Cersil : Raja Silat 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 21 September 2011

Raja Silat
Lahirnya Dedengkot Silat
Karya : Chin Hung (Qing Hong)

Jilid 1 : Liem Tou kembali ke Ie Hee cung
Puncak Ha Mo Leng yang terletak dekat kota Ceng Shia
dalam propinsi Coan See merupakan sebuah gunung yang
sangat tinggi, curam serta berbahaya. Batu-batu cadas

menghiasi seluruh puncak gunung disamping jurang yang tak
terhingga dalamnya, sedang jalan-jalan yang menghubungi
tempat itu pun tak ada, dengan demikian hubungan dengan
dunia luar boleh dikata putus sama sekali.
Sebaliknya pada lereng gunung banyak terdapat sungai
serta air terjun yang penuh dengan batu cadas yang tajam
disamping pusaran air yang amat dahsyat. Perahu yang berani
melayari tempat itu tak lebih hanya mencari mati saja.
Saat itu merupakan tengah malam pada pertengahan
musim gugur, bulan purnama yang berada jauh ditengah
awan menyinarii seluruh jagad dengan terangnya. Suasana
pada saat itu begitu sunyi serta tenangnya, hanya terlihat
mengalirnya air sungai mengisi keheningan malam yang
semakin kelam, tak ubahnya seperti irama surga membelah
bumi.
Tiba-tiba ditengah sungai yang tenang serta berkilauan
memantulkan cahaya rembulan itu beriak dan memecah
keempat penjuru disertai dengan suara deburan ombak yang
keras, pancaran air sungai memancar keatas setinggi
beberapa kali yang kemudian jatuh kembali kedalam sungai
yang saat itu mulai menjadi tenang kembali.
Tak selang lama kemudian dari permukaan sungai
muncullah seorang pemuda yang baru berusia kurang lebih
lima enam belas tahun. Tampak dia terus berenang hingga
mencapai tepi sebuah batu cadas, sambil menengadah keatas,
mulutnya berkemak-kemik dengan perlahan:
‘Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan pencabut nyawa,
bagaimana aku harus melalui tempat-tempat itu?’
Dia duduk sejenak diatas batu cadas tersebut, beberapa
saat kemudian mendadak meloncat bangun lagi, ujarnya
dengan nada yang penuh semangat.

‘Bagaimanapun juga aku harus pergi sekalipun dipukul atau
dibinasakan oleh mereka aku tetap akan menemui cici Siauw
Ie’
Sehabis berkata kakinya menjejak tanah, sekali lagi
tubuhnya meluncur ketengah sungai yang kemudian berenang
dengan cepatnya kedepan.
Pada saat yang bersamaan ruangan Cie Eng Tong atau
ruangan para orang gagah didalam perkampungan Ie Hee
Cung diatas puncak Ha Mo Leng terlihat terang benderang
oleh sorotan sinar lampu.
Cungcu atau ketua perkampungan yang bergelar Ang in sin
piau atau si cambuk mega Pouw Sak San sedang berkumpul
dengan keempat jago penjaga kampungnya yang paling
diandalkan, Liong ciang atau lengan naga, Houw jiauw atau si
Kuku harimau, Siang hui kok atau sepasang bango terbang
serta putranya yang bernama Pouw Siauw Ling guna
merundingkan siasat penjagaan ketiga tempat-tempat
berbahaya tersebut.
Tetapi, mereka sama sekali tidak menduga kalau putri dari
cungcu yang bernama Pouw Jin Cui bersembunyi dibalik
horden mencuri dengar perundingan mereka dengan hati yang
kebat-kebit, keringat dingin mengalir keluar membasahi
seluruh bajunya, sedang jantungnya hampir-hampir terasa
copot dibuatnya.
Beberapa saat kemudian tak tersadar olehnya dengan
perlahan ujarnya berkali-kali.
“Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan Pencabut
nyawa….Sungai kematian, Tebing maut, Jembatan Pencabut
nyawa…”
Kemudian pikirnya lagi:
“Biasanya ayah sangat welas asih dan ramah terhadap
siapa pun, kenapa terhadap seorang anak yang tidak memiliki

kepandaian serta yatim piatu semacam Liem Tou dapat
bersikap demikian kejam serta tanpa perikemanusiaan?
Apalagi pada saat ayah Liem Tou yaitu Liem Han San masih
hidup telah diakui oleh ketua perkampungan yang terdahulu
Lie Cungcu sebagai warga perkampungan Ie he cung ini. Dulu
dengan menggunakan alasan ayah telah mengusir Liem Tou
dari kampong tindakannya ini sudah tak pantas, ini hari
merupakan hatri yang telah ditetapkan baginya untuk balik
keatas perkampungan, tetapi kenapa ayah akan
mencelakakannya? Bukankah tindakannya ini kelewat kejam?”
Pada saat Pouw Jin Cui sedang berpikir dengan perasaan
sangat bingung, Cungcu dari Ie hee cung telah meneruskan
pesannya pada para jago berkepandaian tinggi dari
perkampungan itu.
“Ingat, bilamana Liem Tou si cecunguk itu benar-benar
berani menempuh bahaya mendaki atas puncak ini harap
saudara sekalian tanpa perasaan was-was membinasakan
dirinya. Tindakanku ini semata-mata hanya dikarenakan aku
tidak ingin melihat perkawinan diantara keluarga Lie dan
keluarga Pouw kami diberantakkan oleh campur tangan
seorang bocah dungu”
Sehabis berkata dia menoleh memberi perintah kepada
putranya Pouw Siauw ling.
“Siauw Ling, saat tengah malam hampir tiba lekas turun
gunung melakukan pemeriksaan apakah bocah itu telah
datang atau belum? Tetapi bila sampai bertemu dengan dia
jangan sampai diketahui olehnya. Lekas pergi dan cepat balik
kembali”
Pouw Siauw Ling menyahut, tubuhnya dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat melayang meninggalkan ruangan itu.
Pouw Jin cui yang mencuri dengar dibalik horden menjadi
bingung dan tidak mengerti kenapa ayahnya dapat mengambil
tindakan sedemikian kejamnya terhadap Liem Tou, bagaimana

pula dia merasakan sedih bagi Lie Siauw Ie yang hidup
bagaikan kakak beradik dengan dirinya itu.
===ooo===
Sementara di puncak sebelah timur Ha Mo Leng seorang
gadis berbaju putih berusia enam tujuh belas tahun sedang
berdiri tertekur dibawah sorotan sinar rembulan, wajahnya
sangat cantik, bibirnya kecil mungil berwarna merah muda,
hidungnya mancung sedang alisnya kelihatan hitam, hanya
sayang wajahnya sedikit pucat, rambutnya riap-riap
bergoyang tertiup oleh angina malam sedangkan matanya
yang sayu serta mengandung kesedihan yang amat sangat itu
dengan terpesona memandang ke bawah gunung dengan tak
berkedip.
Tak selang berapa lama dari bawah gunung terdengar
siulan panjang yang memecahkan kesunyian, tak terasa
alisnya dikerutkan, sedang dari air mukanya menampilkan
perasaan yang sangat girang, ujarnya seorang diri.
“Adik Tou…Adik Tou, kau benar-benar dating, cicimu telah
sangat lama menantikan kedatanganmu disini, sekali pun
cicimu tidak percaya kalau dalam setahun ini kau berhasil
memiliki kepandaian silat guna menerobos tiga tempat
berbahaya itu untuk bertemu denganku tetapi dengan melalui
siulan yang panjang dengan jurang atau lembah sebagai
penghalang, kita masih bisa saling berhubungan, bukankah itu
sangat bagus?”
Sehabis berkemak-kemik seorang diri dipetiknya sehelai
daun dan ditiupnya kencang-kencang sehingga mengeluarkan
suara siulan yang panjang, hal ini diulangi beberapa kali.
Mendadak dia berhenti meniup, teriaknya:
“Adik Tou…Adik Tou…dengarkah kau cicimu sedang
menantimu disini?”
Sekali pun teriakan dari Lie Siauw Ie sangat tinggi sehingga
menembus awan tetapi suaranya mana mungkin menandingi

suara siulan dari daun itu sehingga dapat berkumandang
hingga tempat yang sangat jauh?
Setelah berteriak beberapa kali dia mulai sadar kembali,
sekalipun berteriak hingga tenggorokannya pecah juga tak
mungkin suaranya bisa terdengar kebawah gunung.
Pikirannya segera berubah, dengan perlahan kain putihnya
dilepaskan dan disentakkan keatas hingga berkibar-kibar.
Dibawah sorotan rembulan dipertengahan musim gugur yang
cerah kain putih itu melambai-lambai dengan indahnya, tak
ubahnya bidadari yang turun dari khayangan sambil menarinari
.
Tak selang lama dari bawah gunung terlihat berkelebatnya
sinar api yang bergerak dari arah sebelah kiri ke sebelah
kanan, ditengah berkelebat sinar api itu Siauw Ie dapat
melihat sesosok bayangan manusia yang bergerak dengan
perlahan, sudah tentu dia tahu kalau bayangan itu tak lain dan
tak bukan adalah Liem Tou, kekasihnya yang dirindukan siang
dan malam, hanya saja karena jaraknya terlalu jauh hingga
dia tak dapat melihat lebih jelas lagi.
Mendadak dibawah sinar rembulan Siauw Ie melihat
bayangan berkelebat dengan cepatnya dari dalam
perkampungan Ie hee cung, gerakan tubuhnya begitu gesit
serta tangkasnya sedang pada tangannya membawa dua buah
benda persegi panjang, segera dia paham kalau benda
tersebut merupakan benda yang biasa digunakan untuk
melalui sungai kematian.
Terlihat bayangan manusia itu dengan kecepatan yang luar
biasa meneruskan larinya kebawah gunung.
Siauw Ie yang sedang mengumpulkan seluruh perhatiannya
dapat melihat bayangan itu agak merandek sesampainya
diatas Jembatan pencabut nyawa, tetapi dengan cepat dia
meloncat kembali sebanyak beberapa kali diatas tempat itu,
tebing curam setinggi beberapa kai tersebut dengan

mudahnya berhasil dilalui. Adapun jembatan Pencabut nyawa
itu luasnya tak kurang dari dua puluh lima depa yang
menghubungkan dua tebing diantara sebuah jurang sedalam
ratusan kaki. Kedua tebing itu dihubungkan dengan seutas tali
baja sebesar jari kelingking, selain orang yang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang sempurna, jangan harap bisa
melewati tempat itu dengan selamat.
Siauw Ie yang melihat ilmu meringankan tubuh dari orang
itu telah mencapai demikian tingginya bahkan tidak dibawah
kepandaian keempat jago penjaga perkampungan, hatinya
menjadi bergerak segera ia tahu kalau orang itu tak lain
adalah Pouw Siauw ling, putra dari Cungcu Ie Hee cung, tak
terasa pikirnya:
“Untuk apa dia turun gunung disaat begini?”
Ketika memandang lagi daerah tebing sebelah sana
tampaklah sinar api dibawah gunung itu masih tetap bergerakgerak
terus, mendadak olehnya teringat akan sesuatu hal dan
hatinya menjadi sangat cemas sekali karena dia mengetahui
dengan sangat jelas bahwasanya Liem Tou serta Pouw Siauw
Ling selamanya bermusuhan terus. Selagi Liem Tou masih
berada di perkampungan, Pouw Siauw Ling lah yang sering
menganiaya dirinya. Kini dia telah turun gunung bilamana
bertemu dengan Liem Tou tak dapat dihindarkan lagi suatu
pertarungan sengit pasti akan terjadi dan sudah tentu pula
Liem Tou lah yang akan menderita kalah.
Berpikir sampai disini tak ayal lagi dengan cepat Siauw Ie
membunyikan siulannya susul menyusul. Inilah tanda rahasia
yang digunakan mereka berdua sejak dahulu bila hendak
berhubungan.
Benar saja begitu siulan itu berbunyi, sinar api dibawah
gunung itu dengan sekonyong-konyong menjadi kecil. Melihat
hal itu Siauw Ie menjadi sedikit lega. Tetapi pada saat ini dia
tahu Liem Tou telah datang hanya dia tidak tahu apakah dia
akan mendaki gunung atau tidak, bersamaan pula apabila dia

benar-benar naik keatas gunung bagaimana sikap tindakan
cungcu dengan dirinya? Atas beberapa hal ini membuat
hatinya tetap merasa tak tenang.
Didalam beberapa saat itulah Pouw Siauw Ling telah selesai
melakukan pemeriksaannya dan kembali keatas gunung.
Siauw Ie hanya merasakan berkelebatnya sesosok bayangan
dihadapan matanya. Pouw Siauw Ling telah berdiri kira-kira
dua depa dihadapannya sambil tersenyum licik ujarnya:
“Siauw Ie moay, kiranya kau seorang diri sedang berdiri di
tempat ini. Tampaknya kau belum juga bisa melupakan Liem
Tou si bocah dungu itu? Ha..ha..”
Siauw Ie yang merasa ia sedang menyindir dirinya, air
mukanya segera berubah dengan dingin sahutnya:
“Apa hubungannya aku berdiri seorang diri disini
denganmu? Kau tak usah banyak omong”
Siauw Ling dengan sikap yang ceriwis perlahan-lahan
mendekati tubuh Siauw Ie ujarnya sambil tersenyum tengik.
“Justru aku tidak mengerti Liem Tou si bocah dungu yang
sangat goblok, sifatnya pemurung serta tak memiliki
kepandaian silat sedikitpun bahkan boleh dikata seluruh
anggota perkampungan jauh lebih lihay sepuluh kali lipat dari
dirinya, bagaimana Siauw Ie moay bisa demikian
memperhatikan dirinya? Aku kira Ie moay-moay seorang yang
cerdik, lupakan saja si bocah dungu itu”
Siauw Ie mendengar ocehan yang makin lama makin tidak
karuan itu menjadi amat gusar, seluruh tubuhnya menjadi
gemetar dengan keras menahan pergolakan didalam dadanya,
teringat kembali olehnya ketika Liem Tou masih berada
didalam perkampungan, beberapa kali dia dianiaya oleh Pouw
Siauw Ling hingga babak belur dan seluruh tubuhnya penuh
dengan luka-luka hanya dikarenakan sifatnya yang keras
kepala serta ketus itulah membuat dia merintih pun tidak.
Teringat pula olehnya kalau dia adalah seorang anak yang

sangat kuat tetapi bandel, biarpun lagaknya ketolol-tololan
tetapi sepasang matanya memancarkan sinar yang terang dan
bening, dikarenakann seringnya dia menerima siksaan serta
aniaya dari seluruh anggota perkampungan itulah membuat
perasaan kasihan dari dirinya lama kelamaan menjadi
perasaan cinta kasih.
Kini dia mendengar ocehan serta cemoohan dari Siauw Ling
membuat amarahnya meledak tanpa tertahan lagi, bentaknya
dengan keras.
“Tutup mulut, manusia yang tak tahu malu kau masih bisa
menganiaya Liem titi, tetapi jangan coba-coba main-main
denganku”
Pouw Siauw Ling melihat Siauw Ie dibuat gusar olehnya,
dengan cepat dia tersenyum-senyum tengik, ujarnya dengan
cepat:
“Oh Ie moay-moay jangan marah adikku yang manis,
kakakmu hanya guyon saja”
Perkataannya belum sempat diucapkan, mendadak Siauw
Ie membentak lagi dengan nyaring:
“Siapa yang mau menjadi adikmu?” Muka tebal tak tahu
diri, lekas bergelinding dari hadapanku!”
Selesai berkata, tangannya diayun dengan cepatnya,
“Plaak” tamparan dari Siauw Ie itu dengan tepat mengenai
pipi dari Pouw Siauw Ling , air mukanya berubah menjadi
sangat keren, sepasang matanya melotot keluar, dengan
gusarnya dia memandang wajah Pouw Siauw Ling yang telah
menjadi merah karena gaplokan tadi dengan gemetar
makinya:
“Jika bukannya karena kau si muka tebal, Liem Tou tak
mungkin akan diusir dari perkampungan, lekas pergi dari sini,
aku sebal..sebal melihat tampangmu lagi..cepat bergelinding
dari sini”

Sekali lagi tangan yang putih mulus melayang kedepan siap
melancarkan tamparan berikutnya, sekali ini Pouw Siauw Ling
telah siap sedia, dengan cepat dia mundur beberapa langkah
ke belakang sambil mendengus dengan dingin balas makinya:
“Kau budak yang tidak tahu diri, kapankah aku Pouw Siauw
Ling pernah menderita rugi darimu? Kini kau berani turun
tangan memukul orang”
Dia berhenti sejenak, kemudian ujarnya lagi:
“Baiklah, akan kuberitahukan padamu ini hari bila Liem Tou
si bocah dungu itu tidak berusaha naik gunung masih tidak
mengapa, bila dia sungguh berani akan kubunuh cecunguk itu,
aku mau lihat engkau bisa berbuat apa?”
Siauw Ie begitu mendengar ancaman tersebut hatinya
terasa tergetar dengan keras, tetapi pada air mukanya
sedikitpun tidak memberi reaksi apapun apalagi
memperlihatkan kelemahannya, mendadak dari dalam
tubuhnya dia meraup segenggam senjata rahasia yang berupa
jarum perak, bentaknya dengan keras:
“Cepat bergelinding dari hadapanku..hmm..hmmm, jangan
salahkan aku berlaku kurang sopan terhadapmu bila mukamu
masih tebal”
Kiu cu gin ciam atau Sembilan jarum perak maut
merupakan senjata rahasia yang ampuh dari keluarga Lie,
sudah tentu Pouw Siauw Ling mengenal kelihayannya.
Mendengar ancaman itu air mukanya segera berubah dengan
hebatnya, dengan cepat dia mundur beberapa depa dari
tempat semula, tetapi didalam sekejap saja marahnya
memuncak, tangannya dengan cepat mencabut keluar Joan
pian yang melilit dipinggangnya dengan gusar makinya:
“Budak tebal, kau kira benar-benar aku takut denganmu?
Seluruh kepandaian yang kau miliki boleh dikeluarkan semua,
coba kau lihat apakah aku Pouw Siauw Ling bisa berlaga
seperti Liem Tou si cecunguk yang menjadi cucu kura-kura”

Selesai berbicara dengan cepat joan piannya diputarnya,
sehingga menjadi bayangan yang menyilaukan mata,
terdengar angin serangan menderu-deru memekik telinga
dengan cepat dia mulai melancarkan jurus-jurus serangan
menurut ajaran ayahnya Ang in sin pian.
Seorang yang bertabiat berangasan seperti Siauw Ling
mana mau menerima hinaan serta pandangan rendah dari
musuhnya, saking gusarnya dia mendepak-depakkan kakinya
keatas tanah sedang mulutnya tak henti-hentinya memaki.
Tangannya digerakkan dengan kecepatan yang luar biasa,
senjata rahasia Kiu cu gin ciam yang berada di tangannya
segera dilancarkan di depan dengan menggunakan jurus ‘Man
thian hoa ie’ atau seluruh jagad menjadi hujan bunga.
Tampak sinar berwarna keperak-perakan berkelebat
dengan kecepatan luar biasa keseluruh penjuru tempat itu.
Pouw Siauw Ling memiliki kepandaian yang tidak rendah,
dengan cepat menyentak serta memutar joan pian
ditangannya melindungi seluruh tubuhnya, terlihat sinar tajam
memancar disekeliling tubuhnya, jarum-jarum yang melayang
mendekati tubuhnya dengan cepat berhasil dipukul jatuh, tak
terasa dia memperlihatkan perasaan bangganya, sambil
tertawa terkekeh-kekeh godanya:
“Bagaimana? Hanya cukup kepandaian ini saja sudah lebih
dari cukup bagi si bocah dungu itu untuk berlatih selama
berpuluh-puluh tahun. He..he…aku heran gadis cantik seperti
kau masa mau dengan bocah goblok, tak ubahnya seperti
bunga segar tertancap diatas tahi kerbau, sungguh
sayang..sungguh sayang.”
Siauw Ie yang mendengar cemoohan itu saking gusarnya
wajahnya telah berubah menjadi putih kehijau-hijauan, baru
saja dia siap sedia hendak menerjang kedepan beradu jiwa
dengan dia, pada saat itu pula Pouw Jin Cui muncul secara

tidak terduga di tempat itu.
Pouw Jin Cui yang tampak mereka berdua sedang
bertempur dengan serunya, segera makinya terhadap Pouw
Siauw Ling:
“Adik Ling, lagi-lagi kau mengganggu dan menyiksa Ie
moay. Masih tidak lekas pulang, ayah sedang menanti
kedatanganmu”!
Pouw Siauw Ling hanya tersenyum mengejek mendengar
perkataan itu, segera dia melibatkan kembali senjatanya
kedalam pinggang, setelah memandang sekejap lagi kearah
Siauw Ie barulah meninggalkan tempat itu.
Siapa tahu pada saat itu Siauw Ie telah membenci dirinya
hingga menusuk kedalam tulang sumsum, sebuah jarum perak
yang tergenggam ditangannya segera dilancarkan kedepan
sambil membentak dengan keras:
“Cepat menggelinding dari sini!”
Pouw Siauw Ling sama sekali tidak pernah menduga akan
terjadi peristiwa seperti ini, ketika dia merasa adanya
sambaran dari senjata rahasia dengan cepat dia mengangkat
tangannya berusaha menangkis serangan tersebut, tetapi
keadaan sudah terlambat, jarum Kiu cu gin ciam tersebut
telah berada dihadapannya sehingga tak ampun lagi
pundaknya kena terhajar jarum itu.
Pouw Jin Cui menjadi sangat terkejut, baru saja hendak
mencegah perbuatan dari Siauw Ie itu tak tersangka olehnya
setelah dia melancarkan serangan senjata rahasianya ternyata
telah balik menubruk kedalam pangkuannya dan menangis
tersedu-sedu dengan sedihnya.
Untuk sesaat Pouw Jin Cui dibuat gugup dan melongo
kesana itu, setelah tertegun untuk beberapa saat lamanya
barulah Pouw Jin Cui menjadi sadar kembali dari lamunannya,

sambil memeluk tubuh Siauw Ie bentaknya terhadap diri Pouw
Siauw Ling.
“Kau masih tidak cepat meninggalkan tempat ini untuk
minta obat dari Lie Pe bo, apa kau ingin mencari mati?”
Pouw Siauw Ling setelah terkena serangan senjata rahasia
sebenarnya merasa sangat gusar sekali, tetapi kini malah
sebaliknya tersenyum sambil memandang tajam kearah kedua
orang gadis itu.
Pouw Jin Cui yang melihat keadaan tersebut segera tahu
kalau dia sedang menaruh niat untuk membalas dendam, oleh
sebab itu sengaja dia membentak dengan keras memaki
dirinya.
Begitu diperingatkan oleh kakaknya Pouw Siauw Ling
menjadi teringat kalau senjata rahasia Kiu cu gin ciam dari
keluarga Lie mempunyai dua macam, yang satu beracun
sedang yang lain tak beracun. Ketika dia terkena senjata
rahasia tadi oleh karena sedang dalam keadaan gusar
sehingga tidak merasakan macam yang manakah senjata
rahasia yang terkena didalam tubuhnya, ingin dia menanyakan
pada diri Siauw Ie tapi kuatir dia tak mau memberi jawaban
terpaksa dia tetap membungkam.
Terpikir sampai disini dia tak berani mengulur waktu lebih
lama lagi, dengan hati yang mendongkol dengan cepat dia
berlalu dari tempat itu.
Pouw Jin Cui tampak Siauw Ling telah meninggalkan
tempat itu, sambil menghibur tanyanya kepada Siauw Ie.
“Ie moay, jangan menangis lagi beritahu kepada diriku apa
adik Tou telah datang? Kita harus mencegah dia untuk
melanjutkan usahanya menempuh bahaya mendaki keatas
gunung”
Mendengar perkataan itu, Siauw Ie berhenti menangis,
dengan tertegun tanyanya:

“Mereka mau berbuat apa atas dirinya?”
“Mereka…aku kuatir mereka…mereka..hendak….”
Agaknya sukar baginya untuk meneruskan perkataan
selanjutnya, tetapi dengan menggigit kencang bibirnya
ujarnya lagi:
“Mungkin mereka akan menghabiskan nyawanya”
Mendengar penjelasan tersebut Siauw Ie hanya merasakan
dadanya terasa menjadi sesak hingga sukar untuk bernapas,
bagai baru saja terpukul suatu serangan dahsyat hingga sakit
sukar ditahan, air mukanya berubah menjadi pucat kehijauhijauan,
tetapi dengan paksa dirinya dia tetap
mempertahankan pergolakan didalam benaknya, tanyanya
lagi:
“Cici Cui, benarkah perkataannmu itu? Kenapa mereka bisa
bertindak demikian kejamnya?
Bukankah cungcu yang terdahulu mengakui mereka ayah
beranak sebagai warga Ie he cung ini dan mereka mempunyai
hak untuk menerima hukuman sepantas dengan peraturan
perkampungan tetapi berhak juga untuk merasakan
kebahagiaan serta hak untuk melindungi perkampungan ini?
Lagi pula menurut peraturan perkampungan orang-orang yang
sudah diusir dari perkampungan ini masih mempunyai
kesempatan kembali kedalam perkampungan sebanyak tiga
kali dan bilamana didalam ketiga kesempatan itu dia berhasil
melewati ketiga rintangan berbahaya yang berupa Sungai
kematian, tebing maut dan Jembatan pencabut nyawa, bukan
saja dia diperbolehkan berdiam kembali didalam
perkampungan bahkan kedudukan sebagai cungcu pun harus
diserahkan kepadanya. Kenapa sekarang baru saja pertama
kali dia mencoba kembali kedalam perkampungan mereka
telah siap hendak mencelakai dirinya? Bukankah dengan
demikian peraturan perkampungan Ie hee cung telah diinjakinjak
sendiri secara keji oleh mereka?”

“Dalam hal ini aku pun tidak mengerti, aku hanya tahu
tentang perundingan penjagaan ketiga tempat bahaya
tersebut dengan mencuri dengar dibalik horden, karena
pentingnya serta kritisnya keadaan dengan cepat aku lari
kemari beritahu padamu, bagaimanapun juga kita harus
mencari akal untuk berusaha mencegah adik Tou
menghantarkan nyawanya secara percuma”
Perkataan ini sudah tentu masih banyak terdapat hal-hal
yang tidak disebutkan olehnya, karena bagaimana pun juga
Cung cu yang sekarang adalah ayahnya sendiri, bila dia
berbicara terus terang seluruh apa yang diketahuinya sudah
tentu terdapat banyak tempat yang akan memaksa dia tak
enak untuk membicarakannya.
Setelah mendengar penjelasan itu, Siauw Ie hanya berdiam
diri tak berbicara, hatinya terasa ditusuk oleh beribu-ribu
batang jarum.
Tiba-tiba air matanya meleleh keluar membasahi pipinya,
sambil menahan isak tangis ujarnya lagi:
“Cici Cui, habis bagaimana sekarang? Bilamana adik Tou
mendapatkan cidera atau binasa Cici Cui, adik Ie mu juga tak
mau hidup lebih lama lagi didalam dunia ini..”
Untuk sesaat Pouw Jin Cui pun merasa bingung harus
berbuat bagaimana untuk mencegah usaha Liem Tou untuk
menghantarkan nyawanya dengan percuma, sedang Siauw Ie
dengan perlahan menundukkan kepalanya kembali, agaknya
sedang memikirkan sesuatu.
Tak lama kemudian terdengar ia berkata lagi dengan
terisak-isak:
“Sungguh kasihan benar dia, hei… kasihan benar adik Tou
yang malang”
Mendadak dia mengangkat kepalanya keatas, dengan keras
lanjutnya:

“Cici Cui, kau harus menolong dia, kau pasti bisa menolong
dia, kau lihat dia sebatang kara tanpa sanak keluarga,
sungguh amat kasihan”
Perkataan Siauw Ie ini membuat seluruh tubuh Pouw Jin
Cui terasa berdesir, tak tertahan air matanya pun keluar
meleleh membasahi seluruh wajahnya, tapi mendadak teringat
olehnya kenapa tadi Siauw Ie bisa bilang kalau pasti bisa
menolongnya? Apa mungkin dia sudah menemukan cara untuk
menolongnya.
Pada saat Pouw Jin Cui terbenam dalam lamunannya itu,
dari samping tunuhnya, suara tajam memekikkan telinga
memecahkan kesunyian yang mencengkam disekitar daerah
itu, ketika dia menoleh terlihat Siauw Ie sedang meniup daun
ditangannya dengan keras, sedang suara yang memekikkan
telinga itu terdengar berasal dari daun tersebut.
Begitu suara suitan itu berkumandang beberapa saat
lamanya dari arah bawah terlihat munculnya sinar api yang
bergerak-gerak, dengan cepat ujarnya pada Pouw Jin Cui.
“Cici Cui, lihatlah…dia, Liem Tou, antara kita berdua
kepandaianmu telah mencapai taraf yang sangat tinggi tentu
kau sanggup untuk melewati ketiga tempat berbahaya itu.
Bilamana cici Cui punya niat untuk menolong nyawa adik Tou,
saat ini juga cepatlah turun gunung memberi tahu padanya
agar dia jangan sampai menempuh bahaya dengan percuma,
bilamana kepandaianku sudah berhasil kulatih tentu aku bisa
turun gunung mencari dia. Cici Cui maukah kau? Adik Ie mu
selamanya tak akan melupakan budimu yang besar ini”
Sambil berkata tak tertahan butiran air mata menetes
keluar semakin deras, sudah tentu Pouw Jin Cui tak tega
untuk menolaknya.
Dalam hati dia tahu jelas bilamana ayahnya mengetahui
perbuatannya ini kemungkinan kecil harapan untuk bisa lolos
dari suatu makian serta hukuman yang berat tapi urusan ini

telah menjadi begini, berpikir panjang juga tiada gunanya.
Sekalipun akhirnya akan mendapatkan hukuman yang sangat
berat dari ayahnya juga tidak mengapa. Tak disangka olehnya
ketika dia hendak mengabulkan permintaan dari Siauw Ie itu,
dari dalam perkampungan Ie hee cung terlihat berkelebat
datang empat lima buah bayangan manusia, sekali pandang
saja segera dia tahu kalau bayangan manusia itu terdiri dari
ayahnya serta beserta keempat orang penjaga perkampungan
yang paling diandalkan. Tak terasa teriaknya:
“Celaka, adik Ie aku pergi dulu”
Perkataannya baru saja keluar dari mulut, tubuhnya
melayang jauh beberapa kaki tetapi dia tak berani terlalu
memperlihatkan gerak tubuhnya, terpaksa dengan
membungkukkan tubuhnya melayang dengan cepatnya
kedepan, tidak selang lama Siauw Ie telah melihat Pouw Jin
Cui sudah berada disamping jembatan pencabut nyawa,
dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah berhasil
lompati jembatan tersebut.
Tetapi setelah melewati jembatan pencabut nyawa itu,
ditengahnya masih terdapat jarak yang cukup panjang,
merupakan sebuah tebing yang kosong, sebaliknya cung cu
beserta Liong ciang Houw jiauw Siang hui hok sekalian telah
berada tidak jauh dari jembatan pencabut nyawa itu, dengan
demikian sekali sebelum Pouw Jin Cui tiba di ujung tebing
untuk menyembunyikan diri telah diketahui oleh mereka.
Tanpa sadar seluruh tubuh Siauw Ie basah kuyup oleh
mengalirnya keringat dengan derasnya, diam-diam pikirnya:
“Apabila cici Cui diketahui oleh mereka, semuanya tentu
akan berantakan”
Dalam keadaan yang sangat cemas, mendadak tanpa
berpikir panjang lagi teriaknya dengan keras:
“Tolong…Tolong…!”

Dugaannya ternyata benar, begitu suara teriaknya
berkumandang segera terlihatlah beberapa orang itu memutar
kembali arahnya menuju kearah dia berdiri dengan gerakan
yang sangat cepat, dia tahu kalau siasatnya berhasil, segera
dengan nada yang keras teriaknya lagi:
“Ada ular…ada ular…!”
Sambil berteriak tubuhnya ikut berloncat-loncatan dan
melayang kearah perkampungan Ie hee cung dengan
gerakannya yang amat lincah, setelah dilihatnya tempat itu
tertutup dan sukar untuk melihat keadaan dibawah gunung,
barulah dia pura-pura membungkuk berlagak seperti sedang
memandang sesuatu sedang kakinya menjejak dengan
kerasnya kearah dedaunan diatas tanah.
Begitu cung cu sekalian tiba dihadapannya segera dia
dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan:
“Siauw Ie, telah terjadi urusan apa?”
“Ooh, paman-paman, bagaimana sampai disini? Seekor
ular, ooh.., ular beracun yang amat besar, kurang sedikit saja
aku tergigit olehnya untung saja ketika itu aku melepaskan
senjata rahasia hingga dia melarikan diri karena kesakitan”
Apa yang diucapkan Siauw Ie begitu lancar, lincah serta
menyenangkan membuat beberapa orang itu sama sekali tidak
menaruh curiga apa pun. Lebih-lebih si telapak naga yang
bernama Lie Kian Po yang merupakan satu she dengan diri
Siauw Ie, dengan penuh perasaan kuatir tanyanya:
“Siauw Ie, hari telah demikian malamnya tapi mengapa dan
kenapa kau masih berada disini. Andaikata benar-benar kau
sampai dipagut ular beracun bukankah hal ini hanya akan
menyusahkan ibumu?”
Siauw Ie telah mendengar nasehat itu sekali pun dalam hati
dia merasa sangat berterima kasih atas perhatiannya, tetapi

diam-diam dia pun merasa geli. Sambil tersenyum dia
menutup mulutnya tidak menjawab.
Tak disangka tiba-tiba terlihat Cung cu Pouw Sek San
mendengus dengan dinginnya sambil mendesak dia
memandang gusar kearah Siauw Ie.
Siauw Ie yang merupakan seorang gadis cilik yang sangat
cerdik begitu melihat perubahan wajahnya segera teringat
kemungkinan sekali dia gusar karena dirinya telah
menyambitkan sebuah senjata rahasia Kiu cu gin ciam kearah
Pouw Siauw Ling, dalam hati dia semakin gusar bercampur
cemas sedang pikirannya terus berputar, pikirnya:
“Kenapa tidak sejak sekarang juga aku berusaha
menguasai dirinya? Disamping bisa memaki dia dengan
beberapa kata hingga rasa mangkal dalam hati menjadi
berkurang, dengan demikian aku pun bisa mengulur waktu
lebih lama lagi agar cici Cui mempunyai kesempatan untuk
balik kembali”
Berpikir sampai disitu dia tidak ambil diam, air mukanya
segera berubah menjadi sangat dingin, dengan nada yang
serius ujarnya pada diri Pouw Cung cu:
“Paman cung cu, keponakan ada suatu hal yang perlu
disampaikan kepadamu, entah paman mau tidak memberi
kesempatan kepada keponakanmu ini?”
Cung cu tidak pernah menyangka dia bisa berbuat
demikian, setelah tertegun beberapa saat lamanya barulah
sahutnya:
“Ada urusan apa cepat kau katakana?”
“Sejak kecil keponakanmu ini telah kehilangan ayah dan
aku menjadi besar berkat rawatan serta didikan dari ibu, aku
sadar kalau tidak punya kekuatan didalam membantu
melakukan pekerjaan yang menguntungkan bagi

perkampungan kita dalam hatiku sering merasa sangat
menyesal, aku semakin sedih…”
“Tentang ini aku sudah tahu jelas, buat apa kau banyak
bicara?” potong Cung cu ketika dia mendengar yang
dibicarakan semakin jauh.
“Bila semua menolong dan memberi bantuan kepada kalian
ibu beranak sebenarnya sudah merupakan tugas kami, kau tak
perlu berpikir lebih jauh lagi”
Siauw Ie menjadi mendelik, dengan gusar ujarnya lagi:
“Sekali pun paman sekalian dengan setulus hati menjaga
serta membantu kami, tapi kakak Siauw Ling selamanya
berpura-pura baik, pada hal pekerjaannya hanya melulu
mengganggu aku serta mencemooh diriku, bahkan adakalanya
gerak-geriknya kurang sopan. Oleh karena itu tadi didalam
keadaan yang amat gusar, keponakanmu telah
menghadiahkan sebuah jarum Kiu cu gin ciam kepadanya, aku
kira paman sekalian serta Cung cu tidak sampai menyalahkan
tindakan kasar dari keponakanmu ini”
Atas dari kata-kata dari Siauw Ie yang tajam dan sukar
dibantah itu membuat Pouw Sek San untuk sesaat lamanya
tidak bisa menjawab. Siauw Ie yang melihat Cung cu dibuat
tidak bisa berkutik oleh kata-katanya yang pedas serta tajam
itu segera menambahnya lagi:
“Masih ada lagi, keponakanmu tahu kalau paman Pouw
Cung cu telah mengutus orang untuk bertemu dengan ibu
guna meminang diriku bagi kakak Siauw Ling, aku ingin
paman menghapuskan niatmu ini untuk selamanya, aku
merasa tidak sanggup untuk menerima penghargaan yang
demikian tingginya”
Saking gusarnya air muka Pouw Sek san berubah menjadi
putih kehijau-hijauan sekali pun hanya disoroti oleh sinar
rembulan yang remang-remang, tetapi dapat terlihat dengan
jelas, agaknya hawa amarahnya telah mencapai pada

puncaknya, seluruh tubuhnya gemetar dengan keras, sedang
untuk sesaat lamanya membuat dia merasa bingung harus
berbuat bagaimana untuk memberi jawaban atas perkataan
dari Siauw Ie itu.
Untung saja si telapak naga Lie Kiam Po yang melihat
keadaan bertambah tegang segera memakinya:
“Siauw Ie, kenapa kau?”
Tak tertahan lagi Siauw Ie menangis tersengguk, sambil
menahan isak tangisnya menyahut:
“Paman Kiam Po aku tidak apa-apa, aku benar-benar tidak
tahan”
Beberapa orang lainnya melihat dia bersikap demikian,
hanya bisa saling pandang memandang tanpa berkata-kata,
untung saja pada saat itu Pouw Jin Cui muncul secara
mendadak di tempat itu, dengan cepat dia menarik Siauw Ie
menyingkir sambil ujarnya:
“Adik Ie, coba lihat sikapmu seperti anak kecil saja, mari
kita pulang saja”
Siauw Ie melihat Pouw Jin Cui telah kembali keinginan
untuk mengetahui keadaan Liem Tou mendesak dia untuk
mengakui ajakan Pouw Jin Cui tanpa membantah.
Cung cu yang menerima makian tersebut juga tak dapat
berbuat apa apa hingga terpaksa dengan hati yang
mendongkol mengaajak keempat anak buahya melanjutkan
untuk menjaga Sungai kematian tebing maut atau jembatan
pencabut nyawa.
Lie Siauw le setelah meningalkan tempat semula dengan
diri Pouiw Jin Cui tak tertahan lagi dengan gugup tanyanya.
“Cici Cui, kau sudah bertemu dengan dia ?”
Pouw Jin Cui mengangguk dengan sahutnya perlahan:

“Bagaimana juga, dia tetap ingin menemui mu, sekalipun
aku sudah bilang keadaan sangat berbahaya tetapi dia tetap
menggelengkan kepala bahkan kukuh dengan pendiriannya
untuk bertemu dengan kau.”
Mendengar perkataan itu bukan main rasa girang dalam
hati Siauw Ie, tapi dibalik kegembiraannya itupun merasa
sangat cemas, teringat olehnya dalam keadaan bahaya
didalam saat men daki ketiga tempat bahaya itu, tak terasa
jantungnya berdebar dengan keras, teriaknya dengan keras.
“Tidak, bagaimanapun juga dia tidak boleh datang, Cici Cui,
sebelum tiba diatas gunung tentu dia telah dibunuh mati oleh
mereka.”
“Adik le, untuk sementara kau tidak perlu cemas sekalipun
adik Tou bilang pasti ingin menemui kau, tetapi dia juga bilang
tidak akan sampai menemul bahaya.”
Mendengar itu Siauw le menjadi sangat he¬ran tanyanya:
“Jika demikian adanya apa boleh dikata, benar-benar dia
telah memiliki kepandaian untuk melewati ketiga tempat
bahaya itu? Selain itu masih ada cara apalagi dia bisa datang
menemui aku”
Pouw Jin Cui menggelengkan kepala tidak menjawab,
padahal dalam hatinya diapun tidak tahu dengan cara apa
Liem Tou bisa bertemu dengan Siauw Ie.
Terdengar Siauw Ie telah bertanya lagi:
“Katau begitu dia bilang kapan mau datang?”
“Katanya begitu terang tanah segera dia naik kegunung
menemui kau.”
Ketika mengetahui kalau Liem Tou baru akan naik gunung
setelah terang tanah, kedua orang itu setelah berunding
sebentar segera pulang untuk beristirahat dan siap pada hari
esoknya naik kepuncak menanti kedatangan Liem Tou.

Setelah sampai dirumah tanpa tukar pakaian Siauw le
segera naik kepembaringan, tetapi mana dia bisa tidur? Dalam
otaknya telah penuh dengan bayangan Liem Tou, sepasang
matanya melotot hingga jauh malam.
Tetapi akhirnya saking lelah serta sedihnya ketika hari
mendekati fajar tanpa dapat tertahan lagi dia tertidur pulas.
Menanti dia mendusin kembali matahari telah jauh tinggi
sekonyong konyong terdengar olehnnya suara ribut yang amat
berisik dari orang orang perkampungan, agaknya telah terjadi
sesuatu hal.
Dengan kecepatan yang luar biasa segera dia meloncat
bangun dan lari keluar rumah, tetapi sebelum dia mencapai
luar pintu secara tiba-tiba terdengar diantara suara yang amat
ribut itu terdengar seorang menjerit kaget sambil ujarnya
dengan keras:
"Aah, si Liem Tou yang malang telah tenggelam didalam
sungai, Ooh..matinya sungguh mengenaskan sekali".
Ada pula yang berteriak:
“Jenazahnya segera akan dibawa balik keatas gunung oleh
si Telapak naga paman Lie. 0oh Penguasa Liem hanya
meninggalkan seorang putra dungu itu, kini dia telah mati
tenggelam dalam sungai — - Ooh Thian sungguh kau tidak
adil, kenapa penguasa Liem yang begitu baiknya diberi
hukuman demikian beratnya."
Siauw le yang mendengar perkataan itu bagaikan disambar
petir disiang hari bolong telinganya terasa berdengung dengan
keras sedang darah didalam dadanya bergolak dengan
kerasnya, seluruh tubuhnya gemetar dengan keras, air
mukanya berubah menjadi putih kehijau-hijauan. Sedang
tubuhnyo. dengan tertegun berdiri mematung ditempat, pada
mulutnya tak henti hentinya berkemak-kemik:

-Mungkin aku sedang bermimpi, apa mung¬kin aku
bermimpi?? Mimpi ini sungguh menakutkan. Aku tidak ingin
mimpi lagi , . ah . bagaimana adik Tou bisa mati tenggelam
dalam sungai?? Orang lain menganggap dia tolol padahal
sama sekali dia tidak bodoh, bagaimana bisa tenggelam dalam
sungai? Tidak, tidak ,tentu aku sedang bermimpi..”
Sambil berkemak kemik mendadak dengan keras dia
menjambak rambutnya sendiri, teriaknva dengan keras:
“Aku tidal mau mimpi lagi .. aku tidak mau... mimpi lagi
..Ooh aku sedang bermimpl."
Mendadak rambutnya yang dijambak menjadi rontok,
sedang darah segar menetes keluar membasahi wajahnya,
pada saat itulah dia baru tahu kalau dirinya sebenarnya bukan
sedang bermimpi, pukulan batin kali ini semakin berat
rasanya. Tiba-tiba sepasang matanya melotot keluar bagaikan
seorang gila dengan cepat berlari kedepan sambil teriak
dengan keras:
“Adik Tou. Kau sungguh kejam. Kiranya kau bilang pada
fajar menyingsing hendak menemui aku ternyata dengan jalan
ini, baiklah, kita akan segera bertemu, aku akan segera
bertemu, aku segera akan menyusul dirimu”
“Adik le, kau jangan pergi, untuk sementara kau jangan
pergi, Ie moay-moay, dengarlah perkataanku, untuk
sementara kau jangan pergi”
Ketika berkata sampai disitu air matanya tak tertahan lagi
menetes keluar membasahi wajahnya, pada saat seperti ini
mana mungkin Siauw Ie mau mendengar perkataannya sambil
berlari terus kedepan mulutnya tetap berteriak-teriak:
“Aku mau menemui dia, aku mau menemui dia”
Pouw Jin Cui melihat, mencegahpun tak ada gunanya
terpaksa melepaskan Siauw Ie yang meneruskan larinya,
sedang dirinya sambil meneteskan air mata berjalan

disamping tubuhnya untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
yang tidak diinginkan.
Dengan melototkan sepasang matanya serta air muka yang
telah berubah hijau membesi, Siauw Ie terus lari menerjang
kedepan, tidak perduli dimukanya ada orang atau tidak dia
tetap menerjang kedepan. Semua orangyang melihat
perubahan wajahnya tak terasa lagi pada menyingkir dengan
sendirinya.
Baru saja dia berlari sampai didepan perkampungan
dilihatnya si Telapak naga Lie Kiam Po dengan membawa
sesosok mayat yang basah kuyup berjalan mendatang, kedua
belah sampingnya berjalanlah Cung cu perkampungan Ie hee
cung, Houw jiauw, Sian hui hok serta Pouw Siauw Ling lima
orang, air muka semua orang terlihat sangat serius serta berat
kecuali Pouw Siauw Ling seorang yang masih menampilkan
senyuman ejeknya.
Siauw Ie begitu tiba pada jarak yang tidak begitu jauh dari
beberapa orang itu, secara mendadak dia memperlambat
langkah kakinya, bahkan boleh dikata saking lambatnya
hingga sukar dilukiskan.
Pouw Jin Cui yang berdiri disampingnya pun merasa
hatinya berdebar dengan keras, dia tak dapat menduga bakal
terjadi peristiwa apa.
Rombongan Cung cu sekalian ketika sampai di hadapan
Siauw Ie dan melihat air mukanya sangat aneh, tanpa disadari
oleh mereka bersama-sama menghentikan langkah kakinya,
sepasang mata Siauw Ie terlihat makin memancarkan sinar
merah berapi-api menahan kegusarannya, sambil menuding
kearah si Telapak naga bentaknya:
“Lepaskan dia keatas tanah”
Si Telapak naga Lie Kiam Po yang dibentak secara demikian
dihadapan orang banyak semula menjadi tertegun, kemudian
disusul dengan hawa amarah yang meluap. Baru saja dia

hendak memaki atas kekurang ajaran dari Siauw Ie itu,
dilihatnya Pouw Jin Cui yang berdiri disampingnya telah
memberi kerdipan mata sebagai tanda, sambil berebut maju
satu langkah kedepan ujarnya:
“Paman Kian Po, jangan gusar, ikutilah permintaan dari
Siauw Ie moay itu”
Lie Kian Po melihat air muka kedua orang gadis itu berbeda
dari keadaan biasa segera tahu kalau didalam hal ini pasti
terselip suatu sebab tak terasa dia menoleh memandang
kearah cung cu minta persetujuannya, dengan perlahan cung
cu mengangguk menyetujui, kemudian membalikkan tubuhnya
berlalu dari tempat itu.
Terpaksa Lie Kian Po melepaskan mayat yang telah menjadi
kaku itu, Siauw Ie segera mengenali mayat itu bukan lain dari
Liem Tou adanya.
Terlihat perutnya kembung menandakan kalau dia baru
saja kenyang minum air sungai, hanyalah biarpun dia suduh
putus napas dan matanya tertutup rapat, air mukanya masih
tetap segar bugar, sedikit pun tidak memperlihatkan tanda
seorang yang telah binasa, hanya rambutnya saja yang tidak
karuan sedang warna kulitnya pun sedikit berubah kehitamhitaman.
Siauw Ie yang memandang kearah jenazah itu makin dilihat
hatinya semakin sedih, terasa suatu aliran yang amat panas
dengan cepat mengalir keseluruh tubuhnya, tak terasa seluruh
tubuhnya gemetar dengan keras. Dia tak dapat
mempertahankan dirinya lagi bagaikan seluruh tubuhnya
serasa hendak meledak mendadak dengan menjerit keras
dengan cepat dia menubruk keatas tubuh Liem Tou yang telah
berubah menjadi mayat sedang air matanya menetes keluar
dengan derasnya, teriaknya dengan keras.
“Adik Tou..adik Tou kau tak boleh mati, aku disampingmu,
bukalah matamu, aku berada disampingmu..Ooh..adik Tou..”

Suara tangisannya yang demikian sedih membuat suasana
disekeliling tempat itu diliputi oleh kesedihan, sedang Pouw Jin
Cui pun tak dapat menahan menetesnya air mata demikian
juga sekalian orang-orang juga merasa sangat sedih akan
terjadinya kisah ini, hanya Pouw Siauw Ling yang merasa
senang, pada bibirnya tersungging suatu senyuman mengejek,
sedikitpun tak tergerak hatinya melihat kepedihan itu.
Setelah menangis dengan sedihnya beberapa waktu
lamanya dengan keadaan yang tak sadar benar dia
membopong jenazah dari Liem Tou dan meninggalkan tempat
itu dengan cepat. Beberapa orang yang berada disekeliling
tempat itu menjadi sangat terkejut dengan cepat mereka
berusaha menghalangi tindakan dari Siauw Ie itu sedang Pouw
Jin Cui dengan cepat bertanya:
“Adik Ie kau hendak kemana?”
Tapi Siauw Ie hanya sedikit mengangkat kepalanya saja
dengan dinginnya dia memandang sekejap kearah beberapa
orang itu, kemudian melanjutkan lagi berjalan kedepan.
Orang-orang itu menjadi semakin bingung harus berbuat
bagaimana baiknya, ketika Siauw Ie berjalan sampai
dihadapannya dengan tanpa sadar mereka menyingkir
memberi jalan, kemungkinan sekali mereka terpengaruh oleh
sikapnya yang serius, berwibawa serta dapat menguasai orang
lain tanpa sadar.
Sambil membopong jenazah dari Liem Tou, dengan langkah
yang perlahan Siauw Ie berjalan melewati perkampungan Ie
hee cung kemudian meneruskan perjalanannya menuju
kebelakang kampong ditengah sebuah hutan yang sunyi.
Setelah berjalan keluar dari perkampunga, Pouw Jin Cui
kuatir terjadi sesuatu hal dengan diri Siauw Ie segera
mengikuti terus dibelakang tubuhnya, tetapi tiba-tiba
terdengar dengan nada yang rendah ujar Siauw Ie:

“Cici Cui, aku sangat berterima kasih atas perasaan
simpatikmu. Kini kau boleh kembali, adik Ie mu tak mungkin
akan berbuat hal-hal yang nekad”
Sekalipun Pouw Jin Cui mendengar dia berkata dengan
tegas, tetapi hatinya tetap merasa kuatir, baru saja mau
memberikan jawabannya Siauw Ie telah melanjutkan lagi:
“Cici Cui, coba pikirlah dirumah aku masih ada ibu, apa
mungkin aku bisa berbuat sesuatu yang nekad? Aku hanya
ingin berdua dengan Liem Tou ditempat yang sunyi, lebih baik
kau pulang terlebih dulu, orang-orang yang mengikuti
dibelakangku tolong cici uruskan, adikmu tentu akan merasa
sangat berterima kasih”
Setelah mendengar perkataan dan dipikirnya bolak-balik,
Pouw Jin Cui merasakan kalau perkataannya sangat beralasan,
segera dia mengikuti apa yang diucapkan untuk
melaksanakannya, terlihatlah dengan perlahan-lahan Siauw Ie
berjalan masuk kesebuah hutan yang lebat dibelakang
perkampungan Ie hee cung.
Siauw Ie segera membawa jenazahnya Liem Tou yang
telah kaku kedalam hutan yang berada disitu, ketika itu juga
didalam pikirannya timbui kenangan lama sewaktu masih
bermain main dan berjalan jalan bersama dirinya terasa air
matanya menetes keluar semakin deras, setelah terpekur
beberapa saat kemudian ujarnya seorang diri:
"Adik Tou, masih ingatkah dulu ketika kau bermain
bersama ditempat ini derganku? Suara siulan dari dedaunan
juga kau belajar dari aku ditemnat ini. Mereka bilang kau anak
gobloke padahal hanya cukup dua kali saja aku memberitahu
padamu kau sudah bisa."
Sambil berkata tak terasa air mukanya jatuh menetes
keatas wajah Liem Tou dia mengawasi kekasihnya dengan
penuh haru. Pada saat itulah tubuh yang semula telah mulai
kaku kini menjadi lemas secara tiba tiba. Tak terasa Siauw le

menjadi sangat terkejut. Tetapi dari dalam hatinya segera
terlintaslah suatu pikiran, diam-diam batinnya:
'Apa mungkin adik Tou telah, merasakan kesedihanku,
hingga roh halusnya hendak munculkan diri dihadapanku?”
Ketika berpikir sampai disitu dia tidak merasa terkejut lagi,
sambil meneruskan perjalanannya menuju kedalam rimba
mulutnya bergumam dengan perlahan:
“Adik Tou. Mari kita pergi lihat tempat kita beristirahat
sewaktu telah lelah, tempat itu hingga kini tak seorang pun
yang mengetahuinya. Adik Tou, mau tidak? Lihatlah, sudah
hampir tiba!”
Pada saat itu Siauw Ie telah berjalan kearah lereng
dibelakang puncak Ha Mo Leng, sesampainya dibawah sebuah
pohon yang amat lebat dia berhenti ujarnya lagi:
“Adik Tou, kita telah sampai..”
Sambil berkata dia meletakkan jenazah Liem Tou kebawah
pohon, sedang dia sendiri duduk termenung disampingnya,
dengan terpesona memandang awan awan yang bergerak dan
beriring itu diten gah udara, sebentar dia tertawa sendiri
sebentar meneteskan air matanya dan menangis dengan
sedihnya.
Sekonyong konyong...... dilihatnya dedaunan serta cabang
pada pohon yang besar diatas kepalauya tanpa sebab ternyata
bargoyang sendiri padahal waktu itu tak ada angin yang
sedang bertiup, dia merasa sangat heran dan bingung, apa
yang telah terjadi? Dengan cepat dia melompat bangun dan
termangu-mangu memandang kearah jenazah Liem Tou
keatas tanah perutnya yang kencang dengan air sungai masih
terlihat mengembang dengan besarnya hingga menyerupai
sebuah gundukan gunung kecil, siapa tahu dalam sekejap saja
telah lenyap tak tanpa bekas.

Setelah termangu-mangu memandang beberapa saat ketika
Siauw Ie melihat perubahan dari perut Liem Tou tidak
menampilkan perubahan aneh lainnya barulah dia merasa lega
dan berjalan ketempat semula, setelah berpikir bolak-balik
sambil menghela napas ujarnya lagi:
“Adik Tou kau pergilah dengan hati yang tenang, selama
hidup cicimu akan selalu mengingat dirimu, tetapi dunia dan
alam baka berpisah jauh, entah titik apa akan selalu
mengingat cicimu?” Sambil berkata dia menghela napas
panjang.
“Akan kuingat selalu. Sekalipun aku teiah berubah menjadi
setan aku akan selalu ingat diri Cici. Ciciku yang tercinta kau
tak usah kuatir tak akan kulupa diri Clci untuk selamanya”
Siauw Ie merasakan kalau suara itu berasal dari tubuh Liem
Tou yang berbaring disampingnya, dia rnenjadi sangat kaget,
tak terasa bulu tengkuknya pada berdiri semua.
Tiba tiba dilihatnya Lim Tou mulai meluruskan kakinya dan
merangkak bangun dengan perlahan-lahan dari atas tanah,
rasa terkejutnya kali ini bukan alang kepalang dengan
kecepatan kilat dia segera meloncat bangun tangannya
dengan kencang mencekal beberapa batang jarum perak
dengan keraas bentaknya:
"Kau--- kau manusia atau setan!"
Dengan lagak yang ketolol-tololan Liem Tou tersenyum
setelah membereskan rambutnya yang basah ujarnya:
“Cici Ie kau jangan demikian galaknya, adik mu adalah
manusia bukan setan"
Siauw Ie tetap tidak mau percaya satelah berdiam diri
selama beberapa waktu dengan perlahan barulah dia
memegang Liem Tou, tapi dengan cepat ditariknya kembali
ujarnya:
“Kalau manusia kenapa tanganmu demikian dinginnya?”

"Adikmu telah merendamkan diri didalam air sangat lama
sekali hingga sekarang merasa kedinginan. Cici maukah
sekarang kau memberi kehangatan tubuh kepadaku?"
Slauw le tersipu sipu karena malunya, sambil tersenyum
manis dia memandang tajam ke arah Liem Tou, tetapi tiba
tiba dia melelehkan air matanya kembali ujarnya dengan
sedih:
"Apabila adik Tou benar-benar binasa, Cici mu juga tak
mau hidup lebih lama lagi.”
Liem Tou tidak menjawab, hanya dengan senyuman yang
ketolol-tololan memandang diri Siauw Ie.
ooooOOoooo
Adapun perkumpulan Ie Hee Cung yang terdiri dari
keluarga Lie serta keluarga Pouw, pada ratusan tahun yang
lalu mereka merupakan suatu keluarga yang bekerja sebagai
pengusaha Piau kok atau pengawal barang-barang angkutan.
Oleh karena hasil usaha mereka banyak menanam
permusuhan, untuk menghindarkan diri dari pembalasan
dendam orang-orang jahat terpaksa dengan membawa
seluruh keluarga mengasingkan diri ketempat yang sunyi.
Tahun ketemu tahun anak beranak mereka semakin banyak
akhirnya dari perkampungan yang kecil berubah menjadi
perkampungan besar.
Sedangkan ayab dari Liem Tou yaitu Liem Han San
merupakan seorang Siucay atau terpelajar yang mempunyai
kepandaian sangat tinggi didalam bidang Bun atau surat
menyurat. Oleh Lie Ek Beng Cung Cu yang terdahulu dia
diundang datang kedalam perkampungan untuk memberikan
pelajaran surat kepada penduduk kampung pada saat itu Liem
Tou baru berusia lima enam tahun, sifatnya yang pendiam
serta alim itu membuat dia suka menyendiri. Padahal anakanak
yang sebaya dengannya semuanya telah memperoleh

pelajaran silat, sudah tentu tubuhnya jauh lebih kekar serta
gesit dari dirinya.
Hanya dia seorang diri yang paling lemah tanpa memiliki
kepandaian apa pun, lagipula penduduk kampung itu sangat
benci terhadap orang luar, tak heran kalau Liem Tou sama
sekali tidak diberi pelajaran silat.
Jilid 2 : Bukan pencuri kerbau khok dipenjara..
Tahun ketemu tahun akhirnya dia jadi besar, biarpun
tampangnya ganteng dan cakap, tetapi kelihatan sekali
sifatnya yang masih ke tolol-tololan.
Pada waktu itulah oleh karena perasaan kesatuan dan
simpatiknya dari Siauw Ie yang selalu melindungi dirinya,
akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih yang saling
sayang menyayangi.
Tak terkira pada suatu malam, pertengahan musim salju
ayah Liem Tou yaitu Liem Han San meninggal dunia secara
mendadak, sewaktu dia mau menarik napas yang penghabisan
telah memberikan sejilid kitab kepada anaknya bahkan
memesan untuk dipelajari dengan baik, di samping itu dia
memesan juga, agar kitab itu jangan sampai diketahui oleh
orang lain.
Setelah meninggalkan pesan-pesannya dia
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Karena kesedihan atas meninggalnya Liem Han San,
membuat Liem Tou tak terlalu memperhatikan hal itu. Pada
saat itu juga Lie Ek Hong dihadapan orang-orang kampung
telah mengangkat Liem Tou ayah beranak sebagai warga
perkampuugan le Hee Cung bahkan dengan segala upacara
besar mengubur jenazah Liem Han San.

Siapa tahu Lie Ek Beng pun menyusul kealam baka, dengan
menurut peraturan2 perkampungan sesudah diadakan pibu
atau pertandingan silat Pauw Sak San menjadi cungcu yang
baru.
Sejak malam itu juga Liem Tou mulai mempelajari kitab
peninggalan ayahnya.
Pada suatu malam ketika Liem Tou sedang mempelajari
kitab peninggalan ayahnya, dari luar jendela terdengar suara
tertawa dingin, begitu mendengar suara tertawa mengejek itu
segera Liem Tou tahu kalau orang itu tak lain adalah Pouw
Siauw Ling, dengan cepat dia menyembunyikan kitabnya.
Pada waktu itu juga terdengar dari luar Pouw Siauw Ling
telah menggape kearahnya sambil serunya dengan keras:
"Liem Tou ! Ayahku memanggilmu untuk menghadap."
Karena perjntah dari Cung-cu, Liem Tou terpaksa keluar
dari rumah. Siapa tahu baru saja dia melangkah keluar dari
pintu secara mendadak Pouw Siauw Ling telah memberikan
hajaran yang hebat keatas tubuhnya, tangannya melayang tak
henti2-nya memukuli seluruh tubuhnya bahkan ancamnya:
“Adik Siauw Ie merupakan menantu dari keluarga Pouw
kami, coba pikir macam apakah kau ini berani demikian
kurang ajarnya, harus kuberi hajaran yang setimpal pada kau
cecunguk busuk, rasakanlah kelihayanku"
Pada waktu itu sekalipun dia menerima pukulan yang amat
kejam hingga tubuhnya babak belur oleh pukulan tangan serta
terdangan keras dari Pouw Siauw Ling tetapi merintihpun ia
tidak. Kelakuan tersebut sudah menjadi kebiasaan baginya
sejak kecil bahkan dia pun tahu dengan jelas sekalipun
didalam perkampungan punya paraturan bahwa keluarga Lie
harus dikawinkan dengan keluarga Pouw, tetapi pada saat itu
dia telah diizinkan dan dianggap sebagai warga dari
perkampungan Ie Hee Cung oleh Cung cu yang terdahulu,
sudah tentu dia tak dapat dianggap sebagai orang luar lagi.

Sesudah dipukuli babak belur oleh Pouw Siauw Ling, segera
dia digusur kehadapan Pouw Sak San. Tampak dengan
mandelikkan matanya Cung cu memandang gusar kearahnya,
air mukanya amat keren, bentak dia kemudian.
"Liem Tou. Disini tak dapat menampungmu lagi, kau harus
cepat2 turun gunung."
Begitu mendengar perkataan dari Cung cu itu Liem Tou
merasa terkejut sekali bagaikan diguyur dengan air dingin air
matanya hampir-hampir meleleh keluar membasahi wajahnya,
tetapi dengan paksakan dirinya dia tetap bersabar, diam2
pikirnya:
"Liem Tou, Liem Tou, kau tak boleh menangis, walaupun
mereka bersikap bagaimanapun juga kau tak boleh menangis,
sekalipun mereka melihat kau meneteskan air mata."
Berpikir sampai disitu pula, dengan cepat dia menahan
mengalirnya air mata dari kelopak matanya, dengan
tersengguk-sengguk tanyanya:
"Cung cu aku kenapa aku diusir dari perkampungan ? ? ? ?"
"Apa kau tidak mau mendengar perkataan dari Cung cu ? ?
? Menyuruh kau turun gunung.Buat apa kau tanya sebab2-nya
??" bentak Cung cu dengan gusarnya.
Liem Tou yang dibentak seperti itu hatinya menjadi
membeku, sama sekali tak disangka olehnya kalau Cung cu ini
bisa bartindak demikian tak tahu aturannya, pada saat itu
terpikir kembali Lie Siauw Ie yang sangat menyayang dirinya.
Mandadak entah dari mana datangnya suatu semangat jantan
membuat nyalinya menjadi semakin besar, dengan keras
sahutnya.
"Baik. Turun gunung yah turun gunung . .? Tetapi bolehkah
aku menemui Siauw le cici terlebih dahuIu ?"

Sama sekali Cung cu tak pernah menduga kalau nyali Liem
Tou demikian besarnya, tak terasa dia menjadi tertegun
dibuatnya. Setelah berpikir bolak balik dengan tegas sahutnya.
"Tidak bisa, segera aku akan menghantar kau turun
gunung. Ingat perkampungan Ie Hee Cung ini tidak akan
membiarkan seorang asingpun berdiam terus menerus
ditempat ini."
Liem Tou tak bisa berbuat apa-apa lagi, pada malam itu
juga dia diusir dari perkampungan Ie Hee Cung. Menanti
setelah Cung Cu balik dari atas gunung tak tertahan lagi dia
menangis tersedu-sedu dipinggir sungai.
Setelah puas mengeluarkan air matanya rasa mangkal
didalam hatinyapun lenyap, dengan berlutut diatas tanah
segera ia angkat sumpah.
"Aku Liem Tou pasti akan menemui Cici Ie lagi, Pasti… pasti
kulakukan."
Hari-hari selanjutnya Liem Tou bekerja sebagai pengangon
sapi ditepi sungai dibawah gunung Ha Mo leng bahkan
disamping mengangon sapi sering juga dia belajar berenang
didalam sungai serta mempelajari kitab peninggalan ayahnya.
Tak disangka olehnya ternyata kitab tersebut berisi tulisan2
yang tak dimengerti olehnya, maksudnyapun sangat
mendalam. Tetapi dia tidak menjadi putus asa karena hal
tersebut, akhirnya setelah berjerih payah selama beberapa
bulan barulah dia berhasil memahami maksud dari bagian
keenam dari kitab tersebut yaitu ilmu pernapasan. Pada waktu
itu pula dia baru tahbu kalau kitab itu merupakan sebuah kitab
pelajaran silat yang amat hebat, hatinya menjadi sangat
girarg, dengan demikian dia setiap hari berlatih dengan
kerasnya, tetapi bagaimanapun juga dikarenakan tak ada
orang yang memberi petunjuk sehingga rahasia dari ilmu
pernapasan itu tetap tak dipahaminya, tenaga murni yang

tersimpan didalam tubuhnyapun, tak berhasil dialirkan
mengitari seluruh tubuhnya.
Oleh karena itu sekalipun dia berlatih dengan rajin juga tak
lebih baru bisa mengembangkan perutnya sehingga besar
sesuai dengan kehendaknya, sekalipun demikian sebaliknya
ilmunya itu malah membantu didalam ilmu berenangnya,
sekali dia menghirup udara maka dapat menyelam didalam air
selama dua tiga jam lamanya.
Disaat itu dengan menggunakan ilmu pernapasan tersebut
dia segera menutup seluruh pernapasannya pura2 mati
tengggelam, bukan saja berhasil menipu Cung cu sakalipun
hingga bisa melewati ketiga tempat berbahava tanpa
rintangan bahkan dapat berjumpa pula dangan diri Siauw Ie.
Liem Tou melihat dengan wajah yang amat girang Siauw Ie
mencekal tangannya, tak terasa hatinya malah menjadi sedih,
ujarnya.
"Ci ci Ie, adiktmu berhasil menipu mereka hingga bisa tiba
disini bertemu dengan Cici, tetapi aku tak bisa bardiam terlalu
lama ditempat itu, kini aku harus berbuat bagaimana untuk
turun gunung?"
Sepasang mata Siauw le dengan sangat tajam memandang
kewajahnya, dengan cepat dia menggelengkan kepalanya
ujarnya,
"Adik Tou, untuk sementara kita tak usah menyebutkan hal
ini, selama satu tahun kita tidak bertemu kita harus
menggunakan waktu ini sebaik2nya coba pikirlah selama satu
tahun cici mu tidak bisa bertemu dengan kau setiap hari aku
selalu merindukan dirimu."
"Adikmu juga begitu." sahut Liem Tou dengan perlahan.
"Didalam dunia ini dalam hatiku hanya terisikan cici seorang
bilamana aku, bisa hidup bersama cici untuk selamanya diatas
gunung ini tentu akan sangat bahagia sekali.”

Dia berbenti sejenak sedang air mukanya berubah,
terlintaslah perasaan gemas serta dendamnya, tetapi didalam
sekejap saja telah lenyap ujarnya lagi.
"Cici. Nasib adikmu sungguh sangat buruk, setelah turun
gunung kali ini kemungkinan sekali akan mengembara
kesemua tempat, bila aku berhasil mempelajari kepandaian
silat tentu adikmu akan datang kembali keatas gunung, tetapi
masa depan sukar diduga, mungkin juga aku menemui ajal
ditengah jalan."
Tak tertahan lagi titik2 air mata menetes keluar tetapi
dengan cepat dia menahan mengalirnya cucuran air mata
yang semakin deras itu, ketika dia menoleh memandang
kearah Siauw le lagi, terlihatlah sepasang matanya dipejamkan
rapat2, dengan wajah yang penuh air mata ujarnya,
"Adikku, teruskanlah, ucapanmu cici suka mendengarkan
perkataanmu "
Sambil berkata dengan cepat dia menubruk menjatuhkan
diri kedalam rangkulan Liem Tou, isak tangisnya semakin
menjadi. Dengan sekuat tenaga Liem Tou berusaha
mempertahankan dirinya, batinnya.
"Liem Tou . . , Liem Tou. Tahanlah rasa sedihmu.
Dihadapan Ie Cici jangan menangis, siapapun jangan harap
memaksa aku meneteskan air mata, tahanlah perasaan
sedihmu. Tahanlah . tahan terus. Sampai tua.”
Setelah menangis dengan sadihnya beberapa saat lamanya,
mendadak terdengar dengan nada yang halus ujar Siauw Ie:
“Adik Tou. Cicimu selalu akan menantikan pulang keatas
gunung, tidak perduli kau kembali atau tidak, pokoknya Cicimu
pasti menantikan kedatanganmu untuk selamanya”
Baru saja Liem Tou mau menjawab, mendadak saja dari
puncak gunung itu terdengar suara panggilan Pouw Jin Cui

dengan nada yang keras : “Ie moay moay..ibumu suruh kau
cepat pulang”
Dengan cepat Siauw Ie bangun, sambil mengusap keringat
bekas air matanya ,dengan cemas ujarnya.
"Adik Tou dengan tipu daya aku berhasil naik gunung,
rahasia ini jangan sampai diketahui orang lain. Cepat kau
menyembunyikan diri kedalam gua kita yang dahulu, aku akan
pulang sebentar bilang kalau kau telah dikubur, nanti malam
aku akan datang kembali membawakan makan malam
bagimu"
Sehabis berkata dengan cepat Lie Siauw le loncat dan lari
keatas puncak gunung Ha Mo Leng.
Liem Tou segera mengusik rumput2 didekat akar pohon
yang amat besar itu, disitu terdapatlah sebuah liang gua yang
cukup untuk seorang, tanpa ragu2 lagi deugan cepat dia
menerobos masuk ke dalam.
Kurang lebih setelah berjalan puluhan tindak, gua itu
semakin lama semakin melebar makin luas, mendadak bau
yang sangat apek dan amis bertiup datang, tak tahan lagi dia
bersin beberapa kali, diam2 pikirnya.
"Tempat ini bagaimana bisa demikian dinginnya, mogamoga
saja Cici le tidak lupa membawakan api untuk membuat
api unggun hing¬ga bajuku bisa kering"
Berpikir sampai disitu segera dia duduk bersandar didinding
gua, terlihatiah gua itu makin kedalam makin seinpit, agaknya
sangat dalam sekali sehingga sukar diukur ditambah
keadaannyapun sangat gelap, tetapi dia tak mau mengurusi
hal itu, dengan memejamkan mata ia menantikan kedatangan
Siauw Ie.
Sepertanak nasi kemudian rasa dingin yang menerjang
tubuhnya terasa semakin menusuk tulang hingga terasa
sangat tidak enak dibadan.

Segera ia bangkit berdiri pikirnya hendak berjalan keluar
dari gua tersebut. Siapa tahu baru saja berjalan beberapa
langkah dari luar gua tiba terdengar suara. "Kok .. . Kok . ."
Suara itu kedengaran sangat aneh sekali tetapi waktu itu
Liem Tou tidak begitu memperhatikannya dan tetap
melanjutkan perjalanannya kearah depan.
Kelihatannya tinggal dua langkah lagi dia berhasil keluar
dari gua itu, mendadak suara yang sangat aneh itu berbunyi
lagi yang kemudian disusul munculnya sepasang kepala
berwarna merah darah yang amat aneh sekali didapan gua itu.
Liem Tou melihat munculnya seekor binatang aneh saking
terkejutnya hingga menjerit keras, dengan cepat dia mundur
kebelakang balik ketempat semula.
Dengan sepasang matanya yang dipentangkan lebar-lebar,
Liem Tou mengawasi luar gua, napas pun tak berani keraskeras.
Tampak dua buah kepala merah darah yang sangat
aneh itu dengan empat buah mata mendesiskan lidahnya yang
mirip dengan desisan ular berjalan makin mendekat,hanya
bentuknya amat aneh serta menakutkan sekali.
Liem Tou yang melihat bentuk binatang itu segera
mengetahui kalau binatang itu merupakan binatang beracun,
dia semakin mempertajam matanya memandang kearah
tempat itu, ketika itulah binatang aneh berkepala dua
tersembur setelah mengeluarkan suara, kok, kok, yang aneh
dengan perlahan mulai menjulurkan kepalanya masuk
kedalam gua.
Pada waktu itu juga Liem Tou baru dapat melihat binatang
aneh berkepala dua itu mempunyai bentuk tubuh yang sangat
besar dan bulat, seluruh tubuhnya penuh bersisik merah
darah, pada perutnya terlihat empat buah kakinya hanya
sayang sangat pendek sekali sehingga kelihatan sangat tidak
sesuai dengan tubuhnya yang sangat besar.

Dengan perlahan binatang aneh itu mulai merangkak
masuk kedalam gua, terpaksa Liem Tou setindak demi
setindak mundur kebelakang.
Tetapi justru semakin dia mundur kedalam gua yang
sangat gelap itu binatang aneh itu tetap tak henti2nya
merangkak maju mendekati dirinya.
Entah telah lewat berapa saat lamanya Liem Tou barulah
merasakan kalau dia semakin terjerumus lebih dalam lagi
kedalam gua yang sangat sempit lagi apek itu, pandangannya
makin lama makin gelap. Kiranya dia telah berada di tengah2
dari gua tersebut.
Mandadak hatinya menjadi tergerak teriaknya "Celaka. . ."
Selamanya dia belum pernah memasuki jauh kedalam gua
itu, sudah tentu tak tahu pula gua tersebut menembus kearah
mana, jika bergerak mundur terus kebelakang bukankah
dengan begitu secara tidak langsung dirinya masuk kedalam
parangkap binatang aneh berkepala dua tersebut ????
Berpikir sampai disitu dia menyedot napas dalam2,
perutnya dengan perlahan mulai berkembang menjadi sangat
besar, dengan sekuat tenaga disemburkannya kearah binatang
aneh itu.
Sepasang kepala dari binatang aneh itu segera berpisah
kesamping dan mangeluarkan jeritan aneh, tapi ternyata tak
mengalami cedera apapun bahkan kakinya yang berada di
depan menjangkau meloncat beberapa depa tingginya
manubruk kearah Liem Tou.
Liem Tou yang ditubruk demikian hebataya segera menjerit
kaget tanpa pikir panjang lagi tergesa2 dia mundur tapi
binatarng itu sedikitpun tak mau melepaskannya, sedikitpun
tak mau melepaskan sekalipun perutnya agak besar hingga
gerakannva agak terintang tapi langkahnya sangat cepat
sekali diluar dugaan Liem Tou.

Sampai waktu itu Liem Tou juga tak dapat berbuat lagi
sekalian semakin dia berjalan jauh kedalam gua keadaan
semakin gelap, ter-paksa dengan sepenuh tenaga lari kearah
dalam, bahkan beberapa kali dia jatuh terguling2 hingga
menumbuk dinding gua, tapi dia tak mau ambil perduli, hanya
terdengar suara aneh yang makin lama makin mendekat
membuat keringat dingin mengucur keluar semakin deras
membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah lari lagi beberapa saat lamanya keadaan gua itu
makin lama makin menjarok ke bawah, bahkan dari tanah
pasir telah barubah menjadi tanah lumpur yang tebal
membuat langkahnya makin lama makin bertambah perlahan.
Ketika dia menoleh kebelakang lagi terlihatlah keempat
buah mata yang barwarna hijau mengkilat memancarkan sinar
yang tajam memandang kearahnya sedang tubuhnya tetap
barada tidak jauh dari tubuhnya. Tak terasa pikirnya.
"Kali ini habis sudah, entah tempat didepan itu menembus
kemana, kini binatang aneh itu pun terus mengejar."
Tapi sejenak kemudian pikirnya lagi.
"Tak perduli gua ini menembus kearah mana
bagaimanapun juga aku tak bisa tunggu disini saat kematian."
Berpikir sampai disitu segera dia mcnyedot hawa dalam2
sekali lagi menerjang kedepan, makin lama tanah didalam gua
itu terasa mulai ada airnya, bahkan makin lama makin dalam,
didalam sekejap saja air itu telah mencapai lututnya, setelah
berjalan beberapa langkah lagi air itu telah mencapai
dipinggangnya, pada saat itu dia menjadi sadar, kiranya gua
tersebut menghubungkan diri dengan sungai yang mengalir
dipuncak Ha Mo Leng, dia yang mengerti akan ilmu dalam air
tak terasa menjadi sanagat girang dengan cepat dia
merendamkan seluruh tubuhnya kedalam air dan menyelam
lebih dalam lagi.

Setelah merasa kalau binatang aneh itu tak mengejar
dirinya lagi barulah dia muncul kembali keatas permukaan,
tapi dia tak berani balik ketempat semula, dengan cepat
mangikuti mengalirnya arus sungai itu barenang kearah
depan.
Tak lama kemudian tiba2 arus yang sangat santar
menerjang, kaki kirinya maju kedepan, didalam keadaan yang
sangat terkejut segera dia munculkan dirinya untuk melihat.
Kiranya dia telah berada didepan gua tarsebut dan sama sekali
tak diduga olehnya kalau gua itu ternyata menghubungkan
puncak gunuag dengan kaki gunung Ha Mo Leng.
Hatinya menjadi demikian girangnya, pikirnya kemudian.
"Bila aku ingin naik gunung lagi bukankah akan sangat
gampang sekali ?"
Tapi tiba-tiba dalam otaknya berkelebat bayangan dari
binatang aneh berkepala dua tersebut, hatinya segera menjadi
beku separuh, bila binatang aneh itu masih tetap hidup
didalam gua tersebut maka seluruh keinginannya akan buyar
menjadi bayangan saja.
Sekonyong2 teringat pula olehnya.
'Nanti malam Siauw Ie akan menghantarkan makan malam
bagiku, bila dia sampai bertemu dengan binatang aneh
berkepala dua itu bukankah akan runyam ??"
Tapi teringat pula kalau Lie Siauw Ie memiliki kepandaian
silat yang sangat tinggi, apalagi dalam tubuhnya menggembol
senjata rahasia Kin cu gin ciam, tak terasa hatinya menjadi
lega kembali.
Ketika dia munculkan dirinya pada permukaan sungai hari
telah jauh siang, matahari tepat berada diatas kepalanya
memancarkan sinarnya dengan sangat terang, angin sepoisepoi
bertiup menyejukkan tubuh mcmbuat setiap orang
merasakan sangat nyaman sekali.

Setelah mengingat benar-benar letak dari gua rahasia itu
dengan cepat dia berenang ketepi sungai, pikirnya lagi.
"Ketika ini bisa meninggalkan Siauw Ie untuk sementara
waktu juga jauh lebih baik, diatas gunung akupun tak bisa
tinggal terlalu lama akhirnyapun aku harus meninggalkan
tempat itu jua.”
Berpikir sampai disitu tiada pikiran lagi yang berada dalam
otaknya, terlihat gunung yang berwarna biru serta sawah yang
berwarna hijau membentang dengan indahnya, air sungai
mengalir dengan tenangnya disamping burung yang berkicau
mengisi suasana yang kosong tapi ditempat yang kosong
demikian luasnya haruskah dia pergi ketempat mana ??
Dengan menundukkan kepalanya dengan perlahan dia
mulai berjalan kedepan terasa tubuhnya yang basah kuyup tak
enak dibadannya. Apalagi perutnya pun terasa mulai lapar
dengan pikiran yang bingung sekali lagi dia menerjun sekali
lagi dia menerjunkan dirinya kedalam sungai untuk
menangkap beberapa ekor ikan sebagai menangsal perutnya,
kemudian dengan tergesa-gesa kembali kerumah majikan
dimana selama kurang lebih beberapa tahun dia bekerja
sebagai pengangon sapi.
Malam harinya dia tak bisa memejamkan matanya, otaknya
penuh diliputi oleh soal-soal yang terasa amat rumit baginya
terpikir olehnya alangkah baiknya kalau dia bisa terus menerus
tinggal bersama sama dengan Siauw Ie, tapi pikirannya
menjadi sadar lagi satu-satunya jalan mencapai cita-cita itu
hanyalah harus belajar ilmu silat hingga mencapai
kesempurnaan.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Liem Tou telah pamitan
dengan majikannya untuk meninggalkan rumah itu sekalipun
sang majikan berkali-kali mencoba untuk menahannya tapi
tetap ditolak olehnya dengan bulatkan semangat Liem Tou
meninggalkan rumah itu pergi mencari suhu untuk belajar
silat.

Dua hari semenjak dia meninggalkan rumah majikannya,
Liem Tou masih tetap berjalan tanpa arah, dia tak tahu harus
menuju kemana baiknya, dalam perjalanan yang tak menentu
itu pada malam hari dia tidur di k elenting, sedang makan pun
hanya ikan-ikan yang ditangkap sendiri olehnya, dalam hatinya
dia hanya terpikirkan satu tujuan, cepat-cepat berhasil melatih
ilmu silatnya dan balik keatas gunung menemui Cici Siauw Ienya.
Hari itu setelah manempuh perjalanan selama setengah
harian dia mulai merasakan tubuhnya sangat penat, didalam
sebuah rimba yang lebat dan rindang dia manyatukan diri
duduk bersandar pada sebuah pohon untuk beristirahat, tak
terasa lagi saking letihnya dia jatuh tertidur dengan
nyenyaknya.
Ketika mendusin kembali matahari telah jauh condong
kearah barat, haripun hampir gelap, Liem Tou yang melihat
keadaan cuaca itu segera bangkit siap meninggalkan tempat
itu mendadak dari dalam rimba berkumandang keluar suara
tertawa yang sagat keras sambil berkata.
"Hee. Pembesar Buta, rasakanlah langkah bentengku
menghancurkan pertahananmu, Bagus, Bagus sekali hanya
sayang kau masih belum punya kepandaian untuk menahan
aku si orang siucay, hati-hatilah."
Mandadak sebuah suara yang tajam melengking memotong
ucapannya.
"Hati-hati dengan kudaku mengepung rajamu siucay rudin
yang tak tahu malu, jangan sombong dulu, lihatlah
kelihayanku ini "
"Pembesar sombong, hati2 dengan bentengku
menghancurkan kubu pertahananmu he.. he jangan keburu
girang kau" Sahut suara yang pertama sambil tertawa
terbahak- bahak.
"Haim, . , tak usah banyak omong rasakan kelihayanku."

"He... he. . . kau tak mau menghindar malah menggunakan
siasat keras lawan keras. Hm... hm. . kau kira aku siucay
buntung takut padamu?”
Liem Tou ketika mendengar suara teriakan itu seperti orang
yang sedang main catur rasa ingin tahunya meliputi seluruh
otaknya, oleh karena sejak keciI dia sering bermain catur
dengan ayahnya Liem Han San kini mendenger ada orang
sedang bermain catur tak terasa dengan mengikuti jalan kecil
disamping rimba itu berjalan makin masuk kedalam rimba
tersebut.
Semakin dia berjalan kedalam suara bentakan dua orang
yang sedang main catur semakin terdengar makin keras
bahkan keadaannya kelihatanya seimbang dan telah mencapai
puncak ketegangan.
Liem Tou yang mcndengar suara itu begitu jelasnya tak
merasa hatinya makin tertarik, segera langkah kakinya
dipercepat dengan setengah berlari dia berjalan masuk
kedalam rimba dimana suara tersebut berasal.
Tak lama kemudian dimana suara berkumandangnya orang
sedang main catur secara samar2 terdengar pula suara angin
yang menyambar dengan kerasnya, sebuah batu cadas
sebesar gentong air dengan kecepatan yang luar biasa
melayang melalui atas kepalanya, malihat hal itu dengan
tergesa2 Liem Tou menghindarkan diri sedang dalam hatinya
terasa semakin heran.
Pada saat itu pula dia lebih hati-hati dan waspada,
sekalipun langkah kakinya tetap berjalan menuju kedepan tapi
matanya tetap memandang tajam sekitar tempat itu, takut
ada batu besar lagi menyambar kearahnya.
Semakin lama dia berjalan makin dekat pula dengan
tempat berasalnya suara itu, kalau tak melihat kedua orang
yang sedang bermatn catur tersebut tak terasa saking
terkejutnya keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, dia

semakin tak berani munculkan dirinya, dengan cepat
menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar
memandang kearah kedua orang itu.
Kiranya ditengah rimba yang lebat itu terlihatlah sebuah
tanah lapang yang luas dan kosong dimana terdapat dua
orang yang semula Liem Tou menduga sedang bermain catur
itu
tetapi mereka bukannya sedang bermain catur, sebaliknya
sedang bertempur dengan seru dan dahsyatnya, pasir
beterbangan keempat penjuru, bayangan tangan berkelebat
menyilaukan mata serta angin pukulan yang menyesakkan
dada.
Yang aneh adalah dikedua orang itu yang satu memakai
jubah kebesaran berwarna merah tua yang telah kumal,
kepalanya memakai kopiah kebesaran pula hal ini
memperlihatkan kalau dia merupakan seorang pembesar
kerajaan hanya sayang kedua matanya telah buta, pada
tanganya mencekal sebuah tongkat besi yang berkepalakan
naga dengan ganasnya menusuk dan menyambar pihak
lawannya, sedang yang seorang lagi adalah seorang tua yang
mengenakan pakaian model seorang Siucay, pada janggutnya
terurai janggut yang panjang berwarna hitam pekat sepanjang
dada, wajahnya masih terlihat sisa-sisa ketampanannya
semasa muda sedang tangannya mencekal sebuah kipas
berwarna putih cuma yang heran orang ini hanya mempunyai
kaki tunggal, demikian juga dengan tangannya yang tinggaI
sebelah. Usia kedua orang aneh itu kelihatan lebih dari lima
puluh tahunan.
Liem Tou yang melibat kejadian itu segera merasa heran
bercampur curiga, diam2 pikirnya:
Orang buntung berkelahi dengan orang buta, sungguh
merupakan peristiwa yang jarang terdengar didunia ini,
bahkan setiap kaii mereka melancarkan serangannya pada

mulutnya tentu mengucapkan langkah2 dari jalanan catur,
sedang apa-apaan mereka itu sebenarnya.
Rasa curiganya semakin tebal meliputi dirinya, ketika dia
memandang lagi kearah langkah kaki mereka tak terasa
perasaan herannya makin menjadi-jadi, kiranya tempat
dimana kedua orang itu bergebrak dengan sangat jelas
tergoreskan kotak-kotak catur, sedang kedua orang itu
meloncat loncat dan saling serang menyerang diantara kotak
kotak catur tersebut.
Pada saat itu Siucay buntung itu sedang berdiri di
perbatasan kotak-kotak caturnya, tiba-tiba kakinya yang
tinggal sebelah itu mentul keatas tanah dan meloncat tinggi
beberapa depa sambil bentaknya dengan keras.
“Hey pembesar buta, hati hati bentengku maju enam
langkah”
Liem Tou yang melihat mereka bergebrak sesuai dengan
jalannya biji catur segera menduga kalau Siucay buntung itu
telah meloncat ketengah udara tentu akan menubruk dengan
ganasnya kearah pembesar buta tersebut, siapa tahu
mendadak tubuhnya dimiringkan kesamping kemudian dengan
ringannya melayang turun keatas tanah, sedikitpun tidak
menmbulkan suara.
Siapa duga telinga dari pembesar buta itu sangat tajam dan
jauh lebih tajam dari semua orang, dengan amat gusar
bentaknya dengan nada yang melengking:
“Budak yang tak tahu diri, kau sedang menggunakan siasat
apa?"
Sehabis berkata tongkatnya diangkat siap menyerang
kearah pihak musuhnya, pada saat itulah Siucay buntung itu
secara mendadak meloncat maju Iagi beberapa tindak
bentaknya dengan keras:

“Kudaku maju tiga langkah, suara ditimur memukul Barat,
aku sedang melancarkan siasat macam apa coba kau katakan"
Kipas putih ditangannya dilipat menotok kearah jalan darah
didepan dada Pembesar buta tersebut, gerakannya sangat
cepat bagaikan sambaran, kilat.
Liem Tou hanya melihat berkelebatnya sebuah bayangan
manusia segera terdengar pembesar buta itu telah
membentak dengan keras.
"Sungguh bagus seranganmu. Menteri maju lima langkah
benteng mundur empat langkah pembawa bunga menyembah
Budha”
Tangan kiri Pembesar buta itu dengan cepat diangkat
menutup serangan kipas dari Siucay buntung tersebut, sedang
tongkat besi ditangan kanannya mendadak digetarkan dengan
menggunakan ujung tongkat bergambarkan naga2an dia
menotok punggung Siucay buntung.
Siucay buntung itu segera memutarkan tubuhnya, kakinya
yang tinggal sebelah dengan tidak menimbulkan suara
sedikitpun menutul permukaan tanah kemudian meloncat
beberapa
depa dibelakang sambil tertawa keras ujarnya.
"Benteng maju sembilan langkah dengan berkecepatan luar
biasa mundur kebelakang. Hei pembesar buta kita tidak
bertemu hanya beberapa tahun saja kepandaian bermain
caturmu ternyata telah maju satu tingkat.”
“Apa kau kira sejak mataku kau butakan, sejak itu pula aku
benar2 menjadi cacat!,"Sahut pembesar buta itu sambil
tertawa terkekeh2.
Sebabis berkata wajahnya mendadak berubah menjadi
pucat pasi, tongkat berkepala naganya pun dengan secara
mendadak melancarkan serangan dahyat ketengah udara
sambil bentaknya dengan keras.

“Aku beritahu padamu hei si buntung bangkotan, pada
suatu hari tentu aku akan membalas dendam atas butanya
sepasang mataku ini, kau tunggu saja peristiwa ini baru
terbukti kau
mengundurkan diri, sudah tentu telah kalah satu tingkat
dari aku. Kitab rahasia To Kong Pit Liok sudah tentu menjadi
milikku."
Mendengar perkataan itu si Siucay buntung itu segera
mengebutkan lengannya yang tinggal sebelah. sambil tertawa
keras ujarnya.
"He .. he Pembesar buta, matamu buta kau mau balas
dendam, lalu aku harus balas dendam pada siapa atas
hilangnya sebuah langan serta kakiku ini? Pada waktu yang
lalu bila kau menginginkan pangkat dan kedudukan terhormat
kita sebenarnya merupakan sepasang kawan karib yang
disegani oleh setiap orang, kini coba jadi apa kita sekarang?.
Kitab rahasia To Kong Pit Liok dengan cara demikian saja
diserahkan kepadamu, he.. he, . kau jangan mimpi di siang
hari”
Liem Tou yang bersembunyi dibalik pohon setelah
mendengar ucapan dari kedua orang itu barulah menjadi
sadar. Kiranya kedua orang itu sebenarnya merupakan
sepasang kawan karib, kamudian karena pembesar buta itu
gila pangkat dan menjadi Pembesar Kerajaan mereka berbalik
menjadi saling bermusuhan dan saling serang menyerang
dengan mengadu jiwa yang akhirnya menjadi musuh
bebuyutan. Bahkan pertempuran ini hari agaknya sedang
memperebutkan sebuah kitab rahasia yang bernarna “To kong
Pit Liok"
Tetapi kepandaian kedua orang itu sama-2 mengejutkan
sekali bahkan Liem Tou mengira kalau kepandaian mereka
jauh lebih liehay beberapa kali lipat dari Ang in sin pian si
cung cu dari perkampungan le Hee Cung itu.

Ketika Liem Tou sedang melamun itulah mendadak dari
tempat kejauhan berkumandang datang suara siulan yang
amat panjang dan nyaring sehingga menembus awan. Liem
Tou yang mendengar suara siulan itu menjadi sangat heran
sekali, pada saat itu Pembesar buta telah angkat bicara,
ujarnya.
“Hm..bagaimana sisetan ramal Thiat Sie Poa bisa datang
juga kesini? Urusannya bisa berabe nih".
“Heei Pembesar buta kau takut? tanya si siucay buntung
dengan nada yang mengejek.
“Apa yang harus kutakutkan? Balas si pembesar buta
dengan seramnya.
Pada waktu itu juga Liem Tou dapat melihat dengan sangat
jelas sekali kedua alis dari pembesar itu dikerutkan dalam2
sedang tongkat berkepala naga ditangannya dengan secara
telak menyambar dengan datar kedepan dengan gerakan yang
meneter melancarkan serangan dashsyat mendesak si siucay
buntung tersebut. Tongkatnya dengan tak henti2nya
mengancam tenggorokan, dada serta perut.
Melihat kejadian itu Liem Tou menjadi sangat terkejut.
Sungguh kejam dan licik si mata picik itu.
Menanti si siucay buntung itu merasakan adanya serangan
membokong yang mengancam tubuhnya tongkat berkepala
naga dari sipembesar itu telah mencapai tenggorokannya tidak
lebih beberapa coen untuk menghindarkan diri tak sempat lagi
terpaksa mau tak mau didalam keadaan yang sangat kritis itu
dengan keras dia membentak sedang kipas yang berada
ditangannya dengan kerasnya, mengancam ulu hati
sipembesar buta tersebut, pikirya dengan demikian mungkin
dirinya juga bisa membalas kekalahan tersebut.
Pada saat yang sangat kritis itulah mendadak terasa
sesuatu gulungan angin pukulan yang sangat dahsyat

menyambar datang dari tengah udara kemudian disusul
dengan berkelebatnya suatu bayangan manusia, seorang yang
mempunyai bentuk tubuh pendak gemuk telah muncul
ditengah kalangan, ujarnya.
“He --- he siucay buntung, Pembesar picik makin bertempur
makin jadinya tidak karuan apa mungkin kalian tidak mau
berhenti juga.”
Tongkat serta kipas dari kedua orang itu begitu ditekan
oleh angin pukulan dari orang pendek gemuk itu segera
mencapai pada sasaran yang kosong.
“Hei Thiat Sie poa kau pergi urus untung rugimu sendiri
saja, jangan mencampuri urusan orang lain apalagi dari tubuh
kami berdua kaupun tidak mungkin akan berhasil
mendapatkan keuntungan apapun juga.”
Sebaliknya siucay buntung begitu melihat munculnya si
gemuk pendek itu segera tertawa keras ujarnya.
“Thiat Sie heng kedatanganmu sungguh sangat tepat, kalau
tidak sejak tadi Siauw te telah binasa dibawah serangan
bokongan dari pembesar picik yang rakus itu, kedatangan dari
Thiat Sie heng kali ini apa juga karena mempunyai perhatian
tarhadap kitab rahasia To Kong pit Liok tersebut?”
Liem Tou melihat bentuk dari si gemuk pendek itu bukan
saja cara berpakaiannya sangat mirip sekali dengan seorang
pedagang besar bahkan pada tangannya mencekal sebuah Sie
poa tak terasa menjadi sangat tertarik, dengan perlahan-lahan
dia mulai merangkak maju beberapa tindak kedepan,
sekalipun saat itu cuaca dengan perlahan-lahan mulai menjadi
gelap tetapi dia tidak mau ambil perduli, dengan berdiam diri
dia meneruskan pengintaiannya.
Thiat Sie poa itu setelah mendengar perkataan dari si
siucay buntung segera tertawa tergelak, sahutnya,

“Bukan saja aku si Thiat Sie sianseng yang menginginkan
kitab rahasia To Kong Pit Liok" itu, aku lihat Tionggoan Ngo
Koay kini sudah pada datang semuanya, selain kalian berdua
Siucay buntung, Pembesar buta serta aku sendiri masih ada si
mayat hidup serta Pengemis pemabok yang masing-masing
dengan membawa anak buahnya telah datang semua, bahkan
hampir-hampir terjadi pertempuran."
Begitu Si Pembesar buta mendengar perkataan dari Thiat
Sie poa, mukanya segera be¬rubah hebat, dengan sombong
tanyanya.
"Hee - he - si pengemis pemabok itu juga ikut datang??"
ejek siucay buntung tersebut.
“Kalau tahu begitu adanya aku gemas kenapa sejak dulu
tidak bereskan saja anjing Tar-tar itu.”
Si Pembesar buta itu menjadi sangat gusar sambil
membentak keras tongkatnya diayunkan menyerang kearah
siucay buntung tersebut, tetapi keburu ditangkis oleh Thiat Sie
poa, sambil tertawa ujarnya.
"Eh - e - - Pembesar buta kau memangnya masih memiliki
kegagahan pada waktu yang lalu, kini kenapa harus main
kasar??"
Ketika si pembesar buta mendengar perkataan itu segera
dia sadar kalau Si Thiat Sie poa itu berdiri dipihak si siucay
buntung, kegusarannya tak dapat ditahan lagi hanya pada
saat ini tak dapat berbuat apa-apa, saking gemasnya tongkat
berkepalakan naga itu diketukkan dengan kerasnya keatas
tanah kemudian dengan cepat melayang pergi menerobos
kedalam rimba yang mulai menggelap itu.
Begitu si pembesar buta pergi, si siucay buntung bersama
dengan Thiat Sie poa segera bertepuk tangan sambil tertawa
keras sejenak kemudian barulah tanya si siucay bunting itu.

"Thiat Sie-heng, perhitungan Sie-poa mu ini selamanya
sangat cocok, kini kita hanya tahu kalau buku pusaka "To
Kong Pit Liok" itu berada ditangan Siok To Siang mo atau
sepasang iblis dari daerah Siok To yang kini bersembunyi
didalam daerah Cong-teng ini, sedangkan manusianya
bersembuuyi dimana kita sama se-kali tidak mengetahuinya,
apalagi golongan Pek to maupun golongan Hek to didalam
dunia kangouw berduyun duyun telah datang mambanjiri
daerah ini, sebenarnya kitab pusaka itu akhirnya akan jatuh
ketangan siapa, apa kau pernah melihatnya dengan
perhitungan sie-poa mu itu?"
"Jika aku ceritakan memang sangat mengherankan sekali".
Sahut Thiat Sie poa sambil tertawa pahit. "Biasanya
perhitungan Sie poaku ini sangat manjur, tetapi entah
bagaimaaa sekali ini biarpun sudah kuhitung pulang pergi
selama tiga hari tiga malam, hasilnya membuat aku benar
benar sangsi. Aku hanya dapat melihat buku pusaka itu kini
sedang terkurung dalam suatu tempat yang tertutup dan
akhirnya orang yang akan berhasil mendapatkan kitab pusaka
itu tak lebih hanya seetor kerbau adanya. bukankah ini
merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh."
Liem Tou yang mencuri dengar dibalik pohon, begitu
mendengar perkataan itu tak terasa tertawa keras, Si siucay
buntung serta Thiat Sie poa begitu mendengar suara tertawa
tersebut, dengan cepat memutar tubuhnya, terlihatlah seorang
anak lelaki barusia enam belas tahunan dengan memakai baju
yang compang camping bersembunyi dibalik pohon, segera
bentaknya dengan berbareng.
"Kau siapa? Kenapa mencuri dengar pembicaaraan orang
lain?"
Liem Tou yang secara tidak sengaja mengeluarkan suara
tertawanya sehingga diketahui oleh kedua orang itu segera dia
sadar kalau kedua orang itu memiliki kepandaian yang sangat
tinggi dan tak boleh diusik seenaknya, terpaksa dengan

sejujurya dia menceritakan pengalamannya dimana dia
terpancing datang oleh suara permainan catur sehingga
dirinya tiba ditempat itu.
Si siucay buntung itu begitu selesai mendengar kisahnya
segera tersenyum, ujarnya kepada Thiat Sie-poa.
"Hitung hitung dia punya rejeki yang besar, mari kita pergi
saja.”
Thiat Sie poa mengangguk, baru saja hendak berangkat
mendadak seperti teringat akan sesuatu segera dia manoleh
lagi memandang sekejap kearah Liem Tou, tanyanya.
"Siapakah namamu, kau tinggal dimana?"
Liem Tou yang melihat tubuh Thiat Sie poa yang gemuk
pendek itu apalagi seluruh tubuhnya berlapiskan minyak
merasa tidak begitu simpatik, tetapi jawabnya juga.
"Aku bernama Liem Tou, tidak punya rumah"
Si siucay buntung itu melihat Thiat Sie poa mengajukan
partanyaan tersebut tidak terasa memandang juga kearah
Liem Tou dengan teliti, kemudian sambil tersenyum ujarnya.
“Thiat Sie heng, orang ini sangat bagus dan berbakat alam,
apa mungkin Thiat Sie heng punya minat terhadap dirinya?”.
Thiat Sie poa tidak memberikan jawaban, mendadak dia
mengambil keluar Sie poanya dan dihitungnya pulang pergi
selama beberapa saat lamanya, tampak kelimaa jari
tangannya dengan tak henti2nya bergoyang diatas Sie poa
tersebut, setelah menghitung sekali diulangi sekali lagi
kemudian berulah dengan perlahan dia angkat kepalanya
melirik sekejap kearah Liem Tou, tangannya memungut
sebuah ranting kayu lantas melukis satu bulatan berangkai
sebanyak tiga puluh enam buah diatas tanah.

Setelah itu dia menoleh pada Si siucay buntung, sambil
menghela napas panjang dia menggelengkan kepalanya,
sahutnya:
"Aku tidak punya rejeki begitu besarnya, mari berangkat."
Sesaat sebelum meninggalkan tempat itu entah secara
sengaja atau tidak mendadak Thiat Sie poa itu menoleh
dengan memandang ke arah Liem Tou s ambil teriaknya
dengan keras:
“Bocah ingatlah, pikiran harus lurus jangan sembarangan
pergi ketempat yang tak berguna, karena akan mencelakai
dirimu sendiri."
Sehabis berkata jubahnya yang lebar itu dikebutkan,
bersama2 dengan Si siucay buntung meloncat kcatas pohon
dan melayang pergi, tidak selang lama telah lenyap dari
pandangan.
Sesudah kepergian dari si Siucay bunturg serta Tniat Sie
poa itu Liem Tou menjadi tertegun untuk sesaat lamanya,
ketka teringat kembali akan siucay buntung serta Thiat Sie
poa mendadak dia tepok batok kepalanya sendiri teriaknya.
"Ooh sungguh sayang, kenapa tidak terpikirkan waktu
tadi'? Bukankah aku sedang mencari guru pandai untuk
belajar ilmu? sebenarnya tadi merupakan kesempatan yang
sangat bagus bagi diriku, ternyata kubuang dengan percuma,
hai - - sungguh konyol aku ini. Untuk pergi mengejar sudah
tentu tidak mungkin bisa terjadi, tiba2 teringat oleh gambaran
lingkaran yang dilukis Thiat Sie poa diatas tanah, sebenarnya
gambar apakah? Achirnya dengan perlahan dia mulai
mendekati itu dan memandangnya lebih teliti, mendadak
terasa olehnya gambaran itu pernah dilihatnya bahkan mirip
sekali dengan apa yang pernah dia dengar, cepat dia berpikir
lebih teliti lagi dan teringatlah olehnya kitab pusaka
peninggalan ayahnya memang terdapat gambaran seperti itu
didalamnya.

Untung saja saat itu cuaca belum sampai gelap seluruhnya,
dengan cepat dia mengambil keluar kitabnya dicocokkan
dengan tulisan itu ternyata sangat persis tak ada bedanya,
hanya dia tak tahu apa gunanya gambaran itu bahkan dia
anggap tentu hal itu merupakan perhitungan aneh yang
sangat mendalam dari Thiat Sie poa, tetapi jika menurut kitab
pusaka peninggalan ayah, gambaran itu termasuk didalam hal
ilmu langkah kaki.
Mendadak hatinya menjadi bergerak pikirnya:
"Thiat Sie Poa itu membuatkan gambaran lingkaran ini
diatas tanah tentu punya maksud bahkan didalam kitap
pusaka ini tertuliskan ilmu langkah kaki, kenapa aku tidak
mencobanya??.”
Perasaan ingin tahu dari Liem Tou segera meliputi seluruh
pikirannya, dengan mengikuti lingkaran yang terdapat diatas
tanah itu dia mulai berjalan berputar putar, siapa tahu baru
saja berjalan dua tindak kakinya tergelincir dan jatuh
terjengkang keatas tanah. Melihat kejadian itu diam-diam
Liem Tou memaki ketololan dirinya sendiri, dengan cepat dia
merangkak bangun lagi, sedang mulutnya bergumam.
“Bagaimana jadinya ini, jalan datar saja terjungkir seperti
ini?”
Sekali lagi dia mulai berjalan mengikuti lukisan itu, siapa
tahu seperti pertama kali tadi dia jatuh terjungkir kembali
keatas tanah, sedang kali ini jatuhnya lebih keras lagi.
Kali ini dia mulai sadar kalau didalam lukisan itu tentu
memiliki keajaiban lainnya, Kiranva jangan dipandang lukisan
lingkaran yang tidak rata diatas tanah itu sekalipan sangat
kacau tetapi memiliki kesaktian serta ke lihayan yang tidak
terkira dalamnya, jangan di kata Liem Tou seorang bocah cilik
yang tak tahu apa apa sekalipun orang lain yang memiliki ilmu
silatpun juga tidak akan ada yang bisa mempertahankan
tubuhnya hingga tidak sampai terjatuh.

Liem Tou yang berturut turut jatuh dua kali. segera
merangkak bangun kembali, sambil menggigit kencang
bibirnya ujarnya.
“Aku tidak akan pecaya kalau demikian gaibnya, sekalipun
malam ini tidak tidur aku juga harus bisa berjalan sampai
bisa,"
Keputusan itu begitu diambil didalam hatinya dengan
segera dia mengulangi lagi berjalan diantara lingkaran
lingkaran itu, tidak lama kemudian akhirnya ditemuinya juga
sedikit titik terang dan berhasil menerobos satu langkah,
hatinya menjadi sangat girang sekali, demikianlah selama
semalam suntuk dia terus menerus belajar berjalan diantara
lingkaran itu hingga sampai hapal.
Saat itu seluruh tubuhnya terasa amat lelah sekali, keringat
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, saking
lelahnya tidak terasa lagi dia jatuh tertidur dengan pulasnya
dibawah sebuah pohon yang besar.
Menanti dia mendusin dari tidurnya, hari telah jauh siang,
matahari memancar sinarnya dengan sangat terang Mendadak
terlihat olehnya tidak jauh dari dirinya berbaring, berdiri
seekor kerbau yang sangat tenangnya memakan rumput.
Sejak Liem Tou diusir dari puncak Ha Mo Leng selama
beberapa tahun lamanya dia hidup sebagai pengangon sapi,
begitu melihat sapi ia menjadi sangat girang sekali. Dengan
perlahan dia berjalan mendekati sambil menepuk nepuk tubuh
kerbau itu, ujarnya.
"Kakak kerbau; bagaimana kau bisa seorang diri ditempat
ini? Apa kau telah tersesat? Mari aku temani kau bermain”
Kerbau itu agaknya mengerti akan perkataannya dengan
suara perlahan mengeluarkan desiran. Liem Tou yang sejak
kecil dianiaya terus oleh orang, begitu ada orang yang sedikit
baik sraja terhadap dirinya maka dia seperti akan

merasakannya, kini tak terasa menjadi sangat girang, dengan
cepat ditepuk-tepuknya pundak kerbau itu.
Sekonyong konyong dari belakang tubuhnya muncul
seorang lelaki kasar yang sangat gusarnya membentak.
"He, kau cecunguk kecil cepat pergi!, he he kau mau
mencuri kerbauku?"
Siapa yang mau mencuri kerbaumu?, balas maki Liem Tou
dengan gusarnya. "Kau jangan sembarangan memfitnah. Kau
barulah mirip sebagai seorang pencuri kerbau"
Lelaki kasar itu menjadi sangat gusar sekali, bentaknya.
"Bocah edan, kau berani menaaki Jieya mu? Aku harus
memberi pelajaran padamu biar kau tau rasa kellhayan dari
Jieya mu ini"
Sehabis berkata tubuhnya maju satu langkah kedepan;
dengan cepat Liem Tou mengundurkan dirinya kebelakang,
tetapi gerakan dari lelaki kasar itu jauh lebih cepat dari
dirinya, tamparannya dengan cepat mengenai pipi sebelah
kirinya.
Liem Tou menjadi sangat gusar sekali bentaknya.
“Bagus, Kau berani pukul aku"
Pada saat kegusarannya sedang memuncak itulah
mendadak dari luar rimba terdengar suara hiruk pikuk yang
sangat ramai sekali, terdengar ada salah satu orang yang
berteriak dengan kerasnya.
“Cepat semua datang kemari, orang yang mencuri kerbau
berada disini. Cepat tangkap, jangan sampai pencuri kerbau
itu melarikan diri"
Lelaki kasar itu begitu mendengar ada banyak orang
mengejar datang, sambil mendepakkan kakinya keatas tanah
makinya.

"Sialan. Hu.."
Dengan cepat ia memutar tubuhnya dan melarikan diri
kedalam rimba tersebut.
Kini tinggal Liem Tou seorang diri tertegun ditempat itu dia
merasa bingung entah telah terjadi urusan apa ditempat itu,
pada saat itu juga orang-orang kampung telah meluruk datang
kedalam rimba itu, beberapa orang yang berada dipaling
depan telah berhasil mencekal diri Liem Tou dan ditekannya
kebawah tanah, tangannya dengan tak henti-hentinya
mengirim jotosan serta tendangan yang keras.
Diperlakukan seperti itu Liem Tou berteriak, serunya.
"Siapakah kalian semua? Kenapa tanpa bilang merah atau
hijau sembarangan memukul orang? Aduh, kalian pukullah aku
sampai mati, Ooh .. aduh!"
Orang kampung yang datang itu makin lama makin banyak,
dengan tepatnya mereka mengurung diri Liem Tou sedang
mulutnya tak henti- hentinya memaki, mencelah, sehingga
suasana menjadi sangat ramai sekali, bahkan diantaranya ada
seorang wanita dusun yang berteriak.
"Kau cecunguk kecil tidak terlihat usiamu yang begitu
masih muda telah melakukan perbuatan mencuri kerbau yang
sangat memalukan ini, banyak waktu ini didusun kita telah
kehilangan beberapa ekor kerbau secara berturut turut, kau
maling kecil sebenarnya telah kau bawa kemana semua
kerbau-kerbau itu?”
Seluruh tubuh Liem Tou yang dipukuli tak hentinya oleh
orang orang kampung itu mulai terasa amat sakit segera dia
ber-teriak2 dengan keras.
“Kalian jangan pukul aku, aku tidak mencuri kerbau kalian,
aku bukan pencuri yang mencuri kerbau kalian"
Orang lelaki pertama yang menangkap dirinya segera
membentak keras.

"Bukti hasil pancurianmu telah berada didepan mata kau
masih berani mungkir he .. he . rasakan kepalanku ini"
Liem Tou hanya merasakan kepalan orang itu dengan
kerasnya menghajar pundaknya, saking sakitnya hingga sukar
ditahan.
"Aduh .." teriaknya sambil napasnya mengenggas-enggos,
"Aku tidak mencuri, aku bukan orang yang mencuri kerbau
kalian “
Orang-orang kampung itu tidak memperdulikan mati hidup
dari Liem Tou lagi, mereka semua mengira kerbau itu kini
berada bersama dengan Liem Tou sudah tentu orang yang
mencuri kerbau itu tidak ragu-ragu lagi adalah Liem Tou yang
melakukannya, sehingga tanpa merasa sedikit kesihanpun
kepalan serta tendangan mereka semakin menghebat,
membuat seluruh tubuh Liem Tou luka-luka dan membengkak.
Semakin lama Liem Tou mulai merasa tidak dapat bertahan
lebih lama lagi untuk menjelaskan duduk persoalan yang
sebenarnyapun tidak ada gunanya terpaksa sambil
memejamkan matanya dia menahan terus kesakitan yang luar
biasa itu, diam diam pikirnya.
"Terus pukullah, aku Liem Tou memang memiliki nasib
buruk, sekalipun begitu aku juga tidak dapat barbuat apa lagi,
untung aku masih ada le cici yang sangat baik terhadap diriku.
Dia memejamkan matanya sedang pada mulutnya
tersungging suatu senyuman yang manis, mendadak dadanya
terhajar satu pukulan tak tertahan Liem Tou mengerutkan
alisnya setelah mendengus berat dia jatuh tak sadarkan diri.
ooOoo
Entah telah lewat beberapa lamanya ketika dia sadar
kembali terasalah olehnya orang orang dusun itu teriaknya.
"Hi--- pencuri kerbau itu telah sadar kembali, biar dia jalan
sendiri.”

Orang yang menyeret tubuh Liem Tou itu begitu
mendengar teriakan tersebut segera melepaskan tangannya.
Tetapi Liem Tou setelah dihajar habis habisan oleh orang
orang dusun itu selain seluruh tubuhnya sangat linu dan sakit
hingga sukar ditahan tubuhnyapun menjadi sangat lemas tak
bertenaga, kini begitu dilepaskan mana dia berhasil berdiri
tegak, kakinya tertekuk kedepan sedang tubuhnya sekali lagi
rubuh keatas tanah.
Dua orang yang melihat Liem Tou benar-benar tidak kuat
untuk berjalan sendiri segera menarik, kembali makinya
dengan gusar.
"Hai bocah bangsat ayoh jalan, kita harus menyerahkan
dirima kepada pembesar negeri biar kau dihajar hingga mati
tidak dapat hidup-pun susah, Hmm..hmm bangsat cilik dengar
tidak!”
Liem Tou tetap tidak mengeluarkan sepatah katapun, entah
setelah ditarik oleh orang itu beberapa lama dan entah telah
melakukan perjalanan beberapa jauhnya sampailah
rombongan orang dusun itu pada sebuah kota dusun yang
tidak begitu besar.
Liem Tou tetap diseret jalan ditengah jalan raya itu, orangorang
dalam kota, tersebut dengan terheran-heran
menyaksikan kejadian tersebut sambil menggelengkan kepala
makinya.
“Ha --- bocah secilik ini sudah mencuri kerbau, sungguh
memalukan harus dihajar biar tahu rasa. . . “
Tidak selang lama seluruh penduduk diluar kota telah tahu
kalau Liem Tou adalah seorang pencuri kerbau, sambil
menuding mereka mencaci maki, meludahi wajahnya bahkan
ada yang melempari batu2 kearah tubuhnya, sekalipun
diperlakukan seperti itu Liem Tou juga tidak dapat berbuat
apa apa, terpaksa sambil manahan seluruh penderitaan itu dia
meneruskan jalannya dengan diseret.

Tidak seberapa lama kemudian sampailah mereka disebuah
pengadilan, tetapi sekalipun telah ditunggu seberapa lama
juga tidak muncul2 pembesar pengadilan itu, bahkan ada
beberapa orang yang telah mulai ribut dan berteriak-teriak.
Seperminum teh kemudian munculah dua orang pengawal
pengadilan dari dalam ruangan itu, ujarnya terhadap mereka.
“Pembesar kota itu sedang mengadakan pemeriksaan diluar
dan kini masih belum kembali, pencuri ini biar ditinggal saja
menunggu keputusan.”
Semua orang setelah mendengar perkataan itu segera
bubaran, sedang kedua pengawal itu bagaikan mencincing
seekor anak ayam membawa Liem Tou kedalam Bui sambil
bentaknya.
“Heei bangsat kecil, ayo jalan.”
Sesampainya kedalam penjara segera didorong kesebuah
kamar yang sangat gelap sekali keadaannya, bahkan untuk
melihat sesuatu apa pun sangat sukar sekali, tak tertahan dia
menjadi sangat terkejut dan berturut-turut mundur
kebelakang beberapa tindak.
Kiranya dihadapannya telah berdiri seorang sipir bui yang
sangat tinggi besar, dan kuat sekali saat itu orang sambil
bertolak pinggang mendelik kearahnya, seluruh wajahnya
ditumbuhi dengan berewok yang sangat tebal sedang matanya
besar bagaikan bola.
Liem Tou melihat orang itu tidak mengucapkan apapun,
dengan membesarkan nyalinya ujarnya dengan gemetar.
“Loo ya, aku tidak mencuri kerbau mereka, mereka telah
salah menangkap orang.”
Sipir bui itu hanya mendelikkan sepasang matanya, didalam
sekejap saja tangannya telah bertambah dengan sebuan pecut
yang dibuat dari kulit berwarna hitam, sedang mulutnya
mendenguspun tidak.

Sejak Liem Tou dilahirkan selamanya dia dibesarkan diatas
perkampungan tetapi tidak sampai pergi tertalu jauh sehingga
pengalamannya didalam dunia kangouw boleh dikata sangat
cetek sekali, jangan dikata penderitaan didalam bui, hanya
cukup sikap yang seram dari sipir bui itu sudah cukup
membuat hatinya sungguh merasa sangat terkejut bercampur
takut dengan paksaan diri.
“Loo ya…”
Tak disangka baru saja dia memanggil Looya dua buah
kata, pecut kulit yang berada ditangannya dengan
mengeluarkan suara yang keras siap dihajarkan keatas
tubuhnya, didalam saat itulah mendadak dari samping orang
ini muncullah seorang pengemis cilik yang sangat dekil, Liem
Tou belum sempat melihat jelas keadaan serta bentuknya
segera dia merasa tubuhnya telah ditumpuk kesamping
sehingga tergeser beberapa langkah dari tempat semula,
makinya.
“Hee,..bocah cilik yang baru datang, bilamana kau
mengetahui sedikit aturan panggilah Toako padanya, dan
serahkan seluruh uang perak yang ada didalam sakumu.”
Ketika Liem Tou mendengar perkataan itu segera dibuat
menjadi melongo dan bingung atas sikapnya itu, entah harus
berbuat bagaimana baiknya, saat itulah orang itu dengan
tanpa sungkan sungkan lagi merogo kedalam sakunya Liem
Tou dan mengambil seluruh uang yang berada didalam
sakunya, sambil tersenyum ujarnya pada sipir bui itu.
“Harap Toako jangan marah atas kelancangan dari aku si
pengemis, silahkan Toako terima sedikit uang ini.”
Sipir bui ini berkedippun tidak, setelah memandang sekejap
kearah pengemis cilik itu segera disambarnya uang
ditangannya, kemudian memutar tubuhnya siap hendak
memborgol tangan dari Liem Tou.

JILID KE 3
LIEM TOU yang selamanya diperlakukan tidak adil
membuat sifatnya penurut, kini baru saja sepasang tangannya
diulur kedepan siap menerima borgolan tersebut, tiba tiba
sipengemis kecil itu sambil tertawa ujarnya lagi pada Sipir Bui
itu.
“Toako, coba kau lihat bangsat kecil itu seluruh tubuhnya
telah luka parah, untuk berdiri saja sudah tidak sanggup buat
apa harus diborgol tangannya apa dia takut melarikan diri?."
Liem Tou sama sekali tidak pernah menyangka kalau
didalam penjara dapat bertemu dengan seorang yang selalu
menolong dirinya tak terasa dia melirik kearah pengemis kecil
itu, diam diam pikirnya.
“Aku Liem Tou selama hidupku ini orang yang terbaik
denganku kecuali ayah serta le Cici selamanya tidak terdapat
orang ketiga lagi, pengemis cilik ini ada sedikit aneh?”
Baru saja dia berpikir sejenak, tidak disangka si pengemis
cilik itu telah menoleh kearahnya sambil membentak keras.
“Hei bocah cilik kau sedang memikirkan apa, cepat kesudut
sebelah sana buka baju dan rawatlah luka lukamu itu.”
Liem Tou ketika melihat si pengemis cilik sangat keren dan
berwibawa tetapi secara samar samar memperlihatkan
sikapnya yang sangat ramah dan halus segera menerima
teguran itu dengan berdiam diri dia merasa bahwa pengemis
cilik itu sedang melindungi dirinya, tak terasa lagi seperti
seorang dewasa yang memarahi anak kecil dengan tanpa
banyak komentar dia berpindah kearah sudut ruangan itu.
Siapa tahu baru saja dia duduk diatas tanah mendadak
terdengar suara rintihan yang sangat lemah berkumandang
keluar dari samping tubuhnya, dengan cepat menoleh untuk
memandang, air mukanya segera berubah hebat agaknya dia

merasa sangat terkejut sekali, tampaklah seorang buronan tua
yang rambutnya terurai panjang sepundak dengan air
mukanya yang pucat pasi bagaikan mayat sedang berbaring
disamping sudut tembok dan merintih tak henti hentinya.
Ketika Liem Tou memandang lagi kearah kakinya,
terlihatlah kudis serta koreng yang penuh tumbuh diseluruh
permukaan kulit, baunya bukan buatan sehingga sukar untuk
bertahan lebih lama.
Beberapa saat kemudian Liem Tou melihat si pengemis
kecil itu berbicara beberapa patah kata kearah sipir bui itu,
terlihatlah sipir bui itu amat girang sekali sambil tertawa
terbahak bahak, setelah itu berjalan kearah sebuah kursi dan
tertidur dengan pulasnya.
ooOOoo
Dengan langkah yang perlahan sipengemis kecil itu berjalan
kesamping tubuh Liem Tou tanyanya kemudian
"Hei--- bocah cilik yang baru datang siapa namamu?
Kenapa dimasukkan kedalam penjara oleh orang?"
Dalam hati Liem Tou masih merasa sangat gemas dan
mangkal mendengar pertanyaan itu dengan gemasnya
menyahut.
“Mereka bilang aku mencuri kerbau mereka.,"
Tiba-tiba si pengemis kecil itu tertawa terbahak bahak,
ujarnya.
"Ha ha ha . kalau begitu engkau melanggar hukum yang
serupa dengan diriku, kau sudah merupakan kawan sejalan
aku kira kita lebih baik bekerja sama terus kalau sudah keluar
dari penjara ini,"
“Aku tidak mencuri," Teriak Liem Tou dengan keras,
"Mereka yang secara seenaknya menuduh aku yang mencuri."

Si pengemis kecil itu masih tertawa terus tak hentihentinya,
mendadak dia bangktt berdiri, ujarnya,
"Perduli kau mencuri atau tidak pokoknya kini kau sudah
ditangkap oleh mereka sekalipun tidak mencuri yah sudah
mencuri, kau tunggu sebentar, aku akan pergi beli sedikit arak
serta sayuran untuk menyambut kedatanganmu."
Liem Tou yang mendengar perkataannya ini merasa sangat
bingung, didalam penjara seperti ini darimana datangnya
sayur serta arak? baru saja akan buka mulut untuk bertanya si
pengemis kecil itu sudah berlari kesamping tubuh Sipir bui itu,
dengan perlahan dia mulai mendorong tubuhnya sambil
ujarnya.
“Toako kepala penjara, aku akan keluar sebentar.”
Menanti Sipir bui mendusin dan membuka matanya dia
telah lari, keluar dari pintu penjara dan lari terus keluar.
Dalam hati Liem Tou menduga tentunya Sipir bui itu akan
merasa terkejut bercampur gugup, siapa tahu dia hanya
membuka mulutnya dengan suara yang sangat serak
barteriak.
“Hei pengemis bangsat. Tetapi pulang kembali, gentong
araknya diangkut sekalian kesini.”
Sehabis berteriak gumamnya seorang diri.
“Neneknya, beberapa hari ini perutku terus menerus
kosong, sikap dari Loo ya terhadap dirikupun sedikit berubah.”
Mendadak dia memutarkan tubuhnya dengan matanya
yang mendelik besar itu mendatangi kearah Liem Tou, ketika
Liem Tou melihat kedatangannya amat galak dan seram
segera tahu tentu dia akan turun tangan jahat, hatinya terasa
berdebar dengan kerasnya sedang matanya tak terasa lagi
memandang tajam kearahnya, pikirnya: Apa mungkin mau
menggunakan pecut kulitnya untuk memukul tubuhnya.

Berpikir sampai disini segera dia menyusupkan seluruh
tubuhnya menjadi satu sampai bernapas keraspun tidak
berani.
Sebenarnya Liem Tou merupakan seorang yang tidak takut
dipukul, oleh karena saat ini seluruh tubuhnya telah terluka
hingga pecah pecah bila dipukul serangan apa pun juga tentu
sukar untuk ditahan Iagi, disamping itu setelah dirinya
dijebloskan kedalam bui dan bilamana mengadakan
perrlawanan maka waktu bagi dirinya keluar dari bui tentu
akan sangat lama sekali.
Sipir bui itu baru saja berjalan tidak jauh dari tubuhnya
terlihatlah tangannya membalik melancarkan pecutannya
memukul keras keatas sedang hidungnya tak henti-hentinya
mendengus dengan sangat dinginnya.
Penjara itu sebenarnya sudah sangat gelap sekali, lagi pula
lembab menyeramkan pula kini ditambah dengan wajahnya
yang meringis menakutkan bayangan pecut serta aungan
keras membuat suasana semakin mengerikan, tak tertahan
lagi seluruh tubuh Liem Tou menggigil dengan kerasnya,
sedang dalam hatinya merasa takut kalau pecut itu melayang
menghajar tubuhnya.
Pada waktu itulah dari samping tubuhnya mendadak
terdengar suara sahutnya.
"Aku tidak akan barbicara, sekalipun kalian menyiksa aku
sampai mati aku juga tidak akan memberi tahukan kepada
kalian."
Sipir bui itu mendengus dingin lagi, sambil berjalan dua
langkah kedepan tangannya menyambar menjinjing tubuh
tawanan tua itu dan dibanting ketengah ruangan bentaknya:
“Neneknya… Kakekmu tidak perduli kau mau bicara apa
dengan Loo ya aku hanya terima perintah untuk setiap hari
hajar kau sehingga setengah mati, hee tua bangkotan she
Kan. Aku sungguh sangat sial, karena kau seorang membuat

aku pun ikut serta tersiksa salama tiga tahun lamanya, cepat
kau tahan hajaranku ini."
Sehabis berkata dia mulai melucuti seluruh baju kakek tua
itu, ketika Liem Tou memandang tubuhnya terlihatlah bekas
bekas luka yang memenuhi seluruh tubuhnya bahkan
warnanya telah berubah menjadi matang biru, saking
terkejutnya dengan cepat dia memejamkan matanya diam
diam teriaknya.
“Ooh Thian, kau berada dimana?"
Disebelah sini dia sedang ketakutan setengah mati sedang
disebelah sana sipir bui itu sudah mulai melancarkan
pecutannya menghajar seluruh tubuh kakek tua itu, setiap kali
pecutnya menyambar segera terdengar suara dengusan
kesakitan dari mulut kakek tua itu. Hanya saja suara kesakitan
itu kini didengar dalam telinga Liem Tou mirip sekali dengan
teriakan ngeri yang mendirikan bulu roma. bahkan jauh lebih
tidak enak dari tubuhnya sendiri, tak tertahan lagi seluruh
tubuhnya gemetar tak henti-hentinya.
Sejenak kemudian seluruh tubuh sipir bui itu sudah penuh
dibasahi oleh keringat yang mengucur keluar dengan
derasnya, tetapi hajarannya masih terus berlangsung tak
hentinya. Sekalipun Liem Tou sejak kecil selalu dianiaya oleh
orang lain tetapi belum pernah dia merasakan hajaran yang
demikian kejam serta mengerikan. Baru saja dia hendak
mencegah perbuatan itu mendadak terdengar sipengemis kecil
itu telah berteriak keras dari depan pintu penjara.
“Toako kepala bui, cepat hentikan hajaranmu, kenapa kau
pukul dirinya lagi?".
Begitu sipir bui itu mendengar pengemis cilik kembali,
segera dia menyimpan kembali pecut kulitnya, dengan sangat
dingin dia memandang sekejap kearah kakek tua yang aneh
itu, dengan kasar makinya.
“Neneknya kenapa kau tidak cepat cepat mati saja ?".

Sehabis berkata kakinya melayang menendang tubuh kakek
aneh itu kemudian lari kearah pintu penjara menyambut
datangnya sayur arak yang dibawa oleh pengemis cilik itu.
Liem Tou melihat sipir bui itu sudah pergi segera membawa
kakek aneh itu bersandar ditempatnya semula bahkan
memakaikan pakaian yang tadi dilucuti oleh sipir bui tersebut
kemudian barulah tanyanya dengan perlahan.
“Orang tua, kau masih bertahan tidak, Kenapa mereka
memukuli dirimu demikian kejamnya?”
Siapa tahu kakek aneh itu tidak memperdulikan dirinya,
bahkan seperti tidak mendengar pertanyaan Liem Tou, hanya
tangannya merogoh kedalam pinggangnya mengambil keluar
sebuah benda, tetapi sampai ditengah jalan berhenti lagi
agaknya dia merasa ada Liem Tou disampingnya sehingga
tidak mengambil keluar, sepasang matanya dengan sangat
tajam memandang kearahnya.
Ketika sinar mata Liem Tou bertemu dengan sinar matanya
dengan tak terasa menjadi sangat terkejut sekali dan tak
tertahan bersin beberapa kali. Kiranya sepasang matanya
memancarkan sinar yang sangat keren, buas serta benci,
membuat setiap orang merasa pada berdiri bulu kuduknya.
Pada ketika itulah waktu kakek tua itu melihat Liem Tou
agaknva tidak punya maksud berbuat jahat terhadap dirinya
segera mengambil keluar sebuah benda dari dalam
pinggangnya, waktu Liem Tou melihat benda itu ternyata
adalah sebuah tali dari celananya segera pikirnya dalam hati.
“Apa mungkin kakek aneh itu mau bergerak? Didalam
sebuan ruangan penjara ini bila dia mau buang kotoran
bukankah akan berabe?”
Berpikir sampai disini dia bermaksud hendak memberitahu
pada sipir bui itu, tetapi ketika dia menoleh melihat lagi tak
terasa dia menjadi tertegun dibuatnya, kiranya kakek aneh itu
telah menelan tali celana tersebut, tanyanya dengan cepat,

'Kau orang tua sedang makan apa? Bagaimana bisa
dimakan benda seperti itu?"
Begitu kakek aneh itu mendengar pertanyaan dari Liem Tou
itu seperti takut kalau dia merebut bendanya dengan cepat tali
celana itu disimpan dan disembunyikan kedalam pinggangnya
sedang mulutnya tak henti hentinya mulai merintih kembali,
sama sekali dia tidak mau perduli terhadap sikap dari Liem
Tou itu.
Liem Tou terpaksa hanya bisa menggelengkan kepalanya
saja tanpa bisa berbuat apa apa lagi, tiba-tiba terdengar
sipengemis kecil itu berteriak:
“Toako kepala bui agaknya masih sangat banyak cepat kau
teguk segentong ini aku sipengarnis kecil tentu akan
mengiringi kau untuk menghabiskan arak ini"
Ketika Liem Tou menoleh memandang kesana terlihatlah
tubuh sipir bui itu sudah bergoyang tak hentinya agaknya dia
sudah dibuat mabuk oleh pengemis cilik itu, bahkan mulutnya
berbicara tak karuan.
"Baiklah, mari minum, kau sunggah baik sekali, Loo-ya
agaknya telah berubah sikap terhadap diriku.”
Si pengemis itu segera mengangkat sebuab gentong arak
lagi dan diloloh kedalam mulut sipir bui itu, ujarnya.
“Toako kepala bui mari teguk lagi".
Tidak disangka perkataannya baru selesai diucapkan tubuh
sipir bui itu telah rubuh tak sadarkan diri diatas tanah, saat
itulah dengan perlahan lahan sipengemis cilik itu baru bangkit
berdiri, tangannya dengan perlahan mengangkat tubuh lelaki
itu dan dilemparkan kedepan, dengan mengeluarkan suara
yang amat keras tubuh Sipir bui itu sudah terjatuh keatas
sebuah pembaringan sehingga hampir hampir rubuh kembali
keatas tanah.

Diam-diam Liem Ton yang melihat kejadian itu merasa
sangat heran pikirnya:
“Jika dilihat usianya yang tidak begitu berbeda dengan
usiaku, darimana datangnya tenaga yang begitu besarnya?"
Pada waktu itulah sipengemis cilik itu sudah menggape
kearahnya sambil parggilnya.
"Hee . Pencuri kerbau. kau demikian sungkannya?? Sayur
serta arak ini sengaja aku buatkan untuk menyambut
kedatanganmu, cepat kemari”
Liem Tou yang mendengar begitu dia pentang mulutnya
ternyata memanggil dirinya sebagai sipencuri kerbau dalam
hati sudah merasa kekhie tetapi diapun merasa berterima
kasih atas bantuannya untuk menghapuskan dirinya dari
hajaran pecut kulit itu segera dia maju kedepan, dengan
dingin ujarnya.
"Kita selamanya tidak saling mengenal dan bukan
merupakan kawan senasib pula, buat apa kau mengadakan
perjamuan ini untuk menjamu diriku ?"
Ternyata si pengemis cilik itu tertawa merdu sahutnya.
"Hee .. siapa yang menyuruh kau memiliki ilmu surat yang
begitu sempurna?? Aku sipengemis cilik tidak akan paham
akan hal tersebut, sudahlah, mari cepat makan."
Liem Tou yang mendengar nada suara tertawanya ternyata
telah bcrubah bahkan hampir mirip dengan suara tertawa dari
Ie cicinya tak terasa menjadi tertegun dibuatnya, urusan ini
rungguh sangat aneh.Tak terasa lagi dia melotot matanya
dengan tajam memandang kearahnya.
Si pengemis cilik itu begitu melihat sikapnya sangat aneh
sepasang matanya segera berputar, sambil tertawa ujarnya
lagi.

“Bagaimana? Kau takut makan apa karena jeri dengan
setan itu? Kuberitahukan kepadamu. Hei si pencuri kerbau,
didalam arak yang diminum telah kucampuri dengan obat
tidur, tidak sampai besok pagi jangan harap dia bisa mendusin
kembaii."
Mendengar perkataan itu Liem Tou merasa sangat terkejut
sekali, dahulu dia pernah mendengar cerita ayahnya yang
mengatakan bahwa obat bius itu biasanya digunakan oleh
kedai-kedai gelap didalam membius tamu tamunya. Kini si
pengemis cilik itu ternyata menggunakan benda itu membuat
Liem Tou benar benar merasa sangat curiga sekali.
Agaknya si pengemis cilik itu tahu apa yang sedang dipikir
dalam hatinya, mendadak tertawa semakin merdu ujarnya.
“Hee si pencuri kerbau, kau berlega hatilah, kita merupakan
kawan dari satu jalan tidak mungkin kita bisa menggunakan
obat bius membius dirimu, apalagi sampai namamupun aku
masih tidak tahu buat apa aku membius kau? Heee. Cepat
makanlah. Aku dengan setulus hati hendak berkawan
denganmu.”
Sehabis berkata dia mengambil poci itu dan diisi penuh
dengan arak wangi kemudian diteguknya hingga habis,
ujarnya.
“Aku si pengemis cilik menghormati kau si pencuri kerbau
agar sukses selalu, Hee. sipencuri kerbau, sebenarnya siapa
namamu?”
Liem Tou yang dibegitukan oleh si pengemis cilik membuat
ia tertawa tak dapat menangispun susah, terpaksa dia
meneguk habis secawan arak kemudian sahutnya.
“Aku bernarna Liem Tou.”
Mendadak teringat olehnya kalau si pengemis cilik itu
memanggil dirinya sebagai si pencuri kerbau, tak terasa
teriaknya dengan keras.

“Aku beritahu padamu, aku tidak pernah mencuri kerbau
jangan panggil aku sebagai pencuri kerbau.”
“Sungguh gagah sekali namamu,” ujar si pengemis cilik
sambil tertawa lagi, “Kau mencuri atau tidak mencuri apa
bedanya? Aduh. Aku sungguh tolol kurang sedikit saja telah
melupakan iblis tua itu.”
Sehabis berkata dia menyobek sekeras paha ayam dan di
lemparkan kearah sudut penjara itu sambil teriaknya.
“Hee - - - Loo toa apa benar benar kau tidak mau
memberitahukan kepadaku, ayahku pernah beritahu pada kau
katanya pada puluhan tahun yang lalu Siok To Siang Mo
pernah malang melintang di daratan maupun lautan bahkan
pernah berbuat kejahatan yang tak terhingga banyaknya
sehingga anak kecil pun tahu kejahatan kalian, tetapi pada
tiga tahun yang lalu mendadak Siang Mo telah melenyapkan
diri tanpa bekas, baru kini barulah didalam dunia kangouw
tersiar berita katanya Siang Mo telah mendapatkan sebuah
kitab pusaka To Kong Pit Liok peninggalan Thio sucouw
kemudian menyembunyikan diri untuk berlatih, sejak semula
berita itu telah menggemparkan seluruh dunia kangouw,
berbagai jago dari berbagai aliran mulai mencari jejak orang
tersebut sampai dimana untuk merebut buku pusaka tersebut,
akupun setelah melakukan pengejaran yang jauh serta tenaga
yang amat besar akhirnya baru menemukan dirimu di tempat
ini bahkan mengetahui kalau urat nadi kakimu telah diputus.
Sekalipun kepandaian silatmu tidak sampai hilang tetapi juga
tidak dapat digunakan, maka itu coba kau pikirlah secara
masak-masak. Bilamana kau mau menyerahkan kitab rahasia
itu aku akan segera menolong kau keluar hingga dapat hidup
ja¬uh lebih bahagia, kalau tidak coba kau rasakanlah siksaan
atau pecutan dari Loo Jiemu yang sangat kejam itu.”
Sehabis berkata dia menoleh memandang kearah Liem Tou
dan ujarnya lagi.

“Aku heran didalam dunia ini ternyata masih ada juga
manusia setolol dia, mau menolong malah ditolak bahkan mau
menerima siksaan serta penderitaan didalam penjara. Hee si
pencuri kerbau..Oooh..tidak, Tou loote mari kita makan punya
kita sendiri, jangan urusi dia lagi”
Perkataan dari pengemis cilik tentang kakek aneh itu telah
menarik perhatian diri Liem Tou, teringat kembali olehnya
perkataan dari si siucay buntung serta pembesar buta sewaktu
mereka bertempur dengan sengitnya itu kemudian teringat
pula perkataan antara si siucay buntung serta Thiat Sie poa,
apa mungkin orang yang sedang mereka cari itu adatah kakek
aneh ini?
Baru saja dia berpikir sampai disitu kakek tua yang aneh itu
telah menggumam sendiri.
“Aku tidak akan memberi tahu pada kalian, siapa yang akan
mendesak djriku, aku juga tidak akan membuka mulut.”
Mendadak dengan suara yang amat keras bentak kakek
aneh itu lagi.
“Apa kau kira penderitaan siksaan serta cambukan selama
tiga tahun ini telah membuat aku jeri?”
Liem Tou sagera menoleh memandang kearahnya,
terlihatlah sepasang mata kakek aneh itu memancarkan sinar
yang amat tajam tetapi sangat dingin, air mukanya yang pucat
pasi segera berubah menjadi kehijau-hijauan, pada saat itulah
si pengernia cilik sambil tertawa telah berkata.
“Aku bilang Loo toa tentang hal ini kau salah menduga,
menurut apa yang kuketahui sekarang ini, para jago dari
golongan Pek to maupun dari golongan Hek to sekarang ini
telah pada berkumpul didalam kerisidenan Ciong ling ini
sedang Loo jie mu yang kejam serta berhati binatang itu
sekalipun sifatnya sangat licik dan banyak aka! telah
menyembunyikan dirimu di dalam penjara yang sangat gelap
tanpa menimbulkan suara apapun, orang lain aku tidak berani

bilang tetapi Tionggoan Ngo Koay terutama sie poa itu apa
kau kira bisa berhasil mengelabui dirinya?"
"Dia datang mencari diriku bilamana tidak mau bilang, dia
bisa berbuat apa lagi" sahut kakek itu sambil tertawa serak.
“Kitab pusaka To Kong pit Liok itu apabila terjatuh
ketangan orang jahat bukankah akan menimbulkan
gelombang yang dahsyat didalam Bu-lim, coba kau pikir sekali
lagi kini dia sudah tahu kalau kau berada disini apa mungkin
dia mau melepaskan dirimu begitu saja ? Sekalipun sekarang
kau punya perasaan menyesal atas perbuatanmu yang dahulu
dahulu dan bertaruh dengan nyawa juga tidak mau
menyerahkan kitab rahasia Tok Kong pit Liong itu kepada Loo
jie mu itu tetapi Thiat Sie Sie sianseng yang mempunyai
sepasang mata yang tajam apa dia mau mempercayainya?
Pada saat itu kau boleh merasakan tindakan yang diambil dari
tangannya.”
Omongan dari sipengemis cilik itu ternyata membuat kakek
aneh itu termenung berpikir keras.
Liem Tou yang mendengar seluruh perkataan yang
diucapkan oleh si pengemis cilik itu sangat beralasan bahkan
dia dengan mata kepala sendiri melihat kalau si siucay
buntung serta sipembesar buta telah datang ditambah simayat
hidup serta pengemis pemabok pun te¬lah tiba segera
timbrungannya.
"Aee orang tua. Sekalipun aku tidak tahu ia menghendaki
benda berharga apa dari tanganmu tetapi ketika aku
mendengar perkataannya segera ia tahu kalau benda itu
bukan merupakan benda yang berharga, lebih baik kau
berikan kepadanya."
"Kiranya kaupun sekomplotan dengan pengemis cilik itu"
maki kakek aneh itu dengan sangat gusar. "Hm . . . hm . . .
kalau kalian punya kepandaian gunakanIah terhadap diriku,
saya mau lihat seberapa lihay kepandaian kalian itu."

“Orang tua…” bantah Liem Tou dengan cemas, “Harap kau
jangan salah paham, aku berkata demikian sebenarnya punya
maksud baik terhadap dirimu sedang saudara ini sama sekali
tidak percaya padanya, mana mungkin aku bisa sekomplotan
dengan dirinya?”
Liem Tou baru saja habis berkata segera terlihatlah kakek
tua yang aneh itu sudah memalingkan kepalanya tidak mau
bicara lagi, sebaliknya terlihatlah si pengemis cilik itu sambil
tersenyum manis menepuk nepuk pundaknya, ujarnya.
"Tou Loo te kau sungguh merupakan kawan karibku yang
sangat baik, marl kita teguk arak ini."
Liem Tou yang dikatai seperti ini mana mau menerima
araknya, dengan sangat serius sahutnya.
"Apa maksudmu yang sebenarnya ? Apa kau neminta aku
menampar mulutku sendiri ? Aku Liem Ton bukanlah orang
semacam itu."
Si pengemis cilik itu melihat sikapnya berubah sccara
mendadak juga ujarnya dengan keras.
"Ini apa-apaan? Hemm kau bicara apa ? Bukankah kau
sedang menasehati iblis tua itu untuk menyerahkan kitab
pusaka To Kong Pit Liok kepadaku, bagaimana kini malah
mungkir ? Demikianpun juga boleh, aku lihat kau bukanlah
orang dari kalangan dunia kangouw lebih baik janganlah
terlalu mencampuri urusan ini, kalau tidak aku bukannya
orang yang terlalu baik. bila waktu aku sampai dibikin marah,
he he he hati-hati dengan batok kepalamu."
Liem Tou yang melihat sipengemis cilik itu ternyata hendak
menakuti dirinya menjadi sangat gusar, apalagi dirinya sejak
kecil dianiaya terus orang lain kemudian tak ada hujan tak ada
angin dirinya dianggap sebagai sipencuri kerbau, dalam
dadanya sudah amat mangkel, sekarang dibegitukan lagi oleh
pengemis cilik kegusarannya tak dapat ditahan lagi, dengan
gemas dia berdiri dan bentaknya.

"Sekarang aku akan membuat kau merasa tak senang. kau
mau berbuat apa ?'
Sebaliknya bukannya marah si pengemis cilik itu tertawa
terbahak-bahak, dengan halus sahutnya.
"He ... he . . coba kau lihat sikapmu amat kasar sehingga
kelihatan ketololannya, kau punya kepandaian apa silahkan
keluarkan semua, ini hari aku tidak ingin menyusahkan
dirimu.”
Liem Tou yang melihat dia sama sekali tidak menggubris
dirinya bahkan memandangpun tidak, semakin merasa gusar,
diam diam pikirnya.
"Ini hari aku harus menghilangkan kemangkalanku ini, aku
melihat dia bisa berbuat apa terhadap diriku?”
Berpikir sampai disini segera dia mengangkat cawannya
dan menyedot isi cawan itu sekeras-kerasnya kemudian
dengan dibarengi dengan hawa murninya disemprotkan
kedepan Si pengemis itu sama sekali tidak mengadakan
persiapan disemprot seperti itu segera seluruh
wajahma basah oleh arak dari mulut Liem Tou,
Tak terasa lagi dia menjadi sangat gusar, dengan cepat dia
bangkit berdiri dan bentaknya dengan keras.
"Bangsat cilik, 'kau bosan hidup lebih lama lagi yah ?"
Tengannya diulur kedepan, jari tengah serta telunjuknya
dengan bentuk seperti gunting mencukil kearah mata Liem
Tou serangannya pertama saja sudah amat kejam, sedikitpun
tidak memperlihatkan belas kasihannya.
Tak disangka begitu dia mengeluarkan jurus itu, kakek
aneh yang berada disamping itu segera menjerit tertahan,
ujarnya.
"Hee - - Yan wie tui hun ci atau ilmu jari pengejar ayawa,
kiranya kau adalah anak buah dari partai Kiem Tian pay dari

telaga Auh Lay, hee . bocah cilik pencuri kerbau kau haruslah
berhati hati untuk menghadapi dirinya,”
Liem Tou yang melihat serangan jari dari si pengemis cilik
itu digerakkan demikian cepatnya dan tahu-tahu telah sampai
dihadapannya segera miringkan kepalanya menyingkir sedepa,
langkah kakinya secara tidak sadar telah mengeluarkan suatu
langkah-langkah yang sangat aneh yang dipelajari kemarin
malam ditengah hutan menurut lukisan lingkaran sebanyak
tiga puluh enam buah itu, sedang diriya entah secara
bagaimana dan entah dengan cara apa namanya ternyata
hanya cukup dua langkah saja telah berhasil bergeser
kebelakang tubuh sipengemis cilik itu.
Melihat hal itu dia manjadi amat girang sambil mencubit
keras keleher sipengemis itu ujarnya.-
"Kau boleh galak, sekarang galaklah kepadaku”
Kakek tua aneh yang berada disamping begitu melihat
langkah ajaibnva segera teriaknya.
"Ha . . . bocah pencuri kerbau tak ku sangka kalau kaupun
merupakan jago dari dunia kangouw ilmu Iangkah ajaib Sah
cap lak Thian Kang Hwie Sian Poh atau tiga puluh enam
langkah badai memutar ternyata kau telah memahaminya,
tentunya kau ahli waris dari Lie Loo jie Tun si pay, kalau tidak
tentu murid dari pedagang terkutuk itu.”
Sipengemis cilik itu setelah dicubit sekali oleh Liem Tou dari
belakang tubuhnya semakin gusar sekali, tapi baru saja dia
hendak memutar tubuhnya sejak tadi Liem Tou telah memutar
lagi kebelakang tubuhnya.
llmu silat dari partai Kiem Tian Pay dari telaga Auh Hay
selamanya mengandalkan ilmu jari serta ilmu meringankan
tubuhnya sehingga bisa menjagoi selururuh Bu-lim, bahkan si
pengemis itu mempunyai kedudukan yang sangat terhorrmat
di dalam partai Kim Tian Pay sehingga bolehh dikata dia telah
mewarisi seluruh kepandaian dari partai itu, siapa tahu ini hari

ternyata telah terpedaya dibawah tangan seorang pencuri
kerbau seperti Liem Tou itu, mana mungkin dia tidak gusar
benar-benar?
Didalam headaan yang sangat cemas itu memandang
sipengemis cilik itu mendapat akal, segera dia mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya dan meloncat keatas tonggak
diatas penjara itu, kelihatannya dia siap hendak menubruk
kebawah.
Terdengar kakek aneh itu mendadak mengeluarkan suara
tertahan lagi, agaknya secara tak sadar terus rnemperingatkan
keadaan yaug sangat bahaya bagi keselamatan Liem Tou.
Sebenarnya Liem Tou sendiri memangnya tak memiliki
kepandaian silat sedang jurus-jurus yang dilancarkan juga
merupakan ketepatan saja kini ketika telah menjerumus
kedalam keadaan yang sangat kritis itu barulah sadar kembali
dan memandang tajam keatas tiang tonggak diatas ruangan
itu sedang dalam hatinya merasa amat cemas.
Terpaksa dia hanya dapat berlari secara ngawur didalam
ruangan penjara itu agar sipengemis itu tIdak dapat turun
kembali.
Pada air mukanya sekalipun Liem Tou kelihatan ketololtoiolan
padahal seperti perkataan dari si siucay buntung itu dia
merupakan seorang yang amat cerdik dan memiliki bakat yang
sa¬ngat bagus sekali.
Sambil berdiri mengitari ruangan penjara itu dia terus
menerus berpikir mencari daya untuk meloloskan diri,
mendadak pikiraanya berkelebat suatu cara yang bagus
teringat olehnya akan perkataan dari kakek tua yang aneh itu,
mendadak bentaknya dengan keras.
"Aku ahli waris dari Thiat sie poa takkan takut padamu,
sekalipun kau merupakan orang partai dari Kiem Tian Pay
paling banyak aku akan bertempur mati-matian melawan kau."

Sehabis berkata ternyata dangan mengarah tepat dibawah
sipengemis cilik itu dia membaringkan dirinya, sedang hawa
murninya segera dipusatkan pada perutnya hingga
mengembung besar ujarnya lagi.
"Marilah kalau kau benar-benar punya kepandaian turunlah
untuk coba-coba kelihayanku,”
Perbuatan dari Liem Tou kali ini ternyata mendatangkan
hasil, sipengemis itu tak dapat meraba apa yang hendak
diperbuat olehnya ternyata tak berani menggunakan
nyawanya sebagai taruhan untuk menerjang turun kebawah
terpaksa dengan sangat mangkal mendelik memandang
kearah Liem Tou dari atas tiang penjara itu.
Bersamaan pula kakek aneh itu juga tidak berteriak lagi,
terdengar dia seorang diri gumamnya.
"Bagaimara ini bisa jadi ?? Jika dilihat cara mengerah
tenaga barusan ini terbukti sangat jelas sekali kalau
merupakan ilmu pernapasan dari perguruanku, apa mungkin
Lao jie yang mewarisi padanya ?? Tidak benar, Tidak benar.
Kalau memangnya Loo jie yang mewarisi dia dalam ilmu
pernapasan itu dia tak mungkin akan mengangkat pedagang
terkutuk itu menjadi gurunya. Kalau demikian adanya tentu
dia merupakan ahli waris Lie Loo jie dari partai Tun Si Pay,
hanya dari kitab pusakanya saja barulah termuat berbagai
macam ilmu silat dari setiap partai. Tapi .. tapi, kenapa dia
mengaku sebagai anak murid dari pedagang terkutuk itu.
Mendadak tanyanya dengan keras.
“Hee.. bocah cilik pencuri kerbau, aku mau tanya padamu,
sebenarnya kau punya hubungan apa dengan Lie Loo jie dari
partai Tun Si pay itu
Mendengar pertanyaan itu diam-diam pikiran Liem Tou
mulai bekerja, “urusan telah menjadi begini, aku seharusnya
mengatakan kalau kepandaianku semakin tinggi semakin baik
bilamana kakek aneh ini menyebut Lie Loo jie dari partai Tun

Si Pay itu tentunya dia merupakan seorang yang memiliki
kepandaian sangat tinggi aku tak dapat melepaskan
kesempatan ini”
Berpikir sampai disini segera sahutnya dengan cepat.
"Dia adalah paman Lie Ku."
"Ooooh kiranya begitu."
Si pengemis cilik yang mendengar perkataan itu diatas
tonggak kayu segera memejamkan matanva tak membuka
mulut lagi ketika memandang lagi kearah Liem Tou terlihatlah
perutnya masih tetap mengembang besar dan berbaring
diatas tanah, keadaannya mirip sekali dengan mayat yang
ditemukan tenggelam dalam laut.
Sekarang dia tak ingin bergebrak mati-matian melawan
Llem Tou lagi, mendadak sambil tersenyum ujarnya.
"Sudahlah Tou Loo te. Kau jangan membuat aku tertawa
sampai mati, cepat bangun, aku takkan memukul kau lagi "
Liem Tou yang berbaring diatas tanah, mana mau percaya
terhadap perkataaanya sahutnya dengan cepat,
"Kau turunlah terlebih dulu."
Terpaksa sipengemis cilik itu meloncat terlebih dulu dari
samping sedang pada saat itu dalam hati pikir Liem Tou.
"Hm. . . aku harus memperlihatkan sediklt kelihayanku
dihadapan sipengemis busuk itu agar dia tak berani terlalu
memandang rendah diriku lagi."
Mendadak hawa murni yang dikumpulkan perutnya itu
dikerahkan keatas.
"Braaaak..." genting ruangan penjara itu segera dipukul
oleh hawa murninya hingga menimbulkan sebuah lubang yang
sangat besar, debu beterbangan mengotori empat penjuru
sedang orang orang yang berada disanapun sangat terkejut

akan kelihayannya itu. Setelah itu baru Liem Tou dengan
perlahan bangkit berdiri.
Melihat kejadian itu dalam hati si pengemis cilik itu merasa
sangat terperanjat, pikirnya.
“Untung saja aku tak sampai bergebrak melawan dia, kalau
tidak susah juga. . ."
Tidak selang lama, matahari sudah terbenam diarah barat
sedang malampun telah tiba.
Dengan melototkan matanya kakek aneh itu tiba2
memanggil diri Liem Tou sambil ujarnya:
"Dua buah kitab pusaka didalam dunia ini kini yang satu
telah didapatkan oleh Lie Loo jie, apa mungkin kau datang
kedalam penjara ini bertujuan meminta kitab pusaka yang
satunya lagi?"
Pada saat ini Liem Tou telah amat terkejut serta kagum
terhadap kakek aneh itu kini mendengar perkataan itu itu
dengan gugup sahutnya:
“Mana aku berani, aku benar benar dikarenakan orang lain
menganggap aku telah mencuri kerbaunya hingga ditangkap
dan dimasukkan kedalam penjara, mana aku berani punya niat
serakah terhadap barang dari cianpwee?”
“Ehm. . sahut kakek aneh itu perlahan kemudian ujarnya
lagi. "Kalau begitu kau kemarilah "
Liem Tou tahu kalau kakek aneh itu sekalipun memiliki
kepandaian silat yang sangat tinggi tapi tak dapat digunakan
lagi, dengan membesarkan nyalinya dia berjalan
mendekat.Tidak disangka baru saja dia menggerakkan kakinya
untuk bergerak maju dari depan penjara itu berkumandang
suara gemerisik yang sangat nyaring kemudian disusul dengan
suara tertawa tergelak yang sangat keras, ujarnya.

"Hek Lootoa.. kiranya selama puluhan tahun ini kau telah
menyembunyikan diri ditempat ini tak dapat disalahkan iagi
kalau aku tak berhasil mendapatkan dirimu. Kawan karibmu
dari gunung Im San datang menyambangi."
Mendengar perkataan itu kakek aneh itu merasa amat
terkejut, air mukanya berubah hebat sedang rambutnya pada
berdiri menahan kegusarannya. Mendadak bagaikan orang gila
tubuhnya meloncat keatas beberapa depa tingginya, belum
saja tubuhnya mencapai tanah tiba-tiba dengan mengeluarkan
suara kesakitan tubuhnya rubuh keatas tanah katanya dengan
gusar makinya:
“Kalian enyahlah dari sini, tempat ini tidak ada yang
bernama Hek Lootoa, Hek Lootoa sudah mati”
Sipengemis cilik yang setelah meloncat turun dari atas
tonggak sebenarnya sedang menyulut lampu pada saat itu
dengan cepat meniup padam lampu itu sambil ujarnya dengan
perlahan.
"Aku bilang Loo toa, lebih baik cepat-cepat ambil keputusan
didalam hatimu dan serahkan kittab pusaka To Kong Pit Liok
itu kepadaku. 0rang yang berada diatas genting saat ini
adalah Kioe Long dari gunung Im san didaerah Mo Pak. Bila
benar-benar dia yang datang mungkin juga si Wan Kouw juga
ikut datang, aku dengar kedua orang itu sangat jarang
memasuki daerah Tiouggoan, kali ini mereka datang juga
tentu ada urusan yang penting. He …tindakan dari Kioe Liong
Wan Kouw sangat kejam dan gusar, lebih baik kau pikir lebih
masak !agi.”
Kakek aneh itu hanya mendengus dingin saja sedikitpun
tidak memberikan jawabannya.
"Saat ini !” ujar sipengemis cilik itu lagi. “bilamana kau mau
menyerahkan kitab pusaka itu aku masih bisa menolong kau
untuk keluar dari penjara ini, tetapi sejenak lagi kemungkinan

sekalipun aku sanggup juga belum tentu punya tenaga yang
besar untuk menolong kau kini cepatlah ambil keputusan”
Mendengar perkataan itu kakek aneh tersebut semakin
gusar, bentaknya dengan keras.
"Cepat kau menggelinding dari sini."
Tiba-tiba orang yang berada diluar penjara itu telah
melanjutkan lagi ucapannya.
“Hek Loo toa, cara bekerja serta sifat dari aku Kioe Long
dari gunung Im San tentu kau telah sangat jelas sekali ini hari
aku telah berhasil menemukan dirimu bilamana kau ingin
mengenyahkan diriku dengan gampang sebenarnya bukan
sebuah urusan yang amat susah asalkan kau mau
memperlihatkan sekejap kitab pusaka yang kau dapatkan itu,
aku akan segera pergi dari sini dan tidak akan menyusahkan
dirimu lagi.”
Saat itu tiba-tiba terdengar suara dari seorang wanita
menyambung ucapan itu.
“Benar, Hek Loo toa - - - sekalipun boleh dikata kita tidak
punya hubungan persahabatan yang sangat erat tetapi juga
pernah bertemu beberapa kali, ini kali kami banya ingin
meminjam sebentar apa kau merasa keberatan?"
"Loo toa kau dengar dengan jalas bukan?” ujar sipengemis
kecil itu dengan suara yang perlahan sambil melirik sekejap
kearahnya. “Bukankah perkataanku sedikitpun tidak salah?
Kioe Long Wan Kouw selamanya tidak pernah melakukan
gerakan dan pekerjaan dengan seorang diri, sekarang coba
kau akan menggunakan cara apa untuk menghadapi mereka
berdua?."
Kakek aneh itu masih tetap tidak memperdulikan diri
sipengemis cilik itu, sedang pada saat itu Kioe Long yang
berada diatas genting ruangan penjara itu sudah tidak sabar
lagi, dengan berat ujarnya.

“Hek Loo toa, kau sebenarnya hendak berbuat bagaimana?
Aku Kioe Long merupakan seorang berangasan yang sudah
terkenal, he he he .. aku tidak akan sabar untuk menanti lebih
lama lagi."
Entah kenapa tiba-tiba kakek aneh itu memandang dengan
tajam kearah sipengemis cilik itu agaknya pikirannya telah
berubah tanyanya.
“Apa benar kau menginginkan kitab pusaka To Kong Pit
Liok itu? Aku akan memberitahukan padamu, benda aneh
yang terdapat didalam dunia ini pasti terdapat pemilik yang
sebenarrya, bilamana bukannya pemilik yang sesungguhnya
maka mendapatkan benda itu sama saja dengan
mendatangkan . . . bencana untuk diri sendiri, kau apa sudah
pikir masak-masak menghadapi bencana-bencana tersebut?,
Hmm.. "
Si pengemis cilik itu begitu mendengar ucapan dari kakek
aneh segera tahu kalau dia punya niat untuk menyerahkan
kitab pusaka To Kong Pit Liok itu kepadanya, tak terasa lagi
menjadi sangat girang, cepat sahutnya.
"Loo cianpwee punya perintah apa, boanpwee tentu akan
melaksanakannya tanpa membantah."
"Sebelum kita membicarakan kitab pusaka itu terlebih
dahulu aku hendak memberitahukan padamu dengan jelas.
Bilamana kau berhasil mendapatkan batok kepala dari Kioe
Long serta Wan Kouw sehingga dapat membasmi dua orang
penjahat dari dunia ini maka Loolap akan segera menyerahkan
kitab pusaka To Kong Pit Liok itu kepadamu tanpa
membantah, bagaimana kau sanggup?"
Mendengar perkataan itu air muka sipenge¬mis cilik itu
sedikit berubah, ujarnya.
“Ini , .ini... „"
Dengan keras barkata kakek aneh itu lagi.

“Kalau kau tidak sanggup untuk melaksanakan tugas ini
lebih baik sekarang juga menghilangkan pikiran itu dan cepat
pergi dari sini”
Saking khekinya air muka si pengemis cilik itu telah
berubah menjadi merah padam, sambil mendepak kakinya
keatas tanah sahutnya:
"Baiklah."
Dangan cepat dia membuka pintu penjara dan meloncat
kaluar. Tidak selang lama diatas atap penjara itu agaknya
terdengar orang yang bergerak disertai dengan suara
bentakan yang tidak henti-hentinya. Sejenak kemudian
terdergar suara terbentaknya senjata tajam sehingga suasana
amat ramai.
Saat itulah kakek aneh itu tertawa terbahak-bahak ujarnya
terhadap Liem Tou.
'Cepat tutup penjara itu, kau masih tunggu apa lagi?"
"Hanya demikian saja bisa menahan serangan mereka?"
diam-diam pikiran Liem Tou terus berputar.
Tetapi dia tidak mengucapkan apapun dengan mengikuti
permintaannya mengunci pintu penjara tersebut. Siapa tahu
pada saat itu juga mendadak terdengar suara tertawa
terbahak dari si siucay buntung serta Thiat Sie sianseng, ujar
si Thiat Sie poa itu dengan keras.
"Hee siucay buntung Loo te, aku bilang disini telah ada
yang mendahului kita tidak salah bukan?. Haa . . , kiranya
sepasang binatang itu , bagaimanapun juga bangsa binatang
jauh lebih tajam penciumannya dari manusia."
Tidak disangka baru saja dia mengucapkan perkataan itu,
Liem Tou telah mendengar lagi seorang yang memiliki suara
yang serak tapi keras melanjutkan lagi.

"Si siucay bunting Loo te, tidak disangka aku yang
merupakan seorang yang cerdik kini telah menjadi demikian
tololnya. Sie poa dari pedagang terkutuk itu selamanya hanya
menghitung yang masuk dan tidak akan menghitung yang
keluar, apa kau tidak tahu bilamana jalan bersama dengan dia
selamanya tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun?”
"Heee, kamu pengemis pemabok yang tldak mati-mati,
bukannya pergi menangkap cacing, laba-laba serta kodok
untuk teman arakmu, kini lari kemari mau apa?" balas si
siucay buntung itu.
Mendengar suara itu Liem Tou segera tahu kalau
sipengemis pemabokpun telah tiba, diam-diam pikirnya.
“Malam ini selain Koen Long Wan Kouw yang datang
terlebih dahulu, Tionggoan Ngo Koay telah hadir tiga orang,
aku kira didalam sekejap lagi kaum jago dari dunia kangouw
tentu akan bertambah banyak yang sampai didini.
Pertempuran sengit ini tentu segera menarik sekali.”
Saat dia sedang melamun itulah tiba tiba terdengar suara
panggilan dari kakek aneh itu:
“Bocah cilik cepat kemari”
“Cian pwee mau member perintah apa lagi?” tanya Liem
Tou dengan kaheranan tetapi kakinya tetap berjalan
mendekati kaarahnya.
Agaknya kakek aneh itu mau mengucapkan sesuatu tetapi
dibatalkan kembali, hanya sepasang matanya dengan sangat
tajam memandang kearah Liem Tou, mendadak dia menunjuk
kedepan tubuhnya sambil ujarnya dengan perlahan:
"Kau duduklah disini, dan cobalah mengerahkan tenaga
murnimu untuk aku lihat."
Liem Tou ketika melihat air muka kakek aneh itu sangat
serius dan kerena sekali dia tidak berani membangkang,
dengan mengikuti perintahnya dia duduk didepan tubuhnya

kemudian mulai memusatkan selurah hawa murni dalam
pusat.
Dengan perlahan kakek aneh itu meletakkan tangannya
diatas perutnya kemudian ujarnya lagi:
"Bagus, sekarang mulailah."
Liem Tou segera mengikuti cara mengerahkan tenaga
murni yang dipelajarinya dari kitab peninggalan ayahnya itu,
dengan cepat dia menarik napas panjang panjang sehingga
membuat perutnya membesar seperti bola setelah itu ditarik
kembali seperti biasa. Tidak disangka kakek aneh itu tertawa
terbahak ujarnya.
"Aku kira kitab pusaka"Tou Loo Cin Keng" benar benar
memuat berbagai jurus silat dari semua aliran, tidak disangka
ternyata hanya begini saja, boleh dikata aku orang tua tidak
sia sia mengetahui rahasia ini sehingga matipun tidak sayang"
Liem Tou yang melihat sikapnya itu menjadi bingung dan
tidak tahu sedang berbuat apa dia itu, kakek aneh itu setelah
tertawa keras beberapa saat lamanya barulah berhenti dan
tanyanya lagi.
"Lie Loo Jie dari partai Tun Si Pay apa benar merupakan
pamanmu? Aku dengar sipedagang terkutuk itupun kini telah
tiba disini apa dia benar benar suhumu?"
Tadi Liem Tau secara ngawur mengaku sebenarnya hanya
bertujuan menipu sipengemis cilik itu saat ini urusan telah
berlalu sehingga untuk berbohong baginya tidak berguna lagi,
akhirnya dengan terpaksa dia menceritakan keadaan yang
sesungguhnya.
'Oooh..begitulah agaknya" sahut dari kakek yang aneh itu
setelah dia mendengar kisah yang sesungguhnya dari Liem
Tou ini, kali ini dia tidak berani tertawa lagi. Setelah
termenung berpikir keras beberapa saat lamanya barulah
ujarnya dengan perlahan.

"Apa kau mau meminjamkan kitab pusaka peninggalan
ayahmu itu untuk aku lihat sebentar?”
Begitu perkataan ini keluar dari mulutnya, Liem Tou segera
merasakan serba susah, oleh karena pesan terakhir dari
ayahnya meninggalkan wanti-wanti pesan baginya untuk tidak
secara sembarangan memperlihatkan kitab pusaka itu kepada
siapapun juga.
Kakek aneh itu begitu melihat sikapnya yang serba salah
segera mengira kalau mungkin dia merasa kuatir terhadap
dirinya, dan ujarnya.
"Kau tidak usah merasa kuatir, Loo lap jadi orang
selamanya pegang janji apa lagi seluruh jalan darah
terpenting ditubuh Loolap telah di totok oleh orang lain
sedang urat nadi kakipun telah dipotong bagaimana Loolap
berani punya niat serakah?”
"Cianpwee telah salah menduga" sahut Liem Tou.
Bukannya aku punya maksud demikian hal ini tidak dapat
dilakukan karena menurut pesan yang ditinggalkan ayahku
almarhum tidak memperkenankan aku untuk meminjamkan
kitab ini kepada orang lain secara sembarangan.
Mendengar perkataan ini diam-diam pikir kakek aneh itu.
“Ternyata bocah cilik ini benar-benar jujur dan menurut
perkataan, orang ini patut dipuji”
Berpikir sampai disitu segera ujarnya.
"Sebenarnya Loolap tidak punya maksud untuk memaksa
orang lain, tetapi jika didengar dari perkataanmu agaknya kau
sama sekali tidak paham terhadap isi dari kitab pusaka Toe
Loo Cin keng itu kini kau perlihatkan kepadaku bila buku itu
benar benar asli kemungkinan sekali kepandaian yang
terdapat didalamnya aku pernah melatihnya dengan
meminjam kesempatan ini aku akan menurunkannya padamu,

perkataan dari Loolap ini surgguh sungguh dan tidak akan
membohongi dirimu.”
Pada saat itu orang orang yang berada diatas atap penjara
itu agaknya telah mencapai pada sengit sengitnya bertempur,
bahkan kedengarannya telah bertambah lagi dengan beberapa
jago, suara bantakannya disertai dengan suara angin pukulan
semakin santar, membuat suasana semakin kacau.
Diam diam Liem Tou memikirkan perkataan dari kakek
aneh itu dan merasakan kalau perkataannya sedikitpun tidak
salah, segera dia tidak kukuh lagi dengan pendiriannya, dan
mengambil keluar kitab pusaka itu untuk diperlihatkan pada
sikakek aneh.
Setelah dia menerima kitab itu segera terlihatlah perasaan
yang sangat bergolak, sepasang tangannya terlihat sedikit
gemetar, sedang dari sepasang matanya memancarkan sinar
yang sangat tajam, didalam kegelapan itulah selembar dami
selembar dibukanya, semakin dia melihat isi dari kitab itu
gemetarnya semakin keras hingga akhirnya giginyapun
gemerutuk dengan kerasnya, tiba tiba bentaknya dengan
keras:
"He ... aku Hek Loo- toa sekalipun harus mati juga akan
mati dengan meramkan sepasang mataku ."
Sehabis berkata, buku itu segera diangsurkan ditangan
Liem Tou sambil ujarnya.
"Keuntunganmu tidak kecil, mulai saat ini aku akan
memberitahukan rahasia dari ilmu pernapasan yang termuat
didalam kitab pusaka itu, tetapi yang kuketahui juga tidak
lebih hanya sebagian dari "Ilmu pernapasan” tersebut oleh
karena ilmu tersebut merupakan ilmu dari perguruanku
sehingga aku baru dapat mewariskannya padamu, tetapi
sisanya harus melihat kau punya kepandaian serta kecerdikan
untuk mempelajarinya".

Liem Tou berdiam diri mendengarkan saluruh uraiannya.
Sekonyong konyong dari luar penjara itu terdengar suara
teriakan orang yang sangat ramai kemudian disusal dari luar
jendela itu bermunculan sinar api yang menerangi tempat itu,
bahkan ada yang berteriak teriak.
"Tangkap penjahat, tangkap penjahat, ada penjahat berani
mengacau pengadilan."
Mendengar teriakan itu Liem Tou segera tahu kalau orang
orang yang sedang bertempur diatas genting itu telah
mengejutkan pengawal dari pengadilan itu sehingga mereka
terjaga dan mengadakan pengepungan disekeliling tempat itu.
Kakek aneh yang mendengar suara itu segera terlihatlah air
mukanya berubah menjadi kehijau-hijauan, dengan cepat
ujarnya pada Liem Tou.
“Loo jie bila tahu jejak Loolap telah diketahui oleh orang
lain, tentu tidak akan melepaskan diriku lagi, kini waktunya
tidak banyak lagi cepat pusatkan seluruh perhatianmu untuk
mendengarkan penjelasan dari diriku."
Dengan tergesa gesa Liem Tou metnusatkan seluruh
perhatiannya untuk mendengarkan penjelasan dari ilmu
pernapasan itu urusan yang semula diketabui hanya setengah
saja kini setelah mendapatkan penjelasan dari kakek aneh itu
menjadi bertambah paham.
Tidak lama kemudian kakek aneh itu telah selesai
menjelaskan inti sari semua rahasia dari ilmu pernapasan
sedang Liem Tou sendiripun semakin paham terhadap ilmu
itu, tak terasa lagi pada wajahnya menampilkan perasaan
yang amat girang.
Tidak disangka kakek aneh itu mendadak melototkan
sepasang matanya, dengan gusar bentaknya pada diri Liem
Tou.

“Bocah yang tak tahu diri kau jangan merasa bangga
terlebih dahulu, ilmu yang tersebut di dalam kitab pusaka Toa
Loo Cin Keng ini sangat luas sekali sehingga laksana samudra
luas. Apa yang aku Hek Loo toa turunkan pada mu tak lebih
hanya merupakan ilmu dari aliran hitam terhadap dirimu
sebenarnya hanya akan membawa celaka saja hanya
dikarenakan waktu yang amat mendesak untuk sementara
waktu masih bisa digunakan untuk melindungi diri sendiri
bilamana kau menginginkan nama yang cemerlang didalam
Bu-lim dan menjadi seorang jago yang tanpa tandingan
sebenarnya harus melihat kejodohanmu sendiri, kau sekarang
tidak perlu girang dulu.”
Dengan cepat Liem Tou menarik kembali perasaan
girangnya, dengan serius sahutnya.
“Silahkan cianpwee memberikan petunjuk.”
Sikap dari kakek aneh itu semakin bertambah serius dan
keren, lama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun juga.
Diam-diam dalam hati Liem Tou berpikir: “Kenapa dia harus
berbuat demikian?”
Tiba-tiba terdengar kakek aneh itu bergumam sendiri:
“Mo Ku Tiauw Cong Ci cien Tong..”
Sejak kecil Liem Tou telah belajar ilmu surat dari ayahnya
Liem Han San oleh sebab itulah terhadap segala syair maupun
pantun dia paham benar-benar, begitu mendengar perkataan
itu dengan cepat perasaan herannya memenuhi seluruh
otaknya, pikirnya:
“Kenapa tidak ada angin tidak ada hujan dia membaca syair
dari Tong Po Ci Su?”
Karena perasaan keheranan itulah tak terasa olehnya telah
menyambung syair selanjutnya. "Pit Hun Kong Cen Tui Jan
Kang . . "

Kakek aneh itu ketika mendengar syair selanjutnya ini
mendadak sepasang matanya melotot keluar, dengan cepat
lanjutnya lagi:
“Pek Hwie Sian Po Tong Ang Hwie”
“Wu Ting Siauw Soat Ta Cuang..”
Tidak disangka baru saja dia selesai mengucapkan syair itu,
mendadak kakek aneh itu dengan cepat meloncat bangun
sambil bentaknya dengan keras:
“Siapa kau?”
Didalam keadaan yang terkejut itulah tidak terasa lagi Liem
Tou mengundurkan diri dua langkah kebelakang dan dengan
tertegun memandang kearah air muka kakek aneh telah
berubah menjadi sangat menyeramkan itu, mana dapat
memberikan jawabannya.
Ketika kakek aneh itu melihat Liem Tou sama sekali tidak
memperlihatkan sikap permusuhannya mendadak dia tertawa
sedih kemudian duduk kambali ditempat semula dan
memejamkan sepasang matanya.
Pada ketika itulah diluar penjara terdengar suara yang
sangat berat berkumundang datang.
“Loo toa . . Loo-toa .tiga tahun siksaan pecut ternyata
belum juga membuat kau benar-benar takluk kepadaku,
janganlah kau menyalahkan aku Loo Jie akan turun tangan
lebih kejam dan ganas lagi. Sebenarnya kau mau
menyerahkan kitab pusaka To Kong pit Liok itu atau tidak?”
Ketika mendengar perkataan dari orang itu segera
terlihatlah orang aneh itu membuka matanya lebar lebar,
tetapi Liem Tou yang berdiri disampingnya dapat melihat
seluruh tubuhnya gemetar tak henti hentinya sedang giginya
gemerutuk dengan kerasnya, dengan cepat Liem Tou
mendekati tubuhnya sambil tanyanya, “Siapakah dia?”

Siapa tahu kakek aneh itu ternyata telah mendorong tubuh
Liem Tou dengan kerasnya sambiI ujarnya.
“Pergi …. pergi .!”
Liem Tou tidak tahu akan sebabnya tetapi dia tahu tentu
telah terjadi sesuatu peristiwa. Diam diam dia mulai
menggeserkan dirinya ke sudut penjara itu pada ketika itulah
dari atas genting telah terdengar suara pembicaraan dari Kioe
Long yang sedang berteriak:
“Hee .. . Hek Loo Jie, kau jangan ikut campur.”
“Didalam daerah Ciong ling ini aku tidak akan membiarkan
Im San Siang Koay membikin huru hara, cepat kau
bergelinding dari tempat ini” bentak orang itu dengan
gusarnya.
Dibentak seperti itu Kioe long itu segera tertawa dingin
yang tidak enak didengar membuat seluruh bulu kuduk Liem
Tou pada berdiri, terdengar dengan sangat dingin ujarnya.
“Hek loo Jie, tidak disangka hanya berpisah selama
beberapa tahun saja kini kami harus memandang dengan cara
lain kapadamu.”
Tiba tiba dengan gusar tambahnya lagi.
“Hek Loo Jie apa kau dapat melakukannya? Kau bangsat
cilik yang tidak tahu budi, semua orang didalam dunia ini
boleh kau basmi tetapi tak akan seorangpun yang mau
memandang wajahmu lagi.”
Agaknya Si Hek Loo Jie itupun telah dibuat gusar oleh
perkataannya sambil membentak keras dia melancarkan
serangan dahsyat. Serunya.
“Hee - - he - - lihat pukulan.”
Suara perkataan baru saja berhenti sagera terdengar suara
bentrokan yang amat dahsyat membuat atap pada rontok
kebawah.

Kioe Long itu tertawa aneh lagi, kemudian diikuti dengan
suara suitan nyaring yang memekikkan telinga memecahkan
kesunyian, menembus awan, dengan gusar bentaknya lagi.
“Hek Loo jie, kami lm San Siong Kioe Long selamanya
selalu melakukan pekerjaan sesuai dengan perkataan. Ini hari
kami telah turun tangan sebelum mencapai hasil tidak akan
mengundurkan diri. Hmm sampai waktu itu janganlah kau
manyalahkan aku Kioe Long turun tangan terlalu kejam
sehingga membasmi habis pengawal pengawal kerocomu itu.”
Ternyata suara ucapan itu baru saja selesai dari tempat
kejauhan berkumandang datang suara suitan panjang yang
amat nyaring, diikuti dengan suara suitan pertama yang makin
lama makin jauh.
Liem Tou yang sedang mendengarkan dengan penuh
perhatian itu tiba-tiba dibuat kaget oleh perkataan kakek aneh
itu ujarnya.
“Loo Jie telah dipancing pergi oleh Kioe long, bocah cilik itu
cepat kemari, aku akan menurunkan beberapa macam ilmu
pukulan kepadamu, asalkan kau bisa belajar rajin pada
kemudian hari sekalipun dikejar oleh Loo Jie pasti bisa
mempertahankan jiwamu”
Mendengar perkataan itu dengan cepat Liem Tou bangkit
berdiri tetapi baru saja berjalan satu langkah terdengar suara
jeritan ngeri dari pengawal yang berada diluaran, kemudian
disusul dengan suara sipengemis cilik itu yang sedang
membentak.
"He .. Nenek kera ! turun tangan kejam ter¬hadap
gentong-gentong nasi itu apa gunanya? Coba kau terima
pukulanku ini."
Sejak sipengemis cilik itu keluar dari penjara mulai saat
itulah bagaikan batu yang tenggelam dalam lautan bebas,
sedikitpua tidak mengeluarkan suara, kini secara tiba-tiba

terdengar suaranya tak tarasa lagi ujar Liem Tou dengan
cepat.
"Locianpwee coba kau dengar, dia benar-benar telah
bergebrak melawan orang orang itu.”
Tetapi teringat pula akan Si siucay buntung, Thiat Sie
Sianseng serta pengemis pemabokan yang datang terakhir,
entah dimana mereka-mereka ini?
Baru berpikir sampai disitu langkah kaki pun tidak
terasakan telah menjadi lambat lagi, dengan sangat gusar
bentak kakek aneh itu.
“Hei bocah cilik kau tidak bersungguh-sungguh hati,
jodohmu hanya sampai disini"
Mendengar ancaman itu dengan cepat Liem Tou lari
menghampiri kakek itu, siapa tahu sepasang matanya telah
dipejamkan rapat rapat, sekalipun Liem Tou telah berulang
kali memanggil Locianpwee tetapi kakek aneh itu masih tetap
berdiam diri tidak menjawab.
Saat itulah Liem Tou baru menyesal karena telah
menghilangkan kesempatan yang baik, terpaksa dia kemball
ketempat semula dan mulai bersemedi sesuai dengan
petunjuk dari kakek aneh itu.
Ternyata tidak salah, kali ini dia merasa jauh berbeda
dengan waktu semula, hawa murninya tidak mengumpul
didalam pusar lagi sebaliknya telah mulai menyebar keseluruh
tubuh sehingga terasa olehnya tubuhnya menjadi sangat
nyaman.
Semula ketika Liem Tou mulai melakukan semedinya dia
masih dapat mendengar suara bentrokan senjata yang berada
diluar, tetapi lama-kelamaan akhirnya terasa seluruh tubuhnya
menjadi kosong, sehingga membuat lupa akan segala-galanya.
Keesokan harinya ketika dia mendusin kembali,
terdengarlah suara kokokan ayam yang memecahkan

kesunyian, sinar matahari dengan perlahan-lahan
memancarkan sinarnya menembus jendela penjara itu tetap
keadaan diluar penjara sangat sunyi, ketika dia mengalihkan
pandangannya terlihatlah kakek aneh itu masih tetap duduk
ditempat semula agaknya dia belum sadar dari pulasnya,
Jilid 4: Hek Loo toa meninggal...
Dengan cepat dia merangkak bangun, terasa olehnya
seluruh tubuhnya merasa sangat nyaman, ketika melirik
kearah sipir bui itu terlihatlah dia masih mendengkur dengan
enaknya, dengan perlahan dia mulai berjalan keluar terlihatlah
diatas tanah darah segar berceceran memenuhi seluruh
ruangan, teringat kembali olehnya pengalaman kemarin
malam tak terasa bulu kuduknya pada berdiri.
Baru saja dia hendak melangkah keluar lagi tiba tiba
terdengar suara peringatan dari si pengemis cilik itu .
"Hei, pencuri kerbau cepat bersembunyi, Hek Loo jie mau
datang memeriksa tempat ini”
Mendengar perkataan itu dengan tergesa gesa Liem Tou
memeriksa sekeliling tempat itu tapi tetap tak melihat
bayangan dari sipengemis cilik itu, baru saja mau menyusup
mengundurkan dirinya kebelakang terdengar sipengemis cilik
itu berteriak lagi.
"Keadaan disekeliling tempat itu sekarang sangat bahaya,
baik jago dari kalangan Hek to maupun dari kalangan Pek To
pada bersembunyi disekeliling tempat ini siap munculkan
dirinya, cepat kau balik bilang sama itu Hek Loo toa bilamana
nanti Loo jie datang memeriksa bui dia harus sedikit berhatihati
karena dia secara diam-diam mau turun tangan jahat
terhadap dirinya."

Setelah mendengar perkataan itu tak tertahan lagi seluruh
tubuh Liem Tou gemetar dengan keras dia sama sekaIi tak
menyangka kalau di tempat yang semakin sunyi suasananya
keadaannya makin bahaya dan semakin mengerikan.
Dia tahu saat ini telah sangat mendesak sekali, dengan
tergesa gesa dia putar tubuhnya lari kesamping tubuh kakek
tua yang aneh itu sambil dorong tubuhnya serunya.
"Locianpwee cepat bangun, Locianpwee cepat bangun."
Pada saat yang bersamaan itu pula mendadak dari luar
penjara terdengar suara digetarkannya pecut kulit sehingga
mengeluarkan suara yang nyaring kemudian disusul dengan
teriakan seorang dengan suara yang amat keras.
"Pembesar kota datang mengunjungi penjaga bui harap
keluar menyambut"
Dalam hati Liem Tou tahu dengan jelas yang dimaksud
sebagai pembesar kota itu tentunya bangsat Hek Loo jie itu,
hatinya semakin cemas tapi justru kakek aneh itu sudah di
dorong beberapa kali tetap saja tak mau sadar dari pulasnya
didalam keadaan yang sangat cemas dan terdesak itu dengan
tak memperdulikan peraturan serta adat istiadat lagi sepasang
tangannya mencekal batok kepala kakek aneh itu dan
menggoyang-goyangkan beberapa kali sedang mulutnya
teriaknya dengan keras.
"Loocianpwee cepat bangun, apa kau tak ingin nyawamu."
Saat itulah dengan perlahan kakek aneh itu baru sadar
kembali dari pulasnya, sambil me-mandang kearah LiemTou
yang berdiri disampingnya dengan amat dingin ujarnya.
"Siauwcu kau tak bersungguh sungguh hati pikiranmu pun
tak menentu sekarang datang kesini mau apa ?”
Segera Liem Tou menyampaikan apa yang dikatakan
sipengemis cilik itu kepadanya, dalam hatinya dia mengira

setelah kakek aneh itu mendengar perkataan itu air mukanya
tentu akan berubah menjadi tegang.
Siapa tahu sesudah mendengar perkataan tersebut
keadaannya masih tetap saja seperti semula, sahutnya sambil
tertawa tawar.
-Oooh. . . loo jie mau datang ? Itulah sangat bagus sekali.
Aku Hek Loo toa sudah dapat melihat kedua buah kitab
rahasia didalam dunia ini sekalipun binasa juga rela."
Perkataan ini diucapkan dengan nada yang demikian
menyedihkan mcmbuat hati Liem Tou yang mendengar
disampingnya tak tertahan Iagi bergidik, tiba tiba sepasang
matanya yang sangat tajam itu dengan tak berkedip kedipnya
memandang sekejap kearah Liem Tou, tanyanya.
"Heei bocah cilik, kenapa kau demikian cemasnya?”
"Selama tiga tahun lamanya Loocianpwee merasakan
siksaan didalam penjara gelap serta merasakan penderitaan
pecut yang setiap hari menghajar tubuh cianpwee semuanya
ini tidak lebih hanya dikarenakan sejilid ilmu kitab silat yang
tak mau diserahkan kepada orang jahat, hal ini memang
membuat hati satiap orang merasa kagum juga merasa sedih
kini situasi telah demikian mendesak serta bahayanya kenapa
boanpwee tak ikut cemas melihatnya?"
Atas perkataannya ini rnenbuat air muka kakek aneh itu
segera berubah jadi sangat serius agaknya hatinya sangat
berterima kasih sekali atas ucapannya, sepasang matanya
bersinar dengan sangat tajam memandang muka Liem,
tanyanya kemudian:
"Hei bocah cilik, perkataanmu ini apa sungguh-sungguh
keluar dari dasar hatimu ? Hek Loo toa pada masa yang lalu
merupakan seorang iblis yang paling ditakuti didaerah Siok lo,
tapi benar-benar aku merupakan seorang yang patut dipuji
patut dikasihani?"

Seseorang yang berhasil melepaskan dirinya dari kejahatan
dan kemhali kejalan yang benar bahkan telah melalui
penderitaan serta siksaan yang maha berat maka orang itu
secara tidak sadar akan, merasakan suatu pergolakan yang
hebat, begitu mendengar perkataan yang menghibur dirinya,
demikian juga halnya dengan Hek Iootoa ini sesudah dia
menderita siksaan selama tiga tahun lamanya achirnya dari
jalan yang sesat dia telah berhasil kemball kejalan yang benar,
dan kini setelah mendengar perkataan dari Liem Tou ini sudah
tentu hatinya segera bergolak dengan kerasnya.
Liem Tou yang melihat sikap dri kakek aneh itu tidak terasa
lagi menganggukkan kepalanya, sahutnya:
"Tidak salah, bukan saja boanpwee seorang diri yang
merasa kagum terhadap loocianpwee, aku kira sekalipun para
jago dalam dunia persiiatan pun seharusya menaruh rasa
kagum terhadap diri loocianpwee."
Semakin mendengar perkataan dari Liem Tou ini air muka
dari kakek aneh itu berubah semakin cepat, sebentar terlihat
perasaan girangnya sebentar lagi timbul perasaan ragu ragu
tetapi sepasang matanya dengan sangat tajam tetap
memperhatikan wajah Liem Tou.
Tiba tiba . , tangannya yang kurus kering itu diulur kedepan
mencekal kencang-kencang pundak dari Liem Tou, dari
kelopak matanya yang teJah menekuk kedalam itu secara
mendadak menetes keluar titik-titik air mata dengan derasnya,
sambil tertawa girang ujarnya.
“Hei bocah cilik, Hei bocah cilik apa sungguh sungguh
perkataanmu ini ? Maukah kau ulang sekali lagi perkataanmu
itu ?? Ha ... ha . .Hek Loo toa tidak sia-sia menerima siksaan
selama tiga tahun ini,"
"Perbuatan dari cianpwee sedikitpun tidak salah,
bagaimana bisa bilang siksaan ini tidak sia-sia?”.

Kakek anek itu dengan cepat melepaskan cekalannya dan
bangkit berdiri, mulutnya tetap tertawa ternahak bahak denga
kerasnya tetapi suara tertawa ini jika didengar didalam telinga
Liem Tou penuh mengandung perasaan sedih serta dukanya
yang amat sangat.
Suara tertawa dari kakek aneh itu bukannya tambah
berhenti sebaliknya semakin lama suaranya semakin keras
pada saat itulah suara sambatan pecut diluar panjara berbunyi
kembali, Liem Tou menjadi sangat terkejut, teriaknya.
"Loocianpwee hati hati!, dia sudah hampir datang.”
"Ha ha ha ha . . - Loo jie mau datang ??? biar dia datang
aku tidak takut padanya lagi, aku tidak akan takut padanya
lagi.”
Sehabis herkata terlihatlah tubuhnya mendadak merendak
kebawah, sepasang tangannya dipentangkan keluar sedang air
mukanya berubah kembali menjadi amat seram, serius keren
serta menakutkan, sikapnya mirip sekali dengan seorang dari
angkatan yang lebih tua.
Liem Tou yang melihat perubahan wajahnya menjadi
tertegun untuk beberapa saat lamanya sedang dalam hati
diapun semakin menghormat dan kagum lagi terhadap kakek
ini.
Kakek aneh itu sesudah merentangkan tangannya terhadap
Liem Tou tiba tiba ujarnya.
"Kau perhatikanlah dengan teliti, inilah tiga jurus terakhir
yang merupakan jurus paling lahay dari ilmu Sam In Chiat
Cuang Cing atau ilmu telapak dingin penjebol hati yang telah
mengangkat namaku atau ilmu didalam Bu lim pada waktu
yang lalu, pada masa yang lampau suhuku hanya menurunkan
ilmu ini pada aku seorang saja Loo jie sama sekali tidak
mendapatkan, didalam kitab silat Toa Lo Cin keng sekalipun
terdapat juga ilmu ini tetapi tidak lebih juga garis besarnya

saja sadang perubahan yang penting justru tidak terdapat.
Sabenarnya aku tidak ingin menurunkan ilmu ini kepadamu
tetapi saat ini entah apa sebabnya aku sendiri juga tak tahu
mendadak telah berubah pendapat, sekarau kau lihatlah
dengan teliti."
Tiba tiba telapak tangan kirinya didorong setengah
lingkaran kedepan kemudian sambil menebas ditarik
kebelakang kembali sedang tangannya, mendadak bagaikan
kilat cepatnya mambabat dari atas turun kebawah dengan
kerasnya, teriaknya dengan keras.
"Jurus pertama In Hun Put San atau sukma halus tidak
buyar”
Diikuti tubuhnya berputar setengab lingkaran ditengah
udara, kedua buah pundaknya diangkat secara mendadak men
jatuhkan diri kebawah dan bersalto. Liem Tou yang melihat
disamping merasa sangat heran, diam diam pikirnya.
"Ilmu telapak macam apa ini?"
Pada saat ini pundak dari kakek aneh itu belum sempat
mencapai pada permukaan tanah tiba tiba pinggangnya
memutar ternyata bagaikan seekor ular menggeliat keatas dan
mumbul keatas dengan cepatnya, bersamaan pula sekarang
telapaknya didorong kedepan, teriaknya.
"Jurus kedua Ooh Koei Ciat Hun atau setan lapar menubruk
sukma."
Sesudah itu dia berdiri tegak tak bergerak sedang napasnya
terengah engah, ujarnya lagi kepada Liem Tou.
"Jurus ketiga Chie Mey Hang atau siluman iblis bergoyang
baru dilakukan bilamana memiliki IImu meringankan tubuh
yang agak lumavan, kini otot-otot kakiku sudah diputar oleh
Loo Jie sekalipun dalam hati punya kemauan apa daya
kekuatan tidak memadainva, apa boleh buat.?”

"Hanya cukup sampai disini saja budi yang loocianpwee
sedikit kalau memangnya demikian biarlah boanpwee pada
kemudian hari belajar sendiri dari atas kitab silat Toa Loo Cin
Keng itu saja ."
“Hmm … “ sahut kakek aneh itu sambil mengangguk,
memang terpaksa harus berbuat begini.
Sehabis berbicara menundukkan kepalanya termenung
berpikir sebentar mendadak kepalanya diangkat memandang
wajah Liem Tou ujarnya dengan terengah engah.
“Sedang mengenai . .. mengenai tempat penyimpanan
kitab silat To Kong pit Liok .. “
Liem Tou begitu mendengar kalau kakek aneh itu ternyata
mau memberi tahu padanya tempat penyimpanan kitab
rahasia To Kong pit L,ok itu mcnjadi sengat girang sekalt dia
samna sekali tak pernah menyangka kalau dirinya bisa
kejatuhan untung yang demikian besar, tak tahan lagi
wajahnya memperlihatkan sikap yang sangat dan berubah
dengan hebatnya, sikap yang ketololan muncul kembali pada
wajahnya disaat amat tegang ini.
Baru saja kakek aneh itu mau mengucapkan sesuatu ketika
melihat sikap dari Liem Tou yang ketolol tololan itu mendadak
matanya dipejamkan kembali, sambil menggelengkan
kepalanya sahutnya,
“Aku tidak akan bicara, siapa tahu kalau kau bocah cilik
mau juga dengan sipengemis busuk itu sesgaja datang
dengan bertujuan benda itu.”
Liem Tou juga tidak dapat berbuat apa spa, sebenarnya dia
memang tidak punya minat un tuk mendapatkan kitab rahasia
ilmu silat ini, hanya saja karena secara kebetulan menemuinya
saja membuat hatinya merasa tertarik, kini dia tidak mau
bicara tentu dia juga tidak mau terlalu mendesak.

Pada saat ini suara gendereng berbunyi untuk ketiga
kalinya kemudian dari luar pen jara disusul dengan suara
bentakan keras, segera terlihat petugas penjara sebagai
petunjuk jalan membentang pintu penjara dan berjalan
masuk.
Begitu kakek aneh itu melihat masuknya penjaga penjara
itu segera terlihatlah alisnya dikerutkan dalam dalam,
mendadak tangannya dengan keras mencengkeram tubuh
Liem Tou dan dilemparkan kearah pojokan yang gelap,
ujarnya.
“Bocah cilik, disini tidak ada urusanmu lagi cepat pejamkan
matamu pura pura tidur.”
Liem Tou yang didorong dengan tenaga besar oleh kakek
aneh itu segera terhuyung beberapa tindak kedepan baru
berhasil menegakkan tubuhnya kembali tetapi saat itu kakek
aneh tersebut memalingkan kepalanya memandang kearah
pintu luar penjara yang berjeruji besi itu sejak tadi telah
terlihat beberapa orang petugas penjara memasuki penjara
dan berdiri didepan dengan tegapnya.
Terpaksa Liem Tou mengikuti ucapannya duduk bersandar
dipojok dinding penjara tetapi hatinya tetap berdebar dengan
kerasnya, dia tahu kini tempat persembunyiannya dari Hek
Loo Toa telah diketahui orang lain kemungkinan sekali setiap
saat dia akan diculik untuk dibawa ketempat lain, kali ini Hek
Too Jie sendiri yang menjenguk kedalam penjara sudah tentu
dia tidak akan melepaskan dia dengan demikian mudahnya,
bahkan diluar penjara secara diam diam sudah ada beberapa
orang yang siap turun tangan, dengan demikian agaknya Hek
Loo-toa sukar untuk meloloskan diri dari bencana itu.
Berpikir sampai disai tidak tertahan lagi teriaknya.
"Cianpwe kau baik2 jaga diri" Didalam nada ucapan itu
agaknya masih mengandung maksud yang rnerdalam, kakek
aneh itu mendengar per kataannya segera menoleh tanyanya.

“Bocah cilik, kau bicara apa?.”
Tidak disangka baru saja perkataannya selesai diucapkan
dua orang petugas penjara telah menggotong sebuah anggun
api yang sangat panas berjalan masuk kedalam penjara, api
yang bergolak didalam angun itu berkobar dengan sangat
besarnya ditangan petugas penjara lainnya terlihatlah sebuah
japitan besi yang besar diangkat masuk pula, begitu melihat
melihat besar tersebut tat tertahan lagi Liem Tou serta kakek
aneh itu merasa bergidik sedang hatinya te rasa berdesir.
000O000
3
Pada saat itu sipir bui yang diberi obat tidur oleh pengemis
cilik mendadak dicekal oleh penjaga penjara itu kemudian
pipinya diga¬plok dengan kerasnya terdengar suara yang
amat nyaring berkumanding datang tetapi dia masih tetap
belum sadarkan diri dari tidurnya yang sangat nyenyak .
Terdengar dari luar penjara seseorang telah berteriak
dengan keras.
“Thay ya tiba.”
Liem Tou segera menoleh memandang kearah sana
terllihatlah seorang lelaki berusia kurang lebih tiga puluh
tahunan dengan memakai kopiah pembesar serta jubah
pembesar dengan senyuman berjalan masuk kedalam penjara,
tubuhnya tak begitu besar sedang wajahya licin, diam diam
dalam hati Liem Tou berpikir.
“Jika dilihat dari sikapnya yang halus bagaikan seorang
siucai ini sedikitpun tidak mirip dengan penjahat yang suka
main bunuh tanpa pilih bulu”
Sebaliknya kakek aneh itu begitu melihat dia beralan masuk
sepasang matanya dengan sangat tajam memandang dirinya
tanpa berkedip, bahkan sepasang tangannya disiapkan

sehingga terlihatlab sepuluh jarinya yang runcing bagaikan
cakar garuda.
Dengan langkah yang sangat perlahan sekali pembesar
kota itu setindak demi setindak berjalan mendekati arahnya
tetapi sepasang matanya tak memandang sekejappun
kearahnya, sebaliknya sepasang mata kakek itu tetap
memandang tak berkedip.
Pembesar kota itu berjalan maju dua langkah lagi,
mendadak sambil balikkan tubuhnya dia membentak dengan
keras.
“Kau mau brabuat apa?”
Jubahnya dikebitkan kemudian dibabat kebawah dalam
sekejap saja dia berhasil mencekal urat nadi dari tangan kiri
kakek aneh itu, serangan yang dilakukan didalam keadaaan
yang tidak terduga ini membuat Liem Tou yang hendak
disampingpun saking terkejutnya tak terasa Iagi keringat
dingin mengucur keluar dengan derasnya.
Kakek aneh itu mana mau menyerah dengans begitu saja
terdengar sambil membentak yang sangat mengerikan dengan
seluruh kekuatannya dia berusaha membebaskan urat nadinya
yang dicekal oleh pihak musuh ini, diam-diam Liem Tou
merasa amat cemas melihat keadaannya ini.
Tiba tiba tangan kanannya membalik dengan cepat salah
satu jurus serangan dahsyat dari ilmu telapak dingin penjebol
hati yakni jurus lh Hun Put San atau sukma halus tak buyar
dilancarkan kedepan, serangan ini dilakukan demikian
cepatnya sehingga sukar untuk dilihat dengan pandangan
mata biasa. terdengar pembesar kota itu menjerit kesakitan
tanpa bisa menghindarkan diri lagi dadanya kena hajar
serangannya yang dahsyat ini, sedang kakek aneh itu pun
dengan mengambil kesempatan ini melarikan diri kesamping.
Tetapi langkah kakinya kelihatan sedikit terhuyung huyung
sehingga sukar untuk berdiri tegak. Liem Tou yang

memandang wajahnya terlihatlah menjadi pucat kehijauhijauan
sungguh menakutkan sekali, dia tahu seluruh jalan
darah penting didalam tubuhnya telah tertotok ditambah lagi
serangan dilancarkan dengan sepenuh tenaga membuat dia
menjadi kehilangan keseimbangan.
Ketika memandang lagi kearah pembesar kota itu
terlihatlah sepasang tangannya mencekal kencang-kencang
dadanya, tetapi dari atas wajahnya yang putih halus itu
memancarkan sepasang sinar mata yang amat buas, melihat
hal itu diam diam pikir Liem Tou didalam hati.
"Hm . . bukannya saat ini Koay Loo tauw tak punya tenaga,
mana mungkin kau bisa hidup lebih lama lagi."
Pcmbesar kota atau si Hek Loo jie itu sesudah berdiri
beberapa saat lamanya saling berhadapan dengan kakek aneh
itu selangkah demi selangkah dia maju kembali dengan dingin
bentaknya.
“Loo toa, aku memandang diatas hubungan persaudaraan
diantara kita memberikan kesempatan sekali lagi bagimu
untuk berpikir kau mau menyerahkan itu kitab atau tidak ?
Sebentar lagi aku akan mengambil keputusan.”
"Kau binatang yang tak tahu malu, enyahlah dari sini."
Hek Loo jie hanya tertawa dingin saja sama sekali tak ambil
perduii atas makiannya, sambungnya lagi.
"Siok To Siang Mo sudah terkenal sabagai penjahat gemar
bunuh orang, sekalipun kau tidak mau menyerahkan kitab silat
orang-orang dari dunia kangouw juga tidak akan mengampuni
dosa- dosamu ?”
Sambil berkata setindak demi setindak Hek Loo jie mulai
mendekati tubuh kakek aneh itu lagi.
Liem Tou yang menyembunyikan dipojokan penjara,
dengan sangat jelas sekali melihat seluruh peristiwa yang
terjadi sejak dia melancarkan cengkeraman mencekai urat

nadi Loo-toa sampai saat ini dalam hatinya segera dia sadar
kalau dia merupakan seorang manusia yang berhati kejam,
licik serta banyak akal, saat ini sekali lagi dia melangkahkan
kakinya mendekati tubuh Loo toa, kebanyakan dalam hatinya
sudah mengandung maksud jahat.
Siapa tahu ketika Hek Loo jie itu melihat sipir bui masih
tidur terlentang dengan nyenyaknya itu, mendadak dia
barjalan kearahnya, sesudah memandang beberapa saat
kearahnya barulah dia mengulurkan tangan memeriksa
dadanya, bentaknya.
"Seret dia keluar dari sini."
Sejak Hek Loo jie masuk kedalam ruangan penjara tak
seorangpun diantara penjaga bui itu yang angkat bicara,
agaknya mereka amat jeri terhadapnya,
Saat ini seorang diantara para penjaga itu menyahut dan
mulai berjalan keluar sambil menyeret sipir bui yang kekar
besar itu.
Siapa duga begitu dia menyeret turun dari sipir bui itu Liem
Tou yang berada disamping hamper-hampir saja menjerit
keras saking kagetnya. Kiranya tubuh dari sipir itu begitu
digerakkan dari mulutnya mendadak menyemburkan darah
segar membuat penjara yang menyeret tubuhnya itu saking
terkejutnya hampir saja melemparkan tubuhnya.
Tetapi begitu dilihatnya Hek Lok Jie dengan mata yang
melotot sedang memandang kearahnya sekalipun mau
dilepaskan juga tidak berbuat demikian.
Dengan perlahan Hek Loo jie memutar tubuhnya kembali
kearah Loo-toa, bentaknya sambil tertawa dingin.
“Loo toa, bagaimana?, aku lihat lebih baik kau serahkan
padaku saja.”
Kakek aneh itu tetap tidak mau menggubris dirinya dengan
tenangnya dia berdiri mematung ditempat.

Tiba-tiba sinar mata yang amat tajam dari Hek Loo-jie
dengan perlahan lahan mulai bergeseser kearah tubuh Liem
Tou yang bersembunyi dipojokan ruangan. Liem Tou yang
dipandang seperti itu tidak terasa lagi jadi meringkik saking
takutnya seluruh tubuhnya gemetar dengan sangat keras,
sedang dalam hatinya diam diam berteriak.
"Dia turun tangan padamu seperti juga pada saat turun
tangan pada sipir bui itu, aku harus menggunakan cara apa
untuk meladeni dirinya.”
Tidak salah dengan langkah yang perlahan tapi mantap,
setindak demi setindak Hek Loo¬jie mulai mendekati
tubuhnya, hati Liem Tou semakin bardesir bibirnya digigit
kencang kencang sedang dalam hatinya secara mendadak
teringat akan Lie Siauw Ie, doanya.
"Ie cici, kau dimana, aku adik Tou sekarang sedang
menemui bahaya! mungkin selama hidup kita tidak akan dapat
berjumpa kembali”
Bersamaan waktunya pula sepasang kakinya yang lurus
kedepan ditarik kembali, sikapnya menjadi duduk bersila
sedang hawa murninya pun secara diam diam dipusatkan
pada pusarnuya siap menghadapi musuh, sehingga setiap saat
dapat melancarkan serangan untuk melindungi dirinya sendiri.
Saat itu Hek Loo jie semakin berjalan satu tindak
mendekat, hatinya semakin tegang satu kali lipat, tidak lama
kemudian jarak dariHek Loo jie dengan tubuhnya tidak lebih
tinggal tiga lima langkah lagi, seluruh bulu kuduknya menjadi
berdiri peluh dingin mengucur dengan derasnya sedang
sepasang matanya dengan melotot memandang tak berkedip
atas wajahnya, mana berani berlaku ayal didalam saat seperti
itu, teriaknya didalam hati.
"Jangan dekati aku .jangan dekati aku lagi.."
Waktu itu sekalipun jumlah orang yang berada didalam
penjara itu tidak sedikit tetapi suasananya sunyi senyap tak

terdengar suara sedikitpun juga, siapapun tidak berani
mengeluarkan suara sehingga keadaan pada saat itu ngeri
menyeramkan.
Pada saat yang kritis itulah tiba tiba terdengar teriakan dari
kakek aneh itu dengan keras.
“Hei kau binatang, kau kira dengan bunuh babi jagal
kambing bisa membuat aku ketakutan?, jangan mimpi!”
Suara makiannya makin lama makin keras, bentaknya lagi
dengan semakin keras.
"Aka beri tahu hei binatang, sekalipun kitab silat To Kong
Pit Liok" aku beri padamu kau kira bisa dengan aman lolos
dari daerah Cong Ling ini?"
Mendengar perkataan itu, Hek Loo jie segera menghentikan
langkahnya dan membalik tubuhnya kembali, waktu itulah
Liem Tou baru bisa menghembuskan napas lega.
"He .. hei ..! bentak Hek Loo jie, apa maksud ucapan itu?
Apa mungkin sudah berubah maksud untuk menyerahkan
kitab silat itu padaku?"
Kakek aneh itu tertawa serak, dengan perlahan lahan
jarinya yang kurus kering ditudingkan keluar penjara sambil
ujarnya.
"Sekalipun akal dan sifat diri Hek Loo jie sangat keji dan
kejam, dengan tersenyum bisa membunuh orang tetapi
selamanya terhadap kecerdikan serta akal dari Loo toa sangat
jeri sekali oleh karena itulah begitu Loo toa bicara demikian
diapun terpaksa secara diam diam mengambil kewaspadaan
lagi."
Saat ini air muka Hek Loo jie berubah pucat kehijau
hijauan, hatinya setengah percaya setengah tidak terhadap
perkataan dari Lao toanya itu, sebentar sebentar dia
memandang keluar penjara sebentar lagi beralih memandang
terpesona keatas wajah Loo toa.

Air muka kakek aneh itu mendadak berubah menjadi amat
keren, bentaknya.
“Kau mau coba coba ?"
Sesaat sesudah Hek Loo jie mendengar perkataan dari Loo
toanya itu sebenarnya didalam hatinya sudah timbul perasaan
curiga kini melihat sengaja dia memperbesar omongannya tak
terasa lagi tertawa dingin tak henti hentinya, sahutnya.
"He .. he .. he . agaknya kau tidak mau padam hatimu
sebelum melihat sungai Hoang Hoo, tidak akan melelehkan air
mata, sebelum melihat peti mati, sudah sampai keadaan
seperti ini masih ingin menggunakan perkataan apa lagi?"
"Hmm..hmm baiklah," sahut kakek aneh itu sambil
mengangauk." Bagus sekali, kau tunggu saja.”
Sekonyong konyong . . terdengarlah kakek aneh itu dengan
suara yang keras berteriak ke arah luar penjara, serunya.
“Kitab silat To Kong Pit Liok merupakan salah satu kitab
rahasia pada saat ini seharusnya dimiliki oleh orang yang
budiman dan berhati luhur, Loo jie kau binatang bilamana kau
terus menerus mendesak jangan salahkan aku kalau segera
akan merobek robek kitab ini, siapa saja jangan harap bisa
memilikinya kembali.”
Liem Tou sesudah mendengar perkataan itu tidak terasa
lagi menjadi sangat heran dengan sangat jelas diketahui
olehnya kalau kitab silat "To Kong pit Lok " tidak berada
didalam tubuhnya bagaimana dia kini bisa bicara demikian ??"
Tidak disangka baru saja pikiran ini berkelebat didalam
benak Liem Tou dari luar penjara terlihatlah melayang datang
bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa, tahu tahu
didepan pintu penjara telah berdiri dua orang menghadang
jalan perginya, bersama sama mereka membentak dengan
keras.
"Hek Loo toa, tahan.",

Liem Tou yang bersembunyi ditempat gelap dipojokan
ruangan penjara dengan sangat jelas sekali segera dapat
mengenal salah seorang diantaranya merupakan pembesar
buta yang memakai baju kebesaran serta kopiah kebesaran itu
sedang orang yang satunya lagi mempunyai bentuk tubuh
kurus kering tetapi sangat tinggi, air mukanya pucat pasi
kehijau hijauan wajahnya kurus lancip sedang pada tangan
kirinya membawa tasbeh melihat hal itu tak terasa hatinya
menjadi tergerak diam diam pikirnya,
"Apa mungkin orang ini adalah hweesio yang disebut
sebagai mayat hidup oleh Thiat Sie sianseng?"
Begitu kedua orang itu munculkan dirinya didepan pintu
penjara sesudah merandek segera berjalan masuk kelalam
ruangan penajara.
Liem Tou yang memperhatikan hweesio itu secara diam
diam segera dapat melihat sewaktu dia berjalan tubuhnya
memang sangat kaku bagaikan mayat hidup, setiap
langkahnya tentu kedua kakinya bersama sama meninggalkan
permukaan tanah, boleh dikata dia sedang meloncat, melihat
hal ini Liem Tou segera sadar kalau dugaannya ternyata tidak
meleset, orang ini tentu adalah hweesio mayat hidup.
Perasaan terkejut yang mencekam hati Hek Loa jie jauh
lebih hebat lagi, mimpipun dia tidak pernah mengira kalau
ditengah hari siang bolong seperti ini masih terdapat juga
orang-orang yang menyatroni dirinya.
Jangan dikata hweesio mayat hidup serta pembesar buta
itu turun tangan bersama-sama sekalipun salah seorang turun
tangan sendiripun dia tidak akan sanggup melayaninya,
didalam keadaan terkejut bercampur cemas tangan diulapkan
memberi tanda para penjaga penjara, sambil teriaknya.
"Kalian gentong nasi, cepat tangkap mereka!"

Para penjaga penjara itu mana tahu kelihayan dari kedua
orang, ditengah suara bentakan yang keras bersama sama
mereka menerjang maju.
Si hweesio mayat hidup dengan pembesar buta itu sama
sekali tidak bergerak, kakinya tidak bergeser, sampai
kepalanyapun tidak diputar sedikitpun. Terdengar sihwcesio
mayat hidup itu dengan perlahan berdoa.
"Omintohud."
Tasbeh yang berada ditangannya diayunkan, Liem Tou
hanya melihat suatu bayangan hitam berkelebat dengan
sangat cepat, penjaga yang berada dipaling depan segera
menjerit ngeri, kepalanya hancur luluh, sedangkan tubuhnya
rubuh keatas tanah binasa seketika itu juga.
Begitu dia memperlihatkan kepandaiannya bagaikan anjing
yang kena kemplangan, penjaga penjaga lainnya saking
ketakutan air mukanva berubah menjadi pucat pasi, kaki
tangannya berubah menjadi lemas mana berani maju
setengah tindak lagi.
Dalam hati Hek Loo jie tahu kalau keadaan tidak
mengijinkan, baru saja hendak meminjam kesempatan ini
untuk melarikan diri siapa tahu begitu matanya melirik keluar
penjara hatirya menjadi sangat terkejut sekali.
Kiranya entah mulai kapan, si Siucay buntung, pengemis
pemabok dan Thiat Sie Sian¬sang sekalian dengan tidak
manimbulkan suara sedikitpun telah berdiri diluar penjara,
hanya dalam sekejap saja tempat itu telah dihadiri oleh
Tionggoan Ngo Koay coba kau pikir dia merasa terkejut tidak
akan kejadian ini ?
Si pembesar buta yang memiliki telinga yang sangat tajam
saat ini agaknya juga merasakan sesuatu, dengan cepat dia
putar tubuhna sambil bertanya.
'Siapa ?”

Mendengar suara bentakan itu si hweesio mayat hidup
dengan cepat putar tubuhnya berpaling saat itulah terdengar
suara tertawa tergelak yang sangat nyaring dari sisiucay
buntung, pengemis pemabok dan Thiat Sie Sianseng, sambil
mengayunkan Tha Kauw Pang-nya maki pengemis pemabok
itu.
“Hei mayat hidup, pembesar picek, kemarin malam kita
belum puas bertanding mari hari ini kita lanjutkan
pertandingan ini”
Si hweesio mayat hidup yang diejek dengan perkataan ini
tetap tidak ambil perduli, air mukanya yang pucat pasi
sedikitpun tidak menampilkan perubahan sabaIiknya saking
kekhira si pembesar buta itu membentak keras tongkat,
tongkat besi ditangannya dengan cepat diayunkan ke depan
secara mendadak sekali mengancam tenggorokan sipengemis
pemabok itu serangannya amat ganas, bertenaga dan
dilakukan bagaikan kilat cepatnya.
Tetapi sekalipun dia cepat, orang Iain lebih cepat dari
dirinya baru saja tongkat penggebuk anjing dari pengemis
pemabok hendak memunahkan serangannya itu, sie poa
ditangan Thiat Sie Sianseng dengan cepat telah dibalik
menahan serargannya, ujarnya dengan kalem.
"Kau pembesar picek, tunggu sebentar, dengar dulu
omonganku.”
Kepada si Siucay buntung dan Thiat Sie Sianseng Liem Tou
memangnya pernah bertemu sekali dan terhadap mereka
berdua pun didalam hatinya telah timbul rasa simpatiknya, kini
melihat mereka berdua munculkan dirinya ditempat ini bahkan
saat ini mendengar Thiat Sie Sianseng hendak berbicara tanpa
terasa lagi semangatnya menjadi terbangun kembali sedang
seluruh perhatannyapun dipusatkan padanya, perhatiannya
terhadap kakek aneh serta Hek Loo jie pun tidak terasa
menjadi semakin kendor.

Kedengaran Thiat Sie Sianseng dengan perlahan telah
berkata kembali.
“Selama berpuluh tahun lamanya Tionggoan Ngo Koay
mengasingkan dirinya masing-masing, ini hari bisa berkumpul
kambali ditempat ini tidak lebih karena sejilid kitab silat To
Kong pit Liok, kini kali bukannya memusatkan seluruh
perhatian untuk mendapatkan kitab silat bahkan sebaiiknya
berebut kembali soal dendam sakit hati pada masa yang lalu,
bukannya ini sangat aneh sekali, kemarin malam kalianpun
sudah melihat sendiri orang orang yang menghendaki kitab
silat ini bukan kami Tionggoan Ngo Koay saja, bahkan para
jago dari partai-partai lain pun sudah pada berdatangan
disamping itu menurut apa yang aku ketahui Partai Kiem Tian
pay dari Telaga Auh Hay serta partai Tun Sin pay yang tidak
pernah mencampuri urusan dunia luarpun telah mengirim
orang datang”
Sipembesar buta yang melihat dia berbicara tidak hentihentinya
sejak tadi sudah merasa tidak sabaran, kini
potongnya dengan nada yang sangat keras.
“Persetan mereka mau mengirim berapa banyak orang,
kitab silat To Kong pit Liok ini bila kalau bukannya milikku
maka kau peda¬gang licik jangan harap bisa
mendapatkannya, dengan mengandalkan Siepoa bututmu
tidak usah banyak omong.
“Ha ha ha - - . “ ujar Thiat Sie Sianseng sambil tertawa
terbahak-bahak, “Kau sudah buta sepasang matamu sekalipun
mendapat kitab silat To Kong pit Liok, apa gunanya? Tidak
perlu terlalu berangasan dengar dulu omonganku. Sekalipun
jago dari Bu lim maupun dari lain perkumpulan disini juga
tidak akan membuat kita jeri hanya saja tali hubungan yang
paling penting sekarang ini terletak diatas tubuh Hek Loo Jie,
sejak dahulu dia sudah punya maksud membunuh dan
mencelakai Hek Loo toa, bilamana dia sampai binasa lalu siapa
lagi yang tahu kitab silat To Kong pit Liok, disimpan dimana?”

Begitu dia mengucaplan kata kata ini diam-diam Liem Tou
merasa sangat kagum atas kecerdikannya, dengan cepat sinar
matanya digeser keatas wajah Hek Loo Jie, dalam hati dia
mengira tentunya air mukanya telah berubah pucat kehijauan,
siapa tahu air muka dari Hek Loo Jie saat ini masih seperti
semula memasuki penjara, senyumannya menghiasi seluruh
wajahnya sedang sikapnyapun tenang-tenag saja tidak terasa
lagi hatinya menjadi sangat heran.
Pada saat itulah terdengar Thian Sie Sianseng membentak
dengan keras.
“Hati hati tangkap dia!”
Perkataan dari Thiat Sie Sianseng belum diucapkan selesai
sejak semula Hek LooJie membentak keras, tubuhnya berputar
ditengah udara kemudian dengan meminjam kesempatan
tersebut dia melancarkan suatu serangan yang dahsyat kearah
dada dari Hek Loo toa membuat dia saking tak tertahan
tubuhnya terjengkang kebelakang, darah segar memancar
keluar dengan derasnya dari mulut, sedang tubuhnya
bergelinding hingga kesamping tubuh Liem Tou.
Setelah itu dengan tidak membuang kesempatan lagi
tubuhnya bagaikan kilat cepatnya mererobos keatas membuat
genting pada rontok kebawah sedang tubuh dari Hek Loo jie
itu dengan cepat keluar dari atas genting dan melarikan diri.
Keadaan yang berubah dengan demikian cepatnya inilah
mem buat Tionggoan Ngo Koay dibuat bingung secara
mendadak, dengan tidak memperdulikan lagi pada diri Hek
Loo toa dengan cepat mereka mangejar kearah Hek Loo Jie
yang melarikan diri itu, inipun termasuk perhitungan bintang
atau takdir mengharuskan Liem Tou yang mendapatkan kitab
silat ini secara tidak disengaja.
Kita balik lagi pada tubuh Hek loo toa yang terkena pukulan
dahsyat dari Hek Loo Jie hingga terpental jatuh kesamping
tubuh Liam Tou. Dengan tergesa gesa Liem Tou mentangkan

tubuhnya, sehingga untuk sementara masih bisa
mempertahankan tubuhnya untuk sekejap hanya saja saat ini
darah segar mengucur keluar dengan derasnya, dia telah
terluka dalam parah sekali, sekalipun dewa turun dari
kahyangan pun tidak mungkin bisa menolong jiwanya lagi.
Dengan sangat berhati-hati Liem Tou meletakan tubuh Loo
toa keatas tanah, memandang keadaan yang sangat
mengenaskan itu dia dibuat men jadi bingung, tanyanya
dengan gugup.
“Loocianpwee, aku Liem Tou, lukamu sangat parah masih
bisa disembuhkan tidak?”
Saat itu mendadak terlihat dua orang penjaga penjara
berjalan mendekat kearah mereka Liem Tou yang melihat hal
itu saking gusarnya seluruh wajahnya berubah menjadi merah
padam bentaknya dengan keras.
“Kalian cepat menggelinding dari sini kalau tidak hemm , ..
hem . . . jangan menyalahkan aku turun tangan kejam.”
Begitu selesai berbicara tangannya diajukan melancarkan
serangan, angin pukulan yang dikerahkan keluar sekalipun
tidak begitu dahsyat tapi kedua orang penjaga penjara itu
tidak sanggup untuk menerimanya dengan cepat dan tergesa
gesa mereka mengundurkan dirinya kebelakang.
Dengan cemas ujar Liem Tou lagi sambil menggoyanggoyangkan
tubuh dari Hek Lao toa,
"Loocianpwee, kau bicaralah dengan cara apa aku harus
menolong untuk menyembuhkan luka mu ini ?”
Dia tidak tahu saat ini Hek Loa toa sudah amat susah untuk
barbicara terlihatlah dengan paksakan dirinya dia
menggelengkan kepalanya tak terasa lagi Liem Tou menjadi
amat sedih ujarnya.
"Kalau begitu Loocianpwee memang sungguh tak ada
harapan lagi?” Loo cianpwee, aku adalah Liem Tou bilamana

Loo cianpwee punya urusan yang penting sampaikanlah
kepadaku , aku pasti akan melaksanakan harapan Loo
cianpwee hingga berhasil."
Tidak disangka begitu Liem Ton mengucapkan kata-kata itu
sepasang mata dari Hek loo toa yang tadinya dipejamkan
rapat rapat itu secara mendadak dipentangkan lebar lebar
sesudah me¬mandang beberapa saat lamanya kearah Liem
Tou barulah dengan perlahan dia mengangguk sedang dari
kelopak matanya tak tertahan lagi melelehkan titik air mata.
Liem Tou yang melihat dia me!elehkan air mata semakin
dibuat bingung baru saja hendak buka mulut untuk bicara
mendadak terlihatlah tangan kanan dari Hek Lao toa dengan
perlahan menggeser pada pinggangnya.
Hati Liem Tou segera bergerak teringat lagi ketika kemarin
hari sesudah dia dihajar dengan pecut dan makan tali
pinggangaya maka lukanya segera sembuh hatinya menjadi
girang de¬ngan cepat tanyanya.
“Loo cianpwee apa mau cari tali pinggang itu?"
Hek Loo toa mengangguk kembali dengan cepat Liem Tou
melepaskan tali pinggang itu dan menghantarkan kepinggir
mulutnya, dengan tak menunggu nunggu lagi kira-kira dua
coen dari tali pinggang itu telah ditelan kedalam perutnya.
Tak lama lagi Hek Loo ton sudah tidak muntah darah,
sedang suara rintihannyapun mulai terdengar, Liem Tou
menjadi sangat girang sambil berlutut disampingnya serunya.
"Loocianpwee, kau merasa baikan bukan?"
Hek Loo toa hanya menggelengkan kepalanya sambil
memejamkan matanya dengan perlahan gumamnya.
“Mo Ku Tiauw Cong Ci Cie Tong."
Liem Tou yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa
sangat bingung pikirnya dalam hati.

"Ehm- - kematiannya sudah diambang pintu ternyata dia
masih punya niat untuk membaca syair ini Aaaai sungguh
kasiban sekali."
Siapa tahu begitu Hek Loo toa selesai mambaca kalimat
pertama tetap tak mendengar sahutan dari Liem Tou
mendadak sepasang matanya melotot keluar memandang
kearah Liem Tou, sedang air mukanyapun telah terjadi
perubahan besar.
Liem Tou menjadi tertegun secara tiba-tiba dia sadar
kembali, dengan cepat lanjutnya dengan suara perlahan.
"Pit Bun Kong Can Tui Jan Kang."
Saat itu barulah terlihat pada bibir Hek loo toa tersungging
suatu senyuman, lanjutnya lagi.
"Pak Hwie Sian Po Tong Ang Hwee."
"Wu Ting Stauw Liauw Soat Ta Cuang."
Seperti juga pada semula menanti Liem Tou selesai
membaca syair ini tanyanya dengan -cepat, “Siapa kau?"
"Boanpwee Liem Tau" sahut Liem Tou tanpa ragu-ragu.
"Cianpwee punya perintah apa lagi terhadap diriku?"
"Bukan . . bukan” ujar Hek Loo toa sambil gelengkan
kepalanya, "Bukan bukan Liem Tou ingat kau bukan Liem Tou,
kau adalah….”
Agaknya secara mendadak Liern Toupun telah merasa
kalau perkataan ini masih mengandung mak sud yang sangat
mandalam dengan cemas tanyanya.
"Locianpwee, slapa kau?”
Bukannya menjawab tiba-tiba pada mulut Hek- Loo toa
tersungging suatu senyuman yang amat dingin, ujarnya
dengan tawar.

"Sanggupi aku untuk bunuh binatang itu, maka aku akan
segera beri tahu padamu."
"Hek Loo jie jadi orang licik menganiaya saudara sendiri
siapapun yang tahu tentu akan berusaha membasmi dirinya."
"Aku minta kau bunuh dia" bentak Hek loo toa sambil
melototkan matanya.
"Asalkan boanpwee berbasil melatih ilmu silat tentu akan
membantu cianpwee membalaskan dendam ini."
Setelah rnendengar perkataan itu Hek Loo toa barulah
menjadi puas sambil mengangguk sahutnya:
"Siapa kau ? Makan tanpa ikan, pergi tanpa kereta, manamana
tiada rumah tinggal, hamba bukan manusia."
Diam diam Liem Tou mengingat ingat perkataan ini didalam
hatinya, terdengar dengan paksakan diri ujar Hek Loo toa lagi.
"Akt sudah tak bisa bertahan lebih lama lagi untuk
mendapatkan kitab rahasia To Kong Pit Liok" itu kau harus
ingat perkataan tadi, kitab itu disembunyikan di . .."
Parkataan selanjutnya belum sempat diucapkan tiba tiba
terlihatlah sipengemis cilik itu dengan cepat lari masuk
kedalam penjara, tangannya dengan cepat mencengkeram
tubuh Hek Lo toa sambil bentaknya dengan keras.
"Hek Lao toa, kau tak bisa binasa dengan demikian saja,
kitab silat "To Kong Pit Liok" kau semunyikan dimana? Cepat
bicara. Karena perbuatan jahatrnu selama puluhan tahun
lamanya ditambah lagi dengan dosamu yang sudah tumpuk
tumpuk sekalipun harus binasa juga tidak sayang, tapi
bilamana kitab silat "To Kong Pit Liok" itu sampai musnah
dikarenakan kematianmu maka dosa ini sangat besar sekali,
kau harus binasa dengan keadaan yang mengerikan.”
Liem Tou yang mendengar ucapannya yang kasar itu tak
terasa menjadi sangat gemas, dengan gusar bentaknya.

"Kini Loo cianpwee sedang mederita luka parah bagaimana
kau berani bertindak demikian kasarnya ? Cepat lepaskan."
Sejak Hek Loo toa menelan tali pinggang itu sebenarnya
dengan paksakan diri dia masih sanggup untuk
mempertahankan dirinya, saat ini begitu dicengkeram oleh
sipengemis cilik dadanya terasa sangat sesak dan kesakitan
tak kuasa lagi darah segar menyembur keluar dari mulutnya
dengan sangat deras sedang dia sendiri jatuh tak sadarkan diri
.
Baru saja Hek Loo toa mau memberitahukan tempat
penyimpanan kitab silat "To Kong Pit Liok" kepadanya secara
mendadak telah terjadi perubahan demikian besarnya,
membuat hawa amarah didalam tubuh Liem Tou tak kuasa
lagi memuncak, tangannya menyambar , Plaaak.. . dengan
tidak dapat dihindar lagi pipi dari pengemis cilik itu telah
terkena gaplokannya yang sangat keras ini dengan gusar
bentaknya.
"Bangsat tak tahu malu terjun sumur mengangkat batu,
menyiram minyak menyulut api cepat menggelinding dari sini."
Sipengemis cilik yang merupakan jago yang memiliki
kedudukan sangat tinggi didalam partai Kiem Tian Pay ditelaga
Auh Hay ditambah lagi disekitar daerah telaga Auh Hay kecuali
Auh Hay Ong sendiri siapapun jeri tiga bagian terhadapnya
siapa sangka ini hari merasakan gaplokan dari Liem Tou
membuat wajahnya segera berubah menjadi hijau seperti besi
saking gusarnya dengan suara yang melengking tinggi
bentaknya.
'Bangsat anjing busuk, kau berani pukul aku”
Tangannya diangkat melancarkan ilmu yang paling lihay,
Yan Wie Cui Hun Cie atau ilmu dari burung walet mengejar
nyawa menotok wajah Liem Tou, sedang pada saat yang
bersamaan pula Liem Tou yang melihat tubuh Hek Loo toa
bergoyang sedang membungkukkan tubuhnya sehingga

dengan tepat terhindar dari serangan jari dari pengemis cilik
itu, tanyanya.
"Loocianpwee, kau kenapa ? Kau belum sempat berbicara
dengan ku."
Dari tenggorokan Hek Lootoa hanya terdengar suara serak
yeng tidak enak didengar sedang sepatah katapun tidak
sanggup untuk dibicarakan lagi.
Si pengemis cilik yang berdiri disamping begitu mendergar
perkataan Liem Tou ini segera berhenti menyerang,
bentaknya.
He .. . he .bagus sekali, kiranya sejak tadi sudah beritahu
padamu "
Liem Tou tidak mau perduli terhadap dirinya tetap saja dia
melanjutkan bertanya pada Hek Loo toa, tapi keadaan dari
Hek Lootoa sudah parah benar-benar, terIihatlah tubuhnya
mendadak berkerut, sepasang kakinya diluruskan kedepan
napasnya putus dan demikianlah dia menemui kematiannya
dengan sangat mengenaskan.
Hubungan antara Liem Tou dengan Hek Lao toa selama
dua hari ini sekalipun tidak dapat dikatakan sangat rapat
tetapi bagaimnapun juga budi menurunkan kepandaian silat
serta pemberitahuan untuk menemukan kitab silat To- Kong
Pit Liok membuat hatinya tak terasa lagi timbul perasaan
simpatiknya, apalagi terhadap kematian dari Hek Lootoa yang
kembali ke jalan yang lurus membuat hatinya sangat kagum.
Sekarang sudah tentu merasa amat sedih sekali, tanpa sadar
dengan periahan dia menjatuhkan diri berlutut disamping
tubuhnya, untuk beberapa saat lamanya tidak mengucapkan
sepatah katapun juga.
Si pengemis cilik yang menunggu disampingnya mana bisa
bersabar lebih lama lagi teriak nya:

"Hei bangsat cilik, tamparanmu tadi untuk sementara aku
tidak mau menraih, aku mau tanya padamu tempat
penyimpanan kitab silat To Kong Pit Liok apa Hek Lootoa
benar benar sudah beritahukan pada dirimu?”
Saat ini Liem Tou yang berlutut disamp;ng jenazah Hek Loo
toa secara tiba- tiba menemukan tangan kanan dari mayat
Hek Loo toa masih tergetar dengan keras, dengan tidak
memperdulikan lagi perkataan dari si pengennis cilik itu
seluruh perhatiannya dipusatkan.
Kiranya entah pada saat kapan tangan kanan Hek Lootoa
telah menuliskan sebuah kata “Wu" pada tanah dengan
menggunakan darah segar yang dimuntahkan itu.
Liem Tou yang melihat tulisan itu dalam hatinya segera
berputar, pikirnya.
"Wu? Bukankah yang dimaksud gunung Wu San? Hek Loo
toa merupakan saIah satu iblis dari Siok To Siang Mo, pada
masa yang lampau seluruh kejahatan yang dilakukan juga
hanya terbatas pada daerah Siok To ini saja, sudah tentu
tulisan Wu yang dimaksudkan sesaat menjelang kematiannya
adalah gunug Wu San”
Liem Tou yang berpikir sampai disini segera menjadi paham
semuanya dengan cepat dan sa¬ngat hormat dia
menganggukkan-kepalanva didepan jenasah Hek Loo toa
sambil ujarnya.
“Terima kasih atas petunjuk Loocianpwee, boanpwce sudah
benar benar paham,."
Dengan perkataan dari Liem Tou ini semakin mcmbuat
kecurigaan didalam hati si pengemis cilik bertambah tebal,
dengan cemas tanyanya.
"He bangsat cilik, dia sungguh-sungguh sudah beri tahu
padamu tempat penyimpanan kitab silat To Kong Pit Liok itu?"

Saat ini Liem Tou sudah benar-benar benci terhadap
sipengemis cilik ini, dengan periahan-lahan dia bangkit berdiri
dan siap berjalan keluar dari penjara itu, bagaimananun juga
saat ini sudah tidak ada orang lagi yang bisa mengurusi
dirinya bilamana tidak pergi maka akan tunggu kapan lagi?"
Baru saja dia berjaIan dua langkah tiba-tiba teringat
kembali akan ikat pinggang dari Hek Lao toa itu, dalam hati
pikirnya.
"Ehm .. tali ikat pingaarg itu tentu merupakan obat yang
sangat mujarab sekali, lebih baik aku simpan untuk digunakan
dikemudian hari.
Berpikir sampai disitu segera dia putar tubuhnya memungut
kembali ikat pinggang itu yang ditalikan pada tubuh sendiri.
Si-pengemis cilik ying sudah tahu kalau Liem Tou telah
mengetahui tempat penyimpanan kitab silat "To Kong Pit
Liok", mana mau malepaskan dia dengan demikian mudahnya,
tubuhnya berkelebat dengan cepatnya menghalangi jalan
pergi Liem Tou bentaknya lagi.
"Bangsat cilik, bilamana kau tidak mau beritahu tempat
penyimpanan kitab silat “To Kong pit Liok” ini hari jangan
harap bisa lolos dari tempat ini dengan selamat.”
"Hmm.. pengemis busuk, siapa yang bilang aku tahu
tentang kitab silat itu, engkau jangan edan.”
Dalam hati Liem Tou tahu urusan ini menyangkut
perebutan benda didalam dunia kang ouw, bilamana dia
sampai mengakuinya secara terus terang maka pasti akan
menemui bencana kematian, oleh karena itu bagaimanapun
juga ia tidak berani mengakuinya secara terus terang, tetapi
pengemis cilik yang mendengar dari Liem Tou dengan mata
telinga sendiri mana mau mempercayainya dengan begitu
saja, sudah tentu tidak akan melepaskan dirinya dengan
demkian mudahnya.

Hal ini membuat hawa amarah Liem Tou sekali lagi
memuncak, sambil mendelik ujarnya.
"Kau mau paksa aku?"
Tetapi didalam hati Liem Tou tahu dengan jelas bilamana
dia benar benar bergebrak melawan pengemis cilik, sudah
tentu bukanlah tandingannya, oleh sebab itulah sekalipun
pada mulutnya dia bicara membuat amat gusar, tetapi tetap
saja tidak mau turun tangan.
Dalam hati sipengemis cilik sendiri juga ragu-ragu, jika
dilihat dari sikapnya yang ketolol-tololan serta langkah kakinya
yang berat slapapun tidak akan percaya kalau kepandaian
silatnya lumayan, tetapi dia sendiri sudah dua kali mengalami
kerugian ditangannya, oleh karena itu diapun tak berani turun
tangan dengan segera.
Demikianlah kedua orang itu saling berdiri berhadaphadapan,
sepasang mata dari masing masing pihak melotot
saling memperhatikan gerak gerik musuhnya, sipengemis cilik
yang memandang wajah Liem Tou itu semakin dipandang dia
semakin merasa wajahnya yang tampan, kulitnya yang putih
bersih serta pengetahuannya yang luas, sekalipun lagaknya
seperti orang ketolol-tololan tetapi juga tidak kehi¬langan sifat
jantan dari seorang lelaki sejati, sebaliknya Liem Tou yang
memandang wajah pengemis cilik itu semakin dilihat terasa
olehnya semakin mangkal terasa olehnya sekalipun wajahnya
kotor pakaiannya yang dipakai sangat dekil tetapi
pancainderanya sangat indah, giginya yang rata putih bersih
serta kulitnya yang halus lembut sungguh sangat indah dan
menarik sekali.
Tiba tiba bayangan dari Lie Siauw Ie berkelebat didalam
hatinya pikirnya.
"Bagaimana aku bisa membuang waktu dengan percuma
ditempat ini?. le cici setiap hari tentu sedang menanti

kedatanganku di perkampungan Ie Hee Cung, bilamana aku
harus menyia-nyiakan kesempatan menyerang gunung pada
dua tahun mendatang maka aku harus mananti tiga tahun
lagi, bukankah membuat Ie cici semakin sedih?"
Berpikir sampai disini tidak tertahan lagi hatinya berdebar
dengan sangat kerasnya, saat ini dia tidak ingin membuang
waktu lagi, didalam ruangan penjara itu sambil
mementangkan sepasang matanya yang jeli bentaknya
dengan amat gusar.
"Minggir, bilamana kau tetap menghadang jangan salahkan
aku akan berbuat kesalahan°
Sambil berkata dengan Iangkah yang lebar dia berjalan
keluar penjara, si pengemis cilik yang diterjang dengan cepat
mementangkan tangannya menghalau, melihat hal ini Liem
Tou semakin gusar, bentaknya lagi:
"Minggir."
Tangan kirinya diulur kedepan mencengkeram tangan dari
si pengemis cilik itu sedang tubuhnya maju lagi kedepan.
Pengemis cilik itu tertawa dingin, ejeknya.
"Hmmm .. dengan kepandaianmu apa kau kira dengan
mudah bisa keluar dari sini ?”
Tangannya yang hendak dicengkeram itu mendadak dibalik
mencekal urat nadi tangan kiri Liem Tou, siapa tahu jurus
yang dilancarkan oleh Liem Tou ini merupakan salah satu
jurus dari ilmu telapak Sam In Ciat Cuang Ciang yaitu jurus In
Hum Put Sam atau sukma halus tidak buyar, tangan kiriaya
hanya dikembangkan sedikit kemudian secara tiba-tiba ditarik
kembali, telapak kanannya dengan tenaga murni yang amat
dahsyat secara mendadak menyambar dari bawah keatas,
kekuatannya ternyata tidak lemah.
Sebenarnya seluruh perhatian dari pengemis cilik itu
sedang dipusatkan pada urat nadinya, siapa tahu serangan ini

datangnya amat ganas dan aneh ketika dia merasakan
datangnya serangan telapak tangan dari Liem Tou sudah
berada didepan dadanya, tidak terasa lagi dia menjerit kaget
dengan kerasnya dan dengan tergesa gesa meloncat mundur,
tetapi sekalipun serangan dari Liem Ton ini tidak sampai
menyebabkan dia teriuka parah tetapi dadanya sudah ditekan
dengan keras.
Berturut turut pengemis cilik itu mundur beberapa langkah
kebelakang seluruh tubuhnya gemetar saking gusarnya, tetapi
air mukanya telah berubah menjadi merah padam sampai
pada lehernya dengan termangu-mangu dia berdiri mamatung
beberapa saat lamanya memandang diri Liem Tou, tiba-tiba
perasaan sedihnya mencekam seluruh hatinya tidak tertahan
lagi menangis tersedu-sedu dengan sedihnya, sedang
tubuhnya bagaikan seekor burung walet dengan cepat
melayang keluar.
Liem Tou yang melihat kepergian dari pengemis cilik itu
begitu cepatnya menjadi sedikit tertegun, tetapi sebentar saja
dia merasa geli sekali dengan perlahan diamenoleh
memandang sekali lagi ke jenazah Hek Loo toa yang
terlentang ditengah darah yang berceceran membasahi lantai,
ujarnya dengan sedih.
“Loocianpwee beristirahatlah dengan tenang, Liem Tou
minta diri”
Sehabis barkata dengan langkah tenang dia berjalan keluar
dari penjara terus kejalan raya, dalam hatinya diam diam dia
merasa sangat heran ruangan pengadilan yang menjadi satu
dengan penjara itu sekalipun sangat luas tetapi tak nampak
sesosok bayangan manusiapun, agaknya pertempuran
kemarin malam membuat para penjaga dibikin kalang kabut
oleh para jago yang datang menyerang sehingga sekarang
pada melarikan dirinya.
Liem Tou juga tidak mau menggubris hal ini, dengan
langkah perlahan dia berjalan keluar jalan raya terlihat orarg

yang sedang lalu Ialang ditengah jalan hampir sebagian besar
merupa kan jago-jago Bu lim yang membawa senjata ta jam
sekali, sedang saja sudah tahu kalau mereka merupakan jago
pasaran yang tidak boleh disalahi, tidak aneh lagi kalau kaum
pengemis serta hwesio banyak yang muncul disitu.
Liem Tou yang kini sudah mengetahui tempat penyimpanan
kitab silat To Kong Pit Liok, malah membuat dia merasa tidak
tentram, hatinya berdebar terus dengan kerasnya.
Begitu dia bertemu dengan orang orang itu tidak dia sadari
lagi kepalanya ditundukan rendah-rendah sinar matanya
memandang kebawah dan jalannyapun semakin tergesa gesa.
Sambil berjalan hatinya terus berputar sesudah ini dia
harus pergi kemana? langsung ke gunung Wu san atau pergi
kelain tempat terlebih dahulu ? Sebagai pengangon sapi untuk
menabung uang guna berangkat ke gunung, Wu san mencari
itu kitab silat To Kong Pit Liok pada waktu-waktu yang
senggang dalam mengangon sapi itu mungkin juga dia bisa
memperdalam ilmu silatnya dari kitab To Loo Cin Keng,
mungkin juga dengan demikian kepandaiannya mendapatkan
kemajuan.
Sambil berpikir sambil berjalan tidak terasa lagi dia sudah
berada jauh diluar kota, sawah yang luas terbentaag
disekelilingnya, dia tidak mau ambil perduli terus saja dia
melanjutkan perjaIanannya kedepan.
Tidak lama kemudian di tempat kejauhan terlihatlah
olehnya seorang petani yang sedang mencangkuli sawahnya,
dengan cepat berjalan mendekat sambil ujarnya.
"Tolong tanya, disekitar dusun ini apa terdapat orang yang
sedang butuhkan seorang pengangon sapi ?"
Petani itu ketika mendengar ada orang sedang mengajak
dia bicara dengan perlahan menoleh memandang tapi segera
ia jadi tertegun sesaat lamanya, kiranya petani itu tak Iain

adalah pemimpin para petani yang pada dua hari yang lalu
membawa Liem Tou masuk kedalam penjara.
Pada saat dia melihat Liem Tou yang sedang bicara dengan
dirinya tak tertahan lagi mendadak mementangkan mulutnya
sambil menjerit keras.
"Tolong.. , tangkap maling sapi”
Jilid 5: Liem Tou di uber jago jago Bulim
LIEM TOU yang melihat itu menjadi amat terperanjat,
didalam keadaan yang cemas serta bingung itu air mukanya
berubab menjadi amat keren, dengan amat gusar bentaknya.
”Tutup mulutmu” Bersamaan pula tubuhnya maju satu tindak
ke depan dan mencengkeram pakaian dari kakek petani itu
sambil ujarnya lagi. “Persetan dengan maling atau bukan
maling, kau jangau coba coba memfitnah orang baik2, pada
waktu kemarin aku masih belum buat perhitungan dengan
kau, ini hari kau tidak sopan lagi..Hmm..Hmm.. jangan
salahkan aku kalau bertindak tidak sopan kepadamu”
Saat ini Liem Tou merupakan seorang yang sangat besar
oleh sebab itulah begitu dia mencengkram pakaian kakek itu
kemudian diangkatnya membuat wajah dari petani itu segera
berubah menjadi merah padam sedang napasnya tersengkal
sengkal
Dengan perlahan Liem Tau melepaskan cekalannya, petani
itu berubah menjadi bisa menghembus nafaf lega dengan
perasaan terkejut bercapur gusar, bentaknya: “Hai maling
kerbau kau ingin bagaimana?
“Siapa yang mencuri kerbaumu? Kau melihat sendiri aku
mencuri kerbaumu?” Kakek tua yang dibentak seperti itu
menjadi tertegu, dengan sinar mata yang cermat dia
memandang sekejap seluruh tubuh Liem Tou, melihat

wajahnya yang tampan serta bersih memang tidak mirip
sebagai pencuri. Hanya saja sampai saat ini dia masih tak mau
percaya penuh atas perkataannya itu, tanyanya lagi : “Tetapi
bagaimana kerbau itu bisa bersama-sama kau?”
Terpaksa dengan hati yang mangkel bin mendongkol Liem
Tou sekali lagi menceritakan pengalamannya pada hari itu,
bahkan maki2 ketololan orang-orang desa itu. Kakek itu
setelah mendengar kisahnya segera termenung berpikir
sejenak, barulah kemudian sambil mengangguk sahutnya. “
Oh.. kiranya demikian adanya memang hal ini bisa saja terjadi
begini, kalau begitu memang diantara kita telah menjadi
kesalahan.
Liem Tou yang mendengar nada ucapannya segera tau
kalau dia masih setengah percaya itu saking gemasnya hampihampir
saja perutnya pecah dengan cepat dia putar tubuhnya
siap meninggalkan tempat itu, baru saja berjalan beberapa
langkah tiba2 terdengar kakek yang berada dibelakang
tubuhnya berseru dengan keras.
“Hei..balik, kau mau kemana?”
Liem Tou yang sedang gusar dan mangkel, dengan ketus
segera sahutnya: “ Aku sudah kalian pukul sehingga seluruh
tubuhku sampai kini masih belum sembuh apa kau mau
mengumpulkan kawan2mu untuk mengeroyokku lagi?”
“Hei… Kau yang tidak tau, pada masa dekat ini disekitar
tempat ini sering kehilangan kerbau sehingga bisa timbul
kesalah pahaman seperti itu, tempat meneduhpun kau tidak
milik daripada malam ini kau menginap didalam hutan lebih
baik tinggal dirumahku saja, bagaimana?”
Liem Tou mendengar ucapannya yang ramah itu segera
membuat perasaan mengkel didalam hatinya lenyap separuh.
Pikirnya dalam hati “Hmm…kini aku tak ada tujuan yang tetap,
tempat tidurpun tak punya lebih baik ikut saja”Pikirnya.

Sesudah berpikir sejenak barulah dai menyanggupi. Kakek
itu segera membereskan dengan memimpin Liem Tou berjalan
kea rah kesebuah dusun yang berpenghuni kurang lebuh
puluhan keluarga saja.
Orang2 dusun yang tempo hari ikut menangkap Liem Tou
sebagai pencuri kerbau ketika melihat Liem Tou yang saat ini
diajak kakek itu masuk dusun segera menjadi gempar, tidak
lama berselang berpuluh-puluh orang membanjiri rumah
kakek itu sehingga suasana menjadi ramai, tetapi setelah
diberi penjelasan dengan kakek itu urusan menjadi tenang
dengan sendirinya.
Dengan keramah tamahan kakek itu yang terus menerus
menyuruh Liem Tou tinggal di rumahnya memaksa dia
terpaksa berdiam disana tiga hari lamannya, dalam tiga hari
ini Liem Tou dengan mengikuti petunjuk dari Hei Loo Jie
melatih ilmu pernafasannya sedang oada siang harinya
membantu kakek itu mengangonkan sapinya.
Hari keempat pagi2 dengan paksakan diri Liem Tou minta
diri pada kakek tua itu, siapa tahu dengan perasaaan iba hari
dan hati yang jujur ujar petani tersebut “ Kau tidak punya
rumah, tidak punya tujuan, sekarang mau kemana? Lebih baik
tinggal saja dirumahku bilamana kau merasa tidak enak
biarlah bekerja sebagai pengagon sapi disini saja”
Agaknya kakek itu telah tahu maksud dair Liem Tou yang
sebernarnya, sebenarnya dia memang tidak mau meninggal
tempat itu kini sesudah mendengar perkataan itu Liem Tou
pun tidak menapik lagi.
Tidak disangka pada hari kelima didalam dusun itu secara
mendadak berturut-turut muncul pengemis-pengemis serta
hweesio yang dandanannya sangat aneh sebang dimalam
harinyapun sering dengan jelas Liem Tou mendengar suara
dari orang2 sedang berjalan malam.

Dengan demikian Liem Tou yang tinggal didalam dusun itu
menjadi tidak tenang, jantungnya terus menerus berdebar
dengan keras, tetapi untuk sesaat diapun tidak dapat minta
ijin dari kakek itu untuk meninggalkan dusun tersebut.
Suatu hari Liem Tou dengan membawa kerbau menuju
kebelakang gunung makan rumput, dia sendiri duduk
disamping sebuah batu besar meng ingat2 kembali jurus2 dari
ilmu pukulan dari kitab rahasia Toa Loo Gin Keng, mendadak
dari samping muncul seorang tousu berusia pertengahan yang
dengan perlahan berjalan mendekati dirinya, terlihatlah toosu
itu memberi hormat padanya sambil Tanya.
“ Hei bocah cilik, didalam beberapa hari ini didalam
kampungmu apa melihat munculnya seorang asing?”
Liem Tou mendengar pertanyaan itu hatinya menjadi
bergerak, dengan tidak berubah wajah balas tanyanya.
“ Orang asing macam apa?”
“ Oh.. orang itu aku sih belum menemuinya, hanya aku
tahu dia bernama Liem Tou”
Liem Tou yang tau namanya disebut hampir saja air
mukanya berubah menjadi hijau sangking terkejutnya, tubuh
meloncat mundur beberapa tindak. Sahutnya sedikit gugup “
aku juga belum pernah mendengar nama orang ini, hanya hal
ini sangat aneh bilamana tooya tidak kenal dengannya
mengapa mencarinya?”
Toosu itu memandang sekejap kearah Liem Tou kemudian
bentaknya “Buat apa kau tanya ini, sudah tentu aku punya
urusan cari dia”
“lalu siapa sebutan dari tooya? Bilamana pada kemudian
hari aku bertemu dengan orang bernama Liem Tou akan
kusampaikan kalau seorang tooya sedang mencari dia”
“hmm… tentang hal ini tidak perlu”

Sesudah itu dia lalu putar tubuh dan berlalu dari tempat itu,
tetapi baru saja dia berjalan beberapa langkah dari tempat
semula dari bawah bukit telah berkumandang suara tertawa
ter galak2 dari seorang sambil ujarnya “ ha..ha..ha..Ciangbujin
dari Butongpay Leng Ceng Cu juga dating.. wakakakak..
selamat bertemu.. tentu kaupun sendang mencari berita dari
Liem Tou, bukan?”
Liem Tou yang mendengar suara tertawa itu sangat dikenal
olehnya segera angkat kepala memandang, terlihatlah Thiat
Sie Sian Seng dengan langkah lebar sedang jalan mendekat,
hatinya menjadi sangat teperanjat saat ini dia baru tau kalau
toosu tadi tidak lain ciangbujin dari Butongpay.
Ling Ceng Cu yang melihat munculnya Thiat Sie Sian Seng
secara mendadak ditempat itu semula dibuat tertegun untuk
beberapa saat lamanya, kemudian diapun tertawa tergelak
sahutnya “ Haha..ha.. aku kira siapa kiranya Tiat sie heng
yang telah dating selamat bertemu.. selamat bertemu. Kitab
silat To Kong Pit Liok merupakan sebuah kitab silat yang
berisikan ilmu silat yang sakti dan dahsyat, siapapun dari
dunia kang ouw tentu mengunginkan kitab ini tidak terkecuali
aku Leng Ceng Cu, Thiat sie heng kau kira bukankah begitu?”
“Bagus..bagus…memang tepat memang tepat”
Bersamaan pula kedua orang itu tertawa terbahak bahak
nampak mereka berdua sangat girang sekali.
Liem Tou sejak melihat munculnya Thias sie Sianseng
ditempat itu hatinya sudah amat kuatir kini melihat mereka
berdua tertawa terbahak bahak dengan diam2 mengambil
kesempatan ini melepaskan tali kerbau dan siap melarikan diri
dari tempat itu. Pada saat itu terdengar olehnya Leng Ceng cu
berkata “ pada kemudian hari bila ada kesempatan harap
Thiat Sie heng segera naik keatas Butong untuk
berkunjung,haha..ha selamat tinggal”

Liem Tou tahu Leng Ceng cu telah meninggalkan tempat itu
diapun meminjam kesempatan itu lari dari tempat tersebut,
siapa tahu pada saat itu juga terdengar suara bentakan keras
dari Thiat Sie Sianseng.
“Liem Tou kembali..”
Ketika Liem Tou memalingkan wajah memandang, wajah
dari Thiat Sie Sianseng pada waktu mana seperti Thiat Sie
Sianseng tempo hari yang wajahnya selalu tersungging
senyuman manis. Terlihat air mukanya berubah sangat keren
sepasang matanya yang tajam bagaikan pisau dengan tak
berkedip memandang dirinya.
Tak tertahan lagi Liem Tou merasa mengkirik, pikirnya “
agaknya diapun akan memaksa aku memberitahukan tempat
penyimpanan kitab To Kong Pit Liok itu, bilamana dia
mendesak sunguh2 bagaimana harus kuperbuat?? Hai..lebih
baik kuberitahukan saja padanya, bagaimanapun juga dua
merupakan jago yang berbudi luhur dan berhati baik”
Berpikir sampai disini hatinya menjadi terasa tentram,
dengan langkag mantap dia berjalan sampai dihadapan Thiat
Sie Sianseng, dengan hornat ujarnya “ Cianpwee ada pesan
apa. Siaweu Liem Tou pasti akan melaksanakannya” siapa
tahu dengan gusar bentak Thiat Sie Sianseng.
“Liem Tou kau dengan tidak sengaja mendapatkan kitab
silat kenapa masih tidak melarikan diri jauh2 untuk
bersembunyi dari becana? Kau tetap berada didaerah Cong
Ling ini apa sedang menanti saat kematianmu?”
Semula kitaka Liem Tou melihat wajah Thiat Sie Sianseng
yang penuh dengan hawa amarah hatinya merasa amat takut,
tetapi kini setelah mendengat perkataannya yang demikian
memperhatikan dirinya tak terasa lagi timbul perasaan terima
kasihnya yang mendalam, dia tahu saat para jago baik dari
kalangan Hek to maupun dari kalangan Pek To sedang
mencari jejaknya, dirinya sendiri sedang berada dalam

keadaan yang sangat kritis dan bahaya bahkan kemungkinan
sekali setiap saat diculik oleh orang, makin lama makin
ketakutan sedang keringat dingin mengucur bertambah deras.
Tak tahan lagi dia menjatuhkan diri berlutut dihadapan
Thiat Sie Sianseng, ujarnya “Boanpwee berita kita ini tentu
bersumber dari pengemis laknat itu, harap cianpwee mau
menolongku” Thiat Sie Sianseng hanya berdiam diri saja,
dengan pandangan tajam dia memperhatikan seluruh tubuh
Liem Tou.
Tiba2 didalam pikiran Liem Tou terbayang kembali tujuan
dirinya sekarang yaitu mecari guru pandai untuk belajar ilmu,
kemudian sekali lagi dia naik kepuncak Hi Mo Ling untuk
bertemu dengan Ie Cicinya, kini kesempatan baik sudah
berada didepanya kenapa juga dia memohon Thiat Sie
Sianseng mengangkat dia sebagai muridnya””
Berpikir sampai disini tanpa berpikir panjang lagi segera dia
menggangguk anggukkan kepalanya sembilan kali sebagai
upacara pengakatan guru. Semula agaknya Thiat Sie Sianseng
masih tak merasakan akan hal ini tetapi anggukan Liem Tou
belum habis sembilan kali Thiat Sie sudah merasakannya,
dengan cepat dia melayang kesamping dan mencekal tangan
Liem Tou untuk ditarik bangun, bentaknya dengan gusar
“ Kau ingin berbuat apa?”
“Cianpwee merupakan orang aneh yang berilmu tinggi,
harap mau menerima aku Liem Tou sebagai murid, selama
hidup melayani kebutuhan cianpwee” Sepasang mata Thiat Sie
Sianseng melotot keluar, dengan gusar bentaknya lagi.
“ Hei bocah cilik kau masih tak terima dengan kepandaian
yang bakal kau terima? Hmm… sungguh kurang ajar, bilamana
aku ingin gurumu sejak dulu aku sudah pergi mencari kau
buat apa kau mencari aku? Hmm..lain kali jangan coba2 untuk
berbuat demikian lagi”

Liem Tou dimaki secara begini menjadi sangat murung,
terpaksa ujarnya lagi. “ Sekarang cianpwee mau datang
memberi peringatan Liem Tou merasa berterima kasi sekali.
Kini situasi dari hamba sangat berbahaya, sekeliling tempat ini
penuh dengan jebakan2 yang setiap saat dapat mencabut
nyawa hamba, bilamana cianpwee memangnya tak punya niat
menerima harap mau kasih keterangan untuk meloloskan diri
dari bahaya kepungan ini”
Ketika Thiat Sie Sianseng melihat nada suara berubah
barulah mengangguk, bagaikan keadaan semula dai
mengambil Siepoanya dan dipukul pulang pergi beberapa kali
sedang seluruh perhatiannyapun dipusatkan kesana. Liem Tou
dengan tenang menati hasilnya disamping, terlihatlah jari2
tangan Thiat Sie Sianseng dengan cepat dan lembut menari
diantara biji2 siepoanya, sedang air muka sebentar murung
sebentar girang akhirnya tangannya pada pojokan dan
berhenti sambil tertawa terbahak2 dia memandang wajah
Liem Tou, dengan tajam membuat yang dipandang itu
menjadi tertegun tak menentu.
Siapa tahu tiba2 suara tertawa dari Thiat Sie sianseng
berhenti agaknya dia telah teringat akan sesuatu, jari tengah
serta jari telunjuk sekali lagi dimainkan dari baris ketiga
Sinpoanya lama sekali dia berpikir tanpa mengucapkan
sepatahkatapun.
Beberapa saat kemudian terlihat keningnya sudah penuh
dibasahi oleh keringat yang mengucur bagaikan hujan
sendang mulut tetap membaca dengan perlahan. “Tiga kali
tiga sama dengan sembilan, tiga kali tiga sama dengan
sembilan, naik sembilan binasa, mata buta satu masih dapat
melihat ditengah matahari melihat bintang, sapi berputar
manusia budiman berjalan tiga hari tidak makan”
Thiat sie sianseng yang membaca terus dengan perlaha itu
menjadi berhenti ari mukanya berubah hebat, serunya dengan
keras. “ Hai bocah cepat lari”

Liem Tou yang melihat sikapnya yang sangat tegang itu
menjadi ributkan cemas dengan sendirinya dengan gugup
tanyanya.
“aku harus pergi kemana?”
“Cepat naik kerbaumu lari kearah timur laut. Cepat…cepat
terlambat sedikit kau tidak punya nyawa lagi”
Mendengar teriakan ini tak tertahan lagi Liem Tou menjerit
keras. Dengan cepat dia meloncat naik keatas punggung
kerbaunya dan melepaskan tali pengikat dengan kecepatan
yang luar biasa dia melarikan kerbaunya kearah timur laut
tetapi baru saja lari kurang lebih ratusan tindak terdengarlah
suara bentakan orang banyak yang semakin lama makin
mendekat, terdengar salah seorang berteriak.
“Hai Liem Tou kamu mau lari kemana?”
“hai bocah cilik, sekalipun kau terbang keangkasa atau
masuk kedalam tanah kami juga tetap akan mengejar, kitap
To Kong Pit Liok jangan harap kau bisa miliki seorang diri”
Bahkan saat itu terdengar pula suara teriakan dari Thiat Sie
Sianseng yang sedang memeperingatkan dirinya. “hai bocah
cilik cepat lari, terlambat satu tindak berarti binasa”
Liem Tou semakin merasa ketakutan sambil menggigit
kencang bibirnya sepasang kakinya dengan sekuat-kuatnya
mengapit perut kerbau sedang ujung kakinya dengan seluruh
kekuatannya menedang peru kerbau tersebut, serunya dengan
keras. “Gouw ko, cepat lari…oh..kakak kerbau yang baik lari
cepatttttttttttttttttttt”
Kerbau itu sesudah ditendang dengan keras Liem Tou
saking kesakitan sambil cawat ekor bagaikan sambaran kilat
cepatnya dengan tidak perduli apa2 lagi melarikan diri
80KM/jam dengan sangat cepatnya. Didalam sekejap saja
Liem Tou sudah merasa sambaran angin men deru2
disamping telinganya, sedang pemandangan kedua belah

sampingnyapun sangat cepat berkelebat menghilang
kebelakang.
Tidak lama mereka sampailah disebuah tanah lapang
rumput luas dihadapan dari lapangan rumput itu menjulang
tinggi puncak2 gunung uang tersebar disekelililingnya,
sehingga bentuknya seperti melingkar dengan perlahan2 Liem
Tou menoleh memandang kebelakang dilihatnya orang2 yang
mengejat sudah tidak Nampak sama sekali hatinya menjadi
sedikit lega, sedangkan kerbau itupun sudah melihat rumput
yang segar tidak mau lari lagi dengan menunduk kepalanya
mulai mendahar dengan enaknya.
Liem Tou yang dibawa lari kerbau itu selama beberapa saat
lamanya dengan lari yang demikian kencangnya semula masih
tidak mengapa tetapi sesudah berhenti mulailah terasa seluruh
tulangnya pada linu dan kaku, tak tertahan lagi dia
menjatuhkan diri rebah diatas tanah rumput itu.
Baru saja duduk tidak lama tiba2 dari sekitar tanah lapang
itu berkumandang datang suara bentakan yang sangat ramai
kemudian disusul pula dengan suara tertawa yang terbahak2
memekikkan telinga, terdengar suara teriakan seseorang.
“Liem Tou, Liem Tou…dimana mana ada jalan kau tidak
mau lewat sebaliknya sengaja memasuki lembah cupu2 ini,
kali ini aku mau lihat kay bisa lari kemana lagi?” mendengar
perkataan ini saking terkejutnya Liem Tou menjadi meloncat
bangun kembali dan memandang kearah berasalnya suara itu
tidak terasa lagi dia menjadi berdesir.
Kiranya kitab silat To Kong Pit Liok ini merupakan kitab
rahasia yang turun temurun dari Sucouw keluarga Thio,
sucouw sendiri sebenarnya bernama Ling Hu Han berasal dari
kerajaan Bu Kong Hong, menurut berita turun termurun
katanya dia merupakan turunan dari Thio Liang yang termasur
itu, oleh orang2 selanjutnya yang mengikuti ajaran tersebut
disebutnya sebagai Thio Too Leng.

Thio Too Leng sejak kecil sudah pandai mengusai seluruh
kepandaian yang ada pada masa itu, ketika pada masa
mendekati tua dia secara tidak sengaja telah bertemu dengan
orang aneh yang memberikannya kepandaian silat kepadanya
dan menetap diatas gunung Ho Uh Sar.
Sampai jaman kerajaan Song dimana perkumpulan Ceng Ie
Kauw ini sedang jaya2nya didalam dunia kang ow,
perkumpulan Ceng Ie Kauw ini merupakan yang didirikan
pengikut2 Thio Too Leng dan mendapat hak untuk melindungi
kitab rahasia, To Kong Pit Liok, padahal yang sebenarnya
perkumpulan Ceng Ie Kauw itu sama sekali tidak memiliki
kitab silat To Kong Pit Liok itu, meraka hanya sengaja
membual untuk meluaskan pengaruhnya didalam dunia kang
ouw. Akhirnya perkumpulan itu berakhir dengan dimusnahkan
oleh orang2 dari golongan lurus.
Tidak disangka saat ini kitab silat, To Kong Pit Liok sekali
lagi munculkan diri bahkan jatuh ketangan Hel Loo Toa dari
Siok To Siang Mo yang mengakibatkan seluruh dunia kangouw
menjadi gempar para jago bail dair kalangan pek to maupun
dari kalangan hek to pada keluar dari sarangnya, hanya
sayang kedatangan mereka telah terlambat satu tindak,
tempat penyimpanan kitab silat To Kong Pit Liok sudah
didapat oleh Liem Tou ketika mereka mendengar berita ini
mana mau berdiam diri masing2 berusaha untuk mendapakan
jejak selanjutnya dari Liem Tou, tetapi baru saja ditempat itu
mereka hendak turun tangan diketahui oleh Thiat Sie Sianseng
terlebih dahulu dan memperingatkan Liem Tou untuk
melarikan diri.
Kini mereka semua sesudah mengejar setengah harian
lamanya dan melihat Liem Tou dengan sendirinya memasuki
lembah cupu-cupu yang buntu sudah tentu mereka sangat
girang sekali.
Liem Tou dapat melihat orang2 yang datang hari itu sangat
banyak sekali selain yang dia kenal yaitu Tiong goan Ngo

Koay, Ciangbujin Butong Pay Leng Cen Cu, Hek Looji serta
pengemis cilik lainnya masih sangat banyak sekali yang belum
dia kenal maupun ditemuinya.
Pada saat ini setiap orang dengan wajah yang iri dan pingin
ber sma2 berjalan mendekati dirinya, sedang Liem Tou yang
melihat orang2 yang datang semakin lama semakin banyak
saking takutnya membuat air mukanya berubah menjadi pucat
pasi sedang tubuhnya berdiri mematung disana entah harus
berbuat bagaimana baiknya, dalam hati diam2 merasa sedih
pikirnya.
“Aku harus berbuat bagaimana? Aku harus berbuat
bagaimana?”
Rombongan orang2 sesudah berjalan kurang lebih dua kaki
dari dirinya barulah berhenti. Diantara orang2 itu yang belum
melihat wajah Liem Tou tentunya mengira dia merupakan jagi
yang memiliki kepandaian tinggi, siapa tahu begitu melihat
bentuk serta sikapnya yang ke tolol2an sedang dandanannya
pun merupakan seorang anak dusun pengembala kerbau tak
terasa lagi dalam hatinya merasa sedikit ragu2, dengan sinar
mata yang kurang percaya mereka memandang wajah Liem
Tou tak berkedip.
Perasaan diluar dugaan ini terasa dalam hati Ciangbujin
Botongpay Leng Ceng Cu ini sebenarnya dia sebanrnya sudah
meninggalkal Liem Tou untuk pergi tapi ketika mendengar
suara bentakan serta teriakan yang ramai itu segera
membalikkan tubuh mengejar datang kembali. Kini ketika
melihat Liem Tou ternyata adalah bocah pengembala kerbau
yang ditanyainya tadi tak terasa menjadi tertegun, Tanya
dengan cepat.
“Ooh…kaukah yang dimanakan Liem Tou”
Dua orang toosu yang berdiri disamping Leng Ceng Cu
segera bertanya dengan nada yang heran. “ Leng Ceng Cu

toosu apa mungkin pada sebelumnya sudah kenal dengan
orang ini? Tahukah kau berasal dari partai mana?”
“Hei…heng San Jie Ya, jika dibicarakan sungguh
menggelikan sekali, ketika tadi aku mencari berita mengenai
jejak dari Liem Tou siapa tahu ternyata telah bertanya pada
orangnya sendiri masih tidak merasa, bukankah hal ini sangat
mengelikan sekali?”
Saat ini diatara orang2 itu mendadak mucul dua orang
lelaki dan perempuan yang kepalanya seperti burung elang
serta kepala kera, dandannanya sangat aneh sedang
wajahnya jelek sekali, mereka sambil menunding kea rah Liem
Tou bentaknya.
“Kamu bocah cilik busuk dari mana, apa kitab silat To Kong
Pit Liok berhak kau dapatkan? Cepat serahkan padaku”
Liem Tou tidak mengucapkan sepatah katapun diam2 dia
berpikir tentunya kedua orang ini adalah Lo San Kioe Long
serta Wan Kauw, baru saja berpikir demikian terdengar
pembesar buta angkat bicara.
“Siapa yang sedang bicara itu? Menurut kata2mu kita silat
To Kong Pit Liok itu harus kau yang dapatkan?”
Kioe Long segera menoleh memandang, terlihat pembesar
buta dari Tionggoan Ngo Koay berdiri sejajar dengan Hwesio
manyat hiduo, ketika sinar matanya beralih menyapu kearah
orang2 lain terlihat sinar maata orang dengan penuh perasaan
gusar sedang memandang dirinya, tidak terasa hatinya
menjadi berdesir dia tahu dirinya sekalipun mempunyai
kepandaian yang lebih tinggipun juga suka untuk memusuhi
jago2 dunia kangouw yang puluhan banyaknya ini, berpikir
sampai disini bagaikan kepalanya secara mendadak diguyur
dengan air dingin, niatnya pun mejadi dingin separuh.
Bersamaan waktunya pula menjadi sadar akan situasi dirinya
segera menarik lengan Wan Kauw mundur kebelakang dan
ujarnya terhadap pembesar buta itu dengan sangat dingin.

"Kitab silat To Kong Pit Liok sekarang sudah jadi banda
tanpa pamilik, kita harus mengunakan kepandaian dan
kecerdikan kita sendiri untuk meadapatkannya."
Sehabis berbicara dia menari Wan Kauw kesamping dan
secara diam2 merundingkan siasat untuk mendapatkan kitab
silat tersebut. Liem Tou sendiri sesudah mendengar
perkataannya dalam hatinya merasa semakin terkejut, pikirnya
“ hei…hanya cukuo salah seorang dari mereka saja aku tidak
sanggup untuk melawannya, apalagi sekarang berjumlah
puluhan orang banyaknya. Bilamana sunguh2 mereka
menggunakan kepandaian maju merubut bukankah badanku
segera akan menjadi hancur lulu oleh keroyokan mereka ini?”
Baru saja Liem Tou berpikir sampai disini terlihat orang2 itu
dengan perlahan-lahan mulai menyebar secara tidak langsung
pula mengepung Liem Tou ditengah kalangan membuat Liem
Tou sekalipun punya maksud untuk melarikan diri juga tidak
berani untuk melakukannya.
Liem Tou yang melihat situasi sekelilinya telah berubah
menjadi begini segera dia tahu kalau harapannya untuk
melarikan diri tidak mungkin bisa tercapai lagi, satu2nya
harapan baginya adalah mengharapkan petunjuk dari Thiat Sie
Sianseng untuk sementara melindungi dirinya, oleh karena
itulah sinar matanya dengan per lahan2 beralih ke arah Thiat
Sie Sian Seng yang berdiri disebelah kirinya, pikirnya lagi.
“Thian Sie Sianseng merupakan satu rombongan dengan si
sincay bunting serta pengemis pemabok, tetapi sekarang
kenapa mereka tidak jadi satu?” Ketika dia memandang lagi
terlihatlah si sincay bunting berada disebelah kanannya
sedangkan pengemis pemabok berada dibelakangnya, mereka
bertiga telah berdiri dengan bentuk segitiga.
Liem Tou melihat hal ini hatinya menjadi sadar, bersamaan
pula ketika matanya melirik terlihatlah sipengemis cili itu
berdiri sejajar dengan seorang pemuda tanpan yang memakai
pakaian singset, saat ini perasaan bencinya terhadap

pengemis cilik sudah meresap ketulang sumsuny, pikirnya
dalam hati. “ Bencana ini semuanya tentu disebabkan oleh
pengemis busuk yang banyak mulut”
Mendadak pada otaknya berkelebat sesuatu akan, teringat
kembali ketika masih berada didalam penjara Hek Lo Toa
pernah membuat gusar pengemis cilik itu dan menyuruhnya
dia menghadapi Kiow Long Wan terlebih dahulu sebelum
menginginkan kitab silat itu. Kini tak terasa lagi berkelebat
memenuhi pikirannya, mendadak sambil menunding kearah
pengemis cilik itu teriaknya.
“Kitab silat To Kong Pit Liok hanya sebuah, mana mungkin
bisa dibagi rata pada saudara sekalian yang demikian banyak
jumlahnya, kini aku Liem Tou sudah ambil keputusan untuk
menyerahkan kitab silat itu kepada kalian. Asalkan siapa saja
yang sanggup menangkap pengemis cilik itu dan serahkan
kepadaku untuk diberi hukuman, maka kitab silat itu akan
segera kuserahkan kepadanya.”
Begitu perkataan ini diucapkan segera memancing
perundingan diantara orang2 di sekeliling tempat itu, ketika
Liem Tou memandang kearah sipengemis cilik terlihat dengan
mata melotot gusar dia sedang memandang kearahnya,
sedang air mukanya kelihatan sangat jelek sekali menahan
perasaan marah dan gusar dalam hati, tapi diikuti pula
menengok kekanan kiri agaknya takut ada orang yang turun
tangan terhadap dia sehingga sikapnyapun semakin
bertambah tegang. Saat itulah dari belakang tubuh Liem Tou
terdengar seorang berteriak dengan keras.
“Perkataanmu itu sunggu sungguh??”
“Perkataan seorang laki-laki sejati sebesar gunung thaysan,
sekali diucapkan tidak ditarik kembali”
Bersamaan pula Liem Tou menoleh kearah dimana berasal
suara itu, terlihatlah tidak jauh dari sipengemis pemabok
berdiri lima orang berwajah menyeramkan dengan memakai

pakaian serta celana dari kain blaco, orang yang baru saja
angkat bicara adalah salah satu dari lima orang tersebut.
Orang itu melihat Liem Tou menoleh kearahnya segera
memperlihatkan sebaris giginya yang putih runcing serta
menyeramkan, itu membuat tubuh Liem Tou segera
merasakan bergindik sedang perasaan berdesir muncul dari
dasar lubuk hatinya.
Bersamaan waktunya pula salah seorang diantara mereka
tanya kepada empat orang yang lainnya kemudian ber sama2
mendekati sipengemis cilik itu. Mendadak seorang pemuda
tanpan yang selama ini berdiri disisi pengemis cilik itu
memperdengarkan suara yang sangat menyeramkan kepada
kelima orang lelaki jelek berbaju blaco itu, bentaknya dengan
amat gusar.
“Cian Pia Ngo Koei agaknya kalian sudah makan nyali
macan..hmm…hmm…siapa saja yang berani mengganggu
seujung rambutnya jangan salahkan aku Tok Ci Kiam Tan
(sijari beracun jarum emas) Song Beng Lan berlaku terlalu
ganas”
Cian Pian Ngo Koei (silima setan dari daerah Cian Pian)
sama sekali tidak memperdulikan omongannya, langkahnya
masih tetap melajutkan menuju pengemis cilik itu, sahutnya.
“Sijari beracun jarum emas Song Beng Lan tidak lebih hanya
seorang Jay Hoa Cat (penjahat pemetik bunga) yang gemar
dupa pemabok, kita orang mau lihat kau mau berbuat apa?”
Air muka pemuda itu segera berubah menjadi ke hijau2an
menahan perasaan gusar yang memuncak, bentaknua dengan
keras.
“Kowncu harap berhati hati, Siauw Jin akan turun tangan”
Sehabis berkata terlihat tubuhnya berkelebat dengan
cepatnya menyambut datangnya tubuh Cian Pian Ngo Koei,
bersamaan pula jarinya di keraskan, kemudian dengan
kekuatan dahsyat jarinya menyerang dada dari salah satu dari

lima orang tersebut. Orang yang diserang itu bukan lain
adalah yang disebut sebagai Bo Beng Koei atau setan tanpa
nama Loo Toa, terlihat dengan ter gesa2 dia mundur satu
langkah kebelakang kemudian bentaknya.
“Song Beng Lan, kamu sendiri yang datang cari mati,
jangan salahkan aku turun tangan kejam. Saudara2 sekalian
bereskan dia dulu baru bicara lagi” sambil berkata tubuh dari
Bo Beng Koei itu miring kesamping, tangan kirinya mendadak
dibalik menotok jalan darah pada pundak Song Beng Lan
sedang tangan kanannya bagaikan sambaran angina dahsyat
menghantam iganya.
Song Beng Lan berani dengan seorang diri menyambut
datangnya serangan lima setan sudah tentu bukanlah orang
yang lemah, tubuhnya maju kedepan kemudian sedikit
berputar dengan tangan dia menangkis datangnya pukulan
dari Bo Beng Koei, jari kanannya tetap dengan jurus semula
menotok kedadanya.
Tapi Bo Beng Koei sama sekali tidak menghindar maupun
berkelit dari serangan ini bahkan melancarkan serangan
balasanpun tidak, hanya dengan wajah yang dingin kaku
memandang kearah Song Beng Lan.
Song Bengk Lan menjadi tertegun dibuatnya, saat itulah
mendadak dari balik punggungnya terasa tiga gulungan
angina pukulan yang sangat dahsyat menyerang datang, tidak
terasa teriaknya.
“Celaka”
Ujung kakinya dengan seluruh kekuatan menutul tanah
sehingga tubuhnya mumbul keatas setinggi tujuh delapan
depa tingginya dan dengan berhasil menghindarkan diri dari
serangan gabungan dari Ngo Koei itu, tangannya dengan
cepat meraut segenggam jarum emas siap disabit kedepan,
saat itulah mendadak dari sebelah utara terdengan seseorang
berteriak dengan keras.

“Pengemis cilik mau kabur, cepat cegah dia, tangkap dia”
Didalam keadaan yang sangat terkejut Song Beng Lan
jarun emasnya tidak jadi disebarkan kedepan, tubuhnya
dengan cepat melayang sejauh puluhan kaki kemudian
melayang turun kebawah, ketika memandang kesana
terlihatlah si pengemis cilik itu sudah terdesak oleh serangan
lima orang sekaligus, dengan cemas dia meninggalkan Ngo
Koei untuk lari menolong si pengemis cilik meloloskan diri dari
acaman bahaya.
Didalam sekejap mata seluruh perhatian orang2 yang hadir
disana tertuju pada pengemis cilik serta Song Beng Lan
didalam menghadapi serangan para jago, terlihatlah tubuh si
pengemis cilik itu bagaikan melentiknya ikan dengan sangat
lincahnya berkelebat dan meloncat diantara sambaran
bayangan serta diselingi sambaran angina pukulan yang
dahsyat membuat beberapa saat lamanya para jago nomor
wahid dari Bulim ini sulit untuk berbuat sesuatu terhadap
dirinya.
Liem Tou yang melihat hal ini diam2 dalam hatinya merasa
girang, karena siasat licin yang diatur ternyata termakan juga
hingga sebagian besar orang2 yang mengepung dirinya
berhasil terpancing pergi, kini tinggal dia memancing pergi si
hweesio manyat hidup serta sipembesar buta dari Tionggoan
Ngo Kay, Ciangbujin dari Butongpay, Heng San Jie Yu, serta
seorang hweesio, maka segera dia akan berhasil lolos dari
kepungan melarikan diri dari situ.
Sesudah berpikir bolak balik akhirnya dia tertawa ter mehek
mehek sangat keras, dengan nada menyindir ujarnya.
“hei..simata picek, kamu orang juga mau merebut kitab
pusaka To Kong Pit Liok> kamu sungguh tak tahu kekuatan
sendiri, sekalipun aku beri itu kitab pusaka kepadamu, kamu
juga tak bisa lihat isinyam lalu apa gunanya?”

Sipembesar buta mendengar ejekan itu segera mengaum
gusar, kakinya bagaikan kilat cepatnya tahu2 sudah berkelebat
mendekati tubuh Liem Tou, tingkat besi ditangannya dengan
cepatnya ditusuk kedepan menotok tubuh Liem Tou.
Bersamaan pula teriaknya dengan gusar.
“Bocah busuk tutup bacotmu, kitab pusaka To Kong Pit Liok
tidak mungkin bisa didapatkan orang lain”
Liem Tou sama sekali tidak mengira kalau gerak gerik
sipembesar buta itu bisa secepat sambaran kilat,
gerakannyapun sangat lincah sejak tadi saking terkejutnya dia
sudah dibuat menjadi melongo, kini tongkat besinya sudah
tiba didepan dadanya, untuk menghindarkan diripun tidak
mungkin lagi didalam saat yang sangat kritis inilah terdengar
suara gulungan angin yang sangat keras, sincay buntung tepat
pada waktunya tiba disampingnya, kipas ditangannya dengan
cepat menangkis serangan tongkat besi itu sambil ujarnya.
“Pembesar rakus yang buta, aku kira belum tentu”
Serangan pembesar buta yang ditinggalkan oleh kipas
sincay buntung menjadi sangat gusar, dengan keras2 dia
menancapkan tongkat besinya keatas tanah, sehingga
terbenam beberapa depa didalam tanah, ujarnya dengan
gusar bercampur keki.
“Buntung bangkotan!..ini hari tidak mati kita akan buyar”
Sambil berkata tongkat besinya sekali lagi diangkat dengan
mengunakan juru Thaysan Jah Ting (gunung Thaysan
ambruk) menghajar wajah dari sincay buntung itu, si sincay
buntung tidak melihat datangnya serangan itu hanya tertawa
ringan saja, kakinya yang tinggal sebelah sedikit menutul
ketanah tubuhnya dengan sangat ringan berhasil meloncat
sejauh beberapa depa terhindar dari serangan itu, lengannya
yang tinggal sebelah segera menggerakkan kipasnya, dengan
kekuatan yang luar biasa dia menghajar ujung tongkat besi
bersamaan pula tangannya menggelincir dengan mengikuti

gerakan dari tongkat besi tersebut melancarkan jurus Hoa
Liam Tiam Cing (mengambar naga menutul mata) dari
gerakan menjaga jadi gerakan menyerang dan menotok jalan
darah Khie Ban Hiat didada sebelah kiri dari pembesar buta
itu.
Sipembesar buta segera berteriak membentak keras
“Bagus sekali!””Buntung bangkotan ini hari apa kau tidak
akan ada aku”
Tongka besinya tidak ditari kembali bahwa diteruskan
membacok kedepan, bacokan ini bilamana mengenai
sasarannya mungkin pundak serta lengan dari sincay buntung
yang tinggal sebelah itu akan terpotong menjadi dua bagian
pula.
Si sincay buntung yang gagah didalam keadaan yang
sangat kritis ini tidaknya mundur atau menghindar sebaliknya
berteriak dengan keras.
“Loo Kiem buta, bagus sekali seranganmu ini”
Kelihatannya tongkat besi itu akan mencapai pada
sasarannya tapi entah dengan mengunakan ilmu apa tanpak
tubuhnya sedikit mendak kebawah kakinya tidak meloncat
hanya dengan sedikit berputar dia sudah berhasil berdiri
dibelakang tubuh pembesar buta itu.
Pembesar buta merasa pukulannya meleset segera
merasakan jalan darah Giok Liang Hiat dipunggungnya
terancam bahaya kali ini mau tidak mau terpaksa dia harus
maju satu langkah kedepan dengan kekuatan yang luar biasa
tongkat besinya menyambar lagi kebelakang dengan
menggunakan jurus Tag To Kiem Cong (memukul rubuh
lonceng emas) berebut menyerbu ketubuh pihak musuh.
Liem Tou yang berhasil dibebaskan sincay buntung dari
bahaya sambaran tongkat pembesar buta kini melihat dua
orang iru saling serang menyerang tanpa loncat kesamping

kerbaunya, disamping memperhatikan seluruh gerak gerik dari
jalan pertempuran yang sangat seru itu diam2 dia memikirkan
siasat untuk melarikan diri secara diam2.
Pada waktu itu pula mendadak didalam ingatannya
berkelebat ilmu silat yang tercantum dan tertera diatas kitab
pusaka Toa Lo Kin Keng ketika memandang lagi kearah jurus
serangan maupun jurus bertahan si sincay buntung serta
pembesar buta ternyata ada beberapa bagian yang rasanya
pernah diketahui olehnya, tidak tertahan lagi dia semakin
menaruh perhatian terhadap jalannya pertempuran itu,
akhirnya dia menyadari juga tidak tidak tertahan lagi perasaan
girang meliputi seluruh wajahnya sendang ingatan untuk
melarikan diripun segera tersapu bersih dari dalam benaknya.
Tidak disangka pada saat dia sedang memusatkan
perhatiannya itulah mendadak lehernya terasa menjadi dingin
dengan cepat dia menoleh memandang kebelakang, tak
tertaha teriaknya dengan keras.
“Ooh….tolong!!!” saking takutnya seluruh tubuhnya
menjadi lemah tanpa tenaga. Kiranya hweesio berbentuk
manyat hidup itu entah sehak kapan secara diam2 tanpa
mengeluarkan suara sudah berada dibelakang tubuh Liem Tou
kemudian mengulurkan cakar mencengkeram tubuhnya.
Saat itulah hweesio manyat hidup itu tertawa terkekeh
kekeh dengan anehnya, suara itu membuat semua orang yang
mendengar tidak terasa menjadi pada bergindik. Sesudah
tertawa beberapa saat lamanya barulah ujarnya terhadap Liem
Tou dengan nada yang sangat dingin.
“Liem Tou kau ingin hidup atau modar?”
Saat ini Liem Tou merasa tubuhnya bergindik sedang bulu
romanya pada berdiri semua, keringat dingin yang mengucur
dengan derasnya membuat keningnya serta perutnya basah
kuyup dia sangat terkejut bercampur takut apalagi dari
hweesio manyat hidup yang mencengkeram tengkuknya

dengan sangan kencang terasa sangat dingin dan keras, saat
ini sepatah katapun tidak sanggup untuk diucapkan keluar.
Tetapi sepasang matanya menjadi bisa memandang
keadaan disekeliling tempat itu, hanya didalam waktu yang
sangat singkat itulah seluruh jago yang ada ditempat itu tanpa
terasa sudah pada berhenti dari pertempuran, dengan
perasaan tertegun mereka semua pada memandang kemari
sedang air muka setiap orang dengan jelas memperlihatkan
perasaaan kecewa bercampur gusar yang tak terhingga.
Sekonyong konyong dalam benaknya teringan akan si Thiat
Sie Poa (Thiat Sie Sianseng) dengan cepat dia menoleh kearah
sebelah kiri saat itu kelihatan sekali air mukanya berubah
sangat serius dan keren dengan kencang tangannya
merangkul siepoanya yang sedang dipukul bolak balik,
agaknya dia sedang berusaha mencari suatu jalan hidup bagi
Liem Tou.
Saat itu dengan setengah berbisik ujar hweesuo manyat
hidup itu dengan perlahan. “Liem Tou jika kau kepingin modar
cukup dua jariku ini aku tekan maka batok kepalamu segera
pidan kerumah hingga kau akan menjadi satu setan tanpa
kepala. Tapi jika kau pingin hidup terus cepat beritahukan
tempat penyimpanan kitab pusaka To Kong Pit Liok itu
kepadaku, maka aku beri satu jalan hidup kepadamu”
Sambil berkata hweesio manyat hidup itu dengan tidak
henti hentinya meniup hawa murninya kedepan membuat
leher Liem Tou merasa dingin dan seperti suatu hawa dingin
menyusup masuk kedalam tulang sumsum, Liem Tou hanya
merasa tubuhnya sangat tidak enak dengan paksakan diri
sahutnya kemudian.
“Tanganmu sangat dingin seperti es aku merasa sangat
susa cepat lepaskan tanganmu, nanti aku akan beritahukan
kepadamu”

Tetapi manyat hidup itu hanya tertawa terkekeh kekeh
dengan anehnya.pada waktu itulah puluhan jago jago sudah
mengepung kalangan itu seperti semula, hweesio manya
hidup itu segera berteriak dengan nadanya yang serak dan
aneh.
“he…he…he kamu semua boleh maju lagi, tapi jangan
salahkan aku akan pencet bocah cilik ini sampai mati sehingga
kitab pusaka To Kong Pit Liok akan ikut terkubur bersama dia”
Semua orang begitu mendengar ancamannya yang
kelihatannya bersunguh sungguh itu tidak berani
membangkang, terpaksa mereka berdiri dua kaki jauhnya dari
tempat dimana hweesio manyat hidup itu berdiri.
Terdengar hweewi manyat hidup bertanya sekali lagi. “Liem
Tou sebenarnya kau sudah ambil kepurusan belum? Kalau
tidak jangan salahkan tooyamu akan pencet batok kepalamu
ini”
Sambil berkata tenaganya benar2 ditambahi dengan
beberapa bagian tenaga murni, Liem Tou merasakan
kesakitan yg luar biasa sehingga menusuk kedalam tulang
sumsumnya, sedang air yang berada dimukanyapun makin
lama mulai kelihatan semakin berubah menjadi pucat pasi.
Tapi dengan sekuat tenaga dia tetap mempertahankan dirinya,
untung sejak lama kemudian si hweesio manyat hidup itu
sudah mengendor kembali pencetannya, saat itulah Liem Tou
baru bisa menghembus nafas lega.
Tiba2 pojokan matanya terbentur dengan air muak Thait
sie sianseng yang penuh dihiasi oleh senyuman manis dan
sedang berjalan mendekat, tak terasa hatinya berpikir.
“mungkin aku ada harapan tertolong, kalau tidak kenapa dia
begitu girang” siapa sangka Thiat Sie Sianseng sama sekali tak
memandang kearahnya sampai melirik sekejappun tidak,
hanya dengan tenangnya dia berjalan menuju kebelakang
tubuh salah satu dari Heng San Jie Yu, mendadak bentaknya
dengan keras.

“Heng San jie Yu. Hutang piutang diatara kita harus
diperhitungkan sekarang juga” sambil berkata tangannya
dengan kecepatan luar biasa melancarkan serangan menotok
kearah jalan darah Thian Cu Hian di leher bagia belakang
orang itu.
Agaknya orang itu sama sekali tak menduga akan adanya
serangan ini, dalam keaadan yang sangat terkejut terpaksa dia
merendahkan tubuhnya kebawah, tubuhnya tanpa berputar,
kepalanya tanpa menoleh segera melancarkan ilmu Hwee in
Su (membalik tangan mencekal mega) sedang tangan
kanannya dari ketiak sebelah kiri menerobos kebelakang
dengan menggunakan jurus Hwee Kuang Huan Cao (Sinat
terakhir bercahaya) memukul kedepan secara bersamaan.
Thiat Sie Sianseng segera tertawa besar serunya.
“Ilmu Hwee In Su yang sangat lihay”
Liem Tou yang mendengar hal itu tak terasa hatinya
menjadi tergerak, segera teringat kembali kalau dalam kitab
silat Toa Loo Cin Keng memang termuat ilmu telapak macam
itu dengan cepat dia mengingat kembalu gerakan yang
dilakukan orang itu kedalam benaknya sedang dalam
hatinyapun dengan cepat menjadi paham lagi.
ketika memandang kembali kearah Thiat Sie Sianseng
ternyata telah melenyapkan diri entah kemana. Saat ini Thiat
Sie Sianseng merupakan satu satunya orang yang paling
diandalkan oleh Liem Tou, kini begitu kehilangan dia tidak
terasa hatinya menjadi sangat cemas, pikirnya “habis sudah
nyawaku hari ini”
bertepatan dengan waktu itu tiba2 terdengar suara Thiat
Sie Sianseng sudah mucul dibelakang tubuhnya, terdengar dia
dengan suara keras sedang berteriak. “hweesio manyat
hidup…kamu orang tidak mau lepas tangan, aku segera akan
memperlihatkan kamu akan kelihayanku, lihat senjata rahasia”

Liem Tou yang mendengar perkataan itu segera tahu Thiat
Sie Sianseng sedang bantu dia untuk meloloskan diri, terpikir
olehnya dengan perbuatannya yang sama sekali tidak terduga
ini si hweesio manyat hidup itu tentu terpecah juga
perhatiannya, pada saat dia kurang perhatian dirinya itulah
segera gigit bibirnya dengan seluruh kekuatan yang ada dia
paksakan tubuhnya menekan kebawah, sekalipun lehernya
terasa sangat sakil tetapi akhirnya dia lolos juga dari jepitan
keras hweesio manyat hidup itu.
Diikuti pula segera denga melancarkan ilmu Hwee In Su
(membalik tangan mencekal mega) dari Heng Su dari Heng
San pay yaitu tangan kirinya menggunakan jurus Huan Su
Liauw In sedangkan tangan kanannya melancarkan Hwee
Koang Huan Cao (Sinat terakhir bercahaya) yang secara
bersamaan dilancarkan kedepan. Si hweesio manyat hidup
segera mengaum keras, mau tidak mau harus meloncat
mundur dua langkah kebelakang.
Liem Tou yang sudah merasakan kesakitan dari tangannya
segera mengeraskan niatnya, mendadak dia melancarkan
serangan kembali dengan menggunakan jurus serangan Ooh
Koei Ciat Hun (Setan lapar menubruk sukma) dari ilmu Sam In
Ghiat Ciang yang diajarkan Hek Loo Toa kepadanya, baru saja
hweesio manyat hidup itu mundur kebelakang tiba2 Liem Tou
menjerit kesakitan kemudian rubuh kebelakang. Rubuhnya dia
tanpa sebab musabab ini membuat semua jago yang ada
disitu dibuat menjadi terkejut bercampur tercengang.
Siapa tahu belum sampai tubuh Liem Tou yang rubuh
keatas tanah itu mencapai permukaan tanah hingga
mendadak bagaikan seekor ular beracun yang besar mengeliat
keatas tanah dan memutar tubuhnya, bersamaan pula
waktunya bagaikan kilat cepatnya meluncur kea rah hweesio
manyat hidup itu.
Jarak dari hweesio manyat hidup itu dengannya tidak lebih
hanya dua tiga kaki saja sedang diapun pada saat itu berada

dalam keadaan tanpa bersiap siaga, terdengar suara gebukan
yang sangat keras tanpa ampun lagi dada hweesio manyat
hidup yang kekar itu terhajar oleh kepalan Liem Tou dengan
kerasnya, tak terasa lagi…berturut turut dia melompat mundur
tujuh delapan kaki baru bisa berdiri tegak. Waktu itulah Liem
Tou baru bisa menghembuskan nafas panjang, makinya:
“melihat kamu orang manusia tidak mirip manusia, setan
tidak mirip setan. Hmm…berani juga membohongi toaya-mu.
Lain kali terjatuh ketanganku lagi jangan harap aku dapat
lepaskan kamu orang yang dengan mudahnya”
Hweesio manyat hidup ini sejak mencukur gundul
rambutnya diatas gunung Ngo Thaysan kemudian
mendapatkan warisan dari ilmu silat Liauw In Hweesio
bersama sama mengangkat namanya dengan sincay buntung,
pembesar buta, pengemis mabok dan Thiat Sie Sian Seng
sehingga namanya disebut sebagai Tionggoan Ngo Koay,
didalam ilmu silat yang paling diandalkan adalah ilmu Han
Tiauw Kang-nya (ilmu cakar maut), jago jago Bulim yang
terbasmi dibawah cakar mautnya entah berapa banyak
jumlahnya, siapa tahu ternyata ini hari dapat dihajar bocah
ingusan seperti Liem Tou ini sehingga terpukul
semponyongan, tak tertahan lagi hawa amarahnya memucak
dari mulutnya segera memperdengarkan suara jeritan aneh
seperti pekikan setan dimalam hari.
Didalam waktu yang singkat dari antara kepungan Liem
Tou bertiga itu muncul ber puluh2 hweesio yang bersama
sama melaruk datang, tanpa ditanya sudahlah sangat jelas
kalau hweesio2 itu merupakan murid2 serta cucu2 murid
hweesio manyat hidup. Hweesio2 itu begitu sampai dihadapan
hweesio manyat hidup segera bersama sama memberi hormat
kemudian berdiri berjajar disampingnya.
Mendadak …hweesio manyat hidup itu menunding kearah
Liem Tou sambil teriaknya sengah menjerit. “cepat tangkap
bocah setan itu”

Ber-puluh2 hweesio itu segera menyahut dengan serentak
kemudian bersama sama berjalan mendekat kearah Liem Tou.
Liem Tou yang melihat datangnya berpuluh puluh hweesio
sekaligus menjadi sangat terperanjat, baru saja dia mau cari
akal untuk loloskan diri waktu itulah terdengar Thiat Sie Sian
Seng tertawa nyaring kembali ujarnya.
“Hey pengemis bau, aku bilang urusan kali ini haru
kuserahkan padamu bila dia sampai menderita rugi seujung
rambutpun aku tak cari kamu untuk minta ganti rugi”
Liem Tou mendengar perkataan itu diam diam menjadi
sangat girang, terlihat pengemis pemabok itu dengan
mementangkan mulutnya yang besar seperti baskom tertawa
termehek mehek sedang pentung Tah Kauw Pangnya yang
besar kasar serta panjang disabetkan ketengah udara, ujarnya
kalem.
“Hey pedangang licik, bocah cilik itu aneh sekali!...
he..he..he kamu orang tahu ilmu apa yang digunakan dia
untuk menghadiahkan satu bogem mentah kepada hweesio
manyat hidup tua bangkotan itu? He he aku mau lihat dia
punya ilmu apa lagi yang akan digunakan…nanti turun tangan
juga belum terlambat.
“Eh ehe, tidak mungkin” sahut Thiat Sie Sian Seng dengan
cepat.
“jurus serangan dari bocah cilik aku juga tidak tahu ilmu
apa tapi menurut serangan waktu terdesak…he he tidak
mungkin bisa digunakan lagi, cepat kau suruh kesayanganmu
turun kegelanggang”
Pengemis mabok itu tertawa besar lagi, ujarnya:
“Pedagang licik kau cemas apakah? Coba kau lihat bocah
cilik itu memang punya simpanan”

Kiranya saat itulah seorang hweesio mendadak
melancarkan serangan kearah Liem Tou untuk mencengkeram
dadanya.
Sebenarnya Liem Tou sedang menantikan bantuan dari
sipengemis mabok sehingga perhatiannya tidak ditujukan pada
hweesio2 itu, siapa tahu pada saat dia lengah itulah hweesio
tersebut berhasil mencekeram baju dibagian dadanya bahkan
jarinya yang seperti papaya dengan sangat tepat sekali
menotok jalan darah Sim Kan Hiat.
Jalan darah Sim Kan Hiat ini merupakan salah satu jalan
darah penting lainnya, bilamana salah satu saja dari jalan
darah itu tertotok maka nyawanya segera melayang.
Didalam keadaan yang sangat terkejut dengan cepat Liem
Tou menarik kembali dadanya kedalam, tangan kirinya
mendadak menyambar kedepan, agaknya hweesio itu
mempunyai dugaan Liem Tou akan mencekal urat nadinya
baru saja berganti jurus siap menahan serangannya itu, siapa
tahu gerakan tangan kiri dari Liem Tou jauh lebih cepat
darinya, sejal semula sudah ditarik kembali ketempat semula.
Tidak terasa lagi hweesio itu menjadi tertegun, pikirnya:
“jurus serangan apa ini? Menurut keadaan yang sebenarnya
gerakannya ini dengan jelas akan memaksa cengkeramanku
ini ditarik kembali tetapi kenapa sebelum aku menarik kembali
jurus serangannya sebaliknya dia mendahului menarik kembali
serangannya?”
Pada saat dia dibuat tertegun itul telapak tangan kana dari
Liem Tou dengan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun sudah
menyerang datang dari bawah keatas bagaikan kilat cepatnya
menghajar dada orang itu, jurus ini tidak lain merupakan jurus
Un Hun Put San (sukma halus tidak buyar) dari Ilmu silat Hek
Lootoa yang diturunkan kepadanya sesaat menjelang
kematiannya.

Hweesio itu sama sekali tidak pernah menyangka didalam
keadaan yang sangat menguntungkan baginya itu dia bisa
kena hajar oleh kepalan pihak lawan, tidak tertahan lagi dia
mundur semponyongan sejauh lima enam tindak kebelakang,
dadanya terasa sakit dan mual hampir2 tidak tertahan akan
muntah2 disana, tetapi akhirnya tak tertahankan lagi tubuhnya
rubuh terjengkang kebelakang.
Peristiwa yang sangat diluar dugaan ini sekalipun Liem Tou
sendiri juga merasa bingung sama sekali dia tidak percaya
kalau disaat seperti ini dia bisa melancarkan serangan dahsyat
membuat orang lain terpukul hingga terluka parah.
Pukulan itu sendiri masih tidak mengapa tetapi dengan
demikian memancing hawa amarahnya dari hweesio lainnya
segera mereka bersama sama berteriak marah dan
mengerubut maju secara bersamaan, bagaikan air bah
ditengah samudera mereka melaruk maju terus tanpa pikirkan
keselamatan sendiri.
Liem Tou yang melihat sipengemis pemabok itu tetap saja
tidak turun tangan menolong dia, didalam keadaan yang apa
boleh buat terpaksa dia memperkeras niatnya, sedangkan
kakinya dengan menggunakan ilmu Sah Cap Lak Thian Kang
Hwee Sian Poh (ilmu langkah tiga puluh enam langkah badai)
memutar menerjang ketengah larukan hweesio itu, sebentar
dia meloncat sebentar lagi maju kemudian mundur tetapi
sedikitpun tidak kelihatan terhalang, bahkan tangan kanan dan
tangan kiri serta kakinya tidak mau ambil diam, membuat para
hweesio yang melaruk maju itu terpukul hingga kocar kacir.
Begitu Liem Tou memperlihatkan ilmu gerakan ini,
sipengemis pemabok yang berada disamping hampir hampir
tidak mempercayai pandangannya sendiri, teriaknya dengan
keras”
“HEI..PEDAGANG LICIK!!! Coba lihat, gerakan langkah
kakinya sangat aneh sekali aduh sepertinya mirip sekali
dengan permainanmu itu?”

Si Thiat Sie Sian Seng yang melihat gerakan kaki Liem Tou
itu segera tahu kalau ilmu itu merupakan ilmu Thian Kong Poh
yang pernah dia ajarkan padanya lewat corat coret ditanah
tanpa memberi petunjuk padanya, bahkan sekarang ini
dilakukan tanpa sedikitpun salah. Didalam hatinya tidak terasa
menjadi terkejut bercampur heran, diam diam dia memuji tak
henti hentinya.
Saat ini Liem Tou yang berkelebat dengan sangat aneh
membuat perasaan girang muncul didalam hatinya tanpa
memikirkan akibatnya lagi segera dia mengubar seluruh hawa
amarah serta kemengkelannya keatas tubuh hweesio2 itu,
tangan serta kakinya yang melancarkan serangan semakin
keras lagi, sedikitpun tidak menaruh belas kasihan.
Mendadak…Pengemis Pemabok yang berada disamping
berteriak lagi dengan keras.
“Hei pedangan licik, kau sudah lihat dengan jelas belum?
Kedua jurus yang dilancarkan itu dengan jelas merupakan ilmu
telapak Lian Hian Ciang dari kunlunpay, coba lihat ini jurus
Peng Jut Tiauw Ciauw (ombak menggulung tubuh ular), coba
lihat lagi jurus Hong Hut Po Haua (perempuan menangkap
macan).
Perkataan ini baru selesai diucapkan dia menjerit kaget lagi
“Aduh mak…pedangang licik bagaimana sebenarnya urasan
ini? Ilmu kepalan dari bocah itu berubah lagi. Neneknya, Ilmu
telapak Hauw Pauw Tauw dari Siauwlim Liok Lo Heng Ciang,
hey pedagang licik coba lihat lagi Ilmu telapak, Su Leng dari
Butong Tiang Ciang, haaa?? Ilmu telapak Hong Hwei Thian
Hui dari Gak Jie Sam Su, Ilmu kepalan Jie Cu Tong Kwei dari
Kang Lam Cu Uh Cian, Haah…Haaah?? Coba lihat lagi. Tung
Mo Ciang dari Tay Ie Ciang, Cau Siang Ciang,
Neneknya…pedangang licik sebenarnya dia anak murid dari
partai mana??”

Saat itu agaknya Thiat Sie Sian Seng juga merasa
terperanjat, sahutnya dengan cepat.
“Pengemis busuk kau jangan sembarangan berteriak teriak
seperti setan kelaparan, aku sendiri juga tidak tahu, bocah
cilik ini memang sedikit aneh, jurus ini merupakan jurus Yeh
Be Hun Lieh dari Thay Khek Ciang, coba lihat lagi jurus ini
merupakan jurus Jie Lang Tan San dari Ngo Heng Ciang, kau
lihat…tentu dia punya hubungan yang rapat dengan Lie Loo
Jie dari partai Tun Si Pay, kalau tidak siapa lagi yang bisa
menurunkan ilmu sebanyak ini kepadanya?”
“Ehmm..ehm…benar benar” sahut pengemis mabok sambil
mengangguk
“aku lihat memang beberapa bagian mirip, bilamana benar
asal usul bocah cilik ini tidak kecil ini tidak kecil juga”
Saat itu kawanan hweesio tersebut sudah dipukul Liem Tou
hingga kocar kacir, setiap orang pada bengkak mukanya dan
berubah kehijau hijauan saking kerasnya kepala yang
bersarang dimukanya.
JILID 6 : Majikan elang raksasa
PADAHAL yang benar Liem Tou banya tahu kalau ilmu
langkah Sah cap Lak Thian Kang Poh hoat yang dilakukan itu
tidak mungkin bisa terkalahkan, sedang mengenai turun
tangan memukul para hwesio itu menurut penglihatannya
sendiri bukanlah merupakan suatu jurus serangan yang
sesungguhnya, kesemuanya ini tidak lain hanya merupakan
suatu pukulan serabutan yang tidak menurut peraturan.
Tetapi siapa sangka dia pernah membaca dan
mempeladjari bagian dari kitab silat Toa Koe Cin Keng pada
halaman ilmu pukulan sehingga tanpa sadar olehnya didalam
melancarkan serangannya itu secara tidak langsung sudah

mengandung jurus jurus serangan, hanya saja jurus jurus
serangan itu dilakukan sangat kacau sekali, sebentar lempeng
sebentar berbelok, bahkan Im serta Yang nya tidak dibedakan
sebaliknya hal ini didalam pandangan orang lain hanya
didalam waktu sepertanak nasi saja dia bisa mengeluarkan
ilmu ilmu pukulan dari berbagai partai serta perguruan yang
ada didalam Bu lim sudah tentu membuat para jago yang
hadir ditempat ini menjadi sangat terkejut, heran bercampur
kagum.
Sebenarnya si hwesio mayat hidup itu sudah melihat
situasinya sangat tidak menguntungkan bagi pihaknya, tetapi
sekalipun dia meiihat perubahan jurus jurus serangan dari
Liem Tou sangat banyak dan lihay ketika terpukul ditubuh
anak muridnya tidak terlatu berat sekali, selain tempat tempat
yang berbahaya paling banyak juga terpukul hingga
sampoyongan saja atau terjungkir balik roboh ketanah,
sehingga sampai saat itu dia hanya berdiam diri saja
memandang setiap jurus serangan yang digunakan oleh Liem
Tou itu, agaknya dia ingin mengetahui asal usul dari
permainan silatnya.
Tetapi akhirnya hasil yang dia inginkan tetap tidak
berkunjung datang sebaliknya itu murid2 serta cucu2 muridrya
dipukul dan dihajar oleh Liem Tou hingga berkaok kaok
kesakitan.
Saat ini dia benar benar tidak dapat menahan kemarahan
serta pergolakan didalam hatinya, mendadak bagaikan
segulung angin keras bertiup datang dengan sangat cepat dia
sudah berdiri dihadapan Liem Tou, teriaknya dengan keras.
"Liem Tou, serahkan nyawamu."
Perkataannya belum sampai tubuhnya sudah menerjang
kedepan, tangannya dengan kekuatan tenaga murni yang
sangat dahsyat mencengkeram kedepan wajah Liem Tou,
dengan cepat Liem Tou nguab tubuhnya kebelakang, kakinya

merasa tergelincir dengan sangat manisnya dia berhasil
menghindarkan diri dari serangan ini.
Thiat Sie sianseng yang saat ini melihat hweesio mayat
hidup itu sudah dibuat kalap saking gusarnya segera berteriak
dengan sangat cemas.
"Hey pengemis busuk, celaka, celaka cepat turun tangan .
cepat turun tangan kali ini bocah cilik itu tentu akan
merasakan kerugian yang besar dibawah serangan mayat
hidup tua itu,"
Hweesio mayat hidup itu melihat cengkeramannya yang
pertama menemui sasaran kosong dengan cepat
cengkeramannya yang kedua, gerakannya ini dilakukan
dengan sangat cepat sekali sehingga hanya kelihatan
bayangan buram yang berkelebat tahu-tahu cengkeramannya
ini sudah menempel dihadapan dadanya:
Dengan perasaan cemas kaki Liem Tou sekali lagi berputar,
sekalipun kali ini dia berhasil juga menghindarkan diri tetapi
wajah serta kulit dadanya terasa angin dingin yang sangat
menyesakkan dadanya memancar keluar dari cengkeramannya
yang seperti kuku garuda itu, hampir-hampir membuat dia
saking terkejutnya sepasang kakinya menjadi lemas tidak
bertenaga jurus serangan apapun kini tidak sanggup
digunakan kembali didalam pikirannya hanya mengharapkan
bantuan dari pengemis pemabok itu menolong dirinya
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut ini.
Siapa tahu justru saat itu si pengemis pemabok sedang
menyahut:
"Hey pedagang licik kau cemas apa? Dengan kelihayan dari
ilmu yang dimiliki bocah cilik itu untuk beberapa saat lamanya
mayat bangkotan tidak mungkin bisa berbuat apa2
terhadapnya, coba kita lihat lagi."

Liem Tou yang melihat sipengemis pemabok itu beberapa
kali menolak untuk menolong dirinya didalam hati benar2
merasa gemas, makinya,
"Ingat kau pengemis bau, pada satu hari tentu aku akan
suruh kau orang rasakan siksaan seperti ini, aku melihat
bagaimana kau melewati siksaan seperti ini”
Pada saat itu mendadak tubuh dari hweesio mayat hidup
itu mumbul ketengah udara kemudian berjumpalitan beberapa
kali, kepalanya kini berganti dibawah dengan kaki sebelah atas
sedang sepuluh jarinya yang runcing bagaikan kuku garuda
dengan kecepatan yang luar biasa menubruk kebawah,
sehingga dalam waktu yang sangat singkat beberapa kaki
disekeliling tubuh Liem Tou sudah berada dibawah lingkaran
bayangan cengkeram mautnya.
Liem Tou yang melihat hal itu segera menjerit kaget.
"Celaka, aduh mak tolong . . . "
Seluruh tubuhnya segera dijatuhkan keatas tanah,
mendadak hawa murninya disedot dalam2 sehingga terkumpul
didalam perutnya, didalam sekejap mata perutnya membesar
sebesar gentong, dengan mengerahkan seluruh kekuatan
tenaga murni yang berhasil dilatihnya begitu menanti tubuh
hweecio mayat hidup itu tepat menubruk diatas tubuhnya,
mendadak...
"Phuuu .." hawa murni yang dipusatkan dipusarnya segera
disemburkan keatas dengan dahsyatnya.
"Oooh...aduh, neneknya . " Dangan disertai suara jeritan
yang sangat mengerikan tubuh hweesio mayat hidup itu
segera terpental keatas kemudian rubuh kembali keatas
permukaan tanah dengan menimbulkan suara yang sangat
keras sepasang tangannya dengan kencang2 ditutupkan
keatas wajahnya sedang tubuhnya dengan terlentang rubuh
diatas tanah untuk beberapa waktu lamanya tidak sanggup
untuk merangkak bangun.

Pada hal tubuh hweesio mayat hidup yang rubuh keatas
tanah dan tidak bisa bangun kembali itu bukannya kerena dia
terluka parah oleh semprotan hawa murni itu, hal yang
sebenarnya adalah karena tubuhnya yang kaku seperti balok
kayu itu dengan sangat tepat rubuh terlentang sehingga
sedikitpun tidak punya tenaga untuk merangkak bangun.
Keadaannya yang sangat lucu itu membuat perasaan anti
dari para jago dunia Kangouw yang kumpul ditempat itu tidak
bisa ditahan lagi, mereka bersama-sama tertawa terbahakbahak
sambil memegang kencang perutnya, apa lagi sisiucay
buntung, pengemis pemabok serta Thiat Sie sianseng dari
Tionggoan Ngo Koay, mereka tertawa sangat keras sekali
sehingga hampir-hampir melelehkan air matanya.
Sipembesar buta itu selamanya mempunyai sifat kasar,
serta berangasan apalagi dia merupakan satu kornplotan
dengan si hweesio mayat hidup itu kini lihat semua orang
tertawa ia bukannya ikut tertawa sebaliknya mengerutkan
alisnya, air mukanya berubah membesi dengan sangat gusar
bercampur gemas berdiri disamping sedang dari hidungnya
tak henti hentinya mendengus dengan sangat dingin.
Suara tertawa keras dari puluhan jago Bu lim secara
berbareng ini membuat seluruh lembah cupu cupu yang
terkurung diantara gunung gunung yang berdiri menjulang
tinggi keangkasa itu bergema tak henti hentinya.
Tak lama kemudian suara tertawa dari para jago itu dengan
perlahan mulai berhenti kembali, tapi suara tertawa keras
yang bergema di lembah cupu cupu itu tetap saja
berkumandang tak henti2nya bahkan semakin lama semakin
meninggi.
Lama kemudian barulah suara tersebut merendah dan
akhirnya lenyap. tapi pada saat suara sebut hampir lenyap
itulah sekali lagi suara tertawa tersebut makin lama makin
meninggi dan akhirnya tinggi melengking memekikkan telinga
semua hadirin yang mendengar suara itu tak terasa pada

termangu mangu dan berdiri mematung ditempatnya masingmasing.
Dengan perlahan suara tertawa itu makin meninggi
bersamaan pula nadanya semakin nyaring dan akhirnya tinggi
melengking memekikkan telinga, membuat Liem Tou segera
dibuat menjadi bingung, ketika menoleh memandang orang
orang lain tak tertahan lagi dia menjadi tertegun dibuatnya.
Kiranya saat ini setiap air muka para jago yang ada
dilembah itu sudah berubah menjadi pucat pasi bagaikan
mayat, wajah yang pucat dengan mengikuti suara tertawa itu
perlahan lahan berubah kembali menjadi kehijau-hijauan,
bahkan ada pula yang Iangkah kakinya dengan perlahan mulai
bergeser mendekati lembah cupu cupu.
Suatu keistimewaan yang paling menyolok di antara
peristiwa itu adalah siapapun tiada yang berani mengeluarkan
suara sekecappun, masing masing berkumpul dengan kawankawannya
atau kelompoknya sendiri kemudian mengundurkan
diri dari lembah itu dengan tergesa gesa, tapi siapapun tak
berani berlalu sangat cepat dibawah telapak kaki mereka
seperti sedang dirembeti oleh seekor ular beracun, takut sekali
mengejutkan dia sehingga terpagut.
Liem Tou yang melihat kejadian sangat aneh ini merasa
sangat heran sekali, dengan tergesa gesa dia menoleh
memandang kearah Tionggoan Ngo Koay, tampak merekapun
sama halnya dengan yang lain air mukanya telah berubah
menjadi sangat serius dan heran bahkan suatu hal yang
membuat Liem Tou merasa terkejut dan heran adalah diantara
Tionggoan Ngo Koay itu sebenarnya Sisiucay buntung,
pambesar buta, hweesio mayat hidup serta pengemis
pemabok musuh2 yang tak pernah bisa hidup rukun dan
damai tapi entah karena apa begitu suara tertawa yang sangat
aneh itu muncul maka mereka berlima segera bersatu padu
dan berdiri berjajar menjadi satu.

Sepasang mata dari sisiucay buntung, pengemis pemabok
serta hweesio rnayat hidup dengan tajamnya memandang
kearah sekeliling gunung yang menjulang tinggi serta pintu
rembah cupu cupu itu sebaliknya sipembesar buta dengan
mengandalkan sepasang telinganya yang sangat tajam
melebihi mata itupun dengan memusatkan seluruh
perhatiannya mendengarkan gerak-gerik pihak musuh.
Hanya si Thiat sianseng saja yang tetap menundukkan
kepalanya memukul pulang pergi biji biji sie poanya, air
mukanya yang murung dan dikerutkan kencang2 itu seperti
sedang menggambarkan suatu bencana besar yang bakal
menimpa dan merupakan suatu kejadian yg sangat
mengenaskan selama hidupnya .
Dengan sikap dari setiap jago dilembah itu membuat Liem
Tou yang tak tahu urusan apa yang terjadi itu merasa tegang
juga tidak tertahan keringat dingin mengucur keluar dengan
derasnya.
Lewat beberapa saat kemudian suara tertawa itu mendadak
berhenti sama sekali kemudian di ikuti dengan suara pekikan
ngeri dari burung elang.
Dari atas kepala para jago segera munculkan dua ekor
burung elang yang sangat besar sekali dengan tak henti2nya
menyambar diatas kepala para jago itu.
Sayap dari kedua elang itu kelihatan begitu besarnya
sehingga hanya cukup bergoyang beberapa kali saja didalam
sekejap mata mengitari lembah cupu2 itu sebanyak empat
kali, hal ini bisa dibayangkan betapa cepatnya gerakan dari
binatang itu.
Saat ini setiap orang memusatkan seluruh perhatiannya
keatas, sedang sinar matanya pun dengan tajamnya mengikuti
setiap putaran serta setiap gerak gerik dari kedua ekor burung
elang tersebut, orang2 yang semula mulai menggeserkan
kakinya mendekati pintu lembahpun saat ini menghentikan

gerakan tubuhnya dan berdiri mematung dan tak berani
bergerak sedikitpun.
Jelas sekali kelihatan air muka dari Tionggoan Ngo Koay
makin berubah tegang lagi bahkan keringat sebesar kacang
kedelai sudah tampak mulai menetes keluar membasahi
keningnya.
Pada saat yang sangat tegang itulah mendadak diantara
para jago itu terdengar suara yang sangat aneh sekali. " Sreet
" suara yang sangat nyaring memecahkan kesunyian ini
membuat Liem Tou hampir loncat saking terkejutnya, dia
menoleh kebelakang terlihatlah seorang lelaki berusia
pertengahan secara mendadak mencabut keluar pedang yang
tersoren dipunggungnya, suara yang sangat nyaring serta
aneh itu kiranya berasal dari suara sesaat dia mencabut keluar
pedangnya itu.
Siapa tahu begitu pedang panjangnya keluar dari sarung
sesorot sinar matahari tepat menyoroti tubuh pedang itu
sehingga memantulkan suatu sinar pedang yang sangat
menyilaukan mata, suara tertawa keras yang tadi sudah
berhenti sekali lagi bergema ditengah lembah cupu cupu serta
sekeliling gunung yang tinggi itu bahkan secara samar samar
diikuti dengan suara suitan yang keras.
"Kuak ... kuak .. " dengan beberapa kali pekikan
mengerikan kedua ekor burung elang itu secara mendadak
muncuI dari antara awan kemudian menukik kebawah dengan
kecepatan yang luar biasa menubruk kearah orang itu.
Semua jago yang melihat hal itu tidak bisa menahan
pergolakan didalam hatinya lagi tak tertahan mereka pada
menjerit kaget, tetapi di antara suara jeritan yang sangat
mengerikan memecahkan jeritan kaget lainnya, kedua ekor
burung elang itu dengan diikuti segulung angin sambaran
yang sangat kuat sudah melayang kembali keangkasa
menghilang dibalik awan.

Ketika keadaan menjadi jelas kembali para jago hanya
melihat orang itu sudah binasa diatas tanah dengan badan
yang hancur serta darah segar yang berceceran diatas tanah,
kiranya tulang tulang batok kepalanya sudah hancur sedang
tubuhnyapun koyak koyak oleh kuku elang yang sangat tajam
itu.
Keadaan yang sangat mengerikan dan menggoncangkan
hati setiap orang ini membuat para jago tidak tertahan lagi
pada bergidik sedang bulu roma pada berdiri semua.
Liem Tou yang melihat hal itu dalam hatinya sudah merasa
ngeri, pikirnya.
"Siapa orang itu ?? wow . . . sungguh galak dan ganas
benar".
Tanpa sadar lagi dia mulai berdiri bersandar pada
punggung kerbaunya itu, sedang dalam hati diam diam
doanya.
"Moga moga aku bisa menaiki punggung kerbau ini dan
menerjang keluar dari lembah terkutuk ini, . . . Oooh Thian
tolonglah aku”
Tetapi didalam hatinya mendadak berkelebat kembali
keadaan yang mengerikan dari lelaki yang terkoyak oleh dua
ekor elang raksasa itu, dalam hatinya sekali lagi timbul
perasaan yang mencegah niatnya ini, ujarnya lagi.
"Tidak mungkin .tidak mungkin Liem Tou, Liem Tou, kau
tidak mungkin bisa lolos dari lembah ini, sebelum kau orang
mencapai depan lembah mungkin kedua binatang itu sudah
menghancurkan dan mengoyak-oyak tubuhmu..... tidak
mungkin . ..tidak mungkin, Oooh . siapa dia? Kenapa sampai
Tionggoan Ngo Koay juga takut seperti itu ? siapa orang itu?”
Dengan kejadian yang sangat mengerikan itu membuat
hawa disekeliling lernbah itu berubah menjadi semakin berat
dan semakin menyesakkan napas setiap orang, hanya cukup

sekejap saja ternyata mirip dengan satu hari lamanya.. . .
yang paling menggemaskan kedua ekor elang raksasa itu
dengan tidak henti hentinya terus menerus berputar dan
berkeliling di sekitar lembah itu .
Tidak lama kemudian Liem Tou benar benar tidak sanggup
untuk bersabar menanti dengan keadaan seperti itu,
perasaanaya sekarang ini jauh lebih gemas dari pada
tubuhnya dihajar atau dipukuli setengah mati.
Tangan kanannya dengan perlahan lahan mulai diletakkan
diatas punggung kerbaunya sedang tubuhnya siap siap
meloncat keatas punggung kerbau untuk kemudian dengan
cepat cepat menerjang keluar dari lembah itu.
Mendadak ... pada saat yang bersamaan pula si pembesar
buta mendadak bersuit nyaring dengan tingginya membuat
seluruh lembah tergetar dengan kerasnya, bersamaan pula
bentaknya dengan keras.
"Kamu iblis terkutuk..iblis elang yang terkutuk aku kira
sejak dulu sudah modar tidak kusangka sama sekali ini baru
bisa berada ditempat ini he he ... kalau sudah datang kenapa
tidak muncul muncul? buat apa main sembunyi sernbunyi
seperti anak kura kura?? cepat gelinding keluar biar semua
orang bisa lihat batang hidungmu.”
Si pembesar buta sesudah berteriak demikian, ujarnya pula
dengan nada yang perlahan dengan kawan kawannya.
“Hey buntung bangkotan, mayat hidup pengemis busuk
serta Sie poa butut dengarkan dulu. . iblis anjing ini sekali lagi
munculkan diri didalam bu lim terpaksa dendam kesumat
diantara kita ditunda dahulu untuk bersama sama mengusir
iblis busuk itu, pada masa yang lalu kita Tionggoan Ngo Koay
bisa menahan serangan iblis itu kiranya ini haripun masih
sanggup ..,hem. hemmm heran buat apa kita takut dia juga?”
“Ehmm. perkataan kamu sibuta sekalipun tidak salah" sahut
si Thiat Sie sianseng, "tetapi masa yang silam tetap

merupakan masa yang silam, masa yang silam sibuntung
bukanlah buntung, sipicik bukarlah buta simayat hidup tidak
kaku tetapi ini hari diantara Tionggoan Ngo Koay ada yang
sudah bunturg, buta ditambah lagi sudah kaku seperti mayat
hidup he- he he tidak disamakan lagi."
Sipembesar buta yang mendengar perkataan itu menjadi
sangat gusar, ujarnya.
“Haaa - - - perkataan apa ini hey pedagang terkutuk? Kamu
kira aku semua harus korbankan nyawa untuk dia orang??
Sekalipun pada masa yang lalu kita tidak buntung, tidak kaku
tidak buta tetapi kepandaian yang kita miliki sekarang jauh
lebih lihay dari pada kita semasa belum buntung, belum buta,
belum kaku.”
"Tidak salah - - tidak salah” sahut Thiat-Sie sianseng
tenang, tetapi sekarang aku mau tanya pada waktu yang lalu
kamu masih bisa menahan serangan dari kedua binatang
terkutuk itu, lalu ini hari kamu masih sanggup tidak?"
Beberapa perkataan ini membuat sipembesar buta
bungkam seribu bahasa tanpa bisa mengucapkan sepatah
katapun, tetapi dengan cepat Thiat Sie sianseng mengubah
pokok pembicaraannya, ujarnya lagi.
"Tetapi kalian tidak usah kuatir tadi aku sudah menghitung
dengan teliti, asalkan kita orang bisa menghadapi dia cukup
seperempat jam saja maka kita akan dapat tertolong"
Sehabis berbicara dengan perlahan dia melirik sekejap
kearan Liem Tou, tanyanya mendadak.
"Hey, Liem Tou! Sebenarnya kamu punya hubungan apa
dengan Siok Li Sin Ken atau sicangkul pualam Lie Sang Loo jie
dari partai Tun Si Pay? cepat beritahukan kepadaku"
Liem Tou yang ditanya seperti itu menjadi tertegun
dibuatnya, sambil gelengkan kepalanya, sahutnya.
“Aku tidak tahu.”

Si Thiat Sie sianseng yang mendengar jawabannya itu
menjadi gemas, sambil melototkan sepasang mata ujarnya
lagi.
"Kamu bohong, aku sudah hitung pasti punya hubungan
dengan dia orang"
"Cianpwee.. cianpwee harus percaya omonganku" ujar
Liem Tou sambil gelengkan kepalanya dengan keras.
Selamanya Liem Tou belum pernah omong kosong, aku
benar2 tidak kenal dengan si Lie-Sang dari Tun Si Pay itu ."
Thiat Sie sianseng yang melihat Liem Ton menjawab begini
tidak terasa gumamnya seorang diri.
"Haaaa ? kalau begini aneh sekali memang aneh sekali .”
Sekonyong konyong teriaknya dengan keras. "Binatang itu
menyerang lagi…semua waspada.”
Saat itu juga dari tengah awan kelihatan sekali kedua ekor
elang raksasa dengan ganasnya menukik turun kemudian
menubruk kearah para jago itu. Si siucay buntung, pembesar
buta. pengemis mabok hweesio mayat hidup serta Thiat Sie
sianseng lima orang segera bersama sama membentak keras,
sambaran kipas- tusukan toya besi, sambitan tasbeh, kebasan
toya serta kemplangan Sie poa bersama sarna menutup
kedepan menahan serangan dari elang pertama yang malah
mementangkan cakar mautnya untuk mencari mangsa.
Saat itulah serangan maut dari elang raksasa yang kedua
mendesak datang, dengan diikuti oleh segulung angin
sambaran yang kuat elang tersebut menyambar tidak lebih
dua kaki dari atas kepala semua orang kemudian melayang
naik kembali.
Seluruh perhatian dan tenaga dari Tionggoan Ngo Koay
mau tak mau terpaksa harus dipusatkan pada gerak gerik
serta serangan dari elang2 raksasa itu kendor sedikit berarti
maut menjelang datang karena itulah makin lama pada kening

masing2 mulai di basahi oleh keringat yang mengucur keluar
dengan derasnya.
Saat ini Liem Tou juga sedang memusatkan seluruh
perhatiannya melihat seluruh gerak gerik dari elang raksasa
itu, pada saat yang sangat tegang dan sangat kritis itulah
mendadak muncul seseorang yang berseru dengan keras.
“Tionggoan Ngo Thay hiap, Jangan terlalu tidak tahu diri."
Liem Tou yang mendengar perkataan itu tidak tertahan lagi
segera bergidik, dengan cepat dia mengalihkan pandangannya
kearah dimana berasalnya suara itu kiranya dua kali dari
Tionggoan Ngo Koay berdiri muncullah seorang lelaki berbaju
hijau yang berdiri dengan angkernya air mukanya sangat
tampan sedang tubuhnyapun tegap.
Tetapi dari Tionggoan Ngo Koay begitu mendengar
suaranya orang itu seperti manusia yang bertemu dengan
setan tidak tertahan pada menjerit kaget.
“Haaah - ?”
"Aduh . . . "
Karena perasaan terkejut itulah membuat perhatian mereka
menjadi sedikit bercabang, agaknya kesempatan yang sangat
baik itu tidak mau disia-siakan dengan begitu saja oleh elang
raksasa tersebut, dengan mementangkaa sepasang cakarnya
yang sangat tajam bagaikan pisau dengan kecepatan yang
luar biasa menubruk kebawah, agaknya serangan itu akan
membuat tubuh Tionggoan Ngo Koay terpukul hancur atau
terkoyak koyak oleh serangan dahsyat ini membuat Liem Tou
yang melihat hal ini merasa sangat terkejut sehingga tidak
tertahan menjerit kaget.
Saat itulah sipendekar aneh berbaju hijau itu sudah
mengebutkan ujung bajunya, sambil bentaknya.
“Kiem jie tunggu dulu.”

Serangan yang dilakukan oleh elang raksasa itu dilakukan
dengan sangat cepat sekali tetapi perginyapun sangat cepat
bagaikan kilat, baru saja suara bentakan dari pendekar aneh
berbaju hijau itu keluar dari mulut, sayapnya sudah di
pentangkan kembali kemudian meluncur ke tengah awan
dengan cepatnya. hanya didalam sekecap mata dia sudah
mengejar kearah elang lainnya untuk kemudian melanjutkan
terbang kelilingnya mengitari lembah tersebut.
Liem Tou sesudah melihat elang raksasa itu terbang pergi
burulah dalam hatinya merasa lega, teriaknya dalam hati.
"Huuh . - - sungguh berbahaya . .. sungguh berbahaya - -“
Terdengar sipendekar aneh berbaju hijau sudah membuka
mulut ujarnya kepada Tionggoan Ngo Koay dengan wegahwegahan.
"Sehabis perpisahan kita diatas Tiong Lam san hanya
didalam sekejap mata beberapa tahun sudah lewat, kiranya
kalian Tionggoan Ngo Koay hiap masih belum melupakan
Thian Pian Siauwcu aku orang Kie bukan?"
Sipembesar buta sesudah mendengar perkataannya segera
membalikkan bola matanya yang tinggal putihnya saja itu,
tongkat besi ditangannya dengan keras diketukkan diatas
tanah baru akan buka bicara, Thiat Sie sianseng dengan cepat
sudah berebut omong sahutnya.
"Nama besar dari Thian Pian Siauw cu atau rnajikan elang
sakti dari daerah Thian Pian, Ke Hong sudah terkenal didalam
Bu lim, bagaimana kita bisa melupakannya. Ke Siauwcu
beberapa tahun tidak ketemu kelihatan sekali makin lama kau
semakin keren dan semakin serius, entah kali ini datang
kemari punya petunjuk apa?"
"He He He..” sahut Thian Pian Siauw cu sambil tertawa
tawar. "Kitab pusaka To Kong Pit Liok merupakan sebuah kitab
pusaka yang sangat sakti, aku kira orang orang Bu lim tidak
ada seorangpun yang tidak ingin untuk mendapatkan kitab itu

dengan cepat, apalagi kini kedatanganku tepat wakunya buat
apa kau bertanya lagi?”
Sambil berkata dia putar tubuhnya sambil menggendong
sepasang tangannya dia berjalan kedepan dengan perlahan,
air mukanya masih tetap tersungging suatu senyuman yang
sangat dingin, sikapnya sangat sombong dan tidak
memandang sebelah matapun terhadap orang lain sesudah
berjalan ketengah antara para jago itu ujarnya sambil
menuding satu persatu.
"Ciangbunjin dari Bu tong pay, Ciangbunjin dari Siauw lim
Pay. Hang san Jie Yu. In San Siang koay, Cian Phu Ngo Koei,
Siok To Siang Mo..”
Berbicara sarnpai disini mendadak tanyanya kepada Hek
Loo Jie.
"Mana Hek Loo toa?”
Saat itu air rnuka dari Loo Jie sudah menjadi pucat pasi
seperti rnayat, sesudah membuka mulut setengah harian
lamanya barulah sahutnya dengan gemetar.
“Loo toako kemana selamanya aku Loo jie tidak tahu,
bilamana Siauw cu ingin rnemanggil dia datang, biarlah
sekarana juga aku pergi cari "
Sambil berkata ia balikkan tubuhnya siap meminjam
kesempatan yang bagus ini untuk melarikan diri dari lembah
itu, siapa tahu baru berjalan satu langkah, terdengar Thian
Pian Siauw cu sambil tertawa dingin sudah mernbentak.
"Aku tidak pernah suruh kamu orang pergi cari Hek Loo
toa, buat apa kamu cemas begitu? cepat kembali"
Pada saat dia mengucapkan "Cepat kembali” dua kata,
tangannya yang sebelah dengan sangat mudahnya sedikit
menjawil kearah Hek Loojie, ternyata sangat aneh sekali tubuh
Hek Loo jie yang sebenarnya sedang lari kedepan saat ini
ternyata dengan sempoyongan beberapa langkah kebelakang,

akhirnya dia tidak sanggup untuk berdiri tegak lagi, tidak
ampun tubuhnya terjengkang keatas tanah dengan kerasnya.
Keadaan dari Hek Loo jie saat ini sudah mengenaskan
sekali, keganasan serta kekejamannya tempo hari saat ini
sudah hilang lenyap seperti tertiup angin kencang, sesudah
berhasil merangkak bangun dia menjatuhkan diri berlutut
dihadapan tubuh Thian Piauw Siauw cu itu ujarnya sambil
meringis ringis menahan sakit.
"Bila aku telah membuat kesalahan terhadap Siauw cu,
harap kamu orang mau memaafkan dosa dosa ku itu.”
Thian Plan Siauw cu sama sekali tidak mau ambil perduli
atas ratapannya itu setindak demi setindak dia mulai berjalan
kedepan tubuhnya.
Air muka Hek Loo jie segera berubah sangat hebat,
kelihatan jelas sekali gigi serta bibir-nya gemetar sehingga
saling terbentur satu sama lainnya bahkan tubuhnya seperti
kena penyakit demam dengan kerasnya gemetar, sambil
berjalan kaki merangkak mundur kebelakang teriaknya sambil
meratap ratap.
“Siauw cu jangan ° . Siauw cu jangan”
Jubah hijau dari Thian Pian Siauw cu yang longgar itu
kelihatan berkibar tertiup angin tetapi langkahnya masih tetap
dilanjutkan kedepan,
sedang air muka tetap dingin kaku dan sombong sedikitpun
tidak kelihatan perobahan apa pun, gerak geriknya seperti
tidak pernah terjadi suatu urusan.
Hek Loo jie yang mundur terus menerus ke belakang
akhirnya tidak tertahan juga, teriaknya:
“Hey orang she Ke aku dengar kamu orang tidak pernah
mengikat tali dendam maupun sakit hati”

Parkataannya belum selesai diucapkan mendadak tubuhnya
meloncat bangun, telapak telapak tangannya dengan
menggunakan jurus Tui Juang Jung Gwat atau mendorong
jendela memandang bulan dengan kekuatan yang besar
menghajar tubuh Thian Pian Siauw cu.
Sekali lagi si Thian Pian Siauw cu tertawa dingin, sambil
rnengebutkan jubahnya yang ber warna hIjau ujarnya.
“Hek Loo jie sebetulnya aku tidak punya niat rnenyusahkan
kamu orang kamu mau cari mati sendiri yaaah??”
Kebutannya memang kelihatan sangat enteng dan ringan
sekali tetapi hal yang sebenarnya segulungan tenaga murni
yang sangat dahsyat dengan mengikuti kebutan itu
menyerang kedepan terdengar Hek Loo jie mendengus berat
tubuhnya sudah terlempar sejauh satu kaki kedepan demikian
menggeletak diatas tanah tidak bisa berkutik kembali.
Sejak semula hingga saat terakhir Liem Tou terus menerus
melihat setiap kejadian yang mendebarkan dan mengejutkan
hati itu, saat ini tidak terasa pikirnya,
“Mungkinkah Hek Loo jie terbinasa hanya degan satu
kebutan pendekar aneh berbaju hijau itu? kalau begitu pesan
terakhir dari Hek Loo toa yang minta aku bunuhkan itu
manusia terkutuk Hek Loo jie men jadi tidak bisa terlaksana”
Baru saja pikirannya terpikir demikian terdengar Thian Pian
Siauw cu sudah bicara lagi,ujarnya.
“Hek Loo jie dengan kekurang ajaranmu ini harusnya kau
dihukum mati tetapi bilamana kau mau beritahu itu kitab
pusaka To Kong Pit Liok sekarang berada ditangan siapa,
maka aku Thian Pian Siauw cu segera akan buka satu jalan
kehidupan bagi dirimu.”
LiemTou yang mendengar perkataan itu segera tahulah dia
kalau Hek Loo Jie belum binasa, kiranya dia hanya terluka
dalam saja, sejenak kemudian terlihatlah sambil merintih

kesakitan dengan paksakan diri Hek Loo jie merangkak
bangun, sedang mulutnya dengan nada yang rendah
mengucapkan sasuatu hanya karena jarak yang jauh sehingga
Liem Tou tidak bisa dengar dengan jelas.
Ujar Thian Pian Siauw cu lagi dengan keras.
' Hek Loo jie kamu orang tidak usah ucapkan terima kasih
kepadaku, cepat katakan kitab pusaka To Kong Pit Liok
sebetulnya berada ditangan siapa?”
Dengan perlahan sinar mata dari Hek Loo jie beralih keatas
tubuh Liem Tou yang dipandang seperti itu tidak tertahan
dalam hati merasa berdesir pikirnya.
“Aduh mak ...Tolong..Thian. .. kelihatannya kali ini aku
sukar untuk loloskan diri.”
Mendadak sisiucay buntang yang berada di samping
membuka mulut, ujarnya:
“Dari tempat kejauhan Ke Siauw cu datang kemari agaknya
sudah punya pegangan yang tebal untuk mendapatkan kitab
pusaka itu tetapi menurut penglihatanku sekalipun Siauw cu
tahu kitab pusaka itu berada ditangan siapa belum tentu
dengan mudah mendapatkannya.”
“Kenapa?” 'ujar Thian Pian Siauw cu dengan sangat
dinginnya sedang kepalanya dengan per ahan ditolehkan
kebelakang. “Apakah mungkin orang yang mendapatkan kitab
pusaka itu mempunyai asal usul yang besar yang tidak bisa
diganggu dengan seenaknya.?”
Dengan perlahan sisiucay buntung itu menudingkan tangan
tunggalnya kearah Liem Tou, kemudian barulah sahutnya.
“Tentang itu masih belum memadahi, coba kamu lihat kitab
pusaka itu berada ditangan orang ini, tetapi pernahkah kau
terpikirkan bahwa orang yang kecil justru sukar dihadapi?"

Semula ketika Thian Pian Siauw cu melihat sisiucay
buntung itu menuding Liem Tou dan melihat keadaan Liem
Tou yang demikian, tidak terasa menjadi tertegun, kemudian
setelah mendengar sisiucay buntung itu menyebutkan kalau
orang yang kecil justru sukar dihadapi mendadak angkat
kepalanya tertawa terbabak bahak, kemudian dengan
perlahan dia menoleh kearah ciangbunjin dari Bu tong pay,
ciangbunjin dari Siauw lim Pay, Heng San Jie Yu, In San-Siang
Koei serta Tian Pian Ngo Koei sekalian dengan perlahan
tanyanya.
"Kitab pusaka To Kong Pit Liok sudah men jadi milik aku
orang she Ke, kalian siapa saja yang tidak puas”
Sambil berkata sepasang tangannya bertolak pinggang
menantikan jawaban dari orang orang itu, tapi suasana masih
tetap sunyi senyap para jago yang diajak bicara tetap
membungkatn seribu bahasa.
Sesudab menanti sepertanak nasi lamanya, Thian Pian
Siauw cu tetap tidak dengar sahutan mendadak bentaknya
lagi:
"Kalian semua gentong nasi, cepat menggelinding dari sini."
Samba berkata ujung bajunya dikebutkan dan disambarkan
kedepan segulung angin serangan yang sangat dahysat segera
menggulung kedepan dengan kerasnya, tidak seorangpun
yang tidak sempoyongan terkena sambaran angin ini. Meiihat
kejadian ini para jago mana berani melawan dia lagi ? Dengan
suatu gerakan yang sangat cepat mereka bersama semua
pada bubaran keluar dari lembah cupu cupu itu.
Ditengah lembah kini hanya tinggal ciangbunjien dari Butong
Pay. Ciangbunjin dari Siauw lim pay, Heng San Jie Yu
sekalian karena kedudukannya sebagai seorang cianpwee dari
satu partai yang besar sudah tentu rnereka mera sa malu
untuk ikut bubaran dengan lainnya tetapi meskipun demikian

mereka hanya herdir ditempat kejauhan tanpa berani ikut
mengangkat bicara lagi. Thian Pian Siauw cu yang malihat hal
itu juga tidak ambil perduli lagi.
Menanti setelah para jago pada lari terbirit birit
meninggalkan lembah itu Thian Plan Siauw cu barulah dengan
perlahan membalikkan tubuhnya dan melirik sekejap kearah
Liem Tou, ujarnya lagi terhadap Tionggoan Ngo Koay.
"Aku sudah mengambil kepastian untuk nahan orang ini,
dari pihak Ngo Hiap masih punya petunjuk apa ?"
Si siucay buntung yang sudah kadung bicara saat ini untuk
menarik kembali perkataannya sudah tentu tidak mungkin
laga, terpaksa sahutnya dengan perlahan.
"Aku kira tidak begitu mudahnya, sekalipun pada
pertemuan besar diatas gunung Tiong Lam san tempo hari Ke
Siauwcu bisa mengalabkan para jago dengan mengandalkan
sepasang telapal tangan, mengalahkan raja Auh Hay
ClangCau, melukai Kiem Ko It Tiauw atau sipancing emas sakti
Liem Tiong babkan dengan si- Giok Li Sin Koen Lie Loojie
bertempur tiga hari dan tiga malam tanpa ada yang menang
sehingga nama besarnya menggetarkan seluruh dunia
kangouw dan terkenal hingga seluruh pelosok dunia, tetapi
keganasan serta kekejamanmu jauh lebih manggetarkan
seluruh jago-jago jago berkepandaian tinggi yang binasa
ditanganmu semasa pertemuan besar diatas gunung Tiong
Lam san entah barpuluh puluh orang banyaknya, bilamana kini
kitab pusaka To Kong Pit Liok itu jatuh ketanganmu pula he he
be . . . kiranya diseluruh dunia kangouw maupun disekitarnya
akin menemui bencana yang sangat besar. Dari pada saat itu
kami lima orang menemui bencana ditanganmu jauh lebih balk
sekarang juga adu jiwa dengan kamu orang. Hey orang she
Ke. Untuk medapat kitab To Kong Pit Liok itu tidak sukar tapi
harus singkirkan kami berlima dulu."
Thian Pian Siauw cu begitu mendengar perkataan itu air
mukanya masih tetap tenang tenang saja tanpa terjadi

perubahan sedikitpun, hanya saja jubah hijau yang dipakai itu
secara mendadak bergoyang terus menerus. Tiong-goan Ngo
Koay begitu melihat hal itu secara diam-diam mengadakan
persiapan juga, mereka tahu tenaga dalam yang dilatih Thian
Pian Siauw cu ini sudah mencapai pada tarap kesempurnaan,
apalagi tawa khikang yang tarpa berwujud sekalipun Giok Li
Sin Kun, itu Lie loojie sendiri juga tidak mau berhadapan
langsung karena kelihayaianya tdak usah diceritakan sudah
sangat jelas sekali, Thian Pian Siauwcu sesudah selesai
memusatkan hawa murninya, u jarnya kemudian dengan
sangat dingin.
"Hemmn ... hem. jika dengar pembicaraanmu mungkin
kalian akan memaksa aku turun tangan juga?? aku lihat Tiong
goan Ngo Thay hiap untuk angkat nama bukanlah urusan
yang gampang lebih baik kalian pikirkan lagi dengan masak
masak".
Sipembesar buta yang mempunyai sifat paling berangasan
menjadi sangat gusar sesudah dengar perkataan itu
bentaknya.
“Perkataan dari buntung tua itusedikitpan tidak salah, turun
tangan jauh turun tangan buat apa kamu orang banyak bicara
?"
Mendadak Thian Pian Siauw cu tertawa terbahak bahak
kembali, air mukanya berubah menjadi membesi sedang
mulutnya dengan cepat bersuit panjang dengan nyaringnya,
ujarnya kemudian dangan keras.
"Bagus, aku akan hadapi kalian berlima seorang diri, jangan
kalian kira lima orang bersatu padu bisa merajai seluruh
daratan tiong goan lalu aku tidak bisa kalahkan kamu orang,
ini hari dengan bekerja sama kalian berlima boleh terima tiga
jurus seranganku, bila aku gagal sejak ini hari juga didalam
dunia kang ouw tidak akan dengar nama Thian Pian Siauw cu
lagi".

Sambil berkata seluruh tubuhnya digetarkan sehingga
secara mendadak tubuhnya membesar satu kali lipat dari
keadaan biasanya, Liem Tou yang melihat keadaan ini dalam
hati diam-diam merasa terkejut bercampur kuatir atas
keselamatannya Tiong goan Ngo Koay, tidak terasa keringat
dingin mulai mengucur keluar.
Saat ini Tionggoan Ngo Koay mulai bersiap sedia, mereka
semua tidak berani berlaku terlalu gegabah lagi didalam
menghadapi musuh yang sangat tangguh ini. Terlihatlah
sipengemis pemabok berdiri ditengah tengah sedang sisiucay
buntung serta Thiat Sie sianseng berdiri disamping kirinya
kemudian si hweesio mayat hidup serta si pembesar buta
berdiri disamping kanannya mereka bersama sama berdempet
dempetan satu sama lainnya. Bersamaan pula kelima orang itu
mendadak sedikit merendahkah tubuhnya, sedang kuda
kudanya diperkuat, selain sipembesar buta yang memejamkan
mata lainnya empat orang bersama sama memusatkan
perhatiannya dan pandangannya kedepan .
Thian Pian Siauwcu mendadak mendengus dengan
dinginnya, sepasang telapak tangannya dengan perlahan
lahan diangkat sejarak dengan dada, pada jarak kurang lebih
beberapa kali dari kelima orang itu berdiri mendadak sepasang
telapak bersama sama didorong kedepan.
Segulung angin serangan yang sangat dahsyat bagaikan
menggulungnya ombak ditengah amukan topan ditengah
samudra babas dengan tidak hentinya mengalir kedepan
menekan dari atas kepala kelima orang itu.
Segera terdengarlah Tionggoan Ngo Koay berlima sama
membentak keras, lima orang sembilan tangan bersama sama
melancarkan serangan balasan.
Pada saat telapak tangan masing masing terbentur satu
sama lainnya itulah mendadak tubuh Thian Pian Siauwcu
berjumpalitan ditengah udara kemudian tertawa terbahak
bahak dengan kerasnya.

Saat itu air muka dari Tionggoan Ngo Koay sudah berubah
menjadi pucat pasi bagaikan mayat sedang dari wajahnya
secara samar2 memperlihatkan perasaan kesakitannya yang
luar biasa, sedang kesembilan buah tanganpun dengan tidak
henti-hentinya gemetar dengan sangat hebat.
Liem Tou yang melihat keadaan mereka men jadi seperti
tidak terasa dari dalam hatinya timbul perasaan simpatik,
sekalipun sihwesio mayat hidup serta pembesar buta itu
mempunyai niat untuk mencelakai dia dan merebut kitab
pusakanya tetapi didalam keadaan yang sangat kritis dan
menentukan mati hidupnya seorang ini ternyata Tionggoan
Ngo Koay bisa berhasil menyatukan kekuatan tenaga murni
mereka untuk bersama-sama menghadapi musuh tangguh hal
lni sudah sangat jelas memperlihatkan kalau diantara
Tionggoan Ngo Koay sebenarnya merupakan pasangan teman
yang sangat akrab sekali hanya entah akhirnya karena apa
mereka menjadi bentrok sendiri dan menganggap kawan
sebagai musuh bebuyutan, kini didalam menghadapi musuh
tangguh bisa juga bersatu padu menghadapi musuh,
keluhuran hatinya boleh dipuji, Liem Tou yang punya pikiran
demi kianpun tidak terasa lagi perasaan benci serta perasaan
bermusuhan didalam hatinya menjadi hilang dengan
sendirinya.
Didalam sekejap mata saja pukulan yang kedua sudah
dilancarkan oleh Thian Pian Siauw cu itu, didalam hati
sekalipun Liem Tou merasa sangat cemas tetapi dia sama
sekali tidak punya cara untuk memberi pertolongan terpaksa
dengan melongo dia memandang jalannya pertempuran.
Tampak sepasang telapak tangan dari Thian Pian Siauw cu
sesudah didorong kedepan kali ini keadaannya jauh berbeda
dengan keadaan pertama, pukulannya sesudah dilancarkan
sedikit pun tidak membawa sambaran angin maupun kebulan
debu tertiup angin keadaannya sangat tenang dan sunyi
hanya saja keadaan dari Tionggoan Ngo Koay jauh lebih

menegangkan lagi, seperti juga semula mereka berlima
bersama-sama dengan sembilan buah telapak bersama2
menyambut datangnya serangan musuh ini.
Liem Tou yang sedang merasa heran mendadak melihat
seluruh bulu roma dari Tionggoan Ngo Koay pada berdiri
semua sepasang matanya melotot keluar, sedang keringat
sebesar biji kedelai dengan derasnya mengucur keluar dari
keningnya, apalagi kesembilan buah tangan yang sedang
diulur kedepan itu ternyata tidak sanggup untuk ditarik
kembali. telapaknya menghadap keluar sedang jari jarinya
membuka dengan kakunya
Didalam sekejap saja membuat Liem Tau yang melihat
pertempuran itu menjadi sangat terperanjat sedang hatinya
camas seperti ditusuki beribu ribu jarum kecil, dia tahu kedua
belah pihak sedang menggunakaa seluruh tenaga yang
dimilikinya untuk mengadu jiwa, bahkan masing masing pihak
sediktpun tidak mau mengalah terhadap pihak lainnya.
Ketika memandang lagi kearah Thian PianSiauw cu
kelinatan dengan jelas pada bibirnya tersungging suatu
senyuman yang sangat dingin, sepasang telapaknya dengan
sejajar didada dengan tenangnya mengnadap kedepan
kelihatannya dia sama sekali tidak terialu ngotot.
Dalam hati Liem Tou semakin merasa sedih lagi, dia tahu
saat ini Thian Pian Siauwcu sama sekali tidak menggunakan
tenaga penuh tetapi Tionggoan Ngo Koay sudah kelihatan
demikian ngotot dan beratnya, bilamana dia sampai
menggerakkan seluruh tenaga murninya lalu bagaimana
keadaan dari Tionggoan Ngo Koay saat itu? dan mana
mungkin mereka sanggup menahan serangan itu??"
Berpikir sampai disini tak tertahan lagi semangat
kependekarannya rnuncul dari dasar lubuk hatinya dengan
tidak perduli kelihayan pihak musuh rnendadak bentaknya.
"Hey orang she Ke lihat serangan."

Thian Pian Siauwcu begitu mendengar bentakan ini tidak
terasa tubuhnya sedikit tergetar, pada saat itulah Tionggoan
Ngo Koay bersama sama membentak nyaring dengan
paksakan di ri mereka berhasil rnendesak kembali serangan
Khie kang tanpa berwujud yang dilancarkan oleh Siauw cu itu.
"Gelegar . “ Thian Pian Siauw cu tidak sempat untuk
menarik kembali serangannya,suatu tenaga Khie kang yang
sangat dahsyat tanpa bisa dicegah lagi menghantan tanah
disisi tubuh Tionggoan Ngo Koay, terlihatlab abu dari pasir
pada berterbangan, permukaan tanah yang ditumbuhi dengan
suburnya oleh rerumput, didalam sekejap saja berubah
menjadi liang yang dalam oleh pukulan dahsyat tenaga Khie
kang itu.
Thian Plan Siauw cu melihat serangannya yang hampir
mengenai sasaran ternyata telah dikacau oleh bentakan Liem
Tou bahkan dengan demikian Tionggoan Ngo Koay berhasil
meloloskan diri dari kurungan hawa pukulannya, tidak terasa
menjadi sangat gusar sekali, dengan wajah yang merah
padam dia menoleh kearah Liem Tou, makinya.
"Bangsat cilik, saat kamatianmu tidak jauh lagi"
Tetapi dia tidak melancarkan serangannya ke arab Liem
Tou, hanya kepada Tionggoan Ngo Koay ujarnya dengan
keras.
"Terima kembali satu jurus yang terakhir°.
Dengan menggunakan hawa Khie kangnya yang tak
terwujut sekali lagi Thian Pian Siauwcu melancarkan serangan
dahsyatnya, didalam sekejap saja dua gulung tenaga pukuien
yang sangat kuat manempel satu sama lainya.
Dengan memandang dari perubahan wajah masing masing
Liem Tou segera tahu bahwa walaupun Tiongoan Ngo Koay
masih sanggup untuk menahan serangan dari Thian Pian
Siauw cu itu tetapi lama kelamaan tidak akan sanggup

bertahan dan akhirnya akan terluka dibawah serangan dahsyat
dari Thian Pian Siauw cu.
Untuk menolong nyawa dari kelima orang ttu mendadak
dalam pikirnya berkelebat suatu ingatan, dengan cepat dia
meloncat naik ke atas punggung kerbaunya, sambil serunya
dengan keras.
Orang she Ke, kitab pusaka To Kong Pit Liok kamu orang,
jangan harap bisa mendapatkan kembali."
Sambil berkata sepasang kakinya menjepit kencang
kencang perut kerbau itu sedang tangannya dengan cepat
memukul pantatnya, bentaknya.
“Gouw Koko cepat..!”
Kerbau itu seperti tahu apa yang sedang di rerintahkan
kepadanya, kakinya dengan cepat hergcrak kemudian dengan
cepat lari keluar da ri le mbah cupu cupu itu.
Dengan perbuatannya ini segera mendatangkan hasil,
Thian Plan Siauw cu rnemangnya datang dikarenakan kitab To
Kong Pit Liok itu. kini Liem Tou pergi sudah tentu dia tidak
punya minat untuk rnelukai nyawa dari Tionggoan Ngo Koay
Iagi, sambil menarik kembali telapak tangannya dia tertawa
panjang, bentaknya.
"Bangsat cilik kamu orang tidak akan bisa lolos"
Jubah hijaunya dikebutkannya dengan cepat dia mengejar
dari belakang.
Gerakan tubuhnya itu sangat ringan bagaikan bertiupnya
segulung angin, hanya didalam seke jap mata saja tubuhnya
sudah berada beberapa kaki dari tempat semula, saat itulah
Tionggoan Ngo Koey baru merasa tidak beres,teriaknya
berbareng.
"Celaka!"

Bersamaan pula sembilan buah kaki dengan cepat
dipentangkan dan lari dengan cepatnya mengejar dari
belakang.
Liem Tou yang merasa tubuh Thian Pian Siauw cu mulai
mengejar dan mendekati belakang tubuh kerbaunya tidak
dapat lari dengan cepat, dia merasa gemas kepada kerbaunya
tidak punya sayap sehingga bisa terbang dari situ.
Setelah berlari beberapa waktu lamanya akhirnya Liem Tou
berhasil juga keluar dari lembah itu, mendadak terdengar
Thian Pian Siauw cu dengan suara, yang tinggi rnelengking
sedang bersuit panjang, kemudian teriaknya.
"Hay bangsat cilik. Cepat berhenti dan serahkan itu kitab
pusaka To Kong Pit Liok kepadaku, kalau tidak . . . Hemmm
hemmm .. . coba bayangkan saja seekor kerbau bodoh mana
mungkin bisa memadahi kecepatan dart Kiem Giok jieku itu??
Saat itu aku akan perintah mereka untuk mengoyak oyak
tubuhmu sehingga hancur .. -hemm hemm saat itu walaupun
kamu orang menyesal juga tidak berguna.”
Liem Tou yang mendengar suara dari Thian Pian Siauw cu
itu sangat dekat dengan dirinya segera menoleh kebelakang
terlihatlah dua kaki dibelakang tubuhnya sesosok bayangan
hijau dengan cepatnya lari mendatang tidak terasa hatinya
menjadi sangat cemas, bentaknya.
-Ooh . . kakak sapi yang baik cepat sedikit larinya."
Pada saat hatinya sedang cemas dan bingung itulah
mendadak terdengar suara pekikan ngeri dari dua ekor burung
elang yang sedang terbang, ketika diangkat kepalanya
memandang, terlihatlah kedua ekor elang itu entah sejak
kapan sudah terbang mengelilingi disekitar kepalanya.
Waktu itu Liem Tou sudah berhasil lari hingga diluar
lembah, sebelah kirinya merupakan jalan kecil sewaktu dia
datang kemari, sedang sebelah kanannya merupakan jalan
dekat dengan bukit, pepohonan tumbuh dengan rapatnya

sehingga kelihatan sangat rimbun, Liam Tou dengan cepat
menarik tali kerbaunya dan menariknya kesebelah kanan.
Sesaat kerbaunya berhenti sebentar itulah suara tertawa
dingin dibelakang tubuhnya semakin dekat. dengan cepat
Liem Tou menoleh kebelakang begitu kepalanya menoleh
tidak tertahan lagi dia menjerit keget.
“Aduh mak .. . tolong . . tolong .. .”
Kiranya saat ini tubuh Thian Pian Siauw cu tidak labih
hanya tinggal dua tiga langkah darinya sedang tangannya
disambarkan kedepan berusaha rnencengkeram ekor dari
kerbau tersebut, keadaan yang demikian bahaya dan
mengerikan ini mana tidak membuat Liem Tou menjerit kaget
saking ketakutan dan terkejut??
Dengan sekuat tenaga Liem Tou paksa kerbaunya lari lebih
cepat lagi, sepasang kakinya yang rnengapit perut kerbau
semakin diperkencang sehingga kerbau itu merasa kesakitan,
mendadak kecepatan larinya semakin bertambah hingga
samping telinganya hanya terasa angin menyambar dengan
kerasnya.
Ketika sekali lagi menoleh kebelakang tubuh Thian Pian
Siauw cu yang tadinya tinggal dua tiga langkah sekali lagi
ditinggal sejauh dua kaki dibelakang .
Tetapi baru menoleh kepalanya mendadak sesosok
bayangan abu abu dengan kecepatan bagaikan menyarnbar
sebuah anak panah dengan cepatnya, saat itu gerakan dari
bayangan tersebut begitu cepatnya sehingga bagi Liem Tou
sarna sekali tidak sanggup membedakan apakah bayangan itu
manusia apa seekor binatang.
Liem Tou yang melihat bayangan abu-abu itu dengan
kecepatan yang Iuar biasa terus menerjang kearahnya segera
menjadi bingung, apa tujuannya? Sesaat dia men jadi tertegun
itulah bayangan abu abu itu sudah menubruk kearah kepala

kerbaunya yang tidak tertahan lagi dia menjerit kaget sedang
dalam hati pikirnya.
Tidak perduli karnu manusia atau binatang sesudah
menubruk kepala kerbau ini tentu akan runyam.
Siapa tahu gerak gerik dari bayangan abu-abu itu sangat
Iincah sekali ketika kelihatan hampir saja tubuhnya menubruk
kepala kerbau itu pada saat yang sangat kritis itulah
mendadak tubuh dari bayangan itu sedikit mengerut dengan
tepat sekali berhasil menerobos melalui bawah perut kerbau
tersebut.
Setelah itu dibelakang tubuhnya terdengar suara benturan
yang sangat keras sekali diikuti dengan suara bentakan gusar
dari Thian Pian Siauw cu. Ketika Liem Tou menoleh
kebelakang tampaklah dua sosok bayangan berwarna hijau
dan abu-abu sudah bergumul menjadi satu walau pun Liem
Tou sudah pentangkan seluruh kekuatan matanya tetap tidak
berhasil melihat dengan jelas wajah bayangan itu.
Terlihat kedua orang itu makin bertempur semakin cepat
dan akhirnya sampai bayangan manusia pun sukar untuk
dibedakan.
Saat itulah dari tengah awan terkumandang datang suara
pekikan ngeri yang sernakin lama semakin mendekat,
mendengar suara itu Liem Tou mana berani melihat jalannya
pertempuran lebih lanjut dengan cepat kakinya mengapit
kencang perut kerbaunya sekali lagi lari dengan cepatnya
kedepan seperti diuber setan.
Beberapa menit kemudian mendadak terasa olehnya
pandangan matanya telah menjadi gelap sedang angin dingin
yang menyambar diatas kepalanya pun semakin santar tidak
perlu ditanya sudah sangat jelas katau elang raksasa itu sudah
berada diatas kepalanya.
Waktu itu Liem Tou tidak punya keberanian untuk angkat
kepalanya memandang lagi didalam keadaan yang sangat

kritis itu dalam benaknya segera barkelebat suatu akal,
tubuhnya dengan cepat ditekuk kedepan kemudian
menggelintir menyusup kebawah perut kerbaunya, dengan
memegang kencang kaki bagian belakang dari kerbau itu dia
melanjutkan melarikan diri dengan cepatnya kemuka, sesaat
dia berhasil menyusupkan tubuhnya kebawah itulah kuku
elang raksasa seperti capitan besi itu sudah menyambar
datang tepat diatas punggung kerbau.
Kerbau ini hidup bersama sama dengan Liem Tou tidak
lebih baru beberapa hari malamnya bukannya dia punya
kepandaian khusus didalam mengangon kerbau sebaliknya
karena kepandaian dari Liem Tou yang sudah terbiasa
berguling dan bergurau diatas punggung kerbau sehingga
membuat kepandaiannya menyusup kebawah perut kerbau
sangat mahir sekali.
Saat ini secara mendadak Liem Tou memegang kencang
sebelah kaki bagian belakangnya membuat kerbau itu saking
terkejutnya menjadi meloncat kedepan sedang tanduknya
yang diangkat keatas tepat sekali menyambut datangnya
sambaran dari elang raksasa itu.
Dengan demikian asalkan cakaran dari elang raksasa itu
mencapai pada punggung kerbau itu sudah tentu ujung
tanduk dari kerbau tersebut akan dengan tepat menghajar
perut dari elang itu.
Elang raksasa itu ketika siap menerkam punggung kerbau
tersebut begItu melihat tanduk yang runcing siap menerima
perutnya segera berpekik nyaring dan melayang kembali
ketengah angkasa.
Liem Tou sesudah melihat elang itu terbang keangkasa
sekali lagi merangkak bangun keatas punggung kerbaunya,
tali lesnya ditarik dengan cepatnya mereka rnenerjang
ketengah hutan yang sangat lebat.

Tetapi elang raksasa itu tidak mau melepaskan mangsanya
dengan begitu saja beberapa kali memperoleh kesempatan
baik segera menerjang kembali kebawah membuat Liem Tou
beberapa kali hampir2 terluka oleh kuku elang yang sangat
runcing dan tajam itu. Untung saja Liem Tou sudah lama
bergaul dengan sapi sehingga kepandaian dan kemahirannya
menunggang kerbau sudah mencapi taraf kesempurnaan,
setiap kali menghadapi bahaya yang kritis berhasil
menghindarkan diri sendiri.
Dengan keadaan seperti inilah Liem Tou terus menerus
melarikan dirinya dari kejaran ke dua ekor elang raksasa itu
sebaliknya kedua ekor elang itu pun tak mau melepaskan
mangsanya dengan mudah. Saat itu sudah amat siang perut
Liem Tou pun mulai keruyukan minta di isi tak terasa dalam
hati pikirannya.
"Hei . binatang terkutuk itu kenapa tidak pergi ? ? perutku
sudah mulai lapar sedang per jalanan harus ditempuh
beberapa jauhnya ? ?? Nanti aku akan sampai dimana ?
Bilamana kedua ekor elang raksasa itu tidak enyah dari
sana cepat atau lambat Thian Pian Siauwcu tentu akan
mengejar sampai disitu juga, saat itu dia harus berbuat
bagaimana untuk menghadapi 'Thian Pian Siauwcu ? untuk
bertempur dengannya ?? tidak mungkin ? Hal itu sama saja
dengan telur di adu mencari jalan kematian diri sendiri.
Berpikir sampai disini pikirannya segera bekerja untuk
menghindarkan diri dari kuntitan kedua ekor elang raksasa itu,
terpikir olehnya kalau tempat itu dekat sungai tentu
keadaannya jauh lebih bagus, asalkan dia menceburkan diri
kedalam sungai tentu kedua ekor elang raksasa itu tak akan
dapat berbuat apa-apa terhadap dirinya, tetapi justru
sekarang sekitarnya merupakan tanah pegunungan yang
tinggi dan terjal membuat pikirannya sekali pun sudah di peras
tetap tak sanggup mencari suatu jalan baik.

Sambil berpikir dia tetap melanjutkan perjalanannya
melarikan diri, setibanya pada sebuah hutan yang lebat
mendadak suatu bayangan berkelebat dalam hatinya, tak
terasa dia menjadi sangat girang pikirnya.
“Haaa…sudah ada… kenapa aku tidak mau
menyembunyikan diri untuk sementara didalam hutan rimba
yang lebat ini ? Menanti sesudah elang terkutuk itu pergi
bukankah aku masih punya kesempatan untuk melarikan diri
lagi ?"
Dengan cepat dia menepuk pantat kerbaunya sehingga
larinya makin cepat, akhirnya tercapai juga tepi hutan rimba
yang lebat itu.
Terlihattah pepohonan sebesar beberapa kaki Iebarnya
tumbuh dengan suburnya di sekeliling tempat itu dedaunan
yang lebat menutupi masuknya sorotan sinar matahari
sehingga keadaan sangat lembab tapi dengan begitu terhindar
juga dari serangan elang dari atas angkasa.
Liem Tou yang melihat keadaan disana tidak terasa
menghembuskan napas lega, dengan perlahan dia meloncat
turun dari punggung kerbaunya kemudian beristirahat
disamping sebuah pohon yang sangat besar, telinganya masih
tetap mendengar dengan jelas suara pekikan ngeri kedua ekor
elang raksasa yarg tetap terbang disekeliling tempat itu.
Dengan perlahan kepalanya disandarkan pada dahan pohon
sedang ingatannya melayang pada peristiwa yang
mengerikan, mendebar serta mengejutkan yang baru saja
terjadi dilembah cupu-cupu, saat yang menegangkan itu
membuat tubuhnya terasa sangat letih, kini dapat sedikit
beristirahat tidak terasa perasaan mengantuk yang sukar
ditahan menjalar keseluruh tubuhnya, seluruh anggota tubuh
merasa lemas, sedang matanyapun mulai terkatup sukar
dipentangkan kembali.

Tak lama kemudian Liem Tou tak bisa nahan lagi perasaan
ingin tidurnya dengan perlahan tubuhnya mulai rubuh keatas
tanah.
Sesaat mencapai pada kepulasannya itulah tiba tiba. . .
batang kayu serta daun pada berguguran keatas tanah diikuti
dengan rubuhnya batang kayu yang besar dengan
menimbulkan suara yang sangat keras, suara itu begitu keras
dan begitu dekatnya dengan sisi tubuh Liem Tou membuat dia
yang baru saja hendak pulas saking terkejutnya hingga
meloncat bangun. sambil mengangkat kepalanya keatas
bentaknya.
"Siapa ?? kurang ajar. . binatang terkutuk kamu berani
membokong aku dari atas pohon?”
Sesudah membentak keras dia menengok ke atas pohon
dan makinya lagi dengan suara seperti geledek.
"Burung terkutuk; suatu hari tentu aku putuskan sayapsayapmu
itu dan pegal cakar cakarmu yang tajam."
Pada benaknya terbayang, kembali keganasan serta
kekejaman dari Thian Pian Siauwcu teringat pula pada
bayangan abu abu yang menerjang kerbaunya, siapa
sebetulnya orang itu?? bagaimana bisa sanggup untuk
bertempur melawan Thian Pian Siauwcu ??? kini elang elang
raksasa terus menerus terbang keliling disekitar hutan
bilamana si Thian Pian Siauwcu itu sampai terpancing datang
lagi bukankah urusan akan semakin, tidak karuan???
Semakin berpikir Liem Tou merasa semakin takut dengan
cepat dia memanjat kepuncak pohon, dengan menggunakam
dedaun yang lebat sebagai penutup tubuh dengan cepat dia
memandang keatas saat itu terlibat elang tersebut sedang
terbang tinggi diangkasa,hanya dengan beberapa kali kebasan
sayap dia sudah lenyapkan diri ditengah awan.

Tapi saat itu elang itu hanya tinggal seekor saja sedang
yang lainnya entah pergi kemana. Liem Tou yang melihat hal
ini menjadi bergerak hatinya, pikirnya dalam hati,
“Celaka yang seekor tentu sedang mengundang Thian Pian
Siauw cu kemari"
Dia tak berdiam disitu lebih lama lagi sekalipun harus
menempuh serangan elang rakasasa yang ganas itupun dia
harus melanjutkan perjalanan juga, dengan tergesa gesa dia
merambat turun dari pohon dan jalan kesamping kerbau
ujarnya kemudian.
“Kakak sapi yang baik kau seperti aku juga selalu menerima
penderitaan, kita harus menempuh bahaya untuk lari keluar
dari hutan ini”
Sambil berkata dia merangkak keatas punggung kerbaunya,
waktu itulah mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang datang suara langkah kaki manusia dengan
cepat dia menoleh, terlihatlah seoraag kakek tua berbaju
warna abu-abu dengan celana pendek dan kaki yang telanjang
sedan berjaIan mendatangi, celana pendek yang dipakai itu
ternyata sangat aneh sekali, yang sebelah lebih tinggi dari
lainnya. Begitu dia melihat LiemTou menoleh segera
digapenya sambil terrtawa tanyanya.
"Hei . bocah cilik, kamu mau kemana?”
Saat ini Liem Tou sudah mirip dengan burung yang
dikejutkan oleh anak panah begitu melihat orang asing pada
air mukanya segera memperlihatkan perasaan terkejut, takut
serta ngerinya, dengan perasaan sangat takut dia memandang
kakek tua itu beberapa saat lamanya kemudian barulah
sahutnya.
"Aka tak kenal kamu orang, buat apa kamu tanya tujuanku
??"

"Aku orang tua sedang melakukan perjalanan" ujar kakek
tua itu sambil berjalan mendekati samping tubuhnya.
“Siapa tahu sudah sampai ditempat ini ternyata tersesat,
hei bocah cilik tahu tidak tempat apakah ini ??"
Ketika Liem Tou mendengar dia berbicara begini dan
mellhat pula kakinya telanjang tak terasa perasaan curiga
didalam hatinya timbul semakin tebal, sambil gelengkan
kepala ujarnya singkat.
“Aku tidak tahu."
Sehabis berbicara dengan cepat dia menarik tali les
kerbaunya dan putar tubuh melanjutkan perjalanan kedepan.
"Hey bocah cilik " seru kakek tua itu mendadak "Tunggu,
tunggu aku sebentar, bagaimana jika kita melakukan
perjalanan bersama sama"
Jilid 7 : Hilangnya kitab Toa Loo Cin Keng
Dalam hati Liem Tou merasa curiga kalau orang ini tidak
punya niat baik sudah tentu tidak menggubris omongannya
lagi, dengan cepat dia pukul pantat kerbaunya dan lari menuju
keluar hutan dengan sangat cepatnya.Si kakek tua yang
berada dibelakang segera berseru dengan semakin keras.
“Hey bocah cilik jangan lari, jika kamu pergi bukankah aku
semakin tersesat? Hey…tunggu”
Ketika Liem Tou menoleh dan melihat kakek itu lari
terpontang panting mengejar dirinya.
“Jika dilihat dari gerak geriknya mana mungkin dia berhasil
mengejar kerbauku yang lari dengan kecepatan penuh?”
Sambil berpikir dia mengapit perut kerbau semakin kencang
membuat larinya kerbaupun semakin kencang, didalam

beberapa saat dia sudah hampir keluar dari hutan itu, asalkan
sudah keluar dari hutan mau tak mau terpaksa Liem Tou
harus menjaga serangan dari elang raksasa itu lagi, membuat
hatinya saat ini semakin tegang.
Tanpa sadar dia menoleh kebelakang melihat si kakek tua
yang sedang mengejar kearahnya, siapa tahu bukan saja
kakek tua itu tidak ketinggalan bahkan jaraknya semakin
dekat dengan dirinya, ketika dia melihat Liem Tou menoleh
sambil tertawa hingga kelihatan gigi, ujarnya.
“Hey bocah cilik, jika kamu lebih cepat dari aku orang tua
tidak akan sanggup untuk mengejar”
Liem Tou melihat dua kali gagal meninggalkan kakek tua
itu tidak terasa dalam hati timbul perasaan gusarnya, dengan
cepat dia menarik tali kerbaunya sehingga berhenti, kemudian
makinya dengan gusar.
“Kamu kakek tua sungguh menjengkelkan sekali, bicara
sesungguhnya aku sendiri juga orang yang tersesat, buat apa
kamu orang terus ikuti aku?”
“Perkataanmu bagaimana bisa membuat aku percaya?”.
Ujar kakek tua itu sambil geleng kepalanya tidak percaya.
“Kalau memang kamu tersesat kenapa tidak boleh
membiarkan aku berjalan bersama sama kamu orang? Dua
orang jalan bersama sama bukankah semakin baik?”
Liem Tou yang mendengar perkataan ini hampi2 tidak ada
perkataan lain untuk diucapkan lagi, dengan sangat gusar
ujarnya dengan keras.
“Aku tidak ingin jalan ber sama2 kamu orang semuanya
demi keselamatanmu sendiri, tahu tidak? Mukin kamu sudah
bosan hidup”
Kakek tua itu menjulur lidahnya, sepasang matanya melotot
keluar dengan besarnya lama kemudian baru ujarnya.

“Kalau begitu kamu bukannya seorang pencuri tentu
seorang perampok”
“Ha..ha..ha” ujar Liem Tou dengan gugup, sedang
sepasang matanya melotot keluar. “Hati hati kalau bicara,
siapa yang pencuri? Siapa yang jadi perampok?”
“Bukankah kamu orang bilang sendiri, kalau bukan kamu
orang jadi pencuri apa perampok bagaimana aku bisa
kehilangan nyawa hanya karena jalan bersama sama?”
Liem Tou dengar dia sudah salah tangkap pembicaraannya
tak terasa geli juga, sahutnya:
“Aku bukan pencuri juga bukan perampok, sekalipun jadi
pencuri aku juga tidak mau merampok seorang kakek tua
miskin seperti kamu hingga sebuah sepatupun tidak kau
punya”
Sambil berkata dia tunding keatas langit dan sambungnya
“Sudah lihat jelas belum? Binatang terkutuk itu?”
Dengan cepat kakek itu angkat kepala melihat, mulutnya
dipentang lebar2 lama kemudian baru sahutnya sambil
gelengkan kepalanya.
“Binatang apa yang dapat begitu ganasnya?” Liem Tou
semakin gusar, cemas, dan geli, sahutnya:
“Kkau lihat dengan keras, seekor burung elang raksasa
yang suka makan manusia, asalkan kamu keluar dari hutan ini
segera dia menubruk kebawah, sudah dengar jelas belum?”
Sehabis berkata dengan cepat dia meloncat dari punggung
kerbau untuk mematahkan setangkai kayu kemudian meloncat
naik kembali keatas punggung kerbaunya, serunya.
“Cepat lari”
Kerbau itu dengan cepat menerjang keluar hutan dan lari
dengan cepatnya kedepan.

“Koak..koak!!!” dugaan Liem Tou sedikitpun tidak meleset,
baru saja dia keluar dari dalam hutan burung elang raksasa itu
dengan mengeluarkan suara pekikan ngeri sudah menubruk
kebawah dengan dahsyatnya, saat itu Liem Tou sudah siap
sedia, baru saja dia akan mengelincir masuk kebawah perut
kerbau saat itulah terdengar jeritan kaget suara kakek tua itu.
“Aduh mak…sungguh ganas binatang terkutuk ini…tolong
dia mau makan tubuhku”
Liem Tou menjadi sangat terkejut dengan cepat dia
menoleh kearah kakek tua yang terus mengikuti kerbaunya
itu, saat ini elang raksasa ini sudah menubruk kedepannya
Liem Tou tak bisa pikirkan lainnya lagi dengan cepat dia
menerobos kebawah perut kerbaunya.
Kelihatan sekali cakar maut dari elang itu sudah berada
kurang lebih beberapa depa saja dari atas kepala kakek itu,
mendadak kakek itu menjerit kaget, sepasang tangannya
dengan kencang menutupi kepalanya, saat itulah terdengar
elang raksasa itu dengan mengeluarkan suara pekikan ngeri
yang sangat keras, sayapnya sekali lagi dipentangkan dan
terbang keatas awan dengan cepatnya, kiranya sebuah batu
besar bagaikan kilat cepatnya sudah menyambar keatas tubuh
elang itu dan menghajar perutnya dengan keras.
Baru saja elang raksasa itu terbang sampai di tengah
perjalanan mendadak tubuhnya meluncur dengan cepat
menuju kebawah dengan cepatnya dan bisa seketika itu juga,
kiranya batu tadi dengan cepat menghajar tubuhnya sekaligus
mencabut nyawanya.
Melihat hal itu kakek tua tersebut menjadi sangat girang,
ujarnya:
“Hey…bocah cilik, binatang yang maka orang itu sudah
jatuh kebawah, mari kita lihat”

Liem Tou segera menghentikan kerbaunya yang hendak lari
kedepan itu dalam hatinya ia merasa mengkel, mendadak
sambil memandang tajam kewajah kakek tua itu, tanyanya
dengan nada keras.
“Siapa kamu sebenarnya?”
“Sudah tentu aku orang yang tersesat jalan” sahut kakek
tua itu sambil tersenyum heran. “Bocah cilik, agaknya kamu
orang pelupa, cepat kita pergi lihat elang itu”
Semakin lama Liem Tou semakin merasa kalau kakek tua
itu semakin mencurigakan, tanyanya lagi.
“Elang itu bagaimana bisa rubuh kebawah? Tahukah kamu
siapa yang memelihara elang tersebut?”
“Haa?...jika didengar perkataanmu agaknya elang itu
dipelihara orang?” tanya kakek tua itu sedikit tidak percaya.
“Benar, jika kamu orang mau pergi lihat pergilah lihat
sendiri, aku mau pergi”
“Kamu orang tidak jadi pergi?”ujar kakek tua itu dengan
gugup. “ayolah jalan tapi kamu jangan lari terlalu cepat,
usiaku sudah demikian tingginya, larikupun tidak secepat
dahulu lagi, orang lain panggil aku sebagai Hui Tui Jie”
Liem Tou tidak ambil komentar apa2, hanya dalam hati
pikirnya:
“Sekalipun kakek tua itu sedikit aneh tetapi agaknya tidak
mengandung maksud jahat, kiranya untuk jalan bersamasama
dia juga tidak mengapa”
Berpikir sampai disitu segera ujarnya.
“Kalau begitu kita jalan pelan2 saja, tapi kamu orang mau
pergi kemana?”
“Sebelumnya aku mau pergi kegunung Gobie tapi kini
sudah tersesat jalan terpaksa kemana pun jadi”

Liem Tou yang mendengar perkataan ini tidak tahan
tertawa geli, ujarnya:
“kalau begitu baiklah, Hui Tui Jie, aku seperti juga kamu
orang kemanapun boleh juga tapi kamu punya uang tidak?”
“Ada sih ada” sahut si kakek sambil mengerut alis “kenapa?
Kamu niat turun tangan terhadap aku?”
Liem Tou dengar dia punya uang hatinya menjadi mantap
lagi segera dengan menarik tangan kakek tua itu mereka
melanjutkan perjalanan bersama-sama.
Saat itu matahari sudah condong ke barat agaknya tak
lama kemudian malam akan tiba tapi Liem Tou sama sekali tak
gubris akan hal itu, yang penting baginya sekarang isi
perutnya yang sudah satu harian lamanya belum diisi.
Untung saja tak lama kemudian kelihatan atap rumah
mengepul, tidak sadar lagi Liem Tou mempercepat
langkahnya, ujarnya.
“Hey, Hui Jie coba lihat didepan ada rumah orang,
bagaimana kalau malam ini kita nginap disana?”
“Kenapa tidak? Selain mencangkul sawah pekerjaan apaun
aku tak tahu, jika dibandingkan dengan kamu pengalamanku
jauh ketinggalan baiknya kamu saja ambil putusan”
“Hui jie” ujar Liem Tou
“Aku sendiri juga hanya tahu menggembala kerbau saja,
bagaimana pengalamanku bisa luas? Lebih baik kita berunding
saja, aku bicara terus terang saja sekarang setahil perak pun
aku tidak punya”
“Kalau begitu aku akan beri pinjam kau terlebih dahulu”
ujar kakek tua itu dengan ramah.
“Lain kali kalau kamu sudah punya uang boleh kembalikan
kepadaku, tapi pokoknya kita makan dan tidur dulu”

Sesudah berjalan beberapa lama kemudian sampailah
mereka disebuah kota kecil, sesudah bertanya tanya barulah
mereka ketahui tempat itu sudah masuk daerah Oen Kiang
sendag kota itu disebut Toan Bok Ceng segera Liem Tou
dengan kakek tua itu mencari sebuah penginapan untuk
tinggal.
Malam itu kedua orang tsb memangil semeja perjamuan
dan dahar didalam kamar, Liem Tou yang satu hari penuh
tidak makan sebutir nasihpun saat ini benar2 sudah lapar
dengan lahapnya, sebaliknya kakek tua itu dengan memegang
cawan arak sepasang matanya memandang Liem Tou dengan
terpesona, tak tahan Liem Tou dibuat heran juga, tanyanya:
“Hey Hui Jie kenaoa kamu orang pandang aku terus
menerus?”
Dengan perlahan kakek tua itu meletakkan cawan araknya
keatas meja sambil memandang ke wajah Liem Tou ujarnya
dengan perlahan:
“Aku sedang heran kenapa kamu tersesat jalan? Apalagi
jika dilihat keadaaan kamu orang juga bukan orang daerah
sini, hal ini membuat aku merasa bingung, hei bocah cilik
sebetulnya siapa namamu?”
Saat ini Liem Tou sudah merasa kenyang hingga
hatinyapun merasa sangat gembira, perasaan curiganya
terhadap kakek ini makin lama makin hilang kini mendengar
dia bertanya segera sahutnya tanpa ragu ragu.
“Aku bernama Liem Tou bertempat tinggal diatas gunung
Ha Mo San didaerah Cing Cen, sesudah ayahky meninggal
secara turun gunung bekerja sebagai pengangon sapi tidak
disangka dituduh orang sebagai pencuri sapi hngga mereka
tangkap aku kedalam penjara, ditempat itulah aku bertemu
dengan seorang yang bernama…”
Agaknya kakek tua itu sudah dibuat terpesona oleh cerita
Liem Tou ini, dengan cemas tanyanya:

“Kamu ketemu dengan siapa? Lalu bagaimana?”
Liem Tou tidak segera menjawab, dengan tertegun dia
pandang kakek tua itu mendadak tanyanya:
“Hui Tui Jie sebetulnya siapa namamu?”
Agaknya kekek tua iru menemukan sesuatu persoalan yang
rumit, sesudah berpikir beberapa waktu lamanya barulah
sahutnya:
“Waktu kecil semua orang panggil aku sebagai Hui Tui Jie
mungkin juga aku orang memang she Lie”
Sehabis berkata dia segera mengubah pembicaraannya,
tanyanya lagi.
“Siapa nama ayahmu?”
“Liem Han San” sahut Liem Tou cepat tanpa pikir panjang
lagi.
Mendadak Liem Tou merasa bahwa pertanyaan yang
diajukan oleh kakek tua itu terlalu banyak, membuat
pertanyaan curiga didalam hatinya timbul kembali, dalam hati
segera dia memperingatkan diri sendiri, pikirnya.
“Orang ini kelihatanya sangat aneh, aku jangan sampai
terpancing”
Sedang dia berpikir begitu mendadak kakek tua itu dengan
mencekal cawan araknya seorang diri berguman.
“Peng Liem Mo Mo Jan Lu Sie, Han San It Sang Sim Pek…”
Sehabis bicara mendadak dia angkat kepalanya, dari
sepasang matanya memancarkan sinar yang sangat tajam tapi
hanya dalam sekejap saja sudah lenyap kembali sedang
matanya pun memandang terpesona kearah Liem Tou.
Liem Tou ketika mendengar dia mengucapkan syair dari
Sian Jien Lie Pek segera dalam harinya memastikan kalau dia
bukanlah seorang kakek tua yang sedang tersesat jalan,

bahkan namanya Hui Tui Jie pun tak bisa dipertanggung
jawabkan.
Tapi pada saat ini dia sama sekali tidak mau bongkar
rahasia ini sebaliknya sambil tertawa ujarnya.
“Ooh…ooh..sungguh rak disangka Hui Tui Jie juga seorang
siucay yang senang dengan syair terkenal, sungguh
mengagumkan…sungguh mengagumkan”
“Ha..ha..aku orang tua mana bisa disebut seorang
siucay??” ujar si kakek sambi tertawa pahit.
“Hanya secara tiba tiba teringat akan seorang yang sudah
meninggal dia sering membaca syair ini, sudah tentu dengan
sendirinya aku jadi ikut2an membaca syair itu juga, hey bocah
cilik kau juga pernah dengar syair ini?”
“Pada masa yang lalu ayahku paling suka syair ini”
Sesudah Liem Tou menjawab pertanyaan ini mendadak
hatinya tergerak terhadap kakek tua inipun seara tiba2 timbul
perasaan yang sangat aneh sekali, dia merasa walaupun kakek
tua ini sedikit ketolol tololan dan aneh tapi merupakan seorang
yang sangat ramah
Tidak lama kemudian kedua orang itu selesai dahar,
sesudah pelayan membersihkan sisa2 makanan Liem Tou naik
keatas pembaringan untuk istirahat sedang kakek tua dengan
alasan mau nanya jalan menuju gunung Gobie berlalu dari
kamar.
Liem Tou buka pakaiannya untuk istirahat, pada waktu
itulah dia mendadak merasa kitab Toa Loo Cin Keng –nya
sudah lenyap. Tidak terasa hatinya sangat terperanjat, dengan
cepat dia periksa lagi dengan telitinya disekeliling tempat itu
tapi tetap tidak nampak bahkan kapan hilangnyapun tidak
diketahui olehnya.
Liem Tou yang kehilangan kitab pusaka menjadi sangat
bingung sekali, sesudah berdiri mematung beberapa saat

lamanya didalam kamar dengan perlahan lahan dia baru
merasa kalau urusan ini sangat mencurigakan sekali,
mendadak teringat akan gerak gerik yang aneh dari kakek tua
itu pikirnya diam diam.
“Urusan ini mungkin ada hubungan yang erat dengan dia,
sekarang dia sedang keluar untuk mencari berita jalan menuju
kedaerah gunung Gobie..”
Teringat sampai disini mendadak hatinya semakin
terperanjat dia memakai baju dan lari keluar sedang pada
mulutnya gumamnya seorang diri.
“Tua bangka bangkotan, mana dai sedang tanya jalan?
Sudah berhasil mendapatkan kitab pusaka dengan sendirinya
meminjam kesepatan ini untuk melarikan diri”
Sesudah sampai dipintu depan penginapan itu terlihat
kakek tua itu sudah berada ratusan tindak dari pintu
penginapan kakinya masih tetap telanjang sedang tubuhnya
berjalan menuju kearah sebelah timur.
Melihat kakek itu belum kabur dalam hati Liem Tou merasa
sangat girang, teriaknya keras keras.
“Hey, Hui Tui Jie tunggu sebentar aku ada perkataan yang
hendak disampaikan”
Tapi kakek itu sama sekali tidak mau gubris, dia tetap
melanjutkan perjalanan kearah timur.
Seru Liem Tou lagi
“Hey, Hui Tui Jie tunggu aku sebentar…hey…tunggu
sebentar!!!!”
Kakek itu tetap tak ambil peduli dirinya seolah olah dia tuli
Liem Tou menjadi cemas dengan cepat dia lari lagi
mengejar kearahnya tapi kejadian aneh terjadi didepan
matanya. Liem Tou yang lari dengan cepat kedepan walaupun
belum bisa dikatakan cepat bagaikan kilat tapi jauh lebih cepat

jika dibandingkan dengan orang biasa, kelihatan sekali kakek
itu berjalan dengan langkah yang sangat perlahan tapi tetap
saja dia tidak berhasil mengejarnya.
Makin lama kakek itu sudah semakin dekat dengan ujung
jalan tapi Liem Tou masih tetap berada ratusan tindak
dibelakangnya, saat ini Liem Tou baru tahu dan sadar bahwa
kakek tua iru sama sekali bukan orang yang sedang tersesat
jalan, sikapnya yang pura2 itu kesemuaanya hanya bertujuan
mencari kirab pusaka tersebut saja.
Dalam hatinya dia tahu kalau tujuan yang sebetulnya dari
kakek tua itu tentunya kitab pusaka To Kong Pit Liok, siapa
tau yang dicuri merupakan Toa Loo Cin Keng peninggalan
ayahnya, sungguh merupakan kejadian yang sangat sial.
Kini melihat kakek itu makin pergi makin jauh dan akhirnya
lenyap ditengah kegelapan, Liem Tou tahu sekalipun dia
mengejar juga tidak ada gunanya, teringat kembali situasi
sesaat ayahnya menyerahkan kitab pusaka Too Loo Cin Keng,
kepadanya tak terasa hatinya menjadi sangat sedih, air mata
bercucuran denga langkah yang sempoyongan dia kembali ke
penginapan.
Dalam hati dia merasa sangat gemas dan benci kepada
kakek tua itu, makinya:
“Tak tahu malu, bangsat tua, cucu kura2, anak haram
jadah…tunggu saja sesudah aku berhasil melatih ilmu silatky
sekalipun kau lari keujung langit aku tetap akan cari kau dan
merampas kembali kitab pusaka peninggalan ayahku itu”
Diam-diam Liem Tou memaki maki terus, lewat beberapa
saat kemudian tiba tiba teringat olehnya kalau isi dari kitab
Toa Loo Cin Keng itu walaupun belum berhasil dpahami tetapi
semua perkataannya sudah dia hafalkan, kini sekalipun kitab
tersebut hilang tetapi tidak sampai mengganggu latihannya
tidak tertahan dia merasa untung juga.

Liem Tou yang sembari jalan sembari memaki mendadak
dikejutkan oleh suara derapan kuda dibelakang tubuhnya yang
sangat ramai bersamaan pula terdengar suara tentakan keras
dari seseorang.
Ditengah ramainya pasar malam mendadak terdapat orang
yang bertindak kasar dengan menerjang orang yang berada
ditengah jalan membuat Liem Toa seketika itu juga merasa
sangat terkejut, dengan cepat dia menoleh kebelakang, empat
lima ekor kuda jempolan dengan cepat sedang menerjang
datang.
Dengan tergesa gesa Liem Tou menghindar kesamping
ketika dia memandang lebih teliti lagi kearah penunggang
kuda itu tidak tertahan saking terkejutnya dia dibuat tertegun
seketika itu juga, kiranya orang2 itu adalah Cungcu dari Ie
Hek Cung, si Ang In Sin Pian Pouw Sak San beserta keempat
jagonya
Dengan cepat Liem Tou bersembunyi ditempat kegelapan,
menanti sesudah kelima orang itu lewat barulah dengan
tergesa gesa dia balik ke dalam penginapan.
Waktu dia sampai didapan pintu penginapan justru waktu
juga terdengar suara bentakan yang keras dari si Ang In Sin
Pian Pouw Sak San dari dalam rumah penginapan, jika dengan
begitu saja Liem Tou berjalan masuk bukankah dengan tepat
bertemu dengan mereka? Sudah tentu dia tidak berani masuk
dengan begitu saja dengan cepat tubuhnya menyelinap
kesamping tempat kegelapan.
Beberapa waktu kemudian akhirnya Liem Tou teringat juga
sesaat dia meninggalkan rumah penginapan itu dia sudah
memandang situasi dari tempat tersebut dengan teliti terpaksa
dengan merangkak dari jendela dia masuk kembali kedalam
kamarnya.
Untung saja waktu itu tidak ada seorangpun yang melihat
perbuatannya itu, Liem Tou yang didalam satu hari penuh

mengalami berbagai kejadian yang menegangkan kemudian
kehilangan pula kitab pusaka Toa Loo Cin Kengnya tidak
tertahan membuat hatinya sangat kecewa, dengan lemasnya
dia menjatuhkan diri berbaring diatas pembaringan.
Mendadak matanya terbentur dengan sebuah sampul surat
beserta sekarat uang perak yang terletak diatas bantal, diatas
sampul itu tertulis beberapa kata dengan terangnya.
Pinjam kerbaumu satu malam, besok pagi pergilah
kesebelah utara disana kau bisa menerima kembali kerbau itu,
To Jen. Yu Heng, Hoo- Beng, Cian Cie, Tu tong Ti Pian, Pen
Hoa, Ting Su, kitab pusaka Toa Loo Cin Keng sekalian
dikembalikan.
Dibawahnya hanya terlihat satu tulisan Lie saja.
Liam Tou yang membaca surat itu walaupun sudah melihat
setengah harian lamanya tetapi semakin melihat semakin
bingung kata kata Co Jen, Yu heng, Ho beng, Cian cin, Tu
Tong, Ti Pian, Pen hoa serta Ting Su itu sebetulnya punya arti
apa? Tetapi sedikit dikitnya dia tahu kalau surat ini ditulis oleh
kakek tua tersebut jika di lihat dari isi surat agaknya kitab
pusaka Toa Loo Cin Keng pun akan dikembalikan kepadanya,
hal ini ssuatu kcjadian yang jauh diluar dugaan dari Liem Tou.
Sedang kata kata pinjam kerbaumu satu malam panya
tujuan apa lagi? Sedang dia berpikir keras saat itulah terlihat
seorang pelayan dengan tergesa gesa datang menghampiri
kamarnya sambil mengetuk pintunya dengan gencar, dengan
perasaan penuh ketakutan ujarnya.
“Khek koan. kerbaumu itu entah sejak kapan sudah
menghilang.”
Liem Tou yang mendengar perkataan itu menjadi sedikit
tertegun dia tahu kalau perkataan dari diri kakek tua itu
sedikirpun tidak bohong, dia tidak ingin ribut, ulapkan tangan
ujarnya.

“Pergi ...pergi, aku sudah tahu.”
***
LIMA
Air muka dari pelayan itu segera memperlihatkan perasaan
bingungnya, sambil membuka pintu berjalan keluar,
gumamnya seorang diri.
“Apa yang terjadi dcngan urusan ini?"
Mendadak pada ingatan Liem Tou terbayang kembali si
cambuk sakti Pouw Sak San sekalian dengan cepat ujarnya
kepada pelayan ini.
"Hey tunggu sebentar, aku mau tanya itu kelima
penunggang kuda yang baru saja datang apa menginap disini
juga?"
"Benar" sahutnya sambil mengangguk.,
"Mereka tinggal dikamar sabelah mana?"
"Eh! Mungkin Khek koan kenal dengan mereka?" Tanya
pelayan itu sambil mengerdipkan matanya. "Mereka istirahat
dikamar yang berpisah, salah satu diantara mereka tinggal
dikamar sebelah ini, apa perlu harnba panggil?"
"Tidak perlu . tidak perlu" sahut Liem Tou cemas. "Kamu
boleh pergi."
Sesudah pelayan itu pergi barulah Liem Tou berbaring
diatas pembaringan untuk beristirahat tetapi walaupun sudah
berbolak balik namun tetap tak bisa tertidur nyenyak,
pikirannya terus menerus bekerja teringat kembali akan
pencurian kitab pusaka Toa Loo Cin Keng oleh kakek tua itu
beserta kata kata yang ditinggalkannya, apa maksud yang:
sebenarnya dari dia orang? Kenapa secara mendadak si
cambuk sakti Pouw Sak San turun gunung bersama sama
dengan keempat jago jagonya? Bagaimana dengan keadaan
Siauw Ie cici saat ini?"

Pikirannya terus menerus diperas tidak terasa lagi
kentongan kedua sudah berlalu, saat itu baru saja siap
memejamkan matanya mendadak diluar rumah penginapan itu
berkumandang datang suara ringkikan kuda kemudian disusul
dengan suara seseoraug yang sangat dikenal olehnya sedang
berteriak dengan keras.
"Hey pelayan buka pintu!"
Segera Liem Tou bisa membedakan kalau suara itu berasal
dari suara Pouw Siauw Ling putra dari Pouw Cungcu, tidak
terasa dalam hatinya muncul kembali perasaan benci, dendam
serta gemas, pikirnya dengan gusar.
"Hem dia lagi, yang memisahkan aku denga Ie cici juga
dia."
Liem Tou yang teringat akan sakit hatinya ini membuat
niatnya untuk tidur segera lenyap tanpa bekas, dengan
perlahan lanan dia turun dari pembaringannya dan mendorong
jendela luar hingga terpentang, terlihatlah sinar rembulan
memancarkan sinarnya dengan remang2, suara gemerisiknya
binatang kecil memberikan suatu suasana yang sangat
mengharukan, buat perasaan sedih muncul meliputi seluruh
benaknya.
Saat itulah pintu dari rumah penginapan itu terbuka
kemudian disusul dengan langkah kaki yang berhenti dikamar
sebelah, sambil mengetuk pintu ujarnya.
"Tia. kamu orang tua belum tidur? Ling jie datang".
Segera Liem Tou dapat mengetahui kalau orang yang
berdiam dikamar sebelah adalah Cungcu, tidak terasa lagi
dengan perlahan dia menutup jendelanya kembali dan
pusatkan perhatiannya untuk mendengarkau apa yang hendak
mereka bicarakan.
Saat itu terdengar dibukanya pintu kamar disusul dengan
suara dari Pouw Cungcu yang sedang bertanya.

"Ling jie, kenapa sampai waktu ini baru datang? Sudah
kamu temui kawan kawan sealiran kita?"
"Orarg lain sudah menganggap anakmu sebagai seorang
tamu yang sangat terhormat tentang hal ini tidak bisa salah
lagi, hanya saja di tangah perjalanan kali ini aku sudah dengar
suatu berita yang sangat aneh, membuat anakmu merasa
bingung.”
“Urusan aneh apa?" Tanya Pouw Cungcu, “Cepat kamu
orang ceritakan."
"Tia, tahukah kamu orarg tua siapa yang sudah
mendapatkan kitab pusaka To Kong Pit Liok yang sangat
menggetarkan sungai telaga itu?
"Ohhh.. aku kira urusan aneh apa tidak tahunva tentang
kitab pusaka itu, bukankah sejak dulu aku sudah bilang kitab
pusaka To Kong Pit Liok itu sudah berada ditangan Siok to
Siang Mo?? Apanya yang aneh?"
"Bilamana sungguh sungguh terjatuh ditangan Siang to
Siang Mo anakmu juga tidak akan merasa heran, yang paling
aneh barang itu adalah sudah berpindah tangan lagi bahkan
jika dikatakan sukar membuat orang percaya, katanya majikan
yang baru dari kitab pusaka itu adalah seorang bocah cilik
yang bernama Liem Tou”
“Siapa!" seru Pouw Cungcu dengan sangat terperanjat,
"Liem Tou? mana mungkin bisa terjadi peristiwa ini? tentu
kamu orang sudah salah dengar, saat ini mungkin mayat dari
Liem Tou tinggal tulang tulang putih saja"
Liem Tou yang sedang mencuri dengar pembicaraan
mereka saat ini tidak bisa menahan pergolakan didalam
hatinya lagi air mukanya bcrubah sangat keren sedang dalam
hati dengan gemas sumpahnya.

"Lihat saja, asalkan suatu hari Liem Tou masih bernapas
dendam ini tidak akan aku lupakan sedikitpun, tunggu saja
permainan yang kalian terima.”
Saat itu terdergar Pouw Cungcu menghela napas panjang
ujarnya.
"Heei..bila kita ungkap Liem Tou bocah bangsat itu sampai
ini hari juga aku masih merasa gemas dan benci. Hei Lie
Siauw Ie itu budak juga keterlaluan sekalian hanya kematian
dari bocah bangsat itu dia sudah berubah menjadi gila seperti
tni, kalau tidak boleh dikata kau dengan dia merupakan
sepesang jodoh yang sangat setimpal.”
Liem Tou yang mendengar sampai disitu tidak tertahan
menjadi sangat terperanjat sekali. Ie cicinya sudah gila, Ie
cicinya sudah gila bagaimana mungkin?
Terdengar Pouw Siauw Ling saat itu sedang terkata.
"Tia, kgmu orang tua jangan mengungkap urusan ini lagi,
Siauw Ie memang seharusnya jadi gila, semakin gila semakin
baik dan lebih tepat lagi kalau saat ini dia binasa saja".
Beberapa perkataan ini sungguh sungguh seperti beribu
ribu batang anak panah yang menembus hati Liem Tou
membuat dia sangat menderita... sargat sedih, sekali lagi
gumamnya seorang diri.
"Ie cici sudah jadi gila, Ie cici sudah jadi gila, tidak mungkin
bisa terjadi urusan ini, aku tidak percaya, aku tidak percaya,
dia sama sekali belum binasa"
Tetapi dengan sangat jelas sekali bahkan dengan mata
kepala sendiri dia mendengar perkataan dari si cambuk sakti
Pouw Sak San serta Pouw Siauw Ling yang mengatakan Lie
Siauw Ie sudah gila, walaupun dalam hati ia tak percaya tetapi
saat ini mau tak mau dia harus mempercayainya.
Didalam sekejap mata dia dibuat tertegun dan duduk
termangu mangu ditengah kamar yang gelap, perkataan

selanjutnya Pouw Sak San serta dari Pouw Siauw Ling tidak
ada yang masuk kedalam telinganya lagi didalam hatinya
setiap kali hanya sedang berkata.
"Aku tidak percaya . . aku tidak percaya . . aku tidak akan
percaya."
Lama kelamaan, dia tidak bisa menahan perasaan sedihnya
lagi, air matanya setetes demi setetes jatuh membasahi
wajahnya menetes keluar dengan derasnya.
Dia membiarkan butiran air matanya menetes melalui
wajahnya, pada saat seperti ini dia sama sekali tidak bisa
memikirkan benda apa yang bisa kekal didalam dunia ini,
benda apa yang ada didalam dunia ini, bahkan
penderitaaanya, siksaan yang pernah diterima kesukaran,
kepedihan serta macam2 penderitaan lainnya.
"Aku tidak percaya, aku tidak percaya, aku tidak percaya,
aku tidak percaya"
Aumannya kali ini merupakan suatu pekikan yang paling
keras paling nyaring selama hidupnya bahkan membuat
seluruh ruangan tergetar dengan sangat keras, membuat
seluruh tamu rumah penginapan itu terbangun dari tidurnya,
bahkan suara bentakan serta teriakan muncul dari seluruh
penjuru.
"Siapa yang sedang gembar gembor?"
“Hey pelayan, sudah terjadi urusan apa?”
"Kurang ajar, bangsat mana yang tidak tahu diri, ditengah
malam seperti ini gembar gembor tidak karuan."
Apa lagi si cambuk sakti Pouw Sak San serta Pouw Siauw
Ling sejak semula sudah meloncat keluar dari kamarnya, "dok
.. dok . . suara ketokan yang semakin keras berbunyi terus di
atas pintu kamarnya bahkan ada yang bertanya.

"Hey siapa yang berdiam didalam? Sudah terjadi urusan
apa?"
Liem Tou yang mendengar Pouw Cungcu serta Pouw Siauw
Ling sudah menggedor pintu kamarnya seperti bari saja sadar
dari suatu impian segera dia merasa sangat terkejut, dia sadar
kalau dirinya sudah telanjur berteriak sehingga mengejutkan
mereka sedang saat inipun dia tidak bisa buka pintu untuk
menemui mereka berdua bagaimana baiknya?
Untuk sesaat lamanya membuat Liem Tou menjadi kalang
kabut dan bingung, untuk melarikan diri dari jendela dia
merasa bukanlah suatu cara yang sempurna, bilamana mereka
berdua mendorong pintu masuk dan melibat orang didalam
kamar sudah melarikan diri tentu akan segera mengadakan
pengejaran, waktu ini ketukan dari Pouw Cungcu serta Pouw
Siauw Ling semakin gencar, mendadak dalam benak Liem Tou
berkelebat suatu akal dengan cepat dia menekuk lidahnva
keatas sengaja mempertinggi nada suaranya dan lanjut
berteriak.
"Aku tidak percaya, aku tidak percaya tidak berhasil
tangkap kamu hey ikan bodoh kamu mau lari kemana lagi?"
Kemudian tambahnya lagi.
"Cici cepat ambil jala, Ooh .. seekor ikan yang sangat besar
sekali”
Sesudah dia bicara begini ternyata mendatangkan hasil
yang gemilang, terdengar Pouw Siauw Ling yang berada diluar
kamar sedang memaki.
"Huuu, Setan, kiranya seorang manusia malas yang sedang
mengigau."
Sehabis berkata dia berjalan kembali kedalam kamar
sebelah.
Liem Tou yang berhasil meloloskan diri disaat yang sangat
kritis saat ini tidak berani banyak omong lagi, dengan perlahan

lahan dia kembali keatas pembaringannya dan merebahkan
diri.
Tetapi sesudah mendapat berita kalau Siauw Ie menjadi
gila mana bisa memaksa dia memejamkan matanya? dengan
mata yang melotot besar dengan termangu mangu dia
memandang kearah sinar matahari yang mulai muncul dari
ufuk Timur, lama sekali barulah dengan perlahan dia bangkit
kembali dari atas pembaringan.
Tetapi dalam hati dia sadar asalkan dia keluar dari pintu
kamar tentu akan ditemui oleh Pouw Cung cu sekalian, karena
itulah dia tidak berani berjalan keluar, dengan diam diam dia
meletakkan sekeping uang perak itu keatas meja kemudian
dengan tidak menimbulkan suara sedikitpun ngeloyor pergi
melalui jendela, dengan mengikuti petunjuk perjalanannya
kearah Utara.
Dalam perjalanan didalam hati Liem Tou hanya punya satu
pikiran saja yaitu memikirkan keselamatan Siauw Ie, sambil
berjalan pikirnya.
“Aku pasti akan naik keatas gunung Ha Mo San untuk
bertemu dengan Ie cici, betulkah dia sudah gila? Mana aku
bisa percaya? Aku harus kesana untuk melihat sendiri”
Tidak lama kemudian dia sudah meninggalkan kota Toan
Bok Ceng tersebut, dikala itu cuaca baru saja terang tanah,
burung-burung yang terbang diatas pohon disamping jalan
berkicau dengan ramainya membuat semangat Liem Tou
bangkit kembali, tak terasa langkah kakinya pun bertambah
cepat.
Dalam waktu yang sangat singkat dia sudah berjalan
kurang lebih sepuluh lie lebih, dari tempat kejauhan
mendadak terdengar suara dengusan kerbau, tidak terasa
hatinya menjadi tergerak, dengan cepat dia berhenti dan
menengok kesekeliling tempat itu, terlihatlah disebelah

depannya berdiri sebuah kuil yang sudah hampir rusak dengan
cepat dia berjalan mendekat.
Terlihatlah seekor kerbau sedang menundukkan kepalanya
makan rumput, melihat hal itu Liem Tou menjadi sangat
girang sekali dengan cepat dia berjalan kesamping kerbau
tersebut, sambil menepuk lehernya ujarnya dengan perlahan.
"Gouw koko, bagaimana kamu bisa lari sampai sini?”
Begitu dia menepak leher kerbaunya segera terasalah air
keringat membasahi tangannya itu tak terasa dia menjadi
sangat heran, tanyanya.
"Hey . . kenapa kamu ?? mungkin satu malaman kamu lari
terus ? "
Kerbau itu begitu melihat munculnya Liem Tou secara
mendadak merasa sangat girang sambil mendengus perlahan,
dengan perlahan dia bergeser kesamping tubuh Liem Tou.
Mendadak . . . matanya tertumbuk dengan daun yang
tergantung diatas tanduk kerbau itu, dengan cepat diambil
benda itu terlihatlah diatasnya tcrtuliskan delapan huruf
dengan jelasnya"Jien, Heng, Cu, Beng, Tong, Pian, Hua, Su"
Dengan perlahan Liem Tou mengulangi perkataan itu
beberapa kali walaupun tidak tahu apa arti kata kata itu tetapi
teringat kembali olehnya pada surat kemarin malam kakek tua
itu pun pernah menuliskan delapan huruf yang
membingungkan itu, dalam hati dia tahu tentu kata kata itu
punya suatu arti yang sangat mendalam hanya saja saat ini
tak mungkin dapat di pahami olehnya.
Ketika itu Liem Tou juga tak mau terlalu banyak
menghamburkan waktu untuk memikirkan tulisan itu, dengan
langkah yang perlahan dia menarik kerbaunya meninggalkan
kuil itu untuk melanjutkan perjalanannya.
00000000

SEPERTANAK nasi kemudian sampailah mereka disamping
lereng gunung. waktu kelihat ada seorang penebang kayu
dengan perlahan sedang berjalan mendatang, dengan cepat
Liem Tou menyongsong kedepan sambil ujarnya.
"Toasiok tolong tanya jalan menuju ke Cing Cen harus
melalui mana ?"
"Ooh kamu man ke Cing Cen?" ujar penebang itu dengan
penuh keheranan.
"Tempat itu tidak dekat, dari tempat ini harus menuju ke
daerah Pi Sian dulu kemudian dengan mengikuti pinggiran
sungai menuju ke daerah Cian Sian. Baru dari sana menuju
kekaki gunung Cing Cen.Saudara kecil jalan ini merupakan
aatu satunya jalan brsar menuju ke daerah Pi Sian."
Sesudah mengucapkan terima kasih pada penebang itu
Liem Tou pergi mencari sebuah sungai kecil untuk
membersihkan kerbaunya sesudah itu barulah dia menaiki
punggung kerbaunya untuk melanjutkan perjalanan.
Kini didalam hati Liem Tou sudah mengambil keputusan
untuk kembali keatas gunung Ha Mo San untuk bertemu
dengan Ie-cicinya.
Sesudah berjalan beberapa lama kemudian mendadak
teringat kembali akan parkataan kakek tua itu yang
menyatakan kitab pusaka Toa Loo Cin Keng akan
dikembalikan kepadanya. Kitab pusaka Toa Loo Cin Keng
merupakan kitab pusaka yang sama-sama berharganya
dengan kitab To Kong Pit Liok, kitab pusaka tersebut sudah
dicuri tetapi katanya akan dikembalikan lagi kepadanya
membuat hatinya tidak terasa berdebar dengan sangat keras,
sambil melanjutkan perjalanannya dengan nunggang kerbau
matanya menengok kekiri kanan untuk menanti munculnya
kakek tua itu.

Tetapi walaupun sudah lewat beberapa jauh pun tetap
tidak tampak bayangan dari kakek tua tidak tertahan
gumamnya.
"Terang-terangan . . .”
Tidak disangka baru saja dia bilang terang-terangan, atau
huruf 'Beng' dan belum selesai mengucapkan `menulis
demikian' kerbau tunggangannya mendadak berhenti
kemudian berjalan mundur kebelakang.
Liem Tou menjadi sangat heran dengau cepat dia meloncat
turun dari kerbaunya, tetapi kerbau itu masih tetap berjalan
mundur kebelakang.
Semakin melihat Liam Tou semakin merasa heran,
teriaknya keras.
"Gouw koko . . . kenapa ? sudah . . sudah cukup jangan
mundur 1agi, cepat berhenti jangan bergerak"
Siapa tahu baru saja dia mengucapkan bergerak atau
‘tong` terlihatlah kerbau itu menundukkan kepalanya,
tandukuya secara mendadak disiapkan didepannya sedang
suaranyapun semakin keras, bahkan boleh dikata sifat liarnya
kembali lagi pada tubuhnya.
Liem Tou yang melihat hal ini menjadi semakin bingung,
jika dilihat dari perubahan wajahnya boleh dikata dalam hati
kian merasa sangat terperanjat, sambil berdiri disamping
dengan tak henti hentinya bergumam seorang diri.
“Didalam satu malaman saja bagaimana kerbau ini bisa
berubah. .”
Perkataan "berubah' atau "Pian" baru saja keluar dari
mulutnya kerbaunya mendadak menghentikan dengusannya
kemudian menendangkan kakinya kebelakang dengan sangat
hebat membuat pasir dan tanah beterbangan memenuhi
angkasa. Sampai disini barulah dengan perlahan lahan Liem
Tou sadar kembali apa yang sudah terjadi, sedang pada air

mukanyapun dengan perlahan lahan mulai menampilkau
perasaan terkejut bercampur girangnya, dalam hati pikirnya.
"Apa sungguh begini?? Didunia ini apa betul ada orang
yang berkepandaian sedemikian tingginya.”
Berpikir sampai disini mendadak serunya dengan keras.
"Su" Kerbau itu dengan cepat menghentikan seluruh
gerakannya dan berdiri mematung disana, seketika itu juga
membuat Liem Tou berdiri mematung ditempat dengan
melongo dia memandang kerbaunya itu, saking girangnya
tidak tertahan lagi dia lari kedepan untuk memeluk kencang
kerbau itu, ujarnya.
“Ooo Gouw koko. Kamu sunguh hebat sekalih, tidak aneh
kalau tubuhmu penuh dengan keringat busuk, kiranya satu
malaman kamu terus menerus berlatih dengan giat”
Sambil berkata dia meloncat naik keatas punggung
kerbaunya kembali, bentaknya.
"Hoa" Kerbau itu dengan cepat mementangkan kakinya
kemudian lari dengan kencang kedepan.
Waktu ini Liem Tou betul betul merasa sangat girang,
dalam hati terus menerus dia mengingat ingat delapan kata
itu.
‘Jen, Heng, Ci, Bang, Tong, Pian, Hoa, Su’
Karena perasaan girang yang meluap luap itulah membuat
perasaan ingin tahu meliputi seluruh tubuhnya, waktu itu
kerbaunya sedang lari kencang, mendadak Liem Tou sudah
berseru.
"Jen " Kerbau itu dengan cepat memutarkan seluruh
tubuhnya dan lari dengan kencangnya kesebalah kiri, sebelah
kirinya itu merupakan sebuah bukit kecil tetapi hanya dua tiga
lompatan saja kerbau itu sudah barhasil menerjang hingga
puncak bukit.

Ketika itulah Llem Tou baru mengetahui kalau bukit iiu
merupakan sebuah tebing curam yang banyak batu bau
cadasnya bahkan tingginya beberapa kaki, didalam keadaan
yang sangat terkejut itulah dengan cemas teriaknya lagi.
"Beng" Dengan cepat kerbau itu menghentikan larinya dan
mundur beberapa langkah kebelakang, untung saja Liem Tou
berteriak dengan cepat kalau tidak dua langkah lagi mereka
akan terjatuh kedalam jurang.
Sesudah menghembuskan napas lega barulah Liem Tou
berseru lagi.
"Su " Dengan cepat kerbau itu menghentikan larinya,
dengan hati yang masih berdebar keras Liem Tou meloncat
turun dari punggung kerbaunya dalam hati betul betul dia
merasa terperanjat bercampur ngeri, diam-diam pikirnya.
"Sungguh berbahaya.”
Kini Liem Tou tahu jelas kalau kerbaunya sudah
mendapatkan latihan yang masak hanya didalam satu
malaman saja kerbaunya sudah berubah menjadi seekor
kerbau sakti bahkan disamakan dengan seekor kuda jempolan,
tanduknya bisa digunakan untuk mengadakan penyerang an
punggungnya bisa ditunggangi apalagi ketika kerbau itu lari
dengan kencangnya kecepatan luar biasa, ditambah lagi bisa
mundur secara mcndadak membuat orang lain sama sekali
tidak menduga.
Liem Tou melihat kerbaunya sudah lelah segera merasa
sayang dengan perlahan dia menarik kerbaunya berjalan
kesebelah lapangan rumput untuk beristirahat.
Baru saja dia duduk melamun memandang ke arah awan
yang melayang jauh ditengah awan sekonyong konyong. . ,
dari tempat kejauhan kelihatan debu mengepul dengan
tebalnya dalam hati Liem Tou menjadi terasa terkejut sekali,
tidak terasa perasaan tubuhnya sudah berubah menjadi
tegang, pikirnya.

“Mungkin Pouw Cung cu sudah sampai disini? Ditempat
yang terbuka seperti ini tentu mereka menemukan aku.”
Berpikir sampai disini dengan cepat keinginan untuk
kaburkan diri meliputi seluruh benaknya, tetapi sesaat hendak
menaiki punggung kerbaunya dengan tanpa sadar kepalanya
sudah menoleh kearah dimana munculnya debu yang
mengepul itu, begitu memandang tidak tertahan dia tertawa
geli sendiri.
Kiranya suara derapan serta debu yang mengepul jauh
keangkasa itu bukan berasal dari kuda tunggangan Pouw
Cung cu sakalian melainkan beratus ratus ekor domba yang
bersama sama lari mendatang.
Domba itu berwarna hitam gelap semua sehinga dari
tempat kejahuan kelihatan bertumpuk warna hitam yang
makin lama berlari mendatang, kedatangan domba2 yang
secara mendadak itu membuat Liem Tou merasa tertarik, tidak
terasa dia sudah duduk sendirian disamping kerbaunya sambil
memandang dengan terpesona kearah kawanan domba
tersebut.
Lewat beberapa saat kemudian kawanan domba itu sudah
berada dibawah bukit, mendadak Liem Tou melihat seorang
gadis cantik berbaju putih dengan menunggang seekor
kambing yang besar mengikuti dari belakang kawanan
kambing itu.
Tidak terasa Liem Tou menjadi tertegun di buatnya,
pikirnya dalam hati.
“Seorang gadis yang sangat aneh sekali, aku menunggang
kerbau sebagai pengganti kuda sudah termasuk hal yang
aneh, tetapi dia menggunakan kambingnya sebagai pengganti
kuda hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat
mencengangkan hati orang.”
Dengan tidak terasa lagi Liem Tou menoleh memandang
beberapa kejap lagi kearah gadis cantik berbaju putih yang

menunggang kambing itu. Terlihatlah ujung baju putihnya
menari-nari tertiup angin, gayanya mirip sekali dengan
bidadari yang baru saja turun dari kahyangan, cantiknya luar
biasa. Pada tangan kirinya dia mencekal sebuah seruling yang
terbuat dari batu pukulan yang digunakan sebagai pengganti
cambuk, dengan gaya yang sangat lembut dia sedang
mengiring kawanan dombanya menaiki bukit itu.
Gadis cantik berbaju putih itu benar2 membuat Liem Tou
terpesona tetapi hanya dalam beberapa waktu saja Liem Tou
sudah sadar kembali dari lamunannya, sambil menoleh kearah
lain dalam hati teriaknya.
"Oooh - Liem Thu, Liam Tou kamu tidak boleh lihat gadis
itu lagi, didalam dunia ini tidak akan ada gadis yang lebih
cantik dari Ie ci ci, kamu orang tidak boleh lihat dia tidak
boleh . . . tidak boleh . . . "
Dia berusaha untuk tiadk lihat kecantikan wajahnya,
keagungan sikapnya serta keanehan dari gerak geriknya
membuat Liem Tou terpesona bahkan benar benar di buat
terpesona.
Mendadak suatu suara yang empuk halus serta lembut
sekali berkumandang masuk kedalam telinga Liem Tou
membuat dia tersadar kembali dari lamunannya.
"Hey.. Siauwko yang ada diatas bukit tolong tanya kamu
orang apa melibat ayahku?”
Liem Tou yang mendengar perkataan itu di dalam hati
merasa sangat geli, pikirnya.
"Siapa yang tahu ayahmu itu macam apa ?”
Tanpa sadar lagi dia menoleh dan memandang lagi kearah
gadis cantik berbaju putih itu, mendadak pandangannya
menjadi terang benderang, pada saat dia menoleh itulah gadis
cantik berbaju putih itu sudah berjalan naik keatas bukit
dengan langkah yang sangat perlahan sekali jaraknya saat ini

dengan dirinya berdiri sangat dekat sekali. Terlihatlah wajah si
gadis itu cantik dan sangat halus sepasang matanya yang
bening dan menggiurkan ditambah dengan bibirnya yang kecil
mungil berwarna merah membuat hati setiap orang merasa
benar-benar terpesona apalagi ketika dia tersenyum boleh
dikata kecantikannya melebihi bidadari manapun juga.
Tidak tertahan lagi hati Liem Tou berdebar dengan
kerasnya, dengan cepat dia memandang kearah lain sedang
pada mulutnya menyahut dengan keras.
“Aku tidak pernah melihat ayahmu, kamu orang jangan
berjalan terlalu dekat”
“Ayahku berjalan melalui jalan ini, kamu sudah pasti
melihatnya” ujar gadis itu dengan manjanya.
Ketika Liem Tou mendengar suaranya semakin dekat lagi
dalam hati semakin merasa cemas, teriaknya lagi.
“Aku beritahu padamu aku belum pernah lihat ayahmu,
kamu jangan maju lagi sekalipun maju lebih dekat aku juga
tak pernah melihat ayahmu”
"Tidak mungkin” ujar gadis cantik berbaju putih itu dengan
nada yang tak percaya, “"Ayah sudah bilang dia mau
menunggu aku dijalan ini, kamu orang tentu sedang menipu
aku sudah melihat tapi tak mau beritahu.”
Liem Tou tak berani menoleh lagi dalam hati dia pingin
marah tapi entah kenapa sekali pun kena marah juga tak
berhasil dilampiaskan terpaksa teriaknya lagi.
"Oooh. . kamu gadis datang dari mana. . kenapa tak mau
pakai aturan, cepat kamu orang turun dari bukit ini kalau tidak
aku akan berlaku tidak sungkan2 lagi.”
"Oooh Ie cici kamu lihat dia orang tetap tak mau pergi, dia
sangat cantik sekali . memang sungguh2 cantik tapi aku tak
mau lihat dia, aku tak mau lihat..”

Saat itu gadis cantik berbaju putih tersebut sudah berjalan
hingga samping lapangan rumput itu, Liem Tou hanya
merasakan bayangan putih berkelebat didepannya dengan
cepat dia pejamkan matanya rapat rapat sambil ujarnya
dengan keras.
“Kamu jangan kedepanku . sebetulnya kamu orang datang
dari mana?? Jangan. . . jangan kedepanku "
Padahal waktu ini didalam hati Liem Ton merasa sangat
canggung sekali, dia tak ingin melihat gadis cantik berbaju
putih itu karena kecantikannya boleh dikata hampir2 menutupi
seluruh kecantikan dari Ie cici idaman hatinya„ tapi walaupun
begitu kenapa dia tak mau pergi dari sana dengan
menunggang kerbaunya ? Sifat menyenangi yang indah, yang
cantik merupakan sifat manusia pada umumnya, kini seorang
gadis yang sangat cantik muncul dibadapan matanya
walaupun dia sama sekali tak punya niat jahat tapi dalam hati
juga merasa sayang untuk ditinggal pergi.
Sesudah ditunggu beberapa waktu lamanya Liem Tou tetap
tak mendengar suara jawaban dari gadis itu dalam hati dia
mengangpap gadis tersebut sudah pergi; tak terasa sambil
menghela napas panjang ujarnya.
"Oooh- - - tak kusangka didalam dunia bisa muncul seorang
gadis yang demikian cantiknya.”
Dengan sendirinya dia membuka matanya kembali untuk
melihat keadaan sesungguhnya,
Siapa tahu baru saja dia membuka matanya terlihatlah
gadis cantik berbaju putih itu sedang duduk diatas batu cadas
didepan tubuhnya bahkan pada waktu itu sedang memandang
dirinya sambil tersenyum manis.
***

Liem Tou menjadi sangat terkejut tidak terasa lagi dia
menjerit kaget, dengan cepat mata nya dipejamkan kembali
dan menoleh kearah lain.
Terdengar gadis cantik berbaju putih itu tertawa cekikikan
dengan merdunya kemudian ujarnya.
"Kamu orang sungguh naenyenangkan sekali, kenapa kalau
lihat aku tentu pejamkan mata? Ayahku sering panggil aku
sebagat budak jelek, mungkin aku sungguh sungguh orang
yang sangat jelek ?"
"Bukan . bukan, aku cuma tidak mau lihat kamu, cepat
pergi.cepat pergi dari sini."
"Kalau begitu kamu takut sama diriku ? bapakku sering
juga takut sama aku."
Liem Tou menjadi jengkel, ujarnya dengan keras.
"Tadi sudah aku beritahu, aku takut sama kamu orang. Aku
cuma tidak mau lihat kamu . . tidak usah banyak tanya lagi
cepat pergi."
“He hi hi hi kalau tak mau lihat jangan lihat, bukankab
sudah beres ? ? Buat apa kamu orang harus usir aku ? 00oh . .
benar. kamu belum bilang dimana ayahku sekarang ?"
Kini Liem Tou betul betul dibuat gemas tak bisa
tertawapun, sesudah berdiam beberapa saat lamanya barulah
pikirnya.
“Heei..aku harus berbuat bagaimana untuk menghadapi
gadis cantik ini?”
Yang membuat dia semakin menemui kesulitan adalah
perkataan gadis itu yang masih amat polos bagaikan sekerat
batu giok yang belum digosok, jika dibandingkan dengan
kecerdikan dan kelincahan dari Ie cicinya boleh dikata kelainan
yang berbeda, terhadap seorang gadis dia juga tidak bisa
berbuat kasar apalagi mengusirnya dari sana.

Mendadak suatu akal bagus herkelebat dalam benaknya,
ujarnya kemudian.
"Baiklah, aku tidak mengusir kau pergi tetapi aku tak
mengijinkan kamu orang berdiri dihadapanku, kalau kau mau
baru aku mau bicara, baiklah sekarang kamu boleh bilang
siapakah bapakmu”
Agaknya gadis itu juga sedikit merasa jeugkel, dengan
menggerutu ujarnya.
"Hmm, kalau bukannya sedang cari ayah, aku juga tak mau
mengalah padamu, baiklah lain kali jangaa harap kamu bisa
melihatku lagi”
Liam Tou yang mendengar perkataan itu menjadi bingung,
apa arti dari perkataannya ini? dengan tidak terasa lagi dia
melirik sekejap kebelakang, terlihatlah gadis itu walaupun
masih tetap menggunakan pakaian putih tetapi kecantikan
wajahnya yang melebihi bidadari itu hanya didalam sekejap
mata saja sudah berubah menjadi seorang nenek barwajah
kuning yang penuh dengan keriputan.
Liem Tou yang melihat hal itu menjadi melongo dibuatnya,
sesudah memandang setengah harian lamanya barulah
diketahui olehnya kaau dia sedang memakai sebuah topeng
dari kulit kambing, hanya saja topeng itu dibuat demikian teliti
dan sempurnanya sehingga sukar untuk diketahui kalau
bukannya dipandang dengan teliti.
Ketika gadis berbaju putih itu melihat LiemTou dibuat
melongo olehnya tidak terasa tertawa geli, ujarnya.
“Bukankah begini bagus? Sekaraug kamu harus beritahu
ayahku berada dimana?"
Sebetulnya siapakah ayahmu itu? Kamu harus beritahu dulu
sehingga aku bisa pikir pernah bertemu atau tidak."
Gadis berbaju putih itu berpikir beberapa saat lamanya,
kemudian barulah sahutnya.

"Ayahku bilang dia mau melalui jalan ini bahkan dia bilang
juga ada sebuah kitab yang sudah didapati oleh seorang yang
bernama Liem Tou dia bilang Liem Tou itu tidak seharusnya
mendapatkan kitab itu maka dia hendak pergi cari Liem Tou."
Berbicara sarnpai disini mendadak sambungnya lagi.
"Oooh ... siauw-ko, aku lihat kamu jadi orang sangat baik,
aku harus panggil kamu bagaimana?? Tentu kau mau bukan
menolong aku menceritakan ayahku?"
Ketika Liem Tou mendengar sesudah dia bicara setengah
harian lamanya kiranya ayahnya adalah salah seorang yang
ingin merebut kitab pusaka "To Kong Pit Liok”-nya dalam hati
benar benar merasa gemas bercampur jengkel, didalam
beberapa hari ini karena didesak oleh jago jago dari berbagai
partai yang menginginkan kitab pusaka To Kong Pit Liok" nya
mendesak dia hingga berkali kali menemui bahaya, sudah
tentu kini dia merasa benci terhadap setiap orang yang
menginginkan kitabnya itu.
Mendadak air mukanya berubah, ujarnya.
“Maaf nona aku tidak pernah melihat ayahmu„ waktuku
sudah terbuang terlalu banyak, aku pergi dulu.'
Sambil berkata dia berjalan kesamping kerbaunya. Melihat
hal itu gadis berbaju putih menjadi cemas, serunya.
"Hey siauw ko, tunggu dulu aku masih ada perkataan lain!"
Terpaksa Liem Tou berjalan kembali, terlihatlah gadis itu
mengambil keluar selembar topeng dari dalam sakunya,
ujarnya sambil mengacungkan topeng tersebut.
"Siauw ko asalkan kau menyanggupi untuk menemani aku
mencari ayahku maka barang ini akan kuberikan kepadamu,
bagaimana?”
Liem Tou yang melihat seorang gadis cantik hanya cukup
memakai selembar topeng saja maka wajahnya segera

berubah menjadi orang nenek yang penuh keriputan tidak
terasa hatinya menjadi tergerak pikirnya.
"Asalkan aku jaga punya benda itu maka di tengah
perjalanan tidak akan takut lagi dikejar dihadang oleh orang"
Berpikir sampai disini dengan berdiam diri ia melirik sekejap
kearah gadis berbaju putih itu tetapi dimulutnya tetap
membungkam.
Sigadis berbaju putih tersebut ketika melihat perubahan
wajah Liem Tou ini menjadi amat girang serunya.
'Kau tentu sudah setuju bukan? Baiklah mari berangkat.-“
Tanpa perduli apapun gadis tersebut segera melemparkan
topeng itu ketangan Liem Tou, ditengah berkelebatnya
bayangan putih dia sudah berjalan kebawah bukit
meninggalkan Liem Tou yang memegang topeng itu sambil
berdiri tertegun beberapa saat Iamanya, gumamnya seorang
diri.
"Gadis ini memang sangat cantik hingga melebihi batas
hanya saja membuat orang menjadi bingung "
Dia yang sudah menerima topeng pemberianaya sudah
tentu tak bisa menampik lagi, sambil menuntun kerbaunya
dengan perlahan berjalan menuruni bukit itu.
Saat ini gadis berbaju putih itu sudah menunggang diatas
punggung kambingnya menanti kedatangan Liem Tou, Liem
Tou yang menunggang kerbaunya itu dengan perlahan
berjalan kesamping tubuh gadis itu, ujarnya mendadak.
“Nona, terus terang saja aku beritahu padamu, setiap
waktu dan setiap saat selalu aku dibuntuti dengan maut
bahkan orang dari Bu-lim semuanya punya niat untuk
menahan aku, bilamana nona jalan bersama-sama dengan aku
mungkin saja akan ikut tertimpa bencana”

Jilid 8 : Gadis cantik pengangon kambing
Perkataannya Liem Tou ini sebetulnya keluar dari hati
sanubarinya siapa tahu gadis berbaju putih itu hanya tertawa
ringan ujar nya.
"Siauwko, apa itu jago2 dari Bu Lim ?? Apa mereka lihay
semua, tapi aku takkan takut."
Liem Tou tak bisa bicara apa apa lagi sambil berjalan
disamping tubuhnya mereka melanjutkan perjalanannya
kedepan sedang gadis itu pun mulai menggerakkan seruling
pualam di tangannya memberi tanda pada kawanan domba
dibelakangnya, demikianlah mereka mulai melanjutkan
perjalanannya menuju keluar.
Terlihatlah jalan raya dipenuhi dengan kawanan donba
yang sangat banyak sehingga mengganggu perjalanan dari
orang orang lain seluruh jalan raya hanya terlihat
serombongan berwarna hitam yang berjalan dengan perlahanlahan.
Gadis berjubah putih itu sambil berjalan sambil tertawa, dia
sungguh sungguh menganggap Liem Tou sebagai saudaranya
sendirl sedang terhadap domba dombanya yang menutupi
jalan raya sama sekali tak mau ambil perduli.
Sebaliknya dalam hati Liem Tou terus menerus sedang
memikirkan hilangnya kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng serta
`gilanya' Ie Cicinya itu bahkan dalam hati sedang memikirkan
cara yang baik dan sempurna untuk kembali keatas gunung
Ha Mo San untuk bertemu dengan Ie cicinya, karena itulah
dengan berdiam diri dia melanjutkan perjalanan bersama
sama dengan gadis berbaju putih itu.
Lewat lagi beberapa waktu lamanya mendadak dari
belakang tubuh mereka berkumandang datang suara derapan
kaki kuda yang sangat ramai sekali, untung saja telinga dari

gadis berbaju putih itu sangat tajam, ujarnya dengan cepat
sambil tersenyum.
"Siauwko dari belakang kita muncul enam penunggang
kuda.
Mendengar perkataan itu Liem Toa menjadi sedikit heran,
pikirnya.
"Bagaimana dia bisa mendengar kalau yang datang adalah
enam ekor kuda?"
Tidak terasa matanya dipentangkan lebar lebar agaknya dia
tidak percaya terhadap perkataan ini. Mendadak gadis berbaju
putih itu seperti juga sedang teringat sesuatu ujarnya lagi.
“Koko, kamu orang apa mau menghilangkan kemangkalan
didalam hati?"
Liem Tou semakin dibuat bingung oleh perkataannya ini,
dengan melongo dia memandangi wajah gadis yang terlapis
oleh topeng berwarna kuning itu, saat itu suara derapan kuda
semakin santar baru saja Liem Tou menoleh kebelakang
terlihatlah tidak lebih tidak kurang enam orang penunggang
kuda dari jauh berlari mendatang membuat debu mengepul
memenuhi angkasa.
Melihat mereka itu tidak terasa hati Liem Tou menjadi
bergerak, pikirnya.
"Apa mungkin mereka?"
Begitu terpikir akan hal ini tanpa sadar lagi air mukanya
sudah terjadi perubahan yang sangat hebat sedang
hatinyapun ikut berdebar dengan keras, gadis berbaju putih
yang berada disisinya ketika melihat perubahan itu dengan
gugup tanyanya.
"Hey Siauw ko sudah terjadi urusan apa? Ooooh aku
teringat kembali, mungkin yang kau ceritakan itu sudah
datang?"

Liem Tou yang sedang memusatkan seluruh perbatiannya
pada para penunggang yang makin lama makin mendekat itu
hanya menjawab seenaknya saja terhadap perkataan gadis
berbaju putih itu.
"Mungkin benar, tapi sebelum melihat dengan jelas siapa
mereka mereka itu aku tidak mau ambil kesimpulan dengan
cepat."
"Yang datang ada enam orang" ujar gadis itu dengan
cepat" yang pertama agaknva usianya paling muda kurang
lebih baru dua puluh tahunan sedang yang berada dibelakang
merupakan orang orang dari usia pertengahan, Oooh . .. . ada
orang yang sudah berusia lima puluh tahunan pada
pingganguya terikat seuntai kain merah.”
Mendengar perkataan itu Liem Tou menjadi sangat
terkejut. tanyanya dengan penuh perasaan heran.
“Bagairnana?? apa kamu sungguh sungguh bisa melihat?
orang itu apa betul punya beutuk seperti apa kamu bicarakan
sekarang ini??”
“Aku tidak akan menipu kamu” ujar gadis berbaju putih itu
dengan manja.
Semua ini memang sungguh2 jika dilihat sikapmu yang
sangat cemas agaknya kamu orang takut dengan mereka
yaaah?? jangan takut, Siauw ko kita harus melanjutkan
perjalanan seperti tidak ada urusan apapun, semua urusan
serahkan saja pada diriku.”
“Orang orang itu semuanya memiliki kepandaian silat yang
sangat tinggi, kamu merupakan seorang gadis yang lemah
bagaimana bisa menahan serangan mereka, tidak mungkin ,
tidak mungkin, saat ini aku masih tidak ingin dikenal oleh
mereka.”

"Hi hi.. kiranya kamu adalah seorang gentong nasi" ujar
gadis itu sambil tertawa ringan. “Seorang lelaki sejati kenapa
harus takut pada
manusia?"
Liem Tou yang disindir demikian tidak tertahan saking
jengkelnya membuat seluruh tubuhnya gemetar keras, ujarnya
dengan suara
seperti geledek.
"Kamu orang tidak usah menyindir diriku, kalau nanti
mereka datang kamu orang tidak usah ikut campur biarpun ini
hari aku harus binasa ditangan mereka tetapi aku Liem Tou
tak akan jeri sedikitpun juga"
Liem Tou yang tanpa sadar sudah menyebutkau namanya
sendiri, membuat hatinya secara mendadak merasa sangat
terkejut, pikirnya.
"Aduh . kenapa aku menyebutkan namaku sendiri?"
Siapa tahu gadis berbaju putih itu mendadak tertawa manis
ujarnya.
"Perkataan Liem koko sendiripun tidak salah ayahku sendiri
pernah bilang bahwa seorang lelaki sejati memang harus
bersikap begini, biarlah aku beritahu padamu, aku bernama
Lie Wan Giok puteri dari ayahku, karena satiap harinya
pekerjaanku hanya mengangon domba, maka orang lain
menyebut aku sebagai Mu Jang Giok Li atau gadis cantik
pengangon kambing".
"Apa maksud dia memberi tahu namanya?? "Pikir Liem Tou
dalam hati, belum sempat dia buka mulut untuk bicara, sigadis
cantik pangangon kambing itu sudah menampakkan lagi
sambil tertawa.
"Liem koko, kau legakanlab hatimu ayahku pergi merebut
kitabmu itu tidak lain hanyalah omongan guyon saja, bahkan

ayahku mamerintahkan diriku untuk mengambilkan kitab
tersebut kepadamu."
Sambil berkata dari dalam sakunya dia mengambil sejilid
kitab yang sangat tipis dan diserahkan Liem Tou, ujarnya.
"Liem koko coba kau lihat, bukankah ini?"
Dengan cepat Liem Tou rnenerima kitab tersebut dari
tangan gadis itu, ketika memandang terlihatlah kitab itu tidak
lain adalah kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng" yang dicuri kakek
tua kemarin malam membuat dia segera menjadi tertegun dan
memandang sigadis cantik pengangon kambing Lie Wan Giok
dengan melongo sedang dalam hatinya berpikir ubek ubekan
mencari maksud yang sebenarnya dari gadis tersebut.
Saat itu sigadis cantik berbaju putilt itu sudah bicara lagi.
"Liem koko bila ada pertanyaan lain kali saja bicarakan,
coba kamu dengar mereka sudah semakin dekat. Kalau kamu
tidak ingin dikenali oleh mereka cepat pergunakan topengmu
itu. sekalipun dalam hati kamu orang gemas dan benci kepada
mereka tapi kesempatan dikemudian hari masih sangat
banyak, biarlah kali ini Siauw moay yang menggoda mereka.”
Dalam hati Liem Tou tahu benar benar kalau Pouw Cungcu
sekalian sudah menganggap kalau dirinya sungguh sungguh
sudah binasa tenggelam disungai bilamana sampai saat ini
ditemui mereka mungkin sekali akan mendapatkan cemoohan
dan ejekan yang menusuk hati, daripada harus menerima
penderitaan itu jauh lebih baiknya kini sembunyikan wajahnya
terlebih dahulu dikemudian hari bilamana kepandaian silatnya
sudah berhasil dilatih untuk membalas sakit hsti masih punya
banyak kesempatan.
Sesudah berpikir sampai disini Liem Tou tidak kukuh lagi
dengan pendiriannya, dengaa cepat topengnya dipakai diatas
wajahnya membua air mukanya didalam sekejap saja sudah
berubah menjadi seorang lelaki berusia partengahan dengan

wajah berwarna kehijau hijauan bahkan kelihatan sekali
keseramannya.
Sesaat dia selesai menggunakan topeng itu derapan kaki
kuda sudah semakin dekat lagi hanya didalam sekejap saja si
cambuk sakti sekalian akan tiba disana, mau tak mau hati
Liem Tou berdebar keras juga.
Ujar Lie Win Giok dengan perlahan.
"Kita harus jalan seperti biasa, jangan sekali kali melihat
mereka walau sekejap pun"
"Kamu orang akan menggunakan cara apa untuk
menghadapi mereka?"
"Ini urusanku!'
Mendadak suara ringkikan kuda yang panjang
berkumandang dari belakang tubuh mereka, ujar Lie Wan Giok
lagi dengan perlahan,
"Liem koko, ilmu menunggang kuda dari mereka sungguh
sangat sempurna walaupun didalam keadaan yang sangat
cepat mereka masih bisa menahan kendali mereka"
Pembicaraannya ini seperti saja dia melihat dengan mata
kepala sendiri, membuat Liem Tou tidak tertahan menoleh
sekejap kebelakang, terlihatlah Pouw Siauw Ling sudah berada
dibelakang tubuh mereka berdua, begitu
melihat Liem Tou menoleh, mendadak bentaknya,
"Cepat minggir!”
“Hey Siauwko" seru sigadis cantik pengangon kambing itu
dengan nada sedikit mengomel “Sudah aku katakan jangan
menoleh, kenapa sengaja kamu menoleh juga?"
Pouw Siauw Ling yang tidak mendengar suara sahutan dari
mereka berdua segera teriaknya lagi dengan keras.

"Hee..kalian berdua cepat singkirkanlah kambing kambing
kalian kepinggir, dengan menghalangi jalanan begini kalian
suruh kami harus lewat dengan cara bagaimana ?"
Liem Tou serta sigadis cantik pengangon kambing itu
dengan masing masing menunggang kerbau serta kambingnya
dengan langkah perlahan tetap melanjutkan perjalanannya
kedepan, mereka sama sekali tak mau ambil perduli terhadap
teriakan Pouw Siauw Ling itu.
Melihat mereka sama sekali tak mau gubris hawa amarah
dari Pouw Siauw Ling semakin memuncak, bentaknya dengan
gusar.
"Hey dua anjing didepan cepat menyingkir, Toayamu
sekalipun _mau lewat kalau tidak jangan salahkan kami akan
menerjang kawanan kambing kalian hingga binasa semua."
Dua orang itu tetap tidak menggubris. Dengan mengerang
gusar teriak Pouw Siauw Ling lagi,
“Dua manusia laki perempuan yang tak tahu diri, kalian
jangan menyesa1"
Mendadak terdengar suara pekikan kuda yang sangat
panjang disusul dengan suara bentakan Pouw Siauw Ling.
Liem Tou hanya merasakan sambaran segulung angin yang
keras berkelebat dibelakang tubuhnya, dia tahu begitu bicara
biasanya Pouw Siauw Ling tentu melaksanakan perkataannya
dan kini sungguh2 dia menerjang kearah kawanan kambing
tak terasa hatinya merasa sangaz terperanjat.
Ketika ia menoleh kearah sigadis cantik pengangon
kambing itu terlihat sikapnya masih tenang tenang saja tanpa
gugup sedikitpun, bahkan masih tetap melanjutkan
perjalanannya ke depan.
Pada saat pikiran Liem Tou sedang berputar keras itulah
Pouw Siauw Ling sudah menerjarg hingga dibelakang tubuh

orang itu, Liem Tou hanya merasakan sambaran angin yang
sangat tajam kearah tubuhnys.
Mendadak si gadis cantik pengangon kambing itu tertawa
ujarnya.
"Liem koko, coba kau libat."
Sambil berkata pinggangnya yang ramping sedikit ditarik
kebelakang sehingga pundaknya sekonyong konyong
menempel pada punggung kambing dan pada waktu yang
bersamaan pula Pouw Siauw Ling sudah menerjang datang
pada saat kritis itulah tangan dari gadis cantik pengangon
kambing itu diangkat, seruling pualam ditangannya dengan
tepat menotok kepala dari kuda tersebut.
Kuda tersebut yang secara mendadak mendapatkan
serangan dahsyat menjadi sangat terkejut sambil meringkik
panjang dua kaki depannya mendadak mengangkat keatas,
gadis cantik pengangon kambing itu tidak mau membuang
kesempatan ini, tangannya sedikit digetarkan seruling
pualamnya sudah menotok kearah perut kuda tersebut,
memaksa kuda ttu menjungkir dan rubuh keatas tanah
dengan empat kaki diatas.
Pouw Siauw Ling yang melihat kudanya rubuh dengan
gerakan tubuh yang sangat lincah mendadak melayang keatas
dengan cepatoya sehingga terhindar dari tindihan tujuh kuda
itu, air mukanya sudah berubah merah padam saking
gusarnya.
Tetapi hanya sekejap saja air mukanya sudah pulih pada
senyuman riangnya, waktu itulah tepat Liem Tou sedang
menoleh kearahnya begitu
melihat senyuman tersebut hatinya jadi panas dia ingat
betul betul akan senyumnya ini hanya didalam sekejap saja
bayangan ketika dia dianiaya oleh Pouw Siauw Ling memenuhi
seluruh benaknva, mendadak mulutnya dengan capat
mengucapkan kata "Beng" dari delapan kata rahasia itu.

Kerbau tunggangannya dengan cepat mundur kebelakang
hingga Liem Tou merasa sudah cukup mendadak bentaknya
dengan keras.
"Beng" Kerbaunya dengan cepat memutar kebelakang dan
tepat menerjang dimana Pouw Siauw Ling berdiri, bentak Liem
Tou lagi.
"Tong” Kerbaunya menundukkan kepalanya sehingga
tanduknya dipersiapkan kedepan, kemudian dengan ganasnya
menanduk tubuh Pouw-Siauw Ling, melihat keadaan yang
sangat barbahaya dengan seluruh kekuatan Pouw Siauw Ling
meloncat kesamping serunya dengan gusar.
“Kurang ajar . . , . kurang ajar ...”
Dari pinggangnya dengan cepat dia menurunkan cambuk
panjangnya tangannya sedikit digerakkan cambuknya siap
disapu kedepan, mendadak dari tempat kejauhan terdengar
suara teriakan seseorang.
“Ling Jie, tahan..”
Terlihat si cambuk sakti basarnya Liong Ciang Houw Jiauw,
Siang Hui Hok berlari mendatang tanyanya dengan cemas.
"Ling jie, sudah terjadi urusan apa?"
Saat ini saking gemasnya Pouw Siauw Ling tidak bisa
mengucapkan sepatah katapun lama lekali barulah sahutnya.
“Mereka - mereka terlalu menghina orang."
Pouw Peng, Pouw Liang dari Siang hui hok yang selamanya
jadi orang paling berangasan begitu mendengar perkataan ini
segera menjadi gusar, masing2 meloncat turun dari kudanya
dari berjalan menerjang kearah Liem Tou.
Baru saja Liem Tou akan memberi perintah pada kerbaunya
untuk melancarkan serangan mendadak si gadis cantik
pengangon kambing itu muncul dari belakang tubuhnya,

sambil menghalangi perjalanan dari Siang Hui Hok, ujarnya
sambil menuding kearah Pouw Siauw Ling.
“Kalian jangan mau dengar omongannya, dengan jelas
tanpa perduli mati hidup orang lain dia memerintahkan
kudanya menerjang kami kini masih bilang orang lain yang
menghina dia sungguh tidak tahu malu.”
Sambil berkata ujarnya pada Liem Tou.
“Koko muka hijau tidak usah peduli mereka lagi mari kita
pergi.”
Sejak kecil Pouw Siauw Ling sudah terbiasa dengan sifat
ingin menang dan sombong, kini dihina secara begini mana
bisa meuerima, sambil membentak keras ujarnya .
“Hui Hok Jie siok harap tunggu sebentar, ini hari
keponakanmu harus membasmi kedua anjing laki perempuan
ini” sambil berkata cambuknya dengan menggunakan jurus Sin
Liong Pok Wi atau naga sakti menggoyangkan ekor menghajar
kearah leher Liem Tou yang masih berada diatas punggung
kerbau.
Sebenarnya sigadis cantik pengangon kambing itu memang
berdiri ditengah antara Liem Tou serta Siang Hui Hok.. begitu
serangan cambuk dari Pouw Siauw Ling dilancarkan kearah
Liem Tou maka serangan itu harus melewati samping tubuh
Lie Wan Giok terlebih dulu terlihatlah secara meadadak dia
mengangkat serulirg pualamnya dan diketuk dengan perlahan
disamping cambuknya, ujarnya sambil tertawa.
"Koko muka hijau kamu orang turun tangan terlalu berat,
sedikit-sedikit saja sudah bunuh orang kali ini biarlah siauw
moay yang menerima."
Serangan dari Pouw Siauw Ling ini sebetulnya sudah
menggunakan tenaga penuh, dalam anggapannya dalam satu
kali serangan saja sudah cukup menjirat Liem Tou, hingga
jatuh dari punggung kerbaunya, tahu hanya cukup ketokan

perlahan dari seruling pualam Lie Wan Gok seperti juga secara
mendadak canmbuknya diputus dari tengah dengan dahsyat
sekali
ujung cambuknya melibat kembali menyapu kesamping
tubuh Siang Hui Hok.
Pouw Siauw Ling segera sadar sudah bertemu dengan
musub tangguh, didalam keadaan yang tergesa gesa itu
dengan cepat disentaknya kembali cambuk bajaya, teriaknya
dengan keras.
"Tia, paman2 sekalian harap berhati hati, kepandaian dari
sepasang laki perempuan sangat dahsyat . mereka bukan
tandingan kita."
Mendcngar perkataan itu si gadis cantik pangangon
kambing menjadi tersenyum ujarnya.
"Ling jie, jadi kamu baru tahu akan hal ini?? ooh - kasihan .
. kasihan . , mari coba lagi"
"Nenek muka kuning …kamu bilang saya apa ?" teriak
Pouw Siauw Ling aemakin gusar.
"Bukankah kamu bernama Ling-jie ?"
Saking gusarnya kontan saja air muka Pouw Siauw Ling
berubah menjadi kehijau hijauan, tanpa perduli musuhnya itu
lihay atau tidak tubuhnya dengan cepat berkelebat cambuk
baja di tangannya dengan sekuat tenaga diayun kedepan,
tenaga murninya dipusatkan pada cambuk sehingga cambuk
itu berubah menjadi sebuab tombak panjang berwarna
kehijau-hijauan, kemudian dengan menggunakan jurus Tok
Coa To Sim atau ular beracun mengulur lidah dengan sangat
dahsyat menusuk tenggorokan si gadis cantik pengangon
kambing itu.
Dengan sangat cepat sekali cambuk baja itu mendekati
tubuhnya, tetapi sigadis cantik pengangon kambing itu tidak
ambil gubris, sambil tetap tertawa ujarnya lagi.

"Aaai . . tidak kusangka kepandaianmu lumayan juga.”
Perkataan sigadis cantik pengangon kambing itu baru saja
selesai ujung cambuk tersebut sudah tiba, jika dia betul2
membiarkan cambuk itu menusuk tubuhnya walaupun
kepandaian gadis cantik pengangon kambing itu jauh
Lebih tinggi juga sukar untuk menahannya.
Pada saat ujung cambuk Pouw Siauw Ling hampir
mangenai tubuhnya itulah didalam keadaan yang sangat kritis
tangan gadis itu diulur kedepan, kecepatannya sangat luar
biasa sehingga orang2 yang hadir dikalangan tak ada yang
melihat dengan jelas.
Pouw Siauw Ling hanya merasa ujung cambuknya sudah
terjepit oleh dua jari gadis tersebut.
Pouw Siauw Ling menjadi sangat terperanjat, dengan cepat
dia berusaha menarik kembali cambuk bajanya, siapa tahu
walau pun sudah mengerahkan tenaga dalam yang dia miliki
itu cambuk tetap tidak bergeming sedikitpun.
Sampai waktu itulah gadis cantik pengangon kambing itu
baru tersenyum ujarnya,
"Eh eh .. Ling jie kenapa kau?? masih tidak kau lepas
tangan? dengan i1mu silat cakar ayammu itu masih terpaut
jauh jika ingin mengadu tenaga dalam dengan aku"
Waktu itu Pouw Siauw Ling benar2 serba salah untuk lepas
tangan sudah tentu tidak mungkin bisa dilakukan sebaliknya
untuk mencabut kembali cambuknya tidak sanggup, saking
cemas dan bingungnya tidak terasa !agi air mukanya berubah
merah padam. Mendadak dengan gusar bentaknya dengan
keras.
“Nenek muka kuning..aku mau adu jiwa sama kamu
orang.”

Sehabis berkata dia menggigit kencang bibirnya dengan
memperlihatkan wajah mau mengadu jiwa dengan seluruh
kekuatan dia menarik cambuknya kebelakang, mendadak
tenaga dalamnya berubah dengan meminjam tenaga si gadis
cantik pengangon kambing yang sedang bertahan mendadak
tenaganya didorong kedepan.
Si gadis cantik pengangon kambing itu tidak disangka Pouw
Siauw Ling bisa menggunakan siasat busuk seperti itu,
tangannya sedikit tergetar hampir hampir saja tak sanggup
untuk bertahan dan kena siasat beracunnya.
"Hmm..kamu sendiri yang cari penyakit”
Mendadak„..tangan sebelahnya yang mencekal seruling
pualam dengan sangat dahsyat, memukul keatas cambuk
bajanya itu. Criing . . . , kemudian disusul dengen jeritan
mengaduh dari Pouw Siang Ling sepasang tangannya tergetar
oleh tenaga pantulan itu membuat telapak kontan pecah
mengucur keluar darah segar dengan derasnya.
Liem Tou yang berdiri disamping bisa melihat kajadian ini
dengan sangat jelas sekali, dia melihat Pouw S:auw Ling yang
selalu menyiksa dan menganiaya dirinya sejak kecil kini
memperoleh penderitaan dalam hati menjadi sangat girang
sekali, bersamaaan pula dia punya anggapan yang lain
terhadap gadis cantik pengangon kambing ini.
Tidak disangka olehnya seorang gadis cantik yang bagitu
lemah lembut bisa memiliki tenaga dalam yang begitu
sempurnanya, diam-diam dia merasa terkejut bercampur
heran bahkan ketika teringat kembali pada sikakek tua yang
tersesat "Hui Tui Jie" jika betul betul dia adalah ayahnya maka
kepandaiannya sudah tentu jauh lebih luar biasa lagi.
Sampai saat ini barulah dia teringat kembali perasaan
herannya sewaktu mendadak melihat elang raksasa yang
menguntit dirinya sejak dari lembah cupu cupu secara
mendadak bisa rubuh binasa dengan sendirinya, hal ini tentu

merupakan pekerjaan dari kakek aneh" Hui Tui Jie" itu secara
diam diam.
Sewaktu Liem Tou berpikir dengan nikmatnya itu
mendadak terdengar si Ang in sin pian Pouw Sak San sudah
angkat bicara ujarnya.
"Cayhe adalah Sak San Cung cu dari Ie Hee Cung diatas
Cing Jan, putraku tidak hormat harap nyonya memaafkan.
Tolong tanya juga siapa nama besar dari nyonya?”
Dengan cepat Liem Tou menoleh, tampaklala saat itu si
Ang in sin pian sedang merangkap tangannya memberi
hormat sedang sigadis cantik pengangon kambing itu sedang
merasa bingung, bagaimana seharusnya berbuat, hatinya
kelihatan sangat tidak tenang juga tidak berbicara sepatah
katapun, mendadak dia putar tubuhnya bertanya kepada Liem
Tou.
"Koko muka hijau, dia minta maaf kepadaku kamu orang
kira bagaimana enaknya?"
Teringat kembali oleh Liem Tou keadaan sewaktu dia diusir
dari atas gunung Ha Mo San, segera teriaknya dengan keras.
"Moay moay muka kuning, orang ini pura - pura gagah . .
pura pura berbudi kamu harus berhati hati terhadap
bokongannya."
"Baiklah. " sigadis cantik pengangon kambing itu kemudien
."Kalau begitu biar aku coba coba kepandaiannya, aku mau
lihat dia bisa berbuat apa”
Sesudah mengucapkan kata kata itu barulah dia putar
tubuhnya kembali, kepada si Ang in sin pian sahutnya.
“Kamu tidak usah tanya aku lagi. sekalipun kamu orang
merengek rengek aku juga tidak akan menyebut namaku, jika
kamu ingin bergebrak, tentu aku melayani ."

"Aku bukan maksudkan begitu," ujar Ang sin pian dengan
suara halus.
"Nyonya kepandaian silat yang sangat tinggi saat ini juga
sudah berada diatas angin. kenapa tidak mau meminggirkan
kambing kambing itu sedikit
kesamping agar cayhe bisa lewat? Buat apa karena urusan
yang sangat sepele sampai terjadi bentrokan satu sama
lainnya? "
“Tidak mungkin, kalian semua merupakan manusia manusia
tidak berbudi manusia manusia kasar, kalian ingin merebut
jimat koko muka hijauku, aku harus hajar kalian semua."
Ketika Si Ang in sin pian Pouw Sak San melihat gadis cantik
pengangon kambing itu bicara tidak pakai aturan air mukanya
segera berubah sangat hebat, pada alisnya pun secara samar
samar mulai muncul hawa napsu untuk membunuh, sambil
memandang tajam gadis cantik pengangon kambing itu
ujarnya„
"Kamu orang sungguh sungguh mau berhantam? siapa
betulnya kamu? diantara kita tidak ada ganjelan dan sakit hati
apa, buat apa kalian begitu ngotot mau memaksa orang??"
Sambil berkata dengan perlahan lahan dia melepaska
cambuk merahnya yang dilititkan pada pinggang, melihat hal
itu gadis cantik pengangon kambing itu menjerit tertahan,
diam diam pikirnya.
“Ohh..kiranya ahli waris dari partai itu ."
Semangatnya menjadi berkobar kembali, pecut baja yang
dirampas dari Pouw Siauw Ling tadi dengan cepat disentakkan
keatas udara sehingga menimbulkan suara yang menderuderu,
kenada Ang in sin pian Pouw Sak San teriaknya.
"Ayahku pernah bilang pada dua puluh tahun yang lalu
pernah muncu1 sebuah cambuk merah didalam Bu Lim,
kepandaiannya sangat lihay sekali sehingga banyak jago2 dari

dunia kangouw yang dikalahkan ditangannya, kemudian
secara mendadak melenyapken diri dari keramaian Bu lim, kini
kamu juga menggunakan cambuk merah ini, apa mungkin
kamu orang punya hubungan dengan dia ?"
Mendengar perkataan itu Ang in sin pian Pouw Sak San
menjadi melengak, ujarnya.
"Jika didengar perkataanmu itu dia memang suhu cayhe,
siapa ayahmu?”
"Ha ha ha . bicara selama setengah harian lamanya tak
tahu kiranya kamu marid dari bajingan besar perampok kaki
tunggal itu, kamu mau tanya siapa ayahku belum memadahi."
Beberapa patah perkataan ini seketika mernbuat Ang in sin
Pouw Sak San menjadi sangat gusar, seluruh rambutnya pada
berdiri matanya melotot keluar dengan besarnya sedang
mulutnya tak henti2nya mendesis.
Ujar gadis cantik pengangon kambing itu lagi.
“Entah kamu orang punya kepandaian silahkan keluarkaa
semua, ayahku bilang pada tiga puluh tahun yang lalu dia tak
sempat menemui perampok besar itu, ini hari aku bisa
bertemu dengan muridnya sudah seharusnya minta pelajaran
beberapa jurus cambuk merahnya, aku mau lihat apa betul dia
sangat lihay."
Kemudian bentaknya nyaring.
"Cepat keluarkan jurus2mu."
Ang in sin pian Pouw Sak San tidak bisa menahan diri lagi,
tangannya diulapkan menyuruh Pouw Siauw Ling serta para
pembantunya mundur kebelakang, kemudian sambil tertawa
dingin ujarnya.
“Nenek muka kuning kamu kira aku betul2 jeri sama kamu
orang ??? kali ini kamu yang cari gara gara terhadap diriku

jangan salahkan aku Ang In Sin Pian Pouw Sak San berlaku
telengas dan kejam terhadap kamu."
Sehabis berkata bentaknya dengan keras, "Terimalah
seranganku."
Cambuk merahnya diayun kedepan mendadak terpancar
sinar merah yang memenuhi angkasa. Gadis pengangon
kambing itu tidak berani berayal lagi cambuk bajanya digetar
keatas, dengan menimbulkan bayangan cambuk yang
bersusun2 menyambut datangnyaserangan itu semuanya.
"Jurus ini merupakan ilmu cambuk buntut harimau, tiada
keindahannya sama sekali."
Tubuh Ang in sin pian Pouw Sak San dengan cepat
berputar. ujung cambuknya diputar kemudian ditarik didalam
sekejap mata saja cambuk panjangnya dengan mengeluarkan
'selapis sinar merah’ dengan lurus menusuk kedepan,
gerakkannya mirip seekor ular emas yang sedang mematuk
mangsanya, dengan tepat menerjang masuk tubuh gadis
cantik pengangon kambing itu.
Gadis cantik pengangon kambing itu hanya tersenyum saja,
tubuhnya berturut-turut mundur dua langkah kebelakang
mendadak bayangan putih berkelebat dengan satu gerakan
yang sangat indah tubuhnya melayang beberapa kali di tengah
angkasa. cambuk bajanya dengan meminjam gerakan ita
menekan keatas kepala Pouw Sak San ujarnya.
“Ilmu cambuk ular malas juga tidak aneh."
Perkataannya belum selesai angin serangan Ang in sin pian
Pouw Sak San menarik kembali cambuk merahnya, tenaga
dalamnya dengan cepat dikerahkan pada pargelangan tangan
cambuk panjang itu sekali lagi melilit keatas kepalanya, tatapi
baru saja melilit satu lingkaran cambuk panjang itu mendadak
melurus kedepan dengan jurus "Kie Hwee Sauw Thian' atau
menyulut api membakar langit cambuknya membumbung

tinggi keangkasa kemudian menekuk menotok tubuh gadis
cantik pengangon kambing itu.
Liem Tou yang berdiri disamping ketika melihat tubuh gadis
itu masih berada diangkasa sudah mendapatkan serangan
dahsyat tidak terasa merasa sangat kuatir sekali.
Siapa tahu kepandaian silat dari gadis cantik pengangon
kambing itu betul2 sangat lihay dan sudah mencapai pada
kesempurnaan, bayangaa cambuk Pouw Sak San baru saja
tiba seruling pualam ditangan kiri gadis dengan tidak
menimbulkan sedikit suarapun sudah sedikit menutul diatas
tubuh cambuk merah itu, dengan meminjam tenaga ini
tubuhnya melayang pergi bersamaan pula cambuk baja
ditangan kanannya mendadak melilit keatas pergelangan
Pouw cungcu, mulutnya tetap berteriak.
"Jurus Kiem Ling Pian Hoat ini masih belum sanggup untuk
menahan diriku.”
Saat itu berturut-turut Ang in sin pian Pouw Sak San
melancarkan tiga serangan sekaligus dengan menggunakan
tiga macam ilmu cambuk yang berbeda, bukan saja semua
jurus serangannya mencapai sasaran kosong bahkan setiap
ilmu cambuk yang dia gunakan bisa diketahui orang lain
dengan begitu jelasnya tidak tertahan hatinya merasa terkejut
juga, pikirnya.
"Nenek muka kuning ini sungguh hebat sekali dengan
kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini boleh dikata
merupakan seorang jago yang sangat terkenal didalam dunia
kangouw, bisa kuingat slapa yang bisa memadahi kepandaian
silatnya ini."
Berpikir sampai disini mendadak ilmu cambuknya berubah
lagi, hanya didalam sekejap mata saja bayangan cambuk
bagaikan gunung, mendadak berubah kembali bagaikan
mega2 merah yang melayang rendah dipermnukaan tanah

dengan perlahan lahan mengurung tubuh sigadis cantik
pangangon kambing itu.
Melihat serangan yang sangat dahsyat inilah gadis cantik
pengangon kambing ini baru memuji.
"Hmm cambuk yang hebat."
Dengan cepat cambuk bajanya melancarkan serangan
dahsyat pula dengan gerakan cepat menyambut gerakan
cepat menahan serangan musuh, didalam sekejap saja
beberapa kaki sekeliling tempat itu hanya terasa angin
cambuk yang menderu deru, diantara bayangan merah dan
kuning bayangan manusia bergebrak tidak terpisahkan,
sampai akhirnya samakin bertempur semakin cepat - - -
semakin cepat semakin seru sehingga bayangan dari Pouw
Sak San serta gadis cantik pengangon kambing itu tidak bisa
dibedakan lagi, pasir serta kerikil pada beterbangan. Debu
mengepul naik membumbung ke angkasa membuat
pandangan hadirin menjadi buram, untuk membedakan mana
hitam mana merah sudah sangat sukar sekali.
Liem Tou, Pouw Siauw Ling, Siang hui hok, Hauw jiauw
serta Liong ciang yang menonton jalannya pertempuran
disamping menjadi begitu
terpesonanya, mareka mamandang ketengah termangu
mangu matanya melotot keluar dengan bulatnya, hatinya
berdebar debar keras sedang keringat dingin mengucur keluar
dengan derasnya.
Beberapa ssat kemudian tiba tiba Ang in sin pian Pouw Sak
San mnjerit keras kedua orang yang sedang bertempur
dengan serunya itu secara mendadak berpisah. Gadis cantik
pengangon kambing itu dengan tertawa merdu berdiri
disamping dengan tenangnya sedang si Ang in sin pian Pouw
Sak San dengan air muka yang sudah berubah dingin kaku
bardiri tertegun disana, untuk sesaat tidak sepatah katapun
yang bisa diucapkan keluar, sepasang matanya itulah yang

sudah kehilangan sinar terang, yang melotot keluar dengan
besarnya.
"Budi kebaikan nyonya tidak sampai turun tangan jahat
cayhe merasa sangat berterima kasih. Tapi aku Ang in sin pian
sejak berpisah dari suhuku sekalipun sangat jarang berkelana
didalam dunia kangouw tetapi mengingat kebesaran dari
nama suhuku pada masa yang silam aku parcaya didalam
dunia kangouw selain beberapa orang cianpwee yang bisa
mengeluarkau ilmnu cambuk Ang In Pian hoat sukar untuk
dicari yang lain, sebetulnya nyonya berasal dari partai mana
??? apa boleh cayhe ketahui ?"
"Ayahku pernah bilang kalau kami tidak suka berebut
dengan orsng2 dunia kangouw, karenanya tidak punya
perguruan maupun partai. Kalau ada juga karena orang lain
yang paksa beri kepadakami tetapi orang lain panggil aku
sebagai gadis cantik pengangon kambing, kamu boleh ingat2
nama itu saja.”
Mendengar nama sebutan itu dengan mata yang melotot
keluar Ang in sin pian Pouw Sak San memandang beberapa
saat kearahnya baru saja mau buka mulut memberi jawaban
mendadak terdengar Pouw Siauw Lirg yang berada
disampingnya sudah berteriak.
"Ayah kamu orang tua jangan mau mendengar omongan
setannya, dengan wajahnya yang sudah keriputan dan
berwarna kuning bagaimana bisa disebut gadis cantik ?
sungguh suatu omong kosong yang sangat besar sekali."
Ketika gadis cantik pengangon kambing mendengar
perkataan yang begitu menghina dari Pouw Siauw Ling tidak
menjadi marah, kepada Liem Tou ujarnya.
"Koko muka hijau, cepat kamu pejamkan matamu aka mau
perlihatkan kembali asalku.”
"Jangan jangan . .." seru Liem Tou dengan cemas. "Kamu
jangan sembarangan . . ."

Tetapi seorang gadis muka yang cantik siapa yang tidak
suka dipuji, tangannya dengan cepat sudah mengusap
wajahnya mencopot topeng dari kulit kambing itu, kemudian
dengan perlahan lahan menoleh.
Ang in sin pian Pouw Sak San, Pouw Siauw Ling, Siang hui
hok, Liong ciang serta Hauw jiauw hanya merasakan
pandangannya mendadak menjadi terang, tidak terasa lagi
pada menjerit kaget.
"Haaaa???"
“Aaah . . . sungguh cantik. "
"Heeey . tidak kusangka."
"Ooh Thian begitu cantik gadis ini."
Enam orang dengan dua belas mata memandang dengan
tajamnya memandang gadis cantik pengangon kambing itu
tanpa berkedip sedikit pun juga.
Terdengar gadis cantik itu tersenyum, ujarnya. "Eh eh . . .
kenapa kalian ? ada apanya yang baik dari aku nenek muka
kuning ??"
"Tidak kusangka kamu masih seorang nona yang amat
muda."
Sedang Pouw Siauw Ling tidak bisa mengucapkan kata kata
lagi, air mukanya sebentar berubah putih kehijau hijauan
sebentar berubah kembali jadi merah padam, dengau
tajamnya memandangi terus menerus wajah gadis cantik
pengangon kambing itu, lama sekali barulah dengan perlahan
muncul kembali senyuman ringannya. Dengau perlahan dia
berjalan maju kedepan dan membisikkan sesuatu kedalam
telinga Ang in sin pian Pouw Sak San.
Sesudah mendengar bisikan itu si Ang in sin pian, Pouw
Sak San termenung sebentar, kemudian barulah mangangguk

memberi hormat kepada gadis cantik pengangon kambing itu
ujarnya.
"Gadis cantik pengangon kambing wajahmu sangat cantik
sekali kepandaian silatnyapun sangat tinggi aku Ang in sin
pian orang she Pouw
dapat berkenalan kamu orang sungguh merupakan suatu
keuntungan, kali ini aku membawa putra serta pembantu2 ku
turun gunung sebetulnya bertujuan menyambangi setiap
enghiong hoohan yang terkenal didalam dunia kang ouw
beserta para Poo Touwcu dari daratan maupun lautan untuk
menyetujui usaba cayhe yang baru, yaitu pembukaan
ekspedisi "Ang in Piauw Kiok" pada bulan sepuluh yang akan
datang cayhe mengundang enghiong hoohan untuk
menghadiri perjamuan yang diadakan didesa Ie Hee Cung
diatas gunung Ha Mo San, cayhe sampai waktunya sangat
mengharapkan saudari gadis cantik pengangon kambing serta
Hengtay ini mau menghadiri kampung kami; bagaimana
pendapat kalian ?"
Sambil berkata dia mengambil keluar dua pucuk surat
undangan besar berwarna merah, dan menanti jawaban dari
gadis cantik pengangon kambing itu.
Dengan cepat gadis itu menyambut surat undangan itu
kemudian menoleh memandang sekejap kearah Liem Tou,
saat itu sepasang mata Liem Tou yang berada dibalik topeng
dari kulit kambing itu sedang dipejamkan rapat rapat sedang
tubuhnya pun gemetar dengan sangat keras sekali, agaknya
dalam hati dia merasa sangat tegang.
Gadis cantik pengangon kambing itu sesudah menerima
surat undangan dan melihat keadaan Liem Tou begitu
tegangnya tidak terasa tanyanya.
"Koko muka hijau, bagaimana? Kita pergi tidak ?"
Liem Tou yang mendengar si Ang in sin pian Pouw Sak San
punya maksud mendirikan usaha ekspedisi "Ang In Piauwkok "

bahkan mau dibuka diatas kampung Ie Hee Cung dalam hati
betul betul merasa sangat terperanjat. hingga mengenai
diundangnya mereka untuk menghadiri pertemuan itu sama
sekali tidak dipikirkan kini begitu ditanyai gadis cantik
pengangon kambing itu membuat dia menjadi bingung.
Dalam hati diam diam pikirnva.
"Jaraknya dari sekarang hingga bulan sepuluh sangat
dekat, saat itu jika kepandaianku belum cukup tidak mungkin
bisa melewati tiga rintangan mereka dengan selamat, buat
apa aku sanggupi mereka terlebih dulu? Jika waktu itu
kepandaiannya sudah berhasil dilatih sekalipun mereka tidak
mengundang aku juga mau pergi lihat."
Berpikir sampai disini segera sahutnya. "Pergi atau tidak
sampai waktunya baru kita bicarakan lagi.”
"Betul "ujar gadis cantik pengangon kambing itu sambil
tersenyum. "Perkataan dari koko muka hijau sedikit pun tidak
salah, pergi atau tidak sampai waktunya baru dibicarakan lagi.
Sehabis berbicara seruling pualamnya ditempelkan pada
bibirnya dan mulai ditiup, segera terdengariah suara seruling
yang lembut dan halus berkumandang diseluruh penjuru,
terlihatlah kawanan kambing kambing itu dengan perlahan
lahan menyahut dan menyingkir kesamping jalan.
Setelah itu barulah dia melemparkan cambuk bajanya
kepada Pouw Siuw Ling, ujarnya. "Ini aku kembalikan senjata
rongsokkanmu, cepat ….cepat pergi, lain kali berani kurang
ajar lagi hemmm hemmm tidak semudah hari ini."
Dengan perasaan sangat malu dan air muka yang sudah
berubah merah padam Pouw Siauw. Ling menerima kembali
cambuk bajanya, dengan cepat Ang in sin pian maju kedepan
memberi hormat, ujarnya.
“Terima kasih atas kemurahan nona, cayhe sekalian
dengan ini mohon diri terlebih dulu, kampung Ie Hee Cung

diatas gunung Ha Mo San di Cing Jan kami dengan hormat
menanti kunjungan saudara saudara sekalian”
Sehabis berkata dia memberi hormat lagi berulang kali,
sesudah itu barulah mengulap tangannya memberi tanda
kepada yang lain untuk, segera berangkat.
ooOoo
TERLIHATLAH debu membumbung tinggi keangkasa, suara
derapan kuda yang amat ramai dengan perlahan semakin
menjauh dan akhirnya lenyap dari pendengaran.
Sesudah bayangan Pouw Sak San sekalian lenyap dari
pandangan barulah Liem Tou melepaskan topeng kulit
kambingnya itu, dengan memandang bayangan Pouw Sak San
sekalian dengan termanngu mangu gumamnya seorang diri.
"Ehmmm akhirnya pergi juga"
Mendengar suara gumaman itu gadis cantik pengangon
kambing tersebut mennjadi bingung, tanyanya.
“Liem koko kamu kenal dengan mereka itu?? Jika kamu
tidak pakai topeng bagaimana mereka bisa tahu kamu adalah
Liem Tou?
Liem Tou yang sedang melamun ketika mendengar
perkataan gadis cantik pengangon kambing itu segera
meno!eh. Terlihatlah sepasang biji matanya yang bening
sedang memandangi dirinya menanti jawaban. Hatinya
dengan cepat berputar teringat kembali kalau kepandaian
gadis ini sangat tingggi sekali sehinggs Pouw Sak San pun
bukan tandingannya, kedatangannya yang sangat mendadak
ditambah lagi dengan alasan yang berbeda beda, pertama dia
bilang mau cari ayahnya kemudian bilang sedang
mengembalikan kitab pusaka " Toa Loo- Cin Keng kepadanya,
hal ini jelas sekali sedang berpura pura dan punya maksud
tertentu.

Berpikir sampai disini perasaan curiga didalam hatinya
segera timbul kembali mendadak teriaknya dengan keras.
"Kalau betul nona datang kemari bertujuan mengembalikan
kitab pusaka Toa Loo Cin Keng yang diambil ayahmu, aku
Liem Tou merasa sangat berterima kasih sekali, kini didepan
masih ada urusan yang harus aku selesaikan secepat
mungkin, terpaksa aku mohon diri terlebih dulu.”
"Liem Koko," seru gadis itu dengan cemas. 'Kamu mau
pergi kemana? Ayahku perintahkan aku sesudah kembaiikan
kitab pusaka Toa Loo Cin Keng itu harus mengikuti dirimu,
kamu tidak bisa tinggalkan aku seorang diri.”
Liem Tou yang mendengar perkataan dari gadis cantik
pengangon kambing itu sangat polos jujur segera berpikir
kembali.
“Kakek Hui Tui Jie itu suruh dia mengikuti aku terus sudah
tentu sedang mengincar kitab pusaka To Kong Pit Liok-ku itu,
kalau tidak masih ada urusan apa?”
Berpikir sampai disini dengan cepat dia menepuk kepala
kerbaunya, serunya.
"Hoa”
Kerbaunya serera menyahut dan lari dengan sangat
cepatnya kedepan, bersamaan pula Liem Tou menoleh
kebelakang sambil sahutnya.
"Kita bukan sanak bukan saudara buat apa berjalan
bersama-sama? lebih baik kamu cari bapakmu saja”
Sehabis berkata dengan tidak menoleh 1agi dia
melanjutkan perjalanannya, siapa tahu begitu si gadis cantik
pengangon kambing itu melihat Liem Tou lari pergi dengan
cepat seruling pualamnya ditiup, kawanan kambingnya pun
dengan cepat mengikuti dibelakang tubuhnya.

Liem Tou yang menunggang kerbau dalam hati merasa
sangat geli atas kelakuan gadis cantik pengangon kambing
yang mau bertanding lagi dengan kerbaunya, hal ini boleh
dikata sedang mimpi, siapa tahu pikiran itu baru berkelebat
didalam batinya kemudian terdergarlah suara derapan kaki
yang sangat ramai sekali menggetarkan seluruh permukaan
tanah. Dengan cepat dia menoleh kawanan kambing yang
berjumlah ratusan ekor itu dengan kencangnya lari kedepan
membuat debu mengepul memenuhi angkasa bahkan kali ini
gadis cantik pangangon kambing itu berada dipaling depan
memimpin kawanan kambing peliharaannya.
Melihat kedahsyatannya dari gerakan gadis itu perasaan
ingin menang dalam hati Liem Tou segera timbul, sambil
mengapit kencang perut kerbaunya dia terus menerus
berteriak dengan keras.
"Hoa, hoa, hoa, . "
Sebetulnya kerbau itu memang sedang lari dengan
kencangnya kini mendapatkan perintah yang sangat gencar
membuat larinya semakin cepat lagi, seperti anak panah yang
lepas dari busurnya dengan sangat cepat dia lari kedepan.
Gadis cantik pengangon kambing yarg berada dibelakang
ketika melihat kerbaunya Liem Tou lari semakin cepat,
seruling pualam yang ditiuppun semakin nyaring lagi. Dalam
sekejap mata kawanan kambing itu bagaikan meletusnya
gunung berapi seperti juga mengamuknya samudra tertiup
angin topan dengan suara memekikkan telinga menguruk
kedepan semakin cepat lagi.
Demikianlah kedua orang itu saling kejar mengejar dan lari
kedepan dengan kecepatan bagaikan kilat, apalagi gerakan
kawanan kambing yang jumlahnya mendekati ratusan itu
semakin mengejutkan setiap orang.
Gerakan ini bukan saja mengejutkan rakyat yang tinggal
disekitar sana bahkan orang orang yang sedang melakukan

perjalananpun merasa sangat terperanjat sehingga air muka
mereka pada berubah menjadi pucat pasi, rumah pada ditutup
dengan rapatnya sedangkan orang orang pada lari serabutan
mencari perlindungan.
Didalam anggapan mereka ada berlaksa laksa tentara
sedang menyerbu tempat itu, suasana begitu kacaunya tidak
kalah seperti keadaan zaman peperangan.
**o**
6
Sesudah barlari lagi beberapa waktu lamanya didalam
anggapan Liem Tou kali ini berhasil meloloskan diri dari
kejaran gadis cantik pengangon kambing itu, siapa tahu suara
derapan kaki kambing-kambing gadis cantik pengangon
kambing itu semakin lama makin mendekat. Saat itulah dia
baru tahu kecepatan dari kawanan kambing itu sehingga kini
dia sudah kalah satu gerakan darinya, dalam hati benar2
merasa jengkel dan mangkel, mendadak dia menarik kembali
tali kerbaunya sambil serunya.
Kerbaunya segera berbenti berlari, terdengar kawanan
kambing serta gadis yang berada dibelakangnya dengan cepat
sudah menyusul datang.
Sesampainya disamping tubuh Liem Tou seruling pualam
itu sekali lagi ditiup gadis cantik pengangon kambing itu untuk
menghentikan kambing kambingnya, ujarnya kemudian sambil
tertawa.
"Liem koko, sungguh menarik sekali permainan ini.
Bagaimana? Kenapa berhenti?"
"Hey!" ujar Liem Tou yang hatinya semakin jengkel. "Siapa
yang mau guyon dengan kamu orang? Aku beritahu padamu
sekarang aku tidak punya waktu lagi, kenapa kamu terus
menerus saja mengikuti diriku?”

'Liem koko, buat apa kamu marah marah?" ujar gadis itu
dengan tersenyum, "Ayahku betul betul suruh aku ikuti dirimu,
kalau tidak dengan melihat wajahmu itu aku tidak akan mau
bermain dengan kamu"
Liem Tou yang dikatai begitu hatinya semakin mangkel,
serunya.
“Ayahmu suruh kamu ikuti aku tidak lebih seperti juga
maksud orang yang lain ingin menipu kitab pusaka "To Kong
Pit Liok" ku, aku beri tahu padamu, kamu orang jangan harap
bisa mendapatkan barang itu”
"Tapi.." bantah gadis itu dengan cepat.
“Ayahku belum pernah suruh aku menipu kitab pusaka 'To
Kong Pit Liok" mu itu. Oooh..Liem koko, aku bermain bersama
sama kamu tidak akan mandatangkan kerugian terhadap
dirimu.
Semakin bicara Liem Tou semakin gusar mendadak
bentaknya. “Omonganmu semuanya menipu, aku tidak mau
dengar. aku tidak mau deugar lagi, ayahmu mencuri kitab
pusaka "Toa Loo Cin Keng" ku tentu dia mengira kitab itu
adalab kitab pusaka " To Kong pit Liok" siapa tahu kitab itu
bukan, makanya kini suruh kamu datang kesini menipu aku,
kamu kira aku bisa ditipu mentah mentah cepat cepat pergi
dari sini aku tidak mau bertemu lagi dengan manusia2 tidak
jujur hatinya separti kalian.”
Perkataaan yang tajam ini, memaksa gadis cantik
pengangon kambing itu hampir hampir menangis dibuatnya
tetapi perkataan dari Liem Tou itu memang beralasan dan
merupakan urusan yang betul betul sudah terjadi sehingga
gadis cantik pengangon kambing betul betul tidak bisa
membantah barang sepatah katapun.
Liem Tou yang melihat gadis cantik pengangon kambing itu
tetap bungkam ejeknya.

“Cantiknya memang cantik seperti bidadari yang turun dari
kahyangan, hanya saja hatinya licik sukar diduga.”
Sehabis bicara dia angkat kepalanya memandang keatas
udara kemudian siap menjalankan kerbaunya lagi, mendadak
ditengah udara yang berwarna biru itu dari tempat jauh
muncul suatu titik hitam yang bagaikan kilat cepatnya
meluncur datang kemari. Melihat hal itu Liem Tou menjadi
tertegun, pikirnya.
“Apa mungkin elang jahanam itu datang lagi?”
Pada saat pikirannya sedang berputar itulah titik hitam itu
semakin lama semakin besar, menanti Liem Tou berhasil
melihat jelas benda itu hatinya menjadi berdesir serunya
dalam hati lagi.
"Celaka baru saja dia mau merintahkan kerbaunva lari
kencang ketika dia menoleh terlihatlah gadis cantik pengangon
kambing itu sedang mengucurkan air mata dengan derasnya
dan duduk tidak bergerak diatas kambingrya sambil
memandang kearahnya membuat Liem Tou merasa kasihan.
Sesudah disemprot dengan kata kata yang tajam tadi hatinya
betul betul merasa sangat sedih, untuk membawa kambingnya
meninggalkan tempat itu sudah tentu tidak mungkin bisa,
tetapi untuk tetap mengikuti, Liem Tou juga serba salah.
Bagaimana juga Liem Tou masih tetap sangat welas kasih,
melihat keadaan gadis cantik pengangon kambing yang sangat
kasihan itu tak tertahan ujarnya dengan cemas.
"Nona aku tahu kamu tidak punya maksud jahat terhadap
diriku, tetapi aku selalu menemui bahaya dimanapun banyak
jejak musuh yang sedang mengintai jika kamu tetap ikut aku
maka bahaya selalu akan mengancam tubuhmu, hal ini buat
apa? Coba kamu lihat saja binatang jahanam itu datang lagi”
Gadis itu ketika mendengar nada suara Liem Tou sudah
berubah menjadi sangat halus, hatinya menjadi sangat girang,
ujarnya.

"Liem koko kalau begitu kamu sudah setuju kita jalan
bersama sama bukan? Apa itu?"
"Jangan banyak bicara lagi, cepat pergi.”
Pada saat dia sedang bicara dengan gadis cantik
peugangon_kambing itulah mendadak dihadapannya menjadi
gelap, tak terasa dia menjadi sangat terkejut, teriaknya.,
"Hati hai..."
Tidak salah lagi elang raksasa yang sangat menyeramkan
itu dengan sangat dahsyat sudah menyambar diatas kepala
kedua orang itu tetapi dengan cepat sudah melayang kembali
ketengah udara dan melenyapkan diri dibalik awan yang tebal.
Dengan tergesa gesa Liem Tou menepuk-nepukkan
kerbaunya untuk melanjutkan perjalanan. Gadis cantik
pengangon kambing yang berjalan disampingnya tidak tahan
tanyanya.
"Liem koko, apakah binatang2 juga memusuhi kamu ?"
“Kamu pernah dengar manusia yang bernama Thian Pian
siauwcu ? aku dengan mata kepala sendiri pernah melihat dia
mengalahkan para jago dari dunia kangouw hanya dengan
satu pukulan saja bahkan sekalipun Tionggoan Ngo Koay
sudah bekerja sama masih belum sanggup menahan
serangannya, elang itu adalah binatang peliharaannya,
keganasannya luar biasa. Kini aku sudah diketahui jejaknya
oleh binatang terkutuk itu mungkin sekali sebentar lagi
Siauwcu itu sudah akan tiba disini."
"Haaaa ?” seru gadis itu dengan sangat terkejut. “Kiranya
dia . tidak aneh kalau ayahku benar serius.”
Sehabis bicara dia bungkam diri tidak bicara lagi.
Sebetulnya Liem Touw merasa sangat curiga terhadapnya
tetapi dikarenakan ditengah perjalanan dia hanya memikirkan
gilanya Ie Cici maka hatinya sedang merasa gemas tidak bisa
dengan cepat tiba dibawah kaki gunung Ha Mo San kemudian

dengan mengikuti jalan rahasia menaiki gunung itu untuk
mengetahui keadaan yang sesungguhnya, sehingga dengan
demikian perasaan kuatir terhadap gadis itu tidak dipikirkan
lagi.
Sesudah melakukan perjalanan beberapa waktu lamanya
elang itu tetap saja belum munculkan dirinya kembali, hal ini
membuat hatinya jauh lebih lega. Tidak lama kemudian
sampailah mereka disuatu sungai yang sangat lebar, ombak
bergulung dengan santarnya sedang angin sepoi-sepoi, hati
Liem Tou betul2 merasa sangat girang pikirnya.
“Kali ini sekalipun elang itu jauh lebih besar dan lebih ganas
beberapa kali-lipatpun aku tidak akan merasa takut !agi.”
Hatinya betul2 merasa sangat gembira, dengan cepat dia
meloncat turun dari punggung kerbaunya dan lari menuju
ketepi sungai, tanpa membuka pakaian lagi dia ceburkan diri
kedalam sungai. Menanti gadis cantik pangangon kambing itu
tiba ditepi sunngai, bayangan dari Liem Tou sudah lenyap
tanpa bekas lagi.
Lewat beberapa menit kemudian gadis cantik pengangon
kambing itu baru melihat Liem Tou munculkan diri ditengah
sungai tetapi didalam sekejap saja sudah lenyap lagi ditengah
sungai.
Terpaksa gadis itupun turun data tunggangannya dan
menanti ditepi sungai, saat itu siang hari sudah lewat, satu
hari penuh tidak dahar membuat perutnya terasa sangat lapar
sekali.
Siapa tahu walaupun sudah ditunggu sangat lama tetap
tidak tampak Liem Tou munculkan dirinya keatas permukaan
dalam hatinya betul2 merasa sangat kesal baru saja dia
mendengar deburan yang sangat keras Liem Tou sudah
munculkan dirinya lagi diatas permukaan bahkan tangannya
mencekal seekor ikan yang sangat besar.

Melihat hal itu gadis cantik pengangon kambing itu menjadi
sangat girang, ujarnya.
"Liem koko, tidak kusangka kamu punya kepandaian
menyelam yang sangat hebat sekali, ikan itu cukup buat kita
menangsal perut Hey..Liem koko .aku benar2 lapar."
"Kalau tidak lapar buat apa aku tangkap dia? kamu apa
bawa api?
"Oh ada.. ada, biar kuambilkan untukmu"
Tempat penyimpanan barang barangnya juga merupakan
tempat tempat yang cukup aneh,dari atas tanduk seeaor
kambingnya dia mengambil keluar korek apinya yang
kemudian diangsurkan kepadanya. Melihat hal itu diam diam
Liem Tou memuji, pikirnya.
"Cara ini sangat bagus sekali, entah kerbauku apa bisa
digunakan juga seperti milik dia? jika dapat digunakan uutuk
menyembunyikan kitab pusaka “Toa Loo Cin Keng" hal itu
sungguh bagus sekali, dengan begitu bisa juga digunakan
untuk menghindari pencuri pencuri yang punya maksud
tertentu"
Sambil berpikir dia menerima korek api setelah memungut
ranting ranting kering menyulut api membakar ikan, maka
mulailah dahar. Walaupun ikan itu tanpa diberi bumbu apapun
dikarenakan perut yang sangat lapar membuat
mereka menghabiskan seluruh ikan itu dengan nikmatnya.
Selesai dahar Liem Tou naik kembali keatas kerbaunya
melanjutkan perjalanan mengikuti aliran sungai itu, gadis
cantik pengangon kambing yang melihat Liem Tou tidak gubris
dirinya lagi sekalipun hatinya merasa tidak gembira terpaksa
mengikuti mereka dari belakang.
Berjalan beberapa waktu lagi sampailah mereka disebuah
jalan raya yang lebar, tetapi Liem Tou tidak mengambil jalan
itu hanya dengan mengikuti tepian sungai melanjutkan

perjalanannya, melihat hal yang sangat aneh ini tidak terasa
tanya gadis itu.
"Liem koko, sebetulnya kamu mau pergi ke mana?"
"Aku mau pergi Cing Jan"
"Kenapa tidak menggunakan jalan raya?"
"Tidak!" ujar Liem Tou sambil gelengkan kepalanya. "Aku
tidak akan meninggalkan pinggiran sungai lagi, aku tahu
dengan mengikuti
tapian sungai ini akhirnya akan sampai juga di Cing Jan,
aku sudah beritahu padamu ikut aku tidak ada gunanya, kitab
pusaka „To Kong Pit Liok" yang kau inginkan saat ini tidak
berada didalam tubuhku, sekalipun ingin juga percuma.”
Gadis cantik pengangon kambing itu tidak mau beribut lagi
dengannya,sesudah melakukan perjalanan beberapa waktu
matahari sudah condong kearah barat, magrib menjelang
datang haripun makin lama semakin gelap, jalan yang tidak
rata dan liar memaksa mereka berdua tidak sanggup
melanjutkan perjalanan lagi terpaksa mereka mencari sebuah
hutan kecil ditepi sungai untuk beristirahat.
Malam itu bulan muncul remang remang, beberapa detik
bintang memancarkan sinarnya samar samar, Liem Tou yang
banyak urussn didalam hatinya tidak sanggup untuk
memejamkan mata barang sekejap pun. Kurang lebih
mendekati kentongan tengah malam mendadak dia duduk
kembali ditengah kegelapan ujarnya.
“Hey nona Wan Giok, kamu sudah tertidur?” Tetapi
pertanyaan itu tidak memperoleh jawaban, tanyanya lagi.
“Hey nona Wan Giok kau dengar apa tidak? Aku mau tanya
padamu kenapa kau terus menerus mengikuti aku?”
Tetap saja suasana tenang tenang tidak memperoleh
jawaban, tak terasa dalam hati Liem Tou berpikir. "'Heei . . ..

mungkin kalakuanku yang kasar tadi siang membuat hatinya
tidak senang sehingga kini tidak mau beri jawaban.”
Berpikir sampai disitu tidak terasa otaknya berputsr
kembali, terasalah olehnya kalau gadis cantik pengangon
kambing ini memang merupakan seorang nona yang betul2
berhati tulus bahkan tidak mergandung maksud jahat apapun
terhadap dirinya, perasaan curiga yang muncul didalam hati
tidak lain dikarenakan ayahnya yang pernah mencuri kitab
pusaka Toa Loo Cin Keng-nya itu sehingga tidak punya pikiran
begitu.
Berpikir sampai disitu tidak terasa ujarnya lagi.
“Nona Wan Giok, aku Liem Tou betul betul tidak tahu
maksud tujuanmu yang sebenarnya sehingga berbuat tidak
sopan, harap nona mau beri maaf atas kesalahanku itu.”
Tetapi dari arah tempat tidur gadis cantik pengangon
kambing itu tetap sunyi senyap tak terdengar sedikit
suarapun, Liem Tou menjadi sangat heran dengan perlahan
lahan dia bangkit dan berjalan menuju kearah dimana gadis
tadi merebahkan diri, tetapi sesampainya disana tidak tampak
bayangannya terlihat hanya kambing2 sedang tertidur dengan
nyenyak tapi jejaknya sama sekali tidak kelihatan.
Dalam hati Liem Tou menjadi sangat heran lagi, pikirnya.
“Ditengah malam buta dia pergi kemana?”
Jilid 9 : Perampokan Cing Liong Piauw kiok
MENDADAK terasalah olehnya disamping tubuhnya terdapat
bayangan putih sedang berkibar nan berputar dengan
cepatnya bahkan terdengar suara tersampoknya pakaian
terkena angin, dengan cepat dia menolea kearah sana entah
sejak kapan gadis cantik pengangon kambing itu sudah berada

ditepi sungai dan sedang memutarkan tububnya dengan
cepat, tangannya yang halus dengan lemah lembut sedang
berputar menari.
Melihat kejadian itu Liem Tou menjadi heran, tanyanya.
"Nona Wan Giok, kamu sedang berbuat apa?" Gadis itu
tetap bungkam, sedang gerakannya tetap dilanjutkan tanpa
berhenti
Liem Tou melihat dia tidak diberi jawaban juga tidak
bertanya lagi, dengan tenangnya dia berdiri disamping
memandang seluruh gerakannya, sejenak kemudian barulah
dia sadar kalau gadis cantik pengangon kambing itu sedang
berlatih silat, terlihat jurus jurus serangannya berubah dengan
cepat bahkan tangan serta kakinya melancarkan serangan
serangan dengan kecepatan luar biasa.
Liem Tau yang menandingi jurus jurus serangan itu
semakin dilihat terasa olehnya seperti pernah ditemui disuatu
tempat, setiap jurus yang dimainkan sangat hafal dalam
ingatannya.
Pikirnya dalam hati.
"Dia sedang berlatih ilmu silat, kenapa aku tidak melihat
lagi beberapa saat ?"
Karenanya dia tetap berdiri disana tanpa mangucapkan
kata kata lagi, seluruh perhatiannya di tujukan pada gerakan
jurus jurus serangannya, semula jurus itu memang mudah,
tetapi makin lama jurus jurus serangan yang dilatih gadis
cantik pengangon kambing berubah semakin mendalam
bahkan perubahannya pun semakin rumit.
Liem Tou semakin memusatkan perhatiannya lagi, dengan
matanya yang melotot keluar sangat besar dia memperhatikan
gerakan itu, bahkan ketika diam diam mengingat kembali
jurus jurus serangan yang tercantum dalam kitab pusaka "Toa
Loo Cin Keng" dalam bagian "ilmu pukulan serta telapak"

terasa olehnya itu sangat mirip bahkan boleh dikata persis
dengan jurus yang dimainkan gadis ini.
Liem Tou tidak berpikir panjang lagi, dengan cepat dia
menghafalkan huruf yang pernah dihafalkan dari kitab itu.
Setiap kali Liem Tou mengucapkan sepatah kata tubuh
gadis itu pun memainkan jurus-jurus sesuai dengan kata kata
Liem Tou itu.
Waktu itulah Liem Tou baru sadar kalau gadis itu
mempunyai niat untuk membantu dia melatih ilmu silatnya
tidak terasa hatinya betul - betul merasa sangat berterima
kasih, siapa tahu ketika dia selesai membaca huruf itu gadis
itupun berhenti melatih, sambil berjalan ke arahnya bentaknya
dengan nyaring.
“Liem Tou aku kira kau seorang lelaki sejati yang betulbetul
bijaksana, tidak tahunya kamu berani mencuri lihat
orang lain sedang berlatih ilmu silat.”
Sekalipun Liem Tou merasa sangat diluar dugaannya atas
semprotan kata-katanya ini tetapi dia tahu dalam hatinya
punya niat mengajari jurus jurus silat itu karenanya sambil
tersenyum sahutnya.
"Nona Wan Giok. kamu bantu aku memahami bagian ilmu
pukulan dari kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng" dalam hatinya
merasa sangat berterima kasih, tetapi perkataan tadi yang
menuduh aku mencuri belajar ilmumu seharusnya dibalik
menjadi kamu yang mencuri belajar ilmuku”
Gadis cantik pengangon kambing itu menjadi sangat gusar
ujarnya lagi.
“Jelas sekali kau yang mencuri belajar ilmu silatku kini balik
biiang aku yang curi belajar IImumu , kamu punya kepadaian
apa sehingga berharga bagiku untuk mencuri belajar."
“Ayahmu mencuri kitab pusaka Toa Loo Cin Keng-ku dan
baru dikembalikan pagi tadi, kepandaian silat yang termuat

didalamnya sejak lama kalian sudah curi belajar, masih ada
apanya yang bisa diributkan lagi ?”
Gadis cantik pengangon kambing itu semakin gusar lagi,
ujarnya.
“Kepandaian silat yang temuat dalam kitab pusaka Toa Loo
Cin Keng sudah aku pelajari sampai tidak sudi belajar lagi,
buat apa aku harus curi ilmumu itu ? Baiklah kalau
memangnya kamu tidak pakai aturan seperti itu. Hey
LiemTou, terimalah seranganku ini .”
Liem Tou tahu sampai Ang-in sin pian Pouw Sak San pun
bukan tandingnnnya apa lagi dirinya, kini dengar dia sungguh
sungguh mau turun tangan tidak terasa teriaknya.
“Nona tunggu dulu aku hanya bicara guyon saja”
Tubuh gadis itu dengan sangat cepat sudah berkelebat
mendekati tubuhnya, dengan menggunakan jurus serangan
"To Ju Cin Ciauw" atau Cu Ju meninggal ular menyerang
kedepan bentaknya.
"Siapa yang sedang main main dangan kamu?"
Liem Tou yang terdesak terpaksa mengundurkan diri dua
langkah kebelakang, siapa tahu jurus serangan yang
digunakan gadis cantik pengangon kambing saat ini
merupakan jurus serangan Lian Huan Ciang atau pukulan
berantai dari partai Kun lun pay, jurus pertama baru saja
dilancarkan jurus kedua Hang Hu To Hauw atau orang wanita
pukul harimau sudah tiba. "Bluuk: . ." dengan tepat sudah
berhasil menghajar jalan darah Can Ching Hiat pada pundak
Liem Tou membuat Liem Tou marasa tubuhnya linu dan kaku,
teriaknya kemudian.
"Nona. .. kau mau sungguh-sungguh bertempur ?? "
Gadis cantik pengangon kambing itu tidak mau ambil
perduli lagi, jurus jurus serangan Liauw Hay Tiauw Tan atau

Liauw Hay kail katek serta Ping Ci Bun Gouw atau Ping Ci
tanya kerbau dengan cepat dilancarkan keluar, "Bluk .. ,"
Bluuk . jalan darah Kie Bun Hiat dikanan kiri tubuh Liem Tou
kena hajar lagi dengan sangat keras.
Liem Tou yang terkena dua hajaran lagi karena tak merasa
sakit makanya ia bangkit lagi kerena ia mengira gadis cantik
pengangon kambing itu tentu bisa berhenti sendiri, siapa tahu
jurus serangan gadis itu berubah lagi, dengan gencarnya dia
melancarkan serangan dahsyat bahkan tangan kakinya
dengan cepat menghajar seluruh tubuh Liem Tou tak bisa
bersabar lagi, dengan gusar bentaknya.
"Kamu sudah gila ?"
Sehabis membentak dengan mengepal sepasang tangannya
ia mengerahkan gerakan kaki tiga puluh enam langkah badai
memutar dengan gencarnya melancarkan serangan keseluruh
tubah gadis itu.
Saat inilah gadis cantik pengangon kambing itu baru
tertawa, ujarnya.
"He he he .. . tidak takut kamu turun tangan."
Sambil berkata dengan tidak perduli Liem Tou
menggunakan langkah badai memutarnya asalkan
pinggangnya sedikit berputar tangannya dengan cepat sudah
menghajar lagi jalan darah "Giok Liong Hiat" pada
punggungnya membuat
Liem Tou merasa seluruh tubuhnya menjadi kaku, ujar
gadis itu lagi sambil tertawa besar.
"Liem Tou, ini hari aku harus menghajar seluruh tubuhmu
hingga lecet."
Dengan gusar Liem Tou mengaum keras angin pukulan
semakin santar, sekali pun tidak berhasil menjamah tubuh
gadis itu barang satu kalipun tapi semakin bergebrak dia
semakin girang, seluruh jurus jurus serangan yang termuat

didalam kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng dengan demikian
semakin maju lagi setingkat.
Sesaat Liem Tou sedang dibuai dalam kegembiraan itulah
mendadak gadis cantik pengangon kambing itu menarik
kembali serangannya. dengan serius ujarnya.
“Liem Tou kau ingat, aku bukan musuh besarmu”
Sehabis berbicara mendadak dia membentak keras,
sambungnya lagi.
"Lain kali kamu akan tahu sendiri, terima seranganku ini”
Mendadak tubuhnya meloncat kedepan, angin pukulan
yang sangat dahsyat segera memenuhi angkasa, didalam
keadaan yang sangat terkejut itulah Liem Tou sudah
terkurung ditengah sambaran angin pukulan gadis cantik
pengangon kambing yang sangat dahsyat tersebut menanti
Liem Tou sadar akan bahaya serangan gadis itu sudah begitu
santarnya sehingga memaksa seluruh urat nadi didalam
tubuhnya terasa hancur dan linu, tenaganya sama sekali
hilang lenyap bahkan daya untuk bertahan pun lenyap tanpa
bekas.
Walaupun begitu justru tubuhnya terkurung ditengah
sambaran angin pukulan yang sangat hebat sehingga mau
rubuh pun tidak sanggup, didalam sekejap saja seluruh
tubuhnya serasa ditusuk dengan berjuta juta batang jarum
tajam panas, linu sakit dan sangat perih tak tertahan lagi dia
menjerit keras kesakitan.
Gadis cantik pengangon kambing itu tetap tidak gubris
terhadap keadaannya, makin lama Liem Tou merasa seluruh
tubuhnya penuh dengan bayangan tubuh gadis cantik
pengangon kambing itu, sesudah lewat sesaat kemudian
sampai bayangannya pun tidak kelihatan.

Sesaat ini dia hanya bisa bernapas tersengkal sengkal saja,
tubuhnya terasa begitu panas sehingga sukar ditahan, tidak
terasa teriaknya dengan keras.
“Aduh.. panas sekali”
Begitu dia berteriak, hawanya tidak bisa mengalir lagi
sehingga tanpa bisa ditahan lagi dia jatuh tak sadarkan diri.
Sekarang walaupun Liem Tou sudah berhenti bernapas tapi
dia merasa gadis itu terap tidak menghentikan gerakannya,
akhirnya dia hanya merasa perut serta punggungnya sangat
sakit waktu itulah tubuhnya baru rubuh ketanah.
Ujar gadis cantik pengangon kambing itu.
“Liem Koko ingatlah delapan buah urat nadimu kini sudah
terbuka, lain kali asalkan bisa mundur ke In Hu kemudian
memasuki Yang Hwee dengan menggunakan cara Hung Ho Ci
Ing Coan mempertahankan hawa murni jangan sampai
tersebar kemana-mana tentu mendatangkan kebaikan
untukmu, siauw moay kini pergi dulu lain waktu bertemu lagi.”
Dengan mengalunnya suara seruling pualam kawanan
kambingnya dengan menimbulkan suara derapan yang ramai
makin lama makin pergi jauh dan akhirnya suasana sunyi
kembali, bersamaan waktunya pula Liem Tou merasakan
kepalanya sangat pening kemudian tidak tahu apa apa lagi.
Entah lewat berapa lamanya mendadakLiem Tou
merasakas sinar matahari yang sangat tajam menusuk
matanya, membuat dia sadar kembali dengan terkejut, saat
itu merupakan pagi hari yang amat cerah matahari
memancarkan sinarnya yang sangat tajamnya suara air yang
mengalir tenang menambah keindahan suasana saat itu,
dengan cepat dia bangkit berdiri.
Dia merasakan tubuhnya sangat nyaman sekali sedikitpun
tidak merasakan linu kaku serta kesakitan itu, waktu inilah dia
teringat kembali akan gadis cantik pengangon kambing itu

tetapi walau sudah mencarinya kemanapua tetap tidak tampak
bayangannya.
Saat itulah dia baru tahu gadis cantik pengangon kambing
itu memang betul betul berniat datang memberi pelajaran silat
kepadanya, sebaliknya dirinya sudah anggap dia sebagai
orang orang kangouw biasa yang akan bertujuan merebut
kitab pusaka "To Kong Pit Liok' nya, hal ini sungguh
merupakan satu kesalahan besar diantara kesalahan.
Berpikir sampai disini dia merasa betui betul menyesal atas
tindakannya kemarin hari, tetapi gadis itu sudah pergi..entah
pergi kemana…walaupun menyesal tetapi sudah terlambat.
Teringat kembali olehnya akan kata kata gadis cantik
pengangon kambing itu sesaat meninggalkan dirinya.
Delapan buah urat nadi aneh kini sudah terbuka asalkan
lain kali bisa mundur ke In Hu kemudian memasuki Yang
Hwee dengan menggunakaa cara Heng Ho Ci Ing Coan
mempertahankan hawa murni jangan sampai tersebar kemana
mana.
Berpikir sampai disini hatinya menjadi bargerak dengan
cepat dia mengambil kembali kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng"
nya pada halaman bagian urat nadi disana tertuliskan.
'Urat urat nadi didalam tubuh manusia yang biasa ada dua
belas buah yang aneh ada delapan, Wie Jin Tu dua buah urat
mempunyai hubungan yang erat dengan mati hidup seorang
msnasia, dua buah urat itu terletak didepan dan belakang
yang dipisahkan sehingga terdapat perubahan perubahan
yang sangat banyak, hawa yang terdapat disana
mempengaruhi panjang panjangnya usia manusia, jika urat
nadi pusat bisa bertemu dengan urat urat nadi yang tersebar
maka ratusan urat yang lain akan tertembus juga karenanya
harus mundur ke In Hu kemudian memasuki Yang Hwee,
sedang cara Heng Ho Ci Ing Coan bisa memusatkan hawa
pada satu titik tertentu yang disebut sebagai akarnya, dengan

tidak menyebarkan hawa hawa ini maka hawa itu akan
berusaha menerjang ke atas, dengan demikian seluruh urat
didalam tubuh bisa tertembus.’
Melihat hal itu Liem Tou menjadi sangat girang mendadak
dia menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah untuk
mencoba mengerahkan tenaganya, ternyata tidak salah lagi
seluruh tubuhnya terasa sangat nyaman, dengan cepat dia
merangkak bangun sambil gumannya.
“Liem Tou..Liem Tou, coba coba kekuatanmu, apakah kamu
sudah bisa naik keatas gunung untuk bertemu dengan Ie cici,
semua harapanmu hanya tergantung tindakanmu kali ini"
Tenaga murninya dengan cepat dipusatkan pada
lengannya, dengan mengarah sebuah pohon sebesar mangkak
dengan cepat dia melancarkan serangan membabat pohon itu.
Dalam anggapannya tebasan inl sekalipun tidak sanggup
mematahkan pohon itu tetapi sedikitpun juga berhasil
merontokkan daun serta ranting rantingnya. Siapa tahu pohon
itu tetap tidak gemilang sedikitpun bahkan bekas seperti ditiup
angin pun tidak ada.
Tidak terasa Liem Tou menjadi sangat kecewa dan berdiri
mematung disana beberapa waktu lamanya. Padahal dia mana
tahu sekali pun urat nadinya sudah tertembus tapi hawa
murninya belum sampai terpusat pada satu tempat sudah
tentu tidak mungkin bisa melancarkan serangan. Sesaat dia
sedang merasa kecewa itulah mendadak dari samping
tubuhnya terdengar suara tertawa dingin yang sangat
menyeramkan ujarnya.
“He he..bangsat cilik kiranya kamu jadi orang cepat putus
asa, kunanti kamu setengah harian lamanya, jika bukannya
kamu sebut namamu sendiri hampir hampir saja aku tertipu
olehmu”
Liem Tou dengan cepat menoleh memandang terlihat pada
dua kaki pada dirinya Thian Pian Siauw cu dengan tindakan

perlahan berjalan mendatang. Keadaannya saat ini jauh
berbeda dengan keadaannya sewaktu masih berada dilembah
cupu cupu kecuali pada punggungnya bertambah dengan
sebilah pedang panjang, terdapat pula tiga ekor elang yang
mengikuti dirinya dua ekor berputar pada kurang Iebih
beberapa kaki diatas kepalanya sedang seekor lagi berada
diatas pundak kanannya.
Ketiga ekor elang itu bentuknya jauh lebih kecil dari elang
biasa, tetapi matanya berwarna biru tua, seluruh bulu
tubuhnya berwarna hitam pekat, sekali pandang saja sudah
tahu kalau elang itu termasuk binatang yang sangat buas.
Dalam hatinya ia sangat terperanjat, hatinya berdebar
dengan sangat keras seluruh perhatian dicurahkan pada tubuh
Thian Pian Siauw cu yang berjalan mendekatinya dengan
langkah perlahan, ketegangannya sudah mencapai pada
puncaknya tidak tertahan lagi selangkah demi selangkah dia
mengundurkan dirinya kebelakang.
Thian Pian Siauw cu hanya tertawa dingin terus menerus,
ujarnya lagi dengan perlahan.
"Sampai waktu seperti ini kamu masih mau berusaha lari?
Lebih baik cepat cepat kamu orang berlutut dan kamu
serahkan itu kitab pusaka 'To Kong Pit Liok" kepadaku,
kemungkinan sekali aku masih bisa mengampuni jiwamu".
Sambil mengundurkan diri kebelakang, pikiran Liem Tou
terus menerus berputar, berbagai ingatan dengan cepat
muncul didalam benakvya, ketika dia menoleh kearah
kerbaunya justru saat itu berada beberapa kaki dari tempat
dimana berada dan sedang makan rumput dengan tenangnya.
Jika dirinya berlari kesana mungkin sekali sebelum mencapai
tujuan sudah berhasil ditangkap oleh Thian Pian Siauw cu itu.
Tetapi jika harus berbuat demikian bukanlah suatu cara
yang bagus, diam-diam matanya berputar kembali
memandang keadaan sekeliling tempat itu. Tempat dimana

dirinya berada sekarang masih ada kurang lebih dua kaki
jauhnya dari tepi sungai, asalkan dia bisa meloncat ke dalam
air maka nyawanya pun akan berhasil diselamatkan.
Sesudah berpiki begitu hatinya semakin tenang sambil
berhenti ditempat ujarnya dengan keren.
"Ke Siauw cu tunggu sebentar, dengarlah kata kataku
orang she Liem dulu. Dengan kepandaian silat dari Siauw cu
saat ini sampai Tiong goan Ngo Koay yang bekerja samapun
sukar untuk menahan tiga jurus serangan dari Siauw cu
apalagi aku, kini aku sudah ditemui kembali aku mengakui
memang nasibku yang buruk, perhitungan manusia tidak bisa
menangkan kemauan Thian. Hal ini boleh dikata memang
nasibku. Tetapi suruh aku dengan begitu saja serahkan diri
Liem Tou sekalipun harus mati juga tidak meram."
Mendengar perkataan itu Thian pian siauw cu segeta
menghentikan langkahnya bertanya dengan dingin.
"Lalu apa maumu?”
"Begini .. . " ujar Liem Tou dengan tegas, “Jika Ke Siauw cu
inginkan aku orang serahkan itu kitab pusaka To Kong Pit Liok
kepadamu sebetulnya tidak sukar tapi kamu harus bisa
menahan tiga kali seranganku terlebih dulu setelah itu barulah
aku serahkan itu kitab pusaka kepadamu, bahkan terserah
Siauw cu mau kasih hukuman apa padaku "
Mendengar kata itu Thian Pian Siauw cu menjadi melengak,
sapasang matanya dengan sangat tajam memperhatikan
seluruh tubuh Liem Tou dari atas sampai kebawah. Satu kali
pandangannya ini membuat air mukanyapun ikut berubah
berulang ulang, sesudah termenung beberapa saat lamanya
dengan air muka kecut tanyanya.
"Hey Lie Loojie itu apa suhumu ?"

Pikiran Liem Tou dengan cepat berputar beberapa kali,
diam-diam dia pikirkan kata kata apa yang tidak sampai
mendatangkan kesukaran baginya akhirnya ujarnya pula.
"Kamu jangan tanyakan hal ini, aku berani saling bergebrak
dengan kamu sudah tentu tidak usah aku banyak bicara lagi.”
Didalam benaknya teringat kembali peristiwa ketika elang
raksasa itu terluka dan jatuh ke atas tanah sambungnya
kemudian.
"Jika kamu tidak percaya, aku mau tanya padamu elangmu
yang kemarin ikuti aku sudah pulang kesamping Siauw cu
belum?"
Mendengar kata ini air muka Thian Pian Siauw cu berubah
sangat hebat sekali, teriaknya.
"Lenyapnya Giok jie kiranya hasil kaki tanganmu, hmmm,
hemm.."
Sepasang matanya menjadi sangat tajam dengan wajah
yang meringis menyeramkan dia maju selangkah kedepan
jelas sekali napsu membunuhnya sudah timbul.
Melihat air muka yang begitu menyeramkan itu Liem Tou
menjadi sangat terperanjat, diam diam teriaknya.
"Celaka.”
Dengan capat dia pusatkan seluruh perhatiannya siap
menerima serangannya, ujarnya lagi.
"Ke Siauw Cu, pada masa yang lalu kita tidak ada ganjalan
apa apa ini haripun tidak ada dendam sakit hati tetapi bila
bertemu selalu saja terjadi pertarungan, sepertinya pada
penghidupan yang lalu merupakan musuh buyutan saja.
Baiklah, biar aku adu jiwa sama kamu orang kita tentukan
siapa yang akan binasa kali ini."
Sehabis berkata dengan perlahan Liem Tou mengerahkan
tenaganya dan angkat telapaknya siap siap melancarkan satu

serangan, sikapnya mirip dengan orang yang sedang
mengerahkan tenaga murni sebaliknya dalam hati diam-diam
sedang merencanakan untuk melarikan diri dengan ceburkan
diri kedalam sungai.
Thian Pian Siauwcu melihat sikapnya yang sungguhsungguh
itu segera menganggap dia betul-betul mau
melancarkan serangan, dia tidak berani berlaku ayal dengan
berdiri tegak ditempat matanya dengan tajam memperhatikan
seluruh gerak gerik dari Liem Tou padahal dalam tubuh
dengan perlahan lahan mengerahkan hawa khiekangnya untuk
melindungi badan.
"Aaah, Siauw cu aku masih ada perkataan",
Thian Pian Siauw cu tidak tahu tindakannya itu hanya
merupakan satu siasat saja mau menunggu perkataan
selanjutnya mendadak Liem Tou berseru.
"Siauw cu selamat tinggal."
Ujung kakinya dengan keras menutul tanah kemudian
dengan cepatnya lari menuju ketepi sungai. Menanti Thian
Pian Siauwcu sadar apa yang sudah terjadi sejak tadi dia
sudah tiba ditepi sungai untuk mencegah tidak keburu lagi.
Dalam hati diam diam Liem Tou merasa sangat girang,
mendadak depan matanya berkelebat bayangan hitam
kemudian kepalanya terasa seperti dipukul dengan sebuah
martil berat sakitnya luar biasa, hampir hampir saja dia tidak
kuat dan tiba tiba jatuh tidak sadarkan diri, ketika
kepalanya ditoleh kebelakang
kiranya yang melancarkan serangan itu tidak lain adalah
elang yang dibawah Thian Pian Siauw cu itu.
Didalam sekejap saja elang yang kedua sudah menubruk
datang Liem Tou menjerit keras tangannya dipentangkan
melancarkan serangan kearahnya , tetapi gerakan dari elang

itu jauh lebih gesit sayapnya dengan sangat kuat berhasil
menghajar lengannya.
Kelihayan dari elang itu justru terletak pada kedua
sayapnya ini, pada ujung sayap mereka masing masing
tumbuh sebuah gumpalan daging yang bulat dan keras sekali,
sewaktu bertarung kehebatannya luar biasa. Jangan dikata
tubuhnya tidak sebesar elang biasa kenyataannya elang elang
lain begitu melihat dia seperti juga macan bertemu dengan
macan tutul sebelum tarung sudah jeri tiga bagian terlebih
dulu.
Saat ini kedua pundak Liem Tou masing masing sudah
terhajar satu kali oleh sayap elang itu, didalam keadaan tidak
sadar kakinya pun sudah bergeser menjauhi tepi sungai.
Terdengar Thian Pian Siauwcu berteriak dengan keras.
“Bangsat cilik, kamu tidak akan bisa lolos lagi”
Segulung angin santer berkelebat dengan cepatnya, air
sungai segera terpukul hingga ombak bergulung dengan
sangat keras. Liem Tou sadar jika saat ini dia meloncat
kedalam sungai lagi sebelum mencapai permukaan air tentu
akan terpukul binasa oleh angin pukulannya yang sangat
dahsyat, sudah tentu dia tidak berani menempuh bahaya lagi.
Diam diam dia gigit kencang bibirnya, tubuhnya dengan
cepat menjatuhkan diri kebelakang, kakinya dengan
mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki bergelinding
kesamping, dia merasa seluruh badannya menjadi jauh lebih
ringan lagi sekali gelinding berhasil menerobos sejauh satu
dua kali lebih, dengan cepatnya bersalto bangkit berdiri.
Waktu itulah Thian Pian Siauwcu sudah tiba dan
melancarkan cengkeraman maut kebadannya, didalam
keadaan yang sangat cemas sekali lagi dia menerjang
kedepan hingga mencapai pinggiran hutan.

Thian Pian Siauw cu mana mau melepaskan begitu saja
dengan cepat tubuhnya berkelebat mengikuti dari
belakangnya.
Langkah Liem Tou dengan cepat berubah dan bergeser
kesamping, sepasang pundaknya sedikit merendah dengan
tanpa sadar dia sudah mengeluarkan ilmu tiga puluh enam
langkah badai memutar, tubuhnya kelihatan dengan sangat
cepat berkelebat mencapai ketengah hutan kemudian
mengelilingi ketengah hutan, Thian Pian Siauw-cu tidak
melepas, dengan kencangnya membuntuti dari belakangnya.
Liem Tou yang lari dengan cepat itu diam-diam dalam
hatinya merasa sangat heran, kenapa larinya ini hari bisa
begitu cepatnya ? Mana dia tahu hal ini adalah hasil dari gadis
cantik pengangon kambing yang membantu dia menembuskan
kedelapan urat nadi anehnya ? jika saat ini dia mencoba untuk
meloncat mungkin bisa mencapai setinggi satu kaki. Jika hal
ini ditambah lagi dengan hasil semedinya maka kehebatannya
jauh lebih hebat lagi.
Dengan mengandalkan penemuannya yang tidak terduga
Liem Tou melarikan diri mengelilingi hutan itu. Tapi kelamaan
caranya ini diketahui juga oleh Thian Pian Siauwcu sebagai
seorang iblis sakti yang kenamaan. Sehingga sekalipun dia
mau melarikan diri dengan cara apapun akhirnya akan
tertangkap juga.
Semakin jauh larinya Liem Tou merasa hatinya semakin
merasa berdebar keras, waktu itulah terlihat kerbau
tunggangannya berdiri dengan tenangnya disana, pikiran
bagus segera terbayang dalam benaknya.
Begitu terpikir akan hal ini dengan tanpa banyak pikir lagi
dia mengeluarkan kitab pusaka. "Toa Loo Cin Keng-nya dari
dalam saku kemudian berlari mendekati kerbaunya, tangannya
diulurkan dengan tidak perduli lagi kitab pusaka Toa Loo Cin
Keng merupakan salah satu kitab aneh dalam Bu lim, dengan

keras ditancapkan keatas tanduk kerbaunya, setelah itu
barulah teriaknya berulang kali.
"Hoa hoa hoa. .”
Melihat kejadian itu Thian Pian Siauw cu jadi sangat gusar,
mendadak dia berhenti berlari ujarnya kepadaLiem Tou.
"Hmm hmm bangsat cilik benda apa yang dibawa kerbau
itu?"
Sambil berkata sepasang matanya memandang tajam
kearah Liem Tou, kelihatan sekali hatinya yang tidak tenang.
Dengan bersembunyi dibalik pohon yang besar Liem Tou
munculkan kepalanya balik tanyanya dengan perlahan.
“Kamu terka benda apa itu?”
“Bangsat cilik” ujar Thian Pian Siuwcu tiba-tiba dengan
gusarnya.
“Jika kitab pusaka To Kong Pit Liok itu sampai terjatuh
ketangan orang lain, aku mau hancurkan tubuhmu hingga
berkeping-keping”
Sambil berkata dia mencabut keluar padang yang
memancarkan sinar keemas-emasan yang sangat menyilaukan
mata, pedangnya memang terlihat sebilah pedang yang
bagus, sedikit tangannya digerakkan sebuah pohon sebesar
mangkok dengan mengeluarkan suara yang gemerisik roboh
keatas tanah dalam keadaau dua bagian yang terpisah.
Kepandaian yang sangat tinggi ini membuat Liem Tou
sangat terkejut, dengan cemas ujarnya.
"Siauwcu kamu tanyakan itu kitab pusaka To Kong Pit Liok
? mungkin saat ini sudah dibawa pergi kerbau itu sangat jauh”
“Perkataan itu sungguh-sungguh?” bentak Thian Pian
Siauwcu dengan sangat gusar.

“Siapa yang mau menipu kamu, kamu tidak percaya ya
sudah”
Thian Pian Siauwcu tetap ragu-ragu akan perkataannya,
untuk membuat dia percaya Liem Tou dengan gusar
bentaknya lagi.
"Hey orang she-Ke, aku beritahu kepadamu kepandaian
silat didalam kitab pusaka To Kong Pit Liok itu merupakan
kepandaian silat yang sangat hebat, siapapun didalam dunia
ini ingin memperolehnya, tetapi aku Liem Tou melihat
keganasan atau kekejamanmu sudah merasa muak, makanya
sekalipun didapatkan orang lain juga tidak mengijinkan kitab
itu sampai jatuh ke tanganmu."
Mendeagar sampai disana, Thian Pian Siauw cu tidak bicara
lagi, mendadak dengan sangat cepat tubuhnya berkelehat,
dengan tidak menoleh lagi dia mengejar kearah dimana
kerbau itu melarikan diri.
Liem Tou melihat dia pergi dalam hati diam diam merasa
sedih dan sayang atas hilangnya kitab pusaka Toa Loo Cin
Keng itu, tapi dia tak dapat berbuat apa apa kecuali merasa
sayang saja.
Dengan cepat dia lari ketepi sungai siap terjunkan diri
kedalam air, karena dia tahu sabentar lagi Thian pian Siauw cu
tentu kembali, sekonyong konyong dari belakang tubuhnya
terdengar seseorang berteriak.
"Hey Engkoh cllik tunggu sebentar."
Liem Tou dengan cepat menoleh dilihatnya kakek aneh
yang ditemuinya kemarin dengan menuntun kerbaunya
berjalan mendatang, ujarnya lagi sambil tertawa tawa.
"Hey Engkoh cilik perbuatanmu sungguh bagus sekali.
Bagus..bagus "
Liem Tou menjadi terlengak, dia tahu jika kerbau itu
tertangkap olehnya sudah tentu kitab pusaka "Toa Loo Cin

Keng" itu ddapatnya, karena sambil ulur tangannya kedepan
ujarnya.
"Hey Tui Jie kiranya kamu, kamu sudah curi taku punya
kerbau dan kitab pusaka "Toa Loo Cin Keng kenapa berani
muncul lagi didepan aku?? cepat cepat kembalikan barangku
itu, ayo cepat bawa sini”
Mendengar omongannya itu si kakek tua menjadi tertawa
lebar ujarn ya.
"Ha ha ... Liem Tou bagus sekali kamu, jika dilihat wajahmu
kelihatannya memang seorang yang jujur tidak tahunya
sifatmu juga licik Baiklah kamu orang boleh dihitung aku yang
curi kerbau serta kitab pusaka Toa Loo Cin Keng-mu itu.
Tapi aku mau tanya itu kitab pusaka Toa Loo Cin Keng apa
barang peninggalan ayahmu buat kamu orang? pada pipi
sebelah kiri dari muka ayahmu apa ada tahi lalat hitam? ? ?
sewaktu main catur apa sering menggunakan benteng terlebih
dahulu untuk rebut menyerang?"
Liem Tou teringat kembali keadaan dari ayahnya semasa
hidup, lama kelamaan barulah sahutnya dengan sedih.
“Hui Tui Jie aku tahu kamu seorang yang luar biasa, tapi
kenapa kamu orang menanyakan wajah ayahku terus
menerus”
Kakek tua Hui Tui Jie melihat Liem Tou tidak mau mengaku
tapi juga tidak mungkir diam-diam mengangguk, ujarnya.
“Liem Tou jika aku beri tahu padamu saat ini hanya
mendatangkan bencana saja, kemarin malam Wan jie sudah
beritahu padamu kami ayah beranak bakanlah musuhmu.
Sekarang aku lihat kesalahanmu semakin tebal hal ini
perlihatkan bencana yang akan menimpa belum lenyap
didepan mata masih banyak berbahaya yang harus kamu
tempuh, tapi jika tidak berani tidak mungkin, karenanya
kerbau serta kitab pusaka Toa Loo Cin Keng tidak berguna

dibadanmu, bahkan malah memancing perhatian orang
banyak, karenanya untuk sementara waktu kamu boleh pergi
ke tebing Ling-Ai di gunung Go-bie san untuk minta kembali
barang-barang itu”
Dia berhenti sebentar, sesudah menghela napas panjang
sambungnya lagi.
"Heey . . . sebentar lagi iblis itu mungkin akan kembali
kesini, kamu cepatlah pergi."
Sehabis berkata dia lalu meloncat naik punggung kerbau
itu, sambil goyangkan tangannya dia menjalankan kerbaunya
kearah dalam hutan tidak lama kemudian sudah lenyap dari
pandangan.
Dengan termangu-mangu Liem Tou berdiri disana beberapa
saat lamanya teringat kembali kata-kata yang diucapkan kakek
tua Hui Tui Jie itu, dalam hati dia merasa kakek itu tentu
punya hubungan yang sangat erat dengan ayahnya, kalau
tidak bagaimana terus menerus dia menanyakan asal usul
dirinya.
Tapi kakek tua itu tidak mau beritahu dengan terus terang
bahkan meninggalkan tempat itu dengan tergesa gesa, sudah
tentu Liem Tou tidak bisa berbuat apa apa lagi dan sementara
tidak mau pikirkan urusan itu nanti sesudah bertemu dengan
le Cici diatas gunung Ha Mo San baru pikirkan lagi.
Berpikir sampai disini dengan cepat dia menyeburkan
dirinya dalam sungai dengan mengikuti aliran air yang cukup
deras tubuhnya mengalir terus kedepan. Untung saja
kepandaiannya bermain didalam air sudah mencapai pada
taraf kesempurnaan sehingga gerakkannyapun sangat lincah
tapi cepat.
ooo0Oooo
Ditengah jalan kecuali beristirahat tidak ada peristiwa yang
terjadi lagi, ketika cuaca mendekati magrib dia sudah

berenang sejauh puluhan li, saat itu udara menjadi sangat
gelap, ketika Liem Tou melihat ditepi hadapannya terdapat
sebuah perahu layar yang sedang berhenti disana, segeta
didalam hati pikirnya.
"Kenapa malam ini aku tidak menginap diatas perahu itu
saja??"
Berpikir sampai disitu dengan cepat dia berenang kesana
dan mohon pemilik perahu itu untuk menginap satu malam
diatas perahunya. Orang orang didalam perahu begitu melihat
keadaannya yang begitu kasihan segera dia diberi makan dan
dibiarkan dia tidur dibelakang buritan bahkan membiarkan dia
tidur bersama-sama orang lain.
Ketika itulah dia baru tahu kedua buah perahu itu milik dari
suatu perusahaan ekspedisi yang bernama Cing Liong Piauw
kiok, dengan diam diam dia melihat kalau diatas setiap perahu
ada dua orang pengawal yang menjaga perahunya, pada
perahu dimana dia menginap terdapat dua orang yang
menjaga yang seorang tua yang lain muda, jika dilihat dari
sikap mereka agaknya hubungan mereka sangat erat sekali.
Hari itu Liem Tou sudah melakukan perjalanan mendekati
ratusan li jauhnya karenanya saking lelahnya tidak lama
kemudian sudah tertidur dengan nyenyaknya.
Malam itu udara sangat gelap tidak terlihat bintang atau
bulan yang menyinari jagad, angin bertiup sangat kencang
membuat udarapun semakin dingin, ditepi pantai dimana
kedua buah perahu itu berlabuh terdapat tiga orang
berpakaian malam dengan gerak gerik mencurigakan
mendekati perahu.
Saat itu orang yang berdiri diujung kiri bertanya.
"Tia kamu lihat malam ini apa mereka mengadakan
persiapan?”

"Cing Liong Piauw kiok selamanya berlaku sumbar" sahut
orang yang ditanyai itu, “Dia mengira sesudah Siok to Siang
Mo dibasmi, maka didaratan maupun lautan sudah aman,
dimaaa bendera Cing Liong Piauw Kiok berada maka tak akan
ada orang yang berani turun tangan lagi, sudah tentu tidak
akan ada persiapan diantara mereka”
“Tia” ujar orang itu lagi, “Aku dengar orang bilang kepala
pengawal dari Cing Liong Piauw kiok si pemetik bintang Kwan
Piauw sangat hebat didalam penrmainan sepasang martilnya,
nanti bolehkah aku hadapi dia??"
"Ling jie kamu jangan bicara tidak karuan" bentak orang itu
dengan nada memberi peringatan, "Gerakan malam ini punya
hubungan yang sangat besar dengan bukanya Aug In
Piauwkiok dikemudian hari, untuk bereskan malam ini semakin
cepat semakin baik, jika ini hari sampai loloskan salah seorang
saja diantara mereka, pada hari kemudian jika mereka sampai
bisa ketahui hal ini perbuatan kita lalu bagaimana kita
tancapkan kaki lagi didalam dunia
kangouw ??"
Diantara ketiga orang yang berada diseberang tepi ketiga
orang semula salah seorang angkat bicara pula dengan
perlahan.
"Kian Po hang, coba kamu lihat pekerjaan yang Cung cu
kita kerjakan selalu sangat terlatih dan rapat, sungguh
membuat orang lain menjadi kagum."
Lama sekali orang itu baru menjawab, ujarnya sambil
mengangguk.
"Ehm . tapi Toa Toang heng. Apa kamu tidak merasa
pekerjaan ini sangat bertentangan dengan peraturan Bu lim ?"
Saat itulah mendadak orang ketiga sudah buka omongan .
"Coba lihat, Cung cu sudah kirim tanda.”

Kedua orang itu tidak bicara lagi dan angkat kepalanya
memandang kearah tepian seberang, terlihatlah suatu sinar
berwarna kehijau hijauan dengan cepat lenyap ditengah
kegelapan. Saat itulah dengan perlahan mereka bertiga
bangkit berdiri membereskan pakaiannya dan mengambil
keluar senjata tajam masing- masing.
Ketiga orang yang berada ditepi sebelah kiri saat itu sudah
menyebrangi sungai dengan menggunakan dua buah papan
persegi empat yang diinjak pada kedua kakinya, dengan
demikian mereka bisa meluncur ketengah sungai dengan
Iancarnya.
Ketiga orang yang berada disini ketika secara samar-samar
melihat ketiga orang itu sudah bampir mendekati perahu
dengan cepat meloncat naik keatas perahu tersebut ilmu
meringankan tubuh dari mereka bertiga walaupun sangat
tinggi tapi perahu itu tidak urung sedikit oleng juga.
Dua orang dari tepi sebelah sini bertepatan waktu juga
sudah tiba, mereka masing-masing meloncat naik perahu
dengan sangat cepat.
Mendadak dari dalam ruangan perahu terdengar suara
menjerit kaget kemudian disusul dengan bentakan sedang
bertanya.
"Siapa?"
Suara bentakan itu begitu kerasnya membuat Liem Tou
yang tertidur nyenyak segera sadar kembali dari pulasnya.
Ketika dia buka mata terlihatlah cuaca masih sangat gelap
mungkin baru kentongan ketiga, dua orang berbaju hitam
yang memakai kerudung mendadak menerjang masuk
kedalaun bilik itu bahkan salah satu diantaranya tepat berdiri
disisinya.
Waktu itu baru saja dia sadar dari pulasnya sehingga
pikirannyapun belum begitu sadar, atas kejadian yang muncul

secara tiba tiba dihadapannya membuat dia menjadi sangat
terkejut, dengan cepat dia mengusap beberapa matanya
sehingga terang ternyata tidak salah lagi, kejadian itu
memang betul-betul sudah terjadi bahkan berada dihadapan
matanya tak terasa lagi hatinya berdebar dengan sangat
keras.
Pada waktu hatinya sedang merasa sangat terkejut itulah
mendadak dari dalam ruangan perahu berkumandang datang
suara jeritan yang amat ngeri yang sangat memilukan
kemudian di susul dengan suara tertawa dingin yang keras,
ujarnya,
"Hemm. , . Hemmm. . – gentong-gentong nasi seperti ini
juga mau jadi pengawal barang."
Liem Tou mendadak menjadi sangat terkejut karena suara
itu tidak lain adalah suara Pouw Siauw Ling. Kemudian disusul
dengan suara bentrokan senjata tajam yang sangat ramai
teriak seorang dengan keras.
"Kalian siapa ? Kami Cing Liong Piauw kiok punya dendam
sakit hati apa dengan kalian ?"
"Tidak usah banyak bicara, serahkan nyawamu" Bentak
Pouw Siauw Ling dengan gusar..
Setelah itu teriaknya lagi.
"Jangan berada diluar apa Liok Siok siok ? Sampai waktu ini
kenapa tidak juga turun tangan ? Kamu orang mau tunggu
sampai kapan lagi?"
Orang yang berdiri disamping Liem Tou ketika mendengar
perkataan itu segera menggeserkan kakinya lagi, Liem Tou
tahu keadaan saat itu betul-betul amat kritis dan
membahayakan jiwanya sehingga tubuhnya tanpa terasa
sudah meringkuk kepojokan perahu tanpa berani bergerak
lagi, tapi sepasang matanya dengan memperhatikan gerak

gerik dari orang itu hatinya berdebar keras, hampir-hampir
terasa mau copot dari dalam tubuhnya.
Pengemudi perahu yang semula berbaring di samping Liem
Tou mendadak meloncat bangun sambil berteriak keras.
'Aduh...mak.. tolong ada penjahat”
Melihat hal itu diam diam pikir Liem Tou dalam hati.
"Hemmm ... cari mati sendiri."
Ternyata dugaannya tidak salah, terdengar penjahat
berkerudung yang berdiri disampingnya itu mendadak
membentak keras dengan gusarnya.
"Pergi temui makmu "
Golok ditangannya dengan cepat berkelebat, terlihatlah
sinar golok yang menyilaukan mata menyambar tubuh
pengemudi itu, tanpa sempat menjerit kesakitan lagi tubuhnya
rubuh keatas perahu dan binasa seketika itu juga.
Melihat kejadian yang sangat mengerikan itu hati Liem Tou
menjadi tergetar dalam hati dia tahu saat inilah kesempatan
yang paling bagus baginya untuk melarikan diri, tanpa pikir
panjang lagi tubuhnya dengan sekuat tenaga menggelinding
ketepi perahu. Menanti penjahat berkerudung itu merasa dan
membacok tubuhnya. Liem Tou sudah menceburkan dirinya
kedalam sungai sepasang tangannva dengan cepat digerakkan
menyelam kedasar perahu tersebut.
Waktu itulah hatinya baru berasa agak tenang, teringat
akan kata tadi dengan jelas didengar olehnya berasal dari
Pouw Siauw Ling; hal ini membuat hatinya merasa terkejut
bercampur heran, pikirnya.
"Kemarin sewaktu bertemu dengan mereka, dia masih
bilang mau mendirikan sebuah perusahaan ekspedisi,
bagaimana sekarang malah berbuat kejahatan menjadi

perampok ?? bahkan merampas barang barang kawalan orang
lain ??..
Semakin berpikir Liem Tou merasa semakin bingung,
dengan perlahan lahan dia munculkan diri kembaii keatas
permukaan dan bersembunyi dibelakang kemudi , saat itu
malam semakin kelam cuacapun begitu gelap hingga sukar
untuk ditemui tempat persembunyian itu, ditambah lagi saat
ini Liem Tou sudah berada didalam air, sekalipun ditemui dia
juga tidak merasa takut .
Sesudah muncul keatas permukaan air Liem Tou segera
mendengar suara teriakan teriakan yang memilukan hati serta
bentrokan bentrokan senjata senjata tajam yang sangat ramai
berkumandang dari kedua buah perahu itu, keadaannya
demikian mengerikan membuat hati setiap orang terasa
bergidik.
Tidak lama berselang dari atas perahu sebelah tidak
terdengar suara lagi, keadaan begitu tenang sunyi serta
menyeramkan, sebalikaya dari atas perahu dimana dia
menyembunyikan dirinya sekarang masih terdengar suara
bentakan bentakan senjata tajam yang sangat ramai.
Hati Liem Tou menjadi tergerak, dengan perlahan-lahan dia
merangkak naik melalui tali yang ada dan mengintip dari celah
lobang yang sangat kecil pada perahu itu, terlihatlah tiga
orang perampok berkerudung dengan rapatnya sedang
mengepung Piauwsu yang masih muda itu, ditengah remangremangnya
cuaca terlihatlah tubuh pemuda sudah basah oleh
darah segar yang mengucur keluar dengan derasnya, tapi dia
tidak mengucapkan sepatah kata pun dengan mencekal
pedang panjangnya dia melawan ketiga orang itu dengan
seluruh tenaga.
Melihat situasi seperti itu tidak tertahan lagi Liem Tou
merasa sangat gemas, dendam dan sakit hati. Mendadak
terdengar Pouw Siauw Ling yang berada salah satu diantara
ketiga orang berkerudung itu berkata dengan keras.

"Tia, bangsat cilik ini semakin bertarung semakin menggila,
biar aku bunuh dia saja"
Salah satu diantara ketiga perampok berkerudung yang
melawan musuhnya dengan menggunakan sepasang
telapaknya, membuka mulut sahutnya.
"Hmm..hm..sekalipun kepandaian silatnya lebih tinggi ini
hari tidak mungkin bisa meloloskan diri dari bencana.”
Mendangar perkataan itu Liem Tou yang sedang
bersembunyi menjadi terkejut karena suara itu bukan lain
berasal dari Pouw Sak San itu Cungcu dari le Hee Cung.
Tentang urusan ini dia tidak ragu ragu lagi karenanya didalam
hati dia merasa sangat enak, dendam sakit hati dan gemas,
bersamaan pula merasa sedih atas nasib para rakyat yang
hidup dalam kampung Iee Hee Cung diatas gunung Ha Mo
San.
Saat ini dendam dan sakit hati pribadinyapun muncul
bercampur dengan perasaan gemasnya, darah segarnya
serasa bergolak dengan keras, dalam hati dia punya niat untuk
menolong pengawal itu lolos dari kematiannya.
Mendadak dengan mengerahkan seluruh terra ga Nang
dimilikinya berteriak dengan keras.
"Hey bangsat, bangsat tahan!"
Ditengah sungai yang lebar dan jauh dari keramaian
ditambah lagi ditengah malam buta yang sunyi tenang, suara
bentakannya ini membuat para penjahat itu merasa sangat
terperanjat apalagi itu Ang in sin pian Pouw Sak San serta
Pouw Siauw Ling mereka sama sekali tidak menduga ditempat
itu bisa muncul seseorang, pada waktu mereka bertiga sedang
tertegun itulah piauw su yang masih muda itu menggerakkan
pedangnya kedepan, seraya teriaknya dengan gusar.
“Dendam sakit hati ini kami dari Cing Liong Pauw kiok
bersumpah akan membalas dendam"

Sambil berkata tubuhnya meloncat setinggi dua kaki lebih
kemudian menceburkan diri ke dalam sungai.
Gerakan ini dilakukan hanya pada sekejap mata saja, Liem
Tou pun dengan cepat ikut menyusupkan tubuhnya kedalam
air. Cuaca yang gelap gulita sudah cukup membuat mereka
tidak melihat jelas apalagi kini berada didalam air. Walaupun
dalam hati Liem Tou punya niat mencari Piauw su muda itu
untuk mcmbantu dia meloloskan diri dari bahaya tapi karana
takut terjadi salah paham makanya terpaksa tidak berani
bergerak, dalam hati diam diam dia berdoa agar dia bisa lobos
dari mara bahaya ini.
Dengan kejadian ini niatnya untuk bertemu Lie Siauw Ie
semakin menebal lagi. Sesudah berenang hingga ketengah
sungai barulah dia munculkan diri kembali keatas permukaan
sungai sambil memandang kearah dua buah perahu itu
makinya.
"Hmmm..kiranya bajingan-bajingan itu adalah kawanan
perampok yang tidak tahu malu, manusia macam binatang
seperti itu harus dibunuh”
Sambil memaki badannya mengikuti aliran air sungai
melanjutkan berenang kedepan, bersamaan pula pada
benaknya teringat akan kejujuran serta budi halus dari rakyat
dusun Ie Hee hiung. Teringat pula kehidupan didalam dusun
sewaktu masa kecilnya tidak terasa saking sedihnya air mata
menetes keluar dari kelopak matanya.
Suasana ditengah sungai begitu sunyi senyap tidak
terdengar suara bisikan sesosok manusiapun, Liem Tou
dengan seorang diri perlahan-lahan berenang menuju
kedepan. Sebentar bentar dia memandang bintang-bintang
yang tersebar luas diatas langit hatinya beratus ratus macam
kesedihan yang sekaligus memenuhi pikirannya, mendadak
tangannya ditepukkan keatas kepalanya sendiri sembari
tangannya yang sebelah mencopot topeng kulit yang

dikenakan pada wajahnya, kepada langit sumpahnya dengan
sungguh sungguh.
"Pada suatu hari jika aku Liem Tou berhasil melatih ilmu
silat yang lihay aku bersumpah akan membunuh kaum
bajingan itu hingga binasa, sebelum tercapai cita cita ini aku
tidak akan berdiam diri"
Sambil berkata dia manyimpan kembali topeng kulitnya
kedalam saku sedang titik air matanya mengucur keluar dart
kelopak matanya dengan deras.
Beberapa saat kamudian haripun menunjukkan saat
kentongan kelima. Liem Tou pun merasakan sepasang
lengannya mulai terasa linu kaku dan capai sedikitpun tidak
bertenaga lagi, mendadak ditengah sungai dihadapannya
secara samar samar muncul sebuah perahu kecil dengaa
perlahan lahan bergerak mendatang, bahkan dari atas perahu
kelihatan sinar lampu berkedip kedip.
Perahu itu mungkin milik seorang nelayan yang sedang
inenangkap ikan dimalam hari, kenapa aku tidak beristirahat
sebentar disana?? bila mereka ada makanan kemungkinan
sekali sedikit menangsal perutku yang lapar?"
Tidak lama kemudian dia sudah mendekati perahu kecil itu,
Liem Tou dengan cepat mencekal pinggiran perahu dengan
kencang.
Waktu itulah terdengar dari dalam perahu berkumandang
suara pertanyaan yang disusul dengan jeritan kaget.
"Heey siapa diluar ??"
"Seorang yang kecebur dalam sungai karena bertemu
perampok, dapatkah aku beristirahat sebentar diatas perahu
saudara ?"
Dari dalam perahu tak terdengar suara sahutan - - lama
sekali ditunggu tetap saja tidak terdengar sedikit suarapun.

Pada saat Liem Tou sedang merasa kecewa itulah
mendadak terdengar pertanyaan lagi dari dalam perahu.
"Siapa namamu? bertemu perampok dimana?"
"Aku bernama Liem Tou, baru saja bertemu dengan
perampok diatas dua buah perahu pangawal barang disungai
sebelah depan. Hey pemilik perahu bolehkah aku beristirahat
sebentar ??"
"Ehm . . .kalau begitu naiklah.”
Mendengar pemilik perahu itu menyanggupi Liem Tou
dengan cepat meloncat naik keatas perahu, Tapi . . . belum
tubuhnya berdiri tegak mendadak jalan darah "Hong Hui Hiat"
serta jalan darah gagunya sudah tertotok oleh orang lain, tak
tertahan lagi tubuhnya rubuh keatas perahu dengan keras
kemudian disusul dengan suara tartawa keras dari orang ini
sambil ujarnya.
"Liem Tou . Liem Tou, kami cari kamu kemanapun tak
bertemu, tidak disangka kamu hantarkan diri sendiri kemari ha
ha ha ha . aku tidak bisa banyak bicara lagi ha ha..”
Jalan darah " Hong Hui Hiat” serta jalan darah gagu Liem
Tou sekalipun tertotok sehingga tidak dapat bergerak dan
berbicara tetapi sepasang matanya masih bisa memandang
kearah orang yang menotok jalan darahnya itu.
Orang itu tidak lain adalah Si jari beracun jarum cams Song
Beng Lan yang ditemui dilembah cupu cupu bersama sama
pengemis busuk itu. Dalam hati dia tahu orang ini tentu
sangat benci kepadanya hingga tidak terasa diam diam
menghela napas panjang, pikirnya.
"Heei ..kemauan Thian sudah begitu aku juga tidak bisa
berbuat apa apa lagi mau dibunuh mau disiksa aku terpaksa
ikuti saja kemauannya."
Sepasang matanya segera dipejamkan rapat rapat tanpa
berbicara sepatah kata lagi.

Mendadak Liem Tou merasakan badannya di tendang
hingga berguiing dengan keras diatas perahu kemudian
terdengar suara Song Beng Lan sedang berkata.
"Hey Liem Tou kamu orang tidak usah pura pura mati, coba
kamu lihat siapa yang berada dihadapanmu ?"
Mendengar perkataan itu barulah Liem Tou membuka
matanya dengan perlahan, mendadak pandangannya menjadi
terang terasa olehnya badannya sekarang sudah terlenteng
didepan pintu ruangan perahu ditengah ruangan dalam
perahu duduklah seorang gadis berbaju hijau yang tipis
dengan usia kurang lebih baru tujuh belas delapan belas
tahunan, alisnya yang melengkung tipis dengan bibirnya yang
kecil mungil sungguh merupakan seorang gadis yang cantik
menarik sekali .
Melihat hal itu Liem Tou menjadi melengak, mendadak
teringat makian Cian Pian Ngo Koei sewaktu berada didalara
lembah cupu cupu yang mengatakan Song Beng Lan ini adalah
Jay Hoa Cat, tidak terasa pikirnya.
"Hemmnm ternyata dia memang seorang bangsat cabul,
ditengah sungai yang begini jauh dari keramaian serta sunyi
masih menyembunyikan seorang gadis cantik juga hemmm
sungguh tidak malu, Konyol . "
Baru raja pikiran itu berkelebat dalam bcnaknya, mendadak
gadiscantik berbaju hijau Nang ducluk didalarn ruangsn
perahu sudah tar senaum kearabuya, kemudian ujarnya
"Hey Liem Tou, orang yang berjodoh dimanapun selalu
bertemu, kamu masih kenal aku tidak?”
Mendengar perkataan itu tak terasa Liem Tou merasa
sangat heran, pikirnya dalam hati.
"Aku Liem Tou merupakan seorang lelaki sejati, salamanya
belum pernah main perempuan diluaran bagaimana bisa kenal
dia ?”

Sekalipun didalam benaknya dia berpikir begini tetapi tanpa
terasa matanya memandang teliti kearah gadis berbaju hijau
itu, saat itulah gadis berbaju hijau itu sedang memandang
dirinya sambil tersenyum manis.
Semakin dilihat Liem Tou merasakan gadis ini seperti
pernah ditemuinya disuatu tempat, matanya semakin
memandang tajam kearahnya…. . . lama sekali mendadak
pikirannya menjadi sadar.
Gadis berbaju hijau itu melihat air muka Liem Tou sedikit
berubah segera tahu kalau dia sudah mengenal dirinya
kembali maka ujarnya dengan merdu.
"Hey Beng Lan, cepat bebaskan jalan darahnya yang
tertotok."
Mendengar pekataan itu Song Beng Lan dengan cepat maju
dan menepuk dengan perlahan leher Liem Tou. Saat itulah
dengan keras teriak Liem Tou.
"Aaaah . . . bukankah kamu orang pengemis busuk itu?”
Gadis cantik berbaju hijau itu begitu mendengar dia
memaki dirinya sebagai pengemis busuk tidak terasa alisnya
dikerutkan rapat rapat. Song Beng Lan yang berdiri
disampingnya seketika itu juga melancarkan satu tendangan
membuat tubuhnya sekali lagi berguling diatas permukaan
perahu, bentaknya.
"Hey bangsat cilik kamu orang sungguh tak tahu sopan,
hati-hati aku tendang badanmu sampai tulangmu copot."
Tiba tiba gadis cantik berbaju hijau itu mencegah
perbuatan Song Beng Lan, ujarnya.
“Beng Lan, kamu orang jangan menyakiti dia sampai
keterlaluan, lebih baik kamu ikat kaki tangannya dengan tali
dulu kemudian baru membebaskan jalan darahnya, setelah itu
naikkan jangkar lanjutkan parjalanan sekarang juga.”

Sikap Song Beng Lan terhadap gadis cantik berbaju hijau
itu agaknya begitu menghormatnya, sesudah memberi
hormat, dengan sangat patuhnya baru sahutnya dengan
perlahan.
"Baik Kungcu.”
Dengan mengikuti perintahnya dia mengikat kaki tangan
Liem Tou dengan tali kemudian membebaskan jalan darah
Hong Hui Hoat-nya setelah itulah baru menaikkan jangkar
untuk melanjutkan perjalanannya.
Saat itu berkatalah gadis cantik berbaju hijau itu kepada
Liem Tou sambil tertawa.
"Liem Tou, kamu merasa sangat heran bukan? Aku
beritahu padamu, aku bernama Ciang Beng Hu dan bertempat
tinggal dipantai Say Kiem Thay tepi danau Au Hay didaerah In
Lam”
Sejak Liem Tou mengetahui kalau gadis cantik berbaju
hijau yang berada dihadapannya ini adalah pengemis busuk
yang ditemuinya di dalam bui segera teringat kembali
keganasan serta kelakuannya yang kasar dalam hati tidak
tertahan muncul kembali perasaan benci serta gemasnya,
dengan gusar sahutnya.
"Siapa yang mau dengar namamu yang sangat memalukan
itu, ini hari aku Liem Tou sudah terjatuh ketanganmu, mau
dibunuh mau disiksa silahkan kamu orang lakukan, aku Liem
Tou tidak akan takut dan bukan seorang manusia pengecut
yang takut mati.”
Mendengar hal itu Ciang Beng Hu tertawa nyaring, ujarnya.
"Cis. Liem Tou - - - Liem Tou, binasa dengan begini mudah
apa kamu tidak merasa sayang?? kalau kamu orang memang
kepingin mati tapi jangan begitu cemasnya.”
Sepasang mata dari Liem Tou mendelik melotot kearahnya
dengan gusar ujarnya lagi dengan jengkel.

"Kau ingin apakan aku ?”
"Kamu boleh pikirkan sendiri” sahutnya sambil tertawa
ringan sedang kepalanya dimiringkan kesamping.
Tetapi air muka dengan ceoat berubah menjadi serius
kembali, dengan pandangan tajam dia memandang sekejap
kearah wajah Liem Tou kemudian ujarnya lagi dengan keren.
“Liem Tou, perkenalan kita didalam bui walaupun belum
begitu lama tapi aku tahu dengan jelas kamu merupakan
seorang yang sangat cerdik. Aku tidak perlu bicara tentunya
kamu orang sudah tahu sendiri. Buat apa aku yang hidup
enak-enak didaerah Cian Pian sebelah selatan dengan susah
payah pergi kemari, hey Liem Tou aku belum gila ??.
"Siapa yang mau urus kamu gila atau tidak, hey pengemis
gila kau mau bawa aku kemana?”
Ciang Beng Hu hanya memandang sekejap kearahnya
sambil tersenyum sedang mulutnya tetap membungkam.
Tidak terasa hawa amarah Liem Tou muncul kembali,
teriaknya keras dengan amat gusar.
“Terhadap kawanan bajingan yang tidak tahu malu seperti
kalian aku Liem Tou walaupun binasa juga tidak akan
menyerah, aku omong terus terang saja padamu, jika kalian
mau paksa aku barterus terang mengakui tempat penyimpinan
kitab pusaka To Kong Pit Liok itu.. hemm hemm jangan
harap."
"Hemm, , kau tak usah banyak bacot, tunggu saja" ujar
Ciang Beng Hu dengan amat dingin.
Sehabis berkata teriaknya denagn keras.
"Beng Lan masuk, bangsat cilik ini sampai sekarang masih
tetap bandel saja kelihatannya dia belum merasakan kelihayan
kita. Hemm totok jalan darah pulasnya dulu."

Song Beng Lan segera menyahut dan menotok jalan darah
pulas dari Liem Tou. Saketika itu juga Liem Tou hanya
merasakan matanya menjadi kabur kemudian tertidur dengan
nyenyaknya .
Menanti dia sadar kembali entah sudah lewat berapa saat
lamanya, juga tidak tahu kini sudah berada dimana. Dia hanya
merasa tempat itu begitu gelap gulitanya sehingga tak
sanggup untuk melihat lima jarinya sendiri. Tempat itu begitu
gelap serta apeknya sehingga terasa susah untuk bernapas.
Dengan cepat Liem Tou menggerakkan badannya, kiranya
seluruh tubuhnya sudah terlepas dari totakan maupun ikatan
tali, tidak terasa gumamnya seorang diri.
“Mereka bawa kemana aku ini ?"
Perlahan lahan dia bisa melihat juga keadaan ditempat itu,
ditengah keadaan yang sangat gelap secara samar-samar
terlihat olehnya kalau dia kini berada dalam sebuah gua yang
penuh lumpur didepan gua terdapat sebuah ruji-ruji kayu yang
sangat besar sekali sebagai penghalang jaIan, tapi diluar gua
itupun kelihatan tidak terdapat sedikit sinarpun juga.
Tangannya dengan perlahan lahan didorong kearah kayukayu
perintang jalan itu, tapi walau sudah didorong sekuat
tenaga kayu tersebut tetap tidak gemilang sedikit pun juga
kuatnya laksana batu. Melihat hal itu Liem Tou menjadi amat
gusar, campur dahaga yang makin lama semakin tidak kuat
untuk ditahan, teriaknya dengan gusar.
“Hey kalian manusia bangsat yang tidak tahu malu. . .
kamu bawa aku ketempat apa ini ?” Hey pengemis busuk
kamu jangan bersembunyi aku Liem Tou tak kan memberikan
kitab pusaka To Kong Pit Liok itu kepadamu."
Sekalipun dia sudah berteriak sehingga tenggorokannya
terasa sakit tiada seorangpun yang menyahut atau
menggubris, bahkan suara yang aneh sedikitpun tak

terdengar. Hal ini membuat Liem Tou menjadi gemas pikirnya
dalam hati.
“Jika mereka kurung aku ditempat ini tanpa mau gubris aku
lagi lama kelamaan aku bisa dimatikan dengan perlahan..
Aduh. . . Aduh... . perutku mulai merasa lapar”
Baru saja dia berpikir sampai disini mendadak dari tempat
kejauhan secara samar-samar berkumandang datang suara
tindakan kaki yang sangat perlahan kemudian disusul dengan
munculnya sinar merah yang samar-samar.
Semangat Liem Tou tidak terasa muncul kembali dengan
tergesa gesa dia bangkit berdiri menempel pada pagar kayu
yang besar itu untuk menengok kedepan, sinar merah itu
makin perlahan semakin menajam semakin lama semakin
mendekat. Tidak tertahan lagi teriak Liem Tou dengan keras.
"Hey Siapa itu ? cepat kalian lepaskan aku keluar”
Terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat Song Beng
Lan dengan membawa dua orang lelaki kasar yang bertubuh
kuat dengan membawa obor berjalan mendekat, melihat hal
itu Liem Tou semakin gusar, teriaknya.
"Hey kamu bajingan cabul kenapa kurung aku ditempat ini
?"
Jilid 10 : Perjamuan Pouw sak San di Ie Hee Cung
“Hmm, dengus Song Beng Lan dengan sangat dingin. "Liem
Tou, mati hidupmu kini berada ditanganku, buat apa kamu
ngotot terus?”
Sehabis berkata dia mengulap tangannya, kedua orang
lelaki berbadan kuat itu segera berjalan mendekati pagar kayu
itu dan membuka pintunya, melihat hal ini Liem Tou
bertambah gusar lagi, bentaknya dengan keras.

"Kalian pingin berbuat apa?"
Sehabis berkata dia mundur dua langkah kebelakang,
sepasang telapaknya dikencangkan siap memberikan
perlawanannya.
Dengan langkah yang sangat perlahan Song Beng Lan
berjalan ketepi pagar kayu itu sambil mengangkat tinggi tinggi
obornya dengan nada yang sangat dingin.
"Liem Tou aku lihat lebih baik kau ikuti perintahku tanpa
membantah. Pada saat ini sekalipun kau mau melawan juga
tidak berguna ."
"Huuh..tutup mulut anjingmu Hey bangsat cabul."
Mendadak ..dua orang lelaki kesar bertubuh kuat itu
dengan cepat maju dua langkah kedepan tangannya dengan
kecepatan bagaikan kilat mencengkeram tubuh Liem Tou.
Melibat datangnya serangan itu Liem Tou menjerit keras
sepasang kepalannya dengan cepat melancarkan serangan
kedepan untuk menahan datangnya cengkraman itu, siapa
tahu baru saja tangannya diangkat terasa olehnya kepalan itu
lemas sedikitpun tidak bertenaga, serangannya belum sempat
mencapai pada sasarannya badannya sudah berhasil
dicengkram oleh lelaki kasar lainnya, tidak tertahan lagi Liem
Tou dengan sempoyongan maju kedepan, kesematan itulah
digunakan oleh kedua lelaki kasar itu untuk mcnangkap tubuh
Liem Tou kemudian mengikatnya dengan tali.
Sekalipun Liem Tou saking gemas dan jengkelnya berteriak
teriak dan memaki dengan enaknya tapi apa gunanya ?"
Tubuh Liem Tou sesudah diikat dengan kencang kedua
lelaki kasar itu segera menggotong tubuhnya keluar gua,
sesudah berputar putar beberapa saat lamanya sampailah
mereka disebuah lorong gua yang sangat panjang sekali.
Dengan membawa obor Song Beng Lan berjalan didepan
membuka jalan.

Kurang lebih sesudah berjalan berpuluh puluh kaki jauhnya
gua itu perlahan lahan semakin sempit dan semakin sampai
akhirnya, tempat itu hanya bisa dilalui oleh seseorang dengan
membungkukkan badan.
Kurang lebih berjalan lagi dua kaki jauhnya sampailah
mereka dimulut gua.
Liem Tou dengan cepat memandang sekeliling tempat itu
waktu itulah dia baru tahu kalau dirinya sudah berada
dipunggung gunung, dibawahnya terlihat air selokan mengalir
dengan derasnya keadaan amat bahaya sekali, ketika
memandang kesamping lagi terlihatlah sebuah air terjun yang
amat besar sedang memuntahkan airnya kepunggung gunung,
keadaannya mirip dengan seekor naga terbang yang ganas,
sungguh amat angker dan agung sekali.
Song Beng Lan segera mematikan obornya dan putar tubuh
berjalan mendekati samping air terjun itu, didalam sekejap
saja tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Liem Tou melihat hal itu dengan amat jelas dalam hati diam
diam merasa sangat heran, pikirnya.
"Aaah bangsat cabul itu sudah kemana perginya?"
Baru saja dia berpikir sampai disitu kedua lelaki kasar
berotot kuat itu sudah mengangkat tubuhnya mendekati
samping air terjun tersebut.
Kiranya dibalik tebing air terjun itu sedikitpun tidak ada air
yang mengenai tempat itu dibelakang air terjun yang sangat
dahsyat itulah terdapat sebuah gua yang sangat besar sekali.
Liem Tou dengan cepat diseret masuk kesana, dalam gua
itu sangat besar dan megah sekali, empat penjuru dindingnya
terbuat dari batu porselen yang berbentuk tumpuk menumpuk
tidak teratur, kelihatan sekali kalau dinding itu merupakan
kejadian alam.

Sesudah masuk lagi beberapa kaki mendadak Liem Tou
dapat melihat didepannya berdirilah sepuluh orang lelaki
dengan rapinya, jika ditinjau dari pakaian dan dandannya
serta usianya dapat dilihat diantara mereka terdapat
perbedaan yang sangat menyolok sekali, ada kakek-kakek
yang usianya sudah amat lanjut sehingga rambutnya sudah
pada memutih, ada pula anak anak kecil yang masih ingusan,
bahkan dandanan mereka serta kedudukannyapun sangat
berbeda.
Hweesio, Nikouw, pengemis, kuli, serta nelayan nelayan
semuanya ada ditempat itu. Sedang ditengahnya duduklah
seorang nyonya berusia pertengahan dengan pakaian yang
amat perlente, di samping kanannya berdirilah itu gadis cantik
berbaju hijau Ciang Beng Hu.
Kedua orang lelaki itu segera meletakkan Liem Tou keatas
tanah kemudian menyingkir berdiri kesamping.
Nyonya berusia pertengahan itu dengan perlahan bertanya
.
"Orang itukah yang bernama Liem Tou"
Liem Tou tetap membungkam, sekali lagi nyonya itu
bertanya tetapi Liem Tou tetap menutup mulutnya rapat
rapat.
Melihat hal itu Ciang Beng Hu segera ikut berbicara,
ujarnya.
"Hey Liem Tou kamu tuli yaah?? Ratu Au Hay Au Hay Ong
Bo sedang menanyai kamu tetap membisu ?"
“Hmm..” Dengus Liem Tou dengan gusar. Kalian bajinganbajingan
yang tidak tahu malu, dengan mengikat badanku
seperti ini bagaimana suruh aku bicara ?”
"Liem Tou "Bentak Ciang Beng Hu sambil melotot
kearahnya. "Didepan Ong Bo kamu orang berani berlaku tidak
sopan hay Beng Lan pukul dia terlebih dulu sehingga dia

rasakan sedikit pelajaran, sesudah itu barulah kau lepaskan
tali yang mengikat kakinya".
Song Beng Lan segera menyahut, dengan mengikuti
perintahnya dia cambuk seluruh tubuh Liem Tou dengan
kerasnya, membuat badannya terluka dan mengucurkan darah
segar, tetapi Liem Tou dengan menggigit kencang bibirnya
terus bertahan, sedikit suara dengusan pun tidak kedengaran.
Melihat kegagahan serta keketusan Liem Tou yang jadi
orang keras kepala itu Ciang Beng Hu tertawa dingin tak
henti-hentinya, ujarnya lagi.
"Liem Tou, sekalipun ini hari kau tetap keras kepala, aku
mau lihat besok hari kamu masih bisa keras kepala tidak?"
Sekali lagi Song Beng Lan pukul tubuh Liem Tou dengan
cambuknya setelah itu barulah lepaskan tali yang mengikat
kakinya.
Dengan perlahan-lahan dia bangkit berdiri, sepasang
matanya dengan berapi-api menahan hawa amarahnya yang
sudah meluap pandang tubuh Ciang_Beng Hu dengan amat
gusarnya.
Dengan perlahan Au Hay Ong Bo barulah buka bicara lagi,
ujarnya.
"Liem Tou, kesemuanya ini karena kebandelanmu sendiri,
jika kamu mau katakan tempat persembunyian kitab pusaka
To Kong Pit Liok itu maka kamu orang tidak akan merasakan
siksaan serta penderitaan seperti ini"
Perkataan dari Au Hay Ong Bo ini diucapkan sangat
perlahan dan halus bahkan air mukanya membawa senyuman
yang amat ramah, sikapnya jauh lebih halus dan lebih lunak
dari Ciang Beng Hu.
Waktu itu Liem Tou sudah membenci diri Song Beng Lan
serta Ciang Beng Hu hingga menusuk ketulang samsumnya,
pikirnya didalam hati.

"Hmmm..hmm..asalkan aku Liem Tou bisa lolos dari
cengkeramanmu, tunggu saja pada suatu hari aku bisa datang
menuntut balas sakit hati hari ini"
Terhadap situasi yang dihadapinya sakarang ini dalam hati
dia sudah ambil keputusan untuk tidak mengeluarkan sepatah
katapun, karenanya walaupun Au Hay Ong Bo sudah bertanya
berkali-kali dia tetap bungkam tidak mengucapkan sepatah
katapun juga.
Au Hay Ong Bo tetap tidak menjadi marah karena
keketusannya itu, ujarnya lagi.
"Liem Tou, manusia cerdik tidak akan menelan kerugian
didepan mata sendiri, kamu sudah jatuh katangan orang lain
menurut pangihatanku jauh lebih baik sedikit penurut dan
lunak sehingga tidak sampai merasakan penderitaan dari
siksaan siksaan kejam, tidak urung kamu orang sudah sampai
didalam istana terlarang dari partai Kim Tian Pay diatas
puncak gunung Ngo Lian Cong, untuk pikir melarikan diri
ehmm.. ehmm..itu urusan yang sangat mudah asalkan kamu
orang bisa melaksanakannya saja.”
Ciang Beng Hu meluap hawa amarahnya terhadap Au Hay
Ong Bo ujarnya.
"Ibu, bangsat cilik itu keterlaluan sekali, lebih
baik kita pukul dia dulu sampai kapok baru ditanyai lagi"
"Hu jie!" ujar Au Hay Ong Bo dengan halus. "Kamu salah
besar jika dilihat sifat orang ini sungguh bersemangat sekali,
tidak mungkin dia berbuat begini hanya pura pura saja, jika
kamu orang hendak manggunakan cara kekerasan untuk
menaklukkan dia, hei tidak mungkin"
Dia berbenti sebentar, kemudian sambungnya lagi.
"Jika kamu bertamtah kejam dengan menggunakan cara
ini, sekalipun mati tidak akan dia mau bicara, lebih baik untuk

sementara simpan saja didalam penjara kemudian dengan
perlahan-lahan kita cari suatu cara untuk menaklukkan dia.
"Ibu lebih baik kamu orang tua serahkan padaku saja, aku
mau lihat dengan siksaan berat dia masih mau mengaku tidak”
Au Hay Ong Bo segera gelengkan kepalanya, sambil
mengulap tangan ujarnya.
"Hu jie kamu harus dengar omonganku, kamu kira ibumu
bisa salah bertindak?”
Saat inilah Ciang Beng Hu baru tidak mengucapkan katakata
lagi.
Liem Tou pun segera dibawa kedalam penjara didalam gua
yang sangat gelap itu kembali.
Hanya saja kali ini ada orang yang menghantar makanan
untuk dirinya.
Semula Liem Tou yang dikurung didalam gua merasa
sangat gemas dan berteriak teriak tidak karuan, akhirnya
karena tidak ada orang yang manggubris dirinya, lama
kelamaan dia sendiri merasa sekalipun kemarahannya
memuncak bagaimanapun tidak ada gunanya karena itulah dia
mulai menjadi tenang kembali, dengan mengikuti cara
mengatur pernapasan yang diajarkan He Loo toa perlahan dia
melatih dirinya.
Tiga hari kemudian hatinya semakin tenang lagi, didalam
keadaan yang tidak disadari napsu kemarahannya mulai
lenyap dari dalam hatinya. Selain kadang-kadang teringat
akan Lie Siauw Ie hatinya terasa sedikit goncang,
terkurungnya dia didalam gua sama sekali tidak
membingungkan dirinya bahkan membuat hatinya semakin
tenang.
Diantara saat ini baik Au Hay Ong Bo mau pun Ciang Beng
Hu tidak ada yang datang untuk mencari dia lagi. Sampai hari
yang keenam pada waktu Liem Tou sedang enak-enaknya

bersemedi, mendadak terasa oleh dirinya segulung hawa yang
sangat panas muncul dari daerah Hiat hay terus menerjang
naik hingga Ni-Tan. Keringat mengucur dengan amat derasnya
pikirannya menjadi kosong badannya merasa sangat nyaman,
hawa panas itu dengan perlahan naik dari Ni Tan menuju ke
Yan Hay, hawa murninya berhasil mengelilingi tubuhnya satu
kali.
Dalam hati Liem Tou tahu bahwa saat ini merupakan saat
yang paling penting dan paling kritis didalam seorang melatih
ilmu pernapasannya, segera dia tidak berani barkhayal lagi
dan melanjutkan latihannya hingga berturut-turut hawa
murninya mengitari tiga pulah enam barulah berhenti.
Mencapai hari yang kasepuluh tenaga murni yang dilatih
Liem Tou sudah mencapai pada hasilnya, dirinya pun merasa
didalam tubuhnya terjadi perubahan yang luar biasa
karenanya dia berlatih terus hingga hawa murninya sambil
menerobosi tiga urat nadi terpenting lagi.
Hari itu baru saja Liem Tou selesai bersemedi, mendadak
terlihatlah Ciang Beng Hu dengan membawa obor berjalan
masuk, ujarnya terhadap diri Liem Tou.
"Liem Tou, ibuku boleh dikata menghormati kamu orang
dengan amat ramah selama sepuluh hari ini agar kamu orang
bisa sadar dari kesalahan. Bagaimana sudah berpikir matang
?"
“Hmmm . . hmmm.. !” Liem Tou tertawa dingin tak hentihentinya.
"Walaupun kamu orang bilang baik atau buruk aku Liem
Tou tidak akan menggubris kamu orang lagi, aku mau lihat
bisa berbuat apa terhadap diriku ?"
"Sejak dulu aku sudah tahu kamu harus merasakan siksaan
dulu barulah tahu rasa," seru Ciang Beng Hu dengan
gusarnya.

Segera dia menoleh kebelakang sambil teriaknya.
"Hey pengawal kemari."
Segera terlihatlah empat lima orang lelaki dengan cepat
berjalan mendekati jeriji kayu itu dari belakang tubuh Ciang
Beng Hu, agaknya mereka mau menangkap Liem Tou lagi.
Dalam hati Liem Tou sudah tahu kalau kepandaiannya saat
ini sudah tidak seperti waktu yang lalu, dia percaya ketiga
empat orang ini bukanlah tandingannya jika dia mau
memberontak hanya beberapa orang ini tidak mungkin bisa
menangkan dia. Persoalan yang membingungkun dia adalah
apakah saat ini dia punya pegangan yang kuat untuk
menerobos keluar dari goa untuk melarikan diri?? Karenanya
dia membiarkan orang orang itu menangkap dirinya tanpa
memberikan sedikit perlawanan pun.
Siapa tahu setelah orang-orang itu berhasil menangkap
dirinya kemudian menekan badannya keatas tanah dan
diikatnya dengan tali kuat ujar Ciang Beng Hu lagi.
"Pukul badannya sampai hancur!"
Orang itu segera menyahut, dari pinggangnya
mengeluarkan sebuah cambuk berwarna hitam.
Liem Tou yang melihat diatas cambuk itu penuh dengan
duri yang tajam dalam hati merasa aangat terkejut sekali.
Didalam keadaan tidak sadar dia sudah mengerahkan tenaga
murninya, tangan serta kakinya sedikit disusutkan, tali-tali
yang mengikat tubuhnya itu segera terputus sama sekali,
dengan cepat dia meloncat bangun melancarkan serangan
dahsyat, angin pukulan menyambar segulung demi segulung
membuat orang orang yang berada didalam goa penjara itu
segera terpental dan jatuh terlentang diatas tanah.
Bersama pula bentaknya keras.

"Hmmm..siapa yang berani bergerak aku segera minta
nyawanya" Sambil berkata dia berdiri bertolak pinggang
disana, sepasang matanya melotot keluar dengan bulatnya.
XXX
Ketika Ciang Beng Hu yang berada diluar pagar kayu yang
melihat keadaan yang demikian gagahnya dari Liem Tou,
dalam hati diam-diam sedikit merasa terperanjat, dia tahu
sekalipun dirinya sendiri masuk kedalam belum tentu bisa
menguasai dirinya. Sedang dia merasa serba salah terlihat
Song Beng Lan berjalan mendatang sambil ujarnya.
"Oooh kiranya kuncu berada disini, Ong Bo sedang mencari
kamu orang."
“Kedatanganmu sangat tepat sekali, mari kita masuk
kedalam menguasai bangsat cilik itu terlebih dahulu."
Sambil berkata dia menarik Song Beng Lan masuk kedalam
pagar kayu dan berdiri dikedua samping yang berlawanan,
ujarrya.
"Hey Liem Tou, ini hari mari kita bertempur dikandang
binatang, aku mau lihat seberapa kelihayanmu."
o000o0000o00000
7
Begitu Ciang Beng Hu masuk kedalam pagar kayu itu,
lelaki-lelaki kasar yang dipukul rubuh Liem Tou tadi dengan
cepat merangkak bangun untuk mengepung kembali.
Liem Tou begitu melihat sekelilingnya sudah dikepung
rapat-rapat oleh pihak musuh bahkan kedua orang jago
berkepandaian tinggi satu berada didepan yang lain
dibelakang mengepung dirinya mombuat hatinya merasa
sedikit jeri juga.
Bagaimana juga pengalamannya didalam menghadapi
musuh masih terlalu cetek sehingga sebelum turun tangan

keadaannya sudah amat bingung dan gugup, teringat akan
kekejaman, keganasan serta penghinaan yang dilontarkan
Ciang Beng Hu kepadanya tidak terasa hawa amarahnya
memuncak, bentaknya dengan keras.
“Pelacur bau, terima seranganku ini.”
Mendadak ...hawa murninya dipusatkan pada telapak
tangannya kemudian dengan hebat dibabat kearah dada Ciang
Beng Hu, dengan cepat bahu Ciang Beng Hu sedikit miring
kesamping Liem Tou hanya merasakan secara tiba-tiba
belakang punggungnya ada segulung angin yang santer
membokong tubuhnya, pinggangnya dengan cepat ditekuk
kedepan gerakannya berubah dengan jurus serangan yang
lain telapak kirinya menyerang ketubuh Ciang Beng Hu.
Ciang Beng Hu melihat Liem Tou hanya khusus menyerang
dirinya saja membuat hawa amarahnya berkobar kobar, air
mukanya berubah sangat hebat kuda-kudanya diperkuat tanpa
menghindarkan diri lagi sepasang telapaknya didorong
kedepan secara berbareng.
“Bluuk . . . " Dengan keras lawan keras dia menerima
datangnya serangan Liem Tou itu.
Ciang Beng Hu merupakan Putri kedua dari Au HAy, sejak
kecil dia sudah dimanja oleh orang tuanya, kepandaian silat
yang diterima dari partai Kiem Tian Pay sekalipun belum
berhasil dilatih hingga mencapai kesempurnaan tetapi boleh
lihay juga.
Kalau tidak bagaimana didalam pengadilan kota Tiong Leng
bisa menahan serangan dan Kioe Long Wan Kauw yang sudah
lama punya nama besar didalam dunia kangouw?
Sabaliknya kapandaian silat Liem Tou sekalipun baik,
tenaga murninya bagaimanapun juga masih merupakan hasil
latihannya selama sepuluh hari ini saja, sekalipun boleh
dibilang tenaga murninya boleh juga tetapi didalam keras

lawan keras ini dengan sangat jelas sekali boleh diketahui
siapa yang lemah siapa yang kuat.
Begitu sepasang telapak tangan Ciang Beng Hu dilancarkan
berbareng Liem Tou segera merasakan segulung hawa
pukulan yang sangat keras sekali dan berat menekan
tubuhnya dengan sangat dahsyat, tidak tertahan lagi tubuhnya
bergoyang mundur kebelakang dengan cepat, sebaliknya
Ciang Beng Hu masih tetap saja berada ditempat semula.
Baru Liem Tou terdorong dua langkah kebelakang
mendadak jalan darah "Ie Sun Hiat" pada punggungnya serta
jalan darah "Cing-Ju Hiat" pada pinggangnya terasa menjadi
kaku, tidak kuasa lagi badannya rubuh keatas tanah dengan
sangat keras, mulutnya terbuka lebar lebar lidahnya menjulur
keluar tidak sanggup untuk bangun kembali.
Terdengar Song Beng Lan sambil tertawa dingin ujarnya.
"Hmmm . .. aku mau lihat kamu orang bisa galak seperti
apa lagi”
Ciang Beng Hu pun dengan girang berteriak.
“Ha ha ha , . aku sudah salah duga dirimu pada waktu yang
lalu, kiranya kamu orang hanya macan-macanan dari kertas
hanya bisa mengejutkan kamu orang saja."
Sehabis berkata dia lalu merebut cambuk hitam dari orang
itu, tanpa mengucapkan sepatah kata lagi dengan sekeras
kerasnya dia menghajar seluruh tubuh Liem Tou dengan
menggunakan cambuk berduri tersebut.
Saat ini kedua jalan darah penting pada tubuh Liem Tou
sudah tertotok sehingga untuk bersuara tidak bisa bergerak
pun tidak murgkin terpaksa sambil menggigit kencang bibirnya
menahan siksaan dan perasaan sakitnya.
Beberapa saat kemudian seluruh tubuh Liem Tou sudah
basah kuyup oleh darah segar yang mengucur keluar dengan
derasnya terkena cambuk yang berduri tajam itu, sakitnya luar

biasa hingga meresap di dalam tulang sumsumnya, saat ini dia
sudah membenci Ciang Beng Hu sehingga meresap dalam
hatinya, dia pingin menelan bulat-bulat tubuhnya semakin dia
memukul lebih keras sepasang matanya yang merah darah
dipentangkan semakin lebar lagi dalam hati diam-diam
sumpahnya.
“Dalam sepuluh hari ini aku Liem Tou tentu akan membalas
dendam sakit hati ini.”
Tapi Ciang Beng Hu tetap memukul tanpa berhenti
sebentarpun juga, akhirnya Liem Tou tidak dapat menahan
perasaan sakit yang luar biasa ini tidak tertahan lagi dia jatuh
tidak sadarkan diri.
Sekali pun dia sudah jatuh pingsan tetapi sepasang
matanya masih tetap melotot betul betul dengan besarnya.
Menanti dia sadar kembali dari pingsannya, orang itu sejak
semula sudah meninggalkan tempat itu, dengan perlahan dia
mulai mencoba menggerakkan tubuhnya dia tahu jalan
darahnya sudah dibebaskan hanya saja kulit serta tubuhnya
penuh dengan luka yang merekah lebar, sedikit bergerak saja
terasa begitu sakitnya hingga sukar ditahan.
Mendadak dalam ingatannya terbayang kembali tali
pengikat pinggang dari Hek Loo Toa itu dengan cepat dia
lepaskan tali itu dari pinggangnya sendiri tanpa parduli apaapa
lagi, dengan cepat digigitnya satu utas.
Semula didalam anggapannya tentu sukar sekali dalam
menelan tali itu, siapa tahu begitu masuk kedalam mulutnya
terasa sangat mujarab sekali tidak terasa lagi diam-diam dia
sudah menghabiskan satu kerat.
Jangan dikira tali itu tidak berguna, kiranya benda itu
merupakan barang berharga yang sangat mujarab sekali,
begitu dia menelan tali itu didalam sekejap saja seluruh bekas
pukulan cambuk berduri itu tidak terasa sakit lagi, sekalipun
bekas lukanya belum tertutup sama sekali.

Mana dia tahu kalau tali yang kelihatannya sangat
sederhana itu sudah membuang waktu serta tenaga yang
besar dari Hek Loo toa untuk membuatnya, disamping beratus
ratus macam tumbuhan obat yang sukar dicari didalamnya
juga mengandung obat kuat serta jien som yang berusia
ribuan tahun. Kalau tidak penderitaan dari Hek Loo toa
didalam penjara yang gelap itu dimana setiap hari menerima
cambukkan yang kejam, jangan dikata tiga tahun sekalipun
tiga hari saja dia tidak mungkin bisa bertahan.
Luka cambukan yang diderita Liem Tou sudah tidak sakit
lagi teringat kembali kekejaman dari Ciang Beng Hu membuat
Liem Tou tidak mau melepaskan sedetik waktupun dengan
sia-sia setiap detik, setiap waktu dia duduk bersemedi melatih
ilmunya, jika ada orang yang menengok kedalam penjara itu
segera dia pura-pura rebahkan diri diatas tanah seperti orang
yang sakit parah, merintih kesakitan tidak henti-hentinya.
Dengan tidak henti-hentinya Liem Tou melatih tenaga
dalamnya ditambah dengan obat dari Hek Loo toa yang sangat
mujarab lama kelamaan pendengaran telinganya secara
mendadak menjadi sangat tajam dengan sendirinya
ditengah gua penjara yang sangat gelap sekali bukan saja
dapat melihat benda yang ada disana dengan amat jelas sekali
bahkan seperti di siang bari saja. Bahkan suara terjunan air
diluar gua bisa didengarnya sangat jelas sekali.
Sampai waktu itu asalkan ada orang yang mau masuk gua
memeriksa keadaannya sejak mereka masuk kemulut gua dia
sudah tahu terlebih dahulu, karenanya beberapa kali Ciang
Beng Hu menjenguk dirinya setiap kali dia rebah terlentang
ditanah pura-pura sakit parah.
Tidak terasa sepuluh hari lewat lagi, hari itu sewaktu Liem
Tou duduk barsemedi melatih tenaga dalamnya mendadak
terasa olehnya hawa panas yang menerjang naik didalam
tubuhnya secara tiba-tiba lenyap tanpa bekas, dalam hati
terasa dibuat tertegun.

Dengan cepat dia menarik kemudian menyerahkan seluruh
tenaga murninya yang berada didalam tubuhnya, siapa tahu
tubuhnya yang sedang duduk bersila diatas tanah itu secara
mendadak melayang meninggalkan permukaan tanah.
Perasaan terkejut kali ini benar-benar membuat Liem Tou
hampir jatuh pingsan, dengan cepat pikirannya berputar
memikirkkan akan hal ini tetapi walaupun sudah berputar
beberapa lama tetap tidak paham apa yang sudah terjadi.
Tetapi semakin lama dia merasa penglihatannya semakin
tajam, keadaan gua itu jauh lebih terang lagi seperti disiang
hari bolong, ketika dilihatnya atap gua itu tidak lebih hanya
beberapa kaki tingginya dari permukaan tanah suatu pikiran
aneh mancul didalam benaknya.
Dengan cepat tubuhnya sedikit menutul permukaan tanah
badannya dengan sangat ringan sudah mencapai atap gua itu,
hatinya merasa sangat girang sekali, baru saja tubuhnya
mencapai permukaan tanah telapak
tangannya dengan sangat dahsyat menghajar kayu itu.
Didalam anggapannya dia hanya ingin mencoba-coba
kekuatan telapak tangannya sudah mencapai tingkat yang
bagaimana siapa tahu pukulannya ini jauh berada diluar
dugaannya.
"Bluuk - - -“ pagar kayu sebesar mangkok itu secara
mendadak terpukul patah menjadi tiga empat bagian.
Saking girang dengan hasil yang dicapainya ini sekali lagi
Liem Tou melancarkan serangan dahsyat dengan
mengguaakan tangan kirinya suatu suara yang sangat nyaring
berkumandang kembali pagar kayu itu sekali lagi terputus
menjadi beberapa bagian.
Melihat hal ini dia meloncat-loncat saking girangnya
sepasang telapaknya berbareng melancarkan serangan
bersama-sama . . Blummm . . . seluruh pagar yang tersiap
terpukul hingga melayang keempat penjuru.

Saat ini kegembiraannya sudah memuncak tanpa perduli
apa-apa dia meninggalkan gua itu.
Padahal beberapa hari sebelumnya dia sudah sanggup
meninggalkan goa itu, hanya saja sewaktu melatih ilmunya
tadi dia baru merasakan akan hal ini. Padahal dengan ketiga
urat nadi terpentingnya yang sudah ditembus ditambah
dengan latihannya siang malam secara giat selama beberapa
hari ini mungkin hanya untuk memberikan suatu tenaga murni
untuk melindungi badannya sudah jauh lebih cukup.
Gerakkannya menerjang keluar gua itu sudah mengejutkan
orang-orang yang menjaga goa tersebut dengan cepat
terlihatlah beberapa orang dengan cepat berlari masuk gua
untuk melihat apa yaag sudah terjadi tidak menanti mereka
berlari mendekat dari tempat jauh dia sudah melancarkan satu
serangan kilat, gua itu sangat kacil sekali ditambah datangnya
serangan sangat dahsyat membuat orang-orang itu tidak bisa
bertahan lagi, berturut turut terdengar suara dengusan berat
orang-orang itu rubuh keatas tanpa bisa bangkit kembali.
Tanpa ambil perduli lagi dia melewati orang orang itu berjalan
keluar dari gua itu, ketika kepalanya memandang keangkasa
terlihatiah bulan dan bintang bertebaran dilangit, saat itu
sedang di tengah malam yang buta, kiranya dia yang tertawan
didalam gua yang gelap gulita sadar untuk menentukan saat
itu siang atau malam karenanya dia tak tahu kalau saat dia
keluar gua ini adalah ditengah malam buta.
Satu satunya keinginan pada saat ini adalah mencari Ciang
Beng Hu untuk balas dendam dengan mengikuti jalanan kecil
disamping air terjun itu dia memasuki gua yang amat besar
dibalik tempat itu, tapi disana tak terlihat sesosok bayangan
manusiapun, tak terasa dia jadi sangat heran pikirnya.
"Apa mereka tidak bertempat tinggal disini?”
Dengan cepat dia mengundurkan diri dari tempat itu dan
berdiri disamping air terjun tersebut, lama sekali dia herpikir
keras tapi belum dapat bayangan juga pergi kekanan untuk

mencari Ciang Beng Hu itu mendadak suatu pikiran bagus
berpikir dalam benaknya, dengan cepat dia putar tubuhnya
memeriksa sekeliling tempat itu, tak salah lagi dibawah
gunung disamping selokan yang mengalir itu terlihatlah titik
sinar yang sangat samar-samar hatinya menjadi bergerak
pikirnya.
"Ditengab gunung yang demikian sunyi dan liar bagaimana
ada orang yang berdiam disana?”
Berpikir sampai disini dengan cepat tubuhnya bergerak
menuruni bukit itu, tapi ditengah gunung yang terjal ditambah
dengan batu batu cadas yang tajam mana ada jalan baik
untuk dilalui ? Terpaksa dengan sangat berhati hati dia
merambat turun dengan pegangan dinding tebing yang curam
saat itulah mendadak sebuah batu cadas yang dipegang
olehnya jatuh menggelinding kebawah, agaknya badannya
akan ikut terjatuh kedalam jurang, saat yang sangat kritis
itulah mendadak kakinya menutul batu itu dengan cepat
tubuhnya melayang keatas sebuah batu cadas yang menonjol
keluar, saking terkejutnya keringat dingin sudah mulai
mengucur keluar.
Ketika dia menoleh kebelakang terlihatlah batu dimana dia
berdiri tadi ada dua tiga kaki jauhnya dari tempat sekarang ini
puluhan dirinya tidak mengerahkan tenaga yang sangat besar
saat itulah dia baru tahu tenaga dalam yang dilatihnya selama
ini sudah mendapatkan kemajuan yang sangat pesat sehingga
tanpa dia sadari tubuhnya bertambah ringan lagi.
Didalam keringanan itu dia tak berpikir panjang lagi dengan
cepat dikerahkannya lagi, ilmu meringankan tubuhnya berlari
menuruni tebing itu dengan lincahnya, sekarang dihadapannya
sudah muncul sebuah bangunan besar yang sangat megah
sekali pikirnya dalam hati.
"Ciang Beng Hu itu pasti berdiam dirumah ini."

Dengan cepat dia berlari kesamping tembok pagar, dengan
satu kali loncatan tubuhnya sudah melayang keatas atap
bangunan itu. Tubuhnya begitu ringan sehingga gerakannya
ini tidak menimbulkan suara sedikitpun juga.
Sesudah melewati dua buah bangunan dari tempat
kejauhan terlihatlah sinar lampu yang dilihatnya itu berasal
dari bangunan sebelah selatan, dengan tidak berpikir panjang
lagi tubuhnya melayang kearah sana.
Dari luar jendela terlihatlah keadaan dalam ruangan itu
dengan sangat jelas, kiranya orang-orang dengan dandanan
yang berbeda yang ditemuinya waktu yang lalu kini sedang
duduk berkumpul disana dan bermain judi dengan ramainya.
Melihat orang-orang itu mendadak dalam ingatan Liem Tou
berkelebat suatu bayangan bagus pikirnya.
“Ehmm . aku harus menggunakan orang-orang ini baru bisa
memancing keluar Ciang Beng Hu pengemis terkutuk itu.”
Matanya dengan cepat berkelebat memeriksa keadaan
disekeliling itu sesudah didapatkan satu tempat
persembunyian yang sangat bagus barulah diangkatnya
sebuah batu besar itu ke arah orang-orang yang sedang
berkumpul bentaknya dengan sangat keras.
"Cepat suruh Kuncu terkutuk kalian keluar".
Sambil berkata tubuhnya dengan cepat melayang
bersembunyi pada tempat persembunyian yang sudah
dicarinya terlebih dahulu.
Terdengar dua kali jeritan yang sangat mengerikan, dua
orang diantara orang yang sedang berjudi itu seketika itu juga
binasa dengan kepala yang pecah hancur berantakan terkena
sambitan batu besar dari Liem Tou yang dilakukan tanpa
mereka sadari, suasana menjadi kacau balau.
Dengan tergesa-gesa mereka pada lari keluar ruangan dan
meloncat naik keatas atap rumah.

Pada saat yang bertepatan juga dari ruang sebelah
berkelebat keluar dua sosok bayangan manusia yang
melayang datang, tanyanya.
"Saudara saudara sekalian, telah terjadi urusan apa?”
Liem Tou yang bersembunyi dibelakang gunung-gunungan
ditengah taman bagitu mendengar suara itu darah panasnya
segera bergolak, orang itu tidak lain adalah Ciang Beng Hu
yang paling dia benci itu, kemudian telah terdengar suara
suara yang ribut dari orang itu sedang menceriterakan
keadaan yang sebenarnya, terdengar suara dari Au Hay Ong
Bo sedang berkata.
"Kalau memang begitu, tentu orang itu belum
meninggalkan tempat ini..bangsat dari mana yang bernyali
besar berani lari kesini mengacau ?”
"Ibu" ujar Ciang Beng Hu pula yang berdiri disampingnya,
"Apa mangkin kawan-kawan dari Bu Lim sudah dapat berita
kalau Liem Tou berhasil kita tawan kemari sehingga datang
mengacau ??"
Mendengar perkataan itu didalam hati diam-diam Liem Tou
tuerasa sangat geli sekaii.
Liem Tou yang bersembunyi ditempat kegelapan mendadak
sangat terkejut, kiranya saat itu terlihatlah seorang dengan
langkah yang mantap berjalan mendekati tempat
persembunyiannya, segera pikirnya dengan cepat.
"Aduh..dia datang kesini, agaknya tempat ini tidak mungkin
bisa aku gunakan lag!, jika mereka tahu aku bersembunyi
disini dengan jumlah yang banyak aku tidak akan bisa lobos
dari kepungan mereka, lebih baik kini juga aku mengundurkan
diri kemudian baru cari kesempatan mencari balas."
Berpikir sampai disini dengan tidak perduli disana banyak
orang atau tidak, mendadak tubuhnya meloncat keluar dari

tembok pagar kemudian lari dengan cepatnya keluar dari
bangunan itu mendekati sebuah sungai yang amat deras.
Begitu dia munculkan diri, jejaknya segera diketahui orangorang
itu terdengar suara teriakan yang sangat ramai.
"Bangsat itu melarikan diri keluar perkampungan, cepat
kejar."
Liem Tou yang berlari hingga tepi sungai hatinya menjadi
mantap, sambil putar tubuhnya ia membentak dengan keras.
"Hey Ciang Beng Hu, kamu kemari."
Orang-orang itu ketika melihat orang tersebut tidak lain
adalah Liem Tou yang dipenjarakan didalam gua yang gelap
tak terasa dibuat tertegun dibuatnya, Au Hay Ong Bo serta
Ciang Beng Hu pada saat itu juga tepat sedang tiba disana,
begitu melihat orang itu Liem Tou pada air mukanya jelas
memperlihatkan perasaan herannya.
Teriak Liem Tou lagi dengan keras
"Ciang Bang Hu, aku Liem Tou sudah merasakan
penderitaaa dan siksaan yang kejam dari kamu manusia tidak
tahu malu sekarang kamu berani tidak menerima satu kali
pukulanku ?"
Mendengar tantangan itu Ciang Beng Hu tertawa cekikikan
kegelian, sahutnya sambil tertawa.
"Liem Tou, kepandaian cakar ayammu itu aku sudah
merasakan kehebatannya, kini walau pun aku mengikat salah
satu tanganku kiranya kamu orang juga tidak akan bisa lolos
dari cengkeramanku."
Sehabis berkata tangannya yang sebelah ditekuk
kebelakang kemudian dengan langkah perlahan berjalan
mendekati kearah Liem Tou.
Melihat sikapnya yang pandang rendah pihak musuh Au
Hay Ong Bo segera berteriak memberi peringatan.

“Hu jie kamu harus sedikit berhati-hati jangan terlalu
gegabah sehingga terkena pukulan mematikannya."
"Ibu kamu orang tua harap berlega hati” sahut Ciang Beng
Hu sambil berjalan sembari menjawab. "Dia tidak lebih hanya
sebuah macan kertas saja, kelihatannya memang galak
padahal sedikitpun tidak berguna"
Melihat Ciang Bang Hu itu begitu tidak melihat sebelah
matapun kepada Liem Tou dia merasa sangat girang, pikirnya.
“Hmmm..kebetulan sekali, kini mau kuperlihatkan suatu
pemandangan indah kepadamu."
Diam-diam tenaga dalamnya segera disalurkan kedalam
telapak tangannya sedangkan pada air mukanya sengaja
memperlihatkan perasaannya yang sangat tegang, teriaknya
lagi dengan keras.
"Ciang Beng Hu, kau berdiri saja disana jangan bergerak,
kalau kamu berani maju mendekati lagi jangan salahkan aku
segera turun tangan membinasakan kamu orang"
Bersamaan pula tubuhnya dengan perlahan-lahan mulai
bergeser mundur kebelakang.
Melihat sikapnya yang ketakutsn itu tak terasa lagi Ciang
Beng Hu tertawa keras, ujarnya.
"Liem Tou kamu orang jangan takut sebelum
memberitahukan tempat penyimpanan kitab To Kong Pit Liok
itu aku takkan membiarkan kau binasa dengan cepat."
Sambil berkata tubuhnya setindak demi setindak maju
mendesak mendekati tubuh Liem Tou.
Sekali lagi Liem Tou mundur dua langkah ke belakang
sehingga sekarang badannya sudah sangat dekat dengan
sungai itu, saat itulah baru dia membentak dengan sangat
keras.

"Hmmm - - - hmmm — - jika kamu berani maju satu
langkah lagi, aku segera akan turun tangan”
"Kamu turun tanganlah," ujar Ciang Beng Hu sambil
tertawa, "Aku akan menyambut semua seranganmu itu."
Dalam hati Liem Tou tahu siasatnya sudah termakan oleh
pihak lawannya, kini melihat jarak Ciang Beng Hu dengan
dirinya tidak lebih hanya terpaut tiga lima tindak saja
mendadak telapak kirinya diangkat bentaknya.
"Terima seranganku ini"
Dengan cepat Ciang Beng Hu mengangkat telapaknya
menutup seluruh tubuhnya siapa tahu serangan dari Liem Tou
ini tidak lebih hanya gertakan kosong saja, mendadak
tangannya ditarik kembali sedang telapak kanannya secara
mendadak melancarkan satu serangan dahsyat.
Dengan cepat Ciang Beng Hu menghindarkan diri ke
samping, tetapi jurus serangan Liem Tou ini entah didapatkan
dari mana sedikit tenaga pukulan tidak tampak.
Segera terdengarlah suara tertawa ejekan serta makian
dari orang orang disekitar tempat itu.
"Bangsat cilik ini sungguh tidak tahu kekuatan sendiri,
dengan kebodohan seperti ini masih berani bergebrak lawan
Kuncu kita . , ha ha ha ha . .”
Pada saat itulah mendadak Liem Tou miringkan badan
kesamping, seluruh tenaga dalamnya disalurkan pada
sepasang telapak tangannya kemudian didorongnya segera
bersama-sama kedepan, bentaknya.
"Ciang Beng Hu jangan keliwat kegirangan dulu, terimalah
serangan mautku ini”
Ciang Beng Hu tetap dengan menggunakan tangan
tunggalnya menerima serangan tersebut, sahutnya sambil
tertawa ewa.

"Tidak lebih sama juga.”
Perkataannya belum selesai diucapkan mendadak air
mukanya berubah sangat hebat, teriaknya.
"Celaka."
Perkataannya baru saja keluar dari mulutnya segulung
angin serangan yang sangat dahsyat sudah menggulung
datang bagaikan menggulungnya ombak besar ditengah
samudra.
'Bluuk..bluuuk..”
Terdengar suara dengusan yang sangat berat tubuh Ciang
Beng Hu seketika itu juga terpental sejauh tiga kaki lebih dan
roboh keatas tanah dengan sangat kerasnya dari mulutnya
kelihatan darah segar menyembur keluar dengan derasnya
disertai dengan jeritan melengking yang sangat mengerikan.
“Liem Tou.. . . kau . .”
Suaranya mendadak terputus dan suasana jadi hening
sejenak.
Au Hay Ong Bo sekalian dengan cepat menyerbu kedepan
mengurung tubuh Liem Tou rapat-rapat, tetapi saat itu juga
Liem Tou sudah menyeburkan badannya kedalam sungai,
terlihat percikan air memancar keempat penjuru bayangan
tubuh Liem Tou sudah lenyap ditelan oleh aliran air sungai
yang sangat deras itu.
Kota Li Cian Ko dibawah gunung Cin Jan hari ini mendadak
kedatangan berbagai jago-jago berkepandaian tinggi dari
dunia kangouw pada umumnya, semua jago jago itu secara
serentak bersama-sama menginap dirumah penginapan di
dalam kota tersebut sehingga suasana menjadi sangat ramai
sekali.
Kiranya mereka adalah jago-jago yang mendapat undangan
dari si Ang in sin pian Pouw Sak San untuk menghadiri

pembukaan serta peresmian dibukanya Ang In Piauw kiok
diatas gunung Ha Mo San.
Hari itu diperkampungan Ie Hee Cung diatas gunung Ha Mo
Leng suasana pun tidak kalah ramai serta repotnya ruangan
Cie Eng Toug sudah dihiasi dengan alat-alat perlengkapan
yang sangat mewah khusus diperuntukkan perjamuan yang
diadakan untuk para jago-jago dari dunia kangouw itu.
Malam itu Si Ang In Sin pian Pouw Sak San akan membuka
perjamuan itu dengan segala kemegahan serta
kemewahannya karena suasana sangat kacau dan ribut,
siapapun tidak memperhatikan gerakan-gerakan yang terdapat
disekeliling tampat itu.
Mendadak dibelakang perkampungan Ie Hee Cung itu
terlihat sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang
mencurigakan dan bersembunyi-sembunyi menyelinap
kedalam perkampungan itu.
Kiranya orang itu adalah Liem Tou yang baru saja
meloloskan diri dari ceragkeraman raja Au Hay dari partai
Kiem Tian Pay, siang malam dia melakukan perjalanan dari
daerah Chuan Tien melalui Ngo Lian Hong terus menuju
kearah gunung Cing Jan hingga mencapai bawah gunung Ha
Mo Leng, kemudian dengan tidak pikir-pikir panjang lagi,
dengan melalui jalan rahasia ditengah sungai itu dia terus lari
menaiki puncak gunung.
Ketika dia tiba dimulut gua hari masih terlalu pagi
karenanya dia tidak berani munculkan dirinya, dia takut
ditemui orang lain sehingga niatnya untuk menemui Ie cici
menjadi gagal total, karenanya menanti cuaca sudah menjadi
gelap dengan merindip-rindip mulai melakukan perjalanan
menuju kernmah Lie Siauw Ie.
Jalanan didalam perkampungan Ie Hee Cung boleh dikata
sudah sangat hapal sekali, beberapa saat kemudian dia sudah
tiba didepan pintu rumah Lie Siauw Ie, dia menemukan

tempat itu masih terang benderang oleh sinar lampu dengan
perlahan dia mulai mendekati rumah itu dan mengintip
kedalam melalui celah-celah jendela, terlihatlah waktu itu Lie
Siauw Ie sedang duduk sendirian didalam rumah wajahnya
penuh dengan bekas-bekas air mata.
Dengan perlahan-lahan Liem Tou mengetuk pintu
rumahnya baru saja mau berteriak memanggil mendadak
terlihatlah Lie Siauw Ie dengan sangat terkejut meloncat
bangun, sepasang matanya dengan melotot bulat bulat
memandang tajam luar jendela, teriaknya kemudian.
"Ibu . - - setan itu datang lagi, setan itu datang lagi.”
Melihat sikapnya yang begitu, dalam hati Liem Tou betulbetul
merasa sedih, ujarnya dengan perlahan.
“Ie cici aku bukan setan aku Liem Tou aku adalah adik Tou
mu - - - Tou titimu.”
Mendengar perkataan itu agaknya Lie Siauw Ie menjadi
melengak, tapi segera tertawa kalap lagi, ujarnya.
“Ha ha ha ha , . ibu, kau sudah dengar belum, setan itu
bilang dia adalah Tou titi, Tou titi sudah binasa sangat lama
sekali.”
Mendadak . . air mukanya berubah sangat hebat, dengan
wajah yang sangat menyeramkan bentaknya keras.
"Pouw Siauw Ling, aku mau adu jiwa sama kamu orang.”
Sehabis membentak tangannya diayunkan kedepan
beberapa sinar keperak-perakan berkelebat menyilaukan mata
berpuluh batang jarum Kioe Cu Gin Ciam sudah disambit
keluar sehingga menancap pada jendela itu.
Dalam hati Liem Tou betul-betul merasa sangat sedih
seperti diiris-iris baru saja mau berteriak memanggil namanya,
mendadak Lie Siauw Ie menyambar bangku didepannya
kemudian dilemparkan keluar jendela dengan kerasnya.

"Bruuk . . .” Suara yang sangat nyaring segera
memecahkan kesunyian, terlihatiah ibu dari Lie Siauw Ie
dengan tergesa-gesa masuk kedalam kamarnya sambil
ujarnya kepada Lie Siauw Ie.
"Siauw Ie ada apa? Dia datang lagi?"
Lie Siauw Ie memandangi ibunya sejenak kemudian
mengangguk.
Melihat gerak-gerik dari Ibu beranak itu Liem Tou menjadi
bingung dibuatnya, dalam hati diam-diam pikirnya.
“Haaa bagaimana sebetulnya? Kenapa didalam sekejap saja
Ie cici sudah sadar kembali??”
Baru saja pikirannya berputar mendadak dari samping
tembok diujung tempat itu secara samar-samar muncul
sesosok bayangan manusia yang dengan langkah perlahan
berjalan mendekat, saat ini dia bisa melihat benda ditempat
gelap seperti melihat pada siang hari saja karenanya begitu
memandang segera mengetahui kalau orang itu tidak lain
adalah Pouw Siauw Ling, hatinya menjadi sangat terkejut
sekali, tanpa berpikir panjang lagi tubuhnya menyusup
kesamping hendak menyembunyikan diri.
Begitu dia bergerak Pouw Siauw Ling segera sadar,
mendadak dengan suara yang keren bentaknya.
"Siapa yang sedang mengintip rumahnya Ie moay moay?"
Sebetulnya Liem Tou hanya ingin bertemu dengan Ie
cicinya saja, tetapi kini jejaknya sudah diketahui oleh Pouw
Siauw Ling mau tak mau terpaksa berhenti juga, pikirannya
dengan cepat berputar pikirnya.
"Kini dia sudah mangejar datang, kenapa aku tidak
permainkan dirinya terlebih dulu?"
Berpikir sampai disini tubuhnya dengan cepat meloncat
keatas kemudian melayang kearah belakang kampung melihat

hal ini Pouw Siauw Ling tidak mau melepaskan dengan begitu
saja dengan cepat menyusul dari belakangnya.
Liem Tou segera mengerahkan tenaga murninya, dengan
menutul tanah tubuhnya melayang pergi, makin lama Pouw
Siauw Ling semakin ketinggalan sehingga akhirnya sampailah
mereka didalam hutan dibelakang perkampungan itu.
Liem Tou pun semakin lari semakin bertambah perlahan
Pouw Siauw Ling sudah sangat dekat dengan dirinya
mendadak dia putar tubuhnya dan berdiri tidak bergerak
disana.
Didalam sekejap saja Pouw Siauw Ling sudah tiba disana,
bentaknya dengan keras.
"Manusia pengecut dari mana berani mengacau ditempat
ini, cepat sebut namamu untuk terima kematian."
Liem Tou tetap tidak bergerak dari tempat semula,
mendadak sepasang matanya melotot keluar dengan bulatnya.
Phuuu ... . segulung angin yang sangat dingin segera
disemburkan kearah Pouw Siauw Ling yang semakin
mendekati kearahnya itu, sengaja dengan nada yang
menyeramkan ujarnya.
"Pouw Siauw Ling, ini hari aku sengaja datang hendak
mencabut nyawamu kau coba lihat siapa aku ini?”
Sesudah mendengar perkataan itu barulah Pouw Siauw
Ling memperhatikan kearah Liem Tou dengan cermat,
mendadak teriaknya setengah kalap.
"Ada setan. Ada setan."
Dengan cepat dia putar tubuh dan lari meninggalkan
tempat itu dengan terbirit-birit. Liem Tou tidak mau
melepaskan begitu saja dengan segera dia mengejar dari
belakang, ujarnya.

"Pouw Siauw Ling kamu orang jangan pergi. Perbuatanmu
sungguh bagus sekali, ditengah sungai kamu orang membegal
barang kawalan orang kemudian bunuh orangnya . Hmmmm
orang-orang didunia tidak akan tahu tapi kami yang berada
diakhirnya tahu semua perbuatanmu dengan sejelas jelasnya."
Beberapa saat kemudian Liem Tou dapat melihat Pouw
Siauw Ling sambil terkencing kencing saking ketakutannya
sudah memasuki dalam perkampungan, makanya dia berhenti
mengejar ujarnya kemudian.
"Hmmm . , ma!am ini aku biarkan kamu orang melarikan
diri, besok pagi sesudah dibukanya perjamuan aku akan cari
kamu untuk hitung hutang-hutang kita yang lalu.”
Sehabis berkata dia berkelebat kesamping dan
menyambunyikan diri ditengah hutan yang lebat dipingiran
perkampungan itu.
Kita balik pada Pouw Siauw Ling yang melarikan diri
kembali kerumahnya, dengan air muka yang sudah berubah
pucat pasi dengan perlahan-lahan dia masuk kedalam
ruangan, tubuhnya gemetar sangat keras untuk setengah
harian lamanya tidak sepatah katapun yang sanggup
diucapkan keluar.
Menanti sesudah dia menceritakan urusan ini dengan jelas
maka keesokan harinya urusan munculnya roh Liem Tou
dibelakang perkampungan sudah tersebar luas didalam
perkampungan itu, bahkan kata-kata itu menyebutkan juga
kemungkinan Liem Tou akan munculkan diri pula disiang hari
ini untuk menghadiri pertemuan yang akan diadakan itu.
Tetapi perkataannya ini siapa yang mau percaya? Sampai Si
Ang in sin pian Pouw Sak San yang melihat dengan mata
kepala sendiri parasaan takut yang tergambar pada air
mukanya tidak percaya juga, hanya saja secara mendadak dia
teringat akan perkataan dari Pouw Siauw Ling sewaktu

membagi-bagikan kartu undangan pada para jago itu,
tanyanya kemudian pada Pouw Siauw Ling.
“Ling jie, yang kamu temui kemarin adalah Liem Tou
sungguh-sungguh atau setan?”
"Setan, pasti setan."
“Menurut penglihatanku, jika betul betul kamu melihat dia
terang dia adalah manusia, di dalam dunia ini mana bisa ada
setan?"
"Tapi Tia,” Bantah Pouw Siauw Ling lagi dengan ngotot.
“Hal ini tidak mungkin bisa salah, bangsat cilik Liem Tou itu
kita melihat sendiri dengan mata kepala kita kalau dia sudah
mati bagaimaua bisa hidup kembali, bahkan ..“
Mendadak Pouw Siauw Ling merendahkan nada ucapannya,
ujarnya lagi.
"Tia, Peristiwa kita membegal barang-barang kawalan itu
dia ternyata tahu juga. Lingjie dengan telinga sendiri
mendengar perkataan itu dengan sangat jelas, coba kamu
pikir dia manusia atau setan.?”
Perkataan ini seketika itu juga membungkamkan si Ang in
sin pian Pouw Sak San. Lama kemudian barulah sahutnya
sambil gelengkan kepalanya.
"Kalau begitu sangat aneh sekali.”
Tapi rakyat didalam perkampungan Ie Hee Cung itu hanya
seorang saja yang percaya Liem Tou sudah munculkan dirinya,
orang itu tidak lain adalah Lie Siauw Ie sendiri.
Pagi pagi itu begitu dia dengar berita tentang bertemunya
Pouw Siauw Ling dengan roh halus Liem Tou semangatnya
tidak terasa berkobar kembali didalam dadanya, dengan cepat
dia lari menuju kearah luar perkampungan bahkan berteriakteriak
memanggil nama Liem Tou dengan tidak henti-hentinya.

Setelah dilihatnya tidak ada orang yang menguntit dirinya
dengan diam-diam dia memeriksa keadaan gua yang
tersembunyi itu, terlihatlah diatas permukaan tanah didalam
gua itu masih terlihat bekas-bekas air yang masih belum
mengering, dia semakin percaya kalau Liem Tou sudah
munculkan dirinya disana, teringat juga percakapan kemarin
malam diluar jendela, dengan jelas suara itu adalah suara dari
Liem Tou tapi dia sudah salah menduga kalau Pouw Siauw
Ling yang sudah munculkan dirinya kenapa waktu itu dia tidak
bisa membedakan suara-suara tersebut??
Kiranya hari itu sesudah Liem Tou pura-pura mati naik ke
gunung dan bersembunyi didalam gua, malamnya secara
diam-diam Lie Siauw Ie menghantar makanan dan minuman
kepadanya tetapi begitu tiba disana tidak ditemui jejaknya
lagi, semalaman itu dia merasa
sangat cemas dan menangis hingga menjelang pagi hari.
Keesokan harinya dia kembali lagi kedalam gua itu, ketika
dilihatnya jejak kaki Liem Tou berjalan menuju kearah dalam
gua maka dia pergi cari Pouw Jien Coei, kemudian bersamasama
memasuki gua itu.
Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan ular aneh
berkepala dua itu dengan tenaga gabungan mereka berhasil
membasmi binatang tersebut dan akhirnya ditemui juga kalau
gua itu menghubungkan puncak dengan sungai, waktu itulah
Lie Siauw Ie baru tahu Liem Tou sudah pergi melewati tempat
itu sehingga hatinya menjadi sangat girang sekali.
Siapa tahu beberapa hari kemudian si Ang in sin pian Pouw
Sak San mendadak mendatangi ibunya kembali untuk
membicarakan perkawinannya, sedang Pouw Siauw Ling pun
setiap hari tentu pergi mengacau kerumahnya, didalam
keadaan gusar dan apa boleh buat terpaksa Lie Siauw Ie
mendatangi rumah Ang in sin pian Pouw Sak San dan memakimaki
disana dengan pinjam kesempatan ini pura- pura
menjadi gila dibuatnya.

Pouw Siauw Ling sendiri walaupun melihat gerak geriknya
yang seperti orang gila padahal didalam hati dia sangat tidak
percaya, maka selalu menyelidiki kerumah Lie Siauw Ie secara
diam-diam.
Walaupun begitu Lie Siauw Ie juga bukan seorang yang
tolol, sejak semula dia sudah mempersiapkan dirinya, karena
itulah sampai saat ini rahasianya tetap tidak sampai
terbongkar.
Tetapi dengan sebab-sebab ini pula dia sudah membuang
suatu kesempatan yang sangat baik untuk bertemu dengan
Liem Tou.
Kita balik pada Lie Siauw Ie yang menuju keluar
parkampungan mencari jejak Liem Tou, padahal saat itu Liem
Tou menyembunyikan dirinya ditengah rerumputan tidak jauh
dari tempat dimana Lie Siauw Ie berdiri, tapi saat ini dia
melihat sikap serta gerak gerik dari
Lie Siauw Ie yang kegila-gilaan menjadi tidak berani keluar.
Pikirnya didalam hati.
"Ehmmm... sejak Ie cici menjadi gila tentu secara diam
diam ada orang yang mengawasi gerak-geriknya secara diamdiam.
Untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang
tidak menyenangkan aku tidak boleh menempuh bahaya untuk
menemui dia ..."
Tidak lama kemudian pagi yang cerah sudah berlalu
dengan cepat, siang haripun menjelang didalam sekejap mata,
Lie Siauw Ie, sekalipun sudah pulang kedalam perkampungan,
pikirnya lagi dalam hati.
"Mungkin saat ini sudah banyak jago yang naik keatas
gunung menghadiri pertemuan itu, aku harus hadir juga
kesana."
Dengan perlahan dia mengambil keluar topengnya dari
dalam saku kemudian dikenakan pada wajahnya, setelah itu

secara diam-diam mengitari belakang perkampungan menuju
kepuncak gunung itu, dari sana terlihatlah sangat jelas
sepasang binatang, sepasang bangau beserta Pouw Siauw
Ling secara berpisah sedang menyambut para tamu-tamunya
dipinggiran ketiga rintangan yang paling diandalkan Ie Hee
Cung tersebut.
Disamping sungai sebelah sana terlihatlah berpuluh- puluh
orang sudah berkumpul, hanya saja setelah dilihatnya cara
menyeberangi sungai dan mendaki gunung ada beberapa
yang merasa sulit, sedangkan orang-orang yang dapat
melewati ketiga buah rintangan itupun hanya setengah dari
jumlah seluruhnya, orang-orang yang tidak sanggup terpaksa
dengan menahan malu meninggalkan tempat itu dengan
cepat.
Setelah melihat beberapa saat lamanya kesana, Liem Tou
segera teringat kembali para jago-jago yang sudah berkumpul
didalam ruangan Cie Eng Tong pikirnya.
"Kenapa aku tidak meminjam kesempatan ini menyelundup
kedalam ruangan dan melihat-lihat siapa saja yang menghadiri
perjamuannya ini?”
Pikiran ini baru saja berkelebat didalam hatinya, mendadak
dari pantai seberang terlihatlah munculnya segerombolan
kawanan kambing sangat banyak sekali, itulah gadis cantik
pengangon kambing dengan perlahan-lahan munculkan
dirinya dibalik hutan, melihat hal ini
Liem Tou segera menyembunyikan dirinya agar gadis
pengangon kambing itu jangan sampai dapat mengetahui
dirinya.
Pada saat Liem Tou mengalihkan pandangannya kedalam
ruangan Cie Eng Tong tanpa disadari olehnya gadis
pengangon kambing yang dilihatnya telah menghampiri
dirinya.

Setelah gadis pengangon kambing telah berada semakin
mendekat dengan dirinya, Liem Tou baru dapat menyadari
bahwa didekat dirinya ada terdengar suara derap kaki orang
mendekat kepadanya.
Waktu itu gadis cantik pengangon kambing sedang
memanggil Liem Tou dengan cepat ia menoleh kebelakang
terlihatlah lelaki kasar berwajah hijau yang ditemuinva
ditengah jalan pada tempo hari kini sudah berada dibelakang
badannya tidak terasa dia menjadi melengak pikirnya.
"Eh. .. . kapan dia naik keatas gunung ? kenapa aku tidak
melihat dia ?"
Gadis cantik pengangon kambing itu dengan cepat
menyongsong Liem Tou sambil mencekal tangannya.
"Oooh. . . Koko muka hijau ayahku bilang kamu orang
menemui kesusahan, aku merasa sungguh amat cemas."
Liem Tou melihat perhatian dari gadis cantik pengangon
kambing itu kapadanya begitu mendalam teringat pula
kebaikan budi serta kejujurannya tidak terasa dalam hati
merasa sangat berterima kasih sekali tapi mendadak didalam
ingatannya berkelebat bayangan dari Lie Siauw Ie serta sikap
gerak-geriknya, tidak terasa hatinya merasa amat sedih
dengan cepat dia menarik kembali tangannya sambil ujarnya
dengan dingin.
"Ayo jalan"
Segera dia berjalalan lebih dulu menuju keruangan Cie Eng
Tong, ketika dia berjalan masuk kedalam ruangan terlihatlah
didalam ruangan itu sudah terdapat berpuluh-puluh orang
yang duduk ditempat masing-masing. Diam-diam gadis cantik
pengangon kambing menarik ujung baju Liem Tou sambil
ujarnya dengan perlahan.
"Liem Koko orang-orang itu bukan orang baik-baik, kita
duduk disebelah sini saja."

Kedua orang itu segera mencari suatu tempat dekat
pojokan ruangan.
Ujar Liem Tou kemudian.
"Nona aku terus terang beritahu padamu. Sejak kecil aku
dibesarkan diatas gunung Ha Mo san ini sehingga seluruh
rakyat disini tiada seorang pun yang tidak kenal dengan aku
tapi Cung cu itu tak punya maksud baik terhadap diriku
sehingga tidak sampai diketahui oleh mereka."
"Agaknya kau orang takut sama mereka yaah?”
"Bukannya aku takut pada mereka" sahut Liem Tou sambil
gelengkan kepalanya."Hanya saja dikarenakan peraturan
gunung ini sudah menentukan sebelum tiba pada waktunya
meyambangi gunung tidak boleh mencuri naik keatas gunung
secara diam diam."
“Ooh... kiranya begitu, kalau begitu kamu orang tak usah
bicara lagi, semuanya biar aku yang uruskan.”
Dengan perlahan Liem Tou mangalihkan pandangannya
kesekeliling tempat itu, mendadak dari luar pintu ruangan
berjalan masuklah seorang lelaki, yang satu tua yang lain
muda.
Dengan cepat Liem Tou memandang sangat teliti kearah
orang itu ternyata pemuda tersebut bukan lain adalah Piauwsu
muda yang berhasil melarikan diri dari perahunya malam itu,
ketika melihat kearah kakek tua itu lagi terlihatlah pada
janggutnya sudah penuh tumbuh jenggot putih tapi kakinya
masih tetap mantap, matanya memancarkan sinar yang
sangat tajam sedang kedua buah keningnya menonjol keluar,
sekali pandang sudah tahu kalau kakek tua itu sudah berhasil
melatih tenaga dalamnya hingga mencapai pada taraf
kesempurnaan.
Tanyanya Liem Tou pada gadis cantik pengangon kambing
sesudah melihat munculnya kedua orang itu.

"Nona kau tahu siapa kedua orang itu?"
Dengan perlahan gadis cantik pengangon kambinq itu
menoleh memandang kearah dua orang tersebut.
"Aku juga belum pernah bertemu dengan orang ini, tapi
jika ditinjau dari dandanan serta usianya mungkin dia adalah
pemilik ekspedisi barang Cing Liong Piauw kok dikota Yong
Jan itu golok naga hijau atau Cing Liong To Sie, kau tanya dia
ada perlu apa ?”
"Kalau begitu memang betul, kalau begitu memang betul”
gumam Liem Tou seorang diri.
Mendadak ujarnya lagi kepada gadis cantik pengangon
kambing itu.
"Nona, kau pernah dengar tidak kalau ekspedisi Cing Liong
Piauw kiok dibegal orang?”
“Bukan dibegal barang kawalannya saja bahkan semua
Piauw su yang mengawal perahu itu dibunuh habis."
"Tidak.. . salah kau salah, sudah lolos satu orang."
"Bagaimana kau bisa tahu?” tanya gadis cantik pengangon
kambing itu dengan nada terkejut bercampur heran.
Liem Tou sebenarnya mau bicara terus terang tetapi
hatinya tetap ragu-ragu karenanya dia hanya gelengkan
kepalanya tetap membungkam.
Waktu itu didalam ruangan bertambah lagi dengan
berpuluh-puluh orang banyaknya, Liem Tou dapat melihat
diantara orang-orang itu terdapat juga Hek Loojie serta Tian
Pian Ngo Koei.
Jilid 11. Au Hay Ong Bo menuntut balas

BEGITU Hek Loojie masuk dalam ruangan, mendadak
matanya dengan tajamnya memandang kearah gadis cantik
pengangon kambing, sehingga memaksa dia menoleh kearah
Liem-Tou sambil ujarnya dengan perlahan.
"Liem koko, coba kau lihat sepasang mata bangsatnya."
Liem Tou segera teringat kembali pesan terakhir dari Hek
Lootoa sesaat menjelang kematiannya, tidak terasa lagi dia
tertawa dingin tak ada henti hentinya.
"Nona kau tidak usah urus dia, lain kali dia akan binasa
ditanganku."
Terpaksa gadis cantik pengangon kambing itu hanya
tersenyum senyum saja.
Siang haripun sudah lewat, si Ang in sin pian Pouw Sak San
dengsn membawa Siang Hui Hok, Liong Ciang, Hauw Jiauw
serta Pouw-Siauw Ling berjalan masuk kedalam ruangan Cie
Eng Tong, sambil memberi hormat ujarnya.
"Maaf . . . maaf sudah menanti lama?"
Sepasang mata Liein Tou dengan tajamnya memperhatikan
segala gerak gerik dari Piauw su muda dari perusahaan
ekspedisi Cing Liong Piauw kiok itu, terlihatlah ketika dia
mendengar si Ang In Sin Pian buka mulut, air mukanya
berubah sangat hebat, sepasang matanya dengan berapi api
memandang tajam semua gerak gerik si Ang in sin pian Pouw
Sak San,
Dalam hati Liem Tou tahu tentunya saat ini dia mengenal
kembali nada suara dari si Ang in sin pian Pouw Sak San
sangat mirip dengan orang berkerudung yang membegal
barang kawalannya malam itu, tidak terasa dalam hati
pikirnya.
“Jika dia betul betul sudah mengenal orang berkerudung itu
adalah dia, ini hari tentu ada pertunjukan yang sangat
menarik.”

Baru saja dia berpikir sampai disitu mendadak terlihatlah
Lie Siauw Ie masuk bersama sama Pouw Jien Coei berjalan
masuk kedalam ruangan.
Begitu Lie Siauw Ie masuk kedalam ruangan matanya
segera memandang sekeliling tempat itu memeriksa setiap
tamu yang hadir disana.
Melihat hal itu tidak terasa lagi hati Liem-Tou berdebar
sangat keras sekali, tanpa terasa lagi dia sudab bangkit berdiri
hendak menyambut kedatangan mereka.
Melihat dia bangkit berdiri, gadis cantik pengangon
kambing yang berada disampingnya menjadi sangat heran.
Dengan cepat tanyanya.
"Hey Liem Koko, kau mau pergi kemana??"
Begitu ditanyai Liem Tou baru merasa sangat terkejut dan
duduk kembali ketempat semula. Waktu itulah Lie Siauw Ie
sedang memandang kearah mereka, mendadak gadis cantik
pengangon kambing itu tersenyum dan menggape kearah
mereka.
Liem Tou msnjadi sangat terkejut, tanyanya dengan cepat.
"Kau mau berbuat apa?"
"Coba kau lihat kedua orang nona itu sangat cantik sekali,
aku pingin berkawan dengan mereka berdua."
Lie Siauw Ie serta Pouw Jien Coei segera berjalan menuju
kearah mereka, melihat hal ini hati Liem Tou berdebar
semakin keras lagi bah kan dia merasa juga kenapa sekarang
Lie Siauw Ie sudah sembuh kembali seperti sedia kala???
sedikitpun tidak terlihat bekas jadi gila??
Begitulah Lie Siauw Ie serta Pouw Jien Coei kini duduk
disamping mereka berdua. Walaupun Liem Tou tidak berusaha
memandang kearah Lie Sieuw Ie atau Ie cicinya itu tapi tanpa
terasa matanya memandang juga kearahnya tanpa bisa

ditahan lagi, bertepatan juga waktu itu Lie Siauw Ie sedang
memandang kearahnya, tanpa terasa lagi mereka berdua pada
tertegun dibuat nya.
Mendadak Lie Siauw Ie berseru degan keras. "Tou titi .... !"
Tangannya dengan cepat mencengkeram wajahnya untuk
melepaskan topeng itu. Liem Tou tidak berani munculkan
dirinya di depan umum karenanya dengan cepat ia kesamping.
Saat ini dia tak bisa membuka mulutnya melawanpun tidak
mungkin karenanya dia melirik kearah gadis cantik pengangon
kambing itu untuk meminta bantuannya.
Mendadak . .. Pouw. Siauw Ling dengan cepat berlari
kesana sambil tanyanya dengan cepat.
"Ie Moay, terjadi urusan apa?"
Begitu Liem Tou melihat murculnya Pouw-Siauw Ling
disana hatinya menjadi semakin cemas lagi, diam diam
pikirnya.
"Aduh .. . jika Ie cici tidak lepas tangan, urusan akan
menjadi runyam."
Waktu itu Liem Tou bisa melihat kalau pada sir muka Lie
Siauw Ie sama sekali tidak tampak bekas bekas sakit atau gila
sehingga tanpa terasa matanya sekali lagi terbentur dengan
mata Lie Siauw Ie.
Walaupun kini Liem Tou memakai topeng, akan tetapi dari
air muka serta pandangan matanya dikenali juga oleh Lie
Siauw Ie, karenanya dia berteriak lagi.
"Adik Tou ..."
Sekali lagi tangannya menyambar berusaha melepaslan
topeng yang dikenakan psda wajahnya itu, Liem Tou menjadi
cemas bercampur gugup saat ini tak mungkin dia bisa
memperlihatkan wajah sesungguhnya dihadapan umum,
apalagi didalam ruangan terdapat si Ang in sin pian Pouw Sak

San, Pouw Siauw Ling, Hek Loo jie serta Tian Pian Ngo Koei,
jika mereka mengetahui siapa sebetulnya dia maka urusan
akan semakin runyam lagi.
Pouw Siauw Ling yang tak mendapat kesempatan untuk
lebih dekat lagi menggauli gadis cantik pengangon kambing
kini melihat suatu kesempatan yang sangat bagus segera
berjalan mendekat sambil tanyanya.
"le moay, terjadi urusan apa ?"
Lie Siauw Ie begitu melibat Pouw Siauw Ling berjalan
mendekat air mukanya segera berubah sangat hebat,
bukannya memberi jawaban kepadanya mendadak telapak
tangannya dibalik membabat ketubuhnya dengan sangat
hebat.
"Lingte" cepat cepat Pouw Jien Coei lari sambil bentaknya
kepada Pouw Siauw Ling. “Di sini tidak ada urusanmu, lebih
baik kau kesana saja membantu Tia menyambut tamu2 itu.”
Saat itu tujuan Pouw Siauw Ling tidak berada pada Lie
Siauw Ie, walau Pouw Jian Coei sudah bicara begitu hanya
tersenyum senyum saja sambil putar tubuh kearah gadis
cantik pengangon kambing serta Liem Tou dia beri hormat
ujarnya.
"Gadis cantik pengangon kambing serta Heng tay ini
sungguh dapat dipercaya, kunjungan kalian berdua kedalam
perkampungan kami betul betul merupakan kebanggaan bagi
kami, sewaktu di jalan raya tempo hari karena urusan yang
perlu dibereskan cepat cepat sehingga menyalahi kalian
berdua harap kalian memaafkan"
Liem Tou didalam hati sudah kepingin menghajar Pouw
Siauw Ling hingga hancur sudah tentu kini tidak mau ambil
perduli lagi, dengan cepat dia melengos kesamping.
Sebaliknya itu gadis cantik pengangon kambing yang
sifatnya periang segera menyahut sambil tertawa.

"Ooh . ,. aku juga sudah lupa minta maaf kepada kau
ketika itu hari merebut cambukmu dan menggetar pecah
talapak tanganmu"
Air muka Poaw Siauw Ling seketika itu juga berubah merah
padam, dengan penuh perasaan malu dia menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
"Kepandaian dari nona sungguh sangat sempurna,
sekalipun Cayhe ada sepuluh orang juga bukan musuh dari
kamu orang jika tempo hari bukannya nona sudah
mengampuni jiwa Cayhe kemungkinan sekarang sudah tidak
berjiwa lagi, sebetulnya Cayhe lah seharusnya yang
mengucapkan terima kasih kepada nona atas budi tersebut.”
Sehabis bicara dengan sangat terhormat dan sopan sekali
dia membungkukkan badannya mem beri hormat, sikap serta
gerak geriknya yang sombong pada hari biasa sudah tidak
kelihatan lagi.
Ketika Liem Tou melihat sikapnya yang sangat tengik itu
kepingin sekali tendang membunuh mati dia, mendadak
didalam ingatannya berkelebat akan sesuatu bayangan,
selama diatas puncak Ngo Lian Hong dia sudah melatih tenaga
dalamnya hanya saja entah sudah sampai tingkat yang
bagaimana, kenapa tidak pinjam kesempatan ini menjajal
tenaga dalamnya sendiri ?
Berpikir sampai disini mendadak dia mundur satu langkah
kedepan, seluruh tenaga murninya dipusatkan pada sepasang
telapak tangannya kemudian bagaikan kilat cepatnya
melancarkan satu cengkeraman maut kepergelangan tangan
Pouw Siauw Ling.
Pouw Siauw Ling yang secara mendadak dicengkeram
sepasang pergelangan tangannya dalam hati merasa terkejut
sekali dengan cepat tangannya ditari k kembali sekuat tenaga.
Sudah tentu Liem Tou tidak akan membiarkan dia berhasil
melepaskan cekalan tersebut, diam2 tenaga murninya

diperlambat kelima jarinya semakin mengencang ketika itu
Pouw. Siauw Ling merasakan sakit yang luar biasa sehingga
sukar ditahan, bersamaan pula dia mengerahkan tenaga
dalamnya tertahan, tanyanya sedikit gusar.
"Entah Heng thay punya petunjuk apa?"
Liem Tou tetap membungkam, hanya saja tenaga murni
yang disalurkan ke tangannya semakin diperhebat, perasaan
sakit yang menerjang diri Pouw Siauw Ling semakin hebat
lagi, dia tidak berani berteriak, untuk minta tolong pun maiu
terpaksa dengan menggigit kencang bibirnya diam diam
menahan perasaan sakit yang luar biasa itu.
Saat ini Liem Tou sudah mengerahkan empat Iima bagian
tenaga dalamnya sedang Pouw Siauw Ling pun dengan
paksakan diri masih sanggup untuk bertahan untuk beberapa
saat lamanya.
Walaupun ucapannya bernada musuhan tapi perasan sakit
pada pergelangan tangannya tidak sanggup untuk ditahan
lebih lama lagi, badannya mendadak merendah kebawah dan
menjadi berjongkok diatas tanah.
Liem Tou ketika melihat tenaga dalam yang dilatihnya
selama ini tak sia2 dalam hati baru merasa amat girang,
dengan demikian dia-pun sudah melepaskan cekalannya.
Dengan meminjam kesempatan ini Pouw-Siauw meloncat
bangun, perasaan malu yang diterimanya kali ini cukup
memalukan dirinyanya, karena itu didalam hati dia merasa
sangat tak puas, baru saja dia mau umbar hawa amarahnya,
mendadak gadis cantik pengangon kambing sudah bangkit
berdiri, ujarnya sambil tertawa.
“Koko muka hijau hanya mau jajal tenaga dalammu saja
tanpa ada maksud yang lain, harap kau jangan salah paham”
Di dalam hati Pouw Siauw Ling tahu kalau tenaga dalamnya
sudah jauh tertinggal jika dibandingkan dengan tenaga dalam

pihak lawannya, sekalipun kini dia umbar hawa amarahnya
didalam sepuiuh bagian ada sembilan bagian yang merugikan
dirinya, terpaksa dengan menahan perasaan mangkel, jengkel
dan marah dia mendelik sekejap kearah Liem Tou kemudian
berlari dari tempat itu.
Setelah itu barulah gadis cantik pengangon kambing
mempersilahkan Lie Siauw Ie serta Pouw Jien Coei duduk,
ujarnya.
"Kedua orang cici ini silahkan duduk."
Pouw Jien Coei yang melihat gadis cantik pengangon
kambing ini merupakan seorang gadis muda yang sangat
cantik sekali didaiam benaknya mendadak berkelebat suatu
ingatan, pikirnya.
"Ini hari Tia buka perjamuan diatas gunung untuk
meresmikan dibukanya perusahaan ekspedisi Ang In Piauw
kiok, tamu tamu yang diundang sebagian besar merupakan
para jago berkerandaian tinggi yang punya nama besar
didalam Bu lim, dilhat usianya baru lima belas tahun apa
mungkin merupakan salah seorang jago yang sudah punya
nama besar didaiam kalangan Bu lim ??
Sambil berpikir ujarnya sambil tersenyum,
"Nona masih demikian muda ternyata sudahi menjadi
seorang jago Bu lim kenamaan sungguh merupakan burung
Hong didaiam manusia,, entah nama besar dari nona apa bisa
diberitahu?
"Siauw moay bernama Lie Wan Giok merupakan seorang
gadis desa yang tolol, bukan seorang jago bernama besar
didaiam Bu lim seperti yang cici katakan tadi, harap
dikemudian hari cici mau banyak beri petunjuk."
Dengan cepat Pouw Jien Coei mengecapkan beberapa kata
rendah kemudian menyebutkan juga namanya serta nama dari

Lie Siauw Ie, semakin lama pembicaraannya dengan gadis
cantik pengangon kambing itu semakin menjadi rapat lagi.
Sebaliknya Lie Siauw Ie saat ini dengan mata yang melotot
lebar sedang memandang air muka Liem Tou yang berwarna
hijau menyeramkan itu dengan termangu mangu jelas sekali
air mukanya menggambarkan perasaan ragu ragu, curiga
serta sedihnya.
Air mukanya ini yang patut dikasihani ini di dalam
pandangan Liem Tou sangat memalukan hatinya, kekasih
hatinya kini sudah berada di hadapan matanya tapi justru
tidak bisa berkasih kasihan, dalam hatinya diapun merasa
sangat kasihan terhadap Lie Siauw Ie ini.
Tapi apa boleh buat musuh2 tangguh yang sedang mencari
dirinya kini berkumpul didalam ruangan, asalkan sedikit dia
membuat gerakan yang mencurigakan maka nyawa akan
menjadi sangat bahaya sekali.
Karenanya terpaksa Liem Tou menahan pergolakan didalam
hatinya, dalam hati dia tahu walaupun kini tidak bisa bertemu
tapi dikemudian hari kesempatan untuk bertemu dengan Ie
cicinya ini masih sangat banyak.
Terlihatlah si Ang In sin pian Pouw sak san dengan muka
penuh senyuman berjalan ke tengah ruangan kemudian
memberi hormat pada hadirin yang berada ditempat penjuru
tempat, ujarnya dengan suara lantang.
"Cayhe Pouw Sak San dengan mendapatkan persetujuan
seluruh rakyat perkampungan Ie-Hee Cung dengan
menggunakan atas nama cayhe hendak mendirikan usaha
ekspedisi Ang ln I Piauw kiok, ini hari bisa mendapatkan
kunjungan dari para enghiong hoohan sekalian cayhe betul
betul merasa sangat bangga dan berterima kasih, sedikit arak
serta hidangan yang ada harap saudara sekalian mau
menerima ala sekedarnya.”

Para hadirin yang berjumlah dua tiga puluhan segera pada
berdiri begitu mendengar perkataan itu, kemudian bersama
sama mengucapkan terima kasih .
Diantara mereka hadir hanya terlihatlah pemimpin dari
usaha ekspedisi Cing Liong Piauw kiok serta Piauwsu muda itu
saja yang tetap duduk ditempat semula tanpa bergerak,
melihat hal ini air muka Si Ang in sin pian Pouw Sak- San
segera berubah sangat hebat dalam hati dia I merasa sangat
tidak senang tapi perasaan gusarnya itu tidak sampai
diperlihatkan pada wajahnya, dengan tetap tersenyum ujarnya
lagi.
"Oooh . . . Cayhe masih ada beberapa perkataan yang
hendak dijelaskan kepada saudara-saudara sekalian, dikota
Yong Jan sebetulnya sudah ada usaha ekspedisi Cing Liong
Piauw-kiok bahkan ini hari pimpinan Piauw kiok si-golok naga
hijau Sie Piauw tauw sudah hadir didalam perkampungan
cayhe ini, dalam hati cayhe betul betul merasa sangat
berterima kasih sekali. Tapi Ang In Piauw kiok kita juga
hendak didirikan dikota Yong Jan yang bersamaan maka itulah
sebelumnya cayhe jelaskan dulu, didalam usaha ini kita
berjalan sendiri sendiri harap Sie heng mau memaafkan akan
hal ini."
Begitu dia berbicara segera ada seorang lelaki berusia
pertengahan dengan bentuk tubuh tinggi kurus bangkit
berdiri, ujarnya. "Didalam sebuah kota Yong Jan yang sangat
besar apalagi daerah Chuan Si yang sangat ramai
perhubungan darat maupun airnya, jika hanya terdapat
sebuah usaha ekspedisi Cing Liong Piauw kiok saja yang
melayani sebetulnya tidak cukup harap Pouw Cung cu jangan
begitu merendahkan diri.”
Begitu lelaki kurus berbicara segera terlihatlah sepuluh dua
puluh orang bersama sama memberi tanggapannya.
"Perkataan dari Ming sao Touw cu ChinKhie sedikitpun tidak
salah, lebih baik Pouw Cung cu tidak usah berlaku banyak

adat lagi, kami kira Shie Piauw tauw pun takkan menyalahkan
hal ini kalau tidak ini hari dia juga tidak akan datang.”
Mendadak sigolok naga hijau Shie Piauw tauw mendengus
dengan amat dingin bentaknya dengan keras.
"Perkataan dari kawan-kawan sekalian sedikitpun tak salah
kota Yong Jan itu memangnya bukan milikku seorang
bagaimana bisa menyalahkan orang lain ?? tapi demi
kepentingan diri sendiri demi kemajuan dan kemakmuran
perusahaan ekspedisi yang akan didirikan dengan tidak perduli
kerugian orang lain, coba kalian jawab itu menurut aturan
dunia?”
Suasana dalam ruangan seketika Itu juga bcr ubah menjadi
sunyi senyap, berpuluh puluh pasang ma'a dengan tanpa
terasa dialihkan pada diri Sie Piauw tauw untuk menantikan
ucapan selanjutnya.
Sebaliknya Liem Tou saat ini secara diam2 sudah
memperhatikan perubahan air muka dari Si Ang in sin pian
Pouw Sak San, terlihatlah semula dia melengak kemudian
dengan sinar pandangan penuh napsu membunuh dialihkan
pada Piauw su muda itu.
Dalam hati Liem Tou menjadi tergerak, terdengar si Ang in
sin pian sudah angkat bicara lagi.
"Sie heng bagaimana bisa bicara begitu ?? apa mungkin
cayhe pernah menyerang Cing Liong Piauw kok kalian ??"
Sambil berkata selangkah demi «elangkah ia bergeser
kearah Piauw su muda itu.
Air muka sigolok naga hijau Sie Ie segera berubah sangat
keren, sambil menuding wajah Ang in sin pian Pouw Sak San
bentaknya dengan amat gusar.
"Sungguh bagus perbuatanmu, kau tua bangka yang licik
masih mau pura2 apa lagi? Barang kawalan Cing Liong Piauw
kok kami dibegal orang di tengah sungai siapa yang tidak

tahu? Ini hari aku baru tahu kiranya kau manusia kura kura
yang melakukan . . ."
Mendadak golok naga hijaunya dicabut keluar teriaknya
dengan keras.
"Hey orang she Pouw, kembalikan barang kawalanku."
Waktu Pauw Sak San sudah berdiri kurang lebih lima depa
dari Piauw su muda itu selesai mendengar perkataan dari
sigolok naga hijau Sie Piauw tauw yang penuh hawa amarah
itu ia tetap tenang tenang saja bagaimana juga dia tetap
merupakan seorang yang licik, banyak akal dan punya
pengalaman yang sangat luas mendengar perkataan itu
bukannya menjadi marah sebaliknya bertambah hormat lagi,
sambil tersenyum ramah ujarnya.
"Sie heng harap jangan marah dulu coba dengar perkataan
cayhe terlebih dulu dibegalnya barang kawalan Cing Liong
Piauw kiok di tengah sungai Yang tze Kiang siapapun sudah
tahu dan percaya peristiwa ini memang sungguh sungguh
terjadi, tapi jika didengar perkataan dari Sie heng tadi terus
menerus menuduhku orang yang kerjakan sekarang tolong
tanya bukti apa Sie heng bicara begitu ?
Kau jadi orang jangan terlalu menekan orang lain. Kalau
memangnya dalam hati Sie heng senang kalau cayhe
membuka usaha ekspedisi dalam kota Yong Jan lebih baik
terus terang dikatakan, jangan lah menggunakan cara yang
paling kejam ini memfitnah orang lain sehingga meiukai
hubungan diantara sesama kawan, baiklah biar sekarang juga
dengan kesaksian para enghiong hoohan kita bicara dengan
baik2.”
Perkataan dari si Ang in sin pian Pouw Sak San ini sangat
lihay sekali, bukan saja perkataannya ini sangat beralasan dan
pakai aturan bahkan menuduh Sie Piauw tauw lah sedang
menggunakan cara ini hendak memfitnah dirinya. Semua
hadirin yang mendengar perkataan itu tanpa terasa pada

mengangguk tanpa setuju, sedang suasana yang semula sunyi
senyap kini menjadi sedikit gaduh dengan bisikan2 para
hadirin yang sama sama membicarakan soal ini, jika dilihat
situasinya sedikitpun tidak menguntungkan pihak Sigolok naga
hijau Sie Ie.
Hal ini membuat kegusaran Sie Piauw tauw memuncak,
baru saja membuka mulut bicara terdengar Pouw Siauw Ling
sudah menggunakat kesempatan ini membentak.
"Ini hari sebenarnanya merupakan perjamuan kita kepada
para jago tidak tahunya kau sebagai pimpinan Cing Liong
Piauw kiok menuduh kami dengan hal yang bukan2, jika hal
ini kau teruskan lagi jangan salahkan kami ayah beranak akan
perintah orang mengusir kau dari atas gunung.”
Dengan perkataan ini semakin membuat kegusaran Sie
Piauw tauw sukar ditahan lagi, sambil mengobat abitkan golok
naga hijaunya dia membentak dengan sangat keras.
“Orang she Pouw, kau jangan mengandalkan jumlah yang
banyak hendak menekan aku orang, kau boleh cari berita
didalam Bu lim kami dari Cing Liong Piauw kiok kapan pernah
memfitnah orang lain?"
Sambil berkata dia menuding kearah Piauw su muda itu,
sambungnya lagi.
"Waktu itu diatas perahu sebetulnya ada empat orang
Piauw su yang mengawal barang. Hu Piauw tauw sipemetik
bintang Kwan Piauw juga termasuk salah satu diantaranya.
Tidak disangka dengan mereka bertiga berhasil kalian bunuh
hanya tinggal dia seorang saja yang berhasil melarikan diri
dengan badan terluka parah, ini hari dia dapat mengenal
kembali kalau nada suara bangsat yang membegal barang
kawalan pada malam itu adalah kau orang, hey orang she
Pouw kau ada perkataan apa lagi ?”

Semua hadirin setelah mendengar perkataan itu menjadi
gaduh kembali, masing masing pada berbicara dan bertukar
pikiran akan hal itu.
Ang in sin pian Pouw Sak San bukannya menjadi marah
sebaliknya tertawa terbahak bahak, "Liem Tou yang
memusatkan seluruh perhatiannya mengawasi gerak-gerik
Ang in sin pian Pouw Sak San segera melihat pada saat dia
sedang tertawa terbahak bahak itulah sepasang matanya
beberapa kali melirik kearah Piauw su-muda itu, segera dalam
hati dia tahu kalau dia hendak melakukan suatu gerakan, tidak
terasa lagi darah panas bergolak didalam dadanya tanpa
hiraukan dirinya lagi mendadak dia meloncat bangun sambil
membentak keras.
"Awas ! "
Tapi peringatannya terlambat satu langkah tubuh Ang in sin
pian Pouw Sak San lantas ditengah suara tertawanya yang
amat keras bagaikan kilat cepatnya sudah mencengkeram urat
nadi Piauw su muda itu.
Sebaliknya Lie Siauw Ie yang selama ini terus menerus
memandangi wajah Liem Tou begitu mendengar dia berteriak
segera mengenal akan suaranya, tanpa tertahan lagi dia
berseru.
"Ooh . - - adik Tou."
Air matanya tidak bisa ditahan lagi mengucur keluar
dengan sangat derasnya.
Saat ini walaupun Liem Tou mau rahasiakan asal usulnya
tidak mungkin bisa lagi, baru saja mau memberi alasan
kepada Lie Siauw Ie di sebelah sana terdengar si Ang Ie Sin
Pian Pouw Sak San sudah tertawa nyaring lagi.
"Saudara2 sekalian apa kalian kenal siapakah saudara ini?"
Seorang hadirin segera berdiri, sahutnya dengan lantang.

"Dia adalah murid terkecil dari golok naga hijau Sie Piauw
tauw yang bernama Oei Poh."
Baru saja orang jiu selesai bicara ada berpuluh puluh
hadirin didaiam ruangan itu segera meledak suara tertawa
yang amat keras sekali dengan meminjam kesempatan ini
sindir Pouw Siauw Ling.
"Muridnya bertindak sebagai saksi suhunya, hal itu
memang suatu hal yang paling cocok.”
Ang In Sin pian segera melapaskan cenkeramannya kepada
Piauwsu muda itu, air mukanya yang dihiasi senyuman
mendadak berubah amat dingin kaku, sambil menuding
kearah golok naga hijau Sie Ie makinya.
“Sie le, kamu orang jangan salahkan aku Ang In Sin pian
tidak pakai aturan, cepat bawa muridmu meninggalkan
gunung ini, cepat."
Kemudian teriaknya dengan keras.
"Pouw Beng. Pouw Liang hantar tamu."
Air muka golok naga hijau Sie Ie waktu ini sudah berubah
menjadi pucat kehijau-hijauan, badannya gemetar amat keras
menahan hawa amarahnya yang sukar ditahan lagi, hampir
hampir golok naga hijau di tangannya tidak sanggup dipegang
lagi, sudah tentu untuk memberikan jawaban tidak mungkin
lagi.
Para hadiran ketika melihat kegusarannya yang amat
memuncak itu suasana y»ng semula penuh dengan suara
tertawa pun kini berubah menjadi sunyi kembali, ada dua
orang diantara mereka yang pada biasanya mempunyai
hubungan persahabatan yang agak erat dengan golok naga
hijau Sie Ie segera bangkit berdiri mendekatinya berusaha
untuk menasehati beberapa patah kata.
Siapa tahu baru saja mereka berdua berjalan hingga
kesampingnya belum sempat mengucapkan kata-kata

mendadak Sie Piauw tauw bagaikan seorang gila membolang
balingkan goloknya sambil membentak dengan gusar.
"Minggir."
Golok Cing Liong Tocu sedikit diangkat pundaknya
direndahkan kebawah, dengan disertai sambaran angin yang
sangat keras tubuhnya me layang kedepan badan si Ang in sin
pian Pouw Sak San.
Serangan yang datangnya diluar dugaan ini seketika itu
juga mengacaukan suasana didalam perjamuan itu masingmasin
hadirin pada meninggalkan tempat duduknya dan
bangkit berdiri.
Dalam keadaan yang sangat kalut itulah mendadak dari
pojokan ruangan berkumandang suara bentakan yang amat
keras.
"Sie Piauw tauw tunggu sebentar."
Bentakan ini sangat nyaring sehingga menggetarkan
seluruh ruangan itu, si golok naga hijau, Ang in sin pian serta
hadirin menjadi meIengak ketika mendengar suara bentakan
nyaring itu, ketika menoleh kearah berasalnya suara
terlihatlah seorang lelaki dengan air muka yang sangat
menyeramkan sudah berdiri ditengah ruangan itu, dengan air
muka yang berwarna hijau menyeramkan terlihatlah sepasang
biji mata yang bulat lagi bening sedang memandang keempat
penjuru ruangan itu.
Para jago yang hadir disana rata-rata tidak tahu siapakah
orang itu dan berasal dari golongan mana, seketika itu juga
ruangan menjadi sunyi senyap, seluruh sinar mata para jago
ditujukan ke arahnya menantikan gerakan selanjutnya.
Sebaliknya Ang in sin pian dalam hati tahu kalau orang itu
adalah kawan dari gadis c»ntik pengangon kambing itu
kepandaian silat dari gadis cantik pengangon kambing itu dia
sudah menjajal sedang orang inipun berjalan jalan bersama

dia sudah tentu kepandaian silatnya tidak berada di
bawahnya.
Tapi manusia berwajah hijau kini tampilkan dirinya secara
di luar dugaan, apa yang mau di katakan lagi.
Sebaliknya didalam perasaan serta pandangan Pouw Siauw
Ling sama sekali berbeda dengan dugaan Ang in sin pian itu,
ketika suara bentakan tadi bergema didaiam ruangan segera
dia merasa kalau suara itu sangat dikenal olehnya hanya saja
didaiam waktu singkat ini dia tidak bisa mengingatnya
kembali, karenanya dia dibuat tertegun olehnya, dengan
melototkan sepasang matanya dia memandang tajam kearah
manusia berwajah hijau itu,
Waktu ini manusia berwajah hijau itu sudah berdiri
ditengah, matanya diputar kesekeliling tempat itu sedang
terhadap ada Ang in sin pian disana sama sekali tidak digubris.
Mendadak tangannya menunjuk kearah seorang yang berdiri
disisi kiri, bentaknya.
Orang yang ditunjuk itu tidak lain adalah Liong Ciang Lie
Kian Po, begitu mendengar omongan tersebut hatinya merasa
sangat terperanjat. Baru saja mau membantah manusia
berwajah hijau itu sudah putar tubuhnya sambil menuding
keerah Pouw Siauw Ling ujarnya lagi.
'Yang membunuh mati Hu Piauw-tauw si pemetik bintang
Kwan piauw adalah kamu orang, bagaimana ? mau
membantah juga ? ?"
Sehabis bicara tanpa menanti jawaban dari Povw Siauw
Ling dia sudah menyambung lagi dengan suara amat keras.
"Pembegalan barang barang kawalan Cin-Liong piauw kiok
semuanya dilakukan oleh bajingan bajingan tak tahu malu itu,
malam itu tepat aku sedang menginap didalam perahu
tersebut, kalau bukannya dengan cepat aku bergelinding ke
dalam sungai mungkin akupun ikut terbunuh ditangan mereka,
piauw su muda ini bisa melarikan diri semuanya juga karena

aku menolong dia hingga tak sampai ikut kehilangan nyawa
Ang in sin pian Pouw Sak San ayah beranak semuanya berhati
kejam dan ganas membuat aku merasa tak puas sehingga kini
munculkan diri membuka rahasia ini, dengan tak perduli akibat
apa yang akan terjadi aku dengan pertaruhan nyawaku
bertindak sebagai bukti dan saksi harap para saudara saudara
sekalian suka melakukan keadilan bagi Sie piauw-tauw ini."
Seketika itu juga suasana menjadi sangat gaduh, masing2
orang pada membicarakan soal soal ini sedang sinar matanya
tanpa terasa sudah beralih kearah si Ang-in-sin pian Pouw Sak
San, walaupun mereka tak mengucapkan sepatah katapan tapi
dari air mukanya jelas mereka sudah mulai curiga terhadap
dirinya.
Sewaktu suasana sangat kacau itulah mendadak Pouw
Siauw Ling meloncat mendekati ayahnya Pouw Sak San sambil
berseru dengan keras.
"Tia, dia adalah Liem Tou. Dia adalah Liem Tou. Dia adalah
Liem Tou."
"Apa Liem Tou ?? Dia adalah Liem Tou? “ seru pouw Sak
San dengan sangat terkejut disertai dengan suara jeritan
kaget dari hadirin lainnva.
Segera terlihatlah Hek Loojie, Tian Pian Ngo Koei serta
beberapa orang jago yang pernah ikut mengepung Liem Tou
dilembah cupu cupu pada bangkit berdiri dan mulai mendesak
kearahnya.
Ang in sin pian Pouw Sak San serta Pouw Siauw Ling pun
mencabut senjata tajamnya bersama sama mendekati kearah
Liem Tou dengan air muka penuh kegusaran.
Liem Tou berani munculkan dirinya sudah tentu dalam hati
sudah menduga terlebih dulu bahaya yang akan diterimanya
sehingga didalam hati tak begitu tegang lagi, selain diam2
mengerahkan tenaga dalamnya mempersiapkan diri,

tangannya dengan cepat mengusap melepaskan kembali
topengnya.
"Bukan salah," teriaknya dengan keras. "Aku adalah Liem
Tou, mereka mau celakai dirimu, kamu harus berhati hati."
Sepasang mata Liem Tou dengan sangat tajam sekali
memperhatikan setiap lawannya yang sedang mendelik
kearahnya dengan penuh nafsu, sudah tentu dia tak berani
memecahkan perhatian untuk memberikan jawaban.
Terdengar Ang in sin pian dengan sangat dingin berkata.
"Liem Tou, aku tidak sangka manusia berwajah hijau itu
adalah samaranmu, bangsat cilik yang licik jika bukannya kau
sesdiri yaug membuka rahasiamu sediri, hampir hampir
akupun berhasil kau kelabuhi.Waktu untuk naik gunung belum
tiba saatnya kau berani melanggar peraturan kita. Hmm hmm
... ini hari aku mau buat kamu orang menyesal untuk
selamanya."
Mendadak hatinya bergerak secara tiba t iba teringat akan
sesuatu hal, nada ucapannyapun segera berubah.
"Bagus sekali! Hey Liem Tou kiranya kitab pusaka "To Kong
PitLiok" yang diberitakan di dalam dunia kangouw sudah kau
dapatkan, tidak aneh kalau nyalimu begitu besar."
Seluruh perhatian Liem Tou dipusatkan pada gerakan para
hadirin lainnya, walaupun dia mendengar seluruh perkataan
dari si Ang-in-sin pian Pouw Sak San dia tetap tak berani buka
mulut memberi jawaban.
Ang in sin pian sekali lagi maju satu langkah kedepan, baru
saja bahu kanannya sedikit bergerak hendak melancarkan
serangan kearah Liem Tou mendadak terdengar suara
bentakan yang amat keras dari si golok naga hijau Sie Piauw
tauw.
"Bangsat tua yang tidak tahu malu, kemalikan uang
kawalanku .... kembalikan nyawa Hu Piauw tauw kami”

Sinar hijau berkelebat, segulung sinar golok yang amat
menyilaukan mata mengurung seluruh tubuh Ang in sin pian
Pouw Sak San, melihat hal itu si Ang in sin pian segera
menggerakkan tubuhnya menggunakan cambuk mautnya
menggulung kearah sinar terssbut, dengan demikian terjadilah
satu pertempuran yang sangat seru antara Pouw Sak San
dengan si golok naga hijau itu.
Tian Pian Ngo Koei yaag melihat waktu yang sangat
mendesak segera terdengarlah Toa Koei berteriak keras.
"Saudara saudara sekalian, serang."
Lima setan itu segera pada mengerahkan tenaga dalamnya,
dengan menggunakan ilmu serangan yang memekikkan
telinga bersama sama menerjang kedepan. Gerakan mereka
amat cepat tapi ada orang yang jauh lebih cepat dari dia.
Mendadak terlihatlah sesosok bayangan putih berkelebat
menerjang ketengah antara Ngo-Koei serta Liem Tou itu,
secara tiba tiba pandangannya menjadi kabur segulung angin
sangat dahsyat sudah menerjang datang disusul dengan
bentakan yang sangat nyaring dari seorang gadis.
"Siapa yang berani mengganggu seujung rambut Liem
Koko ku, hmmmm . , .aku gadis cantik pengangon kambing
segera akan mencabut nyawamu kembali."
Ke lima setan itu hanya merasakan segulung angin pukulan
yang amat kuat menekan ke tubuh mereka, memaksa mereka
tidak sanggup untuk bergerak lagi.
Datangnya cepat perginyapun semakin cepat, tubuh ke lima
setan itu terkumpul terpental sejauh satu kaki lebih oleh
pukulan gadis cantik pengangon kambing itu, saking
terkejutnya kelima setan itu hanya bisa saling tukar
pandangan sambil merangkak bangun dengan perlahan.
Pouw Siauw Ling yang melihat ayahnya Ang in sin pian
Pauw Sak San beserta Thian-pianNgo Koci hampir bersamaan

waktunya melancarkan serentan tapi bersama sama pula
serangannya berhasil ditahan oieh si golok hijau serta si gadis
cantik pengangon kambing, dalam hati diam diam merasa
sangat terkejut, sedang diapun melihat selama ini Liem Tou
tidak pernah bergerak dengan siapapun, diam diam dalam
pikirannya.
"Hmmm . . - sampai sekarang dia tak turun tangan juga,
tentunya dia sama sekali tak punya kepandaian siat, walaupun
ada juga tak mungkin akan sangat lihay ..."
Berpikir sampai disini diam diam tubuhnya mulai bergerak
kedepan dengan mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya dia
mulai mendekati belakang tubuh Liem Tou.
Semua kejadian ini dapat dilihat Lie Siauw Ie dengan amat
jelas, begitu melihat dia hendak melancarkan serangan
bokongan segera teriaknya dengan keras.
"Adik Tou, awas belakang tubuhmu."
Begitu Liem Tou mendengar peringatan dari Lie Siauw Ie
segera merasakan adanya sambaran angin serangan yang
membokong beIakang tubuhnya, dalam hati diam diam dia
agak terperanjat, tapi Liem Tou sekarang jauh oerbeda
dengan Liem Tou sewaktu masih berada didalam Lembah
cupu cupu, seluruh jalan darahnya sudah lancar atas bantuan
gadis cantik pengangon kambing itu ditambah dengan tenaga
latihan selama beberepa hari ini, sehingga boleh dikata
kepandaian silatnya lumayan juga.
Dengan cepat tubuhnya tanpa melihat siapa yang berada
dibelakangnya tenaga murninya segera dikerahkan pada
telapak tangan kemudian dengan keras mematahkan serangan
tersebut.
"Aduh . . ." jeritan kesakitan dari Pouw Siauw Ling segera
bergema didalam ruangan, tubuhnya seketika itu juga
terpental sejauh satu kaki lebih kemudian menggeletak diatas
tanah tanpa bisa bergerak lagi.

Ditiga tempat bersamaan waktu yang terjadi tiga
pertempuran yang amat seru sedang pada waktu yang
bersamaan juga hasilnya sudah kelihatan. Tian Pian Ngo Koei
berhasil dikalahkan gadis cantik pengangon kambing, Pouw
Siauw Ling berhasil dipukul rubuh oleh Liem Tou, hanya
didalam satu gerakan saja, sedang Ang in sin pian Pouw Sak
San pun bertempur dengan amat serunya melawan si golok
naga hijau.
Serangan Liem Tou yang berhasil memukul rubuh Pouw
Siauw Ling ini seketika itu dengan menggusarkan keempat
jago berkepandaian tinggi dari perkampungan Ie Hee Cung.
bersama sama mereka meloncat kedepan Liem Tou sambil
membentak sangat keras.
“Liem Tou kau sudah melanggar peraturan perkampungan
ini melukai Pouw Siauw Ling juga, aku mau lihat kau bisa
turun gunung dengan selamat tidak ?”
"Hmm . . hmm „ . . kalau begitu kita coba coba saja" seru
Liem Tou dengan amat dingin. “Kalian mau bertempur
seorang demi seorang secara berbareng?? Hmm . . . aku lihat
kalian berempat maju ber sama-sama saja.”
Dtantara mereka berempat sifat Hauw Jiauw Pouw Toa
Tong paling berangasan begitu mendengar perkataan yang
sangat menghina itu dia menjadi amat gusar,
“Liem Tou, aku masih mengira sewaktu itu kau sudah
binasa tenggelam dalam sungai , . tak disangka ini hari kau
munculkan dirinya kembali. . agaknya nyawamu memang
amat untung sekali. . . tapi ini hari walaupun kau punya tujuh
nyawa cadangan akan kuhabiskan juga, lihat serangan."
Lima jarinya mendadak dikencangkan sehingga seperti
cakar kuku garuda, kemudian dengan dahsyatnya
mencengkeram keatas kepala batok Liem Tou.

Liem Tou tak berani berayal, dengan cepat dia
mengeluarkan gerakan langkah tiga puluh enam langkah badai
mutar ke belakang tubuhnya.
Melihat ilmu itu Pouw Toa Tong sedikit merasa terkejut,
tanpa perduli Liem Tou berada disebelah mana mendadak
tubuhnya memutar sepasang cakaran mencengkeram
kebelakaag tubuhnya.
Siapa tahu baru saja Pouw Toa Tong putar tubuh
melancarkan serangan kebelakang sekali lagi serangan itu
mencapai pada sasaran yang kosong, waktu inilah dia baru
sadar Liem Tou bukanlah Liem Tou yang dahulu,hanya
didalam
beberapa tahun saja dia berkelana didaiam dunia kangouw
sudah berhasil melatih kepandaian yang demikian hebatnya
dalam hati diam2 me rasa terkejut juga.
Baru saja pikiran ini berkelebat didalam benak Poa Toa
Tong mendadak terdengar suara dari Liem Tou sudah
berkumandang dari belakang tubuhnya.
"Toa Tongsiok. bagaimana ? Jangan ragu ragu ayoh. Aku
melihat Toa Tong siok jarang melakukan kejahatan kini aku
kalahi tiga jurus kepadamu . . sekarang baru dua jurus."
Kegusaran Pouw Toa Tong memuncak sambil meloncat
ketengah udara katanya.
"Liem Tou saat kematianmu sudah tiba..”
Mendadak tubuhnya yang berada ditengah udara berputar
setengah lingkaran kemudian bersalto beberapa kali dan
menubruk kebawab bagaikan seekor harimau kelaparan.
Sekarang dia bisa melihat dengan jelas kalau Liem Toa
berada kurang lebih tujuh delapan tindak dari dirinya, dan kini
dengan mata yang melotot sedang memandang dirinya sambil
tersenyum.

Kegusarannya tak bisa ditahan lagi tubuhnya bagaikan kilat
cepatnya menubruk keatas tubuhnya sedang sepasang
cakarnya dengan sangat dahsyat mengancam batok
kepalanya.
Jurus harimau lapar ini merupakan salah satu jurus andalan
dari Pouw Toa Tong, melihat datangnya serangan yang amat
dahsyat ini Liem Tou segera tahu kelihayannya dengan cepat
tubuhnya menyingkir ke samping beberapa kaki dari tempat
semula,
Lie Siauw Ie yang berada disamping begitu melihat
datangnya serangan dahsyat saking terkejutnya air mukanya
sudah berubah menjadi pucat pasi, teriaknya kaget.
"Adik Tou hati hati, Toa Tong siok sedang menggunakan
jurus yang mematikan, cepat menghindar kesamping."
Pouw Toa Tong tak mau melepaskan mangsanya begitu
saja, melihat Liem Tou menyingkir kesamping sekali lagi dia
melancarkan serangan mautnya dan menubruk kembali keatas
tubuh Liem Tou.
Kali ini Liem Tou tidak sempat lagi untuk menghindarkan
diri, baru menggunakan langkah tiga puluh enam langkah
badai memutarnyapun tidak mungkin lagi, didalam keadaan
yang amat kritis itulah mendadak dia menarik hawa murninya
dari atas pusar.
Sepasang cakar dari Pouw Toa Tong kini sudah berada
dihadapan mukanya, tubuh Liem Tou dengan cepat merendah
kebawah sepasang tangannya bersama sama didorong
kedepan, telapak kirinya dengan menggunakan jurus"Pah-Ong
Khie Tian" atau raja bengis mengangkat hioloo sedang telapak
kanannya membabat dengan menggunakan jurus Pit Gwat Lui
Cuang atau menutup bulan mendorong jendela, dalam satu
serangan menggunakan dua gerakan yang berlainan,
terdengarlah sambaran angin yang amat dahsyat menyambut
datangnya serangan pihak musuh .

Serangan menolong diri dari bahaya yang digunakan Liem
Tou ini sudah tentu menggunakan tenaga dalam yang ada
didalam tubuhnya. Sekalipun Pouw Toa Tong memiliki
kepandaian lebih tinggipun tidak terasa merasa sangat
terkejut juga, karena jika dia meneruskan serangannya maka
kedua belah pihak akan sama-sama terluka parah.
Bagaimanapun juga pengalaman dari Pouw-Toa Tong
sangat luas sekali, didalam keadaan yang amat kritis itulah
mendadak dia membuyarkan serangannya kemudian dengan
menerobos angin serangan melayang turun keatas permukaan
tanah, sepasang matanya melotot bulat-bulat memandang
tajam kearah Liem Tou, untuk beberapa waktu lamanya tidak
sanggup mengucapkan sepatah katapun .
Liem Tou yang berhasil meloloskan diri dari serangan maut
kini pun sedikit termangu mangu, tapi sebentar kemudian
sudah angkat bicara .
"Toa Tong siok, tiga jurus sudah lewat, kini aku tidak akan
berlaku sungkan sungkan lagi.”
Perkataan dari Liem Tou ini benar benar keluar dari hati
nalurinya, tapi didengar dalam pendengaran Pouw Toa Tong
sangat tidak enak sekali. Kemarahannya sekali lagi memuncak
tanpa mengucapkan kata kata lagi mendadak tubuhnya
menubruk kearah Liem Tou .
Liem Toupun sudah dibuat gusar oleh tindakan Pouw Toa
Tong ini, sepasang alisnya di kerutkan rapat rapat teriaknya .
"Toa Tong siok kau jangan menyesal."
Mendadak tubuhnya menyingkir kesamping,
menghindarkan diri dari datangnya serangan musuh, telapak
tangan sebelah kirinya dengan menggunakan jurus Pek Lok
Heng po atau Bangau putih menimbulkan ombak dari jurus
maut partai Kun lun pay menyerang kedepan sedang
badannya mendadak meloncat tiga langkah kedepan dengan

menggunakan langkah tiga puluh enam langkah badai
memutar.
Baru saja Pouw Toa Tong berhasil menghindarkan diri dari
serangan pertama mendadak telapak tangan kanan dari Liem
Tou melancarkan serangan dahsyat lagi dengan menggunakan
jurus serangan mematikan dari partai Khong tong pay. "Heng
In Toan Hong "aiau mega datar memotong puncak.
Semakin bertempur kegembiraan LieonTou semangkin
memenuhi benaknya .
Telapak tangannya dengan cepat bergerak menggunakan
jurus-jurus serangan yang berbeda-beda terlihatlah
pergelangan tangannya sedikit bergeser serangannya segera
berubah lagi dengan menggunakan jurus serangan dari partai
Go bie,"Tong In Mie puh" atau mega merah terbesar rapat
tubuhnya berputar dengan kencang telapak kirinya bagaikan
kilat cepatnya melancarkan serangan dengan menggunakan
jurus "Ie Hun put San " ajaran Hek Loo toa, dengan
menimbulkan angin yang amat dahsyat membabat ke depan.
Baru saja Pouw Toa Tong menbruk kedepan siapa sangka
didaiam sekejap mata Liem Tou melancarkan tiga buah
serangan dahsyat dari tiga perguruan yang berlainan tidak
terasa dia menghembuskan napas dingin .
Seketika itu juga dia menjadi kalang kabut hampir hampir
terkena serangan hebat itu, hanya untung saja Liem Tou
sekalipun bisa menggunakan jurus jurus serangan itu tapi
belum memahami betul betul kalau tidak jangan dikata tiga
jurus serangan sekali pun hanya satu serangan saja Pouw Toa
Tong jangan harap bisa tahan.
Tetapi jurus terakhir yaitu "In Hun put san" sudah berulang
kali digunakan oleh Liem Tou sehingga hampir boleh dikatakan
sangat hafal sekali.
Mendadak .... "Aduh. .. "dada Pouw Toa Tong terhajar
sangat keras oleh serangan dahsyat Liem Tou ini, tak tertahan

lagi tubuhnya terjengkang kebelakang kemudian menggeletak
diatas tanah tak dapat bergerak lagi.
ooOOoo
Pada saat tubuh Pouw Toa Tong roboh keatas tanah itulah
mendadak suasana ditengah ruangan menjadi sangat gaduh
sekali.
Mendadak hasil Liem Tou menjadi bergerak pikirnya.
"Haaa . aneh sekali. Ketika Hauw jiauw Pouw Toa Tong
terpukul roboh kenapa bisa ada suara mengaduh yang
berbeda?”
Dengan cemas dia menoleh kebelakang kiranya Ang in sin
pian Pouw Sak San dengan si golok naga hijau Sie sudah
mencapai pada titik penentuan, golok naga hijau yang berada
ditangan Sie piauw tauw tadi entah kini sudah terbang
kemana oleh lilitan cambuk maut Pouw Sak San, saat ini
terpaksa dengan mengandalkan sepasang telapak tangannya
berkelebat dan berusaha meloloskan diri dari kepungan
bayangan cambuk maut Pouw Sak San.
Ketika dipandang lebih teliti lagi tanpa bisa ditahan lagi
Liem Tou menjerit kaget, kiranya saat iui Sie piauw tauw
sudah kehabisan tenaga dan hanya bisa bertahan saja,
keringat yang mengucur keluar membasahi keningnya
semakin deras lagi, kelihatannya sebentar lagi akan terIuka
dibawah serangan cambuk Ang in sin pian.
Liem Tou tak bisa berpikir panjang lagi segera teriaknya.
"Celaka."
Ujung kakinya menutul permukaan tanah siap menyusup
kedepan menolong si golok naga hijau Sie Piauw tauw lolos
dari bahaya itu.
Baru saja pikiran ini berkelebat didalam benaknya, belum
sempat badannya meloncat ke depan mendadak sesosok

bayangan manusia sudah berkelebat menghadang didepan
badannya, bayangan itu tanpa mengucapkan sepatah kitapun,
segera melancarkan serangannya meng hajar dadanya.
Di dalam keadaan yang sangat terkejut Liem Tou dengan
tergesa gesa meloncat kesamping menghindarkan diri dari
serangan tersebut,
"Bluuuk. . ." angin serangan bayangan itu mencapai
sasaran yang kosong dan manghajar permukaan tanah
sehingga timbullah sebuah liang yang cukup lebar, jika
dipandang dari kekuatan serangan ini mungkin orang itu
sudah menggunakan sepuluh bagian tenaga murninya.
Dengan cepat Liem Tou menoleh kearah bayangan itu,
ternyata orang itu tidak lain adalah Hek Loojie adik dari Hek
Lootoa.
Sambil tertawa dingin tak henti hentinya Hek Loojie
berjalan maju mendesak kearahnya, matanya melotot lebar
lebar mulutnya meringis rnenyeramkan, ujarnya dengan
dingin.
"Hey Liem Tou, tidak disangka hanya satu bulan
kepandaian silatmu mendapatkan kemajuan yang amat pesat,
ini hari jika sampai membiarkan kau lolos kembali . . .Hmmm
lain kali siapapun jangan harap bisa kuasahi dirimu lagi.”
Dalam hati Liem Tou hanya bertujuan membebaskan si
golok naga hijau dari mara bahaya, baru saja Hek Loo jie
selesai berbicara mendadak Liem Tou menerjang kembali
kedepan siap menerobos dirinya menolong Sie piauw Tauw.
HekLoo jie tahu maksud dan tujuannya dari Liem Tou ini,
dia hanya tertawa riang saja.
"Bruuk - - - " satu serangan mendatar dengan dahsyat
menghalangi perjalanan Liem Tou ujar nya sambil tertawa.
"Bencana ada sebabnya hutang ada pemiliknya mereka
bertempur biarlah mereka yang selesaikan apa hubungannya

dengan kau?? Hey Liem-Tou. hutang kitapun harus kita
selesaikan"
Dengan perbuatan Hek Loo jie ini membuat Liem Tou
saking jengkelnya mendepak depakkan kakinya keatas tanah,
apa lagi waktu itu cambuk maut dari Ang in sin pian sudah
menekan kepala Sie Piauw tauw sedang nyawa pun hanya
tinggal beberapa saat saja.
Terlihatlah murid Sie Piauw tauw yang masih muda itu
dengan menggunakan pedangnya berusaha menyerang dari
sisi tubuh Angin sin pian menolong suhunya dari bahaya, tapi
gerakannya ini sama sekali tidak berguna. Pouw cungcu hanya
cukup memberikan satu serangan yang ringan dia sudah tidak
sanggup untuk menerima.
Disaat yang amat kritis itulah mendadak seso sok bayangan
putih berkelebat menubruk ketengah lingkungan bayangan
merah cambuk maut Pouw Sak San, kemudian disusul dengan
bentakan yang nyaring tapi sangat merdu,
"Tahan."
Terdengar Ang in sin pian Touw Sak San men jerit sangat
keras, cambuk mautnya dengan cepat ditarik kembali sadang
tubuhnya dengan sempoyongan mundur lima enam langkah
kebelakang.
Ditengah kalangan pertempuran terlihatlah gadis cantik
pengangon kambing itu dengan mencekal seruling pualamnya
berdiri disana, sedang tangannya yang sebelah lagi sedang
membimbing tubuh si golok naga hijau Sie Piauw tauw yang
usianya sudah mendekati enam puluh tahunan itu.
Begitu Liem Tou melihat gadis cantik pengangon kambing
sudah berhasil menolong Sie Piauw tauw lolos dari mara
bahaya hatinya menjadi lega kembali, dengan perlahan lahan
dia putar tubuhnya menghadap kearah Hek Loo jie ujarnya
sambil tertawa dingin.

"Kau manusia berhati srigala. sudah mencelakai kakaknya
sendiri kini masih punya muka berkelana didalam dunia
kangouw . - - Hmmm .., Hek Loo toa Ioocianpwe sejak semula
sudah serahkan nyawamu ketanganku, kalau tadi kau tidak
bilang mau melunasi hutang masih tidak mengapa, kini kau
akan sudah berani bilang - -ini hari aku akan membalaskan
dendam bagi Hek Loo Toa Loo cianpwe.”
Sehabis berkata seluruh tenaga daiamnya segera
dikerahkan pada telapak tangannya jeritnya. "Hak Loo jie
terima seranganku."
Satu serangan telapak yang amat dahsyat mengarah dada
Hek Loo Jie dipukul kedepan. Hek Loo Jie yang merupakan
seorang jago yang sudah memiliki nama besar didalam dunia
kangouw sudah tentu tidak mau anggap Liem didalam
pandangannya begitu melihat datangnya serangan Liem Tou
ini dengan tidak gugup sedikitpun mengangkat telapak
tangannya mematahkan serangan itu.
Dua gulung angin yang sangat dahsyat bertemu.
"Bruuk - - - Liem Tou maupun Hek Loo jie hanya
merasakan lengannya menjadi kaku sedang tubuhnya tak
tertahan lagi pada mundur bebera pa langkah kebelakang.
Semula Hek Loo jie bilang kepandaian Liem Tou
medapatkan kemajuan yang pesat sebetulnya mengandung
nada mengejek siapapun tahu begitu bentrokan angin pukulan
barusan ini seketika itu juga membuat hatinya merasa sangat
terkejut sekali, pikirnya.
"Sewaktu bangsat cilik ini bertempur melawan hweesiohwesio
bau di dalam lembah cupu-cupu waktu itu, sekalipun
jurus serangannya sangat banyak dan bermacam-macam tapi
jalas tenaga dalamnya belum berhasil dilatih. Bagaimana
hanya didalami waktu satu bulan saja dia bisa berhasil melatih
tenaga dalamnya setinggi begini ? Apa mungkin kitab pusaka

To Kong Pit Liok sudah ber hasil dia dapatkan kemudian
melatihnya di dalam beberapa waktu ini ?"
Liem Tou yang d dalam beberapa waktu saja berhasil
mengajar rubuh Pouw Siauw Ling serta Pouw Toa Tong
kemudian menggetarkan Hek Lo jie, kepercayaan pada dirinya
semakin menebal teriaknya lagi.
“Hek Loo jie, terima serangan ini lagi.”
Sepasang telapak tangannya diputar, tenaga murninya
disalurkan ketelapaknya kemudian dengan sekuat tenaga
didorong sejajar dengan dadanya.
Baru saja Hek Loo jie hendak menerima serangan itu
mendadak satu bayangan berkelebat didalam benaknya.
“Para jago yang hadir dalam ruangan ini siapa pun tahu
kalau di tubuh Liem Tou membawa kitab pusaka yang sangat
berharga sekali, tapi mereka tetap tidak mau turun tangan dan
menonton saja tentunya punya maksud maksud tertentu,
mereka mau menunggu aku dengan Liem Tou bergebrak
hingga sama sama lelah kemudian merekalah yang dapat
hasilnya.”
Berpikir sampai disini dengan cepat dia menarik kembali
telapak tangannya dan menghindarkan diri kesamping,
Liem Tou dapat melihat semua gerakannya dengan amat
jelas, tanpa terasa lagi tenaga pukulannya yang
dikerahkanpun berkurang tiga bagian lagi, walaupun begitu
angin pukulannya tetap mendengung memekikkan telinga.
Ketika dia sedikit berayal itulah mendadak Liem Tou hanya
merasakan segulung angin pukulan yang sangat hebat
membokong dirinya dari samping tempat menghajar sisi
tubuhnya.
Di dalam keadaan yang amat bingung Liem Tou menjadi
sangat gugup, sambil membentak keras dengan tergesa gesa
dia meloncat beberapa langkah kebelakang.

Walaupun dia berhasil meloncat kebelakang tapi tenaga
pukulan yang amat kuat itu tetap mengikuti dirinya . . .
"Bluum .. tidak ampun lagi tubuhnya terpental hingga sejauh
dua kaki lebih tepat terjatuh disamping tubuh gadis can tik
pengangon kambing itu, hanya saja dia se gera merasakan
lengan kirinya kaku, linu dan sakit sekali.
Masih untung saja dia melayang sesuai dengan arah
datangnya angin pukulan itu, kalau kebalikannya . . .
entahlah.
Dengan tergesa gesa Liem Tou merangkak bangun
kemudian memandang kearah berasalnya angin pukulan itu,
tapi .. . dia menjerit kaget dengan amat kerasnya.
Didaiam sekejap saja ditengah ruangan itu sudah
bertambah dengan seorang perempuan berusia pertengahan
dengan air muka yang dingin kaku menyeramkan, rambutnya
terurai memanjang sedada, sedang pada tangannya
menggendong sesosok mayat gadis berbaju hijau yang sangat
tipis sekali.
Ketika Liem Tou memandang lebih teliti lagi segera dikenal
olehnya orang itu tidak lain adalah Au Hay Ong Bo yang
ditemuinya sewaktu berada diatas puncak Ngo Liong Hong,
sedang mayat gadis berbaju hijau yang berada dipangkuannya
itu adalah Ciang Beng Hu yang berkali kali menganiaya dirinya
tapi kemudian terkena satu pukulannya yang sangat dahsyat.
Melibat hal itu diam diam pikirnya.
"Apa pukulanku itu bisa membinasakan dirinya?"
Jika dipikirkan Liem Tou sedikit tidak percaya, tetapi
kenyataan sudah berada didepan matanya sekalipun tidak
percaya kini juga harus percaya.
Melihat dandanan dari Au Hay Ong Bo yang menyeramkan
itu, dalam hati Liem Tou merasa berdesir tapi dengan
membesarkan nyali tanyanya juga.

"Yang datang apakah Au Hay Ong Bo?"
Sewaktu tadi Au Hay Ong Bo munculkan diri, para jago
yang berada didaiam ruangan sudah merasa terkejut, hanya
saja mereka sama sekali tidak tahu siapakah wanita berusia
pertengahan yang berwajah dingin kaku dan menyeramkan
itu, kini sesudah Liem Tou menyebut namanya seketika itu
juga memancing kegaduhan didalam ruangan.
Air muka setiap jago yang hadir disana pada menampakkan
perasaan terkejut, bingung serta ragu ragu, karena sekalipun
mereka tahu Au-Hay Ong Bo merupakan seorang manusia
yang lihay dan berbahaya tapi selamanya belum pernah
munculkan dirinya didalam Bu lim. Tidak disangka pada saat
seperti ini bisa munculkan dirinya secara mendadak, dari hal
ini bisa ditinjau kalau urusan yang sudah terjadi merupakan
urusan yang di luar dugaan.
Sepasang mata Au Hay Ong Bo dengan sinar berapi api
memandang sekejap kearah Liem Tou mendadak dengan
memperlihatkan sebaris giginya yang putih menyeramkaa dia
menjerit ngeri, sesudah meletakkan mayat Ciang Beng Hu
keatas tanah dengan perlahan mulai berjalan mendekati Liem
Tou.
Seluruh tubuh Liem Tou gemetar sangat keras, mendadak
bentaknya .
"Au Hay Ong Bo, aku Liem Tou sudah kau kurung
mendekati satu bulan lamanya setiap hari mendapat siksaan
serta cemoohan apa kau masih merasa kurang ?Sebetulnya
aku dengan kalian manusia manusia dari partai Kiem Thian
Pay punya dendam sakit hati apa sehingga kalian terus
menerus mengejar aku ??"
"Ada dendam sakit hati apa . . . ada dendam sakit hati apa
. . .."
Mendadak dia tertawa panjang dengan sangat keras sekali,
sambil menunding mayat dari Ciang Beng Hu ujarnya .

"Hu jie ada dendam sakit hati apa dengan kau? Kenapa kau
turun tangan jahat terhadap dirinya sehingga binasa?? Liem
Tou .- . anjing-kecii . . . aku mau telan kau hidup hidup,"
Sehabis berkata dengan rambut yang pada berdiri seperti
duri, sepasang matanya dengan penuh kemarahan mendelik
bulat bulat, keagungan serta kewibawaannya ketika masih
berada diatas puncak Ngo Lian Hong sama sekali tidak
kelihatan lagi, bahkan boleh dikata mirip dengan peri yang
sangat jelak dan sangat kejam .
Musuh tangguh kini berada didepan mata, Liem Tou tidak
berani berbuit gegabah lagi dengan cepat dia mengarahkan
tenaga dalamnya melakukan persiapan .
Gadis cantik pengangon kambing yang berada disisinya
ketika melihat ketegangannya memuncak, mendadak bertanya
.
'Liem Koko, apa orang itu betul betul Au-Hay Ong Bo? Tia
pernah bilang dia berhasil melatih ilmu pukulan Kioe In Thiat
Siu Kang yang amat lihay sekali, bagaimana kau bisa bunuh
putrinya ?"
Seluruh perhatian Liem Tou sedang dipusatkan pada gerak
gerik Au Hay Ong Bo, mendengar perkataan itu terpaksa dia
hanya menganggukkan kepalanya saja sedang mulutnya tetap
membungkam .
Saat ini suasana didaiam ruangan itu sunyi senyap, masing
masing hadirin pada nenahan pernapasannya masing masing
menanti dengan tenang gerakan selanjutnya dari Au Hay Ongbo
yang sedang berdiri berhadap hadapan dengan Liem Tou
itu .
Mendadak . .. Liem Tou hanya melihat sepasang mata Au
Hay Ong Bo sedikit berputar tubuhnya dengan cepat sudah
berputar setengah lingkaran ditengah udara, ujung bajunya
dikebutkan kedepan bersamaan pula membentak sangat
keras.

"Siapa berani membokong Loo nio?"
Pada saat Liem Tou melengak mendengar perkataan itu
terdengarlah Lie Siauw Ie yang berada d ihadapannya sudah
menjerit amat keras, seketika itu juga bagaikan sebuah logam
mentah yang amat keras menimpa dada Liem Tou, tanpa
memperdulikan nyawanya lagi dengan cepat dia menubruk
kedepan.
"Jangan...!" teriak gadis cantik pengangon kambing dengan
kaget.
Belum habis dia berteriak Au Hay Ong Bo sudah memutar
tubuhnya kembali, dan dengan tepat menyambut datangnya
tubrukan Liem Tou.
Tubuhnya sedikit merendah, telapak kirinya dengan cepat
dikebutkan kedepan. segulung angin pukulan yaug amat
dingin segera menghantam keluar.
Sebetulnya Liem Tou tadi menubruk kedepan sudah tidak
memikirkan nyawanya lagi, kerena-nya untuk menarik diri
tidak mungkin lagi.
Didalam keadaan yang sangat kritis itu walaupun dia tahu
dirinya bukan tandingannya terpaksa dengan diam diam
menggigit kencang bibirnya, sepasang telapak tangannya
dengan meminjam kekuatan menubruk kedepan itu mendadak
melancarkan satu serangan dahsyat dengan menggunakan
seluruh tenaga murninya.
Jilid 12 : Terkepung di Ie Hee Cung
Angin serangan dari Au Hay Ong Bo itu datangnya memang
sangat aneh sekali, baru saja sepasang tangan Liem Tou
separuh di dorong kedepan segera sudah terbentur dengan
angin pukulan pihak lawannya, terasa suatu hawa yang amat

dingin tinggi menusuk kedalam tulang menyerang dirinya
hamper-hampir dia sukar untuk menahan hawa yang amat
dingin itu.
Walaupun telapak tangannya didorong dengan cara
bagaimanapun tetap tangannya tidak bisa maju satu coen
pun, saat itulah Liem Tou baru merasa terkejut pikirnya
cemas.
"Aduh - - - habis sudah kali ini.”
Sekonyong konyong - . . tenaga tekanan pihak lawannya
semakin memberat, segera Liem Tou hanya merasakan
kepalanya pening, matanya berkunang kunang dan dadanya
terasa sangat mual.
Dalam hati dia tahu saat inilah saat yang paling kritis,bagi
jiwanya, bagaimanapun juga dia harus mempertahankan
dirinya.
Berpikir sampai disini semangatnya bangkit kembali,
dengan sekuat tenaga dia menarik hawa murninya kemudian
dengan paksakan diri menerjang kedepan.
Mendadak terdengar gadis cantik pengangon kambing itu
membentak nyaring.
"Siluman tua, kau berani.”
Liem Tou hanya merasakan sepasang telapak tangannya
sedikit tergetar, tenaga tekanan pihak lawannya sedikit kendor
membuat tubuh Liem Tou tidak tertahan lagi mundur dua tiga
langkah kebelakang dengan semponyongan, untung saja tidak
sampai jatuh terduduk diatas tanah.
Ketika dia menoleh memandang terlihatlah gadis cantik
pengangon kambing itu sudah bertempur dengan amat
serunya melawan Au Hay Ong Bo.

Terlihat ujung baju gadis cantik pengangon kambing yang
berwarna putih itu berkibar tertiup angin, seruling pualam
ditangannya bagaikan kilat cepatnya melancarkan serangan.
Didalam sekecap mata dia sudah melancarkan tujuh kali
serangn dahsyat bahkan setiap serangan yang digunakan
terdapat perubahan gerakan yang sangat ruwet sekali, ketika
dipandang dari depan hanya terlihat segulung bayangan
seruling yang berputar dengan sangat rapatnya melindungi
seluruh tubuh.
Sebaliknya Au Hay Ong Bo pun sudah mengeluarkan jurusjurus
serangan andalannya sebentar dia berkelebat kekiri
sabentar lagi menahan serangan apa saja hanya terlihat ujung
bajunya berkelebat dan menari dengan kencangnya.
Walaupun gadis cantik pengangon kambing itu sudah
melancarkan berpuluh puluh serangan dengan menggunakan
jurus seragnan yang berbeda, jangan dikata memukul hanya
menyenggol saja sukar untuk tercapai.
Waktu itu Liem Tou punya niat untuk melihat jalannya
pertempuran yang amat seru itu, dengam cepat dia berlari
kesampingnya. Terlihatlah air muka Lie Siauw Ie sudab be
rubah pucat pasi bagaikan mayat, bibirnys yang kecil mungil
gemetar terus menerus. Waktu itu Pouw Jien Coei sedang
membimbing tubuhnya berdiri sedang dari kelopak matanya
air mata mulai mengucur keluar dengan derasnya.
Dengan setengah berlutut Liem Tou berjongkok didepan
tubuh Lie Siauw Ie tanyanya dengan cemas.
"Ie cici, kau terluka parah??"
"Adik Tou" seru Lie Siauw Ie begitu melihat Liam Tou
berjalan mendekati tubuhnya. “Kau tidak usah ikut, tempat ini
tidak bisa ditahan lebih lama lagi cepat kau lari.”
"Tapi luka cici sangat parah, bagaimana aku bisa pergi?"

Mendengar perkataan itu Lie Siauw le segera bangkit
berdiri dari bimbingan Pouw Jien Coei makinya.
"Adik Tou, aku hanya terkena jarum Kioe Cu tok cianku
sendiri, asalkan makan obat penawar segera akan sembuh
kembali, jika kau tidak mau dengar omonganku lain kali
jangan datang cari aku lagi."
Sehabis berkata dia paling kearah lain kemudian dengan
terhuyung huyung lari keluar dari ruangan itu.
Dengan cepat Pouw Jien Coei lari membimbing lengannya
dan bersama-sama meninggalkan ruangan tersebut,
sesampainya diluar ruangan, sekali lagi dia menoleh mendelik
kearah Liem Tou, agaknya ada perkataan yang hendak
disampaikan, hanya saja karena Ang in sin pian sekarang
masih berada disana akhirnya dia tidak jadi bicara dan lari
keluar dengan cepat.
Sesudah Lie Siauw Ie meninggalkan ruangan itu dalam hati
Liem Tou hanya merasakan hatinva yang hampa dengan
termangu-mangu tanpa mengucapkan sepatah katapun berdiri
disana.
Kiranya Lie Siauw Ie memang betul terluka oleh senjata
rahasia Kioe Cu gin Ciam-nya sendiri, ketika dia melihat Au
Hay Ong Bo mendesak kearah Liem Tou terus menerus karena
takut Liem Tou cedera oleh serangannya maka sengaja dia
melancarkan serangan dengan menggunakan senjata
rahasianya.
Siapa tahu Au Hay Ong Bo yang merupakan seorang jago
yang berkepandaian tinggi serta tenaga dalamnya sudah
mencapai kesempurnaan panca indranya yang terlatih amat
tajam sekali. Begitu didengarnya ada sambaran senjata
rahasia mengancam tubuhnya dengan cepat dia berkelebat
balikkan tubuhnya sambil mengebut dengan menggunakan
ujung bajunya, begitulah jarum jarum perak itu terpukul balik
segera menghajar badan Lie Siauw Ie tanpa ampun lagi.

Untung saja waktu itu Liem Tou sempat menubruk kedepan
sehingga bisa terhindar dari mara bahaya, jika waktu itu Au
Hay Ong Bo menambah dengan satu serangan lagi begitu
badan Lie Siauw Ie terkena pukulan Kioe Im thiat Siu-nya - -
entah bagaimana jadinya.
Sedang Liem Tou berdiri termangu mangu mendadak
terdengar Au Hay Ong Bo sudah membentak dengan amat
keras.
"Siapa kau ??"
Liem Tou menjadi amat terkejut sekali, baru saja dia mau
putar tubuhnya mendadak segulung angin pukulan yang amat
tajam menyambar dari belakang tubuhnya tanpa menoleh lagi
ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah
dengan tergesa-gesa3 meloncat beberapa langkah kedepan
kemudian baru menoleh ke belakang.
Kiranya orang yang baru melancarkan serangan bokongan
itu tidak lain adalah Hek Loo jie itu manusia yang paling
pengecut didunia saat itu
Liem Tou menjadi amat gusar, kuda kudanya sedikit
diperkuat, badannya sedikit merendah siap melancarkan
balasannya. Baru saja dia mengerahkan tenaga dalamnya
mendadak terasa olehnya seluruh tubuhnya gemetar amat
keras, hawa murni yang dikerahkan keseluruh badan tiba tiba
buyar ditengah jalan, sampai saat itulah dia baru tahu dirinya
sedang dalam terluka sedang saat itu Hek Loo jie semakin
lama semakin mendekati badannya.
Ketika matanya melirik kesamping terlihat para jago yang
berada didalam ruangan itu sudah meninggalkan tempatnya
masing masing dan bergeser mendekati dirinya. Siang hui hok
Pouw Beng serta Pouw Liang dengan melototkan matanya
memandang dirinya mereka berdiri tegak menjaga pintu
keluar ruangan tersebut.

Liem Tou yang dikurung ditengah kepungan musuh yang
berada di empat penjuru sedang dirinyapun terluka, teringat
kembali Lie Siauw Ie yang ikut terluka karena dirinya tidak
tertahan lagi batinnya sangat sedih sekali, jika dibadannya
membawa senjata tajam kemungkinan waktu itu dia sudah
cabut pisaunya untuk bunuhdiri.
Sesaat Liem Tou sedang merasa sangat sedih dan putus
asa itulah mendadak terdengar Au- Hay Ong Bo membentak
dengan amat gusarnya.
“Hay budak liar, Lie Loo jie itu apamu cepat bilang?”
Mungkin waktu itu gadis cantik pengangon kambing sudah
melihat keadaan Liem Tou yang amat barbahaya itu,
sambungnya.
“Liem koko kau masih tak pergi, kau mau tunggu kapan
lagi ??"
"Enmm..." pikir Liem Tou diam diam.
“Jika aku bisa melarikan diri buat apa tunggu kau bilangi
aku dulu. . ."
Terdengarlah Au Hay Ong Bo tertawa terbahak bahak
dengan sangat seramnya.
"He he he.., Loo nio atur jebakan seluruh penjuru tempat
ini. Bangsat anjing kau mau melarikan diri kemana ??"
"Hey siluman tua kau jangan sombong dulu” Seru gadis
cantik pengangon kambing dengan amat gusarnya. "Aku
sengaja mau suruh Liem koko melarikan diri dari sini, aku mau
lihat kamu orang bisa berbuat apa".
Kemudian gapenya kepada Lem Tou.
Waktu itu Liem Ton tidak tahu sudah terjadi urusan apa,
baru saja dia menoleh mendadak di depan matanya
berkelebat sebuah sinar yang amat menyilaukan mata sebilah

pisau belati yang amat tajam sudah melayang kehadapannya
dengan cepat dia ulur tangan menyambutnya.
Ujar gadis cantik pangangon kambing itu "Liem koko, siapa
yang berani ganggu kamu orang bunuh terlebih dulu, cepat
pergi."
Liem Tou yang didalam genggamannya telah bertambah
dengan sebilah pisau belati yang amat tajam perasaan sedih
serta putus asa yang menghiasi air mukanya tadi kini secara
mendadak hilang lenyap tanpa bekas, semangat
kejantanannya muncul kembali didalam hatinya, bagaikan
meeyambarkan segulung angin taufan dengan sebilah pisau
belati yang kecil tapi memancarkan sinar yang amat tajam ini
dia melancarkan serangan kedepan, sambil bentaknya dengan
keras.
"Siapa yang berani menghalangi perjalanan aku Liem Tou
?”
Tubuhnnya dengan cepat menyusup dan lari dengan
cepatnya keluar ruangan.
Sejak tadi Hek Loojie sudah buat persiapan sudah tentu dia
tidak akan membiarkan dia pergi dengan begitu mudahnya,
sambil mendengus dengan amat dingin dia melancarkan satu
serangan dahsyat dari samping tubuh Liem Tou, ujarnya.
“Hey Liem Tou kalau kamu orang seorang lelaki sejati
jangan pergi".
Padahal didalam hati Liem Tou sudah punya rencana yang
sangat teguh, gerakannya menyusup keluar dari ruangan tadi,
tidak lain hanya siasatnya, suara di timur menyerang ke barat.
Baru saja Hek Loo jie selesai berbicara mendadak dia
menjatuhkan diri ke arah belakang, serangan yang dilancarkan
Hek Loo jie tepat lewat dari atas kepalanya.

Sungguh ilmu Thiat Pian Ciauw yang sangat bagus" teriak
Hek Loo jie ketika serangannya mancapai pada sasaran yang
kosong.
Serangan kedua segera menyusul lagi, Liem Tou sudah
tentu tidak membiarkan dia berlaga kuasa mendadak dia
membalikkan badannya, pisau belati di tangannya sedikit
digetarkan kemudian didorong kedepan, tubuhnya dengan
mengikuti gerakan tersebut bagaikan kilat cepatnya
menerobos kedepan badan Hek Loo jie dan menusuk
tubuhnya
Jurus ini merupakan jurus serangan Ooh Koei Ciat Hun atau
Setan lapar menubruk sukma, salah satu jurus serangan yang
dahsyat dari Hek Loo toa khusus unruk menghadapi Hek Loo
jie menjadi amat terperanjat, teriaknya.
"Sungguh hebat”
Bagaimanapun juga dia merupakan salah soorang dari Siok
To Siang Mo yang mempunyai nama sangat terkezal didalam
Bu lim sehingga gerakan untuk meloloskan diripun sudah
dilatihnya amat sempurna. Ditambah lagi serangan dari Liem
Tou ini dilancarkan terialu jauh dari sasarannya.
"Sekalipun dia merasa terkejut oleh serangan ini tapi
didalam keadaan yang amat tergesa-gesa itu serangan kedua
yang dilancarkan secara mendadak diubah menjadi
cengkeraman maut.
Tangannya dibalik dengan cepat mencekal pergelangan
tangan Liem Tou yang menggenggam pisau belati itu,
gerakannya dilakukan amat cepat ketepatan mencengkeram
urat nadipun sangat hebat.
Liem Tou pernah berhasil menggunakan jurus ini untuk
melawan Ciang Beng Hu yang waktu itu sedang menyamar
sebagai pengemis cilik serta hweesio mayat hidup siapa tahu
ini hari telah mencapai sasaran kosong ketika melawan Hek

Loo jie sendiri tanpa terasa hatinya merasa terheran heran
juga.
Di dalam keadaan yang amat tergesa-gesa dia menutul
permukaan tanah meloncat ketengah udara, pisau belati di
tangannya diputar kemudian bagaikan kilat cepatnya
melancarkan serangan dengan menggunakan jurus-jurus Pek
In Jut Siuw atau mega putih muncul dari bukit, Toan In Jan
Gwat atau mega terputus putus menutupi hutan, serta jurus
cong In Pau Huang atau mega merah didelapan penjuru.
"Sreet...sreet...- sreet...” sinar keperak perakan memenuhi
angkasa sebingga mengacaukan pandangan setiap orang,
tanpa dipikir lebih panjang lagi dia melanjutkan serangannya
dengan menggunakan ilmu pedang dari Kun lun Pay Hong In
Chiat Kiam atau ilmu pedang angin dan mega dengan
dahsyatnya mengurung seluruh tubuh Hek Loo jte.
Terhadap jurus jurus serangan yang aneh dari pisau belati
itu selama ini Hek Loo jie belum pernah menemuinya sudah
tentu dia tidak sanggup untuk melawannya, terpaksa berturut
turut dia mundur beberapa langkah kebelakang. Melinat
kesempatan yang sangat bagus Liem Tou tidak mau
membuangnya dengan percuma, tubuhnya berputar ditengah
udara pisau belatinya dengan memancarkan sinar keperakperakan
menerjang keluar dari ruangan itu.
Siang Hui hok begitu melihat Liem Tou menerjang kearah
mereka, satu dari kanan yang lain dari kiri bersama sama
menubruk kedepan menghalangi perjalanan Liem Tou
selanjutnya.
Secara tiba tiba Pouw Beng serta Pouw Liang merasakan
pisau belati ditangan Liem Tou di dalam satu kali tebasan
itulah sudah berubah menjadi tiga bilah pilau yang secara
bersama- sama menyerang kearah mereka, hal ini memaksa
mereka berdua terpaksa menyingkir kesamping dan pada saat
yang bersamaan pula Liem Tou sudah menerjang keluar.

Dia tidak berani berhenti terlalu lama, untuk berpikir
panjang pun tidak akan berani lagi dengan tidak
menghiraukan keadaan sekitarnya dia melarikan diri dengan
cepat ke arah belakang perkampungan.
Baru saja beberapa langkah meninggalkan tempat semula
tiba-tiba dirasanya keadaan sedikit tidak beres, dengan cepat
dia angkat kepalanva memandang ternyata yang mengepung
sekitar tempat itu, saat itu secara serempak mereka sedang
berteriak teriak.
“Liem Tou. Kau tidak malu, tidak punya kemampuan untuk
mengunjungi gunung secara terang terangan sekarang berani
menyelundup secara sembunyi sembunyi,”
"Liem Ton, kau manusia goblok juga mau sebut dirimu
sebagai seorang enghiong"
“Liam Tou. Kau mencemarkan nama baik ayahmu."
Liem Tou benar semua orang itu adalah para pemuda
perkampungan yang sebaya usianya dengan dia, sedang
mereka pun merupakan kawan-kawan karib dari Pouw Siauw
Ling yang sering mengejek dan menganiaya dirinya.
Kini melihat orang-orang itu menghalangi perjalanannya
dengan gusar bentaknya keras.
"Cepat menyingkir Kalian mau cari mati yaa?”
Segera dia menerjang kedepan, orang itu ketika melihat
keganasan dan kehebatannya di tambah lagi dengan berita
yang tersiar mengatakan Pouw Siauw Ling serta Pouw Toa
Tong sudah terluka ditangannya dengan tanpa berani
mengganggu lagi pada menyingkir ke samping memberi jalan.
Mendadak terlihatlah seorang pemuda yang tak tahu,diri
sudah tunjukkan diri menghalangi perjalanannya, dia
menganggap Liem Tou masih seperti Liem Tou yang dahulu
mudah untuk dianiaya, dengan mengandalkan ilmu silat yang
dilatihnya dia menyambut kedatangan Liem Tou.

Bagaimana pun juga Liem Tou bukanlah seorang yang
bodoh, ketika melihat orang itu begitu nekat hendak mengadu
tenaga dengan dirinya dengan cepat dia mengerem
gerakannya.
"Cepat menyingkir " teriaknya keras.
"Apakah kau betul betul mau cari mati?”
“Liem Tou kau jangan membual terlalu besar" bentak orang
itu sembari menuding kearah Liem Tou dengan menggunakan
pedangnya. "Hanya didalam satu tahun saja kau sudah
melatih kepandaianmu seberapa tinggi
Liem Tou tak mau gubris orang itu dengan cepat dia
menoleh kebelakang, terlibatlah dengan dipimpin Pou Liang
serta Pouw Beng semua tamu serta hadirin termaauk juga Hek
Loojie sudah pada mengejar lebih dekat, apalagi itu Pouw
Liang yang mendapatkan julukan sebagai Siang hui houw,
ilmu meringankan tubuhnya sudah dilatih mencapai pada taraf
kesempurnaan hanya didalam satu kali loncatan saja mereka
sudah hampir mencapai belakang tubuhnya.
Melihat keadaan yang begitu bahaya Liem Tou segera
membentak
"Kau cari mati sendiri."
Pisau belatinya dibabat kedepan menyambar dada orang
itu, dengan cepat pemuda tersebut angkat pedangnya
menangkis.
"Peletak.." seketika itu juga pedang ditangannya berhasil
dibabat putus menjadi dua bagian, asalkan pisau belati Liem
Tou didorong satu coen lagi kedepan maka pemuda itu tanpa
ampun segera binasa seketika itu juga.
Tapi bagaimana pun juga Liem Tou tak tega untuk turun
tangan jahat terhadap orang itu, telapak kirinya segera
melancarkan satu serangan memukul mundur tubuhnya
sejauh tujuh delapan langkah kebelakang.

Pada saat dia sedikit berayal itulah Pouw Liang serta Pouw
Beng sudah berada dibelakang tubuhnya.
"Breeet. . ." Liem Ton hanya merasakan punggungnya
menjadi dingin kemudian disusul dengan panas, perih, sakit
dan amat linu dia tahu pundaknya sudah terluka oleh goresan
pedang pihak lawannya, tanpa terasa dia menagembor
dengan keras, pisau belatinya dibalik menyambar kebelakang
segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan
hati dari Pouw Liang tubuhnya menggeletak keatas tanah
tidak berkutik lagi.
"Pouw Liang," Suara teriakan dari Pouw Beng memecahkan
kesunyian disekeliling tempat "Pouw Liang, oh .. adikku”
Liem Tou tidak mau ambil perduli lagi, dengan cepat dia
melarikan dirinya kedepan. Baru saja lari beberapa ratus kaki
dari tempat semula terasalah olehnya pundak yang terluka
terasa sakit luar biasa, darah didepan dadanya terasa bergolak
dengan amat kerasnya membuat terasa amat pening.
Dia tahu pukulan dari Au Hay Ong Bo tadi sudah membuat
badannya terluka amat parah, kini terasalah olehnya seluruh
badan lemas tak bertenaga, rasa mual yang sukar ditahan
menyerang dadanya membuat dia hamper-hampir jatuh tak
sadarkan diri.
Pada waktu itulah dia mendengar suara teriakan serta
bentakan dari orang yang mangejar dirinya semakin
mandekat, dia mana mau begitu saja tnenyerah kepada
mereka, hatinya mendadak menjadi agak mantap dengan
menggigit kencang bibirnya dan melarikan diri kearah sebelah
belakang perkampungan.
Dalam hati diam-diam pikirnya lagi.
"Asalkan aku berhasil melarikan diri ke dalam lorong yang
menghubungkan tempat ini dengan sungai tanpa berhasil
ditangkap oleh mereka, waktu itu aku tidak usah takut pada
mereka lagi.”

Tak selang berapa lamanya sampailah dia di dalam hutan di
belakang perkampungan tersebut, hatinya saat ini semakin
mantap lagi.
Mendadak . kuburan dari ayahnya Liem Han San muncul di
hadapannya, bagaimana pun juga hubungan ayah beranak
jauh lebih erat sehingga walaupun kini berada di saat-saat
yang amat kritis hatinya terasa sedih juga, apalagi sejak
ditinggal oleh ayahnya dan selalu menemui penderitaan yang
amat hebat, tidak punya tempat tinggal yang tetap, ditambah
lagi kini dalam keadaan terluka dalam yang amat parah masih
dikejar kejar orang sehingga tidak ada jalan lain lagi.
Penderitaan serta perih getir yang terlintas didalam pikiran kini
mernbuat lututnya terasa amat lemas. Mendadak dia jatuhkan
diri berlutut di hadapan kuburan ayahnya, tidak bisa ditahan
lagi dia menangis amat sedihnya.
Saat itu dia sudah lupa akan keadaannya yang amat
bahaya. Terdengar disamping badannya berkumandang suara
pujian kepada Buddha yang amat nyaring.
"Omitohud"
Bersamaan pula terdengar suara yang bargema memenuhi
seluruh angkasa.
"Buliang sohud".
Ada pula yang sudah membentak dengan amat keras.
“Liem Tou, saat ajalmu sudah diambang pintu, menangis
apa gunanya ?"
Mendengar bentakan yang amat keras itulah Liem Tou baru
sadar kembali dari sedihnya, ketika mengangkat kepalanya
memandang terlihatlah lima enam orang sudah mengepung
dirinya rapat- rapat diantara mereka ada Hwesio, tosu,
pengemis termasuk juga Tok Ci Kiem Ciam atau si jari beracun
jarum emas Song Beng Lan beserta Hek Loo jie.

Kepungan berlapis disekelilingnya itu mengenal semuanya
adalah orang orang penjaga Au Hay Ong Bo sewaktu masih
ada didalam gua besar di atas puncak Ngo Lian Hong, ketika
dia memandang keluar kembali terlihatlah diluar orang-orang
itu masih ada para pemuda dari perkampungan sudah
mengepung rapat-rapat tempat itu.
Didalam keadaan yang amat berbahaya seperti ini
seharusnya Liem Tou merasa terkejut tapi dia yang baru saja
menangis dengan amat sedihnya kini malah berubah semakin
tenang.
Sambil berpikir didalam hati dengan perlaban dia bangkit
berdiri.
“Kenapa kau tidak mau pukul aku sampai binasa ??”
Dia menyapu sekejap kearah orang orang itu kemudian
menggerutu.
“Liem Tou kali ini sudah berada disini kalian mau berbuat
apa lakukanlah sekehendak kalian”
Perkataannya ini membuat semua orang yang mengepung
dirinya menjadi melengak dibuatnya, terlihat Song Beng Lan,
Si Hwesio gundul, tosu serta pengemis itu saling bertukar
pandangan kemudian baru ujarnya.
“Sejak partai Kiem Thian pay diresmikan selamanya belum
pernah terjadi suatu sakit hati seperti kematian Kuncu kami.
Hmmm, kau bangsat licik banyak akal aku linat lebih baik kita
tidak usah tunggu kedatangan Ong Bo lagi, rubuhkan dia
terlebih dulu baru bicara kemudian bagaimana pendapat
kalian bertiga ??"
Perkataan dari Song heng sudah salah besar" timbrung
tosu itu. "Ong Bo sudah ada perintah demikian, janganlah kau
menyalahi, kau kan sudah tahu bagaimana sifat dari Ong Bo
kita."

Liem Tou yang mendengar tanya jawab antara Song Beng
Lan serta tosu itu segera menjadi radar kembali, kiranya
selama ini mereka ragu-ragu tidak mau turun tangan
membinasakan dirinya dikarenakan Au Hay Ong Bo sendiri
yang mau balaskan dendam bagi putrinya, tetapi ketika
teringat akan luka yang diderita oleh Lie Siauw Ie kemudian
teringat pula kalau Au-Hay Ong Bo sudah tertahan oleh sigadis
cantik pengangon kambing tanpa terasa keinginan untuk
hidup muncul kembali didalam hatinya, semangat jantannya
berkobar kembali, pikirnya kemudian.
"Bagaimana aku bisa setolol begini, kenapa aku harus
serahkan nyawaku kepada orang-orang semacam begitu?"
Seketika itu juga dalam hatinya mulai memikirkan cara
untuk meloloskan diri dari kepungan tersebut, walaupun bekas
luka goresan pedang pada punggungnya kini tcrasa begitu
sakitnya tapi dengan keteguhan hati yang sudah dilatih sejak
dia masih kecil, dengan paksakan diri itu dia menahan
perasaan sakit hati itu, sepasang matanya dengan cepat
segera berputar memandang sekeliling tempat tersebut.
“Hati-hati anjing kecil ini mau melarikan diri.”
Tiba tiba Song Beng Lan berteriak memberi peringatan
ketika melihat keadaan dari Liem Tou itu.
Tangan kanannya dengan cepat didorong kedepan siap siap
melancarkan serangan sedang matanya dengan melotot lebar
lebar memperlihatkan seluruh gerak gerik dari Liem Tou ini.
Liem Tou tertawa dingin tak henti-hentinya, pisau belati di
tangannya diperkencang kakinya dengan cepat berputar
kemudian secara tiba tiba melancarkan satu tusukan kearah
manusia berpakaian pengemis itu.
Pengemis itu sama sekali tak mau mambalas serangan itu,
dia mengundurken dirinya satu langkah ke samping untuk
menghalangi kembali perjalanan Liem Tou.

Sebaliknya Song Beng Lan, si Hwesio gundul serta tosu itu
tidak bersabar lagi, tiga orang bersama-sama membentak, lalu
sepasang tangannya bersama-sama menyerang kedepan
secara berbareng.
Siapa tahu jurus serangan dari Liem Tou ini merupakan
salah satu dari ilmu pedang Thian San Hwe Sian Kiam,
serangan yang menusuk ke arah si pengemis tadi hanya
merupakan satu serangan kosong belaka, tujuan yang
sebetulnya dari jurus itu tidak bukan adalah Song Beng-Lan
Terlihatlah serangan pukulan atau jari Sakti dari Song Beng
Lan serta Hwesio dan Tosu itu hampir mengenai badannya,
mendadak Liem Tou membentak keras, tubuhnya secara tibatiba
berubah arah bagaikan kilat cepatpya berputar kcsamping
sedang pisau belati di tangannya dengan mengeluarkan sinar
bagaikan busur membuat perhalangan tangan dari si Hwesio,
Toosu serta Song Beng Lan.
Ketiga orang itu menjadi amat terperanjat, dengat cepat
mereka mengundurkan dirinya ke belakang kemudian dengan
pandangan terpesona memandang ke arah Liem Tou.
“Hey bangsat cilik” teriak Song Beng Lan dengan perasaan
geram dan ragu-ragu.
"Jurus-jurus serangan yang begitu aneh ini kau dapatkan
dari mana?”
“Hey Mou heng” serunya kemudian sembari menoleh kea
rah manusia berdandan tosu, “Apa kau juga mau menunggu
sampai Ong Bo datang kemari?”
Tosu itu melirik sekejap kea rah hwesio-hwesio itu,
kelihatan sekali kalau dalam hati dia merasa sangat ragu-ragu.
Sedangkan hwesio itu dengan pandangan penuh arti
memandang kea rah Liem Tou, lama sekali baru tanyanya.

“Hey bangsat cilik, kau bisa menggunakan jurus-jurus sakti
dari Thian San Hwee Sian Kiam tentunya mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan partai Thian San?”
Liem Tou yang mempelajari semua jurus serangan itu dari
kitab pusaka "Too Loo-Cin Keng" sudah tentu tidak tahu jurusjurus
serangan tersebut berasal dari partai mana, kini ditanyai
begitu dia hanya membungkam dalam seribu bahasa,
sedangkan di dalam hati dia terus menerus memikirkan cara
untuk melarikan diri dari sana.
“Hey bangsat cilik” tiba-tiba hwesio gundul itu membentak
lagi dengan suara seperti geledek. “Kalau kau adalah anak
murid Thian san pay sudah tentu mengenal juga Soat Hu Li
atau si Rase salju Jien Hui, bukan?”
Selesai berkata dia menoleh kepada ketiga orang
temannya, kemudian sambungnya lagi.
“Kalian bertiga hengthay silahkan turun tangan, jika nanti
Ong Bo menyalahkan kalian biarlah aku yang menanggung
semua”
Tidak menanti ketiga orang kawannya memberikan
jawaban dia sudah melancarkan satu serangan dahsyat ke
arah Liem Tou.
Liem Tou menjadi amat terkejut, baru saja dia mau
menghindarkan diri dari serangan dahsyat tersehut, Hek Lao
jie yang sampai saat itu terus menerus menanti saat-saat yang
baik untuk turun tangan secara tiba-tiba bagaikan kilat
cepatnya sudah melancarkan suatu serangan dahsyat
menahan angin pukulan dari Soat Hu Li itu.
"Jien-heng tahan dulu." Teriaknya dengan keras. “Sewaktu
bangsat cilik Liem Tou ini melawan cayhe tadi jurus-jurus
serangan yang digunakan semuanya merupakan jurus
serangan dari ilmu pedang Hong In Kiam nya partai Kunlun,
kini dia menggunakan juga ilmu pedang Hwee Sian Kiam dari
aliran Thian San Pay, menurut pendapatku dia bukanlah anak

murid dari partai mana pun, tapi agaknya sedikit punya
hubungan dengan Lie Loojie."
Mandengar omongan dari Hek-loojie ini air muka Soat hu li
segera berubah amat hebat.
"Hek loojie." Teriaknya gusar.
"Kami dengan kalian Siok to Siang Mo selamanya tak punya
ganjalan sakit hati apapun, lebih baik kau berdiri disamping.
Bangsat cilik ini punya dendam sakit hati dengan kami dari
partai Kiem Thian Pay, jika kau adalah kawan kami maka
harap berdiri di samping jangan turut campur, tapi jika
musuh…Hmm..hmmm..”
Hek Loojie tertawa licik, sambil memandang ke arahnya dia
berkata lagi.
"Aku Hek Loojiee bukan kawan juga bukan lawan kalian
partai Kiem Thian Pay, hanya saja aku mau peringatkan
kepadamu saja kalau ia punya hubungan dengan Lie Loojie,
Siapa yang tidak tahu kalau kau Soat Hu Li kenapa mau
meuggabungkan diri dengan partai Kiem Thian.Hmm, kau mau
mempelajari ilmu jari sakti Yan Wi Toan Hok Ci Kong nya Au
Hay Ong Bo kemudian hendak kau gabungkan dengan ilmu
telapak Toa Su Log Cing hoat yang kamu pelajari dari hweesio
Tibet kemudian bendak kau gunakan balas sakit hati atas
diusirnya kau dari perguruan Thian San Pay.”
“Hmmmm, apa kau tidak tahu kalau Liem Tou memiliki juga
kitab pusaka To Kong Pit Liok-nya Cio Coesu ? Jika kau
berhasil memiliki kitab pusaka tersebut maka kepandaianmu
akan jauh lebih tinggi sepuluh kali lipat dari pada mempelajari
ilmu jari Yan Wei Toan Hun Ci”
Hek Loojie bisa berbicara begitu telah tentu punya rencana
hendak menculik pergi Liem Tou untuk memperoleh kitab
pusaka To Kong Pit Liok tersebut, makanya dia berusaha keras
untuk mencegah Soat Hu Li ini turun tangan jahat terhadap
Liem Tou sehingga dia jadi binasa.

Setelah mendengar omongan dari Hek Loojie ini agaknya
Soat Hu Li tertarik juga, dengan cepat dia menarik
serangannya dan berpikir keras.
"Jien-heng " Teriak Song beng Lan dengan cepat. "Kau
jangan mau dengar omongannya, siapa yang tahu hatinya
sedang merencanakan apa ? Lebih baik kita kuasai dulu
bangsat cilik ini."
Sambil berkata dia maju dua langkab ke depan, jarinya
dengan cepat melancarkan suatu serangan kilat mengarah
jalan darah di pundak Liem Tou.
Gerakan dari Song Beng Lan ini dilakukan dengan amat
cepat tapi gerakan dari Soat Hu Li jauh lebih cepat lagi, tetapi
begitu dia meiihat Song Berg Lan melancarkan serangan
dahsyat
dengan cepat dia mengibaskan ujung bajunya.
"Saudara Song tahan dulu" serunya,”Biarlah aku pikir pikir
dulu baru kita bicarakan lagi."
Waktu itulah Hek Loo jie merasa waktunya sudah tiba,
dengan meminjam kesempatan sewaktu Soat Hu Li
mengibaskan ujung bajunya itulah secara tiba tiba dia
membentak keres, telapak kirinya melancarkan satu serangan
dahsyat membabat ketiga orang itu sedang tangan kanannya
dengan cepat bagaikan kilat mencengkeram pundak dari Liem
Tou.
Orang orang dari partal Kiem Thian Pay ini walaupun
berjumlah banyak sekali tetapi berada di dalam keadaan tidak
bersiap sedia ketika itu juga mereka berhasil memukul mundur
lima enam langkah oleh angin pukulan itu hahkan Liem Tou
pun terserang secara mendadak itu membuat dia menjadi
kalang kabut, untuk menyerang dengan menggunakan pisau
belatinya,

guna meuolong diri tidak sempat lagi dengan cepat dia
melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu "Hwe In
Su" yang pernah diingatnya dari Heng San Ji Yu sewaktu
masih berada di dalam lembah Cupu-cupu, telapak kirinya
tiba-tiba menerobos diantara ketiak, dengan cepat
menyambut datangnya serangan maut dari Hek Lao Jie itu.
Walaupun dengan gerakan ini Liem Tou berhasil
menghindarkan diri dari serangan serangan yang menuju
punggungnya tapi kepandaian Hek Loo Jie didalam ilmu
cengkeraman mautnya ini berada diatas dugaannya, begitu dia
melihat Liem Tou melihat datangnya serangan itu menjadi
amat girang di dalam hatinya memang dia tidak punya minat
untuk mencelakai nyawanya, pergelangan tangannya dengan
cepat ditekan kebawah kemudian mencengkeram pergelangan
tangan Liem Tou.
Ketika itu juga Liem Tou merasakan pergelangan
tangannya seperti dijepit dengan jepitan besi, sakitnya sampai
terasa diulu hatinya.
Mendadak dia membentak keras pisau belati ditangan
kanannya dengan seluruh tenaga dibacok kearah pergelangan
tangan Hek Loo jie.
Dengan dinginnya Hek Loo ji mendengus, tangannya sedikit
ditarik kebelakang membuat badan Liem Tou menjadi
sempoyongan, biar bagaimanapun juga dia menusuk
membabat dan membacok dengan sekuat tenaga hanya cukup
Hek Loo ji menarik lengannya membuat dia tidak sanggup
untuk mendekati badannya.
Hek Loo ji yang melihat Liem Tou mencak mencak terus
menerus membuat kegusarannya memuncak, dia membentak
keras cengkeramannya diperkencang lagi membuat Liem Tou
yang sebelumnya sudah menderita luka dalam kini merasa
tidak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi.

Saking sakitnya air muka Liem Ton sudah berubah menjadi
pucat kehijau hijauan, giginya menggerutuk menahan
perasaan sakit yang luar biasa, dari perubahan wajahnya yang
begitu ngeri sudah cukup diketahui bagaimana perasaan sakit
yang dideritanya pada saat itu.
Waktu ini si Soat Hu Li, Lie Hui, si jari beracun jarum emas
Song Beng Lan, Toosu, serta pengemis sekalian menjadi amat
gusar kali, mereka sama sekali tak menyangka hanya didalam
satu pukulan saja Hek Loo ji berhasil pukul mundur mereka
semua bahkan berhasil menguasai Liem Tou untuk dipaksa
nunjukkan tempat penyimpanan Kitab pusaka To Kong Pit Liok
bersama sama mereka melancarkan serangan dahsyat
mengancam seluruh tubuhnya.
Didalam hati Hek Loo ji tahu dengan jelas jika dirinya
berani melawan jago jago berkepandaian tinggi yang
mengepung dirinya saat ini maka tidak ampun dia akan
menderita kerugian, didalam keadaan seperti itu segera dia
menarik badan Liem Tou sehingga bergeser kekanan
menutupi seluruh badan sendiri, kiranya dia hendak
menggunakan badan Liem Tou untuk dipergunakan sebagai
perisai dirinya.
Liem Tou yang berturut turut menderita luka sejak tadi
sudah kehilangan tenaganya untuk melawan, untuk
meloloskan diripun tak ada cara terpaksa dengan hati yang
cemas dia memandang sekelilingnya.
Keringat dingin mulai mengucur keluar membasahi seluruh
badannya apa lagi kini di hadapannya terdapat empat orang
jago berkepandaian tinggi dari Kiem Thian Pay yang selalu
melancarkan serangan dahsyat ke arah Hek Loo ji setiap
serangan mereka besar kemungkinan bisa mampir dan
bersarang dibadan sendiri membuat dia merasa sangat
terkejut sekali hanya cukup satu serangan saja dari mereka
mungkin sudah cukup mencabut nyawanya sendiri.

Siapa tahu entah disebabkan oleh apa, mereka empat
orang yang semula hendak membinasakan diri Liem Tou kini
malah menganggap dia sebagai penghalang saja setiap
serangan yang mereka lancarkan asalkan sudah mendekati
dengan badan Liem Tou dengan cepat ditarik kembali,
sepertinya mereka sangat takut sampai melukai dirinya.
Dengan kejadian ini kegusaran keempat orang jago dari
Kiem Thian Pay ini semakin memuncak lagi.
Kurang lebih lewat seperminum teh lagi waktu itu Liem Tou
yang dibawa berputar sudah mulai merasakan kepalanya
sangat pening, pandangannya mu1ai menjadi kabur sedang
perasaan mual didalam dadanya sukar ditahan lagi, napasnya
ngos-ngosan sedang keringat yang mengalir keluar seperti air
bah yang mengalir deras.
Tita .tiba. , . "Krooook. . " dari pusarnya mengeluarkan
suatu suara yang ringan tapi nyaring, hawa murninya dengan
cepat menerjang keatas kemudian mengitari seluruh
tubuhnya.
Dalam hati Liem Tou menjadi bergerak dengan cepat dia
tarik napas panjang membuat seluruh badannya terasa amat
nyaman tenaga dalamnya pulih kembali seperti sedia kala
membuat hatinya betul betul merasa teramat girang
bercampur heran, dengan cepat dia pejamkan matanya
mengatur pernapasan.
Saat ini keempat jago dari Kiem Thian Pay yang sedang
bertarung melawan Hek Loo ji semakin bertempur semakin
seru sedang pergelangan tangan kiri dari Liem Tou yang di
cengkeram oleh Hek Loo ji pun ikut bergoncang semakin keras
membuat pisau belati ditangan sebelah kanannya ikut manari
dan berputar dengan amat santarnya.
Kini racun pukulan dingin Kiem Im Han Tok Ciang dari Au
Hay Ong Bo sudah berhasil di paksa keluar oleh keringat yang
mengucur keluar dengan amat derasnya itu sehingga luka

dalamnya sudah dia sembuhkan tanpa dia sadari ditambah
lagi dengan pengaturan napas beberapa lamanya membuat
tenaga dalam dari Liem Tou jadi pulih kembali. Saat ini dia
tidak mau bergerak banyak banyak, dia ingin menunggu
kesempatan yang bagus untuk melancarkan serangan dengan
menggunakan pisau belatinya membuat Hek Loo Ji menemui
ajalnya.
Mendadak, "Berhenti" Suatu suara yarg memekikkan telinga
bergema disekeliling tempat itu.
Terlihat sesasok bayangan manusia berkelebat, Au Hay Ong
Bo sudah memunculkan dirinya disana. Ujung bajunya yang
seperti baja dengan manimbulkan angin pukulan yang amat
dingin menggulung kearah Hek Loo ji, serangan ini dilakukan
begitu cepatnya sehingga sukar diketabui oleh pandangan
mata.
Walaupun kepandaian silat dari Hek Looji tidak begitu
liehay tapi jaraknya berdiri dengan diri Au Hay Ong Bo masih
agak jauhan, melihat dia melancarkan satu serangan
kearahnya dengan cepat dia lepaskan cengkeramannya pada
Liem Tou lalu melayang mundur beberapa kaki kearah
belakang.
Melihat hal ini Soat Hu Li sekalian berempat dengan
gusarnya membentak keras, dengan cepat mereka
melancarkan satu serangan dahsyat kearahnya membuat Hek
Looji saking takutnya cepat-cepat melarikan diri terbirit birit.
Baru saja Liem Tou merasa lega karena lolos dari
cengkeraman Hek Looji kini musuh tangguh muncul kembali
dihadapan matanya didalam keadaan ketakutan dan terkejut
pisau belati ditangan kanannya bersamaan dengan pukulan
dengan menggunakan telapak kirinya bersama sama
melancarkan serangan ke arah Au Hay Ong Bo, dia tahu
dirinya bukanlah tandingan dari Ay Hay Ong Bo tapi dia sadar
siapa yang cepat dialah yang menang, karena itulah tanpa

pikir-pikir panjang lagi dia sudah melancarkan suatu serangan
kearahnya.
"Heey..“ Pikirnya pula didalam hati. “Kenapa siluman tua ini
bisa kesimi? apa mungkin gadis cantik pengangon kambing
nona Lie sudah dikalahkan olehnya?”
Tidak perduli si gadis cantik pengangon kambing itu
menang atau kalah terbukti dia tidak muncul ditengah
kalangan pada saat ini sama artinya Au Hay Ong Bo tidak ada
yang bisa menandingi lagi.
Karenanya segera dia melancarkan serangan gencar
kearahnya dengan menggunakan berbagai macam jurus yang
tidak menentu membuat Au Hay Ong Bo seketika itu juga
dibuat tertegun.
Dengan menggunakan kesempatan Au Hay Ong Bo sedang
tertegun itulah dengan cepat Liem Tou meloncat beberapa
kaki dari sana kemudian melarikan diri dengan cepatnya
kedepan.
Menanti Au Hay Ong Bo sadar kembali dia sudah berada
kurang lebih dua tiga kaki dari tempatnya berdiri, dengan
cepat dia membentak keras kemudian mengejar dari
belakang.
Kali ini Liem Tou sudah sadar bahwa dirinya tidak mungkin
berhasil mencapai gua rahasia yang menghubungkan puncak
gurung dengan tepi sungai itu, karenanya dia berbalik
melarikan diri kearah dalam perkampungan, untung saja jarak
antara sana kearah perkampungan tidak jauh, tidak lama
kemudian dia sudah sampai sedangkan waktu itu Au Hay Ong
Bo sudah berada satu dua langkah dari dirinya.
Didalam keadaan amat terkejut bercampur terperanjat Liem
Tou tanpa pikir panjang lagi sudah menerjang masuk kedalam
rumah rakyat perkampungan yang berada dihadapannya.

Tubuhnya dengan cepat bagaikan kilat menerobos kedalam
pintu rumah itu sedang Au Hay Ong Bo dengan kencangnya
menguntit terus dari belakangnya memaksa Liem Tou
melarikan diri lebih cepat lagi sesudah berputar putar
beberapa tikungan begitu dilihatnya ada jendela di depannya
tanpa pikir panjang lagi dia sudah menerobos keluar dari
jendela tersebut.
Ketika dia menoleh kebelakang terlihatlah Au Hay Ong Bo
masih berada didalam ruangan rumah itu, dengan cepat dan
gugup dia menerobos kembali ke rumah yang lain, untung
saja rakyat di dalam perkampungan itu rata rata sudah kenal
dengan diri Liem Tou, begitu melihat dia muncul didalam
rumah mereka sakalipun merasa kedatangannya itu secara
tiba tiba tapi tidaklah terlalu merasa heran dan aneh bahkan di
antara mereka ada yang berusaha membantu Liem Tou untuk
menyembunyikan dirinya.
Tetapi saat ini Liem Tou yang merasa musuh musuh yang
mengejar dirinya terlalu tangguh tidak mau menyusahkan
orang orang yang berbaik hati itu, apalagi didalam pikirannya
sudah punya maksud untuk melarikan diri kerumah kediaman
Lie Siauw Ie guna melihat keadaan lukanya, karena itu dia
tidak mau menerima kebaikan hati orang orang itu dengan
meminjam kesempatan untuk secepat cepatnya dia
menerobos keluar kemudian meloncat keatas tiang-tiang
untuk melanjutkan melarikan dirinya kedepan.
Sesudah mengalami berbagai kesusahan dan rintangan
akhirnya Liem Tou berhasil tiba di depan rumah Lie Siaue Ie
tanpa pikir lagi dia sudah menerobos kedalam rumah.
Dengan terlihatnya Lie Siauw Ie sedarg berbaring di atas
pembaringannya, melihat hal itu di daiam hatinya menjadi
amat terkejut bercampur girang segera dia maju menubruk
sambil teriaknya,
"Ie Cici."

Air matanya tidak bisa ditahan sudah meleleh keluar
dengan derasnya, bersamaan pula secara tiba tiba dia
merasakan kepalanya amat pening, tanpa bisa ditahan lagi dia
rubuh keatas tanah jatuh tidak sadarkan diri.
Kiranya sekalipun luka dalamnya sebagian besar sudah
hampir sembuh, hal ini dikarenakan sewaktu tadi manahan
serangan telapak tangan dari Au Hay Ong Bo dia
mendapatkan pukulan Kioe Im Han Tok Ciang tidak terlalu
parah, sesudah mengeluarkan keringat boleh dikata racun
tersebut sudah dipaksa keluar dari badannya, tapi bekas luka
goresan pada punggungnya tetap terus mengalir darah segar
tak henti-hentinya tadi waktu dia melarikan diri karena
suasana tegang membuat dia tak begitu terasa, tapi sekarang
sesudah keadaan tenang kembali membuat dia seketika itu
juga merasakan keperihannya sehingga tanpa terasa lagi dia
jatuhkan diri dengan tidak sadar.
Lie siauw Ie yang melihat dia jatuh pingsan menjadi amat
terkejut, dengan cepat dia meloncat turun dari
pembaringannya sambil berteriak dengan nada yang amat
cemas.
"Adik Tou kau kenapa ?"
Saking cemasnya air matanya meleleh dengan amat
derasnya, dengan cepat dia meloncat turun dari pembaringan
kemudian membopong tubub Liem Tou ke atas
pembaringannya.
Baru saja tangannya mulai bergerak menepuk seluruh
tubuhnya guna menyadarkan dirinya dari pingsan mendadak
dari luar kamar terdengar suara terikan yang amat ramai
sekali mulai mendekati tempat tersebut, mendengar akan
suara itu Lie Siauw Ie segera sadar kalau orang orang
perkampungan sudah mengejar hingga kemari.
Dalam hati Lie Siauw Ie tahu bahwa orang tidak akan
melepaskan rumahnya dengan begitu saja, mereka tentu akan

mengadakan pemeriksaan yang amat teliti disekeliling
rumahnya, karena itu kepada ibunya dia berkata.
"Ibu, jika mereka mencari sampai disini berusahalah
mencegah gerakan mereka selanjutnya, jangan sekali-kali
melepaskan mereka masuk ke dalam kamar, mereka
mempunyai niat yang tidak baik terhadap adik Tou"
Sambil berkata dia menarik selimut dan menutupi seluruh
tubuh dari Liem Tou, sedang dirinyapun ikut berbaring di
sampingnya.
Tidak selang lama kemudian segerombolan suara tindakan
kaki yang amat ramai sudah berhenti didepan pintu rumah,
bahkan diantara mereka sudah ada beberapa orang yang
mulai berteriak.
"Liem Pek Bo. bangsat cilik Liem Tou sudah datang
mengacau perkampungan, bukan saja sudah melukai Siauw
Ling ko serta Toa Tong- siok bahkan sudah bunuh mati Pouw
Liang Jiesiok, aptkah bangsat cilik itu sudah bersembunyi
didalam rumah Pek Bo?”
Lie Siauw Ie berbaring didalam kamar ketika mendengar
berita itu didalam hatinya diam diam merasa terkejut, dia tak
menyangka sama sekadi Liem Tou bisa menimbulkan bencana
begitu besarnya.
"Oooh bukan, bukan…" sahut seorang pemuda diantara
orang orang kampung itu, "apakah dia betul betul tidak kemari
? ? Anjing kecil itu sudah menderita luka yang amat parah dia
bisa lari ke mana lagi ??"
Gerombolan pemuda itu akhirnya tanpa mengucapkan
terima kasih sudah meninggalkan tempat itu uutuk mencari
jejak ditempat yang lain.
Lie Siauw Ie yang mendengar mereka sudah pada
meninggalkan tempat ini hatinya menjadi amat lega, dia putar
tubuhnya memandang ke arah Liem Tou yang terbaring dibalik

selimut, terlihatlah dia tertidur di sampingnya dengan sangat
pulasnya.
Dalam hati Lie Siauw Ie hanya merasakan hatinya amat
kecut dan sedih, gumamnya seorang diri.
"Ooh adik Tou, selama beberapa waktu ini tentu menderita
siksaan serta penderitaan sangat hebat, kau tidurlah dengan
tenang, cicimu bisa melindungi dirimu dengan
mempertaruhkan nyawa cici, sejak saat ini kita berdua tidak
akan berpisah kembali"
Sudah bergumam beberapa saat lamanya sekali lagi
memandang ke arah Liem Tou yang jatuh pulas dengan
nyenyaknya itu. Mendadak terlihatlah olehnya diujung kelopak
mata Liem Ton mengucur keluar titik-titik air mata, melihat hal
itu tanpa terasa lagi dari kelopak matanya sendiri mengucur
keluar juga air mata dengan derasnya.
Lewat dua tiga jam kemudian suasana didalam ruangan itu
semakin lama semakin redup dan mulai menggelap, saat itu
merupakan permulaan musim salju pada bulan ke sepuluh
tidak selang lama magrib pun sudah menjelang tiba. Saat itu
Liem Tou masih tidur dengan sangat pulasnya. Lie Siauw Ie
yang lukanya sudah sembuh dengan perlahan lahan turun dari
pembaringan dan berjalan menuju ke dapur untuk
mempersiapkan makanan malam.
Pada saat itulah gerombolan pemuda yang tadi mencari
jejak Liem Tou kini mendatangi kembali tempat itu bahkan kali
ini dipimpin langsung Ang ing-sin pian Pouw Sak San itu
Cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung.
Sesampainya didepan pintu rumah dia tak terus menggedor
pintu, sebaliknya dengan amat teliti dia memeriksa keadaan di
sekeliling rumah tersebut.
Begitu melihat munculnya gerombolan orang itu perasaan
tegang mulai meliputi kembali di hati Lie Siauw Ie beserta

ibunya diam diam keringat dingin mulai mengucur keluar
dengan sangat derasnya.
Perlahan lahan Lie Siauw Ie mendekati pintu rumah itu,
dengan meminjam sinar yang ada dia mulai mengintip dari
celah-celah lubang. Terlihatlah, Si Ang in sin pian Pouw Sak
San Cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung dengan air muka
penuh diliputi dengan napsu membunuh memimpin diri Liong
ciang Lie Kian Poo, Pouw Beng serta pemuda perkampungan
berdiri di depan rumah dengan angkernya.
Ketika melihat lagi ke arah lain terlihatlah ditempat
kejauhan si Au Hay Ong Bo dengan memimpin Soat Hu Lie
beserta anak buahnya dan seluruh jago yang menghadiri
parjamuan sudah berdiri menyebar sekeliling tempat itu.
Dalam hati segera tahu tentunya orang orang itu sedang
mengincar diri Liem Tou tanpa terasa lagi perasaan cemas dia
sudah menoleh ke arah ibunya lagi.
"Ibu" teriaknya dengan sedih, "Bigaimana? "Bagaimana
dengan baiknya ?"
Orang tua itu agaknya juga dibuat cemas untuk beberapa
saat lamanya, tapi sebentar kemudian sudah bisa
menenangkan pikirannya lagi.
"Aku sendiri juga tak tahu harus berbuat bagaimana"
Sahutnya dengan menghela napas panjang. "Ie-jie, aku pikir
perlahan lahan tentu kita mendapatkan cara juga untuk
meloloskan diri, untuk sementara kau janganlah kuatir dulu."
"Ibu”seru Lie Siauw Ie kembali, "Jika mereka ngotot mau
masuk rumah untuk mengadakan pemeriksaan bagaimana kita
harus berbuat? Jika Liem Tou sampai ditawan mereka
nyawanya sukar untuk ditahan lagi"
Semakin berkata Lie Siauw Ie semakin cemas dan semakin
sedih lagi sehingga air mata mengucur keluar lebih deras lagi,

melihat hal itu ibu Lie Siauw Ie dengan gugup memberi
hiburan.
"Kau janganlah murung dulu," ujarnya. "Urusan sekarang
belum terjadi buat apa kau murung??? Mungkin juga sebentar
lagi mereka akan pergi"
Baru saja perkataan itu diucapkan terdengarlah diluar
rumah berkumandang suara teriakan seseorang secara tiba
tiba.
"Lapor Cungcu, Cepat kemarilah. Darah darah Liem Tou
bangsat cilik itu pasti berada didalam rumah ini!”
Mendengar teriakan itu air muka Lie Siauw Ie segera
berubah menjadi pucat pasi, dengan cepat dia menubruk ke
dalam rangkulan ibunya.
"Oooh ibu!" Serunya setelah gemetar. "Bagaimana baiknya?
Sebentar lagi pasti mereka masuk kemari."
Seperti orang gila Lie Siauw Ie segera melepaskan dirinya
dari rangkulan ibunya kemudian lari masuk ke dalam
kamarnya, dengan amat gugup sekali dia menggoyangaan
tubuh Liem Tou yang masih pulas.
"Adik Tou!" teriaknya dengan amat cemas, "Cepat
bangun.Bencana sudah berada diambang pintu, kau cepatlah
bangun”
Saat itulah dengan suara yang amat kasar dan keras Si Ang
in sin pian Pouw Sak San itu cungcu dari perkampungan Ie
Hee Cung sudah mulai menggedor pintu sembari berteriak.
"Liem Tou bangsat cilik, cepat mengelinding keluar!"
Dengan perlahan Liem Tou membuka matanya kembali,
tapi begitu mendengar suara bentakan dari Pouw Sak San
dengan pandangan tertegun dia memandang Lie Siauw Ie
yang sedang berdiri disampingnya.

"Adik Tou, kau cepat bangun." teriak Lie Siauw Ie dengan
amat cemas, "Mereka sudah mencari sampai disini, kita harus
mencari cara untuk menghadapi mereka. Oooh bagaimana
baiknya sekarang?”
Dengan cepat Liem Tou meloncat bangun, sesudah tertidur
dengan amat nyenyaknya beberapa saat lamanya
semangatnya kini sudah pulih kembali.
"Cici" tanyanya dengan cemas. "Siapa? Siapa yang datang
cari aku?"
"Cungcu" Sahut Lie Siauw Ie singkat tapi cukup
menimbulkan getaran yang amat kuat.
Mendadak sinar mata Liem Tou meemancarkan sinar yang
amat tajam, dengan cepat bagaikan kilat tubuhnya bergerak
lari keluar.
Melihat gerak gerik Liem Tou ini Lie Siauw Ie menjadi amat
terperanjat, dengan cepat dia menyambar menahan diri Liem
Tou sembari bertanya.
"Adik Tou." Kau mau pergi kernana?"
“Bangsat anjing itu harus kubunuh sekarang juga "
Teriaknya dengan amat gusar sedang air mukanya berubah
membesi. "Aku.. aku tidak akan takut padanya"
"Adik Tou, kau tidak boleh pergi"
Lie Siauw Ie dengan suara yang amat lirih. "Selain Cungcu
sendiri beserta siluman perempuan beserta seluruh tamu yang
diundang Cungcu sudah berada di sekeliling ternpat ini, jika
kau keluar bukankah hanya mengantar diri ke mulut macan?"
Mendengar omongan dari Lie Siauw Ie ini hati Liem Tou
seketika itu juga menjadi dingin separuh, lama sekali dia tidak
meagucapkan sepatah katapun. Tapi beberapa saat kemudian
secara tiba-tiba teringat akan sesuatu hal, ujarnya kemudian.

"Kalau begitu apakah cici melihat nona pengangon kambing
nona Lie itu? Dia sekarang pergi kemana? Apa dia sudah turun
gunung terlebih dulu?"
Air muka Lie Siauw Ie segera berubah hebat, sepasang
matanya yang jeli dan bening menarik itu dengan tajamnya
memandang wajah Liem Tou, lama kemudian barulah
tanyanya secara
Tiba-tiba.
"Siapa dia? Apa hanya dia seorang yang bisa menolong
kau?"
Sejak kecil Liem Tou sudah terbiasa dipandang rendah
orang dan diejek kanan kiri sehinaga tanpa terasa dia sudah
paham sekali terhadap perubahan wajah serta perasaan
seseorang begitu melihat sikap serta perubahan Lie Siauw Ie
tanpa terasa hatinya sudah berdesir.
"Cici, kau jangan salah paham,” Sahutnya dengan nada
yang sangat berhati hati. "Dia hanyalah gadis pengangon
kambing yang sedang mengangon kambingnya, aku baru saja
mangenal dia ketika bertemu ditengah jalan, Tapi kepandaian
silat yang dimilikinya amat tinggi sekali, bukankah ketika
masih berada didalam ruangan Cie Ie Tong kau sudah melihat
sendiri bagaimana tingginya kepandaian silat yang
dimilikinya?”
Dengan perasaan amat tidak puas Lie Siauw Ie mendengus,
kemudian tidak mengucapkan kata kata lagi.
Waktu itu Si ang in sin pian Pouw Sak San itu cungcu dari
perkampungan Ie Hee Cung sudah gembar gembor dan
menggedor pintu semakin keras lagi. Ibu Siauw Ie segera
berteriak memberi sahutan.
"Sejak tadi aku sudah bilang Liem Tou tidak berada disini,
Siauw Ie masih terluka dan berbaring diatas pembaringan,

baru saja dia tertidur dengan pulas, buat apa kalian gembar
gembor tidak karuan di luaran sana?"
"Lie Toa so!" Teriak Pouw Sak San pula tidak mau kalah
"Kami betul betul karena terpaksa harus menemui dia barulah
memeriksa ditempat ini, sedang itu Au Hay Ong Bo pun harus
mau temui dia terlebih dahulu baru meninggalkan tempat ini.
Toa so, bukankah kau sudah tahu kalau Au Hay Ong Bo itu
merupakan jagoan yang paling telengas didalam Bu lim saat
ini? jika sampai dia marah didalam perkampungan ini tidak
ada orang yang sanggup menahan dirinya. Liem Tou ada atau
tidak asalkan aku melihat sebentar saja segera akan tahu. Toa
so harap kau buka pintumu."
Liem Tou serta Lie Siauw Ie segara berjalan mendekati
samping badan Ibu dari Siauw Ie itu.
"Pouw Sak San!" Teriak ibu Siauw Ie pura-pura marah
sesudah mendengar omongan dari Ang in sin pian Pouw Sak
San itu.
"Kau bertindak sebagai seorang Cungcu perkampungan
yang sangat terhormat apakah demikian perbuatannya? aku
sejak tadi sudah bilang kalau Liem Tou tidak berada disini, apa
kau kira aku biasa ngomong bohong? Apa kau mau
menganiaya aku ibu beranak yang sudah lama ditinggal mati
oleh suamiku? Hmmm .. Hmmm. jikalau memangnya mau
berbuat begitu silahkan hajar pintu depan, kami ibu beranak
akan menyerahkan diri kepada kalian tanpa melawan.”
Beberapa patah katapun dari ibunya Siauw Ie betul betul
amat lihay sekali, seketika itu juga membuatnya si Pouw Sak
San itu hanya membungkam dalam seribu bahasa, agaknya
dia sudah dibuat tidak berkutik oleh omongan-omongan
tersebut.
"Toaso" Lama sekali barulah terdengar seseorang yang lain
membuka mu!ut secara tiba-tiba.

"Aku adalah Lie Kian Poo, kalau memangnya Liem Tou tidak
berada didalam kamar bukan kah tidak ada halangannya
Toaso buka pintu agar Cungcu bisa melihat dengan mata
kepala sendiri?"
Begitu Lie Kian Poo mulai angkat bicara seketika itu juga
membuat ibunya Siauw Ie menjadi tertegun, karena Lie Kian
Poo jadi orang paling jujur dan paling pegang peraturan.
Semua orang di dalam perkampungan rata-rata pada
menghormati dirinya sebagai pemimpin, karena itulah seketika
itu juga membuat ibunya Siauw Ie tidak bisa memaki lagi.
"Ooh . . . Kian Poo siok juga ikut datang " Serunya terpaksa
dengan nada mendatar "Kalau memangnya tak percaya lagi
dengan omonganku apa kini Kian Poo Siok tidak mau percaya
lagi terhadap omonganku ?"
"Toaso kau tak tahu keadaan yang sebenarnya." bantah Lie
Kian Poo dengan cepat. "Kini bukanlah Cungcu berlaku
sebagai pemimpin, tentunya dari dalam rumah Toaso juga
bisa
lihat itu Au Hay Ong Bo berdiri mengawasi gerak gerik kita
dari tempat kejauhan, karena itulah harap Toaso jangan salah
artikan bila Cungcu kita sudah tak mau percaya dengan
omongan Toaso, hal ini kami lakukan karena terpaksa."
Beberapa perkataan dari Lie Kian Poo ini sangat pakai
aturan dan merupakan kejadian yang terbukti, ibunya Siauw
Ie yang juga merupakan seorang yang pegang teguh aturan
dalam hatinya diam-diam merasa camas, dengan perlahan dia
menoleh memandang kearah Liem Tou serta Lie Siauw Ie.
Terlihatlah kedua orang itu yang satu berwajah tampan
menarik sedang yang lain cantik menggiurkan dengan
mesranya sedang bersandar dipelukan Liem Ton apalagi
sepasang matanya yang bulat menarik itu sedang memandang
dirinya dengan perasaan penuh kasihan.

Teringat akan kedua orang itulah membuat ibunya Siauw Ie
terpaksa dengan gigit kencang bibirnya sendiri memberi
sahutan.
“Kian Poo-siok, pintu ini aku tidak akan membukanya,
jikalau Cungcu sudah tidak menyukai berdua ibu beranak,
sekarang juga meninggalkan kampung ini untuk selamanya,
kalau tidak silahkan menghancurkan pintu ini kemudian cabut
sekalian nyawa kami berdua."
Perkataan yang penuh perasaan pedih dan sedih membuat
keadaan diluar pintu sunyi senyap, agaknya Lie Kian Poo
sedang berunding dengan Cungcu bagaimana caranya untuk
manghadapi keadaan salanjutnya.
Mendadak.. salah satu dari Siang hui hok itu yang bernama
Pouw Beng dengan amat gusarnya sudah berteriak keras.
"Hey Cung cu, kamu orang tidak bisa berbuat begini,
dengan terang-terangan Liem Tou berada didalam rumah
kenapa kau tidak langsung masuk ke dalam untuk tawan dia
keluar?? Apa kau kira nyawa saudara bisa dibuang dengan siasia
saja ? ? Haaa ? Jika kamu tak mau turun tangan biar aku
yang kerjakan sendiri,”
"Pouw Beng," teriak ibunya Siauw Ie dengan amat gusar
sedang dalam hati diam-diam merasa amat terperanjat.
"Menghormati yang tua membantu yang muda, melindungi
yang tua melindungi kaum pelajar itulah peraturan dari
perkampungan kita, kau berani."
"Kau jadi orang tidak pakai aturan perkampungan dengan
kamu ?" Bentak Pouw Berg yang berada diluar rumah dengan
amat gusarnya.
"Braaak . . " terdengar suara yang amat keras bergema
memenuhi sekeliling tempat itu, pintu rumah dari Lie Siauw Ie
sudah terhajar oleh bogem mentahnya Pouw Bang, seketika
itu juga debu serta pasir memenuhi angkasa sedang pintunya
sendiri hanya berbunyi dengan sangat keras, pintu yang

terbuat dari kayu keras itu tetap utuh tak sampai terhajar
bobol oleh pukulan tersebut.
Keahlian pertama dari Pouw Beng terletak pada ilmu
meringankan tubuh saja sedangkan tenaga pukulannya tidak
begitu hebat, karena itu biar pun dia sudah melayangkan
bogem mentahnya pada atas pintu tapi tidak sampai berhasil
menghancurkan pintu tersebut.
Tetapi dengan terjadinya peristiwa ini membuat suatu
perasaan yang ngeri meliputi tiga orang yang terkurung dalam
rumah itu, suatu perasaan aneh muncul di dasar lubuk hati
mereka, di dalam keadaan yang amat terperanjat serta cemas
itulah tanpa terasa, mereka bertiga sudah diikuti oleh
ketegangan yang sukar dikatakan, air muka mereka dengan
sendirinya juga ikut berubah menjadi amat keren.
Tangan kiri Liem Tou dengan kencang memegang pisau
belati sedang tangan kanannya melindungi dadanya,
sebaliknya Lie Siauw Ie melintangkan pedangnya di depan
siap menghadapi serangan musuh bersamaan pula meraup
senjata rahasia Kioe Cu Kien Ciam siap disambitkan keluar.
Jilid 13 : Jatuh ke jurang
Sampai waktu seperti ini mau tak mau ibunya Siauw Ie pun
terpaksa siap mengadu jiwa, sepasang golok tipisnya dicabut
keluar siap menghadapi musuh.
Mereka bertiga sama-sama memusatkan seluruh
perhatiannya menanti serangan musuh selanjutnya, asalkan
pintu itu sedikit terbuka maka secara serentakan dan tiba tiba
mereka akan melancarkan serangan untuk seIanjutnya
menerjang keluar bagaimana kemudian mereka tidak berani
berpikir lanjut bahkan memangnya tidak punya waktu untuk
berpikir hal itu lebih teliti bagi.

"Dak . . . duk . . duk . . . suara gedoran dari Pouw Beng
sekali lagi bergema diseluruh ruangan, jika situasi pintu itu
agaknya sebentar lagi tidak akan sanggup untuk menerirna
gemparan telapak Pouw Beng.
Pada saat yang amat kritis itulah tiba-tiba dari belakang
Perkampungan berkumandang bentakan serta suitan yang
amat nyaring bagaikan kicauan burung kenari memecahkan
kesunyian yang mencekam kemudian disusul dengan suara
teriakan si gadis cantik pengangon kambing dengan suaranya
yang amat keras.
"Liem Tou koko.” Serunya. ”Tunggu aku sebentar, kau
jangan lari begitu cepat.”
Begitu teriakan itu muncul sesaat kemudian suara gedoran
di pintu luar menjadi tenang kembali, sedang Liem Tou yang
berada didalam ruangan pun dibuat menjadi melengak.
"Liem Tou koko. “Suara teriakan dari gadis cantik
pengangon kambing itu berkumandang kembali. “Tadi kamu
orang pergi kemana? Aduh..kau membuat aku merasa tersiksa
dan menderita hanya karena mencari dirimu”
Dengan omongannya itu dengan amat jelas dia sudah
beritahu pada orang lain kalau Liem Tou tidak berada disana.
Pouw Beng, Ang in sin pian beserta para jago lainnya yang
berada diluar rumah mendengar perkataan itu dengan sangat
jelas, kalau memangnya begitu buat apa mereka buang
tenaga dan waktu di luar rumah keluarga Lie ini?
"Ayoh jalan.” Suara teriakan yang amat keras segera
bergema disana.
Serentetan suara langkah manusia yang amat keras
berkumandang kemudian semakin lama semakin perlahan dan
akhirnya lenyap dari pendengaran.
Bagaimana secara mendadak gadis cantik pengangon
kambing itu bisa muncul di situ membantu Liem Tou lolos dari

ancaman bahaya? Kiranya waktu itu sesudah Liem Tou
berhasil menerjang keluar dari pintu ruangan Cie Eng Tong
antara dirinya segera terjadilah suatu pertempuran yang amat
sengit melawan Au Hay Ong Bo itu, karena kepandaian
mereka seimbang karena itu untuk beberapa waktu lamanya
tidak ada seorang diantara mereka yang menderita kalah.
Au Hay Ong Bo yang di dalam hatinya hanya punya tujuan
terhadap Liem Tou seorang, ketika melihat Liem Tou
melarikan diri dari dalam ruangan itu bagaimana pun juga
membuat pikirannya sedikit bercabang, dengan kesempatan
itulah gadis cantik pengangon kambing untuk beberapa saat
lamanya berhasil menduduki diatas angin.
Siapa tahu dengan menggunakan kesempatan itulah si Ang
in sin pian itu cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung sudah
melancarkan serangan kembali ke arah si golok naga hijau Sie
Piauw tauw, bagaimana pun juga karena usia yang sudah
tinggi ditambah lagi kepandalan silatnya memang sudah kalah
satu tingkat dari Ang in sin pian itu tidak sampai mencapai dua
puluh jurus sekali lagi si golok naga hijau sudah terjerumus
kedalam keadaan yang sangat berbahaya.
Muridnya yang tertua Oei Poh ketika melihat suhunya
terdesak dibawah angin bahkan keadaannya sangat bahaya
segera menerjunkah diri ke dalam kancah pertarungan, pada
saat yang bersamaan pula Lie Kian Poo sudah munculkan diri
menahan serangannya mau tak mau terjadilah suatu
pertempuran yang amat sengit antara Oei Poh dengan Lie
Kian Poo.
Waktu semakin lama keadaan dari si goloknaga hijau Sie
Piauw tauw semakin babaya lagi, pecut sakti yang berada
ditangan Ang in sin pian sudah menutupi seluruh tubuhnya
bahkan menekan badannya makin lama semakin berat, setiap
saat nyawanya mungkin bisa melayang di bawah serangan
cambuk tersebut.

Gadis cantik pengangon kambing yang melihat keadaannya
itu terpaksa harus melepaskan diri Au Hay Ong Bo untuk
memberikan bantuannya.
Di dalam hati Au Hay Ong Bo hanya punya satu tujuan saja
yaitu membalaskan sakit hati putri kesayangannya, begitu
gadis cantik pengangon kambing itu menghindar ke samping
dengan cepat dia merebut keluar dari pintu untuk mengejar
Liem Tou.
Setelah gadis cantik pengangon kambing berhasil menolong
golok naga hijau Sie piauw tauw itu keluar dari bencana
kematian segera terjadilah pertempuran sengit melawan diri
Pouw Sak San, tapi sewaktu dilihatnya Au Hay Ong Bo sudah
tidak berada dalam ruangan dengan tergesa-gesa dia pimpin
si golok naga hijau bersama muridnya turun dari gunung itu.
Sesudah meloloskan diri dari cengkeraman Ang in sin pian
inilah dia baru bisa lari kearah Liem Tou dimana tadi melarikan
dirinya sedang saat itu bertepatan sewaktu Au Hay Ong Bo
menerobos setiap rumah untuk mencari jejak Liem Tou,
dengan cepat dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh Hui
Si Ya In atau terbang layang bagaikan mega meloncat naik ke
puncak pohon yang lebat, dari sanalah dia bisa melihat semua
pemandangan di dalam perkampungan itu sehingga sewaktu
Liem Tou bersembunyi di rumah Lie Siauw Ie orang lain tidak
bisa tahu sebaliknya dia bisa melihat semuanya dengan
teramat jelas.
Dia terus manyembunyikan dirinya sehingga dilihatnya
Pouw Beng menggedor pintu dan Liem Tou di dalam keadaaan
yang amat berbahaya, sampai waktu itulah dia baru bersuit
nyaring kemudian mengeluarkan kata kata tersebut, dia
sengaja berbuat begitu untuk memancing pergi Ang in sin pian
serta Au Hay Ong Bo sekalian sehingga dengan begitu Liem
Tou memperoleh kesempatan untuk melarikan diri.
Sewaktu Liem Tou tadi mendengar suara seruan dari gadis
cantik pengangon kambing itu semula dia dibuat ragu ragu

untuk beberapa saat lamanya kini mendengar cungcu sekalian
sudah pada bubaran dan mengejar kearah mana datangnya
suara tadi pikirnya segera berputar kembali, saat ini dia sudah
sadar peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya dengan
amat cemas ujarnya kepada Lie Siauw le serta ibunya.
"Pek-bo, cici, aku mau pergi harap Pekbo serta Cici baikbaik
jaga diri.”
sambil berkata dia putar tubuhnya siap berlari dari sana.
"Adik Tou tunggu sebentar" mendadak Lie Siauw Ie
rnembentak dengan keras menahan kepergiannya.
Liem Tou menjadi bingung dengan cepat ia menoleh
kebelakang, terlihatlah Lie Siauw le dengan wajah penuh air
mata sedang berlutut di hadapan ibunya memberi mohon
dengan suara yang amat pedihnya,
"Ibu, hari ini le jie mau turun gunung bersama sama adik
Tou, tentu ibu bisa mengabulkan bukan?"
Mendengar permintaan anaknya ini ibunya Siauw Ie
menjadi amat terperanjat tanpa disadari dia sudah mundur
setengah langkah kebelakang.
"Kau . . . . kau bilang apa?? " tanyanya dengan suara
gemetar sedang pedangnya dengan tertegun memandang
wajah Lie Siauw le.
Dalam hati Lie Siauw Ie merasakan hatinya begitu hancur,
tapi ketika teringat akan waktu, waktu yang lalu mendesak
paksaan dengan paksakan diri sambungnya.
"Ibu, putrimu tahu saat ini kau orang tua merasa sangat
terkejut, tapi sikap dari orang-orang keluarga Pouw betulbetul
membuat putrimu tidak tahan lagi, jika putrimu berada
di sini malah sebaliknya mendatangkan berbagai kesulitan
kepada ibu, ini hari aku aku mau turun gunng bersama-sama
adik Tou tentunya ibu bisa mengabulkan permintaanku
ini,bukan? paling lama satu tahun asalkan kepandaian silat

adik Tou sudah berhasil dilatihnya pasti putrimu akan kembali
lagi."
Lie hujien ketika mendengar perkataan dari putrinya ini
dalam hati betul-betul merasa sangat sedih sekali, selama ini
dia hidap bersama-sama dengan Lie Siauw Ie sudah tentu
tidak akan reIa ditinggal pergi oleh putrinya, tanpa terasa air
matanya sudah meleleh keluar dengan derasnya, sambil
bungkam seribu bahasa dia gelengkan kepalanya.
Tetapi bagaimana pun juga perasan seorang ibu jauh lebih
tajam dan mengerti akan perasaan putrinya, cintanya
terhadap Lie Siauw Ie boleh kata cinta yang muncul dari dasar
lubuk hatinya, kini melihat dia bersama Liem Tou memangnya
sepasang manusla yang setimpal walaupun di dalam hati dia
merasa seperti diiris-iris tanpa terasa gelengkan kepalanya
sudah berubah anggukkan tanda setuju sedang pada
airmukanya pun muncul senyuman yang amat manis,
sahutnya dengan suara yang rendah.
"Kalian pergilah, asalkan kalian berdua bisa berkumpul
menjadi satu, hatiku sudah merasa amat gembira.”
Dengan wajah penuh air mata Lie Siauw le mendongakkan
kepalanya memandang wajah ibunya yang amat ramah dan
kasih penuh kasih sayang itu, mendadak sepasang tangannya
sudah menubruk sepasang lutut ibunya.
"Oooh . . . ibu, wajahmu mengapa bisa berubah menjadi
begini rupa?" teriaknya sambil menangis tersedu sedu "Kau
bukannya sedang tertawa sungguh-sungguh, aku tidak akan
pergi, tidak jadi pergi, kau jangan salahkan aku"
Perasaan antara cinta kasih ibu dengan anak yang mucul
secara tiba-tiba membuat Lie-si tidak kuat menahan gejolak
hatinya, dengaa cepat dia merangkul badan Lie Siauw le
sembari menangis dengan amat sedihnya, untuk beberapa
saat lamanya dia tak sanggup untuk mengucapkan sepatah
katapun.

Waktu itu Liem Tou yang melihat sikap mereka ibu
beranak, tanpa terasa juga meneteskan air matanya, teringat
olehnya keadaan dirinya yang sejak kecil sudah ditinggal mati
oleh kedua orang tuanya, segera dia mendorong pintu sambil
ujarnya kepada mereka berdua.
"Pek bo, cici aku mau pergi dulu."
Sehabis berkata dia putar tubuhnya kembali berlari keluar.
Baru saja berjalan dua langkah dari tempat semula
mendadak Lie Siauw Ie dengan wajah penuh air mata
mendongak keatas.
"Cici." teriaknya dengan suara yang menyedihkan sekali.
Mendengar suara panggilan yang penuh perasaan duka itu
Liem Tou hanya merasakan hatinya diiris-iris dengan pisau
tajam tubuhnya yang bergerak maju dengan sendirinya
tertahan kembali ketempat semula. Dengan pandangan penuh
perasaan sedih dia memandang wajah Lie Siauw le lama sekali
mereka berdua saling berpandang-pandangan. Agaknya di
dalam hati mereka berdua siapa pun tidak ada yang mau
berpisah kembali hal ini bisa dilihat dari sinar mata mereka
yang penuh kesedihan.
Lie-si yang melihat keadaan mereka dari samping dalam
hatinya serasa tergetar amat keras sekali, pikirnya diam-diam.
"Kenapa aku harus berbuat demikian kejam? Sudah jelas
cinta mereka berdua sudah mencapai pada titik puncak, sekali
pun le-jie amat ku sayangi tapi bagaimana aku bisa berbuat
demikian sehingga mereka berdua menjadi berpisah kembali??
Apalagi perkataan dari le-jie tadi memang ada betulnya,
kenapa aku bisa berbuat demikian tolol”
Berpikir sampai disitu segera dia melepaskan kembali
rangkulannya pada diri Lie Siauw Ie.
"Liem Tou." teriaknya sembari mengangkat kepalanya
memandang tajam ke arah Liem Tou,

"Kau tunggulah sebentar, aku ada perkataan yang hendak
kusampaikan kepadamu"
Waktu ini perasaan cinta kasihnya sudah berubah menjadi
kemantapan dengan demikian air muka yang sangat angker
pun berubah menjadi penuh kewibawaan.
"Liem Tou" sambungnya kembali. "Aku tahu sifatmu sangat
jujur dan merupakan seorang yang bisa dipercaya. Mulai saat
ini juga aku akan serahkan Siauw Ie kepada dirimu walau pun
dia jauh lebih tua dua tahun dari dirimu tapi bagaimana pun
juga dia masih merupakan seorang gadis suci, sesudah turun
gunung kau harus betul-betul jaga dan melindungi dirinya.
Semoga saja sejak kini kau bisa berlatih ilmu silat lebih giat
lagi sehingga bisa kembali ke atas gunung secepat mungkin
agar aku yang menunggu pun tak usah menanti Iebih lama
lagi"
"Ibu aku tidak jadi pergi " teriak Lie Siauw Ie kemudian
sesudah mendengar omongan ibunya ini.'Aku mau tinggal
disini untuk mngawani ibu hidup hingga akhir jaman."
Cinta kasih serta keagungan dari kasih sayang seorang ibu
walau pun harus berbuat bagaimana pun rela berkorban demi
putrinya yang tercinta.
“Boanpwee takkan membiarkan Ie cici diganggu”
"Ie jie, kau harus dengar omonganku " ujarnya lagi dengan
penuh rasa sayang. "Kau bisa pergi bersama-sama Liem Tou
hal ini sudah menjadi keinginanmu, apalagi dnegan berbuat
begini kau akan lolos dari siksaan orang-orang keluarga Pouw,
kau bisa lolos dari bencana sudah tentu ibumu pun ikut
bergembira. Pergilah, ibumu masih bisa menjaga dan
mengurusi diriku sendiri. Ie-jie, kau tak perlu kuatir lagi”
Lie Siauw Ie hanya bisa menundukkan kepalanya saja
sambil melelehkan air mata, sepatah kata pun tak bisa
diucapkan kembali.

Liem Tou yang berdiri disamping melihat dia tak berbicara
lagi segera tahu kalau Lie Siauw Ie sudah menyetujui untuk
pergi bersama-sama dia, karena itulah dengan sangat hormat
sekal dia bungkukkan diri didepan Lie si untuk memberi
hormat.
“Pekbo, harap kau berlega hati” ujarnya dengan penuh
perasaan hormat.
“Sekali pun tubuh boanpwee hancur lebur pasti akan
melindungi keselamatan Ie-cici. Boanpwee tak akan
membiarkan Ie-cici diganggu orang lain sehingga
mendapatkan cidera, bilamana Ie-cici terjadi urusan silahkan
pekbo cari boanpwee untuk dimintai pertanggungjawaban”
Melihat perkataan dari Liem Tou yang penuh semangat dan
lucu itu tanpa terasa Lie-si sudah anggukkan kepala sembari
tertawa.
“Begitu pun juga baik,” sahutnya sambil tersenyum,
“Keadaan di dalam dunia kangouw sangat berbahaya sekali,
orang-orang banyak yang licik dan kejam jauh berbeda
dengan di rumah, sehingga jangan sampai terjerumus ke
dalam lembah kehinaan. Nah..sekarang kalian cepatlah pergi.”
Sekali lagi Liem Tou bungkukkan badan memberi hormat
sembari tambahnya.
“Cukup Pekbo tunggu satu tahun saja, boanpwee serta Iecici
tentu akan kembali ke perkampungan untuk menyambangi
diri Pekbo”
Segera dia menarik tangan Lie Siauw le dan ujarnya.
"Cici waktu sangat mendesak sekali kita tak bisa buangbuang
waktu kembali, ayoh jalan."
Lie Siauw Ie tak memberikan jawabannya mendadak dia
jatuhkan diri berlutut dihadapan ibunya kemudian
mengangguk-anggukkan kepalanya memberi hormat lama
sekali baru panggilnya.

“Ibu…” perkataan selanjutnya tak sanggup diucapkan
kembali.
Waktu Liem Tou benar-benar merasakan waktu yang amat
mendesak dia tak berani menunda waktu kembali, dengan
sekuat tenaga ditariknya badan Siauw le untuk bangkit
kemudian meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Waktu itu Lie si pun ikut bantu mendesak Lie Siauw le agar
cepat meninggalkan tempat itu sampai saat itulah dengan
perasaan berat ia baru bangkit berdiri, satu Iangkah bergerak
maju satu kali menoleh kebelakang, dengan perasaan hati
yang amat berat dia mengikuti diri Liem Tou meninggalkan
tempat itu.
Begitu sampai di luaran segera dia tahu kalau orang-orang
yang mengepung di sekeliling tempat itu sudah dipancing itu
gadis cantik pengangon kambing ke perkampungan bagian
belakang, dergan begitu jika dia mau turun gunung haruslah
melalui tiga tempat rintangan maut yang berada di depan.
Diam-diam pikirnya dalam hati.
"Dengan kepandaianku pada saat ini untuk melewati sungai
kematian serta tebing maut mungkin masih sanggup tapi
jembatan pencabut nyawa itu. . ."
Tapi urusan sudah sampai begitu rupa walau pun di dalam
hati dia tahu tidak punya pegangan yang kuat terpaksa
dengan menempuh bahaya harus dicoba juga.
Sesudah mengambil keputusan di dalam hatinya, dengan
menggandeng tangan Lie Siauw Ie dia melanjutkan
perjalanannya kedepan. “Cici, ayoh jalan," teriaknya.
Saat ini malam hari sudah menjelang datang cuaca amat
gelap sehingga sukar melihat tempat jauh. Liem Tou serta Lie
Siauw le segera melayangkan badannya ke depan menuju ke
gunung bagian depan.

Tidak selang beberapa lama sampailah mereka berdua
ditepi jembatan pencabut nyawa.
"Cici " Tanya Liem Tou dengan suara perlahan.: "Sungai
kematian serta Tebing maut sudah sukar untuk menahan
diriku, tapi Jembatan pencabut nyawa ini keadaannya
memang sungguh luar biasa bahayanya, cukup tidak tenang
sedikit saja badan kita bisa hancur ditelan dasar jurang yang
teramat dalam itu, bagaimana baiknya kita melewati tempat
ini?"
“Adik Tou " sahut Lie Siauw Ie sembari menghela napas
panjang. "Sejak kau meningalkan atas gunung waktu itu di
dalam hatiku sudah punya maksud untuk turun gunung
mencari dirimu. Jien Cui cici pernah memberi pelajaran ilmu
meringankan tubuh kepadaku mungkin kini sudah bisa
digunakan untuk melewati tempat ini, biarlah aku lewat dulu."
Liem Tou yang mendengar perkataan dari Lie Siauw Ie ini
segera tahu bahwa sekali pun ilmu meringankan tubuhnya
sudah mendapatkan kemajuan tapi selama ini belum pernah
sungguh-sungguh mencoba untuk melewati jembatan
pencabut nyawa ini, karenanya dengan perasaan tidak tenan
jengahnya.
“Cici tempat ini bukanlah tempat untuk main-main biarlah
adik Tou mencoba terlebih dulu”
"Tadi dia sudah bilang tak punya pegangan jika.. "
Berpikir sampai disini tanpa terasa lagi Lie Siauw Ie sudah
menghembuskan napas dingin, dengan cepat ujarnya.
"Jangan... jangan. . Iebih baik kita cari cara yang lain saja
untuk turun gunung ."
Dengan perkataan Lie Siauw Ie ini agaknya Liem Tou sudah
dibuat ragu-ragu juga oleh kemampuan dirinya untuk balik ke
perkampungan bagian belakang sudan tidak mungkin terjadi
apalagi satu satunya jalan baginya sekarang untuk meloloskan

diri hanya jalan ini saja membuat hatinya seketika itu juga
dibuat bingung sekali.
Tapi ketika mengingat kekejamam dari Au Hay Ong Bo
serta si Ang in sin pian itu Cung cu dari perkampungan le Hee
Cung hatinya jadi mantap kembali, segera dia maju ke pinggir
jembatan siap untuk menyeberanginya.
Melihat hal itu Lie Siauw Ie menjadi terperanjat.
"Adik Tou, jangan" teriaknya dengan keras.
Tetapi Liern Tou sudah pusatkan tenaga dalamnya, dengan
satu kali loncatan dia telah meloncat ke atas kawat baja yang
menghubungkan tebing yang satu dengan tebing yang lain ini,
dengan menutulkan kakinya bagaikan burung walet Liem Tou
sudah berhasil menyeberangi jembatan pencabut nyawa itu.
Lie Siauw Ie menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia
bergerak siap menyeberangi juga jembatan itu,
"Cici tunggu dulu," mendadak Liem Tou berteriak dengan
keras.
Dengan dua kali loncatan dia berbalik kembali ke sisi Siauw
le, sambungnya lagi. "Beruntung aku bisa melewati jembatan
ini tapi cici dapat menyeberangi atau tidak belum bisa
ditentukan sekarang.Kini aku sudah dapatkan cara harap cici
mau mencobanya terlebih dulu, bisa menyeberangi atau tidak
dapat kita ketahui.”
Siauw Ie menjadi sangat heran, dengan perasaan ingin
tahu dia pandang wajah Liem Tou, lama kemudian barulah
tanyanya.
"Kau punya cara apa untuk mengetahui aku bisa
menyeberangi jembatan ini atau tidak ?”
"Itu soal gampang," sahut Liem Tou sembari tersenyum.
"Asalkan ilmu meriangankan tubuh cici bisa mengalahkan
ilmuku sudah tentu cici bisa menyeberangi tempat ini.

Sekarang baiklah kita masing masing meloncat ke atas sekali,
jika cici bisa meloncat !ebih tinggi dari diriku itu tandanya ilmu
cici lebih tinggi dari diriku.”
"Baiklah" sahut Lie Siauw Ie menyetujuinya.
Demikianlah mereka berdua segera mengerahkan tenaga
dalamnya untuk kemudian bersama sama meloncat ke atas
udara.
Dengan loncatan ini segera terlihatlah kalau Lie Siauw Ie
ternyata bisa meloncat sama tingginya dengan loncatan Liem
Tou hal ini menunjukkan kalau kepandaian ilmu meringankan
tubuh dari Lie Siauw Ie memang seimbang dengan
kepandaiannya Liem Tou membuat dalam hati mereka berdua
diam-diam merasa amat girang sekali.
Pada saat mereka sedang merasa gembira itulah mendadak
. . . dari ujung jembatan pencabut nyawa sebelah sana secara
samar samar berkumandang datang suara manusia yang
makin lama semakin mendekat.
“Hmmm . hmmm .. . bangsat Hek Loo jie dari Siok-to siang
Moo ternyata begitu berani mencari gara-gara dengan partai
Kiem Thian Pay kita, ini hari dia dapat loloskan diri boleh
dikata keuntungan yang besar bagi dirinya,
hmmm . . . "
Mendengar perkataan itu Liem Tou serta Lie Siauw Ie
menjadi amat terkejut, tanpa terasa lagi mereka berdua sudah
mengeluarkan suara tertahan, masing-masing segera
meloncat ke samping batu batu cadas dan menyembunyikan
dirinya.
Beberapa saat kemudian dari bawah tebing kelihatan
meluncur datang beberapa sosok bayangan manusia yang
amat cepat, ditinjau dari gerakannya yang begitu ringan dan
lincah sudah jelas kalau mereka merupakan jagoan yang
berkepandaian sangat tinggi dan terkenal di dalam dunia

kangouw saat ini, saat ini jarak mereka dengan tempat
persembunyian Liem Tou masih sangat jauh sehingga sangat
sukar untuk melihat jelas wajah mereka.
Perlahan-lahan beberapa sosok bayangan itu makin
mendekat lagi akhirnya sudah tiba di ujung jembatan
pencabut nyawa itu, saat inilah Liem Tou baru melihat mereka
ternyata adalah si Soat Hu Li serta Song beng Lan sekalian
dari Kiem Thian Pay.
"Cici" ujarnya kemudian kepada Lie Siauw Ie dengan suara
yang amat lirih.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Raja Silat 1 dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Raja Silat 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-raja-silat-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Raja Silat 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Raja Silat 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Raja Silat 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-raja-silat-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...