Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 19 September 2011

1
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 1
Langit makin lama semakin menggelap, senja sudah lama lewat, dari ujung jalan
tiba-tiba muncul empat ekor kuda yang sedang dilarikan dengan kencang.
Makin lama kuda itu semakin mendekat dan penunggangnya makin lama semakin
jelas pula wajahnya.
Mereka terdiri dari empat orang, dua orang gadis dan dua lelaki.
Gadis yang berjalan paling depan berwajah cantik jelita bagai bidadari dari
kahyangan, dengan potongan tubuh yang ramping, ia adalah ketua dari suatu
organisasi besar dalam dunia persilatan, Bau-hoa-lengcu Nyo Hong-ling
julukannya. Di belakangnya mengikuti seorang lelaki kekar berwajah gagah dan
seorang gadis yang tak kalah pula kecantikan wajahnya, sedang dipaling belakang
mengikuti pula seorang pemuda sastrawan yang bertubuh lemah lembut serta
berwajah tampan.
Empat ekor kuda dengan empat orang penunggangnya yang aneh, melarikan
binatang tunggangannya itu menuju ke arah utara dengan kecepatan yang sangat
tinggi, tampaknya ada suatu urusan penting yang sedang mereka lakukan. Kurang
lebih belasan li kemudian, sampailah mereka di mulut sebuah lembah, si gadis
cantik atau Nyo Hong-ling itu segera menggebrak kudanya menerjang masuk ke
dalam lembah tersebut.
Tiga orang rekannya dengan cepat mengikuti pula di belakangnya menerjang
masuk ke dalam lembah tersebut.
2
Beberapa li kembali dilewatinya dengan cepat, akhirnya sampailah mereka di
depan sebuah kuil San sin-bio yang sudah bobrok, Nyo Hong-ling melarikan
kudanya ke arah sana, melompat turun dari kudanya dan melepaskan pelananya.
Tiga orang rekannya, meski merasa heran sekali dengan tindakan yang dilakukan
gadis itu, namun tak seorangpun yang buka suara, dengan cepat mereka menuruti
perbuatannya itu dengan menurunkan pelana dari atas kuda.
Memandang kuda jempolan itu, Nyo Hong-ling menghela napas pelan, gumamnya.
"Kalau kubunuh, rasanya terlalu kejam, dibiarkan hidup hanya akan meninggalkan
titik terang bagi pengejar-pengejar kita, aihh..... entah bagaimana baiknya?"
"Apakah kita akan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki?" tanya lelaki
bertubuh kekar itu.
"Ya, terpaksa kita harus berbuat demikian sebab tindak tanduk kita telah
menimbulkan perhatian dari lawan."
"Kau maksudkan orang-orang dari lembah tiga malaikat?"
"Sampai saat ini kita belum bisa menemukan bukti yang nyata, tapi yang pasti
mereka telah lama mengejar kita berempat.."
"Apakah diantara pengejar kita terdapat seorang gadis berbaju putih yang
menunggang kuda putih?" sela gadis berbaju hijau.
"Kalian berjumpa dengan mereka?" tanya Nyo Hong ling.
"Aku berjumpa dengannya ketika mereka sedang menanti kedatangan nona
ditempat pertemuan yang telah nona tentukan itu." jawab lelaki bertubuh kekar.
Lelaki ini she Tong bernama Thian hong, dia cukup tersohor dalam dunia
persilatan. Gadis baju hijau yang mendampinginya tadi she Khi bernama Li ji,
sedangkan pemuda sastrawan yang berwajah tampan itu bernama Buyung Im seng.
Mereka bertiga telah mengadakan suatu kontak rahasia untuk bertemu di suatu
tempat untuk menyelidiki letak dari lembah tiga malaikat yang belakangan ini
meraja lela dalam dunia persilatan.
Terdengar Nyo Hong ling bertanya lagi. "Tindakan apa yang dilakukan oleh
perempuan berbaju putih itu?"
"Ia bertanya kepada kami sekalian, mengapa ditengah malam buta begini duduk
ditengah pegunungan yang sepi."
"Lantas apa jawabanmu?"
"Aku lantas membohonginya, aku bilang kami akan pergi ke kota Kay-hong untuk
berkunjung ke rumah Be toa sianseng, oleh karena kuda kami terluka pada
kakinya, maka terpaksa beristirahat di sana." Setelah berhenti dan termenung
sejenak, dia melanjutkan. "Agaknya perempuan itu cukup memahami persoalan
dunia persilatan, setelah ku singgung nama Be toa sianseng dari Kay hong, dia
lantas membalikkan kudanya dan pergi."
"Kalau begitu, urusan sudah amat jelas sekarang, sudah pasti mereka berniat
untuk menguntit jejak kita berempat."
3
"Apakah kalian berdua juga telah berjumpa dengan gadis yang berbaju putih itu?"
Tong Thian hong balik bertanya kemudian. "Ya, kami telah berulang kali berjumpa
muka dengannya, malah sudah mengalami beberapa kali penghadangan ditengah
jalan yang memaksa terjadinya pertarungan, itulah sebabnya Tong Siau pocu
terpaksa harus menunggu agak lama."
"Aku sih tak menjadi soal," jawab Tong Thian hong sambil tertawa. "Yang pantas
dikasihani adalah nona Ki, ia merasa amat gelisah sekali."
"Hm, kau mengatakan siapa yang gelisah?" seru Ki Li-ji dengan cepat.
Menyaksikan wajah si nona yang galak bercampur gelisah itu, Thian hong
tersenyum dan tidak bicara lagi.
Nyo Hong ling lantas memandang sekejap ke arah Ki Li ji, lalu katanya. "Li-ji,
mengapa sikapmu terhadap Tong Sou pocu begitu tak tahu sopan?" Belum sempat
Ki Li ji menjawab Tong Thian hong telah berkata lagi. "Aah, tidak menjadi soal,
nona Ki dan aku sudah terbiasa saling bergurau."
Nyo Hong ling termenung kembali sesaat lamanya, sesudah itu dia menyahut
kembali.
"Dua orang manusia yang berbaju hitam menghadang kami itu memiliki ilmu silat
yang tangguh, tapi kami yang terpaksa harus merahasiakan identitas enggan untuk
turun tangan dengan sepenuh tenaga, kami sengaja bertarung seimbang dengan
mereka, benar juga, orang yang bertarung dengan Buyung kongcu itu sendirinya
menghentikan pertarungan setelah pertempuran berlangsung ratusan gebrakan
kemudian."
Sorot matanya dialihkan sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian melanjutkan.
"Kasihan saudara Buyung, kalau kita mengerahkan segenap tenaga untuk melawan
seseorang yang berilmu tinggi, keadaan masih muda dikuasai, tapi bila harus
bertarung seimbang melawan seseorang yang berilmu cetek tanpa memberi
kesempatan kepada musuh untuk mengetahui rahasia kita, apa lagi berlagak
kepayahan agar lawan percaya, mungkin perbuatan ini harus dilakukan sepuluh
kali lipat lebih payah bila dibandingkan untuk melawan seseorang yang berilmu
tinggi."
"Yaa, waktu itu aku memang kepayahan sekali sampai mandi keringat, susah juga
untuk berlagak seperti seorang yang berilmu cetek," sahut Buyung Im seng.
"Apakah nona tidak turun tangan?" tanya Ki Li ji
"Waktu itu aku sedang menyaru sebagai kacung bukunya, maka seorang kacung
buku juga berilmu?"
Mendengar itu, Ki Li ji diam-diam berpikir.
"Siapa suruh kau menyaru sebagai kacung buku? Coba kalau seperti aku,
menyambar sebagai saudaranya, tentu akan lebih bebas untuk bergerak ....."
Sementara itu Tong Thiang hong telah memeriksa cuaca dan bertanya.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?"
4
"Kita akan beristirahat sebentar di sini," kata Nyo Hong ling, bereskan pelananya,
jangan lupa untuk bekerja yang cermat hingga tidak meninggalkan bekas,
kemudian kita harus menyaru kembali dengan dandanan yang lain, agar tidak
menimbulkan kecurigaan mereka terhadap identitas kita.
"Apakah Lembah tiga malaikat terletak di sekitar tempat ini?" tanya Tong Thian
hong.
"Aku tak terlalu yakin, menurut apa yang diketahui, agaknya lembah tiga malaikat
sudah tidak jauh letaknya, sebab penjagaan disekitar tempat ini sangat tangguh
dan berlapis-lapis."
"Jadi nona sendiripun kurang tahu?"
"Aku tak berani memastikan, cuma kita harus mencari akal agar mereka yang
membawa kita kesana."
"Agar mereka yang membawa kita kesana? pikir Tong Thian hong, "gampang
memang untuk dibicarakan, tapi untuk melakukan mungkin akan mengalami
kesulitan."
Terdengar Nyo Hong ling berkata lagi.
"Persoalan paling penting yang sedang kita hadapi sekarang adalah bagaimana
menyelesaikan ke empat ekor kuda ini."
"Bila tak ingin meninggalkan bekas, hanya ada satu cara untuk kita, bunuh ke
empat ekor kuda ini lalu di kubur di sini."
"Cara itu baik sih baik, cuma rasanya kelewat kejam."
"Kecuali berbuat begini, apakah nona mempunyai cara lain yang lebih baik?"
"Lepaskan mereka ke atas hutan dan biarkan mereka beradu nasib sendiri."
"Daripada dilepaskan di gunung, mengapa tidak dilepaskan saja dalam dusun,
paling tidak mereka bakal ditemukan orang dan dipeliharanya."
"Betul, inilah cara yang paling baik!"
"Kalau begitu, akan kulepaskan ke empat ekor kuda ini lebih dulu"
"Tak usah terburu napsu" tukas Nyo Hong ling, "menanti kami sudah berangkat, ke
empat ekor kuda itu baru dilepaskan."
Tong Thian hong termenung sejenak, kemudian menjawab.
"Perkataan nona memang benar!"
Pelan-pelan dia lantas duduk ke lantai.
"Menurut berita yang berhasil ku kumpulkan" kata Nyo Hong ling lagi, "lembah
tiga malaikat yang misterius itu letaknya ada dibukit Tay hu san di tengah sungai
Hu sian kang, letaknya tak jauh dari kota Kang ciu....!
"Apakah orang-orang Lembah Tiga Malaikat yang berkata demikian?"
"Yaa, cuma aku masih agak sangsi."
"Nona menganggap kata-kata dari anggota Lembah Tiga Malaikat itu bohong
semua?" tanya Buyung Im seng.
5
"Itu sih tidak, aku cuma berpikir mengapa ia harus bicara terus terang? Aku telah
menyelidiki keadaan dibukit Tay hu san tersebut, bukit tersebut merupakan bukit
karang yang berdiri ditengah sungai Hu sian kang, di atas bukit selain jarang sekali
terdapat pepohonan, yang ada hanya batu cadas yang berbentuk aneh, tempat itu
merupakan sesuatu tempat yang gersang dan berbahaya, aku heran kenapa
Lembah Tiga Malaikat bisa memilih tempat semacam itu sebagai markas besarnya?
"Ucapan nona memang benar" kata Tong Thian hong," menurut pendapatku bukit
Tay hu san memang tidak cocok untuk dipakai sebagai markas besar yang
memerintah seluruh dunia persilatan."
"Padahal nona beranggapan bahwa ucapan dari anggota Lembah tiga malaikat itu
tidak bohong" sambung Buyung Im seng. "Inilah yang membuat orang tak habis
mengerti."
"Aku sudah menanyakan persoalan ini pada belasan orang anggota tiga lembah
malaikat mereka semua menjawab kalau perguruan mereka ada di lembah Tay hu
san, hal ini membuktikan kalau di atas bukit Tay hu san tersebut benar-benar
memang terdapat sebuah markas."
"Seandainya dibukit Tay hu san benar-benar terdapat sebuah Seng tong (markas),
bukankah kita bisa menemukan secara gampang?"
Nyo Hong Jing tertawa hambar, sahutnya. "Cuma markas tersebut sudah barang
tentu bukan markas besar Lembah Tiga Malaikat yang sesungguhnya."
"Aaaiii.... " Ki Li ji menghela napas panjang, aku benar-benar dibuat kebingungan,
kalau memang di atas Tay hu san terdapat markas, mengapa pula markas itu
bukan markas yang sesungguhnya?"
"Sam seng Tongcu adalah seorang manusia yang begitu licik, bukan hanya musuh
saja yang telah mereka tipu, bahkan orang sendiripun juga turut mereka tipu."
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Dewasa ini kita hanya bisa memeriksa keadaan di bukit Tay hu san, seandainya
terbukti bahwa dugaan kita benar, maka kita harus berusaha dengan
menggunakan cara lain untuk menemukan markas mereka yang sesungguhnya."
Ada suatu hal yang membuat aku tak habis mengerti," ujar Buyung Im seng pula,
"mereka mempunyai organisasi yang sangat besar serta jumlah anggota yang
banyak, diantaranya sudah pasti banyak terdapat jago lihay, kalau markas besar
mereka benar-benar tak ada dibukit Tay hu san, padahal atas pertanyaan nona
kepada orang banyak mereka mengatakan markasnya ada dibukit Tay hu san, ini
membuktikan kalau paling tidak di sana pasti tinggal banyak sekali jago-jago
lihay."
Nyo Hong ling berpikir sebentar, kemudian menjawab.
"Justru disinilah letak kelihaian mereka, ternyata bukan saja mereka bisa
membuat musuh salah menganggap markas besar mereka berada di bukit Tay hu
san, sekalipun sebagian besar anak buahnya juga percaya kalau markas mereka
berada di bukit Tay hu san, mereka sengaja hendak menciptakan suatu anggapan
6
yang keliru, agar musuh serta anak buahnya penuh dengan siasat yang diaturnya
ini."
"Kalau dilihat dari keadaan bukit Tay hu san, aku juga tidak percaya kalau pihak
Sam seng bun (Lembah Tiga Malaikat) membangun markas besarnya disana, sebab
tempat itu adalah sebuah tempat yang gersang dan tandus, lagi pula selain harus
menggunakan perahu sebagai sarana pengangkutannya, boleh dibilang tiada jalan
lain untuk melewatinya, cuma selain itu aku tidak berhasil menjumpai alasan lain
yang membuat mereka tidak membangun markasnya di bukit tersebut."
Nyo Hong ling termenung sejenak, lalu berkata.
"Selain Sau pocu katakan sebagai tempat yang tandus, masih ada sebuah alasan
lagi yang lebih penting, pemimpin dari Sam seng bun ini jelas adalah seorang
bajingan licik yang tiada taranya dikolong langit, bukan saja setiap langkah yang
mereka lakukan diatur secara rapi, bahkan mempersiapkan pula jalan mundur bagi
dirinya sendiri, aku telah mencoba dengan berbagai cara tapi tidak berhasil untuk
membuktikan manusia macam apakah yang disebut Tiga Malaikat tersebut? Dalam
keadaan demikian, andaikata Sam seng bun mengalami kegagalan, kemusnahan
atau kehancuran, yang benar-benar terbasmi hanya anak buahnya belaka, sedang
pemimpin mereka tetap bersembunyi dibalik kegelapan, mereka tetap tidak
kehilangan kedudukan serta nama baiknya dalam dunia persilatan."
Tong Thian hong agak tertegun sesudah mendengar perkataan itu, serunya
kemudian.
"Setelah mendengar kata-kata dari nona ini, aku jadi teringat pula akan satu
persoalan....."
Tiba-tiba ia merasa salah berbicara, sehingga buru-buru membungkam kembali.
Melihat kegugupan orang, baik Nyo Hong ling maupun Buyung Im seng segera
mengetahui persoalan itu pasti merupakan suatu rahasia hatinya, maka
merekapun tidak mendesak lebih jauh.
Berbeda dengan Ki Li-ji, sambil berkerut kening ia segera mendesak, tanyanya.
"Kau teringat soal apa? Mengapa tidak kau lanjutkan?"
Tong Thian hong menjadi tersipu-sipu, serunya gugup. "Soal ini, soal ini, cayhe..."
"Hey, kenapa sih kau ini?" Ki Li ji semakin keheranan.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Tong Thian hong berkata. "Berhubung
soal ini menyangkut persoalan ayahku, bila kukatakan nanti harap kalian
mengingatnya saja didalam hati dan jangan diberitahukan lagi kepada orang lain."
Satu ingatan segera melintas dalam benak Buyung Im seng, diam-diam pikirnya.
"Jangan-jangan benteng keluarga Tong mempunyai hubungan dengan pihak Sam
seng bun? Kalau memang demikian, persoalan ini pasti akan merupakan persoalan
yang merepotkan...."
Sementara itu terdengar Tong Thian hong telah berkata kembali, "Ayahku pernah
memberitahukan kepadaku..."
"Lagi-lagi berhenti," sela Ki Li ji, "Hmm.... kalau bicara mencla-mencle, sedikitpun
tidak memiliki sifat jantan seorang lelaki."
7
Nyo Hong ling segera berkata. "Kami bersedia merahasiakan persoalan ini, tapi bila
sau pocu merasa ada kesulitan untuk disampaikan lebih baik tak usah dibicarakan
lagi."
Melihat Nyo Hong ling bersedia untuk memegang rahasia, Tong Thian hong baru
berkata. "Bila saudara sekalian bersedia menutup rahasia, tak ada salahnya bagiku
untuk mengutarakan keluar."
Sesudah termenung sejenak, dia kembali pada kata-katanya. "Ayahku bilang, pihak
Sam eng bun telah cukup memberi muka kepada benteng keluarga Tong kami,
selain mengizinkan kami orang-orang keluarga Tong untuk berkelana dalam dunia
persilatan, juga tidak mendesak kami lagi untuk bergabung dengan perguruan Sam
seng bun, maka aku diminta agak berhati-hati bila berkelana didalam dunia
persilatan, berusaha keras untuk menghindari bentrokan dengan pihak Sam seng
bun, sebab pengaruh Sam seng bun terlampau besar dan tersebar di seluruh dunia
persilatan......."
Berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia membungkam kembali.
KI Li ji sedang mendengar kan pembicaraan itu dengan seksama, ketika tiba-tiba
Tong Thian hong berhenti berbicara lagi ditengah jalan, ia menjadi gusar sekali,
sambil tertawa dingin serunya.
"Hai, apakah kau punya penyakit sinting?"
Nyo Hong ling dan Buyung Im seng memang ingin mengetahui kata-kata
selanjutnya, merekapun tidak mencegah gadis itu mengomel.
Tong Thian hong tertawa jengah, katanya kemudian.
"Ayahku telah memberitahukan sepatah kata kepadaku, ia berpesan bilamana aku
sedang bertarung dengan musuh tangguh, aku disuruh mencari peluang yang baik
dan tanpa menimbulkan kecurigaan untuk mengucapkan sesuatu kata sandi,
seandainya pihak lawan bukan anggota Sam seng bun, ia pasti tak akan memahami
arti dari perkataan itu, sebaliknya jika dia adalah orang Sam seng bun, sudah pasti
dia akan segera pergi, sehingga suatu kesalah pahaman sudah pasti tak akan
terjadi."
"Ohhh.......... begitukah? Apakah perkataan itu?"
"Perkataan itu aneh kedengarannya, aku sendiri juga tidak memahami artinya,
seperti sepotong kata sandi, seperti juga sepotong bait syair, pokoknya kata-kata
tersebut bisa membuat orang tidak habis mengerti."
"Apakah sau pocu merasa keberatan untuk mengutarakannya keluar?" tanya Nyo
Hong ling.
"Boleh saja aku ucapkan kata-kata tersebut, cuma aku minta kalian jangan
sembarangan menggunakannya."
Nyo Hong ling segera tersenyum.
"Sau pocu tak usah kuatir, Sam seng bun mempunyai organisasi yang amat rapat
dan sempurna, andaikata kata sandi itu bukan diucapkan oleh sau pocu, berita ini
8
dengan cepat akan tersiar sampai di markas besar mereka, aku pikir kejadian ini
bisa menimbulkan ketidak beruntungan bagi keluarga Tong kalian."
"Ucapan Hoacu memang benar, usia ayahku sudah lanjut, aku memang tidak ingin
mendatangkan bencana kemusnahan buat keluarga Tong kami..."
"Kesulitan sau pocu dapat kami pahami sekalipun tidak kau katakan, kami juga
takkan menyalahkan dirimu."
Tong Thian hong termenung sejenak, kemudian berkata. "Mungkin kata sandi itu
akan bermanfaat bagi kalian untuk memahami perguruan Sam seng bun, asal
kalian tidak menggunakannya sewaktu menghadapi mush, tiada salahnya bagiku
untuk mengutarakannya keluar."
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Kata sandi itu adalah Seng tong
sembilan pintu, delapan penjuru adalah tanah terlarang!"
"Seng tong sembilan pintu, delapan penjuru tanah terlarang?" gumam Ki Li ji,
"Kata-kata ini pada hakekatnya tidak bisa dihubungkan satu dengan lainnya."
"Akupun berpendapat demikian, rasanya tiada hubungannya satu dengan lainnya."
kata Tong Thian hong, "mungkin justru lantaran tidak adanya hubungan ini, maka
baru menimbulkan perhatian orang lain."
Tiba-tiba Nyo Hong ling memejamkan matanya dan tidak menggubris beberapa
orang itu lagi.
Ki Li ji segera mengulapkan tangannya memberi tanda dan berbisik. "Kalian
jangan bicara lagi, Hoa cu sedang menggunakan kecerdasan otaknya untuk
memecahkan arti dari ucapan tersebut."
Untuk sesaat lamanya, suasana di arena itu menjadi sepi, sedemikian heningnya
sampai tak kedengaran suara ringkikan kuda berkumandang datang dari balik
kuil, menyusul kemudian terdengar suara derap kaki kuda yang ramai
berkumandang memecahkan keheningan, tampaknya ke empat ekor kuda itu
seperti mengalami kekagetan sehingga melarikan diri dari situ.
Serentak Buyung Im seng dan Tong Thian hong melompat ke udara dan secepat
kilat menerjang keluar dari kuil tersebut.
Di bawah cahaya bintang, tampaklah beberapa ekor kuda sedang melarikan diri
menjauhi tempat itu.
Buyung Im seng hanya memandang sekejap ke arah kuda-kuda yang lari menjauh
itu, mereka tidak melakukan dan pelan-pelan membalikkan badannya.
Hampir pada saat yang bersamaan, Tong Thian hong juga menghentikan gerakan
tubuhnya dan saling bertukar pandang sekejap.
Dari balik kegelapan pelan-pelan muncul sesosok bayangan manusia yang tinggi
besar, di tangannya masing-masing menghela seekor macan kumbang.
"Sudah lama aku mendengar nama besar sungguh beruntung hari ini kita bisa
saling bersua!"
Pa-jin, Li Tat mendengus dingin, dengan suara serius balik tanyanya.
"Siapa pula engkau?"
9
Baru saja Tong Thian hong hendak menyebutkan namanya, tiba-tiba satu ingatan
melintas dalam benaknya, ia lantas berpikir.
"Sekarang aku harus merahasiakan identitasku jangan sampai namaku ketahuan
orang"
Berpikir demikian, sambil mengulapkan tangan kanannya ia menjawab.
"Aku tidak lebih hanya seorang prajurit tak bernama, sekalipun kusebutkan
namaku, belum tentu kau akan mengenalnya."
Sementara itu Buyung Im seng juga sedang berpikir.
"Diantara sekawan binatang buas, macan kumbang adalah jenis binatang yang
terganas, orang ini berjuluk Pa jin, si manusia macan kumbang, apalagi menuntun
dua ekor macan kumbang besar, sudah pasti dia bukan manusia baik-baik.
Sementara ia masih berpikir sampai di situ, Li Tat dengan dingin telah berkata:
"Kalau toh kau bisa mengetahui namaku, berarti kau bukan seorang manusia
sembarangan, mengapa kau tak berani mengucapkan namamu yang
sesungguhnya?"
"Seandainya aku menyebutkan sebuah nama secara sembarangan, memangnya kau
tahu?"
Si Manusia macan kumbang Li Tat segera mendongakkan kepala dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaahhhhaaa.....hahhhh....hahhh...... tampaknya kau sudah bosan hidup!"
"Sudah lama kudengar kau memiliki kepandaian melatih macan kumbang yang
cukup lihai, bisa membuat binatang buas menuruti perintahmu, hari ini bila aku
bisa menyaksikan kehebatanmu itu, sungguh merupakan suatu keberuntungan
bagi kami berdua."
Manusia macan kumbang Li Tat mendengus dingin.
"Hmmm! Sepasang macan kumbangku ini terlatih sekali dan pandai bekerja sama
untuk melawan musuh, sekalipun kau memiliki kekuatan untuk menaklukkan
harimau menjinakkan singa, belum tentu dianya itu sanggup untuk menghindari
serangan sepasang macan kumbangku ini.
Kembali Buyung Im seng berpikir.
"Tampaknya ia marah oleh perkataan Tong Thian hong, tapi belum juga
melepaskan macan kumbangnya, mungkin ia bermaksud untuk menggertak kami
lebih dulu..."
Sementara ia masih termenung, Tong Thian hong telah mengulapkan tangannya
seraya berkata.
"Aku juga tahu kalau kepandaianmu sebagai pawang macan kumbang tiada
taranya di dunia ini, memberi perintah macan kumbang seperti memerintah
tentara, cuma..."
"Cuma kenapa?"
10
Tong Thian hong menepuk pelan telapak tangannya, sambil tertawa ujarnya.
"Cuma didunia ini masih terdapat juga manusia yang tidak takut dengan macan
kumbang andai kata aku mampus di bawah cakar macan kumbangmu itu, anggap
saja nasibku yang jelek tapi bagaimana seandainya macan kumbang kalian yang
terluka di tanganku?"
"Kau tak akan mampu melukai mereka!" jawab Li Tat.
Tiba-tiba dia mengangkat tangan kirinya, macan kumbang yang berada di sebelah
kiri itu segera melompat ke udara dan menubruk ke depan dengan membawa
desingan angin tajam.
Waktu itu Tong Thian hong sudah mengadakan persiapan, telapak tangan kirinya
segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat, sementara
tubuhnya melompat ke samping untuk menghindarkan diri.
Perlu diketahui, ilmu pukulan dari keluarga Tong tersohor karena kemampuan
untuk membunuh kerbau dari seratus langkah, bila ilmu tersebut digunakan untuk
menghadapi macan kumbang maka hal itu malah sangat tepat sekali.
Tapi ia tak berani menggunakannya, sebab ia kuatir identitasnya akan ketahuan
lawan.
Tampak Li Tat mengayunkan tangan kanannya, macan kumbang yang berada di
sebelah kanan itu segera menubruk pula ke depan.
Pada saat itu, macan kumbang di sebelah kiri yang sedang menyerang ke muka itu
memiringkan kepalanya ke samping, wesss! Serangan dari Tong Thian hong tadi
segera menyambar dari sisi tubuhnya dan mengenai ditempat kosong.
Baru gagal dalam serangannya tersebut, Tong Thian hong merasakan cakar tajam
dari macan kumbang yang berada di sebelah kanan itu telah mengancam di depan
dadanya, dengan taring yang tajam makhluk ganas itu siap menggigit tubuhnya.
Tampak Pa Jin Li Tat menarik tangan kirinya, macan kumbang yang menyambar
lewat dari sisi tubuh Tong Thian hong itu segera membalikkan badan dan tanpa
menimbulkan sedikit suarapun menubruk dari punggung orang.
Buyung Im seng hanya memandang jalannya pertarungan itu dari samping,
menyaksikan kesemuanya itu, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, dia
berpikir.
"Kedua ekor macan kumbang ini selain lincah gerak-geriknya, lagi pula bisa maju
mundur secara teratur persis seperti orang yang berlatih ilmu silat, bukan suatu
pekerjaan yang gampang untuk melatih dua ekor macan kumbang seperti itu...."
Tong Thian hong juga turut terperanjat setelah bertarung sekian lama melawan
kedua ekor macan kumbang itu, ia merasa kemampuan dari sepasang macan
kumbang itu bagaikan jago lihai dalam dunia persilatan, rasa memandang rendah
pada lawannya segera dipunahkan dengan menghimpun semua pikiran dan tenaga
dihadapinya serangan-serangan dari macan kumbang tersebut secara serius.
Dalam waktu singkat dua puluh gebrakan sudah lewat, kedua ekor macan kumbang
itu tidak berhasil melukai Tong Thian hong, sebaliknya Tong Thian hong
sendiripun tak berhasil menghantam sepasang makhluk buas itu.
11
Mendadak Pa Jin Li Tat menarik tangannya, dua ekor macan kumbang itu segera
melompat mundur ke belakang waktu itu Tong Thian hong sudah habis
kesabarannya setelah serangan tidak berhasil merobohkan makhluk buas itu, baru
saja ia hendak melancarkan serangan mematikan, tiba-tiba kedua ekor macan
kumbang itu mundur ke belakang, ini membuat hatinya menjadi tercengang, segera
teriaknya.
"Mengapa kau menarik kembali kedua ekor kumbangmu itu? Menang kalah toh
belum ketahuan?"
Tidak banyak manusia di dunia ini yang sanggup menghadapi serangan dari kedua
ekor macan kumbangku ini" kata Li tat dingin, kau sanggup bertarung sebanyak
dua puluh gebrakan melawan mereka tanpa memperlihatkan tanda-tanda
kekalahan, sudah bisa dipastikan kau adalah manusia yang tangguh dalam dunia
persilatan."
Tong Thian hong tertawa dingin dihati, pikirnya. "Hmmm... coba kalau kugunakan
ilmu pukulan Tong Keh sin kun, sedari tadi kedua ekor macan kumbangmu itu
sudah mampus di ujung pukulanku" Dalam hati dia berpikir demikian ujarnya.
"Saudara terlalu memuji."
"Apakah kau bersedia menyebutkan nama aslimu?"
"Aku toh sudah bilang, aku tak lebih hanya seorang prajurit tak bernama,
sekalipun kusebutkan namaku belum tentu kau akan kenal."
"Kalau kau memang enggan menyebutkan namamu, aku tak akan memaksa!" kata
Li Tat dingin.
Tiba-tiba dia membalikkan badan dan melompat pergi, kedua ekor macan
kumbangnya segera pergi pula, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah
lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan punggung Li Tat yang berlalu, Tong Thian hong segera
berpikir dalam hati.
"Orang ini sangat mencurigakan, harus kubiarkan ia pergi atau menghalanginya?"
Tiba-tiba terdengar Nyo Hong ling berseru keras.
"Harap saudara sekalian kembali. Kita harus merundingkan siasat untuk
mengatasi keadaan ini."
Buyung Im seng dan Tong Thian hong segera melangkah balik ke dalam kuil itu.
"Maksud nona apakah Pa jin Li tat ada hubungannya dengan perguruan Sam seng
bun?" bisik Tong Thian hong.
"Aku rasa pasti sudah ada hubungannya....."
"Tahu begitu aku harus melancarkan serangan mematikan untuk membunuhnya,
kini ibaratnya melepas harimau pulang gunung, hanya akan meninggalkan bibit
bencana saja untuk kita."
Nyo Hong ling tertawa.
12
"Ada banyak perubahan situasi yang jauh berbeda dengan ap yang kuduga semula,
aku sendiripun merasa agak bingung, ktia sedang membutuhkan seorang petunjuk
jalan tahu-tahu Pa jin Li Tat muncul tepat pada waktunya coba kalian pikir apakah
keadaan ini tidak mengherankan?"
Tong Thian hong tersenyum.
"Barusan aku kuatir identitasku ketahuan orang, maka aku tak berani
mempergunakan ilmu silat keluarga Tong, siapa tahu justru tindakanku ini
rupanya sangat tepat."
"Setelah aku berpikir berulang kali, maka tiba-tiba saja kurasakan bahwa Tay hu
san seng merupakan suatu jebakan yang besar sekali, bagaimanapun cermatnya
kita menyaru, setibanya ditengah pulau Kang sim hu to tersebut jejak kita pasti
ketahuan."
"Jadi maksud Hoa cu, apakah kita harus membatalkan rencana kita untuk
berkunjung kebukit Tay hu san?"
"Dengan bersusah payah kita berusaha mencari mereka, mengapa kita tidak
membiarkan mereka yang membawa kita ke tempat tujuan?"
Maksud Hoacu, kita akan menguntil di belakang Pa jin Li Tat?"
Tidak, caraku ini rada kelewat menyerempet bahaya tapi rasanya cukup jitu, entah
bagaimana pendapat kalian?"
"Silahkan Hoacu menerangkan lebih jauh."
Nyo Hong ling termenung sebentar, lalu katanya, "Andaikata kita tertawan oleh
mereka, apakah menurut peraturan Sam seng bun kita akan segera dibunuh?"
Mendengar pertanyaan tersebut Tong Thian hong segera berpikir.
"Aaah, benar juga dugaanku, cara yang dia kemukakan sangat menyerempet
bahaya, tak nyana ia bisa menemukan cara semacam itu"
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata.
"Menurut pendapatku, ini tergantung manusia macam apakah yang mereka tawan,
kalau mereka cuma manusia yang tak bernama aku pikir mereka tak akan
menggusur kita ke markas besar, siapa tahu ditengah jalan sudah dibereskan dulu
jiwanya"
Seandainya orang yang mereka tawan adalah Buyung kongcu serta seorang Hoa li
dari Biau hoa lengcu, apakah kedudukan kedua orang ini cukup tinggi? Tentu saja
cukup tinggi!"
"Baik, kalau begitu kita boleh menyaru sekali lagi, aku dan Ki Li ji akan menyamar
sebagai dua orang hoa li dari perguruan Biau hoa bun, sedangkan sau pocu
terpaksa harus turunkan sedikit derajatmu untuk menyaru sebagai pelayannya
Buyung kongcu, kita menyerempet bahaya lagi, siapa tahu kalau lembah tiga
malaikat berhasil kita ketemukan?"
"Ada satu hal yang aku merasa kurang mengerti harap Hoa lengcu bersedia
memberi penjelasan."
"Katakan sau pocu!"
13
"Sewaktu di tawan oleh mereka, jalan darah kita akan tertotok, apakah dalam hal
ini Hoa cu pernah memikirkannya?"
"Sudah!"
"Andaikata mereka tidak turun tangan lebih lanjut, aku percaya kita berempat
memilih lanjut, aku percaya kita berempat memiliki kemampuan untuk
membebaskan diri dari totokan, asal kita diberi waktu selama setengah jam, jalan
darah yang tertotok pasti akan bebas dengan sendirinya, cuma dibalik kesemuanya
itu masih ada satu hal yang amat penting, yakni andaikata kita dihadapkan dengan
suatu ancaman keselamatan jiwa kita, apakah kita akan turun tangan untuk
melancarkan serangan balasan?"
"Tentu saja, kalau kita dihadapkan dengan ancaman jiwa, berpura-pura lebih
jauhpun tak ada gunanya, tapi harus diperhatikan bahwa kita harus meninggalkan
paling tidak dua orang musuh agar bisa dikorek keterangan...."
"ini yang dinamakan sekali timpuk mendapat dua ekor burung kata Tong Thian
hong," bila keadaan terjadi perubahan, kita bisa berusaha untuk membunuh orang
yang menawan kita serta menyamar sebagai anggota Sam seng bun, bukankah
begitu?"
"Benar, aku memang bermaksud demikian!"
Tong Thian hong segera tertawa lebar.
"Baik, kalau begitu aku bersedia menuruti usul dari Hong cu ini!"
Nyo Hong ling mengalihkan sinar matanya ke wajah Buyung Im seng, kemudian
tanyanya.
"Saudara Buyung, bagaimana pendapatmu?"
"Aku setuju!" jawab pemuda itu sambil tertawa.
"Baik! Jikalau kalian berdua telah setuju, mari kita laksanakan menurut rencana,
untuk sementara waktu harap kalian mengundurkan diri lebih dulu, aku dan Li ji
akan menyuruh sebentar."
Buyung Im seng saling berpandangan sekejap dengan Tong Thian hong, kemudian
mengundurkan diri keluar ruangan.
Tak lama kemudian, dari dalam kuil kedengaran Nyo Hong ling berseru.
"Sekarang kalian boleh turun tangan!"
"Saudara Tong, terpaksa menurunkan derajatmu" bisik Buyung Im seng kemudian.
"Pegang janji adalah suatu hal yang amat penting bagi kehidupan seorang manusia,
setelah aku menyanggupi permintaan Hoa lengcu, sudah barang tentu harus
kulakukan janjiku itu."
Penyamaran yang dilakukan Buyung Im-seng paling sederhana, dia hanya
membersihkan obat penyamar di atas mukanya dan memulihkan kembali wajah
aslinya.
14
Sedangkan Tong Thian hong bertukar pakaian dan menyamar sebagai seorang
pelayan.
Baru selesai kedua orang itu menyamar, tiba-tiba terdengar suara auman macan
kumbang yang berpuluh-puluh ekor banyaknya berkumandang datang dari
kejauhan.
Menyusul kemudian muncul beberapa sosok bayangan manusia mengikuti di
belakang rombongan macan kumbang tadi.
Buyung Im seng menengok ke depan, dilihatnya Pa jin Li Tat berjalan di paling
muka dengan di belakangnya mengikuti dua orang kakek berusia antara 50 tahun.
Tong Thian hong melirik sekejap ke arah ke dua orang kakek itu, dengan cepat dia
kenali kedua orang itu sebagai gembong iblis yang amat kesohor namanya dalam
dunia persilatan.
Orang yang berada di sebelah kiri adalah seorang yang bernama Si hu ciang
(pukulan pembetot sukma) Kim Cok, sedangkan orang yang berada di sebelah
kanan itu bernama Liu seng to (golok bintang kilat) Ong Thi san.
Diam-diam terkejut juga hatinya setelah menjumpai kedua orang itu, pikirnya.
"Sungguh lihai pentolan dari Sam seng bun itu, entah dengan cara apakah ia
berhasil membuat jago-jago lihai yang termasyhur akan kekejiannya dalam dunia
persilatan ini takluk kepadanya?"
Sekalipun ia kenal mereka berdua namun tidak menegur secara langsung, rahasia
itu hanya disimpan dalam hatinya belaka.
Terdengar Si hun ciang Kim Cok berada di sebelah kiri berseru.
"Dua orang inikah yang kau maksudkan?"
Walaupun si manusia macan kumbang Li Tat merasa bahwa dua orang yang berada
dihadapannya itu bukan mereka yang dijumpainya tadi, tapi keadaan memaksanya
mau tak mau musti mengakui, terpaksa dia manggut-manggut.
"Benar, kedua orang itu."
Tiba-tiba Kim Cok menerjang maju ke muka, setelah melewati Li Tat, ditatapnya
Buyung Im seng dan Tong Thian hong sekejap dengan sinar mata setajam sembilu,
kemudian tegurnya.
"Siapakah kalian berdua, mengapa ditengah malam buta begini datang kemari?
Mau apa kalian datang ke sini?"
"Aneh benar pertanyaan yang kalian ajukan itu, apakah tempat ini tak boleh
dikunjungi?" sahut Tong Thian hong.
"Dikunjungi sih boleh, cuma harus dilihat dulu kedudukannya serta saat
kedatangannya."
"Huh, sungguh besar amat lagakmu, siapa kau?"
"Si hun ciang Kim cok, ucapanku tidak kelewat bukan?"
"Hmmm, belum pernah ku dengar nama itu"
15
Kontan Kim Cok tertawa dingin, serunya,
"Sekalipun kau belum pernah dengar, sekarang mumpung belum mati, mendengar
agak terlambatpun tak menjadi soal."
Menyaksikan sikap orang, Tong Thian hong lantas berpikir dalam hati kecilnya.
"Bila ku ejek sekali lagi, sudah pasti suatu pertarungan akan terjadi...."
Untuk sesaat dia tak dapat mengambil keputusan, maka ia terus berpaling dan
memandang ke arah Buyung Im seng.
Pelan-pelan Buyung Im seng bertanya.
"Harus berasal dari kedudukan apakah baru boleh datang ke sini ditengah malam
buta begini?"
"Tentu saja harus mempunyai sedikit nama dan kedudukan dalam dunia
persilatan."
"Silahkan kau pertimbangkan sendiri bila kau merasa nama dan kedudukanmu
cukup mengejutkan orang, tak ada salahnya untuk disebutkan. Tapi kalau merasa
nama dan kedudukanmu belum cukup untuk disebutkan, lebih baik tak usah
mencari malu untuk diri sendiri."
Buyung Im seng segera tertawa hambar, katanya "Kalau Buyung Im seng dari
Kang ciu, apakah cukup besar nama serta kedudukannya dalam dunia persilatan?"
"Buyung kongcu?" Kim Cok tampak tertegun.
"Benar, bila nama serta kedudukanku kurang cukup, bagaimana kalau ditambah
dengan nama mendiang ayahku Buyung Tiang kim?"
"Cukup, cukup, hanya nama besar dari Buyung kongcu pun sudah lebih dari
cukup."
"Kalian berdua terlalu memuji, aku masih belum menanyakan nama besar kalian
berdua."
Pengalamannya selama bertahun-tahun membuat pemuda ini pandai sekali
membawa diri. Entah lantaran tergetar oleh sisa pengaruh Buyung Tiang kim
semasa masih hidupnya dulu, entah ia menaruh kesan istimewa terhadap Buyung
Im seng, tiba-tiba Kim Cok menjura seraya berkata "Aku bernama Kim Cok,
mempunyai sebuah julukan yang kurang sedap didengar bernama Si hun ciang!"
Sekalipun Buyung Im seng belum pernah mendengar nama orang itu, ia menjura
pula seraya berseru. "Selamat berjumpa, selamat berjumpa." Tidak menanti Kiim
Cok menyahut, Liu seng to Ong Thi san segera memperkenalkan pula dirinya.
"Siaute bernama Liu seng to Ong Thian san!"
"Sudah lama kudengar nama besar kalian berdua dalam dunia persilatan, sungguh
beruntung bisa saling bersua muka pada malam ini."
"Kemunculan Buyung kongcu didalam dunia persilatan juga sudah lama kami
dengar, tak disangka kita dapat berjumpa hari ini."
Melihat sikap orang yang sopan, Buyung Im seng segera berpikir.
16
"Aku harus berusaha untuk mengobarkan kemarahan mereka hingga terjadi
pertarungan, dengan demikian aku baru dapat kesempatan untuk membekuk
mereka."
Berpikir demikian, dengan dingin ia lantas berkata.
"Ditengah malam buta begini kalian membawa binatang buas datang mengganggu
kami, bahkan membuat kuda kami lari ketakutan, sesungguhnya apa tujuan
kalian?"
"Kalau cuma beberapa ekor kuda sih apa artinya?" jawab Kim Cok sambil tertawa,
"bila kongcu bersedia, besok pagi aku pasti akan mengambilkan kuda-kuda kongcu."
Buyung Im seng kembali berpikir.
"Sikapnya kepadaku begitu ramah dan mengalah, agaknya sulit untuk
melangsungkan suatu pertarungan dengan mereka."
Sambil mendengus dingin segera katanya.
"Aku inginkan kudaku yang telah kalian bikin lari ketakutan itu.....!"
"Baik! Besok pagi pasti kami kembalikan, kami tak akan membuat kongcu menjadi
kecewa."
"Bagus sekali!" kembali Buyung Im seng membatin," kalau kau bersikap begitu
sungkan terus kepadaku, mana mungkin pertarungan bisa dilangsungkan?"
Terdengar Kim Cok telah berkata lagi:
"Tolong tanya berapa ekor kuda kongcu yang telah hilang?"
"Empat ekor!"
Kim Cok segera tersenyum, serunya.
"Kongcu kan cuma dua orang? Kenapa kuda tunggangannya bisa berjumlah
empat?"
"Siapa bilang kami hanya berdua?"
"Bocah keparat" pikir Kim Cok dalam hati," ternyata kau betul-betul pandai sekali,
tampaknya kalau tidak kugunakan kata-kata untuk menjebakmu, sulit untuk
mengorek keterangan dari mulutmu."
Berpikir demikian dengan girang ia lantas melanjutkan.
"Apakah kongcu masih membawa pembantu?"
"Dua orang yang lain adalah temanku!"
"Kalau memang mereka adalah teman Buyung kongcu, sudah pasti kedua orang ini
bukan manusia tak bernama, dapatkah diundang keluar agar berkenalan dengan
kami?"
"mereka jarang sekali melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, sekalipun
kalian bertiga menjumpai mereka juga belum tentu kenal."
17
Kim Cok berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Thi san, kemudian
katanya, "Kalau Buyung kongcu telah berkata demikian, sudah pasti tak bakal
salah lagi, dua orang itu pastilah jago-jago muda dari dunia persilatan..."
"Wah... kalau mereka sudah begitu merendah terus menerus, tentu sukar untuk
menciptakan suatu bentrokan kekerasan," pikir Buyung Im seng.
Terdengar Ong Thi san berkata. "Apakah rekan-rekan seperjalanan Buyung
kongcu....."
"Kenapa?" tiba-tiba serentetan suara merdu menukas.
Ketika menengok ke samping, tampak Nyo Hong ling dan Ki Li ji sedang
melangkah keluar dari balik ruangan kuil. Nyo Hong ling tak mau munculkan diri
dengan wajah aslinya, maka ia menutupi mukanya dengan obat-obatan, sedangkan
Ki Li ji telah memulihkan kembali wajah aslinya.
Kim Cok segera tertawa terbahak-bahak. "Haahhh... hahhh.... hahh... rupanya
mereka adalah dua orang nona."
Ong Thi san segera mengalihkan pandang matanya ke wajah Buyung Im seng,
katanya "Kedua orang ini adalah......."
"Hoa li (anggota perkumpulan) dari perguruan Biau hoa bun!"
Mendengar nama itu, diam-diam Kim Cok terperanjat, segera pikirnya. "Ternyata
pihak Biau hoa bun telah mengikat hubungan dengan Buyung kongcu."
Buru-buru dia menjura seraya berkata.
"Nona berdua, sungguh gagah sekali kalian berdua!"
"Sekarang, aku musti mencari alasan untuk turun tangan terhadap mereka..... pikir
Buyung Im seng.
Sambil tertawa dingin ia lantas berkata.
"Kalian bertiga sudah mengajukan pertanyaan yang amat banyak kepadaku,
sekarang tiba giliranku untuk bertanya kepada kalian bertiga.
"Baik!" kata Kim Cok sambil tertawa, apa yang Buyung kongcu ajukan, sedapat
mungkin akan kami jawab, cuma tempat yang cocok untuk berbicara, bagaimana
kalau duduk sebentar di rumah kami?"
"Kita tak pernah saling mengenal, mengapa aku musti saja mengganggu
ketenangan kalian?"
"Aaaah, empat samudra adalah sama-sama saudara," kata Ong Thi san, "apalagi
sudah lama sekali kami mengagumi nama besar Buyung kongcu.....!"
"Betul!" sambung Kim Cok pula," rumah kami ini adalah terletak tak jauh di
belakang bukit sana, bila kongcu tidak keberatan silahkan berkunjung ke rumah
kami sambil minum teh, Buyung Im seng berpaling dan memandang sekejap ke
arah Nyo Hong ling, kemudian tanyanya.
"Bagaimana menurut pendapat nona berdua?
"Terserah kongcu!" jawab si nona.
18
Buyung Im seng pura-pura berpikir sebentar, kemudian sahutnya.
"Baiklah mengingat kebaikan kalian bertiga kami akan datang mengganggu sekali
ini."
"Baik, mari ikut aku!" kata Kim Cok.
Dia lantas membalikkan badan dan berjalan lebih dulu.
Nyo Hong ling dan Ki Li ji dengan langkah lebar mengikuti di belakang Kim Cok.
Pa jin Li Tat juga membalikkan badannya sambil berlalu dari situ berbareng itu
pula ia memperdengarkan suara pekikan yang amat nyaring. Puluhan sosok
bayangan hitam segera bermunculan dari balik semak belukar dari bebatuan
sekeliling tempat itu, kemudian berlari mengikuti di belakang Li Tat.
Bayangan-bayangan hitam itu bergerak sangat cepat, ketika Buyung Im seng
mengenalinya sebagai macan-macan kumbang yang garang, diam-diam ia merasa
terperanjat, pikirnya.
"Hebat betul orang ini! Tak nyana ia sudah mengatur begitu banyak macan tutul di
sekeliling tempat ini tanpa kami sadari, seandainya ia memberi tanda tadi dan tibatiba
kawanan macan kumbang itu menyerang bersama, sekalipun ilmu silat kami
amat lihaipun belum tentu bisa menghadapi serangan itu.... untung aku tidak
bertindak gegabah tadi."
Berpikir demikian, dia lantas beranjak dan mengikuti di belakang Nyo Hong ling
berdua.
Sedangkan Tong Thian hong sengaja berada di belakang dengan berjalan disamping
Liu seng to Ong Thi san.
Ong Thi san melirik sekejap ke arah Tong Thian hong yang menyaru sebagai
seorang kacung buku itu, lalu pikirnya.
"Orang ini tidak lebih cuma seorang kacungnya Buyung kongcu, tapi begitu berani
ia berjalan di sampingku, Hmmm! Aku harus memberi sedikit pelajaran kepadanya
agar tahu diri."
Berpikir sampai di situ, dengan dingin ia lantas menegur.
"Sudah berapa lama kau mengikuti Buyung kongcu......?"
Tong Thian hong memandang sekejap ke arah Ong Thi san, kemudian jawabnya.
"Belum lama!"
"Oh...... berapa waktu?"
"Belum sampai setengah tahun!"
Kalau begitu ku bukan termasuk pembantu lama dari gedung Buyung hu......?"
"Jelas bukan!" jawab Tong Thian hong. Ketika gedung keluarga Buyung diserbu
orang dulu, laki perempuan tua muda semua anggota keluarga telah dibantai
orang. Buyung kongcu adalah satu-satunya orang yang berhasil meloloskan diri
dari musibah ini."
19
"Kalau begitu kau bersedia secara suka rela untuk menjadi kacungnya Buyung
kongcu?"
Tong Thian hong segera tersenyum.
"Benar!" sahutnya, "tampaknya saudara Ong amat menaruh perhatian kepadaku?"
Ong Thi san semakin naik pitam ketika mendengar dirinya dipanggil saudara,
pikirnya dalam hati.
"Sialan betul orang ini, seorang kacung pun berani menyebut saudara denganku.
Entah aku musti memberi sedikit pelajaran kepadanya." Karena mendongkolnya
dia tidak menggubris Tong Thian hong lagi, dengan langkah lebar dia melanjutkan
perjalanan ke depan.
ooooOOOOoooo
Bagian Kedua
Pada mulanya Tong Thian hong mengira Ong Thi san telah menaruh curiga
kepadanya, dia menyangka pihak musuh sedang berusaha menyelidiki asal
usulnya, maka ketika dilihatnya orang itu berlalu tanpa menggubris dirinya lagi, ia
menjadi senang dan lega.
Begitulah, setelah melewati dua buah bukit sampailah mereka di depan sebuah
perkampungan yang amat luas.
Perkampungan itu dibangun dalam sebuah lembah, empat penjuru sekelilingnya
penuh tumbuh pepohonan yang lebat lagi rimbun, tempat itu merupakan suatu
perkampungan yang rahasia sekali letaknya.
Pintu gerbang perkampungan telah terbuka lebar, sedang Pa jin Li Tat sudah
menunggu di depan pintu.
Kim Cok segera berhenti setibanya di depan pintu, sambil memberi hormat ujarnya.
"Buyung kongcu, silahkan masuk!"
Diam-diam Buyung Im seng mengerahkan tenaga dalamnya mengelilingi seluruh
badan, dengan kesiap siagaan penuh dia melangkah masuk ke dalam ruangan.
Tampaknya sikap Kim Cok terhadap Buyung Im seng amat menghormat, sambil
mengikuti di belakangnya ia berkata.
"Aku sudah lama hidup mengasingkan diri ditempat ini, jarang sekali kami
melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan...."
Tapi aku lihat saudara Kim masih banyak mengetahui tentang kejadian dalam
dunia persilatan sambung Buyung Im seng.
"Yaa, teman-teman lamaku banyak yang mengetahui kami siaute hidup
mengasingkan diri di sini, mereka sering berkunjung kemari dan menginap selama
beberapa hari, dalam kesempatan itu mereka banyak bercerita tentang kejadian
20
dalam dunia persilatan, itulah sebabnya sekalipun sute telah mengasingkan diri
tapi masih banyak mengetahui tentang urusan dalam dunia persilatan."
"Ohh.... kiranya begitu!"
Kedua belah pihak sudah mulai saling membohong, tapi siapapun enggan untuk
membongkar kebohongan lawannya, karena itu dalam pembicaraan tersebut
semuanya berlangsung amat santai.
Masuk ke ruangan tengah, suasana terang benderang bermandikan cahaya lampu,
meja perjamuan telah dipersiapkan di sana.
"Sambil membungkukkan badan Kim Cok berkata:
"Silahkan saudara sekalian mengambil tempat duduk!"
Buyung Im seng berjalan masuk lebih dulu, sambil melangkah ke tengah ruangan
dia mengawasi keadaan di sekeliling tempat itu, tampak di atas dinding sebelah
depan situ tergantung sebuah lukisan gadis yang amat besar, kecuali itu tidak
nampak perabot yang menghiasi di sekitarnya. Dua orang dayang muda berbaju
hijau telah menunggu kedatangan tamunya di dalam ruangan.
"Buyung kongcu, silahkan duduk!" kata Kim Cok sambil mempersilahkan tamunya.
Tanpa sungkan-sungkan Buyung Im seng mengambil tempat duduk dikursi utama.
Nyo Hoa ling segera menarik Ki Li ji dan tanpa sungkan-sungkan mengambil
tempat duduk di hadapan Buyung Im seng.
Kalau Buyung Im seng duduk membelakangi lukisan gadis itu, maka Nyo Hong ling
dan Ki Li ji duduk dengan menghadap ke arah lukisan tersebut.....
Dengan langkah cepat Tong Thian hong segera maju ke depan dan duduk
disamping Buyung Im seng.
Dengan demikian Kim Cok serta Ong Thi san tak dapat memilih tempat duduk lagi,
kedua orang itu saling berpandangan sekejap kemudian masing-masing duduk di
sebelah kiri dan kanan.
Baru saja beberapa orang itu duduk, kedua orang dayang itu telah maju ke depan
memenuhi cawan mereka dengan arak.
Sambil mengangkat cawan araknya, Kim Cok berkata.
"Tempo dulu, sewaktu Buyung tayhiap masih menjagoi dunia persilatan, akupun
berkesempatan mendapat perjamuan dari Buyung tayhiap didalam gedungnya,
maka dengan secawan arak ini akan ku hormat kongcu sebagai tanda terima kasih
kepada ayahmu."
Buyung Im seng mengangkat cawan araknya melakukan suatu gerakan
menghormat, kemudian ujarnya sambil tertawa.
"Aku tidak terbiasa minum arak, maksud baik saudara Kim biar kuterima di hati
saja."
21
Kim Cok sekali teguk menghabiskan isi cawannya, kemudian ia berkata. "Kongcu
tak usah memaksakan diri, aku hanya bermaksud memberi hormat saja
kepadamu!"
Buyung Im seng segera meletakkan cawannya ke meja dan menjura, katanya,
"Kalau begitu kuucapkan banyak-banyak terima kasih kepadamu!"
Ong Thi san menggerakkan sumpitnya dan berkata pula.
"Kalau Kongcu memang tak pandai minum arak, silahkan mencicipi hidangan
kami, hanya masakan gunung yang kurang lezat, harap kongcu jangan
menertawakan." Sehabis berkata dia lantas menggerakkan sumpit dan bersantap
dulu.
Diam-diam Buyung Im seng berpikir.
"Seandainya meracuni hidangan tersebut tak nanti mereka akan bersantap dengan
begitu leluasa, jika aku tidak turut bersantap lagi pastilah mereka akan
memandang rendah diriku."
Berpikir demikian dia lantas menggerakkan sumpitnya dengan cekatan sekali ikut
bersantap tapi yang dimakan adalah hidangan yang telah disantap oleh Ong Thi
san tadi.
Kim Cok ternyata tidak menawari arak lagi sambil memandang ke arah Buyung Im
seng katanya lagi sambil tertawa. "Ketika ayahmu ketimpa musibah, semua umat
persilatan ikut merasa berduka cita, apakah kemunculan kongcu kali ini adalah
untuk menyelidiki, aku kuatir sekalipun berminat juga tak akan mampu untuk
mewujudkannya."
"Bukankah teman-teman ayahmu di masa lalu amat banyak sekali? Bahkan
diantaranya terdapat pula tokoh-tokoh sakti didalam dunia persilatan, asal kongcu
berseru minta bantuan, masakah mereka tak mau munculkan diri untuk membantu
usahamu itu?" Buyung Im seng termenung sejenak, kemudian katanya. "Apakah
Kim locianpwe juga berminat untuk berbuat demikian?"
Agaknya Kim Cok sama sekali tidak menyangka kalau dia akan mengajukan
pertanyaan secara berterus terang, untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun.
"Soal ini? Aku kuatir dengan kepandaian silatku yang biasa-biasa saja, mungkin
tak bisa banyak membantu diri kongcu."
Tiba-tiba Tong Thian hong menyela.
"Seandainya kongcu kami yang memohon bantuanmu?"
KIm Cok segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahhhh.... hahhhh... hahhh...... andaikata Buyung kongcu bersedia memberi muka
kepadaku, sudah tentu akupun bersedia untuk membantu dengan sepenuh tenaga."
Mendengar itu, Buyung Im seng mendesak lebih jauh.
"Terima kasih banyak atas kebaikan Kim locianpwe, dewasa ini aku mempunyai
suatu kesulitan, apakah locianpwe bersedia untuk memberi bantuan.....?"
Desakan yang dilontarkan secara langsung ini dengan kontan saja membuat Kim
Cok tertegun di tempat, sampai lama sekali ia baru bisa berkata.
22
"Persoalan apa itu?"
"Kim locianpwe, bukankah kau sudah lama berkenalan dalam dunia persilatan?
Tentunya kau mengetahui bukan tentang perguruan Sam seng bun?
"Buyung kongcu tak usah sungkan-sungkan sebutan locianpwe tak berani ku
terima, meski aku lebih tua beberapa tahun, silahkan Kongcu menyebut Khim heng
saja kepadaku, ini sudah lebih dari cukup."
Setelah mendehem pelan, terusnya.
"Mengenai perguruan Sam seng bun, aku memang pernah mendengar orang
membicarakannya, cuma setelah banyak tahun mengasingkan diri persoalan dunia
persilatan yang kuketahui pun bertambah sedikit, aku cuma mendengar orang
berkata bahwa Sam seng bun merupakan kekuatan yang terbesar didalam dunia
persilatan dewasa ini, mengenai masalah selanjutnya, aku kurang begitu paham."
"Konon didalam perguruan Tiga malaikat tersebut bukan saja banyak jago lihai
yang telah menjadi anggotanya, bahkan memiliki organisasi yang amat rahasia,
bila tidak mengetahui cara mengadakan kontak, sekalipun ada orang dari Sam seng
bun yang berada disamping kitapun tidak kita sadari, benarkah itu?"
Didesak oleh ucapan Buyung Im seng yang tajam bagaikan pisau itu, hampir saja
Kim Cok tak sanggup mengendalikan diri, sambil tertawa paksa katanya,
"Soal itu sih saya kurang tahu!"
Buyung Im seng segera tertawa hambar.
"Tampaknya saudara Kim tidak berniat sungguh-sungguh untuk membantu diriku!
"Bukannya begitu, bila Buyung kongcu akan membalaskan dendam untuk kematian
ayahmu, tentu saja aku bersedia untuk membantu, tapi perguruan Sam seng bun
toh bukan musuh besar pembunuh ayahmu!"
Buyung Im seng segera berpikir didalam hati .
"Bila ku desak dirinya lebih jauh, sudah pasti keadaan akan berobah menjadi kaku
dan tidak menggembirakan "Berpikir demikian, sambil tertawa dia lantas berkata.
"Saudara Kim tak usah kuatir, aku tak lebih cuma bertanya saja, aku tahu bahwa
saudara Kim sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan,
sekalipun kau benar-benar bersedia membantuku, aku juga tak akan berani
mengusik ketenanganmu."
Merah padam selembar wajah Kim Cok karena jengah ujarnya agak tersipu-sipu,
"Asalkan Kongcu telah berhasil menemukan pembunuh ayahnya sampai waktunya
aku pasti akan datang ditempat kejadian dan membantu dirimu.
Tiba-tiba Ong Thi san bangkit berdiri, lalu katanya. "Harap kalian duduk sebentar,
aku ingin mengundurkan diri sebentar!"
"Silahkan saudara Ong!" cepat Kim Cok berseru. Ong Thi san segera menjura dan
melangkah keluar dari ruangan dengan tindakan lebar.
Memandang hingga bayangan Ong Thi san lenyap diluar ruangan, Buyung Im seng
segera beranjak, katanya.
23
"Kami sudah menunggu kalian cukup lama, maksud baik kalian tak akan
kulupakan, nah kami sekalianpun ingin mohon diri pula." Kim Cok menjadi amat
gelisah, serunya cepat-cepat.
"Kongcu, mengapa kau harus terburu napsu? Duduklah sebentar, lohu masih ada
persoalan ingin dibicarakan."
"Persoalan apa?" tanya Buyung Im seng sambil tersenyum.
Kim Cok mendehem pelan, kemudian sahutnya
(Bersambung ke jilid 2)
24
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 2
PERSOALAN tentang lembah tiga malaikat itu tiba tiba saja lohu teringat akan
beberapa hal.
Tubuh Buyung Im-seng yang telah bangkit berdiri itu segera duduk kembali,
katanya: "Kalau begitu aku siap mendengarkan penjelasanmu."
Kim Cok sendiri juga mengerti, apabila ia tidak singgung masalah lembah tiga
malaikat pada saat ini, mungkin sulit untuk menahan Buyung Im-seng di sana.
Maka katanya:
"Setengah tahun berselang, seorang teman lamaku kebetulan berkunjung
menengok ku"
"Tentunya temanmu itu secara kebetulan adalah anggota Sam-seng-bun, maka ia
mengetahui banyak tentang latar belakang perguruan itu. Betul bukan ?" Sambung
Tong Thian-hong.
Dengan dingin Kim Cok memandangi sekejap Tong Thian hong, agaknya ia hendak
mengumbar hawa amarahnya, tapi dengan capat perasaan itu ditekan kembali,
sambungnya: "Teman lamaku ini apakah benar-benar anggota Sam-seng-bun atau
bukan, lohu kurang tahu. Tapi ia memang banyak membicarakan masalah Samseng-
bun dengan lohu."
"Apa saja yang dibicarakan ?"
"Katanya seluruh dunia persilatan akan mengalami perubahan besar, sudah tentu
beberapa tahun Sam-seng-bun memupuk kekuatan secara diam-diam paling lama
dua tahun lagi, paling cepat satu tahun kemudian seluruh dunia persilatan pasti
akan terjatuh ke tangan mereka."
"Dia masih banyak membicarakan persoalan lain, sayang sudah terlalu lama
kejadian ini berlangsung, sehingga lohu sendiripun sudah banyak yang lupa."
25
"Terima kasih atas petunjukmu !" kata Buyung Im-seng, dia lantas beranjak dan
berlalu dari situ dengan langkah lebar.
Dengan cepat Kim Cok menghalangi jalan perginya, dia berseru:
Buyung Kongcu, kau hendak pergi kemana ?"
"Apa yang hendak Kim-seng katakan sudah habis diucapkan, sedang apa yang bisa
kudengar juga sudah selesai kudengar, tentu saja aku hendak memohon diri !"
"Kongcu, silahkan duduk dulu, mungkin bila kupikirkan beberapa waktu lagi ada
banyak persoalan yang bisa kuingat kembali."
"Tapi sayang aku sudah tidak mempunyai banyak waktu lagi untuk menunggu,
harap Kim-heng pikirkan secepatnya, bila dalam seperminuman teh kau masih
belum berhasil mengingat apa-apa, aku tak akan menunggu lagi." Kim Cok
termenung dan berpikir sejenak kemudian katanya: "Yaa, yaa, aku sudah teringat
lagi, dia masih memberitahukan suatu hal kepada lohu."
"Persoalan apa ?"
"Dia bilang separuh bagian jago lihay yang ada didalam dunia persilatan ini telah
menggabungkan diri dengan perguruan Sam-seng-bun dalam dunia persilatan
sudah tiada kekuatan lain lagi yang bisa menghalangi niat Sam-seng-bun,
sekalipun ayahmu Buyung tayhiap hidup kembalipun percuma saja."
"Apakah saudara Kim percaya dengan perkataannya itu ?"
"Sebenarnya aku tidak percaya, tapi setelah dijelaskan pelbagai masalah besar
lainnya, mau tak mau aku menjadi percaya juga."
"Jikalau kau sudah percaya, sepantasnya kalau menggabungkan diri dengan
perguruan Sam-seng-bun." sindir Tong Thian-hong.
"Pertama karena aku sudah mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan.
Kedua sekalipun aku ingin bergabung juga harus ada yang mengantar, maka... "
Buyung Im-seng tertawa lebar, tukasnya: "Kalau atap tidak terjatuh tak akan
pecah, seorang panglima perang besar kemungkinan akan tewas di medan laga,
kalau toh saudara Kim sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan lebih baik
jagalah diri dengan waspada, jangan sampai mendapat suatu akhir yang
mengenaskan"
Kim Cok tertawa terbahak bahak ; "Haa... haah... haahh.. tapi bila tidak bergabung
dengan perguruan Sam-seng bun, besar kemungkinan kita akan mampus semakin
cepat lagi."
Buyung Im-seng tertawa dingin, katanya: "Setiap manusia mempunyai tujuannya
sendiri-sendiri, aku pun tak ingin banyak membujukmu lagi."
Kongcu, apakah kau mempunyai urusan penting lainnya ?"
"Kalau pembicaraan tidak mencocoki, banyak bicarapun tak ada gunanya, aku tak
ingin berdiam lebih lama lagi."
"Kalau memang begitu, akupun tak berani memaksa lebih jauh, cuma harap kongcu
menunggu sebentar, akan kuberi tanda dulu kepada Li Tat agar menyingkirkan
macam-macam kumbangnya, daripada kongcu kena dilukai nanti."
26
"Sekalipun aku menunggu lebih lama lagi belum tentu mereka bisa datang kemari."
"Kongcu, apa kau bilang ?"
"Aku bilang, orang-orang yang lebih garang dari binatang buas buas yang sedang
kau tunggu itu, aku rasa saudara Kim tak usah repot-repot lagi "
Melihat keadaan semakin runyam, terpaksa Kim Cok menarik mukanya seraya
berkata: "Seorang bocah yang masih muda belia, mengapa kata katanya begitu tak
tahu sopan santun ?"
Yang dikuatirkan Buyung Im-seng justru kalau dia dihantar keluar dari situ
dengan hormat, sebab kalau sampai demikian keadaannya, untuk mencari garagara
pasti akan sulit sekali. Oleh sebab itu, ketika pihak lawan berubah wajah, ini
justru berkenan dihatinya, maka sambil tertawa katanya: "Saudara Kim
maksudkan diriku?"
"Tentu saja kau !"
Tiba-tiba Tong Thian -hoang menerjang maju ke depan, serunya: "Besar amat
nyalimu, sungguh berani mendamprat kongcu kami !"
Telapak tangan kanannya segera diayunkan ke depan melepaskan sebuah pukulan
dahsyat.
"Bagus !" Seru Kim Cok. "Lohu akan memberi pelajaran dulu kepada kau si
pelayan, kemudian baru memberi pelajaran kepada majikannya!"
Sambil mengayun tangan, dia sambut datangnya serangan tersebut.
Serangan yang dilakukan kedua orang itu hampir diayunkan pada saat yang
bersamaan, "Blaaam... !" suatu bentrokan segera terjadi.
Hasil dari bentrokan kekerasan tersebut, baik Tong Thian hong maupun Kim Cok
sama-sama mundur selangkah.
Dengan bentrokan kekerasan tersebut, maka kedua orang itu lantas tahu kalau
kekuatan mereka seimbang alias setali tiga uang.
Diam-diam Kim Cok merasa terkejut, pikirnya: "orang ini tidak lebih cuma seorang
pembantunya Buyung kongcu, mengapa ilmu silatnya luar biasa hebatnya? Kalau
begitu Buyung kongcu sendiri pasti luar biasa!"
Berpikir demikian, ternyata serangan yang kedua tidak lagi dilancarkan.
Dalam anggapannya semula, sekalipun tidak berhasil melukai musuhnya dengan
serangan tersebut paling tidak bisa memberi pelajaran kepada orang itu, siapa
sangka dia sendiri malahan terdorong mundur selangkah ke belakang.
Dengan kening berkerut Buyung Im seng juga sedang berpikir.
"Tujuan kami adalah menangkap hidup-hidup diri mereka, tapi Tong Thian hong
telah saling beradu kekerasan dengannya, harapan tersebut tampaknya sukar
untuk diwujudkan."
Tapi berada di hadapan Kin Cok ia merasa sukar untk memberi teguran, hal mana
membuat hatinya merasa amat bersedih hati.
27
Pada saat itulah, tiba tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat tahu-tahu
Nyo Hong ling dan Ki Li ji sudah melompat keluar melewati beberapa orang.
Belum sempat buyung Im seng menegur Ki Li ji telah membalikkan badan sambil
menubruk ke arah Kim Cok.
Sepasang tangannya dipergunakan bersama, dalam waktu singkat dia sudah
melancarkan empat buah serangan berantai.
Ke empat buah serangan itu dilancarkan secara berurutan dan seakan akan
dilancarkan tanpa berhenti, hal ini memaksa Kim Cok secara beruntun harus
mundur sejauh empat langkah.
Paras muka Kim Cok segera berubah hebat, katanya dengan dingin: "Buyung
kongcu, memandang di atas wajah ayahmu lohu tak ingin turun tangan keji
padamu, tapi sobat dan anak buah kongcu bila mendesak terus menerus, jangan
salahkan kalau lohu tak akan mengenal belas kasihan lagi !"
Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng lantas berpikir: "Dia tersohor sebagai Si
hun ciang, sudah pasti dia hendak mempergunakan ilmu pukulan membetot sukma
itu!"
Sementara dia masih memutar otak untuk mencari jawaban yang tepat, Tong Thian
hong telah berebut berkata lagi: "Saudara memiliki ilmu silat apalagi yang disebut
hebat? Mengapa tidak digunakan semua ? Dengan kepandaian yang kau miliki itu,
aku percaya masih sanggup untuk menyambutinya sendiri, tak usah kau mengusik
kongcu kami.
Pelan-pelan Kim Cok mengangkat tangan kanannya ke tengah udara, paras
mukanya juga turut berubah menjadi serius sekali.
Buyung Im seng mencoba untuk mengamat-amatinya, ia tengah saksikan telapak
tangan kanan Kim Cok yang sudah diangkat ke udara itu lamat-lamat
memancarkan cahaya merah yang kehijau-hijauan.
Tampak Kim Cok mengayunkan tangan kanannya dan langsung menghajar ke
tubuh Tong Thian hong.
Rupanya Tong Thian hong sudah tahu kalau dia telah mempergunakan ilmu
pukulan si-hun ciang, agak sangsi hatinya, dia tak tahu hatinya dia tak tahu
sampai dimanakah kelihaian ilmu pukulan itu dan harus menghadapinya dengan
cara yang bagaimana.
Sementara sekujur badan Nyo Hong ling gemetar keras, kemudian roboh
terjengkang ke atas tanah, Tong Thian menjadi tertegun, baru saja dia hendak
membangunkan gadis itu, tiba-tiba terdengar bisikan lirih berkumandang di sisi
telinganya. "cepat tutup napas dan melindungi denyut nadi!"
Suara itu adalah bisikan Nyo Hong ling dengan ilmu menyampaikan suaranya.
Ketika Buyung Im seng menyaksikan Nyo Hong ling roboh ke tanah, dengan hati
terkejut ia menerjang ke muka dan menubruk ke arah Kim Cok.
Sambil membalikkan badan Kik Cok menghindarkan diri dari serangan Buyung Im
seng itu, kemudian sambil melayang mundur katanya dingin: "Kongcu benar-benar
tak tahu diri, aku tak ingin melukai diri kongcu..."
28
Buyung Im seng berpaling dan memandang sekejap Nyo Hong ling yang tergeletak
di tanah itu, kemudian serunya: "Kau telah menggunakan cara yang keji untuk
melukainya."
Kim Cok tertawa terbahak bahak: "Haahh... hahh... hah... aku toh mempunyai
julukan sihun ciang, kau anggap julukan itu cuma suatu julukan belaka tanpa ada
kenyataannya?"
Baru saja dia hendak berkata lagi, tiba-tiba terdengar Tong Thian hong berbisik
dengan ilmu menyampaikan suara: "Lindungi denyutan nadi, jangan melawan
tenaga pukulannya dengan kekerasan!"
Tiba-tiba Ki Li ji menerjang maju ke depan melewat samping, kemudian tanpa
menimbulkan sedikit suarapun menyerang ke arah Kim Cok.
Dengan cekatan Kim Cok menghindarkan diri ke samping, kemudian sambil
membalikkan badan melepaskan sebuah pukulan.
Ki Li ji seakan akan tak mampu untuk menghindarkan diri lagi "Blaamm!"
tubuhnya segera roboh terjengkang ke atas tanah.
Walaupun Tong Thian hong bisa menduga bahwa Ki Li ji mungkin sudah mendapat
petunjuk dari Nyo Hong ling untuk berpura pura kena pukulan dan roboh ke tanah,
tapi ia merasa kuatir sekali, sehingga tanpa terasa tubuhnya turut menerjang pula
ke depan.
Tampak Ki Li ji membuka matanya kemudian dipejamkan kembali, sikapnya
seakan akan seseorang yang sedang terluka parah.
Agak lega juga Tong Thian hong menyaksikan keadaannya itu, belum sempat ia
mendongakkan kepalanya, tiba-tiba terasa desingan angin tajam menerjang
langsung ke arahnya.
Dibalik angin pukulan itu terbawa hawa dingin yang menyengat badan, ia tahu
Kim Cok lagi-lagi menggunakan tenaga pukulan Sihun ciangnya untuk melukai
musuh.
Buru buru dia mengerahkan hawa murninya untuk melindungi jantung kemudian
menyambut datangnya serangan itu dengan kekerasan.
Dimana angin pukulan Sihun ciang tersebut menyambar lewatm segulung hawa
dingin yang menyusup tulang langsung menerjang ke tubuhnya. Tong Thian hong
segera berpikir:
"Ternyata tenaga pukulan Si hun ciang adalah sejenis tenaga pukulan yang khusus
dipakai untuk menghancurkan nadi orang, sungguh hebat sekali kecerdasan Nyo
Hong ling, ternyata dalam satu bentrokan saja sudah berhasil mengetahui ciri-ciri
kekejaman ilmu pukulan ini"
Berpikir demikian, tubuhnya segera berputar putar pelan jatuh ke atas tanah.
Demikian dari empat orang yang hadir di situ tinggal Buyung Im seng seorang yang
belum roboh, ini membuat keberanian Si hun ciang Kim Cok bertambah besar,
sambil tertawa tergelak segera serunya: "Buyung kongcu, apakah kau ingin sekali
bertemu dengan anggota Sam seng bun ?"
29
"Yaa, dimana orangnya ?"
"Akulah orangnya ?"
"Saudara Kim ?"
"Betul, selain aku juga Ong Thi san dan si manusia macan kumbang Li Tat
semuanya adalah orang-orang Sam seng bun!"
Setelah tertawa gelak, terusnya: "akupun pernah mendengar tentang para Hoa-li
dari perguruan Biau hoa bun, aku mendengar ilmu silat mereka rata-rata sangat
lihay, sungguh tak disangka mereka tak lebih hanya manusia-manusia lemah yang
tak sanggup untuk menyambuti sebuah seranganku pun"
Setelah menengok sekejap ke arah Nyo Hong ling dan Ki Li ji yang menggeletak di
tanah lanjutnya: "Tentu saja Buyung kongcu jauh lebih tangguh dari pada mereka,
tapi bila ingin mempergunakan bantuan dari beberapa orang ini untuk
membantumu membalas dendam, aai... Hakekatnya perbuatan itu seperti orang
yang lagi mengigau!"
"Ilmu apakah yang telah kau gunakan untuk melukai mereka."
"Si hun ciang khusus suatu ilmu pukulan penghancur nadi!"
"Apakah saudara Kim juga telah bersiap siap untuk menjajalkan pula ilmu pukulan
Si hun ciang tersebut di atas tubuhku ?"
"mungkin kalau cuma aku seorang belum bisa menandingi kehebatan kongcu, cuma
aku tidak bermaksud untuk bertarung satu lawan satu melawan dirimu"
"Kalau begitu kau bermaksud untuk bermain kerubutan?"
"Benar, aku bermaksud untuk bertarung melawan kongcu dengan jalan
mengerubut, kecuali kongcu bersedia untuk menyerahkan diri"
Buyung Im seng mengalihkan sinar matanya untuk meneliti sekejap sekeliling
tempat itu, kemudian sambil berpaling katanya: "kecuali kau, Ong Thi san dan Pa
Jin Li Tat, masih ada siapa lagi ?"
"Dua puluh orang jago lihay telah mempersiapkan diri di balik ruangan ini, asal
aku memberi tanda, maka serentak mereka munculkan diri dari empat arah
delapan penjuru dan bersama menyerang diri kongcu"
Buyung Im seng segera memutar otaknya mencari akal guna menghadapi situasi
ini.
Tiba tiba menyaksikan Kim Cok memberi tanda dengan ulapan tangannya.
Ditengah kegelapan tampak cahaya golok berkilauan, benar juga, dari balik
kegelapan di luar ruangan sana segera bermunculan belasan orang lelaki kekar
berpakaian ringkas yang bersenjata golok.
Sambil tertawa terbahak bahak kata Kim Cok: "sekarang kongcu tentunya sudah
percaya bukan ?" Tiba tiba sambil menarik muka, katanya lagi dengan dingin: "Aku
percaya kongcu mempunyai kemampuan untuk menerjang keluar dari kepungan
kami, tapi kedua orang temanmu dan pembantumu itu sudah pasti tak akan
mampu untuk melakukan perjalanan bersama, bila kongcu sudah tak ambil peduli
30
lagi terhadap keselamatan mereka silahkan saja untuk melangsungkan
pertarungan"
"Kami akan baik-baik melayani diri kongcu serta teman dan pelayanmu itu!"
Selanjutnya ?"
"Aku akan segera mengirim burung merpati untuk melaporkan kejadian ini ke Seng
Thong dalam satu dua hari pasti ada surat perintah dari Malaikat untuk
menyelesaikan diri Kongcu, jadi aku tak bisa memutuskan sendiri persoalan ini."
"Mereka sudah terluka oleh ilmu pukulan Si hun pian apakah kau bisa
menyembuhkan lukanya itu ?"
"Bila bersedia untuk menyerahkan diri, tentu saja akupun akan menyadarkan
mereka, tapi bila kongcu sudah lolos dari kepungan, maka sahabat dan pelayan
saudara itu tak usah kulaporkan ke Seng thong lagi, siapa tahu kalau kita akan
segera menghukumnya di sini juga"
"Agaknya mereka terlalu menilai tinggi diriku!" Buyung Im seng kemudian.
Dia lantas berlagak agak sangsi, setelah memandang sekejap ke arah Nyo Hong
ling berdua serta Tong Thian hong, sambil menghela napas katanya: "Baiklah! Apa
yang hendak kau lakukan atas diriku ?"
"Tadi toh aku sudah berkata, akan ku sambut kongcu dan teman temanmu secara
baik baik." jawab Kim Cok sambil tertawa: "Cuma... "
"Cuma bagaimana ?" tanya Bunyung Im seng dengan suara dingin. "Cuma aku
harus menotok jalan darah kongcu !"
"Menotok jalan darahku ?"
"Benar kalau kongcu tidak bersedia untuk kutotok jalan darahnya, itu berarti kau
tak mau menyerahkan diri, maka pembicaraan kita tadi pun menjadi sama sekali
tak ada gunanya."
"Bila jalan darahku tertotok, waktu itu aku benar-benar akan menuruti semua
perkataan tanpa bisa melawan, aku tak bisa menyanggupi permintaannya itu"
Terdengar Kim Cok telah berkata lebih jauh: "Bila kongcu tidak bersedia kutotok
jalan darahnya, masih ada sebuah cara lagi yang lebih bagus"
"Apakah caramu itu ?"
"Akan ku ikat sepasang tangan kongcu dengan tali otot kerbau !"
Buyung Im seng kembali berpikir: "Andaikata mereka belum terluka, sekalipun
sepasang tanganku diikat juga tidak menjadi soal" Berpikir demikian, dia terus
mengiakan.
"Kalau Kim Heng memang begitu tak percaya dengan diriku, agaknya hanya cara
ini yang bisa dilakukan."
"Kelicikan dunia persilatan terlalu mengerikan, kongcupun demikian pula terlalu
halus, tapi aku tak bisa tidak harus sedia payung sebelum hujan, kita memang
31
selisih usia puluhan tahun, tapi kalau siaute sampai mengalami perahu yang
terbalik di selokan, bukankah kejadian ini akan ditertawakan orang ?"
Menyaksikan kegembiraan orang, Buyung Im seng merasakan kemarahannya
berkobar, tapi ia tetap menahan diri untuk tak sampai mengumbar kemarahan
tersebut, Kim Cok segera memberi tanda, kemudian katanya: "Buyung kongcu
bersedia menyerahkan diri, mengapa kalian tidak maju ke muka untuk mengikat
tangannya?"
Buyung Im seng tertawa dingin, pelan-pelan dia meluruskan tangannya ke depan.
Dua orang lelaki berbaju hitam segera tampil ke depan, kemudian dengan seutas
tali otot kerbau mengikat sepasang tangan Buyung Im seng erat erat.
Kim Cok memandang sekejap ke arah Nyo Hong ling sekalian, kemudian serunya
pula: "Masih ada beberapa orang itu, sekalian diikat juga !"
Dengan gusar Buyung Im seng segera berseru: "Orang She Kim, perkataanmu
masuk dalam hitungan tidak?"
"Perkataan apa ?" Jawab Kim Cok sambil tertawa seram. "Kau sudah bilang, bila
aku menyerahkan diri mengapa kau malahan mengingkari janji?"
"Itulah kesalahan kongcu sendiri !"
"Kesalahan aku sendiri ?"
"Kita kan sedang berhadapan sebagai musuh, dalam keadaan demikian
pembicaraan apalagi yang bisa dipercaya? Jika sebelum kongcu menyerahkan diri
tadi minta kepadaku untuk menyadarkan teman dan pelayanmu itu lebih dulu
terdesak oleh keadaan mungkin aku akan menuruti janji sayang sekali ternyata
kau tak pandai menggunakan kesempatan, sekarang tanganmu juga telah
dibelenggu, apakah aku musti memenuhi janjimu lagi...?"
"Kau amat rendah dan hina!" teriak Buyung Im seng gusar.
"Kalau tidak mengalami suatu kejadian, kecerdasanmu tak akan bertambah
matang, andai kata kongcu masih mempunyai kesempatan untuk hidup lebih maju,
nasehatku ini pasti akan banyak bermanfaat bagimu."
Diam-diam Buyung Im seng mencoba untuk mengerahkan tenaga dalamnya, tapi
otot kerbau yang membelenggu tubuhnya itu sangat kuat sekalipun memiliki
tenaga dalam yang lebih sempurna pun jangan harap bisa mematahkannya.
Sementara itu kedua orang lelaki kekar tadi sudah bekerja cepat, dalam waktu
singkat Nyo Hong ling bertiga sudah dibelenggu juga.
"Bimbing mereka bangun !" teriak Kim Cok.
Empat orang lelaki kekar segera lari maju dan masing-masing membimbing bangun
seorang diantaranya.
Kim Cok maju ke depan dan menghantam punggung Tong Thian hong lebih dahulu.
Melihat itu, dengan terkejut Buyung Im seng segera berseru: "Hey apa yang kau
lakukan ?"
Kim Cok tertawa, sahutnya: "Kongcu amat cerdik, sampai pelayanmu pun lihay
sekali, sedang kedua orang hoa-li dari Biau hoa-bun tersebut bisa melakukan
32
perjalanan bersama Buyung Kongcu, ini menandakan kalau merekapun bukan
manusia sembarangan, aku tidak percaya kalau mereka bisa jatuh pecundang di
tanganku secara gampang, maka aku harus menyadarkan mereka lebih dulu untuk
ditanyai lebih jelas !"
Buyung Im-seng merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya. "Orang ini benarbenar
sangat licik, aku hampir saja terkecoh di tangannya... !"
Tampak sepasang tangannya bekerja cepat secara beruntun dia melepaskan pula
sebuah pukulan ke atas punggung Nyo Hong ling serta Ki Ji ji, tak lama kemudian
mereka bertiga pun secara beruntun sadarkan diri.
Buyung Im seng kembali berpikir. "Dari antara kami, ilmu silat Nyo Hong ling
terhitung paling lihay, entah apakah dia sanggup untuk memutuskan otot kerbau
tersebut atau tidak ?"
sementara itu Nyo Hong ling telah membuka sepasang matanya, ia memandang
sekejap ke arah Kim Cok kemudian memandang pula ke arah Buyung Im seng,
setelah itu pelan-pelan ia memejamkan kembali matanya.
Kim Cok segera tertawa terbahak bahak, serunya: "Kalian bertiga telah pulih
kembali kesadarannya seperti sedia kala, tak usah berlagak lagi."
Tiba-tiba suaranya berubah menjadi dingin menyeramkan, serunya lebih jauh:
"Kalian akan berjalan sendiri masuk ke dalam ruangan, ataukah membutuhkan
bantuanku ?"
Nyo Hong ling memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian berjalan
lebih dulu menuju ke ruang tengah.
Ki Li ji, Tong Thian Hong dan Buyung Im seng secara beruntun ikut pula masuk ke
dalam ruangan.
Lim Cok berjalan dipaling belakang, sikap hormatnya tadi kini sudah tidak nampak
lagi, dengan gaya yang sok dia duduk dikursi utama kemudian serunya: "Manusia
yang tahu keadaan dia barulah orang yang pandai, aku tak ingin menyusahkan
kalian beberapa orang, tapi akupun tak ingin disusahkan oleh kalian semua."
Sementara pembicaraan masih berlangsung ke empat orang lelaki berbaju hitam
tadi sudah ikut masuk pula ke dalam ruangan dan berdiri disamping dengan
tangan lurus ke bawah.
Buyung Im seng berpaling dan memandang sekejap ke arah empat orang lelaki itu,
kemudian ujarnya: "apa yang kami ketahui sangat terbatas sekali, bila kau ingin
menanyakan sesuatu, tanyakan saja !"
Kim Cok segera tertawa terbahak bahak: "Haaahh... haaahh.. haaahhh... kongcu
memang seorang manusia pintar yang amat bijaksana, persis seperti ayahmu dulu,
aku merasa amat kagum."
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Kedatangan kalian berempat ke utara kali
ini sudah pasti ada tujuannya, dapatkah kongcu menjelaskan tujuanmu itu ?"
Buyung Im seng segera berpikir didalam hati: "Tampaknya aku harus mencari akal
untuk mengarang suatu cerita bohong..."
33
Belum sempat ia menjawab, Tong Thian hong telah menyela lebih dahulu.
"Kongcu kami telah mengajak beberapa orang teman untuk mengadakan suatu
pertemuan, secara kebetulan saja lewat di sini."
Kim Cok segera manggut-manggut: "Baik ! Siapa saja yang hendak kalian temui itu
?"
Rupanya Tong Thian hong kuatir kalau Buyung Im seng tak sanggup memberi
jawaban, maka sengaja dia memberi kata pembukaan agar pemuda itu bisa
melanjutkan karangan cerita bohongnya. Sebagai seorang pelayan sudah tentu ia
tidak bisa banyak bicara, kuatir jejaknya malah dicurigai orang, maka katanya
kembali: "Soal itu mah... aku kurang tahu."
"Kau amat jujur, bila berkata lebih jauh belum tentu lohu akan mempercayai
perkataanmu itu."
Sinar matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im seng, kemudian katanya
kembali: "Pelayan Kongcu telah membocorkan tujuanmu, aku lihat kongcu tak bisa
tidak harus berbicara lebih lanjut."
Buyung Im seng termenung sampai lama sekali, kemudian dia baru berkata: "Aku
ada janji dengan beberapa orang teman ayahku dulu."
"Sin Cu sian dan Lui Hoa hong ?"
Buyung Im seng diam-diam berpikir: "Aku pernah membuat keonaran di kota Hong
ciu, sudah pasti orang-orang Sam seng bun mendengar akan kejadian ini, asal dia
percaya saja aku harus mengarang cerita yang lebih bagus lagi."
Berpikir demikian, diapun lantas berkata: "Yaa, mereka telah mencarikan beberapa
orang sahabat lagi bagiku !"
Kim Cok tersenyum. "Apakah mereka juga telah berangkat ke kota Hong ciu semua
?"
"Benar, mereka sudah berangkat dua hari lebih pagi."
"Ehmm... dalam pertemuan yang akan diselenggarakan ini, siapa saja yang akan
turut menghadirinya ?"
"Dua orang pamanku yang mengatur kesemuanya ini, mereka tidak menyinggung
soal nama-nama mereka."
"Sin Cu sian, Lui Hua hong dan ayahmu adalah saudara angkat, tentu saja mereka
akan membantumu dengan sepenuh tenaga, cuma aku tidak percaya kalau mereka
tidak memberitahukan kepadamu, siapa-siapa saja yang telah diundangnya untuk
menghadiri pertemuan itu."
Kembali Buyung Im seng berpikir: "Kalau ku sebut dua nama secara sembarangan
bisa jadi rahasia kebohonganku bakal ketahuan, lebih baik berkeras mengaku tidak
tahu saja... "
Dia lantas menggelengkan kepalanya seraya berseru: "Kalau kedua pamanku itu
tidak menyinggung dan akupun tidak banyak bertanya, dari mana bisa kuketahui
nama-nama mereka ? Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, itu kan
urusanmu sendiri."
34
Sambil tersenyum Kim Cok lantas manggut-manggut. "Ehmm... tampaknya
memang bohong." ia berkata: "tapi Sin Cu sian dan Lui Hua hong memang kelewat
gegabah, mengapa ia begitu tega membiarkan kau pergi seorang diri ? Aaai....,
seandainya salah satu diantara mereka berdua ada yang mengikuti di sampingmu,
rasanya malam ini sulit bagiku untuk menangkap kongcu"
"Bila sampai waktunya aku belum juga sampai di sini, mereka pasti akan
berangkat untuk datang mencariku."
"Tak menjadi soal." tukas Kim Cok: "Kongcu tak akan berdiam terlalu lama di sini,
paling cepat besok pagi, paling lambat besok malam Kongcu akan berangkat
meninggalkan tempat ini"
"Kau hendak membawa aku kemana ?" tanya Buyung Im seng pura-pura amat
cemas.
"Sampai waktunya Kongcu pasti akan tahu dengan sendirinya !" setelah
memandang sekejap sekeliling tempat itu, lanjutnya: "Bawa mereka ke dalam
penjara batu!"
Pembantu pembantunya mengiakan, masing-masing membawa seorang dan menuju
keluar, Buyung Im seng tertawa dingin, dia seperti hendak mengucapkan sesuatu
tapi kemudian niat itu dibatalkan.
Kim Cok mengelus jenggotnya sambil tertawa katanya: "Kongcu terhadap sahabat
dan pelayanmu itu aku tak akan risau, tapi aku harap kongcu bisa memikirkan
pula keselamatan mereka bertiga, aku minta kau jangan sembarangan berkutik.
Bagus sekali. pikir Buyung Im seng, "rupanya semua pikiran dan perhatiannya
hanya ditujukan padaku seorang"
Sementara itu Ong Thi san telah berjalan datang dengan langkah lebar kemudian
katanya: "saudara Kim, cukupkah hanya membelenggu tangan mereka saja ?"
"Menurut pendapat saudara Ong?"
"Lebih baik kalau ilmu silatnya dipunahkan saja!"
Kim Cok berpikir sebentar, lalu katanya: Aku rasa tidak perlu, yang kita kuatirkan
hanya Buyung Kongcu seorang, sisanya yang tiga orang tak perlu dikuatirkan,
apakah saudara Ong telah melepaskan merpati pos?"
"Secara beruntun aku telah melepaskan tiga ekor burung merpati pos, paling
lambat besok tengah hari kita sudah akan memperoleh surat perintah dari atasan"
Buyung Im seng berempat digusur oleh ke empat orang lelaki itu menuju ke sebuah
tebing karang di belakang perkampungan sambil membuka sebuah pintu baja,
serunya: "Harap kalian berempat masuk sendiri" Tong Thian hong, Nyo Hong ling,
Ki Li ji dan Buyung Im seng secara berurutan lantas masuk ke dalam gua batu itu.
"Blaamm..." diiringi suara keras pintu baja itu ditutup rapat. Gua tersebut adalah
sebuah gua batu yang dalamnya dua kaki dinding di sekeliling gua itu berupa batu
karang yang keras.
35
Tong Thian hong langsung berjalan menuju ke ujung gua itu, kemudian pelan pelan
duduk. "Li ji, kau terluka?" tanya Nyo Hong ling lirih.
Ki Li ji menggelengkan kepala berulang kali "Begitu mendapat petunjuk dari nona,
aku lantas mengarahkan tenaga untuk melindungi nadi" katanya "Meski badanku
terasa kurang enak setelah makan pukulannya, namun setelah ku atur pernapasan
secara diam-diam, kesehatan badanku sekarang telah pulih kembali seperti sedia
kala"
"Asal kita tak ada yang terluka, tak usah merasa khawatir lagi." kata nyo Hong ling
kemudian.
"Tapi otot kerbau yang membelenggu tangan kencang sekali, aku rasa tidak
gampang untuk memutuskannya" kata Buyung Im seng.
Nyo Hong ling segera tersenyum. "Tak menjadi soal" katanya "Asal menggunakan
ilmu penyusut tulang, tidak sulit untuk melepaskan ikatan otot kerbau tersebut
dari tangan, tapi dewasa ini aku tak akan melepaskan ikatan pada tangan kalian
itu"
Buyung Im seng lantas berpaling ke arah Tong Thian hong sambil bertanya.
"Saudara Tong, kau bisa menggunakan ilmu menyusut tulang?"
Tong Thain hong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Siaute belum pernah melatih kepandaian seperti itu!" Buyung Im seng lantas
menengok ke luar, tampak dua buah lentera tergantung dimulut pintu penjara dan
menerangi lima enam jengkal di sekeliling pintu tersebut.
Melihat itu, sambil tersenyum lantas ujarnya: "kim Cok kuatir sekali kalau kita
kabur, sekalipun dia berhasil menangkap kita tapi pikirannya justru makin gundah
dan tidak tenang oleh sebab itu dia berusaha secepatnya menghantar kita pergi,
aku pikir kita bisa jadi akan dipisah-pisah, bila otot kerbau yang membelenggu kita
sekarang tidak dilepas, andaikata besok terjadi suatu perubahan, kita akan
terlambat untuk melepaskan diri dari belenggu ini"
Nyo Hong ling termenung sebentar, kemudian katanya: "Jika belenggu itu kita
lepas dalam sekilas pandangan saja orang akan mengetahui akan hal itu. Begini
saja! Akan kuberi kalian seorang sebilah pisau kecil yang kalau digenggam
ditangan tak sampai ketahuan mereka, seandainya ditengah jalan kita menjumpai
hal-hal diluar dugaan dan tak bisa saling menolong segera patahkan otot-otot
kerbau tersebut dengan pisau itu"
"Ya, tampaknya memang kita harus berbuat demikian"
Tiba-tiba sepasang tangan Nyo Hong ling yang terbelenggu itu menyusut dengan
sendirinya, ketika tangannya digoyangkan berulang kali, maka tali itupun lolos
dengan sendirinya.
Meskipun tangannya sudah lolos dari belenggu, namun tali otot kerbau itu masih
tetap utuh seperti sedia kala.
36
Nyo Hong ling segera merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan tiga pisau
yang amat tajam, sambil diserahkan ke tangan tiga orang itu, katanya sambil
tertawa:
"Pisau ini terbuat dari besi baja yang telah berusia seribu tahun, tajamnya luar
biasa di pakai memecahkan ilmu khikang sebangsa ilmu Kin ciong kay, Thi pu san
dan lain lainnya aku membawa enam bilah untuk persiapan, aku harap kalian bisa
baik baik menyimpannya dan jangan sembarang dibuang"
Tiga orang itu manggut-manggut dan segera di simpan dalam cekalan tangan.
Nyo Hong ling segera mengerahkan kembali ilmu menyusut tulangnya untuk
mengenakan kembali tali belenggu tangannya itu. Keesokan harinya mendekati
tengah hari Kim Cok, Ong Thi san dengan membawa empat orang anak buahnya
dengan bersenjata lengkap berjalan masuk ke dalam penjara.
Tampak Nyo Hong ling sekalian duduk bersandar di atas dinding batu, selain
Buyung Im seng hampir boleh di bilang yang lain berada dalam keadaan lemas
dengan mata pudar, keadaan mereka seperti orang yang keletihan.
Kim Cok segera tertawa terbahak bahak katanya: "Saudara Ong, bagaimana ?
Tidak meleset dari dugaanku bukan?"
"Menurut pendapatku lebih baik bersikaplah lebih berhati hari!"
X ooOoo X
* BAGIAN KE TIGA *
KIM Cok kembali menggelengkan kepala berulang kali katanya: "Asal seorang
sekali dan dua orang perempuan ini dibiarkan kelaparan barang dua hari lagi,
sekalipun tidak mati juga sudah hampir, bila kita putuskan nanti mereka
kemungkinan besar ketiga orang itu takkan tahu sampai di Seng thong. Satu
satunya yang paling menakutkan adalah Buyung kongcu, tetapi dalam firman yang
kita dapat dengan jelas diterangkan bahwa kita tak boleh melukainya terpaksa kita
harus membawanya dengan kurungan besi ditambah dua buah rantai baja yang
kuat."
Sambil bercakap cakap dengan Kim Cok sepasang mata Ong Thi san tiada hentinya
mengawasi ke empat orang tersebut, ketika kelihatannya otot kerbau yang
membelenggu tangan mereka masih utuh dan tak kelihatan bekas putus, dia baru
menghembuskan napas panjang.
"Mungkin Kim Heng memang benar, siaute yang kelewat banyak curiga!" Sinar
mata Kim Cok segera dialihkan ke tubuh Buyung Im seng kemudian sambil tertawa
katanya:
"Cuma, Buyung kongcu adalah seorang yang tahu gelagat, aku rasa kau pasti tak
akan menyusahkan kami bukan ?" Dengan kemarahan yang berkobar kobar,
Buyung Im seng berkata dingin.
"Kesuksesan yang berhasil dicapai seorang laki-laki sejati didapat dengan
merangkak selangkah demi selangkah, soal kecil itu mah tak akan sampai menodai
namaku"
37
"Benar, benar sekali perkataanmu itu !" kata Kim Cok sambil tertawa, seorang
lelaki sejati dia harus pandai menyesuaikan diri, itulah sebabnya aku minta kongcu
jangan mengacau kami sepanjang jalan nanti " Buyung Im seng mendengus dingin
dan tidak menggubris lagi.
Paras muka Kim Cok berubah hebat, dengan dingin katanya: "Saudara berempat
silahkan keluar ! Buyung kongcu harap berjalan yang paling muka. "Buyung Im
seng bangkit berdiri dan keluar dari penjara dengan langkah lebar.
Empat buah kerangkeng besi yang terbuat dari baja sebesar lengan telah tersedia di
depan pintu, kerangkeng-kerangkeng itu berada dalam keadaan terbuka lebar.
Buyung Im seng langsung masuk ke dalam kerangkeng yang pertama, sedangkan
Nyo Hong ling, Ki Li ji dan Tong Thian hong berurutan masuk pula ke dalam
kerangkeng lain.
"Pasang gembokan !" perintah Kim Cok sambil mengulap tangannya. Ke empat
orang lelaki itu segera mengiakan dan menutup pintu besi, kemudian diberi pula
gembokan besar yang beratnya sekitar lima belas kati. Didalam kerangkeng besi itu
terdapat sebuah kursi, jadi orang yang berada dalam kurungan itu bisa duduk.
"Turunkan tirai!" perintah Kim Cok lagi. Empat orang lelaki itu segera
menurunkan tirai yang sudah dipersiapkan di atas kerangkeng itu sehingga
pemandangan di empat penjuru sama sekali tertutup. Tirai yang diturunkan itu
sangat tebal, sehingga begitu diturunkan maka pemandangan menjadi gelap.
Terdengar Ong Thi san berseru dengan gembira "Kim heng, segala sesuatunya
berjalan amat lancar!"
Kim Cok tertawa terbahak bahak: "Haaah... Haaah... haaahhh... kalau saudara Ong
masih banyak curiga, baiknya siaute menghantar keberangkatan saudara Ong saja"
Tiba-tiba terdengar Ong Thi san berkata dengan suara lantang. Buyung Kongcu,
kami mendapat perintah dari atasan untuk tidak melukai dirimu, tapi dalam surat
perintah tersebut juga diterangkan bahwa andai kata kongcu melawan terpaksa
kami hanya akan menghantar mayat kongcu saja kesana.
Dua belas orang jago lihai lain berilmu tinggi juga membawa bwe-hoa ciam yang
sangat beracun, asal kongcu melakukan tindakan pembangkangan dua belas buah
tabung bwe hoa ciam segera kana memuntahkan enam puluh batang jarum beracun
dari empat arah delapan penjuru, bagaimanapun tingginya ilmu silat kongcu,
jangan harap bisa meloloskan diri dengan selamat"
"Aku sudah mendengarnya"
"Kalau sudah mendengar, itu lebih baik lagi, mari kita berangkat.
Buyung Im seng segera merasakan kerangkeng itu digotong orang bergerak ke
depan. Lebih kurang satu jam kemudian, berputarnya roda kereta beriring maju ke
depan.
Berada dalam keadaan begini, selain ke empat orang itu tak dapat saling
memandang ke arah rekannya, pemandangan di sekeliling tempat itupun tak dapat
dilihat.
38
Diam-diam Buyung Im seng berpikir. Nyo Hong ling memiliki ilmu menyusut
tulang, bisa saja dia melepaskan diri dari belenggu otot kerbau itu secara gampang,
tapi entah bagaimana dengan Ki Li ji dan Tong Thian hong ? Apakah mereka juga
berhasil memutuskan otot kerbau yang membelenggu tangannya..."
Sementara itu dalam hatinya sedang berpikir tiba-tiba iringan kereta kuda itu
terhenti secara tiba-tiba. Menyusul kemudian terdengar seseorang berseru dengan
suara yang keras dan kasar: "Tinggalkan ke empat buah kereta itu, kalian boleh
melanjutkan perjalanan !"
Kim Cok segera tertawa terbahak bahak: "Haah... haaah... hahhhh... sobat, tahukan
kau isi kereta ini ?"
"Sepuluh laksa tahil perak ditambah dengan sepeti barang mustika, kalau kami
tidak mendapatkan infi yang bisa dipercaya, buat apa datang menghadang
kepergian kalian ?"
"Bagus sekali! Sobat, pentang matamu lebar-lebar, perhatikan kami baik-baik,
jangan dianggap kami adalah orang piaukiok, aku orang she Kin sudah puluhan
tahun berkelana dalam dunia persilatan, belum pernah aku makan sesuap nasipun
dari perusahaan pengawalan barang."
Suara yang kasar dan nyaring itu kembali berkata dengan dingin: "Kami tak punya
waktu untuk ribut dengan kalian lagi, jika kamu sekalian tidak meninggalkan
barang-barang kawalanmu, terpaksa kita musti beradu kekuatan lewat ilmu silat."
"Budak-budak yang tak bermata, barang milik sam seng bun juga berani diincar..."
"Trang... !" suatu bentrokan senjata yang keras sekali memotong ucapan Kim Cok
selanjutnya.
Menyusul kemudian terjadilah suatu bentrokan senjata yang keras sekali
berkumandang dari empat arah delapan penjuru.
Jelas pembegal-pembegal itu sudah mempersiapkan orangnya disekitar sana, begitu
perintah penyerangan diturunkan, dua terus menyerbu bersama dari empat
penjuru.
Buyung Im seng merasa amat murung pikirannya. "Entah siapakah mereka ?
Mengapa menganggap kami sebagai uang yang akan dibegal?"
Saking ingin mengetahui keadaan, dia berusaha untuk menarik kain tirai hitam
yang menutup kerangkengnya itu dengan kedua jari tangannya.
Tapi tirai tersebut amat kuat dan sulit disingkap, sebab rupanya kain hitam itu
dikerudungkan dari atas kerangkeng besi itu sampai ke bawah, dengan begitu
sulitlah untuk menyingkapnya.
Buyung Im seng segera menghela napas panjang, perasaan ingin tahunya yang
begitu keras terpaksa hanya ditekan dalam hatinya saja, kain kerudung yang
ditarik tadipun segera dilepaskan kembali.
Karena tak dapat melihat pemandangan di luar, terpaksa dia harus memasang
telinga baik-baik untuk mendengarkan dengan seksama.
39
Terdengar suara bentrokan senjata berlangsung amat seru dan gencar, bahkan
sering terdengar jeritan-jeritan kesakitan yang memilukan hati, jelas pertempuran
yang sedang berlangsung di luar amat seru.
Tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda yang keras, menyusul kereta yang
ditumpanginya itu menerjang ke depan.
Tapi belum sampai beberapa kaki, tiba-tiba kereta itu menumbuk sesuatu dan
terbalik, kerangkeng besi itupun turut terguling keluar dari atas kereta.
Kerangkeng besi itu berguling beberapa kali di tanah dan akhirnya berhenti, tapi
dengan terjadinya peristiwa itu, kain hitam penutup tiraipun segera tersingkap
lebar.
Buyung Im seng mencoba untuk memeriksa keadaan di sekelilingnya, dilihatnya
dua ekor kuda yang menarik keretanya itu sudah roboh terluka parah, kereta itu
sendiri menubruk pohon besar dan terbalik, tampaknya setelah terluka kuda itu
lari kesakitan, akibatnya hilangnya kendali maka kereta itupun menubruk pohon.
Pertempuran sengit masih berlangsung di sekeliling tempat itu, dan orang manusia
berkerudung sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan Ong Thi san dan
Kim Cok.
Dua belas lelaki yang mengiringi kereta tawanan itu ada delapan orang di
antaranya yang terluka parah, empat orang sisanya masih memberi perlawanan
yang sengit.
Pelan pelan Buyung Im seng bangkit dan duduk tampak dia tengah mengawasi juga
pembegal tersebut, ternyata mereka semua mengenakan baju ringkas berwarna
hitam dengan wajah masing-masing tertutup oleh kain hitam, senjata yang
digunakan adalah sebilah pedang.
Ada beberapa orang manusia berbaju hitam yang terluka, sekalipun sedang
membalut lukanya, mereka tidak melepaskan kain kerudung mukanya.
Terdengar jeritan-jeritan ngeri kembali berkumandang memecahkan kesunyian,
empat orang pengawal terakhir yang masih memberi perlawanan itu akhirnya kena
ditusuk juga oleh beberapa orang jago pedang berbaju hitam itu sehingga tewas.
Dengan demikian, selain Kim Cok dan Ong Thi san segenap anak buahnya telah
ditumpas habis oleh penyerang-penyerang gelap itu, anehnya ternyata penyergappenyergap
berbaju hitam itu sama sekali tidak mencampuri pertarungan sengit
antara Kim Cok dan Ong Thi san melawan dua orang manusia berkerudung itu,
sambil berpekik nyaring, mereka segera berlalu dari sana.
Buyung Im seng melihat ke arah lain, dia menjumpai ketiga kereta lainnya masih
utuh dan berada ditempat, sedangkan Nyo Hong ling sekalian masih menunggu di
atas kereta.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba terdengar jeritan kesakitan bergema
memecahkan keheningan, tiba-tiba Ong Thia san membalikkan badannya dan
melarikan diri.
40
Tampaknya manusia berkerudung itu telah bertekad untuk melakukan
pembunuhan sampai keakar akarnya, dengan cepat ia mengejar dari belakang.
Tampak Ong Thi san membalikkan tangan sambil melepaskan segenggam jarum
tajam ke belakang.
Manusia berkerudung itu segera memutar pedangnya untuk memukul rontok
jarum-jarum perak itu, tapi karena terhadang sebentar tadi, Ong Thi san telah
memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur empat lima kaki lebih ke depan.
Tampaknya ia sudah mengerahkan segenap kekuatannya untuk secepatnya
melarikan diri, sungguh cepat gerakan tubuhnya...
Manusia berkerudung itu seperti tahu bahwa dikejarpun tak ada gunanya,
sekalipun kurang berkenan dalam hatinya, terpaksa dia hanya bisa memandang
bayangan punggung Ong Thi san hingga lenyap tak berbekas.
Akhirnya dia membalikkan badannya dan ikut terjun karena pertarungan untuk
mengerubut Kim Cok.
Buyung Im seng kembali berpikir dihati: "Manusia berkerudung ini entah berasal
dari mana ? Serangan mereka sungguh amat keji, tampaknya aku tak bisa duduk
termenung sambil memasrahkan diri"
Berpikir di situ, dia lantas mengeluarkan pisau kecil yang disembunyikan dalam
genggamannya itu dan cepat-cepat memotong tali otot kerbau yang membelenggu
tangannya itu.
Baru saja tali otot itu di putuskan dua orang manusia berkerudung itu telah
berhasil membunuh Kim Cok kemudian bersama sama menghampirinya.
Kemunculan kawan manusia berkerudung itu terlalu tiba-tiba, Buyung Im seng
sendiripun tak bisa menentukan mereka adalah kawan atau lawan, terpaksa hawa
murninya dikerahkan keluar sambil bersiap siap menghadapi segala kemungkinan
yang tak diinginkan.
Dua orang manusia berkerudung itu berjalan ke depan kerangkeng besi Buyung Im
seng, kemudian menggerakkan pedangnya mematahkan gembokan di luar, setelah
itu katanya: "Buyung kongcu, silahkan menolong rekan rekanmu dan cepatlah
melarikan diri !" Dengan perasaan tercengang Buyung Im seng segera berpikir.
"Bagus sekali! Rupanya mereka sudah mengenali diriku"
Ketika selesai berbicara tadi, kedua orang itu segera angkat kaki meninggalkan
tempat itu, sedetikpun tidak mau berhenti.
"Hey, harap kalian tunggu sebentar!" teriak Buyung Im seng dengan lantang.
Salah seorang diantaranya tiba tiba mempercepat larinya terbirit meninggalkan
tempat itu.
Sedang lainnya berhenti, tapi ia tidak membalikkan tubuhnya.
"Buyung kongcu, kau masih ada urusan apa lagi?" tegurnya. "siapa namamu?
Mengapa bisa tahu kalau aku ketimpa musibah dan sengaja datang menolongku ?"
Manusia berkerudung itu belum juga membalikkan badannya, dia menjawab:
"Pengaruh dan kekuatan Sam seng bun amat luas, anak buahnya sangat banyak,
41
kini kongcu belum lagi meloloskan diri dari bahaya, maaf jika kami tak bisa
memberikan identitas kami semua, lebih baik kongcu baik-baik menjaga diri, di lain
waktu kau bakal tahu dengan sendirinya, nah selamat tinggal"
Tidak menunggu sampai Buyung Im seng berkata, cepat-cepat orang itu berlalu
dari situ.
Tetapi teringat akan kebaikan orang lain, dia tak tega untuk mengucapkan sesuatu.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya
sudah lenyap dari pandangan mata.
Memandang punggung bayangan orang itu, Buyung Im seng menghempaskan
napas panjang, baru saja dia akan membuka pintu kerangkeng besinya, tiba-tiba
terdengar seseorang menghela napas dari belakang tubuhnya.
"Aaii...! orang yang membantumu sangat banyak, sayang kekuatan itu bercerai
berai dan tak dapat dipersatukan"
Ketika ia berpaling, tampaklah orang itu tak lain adalah Nyo Hong ling.
Tampak kain kerudung kerangkeng besi lainnya berkarat pula, kemudian tampak
Tong Thian hong dan Ki Li ji berlompatan keluar.
Jelas mereka sudah memotong tali otot kerbau yang membelenggu mereka dan
menerjang keluar dari kerangkeng.
Sambil tertawa rikuh Buyung Im seng lantas berkata: "Orang-orang itu telah
merusak rencana kita! saudara Buyung, dapatkan kau memberitahukan padaku,
siapa gerangan orang-orang itu ?" tanya Tong Hian hong.
"aaii..., kalau kukatakan, mungkin kalian tak akan percaya "
"Kenapa?"
"Sebab seperti juga saudara Tong, aku juga tidak tahu siapakah orang-orang itu?"
Tong Thian hong menjadi keheranan: "Saudara Buyung juga tidak kenal ?"
Dari mimik wajahnya dapat diketahui kalau dia tidak percaya.
"Ucapan Buyung kongcu adalah kata-kata yang jujur." sela Nyo Hong ling, "Dia
sendiri mungkin tak tahu siapa gerangan orang-orang itu."
"Ooooh... !" sekalipun Tong Thian hong tidak banyak bertanya lagi, tapi dari mimik
wajahnya itu tampak sangat tidak puas.
"Asal usul beberapa orang itu tidak sulit untuk diduga." Pelan-pelan Nyo Hong ling
melanjutkan.
"Apakah nona sudah tahu ?"
"Ya, mereka adalah orang-orang Sam seng bun"
"Apa ? Orang-orang Sam seng bun ?"
"Betul, kedengarannya memang agak jengkel, tapi kalau diteliti lebih jauh tidak
sulit untuk memahaminya, kita kan belum sehari ditawan mereka ? Selain orang42
orang Sam seng bun, siapa lagi yang bisa mendengar kabar tersebut demikian
cepatnya ?"
"Benar, dugaan nona memang masuk akal" Tong Thian hong manggut-manggut
tanda setuju.
"Semasa masih hidupnya dulu. Buyung tayhiap adalah seorang yang arif bijaksana,
banyak orang yang pernah menerima budi kebaikannya, meski Buyung tayhiap
tidak membutuhkan balasan tapi mereka yang pernah menerima budinya pasti
ingatnya terus dihati. Semenjak Buyung tayhiap terbunuh, terdesak oleh keadaan
mereka terpaksa menggabungkan diri dengan Sam seng bun, tentu tak sedikit yang
memperoleh kedudukan yang tinggi, maka ketika dapat kabar kalau Buyung Im
Seng tertawan, serentak mereka mengumpulkan rekannya untuk memberi
pertolongan, mungkin juga mereka kenal dengan Kim Cok, maka sengaja mukanya
memakai kerudung hitam, kita tinjau cara kerjanya yang keji tanpa membicarakan
seorang manusia hiduppun, sudah jelas kalau orang-orang itu kuatir rahasianya
terbongkar..."
Kemudian sambil memandang ke wajah Buyung Im Seng, tersenyum sambil
tertawa.
Dia bisa menyebutmu Buyung Kongcu secara langsung, ini menandakan kalau dia
kenal denganmu."
Buyung Im seng tertegun, lalu katanya: "Perkataan nona memang singkat masuk
diakal, cuma mereka telah meninggalkan kembali rencana kita !"
"Di dunia ini memang tiada sesuatu kejadian yang bisa di bilang amat sempurna,
terpaksa kita harus menyusun suatu rencana lain yang lebih baik lagi... !"
"Masih adakah akal lain yang dapat membuat kita menyusup ke dalam perguruan
Sam Seng bun ?"
"Ada sih ada, cuma harus menurunkan derajat saudara Tong dan Buyung Kongcu!"
"apa maksudmu ?" tanya Tong Thian hong.
"Kau dan Buyung kongcu bisa menyamar sebagai kusir kereta dan tergeletak di sini
pura-pura terluka, aku pikir pihak Sam-seng-bun dengan cepat akan mengirim
orangnya kemari. Meskipun kedudukan kalian tidak terlalu tinggi, tapi berhubung
cuma kamu berdua yang hidup demi memberikan pertanggungan jawab,
kemungkinan besar kalian akan dibawa ke Seng-Thong"
"Akal ini memang bagus, tapi bagaimana dengan Hoa-cu serta nona Ki ?"
"Kami akan menyaru sebagai kalian berdua dan sengaja munculkan diri beberapa
kali agar memancing perhatian orang-orang Sam-Seng-bun, kemudian baru
mencari kesempatan lain untuk menyusup ke dalam Seng-thong mereka..."
"Ehmm...! Ini dinamakan sekali tepuk dapat dua hasil, selain bisa membuat orang
orang Sam-seng-bun mengira Buyung Kongcu dan pelayannya sudah kabur, juga
dapat menghilangkan kecurigaan kepada kami"
"Inipun bisa membuka kesempatan buat kita untuk menyusup ke dalam lembah
tiga malaikat" Nyo Hong ling menambahkan.
43
"Setelah menyusup ke dalam lembah tiga malaikat, apa yang harus kami lakukan?
Bagaimana mengadakan kontak ? Harap nona mengatur segala sesuatunya lebih
dahulu."
Nyo Hong ling termenung sebentar, kemudian jawabnya: "Bagaimanakah keadaan
dalam Sam-seng-bun, aku sendiripun tidak tahu, apa yang harus kalian lakukan
lebih baik hadapi saja menurut keadaan waktu itu, sedang soal mengadakan kontak
aku pikir tidak perlu, sebab bagaimanapun rahasianya cara kita mengadakan
kontak, bisa jadi akan diketahui orang-orang Sam seng bun"
"Maksud nona dapat kupahami, setelah kami masuk ke dalam lembah tiga
malaikat harus bekerja dengan kepandaian masing-masing untuk mengatasi
kesulitan bukan ?"
"Yaa, inilah suatu pertaruhan, bahkan pertaruhan yang amat besar, kita sama
sekali tidak memiliki keyakinan untuk menang, tapi kita harus menyerempet
bahaya dengan mengandalkan kecerdasan serta keberanian kita sendiri." Buyung
Im-seng menghela napas panjang.
"Aaai... kalau aku yang menempuh bahaya ini, hal mana sudah sepantasnya, tapi
Tong heng dan nona berdua... "
"Aku bukan demi kau, aku berjuang demi Biau hoa bun ku sendiri" tukas Nyo
Hong-ling, kalau kita tidak melawan kekuatan Sam-seng-bun, tak nanti Sam-sengbun
akan melepaskan kami, itulah sebabnya kau tak usah merasa sungkan."
"Tapi Tong-heng kan tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan ini, agaknya dia
tak perlu untuk turut menyerempet bahaya"
Tong Thian-hong memandang sekejap ke arah Ki Li-ji, kemudian katanya:
"Tidak mengapa, sudah lama siaute menaruh perasaan ingin tahunya atas
perguruan Sam-seng-bun tersebut, aku ingin sekali bisa mendapat keterangan yang
lebih mendalam tentang kekuatan itu"
"Tapi terlalu berbahaya!" bisik Ki Li-ji.
"Seorang manusia, bisa hidup sampai seratus tahunpun akhirnya akan mati juga,
bila dapat menyingkap sedikit rahasia tentang kekuatan yang menguasai dunia
persilatan sekarang, sekalipun harus mati juga tak akan menyesal."
Ki Li ji segera tertawa manis. "Kau sangat gagah..." pujinya.
"Nona terlalu memuji."
"Aku berbicara sesungguhnya!" ucapan nona ini lembut dan penuh perasaan cinta.
Nyo Hong ling ikut berkata pula: "Kalau memang saudara Tong memiliki
kegagahan seperti ini, aku rasa saudara Buyung juga tak usah memikirkannya di
hati lagi"
Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Dewasa ini kecuali kita beberapa
orang muda, kebanyakan jago-jago tua dan kaum locianpwe mungkin sudah tak
seorangpun yang berani bermusuhan dengan pihak Sam-sen-bun lagi"
Beberapa patah kata ini segera mengobarkan semangat Buyung Im-seng dan Tong
thian-hong, dia saling berpandangan sekejap lalu tertawa
44
Nyi Hong-ling melihat waktu sejenak, kemudian katanya: "Waktu sudah tidak pagi
lagi, kalian harus segera menyaru !"
"Hoa-cu dan nona Ki silahkan melanjutkan perjalanan ! Aku percaya kami masih
sanggup untuk menyelesaikan persoalan ini."
"Aku percaya, dengan kepandaian yang kalian miliki sekarang, sekalipun dikepung
orang-orang Sam-seng-bun, untuk meloloskan diri bukan suatu masalah sukar.
Ingat perkataanku, bila terjadi pertarungan jangan bertarung terlampau lama, kita
hanya ingin tahu letak sarang mereka saja."
(Bersambung ke jilid 3)
45
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 3
Buyung Im-seng menghela napas panjang.
"Asal... andaikata kita gagal untuk menyelidiki keadaan Sam-seng-bun yang
sebenarnya, mungkin di kemudian hari akan susah untuk menemukan kesempatan
sebaik ini lagi."
"Kita menempuh bahaya hanya ingin menyelidiki keadaan musuh untuk
menambah pengetahuan kita dalam menyusun rencana besar kita bukan pergi
untuk mengadu nyawa, maka kalian berdua mesti mengutamakan keselamatan diri
terlebih dulu baru sial menaklukan musuh. Ingat perkataanku ini, nah mari kita
pergi!"
Selesai berkata, Nyo Hong-ling lantas mengajak Ki Li-ji untuk buru-buru berangkat
meninggalkan tempat itu.
Menanti bayangan tubuh kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan mata, Tong
Thian-hong dan Buyung Im-seng baru turun tangan untuk menyaru diri, kemudian
mencari mayat kedua orang kusir itu, melepaskan pakaian mereka, menggeserkan
mayatnya ke tempat lain dan memberi beberapa bacokan luka di tubuh sendiri.
Seusai menyaru dan memeriksa sekejap bahwa tiada titik kelemahan yang terdapat
pada diri mereka, kedua orang itu baru membaringkan diri di atas tanah.
"Buyung-heng," bisik Tong Thian-hong, "tahukah kau mengapa nona Nyo suruh kita
menyaru sebagai kusir dan bukannya disuruh menyamar sebagai Busu yang
mengawal kereta?"
"Menurut pendapat saudara Tong?"
"Mungkin lantaran kedudukan seorang kusir kereta itu terlalu rendah,
pengetahuan tentang persoalan dalam suatu kantor cabangpun amat terbatas,
maka lebih mudah mengatasi masalahnya daripada kedudukan yang lebih tinggi...!"
"Siaute juga berpendapat demikian."
46
"Lebih baik kita gunakan kesempatan yang amat singkat ini menganalisa dulu
pertanyaan apa saja yang mungkin mereka ajukan, kemudian diatur jawaban yang
paling baik agar rahasia kita jangan sampai ketahuan...!"
"Tong-heng, memang amat seksama, sungguh membuat siaute merasa sangat
kagum!"
Dengan menggunakan kecerdasan masing-masing kedua orang itu mulai mendugaduga
pertanyaan apa saja yang mungkin diajukan lawan, kemudian dicarikan pula
jawabannya yang tepat.
Baru saja mereka selesai berunding, tiba-tiba terdengar suara derap kuda yang
amat ramai berkumandang datang.
Tempat dimana mereka berdua berbaring dipilihnya tempat yang strategis,
sekalipun mata dipentangkan lebar-lebar juga tidak gampang diketahui orang.
Tampak dua ekor kuda dengan cepat menghampiri tempat kejadian itu, kemudian
bersama-sama melompat turun dari kudanya.
Orang pertama adalah seorang pemuda berusia dua puluh lima-enam tahunan yang
berjubah putih, dia bertangan kosong dan tampak seperti seorang pelajar.
Di belakangnya mengikuti seorang bocah berbaju hijau yang usianya antara enamtujuh
belas tahunan.
Ketika pemuda berbaju putih itu melompat turun dari kudanya tadi, bocah baju
hijau itu buru-buru ikut melompat turun dan menerima tali les kudanya, kemudian
sambil menuntun dua ekor kuda itu dia berjalan mengikuti dibelakang pemuda
berbaju putih itu.
"Tambatkan dulu kuda itu!" bisik pemuda berbaju putih itu dengan suara lirih.
Bocah berbaju hijau itu segera mengiakan dan menambatkan kedua ekor kuda itu
di sebatang pohon, kemudian dari atas pelana dia mengambil sebilah pedang dan
kemudian menyusul pemuda tadi.
Dengan amat teliti pemuda berbaju putih itu memeriksa mayat-mayat tersebut satu
demi satu, ada kalanya dia malah berjongkok sambil memeriksa luka dimulut
mayat.
Lambat laun pemuda berbaju putih itu semakin mendekati dimana Buyung-Imseng
berdua pura-pura menggeletak.
Setelah jarak kedua pihak makin mendekat, Buyung Im-seng baru menetapkan
bahwa pemuda berbaju putih yang tampak halus itu sesungguhnya memiliki sinar
mata yang tajam sekali. Justru karena sinar matanya yang tajam itu, maka
pemuda berbaju putih itu kelihatan keren dan diliputi selapis hawa napsu
membunuh yang amat mengerikan.
Diam-diam Buyung Im seng merasa terkejut segera pikirnya. "Orang ini jelas bukan
manusia baik-baik!"
Sementara itu terdengar pemuda berbaju putih itu berkata dengan suara dingin.
"Cara kerja pihak lawan sungguh amat keji, bila tusukan pertama tidak mematikan
ternyata tusukan kedua menembusi tempat mematikan dari lawannya, aku sudah
memeriksa sembilan sosok mayat, semuanya berada dalam keadaan demikian."
47
Bocah berbaju hijau itu hanya mengiakan belaka, tak sepatah katapun yang
diucapkan.
Mendadak sinar mata pemuda berbaju putih itu menatap ke wajahnya tajam-tajam,
kemudian katanya "Di sana ada orang yang masih hidup, cepat bopong kemari!"
Bocah berbaju hijau itu mengiakan dan buru-buru lari ke depan untuk membopong
tubuh Buyung Im-seng.
Sementara itu Buyung Im Seng sudah menutup sebagian nadinya membuat
pernapasan menjadi lemah, agar orang mengira dia sedang menderita luka yang
parah.
Tiba di depan pemuda berbaju putih itu, pelan-pelan bocah berbaju hijau itu
membaringkan tubuh Buyung Im Seng ke atas tanah.
"Agaknya di sana masih ada seorang yang masih hidup lagi, cepat bawa kemari
juga orang itu!" kata pemuda baju putih itu lagi.
Bocah berbaju hijau itu segera mengiakan tak lam kemudian ia telah membopong
Tong Thian hong kemari.
Pemuda berbaju putih itu hanya mengawasi kedua orang tersebut dengan
pandangan dingin, lama sekali dia tidak berbicara.
Baik Buyung Im seng maupun Tong Thian hong sama-sama menyadari bahwa
mereka telah bertemu dengan seorang musuh yang tangguh, diam-diam mereka
mempersiapkan diri secara baik-baik, untung saja mereka sudah mengadakan janji
lebih dulu sehingga masih bisa menahan diri.
Kurang seperminuman teh kemudian, pemuda berbaju putih itu baru menegur
ketus. "Kalian adalah kusir kereta?"
"Benar!" jawab Tong Thian hong dengan suara yang lemas tak bertenaga. "Kau
dapat bersilat?" "Cuma ilmu silat kasaran!" jawab Tong Thian Hong dengan suara
yang lemas lagi.
Pemuda berbaju putih itu manggut-manggut, kemudian kepada bocah berbaju hijau
itu katanya "Bantu dia dengan sedikit tenaga, aku masih akan menanyakan banyak
persoalan kepadanya."
Bocah berbaju hijau itu mengiakan, dia lantas membangunkan Tong Thian hong
dan menempelkan tangan kanannya di atas jalan darah Mia bun hiatnya.
Tong Thian hong segera merasakan adanya segulung hawa panas yang kuat
menerjang masuk ke dalam tubuhnya, ia merasa amat terkejut, segera pikirnya.
"Seorang bocah saja sudah berilmu setinggi ini, bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya tuannya, entah siapakah manusia berbaju putih ini?"
"Sekarang kau sudah bisa berbicara banyak bukan?" tegur pemuda berbaju putih
itu kemudian. Tong Thian hong manggut-manggut. "Ya, benar!"
"Baik, sekarang jawab semua pertanyaanku!"
"Siapa kau?" Tong Thian hong cepat bertanya.
48
"Kim Cok tak pernah membicarakannya denganmu?"
"Tidak!"
"Pemuda berbaju putih itu segera tertawa dingin.
"Siapa pun diriku, yang pasti dalam sekali ayunan tangan saja aku sanggup
merenggut nyawamu."
"Aku mengerti."
"Kalau sudah mengerti itu lebih bagus lagi, sekarang jawab siapa yang
menghadang kalian? Mengapa seluruh orang mati terbunuh? Dan mengapa cuma
kalian berdua yang dibiarkan hidup?"
Tong Thian hong segera berpikir: "Orang ini memiliki sinar mata yang tajam, jelas
tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna, ucapannya juga tajam, ini
membuktikan dia berotak cerdas dan jelas bukan seorang manusia yang gampang
dihadapi..."
Berpikir demikian, dia lantas melirik sekejap ke arah Buyung Im seng yang
berbaring di sisinya, kemudian menjawab.
"Mungkin lantaran mereka anggap hamba cuma seorang kusir kereta, maka
mereka tak sampai melancarkan serangan yang mematikan." Pemuda berbaju putih
itu termenung sejenak, kemudian sahutnya. "Siapa-siapa saja mereka itu? Apakah
kau masih ingat?"
Ketika Tong Thian hong mendengar pemuda berbaju putih itu tidak mendesak lagi
soal tidak terbunuhnya mereka berdua, hatinya menjadi agak lega, jawabnya
segera.
"Semua penyerang menggunakan kain kerudung hitam, hanya sepasang mata
mereka yang kelihatan, senjata yang dipakai adalah pedang. Ketika rombongan
kami baru tiba di situ, mendadak mereka melompat keluar dari tempat
persembunyian dia langsung menyerang kami, sejak awal sampai akhir mereka tak
berkata apa-apa sehingga hamba sendiri tidak tahu siapakah mereka.
"Diantara kalian apakah ada yang berhasil melarikan diri?"
"Waktu itu hamba kena dihajar roboh dari atas kereta lalu terasa seperti kena
sebuah tusukan pedang lagi, kemudian apa yang terjadi tidak hamba pahami,
cuma..."
"Cuma kenapa?"
"Cuma jumlah rombongan kami kan terbatas, asal mayat yang ditemukan dijumlah
semua, bila ada yang kurang itu berarti ada yang berhasil meloloskan diri."
"Berapa orang jumlah rombongan kalian?"
Tong Thian hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jika hamba tidak bisa mengetahui kedudukanmu lebih dulu, sekalipun kau bunuh
aku juga tak akan banyak bicara."
Pemuda berbaju putih itu mengawasi wajah Tong Thian hong dekat-dekat,
kemudian bertanya.
49
"Kim Cok itu apa kalian?"
"Toucu!"
"Ia yang bertemu dengan akupun akan tundukkan kepala dan munduk-munduk...!"
Mendengar itu, Tong Thian hong terus berpikir. "Tampaknya kedudukan orang ini
tinggi sekali, entah siapa namanya? Aku tak boleh berlagak pintar, dari pada
ketahuan rahasianya."
Berpikir sampai di situ, pelan-pelan dia terus berkata: "Kedudukanmu sudah pasti
amat tinggi, tapi hamba rendah kedudukannya, entah sebutan apa yang harus
hamba gunakan?"
Di atas wajah sang pemuda yang dingin segera terlintas sekulum senyuman,
sahutnya: "Hoat-lun-tong tongcu, pernah mendengarnya dari Kim Cok?"
Tong Thian hong pura-pura merasa terperanjat, segera serunya: "Oh... rupanya
adalah seorang tongcu, hari ini hamba benar-benar terbuka matanya."
Dengan lagaknya itu, pemuda berbaju putih itu malah menjadi percaya penuh
dengan kedudukannya, tidak menegur lagi, sambil tertawa tanyanya.
"Berapa orang rombongan kalian?"
"Dengan dipimpin sendiri oleh Kim dan Ong dua orang Tuocu, ada dua belas orang
jago yang mengiringi, ditambah kami empat orang kusir kereta, jumlahnya menjadi
dua belas orang."
Pemuda berbaju putih itu segera berpaling sekejap ke arah bocah berbaju hijau
seraya berkata: "Coba kau periksa, ada berapa mayat ditemukan?" Bocah berbaju
hijau itu mengiakan dan segera melaksanakan perintah tersebut.
Tak lama kemudian dia datang melapor: "Lima belas sosok mayat ditambah mereka
berdua yang masih hidup, jumlahnya tujuh belas orang, ada seorang meloloskan
diri."
"Siapakah yang melarikan diri?"
"Tidak nampak mayat Ong Thi san Ong toucu!" Tong Thian hong yang mendengar
tanya jawab itu, segera berpikir kembali.
"Mereka kenal dengan Ong Thi-san berarti kenal juga dengan setiap orang yang
berada dalam perkampungan Kim Cok, aku musti berhati-hati dalam menjawab
semua pertanyaan selanjutnya."
Dalam pada itu, pemuda berbaju putih tersebut sudah memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian tanyanya lagi.
"Tinggalkan lambangku di sana, suruh mereka mengubur baik-baik semua jenasah
tersebut, kemudian baru melacaki jejak dari Ong Thi san"
"Bagaimana dengan kedua orang ini?" tanya bocah berbaju hijau itu kemudian.
Oran berbaju putih itu termenung sebentar kemudian jawabnya.
50
"Aku masih harus menanyakan beberapa persoalan lagi, coba kau periksa apakah
ke empat buah kereta itu masih ada yang beroda dan bisa dipakai lagi, masukkan
dia ke dalam kereta dan kita angkut pergi dari sini."
Sekali lagi bocah berbaju hijau itu mengiakan dan pergi untuk membuat persiapan.
Selang sejenak kemudian, bocah itu sudah muncul kembali sambil memberi
laporan: "Ada sebuah kereta yang masih dapat dipergunakan!"
"Bagus! Masukkan mereka ke dalam kereta tersebut..."
Tiba-tiba ia merendahkan suaranya dan berbisik.
Andaikata Tong Thian hong dan Buyung Im ceng mau mengerahkan tenaga
dalamnya untuk menyadap pembicaraan tersebut, kendatipun bisikan orang
berbaju putih itu amat lirih, dengan kemampuan dia yang sanggup menangkap
suara jatuhnya daun dari beberapa puluh kaki itu tak sulit untuk menyadap
pembicaraan tadi.
Akan tetapi mereka berdua tak berani berbuat demikian, sebab terhadap orang
berbaju putih itu mereka menaruh kewaspadaan yang besar, mereka tak berani
menyadap pembicaraan tersebut dengan mengerahkan tenaga dalam, sebab kuatir
ketahuan rahasianya.
Usia bocah berbaju hijau itu belum terlalu besar, tapi tenaga yang dimilikinya
sangat mengagumkan, dengan satu tangan mengempit sesosok badan, ia berjalan
menuju ke arah kereta dan memasukkan kedua orang itu ke dalam ruang kereta.
Sesudah itu katanya: "Harap kalian berdua baik-baik menjaga diri, kalau ada
permintaan yang mendesak harap memberitahukan kepadaku!"
Seusai berkata dia lantas menurunkan tirai di atas kereta.
Tong Thian hong dan Buyung Im seng saling berpandangan sekejap, kemudian
tersenyum bersama.
Dengan ilmu menyampaikan suara, Buyung Im seng lantas berbisik.
"Saudara Tong, tampaknya mereka akan membawa kita menuju ke ruang Sengthong."
"Orang berbaju putih itu tidak gampang dihadapi" sahut Tong Thian hong dengan
ilmu menyampaikan suara juga. "Sedangkan bocah berbaju hijau itupun seorang
manusia licik yang susah dilayani, kita musti bersikap lebih berhati-hati, jangan
terlalu gegabah, memanfaatkan kesempatan ini kita musti pelihara tenaga sebaikbaiknya,
tak usah perdulikan lagi mau dibawa kemanakah kita ini."
"Ehm.. betul juga perkataan saudara Tong!" sahut Buyung Im-seng kemudian.
Ia lantas memejamkan mata dan mengatur napas untuk mengumpulkan kembali
tenaganya.
Betul juga, bocah berbaju hijau itu kerap kali mengintip lewat celah-celah tirai
untuk memperhatikan gerak-gerik mereka berdua, tapi setelah menyaksikan tidur
mereka yang begitu nyenyak dan tidak mirip seseorang yang berilmu silat,
kewaspadaan mereka tampaknya agak mengendor.
51
Entah berapa saat sudah lewat, ketika kereta itu berhenti berjalan, waktu senja
telah menjelang tiba.
Bocah berbaju hijau itu tidak memperkenankan kedua orang itu turun dari
keretanya, semua makanan dan minuman dihantarkan masuk sampai ke dalam
kereta. Tak lama kemudian perjalanan kembali dilanjutkan, rupanya mereka
bermaksud untuk melanjutkan perjalanan malam.
Kali ini Buyung Im-seng merasa bahwa kereta itu berjalan lebih cepat lagi, tak
tahan dia lantas mengintip lewat balik tirai, ternyata kuda penghela kereta itu
telah ditukar dengan tiga ekor kuda jempolan. Melihat kesemuanya itu dia lantas
berpikir dihati.
"Tak lama setelah berhenti, secara gampang mereka dapat menukar kuda, daya
pengaruh dari Sam-seng bun ini betul-betul sudah meluas sampai di seantero
jagat..."
Demikianlah, perjalanan kereta dilanjutkan siang malam, bukan kecepatannya
semakin tinggi, baik Buyung maupun Tong Thian hong sama-sama tak tahu ke
arah manakah mereka dibawa dan sudah berapa lama perjalanan dilakukan.
Suatu ketika hanya menangkap suara deburan ombak yang amat keras dari tepi
sungai besar. Terdengar bocah berbaju hijau itu sedang berkata dengan dingin.
"Luka yang kalian berdua derita tidak terlampau parah, setelah beristirahat sekian
lama tentunya bisa melakukan perjalanan sendiri bukan...?"
00OO00
BAGIAN KE EMPAT
"Saudara ada urusan apa? Silahkan disampaikan!" Tong Thian hong segera
berkata.
"Sekarang kalian boleh keluar!"
Tong Thian hong mengiakan dan menyingkap tirai melompat keluar dari ruangan
kereta.
Dengan pandangan dingin, bocah berbaju hijau itu menatap Tong Thian hong
sekejap, kemudian tegurnya lagi. "Mengapa dengan yang satunya?"
"Luka yang dideritanya jauh lebih parah dari pada luka yang ku derita, gerakgeriknya
otomatis jauh lebih lamban." Buyung Im-seng yang masih berada dalam
kereta dapat menangkap pembicaraan itu dengan amat jelasnya, pelan-pelan dia
lantas merangkak turun dari kereta.
Ketika mendongakkan kepalanya, maka tampaklah sebuah perahu layar telah
berlabuh di tepi sungai. Dengan suara dingin bocah berbaju hijau itu kembali
berseru. "Sekarang berdiri dulu kalian di tepi kereta!"
Kemudian dengan langkah cepat dia berjalan menghampiri perahu layar tersebut.
Selang sejenak kemudian, bocah berbaju hijau itu muncul kembali dengan
membawa empat orang lelaki berbaju hitam, katanya "Dua orang itu orangnya!"
52
Ke empat orang lelaki itu memperhatikan Buyung Im-seng dan Tong Thian hong
sekejap kemudian orang yang pertama itu mengeluarkan dua buah handuk panjang
berwarna hitam dan menutupi mata mereka berdua.
Setelah itu mereka dibopong naik ke atas perahu.
Buyung Im seng kembali berpikir.
"Hingga saat ini mereka belum menaruh curiga terhadap kedudukan dan asal usul
kami, tapi sikap mereka masih begitu teliti dan berhati-hati... aiii! Kelihatannya
bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang untuk menyelidiki rahasia mereka."
Ia merasa tubuhnya dibopong orang naik ke atas perahu dan diturunkan dalam
ruangan, kemudian perahu itu menaikkan jangkar dan segera berlayar ke tengah
sungai.
Buyung Im-seng maupun Tong Thian hong sama-sama tidak mengetahui apakah di
sekitarnya ada orang yang sedang mengawasi mereka atau tidak, untuk
menghindari segala hal yang tidak diinginkan, mereka tak berani membuka kain
hitam yang menutupi matanya dan terpaksa cuma duduk tak berkutik saja di situ.
Kurang lebih satu jam kemudian, Buyung Im-seng dan Tong Thian hong kembali
merasakan tubuhnya dibopong orang menuruni perahu itu.
Sampai detik itu, kain hitam yang menutupi mata mereka berdua belum dilepas,
dengan sendirinya mereka pun tak dapat melihat pemandangan disekitar situ, tapi
dalam perasaan mereka berdua, dapat dirasakan kalau tubuh mereka sedang
dibawa menelusuri sebuah jalan setapak yang tinggi rendahnya tak menentu.
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, terasa mereka seakan-akan sedang
memasuki sebuah bangunan rumah.
Menyusul kemudian badan mereka diturunkan di atas pembaringan.
Terdengar seseorang berseru dengan suara dalam.
"Sekarang kamu berdua boleh beristirahat dulu sementara."
Seraya berkata, ia turun tangan melepaskan kain kerudung yang menutupi mata
mereka.
Ternyata tempat itu adalah sebuah ruang rahasia yang sangat kokoh, selain sebuah
jendela kecil dan sebuah pintu, tiada jalan lain yang bisa tembus keluar.
Setelah melepaskan kain kerudung hitam dari wajah Buyung Im-seng serta Tong
Thian hong, kedua orang lelaki itupun tidak banyak bicara lagi, mereka segera
membalikkan tubuh dan keluar dari ruangan itu sekalian merapatkan kembali
pintu ruangan.
Waktu itu fajar belum menyingsing, tapi dalam ruangan tiada cahaya lentera
sehingga suasana amat gelap.
Dengan suara rendah, Tong Thian-hong segera berbisik. "Mungkin lantaran
kedudukan kita terlalu rendah, maka orang-orang itu merasa enggan untuk
bercakap-cakap dengan kita."
"Hal ini menunjukkan kalau permainan sandiwara kita telah berhasil dengan
sukses..." sahut Buyung Im seng, ia lantas bangkit dan melongok lewat jendela.
53
Aneka bunga tumbuh di seputar ruangan tersebut, ternyata ruang rahasia itu
dibangun dalam sebuah kebun bunga.
Pelan-pelan Tong Thian hong juga turun dari pembaringan dan berjalan menuju ke
tepi pintu, setelah diamatinya sebentar dan tidak terdengar suara apa-apa, pelanpelan
dia membuka pintu dan melongok sekejap keluar, tapi kemudian dengan
cepat menutup pintu lagi dan membalik ke atas pembaringan.
"Saudara Buyung!" serunya lirih.
Buyung Im seng berjalan balik ke pembaringan dan duduk, lalu tanyanya
keheranan.
"Ada apa?"
"Mari kira berbaring sambil berbincang-bincang!"
Dua orang itu segera membaringkan diri dan menarik selimut untuk menutupi
badan.
"Menurut saudara Buyung, kita berada dimana sekarang?" tanya Tong Thian hong
kemudian.
"Ditengah sebuah kebun bunga, lamat-lamat ada sebuah bayangan bukit
dikejauhan sana, tapi jelas bukan bukit Toa-ho-san ditengah sungai...!"
"Sampai detik ini aku baru betul-betul merasa kagum atas kehebatan Sam-seng
bun, mereka memang sangat luar biasa."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
"Sam-seng bun telah menyembunyikan sebagian besar kekuatannya diantara
kehidupan masyarakat, petani, nelayan dan perkampungan bahkan tempat-tempat
semacam itupun kemungkinan besar adalah markas besar mereka... aaii. Jika
ditinjau dari kesemuanya ini, aku jadi beranggapan bahwa letak Sang Chung
sesungguhnya bukan sesuatu yang penting."
"Ucapan saudara Tong ada benarnya juga, cuma Sam-seng-tong adalah letak
kepercayaan mereka semua, aku rasa ditempat itu pasti memiliki sesuatu
kemampuan yang bisa menaklukan hati orang."
"Sekalipun perkataanmu betul, tapi kalau dilihat keadaannya jelas kita tak akan
dikirim menuju ke Seng tong mereka, rupanya Sam seng bun tersebut bukan saja
merupakan suatu organisasi yang sangat rahasia, tindak tanduk merekapun sangat
hati-hati dan teliti, sekalipun terhadap orang sendiri, penjagaan juga dilakukan
secara berlebihan. Aku rasa hal pertama yang harus kita lakukan adalah mencari
tahu lebih dahulu dimanakah kita berada sekarang."
"Aku berpikir orang berbaju putih yang kita jumpai tadi adalah seorang Tongcu, dia
mengirim kita kemari, itu berarti tempat ini sudah pasti bukan suatu tempat
sembarangan."
"Makanya kita harus selidiki dulu."
"Tapi bagaimana caranya untuk melakukan penyelidikan itu?"
54
"Dalam sekilas pandangan tadi, kusaksikan kebun bunga itu diatur secara rapi
teratur sekali, ini membuktikan bahwa tuan rumah tidak saja bukan jago silat
kasaran, ia juga seorang manusia yang cerdas dan pandai mempergunakan
otaknya, sepintas lalu tempat ini seakan-akan tanpa penjaga, ada suatu yang
diandalkan untuk menjaga keamanan di sini, sebentar kita boleh keluar untuk
melihat-lihat kalau bisa ingat baik-baik letak kebun ini serta bisa menemukan
bagian-bagian yang mencurigakan, sehingga bila melakukan operasi malam nanti,
kita sudah mempunyai rencana yang baik."
"Sikap orang-orang itu terhadap kita berdua amat menghina dan memandang
rendah, aku kuatir kita dilarang meninggalkan ruangan ini dan melihat lihat ke
kebun."
"Kalau sampai demikian, terpaksa kita harus menghadapinya menurut keadaan!"
"Sstt... ada orang datang!" tiba-tiba Buyung Im seng berbisik.
Tong Thian hong juga segera merasakan hal itu, buru-buru ia menutup mulut dan
tidak berbicara lagi.
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, menyusul kemudian
pintu ruangan dibuka orang.
Seorang lelaki berbaju hijau memelihara jenggot kambing dan berdandan seorang
congkoan, pelan-pelan masuk ke dalam, setelah memperhatikan mereka sekejap,
katanya.
"Bagaimana dengan keadaan luka yang kalian derita?"
Suaranya lembut dan nadanya ramah, bahkan tiada hentinya manggut-manggut
sambil tersenyum. Tong Thian hong tahu manusia yang termasuk dalam tipe
manusia "siau-li-cong-to" (menyembunyikan golok dibalik senyuman) adalah
manusia yang berbahaya sekali, mereka bisa membunuh orang sementara
senyuman ramah masih menghiasi di ujung bibir.
Maka sahutnya dengan cepat.
"Luka yang hamba derita itu sudah sembuh." Orang berbaju hijau itu lantas
berpaling ke arah Buyung Im seng kemudian tanya lagi.
"Bagaimana dengan keadaan lukamu?"
"Luka yang hamba derita agak parah, sampai sekarang belum sembuh sama
sekali."
"Baik! Kalau begitu, tinggallah di sini untuk beristirahat dengan tenang...!"
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Tong Thian hong, kemudian katanya lagi.
"Kau bisa turun untuk berjalan sendiri?"
"Kalau dipaksakan mah bisa!"
"Kalau begitu, ikutlah aku!"
Tidak menanti jawaban dari Tong Thian hong lagi, dia lantas membalikkan badan
dan berjalan keluar.
55
Pelan-pelan Tong Thian-hong turun dari pembaringannya lalu mengikuti di
belakang orang berbaju hijau itu menuju ke luar.
Dengan begitu dalam ruangan tersebut tinggal Buyung Im-seng sorang diri.
Lebih kurang setengah jam kemudian Tong Thian hong baru nampak pelan-pelan
berjalan kembali, pintu lantas ditutup dan ia langsung naik ke atas pembaringan.
"Saudara Tong, ada apa? Kenapa begitu lama?" Tegur Buyung Im seng kemudian.
Dengan wajah serius Tong Thian hong segera menjawab.
"Bila dugaanku tidak salah, agaknya orang itu sudah menaruh curiga kepada kita,
aaii Sam-ceng-bun betul-betul tak boleh dianggap enteng."
"Apa sih yang sebenarnya telah terjadi?"
Mereka telah memanggilku menghadap, di situ hampir setengah jam lamanya aku
diperiksa dan ditanyai dengan pelbagai macam pertanyaan."
"Siapa yang memeriksa dirimu itu?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu."
"Apakah kau tak melihat si pemeriksa itu?"
"Tidak, tempat itu merupakan ruangan yang sangat besar dan lebar, ditengah
ruangan terdapat sebuah kursi, orang berbaju hijau itu suruh aku duduk di atas
kursi itu kemudian berlalu. Setelah itu dari belakang tirai gelap berkumandang
suara pertanyaan, ia minta agar aku menjawab semua pertanyaannya, sayang tirai
tersebut sangat tebal dan gelap sehingga susah untuk mengetahui orangnya."
"Apa saja yang dia tanyakan?"
"Banyak sekali termasuk juga kisah sewaktu kita diserang dan juga keadaan
didalam perkampungan Kim Cok-ceng wan!"
"Padahal banyak yang tidak kita ketahui, bagaimana caramu untuk menjawabnya?"
"Tidak tahupun harus menjawab juga, ada sementara persoalan terpaksa harus
kujawab secara samar-samar."
"Benarkah jawabanmu itu?"
"Entahlah orang itu cuma bertanya dan sama sekali tidak membantah sepatah
katapun, jadi apakah jawabanku itu betul atau salah bahkan aku sendiripun tidak
tahu."
"Kalau begitu kita musti bersikap lebih berhati-hati lagi."
"Betul mulai sekarang kita harus bersikap lebih berhati-hati lagi, malam ini kita
keluar lebih dulu untuk melihat jalan keluar di depan sana, kita harus
mempersiapkan dulu jalan mundurnya sehingga setiap saat bisa kabur dari sini."
Buyung Im-seng manggut-manggut.
"Ucapan nona Nyo ada betulnya juga, kita memang tak boleh terlalu menyerempet
bahaya."
56
"Ssstt... ada orang datang lagi!" bisik Tong Thian ong tiba-tiba. Buyung Im seng
cepat menutup mulut. Pintu didorong orang dan seorang dayang muda masuk
sambil membawa rantang berisi makanan.
Mereka berdua tidak menyangka kalau orang yang mengirim nasi adalah seorang
perempuan, untuk sesaat mereka menjadi tertegun dibuatnya. Pelan-pelan dayang
itu meletakkan keranjang makanan ke meja kemudian katanya.
"Makanlah lebih dulu!" Kemudian ia membalikkan badan dan keluar dari sana.
"Nona harap tunggu sebentar!" tiba-tiba Tong Thian hong berseru sambil melompat
bangun.
Dayang itu berhenti sambil berpaling, tegurnya.
"Ada apa?"
"Aku ingin menanyakan sesuatu kepada nona."
"Bukankah aku sudah berdiri di sini?" seru dayang itu dingin. "Kalau ada urusan
cepat utarakan."
Tong Thian hong mendehem pelan, lalu katanya: "Nona mau mengirim nasi untuk
kami, sesungguhnya hal ini membuat kami berdua merasa amat berterima kasih."
Setelah mendengar perkataan ini, bukan saja dayang tersebut merasa sangat
keheranan, sekalipun Buyung Im-seng juga merasa tidak habis mengerti pikirnya.
"Bukankah sikapnya itu jelas tampak kalau tiada perkataan sengaja mencari
perkataan?"
Betul juga, sambil tertawa dingin dayang itu segera menjawab. "Tak usah
berterima-kasih, aku hanya mendapat perintah untuk mengantar makanan buat
kalian."
"Apakah nona dapat perintah dari hujin?"
"Eeeh... apakah kau kenal dengan nyonya kami?" Sesungguhnya Buyung Im-seng
sendiripun tak tahu permainan busuk apakah yang sedang dijalankan oleh Tong
Thian-hong, terpaksa dia hanya berpeluk tangan saja.
Kedengaran Tong Thian hong berkata lagi. "Hamba mohon kepada nona agar juga
menyampaikan kepada hujin, katakan bila secara tiba-tiba hamba telah teringat
akan suatu persoalan yang sangat penting, tapi persoalan itu harus disampaikan
sendiri di hadapan nyonya."
Dayang itu tampak termenung sejenak, lalu sahutnya. "Sayang hujin tak ada
dirumah!"
"Cuma boleh saja kusampaikan pesanmu itu kepada nona kami."
"Baiklah bila nona bersedia menyampaikan pesan ini, seandainya cayhe membuat
pahala nanti, nona pasti akan mendapat satu bagian."
Dayang itu kembali termenung beberapa saat, kemudian tanpa bicara lagi segera
berlalu dari sana. Menanti si dayang sudah pergi jauh, Buyung Im seng baru
berbisik, dengan suara lirih. "Saudara Tong sesungguhnya apa maksud dan tujuan
dengan tindakan itu?"
57
Tong Thian hong segera tersenyum.
"Sewaktu siaute mendapat pemeriksaan didalam ruangan tadi, secara lamat-lamat
kurasakan suara si pemeriksa adalah suara seorang perempuan, akan tetapi
berhubung nada suaranya waktu itu sangat rendah, siaute pun cuma mendengar
sepatah maka aku tak berani terlalu memastikan, maka ketika kulihat dayang itu
mengirim nasi buat kita, satu ingatan lantas melintas dalam benakku, maka
sengaja ku pancing dirinya dengan kata-kata, ternyata dugaanku tidak meleset, di
sini memang terdapat seorang perempuan yang memegang kekuasaan besar."
"Oooh... Kiranya begitu!" sekarang Buyung Im-seng baru dibuat mengerti akan
tujuan rekannya.
"Dewasa ini kebebasan kita telah dikendalikan orang, maka kita harus berusaha
untuk membuka suatu suasana yang baru."
"Tapi bagaimana caranya?" Tong Thian hong segera menempelkan bibirnya di sisi
telinga Buyung Im seng dan membisikkan sesuatu. Buyung Im seng tersenyum
sesudah mendengar bisikan itu.
"Baiklah!" dia berseru. Tak lama kemudian, dayang itu benar-benar telah muncul
kembali di situ seraya berkata.
"Nona kami mempersilahkan kalian berdua untuk menghadap."
Tong Thian hong segera bangkit berdiri, katanya: "Hamba sih masih bisa berjalan
sendiri, tapi luka yang diderita saudara ini amat parah, harap nona bersedia untuk
memayangnya."
Dayang itu segera mengalihkan sinar matanya ke tubuh Buyung Im seng, sesudah
memperhatikannya beberapa kejap, dia menegur.
"Apakah kau tak bisa berjalan sendiri?"
"Untuk berjalan hamba merasa kurang leluasa!" sahut Buyung Im seng dengan
cepat. Mendengar itu si dayang segera mengerutkan dahinya.
"Baiklah!" ia berkata kemudian. Ternyata wajah Buyung Im seng penuh berminyak
campur debu, bajunya juga kotor oleh noda darah, dayang itu kuatir mengotori
tangannya yang halus.
Buyung Im seng segera bangkit berdiri, tanpa sungkan-sungkan tangannya yang
sebelah menekan di atas dayang tersebut, meski tak mengerahkan tenaga dalam,
tapi hampir semua bobot badannya disandarkan ke atas badan dayang tersebut.
Dayang itu memalingkan wajahnya yang halus untuk menengok Buyung Im seng
sekejap, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun berjalan menuju ke depan.
Tong Thian hong segera mengikuti di belakang Buyung Im seng dengan ketat.
Tampaknya dayang itu merasakan amat jemu terhadap Buyung Im seng, selembar
wajahnya ditengokkan jauh ke muka, seakan-akan kuatir kalau pipinya yang putih
dan bersih itu sampai tersentuh badan Buyung Im seng yang kotor.
Dengan demikian justru telah memberi suatu kesempatan yang baik buat Buyung
Im seng untuk memperhatikan di sekeliling tempat itu.
58
Ternyata tempat itu adalah sebuah kebun bunga yang luas, di tengah kebun
terdapat gunung-gunung dengan aneka bunga tumbuh di sekelilingnya, suasana
sangat indah dan megah.
Dayang itu membawa mereka menelusuri jalan setapak menuju ke depan ruang
tengah yang dibangun sangat megah, kemudian sambil menarik bahunya dan
mengibaskan lengan Buyung Im seng yang bersandar di atas bahunya itu ia
berkata dingin.
"Sudah sampai! Kalian tunggu sebentar di sini."
Dengan langkah pelan dia lantas masuk lebih dulu ke dalam ruangan megah itu.
"Bersabar sedikit!" Tong Thian hong segera berbisik.
Buyung Im seng manggut-manggut sebagai tanda jawaban.
Tak lama kemudian dayang itu telah muncul kembali sambil berkata dengan
dingin.
"Kalian boleh masuk!"
Tong Thian hong segera mengulur tangannya untuk memayang Buyung Im seng
dan pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ruangan tersebut sangat luas dengan dekorasi serta perabot yang mewah dan
indah, tirainya berwarna merah darah, empat buah pot bunga terletak ditengah
ruangan, dua pot ditanami bunga berwarna merah dan dua yang lain berwarna
putih, membuat suasana dalam ruangan tersebut tampak lebih nyaman.
Cukup dilihat dari dekorasi dalam ruang tersebut, bisa diketahui kalau rumahnya
seseorang yang tahu akan seni.
Sambil menunjuk dua buah bangku yang diletakkan berjajar ditengah ruangan,
dayang itu berseru.
"Kalian boleh duduk disitu!"
Tong Thian hong dan Buyung Im seng berdua segera mengiakan dan duduk dikursi
yang ditunjuk.
Pelan-pelan dayang itu baru membalikkan badannya seraya berkata.
"Lapor nona, kedua orang itu sudah tiba."
Tirai bergoyang-goyang, seorang gadis cantik berbaju hijau segera munculkan diri
ke dalam ruangan.
TOng Thian hong dan Buyung Im seng segera mendongakkan kepalanya dan
memandang wajah gadis itu sekejap, kemudian cepat-cepat kepalanya ditundukkan
kembali.
"Kalian adalah anak buah Kim Cok?" suara teguran yang merdu segera
berkumandang.
"Benar!" jawab Tong Thian hong sambil memberi hormat, "cuma sayang
kedudukanku sangat rendah!"
Nona berbaju hijau itu manggut-manggut.
59
"Siapa yang sedang kalian kawal pada waktu itu?" tanyanya kembali.
"Buyung kongcu serta seorang pelayannya dan dua orang Hoa-li dari perguruan
Biau hoa-bun"
"Soal itu semua sudah ku ketahui, bukankah kau mengatakan masih ada urusan
penting yang akan disampaikan kepadaku? Entah persoalan apakah itu?"
"Tentang Buyung kongcu..."
"Kena apa dengan Buyung kongcu? Apakah sudah kau temui?" seru nona berbaju
hijau itu gelisah.
"Sebenarnya Kim cengcu bisa menggusur Buyung kongcu kemari, siapa tahu ia
ditengah jalan ditolong orang."
"Hmm! Aku tidak percaya dengan kepandaian silat yang dimiliki oleh Kim Cok
serta Ong Thi san, mereka berhasil menangkap Buyung kongcu!"
"Bagaimanakah macam bentuk wajahnya?"
Tong Thian hong berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng,
kemudian menjawab.
"Wajahnya tampan sekali, ia duduk di atas keretanya, maka ia lebih jelas daripada
hamba, bila nona ingin mengetahui yang lebih jelas lagi, silahkan bertanya sendiri
kepadanya."
Betul juga, nona itu segera mengalihkan sinar matanya ke wajah Buyung Im seng.
"Siapa namamu?" tegurnya kemudian.
"Hamba bernama Kim Hok!"
"Benarkah Buyung kongcu naik keretamu?"
Terpaksa Buyung Im seng harus menganggukkan kepalanya.
"Benar!"
"Coba kau bayangkan bagaimanakah wajahnya!" Buyung Im seng merasa serba
salah, tapi dalam keadaan begini terpaksa ia harus keraskan kepala sambil
menjawab.
"Dia masih sangat muda, lebih kurang baru berusia dua puluhan tahunan..."
"Konon ilmu silatnya sangat lihai, bagaimana cara majikan kalian menawannya?"
"Hamba kurang jelas, mungkin mencampuri arak dan sayurnya dengan obat
pemabuk!"
"Aku sudah tahu kalau Kim Cok dan Ong Thi san sudah pasti tak akan mampu
menangkap Buyung kongcu bila harus mengandalkan ilmu silat yang mereka
miliki." Sesudah berhenti sebentar terusnya. "Ketika kalian diserang orang
ditengah jalan, apakah Buyung kongcu menderita luka?"
"Orang-orang itu memotong borgol dan melepaskan Buyung kongcu, kejadian
selanjutnya kurang begitu jelas, sebab waktu itu hamba sudah kena dihajar sampai
pingsan."
60
Nona berbaju hijau itu manggut-manggut, sinar matanya dialihkan kembali ke
wajah Tong Thian hong.
"Hanya soal-soal itukah yang hendak kau laporkan?" tegurnya.
"Selain itu juga akan hamba terangkan kemana Buyung kongcu telah pergi!"
"Ia pergi kemana?"
"Waktu itu luka yang hamba derita kebetulan agak ringan, pendengaran hamba
belum hilang sama sekali, dalam pembicaraan yang kemudian berlangsung, hamba
dengar orang-orang itu hendak membawa Buyung kongcu menuju ke suatu tempat
yang dinamakan Jit seng po (benteng tujuh bintang)..."
"Jit seng po? Dimana itu letaknya?" tanya si nona dengan kening berkerut.
"Soal itu mah hamba kurang begitu jelas."
"Masih ada yang lain?"
Tong Thian hong segera menggeleng.
"Sudah tidak ada lagi, barusan hamba merasa hal ini sangat penting maka hamba
berusaha untuk menghadap."
"Hmmm! Memang sangat penting, untuk sementara waktu jangan kau katakan soal
itu kepada siapapun!"
"Akan hamba ingat selalu!"
"Kau perintahkan ke dapur untuk menyiapkan arak dan sayur yang baik agar
mereka bersantap sekenyangnya, kemudian beri obat sian-hoat-wan untuk
menyembuhkan luka mereka!"
Selesai berkata, dia terus membalikkan badan berjalan masuk ke balik tirai.
Dayang itu segera memandang sekejap ke arah mereka berdua, katanya dingin.
"Sekarang kalian boleh kembali ke ruangan!"
Tong Thian Hong segera bangkit berdiri sambil membimbing Buyung Im seng,
katanya. "Saudara Kim, mari ku bimbing dirimu!"
Buyung Im seng segera bangkit berdiri, dengan dibimbing oleh Tong Thian hong
mereka berlalu dari sana.
Sekembalinya ke dalam ruangan, Buyung Im seng bertanya dengan suara lirih.
"Saudara Tong, dimana sih letaknya Jit-seng-po itu?"
"Sebenarnya apa yang telah terjadi? Semakin mendengar siaute merasa semakin
tidak habis mengerti."
"Sengaja kuajukan sebuah persoalan sulit untuk mereka, ingin kulihat dengan cara
apakah mereka akan mengatasi masalah itu."
"Maksudmu?"
"Siaute pernah mendengar ayahku membicarakan soal Jit-seng-po tersebut, konon
di atas loteng itu tinggal seorang manusia aneh yang lurus tidak sesatpun tidak, ia
bergelar Jit-seng-jiu (tangan sakti tujuh bintang) orangnya aneh dan suka hidup
menyendiri, selama ini tak berhubungan dengan dunia persilatan, cuma sayang
61
ketika ayahku membicarakan soal ini dengan beberapa orang temannya, siaute
cuma tahu kepalanya tak tahu buntutnya. Tapi justru karena itu, siaute baru bisa
berbicara dengan kata yang serius dan bersungguh-sungguh."
Buyung Im seng segera tersenyum setelah mendengar perkataan itu.
"Ide mu sih bagus, Ehmmm sayang kau telah mencelakai Jit-seng-jiu tersebut."
"Bila seseorang hidup menyendiri dengan watak yang aneh serta tak pernah
berhubungan dengan orang lain, dibalik kesemuanya itu tentu ada hal-hal yang
mencurigakan, kalau dibilang orang itu adalah seorang manusia baik-baik aku rasa
hal ini belum tentu."
"Paling tidak dia toh suka hidup menyendiri daripada bersekongkol dengan pihak
Sam-seng-bun."
"Dalam sarang yang porak poranda tiada telur yang utuh, bila Jit-seng-jiu masih
ingin hidup tenang dalam suasana dunia persilatan yang serba kalut ini, sudah
sepantasnya kalau kita suruh dia mencicipi bagaimana rasanya bila dikunjungi
tamu tak diundang."
Tiba-tiba Buyung Im seng merasa persoalan ini tidak baik dibicarakan lebih jauh,
dia lantas mengalihkan pembicaraan kesoal lain, katanya.
"Saudara Tong, menurut pendapatmu apakah kedudukan nona berbaju hijau itu di
sini?"
"Kalau dilihat dari keadaan tadi, tampaknya dia adalah adik dari tuan rumah."
"Yaa, akupun berpendapat begitu."
"Aku lihat nona itu seperti menaruh perhatian khusus terhadap saudara Buyung."
Buyung Im seng segera tertawa, katanya. "Mungkin pihak Sam seng bun telah
mengumumkan hadiah besar bila bisa menangkap diriku, maka setiap orang ingin
agar bisa membekuk hidup-hidup diriku."
"Orang takut menjadi ternama, Sam seng bun memang terlalu memandang serius
diri Buyung heng, tapi otak dari kesemuanya ini tidak menyangka kalau
perbuatannya itu justru telah menciptakan saudara Buyung menjadi lambang dari
seorang ksatria, semua orang berusaha untuk menangkap dirimu dengan harapan
bisa menaikkan derajat dan martabat mereka dimata masyarakat."
Kemudian sambil merendahkan suaranya, dia melanjutkan: "Seperti misalnya
dengan nona itu, mungkin dihati kecilnya juga muncul keinginan untuk bisa
menangkap dirimu, tapi dia lebih berharap bisa bersua muka denganmu, walau
begitu dia tentu tak akan menyangka kalau Buyung kongcu yang sangat
diharapkan itu justru telah berdiri di hadapan mukanya."
"Bagaimana jalan pemikiran orang, kita tidak bisa mencampurinya, yang paling
penting sekarang adalah bagaimana caranya kita mengadakan kontak dengan nona
Nyo, kemudian bagaimana pula caranya kita menyelusup masuk ke dalam Sengtong?"
62
"Sekarang kita sudah berada dalam lingkungan musuh, sesungguhnya tiada
peraturan khusus yang mengatur gerak-gerik kita, aku rasa lebih baik kita turun
tangan lebih dulu dari tubuh si nona berbaju hijau itu."
"Tapi, bagaimana caranya turun tangan?"
"Aku sendiripun belum mendapatkan sesuatu akal yang bagus, dewasa ini terpaksa
kita harus menghadapi keadaan menurut situasi saat itu."
Baru Buyung Im seng ingin bicara lagi, tiba-tiba di luar ruangan terdengar ada
suara langkah kaki manusia sedang berjalan mendekat, dengan cepat mereka tutup
mulut.
Pintu segera dibuka orang dan dayang itu pun masuk ke dalam ruangan.
"Apakah nona ada sesuatu petunjuk?" Tong Thian hong segera melompat bangun
sambil menegur.
Si nona yang selama ini bersikap dingin, tiba-tiba mengulum sekulum senyuman,
sahutnya:
"Nona kami suruh aku menghadiahkan dua butir pil untuk kalian berdua, pil ini
berharga sekali, dan paling mujarab untuk menyembuhkan segala macam
penyakit."
Dari sakunya dia mengeluarkan dua butir pil dan segera diangsurkan ke depan.
Sambil menyambut kedua butir pil itu, Tong Thian hong menyahut, "Terima kasih
nona!"
"Setelah minum obat dan beristirahat barang dua jam, akan kukirim sayur dan
arak untuk kalian berpesta pora, saat itu kesehatan kalian tentu akan pulih
kembali seperti semula."
"Budi kebaikan nona tak akan kami lupakan untuk selamanya."
"Mungkin nona kami masih ada urusan lain hendak disampaikan kepada kalian
berdua, sampai waktunya aku akan datang mengabarkan lagi kepada kalian."
Seusai bicara, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari ruangan itu.
Tong Thian hong segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im
seng, kemudian bisiknya. "Kelihatannya urusan telah mengalami perkembangan
lain!"
"Ia menghadiahkan obat kepada kita dengan tujuan untuk cepat-cepat
menyembuhkan luka yang kita derita, dengan kedudukan kita dalam Sam seng bun
sekarang, seharusnya tak perlu mendapatkan perhatian khusus darinya, apakah
kejadian ini tidak mencurigakan?"
Mendengar perkataan itu, tiba-tiba Buyung Im seng melompat ke depan secepat
kilat, tangan kanannya segera menyambar ke muka melancarkan sebuah
cengkeraman.
Terdengar keluhan tertahan, tahu-tahu dayang tadi sudah diseret masuk kembali
ke dalam ruangan.
63
Rupanya dayang tadi setelah pergi telah balik kembali kesana dan mencuri dengar
pembicaraan mereka.
Tak disangka sama sekali, ternyata ilmu meringankan tubuh yang dimiliki dayang
itu amat sempurna, hal mana mengakibatkan baliknya kembali dayang itu sama
sekali tak terdengar oleh Buyung Im seng maupun Tong Thian hong.
Akan tetapi disaat tubuhnya berkelebat lewat dari celah-celah pintu itulah,
bayangan tubuhnya tak berhasil lolos dari ketajaman mata Buyung Im seng.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat Buyung Im seng berhasil menangkap
dayang itu dan menyeretnya masuk ke dalam ruangan.
Tong Thian hong yang menyaksikan kejadian itu diam-diam merasa terkejut
bercampur kagum, pikirnya "Kalau dilihat dari kepandaian silatnya itu, agaknya
dia masih jauh lebih tangguh daripada kepandaianku."
Ternyata sejak Buyung Im seng mempelajari ilmu pukulan dan ilmu pedang yang
diwariskan ayahnya, kepandaian silat yang dimilikinya telah memperoleh
kemajuan yang pesat, apalagi dibantu oleh Nyo Hong-ling yang lihai itu,
menyebabkan ilmu silatnya bertambah pesat lagi majunya. Setelah diseret masuk
ke dalam ruangan, dayang itu segera mendongakkan kepalanya dan memandang
sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian berseru keras.
"Lepaskan aku!"
Buyung Im seng tertawa hambar.
"Nona berapa banyak yang berhasil kau sadap dari pembicaraan kami tadi?"
tegurnya.
Dayang itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Buyung Im seng, sebaliknya
malah tanya.
"Siapa kau?"
"Jika nona masih ingin hidup, lebih baik jangan banyak bertanya kepadaku."
"Aku tak percaya kalian benar-benar berani membunuhku!" "Kenapa kau tak
percaya?" tanya Tong Thian hong.
"Sebab nona kami sudah tahu bahwa aku datang kemari untuk menyampaikan obat
buat kalian, jika dalam seperminuman teh aku belum kembali juga, ia pasti akan
curiga, dan waktu itu dia pasti akan datang kemari untuk melakukan
pemeriksaan."
Mendengar itu Tong Thian hong segera tersenyum: "Kiranya begitu, cuma nona
sudah salah menghitung akan satu hal..."
"Soal apa?"
"Setelah jejak kami ketahuan, seandainya kami lepaskan nona, kami juga tak dapat
melepaskan diri dari sini, tentunya kau bisa memahami bukan bagaimana jika
seseorang sudah nekat karena cemas?"
Dayang itu menjadi termangu.
64
"Kalau begitu, kalian bertekad akan membunuh diriku?" Serunya agak gemetar.
"Itu mah belum tentu."
"Cepat kalian katakan, apa yang harus kulakukan?"
"Nona sendiri saja yang mencari akal untuk tidak membocorkan rahasia kami, asal
akalmu itu dapat membuat kami menjadi percaya maka kamipun pasti tak akan
mencelakai dirimu."
"Kalau aku sudah mengatakan tak akan bicara, yaa tak akan bicara, tapi kalau
kalian tidak mau percaya juga, lantas apa yang harus kulakukan?" Selama ini
Buyung Im seng tidak mengucapkan sepatah katapun, padahal dalam hatinya
sedang berpikir bagaimana caranya untuk menghadapi dayang tersebut.
Pelbagai akal sudah dia pikirkan, akan tetapi tidak sebuahpun yang berkenan
dihatinya, tanpa terasa dia lantas menghela napas panjang.
"Aaaiii... tampaknya, sekalipun kau tak akan kubunuh, paling tidak jalan darahnya
juga musti ditotok!"
"Ya, sekalipun musti ditotok paling tidak juga lebih mendingan daripada mati",
sahut dayang itu dengan sedih. Setelah manggut-manggut katanya lebih jauh.
"Baiklah! Jika kalian tak mau percaya juga silahkan menotok jalan darahku!"
"Kelihatannya nona pandai sekali untuk menyesuaikan diri." seru Tong Thian hong
kemudian. Sesudah berhenti sejenak dengan suara dingin: "Kami ingin mengajukan
beberapa buah pertanyaan kepada nona, bila kau bersedia untuk menjawab dengan
sejujurnya mungkin saja kami akan melepaskan diri nona."
"Baik, tanyalah!"
"Tempat manakah ini? Siapa nama tuan rumah di sini? Dan apa pula kedudukan
nona berbaju hijau itu?"
"Tempat ini bernama Cing-hong-po (bentangan sejuk), kepala kampungnya
bernama Im-hui, sedang nona kami adalah adik perempuan Im pocu...!"
"Apakah hubungan tempat ini dengan Sam seng po?" "Tempat ini adalah salah satu
kantor cabang dari Sam seng bun!" "Siapakah nama nonamu?" "Mau apa kau
menanyakan namanya?"
Tong Thian-hong segera merasakan paras mukanya menjadi panas dan agak
memerah karena jengah, tapi segera sahutnya.
"Tentu saja aku mempunyai tujuan tertentu!" "Ia bernama Im Siau-gwat!"
"Saudara Buyung, bagaimana kalau kita lepaskan dia?" tiba-tiba Tong Thian hong
berkata.
Buyung Im seng tertegun kemudian sahutnya.
"Ya, lepaskan!"
Seraya berkata dia lantas membebaskan dayang itu dari pengaruh totokan...
"Nona, siapa namamu?" tanya Tong Thian hong lagi. "Aku bernama Ciu Peng!"
"Nona aku ingin memberitahukan hal kepadamu." "Persoalan apakah itu?"
65
"Seorang manusia hanya bisa mati satu kali, oleh karena itu aku harap nona bisa
baik-baik menjaga diri!"
Ciu peng berpikir sebentar kemudian sahutnya: "Aku lagi heran kenapa kalian
bersedia melepaskan aku dengan begitu saja, tanpa melakukan sesuatu di atas
badanku?"
Sinar matanya segera menyapu sekejap wajah Tiong Thian hong dab Buyung Im
seng, kemudian melanjutkan: "Apakah kalian berdua bersedia menerangkan asal
usul kalian yang sesungguhnya?"
"Nona, besar amat nyalimu!" seru Tong Thian Hong dengan alis mata berkernyit.
Ciu Peng segera tersenyum: "Bukankah kau yang berkata sendiri, seorang hanya
bisa mati sekali...?" Sinar matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im seng,
kemudian lanjutnya.
"Kepandaian silat yang kau miliki sangat lihai, jauh berbeda dengan kawanan
persilatan biasa, bila dugaanku tidak salah, seorang diantara kalian berdua pasti
merupakan Buyung kongcu."
Dengan satu lompatan kilat, Tong Thian hong menghadang di depan pintu ruangan,
lalu katanya dingin.
"Nona terlalu cerdik, orang cerdik sukar berumur panjang."
Sikap Ciu Peng amat tenang, sama sekali tidak nampak gugup atau gelagapan,
setelah menghembuskan napas panjang, kembali ujarnya.
"Jika dugaanku salah, kalian berdua tak akan marah dan gugup sekarang." "Justru
karena dugaanmu benar, maka kau harus mati!" "Siapa yang merupakan Buyung
Kongcu?" "Aku..." jawab Buyung Im seng dingin. Pelan-pelan tampak tangan
kanannya diangkat ke udara.
Ciu Peng yang menyaksikan paras mukanya amat serius, lagi pula tangan yang
diayun ke atas berat bagaikan ada bandulan seberat ribuan kati, segera mengerti,
bila serangan itu diayunkan ke bawah, niscaya kekuatannya luar biasa sekali.
Buru-buru serunya dengan cepat.
"Budak mendapat perintah rahasia untuk menyambut kedatangan Buyung kongcu."
Buyung Im seng agak tertegun setelah mendengar ucapan itu.
"Kau mendapat perintah dari siapa?" tegurnya.
(Bersambung ke jilid 4)
66
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 4
“Pangcu kami!”
“Kau dari perkumpulan Li-ji-pang (Perkumpulan putri-putri)?” bisik pemuda itu.
“Benar!”
“Darimana pangcu kalian bisa tahu kalau aku akan datang kemari?”
“Ia tidak tahu, tapi sejak beberapa bulan berselang budak mendapat perintah
rahasia untuk memperhatikan Buyung kongcu, apabila kau mendapat bahaya maka
budak harus berusaha untuk memberi pertolongan.”
“Kalau begitu, nona juga menyelundup kedalam Sam-seng bun sebagai mata-mata?”
Ciu Peng segera mengangguk.
“Budak sudah lima tahun bercokol di tempat ini, bahkan mendapat kepercayaan
penuh dari nona Im, seandainya bukan menghadapi urusan penting, pangcu tidak
memperkenankan budak untuk mencapurinya, dari pada rahasiaku ketahuan.”
“Nona mempunyai bukti apa yang menunjukkan bahwa kau benar-benar anggota
perkumpulan Li-ji-pang?” tanya Tong Thian hong.
BAGIAN KELIMA
“Sukar untuk dibuktikan, sekalipun bisa kubuktikan belum tentu kalian mengerti,
bila aku orang Sam-seng-bun, apalagi setelah menaruh curiga kepada kalian
berdua, tidak nanti akan kudatangi tempat ini seorang diri untuk menyerempet
bahaya, persoalan ini pasti akan kulaporkan kepada nona lebih dulu.”
“Nona pernah berjumpa dengan pancu kalian?” pelan-pelang Buyung Im seng
bertanya.
“Kedudukanmu didalam perkumpulan tidak rendah, kenapa belum pernah
berjumpa dengan pangcu?”
67
“Ehmm… bagaimana wajah pangcu kalian?”
“Ciu Peng segera tersenyum. Ia sebentar jelek sebentar cantik, wajahnya susah
diikuti”, Buyung kongcu bertanya begini kepadaku, apakah kau pernah berjumpa
dengan pangcu kami..? ia berpikir dalam hati.
“Betul, aku memang pernah bersua dengan pangcu kalian.”
“Apa saja yang pernah pangcu bicarakan denganmu?” tanya Ciu Peng tersenyum.
“Dia mengajarkan kepadaku agar mau bekerja sama dengannya, tapi aku belum
menyanggupinya.”
Ciu Peng termenung sejenak, kemudian katanya sambil tertawa. “Aku tak dapat
berdiam terlalu lama disini, semoga kalian berdua baik-baik menjaga diri, budak
akan pergi dulu.”
Seusai berkata dia lantas membalikan badan dan beranjak meninggalkan tempat
itu.
Dengan termangu-mangu Buyung Im seng dan Thian hong memperhatikan
bayangan punggung Ciu Peng hingga lenyap dari pandangan mata jauh didepan
sana.
Tong Thian hong segera berbisik kepada Buyung Im seng. “Saudara Buyung, bisa
dipercayakah orang itu?”
“Apa yang dikatakannya memang benar semua, aku rasa tak mungkin ada
persoalan.”
“Kalau orang tidak memikir jauh kedepan tentu ada kesedihan didepan mata, jika
budak itu menipu kita sehingga membocorkan rahasia kita berdua, apa yang
saudara Buyung siap lakukan?”
“Bila keadaan terlalu mendesak, terpaksa aku akan bertarung melawan mereka.”
“Benar! Kita boleh menggunakan kesempatan ini untuk melenyapkan kantor
cabang mereka dan melakukan pembunuhan secara besar-besaran.”
“Baik! Sampai waktunya kita boleh menghadapi menuruti situasi waktu itu.”
Setelah merundingkan cara yag paling baik untuk mengatasi keadaan, perasaan
mereka berdua malah menjadi lega, maka merekapun memejamkan mata untuk
mengatur pernapasan.
Lebih kuran sepertanak nasi kemudian, Ciu Peng dengan membawa dua orang
pelayan datang menghidangkan sayur dan arak.
Ciu Peng memandang kearah mereka berdua, lalu bisiknya. “Kalian boleh
bersantap dengan lega hati.”
Kemudian dengan membawa kedua orang itu berlalu dari ruangan tersebut.
Sepeninggal dayang itu, Tong Thian Hong mendehem pelan, lalu katanya lirih,
“Saudara Buyung, biar siaute mencicipi lebih dulu hidangan ini, jika ada racunnya,
maka saudara Buyung tak usah makan.”
“Tidak, lebih baik aku yang makan dulu.”
68
Mereka berdua segera turun tangan bersama melahap hidangan itu, setelah
bersantap kedua orang itu baru salaing berpandangan dan tertawa geli.
Setengah harian lewat dengan cepatnya.
Mendekati malam harinya, Ciu Peng mucul kembali dalam ruangan rahasia itu
sambil berbisik.
“Congcu kami telah pulang!”
“Lihaikah ilmu silat yang dimiliki cengcu kalian itu?” tanya Tong Thian hong.
“Ya, kungfunya sangat lihai, bukan cuma tinggi saja kepandaiannya bahkan cerdik,
licik dan banyak tipu muslihatnya, harap kalian suka bertindak berhati-hati.”
“Bagiamana berhati-hatinya?”
“Aku rasa malam nanti kalian berdua pasti akan melakukan sesuatu tindakan,
kuanjurkan kepada kalian lebih baik jangan sembarangan bergerak…”
Tong Thian Hong dan Buyung Im seng saling berpandangan sekejap, dalam hati
kecilnya mereka berpikir bersama.
“Cerdik betul budak ini!”
Tidak mendengar jawaban dari kedua orang itu, sambil tertawa ewa kembali Ciu
Peng berkata.
“Apa yang ingin berdua ketahui, aku dapat memberitahukan kepada kalian, dan
aku rasa kalian tak usah menyerempet bahaya dengan percuma.”
“Kami ingin mengetahui letak Sam seng tong, apakah nona tahu letak tempat itu?”
tanya Tong Thian hong.
“Waah.. baru pertanyaan yang pertama saja aku sudah dibikin kesulitan untuk
menjawab.” seru Ciu Peng sambil menghela napas. “Sudah banyak tahun aku
tinggal disini, banyak sudah yang kuketahui tentang perkampungan itu, tapi aku
tak pernah berhasil mengetahui letak Sam seng tong mereka, pangcu kami pun
berunlang kali mengajukan pertanyaan ini, tapi aku selalu gagal untuk memberi
jawaban.”
“Menurut apa yang kuketahui, agaknya Sam seng tong terletak dibukit Tay hu san
apa benar?”
“Tempo dulu akupun berpendapat demikian, tapi setelah memulai penyelidikan
seksama kutemukan bahwa Sam seng tong agaknya bukan berada dibukit Tay hu
san, seandainya diatas bukit iut benar-benar terdapat Sam seng tong maka jelas
tempat itu merupkan sebuah perangkap untuk menjebak orang.”
Tong Thian hong termenung sejenak lalu bertanya lagi.
“Apakah kedudukan cengcu dari perkampungan ini di dalam perkumpulan Sam
seng tong?”
“Salah seorang dari Sam toa tongcu, menurut kalian bagaimana kedudukannya?
Mungkin selain ketiga malaikat Sam seng, kedudukan mereka berada diurutan
kedua.”
69
“Aku ingin bertanya lagi pada nona,” sambung Buyung Im seng, yang dimaksudkan
sebagai Sam seng bun (perguruan tiga malaikat) tentunya diselenggarakan oleh
tiga orang, apakah nona juga mengetahui siapakah nama mereka?”
“Kalian berdua benar-benar sangat lihai, pertanyaan kedua kembali membuatku
sukar menjawab, kalau didengar nama perguruannya, semestinya perkumpulan itu
dipimpin tiga orang, tapi benarkah begitu, mungkin hanya beberapa orang saja bisa
menjawab.”
“Dengan kedudukan cengcu dari perkampungan ini apakah diapun tidak tahu?”
desak Buyung Im seng.
“Aku tak dapat bertanya kepadanya, dia sendiripun tak akan membicarakannya,
dari mana aku bisa tahu?”
“Selama banyak tahun ini, apakah nona pernah berhasil menemukan sebuah titik
terang?”
“Tidak!”
Buyung Im seng merenung sebentar, kemudian tanya lagi.
“Apakah tuan rumah ditempat ini seringkali berada dirumah?”
“Yang membuat orang tidak habis mengerti justru terletak disini, dia sebagai
seorang tongcu yang berkedudukan tinggi, seharusnya sering berada dalam
ruangan Sam seng tong tapi di dalam kenyataannya dalam satu tahun ada setengah
tahun dia berada dirumah.
“Benarkah demikian?”
“Benar! Selama beberapa tahun ini diam-diam budak berusaha untuk
menyelidikinya, akan tetapi aku tak pernah berhasil untuk menemukan dimana
letak alasannya.”
“Mungkin mereka mempunyai cara lain untuk mengadakan pertemuan.” sela Tong
Thian hong.
“Benar, cuma saja kami tak punya akal yang baik untuk menyelidiki persoalan ini
sejelasnya.”
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan: “Cuma, aku tahu mereka seringkali
berhubungan surat dengan melalui merpati pos.”
“Aku dengar Sam seng bun memang amat ahli didalam menggunakan merpati pos,
tampaknya kita haru turung tangan lewat hal tersebut.”
“Baik! Pembicaraan kali ini sampai disini dulu, aku tak bisa berdiam terlalu lama
disini, semoga kalian berdua baik-baik menjaga diri, akupun berharap kalian mau
percaya dengan perkataan budak, jangan sembarangan melakukan gerakan,
mungkin kalian tepat sekali kedatangan untuk ikut menyaksikan suatau
keramaian.”
“Keramaian apa?”
“Sekarang aku sendiripun kurang jelas!” seusai berkata nona itu segera beranjak
pergi.
70
Sepeninggal dayang itu, Tong Thian hong berkata lirih.
“Walaupun Ciu Peng hanya berkedudukan sebagai dayang, tapi dia adalah seorang
manusia yang amat cerdas dengan pikiran yang cermat, kita tak boleh bersikap
terlalu pandang enteng terhadap dirinya.”
“Dia mengakui sendiri kalau kedudukannya dalam perkumpulan Li ji pang tidak
rendah kelihatannya ucapan tersebut bukan kata-kata bualan belaka.”
“Ia bilang kedatangan kita mungkin bertepatan dengan akan terjadinya suatu
keramaian entah apa yang dia maksudkan?”
Mungkin apa saja pada malam nanti ada orang yang akan datang menyatroni
tempat ini?
“Yang membuat kita tak habis mengerti kecuali kita, masih ada siapa lagi yang
bernai memusuhi orang-orang Sam seng bun?”
“Soal ini mah sulit untuk dibicarakan, bukankah orang-orang yang ingin menolong
kita ditengah jalan kemarin adalah musuh-musuh dari Sam Seng bun? Mereka juga
memusuhi pihak Sam seng bun, cuma saja tak berani memperlihatkan nama serta
kedudukan yang sebenarnya.”
Tong Thian hong termenung sejenak, lalu katanya, “Benar juga perbatasan saudara
Buyung kalau toh Ciu Peng tidak memperkenankan kita melakukan suatu gerakan
pada malam ini, mugkin saja ia telah memperoleh sesuatu kabar berita penting.
Tampaknya mau tak mau kita harus menuruti juga perkataanya itu…” Kata
Buyung Im seng.
Setelah berunding sebentar, mereka berdua lantas memutuskan untuk menuruti
anjuran Ciu Peng dan berdiam saja dalam kamar sambil menanti terjadinya
perkembangan selanjutnya.
Mereka berdua lantas duduk bersila diatas pembaringan sambil mengatur
pernapasan.
Kentongan kedua sudah lewat, akan tetapi tidak juga terjadi sesuatu peristiwa,
Tong Thian hong mulai agak tak sabar lagi, dengan suara lirih segera bisiknya.
“Saudara Buyung mungkin berita yang diperoleh Ciu Peng belum tentu benar, kau
berjaga-jagalah dalam ruangan ini, bagaimana kalau aku keluar untuk melakukan
pemeriksaan?”
“Lebih baik tunggu saja sebentar lagi, jika selewatnya kentongan kedua belum
terjadi sesuatu juga, saudara Tong baru keluar mencari keterangan.” Barus selesai
dia berkata, mendadak terdengar suara desingan angin tajam mendesis diluar
ruangan.
Tong Thian hong segera bangkit berdiri sambil berbisik: “Kau memeriksa dari
depan jendela, akan kulihat keadaan dari tepi pintu.”
Buyung Im seng segera bangkit berdiri dan melongok keluar dari daun jendela.
Tampak sesosok bayangan manusia secepat sambaran kilat meluncur keluar dari
balik gunung gunungan dan melayang ke bawah, lalu melompat kesuatu tempat
yang tak jauh dari ruang kecil itu.
71
Orang itu memakai baju serba hitam dengan wajahpun dibungkus kain hitam,
hanya sepasang matanya saja yang tampak, ia bersenjata sebilah pedang. Malam
itu adalah malam yang tak berbulan, dibawah cahaya bintang secara lamat-lamat
masih dapat terlihat pemandangan diluar ruangan tersebut.
Buyung Im seng menyaksikan orang itu hanya berada lebih kurang satu kaki dari
ruangan mereka berada, dengan cepat dia menutup semua pernapasannya. Tibatiba
terdengar suara teguran dingin berkumandang dari balik bangunan beberapa
kaki didepan sana.
“Lepaskan senjatamu!”
Mendengar teguran tersebut, Buyung Im seng menjadi tertegun, segera pikirnya.
“Sepintas lalu kebun bunga ini tampak tenang dan sepi, ternyata dibalik aneka
bunga tersebut telah dipersiapkan penjagaan yang sangat ketat, sungguh sesuatu
yang diluar dugaan.”
Sementara itu, orang berbaju hitam itu tidak menjawab, tiba-tiba ia menghimpun
tenaganya dan melompat kedepan, kemudian melayang naik keatas ruangan kecil
itu.
Pada saat yang bersamaan ketika orang berbaju hitam itu melayang naik keatap
atap, dua batang anak panah dengan membawa desingan angin tajam telah
menyambar.
“Plook! plook!” dua batang anak panah itu segera ditangkis oleh ayunan pedang
orang berbaju hitam itu sehingga rontok ke bawah.
Dari tempat Buyung Im Seng berada sekarang, sulit baginya untuk melihat
keadaan diatas atap rumah, tapi berdasarkan ketajaman pendengarannya ia tahu
dengan pasti bahwa orang berbaju hitam itu sudah melayang turun di atas atap
rumah.
Tampaklah dari balik bebungaan didepan sana, segera melayang keluar dua sosok
bayangan manusia yang segera menerjang kearah ruangan kecil itu.
Baru saja Buyung Im Seng akan duduk, mendadak… “Blaamm!” pintu kamar itu
diterjang orang sehingga terpentang lebar. Pada saat yang bersamaan ketika pintu
itu ditendang orang, dengan suatu gerakan yang sangat cepat Buyung Im Seng
menjatuhkan diri berbaring diatas ranjang.
Ketika Buyung Im Seng menengok kesamping maka tampaklah orang berkerudung
itu sudah menerjang masuk kedalam ruangan dengan langkah lebar, kemudian
menutup kembali pintu ruangan.
Buyung Im Seng kembali berpikir, “Dengan menghindarkan diri masuk kedalam
ruangan ini bukankah orang itu justru telah membawa dirinya masuk perangkap?
Entah apa maksudnya?”
Agaknya manusia berkerudung itu hanya memperhatikan musuh yang ada diluar,
ia tidak menyangka kalau dalam ruangan masih ada orang lain, dengan bersandar
dinding dan menggigit pedangnya dia menggerakkan tangan kanannya untuk
mencabut keluar sebilah anak panah yang menancap dilengan kirinya.
72
Kemudian dengan cepat tangan kanannya merogoh kedalam saku mengeluarkan
secarik sapu tangan untuk membalut lukanya itu.
Ternyata manusia berbaju hitam berkerudung itu telah terluka oleh bidikan panah.
Tiba-tiba Buyung Im Seng teringat dengan Tong Thian hong yang masih berada
didepan pintu, entah waktu itu dia menyembunyikan diri dimana?
Dengan sorot mata tajam dia mencoba untuk mengawasi sekeliling tempat itu, akan
tetapi bagaimanapun ia mencoba, tempat persembunyian Tong Thian hong belum
juga diketemukan.
Ia sudah amat lama berada dikamar gelap sinar matanya waktu itu sudah terbiasa
dengan keadaan gelap, maka pandangan disekitar tempat itu bisa terlihat olehnya
dengan jelas.
Terdengar serentetan suara yang dingin berkumandang datang dari luar ruangan
itu.
“Ruang kecil itu adalah sebuah tempat terpencil, kau sudah tidak ada kesempatan
untuk hidup lebih jauh, jika bersedia untuk melepaskan pedang dan menyerahkan
diri, mungkin selembar jiwamu masih dapat diampuni.”
Dengan suatu gerakan cepat manusia berkerudung itu membungkus lukanya,
kemudian sambil memegang pedanganya tiba-tiba ia melompat maju ketempat
pembaringan.
Pedangnya segera ditodongkan diatas dada Buyung Im Seng, bentaknya dengan
suara lirih, “Bila kau berani berteriak, akan ku renggut nyawamu!”
“Bagus sekali!” pikir Buyung Im Seng, “rupanya ia telah melihat kehadiranku
disini.”
Berpikir demikian ia lantas berkata.
“Sekeliling ruangan ini merupakan tanah kosong yang sangat luas…”
“Aku tahu, paling tidak kau dapat menemani aku untuk berangkat bersama ke
akhirat.”
Buyung Im Seng lantas berpikir, “Entah siapa saja orang ini dengan keberaniannya
untuk menyelidiki perkampungan ini, hal tersebut menunjukkan kalau dia berani
pula memusuhi pihak Sam seng bun, aku harus membantunya secara diam-diam,
tapi… jika aku membantunya berarti rahasiaku akan ketahuan.”
Untuk sesaat lamanya dia menjadi serba salah, dan tak tahu apa yang mesti
dilakukan.
Tiba-tiba terdengar orang berbaju hitam itu membentak lagi. “Lepaskan
pakaianmu!”
“Oh, rupanya dia hendak kabur dengan siasat coberet emas lepas kepompong, cara
ini memang merupakan suatu cara yang baik untuk membantunya meloloskan
diri.”
Berpikir demikian, ia lantas mengiakan.
“Baik!”
73
Baru saja ia akan bangkit berdiri, mendadak terdengar seseorang berseru dengan
suara nyaring: “Pasang lentera!”
Cahaya api memancar keempat penjutu, diluar ruang kecil itu segera muncul
sebuah lentera. Menyusul kemudian pintu dibuka dan sorang manusia baju putih
telah pelan-pelan berjalan masuk kedalam.
Buyung Im Seng segera mengalihkan sorot matanya kedepan, setelah mengetahui
bahwa orang itu tak lain adalah manusia baju putih yang pernah dijumpainya
ketika mereka pura-pura terluka dulu, dengan cepat ia berbaring tak berkutik.
Terdengar orang berbaju putih itu berkata dengan dingin. “Lepaskan senjata yang
ada ditanganmu!”
Ditengah ucapannya yang dingin bagai es itu, membawa suatu kewibawaan yang
membuat orang merasa tak bisa melawan, untuk sesaat lamanya orang
berkerudung itu menjadai tertegun.
Sementara ia sedang tertegun itulah, mendadak orang berbaju putih itu melakukan
suatu gerakan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, tangan kanannya tibatiba
mencengkram pergelangan tangan kiri orang berkerudung itu serta merampas
pedangnya.
Diam-diam Buyung Im Seng merasa terkejut, pikirnya.
“Cepat benar gerakan tangan orang ini!”
Rupanya orang berkerudung itu menyadari bahwa sulit baginya untuk meloloskan
diri, mendadak ia menubruk dada orang berbaju putih itu dengan kepalanya.
Cara bertarung semacam ini adalah suatu siasat pertarungan beradu jiwa, apalagi
jarak kedua belah pihak sangat dekat, orang itupun menyerang secara tidak
terduga semestinya ancaman semacam itu sulit sekali untuk menghindari.
Tapi orang berbaju putih itu memang benar-benar memiliki kepandaian silat yang
luar biasa sekali, tangan kanannya dengan enteng tapi cepat telah menyambut
tumbukan batok kepala orang berkerudung itu, menyudul kemudian dengan suatu
gerakan yang tak terduga dia menyambar cadar hitam yang menutupi wajah orang
itu.
Beberapa buah perubahan itu terjadi amat cepat dan diluar dugaan orang,
“Sreeet…!” terdengar suara mendesis, tahu-tahu kain cadar yang menutupi wajah
orang berkerudung itu sudah tersambar lepas. Selama pertarungan antara orang
berbaju putih melawan orang berkerudung itu berlangsung, tangan kirinya sama
sekali tak bergerak, malah masih memegang lampu lentera seperti sediakala.
Kemampuannya yang tenang bagaikan bukit karang, bergerak secepat sambaran
petir ini sungguh membuat Buyung Im Seng merasa terkejut bercampur kagum.
Tampak sekujur badan orang berbaju hitam itu mengejang keras, mendadak ia
roboh terkapar diatas tanah dan tewas seketika itu juga. Ternyata diantara selasela
gigi orang berbaju hitam itu telah dipersiapkan semacam obat racun yang
bhebat sekali daya kerjanya, begitu keadaan tidak menguntungkan, racun itu
segera digigit lalu ditelan kedalam mulut.
74
Pelan-pelan orang berbaju putih itu membungkukkan badan untuk memeriksa
dengusan napas dari orang berbaju hitam itu, setelah mendengus dingin, pelanpelan
iapun bangkit kembali.
Sorot matanya segera dialihkan kearah wajah Buyung Im Seng, katanya dengan
dingin, “Cukup lama kau berbincang-bincang dengannya?”
“Ya, senjatanya ditodongkan diatas dada hamba…” Buyung Im Seng menerangkan.
Orang berbaju putih itu tertawa dingin.
“Hee… hee… hee.. kau takut mati?” jengeknya ketus.
“Ia sama sekali tidak bertanya apa-apa kepadaku, bila masalahnya penting,
sekalipun hamba harus mati diujung pedangnya juga tidak akan hamba menjawab
pertanyaannya.”
Orang berbaju putih itu kembali tertawa dingin, katanya. “Tentu saja, karena apa
yang dia ketahui jauh lebih banyak daripada apa yang diketahui olehmu, maka dia
tak usah bertanya-tanya lagi kepada dirimu..”
“Kenapa?” tanya Buyung Im Seng tertegun.
“Karena dia sendiripun juga anggota Sam seng bun!”
Buyung Im Seng segera berpura-pura menunjukkan perasaan tercengang
bercampur tidak percaya, serunya. “Sungguhkah ini?”
Orang berbaju putih itu segera mendengus dingin. “Hmm…! Kurang ajar, kau
sedang berbicara dengan siapa? Berani benar begitu kurang adat?”
Buyung Im Seng berusaha keras menekan hawa amarahnya yang sedang berkobar
dalam hatinya, cepat dia berkata berulang kali.
“Hamba pantas mati, hamba pantas mati.”
Orang berbaju putih itu segera mengalihkan sinar matanya memperhatikan
ruangan itu sekejap, kemudian tegurnya.
“Kemana perginya yang seorang lagi?”
Buyung Im Seng sendiripun merasa heran dan tak tahu dimanakah Tong Thian
hong menyembunyikan diri, terpaksa ia menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Hamba tidak tahu!” sahutnya.
“Sebelum meninggalkan ruangan ini, apakah dia tidak memberitahukan dulu
kepadamu?”
“Tidak, mungkin dia keluar ketika hamba sudah tertidur tadi!”
Orang berbaju putih itu tidak memperdulikan Buyung Im Seng lagi, sambil
berpaling keluar ruangan, katanya.
“Seret keluar mayat ini!”
Seorang lelaki kekar berbaju ringkas segera masuk ke dalam dan membopong
jenasah dari orang berbaju hitam itu keluar dari dalam ruangan.
Sesudah itu, orang berbaju putih itu baru mengalihkan sinar matanya kewajah
Buyung Im Seng, tegurnya.
75
“Kau kenal dengan Ong Thi-san?”
“Hamba kenal, didalam pertempuran waktu itu, Ong-ya mungkin berhasil lolos dari
musibah.”
“Ya, dia, cuma terluka! Aku telah mengirim orang untuk membawanya kemari,
besok mungkin dia sudah sampai disini.”
Sekalipun Buyung Im Seng merasa amat terperanjat setelah mendengar perkataan
itu, tapi diatas wajahnya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa, rasa
kaget atau takut tidak pula melintas diatas wajahnya itu.
Orang berbaju putih itu gagal untuk menjumpai rasa takut diatas wajah Buyung
Im Seng, maka segera gumamnya seorang diri.
“Setelah Ong Thi san tiba disini, maka rasa curiga dalam hatikupun bisa segera
dibuktikan.”
Dari ucapan tersebut, jelaslah sudah persoalannya, tak bisa disangkal lagi terhadap
kehadiran Buyung Im Seng serta Tong Thian hong orang berbaju putih itu selalu
menaruh perasaan curiga. Tapi Buyung Im Seng berlagak seakan akan tidak
memahami perkataan itu, dia cuma berbaring diatas ranjang dengan sikap yang
sangat tenang sekali.
Tiba-tiba orang berbaju putih itu memutar badan berjalan keluar dari sana, ketika
tiba di depan pintu, mendadak ia membalikan badan seraya berkata.
“Seandainya rekanmu itu masih bisa pulang dalam keadaan hidup, suruh dia baikbaik
berada dalam ruangan, jangan lari kesana kemari secara sembarangan.”
“Akan hamba ingat selalu!” Buyung Im Seng mengiakan.
Sambil menenteng lampu lentera, orang berbaju putih itu baru berlalu dengan
langkah lebar.
Buyung Im Seng tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat lihai, tenaga
dalamnya juga amat sempurna, ia sama sekali tak berani bertindak secara gegabah.
Menanti orang berbaju putih itu sudah pergi jauh, dia baru bangkit berdiri dan
dengan hati-hati sekali mendekati pintu serta melongok keluar. Tampaklah
bayangan manusia secara lamat-lamat kelihatan dibalik semak belukar disekitar
kebun bunga itu, jelas dalam kebun itu telah dipersiapkan kawanan jago yang tak
sedikit jumlahnya.
Yang paling mengherankan Buyung Im Seng adalah ketidak munculan Tong Thian
hong, dengan suara lirih lantas ia berteriak.
“Saudara Tong!”
“Ada apa?” suara rendah yang berat segera mengiakan.
Tong Thian hong menampakkan diri dengan melayang turun dari atas atap,
rupanya dia telah menyembunyikan diri dibalik penyanggah ruangan.
“Sudah kau dengar apa yang dikatakan oleh Im tongcu tadi?” tanya Buyung Im
Seng sambil tersenyum.
Tong Thian hong manggut manggut. “Ya. sudah kudengar semua!”
76
“Rupanya selama ini dia selalu menaruh perasaan curiga terhadap kita berdua.”
“Benar, itulah sebabnya siaute sengaja menyembunyikan diri agar hal mana
mendatangkan pelbagai pikiran didalam benaknya.”
“Besok Ong Thi san sudah akan sampai disini, rahasia penyaruan kita sudah pasti
akan terbongkar.”
“Itulah sebabnya, sebelum Ong Thi san sampai disini, kita harus melakukan
pergerakan terlebih dahulu.”
“Tapi pergerakan macam apakah yang harus kita lakukan?”
“Itu yang akan saya rundingkan dengan saudara Buyung.” Mendengar perkataan
itu, Buyung Im Seng lantas berpikir didalam hatinya.
“Tong Thian hong berpengalaman banyak dan berpengetahuan luas, diapun berotak
tajam entah rencana apa lagi yang berhasil diperolehnya?” Berpikir sampai disitu,
dia lantas berkata.
“Saudara Tong mempunyai rencana apa? Silahkan kau utarakan keluar, siaute
pasti akan berusaha untuk melaksanakannya.”
Tong Thian hong segera tersenyum.
“Aaah, saudara Buyung terlalu sungkan.” katanya, “Akal yang siaute peroleh
semuanya tak lebih adalah mencari untung dengan menyerempet bahaya, aku
masih memohon banyak petunjuk dari saudara Buyung sendiri.”
“Situasi yang kita hadapi sekarang amat berbahaya sekali, kalau tidak mencoba
menyerempet bahaya, rasanya memang tiada kemungkinan buat kita untuk meraih
keuntungan.”
“Perkataan saudara Buyung memang tepat sekali, menurut siute, seandainya
rahasia penyaruan kita tak bisa diperhatikan lagi, maka lebih baik kita buat
keonaran saja ditempat ini.”
“Tapi keonaran yang macam apakah itu?”
“Barusan siaute sempat mengamati cara Im Hui merampas pedang ditangan orang
berkerudung itu, kepandaian yang dipergunakan memang luar biasa sekali,
andaikata kita musti bertarung dengannya satu gebrakan demi satu gebrakan,
mungkin kita semua masih bukan tandingannya.”
“Ya, siaute pun berpendapat demikian.”
“Itulah sebabnya, jika kita ingin meraih kemenangan, maka kita berdua harus kerja
sama.”
“Sekalipun kita berdua kerja sama, belum tentu bisa menandingi pula dirinya.”
pikir Buyung Im Seng dihati.
Namun diluar ia berkata sambil tertawa.
“Apakah kita berdua dapat menangkan dirinya?”
“Soal ini mah susah untuk dikatakan, sekalipun kita bisa menangkan dirinya,
itupun menyerempek bahaya, menurut pendapatku, lebih baik saudara Buyung
sengaja membeberkan sedikit masalah yang penting dikala bercakap cakap
77
dengannya, sementara pikirannya bercabang, siaute akan turun tangan secara tibatiba,
siapa tahu dengan mempergunakan siasat ini kita akan berhasil
membekuknya.”
Buyung Im Seng kembali berpikir.
Meskipun tindakan semacam ini kurang mencerminkan kejujuran seseorang, tapi
berbicara menurut keadaan yang terbentang saat ini, rasanya terpaksa kita harus
berbuat begini, apalagi orang-orang Sam seng bun bukan manusia-manusia lurus
yang berjiwa gagah.
Berpikir sampai disini, dia lantas mengangguk.
“Soal waktu adalah soal yang terpenting, saudara Tong mesti bertindak lebih
berhati-hati.”
Tong Thian hong tersenyum.
“Seandainya seranganku tidak mengenakan sasaran, saudara Buyung harus turut
melancarkan serangan kilat, tampaknya kita tak bisa berdiam terlalu lama lagi
disini, itulah sebabnya kita musti menerjang keluar dari tempat ini.”
“Andaikata rahasia kita masih dapat dipertahankan, apakah kita pun harus
bertindak demikian?”
“Andaikata Im Hui tidak menaruh curiga lagi terhadap kita atau seandainya situasi
sudah bertambah lunak tentu saja kita tak perlu untuk turun tangan lagi.”
Selesai berunding, kedua orang itu merasa pikirannya bertambah terbuka, masingmasing
lantas mengatur napas untuk bersemedi.
Ditengah semedi mereka, lamat-lamat dari tempat kejauhan sana mereka
mendengar suara bentrokan senjata yang sedang berlangsung dengan sengitnya.
“Ada pertempuran disana!” Tong Thian hong segera berbisik.
“Yaa, suara itu tampaknya berasal dari luar perkampungan ini, jaraknya amat jauh
dari sini.”
“Mungkin itulah keramaian yang dimaksudkan nona Ciu Peng tadi, tapi orangorang
itu sudah diluar perkampungan, Im Hui sendiripun tak ada kesempatan
untuk menjumpai kita lantas pergi dengan terburu-buru, mungkin hal mana ada
sangkut pautnya dengan persoalan ini.”
“Betul, Siaute sendiripun merasa heran, kalau Im Hui sudah tahu kalau salah
seorang diantara kita sudah lenyap tak berbekas, tanpa menyelidiki keadaan yang
sesungguhnya ia sudah pergi dengan terburu-buru, ternyata hal itu terpaksa
dilakukan karena harus menghadapi serbuan musuh tangguh.”
Tiba-tiba Tong Thian hong melompat bangun seraya berseru.
“Tidak bisa begini terus, kita harus segera memberi kabar pada nona Ciu Peng.”
“Im Hui tidak memeriksa soal ketidakhadiran Siaute hanya disebabkan dia harus
segera menghadapi serbuan musuh, karena itu tiada kesempatan baginya untuk
menghadapi kita berdua, tapi seandainya persoalan itu sudah selesai bila dugaan
siaute tidak salah, sehabis mengundurkan musuh tangguh dia pasti akan balik lagi
kemari, sekarang orang orang yang berada diluar ruangan sebagian ditujukan
78
untuk pertahankan perkampungan, separuh lagi untuk mengawasi gerak gerik kita
berdua.
“Tapi apa sangkut pautnya persoalan ini dengan nona Ciu Peng?”
“Seandainya Ciu Peng benar-benar mata-mata Li-ji-peng yang sengaja
diselundupkan kemari, sesungguhnya dia adalah seorang pembatu yang sangat
baik, kita tak boleh merusak posisi mata-mata ini, karenanya sebelum melakukan
tindakan kita harus berunding lebih dulu dengannya.”
“Tapi, bagaimana cara kita kesana? Jangankan disekitar ruangan ini sudah
dipersiapkan orang untuk melihat sikap kita hingga sulit buat kita untuk
melakukan suatu pergerakan, sekalipun kita berhasil menghindari pengawasan
orang-orang itu, masakah ditengah malam buta begini kita harus memasuki kamar
seorang nona untuk mencari dirinya…?”
“Aku lihat Im Hui adalah seorang yang cekatan dan pintar, otaknya penuh dengan
akal muslihat serta sangat lihai, bila Ciu Peng tanpa persiapan bisa jadi rahasianya
bakal ketahuan.”
“Kecuali Ciu Peng datang mencari kita, rasanya sulit buat kita untuk pergi
meninggalkan tempat ini secara diam-diam.”
“Kenapa? Apakah saudara Tong bermaksud hendak pergi meninggalkan tempat
ini?”
Bila kita tak dapat meninggalkan tempat ini sebelum Im Hui kembali kedalam
perkampungan, mungkin suatu pertempuran sengit tak bisa dihindari lagi.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, cepatcepat
mereka berdua menutup mulut. Tong Thian hong segera berjalan kedepan
pintu dan melongok keluar, dilihatnya ada seorang lelaki yang menyoren pedang
panjang menempelkan telinganya diatas daun jendela dan berusaha untuk
menyadap pembicaraan mereka.
Rupanya orang itu sudah mendengar suara pembicaraan mereka berdua, tapi
lantaran jaraknya terlampau jauh sehingga tidak kedengaran apa yang sedang
dibicarakan, maka diapun lantas berjalan mendekat.
Tong Thian hong segera mengetuk diatas pintu dua kali, lelaki itu segera
mendorong pintu dan berjalan masuk dengan langkah lebar.
Tong Thian hong yang bersembunyi dibelakan pintu, dengan suatu gerakan cepat
segera meloloskan pedang yang tersoren dipunggung lelaki itu, kemudian tangan
kirinya ditempelkan diatas tubuhnya.
Mencabut pedang menempelkan tangan, hampir gerakan itu dilakukan bersamaan
waktunya…
Mimpipun lelaki itu tidak menyangka kalau dua orang kusir kereta yang berada
dalam ruangan itu sesungguhnya adalah jago persilatan yang berilmu tinggi, tanpa
terasa ia menjadi tertegun.
Dengan suara dingin Tong Thian hong mengancam: “Bila kau sampai bersuara,
segera kugetarkan jantungmu sampai putus…!”
79
Belum lagi lelaki itu sempat menyaksikan keadaan dalam ruangan itu, senjatanya
telah dilucuti dan jalan darahnya tertotok, maka segera tegurnya.
“Siapa kau?”
“Si pencabut nyawa!”
Hawa murninya segera dipancarkan lewat telapak tangannya, segulung angain
pukulan yang sangat kuat segera menerjang keluar dan menggetar putus nati
penting ditubuh lelaki itu.
Lelaki tersebut segera mendengus tertahan, darah kental meleleh keluar dari
hidung dan mulutnya, selembar jiwanya pun segera melayang meninggalkan
raganya.
Selesai membinasakan musuhnya, Tong Thian hong menyerahkan pedang
rampasannya itu ketengah Buyung Im Seng, kemudian katanya.
“Saudara Buyung, ambillah senjata ini. Siaute akan pergi mencari sebilah lagi, jika
Im Hui kembali kemari nanti, kita segera hajar dia bersama-sama.”
0OO0
BAGIAN ENAM
Buyung Im Seng tidak menjawab, sebaliknya segera berpikir.
“Kedatanganku kemari adalah bertujuan untuk menyelidiki dimanakah letak
markas besar Lembah tiga malaikat, andaikata sampai bertarung melawan Im Hui
bukankah tindakan semacam ini sama halnya dengan mengungkap rahasia
sendiri?”
Ketika Tong Thian Hong tidak mendengar jawaban dari Buyung Im Seng, tahulah
dia bahwa orang itu curiga maka katanya kemudian sambil tersenyum.
Seandainya dugaan siaute tidak salah, sedari permulaan Im Hui sudah tahu kalau
kita adalah musuh yang mengajak menyelundup kemari, maka kedatangannya tadi
kemari kalau bukan berniat untuk mencelakai kita, sudah pasti sedang berusaha
untuk menyelidiki keadaan latar belakang kita berdua, ketidak munculan siaute
tadi rupanya telah menimbulkan kecurigaan pula dalam hatinya, kebetulan ada
musuh yang menyerang tiba, maka hal mana membuat ia tak ada waktu untuk
tetap tinggal disini guna menghadapi kita, tapi bila musuh sudah terpukul mundur
nanti, aku yakin dia pasti akan datang kemari untuk menghadapi kita lebih
dahulu…”
“Dengan susah payah kita datang kemari, bukankah perjalanan kita akan menjadi
sia-sia belaka?”
“Walaupun kita sudah sampai disini, juga belum tentu bis mengetahui letak markas
besar Lembah tiga malaikat!”
Sekalipun Buyung Im Seng kurang setuju dengan pendapat itu, namun dia
sendiripun tidak banyak membantah lagi, terpaksa katanya kemudian, “Benar juga
perkataan saudara Tong, kalau ada persiapan musibah baru akan terhindari.”
Dengan suatu gerakan cepat mereka berdua menyembunyikan jenasah lelaki tadi,
kebawah kolong ranjang.
80
Kemudian berkatalah Tong Thian hong.
“Saudara Buyung mungkin kau masih belum terlalu percaya dengan perkataan
siaute bukan?”
“Bukannya begitu, siaute hanya merasa sia-sia belaka perjalanan kita yang telah
menyusup kemari dengan susah payah, seandainya setitik beritapun gagal
ditemukan, apalagi kalau sampai bentrok secara kekerasan dengan mereka.”
“Sebaliknya bila kita tanpa persiapan mungkin akan sulit sekali untuk pergi
meninggalkan tempat ini.” Sementara Buyung Im Seng akan berbicara lagi,
mendadak nampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan menerjang
masuk kedalam ruangan itu.
Ternyata setelah lelaki tadi memasuki ruangan tersebut, ia tak merapatkan
kembali pintu besar tersebut.
Sambil membalikan badan Tong Thian hong segera melancarkan sebuah pukulan,
serunya.
“Siapa?”
Pendatang itu mengangkat tangan kanannya dan menyambut datangnya ancaman
tersebut.
“Blamm!” suatu benturan keras segera mengema dalam ruangan itu dikala
sepasang tangan mereka saling membentur.
“Aku adalah Ciu Peng!” suara lirih seorang perempuan segera berbisik disisi telinga
mereka. Buru-buru Tong Thian hong menarik kembali serangannya seraya
bertanya.
“Ada urusan?”
“Yaa, ada!”
Tong Thian hong segera memusatkan perhatiannya untuk mendengarkan
keterangan gadis itu, ketika sampai lama sekali Ciu Peng belum juga menyambung
kata-katanya, tak tahan dia lantas bertanya:
“Mengapa tidak kau lanjutkan?” “Kau bukan Buyung kongcu!” “Aku berada disini!”
Buyung Im Seng segera menyambung. Ciu Peng memang sangat teliti sampai ia
mendengar suara tadi Buyung kongcu baru terusnya.
“Im tongcu telah mengetahui bahwa kalian adalah mata-mata yang khusus datang
untuk menyelundup kemari, perintah telah diturunkan untuk mengawasi gerak
gerik kalian lebih baik sebelum ia kembali kesini, berusahalah untuk kabur dari
sini.”
“Terima kasih banyak atas pemberitaan nona.”
“Dewasa ini, penjagaan disekitar kebun amat lemah sekali, jika ingin kabur maka
kaburlah sekarang juga, maaf aku masih ada urusan lain dan tak bisa menemani
kau lebih lanjut.”
Seusai berkata, secepat kilat ia lantas beranjak dan meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal gadis itu, Buyung Im Seng baru memuji.
81
“Saudara Tong, kau memang hebat sekali, ternyata dugaanmu tak meleset,
sungguh membuat siaute merasa amat kagum.”
“Aaahh, terlalu memuji!”
Setelah berhenti sebentar, dia baru melanjutkan: “Persoalan paling penting yang
harus kita putuskan sekarang adalah perlu tidak kita melangsungkan pertarungan
melawan Im Hui?”
“Maksud saudara Tong?”
“Akan siaute terangkan untung ruginya, kemudian saudara Buyung memutuskan
sendiri.”
“Siaute siap mendengarkan keterangan itu.”
“Bila kita menitik beratkan pada meloloskan diri saja, maka sekarang kita harus
berangkat, biar Im Hui menebak sendiri indentitas kita, sebaliknya jika saudara
Buyung enggan meninggalkan tempat ini dengan begitu saja, maka kita bikin
keonaran disini dan bila perlu kita coba kepandaian dari Im Hui.”
“Menurut saudara Tong, bagaimana baiknya?”
“Im Hui sebagai seorang tongcu didalam perguruan Sam seng bun, sudah barang
tentu terhitung juga salah seorang jago lihai didalam perguruan tersebut.”
“Betul!” Buyung Im Seng manggut manggut.
“Andaikata kita bertarung dengannya, entah menang entah kalah, paling tidak kita
bisa menduga latar belakang dari perguruan Sam seng bun.”
Mendengar perkataan itu, Buyung Im Seng menjadi sangat tertarik segera serunya.
“Baik! Bila saudara Tong mempunyai semangat demikian, mari kita mencoba
sampai diman kehebatan dari Im Hui.”
“Cuma, ada suatu hal yang perlu saudara Buyung ingat!”
“Soal apa?”
“Bila gelagat tidak menguntungkan, kita harus bekerja sama untuk menerjang
keluar dari kepungan dan tak bertarung terus.”
“Baik, segala sesuatunya terserah pada keputusan saudara Tong.”
“Sekarang siaute akan memeriksa keadaan dulu disekitar kebun, sekalian akan
kucari sebuah senjata lagi.”
Seusai berkata tubuhnya lantas berkelebat keluar dari ruangan tersebut…
Memandang bayangan punggung Tong Thian hong yang menjauh, diam-diam
Buyung Im Seng berpikir.
Tampaknya pertarungan tak bisa dihindari lagi pada hari ini…
Tanpa terasa diam-diam ia mulai menimbang pedang yang berada ditangannya.
Kepergian Tong Thian hong sangat cepat, sewaktu kembalipun amat cepat, tak
sampai sesaat dia sudah muncul kembali sambil menenteng sebilah pedang.
82
“Lagi-lagi kau sudah membunuh orang.” bisik Buyung Im Seng setelah
menyaksikan kedatangannya.
Tong Thian hong segera menggeleng.
“Aku hanya menotok jalan darah kakinya, dua belas jam kemudian dia baru akan
sadar kembali.”
“Kau meletakkan tubuhnya dimana?”
“Ditengah kebun sana, rasanya tak akan diketemukan orang!”
“Ketatkah penjagaan diluar sana?”
“Tidak terhitung ketat, mungkin semua jago yang ada diperkampungan ini telah
dibawa Im Kui untuk melawan musuh.”
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin berkumandang datang dari luar,
menyusul kemudian seseorang melanjutkan dari luar ruangan.
“Benar, tapi kalian tidak menyangka kalau Im Hui akan kembali kesini sedemikian
cepatnya!”
Tong Thian hong dan Buyung Im Seng sama sama merasa terperanjat, segera
pikirnya.
“Dengan ketajaman pendengaranku ternyat tak kuketahui sendiri kapan ia sampai
disitu, ilmu silat yang dimiliki orang ini betul-betul tak boleh dianggap enteng.”
Terdengar Im Hui berkata lagi dengan suara dingin.
“Rahasia kalian sudah ketahuan, rasanya tak ada gunanya untuk dirahasiakan
lagi, mengapa kalian tidak keluar untuk bertarung melawanku? Ataukah kalian
menginginkan agar aku yang masuk kedalam?”
Tong Thian hong tertawa dingin, ejeknya.
“Rupanya kau ingin sekali bertarung melawan kami?”
“Aku akan menangkap kalian hidup-hidup, akan kupaksa kalian untuk mengakui
asal usul kalian yang sebenarnya!”
“Im tongcu, tidakkah kau merasa bahwa ucapanmu itu terlalu berlebihan?”
“Kalian boleh segera turun tangan, aku hendak membekuk kalian berdua dalam
dua puluh gebrakan.”
“Seandainya dalam dua puluh gebrakan kau gagal menangkan kami?”
“Kulepaskan kalian dari sini!”
“Bagus, ucapan seorang lelaki sejati…”
“Bagaikan kuda yang dicambuk!”
Tong Thian-hong segera berpaling dan memandang sekejap kearah Buyung Im
Seng, lalu katanya.
“Aku akan turun tangan dulu, seandainya tak kuat, tak ada salahnya kau baru
turun tangan pada saat itu.”
Buyung Im Seng segera manggut2.
83
“Berhati-hatilah!”
Sambil menenteng pedang melindungi bada, pelan-pelan Tong Thian hong berjalan
keluar dari ruangan tersebut.
Buyung Im Seng mengikuti dibelakangnya.
Ketika menengokkan kepala, tampaklah Im Hui yang memakai baju putih itu
dengan pedang tersoren dan bergendong tangan berdiri ditengah sebuah lapangan
lebih kurang beberapa kaki dihadapan mereka sana.
Tong Thian hong berjalan terus kemuka dan berhenti lebih kurang lima depa
dihadapan Im Hui, katanya kemudian dengan lantang.
“Im tongcu, sekarang kau boleh meloloskan pedangmu.”
“Dapatkah memberitahukan kepadaku, siapakah kalian berdua?”
“Bila Im tongcu berhasil menawan kami hidup-hidup serta menyiksa secara keji,
memangnya masih kuatir untuk tidak mengetahui asal usul kami…?”
“Sekali lagi aku bertanya, siapakah diantara kalian yang bernama Buyung Im
seng?”
“Kedua-duanya ada kemungkinan adalah dia kemungkinan juga bukan.”
“Hmm! Berdasarkan perkataanmu itu, sudah cukup beralasan bagiku untuk
merenggut nyawamu.” seru Im Hui dingin.
Begitu selesai berkata tangan kanannya segera diangkat, pedangnya diloloskan dari
sarung dan melepaskan sebuah bacokan kedepan dengan disertai kilatan tajam.
Kecepatan serangan yang dilancarkan itu ibaratnya sambaran petir ditengah
udara.
Tong Thian hong segera mengangkat pedangnya untuk menangkis. “Trang…!”
suatu benturan yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan keheningan.
Im Hui mengayunkan pedangnya berulang kali, cahaya pedang berkilauan, dalam
waktu singkat dia telah melancarkan belasan jurus serangan dahsyat.
Tong Thian hong harus menggunakan segenap kemampuan yang dimilikinya
sebelum berhasil membendung belasan jurus serangan lawan itu, kendatipun
demikian, ia sudah dipaksa mundur sejauh lima langkah lebih dari tempat semula.
Buyung Im seng sendiripun diam-diam merasa terperanjat setelah menyaksikan
betapa cepatnya serangan pedan Im Hui, segera pikir dalam hati.
“Ilmu pedang yang dimiliki orang ini sedemikian cepatnya, boleh dibilang jarang
sekali dijumpai dalam dunia ini, aaai…! Mungkin sulit buat Tong Thian hong untuk
menahan serangannya sebanyak duapuluh gebrakan.”
Berpikir demikian, dia lantas maju kemuka sambil mempersiapkan senjata,
serunya tiba-tiba.
“Aku ingin sekali minta petunjuk ilmu pedang dari Im tongcu!”
Gebrakan pedang Im Hui segera menampilkan dua kuntum bunga pedang yang
secara terpisah merusak dua buah jalan darah penting di tubuh Buyung Im seng.
84
Menghadapi ancaman tersebut, Buyung Im seng mengangkat pedangnya keatas,
dengan jurus Yah whe-sau-thian (api liar membakar langit) dia tangkis datangnya
ancama tersebut.
Im Hui mendengus dingin, pedangnya segera direndahkan kebawah lalu…
“Sreet! Sreet! Sreet!” secara beruntun melepaskan serangan berantai yang
kesemuanya tertuju bagian bawah tubuh si anak muda tersebut.
Dengan cekatan Buyung Im seng mundur lima langkah kebelakang dan
menghindarkan diri dari serangkaian srangan berantai dari Im Hui ini… Tapi
begitu mundur dia lantas maju kembali, serangan balasan segera dikembangkan,
pedangnya diputar bagaikan hembusan angin puyuh, serangannya benar-benar
amat gencar dan dahsyat.
Sekalipun ilmu pedang Im Hui mengandalkan kecepatan gerak, akan tetapi
dibawah serangkaian serangan cepat dari Buyung Im seng, ternyat ia tak mampu
melancarkan serangan balasan selain menangkis dan bertahan terus menerus.
Tong Thian hong yang nonton jalannya pertarungan itu diam-diam menghela napas
panjang, pikirnya. “Ternyata ilmu pedang yang dimiliki Buyung Im seng jauh lebih
tangguh daripada kepandaianku.”
Tampak kedua orang itu saling menyerang saling membacok dengan sengitnya,
angin pedang menderu-deru, hawa pedang menggulung-gulung dalam sekejap mata
pertarungan sudah bergerser hampir tujuh delapan depa dari tempat semula.
Ditengah pertempuran sengit, mendadak Im Hui mundur dua langkah ke belakang,
kemudian berntaknya dingin. “Tahan!”
Waktu itu Buyung Im seng sedang menyerang dengan sepenuh tenaga, seluruh
perhatiannya terpusat menjadi satu, sampai Im Hui berteriak tadi ia baru
menghentikan serangannya seraya bertanya. “Ada apa?”
“Buyung tiang kim tak punya keturunan, tapi ilmu pedang yang kau pergunakan
adalah ilmu pedangnya Buyung Tiang Kim!”
Buyung Im seng segera tertawa dingin.
“Ilmu silat yang ada didunia ini dasrnya adalah sama saja, toh sumbernya juga
satu!”
“Tapi ilmu pedagn dari Buyung Thiang kim jauh berbeda dengan ilmu pedang
lainnya.”
Setelah berhenti sejenak, mendadak hardiknya. “Sebenarnya siapakah kau?”
Buyung Im seng bukannya menjawab, sebaliknya malah bertanya. “Sudah berapa
gebrakan kita bertarung?”
“Tiga puluh lima gebrakan” “Apa yang telah Im Tongcu ucapkan apakah masih
masuk hitungan?” “Tentu saja!”
“Sekarang kita sudah bertarung sebanyak 35 gebrakan lebih bukan saja Im tongcu
tak mampu untuk menangkap kami, bahkan menangkan setengah juruspun tidak.”
“Jadi kalian hendak pergi?”
85
“Pergi atau tidak adalah urusan kami, tapi yang pasti Im Tongcu harus memberi
jalan lewat buat kami!”
Im Hui segera tertawa hambar.
“Baik!” katanya, “Apa yang telah kuucapkan tak akan kusesali kembali, cuma
sebelum mereka berdua pergi dari sini, terlebih dahulu aku ingin mengajukan satu
pertanyaan kepada kalian.”
“Itu mah tergantung pada persoalan apakah yang kau ajukan?”
“Konon dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan bahwa putra
Buyung Thiang kim telah munculkan diri dan ingin membalaskan dendam
ayahnya, apakah kau orangnya?”
Buyung Im seng termenung dan berpikir sejenak, kemudian ujarnya. “Benarkah Im
Tongcu ingin mengetahui siapa gerangan diriku ini?”
“Benar!”
“Bila Im tongcu bersedia pula untuk menjawab sebuah pertanyaan yang kuajukan,
akupun bersedia untuk memberikan namaku.”
“Persoalan apa?”
“Dimanakah letak marka besar lembah tiga malaikat?”
Im Hui segera tertawa hambar.
“Sekalipun aku berbicara yang sesungguhnya, belum tentu kau bersedia untuk
mempercayainya.”
“Aku merasa sebagai seorang tongcu tentunnya ucapanmu bukan suatu ucapan
kosong belaka.”
“Justru karena itulah, aku baru merasa bahwa kau tak akan percaya.”
“Mohon kau suka memberi petunjuk!”
“Aku sendiri juga tidak tahu!”
Buyung Im seng menjadi tertegun.
“Im Tongcu, bukankah kedudukanmu didalam perguruan Sam seng bun tinggi
sekali?”
“Betul, kedudukanku hanya tiga sampai lima orang, tapi diatas beribu ribu orang!”
“Dengan kedudukan Im Tongcu yang begitu tinggi didalam perguruan Sam seng
bun, ternyata kau tidak tahu dimanakah letak markas besarnya, apakah hal ini
mungkin terjadi? Sungguh membuat orang sukar mempercayainya.”
“Silahkan saja kau tidak percaya, tapi ucapanku orang she Im semuanya adalah
kata-kata yang jujur.”
“Kalau begitu Sam seng tong yang berada diatas bukit Tay hu san adalah palsu?”
Im Hui segera tertawa dingin, katanya. “Di atas bukit Tay hu san memang terdapat
sebuah Sam seng thong…”
86
“Kalau toh Im tongcu telah mengetahuinya mengapa kau katakan tidak tahu?”
tukas Buyung Im seng cepat.
Im Hui mendengus dingin. “Hmm! Selain diatas bukit Tay hu san, paling tidak
didunia ini masih terdapat dua tiga tempat Sam seng thong.”
“Im tongcu ternyata kau memang amat licik dan pandai sekali bersiasat…!”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. “Buyung tayhiap tidak berahli waris, tapi aku
dapat mempergunakan ilmu pedangnya Buyung tayhiap, siapakah aku, silahkan Im
tongcu untuk memikirkannya sendiri!”
“Sekalipun kau adalah Buyung kongcu juga belum tentu bisa menguasai ilmu
pedangnya Buyung Tiang kim!”
Buyung Im seng tidak menanggapi ucapan orang lagi, dengan suara lantang dia
lantas berseru. “Im tongcu, sekarang kau boleh menyingkir!”
Ternyata Im Hui cukup memegang janji, benar juga dia lantas mundur sejauh dua
langkah.
Buyung Im seng segera berpaling sekejap kearah Tong Thian hong seraya berseru.
“Mari kita pergi!”
Buru buru Tong Thian hong maju dua langkah, kemudian mereka bersama-sama
meninggalkan tempat itu.
“Lepaskan dia untuk pergi, jangan dihalangi!” Im Hui segera berteriak keras.
Jelas disekitar kebun bunga itu masih banyak sekali jagoan lihai yang melakukan
pengepungan.
Buyung Im seng dan Tong Thian hong saling berpandangan sekejap, kemudian
dengan langkah lebar berjalan meninggalkan tempat itu.
Mereka berdua tidak kenal jalan, dengan langkah lebar mereka hanya tahu
berjalan terus ke depan, setibanya ditepi pagar dinding mereka segera melompat ke
atas dan melewati pagar tersebut.
Diluar dinding pekarangan adalah sebuah padang rumput yang sangat luas, sejauh
mata memandang tidak tampak setitik cahaya lampu maupun bayangan rumah.
Bersambung ke jilid 5
87
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 5
Dengan langkah cepat Buyung Im seng berlarian ke depan, sementara Tong Thian
hong mengikuti di belakangnya.
Dalam waktu singkat mereka sudah berjalan sejauh tujuh-delapan li, saat itulah
Buyung Im seng baru menghentikan perjalanannya sambil menengok sekejap
sekeliling tempat itu.
Setelah yakin kalau tak ada yang menguntit, dia baru berbisik lirih.
"Saudara Tong, walaupun kita belum sampai menemukan letak Sam seng tong, tapi
bisa menemukan perkampungan dari Im Hui pun merupakan hasil yang lumayan."
"Mari kita mencari tempat yang agak tersembunyi untuk beristirahat semalaman."
usul Tong Thian-hong, "Besok kita periksa keadaan lagi, sehingga bila akan
kembali lagi di kemudian hari tak sampai salah jalan."
Buyung Im seng manggut-manggut, sahutnya: "Benar, kita memang harus mencari
tempat untuk beristirahat."
Tong Thian hong memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya: "Di
depan sana terdapat sebuah hutan, hayo kita tengok kesana, siapa tahu tempat itu
cocok untuk kita bermalam."
Dengan langkah lebar mereka segera melanjutkan perjalanannya. Lebih kurang
beberapa li kemudian, benar juga sampailah mereka di tepi sebuah hutan.
"Aaah, ternyata di sana memang ada sebuah hutan...!" seru Tong Thian hong
kegirangan, "mari kita masuk ke hutan untuk beristirahat sebentar..."
Baru saja mereka akan masuk ke dalam hutan, mendadak terdengar seseorang
berseru sambil tertawa merdu.
"Ucapan cengcu memang benar, coba lihat mereka telah datang."
88
Menyusul suara tertawa merdu itu, dari balik hutan pelan-pelan muncul dua orang
gadis cantik. Orang yang berjalan dipaling depan adalah Ciu Peng, sedangkan di
belakang Ciu Peng mengikuti pula seorang nona berbaju hijau.
Terdengar nona berbaju hijau bertanya. "Siapa diantara kalian berdua yang
bernama Buyung Im seng?"
"Ada apa?" tanya Tong Thian Hong.
"Kau yang bernama Buyung Im seng?"
Ton Thian hong segera menggelengkan kepalanya: "Bukan!"
"Kalau bukan kau, tentunya yang ini?"
"Ada urusan apa kau mencari Buyung Im seng?" Buyung Im seng lantas bertanya.
"Sudah lama kudengar akan namanya, aku hanya berharap bisa bersua muka."
sahut si nona baju hijau itu sambil tertawa.
"Sayang sekali belum tentu Buyung Im seng bersedia untuk berjumpa dengan
nona."
"Mengapa ia tidak bersedia untuk bersua denganku?" seru si nona marah.
Buyung Im seng tertawa, sahutnya: "Sepengetahuanku, watak Buyung kongcu aneh
sekali."
"Bagaimana anehnya?"
"Dia kurang begitu suka berbincang bincang dengan kaum perempuan."
"Aaaahhh, omong kosong! Aku dengar hubungannya dengan Biau hoa lengcu baik
sekali, bukankah Biau hoa lengcu juga seorang wanita?"
"Ooohh, rupanya cukup jelas nona menyelidiki tentang diri Buyung Im seng!"
"Hmm! Orang persilatan pada bilang Biau hoa lengcu berilmu silat amat lihai dan
berwajah cantik jelita, ingin kulihat macam apakah tampang Buyung Im seng itu
sehingga ia memiliki kemampuan untuk menggaet hati Biau hoa lengcu."
Belum sempat Buyung Im seng menjawab, tiba-tiba Tong Thian hong sudah tertawa
tergelak.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" si nona berbaju hijau itu menegur dengan
marah.
"Apakah mau tertawapun tidak boleh?"
"Hmm, jika kalian bermaksud untuk menggoda kami, itu berarti kalian sudah
bosan hidup di dunia."
"Lantas apa yang harus kulakukan sehingga kami bisa hidup lebih lanjut...?"
"Jawab semua pertanyaanku dengan sejujurnya, maka akupun akan melepaskan
kalian meninggalkan tempat ini."
"Baiklah, silahkan nona bertanya."
"Sungguhkah kalian kenal dengan Buyung Im seng?"
"Tentu saja sungguh-sungguh kenal."
89
"Dimana orangnya sekarang?"
"Sudah kukatakan tadi, dia telah dibawa orang ke Jit seng lo!"
"Baiklah! Kalau begitu, bawa aku menuju ke Jit seng lo!"
Tong Thian hong segera menggelengkan kepala berulang kali, katanya: "Tidak
bisa!"
"Kenapa?"
"Sebab aku sendiripun tidak tahu dimanakah letaknya Jit seng lo tersebut."
Buyung Im seng yang selama ini cuma membungkam, tiba-tiba mendehem pelan
lalu berkata. "Nona, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu."
"Pertanyaan soal apa?"
"Nona toh tidak kenal dengan Buyung Im seng, tapi kau begitu menaruh perhatian
kepadanya, tolong tanya mengapa demikian?"
"Tentu saja ada alasannya."
"Dapatkah nona memberi tahu alasannya kepadaku?"
"Mengapa harus kukatakan padamu?"
"Sebab aku punya hubungan yang cukup akrab dengan Buyung Im seng, bila nona
bersedia mengemukakan alasannya, bila aku bertemu lagi dengan Buyung Im seng
di kemudian hari, bisa kusampaikan hal tersebut kepadanya..."
Nona berbaju hijau itu termenung sejenak, kemudian katanya: "Aku hendak
mengajukan suatu persoalan kepadanya."
"Persoalan apa?"
"Kau toh bukan Buyung Im seng, kusebutkan masalahnya belum tentu kau tahu."
"Sekalipun dia bukan Buyung Im seng," tukas Tong Thian hong, "tapi hubungannya
dengan Buyung Im seng bicarakan dengannya setiap masalah yang dihadapi
Buyung Im seng, tentu diketahui juga olehnya."
"Sungguhkah perkataan itu?"
"Benar, cuma perlu ditambahkan sekalipun aku tidak menguasai masalah yang
dihadapi Buyung Im seng sebesar 100%, paling tidak 70-80% kuketahui secara
pasti."
Nona baju hijau itu kembali menggeleng katanya, "Aku kuatir persoalan yang
kutanyakan belum tentu kau bisa menjawab."
"Apa yang ingin nona tanyakan boleh sampaikan kepadaku, mungkin aku bisa
memberikan jawabannya secara samar-samar."
"Yang kutanyakan adalah sial pribadinya, darimana kau bisa tahu?"
"Tanyakan saja, aku percaya masih dapat menjawabnya."
90
Ciu Peng yang berada disampingnya segera berbisik. "Kalau didengar dari nada
pembicaraannya, dia seperti punya keyakinan besar, mengapa nona tidak mencoba
untuk bertanya kepadanya, lihat saja ia lagi ngibul atau bukan."
Nona berbaju hijau itu termenung sebentar, kemudian sahutnya, "Baiklah!"
Dia lantas mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Buyung Im seng,
kemudian melanjutkan. "Aku ingin menanyakan sial hubungannya dengan Biau
hoa lengcu, tahukah kau?"
"Soal ini pernah ia bicarakan denganku."
"Sungguh!?" seru si nona baju hijau itu girang.
"Tentu saja sungguh!"
"Pernahkah Buyung Im seng mengatakan kepadamu, dia berasal dari marga
mana?"
"Berulang kali dia ingin menanyakan soal Nyo Hong leng, entah apa maksud
sebenarnya?" pikir Buyung Im seng.
Berpikir demikian, dia lantas menjawab. "Ia pernah memberitahukan soal ini
padaku, katanya Biau hoa lengcu berasal dari marga Nyo."
Nona baju hijau itu segera tersenyum. "Tampaknya memang kau bukan lagi
mengibul."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Tahukan kau siapa namanya?"
Buyung Im seng kembali berpikir. "Masalah yang menyangkut Nyo Hong leng tak
boleh kubocorkan terlalu banyak."
Maka diapun menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Aku tahunya sih
memang tahu, cuma soal ini tak bisa kuberitahukan kepada nona."
"Kenapa? Toh Buyung Im seng telah memberitahukan kepadamu? Kenapa kau tak
dapat memberitahukan kepadaku?"
"Sebab dia percaya aku tak akan memberitahukan pada orang lain, maka dia baru
memberitahukannya kepadaku."
Nona baju hijau itu termenung beberapa saat, lalu berkata.
"Ucapanmu itu memang ada benarnya juga." Sesudah berhenti sejenak, terusnya.
"Bukankah dia bernama Nyo Hong ling?"
Betapa terkejutnya Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Sam seng bun benar-benar sangat lihai, padahal jarang sekali orang persilatan
yang mengetahui nama Nyo Hong leng, ternyata pihak Sam seng bun berhasil
mengetahui juga..."
Sementara dia masih termenung, nona berbaju hijau itu sudah berkata lagi. "Betul
bukan perkataan itu?"
"Betul sekali!"
"Dalam waktu belakangan ini, apakah kau bisa bersua dengan Nyo Hong leng?"
91
Buyung Im seng termenung beberapa waktu lamanya, lalu menjawab. "Soal ini
sukar untuk dijawab."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Cuma aku pasti dapat berjumpa
dengannya meski dilain waktu."
"Dapatkah kau berjumpa dengan Buyung Im seng?"
"Dengan Buyung Im seng si bocah keparat itu sih aku yakin dengan cepat dapat
bersua kembali dengannya."
"Hei, kenapa kau malah memakinya?" seru si nona berbaju hijau itu keheranan.
Tong Thian hong segera menyambung, katanya. "Hubungan mereka berdua terlalu
baik, tidak mempersoalkan adat istiadat, dan lagi sudah terbiasa dengan sebutan
itu, maka tak heran jika setiap kali menyebutnya lantas kelepasan bicara."
"Oooh, kiranya begitu."
Setelah menghela napas panjang, terusnya. "Aku sudah tak dapat membayangkan
wajah Siau-ling-ling lagi, tapi aku tahu wajahnya pasti jauh lebih cantik daripada
aku."
"Siapa Siau ling ling itu?" sela Buyung Im seng.
"Siau ling-ling adalah Nyo Hong-ling."
"Jadi kalian kenal?"
"Aku masih teringat dengannya entah dia masih teringat denganku atau tidak?"
"Bila nona bisa teringat kepadanya, tentu saja diapun masing ingat dengan nona."
Dengan cepat nona baju hijau itu menggelengkan kepalanya berulang kali."
"Belum tentu! Karena aku lebih besar tiga tahun dari dirinya, ketika itu dia masih
belajar berbicara."
Buyung Im seng merasa tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan lagi, maka dia
lantas menjura, katanya.
"Baiklah! bila aku bertemu dengan nona Nyo nanti, akan kusampaikan pesan dari
nona ini, nah, kami akan mohon diri lebih dulu."
"Tunggu sebentar!"
"Nona ada pesan apa lagi?"
"Bila kau bersua dengan Buyung Im seng, beritahu kepadanya akan sepatah kataku
ini."
"Perkataan apa?" "Suruh dia bersikap baik pada Siau ling!"
Mendadak nona baju hijau itu merendahkan suaranya sambil berbisik lirih.
"Tolong sampaikan kepada Buyung Im seng, katakan bila dia ingin menancapkan
kakinya dalam dunia persilatan, dan masih akan membalas dendam kematian ayah
ibunya, hanya Siau ling ling seorang yang dapat membantu usahanya itu."
92
"Terima kasih atas petunjuk nona." kata Buyung Im seng dengan wajah serius,
"Bila aku bersua dengan Buyung Im seng, nanti pasti akan kusampaikan pesan ini
kepadanya."
Tiba-tiba Ciu Peng menimbrung dari samping.
"Apakah wajah Buyung Im seng sangat tampan?"
Nona baju hijau itu segera tertawa, katanya. "Budak bodoh, sepasang mata Siau
Ling ling tumbuh di atas kepala, dia cuma memandang ke atas tak pernah
memandang ke bawah, mana mungkin dia bisa salah memilih?"
Ciu Peng segera tersenyum. "Benar juga perkataan nona, cuma Buyung Im seng itu
sepantasnya kalau merasa berterima kasih kepadamu."
"Mengapa harus berterima kasih kepadaku tanya si nona berbaju hijau itu
keheranan."
"Secara diam-diam nona berniat membantunya tapi ia sama sekali tidak tahu, coba
kalau dia tahu bukankah dia akan merasa berterima kasih sekali kepadamu?"
"Aku sama sekali tidak kenal dengan Buyung Im seng, mengapa harus ku bantu
dirinya. Aku berbuat begini karena tak lebih demi Siau ling ling...!"
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Cuma orang yang bisa disenangi Siau
ling ling sudah pasti naga diantara manusia, aku toh berharap sekali dapat bersua
dengannya, ingin kuketahui perbedaan apakah yang dimilikinya sehingga bisa
disenangi oleh Siau ling-ling."
"Menurut apa yang kuketahui, Buyung Im seng hanya seorang pemuda yang biasa
saja." kata Buyung Im seng kemudian. "Aku sudah lama bergaul dengannya, tapi
tidak kujumpai ada sesuatu yang berbeda dari orang lain."
Nona berbaju hijau itu segera menggelengkan kepala berulang kali, katanya.
"Soal ini mah tentu saja kau tidak mengerti!"
"Mengapa?"
"Sebab kau adalah lelaki, yang melihat lelaki tentu saja jauh berbeda dengan
perempuan melihat lelaki."
"Oooh, kiranya begitu..."
00oo00
BAGIAN KE TUJUH
"Pembicaraan diantara kita berdua kita akhiri sampai di sini saja", kata nona
berbaju hijau itu, kemudian, "Harap kalian berdua jangan lupa dengan pesanku
itu!"
"Kami pasti akan mengingatnya selalu." Tong Thian hong berjanji, selesai berkata
ia lantas membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Buyung Im seng segera mengikuti di belakangnya.
"Berhenti!" mendadak nona baju hijau itu membentak dengan suara dalam.
Seraya berpaling Buyung Im seng bertanya, "Apakah nona masih ada pesan lain?"
93
"Kalian bisa meloloskan diri dari ujung pedang toako ku, hal ini menunjukkan
kalau kepandaian kalian hebat sekali, sekalipun kalian berdua tak sampai takut,
toh hal itu merupakan kerepotan juga bagimu, biar Ciu Peng yang mengantar
kalian sampai di depan sana."
"Maksud baik nona, ku ucapkan banyak terima kasih dulu!"
Nona berbaju hijau itu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Ciu Peng,
kemudian perintahnya.
"Hantarlah mereka melewati Sam cay-ting kemudian mereka melanjutkan
perjalanannya sendiri."
"Andai kata besok cengcu menegur, bagaimana budak bisa menanggungnya...?"
"Tak usah kuatir" kata nona baju hijau itu sambil tertawa, "tentu saja aku yang
akan menanggungnya!"
"Budak terima perintah!" Ciu Peng segera memberi hormat. Seusai berkata dia
lantas berangkat, dia lantas berangkat lebih dulu ke depan sana. Tong Thian hong
dan Buyung Im seng segera mengikuti di belakangnya.
Tak lam kemudian, mereka bertiga sudah ada tiga-lima li jauhnya dari tempat
semula.
Dengan suara lirih Buyung Im seng segera berbisik. "Kelihatannya nona Im sangat
mempercayai dirimu." Ciu Peng segera tersenyum.
"Budak memang bermaksud untuk mengikuti selera hatinya, tentu saja gampang
sekali untuk membaikinya."
"Ada satu hal yang tidak kupahami, apakah nona bersedia memberi petunjuk?"
Ciu Peng segera menghentikan gerakan tubuhnya, lalu berkata. "Jika ada
persoalan, lebih baik kita bicarakan selesai melewati tempat ini saja, seratus kaki
di depan sana ada barisan Sam cay tin yang amat lihai."
"Apa yang dimaksudkan dengan Sam cay tin?" tanya Tong Thian hong.
"Sebuah barisan yang penuh dengan jebakan serta alat-alat rahasia yang sangat
lihai."
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Apa
yang ingin kau tanyakan?"
"Dari mana nona Im kenal dengan Biau hoa lengcu? Apa lagi ia tampak begitu
menaruh perhatian kepadanya?"
"Kongcu-ya, jangan lupa aku cuma seorang dayang, bagaimana ceritanya sehingga
ia bisa berkenalan dengan Biau hoa Lengcu, mana mungkin akan diceritakannya
kepadaku, cuma..."
"Cuma kenapa?"
"Cuma ada seorang yang mungkin bisa menjawab pertanyaan itu."
"Siapa dia?"
94
"Biau hoa Lengcu nona Nyo, bila kau telah bertemu dengannya dan menanyakan
soal ini masalahnya kan menjadi terang? Yang bisa budak beritahu kepada kalian
adalah ilmu silat yang dimiliki Im cengcu kakak beradik sangat lihai, daripada
bermusuhan lebih baik berteman."
"Maksud nona apakah Im Hui bersaudara bisa saja menghianati perguruan Sam
Seng bun?" bisik Buyung Im seng lirih.
"Kalau dilihat dari keadaannya, hal ini susah untuk diduga, tapi tak ada salahnya
buat kongcu untuk mencobanya dengan mempergunakan sedikit akal."
Buyung Im seng segera manggut-manggut. "Terima kasih banyak atas petunjuk
dari nona."
"Im cengcu tampaknya tidak akan melakukan pengejaran terhadap kalian", bisik
Ciu Peng.
"Sedang nona Im juga mengucapkan kata-kata tulus."
Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Nona Im adalah seorang yang berhati mulia,
sedangkan Im cengcu sendiri adalah seorang jago lihai yang berotak cerdas, ia bisa
mengambil keputusan untuk melepaskan kalian pergi, ini menunjukkan kalau dia
memang bermaksud untuk menjual muka kepada kalian."
"Aku mengerti, di kemudian hari aku pasti akan baik-baik menyelesaikan persoalan
ini."
"Nah, kalian boleh berangkat! Sekeliling tempati itu penuh dengan penjagaan yang
saling berhubungan satu sama lainnya, jika terlampau lama berada di sini, bisa
jaga rahasia budak akan ketahuan."
Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit kemudian, mendadak keadaan medan
berubah. Tampak gundukan tanah bermunculan dimana mana, semak belukarpun
mengitari sekeliling tempat itu.
Ciu Peng memandang sekejap ke arah kedua orang itu, kemudian manggutkan
kepala pertanda agar mereka berdua jangan banyak bertanya, Tong Thian hong
mendehem pelan, lalu katanya. "Bagaimana caranya untuk melewati tempat itu?"
"Silahkan kalian untuk mengikuti di belakangku." "Apakah selangkahpun tak boleh
salah?"
"Benar, selangkahpun tak boleh salah, sebab, sekali salah bisa mengakibatkan
kematian tanpa liang kubur."
"Baiklah! Kalau begitu harap nona suka membawa jalan."
"Kalian harus berhati-hati!" Dengan langkah yang pelan dia lantas berjalan ke
depan.
Secara diam-diam kedua orang itu memperhatikan keadaan di sekeliling sana.
Setelah memperhatikan dengan seksama, maka tampaklah bahwa jarak antara
gundukan tanah dengan semak belukar di sekelilingnya ternyata teratur sekali, ini
menunjukkan kalau gundukan tanah maupun semak belukar itu adalah hasil
bikinan manusia.
95
Rupanya Ciu Peng memang berniat untuk memberi kesempatan agar kedua orang
itu bisa menyaksikan keadaan di sekitarnya dengan lebih jelas lagi, perjalanan
ternyata tidak dilakukan terlampau cepat.
Kurang lebih beberapa ratus kaki kemudian, gundukan tanah serta semak belukar
itu baru terputus.
Ciu Peng segera menghentikan langkahnya kemudian berkata.
"Setelah berjalan lebih kurang lima puluh kaki lagi dan mengitari sebuah tebing, di
depan sana akan terbentang sebuah jalanan lebar, semoga kalian berdua baik-baik
menjaga diri, maaf budak tak bisa menghantar lebih jauh lagi."
"Terima kasih nona!" Buyung Im seng segera menjura.
"Nona Ciu Peng," kata Tong Thian hong pula, "Kecuali jalanan ini, apakah masih
ada jalan lain yang bisa berhubungan langsung dengan perkampungan itu?"
"Tidak ada." sahut Ciu Peng sambil menggeleng, "sepengetahuan budak, hanya ada
satu jalan lewat ini saja."
"Kecuali mendatangi perkampungan ini, entah masih ada cara apalagi untuk
menjumpai nona?"
"Kalian masih ingin bertemu denganku?"
"Daya pengaruh Sam seng bun kini sudah tersebar di seluruh dunia persilatan, baik
teman maupun lawan tak ada yang tahu dimanakah sarang komando mereka, boleh
dibilang peristiwa ini merupakan suatu kejadian yang sangat aneh didalam dunia
persilatan."
"Jadi kalian ingin menyelidiki rahasia Sam seng bun lewat diriku?" sambung Ciu
Peng.
"Nona bersedia membantu kami secara terang-terangan, hal ini sungguh membuat
aku merasa berterima kasih sekali..."
"Tapi hal ini kulakukan bukan dengan maksud untuk membantu kalian..." sambung
Ciu Peng.
"Kalau bukan membantu dengan maksudmu sendiri, apakah kau dipaksa untuk
membantu?"
"Boleh dibilang begitu, aku mendapat perintah dari pangcu kami untuk membatu
Buyung kongcu."
"Jadi pangcu kalian juga sudah tahu kalau aku terperangkap dalam sebuah kantor
cabangnya Sam seng bun?"
Cui Peng tidak langsung menjawab pertanyaan itu, katanya.
"Kekuasaan Sam seng bun amat besar dan kuat, Li ji pang tersohor karena
pencarian beritanya yang cepat dan tajam, bila kongcu ingin bermusuhan dengan
Sam seng bung, paling baik adalah bekerja-sama dengan perkumpulan Li-ji pang
kami."
96
"Pangcu kalian ibaratnya naga sakti yang kelihatan kepala tidak kelihatan
ekornya, sekalipun aku bermaksud mencarinya, belum tentu keinginanku ini bisa
tercapai."
"Tentang soal ini akan segera kulaporkan pada pangcu kami begitu kalian sudah
pergi nanti, pasti akan muncul anggota Li ji pang yang akan membawa kalian
untuk menjumpai pangcu kami."
Setelah berhenti sebentar terusnya.
"Budak sudah terlalu banyak bicara, apa yang bisa kukatakan juga sampai di sini
saja, harap kalian berdua baik-baik menjaga diri, budak akan pulang dulu."
Tidak menunggu kedua orang itu berbicara, dia lantas membalikkan badan dan
berlalu dari situ dengan langkah lebar.
Buyung Im seng berdiri di situ sambil memandang bayangan punggung Ciu Peng
menjauh dari sana, menanti bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan, dia
baru berkata.
"Sungguh tak nyana dalam perkumpulan Li ji pang bisa terdapat begitu banyak
jago yang berbakat."
"Hei, apakah saudara Buyung sudah banyak bertemu dengan anggota Li ji pang?"
seru Tong Thian hong.
Sambil tertawa Buyung Im seng manggut-manggut.
"Perkumpulan Li ji pang boleh dianggap sebagai suatu perguruan aneh yang sejak
dulu sampai sekarang belum pernah dijumpai, anggota perkumpulannya hampir
semua terdiri dari gadis-gadis berusia dua puluh tahunan, lagi pula sebagian besar
nona-nona cantik yang berotak cerdik."
"Saudara Buyung pernah berjumpa dengan pangcu mereka?"
"Pernah, sewaktu ada di kota Hong ciu dulu!"
"Pangcu itu tentunya amat cantik sekali!" kata Tong Thian hong ingin tahu.
Buyung Im seng segera tertawa setelah mendengarkan perkataan itu.
"Aneh sekali, hampir semua anggota perkumpulan Li ji pang berparas cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan, akan tetapi pangcunya justru..."
Mendadak ia menutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Justru kenapa?" desak Tong Thian hong.
"Tak sedap dilihat!"
"Mungkin orang yang bersedih hati mempunyai tujuan lain, lantaran wajah sendiri
terlampau jelek, maka dibentuknya organisasi kaum wanita yang dari dulu sampai
sekarang baru muncul sebuah ini!"
"Orang yang berparas jelek, seringkali justru berotak cerdas dan berbakat bagus,
oleh sebab itu bila berbicara soal pekerjaan, jangan terlalu menilai orang dari
wajahnya saja."
Tong Thian hong tersenyum.
97
"Walaupun perkataan dari saudara Buyung benar, cuma akupun mempunyai
pandangan yang lain."
"Bagaimana pandanganmu?"
"Darimana kau tahu kalau Li ji pang pangcu bukan sedang menyaru dan sengaja
berubah wajah sendiri hingga menjadi jelek dan tak sedap dipandang?"
Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
ujarnya.
"Tapi apa sebabnya dia harus menyaru dan merubah wajah sendiri? Aku dan dia
juga tidak saling mengenal, tiada hubungan apa-apa lagi, apa sebabnya dia harus
menyembunyikan wajah aslinya di hadapanku?"
"Dia adalah seorang ketua dari suatu organisasi yang besar dalam dunia persilatan
dewasa ini, mana ia sudi secara sembarangan menjumpai orang dengan wajah
aslinya?"
"Setiap orang perempuan selalu berharap wajahnya cantik dan menawan hati, aku
berjumpa dengannya juga tanpa maksud lain, kenapa dia malah berharap orang
tahu jika dia jelek?"
"Siapa tahu dibalik kesemuanya ini masih ada alasan lain yang tertentu?"
"Alasan apa?"
"Apa alasannya, aku sendiripun tidak jelas, aku hanya mempunyai perasaan
demikian saja."
Buyung Im seng segera tertawa.
"Soal ini sukar untuk dibuktikan, lebih baik kita buktikan sendiri dilain waktu."
"Tentu saja, aku pun bukan ingin bicara sembarangan, andaikata wajah pangcu
dari Li ji pang benar-benar amat jelek, aku rasa dia pasti akan memilih banyak
sekali perempuan-perempuan jelek, untuk masuk menjadi anggota
perkumpulannya, toh tidak harus memilih begitu banyak gadis yang cantik."
"Ehmm... ucapanmu itu masuk diakal juga."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka sudah membelok di suatu
tebing, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara deburan ombak sungai yang
sangat keras.
Buyung Im seng segera memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
katanya.
"Saudara Tong, sekarang kita akan pergi kemana?"
Tong Thian hong menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Apakah saudara Buyung telah menjanjikan tempat pertemuan dengan nona Nyo?"
tanyanya.
"Tidak!"
98
"Waaah... bisa repot kalau begitu, bila kita gagal untuk mengadakan kontak dengan
nona Nyo, maka dia pasti mengira kita masih berada dalam perkumpulan Sam seng
bun, jika kerja sama kedua belah pihak tak bisa teratur, bisa jadi semua urusan
akan terbengkalai."
"Bagaimana juga toh mustahil bagi kita untuk balik kembali ke sana..."
"Mengapa tidak?" bisik Tong Thian hong. "Asal kita bisa mencari sebuah akal agar
jangan sampai diketahui semua orang, bahkan Im Hui sendiripun tak akan
menyangka kalau kita yang sudah pergi akan balik kembali ke situ."
"Tapi dengan cara apa?"
Setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Sekalipun kita dapat balik kembali ke perkampungan keluarga Im, apa pula yang
hendak kita lakukan?"
"Saudara Buyung, apakah kau sungguh-sungguh mempercayai ucapan dari nona
serta Ciu Peng?"
"Kenapa? Apakah mereka juga sedang mengadakan akal licik untuk membohongi
kita?"
"Dengan kedudukan Im Tongcu, aku tak percaya kalau mereka tidak tahu
dimanakah letak Sam seng bun tersebut, seandainya kita masih ingin menemukan
letak lembah tiga malaikat tersebut maka dua bersaudara Im merupakan titik
terang buat kita."
Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak terdengar bunyi burung merpati
yang terbang melintasi udara meluncur lewat dari atas kepala mereka.
Melihat itu Buyung Im seng segera berbisik dengan lirih. "Sayang sekali kedua ekor
burung elang milik Ki hujin tidak kubawa serta, coba kalau kebetulan kubawa dan
berhasil menangkap burung merpati pos itu, kita bisa mengetahui apa saja yang
mereka bicarakan."
Tong Thian hong termenung beberapa saat lamanya, lalu ujarnya. "Merpati pos
yang barusan lewat di atas kita itu kalau bukan melaporkan suatu masalah besar,
tentunya surat yang dikirim dari Sam seng tong malam ini pasti ada urusan besar
yang akan terjadi."
"Darimana saudara Tong bisa mengatakan burung merpati pos itu berasal dari Sam
seng tong?"
"Ditengah malam buta begini ada merpati pos yang terbang melintas, itu berarti
persoalannya penting sekali, kecuali surat perintah dari tiga malaikat, siapa lagi
yang berani malam-malam buta begini mengganggu ketenangan Im Hui?"
"Aaaah... belum tentu begitu, apabila burung merpati pos itu juga belum pasti akan
mengganggu Im Hui."
"Berbicara soal kecerdasan dan ilmu silat, saudara Buyung jelas jauh melebihi
kemampuan siaute, akan tetapi kalau berbicara soal pengalaman dalam dunia
persilatan, aku berani mengucapkan sepatah kata sombong, saudara Buyung masih
jauh ketinggalan dari pada diriku", setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan.
99
"Jika saudara Buyung tidak percaya, apa salahnya kalau kita menyembunyikan diri
untuk melihat keadaan."
"Bersembunyi dimana?"
Tong Thian hong mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap sekeliling
tempat itu, kemudian katanya. "Lebih baik kalau bersembunyi di atas pohon besar
di tepi jalan itu."
"Suatu akal yang bagus sekali, selain mengawasi gerak gerik musuh, kitapun bisa
menyembunyikan diri!"
"Tak jauh di depan sana agaknya terdapat sebatang pohon, mari kita bersembunyi
di atas sana, mungkin dengan cepat bisa kita lihat hasilnya."
Kedua orang itu segera berangkat menuju ke depan sana, benar juga di sana
tumbuh pohon yang amat besar sekali.
Buyung Im seng memandang sekejap batang pohon itu, kemudian katanya sambil
manggut-manggut. "Batang pohonnya besar dan dahannya banyak, daunpun amat
rimbun, kita bisa tiduran di sana, sungguh merupakan tempat persembunyian yang
bagus sekali."
Sambil bercakap-cakap kedua orang itu melompat naik ke atas pohon besar itu,
memilih suatu tempat yang lebat daunnya dan duduk bersila di situ untuk
mengatur pernapasan.
Betul juga, seperti apa yang diduga Tong Thian hong, tak lama kemudian terdengar
suara ujung baju tersampok angin berkumandang tiba, agaknya ada orang sedang
lewat di bawah pohon sana.
Buyung Im seng merasa girang sekali, segera teriaknya.
"Mereka telah datang!"
Buru-buru Tong Thian hong menarik tangan Buyung Im seng, sambil berbisik lirih.
"Jangan bertindak gegabah, kita cuma boleh bersembunyi sambil mengintip jangan
sampai menunjukkan jejak kita."
Benar juga tak selang beberapa saat kemudian kembali muncul beberapa sosok
bayangan manusia yang berlarian lewat di bawah pohon.
"Hei, coba lihat, mengapa mereka berlarian?" bisik Buyung Im seng keheranan.
"Walaupun siaute tak bisa menerangkan secara keseluruhan, tapi aku percaya di
sini pasti akan terjadi suatu peristiwa yang maha besar."
"Peristiwa apa?"
Mendadak Tong Thian hong membungkam dan tak berbicara lagi, tangannya
ditempelkan di depan bibir memberi tanda kepada Buyung Im seng agar jangan
bicara.
Pada saat itulah kembali ada dua sosok bayangan manusia berlarian dekat, saat
lari sampai di bawah pohon dimana kedua orang itu berada mendadak mereka
berhenti.
100
Buyung Im seng merasa heran sekali, pikirnya. "Mengapa kedua orang ini secara
tiba-tiba berhenti di sini? Mau apa mereka?"
Ia mencoba untuk menengok ke bawah, tampaklah seorang lelaki berbaju putih
sedang berdiri di bawah pohon besar itu sambil bergendong tangan..."
Rupanya orang itu bukan lain adalah Im cengcu, Im Hui.
Kemunculan Im Hui secara tiba-tiba ditempat itu menunjukkan bahwa persoalan
yang bakal terjadi bukanlah persoalan sepele.
Tong Thian hong segera berpaling memandang Buyung Im seng dengan ilmu
menyampaikan suara, katanya. "Ditengah malam buta begini Im Hui datang
kemari, ini menunjukkan bahwa suatu peristiwa besar bakal terjadi."
Buyung Im seng manggut-manggut.
"Dia berhenti tepat di bawah pohon besar ini, entah apa sebabnya?" ia balik
bertanya.
Belum sempat Tong Thian hong menjawab, tampak seorang lelaki berbaju hitam
lari mendekat dan memberi hormat kepada Im Hui, kemudian ujarnya. "Malaikat
kedua tiba!"
Mendengar disebutnya "Malaikat kedua", Buyung Im seng merasakan hatinya
bergetar keras hampir saja dia menjerit tertahan saking tak kuasanya menahan
emosi.
"Dimanakah kereta kencana dari malaikat kedua?" kedengaran Im Hui sedang
bertanya.
"Sudah berada seratus kaki dari sini."
"Baik, bawa aku untuk menyambut kedatangannya!"
"Tidak perlu!" mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara sahutan yang
berat.
Menyusul kemudian terdengar roda kereta berputar dan sebuah kereta kencana
yang aneh sekali bentuknya meluncur tiba dengan kecepatan yang amat tinggi.
Sekeliling ruang kereta itu gelap dan berwarna hitam, sehingga membuat siapapun
sukar untuk melihat jelas keadaan didalam ruang kereta tersebut. Di sebelah
depan, belakang, kiri maupun kanan kereta itu tidak tampak ada pengawal yang
mengikuti kereta itu, yang ada cuma seorang kusir kereta berbaju hijau dan bertopi
kecil yang duduk di depan kemudi.
Im Hui yang jumawa dan tinggi hati itu segera maju ke depan dengan sikap hormat
sekali, setelah menjura dalam-dalam, katanya dengan suara lirih. "Im Hui
menjumpai Ji seng!"
"Im tongcu tak usah banyak adat!" suara yang berat dan berwibawa segera
berkumandang keluar dari balik kereta.
"Im Hui telah menerima surat perintah lewat burung merpati, apabila tak dapat
menyambut kedatangan Ji seng dari jauh, harap sudi dimaafkan...!"
Orang di dalam kereta itu segera tertawa.
101
"Sebetulnya aku tak ingin mengganggu ketenangan Im Tongcu, tapi berhubung ada
suatu urusan penting yang harus dibicarakan secara langsung dengan Im Tongcu,
terpaksa aku berkunjung kemari."
"Ji seng terlalu serius..."
Setelah berhenti sebentar dia bertanya. "Entah persoalan apakah yang hendak
dibicarakan? Silahkan Ji-seng mengutarakannya."
Mendadak suara orang didalam kereta itu berubah menjadi dingin sekali, katanya.
"Apakah Im Tongcu mengetahui tentang gerak-gerik dari adikmu selama ini?"
"Aku jarang sekali mencampuri urusan adikku, tidak kuketahui kesalahan apa
yang telah dilanggar oleh adikku?"
"Adikmu selalu merasa tidak puas dengan tindak tanduk dari Sam seng bun kita,
benarkah ini ada kenyataannya?"
"Soal ini aku kurang begitu jelas, sebab belum pernah adikku membicarakan
persoalan ini denganku!"
"Adikmu bukan anggota Sam seng bun, tapi tidak sedikit persoalan dari Sam seng
bun kita yang diketahui olehnya, tentang hal ini apakah Im tongcu juga tidak
begitu jelas?"
Im Hui termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab. "Tentang soal ini
hamba benar-benar tidak tahu."
Mendengar jawaban tersebut, orang yang berada dalam kereta itu segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaahh... haahhh... haahhh... Im tongcu adalah seorang yang amat cerdas,
akalmu cukup meyakinkan, ataukah didalam hal ini menjadi begitu bodoh?"
Buru-buru Im Hui merangkap tangannya sambil menjura.
"Harap Ji seng maklum, seandainya aku orang she Im telah melanggar peraturan
dalam perguruan Sam seng bun, silahkan Ji seng menjatuhkan hukuman yang
setimpal kepada hamba akan tetapi adikku bukan anggota Sam seng bun, terhadap
gerak geriknya Im Hui tak bisa terlalu banyak mencampurinya."
"Hmm! Kau tentunya juga mengerti, kau adalah salah seorang manusia yang
penting didalam perguruan kami!" seru orang dalam kereta itu dengan suara
dingin.
"Aku orang she Im tahu akan hal ini dan merasa bangga sekali karena mendapat
kepercayaan dari Sam ceng (tiga malaikat)."
"Bagus sekali, seandainya kuperintahkan kepadamu sekarang untuk
menyelesaikan suatu masalah pelik, bersediakah kau untuk melaksanakannya...?"
"Silahkan memberi perintah, sekalipun harus mati juga tak akan kutampik!"
"Usahakan agar adikmu juga masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun
kita."
102
"Seandainya hamba menggunakan hubungan pribadi minta kepadanya agar
berbakti satu kali demi perguruan Sam seng bun kita, mungkin dia tak akan
menampik, akan tetapi jika dia diminta masuk ke dalam Sam seng bun, secara
resmi, hamba rasa dia takkan meluluskannya."
Setelah menghela napas panjang, terusnya. "Dua tahun berselang, aku orang she
Im sudah menerima firman yang meminta kepadaku untuk mengajak adikku
masuk menjadi anggota perguruan segenap kemampuan untuk mengajaknya
masuk menjadi anggota, tapi usaha hamba selama ini tak pernah mendatangkan
hasil."
"Aku tahu!" kata orang didalam kereta itu dengan dingin. "Waktu itu agaknya dia
belum begitu banyak mengetahui tentang urusan dalam perguruan Sam Seng bun,
tapi keadaannya sekarang sudah lain."
Mendadak suaranya berubah menjadi dingin menyeramkan, pelan-pelan terusnya.
"Bila kau tak mampu menasehati adikmu agar masuk menjadi anggota perguruan
Sam seng bun, masih ada satu cara yang bisa dilaksanakan..."
"Membunuhnya untuk membungkamkan mulutnya bukan?" sambung orang she Im
itu dengan cepat.
"Im tongcu memang benar-benar seorang yang cerdik!" puji orang didalam kereta
itu dengan dingin.
"Perintah dari Ji-seng, aku orang she Im tak berani membangkang, cuma Im Hui
belum tentu bisa menangkan kelihaian dari adikku."
Ucapan tersebut bukan saja membuat orang didalam kereta itu tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun, dalam waktu yang cukup lama sekalipun Buyung
Im seng dan Tong Thian hong yang bersembunyi di atas pohon pun menjadi
tertegun dibuatnya, pikir mereka.
"Kepandaian silat yang dimiliki Im Hui sudah mencapai tingkatan yang luar biasa
sekali, apakah nona Im itu benar-benar masih jauh lebih lihai daripada yang
dimiliki Im Hui?"
Sementara itu, orang yang berada dalam kereta itu sudah berkata lagi dengan
suara dingin.
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Hamba tidak berani membohongi Ji-seng!"
"Selain mempergunakan ilmu silat, aku rasa masih ada cara lain untuk
membinasakan dirinya, misalkan meracuni dia, toh sama saja bisa merenggut
selembar jiwanya".
"Hamba dan adikku adalah saudara sekandung dari seorang ayah dan seorang ibu
yang sama, usia adikku itu selisih banyak sekali bila dibandingkan dengan usiaku,
apalagi sejak kecil akulah yang merawatnya hingga menjadi dewasa, soal meracuni
atau melukai secara diam-diam..."
"Kau tidak tega untuk turun tangan sendiri?" tukas orang didalam kereta itu.
103
"Aaaii...!" Im Hui menghela napas panjang, "hamba akan usahakan sekali lagi
untuk membujuknya agar mau masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun,
kalau dia tidak mau meluluskan lagi permintaanku ini terpaksa aku harus turun
tangan untuk membunuhnya."
"Semoga saja ucapanmu itu muncul dari hati sanubarimu!" kata orang dalam kereta
itu.
Im Hui segera menjura dalam-dalam. "Apakah Ji seng masih ada pesan yang lain?"
"Konon kalian berhasil menangkap Buyung Im seng?"
"Ya, ditengah jalan telah terjadi suatu perubahan tiba-tiba, semua orang yang
mengawal telah terbunuh habis, ketika hamba menyusul ke tempat kejadian hanya
berhasil menyelamatkan jiwa dua orang kuris kereta."
"Sudah kau selidiki siapa yang melakukan perbuatan itu?"
Im Hui menggeleng, sahutnya. "Hamba sedang melakukan penyelidikan sekarang."
"Titik terang sih belum ada, cuma kalau dilihat dari persoalannya, besar
kemungkinan dilakukan oleh orang-orang Sam seng bun kita sendiri."
Orang dalam kereta itu termenung sebentar, kemudian tanyanya. "Darimana kau
bisa berkata demikian?"
"Tertangkapnya Buyung Im seng dan Biau hong lengcu hanya diketahui oleh orangorang
Sam seng bun kita, hampir boleh dibilang orang persilatan tidak ada yang
tahu tentang persoalan ini, karena itu hamba berani mengatakan bahwa dalam
perguruan Sam seng bun kita sesungguhnya terdapat banyak musuh dalam
selimut."
"Peraturan dari perguruan Sam seng bun kita sangat ketat, siapakah yang berani
begitu bernyali untuk melakukan perbuatan semacam itu?"
"Soal ini hamba belum mendapat bukti dan tidak berani sembarangan menuduh."
"Kau sudah periksa kedua orang kusir kereta itu?"
"Sudah!"
"Apa yang mereka katakan?"
"Baru saja pertarungan dimulai mereka sudah kena dilukai orang, tentu saja
jalannya peristiwa tidak mereka ketahui."
Mendadak orang didalam kereta itu tertawa dingin, serunya. "Im tongcu, bila kau
mempunyai sesuatu kecurigaan dalam hatimu, tak ada salahnya untuk dibicarakan
secara blak-blakan!"
"Hamba tidak berani!"
"Tidak mengapa, cepat katakan!"
"Dari pihak Seng thong (ruang malaikat) konon telah mengutus serombongan besar
jago lihai untuk datang kemari, benarkah ada kejadian seperti itu?"
"Betul, memang ada kejadian seperti itu."
104
"Secara tiba-tiba mengutus orang yang begitu banyak kemari, dan lagi sebelum
kejadian tidak diterima surat pemberitahuan, tampaknya kalian sudah tidak
mempercayai hamba lagi?"
Seandainya Im tongcu dapat membujuk adikmu agar masuk menjadi anggota Sam
seng bun, atau membunuhnya demi keamanan kita semua, bukan saja pihak Seng
tong akan mempercayai dirimu kembali, bahkan kaupun akan diberi imbalan yang
besar sekali."
Buyung Im seng yang bersembunyi di atas pohon dapat mendengarkan semua
pembicaraan itu dengan sangat jelas, segera pikirnya.
"Ooohh... rupanya pihak Seng tong telah mulai menaruh curiga terhadap Im Hui."
Sementara itu Im Hui telah menjura seraya berkata. "Terima kasih banyak atas
nasehat Ji seng."
Tiba-tiba orang didalam kereta itu menghela napas panjang, katanya kemudian.
"Im Hui, moga-moga kau bisa menjaga dirimu baik-baik", setelah berhenti sejenak,
terusnya. "Mari kita pergi."
Tampak kusir kereta berbaju hijau itu tiba-tiba menyentak tali les kudanya, tibatiba
kereta itu membalik arah dan lari melalui jalan semula...
"Apakah Ji seng tidak duduk sebentar didalam perkampungan kami?" seru Im Hui.
"Tidak usah!"
"Hamba dengan hormat mengiringi kepergian Ji seng."
Sungguh cepat gerak lari kereta berbentuk aneh itu, baru dua patah kata Im Hui
berbicara, kereta itu sudah berada beberapa kaki jauhnya.
Terdengar orang didalam kereta itu kembali berkata. "Adikmu adalah seorang gadis
pintar yang mengetahui keadaan, seandainya kau menggunakan hubungan
persaudaraanmu untuk membujuknya, aku rasa kemungkinan besar dia bersedia
masuk menjadi anggota Sam seng bun."
"Je seng tak usah kuatir, hamba akan berusaha dengan sepenuh tenaga, bila mana
perlu akan kubunuh dirinya untuk memperlihatkan kebaktian hamba kepada Sam
seng bun."
Buyung Im seng yang mendengar pembicaraan itu amat terkesiap, diam-diam
pikirnya. "Entah menggunakan cara apakah pihak Sam seng bun menguasai anak
buahnya, ternyata terhadap manusia seperti Im Hui diperlakukan pengawasan
yang begitu ketat sekali... sungguh suatu kejadian di luar dugaan..."
Setelah memandang hingga kereta itu jauh meninggalkan pandangan mata, Im Hui
baru menarik napas panjang dan berlalu pula dari tempat itu. Setelah Im Hui pergi,
orang yang berjaga disekitar pohon pun segera bubar, dalam waktu singkat tak
seorang manusiapun yang kelihatan berkeliaran di sana.
Tong Thian hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, setelah yakin kalau
orang-orang Sam seng bun telah pergi semua, dia baru berbisik lirih.
105
"Sudah kau lihat saudara Buyung?" "Melihat apa?" "Im Hui kelihatan sangat
menderita, padahal kedudukannya dalam perguruan Sam seng bun tinggi sekali,
tapi ia toh tidak mampu melindungi adik kandungnya sendiri."
"Dari mereka berdua, yang seorang adalah Tongcu dari perguruan Sam seng bun
sedangkan yang lain tidak bersedia menggabungkan diri dengan perguruan Sam
seng bun, tetapi kedua-duanya tinggal ditempat yang sama, kejadian ini betul-betul
membuat orang tak habis mengerti saja..."
"Bila paham yang dianut berbeda, tak akan cocok untuk bersatu, meski mereka dua
bersaudara tapi masing-masing menempuh jalannya sendiri-sendiri, peristiwa
macam ini tidak jarang ditemui dalam dunia persilatan, jadi tiada sesuatu yang
perlu diherankan."
"Cuma, yang aneh sekarang dua bersaudara masih bisa saling hormat menghormati
meski masing-masing menempuh jalan sendiri, kalau didengar dari perkataan Im
Hui tadi, agaknya selain rasa hormatnya kepada adik perempuannya itu, diapun
menaruh rasa takut. Tapi perintah dari Ji seng sangat mendesaknya, Im Hui sudah
tak dapat bertahan lebih jauh, aku menguatirkan sekali bagi keselamatan nona Im
yang baik hati itu."
"Bagaimana? Masa ia benar-benar akan membunuh adik kandungnya sendiri?"
"Andaikata Im Hui tidak mampu membujuk adiknya agar bergabung dengan
perguruan Sam seng bun, maka dia hanya ada dua jalan yang ditempuh."
"Dua jalan yang mana?"
"Pertama, membunuh adiknya untuk merebut kepercayaan Sam seng kepadanya,
dan kedua menghianati perguruan Sam seng bun, tapi kalau dilihat dari keadaan
tadi, agaknya Im Hui tak akan sampai menghianati perguruan Sam seng bun, itu
yang berarti tinggal sebuah jalan saja yang bisa ditempuh olehnya, yakni
membunuh adiknya sendiri."
00oo00
BAGIAN KE DELAPAN
"Nona Im berhati bajik dan sangat mulia, andaikata Im Hui ingin mencelakainya,
hal ini bisa ia lakukan dengan gampang sekali, sekarang kita sudah mengetahui
akan kejadian ini, sepantasnya kalau kita sampaikan kabar ini kepadanya."
"Tapi perjalanan kembali penuh dengan rintangan, tak mungkin kita bisa balik
kembali ke perkampungan tersebut tanpa diketahui jejaknya oleh mereka."
Buyung Im seng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, keluhnya kemudian.
"Seandainya Nyo Hong ling berada di sini ia pasti mempunyai akal bagus untuk
mengatasi keadaan ini."
Tiba-tiba Tong Thian hong tertawa, katanya. "Siaute juga mempunyai suatu cara
yang bodoh, mungkin saja masih bisa dipergunakan untuk menolong nona Im."
"Bagaimana cara itu?"
"Kalau didengar ucapan Ciu Peng agaknya dia mempunyai cara khas untuk
mengadakan kontak dengan perkumpulan Li ji pengnya, asal kita bisa menemukan
106
pangcu dari Li ji pang serta minta bantuannya untuk menyampaikan berita ini
pada Ciu Peng, lalu minta Ciu Peng menyampaikannya pada nona Im bukankah hal
ini akan beres? Sekalipun Im Hui tega turun tangan keji terhadap adiknya sendiri,
juga tak akan melakukan dalam tiga lima hari ini, asal dalam tujuh hari kita bisa
berjumpa dengan pangcu dari Li ji pang, aku yakin 80% jiwa nona Im masih bisa
diselamatkan."
"Betul, siaute tak menyangka kalau kau bisa berpikir sampai ke situ..."
Mendadak dia menghela napas panjang, gumamnya lagi.
"Sayang, sayang!"
"Apanya yang sayang?" tanya Tong Thian hong agak tertegun.
"Sayang kepergian Im Hui terlalu lambat, coba kalau dia pergi agak cepat sedikit,
sudah pasti kita bisa menguntit di belakang keretanya Ji-seng."
Toan Thian hong menghela napas panjang. "Aaai.... kalau dibicarakan
sesungguhnya kejadian inipun merupakan suatu kejadian yang sangat aneh,
dengan kedudukan yang begitu tinggi kenapa pada sewaktu melakukan inspeksi
dia tidak membawa pengiring yang banyak, sebaliknya hanya membawa seorang
kusirnya?"
"Justru karena itu, andaikata kita menguntit ketika itu, banyak rintangan tak
diinginkan yang bisa kita hindari."
"Sekarang keadaan belum terlambat, bagaimana kalau kita mencoba
menyusulnya?"
"Betul, karena yang ditumpanginya sangat istimewa sekali, dalam sekilas
pandangan kita dapat segera mengenalinya kembali.
"Saudara Buyung, kalau memang kita akan menyusulnya mari kita sekarang juga
berangkat!"
Tanpa membuang waktu lagi dia lantas melompat turun dari atas pohon dan
mengejar ke depan.
Buyung Im seng juga tidak membuang waktu lagi, dia segera menyusul dari
belakang.
Mengikuti arah larinya kereta itu, dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
melakukan pengejaran sejauh puluhan li, akan tetapi bayangan kereta itu belum
juga ditemukan.
Sambil menggelengkan kepala Buyung Im seng berseru.
"Sungguh mengherankan! Padahal sepanjang jalan sampai kemari tidak tampak
ada jalan persimpangan, kitapun sudah mengejar dengan secepat-cepatnya,
mengapa belum nampak juga jejaknya?"
Tong Thian hong mendongakkan kepalanya dan memandang cuaca sejenak,
kemudian katanya sambil tertawa.
"Asal kita ingat terus bentuk keretanya yang aneh itu, rasanya bukan suatu hal
yang sulit untuk menemukannya didalam waktu lain, sekarang kita tak usah
107
terlalu terburu napsu, yang penting sekarang berusaha mengadakan kontak dengan
orang-orang Li ji pang."
"Saudara Tong, tahukah sekarang kita berada dimana?" tanya Buyung Im seng
sambil ketawa. Tong Thian hong mengalihkan sinar matanya dan memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu kemudian menggeleng.
"Sekarang hari belum terang, mari kita lanjutkan perjalanan untuk mencari rumah
penginapan, kita harus merubah wajah kita."
Secara tiba-tiba Tong Thian hong seperti teringat sesuatu yang sangat penting,
buru-buru tukasnya.
"Saudara Buyung, walaupun nona Im mengutus Ciu Peng untuk mengantar kita
meninggalkan tempat berbahaya, tapi Im Hui sendiripun rupanya ada niat juga
untuk melepaskan kita pergi."
Buyung Im seng termenung beberapa saat, lalu menjawab.
(Bersambung ke jilid 6)
108
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 6
CIU PENG menyuruh kita dari pada menanam bibit permusuhan lebih baik
mengikat tali persahabatan, aku pikir dibalik kesemuanya ini pasti ada rahasia
lain.
"Dengan dandanan kita sekarang, seandainya sampai diketahui oleh orang-orang
Sam Seng bun maka Im Hui sendiripun akan merasakan akibatnya. Ucapan
saudara Buyung memang benar kita harus berganti dengan dandanan lain, sebab
hal ini penting sekali artinya."
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan kembali perjalanannya, sampai
matahari sudah di atas awang-awang baru sampai didalam sebuah kota besar.
Kota itu ramai sekali, sepanjang jalan banyak sekali terdapat warung makan dan
rumah penginapan.
Tong Thian hong mencari sebuah rumah penginapan yang baru saja membuka
pintu, seorang pelayan sedang menyapu halaman, ketika melihat ada dua orang
lelaki berbaju compang camping akan masuk ke dalam penginapan, dia segera
melemparkan sapunya ke tanah dan menghadang jalan pergi kedua orang itu.
"Hei, mau apa kalian berdua ?" tegurnya.
Tong Thian hong segera merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sekeping
perak yang dua tahil beratnya, sambil diangsurkan ke depan serunya: "Pelayan,
adakah kamar yang bersih? Sudah semalaman suntuk kami melakukan perjalanan,
sekarang hendak ganti pakaian dan membersihkan badan, hadiah kecil itu buat
kau membeli semangkuk teh"
Melihat ada uang, paras muka pelayan itu berubah menjadi ramah, dengan senyum
dikulum, katanya: "Sepanjang jalan kalian pasti lelah sekali, hamba akan
membawakan jalan untuk kalian berdua."
109
Seraya berkata tangan kanannya menyambut uang itu dan dimasukkan ke dalam
saku, kemudian dengan langkah lebar berjalan ke dalam.
Tong Thian hong dan Buyung Im seng saling berpandangan sekejap sambil tertawa,
mereka segera mengikuti di belakang pelayan itu melewati sebuah halaman dan
menuju ke dalam sebuah ruangan yang bersih.
Tampak aneka bunga bersemarak di sana sini, ternyata tempat itu adalah sebuah
ruangan tersendiri yang ada ruang tamunya.
Sambil tertawa pelayan itu berkata lagi: "Sebenarnya kamar ini sudah dipesan oleh
Kim-ji-ya dari toko emas untuk menyambut kedatangan seorang tamunya yang
datang dari jauh, besok orangnya tiba, tempat ini bersih dan tenang, silahkan
kalian berdua beristirahat, asal besok pagi bisa mengosongkan kembali kamar ini,
semuanya bakal beres."
"Besok kami pasti berangkat"
"Baik!" kata pelayan itu sambil tertawa. "Hamba akan mempersiapkan air teh
untuk kalian berdua"
Sepeninggalan pelayan itu Buyung Im seng lantas berkata: "Saudara Tong, kita
harus bertanya kepadanya kota apakah ini"
"Tong Thian hong tertawa: "Dia telah menganggap kita sebagai orang hitam kalau
begitu buka mulut kita menanyakan nama tempat, bisa jadi kita akan dianggap
enteng oleh pelayan itu."
"Benar juga perkataan saudara Tong, kita pun harus beristirahat dengan baik!"
Sungguh cepat gerak gerik pelayan itu, tidak selang beberapa saat kemudian dia
sudah muncul sambil membawa sepoci air teh, katanya sambil tertawa: "Api di
tungku sudah mulai dibuat, hamba telah berpesan ke dapur untuk mempersiapkan
hidangan buat kalian berdua"
"Bagus sekali!" Tong Thian hong manggut-manggut. "Kami butuh juga beberapa
stel pakaian, cuma waktunya tidak banyak, suruh penjahitnya kerja lembur..."
Pelayan itu segera memenuhi cawan tamunya dengan air teh lalu katanya pelan:
"Perawakan kalian berdua tidak tinggi juga tidak pendek, tidak sulit untuk
membeli pakaian jadi, cuma harganya..."
"Soal harga bukan menjadi masalah" tukas Tong Thian hong: "Kami berdua masingmasing
butuh dua stel, satu berwarna biru yang satu berwarna hijau. Selain itu
belikan celana panjang dan sepatu, sepuluh tahil perak cukup tidak?"
Pelayan itu kembali tertawa terkekeh, sahutnya: "Aaaah... tidak perlu sebanyak itu,
sisanya hamba pasti kembalikan.."
Tong Thian hong segera mengeluarkan sepuluh tahil perak sambil menukas dengan
cepat: "Tak usah dikembalikan lagi, sisanya persen buat kau minum arak."
Pelayan itu segera membungkukkan badan dan memberi hormat tiada hentinya:
"Harap kalian beristirahat dulu, hamba akan keluar sebentar." Dengan langkah
lebar dia lantas beranjak keluar ruangan.
110
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Tong Thian hong, serunya dengan
cepat: "Tunggu sebentar !"
"Toaya masih ada pesan lain ?" tanya pelayan itu sambil membalikkan badannya.
"Ditempat kalian ini apakah ada tempat untuk bersenang senang ?"
"Tempat bersenang senang ada dimana mana" sahut pelayan itu sambil tersenyum.
"Sebentar hamba pasti membawa kalian berdua mengunjungi tempat itu."
Memandang bayangan punggung pelayan itu sudah pergi jauh, Tong Thian hong
baru berkata sambil tersenyum. "Pelayan itu adalah orang yang paling jeli matanya
tapi juga paling sulit dihadapi, biji matanya tak boleh melihat uang, asal melihat
uang matanya lantas jadi hijau, cuma merekapun paling pandai bekerja, entah
persoalan yang bagaimana sulitnya, asal mereka bersedia untuk melaksanakannya,
maka mereka pasti bisa melakukannya dengan segera."
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan ?"
"Setelah pelayan itu membawa pulang pakaian yang dibeli, kita pulihkan dulu
wajah kita, lalu berjalan jalan mengelilingi kota, siapa tahu bisa berjumpa dengan
orang-orang Li ji pang"
"Betul, kita memang harus berjalan jalan mengitari kota, mata-mata Li ji pang
paling banyak siapa tahu kita bisa bersua dengan mereka... ?"
Setelah menunggu beberapa saat lamanya, pelayan itu sudah kembali sambil
membawa pakaian yang dipesan. "Cepat amat cara bekerja pelayan ini!" seru Tong
Thian hong sambil tertawa.
"Ada uang setanpun bisa disuruh, apalagi cuma beberapa stel pakaian." jawab
pelayan itu cepat, "cobalah dulu, kalau tidak cocok hamba akan pergi menukarkan
yang lain. Sekarang akan kupersiapkan dulu hidangan untuk kalian berdua."
Dia lantas melangkah keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Tong Thian hong serta
Buyung Im seng telah berganti pakaian baru. Cara bekerja pelayan itu memang
mengagumkan, baru saja kedua orang itu bertukar pakaian dan membersihkan
obat penyaru dari atas wajahnya, pelayan itu sudah datang menghidangkan nasi
dan arak.
Waktu itu wajah Buyung Im seng dan Tong Thian hong tampan dan gagah sekali,
seolah-olah sudah berganti orang saja. Pelayan itu sampai lama sekali berdiri
termangu-mangu sambil mengawasi kedua orang tamunya, kemudian ia baru
bertanya, "Apakah kalian berdua yang tidak itu?"
"Buddha memerlukan perlengkapan emas, manusia-manusia memerlukan pakaian.
Apanya yang salah?"
Pelayan itu tertawa. "Setelah berganti pakaian, hakekatnya kalian berdua telah
berubah muka, hamba percaya dengan ketajaman mata hamba ini, toh tidak
berhasil mengetahui juga." Sambil menghidangkan makanan ke meja, katanya lagi,
"Silahkan yaya berdua bersantap dan beristirahat sebentar. Setelah tengah hari
nanti hamba akan minta ijin untuk libur setengah hari dan mengajak yaya berdua
jalan keliling kota. Di sini terdapat seorang Siok cu poan cu yang bernama Siau
Ling2, seperti nama orang itu cantik dan ramping, persis seperti lukisan, cuma
111
perangainya rada jelek. Tapi dengan potongan kalian berdua, siapa tahu kalau
budak itupun akan terpikat."
Tong Thian hong cuma tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Selesai berkata
pelayan itu juga mohon diri. Sepeninggal pelayan itu, Buyung Im seng lantas
bertanya, "Saudara Tong, apa yang dimaksudkan dengan Siok-cu poan cu?"
"Buat mereka yang berusaha di bidang pelacuran, istilah nona Siok cu di rumah
menjadi Siok-cu poan cu."
"Oh....., rupanya sarang pelacur." Buyung Im seng tertawa.
"Saudara Buyung belum pernah berkunjung ke rumah pelacuran?"
Buyung Im seng gelengkan kepalanya berulang kali. "Belum pernah, tempat seperti
itu lebih baik jangan dikunjungi saja...."
"Siaute dua kali pernah berkunjung ke tempat semacam itu bersama teman2.
Sarang pelacur hanya penuh dengan perempuan yang bergincu dan berdandan
menyolok. Jangankan saudara Buyung tak akan tertarik, sekalipun siaute juga
muak, cuma, kali ini kita patut berkunjung ke sana...."
"Kenapa?"
"Bila Li ji pang mengatur pula jaringan mata-matanya di sini, maka dia pasti akan
mengatur jaringan mata2nya di tempat yang paling ramai."
"Maksud saudara Tong, kemungkinan besar Siau Ling2 adalah mata2 dari Li ji
pang?"
"Siaute cuma berpendapat demikian, betul atau tidak, tak berani memastikan. Toh
tak ada salahnya kita berkunjung sekali ke sana ....."
Buyung Im seng tersenyum. "Baiklah," dia berkata, "memang tak ada salahnya
untuk mencari pengalaman dengan berkunjung ke tempat semacam itu."
Mereka berdua segera bersantap dan kemudian beristirahat. Selewatnya tengah
hari, pelayan itu telah bertukar pakaian baru, sambil tertawa dia muncul di dalam
kamar sambil katanya. "Hamba telah minta ijin kepada ciangkwe untuk libur
setengah hari, agar bisa menemani yaya berdua berpesiar sampai puas. Betul
tempat ini tidak besar, tapi terhitung juga sebuah bandar yang ramai, tempat
pelacuran, tempat bermain judi semuanya ada, tempat untuk mencari hiburan tak
sedikit jumlahnya."
"Hai pelayan, siapakah namamu?"
"Hamba Li-Ji hek, orang daerah menyebutku Li-Hek-cu!"
"Kelihatannya kau punya hubungan yang luas di tempat ini?"
Li-Ji-hek segera tersenyum. "Aaaah, mana, mana, seorang pelayan tidak terhitung
seberapa, cuma berkat cinta kasih teman, semua masyarakat akupun kenal teman2
mau membantu, sesungguhnya sudah memberi muka kepada hamba." Setelah
berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Bicara setengah harian, hamba belum
menanyakan marga dari toaya berdua!"
112
Tong Thian hong segera menuding ke arah Buyung Im seng sambil berkata. "Dia
adalah Im toaya!"
"Im toaya?" Li-Ji-hek tampak agak tertegun.
"Yaa, betul! Im toaya, sedangkan aku? Aku she Che!"
Dengan sepasang matanya yang jeli Li-Ji-hek memperhatikan wajah Buyung Im
seng beberapa saat lamanya, kemudian berguman. "Oooh ..... rupanya Im dan Che
dua orang toaya!"
Mendadak ia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah, sambil menyembah di
hadapan Buyung Im seng, katanya, "Hamba benar-benar punya mata tak berbiji,
tidak kenal dengan wajah Im ya, bila berbuat salah, harap kau sudi memberi maaf."
Mula-mula Buyung Im seng agak tertegun, kemudian tertawa hambar. "Bangunlah,
siapa tidak tahu dia tidak bersalah."
Li-Ji hek bangkit berdiri, kemudian bertanya lagi. "Hamba berjodoh untuk
berkenalan dengan Im ya, sesungguhnya hal ini merupakan suatu keuntungan bagi
hamba."
Buyung Im seng tahu bahwa orang itu sudah salah paham, diapun tidak
mengungkapnya, Cuma katanya sambil tersenyum. "Mari kita pergi!"
"Hamba akan membawakan jalan buat Im ya!" dengan langkah lebar buru2 pelayan
itu berjalan lebih dulu. Tong Thian hong dan Buyung Im seng saling berpandangan
sekejap, kemudian mengikuti Li Ji hek pergi meninggalkan tempat itu. Perkataan
dari Li-Ji hek memang tidak salah, meskipun kota itu tidak terlampau besar, tapi
ramainya bukan kepalang, orang yang berlalu lalang di jalan hampir mendekati
saling berdesakan.
Li-Ji hek memang tidak malu disebut penunjuk jalan yang berpengalaman, dia
selalu menghindari jalan yang ramai dan menerobos jalan lorong yang sempit.
Setelah melalui beberapa jalan dan lorong akhirnya sampailah mereka di depan
gedung yang besar sekali. Li-Ji hek segera berhenti, katanya, "Sudah sampai, biar
hamba pergi mengetuk pintu."
Ketika Buyung Im seng mencoba untuk mendongakkan kepalanya, terlihat
bangunan itu tinggi besar dengan pintu gerbang berwarna hitam yang tertutup
rapat, ia merasa heran sekali. Maka dengan suara lirih tanyanya,
"Tempat ini seharusnya ramai sekali, mengapa suasana begini sepi dan hening, tak
seorangpun manusia yang kelihatan?"
Sambil membungkukkan badannya, sahut Li-Ji hek. "Menjawab pertanyaan Im ya,
saat ini masih awal sekali, belum sampai waktu untuk menerima tamu."
"Aaaah....kalau memang terlalu pagi lebih baik kita balik lagi nanti saja!"
Li Ji hek segera tersenyum. "Punya uang setanpun bisa diperintah, germo yang
membuka rumah pelacuran ini lebih suka uang daripada setan, asal Im-ya bersedia
menghamburkan sedikit uang, sekalipun datang lebih awal lagi juga akan disambut
mereka. Bahkan kalau suasana makin tenang makin syahdu rasanya, toh toaya
berdua tidak kuatir menghamburkan uang....."
113
Ketika dilihatnya Li Ji hek cuma ngoceh melulu, Tong Thian hong segera
mendehem seraya menegur. "Cukup, sekarang ketuklah pintu terlebih dahulu!"
Li Ji-hek mengiakan dan segera mengetuk pintu gerbang berwarna hitam itu.
"Kreek..! pintu gerbang dibuka, seorang lelaki berbaju hitam membuka pintu
dengan wajah bengis. Rupanya Li Ji hek cukup berpengalaman, dia segera menjura
kepada lelaki itu sambil berseru. "Thio-heng selamat pagi!" Kemudian ia
membisikkan sesuatu di sisi telinga lelaki tersebut.
Sebenarnya lelaki itu berwajah dingin bagaikan es, tiba-tiba saja senyuman segera
menghias wajahnya, serunya dengan cepat. "Kalau yang dibawa saudara Li adalah
tamu agung mah tidak jadi soal, silahkan masuk!" Buyung seng segera berpaling ke
arah Tong Thian hong sambil berbisik, "Saudara Che, silahkan!"
Rupanya dia belum pernah masuk ke rumah pelacuran, hatinya merasa agak takut.
Tong Thian hong tersenyum, dia lantas melangkah masuk lebih dahulu ke dalam
ruangan. Buyung Im seng buru2 mengikuti di belakang rekannya itu, sedangkan Li-
Ji hek mengikuti paling belakang.
Dengan suara lantang orang berbaju hitam itu segera berteriak. "Suruh nona
sekalian berdandan untuk menerima tamu!"
Tampak seorang nyonya setengah umur berbaju biru menyongsong kedatangan
mereka dengan langkah lebar, kemudian membawa beberapa orang tamunya ke
dalam ruang tamu. Li-Ji hek lantas berbisik pada nyonya setengah umur itu. "Im
dan Che-ya adalah orang kaya yang banyak uang, nona biasa tak akan menarik
perhatian mereka, lebih baik suruh Siau Ling-ling saja yang menyambut mereka.
Nyonya setengah umur itu segera berkerut kening, lalu keluhnya. "Oooh Hek-cu!
Kau bukannya tak tahu betapa jeleknya adat Siau Ling-ling, kalau sampai
menyalahi toaya berdua, bagaimana mungkin aku bisa menanggungnya?"
"Tidak menjadi soal, nona yang cantik tentu jelek adatnya." seru Buyung Im seng
dengan cepat.
Nyonya setengah umur itu segera tertawa hambar. "Kalau memang begitu, aku
akan menyuruhnya menerima tamu."
Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari ruangan tamu itu. Tong
Thian hong lantas berpaling sekejap ke arah Li Ji hek, kemudian katanya. "Di sini
tiada sayur dan arak?"
"Akan hamba pesankan di luar, suruh dia siapkan kamar yang besar." kata Li Jihek
tertawa.
Sementara pembicaraan berlangsung, tampak serombongan perempuan muncul
dalam ruangan dan berbaris rapi. Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan
perempuan-perempuan itu, tampaknya mereka berdandan aneka ragam dengan
mukanya memakai gincu dan bedak yang terlalu tebal, sekalipun begitu sedikitpun
tidak kelihatan menarik.
Tong Thian hong berpaling dan memandang Buyung Im seng sekejap kemudian,
tanyanya, "Bagaimana?"
114
Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak berani
menerimanya!"
"Baik!" kata Tong Thian hong kemudian, "Kalau begitu akan kuberikan Siau Lingling
untuk Im heng, Siaute sudah pernah merasakan kenikmatan di tempat seperti
ini, biar aku pilih yang lain saja."
Dia lantas menuding ke arah seorang nona yang memakai baju serba hijau, sambil
katanya, "Nona, siapa namamu?"
Li Ji-hek yang berada di sisinya segera memuji. "Che ya, sungguh tajam amat
pandangan matamu, dia adalah orang kedua yang paling top di sini setelah Siau
Ling-ling, maka urutannya adalah nona Siau po cha ini."
Tampak Siau po cha memberi hormat lalu duduk di samping Tong Thian hong. Li
Ji-hek lantas berpaling dan membisikkan sesuatu ke sisi telinga lelaki berbaju
hitam di luar pintu itu, lelaki itu manggut2 dan mengulapkan tangannya, kecuali
Siau po cha, nona lainnya mengundurkan diri dari situ.
Buyung Im seng menghembuskan napas panjang. "Saudara Che, berapa lama kita
harus berada di sini." tanyanya.
"Sehabis berjumpa dengan Siau Ling-ling nanti, kita bicarakan lagi...!"
Siau Po-cha juga tersenyum, katanya pula, "Bila telah bertemu dengan Siau Lingling,
tanggung toaya ini tak akan ribut untuk pergi lagi. Im-ya ini berpandangan
tinggi, kuatirnya Siau Ling-ling pun tak sanggup menahannya. Siau Ling-ling
cantik dan cerdik, jauh berbeda dengan perempuan lainnya, entah berapa banyak
hartawan dan putra hartawan yang jatuh hati kepadanya, meski Im-ya
berpandangan tinggi tak akan sampai merasa kecewa setelah berjumpa
dengannya."
"Sungguhkah itu?" tanya Tong Thian hong sambil tersenyum.
"Kalau Che-ya tidak percaya tak ada halangannya untuk membuktikan sendiri
nanti."
"Aku lihat kata-katamu cukup terpelajar, agaknya pernah belajar ilmu sastra?"
"Aaaah... perempuan penghibur macam aku begini, sekalipun pernah belajar ilmu
sastra juga percuma, urusan masa lampau lebih baik tak usah disinggung lagi."
Buyung Im seng menjadi tertegun, pikirnya, "Kata2 perempuan itu menunjukkan
kalau ia terpelajar, sudah pasti dia pernah belajar ilmu sastra, tapi... heran, kenapa
perempuan terpelajar semacam itu bisa terjerumus dalam rumah pelacuran seperti
ini?"
Sementara dia masih melamun, terdengar Siau Po-cha berseru. "Im-ya, cepat lihat!
Nona Siau Ling-ling telah datang!"
Ketika Buyung Im seng berpaling, maka tampaklah seorang gadis cantik jelita
bergaun hijau yang bersanggul tinggi, sambil memegang seorang dayang cilik yang
berbaju hijau, dia melangkah masuk ke dalam ruangan. Tampak gadis itu hanya
memakai pupur yang tipis, tubuhnya ramping dan matanya jeli, tangan kanannya
memegang sebuah sapu tangan.
Sembari memberi hormat, katanya: "Hamba menjumpai saudara sekalian !"
115
Tong Thian hong tersenyum, pujinya: "Ehmm, memang tidak bernama kosong..."
Sambil menepuk bangku di sisi Buyung Im seng, terusnya: "Silahkan duduk di
sini!"
Siau Ling-ling berjalan ke depan dan duduk di sisi Buyung Im seng, kemudian
sambil tersenyum sapanya: "Kongcu she apa ?"
"Silahkan duduk nona, aku She Im" Jawab Buyung Im seng. "Oooh, rupanya Im
ya..."
"Sudah lama kudengar akan nama besarmu, sungguh beruntung hari ini kita bisa
bersua"
"Aaah cuma perempuan rendah seperti aku tidak berani menerima pujian dari
kongcu"
Belum pernah Buyung Im seng menghadapi suasana seperti ini, untuk sesaat
lamanya dia tidak tahu bagaimana harus melanjutkan pembicaraan, setelah
mendehem sejenak, akhirnya dia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
Tong Thian hong tertawa, katanya kemudian: "Im-ya belum pernah mengunjungi
tempat seperti ini, kali ini adalah kunjungan yang pertama kali, harap nona suka
memberi kehangatan kepadanya."
Siau Ling-ling tersenyum, katanya kemudian: "Im-ya sudah menikah ?"
Merah padam selembar wajah Buyung Im seng dengan ia menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Aku jelek dan bodoh, tak ada yang mau denganku !"
"Aaah, sungguh pilihan Im-ya terlampau tinggi"
"Im-ya" kata Siau Po cha pula: "Meskipun adik Siau Ling-ling adalah berasal dari
perempuan penghibur, tapi sesungguhnya dia adalah sekuntum bunga teratai putih
yang belum ternoda, bila Im-ya bersedia untuk menebusnya, budak bersedia
menjadi perantara."
"Nona Ling-ling adalah sekuntum bunga indah yang disenangi orang, sedang aku
tak lebih cuma seorang rudin..."
"Cici gemar amat bergurau" tukas Siau ling-ling. "Perempuan penghibur macam
aku mana pantas mendampingi Im toaya ?"
Mendadak Buyung Im seng merasakan urusan menjadi serius, walaupun terhadap
seorang perempuan penghibur, namun dia tak ingin sembarangan memberi janji,
maka sambil tersenyum dia tak memberi tanggapan lebih jauh.
Tong Thian hong tahu bahwa Buyung Im seng tidak terbiasa dengan suasana ini,
buru buru sambungnya:
"Nona Ling-ling, agaknya kau bukan berasal dari sini ?"
"Aku berasal dari kota Siok ciu !"
"Kenapa bisa sampai di sini ?" Sembari berbincang bincang secara diam-diam dia
memperhatikan diri Siau Ling-ling.
116
"Ayahku adalah seorang saudagar yang seringkali berkeliling, sayang ia meninggal
sejak aku masih kecil, tinggal kami ibu dan anak yang hidup berkelana tak
menentu..."
"Maka nona bersedia menjual diri sebagai wanita penghibur ?" sambung Tong
Thian hong.
Siau ling-ling segera menggeleng: "ibuku membawa aku melewati suatu kehidupan
yang sangat sengsara, mungkin karena terlampau letih akhirnya jatuh sakit dan
meninggal pula, tinggal aku seorang diri, waktu itu aku baru berumur sepuluh
tahun..."
"suatu pengalaman hidup yang pantas dikasihani !"
Siau Ling-ling tertawa sedih kembali katanya: "Setelah mengubur ibuku, akupun
menjadi pelayan orang, majikanku sangat baik terhadapku, apalagi mereka
memang tidak berputri maka dianggap bagaikan anak kandung sendiri, sayang
merekapun tidak diberkahi panjang umur, akhirnya aku ditinggal lagi seorang diri"
"Nona, jelek amat nasibmu!" kata Tong Thian hong.
"Aku tahu bahwa nasibku memang jelek, maka akupun bersedia menjadi wanita
penghibur untuk mencari sesuap nasi"
"Hidup sebagai seorang manusia, kesulitan dan kesusahan memang selalu ada"
kata Buyung Im seng dengan kening berkerut, tapi mengapa nona harus memilih
jalan yang begini ini ?"
Siau ling-ling tertawa: "Kalian berdua datang kemari toh mencari hiburan buat apa
musti membicarakan masalah yang menyedihkan hati ?" tukasnya.
"benar" sambung Siau Po-cha, Im-toaya baru pertama kali ini berkunjung ke tempat
seperti ini, kalau terlalu banyak membicarakan soal sedih bisa hilang selera Imtoaya,
lain kali mungkin ia enggan datang lagi"
Sementara itu lelaki berbaju hitam itu sudah masuk ke dalam ruangan, sambil
memberi hormat katanya: "Sayur dan arak telah dihidangkan, silahkan Im-ya, Cheya
masuk ke meja perjamuan"
"Hamba akan membawakan jalan untuk Im-ya" Li Ji-hek yang berada disamping
segera berseru.
Buyung Im seng dan Tong Thian hong saling berpandangan sekejap, kemudian
beranjak dan mengikuti di belakangnya. Tempat itu adalah sebuah ruangan kecil
yang sangat indah, sebuah meja berkaki delapan berada ditengah ruangan, sayur
dan arak telah siap dihidangkan.
Siau Ling-ling dan Siau Po-cha segera mengambil duduk mendampingi Buyung Im
seng dan Tong Thian hong.
Siau po-cha mengambil poci arak dan memenuhi ke empat cawan arak tersebut,
kemudian katanya sambil tertawa: "Mari, aku akan menghormati arak untuk
kalian semua"
Dia mengangkat cawan dan sekali teguk menghabiskan isinya.
117
Tong Thian hong mengambil cawan arak di depannya sambil berkata: "Im-ya tak
pandai minum arak, biar aku saja yang menemani kalian berdua...!"
Siau Ling-ling juga turut minum seteguk, pipinya langsung berubah menjadi merah
padam bisiknya kemudian: "aku juga tak pandai minum."
Diam diam Buyung Im seng berpikir: "andai kata kedua orang ini bukan anggota Li
ji pang bukankah perbuatan semacam ini hanya menghambur hamburkan waktu
dengan percuma..."
Ketika Siau Ling-ling tidak mendengar jawaban dari Buyung Im seng dia lantas
berkata lagi: "Im-ya kau menjadi kaya dimana ?"
"Aku hanya seorang penggede yang bekerja di sebuah rumah penitipan uang..."
Siau Ling-ling segera tertawa. "Im-ya gagah dan perlente, masa pegawai orang lain?
aku tak percaya"
"Nona terlalu memandang tinggi diriku"
"Aku tahu Im-ya memandang rendah kami perempuan penghibur, maka namapun
tidak mau mengaku terus terang."
Satu ingatan kembali melintas dalam benak Buyung Im seng, tanyanya dengan
cepat: "Mengapa nona berkata demikian ?"
Siau Ling-ling tertawa tawa, buka menjawab dia malah berkata lagi: "Teratai putih
berasal dari tanah berlumpur tapi tidak menodai kesucian dan kebersihannya,
entah Im-ya mau percaya atau tidak kalau aku tetap suci bersih?"
"Aku datang karena mengagumi nama besarmu, kini kita sudah bersua, mana
berani kupikirkan hal yang bukan-bukan."
Mendadak Siau Ling-ling menggulung baju lengannya sembari bertanya lagi. "Imya
kenal dengan benda ini?"
Ketika Buyung Im seng mengalihkan perhatiannya ke sana, maka tampaklah di
atas lengan Siau Ling-ling yang putih bersih bagaikan salju itu sebuah tahi lalat
sebesar kacang hijau yang berwarna merah.
Setelah termenung sebentar, sahutnya, "Itu kan tahi lalat Siu-kiong-sah?"
Siau Ling-ling manggut-manggut. "Benar, aku telah bersumpah di dalam hati, aku
hendak berkecimpung selama tiga tahun di tempat ini tanpa kehilangan
kehormatanku."
"Ehmm, tidak mudah, tidak mudah" kata Buyung Im seng.
"Apakah Im-ya tidak percaya?" tukas Siau Ling-ling sambil menurunkan kembali
gulungan bajunya.
Buyung Im seng kembali tertawa. "Aku hanya merasa bahwa hal ini bukan suatu
pekerjaan yang terlalu gampang."
Mendadak Tong Thian hing mencengkeram pergelangan tangan kiri Siau Po-cha,
kemudian katanya sambil tertawa. "Apakah di atas lengan kiri nona juga terdapat
tahi lalat Siu-kiong-sah..?" Tidak menunggu jawaban dari Siau Po-cha lagi dia
lantas menaikkan baju gadis itu.
118
Sambil berkerut kening Siau Po cha berseru, "Che-ya, pelan sedikit, hancur nanti
tulang pergelangan tanganku."
Walaupun mulutnya mengaduh, tapi dia tidak melawan dan membiarkan Tong
Thian hong menggulung lengannya. Tampak lengannya yang putih bersih itu halus
sekali, sedikitpun tiada cacatnya.
Kedengaran Siau Po-cha berseru. "Che-ya tak usah memeriksa lagi, aku sudah
merupakan perempuan yang ternoda, mana bisa dibandingkan dengan kesucian
Siau Ling-ling.."
Sementara itu Li Ji-hek dan dua lelaki lainnya telah mengundurkan diri dari situ.
Dalam kamar tinggal Buyung Im seng, Siau Ling-ling, Tong Thian hong dan Siau
Po-cha empat orang.
Pelan2 Tong Thian hong menurunkan kembali gulungan baju Siau Po-cha,
kemudian katanya, "Apakah nona bukan datang bersama Siau Ling-ling?" Kami
tidak saling mengenal, setelah sampai di sini baru kenal, aku datang tiga bulan
awal dari pada Siau Ling-ling!"
-ooo0ooo-
BAGIAN KE SEMBILAN
"Kalian berdua adalah bintang-bintang top di tempat ini," kata Tong Thian hong,
"sekalipun di luar bersahabat, tentunya dalam hati saling bersaing, bukan?"
"Aaaah, mana mungkin," tukas Siau Ling-ling, "aku bodoh dan tak tahu aturan,
semuanya adalah berkat petunjuk dari enci Po-cha."
"Aaaah, adik Ling-ling adalah pemimpin kita semua, aku mana berani menaruh
rasa dengki atau iri kepadanya..." bantah Siau Po-cha cepat.
Tiba2 muncul seorang nyonya setengah umur yang masuk sambil menyingkap tirai,
sambil memberi hormat, katanya, "Maaf toaya berdua, agak mengganggu sebentar,
seorang tamu Siau Po-cha yang datang dari jauh ingin bertemu dengan nona Pocha,
berilah kesempatan baginya untuk menjumpai sebentar."
Siau Po-cha segera berkerut kening. "Siapakah orang itu?" tegurnya.
"Thio toa-koanjin!"
Siau Po-cha segera beranjak. "Che-ya harap tunggu sebentar, aku hanya pergi
sebentar saja."
"Silahkan nona," kata Tong Thian hong sambil tersenyum.
Nyonya setengah umur itu menengok sebentar ke arah Siau Ling-ling, kemudian
berpesan, "Nona Ling-ling, baik-baik melayani tamu, jangan sampai menelantarkan
toaya berdua."
"Jangan kuatir, mama!"
Sambil tertawa nyonya setengah umur itu segera memberi hormat lalu
mengundurkan diri dari ruangan itu. Tiba2 Siau Ling-ling beranjak dan menuju ke
pintu, setengah mengintip sekejap sekeliling tempat itu, dia balik kembali dan
119
membelalakkan matanya lebar2, bisiknya, "Kalian berdua tidak mirip orang yang
datang mencari hiburan."
"Darimana kau bisa berkata begitu?" tanya Tong Thian hong.
"Sebab kalian berdua terlalu sopan dan terpelajar."
"Oooh... rupanya begitu."
"Apakah kalian berdua seringkali melakukan perjalanan di luar?" bisik Siau Lingling
lagi.
"Benar!"
"Aku ingin mencari tahu tentang seseorang, apakah kalian berdua kenal
dengannya?"
"Siapa?"
Siau Ling-ling menatap wajah Buyung Im seng tajam2, lama kemudian ia baru
balik bertanya. "Kau bukan she Im bukan?"
Buyung Im-seng termenung sebentar, lalu mengangguk. "Benar, aku bukan she Im,
tapi ada hubungannya dengan huruf Im!"
"Buyung kongcu bernama Im-seng juga ada hubungannya dengan huruf Im."
sambung Siau Ling-ling tiba-tiba dengan suara lirih.
Paras Buyung Im-seng berubah hebat, tangan kanannya dengan cepat diayunkan
ke depan mencengkeram pergelangan tangan kanan Siau Ling-ling... Siapa tahu
dengan sangat cekatan sekali Siau Ling-ling memutar jari tangannya lalu
menyongsong datangnya serangan dari Buyung Im-seng sambil bisiknya lirih.
"Kongcu, harap jangan melancarkan serangan dulu, masih ada perkataan yang
hendak disampaikan."
"Katakan nona !" ujar Buyung Im seng sambil menarik kembali pergelangan
tangannya ke belakang.
"Pagi ini aku mendapat perintah untuk menyelidiki jejak kongcu, dalam surat
perintah tadi terlampir juga gambar lukisan dari kongcu, oleh sebab itu setelah
berjumpa dengan kongcu tadi, aku lantas menduga kalau kongcu besar
kemungkinan adalah Buyung kongcu, ternyata dugaanku memang tidak meleset"
"Kau adalah... "
"Aku berasal dari perkumpulan Li ji pang!" tukas Siau ling-ling dengan cepat.
Tiba-tiba Tong Thian hong menimbrung. "Aku lihat nona Siau po cha seperti bukan
berasal dari golongan wanita penghibur"
Sudah lama aku menaruh curiga kepadanya, cuma dia menutup mulutnya rapatrapat,
meski aku sudah berulangkali memancingnya dengan kata-kata selalu gagal
untuk menemukan titik terang"
"Apakah dia bukan anggota Li ji pang ?" tanya Buyung Im seng.
"Bukan, setiap anggota li ji pang mempunyai kode rahasia untuk mengadakan
kontak, mustahil kalau dia tak tahu kedudukan masing-masing, setelah beberapa
kali melakukan pembicaraan, setelah berhenti sejenak, terusnya: "Setelah
120
mendapat perintah itu, sebetulnya aku sedang kesal bagaimana caranya
menemukan jejak kongcu, sungguh tak kusangka kalau kalian malah sengaja
datang mencari kami"
"Walau Po cha pandai bermain sandiwara" kata Tong Thian hong.
"Sayang dia tak dapat menutupi sinar matanya yang tajam dari balik matanya itu,
sinar mata setajam itu jelas bukan sinar mata manusia sembarangan..."
"Ucapan che-ya memang benar, ilmu silat yang dimiliki Siau Po cha lihay sekali,
menurut pengamatanku secara diam-diam, memiliki ilmu meringankan tubuh yang
amat sempurna"
"Mungkin kah mata-mata dari Sam seng bun?" Buyung Im seng menunjukkan
kekuatirannya.
"Aaku sendiripun menaruh curiga sampai ke situ!"
"Apakah Siau po che juga telah mengetahui rahasia penyaruan diri nona... ?"
"Soal ini sukar untuk dikatakan, paling tidak dia sudah menaruh curiga kepadaku"
Dia celupkan jari tangannya ke dalam cawan araknya, kemudian menulis di atas
meja. "Kentongan pertama malam nanti, pangcu kami akan mengadakan
pertemuan dengan kongcu di Giok pay hong"
Sehabis membaca tulisan itu, dengan cepat Buyung Im seng menyeka bekas arak
itu sampai kering.
Baru saja Tong Thian hong hendak bertanya lagi, mendadak Siau ling-ling
mengangkat cawan araknya sambil tertawa cekikikan.
"Aku akan menghormati Che-ya dengan secawan arak lagi...!" serunya.
Terdengar suara cekikikan lain berkumandang dari luar pintu, menyusul seseorang
berseru. "Bagus sekali, kau sudah mempunyai Im toya seorang masa tidak cukup ?"
Berani betul kau merampas Che toya itu"
Menyusul seruan tadi, siau po che dengan senyuman dikulum telah berjalan masuk
ke dalam ruangan.
"Apakah Thia toa koanjin sudah pergi " Tong Thian hong lantas bertanya dengan
cepat.
"Ia membawakan sebuah gelang kemala untukku, tapi berhubung aku tak berani
melupakan Che toya, maka aku sudah menyuruh dia pergi dulu"
"Gelang kemala pemberian dari Thia Toa koajin tersebut pastilah suatu benda yang
mahal harganya, nona, bagaimana kalau kau keluarkan agar menambah
pengetahuan kami ?"
"Aaah... Gelang tersebut tidak lebih cuma gelang kemala biasa saja..."
"Kami toh cuma ingin melihatnya sebentar, memangnya nona kuatir kalau kami
akan merebutnya setelah melihat gelang tersebut ?"
121
"Bukan, bukan begitu, gelang kemala sudah kusimpan dalam kamar, tapi jika cheya
ingin melihatnya, terpaksa aku harus kembali ke kamar untuk mengambilnya"
"Kalau begitu merepotkan nona untuk mengambilnya sebentar!"
Siau po cha memandang sekejap ke arah Tong Thian hong, kemudian dengan
perasaan apa boleh buat terpaksa bangkit berdiri, katanya: "Kalau memang che-ya
bersikeras ingin melihatnya, terpaksa aku akan pergi untuk mengambilnya"
Pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan. Tong Thian hong dengan melalui
jendela mengawasi bayangan tubuh Siau po cha sehingga lenyap di sudut ruangan
sana, kemudian ia baru berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im
seng, katanya: "Kalian berdua tentu merasa heran bukan? apa sebabnya aku
bersikeras menyuruh siau po cha kembali ke kamarnya untuk mengambil gelang
kemala tersebut ?"
"Betul siaute merasa keheranan"
"Siaute yakin Thia toa koan jiu tiu pasti belum pergi... " ujar Tong Thian hong.
"Oooh... rupanya kau sedang cemburu!" sela Siau ling-ling sambil tertawa
cekikikan.
Dengan cepat Tong Thian hong menggelengkan kepalanya berulang kali "bukan,
aku tidak cemburu, aku hanya ingin membuktikan saja sebetulnya siapakah Siau
po cha tersebut."
"Bagaimana cara pembuktiannya?"
"Aku percaya didalam kamar tidur siau po cha tentu tersimpan banyak sekali
rahasia, harap kalian tunggu sebentar di sini, aku akan mengintip sebentar ke
situ."
Tidak menunggu jawaban dari kedua orang itu lagi, dia lantas beranjak dan
meninggalkan ruangan.
Dengan suara lirih siau ling-ling lantas berbisik: "Kongcu sudah ingat tempat
pertemuan dengan pangcu kami malam nanti ?"
"Tempatnya sih sudah teringat" jawab Buyung Im seng.
"tapi dimanakah letak Giok pay hong tersebut?"
"Lima lie di sebelah utara kota" Mendadak ia merendahkan suaranya, kemudian
melanjutkan.
"Bila kongcu pergi seorang diri, hal ini jauh lebih baik lagi"
"Kenapa? apakah dalam surat perintahnya pangcu kalian juga menerangkan
tentang soal ini"
"Sekalipun tidak diterangkan, tapi aku dapat merasakan bila kejadian ini
merupakan suatu rahasia besar, maka makin sedikit yang tahu semakin baik,
bagaimana menurut pendapat kongcu?"
"teori tersebut memang benar, tapi saudara che itu bukan orang luar, baiklah
sampai waktunya nanti aku baru mempertimbangkan lagi usulmu itu"
122
Siau ling-ling termenung dan berpikir sebentar, kemudian tanyanya lagi: "sekarang
kongcu tinggal dimana?"
"Di rumah penginapan Li ji hek!" Kembali siau ling-ling termenung beberapa saat
lamanya, kemudian ia berkata.
"aku mempunyai suatu usul yang mungkin bisa memberi kesempatan kepada
kongcu untuk berangkat memenuhi janji seorang diri tanpa menimbulkan curiga
temanmu itu.
"Apa usulmu itu ?"
"Lebih baik kalian menginap di sini "
"Menginap di sini ?" seru Buyung Im seng tertegun.
"Benar, bila chee ya tinggal di sini maka selain dia bisa mengawasi gerak gerik diri
au pho cha, kaupun bisa memperoleh kesempatan untuk pergi memenuhi janji
seorang diri bukankah cara ini sama halnya dengan sekali timpuk mendapatkan
dua hasil ?"
"Tapi antara lelaki dan perempuan ada batasnya, mana boleh aku berdiam dalam
sekamar denganmu ?"
"Asal hati kita suci bersih, sekalipun tinggal dalam sekamar apalah salahnya ?"
"Betul juga perkataan ini" pikir Buyung Im seng, asal aku berniat untuk menginap
di sini tentu saja aku bisa pergi memenuhi janji tersebut seorang diri.
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata: "Masalah ini sulit untuk diambil
keputusannya dengan begitu saja, bagaimana kalau dirundingkan dulu dengan
saudara Che, kemudian baru memberi jawaban kepada nona ?"
Siau Ling-ling segera tersenyum.
"Baik ! aku tak lebih cuma memberi usul saja" katanya, "soal bagaimana
keputusanmu, terserah kepada kongcu sendiri yang mengambil keputusan... "
Terdengar suara langkah kaki berkumandang datang, menyusul kemudian tampak
Tong Thian hong dan Siau poo cha muncul sambil bergandengan tangan... Kalau
dilihat dari wajah mereka yang berseri, tampaknya sedang gembira, jelas tiada
sesuatu bentrokan yang tak menyenangkan telah terjadi.
Kenyataan ini sangat mencengangkan Buyung Im seng, diam diam pikirnya dihati.
kalau bukan diantara mereka terdapat kecocokan satu sama lainnya, jelas
menunjukkan kalau Siau po cha juga seorang manusia lihay yang pandai sekali
menguasai perasaan.
Berpikir demikian, segera tanyanya sambil tertawa: "Nona, sudahkah kau temukan
gelang kemala itu ?" Siau Po che segera tertawa: "Aku tahu che-ya adalah seorang
lelaki yang satu tak akan menjadi dua, bila gelang kemala tersebut tidak
ditemukan, mana mungkin dia mau sudahi dengan begitu saja ?"
"Yaa memang begitulah watakku harap nona sudi memaafkan" kata Tong Thiang
hong sambil tertawa.
123
"Aku pikir gelang kemala tersebut sudah pasti adalah suatu benda yang luar biasa
sekali dapatkah kau mengeluarkannya agar akupun bisa turut membuka mataku ?"
pinta Buyung Im seng.
"Bila Im-ya ingin melihat, masa aku berani menampik?"
Dari sakunya dia lantas mengeluarkan sebuah gelang kemala hijau dan
diangsurkan ke depan Buyung Im seng segera menyambut dan diperiksanya
sebentar, ia merasa selain warnanya memang indah, tiada sesuatu yang
mencurigakan dengan benda itu, maka sambil mengangsurkan kembali gelang
kemala tersebut kepada pemiliknya dia berkata sambil tertawa: "Suatu batu
kemala yang indah, gelang kemala yang indah sekali..." karena dia tak tahu apa
yang musti diucapkan lebih lanjut maka setelah mengucapkan kata-kata tersebut,
diapun membungkam.
Setelah menerima kembali gelang kemala tadi, Siau Po-cha memasukkannya ke
dalam saku. kemudian katanya: "Im-ya terlalu memuji!"
Dalam pada itu, Buyung Im seng merasa makin dilihat Siau Po Cha semakin
mencurigakan, dalam hati kecilnya dia lantas berpikir; "Kalau toh pihak Li-ji pang
bisa mengutus anak buahnya untuk menyelundup ke dalam rumah pelacuran,
kenapa tidak pula dengan pihak Sam seng bun ? lebih baik ku usulkan saja untuk
menginap di sini coba lihat bagaimana reaksinya"
Berpikir sampai di situ, pelan-pelan dia lantas berkata: "Saudara Che, siaute ingin
menginap di sini malam nanti, entah bagaimana pendapat saudara Che?"
Dengan cepat siau po cha menyela: "Im-ya, maafkan aku kalau banyak bicara!"
"Nah, betul juga, ada reaksi dirinya..." Pikir Buyung Im seng segera diam-diam.
Sambil tersenyum dia lantas berkata: "Nona ada urusan apa ? silahkan diutarakan
saja!"
Siau po cha memandang sekejap ke arah Siau ling-ling, kemudian ujarnya:
"Padahal aku berbicara demikian hanya mewakili nona Siau ling-ling saja... Im-ya
tahukah kau apa maksud yang sebenarnya dari nona ling-ling ketika
memperhatikan tanda tahi lalat Siau kiong sah tersebut tadi ?"
"Aku tidak tahu !"
"Im-ya jarang sekali melakukan kunjungan ke rumah hiburan semacam ini, tentu
saja kau pun tak tahu seluk beluknya. Ketika dia memperhatikan tahi lalat Siau
kiong sahnya tadi, sesungguhnya dia hendak menerangkan bahwa dia masih
seorang perawan, maka bila Im-ya ingin menginap di sini. aku kuatir nona ling-ling
tak bisa melayani dirimu."
Siau ling-ling menyambung dengan suara lirih: "hidup dalam dunia hiburan seperti
ini, siau-moay pikir tak bisa mempertahankan kesucian tubuhku terus menerus... "
"Aaah... kalau begitu kau telah mengambil keputusan untuk mempersembahkan
kesucian tubuhmu itu untuk Im-toya?" seru Siau po-cha agak terperanjat.
Merah padam selembar wajah Siau ling-ling setelah mendengar perkataan itu,
sambil menundukkan kepalanya dia berbisik. "Salahkah perbuatan siaumoay ini ?"
124
Siau po cha segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah
Buyung Im seng, kemudian katanya: "Im Toya memang seorang yang tampan dan
bermanis budi, cici merasa kagum sekali dengan ketajaman matamu, cuma Im toya
ialah seorang yang sangat repot, besok tentu akan berburu buru meninggalkan
tempat ini." Dalam pembicaraan tersebut, ia selalu berusaha untuk menghindari
kata menolak, sekali pun maksud dari ucapannya tersebut jelas berusaha
menghindarkan diri dari kejadian itu.
Siau ling-ling segera menghela napas panjang, katanya: "Sekalipun dalam rumah
pelacuran ini penuh dengan manusia yang berlalu lalang, tapi siau moay belum
pernah..."
Diam-diam dia melirik sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian menundukkan
kepalanya dan tidak berbicara lagi.
Pandai benar dia bersikap pura-pura, lagaknya waktu itu persis seperti seorang
gadis yang sedang merasa malu sekali.
Tiba tiba Siau po cha tersenyum, katanya: "Aaai... hal ini memang tak bisa
menyalahkan dirimu, manusia yang gagah dan tampan seperti Im Toaya, jangan
toh jarang sekali dijumpai dalam tempat kita ini, sekalipun kongcu dari keturunan
kenamaan juga belum tentu ada beberapa orang yang sanggup menandinginya, kita
cici dan adik cuma orang yang bernasib jelek, cepat atau lambat akan terlantar juga
akhirnya, bisa memilih kekasih yang dicintai untuk mempersembahkan kesucian
tubuhnya, sesungguhnya kejadian itu memang merupakan suatu hiburan ditengah
kesengsaraan"
Dengan cepat Buyung Im seng dapat menangkap kalau suara pembicaraan
perempuan itu telah berubah, nada mulanya dia masih berusaha untuk menampik,
tapi sekarang telah menyetujuinya, maka tanpa terasa diapun lantas berpikir.
"Pandai benar budak ini mengalihkan pembicaraannya menuruti keadaan, entah
apa masuknya dia bersikap demikian ?"
Sementara itu Siau Po-cha telah berkata lagi: "Tadi sewaktu adik Ling-ling
memperlihatkan tahi lalat Siu kiong sah di lenganmu itu, cici sudah merasa
keheranan, tapi sekarang kalau dipikir kembali, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sedari tadi adik Ling-ling sudah mengambil keputusan untuk mempersembahkan
kesucian tubuhnya"
"Cici memang amat cantik, cuma waktu itu siaumoay merasa takut jika Im-ya tidak
memandang sebelah matapun kepadaku, maka aku tak berani mengatakannya
secara terus terang"
"Kenapa? Apakah sekarang semuanya telah beres ?"
"Yaa, untung saja Im-ya tidak menampik diriku dan bersedia untuk menginap di
sini !"
"Kalau begitu, malam ini cici tentu akan kebagian secawan arak kegirangan, akan
kusuruh mama untuk menyiapkan perjamuan besar, mengundang rombongan
pemusik dan kita meramaikan bersama sama secara meriah sekali.."
125
Terkejut sekali Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, pikirnya: "Kalau
sampai dibuat meriah dengan apa yang diucapkan itu, kendatipun hubunganku
dengannya masih suci bersih, tapi jika sampai tersiar sampai ditempat luaran,
sudah pasti akan menodai juga nama baikku maupun nama baiknya"
Terdengar Siau Ling-ling telah berkata: "Enci Cha juga tahu, siaumoay bukan
dalam waktu pendek berdiam di sini, dengan caraku yang lihay bukan saja berhasil
mengelabuhi semua rekan-rekan yang lain, sekalipun Mama juga ku tipu mentahmentah,
coba kalau tadi siaumoay tidak memperlihatkan tahi lalat Siukiong sah ku
itu, mungkin cici sendiripun tak akan mengetahui akan rahasia ini..."
Siau Po-cha cuma tersenyum dan tidak berkata lagi.
Terdengar Siau Ling-ling berkata lebih jauh: "Oleh karena itu, Siaumoay tak ingin
kejadian ini sampai tersiar di tempat luaran, asal persoalan ini diketahui oleh Imya
dan cici, hal ini sudah lebih dari cukup"
"Apakah kejadian ini tak akan merugikan diri adik Ling ?"
"Asalkan siaumoay bersedia dengan hati yang gembira, tentu saja tak akan
merugikan diriku, cuma, hal ini musti memohon bantuan dari cici... "
"Kalian akan menjadi pengantin baru, apa pula bantuan yang bisa diberikan aku si
orang ini"
"Aku minta enci Cha suka tinggal pula di sini untuk menemani Che toaya..."
Siau Po-cha segera mengerutkan dahinya kencang-kencang, katanya:
"Hari ini aku tak bisa membantumu !"
"Haai... kita kan sesama saudara, lagi pula selama ini siaumoay belum pernah
meminta bantuan cici, sungguh tak disangka baru pertama kali membuka suara... "
"Adik Ling, kita berdua sama-sama adalah perempuan, kini cici tak lebih hanya
seorang perempuan yang tidak suci bersih lagi, dapat menerima tamu semacam Che
toaya sudah merupakan suatu kebanggaan bagiku, tapi hari ini justru aku tak
bisa."
"Kalau memang begitu, siaumoay merasa tak leluasa untuk memaksamu lagi..."
kata siau ling-ling dengan kening berkerut.
Selama ini Tong Thian hong cuma berdiri tenang disamping dengan senyuman
dikulum dan sepatah katapun tidak berbicara, dalam hati kecilnya ia telah
menduga kemungkinan besar hal ini merupakan rencana yang telah dipersiapkan
oleh Buyung Im seng dan Siau Ling-ling karena itu meski ditolak oleh Siau Po cha,
dia sama sekali tidak menjadi gusar, sebaliknya malah tenang saja tidak terjadi
perubahan paras-paras mukanya itu.
Walaupun di luar mereka berbicara sesuatu yang tidak penting, padahal masingmasing
pihak sedang mempergunakan kecerdasannya untuk beradu otak.
Tampak Tong Thian hong mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya,
kemudian katanya sambil tersenyum: "Aku mah merupakan seorang yang sudah
sering kali masuk keluar rumah penghiburan semacam ini, peraturan tempat
inipun sudah cukup kuketahui, apa lagi perempuan yang termasyhur seperti nona
Siau Po cha, bila aku yang menjadi tamu baru ingin menginap di sini dalam
126
pertemuan pertamanya, sesungguhnya hal ini merupakan suatu tindakan yang
sedikit tak tahu diri."
"Khe-ya, mengapa kau mesti berkata begitu ? Lewat dua atau tiga hari lagi dengan
segala senang hati aku pasti akan menyambut kedatangan Che-ya untuk menginap
di sini. Tong Thian hong segera tersenyum: "Kalau begitu nona memang tiada
bermaksud untuk menjauhi diri aku orang she Che"
"Aaaah, perkataan Che-ya terlampau serius seru Siau Po Cha sambil tertawa, bila
che-ya bersedia menebus diriku, sampai mati aku pasti akan mengikuti kemana
saja aku pergi"
"Aaaai... susah-susah... setelah mendengar perkataan dari nona itu, aku merasa
benar-benar tak ingin pergi. Tapi tak mungkin bagiku pada malam ini, aku... !"
(Bersambung ke jilid 7)
127
Lembah Tiga Malaikat
Oleh: Tjan
Jilid 7
"Aku mengerti," tukas Tong Thian-hong sambil tertawa, "malam ini kita akan tidur
bersama sambil bermesraan, sebelum fajar menyingsing tak akan berpisah."
Agaknya Siau Po-cha tidak menyangka kalau Tong Thian-hong bakal menggunakan
cara semacam itu, untuk sesaat lamanya dia menjadi termangu-mangu.
Tapi ia memang seorang yang cerdas, setelah tertegun sejenak, dengan cepat
wajahnya telah pulih kembali seperti sediakala, setelah tertawa hambar katanya,
"Che-ya, aku rasa kurang leluasa!"
Dengan wajah bersungguh-sungguh Tong Thian-hong berkata, "Aku percaya masih
sanggup untuk menjaga diri dan takkan sampai mengusik kehormatan nona."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya sambil tertawa,
"Che-ya seandainya aku tidak akan meluluskan permintaanmu itu, apakah Che-ya
bakal marah ?"
"Bagus sekali," pikir Tong Thian-hong, "aku tak mau mencari gara-gara, justru dia
terus memaksa."
Berpikir sampai di situ, dengan suara dingin segera katanya, "Kalau aku bersikeras
hendak memaksamu tinggal di sini, mau apa kau ....?"
"Ah, tidak mungkin," kata Sian Po-cha sambil tertawa, "Che-ya bukanlah seorang
yang tidak tahu aturan."
"Dugaan nona keliru besar" kata Tong Thian-hong sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "Bila aku sudah merasa bahwa jalan pikiranku betul,
sekalipun ada delapan ekor kerbau yang menyeretku juga tidak akan berpaling."
Siau Po-cha tertawa, sahutnya, "Che-toaya kau menganiaya seorang perempuan
penghibur bukanlah suatu perbuatan enghiong."
128
"Seorang enghiong tentu saja tak akan berbuat begitu, tapi sayang aku bukan
seorang enghiong."
"Che ya pandai amat bergurau!"
"Semua yang kuucapkan bukan kata-kata gurauan, aku berbicara dengan tulus hati
dan muncul dari hati sanubariku."
Sekarang, paras Siau Po Cha baru berubah hebat.
"Che-ya seandainya aku bersikeras tidak meluluskan che-ya tinggal di sini, mau
apa kau?"
Tong Thian-hong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah.... haaah... haaah... soal
ini tergantung pada kemampuan nona Po cha dengan cara apakah kau hendak
mengusir diriku?"
Mendadak Siau Po-cha bangkit berdiri, kemudian berseru, "Im-toaya, maaf aku
tidak bisa menemanimu!"
Sambil membalikkan badan dia lantas berjalan menuju keluar ruangan itu.
Tong Thian-hong berpaling ke arah Buyung Im-seng, pemuda itu segera manggutmanggut.
Manggut berarti dia memberi ijin kepada Tong Thian-hong untuk turun tangan
tanpa memikirkan hal-hal yang lain lagi.
Tong Thian-hong segera mendehem, kemudian bentaknya.
"Berhenti!"
Tanpa berpaling Siau Po-cha berseru, "Aku sedang tidak enak badan, maaf tidak
bisa menemani lebih lama, meski aku ini seorang pelacur, tapi tidak akan
mempersoalkan sedikit uang. Uang persenmu tidak usah dibayar lagi, silahkan
Che-ya pergunakan untuk kepentingan sendiri!"
Di desak oleh keadaan, mau tak mau Tong Thian-hong harus memperlihatkan ilmu
silatnya. Sambil menekuk pinggang, tubuhnya secepat anak panah yang terlepas
dari busurnya segera melewati tubuh Siau Po-cha dan membalikkan badan
menghadang jalan perginya.
"Seorang pelacur itu tidak boleh bebas semaunya sendiri." katanya dengan dingin.
"Sekalipun nona tidak suka dengan uangku, tapi tempat inipun bukan tempat nona
untuk mengumbar watakmu!"
"Mau apa kau ?" bentak Siau Po-cha dengan wajah penuh kegusaran.
"Memaksamu untuk tetap tinggal di sini dan menemani kami minum arak!"
"Aku tidak mau mendapat untung dari uangmu itu, harap segera menyingkir dari
hadapanku!"
"Apakah nona tidak merasa terlalu lambat berkata begitu?"
Mendadak Siao Po-cha memperkeras suaranya. "Che-ya kalau kau tidak mau
menyingkir lagi, jangan salahkan kalau aku akan berteriak."
129
"Cukup banyak sudah pengalamanku di dalam bidang ini, bila nona ingin berteriak,
silahkan saja berteriak!"
Ternyata Siau Po-cha benar-benar berteriak keras, "Ada pembunuh!"
Buyung Im-seng agak tertegun setelah menyaksikan kejadian itu, pikirnya.
"Menyentuh badannya saja tidak, kenapa dia berteriak semaunya sendiri.... ?"
Terdengar Tong Thian-hong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah....haaahhhh.... haaahhhh.... nona kau benar-benar amat keji!"
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, lalu menyusul bayangan
manusia muncul di balik ruangan, lelaki baju hitam yang menjaga pintu serta Li Jihek
telah berdatangan di sana.
"Ada apa ?" lelaki berbaju hitam itu segera bertanya.
Tong Thian-hong tertawa dingin, katanya.
"Tanyakan sendiri kepada nona Po-cha!"
Lelaku berbaju hitam itu segera mengalihkan sinar matanya ke wajah Siau Po-cha,
lalu bertanya,
"Nona, apa yang telah terjadi ?"
"Uang Che-ya terlalu banyak, tapi aku tak ingin mendapatkannya, aku hendak
kembali ke kamar untuk beristirahat."
Lelaki baju hitam itu segera menengok kembali ke arah Tong Thian-hong,
kemudian katanya,
"Che-ya adat para nona memang agak jelek, harap Che-ya memakluminya."
"Aku hanya mendengar nona Ling-ling adatnya jelek, tapi belum pernah kudengar
nona Siau Po-cha juga adatnya jelek!"
"Sekarang toh sudah tahu, Che-ya punya uang, kamu punya nona, kaupun tak usah
memaksa aku untuk tetap tinggal di sini, daripada menghilangkan kesenangan
Che-toaya."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Tong Thian-hong berpikir.
Budak ini sungguh pandai amat berbicara, air mukanya tidak nampak berubah
atau gugup, seakan-akan dia punya tulang punggung yang kuat di belakangnya,
mungkinkah dalam sarang pelacur ini terdapat juga orang-orangnya ?"
Berpikir demikian, dia lantas berkata.
"Oleh karena itu aku orang she Che tertarik padamu, maka aku baru bersedia
menghamburkan uang, kalau aku suka pada nona yang lain, buat apa pula kau
kusuruh tetap tinggal di sini ?"
Li Ji-hek yang berada disamping segera menimbrung.
"Nona Siau Po-cha, kalau begitu kaulah yang salah, Che tanya toh suka dengan
kau, orang lain mana bisa mewakili dirimu ?"
130
"Li Hek-cu!" bentak Siau Po-cha ketus. "di hari biasa kau mencari sesuap nasi
dengan mencari keuntungan di sini, hari ini berani betul berlagak cukong dengan
menjelek-jelekkan nona besarmu ?"
"Aaaah, aku Li Ji hek-cu tak pernah makan minum milik nona Po-cha dengan
percuma, tamu yang kucarikan untuk rumah pelacuran ini paling tidak juga sudah
mencapai delapan puluh orang."
Mendadak Siau Po-cha maju selangkah ke depan, tangan kanannya segera
diayunkan ke depan dan ... "Plok!" sebuah tamparan keras membuat Li Ji hek
terjungkal ke atas tanah, sebuah bekas telapak tangan yang merah membengkak
tertera jelas di atas pipinya.
Tong Thian hong yang menonton kesemuanya itu dari samping, dapat menyaksikan
betapa cepat dan tepatnya serangan dari Siau Po-cha tersebut, sudah jelas
perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dilakukan oleh perempuan lemah biasa.
Dalam hati dia lantas berpikir.
"Budak ini jelas memiliki ilmu silat yang lihay sekali!"
Tampak Li Ji hek muntahkan segumpal darah dari mulutnya, dia gigi depannya
kena di gaplok sampai patah.
Sambil tertawa dingin Tong Thian hong segera berseru.
"Berat betul tamparan nona, rupanya kau juga seorang ahli silat, tak heran kalau
lagaknya tengik benar!"
Sementara itu Li Ji hek telah menyeka darah dari mulutnya, kemudian teriaknya
keras-keras.
"Lonte busuk, kau berani memukul orang ? Hari ini Li JI ya akan beradu jiwa
dengan mu."
Sambil berteriak keras, tiba-tiba dia menerkam ke tubuh Siau Po-cha dengan
garangnya.
Mendadak lelaki berbaju hitam itu melintangkan badannya ke depan, tangan
kanannya segera diangkat dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Li Ji hek,
kemudian dibantingnya tubuh orang itu ke samping, serunya dengan keras.
"Li heng, kalau kau bikin gara-gara di sini, bukankah sama artinya dengan
berusaha menghancurkan mangkuk nasiku?"
"Bagaimana caramu mengurusi lonte busuk itu ..." teriak Li Ji hek dengan gusar.
Lelaki berbaju hitam itu segera mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan
kanannya itu, kontan saja Li Ji hek menjerit kesakitan, air matanya sampai jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
"Ooooh, rupanya lelaki itupun seorang jago silat." pikir Tong Thian hong.
Dihampiri lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya.
"Lepaskan dia!"
Lelaki berbaju hitam itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Tong Thianhong,
kemudian, ujarnya.
131
"Che-toaya, kalau manusia masih makan nasi, tak urung suatu ketika badannya
akan panas atau sakit, lumrah jika Siau Po Cha tak sehat badan, mengapa Che ya
harus memaksakan terus kehendaknya .... "
"Darimana kau bisa tahu kalau badannya tidak sehat?"
"Selamanya Siau Po cha bersikap baik kepada tamunya..."
"Dan justru tidak baik hanya kepadaku" tukas Tong Thian-hong, "Siapa yang akan
tahan merasa rasa mendongkol ini ?"
Tangan kirinya lantas diangkat dan mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya dengan suara dingin.
"Lepaskanlah dia!"
Baru saja lelaki berbaju hitam itu hendak berbicara, mendadak Tong Thian-hong
memperkencang cengkeraman tangannya.
Lelaki berbaju hitam itu segera mendengus dingin, sambil melepaskan
cengkeramannya pada pergelangan tangan kanan Li Ji hek katanya.
"Che ya, apakah kau benar-benar ingin menerbitkan keonaran di tempat ini ?"
Tong Thian-hong segera mengayunkan tangan kanannya, "Ploook! Ploook!" dengan
telak pukulan tersebut menghajar di atas sepasang bahu lelaki berbaju hitam itu.
"Setelah kau berkata demikian, rasanya jika tidak ku bikin keonaran di sini, bisa
hilang nama baikku." katanya.
Tampak kelima jari tangan kanan lelaki berbaju hitam itu pelan-pelan mengendor
melepaskan cengkeramannya pada lengan Li Ji hek, kemudian sepasang lengannya
juga terjulur lemah ke bawah, peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya.
Ternyata didalam dua tepukan yang dilancarkan Tong Thian hong tadi, secara
diam-diam ia telah menggunakan persendian tulang bahu dari lelaki berbaju hitam
itu.
Kontan saja lelaki berbaju hitam itu merasa kesakitan setengah mati, tapi sambil
menggigit bibir dia menahan diri dan tidak mengeluarkan sedikitpun suara. Tapi
tak selang beberapa saat kemudian, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan
mulai berteriak-teriak keras.
"Sungguh keji amat cara anda turun tangan !" seru Siau Po cha dengan kening
berkerut.
Dengan langkah-langkah lebar dia menghampiri lelaki berbaju hitam itu, sepasang
tangannya mencengkeram tubuh lelaki itu kemudian lengan kanannya diangkat ke
atas .... "Krak!" dia sambung persendian tulang si lelaki berbaju hitam yang
terlepas itu.
-ooo0ooo-
-Bagian ke SEPULUH132
Terdengar lelaki berbaju hitam itu mendengus tertahan, tahu-tahu persendian
tulang bahunya sudah disambung. Tong Thian hong sama sekali tidak menghalangi
nona itu, setelah melihat caranya menyambung tulang persendian di atas bahu
lelaki itu, dia baru berkata dengan dingin. "Nona, akhirnya kau memperlihatkan
juga kepandaianmu!"
"Rupanya Che toaya datang kemari dengan membawa jutaan tentara" kata Siau Pocha.
"Mana, mana....." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Apabila disini tiada
orang lain yang lebih tangguh daripada nona, sekaranglah saat nona untuk
memberi tanggungan jawab kepadaku."
Sementara itu, orang yang datang menonton keramaian makin lama semakin
banyak, dengan dingin Siau po-cha memandang sekejap ke arah lelaki berbaju
hitam itu, kemudian serunya lirih. "Manusia yang tak berguna, enyah dari sini."
Lelaki itu mengiakan dan segera dia putar badan meninggalkan tempat itu. "Suruh
semua orang yang menonton keramaian itu juga mundur semua dari sini." bisik
Siau po-cha lagi.
Kemudian sambil menggandeng tangan kanan Tong Thian hong, terusnya
"Che-ya, mari kita duduk di ruangan."
"Kalau dilihat, budak ini masih muda belia, tapi pandai sekali menyesuaikan diri
dengan keadaan, manusia macam ini bisa dihadapi dengan gampang" pikir Tong
Thian hong. Berpikir demikian, dia lantas mengulurkan tangan kanannya dan
bergandengan dengan Siau po-cha.
Dipandang dari luar, mereka berdua seakan sedang bergandengan tangan masuk
kamar, suasana amat akur dan mesra, padahal sewaktu tangannya saling
menggenggam itulah masing-masing pihak telah mengerahkan tenaga dalamnya
dengan harapan bisa menundukkan lawannya. Tong Thian hong pikir apa salahnya
mencoba kekuatan lawan? Maka dia tidak menggunakan seluruh kekuatannya
untuk melawan. Terasa olehnya tenaga jepitan dari ke lima jari tangan Siau po-cha
tersebut makin lama makin kuat, bagaikan jepitan baja saja, makin lama semakin
kencang.
Dari luar ruangan sampai ruangan dalam jaraknya paling banter cuma tiga sampai
lima langkah, meski dekat jaraknya tapi lama rasanya untuk dilewatkan. Agaknya
Siau po-cha sudah tahu kalau ia telah bertemu dengan musuh tangguh, terasa
makin lama cengkeraman jari tangannya kian kuat dan keras, dengan cepat dia
mengendorkan tangannya sambil berkata. "Pertanggungan jawab apakah yang
diharapkan Che-ya dari diriku ini...?"
"Dengan kepandaian silat yang nona miliki, seharusnya kau bukan seorang wanita
penghibur, aku yakin di balik kesemuanya itu pasti ada hal-hal lain yang rahasia
artinya."
"Daripada lebih banyak urusan lebih baik kurangi satu masalah, apakah Che-ya
tidak merasa persoalan yang kau campuri sudah terlampau banyak...?"
"Aku mempunyai alasan sendiri untuk mencampuri urusanmu itu."
133
"Kau petugas dari pengadilan?"
"Bila nona bersedia memberitahukan asal usulmu dan apa tujuanmu menyelundup
ke dalam rumah hiburan ini, tentu saja akupun akan memberitahukan asal usulku
yang sebenarnya kepadamu."
"Seorang perempuan penghibur yang lemah tak punya kemampuan apa-apa,
beruntung dapat berkenalan dengan seorang pendekar dunia persilatan, karena dia
kasihan kepadaku maka diwariskan serangkaian ilmu silat kepadaku untuk
melindungi keselamatan sendiri."
"Oooh... sungguh suatu cerita yang menarik sekali, cuma sayang waktu untuk
mengisahkan cerita tersebut kurang cocok."
"Saat macam apakah baru bisa dikatakan saat yang paling cocok?" tanya Siau pocha.
"Andaikata di saat kita berkenalan tadi nona sudah menceritakan keadaan
tersebut, waktu itulah baru bisa dikata sebagai saat yang paling tepat dan akupun
tak akan menaruh curiga apa2."
Mendadak dia maju dua langkah ke depan, kemudian serunya kembali, "Aku harap
nona bersedia untuk menerangkan asal usulmu yang sebenarnya daripada aku
musti melukai dirimu dengan kekerasan."
Siau Po-cha membelai rambutnya yang kusut, kemudian katanya sambil tertawa.
"Bagaimana? Apakah Che-toaya tidak percaya dengan perkataanku?"
Tong Thian hong segera menggerakkan tangannya, secara tiba-tiba mencengkeram
pergelangan tangan Siau Po-cha. Menghadapi ancaman tersebut, Siau Po-cha
menggerakkan pinggangnya dan secara lincah dan manis menghindarkan diri dari
cengkeraman ke lima jari tangan Tong Thian-hong tersebut. "Che toaya" katanya,
"seorang lelaki sejati menganiaya seorang wanita penghibur, kalau berita ini
sampai tersiar di luaran, jelas bukan suatu perbuatan yang mengagumkan."
"Aaaah, tak menjadi soal, aku tak lebih cuma seorang prajurit yang tak bernama,
bila berhasil menangkan nona, maka hal itu merupakan keberuntunganku, jika
kalah juga bukan suatu yang memalukan."
Sambil berkata dia lantas menerjang maju ke depan, dengan ilmu Ki-na jiu hoat
dicobanya untuk mencengkeram urat nadi penting pada pergelangan tangan Siau
Po-cha. Di bawah desakan Tong Thian hong yang gencar, mau tak mau Siau Po-cha
harus membalikkan tangannya melancarkan serangan balasan sambil berusaha
melindungi diri.
Tampak pergelangan tangannya digerakkan indah, jari tangannya yang lentik
menari-nari di udara, dengan suatu gaya serangan yang manis dia lepaskan
serangkaian serangan yang semuanya ditujukan pada jalan darah penting di tubuh
Tong Thian hong, hal ini memaksa lelaki itu mau tak mau harus menarik diri
untuk melindungi badan.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah bertarung sebanyak dua puluh jurus
lebih, ternyata masing-masing pihak bisa memperhatikan diri dalam posisi
seimbang tanpa ada yang menang dan tidak ada pula yang kalah.
134
Sementara itu, Siau Ling-ling sudah ketakutan setengah mati, dia berbaring dalam
pelukan Buyung Im seng tanpa bergerak barang sedikitpun jua...
Agaknya Tong Thian-hong tidak menyangka kalau Siau Po-cha memiliki
kepandaian silat sedemikian gesit dan lincahnya, diam2 dia merasa terkejut
bercampur keheranan, pikirnya, "Kalau aku tak bisa memenangkan pertarungan
ini secepatnya, bisa jadi Buyung Im seng akan menertawakan ketidak-becusanku."
Berpikir demikian, gerak serangannya segera berubah, serangan2nya semakin
jarang dan ganas, diantaranya diselingi totokan dan bacokan ke arah nadi yang
aneh tetapi sakti, sesungguhnya sukar dilukiskan dengan kata2 serangannya itu.
Kembali Siau Po-cha bertahan belasan jurus lagi, tapi lama kelamaan dia makin
terdesak hingga kalang kabut tak karuan, peluh dingin membasahi sekujur
badannya.
Siau Ling-ling yang berbaring dalam pelukan Buyung Im seng, tiba-tiba berbisik
lirih, "Siapakah dia? Lihay amat ilmu silat yang dimilikinya."
"Temanku, sebelum memperoleh persetujuannya, aku merasa kurang leluasa untuk
menyebutkan namanya."
Siau Ling-ling manggut-manggut. "Cepatlah berusaha untuk membekuk Siau Pocha"
pintanya, "dia sedang mempergunakan siasat untuk menunggu datangnya bala
bantuan."
"Baik! Akan ku tawan dia." kata Buyung Im seng.
Baru saja akan bangkit meninggalkan tempat duduknya, mendadak terdengar Siau
Po-cha berseru tertahan, pertarunganpun segera berhenti. Ketika ia mencoba untuk
mendongakkan kepalanya, terlihat urat nadi pada pergelangan tangan kanan Siau
Po-cha sudah dicengkeram oleh Tong Thian hong. Ketika ke lima jari tangan Tong
Thian hong ditarik ke belakang, kontan saja Siau Po-cha bermandikan keringat
yang membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Tapi dia memang memiliki
kemampuan yang luar biasa sekali, kendatipun seluruh wajahnya basah oleh
keringat, akan tetapi dia masih menahan diri tanpa bersuara barang sedikitpun
jua.
Dengan suara dingin Tong Thian hong segera berkata. "Nona, bila kau tidak
bersedia menjawab pertanyaanku, hati-hati kalau sampai kupatahkan tulang
pergelangan tanganmu itu."
Siau Po-cha menggunakan tangan kirinya untuk menyeka keringat yang
membasahi wajahnya lalu berkata, "Che toaya, seseorang cuma bisa mati sekali,
aku sudah tahu ilmu silat yang dimiliki Che toaya sangat lihay, nyawaku saja
sudah berada dalam genggamanmu, apalagi cuma sebuah lengan."
Tong Thian hong segera tertawa dingin. "Heehhhh....heehhhh....heehhhh. nona,
tampaknya sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air mata, bila
aku tidak memberi sedikit kelihayan kepadamu, mungkin nona masih mengira aku
tak berani turun tangan keji kepadamu."
135
"Sedari tadi sudah kukatakan, barang yang terkeji dari Che-ya paling tidak hanya
membunuhku, ketahuilah, nonamu sudah mengesampingkan masalah mati dan
hidup."
"Hmm....! Tidak akan segampang itu, aku tak akan membiarkan kau mampus
begitu saja."
"Memangnya di dunia ini masih ada kejadian lain yang lebih menakutkan daripada
kematian?"
"Betul, itulah ingin mati tak bisa, ingin hidup tak bisa. Tidak percaya nona? Baik,
akan kubuktikan nona, sekarang akan kutotok dulu jalan darah Ngo-im-ciat-meh
mu, agar peredaran darahmu mengalir balik ke dalam jantung."
Seraya berkata dia lantas turun tangan menotok dua buah jalan darah di tubuh
Siau Po-cha. Seketika itu juga Siau Po-cha merasakan peredaran darahnya
mengalir balik ke jantung, dia tahu penderitaan semacam ini melebihi penderitaan
apapun juga, kesemuanya ini membuat hatinya gelisah sekali....
Tanpa berpikir panjang, dia lantas berteriak-teriak keras, "Pembunuh...."
Tong Thian hong segera mengayunkan tangannya dan menotok jalan darah bisu di
tubuh Siau Po-cha. "Nona, sekarang kau sudah tak sanggup berbicara lagi"
demikian dia berkata, "tapi masih ada cara lain bagimu untuk menjawab
pertanyaan ini..."
Tampak sekujur badannya Siau Po-cha gemetar keras, peluh membasahi sekujur
badannya bagaikan hujan gerimis.
Jelas ia sedang merasakan suatu penderitaan dan siksaan yang luar biasa sekali.
Buyung Im-seng merasa tak tega menyaksikan siksaan dan penderitaan semacam
itu, dia lantas melengos ke arah lain dan memperhatikan tulisan yang digantung
pada dinding.
Tong Thian hong mendehem pelan, lalu katanya, "Andaikata nona bersedia
menjawab pertanyaanku itu, silahkan kau menganggukkan kepala, bila kau tidak
bersedia menjawab pertanyaanku, maka anggap saja tak pernah mendengar
pertanyaanku itu."
Ditunggunya beberapa saat dengan tenang, ketika tidak dijumpai suatu gerakan
dari Siau Po-cha, dia lantas mengulapkan tangan kanannya sambil berseru,
"Sekarang aku hendak menotok jalan darah Im-hiat di atas sepasang kakimu itu!"
Siau Po-cha menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia menganggukkan
kepalanya. Tong Thian hong segera mengayunkan tangan kanannya dan menepuk
bebas jalan darah bisu di tubuh Siau Po-cha, kemudian tanyanya, "Nona
sesungguhnya siapa?"
"Bebaskan dulu jalan darahku yang tertotok."
"Baik!" kata Tong Thian hong sambil tertawa hambar, "jika nona berani
membohongi aku, maka akan kuhadapi dirimu dengan cara yang jauh lebih keji
lagi."
Seraya berkata dia lantas menotok bebas jalan darah di tubuh Siau Po-cha. Begitu
jalan darahnya bebas, Siau Po-cha segera menggerakkan sepasang lengannya untuk
136
melemaskan otot, kemudian setelah menengok sekejap ke luar jendela, katanya,
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Bila nona ingin kabur dari sini, itu berarti kau sedang mencari jalan kematian
buat diri sendiri!"
"Aku ingin tahu apa yang hendak kau tanyakan?"
"Asal usul nona siapa dan apa tujuanmu menyelundup ke rumah pelacuran ini?"
"Aku tidak lebih seorang wanita penghibur yang tak ternama, harap Che-ya jangan
menilai diriku terlampau tinggi."
Tong Thian hong segera menggerakkan tubuhnya dan melintang lewat sisi Siau Pocha,
kemudian sambil menghadang di depan pintu, katanya dengan dingin, "Nona,
bila kau tidak bersedia menjawab pertanyaanku ini, jangan salahkan bila aku
bertindak kejam terhadap seorang wanita seperti kau!"
"Che toaya, kau bisa berkata begitu kepadaku, tentunya kau sudah mempunyai
pegangan buka dalam hatimu?"
"Jika dugaanku tidak salah, tentunya nona adalah anggota Sam-seng-bun?"
Siau Po-cha berpikir sebentar, kemudian sahutnya, "Benar, dugaanmu tepat sekali,
aku adalah anggota perguruan Sam seng-bun!"
Tong Thian hong tertawa hambar, katanya kembali, "Nona pandai benar bekerja
sama!"
"Terima kasih atas pujianmu, sekarang aku sudah membuka kartu, aku minta
kalian berduapun mau menerangkan asal usul kalian...!"
Kontan saja Tong Thian hong tertawa dingin. "Jika nona merasa punya
kemampuan untuk memaksa kami bicara, tentu saja kami akan mengatakannya,
cuma sayang nona tidak memiliki kemampuan itu, jadi aku hendak berbicara atau
tidak, terserah kepada keputusanku sendiri."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya lagi, "Sekarang
kalian sudah tahu kalau aku adalah anggota Sam seng bun, apa yang diinginkan
juga sudah terpenuhi, entah apa lagi yang ingin kalian tanyakan?"
"Kalau didengar dari ucapan nona itu, tampaknya tidak sedikit yang kau ketahui
tentang..."
"Itu tergantung persoalan apa yang hendak kalian tanyakan."
"Apa saja yang nona ketahui?"
"Menurut apa yang kuketahui, setiap orang yang berani bermusuhan dengan Sam
seng-bun, maka dia tak akan bisa hidup selama sebulan lagi...!"
Mendengar perkataan itu, Tong Thian-hong segera tertawa ewa. "Nona tak usah
menakut-nakuti aku" jengeknya, "bila aku takut dengan gertakan semacam itu, tak
nanti kami berani memusuhi Sam seng-bun."
Kemudian sambil menarik muka, katanya lagi dengan suara dingin. "Sekarang, aku
mempunyai dua hal yang hendak ditanyakan kepada nona, bila nona bersedia
137
untuk menjawab dengan sejujurnya maka akan kulepaskan nona untuk
meninggalkan tempat ini, jika berani berbelit-belit dalam jawaban, maka aku tak
akan mengampuni jiwa nona."
Menyaksikan nafsu membunuh yang menyelimuti wajah Tong Thian-hong,
kemudian menyaksikan sorot matanya yang memancarkan sinar tajam, Siau Po-cha
merasa agak takut, pelan-pelan sahutnya. "Tanyalah!"
"Markas besar Sam seng-bun terletak dimana?"
"Tidak tahu!" jawab Siau Po-cha sambil menggeleng.
Tong Thian-hong termenung sebentar, kemudian sahutnya, "Aku percaya dengan
perkataan nona itu!"
Setelah mendehem pelan, lanjutnya, "Kau mendapat perintah dari siapa dan apa
kedudukanmu dalam Sam seng-bun?"
"Aku mendapat perintah dari Seng-tong, dalam perguruan Sam seng-bun
berkedudukan sebagai huhoat Seng-tong!"
Tong Thian-hong manggut-manggut. "Kalau memang perintahmu datang dari
markas, mengapa tidak kau ketahui letak dari Seng-tong?"
"Setiap kali memberi perintah kepada kami, pihak Seng-tong selalu menggunakan
burung merpati untuk menyampaikan perintah tersebut atau melalui kurir yang
menyampaikan perintah tersebut, tentu saja kami tak perlu berhadapan langsung
dengan Seng-cu!"
"Dalam rumah pelacuran ini selain kau, masih ada berapa orang lagi yang
bermukim di sini?"
"Pertanyaan ini seharusnya kau ajukan sedari tadi!" seru Siau Po-cha kemudian.
"Ditanyakan sekarang juga belum terlambat!"
"Terlambat setindak!"
"Kenapa?"
"Berikut aku, di sini ada tiga orang, tetapi sekarang dua diantaranya sudah pergi
meninggalkan tempat ini untuk mencari bala bantuan. Kalau dihitung-hitung bala
bantuan pun segera akan sampai di sini...."
"Oh.... jadi selama ini nona selalu mengulur waktu, tujuanmu adalah untuk
menunggu datangnya bala bantuan?"
"Benar, kalau dihitung waktunya mereka seharusnya sudah tiba, cuma heran,
kenapa sampai sekarang belum ada juga yang datang."
"Mungkin mereka tak akan datang lagi."
"Kenapa?" tanya Siau Po-cha dengan wajah tertegun.
Dalam hati Tong Thian hong segera berpikir. "Biasanya perhitungan waktu dari
orang2 Sam seng-bun selalu tepat, kali ini mengapa mereka belum juga datang?
Mungkin di tengah jalan sudah terjadi suatu peristiwa? Yaa, kenapa tidak
kugunakan kesempatan ini untuk menggertak mereka?"
138
Siau Po-cha merasa gelisah sekali, ketika dilihatnya Tong Thian hong cuma
membungkam melulu, tak tahan lagi dia lantas bertanya. "Apakah kalian telah
mengutus orang untuk menghadangnya di tengah jalan....?"
Baru saja Tong Thian hong menjawab, mendadak terdengar suara seseorang
berkata dengan dingin. "Kami sudah datang sendiri tadi, juga mendengar dengan
mata kepala sendiri nona membocorkan rahasia perguruan kita!"
Paras muka Siau Po-cha segera berubah hebat, tapi dalam waktu singkat telah
pulih seperti sedia kala, katanya kemudian dengan nada tenang. "Kalau memang
kalian sudah datang, kenapa membiarkan aku tersiksa tanpa bermaksud untuk
memberi pertolongan?"
Orang yang berada di luar itu segera menyahut dengan dingin. "Kami tidak melihat
nona tersiksa atau menderita, tapi kami mendengar nona sedang membocorkan
rahasia perguruan."
Menyusul suara tersebut, tirai pintu disingkap dan muncullah seorang kakek dan
seorang pemuda masuk ke dalam ruangan. Buyung Im-seng mengalihkan sorot
matanya ke wajah orang itu, tampak kakek itu berusia 50 tahunan, berjenggot
putih, bertangan kosong dan tidak membawa senjata.
Sedangkan si pemuda berusia dua puluh tiga empat tahunan, memakai baju
ringkas dengan sebilah pedang tersoren di pinggangnya, pemuda itu termasuk
ganteng, tapi sayang mukanya pucat agak kehijau-hijauan sehingga kelihatan agak
menyeramkan.
Dengan suara dingin Siau Po-cha berkata. "Sekarang, jangan singgung dulu
tindakanku untuk membocorkan rahasia perguruan, sebab ada peraturan
perguruan yang akan menghukum diriku, apa yang menjadi tugas kalian sekarang
adalah menaklukan musuh yang berada di depan mata."
Kakek itu mengalihkan sorot matanya memandang sekejap ke sekeliling ruangan,
kemudian tanyanya, "Cuma ke dua orang ini saja?"
"Siau Ling-ling juga ada persoalan, berikut dia tangkap semua, aku harus menanyai
mereka secara baik-baik."
Kakek itu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Tong Thian hong, lalu
tanyanya, "Sobat, kau berasal dari aliran mana?"
"Aku adalah seseorang yang berdiri diantara golongan putih dan golongan hitam."
jawab Tong Thian hong ketus.
Kakek itu tertawa hambar, lalu katanya lagi. "Orang yang berdiri diantara
golongan putih dan hitam itu termasuk golongan yang mana?"
Siau Po-cha segera tertawa dingin, tukasnya, "Bodoh, orang lain sengaja menggoda
kalian, kalian masih menanggapinya dengan serius, hayo cepat turun tangan,
apalagi yang harus ditunggu...?"
"Oooh, kiranya begitu!" kakek itu mendengus dingin.
139
Tangan kanannya segera digerakkan memberi tanda, pemuda itu segera melolos
pedangnya dan maju ke muka, tiba di hadapan Tong Thian hong, katanya,
"Silahkan kau meloloskan juga senjatamu."
Tong Thian hong segera tertawa hambar. "Kalau hanya untuk menghadapi manusia
seperti kau, aku masih belum perlu untuk memakai senjata tajam."
Pemuda berbaju hijau itu mendengus dingin, pedangnya segera digetarkan
menusuk dada Tiong Thian hong. Menghadapi tusukan tersebut, dengan cekatan
Tong Thian hong menghindarkan diri ke samping, kemudian sambil mengayunkan
tangannya melancarkan sebuah serangan balasan. Rupanya pemuda itu tak berani
menghadapi pukulan lawan dengan kekerasan, dengan cepat dia berkelit ke
samping, lalu ujarnya, "Kalau didengar dari nada ucapanmu, tampaknya kau punya
ilmu simpanan, terbukti kau memang hebat."
Pedangnya segera diputar kencang melancarkan serangan kilat.
Ilmu pedang yang dimiliki pemuda itu sangat aneh sekali, semua serangannya
boleh dibilang dilancarkan dengan ancaman yang sangat mengerikan hati.
Tampaknya Tong Thian hong merasakan kejadian ini sangat di luar dugaan,
sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangan berantai, ditambah pula
dengan ilmu menotok jalan darah memutuskan nadi, dengan susah payah berhasil
juga ia bendung serangan pedang dari anak muda itu.
Secara beruntun pemuda berbaju hijau itu sudah melancarkan hampir dua puluh
jurus serangan pedang, tapi kenyataannya bukan saja gagal melukai Tong Thian
Hong, bahkan orang itu masih tetap berdiri di tempat semula tanpa mundur barang
setengah langkahpun.
Sekarang, pemuda berbaju hijau itu baru sadar bahwa ia telah berjumpa dengan
musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini, buru-buru sambil menarik
kembali serangannya mundur ke belakang, kemudian sambil berpaling ke arah
kakek itu, katanya, "Bocah keparat ini lihay sekali."
"Aku sudah tahu" jawab si kakek dingin, "mari kita kerubuti bersama-sama...."
Tong Thian hong segera berpikir. "Jurus pedang yang digunakan keparat muda itu
sudah aneh dan sukar dihadapi, ilmu silat yang dimiliki si kakek itu tentu tak
berada di bawah kepandaiannya, bila mereka berdua sampai turun tangan
bersama, terpaksa aku harus menghadapinya dengan mempergunakan Tong keh
sin kun (pukulan sakti keluarga Tong).
Berpikir sampai di situ, dia lantas tertawa dingin, lalu katanya, "Silahkan kalian
berdua maju bersama, daripada aku musti repot-repot, paling baik lagi kalau Siau
Po-cha juga turut maju!"
"Hmm, enak benar jalan pemikiranmu itu, cuma sayang aku tak bakal memenuhi
keinginanmu itu!" seru Siau Po-cha.
"Jadi kau merasa tak sudi untuk bertarung denganku?"
"Ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, dengan tangan kosong bisa melayani
pedang dari Gi heng kiam hoat, ini menunjukkan kalau kau memang sangat hebat."
140
Mendengar perkataan itu, Tong Thian hong segera berpikir. "Oh, rupanya pemuda
itu berasal dari perguruan Gi heng bun, tak aneh kalau ilmu pedang yang
dimilikinya lihay sekali.
Terdengar Siau Po-cha berkata lebih jauh. "Bila mereka berdua turun tangan
bersama, maka paling tidak kau harus bertarung sebanyak ratusan jurus dengan
mereka tanpa diketahui yang menang dan siapa yang kalah. Bila ingin menentukan
mati hidup, tentu saja harus menggunakan waktu yang cukup lama."
"Yaa, tentunya nona ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari beberapa
orang pembantu lagi bukan?"
"Benar, kau memang cukup pintar."
"Nona terlalu memuji!"
"Siau Po-cha!" tiba-tiba Buyung Im-seng menyela, "kenapa kau melupakan diriku?"
"Tidak, tapi aku percaya bila sampai terjadi pertarungan, maka aku masih sanggup
untuk merobohkan dirimu."
Seraya berkata, mendadak ia melompat ke belakang kakek itu dan serunya
kembali. "Halangi mereka, jangan biarkan mereka mengikuti di belakangku!"
Pemuda berbaju hijau itu segera maju ke depan, pedangnya diayunkan dan
melepaskan Siau Po-cha lewat di sampingnya. Tong Thian hong menjadi gelisah
sekali, seraya miringkan badan dia menerjang lewat dari sisi tubuh pemuda berbaju
hijau itu, dia berharap masih bisa menghalangi jalan pergi Siau Po-cha.
Dengan suatu gerakan cepat, kakek itu segera mengayunkan telapak tangan
kanannya melancarkan sebuah pukulan kilat ke arah dada Tong Thian hong...
Menghadapi ancaman tersebut, Tong Thian hong segera mengayunkan tangan
kirinya untuk menyambut datangnya serangan dari kakek tersebut, kemudian kaki
kanannya dilayangkan ke depan menendang muka pemuda bersenjata pedang itu,
sedangkan telapak tangannya dengan disertai tenaga penuh melepaskan sebuah
pukulan sakti. Pukulan itu sebat sekali, begitu meluncur ke depan langsung
menghajar persendian tulang lutut dari Siau Po-cha.
Dalam perhitungan Siau Po-cha tadi, ke dua orang rekannya pasti bisa
menghalangi Tong Thian hong bila orang itu hendak melakukan pengejaran, bila
mereka bertiga sampai terjadi pertarungan, maka jalan keluar akan tertutup oleh
pertempuran itu, dalam keadaan demikian seandainya dia kabur maka Buyung Imseng
juga tak akan mampu menembusi gelanggang arena itu untuk mengejarnya
meski ilmu silatnya tinggi, kecuali kalau dia bisa keluar dengan menjebol dinding.
Dengan demikian, itu berarti dia mempunyai waktu cukup untuk meninggalkan
tempat itu.
Siapa tahu dalam cemasnya, Tong Thian hong telah menyerempet bahaya dengan
melepaskan sebuah pukulan sakti keluarga Tongnya.
Pukulan sakti dari keluarga Tong sudah puluhan tahun lamanya termasyhur dalam
dunia persilatan, bagaimana mungkin Siau Po-cha bisa menahan kedahsyatan
serangan itu, diiringi jeritan tertahan tubuhnya segera jatuh berlutut di tanah.
141
Ketika mendengar jeritan kaget dari Siau Po-cha, si kakek dan pemuda itu menjadi
tertegun, masing2 menarik kembali serangannya sambil mundur ke belakang.
Ketika berpaling, mereka saksikan Siau Po-cha sudah berlutut di atas tanah.
Ternyata dalam gelisahnya tadi, Tong Thian hong telah sertakan pukulannya
dengan tenaga serangan yang hebat, akibatnya tulang persendian lutut gadis itu
menjadi remuk yang menyebabkan Siau Po-cha untuk sesaat lamanya tak sanggup
berdiri.
Tong Thian hong segera melompat keluar dari ruangan itu dan menghadang di
depan Siau Po-cha.
Pada saat itu Siau Po-cha sedang berlutut dengan air mata jatuh bercucuran,
agaknya saking sakitnya yang tak tertahan.
Dengan cepat Tong Thian hong mengayunkan tangannya menotok jalan darah Siau
Po-cha.
Si kakek dan si pemuda itu menjadi termangu-mangu untuk beberapa saat
lamanya, mereka dibikin terkejut sekali oleh perubahan situasi yang terjadi secara
mendadak itu.
Menanti Tong Thian hong telah menotok jalan darah Siau Po-cha, ke dua orang itu
baru teringat untuk memberi pengetahuan, serentak mereka maju ke muka
menubruk diri Tong Thian hong.
Dengan cepat Tong Thian hong mencengkeram tubuh Siau Po-cha, lalu ancamnya
dengan ketus, "Jika kalian berdua berani turun tangan, kugunakan tubuhnya
untuk menangkis serangan kalian, agar mereka mampus di tangan sendiri, dengan
begitu mungkin hati kalian baru agak tenteram.
Mendengar ancaman itu, ke dua orang tersebut menjadi terperanjat dan tak berani
melancarkan serangan secara gegabah.
Pelan2 kakek itu berkata, "Saudara, kau telah melukai nona Siau Po-cha dengan
senjata rahasia apa?"
Tong Thian hong tidak menjawab langsung pertanyaan tersebut, sebaliknya
berkata dengan dingin, "Jika kalian berdua tidak mau menyerahkan diri, Siau Pocha
adalah contoh yang paling tepat untuk kalian berdua."
Kakek itu memandang sekejap ke arah pemuda berpedang tersebut, tiba-tiba ia
menerjang maju ke muka, kemudian sebuah pukulan langsung dihantamkan ke
dada Tong Thian hong.
Menghadapi ancaman itu, Tong Thian hong tidak menjadi gugup, dengan cepat dia
berkelit ke samping, lalu tangan kanannya mencengkeram ke depan dan dengan
paksa menarik rubuh Siau Po cha untuk menyambut datangnya serangan dari
kakek itu.
Menghadapi ancaman ini, si kakek menjadi terperanjat, dia kuatir serangannya
menghajar telak diri Siau Po cha, buru-buru serangannya ditarik kembali kemudian
mundur dua langkah ke belakang.
Di kala kakek tadi menyerang Tong Thian hong tiba-tiba pemuda berpedang itu
membalikkan badannya dan menerjang keluar dari ruangan tersebut.
142
Siapa sangka pada saat bersamaan Buyung Im seng juga sedang melompat ke
depan menyongsong tubuhnya.
Tangan kana di ayunkan sebuah pukulan segera dilancarkan secara dahsyat.
pemuda itu hanya memperhatikan Tong Thian hong, dia tidak menyangka kalau
dari belakang pun meluncur ancaman kilat, menanti ia menyadari akan hal itu,
keadaan sudah terlambat.
"Blammmm....." sebuah pukulan dahsyat dengan telak menghajar bahu kana
pemuda itu.
Rupanya Buyung Im seng tahu bila keadaan dibiarkan berlarut terus maka
keadaan akan sangat tidak menguntungkan dirinya, maka ia lantas mengambil
keputusan untuk melangsungkan pertarungan kilat, tak heran kalau serangan
yang di lancarkan itu luar biasa dahsyatnya.
Tampak pemuda itu maju beberapa langkah dengan sempoyongan, kemudian roboh
terjungkal ke atas tanah.
Setelah merobohkan pemuda bersenjata pedang itu, Buyung Im seng segera
membalikkan telapak tangannya mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan si kakek.
Inilah ilmu Ki na jiu hoat yang lihay dari Buyung Im seng.
Kaget sekali kakek itu menyaksikan datang nya tangan musuh, belum sempat ia
menghindarkan diri, tahu-tahu urat nadi pada pergelangan tangannya sudah di
cengkeram oleh lawan.
Hanya dalam bua gebrakan saja, ia berhasil merobohkan satu orang dan membekuk
orang yang lain, bukan saja kejadian ini mengejutkan si kakek dan pemuda itu,
Siau Ling-ling sendiri pun diam-diam merasa sangat kagum.
Tong Thian hong dengan tangan kiri mengempit Siau Po cha, tangan kanan
mengempit pemuda berpedang itu, dengan langkah lebar segera berjalan masuk ke
dalam ruangan.
Sedangkan Buyung Im seng menarik jari tangannya, dengan paksa dia pun
menyeret kakek itu masuk ke dalam ruangan.
Siau Ling-ling segera memandang sekejap kepada Buyung Im seng, kemudian
bisiknya lirih.
"Im ya, Che ya, aku ingin memohon sesuatu kepada kalian, sudikah kalian
mengabulkannya?"
"Dalam soal apa?" tanya Buyung Im seng.
"Aku dan enci Po cha sudah lama bergaul aku harap kalian berdua sudi
memandang di atas wajahku dengan tidak melukai nona Siau Po cha ...!"
"Soal ini... soal ini harus bertanya kepada che toaya"
Tong Thian hong memandang sekejap wajah nona itu, Lalu berkata dengan dingin,
"Mati hidupnya tergantung pada nona Siau po cha sendiri"
143
Tangan kanannya segera diayunkan berulang kali dan menotok jalan darah
kematian di tubuh sang pemuda berbaju hijau itu serta si kakek, tanpa
menimbulkan suara kedua orang itu segera binasa.
Melihat rekannya turun tangan keji, Buyung Im seng menjadi tertegun, kemudian
diam-diam pikirnya "Kalau tidak kejam bukan lelaki sejati, nampaknya Tong Thian
hong jauh lebih hebat dari pada aku"
Setelah membunuh kedua orang itu, Tong Thian hong segera menepuk bebas jalan
darah Siau Po cha, kemudian katanya.
"Kedua orang rekanmu sudah mampus semua sekarang apa yang ingin kau
ucapkan boleh dikatakan dengan hati lega."
Siau Po cha mencoba untuk memeriksa dengusan napas kedua orang itu, ternyata
mereka benar-benar telah meninggal dunia.
Dengan wajah dingin dan kaku serta hawa pembunuhan menyelimuti seluruh
wajahnya, Tong Thian hong segera berkata. "Kami tak punya waktu terlalu lama
untuk tinggal di tempat ini lagi, sekarang hanya ada dua pilihan buat nona,
selamanya aku suka bekerja secara terang terangan dan berbicara jelas, asal nona
mau menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan jujur, aku pun bersedia untuk
melepaskan kau pergi dari sini"
"Bila terlampau banyak yang ku beritahukan kepada kalian, sudah pasti aku akan
di hukum oleh peraturan perguruanku!"
"Itu masih urusan mu sendiri, dunia begini luas dan lebar, tidak sulit toh untuk
mencari suatu tempat untuk menyelamatkan diri"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Pokoknya aku tak mau mencampuri
urusanmu, jika kau tidak mau menjawab pertanyaanku maka nyawamu akan
segera ku cabut, aku pun bisa menggunakan siksaan yang paling keji untuk
memaksamu mengaku, Atau kuambil cara yang paling cepat yakni menotok jalan
darah kematianmu, agar kau mampus tanpa mengeluarkan sedikit suarapun"
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut wajahnya tampak dingin dan kaku,
membuat orang mendapat kesan seakan akan setiap saat mungkin dia akan turun
tangan.
Siau Po cha termenung sebentar, kemudian katanya, "Apa yang ku ketahui sangat
terbatas sekalipun akan ku beritahukan semuanya kepadamu, belum tentu kau
akan mempercayainya."
"Aku percaya masih sanggup untuk membedakan mana pengakuan yang palsu dan
mana pengakuan yang sebenarnya"
Baiklah! Aku akan menyerempet bahaya tanyalah apa yang ingin kau tanyakan!"
"Dimanakah letak markas besar Sam seng bun?"
"Aku tidak tahu, tapi ka tahu Seng tong yang berada di atas bukit Tay hu-san,
bukan lembah tiga malaikat markas besarnya perguruan Sam seng bun"
"Kau kenal Im Hui?"
144
"Im kongcu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sukar rasanya untuk
berjumpa dengannya, tapi beruntung aku pernah menjumpainya satu kali....."
"kau ditugaskan dalam rumah pelacuran aku yakin pasti ada tujuan tertentu,
bolehkah aku tahu apa tujuannya?"
"Aku tak lebih cuma seorang mata-mata, seorang mata matanya dari Sam seng bun,
soalnya orang yang berlalu lalang dalam rumah pelacuran amat banyak dan terdiri
dari pelbagai lapisan manusia, paling gampang mencari berita dalam suasana
begini, bila mendapat berita besar maka berita itu segera kulaporkan ke seng tong
melalui burung merpati"
"Aku rasa kau tidak mirip seorang mata-mata, mendadak Buyung Im seng menyela.
"Aku adalah komandan mata-mata yang mengepalai wilayah seratus li di sekeliling
tempat ini di bawahnya masih ada puluhan cabang mata-mata yang mengepalai
ranting, jika mereka mendapat berita segera dilaporkan kepadaku dan akulah yang
melaporkan ke seng tong melalui burung merpati!"
"Andaikata kami lepaskan nona, apakah kau kan membocorkan rahasia hari ini
kepada atasanmu?"
"Kecuali kalau kau tidak takut mati"
"Aku ingin mengajukan pertanyaan terakhir, "Soal apa?"
"Belakangan ini berita apa yang berhasil kalian dapatkan?"
Sambil merendahkan suaranya Siau Po cha berbisik.
"Buyung Im seng yang berhasil ditangkap oleh perguruan kami, tapi kemudian
ditolong oleh orang ditengah jalan."
"Bagaimana dengan nasib Buyung kongcu?" Buyung Im seng segera bertanya
dengan cepat.
"Sampai sekarang masih belum diketahui, aku sedang melakukan penyelidikan"
"Tampaknya perguruan Sam seng bun kalian bertekad untuk mendapatkan Buyung
kongcu, sesungguhnya mengapa bisa demikian ?"
"Dari pihak Seng tong diturunkan perintah yang mengatakan barang siapa yang
dapat menawan Buyung kongcu, maka dia akan mendapat hadiah sebiji Hoo siu ho
dan sebilah pedang yang tajam, selain itu juga dinaikkan pangkatnya menjadi Siau
yau tongcu"
"Lagaknya sih besar sekali, pedang tajam meski bukan suatu benda yang hebat,
Hoo siu ho berusia seribu tahun merupakan benda langka dalam dunia persilatan,
yang paling kupahami adalah Siau yang tongcu tersebut, sebenarnya apa yang
dinamakan Siau yau tongcu san apa pula kedudukan tersebut?"
"Siau Yau tongcu adalah suatu kedudukan paling tinggi dalam perguruan Sam seng
bun ko tersebut hanya setingkat di bawah tiga malaikat sedemikian tingginya
kedudukan tadi bukan saja Seng tong tak bisa memberi perintah kepadanya,
diapun diperbolehkan berpesiar dimana saja dia inginkan, dimana dia berada di
145
situ orang-orang sang seng bun akan menghormatinya selain melindungi
keselamatannya dengan sepenuh tenaga.
"Ehmm, tak usah dijelaskan lagi, aku sudah mengerti sekarang!" tukas Tong Thian
hong kemudian. "Sekarang apa yang hendak kalian tanyakan lagi?" kemungkinan
yang kau ketahui tentang kekuatan Sam seng bun......!"
"Kalian sudah mengetahui kedudukanku, berapa banyak rahasia yang ku ketahui
aku rasa di hati kalian pun ada perhitungannya"
"Oleh karena itu, lebih baik kau saja yang mengatakan semua yang kau ketahui"
"Apa yang ku ketahui semuanya telah ku utarakan"
"menurut apa yang ku ketahui, paling tidak masih ada sedikit persoalan yang
belum kau katakan" tukas Tong Thian hong dengan suara yang dingin seperti es.
"Soal yang mana?" "Jika semua yang kau katakan itu jujur, maka kau tak akan
menerima perintah langsung dari Song tong, semestinya seorang atasan yang
mengurusi dirimu?"
Siau Po cha menjadi tertegun
"Soal ini....soal ini...
Ia menjadi tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup melanjutkan perkataan
itu.
"Nona, aku lihat usiamu masih sangat muda paling tidak juga bisa hidup puluhan
tahun lagi bila harus mati pada saat ini, tidakkah kau merasa kalau hal ini
terlampau sayang?"
Dengan kening berkerut Siau po cha lantas berseru, "Adapun atasanku
itu...dia....dia berada di...."Kau jangan sembarangan menuduh lagi aku bisa segera
mendapatkan bukti kebohonganmu itu!" seru Tong Thian hong memperingatkan.
Tiba-tiba Siau Po cha menuding ke arah kakek yang sudah menjadi mayat itu
sambil berseru, "Dia, dia yang sudah mampus itulah atasanku, Tong Thian hong
tertawa dingin, ia segera mencengkeram ibu jari tangan kanan Siau Po cha dan di
tekannya keras-keras.
"Kraaak...!" ibu jari kanan Siau Po cha itu segera patah menjadi dua.
"Aku rasa kedudukan nona jauh di atas kedudukan mereka bukan?" ejeknya sinis.
Dengan cepat tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan kanan Siauw
po cha, sementara tangan kirinya mencengkeram tulang persendian sikut tangan
kanan gadis itu seterusnya. Jika nona tidak mengaku secara jujur lagi, jangan
salahkan kalau ku patah kan tulang persendian sikut kananmu ini!"
Ketika jari tangan kanannya dipatahkan tadi, seluruh wajah Siau po cha sudah
basah oleh keringat, ketika didengarnya Tong Thian hong. mengancam akan
mematahkan juga tulang persendiannya, paras muka perempuan itu kontan saja
berubah hebat.
"Orang itu - - - orang itu juga berada dirumah pelacuran ini" buru-buru serunya.
"Siapa?"
146
"Mungkin kalian sudah tak akan menemukan orang itu lagi",
"Aku tanya siapakah orang itu?"
"Dia adalah perempuan tua yang membawa kalian berdua masuk ke dalam ruangan
tadi"
"Apakah germo tua itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada dirimu?"
Sekarang Siau po cha sudah makin keder oleh kebengisan dan keganasan Tong
Thian hong, semua pertanyaan yang diajukan pasti di jawab sejujurnya, ketika
mendengar pertanyaan itu, buru-buru dia mengangguk.
"Betul, dia mempunyai kedudukan satu tingkat lebih tinggi dari pada
kedudukanku" Setelah berhenti sebentar, terusnya.
"Cuma sepertanak nasi sebelumnya, ia telah mendapat panggilan lewat burung
merpati dan buru-buru pergi, coba kalau dia berada di sini, tak nanti dia akan
membiarkan kalian bikin keonaran di sini"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Tong Thian hong, tanyanya.
"Siapa yang telah mengundangnya pergi?"
Dengan cepat Siau Po-cha menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.
"Aku tidak tahu."
"Apa lagi yang kau ketahui ?" pelan-pelan Tong Thiang hong mengendorkan
cengkeramannya pada sikut orang.
(Bersambung ke jilid 8)
147


Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-lembah-tiga-malaikat-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat: Lembah Tiga Malaikat 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-lembah-tiga-malaikat-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar