuperlente, kau telah memperoleh seluruh
warisan ilmu silatnya, berarti kau telah mewakilinya, kau tak ambil perduli masalah aturan, aku tak
perduli harus menggempur seorang angkatan muda, tapi aku akan selalu mengacau dirimu
terutama dalam soal hubungan cinta, dengan segala upaya aku akan menggagalkan
dirimu.......sebab dulu, gurumu si malaikat pedang berbaju perlente melalu
mengacau hubungan cinta kami, membuat hatiku kecewa dan dingin, hidup tak berarti,
beberapa kali hendak bunuh diri."
"Mungkin juga......" sorot mata sipelajar bermata sakti melotot makin berat dan makin tajam.
"Mungkin juga aku hendak berduel denganmu, aku tahu usiaku sUdah tua tak jauh dibandingkan
usiamu yang muda, namun aku memiliki sepasang mata yang memiliki daya pikat bagi wanita, aku
pasti akan mengungguli dirimu, bilamana perlu akan kurebut kekasihmu dengan mengandalkan
mataku yang tajam, aku akan memaksamu mengikuti jejakku, menjadi seorang manusia sebatang
kara."
"Dendam orang tua, anak yang harus membalas hutang angkatan tua, angkatan muda yang
mesti menanggung tindakanku inipun tidak menyalahi hukum. Apalagi aku hendak menolongmu
mengembalikan kekuatan tubuhmu agar kau bisa memberi perlawanan. Nah orang she Kim, disaat
dia sudah memahami bagaimana beratnya penderitaan yang kualami selama ini, maka kaupun
akan melupakan juga semua penderitaan pada dirimu sendiri"
sampai disini dia segera membangunkan Kim Thi sia, melepaskan pakaiannya yang robek dan
memeriksa luka yang dideritanya. Tiba-tiba ia berseru keras:
"suhu, hatimu sungguh keji, rupanya kau telah memutuskan urat penting ditangannya dengan
menggunakan tenaga Ci yang cengkhi. Tak heran kalau seorang pemuda yang lincah bagaikan
naga tiba-tiba kehilangan seluruh kekuatan tubuhnya, kau tak berperi kemanusian, aku benarbenar
tak mengerti mengapa kau berbuat demikian, apa yang menjadi tujuanmu......."
Pelajar bermata sakti mengambil air bersih dan membuka bungkusan obat itu lalu mengoleskan
kesetiap luka yang ada ditubuh Kim Thi sia merintih kesakitan dan mendusin kembali dari
pingsannya.
"Jangan bergerak" pelajar bermata sakti segera memperingatkan. "Disaat kutusuk jalan
darahmu dengan pisau nanti, usahakan untuk bertahan jangan bersuara, kalau tidak maka hawa
murnimu akan menyembur keluar hingga menyebabkan kematian."
Diam-diam Kim Thi sia bergidik, tapi ia mengangguk juga sambil melemparkan pandangan
terima kasih kepadanya.
sekalipun nada suara pelajar bermata sakti dingin menggidikkan, namun bagi pendengaran Kim
Thi sia justru lebih hangat dan ramah daripada suara Ciang sianseng.
"Paling baik gertak gigi keras-keras, aku segera akan turun tangan."
sambil berkata pelajar bermata sakti mencabut keluar sebilah pisau dari sakunya dan tanpa
mengucapkan sepatah katapun ditusukkan keatas jalan darah Hong awan hiat ditungkai Kim Thi
sia.
Darah segar segera menyembur keluar menodai tubuh mereka berdua.
Pelajar bermata sakti segera memutar pisaunya kuat-kuat, segumpal daging segera terkorek
keluar dari tungkai kaki pemuda itu.
Rasa sakit yang tidak terlukiskan dengan kata segera membuat Kim Thi sia lupa akan
peringatan, tidak tahan dia menjerit keras-keras.
Berubah hebat paras muka pelajar bermata sakti, secepat kilat ia cabut keluar pisaunya dan
menghantam jalan darah Hek seng hiat dibahu kiri Kim Thi sia sebanyak tiga kali.
Kim Thi sia segera merasakan segulung tenaga hisapan yang amat besar menyergap tubuhnya
secara otomatis ia menggerakkan tangannya untuk menangkis, saat itulah pelajar bermata sakti
mendengus tertahan sambil melepaskan sebuah tendangan keras.
Kim Thi sia segera tertendang hingga mencelat sejauh berapa kaki dan jatuh terjerembab
mencium tanah.
Dengan suara dingin menyeramkan pelajar bermata sakti segera menegur: "Hey orang she
Kim, apakah kau sudah bosan hidup?"
Kim Thi sia amat mendongkol, apalagi bila teringat apa yang terjadi barusan serta ucapan
pelajar bermata sakti yang begitu garang, ia mengira pihak lawan snegaja hendak
mempermalukannya, dengan suara keras sahutnya lantang:
"Pergi, pergi, aku tak sudi menerima pertolongan seperti in.., cepat enyah dari hadapanku, biar
aku mati disini dengan tenang" Pelajar bermata sakti mendengus lalu tertawa dingin
"Heeeeh......heeeeh......heeeeh tak nyana kau adalah manusia yang tak punya keberanian.
Menahan sakit penderitaan pun tak mampu, benar-benar manusia tak becus"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia sebetulnya dia hendak mengumpat orang itu, namun
setelah melihat wajah sipelajar bermata sakti yang berwarna kuning kehijauan dan jidatnya basah
oleh keringat jelas banyak tenaga yang telah dikorbankan untuk menepuk jalan darahnya tadi,
dengan nada minta maaf katanya kemudian-
"Rupanya aku memang bodoh, maaf, aku telah menganggap maksud baikmu menjadi niat
jahat."
Pelajar bermata sakti tertawa hambar.
"Masih membutuhkan pengobatan dariku? Gara-gara teriakanmu tadi, bukan saja usaha kita
semua gagal total, hampir saja akupun tak dapat menahan diri hingga turut menderita."
"Ya a, semua ini gara-gara salahku sendiri hampir saja aku menyeretmu terjerumus dalam
lembah penderitaan-"
"Sudah tak usah banyak berbicara lagi bila ingin hidup maka kau harus mendapat pengobatan-
Kalau tidak. aku akan pergi dari sini."
Meski Kim Thi sia tak senang hati namun teringat kebaikan orang lain. Rasa mendongkolnya
hilang separuh sambil menunjukkan senyum paksa katanya cepat:
"Tentu saja aku ingin hidup, justru yang kutakuti kau tidak memberi kesempatan kepadaku
untuk menyelamatkan diri"
"Kesempatan memang tak banyak. bila kau tak dapat memanfaatkan peluang yang ada maka
sekalipun aku berniat menolongmu niatku tersebut tak akan bisa dipergunakan-"
"Baik" kata Kim Thi sia kemudian sambil mengangguk. "Mari kita coba sekali lagi, bila kali ini
gagal akupun tak akan memanggilmu lagi"
Berbicara sampai disini, dia segera menggertak gigi sambil memejamkan matanya rapat-rapat.
"Kalau memang begitu, manfaatkan kesempatan yang terakhir ini dengan sebaik-baiknya."
Mendadak Kim Thi sia berseru lagi:
"Sobat, aku ingin bertanya kepadamu, sebetulnya ciang sianseng adalah orang baik atau orang
jahat? Dapatkah kau memberitahukan soal itu kepadaku.......?"
Pertanyaan yang muncul sangat mendadak ini segera membuat pelajar bermata sakti jadi
tertegun, selang sesaat kemudian ia baru berkata:
"Bukankah kau tahu bahwa aku adalah murid Ciang sianseng, mengapa kau ajukan pertanyaan
semacam itu kepadaku?"
"Aku lihat meski kalian punya hubungan sebagai guru dan murid, namun dalam pembicaraan
maupun tindakan justru sama sekali tak cocok satu dengan lainnya."
"Persoalan tersebut merupakan masalah kami pribadi, lebih baik orang luar tidak usah
mencampurinya, tidak terkecuali dirimu" kata sipelajar bermata sakti sambil menarik muka.
Kim Thi sia segera terbungkam dalam seribu bahasa, sementara dihati kecilnya dia
menggerutu.
"Masa ditanyapun tak boleh, bunuh, peraturan bau kalian kelewat banyak. tapi suatu ketika aku
pasti akan menunjukkan kenyataannya agar kau pingin disembunyikanpun tak bisa
menyembunyikan kembali."
sementara itu pelajar bermata sakti telah menyeka pisau emasnya dengan kain, lalu katanya
dengan suara dalam:
"sekarang aku hendak mulai lagi, bila kau takut sakit lebih baik katakan mulai sekarang,
daripada aku gagal melakukan pengobatan akibatnya diriku justru terjerumus kedalam lembah
kehancuran. Kau tahu, cara pengobatan yang kulakukan sekarang merupakan suatu cara
pengobatan yang amat menyerempet bahaya. Keberhasilan ataupun menyerempet hampir
semuanya tergantung pada kemampuan si penderita untuk menahan siksaan-" Kemudian katanya
lebih jauh:
"Aku tahu pikiran dan perasaanku sekarang sedang kalut karena perubahan yang kau alami
masalah cinta, padahal perasaan yang tersumbat semacam ini justru merupakan penghambat
yang hendak kulakukan. Itulah sebabnya kuharap kau bisa membuang jauh-jauh semua pikiran,
asal kau bisa berbuat begitu berarti usaha kita sudah berhasil separuh."
"Darimana kau bisa tahu kalau aku retak hubungannya dengan Lin lini......?"
Pelajar bermata sakti menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah bertanya dengan suara
keheranan-
"Nona itu bernama Lin lin? tampaknya dia amat menaruh perhatian kepadamu?"
"Hmm. siapa bilang dia menaruh perhatian kepadaku? Takpernah ada kejadian seperti itu" Kim
Thi sia mendengus. "Setiap kali menyinggung soal dia, hatiku menjadi sangat mendongkol.
Hmmm, apanya yang hebat sih dari dirinya? Mau pergi biarkan saja pergi, aku sih tidak kelewat
membutuhkan dirinya......"
"Pahit dalam perut, manis diujung bibir, kau tak perlu mengelabuhi diriku" kata pelajar bermata
sakti cepat. "Aku tahu rasa cintamu kepadanya sangat mendalam. Kalau bukan demikian, tak nanti
kau akan begitu mendongkol dan marah"
"Sudahlah, persoalan ini tak usah disinggung kembali, gara-gara dia, aku telah melakukan
perbuatan yang menyalahi abang seperguruanku sendiri setiap kali teringat akan dia....aaaai.
sudahlah tak usah dibicarakan terus toh perempuan didunia ini bukan cuma dia seorang toh
perempuan didunia ini belum mampus semua"
"Kau tahu, Lin lin mempunyai sebuah rahasia dan kebetulan rahasia tersebut dapat kuketahui"
kata sipelajar bermata tajam dengan nada sungguh-sungguh.
"Apa rahasianya?" tanya Kim Thi sia cepat. "Apakah dia sudah berhubungan intim dengan pria
lain?"
"Bukan begitu maksudmu"
"Lalu apa rahasianya?" gumam Kim Thi sia makin gelisah. "Apakah dia masih mempunyai
persoalan lain yang belum pernah diberitahukan kepadaku......?"
" orang she Kim, rasa cintamu kepadanya sudah kau perlihatkan secara jelas dalam kata-kata
serta mulut wajahmu. sekarang kau jangan mencoba mengelabuhi diriku lagi"
"Tapi......aku benar-benar sudah tidak menaruh kesan baik lagi kepadanya, seandainya ada, itu
dulu, sekarang aku sama sekali sudah tidak memikirkan tentang dirinya lagi"
" Inginkah kau mengetahui rahasianya?" tiba-tiba pelajar bermata sakti bertanya sambil tertawa
dingin.
Kim Thi sia ragu-ragu sejenak, tapi toh akhirnya dia menebalkan muka seraya mengangguk.
Pelajar bermata sakti mendengus dingin sambil melirik sekejap kearahnya dengan pandangan
rendah katanya:
"setelah kalian cekcok dan berpisah tadi, Lin lin berjalan terus menuju kedepan situ diikuti lima
orang lelaki kekar, karena tempo hari aku pernah berjumpanya sekali, maka etelah melihat dirinya
dari kejauhan, akupun segera memperhatikan dirinya secara sungguh-sungguh"
"Aku tahu" tukas pemuda itu cepat, "ayoh katakan apa rahasianya"
"Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi kuikuti mereka secara diamdiam,
sebetulya aku ingin mengetahui sedikit tentang keadaanmu, tapi disaat kalian sedang
cekcok tadi, sesungguhnya akupun sudah mengintai tak jauh disana, aku lihat paras muka kelima
orang lelaki kekar itu agak aneh, sebelum berbicarapun mereka saling memberi tanda, mula-mula
kukira kelima orang lelaki itu akan berniat jahat kepadamu, tapi sesaat kemudian kurasa hal ini
pun tak mirip. sebab sikap mereka terhadap dirimu cukup menghormat."
"Tatkala kalian telah berpisah dan kau jatuh tak sadarkan diri, sebetulnya aku ingin segera
menolongmu, tapi tiba-tiba saja kujumpai sudut mata Lin lin telah basah oleh air mata, karena itu
timbul suatu perasaan aneh dalam hati kecilku sekalipun sikap Lin lin dihadapanmu dingin dan
hambar, mengapa disaat berpisah ia dapat menunjukkan sikap berat hati? Perubahan tersebut
berlangsung dalam waktu yang singkat, sebagai lelaki yang kasar kau tak menemukannya, tapi
perubahan sikap tersebut tak nanti bisa lolos dari ketajaman mata saktiku."
"Tak lama kemudian mereka telah menempuh perjalanan sejauh satu li, saat itulah tiba-tiba Lin
lin menangis terseduh, isak tangisnya amat memedihkan hati, cepat-cepat kukerahkan ilmu
meringankan tubuhku untuk menyembunyikan diri dibalikpohon besar, pada waktu itu kelima
orang lelaki kekar tadi berusaha membujuk dan menghiburnya, tapi Lin lin tak mau menuruti,
sambil menangis dia bahkan menegur kelima orang itu yang dibilang cara yang diajarkan tak
benar sehingga menyebabkan kesalahan paham, diantara kalian bertambah dalam."
"sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya Kim Thi sia tertegun berapa saat.
"sikap dingin dan tak acuh dari Lin lin sesungguhnya hanya sikap berpura-pura, karena
sesungguhnya dia amat mencintaimu, ingin berbaikan lagi denganmu. Tapi dia menuruti nasehat
dari kelima lelaki kekar tadi untuk berlagak menjauhi dirimu. Ya....kelima orang lelaki itu memang
sudah berpengalaman cukup dalam masalah cinta, tipu muslihat mereka memang cukup banyak.
tapi kali ini mereka salah perhitungan, akibatnya dialah yang menjadi korban-"
"Kalau begitu sikap dingin dari Lin lin tak lain dikarenakan dia ingin kembali kesisiku sehingga
sengaja berbuat demikian?"
"Tentu saja, tapi kelima orang tersebut tidak memahami perasaanmu, mereka mengira cara
tersebut pasti akan berhasil untuk membawamu kembali kesisi Lin lin- sayang seribu kali sayang
akhirnya mereka justru melukis ular diberi kaki, bukan kebaikan yang dingin, kerenggangan
hubungan yang terjadi, kalian berdua harus menjadi korban kesalahan tafsir mereka........"
Makin dipikir Kim Thi sia merasa pendapat tersebut makin mendekati kebenaran, diapun dapat
merasakan betapa cinta dan mesrahnya sikap Lin lin terhadapnya.
Tak kuasa lagi hatinya menjadi kecut rasa sedih dan menyesal pun seketika menyelimuti
seluruh perasaannya.
"Kalau begitu aku takpantas menegur dan memakinya dengan suara keras....." dia bergumam
lirih.
"Yaa, berita itu boleh dibilang merupakan berita baik, terhitung juga sebuah rahasia besar,
tujuanku mengutarakan rahasia ini tak lain adalah berharap agar kau jangan bertindak dan
mengambil suatu keputusan hanya berdasarkan perasaan. Berdasarkan pada luapan emosi, tapi
pikir dan pertimbangkan dulu sematang- matangnya."
Padahal tujuam yang sebenarnya dari pelajar bermata sakti bukanlah begitu, sudah barang
tentu diapun tak bisa mengungkapkan rahasia dari tujuan sesungguhnya kepada Kim Thi sia.
sementara itu Kim Thi sia telah berteriak keras:
"Kalau begitu aku harus mencarinya hingga ketemu......."
Tanpa terasa dia mengeluarkan kotak Hong wan dan membelainya dengan penuh kasih sayang,
dengan memegang kotak itu dia merasa bagaikan sedang memeluk Lin linsebaliknya
sipelajar bermata sakti seakan-akan beru saja menemukan suatu peristiwa besar
yang amat mengejutkan hati sepasang matanya terbelalak lebar-lebar dan mengawasi kotak
tersebut tanpa berkedip. mulutnya terbungkam sementara rasa terkejut bercampur keheranan
mencekam seluruh perasaan hatinya.
Menyusul kemudian dengan suatu gerakan yang amat cepat dia berusaha menyambar kotak
Hong wan tadi.
Namun Kim Thi sia sudah membuat persiapan, ketika sipelajar bermata sakti menggerakkan
tangannya untuk merebut, ia segera menggunakan jurus "mengumpulkan awan membuyar kabut"
dari ilmu pedang panca Buddha untuk menyongsong datangnya gerakan tersebut sambil
bentaknya keras-keras:
"Hey pelajar bermata sakti, bila kau berani bertindak secara sembarangan, aku akan
musnahkan kotak ini"
Dalam waktu singkat pelajar bermata sakti merasakan dihadapan matanya telah muncul
berlapis-lapis bayangan tangan yang muncul dari empat empat arah delapan penjuru, dalam
terkejutnya ia segera menarik kembali serangannya sambil berseru:
"orang she Kim, kau jangan salah paham, aku sama sekali tak bermaksud untuk merebut benda
itu, sesungguhnya........"
"sesungguhnya kotak Hong wan adalah sebuah benda mestika bukan?" sambung Kim Thi sia
setengah mengejek.
Pelajar bermata sakti segera mendengus dingin.
"Kau jangan mengaco belo secara sembaragan terus terang saja kubilang barang siapa
membawa benda ini maka jiwanya akan berada diujung tanduk sering kali dalam keadaan tanpa
sadar dia akan kehilangan jiwanya secara percuma. Kini aku berusaha merebut benda tersebut
karena terdorong niat baikku, bila kau menganggap aku berambisi untuk mendapatkan mestika
tersebut, hal ini sama artinya kau punya mata namun tak berbiji." Kim Thi sia segera tertawa
mengejek.
"Heeeeh.......heeeeeh.......heeeeh......apa gunanya kau membantah? Bukankah secara terangterangan
kau telah berusaha merebutnya barusan? Kalau dibilang hal tersebut terdorong oleh niat
baik, Hmmm, siapa pula yang mau percaya?"
Paras muka sipelajar bermata sakti berubah hebat agaknya semenjak dilahirkan dari rahim
ibunya, belum pernah ia peroleh penghinaan seperti ini, tapi hanya sejenak saja sikapnya telah
pulih kembali seperti sedia kala, hanya sepasang "mata iblis" nya memancarkan sinar tajam yang
amat menggidikkan hati.
"Aku tak akan menghalangi bila kau tak ingin hidup lebih lama" katanya kemudian-"Tapi
kuanjurkan kepadamu, lebih baik rahasiakan benda tersebut dan jangan biarkan siapapun
mengetahui rahasia tersebut, kalau tidak bukan cuma gembong-gembong jago persilatan saja
yang akan mengancam jiwamu, bahkan-........"
Berbicara sampai disini, tiba-tiba ia merasa seperti sudah salah berbicara hingga cepat-cepat
menutup mulutnya kembali. sementara sorot matanya yang tajam mengawas wajah Kim Thi sia
tanpa berkedip.
Dasar bodoh, ternyata Kim Thi sia tidak bisa menangkap arti yang lebih mendalam dari
perkataan tersebut, dia masih menganggap perkataan tersebut sebagai ucapan mendongkol
seseorang.
Dengan cepat dia menyimpan kembali kotak rahasia tersebut kedalam sakunya, kemudian
dengan pandangan curiga dia memandang lagi kearah sipelajar bermata sakti.
"Tak usah curiga, nilai dari kotak Hong wan tersebut akan membuat dirimu mimpipun
takpernah menduganya sama sekali. Kalau bukan demikian, orang persilatan tak akan memandang
tinggi benda tadi."
"Loheng, apa maksudmu?"
"Babi goblok" umpat pelajar ebrmata sakti tak senang hati. "Kau bakal mendapat kembali
nyawamu dengan mestika yang terkandung dalam kotak tersebut, masa soal beginipun tidak
kaupahami?"
Kim Thi sia kontan saja mencak-mencak kegusaran ketika mendengar dirinya dimaki sebagai
babi goblok. teriaknya keras:
"Loheng, kalau berbicara sedikitlah tahu diri, kalau kubilang tidak mengerti berarti aku benarbenar
tak mengerti. sampai sekarangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa gerangan
yang telah terjadi. Kau jangan sedikit-dikit memaki orang, kau tahu biar sampai dimanapun Kim
Thi sia tak akan takut kepadamu" Dengan kening berkerut, pelajar bermata sakti segera berseru
penuh amarah:
"Kau benar-benar manusia yang tak tahu diri, setengah hidupku sudah banyak orang yang
kutolong, namun belum pernah kujumpai manusia yang tak tahu adat macam dirimu. Hmmm,
anggap saja aku sudah repot selama setengah harian dengan percuma......."
"Bila kau mengajakku berbicara secara baik-baik, tentu saja aku akan berterima kasih
kepadamu, tapi bila kau memaki diriku sebagai babi goblok. tentu saja aku tak terima......"
"sudah memandang pada keadaanmu yang hampir mampus, aku tak akan ribut lebih jauh tapi
suatu ketika bila kau beruntung dapat hidup dan bersua lagi denganku, saat itulah aku akan
memberi pelajaran yang setimpal atas kelancanganmu hari ini" selesai berkata dia segera
membalikkan badan dan siap beranjak pergi dari situ.
Kim Thi sia dengan watak kerbaunya merupakan seorang pemuda yang tak bisa dihadapi
secara keras. Ketika mendengar perkataan tersebut dia segera menarik mukanya dan berteriak
keras:
"Loheng, tak usah dibilang lain kali, sekarangpun aku tak akan takut menghadapi dirimu"
Bila berada dihari-hari biasa, Kim Thi sia bakal berbuat demikian lancang, dan tak tahu diri.
Tapi berbeda sekali dengan keadaan sekarang. Kesatu sikap aneh dari pelajar bermata sakti
adalah sikap yang tak bisa dihadapi siapapun dengan begitu saja kedua sifat berangasannya
akibat penderitaan putus cinta membuat pemuda itu gampang suka naik pitam dan mengumbar
hawa amarahnya.
Pelajar bermata sakti sudah berjalan berapa langkah ketika mendengar perkataan tersebut,
tiba-tiba ia membalikkan badan dan berseru dengan suara dingin
"orang she Kim, kau jangan berkaok-kaok seperti setan kelaparan, bukan aku memandang hina
dirimu. sekalipun kau beruntung bisa hidup lima tahun lagipun belum tentu kau bisa
menandingiku"
Kim Thi sia yang pada dasarnya sudah gusar, kini semakin meluap amarahnya setelah
mendengar perkataan itu, sedemikian gusarnya sampai tangan dan kakinya gemetar keras, kalau
bisa dia ingin selepasnya memperoleh kembali seluruhnya kepandaian silatnya lalu berduel tiga
jurus dengan orang tersebut.
" orang she Kim" kata pelajar bermata sakti lagi. "sekarang juga aku hendak pergi dari sini,
kuharap kau bisa melanjutkan hidup segera sehat walafiat. Bila ada kesempatan carilah aku untuk
berduel serta melampiaskan semua rasa kesalmu selama ini. Dan akhirnya aku perlu
menganjurkan kepadamu cara yang paling aman dan paling terjamin untuk menyelamatkan diri
adalah berusaha mempelajari ilmu silat yang ada didalam kotak Hong wan itu"
Tergerak perasaan Kim Thi sia sesudah mendengar perkataan itu, namun sebagai pemuda yang
keras kepala, dia tak ingin mengaku kalah dihadapan orang lain, katanya acuh tak acuh:
"Mati hidup berada ditangan Thian, aku Kim Thi sia bukan manusia yang takut mampus, bila
kau hendak pergi, soal ini merupakan kebebasanmu sendiri, aku tak ingin turut mencampurinya. "
Pelajar bermata sakti mendengus dingin, dalam dua tiga lompatan saja ia sudah berkelebat
menuju kejalan dan sesaat kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
"setan busuk" Kim Thi sia segera bergumam. "Lima tahun kemudian bila aku tak mampu
menghajarnya sampai sekarang minta ampun, mungkin setanpun akan merasa keheranan-..."
Tiba-tiba serombongan burung gagak terbang melintas dan meninggalkan suata pekikan yang
memilukan hati. Kim Thi sia merasakan hatinya bergidik, bayangan kematian seakan-akan
menyelimuti sekeliling tubuhnya.
Tiba-tiba dari kejauhan situ berkumandang datang suara nyanyian yang amat merdu. suara itu
makin lama makin mendekat, dengan gembira Kim Thi sia melompat bangun dan menengok
kearah mana datangnya suara nyanyian merdu itu.
Tapi dengan cepatnya dia telah melihat suatu benda yang amat dikenal sekali olehnya, yaitu
sebuah tandu kecil yang digotong oleh tiga manusia raksasa. orang-orang itu amat dikenal
olehnya dan membuat pemuda tersebut merasakan hatinya tercekal, buru-buru ia duduk kembali
keatas tanah.
Untuk sementara waktu ini dia tak ingin bertemu dengan putri Kim huan beserta ketiga orang
pengawal, apalagi dalam keadaan lemah seperti ini, dia tak ingin menjadi bulan-bulanan mereka
lagi.
Tak lama kemudian rombongan tandu itu sudah pergi menjauh dan lenyap dikejauhan sana.
sudah satu jam lebih Kim Thi sia duduk termenung, ketika teringat akan lin lin tanpa terasa ia
mengeluarkan kembali kotak Hong wan tersebut dan membelainya dengan penuh kasih sayang.
Tapi rasa sakit yang dirasakan dalam tubuhnya segera menyadarkannya kembali dari lamunan,
tiba-tiba saja ia teringat dengan perkataan sipelajar bermata sakti tadi.
Akhirnya terdorong rasa ingin tahu dia membuka kotak Hong wan tersebut serta diperiksa
isinya.
Namun dengan cepat ia menghela napas kecewa isi kotak tersebut bukan benda mestika
melainkan sebuah lentera kecil yang terbuat dari tembaga hijau.
Lentera hijau itu tidak ada yang aneh dan nampak sederhana sekali, Kim Thi sia tidak habis
mengerti dimanakah letak ke mestikaan benda tersebut hingga menjadi benda rebutan umat
persilatan-......?
Dengan perasaan mendongkol ia membuang lentera kecil itu kesudut pohon, tapi saat itu juga
dia seperti mendengar suara dentingan lirih dari balik lentera kecil itu.
Menghadapi kematian yang serasa makin didepan mata, Kim Thi sia merasakan pikirannya
berubah menjadi semakin tenang, tiba-tiba pikirnya:
"Mengapa aku tidak membuka lentera ini dan diperiksa apa isinya? Paling tidak aku bisa
mengisi waktu yang senggang ini dengan kesibukan?"
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dia pungut kembali lentera kecil itu serta digoyangkan
berulang kali.
Dari dalam lentera segera bergema suara dentingan kecil,seolah-olah ada dua lembar besi yang
saling beradu satu lainnya.
"Benar-benar aneh sekali" demikian dia berpikir, seharusnya dalam lentera berisi banyak,
kenapa dalam lentera ini justru disimpan dua benda kecil tersebut?"
Didorong oleh rasa ingin tahu, iapun memasukkan jari tangannya kedalam lentera tadi serta
dirabanya benda kecil dalam lentera tersebut.
Ternyata disitu terdapat dua benda bulat yang lunak dan halus menyerupai dua buah bola kecil,
berbeda sama sekali dengan dugaannya yang semula yaitu benda sebangsa besi. "sungguh aneh"
kembali pemuda itu berpekik.
sekarang dia baru teringat dengan ucapan dipelajar bermata sakti yang dinilai mempunyai
maksud dalam satu ingatan segera melintas dalam benaknya. "Aaaaah, ternyata benda ini
memang luar biasa......" kembali gumamnya lirih.
Maka dengan berhati-hati sekali dia masukkan jari tangannya untuk mengorek keluar benda itu
namun sayang mulut lentera kelewat kecil, biarpun sudah dikorek setengah harian lebih namun
benda yang bulat lunak itu belum berhasil dikorek keluar.
semakin susah benda itu diambil, semakin besar pula rasa ingin tahu pemuda ini, dalam
gelisahnya dia segera mencoba menjepit bola kecil yang empuk itu dengan jari tangannya lalu
berniat menekannya lebih kecil agar bisa dikorek keluar.
Akan tetapi bola kecil yang empuk itu betul-betul aneh sekali, kalau hanya disentuh benda
tersebut terasa lunak. maka tatkala dijepit dengan tenaga ternyata berubah menjadi keras seperti
baja.
Kim Thi sia menjadi kerepotan setengah mati, dia sudah berusaha setengah harian lebih hingga
bermandi keringat, namun usahanya tak pernah berhasil......
Dalam keadaan begini, watak kerbaunya lagi-lagi muncul, sambil menuding kearah lentera kecil
itu umpatnya:
"Setan sialan, kau tak usah bergaya. Lihat saja locu banting dirimu sampai remuk"
Tentu saja ucapan mana hanya kata-kata orang mendongkol. Benda tersebut dipandang
sebagai mestika oleh umat persilatan. sudah barang tentu dia tak akan membuang lentera hijau
tadi dengan begitu saja.
Pikir punya pikir, tiba-tiba saja pemuda itu merasakan dadanya menjadi lega dan nyaman
sekali, gerak geriknya terasa lebih enteng dan cekatan. Diam-diam ia berpikir dengan terperanjat:
"Hey, apa yang telah terjadi? sepertinya ada orang telah mengobati luka dalamku secara diamdiam?
Kalau bukan begitu, kenapa tubuhku yang semula terasa tersiksa, kini terasa begini nyaman
dan segar?"
Makin dipikir dia semakin keheranan, makin keheranan diapun semakin ingin tahu apa
gerangan yang telah terjadi.
Buru-buru dia mencoba bangkit berdiri serta mengatur pernapasan, seketika itu juga ia merasa
dadanya amat lega. Hawa murninya berputar seperti keadaan sebelum terluka.
Ia makin terkejut lagi sewaktu telapak tangannya diayunkan menghantam sebatang pohon
besar yang tumbuh disamping kirinya. "Plaaaakkk......" diiringi suara keras, pohon itu bergetar
keras dan daun serta ranting berguguran keatas tanah.
"Waaah.....sungguh aneh" teriaknya dengan perasaan amat terperanjat. "Mungkin ada kejadian
yang begini aneh didUnia ini?"
sepanjang hidup ia paling takpercaya dengan segala yang gaib, tiap orang menyinggung
masalah tersebut, dengan kening berkerut ia selalu memaki orang itu sebagai gila.
Tapi sekarang, kepercayaan atas hal tersebut mulai goyah, dia mulai curiga jangan-jangan
memang ada setan atau dedemit yang telah menembuhkan luka dalamnya itu. Tiba-tiba ia teringat
dengan benda lunak dalam lentera kecil itu, segera pikirnya:
"sudah pasti gara-gara tersebut, tentu benda ini yang membuat ulah. sewaktu dibuang tadi
rasanya begitu lunak. tapi ketika berbenturan menimbulkan suara seperti besi, benda ini aneh bin
ajaib, sudah pasti kesembuhan lukaku dikarenakan benda ini." Berpikir sampai disitu, gumamnya
lebih jauh:
"Kalau begitu bukan tanpa sebab Ciang sianseng menyiarkan berita yang mengatakan bahwa ia
bersedia mewariskan segenap ilmu silatnya untuk ditukar dengan benda ini, tapi apa gunanya
Ciang sianseng mencari benda ini? ilmu silatnya telah mencapai tingkatan kesempurnaan- Air dan
api susah melukai tubuhnya, masa dia seperti aku juga, menderita luka yang parah....."
Persoalan semacam ini tak ingin dia pikirkan lebih jauh. sebab ia sekarang mempunyai
kekuatan, dengan kekuatan ini dia bisa menyelesaikan banyak persoalan.
Karenanya cepat-cepat dia menyimpan kembali kotak mestika itu, namun ditemukan pakaian
bagian atasnya telah lenyap tanpa terasa pikirnya ragu:
"sekarang aku harus mencari pakaian dulu sebelum pergi menyelesaikan persoalanpersoalanku.
"
Ditengah hutan sulit baginya untuk mencari pakaian, setelah berpikir sesaat diapun mengambil
daun pohon yang diikatnya menjadi satu sebagai pengganti baju, lalu dengan menelusuri jalan
setapak ia berangkat menuju kearah barat. sepertanak nasi kemudian-......
Dari kejauhan tiba-tiba bergema suara petikan khiem yang amat merdu. Kim Thi sia cukup
mengenal suara tadi, karena tempo hari diapun pernah mendengar irama tersebut disaat ia
disekap dalam kamar penginapan-
Dengan cepat ia merubah arah tujuannya, dengan langkah lebar pemuda itu bergerak
mendekati sumber irama medu itu.
Ia mengerti, putri Kim huan sangat menyukai pedang Leng gwat kiamnya, oleh sebab itu sudah
dapat dipastikan pedang mestika itu pasti berada didalam tandu.
Ia tak kuatir putri Kim huan akan bersedih hati karena kehilangan pedang Leng gwat kiam yang
hendak dirampasnya sekarang, sebab dia memang tak menaruh simpatik terhadap gadis tersebut.
sepanjang jalan ketiga orang raksasa tersebut itu tidak sadar kalau dibelakang mereka bertiga
ada orang yang menguntil. Hal ini bukan disebabkan tenaga dalam mereka bertiga belum
mencapai puncak kesempurnaan, tapi disebabkan irama khiem yang begitu merdu telah mengisap
semua perhatiannya.
Tanpa bersusah payah Kim Thi sia mendekati tandu kecil itu hingga jarak tiga kaki, satu ingatan
segera melintas dalam benaknya, diam-diam ia mengambil sebutir batu besar lalu dilemparkan
kesisi kiri arena. "Blaaaaaaaaaaaammmmm........."
Jangan dilihat ketiga orang raksasa itu besar lagi bebal, disaat bergema suara lirih serentak
mereka mengalihkan perhatiannya kearah mana batu besar itu jatuh. Bahkan seorang diantaranya
segera melambung diangkasa dan melancarkan dua serangan dahsyat yang menggempur batu
besar tadi sehingga hancur berkeping-keping.
Walaupun Kim Thi sia amat terkejut melihat kelihayan musuhnya, namun ia tak berani berayal,
memanfaatkan kesempatan disaat ketiga orang itu mengalihkan perhatiannya kearah lain dengan
gerakan cepat ia menyusup kesisi tandu dan menyingkap tirainya.
Begitu tirai tersingkap dengan sorot mata yang tajam Kim Thi sia memandang sekejap
sekeliling tandu, belum sempat putri Kim huan menjerit kaget tahu-tahu pedang Leng gwat kiam
telah terjatuh ketangannya.
setelah pedang berada ditangan, Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, ia segera tertawa
tergelak suaranya keras memekikkan telinga.
Gerak reftek dari ketiga manusia raksasa itu sungguh mengagumkan, tahu-tahu seorang
diantara mereka sudah membalikkan badan sambil melancarkan sebuah sapuan kilat sementara
sepasang tangannya direntangkan mengancam tubuh bagian atas dan bawah musuh.
Kim Thi sia tidak gentar menghadapi ancaman tersebut, dengan tanpa ragu-ragu dan
mengeluarkan jurus "bunga pedang diatas api" dan "bayangan pedang dibalik salju" dari ilmu
pedang panca Buddha untuk membendung datangnya ancaman. "sreeeet......sreeeeet........"
Dibawah babatan pedang Leng gwat kiam yang memancarkan hawa dingin, terasa segulung
angin serangan dahsyat mengancam dua orang raksasa yang berada dekat dengannya.
Begitu hebat serangan tersebut, mau tak mau terpaksa kedua orang raksasa itu berpekik keras
dan melompat mundur kebelakang. Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah.....bila tidak puas, silahkan untuk mencoba lagi, biar aku cuma
selembar jiwa, kita lihat saja nyawa kalian bertiga yang bakal ludas atau nyawaku seorang......"
Dengan suatu gerakan cepat ketiga orang raksasa itu sudah saling memberi tanda sambil
melakukan gerakan mengepung, senyum menyeringai yang menyeramkan menghiasi orang-orang
itu, seolah-olah seratus persen Kim Thi sia bakal mampus ditangannya.
Jangan dilihat Kim Thi sia kasar orangnya, ia memiliki kecerdasan otak yang luar biasa, dalam
keadaan begini dia tak berani untuk bertindak gegabah, sambil berdiri menanti pedangnya
disilangkan didepan dada, sementara telapak tangan kirinya siap melepaskan pukulan.
Ketiga orang raksasa itupun tidak ambil diam, sambil mengerahkan tenaga masing-masing
hingga terdengar suara gemerutukan nyaring, ketiga orang itu siap melancarkan serangan
mematikan.
Disaat yang amat kritis itulah mendadak terdengar bentakan nyaring bergema dari balik tandu.
"Tunggu dulu"
Ketiga orang raksasa serentak menghentikan gerakannya sambil menunjukkan wajah tak
senang. Mereka heran apa sebabnya majikan mereka selalu berusaha menghalangi usaha mereka
bertiga setiap kali mereka hendak membunuh Kim Thi sia, padahal orang lain tak pernah saat
keadaan demikian.
Tentu saja mereka bertiga tak berani banyak bertanya, sebab bila hal tersebut ditanyakan,
majikan mereka selalu naik darah dan memerintahkan mereka berlutut berjam-jam lamanya
sebagai hukumansementara
itu putri Kim huan telah melirik sekejap kearah Kim Thi sia, sesaat kemudian dia
mengulurkan tangannya yang putih seraya berkata:
" Kembalikan kepadaku"
Kim Thi sia paling benci melihat sikap sinona yang sangat sombong itu, dengan sinis ia
mendengus, lalu jengeknya: "Apa kau bilang?"
" Kembalikan pedang itu kepadaku"
Kim Thi sia berlagak tidak mengerti, sambil garuk kepala ia bertanya lagi: "Kau sedang
memerintah kepadaku ataukah memohon kepadaku?"
Putri Kim huan segera mengepal tangannya kencang-kencang, sesaat lamanya ia tak
mengucapkan sepatah katapun, jelas ia sedang marah karena ulah pemuda tersebut. Melihat
sinona sudah marah, Kim Thi sia segera mengejek kembali: "Apakah kau sedang memberi
perintah?"
"Benar"
Kim Thi sia sengaja menjulurkan lidahnya dan mengejek.
"Sejak kapan sih pedang Leng gwat kiam ini menjadi benda milikmu?"
"Aku tak ambil perduli soal itu, pokoknya pedang tersebut harus kau kembalikan kepadaku bila
tak ingin mendapat kesulitan"
"Waduh......gayamu memang luar biasa aku toh baru saja bertanya. sejak kapan pedang
mestika ini menjadi benda milikmu? Memangnya kau membeli dariku? Atau mungkin kau mencuri
milikku?"
"Aku telah membelinya darimu"
Kim Thi sia memang berniat membuat gadis ini jengkel, ia sengaja membuat muka setan dan
berseru sambil menjulurkan tangannya kemuka.
"Mana uangnya? Yang penting bagi suatu transaksi dagang adalah pembayaran kontan-Kau toh
tak bisa membayar pedang Leng gwat kiam ku hanya dengan ucapan kosong......."
"Uangnya toh sudah kuserahkan kepadamu, kau jangan mungkir" seru putri Kim huan sewot.
"Apa iyah?" Kim Thi sia pura-pura keheranan- "Tapi aku tak pernah menerima uangmu, coba
lihat dandananku sekarang seandainya aku ini berduit, buat apa aku memakai daun pohon sebagai
baju......."
Putri Kim huan marah sekali, dia tahu pemuda tersebut memang sengaja mengejeknya. Tapi
pedang Leng gwat kiam sudah jatuh ketangan pemuda itu, meski mangkel gadis itupun tak bisa
berbuat banyak. Terpaksa dia berkata lagi:
"Aku tak mau tahu, pokoknya sebelum pedang itu dikembalikan kepadaku, jangan nanti kau
bisa kabur dari sini" Kim Thi sia segera tertawa.
"ooooh, kau tak boleh aku pergi, suruh aku tidur disini? sekarang hari sudah larut malam,
apakah aku harus tidur ditempat terbuka. Aku bisa sakit parah kalau tiduran ditempat terbuka
seperti ini"
"Lebih baik kau mampus saja" teriak putri Kim huan marah sekali. "Aku membencimu setengah
mati"
Mendengar perkataan ini Kim Thi sia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
"Kau hendak kabur?" teriak putri Kim huan-
Kim Thi sia tak ambil perduli, dia tetap melanjutkan perjalanannya kedepan-
Berubah hebat paras muka putri Kim huan yang cantik, ia tak bisa menahan diri lagi. segera
bentaknya:
"Berhenti"
Kali ini Kim Thi sia menghentikan langkahnya danpelan-pelan berpaling, kemudian dengan
suara mendongkol ia bertanya:
"Nona, ada urusan apa kau memanggilku."
"Kau jangan harap bisa melarikan diri" seru putri Kim huan dengan penuh kebencian-
"Melarikan diri?" Kim Thi sia membelalakkan matanya lebar-lebar. "siapa bilang aku hendak
melarikan diri?"
"Kau masih mungkir, bukankah tadi...." Kim Thi sia segera menukas:
"ooooh.....bukankah kau menyuruh aku pergi mati? sekarang aku hendak pergi mati, mengapa
kau mengatakan aku melarikan diri?"
Putri Kim huan menjadi tertegun, dia sama sekali tak menyangka kalau Kim Thi sia akan
menggunakan permainan semacam ini untuk membungkamkan mulutnya. setelah termangu
sejenak. akhirnya dia baru berkata dengan gemas: " Kalau ingin pergi mampus, cepatlah mampus,
tapi tak usah kau bawa serta pedang itu"
JILID 17
"Kalau aku pergi untuk mampus?" Kim Thi sia balik bertanya sambil membuka matanya lebarlebar
dan tertawa mengejek. "Apa pula yang hendak kau lakukan?"
Sekali lagi putri Kim huan dibuat termangu, rasa mangkel yang tak tersalur keluar membuat
paras mukanya berubah, sementara butiran air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Baru pertama kali ini dia merasakah pembalasan dari Kim Thi sia, meski baru permulaan namun
sudah cukup menyakitkan hatinya.
Akhirnya dia menjadi sangat lemah, sebab bila seorang yang keras kepala dan angkuh telah
bertemu dengan orang yang lebih keras kepala dan angkuh, maka sekalipun dalam hati kecilnya ia
mempunyai keangkuhan yang luar biasa, namun senang perasaan mana tak mampu dilampiaskan
keluar.
Begitu pula keadaan putri Kim huan dihadapan Kim Thi sia sekarang, ia tak mampu
mengemukakan keangkuhan serta sikap ingin menangnya, entah mengapa kalau terhadap lelaki
lain ia selain bersikap acuh dan memandang rendah, sebaliknya terhadap Kim Thi sia ia
berpandangan lain-
Sementara itu Kim Thi sia merasa gembira sekali setelah semua rasa mangkel yang
disimpannya selama berhari-hari akhirnya terlampiaskan keluar. Apalagi sesudah menyaksikan
gadis itu mencucurkan air mata dengan perasaan mendongkol ia amat gembira dan puas.
sambil memegang pedangnya ia segera berbalik badan dan pergi meninggalkan tempat itu.
Kali ini putri Kim huan tidak berusaha menghalanginya, malah sewaktu ketiga orang anak
buahnya berniat menghadang, ia justru membantu Kim Thi sia untuk menegur mereka sehingga
pemuda itu bisa pergi dari situ dengan bebas.
Kim Thi sia pun tidak mengucapkan kata-kata terima kasih, sebab dia menganggap hal ini
sudah seharusnya demikian, maka sambil tertawa katanya kemudian:
"Aku tak akan mencari gara-gara denganmu lagi, sebab pedang Leng gwat kiam telah kembali
ketanganku, tapi ingat bila kau berniat merampas pedangku lagi, jangan salahkan bila aku pun
akan menyatroni dirimu lagi."
"Aku tak menginginkan pedangmu lagi......" putri Kim huan berbisik lirih.
Kim Thi sia segera tertawa tergelak.
"Haaaaah......haaaah......haaaah......kalau begitu aku harus pergi sekarang, moga- moga
nasibmu selalu mujur"
Ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi.
Putri Kim huan berusaha mengamati wajahnya, berharap pemuda itu menunjukkan sikap berat
hati untuk meninggalkannya, tapi gadis itu segera merasa kecewa, seperti tempo hari Kim Thi sia
tidak meninggalkan kesan apapun.
Pemuda itu bagaikan tak berperasaan, ia tak pernah memandang sebelah mata pun terhadap
gadis cantik. Tapi justru karena ia makin besar pula keinginan putri Kim huan untuk mendekatinya.
Karena ia berprinsip makin susah suatu benda diperoleh, makin berharga pula nilainya.
Dengan wajah termangu-mangu dia memandang hingga bayangan punggung Kim Thi sia
lenyap dikejauhan sana, perawakan tubuhnya yang kekar dan sikapnya yang angkuh dan keras
kepala, entah mengapa justru meninggalkan kesan yang indah didalam hati kecilnya.
Dengan langkah lebar Kim Thi sia memasuki sebuah kota, dia ingin mengisi perut
sekenyangnya dan beristirahat sepuasnya.
Tapi saat ini dia tak beruang barang sepeserpun, apalagi pakaian hanya terdiri dari daun
pepohonan, namun ia tak ambil perduli kesemuanya itu. Dengan langkah cepat dia memasuki
sebuah rumah makan.
Rumah makan merupakan tempat berkumpulnya berbagai macam manusia, tak heran kalau
kehadiran Kim Thi sia dengan dandanan yang super luar biasa ini segera menarik perhatian orang
banyak. Hampir semua perhatian dan pembicaraan orang disitu tertuju kepadanya.
Kim Thi sia tak takut menghadapi semua masalah, tapi ia takut disebut orang bodoh. Apalagi
melihat sikap semua orang yang memandang aneh kearahnya, ibarat duduk diatas jarum, ia
merasa amat tak tenang.
Dalam keadaan begini, kalau bisa dia ingin mencari seorang bajingan, merampas pakaiannya
dan mengganti baju dedaunan itu dengan pakaian yang layak.
sementara dia masih masgul, tiba-tiba dari arah meja sebelah timur muncul seorang laki
bermata tikus yang berjalan mendekati kearahnya.
sejak masuk kepintu rumah makan, Kim Thi sia sudah menaruh perhatian kepada mereka,
sebab beberapa orang itulah yang mentertawakan dia kelewat batas malah sambil menuding
kearahnya mereka mengejek dirinya sebagai orang "gunung", "orang liar".
Ia merasa amat gusar dan berniat memberi pelajaran kepadanya, hanya selama ini belum ada
kesempatan saja untuk berbuat begitu, maka disaat ia saksikan ada lima enam orang
menghampirinya untuk menggoda, Kim Thi sia menjadi sangat gembira.
seorang lelaki berwajah bopeng berjalan mendekati kemejanya, orang itu berlagak sok tahu
aturan dan bersikap hormat, sambil memberi hormat sapanya: "Selamat bertemu orang gunung,
terimalah hormat dari siaute"
"Ada urusan apa?" sambil menahan diri Kim Thi sia menegur. sibopeng itu berkata:
"Siaute melihat orang gunung bertubuh kekar dan berwajah segar, siaute tahu orang yang
hidup digunung mempunyai kebiasaan untuk hidup sehat dan kuat, itulah sebabnya kami mohon
petunjuk dari orang gunung, bagaimana caranya kami hidup agar umur kami panjang dan rejeki
kami luas?"
Kim Thi sia mendongkol sekali mendengar ocehan tersebut, tapi ia masih mencoba untuk
menahan diri, tegurnya ketus:
"Aku bukan orang gunung, tidak mengerti bagaimana hidup berumur panjang, kau jangan
mengaco belo"
sibopeng itu segera cengar cengir, dengan lagak sungguh-sungguh dia berkata lagi:
"orang gunung jangan bersungkan lagi. sejak pertama kali melihat diri andai tadi, kami sudah
tahu kalau orang gunung bukan manusia biasa, bila orang gunung sudi memberi petunjuk. kami
pasti akan berterima kasih sekali........."
Berbicara sampai disitu, sibopeng segera berpaling kearah rekan-rekannya sambil
mengerdipkan mata dan membuat muka setan, kontan saja rekan-rekan lainnya tertawa terbahakbahak.
Kembali sibopeng menyindir:
"Aku lihat orang gunung bertubuh gagah dan berwajah cerah bagaimana kalau orang gunung
ramalkan nasib kami untuk hari depan"
Kim Thi sia mulai tidak senang hati, serunya keras:
" Cepat minggir dari sini, sekali kubilang tak tahu, aku tetap tidak tahu, lebih baik jangan
mencari gara-gara."
Gelak tertawa bergema lagi dari seluruh ruangan rumah makan, jelas mereka menganggap
kejadian ini sebagai suatu lelucon, bahkan semua orang berharap sibopeng itu bisa
mempermainkan Kim Thi sia lebih jauh.
Mendengar para tamu ikut tertawa senang, bopeng itu makin bersemangat, lagi-lagi dia
menggoda:
"Aaaaaah, betul, kata orang makin lihay kepandaiannya makin sederhana orangnya, orang itu
pasti seorang pertapa sakti, nah saudara-saudara sekalian, inilah kesempatan baik buat kita untuk
meminta petunjuk emas dari orang gunung....ayoh kita beramai-ramai memohon kepada orang
gunung......"
serentak rekan-rekan lainnya maju mengerubung, ada yang menarik-narik baju dedaunan Kim
Thi sia, ada pula yang menjura sambil memohon dan bahkan ada juga yang mengamati Kim Thi
sia dari atas hingga kebawah seperti menikmati barang "antik".
Bisa dibayangkan betapa rikuh dan gusarnya pemuda tersebut.
Akhirnya dia tak mampu menahan diri lagi, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melompat
bangun dan mencengkram tubuh sibopeng lalu dihajarnya habis-habisanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sibopeng itu segera menjerit kesakitan, suaranya mengenaskan seperti babi yang mau
disembelih.
Rekan-rekan lainnya tak ambil diam melihat sibopeng dihajar. Merekapun segera menyambar
bangku dan bersama-sama dibentamkan keatas kepala Kim Thi sia.
Sejak ilmu silatnya pulih kembali, Kim Thi sia tak usah kuatir menghadapi berandal-berandal
kota itu, tak selang berapa saat kemudian ia sudah menghajar orang-orang itu hingga terkapar
ditanah dan tak mampu merangkak bangun kembali.
Tanpa sungkan-sungkan diapun melepaskan pakaian yang dikenakan sibopeng dan dikenakan
ditubuh sendiri.
Mimpipun sibopeng tak mengira kalau ulahnya menimbulkan kerugian bagi pihaknya, dengan
ketakutan ia segera menjerit-jerit:
"Begal, tolong.......begaL Bocah keparat ini adalah begal, cepat kalian bekuk dan dibawa
kekantor polisi........"
Dengan acuh tak acuh Kim Thi sia meninggalkan rumah makan itu dengan langkah lebar, tak
seorangpun berani menghalanginya, begitu pula deengan para pelayan rumah makan, tak
seorangpun berani menghalangi kepergiannya dan minta uang sayur.
Hal ini membuat Kim Thi sia pun sudah terbebas dari kerikuhan karena tak punya uang untuk
membayar hidangan tersebut.
Sekarang ia berpakaian seperti orang biasa, tak ada yang mengawasinya dengan sorot mata
aneh lagi.
Berapa jauh ia telah menelusuri jalan kota, tiba-tiba dari depan situ muncul seorang lelaki kurus
bertubuh kerempeng yang melemparkan senyuman lebar kearahnya. Kim Thi sia tertegun, segera
pikirnya:
"Aku tak kenal dengan orang ini, mengapa dia tertawa kepadaku? sungguh aneh"
Lelaki itupun tidak menegur atau menyapa, sewaktu tiba dihadapannya, mendadak ia seperti
tersandung batu hingga badannya terperosok kemuka.....
Karena selisih jarak mereka berdua begitu dekat, cepat-cepat Kim Thi sia memayang badannya,
dengan tak mengundang banyak orang itu sudah ditegakkan kembali.
"sobat" ia segera menegur. "Berhati- hatilah kau berjalan jangan sampai melukai badan sendiri"
Buru-buru lelaki ceking itu menjura seraya menyahut dengan rasa terima kasih: "Terima kasih
atas bantuan anda"
Kim Thi sia manggut- manggut dan meneruskan perjalanannya lagi.
Mendadak ia merasakan ada sesuatu yang tak beres, tubuhnya terasa jauh lebih ringan,
ternyata pedang Leng gwat kiam yang tersoreng dipinggangnya telah hilang lenyap tak berbekas.
Kejadian tersebut kontan saja amat mengejutkan hatinya, ia bukan terkejut bukan karena
hilangnya pedang tersebut, tapi kemampuan orang itu untuk mencuri pedangnya tanpa ia
merasakannya sama sekali.
Tanpa terasa diapun teringat kembali dengan lelaki ceking yang tersandung jatuh tadi, sebab
hanya orang ini yang bersentuhan dengan tubuhnya.
secepat kilat dia berpaling kebelakang, namun bayangan lelaki bertubuh ceking tadi sudah
lenyap tak berbekas, dari sini terbukti sudah bahwa orang itulah yang telah mencuri pedang Leng
gwat kiam nya.
Dengan susah payah pedang mestika itu dicuri balik dari tangan putri Kim huan, tapi sekarang
ternyata tercuri kembali dalam gusarnya kontan saja pemuda itu mengumpat:
"Pencuri sialan, anak jadah. Awas kalau tertangkap nanti akan kucabut nyawa anjingmu........"
sambil membalikkan badan ia segera melakukan pengejaran.
Mendadak ia merasakan kembali ada sebuah benda yang hilang daripingganya, benda tersebut
adalah kotak berisi lentera hijau yang telah menyelamatkan jiwanya, dalam gusar dan
mendongkolnya dia mengejar makin cepat.....
Belum jauh dia berlari tiba-tiba muncul serombongan kuda yang berlari kencang dari tikungan
jalan situ Dalam keadaan begini sulit bagi Kim Thi sia untuk menghindarkan diri
Dasar lagi gusar bercampur mendongkol tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu segera
melepaskan sebuah pukulan keatas kuda yang berjalan dipaling muka.
Mungkin karena kesakitan, kuda itu segera meringkik panjang sambil mengangkat sepasang
kaki depannya keatas, hampir saja penunggangnya terlempar jatuh daripunggung kuda itu.
"Anjing keparat......." terdengar orang itu mengumpat gusar.
Tapi belum habis umpatan tersebut, agaknya orang itu telah melihat jelas paras muka Kim Thi
sia, dalam terkesiapnya ia baru berseru lagi sesaat kemudian-"Bukankah kau......kau adalah Kim
tayhiap."
sebenarnya Kim Thi sia pun hendak mencaci maki orang itu, namun melihat orang tersebut
mengenali dirinya, rasa mendongkolpun turut hilang sebagian, cepat-cepat dia mengamati
penunggang kuda itu dengan cermat.
Diatas empat ekor kuda yang tinggi besar, masing-masing duduklah seorang pemuda yang
tampan berusia delapan sembilan belas tahunan yang memakai baju ringkas berwarna hijau.
Ia seperti pernah bertemu dengan keempatjago muda ini disuatu tempat, wajah merekapun
seperti pernah dikenal, tapi Kim Thi sia tak dapat mengingatnya kembali dimanakah mereka
pernah saling bertemu.
Kedua belah pihak saling berpandangan berapa saat lamanya, akhirnya pemuda tampan tadi
berseru lebih dulu:
"Kim tayhiap. kami adalah murid-murid dari sipedang sakti bunga beterbangan yang sedang
berkelana dalam dunia persilatan-"
Kim Thi sia segera teringat kembali dengan serombongan anak muda yang dipimpin Pedang
sakti bunga beterbangan, malah waktu itu sipedang sakti bunga beterbangan sempat menitipkan
anak didiknya kepadanya untuk dibantu bilamana perlu. Karenanya sambil tertawa iapun berkata:
"ooooh maaf, rupanya kalian, apakah guru kalian tidak turut serta dalam perjalanan ini?"
"Suhu tak ingin pergi jauh, maka beliau menyuruh kami berkelana sendiri sambil mencari
pengalaman" kata keempat orang itu serentak.
"Ya a, sudah sepantasnya demikian- kata Kim Thi sia tertawa, "Bukankah seluruh ilmu silat dari
sipedang sakti bunga beterbangan sudah kalian pelajari semua? Aku percaya sekalipun bertemu
musuh tangguh, kalian masih sanggup untuk menghadapinya"
Keempat pemuda yang baru terjun kedalam dunia persilatan ini amat senang mendengar
sanjungan tersebut, wajah mereka kontan saja berseri-seri segera katanya lagi:
" Kim tayhiap terlalu memuji, suhu pernah bilang, dalam perjalanan pertama kami dalam dunia
persilatan, paling baik bila mendapat bimbingan dan petunjuk dari seorang jago kawakan yang
berpengalaman, sebab dari situ banyak manfaat yang bisa kami raih. Kim tayhiap. bagaimana
kalau kita menempuh perjalanan bersama-sama? Usia Kim tayhiap hampir sebaya dengan kami,
mungkin dalam kegemaranpun tak jauh berbeda, apakah Kim tayhiap bersedia membimbing kami
berempat?" Diam-diam Kim Thi sia tertawa geli, pikirnya:
"Yaa ampun, berapa luasnya pengalamanku bila dibandingkan kalian berlima? padahal aku
sendiripun belum lama terjun kearena dunia persilatan-......."
Tentu saja ia tak bisa berkata demikian dihadapan pemuda-pemuda itu, katanya kemudianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Kalian jangan menganggap pengalamanku amat luas, padahal aku sendiripun belum lama
terjun kedunia persilatan, selisihku dengan kalian tak terlampau jauh."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, rasa kecewapun segera menghiasi wajah keempat pemuda
itu, hampir bersamaan waktunya mereka memohon-
"Kim tayhiap terlalu sungkan, padahal kami semua tahu Kim tayhiap mempunyai nama yang
termashur dan ilmu silat yang tinggi, kami mengerti belum tentu kau bersedia menempuh
perjalanan bersama kami orang-orang bodoh."
"Harap kalian jangan salah paham" buru-buru Kim Thi sia berseru. "sesungguhnya akupun
senang bergaul dengan kalian, tapi karena.....karena......."
Tentu saja ia tak bisa menerangkan kalau pedangnya telah dicuri orang, maka sampai setengah
harian lebih dia tak mampu melanjutkan perkataannya. " Karena apa.......?" serentak keempat
orang itu bertanya.
Ketika melihat Kim Thi sia berkerut kening, agaknya sedang menghadapi suatu kesulitanmereka
berseru lagi:
"Bila Kim tayhiap hendak memerintahkan sesuatu, kami bersedia untuk melakukannya, mohon
Kim tayhiap sudi menerima permohonan kami."
Kim Thi sia tak bisa menolak lagi terpaksa dia menerima tawaran tersebut dan berkumpul
dengan kawanan anak muda itu.
salah seorang diantara keempat orang itu segera menyerahkan kuda tunggangannya kepada
Kim Thi sia seraya berkata:
"Kim tayhiap. silahkan naik kuda, biar aku naik kuda bersama suheng......."
Kembali Kim Thi sia merasa rikuh untuk menampik, terpaksa diapun melompat naik keatas kuda
dan bersama keempat orang pemuda itu melanjutkan perjalanan kedepan.
Ditengah jalan, pemuda yang terkecil diantara keempat orang itu bertanya dengan polos:
"Kim tayhiap siapakah orang didalam dunia persilatan saat ini yang memiliki ilmu silat paling
tinggi?"
"Tentu saja malaikat pedang berbaju perlente" jawab Kim Thi sia tanpa berpikir panjang.
"siapakah yang nomor dua?" kembali pemuda itu bertanya.
"simalaikat pukulan dari selaksa pukulan ciang sianseng"
"Dan ketiga?" dengan perasaan tak puas pemuda itu mendesak lebih lanjut.
Kim Thi sia berpikir berapa saat, namun tak berhasil menemukan siapakah diantara para jago
yang bisa menandingi kelihayan dari simalaikat pedang berbaju perlente maupun Ciang sianseng,
karena seingatnya belum ada seorang manusiapun yang bisa disejajarkan dengan kedua orang
tokoh persilatan itu. Terdengar pemuda itu mendesak kembali: "siapalkah urutan yang ketiga itu
Kim tayhiap."
Dalam gelisahnya karena kuatir dianggap tak berpengetahuan dan berpengalaman dalam dunia
persilatan, terpaksa Kim Thi sia menjawab seadanya: "Tentu saja murid-murid dari si Malaikat
pedang berbaju perlente"
" Lalu yang nomor empat?"
"Keempat adalah murid si Rasul dari selaksa pukulan, ciang sianseng....." sambil mengerdipkan
sepasang matanya bulat-bulat, pemuda itu segera berkata:
"Siapa pula murid simalaikat pedang berbaju perlente? siapa pula murid Ciang sianseng?
Apakah usia mereka masih amat muda?"
Belum sempat Kim Thi sia menjawab pertanyaan ini, abang seperguruannya telah menimpal:
"sute yang bodoh, murid si malaikat pedang berbaju perlente tak lain adalah Kim Thi sia
sendiri, sedang murid Ciang sianseng adalah sipelajar bermata sakti"
"Aaaaah......" pemuda tadi berseru kaget dan mengawasi Kim Thi sia dengan mata terbelalak
lebar-lebar.
sesaat kemudian ia baru berseru kembali dengan perasaan terkejut:
"Kim tayhiap. kau......kau benar-benar luar biasa.......kami merasa beruntung sekali bisa
bergaul dengan tokoh nomor tiga dari dunia persilatan-......"
Menyusul kemudian dia bertanya lagi dengan gelisah:
"Bagaimana dengan guruku, sipedang sakti bunga beterbangan? Dia menempati urutan yang
keberapa? Kim tayhiap. coba kau jelaskan-......"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, dia tergagap oleh pertanyaan tersebut, setengah
harian kemudian baru katanya: "Soal ini......aku sendiripun kurang jelas.....sebab......"
"Sebab apa?" Dia sendiripun tidak mampu melanjutkan perkataan itu karena pengalaman serta
pengetahuan yang dimilikinya memang terlalu minim. Untung si abang seperguruan segera
menimbrung.
"su sute, kau jangan bertanya terus, apakah kau tak kuatir ditegur orang karena kelewat
cerewet?"
Dengan kepala tertunduk malu, su sute itu bergumam lirih:
"Suhu....wahai suhuku.......sampai kapan kau baru mendapat urutan nama didalam dunia
persilatan? Mengapa selama ini kau tak punya nama serta kedudukan......"
Kuda mereka berjalan lambat menelusuri jalan raya tatkala pemuda itu mendongkkan
kepalanya kembali, tampak ada dua orang tojiu berdandan aneh sedang mengawasinya dengan
pandangan bengis. Melihat itu diapun segera menegur:
"Hey, mengapa kalian berdua mengawasiku terus menerus?"
Toa suheng ingin menghalangi sayang terlambat, tanpa terasa dia menjura kepada dua orang
tojiu berdandan aneh dan berseru sambil tertawa:
"Harap tootiang jangan gusar, sute kami baru terjun dalam dunia persilatan, dia tak banyak
mengetahui adat kesopanan, untuk itu harap sudi dimaafkan......."
siapa sangka tojiu itu bukannya menyudahi persoalan, sebaliknya malah melotot kearah mereka
makin buas, serunya sambil mendengus dingin:
"Kalau baru terjun kedunia persilatan lantas kenapa? Memangnya bisa menelan manusia?" Jelas
ucapan tersebut kasar dan tak tahu sopan santunsiabang
seperguruan menjadi tertegum sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, pemuda
yang paling muda tadi telah berteriak lagi.
"Tejiu setan, kau harus mengerti, kami bukan manusia yang gampang dipermainkan"
Rupanya dia kelewat mengandalkan kemampuan si "jagoan nomor tiga dari kolong langit" yang
hadir disitu sehingga sikapnya menjadi lebih garang dan berani. Merasa ucapan tadi kurang
gagah, dengan cepat dia menambahkan lagi: "Kalian harus tahu, kami tak pernah takut langit, tak
pernah takut bumi........."
Kedua orang tojiu itu seketika dibuat tertegun oleh perkataan yang bersifat kekanak-kanakan
itu, setelah termangu sesaat segera umpatnya lebih garang:
"setan cilik, kau tahu dimanakah kalian berada sekarang? coba tanya kepada orang lain, apa
akibatnya bila berani menyalahi tuan-tuanmu sekalian?"
Dengan mengandalkan kehadiran Kim Thi sia disampingnya, si sute keempat itu makin berani,
bentaknya lantang:
"Kau sendiri si setan cilik, coba kau lihat tampang kalian itu, persis tak berbeda seperti setan
cecunguk"
Agaknya dia berniat untuk memperlihatkan kebolehan dihadapan Kim Thi sia, dengan cepat
pednagnya diloloskan dari sarung, kemudian sambil melompat turun dari kudanya, ia langsung
berjalan mendekati tojiu yang bengis tadi.
"Hey, jangan membuat keonaran" Kim Thi sia segera berteriak keras. Kali ini si sute keempat
menurut, buru-buru dia balik kembali ketempat semula.
Disatu pihak Kim Thi sia ingon menyudahi persoalan sampai disitu saja, dipihak lain kedua
orang tojiu itu enggan menyelesaikan persoalan sampai disitu saja. Mendadak mereka melotot
makin buas sambil menjerit keras: "Kurang ajar.........."
Kemudian sambil menuding kearah Kim Thi sia umpatnya:
"Anjing cilik, apakah bocah keparat itu kau yang bawa keluar...........?"
Kim Thi sia paling benci kalau dimaki orang sebagai "anjing cilik" sepasang alis matanya yang
tebal segera berkenyit, namun dia tak mengumbar amarahnya. Terdengar tojiu itu berkata lagi:
"Anjing cilik tempat ini adalah pek hun koan, bukan tempat untuk kalian membuat keonaran-
......."
Begitu ucapan tersebut diutarakan Kim Thi sia tak sanggup menahan diri lagi, sambil
mengulapkan tangannya dia segera berseru:
"Toa suheng, ji suheng coba kalian berdua menghadapi kedua orang cecunguk itu"
Toa suheng dan ji suheng menerima perintah dan segera mendekati tojiu-tojiu buas tadi,
serunya kemudian-
"Totiang, banyak berbicarapun tak berguna, lebih baik kita selesaikan masalahnya dengan
kepandaian silat"
Cara berbicaranya lembut, sikapnya gagah, bahkan menganggap sepi ucapan kotor dari kedua
orang musuhnya, jelas terlihat betapa berbedanya hasil pendidikan dari seorang guru ternama.
Kedua orang tosu itu menengus dingin, pelan-pelan mereka meloloskan sebuah ruyung yang
lemas dari pinggangnya dan digetarkan keras hingga menimbulkan suara nyaring.
Toa suheng maupun ji suheng yang baru pertama kali ini menghadapi musuh sedikit banyak
kelihatan agak gugup, sebagai orang yang berpengalaman kedua orang tosu itu segera
mengetahui kalau musuhnya baru pertama kali terjun kedunia persilatan.
Mereka segera saling berpandangan sekejap, lalu secara tiba-tiba menyerbu kemuka dan
melancarkan sergapan kilat.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa itu segera mendengus dingin-
"Benar-benar tak tahu malu, kalau ingin menyerang berkatalah dulu, kalau bertarung macam
begini mah biar menang juga tak gagah."
Namun kedua orang tosu itu berlagak seolah-olah tidak mendengar, mereka kembangkan
permainan ruyungnya dan melancarkan serangan bagaikan hembusan angin puyuh.
Toa suheng dan ji suheng yang sedikit agak keder menjadi gelagapan, banyak jurus silat yang
pernah dipelajari tahu-tahu lupa dengan begitu saja, tak heran kalau sejenak kemudian mereka
sudah terdesak diposisi bawah angin-....
su sute menjadi amat gelisah terutama setelah melihat kedua orang abang seperguruannya
terdesak hebat, dia segera berpaling kearah Kim Thi sia. Wajahnya jelas memancarkan harapan
untuk memohon pertolongan-Cepat-cepat Kim Thi sia menghibur:
"Tak usah kuatir, bila abang seperguruanmu kalah, aku segera akan turun tangan-"
Mendengar perkataan tersebut, bagaikan memperoleh jaminan keamanan yang paling hebat,
wajah si sute keempat itu segera menjadi cerah kembali.
Tampak cahaya ruyung bayangan pedang memancar diseluruh angkasa, pertarungan
berlangsung amat seru dan hebat.
Lambat laun toa suheng dan ji suheng sudah mulai meresapi pengalaman dalam menghadapi
suatu pertempuran, ditambah lagi dasar ilmu silat mereka memang tangguh maka berapa puluh
gebrakan kemudian mereka mulai terbiasa dengan situasi pertarungan dari posisi dibawah angin
pun kini berubah menjadi pihak penyerang.
Kini si sute keempat itu tidak merasa takut lagi, dengan wajah berseri-seri segera teriaknya
sambil bertepuk tangan:
"Ayoh dihajar, hajar terus, hajar mampus tosu bau itu........"
Berbeda dengan Kim Thi sia, dia mulai berpikir lebih jauh sekarang dia mulai memikirkan
rencana penanggulangan atas pembalasan dari orang-orang kuli Pek hun koan. Pikirnya dihati:
"Bila tindak tanduk serta sepak terjang para tosu bau dari Pek hun koan memang hebat dan
merugikan masyarakat banyak. aku bersumpah akan menegakkan keadilan serta kebenaran
didalam dunia persilatan dengan menumpas sampah-sampah masyarakat itu."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, toa suheng dan ji suheng telah berhasil meraih
posisi diatas angin. satu persatu mereka hajar tosu-tosu bengis itu sehingga akhirnya seorang
tewas dan lainnya melarikan diri dengan membawa luka. Dengan perasaan gembira toa suheng
segera berseru:
"Kim tayhiap. aku menyesal sekali tak sanggup mengendalikan perasaan pada permulaan
pertarungan hingga terdesak dibawah angin akhirnya........."
"Akhirnya kau toh berhasil menang" sambung Kim Thi sia sambil tertawa tergelak.
Meski wajahnya nampak agak malu, namun sepasang mata toa suheng memancarkan sinar
berkilat, jelas terlihat betapa girangnya dia. sedang ji suheng segera berkata pula:
"Andaikata kami tidak berpikiran bahwa Kim tayhiap pasti akan membantu bila kami menderita
kalah tadi, mungkin kami berdua tak bisa mengendalikan perasaan dalam bertarung melawan
tosu-tosu bengis itu."
"Tentu saja" kata Kim Thi sia cepat dengan wajah serius. "siapa yang bertarung tanpa perasaan
takut atau sangal, maka dia pasti akan menangkan setiap pertarungan" sementara semua orang
tertawa gembira Kim Thi sia berkata lagi: "sekarang kita harus mempertimbangkan langkah
berikut" Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang dibuat tertegun.
sambil tertawa Kim Thi sia mengerling sekejap kearah orang-orang itu, lalu menjelaskan:
"Kedua orang tosu bengis tadi mengaku sebagai anggota Pek hun koan, ini berarti mereka
mengandalkan kehebatan dari Pek hun koan untuk berbuat semena-mena, kini kalian telah
membunuh seorang diantaranya dan melukai yang lain, berarti mereka pasti tak akan menyudahi
persoalan sampai disini saja, itulah sebabnya aku mengajak kalian mempertimbangkan langkah
berikut........."
susute rupanya kelewat percaya pada kemampuan Kim Thi sia, mendengar perkataan itu
segera serunya sambil tertawa:
"Kim tayhiap. engkau toh berada bersama kami, aku percaya kau bisa menjamin keselamatan
kami semua."
"Jangan memandang kemampuanku kelewat tinggi, sebab bila sampai terjatuh maka kau akan
merasa amat kesakitan."
"Aku tak kuatir, suhu Kim Thi sia adalah jago nomor wahid diseluruh kolong langit. siapakah
yang berani tidak memberi muka kepadamu?"
"Perkataan itu keliru besar?" dengan kening berkerut Kim Thi sia segera berseru. "Kita terjun
kedunia persilatan adalah untuk mencari pengalaman bagi diri sendiri Ini berarti kita tak boleh
terlalu mengandalkan keberhasilan dari guru kita, sebab sikap seperti ini bisa ditertawakan bahkan
dipandang hina oleh umat persilatan-"
semua orang merasa menyesal bercampur kagum setelah mendengar perkataan itu, sahutnya
kemudian sambil mengangguk:
"Perkataan Kim tayhiap memang tepat, kami tak akan kelewat mengandalkan keberhasilan dari
guru serta angkatan tua kami"
Perjalananpun dilanjutkan kembali, berapa saat kemudian mendadak paras muka Kim Thi sia
nampak berubah hebat, dengan cepat dia melompat bangun dan lari kedepan dengan cepat.
orang yang berjalan didepan adalah orang lelaki bertubuh kecil lagi pendek. bayangan
punggungnya nampak seperti dedaunan dimusim salju, kecil dan gersang hingga nampak
mengenaskan-
Keempat orang pemuda itu tak tahu apa yang telah terjadi, tahu-tahu Kim Thi sia telah lari
kedepan dan mencengkeram ujung baju orang tersebut.
orang itu berseru tertahan, mendadak ia meronta keras dan melepaskan diri dari cengkeraman
Kim Thi sia kemudian dengan amat cekatan menghindarkan diri kesamping.
"Wah, tak nyana keparat ini mempunyai ilmu simpanan-........" umpat Kim Thi sia didalam hati.
Ia segera mendesak maju lagi kedepan sambil melepaskan sebuah tendangan kilat.
Tendangan tersebut dilancarkan tepat, cepat dan disertai desingan angin tajam, diam-diam
para penonton menjadi terkejut dan menguatirkan keselamatan dari lelaki ceking itu.
Namun sebelum ujung kaki Kim Thi sia sempat menyambar tubuh orang tersebut, dengan
suatu gerakan yang amat cekatan lelaki ceking itu sudah mengayunkan tangannya kebelakang
menyambar kaki kanan Kim Thi sia, kemudian dilemparkan kedepan.
Akibatnya Kim Thi sia menjadi tak mampu berdiri tegak dan terlemparkan kebelakang, hampir
saja tubuhnya roboh terjengkang.
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, tak terlukiskan hawa amarah yang membara dalam
dadanya sekarang. Baru saja dia hendak mengeluarkan ilmu Taygoan sinkangnya, lelaki ceking itu
sudah berseru lebih dulu sambil tertawa lebar:
"Sobat kecil, bila kau ingin mempermainkan lawanmu, kepandaianmu masih ketinggalan amat
jauh."
Ucapan tegas dan penuh kekuatan, jelas orang ini memiliki kepandaian silat yang cukut
tangguh.
sebenarnya Kim Thi sia hendak mencaci maki dan menuntut kembali pedangnya yang tercuri,
namun belum sempat kata-kata tersebut meluncur keluar dari ujung bibirnya mendadak ia merasa
bahwa orang ini meski memiliki perawakan yang sama dengan pencuri itu, namun paras muka
mereka ternyata sangat berbeda.
orang ini memiliki mata yang besar, mulut lebar, alis tebal dan hidung mancung, sepasang
telinganya besar lalu panjang, tampangnya kelihatan gagah sekali.
Meski Kim Thi sia sempat menderita sedikit kerugian, namun amarahnya sudah hilang sebagian
besar, untuk sesaat mukanya menjadi merah padam, ia merasa rikuh sendiri
Terdengar orang itu berkata lagi:
"Engkoh cilik, watakmu tak jauh berbeda seperti watakku dimasa muda dulu bagaimana kalau
kita mengikat tali persahabatan dan mengembara bersama dalam dunia persilatan?"
"Siapa kau?" Kim Thi sia segera bertanya.
Lelaki ceking itu miringkan kepalanya dan tertawa terkekeh, sahutnya cepat: "Coba kau tebak"
orang ini sudah berusia empat puluh tahunan namun cara berbicara maupun tertawanya seperti
bocah berusia tiga tahun saja.
Kim Thi sia menjadi termangu, lalu sahutnya sambil gelengkan kepala: "Tak sedikit jumlah
jagoan dikolong langit kemana aku mesti menguaknya?" si sute keempat segera menyela:
"Aku tebak nama serta julukannya pasti tak jauh berbeda tapi kecebolannya......."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan toa suheng telah membentak cepat: "Sute jangan
bicara sembarangan, coba lihat Kim tayhiap sedang berbicara dengannya."
"suheng" su sute segera berbisik. "Kenapa Kim tayhiap sudah keok dalam satu gebrakan saja?
Mungkinkah orang itu adalah jagoan nomor wahid atau nomor dua dari kolong langit.........."
Dasar sifat kekanak-kanakannya belum hilang, apa yang terpikir segera diutarakan secara terus
terang, betul suaranya kecil namun Kim Thi sia masih dapat mendengarkan secara lamat-lamat,
kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah jengah.
Toa suheng yang mendengar berkataan tersebut kontan saja menegur dengan suara lirih:
"Sute, Kim tayhiap adalah murid seorang malaikat pedang, tak mungkin kepandaian silatnya
rendah bisa jadi dia salah perhitungan sehingga dipecundangi orang, kau tak boleh menilai
kemampuan orang hanya atas dasar pandangan sekilas."
su sute segera mengiakan berulang kali dan tak berani berbicara lagi.
sementara itu silelaki ceking tadi kelihatan amat kecewa, sambil memoncongkan mulutnya dia
berseru:
"Engkoh cilik, apakah kau bukan seorang badut? Lantas apa sebabnya kau permainkan aku
tadi..........."
"Meski aku bukan badut, tapi aku suka membadut........"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, sambil tertawa lelaki ceking itu sudah menukas:
"Cukup, cukup begitupun sudah cukup, nanti kuajari kepandaian membadut kepadamu.
Tanggung tak sampai setengah tahun saja kau sudah luar biasa hebatnya. Aaaaai........"
Mendadak ia menghela napas sedih, kemudian melanjutkan:
"Semenjak pasanganku meninggal dunia, aku selalu hidup sebatang kara tanpa sahabat
sekalipun berhasrat untuk membuat permainan baru, akupun tak sanggup untuk menyelesaikan
sendiri........"
"Tapi sekarang......" dengan lebih bersemangat lelaki ceking itu melanjutkan. "Kau telah
datang, akhirnya aku berhasil menemukan pasangan. Kau harus tahu, seekor serigala harus
diimbangi dengan satu kelicikan- Hanya kelicikan seekor serigala yang bisa mendatangkan
permainan yang menarik hati."
Kim Thi sia ingin sekali melepaskan diri dari orang tersebut, namun tak berhasil, terpaksa
katanya sambil bermuram durja:
"Aku tak mengerti membadut, biar ingin pun tak memiliki kemampuan untuk berbuat begitu,
mustahil bagiku untuk berpasangan denganmu. Maaf atas kelancanganku tadi, silahkan kau
mencari orang lain saja."
"Tidak bisa" lelaki ceking itu melompat-lompat sambil berteriak. " Engkoh cilik, kau tak boleh
pergi, bila kaupergi aku akan menangis sampai mati............"
sambil berkata dia benar-benar menangis terseduh-seduh, suaranya amat mengenaskan dan
menusuk pendengaran siapapun, membuat keempat pemuda tersebut cepat-cepat menutup
telinganya dan tak berani mendengarkan lebih lanjut........
Melihat orang itu benar-benar menangis, Kim Thi sia dibuat kehabisan akal, terpaksa katanya:
"sobat, janganlah bermain gila terus, sesungguhnya akupun tak mampu berbuat apaapa.........."
Namun lelaki ceking itu tak ambil perduli, sambil menangkis dia bahkan berteriak keras:
"Hey bocah muda, bila kau meninggalkan aku, maka biar guntur menyambarmu, biar raja
akhirat menangkapmu, biar kau dibelenggu lima setan, biar kau disiksa dineraka....."
Tak terlukiskan rasa kesal Kim Thi sia menghadapi ulah orang itu, namun sayang kekesalannya
tak terlampiaskan keluar, akhirnya dia berteriak keras-keras:
"Sobat, terus terang saja aku bilang, tiada sesuatu yang kutakuti didunia ini kecuali kau"
Tapi lelaki ceking itu tak ambil perduli tiba-tiba ia berjongkok dan mengambil segenggam pasir
lalu digosokkan kematanya sendiri. semua orang menjerit kaget, Kim Thi sia berseru keras:
"Sobat, matamu bisa buta........."
"Buta juga biar, toh mataku sendiri, perduli amat denganmu" teriak lelaki itu sambil menangis
terisak.
"Aku bermaksud baik, tapi kau tak mau menerimanya.........."
Tiba-tiba lelaki itu berhenti menangis, sambil bertepuk dada serunya keras:
"Kalau tak menerima lantas kenapa? Hmmm, bila kau tak tahu diri lagi, aku akan mulai
memukul orang.........."
semua orang benar-benar dibuat serba salah, apalagi Kim Thi sia sendiri, ia merasa mau
menangis tak bisa tertawapun tak dapat.
Dalam keadaan begini dia cuma berharap punya sayap dan bisa terbang jauh meninggalkan
orang tersebut.
"Sudah pasti urat syaraf orang ini tidak beres......." gumam Kim Thi sia kemudian.
Ia segera memberi tanda kepada rekan-rekannya dan berseru: "Lebih baik kita pergi saja, tak
usah perduli dia lagi"
Dalam waktu singkat berangkatlah keempat ekor kuda itu meninggalkan tempat tersebut.
Ketika Kim Thi sia kebetulan berpaling kebelakang, mendadak ia menjadi kaget, ternyata lelaki
ceking itu masih mengikuti terus disisinya bagaikan sukma gentayangan-Ketika ia mencoba
melarikan kudanya lebih cepat, ternyata orang itupun mengikuti terus dengan cepat.
Bukan hanya tak pernah lepas dari sisinya, bahkan sambil memutar biji matanya orang itu
bersiul-siul nyaring.
Dalam keadaan begini ingin sekali Kim Thi sia berteriak minta tolong, tapi dengan pikiran itu
diapun teringat dengan suatu perkataan yang selama ini beredar dalam dunia persilatan-
" Lebih baik ditusuk jarum harimau dari keluarga Tong, daripada melayani murid simalaikat
pedang Kim Thi sia"
Kini, Kim Thi sia berpendapat bahwa gelar "manusia yang paling susah dilayani" sudah
sepantasnya diserahkan kepada lelaki ceking tersebut. sebab ulahnya telah membuat Kim Thi sia
manusia yang paling susah dilayani pun merasa pusing kepala. Akhirnya pemuda itu melunakkan
sikapnya dan berkata pelan-"Loheng, lepaskanlah aku, sebab aku masih ada urusan lain-......"
Lelaki ceking itu segera mendengus.
"Hmmm, bocah muda urusan aku situa justru lebih penting lagi, kau tak usah berbuat yang
aneh-aneh."
Kim Thi sia gelisah sekali, tanpa berpikir panjang dia berteriak lantang:
"Hmmm, paling urusanmu urusan kentut" Dengan kening berkerut lelaki ceking itu berkata:
"Puluhan lembar nyawa dikuil Pek huan koan menunggu pertolonganku, coba kaupikirkan
sendiri. terhitung hohan macam apakah kau bila tahunya hanya makan nasi dan berkerut tanpa
keselamatan jiwa para jago lurus? Hmmm, kalau urusan seperti inipun enggan dicampur, buat apa
kau terjun dalam dunia persilatan?"
Kim Thi sia jadi termangu-mangu oleh ucapan tersebut, namun secara lamat-lamat diapun
merasa bahwa dikuil Pek hun koan telah terjadi suatu peristiwa, maka tanyanya kemudian:
"Hey situa, kau bilang dipek hun koan telah terjadi suatu peristiwa........?"
Lelaki ceking itu mengangguk.
"Tentu saja, gara-gara urusan ini, aku sudah sibuk selama dua hari tanpa beristirahat."
Kali ini dia berbicara dengan suara lebih lembut, nampaknya panggilan "situa" dari Kim Thi sia
sangat berkenan didalam hatinya.
"Kau mengatakan banyak jago kaum lurus yang ditangkap pihak Pek hun koan dan sekarang
terancam jiwanya?" kembali Kim Thi sia bertanya.
" benar, bila aku situa tidak kesana, maka mereka akan dibunuh oleh kawanan tosu bau dari
Pek hun koan-"
Kim Thi sia yang berjiwa kesatria segera tergerak hatinya sesudah mendengar perkataan ini,
tanpa berpikir panjang lagi ia berseru:
"Bolehkah aku turut ambil bagian?"
"Tentu saja, tapi kau mesti menurut petunjukku, kalau tidak daripada lebih banyak seorang
lebih baik kurang satu orang."
"Baik, aku akan menuruti petunjukmu, toh tujuanku adalah menolong orang, aku tak perduli
soal kekuasaan-"
"Bagus sekali kalau begitu akupun akan beristirahat dengan senang hati........"
"Apa?" Kim Thi sia berteriak keras. "Kau hanya memberi petunjuk tanpa bekerja?"
"Tentu saja, pertarungan ini biar kalian saja yang bereskan, kalau sudah tak mampu aku baru
turun kearena."
"Kau benar-benar cerdik,....hmmmmm" seru Kim Thi sia tak senang hati. sambil tertawa cengar
cengir silelaki ceking itu segera berkata:
"Kalau aku tak pintar, bagaimana mungkin bisa hidup sampai sekarang?
Haaaaah....haaaaah......mungkin sejak sepuluh tahun berselang nyawaku telah melayang."
"Baik, bila kau berbuat demikian, akupun tak akan menuruti petunjukmu, mau apa kau?"
"Apa?" lelaki ceking itu berteriak keras. Lalu sambil menuding keujung hidung pemuda serunya
lebih jauh:
"Bocah muda, kau berani berbuat begitu? Jangan lihat aku situa tak becus, kalau masalah
memaksa bocah muda menurut perkataan mah aku sangat ahli.........."
Kim Thi sia pun amat mendongkol, balasnya:
"Aku Kim Thisia adalah lelaki sejati, aku tak sudi menerima perintah dari cebol macam dirimu,
andaikata kau tidak berkata begitu masih mendingan- sekarang setelah kau ungkap. toaya justru
sengaja menolak. mau apa kamu..........."
Dengan penuh rasa mendongkol lelaki ceking itu mengumpat:
"Bagus.......kau.......kautak mau menuruti perintahku, akan kuhajar tulangmu sampai parah"
Namun secara tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, sekilas perasaan aneh melintas
diwajahnya, lalu sambil menuding kearah pemuda tersebut tegurnya lagi.
"Jadi engkau adalah Kim Thi sia, manusia yang sudah termashur karena paling susah dilayani?"
Melihat orang itu memandangnya dengan wajah tercengang, Kim Thi sia segera mengangguk
bangga. "Yaa, toaya orangnya"
Lelaki ceking itu segera tertawa tergelak. serunya dengan penuh rasa gembira:
"Haaaaaah......haaaaaah.......haaaaah...... bagus sekali kalau begitu kita adalah orang sendiri"
"Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Kim Thi sia keheranan.
"Kau Kim Thi sia sudah termashur sebagai manusia yang paling susah dilayani, sedang aku
situa pun terhitung manusia yang paling susah dihadapi, bukankah hal ini berarti kita adalah orang
sendiri.....hanya saja."
Berbicara sampai disitu, lambat laun paras mukanya berubah menjadi redup, dengan sikap
yang lebih memelas dia melanjutkan:
"Namaku paling termashur pada sepuluh tahun berselan. waktu itu siapa saja tahu kalau aku
adalah manusia yang paling susah dihadapi, tapi sekarang kedudukan itu telah kau gantikan-
Aaaaai.....nampaknya aku sudah tua, sudah tak berguna lagi........"
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau ia akan berjumpa dengan seorang
locianpwee dari bidang "manusia yang paling susah dilayani" sedikit banyak ia merasa dibuat
serba salah.
Namun ketika dilihatnya sorot mata lelaki ceking itu menunjukkan kesedihan, timbullah
perasaan simpatik dalam hati kecilnya, dia segera berkata: "Hey situa, kau belum kelewat tua,
jangan terlalu bersedih hati."
Mendadak terdengar su sute berteriak keras:
"Kim tayhiap, coba lihat, didepan situ terdapat kilatan cahaya api......."
Ketika Kim Thi sia mendongakkan kepalanya, betul juga dikejauhan sana tampak cahaya api
berkilauan, bayangan manusiapun berkelebat kesana kemari tapi tidak diketahui apa yang terjadi.
Dengan cepat rasa pedih diwajah lelaki ceking itu hilang lenyap tak berbekas, segera serunya
pula:
"Aduh celaka, rupanya kawanan tosu buas itu sudha menggunakan siksaan api untuk
mencelakai para jago dari golongan lurus, mari kita cepat memberi pertolongan-"
Dalam keadaan begini mau tak mau Kim Thi sia harus merasa kagum juga atas kesempurnaan
tenaga dalamnya serta ketajaman sorot matanya.
Empat ekor kuda dengan enam orang penunggangnya secepat kilat memburu ketempat
tersebut, dari kejauhan Kim Thi sia telah menyaksikan diatas tiang-tiang kayu tergantung manusia
yang sedang dibakar dengan jilatan api yang membara, asap tebal yang membubung keangkasa
membuat napas orang terasa sesak.
Disekeliling kobaran api itu nampak manusia berdesakan, mereka adalah kawanan tosu bengis
yang sedang mengawasi ketengah arena sambil menyeringai seram.
Kim Thi sia segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,ai saksikan disekitar situ
terdapat dua puluhan tiang kayu yang sedang dibakar. Hal tersebut membuat hatinya amat
gelisah, sebab jumlah musuh jauh banyak daripada kekuatan sendiri, bagaimana cara mereka
untuk memberikan pertolongan?
Tanpa terasa dia berpaling kearah silelaki ceking itu, maksudnya hendak meminta pendapatnya,
siapa tahu lelaki ceking itupun sedang memandang kearahnya, ketika dua pasang mata saling
berpapasan ketika orang itu sama-sama tertawa getir.
Belum lagi mereka berlima turun dari kuda, dua puluhan orang tosu bengis telah mengayunkan
cambuknya seraya berteriak memberi peringatan:
"Ayoh balik, ayoh cepat balik, kami adalah orang-orang dari Pek hun koan, jangan mencari
penyakit buat diri sendiri" Kim Thi sia berkerut kening, lalu gumamnya:
"Kalau memang orang-orang dari Pek hun koan lantas? Memangnya bisa menelan aku Kim Thi
sia bulat-bulat? Hmmm, sungguh menggelikan......"
"Kim tayhiap. dia hendak mengusir kita pergi" teriak su sute tiba-tiba dengan perasaan sangat
tak puas.
Kim Thi sia segera melompat turun dari kudanya tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
maju dua langkah kedepan, lalu sambil mengincar kearah salah seorang tosu bengis yang paling
menyolok ulahnya, tiba-tiba ia lepaskan sebuah tonjokan keras kearah hidungnya. "Kuhajar kau
sibajingan tosu dari Pek hun koan"
Dalam waktu singkat suasana menjadi gempar, bentakan nyaring bergema dari sana sini
mimpipun mereka tak menyangka kalau Kim Thi sia berani mencabut bulu harimau.......
Dalam waktu singkat tampak bayangan manusia berkelebat kesana kemari hujan senjata
rahasiapun ditujukan kearah mereka.
Tosu bermuka panjang yang diserang Kim Thi sia barusan sesungguhnya hanya seorang tosu
yang berkepandaian silat biasa saja dalam keadaan tak menduga sama sekali tulang dadanya
seketika terhajar hingga hancur berantakan, sambil menjerit ngeri mayatnya segera roboh
terkapar diatas tanah...
Keberhasilah Kim Thi sia dalam serangannya hingga mengakibatkan tewasnya seorang
begundal dari pek hun koan ini segera menyeret pemuda itu terlibat dalam permusuhan dengan
kaum tosu tersebut.
Dalam waktu singkat senjata rahasia dan senjata tajam berhamburan disekeliling tubuhnya,
lambat laun Kim Thi sia tak sanggup menahan diri, mendadak satu ingatan melintas dalam
benaknya cepat-cepat tubuhnya menggelinding kesamping.
Diantara debu dan pasir yang beterbangan, tubuhnya tahu-tahu bergulingan sejauh tiga kaki
lebih. Namun jidatnya yang tergoret oleh batu segera menyebabkan darah segar segera
bercucuran keluar.
Biarpun pemuda ini tidak takut menghadapi bacokan golok serta tusukan tombak, namun
hamburan senjata rahasia membuatnya tak sanggup menahan diri Dengan menggulingkan diri
diatas tanah maka semua senjata rahasia yang tertuju ketubuhnya menjadi mengenai sasaran
kosong. Malah serangan pedang, tombak dan ruyung yang amat dahsyat tadi seketika
menyebabkan tanah seluas berapa kaki menjadi tak karuan bentuknya.
Menyaksikan kejadian ini Kim Thi sia menjulurkan lidahnya, kemudian dia cepat-cepat bangun-
Mendadak terdengar lelaki ceking itu berteriak: "Hey bocah muda, ayoh cepat ikuti caraku ini"
secepat sambaran angin kakek ceking itu menerjang maju kemuka, dalam sekali ayunan
tangan, ia telah berhasil mencengkeram seorang tosu yang berwajah bengis.
Bukan sampai disitu saja, lelaki ceking itu segera tertawa, sambil mengerahkan tenaganya dia
melakukan dorongan kedepan.
Tosu bengis itu segera terdorong oleh semacam kekuatan yang besar hingga menjerit kesakitan
dan jatuh terguling diatas tanah.
Dengan suartu gerakan yang amat cepat, lelaki ceking itu segera menyambar tubuh bagian
belakangnya dan diangkat keatas sebagai tameng. Tentu saja tosu itu mencak-mencak dan
berubah meronta dengan sekuat tenaga. Kim Thi sia yang menjumpai hal itu kontan saja
berteriak:
"Kalau hendak dibunuh, lebih baik bunuhlah dengan cepat, buat apamesti dipermainkan seperti
itu?"
Lelaki ceking itu melotot besar, dengan wajah tak senang hati ia melirik sekejap kearah sang
pemuda, lalu jeritnya lengking: "Bocah muda, kau hanya mengerti soal kentut"
Habis berkata dia membanting lagi tosu itu keatas tanah.
"Blaaaaaaammmm."
Tosu itu segera merasa pusing tujuh keliling, pandangan matanya menjadi gelap dan darah
meleleh dari ujung bibirnya, untuk sesaat dia menjadi kehilangan kesadarannya.
Lelaki ceking tadi tak berdiam diri sampai disitu saja, sekarang dia menyambar kaki kanannya
dan memutar tubuh orang itu sebagai sebuah senjata guna merontokkan senjata rahsia yang
menyambar tiba.
Dalam waktu singkat, seluruh tubuh tosu itu sudah terkena sambaran senjata rahasia hingga
bentuknya tak berbeda seperti seekor landak. sambil tertawa terkekeh-kekeh lelaki ceking itu
segera berseru:
"Hey anak muda, inilah cara yang terbaik untuk mengatasi keadaan seperti sekarang ini."
sambil berseru kembali dia berpekik aneh, lengannya direntangkan lalu bagai seekor burung
rajawali mencengkeram seorang tosu lagi.
Menyaksikan rekannya tewas dalam keadaan mengerikan, sedangkan si lelaki ceking itu
kembali berniat menangkap salah seorang diantara mereka, kawanan tosu itu menjadi ketakutan
dan segera melarikan diri tercerai berai untuk menyelamatkan diri
Lelaki ceking itu bertambah gembira, sambil tertawa terkekeh-kekeh hingga giginya yang
kuning kelihatan semua, dia berseru:
"Hey anak muda, kau harus segera maju menirukan cara yang dipakai lelaki ceking itu untuk
menghadapi kawanan tosu bengis tersebut" dia segera berpikir.
"Tubuh manusia lebih besar daripada pedang ataupun golok. jelas merupakan sebuah tameng
yang paling baik. selain terlindung dari serangan senjata rahasia, dapat pula menakut-nakuti
musuh, sekali tepuk mendapat dua, benar-benar sebuah cara yang amat bagus."
Karenanya diapun segera menirukan cara dari lelaki ceking tadi dengan menangkap seorang
tosu bengis untuk dijadikan tameng.
Akibatnya kawanan tosu bengis itu bukan saja tak berhasil melukai dirinya dengan senjata
rahasia, bahkan sebaliknya karena kuatir melukai rekan sendiri, mereka justru mengurungkan
serangan senjata rahasianya dan berbalik menyerang dengan menggunakan senjata tajam.
Empat pemuda yang baru terjun kedunia persilatan itu serentak melompat turun dari kudanya
sambil meloloskan gedang. serangan gabungan dari kawanan tosu bengis itu seketika terbendung
oleh serangan keempat orang pemuda tadi hingga tak mampu maju selangkahpun.
sambil tertawa terkekeh-kekeh lelaki ceking itu segera berseru:
"Hey anak muda, coba kau bertahanlah sejenak. aku hendak pergi menolong orang."
"Pergilah kau" jawab Kim Thi sia sambil tertawa. sebuah jotosannya berhasil merobohkan
seorang musuh. "Serahkan saja persoalan disini kepadaku seorang........"
Belum selesai perkataan itu diutarakan tujuh delapan orang tosu telah menerjang kearahnya
sambil memutar ruyung panjang.
Kim Thi sia membentak keras dan terjun kearena pertarungan, pertempuran sengitpun segera
berkobar.
Dengan melompat keluar dari arena pertarungan, lelaki ceking itu menjadi hebat merdeka dan
tiada orang yang menyerangnya lagi. Buru-buru dia mengerling sekejap kearah Kim Thi sia yang
sedang bertarung sengit lalu gumamnya dengan suara keras:
"Rasain sekarang hey bocah muda, kau bakal merasakan penderitaan yang hebat.
Haaaaah.....haaaaaah........"
Dengan sekali jejakan kaki tubuhnya segera melejit setinggi tiga kaki lebih kemudian dengan
melewati diatas kepala orang banyak dia melesat menuju kedepan situ.
Kim Thi sia mendongkol setengah mati, terutama setelah mendengar perkataan tersebut,
seorang tosu yang sial nasibnya seketika terhajar batang hidungnya oleh sebuah pukulan dahsyat.
sesungguhnya tosu itu mempunyai hidung yang bentuknya sudah pesek, apalagi setelah dihajar
batang hidungnya sampai hancur kontan saja ia menjerit kesakitan seperti babi yang mau
disembelih sambil menutupi hidungnya yang berdarah dia lari pontang panting.
sementara itu api sudah mulai berkobar melalap belasan buah tiang besi disekeliling arena
ditambah lagi hembusan angin barat yang kencang dalam waktu singkat api telah melalap orang
yang terikat diatas tiang besi tersebut.
Kim Thi sia sangat gelisah diam-diam dia merasa gemas apa sebabnya hingga sekarang lelaki
ceking itu belum juga turun tangan.
Dalam gelisah dan marahnya ia segera melejit keudara dan mengeluarkan gerak serangan
"elang terbang menyambar walet" sepasang telapak tangannya dilontarkan kedepan mendesak
mundur dua orang musuh, lalu dengan manfaatkan peluang yang ada dia melirik sekejap kearah
tiang besi itu.
Dengan cepat dapat diketahui olehnya bahwa orang yang terikat ditiang besi itu ternyata tak
lain adalah kaum wanita kenyataan tersebut kembali membuat hatinya tertegun. satu ingatan
dengan cepat melintas didalam benaknya.
"Apa-apaan ini? Mengapa kawanan perempuan yang lemah ini berani memusuhi kawanan tosu
bau dari pek hun koan yang bengis? Benar-benar tak habis mengerti aku."
Ia semakin gusar lagi ketika dilihatnya lelaki ceking tadi bukannya menolong untuk
membebaskan kaum wanita tadi, sebaliknya dia malah mengambil kayu bakar dan memperbesar
kobaran api yang membakar tiang-tiang besi itu. Dengan wajah berubah hebat segera bentaknya
penuh marah: "Tua bangka celaka, kau harus dibunuh."
Mendengar itu, lelaki ceking tadi segera melompat bangun dan balas mengumpat: "Bocah
keparat, kau sendiri yang gobloknya seperti babi"
Kim Thi sia tidak berbicara lagi, dengan cepat dia sudah terlibat dalam pertarungan yang amat
sengit, sementara dihati kecilnya dia berpikir dengan gusar:
"Biar aku bodoh seperti babi, tetapi kau justru membantu kaum penjahat melakukan kejahatan,
perbuatanmu lebih rendah daripada binatang, tunggu saja tanggal mainnya, akan kubunuh dirimu
nanti"
Dalam pada itu lelaki ceking tadi kelihatannya agak sibuk sekali, dia berjalan mondar mandir
kian kemari mengambil kayu bakar, malah cara kerjanya jauh lebih giat dari pada kawanan tosu
tadi.
Tiba-tiba disaat Kim Thi sia baru berhasil mendesak mundur dua orang musuh dan sedang
menghembuskan napas panjang, tahu-tahu ia saksikan kawanan tosu yang semula mengurung
disekeliling lelaki ceking tadi dengan garang, mendadak seperti kemasukan roh jahat saja, mereka
jatuh bergelimpangan diatas tanah tanpa mengeluh sedikitpun. sebaliknya lelaki ceking itu
bergumam sambil berpeluk tangan: "Makanya, gara-gara sekawanan babi ini, hampir saja aku
mati kelelahan........."
JILID 18
Lalu sambil menuding kearah seorang tosu bermuka hitam yang sudah tergeletak diatas tanah,
dia mengumpat lagi:
"Maknya, engkau harus roboh agak pelan, tahukan kau tidurmu kali ini paling tidak akan
berakhir sampai akhir jaman nanti? Huuuh, buat apa kau berlagak mampus sekarang, tangan
mencoba menakut-nakuti aku, kau tahu aku adalah sobat karib siraja akhirat."
Dalam waktu singkat belasan orang tosu telah roboh bergelimpangan diatas tanah dan tak
berkutik lagi, tampaknya mereka sudah roboh karena asap beracun yang dilepaskan silelaki ceking
tadi.
Dengan begitu, kepungannya yang menghimpit Kim Thi sia juga semakin mengendor. Bahkan
sisanya yang masih hidup pun kini sedang berdiri termangu- mangu sambil mengawasi rekanrekan
tosu yang telah mampus secara mengerikan itu.....
Dengan cepat Kim Thi sia pun menjadi paham apa gerangan yang telah terjadi, dia tahu lelaki
ceking itu bukan mata-mata, rupanya secara diam-diam telah membantunya untuk merobohkan
kawanan tosu tersebut.
Karenanya dengan nada setengah minta maaf dia berkata:
"Hey situa, kukira kau adalah mata-mata musuh, sekarang aku baru tahu keadaan yang
sebenarnya, harap kau sudi memaafkan-"
Mendengar perkataan itu, silelaki ceking itu kontan menarik mukanya dia mencaci maki.
"Telur busuk goblok, kalau aku berniat membantu mereka mengapa batok kepalamu tidak
kupenggal lebih dulu?"
Terbentur pada batunya, Kim Thi sia segera menggerutu.
"Ayah pernah bilang bila kita sudah minta maaf maka urusanpun dianggap selesai. Heran,
kenapa situa justru berkaok-kaok macam anjing kelaparan.........?"
Karena mendongkol diapun tidak menggubris lagi.
Agaknya lelaki ceking itu hanya pura-pura marah, melihat pemuda itu mendongkol. Diapun
berlagak termenung sambil mengorek lubang hidungnya dengan jari tangan.
Lalu setelah menyentilkan kotoran hidung ketempat jauh, dia seperti teringat akan sesuatu,
pelan-pelan tanyanya sambil tertawa: "Hey rekan muda, berapa orang bajingan yang berhasil kau
jagal?"
"Enam orang" jawab Kim Thi sia tetap mendongkol.
"Benar-benar manusia tak becus" umpat lelaki ceking itu lagi sambil menarik muka dan
mendengus dingin. "Masa begitu lama bertarung, baru enam orang yang berhasil dijagai. Padahal
tosu baru itu jumlahnya puluhan, kalau semua orang bekerja macam dirimu, sampai kapan urusan
baru selesai? Hmmm, dasar orang goblok dimintai bantuan urusan makin runyem........"
Perkataan itu nampaknya sengaja ditujukan kepada Kim Thi sia karena diucapkan dengan suara
keras.
Bagaikan dipagut ular berbisa, Kim Thi sia segera berteriak keras-keras:
"Tua bangka, kalau kau hebat, kerjakan saja seorang diri, aku tak akan mencampuri urusanmu
lagi."
Lelaki ceking itu nampak agak tertegun lalu gumamnya:
"Baik, baik biar aku yang selesaikan sendiri, biar aku yang kerjakan sendiri Bila berita ini sampai
tersiar dalam dunia persilatan nanti. Lihat saja siapa yang bakal apes."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Haaaah.....haaaah.......bakal ada seseorang yang dianggap sebagai manusia pengecut yang
takut mampus........."
"Hey tua bangka" Kim Thi sia berteriak marah. "Bila kau berani mengusirku lagi, jangan
salahkan kalau aku akan menyerangmu?"
"Bocah keparat, kau hendak menakut-nakuti aku? Hmmm, jangan dilihat badanku ceking,
tulangku enteng. Hmmmm.......hmmmm....... sebelum memukul aku. Coba diperiksa dulu berapa
kerat tulang yang kau miliki."
Makin berbicara lelaki ceking itu makin mendongkol, kembali serunya:
"Maknya, selama berapa puluh tahun aku hidup berkelana didalam dunia persilatan, semua
jago yang bertemu aku baik dari golongan hitam maupun putih selalu memanggil toaya kepadaku.
setiap bersua mereka pasti menyapaku dengan hormat, sungguh tak sangka aku malah diumpatumpat
orang disini. Hey bocah keparat, nampaknya kau memang sengaja mencari gara-gara
denganku........"
Kim Thi sia mendengus dingin dan segera melengos kearah lain.
Tapi ketika dilihatnya lelaki ceking itu makin mencaci maki tiada hentinya, dengan langkah lebar
dia segera berjalan menghampirinya lalu menegur:
"Hey situa, aku lihat kau belum mencucuran air mata sebelum melihat peti mati, memangnya
ingin berkelahi denganku?"
Pada dasarnya Kim Thi sia memang seorang lelaki kasar, bila dia sudah berniat membunuh
orang, biar seorang kaisarpun mungkin akan diserangnya juga. Lelaki ceking itu segera berteriak:
"Bila kau berani maju selangkah lagi, hati-hati kalau batok kepalamu bakal berpindah tempat,
ayoh cepat hentikan langkahmu dan dengarkan dulu perkataanku."
Kim Thi sia sama sekali tak menggubris, sambil mengayunkan langkahnya dia melanjutkan
perjalanan kedepan, makin berjalan semakin mendekat.
Jarak mereka makin lama semakin dekat, andaikata Kim Thi sia memiliki tenaga dalam,
sekarang ia sudah bisa mulai menyerang.
Agaknya lelaki ceking itu mulai gugup dan gelisah, jeritnya lengking: "Hey anak muda,
dengarkan dulu perkataanku."
Kim Thi sia menghentikan langkahnya pada jarak satu kaki dihadapannya, lalu menegur: "Kalau
ingin berbicara ayoh cepat katakan."
"Anak muda, lebih baik kita jangan berkelahi" kata silelaki ceking itu sambil tertawa cengar
cengir.
"Hmmm, tidak bisa."
Dengan kening berkerut lelaki ceking itu berkata lagi:
"Kita sama-sama orang yan banyak pengalaman, kejadian macam apapun pernah dijumpai,
buat apa sih kita berkelahi hanya gara-gara urusan kecil? Tak baik bila dilanjutkan, lebih baik kita
bekerja sama untuk bertarung melawan kawanan tosu bau saja, coba lihat, kawanan tosu itu
sedang menonton kita dengan wajah gembira."
Tanpa terasa Kim Thi sia memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, benar seperti apa yang
dikatakan lelaki ceking itu, kawanan tosu tersebut sedang menonton ulah mereka dari sisi arena,
namun wajah mereka tak nampak gembira, sebaliknya hanya berdiri mematung disitu.
Dia mulai sangsi, dia sadar bila mereka sampai gontok-gontokan sendiri, niscaya pihak musuh
yang gembira, apalagi kesempatan dikemudian hari toh masih banyak. kenapa urusan mereka
harus diselesaikan dalam keadaan begini? Berpikir sampai disitu, mimik wajahnyapun berubah
agak kendor kembali.......
Terdengar lelaki ceking itu berkata lagi:
"Padahal bicara yang sesungguhnya, tangankupun sudah gatal sekali setelah kau maki diriku
tadi, namun memikirkan masalah didepan mata, terpaksa aku harus menyingkirkan dulu masalah
pirbadi......."
Kim Thi sia segera berkerut kening, pikirnya: "setan ini mulai mengatur gerak mundur."
sebagai pemuda yang berhati bajik, dia tak ingin menghilangkan nyawa orang demi
kepentingan pribadi, maka katanya kemudian:
"Baiklah, kali ini aku menuruti saja perkataanmu, tapi lain kali tak akan segampang ini
persoalan bisa diselesaikan."
Tampaknya lelaki ceking itupun telah memadamkan api kegusarannya, dia berkaok kembali:
"Hmmm, akupun tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja seandainya tidak teringat
dengan keselamatan jiwa para jago kaum lurus yang sedang terancam........"
Tak terlukiskan rasa mendongkol Kim Thi sia saat ini, tapi terpaksa ia mesti menahan diri
sedapat mungkin, akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun dia bergerak maju meninggalkan
tempat itu.
Belum berapa langkah dia berjalan, tiba-tiba jalan perginya telah dihadang seseorang, Kim Thi
sia mencoba untuk mengawasi orang itu ternyata dia adalah seorang tosu tua bermuka kuning
yang kurus kering dan brusia enam puluh tahunan.
sekalipun tidak nampak sikap ketuaannya, namun orang itu berwajah penyakitan hingga
wajahnya nampak amat suram dan tua.
Tanpa berpikir panjang dia segera mengayunkan tangannya melancarkan sebuah pukulan.
Mendadal dalam benaknya terlintas kembali ucapan dari ayahnya dulu.
"Anak sia, banyak macam manusia dalam dunia persilatan yang harus diampuni, terutama
sekali orang yang sudah tua, lemah, cacad atau sakit. sekalipun mereka telah melakukan
kejahatan namun dosa mereka harus diampuni. Kau tak boleh bertindak kelewat keji hingga bisa
dianggap orang sebagai manusia yang tak berperi kemanusiaan." Teringat akan hal ini, cepatcepat
dia menarik kembali serangannya sambil berkata: "Tosu tua, aku tak ingin membunuhmu
cepatlah pergi meloloskan diri........"
Dengan suara lemah tosu tua itu segera menjawab:
"Anak muda, kau jangan salah melihat, aku adalah tianglo bagian hukum dari kuil Pek hun
koan?"
"Aku tak ambil perduli siapakah kau, wajahmu yang berpenyakitan membuat aku tak tega
membunuhmu? "
Tosu tua itu segera tertawa.
"sebelum menang kalah ditentukan, kau sudah berani bicara besar, nyata sekali kau sibocah
muda memang orang baik."
Mendadak tubuhnya mendesak kemuka selincah kera, dalam waktu singkat sepasang telapak
tangannya sudah diayunkan kedepan melancarkan dua buah serangan yang amat dahsyat.
segulung angin pukulan yang amat dahsyatpun segera menggulung kedepan mengancam
tubuh Kim Thi sia.
Dengan perasaan amat terkejut Kim Thi sia melompat mundur kebelakang, begitu lolos dari
serangan dia segera berteriak dengan gusar. "Maknya, rupanya kau sitosu tua sedang berpurapura
sakti."
Gagal dengan seragannya yang pertama tosu tua itu mendesak maju lebih kedepan kembali
dua buah serangan yang amat gencar dan dahsyat dilontarkan kedepan.
Deruan angin serangan yang tajam seketika menyelimuti seluruh udara, bila dibandingkan
dengan kawanan tosu yang mengepung Kim Thi sia tadi, kepandaian orang ini berapa kali lipat
lebih dahsyat.
Begitu kehilangan posisi yang menguntungkan Kim Thi sia tak berani bertindak gegabah, sekali
lagi dia melompat mundur keb elakan sambil berseru dengan penuh kegusaran.
"Jika, kau masih saja tak tahu diri, jangan salahkan bila aku lancarkan serangan balasan-"
Tosu tua itu tertawa dingin.
"Hmmm, apa salahnya bila kau mencoba sekali lagi?"
Belum selesai perkataan itu diucapkan, tiba-tiba dia telah melancarkan sebuah sapuan kaki
yang gencar.
Dengan cekatan Kim Thi sia menghindarkan diri kesamping, angin serangan yang tajam dan
kuat segera menyambar lewat dari sisi tubuhnya.
Tosu itu tertawa dingin, kali ini dia melancarkan sebuah pukulan dahsyat dari kejauhan-
Angin pukulan yang dilancarkan kali ini dilancarkan dengan suatu gerakan yang luar biasa
seketika itu juga Kim Thi sia dipaksa tak sempat melancarkan serangan balasan dan segera
terkurung oleh angin pukulan lawan-Dalam keadaan begini, pemuda itu segera pikirnya:
"sungguh tak disangka seoran tosu berpenyakitanpun memiliki tenaga dalam yang begitu
hebat. Nampaknya aku harus menghadapinya dengan keras melawan keras."
Berpikir demikian, ia segera membentak keras, bukannya mundur dia malah mendesak maju
kedepan dan menyambut serangan tersebut dengan bahunya, bersamaan waktunya diapun
mengeluarkan ilmu Tay goan sinkangnya dan secara beruntun melancarkan serangan balasan
dengan menggunakan jurus "suara guntur kilat menyambar", "awan menyambar kabut
menggulung" serta "kobaran api dibalik bata".
Tak terlukiskan rasa kaget tosu tua yang hadapi datangnya serangan yang begitu dahsyat dan
ampuhnya tak sempat lari untuk menarik kembali serangannya tadi, tiba-tiba
"Blaaaaammmmmmmmm..........."
Kim Thi sia segera termakan oleh pukulan yang dahsyat itu hingga kuda-kudanmya gempur dan
mundur tiga langkah kebelakang.
sebaliknya tosu tua itupun terhajar punggungnya sehingga menjerit keras dan mundur sejauh
dua langkah.
Dalam satu gebrakan saja, kedua belah pihak telah saling menyerang secara nekad sehingga
berakibat sama-sama terkena pukulan.
Lengan kiri Kim Thi sia menjadi linu, kaku dan tak mau menuruti perintahnya lagi, buru-buru
dia mengeluarkan ilmu Ciat khi mi khinya untuk menarik hawa murninya kepusat dan menembusi
nadi ditangan kirinya yang tersumbat, lambat laun perasaan linu tadi bisa dihilangkan kembali.
sebaliknya sitosu tadi dengan tenaga dalamnya yang sempurna, meski sudah termakan oleh
pukulan dahsyat dari Kim Thi sia namun dengan cepatnya ia berhasil memulihkan kembali kondisi
tubuhnya seperti semula.
sebagai seorang yang berpengalaman dengan dia yang mengetahui pula bahwa musuhnya
hanya lihay didalam jurus serangan tapi lemah dalam tenaga dalam, itulah sebabnya diapun
segera menyusun suatu rencana yang jitu untuk menghabisi nyawa pemuda tersebut dengan
mengandalkan titik kelemahannya itu.
Kim Thi sia sebagai lelaki yang keras kepala, tentu saja merasa tidak puas setelah menderita
kerugian dalam satu gebrakan saja, segera gumamnya seorang diri:
"Hmmm, bila harimau tidak unjuk gigi, pasti orang mengira aku sebagai kucing
penyakitan........"
Dengan penuh amarah dia mengerling sekejap kearah tosu tua itu, kebetulan tosu tua itupun
sedang mengerling sekejap kearahnya, begitu empat mata saling bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi
sia melompat penuh amarah, teriaknya keras-keras: "Tosu hidung kerbau, kucincang tubuhmu
hingga hancur berkeping."
sepasang tangannya segera digetarkan keras, dua gulung tenaga pukulanpun segera meluncur
kemuka membabat dada sitosu tua itu.
Tosu tua tersebut tertawa dingin, ia mundur selangkah sambil mengebaskan telapak tangannya
kedepan.
seketika itu juga Kim Thi sia merasakan munculnya segulung tenaga dorongan yang sangat
kuat menumbuk tubuhnya membuat ia tak mampu menahan diri, dengan perasaan terkejut
bercampur ngeri tubuhnya terdorong mundur kebelakang.
Agaknya tosu tua itu sudah yakin kalau tenaga dalam yang dimiliki musuhnya amat cetek. dia
segera manfaatkan kelemahan itu untuk menggempurnya berulang kali, dengan tenaga pukulan
udara kosongnya yang hebat seketika itu juga Kim Thi sia terdesak hingga sulit untuk maju
selangkahpun-
Menurut perhitungan tosu tua itu, bila ia menggepur anak muda tersebut secara terus menerus,
maka kendatipun Kim Thi sia memiliki ilmu pukulan yang amat dahsyat. Mustahil dia bisa
mempergunakannya dan apda akhirnya pasti akan tewas diujung telapak tangannya.
sayang dia tak mengira kalau musuh yang sedang dihadapinya sekarang adalah Kim Thi sia
manusia yang termashur karena paling susah diladeni malah dia menyangka pemuda itu cuma
bocah kemarin sore yang belum lama terjun kedunia persilatan-
Bila Kim Thi sia menyerang maka diapun tak bergerak, begitu pemuda tersebut mendesak
kemuka, dia segera mendesaknya mundur dengan mengandalkan tenaga pukulannya yang maha
dahsyat.
Akibatnya kedua orang itu saling bertatapan sampai lama sekali tanpa sempat melakukan
sesuatu gerakanpunsecara
diam-diam Kim Thi sia melirik sekejap sekeliling tempat itu ia saksikan keempat orang
suheng te itu sedang bertarung sengit melawan balasan orang tosu sedang lelaki ceking itupun
betrok dengan lima enam orang tosu, dalam waktu singkat suara pertarungan telah menggetarkan
seluruh angkasa.
Kini tinggal pihaknya saja yang masih menganggur, tanpa terasa dia menganggap peristiwa ini
sebagai semacam penghinaan yang tak berujud paras mukanya segera berubah hebat.
Mendadak dari kejauhan sana tampak bayangan manusia berkelebat datang, Kim Thi sia
mencoba menghitung jumlahnya, ternyata mencapai dua puluhan orang, tanpa terasa lagi dia
membusungkan dada dan berseru sambil tertawa etrbahak-bahak.
"Haaaah......haaaaah......haaaah......bagus sekali biar datang berkumpul semua, dengan begitu
suasana akan bertambah ramai."
Baru selesai perkataan itu diucapkan, dua puluhan tosu bengis itu sudah melubruk datang.
seorang tosu bermuka codet langsung memberi hormat kepada tosu tua itu, kemudian
bentaknya keras-keras: "Serbu"
serentak dua puluhan orang tosu itu meloloskan senjata masing-masing dan menyerang Kim
Thi sia bersama-sama.
Kim Thi sia tak ambil diam, dengan jurus "guntur langit menyebar bunga" dia menghajar roboh
seorang tosu menyusul kemudian dengan jurus "kobaran api menggulung kelangit" dia hajar
seorang tosu yang berada didekatnya, sementara kakinya menyambar seorang tosu berwajah
seram yang berdiri disisi kirinya.
Hanya dalam satu jurus tiga gebrakan dia telah berhasil merobohkan tiga orang musuh
sekaligus keberhasilan ini bukan saja diluar dugaannya sama sekali bahkan membuat pemuda ini
semakin memahami taktik dalam menghadapi musuh.
Pada saat itulah api berkobar semakin ganas lalu terdengar jeritan ngeri dan seorang wanita.
Baik, Kim Thi sia maupun lelaki ceking itu segera berubah wajahnya muka mereka mengejang
keras seperti menyesali ketidak becusan sendiri
Dengan suara yang memekik telinga Kim Thi sia membentak nyaring, bagaikan singa terluka
dia menggetarkan tangan kirinya merebut sebilah pedang lalu diantara kilauan cahaya hijau,
jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan-
Beberapa orang tosu bengis yang berada dibarisan terdepan segera terpapas oleh sambutan
pedangnya hingga lengan atau kaki mereka terpapas kutung. Percikan darah segar menyembur
kemana-mana membuat suasana amat mengerikan hati. sisa tosu lainnya menjadi ngeri sendiri
setelah melihat kelihayan musuhnya, serentak mereka mengundurkan diri d engan paras jeri.
Berhasil membabat musuhnya, Kim Thi sia membuang pedangnya lalu memanfaatkan
kesempatan itu untuk menerjang keluar dari kepungan, lalu dengan menggetarkan tangannya dia
merobohkan sebatang tiang besi.
Tiang itu panjangnya satu kaki lebih, meski tiang yang dirobohkan membuat gadis yang terikat
jatuh pingsan, namun dengan begitu merekapun lolos dari jilatan api yang membara.
Dengan cara yang sama secara beruntun dia merobohkan enam buah tiang besi dan
menyelamatkan enam orang, tapi saat itulah kembali dia terkepung oleh sekawanan tosu bengis
sehingga usaha pertolongannya terpaksa harus dihentikan. Dalam keadaan begitu, diapun
berteriak keras:
"Hey situa, sekarang menjadi jawaban untuk menolong mereka, bila terjadi sesuatu yang tak
diinginkan, diantara kita tak bakalan ada kedamaian lagi........"
Tampaknya lelaki ceking itupun menyadari gawatnya situasi, dia segera menarik kembali sikap
badutnya dan menerjang keluar dari kepungan untuk menolong orang.
sementara itu toa suheng dari empat bersaudara seperguruan itu telah menderita luka, sambil
menjerit tubuhnya roboh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa itu menjadi sangat terkejut akibatnya gerak
serangannya menjadi melamban.
seorang tosu bengis yang melihat kesempatan baik segera memanfaatkannya dengan cepat,
sebuah sapuan toya persis bersarang ditubuhnya, ia kesakitan setengah mati dan mundur
sempoyongan sejauh satu kaki lebih.
Dengan sepasang mata merah membara dia segera merangkak bangun dari atas tanah sambil
mengerahkan Tay goansin kang secara beruntun dia menghajar roboh empat orang musuhnya,
lalu menerjang lepas dari kepungan dan mendekati si toa suheng itu.
saat ini dia merasa benci sekali dengan orang yang telah mencuri pedang Leng gwat kiamnya,
andaikata dia tidak kehilangan senjata andalannya itu, sudah pasti kepandaian saktinya bisa
dikeluarkan sekarang untuk membantai kawanan tosu bengis dari Pek hun koan.
"Semua kesalahan terletak pada dia, aku sudah menjalin permusuhan sedalam lautan
dengannya."
Dengan penuh rasa geram Kim Thi sia membentak keras, bagaikan malaikat yang baru turun
dari khayangan secara beruntun dia merobohkan dua orang tosu, lalu membimbing toa suheng
lolos dari kepungan.
"Kim tayhiap" gumam toa suheng kemudian. "Aku tak bisa memenuhi pengharapanmu, aku tak
berkemampuan lagi untuk melanjutkan pertarungan."
"Menang kalah adalah kejadian lumrah dalam suatu pertarungan, lebih baik kau beristirahat
saja disini."
Cepat-cepat dia merobek baju untuk membalut luka ditubuh Toa suheng, kemudian setelah
menyembunyikan badannya dibalik semak yang lebat, buru-buru dia menerjang kembali ketengah
arena.
Ditengah jalan ia memungut sebuah toya lalu menerjang ketangan arena, tanpa pilih kasih lagi
begitu bertemu tosu, dia segera menyerang dengan sekuat tenaga.
Biarpun waktu itu bahunya sudah terkena bacokan golok, pedang, sambaran toya dan cambuk,
namun dasar keras kepala, dia tak perduli dengan semua lukanya itu, dengan ganas dan kalap dia
hajar semua musuhnya secara kejam dan tak mengenal ampun-
Sejak terjun kedunia persilatan, agaknya kawanan tosu itu belum pernah menjumpai seorang
lelaki kalap seperti ini, diam-diam mereka jadi keder sendiri hingga tanpa banyak bicara lagi
serentak orang-orang itu melompat kesamping untuk meloloskan diri.
Dengan begitu ketiga orang suheng te itu pun mendapat kesempatan untuk mengatur
pernapasan, tak selang berapa saat kemudian kekuatan mereka telah pulih kembali, dengan
semangat baru serentak mereka bertiga terjun kembali kearena pertarungan-
Kim Thi sia pun secara diam-diam mengerahkan ilmu "tangguh tanpa akhir" dari ciat khi mi
khinya untuk mengatur pernapasan, dengan begitu meski dia harus bertarung sekian lama tanpa
beristirahat, namun kekuatan tubuhnya tak nampak menjadi lemah.
Justru disinilah letak rasa takut dari para tosu itu, hingga tanpa terasa perhatian semua orang
pun beralih pada pemuda ini.
Biarpun lelaki ceking itu memiliki kepandaian silat yang tangguh, namun orang itu tidak
memiliki daya tahan yang begini hebatnya.
itulah sebabnya setiap kali para tosu itu bersua dengan Kim Thi sia, tanpa syarat mereka
menghindarkan diri kesamping dan berusaha menjauhkan diri dari bentrokan secara langsung
dengannya, tentu saja hal ini membuat pemuda Kim mendapat banyak keuntungan.
secara beruntun lelaki ceking itu sudah merobohkan dua belas buah tiang besi. Kini tinggal
enam, tujuh buah tiang yang belum sempat dirobohkan ketika kawanan tosu bengis itu
menyerang kembali kearahnya secara ganas.
Berbicara sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki kawanan tosu itu tidak terlalu tinggi, tapi
mengandalkan jumlah yang banyak itulah membuat orang yang menjadi muak dan jengkel.
Dalam keadaan kritis, Kim Thi sia tak sempat lagi membantu tiga bersaudara itu untuk
bertarung, cepat-cepat dia memburu kesamping lelaki ceking tadi sambil teriaknya keras-keras:
"Hey situa, lanjutkan usahamu untuk menolong orang, serahkan saja tosu-tosu bangsat ini
kepadaku."
sambil menyeka peluh lelaki ceking itu menyahut sambil membuat muka setan.
"Tentu saja kau harus menjadi setan pengganti matiku, sebab nyawaku memang lebih berharga
daripada nyawamu."
Kim Thi sia segan bersilat lidah dengannya hanya didalam hati kecilnya dia berpikir:
"Tungguh saja sampai semua musuh sudah selesai diringkus, biar kaupunya selembar lidah
yang tajam, tak akan bisa banyak membantumu nanti."
Meski tak sampai diutarakan keluar, namun dalam hati kecilnya ia sudah bertekad hendak
memberi pelajaran yang setimpal kepada orang itu.
sambil melintangkan toyanya didepan dada, ia berseru kepada kawanan tosu yang lari
mendekatinya itu.
"Digunung ada sarang, dilaut ada kedung, dibukit ada pentolan, dialut ada raja, tapi akulah
yang menjadi raja disini sekarang. Bila kalian berani bertindak secara sembarangan, jangan
salahkan bila toyaku akan menghancurkan batok kepala kalian."
Kawanan tosu itu menjadi tertegun, malah berapa orang diantara mereka yang berangasan
sudah siap melancarkan serangan. Mendadak Kim Thi sia membentak lagi dengan mata melotot
besar:
"Sejak kecil aku sudah ikut Ciang sianseng merantau diseantero jagad tanpa menjumpai
tandingan. Hmmm, kalian berapa cecunguk han terhitung manusia macam apa? Berani betul
mencabut kumis harimau........."
Dengan gayanya yang keren dan serunya sebagai murid Ciang sianseng, kontan saja kawanan
tosu itu menjadi termangu dan tak berani berkutik secara sembarangan.
Melihat musuhnya terkelabuh, Kim Thi sia segera manfaatkan kesempatan itu untuk membual
lagi.
"Terus terang saja aku bilang, sejak berusia sepuluh tahun aku sudah mulai mengembara d
idalam dunia persilatan, algipula aku punya kegemaran membunuh, apa saja yang tak berkenan
dihati segera akan kubantu sampai habis. Hinga berusia lima belas tahun, aku membunuh orang
seperti menginjak mati semut, jumlahnya sudah tak terhitung lagi dengan jari tangan, maka bila
kalian pingin merasakan gaya membantaiku, silahkan saja maju untuk mencoba tanggung kuberi
kepuasan untuk kalian."
Ketika dilihatnya semua orang dibuat tertegun, diam-diam ia tertawa puas dan melirik sekejap
kesamping, ia menjumpai silelaki ceking itu sudah berhasil merobohkan sisa ketujuh tiang besi itu,
malah sekarang sedang memotong tali pengikat tubuh gadis-gadis tersebut.
Melihat usahanya telah berhasil, maka diapun berkata lebih jauh sambil tertawa dingin:
"Tapi berbicara lebih lanjut, dengan kegemaranku untuk membunuh, lama kelamaan sifatku ini
menjadi mendarah daging, sehingga walaupun kalian tak berani mencoba sekarang, aku tetap
akan mencari kalian untuk melancarkan serangan-"
Tiba-tiba sambil membentak keras dia memutar toyanya sambil melancarkan serangan dahsyat
kedepan-
Waktu itu kawanan tosu tersebut sedang mendengarkan kisah tersebut dengan serius dan
asyik. Diam-diam perasaan bergidik telah muncul dalam hati kecil mereka, maka begitu melihat
anak muda itu mulai menyerang dengan kalap serentak mereka kabur kalang kabut untuk
menyelamatkan diri
Dua tiga orang tosu yang tak percaya dengan obrolannya itu berniat melakukan perlawanan,
tapi akhirnya merekapun kena dirobohkan oleh pukulan toya yang keras.
Entah sejak kapan ternyata tosu berwajah penyakitan itu sudah muncul pula disitu, tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, dia segera mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah
pukulan yang maha dahsyat.
Desingan angin tajam yang menyambar dari belakang membuat Kim Thi sia berpaling secara
tiba-tiba, begitu mengetahui siapa penyerangnya, hawa amarah segera berkobar dalam benaknya.
sambil membentak keras, dia segera mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut
datangnya serangan tersebut.
"Blaaaaaaa mmmmmmm."
Tenaga pukulan yang dilancarkan tosu tua berwajah penyakitan itu benar-benar sangat
dahsyat. Akibat dari bentrokan kekerasan itu, tubuh Kim Thi sia mundur kebelakang dengan
sempoyongan-
Mendadak terdengar silelaki ceking itu memperingatkan-
" Kepandaian silat yang dimiliki tosu bengis ini termasuk jagoan top dari kuil Pek hun koan,
lebih baik jangan kau hadapi serangannya dengan keras, cepat hadapi saja dengan ilmu
meringankan tubuh. Tosu bau ini tidak pernah belajar ilmu meringankan tubuh, itulah titik
kelemahannya yang terbesar........."
Begitu perkataan tersebut diutarakan keluar, paras muka tosu tua itu segera berubah hebat,
dengan gemas dia melotot sekejap kearahnya. Kim Thi sia pun mengernyitkan alis matanya yang
tebal, pikirnya:
"sialan, akupun belum pernah mempelajari ilmu meringankan tubuh, darimana aku bisa
menghadapinya dengan cara tersebut?"
Ia tak menyangka musuh yang dihadapinya sekarang mempunyai kelemahan seperti dirinya, ini
berarti kedua belah pihak sama-sama tak dapat meraih kemenangan dengan mengandalkan
kelincahan tubuh.
Tapi untuk menakut-nakuti musuhnya itu, dia snegaja menyahut:
"Baik, aku segera akan menghadapinya dengan ilmu meringankan tubuh............"
Tapi pertarungan sudah berlangsung sekian lama ternyata belum nampak juga pemuda itu
mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya, tapi akibatnya cukup mempengaruhi kehebatan tosu
tua tersebut.
Karena takut pemuda itu benar-benar menghadapinya dengan ilmu meringankan tubuh, tosu
tua itu menjadi was- was sehingga tenaga serangannya tak pernah bisa mencapai sepuluh bagian.
Itulah sebabnya ketika secara beruntun Kim Thi sia mengajaknya beradu tenaga sampai enam
kali, posisi anak muda tersebut tetap tenang tanpa kelihatan terdesak.
Agaknya lelaki ceking itu menjadi amat merah, karena pemuda itu tak mau menuruti
nasehatnya, mendadak ia mengumpat keras:
"Tolol, ilmu pukulanmu masih ketinggalan jauh dibandingkan dirinya, kenapa kau tidak segera
menghadapinya dengan ilmu meringankan tubuh.........?^
Waktu itu Kim Thi sia sedang mendongkol karena tak punya kesempatan untuk mengundurkan
diri dari pertarungan, mendengar dirinya dimaki sebagai orang tolol, kontan saja dia naik darah,
segera teriaknya:
"Yaa, betul, aku memang tak becus aku memang tolol, kalau kau memang lebih hebat
mengapa buka kau yang turun tangan untuk menghadapinya?" Lelaki ceking itu segera tertawa
katanya:
"Baik, baik anggap saja memang salah berbicara kalau toh kau ingin bertarung menurut caramu
sendiri, silahkan aku tak akan mencampuri urusanmu lagi."
setelah itu gumamnya seorang diri
"Hmmm, sudah tak becus dalam ilmu meringankan tubuh, sekarang ingin menyeret aku terlibat
dalam pertarungan. Hmmm, silahkan kau rasakan sendiri pahit getirnya pertarungan itu
haaaah......haaaah........"
Kim Thi sia menganggap perkataannya tadi kelewat lemah, maka dengan cepat tambahnya
lagi:
"selama hidup aku paling tak percaya dengan segala tahayul, biarpun aku tahu lima pukulanku
lemah, aku tetap akan bertarung lebih jauh, mau apa kamu?"
Untuk menunjukkan kebolehannya didepan lelaki ceking itu, secara beruntun ia lancarkan
serangan dengan menggunakan jurus "kobarkan api dibalik batu" dan "guntur menggelegat kilat
menyambar" dari ilmu Tay goan sinkang untuk menyerang musuhnya.
Tentu saja tosu tua itu tidak memberi kesempatan bagi lawannya untuk bergerak maju, dengan
sebuah pukulan yang maha dahsyat dia bendung datangnya ancaman itu.
Pucat pias selembar wajah Kim Thi sia tubuhnya nampak sempoyongan, tapi akhirnya sambil
menggigit bibir ia melancarkan terjangan kembali kemuka........
sambil mendengus dingin tosu tua itu melepaskan sebuah pukulan lagi kedepan.
Kini paras muka Kim Thi sia berubah makin memucat, langkah kakinya mulai kacau tak karuan,
tapi kekerasan hatinya membuat dia tetap bertahan dan mendesak maju lagi kemuka.
Lambat laun selisih jarak antara kedua orang itu semakin mendekat. Hal ini membuat tosu tua
tersebut mulai nampak gugup, sambil menghimpun segenap tenaga dalamnya dia melepaskan dua
buah pukulan dahsyat.
Tapi pada saat yang bersamaan pula Kim Thi sia telah melepaskan dua serangan yang tak
kalah dahsyatnya.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa nampak diliputi bayangan tangan yang berlapis-lapis. Kim
Thi sia yang berkemampuan biasa, tiba-tiba saja berubah menjadi perkasa dnegan kekuatan
sepuluh kali lipat lebih hebat daripada keadaan semula.
Dibalik serangannya terdengar desingan angin tajam dan suara guntur yang amat memekikkan
telinga. sedemikian dahsyatnya sampai lelaki ceking yang menonton dari sisi arena pun merasa
bergidik,
Tosu tua itu paling takut bila musuhnya menyerang dengan segenap kekuatan, maka begitu
melihat pemuda itu melepaskan sergapan kearahnya dengan mempertaruhkan selembar jiwanya
berubah hebat paras mukanya.
Dalam keadaan begini, dia tak mempunyai jalan lain kecuali menghadapi datangnya ancaman
dengan adu jiwa.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sama-sama berteriak keras dan roboh terjungkal
kebelakang.
Tosu tua itu segera memuntahkan darah segar, setelah tertawa parau berapa saat, matanya
melotot dan tubuhnya melejit, dia tewas seketika itu juga.
sebaliknya kulit muka Kim Thi sia pun kelihatan berkejang keras, tapi hanya sebentar, tiba-tiba
saja melompat bangun lagi dan seraya sambil menuding kearah lelaki ceking itu.
"Hey, kau jangan pergi dulu, aku hendak berbicara denganmu."
Lelaki ceking itu mengira Kim Thi sia tak bisa hidup lebih lanjut, selalu timbul perasaan
menyesal yang mendendam, dia mengangguk dengan wajah serius, pikirnya:
"Bocah muda yang patut dikasihani, mungkin dia hendak titip pesan terakhir kepadaku....."
Baru selesai dia berpikir, Kim Thi sia telah berseru:
"Hey situa, coba kau lihat, ilmu pukulanku lebih hebat atau ilmu meringankan tubuh lebih
dahsyat?"
"Hey bocah muda, kau tidak menderita apa-apa?" tanya silelaki ceking itu keheranan, matanya
terbelalak lebar-lebar.
"Aku sedang bertanya kepadamu, sudahkah kau dengar?" teriak Kim Thi sia lagi. Dengan cepat
sikap cengar cengir muncul kembali diwajah lelaki ceking itu, sahutnya:
"Anak muda, ilmu pukulanmu memang sangat indah, cuma aku merasa sedikit agak
kampungan."
"Bagaimana kemampuannya?" Kim Thi sia tertegun. Lelaki ceking itu segera tertawa.
"Kampungan adalah tingkal laku orang yang hidup didusun, jauh dari keramaian kota, orang
kampung yang urakan dan berkelahi semau hatinya sendiri, tidak pakai aturan, tidak menuruti
peraturan permainan yang berlaku.........."
" Kurang ajar, kau berani mencemooh diriku?" tiba-tiba saja Kim Thi sia jadi naik darah.
sambil berseru ia segera melakukan cengkeraman kemuka.
Tapi lelaki ceking itu amat cekatan, dengan suatu gerakan yang indah dan lincah dia
meloloskan diri dari cengkeraman itu, kemudian sambil menunjukkan muka setan katanya:
"Hey anak muda, kau bukan kampungan dalam cara berkelahi saja, sepak terjangmu, cara
berbicara mu, semuanya masih kampungan.....kau masih mirip orang gunung....."
"Hmmm, apa gunanya ilmu meringankan tubuh selain untuk berkentut?" seru Kim Thi sia
kemudian- "Kita berkelahi kan bertujuan merobohkan musuh, sekalipun tak mempergunakan ilmu
meringankan tubuh, buktinya musuh dapat kurobohkan, bagaimana mungkin kau menuduhku
berkelahi secara kampungan-............?"
"Aaaah.....kau cuma pandai mengotot, coba berganti orang lain, pasti kutabok sampai
mampus........" dengki lelaki ceking itu.
sekalipun diluarnya dia berkata begitu, secara diam-diam dia harus mengagumi atas kelihayan
dan ketangguhan daya tahan tubuh pemuda ini.
Kim Thi sia ingin berbicara lagi, namun waktu itu lelaki ceking tersebut sudah bertarung sengit
melawan seorang tosu bermuka merah, sepuluh gebrakan kemudian senyuman yang menghiasi
wajah lelaki itupun sudah hilang lenyap tidak berbekas, hal ini menunjukkan kalau ia telah
menjumpai musuh yang cukup tangguh.
Kim Thi sia segera mengalihkan perhatiannya kearah lain, dia saksikan tiga saudara
seperguruan itupun sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Tampak cahaya golok bayangan pedang dan suara bentakan keras menyelimuti seluruh arena,
pertarungan berjalan dengan amat serunya.
Tujuh, delapan sosok mayat tosu telah tergeletak disepanjang jalan, agaknya itulah hasil
pembantaian dari tiga bersaudara seperguruan tersebut.....
sisa dari sekawanan tosu lainnya sudah lenyap entah kemana, tampaknya mereka sadar kalau
bukan tandingan dan kini sudah kabur menyelamatkan diri.....
Tiba-tiba muncul suatu kecurigaan dalam hati kecil Kim Thi sia, pikirnya dengan cepat:
"Tampaknya kawanan tosu ini hanya berkumpul sebagai komplotan saja, mereka tak mendapat
pendidikan yang baik, tidak kelihatan juga siapa pemimpinnya, mungkinkah mereka hanya
merupakan gabungan dari pelbagai kelompok tosu jahat yang bersama-sama melakukan
kejahatan?"
semula dia berniat membekuk pemimpinnya lebih dulu sebelum membasmi anak buahnya,
tetapi sekarang sang "pemimpin" sudah tak nampak muncul disitu, otomatis rencananyapun
mengalami kegagalan.
"Nama busuk Pek hun koan yang sudah termashur sampai dimana-mana, apakah anak buahnya
hanya berupa kelompok berandal yang tak berguna begitu?"
"Dimanakah koancu atau pemimpin kuilnya? Bukankah dia seharusnya merupakan pemimpin
dari mereka semua."
serangkaian pertanyaan itu berkecamuk dalam benak pemuda kita, namun jawabannya tak
berhasil ditemukan.
Yang mirip sebagai seorang koancu hanya tosu tua berwajah penyakitan atau si tosu bermuka
merah ini, namun bila dilihat lebih jauh merekapun tidak mirip, sebab pertarungan sengit antara
tosu bermuka merah melawan lelaki ceking itu sama sekali tak digubris atau diperhatikan oleh
kawanan tosu lainnya, bahkan kematian si tosu tua berwajah penyakitan tadipun seolah-olah tak
ada hubungannya dengan mereka.
Bagi kawanan tosu itu, seakan-akan kecuali mengurusi diri sendiri, tiada persoalan lain yang
menarik perhatiannya lagi. Kejadian seperti ini benar-benar sangat aneh. Tanpa terasa diapun
mulai berpikir:
"Pek hun koan tak lebih cuma begini saja dengan kemampuan sekawanan manusia gentong
nasi, apa pula yang mesti ditakuti? kalau begitu berita yang tersiar ditempat luaran selama ini
hanya berita kosong belaka."
Berpikir sampai disitu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera lari kedepan
mencengkeram tubuh seorang tosu dari belakang membantingnya keatas tanah dan ditatap
dengan pandangan dingin-
Pelan-pelan tosu itu merangkak bangun dari atas tanah wajahnya kelihatan amat bengis.
Cambuk panjang yang berada ditangannya segera dilecutkan berulang kali hingga menimbulkan
suara keras.
Kim Thi sia menjadi gusar sekali dengan cepat dia maju kedepan sambil menggetarkan
tangannya. sekali sambaran ujung ruyung musuh telah berhasil dicengkeramannya.
Lalu dalam sekali sentakannya yang berkekuatan ruyung panjang tadi sudah berpindah tangan,
menyusul kemudian tinjunya diayunkan berulang kali kedepan menghujani tosu tersebut dengan
pukulan yang bertubi-tubi.
Tak ampun lagi orang itu menjerit-jerit seperti babi mau disembelih, sekali tendangan Kim Thi
sia menghajar orang itu sampai bergelinding diatas tanah, bentaknya kemudian:
"Telur busuk. siapa pemimpin kalian?"
Ketika tosu itu tetap membungkam, dengan gusar Kim Thi sia menghujani pukulan lagi keatas
tubuhnya, dalam waktu singkat wajah orang itu memar berdarah, kepalanya pusing tujuh keliling
dan pandangan matanya berkunang-kunang, dalam keadaan seperti ini dia tak mampu untuk
berdiam diri lebih lanjut.
Akhirnya dengan suara yang lirih karena harus menahan rasa sakit yang luar biasa, dia
menjawab: " Koancu kami telah lenyap"
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu"
Kim Thi sia tahu kalau tidak diberi pelajaran tak mungkin tosu itu berbicara terus terang, maka
dia menghajar kembali tawanannya habis-habisan hingga tosu itu tak tahan dan berteriak minta
ampun, dalam keadaan begini terpaksa, orang itupun menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Ternyata Pek hun koan adalah sebuah kuil yang banyak dikunjungi jemaah. Pemimpin mereka
bernama sin hong tojin, berusia enam puluh tahunan dan berwajah keren.
sin hong tojin mempunyai dua orang adik seperguruan yang sama-sama memiliki ilmu silat
amat tinggi, sejak jemu melakukan pengembaraan dalam dunia persilatan, mereka bertigapun
mendirikan kuil Pek hun koan untuk hidup mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan.
Lambat laun kuil Pek hun koan banyak menarik minat jemaah untuk berdoa disitu hingga
mereka sampai kewalahan melayani begitu banyak umat yang datang, dalam keadaan begini sin
hong tojin segera mengumpulkan anak buah dari segala penjuru dunia, tentu saja diantara mereka
terdapat tosu yang baik tapi lebih banyak kaum tosu yang berwatak jelek dan jahat.
Mula-mula sin hong tojin menaklukkan mereka dengan ilmu silat kemudian baru memimpin
mereka menuju kejalan kebenaran tentu saja kawanan tosu jahat itu harus menerima kenyataan
dalam keadaan begitu, padahal secara diam-diam mereka selalu berusaha mencari kesempatan
untuk mencelakai sin hong tojin-
Beberapa kali usaha tersebut selalu berhasil ditanggulangi sin hong tojin dengan mengandalkan
ilmu silatnya yang hebat tapi dengan kejadian tersebut tertanamlah bibit kurang baik dalam kuil
tadi.
suatu malam pada tiga tahun berselang disaat sin hong tojin bersama kedua orang adik
seperguruannya bersembahyang malam tiba-tiba mereka dengar ada jago persilatan yang masuk
kekuil mereka secara diam-diam serentak merekapun berhenti bersembahyang sambil menunggu
kedatangan orang itu.
Ia tahu semasa mudanya dulu banyak permusuhan yang telah dibuatnya sehinga tak sedikit
orang yang membenci serta berusaha membalas dendam kepadanya, karena itu sambil menghela
napas dia menunggu kedatangan orang itu.
Ternyata sipendatang memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, dengan gerakan
yang sangat ringan tanpa menimbulkan sedikit suarapun orang itu melayang datang dengan
cepatnya.
Ternyata orang itu berbaju hitam, bertangan kosong dan tidak membawa senjata. Hal tersebut
membuat sin hong tojin agak lega, tapi bila teringat kelihayan ilmu meringankan tubuhnya, diapun
agak kuatir.
Hingga waktu itu ternyata kedua orang adik seperguruannya masih belum tahu kalau ada
musuh telah memasuki kuil mereka.
Dengan langkah yang amat ringan manusia berbaju hitam itu berjalan mendekati kearahnya,
langkahnya amat santai seakan-akan tak ada yang ditakuti olehnya.
sin hong tojin tahu kalau pendatang itu tidak bermaksud baik, diam-diam ia segera
menghimpun tenaga untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Diluar dugaan ternyata pendatang itu tidak melancarkan serangan apa-apa, ia hanya berhenti
pada jarak tiga kaki dihadapannya dan mengulumkan senyuman yang cerah.
Melihat jelas paras muka orang itu, sin hong tojin segera merasakan hatinya berdebar keras,
ternyata pendatang itu merupakan seorang gadis cantik bak bidadari dari khayangan.
Diam-diam sin hong tojin mencucurkan keringat dingin, meskipun dia memiliki iman yang kuat
dan tak pernah terpengaruh oleh gejolak perasaan ataupun napsu, tapi kecantikan gadis itu
terutama disaat sedang tertawa, membuat hatinya terasa goncang dan muncul pelbagai ingatan
yang aneh.
saat itulah kedua orang adik seperguruannya mengetahui juga akan kehadiran gadis cantik ini,
tapi dengan cepat merekapun termangu- mangu seperti kehilangan semangat.
Berapa saat kemudian, Sin hong tojin dapat mengendalikan gejolak perasaannya. Ia segera
menegur dengan suara dalam:
"Ada urusan apa Li sicu mendatangi kuil kami ditengah malam buta begini.........?"
Gadis cantik itu hanya tertawa manis tanpa mengucapkan sepatah katapunjua.......
Tak tahan sin hong tojin bertanya lagi:
"Apakah li sicu datang kemari untuk menuntut balas?"
Kali ini gadis itu cuma mengerling genit lalu menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu Li sicu hendak memasang hio?" tanya sin hong tojin keheranan, wajahnya
nampak agak tertegun.
sekali lagi gadis cantik itu menggelengkan kepalanya berulang kali, dia tetap tersenyum tanpa
mengucapkan sepatah katapunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Jangan-jangan dia bisu?" sin hong tojin yang melihat kejadian itu segera berpikir:
Diam-diam ia merasa sayang begitu cantik wajahnya mengapa memiliki cacad badan ya
mengenaskan?
Tapi tiba-tiba saja dia sadar kalau pikirannya sudah melayang terlalu jauh, dalam kagetnya
cepat-cepat dia memejamkan matanya rapat-rapat.
sementara itu kedua orang adik seperguruannya telah terpikat sama sekali oleh kecantikan
gadis itu, mereka menatap wajah nona tadi tanpa berkedip. rasa kagum dan terpesona
menyelimuti wajah kedua orang itu, seakan-akan mereka terbayang kembali masa remajanya
dulu.
Menanti sin hong tojin melotot tajam kearah mereka, dengan wajah merah padam kedua orang
itu baru menundukkan kepalanya rendah-rendah, tapi tak lama kemudian mereka mendongakkan
kepalanya lagi sambil mengawasi gadis itu tanpa berkedip. jelas sudah kecantikan wajah gadis itu
telah menggerakkan pikiran mereka berdua.
Menyaksikan hal ini, diam-diam sin hong tojin menghela napas panjang, segera tegurnya lagi:
"Lisicu, apabila kau tak ada urusan lain silahkan pergi dari sini, jangan kau ganggu ketenangan
kami untuk bersemedi." Gadis cantik itu tertawa ringan, tiba-tiba ujarnya: "Apakah kau merasa
terganggu oleh kehadiranku?"
Ternyata gadis cantik itu bukan cuma bisa berbicara, bahkan mempunyai suara yang amat
merdu bagaikan kicauan burung nuri. Dalam tertegunnya sin hong tojin segera berkata lagi:
"Li sicu, sesungguhnya apa maksud kedatanganmu ditengah malam buta begini? Bila tiada
persoalan lain tolong pergilah dari sini dengan cepat, jangan membuat nama baik Pek hun koan
ternoda."
"Tosu tua, aku sedang bertanya kepadamu. Apakah kau merasa terganggu oleh kehadiranku?"
gadis cantik itu bertanya lagi.
"Ya, pinto mengakui akan hal ini."
Padahal sejak pertama kali bertemu dengannya, iman tersebut sudah merasa terganggu
pikirannya.
Gadis cantik itu segera tertawa merdu sambil menutupi wajahnya dengan manja dia berseru:
"Tosu tua kau sedang berbohong"
sambil berkata dia berjalan maju dua langkah kedepan, sewaktu berjalan pinggulnya kelihatan
bergoncang amat keras sekali hingga menimbulkan kesan yang mendalam bagi siapapun yang
melihatnya.
sin hong tojin segera merasakan hatinya terpikat hampir saja dia mengira ada bidadari yang
baru turun dari khayangan.
Dengan gerakan yang genit gadis cantik itu melepaskan tali pengikat rambutnya serta
membiarkan rambutnya yang panjang terurai kebawah gerak geriknya amat lembut dan santai
seakan-akan sedang duduk didepan cermin saja. sin hong tojin menjadi amat gelisah buru-buru
dia berseru lagi:
"Li sicu, tempat ini merupakan kuil bukan kamar tempat merias muka, harap kau segera pergi
dari sini jangan membuat nama baik Pek hun koan ternoda oleh ulahmu itu."
"Tosu tua, kau tak perlu begitu gelisah" seru sinona cantik itu sambil tertawa genit. "Aku toh
bukan harimau galak."
Habis berkata dia berlagak membereskan bajunya yang kusut, bahkan seperti sengaja tak
sengaja dia menyinsing gaUn panjangnya serta membelai pahanya yang putih, halus dan
menyolok mata itu.
"ooooh.....dua hari dua malam aku harus menempuh perjalanan tanpa berhenti, rasanya benarbenar
melelahkan" kembali gumamnya.
sin hong tojin segera berpaling memperhatikan kedua orang sutenya, ternyata mereka sudah
dibuat terperana sampai lupa keadaan-
Melihat kejadian tersebut, dia segera menghembuskan napas panjang lalu dengan perasaan
apa boleh buat menyingkir dari situ.
"Tosu tua, bantulah aku sebentar" tiba-tiba gadis cantik itu menggapai kearahnya dengan
lembut.
Ketika sin hong tojin berpaling, ia melihat gadis itu sedang membungkukkan badan sambil
melepaskan sepatunya, tapi begitu kakinya menginjak tanah dia nampak sempoyongan seakanakan
hendak roboh terjungkal kearah tanah....
sin hong tojin yang sudah terbiasa menolong orang, tanpa sadar segera maju mendekat dan
membimbing tubuhnya.
Gadis cantik itu melepaskan sepasang sepatunya lebih dulu, kemudian baru mengerling genit
kearah tosu tua tadi sambil katanya:
"ooooh......begini baru nyaman rasanya, terima kasih banyak tosu tua atas bantuanmu?"
"Aaaah, itu mah belum terhitung seberapa."
Mendadak dia mengenduskan bau harum semerbak yang amat memabukkan hati, dengan
wajah tertegun sin hong tojin segera mengerling sekejap kearah gadis itu. sambil tertawa merdu
gadis tersebut berseru: "Tosu tua, kau baik sekali"
sin hong tojin amat terkejut, ia merasa perbuatannya sudah kelewat batas, dengan wajah
tersipu karena malu cepat-cepat dia membalikkan badan siap pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tiba-tiba terdengar gadis cantik itu berteriak keras dengan nada amat terkejut.
"Aduh.....binatang apakah ini......tosu tua, cepat kemari......."
sin hong tojin segera berkerut kening, pikirnya:
"Hmmm, tampaknya kau memang sengaja hendak menyusahkan aku......."
Walaupun begitu dia toh membalikkan badan dan berjalan mendekati gadis tersebut.
Ternyata binatang yang ditunjuk gadis itu tak lebih cuma dua, tiga ekor semut besar, tapi
agaknya binatang itu cukup membuat sinona ketakutan sampai gemetar keras. sin hong tojin
segera berpikir lagi:
"Apa yang aneh dengan semut-semut besar itu? Hmmm, hanya semutpun sudah menjerit
ketakutan, apalagi melihat ular......."
Dengan perasaan tak senang hati dia segera membungkukkan badan mengusir pergi semutsemut
besar, kemudian baru ujarnya: "Li sicu, sekarang kau boleh pergi dari sini" Gadis cantik itu
nampak agak tertegun, lalu serunya:
"Tosu tua, apakah kau sedang mengusirku dari sini? Malam ini aku tak bisa melanjutkan
perjalanan lagi kau suruh aku pergi kemana? ooooh tosu tua, berbuatlah kebaikan dengan
menampungku disini, aku hanya seorang gadis yang hidup sebatang kara, aku paling takut
menjumpai orang jahat yang berpikiran tak senonoh. Tosu tua, bagaimana pun juga kau harus
menyediakan sebuah kamar untukku malam ini......"
"Tiga li dari kuil ini terdapat beberapa orang penduduk. silahkan Li sicu pergi mencari
pemondokan disitu, ketahuilah kuil Pek hun koan tak bisa menampung tamu wanita."
Dengan kening berkerut gadis cantik itu segera berseru:
"Aku sudah tak kuat melanjutkan perjalanan lagi, tosu tua hatimu amat dingin dan tidak
berperasaan-...."
sin hong tojin berpaling ketika sepasang matanya saling beradu dengan sepasang mata sinona
yang jeli. Tiba-tiba dia berseru dengan suara keras:
"Li sicu, kau adalah seorang pendekar wanita yang berilmu silat amat tinggi, kenapa mesti
mengucapkan kata-kata bohong? jarak tiga li hanya ditempuh dalam sekejap bila kau tidak segera
meninggalkan kuil ini berarti kau memang sengaja hendak mencari keributan denganku."
Mendadak gadis cantik itu tertawa merdu, suara tertawanya amat menarik hati. selang sesaat
kemudian ia baru berkata:
"Tosu tua, kau memang amat pintar, gara-gara kau seorang nona harus mencari keterangan
sampai satu Siangan lebih, coba bayangkan sendiri Apakah susah payahku selama ini tak pantas
memperoleh suatu imbalan?"
"Aku tidak mengerti dengan maksud perkataanmu itu."
"Aku menyelidiki tentang dirimu karena aku memang mempunyai tujuan tertentu, sin hong tojin
adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu silat sangat tinggi, bagaimana mungkin aku bisa
melepaskan dirimu dengan begitu saja?"
sin hong tojin segera merasakan hatinya bergetar keras, tegurnya dengan suara dalam.
"Li sicu, apa yang hendak kau perbuat terhadap pinto? silahkan diutarakan saja secara terus
terang."
sambil mengerling genit kearah tosu itu, sinona tertawa terkekeh-kekeh, katanya: "Sin hong
totiang, aku ingin bertanya kepadamu, sukakah kau kepadaku......."
Pertanyaan yang diajukan gadis cantik ini kontan saja membuat perasaan sin hong tojin
berdebar keras, tapi dengan cepat dia mencoba memperingatkan diri sendiri.
"Wahai sin hong totiang, kau adalah seorang imam yang sedang mendapat godaan, berhatihatilah
dalam mengendalikan naps u sendiri..." Dengan wajah berubah hebat tosu itu segera
berseru:
"Li sicu, pinto adalah seorang pendeta buat apa kau mempermainkan aku dengan pertanyaan
semacam itu? Bilamana kau membutuhkan pasangan yang serasi, carilah ditempat lain, masih b
nyak lelaki didunia ini yang membutuhkan dirimu, kenapa kau keluar dari Pek hun koan sekarang
juga, tempat ini adalah tempat beribadah, jangan kau nodai dengan ulahmu tersebut."
"Tosu tua, kau benar-benar berhati sekeji itu?" seru sinona cantik itu penuh kemanjaan-
"Omong kosong, sebagai seorang pendeta kecantikan wajah seseorang hanya kotoran yang
najis bagiku, inilah saat bagiku untuk menguji ketangguhan imanku."
"Baiklah, kalau toh berpikiran begitu nonapun tak takan menyudahi persoalan sampai disini
saja."
Berubah hebat paras muka sin hong tojin segera tegurnya dengan penuh kegusaran-"Li sicu,
apakah kau hendak mendesakku terus menerus?"
"Buat apa kau mesti gelisah?" gadis cantik itu tertawa cekikikan- "Terus terang saja kubilang,
banyak orang yang tertarik kepadaku namun tak seorangpun yang penuju dihatiku, sekarang aku
telah tertarik kepadamu. sin hong tojin, kau berbeda dengan orang lain, karena itulah nona hanya
menyukai kau seorang........."
"Li sicu, berhati-hatilah kalau berbicara" sin hong tojin segera membentak keras. "Ketahuilah,
pinto bukan seorang lelaki yang gemar akan kecantikan wajah perempuan."
Gadis cantik itu sama sekali tidak marah bahkan dengan senyuman dikulum selangkah demi
selangkah dia berjalan mendekati tosu tersebut. Bau harum yang semerbakpun berhembus keluar
menyelimuti seluruh ruangan.
sin hong tojin amat terkejut, cepat-cepat dia mundur tiga langkah kebelakang, lalu serunya
lantang:
"Li sicu, bila kau tidak segera menghentikan langkahmu, jangan salahkan bila pinto akan
berlaku kasar."
Gadis cantik itu sama sekali tidak menghentikan langkahnya, bahkan selangkah demi selangkah
berjalan terus mendekatinya.
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa sin hong tojin mengayunkan telapak tangannya
melepaskan sebuah pukulan, maksudnya hendak menghalangi sinona mendesak maju lebih
kedepan.
siapa tahu sambil tertawa gadis cantik itu melanjutkan langkahnya menembusi angin pukulan
tersebut.
sin hong tojin menjadi amat terkesiap, ia tak berani berayal lagi dengan menghimpun tenaga
dalamnya sebesar delapan bagian ia lepaskan sebuah pukulan kedepan.
Selisih jarak kedua belah pihak cuma satu kaki, tak ampun lagi serangan tersebut bersarang
telah ditubuh lawan-
Tiba-tiba saja gadis cantik itu menjerit kesakitan kemudian tubuhnya roboh terjungkal
kebelakang.
sin hong tojin adalah seorang yang jujur, saleh dan berjiwa besar. selama hidup dia tak pernah
membunuh orang baik, maka sewaktu melihat gadis cantik itu terluka oleh serangannya, buruburu
dia maju kemuka dan membimbingnya bangun-
Paras muak gadis cantik itu pucat pias seperti mayat, dibawah cahaya lilin, tampak jelas nona
darah yang membasahi ujung bibirnya, jelas isi perutnya sudah terluka oleh tenaga pukulannya
tadi. sin hong tojin amat menyesal, pikirnya:
"Biarpun dia telah mengganggu ketenanganku, namun perbuatannya belum terhitung suatu
kesalahan besar, masa aku harus melukainya hingga membuat dia menderita?" Cepat-cepat dia
membimbing tubuh gadis tersebut sambil tertawa: "Apakah Li sicu merasa agak baikan?"
Isi perut yang terluka oleh tenaga pukulan merupakan luka yang berbahaya bagi umat
persilatan, dibawah sinar yang redup, kelihatan gadis itu amat lemah keadaannya mukanya pucat
dan napasnya kelihatan senin kemis.
Biarpun jiwanya terancam bahaya, gadis cantik itu tidak menunjukkan perasaan menyesal,
malahan air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya yang putih dan halus, bisiknya tibatiba:
"Cepat katakan, sukakah kau kepadaku?"
JILID 19
Sin Hong tojin tidak berusaha menghindarkan diri dari belaiannya, dia merasa pikirannya sangat
kalut, selama banyak tahun hidup memencilkan diri belum pernah dia melakukan kesalahan seperti
saat ini. Saking sedih dan murungnya dia sampai menundukkan kepalanya tanpa berbicara.
Mungkin saja dalam hati kecilnya telah tumbuh benih sayang, hingga setelah salah turun
tangan tadi, hatinya terasa amat sedih.
Ketika tidak mendengar suara Jawaban gadis cantik itu kembali meronta sambil mengulangi
kembali pertanyaannya.
Sin Hong tojin amat kalut pikirannya, diam-diam ia berpikir:
"Aaaai.....dalam keadaan begini apa salahnya kalau kubilang menyukai? toh dia sudah hampir
mati, mengapa aku tak berusaha untuk menghibur hatinya?" Berpendapat demikian, diapun
menjawab dengan suara rendah. "Yaa, aku memang menyukaimu......."
Baru selesai mengucapkan perkataan tersebut, paras mukanya telah berubah menjadi merah
padam bagaikan kepiting rebus, sejak menjadi pendeta tiga puluh tahun berselang, belum pernah
dia mengungkapkan kata-kata seperti ini terhadap seorang wanita, apalagi seorang gadis cantik
bak bidadari dari khayangan.
Iapun pernah mengalami masa remaja, apa yang tak pernah dialami dimasa remaja ternyata
harus dijumpai dimana tuanya, selisih waktu yang amat jauh ini membuat sin Hong tojin merasa
rikuh, malu dan amat menderita.
Mendadak ia tersadar kembali dari lamunannya ketika itu terdengar gadis cantik itu bergumam
lirihi
"Kau telah mengucapkan sendiri perkataan itu, kau sendiri yang mengucapkan kata-kata
itu......."
suaranya makin lama semakin lirih dan lemah, akhirnya sin Hong tojin tidak mendengar suara
apa-apa lagi.
Dengan perasaan kecut dan gelisah sin Hong tojin segera berseru lagi:
"Aku tak pernah berbohong, apa yang kuucapkan merupakan kenyataan. Kau......kau tak usah
kuatir........"
"sungguh?" mendadak gadis cantik itu meronta keras.
"sungguh" entah karena menyesal ataukan karena sedih, lambat laun dia mulai lupa dengan
statusnya sekarang.
"Kau sendiri yang berkata demikian" seru gadis cantik itu lagi sambil mengulumka senyuman
manis diujung bibirnya.
"Hmmm......." sin Hong tojin kembali merasakan hatinya bergoncang keras dia tahu sebentar
lagi kehidupan gadis cantik itu akan berakhir. Karenanya ia tak kuatir untuk membenarkan
kejadian itu.
siapa tahu tiba-tiba saja gadis cantik itu tertawa terkekeh, mendadak ia meronta keras untuk
melepaskan diri dari genggaman tosu itu, kemudian sambil bangkit berdiri katanya lagi:
"Kau mengatakan perkataanmu tak pernah bohong, nah aku menghendaki bukti sekarang." sin
Hong tojin menjadi terkejut sekali, segera tanyanya: "Kau tidak terluka?"
sambil tersenyum gadis cantik itu menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya: "Tidak.
siapa bilang aku terluka?"
Tiba-tiba saja sin Hong tojin merasa dirinya telah dibodohi orang, hatinya amat mendongkol,
rasa benci dan marah pun meluap memenuhi benaknya tanpa berpikir panjang lagi dia
melepaskan sebuah pukulan dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Dengan suatu gerakan ringan gadis cantik itu mengebaskan ujung bajunya, tahu-tahu saja
tenaga pukulan yang maha dahsyat itu sudah memantul balik tanpa menimbulkan sedikit
suarapun.
Mimpipun sin Hong tojin tak pernah menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki gadis cantik
itu begitu sempurna dan hebatnya.
Tak ampun tubuhnya mundur dengan sempoyongan, sampai beberapa kaki jauhnya ia baru
dapat mengatur kembali keseimbangan badannya.
Tidak menunggu sampai tosu tua itu berbicara, sinona cantik tersebut sudah berkata lebih dulu:
"sin Hong totiang kau telah mengucapkan perkataan tadi dengan sungguh hati, bohong atau
tidak aku membutuhkan buktinya sekarang."
Karena ucapannya tadi telah dijadikan sebagai pegangan, sementara melawanpun bukan
tandingan, terpaksa sin Hong tojin menundukkan kepalanya sambil menghela napas panjang,
katanya kemudian:
"Dosa, dosa.....hasil pertapaanku selama banyak tahun akhirnya harus runtuh bagaikan air
yang megalir, apa yang kau kehendaki dariku?"
sambil menunjuk kearah kedua orang tosu lainnya yang masih duduk mematung, gadis cantik
itu berkata sambil tertawa:
"Kau harus turut aku kembali kelembah. Apakah kedua orang itu akan dibawa serta?"
"Yaa, mereka berdua adalah adik seperguruanku, hidup mereka sama seperti hidupku."
"Bagus sekali, mari kita berangkat beramai-ramai." Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya
lagi:
"Terus terang saja aku bilang, aku sengaja mencarimu karena ada suatu persoalan
membutuhkan bantuanmu agar berhasil, sampai waktunya nanti kau masih punya kesempatan
untuk kembali lagi kesini."
Tergerak pikiran sin Hong tojin setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia bertanya:
"Persoalan apa yang nona harapkan bantuannya dariku? Dapatkah engkau utarakan dulu?"
Tanpa berpikir panjang gadis cantik itu manggut- manggut, sahutnya dengan lembut:
"Aku sedang melatih semacam ilmu sakti yang bernama Tay yu sinkang, kekuatannya luar biasa
dan jarang dijumpai tandingan didunia saat ini, siapa tahu abang seperguruanku amat kejam dan
jahat, ia kuatir keberhasilanku dalam ilmu sakti tadi akan mencelakai dirinya, maka diapun
menggunakan ilmu Tay goan sinkang membuyarkan himpunan hawa murniku, untuk memulihkan
kembali kekuatan tersebut berdasarkan rahasia perguruanku, terpaksa aku membutuhkan bantuan
kalian."
"Tay yu sinkang?" gumam sin Hong tojin. "Belum pernah kudengar kepandaian tersebut,
bagaimana caraku untuk membantumu?" Gadis cantik itu segera tertawa.
"Tentu saja kau tidak pernah mendengarnya, apalagi pekerjaan tersebutpun bukan
sembarangan orang akan dapat melakukannya, aku membutuhkan bantuan dari berapa orang
jago persilatan yang bertenaga dalam sempurna untuk bekerja sama membantuku agar pulih
kembali seperti sedia kala, bagaimana caranya untuk membantu. Lebih baik dibicarakan setibanya
dalam lembah saja..."
Begitulah tosu bengis itu mengakhiri kisahnya. sejak itu sin Hong koancu bersama kedua adik
seperguruannya lenyap tak berbekas, banyak tahun lewat tanpa kabar berita, maka sebagian
besar anggota kuil yang terdiri dari manusia liarpun kehilangan kontrol, mereka mulai membuat
ulah yang bermacam-macam. Bukan saja pelbagai kejahatan dilakukan, mereka pun dibabat
dengan keji. Lambat laun nama baik pek hun koanpun makin ternoda dan dikenal sebagai sarang
kaum penjahat.....
"Bagaimana dengan kau sendiri.....?" jengek Kim Thi sia sambil tertawa dingin. "Bukankah kau
salah satu diantara komplotan mereka?" dengan wajah hampir menangis tosu itu berkata.
"Mula-mula aku hanya seorang pekerja dalam kuil Pek hun koan, tapi sejak lenyapkan koancu,
mereka memaksaku untuk masuk komplotan. sebab barang siapa berani membangkang perkataan
mereka segera dibunuh dengan kejam. Aku takut jiwaku terancam maka dengan terpaksa turut
menjadi komplotan orang-orang itu oooh, tayhiap. berbuatlah kebajikan dengan mengampuni
selembar jiwaku ini........"
"Bagaimana dengan kawanan perempuan itu? Mengapa mereka ditawan disini.......?" tanya Kim
Thi sia lebih jauh.
" Kejahatan yang dilakukan Pek hun koan sudah termashur dimana-mana, rakyat kecil tak
berani hidup disekitar tempat ini lagi. Karena banyak orang sudah pindah rumah maka rekanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
rekan kamipun beralih mencari sasaran dikeresidenan lain. Terutama mereka yang gemar main
perempuan, entah sudah berapa banyak waktu yang menjadi korban perkosaan mereka.
Akibatnya sekawan pendekar wanita menjadi gusar dan mereka datang untuk menumpas kami.
sayang ilmu silat yang dimiliki perempuan-perempuan itu terlalu biasa, belum sempat memasuki
kuil Pek hun koan, mereka sudah kena diringkus disini dan digantung ditiang besi siap.........."
"siap menjadi bebek panjang bukan?" sela lelaki ceking itu mendadak.
Agaknya tosu itu tak menyangka akan muncul pertanyaan tersebut, kontan ia menjadi
terperanjat dan mengawasi wajahnya dengan ketakutan. Kim Thi sia segera mengulapkan
tangannya lalu berseru:
"Hey situa lebih baik jangan banyak bicara, aku akan menganggap dirimu sebagai bisu."
"Maknya.....kau sibocah kampungan yang bisu......" balas lelaki ceking itu cepat.
Kim Thi sia tahu, orang itu sedang mengumpatnya maka dengan hati mendongkol tiba-tiba saja
sebuah pukulan dilontarkan kedepan.
Lelaki ceking itu segera berteriak keras:
"Hey nona-nona, mari cepat lihat, bocah ini benar-benar kampungan masa sedikit-dikit mau
menunju orang."
suaranya keras lagi melengking, kontan saja dua puluhan orang nona yang sedang duduk disisi
arena serentak berpaling kearah Kim Thi sia.
selama hidup Kim Thi sia paling takut dilihat perempuan, dengan wajah bersemu merah dia
segera menghentikan serangannya. Melihat itu, kembali lelaki ceking tersebut menjengek.
"Hmmm, kukira kau sibocah busuk punya nyali dan berapi menghajar orang, ternyata kaupun
gentong nasi yang tak berguna, begitu berada didepan perempuan lantas tak berani apa-apa......"
Tak terlukiskan rasa mendongkol Kim Thi sia menyaksikan hal ini, kalau bisa dia ingin
menghajar mampus lelaki tersebut.
sementara itu keempat orang kakak adik seperguruan akupun duduk tidak jauh dari rombongan
nona-nona, mereka nampak berbicara dengan asyiknya, terutama murid pertama dari Pedang
sakti bunga beterbangan itu, nampaknya ia sedang bermain mata dengan seorang gadis cantik,
meski tak berkata-kata, namun jelas terlihat kedua belah pihak sama-sama punya maksud.
Dalam pada itu, sisute keempatpun sedang menuding kearahnya sambil membual sesuatu, lain
tampak beberapa orang perempuan berpaling mengawasi kearahnya.
Cepat-cepat Kim Thi sia berpaling dan pura-pura tidak melihat, dengan kepala tertunduk ia
mengajak tosu tadi berbicara lagi.
Diantara sekian orang, lelaki ceking itu yang nampak paling lincah, sebentar dia berada disini
sebentar berada disana, dimanapun dia berada, kawanan gadis itu selalu dibuat tertawa
terpingkal-pingkal.
Mendadak terlihat dua puluhan orang gadis itu bersama-sama mengawasi kearahnya sedang
lelaki ceking itu nampak berbicara entah apa yang dikatakan, tapi sejenak kemudian tampak
semua orang tertawa cekikikan.
Kim Thi sia yang melihat hal ini segera menganggap lelaki ceking tersebut sedang
menggunakan dirinya sebagai bahan gurauan, dengan gemas ia segera melotot sekejap
kearahnya.
siapa tahu lelaki ceking itu bukan saja tak berhenti berbicara, malah dengan suara keras
teriaknya:
"Hey bocah muda, matamu tidak berbeda seperti mata patung dikuil, lebih banyak putihnya
daripada hitamnya......"
Kim Thi sia benar-benar dibuat kehabisan akal, ia tak ambil perduli.
Mungkin lelaki ceking itu mengira dia takut dengan suara lebih keras kembali teriaknya:
"Hey bocah muda, jangan kau anggap tubuhmu lebih kekar maka aku takut kepadamu, padahal
aku hanya takut dengan tulangmu, tulang bahumu keras lagi busuk. sampai kepalakupun enggan
menggebukmu......."
Perkataan itu segera memancing gelak tertawa kawanan sinona, kali ini Kim Thi sia benar-benar
dibuat naik darah, tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu, lelaki ceking tadi telah berkata lagi:
"Tapi kalau berbicara sesungguhnya, otot tulang bocah muda inipun ada kebaikannya, dia bisa
membuat musuhnya kaok sendiri bila berani menggebuknya. Hal inilah membuat aku merasa amat
kagum."
segera Kim Thi sia menghentikan langkahnya, dibawah pandangan orang banyak tentu saja dia
tak bisa mencari gara-gara terhadap orang yang memuji dirinya.
Ia sadar tak mungkin bagi dirinya untuk melakukan perjalanan bersama-sama silelaki ceking itu
lagi.
Dari penuturan si tosu tadi, diapun mengetahui bahwa lenyapnya sin hong tojin sekalian adalah
merupakan ulah dari bibi gurunya.
Yang dimaksud sebagai "lembah nirmala" diapun teringat kembali pesan terakhir ayahnya, ia
tahu lembah Nirmala merupakan sebuah lembah dengan sekawanan jago lihay berdiam disitu,
jago-jago lihay hasil paksaan dari bibi gurunya.
Dari sepak terjang bibi gurunya itu, diapun bisa menyimpulkan bahwa perbuatannya amat
jahat, dia merasa berkewajiban untuk melenyapkannya dari muka bumi.
Disamping itu Kim Thi sia juga mendapat bukti bahwa Tay goan sinkang merupakan ilmu
tandingan dari Tay yu sinkang, ia sadar asal kepandaian tersebut dilatih dengan tekun, maka tak
sulit baginya untuk menjagoi dunia persilatan dikemudian hari.
Begitu keputusan diambil, maka ujarnya kepada keempat orang murid dari sipedang sakti
bunga beterbangan itu.
"Rekan- rekanku, terus terang saja aku harus meninggalkan kalian, sebab masih banyak
pekerjaan yang harus kuselesaikan, semoga kalian bisa baik-baik menjaga diri dalam perjalanan
selanjutnya."
Meski baru bergaul berapa hari, nampaknya keempat orang pemuda itu sudah menjalin
hubungan yang baik dengan Kim Thi sia, tentu saja mereka merasa keberanian dan berusaha
untuk menahannya, tapi Kim Thi sia tetap bersikeras dengan putusannya, begitu selesai berkata ia
segera beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.
"Kim tayhiap. apakah kami telah melakukan kesalahan?" sute keempat bertanya dengan sedih.
Namun Kim Thi sia tidak menjawab lagi, dia meneruskan langkahnya pergi meninggalkan
tempat itu.
silelaki ceking yang mengikuti adegan tadi kontan saja menjengek sambil tertawa dingini
"Aku lihat, bukan saja sepak terjang orang ini kampungan, wataknya juga berangasan macam
kerbau, hey bocah kunyuk, kalau ingin menggelinding pergi cepatlah pergi. Hmmm, dia toh bukan
mestika, kenapa mesti bergaya macam-macam........."
"Yaa, tabiat orang she Kim ini memang aneh" sambung seorang nona dengan suara nyaring.
Habis sudah kesabaran Kim Thi sia, mendadak ia berpaling sambil umpatnya:
"situa, bila kau berani menyebut nama aku she Kim lagi, akan kusuruh kau menitis menjadi
seekor anjing."
Lelaki ceking itu tidak menggubris, dia mengorek lubang hidungnya dengan begitu asyik,
sampai Kim Thi sia hendak meneruskan perjalanannya, dengan suara lengking ia baru berseru:
"Kau sikunyuk sembarangan mengumpat orang, dalam penitisan mendatangpun tida akan lebih
baik daripada binatang." Kim Thi sia gusar sekali, bentaknya keras-keras: "Kalau punya nyali, ayoh
tinggalkan namamu......."
"Binatang khas dari gurun pasir"sahut lelaki itu acuh tak acuh.
"Kalau bicara yang lebih jelas"
"Kuda berbisul dipunggung"
Kim Thi sia agak tertegun sejenak, tapi ia segera mengerti apa yang dimaksud, dengan suara
dalam katanya kemudian:
"Hey unta busuk, bila kita bersua lagi dikemudian hari, saat itulah kita akan berduel matimatian-"
"Jangan kuatir, aku situa memang senang berkelahi......."
Kim Thi sia tidak banyak berbicara lagi, pikirnya:
"Percuma bicara dengan manusia macam gonggongan anjing begitu, biar kuberi pelajaran yang
setimpal bila bersua lagi nanti."
Maka tanpa membuang waktu ia segera meneruskan perjalanannya kedepan......
Tak lama kemudian ia sudah masuk kedalam kota.
Dari kejauhan ia telah melihat lima orang gagah dari yang wi muncul dari rumah makan
Kuipin, tapi tak nampak Lin lin bersama mereka. Kim Thi sia terkejut, ia tahu sebentar lagi Lin
lin tentu akan muncul, ia tak ingin bertamu dengan gadis itu, cepat-cepat dia menyelinap masuk
kedalam sebuah lorong kecil.
Besar juga suara tertawa Lin lin kedengaran makin lama semakin mendekat cepat-cepat Kim
Thi sia berlarian menelusuri lorong lalu dengan cepat membelok lagi ketikungan lain.
Dia sendiri tak habis mengerti kenapa menaruh rasa marah kepada Lin lin, dia hanya tahu Lin
lin telah menyakiti hatinya, bila dia mesti tebalkan muka untuk berbaikan dulu dengannya, hal inijelas
merupakan suatu penghinaan besar baginya.
Itulah sebabnya dia berharap Lin lin yang minta maaf dulu kepadanya agar dia tak kehilangan
muka.
Tapi Lin lin pun tak pernah berbuat demikian itulah sebabnya Kim Thi sia yang berwatak kaku
tak ingin mendekatinya lebih dulu.
Dalam waktu singkat ia telah menelusuri berpuluh lorong dan menempuh arah yang
berlawanan keenam orang tersebut.
Akhirnya sampailah dia disebuah persimpangan jalan, baru saja dia hendak melangkah tiba-tiba
dilihatnya putri Kim huan muncul pula diujung jalan sana. Entah mengapa tiba-tiba saja dia
berjalan mendekati gadis itu dengan langkah lebar.
Tanda yang digunakan putri Kim huan sedang berhenti ditepi jalan agaknya gadis tersebut
sedang menikmati keindahan panorama. Apalagi dibulan delapan ini merupakan musim pohon Kui
berbunga, aneka bunga tumbuh segar menghiasi sepanjang sisi jalan.
Hari ini gadis itu nampak berdandan cantik dan menarik. sampai Kim Thi sia sendiripun terikat
jadinya.
Waktu itu putri Kim huan sudah memetik banyak sekali bunga Kui, lagaknya tak berbeda seperti
seorang bocah cilik saja.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar