Harimau Kumala Putih 5

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

“Oooh.........?”
“Dia tahu kalau aku mempercayainya, kecuali aku, hanya dia yang mengetahui rahasia ini”
“Rahasia apa?”
Lui Ceng thian tidak langsung menjawab pertanyaan itu, ujarnya:
“Bukannya aku takut apa apa, yang kutakuti justru bila terjadi seandainya, aku rasa setiap
orang persilatan pasti memahami akan arti kata tersebut, asal orang itu pernah berkelana
didalam dunia persilatan, entah apapun yang sedang dia kerjakan, sudah mundur sendiri yang
dipersilahkan lebih dulu”
Bu-ki juga memahami akan hal ini.
Maka Lui Ceng thian berkata lebih jauh:
“Akupun terhitung juga seorang jago kawakan, maka sebelum bersekutu dengan benteng
keluarga Tong, sebuah jalan mundur telah kupersiapkan dengan sebaik baiknya”
851
Sekalipun apa yang diucapkan tidak terlamapu jelas namun Bu ki dapat memahami
maksudnya.
Sebelum tiba dibenteng keluarga Tong, dia pasti telah menyembunyikan rahasia ilmu senjata
dari Pek lek tong dan harta kekayaan yang dihimpunnya selama banyak tahun disuatu tempat
yang amat rahasia, selain dia sendiri hanya Mi Ci yang mengetahui rahasia tersebut.
Kata Lui Ceng thian lebih jauh:
“Kalau lagi kubutuhkan saja kita dipupuk. Coba kalau sudah berhasil, mau diapakan diriku
ini? Aku yakin, jika aku berhasil membuatkan San hoa thian li bagi keluarga Tong, sudah
pasti mereka tak akan biarkan aku hidup terus”
“Maka dari itu bila kau tidak berhasil, sudah pasti mereka akan membunuh Mi Ci”
“Oleh sebab itu aku harus datang mencarimu, akupun hanya bisa mencari dirimu”
“Kau suruh aku pergi menolongnya?”
“Aku juga tahu kalau hal ini merupakan suatu pekerjaan yang sulit untuk dilakukan tapi kau
harus membantuku untuk mencarikan suatu akal yang baik”
Bu ki termenung, lewat lama, lama kemudian, tiba tiba dia bertanya:
“Tahukah kau tentang seorang manusia yang bernama Sangkoan Jin?”
“Tentu saja aku tahu, tapi selamanya aku memandang remeh manusia semacam dia itu”
“Kenapa?”
“Sebab dia telah menghianati Tay hong thong!” jawab Lui Ceng-thian dingin.
“Bukan kah Tay-hong thong adalah musuh bebuyutanmu?” tanya Bu ki keheranan
“Soal permusuhan adalah soal lain. aku selalu berpendapat hidup sebagai seorang manusia,
lebih baik pergi menjual pantat daripada menjual teman sendiri”
“Tahukah kau bahwa saat ini diapun akan menjadi menantunya keluarga Tong......”
“Aku tahu!”
Setelah tertawa dingin, kembali ujarnya:
852
“Sekarang dia tinggal di gedung, yakni gedung ditempat yang kutempati, aku hanya berharap
dikemudian hari ia pun memperoleh akhir seperti apa yang ku alami sekarang”
Mencorong sinar terang dari balik mata Bu-ki, katanya kemudian:
“Akupun berharap kau bisa melakukan sesuatu perbuatan untukku”
“Perbuatan apa?”
“Tentunya kau sangat ingat bukan dengan daerah serta jalanan yang berada didalam benteng
keluarga Tong? aku harap kau dapat memberitahukan kepadaku, dimanakah letak gedung itu?
Terdapat berapa buah kamar? Kemungkinan Sangkoan Jin tinggal dimana? Penjagaan
disepanjang jalan itu terletak dimana?”
“Kau hendak pergi mencarinya?”
“Asal kau dapat membantuku untuk melakukan pekerjaan ini, apapun yang kau minta
kukerjakan, pasti akan kululuskan”
Tiba tiba Lui Ceng thian tidak berbicara lagi, mendadak wajahnya menunjukkan suatu
perubahan mimik yang sangat aneh, serunya kemudian:
“Aku sudah tahu siapakah kau!”
“Siapakah aku?”
“Bukankah kau she Tio? Bukankah kau adalah Tio Bu ki, putranya Tio Kian........?”
“Perduli siapakah aku, pokoknya sekarang kita sudah menjadi teman sealiran”
Kemudian sambil menggenggam tangan Lui Ceng thian kencang kencan, terusnya:
“Aku hanya ingin bertanya kepadamu, bersediakah kau melakukan pekerjaan ini bagiku?”
“Aku bersedia!”
Jawabannya sama sekali tidak sangsi lanjutnya:
“Bukan saja aku dapat memberitahukan kepadamu jalan menuju ke gedung tersebut lagipula
akupun dapat melukiskan sebuah peta untukmu, sekalipun aku buta, tapi masih punya tangan,
sekalipun aku tak dapat melihat lagi sekarang, tapi setiap jalanan setiap pos penjagaan yang
berada didalam benteng keluarga Tong masih kuingat semua dengan jelas”
“Kapan kau bisa menyerahkan peta tersebut kepadaku?”
853
“Besok!”
Setelah berpikir sejenak, lanjutnya:
“Ada kalanya penjagaan mereka ditengah hari jauh lebih kendor dan teledor, terutama setelah
makan atau sebelum makan siang, kau harus mencari kesempatan untuk datang kemari”
“Jalan bawah tanah itu masih ada?”
“Tentu saja masih ada”
“Mereka akan pergi ke ruang bawah tanah untuk mencarinya”
“Tak akan ada orang yang berani mendatangi ruanganku, sekalipun kau meminjamkan nyali
untuk merekapun, mereka tak akan berani”
“Mengapa?”
Sambil membusungkan dada, sahut Lui Ceng thian dengan angkuh:
“Karena aku adalah Lui Ceng thian, Tongcu angkatan ketiga belas dari Kanglam Pel lek ting,
Lui Ceng thian!”
Sekarang, walaupun dia sudah tak punya apa apa, tapi dalam ruangan itu masih terdapat obat
peledak yang sanggup memusnahkan banyak orang.
“Tanpa persetujuanku, siapapun tak akan berani masuk kesitu; bila ada yang nekad maka
jangan harap dia bisa keluar dari sana dalam keadaan hidup”
Sesudah berhenti sebentar, dengan dingin lanjutnya:
“Sebab asal aku lagi gembira, setiap saat aku dapat mengajak mereka untuk beradu jiwa”
Seekor nyamukpun tak ingin mati, apalagi manusia?
“Tapi ular mati tak kaku harimau mati meninggalkan kulit”
Dia memang memiliki kelebihan yang bisa dibanggakan, walau dalam keadaan seperti
apapun, dia bukan seorang manusia yang mudah dihadapi.........
Bu ki menghembuskan napas panjang,
854
“Baik aku pasti akan pergi mencarimu” katanya: “bila ada kesempatan, aku pasti akan pergi
mencarimu”
“Aku jamin kau tak akan menyesal bila mempunyai seorang sahabat seperti aku?”
*****
Bu ki telah kembali ke kamarnya dan membaringkan diri diatas pembaringan.
Dia percaya Lui Cen thian pasti dapat kembali dengan aman dan selamat, ada sementara
orang walaupun berada dalam keadaan macam apapun, dia tak akan pernah kehilangan daya
kemampuannya untuk melindungi diri sendiri.
Tak bisa disangkal lagi Lui Ceng thian adalah manusia semacam ini.
Selama dia masih bisa bernapas, tak akan ada orang yang mampu merobohkan dirinya secara
mudah.
Ketika fajar hampir menyingsing, akhirnya Bu ki tertidur......
Tapi ia tak bisa tidur dengan nyenyak, dalam keadaan sadar tak sadar ia seakan akan
menyaksikan seseorang menggantung diri dihadapannya.
Sebenarnya dengan jelas dia melihat kalau orang itu adalah Sangkoan Jin, tapi secara tiba tiba
ternyata telah berubah menjadi dirinya
*****
MERPATI BERWARNA HITAM
Bulan empat tanggal dua puluh empat, hari cerah:
Sewaktu Bu-ki tersentak bangun dari impian buruknya, matahari telah mencorong diluar
jendela,
Ternyata Tong Koat telah datang, ia sedang menggerakkan tangannya yang kecil putih lagi
gemuk itu untuk menyantekkan daun jendela:
Diluar jendela sana terbentang sebuah hutan yang hijau dan permai, udara amat segar lagi
nyaman.
Tong Koat berpaling, ketika melihat ia telah membuka matanya, segera diacungkan
jempolnya sembari memuji:
855
“Hebat, kau memang betul betul hebat!”
“Hebat?”
Tong Koat tertawa, sahutnya:
“Hebat artinya kau benar benar luar biasa, betul betul luar biasa sekali!”
“Kau bilang aku hebat, kau bilang aku betul betul luar biasa sekali......?”
“Yaa, memang begitulah”
“Apa yang luar biasa dengan diriku?”
Sekali lagi Tong Koat memicingkan matanya, kemudian katanya sambil tertawa:
“Tentu saja kau luar biasa, bahkan akupun sama sekali tidak mengira kalau begitu cepatnya
kau telah berhasil”
“Oooh...?”
“Akupun tidak menyangka kalau kau akan menggunakan cara semacam itu, selain aku, tak
ada yang tahu kalau kaulah yang telah membinasakan dirinya”
“Oooh...?”
Dia benar benar tidak mengerti apa yang sesungguhnya sedang dibicarakan oleh Tong Koat.
“Sekarang aku baru tahu, aku memang tidak sia sia membayar sepuluh laksa tahilperak
kepadamu” Tong Koat melanjutkan.
“Oooh...?”
“Hayo cepat bangun, mari kita bersama sama pergi sarapan”
Gelak tertawanya bertambah riang:
“Hari ini meskipun nafsu makanku kurang begitu baik, tapi kita pasti dapat bersantap dengan
sebaik baiknya untuk merayakan keberhasilan ini......”
Akhirnya Bu ki tak kuasa menahan dirinya, dia lantas bertanya:
“Kita hendak merayakan apa?”
856
Tong Koat tertawa terbahak bahak,
“Haaahhh....haaahhh....haahhh..... kau memang pandai sekali bermain sandiwara, tapi buat apa
kau musti berlagak semacam itu dihadapanku?”
Sambil terbahak bahak, dia lantas menepuk bahu Bu ki, lanjutnya:
“Tak usah kuatir, dihadapan orang lain aku tak akan menuduh dirimu, aku pasti akan
mengatakan kalau dia mati karena menggantung diri, tapi sekarang hanya kita berdua yang
mengerti, kau mengerti akupun mengerti, sekalipun ia benar benar menggantung diri, paling
tidak kaulah yang membuat tali gantungan tersebut baginya”
“Kemudian kau baru masukkan tengkuknya kedalam tali gantungan tersebut?” lanjut Bu ki
Tong Koat tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh....haaahhh....haahhh..... tepat sekali”
Bu ki tidak berbicara lagi:
Sekarang dia sudah memahami maksud pembicaraan Tong Koat.
Orang yang menggantung diri didalam hutan semalam, ternyata adalah Siau Poo.
Tong Koat telah menganggap Siau Poo mati ditangan Bu ki.
Karena dia tahu manusia semacam Siau Poo, tak nanti akan menggantung dirinya sendiri.
Karena dia telah menyerahkan uang sebesar sepuluh laksa tahil perak kepada Bu ki untuk
membunuh Siau Poo.
Orang yang ahli dalam membunuh manusia selalu akan membunuh korbannya sedemikian
rupa sehingga memberi kesan kepada orang lain bahwa dia mati bukan lantaran pembunuhan.
“Bila beberapa hal ini dipersatukan padaku maka duduknya persoalan menjadi jelas dan
terang benderang bagaikan batu kali dikala sungai mengering..”
Bahkan Bu ki sendiripun hampir saja menaruh curiga kalau Siau Poo telah mati ditangannya,
sebab diapun percaya Siau Poo tak akan menggantung dirinya sendiri.
Sekarang dia telah tahu kalau Siau Poo mempunyai tugas rahasia yang besar, tanggung jawab
yang berat, sekarang tugas berat itu belum selesai dikerjakan, mustahil dia akan menghabisi
nyawanya sendiri tanpa suatu alasan.
857
“Tapi Bu ki pribadipun sudah pasti tahu, kalau dia sama sekali tidak membunuh Siau Poo”
“Lantas, siapakah yang memaksa Siau Poo untuk menggantung diri?”
“Apa sebabnya?”
Persoalan itu kembali berkecamuk didalam benak Bu ki, ia merasa bingung dan tak habis
mengerti, teka teki tersebut serasa sukar untuk dipecahkan.
Sarapan pagi itu benar benar amat mewah dan lezat.
Tong Koat melahap hidangan tersebut dengan penuh kenikmatan, sudah setengah jam lebih ia
bersantap, tapi sampai saat ini sumpitnya belum juga diletakkan.
Belum pernah Bu-ki menjumpai orang yang bisa menghabiskan sarapan paginya dalam
jumlah sebanyak ini.
Warung teh ini seperti pula dengan warung warung teh lainnya, sudah barang tentu bukan
hanya mereka berdua saja yang datang untuk sarapan pagi.
Tapi sekarang saatnya untuk sarapan telah lewat, tamu tamu yang lainpun sebagian besar
telah bubar.
Akhirnya Tong Koat menurunkan kembali sumpitnya, lalu mencuci tangannya yang kecil,
putih dan gemuk itu didalam sebuah baskom yang terbuat dari tembaga, kemudian menyeka
mulutnya yang kecil dengan mempergunakan secarik handuk yang putih bersih.
Dia memang seorang yang suka kebersihan.
“Sekarang, apakah kita boleh pergi dari sini?” kata Bu-ki selanjutnya.
Tong Koat menggelengkan kepalanya berulang kali, tiba tiba bisiknya dengan lirih:
“Tahukah kau, kenapa aku menyuruhmu pergi membunuh Siau Poo?”
“Karena kau benci kepadanya”
Tong Koat segera tertawa
“Kalau aku harus mengeluarkan uang sebesar sepuluh laksa tahil perak untuk membunuh
orang lantaran rasa benci saja, sekarang mungkin aku sudah bangkrut”
Kemudian sambil merendahkan suaranya dia melanjutkan:
858
“Aku suruh kau membunuhnya, karena dia adalah seorang mata mata!”
Terperanjat Bu ki setelah mendengar perkataan itu.
“Dia adalah seorang mata mata?” serunya “masa manusia macam dia bisa menjadi mata
mata?”
“Sekilas pandangan, tampaknya dia memang tidak mirip, sayang dia justru adalah seorang
mata mata”
Setelah tertawa, lanjutnya:
“Seorang mata mata yang sesungguhnya, harus tampak seakan akan bukan seorang mata
mata”
“Emm, betul juga!”
Kembali Tong Koat memandang kearahnya dengan sepasang mata penuh senyuman yang
tajam itu.
“Misalnya kau......”
“Kenapa dengan aku?”
“Kaupun tidak mirip seorang mata mata” katanya sambil tertawa “kalau kau dikirim sebagai
seorang mata mata, maka hal ini paling cocok sekali”
Ia lantas tertawa cekikikan, suara tertawanya mirip seekor rase yang kena digebuk manusia:
Bu ki pun sedang memandang kearahnya, bahkan matapun tidak berkedip, ujarnya hambar:
“Jadi kau curiga akupun seorang mata-mata?”
“Terus terang, sebenarnya aku merasa agak curiga kepadamu, itulah sebabnya aku suruh kau
membunuh Siau Poo”
“Oooh?”
“Mata mata yang datang kemari sebagian besar adalah orang orang Tay hong thong sebab
orang lain tak mempunyai kepentingan untuk menyerempet bahaya itu. Merekapun tak akan
memiliki nyali sebesar ini”
“Oooh?”
859
“Bila kaupun seorang mata mata, kaupun anggota Tay hong thong, tak nanti kau akan
membunuhnya”
“Itu mah belum tentu” kata Bu ki
“Belum tentu?”
“Andaikata akupun seorang mata mata, untuk membersihkan diriku dari segala tuduhan, aku
justru harus membunuhnya!”
Tong Koat tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh......haaahhhh....haaahhhh.... masuk akal, masuk akal, kau memang lebih sempurna
memikirkannya”
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi.
“Tapi ada satu hal yang belum kau pikirkan”
“Soal yang mana?”
“Dia sendiri sama sekali tak tahu kalau kita telah membongkar rahasianya, kaupun tidak tahu”
Bu ki mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
Mereka selalu menganggap bahwa Siau Poo cukup baik menutupi identitasnya.
“Kalau toh kalian semua tak tahu kalau kami telah mengetahui akan rahasianya, maka
alasanmu itu pada hakekatnya tak bisa dipertahankan lagi....” kata Tong Koat.
Kemudian ia menjelaskan lebih lanjut:
“Oleh sebab itu bila kau adalah mata mata sekalipun telah membunuhnya juga tak akan bisa
mencuci bersih dirinya sendiri, bila kau bukan mata mata, tentu saja juga tak akan tahu kalau
dia adalah mata mata, maka kau baru akan membunuhnya”
Sebenarnya kesimpulan semacam ini amat rumit, harus mempunyai suatu jalan pemikiran
yang tajam dan teliti baru dapat memahaminya.
Tak bisa disangkal lagi dia memang mempunyai jalan pemikiran yang amat teliti.
Cuma sayang dibalik peristiwa ini justru masih ada suatu kunci yang paling penting lainnya
yang tak pernah ia sangka sama sekali.
860
Bu ki tidak membunuh Siau Poo.
*****
Lantas siapa yang telah membunuh Siau Poo?
Karena apa dia dibunuh?
Peristiwa ini masih merupakan sebuah teka teki yang tak terungkapkan.
Setelah mengetahui alasan Tong Koat hendak membunuh Siau Poo, bukan saja teka teki ini
tak terungkapkan, malahan justru makin membingungkan hati.
Untung saja teka teki semacam ini tak pernah akan diketahui oleh Tong Koat.
“Kalau toh kau telah membunuh Siau Poo, itu berarti kau bukan mata mata dari Tay hong
tong” kembali Tong Koat berkata.
Setelah tersenyum, dia melanjutkan:
“Oleh sebab itu akupun mencarikan sebuah tugas lagi untuk kau lakukan....!”
“Tugas apa?”
Tiba tiba Tong Koat bertanya:
“Tahukah kau Sangkoan Jin adalah seorang manusia macam apa?”
Mengapa ia menyinggung Sangkoan Jin secara tiba tiba?
Bu ki tidak habis mengerti, paras mukanya juga tidak berubah, sahutnya kemudian.
“Aku mengetahui sedikit tentang dirinya, tapi tidak begitu jelas”
“Orang ini amat pendiam, tapi dingin, seram dan tidak berperasaan, dan lagi dia mempunyai
kemampuan untuk mengingat selain apa yang pernah dilihatnya”
“Soal ini, sudah pernah kau bicarakan denganmu”
“Orang ini cuma mempunyai satu hal yang paling menakutkan”
“Hal yang mana?”
861
“Dia seakan akan tak pernah percaya kepada siapapun juga, sudah hampir setahun lamanya
dia datang kemari, namun tak seorang manusiapun yang dapat mendekatinya, lebih lebih lagi
tak ada orang yang bisa berkawan dengannya.
Pelan pelan Bu ki merasakan hatinya bagaikan sedang tenggelam ke bawah......
Bila orang orang dari keluarga Tong saja tak sanggup mendekati Sangkoan Jin sudah barang
tentu dia lebih lebih tak mungkin bisa mendekatinya.
Bila ia tak dapat mendekati orang ini mana mungkin bisa memperoleh kesempatan untuk
membalas dendam?
“Tapi orang ini memang benar benar seorang manusia berbakat alam yang amat sukar
dijumpai dalam dunia persilatan” kata Tong Koat lebih jauh, “kedudukannya ditempat ini pun
kian hari kian bertambah penting urusan tetek bengek yang tidak penting artinya tak sudi ia
campur lagi.........”
“Maka kenapa?”
“Maka dia ingin mencari orang untuk membantunya mengurusi urusan kecil yang tetek
bengek itu?”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
“Akupun beranggapan bahwa dia memang membutuhkan seseorang untuk membantunya
menyelesaikan banyak persoalan kecil itu, karenanya aku telah bersiap siap mencarikan
seseorang baginya”
“Siapa yang hendak kau pilih?”
“Kau!”
Paras muka Bu ki tetap dingin, kaku tanpa emosi, tapi jantungnya telah berdebar keras sekali.
Dia selalu mencari kesempatan untuk mendekati Sangkoan Jin, selalu mencari akal untuk
mengunjungi tempat tinggal Sangkoan Jin.
Mimpipun tak disangka, akhirnya kesempatan sebaik ini tahu tahu terjatuh dari atas langit.
“Kau bukan anggota keluarga Tong, antara kau dengannya juga tidak mempunyai hubungan
apa apa, lagipula kau cerdik dan pandai bekerja, ilmu silat yang kau miliki juga tinggi, siapa
tahu dia akan menyukai dirimu.....?” ujar Tong Koat.
862
“Bila aku dapat mendekatinya, maka akupun akan mendapat tahu hal hal lain yang tak
diketahui orang, dan aku pun akan datang memberitahukan hal ini kepadamu”
Tong Koat segera tertawa terbahak bahak.
“Haahh...... haahhh..... haaahhhh...... tepat sekali, memang tepat sekali”
Setelah tergeletak kembali, dia menepuk bahu anak muda itu sambil ujarnya lebih lanjut:
“Aku sudah tahu kalau kau memang orang yang cerdik, cerdiknya bukan kepalang”
Bila aku benar benar seorang yang cerdik, aku takkan melakukan pekerjaan semacam ini,\.
“Kenapa?”
“Seorang yang cerdik tak akan melakukan pekerjaan yang sama sekali tak bermanfaat bagi
dirinya sendiri”
Pekerjaan ini tentu saja ada manfaatnya pula bagimu.
“Manfaat apa?”
“Aku tahu kalau kau punya musuh besar yang selalu ingin merenggut nyawamu”
Tentu saja Bu ki mengakuinya.
“Jika telah menjadi pengurusnya Sangkoan Jin, entah siapa itu musuh besarmu, kau tak perlu
untuk merasa kuatir lagi” kata Tong Koat lebih lanjut.
Bu ki tidak berbicara lagi.
Padahal dalam hatinya ia sudah merasa setuju semenjak tadi, namun bila terlalu cepat ia
menerima tawaran itu, sedikit banyak pasti akan menimbulkan kecurigaan orang.
“Sekalipun Sangkoan Jin orangnya licik dan berbahaya, namun jiwanya tak sempit, selama
disampingnya, tak nanti tiada keuntungan yang bisa kau raih”, kata Tong Koat lagi.
Kemudian sambil memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan:
“Tentunya kau juga tahu bukan bahwa akupun bukan seseorang yang berjiwa sempit”
Bu ki tak perlu berpura pura lagi..........
Segera tanyanya:
863
“Kapan kita baru akan pergi menjumpainya?”
“Kita harus menunggu lagi”
“Masih harus menunggu apa lagi?”
“Untuk mendatangi benteng keluarga Tong bukan suatu hal yang sulit, tapi untuk mendatangi
“Kebun bunga” hal ini teramat sukar”
“Kebun bunga?”
Sekali lagi jantungnya berdebar keras, tentu saja dia tahu tempat macam apakah yang disebut
kebun bunga itu.
Tapi dia tak bisa tidak harus bertanya.
Kebun bunga adalah tempat terlarang didalam benteng keluarga Tong, ujar Tong Koat
menerangkan, “Sangkoan Jin berdiam didalam kebun bunga itu, tanpa persetujuan dari nenek
moyang, akupun tak berani membawamu mengunjungi Kebun bunga”
Setelah menghela napas, lanjutnya:
“Sekarang, walaupun aku telah mempercayaimu, nenek moyang masih mengharuskan aku
untuk menunggu lagi”
“Menunggu apa?”
“Menunggu kabar”
“Kabar apa?”
“Nenek moyang telah mengutus orang pergi kedesa kelahiranmu untuk memeriksa asal
usulmu, sekarang kami sedang menantikan kabar berita mereka”
Setelah tersenyum, dia melanjutkan:
“Tapi kau tak usa kuatir. Kami tak akan menunggu terlalu lama, hari ini mungkin kabar itu
sudah akan sampai”
Hari ini baru tanggal dua puluh empat, jaraknya dengan batas waktu yang ditentukan Bu ki
sendiri masih ada tiga hari.
864
“Bila orang lain yang harus melakukan pekerjaan ini, paling tidak mereka membutuhkan
waktu lima enam hari, tapi kami takut kau terlalu gelisah bila menunggu terlalu lama, maka
sengaja kamu suruh orang untuk melaksanakannya secara khusus, kebetulan sekali
belakangan ini kamipun berhasil membeli seekor kuda jempolan dari Lau Pat yang sedang
bangkrut karena hartanya habis dimeja judi, dan kebetulan pula ada orang yang mampu
menunggang kuda cepat ini”
Kuda dari Lau Pat itu, bukan lain adalah kuda milik Bu ki.
Walaupun Bu ki tahu kalau kuda ini bisa lari dengan cepat, tapi mimpipun ia tak menyangka
kalau kuda itu bakal terjatuh ke tangan keluarga Tong.
“Orang yang kami utus itu bukan saja memiliki gerakan tubuh yang enteng seperti walet,
lagipula cerdik dan pandai bekerja”
Setelah tertawa amat nyaring, dia menambahkan:
“Oleh karena itu, aku dapat menjamin paling lambat tengah hari nanti, ia pasti sudah ada
kabar yang dikirim kembali
*****
Paras muka Bu ki masih saja tidak menunjukkan perubahan apa apa.
Bila ada perubahanpun, kemungkinan besar dia sendiri juga tak tahu perubahan macam
apakah itu.
Pengorbanan yang dikeluarkan olehnya siksaan yang dialami dan penderitaan yang dijalani,
sekarang telah berubah menjadi sepeserpun tak ada harganya
Karena sekarang ia sudah punya waktu.
Tak ada waktu berarti tiada kesempatan.
Tak ada waktu berarti segala sesuatunya akan bubar.
Kini sudah mendekati tengah hari, jaraknya dengan batas waktu yang ditetapkan sendiri
tinggal satu jam lebih.
Didalam waktu satu jam yang teramat singkat ini, apa lagi yang bisa dia lakukan?
Satu satunya yang bisa ia lakukan sekarang adalah menunggu kematian tiba.
865
Seandainya berganti orang lain, mungkin dia akan segera melompat bangun menerjang keluar
dan kabur dari benteng keluarga Tong.
Tapi ia tidak berbuat demikian.
Sebab dia jauh lebih sanggup menahan diri daripada siapapun, jauh lebih sabar dan tahan uji
daripada orang lain.
Dia tahu menerjang keluar dari situ juga mati.
Sebelum keadaan mencapai saat yang paling kritis, dia tak akan meninggalkan setiap
kesempatan yang mungkin terjadi dengan begitu saja.
Selain mereka, diatas loteng warung teh itu masih ada enam meja orang, pada setiap meja
terdapat dua tiga orang.
Posisi tempat duduk dari ke enam meja itu amat strategis dan luar biasa, jaraknya dengan
meja yang ditempati Bu ki tidak terlalu dekat, pun tidak terlalu jauh.
Kebetulan sekali, meja yang ditempati Bu ki itu letaknya persis ditengah tengah kerumunan
ke enam buah meja tersebut.
Bila dia hendak keluar, entah kearah manapun dia akan pergi, ia musti melewati mereka.
Bila mereka hendak menghalangi Bu ki, hal tersebut sesungguhnya bukan suatu pekerjaan
yang terlampau sulit.
Orang orang yang berada di keenam meja itu ada yang tua ada yang muda, tampangnya ada
yang jelek adapula yang ganteng, namun mereka mempunyai satu kesamaan.
Sorot mata mereka semua memancarkan sinar tajam yang menggidikan hati, dibalik jubah
panjangnya dekat bagian pinggang terdapat satu bagian tepat yang menonjol keluar.
Tak bisa disangkal lagi, orang orang yang duduk di keenam meja itu merupakan juga jago
lihay dari keturunan keluarga Tong dan tak bisa disangkal pula ditirubuh mereka masing
masing menggembol senjata rahasia keluarga Tong yang sanggup merenggut nyawa siapa
saja.
Tiba tiba Bu ki tertawa, lalu berkata: “Nenek moyang kalian itu sungguh hebat sekali, cara
kerjanya pun pasti amat teliti”
Tong Koat turut bersenyum. “Bila seorang dapat hidup mencapai tujuh puluh delapan tahun
mau tak mau cara kerjanya pasti akan sangat teliti”
866
“Tentunya orang orang itu sengaja diutus olehnya untuk mengawasi diriku bukan?”
Tong Koat tidak menyangkal. “Yaa, ornag orang yang berada di keenam buah meja itu,
memang orang orang yang ditugaskan mengawasi dirimu dalam saku emreka telah siap
senjata rahasia khusus yang dipersiapkan sendiri oleh nenek moyang kami”
“Waah... kalau senjata rahasia itu dipersiapkan sendiri oleh nenek moyangmu, sudah pasti
senjata rahasia yang digunakan adalah barang barang pilihan?”
“Sudah barang tentu!”
Setelah berhenti sebentar kembali ujarnya: “Bukan saja dalam saku mereka membawa senjata
rahasia yang begitu bertemu darah lantas merenggut nyawa, kepandaian yang mereka
milikipun merupakan jago jago kelas satu dalam dunia persilatan,b ahkan beberapa orang enci
tong ku juga turut dikirim kemari.
Setelah menghela napas panjang dan tertawa getir dia melanjutkan lebih jauh: “Sudah barang
tentu rencana ketat semacam ini bukan muncul atas prakasaku, sebab terus terang saja
kukatakan, aku sudah mempercayai dirimu sertaus persen”
“Ooooh....!”
Bu ki tidak mengucapkan apa apa, dia hanya mendesis.
“Akan tetapi, bila kau berani berbohong dihadapan nenek moyangku, bukan saja aku tak bisa
menyelmatkan jiwamu, aku rasa dikolong langit dewasa inipun tak akan ada seorang manusia
lagi yang bisa menyelamatkan jiwamu dari bahaya maut...yaaa, tak bisa disangkal lagi, kau
pasti akan menjadi landak yang hitam hangus, hancur oleh racun yang berada diujung senjata
rahasia”
“Kalau toh kau sangat percaya kepadaku, mengapa pula kau harus menguatirkan keselamatan
jiwaku?” tanya Bu ki kemudian dengan suara keras.
Jilid 30________
Kembali Tong Koat tertawa.
“Siapa bilang aku menguatirkan keselamatan jiwamu ? BUkan aku saja yang tidak merasa
kuatir, bahkan boleh di bilang sedikitpun tidak kuatir....., kau tidak percaya ?”
Sudah barang tentu dia tidak akan merasa kuatir, diapun tak usah merasa kuatir, sebab
bagaimanapun juga toh bukan dia yang bakal mampus, bukan dia yang menjadi umpan
senjata rahasia beracun. Kenapa pula dia musti kuatir ?
867
Di empat penjuru ruang loteng warung teh itu terdapat daun, jendela-jendela itu semuanya
berada dalam keadaan terbuka lebar
Pada saat itulah, tiba-tiba tampak sekelompok burung merpati terbang lewat diluar jendela
terbang diangkasa raya yang cerah dan berwarna biru.
Itulah sekelompok burung merpati berwarna hitam.
*****
(DIDALAM KEBUN BUNGA)
SETIAP orang mendongakkan kepalanya dan memandang kelompok burung merpati itu
sekejap, kemudian sorot mata tiap orang, dialihkan ke wajah Bu-ki dan menatapnya tajamtajam.
Burung merpati berwarna hitam ini merupakan sekelompok burung merpati yang dilatih
secara khusus oleh paman Jit siok ku, kecepatan terbangnya satu kali lipat lebih cepat dari
burung merpati biasa dan tiga kali lipat lebih jauh jarak yang bisa ditempuh, bila sedang
terbang di tengah kegelapan, tidak mudah ditemukan orang lain.”
Dengan tenang Bu-ki mendengarkan keterangan tersebut, dia berharap Tong Koat mau
banyak bicara, sebab mendengarkan pembicaraan orang lainpun bisa digunakan untuk
mengendorkan ketegangan syaraf yang sedang mencekam.
Ia tak bisa tidak untuk mengakui kalau dirinya merasa sangat tegang, hingga sekarang, dia
masuh belum berhasil menemukan cara yang terbaik untuk menanggulangi keadaan tersebut.
Kembali Tong Koat berkata :
Walaupun kelompok burung merpati ini di latih oleh paman Jit Siok ku khusus untuk
mengirim berita rahasia, tapi menurut pengakuannya, burung merpati yang dipeliharanya itu
diakui sebagai jenis burung merpati paling top yang ada di dunia ini!”
Kemudian sambil memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan :
“Tapi aku dapat menjamin bahwa burung merpati semacam ini sedikitpun tak enak untuk
dimakan.”
“Kau pernah mencicipinya ?”
“Pokoknya asal bisa di makan, aku pasti akan berusaha dengan segala kemampuan untuk
menangkap beberapa ekor serta mencicipinya, kalau tidak, mungkin selamanya aku tidak bisa
tidur dengan nyenyak.”
868
“Konon dongeng manusia juga bisa dimakan, kau pernah makan daging manusia ?”
Sebenarnya dia tidak ingin tahu apakah Tong Koat pernah makan daging manusia atau tidak,
dia tak lebih hanya memancing Tong Koat untuk berbicara.
Entah siapapun bila sedang berbicara, tak urung perhatiannya akan menjadi buyar, apalagi apa
yang mereka bicarakan sekarang justru merupakan bahan pembicaraan yang paling menarik
perhatian Tong Koat.
Andaikata dia menerjang keluar sekarang bukannya sama sekali tiada harapan lagi, cuma
kesempatannya untuk berhasil tidaklah terlampau besar.......
Sebaliknya bila dia mencari kesempatan untuk menguasai Tong Koat lalu menggunakan Tong
Kuat sebagai sandera, maka kesempatannya akan berubah menjadi lebih banyak.
Sayang ia benar-benar sudah tidak memiliki keyakinan lagi untuk berhasil.
Orang yang bertampang lebih goblok dari seekor babi ini bukan saja mempunyai reaksi yang
amat tajam, ilmu silat yang dimilikinyapun sukar diukur.
Sementara itu Tong Koat sedang menerangkan hal yang menyangkut tentang daging manusia,
dia berkata begini :
“Konon ada tiga macam daging manusia yang tak boleh dimakan, orang yang sedang sakit tak
boleh dimakan, orang yang terlalu tua tidak boleh dimajan, orang yang lagi marah juda tak
boleh dimakan!”
“Kenapa orang yang lagi marah tak boleh dimakan ?” tanya Bu-ki.
“Sebab bila orang lagi marah, daginggnya akan berubah menjadi kecut....!”
Waktu itu Bu-ki telah bersiap-siap untuk turun tangan.
Walaupun ia tidak yakin ia tetap akan turun tangan karena dia sudah tidak memiliki pilihan
kedua.
Siapa tahu secara tiba-tiba Tong Koat bangkit berdiri, kemudian katanya :
“Persoalan ini lebih baik, kita perbincangkan di kemudian hari saja, sekarang mari kita
berangkat!”
Perasaan Bu-ki segera merasa tenggelam.
869
Setelah satu-satunya kesempatan yang terakhirpun dilewatkan, terpaksa ia bertanya :
“Kita akan kemana ?”
“Akan kuajak kau untuk memjumpai seseorang.”
“Pergi menjumpai siapa ?”
“Nenek moyang!”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya :
“Dia orang tua telah berpesan, bila burung merpati sudah pulang, aku harus mengajakmu
untuk pergi menjumpainya.”
Bu-ki segera bangkit berdiri, orang yang ingin dia jumpai sekarang adalah nenek moyang.
Tiba-tiba ia teringat bahwa sebenarnya inilah kesempatan yang paling baik.
Apabila ia berhasil menguasai nenek moyang dan menjadi hanya sebagai sandera, bukan saja
orang-orang dari benteng keluarga Tong akan menghantarnya dengan hormat keluar dari sini,
siapa tahu dia masih bisa mempergunakannya untuk menukar selembar jiwa lain.
Jiwa Sangkoan Jin.
Untuk menghadapi seorang nenek yang berusia tujuh delapan puluh tahunan, paling tidak
akan jauh lebih mudah daripada menghadapi Tong Koat.
Sambil tersenyum Bu-ki lantas berkata :
“Apakah aku masih harus menutupi mataku ?”
“Tidak perlu.”
Kemudian sambil memicingkan matanya yang tajam dan penuh senyuman itu, dia
melanjutkan :
“Bila apa yang kau ucapkan tidak bohong, maka kau akan segera menjadi orang kami,
selanjutnya kaupun boleh keluar masuk dalam kebun bunga dengan bebas.”
“Kalau apa yang kuucapkan bukan kata-kata yang sebenarnya ?”
870
“Maka kali ini adalah hari terakhir bagimu untuk masuk kesana, sebab tidak mungkin kau bisa
keliar lafi dalam keadaan hidup, buat apa aku musti menutupi matamu?”
“Yaa, memang tidak perlu.”
*****
SETELAH menyaksikan keadaan bangunan serta kehebatan dari benteng keluarga Tong,
setiap orang pasti akan menduga bahwa ‘kebun bunga’ mereka pasti menempati area tanah
yang luas sekali dengan penjagaan yang ketat.
Menanti kau benar-benar telah masuk ke dalam, baru akan kau jumpai bahwa jalan
pemikiranmu itu tidak terlampau tepat.
Memang benar ‘kebun bunga’ menempati area tanah yang amat luas, bahkan jauh lebih luas
dari pada apa yang orang pikirkan, akan tetapi disana tidak ditemukan penjagaan yang ketat.
Setelah menyeberangi sebuah jempatan keicl yang beralaskan kayu berwarna hijau, serta
menembusi sebuah hutan dengan aneka bunga berwarna merah, maka akan kau jumpai
bangunan rumah yang megah diatas sebuah bukit.
Sepintas lalu bangunan itu tampaknya seperti sama antara yang satu dengan lainnya,
modelnya tidak ada sesuatu yang istimewa, tentu saja tiada pula nama jalan atau nomor
rumah.
Oleh karena itu, sekalipun kau tahu orang yang sedang kau cari tinggal disitu, toh
kenyataannya tetap sulit untuk menemukannya.
Di kedua belah sisi jalan kecil yang beralaskan batu hijau, merupakan bangunan dinding
rumah berwarna kelabu. sepintas lalu tiada sesuatu perbedaan yang nampak.
Setiap jalan memiliki ciri yang sama.
Tong Koat membawa Bu-ki berputar kesana berputar kemari, berbelok kekiri berbelok ke
kanan, akhirnya berhenti di depan sebuah pintu gerbang besar yang lebar dan berwarna hitam
pekat.
Disinilah nenek moyang kami tinggal,” dia berkata, “sudah pasti nenek moyang sudah lama
menunggu kedatangan kita.”
Dibelakang pintu gerbang adalah sebuah halaman besar, besar sekali, sesudah menembusi
halaman terbentang sebuah ruang tamu yang besar, besar sekali.
871
Di dalam ruangan itu terdapat meja kursi yang besar dan lebar, diatas dinding tergantung
sebuah lukisan yang besar.
Setiap benda yang berada dalam benteng keluarga Tong tampaknya jauh lebh besar daripada
benda di tempat lain, bahkan tidak terkecuali pula cawan teh dan mangkuk.
“Silakan!” ujar Tong Koat.
Menanti Bu-ki sudah duduk, diapun lenyap tak berbekas.
Sebenarnya Bu-ki mengira dia pasti akan masuk untuk memberi laporan, kemudian dengan
cepatnya akan keluar lagi, siapa tahu ternyata ia tak memunculkan dirinya juga.
Suasana amat sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, tak nampak pula bayangan
manusia.
Seorang diri BU-ki duduk di tengah ruangan yang luas, lebar dan tiada manusia lain itu,
bahkan beberapa kali dia sudah tidak tahan dan siap menerjang keluar.
Dalam saat, keadaan dan suasana semacam ini, dia lebih baik tak berani bergerak secara
sembarangan.
WAlaupun dia tidak melihat ada orang itu disitu , namum setelah si nenek moyang berada
disitu, sudah pasti di tempat itu mustahil tanpa penjagaan yang ketat.
Penjagaan yang tidak terlihat kadangkala jauh lebih menakutkan daripada penjagaan yang
terlihat.
Dia cukup memahami teori seperti itu.
Ia juga lebih dapat ‘bersabar’ daripada kebanyakan orang lainnya.
Secawan air teh yang diantar seorang bocah lelaki tadi sebetulnya masih panas tapi sekarang
telah menjaid dingin.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya dari dalam ruangan berkumandang serentetan suara
yang lemah lembut, tapi penuh berwibawa.
“Silakan minum air teh.”
Bu-ki dapat mengenali suara itu sebagai suaranya nenek moyang, ketika melakukan
pemeriksaan terhadap dirinya tempo hari, ia sudah pernah mendengar suaranya.
Kali ini dia juga masih hanya mendengar suaranya, sedangkan orangnya entah berada dimana.
872
Sekali lagi Bu-ki merasakan hatinya tenggelam ke bawah.
Jika orangnya saja tidak kelihatan, bagaimana mungkin dia bisa menaklukan dirinya.
Diangkatnya cawan air teh itu dan diminumnya setegukan.
Air teh yang benar-benar getir.
Suara si nenek moyang itu kembali berkata lagi.
“Keluarga Tong termasyur karena senjata rahasia beracunya, kau tidak kuatir kalau dalam air
teh itu ada racunnya ?”
Bu-ki segera tertawa.
“Jika kau orang tua tidak menginginkanku hidup terus, setiap saat aku bisa dijatuhi hukuman
mati, mengapa pula kau musti mencampuri air teh dengan racun?”
Si nenek moyang tertawa, paling tidak kedengarannya seperti lagi tertawa.
“Kau benar-benar pandai menahan diri,” katanya “tak kusangka dengan usiamu yang
begitumuda, ternyata memiliki kemampuan untuk menahan diri yang sangat hebat!”
Bu-ki masih tetap tersenyum.
Bahkan dia sendiripun diam-diam mengagumi diri sendiri, berada dalam keadaan seperti ini,
ternyata ia masih sanggup duduk tenang disitu sambil minum teh.
Kembali si nenek moyang berkata.
“Kau adalah seorang bocah yang baik, kami keluarga Tong sangat membutuhkan manusia
semacam kau, asal kau mau berdiam disini secara baik-baik, aku tak akan merugikan dirimu.”
Ternyata ia sama sekali tidak menyinggung tentang kabar yang di bawa pulang oleh burung
merpati.
Apakah hal ini pun merupakan suatu perangkap ?
Dia berbuat demikian apakah disebabkan mempunyai tujuan yang lain ? Tujuan apakah itu ?
Tapi kalau didenger dari nada pembicaraannya, bukan saja amat lembut, dan lagi sedikitpun
tidak terdengar maksud jahat.
873
Walaupun Bu-ki bukan seorang yang bodoh, diapun bukan seorang yang lamban bereaksi,
namum sekarang dia dibikin tertegun sampai berdiri termangu-mangu.
Ia benar-benar tidka habis mengerti apa maksud dan tujuannya, diapun tak tahu si nenek
moyang hendak membicarakan soal apa lagi?
Tak disangka si nenek moyang ternyata tidak berbicara apa-apa lagi.
Suasana ama sepi dan hening, disekeliling tempat itupun tak nampak seorang manusiapun.
Entah beberapa saat kemudian, Tong Koat tampak memunculkan diri sambil tertawa
cekikikan.
“Kau berhasil lolos dari pemeriksaan ini!”
“Aku berhasil lolos dari pemeriksaan ini?” tanya Bu-ki agak tertegun.
Tong Koat membawa secarik gulungan kertas sambil menghampirinya dia berkata :
“Inilah hasil pemeriksaan yang dibawa pulang oleh burung merpati itu, apakah kau ingin
melihatnya ?”
Tentu saja Bu-ki ingin melihatnya.
Ketika gulungan kertas itu dibuka, maka berpecahlah beberapa huruf yang tertera jelas disana.
“Benar-benar ada orang ini, bukti menunjukkan kebenaran dari pengakuannya.”
*****
Bu-ki betul-betul tak habis mengerti, sekalipun kepalanya dipukul sampai berlubangpun, dia
tidak habis mengerti.
Benarkah di dusun Si tau ceng terdapat seorang manusia yang ber Li Giok thong?
Jangan-jangan orang yang diutus pihak keluarga Tong untuk melakukan pemeriksaan itu sama
sekali tidak melakukan penyelidikan, tapi menulis laporan secara palsu ?
Atau jangan-jangan orang itu sudah disuap oleh teman-teman Bu-ki di tengah jalan, agar
sengaja membuat laporan palsu.
Keadaan semacam ini hanya bisa di jelaskan dengan ketiga macam kemungkinan tersebut.
874
Ketiga macam penjelasan tersebuk tampaknya saja seperti bisa di terima dengan otak, akan
tetapi, bila di pikir lebih jauh, terasa pula sama sekali tidak mungkin.
Sekalipun di dusun Si tau ceng betul-betul terdapat seorang yang bernama Li Giok thong,
latar belakang asal usulnya tak mungkin bisa sama dengan apa yang dikatakan Bu-ki,
bagaimanapun juga didunia ini toh tidak mungkin ada suatu kejadian yang begitu
kebetulannya.
Keluarga Tong memiliki peraturan yang sangat ketat, anak keturunan yang diutus keluar tidak
mungkin berani menerima suap, apalagi mengirimkan laporan palsu.
Pada hakekatnya, tak ada orang yang tahu akan hal ini, sehingga tak mungkin ada orang yang
bisa menyuapnya.
Seandainya ke tiga macam kesimpulan itu tak bisa di pegang sebagai dasar, lantas apa pula
yang sesungguhnya telah terjadi ?
Bu-ki tidak berpikir lebih lanjut selama beberapa hari ini, ia telah menjumpai beberapa
macam persoalan yang tidak bisa dipecah olehnya.....
Tapi yang pasti di balik semua kejadian ini tentu mempunyai hubungan antara yang satu
dengan yang lainnya, meski hubungan itu misterius sifatnya......
Hanya saja sampai sekarang dia masih belum dapat menemukannya.
Entah bagaimanapun juga akhirnya ia berhasil meloloskan diri dari pemeriksaan tersebut.
Padahal dia hanya berpegangan pada prinsip ‘bisa dilewatkan sampai dimana, dilewatkan
sampai dimana’
Dan kini, dia masih harus bersabar terus.
Justru karena ia dapat bersabar, maka ia telah melewatkan beberapa kali ancaman bahaya
yang sebetulnya sukar untuk di lewatkan.
Pelan-pelan Bu-ki menggulung kertas itu kembali, lalu di kembalikan kepada Tong Koat,
katanya dengan hambar :
“Mana nenek moyangmu?”
“Nenek moyang telah melihatmu, dia merasa puas sekali terhadap dirimu.....!”
“Apakah kau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk menyambangi dia orang tua?”
875
“Akupun sebenarnya ingin mengajakmu untuk pergi menyambangi dia orang tua, cuma
sayangnya bahkan aku sendiripun tak dapat bersua dengan beliau!”
Setelah menghela nafas dan tertawa getir, lanjutnya,
“Bahkan aku sendiripun sudah sangat lama tak pernah bersua muka dengan dia orang tua!”
“Apakah dia jarang sekali bertemu dengan orang ?”
“Yaaa, jarang ...... jarang sekali”
“Mengapa ia tidak mau bertemu orang ?”
“Apakah karena dia bertampang sangat aneh sehingga tidak dapat bertemu orang ?”
Bu-ki masih mempunyai suatu pandangan lain, suatu pandangan yang lebih ekstrim.
Mungkin nenek moyang yang sebenarnya telah mati, tapi lantaran ada orang yang hendak
merebut kekuasaannya yang amat tinggi itu, maka kematiannya dirahasiakan, kemudian
dengan menirukan suaranya, ia memberi perintah-perintahnya serta memerintah seluruh anak
keturunan keluarga Tong.
Dalam keadaan seperti ini, sudah barang tentu ia tidak dapat bertemu dengan orang lain,
bagaimanapun juga tak mungkin dia bisa memiliki wajah sebagai ‘nenek moyang’.
Walaupun pemikirannya ini sangat ekstrim, bukan berarti sama sekali tiada kemungkinannya.
Dunia ini memang sering kali terdapat kejadian-kejadian yang luar biasa, kejadian yang nyata
seringkali bahkan lebih aneh dan luar biasa daripada cerita dongeng.
Bu-ki tidak sanggup berpikir lebih lanjut, diapun tak ingin berpikir lebih jauh.
Urusan perebutan kekuasaan dalam keluarga Tong sama sekali tiada sangkut paut dengan
dengan dirinya, jadi dia merasa enggan untuk mencampurinya.
Dia hanya bertanya :
“Sekarang apakah kita sudah boleh pergi meninggalkan tempat ini.....?
“Kau hendak pergi kemana ?”
“Memangnya kita tak akan pergi ke dalam sana untuk berjumpa dengan Sangkoan Jin?”
“Tentu saja kita akan menjumpainya!”
876
“Lantas apakah kita sekarang merasa perlu untuk pergi ke tempat tinggalnya ?
Tong Koat segera tertawa.
“Kau anggap tempat ini adalah sempit apa ?” dia balik bertanya sambil memandangnya
dengan suatu sorot mata yang aneh.
Bu-ki balas menatapnya lekat-lekat, sesaat kemudia dia baru bertanya pelan :
“Memangnya dia berdiam-diam disini ?”
Tong Koat tidak menjawab.
Dia memang tak perlu menjawab, sebab si luar pintu sudah kedengaran seseorang menyahut :
“Betul, aku memang tinggal disini”
Jantung Bu-ki kembali berdebar keras, darah yang mengalir diseluruh tubuhnya juga ikut
mendidih.
Dia telah mendengar suara Sangkoan Jin, diapun mendengar suara langkah Sangkoan Jin.
Musuh besar yang tiada ternyana telah berjumpa muka dengan dirinya sekarang.
Bukan saja mereka berada di satu atap, bahkan dengan cepatnya akan saling bersua.
Kali ini, mungkinkah Sangkoan Jin akan mengenali dirinya sebagai Tio Bu-ki ?
*****
NAFAS HIDUP DAN MATI
BULAN empat tanggal dua puluh empat, tengah hari.
Akhirnya Tio Bu-ki telah bersua muka dengan Sangkoan Jin.
Sangkoan Jin mempunyai perawakan yang tinggi dengan bahu yang lebar serta lengan yang
panjang, setiap langkah kakinya akan lebih lebar lima inci daripada orang lain.
Diam-diam ia telah membuat perhitungan yang cermat, setiap langkahnya persis mencapai
satu jengkal tujuh inci, tak akan kelebihan satu inci juga tak akan kurang dari sati inci.
877
Terhadap setiap persoalan yang hendak dilakukannya dia selalu membuat perhitungan yang
matang, setiap perbuatannya selalu tepat dan sempurna.
Kehidupannya sangat beraturan, ketat dan disiplin, bahkan terhadap makanan yang tiap hari di
makanpun selalu ada saat dan banyaknya.
Bukan saja dia makan amat sedikit, air yang diminumpun tidka terlalu banyak, di hari biasa
setetes arakpun tak pernah dicicipinya.
Sekarang dia masih hidup sendiri, tak pernah mendekati perempuan. Persoalan yang bisa
membuat orang lain lupa diri, baginya sama sekali tidak tertarik.
Kesenangannya cuma satu...........
Kekuasaan !
Setiap orang yang bertemu dengannya, sudah pasti dapat melihat bahwa dia adalah seorang
yang sangat berkuasa.
Dia seorang yang pendiam, jarang berbicara, sikapnya serius, dingin dan tidak berperasaan,
entah muncul darimana dan kapan saja, dia selalu memperlihatkan suatu semangat yang
berkobar, jiwa yang segar, sepasang matanya yang tajam bercahaya seakan-akan hendak
menembusi hari siapapun yang di hadapinya.
Tapi, ternyata ia tidak melihat kalau orang yang berada dihadapannya sekarang adalah Tio
Bu-ki.
Perubahan pada diri Tio BU-ki memang terlampau banyak.
*****
BU-KI telah duduk kembali.
Dia selalu berusaha untuk memberitahukan kepada diri sendiri :
“Harus sabar! harus menunggu! Kalau saat yang tidak meyakinkan belum tiba, jangan turun
tangan secara sembarangan.”
WAktu itu Sangkoan Jin sedang menatapnya dengan sepasang matanya yang tajam seperti
sembilu, tiba-tiba ia bertanya :
“Apa yang kau pikirkan barusan ?”
“Apapun tak ada yang kupikirkan!”
878
“Kalau begitu kau seharusnya mengetahui kalau aku berdiam di tempat ini.”
Dia berpaling memandang sepasang lian yang tergantung di atas dinding.
“Seluruh ruangan mabuk kepayang tiga ribu tamu
Sekilas cahaya pedang bersinar di empat puluh keresidenan.”
Gaya tulisannya yang kuat dan bertenaga, diatasnya tertera pula sebaris huruf kecil yang
berbunyi :
‘Tulisan dari Jin kong’
Dengan suara dingin Sangkoan Jin berkata lagi :
“Jika dalam hatimu tidka memikirkan apa-apa, kenapa hanya tulisan sebesar itupun tidak kau
perhatikan ?”
“Mungkin hal ini dikarenakan aku sedang berada dirumah orang, selamanya aku tak pernah
celingukan di rumah orang”, sahut Bu-ki hambar.
Sangkoan Jin tidak berbicara lagi.
“Dan lagi akupun bukan seorang sastrawan yang gemar membuat syair atau membuat lian,
oleh karena itu .....”
“Oleh karena itu kenapa ?” tukas Sangkoan Jin.
Tiba-tiba Bu-ki bangkit berdiri, lalu sambil menjura katanya,
“Selamat tinggal!”
“Kau hendak pergi ?”
“Kalau toh orang yang kau cari bukan manusia semacam diriku ini kenapa pula aku tidak
pergi ?”
“Kau adalah manusia macam apa ?” tanya Sangkoan Jin sambil menatapnya lekat-lekat.
“Bila kau mempunyai kemampuan untuk menilai orang, tak perlu kukatakanpun seharusnya
kau dapat melihat manusia macam apakah diriku ini, bila kemampuan untuk menilai orang
saja tidak kau miliki, buat apa aku musti berbicara lagi?”
879
Sangkoan Jin menatapnya sampai lama sekali, tiba-tiba dia berseru pelan :
“Bagus, bagus sekali!”
Ia membalikkan badan mengadap ke arah Tong Koat, sikapnya turut berubah menjadi lebih
halus dan lembut.
“Inilah orang yang kubutuhkan!” katanya.
Tong Koat segera tertawa setelah mendengar ucapan itu.
Kembali Sangkoan Jin berkata :
“Akan kuperintahkan orang untuk membereskan halaman belakang sana, besok ia sudah dapat
pindah kemari.”
“Sekarang, ternyata aku sudah boleh pergi bersantap bukan ?” tanya Tong Koat sambil
tertawa.
“Tong Koat, kenapa tidak tinggal disini saja untuk bersantap bersama kami ?”
Dengan cepat Tong Koat menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Kau suruh aku melakukan pekerjaan apapun boleh saja asal jangan suruh aku makan disini,
aku benar-benar tak berani bersantap ditempat ini.”
“Tidak berani kenapa?”
“Aku takut sakit!”
“Kenapa bisa takut sakit ?”
“Kalau terlalu banyak hidangan sayur atau barang-barang berjiwa, perutku bisa sakit, apalagi
bila dalam hidangan tak dijumpai sepotong daging, sudah pasti aku bakal sakit, malah
sakitnya sudah pasti amat parah.”
Setelah menghela nafas panjang, dia melanjutkan :
“Diantara empat sayur yang dihidangkan untuk makan siang hari ini, tak semacampun yang
mengandung makanan berjiwa!”
“Darimana kau bisa tahu ?”
880
“Tadi aku telah mencari berita tentang soal ini, orang bilang rakyat menganggap makanan
sebagai sumber kehidupan, terhadap persoalan macam begini, kenapa aku tak boleh menaruh
perhatian khusus.”
*****
DAGING, ayam, ikan bertumpukan di atas meja. Tong Koat kembali bersantap dengan
lahapnya.
Bu-ki sebetulnya sedikit tidak habis mengerti, seseorang yang baru saja makan hidangan
begitu banyak dalam sarapan paginya, kenapa bisa makan hidangan sebanyak itu lagi di siang
harinya.
Tapi nyatanya Tong Koat bisa melahap hidangan tersebut dengan lahapnya.
Ketika kedua ayam telah berubah menjadi setumpukan tulang, semangguk kuah daging sudah
hilang tak berbekas, Tong Koat baru berhenti bersantap, ditatapnya wajah Bu-ki dan tiba-tiba
berkata dengan suara lirih:
“Aku merasa kasihan kepadamu.”
“Kau merasa kasihan kepadaku ?”
“Yaa, aku merasa teramat amat kasihan kepadamu.”
“Kenapa ?”
“Sebab kau akan pindah ke tempat Sangkoan Jin, kalau aku disuruh menjadi kau seharipun
sudah pasti tidak kerasan.
Bu-ki segera tertawa setelah mendengar ucapan itu.
Kembali Tong Koat berkata :
“Disitu selain sayurnya tak enak dimakan, orangnya juga susah dihadapi.”
Setelah menghela nafas panjang, terusnya :
“Sekarang, tentunya kau sudah dapat melihat sendiri, Sangkoan Jin adalah seorang manusia
yang begitu sukar untuk dihadapi.
Mau tak mau Bu-ki harus mengakui akan kebenaran dari penilaian tersebut.
Namum orang yang paling sukar dihadapi di tempat itu bukanlah dia” ujar Tong Koat lagi.
881
“Kalau bukan dia, lantas siapa lagi?”
“Lian-lian!”
“Lian-lian? Siapakah Lian-lian itu ?”
“Lian-lian adalah putri kesayangan Sangkoan Jin , jangankan orang lain, aku sendiripun
segera akan merasakan kepalaku pusing tujuh keliling bila bertemu dengannya.”
Tentu saja Bu-ki juga tahu kalau Sangkoan Jin mempunyai seorang putri tunggal yang
bernama ‘Lian-lian’.”
Lian-lian tentu saja juga tahu kalau Tio Kian, Tio Jia mempunyai seorang putra tunggal yang
bernama ‘Bu-ki’.
Tapi BU-ki sama sekali tidak kuatir kalau Lian-lian sampai mengenali dirinya.
Tak lama setelah Lian-lian dilahirkan, ibunya telah meninggal dunia, mungkin lantaran
kehilangan istri kesayangannya maka rasa sayang Sangkoan Jin terhadap putrinya sama sekali
berbeda dengan rasa sayang orang lain terhadap putri tunggalnya.
Ada banyak sekali orang yang merasa benci atau tidak senang terhadap putrinya karena
istrinya meninggal setelah melahirkan. Walaupun tahu dalam hati kecil merekapun tahu kalau
bocah itu tak salah, tapi mereka toh berpendapat juga, seandainya tiada bocah istrinyapun tak
akan sampai mati.
Setiap orang sudah pati akan memiliki cara berpikir demikian, mengalihkan kemarahannya
kepada orang lain, sebab cara berpikir semacam ini merupakan salah satu titik kelemahan dari
manusia sejak jaman dahulu kala.
Semenjak kecil Lian-lian sudah berpenyakitan, bocah yang berpenyakitan tak urung akan
mempunyai watak yang aneh dan sedikit agak berangasan.
Seorang ayah yang demikian sibuknya macam Sangkoan Jin, tentu saja tak akan memiliki
banyak waktu untuk mengurus putrinya yang berpenyakitan seperti ini.
Maka semenjak kecil, Sangkoan Jin telah mengirim putrinya ke bukit Hoa san untuk merawat
putrinya, sekalian belajar ilmu silat.
Padahal merawat penyakit dan belajar ilmu silat mungkin hanya suatu alasan belaka, alasan
yang sesungguhnya mungkin adalah tak ingin berjumpa lagi dengan putrinya ini, sebab bila ia
bertemu dengannya, maka tanpa terasa diapun akan teringat kembali dengan istri tercintanya
yang telah tiada.
882
Ini menurut jalan pemikiran Bu-ki.
Bagaimana pula dengan jalan pemikiran Sangkoan Jin ? tak seorangpun yang tahu.
Jalan pemikiran manusia memang sering kali amat rumit dan aneh, sehingga sukar untuk
diduga atau di tebak oleh orang-orang di luar garis.
Bu-ki sendiripun tidka menyangka kalau Lian-lian akhirnya akan kembali juga ke tempat
tinggal ayahnya.
Tong Koatsudah mulai melalap ayam yang ke tiga.
Caranya makan ayam istimewa sekali, mula-mula dadanya yang dimakan, kemudian naik ke
atas kepala dan baru paha dan kakinya, sebagai penutup dia akan melahap bagian sayap dan
lehernya.
Sayap dan leher ayam paling banyak melakukan gerakan, itulah sebabnya daging disekitar
tempat itu paling enak rasanya.
Bagian yang paling enak dimakan, tentu saja harus ditinggalkan lebih dulu dan makan paling
belakang.
Malah Tong Koat secara khusus mengemukakan hal itu :
“Tiada orang yang berebut denganku untuk memilih bagian-bagian ini, sebab bagian yang
terbaik selalu kutinggalkan lebih dulu dan dimakan paling belakang”
“Seandainya ada orang yang saling berebut denganku, akupun tak akan melahapnya terlebih
dulu”
“Kenapa?”
“Bila kita melahap bagian yang paling enak lebih dulu, kemudian baru makan bagian yang
lain, lantas apa pula artinya?”
“Apakah kau rela membiarkan bagian yang paling enak itu diserobot orang lain?”
“Tentu saja aku tak rela”
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
“Bila kau berikan bagian yang terbaik untuk orang lain, itu berarti kau adalah seorang yang
tolol”
883
“Kau sendiri enggan memakannya lebih dulu, tapi enggan pula memberikan kepada orang
lain, lantas bagaimana caramu untuk mengatasi persoalan ini?”
“Tentu saja aku punya cara yang jitu” sahut Tong Koat sambil tertawa lebar, “inginkah kau
tahu cara apakah yang digunakan untuk mengatasi hal ini?”
“Tentu saja ingin!”
“Bila dalam keadaan begini, maka aku akan merebut bagian yang paling baik lebih dulu dan
kuletakkan di dalam mangkukku sendiri, kemudian bersama orang lainnya, bila bagian yang
lain sudah habis diperebutkan, aku baru melalap bagian yang sudah berada dalam mangkukku
itu”
“Suatu cara yang bagus sekali!” puji Bu ki.
“Bila kaupun ingin menirukan caraku bersantap, maka ada semacam persoalan yang perlu kau
perhatikan baik-baik”
“Persoalan apakah itu?”
“Bila kau sedang bersantap, maka sambil makan lebih baik kau sambil memberi pelajaran
kepada orang lain”
“Aku toh sudah berhasil merebut bagian yang paling baik? Kenapa harus memberi pelajaran
lagi kepada orang lain?”
“Sebab cara bersantap seperti itu pasti tidak leluasa dalam pandangan orang lain, itulah
sebabnya kau harus mendahuluinya dan beri pelajaran kepadanya”
“Bagaimana caraku untuk memberi pelajaran kepadanya?” tanya Bu ki.
“Sambil menarik muka beritahu kepada mereka, menjadi manusia harus meninggalkan rejeki
di kemudian hari, oleh sebab itu makanan yang enak harus dimakan belakangan, tapi sikapmu
sewaktu berbicara musti serius dan bersungguh-sungguh, caramu bersantap juga harus cepat,
sebelum orang lain memahami teorimu itu, kau harus menghabiskan semua hidangan yang
berada di depannmu, kemudian cepat-cepat angkat kaki untuk menyelamatkan diri”
Setelah berhenti sebentar, katanya kembali dengan wajah serius:
“Hal ini merupakan bagian yang terpenting, dan kau tak boleh sekali-kali untuk
melupakannya”
“Kenapa aku harus mengambil langkah seribu?” tanya Bu ki.
884
“Sebab bila kau tidak cepat kabur, kemungkinan besar orang lain akan menghajar dirimu”
Bu ki segera tertawa terbahak-bahak.
Kali ini dia benar-benar tertawa keras.
Sudah banyak waktu ia tak pernah tertawa, kali ini merupakan pertama kalinya ia dapat
tertawa dengan begitu riang gembiranya.
Sekarang batas waktunya sudah diperpanjang hingga waktu yang tak terhingga, sekarang ia
masuk ke daerah jantung dari benteng keluarga Tong, besok diapun akan pindah ke rumah
Sangkoan Jin, setiap saat bisa bertemu Sangkoan Jin, ini berarti setiap saat pula ia bisa
mempunyai kesempatan untuk turun tangan.
Sekarang walaupun tujuan yang sebenarnya belum tercapai namun jaraknya sudah tidak
terlalu jauh lagi.
Ini menurut jalan pemikirannya.
Sekarang tentu saja dia dapat berpikir demikian, apa yang bakal terjadi di kemudian hari,
siapa pula yang bisa menduganya?
Bila ia dapat menduga apa yang kemudian bakal terjadi, maka bukan saja ia tak bisa tertawa,
mungkin mau menangispun tak mampu bersuara lagi.
*****
Malam sudah kelam, suasana amat sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Hari ini boleh dibilang merupakan hari yang paling mendatangkan hasil bagi Bu ki, selesai
bersantap siang, ia berhasil melepaskan diri dari Tong Koat dan tidur senyenyak-nyenyaknya,
sebab malam nanti dia masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan.
Besok dia harus pindah ke tempat kediaman Sangkoan Jin, setelah masuk ke daerah terlarang
di dalam “Kebun Bunga” sudah pasti gerak-geriknya tak akan seleluasa sekarang ini.
Oleh sebab itu, malam nanti dia harus melakukan kontak dengan Lui Ceng Thian minta
kepada Lui Ceng Thian agar menyerahkan peta bangunan rumah tersebut kepadanya,
kemudian berdaya upaya agar Lui Ceng Thian bersedia memberi sedikit bahan peledak dari
Pek lek tong kepadanya....
Dia tak ingin mempergunakan bahan peledak macam begitu untuk menghadapi Sangkoan Jin,
tapi bila dalam sakunya membawa bahan peledak yang sanggup menghancurkan peta ini,
885
sedikit banyak benda itu akhirnya berguna juga, bilamana diperlukan, bukan saja benda itu
bisa digunakan untuk membantunya melarikan diri, juga dapat melimpahkan semua
perbuatannya yang telah dilakukannya itu kepada pihak perkumpulan Pek lek tong.
Dia percaya Lui Ceng Thian tak akan menampik permintaan itu.
Kegelisahan selama banyak waktu, sekarang akhirnya telah mendapatkan hasilnya, maka itu
tidurnya kali inipun jauh lebih nyenyak dan nyaman, ketika mendusin kembali hari sudah
malam.
Ternyata Tong Koat tidak datang mencarinya untuk bersantap malam, juga tak ada orang
yang datang mengganggunya.
Sambil mengenakan mantelnya dia bangun dan membuka jendela, suasana di luar sana amat
sepi seakan-akan malam sudah semakin larut.
Dia bertekad akan segera pergi mencari Lui Ceng Thian.
Sekarang, walaupun dia sudah tahu dengan cara apakah untuk berjalan masuk kedalam hutan
tersebut, namun ia masih belum tahu dengan cara apakah melewati tanah kosong diluar hutan
tersebut.
Lagi-lagi sebuah persoalan pelik berada didepan matanya.
Ia mempergunakan semacam cara yang paling sederhana, cara yang paling langsung untuk
menyelesaikan persoalan yang pelik tersebut.
Begitulah, dengan langkah yang santai dan tenang, ia berjalan terus kedepan sana.
Benar juga, tiada orang yang menghalangi kepergiannya.
Tentunya Tong Koat telah berpesan kepada para penjaga yang berada disekitar tempat itu,
agar jangan terlalu membatasi gerak-geriknya.
Cuaca hari ini sangat baik, tampaknya dia seperti lagi berjalan-jalan sambil melihat bunga,
apalagi tempat itupun masih belum mencapai daerah terlarang dari benteng keluarga Tong.
Aneka bunga sedang mekar dengan indahnya, ia sengaja berputar beberapa kali disekitar
kebun bunga itu untuk meyakinkan bahwa tiada orang yang memperhatikan gerak-geriknya.
Kemudian baru dia mencari bunga Gwat Ci tersebut, menyingkirkan tanahnya dengan kaki,
lalu dengan mempergunakan gerakan yang cepat, untuk mencabut bunga itu dan menerobos
masuk kedalam.
886
Seberapa panjang kah lorong bawah tanah itu, telah diperhitungkan dengan masak. Kali ini
dia membawa korek api.
Ia percaya asal dirinya mendekati pintu masuk menuju keruang bawah tanah itu, Lui Ceng
Thian pasti akan merasakannya.
Biasanya orang yang buta sepasang matanya, pasti mempunyai sepasang telinga yang
luarbiasa tajamnya.
Tapi kali ini, dugaannya keliru besar.
Menurut perhitungannya, sekarang ia telah tiba dimulut masuk ruang rahasia tersebut, akan
tetapi suasana didalam ruangan itu masih tetap tenang tanpa kelihatan ada sesuatu gerakan
pun.
Dia lagi lagi merangkak bebrapa depa kedepan bahkan mendehem pelan. Tapi Lui Ceng
Thian masih juga tidak meberikan reaksinya.
Sekalipun dia sedang tidur, tak mungkin sepulas ini tidurnya.
Jangan jangan dia telah ngeloyor keluar lagi dari tempat ini?
Walaupun Bu ki membawa korek api, namun tidak dipergunakannya, sebab dia harus berjagajaga
terhadap segala kemungkinana yang tidak diinginkan.
Ditempat ini penuh dengan bahan mesiu yang akan segera meledak bila terkena api.
seandainya keadaan tidak terlalu memakssa dia tak akan mengambil resiko tersebut.
Kembali dia maju kedepan sambil meraba-raba, mendadak tangannya menyentuh suatu
benda, itulah kaki meja milik Lui Ceng Thian.
Dengan jari tangannya dia mencoba untuk menyentil kaki meja itu beberapa kali, walau sudah
disentil dua kali, namun belum juga ada reaksi.
Udara dalam ruangan itu, selain terendus bau belerang dan apotas yang menusuk hidung
seakan-akan terdapat pula semacam bau yang aneh sekali.
Dia seperti pernah mengendus bau semacam itu, maka ditariklah nafas beberapa kali, dengan
cepat dia mendapatkan kalau dugaannya memang tak salah.
Itulah bau amisnya darah!
Daya penciumannya cukup tajam, dia percaya dugaannya tak mungkin salah.
887
mungkinkah Lui Ceng Thian sudah tertimpa bencana? Ataukah pihak keluarga Tong telah
mengirim orangnya untuk datang merenggut jiwanya?
Tapi, pada saat itulah Bu ki telah mendengar pula dengusan nafas seseorang.
Jelas orang itu sudah lama menahan nafasnya, tapi karena ditahan terlalu lama maka akhirnya
dia menjadi tak tahan, sebaba itu dia pun mulai bernafas lagi, malah suaranya lebih berat dan
memburu.
Orang itu bisa manahan nafasnya, tentu saja dimaksudkan agar Bu ki tidak tahu kalau
ditempat ini masih terdapat orang lain.
Dan orang ini sudah pasti bukan Lui ceng thian.
Tapi siapakah dia?
Apakah Lui ceng thian telah menemui ajalnya ditangan orang ini?
Seandainya dia adalah anggota keluarga Tong, maka kedatangannya untuk membunuh Lui
ceng thian sudah pasti karena memperoleh perintah.
Bila seseorang datang membunuh orang kerana mendapat perintah, maka dia tak perlu takut
diketahui orang.
Kalau dia bukan anggota keluarga Tong kenapa bisa masuk kedalam ruaangan bawah tanah?
Kenapa ia datang membunuh Lui ceng thian?
Tanpa terasa Bu ki teringat kembali dengan perkataan dari Lui ceng Thian.
“Tan seijinku siapapun tak berani datang kembali.........asal aku lagi senang, setiap saat aku
bersedia beradu jiwa dengan mereka.......!”
Bahan mesiu masih bertumpukan didalam ruangan rahasia itu.
Tatkala Lui ceng thian melihat ada orang hendak membunuhnya mengapa ia tidak menyulut
bahan peledaknya?
Apakah orang ini dicari sendiri oleh Lui ceng thian?
Justru karena Lui Ceng Thian tidak menyangka kalau dia bakal berniat jahat, maka dia baru
bisa terbunuh ditangannya!
888
Banyak sudah yang dipikirkan Bu ki, dia pun membayangkan bagian yang paling
menakutkan. Kalau toh orang ini enggan diketahui orang lain, sudah pasti dia akan berusaha
untuk membunuh Bu ki, bahkan besar kemungkinan ia sudah mulai bergerak sekarang.
Dengan cepat Bu ki melakukan gerakan pula.
Sayang dengusan nafas itu lagi-lagi lenyap tak berbekas, pada hakekatnya dia tak tahu
dimanakah orang itu berada.
Pelan pelan dia melingkari kaki meja itu, berniat untuk menerobos masuk lewat kolong
meja.......
Mendadak terasa desingan angin tajam mendere, kemudian terasa ada segulung angin dingin
yang amat tajam menusuk datang dari arah depan sana.
*****
PERTARUNGAN DALAM RUANGAN
Inilah hawa pedang!
Walaupun Bu ki tak dapat melihatnya, ia masih dapat merasakannya.
Belum lagi mata pedang itu mencapai sasarannya, hawa pedang yang amat tajam itu sudah
menyambar tiba di atas alis matanya. Bukan saja serangan itu cepat dan jitu, tenaga dalamnya
juga amat sempurna.
Bu ki masih belum melihat orang ini, tapi ia sudah tahu kalau dirinya telah berjumpa dengan
seorang musuh yang sangat menakutkan.
Seandainya di tangannya juga membawa pedang, dengan kecepatan serangannya, bukannya
tak mungkin tak bisa menyambut serangan ini.
Sayang sekali ditangannya tidak membawa senjata, sekalipun dapat menghindari serangan
yang pertama, belum tentu dapat menghindari serangan yang kedua.
Kalau toh dari ujung pedang orang ini dapat memancarkan hawa pedang yang begitu dingin
dan tajamnya, dapat diketahui bahwa kesempurnaan ilmu pedangnya sukar untuk dilukiskan
dengan kata-kata.
Entah bagaimanapun Bu ki mencoba menghindarkan diri, gerak geriknya tak nanti akan jauh
lebih cepat daripada perubahan pedang itu.
Untung saja dia masih belum melupakan kaki meja tersebut.
889
Mendadak tubuhnya menggelinding ke samping kiri kemudian tangannya diayunkan untuk
mematahkan kaki meja tersebut.
“Braaang...!” pelbagai beda yang berada di atas meja itu segera jatuh berhamburan ke manamana
menyusul robohnya meja tersebut.
Meja tersebut telah menolongnya untuk menahan serangan pedang.
Bu ki harus mendekam di balik kegelapan tanpa berani berkutik ataupun menghembuskan
napas panjang.
Tapi dengan kesempurnaan kepandaian silat yang dimiliki orang ini, dengan cepat dia masih
dapat menemukan dimanakah ia menyembunyikan diri, menanti serangan yang ketiga dan
serangan yang keempat dilancarkan, apakah dia masih sanggup untuk menghindarkan diri?
Ia benar-benar merasa tidak yakin.
Pihak lawan mempunyai hawa pedang yang dingin menggidikkan serta ilmu pedang yang
tajam dan lihay, sedangkan ia sendiri bertangan kosong belaka, pada hakekatnya tak mampu
untuk menahan datangnya serangan macam itu.
Kemungkinan besar ruang bawah tanah ini akan berubah menjadi tempat kuburnya untuk
selamanya.
Setelah melewati kesulitan dan penderitaan yang cukup lama, kelihatan kalau persoalan yang
dihadapinya semakin ada harapan, bila dia harus mati di sini, bahkan siapakah pihak
lawannyapun tidak diketahui, sampai matipun dia akan mati dengan mata tidak meram.
Sekarang dia hanya bisa menunggu, menunggu sampai tusukan ketiga dari lawannya
menyambar datang, dia bersiap-siap untuk mengorbankan tangannya yang sebelah untuk
mencengkeram pedang orang itu.
Dia rela mengorbankan segala-galanya demi beradu nyawa dengan orang ini....
Pertarungan antara mati dan hidup hanya berlangsung dalam sekejap mata, begitu sengit dan
mengerikannya pertarungan ini, tak nanti pihak ketiga dapat memahaminya.
Ternyata suatu kejadian yang sama sekali di luar dugaan telah terjadi, sudah sekian lama dia
menunggu, namun pihak lawan sama sekali tidak melakukan reaksi apapun juga.
Seseorang yang sudah jelas telah berada di posisi di atas angin, kenapa tidak memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk melakukan pengejaran?
890
Segala sesuatunya terasa gelap gulita, suasana hening dan sepi tak kedengaran sedikit
suarapun.
Kembali Bu ki menunggu sampai lama sekali, peluh dingin telah membasahi seluruh
tubuhnya, pada saat itulah ia mendengar ada seseorang berseru:
“Akulah yang datang. Sudah lama aku ingin datang menjengukmu”
*****
Suara itu berasal dari ruangan bagian atas, suara itu lembut, halus dan manja, seakan akan
penuh mengandung perhatian serta cinta kasih yang dalam.
Siapa pula yang telah datang kesitu? Siapa yang hendak ditengoknya.....?
Bu ki masih mendekam disudut ruangan tanpa bergerak, tapi ia telah mengenali suara orang
itu.
Ternyata yang datang adalah Kian kian.
Tong Kian kian, istri baru dari Lui Ceng Thian!
Tentu saja dia datang untuk menjenguk Lui Ceng Thian, dia kuatir Lui Ceng Thian salah
melukainya dalam kegelapan, maka sebelum tiba maksud kedatangannya dikemukakan
terlebih dahulu, sayang Lui Ceng Thian tak akan mendengar lagi suaranya......
Dalam ruangan bawah tanah yang gelap, mendadak terlintas setitik cahaya lampu.
Kian kian membawa sebuah lentera kecil duduk didalam sebuah keranjang besar yang pelan
pelan diturunkan ke bawah.
Diatas keranjang itu terdapat dua utas tali yang dihubungkan dengan roda berputar, ketika
keranjang tersebut sampai dibawah ruangan dan sinar lentera menyinari seluruh tempat, Kian
kian segera menjerit kaget.
Keadaan didalam ruang bawah tanah itu kacau balau tak keruan, tepat di bawah meja yang
dirobohkan oleh Bu ki tadi terkapar sesosok tubuh manusia.
Orang itu sudah mati, noda darah diatas tenggorokannya sudah membeku, sewaktu Bu ki
sampai disitu tadi, is sudah mati.
Yang mati adalah Lui Ceng Thian!
Siapa yang telah membunuhnya?
891
Sudah pasti orang yang melancarkan tusukan bagaikan kilat dari balik gelapan tadi.
Bekas tusukan pedang masih tertera diatas meja, peluh dingin yang membasahi tubuh Bu ki
juga belum mengering, tak bisa disangkal lagi dalam ruang rahasia ini tadi masih terdapat
seseorang yang lain.....
Tapi sekarang orang itu sudah lenyap tak berbekas.
Dia telah membunuh Lui Ceng thian, mengapa tidak membunuh pula diri Bu ki untuk
membungkam mulutnya?
Sudah jelas dia telah memaksa Bu ki terdesak hebat tinggal matinya saja, mengapa ia tidak
manfaatkan kesempatan itu untuk melanjutkan serangannya? Sebaliknya secara diam diam
mengundurkan diri dari situ?
Sinar lampu memancar diatas wajah Lui Ceng thian, wajahnya masih menunjukkan rasa
kaget, tercengang dan ngerinya menjelang saat kematian seakan akan sampai matipun dia tak
percaya kalau orang ini bisa membunuhnya.
Siapakah orang itu? Mengapa dia harus membunuhnya? Kenapa tidak membunuh Bu ki?
Kian kian berdiri sambil membawa lentera, sinar lampu menyoroti mayat Lui Ceng thian,
walaupun dia menunjukkan pula rasa tercengang bercampur kaget, namun dibalik rasa kaget
dan tercengang terlintas pula perasaan gembira.
Kedatangannya kesitu kemungkinan besar bermaksud untuk membunuhnya, tak disangka
ternyata ada orang yang telah membantunya untuk melaksanakan pembunuhan tersebut.
Pelan pelan Bu ki bangkit berdiri, kemudian katanya dengan suara hambar:
“Agaknya kedatanganmu sudah terlambat satu langkah”
Dengan terperanjat Kian kian membalikkan badannya menatap wajah Bu ki, Diatas wajahnya
yang pucat segera tersungging sekulum senyuman yang manis.
“Oooh; kau!”
Dia menghembuskan napas panjang, sambil menepuk dadanya pelan, ia berbisik lagi
“Oooh... Kau benar benar membuat hatiku terperanjat”
“Benarkah aku telah membuat terperanjat?”
892
Kian kian memutar biji matanya lalu tersenyum.
“Padahal seharusnya aku dapat menduga kalau perbuatan ini adalah hasil karyamu” katanya
“Oooh........?”
“Aku sudah dapat melihatnya, meskipun kau tidak meluluskan permintaanku waktu itu, tapi
kau pasti akan membantuku untuk melakukan perbuatan ini, bagimu lebih banyak membunuh
seseorang sama gampangnya dengan lebih banyak makan sepotong tahu”
Rupanya dia adalah menuduh dari Lui Ceng thian......!
Bu ki sendiripun tidak menyangkal, diapun tidak mendebat.
Kembali Kian kian menghela napas panjang, katanya:
“Tampaknya, sekarang aku benar benar telah menjadi seorang janda......!”
Ditangannya wajah Bu ki lekat lekat, dan sambil mengerling genit sambungnya:
“Dengan cara apakah kau hendak menghibur aku si janda muda yang patut dikasihani ini?”
*****
Malam semakin hening.
Kian kian telah tidur, setelah tidur mendusin kembali.
Ketika sedang tidur dia merintih, setelah bangun dari tidur diapun merintih, semacam rintihan
yang membuat siapapun yang mendengarkan menjadi tak dapat tidur.
Tentu saja Bu ki pun tak dapat tidur.
Sebab Bu ki berbaring disisi tubuhnya. Bukan cuma dapat mendengar rintihannya, iapun
dapat mendengar juga detak jantungnya.
Denyutan jantungnya cepat sekali, sedemikian cepatnya seakan akan setiap saat dapat
berhenti. Dia memang seorang perempuan yang gampang mencapai puncak kepuasan.
Walaupun ia masih meminta setelah mencapai puncak kepuasan, tapi secara mudah ia akan
mendapatkan kembali kepuasannya, hal ini berlangsung terus sampai dia hanya bisa berbaring
disana sambil merintih belaka.
893
Lelaki yang berpengalaman pasti akan tahu, perempuan semacam inilah merupakan
perempuan yang paling gampang menggerakkan hati kaum lelaki.
Sebab dikala kaum lelaki memberi kepuasan kepadanya, diapun memberi kepuasan untuk
kaum lelaki bukan hanya memenuhi kebutuhan kaum lelaki, diapun dapat memenuhi kejayaan
serta harga diri seorang lelaki.
Sekarang Kian kian sudah mendusin.
Dia merintih, lalu mempergunakan tangannya yang halus tak bertulang untuk membelai dada
Bu ki.
Suara rintihannya penuh mengandung rasa bahagia dan kegembiraan yang meluap.
“Barusan hampir saja kukira diriku turut mampus” ia berbisik sambil menggigit tubuhnya,
“kenapa kau tidak membiarkan aku mati saja dibawah tindian badanmu?”
Bu ki tidak menyahut. Diapun merasa amat lelah semacam kelelahan yang tak dapat dihindari
setelah mencapai kegembiraan yang muncak.
Tapi begitu mendengar suaranya, dengan cepat semangatnya kembali berkobar.
Dia masih muda gagah perkasa.
Ia sudah lama sekali tak pernah menyentuh perempuan.
Perempuan inipun merupakan manusia penting dalam keluarga Tong, asal ia bisa ditaklukan,
dalam melakukan perbuatan apapun dia akan merasa lebih biasa.
Setelah perempuan itu membuka suara, tentu saja dia tak dapat menampik keinginannya,
kalau tidak, bukan saja dia akan curiga, kuatirnya jika dia sampai mendendam.
Bila napsu birahi seorang perempuan sampai ditolak, maka dalam hatinya pasti akan diliputi
oleh perasaan gusar dan mendendam yang berkobar kobar.
Seorang lelaki macam “Li Giok thong” memang tidak seharusnya menampik keinginan
seorang perempuan macam Kian kian.
Bu ki masih mempunyai banyak alasan untuk memberi penjelasan kepada diri sendiri, agar
hatinya, perasaannya memperoleh ketenangan.
Sayang dia bukan seorang lelaki munafik.
894
Setelah melakukan dengan kesadaran penuh, tentu saja diapun tak perlu memberi penjelasan
kepada dirinya sendiri.
Kembali Kian kian bertanya dengan suara lirih:
“Sekarang apakah kau sedang menyesal?”
“Menyesal?” Bu ki segera tertawa, “Mengapa aku harus menyesal? Selamanya aku tak pernah
menyesali apa yang telah kulakukan”
“Kalau begitu, apakah besok malam aku masih boleh datang kemari lagi...?” tangan Kian-kian
kembali mulai merangsang.
“Tentu saja kau boleh kemari” Bu ki mendorong tangannya, “tapi besok malam, aku sudah
tidak berada di sini lagi”
“Kenapa?”
“Besok pagi aku akan pindah”
“Pindah? Pindah kemana?”
“Pindah ke rumah kediaman Sangkoan Jin” sahut Bu ki, “sejak besok, aku sudah menjadi
congkoannya Sangkoan Jin”
Kian-kian segera tertawa:
“Kau anggap aku tak berani ke sana untuk mencarimu? Kau anggap aku takut Sangkoan Jin?”
Tiba-tiba ia meluruskan badannya dan menatap wajah Bu ki lekat-lekat, sambungnya:
“Mengapa kau harus ke tempat sana? Apakah lantaran dia mempunyai seorang putri yang
cantik?”
Bu ki tidak menyangkal juga tidak mengakui akan hal tersebut.
Kian-kian segera tertawa dingin, kembali ujarnya:
“Andaikata kau benar-benar berhasrat untuk mengincar putri kesayangannya itu, maka bakal
runyam kau!”
“Oya....?”
“Siapapun tak berani mengusik dayang cilik itu”
895
“Kenapa?”
“Sebab dia telah dicintai oleh seseorang”
“Siapakah orang itu?”
“Seseorang yang tak berani diusik oleh siapapun, bahkan aku sendiripun tak berani
mengusiknya”
“Kau juga takut kepadanya?” sengaja Bu ki bertanya.
Ternyata Kian-kian mengakuinya:
“Tentu saja aku takut kepadanya, bahkan takutku setengah mati”
“Mengapa kau takut setengah mati kepadanya?” Tak tahan kembali Bu ki bertanya.
“Sebab bukan saja kepandaiannya jauh lebih hebat daripada diriku, lagipula berhati keji dan
tidak berangasan, salah-salah dia bakal turun tangan keji tanpa memandang dulu”
Setelah menghela napas panjang terusnya:
“Walaupun aku adalah adik perempuannya, tapi bila aku berani menyalahi dia, ia sama saja
akan merenggut nyawaku”
“Ooooh.... kau maksudkan Tong Koat?”
Kian-kian segera tertawa dingin.
“Aaah, Tong Koat itu manusia macam apa? Seandainya Tong Koat bertemu dengannya, iapun
sama saja akan ketakutan setengah mati”
Kembali lanjutnya:
“Sedari kecil dia dalah orang yang paling pintar, paling bagus dan paling pandai bekerja di
antara kami bersaudara, apa yang dia inginkan segera didapatkan, selamanya tak pernah ada
orang yang berani merampasnya, andaikata dia tahu kalau kaupun sedang mengincar putri
Sangkoan Jin, maka kau....”
“Aku kenapa?”
“Kau sudah pasti akan mampus, siapapun tak dapat menyelamatkan dirimu lagi”
896
Sambil berbaring di atas dada Bu ki dan membelainya dengan lembut, pelan-pelan dia
melanjutkan.
“Oleh sebab itu aku harus baik-baik melindungi dirimu, agar kau bertulus hati mencintai
diriku, agar kau sama sekali tak punya kekuatan untuk mengincar orang lain lagi”
Sekarang, tentu saja Bu ki sudah tahu kalau yang dia maksudkan adalah Tong Au.
Pedang milik Tong Au, apakah betul-betul lebih menakutkan daripada Tang Koat?
Dengan kecerdasan dan kepandaian Siau hong, mungkin masih sanggup untuk menghadapi
Tong Koat. Tapi bagaimana dengan Tong Au?
Dalam perkumpulan Tay hong tong, siapakah yang sanggup menghadapi Tong Au?
Sekalipun Sangkoan Jin kena dipunahkan sehingga tinggal Tong Au, cepat atau lambat dia
pasti akan merupakan bibit bencana juga bagi perkumpulan Tay hong tong.
Hawa napsu membunuh segera berkobar di dalam dada Bu ki.
Entah dia dapat pulang dalam keadaan hidup atau tidak, ia bertekad untuk tidak membiarkan
Sangkoan Jin dan Tong Au tetap hidup segar di dunia ini.
Sekalipun dia harus dimasukkan ke dalam neraka tingkat ke delapan belas, akan dibasminya
juga kedua orang ini.
Tiba-tiba Kian-kian berkata: “Dingin amat tanganmu!”
“Oh ya?”
“Mengapa tanganmu berubah sedingin ini?”
“Sebab aku takut!” jawab Bu-ki sambil tertawa.
“Takut apa?”
“Takut dengan orang yang kau sebutkan barusan!”
“Dia memang tak lama lagi akan pulang kemari, sekembalinya ke rumah, siapa tahu kalau
benar-benar akan pergi mencarimu?”
“Tapi aku toh tidak bermaksud untuk mengincar putrinya Sangkoan Jin…..?”
“Tapi dia akan tetap pergi mencarimu!”
897
“Kenapa?”
“Sebab kau belajar pedang, lagi pula semua orang agaknya mengatakan kalau ilmu pedangmu
lumayan”
“Oleh sebab itu dia pasti akan mengalahkanku, agar semua orang tahu kalau ilmu pedangnya
jauh lebih hebat daripada ilmu pedangku?” seru Bu-ki.
“Selama ini dia lebih suka mati dari pada mengaku kalah kepada orang lain”
“Seandainya nasibnya jelek dan kalah di ujung pedangku, apakah dia benar-benar akan mati?”
“Besar kemungkinan!”
Dicekalnya tangan Bu-ki yang dingin erat-erat, kemudian melanjutkan, “tapi kau pasti bukan
tandingannya, asal ia sudah meloloskan pedangnya, maka kau pasti akan mati, oleh sebab
itu….”
“Oleh sebab itu kenapa?”
“Bila ia datang mencarimu nanti dan kau bersedia mengaku kalah, sudah pasti dia tak akan
memaksamu untuk turun tangan!”
“Seandainya kebetulan sekali akupun seorang yang lebih suka mati dari pada mengaku
kalah?”
Tiba-tiba Kian-kian melompat bangun, kemudian dengan mata melotot besar, wajah memerah
karena marah, dia berteriak dengan suara yang keras sekali: “Kalau begitu, lebih baik kau
mampus saja!”
*****
Kian-kian sudah pergi cukup lama, pergi meninggalkan tempat itu dengan hati mendongkol.
Bu-ki masih belum tidur, ia merasa matanya seakan-akan tak mau dipejamkan. Kematian Siau
poo, lalu kematian Lui Ceng Thian selalu menghantui pikirannya, perasannya makin gundah,
membuat ia benar-benar tak dapat tidur.
Besar kemungkinan mereka telah tewas di tangan seseorang yang sama dan kelihatannya
orang itu bukan anak murid atau keturunan keluarga Tong, itulah sebabnya gerak-gerik orang
itu selalu diliputi kerahasiaan dan kemisteriusan.
898
Jilid 31________
Sesungguhnya orang ini mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk membunuhnya, tapi
kesempatan itu telah dilepaskan olehnya dengan begitu saja. Dari sini hampir dapat dipastikan
kalau orang itu memang tidak bermaksud jahat terhadap dirinya.
Kemungkinan besar orang ini juga telah membantunya untuk menyingkirkan para penjaga
disekitar hutan pada dua malam berselang.
Lantas, siapakah sebetulnya orang itu?
Mengapa dia harus melakukan perbuatan semacam ini?
Bu ki telah memeras keringat memikirkan persoalan ini bahkan kepalanya pun hampir pecah
rasanya, namun setitik cahaya pun tidak berhasil ditemukan.
Terpaksa dia harus menyimpulkan lebih dahulu bahwa orang ini adalah sahabatnya.
Sebab rahasia yang diketahui orang ini benar-benar terlampau banyak, bila ia bukan
sahabatnya, maka hal ini sungguh menakutkan sekali.
*****
Bulan empat tanggal dua puluh lima, udara cerah.
Aneka bunga didalam halaman sedang mekar dan menyiarkan bau harum semerbak, sinar
matahari memancarkan sinarnya dengan amat terang. Sudah cukup lama Bu ki berdiri
dibawah timpaan cahaya matahari.
Tempat ini adalah kebun belakang bangunan Sangkoan Jin, waktu itu Sangkoan Jin sedang
berdiri dibalik rimbunnya pohon yang sangat lebat, hampir setiap pori-pori diatas wajahnya
dapat terlihat dengan amat jelasnya.
Sebab sinar sang surya sedang menyinari wajahnya;
Cahaya matahari terasa amat menusuk mata. Sedemikian silaunya sehingga hampir semua
panca indera dari Sangkoan Jin tak dapat terlihat jelas.
Tentu saja posisi semacam itu sengaja diatur oleh Sangkoan Jin, pada hakekatnya tiada
pilihan lain buat Bu ki untuk menjatuhkan pilihannya.
Sekalipun dikebun belakang cuma ada mereka berdua, berada dalam keadaan seperti ini,
diapun tak dapat turun tangan.
899
Ia boleh dibilang tak dapat melihat jelas, setiap gerak geriknya justru tak sanggup meloloskan
diri dari tatapan mata Sangkoan Jin.
Mau tak mau dia harus mengagumi akan kecermatan serta ketelitian dari Sangkoan Jin,
Akhirnya Sangkoan Jin buka suara.
Tiba tiba dia berkata:
“Bagaimanapun sempurnanya suatu ilmu menyaru muka, setelah berada dibawah terik
matahari, semuanya akan terlihat dengan jelas”
“Oya?”
“Memakai topeng kulit manusiapun sama saja. Kulit orang mati tentu saja jauh berbeda jika
dibandingkan dengan kulit orang hidup”
“Oya?”
“Bila diatas wajahmu terdapat selembar kulit orang mati, sekarang kau sudah menjadi orang
mati”
Tiba tiba Bu ki tertawa.
“Hal ini bukan sesuatu yang menggelikan!” tegur Sangkoan Jin.
“Tapi secara tiba-tiba aku teringat akan suatu kejadian yang menggelikan sekali”
“Kejadian apakah itu?”
“Konon ada banyak topeng kulit manusia yang terbuat dari kulit pantat orang mati, sebab kulit
pantat paling lunak dan halus”
Sambil tertawa terus, dia melanjutkan:
“Apakah kau mengira aku bakal menempelkan kulit pantat orang lain diatas wajahnya?”
“Kau bukannya pasti tak akan melakukan begitu” kata Sangkoan Jin dingin, “aku dapat
melihat manusia macam apakah dirimu itu bila mana keadaan memaksa, perbuatan macam
apapun dapat kau lakukan”
“Benarkah aku adalah manusia semacam begini?”
“Justru karena kau adalah manusia semacam itu, maka aku baru menyuruhmu datang kemari”
900
“Kenapa?”
“Sebab manusia semacam itu, biasanya besar sekali kegunaannya”
Bu ki tertawa lagi, katanya dengan cepat:
“Sayang sekali manusia macam inipun biasanya berpenyakit”
“Penyakit apa?”
“Manusia macam ini biasanya seperti kau juga tidak terlalu senang dijemur dibawah teriknya
matahari”
“Satu jam berselang matahari belum bersinar sampai disini”
“Aku tahu”
“Kau seharusnya datang lebih awal”
“Sayang sekali satu jam berselang aku belum bangun”
“Biasanya kau selalu tidur agak lambat?”
“Bila sedang ada perempuan tidurku akan semakin lambat lagi”
“Semalam, apakah kau didampingi perempuan?”
“Yaa, hanya seorang”
“Kalau sudah tahu pagi ini harus datang menghadapku, mengapa masih mencari perempuan?”
“Sebab aku senang!”
Sangkoan Jin tidak berbicara lagi.
Bu ki sangat berharap dapat menyaksikan mimik wajahnya, bila Bu ki benar-benar dapat
melihatnya, dia pasti akan merasa sangat keheranan.
Sebab mimik wajahnya sekarang, entah siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sangat
keheranan.
Untung saja Bu ki tidak melihatnya, orang lain juga tidak melihatnya.....
901
Lewat lama kemudian, Sangkoan Jin baru berkata dengan suara yang amat dingin:
“Tempat ini adalah benteng keluarga Tong!”
“Aku tahu!”
“Bukan suatu pekerjaan yang mudah bila ingin mencari perempuan ditempat ini”
“Aku tahu”
“Darimana kau bisa mendapatkannya”
“Aku sendiripun tak dapat memperolehnya. Untung saja aku mempunyai cara untuk
membiarkan perempuan itu yang datang mencariku”
“Jadi perempuan itu yang datang sendiri mencarimu?”
“Ehmmm!”
“Kenapa dia datang mencarimu?”
“Karena dia senang!”
Sangkoan Jin tidak berbicara lagi.
Mimik wajahnya kali ini sudah pasti lebih menarik daripada tadi, cuma sayang Bu ki masih
belum sempat melihatnya juga.
Kali ini tidak menunggu dia bersuara, Bu ki telah menimbrung lebih dahulu.
“Aku harap kau dapat memahami akan hal ini”
“Katakanlah!”
“Setelah kau ketahui bahwa aku seseorang yang perbuatan macam apapun dapat dilakukan,
tentunya kau juga harus tahu bukan saja aku kemaruk akan harta, lagipula suka main
perempuan, bahkan kadangkala aku bisa minum arak sampai mabuk kepayang”
“Lanjutkan!”
“Cuma saja persoalan tersebut adalah urusan pribadiku, selamanya aku dapat membedakan
antara tugas dan kepentingan pribadi”
“Bagus sekali”
902
“Bila kau menyuruhku menetap disini, maka kau dapat menanyai urusan pribadiku kalau tidak
lebih baik aku angkat kaki sekarang juga....!”
Sangkoan Jin menatapnya lekat-lekat. Sampai lama kemudian ia masih juga mengawasinya
tak berkedip, sepasang matanya yang tajam itu kelihatan seperti burung pemakan bangkai
dibawah sinar matahari.
Sejenis elang raksasa yang gemar memakan bangkai busuk.
Dalam detik itulah, hampir saja Bu ki mengira Sangkoan Jin sudah bersiap-siap untuk turun
tangan terhadap dirinya.
Tapi Sangkoan Jin hanya mengucapkan empat patah kata yang sederhana sekali kemudian
tiba-tiba menyelinap masuk ke balik pepohonan yang rindang.
Ia berkata begini:
“Kau boleh tetap tinggal!”
*****
Gedung yang terdiri dari beberapa ruangan itu terletak ditengah halaman yang rindang dan
terpencil.
Dalam halaman ditanam beberapa puluh batang pohon hay tong dan beberapa batang pohon
Hu tong.
Disinilah Sangkoan Jin persiapkan kamar tidur buat Bu ki, seorang lelaki yang bernama “lo
khong” yang mengajaknya kemari.
Lo khong tidaklah berasal dari marga Khong.
Lo khong juga tidak she Tong, konon dia masih termasuk paman Tong-nya Tong Koat dan
Tong Au, cuma saja kecuali dia sendiri, siapapun tak pernah memperhatikan dengan serius
hubungan persaudaraan diantara mereka itu.
Lo khong mempunyai selembar wajah yang merah, diatas wajahnya yang merah terdapat pula
sebuah hidung berminyak yang berwarna merah juga.
Bu ki segera bertanya kepadanya:
“Sudah jelas kau she Tong, kenapa orang lain tidak menyebutmu sebagai Lo tong?”
903
Jawaban dari Lo khong pun amat beralasan, dia bilang begini:
“Setiap orang disini berasal dari marga Tong, bila aku dipanggil Lo Tong, entah berapa
banyak yang akan menyahut?”
“Lantas mengapa orang lain menyebutmu sebagai Lo khong?” kembali Bu ki bertanya.
Jawaban dari Lo khong ternyata lebih mantap.
“Khong artinya adalah sebuah lubang. Aku ibaratnya sebuah lubang, arak macam apapun dan
berapa banyakpun dapat masuk melewati lubang ini, itulah sebabnya aku dipanggil Lo
khong!”
Tugas yang harus dilakukan Lo khong banyak sekali, selain menjadi pelayannya Bu ki,
diapun merangkap juga sebagai koki pribadinya Bu ki.
Sehari tiga kali makan, setiap hidangan enam sayur ditambah satu kuah hampir semuanya
dimasak oleh Lo khong. Kepandaiannya dalam masak memasak tidak dapat terhitung amat
hebat, daging sapi yang dimasaknya pada hakekatnya menyerupai kulit kerbau saja.
Setiap hari setiap kali bersantap dia pasti akan memasak semacam kulit kerbau macam begini,
secara beruntun Bu ki telah melalapnya sampai tujuh delapan kali.
Kecuali bersantap, satu satunya pekerjaan yang harus dilakukan Bu ki adalah memegang
buku. Dia harus mendaftarkan semua nota yang tebal dan berat itu satu demi satu, selembar
demi selembar, sejenis demi sejenis ke dalam buku besar.
Itulah pekerjaan yang diserahkan Sangkoan Jin kepadanya, pekerjaan semacam ini
hakekatnya lebih tak sedap dirasakan daripada daging sapi bikinan Lo khong.
Kalau menuruti adat Bu ki, dia ingin sekali mencengkeram baju Sangkoan Jin dan
menanyainya sampai jelas.
“Kau secara khusus mengundang aku datang kemari apakah bertujuan menyuruh aku
melakukan pekerjaan semacam ini?”
Cuma sayang selamanya dua hari belakangan ini, jangankan bersua muka, melihat bayangan
tubuh dari Sangkoan Jin pun tidak.
Gedung bangunan tersebut bukan saja lebih besar daripada apa yang terlihat dari depan,
ternyata jauh lebih besar pula daripada apa yang dibayangkan Bu ki.
Akan tetapi lingkungan yang bisa dilewati Bu ki justru teramat kecil sekali.
904
Entah dia berjalan kearah manapun setelah keluar dari pintu, tidak sampai seratus langkah
secara tiba-tiba pasti akan muncul seseorang yang secara sopan memberi tahu kepadanya.
“Jalanan ini tak boleh dilewati”
atau
“Didepan sana adalah daerah terlarang siapapun dilarang memasukinya!”
Tempat yang dijadikan daerah terlarang disini betul betul banyak sekali; selain kamar bacanya
Sangkoan Jin, tempat tinggal toa siocia, bahkan gudangpun dijadikan daerah terlarang.
Disekitar daerah terlarang, paling tidak ada tujuh delapan orang yang melakukan penjagaan.
Untuk merobohkan orang orang semacam itu tentu saja tidak sukar, tapi Bu ki tak akan
berbuat demikian.
Jika urusan sepele tak dapat menahan sabar, pasti runyam urusan besar......
Ucapan semacam ini, dulu dianggap sebagai kata kata yang terlampau kuno bagi Bu ki.
Tapi sekarang, Bu ki sudah dapat meresapi makna yang sesungguhnya dari perkataan
tersebut. Sikap Sangkoan Jin terhadapnya bisa jadi hanya merupakan suatu pengetesan belaka.
Itulah sebabnya dia hanya menahan sabar.
Sebab itu pula setiap hari dia hanya mengendon dalam kamarnya, makan kulit kerbau,
mencatat nota ke buku besar dan menikmati pohon hay tong serta wu thong.
Sudah tiga hari lamanya ia tinggal disini.
Ternyata Tong koat pun tak pernah menampakkan diri.
Tiba tiba Bu ki menemukan kalau dia rada rindu terhadap orang ini, dia seperti ingin sekali
menemaninya bersantap, paling tidak jauh lebih enak daripada makan kulit kerbau.
Jalan raya yang ramai, toko toko yang menjual barang barang mewah serta orang orang yang
berlalu lalang, terasa jauh lebih menarik daripada tempat ini.
Bu ki benar benar ingin keluar rumah dan berjalan jalan, tapi Lo khong selalu menghalangi
kepergiannya.
“Kau tak boleh keluar rumah!” demikian ia berkata.
905
“Kenapa?” seru Bu ki agak marah, “Aku toh bukan tawanan, tempat ini toh bukan rumah
penjara, kenapa aku tak boleh keluar rumah?”
“Tapi lebih baik lagi jika kau jangan keluar rumah” Lo khong masih memperlihatkan sikap
setianya yang tulus. Bahkan memberi penjelasan lebih jauh, “toa loya secara khusus
mengundang kedatanganmu kemari, sudah pasti bukan pekerjaan macam begini yang harus
kau lakukan, dia pasti sedang mencoba kesabaranmu”
Tentang soal ini, Bu ki sendiripun pernah memikirkannya.
Maka Lo khong berkata lebih lanjut:
“Itulah sebabnya setiap saat kemungkinan besar dia akan menyerahkan tugas untuk kau
laksanakan, bila kau tak ada disini, bukankah suatu kesempatan baik telah kau sia siakan?”
Bu ki merasa setuju sekali dengan pendapat ini.
Kesempatan baik memang tak boleh dilewatkan dengan begitu saja. Entah kesempatan
tersebut adalah kesempatan seperti apapun, yang pasti tak boleh dilewatkan dengan begitu
saja.
Sekarang ia telah berada ditepi kesuksesan, setiap saat kesempatan baik untuk membunuh
Sangkoan Jin akan dijumpainya.
Oleh sebab itu dia hanya bisa mengendon dalam kamarnya setiap hari, makan kulit kerbau,
mencatat nota ke buku besar serta melihat pohon hay tong dan Wu tong diluar jendela.
Saking mangkel dan masgulnya, hampir saja ia jatuh sakit......
Kehidupan Lo thong justru dapat dilewatkan dengan riang gembira.
Ia pergunakan waktu selama sepertanak nasi lamanya untuk mempersiapkan tiga kali
hidangan makan, sebab setiap kali makan sayurnya tetap itu itu juga.
Dikala sarapan pagi, dia mulai minum sedikit arak. Waktu makan siang, arak yang diminum
lebih banyak.
Setelah melewati tidur siang yang nyenyak, pengaruh arakpun sudah hilang, tentu saja diapun
harus mulai minum lagi.
Setelah makan malam, diapun pergi dengan membawa enam bagian pengaruh alkohol,
biasanya ia pulang bila sudah larut malam, biasanya dia sudah mabuk kepayang dibuatnya.
906
Malam keempat, ketika ia bersiap siap akan keluar rumah, tak tahan lagi Bu ki lantas bertanya
kepadanya:
“Kau hendak kemana?”
“Aaah. hanya ingin keluar untuk berjalan jalan saja.”
“Agaknya setiap malam kau pasti ada tempat yang bisa dikunjungi” keluh Bu ki sambil
menghela napas. “Tidak seperti aku, tempat manapun tak boleh kukunjungi!”
“Sebab antara kau dan aku terdapat perbedaan.”
“Apa bedanya?”
“Kau diundang secara khusus oleh toa toyu, lagipula teman Toa koan, berarti kau adalah
orang golongan atas”
Golongan atas tentu saja harus berkunjung ketempat golongan atas, cuma sayang tempat
golongan atas yang terdapat di sini hampir semuanya merupakan daerah terlarang.
Sambil memicingkan matanya dan tertawa, Lo khong berkata:
“Berbeda sekali dengan kami, banyak tempat yang dapat kami kunjungi, karena kami adalah
orang golongan bawah ditempat seperti itu hanya orang orang dari golongan bawah saja yang
dapat mendatanginya”
“Kenapa?”
“Sebab tempat itu memang tempat untuk orang orang golongan bawah.....!”
“Biasanya apa saja yang kalian kerjakan ditempat itu?” tanya Bu ki lebih lanjut.
“Ditempat golongan rendah, tentu saja perbuatan perbuatan golongan rendah saja yang
dilakukan”
“Pekerjaan macam apa saja yang dimaksudkan sebagai pekerjaan golongan rendah?”
“Padahal tidak terhitung hebat” kata Lo khong sambil tertawa, disanapun kami hanya minum
arak, berjudi dan mencicipi tahunya nona nona cilik!”
“Aaaah. kalau hanya pekerjaan semacam itu mah orang orang dari golongan ataspun
seringkali melakukannya juga” kata Bu ki sambil tertawa lebar.
Lo-khong menggeleng.
907
“Sekalipun pekerjaan sama, bila orang orang golongan atas melakukannya ditempat golongan
atas, maka perbuatan semacam itupun berubah menjadi perbuatan golongan atas, sebaliknya
bila orang orang golongan bawah melakukannya ditempat golongan bawah maka perbuatan
itu akan berubah menjadi perbuatan golongan rendah, orang orang golongan atas pasti akan
berkerut kening dan mengatakan perbuatan semacam itu sebagai perbuatan maksiat!”
Bukan saja perkataan itu sangat masuk di akal lagipula masih mengandung falsafah hidup
tingkat tinggi.
“Disitu terdapat manusia semacam apa saja?” tanya Bu ki kemudian.
“Sudah barang tentu orang orang dari golongan rendah seperti para centeng, para penjaga
keamanan, koki, dayang dan lain lainnya”
Mencorong sinar terang dari balik mata Bu ki.
Andaikata ia dapat bergaul dengan orang orang dari golongan tersebut, maka gerak geriknya
sudah pasti akan jauh lebih leluasa.
Tiba tiba ia bangkit berdiri, kemudian sambil menepuk bahu Lo khong katanya:
“Mari kita berangkat!”
“Kau hendak pergi kemana?”
“Kemana kau akan pergi, disitu aku pergi”
“Kau adalah orang golongan atas, mana boleh mengunjungi tempat golongan bawah seperti
itu?”
“Sekalipun dipagi hari aku adalah orang golongan atas, setelah malam aku akan berubah
menjadi orang bawah”
Setelah tersenyum lanjutnya:
“Aku tahu, banyak sekali orang orang kalangan atas yang berbuat demikian seperti juga aku”
Lo khong tertawa lebar.
Bagaimanapun juga dia harus mengakui bahwa apa yang diucapkan Bu ki memang masuk
diakal.
“Tapi ada satu hal aku harus menerangkan lebih dahulu kepadamu”
908
“Katakanlah”
“Setibanya disana, kaupun akan menjadi orang kalangan bawah. Minum arak, berjudi,
berkelahi, semuanya tak menjadi soal. Bila ada kesempatan bahkan kau boleh mencari
peluang untuk menangkap ikan di air keruh.....”
“Menangkap ikan?” Bu ki tidak mengerti.
“Disana banyak terdapat dayang dayang cilik yang berwajah cakap dan lumayan”
Lo khong memicingkan matanya rapat rapat
“Merekapun bisa minum arak, bisa berjudi, asal sudah minum arak lantas mabuk, asal sudah
berjudi, uang pasti ludas”
Bu ki segera memahami maksud hatinya itu, katanya kemudian,
“Asal mereka sudah mabuk atau sudah ludas, itulah kesempatan yang baik bagi kita untuk
menangkap ikan?”
Lo khong segera tertawa.
“Rupanya kaupun seorang ahli?” serunya
Bu ki turut tertawa.
“Semua persoalan yang menyangkut masalah itu, orang orang kalangan dari kalangan
bawah.....!”
“Hanya ada seekor ikan yang jangan sekali kali kau tangkap, bahkan menyentuhpun lebih
baik jangan”
“Kenapa?”
“Sebab siapapun tak berani mengusiknya”
“Siapakah orang ini?”
“Dia bernama Siang si!”
“Siang si?”
“Dia adalah dayang dari toa siocia, Toa loya kita itu!”
909
Setelah menghela napas dan tertawa getir, lanjutnya;
“Bila mengusik dia berarti mengusik toa siocia, barang siapa berani mengusik toa siocia kami,
sama artinya telah memasukkan batok kepala sendiri ke dalam serangan lebah”
Cerita yang menyangkut soal toa siocia ini sudah bukan untuk pertama kalinya didengar Bu
ki, sekarang walaupun dia belum sampai berjumpa dengan orangnya namun sudah cukup
merasakan pengaruh serta kekuasaan dari toa siocia tersebut.
Padahal Bu ki bukannya belum pernah bersua muka dengannya, cuma peristiwa itu telah
berlangsung pada belasan tahun berselang.
Waktu itu dia masih seorang bocah perempuan yang kurus lemah dan sangat penurut.
Rambutnya selalu dikepang dua, bila melihat orang asing mukanya langsung menjadi merah.
Sekarang ia telah berubah menjadi manusia macam apa? Bagaimana tampangnya? kenapa
orang lain demikian takut terhadapnya?
Mendadak Bu ki ingin sekali bertemu dengan toa siocia yang disegani dan di takuti semua
orang ini. Dia ingin tahu sampai dimanakah kekuasaan serta pengaruhnya? sampai dimana
pula menakutkannya.
Yang dijumpai lebih dulu adalah Siang si.
Gaya dari dayang ini sudah aduhai, betul betul membuat orang pusing tujuh keliling rasanya.
Asap hitam menyelimuti seluruh ruangan bahunya busuk sekali melebihi bahu sampah yang
sedang diobrak abrik pengemis.
Tapi semua orang yang berada dalam ruangan itu, seakan akan sama sekali tidak merasakan
hal ini.
Sebuah ruangan yang sebenarnya hanya memuat belasan orang ini dijejali oleh puluhan orang.
Ada yang tua, ada yang muda, ada yang laki laki ada pula yang perempuan. Ada yang
berdandan menyolek, ada yang bertelanjang punggung, ada yang berbau busuk, adapula yang
berbau harum, tapi mimik wajah mereka semuanya hampir sama.
Setiap orang membelalakkan matanya lebar lebar sedang memandang Siang si, menunggu
Siang si melemparkan dadu ditangannya itu ke atas meja.
Tangan Siang si mana putih, empuk, kecil, persis seperti sekuntum bunga putih kecil.
910
Orangnya juga putih kecil, ramping, manis ditambah sepasang lesung pipi yang menghiasi
wajahnya.
Dalam genggaman tangannya yang kecil tampak tiga biji dadu, kancing bagian kerah bajunya
dibuka dua biji. Kaki yang sebelah dinaikkan ke bangku, sedang biji matanya yang jeli
berkeliaran kesana kemari.
Orang yang turut didalam pertaruhan kali ini luar biasa banyaknya, jumlah taruhanpun banyak
sekali, tapi yang paling banyak adalah Toa ma cu (Si bopeng).
Bu ki pernah bersua muka dengan orang ini, dia adalah seorang pengawal keamanan yang
menjaga dekat kamar bacanya Sangkoan Jin, dua kali sudah Bu ki kena dihadang baik
olehnya.
Kalau sedang berbicara dihari hari biasa, dia selalu menunjukkan sikap senyum tak senyum
yang tak mampu berbuat demikian, bahkan tertawa pura purapun tidak, mukanya yang bulat
itu tampak amat tegang, burik diatas mukanya telah basah kuyup oleh air keringat.
Kali ini dia mempertaruhkan tiga belas tahil perak, hampir segenap harta kekayaan yang
dimilikinya.
Mendadak terdengar suara bentakan nyaring, lalu.... “Tring!” ketiga biji dadu itu sudah
dilempar kedalam mangkuk.
“Empat lima enam!” Siang si melompat sambil berteriak keras, “semuanya disikat!”
Tampang wajahnya sekarang sudah tidak mirip sekuntum bunga putih lagi, tapi lebih mirip
dengan seekor serigala putih yang siap menerjang korbannya.
Mimpipun Bu ki tak pernah menyangka kalau seorang nona cilik semacam dia bisa berubah
menjadi begitu rupa.
Paras muka si bopeng segera berubah hebat. Pelan pelan tangannya dijulurkan kemuka ingin
menarik kembali uang taruhannya secara diam diam.
Sayang sekali gerakan tangannya kurang cepat.
Mendadak Siang Si berpaling dan menatapnya lekat lekat.
“Hey, mau apa kau? Ingin bermain curang?”
Tangan si bopeng yang telah mencengkeram sekeping uang sebesar sepuluh tahil perak itu
segera ditarik kembali. Keadaannya ibarat menunggang diatas punggung harimau, mau turun
tak bisa, tetap membungkam pun tak dapat.
911
Akhirnya sambil keraskan kepala diapun berkata:
“Kali ini tidak masuk hitungan, kita harus mengulangnya sekali lagi.....!”
Siang si tertawa dingin, tiba tiba dia turun tangan dan menghadiahkan sebuah tempelengan
keatas wajah si bopeng tersebut.
Serangan yang dia lancarkan itu sudah cukup cepat, tapi sebelum telapak tangannya sempat
menggaplok wajah si bopeng, tahu tahu telah kena ditangkap oleh Bu ki.
Sesungguhnya Bu ki masih berdiri agak jauh dari tempat itu, tiba tiba saja ia telah berada
dihadapannya.
Paras muka Siang si juga turut berubah.
Belum pernah dia menjumpai manusia semacam ini, juga belum pernah menyaksikan ada
orang bisa bergerak sedemikian cepatnya.
Sambil berusaha menahan kobaran api amarah dalam dadanya, dia lantas menegur:
“Hey, mau apa kau datang kemari?”
Bu ki segera tertawa.
“Aku juga tak ingin berbuat apa apa” sahutnya, “Aku hanya ingin mengucapkan sepatah dua
patah kata yang adil”
“Pertaruhan yang barusan dilangsungkan memang tak dapat dihitung”
“Kenapa?”
“Sebab ada dadu palsu, bila dadu digunakan maka yang keluar selalu angka empat lima
enam”
Kontan berkobar hawa amarah didalam dada Siang si, sayang bagaimanapun ia berusaha
untuk mengerahkan tenaganya, tak pernah perempuan itu berhasil melepaskan diri dari
cengkeraman lawannya.
Seorang perempuan yang pintar tak akan menelan kerugian yang telah berada didepan mata.
Siang si juga anak yang pintar, maka setelah memutar biji matanya, tiba tiba dia berkata
sambil tertawa:
912
“Kau bilang dadu ini bila dilemparkan maka setiap kali akan keluar angka empat lima enam?”
“Benar”
“Bagaimanapun dilemparkan maka angkanya pasti empat lima enam?”
“Yaa, bagaimanapun dilemparkan maka angkanya pasti akan sama”
“Kalau begitu coba kau lemparkan untuk kami lihat”
Bu ki segera tertawa, dengan mempergunakan tangannya yang lain dia mengambil dadu dadu
yang berada dalam mangkuk itu.
Tiba tiba Siang si berkata lagi:
“Andaikata angka yang kau dapatkan nanti bukan empat lima enam, apa yang hendak kau
lakukan lagi?”
“Akan kulempar sebanyak sepuluh kali, asal ada sekali yang angkanya bukan empat lima
enam, aku bersedia membayar seratus tiga puluh tahil perak sebagai ganti ruginya”
Siang si segera tertawa setelah mendengar perkataan itu.
Sebetulnya perempuan ini memang suka tertawa, kecuali kalau sedang membayar pasangan
yang tidak mengena, persoalan apapun ia murah dengan senyuman.
Sekarang dia lebih-lebih tak tahan untuk tertawa lagi.
Mana ada orang yang sanggup melemparkan dadu sebanyak sepuluh kali dengan angka selalu
empat lima enam? belum pernah dia mendengar ada orang yang mampu berbuat demikian,
jika ada yang bilang begitu, maka orang itu sudah pasti ada penyakitnya.
“Bagaimana andaikata kau yang kalah?” tiba tiba Bu ki bertanya kembali.
“Bila kau sanggup meraih angka empat lima enam sebanyak sepuluh kali, apapun yang kau
suruh kulakukan, pasti akan kulakukan dengan cepat tanpa membantah”
“Baik!”
Secara beruntun dia melemparkan dadunya sebanyak sepuluh kali, ternyata angka yang diraih
selalu adalah empat lima enam.
Sekarang, Siang si tak sanggup untuk tertawa lagi.
913
Sambil tersenyum Bu ki lantas berkata:
“Sudah kau lihat dengan jelas belum?”
Siang si segera mengangguk.
Kembali Bu ki berkata:
“Tadi bukankah kau telah berjanji, bila kau kalah, apa yang ingin kulakukan atas dirimu, kau
bersedia untuk melakukannya?”
Siang si kembali manggut manggut, tiba tiba paras mukanya berubah menjadi merah jengah.
Mendadak ia memahami kembali arti kata yang sesungguhnya dari ucapan tersebut.
Sesungguhnya ucapan semacam itu tidak seharusnya diutarakan seorang anak gadis secara
sembarangan.
Bu ki memandang sorot matanya dengan tajam, sesungguhnya sinar mata semacam itu boleh
dibilang tidak aturan.
Tiba tiba Siang si berteriak keras keras:
“Tapi tidak boleh sekarang!”
“Tak boleh sekarang? Apa yang tak boleh sekarang?” Bu ki sengaja bertanya pura pura
blo’on.
Paras muka Siang Si berubah semakin memerah seperti kepiting direbus. Katanya kemudian.
“Terserah apapun yang ingin kau suruh kulakukan, pokoknya tak bisa sekarang”
“Sampai kapan baru bisa dilakukan?” Siang Si kembali memutar sepasang biji matanya, lalu
berkata:
“Kau tinggal dimana? Sebentar, biar kau saja yang pergi mencarimu......!”
“Sungguhkah kau akan pergi mencariku nanti?” Bu ki kembali berusaha untuk menegaskan.
Siang Si mengangguk,
“Jika nanti aku tidak datang mencarimu, maka aku adalah seekor anjing kecil”
Akhirnya Bu ki melepaskan cekalan tangannya, kemudian katanya lagi,
914
“Aku berdiam didalam halaman kecil keluar pintu belakang sana, sekarang juga aku akan
pulang ke rumah untuk menantikan kedatanganmu”
Selama ini, Lo khong selalu bermuram durja sambil menghela napas panjang pendek seakan
akan dia telah menyaksikan Bu ki memasukkan batok kepalanya kedalam sarang lebah dan
ingin ditarik keluar namun tak berhasil menariknya kembali.
Begitu Siang Si angkat kaki meninggalkan tempat itu si bopeng segera datang
menghampirinya dan menepuk sepasang bahu Bu ki keras keras sebagai pertanda bahwa ia
telah bertekad untuk mengikat tali persahabatan dengan Bu ki.
Sebaliknya Lo khong mendepak kaki tiada hentinya sambil mengomel terus:
“Aku tok sudah berkata, jangan usik dia, kenapa kau justru mengusiknya?
Sekarang, dia pasti sudah pulang ke rumah untuk mencari bala bantuan, bila nona datang
mencarimu nanti, coba lihat bagaimana caramu untuk mengatasinya?”
Bu ki tersenyum, bahkan kelihatan gembira sekali.
Dengan terkejut Lo Khong menatap wajahnya, lalu berseru:
“Tampaknya kau sama sekali tidak takut terhadap toa siocia?”
“Aku justru takut bila ia tidak datang mencariku” sahut Bu ki sambil tertawa.
Bagaimanapun galak dan kerennya orang yang bernama toa siocia tersebut, sudah pasti
umurnya tak akan lebih dari 18 /19 tahunan.
Selamanya, Bu ki mempunyai keyakinan penuh dalam menghadapi anak gadis.
Ia sengaja berbuat demikian, tujuannya memang agar Siang Si membawa nonanya pergi
menjumpainya.
Dia tak ingin selama hidup makan kulit kerbau dalam rumah yang terpencil itu, dia harus
mencari pasukan tersembunyi, setelah dihitung pulang pergi terasa olehnya bahwa tindakan
ini tidak besar resikonya.
Sayang, kali ini dia sudah salah perhitungan.
*****
GAYA SEORANG NONA BESAR
915
Lo khong sudah mulai minum arak lagi begitu sampai dirumah dia mulai minum hari ini dia
pulang jauh lebih awal daripada diwaktu waktu sebelumnya.
Setelah terjadi peristiwa dengan Siang Si tadi, tampaknya kegembiraan semua orang untuk
melanjutkan permainan jadi sudah hilang lenyap tak berbekas.
Satu satunya alat dulu yang tersedia disitu telah dibelah menjadi dua bagian, semua orang
ingin tahu dulu itu telah diisi dengan air raksa atau air keras?
Ternyata didalam dadu ini tak ada apa apanya, sebetulnya dadu itu memang tidak palsu
“Semua orang ingin bertanya kepada Bu-ki kenapa sebanyak sepuluh kali melemparkan
dadunya dia selalu dapat meraih angka empat lima enam”
Tapi Bu ki telah berlalu secara diam diam. Dia sendiripun terburu buru ingin pulang kerumah
dan menantikan kedatangan dari Siang Si dan nona besarnya.
Dia percaya saat ini merekapun pasti terburu napsu ingin cepat cepat menemuinya.
Bu ki pun sedang minum arak duduk dihadapan lo khong, menemani orang itu minum.
Secara tiba tiba saja, dia ingin minum arak sepuasnya pada hari ini.
Ia belum bisa dianggap sebagai setan arak, walaupun sejak berusia sepuluh tahun ia mulai
minum arak, walaupun takaran minumnya bagus sekali, bila sedang beradu minum arak
dengan orang lain ia jarang sekali kalah.
Tapi saat baginya untuk benar benar minum arak tidaklah terlampau banyak.
Secara tiba dia ingin minum arak pada hari ini bukan lantaran setelah minum arak maka
nyalinya akan menjadi besar, ada banyak pekerjaan yang tak berani dilakukan dihari hari
biasa, juga tak mampu dikerjakan, biasanya akan berhasil dilakukan sehabis minum arak.
Hari ini dan secara tiba tiba dia ingin minum arak, karena dia memang benar benar ingin
minum.
Bila seorang yang tidak tergolong setan arak tiba tiba teringat untuk minum arak, biasanya hal
ini disebabkan karena terlampau banyak urusan lain yang sedang dipikiran olehnya.
Ia terbayang kembali semua pengalamannya yang penuh penderitaan dan sengsara bencana,
bahaya dan penghinaan.
Sekarang ia berhasil sampai dalam benteng keluarga Tong, telah masuk ke dalam “kebun
bunga” dan berjumpa dengan Sangkoan Jin.
916
Agaknya semua rencana yang disusunnya selama ini telah berjalan semua dengan lancar.
Paling tidak, hingga detik ini semuanya berjalan seperti apa yang diharapkan.
Tapi hingga sekarang, dia masih belum berhasil untuk benar benar mendekati Sangkoan Jin.
Ia dapat melihat Sangkoan Jin, dapat berbincang bertatapan muka dengan Sangkoan Jin, tapi
selalu gagal untuk mendekati orang itu.
Sangkoan Jin memang benar benar seorang manusia yang luar biasa sekali, bukan hanya
kecerdasan otaknya yang luar biasa, akalnya juga panjang dan cara kerjanya pun sangat
berhati hati, sedikitpun tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan
sergapan maut kepadanya.
Agar bisa mendekatinya, harus ada jembatan penghubungannya lebih duhulu, tak bisa
disangka putrinya merupakan jembatan penghubung yang paling tepat dan baik.
Untuk dapat menguasahi suatu jembatan penghubung, maka pertama tama harus dipahami
dulu segala sesuatunya yang berhubungan dengan jembatan penghubung itu.
Tapi, sampai seberapa jauhkah pengertian Bu ki terhadap si nona besar tersebut?
“Nona besar ini bernama Lian lian, lengkapnya Sangkoan Lian lian.
Tahun ini, usianya paling banter baru dua puluh tahunan.
Dia adalah anak murid partai Hoa san, sudah banyak tahun berlatih pedang, tapi sedari kecil
badannya sudah lemah dan banyak berpenyakitan, dengan kondisi badan serta kekuatan
tubuhnya, tak mungkin ilmu silat yang dipelajarinya itu bisa mencapai ketingkatan yang
terlampau tinggi.
Semenjak kecil dia amat cerdik, setelah menginjak kedewasaan sudah barang tentu tak akan
menjadi bodoh.
Sewaktu masih kecil dulu, dia adalah seorang nona cilik yang amat menawan hati setelah
dewasa tentu saja wajahnya tak akan berubah menjadi jelek atau tak sedap dipandang.
Tapi dia sudah pasti kesepian.
Sangkoan Jin selalu menjauhkan dirinya, apalagi setibanya dalam benteng keluarga Tong, ia
lebih lebih tak punya teman.
917
Justru karena dia kesepian, maka bahkan dayangnya “Siang Si” pun bisa jadi sahabat
karibnya.
Bila ia dengar ada orang yang telah mempermainkan sahabatnya dia sudah pasti akan datang
untuk membuat perhitungan dengan orang itu
Kalau Sangkoan-Jin sendiripun sudah tidak mengenali lagi diri Bu ki, sudah pasti dia semakin
tak mungkin dapat mengenalinya, sudah belasan tahun lamanya mereka tak pernah bersua
muka.
Untuk menghadapi enam gadis semacam ini, sesungguhnya tidak terlalu sukar sebab ia
memiliki titik kelemahan yang besar sekali........
Dia kesepian.
Bagi seorang anak gadis berusia delapan sembilan belas tahunan yang mana cantik dan pintar,
“kesepian” merupakan suatu kejadian yang menakutkan sekali.
Bu ki kembali meneguk araknya mendadak ia merasa cara berpikirnya itu hakekatnya
merupakan sebuah tongkat yang bengis.
Lo khong sambil minum arak menghela napas panjang, setelah meneguk arak setegukan
kembali menghela napas, ia minum arak tiada hentinya dan menghela napas tiada hentinya
pula.
Tidak banyak orang yang sanggup minum arak sebanyak itu, orang yang gemar menghela
napas pun lebih sedikit lagi.
Bu ki dapat menahan rasa gelinya lagi, dia segera menegur:
“Aku pernah berjumpa dengan seseorang yang minum arak lebih banyak daripada mu”
“Oyaaa..........”
“Tapi orang yang begitu suka menghela napas seperti kau, aku benar benar merasa beum
pernah menjumpainya”
Sekali lagi Lo khong menghela napas panjang.
“Padahal aku bukan seorang yang berbakat untuk menghela napas terus menerus” katanya.
“Kau bukan?”
“Aku sedang menguatirkan keselamatan jiwamu”
918
“Tapi aku sendiri justru sama sekali tidak kawatir”.
“Hal ini disebabkan karena kau belum mengetahui sampai dimanakah kewibawaan dari nona
besar”
“Masa kewibawaan serta tingkat lakunya jauh lebih besar daripada bapaknya?”
“Oooh... lebih besar banyak” seru khong, kembali dia meneguk arak dalam cawannya, “bila
bapaknya sedang bepergian, paling banter cuma membawa tiga empat orang pengiring, tapi
bila dia sedang bepergian, maka paling tidak ada tujuh delapan orang yang secara diam diam
melindungi keselamatan jiwanya”
“Apakah orang orang itu diutus oleh bapaknya?”
“Bukan”
“Kalau begitu, dia mencari sendiri?”
“Juga tidak”
“Waah.... kalau begitu, aku menjadi tidak habis mengerti”
“Apanya yang tidak kau pahami?”
“Dia tak lebih cuma seorang nona cilik belaka, kedudukannya juga tidak terlampau istimewa,
posisinya tidak penting, masakah dari pihak benteng keluarga Tong secara khusus mengutus
tujuh delapan orang untuk melindungi keselamatannya?”
“Walaupun kedudukannya tidak terlampau istimewa, tapi orangnya justru istimewa sekali”
“Oyaa........?”
“Dalam pandanganmu meski dia tidak penting, namun dalam pandangan orang lain, dia justru
penting sekali”
“Apa sih keistimewaan dari orang ini?”
“Paras mukanya terlalu cantik, hatinya terlalu baik, wataknya juga terlalu jelek” setelah
menghela napas, lanjutnya, “bukan luar biasa jeleknya, bahkan boleh dibilang istimewa
sekali!”
“Bagaimana jeleknya dan bagaimana pula anehnya?”
919
“Bila dia sedang baik, maka baiknya setengah mati, entah siapapun itu orangnya sekalipun
seorang tua bangka yang tak berguna seperti aku ini, asal kau membuka suara memohon
sesuatu kepadanya. Barang apapun yang kau minta, dia pasti akan menghadiahkannya
kepadamu, perbuatan apapun pasti akan dia lakukan untukmu”
Bu ki segera tertawa, katanya:
“Watak seorang nona besar memang dasarnya macam begitu”
“Akan tetapi jika dia lagi lewat atau kemasukan setan, perduli siapakah dirimu dan berada
dimanapun kau, bila dia ingin menampar wajahmu tiga kali maka dia tak akan menampar dua
kali!” setelah tertawa getir, terusnya lebih jauh, “sekalipun dia tahu kalau setelah habis
memukul dia bakal sial, dia tetap akan menamparmu lebih dulu, urusan belakangan”
“Siapa saja yang pernah ditampar olehnya?”
“Siapa yang berani mengusik dia, orang itulah yang dia hajar, bahkan kalau sudah sewot,
famili sendiri tak ambil perduli, diapun tak pernah berlaku sungkan sungkan”
“Tapi, aku lihat ditempat ini toh masih ada beberapa orang yang agaknya mustahil bisa dia
hajar sekehendak hatinya sendiri?”
“Kau maksudkan siapa saja?”
“Misalkan saja kedua orang nona?”
“Orang lain mungkin tak berani mengusik mereka, tapi nona besar kita ini tak pernah
mengambil perduli”
Setelah menghela napas, kembali lanjutnya:
“Hari kedua setelah kedatangannya ke tempat ini, ia sudah mengerjai si nyonya muda
tersebut”
“Waaaah........ dia memang betul betul hebat sekali kalau begitu”
“Hari ketiga setelah kedatangannya ketempat ini, dia telah menyiram wajah Tong Toa koan
dengan semangkuk kuah ayam yang masih panas sekali........”
“Apakah Tong Toa koan yang kau maksudkan itu adalah Tong Koat?”
“Disini hanya ada seorang Tong Toa Koan, selain dia masih ada siapa lagi?”
920
“Kalau mempunyai wajah sebesar wajahnya itu, sulit rasanya bila tak ingin terkena ditimpuk
kuah semangkuk” kata Bu ki sambil tertawa.
Lo khong juga tak kuasa menahan rasa gelinya lagi dia turut tertawa tergelak.
“Haaaahhhh......haaaaahhh.....haaahhhh.... yaa, memang sulit rasanya”
“Tapi barang siapa berani membuat kesalahan terhadap kakak beradik dua orang itu maka tak
akan sedikit kesulitan yang bakal berdatangan, bukan begitu?”
Itulah sebabnya Toa sauya baru merasa amat kuatir, ucap Lo khong dengan cepat.
“Yang maksudkan sebagai tao sauya apakah Tong Au?”
“Ditempat inipun hanya ada seseorang Toa sauya, kecuali dia masih ada siapa lagi?”
“Jadi ketujuh delapan orang yang melindungi keselamatan jiwanya itu adalah utusannya?”
“Benar!”
Bu ki segera tertawa lebar.
“Tampaknya didepan toa sauya ini sudah pasti dia adalah seorang yang penting sekali
artinya?”
“Yaa, memang penting sekali”
“Sayang sekali Tong Toa koan dan Koh Nay nay tersebut betul betul hendak mencari gara
gara dengannya, terpaksa orang orang itu cuma bisa melihat saja”
“Kenapa”
“Orang orang yang diutus toa sauya untuk melindungi keselamatan jiwanya sudah tentu
terdiri dari anak murid keluarga Tong, mana mungkin orang orang keluarga Tong tersebut
bertindak semena mena terhadap Tong Toa koan serta Koh nay nay tersebut?”
“Kau keliru besar bila beranggapan demikian”
“Jadi orang orang itu bukan anggota keluarga Tong?” Bu-ki nampak agak tercengang
“Yaa, semuanya bukan”
“Lantas siapa saja orang orang itu?”
921
Kendatipun sepasang mata toa sauya ini selalu berada diatas kepala, namun menjadi orang
amat sosial, bukan cuma sosial saja terhadap orang lain, lagi pula amat setia kawan”
“Watak seorang sauya memang selalu demikian; apa yang perlu diherankan..” Bu ki tertawa.
“Itulah sebabnya, selama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, ia telah mempunyai
banyak sahabat”
“Ooooh..........!”
“Semua teman temannya itu rata rata memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, kelihatan saja
mereka seperti rada sesat dan berasal dari golongan hitam, namun semua orang amat takluk
dan tunduk kepadanya”
“Apa yagn ia suruh mereka lakukan, apakah akan dilakukan oleh mereka semua....?”
“Tentu saja, mereka tak akan membantah ataupun banyak mengucap sepatah katapun”
“Apakah orang orang yang mengawal keselamatan toa siocia sekarang, adalah sahabat
sahabat dari toa sauya tersebut?”
“Orang orang yang selalu mendamping nona besar sekarang meski tiada tuju delapan orang,
paling tidak juga terdapat lima enam orang, perduli kemanapun dia pergi, orang orang itu
pasti akan berada tiga kaki disekeliling tubuhnya, asalkan ia memberi tanda, orang orang itu
segera akan menampakan diri”
Sesudah menghela napas, lanjutnya:
“Itulah sebabnya, barang siapa berani menyalahi toa siocia ini, sudah pasti dia bakal sial”
Ternyata Bu ki juga turut menghela napas.
“Sekarang kau baru tahu merasa kuatir!” tegur Lo khong sambil memandang wajahnya lekat
lekat.
“Aaai... Aku mah bukan menghela napas untuk diriku sendiri” sahut sang pemuda.
“Lantas mau menghela naps untuk siapa?”
“Untuk toa siocia tersebut”
Setelah menghela napas panjang, kembali dia melanjutkan:
922
“Bila seorang nona perawan yang berusia delapan sembilan belas tahunan, dari siang sampai
malam selalu diawasi oleh sekian banyak lelaki dari golongan sesat, kehidupan semacam ini
sudah pasti sangat tak sedap sekali........”
Lo khong miringkan kepalanya sambil berpikir pula, kemudian sahutnya:
“Ehmmm.... Apa yang kau ucapkan memang bukan tanpa alasan sama sekali”
“Aku yakin, belakang itu dia takkan pergi mandi atau ganti pakaian”
“Kenapa?”
“Sebab dia takut diintip!”
Baru saja kata “pengintip” keluar dari mulutnya, tiba tiba dari luar sana melayang sebuah
benda yang segera menyumbat mulutnya.
*****
Bu ki segera tertawa lebar.
Mimpipun Lo khong tidak menyangka kalau dari luar sana akan muncul segumpal lumpur
secara mendadak yang segera menyumbat mulutnya.
Akan tetapi, Bu ki telah menduganya semenjak permulaan tadi.
Ditengah halaman diluar jendela sana telah kedatangan tiga empat orang, walaupun langkah
kaki mereka sangat ringan, namun jangan harap dapat mengelabuhi ketajaman pendengaran
Bu ki.
Orang yang bertubuh paling ringan itu kini sudah berada diluar jendela, bahkan suara orang
itu mengorek tanah lumpur dari atas tanahpun dapat didengar oleh Bu ki dengan amat jelas.
Namun orang pertama yang masuk kedalam paling duluan bukanlah orang tersebut.
Orang pertama yang masuk kedalam ruangan paling dulu adalah seorang perempuan yang
tinggi, tinggi sekali, dia mengenakan sebuah pakaian yang berwarna merah menyala.
Sesungguhnya potongan badan Bu ki tidak terhitung pendek, namun tinggi badan perempuan
ini seakan akan jauh lebih tinggi daripada ketinggian tubuhnya.
Perempuan yang begitu jangkung tersebut ternyata memiliki potongan badan yang sangat
baik, tempat yang semestinya menonjol keluar tak akan kau jumpai berada dalam keadaan
datar, tempat yang seharusnya mendatar juga tak akan kau jumpai dalam keadaan menonjol,
923
seandainya tubuh perempuan ini sedikit diperkecil besarnya maka dia betul betul terhitung
seorang perempuan yang mempunyai daya tarik yang amat besar.
Usia perempuan ini sudah tak bisa dianggap kecil lagi, sewaktu lagi tertawa, dibawah ujung
matanya sudah kelihatan banyak kerutan kerutan tanda ketuaan.
Namun tertawanya masih memiliki daya pesona yang amat besar, terutama sepasang matanya
yang bening dan jeli itu, sungguh membuat orang merasa hampir tak tahan.
Sambil tertawa genit dan menggoyangkan pinggulnya selangkah demi selangkah dia
menghampiri Lo khong, setelah itu ujarnya
“Aku betul betul merasa amat kagum kepadamu, aku benar benar merasa amat kagum
kepadamu!”
Seluruh mulut Lo khong penuh dengan lumpur, dia ingin memuntahkannya keluar namun tak
dapat, dia sungguh tidak habis mengerti dalam hal apakah ia dapat dikagumi oleh orang lain.
Sambil tertawa perempuan itu berkata lagi
“Aku sungguh tak punya akal lain untuk tidak mengagumi dirimu darimana kau bisa tahu
kalau Oh Ay cu (si cebol Oh) adalah seorang yang ahli dalam mengintip nona kami mandi?
Apakah kau pandai melihat keadaan seperti halnya dengan Cukat liang?”
Belum habis dia berkata, dari luar jendela sana sudah kedengaran seseorang membentak
keras:
“Kentut busuk makmu!”
Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong membuat telinga
orang terasa bergetar keras dan sakitnya bukan kepalang.
Menyusul kemudian..... “Blaaam!” separuh bagian daun jendela ruangan itu sudah diterkam
orang sampai ambruk, lalu tampak sesosok tubuh manusia menubruk masuk keruangan
dengan kecepatan bagaikan hembusan angin, begitu sampai dalam ruangan dia lantas melototi
perempuan itu lekat lekat.
Dia harus menengah terlebih dahulu sebelum dapat mendelik ke arah perempuan tersebut.
Sebab bila dia berdiri disamping perempuan itu, maka tinggi badannya tak sampai separuh
tubuhnya.
Siapapun tak akan menyangka kalau suara bentakan yang sedemikian keras dan nyaringnya
itu ternyata berasal dari mulut seorang manusia cebol semacam itu.
924
Sambil tertawa cekikikan perempuan itu berkata;
“Kau bilang siapa yang lagi berkentut. Kecuali kau, siapa pula yang akan berkentut lewat
mulutnya!”
Suara tertawa masih seperti suara tertawa seorang nona cilik. lanjutnya lebih jauh:
“Kentutmu itu selain busuknya luar biasa, nyaringnya juga luar biasa sekali!”
Si cebol Oh menjadi sedemikian mendongkolnya sehingga tengkuk yang kasarpun ikut
gemetar, dengan wajah merah membara, sedikitlah tahu diri!”
Ternyata perempuan yang bertubuh tinggi sekali itu bernama It tiang hong Sitombak merah.
Bu ki mau tak mau harus mengakui bahwa nama tersebut memang cocok sekali dengan
keadaannya, tapi belum pernah dia mendengar nama semacam itu disebut orang.
Andaikata ia seringkali melakukan perjalanan disekitar wilayah See lam, asal mendengar
nama tersebut, hatinya pasti akan terperanjat sekali.
Terdengar si cebol Oh kembali berkata: “Orang lain mungkin akan merasa takut terhadap
gembong iblis perempuan yang membunuh orang tak berkedip seperti kau, tapi aku Oh Toa
teng tak akan jeri kepadamu”
“Aku memang paling takut kalau ada orang lelaki yang merasa jeri kepadaku, aku hanya
berharap semua lelaki pada suka kepadaku”
Setelah melemparkan sebuah kerlingan genit kepada Si cebol Oh dia, berkata lebih jauh:
“Perduli bagaimanapun juga, kau tak bisa tidak termasuk pula sebagai seorang lelaki”
“Tadi, kau mengatakan siapa yang paling suka mengintip orang perempuan lagi mandi?”
“Tentu saja mengatakan kau”
“Kapan kah aku pernah mengintip orang lain sedang mandi? Aku pernah mengintip siapa
yang lagi mandi?”
“Kau seringkali mengintip, asal ada kesempatan kau lantas melakukan hal itu”
Kemudian setelah tertawa cekikikan, lanjutnya:
925
“Bukan saja kau suka mengintip orang lain, bahkan bila aku sedang mandipun kau sering
mengintip pula”
“Kentut busuk makmu!” teriak si cebol Oh sambil mencak mencak karena kegusaran.
Ternyata lompatannya jauh lebih tinggi daripada tinggi badan It tiang hong:
“Sekarang kau berlutut sambil memohon kepadaku, tak akan kuintip dirimu itu”
“Sekalipun aku memperbolehkan kau melihatnya juga percuma saja” kata It tiang hong lagi
sambil tertawa, seluruh tubuhnya bergetar keras ketika ia sedang tertawa, “sebab paling banter
kau hanya bisa melihat pusarku belaka”
Kalau bisa Bu ki ingin sekali tertawa terpingkal karena gelinya lelaki perempuan yang
jangkung dan pendek ini pada hakekatnya seperti musuh bebuyutan saja. Entah siapapun yang
menyaksikan keadaan mereka, pasti tak tahan untuk tertawa.
Akan tetapi bila menyaksikan mimik wajah dari si Cebol Oh tersebut tak ada orang yang
tertawa lagi.
Paras muka si cebol Oh telah berubah menjadi merah membara seperti kepiting rebus,
rambutnya seakan akan sudah akan berdiri semua bagaikan landak perawakan tubuhnya, yang
cuma tiga jengkal tersebut, sekarang seolah olah telah menjadi tinggi satu jengkal lagi.
Sekalipun orang ini tidak memiliki raut wajah yang mengejutkan, namun khikang yang
dimilikinya sungguh mengejutkan hati. Sekarang dia telah menghimpun tenaganya bersiap
siap untuk mengajak It thiang-hong beradu jiwa.
Bila serangan tersebut dilancarkan, sudah pasti serangan itu luar biasa hebatnya, bahkan Bu-ki
sendiripun diam-diam menguatirkan keselamatan jiwa It-tiang-hong.
It-tiang-hong sendiri ternyata sama sekali acuh dan tak ambil perduli terhadap sikap lawannya
itu.
Dia malahan masih berdiri santai dan tersenyum simpul, seakan-akan sikap si cebol itu sudah
lumrah dan tiada sesuatu yang perlu diperhatikan atau ditakutkan.
Tiba-tiba si cebol Oh membentak keras, suaranya menggelegar bagaikan guntur yang
membelah bumi disiang bolong, begitu kerasnya suara tersebut sungguh amat memekakkan
telinga.
Menyusul bentakan yang keras tadi, sebuah pukulan yang amat keras dilontarkan kedepan.
926
Sungguh hebat sekali pukulan yang dilepaskan itu, angin pukulan yang amat kencang segera
menderu-deru dan meluncur kedepan dengan mengerikan hati.
Ternyata yang menjadi sasaran dari serangan itu bukan It-tiang-hong perempuan jangkung
yang luar biasa itu.
Yang menjadi sasaran dari serangannya itu bukan lain adalah Lo-khong, si kakek tersebut.
Bu-ki yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Sudah jelas It-tiang-hong yang menyebabkan kemarahan si cebol tersebut, kenapa yang dia
serang justru bukan perempuan jangkung itu melainkan orang lain?
Apakah hal ini disebabkan karena dia tak sanggup menghadapi It-tian-hong, maka rasa
mendongkolnya itu lantas dilampiaskan kepada orang lain?
Tapi bagaimanapun juga, tidak seharusnya Lo-khong menerima tonjokkan keras tersebut.
Sekalipun pukulannya itu tak sampai memukul mampus dirinya, paling tidak juga akan
merenggut separuh dari nyawanya.
Dalam keadaan begini, tak mungkin lagi bagi Bu-ki untuk berpeluk tangan belaka.
Tapi, sebelum ia sempat turun tangan, tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tahu-tahu seseorang telah menghadang dihadapan Lo-khong.
*****
PENGAWAL PRIBADI DARI NONA BESAR
SI CEBOL Oh telah melancarkan pukulan dengan sepenuh tenaga, mustahil baginya untuk
menariknya kembali …
“Bluuuk …!” dengan telak pukulan tersebut bersarang diatas perut orang itu, suaranya seperti
membentur pada kulit kerbau yang amat keras.
Walaupun orang ini telah menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras, namun
paras mukanya sama sekali tidak berubah, bahkan matapun tidak berkedip.
Tapi pada mimik wajah itu pada dasarnya memang menyeramkan sekali, seperti luntur hampir
memutih, dibalik putih tampak warna biru, dibalik warna biru terdapat warna hijau.
Bahunya sangat lebar, lengannya amat panjang, tapi seluruh tubuhnya begitu kurus hingga
ibaratnya kulit pembungkus tulang belaka.
927
Jubah biru yang panjang dan besar itu berada diatas tubuhnya bagaikan berada diatas rak
pakaian yang kosong belaka.
Manusia yang begitu kurus macam begitu, ternyata sanggup menerima sebuah pukulan dari si
Cebol Oh, andaikata tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, siapapun tak akan
mempercayainya.
Sesudah melepaskan tonjokan mautnya tadi, si Cebol Oh mundur tiga langkah kebelakang,
kemudian baru menengadah dan memandang raut wajah orang itu.
Paras muka orang tersebut amat dingin, sama sekali tanpa emosi.
Sebaliknya paras muka si Cebol Oh kelihatan luar biasa sekali, dia seperti ingin tertawa
terhadap lawannya itu, namun tak sanggup untuk tertawa, sudah terang tak mampu tertawa,
namun dia djustru masih berusaha keras untuk memperlihatkan senyumannya.
Sementara itu, It-tiang-hong sudah tertawa terpingkal-pingkal sehingga terbungkuk-bungkuk.
Setiap orang dapat melihat bahwa tertawanya itu mendekati suatu tertawa ejekan, seakan-akan
dia merasa gembira sekali menyaksikan ada orang tertimpa bencana.
Akhirnya si Cebol Oh berhasil juga tertawa, sambil tertawa kering, katanya:
“Untung saja jotosanku itu bersarang diatas tubuhmu.”
“Apakah dikarenakan aku lebih gampang dipermainkan …?” ujar orang itu dingin.
Dengan cepat si Cebol Oh menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya agaknya ngotot:
“Aku berani bersumpah, aku tidak mempunyai maksud demikian terhadap dirimu.”
“Lantas apa maksudmu yang sebenarnya?”
Si Cebol segera tertawa paksa.
“Siapakah umat persilatan didunia ini yang tidak tahu kalau Kim lotoa adalah seorang Thikim-
kong yang tak akan mati terpukul? Pukulan yang kulancarkan diatas tubuh Kim lotoa
tadi, pada hakekatnya seoerti lagi memijit badan Kim lotoa.”
Walaupun tubuhnya jauh lebih cebol daripada siapapun, namun wataknya justru paling
berangasan dan perangainya jauh lebih jelek daripada siapapun.
928
Sungguh tak disangka, begitu bersua dengan orang ini, sikapnya kontan saja berubah seratus
delapan puluh derajat, berubah menjadi sok menjilat pantat.
Kim lotoa masih menarik mukanya dan mendengus dingin.
“Aku memahami maksud hatimu!” demikian katanya.
Si Cebol Oh segera menghembuskan napas lega.
“Asal Kim lotoa sudah mengerti, hal ini jauh lebih baik lagi!”
Jilid 32________
“Bukankah kau maksudkan asal aku yang terkena pukulanmu itu, maku aku tak akan
membalas?”
Seketika itu juga si Cebol Oh menggelengkan kepalanya berulang kali.
“oooh, bukan, bukan, aku tidak bermaksud demikian, aku sama sekali tidak bermaksud
demikian”
Tiba-tiba It tiang-hong menimbrung sambil tertawa cekikikan:
“haaahhh... haaahhh... haaahhh... maksudnya, Kim lotoa telah berhasil memiliki tubuh Kim
kong yang tak akan rusak atau terluka bila kena dipukul, sekalipun terkena sebuah pukulan
juga tak akan ambil perduli, apalagi ribut-ribut dengannya.”
Kembali si Cebol Oh menghembuskan napas lega, cepat-cepat sambungnya kembali:
“Betul-betul, aahh! Tak kusangka kalau hari ini kau telah berkata benar”
Kim lotoa segera tertawa dingin tiada hentinya
“Heehhh.. heeehhh... heeehhhh.. sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan sebetulnya dia
masih tetap membantu dirimu”
mendadak dari luar sana berkumandang suara orang berbatuk-batuk, lalu kedengaran
seseorang berkata sesudah menghela nafas panjang:
“Malam sudah semakin larut, embun telah makin menebal, angin malampun berhembus
begini kencang, sudah kalian ketahui kalau aku tak mampu menahan diri, kenapa masih
929
bercekcok melulu di dalam sana? apakah kalian senang menyaksikan aku sakit parah dan sakit
sampai mampus?”
Suara orang itu amat tajam dan lembut, baru berbicara dua patah kata sudah batuk-batuk
hebat, seakan akan napasnya hampir saja tak sanggup disambung lagi, sudah jelas dia adalah
seoarnag yang sedang menderita sakit, bahkan penyakit yang dideritanya tidak terhitung
enteng.
Akan tetapi begitu mendengar ucapan tersebut, bahkan sikap Kim lotoa pun turut berubah,
berubah menjadi lebih halus dan sopan.
“RUangan ini masih terhitung sangat hangat, silahkan kau cepat cepat masuk ke dalam”
“Seorang putri anggun tak akan duduk di lantai, seorang kuncu tak akan berdiri dibawah
dinding yang hampir roboh, bagi seorang kuncu seperti aku ini, aku paling enggan memasuki
tempat yang sedang bercekcok apalagi sedang berkelahi” kata orang diluar itu lagi.
Buru buru si Cebol Oh berseru:
“Cekcok kami telah dilangsungkan sampai selesai”
“apakah masih ada orang lain yang bersiap siap untuk cekcok atau berkelahi lagi?”
“Sudah tidak ada”
Akhirnya orang yang berpenyakitan itu menghela napas panjang, kemudian selangkah demi
selangkah berjalan masuk ke dalam ruangan.
Sekarang sudah akhir bulan empat, udarapun sudah mulai menjadi hangat, akan tetapi dia
masih mengenakan sebuah jubah kulit yang tebal sekali, wajahnya masih kedinginan hebat
sampai berubah menjadi hijau membesi dan terbatuk-batuk tiada hentinya, sambil batuk,
ingusnya meleleh keluar terus tiada habisnya.
Padahal usianya masih belum terlalu besar, tapi penyakit yang dideritanya sudah begitu parah
sehingga nyawanya seakan setiap saat bisa melayang meninggalkan raganya.
930
Sepintas lalu orang ini kelihatan sudah lama sekali menderita penyakit parah, sepertinya asal
ada orang menyodoknya dengan seujung jari tangan, tubuhnya segera akan roboh terjengkang.
Akan tetapi sikap orang lain terhadap dirinya justru sangat menghormat sekali.
Kim lotoa segera mengambilkan sebuah bangku dan mempersilahkannya untuk duduk,
menanti napasnya yang tersengkal sengkal telah mereda kembali, sambil tertawa paksa dia
baru bertanya:
“Sekarang, apakah kau sudah merasa agak baikan?”
“Untung saja saya masih hidup, untung saja tak sampai mati mendongkol oleh tingkah laku
kalian” jawab orang berpenyakitan tersebut dengan wajah kaku.
“Sekarang, apakah kau sudah dapat melakukan pemeriksaan, apakah tempat seperti ini pantas
didatangi oleh toasiocia kita?” kata Kim lotoa kemudian.
Orang berpenyakitan itu menghela napas panjang, dari balik ujung baju kulit rasenya dia
mengeluarkan jari tangannya yang kurus, kemudian sambil menuding ke arah Bu ki tanyanya:
“Siapakah orang ini?”
“Dia adalah orang yang hendak dicari toasiocia” jawab It-tiang-hong cepat:
Orang berpenyakitan itu memperhatikan Bu ki dari atas sampai ke bawah, mendadak ia
berseru:
“Cob kau kemari!”
Bu ki tanpa ragu ragu segera melangkah maju ke depan.
Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat menarik hati.
Kembali orang yang berpenyakitan itu mengawasinya lama sekali dari atas sampai ke bawah,
mendadak ia mengucapkan sepatah kata yang luar biasa sekali.
Ternyata dia memerintahkan kepada Bu ki:
“Julurkan lidahmu dan perlihatkan kepadaku!”
931
*****
Semenjak masih kecil dulu Bu ki bukan termasuk seseorang yang tak sedap di lihat, maka
sering kali ada orang suka memperhatikannya.
Tapi, selama ini belum pernah ada orang yang menyaksikan lidahnya, lidahnya juga belum
pernah diperlihatkan kepada orang lain.
DIa tak ingin mencari kesulitan buat diri sendiri, tapi diapun tak ingin dijadikan bahan
gurauan oleh orang lain.
Maka dari itu, dia sama sekali tidak menjulurkan lidahnya.
It tiang hong kembali tertawa cekikikan, katanya:
“Tentunya kau tak pernah akan menyangka bukan kalau ada orang hendak melihat lidahmu?”
Bu ki mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
“Ketika pertama kalinya dia menyuruh aku menjulurkan lidah dan memperlihatkan kepada
dirinya, aku sendiripun merasa keheranan” kata It tiang hong lebih lanjut.
“Oyaaa...”
“Seringkali ada orang yang menyuruh aku untuk memperlihatkan kepada mereka bagian
bagian tubuhku, ada yang ingin melihat wajahku, ada orang yang ingin melihat pahaku,
bahkan ada juga yang memohon kepadaku agar mereka diperkenankan melihat pantatku”
Mau tak mau Bu ki harus mengakui, bahwa bagian bagian yang disebutkan olehnya itu
memang merupakan bagian bagian yang paling menarik dari seorang perempuan.
Samil tertawa It tiang hong berkata lebih jauh:
“Waktu itu aku sendiripun persis seperti kau, aku benar-benar tidak habis mengerti apa
sebabnya dia ingin melihat lidahku”
“Skearang apakah kau sudah mengerti?”
“Waktu itu aku tidak mengerti karena aku masih belum tahu siapakah dia, tapi sekarang....”
Ia tertawa genit, kemudian melanjutkan:
932
“Sekarang, bagian tubuh manapun dia ingin lihat dariku, pasti akan kuperlihatkan semua
kepadanya”
Bu ki lagi lagi memperhatikan sikap si Cebol Oh yang sedang mendelik besar di sebelah sana,
tak tahan ia tertawa geli.
“Siapakah dia?” tanyanya kemudian.
“Dia tak lain adalah salah seorang dari empat tabib sakti yang ada di dunia saat ini, Ni pou sat
(dewa lumpur) Pia Tay hu
Bu ki segera tertawa lebar setelah mendengar perkataan itu.
Ia benar benar tidak menyangka kalau orang yang berpenyakitan ini ternyata adalah seorang
tabib sakti yang termashur namanya di seluruh kolong langit.
Ia merasa Ni pousat memang merupakan julukan yang paling tepat untuk manusia seperti dia
itu.
Sambil tertawa It ciang hong berkata lagi:
“Dewa lumpur menyeberangi sungai, walaupun tubuh sendiri sukar diselamatkan, namun
penyakit apapun juga yang diderita orang lain, hanya dalam sekilat pandangan saja ia dapat
melihatnya”
“Dihari hari biasa, sekalipun ada orang yang berlutut sambil memohon kepadanya, belum
tentu ia mau memperhatikannya” sambung Kim lotoa dengan suara dingin.
“Tapi hari ini, toasiocia telah bersikeras hendak datang ke tempat ini” lanjut It ciang hong.
“Oleh karena toasiocia adalah seorang yang terhormat, maka dia tak boleh menderita sedikit
penyakitpun” Kim lotoa menambahkan.
“Maka dari itu kami harus datang untuk melakukan pemeriksaan lebih dahulu apakah
ditempat ini terdapat orang yang berbahaya, apakah ada orang yang sedang menderita
penyakit”
933
“Sebab bila disini ada orang yang sedang sakit, maka besar kemungkinannya toasiocia akan
ketularan”
Bu ki segera menghela nafas panjang, katanya sambil tertawa getir:
“Tampaknya besar juga lagak dari toasiocia ini”
Pia Tay hu turut menghela napas juga.
“Aaai.... andaikata lagaknya tidak besar, manusia seperti aku ini mana sudi bekerja baginya?”
“yaaa, memang masuk diakal!”
“Tapi sekarang, kau sudah tak perlu untuk menjulurkan lidah dan memperlihatkan kepadaku
lagi”
“Kenapa?”
“Sebab aku telah menemukan sumber penyakit yang sedang kau derita itu....”
“Aku mengidap sakit?”
“Malah tak enteng penyakit yang kau derita itu”
“Penyakit apa?”
“Penyakit hati”
Bu ki segera tertawa, walaupun diatas wajahnya dia tertawa, namun diam diam hatinya
merasa amat terperanjat.
Hatinya memang benar benar benar berpenyakit, malah tidak enteng sakitnya itu, namun
orang lain belum pernah dapat melihatnya.
kembali Pia Tayhu berkata:
“Diatas wajahmu sudah menunjukkan tanda sakit, jelas hatimu berkobar seperti bara api,
semangatmu juga menyala nyala, hal ini dikarenakan dalam hatimu terdapat suatu persoalan
yang tak dapat diselesaikan, tapi kau selalu berusaha untuk mengendalikannya, maka dari itu
orang lain belum pernah melihatnya”
934
Ni pousat yang sukar untuk menyembuhkan diri sendiri ini betul betul memiliki kepandaian
simpanan, bahkan Bu ki sendiripun mau tak mau harus mengaguminya.
“Untung saja penyakit semacam ini biasanya tak akan menular kepada orang lain”
Mendadak Lo khong bangkit berdiri, kemudian serunya:
“Bagaimana dengan aku? kenapa kau tidak memeriksa bagiku? apakah aku mengidap suatu
penyakit?”
“Penyakitmu tak perlu kuperiksa lagi, aku sudah mengetahui dengan sejelas jelasnya”
“Oooo ya...?”
“Biasanya bagi seorang setan arak hanya terdapat dua penyakit yang diidapnya”
“Dua macam yang mana?”
“Penyakit miskin dan penyakit malas”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
“Walaupun dua macam penyakit tersebut tak bisa diobati, untung saja tak akan menurun pula
kepada orang lain”
“Kalau memang begitu, sekarang apakah toasiocia sudah boleh datang kemari?” tanya Lo
khong.
“sekarang masih belum bisa”
“Kenapa?”
“Sebab aku masih berada di sini”
Kembali dia menghela napas, terusnya:
“Sekujur tubuhku penuh dengan penyakit, setiap macam penyakitku ini bisa jadi akan
menular kepada orang lain”
Lo khong juga ikut menghela napas pelan katanya pula:
“Kalau toh penyakit orang lain bisa kau sembuhkan, kenapa kau tidak berusaha untuk
mengobati penyakitmu sendiri?”
935
“Penyakitku ini tak bisa disembuhkan”
“kenapa?
“Sebab bila penyakitku ini disembuhkan, maka aku bakal mampus”
Ucapan macam apakah itu?
Lo Khong tidak mengerti, Bu ki juga tidak mengerti, namun tak tahan ia bertanya juga:
“Kenapa?”
Pia Tayhu tidak menjawab pertanyaan tersebut, sebaliknya malah balik bertanya:
“Barusan, apakah kau merasa agak kurang leluasa menyaksikan diriku?”
Ternyata Bu ki tidak mencoba menyangkal.
“Tapi, bagaimanapun rasa bencimu kepadaku, kau tak boleh bersikap kurang sopan
kepadaku” kata Pia Tayhu lagi.
Setelah berhenti sebentar dia menjelaskan lebih jauh.
“Sebab seluruh tubuhku penuh dengan penyakit, siapapun dapat merobohkan aku dengan
sodokan jari tanganya saja, namun bila kau menghajar diriku, bukan saja hal tersebut tidak
mentereng, bahkan justru menyebabkan suatu perubahan yang memalukan.
Bu ki mengakui juga akan hal ini.
Pia Tayhu segera berkata lebih lanjut:
“Tapi, andaikata penyakitku ini berhasil kusembuhkan, maka orang lain tak akan sesungkan
sekarang lagi, dulu aku terlalu banyak menyalahi orang lain, mereka pasti akan berdatangan
untuk membuat gara gara denganku, bayangkan, apa aku bisa tahan?”
Sambil menggelengkan kepalanya dia menghela napas panjang, pelan-pelan ia berjalan
meninggalkan tempat itu.
“Itulah sebabnya penyakit yang kuderita sekarang tak boleh sekali kali disembuhkan.
Secara tiba tiba Bu ki merasakan bahwa Ni pousat yang seluruh badannya penuh berpenyakit
ini sesungguhnya adalah seorang yang amat menarik.
936
Orang orang yang berada disitu sekarang tampaknya bukan orang orang jahat, tampaknya
mereka menarik semuanya.
Yang paling menarik sudah barang tentu Toasiocianya itu.
“Sekarang, apakah dia sudah boleh datang kemari?” kembali Bu ki bertanya.
“Sekarang masih belum bisa” tukas Kim lotoa
“Kenapa?”
“Sebab aku masih harus membuat kau memahami akan suatu hal”
“Soal apa?”
“Tahukah kau, siapakah diriku ini?”
“AKu cuma tahu kau she Kim, agaknya banyak orang menyebutmu sebagai Kim lotoa”
“Coba kau perhatikan wajahku”
Bu ki memperhatikan setengah harian lamanya, namun dia tidak berhasil menemukan sesuatu
keanehan yang pantas untuk diperhatikan atas raut wajahnya itu.
“Coba kau perhatikan, apakah raut wajahku ini agak sedikit berbeda dengan wajah orang
lain?” ucap Kim lotoa
Dalam hal ini mau tak mau Bu ki harus mengakui juga, raut wajahnya memang kelihatan aneh
sekali.
Paras mukanya kelihatan seperti berwarna biru, bagaikan selembar kain biru yang sudah
memutih karena lentur kena dicuci.
“Padahal wajahku ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan wajah wajah orang lain” Kim
lotoa menerangkan.
“Sekarang mengapa bisa berubah menjadi begini rupa?” Bu ki bertanya.
“AKu telah dihajar orang sehingga mukaku berubah menjadi begini rupa....”
“Kau seringkali dihajar orang?”
937
“Selama sepuluh tahun belakangan ini, hampir setiap satu dua bulan sekali aku pasti kena
dihajar orang satu dua kali”
“Bila orang lain sedang menghajarmu, apakah kau tak pernah menghindarkan diri?”
“Tidak pernah”
“Bila orang lain menghajarmu, kenapa kau tidak berusaha untuk menghindarkan diri?”
“Karena aku tak ingin menghindar”
“Apakah kau rela dirimu dihajar?”
Kim lotoa segera tertawa dingin tiada hentinya.
“Heeeh.. heeeh.. heeeh.. sesungguhnya aku memang rela dihajar, kalau tidak, siapakah yang
sanggup menghajar diriku?”
Orang lain hendak menghajarnya, ternyata dia malah mandah dirinya digebug, bahkan
berkelitpun tidak.
Lantas apakah alasannya sehingga dia sampai begitu?
Bu ki lagi lagi dibuat tidak habis mengerti, sehingga tak tahan dia lantas bertanya.
“Kenapa?”
Kim lotoa tidak menjawab, sebaliknya malah balik bertanya pula:
“Tahukah kau siapa saja yang telah turun tangan menghajar diriku?”
“Tidak”
“Kalau begitu akan kuperlihatkan kepadamu”
Pakaian yang dikenakan adalah sebuah jubah berwarna biru yang telah dicuci sampai agak
memutih, persis seperti warna paras mukanya.
Tiba tiba dia melepaskan jubah panjang berwarna biru yang dikenakannya itu.
Potongan badan orang ini sebenarnya amat tak sedap dilihat, setelah melepaskan pakaian yang
dikenakannya itu, dia kelihatan semakin tak sedap dipandang lagi.
938
Sepasang bahunya kelewat lebar, ragangan tulangnya amat besar, setelah pakaiannya dilepas
maka yang tersisa hanyalah kulit pembungkus tulang belaka.
Tapi Bu ki mau tak mau harus mengakui diatas kulit pembungkus tulang tersebut memang
terdapat banyak sekali bagian bagian yang menarik untuk diperhatikan.
Sekujur badannya dari atas sampai ke bawah, depan belakang, kiri maupun kanan semuanya
penuh dengan luka luka yang mengerikan.
Itulah pelbagai macam mulut luka yang beraneka ragam, ada luka bacokan golok, luka
pedang, luka tombah, luka pukulan, luka pukulan telapak tangan, luka luar, luka dalam,
bengkak menghijau, darah menggumpal, luka senjata rahasia....
Asal kau bisa membayangkan mulut luka bekas terkena serangan apapun, dengan cepat akan
kau jumpai semuanya diatas tubuh yang amat kurus tersebut.
Yang lebih aneh lagi, disisi setiap mulut luka tersebut terdapat sebaris tulisan yang kecil
sekali.
Untung saja ketajaman mata Bu ki memang selalu amat bagus, setiap huruf yang tertera disitu
dapat ia baca dengan amat jelasnya.
Disamping sebuah bekas pukulan telapak tangan yang berwarna merah tua, tertera beberapa
huruf kecil yang berbunyi:
“Tahun Ka-sin, bulan tiga tanggal tiga belas, Ciu THian-in”
Tahun ini adalah tahun Ih su, itu berarti bekas telapak tangan tersebut telah dibuat cukup
lama, namun gumpalan darah mati didalamnya masih belum hilang.
Sambil menunjuk ke atas telapak tangan itu, Kim lotoa bertanya kepada Bu ki:
“Kau tahu ilmu pukulan apakah ini?”
“Itulah pukulan Cu see ciang”
“Kau juga tahu siapakah orang yang bernama Ciu Thian in tersebut?”
939
“Yaa, aku tahu” Bu ki mengangguk, " selain It-ciang-boan-thian (telapak sakti pembalik
langit) Ciu Thian in, agaknya didunia ini tiada orang kedua yang mampu melatih Cu-seeciang
sebagus ini”
Kim lotoa segera tertawa dingin.
“Heeeh.. heeh.. hee.. mungkin hal ini disebabkan karena belakangan semakin sedikit orang
yang melatih ilmu pukulan Cu-see-ciang”
Bu ki mengakui akan kebenaran dari ucapan tersebut.
Untuk melatih ilmu pukulan semacam itu memang amat susah dan menderita sekali, padahal
kehebatannya bila dipergunakan tidaklah terlalu besar.
Para angkata muda dalam dunia persilatan talah menganggap kepandaian tersebut sebagai
jenis “kepandaian bodoh”. itulah sebabnya belakangan ini makin lama semakin sedikit orang
yang melatihnya.
Sebab walaupun ilmu pukulan semacam ini bisa mematikan seseorang bila sampai terkena
pukulan, namun siapapun tak akan berdiri mematung belaka seperti sebatang kayu.
Siapapun sudah pasti tak akan berdiam diri belaka membiarkan lawannya menghimpun tenaga
dan melancarkan serangannya.
Hanya Kim lotoa seorang yang tampaknya terkecuali dari kebiasaan tersebut.
“Orang yang bisa menerima pukulan tersebut tanpa mengakibatkan kematiannya, aku rasa
didunia ini sudah tidak ada berapa orang lagi” kata Bu ki kemudian.
“Setelah menyambut sebuah pukulannya, akupun harus berbaring selama setengah bulan
lamanya diatas ranjang.”
“SUdah jelas kalau ilmu pukulan yang digunakan adalah ilmu Cu-see-ciang, apakah kau tidak
berusaha berkelit atau mengegos ke samping...?”
“tidak”
“Kenapa?”
940
“Sebab walaupun aku termakan oleh sebuah pukulannya, akan tetapi diapun termakan juga
oleh sebuah pukulanku”
Kemudian dia menjelaskan lebih jauh:
“Ilmu silat yang dimiliki oleh Ciu Thian in tidak lemah, seandainya aku harus bertarung
dengan mengandalkan perubahan jurus serangan, maka palig tidak aku baru dapat
menentukan menang kalah setelah bertarung sekitar tiga sampai lima ratus jurus”
“Mungkin dalam tiga sampai lima ratus juruspun belum tentu menang kalah bisa diketahui”
ucap Bu ki.
“Yaa, padahal aku mana ada waktu luang sebanyak itu untuk berkelahi dengannya?”
“Maka kau lebih suka menerima sebuah pukulannya dan membalas sebuah pukulan pula
untuk menentukan menang kalah?”
“Setelah menerima serangannya itu, meski akupun merasa amat sengsara dan amat tak sedap,
namun akibat dari pukulan yang kulepaskan ke tubuhnya itu, dia harus berbaring selama
setengah tahu lamanya diatas pembaringannya”
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan:
“Sejak saat itu, berada dimana saja dan kapan saja, asal ia bertemu denganku, maka dia pasti
akan bersikap amat hormat dan sungkan sekali....”
It-tiang-hong segera tertawa, katanya:
“Aku telah berkata toh, walaupun kepandaian Kim lotoa dalam melancarkan pukulan belum
terhitung amat tinggi, namun kemampuannya menerima serangan dari orang lain boleh
dibilang tiada tandingannya didunia ini, pada hakekatnya boleh dibilang nomor satu diseluruh
dunia”
“Jika ingin belajar memukul orang, paling dulu harus belajar menerima pukulan, cuma sayang
bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk melatih kepandaian semacam itu!” Kata Bu ki.
941
“Oleh sebab itu, di tahun tahun belakangan ini, tidak banyak orang yang belajar kepandaian
semacam ini di dunia persilatan dewasa ini”
Tentu saja kepandaian semacam itupun termasuk dalam golongan kepandaian bodoh, malah
besar kemungkinan merupakan semacam kepandaian yang paling bodoh didunia saat ini.
Namun siapa saja tak akan mengatakan kalau kepandaian semacam itu sama sekali tak
berguna.
Kim lotoa telah berkata lebih jauh.
“Thiat sah ciang, Cu see cian, Kim si ciang, kay pi jiu, Lwee keh siau thian seng dan aneka
macam pukulan lainnya sudah pernah kurasakan semua, tapi penderitaan yang harus dialami
pihak lawan tak akan lebih kecil daripada penderitaan yang kuterima.”
“Aku rasa beberapa tahun belakangan ini pasti makin sedikit orang yang berani beradu
kepandaian lagi denganmu” ucap Bu ki sambil tertawa lebar.
“Yaa, memang tidak banyak jumlahnya”
IT-ciang-hong tertawa pula seraya berkata:
“Siapa saja yang berani bertarung melawanya, paling banter hasil yang diperoleh adalah sama
sama menderita luka, siapa yang kesudian bertarung dengan cara semacam itu?”
Tapi Bu ki segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tiba tiba dia berkata:
“Aku jadi teringat seseorang”
“Siapa?”
“Pada dua puluh tahun berselang, dari luar perbatasan telah muncul seorang Tay lek kim kong
siu, konon ilmu Cap sat tay poo dan Tang cu kong yang dimilikinya telah mendapat puncak
kesempurnaan sehingga bacokan golok tusukan pedang sama sekali tidak mempan baginya.”
“Kau juga mengetahui tentang orang ini?”
“Aku pernah mendengar orang melukiskan tentang dirinya itu”
942
“Apa yang dikatakan orang lain?”
“Orang bilang tampangnya persis seperti para kimkong (malaikat raksasa) yang ada didalam
kuil”
“Oleh sebab itu kau sama sekali tidak menyangka kalau Tay lek kimkong siu tersebut
sesungguhnya adalah Kim lotoa?”
Sesudah tetawa cekikikan dia melanjutkan:
“Sebenarnya akupun tidak menyangka, selama sepuluh tahun belakangan ini, paling tidak
berat badannya sudah menyusut hampir seratus duaratus kati lebih”
“Aku telah memperhitungkan dengan seksama,” kata Bu ki kemudian, luka dalam ditambah
luka luar yang dideritanya sudah mencapai lima puluh kali, setiap kali luka yang dideritanya
pasti tidak enteng”
Setelah menghela napas panjang dan tertawa getir, dia melanjutkan:
“Aiii.. andaikan manusia macam aku yang terkena pukulan, cukup hanya sekali saja, mungkin
pada saat ini aku telah menjadi orang mati, masa tak mungkin bisa menjadi kurus?”
“Tapi selama sepuluh tahun ini, belum pernah ada orang yang meraih keuntungan pula
dariku” ucap Kim lotoa.
Tiba tiba dia ikut menghela napas panjang, ujarnya lebih jauh:
“Hanya orang yang terkecuali”
“Siapa?”
Kim lota menuding ke arah sebuah bekas bacokan pedang yang tertera di atas dadanya,
kemudian berseru:
“Coba kau lihat!”
Bekas bacokan itu terletak persis ditepi ulu hatinya, selisih dengna nadi besarnya cuma
demikian kecilnya sehingga tak sampai satu inci.
943
Disamping bekas pedang inipun tertera
sebaris tulisan yang amat kecil, tulisan itu berbunyi:
“Tagun Ih wi, bulan sepuluh tanggal tiga, Tong Au!”
“Kau tahu siapakah orang ini?” tanya Kim lotoa kemudian.
“Yaa, aku tahu”
“Tentunya kau juga pernah mendengar bukan, bahwa ilmu pedang yang dimilikinya luar biasa
sekali?”
Bu ki harus mengakui akan kebenaran dari ucapan itu.
“Tapi sampai dimanakah lihayna ilmu pedang yang dia miliki, kau masih tetap tak akan
mengiranya” ucap Kim lotoa lebih lanjut.
Tiba tiba It ciang hong turut menghela napas panjang. katanya:
“Sebelum seseorang menyaksikan kejadian tersebut dengan mata kepala sendiri, hal ini
memang sulit rasanya diduga!”
Kawanan jago pedang kenamaan dari jaman ini, tak sedikit yang pernah kujumpai” kata Kim
lotoa lebih jauh, “jago jago dari partai Hay lam, dari Thian cong, dari Kun lun, dari Khong
tong, dari Pa sa, dari Bu tong, pokoknya semua jago dari berbagai aliran partai pedang, telah
kucoba satu persatu.”
“APakah ilmu pedang mereka tak mampu menandingi TOng au?” tanya Bu ki
Kim lotoa segera tertawa dingin.
“Heeh... heeh.. heeeh, jika ilmu mereka dibandingkan dengan ilmu pedang Tong toakongcu,
maka keadaanya bagaikan kunang kunan dibawah sinar bulan purnama, seperti lilin dibawah
teriknya matahari”
Sambil menuding bekas pedang yang berada diatas ulu hatinya itu, ia berkata lebih jauh:
944
“Sewaktu ia melepaskan tusukan ini, hakekanya aku belum sempat melakukan persiapan
untuk melancarkan serangan balasan, sebenarnya tusukan ini dapat merenggur selembar
jiwaku, sekalipun aku mati diujung pedangnya juga tak mampu berkata apa-apa lagi”
“Akupun tahu kalau tusukan pedangnya tak pernah berperasaan, tak pernah kenal ampun, kali
ini apa sebabnya dia melepaskan dirimu?”
“Sebab tidak berperasaanya hanya ditujukan kepada orang orang yang tidak berperasaan pula”
“Kim lotoa adalah seorang yang bermuka dingin berhati hangat. Selama melancarkan
serangan terhadap orang lain, belum pernah dia berniat untuk mencelakai nyawa orang”
sambung It ciang hong.
“Tapi, demi Tong toakongcu, setiap saat aku bersedia melanggar kebiasaanku itu” ujar Kim
lolos cepat cepat.
Ditatapnya Bu ki dengan pandangan dingin, kemudian dia melanjutkan: “Sekarang, apakah
kau telah memahami maksud hatiku sebenarnya..?”
It ciang hong yang berada disampingnya menjelaskan cepat cepat:
“Maksudnya adalah jika kau tak ingin bentrok dengannya, paling baik kau bersikap sedikit
lebih sungkan terhadap toasiocia, jangan sekali-kali kau tunjukkan sikap kasar atau kurang
ajar kepadanya”
Bu ki segera tertawa.
“COba kau lihat, apakah aku mirip seseorang yang kasar atau bersifat kurang ajar?”
“Yaa, kau memang tidak mirip” jawab It ciang hong sambil tersenyum.
Suara tertawanya tampak genit sekali, lanjutnya:
“Walaupun diluaran kau tampak selalu dingin dan kaku, sesungguhnya kaupun seorang yang
berhati hangat dan halus lembut, aku percaya pasti ada banyak perempuan yang menyukaimu”
“kau melihatnya?”
945
Kembali It ciang hong tertawa genit.
“Tentu saja aku dapat melihatnya” dia menyahut, “aku toh buka seorang nona cilik yang
belum pernah berjumpa dengan orang lelaki”
Bu ki tidak menjawab lagi.
Dia sedang memperhatikan wajah si Cebol Oh, melihat dia melotot besar sambil mengepal
sepasang tinjunya kencang kencang, seakang akan ia telah bersiap sedia untuk mengayunkan
sepasang tinjunya itu keatas perutnya.........
Dia bukan Kim lotoa, juga belum pernah melatih ilmu sebangsa Kim ciong cau, atau Thi pu
san atau Cap sah tay po.
Dia tak ingin merasakan tonjokan tinju orang, juga tak akan tahan menerimanya.
Agaknya kali ini Kim lotoa juga tak
akan berebut untuk berdiri dihadapanya, tak akan membantu untuk menerima tonjokan
tersebut.
Untung pada saat itulah dari luar ruangan sudah kedengaran ada orang lagi berseru:
“TOasiocia datang!”
*****
Bu ki selalu berharap kedatangannya, selalu berharap bisa bersua dengannya, dia ingin tahu si
nona kecil yang pada belasan tahun berselang kurus kering, berwajah pucat dan amat lemah
tersebut, kini telah berubah menjadi manusia semacam apa.
Tapi dia percaya, wajahnya tentu cantik jelita sehingga sampai Tong toa kongcu yang begitu
angkuh pun kena terpikat olehnya.
Seorang perempuan cantik yang sebenarnya memang merupakan perempuan yang diidamkan
setiap lelaki, diinginkan setiap pria, entah pria macam apapun, semuanya tidak terkecuali.
Sekarang toasiocia tersebut telah datang.
946
AKhirnya sekarang Bu ki dapat berjumpa dengan nona tersebut.
Tapi kini Bu ki justru berharap sepanjang hidup tak pernah bertemu lagi dengannya.
DIa lebih suka menebang tiga ratus kati kayu bakar, memikul enam ratus pikul air, bahkan
bersedia menemani seekor babi betina yang sepuluh kali lebih gemuk daripada TOng Koat,
bertiduran diatas pecomberan daripada berjumpa dengannya.
Andaikata ada orang dapat membuatnya jangan sampai berjumpa lagi dengan toasiocia ini,
entah pekerjaan apapun yang harus dia lakukan, dia tetap akan bersedia untuk melakukannya.
Tpai, dia tidak gila, juga tidak berpenyakit, kenapa ia bersikap demikian?
*****
SI NONA YANG MINTA AMPUN
Dalam ruangan itu terendus bau harum yang amat tipis seakan akan bau bunga teratai, tapi
jauh lebih harum dan segar dari pada bunga teratai.
Begitu toasiocia munculkan diri, seluruh ruangan terendus bau harum semerbak itu.
Otangnya jauh lebih manis dan cantik daripada sekuntum bunga teratai yang sedang segar.
Didalam pemandangan beberapa orang itu, dia bukan cuma seorang toasiocia, pada
hakekatnya dia adalah seorang tuan putri.
Walaupun setiap orang menyukainya, namun belum pernah ada orang berani mengusik atau
menggoda dirinya.
Dia sendiri juga mengetahui akan hal itu.
Dia muda, cantik, anggun, kehidupan ibarat bunga yang sedang mekar dengan indahnya.
Entah berapa banyak gadis berusia sebaya dengannya yang diam diam sedang iri padanya,
mengaggumi dirinya.
Dia seharusnya merasa gembira dan bahagia terhadap kesemuanya.
Tapi, siapapun tak tahu karena apa, selama beberapa hari ini, dia selalu bermuram durja,
seolah olah merasakan suatu kemurungan, kesedihan yang tebal.
947
Hanya dia seorang yang tahu, dia murung karena dalam hatinya terdapat suatu masalah, suatu
kesulitan yang tak dapat dipecahkan.
Dalam hatinya masih tertera bayangan tubuh seseorang, seseorang yang tak pernah dapat dia
lupakan.
Tapi orang itu justru mempunyai selisih jarak yang begitu jauh dengannya, diantara mereka
berdua seakan akan dipisahkan oleh beribu ribu buah bukit tinggi, beribu ribu buah sungai
yang lebar.
Kini malam sudah semakin larut, seorang nona besar seperti dia seharusnya sudah pergi tidur.
Tapi dia justru tak dapat tertidur.
Dia terlampau kesepian, dia selalu berharap bisa mendapat pekerjaan untuk dilakukan.
Sejak tiba ditempat ini, selain Siang Si seorang, hampir boleh dibilang tak seorang temanpun
yang dia miliki, tak seorang sahabatpun yang bisa diajak mengobrol.
Belum pernah dia menganggap SIang SI sebagai dayangnya.
Siang Si adalah sahabatnya.
Sebagai sahabatnya, dia tak ingin melihat dia dipermainkan orang, dianiaya orang.
Maka dia telah datang kemari.
Siang Si dengan tangan sebelah menarik ujung bajunya, dengan tangan yang lain menuding
ke arah Bu ki.
“Itu dia orangnya!”
Setiap orang ditempat itu tahu dengan pasti bahwa SIang Si adalah orang yang paling
disayang dan paling dekat dengan toasiocia, tapi kenyataanya toh masih ada juga orang yang
berani menganiaya dirinya.
“Aku tahu mengapa dia menyuruh aku datang kemari, dia ingin menyuruh aku
menemaninya... menemaninya...”
948
Walau kata kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan oleh Siang Si, namun setiap orang tentu
akan mengerti.
Bahwa toasiocia sendiripun mengerti.
Oleh karena itu, sebelum kedatanganya kesana, ia telah mempersiapkan setumpuk nasehat
yang siap siap dilontarkan kepada orang itu.
Namun, menanti dia bertemu dengan orang itu, seoalah olah menjadi tertegun dibuatnya.
Bu ki juga tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Sebab mimpipun ida tak menyangka kalau toasiocia tersebut tak lain adalah Lian lian yang
setiap saat datang mencari gara gara kepadanya, setiap saat setiap tempat tiba tiba jatuh tak
sadarkan diri.
Ternyata Lian It lian adalah Siangkoan Lian lian.
Ternyata Lian It lian adalah putrinya Siangkoan Jin.
Walaupun dia tahu bahwa orang yang dihadapannya sekarang tak lain adalah Tio Bu ki yang
selalu berusaha untuk membunuh ayahnya.
SUdah lama dia mengetahui akan hal ini, itulah sebabnya dia baru menyusul ke
perkampungan Hoo hongsan ceng.
Malam itu Tong giok telah melepaskannya karena ia sudah tahu kalau dia adalah putrinya
Siangkoan Jin.
Oleh karena itu, dia baru menyuruh orang untuk mengirimnya kembali ke benteng keluarga
Tong pada malam itu juga.
Tentu semua persoalan itu dapat dipahami pula oleh Bu ki sekarang.
Hingga detik ini pemuda tersebut belum melarikan diri karena dia tahu sekalipun dapat lolos
dari rumah ini, belum tentu dapat meloloskan diri dari benteng keluarga TOng.
Diapun tahu asala gadis itu mengucapkan sepatah kata saja sekarang, dia dapat mati dalam
benteng keluarga Tong tak bisa disangkal lagi, pasti akan mati secara mengenaskan.
949
*****
Lian lian tidak mengucapkan apa apa walau sepatah katapun jua...
Tentu saja Bu ki juga tak dapat berkata apa apa pula.
Selama ini, Lian lian melotot terus ke arahnya dengan sepasang matanya yang besar dan
indah, sepasang matanya seakan akan jauh lebih besar lagi daripada dahulu.
Apakah hal ini disebabkan karena dia bertambah kurus?
Kenapa dia menjadi kurus? lantaran persoalan apakah dia menjadi makin kurus?
Bu ki masih saja memperhatikan wajahnya.
DIa tak bisa tidak haru memperhatikannya, dia ingin melihat dari balik sorot matanya yang
jeli itu untuk menentukan cara apa yang hendak ia lakukan terhadap dirinya.
Tapi ia tak berhasil melihat apa apa.
Ungkapan perasaan yang terpancar keluar dari balik matanya itu terlampau rumit, bukan cuma
Bu ki saja yang tak dapat melihatnya, bahkan dia sendiripun tidak memahami.
Siang Si juga tak berkata apa apa lagi.
Dia adalah seorang anak gadis yang pintar. tahun ini umurnya telah mencapai delapan belas
tahun, dia sudah memahami banyak urusan...
Ia telah menyaksikan bahwa hubungan antara toasiocia dengan lelaki itu tampaknya sedikit
agak kurang beres.
Sebenarnya dalam bagian manakah terletak ketidakberesanya itu?
DIa sendiripun tak mampu untuk memutuskan keluar.... Sekalipun dia tahu juga tak berani
mengutarakannya keluar.
Oleh sebab itu terpaksa dia harus menutup mulutnya rapat rapat.
Setiap orang menutup mulutnya rapa rapat, tiada seorang telur busuk yang bodohpun didalam
ruangan itu.
950
Entah berapa lama sudah lewat tiba tiba toasiocia membalikkan badan dan pelan pelan
berjalan keluar.
Mengapa pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun?
Ketika Bu ki sedang keheranan, ketika setiap orang sedang merasa keheranan, mendadak ia
mengucapkan sepatah kata.
TIba dipintu depan, tiba tiba dia membalikkan badannya menatap wajah Bu ki, lalu
mengucapkan dua patah kata.
Dia bilang:
“Ikutilah aku!”
Dia minta kepada Bu ki untuk mengikutinya kemana? pergi berbuat apa...??
Bu ki tidak bertanya, juga tak dapat bertanya.
Sekalipun dia tahu dengan pasti bahwa dia hendak membawanya naik ketiang penggantungan
atau turun ke kuali minyak mendidih, diah hanya bisa mengikutinya saja.
Sekarang dia sudah tidak memiliki pilihan lain.
*****
Suasana di dalam kebun bungan amat gelap gulita dan lagi amat tenang.
\Lian lian berjalan didepan, berjalan dengan lambat, lambat sekali, seakan akan didalam
hatinya terdapat suatu masalah pelik yang tak dapat dia selesaikan.
Selama ini ia tidak berpaling, walaupun hanya sekejapun.
Bu ki berjalan juga amat lambat, mengikuti dibelakangnya dalam suatu jarang yang tertentu.
Bayangan punggungnya kelihatan ramping dan lembut, seakan akan sekali saja dia
mendorong tubuhnya, gadis itu segera akan roboh ketanah, roboh untuk selamanya, dan
disitupun tak akan ada orang yang dapat membongkar rahasia lagi.
Beberapa kali dia sudah tak tahan untuk turun tangan.
951
Tapi dia harus berusaha keras untuk mengendalikan diri, sebab dia tak boleh turun tangan
secara gegabah.
Dibalik kegelapan mungkin saja dimana mana ada penjagaan yang ketat, Kim lotoa dan It
ciang hong sekalian pasti turut mengawasi pula gerak geriknya dari balik kegelapan.
Kepandaian si Cebol Oh yang hebat serta tenaga pukulannya yang dahsyat, sudah merupakan
kepandaian yang tidak gampang dihadapi.
Tak bisa disangkal lagi It ciang hong merupakan seorang musuh yang amat menakutkan,
cukup diperhatikan dari matanya yang lembut tapi lincah tangan serta kakiknya yang ramping
tapi berotot dapat diketahu kalau gerakan tubuhnya pasti gesit dan lincah.
Biasanya serangan yang dilancarkan kaum perempuan jauh lebih kecji dan buas daripada
seorang lelaki, sebab bila mereka ingin bercokol terus dalam dunia persilatan maka paling
tidak mereka harus lebih tangguh daripada kaum pria, lagipula harus memiliki serangkaian
ilmu silat yang luar biasa lihaynya.
Pia Tayhu, silelaki yang berpenyakitan itu musti seluruh tubuhnya penuh dengna penyakit,
namun sinar matanya tajam bagaikan sembilu, dapat diduga kalau tenaga dalam yang
dimilikinya pasti amat sempurna.
Tentu saja Kim lotoa lebih lebih menakutkan lagi.
Dia mempunyai pengalaman yang matang, pernah menghadapi beratus ratus kali pertempuran
besar maupun kecil entah berapa banyak jago persilatan yang pernah dijumpainya jangan
berbicara soal yang lain, cukup berbicara dari pengalamanya yang matang dalam menghadapi
beratus ratus kali pertarungan sengit dan berkali kali menantang maut, rasanya sulit bagi
orang lain untuk menandinginya.
Untuk menghadapi keempat orang ini saja sudah tidak mudah, apalagi selain mereka terdapat
entah berapa banyak jago lihay yang lebih menakutkan lagi mengikuti disekelilingnya dan
melindungi keselamatan perempuan itu secara diam diam.
952
Andaikata gadis itu sampai mati ditangan Bu ki, apakah Bu kin sendiri dapat hidup lebih
lama?
Dengan posisi dan keadaan seperti ini, ia mana berani turun tangan secara gegabah?
Tapi, sekalipun dia tidak turun tangan, berapa lama pula ia masih bisa hidup?
Tak tahan Bu ki mulai bertanya kepada diri sendiri.
Seandainya aku menjadi dia, dengan jelas dan pasti aku tahu kalau dia datang untuk
membunuh ayahku, aku dapat membawanya pergi kemana?
Bagaimanakah jawabnya? setiap orang pasti dapat menduga dan memikirkannya sendiri,
sebab sekarang dia sendiripun tidak mempunyai pilihan lain.
Dia hanya bisa membawanya menuju kematian.
walaupun dia tahu, bila dirinya mengikuti gadis itu maju lebih kedepan, berarti jaraknya
dengan kematian akan bertambah dekat, namun ia justru tak dapat berhenti lagi.
Tiba tiba lian lian berhenti didepan pintu berbentuk rembulan yang kecil dibalik pintu terdapat
sebuah halaman yang bersih dan tenang.
Akhirnya dia berpaling juga.
Tapi dia sama sekali tidak memandang sekejap matapun ke arah Bu ki, hanya ujarnya pelan
ke arah kegelapan dibadanya sana:
“Orang ini adalah seorang sobat lama yang pernah kukenal dulu, aku ingin berbincang
bincang dengannya ditempat ini dengan tenang tanpa gangguan, perduli siapapun yang berani
mengganggu ketenangan kami, aku pasti akan merasa amat tak senang”.
Jika Toasiocianya ini tak senang hati, siapapun tak akan menerjang masuk ke dalam untuk
mengganggu ketenangan mereka.
Tapi apa sebabnya dia hendak berbincang dibawah tatapan empat mata dengan Bu ki?
Sebenarnya dia mempunyai persoalan apa yang hendak dibicarakan dengan dirinya?
Ia telah bersiap siap menggunakan cara apa untuk menghadapinya?
953
Andai kata seseorang telah melangkah ke sebuah jalan buntu, maka peduli orang lain hendak
mempergunakan cara apa untuk menghadapinya, al itu sama sekali tak ada bedanya.
*****
Ditengah halaman terdapat sebuah kolam teratai kecil
Walaupun bunga teratainya belum mekar, namun angin yang berhembus lewat membawa bau
harum yang semerbak.
Angin berhembus masuk lewat luar jendela, api di ujung lilin bergoyang goyang tiada
hentinya.
Daun jendela dalam keadaan terbuka lebar.
Dibawah jendela terdapat sebuah kursi yang indah dan enak diduduki, agaknya dia sering
duduk dikursi itu sambil memandang teratai diluar jendela dengan termangu.
Sekarang, dia tidak duduk diatas kursi tersebut, malah sebaliknya mempersilakan Bu ki:
“Silakan duduk!”
Bu ki duduk.
Setelah berada disini, berdiri juga boleh, duduk juga boleh, kedua duanya tiada perbedaan
apapun.
Diseberang sana masih terdapat daun jendela, Lian lian berdiri dibawah jendela dengan
punggung menghadap kearahnya, lewat lama kemudian ia baru menghela napas panjang.
“Bulan empat sudah lewat, bunga teratai kembali akan mekar....”
Bu ki tidak buka suara, juga tak mampu buka suara, dia hanya menanti...
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Lian lian berpaling dan menatap wajahnya dengan
sorot mata yang sangat aneh, tiba tiba ia berkata:
“Aku tahu siapakah kau!”
Bu ki menghela napas panjang.
954
“Aku tahu kau juga tahu!” ucapnya.
“Akupun tahu karena apa kau datang kemari”
“Kau memang seharusnya tahu”
Ia tidak menyangkal lagi, juga tak bisa menyangkal lebih jauh.
“AKu memang datang untuk membunuh Sangkoan Jin”
“Aku pikir sekarang tentunya kau juga sudah tahu bukan, orang yang hendak kau bunuh
adalah ayahku”
“Akupun tahu, didunia ini tak akan ada orang yang membiarkan orang lain datang untuk
membunuh ayah sendiri”
“Yaa, memang tak mungkin ada”
“Sekarang, kau bermaksud hendak menghadapi diriku dengan cara apa...?”
Lian lian termenung, tiba tiab diapun menghela napas panjang.
“AIii.. aku sendiripun tak tahu”sahutnya.
“Mengapa kau tidak tahu?”
“Sebab perbuatanmu ini bukan suatu perbuatan salah”
“Oya?”
“Bila aku adalah kau, ada orang telah membunuh ayahku, akupun pasti akan berusaha kerasa
untuk membunuhnya”
“CUma sayang aku bukan kau”
“Bila orang yang hendak kau bunuh adalah orang lain, aku pasti akan berusaha sepenuh
tenaga untuk membantu usahamu itu!”
“Sayang orang yang hendak kubunuh adalah ayahmu”
Dengan hambar dia melanjutkan:
“Oleh sebab itu, entah dengan cara apa kau hendak menghadapi diriku, aku tak akan
membencimu, sebab bila aku adalah kau, akupun sama saja akan berbuat demikian”
955
Kembali Lian lian termenung sampai lama sekali, kemudian pelan pelan dia baru berkata:
“Justru karena aku adalah putrinya, maka aku selalu tidak percaya kalau dia benar benar telah
membinasakan ayahmu”
“Oooo..”
“Selama ini dia selalu jujur, selalu berpandangan lurus dan bijaksana, walaupun ada kalanya
dingin dan kaku tanpa perasaan, namun dia itu berpandangan lurus,
Aku benar-benar tidak percaya kalau dia dapat melakukan perbuatan seperti ini”
“Oooh …”
“Itulah sebabnya aku harus berkunjung sendiri ke perkumpulan Ho Hong San Ceng dan
melihat sendiri keadaan di sana, apakah di balik kesemuanya itu masih terdapat rahasia lain.”
“Sekarang, kau telah berkunjung ke sana bukan?”
“Yaa!” sahut Lian Lian dengan sedih, bahkan secara diam-diam aku telah berkunjung ke
kamar baca ayahmu, berdiri di termpat ayahmu terbunuh …”
Sepasang matanya memancarkan pernderitaan dan kepedihan:
“Waktu itu malam sudah larut, empat penjuru hening tiada manusia, persis seperti saat ini
keadaannya, aku berdiri di sana seorang diri, bertanya kepada diriku sendiri, andaikata pada
suatu hari kau datang membunuh ayahku untuk membalas dendam, apa yang harus
kulakukan?’
Persoalan ini memang suatu masalah pelik yang tak terpecahkan.
Setiap kali teringat akan persoalan ini, sekalipun sedang berada dalam impian, tiba-tiba dia
akan terbangun dan melelehkan keringat dingin …
Sebab dia tahu, kesalahan terletak di tangan ayahnya.
“Aku selau memberitahukan kepada diriku sendiri” kata Lian Lian, “Dia tidak dapat
melakukan kesalahan, dia berbuat demikian pasti mempunyai alasan tertentu, sayang, aku
sendiripun tak dapat mempercayai perkataan tersebut.”
956
Setelah tertawa, dia melanjutkan:
“Kau dapat membohongi setiap orang, tapi jangan harap dapat menipu dirimu sendiri.”
Senyumannya sudah dipenuhi oleh penderitaan:
”Oleh sebab itu, aku selalu berusaha untuk menemani kau pada waktu itu, aku berharap
menemani kau pada waktu itu, aku berharap dapat memusnahkan rasa dendam dan bencimu
kepada ayahku, asal kau dapat memaafkan dia, apapun yang kau hendak kau suruh kulakukan,
aku tetap bersedia untuk melakukannya …”
Dengan memandang dingin, Bu Ki memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba dalam hatinya
pun merasakan suatu kepedihan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Dia tak bisa tidak harus mengakui bahwa gadis itu sesungguhnya adalah seorang gadis yang
berhati mulia, seorang gadis yang pantas dikasihani.
Sebab dia bersedia untuk mengorbankan diri.
“Sayang, dendam kesumat semacam ini selamanya tak akan dapat dihilangkan dengan begitu
saja.
Terpaksa dia harus mengeraskan hati dan berkata dengan dingin:
“Andaikata pada waktu itu aku sudah tahu kalau kau adalah putrinya Sang Koan Jin, aku past
akan membinasakan dirimu!”
“Seandainya kau membunuhku pada waktu itu, bukan saja aku tak akan mengalahkan dirimu,
mungkin malahan berterima kasih kepadamu!” jawab Lian Lian sedih.
“Kenapa?”
Lian Lian menghela napas sedih.
“Sebab secara tiba-tiba aku merasa, lebih baik aku cepat-cepat mati saja!”
Setelah berhenti sejenak, dengan sedih dia melanjutkan:
“Bila aku sudah mati, tak mungkin akan kualami penderitaan dan kemurungan seperti
sekarang ini”
957
“Sekarang, kau masih belum seharusnya merasa kesal atau murung, toh persoalan ini tidak
sulit untuk diselesaikan!”
“O ya?”
“Sekarang, seandainya aku masih dapat membunuhmu, aku pasti akan membunuh dirimu”
Lian Lian segera mengangguk.
“Aku percaya!” sahutnya.
“Selama berada di kebun bunga tadi, paling tidak aku sudah tiga kali ingin membunuhmu.”
“Mengapa kau tidak turun tangan?”
“Sebab walaupun aku bisa membunuhmu. Belum tentu aku dapat meninggalkan tempat ini
dalam keadaan hidup.”
Lian Lian mengakui akan hal ini.
Kembali Bu Ki berkata:
“Sekalipun aku hendak membunuhmu, sesungguhnya kejadian ini merupakan suatu kejadian
yang adil.”
“Paling tidak kau toh bisa mengajakku untuk mati bersama.”
Bu Ki segera tertawa:
“Antara aku dengan kau tiada dendam atau sakit hati apa apa, dendam kesumat generasi yang
lalu sama sekali tak ada hunungannya dengan generasi sekarang, mengapa aku menyuruhmu
untuk menemani aku mati?”
Senyumannya tampak begitu tenang dan lembut.
“Kedatanganku kemari memang membawa tekad untuk mati bila gagal sekarang aku terlah
berusaha dengan sekuat tenaga. Walaupun tidak berhasil aku juga aku juga mati tanpa
menyesal.”
Lian Lian memperhatikannya, lewat lama lama kemudian, dia baru bertanya:
“Ucapanmu itu kau utarakan dengan hati jujur”
958
“Betul!”
Kembali Lian Lian menghela napas panjang.
“Aaaai … bila seseorang dapat mati tanpa menyesal, bisa mati dengan hati yang bersih, apa
salahnya untuk mati?”
Tiba-tiba Bu Ki tertawa tergelak.
“Haaahhh … haaahhh … haaahhh … Tidak kusangka kalau kau dapat memahami maksud
hatiku?”
Kembali Lian-lian menghela napas panjang.
“Aaai … seringkali aku mendengar orang berkata, hidup seribu tahun akhirnya juga mati,
maka aku selalu beranggapan, kematian merupakan suatu perbuatan yang amat sukar sekali.”
“Yaaa, memang bukan suatu pekerjaan yang terlampau gampang … “ Bu Ki manggutmanggut.
“Tapi sekarang aku sudah mengerti, ada kalanya hidup justru jauh lebih sulit daripada mati,
betul tidak?” Gadis itu menatap lawannya dengan sorot mata yang jeli.
Bu Ki manggut-manggut. Tak tahan diapun menghela napas panjang, katanya pelan:
“Yaa, ucapannmu itu memang tepat sekali. Ada kalanya memang demikian keadaannya.”
“Oleh sebab andaikata seseorang ingin benar-benar mati, lebih baik biarkan saja mati.”
“Betul!”
Di atas dinding ruangan tergantung sebilah pedang, sebilah pedang panjang tiga depa tujuh
inci dengan sarung pedang berwarna hitam pekat.
Lian lian mengambil pedang itu dan ...
“Criing!” meloloskannya dari sarung, mata pedang dingin bagaikan salju.
Tiba-tiba ia serahkan pedang itu kepada Bu Ki, lalu dengan sikap yang dingin dan tenang
tiba-tiba ia berkata:
“Bunuhlah!”
959
*****
TIADA PILIHAN LAIN
Pedang itu sebilah pedang yang asli, sebilah pedang sungguhan.
Di kala tanganmu menggenggam di atas gagang pedang yang dingin, kaku dan keras itu, akan
kau rasakan bahwa pedang, tiada perasaan lain di dunia ini yang dapat lebih nyata dan tegas
daripada perasaan tersebut.
Bu Ki adalah seorang yang belajar pedang.
Sekarang di tangannya telah menggenggam pedang tersebut, tapi kali ini dia tidak memiliki
perasaan yang nyata dan tegas semacam itu.
Hampir saja dia tak dapat percaya kalau kejadian ini merupakan suatu kejadian yang nyata.
Lian-lian mengawasinya lekat-lekat. Kemudian sepatah demi sepatah pelan-pelan dia berkata:
“Aku bersungguh hati, aku bersungguh hati hendak menyuruhmu membunuh diriku.”
“Kenapa?” tak tahan BuKi bertanya.
“Sebab ayahku telah membunuh ayahmu, aku tak dapat membiarkan aku mencelakai dirinya.”
Kemudian dia menambahkan,
“Ayahku telah melakukan kesalahan, aku tak dapat membuat salah lagi ...”
Bu Ki masih belum juga dapat memahami.
“Tapi, bila aku tidak mati, kaupun tak bisa terhindar pasti akan mati di tanganku, sebab aku
tahu tak akan membiarkan kau pergi memcelakai ayahku…”
Bu Ki tertawa getir.
“Bagaimana seandainya kau yang mati? Apakah dapat menyelesaikan persoalan ini?”
“Setelah aku mati, kau dan ayahku dapat hidup terus.”
“kenapa?” kembali Bu Ki bertanya.
“Sebab setelah aku mati, tak akan ada barang lain lagi yang dapat menyingkap rahasiamu
lagi.”
960
Kemudian ia melanjutkan:
“Kim lotoa sekalian pasti akan menyangka kalau kau akan membunuhku, maka habis
membunuhku kau harus cepat cepat pergi meninggalkan tempat ini, mereka pasti tak akan
menghalangi kepergianmu, saat itu rahasiamu masih belum terbongkar, maka tidak sulit
bagimu untuk pergi meninggalkan benteng keluarga Tong!”
Bu Ki mengakui bahwa ucapannya benar.
Bila sekarang juga dia angkat kaki, memang masih tersedia kesempatan baginya untuk
melarikan diri.
Kembali Lian Lian berkata:
“Tapi, setelah kau pergi membunuhku maka kau harus segera pergi dari sini, semenit pun tak
dapat tinggal di sini lebih lama lagi, oleh sebab itu kau pasti tak akan berkesempatan lagi
pergi untuk pergi mencari ayahku.”
Setelah tertawa lebar, dia melanjutkan:
“Apalagi setelah kau membinasakan diriku, sedikit banyak perasaanmu akan menjadi sedih
dan menyesal, siapa tahu kalau dendam kesumat kita dua keluarga akan Makin bertambah
tawar dengan terjadinya peristiwa ini. Tentu saja akupun akan mati dengan hati yang bersih.
Oleh sebab itu setelah kupikirkan kembali pulang pergi aku rasa cara inilah merupakan cara
yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini.”
Sebenarnya persoalan ini memang merupakan suatu persoalan yang sulit untuk diselesaikan,
hanya dengan kematian saja masalah tersebut baru dapat diselesaikan.
Andaikata Bu Ki mati, persoalan inipun sama saja dapat terselesaikan.
Tapi mengapa dia tidak membiarkan Bu Ki mati?
Ia lebih suka mengorbankan diri daripada mencelakai jiwa Bu Ki, apa sebabnya begitu?
Sekalipun Bu Ki adalah seorang manusia bodoh yang tak bisa ditolong lagi paling tidak dia
juga bisa memahami perasaan tersebut.
961
Sekalipun Bu Ki seorang manusia berhati baja yang dingin dan kaku tanpa perasaan.
Perasaannya terhadap persoalan inipun seharusnya amat berterima kasih.
Cuma sayang, sekarang ia sudah tidak berhak untuk menerima rasa haru orang lain. Sama
sekali tidak berhak untuk menerima perasaan kasih sayang orang lain.
Sebab dirinya sekarang sudah tidak terhitung milik dirinya sendiri.
Semenjak ayahnya mati secara menggenaskan, dia telah menjual dirinya kepada iblis yang
buas yang bernama “Dendam Kesumat”.
Iblis buas itu sudah banyak tahun malang melintang dalam kehidupan manusia, entah sudah
betapa banyak orang yang dirasuki oleh iblis tersebut.
*****
Di luar jendela ada angin.
Cahaya lentera yang bergoyang menyinari wajah Lian Lian yang pucat, dia bukan gadis
lincah yang dulu lagi.
Tiba-tiba Bu Ki berkata,
“Kau adalah seorang telur busuk yang bodoh!”
Ia tidak membiarkan wajahnya menunjukkan perasaan apapun.
“Hanya orang bodoh yang bisa menemukan cara amat bodoh seperti ...!”
Lian Lian sendiripun harus mengakui akan perkataan tersebut.
Cara ini memang suatu cara yang bodoh tapi inilah satu-satunya cara yang dapat ia temukan.
“Semua orang bodoh pantas untuk mati, aku memang seharusnya membinasakan dirimu.”
“Lantas mengapa kau masih belum juga turun tangan?”
Pedang untuk membunuh telah berada di tangannya, orang yang harus dibunuh juga telah
berada di depan matanya.
Mengapa Bu Ki belum juga turun tangan?
962
Hanya ada sebuah alasan yang dapat menjelaskan kesemuanya itu, tapi alasan itu, tak ingin
dia akui, juga tak ingin dia utarakan keluar.
Sebab ada orang yang mewakili untuk mengucapkanya keluar.
Tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara dingin:
“Dia masih belum juga turun tangan, karna dia sendiripun seorang bodoh …!”
Ternyata orang itu adalah Sangkoan Jin.
Sewaktu Bu Ki berpaling ke belakang, Sangkoan Jin telah berada di depan mata.
*****
Paras muka Bu Ki sama sekali tidak berubah.
Paras muka Sangkoan Jin juga sama-sama tidak berubah.
Walaupun mereka adalah musuh besar yang saling bermusuhan, namun paling tidak mereka
mempunyai satu persamaan …
Musuh besar yang dibenci sampai merasuk ke tulang telah berada di depan mata.
Pertemuan ini sudah buka pertuan mereka yang pertama kali lagi, tak dapat disangkal
pertemuan ini adalah pertemuan mereka yang terakhir kalinya.
Bu Ki tahu, inilah kesempatan yang terakhir baginya.
Ternyata Thian masih bermurah hati kepadanya, sebuah kesempatan yang terakhir kembali
dia dapatkan, kali ini dia harus manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.
Dia tak boleh merasa sangsi lagi, tak boleh melepaskan kesempatan yang terakhir kali ini
demi siapapun dan persoalan apapun
Kasihan, iba, berbaik hati … semua perasaan yang maha agung itu dibuangnya jauh-jauh
Demi berhasilnya pembalasan dendam tersebut, terpaksa dia harus melakukan perbuatan
apapun juga.
Cahaya pedang berkelebatan lewat, tahu-tahu ujung pedangnya telah berada di atas
tenggorokan Lian Lian.
963
Sangkoan Jin Hanya memandangnya dengan dingin, berkedippun tidak.
Jilid 33________
Sambil tertawa dingin Bu-ki lantas berkata: “Kau anggap aku benar-benar tak berani
membunuhmu?”
“Tentu saja kau tak berani!”
“Sebab yang hendak kau bunuh adalah aku, bukan dia, bila kau membuhunnya maka kau tak
akan memperoleh kesempatan untuk membunuhku lagi!”
Mau tak mau Tio Bu ki harus mengakui bahwa pandangannya memang tepat sekali.
“Oleh sebab itu sama sekali tak berguna bila kau hendak menyandera dirinya untuk
mengancam diriku, aku bukanlah seorang yang akan menyerah dengan begitu saj bila
diancam”
“AKu bisa melihatnya”
“akupun dapat melihat, kau tak akan melepaskan dia dengan begitu saja.... "
“Yaa, memang tak mungkin”
“Oleh sebab itu aku hanya bisa membiarkan kau menggunakan dia sebagai jaminan untuk
berbincang bincang denganku”
“Apakah kau juga tahu kalau aku hendak menawarkan suatu barter denganmu?”
“Yaa, asal kau melepaskan dirinya, akupun akan memberi sebuah kesempatan kepadamu”
“Kesempatan apa?”
“Kesempatan untuk bertarung secara adil”
“Ehmm, kedengarannya tawaranmu ini cukup menarik”
“Kujamin kau pasti tak akan menemukan langganan yang lebih baik daripada diriku”
“Tapi, dari mana aku bisa tahu kalau ucapanmu itu dapat dipercaya?”
“Kau tidak tahu”
“Cuma sayang, agaknya aku sudah tiada pilihan lain kecuali menuruti perkataanmu itu?”
964
“Ya, memang tapat sekali”
Bu ki menataonya tajam tajam, sementara dalam hatinya bertanya kepada diri sendiri:
“Benarkah aku sudah tidak memiliki pilihan lain?” tampaknya jawaban yang diperoleh tegas
sekali. “Benar!”
Justru karena ayahnya terlampau percaya dengan orang ini, maka sebagai akibatnya dia pun
tewas dibunuh oleh orang ini. Asal dia masih mempunyai pilihan yang lain, dia tak akan sudi
untuk mempercayai orang ini. Sayang sekali, dia tidak punya.
Angin berhembus sepoi sepoi diluar jendela, cahaya lentera berkedip kesana kemari. Sinar
yang redup itu menyinari wajah Lian-lian yang cantik, cahaya pedang yang dingin juga
menyinari raut wajahnya itu.
Tiba tiba saja paras mukanya itu berubah menjadi semacam warna pucat pias yang bening,
seakan akan kaca putih kristal saja. Ia tak dapat membiarkan Bu ki ditipu sekali lagi oleh
ayahnya, dia tak boleh membiarkan Bu ki mati. Dia lebih lebih tak ingin menyaksikan
ayahnya tewas diujung pedang orang lain.
Sayang, dia justru tidak memiliki kemampuan untuk berbuat demikian...... Mata pedang
ditangan Bu ki sudah makin mendekati tenggorokannya, mendadak dia berteriak keras:
“Kumohon kepadamu, lepaskanlah dia.... oooh, kumohon kepadamu, lepaskanlah dia...... "
Mendadak dia mendorong tenggorokannya sendiri keatas mata pedang, darah segar segera
berhamburan, tubuhnya turut roboh terkapar ditanah. Persoalan ini merupakan sebuah simpul
mati, hanya “kematian” saja yang dapat membebaskannya. dia pun sudah tidak memiliki
pilihan yang lain lagi.
*****
PEDANG MESTIKA BERMATA DUA
965
Kalau sudah tiada pilihan lain lagi, ya apa boleh buat? Keadaan yang paling menyedihkan
bagi kehidupan manusia bukan perpisahan, bukan kematian, bukan kecewa, bukan, kekalahan,
semuanya bukan.
Keadaan yang paling mengenaskan dan tragis bagi kehidupan manusia adalah pasa saat ia
tidak memiliki pilihan lain lagi, disaat apa boleh buat lagi. Hanya orang-orang yang sudah
berpengalaman saja yang tahu betapa menakutkannya penderitaan tersebut. Bu-ki memahami
keadaan tersebut. Ia menyaksikan Lian lian mendorong tenggorokannya sendiri ke ujung mata
pedang, melihat darah segar memancar keluar dari tenggorokan Lian lian.
Dia pun merasakan pula kesakitan yang luar biasa, seakan tubuhnya kena tertusuk pula.
Tusukan itu tidak menembusi tenggorokannya, tusukan itu menembusi ulu hatinya, kumohon
kepadamu, lepaskanlah dia. Ia sedang memohon kepada Tio Bu ki untuk membebaskan
ayahnya? ataukah sedang memohon kepada ayahnya untuk membebaskan Tio Bu ki?
Siapapun tidak tahu. Namun kekuatan yang terkandung dalam perkataan itu, justru jauh lebih
besar dari pada pedang mustika macam apapun yang ada di dunia ini.
Gadis itu hanya berharap dengan kematiannya bisa mendapatkan rasa kasih sayang dan
pengampunan dihati masing-masing.
Bagi dirinya, kematian bukan se suatu yang luar biasa.
Dia cuma berharap dapat membiarkan meraka tahu bahwa antara mati dan hidup sebenarnnya
tidak terdapat suatu perbedaan yang seserius apa yang mereka bayangkan. Pada detik itu juga,
Bu ki merasakan dirinya tergetar dam terpesona oleh ungkapan perasaannya yang begitu
agung.
Pada detik itu juga, hampir saja dia melupakan segala galanya, bahkan rasa dendam kesumat
yang dalam sampai merasuki tulang itupun terlupakan. Pada detik itu jiga, Sangkoan Jin dapat
menggerakkan tangannya untuk membunuh dia. tapi anehnya, justru Sangkoan Jin talah
memberikan kesempatan sekali lagi kepadanya.
966
Menanti dia tergetar sadar dari lamunannya, mendadak dia menjumpai kesempatan yang
diidam idamkan selama ini telah tertera didepan mata.
*****
Lian lian sudah roboh kebawah, terkapar diatas tanah. Sangkoan Jin telah menerjang ke muka,
membungkukkan badan sambil memeriksa keadaannya. Saat itu dia sedang membelakangi Bu
ki. Punggungnya lebar, tusukan yang dilancarkan dalam posisi bagaimanapun, pasti akan
berhasil menembusi tubuhnya. Setiap orang muda pasti suka bermimpi, bermimpi indah,
bermimpi aneka macam.
Bu ki termasuk masih muda. Dalam suatu impian indah yng pernah dialaminya, keadaan
semacam ini sudah pernah dilihatnya. Dalam genggamannya masih terdapat pedang, musuh
besarnya sedang berjongkok membelakanginya, menunggu tusukan itu menembusi tubuhnya.
Tapi impian semacam itu benar benar terlalu berkhayal.... impian yang indah selalu terasa
seditik berkhayal.
Belum pernah dia mengharapkan impian semacam ini berubah, manjadi kenyataan, sungguh
tak disangka impian tersebut ternyata kini menjadi suatu kenyataan.
Musuh besarnya sedang berjongkok membelakanginya. Kebetulan juga ditangannya terdapat
pedang, kesempatan semacam ini mana boleh dia lewatkan dengan begitu saja? Mana bisa ia
lewatkan.
Semua penderitaan dan siksaan yang pernah dialami, semua kesedihan dan rasa dendam yang
membara didada, membuatnya tidak menyia nyiakan kesempatan tersebut denagn begitu saja.
Cahaya pedang berkelebat lewat, tahu tahu pedang itu sudah berada ditangan, Anehnya,
pedang tersebut sama sekali tidak ditusukan kedepan.
Untung saja pedang itu tidak ditusukkan ke depan, Untung saja Thian masih bersikap cukup
baik kepadanya, sehingga tidak membiarkan pedang itu benar-benar ditusukan kebawah.
967
Noda darah yang membasahi tenggorokan Lian-lian masih belum mengering. Tusukan
tersebut tidak dia lakuakan bahkan lantaran sama sekali tak beralasan.
Sugong Siau hong pernah menyerahkan pebuah harimau kemala putih kepadanya, ia pernah
berpesan, sebelum membunuh Sangkoan jin, harimau kemala putih itu harus diserahkan
dahulu kepada Sangkoan Jin.
Tusukan tersebut tidak ia lakukan, juga bukan sama sekali lantaran asalan tersebut. Dia selalu
adalah seorang yang amat memegang janji, dia telah menyanggupi permintaan Sugong Siauhong,
tapi dalam detik tersebut, pada hakekatnya ia telah melupakan kejadian itu.
Tusukan itu tidak ia lakukan, lantaran dia adalah Tio Bu-ki. Entah masih ada berapa banyak
alasan lagi yang membuat tusukan pedang tersebut tak sanggup dia lakukan.
Ada sebab pasti ada akibat, ada akibat tentu ada sebab.
Walaupun teori in berasal dari agama Buddha, namun banyak peristiwa didunia ini yang
berteorikan demikian.
Sekalipun tusukan tersebut tidak dilanjutkan, mata pedang telah berada tak sampai seinci dari
urat nadi besar dibelakang tengkuk kiri Sangkoan Jin.
Tentu saja Sangkoan Jin dapat merasakan hawa pedang yang menyayat kulit badannya iru.
Tapi ia sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa.
Bu-ki menggenggam gagang pedang itu erat-erat, semua otot hijaunya pada menonjol keluar
semua karena penggunaan tenaga terlampau besar.
Dia berusaha keras untuk tidak memandang Lian-lian yang terkapar diatas tanah, sepatah
demi sepatah katanya:
“Sangkoan Jin, berpaling kau, pandang aku, aku hendak menyuruh kea melihat jelas siapakah
aku?”
Sangkoan Jin tidak memjawab pertanyaan itu, delang sejenak kemudian ia baru berkata
dingin:
968
“Aku sudah melihat jelas tentang dirimu, sejak kau berumur sepuluh tahun sudah melihat
dirimu sejelas jelasnya, sekarang aku tak perlu melihat lagi”
“Kau sudah tahu siapakah aku?” paras muka Bu-ki agar berubah.
“Sejak kau melangkah masuk ke dalam benteng keluarga Tong, aku sudah tahu siapakah kau”
Tiba-tiba dia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan: “Tio Bu ki, kau tidak
seharusnya datang kemari”
Paras muka Bu ki segera berubah. Andaikata Sangkoan Jin sudah tahu siapa kah dia sejak itu,
kenapa ia tidak membongkar rahasianya? Ia menampik untuk memikirkan pertanyaan itu.
Pada hakekatnya dia tidak percaya akan pengakuannya itu.
“Bila kau anggap dirimu benar benar bisa membohongi kami, maka keliru besar pendapat itu”
ucap Sangkoan Jin,
“kau bukan cuma memandang rendah diriku, juga memandang rendah orang orang keluarga
Tong”
Suaranya bertambah dingin dan kaku: “Sekarang, kau seharusnya sudah mati sebanyak empat
kali” Bu ki tidak berkata apa apa, dia hanya tertawa dingin tiada hentinya.
Ia masih tetap belum mau percaya, apapun yang diucapkan Sangkoan Jin, ia menolak untuk
mempercanyainya.
Kembali Sangkoan Jin Berkata: “Kau mengakui dirimu sebagai Li Giok-tong, berasah dari
dusun Ki si Si-tou-cun, pada saat itu juga seharusnya kau telah mati”
“Oya?”
“Kau belum mati, karena orang yang diutus untuk menyelidiki asal usulmu itu talah disuap
orang, disuap agar merahasiakan keadaan yang sebenarnnya”
“siapa yang telah menyuapnya?” tak tahan Bu ki bertanya.
“Seorang yang masih belum menginginkan kematianmuu”
969
Persoalan ini merupakan persoalan yang selama ini tidak dipahami oleh Bu ki, mau tak mau
dia harus mengakui, tampo hari dia memang benar benar lolos dari elmaut.
Sangkoan Jin kembali berkata: “Malam pertama baru saja tiba di sini, ternyata kau berani
seorang diri menyelidiki benteng keluarga Tong”
Suara pembicaraan itu seperti mengandung hawa amarah yang berkobar kobar, terdengar ia
melanjutkan: “Kau anggap benteng keluarga Tong ini seebagai suatu tempat macam apa?
Nyali mu benar benar terlalu besar!”
Mau tak mau Bu ki harus mengakui kembali, sebenarnnya saat itupun dia bakal mati. Dia
tidak mati karena ada orang telah memancing pergi penjaga penjaga disekitar sana.........
Seseorang yang masih tidak menginginkan kematiannya.....
“Andaikata tiada orang yang membantumu membunuh Siau-po, kaupun bakal mampus !”
“Kenapa?” tak tahan Bu-ki bertanya.
“Sebab kau tak akan membunuhnya, kau pasti akan berusaha untuk mencari akal agar dia
dapat meloloskan diri, karena kau sudah tahu kalau orang itu adalah mata mata Tay-hongtong
yang diselundupkan kemari”
Dengan ujar dingin ia melanjutkan: “Tapi bila kau tidak membunuhnya, berarti kau bakal
mampus”
“Apakah Tong Koat juga telah berhasil memcari tahu asal usulnya yang sebenarnya?”
“Dia menyuruh kau membunuh Siau po karena dia hendak mencoba dirimu, dia jauh lebih
lihay dari pada apa yang kau banyangkan selama ini”
Tiba-tiba sambil tertawa dingin dia melanjutkan: “Lui Ceng-thian?”
“Kau anggap dia dapat bekerja sama denganmu untuk bersama sama menghadapi benteng
keluarga Tong? Padahal ia sudah bersiap-siap untuk menjual dirimu kepada orang lain, sebab
baginya, orang itu jauh lebih berguna dari pada dirimu”
970
“Untung saja ada orang mengetahui kejadian ini, dan membantuku untuk membinasakan Lui
Ceng-thian?” kata Bu-ki.
“Benar”
“Apakah Sian-po juga dibunuh orang itu?”
“Benar”
“Diakah orang yang tidak menginginkan kematianku? Kalau bukan dia, aku sudah mati
sebanyak empat kali?”
“Benar!”
Tiba tiba Bu ki menutup mulutnya rapat-rapat. Sebenarnnya dia masih mempunyai banyak
persoalan yang hendak ditanyakan, paling tidak ia harus mengetahuinya. Siapakah orang itu?
Dan siapa pula namanya?
Darimana Sangkoan Jin bisa mengatahui semua persoalan ini? Dia tidak bertanya.
Padahal dia memang bertanya, sebab tanpa bertanyapun dia sudah mengetahui jawaban dari
kedua buah persoalan.
Tapi dia menolak untuk mempercanyainya. Menolak untuk mengakuinya.
Bagaimanapun juga, dia harus membunuh Sangkoan Jin. Sudah terlalu besar pengorbanan
yang dia berikan untuk persoalan itu.
Dia tak dapat merubah tekadnya lagi walau karena alasan apapun juga.
Sayang bagaimanapun juga dia adalah manusia, seorang manusia yang mempunyai pikiran
dan perasaan, ada banyak persoalan memang tak usah dia tanyakan, namun tak bisa tidak
untuk memikirkannya: Tiba tiba ia menemukan tangannya sedang gemetar pedangnya juga
sedang gemetar karena bagaimanapun juga dia toh masih terbayang juga akan persoalan yang
menakutkan itu.
Apakah orang yang empat kali menolongnya adalah Sangkoan Jin ?
Tapi, mengapa Sangkoan Jin hendak menolongnya ?
971
Ia tak berhasil menemukan setitikpun alasannya.
Cahaya pedang berkilauan, mau tak mau dia harus bertanya kepada diri sendiri.
Kalau pedang ada yang bermata dua, apakah persoalan inipun ada pula bagian yang
berlawanan ?
*****
RAHASIA HARIMAU KEMALA PUTIH
PEDANG mestika ada yang bermata dua, sebiji mata uang ada bagian depan dan ada pula
bagian kebalikannya, ada banyak persoalan kebanyakan mempunyai bagian muka serta
kebalikannya ...... kecuali kebenaran, hampir setiap persoalan pasti ada.
Sudut pandangan yang di lihat Bu-ki dalam persoalan ini adalah :
Sangkoan Jin telah membunuh ayahnya, mengkhianati Tay hong tong, tidak jujur, tidak setia
kawan, dosanya tak terampuni.
Kesemuanya itu merupakan kenyataan dengan bukti yang jelas, tiada orang yang dapat
membantah lagi. Dia tak menyangka sama sekali kalau peristiwa ini masih mempunyai sudut
pandangan yang lain.
Perduli apakah Sangkoan Jin telah menolongnya atau tidak, perduli apa sebabnya Sangkoan
Jin telah menolongnya, hal tersebut tetap sama saja.
Dia masih tetap akan membunuh orang ini.
Tapi ketika dia bertekad hendak turun tangan, mendadak teringat olehnya akan Harimau
kemala putih.
Mengapa Sugong Siau hong menitahkan kepadanya untuk menyerahkan harimau kemala
putih tersebut kepada Sangkoan Jin sebelum ia membunuhnya ?
Rahasia apakah yang terdapat didalam Harimau kemala putih itu ?
Harimau kemala putih itu masih ada.
972
Setiap waktu setiap saat dia selalu menggembol Harimau kemala putih itu, cukup tangan itu
merogoh ke dalam saku, benda tersebut segera akan di didapatkan.
Sekarang ia telah menggenggam Harimau kemala putih itu ditangannya.
Tangannya yang lain masih tetap menggenggam pedang.
Bagaimanapun juga ia hendak membunuh Sangkoan Jin lebih dulu.
Bagaimanapun juga, dia harus menyerahkan Harimau kemala putih ini kepada Sangkoan Jin
lebih dulu.
Dalam hatinya timbul pertentangan batin yang saling bertolak belakang, otot-otot hijau di atas
tangannya sudah menonjol keluar semua karena kelewat tegang.
Mendadak ..... “Bluum!” ternyata Harimau kemala putih itu sudah diremasnya hingga hancur.
Harimau kemala putih yang tampaknya kuat dan keras dipandang dari luar ini ternyata
bagaikan kuncu yang yang tampaknya lemah lembut saja, dalamnya ternyata kosong
melompong.
Hanya bedanya saja, isinya bukan kejahatan atau kemunafikan melainkan segulung kertas
dengan sebuah rahasia.
Sebuah rahasia yang mengejutkan sekali.
Sebuah rahasia yang cukup untuk merubah nasib banyak orang, juga merubah kehidupan dari
Tio Bu-ki.
Kertas yang disembunyikan dalam Harimau kemala putih itu ternyata ditulis sendiri oleh
ayahnya, surat yang di tulis sendiri oleh Tio Kian menjelang kematiannya.
Apa yang tertulis di sana merupakan sebuah rahasia besar yang mimpipun tak akan disangka
orang.
Tentu saja yang ditulis olehnya merupakan suatu kenyataan yang tak dapat dibantah lagi.
Peristiwa ini terjadi pada hari baik yang cocok untuk melakukan pelbagai kegiatan tahun itu.
973
Pada waktu itu Pek lek tong telah bergabung dengan keluarga Tong di propinsi Szechuan,
kekuatan mereka yang berlipat ganda sudah tak mampu di bendung lagi oleh kekuatan Tay
hong tong.
Waktu itu keadaan Tay hong tong kian kemari kian bertambah rendah dan merosot.
Apabila tidak terjadi suatu penemuan aneh, asal Pek lek tong dan keluarga Tong melancarkan
serangan bersama, tidak sampai tiga bulan, Tay hong tong pasti akan hancur berantakan tak
karuan.
Waktu itu, tongcu dari Tay hong tong yakni Im hui yang Im loya cu sedang menutup diri,
bagaimanapun gawatnya situasi ini, mustahil ia bisa menampilkan diri untuk menyelamatkan
Tay hong tong, maka tanggung jawab inipun jatuh di pundak Tio Kong, SUgong Siau hong
dan Sangkoan Jin.
Tentu saja mereka tidak dapat duduk tenang di rumah sambil menantikan terjadinya
penemuan aneh.
Sudah barang tentu mereka lebih-lebih tak dapat membiarkan Tay hong tong hancur musnah
di tangan lawan.
Oleh sebab suatu kejadian aneh tak mungkin bisa muncul, terpaksa mereka harus
menggunakan suatu ‘siasat aneh’
Mereka teringat kembali dengan suatu cerita pada jalan Cun ciu Cian kok tempo dulu, teringat
akan pengorbanan para ksatrianya demi menyelamatkan negera dari kehancuran.
Mereka teringat pula diri Niat Ceng, Sin Ko, Ko Kiang lei dan Kou Cian.....
Beberapa orang itu ada yang mengorbankan diri demi membunuh raja lalim, ada yang beradu
jiwa bersama musuhnya. Ada yang mengandung derita dan sengsara demi membalaskan
dendam negara.
Walaupun cara yang dipergunakan orang-orang itu berbeda, namun pengorbanan mereka
semuanya gagah dan perkasa.
974
Demi Tay hong tong, merekapun tak sayang untuk mengorbankan diri.
Maka rencanapun segera di atur dan di putuskan....
Untuk menyelamatkan bahaya yang mengancam Tay hong tong, mereka harus melakukan
beberapa macam pekerjaan.
Berusaha untuk memecah belah kerjasama Pek lek tong dengan keluarga Tong, menyuap anak
buah mereka dan menciptakan pertumpahan darah dalam tubuh mereka sendiri.
Berusaha untuk mengorek rahasia pihak lawan, mencari cara yang paling jitu untuk
menghadapi senjata rahasia beracun dari keluarga Tong serta mencuri resep obat dari keluarga
Tong.
Menyelidiki dan menemukan mata-mata serta pengkhianat dalam tubuh Tay hong tong
sendiri.
Untuk melaksanakan beberapa persoalan ini maka harus ada seorang diantara mereka yang
dapat menyusup ke tubuh lawan serta memperoleh kepercayaan mereka.
Siapakah diantara anggota Tay hong tong yang sanggup melaksanakan tugas ini?
Keluarga Tong jauh berada dengan perguruan-perguruan serta aliran-aliran lain.
Sebab mereka bukan membentuk kelompok atau perguruan karena demi kepentingan
bersama, sebaliknya merupakan suatu kelompok marga, suatu kelompok keluarga yang besar,
bukan saja mereka sudah memiliki kekuatan nyata yang bisa diandalkan, lagipula mempunyai
banyak tahun sejarah yang cemerlang dan patut dipuji.
Bukan suatu perbuatan yang mudah untuk menembusi sampai bagian terdalam dari keluarga
itu, kecuali orang ini bisa memperoleh kepercayaan yang besar dari mereka.
Cara yang paling baik untuk meraih atau mendapatkan kepercayaan dari mereka, adalah
melakukan beberapa macam pekerjaan atau perbuatan yang sudah lama ingin mereka lakukan
namum tak sanggup melakukannya dengan baik.
975
Atau menggunakan suatu benda atau suatu keinginan yang sudah lama ingin mereka dapatkan
namun tidak sanggup untuk mendapatkan barang itu.
Asal barang yang mereka idam idamkan itu kau sodorkan kepada mereka, sudah dapat diduga
seratus persen, mereka pasti akan menerimamu dengan tangan yang terbuka lebar.
Tapi...... timbul kembali suatu masalah baru, mesalahnya yang bukan sembarangan orang bisa
mengetahuinya.
Apakah yang sudah lama diinginkan pihak benteng keluarga Tong, namun sampai kini tidak
berhasil diperolehnya? Yaa, benda apakah itu?
Berpikir akan persoalan semacam ini tanpa tenaga Sugong Sau hong, Sangkoan Jin dan Tio
Kian, beberapa orang gembong dari Tay hong tong ini teringat akan suatu cerita lain.
Suatu cerita yang merupakan inti sari semua rencana dan siasat yang mereka jalankan
selanjutnya. Cerita apakah itu?
Mereka teringat kembali dengan suatu kisah pada jaman dahulu kala ketika seorang panglima
she Huan yang mempersembahkan batok kepalanya kepada musuhnya.
Pihak penglima Huan yang terdesak, telah mempersembahkan batok kepala dari panglimanya
untuk memperoleh kepercayaan dari musuhnya.
Setiap orang, setiap umat persilatan tahu kalau Tio Kian mempunyai dendam kesumat
sedalam lautan dengan keluarga Tong.
Dendam kesumat yang tiada taranya......
Seandainya ada seseorang yang menghantar batok kepala Tio Kian kepada lawanya, dapat
dipastikan dengan angka seratus persen bahwa pihak keluarga Tong pasti akan sangat
berterima kasih kepada orang yang mempersembahkan batok kepala itu.
Yaa, seperti juga kisah di jaman dahulu kala, agar memberi kesempatan baik kepada si Ceng
untuk melakukan pembunuhan terhadap lawannya, Huan ciangkun atau panglima Huan tidak
sayang untuk mengorbankan sebutik batok kepalanya.
976
Dan kini, disebabkan alasan yang tidak
jauh berbeda, Tio Kian pun tidak sayang untuk memenggal batok kepala sendiri dan
mempergunakan batok kepalanya itu sebagai suatu “hadiah” yang tak bernilai harganya bagi
pihak lawan.
Tapi kemudian, timbul kembali sebuah masalah baru, suatu masalah yang lebih pelik:
Siap yang akan ditugaskan untuk berangkat kebenteng keluarga Tong dan mempersembahkan
batok kepala dari Tio Kian tersebut.
Sebab pengorbanan yang bakal dilakukan orang ini, nilai yang pasti dibayar oleh orang ini,
jauh lebih besar dan hebat daripada kematian TioKian sendiri.
Demi mensukseskan jalan pemikiran sendiri demi baktinya kepada organisasi yang disetiai
sampai mati, kematian Tio Kian merupakan suatu pengorbanan yang mata besar dan amat
berharga.
Siapapun akan merasa bahwa kejadian ini bukan sesuatu yang menyiksa batin, bukan suatu
perderitaan.
Sebab sebagai gantinya dia akan memperoleh nama yang harum, rasa kagum semakin tebal
dari setiap anggota organisasinya dari sang pemimpin sampai kebawahannya.
Kematian yang memperoleh imbalan penghormatan dan nama harum bukan suatu
pengeorbanan yang sia sia belaka.
Sebaliknya orang itu, orang yang akan mempersembahkan batok kepala Tio Kian kepada
pihak benteng keluarga Tong?
Bukan saja dia akan menerima sumpah serapah dan caci maki dari setiap manusia yang ada
didunia ini, dia akan dicap sebagai penghianat, sebagai anjing laknat, sebagai manusia rendah
yang tak tahu malu, dia akan dihina orang dicemooh dan diludahi orang.
977
Sebelum duduk persoalan yang sebenarnnya terungkap, sebelumnya khalayak ramai
mengetahui duduk persoalan yang sebenarnnya, dia akan menerima aib tersebut, dia akan
selalu di hina dan diludahi orang.
Bukan terbatas sampai disitu saja, Bukan saja orang ini harus pandai menahan malu, pandai
mengendalikan perasaan, dia pun harus tahan uji, tahan menghindari segala godaan dan
percobaan yang sudah pasti tak terlukiskan besar dan beratnya....
Selain daripada itu, diapun harus tenang, seorang pandai yang pandai membawa diri, otaknya
mesti cerdas, punya kemampuan untuk menghadapi setiap perubahan situasi yang
dihadapinya.
Sebab hanya manusia macam begini yang akan memperoleh kepercayaan dari pihak benteng
keluarga Tong, hanya manusia semacam inilah yang dapat menyelundup ke dalam tubuh
lawan tanpa kuatir diketahui rahasianya oleh orang lain dan tidak kuatir dicuri orang.
Bukan hanya pengorbanan saja yang dituntut oleh orang ini, diapun bakal memikul suatu
beban, suatu tugas yang maha berat, suatu tugas yang tak terlukiskan beratnya....
Lalu siapa yang bersedia mengorbankan diri untuk dihina, dicemooh dan dicacimaki orang?
Siapakah yang bersedia dicap sebagai pengkhianat, sebagai pengecut, manusia rendah?
Siapa pula yang memiliki kecerdasan yang hebat, memiliki kemampuan untuk menghadapi
setiap masalah dengan tenang, mantap dan pandai mengikuti perubahan situasi?
Setelah mencari kian kemari, akhirnya hanya seorang manusia saja yang pantas untuk
melaksanakan tugas ini.
Dia tak lain adalah Sangkoan Jin.
Sangkoan Jin! Manusia ketiga di dalam organisasi Tay hong tong... orang ketiga yang
bertanggung jawab atas keutuhan Tay hong tong.
*****
978
Akhirnya, setelah melakukan pemikiran dan penyusunan rencana yang lama, teliti dan
matang, semuanya barus dilaksanakan dengan tertib.
Mereka jatuhkan pilihannya untuk melaksanakan rencana itu pada saat dilangsungkannya
perkawinan Tio Bu ki yang meriah.
Mereka memilih hari yang sangat baik itu untuk menjalankan rencananya.
Tio Kian, Tio jiya dari Tay hong tong mengorbankan diri dengan memenggal batok kepala
sendiri.
Kemudian, Sangkoan Jin dengan membawa kepala rekannya menyusup ke sarang musuh.
Sedangkan Sugong Siau Hong bertugas untuk menjaga dalam sarang sambil melaksanakan
tugas-tugas rutin.
Demi Tay hong tong, demi kejayaan dan keutuhan organisasi yang mereka cintai, ketiga
orang itu sama-sama telah mengorbankan diri, hanya cara untuk berkorban berbeda satu
dengan lainnya.
Mereka memilih hari baik itu untuk melaksanakan rencananya, karena hari itu adalah hari
baik dari putra tunggal Tio Kian, hari perkawinan dari Tio Bu ki.
Siapakah yang akan menduga, kalau seseorang bakal melakukan perbuatan semacam itu di
saat putranya sedang melangsungkan perkawinan? Ya, ayah manakah yang bakal melakukan
perbuatan nekatnya di saat melangsungkan perkawinan bagi putranya?
Untuk suksesnya rencana mereka, untuk memperoleh kepercayaan penuh bagi keluarga Tong,
mereka benar-benar telah melakukan setiap hal, setiap rencana tersebut secara jitu dan
mematikan.
Selain daripada itu, untuk melaksanakan operasi rencana rahasia ini, merekapun telah
menjanjikan suatu kode rahasia..
Mereka namakan operasinya kali ini sebagai:
Harimau Kemala Putih!
979
*****
Sudah barang tentu, rencana yang mereka susun bersama ini merupakan suatu rahasia yang
besar sekali.
Untuk menjaga keutuhan dari rahasia tersebut, untuk mencegah agar rahasia itu tidak bocor
sebelum dilaksanakan, mereka hanya melibatkan tiga orang saja.
Tentu saja ketiga orang yang mereka libatkan itu merupakan gembong-gembong paling top
dari organisasi Tay hong tong.
Sebab ketiga orang itu tak lain adalah:
Sugong Siau hong, manusia pertama dalam hirarki Tay hong tong.
Tio Kian, otak dari rencana ini.
Sangkoan Jin, pelaksana dari penyusupan tersebut.
Mereka bertekad untuk menutup rahasia ini serapat rapatnya, jangankan terhadap sanak
keluarga mereka sendiri, bahkan terhadap Bu ki sendiri pun hal ini dirahasiakan.
Seandainya Sangkoan Jin telah telah membuhun Tio Kian, akan tetapi putra Tio Kian sama
sekali tidak berusaha untuk melaksanakan pembalasan dendam bagi kematian ayahnya,
siapakah yang tak akan curiga menyaksikan kejadian ini?
Mungkin hanya manusia bodoh saja yang akan percaya dengan keadaan semacam itu.
Oleh karena itu, Tio Bu ki mereka pakai sebagai kunci kesuksesan dari rencana ini.
Mereka hendak menggunakan peranan Tio Bu ki dalam usahanya untuk membalaskan
dendam bagi kematian ayahnya untuk semakin menyaksikan permaian sandiwara mereka.
Asal pihat klenteng keluarga Tong mengetahui akan niat ini dan tahu kalau Tio Bu ki benar
benar berniat sungguh sungguh untuk menemukan Sangkoan Jin serta membunuhnya, mereka
baru akan percaya kalau Sangkoan Jin betul betul telah membunuh Tio Kiam.
980
Seandainya Sangkoan Jin tidak membunuh Tio Kiam mengapa anaknya mati matian
menyelusuri jejaknya dan berusaha untuk membunuh mampus dirinya....?
Itulah sebabnya rahasia ini jangan sekali kali sampai diketahui oleh Tio Bu ki.
Bahkan yang lebih hebat lagi adalah mereka telah bertekad andaikata keadaan terlalu
memaksa, bahkan Bu ki pun bila perlu harus dikorbankan pula...
Prinsip mereka adalah:
Lebih baik mengorbankan satu orang lagi daripada semua rencana dan semua pengorbanan
yang telah mereka susun, mereka laksanakan sampai tengah jalan berantakan tak karuan.
Tapi Sangkoan Jin pun tak boleh mati sebelum selesai melaksanakan tugasnya, atau paling
tidak sebelum rencana yang mereka laksanakan mendatangkan hasil yang diinginkan.
Oleh karena itu, merekapun harus mempertimbangkan kembali hal ini masak-masak.
Seandainya usaha mati matian dari Bu ki untuk menyingkirkan semua penghalang dan
perintang yang dijumpainya berhasil dengan sukses, seandainya dia berhasil menyusul masuk
kedalam benteng keluarga Tong dan menemukan kesempatan baik untuk melaksanakan
niatnya untuk membunuh Sangkoan Jin, apa yang harus mereka lakukan.
Yaa, apa yang harus mereka lakukan?
Jelas hal inipun merupakan suatu masalah pelik yang membutuhkan suatu pemikiran yang
seksama.
Sekali saja mereka salah bertindak maka bisa berakibat porak porandanya semua usaha
mereka selama ini.
Setelah mempertimbangkannya cukup lama akhirnya mereka hanya menemukan sebuah cara
yang terbaik.
Cara yang terbaik itu adalah:
Membeberkan semua duduk persoalan yang sebenarnya kepada Bu ki, agar diapun
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
981
Tapi inipun disertai lagi dengan sebuah catatan dibawahnya:
Apabila keaddan tidak mencapai pada keadaan yang amat kritis, lebih baik jangan biarkan dia
tahu.
Oleh karena sebelum meninggal dunia Tio Kiam telah menulis rahasia ini didalam secarik
kertas dan kertas itu disimpan dalam harimau kemala putih.
Itulah sebabnya sebelum berangkat meninggalkan rumahnya Sugong Siau hong telah
memanggil Bu ki untuk menghadap, kemudian menyerahkan harimau kemala putih tersebut
kepadanya.
Sekarang Bu ki baru memahami segala galanya.
Dia baru tahu kenapa Sugong Siau hong bisa memandang harimau kemala putih itu jauh lebih
berharga dari pada nyawa sendiri.
Yaa, diapun baru tahu akan segala sesuatunya sekarang, ia baru tahu mengapa Sangkoan Jin
begitu sukar ditemukan.
Rupanya segala sesuatunya telah diatur dengan rapi oleh ayah dan kedua rekannya.
Bu ki hanya bisa menghela napas panjang, kecuali menghela napas, apa lagi yang bisa dia
lakukan.
Selama ini dia selalu berjuang dan berusaha untuk menemukan Sangkoan Jin, walaupun
pengorbanan dan siksaan apapun yang harus dihadapi, dia jalani semua dengan saksama dan
teguh.
Apa yang dicarinya selama ini ?
Hanya membalas dendam !
Tapi sekarang.......?
Tapi semua usahanya ini tidak mendatangkan hasil yang diharapkan, ternyata segala
sesuatunya hanya sandiwara belaka.
Bukankah kehidupan manusia didunia ini pun hanya suatu sandiwara belaka......
982
Membayangkan segala sesuatu yang telah dialamainya, Bu ki tertawa getir, yaa hanya tertawa
getir.........
*****
HIDUP TERUS
Sekarang, Harimau kemala putih, lambang dari rahasia tersebut telah hancur lebur.
Tapi tugas yang dibebankan kepadanya belum selesai, tapi pengorbanannya telah
mendatangkan hasil seperti apa yang diinginkan dan diharapkan.
Apa yang berhasil diperoleh Bu ki selama ini?
Apa yang telah didapatkannya setelah mengembara dan berjuan mati matian selama ini?
Ayahnya telah lama mati, entah berada dalam keadaan dan situasi seperti apapun jua, tak
mungkin orang yang telah tiada bisa hidup kembali di dunia ini.
Rumahnya, dimana merupakan tumpuan harapannya selama ini juga telah musnah.
Adiknya, istrinya telah hidup terpisah, hidup tercerai berai entah dimana.
Walaupun perpisahan tersebut hanyalah perpisahan belaka, namun etiap saat kemungkinan
besar akan berubah menjadi perpisahan untuk selamanya.
Calon istrinya yang dicintai, kemungkinan besar kini telah berada didalam pukulan orang lain.
Dulu, ia masih sanggup untuk menahan kesemuanya itu, sebab ia merasa apa yang
dikorbankan itu ada nilainya.
Tapi sekarang?
Sekarang dia telah mengetahui semua rahasia tersebut, pengorbanan yang semula dianggap
sebagai suatu pengorbanan yang berharga, suatu pengorbanan yang tak ternilai harganya, kini
telah berubah sama sekali.
Kini segala sesuatunya terasa berubah menjadi sangat menggelikan hati, membuat orang ingin
tertawa saja.
983
Hampir saja dia tak sanggup untuk menahan diri, hampir saja dia ingin tertawa terbahak
bahak.....
Dia ingin tertawa sampai seluruh isi perutnya tertumpak keluar, kemudian menginjak injak isi
perutnya tadi, mencincangnya dengan pedang hingga hancur berkeping keping, lalu
membakarnya sampai menjadi abu, dan dibuang kedalam gecomberan agar dimakan anjing..
agar manusia yang bernama Tio Bu ki lenyap dari perdaran dunia, lenyap dan musnah untuk
selama lamanya.
Di merasa hanya dengan berbuat demikianlah, panderitaan serta siksaan batin yang
mencekam hatinya selama ini baru dapat terlampiaskan dengan melenyapkan dirinya dari
dunia ini, memusnakan untuk selama lamanya, semua penderitaan tersbut, baru hilang lenyap.
Sayang seribu kali sayang...
Di tak mungkin bisa melakukannya, tak mungkin dia dapat melenyapkan segala sesuatunya
itu...
Karena dia sudah ada didunia ini, dan penderitaan sudah ada didalam hatinya sekarang.
Kenyataan ini tak mungkin bisa dirubah oleh siapapun, persoalan apapun, dan dengan cara
apapun juga.
Sebab kenyataan tetap merupakan kenyataan, sesuatu yang tak mungkin bisa kau hapus.
Sekalipun aku dapat membuhun dirimu, dapat mencincang tubuhmu atau bahkan membakar
tubuhmu dan memberikan sisa tubuhmu untuk makanan anjing, agar kau bisa lenyap dari
dunia ini, tapi kenyataan tinggal kenyataan, tak mungkin kenyataan tersebut dapat berubah
hanya dikarenakan perbuatanmu itu.
Bahkan apa yang dilakukan semisalnya di berbuat demikian, hanyalah suatu tindakan untuk
menyembunyikan diri dari kenyataan belaka.
Tapi siapakah yang sanggup untuk melakukannya?
984
Sekarang dia masih berdiri tegak disitu dengan pedang terhunus, sebilah pedang tajam yang
memancarkan cahaya berkilauan.
Orang yang hendak dibunuhnya pun masih tergeletak, diatas tanah tergeletak tepat diatas
ujung pedangnya itu.
Asal senjata itu dia dorong lebih ke depan niscaya ujung senjata yang tajam itu akan
menembus dada orang itu dan merenggut selembar jiwanya.
Tapi, sanggupkah dia melakukan hal ini?
Orang yang hendak dibunuhnya itu sudah empat kali menyelamatkan jiwanya dari ancaman
bahaya maut.
Empat kali! Suatu jumlah yang tak bisa dikatakan terlalu sedikit, apa lagi menyangkut soal
nyawa.
Pada hal dengan otak jernih dia masih ingat kalau orang yang tergeletak dibawah ujung
pedangnya itu adalah musuh besar pembunuh ayahnya.
Akan tetapi, orang itu justru merupakan tuan penolong yang telah beberapa kali
menyelamatkan jiwanya.
Orang itu jelas dikenali sebagai penghianat, seorang manusia laknat yang rendah akhlaknya
manusa tidak setia, manusia murtad serta seratus macam hinaan lainnya lagi....
Tapi sekarang, dia justru sekarang merupakan kesatria sejati, seorang pahlawan dari
perkumpulannya yang bersedia mengorbankan diri demi kegayaan dan kehidupan Tay hong
tong, seorang manusia yang sedang mengemban tugas berat dari perkumpulannya.
Di hendak membunuh orang ini karena telah membunuh ayahnya, maka ia hendak
membunuhnya telah membalas dendam tapi sekarang.....
Sekarang, bia dia membunuh orang ini sudah dapat dipastikan arwah ayahnya di alam baka
pasti tak dapat beristirahat dengan mata meram.
985
Sebenarnya dia tak segan segannya untuk mengorbankan diri dengan mengorbankan apa-pun
tak segan segannya dia melakukan perbuatan dengan tindakan apapun, asal ia dapat
membunuh orang yang berada dihadapannya sekarang.
Tapi sekarang sekalipun tubuhnya bakal dicincang menjadi hancur berkeping keping tak
mungkin ia dapat mencelakai orang ini lagi, walau hanya seujung rambutnya.
Bayangkan saja betapa besarnya pertentangan batin yang dialaminya sekarang.
Suatu siksaan batin yang tak terlukiskan dengan perkataan apapun.
Siapakah manusia didalam dunia ini yang pernah mengalami siksaan dan penderitaan seperti
ini?
Siapa yang pernah membayangkannya?
*****
PEDANG yang berkilauan tajam itu masih berada dalam genggaman Tio Bu ki.
Tapi hawa pembunuhan yang semula menyelimuti pedang tersebut, kini sudah punah dan
lenyap tak berbekas.
Seandainya sebilah pedang sudah tidak memiliki hawa pembunuhan lagi, maka senjata
tersebut akan berubah ibaratnya sebuah benda mati belaka.......
Siapakah yang akan merasa takut lagi terhadap sebuah benda mati yang sama sekli tidak
mendatangkan perasaan ancaman?
Itulah sebabnya walau pun Sangkoan Jin masih berada dibawah todongan pedang, namun ia
sudah dapat membalikkan badannya.
Sebab dia tahu, pedang tersebut sudah tak dapat digunakan lagi untuk melukai orang.
“Aku mengerti, apa yang sedang kau pikirkan dalam hatimu sekarang....” tiba tiba ia berkata.
“Oya........?”
Hanya sepatah kata. “Seandainya kau bukan kau, melainkan orang lain, mungkin kau telah
membunuhku sekarang, " kembali Sangkoan Jin berkata.
986
“Oooooh.......!”
Hanya suara itu saja yang muncul dari mulut Bu ki.
“Kau tidak membunuhku karena kau adalah Tio Bu ki, walau berada dalam situasi macam
apapun, kau masih dapat mempergunakan otak dan akal sadarmu untuk berpikir, sebab sudah
terluka banyak penderitaan dan siksaan yang telah kau alami banyak percobaan dan tekanan
batin yang kau rasakan, oleh karen itu kau sama sekli berbeda dengan orang lainnya.”
“Oooh......!”
“Oleh karena itu memelihki kelebihan hebat, kelebihan yang tak akan bisa dimiliki oleh orang
lain, maka kau tahu bahwa bagaimanapun juga kau tak dapat membuhuhku dan akupun tak
dapat mati, walau berada dalam situasi seperti apapun.”
“Aku tak dapat membuhuhmu dalam keadaan apapun? Kau tak dapat mati dalam situasi
apapun?” gumam Bu ki.
Walaupun dia sedang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sangkoan Jin, akan tetapi dia
sendiri sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakannya sekarang.
Dia benar-benar tidak tahu apa yang telah diucapkan dan apa yang hendak diucapkan.
Dia merasa dirinya sendiri sepreti tidak memiliki suatu perasaan apapun, seluruh perasaannya
seakan-akan menjadi kaku.
Walaupun suara itu muncul dari dalam mulutnya, tapi suara tersebut kedengaran begitu lirih,
bahkan dia sendiripun merasa seakan akan berasal dari suatu tempat yang jauh sekali, seakan
akan bukan dia yang mengucapkan kata kata itu, bukan dari mulutnya kata-kata itu meluncur
keluar, melainkan dari mulut seorang yang lain.
“Kini kau sudah tahu kalau aku tak dapat mati, maka kau hanya bisa berharap dirimu cepat
mati saja!” kata Sangkoan Jin lagi.
“Oooh....!”
“Kau tahu kenapa aku bisa berkata demikian kepadamu?”
987
Buki hanya menggeleng, selalu menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, ia tak tahu
apa yang musti dikatakan lagi.
“Sebab kau telah beranggapan bahwa penderitaanmu itu hanya bisa dihilangkan dan di
musnahkan dengan metian belaka karena sekarang kau telah beranggapan bahwa kau sudah
boleh mati, sudah boleh melepaskan diri dari kesengsaraan hidup”
“Jadi aku tak boleh mati?”
Pertanyaan ini diajukan oleh pemuda itu dengan wajah tertegun seperti orang bingung.
“Tentu saja tak boleh, kau tak bolehmati, apalagi pada saat seperti ini.”
“Ooooooh....”
“Kau tahu, kenapa kau tak boleh mati?”
Untuk kesekian kalnya si anak muda itu menggeleng.
“Kau tak boleh mati, karena kau masih ada persoalan lebih penting lagi yang harus kau
lakukan”
“Persoalan apakah itu?”
“Kau harus melindungi aku, menggunakan segenap tenaga, pikiran dan perasaan yang kau
miliki untuk melindungi diriku”
Buki segera tertawa lebar.
Ternyata manusia yang telah dianggapnya sebagai musuh paling besar ini telah mengucapkan
perkataan semacam begitu, ternyata musuh besarnya menginginkan agar dia mempergunakan
segenap tenaga, pikiran dan perasaan yang dimiliki untuk melindungi dirinya........
Peristiwa semacam ini benar benar merupakan suatu kejadian yang lucu, suatu kejadian yang
amat menggelikan hati......
Walaupun ia tak sampai tertawa tergelak karena kegelian, paling tidak ia merasa seakan akan
sedang tertawa tergelak.........
988
Mungkin, orang lain menganggap dia seakan akan lagi menangis, tapi ia tak ambil peduli, dia
acuh terhadap kesemuanya itu....
Dia tak ingin pikirannya dibebani oleh persoalan lainnya lagi, sudah cukup penuh dia
menghadapi pelbagai persoalan yang menumpuk dihadapan matanya.......
Terdengar Sangkoan Jin telah berkata lagi:
“Dulu, kau berhasrat sekali untuk membunuh diriku, karena kau berkeinginan untuk
membalaskan dendam bagi kematian ayahmu, sebab kau ingin melaksanakan kewajibanmu
sebagai seorang anak yang berbakti, agar sukma ayahmu dialam baka bisa beristirahat dengan
mata meram.”
“Oooh....”
Setelah sejenak dan menarik napas panjang, Sangkoan Jin berkata lebih lanjut.
“Akan tetapi andaikata aku sampai mat.... apakah pernah kau bayangkan keadaan itu akan
membuat kematian dari ayahmu menjadi sama sekali tak ada artinya lagi?”
“Jadi aku tak dapat membunuh dirimu?” tanya Bu Ki sambil menatap wajahnya lekat-lekat.
“Yaa, bukan saja kau tak dapat membunuhku, kaupun tak boleh membiarkan aku sampai mati
ditangan orang lain.”
“Ooooh...”
“Pernahkan kau bayangkan senadainya aku tidak bersedia untuk melindungi aku, sehingga
akhirnya aku mati dibunuh orang, apapula bedanya dengan mati ditanganmu sekarang? Toh
kedua duanya akan menyebabkan ayahmu mati dengan sia-sia tanpa hasil yang berhasil di
capainya.”
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
“Oleh karen itu, jikalau kau ingin menjadi seorang yang berbakti, jika kau ingin hidup sebagai
orang yang bertanggung jawab kepada orang tua maupun organisasimu, kau harus melindungi
aku, seperti kau berusaha untuk membuhuhku dulu, kau harus berusaha sekuat tenaga,
989
menggunakan segala macam kemampuan serta kekuatan yang kau miliki, tanpa takut
menderita, tersiksa maupun terhina, kau harus melakukan kesemuanya itu dengan segala
kemampuan yang ada, dengan demikian ayahmu baru bisa mati dengan mata meram.”
Bu ki membungkam dalam seribu bahasa, ia benar-benar tak mampu untuk mengucap sepatah
katapun.
Secara tiba-tiba ia menjadi sadar, sesadar-sadarnya, tersadar oleh rangsangan yang kuat dari
kebimbangan dan pikiran yang saling bertentangan dalam hatinya.
Sekarang ia sudah menyadari segala sesuatunya, menyadari betapa tepatnya ucapan dari
Sangkoan Jin dan menyadari pula betapa pentingnya perlindungan yang harus dia berikan
kepada orang yang semula dianggap sebagai musuh besar pembunuh ayahnya ini.
Terdengar Sangkoan Jin berkata lagi:
“Kecuali aku masih ada orang pula yang harus kau lindungi keselamatan jiwanya””
Dia memandang sekejap kearah putrinya, kemudian melanjutkan:
“Kaupun tak boleh membiarkan dia mati lantaran dikau, kalau tidak kau bakal menyesal
untuk selamanya.”
Lian lian belum mati.
Kini darah yang meleleh keluar ari mulut lukanya itu telah membeku dan merapat kembali.
Ayahnya telah menaburkan pupur obat luka paling mujarab disekeliling mulut itu, agar darah
tidak mengalir keluar lagi, agar luka itu segera dapat merapat kembali.
Bagi setiap ahli silat yang berkelana dalam dunia persilatan, dia selalu memiliki sejenis obat
luka pencegah aliran darah yang paling mujarab, obat mujarab yang berhasil digali dan
diciptakannnya seetelah mengalami beberapa kali penderitaan dan siksaan berat, diperoleh
dari pengalaman berat yang dibeli dengan pengorbanan yang tak terlukiskan dengan katakata,
bahkan obat tersebut pasti mereka bawa selalu dibadan entah kemanapun mereka pergi.
990
Sangkoan Jin adalah seorang jago kawakan dari dunia persilatan yang sudah cukup banyak
makan asam garam, pengalman yang dimilikinya tak terhitung banyaknya, oleh karena itu
diapun tak terkecuali.
Kemana dia pergi, kejadian macam apapun yang dia hadapi, tak pernah ia lupa auntuk
membawa serta obat mujarab itu.
Pelan-pelan Bu ki memalingkan kepalanya.
Sesaat kemudian, sorot matanya dialihkan keatas wajahnya, wajah Lian lian yang pucat...
Mendadak... pelbagai ingatan berkecamuk didalam benaknya, dia sekan-akan menyaksikan
pula bayangan tubuh Hong nio dan Cian cian muncul pula dihadapan mukanya.
Gadis-gadis tersebut seperti juga nasib Lian lian, setiap saat, setiap detik, kemungkinan besar
mereka bakal mati lantaran dia, mati karena persoalannya...
Mereka tak boleh mati, karena mereka semua tidak bersalah, mereka semua sama sekali tidak
tersangkut dalam persoalan ini.
Tiba-tiba timbul satu tekad yang kuat dari dalam hati Bu-ki, dia bertekad hendak melindungi
mereka semua, melindungi dengan sepenuh tenaga, melindungi keselamatan jiwa mereka.
Sekarang, walaupun Harimau kemala putih sudah hancur, namun rencana “Harimau kemala
putih” harus dilaksanakan terus sampai berhasil.
Mendadak Bu-ki berpaling, menatap wajah Sangkoan Jin lekat-lekat, kemudian sepatah dia
berkata :
“Aku pasti tak akan mati!”
Jawaban tersebut sama sekali tidak diluar dugaan Sangkoan Jin, sebab dia selalu menaruh
kepercayaan penuh terhadap Bu-ki.
“Aku pasti akan hidup lebih lanjut!” janji Bu-ki.
Suaranya penuh dengan keyakinan dan kebulatan tekadnya:
“Bagaimanapun juga, aku akan hidup terus di dunia ini, aku pasti akan hidup terus.”
991
“Aku percaya!” Sangkoan Jin manggut-manggut.
*****
Kisah Harimau kemala putih ini menceritakan tentang suatu pergolakan persaan manusia
didalam hati kecilnya.
Suatu pergolakkan antara perasaan dengan akl budi, pertentangan antara persaan cinta kasih
dengan kewajiban atau tanggung jawab, dan pertentangan antara cinta dan dendam.
Walaupun sepanjang kisah ini banyak terjadi liku-likunya persoalan serta segala macam
perubahan dan kejadian yang tak terhitung banyaknya, namun selalu dan selama pertentangan,
batinlah yang akan membuat gejolaknya perasaan manusia.
Dan itulah yang dialami oleh tokoh cerita kita Tio Bu-ki.
Kini pertentangan didalam batin Tio Bu-ki telah terikat menjadi suatu tali simpul sebuah tali
simpul mati.
Maka cerita itupun akan berakhir sampai disini lebih dulu.
Tapi Tio Bu-ki masih harus melanjutkan hidupnya.
Ia harus memperjuangkan terus kehidupannya untuk melepaskan diri dari pelbagai belenggu
yang mengikat dirinya.
Bagaimanapun juga dan apapun juga yang bakal terjadi, yang pasti cepat atau lambat tali
simpul mati yang terbenam di dalam hati kecilnya itu harus dilepaskan dan dibebaskan.
Itulah sebabnya, cerita inipun pasti akan dilanjutkan lebih jauh ....
Bagi pembaca sekalian yang menanyakan tentang nasib selanjutnya dati Tio Bu-ki, Hong-nio,
Bian-cian, Lian-lian, Ci-peng, Long-au, Tong-koat dan sepasang bocah kembar yang aneh
tapi menyenangkan itu, harap menantikan selalu kisah selanjutnya tentang mereka........
Nah, pembaca yang budiman, kisah “Harimau kemala putih” akan saya akhiri sampai disini
dulu, dan sampai jumpa lain kesempatan.
Tamat________
992
Anda sedang membaca artikel tentang Harimau Kumala Putih 5 dan anda bisa menemukan artikel Harimau Kumala Putih 5 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-5.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Harimau Kumala Putih 5 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Harimau Kumala Putih 5 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Harimau Kumala Putih 5 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-5.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar