Harimau Kumala Putih 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Bahkan Bu ki sendiripun merasakan tangan serta kakinya menjadi dingin, apalagi Hek thi han,
peluh dingin sebesar kacang telah membasahi jidatnya, ujung hidungnya dan sekujur
badannya.
677
Detik terakhir menjelang kematiannya, mimik wajah yang diperlihatkan keempat orang
tukang pikul itu sungguh menakutkan sekali.
Bukan untuk pertama kali ini Bu ki menyaksikan keadaan seperti itu.
Ketika Tong Giok keracunan, mimik wajahnya juga menunjukkan perubahan yang sama...
sinar matanya lambat laun menjadi buram dan redup, kelopak matanya makin menyusut kecil,
lalu ujung bibirnya, ujung matanya serta kulit pipinya mengejang keras dan kering retak retak,
setelah itu lapisan hitam yang menyeramkan menyelimut seluruh paras mukanya.
Yang paling menakutkan adalah, disaat wajah mereka mengalami perubahan, mereka sendiri
sama sekali tidak merasakan apa apa, daya kerja racun jahat tersebut sedemikian
mematikannya sehingga sampai saat menjelang tibanya ajalpun ia tak akan merasakan apa
apa.
Bukan cuman tak akan merasakan apa apa dikala racun mulai bekerja, di kala daya kerja
racunpun mulai menyebar keseluruh anggota badan juga tak akan merasakan apa apa.
Dalam keadaan tanpa terasa itulah racun jahat itu akan menyusup masuk ke dalam setiap
rongga tubuhmu, menghancurkan urat syarap yang menghubungkan anggota badan dengan
otak dan akhirnya merenggut selembar nyawamu.
*****
Si KONGCU gemuk beserta rekannya yang semula duduk didalam warung, sekarang telah
terjeglok dibelakang bambu, keempat tukang pikul tandunya saat itu juga secara diam diam
tleah ngeloyor pergi.
Tak bisa disangkal lagi dibelakang warung itu terdapat sebuah jalan, bila bertemu dengan
peristiwa semacam ini, asal orang itu punya kaki, mereka pasti akan mengambil langkah
seribu.
Tiba tiba Hek thi han menghela napas panjang, katanya: “Masakah dalam poci air teh itu
benar benar beracun?”
Ia sedang bertanya kepada Bu ki.
Ditempat itu tinggal dua orang yang hidup dia serta Bu ki, hal mana membuat hubungan
mereka seakan akan berubah menjadi lebih akrab dan dekat secara tiba tiba.
Seandainya kaupun pernah mengalami pengalaman seperti apa yang mereka alami itu, maka
kaupun akan mempunyai perasaan demikan juga.
678
“Tampaknya dalam air teh tersebut pasti ada racunnya” sahut Bu ki sambil manggut manggut.
“Tapi bukan aku yang melepaskan racun itu” kata hek Thi han.
“Aku percaya”
“Tapi siapa yang melepaskan racun?”
“Aku tidak tahu”
Hek thi han termenung sambil membungkam. Wajahnya menunjukkan perasaan tersiksa dan
menderita yang luar biasa, peluh dingin semakin banyak mengucur keluar dari tubuhnya.
“Apakah kau ada perkataan yang hendak disampaikan kepadaku?” tanya Bu ki kemudian.
Hek thi han kembali termenung sampai lama sekali, mendadak serunya dengan suara lantang:
“Aku sama sekali tidak menginginkan nyawa mereka. Akupun tidak menginginkan peti mati
ini. Aku sama sekali tak tahu kalau mereka berempat akan membawa sebuah peti mati”
Sedemikian kerasnya suara itu seakan akan sedang berteriak tapi ia bukan sedang berteriak
kepada Bu ki, ia sedang berteriak kepada dirinya sendiri.
Bu ki dapat memahami perasaannya maka sepatah katapun tidak ia katakan, ia membiarkan
dia sendiri mengucapkan kata kata tersebut.
Terdengar hek thian han berkata lagi: “Ada orang memberitahukan kepada kami bahwa dalam
peti mati itu tersimpan sejumlah ‘bungkusan merah’ paling tidak nilainya mencapai lima
puluh laksa tahil.
Yang diartikan sebagai “bungkusan merah” oleh kalangan persilatan tak lain adalah sejumlah
mestika dan harta kekayaan yang besar sekali jumlahnya.
“Tempo dulu kami mempunyai kebutuhan mendesak dan meminjam sejumlah uang kepada
seseorang” Hek thi han lagi, “tapi ia minta kami membayar hutang tersebut dengan
‘bungkusan merah’ ini, terpaksa kami hanya berusaha untuk mendapatkannya”
“Kebutuhan mendesak apakah yang kalian hadapi?”
“Bulan empat tanggal sebelas adalah ulang tahun seorang tuan penolong kami, setiap tahun
kami harus mengirim sejumlah hadiah kepada dia orang tua”
Tentu saja Bu ki tahu siapakah tuan penolong yang dimaksudkan itu, sebab orang itu tak lain
adalah Siau Tang lo yang misterius itu.
679
Kembali Hek thi han berkata: “Sejak dulu kami sudah ada perjanjian dengan orang lain, bila
ia mengetahui ada ‘bungkusan merah’ yang tidak jelas asal usulnya melewati daerah
kekuasaanya, lantaran ia sendiri kurang leluasa untuk turun tangan, maka kabar itu selalu dia
sampaikan kepada kami, bila berhasil maka hasilnya akan dibagi menjadi tiga tujuh”
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan: “Sekalipun kami adalah perampok, tapi kami
hanya mengerjakan ‘bungkusan merah’ lagi pula harus suatu ‘bungkusan merah’ yang tidak
jelas asal usulnya.
Sebenarnya perkataan semacam ini tak akan diberitahukan kepada Bu ki, tapi dibawah
tekanan kematian, kekuatan dan kengerian yang luar biasa, tiba tiba saja ia merasa harus
mengucapkannya keluar.
Jika kau yang berada dalam keadaan dmeikian, sudah pasti kau sendiripun akan melakukan
perbuatan yang sama.
Bu ki sama sekali tidak bertanya, “Siapakah orang itu?”
Hal mana merupakan rahasia orang lain, ia tidak berhak untuk menanyakannya, selamanya
dia enggan untuk menyelidiki rahasia pribadi orang lain...
Suara Hek thi han makin lama semakin rendah, makin bicara semakin sedih, akhirnya katanya
dengan hati yang sedih,
“Sekarang walaupun aku sudah memahami apapun yang sebenarnya telah terjadi, sayang
sekali keadaan sudah terlambat.”
“Sebenarnya apa yang telah terjadi ?” tak tahan Bu-ki bertanya.
“Kesemuanya ini hanya merupakan suatu perangkap, perangkap busuk orang untuk menjebak
kami!”
“Suatu perangkap ? Perangkap apa ?”
“Dia ingin membunuh keluarga Lui bersaudara, tapi dia sendiri tak dapat turun tangan, maka
diapun ingin membunuh kami untuk menghilangkan saksi”
“Mengapa dia harus membunuh kalian?”
“Sebab hanya kami yang tahu akan rahasianya, markasnya, dan gudang penyimpanan harta
rampokannya!”
Dari sedih ia berubah menjadi amat gusar, terusnya :
680
“Maka diapun menyiapkan siasat meminjam golok membunuh orang dan menjebak kami
dengan rencana sekali timpuk dua ekor burung. Dia membiarkan kami saling bunuh
membunuh, paling baik lagi jika kamu semua bisa mampus semua.”
“tapi kau tidak punya bukti, kau tidak bisa membuktikan bahwa peristiwa ini pastilah suatu
perangkap.”
“Kau lah bukti yang paling jelas.”
“Aku?” seru Bu-ki tercengang.
“Benar!”
“Apakah kau telah menyimpan sejumlah barang mestika di dalam peti mati ini?”
“Tidak!”
“Kalau toh dalam peti mati ini sama sekali tidak ada ‘bingkisan merah’, kalau peristiwa ini
bukan suatu perangkap ? lantas apa namanya ?”
Sepasang tangannya memegang kepalanya kencang-kencang, kemudian lanjutnya :
“Sekarang Lui bersaudara telah mati, saudara-saudara kamu juga telah mati, rencana
merekapun telah berhasil, cuma sayangnya .... "
“Cuma sayang kau belum mati”, sambung Bu-ki.
Dengan penuh kebencian, Hek-thi han berseru:
Selama aku masih bernafas, selama hayat masih dikandung badan, aku bersumpah untuk
membongkar intrik busuknya yang amat licik dan keji ini.
Bu-ki termenung sebentar lalu berkata :
“Sudah lama ku dengar akan nama besar Kim-kiong-gin-ciam, cu bu-siang hui (busur emas,
anak panah perak, anak ibu terbang bersama), akupun tahu bukan saja ilmu memanah dari
ibumu tiada ternyata, lagi pula seorang jago yang berotak cerdas, mengapa kau tidak
mencarinya dan merundingkan persoalan ini dengannya ?”
Jilid 24________
“Penyakit yang diderita ibuku amat parah, persoalam semacam ini tak bisa kubicarakan lagi
dengannya, aku tak ingin dia orang tua merasa risau dan cemas”.
681
“Hek popo telah jatuh sakit? Mengapa kau tidak tinggal di sampingnya dan merawat
penyakitnya itu?”.
“Penyakit ibuku baru kambuh semakin parah setelah lewat hari ulang tahun dari tuan
penolong kami itu, hari ini secara kebetulan kami telah bertemu dengan seorang nona yang
baik hati, ia bersikeras hendak menahan ibuku untuk tinggal selama beberapa hari di sana agar
ia bisa merawatnya sebab...”
“Sebab apa?”. “Sebab suaminya dengan kami, ibu dan anak pernah sedikit mempunyai sedikit
persoalan”.
Jantung Bu ki berdebar-debar, ia berdebar dengan keras.
Sekarang, tentu saja ia juga telah menduga si nona yang baik hati itu, tapi toh tak tahan lagi
dia bertanya pula.
“Siapa nona itu?”.
“Dia she Wi!”.
“Ia telah membawa Hek popo pergi kemana?”
“Ketempat tinggal seorang jagoan Bu lim yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian
dunia, bukan saja orang itu memiliki kepandaian ilmu pedang tiada taranya di kolong langit,
lag pula pandai pertabiban, karena itu akupun merasa amat berlega hati”.
Bu ki tidak berkata apa-apa lagi, diapun tak dapat mengucapkan apa-apa lagi.
Penderitaannya, kesedihannya, dan rasa rindunya tak mungkin bisa diutarakan di hadapan
siapa saja.
Bahkan untuk dipikirkan saja ia tak berani.
Masih ada banyak pekerjaan yang harus dia lakukan, dia harus keraskan hati kerinduan
merupakan titik kelemahan bagi manusia.
Entah bagaimanapun juga, toh akhirnya ia berhasil mendapatkan kabar tentang Wi Hong nio,
bagaimanapun juga dia dapat tahu bahwa dia sehat wal afiat tanpa kekurangan sesuatu
apapun.
Menanti ia mendongakkan kepalanya lagi baru diketahui Hek thi han sudah berjalan keluar
dari barak dan sedang menuruni bukit tersebut.
Dengan cepat dia berseru.
682
“Eeh....tunggu sebentar!.
Hek thi han tertawa paksa, sahutnya:
“Aku mempercayai dirimu, aku percaya dalam peti mati itu pasti tak terdapat apa-apa yang
berharga”.
“Aku sama sekali tidak kenal dengan Lui bersaudara, aku mencarter mereka dengan lima
rence perak sehari untuk menggotongkan peti mati itu bagiku”.
“Aku percaya!”.
“Seorang kuli pikul yang dicarter orang untuk menggotong peti mati dengan upah lima rence
perak sehari, mungkinkah rela beradu jiwa bagi seseorang?”.
“Tidak mungkin, kecuali....”
“Kecuali dia juga tahu kalau dalam peti mati itu masih ada rahasia yang lain”, sambung Bu ki.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hek thi han setelah mendengar perkataan itu.
Kembali Bu ki berkata,
“Meskipun aku tidak menyembunyikan “bingkisan merah” ke dalam peti mati ini, akan tetapi
mereka....”.
“Mereka memikulkan peti matimu itu, mungkin saja hanya ingin mempergunakan peti mati
itu untuk melindungi penyaruan mereka dan menyelundupkan bingkisan merah itu sampai di
wilayah Szuchuan...”, seru Hek thi han cepat.
Bila ingin membawa “bingkisan merah” orang memang sering kali mengirimkannya secara
“gelap” terutama sekali bila “bingkisan merah” itu tidak jelas asal-usulnya.
Cara orang persilatan mengirim barang “gelap” memang seringkali beraneka ragam,
menggunakan orang mati dan peti mati sebagai pelindung bagi penyaruan mereka memang
bukan baru pertama kali terjadi.
Kata Bu ki kemudian.
“Akupun tahu bahwa saat ini kau tak akan tertarik lagi terhadap bingkisan merah itu, tapi
kalau toh kau telah melakukan pekerjaan ini, paling tidak kau harus menyelidiki persoalan ini
sampai menjadi lebih jelas lebih dahulu, anggap saja sebagai suatu pertanggung jawabmu
terhadap saudara-saudaramu itu”.
683
Tak usah dia melanjutkan kata-kata tersebut, dengan langkah lebar Hek thi han telah berjalan
balik.
Jantung mulai berdebar-debar, makin berdebar semakin cepat.
Sembilan orang dengan sembilan lembar nyawa tak lebih mereka korbankan demi sebuah peti
mati. Sesungguhnya rahasia apakah yang tersimpan di balik peti mati itu?’
Peti mati yang terbuat dari kayu jati berkwalitas tinggi, indah dan amat berat.
Hek thi han telah menancapkan busur emasnya di atas tanah, kemudian membuka penutup
peti mati itu dengan tangannya.
Dalam detik yang teramat singkat itu, secara tiba-tiba ia teringat akan banyak urusan, teringat
banyak persoalan lama yang sebenarnya sudah lama ia lupakan.
Dia sendiri tidak tak tahu apa sebabnya dalam keadaan seperti ini secara tiba-tiba ia teringat
akan berbagai persoalan itu.
Walaupun penutup peti mati itu sangat berat, tapi dengan tenaga dalam yang dimiliki Hek thi
han, tentu saja secara mudah ia berhasil mengangkatnya tinggi-tinggi.
Bu ki telah berjalan keluar dari balik barak bambu itu. Sebenarnya dia mengira kedatangan
Hek thi han sekalipun kemungkinan besar disebabkan oleh Tong Giok, mereka tahu orang
yang berada dalam peti mati adalah Tong Giok, tahu kalau Tong Giok belum mati dan mereka
ingin merenggut nyawa Tong Giok.
Tidak bisa dikatakan lucu bila ia berpendapat demikian, sebab memang tidak sedikit orang
yang ingin merenggut nyawa manusia yang bernama Tong Giok itu.
Tapi sekarang dia sudah tahu bahwa jalan pemikirannya itu salah besar....
Lantas, selain Tong Giok, sesungguhnya dalam peti mati itu masih terdapat barang apalagi?
Benarkah dalam peti mati itu, sungguh-sungguh terdapat sejumlah intan permata yang tak
ternilai harganya?.
Dia sendiripun ingin sekali mengetahui jawabannya.
Karena peti mati itu, sudah banyak orang mengorbankan diri, pengorbanan yang harus
dibayar sudah terlalu besar.
684
Dia sangat berharap Hek thi han bisa mendapatkan sedikit hasil yang bisa mengungkapkan
keadaan tersebut.
“Sekarang, walaupun dia masih belum dapat melihat dengan jelas apa isi dalam peti mati itu,
akan tetapi dia dapat membaca semuanya dari perubahan mimik wajah yang diperlihatkan
oleh Hek thi han pada saat itu”.
Secara tiba-tiba saja, di atas paras muka Hek thi han telah memperlihatkan suatu perubahan
mimik wajah yang tak bisa dilukiskan oleh siapapun juga.
Mimik wajah itu bukan cuma rasa kaget, tercengang, takut dan ngeri saja, malahan terdapat
pula suatu luapan emosi, gejolak perasaan dan nafsu serakah.
Apabila barang yang dia saksikan cuma intan permata atau emas perak yang tak ternilai
jumlahnya, tentu saja akan terjadi luapan emoasi, perasaannya bergejolak dan
memperlihatkan nafsu serakah yang pasti dimiliki oleh setiap manusia.
Akan tetapi, jika dilihat itu hanya intan permata atau benda mustika lainnya yang amat
berharga, mustahil wajahnya akan menampilkan perasaan takut dan ngeri.
Sebaliknya bila benda yang dilihat itu adalah suatu benda yang menakutkan atau
menyeramkan hati siapapun yang melihatnya, maka jelas tak mungkin dia akan
memperlihatkan mimik wajah orang yang lagi serakah atau bernafsu untuk mendapatkannya.
Lantas, apa yang sesungguhnya telah dia saksikan?
Apa yang sebenarnya terdapat di dalam peti mati yang telah menjadi incaran banyak orang
itu?.
Sebenarnya Bu ki ingin bertanya kepadanya, dia ingin bertanya apa gerangan yang telah
disaksikannya dalam peti mati tersebut.
“Blaaammm....!”
Belum habis ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, mendadak penutup peti mati yang
telah dibukanya itu tertutup kembali keras-keras, menutup kembali seperti secara tiba-tiba
dihentakkan oleh orang keras-keras.
Sekujur badannya seolah-olah pada detik tersebut menjadi kaku membeku dan tak bisa
bergerak lagi.
Menyusul kemudian dari atas tenggorokannya pelan-pelan menetes keluar setitik butiran
darah yang dalam waktu singkat telah menjadi beku kembali.
685
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa Bu ki menubruk kedepan lalu teriaknya keras-keras,
“Apa yang telah terjadi?”.
Napas Hek thi han telah terhenti, sepasang matanya yang semula bersinar tajam, kini telah
berubah menjadi pucat keabu-abuan.
Dengan mengucapkan segenap sisa tenaga yang dimilikinya, dia hanya sempat mengucapkan
dua patah kata:
“Tong Koat......”
Setelah mengucapkan kedua patah kata itu butiran darah yang membeku di atas
tenggorokannya tiba-tiba merekah, darah segar menyembur keluar dengan derasnya,
badannya menyusut mundur ke belakang dan titik-titik darah menodai seluruh wajahnya.
MANUSIA DALAM PETI
TONG KOAT, jelas kata-kata itu merupakan nama orang.
Bu ki seperti pernah mendengar nama ini, orang tersebut tak bisa disangkal lagi adalah anak
keturunan dari keluarga Tong.
Sedetik menjelang saat kematiannya mengapa Hek thi han masih berusaha keras untuk
menyebutkan nama orang itu?
Apakah dia ingin memberitahukan kepada Bu ki bahwa perangkap ini disiapkan oleh Tong
Koat?
Mengapa Tong Koat menginginkan mereka dan Lui bersaudara mati bersama-sama?
Bukankah Pek lek tong telah bersekutu dengan keluarga Tong? Mengapa Tong Koat hendak
membinasakan Lui bersaudara?
Setelah membuka penutup peti mati tadi, sebenarnya apa yang telah dilihat Hek thi han?
Mengapa secara tiba-tiba tewas secara mengenaskan?.
Persoalan-persoalan itu tidak dimengerti oleh Bu ki.
Pada hakekatnya berpikirpun tak pernah ia pikirkan sebab dia telah menemukan suatu
peristiwa yang jauh lebih menakutkan lagi....
Ia telah menemukan sebatang jarum. Sebatang jarum perak sepanjang delapan hun,mengikuti
semburan darah yang memancar keluar dari tenggorokan Hek thi han dan menyemprot keluar.
686
Tak bisa disangkal lagi, Hek thi han telah tewas di ujung jarum perak tersebut, sebatang jarum
yang delapan hun panjangnya ternyata berubah menjadi sebatang senjata rahasia perenggut
nyawa.
Senjata rahasia itu ternyata dipancarkan dari dalam peti. Padahal dalam peti mati itu cuma
Tong Giok seorang.
Seorang yang badannya sudah kaku dan mati rasa, mana mungkin bisa melepaskan senjata
rahasia?
Ataukah racun yang menyerang tubuhnya telah punah? Atau mungkin dia sudah mendapatkan
kembali kekuatan hidup?
Bagi Bu ki, sepatah kata dari mulutnya berarti suatu senjata yang mematikan?
Asal ia masih dapat mengucapkan sepatah kata, berarti seluruh rencana Bu ki akan mengalami
kegagalan total.
Peluh dingin telah membasahi telapak tangan Bu ki.
Bagaimanapun juga, ia tak dapat membiarkan Tong Giok tetap hidup, dia tak dapat
membiarkan Tong Giok mempunyai kesempatan lagi untuk buka mulut dan berbicara.
Dia harus melenyapkan orang ini dari muka bumi, entah dalam peti mati itu ada rahasia
apapun, dia sudah tak ingin mengetahuinya lagi. Tiba-tiba ia teringat dengan Pek lek tan,
peluru geledek dari kelompok Pek lek tong.
Senjata mematikan dari Pek lek tong sudah menggetarkan seluruh kolong langit, asal ia
mendapatkan satu atau dua butir Pek lek tan saja, peti mati itu sudah dapat dipunahkan
olehnya dan orang di dalam peti mati itu berikut rahasianya juga akan turut musnah tanpa
bekas.
Lui bersaudara adalah empat Toa kim kong dari Pek lek tong, tentu saja dalam saku mereka
terdapat senjata rahasia tunggal itu.
Tetapi dari atas rambut mereka yang awut awutan sampai bawah kakinya sudah digeledah,
tapi tak sebuah tempatpun yang bisa digunakan untuk menyimpan senjata rahasia tersebut.
Tiba-tiba Bu ki teringat kembali dengan kue keras yang berada di tangan mereka itu.
Mereka selalu menggenggam separuh potong kue keras tersebut di tangannya, apakah karena
dibalik kueh keras itu tersimpan senjata rahasia mereka?
687
Bu ki bertekad untuk mencarinya sampai ketemu.
Reaksinya selalu cukup cepat, dalam waktu singkat ia telah memikirkan kembali seluruh
situasi dan keadaan yang sedang dihadapinya.
Tapi sungguh tak disangka pada saat itulah mendadak terdengar seseorang berkata dari peti
mati itu.
Terdengar orang itu menghela napas panjang lalu berkata:
“Apakah kau ingin mempergunakan bahan peledak dari Pek lek tong untuk meledakkan peti
mati ini? Kita tiada dendam tiada sakit hati? Kenapa kau musti mencelakai diriku?”
Suara itu lemah lembut dan amat merdu penuh dengan daya tarik seorang perempuan,
kedengarannya sama sekali tidak mirip dengan suara Tong Giok.
Tapi ada sementara orang dapat mempergunakan tenaga dalamnya untuk mengendalikan
tenggorokannya sehingga mengeluarkan suara yang orang lain jangan harap bisa
mengenalnya.
Siapa tahu Tong Giok dapat melakukannya seperti itu?’
Dengan nada menyelidik Bu ki lantas bertanya,
“Benarkah kita tiada dendam, tiada sakit hati?’.
“Kau belum pernah berjumpa denganku, akupun tidak kenal denganmu dari mana pula
datangnya dendam atau sakit hati?’ jawab orang dalam peti mati itu.
“Sungguh?”.
“Asal kau membuka peti mati itu dan melihatnya sendiri, dengan cepat akan kau ketahui aku
sedang berbohong atau tidak”
Tentu saja Bu ki tak akan melakukan perbuatan semacam itu.
Apa yang telah menimpa diri Hek thi han sudah merupakan suatu pelajaran yang sangat baik
baginya.
Orang di dalam peti mati itu kembali berkata,
“Sesungguhnya akupun ingin sekali melihat kau, aku pikir kau pastilah seorang pemuda yang
masih muda mana tampan lagi”.
688
“Aku telah berdiri di sini asal kau keluar maka kau dapat melihat wajahku”.
“Mengapa kau tidak membuka peti mati ini untuk melihat diriku?’.
“Dan kau sendiri mengapa tidak keluar dari peti mati itu?”.
Orang di dalam peti mati itu segera tertawa.
“Tak kusangka dengan usiamu yang masih begitu muda cara kerjamu ternyata sangat berhatihati”.
“Kalau kudengar dari suaramu”, balas Bu ki.
“Usiamu juga tak akan terlalu tua lagipula pasti merupakan seorang gadis yang amat cantik
jelita”
Orang di dalam peti mati itu segera tertawa.
“Oooh, rupanya kau juga pandai berbicara, aku pikir pasti akan ada banyak gadis yang
menyukaimu”.
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, terusnya.
“Sayang sekali aku sudah terlampau tua, aku sudah seorang nenek-nenek, aku sudah pantas
untuk memelihara seorang putra sebesar kau”.
Tubuhnya masih berada di dalam peti mati, hal mana berarti sudah merupakan suatu
keberuntungan daripada Bu ki.
“Darimana kau bisa tahu kalau usiaku masih muda?’, Bu ki lantas bertanya setelah termenung
sebentar,
“Kau adalah sahabatnya Tong Giok, tentu saja usianya tak akan selisih banyak dengan
dirinya!”.
“Darimana kau bisa tahu Tong Giok itu masih muda? Apakah kau pernah bersua
dengannya?”.
“Sekarang ia berbaring di sisiku, kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya?’.
Peti mati yang berkwalitet baik memang selalu lebih lebar dan besar, dengan ruang selebar
itu, memang bukan suatu masalah untuk memuat dua orang sekaligus.
689
“Darimana aku bisa tahu kalau Tong Giok benar benar masih berada di dalam peti mati itu?”
kembali Bu ki bertanya.
“Oooh, jadi kau tidak percaya?”
Tiba tiba sebuah jari tangan menongol keluar lewat lubang hawa di bawah peti mati itu,
serunya,
“Coba kau lihat, bukankah jari tangan ini adalah jari tangannya.....?”
Benar, jari tangan itu memang jari tangan Tong Giok.
Mandadak Bu ki tertawa, serunya,
“Oooh rupanya kau adalah Tong Giok, rupanya kau......”
belum habis dia berkata, dari lubang hawa yang lain telah menongol kembali sebuah jari
tangan.
Jari tangan itu halus lembut dan ramping, di atas kukunya malah memakai cat warna yang
amat indah. Jelas tangan itu bukan tangan Tong Giok.
Ini membuktikan, di dalam peti mati itu benar benar terdapat dua orang manusia.
Selain Tong Giok, siapakah orang yang satunya ini? Kenapa dia menyembunyikan diri di
dalam peti mati?
Diam diam Bu ki menyelinap ke ujung lain dari peti mati itu, kemudian tangannya
mencengkeram penutup peti mati itu serta menyingkapnya keras keras.
Begitu penutup peti mati itu terbuka, akhirnya ia menjumpai juga orang itu.
Sekarang dia baru mengerti, apa sebabnya Hek thi han menunjukkan mimik wajah yang aneh
setelah melihat isi peti mati tadi.
Orang yang berbaring di sisi Tong Giok itu, ternyata bukan lain adalah seorang perempuan
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan yang hampir berada dalam keadaan telanjang.
Cian cian adalah seorang gadis cantik. Hong nio adalah seorang gadis cantik. Hiang hiang
juga seorang gadis yang cantik.
Bu ki bukan seorang laki laki yang belum pernah bergaul dengan perempuan cantik, tapi
setelah ia jumpai perempuan ini tiba tiba saja dalam hatinya muncul suatu pergolakan emosi,
suatu rangsangan napsu yang aneh sekali.
690
Perempuan ini bukan saja amat cantik,pada hakekatnya sedemikian cantiknya sehingga dapat
membuat lelaki di dunia ini rela berbuat dosa baginya.
Kecantikannya boleh dibilang jauh lebih manis dari Cian cian, jauh lebih matang dari Hong
nio dan lebih anggun daripada Hiang hiang....
Pinggangnya begitu ramping, sepasang pahanya begitu indah, payudaranya begitu montok
dan padat berisi.
Kulit badannya putih mulus bagaikan susu, seakan-akan gading yang berharga, seperti juga
manisnya susu sapi yang lembut dan halus.
Rambutnya hitam dan berkilat. sepasang matanya berwarna hijau dan berkilauan
memancarkan sinar jeli dan bening.
Pakaian yang dikenakan tidak lebih banyak daripada pakaian yang dikenakan seorang kanak
kanak, tubuhnya yang indah dan ramping tapi penuh padat berisi itu hampir terpampang
semua dengan jelasnya.
Ia sedang memperhatikan Bu-ki, lalu sambil tersenyum katanya,
“Aku bukan sengaja hendak merangsang napsu birahimu, cuma saja lantaran udara di dalam
sini terlalu panas, mana sumpek, sesak lagi udaranya, ditambah lagi sedari kecil aku takut
panas maka sudah mulai dari kecil dulu aku tidak begitu suka mengenakan pakaian yang
terlampau banyak”
Bu ki menghela napas panjang, lalu tertawa getir, katanya,
“Untung saja Tong Giok tak dapat melihat kalau disisinya terdapat seorang perempuan
macam kau sedang berbaring di sana?
Perempuan itu segera tertawa, “Sekalipun ia dapat melihat juga sama saja.”
“Sama saja ?”
“Yah. Asal aku merasa kepanasan, maka pakaianku tetap akan kutanggalkan semua. Aku tak
ambil peduli apa yang bakal dipikirkan orang lain, aku sama sekali tak acuh terhadap
pendapat orang”
Senyumannya begitu menawan dan mempesonakan hati, katanya lebih lanjut:
“Aku hidup demi diriku sendiri, mengapa aku harus menyiksa diriku hanya demi kepentingan
orang lain?”
691
Bu ki tak sanggup menjawab, diapun tak mampu untuk membantah perkataannya itu.
Sambil menepuk nepuk pipi Tong Giok perempuan itu berkata lagi. “Untung saja sahabatmu
ini seorang yang suka akan kebersihan, selain itu tampangnya juga cukup ganteng”
Ia memperhatikan sekejap seluruh badan Bu ki dari atas sampai kebawah kemudian sambil
tertawa katanya lagi,
“Seandainya orang yang berbaring disisiku adalah kau, hal itu jauh lebih baik lagi meskipun
wajahmu tidak setampan wajahnya tapi kau jauh lebih berjiwa seorang lelaki daripada
dirinya.”
Setelah berhenti sejenak, terusnya. “Lelaki yang tampan belum tentu disukai perempuan,
lelaki macam kau baru menarik hatiku”
Dia sengaja menghela napas panjang kemudian terusnya, “Sayangnya aku sudah menjadi
seorang nenek keriputan aku sudah pantas untuk mempunyai seorang putra sebesar kau.”
Bu ki hanya bisa mendengarkan pembicaraannya ia hakekatnya tak sanggup untuk turut
menimbrung.
Perempuan semacam dia memang tidak banyak jumlahnya. bila kau bisa bertemu seorang
saja, maka kaupun tak akan sanggup untuk mengucapkan apa apa.
Tapi ia justru masih bertanya kepada Bu ki: “Eeeh, mengapa kau tidak berbicara?”
“Semua perkataan sudah kau borong seorang diri, mana aku masih kebagian kata kata lagi?”
Perempuan itu kembali menghela napas panjang. “Aaai.....! Sekarang aku baru tahu, kau
benar benar seorang lelaki yang pintar”
“Mengapa?”
“Sebab hanya lelaki yang pintar baru mengerti untuk banyak melihat dengan mata, sedikit
berbicara dengan mulut”
Bu ki sendiri mau tak mau harus mengakui juga, sepasang matanya memang tak bisa
dikatakan terlalu jujur.
Tapi air mukanya sama sekali tidak memerah, diapun tidak nampak jengah atau tersipu sipu,
malahan katanya sambil tertawa.
692
“Thian memberi sepasang mata dan sebuah mulut kepada kita, hal ini menunjukkan bahwa
manusia hanya disuruh banyak melihat sedikit berbicara.......”
Perempuan itu kembali tersenyum. “Aku berjanji pasti akan seringkali mengucapkan katakata
kepada orang lain di kemudian hari.”
“Tapi Thian pun tidak terlalu adil!” kata Bu-ki lebih jauh.
“Apanya yang tidak adil?”
“Bila Thian itu adil, kenapa kau diberi sepasang mata semacam itu?”
Ditatapnya biji mata yang berwarna biru muda itu lekat-lekat, kemudian terusnya: “Ketika
Thian menciptakan sepasang matamu itu, bahan yang digunakan adalah intan permata dan
zamrud, tapi ketika menciptakan mata orang lain, yang digunakan cuma tanah liat.”
Senyuman perempuan itu semakin memikat hati, serunya: “Walaupun ucapanmu itu sangat
bagus, tapi sayang keliru besar......!”
“Bagaimana kelirunya?”
“Sepasang mataku ini bukan pemberian dari Thian, tapi ayahku yang memberinya padaku.”
“Oya?”
“Ayahku adalah seorang Oh-cia!”
“Oh-cia?”
“Oh-cia artinya adalah seorang pedagang yang datang dari negeri Persia........”
Semenjak jaman dinasti Han tong, pedagang Persia memang seringkali mengadakan
perdagangan di negeri Tionggoan.
Walaupun saudagar-saudagar yang datang dari Persia rata-rata menjadi kaya-raya dan
jutawan, tapi kedudukannya dalam masyarakat sangat rendah.
‘Oh-cia’ bukanlah sesuatu sebutan yang mendapat penghormatan atau sanjungan dari orang
lain.
Kembali perempuan itu berkata:
693
“Walaupun ayahku kaya-raya dan punya uang banyak, tapi ia tak pernah mendapat istri, sebab
gadis-gadis dari keluarga baik enggan menikah dengan seorang saudagar Persia, maka
terpaksa dia harus mengawini perempuan macam ibuku itu.”
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan: “Ibuku adalah seorang lonte,
konon dulunya dia malah seorang lonte kenamaan dari kota Yang-ciu.”
“Lonte” tentu saja sebutan yang lebih tak enak didengar lagi, akan tetapi ia sama sekali tidak
merasakan rendah diri sewaktu mengucapkannya keluar, bahkan dia beranggapan bahwa hal
tersebut bukan sesuatu yang memalukan.
Dia malahan masih bisa tertawa dengan riang gembira, lanjutnya: “Oleh sebab itu, ketika aku
masih kecil dulu, orang lain seringkali menyebut aku sebagai si anak jadah!”
“Tentunya kau marah sekali, bukan?” tanya Bu-ki.
“Mengapa aku harus marah? Aku adalah aku, terserah orang lain mau menyebut apa saja
kepadaku, bagiku sebutan tidak menjadi persoalan, manusia macam apakah aku ini meski
diganti namanya juga tetap manusia semacam itu, toh tak mungkin karenanya mengalami
perubahan, bukan?”
Setelah tersenyum, kembali dia berkata: “Seandainya kau benar-benar seorang anak jadah
misalnya, sekalipun orang lain menyebutmu nenek-moyangnya, kau toh masih tetap seorang
anak jadah, bukan begitu?”
Bu-ki turut tertawa. Bukan saja ia tidak memandang rendah dirinya karena persoalan itu,
malahan sebaliknya timbul suatu kesan yang baik sekali terhadap dirinya.
Sebenarnya dia masih beranggapan bahwa pakaian yang dikenakannya terlalu sedikit,
sehingga mirip sekali dengan seorang perempuan yang tidak genah.
Tapi sekarang dia beranggapan lain, dia merasa sekalipun ia tidak berpakaian pun juga tak
menjadi soal, dia tetap bisa menghormatinya, ia pun tetap akan menyukainya.
Perempuan itu kembali tertawa, katanya lebih jauh: “Akan tetapi namaku yang sebenarnya
justru amat sedap didengar.”
Dia menyebutkan namanya sendiri. “Aku bernama Mi Ci, Mi berarti manis seperti madu, Ci
berarti perempuan penghibur, jadi namaku Mi Ci berarti perempuan penghibur yang manis
seperti madu.”
Mi Ci. Nama tersebut memang sebuah nama yang menarik, indah dan manis, semanis
orangnya.
694
Berada di hadapan seorang gadis yang begitu menarik, begitu terbuka, hampir saja Bu-ki
terpaksa menyebut nama sendiri.
Untung saja sebelum ia terlanjur berbicara Mi Ci telah berkata lebih dulu. “Aku juga tahu
akan namamu, kau bernama Li Giok Tong”
Tong Giok juga pernah menggunakan nama palsu itu, mungkin nama itu hanya disebutkan
sekenanya saja.
Bu ki merasa nama itu sangat enak didengar, lagipula agak keren, maka dikala pemilik toko
penjual peti mati bertanya kepadanya.
“Kek koan, siapa namamu?”
Tanpa ia sadari dia telah menyebutkan nama tersebut. Tapi dia sama sekali tidak menyangka
kalau Mi Ci sudah mengetahui hal ini, manakah waktu itu ia mulai memperhatikan dirinya?
“Sudah semenjak lama sekali kami menaruh perhatian kepadamu” kata Mi Ci menerangkan.
“Kalian?” ulang Bu ki.
“Kami artinya aku dan Lui bersaudara, masih ada lagi seorang lo sianseng....”
Yang dimaksudkan sebagai lo sianseng tersebut sudah barang tentu adalah si kakek yang
berilmu sangat lihay itu.
“Seandainya kukatakan namanya, kau pasti akan merasa terperanjat sekali, maka lebih baik
tidak kukatakan saja siapa nama orang itu” kata Mi Ci.
Bu ki juga tidak bertanya apa apa. Kembali Mi Ci melanjutkan. “Dia adalah sobat lama
ayahku, semenjak kecil dulu ia sudah melindungi keselamatan jiwaku. Ketika ayahku telah
meninggal dunia, pada hakekatnya dia telah menganggap aku sebagai putrinya sendiri.”
Setelah menghela napas panjang, terusnya: “Aku benar-benar tidak habis mengerti, apa
sebabnya secara tiba-tiba ia pergi meninggalkan aku”
Bu ki juga tidak habis mengerti, cuma saja ia merasakan ketika kakek itu pergi meninggalkan
tempat itu, tampaknya ia sudah menderita luka yang cukup parah.
Sambil tertawa Mi Ci berkata lagi. “Kami semua memperhatikan dirimu bukan disebabkan
kau memiliki wajah yang cukup menawan hati”
“Apa yang menjadi tujuan kalian?” tanya Bu ki.
695
“Tujuan kami yang sesungguhnya adalah Tong Giok”
“Tong Giok?”
“Ketika kami menemukan bahwa si nona bercelana merah yang sering kau bawa-bawa itu
adalah Tong Giok, kamu sudah mulai memperhatikan gerak gerikmu”
“Kau kenal dengan dia?”
“Justru karena kami kenal dia, ia juga kenal dengan kami, maka sekalipun sudah
memperlihatkan diri sendiri dulu, namun kau sama sekali tak pernah melihat bayangan tubuh
kami semua”
“Kenapa?”
“Sebab, kami tak bisa memperlihatkan diri sehingga diketahui olehnya...”
“Mengapa begitu?” kembali Bu Ki bertanya.
“Sebab dia sangat ingin merenggut nyawa kami, kamipun ingin sekali merenggut nyawanya”
“Lui bersaudara adalah orang orang Pek Lek Tong, kini Pek Lek Tong telah bersekutu dengan
Tong Giok”
“Tapi kami toh tidak bersekutu dengan Tong Giok” sambung Mi Cin dingin.
Kalau didengar dari ucapannya itu seolah-olah di dalam tubuh Pek Lek Tong sendiri telah
terjadi perpecahan, lagipula perpecahan itu tampaknya disebabkan karena persekutuan dengan
pihak keluarga Tong.
Bagi Bu ki, sudah barang tentu kejadian itu merupakan suatu berita baik, bisa terjadi
perpecahan di tubuh organisasi lawannya, hal ini berarti suatu keuntungan baginya.
Sekalipun dia tidak bertanya lebih jauh, tapi dia menemukan bahwa di balik kejadian ini
sudah pasti terdapat banyak sekali rahasia besar yang tak akan diketahui orang luar.
“Sejak melihat kemunculan tong Giok tempo hari kami sudah berniat untuk membunuhnya”
kata Mi Ci menerangkan.
“Mengapa kalian tak pernah turun tangan?”
“Karena kau!”
“Aku?”
696
“Lo siangseng itu selalu beranggapan bahwa kau adalah lawan yang sangat menakutkan, dia
bilang bukan saja ilmu silat yang kau miliki sangat tinggi, lagi pula cerdik, pandai menahan
diri dan tenang”
Setelah tertawa riang, lanjutnya: “Belum pernah kudengar dia memuji-muji orang lain seperti
apa yang pernah dia katakan tentang dirimu”
Bu ki tertawa. “Tampaknya ketajaman mata lo siangseng ini sangat mengagumkan sekali!”
Walaupun ia sedang tertawa namun tertawa tersebut tidak terlampau riang atau gembira,
sebab dia tidak berharap orang lain memandang terlalu serius terhadap dirinya.
Semakin rendah orang lain menilai dirinya semakin tak perlu dia berjaga-jaga. Dengan begitu,
dia baru akan mendapat kesempatan yang baik untuk turun tangan.
Seorang yang betul-betul amat cerdik, tak akan memandang rendah terhadap musuhnya, dia
akan berharap musuh memandang rendah terhadap kemampuannya.
Musuh yang sudah menilai rendah terhadap dirinya, sudah pasti akan mempunyai suatu
kesalahan yang fatal dan akan mematikan.
Seseorang, apabila ia dapat membuat musuh dirinya mempunyai dugaan yang salah terhadap
dirinya, itu berarti separuh dari usahanya telah berhasil.
Inilah nasehat-nasehat yang pernah dipelajari Bu ki dari Sugong Siau Hong, tak akan ia
lupakan nasehat tersebut untuk selamanya.
“Sungguh tak disangka belum lagi kami turun tangan, Tong Giok telah berubah menjadi
seorang cacat” kata Mi Ci.
“Aku sendiripun tidak menyangka!”
“Lebih tak kusangka lagi ternyata kau cukup bersetia kawan, ternyata kau hendak
menghantarnya pulang ke benteng keluarga Tong”
Sesudah tersenyum dia melanjutkan, “Yang lebih kebetulan lagi, ternyata kau hendak
menghantarnya pulang dengan menggunakan peti mati, melihat kau membeli peti mati dan
mencari tukang pikul, kami segera tahu bahwa kesempatan baik untuk kami telah tiba”
“Kesempatan baik apa?”
“Kami ingin juga berkunjung ke benteng keluarga Tong, tapi tak ingin sampai diketahui orang
lain, kamipun tak dapat membiarkan orang lain mengetahuinya”
697
“Maka kau lantas teringat untuk menyuruh Lui bersaudara menjadi tukang pikul serta
membawa kau dan Tong Giok kembali ke benteng keluarga Tong?”
Mi Ci segera tertawa. “Bersembunyi di dalam peti mati meski rada panas sedikit, tapi aman
sekali, jarang sekali ada orang yang bakal membuka peti mati untuk melihat isinya”
“Oleh karena itu Lui bersaudara hanya berharap aku jangan turun tangan, tapi tidak berniat
untuk membunuhku menghilangkan saksi?” kata Bu ki.
“Ya, sebab mereka masih berharap agar kau bisa menghantar peti mati itu sampai di tempat
tujuan”
“Kalian sendiri mengapa tak dapat pergi ke benteng keluarga Tong?”
“Agaknya mereka tidak terlampau senang menyambut kedatanganku di situ”
“Kenapa?”
Mi Ci segera tertawa manis. “Sebab perempuan-perempuan keluarga Tong kuatir kalau
kedatanganku di sana bakal menggaet suami-suami mereka”
*****
Tentu saja jawaban tersebut bukan suatu jawaban yang jujur, jawaban yang sesungguhnya
pasti tak bisa diutarakan dengan begitu saja, sebab masalahnya menyangkut suatu keadaaan
yang amat besar, dan lagi bagaimanapun juta “Li Giok Tong” kan sahabatnya Tong Giok.
“Seandainya aku adalah orang lain, aku masih bisa menyusup ke dalam benteng keluarga
Tong dengan jalan menyaru” kata Mi Ci, “cuma sayangnya, Thian justru terlalu sayang
kepadaku, ia telah menghadiahkan sepasang mata yang begini indah seperti apa yang kumiliki
sekarang”
Sesudah menghela napas panjang, terusnya. “Kecuali kalau kukorek keluar sepasang mataku
ini, kalau tidak, kendatipun aku menyaru sebagai apa saja, orang lain toh tetap mengenali
diriku dalam sekilas pandangan saja”
Akhirnya sekarang Bu ki baru tahu, apa sebabnya dia harus menyembunyikan diri di dalam
peti mati.
“Sesungguhnya cara ini merupakan suatu cara yang jitu dan bagus, tak disangka ternyata cara
inipun diketahui Tong Koat!”
“Manusia macam apakah Tong Koat itu?”
698
“Orang ini jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan, bukan saja jarang ada orang
yang pernah bertemu dengannya, bahkan orang yang pernah mendengar namanyapun tidak
banyak, tapi orang itu justru lebih lihay daripada apa yang pernah dibayangkan orang selama
ini”
“Bagaimana kalau dibandingkan dengan Tong Giok?”
“Kalau Tong Giok dibandingkan dengannya maka pada hakekatnya dia seperti seorang anak
kecil saja”
“Aku hanya tahu di antara anak keturunan keluarga Tong yang paling hebat dan menonjol
adalah seseorang yang bernama Tong Ou!”
“Tong Ou memang orang yang berilmu paling lihay di antara saudara-saudaranya, namun
nama besarnya juga paling tersohor di dunia ini, tapi Tong Koat benar-benar lebih
menakutkan daripada Tong Ou”
Setelah menghela napas panjang,terusnya “Aku lebih suka berkelahi dengan Tong Ou
daripada harus berbicara dengan Tong Koat.”
Bu ki tertawa. “Kalau didengar dari pembicaraanmu itu, bukankah orang itu lebih mirip
seorang siluman daripada manusia?”
“Bila kau telah berjumpa dengan orang itu, maka akan kau ketahui apakah dia memang
siluman atau bukan”
“Aku lebih senang kalau tak sampai bertemu dengannya”
“Sayang sekali cepat atau lambat pasti akan bertemu juga dengan dirinya”
“Kenapa?”
“Sebab dia dan Tong Giok adalah saudara yang paling akrab, setelah ia tahu aku berada di
dalam peti mati sekarang, tentu saja diapun tahu kalau di sini masih ada seorang manusia lain
seperti kau”
Sesudah tertawa hambar, terusnya: “Sekarang, walaupun kau belum sampai bertemu
dengannya, siapa tahu kalau dia sudah melihat dirimu?”
“Jadi kau beranggapan bahwa kedatangan Hek Thi Han sekalian, sesungguhnya adalah
bertujuan untuk menghadapi dirimu?”
“Sudah pasti begitu!”
699
Mengapa dia sendiri tak pernah menampakkan diri? Karena ia tidak turun tangan sendiri
untuk menghadapi dirimu?”
Sekali lagi Mi Ci tertawa manis. “Sebab dia tahu, asal telah berjumpa denganku, maka dia
bakal mati karena bakal terpikat oleh diriku”
Tentu saja, jawaban itupun bukan suatu jawaban yang jujur.
Tampaknya antara dia dengan keluarga Tong seakan-akan terdapat suatu hubungan yang luar
biasa sekali.
Mi Ci telah berkata lagi: “Ia juga tahu kalau adiknya belum mati dan sekarang lagi berbaring
di sisiku, terhadap lelaki semacam Tong Giok akupun tidak mempunyai minat yang terlalu
besar, bila sampai marah, bisa jadi aku mencekiknya hidup-hidup sampai dia mati”
Perkataan itupun sengaja ia ucapkan ke Bu ki, karena Bu ki, adalah sahabatnya Tong Giok.
Sekarang, Bu ki memang tidak berharap Tong Giok sampai mati tercekik, padahal melihat
gelagat Mi Ci sekarang tampaknya setiap waktu setiap saat ia dapat mencekik Tong Giok
sampai mati.
Terpaksa dengan nada menyelidik, dia bertanya: “Kelihatannya kau sudah tak dapat
menggunakan cara ini untuk menyelundup masuk ke dalam benteng keluarga Tong”
“Kelihatannya memang begitu....” sahut Mi Ci sambil menghela napas panjang.
“Lantas apa rencanamu selanjutnya?”
Mi Ci tidak menjawab, tiba-tiba tanyanya: “Pernahkah kau mendengar suatu perkataan yang
mengatakan tentang Indah dilihat tapi tak enak dimakan?”
Bu-ki memang pernah mendengan perkataan itu.
Mi Ci berkata lebih lanjut: “Ada sementara barang yang tampaknya meski indah dan menarik,
sesungguhnya tak enak bila dimakan”
Bu ki juga mengerti akan arti dari perkataan itu, tapi tidak habis mengerti apa sebanya secara
tiba-tiba dia mengucapkan perkataan itu.
“Ada sementara orangpun demikian keadaannya” kata Mi Ci, “walaupun wajahnya kelihatan
cantik, sesungguhnya tidak enak bila dimakan”
700
Sesudah berhenti sebentar dan tertawa dia melanjutkan: “Aku adalah manusia semacam ini,
indah dilihat tak enak dimakan”
Seandainya Bu ki masih kanak-kanak, dia tentu akan merasa keheranan mana mungkin
manusia bisa dimakan?
Untung saja Bu ki telah dewasa, tentu saja ia mengerti apa yang diartikan dengan istilah
dimakan itu.
Tapi iapun tidak habis mengerti, kenapa gadis cantik jelita yang bertubuh montok serta padat
berisi ini bisa tak enak dimakan.
“Karena sedari bagian pinggang ke bawah aku sudah tidak mempunyai perasaan apa-apa lagi,
kedua kakiku sama sekali tak bertenaga lagi, bahkan digerakkan sedikitpun tak bisa”
Sesudah tertawa cekikikan, dia melanjutkan: “Seandainya kau adalah suamiku, kau pasti akan
mati karena gemas, mati karena tak tahan”
Ternyata perempuan cantik itu adalah seorang cacat.
Gadis yang masih begitu muda dan begitu cantik ternyata lumpuh separuh badannya, sungguh
kejadian ini merupakan kejadian yang tragis sekali.
Seandainya orang lain yang berada dalam keadaan seperti itu, entah betapa sedih dan
menderita orang itu.
Tapi ia sama sekali tidak merasa sedih atau menderita, kejadian yang begitu tragis hanya
dianggapnya sebagai suatu gurauan belaka.
Sebab, dia memang enggan menerima belas kasihan serta perasaan simpatik dari orang lain.
Ia tahu lelaki paling tidak tahan terhadap perempuan yang sepanjang hari selalu berkeluh
kesah dan setiap saat bisa mengucurkan air matanya karena sedih.
Bu ki tidak berkata apa-apa, sedang di hati kecilnya sedang berpikir:
“Seandainya aku adalah dia, apa pula yang harus kulakukan?”
Dia tak tahu apa jawabannya.
Seorang gadis lumpuh berbaring di dalam sebuah peti mati, sementara rekan-rekannya meski
berada di luar peti mati, namun mereka semua sudah mati....
Apa yang bisa ia lakukan sekarang?
701
Mi Ci memandang kearahnya, lalu berkata, “Aku tahu, tadi kau pasti menganggap pula diriku
sebagai seorang gadis yang berhati kejam, karena aku sama sekali tidak memberi kesempatan
kepada Hek Thi Han, begitu turun tangan aku lantas membinasakan dirinya.....”
Tadi Bu ki memang berpendapat demikian. “Sekarang” lanjut Mi Ci, “kau tentunya tak akan
berpendapat demikian bukan? Karena bila kau menjadi aku kaupun pasti akan berbuat
demikian pula”
Bu ki mengakui. Entah siapapun orangnya, bila berada di dalam keadaan seperti ini dia pasti
akan turun tangan lebih keji, sebab kalau ia tidak membunuh orang maka oranglah yang akan
membunuh dirinya.
Perebutan antara mati dan hidup, sesungguhnya memang merupakan kejadian yang keji.
Demi melanjutkan hidupnya di dunia ini, banyak sekali orang berhati mulia yang dipaksa
untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tak mungkin akan dilakukannya di waktu-waktu
biasa.
“Oleh karena itu, seandainya aku menggunakan sahabatmu ini untuk menggertak dirimu,
tentunya kau juga tak akan menyalahkan diriku bukan?” kata Mi Ci.
“Dengan cara apa kau hendak mengancam diriku?”
“Tong Giok belum mati, kau tentunya tidak menginginkan kematiannya bukan?”
“Tapi setiap saat kau dapat merenggut nyawanya!”
“Oleh sebab itu kalau seandainya aku minta kepadamu agar akupun dibawa serta, apakah
permintaanku ini bisa dianggap kelewat batas?”
“Tidak, tak bisa dikatakan kelewat batas”
Mi Ci segera tersenyum. “Aku memang tahu kalau kau adalah seorang yang berhati baik”
katanya lembut.
“Tapi aku tak tahu harus mengantar dirimu sampai di mana?”
Sekali lagi Mi Ci tersenyum.
“Paling tidak, kau harusnya menghantar aku dulu ke suatu tempat yang tak ada orang matinya
dan tak ada bau amis darah, agar aku bisa menghembuskan napas lega dan makan makanan
yang lezat serta banyak gizinya.....”
702
“Kemudian?”
Mi Ci menghela napas panjang, terusnya,
“Kemudian, kejadian apa yang bakal terjadi, siapakah yang bisa mengetahuinya?”
Sudah barang tentu mustahil bagi Bu ki untuk menggotong sendiri peti mati itu turun ke
bawah bukit, untung saja ia melihat tandu yang dipakai si kongcu gemuk tadi masih berada di
luar barak bambu.
Para penandu adalah orang-orang miskin. Usungan yang terbuat dari dua batang bambu itu
merupakan satu-satunya alat pencari makan yang mereka miliki, itulah mangkok nasi mereka.
Entah siapapun di dunia ini sudah barang tentu mereka tak akan meninggalkan alat pencari
sesuap nasi mereka dengan begitu saja.
Bu ki percaya mereka pasti belum pergi terlalu jauh.
Orang yang bisa menggotong kongcu gemuk itu, tentu saja kuat pula untuk menggotong
sebuah peti mati.
“Seandainya kau ingin mencari orang yang menggotong peti mati ini, silahkan saja pergi
mencari dengan berlega hati” kata Mi Ci.
“Tapi kau.....”
“Sekalipun kakiku tak bisa bergerak, aku toh masih mempunyai sepasang tangan”
Dengan mempergunakan sepasang tangannya yang lembut tak bertulang itu dia membelai pipi
Tong Giok dengan halus, kemudian melanjutkan kembali kata-katanya.
“Aku pasti akan merawat dirinya secara baik-baik, sebab kini ia sudah menjadi mangkok
nasiku, tanpa dia, aku tak akan bisa hidup lebih lanjut”
Tukang tandi itu dicarter oleh si kongcu gemuk, maka bila kau ingin mempergunakan
tenaganya, lebih baik mencari dia lebih dulu untuk diajak berunding.
Untung saja tampaknya dia bukan seseorang yang sukar diajak berbicara, lagipula sekarang
sekalipun belum sampai kabur karena ketakutan ia pasti sudah menyembunyikan diri jauh dari
situ, sambil gemetar sambil menyeka keringat dingin yang bercucuran.
Bu ki sungguh tak pernah menyangka kalau dia masih mempunyai selera yang besar untuk
mengisi perutnya, ternyata ia sedang bersembunyi di dalam dapur sambil makan bakpao.
703
Bukan bakpao yang kecil-kecil juga bukan sebiji bakpao besar tapi tujuh delapan biji bakpao
yang sangat besar.
Di dalam setiap bakpao itu terselip sepotong daging babi yang sangat besar, setiap kali dia
menggigiti, minyak babi segera meleleh keluar dari ujung bibirnya.
Menggunakan sepasang tangannya yang putih, halus dan terawat sangat baik itu dia
memegang sebiji bakpao lalu dengan mimik wajah yang patut dikasihani dia sedang
memperhatikan sepotong daging di tengah bakpao tersebut kemudian menggigitnya besarbesar.
Ketika minyak babi yang gemuk itu meleleh keluar dari ujung bibirnya, ia segera menghela
napas dengan penuh perasaan puas.
Dalam detik tersebut, ia merasa seakan-akan semua kemurungan dan ketidakberuntungan
yang ada di dunia ini sudah lenyap tak berbekas. Semua rasa takut dan kaget yang dialaminya
tadi juga tersapu bersih dari dalam benaknya.
Napsu makan Bu ki selamanya baik, tapi ketika melihat orang yang tidak bernapsu makan itu
sedang melahap makanannya ia masih tetap merasa kagum sekali.
Setelah menyikat habis sebiji bakpao, si kongcu gemuk itu baru melihat akan kehadirannya,
dengan cepat dia berseru:
“Bakpao ini lumayan rasanya, kau harus makan juga sebiji!”
Walaupun di mulut dia berkata demikian, mimik wajahnya menunjukkan sikap seakan-akan
kuatir kalau ada orang yang datang merebut bakpaonya itu.
Dengan wajah penuh pengharapan, dia menatap wajah Bu ki, tentu saja pengharapan yang
berbeda dengan kebanyakan orang, sebab dia cuma berharap agar Bu ki cepat cepat
menampik maksud baiknya itu.
Tentu saja Bu ki tak akan membuat ia kecewa, sambil tersenyum ia menggeleng sahutnya:
“Aku pun mengetahui kalau bakpao itu rasanya sedap, sayang aku benar benar merasa tak ada
napsu untuk memakannya”
Si kongcu gemuk itu menghembuskan napas lega. sikapnya terhadap Bu ki pun berubah
menjadi lebih bersahabat.
Maka dia mengambil sebiji bakpao lagi, kemudian digigit dengan lembut. setelah itu ujarnya:
704
“Padahal napsu makanku belakangan ini kurang baik, tapi Siao-po memaksa juga kepadaku
untuk makan sedikit”
Yang dimaksudkan Siau-po berada pula disisinya. “Yaa, kau memang seharusnya
memaksakan diri untuk makan sedikit.” kata Bu ki, “Sebab manusia seperti kau, memang
tidak seharusnya terlampau kurus”
Kesan si kongcu gemuk terhadap orang itu jauh lebih baik lagi, mendadak sambil
merendahkan suaranya dia berbisik: “Mari kuberitahukan satu rahasia kepada mu!”
“Rahasia apa?”
“Tauke rumah makan ini masih memelihara tujuh delapan belas ekor ayam gemuk, masih
cukup buat kita makan barang dua tiga hari”
“Apakah kau telah bersiap siap untuk menyikat ayam-ayamnya itu sampai ludas?”
“Tentu saja harus dimakan sampai ludas!”
“Kenapa?”
Si kongcu gemuk itu segera memperhatikan dirinya, seakan akan sedang memperhatikan
seorang tolol saja.
“aku benar-benar tidak habis mengerti, kenapa kita harus makan ayam yang berada disin
sampai habis?” ucap Bu ki.
Si kongcu gemuk segera menghela napas panjang.
“Aaaaii.... apakah kau juga tak dapat melihat, orang orang yang barusan kita jumpai tadi kalau
bukan pembegal tentu pencoleng?”
“Yaaa, aku memang dapat melihat”
“Setelah dijalanan sini muncul pembegal dan perampok, masakah kita dapat melanjutkan
perjalanan lagi?”
“Jadi kau berniat untuk tetap tinggal disini?”
“Bila ada pengawal barang yang lewati tempat ini, aku akan turut mereka pergi meninggalkan
tempat ini”
“Betul, kalau bisa berhati-hati memang lebih baik kalau bertindak lebih berhati-hati sedikit”
705
Tiba-tiba si kongcu gemuk itu merendahkan kembali suaranya, bisiknya lirih: “Akan
kuberitahukan lagi suatu rahasia besar kepadamu!”
“Rahasia apa?”
“Aku tahu Tio toa piautau bakal pulang paling tidak dalam dua tiga hari mendatang. ia tentu
akan lewat tempat ini”
“Aku benar-benar tidak kenal!”
Untuk kesekian kalinya si kongcu gemuk itu menghela napas panjang. “Aaaiii... Tio toa
piautau adalah Tio Kong, dia adalah seorang manusia yang berilmu sangat hebat”
“Ooooh... sekarang aku sudah tahu!”
Setelah berpikir sebentar tiba-tiba ia bertanya lagi: “Dalam sehari, kau butuh berapa ekor
ayam untuk sarapan?”
“Belakangan ini napsu makanku kurang baik, sekali makan dua ekor ayam sudah lebih dari
cukup bagiku.”
“Sekali makan dua ekor ayam, dalam sehari makan tiga kali, itu berarti sehari kau butuh enam
ekor ayam”
“Kalau sedang sarapan aku makan sedikit sekali, sehari dengan lima ekor ayampun sudah
lebih dari cukup”
“Tidak banyak, tidak banyak!” kata Bu ki.
“Yaa, sesungguhnya memang tidak terlalu banyak”
“Kalau aku makan ayam pun tidak terlalu banyak”
Kongcu gemuk itu tampak seperti terkejut, segera serunya: “Kau juga makan ayam?”
“Kalau tidak ada ayam, makan itikpun bolehnjuga!”
“Disini tidak ada itik!”
“Makan dagingpun masih bisa digunakan untuk mengganjal perut”
“Tapi dagingnya sudah kumakan semua sampai habis”
“Kala habis toh masih bisa beli lagi”
706
“Sayang nyali tauke rumah makan ini lebih kecil daripada nyaliku, ia sudah kabur sedari tadi
dan tidak kelihatan batang hidungnya lagi, mana berani is pergi ke kota untuk membeli
daging?”
“Yaa kalau memang begitu terpaksa akupun akan turut makan ayam saja.”
“Kau bersikeras makan ayam?”
“Yaa, kala itik tidak ada, daging juga tak ada, kalau tidak makan ayam bagaiman mungkin
aku bisa hidup lebih lanjut?”
Dengan kening berkerut karena murung, si kongcu gemuk itu segera menghela napas panjang.
“Yaa, ucapanmu itu memang benar!”
“Tapi untunglah napsu makanku belakangan ini juga tidak terlalu baik, tidak terlalu banyak
yang kumakan setiap harinya”
Dengan penuh pengharapan kongcu gemuk itu memandang kearahnya, lalu bertanya: “Dalam
satu hari berapa ekor ayam yang kau butuhkan?”
“Hampir sama dengan yang kau butuhkan.”
“Hampir sama dengan yang kubutuhkan? Jadi sehari kau membutuhkan lima ekor ayam”
“Pagi haripun aku butuh dua ekor!”
Kongcu gemuk itu menjandi terperanjat sehingga tertegun dibuatnya, serunya kemudian.
“Jadi kalau begitu, belasan ayam yang ada sekarang kan bakal habis pada esok hari? Jika Tio
toa piautau belum datang juga, lantas bagaiman baiknya?”
“Cuma ada satu cara”
“Apa cara itu? cepat katakan!”
“Kuberikan semua ayam itu untukmu!”
“Dan kau sendiri?”
“Setelah semua ayam itu kuberikan kepadamu, tentu saja aku harus segera angkat kaki dari
sini”
707
“Kapan baru akan pergi?”
“Sekarang juga!”
“Tapi diluar sana......
“Kau bersedia membeberkan semua rahasia itu kepadaku, ini menandakan kau telah
menganggap aku sebagai teman, demi teman, apalah artinya untuk sedikit menyerempet
bahaya?”
Kongcu gemuk itu memandang kearahnya, ia seperti merasa terharu sekali sehingga kalau
bisa dia ingin segera menjatuhkan diri berlutut diatas tanah.
“Apalagi, kalau to kau telah menganggapku sebagai teman, aku tak boleh menyusahkan
dirimu” kata buki lagi.
Mendadak ia menghela napas panjang, lalu menambahkan:
“Cuma saja ada satu hal yang telah menyulitkan diriku”
“Persoalan apakah itu?” si kongcu gemuk segera bertanya.
“Aku membawa sebuah peti mati”
“Aku tahu”
“Tukang pikul peti mati itu sudah tak ada lagi, bagaimanapun juga toh tidak mungkin bagiku
untuk menggotong peti mati sendirian?”
Mendengar perkataan itu, si kongcu gemuk segera tertawa.
“persoalan ini mah sama sekali bukan suatu kesulitan!”
“Sungguh?”
“Si tukang usungan yang kubawa masih berada disini, mereka dapat menggotong usungan,
berarti bisa pula menggotong peti mati”
“Kau bersedia membiarkan mereka pergi bersamaku?”
“Bukankah kita adalah teman?”
“Benar!”
708
Maka kedua orang itu segera tertawa riang sekali.
Kata Bu ki kemudia sambil tertawa: “Sungguh tak kusangka aku bisa bertemu dengan orang
yang begitu baik seperti kau, sunggu tak kusangka aku mempunya nasib yang begini
mujur....”
Dia benar-benar tidak menyangka. Yaa, ia benar-benar tak pernah menduga!
*****
Bulan empat tanggal sembilan belas, malam.
Tempat itu adalah rumah penginapan Kit Siong. Rumah penginapan Kit-siong merupakan
sebuah rumah penginapan yang paling besar di kota itu, ji ciangkwe yang bertanggung jawab
dalam menerima tamu bernama Siong ko.
Siong ko adalah seorang yang cukup berpengalaman, bahkan pandai pula berbicara dengan
dialek orang berpangkat, akan tetapi ia toh kelihatan terperanjat juga setelah mendengar
perkataan dari Bu ki itu.
Sudah hampir dua-tiga puluh tahun lamanya dia melakukan pekerjaan ini, sejak menjadi
seorang pelayan kecil yang bertugas malam, kini ia sudah menjadi Ji ciangkwe yang bertugas
menyambut tamu.
Tapi belum pernah menjumpai tamu seperti Bu ki.
Kata Buki: “Aku menginginkan dua buah kamar, harus kamar yang paling baik, jendela harus
besar dan peredaran udara harus baik”
Siong ko mengira kamar yang satunya hendak diberikan untuk tukang pikul itu maka katanya
cepat:
“Biasanya mereka tidur didalam halaman sana!”
“Aku mengerti!”
“Dan kau tetap menginginkan dua buah kamar?”
“Yaa, dua buah kamar yang paling besar!”
“Apakah masih ada tamu lain yang akan datang kemari?”
“Tidak ada!”
709
“Lantas buat apa kamar yang satunya lagi?”
“Kamar itu untuk peti mati tersebut!”
Inilah alasan yang menyebabkan Siong ko merasa amat terperanjat.
“Peti mati juga akan dimasukan ke dalam kamar?” serunya.
Jawaban dari Bu ki ternyata kedengarannya seperti sangat beralasan sekali.
Dia bilang begin: “Yang berada didalam peti mati itu adalah sahabatku, aku tak pernah
menyia-nyiakan teman, entah dia masih hidup atau sudah mati, bagiku adalah tetap sama”
“Kongcu ini benar benar amat setia kawan!”
Siapakah sebenarnya perempuan yang bernama Mi Ci ini? Apa hubungannya dengan keluarga
Tong?
Mengapa dia hendak pergi ke benteng keluarga Tong? Kenapa pula pihak keluarga Tong
hendak membunuhnya?
Dari pembicaraannya itu, ada berapa patah kata yang sesungguhnya? Berapa patah kata pula
yang bohong?
Ketika sedang mencuci muka, Bu ki memikirkan persoalan ini, ketika minum teh dia pun
berpikir demikian.
Sesungguhnya dia memang memikirkan persoalan ini terus menerus.
Seandainya kau bilang apa yang dia pikirkan bukanlah persoalan persoalan itu, melainkan Mi
Ci sendiri, kaupun tidak keliru.
Kalau bertemu dengan seorang perempuan seperti Mi Ci sendiri, kau pun akan tak tahan
untuk setiap waktu setiap saat memikirkan dirinya.
Ada sementara orang yang sedari dilahirkan seakan-akan memiliki daya tarik tersendiri, entah
siapapun yang bertemu dengannya, pasti akan terpikat olehnya.
Tak bisa disangkal lagi Mi Ci adalah perempuan semacam ini.
Kalau bisa Bu ki ingin segera menjumpai dirinya lagi, tapi bagaimanapun juga ia tak bisa
membuka peti mati dihadapan orang banyak, lalu berbincang-bincang dengan orang yang
berbaring didalam peti mati itu.
710
Dia menyuruh siongko menghantar hidangan makan malamnya kedalam kamar. Sayur dan
nasi sudah dihantar masuk sedari tadi, akan tetapi menyentuh pun tidak.
Ia merasa seandainya dirinya makan minum disini sementara Mi Ci berbaring didalam oeti
mati sambil menahan lapar, sesungguhnya kejadian ini merupakan suatu hal yang tidak tahu
aturan.
Selain itu diapun merasa tak tega untuk makan sendiri. Sayang tak dapat dibuka peti mati itu
dihadapan umum dan menyuruh orang yang berada dalam peti mati itu untuk makan nasi.
Ia tidak takut Tong Koat bakal kesitu, sekarang Tong Giok belum mati. Tong Koat tak akan
berani untuk sembarangan bergerak.
Dia cuma kuatir kalau Mi Ci sampai kesepian. Padahal mereka tidak saling mengenal,
mengapa secara tiba-tiba ia bisa menaruh perhatian khusus terhadap perempuan itu?
Mungkinkah hal ini disebabkan dia sendiripun merasa terlalu kesepian?
Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kesepian, tapi bila dua orang yang sedang kesepian
tiba-tiba saling bertemu, ibaratnya dua buah bintang yang saling bertumbukan di angkasa
raya, sedikit banyak
pasti akan timbul cahaya tajam dan kilapan bunga api. Sekalipun kilatan bunga api itu akan
lenyap dalam sekejap mata. Tapi sinar itu telah menyinari orang lain juga menyinari diri
sendiri.
Apa akibatnya dikemudian hari?
Kejadian dimasa kemudian, siapa pula yang bisa mengetahuinya?
*****
Kini suasana didalam rumah penginapan telah menjadi sepi dan hening. Biasanya orang yang
sedang melakukan perjalanan akan tertidur lebih awal.
Peti mati tersebut berada dikamar sebelah. Bu ki mendorong pintu masuk ke dalam lalu
memasang lampu, cahaya lentera menyinari peti mati yang hitam pekat itu dan menyinari pula
seprei yang berwarna putih diatas pembaringan.
Tiba tiba ia merasa jantungnya berdebar keras. Orang yang berada didalam peti mati itu
apakah tahu kalau dia sudah datang? ia berjalan mendekatinya dan mengetuk penutup pintu.
Ia berharap Mi Ci dapat mencari satu stel pakaian dan menutupi badannya lebih dahulu.
“Tok, tok, tok.......!”
711
Dia pun membalas ketokan dengan dua ketokan dari dalam peti mati, ini menandakan kalau ia
sudah tahu akan kedatangannya. Maka diapun segera membuka penutup peti mati itu.
Tapi dengan cepat jantungnya seolah-olah berhenti.
Didalam peti mati itu ternyata bukan lain adalah si kongcu gemuk yang sehari paling tidak
membutuhkan lima ekor ayam untuk mengisi perutnya itu.
Dia sedang makan ayam, tulang-tulang sisa yang terbuang berserakan di sekeliling tubuhnya.
Waktu itu ditangannya masih memegang sebuah paha ayam, sambil memandang kearah BU
ki sambil tertawa bodoh, katanya: “Sekarang aku baru tahu, rupanya berbaring didalam peti
mati jauh lebih nyaman dari pada duduk diatas tandu atau didalam kereta. Bu ki ikut tertawa.
seandainya peristiwa ini terjadi pada setahun berselang, dia pasti akan merasa amat
terperanjat, bahkan mungkin saja akan melompat saking kagetnya.
Tapi sekarang, dia cuma tertawa belaka.
Jilid 25________
Bila ada orang ingin membuatmu terperanjat, cara yang terbaik untuk menghadapinya adalah
balas memandang kearahnya sambil tertawa.
Sebab tertawa selain bisa membuat kau menjadi tenang dan pikiranmu mengendur, orang
yang ingin membuatmu terkejut itu jika melihat kau masih bisa tertawa, mungkin saja dia
malah akan dibikin terperanjat sendiri.
Asal kau bisa menggunakan tepat pada waktunya, tertawapun merupakan suatu senjata yang
paling mujarab.
Sekarang Bu ki puns edang belajar untuk mau pergunakan senjata semacam itu.
Yang lebih benar lagi, ternyata sikongcu gemuk itupun sama pandainya mempergunakan
senjata semacam itu.
Ia juga sedang tertawa.
Tertawanya itu kelihatan seperti agak ketolol tololan, jauh berbeda dengan senyuman Bu ki
yang begitu menawan hati.
712
Sebab dagin diatas wajahnya itu sesungguhnya terlalu banyak, panca inderanya hampir boleh
dibilang disatukan oleh dagin lebih, ini membuata tampangnya seakan akan murung dan sedih
sepnajang masa, sepertinya ia tak pernah merasakan senang atau gembira.
Untung saja Bu Ki sudah tak akan dapat ditipu lagi oleh tampang wajahnya itu.
Katanya sambil tersenyum. “Tentunya kau tidak menyangka bukan aku bisa berada didalam
peti matimu?”
“yaa, aku memang sama sekali tidak menyangka”
Setelah tersenyum kembali ujarnya. “Manusia semacam kau ternyata masih bisa masuk
kedalam peti mati tersebut, sesungguhnya hal ini merupakan sesuatu kejadian yang tidak
gampang”
“Untung saja belakangan ini tubuhku bertambah kurus”
“Aku bisa melihat wajahmu pasti sudah berubah kurus banyak, jika harus kurus terus,
bagaimana jadinya nanti?”
“Sesungguhnya aku harus bertambah kurus sedikit lagi”
“Kenapa?”
Sambil bermuram durja si Kongcu gemuk menghela napas panjang. “Aaai...karena meski aku
bisa masuk kedalam, ternyata sekarang tak bisa keluar dari sini”
Bu ki memandang kearahnya dengan wajah menunjukkan simpatik, katanya: “Sudah barang
tentu kau tidak ingin berbaring terus didalam peti mati itu untuk selamanya bukan?”
“Yaa, aku tidak ingin!” sahut kongcu gemuk itu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali.
“Kau harus segera mencari suatu akal yang baik untuk mengatasi kesulitan ini!”
“Aku lihat, agaknya kau tak akan menarikku bangun dari dalam peti mati ini?”
“Yaa, aku tak akan berbuat demikian...” Bu ki harus emngakui kebenaran dari ucapan
tersebut.
“Karena kau takut aku menyergapmu menggunakan kesempatan tersebut...?”
Bu ki kembali mengakuinya. “Yaa, seorang harus berhati hati didalam melakukan pekerjaan
apapun selama dia masih bisa berhati hati”
713
“Dapatkah kau membantu aku untuk mencarikan suatu akal lain?”
“Dapat!”
“Bagaimana caranya? Cepat katakan!”“.
“Paha ayam itu segera akan habis kau makan, bila kau sudah tidak makan ayam nanti, kau
pasti akan menjadi kurus karena kelaparan”.
Diawasi orang itu atas sampai kebawah, kemudian dengan wajah gembiria ia berkata lagi:
“Kalau dilihat dari bentuk badanmu sekarang, paling tidak harus menahan lapar selama tujuh
delapan hari lamanya sebelum dapat merangkak bangun dari situ”.
Kongcu gemuk itu menjadi ketakukan setengah mati, sambil menunjukkan mimik wajah
seakan -akan setiap saat bakal menangis”, katanya:
“Kalau harus menahan lapar selama tujuh delapan hari, bukankah aku bakal mati karena
kelaparan?”.
“Apakah kau tak mampu?”
“Aku tak akan mampu cara semacam itu tak akan mampu kulakukan, kelaparan sehari saja
aku bisa gila jadinya”.
Ditatapnya wajah Bu ki dengan muka minta belas kasihan, terusnya:
“Bukankah tadi kau masih bilang bahwa kita adalah teman, kau harus menolong aku”.
Bu ki menggelengkan kepalanya dan menghela napas.
“Akupun sangat ingin menolongmu, cuma sayang aku sendiripun tak menemukan suatu cara
yang baik untuk menolong dirimu”.
Mendadak ia berkeplok tangan sambil tertawa, serunya:
“Aaaah!, aku punya akal bagus, aku masih mempunyai sebuah akal lagi untuk menolongmu”.
“Akal apakah itu?”.
“Asal daging badanmu kupotong sedikit saja, niscaya kesulitan ini bakal teratasi”.
Tapi berapa banyak yang harus dipotong?”, seru kongcu gemuk itu lagi terkejut.
714
“Tak usah dipotong terlalu banyak, paling banter cuma tujuh delapan puluh kati saja!”.
Agaknya ia sendiripun merasa cara ini paling baik, sehingga tanpa bisa ditahan lagi dia
tertawa terbahak-bahak.
Belum lama dia tertawa, peti mati itu mulai gemerutukan nyaring. Kemudian, peti mati yang
terbuat dari kayu jati itu tiba-tiba hancur berkeping-keping. Bu ki tak bisa tertawa lagi.
Ia cukup mengerti bahwa kayu jati adalah kayu yang kuat, keras dan tahan lama, tapi sekarang
dengan mata kepala sendiri, ia saksikan kemampuan orang itu untuk menghancurkan kayu jati
tersebut dengan pancaran tenaga dalamnya, siapa saja yang menyaksikan kejadian ini pasti tak
akan mampu tertawa lagi.
Kongcu gemuk itu pelan-pelan sedang duduk diatas hancuran peti mati itu, kemudian katanya
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
“Agaknya aku tak perlu diiris atau disuruh puasa lagi, nasibku benar-benar amat mujur”.
Sambil berdiri dan menepuk bajunya, dia melanjutkan.
“Sekarang, agaknya aku harus memperkenalkan diriku sendiri”.
Sambil menuding hidung sendiri dengan jari tangannya yang gemuk dan putih, dia
meneruskan,”Aku she Tong, bernama Tong Koat!”.
KEJADIAN MASA LALU
TONG KOAT? Si kongcu gemuk yang bebal, ketolol-tololan dan selalu bermuram durja itu
ternyata bukan lain adalah Tong Koat.
Rupanya itu bersih, luas dan udaranya segar.
Bu ki duduk diam diatas sebuah kursi didekat jendela, tiba-tiba ia berkata:
“Tong Koat, apakah namau berasal dari huruf Koat, yang bernama kekurangan?”.
“Tepat sekali!”.
“Namamu sungguh merupakan sebuah nama yang sangat baik, baiknya bukan kepalang”.
Waktu itu Tong Koat juga telah duduk.
Apabila manusia macam semacam dia itu bisa duduk tentu saja ia tak akan berdiri saja.
715
Sayangnya ia tak sanggup untuk duduk di atas bangku, maka terpaksa ia cuma duduk di atas
pembaringan, sambil menyeka keringat dan mengatur napas yang terengah-engah, katanya:
“Sedari dulu kau sudah pernah mendengar namaku?”
“Yaa, banyak sekali yang sudah kudengar tentang dirimu.”
“Persoalan apa saja?”
“Ada orang berkata, kau adalah salah seorang manusia yang paling menakutkan di antara
Tong bersaudara, ada pula yang mengatakan kau adalah siluman aneh, sebenarnya aku sama
sekali tidak percaya.”
“Bagaimana sekarang?”
“Sekarang aku suda percaya.”
Tong Koat segera tertawa terbahak-bahak, sedemikian kerasnya suara tertawa itu sehingga
napas pun ikut terengah-engah.
Kembali Bu-ki berkata:
“Lo-sianseng yang pura-pura mabuk itu sebenarnya sudah mampu untuk menerima bidikan
panah yang dipancarkan oleh Hek-thi-han, kenapa secara tiba-tiba ia melarikan diri?
Sebenarnya selama ini pun aku merasa tidak habis mengerti dengan persoalan ini.”
“Dan sekarang?” tanya Tong Koat lagi.
“Sekarang aku sudah mengerti.”
“Kenapa ia melarikan diri?”
“Sebab walaupun dia tidak terkena anak panah yang dibidikkan oleh Hek-thi-han, tapi ia
sudah terkena senjata rahasiamu.”
“Oya?”
“Hek-thin-han memiliki tenaga yang besar dan kuat, sekali bidik panahnya bisa meluncur
dengan disertai desingan angin yang amat tajam.”
“Yaa, tenaga yang dimiliki saudara itu sesungguhnya memang tidak terlalu kecil,” Tong Koat
membenarkan.
716
“Waktu itu, Lo-sianseng tersebut cuma mendengar desingan angin tajam yang terbawa oleh
anak panah tersebut, tapi tidak memperhatikan kalau senjata rahasiamu juga pada saat yang
bersamaan dibidikkan keluar, menunggu ia merasakan akan hal ini, keadaan sudah terlambat.”
“Yaa, memang sudah terlambat!”
“Tentu saja dia pun tahu sampai di manakah kelihaian dari senjata rahasia yang dimiliki
keluarga Tong, demi menyelamatkan selembar jiwanya, mau tak mau terpaksa dia melarikan
diri.
Tong Koat segera menghela napas panjang.
“Aaai... sayang sekali selembar jiwanya juga mungkin sulit untuk dipertahankan lagi.”
“Kau menyuruh Hek-thi-han menghadapi mereka, tujuannya adalah membiarkan mereka
bertarung sendiri, sementara kau akan menjadi seorang nelayan yang beruntung.”
“Tong Giok adalah saudaraku, kalau aku turun tangan sendiri, mereka pasti akan
menggunakan Tong Giok untuk menggertak aku, terpaksa aku harus menggunakan cara ini
agar mereka sendiri pun tidak tahu apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.”
Sambil bermuram durja, kembali ia menghela napas panjang, katanya:
“Kau adalah sahabat karibnya Tong Giok, tentunya kau juga harus mengerti akan kesulitan
yang sedang kuhadapi, kau sepantasnya memaafkan diriku......”
“Kau juga tahu kalau aku adalah sahabat karibnya Tong Giok?”
“Tentu saja aku tahu, kalau bukan sahabat karibnya, mengapa kau musti bersusah-payah
untuk mengantarnya pulang?”
“Sekarang, tentunya ia sudah kau antar pulang ke benteng keluarga Tong, bukan?”
“Luka yang dideritanya tidak enteng, aku harus berusaha keras untuk mencari orang serta
menyembuhkan luka yang dideritanya itu.”
Setelah tertawa, katanya lagi:
“Sebetulnya aku ingin meninggalkan perempuan yang tak suka memakai pakaian itu
untukmu, tapi aku tahu kau pasti tak akan mampu untuk menghadapinya, maka terpaksa aku
harus menggotong peti mati itu berikut kedua orang tersebut pulang ke benteng keluarga
Tong, kemudian mengganti sebuah peti mati lain ke mari.”
717
“Jadi kalau begitu, kau memang bermaksud baik kepadaku, sepantasnya kalau kuucapkan
banyak terima kasih kepadamu.”
“Yaa, aku memang bermaksud baik.”
“Terima kasih.”
“Tak usah sungkan-sungkan!”
“Selamat tinggal!!”
Tong Koat menjadi tertegun.
“Apa artinya selamat tinggal?” serunya.
“Selamat tinggal artinya adalah aku minta kepadamu untuk pergi meninggalkan tempat ini.”
“Mengapa kau harus pergi?”
“Sebab aku sudah tiada perkataan lain-lain lagi untuk dibicarakan dengan dirimu?”
“Mengapa sudah tiada perkataan lain lagi?”
Bu-ki tertawa dingin, serunya:
“Kau toh sudah tahu kalau aku adalah sahabatnya Tong Giok, tapi di dalam persoalan apa pun
kau selalu mengelabui diriku, selalu menggoda aku, membuat aku sendiri pun menganggap
diriku sebagai orang bodoh, apalagi yang harus kukatakan lagi kepadamu?”
Semakin berbicara ia merasa semakin gusar, sehingga akhirnya dia berteriak keras:
“Selamat tinggal!”
Kali ini dia yang pergi lebih dulu, sambil beranjak tanpa berpaling lagi segera pergi
meninggalkan tempat itu.
Ranjang sudah barang tentu tak akan diletakkan di depan meja.
Sebetulnya Tong Koat masih duduk di atas ranjang, tampaknya untuk berjalan selangkah saja
sudah enggan.
Tapi, ketika Bu-ki sudah hampir sampai di depan pintu, ternyata Tong Koat sudah berdiri di
sana.
718
Sekalipun di sana ada seorang yang bertubuh lebih kurus daripada Tong Koat, Bu-ki pun
jangan harap bisa keluar dari sana.
“Apa arti dari kata selamat tinggal, tentunya kau cukup memahami, bukan.......?”
“Yaa, aku merasa paham sekali.”
“Kalau toh kau enggan pergi, terpaksa aku yang harus pergi meninggalkan tempat ini.”
“Kau jangan pergi dulu, jika kau pergi maka aku bisa payah.”
“Kenapa?”
“Sebab nenek moyang kami menyuruh aku untuk membawamu pulang ke rumah.”
“Siapakah nenek moyangmu itu?”
“Nenek moyang kami itu adalah nenek Tong Giok, atau ibu dari ayah kami.......!”
*****
CIANGBUNJIN dari keluarga Tong di wilayah Seechuan adalah Tong Ciu. Hok-siu-siangcuan
(rejeki dan umur semuanya sempurna) Tong toa-sianseng, Tong Ciu.
Lo-sianseng ini selama hidupnya jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan, dia pun
belum pernah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi orang lain, akan tetapi nama
besarnya telah termashur di seantero jagad....
Orang semacam ini tentu saja seorang yang punya hok-ki, lagipula seorang yang bisa berumur
panjang.
Selama hidupnya dia mempunyai tiga orang istri dan mempunyai tiga orang putra, lotoa
adalah Tong Koat, sedang si bungsu adalah Tong Giok.
Masih ada seorang lagi adalah Tong Ou yang beberapa tahun belakangan ini nama besarnya
makin lama semakin termashur di dalam dunia persilatan.
Selama dua tahun belakangan ini, nama besar Tong Ou boleh dibilang hampir sejajar dengan
nama besar dari Tong ji-sianseng di masa lampau.
Sekarang, lambat laun Bu-ki mulai percaya bahwa di antara saudara keluarga Tong,
sesungguhnya yang paling menakutkan bukan Tong Ou, melainkan adalah Tong Koat.
Kata Tong Koat:
719
“Selama hidup, orang yang paling kutakuti bukan lain aadlah nenek moyang kami itu.”
“Kau takut, aku tidak takut.”
“Bukankah kau adalah sahabat karibnya Tong Giok?” tiba-tiba Tong Koat bertanya.
“Tentu saja!”
“Bila nenek dari sahabat karibmu ingin bertemu dengan kau, mengapa kau tidak pergi
menjumpainya?”
Sesudah termenung sebentar, akhirnya Bu-ki menghela napas panjang.
“Seandainya dia orang tua benar-benar hendak menyuruh aku ke sana, terpaksa aku harus ke
sana juga.”
Tentu saja dia harus pergi, sesungguhnya dia memang akan ke sana, sebab tujuan yang
sebenarnya adalah berkunjung ke benteng keluarga Tong.
Tadi sebetulnya dia sedang memasang perangkap maju kemudian mundur lebih dulu, sebab
berhadapan dengan manusia seperti Tong Koat, tentu saja dia harus menggunakan sedikit
akal.
Karena itu dia tetap berusaha untuk mendebat, katanya:
“Tapi, aku tak dapat pergi dengan begitu saja pada saat ini.”
“Kenapa?”
“Sebab sekarang, bahkan aku sendiripun merasa diriku adalah seorang tolol, seorang tolong
yang asli”
“Akhirnya Tong Koat memahami juga arti dari perkataannya itu, dia berkata: “Apakah kau
menginginkan diriku untuk menceritakan kejadian ini dari awal sampai akhir?”
Bu ki tidak menjawab. Tidak mnejawab biasanya berarti telah mengakuinya.
Tong Koat segera berkata: “Bukankah peti mati ini kau beli di sebuah toko penjual peti yang
memakai mereka Lo an ki?” “Benar!”
Tauke pemilik toko peti mati Lo an ki tersebut bukankah seorang she Ciu yang berasal dari
Lui Ciu?”
720
“Benar!”
“Bukankah dia secara khusus mengirim dua orang putra untuk menghantar peti mati itu ke
rumah penginapan yang kau tinggal itu, bahkan membantu dirimu pula untuk membaringkan
orang itu kedalam peti mati...”
“Darimana kau bisa mengetahui tentang soal ini?”
“Terusterang kuberitahukan kepadamu, mereka tidak she Ciu melainkan she Tong. Ciu tauke
tersebut adalah seorang saudara Tong yang agak jauh dari keluarga kami, mereka semua kenal
dengan TOng GIok, maka begitu kau berangkat mereka lantas mengirimkan berita ini
kepadaku lewat burung merpati”
Bu ki seperti agak tertgegun setelah mendengar perkataan itu.
Padahal persoalan tersebut adalah diketahuinya sedari dulu. Ciu tauke sperti juga sigemuk she
Ong yang menjual daging, mereka adalah mata mata keluarga Tong yang semuanya disiapkan
disitu.
Itulah sebabnya mengapa ia sengaja membeli peti dirumah penjual peti mati tersebut
kemudian sengaja membiarkan mereka melihat diri Tong Giok.
Tapi sekarang dia harus memperlihatkan wajah kekagetan yang luar biasa.
Sekarang, dia baru tahu kalau dirinya berbakat yang baik sebaiknya untuk bermain sandiwara
bahkan dia sendiripun hampir tidak mempercayainya.
TIba tiba Tong Koat berkata:
“Kau tahu siapakah lo sianseng yang secara tiba tiba melarikan diri itu?”
Bu ki segera menggeleng.
Sekarang dia masih dalam ekadaan terkejut, sepatah katapun tak sanggup dia ucapkan, maka
dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Dia she Sun!” TOng koat menerangkan.
Sekarang Bu ki sudah dapat berbicara lagi, dia berkata: “Banyak sekali ornag she Sun di
dunia ini!”
“Tapi pada generasinya nenekku dulu, orang yang paling termashur namanya di dalam dunia
persilatan adalah orang she Sun”
721
“Tapi aku dengar orang yang paling tersohor di dalam dunia persilatan waktu itu bukan she
Sun melainkan she Li”
“Kau maksudkan Siau li tam hoa?”
“Benar!”
yang dimaksudkan sebagai Siau li tam hoa (Li kecil pengintip bunga) adalah Li Sun hoan.
Golok terbang SIau li, tak pernah meleset dari sasaran! Bukan saja dia adalah seorang dewa
golok, diapun dewa diantara manusia.
Seribu tahun kemudian mungkin manusia dapat menciptakan sejenis senjata yang jauh lebih
cepat, tepat dan dahsyat daripada golok terbangnya Li Sun hoan. Tapi di dunia ini, selamanya
tak akan menemukan Siau li tam hoa kedua! Bayangan dalam benak manusia, selamanya juga
tak dapat digantikan oleh orang kedua.
TOng Koat tak bisa tidak harus mengakui akan tepatnya pandangan BU ki, siapapun di dunia
ini mau tak mau harus mengakui akan kebenaran ucapan tersebut.
Menyinggung soal golok terbang Siu li, bahkan Tong Koat sendiripun menunjukkan sikap
yang sangat menghormat.
“Sampai saat ini, belum pernah kudengar ada manusia lain yang jauh lebih mengesankan dan
jauh lebih terhormat daripada dirinya di dnuia persilatan ini”
“Tapi didalam kitab senjata tajam yang disusun oleh Pek Siau Seng. Siau li hui to tidak
tercantum pada barisan pertama. Tempat pertama diisi oleh Thian Ki It kun”
Hal ini merupakan kenyataan, Bu ki tak bisa tidak untuk mengakui kebenaran dari ucapan
tersebut.
Pek Siau seng adalah seorang manusia yang pintar dan tersohor dalam dunia persilatan waktu
itu, dia selain cerdik, pergaulannya luas dan lagi pula berpengetahuan luas.
Sekalipun ia pernah berbuat suatu kesalahan besar yang tak bisa diampuni di masa tuanya
karena kecerdasan yang dimilikinya. Tapi ketika ia menulis kitab senjata tajam, sikapnya
sangat adil dan tidak berat sebelah. Oleh karena itu orang persilatan pada waktu itu merasa
bangga sekali bila namanya dapat turut tercantum di dalam kitab senjata tajam.
Dalam kitab senjata tajam itu, toya dari Thian ki lojin serta gelang dari Sangkoan Kim hong
berada di urutan atas dari nama Siau li hui to.
722
Kemudian meskipun Thian Ki lojin tewas di tangan Sangkoan Kim hong, sedangkan Kim
hong juga tewas di ujung golok terbang Siau li, akan tetapi tak ada orang yang beranggapan
bahwa urutan nama dari Pek Siau-seng itu tidak adil.
Sebab unsur paling penting yang menentukan menang kalahnya suatu pertarungan, bukanlah
pada ilmu silat belaka, tapi situasi, keadaan, kondisi badan serta perasaan mereka pada waktu
itu, juga merupakan unsur penting yang menentukan kalah menang mereka.
“Thian ki lojin she Sun” kata Tong Koat, “Lo sianseng yang pandai berpura-pura mabuk itu
adalah keturunannya. Sekalipun kepandaiannya menotok jalan darah bukan tiada
tandingannya di dunia ini, akan tetapi jarang sekali ada orang yang sanggup untuk
menandinginya”
Pelan pelan dia melanjutkan:
“Sun lo sianseng itu bukan lain adalah paman dari Lui Ceng-thian, tongcu Pek lek tong!”
Bu-ki sama sekali tidak merasa tercengang atau diluar dugaan terhadap berita tersebut, sebab
dia sudah menduga kalau kakek itu mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan
keluarga Lui!”
“Lantas siapa pula perempuan yang tak suka memakai baju itu? Tentunya kau lebih-lebih tak
akan bisa menduga”
“Oh yaa?”
“Dia bukan lain adalah istri Lui Ceng thian yang lama!”
Berita ini memang sedikit diluar dugaan.
“Setelah kukatakan kalau dia adalah bekas istrinya Lui Ceng thian, tentunya kau lantas
beranggapan bahwa Lui Ceng thian telah memberi pensiun kepada istrinya, karena dia hendak
mengawini adik perempuanku yang cantik jelita itu bukan?” kata Tong Koat.
“Memangnya bukan?”
Tong koat segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Sejak lima tahun berselang, Lui Ceng thian telah memberi pensiun kepadanya. Waktu itu
kami malah sama sekali belum menyinggung soal perkawinan tersebut”
“Mengapa Lui Ceng thian memberi pensiun kepada istrinya itu?” tanya Bu-ki.
Tong koat menghela napas panjang.
723
“Jika seorang lelaki hendak memberi pensiun kepada istrinya, tentu saja dia mempunyai
banyak alas an yang tak bisa diterangkan kepada orang lain, kalau dia sendiri tidak
menerangkan, bagaimana mungkin orang lain bisa mengetahuinya”
Kemudian sambil memicingkan matanya, dia melanjutkan.
“Tapi aku rasa kau pasti dapat melihatnya sendiri, Lui hujin yang sudah dipensiun itu
bukanlah seorang perempuan yang setia. Bila sampai mengawini perempuan semacam ini
sebagai istrinya, jelas itu bukan suatu kemujuran”
Agaknya Bu-ki tak ingin membicarakan terus tentang persoalan ini, kembali dia bertanya,
“Apakah keinginannya untuk berkunjung ke benteng keluarga Tong adalah untuk pergi
mencari Lui Ceng-thian?”
“Sejak meninggalkan Lui Ceng-thian, kehidupannya di luar tidak terlalu baik, maka dia ingin
kesana untuk memberi kesulitan kepada Lui Ceng-thian”
Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan,
“Semua perempuan di dunia ini adalah sama saja, bila kehidupannya sendiri kurang baik,
maka diapun tak ingin menyaksikan kehidupan orang lain dilewatkan dengan baik. Padahal
seandainya dia sudah kawin lagi dengan seorang suami yang berkenan di hatinya, sekalipun
Lui Ceng-thian belutut sambil memohon kepadanya, belum tentu dia akan memperdulikan”
Bu-ki tidak membantah.
Perkataan tersebut bukannya sama sekali tak beralasan:
“Sekarang Lui Ceng-thian sudah menjadi menantunya keluarga Tong kami” kata Tong koat,
“diapun merupakan cucu mantu paling disenangi oleh nenek kami, tentu saja kami tak akan
membiarkan orang lain memberi kesulitan baginya”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya lagi dengan hambar,
“Apalagi belakangan ini dia sudah tinggal di dalam benteng keluarga Tong, entah siapapun itu
orangnya, jika dia berminat untuk mencari gara-gara di dalam benteng keluarga Tong, maka
dia pasti sudah salah mencari tempat”
Itupun merupakan suatu kenyataan!
724
Nama besar benteng keluarga Tong dari wilayah Szechwan, sudah amat termasyur dalam
dunia persilatan, sekalipun orang yang bermaksud mencari gara-gara itu bisa masuk dalam
keadaan hidup, belum tentu ia bisa keluar lagi dalam keadaan hidup pula.
“Mengapa keempat saudara dari keluarga Lui juga mengikuti dirinya untuk mencari Lui
Cheng-thian?”
Sekali lagi Tong koat memicingkan matanya sambil tersenyum,
“Agaknya bukan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan bagi seorang perempuan semacam
dia, untuk mencari beberapa orang lelaki yang bersedia untuk menjual nyawa baginya, tentu
saja kau sendiri juga bisa memikirkannya sampai ke situ bukan?”
Bu-ki tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Dia seakan-akan terbungkam dalam seribu
bahasa.
Ia tahu apa yang diucapkan Tong koat memang tidak bohong, ucapan itu sangat beralasan
sekali.
Tanpa terasa dia terbayang kembali akan sepasang matanya yang jeli, kulit badannya yang
putih bagaikan susu, sepasang pahanya yang langsing tapi kencang.
Diam-diam ia bertanya kepada diri sendiri, Seandainya dia menyuruh aku untuk melakukan
sesuatu, apakah akupun akan melakukan baginya?
Dengan sepasang mata yang hampir dipicingkan semua, Tong Koat sedang memperhatikan
dirinya, lalu katanya sambil tersenyum:
“Sekarang apakah kau sudah bersiap-siap untuk turut aku pulang ke benteng keluarga Tong?”
“Benar!”
*****
Dalam benteng keluarga Tong Bulan empat tanggal dua puluh dua, udara cerah.
Kejadian di benteng keluarga Tong. Bagaimanapun licik dan berbahayanya dunia persilatan,
namun keadilan selalu ada selama seseorang berbakat dan berkemampuan, dia pasti akan
ternama.
Bila seseorang sudah ternama, maka apapun yang dikehendaki dapat diraihnya dengan
mudah, jalan kehidupannya juga akan mengalami perubahan drastis, berubah menjadi
mentereng, menjadi cerah dan besar, cuma sayang kehidupan mereka seringkali pendek
bagaikan bintang kejora yang lewat di angkasa.
725
Karena mereka semua adalah jago-jago persilatan. Kehidupan orang persilatan pada dasarnya
memang tak berakar, bagaikan daun kering yang terhembus angin, bagaikan ..... yang
diombang-ambingkan air.
Dalam sejarah tiga ratus tahun belakangan ini, entah kenapa banyak enghiong yang
bermunculan dalam dunia persilatan dan berapa banyak enghiong yang tenggelam dengan
begitu saja.
Di antaranya tentu saja ada sementara orang yang kehidupannya kekal dan abadi, mungkin
dikarenakan semangat mereka tak pernah mati, meski badan sudah mati semangat tak pernah
mati.
Mungkin juga dikarenakan mereka sendiri meski sudah mati, tapi anak cucunya masih tetap
merupakan suatu himpunan kekuatan yang tak tergoyahkan dalam dunia persilatan, maka
nama besar mereka pun tak pernah punah dari dunia.
Selama tiga ratus tahun ini, kekuatan yang masih bisa berdiri utuh dalam dunia persilatan
tanpa tergoyahkan selain partai Siau-lim, Bu-tong, Kun-lun, Tiam-cong dan Khong Tong
beberapa partai persilatan yang bersejarah cemerlang, masih ada pula beberapa buah keluarga
persilatan yang besar.
Di antara keluarga-keluarga persilatan ini meski di antaranya karena leluhur mereka
mengorbankan diri demi keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan sehingga
mendapatkan rasa hormat orang lain terhadap mereka, tapi sebagian besar adalah disebabkan
karena mereka sendiri memiliki semacam kemampuan dan kepandaian silat yang luar biasa
dan tak terkalahkan, maka mereka tetap bertahan dalam dunia ini tanpa tergoyahkan....
Di antaranya ada yang tersohor karena ilmu pertabibannya yakni Tio Kian-cay, ada yang
tersohor karena ilmu dalam airnya Thian Hi tong, ada pula keluarga Lamkiong yang
mempunyai kekayaan luar biasa, ada pula Ngo-hou Phang-keh (keluarga Phang) yang hebat
karena ilmu goloknya, juga Pek-lek-tong yang tersohor karena ilmu senjata apinya.
Di antara keluarga-keluarga persilatan kenamaan ini, yang paling besar kekuatannya dan
paling tersohor namanya, tentu saja keluarga Tong dari propinsi Szuchwan.
Senjata rahasia dari keluarga Tong amat tersohor dalam dunia persilatan, hingga kini belum
ada senjata rahasia kedua yang bisa menggantikan kedudukan ini.
Semua anak keturunan keluarga Tong yang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan,
semuanya merupakan jago-jago yang disegani orang.
726
Benteng keluarga Tong yang berada di bawah bukit di luar kota Gi-sia tersebut, setelah
melalui pembangunan selama banyak tahun, dari beberapa petak rumah biasa, kini telah
berkembang menjadi sebuah kota kecil.
Di tempat ini, dari sandang-pangan sampai hiburan ada secara komplit, bahkan termasuk juga
penguburan atau perkawinan, setiap benda dapat diperoleh di sana, setiap benda bisa
didapatkan secara berlimpah, hal mana sedikit banyak mengejutkan juga orang banyak.
Yang lebih hebat lagi, rumah makan yang paling tersohor di wilayah Szuchwan, toko kain
yang paling modern dan toko kelontong yang paling lengkap, semuanya dapat ditemukan
dalam benteng keluarga Tong.
Semua anak cucu keluarga Tong hampir seluruhnya memiliki kepandaian yang khusus,
dengan menggunakan kemampuan sendiri mereka mencari uang lalu dihamburkan kembali di
toko-toko tersebut.
Semua kekuatan, semua kemampuan, harta kekayaan hanya terbatas boleh beredar di sekitar
wilayah itu saja.
Hari berganti hari, tahun berganti tahun, tentu saja benteng keluarga Tong makin lama
semakin makmur, makin lama semakin bertambah besar dan megah.
Akhirnya Bu-ki sampai juga di benteng keluarga Tong.
Anehnya, ia sama sekali tidak merasa gejolak emosi yang hebat atau perasaan tegang yang
luar biasa.
Di dunia ini sebetulnya memang ada sejenis manusia yang semenjak dilahirkan sudah cocok
untuk berpetualangan, menyerempet bahaya, di hari biasa mungkin dia akan tegang dan
gelisah bila menghadapi urusan kecil, tapi bila sudah berjumpa dengan bahaya yang sungguh,
mereka sebaliknya malah berubah menjadi tenang.
Kebetulan Bu-ki adalah manusia semacam ini.
Cuaca amat cerah, bukit berderet nan hijau, bangunan rumah yang berlapis-lapis
dan genteng yang berwarna semu hijau tampak memanjang dari kaki bukit sampai tengah
bukit sana.
Berdiri memandang tempat Bu ki berdiri sekarang, siapa saja pasti akan terpesona oleh
pemandangan alam yang sangat indah itu.
Alam yang indah dapat memberikan perasaan megah, mentereng dan puas bagi siapapun yang
melihatnya.
727
“Itulah benteng keluarga Tong!” Tong Koat menerangkan.
Nadanya penuh dengan rasa bangga dan angkuh:
“Coba kau lihat, bagaimana dengan tempat ini?”
Bu ki segera menghela napas panjang.
“Aaii, betul-betul luar biasa!” pujinya.
Ucapan tersebut benar-benar muncul dari dasar hatinya.
Cuma di kala mengucapkan kata-kata itu, dalam hatinya segera timbul perasaan ngeri yang
dalam.
Sekalipun dia tak pernah menilai rendah musuhnya, tapi kehebatan dari musuhnya terbukti
jauh di luar dugaannya semula.
Mau tak mau dia menguatirkan keselamatan Tay Hong tong, bila tidak muncul kemukjijatan,
boleh dibilang mustahil baginya untuk mengalahkan seorang musuh seperti ini, padahal
kemukjijatannya terang sulit bisa dijumpai.
Di ujung jalan sana adalah pintu gerbang keluarga Tong, masih bercat biru dan cat itu belum
kering.
“Setiap tahun sebelum sembahyang Bakcang, kami selalu mengecat kembali pintu gerbang
ini!” Tong Koat menerangkan.
“Kenapa?”
“Karena di saat sembahyang Bakcang, kebetulan sekali adalah ulang tahun kakek moyang
kami, dia orang tua suka akan keramaian, setiap tahun bila sudah sampai waktunya, kami
semua akan mengucapkan selamat panjang umur kepadanya, menggunakan kesempatan itu
semua orangpun akan berpesta pora dengan riang gembira”
Bu ki bisa membayangkan betapa ramainya suasana pada hari itu.
Biasanya di hari keramaian seperti ini setiap orang pasti akan mengendorkan kewaspadaannya
pada diri sendiri, mereka pasti akan berusaha untuk mencari kesenangan, mencari kenikmatan
dan minum-minuman sampai mabuk dan tak dapat dihindari lagi. Asal ada kembang api, ada
sandiwara opera, ada arak, tiga macam kesenagan tersebut, pasti pula akan terjadi
keteledoran. Bila mereka sampai teledor, itu berarti suatu kesempatan yang sangat baik buat
Bu ki untuk beraksi.
728
“Sekarang, jaraknya dengan perayaan itu masih setengah bulan” kata Tong Koat lagi,
“inginkah kau tinggal di sini sambil ikut menghadiri keramaian tersebut?”
“Bagus sekali...” jawab Bu ki sambil tertawa.
Pintu gerbang terbentang lebar, tidak nampak suasana tegang, tidak nampak suasana serius,
tiada pula penjagaan yang dilakukan dengan sangat ketat.
Setelah memasuki pintu gerbang, maka mereka menelusuri sebuah jalan raya beralaskan batu
hijau yang rapi dan bersih, setiap batu hijau tersebut seakan-akan disikat sampai berkilat
seperti cermin.
Di kedua belah sisi jalan terdapat beraneka ragam toko dan warung, bangunannya rapi dan
mentereng, barang jualannya komplit dan selalu kelihatan penuh.
Sambil tersenyum Tong Koat berkata,
“Orang lain selalu mengira benteng keluarga Tong adalah suatu gua naga gua harimau,
padahal kami sangat bergembira menerima kunjungan orang lain, siapa saja boleh datang
kemari dan siapa saja akan kami sambut dengan senang hati”
“Sungguh?”
Tong Koat segera memicingkan matanya sambil tertawa, katanya:
“Kau juga seharusnya dapat melihat tempat ini adalah suatu tempat yang gampang untuk
menghamburkan uang, bila ada orang yang menghamburkan uang di sini, kami baru ada
untung untuk dipakai, setiap orang tentu akan menyambut kedatangan orang-orang yang bisa
mendatangkan keuntungan baginya”
“Seandainya disamping menghamburkan uang, mereka juga ingin melakukan perbuatan yang
lain?”
“Hal itu tergantung pada perbuatan apakah yang hendak dia lakukan”
“Seandainya datang untuk mencari gara gara?”
“Tempat kamipun tersedia toko penjual peti mati, bukan saja barangnya murah, kadangkala
bahkan gratis tanpa dibayar”
Setelah tertawa, kembali katanya: “Tapi selain peti mati, setiap barang yang dijual warung
warung disini tidak murah harganya, kadangkala kami sendiripun kena digorok harganya oleh
mereka”
729
Bu ki dapat melihat satu hal, setiap barang yang dijual di warung warung tersebut, hampir
seluruhnya adalah barang barang yang berkwalitas tinggi.
Para pemilik dan pelayan toko semuanya menyambut di luar pintu dengan senyuman dikulum
apalagi ketika melihat kedatangan Tong Koat dari kejauhan, mereka menyapa bahkan
menunjukkan sikap yang hangat, ramah dan kegembiraannya yang tak terlukiskan dengan
kata kata.
Bu ki segera tersenyum, katanya: “Aku lihat setiap orang yang berada disini seakan akan pada
suka denganmu”
Tong Koat menghela napas panjang. “Aaai... kau keluru kalau berkata demikian” gumamnya.
Sengaja dia merendahkan suaranya lalu berbisik. “Mereka bukan suka dengan diriku, mereka
hanya suka dengan uang dalam kocekku, bila kau menginginkan seseorang
mempersembahkan seluruh isi koceknya kepadamu, maka kau harus menunjukkan dulu sikap
gembira dan senangnya kepada orang itu”
Tampaknya dia mempunyai hubungan yang cukup baik dengan semua orang disitu.
Toko yang paling bagus, paling mentereng dan paling anggun diantara deretan toko itu adalah
toko penjual benda antik serta bedak dan gincu, pada hakekatnya jauh lebih besar daripada
Poo sik Kay diibukota.
Dua buah tandu besar berhenti diluar pintu yang terdiri dari enam buah itu, seorang lelaki
muda yang sangat tampan dan memakai topi kecil berwarna hijau dengan menggunakan
dialek yang halus sedang menyapa kearah Tong Koat.
Agaknya dialek yang paling sering digunakan ditempa ini adalah dialek ibu kota yang halus,
terutama sekali pelayan pelayan toko, hampir tak pernah terdengar dialek dari wilaya sechuan
sendiri, pada hakekatnya berjalan jalan disepanjang jalan raya tersebut, bagaikan sedang
berjalan jalan di ibukota.
Tong koat memandang sekejap kearah ke dua buah tandu itu, kemudian katanya. “Apakah
Sam koh say say sedang melariskan daganganmu?”
Pemuda tampan itu segera tertawa paksa, sahutnya. “Sam koh naynay (nyonya muda ke tiga)
tak pernah melupakan kami, tidak seperti kau, dalam setahun belum tentu melariskan
dagangan kami satu kali”
Tong Koat segera tertawa. “Aku toh belum kawin, buat apa membeli pupur dan gincu? Untuk
membedaki pantat?”
730
Tiba tiba dari dalam toko terdengar seseorang berseru. “Siapa yang sedang berbicara diluar?
Kenapa mulutnya tidak bersih? Cepat suruh orang untuk mencuci bersih mulutnya yang kotor
itu”
Suaranya lemah lembut dan merdu sekali seperti bunga teratai yang masih segar saja.
Tong Koat segera menjulurkan lidahnya dan tertawa getir, buru buru serunya: “Aduh celaka,
rupanya kali ini aku sudah mencari gara gara dengan sarang lebah...!”
Kali ini ia benar benar merendahkan suaranya, karena ia benar benar tak berani mengusik Koh
naynay tersebut.
Dari dalam toko bedak muncul dua orang nyonya cantik yang bergaun panjang sekali.
Perawakan tubuh mereka cukup tinggi dan semampai, gaun yang dipakai sangat serasi, kalau
berjalan juga lemah gemulai, ditengah kegenitan terbawa kegagahan, ditengah kelembutan
terbawa kegenitan.
Yang berjalan dipaling depan itu berusia agak tua, kulit badannya putih bersih, matanya
berbentuk bulat telur dan tampak beberapa titik burik diatas pipinya yang halus, sepasang
matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kelihatan bening dan sangat menarik sekali.
Ketika Tong Koat menjumpai kemunculannya, ternyata dengan sikap yang menghormat
sekali dia membungkukkan badan sambil menjura, kemudian sambil tertawa paksa katanya:
“Koh nay-nay baik-baikkah kau?”
Dengan senyum tak senyum Koh nay-nay tersebut memandang ke arahnya, lalu menjawab:
“Aku masih mengira siapa yang datang, ternyata adalah kau! Hei, sedari kapan kau belajar
menggosokkan pupur di atas pantatmu itu?”
Orangnya seperti juga dengan suaranya kedengaran merdu merayu, sedikitpun tidak memberi
kesempatan kepada orang lain.
Perempuan yang lain itu segera tertawa cekikikan.
“Hi..hi...hi..hiiih... seandainya toa koan betul - betul memakai pupur untuk menggosok...
menggosok tempat itu...hi.hi..hi.. melihat itunya segede gajah, waaah... tiga kati pupur
wangipun belum tentu cukup untuk membedaki rata itunya....”
suara tertawa perempuan ini bagaikan bunyi keleningan, sepasang matanya juga seperti
keleningan, mata bulat, besar lagi.
731
Tapi begitu dia mulai tertawa, matanya yang besar itu segera berubah menjadi sipit seperti
sebuah garis, garis yang berliuk-liuk, cukup untuk membelenggu lelaki manapun juga.
Selama berada di hadapan mereka, Tong Koat berubah menjadi alim sekali, bukan cuma alim,
malah kelihatan ketolol-tololan.
Dia selalu tertawa kebodoh-bodohan, kecuali tertawa kebodoh-bodohan, tak sepatah katapun
yang diucapkan.
Bu ki juga tertawa.
Dia tak pernah menyangka kalau dalam benteng keluarga Tong masih terdapat perempuan
yang begitu menarik dan begitu menawan hati.
Walaupun perempuan bermata segede keleningan ini masih kecil usianya, sesungguhnya juga
tidak terlampau kecil, kelihatannya mirip sekali dengan seorang nona cilik, seorang nona cilik
yang setiap orang merasa ingin menciumnya bila bertemu dengannya.
Koh nay-nay itu lebih menarik lagi.
Walaupun dia tak bisa dibilang terlalu cantik, tapi ia periang, segar cemerlang, bagaikan sebiji
buah pir yang baru dipetik dari atas pohon....
Lagipula merekapun pandai sekali melihat gelagat, mereka sama sekali tidak memberikan
suatu kejelekan buat Tong Koat.
Dengan cepat kedua orang itu sudah naik ke dalam tandunya, tandu itupun dengan cepat
digotong pergi.
Menanti tandu-tandu itu sudah jauh dari pandangan mata, Tong Koat baru menghembuskan
napas lega, kemudian sambil menghela napas katanya,
“Tahukah kau, siapakah Koh nay-nay itu?”
“Tidak tahu!”
“Dia adalah musuh tandinganku!”
“Kau takut kepadanya?”
“Bukan cuma takut saja, orang yang tidak takut kepadanya dalam benteng keluarga Tong ini
boleh dibilang cuma beberapa gelintir manusia saja...”
“Ia kelihatannya tidak begitu menakutkan, mengapa kalian jeri kepadanya?”
732
“Dia adalah salah seorang yang paling disukai oleh nenek moyang kami, meski usianya tidak
besar tapi tingkatannya sangat besar, kalau dihitung-hitung dia masih terhitung bibiku
ditambah lagi adatnya yang suka mencampuri urusan orang, aiii.... persoalan apa saja dia
tentu mencampuri, siapapun orangnya dia tentu merasa tak senang, bila ada orang berani
mengusiknya, nenek moyang kami akan marah-marah!”
Sesudah menghela napas panjang, katanya lagi sambil tertawa getir.
“Coba bayangkan sendiri, menakutkan tidak manusia semacam itu?”
“Yaa, menakutkan sekali” jawab Bu ki.
“Untung saja dia toh akan kawin juga!”
“Siapa yang berani kawin dengan manusia yang begitu menakutkan itu....?”
“Sebenarnya sih tak ada yang mau, tapi akhirnya toh ada seorang juga yang mau”
“Siapa?”
“Aku tak boleh bilang”
“Cuaca hari ini sungguh nyaman” kata Bu ki kemudian.
“Hei, kita toh sedang membicarakan Koh nay nay kami yang hendak kawin, kenapa secara
tiba-tiba kau bicarakan soal cuaca?”
“Ya, karena soal Koh nay-naymu yang akan kawin itu tak bisa dibicarakan lagi”
“Kau ingin tahu?”
“Ya, aku ingin tahu”
“Kalau memang begitu, kau harus memaksa kepadaku untuk mengatakannya keluar”
“Bagaimana caranya memaksa?”
“Bila kau memperingatkan kepadaku, bila tidak kukatakan maka kau tak akan bersahabat
denganku, maka pasti akan kukatakan”
“Baik, kalau tidak kau katakan maka aku tak akan bersahabat dengan dirimu”
“Akan kukatakan!”
733
“Siapakah yang berani mengawininya?”
“Sangkoan Jin!”
Sangkoan Jin, Sangkoan Jin, Sangkoan Jin!
Bu ki telah menaksir nama itu di dalam hatinya, menggunakan pisau yang dinamakan
“dendam kesumat” untuk mengukirnya, sambil mengukir sambil melelehkan air mata dan
sambil mengucurkan darah.
Tapi sekarang, ketika ia mendengar nama tersebut, ternyata sama sekali tiada reaksi apa-apa
darinya, siapapun itu orangnya tak akan bisa menarik kesimpulan dari mimik wajahnya kalau
dia dan Sangkoan Jin mempunyai hubungan yang akrab.
“Tahukah kau tentang manusia yang bernama Sangkoan Jin itu?” tanya Tong Koat.
“Aku tahu”
“Kau benar-benar tahu?”
“Dia adalah salah seorang di antara tiga pentoaln Tay Hong tong, ia telah membunuh
sahabatnya yang paling akrab Tio Kian, kemudian menggunakan batok kelapa Tio Kian
sebagai hadiah untuk musuh bebuyutan Tay Hong tong Lui Ceng Thian”
Ternyata ia tertawa lebar, kemudian melanjutkan.
“Sekalipun aku sangat jarang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi peristiwa ini
pernah kudengar dari cerita orang”
“Kau pernah mendengarnya dari siapa?”
Tong Giok yang menceritakan hal ini kepadaku. Tong Koat segera menghela napas panjang.
“Aaaai... sekarang aku baru tahu, Tong Giok benar-benar baik sekali kepadamu, bahkan
kejadian semacam inipun mau dia ceritakan kepadamu”
“Sekarangpun aku baru tahu kau memang benar-benar baik sekali kepadaku, ternyata kejadian
semacam inipun mau menceritakannya kepada diriku”
Tong Koat segera tertawa.
Bu ki juga tertawa.
734
“Tahukah kau di dalam benteng keluarga Tong, selain dia masih ada seorang siau Koh nay
nay lagi?” tanya Tong Koat.
“Tidak tahu!”
“Siau koh nay nay itupun sama saja suka mencampuri urusan orang, dia juga merupakan
seorang musuh tandinganku”
“Mengapa kau takut kepadanya?”
“Sebab dia adalah adik perempuanku”
Seorang kakak takut dengan adiknya, kejadian ini bukan suatu kejadian yang aneh, memang
banyak kakak yang takut dengan adiknya.
Tentu saja hal ini bukan dikarenakan adiknya benar-benar menakutkan, melainkan karena
adiknya itu binal dan sukar dikendalikan.
“Untung saja adikku inipun sudah kawin dengan orang!” ujar Tong Koat lebih jauh.
“Kawin dengan siapa?”
“Lui Ceng Thian!”
Lui Ceng Thian adalah musuh bebuyutannya Tay hong tong, Lui Ceng Thian adalah
majikannya Pek lek tong.
Dendam kesumat antara Sangkoan Jin dengan Bu ki adalah dendam yang lebih dalam
daripada samudra.
Sekarang, walaupun Bu ki belum bertemu dengan mereka, tapi tanpa disengaja telah bertemu
dengan istri-istri mereka.
Ternyata ia merasa bahwa mereka amat cantik dan menarik hati.
Sikap mereka terhadap dirinya ternyata aneh sekali.
Kedua orang itu menatapnya beberapa kejap, kemudian saling berpandangan pula dengan
suatu sinar mata yang sangat aneh.
Akan tetapi mereka sama sekali tidak bertanya kepada Tong Koat siapakah orang itu? Apakah
mereka sudah mengetahui dengan jelas tentang dirinya?
735
Sesaat sebelum pergi, adik Tong Koat bahkan masih sempat memandang ke arahnya sambil
tertawa, sepasang mata besarnya yang indah kembali berubah menjadi sebuah garis yang
berliuk-liuk, seakan-akan hendak membelenggu hatinya.
Gadis yang begitu muda, dengan sepasang mata yang besar dan jeli, sesungguhnya tidak
cocok buat Lui Ceng Thian, sebab bagaimanapun juga Lui Ceng Thian sudah tua.
Dalam Tay hong tong tentu saja terdapat pula bahan data mengenai Lui Ceng Thian, seingat
Bu ki, tahun ini agaknya dia telah berusia lima puluh delapan, sembilan tahunan.
Ia bisa mengawini seorang istri muda yang cantik dan menarik semacam ini sebetulnya
merupakan kemujuran baginya atau bukan?
Tanpa terasa Bu ki teringat kembali akan Mi Ci.
Mendadak ia teringat kembali akan banyak urusan, baru saja dia akan memecahkan persoalan
itu satu demi satu, mendadak ia mendengar suara bunyi keleningan yang sangat memekikkan
telinga.
Ketika ia mendongakkan kepalanya, maka terlihat serombongan burung merpati.
Langit nan biru, burung merpati yang putih dengan keleningan berwarna emas yang
menyilaukan mata.
Setiap ekor burung-burung merpati itu semuanya memakai keliningan emas, serombongan
burung merpati sedang terbang di angkasa nan biru dan terbang menuju ketengah bukit.
Suasana di atas jalan raya mendadak terjadi kegaduhan, setiap orang berlarian keluar dari
dalam toko dan memandang rombongan burung merpati itu sambil bersorak-sorai.
“Toa sauya menang, toa sauya telah menang lagi!”
Setiap orang sedang tertawa, Tong Koat juga tertawa, cuma tertawanya tidak seriang orangorang
yang lain.
Agaknya Bu ki telah menaruh perhatian ke situ, segera dia bertanya dengan cepat:
“Yang dinamakan toa sauya itu sebetulnya toa sauya yang mana?”
“Tentu saja toa sauya dari keluarga Tong, Tong Au adanya”
“Kalau dia adalah toa sauya, maka bagaimana dengan kau?”
“Aku adalah toa koan!”
736
“Kalian adalah saudara sekandung?”
“Ehmm!”
“Di antara kalian berdua, sebetulnya siapa yang lebih besar?”
“Entahlah!”
“Aaah, masa sampai kau sendiripun tidak tahu?”
“Sebab ibuku mengatakan akulah yang lahir terlebih dahulu, tapi ibunya mengatakan dia yang
lahir lebih dulu, sebenarnya siapa yang lahir lebih duluan tak akan seorang manusiapun yang
tahu, tapi siapapun enggan menjadi loji, maka dalam keluarga Tongpun terdapat seorang toa
sauya dan seorang toa koan”
Setelah memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan:
“Kalau ayahmu juga mempunyai beberapa orang istri, kau akan tahu dengan sangat jelas
sesungguhnya apa yang telah terjadi”
Di balik senyumannya itu seolah-olah terdapat sebatang jarum, sebatang jarum yang tajam
sekali.
Bu ki tidak bertanya lagi.
Ia sudah menyaksikan hubungan yang serba bertentangan dan retak di antara mereka berdua,
dan penemuan itu sudah membuatnya merasa puas sekali.
“Burung merpati telah terbang kembali, itu menandakan kalau ia berhasil menang lagi dalam
pertandingan kali ini” kata Tong Koat, “secara beruntun berhasil menang empat kali dan
mengalahkan empat orang jago pedang kenamaan dari dunia persilatan, sesungguhnya
kejadian ini memang patut digirangkan, patut dirayakan”
“Empat orang jago pedang kenamaan dari dunia persilatan? Siapa-siapa sajakah mereka?”
“Pokoknya ilmu pedang mereka sangat lihay, namanya juga amat tersohor dalam dunia
persilatan, kalau tidak juga tak akan sampai toa sauya dari keluarga Tong turun tangan
sendiri”
“Ada dendam sakit hatikah antara dia dengan ke empat orang itu?”
“Tidak ada!”
737
“Lantas kenapa ia pergi mencari mereka?”
“Karena dia ingin agar orang lain tahu, anak cucu keluarga Tong belum tentu harus
mengandalkan senjata rahasia untuk meraih kemenangan”
“Senjata apakah yang dia pergunakan untuk meraih kemenangan itu?”
“Dengan pedang”
Setelah berhenti sebentar, dengan hambar dia melanjutkan:
“Hanya menggunakan pedang untuk mengalahkan jago pedang kenamaan baru bisa
memperlihatkan kelihayana toa sauya keluarga Tong yang sesungguhnya.”
“Lihaykah ilmu pedang yang dimiliknya?”
Tong Koat tertawa,
“Kau juga menggunakan pedang”, katanya, “tunggu saja sampai dia pulang, kemungkinan
besar diapun akan mencarimu untuk beradu ilmu pedang, waktu itu kau baru akan tahu
sampai di manakah taraf kehebatan ilmu pedang yang dimiliknya itu”
Bu ki juga tertawa, katanya:
“Aaai....kelihatannya, jalan yang terbaik bagiku adalah tidak tahu untuk selamanya”
Baru saja burung-burung merpati itu terbang di angkasa, Sau poo teman Tong Koat yang
ganteng dan gagah itu sudah menampakkan batang hidungnya di sana.
Ia sudah balik ke benteng keluarga Tong lebih dahulu, sudah jelas pulang sambil mengawal
peti mati yang berisikan Tong Giok serta Mi Ci itu.
Dengan langkah lebar dia berjalan mendekat, wajahnya tampak giruang dan penuh
bersemangat, seakan-akan sedang menghadapi suatu kejadian besar yang pantas untuk
dirayakan.
Dari tempat kejauhan, ia sudah mulai berteriak-teriak dengan suaranya yang lantang.
“Kionghi, kionghi....kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa besar yang patut diberi
salam, pantas diberi ucapan selamat”
Tong Koat melirik sekejap ke arahnya dengan ujung mata yang tajam, lalu katanya.
738
“Kemenangan yang berhasil diraih toa sauya dari keluarga Tong, apa pula sangkut pautnya
dengan dirinya?”
“Sama sekali tak ada sangkut pautnya”
“Lantas apa yang kau girangkan?” tegur Tong Koat dingin.
“Aku sedang merasa gembira bagi sam sauya dari keluarga Tong”
Sam sauya dari keluarga Tong adalah Tong Giok.
“Luka yang dideritanya telah berhasil disembuhkan nenek moyang: sekarang ia sudah dapat
bangun untuk minum jinsom”
*****
SEORANG TEMAN
Tong Giok sudah dapat minum kuah jinsom.
Bila seseorang sudah dapat minum kuah jinsom sendiri, tentu saja diapun bisa juga
membicarakan persoalan.
Bila banyak persoalan telah dia katakan, maka selembar nyawa Bu ki sudah pasti akan
melayang.
Tapi Bu ki sama sekali tidak merasa terkejut, atau panik atau gugup, peluh dinginpun tak
mengucur keluar,
Ternyata dia sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, seakan-akan kejadian ini tak ada
hubungan dengannya.
Tong Koat kembali melirik ke arahnya dengan ekor matanya yang tajam, tiba-tiba ia berkata,
“Tong Giok adalah sahabat karibmu?”
“Benar!”
“Sesudah tahu kalau sahabat karibmu sembuh dari lukanya, mengapa kau tidak nampak
gembira barang sedikitpun juga?”
“Aku merasa gembira sekali baginya”
“Tapi kenapa tidak kulihat tanda-tanda di atas wajahmu itu...?”
739
“Sebab, akupun sama seperti kau, bagaimanapun gembiranya dalam hati atau bagaimanapun
takutnya, orang lain tak akan bisa melihatnya dengan begitu saja”
“Sekalipun hatimu merasa takutnya setengah mati, wajahmu tetap tertawa, sekalipun aku
tertawa dengan riang gembira, belum tentu hatimu merasa amat gembira”
“Tepat sekali!”
Tong Koat segera tertawa, tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... aku paling suka dengan manusia semacam ini, di kemudian
hari kita pasti akan menjadi sahabat karib....”
“Belum pasti!” tukas Bu ki.
“Kenapa?”
“Sebab akupun seperti kau, di kala bibirku mengatakan “pasti”, belum tentu hatiku sungguhsungguh
berpikir demikian”
“Di mulut tak mengatakan “Belum pasti” mungkin kau telah menganggap diriku sebagai
teman karibmu?”
“Belum pasti!”
Sekali lagi Tong Koat tertawa terbahak-bahak,
“Haaahh...haaahhh...haaahhh.... sungguh tak kusangka, kecuali aku di dunia ini ternyata masih
terdapat manusia semacam kau”
Bu ki tidak tertawa.
Ada sementara orang harus memegang peranan seseorang yang selalu tertawa, setiap waktu
setiap saat harus tertawa, tapi ada juga yang harus memegang peranan tidak terlalu sering
tertawa.
Menunggu Tong Koat telah selesai tertawa, pelan - pelan Bu ki bertanya:
“Sekarang, apakah kau sudah dapat membawaku menjumpai Tong Giok?”
Dari balik sinar mata Tong Koat yang penuh senyuman segera memancar sinar yang lebih
tajam daripada sembilu, katanya kemudian.
740
“Ingkinkah kau pergi menjumpainya?”
Bu ki tidak menjawab, sebaliknya bertanya:
“Bila ia tahu aku telah datang, mungkinkah dia akan menyuruh kalian membawaku untuk
menjumpainya?”
“Dia pasti ingin sekali bertemu denganmu” Tong Koat harus mengakui akan hal itu.
“Maka dari itu, sekalipun aku benar-benar tak ingin berjumpa dengannya, mau tak mau juga
harus pergi menjumpainya”
“Ya, tepat sekali”
Tiba-tiba ia tertawa lagi, tambahnya:
“Padahal orang yang menunggu untuk berjumpa dengan dirimu bukan hanya satu orang saja”
“Selain dia masih ada siapa lagi?”
Masih ada seorang teman, seorang teman yang sangat baik.
“Teman siapa?”
“Temanku!”
“Kalau memang temanmu, kenapa ingin berjumpa denganku?”
“Sebab dia kenal denganmu”
Dari balik matanya terpancar sinar mata yang tajam seperti jarum, sambil menatap Bu ki
tajam-tajam, sepatah demi sepatah terusnya:
“Walaupun kau tidak kenal dengannya, justru dia kenal dengan dirimu...”
Jalan raya itu panjang sekali.
Di ujung sana merupakan sebuah ruang pemujaan yang anggun dan mentereng, di belakang
ruang pemujaan merupakan sebuah hutan yang rindang dan hijau.
Dari balik dedaunan yang rimbun, kelihatan ujung dinding sebuah bangunan.
“Mereka semua sedang menantikan kedatanganmu di sana!” kata Tong Koat lagi.
741
“Yang dimaksudkan mereka adalah Tong Giok dengan temanmu itu?”
“Benar!”
Dari awal sampai sekarang, dia tak pernah menanyakan asal usul Bu ki, bahkan menyinggung
soal itupun tak pernah.
Mungkinkah hal ini disebabkan temannya itu telah membeberkan asal usul Bu ki kepadanya?
Maka sekarang dia merasakan tiada suatu kepentingan untuk ditanyakan kembali?
Paras mukanya tak pernah berubah, dia selalu tertawa, karena dia tidak boleh menimbulkan
kewaspadaan Bu ki, sebab itu pula dia baru akan mengikutinya datang ke sana.
Datang untuk menghantar kematiannya!
Siapakah temannya itu? Apakah dia benar-benar mengetahui asal - usul Bu ki?
Sekarang, semua persoalan sudah tidak terlalu penting lagi, sebab Tong Giok telah “bangkit
kembali dari kematiannya”
Tentu saja Tong Giok mengetahui siapakah Bu ki itu.
Sekarang, Bu ki seharusnya juga tahu, asal dia melangkah masuk ke dalam bangunan loteng
itu, maka dia akan mati di situ, mati dalam keadaan mengenaskan.
Dia seharusnya cepat-cepat mengambil tindakan untuk melarikan diri dari sana.
Entah sekarang apakah dia masih punya kesempatan untuk kabur atau tidak, paling tidak dia
harus mencobanya dulu.
Sebab, bagaimanapun juga berbuat demikian masih ada kesempatan untuk meloloskan diri.
Tapi ia tidak kabur, bahkan paras mukanya sama sekali tidak berubah. Dia seakan akan
merasa rela untuk mati disitu.
Hutan yang hijau dan rimbun dengan sebuah bangunan loteng kecil yang tenang dan anggun.
Musim semipun sedang menjelang tiba.
Baik seorang dapat mati ditempat yang begini indahnya, dalam musim yang begini cerahnya,
siapapun akan menganggap bahwa kematiannya itu tidak sia sia belaka.
742
Dibawah bangunan loteng tampak aneka warna bunga, ada bunga yang masih kuncup, ada
pula yang telah mekar.
Pintu gerbang dibawah bangunan loteng itu tertutup rapat.
Tong koattelah mengulurkan tangannya, entah hendak mengetuk pintu? Entah hendak
mendorong pintu?
Tiba tiba dia membalikkan badannya memandang wajah Bu ki, kemudian katanya: “Aku
sangat mengagumi dirimu!”
“Oya?”
“Kau berani mengikuti aku datang kemari, aku benar benar merasa kagum sekali kepadamu”
“Oya?”
“Karena aku tahu kau sudah pasti bukan sahabat Tong Giok!”
paras muka Bu ki sama sekali tidak berubah, ia masih tenang tenang saja.
Kembali Tong Koat berkata: “Aku adalah saudara sekandung dari Tong Giok, sejak kecil dia
bergaul bersamaku, aku jauh lebih memahami wataknya daripada orang lain, bilamana perlu,
sekalipun dia menjual diriku untuk daging bakpoa punt ak akan dia lakukan dengan kening
berkerut, dan akupun tak akan merasa heran”
Setelah tertawa, terusnya: “Bayangkan saja, manusia semacam dia itu mana mungkin bisa
punya teman? Bagaimana mungkin juga kau bisa menjadi temannya”
Bu ki masih tetap tenang tenang saja tanpa mengalami suatu perubahan apapun. Cuma
tanyanya hambar: “Kalau aku bukan temannya lantas aku adalah apanya?”
“Kalau bukan teman sudah barang tentu musuh!”
“Oh ya?”
“Musuhpun ada beraneka ragam, yang paling menggemaskan adalah mata mata”
“Menurut kau, aku adalah musuh yang bagaimana” tanya Bu ki lagi dengan tenang.
“Kau adalah musuh dari jenis yang paling menggemaskan itu”
Sesudah menghela napas, terusnya: “Seorang mata mata, ternyata berani datang kemari, mau
tak mau aku harus merasa kagum kepadamu”
743
“Padahal itupun tak perlu masuk dikagumi.
Jilid 26________
“OYA?”
“Sekalipun aku adalah seorang mata mata akupun akan tetap mengikutimu datang ke mari”
“Oya..”.
“Karena aku tahu Tong Giok belum sadar kalian tak lebih hanya ingin menggunakan cara
tersebut untuk mencoba diriku”
“Oooh.. . lantas?”
“Kalian saja masih harus menggunakan cara ini untuk menyelidikiku, itu menanda-kan kalau
kalian, masih belum yakin seyakin- yakinnya babwa aku ini seorang mata-mata atau bukan”
Kembali Tong Koat tertawa. menggunakan sorot matanya yarg tajam seperti jarum
menatapnya lekat lekat, kemudian katanya:
“Dari mana kau bisa tahu kalau Tong Giok belum sadar?”
“Sebab kuah jinsom adalah obat kuat,. bi la seseorang yang keracunan baru sadar da-ri
pingsannya, maka dia tak boleh sekali-kali minum kuah jinsom kalau tidak maka sisa racun
yang masih mengeram dalam tu-buhnya tak urung akan kambuh kembali”
Dengan hambar dia melanjutkan: “Keluarga Tong adalah keluarga yang ahli dalam hal
menggunakan racun, maka teori semacam inipun tidak dipahami?”
Mau tak mau Tong Koat harus mengakui juga akan kebcaaran itu, katanya kemudian: “Yaa,
teori semacam inii sepantasnya kalau dimengerti oleh kami”
” Cuma sayang dia tidak mengerti”
Dengan dingin diliriknya Siau Poo sekejap kemudian melanjutkan: “Sobatmu ini ternyata
tidak sepintar tampangnya!”
Selembar wajah Siau Poo yang sangat tampan itu segera berubah menjadi merah padam
karena jengah, sepasang kepalannya digenggam kencang-kencang, seakan akan kalau bisa dia
hendak meninju hidung Bu-ki.
744
Cuma sayang kepalanya itu tak mampu diayunkan ke depan, sebab Tong Koat juga
menyetujui dengan pendapatnya itu.
Kembali Tong Koat menghela napas pan jang, lalu sambil tertawa getir katanya: ” Temanku
ini memang tidak sepintar tampangnya,sebaliknya kau justru lebih pintar daripada tampangmu
itu”
“Maka dari itu aku telah datang kemari!”
“Cuma sayang kau lupa, aku masih ada seorang teman yang mengenali dirimu”
“Oya?”
Kau tidak percaya?”
Bu-ki juga tak bisa, tidak harus percaya, karena Tong Koat telah membuka pintu bawah
loteng kecil itu.
Begitu pintu dibuka, Bu-ki segera menjumpai seorang sahabat. Orang yang dijumpainya itu
bukan
Cuma sahabatnya Tong Koat, sebenarnya diapun sahabatnya. Ia telah menjumpai Kwik Ciokji.
Ternyata sahabat Tong Koat adalah Kwik Ciok ji.
SUASANA dalam ruangan itu nyaman, segar dan tenang. Kwi Kiok ji sedang minum arak
disana, dengan gaya yang seenaknya duduk dikursi sam bil minum arak.
Agaknya tidak banyak waktu orang ini berada dalam keadaan sadar. Tapi begitu berjumpa
dengan Bu ki, ia seperti segera sadar dari mabuknya sambil melompat bangun teriaknya
“Betul dia! Benar-benar memang dial” Ditatapnya Bu-ki tajam-tajam,kemudian: sambil
tertawa dingin dengan seramnya dia berkata: “Sungguh tak kusangka kau punya keberanian
untuk datang kemari!”
Paras muka Bu-ki sama sekali tidak berubah. Dari atas sampai ke bawah tubuhnya seakan
akan tiap syarafnya terdiri dari otot kawat tulang besi, sama sekali tak terpengaruh oleh
perubahan macan apapun.
“Kau kenal dengan orang ini?” tanya Tong-koat
“Tentu saja aku kenal” sahut Kwik Ciok ji, “kalau aku tidak kenal, siapa lagi yang
mengenalinya”
“Siapakah orang ini?”
745
“Bunuh dulu orang itu, kemudian baru kuberi tahukan kepadamu”
“Katakan dulu, kemudian mau dibunuhpun belum terlambat”
“Aku kuatir waktu itu keadaan akan terlambat”
Sambil menuding kearah Bu ki, terusnya. “Orang ini bukan saja licik dan keji juga berbahaya
sekali, kau harus turun tangan terlebih dulu”
Tong koat tidak berniat untuk turun tangan. Bu ki juga sama sekali tidak bergerak. Sebaliknya
Siau pao secara diam-diam
menyelinap datang, kemudian secepat kilat turun tanga, bogem mentahnya langsung
diayunkan ke atas batang hidung pemuda itu.
“Prryyaak......!” terdengar bunyi tulang hidung yang hancur termakan bogem mentah.
Ternyata tulang hidung yang hancur bukan tulang hidung Bu ki. melainkan milik Siau poo.
Baru saja kepalan Siau poo diayunkan kemuka bogem mentah Bu ki telah mampir dulu diatas
tulang hidungnya.
Seluruh badannya terlempar kearah belakang sehingga membentur diatas dinding.
Air mata ingus, dan darah bercucuran membasahi seluruh wajahnya, Kwik Ciok ji segera
berteriak.
“Coba kau lihat apakah orang semacam ini tidak pantas untuk mampus?
Terang terangan dia tahu kalau Siau poo mempunyai hubungan denganmu, tapi dia toh turun
tangan keji juga, sekarang kalau tidak kau bunub dirinya masih akan menunggu sampai kapan
lagi?.
Ternyata Tong Koat masih belum ada maksud untuk turun tangan, dia malah sedang
memandang Siau Poo sambil gelengkan kepalanya berulang kali dan menghela napas
panjang.
“Tampaknya orang ini bukan saja tidak mempunyai kecerdikan seperti tampangnya, bahkan
jauh lebih goblok dari pada apa yang pernah kubayangkan selama ini”
“Kenapa?” tanya Kwik Ciok ji mewakili Siau poo.
746
“Sudah diketahui olehnya kalau orang ini licik, keji dan berbahaya, kenapa dia masih
mencoba untuk turun tangau lebih dulu?”
“Apakah......apakah tonjokan vang diterimanya itu hanya suatu tonjokan yang sia sia?”
“Yaa, agaknya dia memang harus pasrah pada keadaan”
“Kenapa kau tidak mambantunya untuk melampiaskan kemangkelan ini?” tanya Kwik Ciok Ji
lagi.
Sambil memicingkan matanya memandang Bu ki, sahut Tong Koat: ‘Sebab makin lama aku
merasa semakin tertarik dengan orang ini”
“Kau tahu, siapakah orang ini?
“Tidak”
“Dia adalah seorang pembunuh, seorang pembunuh yang telah membunuh tiga belas Orang!
“Ia benar benar telah membunuh tiga belas Orang?”
“Yaa, seorang pun tak ada yang kurang”
“Mengapa ia harus membunuh mereka?”
“Karena ada orang memberi lima laksa tahil perak kepadanya!”
“Oooh.....jadi barang siapa memberi lima laksa tahil perak kepadanya maka dia a-kan pergi
membunuh orang?”
“Dia selamanya cuma kenal uang, tidak kenal manusia”
Tiba tiba Tong Koat membalikkan badan nya dan menatap Bu ki tajam tajam kemudian
tanyanya:
“Benarkah apa yang dikataaan itu?”
“Hanya ada satu hal yaag tidak benar!”
“Hal yang mana?”
“Harga yang dikatakan tidak benar!”
Setelah berhenti sebentar dengan hambar terusnya:
747
“Sekarang nilaiku sudah meningkat, kalau tak ada sepulub laksa tahil perak, aku tak akan
turun tangan”
Kembali Tong Koat menghela napas panjang.
“Aaaai...... minta bayaran sepuluh laksa tahil perak baru bersedia membunuh satu orang
apakah harga itu tidak terla lu mahal?”
“Tidak mahal!” jawab Bu ki.
“Sepuluh laksa tahil perak tidak terhitung mahal?”
“Kalau ada orang berani mengeluarkan se-puluh tahil perak,itu berarti harganya tidak mahal”
“Kali ini, apakah ada orang yang bersedia membayarmu sepuluh laksa tahil perak
menyuruhmu datang kemari membunuh orang?”
Selamanya aku hanya membunuh orang yang yakin bisa kubunuh, setelah membunuh aku pun
harus mundur, dengan selamat tanpa cedera barang sedikitpun juga.
Dengan dingin lanjutnya
“Orang yang bisa kubunuh amat banyak, tempat yang bisa kupakai untuk membunuh juga tak
sedikit, aku masih belum ingin mati, kenapa harus datang ke benteng keluarga Tong untuk
membunuh anggota keluarga Tong”
Tong koat tertawa terbahak bahak.
Haaahhh.. . haaahhh.... haaahhh.... masuk diakal masuk diakal....!”
“Tapi dia sudah datang kemari, berarti diapun tidak mempunyai maksud tujuan yang baik”
lagi lagi Kwik Ciok ji berteriak keras.
“Oya?”
“Ia membunuh orang,tentu saja orang lain juga akan membunuhnya, dia datang kemari pasti
dengan tujuan untuk menghindar kan diri dari kejaran orang. Bila kau meng anggap dia benar
benar adalah sahabatnya Tong Giok, dengan maksud tujuan yang baik menghantar Tong Giok
pulang kemari, maka dugaanmu itu keliru besar, jika kau mena hannya disini, kau pasti akan
menjumpai banyak kesulitan!” Tong Koat segera tersenyum.
“Menurut pandanganmu apakah aku adalah seorang yang takut dengan kesulitan?”
748
Kwik Ciok ji agak tertegun, kemudian meng-hela napas panjang, sahutnya sambil tertawa
getir.
“Yaa, kau memang bukan!” ‘Padahal kalian semestinya adalah sahabat karib!”
“Kenapa aku harus bersahabat dengan pembu–nuh yang suka membunuh orang semacam
dia?” seru Kwik Ciok ji dengan teramat gusarnya.
Sambil memicingkan matanya, Tong koat sege-ra tertawa.
“Sebab kau sendiripun tak lebih cuma seorang pencuri,tidak lebih hebat daripada dirinya.”
Kwik Ciok ji tidak berbicara lagi, tapi mata nya masih mendelik ke arah Bu ki dengan
gemasnya.
Bu ki sama sekali tidak memperdulikan dirinya.
Tong koat segera tetawa terbahak bahak, dengan tangannya yang putih dan gemuk
digenggamnya tangan Bu ki,kemudian katanya, “Perduli karena apapun kau datang,setelah
sampai disini aku tak akan mengusirmu pergi”.
“Kenapa?” tanya Bu ki.
Karena aku menyukaimu!”
Kemudian sambil memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan,
“Sekalipun tujuanmu datang kemari adalah untuk membunuh orang, asal orang yang hendak
kau bunuh bukan aku, hal itu tidak menjadi soal”
Tangannya masih menggenggam tangan Bu ki, tapi pada saat itulah mendadak tampak cahaya
pisau berkelebat lewat, kemudian langsung menusuk ke tubuh Bu ki.
Pisau itu dicabut keluar dari balik sepatu yang dikenakan Siau Poo.
Dia selalu mengawasi Bu ki dengan sinar mata bengis seakan-akan seorang istri pencemburu
yang sedang mengawasi suaminya nyeleweng dengan perempuan lain.
Kemudian dengan menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya dia melancarkan sebuah
tusukan ke depan.
Waktu itu sepasang tangan Bu ki masih tergenggam kencang.
749
Bu ki sama sekali tidak berpaling, tiba-tiba kakinya melayang ke depan melancarkan
tendangan kilat, tubuh Siau Poo pun mencelat jauh ke belakang sana.
Di atas punggungnya seakan-akan mempunyai sepasang mata yang selalu mengawasi keadaan
di sekelilingnya.
Kembali Tong Koat tertawa terbahak-bahak:
“Haaahhh...haaahhh...haaahhh... orang yang berani mengajukan harga sebesar sepuluh laksa
tahil perak untuk membunuh orang seharusnya dia memang musti punya kemampuan yang
hebat”
Bu ki menyambut dengan dingin:
“Orang yang berani meminta sepuluh laksa tahil perak untuk membunuh orang, selain dia
harus berkepandaian hebat, juga harus punya peraturan yang ketat...”
“Peraturan apa?”
“Bila orang ingin menghancurkan hidungku, aku harus menghajar hidungnya sampai hancur”
“Bila ada orang ingin membunuhmu, kaupun akan membunuhnya?” tanya Tong Koat.
“Aku tak akan membunuhnya?”
“Kenapa?”
“Sebab aku tak pernah membunuh orang secara gratis”
Siau Poo dengan ingus dan darah yang masih bercucuran keluar segera berteriak dengan suara
parau:
“Tapi aku bersumpah akan membunuhmu”
Sambil menerjang ke depan, terusnya:
“Ingat saja baik-baik, cepat atau lambat pada suatu ketika aku hendak membunuhmu!”
Kemudian tanpa berpaling lagi dia menerjang keluar dari ruangan tersebut.
Tiba-tiba Kwik Ciok ji tertawa terbahak-bahak.
750
“Haaahh..haaahh...haahh.... Li Giok Tong, wahai Li Giok tong, tampaknya kemanapun kau
hendak menyembunyikan diri, di situ toh ada orang juga hendak membunuhmu, bila manusia
semacam kau bisa berumur panjang, itu baru dinamakan kejadian aneh”
Mendadak Bu ki membalikkan badannya, ditatapnya orang itu dengan dingin, lalu sepatah
demi sepatah katanya:
“Kau merupakan pengecualian!”
“Pengecualian dalam hal apa?”
“Aku tak pernah membunuh orang secara gratis, tapi demi kau, kemungkinan besar aku dapat
melanggar kebiasaanku itu”
Kwik Ciok ji tidak tertawa lagi, dengan pandangan yang dingin diapun menatapnya tajamtajam,
lalu katanya ketus.
“Kau juga suatu pengecualian!”
“Oya?”
“Selamanya aku tak pernah mencuri barang-barang secara gratis, tapi demi kau, setiap saat
setiap waktu kemungkinan besar akupun dapat melanggar kebiasaan itu”
Bu ki segera tertawa dingin.
“Apa yang bisa kau curi dari diriku?”
“Mencuri otakmu!”
Tapi di kala mereka bersama-sama membalikkan badannya, seakan-akan siapapun enggan
untuk melihat musuhnya lebih lama lagi.
Tapi di kala mereka membalikkan badannya itulah, dengan cepat kedua orang itu saling
bertukar kode mata.
Dalam waktu singkat dibalik senyuman licik dan menyeringai dari Kwik Ciok ji itu terlintas
rasa gembira dan kagumnya yang luar biasa terhadap diri Bu ki.
Bu ki memang pantas dipuji dan dikagumi.
Sandiwara yang dibawakan olehnya kali ini sungguh luar biasa sekali, bahkan bisa
dilangsungkan lebih jauh.
751
Dalam detik itu juga, dari balik mata Bu ki terpancar sinar mata yang berkilat, itulah rasa
terima kasih yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Mau tak mau dia harus berterima kasih sekali atas bantuan dari rekannya ini.
Tanpa Kwik Ciok ji, tak mungkin dia bisa membawakan sandiwara tersebut, bahkan skenario
dari sandiwara itupun disusun oleh Kwik Ciok ji baginya.
Sekarang ia sudah dapat melihat bahwa peranan yang dibawakan olehnya adalah suatu
peranan yang bagus dan sangat menguntungkan.... paling tidak bisa bisa mencari muka di
hadapan Tong Koat.
Manusia semacam Tong Koat memang memerlukan seorang pembantu setia yang setiap
waktu setiap saat bisa digunakan olehnya untuk membunuh seseorang.
Tak bisa disangkal lagi Kwik Ciok ji telah dapat memahami akan titik kelemahan tersebut,
titik kelemahan yang dapat dipergunakan bagi keuntungan mereka, maka diapun sengaja
mengaturkan suatu peranan yang demikian itu untuk Bu ki.
Sekarang, tentu saja Bu ki sudah percaya dengan ucapan Tong Koat, di sini benar-benar ada
seorang teman yang sedang menantikannya.
Untung saja sahabatnya ini bukan sahabat Tong Kat, melainkan sahabatnya.
Sahabat semacam ini, asal ada seorang saja, hal ini sudah lebih dari cukup.
Mimpipun Bu-ki tidak menyangka kalau di sini masih ada seorang temannya lagi yang sedang
menunggu, bahkan diapun seorang teman karibnya.
SUATU KESALAHAN
Bangunan loteng kecil ini tak bisa dianggap terlampau kecil, di atas loteng ternyata terdiri dari
empat buah kamar, keempat buah kamar itupun tak bisa dianggap kecil.
Tong Koat mengajak Bu ki masuk ke kamar nomor satu di sebelah kiri, lalu tanyanya:
“Bocah, kau lihat kamar ini, boleh tidak?”
Di dalam kamar terdapat sebuah pembaringan yang besar, lebar dan empuk, di atas ranjang
terdapat seprei yang bersih, di luar jendela terbentang hutang yang hijau, udara kering tapi
segar.
“Bagus sekali” kata Bu ki.
752
“Inginkah kau tinggal di sini?” kembali Tong Koat bertanya.
“Ingin!”
“Akupun ingin sekali mempersilahkan kau berdiam di sini, berapa lama pula kau boleh
tinggal di tempat ini....!”
“Bagus sekali!”
“Cuma sayang, ada satu hal yang tidak terlalu bagus”
“Hal yang mana?”
Tong Koat tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
“Di kala kau berdian di rumah penginapan selalu akan bertanya dulu siapa she dan apa
namamu? Datang dari mana? Mau kemana? Datang kemari ada urusan apa?”
“Benar!”
“Pernahkah aku bertanya kepadamu?”
“Tidak pernah”
“Tahukah kau mengapa aku tidak menanyakan soal itu?”
“Kenapa?”
“Karena aku tak dapat memberi kesempatan kepadamu untuk melatihnya....”
“Melatih apa?”
“Melatih berbohong!”
Kembali sepasang matanya dipicingkan kemudian lanjutnya,
“Bila terlampau sering berbohong, diri sendiri saja tidak percaya, apalagi orang lain”
“Yaa, masuk diakal”
“Oleh karena itu ada sementara persoalan kami cuma akan bertanya satu kali, entah kau
sedang berbohong tidak, kami dapat mengetahuinya”
“Kalian?”
753
“Kami maksudnya selain aku masih ada orang-orang yang lain”
“Siapakah orang-orang yang lain itu?”
“Mereka yang dapat mengetahui apakah kau sedang berbohong atau tidak dalam sekilas
pandangan saja”
Dengan sepasang tangannya yang putih dan gemuk menggenggam sepasang tangan Bu ki
kemudian terusnya,
“Padahal aku tahu, kau tak akan berbicara bohong, tapi kaupun harus melewati pemeriksaan
tersebut kemudian baru boleh tinggal disini dengan aman sentausa”
“Kalian bermaksud hendak menanyainya mulai kapan?”
“Sekarang!”
Begitu ucapan tersebut diucapkan, dia telah menotok jalan darah ditubuh Bu ki.
Bu ki membiarkan tangannya digenggam karena dia memang bertujuan agar jalan darahnya
bisa ditotok.
Bu ki harus memberi kesan kapada Tong Koat bahwa dia sama sekali mempercayainya, dan
seratus persen percaya kepadanya.
Seseorang yang dalam hati kecilnya tak punya tujuan dan maksud-maksud tertentu baru akan
percaya seratus persen kepada orang lain.
Dia harus memberi kesan kepada Tong Koat bahwa hatinya benar-benar jujur dan terbuka.
Bila kau menginginkan orang lain mempercayai dirimu, maka kau harus membuat orang lain
beranggapan bahwa kaupun mempercayainya.
Dia harus membuat Tong Koat percaya kepadanya, kalau tidak pada hakekatnya tak mungkin
baginya untuk hidup disana.
Cahaya lampu yang sangat kuat menyoroti diatas wajah Bu ki.
Suasana di empat penjuru sekeliling tempat itu terasa gelap gulita.
Apapun tidak terlihat olehnya, dia hanya bisa mendengar suara napas yang lirih dibalik
kegelapan itu, bahkan suara napas itu bukan hanya suara napas seorang saja.
754
Dia tidak tahu siapa-siapa sajakah orang-orang itu, dia juga tak tahu Tong Koat telah
membawanya kemana.
Diapun tak tahu dengan cara apakah orang-orang itu hendak memeriksa dan menanyai
dirinya.
Dari balik kegelapan kembali terdengar suara langkah manusia, kembali ada beberapa orang
yang berjalan masuk dari luar.
Diantaranya ada seseorang yang mengucapkan beberapa patah kata lalu duduk.
“Aku datang terlambat!”
Ia sama sekali tak bermaksud memberi penjelasan atas keterlambatannya. lebih-lebih tak
bermaksud untuk meminta maaf.
Dia seakan-akan beranggapan bahwa orang lain harus memahaminya. Bila ia sampai
terlambat, sudah pasti ada alasan yang cukup kuat.
Dia seperti menganggap orang lain sudah sepantasnya menunggu akan kehadirannya.
Suara orang itu rendah, berat, dingin, hambar dan penuh rasa percaya pada diri sendiri,
bahkan masih membawa juga sikap angkuh yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Mendengar suara orang itu, Bu ki merasakan darah yang mengalir disekujur badannya seolaholah
mendidih dengan kerasnya.
Tentu saja dia mengenali suara orang itu.
Sekalipun ia dijebloskan ke dalam neraka tingkat delapan belas, sekalipun tubuhnya dicincang
menjadi hancur berkeping-keping dibakar sampai tinggal abunya dia tak akan melupakan
orang ini.
Sangkoan Jin!
Orang ini bukan lain adalah Sangkoan Jin.
Akhirnya Sangkoan Jin telah menampakkan diri.
Walaupun Bu-ki masih belum dapat melihatnya, tapi ia sudah dapat mendengar dengusan
napasnya.
755
Dendam kesumat yang lebih dalam dari samudra, air mata darah yang selamanya meleleh
membasahi wajahnya, tak seorang manusiapun bisa membayangkan betapa penderitaannya
dan tersiksanya dia selama ini....
Sekarang, musuh besarnya sudah bernapas dalam sebuah ruangan yang sama, tapi ia justru
hanya bisa duduk dalam ruangan itu bagaikan mayat hidup. Badannya sama sekali tak mampu
berkutik.
Bagaimanapun juga, ia tak boleh berkutik.
Dia harus mempergunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk berusaha mengendalikan
diri.
Sekarang saatnya belum tiba, bila sekarang dia bergerak, maka ia akan mati tanpa liang kubur.
Mati memang tak perlu dipikirkan.
Tapi bila dia harus mati sedang musuh besarnya masih hidup, bagaimana mungkin dia bisa
menghadap arwah ayahnya dialam baka?
Dalam keadaan begini, bahkan perubahan mimik wajah yang anehpun sama sekali tidak
terlihat diatas wajahnya.
Tak seorang manusiapun yang bisa memahami betapa menderita dan tersiksanya seseorang
yang menahan sabar dan mengendalikan gejolak emosi didalam hatinya.
Tapi dia harus bersabar!
Dalam hatinya seakan-akan terdapat sebilah pisau tajam. Sekujur badannya seakan-akan
hendak disayat-sayat menjadi berkeping-keping kecil.....
Tapi dia harus bersabar dan bersabar terus.
Sangkoan Jin telah duduk.
Empat buah sinar lampu yang dibuat secara khusus dan mempunyai daya pancar yang kuat
hampir seluruhnya ditujukan keatas wajah Bu ki yang pucat.
Peluh sebesar kacang telah membasahi seluruh wajah si anak muda itu.....
Walaupun ia tak dapat melihat Sangkoan Jin, tapi Sangkoan Jin sudah pasti dapat melihat
kearahnya. Melihat dengan jelas sekali.
756
Tak pernah dia sangka kalau ia akan berjumpa dengan Sangkoan Jin dalam keadaan seperti
ini.
Ia percaya paras mukanya sudah banyak mengalami perubahan, bahkan kadang kala ia
sendiripun hampir tidak mengenali dirinya sendiri bila berhadapan dengan cermin.
Akan tetapi, dia tidak mempunyai keyakinan yang bisa diandalkan bahwa Sangkoan Jin tak
akan mengenalinya lagi.
Andaikata Sangkoan Jin sampai mengenalinya, maka akibatnya tak akan bisa dibayangkan
lagi.
Bangku yang didudukinya meski besar dan lebar tapi sekarang, dia merasa seakan-akan
sedang duduk diatas sebuah bangku yang berjarum.
Peluh dingin telah jatuh bercucuran membasahi seluruh bajunya.
*****
Akhirnya terdengar juga suara yang berkumandang, ternyata bukan suara dari Sangkoan Jin,
ternyata Sangkoan Jin belum mengenali dirinya lagi.
“Siapa namamu?” dari kegelapan terdengar suara menegur.
“Li Giok Thong!”
“Darimana dusunmu?”
“Wan lam, Sit si, desa Sit tau cung”
“Orang tuamu?”
“Li Im tam, Li Kwik si!”
Pertanyaan-pertanyaan itu datangnya sangat cepat. Tiada kesempatan buat Bu ki untuk
berpikir. Dia harus menjawab dengan lancar dan cepat pula.
Sebab setiap pertanyaan yang kemungkinan besar akan ditanya oleh lawan entah sudah
beberapa kali dia menanyai dirinya sendiri.
Dia percaya sekalipun pertanyaan-pertanyaan itu diajukan oleh seorang petugas pengadilan
yang berpengalamanpun, belum tentu bisa mengetahui apakah ia sedang berbicara sejujurnya
atau tidak.
757
Tentu saja bukan jawaban sesungguhnya yang dia berikan, juga bukan semuanya bohong.
Andaikata kau hendak membohongi orang, paling tidak dari sepuluh patah kata bohong ada
tiga patah yang bohong tapi tujuh bagian yang jujur, dengan begitu orang lain baru
mempercayainya.
Ia tak pernah lupa dengan nasehat ini.
Tempat yang diucapkan olehnya tadi memang benar-benar ada, di situlah letak desa kelahiran
dari inang pengasuhnya, bahkan dia masih bisa berbicara dengan dialek daerah tersebut.
Tempat itu sangat jauh sekali letaknya, sekalipun mereka bakal mengirim orang untuk
melakukan penyelidikan, paling tidak pulang pergi membutuhkan waktu hampir dua puluh
hari lamanya.
Untuk menyelidiki seseorang yang sebenarnya tidak pernah ada wujudnya, tentu saja jauh
lebih membuang wakti lagi, menanti mereka berhasil mendapat tahu duduk persoalan yang
sebenarnya, paling tidak kejadian itu akan berlangsung pada satu bulan kemudian, selama satu
bulan yang tersedia, dia masih bisa melakukan banyak pekerjaan.
Dia harus berusaha keras untuk berlomba dengan waktu.
Dia bilang ayahnya adalah seorang siucay rudin yang gagal dalam ujian, sewaktu ia masih
kecil, kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Oleh karena itu ia berkelana dalam dunia persilatan, bertemu dengan seorang manusia aneh
dalam sebuah peti mati dan ia diajak pulang ke dalam sebuah gua yang mirip kuburan dan
memperoleh warisan ilmu silat serta ilmu pedang selama satu tahun lebih.
Tokoh aneh dalam peti mati itu menderita keracunan hebat dalam tubuhnya yang tidak
memperkenankan dia tinggal terlalu lama di situ, maka terpaksa dia harus berkelana kembali
di dalam dunia persilatan.....
Berulang kali manusia aneh itu berpesan kepadanya agar jangan mempergunakan ilmu
pedangnya untuk mencari nama besar dalam dunia persilatan, maka diapun terpaksa menjadi
seorang pembunuh tak ternama.
Seseorang yang memilih membunuh orang sebagai pekerjaannya, maka dia harus
mengesampingkan soal nama, keluarga maupun perasaan.
Dia dan Tong Giok bisa berkawan akrab, karena mereka berdua sama-sama adalah manusia
yang tak berperasaan.
758
Belakangan ini dia bertemu lagi dengan Tong Giok dalam hutan Say-cu lim, mereka
berduapun melakukan perjalanan bersama menuju ke sebuah kota kecil di tepi perbatasan
propinsi Szuchwan.
Suatu malam Tong Giok pergi memenuhi suatu janji, tapi lama sekali belum kembali, ketika
ia pergi mencarinya, ternyata Tong Giok telah menjadi seorang cacat yang mati tidak
hiduppun tidak.
Ia bertekad menghantar Tong Giok pulang, lantaran selain mereka adalah bersahabat, juga
karena dia hendak mencari tempat untuk menghindarkan diri dari kejaran musuh-musuhnya.
Ia percaya sekalipun musuhnya tahu kalau dia berada dalam benteng keluarga Tong, tak nanti
ia berani datang mencarinya.
Semua perkataan itu ada yang kenyataan dan ada pula yang bohong, tapi semua merupakan
suatu rangkaian cerita yang enak sekali didengar dan dinikmati.
Ketika ia menyinggung soal tokoh aneh di dalam peti mati itu terdengar olehnya dengusan
napas setiap orang yang berada dalam kegelapan itu seakan-akan berubah menjadi lebih berat
dan kasar.
Tak bisa disangsikan lagi, merekapun pernah juga mendengar kisah cerita tentang orang itu.
Tapi mereka tak banyak bertanya mengenai masalah yang menyangkut orang itu seakan-akan
tak seorangpun yang bersedia menyinggung masalah itu seakan-akan masalah itu merupakan
penyakit menular yang menakutkan.
Merekapun tidak menanyakan lagi soal kota kecil di tepi perbatasan serta pertemuan yang
dilakukan Tong Giok waktu itu sehingga mengakibatkan kelumpuhan itu.
Tak bisa disangkal lagi Tong Koat sudah pasti telah menyelidiki persoalan itu dengan sejelasjelasnya,
itu semua persiapan yang dilakukan Bu ki dalam pertemuan tempo hari
sesungguhnya sama sekali tidak sia-sia belaka.
Yang mereka ributkan sekarang adalah haruskah mereka memberi ijin kepada seseorang yang
banyak mempunyai persoalan tetap tinggal di situ.
Dari balik kegelapan mendadak terdengar suara deheman pelan, semua perdebatanpun segera
terhenti sama sekali.
Serentetan suara yang tua, lemah dan parau pelan-pelan mengemukakan kesimpulannya.
“Entah siapakah orang ini, bagaimanapun juga dia adalah teman Tong Giok, entah kenapa dia
menghantar Tong Giok pulang, yang pasti ia telah menghantar Tong Giok sampai di sini”
759
“Oleh karena itu, dia boleh tetap tinggal di sini, berapa lama ia suka berada di sini, berapa
lama pula dia boleh tinggal di tempat ini”
Maka Bu ki pun tinggal di situ.
Malam semakin kelam,
Daun jendela dalam ruangan setengah terbuka, angin malam berhembus lewat dan membawa
udara yang kering tapi segar.
Tong Koat telah pergi, sesaat sebelum pergi, sambil memicingkan matanya dia berkata
kepada Bu ki:
“Kesan nenek moyang terhadapmu baik sekali, bahkan menganggap semua ucapanmu itu
jujur, maka ia mengijinkan dirimu untuk tetap tinggal di sini”
Untuk mengelabuhi Sangkoan Jin, lebih-lebih tidak gampang lagi.
Mungkin saja hal ini disebabkan karena mimpipun mereka tak menyangka kalau Tio Bu ki
berani mendatangi benteng keluarga Tong, mungkin juga karena suara, wajah maupun
potongan badan Bu ki telah banyak mengalami perubahan.
Bu ki cuma bisa berpikir demikian.
Karena dia tak percaya kalau kejadian ini merupakan kemujurannya, lebih tak mungkin
baginya untuk menemukan alasan lainnya.
Dia ingin sekali melihat apakah Sangkoan Jin juga mengalami banyak perubahan, sayang
apapun tidak berhasil dia lihat.
Dia hanya merasakan tempat itu adalah sebuah ruangan yang besar sekali, selain Tong Koat
dan Sangkoan Jin, paling tidak di tempat itu masih terdapat belasan orang lagi.
Tak bisa disangkal lagi belasan orang yang hadir di ruangan itu sebagian besar tentunya
merupakan pentolan-pentoaln dari benteng keluarga Tong, dan tempat tersebut tak bisa
disangkal lagi pastilah di dalam “kebun bunga”, kemungkinan besar tempat itu merupakan
pusat keluarga Tong dari mana perintah-perintah harian biasanya dikeluarkan....
Sewaktu berangkat, jalan darah tidurnya telah ditotok oleh Tong Koat, bahkan cara Tong Koat
menotok jalan darahpun sangat tepat dan berat, apapun tidak dirasakan olehnya.
760
Tapi sewaktu kembali, sikap Tong Koat jauh lebih sungkan, dia hanya menutup matanya
dengan secarik kain hitam, lagi pula menggotongnya dengan mempergunakan sebuah
usungan.
Sekalipun dia tidak dapat melihat jalan masuk dan keluar di tempat itu, tapi dia dapat merasa
bahwa perjalanan dari tempat dimana ia tinggal sampai di ruang tersebut, semuanya terdiri
dari seribu tujuh ratus delapan puluh tiga langkah.
Setiap langkah yang ada, semuanya telah diperhitungkan dengan teliti dan seksama.
Pulang dari tempat itu, jalan yang ditempuh adalah jalan menurun, semuanya ada tiga tempat
yang berundak-undakan, jumlah undak-undakannya mencapai sembilan puluh sembilah buah,
melewati sebuah kebun bunga, sebuah hitan dan sebuah sumber mata air.
Ia dapat mengendus bau harumnya bunga, apeknya daun dan kayu, juga mendengar suara
mengalirnya air.
Ketika melalui sumber mata air tersebut dia malah mengendus bau belerang yang amat
menusuk penciuman, kemungkinan besar sumber mata air itu adalah air mata air panas.
Cuaca di propinsi Szhechwan amat hangat. Di sana sini banyak terdapat mata air panas yang
mengandung belerang.
Sekarang ia cukup mendorong daun jendela, maka tampaklah hutan yang telah dilaluinya tadi.
Setelah keluar dari hutan dan berbelok ke sebelah kanan, mereka akan melalui sebuah undakundakan
batu yang terdiri dari tiga puluh delapan tingkat, kemudian berbelok melalui sebuah
kebun bunga dan sesaat kemudian akan tiba di sumber mata air panas itu.
Bila sudah tiba di sumber air panas, itu berarti jaraknya dengan tempat yang dituju sudah tak
jauh lagi.
Ia percaya dirinya sudah pasti dapat menemukan kembali tempat itu.
Tentu saja sepanjang jalan pasti akan menjumpai penjagaan yang ketat, tapi sekarang malam
sudah semakin larut, penjagaan ditempat itupun sudah pasti akan jauh lebih mengendor.
Apalagi hari ini dia baru tiba, sekalipun orang lain menaruh curiga kepadanya, juga tak akan
menyangka kalau malam ini juga ia sudah melakukan suatu pergerakan.
Dia menganggap inilah kesempatan yang terbaik baginya, di kemudian hari belum tentu dia
akan menjumpai kesempatan sebaik ini.
Ia bertekad untuk mulai melakukan pergerakan..
761
Daun jendela masih terpentang lebar, di luar jendela adalah hutan yang dimaksud, jendela itu
tak sampai tiga kaki tingginya dari atas permukaan tanah.
Tapi ia sama sekali tidak melompat turun melalui jendela.
Bila ada orang sedang mengawasinya, yang paling diperhatikan sudah tentu adalah daun
jendela tersebut.
Maka ia lebih suka melalui pintu gerbang melalui anak tangga daripada lewat jendela, sebab
sekalipun ketahuan orang, iapun masih bisa memberikan penjelasan.
“Berganti dengan pembaringan baru rasanya kurang terbiasa, maka aku tak bisa tidur dan
ingin keluar rumah untuk berjalan-jalan”
Ia telah mempelajari banyak hal, dalam melakukan perbuatan apapun, ia selalu menyiapkan
jalan mundurnya terlebih dahulu.
Di luar pintu terdapat sebuah jalan orang, selain itu masih ada lagi tiga buah ruangan yang
semua pintunya tertutup rapat, entahkah ada seseorang yang berada di sana.
Rupanya tempat itu adalah tempat yang khusus dipakai untuk menyambut kedatangan tamu
agung dari benteng keluarga Tong, kemungkinan besar Kwik Ciok ji tinggal pula di sana.
Tapi Bu ki sama sekali tidak berhasrat untuk mencarinya.
Dia tidak boleh melakukan sesuatu tindakan yang bisa menaruh kesan kepada orang-orang
keluarga Tong, bahwa mereka sesungguhnya adalah sahabat karib.
Inipun merupakan salah satu jalan mundur yang telah dipersiapkannya lebih dulu.
Ternyata di dalam maupun di luar loteng tiada penjaganya. Dalam hutan itupun tidak nampak
adanya penjagaan.
Belakangan ini, sudah tiada jago persilatan yang berani mendatangi benteng keluarga Tong
untuk mencari gara-gara, kehidupan mereka dilalui dengan aman tenteram, hal mana sedikit
banyak membuat penjagaanpun menjadi lebih teledor, apalagi tempat itu sudah makin
mendekati pusat kekuasaaan dari keluarga Tong, pada hakekatnya tak mungkin orang lain
bisa memasuki wilayah tersebut.
Tapi Bu ki masih tetap bertindak sangat berhati-hati.
Hutan itu luas sekali menurut perhitungannya, paling tidak dia harus berjalan sejauh empat
ratus tiga belas langkah untuk menembusinya sampai keluar.
762
Dia percaya perhitungannya itu pasti tepat sekali.
Sekalipun langkah tiap manusia berbeda mesti ada yang langkahnya lebar, ada pula yang
langkahnya pendek, tapi dia yakin sekalipun ada selisihnya, selisih tersebut tidak akan beda
tiga puluh langkah.
Setelah menentukan arahnya yang tepat, dia telah berjalan sejauh empat ratus tiga belas
langkah.
Di dalam sana masih tampak sebuah hutan yang lebat sekali dengan pepohonan yang rimbun.
Karena itu, dia berjalan maju lagi sejauh tiga puluh langkah lebih.....
Tapi apa yang dijumpai?
Kembali ada sebuah hutan yang lebat dengan pepohonan yang rimbun membentang di depan
mata.
Untuk kesekian kalinya Bu ki melanjutkan perjalanannya maju lima puluh langkah lagi ke
depan.
Tapi sebuat hutan dengan pepohonan yang lebat kembali membentang di depan matanya.
Peluh dingin sudah mulai bercucuran membasahi sekujur badan Bu ki.
Hutan tersebut seolah-olah telah berubah menjadi suatu lautan hutan yang tak bertepian, dia
seakan-akan tak pernah bisa keluar lagi dari cengkeraman hutan belantara itu.
Mungkinkah di dalam hutan belantara itu telah dipersiapkan semacam ilmu barisan yang
sangat lihay?
Ia tak bisa menemukannya.
Dedaunan yang rimbun dan lebat telah menghalangi sinar rembulan di malam itu, bahkan
cahaya bintangpun tak nampak sama sekali.
Ia bertekad untuk naik ke atas dahan pohon dan menengok dari atas.
Tapi keputusan tersebut justru keliru besar.
Berada dalam keadaan seperti ini, bagaimanapun kecilnya kesalahan yang dibuat, semuanya
bisa mengakibatkan kematian yang mengerikan.
763
TEMAN KEDUA
Seandainya dalam hutan itu tiada penjagaan, maka di atas puncak pohon lebih lebih tak
mungkin ada.
Sesungguhnya inilah suatu jalan pemikiran yang amat serasi, kebanyakan orang tentu
berpendapat demikian, sayang sekali pemikiran semacam ini justru salah besar.
Begitu Bu ki melompat naik ke atas dahan pohon, dia segera sadar kalau jalan pikirannya
keliru besar, sayang keadaan sudah terlampau lambat.
Mendadak tampak cahaya api berkilauan dan percikan bunga api memancar ke empat penjuru,
sebatang panah berapi yang memancarkan cahaya tajam dengan cepatnya melesat ke tengah
angkasa yang gelap.
Pada saat yang bersamaan, dua baris anak panah yang gencar berhamburan datang dari manamana.
Dia bisa saja melompat turun dari dahan pohon dan mundur melalui jalan semula.
Tapi ia tidak berbuat demikian.
Dia percaya, setelah jejaknya ketahuan maka semua persiapan yang ada di sekitar tempat itu
telah bergerak seluruhnya, hutan yang sesungguhnya aman tenteram kini telah berubah
menjadi suatu hutan belantara yang penuh dengan hawa pembunuhan yang mengerikan, bila
hutan ini dapat ditinggalkan mungkin keamanannya malahan terjamin.
Ia bertekad untuk menyusup keluar lewat batang pohon tersebut.
Itulah keputusan yang diambilnya pada kesempatan terakhir, ia sendiripun tidak tahu apakah
keputusan yang diambilnya itu benar atau tidak.
Ujung kakinya telah menemukan sebatang dahan pohon yang jauh lebih kuat dan keras,
dengan meminjam daya pantul dari dahan pohon tersebut, ia melesat ke depan.
Desingan angin yang tajam dan mengerikan menyambar lewat dari belakang tubuhnya.
Ia tidak berpaling untuk menengok desingan angin tajam itu.
Sekarang posisinya sudah berada dalam keadaan yang amat kritis, asal ia berpaling maka
besar kemungkinan jiwanya akan melayang meninggalkan raganya.
764
Setiap kekuatan dan setiap tenaga yang dimilikinya tak boleh dihambur-hamburkan dengan
begitu saja, tubuhnya juga berubah bagaikan sebatang anak panah yang melesat ke muka
dengan menyerempet di atas dahan pohon.
Kembali ada dua buah baris hujan panah yang meluncur datang dan menyambar lewat dari
atas kepalanya.
Ia belum menangkap suara bentakan, juga belum melihat kemunculannya sesosok bayangan
manusia, tapi setiap jengkal tanah di sekililing tempat itu telah diliputi hawa pembunuhan
yang mengerikan sekali.
Kehidupan yang tenang dan aman tenteram sama sekali tidak mengendorkan penjagaan dalam
benteng keluarga Tong, nama besar keluarga Tong yang tersohor turun temurun juga bukan
diperoleh dengan begitu saja.
Memandang dari atas dahan pohon, tampaklah hutan tersebut bukanlah sebuah hutang yang
tak bisa ditembusi untuk selama-lamanya.
Di depan hutan sana terdapat sebuah lapangan kosong, dua puluh kaki kemudian baru terdapat
tempat untuk menyembunyikan diri.
Barang siapa ingin melalui tanah kosong seluas dua puluh kaki itu, maka jejaknya sudah pasti
akan ketahuan lawan.
Asal jejaknya sudah ketahuan lawan, maka ia segera akan menjadi sasaran dari hujan panah
tersebut.
Dengan begitu, bukan saja Bu ki tak bisa mundur juga tak bisa maju ke depan.
Pada saat itulah tiba-tiba ia menyaksikan ada sesosok bayangan manusia sedang melesat ke
depan dengan kecepatan luar biasa.
Gerakan orang itu tampaknya jauh lebih cepat dari pada gerakan Bu ki sendiri.
Di mana hujan panah itu menyambar datang, hanya dalam sekali tebasan saja anak panah
tersebut sudah rontok ke tanah, sementara tubuhnya juga telah melesat sejauh sepuluh kaki
lebih ke depan.
Siapakah orang itu?
Ia sengaja menampakkan diri, sudah pasti tujuannya adalah membantu Bu ki untuk
memancing perginya jebakan-jebakan tersebut.
Tentu saja orang itu adalah temannya Bu ki.
765
Orang pertama yang diingat Bu ki adalah Kwik Ciok-ji, selain Kwik Ciok-ji tak mungkin ada
orang lain.
Ia tidak berpikir lebih jauh, buru-buru tubuhnya tenggelam ke bawah, lalu secara beruntun
mempergunakan gerakan Peng sah lok ing (manyar menukik menyambar pasir), Yan cu sam
cau sui (burung lewat tiga kali menutul air) dan Hui nio to lim (burung terbang melintasi
hutan), dengan menggunakan tiga kali perubahan tubuh, ia sudah menembusi tanah lapang
dan menyusup ke dalam kebun.
Bersembunyi di bawah pepohonan, ia mendengar ada suatu langkah kaki yang ramai bergema
lewat dari hadapannya.
Sekalipun penjaga di sekitar tempat itu sudah terpancing pergi oleh bayangan manusia tadi,
tapi jelas kebun bunga itu bukan suatu tempat yang aman ditinggali terlalu lama.
Dia harus pergi kemana?
Ia tak berani mengambil keputusan secara gegabah lagi, sebab kemanapun dia akan pergi, ia
tidak yakin bisa meloloskan diri dari tempat tersebut.
Pada saat itulah, mendadak ia menemukan suatu kejadian yang aneh sekali.
Bintang bertaburan di angkasa.
Tiba-tiba ia menyaksikan ada sekuntum bunga sedang bergerak-gerak, bukan daunnya yang
bergerak melainkan tangkai berikut akarnya yang bergerak.
Akar berikut tanah tiba-tiba bergerak meninggalkan permukaan, seakan-akan
ada sebuah tangan yang tidak tampak sedang mencabut bunga itu berikut akarnya.
Dari atas tanah muncul sebuah gua, dari dalam gua tiba-tiba muncul sebuah kepala.
Bukan kepala tikus juga bukan kepala kelinci, melainkan kepala manusia....., kepala manusia
dengan rambutnya yang kusut serta beruban semua.
Bu ki merasa amat terkejut belum sempat ia melihat jelas raut wajahnya, tiba-tiba orang itu
bertanya.
“Apakah kau hendak ditangkap oleh orang-orang keluarga Tong.....?”
Bu ki mau tak mau harus mengakuinya.
766
“Masuk, masuk, cepat masuk kemari!”, kembali orang itu berseru.
Selesai berkata, kepalanya segera ditarik masuk kembali kedalam gua tersebut,
Siapakah orang ini? mengapa secara tiba-tiba muncul dari bawah tanah?
Kenapa ia minta kepada Bu ki untuk masuk kedalam guanya? Rahasia apa yang terdapat
didalam gua.
Bu ki tidak habis mengerti juga tak punya waktu untuk memikirkannya....
Ia mendengar ada suara langkah manusia bergema datang, kali ini ternyata menuju kearah
dimana ia berada.
Dari balik kebun seakan-akan tampak cahaya api yang sedang berkedip-kedip.
Dalam keadaan demikian, dia tidak punya pilihan lain lagi kecuali menyembunyikan diri
kedalam gua tersebut.
Sebab ia sudah mendengar teriakan dari Tong Koat....
Dalam gua tersebut terdapat lorong bawah tanah yang dalam sekali.
Ketika Bu ki menerobos masuk kedalam, orang itu segera menutup kembali mulut gua dengan
pohon bunga tadi. Suasana dalam gua seketika berubah menjadi gelap gulita, bahkan kelima
jari tangan sendiripun sukar dilihat,
Suara langkah manusia diatas kedengaran makin keras dan makin banya, lewat lama sekali ia
baru mendengar orang itu berbisik dengan suara amat lirih:
“Ikutlah aku!”.
Bu ki terpaksa harus merangkak menelusuri lorong bawah tanah itu sambil meraba kesanakemari,
lorong tersebut amat sempit dan lagi kecil, hanya seorang saja yang bisa
menerobosnya sambil meliuk-liukkan badannya seperti ular.
Orang yang berada didepan itu merangkak dengan pelan sekali.
Mau tak mau dia musti bertindak berhati-hati, sebab bila dia merangkak lebih cepatan maka
Bu ki segera akan mendengar suara bunyi gemerincingnya rantai yang saling beradu.
Akhirnya Bu ki baru tahu kalau kaki dan tangan orang itu telah diborgol dengan rantai baja,
rantai baja yang sedemikian kerasnya hingga bacokan golokpun tidak mempan.
767
Benarkah dia anggota keluarga Tong.
Andaikata dia adalah anggota keluarga Tong, kenapa kaki dan tangannya diborgol dengan
rantai dan disekap didasar tanah?.
Kalau dia bukan anggota keluarga Tong, lantas siapakah dia? Kenapa bisa sampai disitu/.
Lorong bawah tanah itu dalam sekali, entah berapa dalamnya, terasa panjangnya bukan
kepalang tapi tidak diketahui pula seberapa panjangnya.
Bu ki hanya merasakan lorong bawah tanah yang sebelumnya dingin dan lembab, kini kian
lama kian bertambah panas dan menyengat badan, malah lamat-lamat dia mendengar suara air
yang mengalir, maka dia lantas menduga kalau tempat itu letaknya persis dibawah sumber air
panas tersebut.
Kemudian ia mendenar kakek itu berseru:
“Kita sudah sampai ditempat tujuan!”.
Sampai dimanakah mereka?’
Disitu tiada lampu juga tiada cahaya api Bu ki belum bisa melihat apa-apa.
Tapi ia dapat bangkit berdiri, lagipula dia merasa tempat itu lebar dan luas.
Kembali ia dengar kakek itu berkata:
“Inilah rumahku!”.
Tempat itu letaknya masih berada dibawah tanah, kenapa rumah sikakek itu berada dibawah
tanah? Apakah ia tak bisa bertemu dengan orang? Ataukah tidak ingin bertemu dengan orang?
Ataukah orang lain yang tidak memperkenankan dia berjumpa dengan orang....?
Tempat ini letakknya masih berada dalam komplek benteng keluarga Tong, seandainya dia
bukan anggota keluarga Tong, mengapa rumahnya bisa berada dalam komplek benteng
keluarga Tong?.
Seandainya dia adalah anggota keluarga Tong, mengapa pula dia berdiam dibawah tanah?
Suara kakek itu kedengaran sangat rendah, berat dan parau, seolah-olah penuh dengan
penderitaan, suatu penderitaan yang tak dapat diutarakan keluar.
768
Bu ki merasa mempunyai banyak pertanyaan yang hendak diajukan kepadanya tapi sebelum
pemuda itu sempat buka suara, dia telah bertanya lebih dahulu.
“Apakah kau membawa korek api?”.
“Tidak”
“Juga tidak membawa batu api?’
“Tidak!”
Tiada api berarti tiada cahaya, tanpa cahaya berarti ia tak bisa melihat apa-apa.
Hidup didalam kegelapan uang melihat kelima jari sendiripun tak dapat, sesungguhnya
merupakan suatu penderitaan yang luar biasa,
“Tempat ini adalah rumahmu, seharusnya kau memiliku benda untuk membuat api”, kata Bu
ki.
Buat apa aku mempunyai benda untuk membuat api?.
“untuk memasang lentera!”.
“Kenapa aku harus memasang lentera?”.
“Kau tak pernah memasang lentera?”.
Selamanya aku tidak memasang lentera, disinipun tak boleh memasang lentera?’.
Bu ki menjadi tertegun.
Ia tidak habis berpikir, kenapa orang ini bisa hidup sepanjang tahun didalam sebuah tanah
yang tak pernah ada sinarnya?’.
Terdengar kakek itu bertanya lagi:.
“Siapakah kau? Mengapa bisa sampai disini, Kau mencari keluarga Tong apakah dikarenakan
ada suatu dendam kesumat?’.
Secara beruntun dia mengajukan tiga buah pertanyaan, tapi tak sebuah pertanyaanpun dijawab
oleh Bu ki.
Bahkan sepatah katapun tidak diucapkan olehnya.
769
“Mengapa kau tidak berbicara?” tanya kakek itu lagi.
“Sebab aku tak dapat melihatmu, aku tak akan berbicara dengan seorang yang tidak kulihat
wajahnya”.
“Seandainya aku tak dapat melihatmu, aku tak akan berbicara dengan seseorang yang tidak
kulihat wajahnya”.
“Seandainya kau tidak terlampau bodoh, sekarang tentunya kau sudah bisa menduga bukan
bahwa aku adalah seorang yang buta”.
Bu ki memang telah berpikir sampai kesitu.
“Kau tidak dapat melihatku, akupun tak dapat melihatmu, bukankan hal ini sangat adil?’. lagilagi
kakek itu berkata.
Bu ki tidak berkata apa-apa lagi.
Tampaknya ia sudah mengambil keputusan, dia tak akan berbicara dengan seseorang yang tak
dapat dilihat wajahnya.
Kakek itupun tidak berbicara pula.
Seorang anak muda, dibawa masuk kedalam sebuah tempat semacam ini oleh seorang kakek
yang aneh dan misterius mungkinkah ia bisa menahan rasa ingin tahunya dan membungkam
terus.
Ia yakin cepat atau lambat Bu ki pasti tak dapat mengendalikan emosinya, ta tak menyangka
kalau pemuda bernama Bu ki ini sesungguhnya jauh berbeda dengan orang lain.
Bu ki sangat pandai mengendalikan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, kakek itu masih tak sanggup menahan diri lagi, tiba-tiba ia
berseru:
“Aku merasa kagum sekali kepadamu, kau memang benar-benar seorang pemuda yang hebat.
Bu ki tetap membungkam,
“Kau pasti ada dendam dengan keluarga Tong, tapi kau berani menyusup kedalam benteng
keluarga Tong, apalagi bernyali untuk melakukan penyelidikan terhadap daerah terlarang
benteng keluarga Tong berdasarkan hal ini, sudah terbukti sudah kalau kau memang seorang
manusia luar biasa”.
770
Bu ki tidak berbicara lagi.
“Setelah berada dalam keadaan begini dan berada ditempat seperti ini, ternyata kau masih bisa
menahan diri, seakan-akan sudah kau duga kalau tempat ini terdapat lampu dan kalau kau
bersikeras tidak bersuara, maka aku bakal memasangkan lampu bagimu”.
Setela menghela napas terusnya:.
“Bocah muda semacam kau ini tidak banyak lagi jumlahnya, sesungguhnya aku merasa butuk
sekali seorang teman semacam kau”.
Bu ki masih saja belum berbicara.
Entah apapun yang dikatakan kakek itu dia sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa.
Pada saat itulah, cahaya lentera menerangi seluruh ruangan.
Cahaya lentera itu muncul dari sebuah lentera kaca, walau berada dalam kejadian apapun
walau ada angin yang bagaimana kencangnya, jangan harap bisa menggoncangkan cahaya api
dalam lentera tersebut.
Terhadap cahaya ini, dia musti berhati-hati dan selalu waspada, sebab disekeliling tempat ini
penuh berserakan belerang, opotas dan bahan mesiu, bisla bertindak kurang berhati-hati maka
akibatnya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Kakek itu duduk dibelakang sebuah meja yang sangat besar, diatas meja penuh berserakan
alat-alat yang belum pernah dilihat Bu ki, ada benda yang mirip jarum, ada yang mirip pipa,
ada yang mirip tabung kosong, ada yang bengkok-bengkok, adapula yang meliuk-liuk seperti
tusuk konde.
Suasana dalam ruangan bawah tanah itu gelap lagi lembab, selain sebuah meja disudut sana
masih terdapat sebuah pembaringan.
Kakek itu hidup dalam gua bagaikan hidup seekor tikus, tangan maupun kakinya diborgol
orang dengan rantai yang sangat besar, mukanya yang pucat piat sudah tumbuh panu sebesar
mata uang karena udara yang lembab, sehingga mukanya bagakan mengenakan topeng sebuah
topeng saja.
Bau busuk yang sangat menusuk hidung memancar keluar dari tubuhnya, paling tidak sudah
ada setahun lamanya ia tak pernah mandi.
Pakaian yang dikenakan itu sudah kumal dan robek-robek sehingga andaikata pengemis yang
melihatnyapun akan mencemooh.
771
Kehidupan orang itu pada hakekatnya jauh lebih tersiksa dari pada kehidupan seekor anjing.
Tapi sikapnya, gerak-geriknya justru membawa hawa keangkuhan yang tak terlukiskan
dengan kata-kata.
Manusia semacam dia itu, masih mempunyai keangkuhan apa lagi yang dapat diperlihatkan?
Bu ki sedang memperhatikan tangannya.
Seluruh badannya bau lagi dekil, tapi anehnya sepasang tangannya putih bersih dan lagi halus,
mana mantap lagi.
Yaaa, suatu kemantapan yang luar biasa.
Sekalipun ia buta seperti seekor kelelawae kehidupannya lebih jelek daripada kehidupan
seekor anjing, tapi sepasang tangannya itu terawat sangat baik.
Sepasang tangannya itu diletakkan diatas meja, entah tujannya demi menjaga kebersihan
antaukah untuk dipamerkan kepada orang lain.
Mau tak mau seluruh perhatian Bu ki tertuju juga diatas sepasang lengannya itu.
Mimpipun tak pernah ia sangka kalau orang itu bisa mempunyai sepasang tangan yang begitu
indah lagi bersih.
Cahaya api dalam lentera kaca memancarkan sinar terang.
“Sekarang, tentunya kau sudah melihat diriku bukan?’, kata sikakek tersebut.
“Ehmmm......!”.
Sekarang, tentunya kau sudah bersedia untuk berbicara bukan?”.
Siapa kau?’.
Sebenarnya sudah lama dia ingin mengajukan pertanyaan itu tapi ia selalu bersabar diri untuk
menahan pertanyaan itu didalam hati, karena suatu jalan pemikirannya yang sangat aneh
secata tiba-tiba muncul didalam hatinya.
Bukan cuma suatu pemikiran yang aneh, menakutkan lagi.
Tampaknya kakek itu seperti dibuat terkejut pleh pertanyaan itu, segera gumamnya.
772
“Siapakah aku?, Siapa aku....’
Betul wajahnya masih tanpa emosi, tapi suaranya membawa semacam penderitaan dan
sindiran yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Mendadak ia menghela napas panjang lalu berkata.
“Selama hidup jangan harap kau bisa menyangka siapakah diriku, sebab aku sendiripun
hampir melupakan siapakah diriku sebenarnya”.
Kembali Bu ki memperhatikan tangannya, semacam jalan pemikiran yang aneh tapi
menakutkan kembali melintas didalam hatinya.
Suatu jalan pemikiran yang ia sendiripun tak berani mempercayainya justru tak tahan muncul
dan berkecamuk didalam benaknya.
Karena sikap angkuh itu, karena sepsang tangannya yang mantap dan aneh, juga karena Mi
Ci,
Mengapa dia bersikeras akan mendatangi benteng keluarga Tong.
Mengapa Tong Koat, bertekat untuk menghabisi nyawanya.
Tiba-tiba Bu ki berkata,
“Aku tahu siapakah kau”.
“Kau tahu?”, jengek kakek itu sambil tertawa dingin,
“Yaa, kau she Lui!’.
Ditatapnya wajah kakek itu tajam-tajam, betul juga, paras muka kakek itu berubah hebat,
berubah menjadi menakutkan sekali.
Bu ki tak berani memperhatikan wajahnya lagi ia lantas berseru dengan lantang.
“Kau adalah Lui Ceng thian!’.
Mendadak sekujur bafan kakek itu mengejang keras, bagaikan secara tiba-tiba ada sebatang
jarum yang menusuk tulang punggungnya.
Lewat lama, lama sekali bagaikan sekujur badannya meledak, sepatah demi sepatah dia
menjawab:
773
“Betul, akulah Lui Ceng thian!”.
Keluarga Lui dari Kanglam tersohot dan menjadi kaya raya dalam dunia persilatan karena
senjata rahasia mesiunya, hingga kini sudah bersejarah dua ratus tahun.
Sepanjang sejarah dua ratus tahun, banyak perubahan sudah terjadi didalam dunia persilatan,
tapi nama serta kedudukan mereka didalam dunia persilatan tak akan pernah pudar.
Jilid 27________
Pek Lek Tong dari Kanglam selain sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan,
pengaruhnya amat luas, lagipula mereka adalah orang kaya termashur didalam dunia
persilatan, kemana anak keturuna keluarga Lui pergi, semua orang tentu, menyambutnya
dengan segala kehormatan.
Terutama sekali Tongcu dari Pek lek tong generasi yang sekarang ini, selain Bun bu siang cu
(menguasai ilmu silat maupun sastra) berambisi besar, juga termasuk lelaki tampan yang
kenamaan didalam dunia persilatan.
Betulkah manusia yang buta bagaikan kelelawar dan dekil melebihi anjing budukan ini
sesungguhnya adalah pemilik perkumpulan Pek lek tong dari Kanglam, Lui Ceng Thian yang
amat tersohor namanya dalam dunia persilatan.
Siapa yang mau percaya dengan ucapan tersebut? Dan siapa pula yang berani
mempercayainya?
Buki percaya.
Sedari tadi ia sudah berpikir sampai kesitu, tapi mau tak mau toh dia merasa kaget bercampur
tercengang juga, tanpa terasa ia lantas bertanya:
“Mengapa kau bisa berubah menjadi begini rupa? Apakah keluarga Tong telah menghianati
dirimu?”
Padaha tak usah ditanyapun, ia juga tahu kalau hal ini merupakan tindakan dari keluarga
Tong.
Walaupun ia juga telah menduga bahwa perkawinan antara pihak Pek lek tong dengan
keluarga Tong bakal mengakibatkan peristiwa tragis semacam ini.
Tapi diapun tahun, harta kekayaan dan kekuasaan Pek lek tong tidak nanti akan dibagibagikan
kepada orang lain.
774
Sekarang, kekayaaan maupun kekuasaan Pek lek tong sudah menjadi barang saku dari
keluarga Tong, tentu saja Lui Ceng Thian menjadi kehilangan nilainya untuk dipergunakan.
Sekaran walaupun kehidupannya lebih buruk dari kehidupan seekor anjing, tapi ia hidup
sudah merupakan suatu kejadian yang luar biasa.
Kembali Buki bertanya:
“Mengapa mereka belum membunuhmu?”
“Sebab aku masih mempunyai sepasang tangan”
Lui Ceng Thian menjulurkan sepasang tangannya, tangan itu masih kelihatan tenang, mantap,
lincah dan bertenaga.
Sambil membusungkan dada dan bersikap angkuh terusnya:
“Selama akau masih mempunyai sepasang tangan, mereka tak akan bisa membunuhku juga
tak akan berani membunuhku”
“Kenapa tidak berani?”
“Sebab bila aku sampai mati, maka San hoa thian li (bidadari menyebar bunga) merekapun
akan turut mati”
“San hoa thian li? Siapakah San hoa thian li itu?”
“San hoa thian li bukan seorang manusia, melainkan semacam senjata rahasia”
Pelan-pelan dia melanjutkan:
“Semacam senjata rahasia yang dulu tak pernah ada dan dikemudian hari tak ada keduanya,
bila senjata rahasia semacam ini sudah muncul didalam dunia persilatan, maka semua senjata
rahasia yang ada didunia ini akan berubah seperti permainan kanak-kanak”
Benarkah didunia ini terdapat senjata rahasia yang begini menakutkan?
Siapa yang akan mempercayainya?
Buki percaya
Ia jadi teringat kembali dengan senjata rahasia Tong Giok yang berada di atas koceknya.
775
Walaupun kedua biji senjata rahasia itu belum sampai mencelakai orang, sebaliknya malah
mencelakai diri sendiri, tapi daya kekuatan yang dimilikinya dapat disaksikan oleh setiap
orang.
Padahal ujung jari Tong Giok hanya terobek sedikit sekali, tapi akibatnya ia menjadi orang
cacad, ketika senjata rahasia itu dilemparkan sekenanya, seluruh bangunan kuil itu kena
diledakan.
Dalam senjata rahasia tersebut selain ada racun yang jahat dari keluarga Tong, juga terdapat
bahan peledak dari Pek lek tong.
Jika dua macam senjata rahasia mengunggal dari dua keluarga yang sudah lama termashur
namanya dalam dunia persilatan dipersatukan, siapa lagi manusia didunia ini yang sanggup
untuk melawannya.
Telapak tangan Bu Ki sudah basah oleh keringat dingin.
“Sudah sedari dulu keluarga Tong berambisi untuk merajai seluruh kolong langit, asal senjata
rahasia ini berhasil diproduksi, maka itulah saat mereka untuk menjagoi seluruh dunia”
“Apakah sekarang belum sampai waktunya?” tanya Bu Ki
“Belum!”
Kemudian dengan angkuh dia melanjutkan:
“Tanpa aku, tak mungkin ada San hoa thian li, justru karena sampai sekarang senjata rahasia
tersebut belum selesai dibuat, maka mereka tak berani mengusik diriku”
“Seandainya mereka berhasil memproduksi benda itu?”
“Bila ada San hoa thian li, berarti tiada aku Lui Ceng Thian”
“Oleh karena itu kau tak akan membiarka mereka berhasil dengan cepat....?”
“Sudah pasti tidak!”
Akhirnya Bu Ki menghembuskan napas lega.
Kembali Lui Ceng Thian berkata:
“Ada sementara orang tentu beranggapa bahwa lebih baik mati saja daripada hidup sengsara
seperti aku sekarang, tapi aku masih belum ingin mati”
776
“Andaikata aku menjadi kau, akupun tak akan mati, asal kau masih sanggup untuk hidup lebih
jauh, aku pasti akan hidup terus, sekalipun bisa hidup sehari lagi, aku juga akan hidpu sehari
lebih lama!”
“oya?”
“Sebab aku masih harus menunggu datangnya kesempatan untuk membalas dendam, setiap
saat kesempatan akan datang, asal orang masih hidup berarti kesempatan akan datang setiap
saat”
“Betul!”
Mendadak suaranya berubah menjadi gembira sekali, lanjutnya:
“Ternyata memang aku tidak salah melihat, ternyata kau memang benar-benar adalah orang
yang sedang kucari”
“Bu Ki masih belum dapat memahami ucapannya, dia menunggu orang itu menyelesaikan
kata-katanya.
“Sekarang, mataku susah menjadi buta. Disekap pula ditempat ini seperti anjing liar,
sekalipun ada kesempatan, belum tentu aku bisa memanfaatkannya, maka akau sangat
membutuhkan bantuan seorang teman”
Dia meraba tangan Bu ki dan menggenggamnya kencang-kencang setelah itu lanjutnya:
“Kau benar-benar adalah teman yang sangat kubutuhkan, aku butuh sekali seorang teman
seperti dirimu itu, kau harus menjadi temanku!”
Sepasang tangan Bu ki berubah menjadi dingin dan kaku.
Ia tak menyangka kalau pemimpin Pek lek tong bisa mohon bersahabat dengannya. Tak tahan
dia lantas bertanya:
“Tahukah kau, siapa aku ini?”
“Peduli siapa kau, semuanya adalah sama saja!”
“Dari mana kau tahu kalau aku bakal menjadi sahabatmu?”
“Aku tidak tahu, tapi aku tahu bahwa orang-orang keluarga Tong hanya mempunyai dua
pendapat”
“Pendapat apa?”
777
“Kalau bukan sahabatnya adalah musuhnya!”
“Yaa, aku pernah mendengar perkataan ini”
“Aku pun mempunyai suatu pendapat, asal kau bukan teman keluarga Tong, kau adalah
temanku”
Kemudian dia bertanya pada Bu ki:
“Apakah kau adalah temannya keluarga Tong?”
“Bukan”
“Kalau begitu, kau adalah temanku.”
PERSOALAN PELIK
Sinar lentera menyoroti wajah Lui Ceng Thian, wajahnya penuh memancarkan sinar
pengharapan dan permohonan.
Dia sangat berharp bisa mendapat seorang teman semacam ini, ia memohon orang itu bersedia
menjadi temannya.
Tapi siapakah orang inipun belum diketahui olehnya.
Akhirnya Bu ki menghela napas panjang, katanya.
“Benar, kalau aku bukan teman keluarga Tong, tentu saja adalah sahabatmu”
Ia lebih lebih tidak menyangka kalau dirinya bakal memenuhi permintaan LUi Ceng Thian,
pemimpin dari Pek lek tong ini untuk menjadi sahabatnya.
Ia meluluskan permintaan, karena Lui Ceng Thian yang sekarang sudah bukan LUi Ceng
Thian yang dulu, dia tak lebih hanya seorang kakek buta yang sudah kenyang menderita dan
tersiksa, sudah banyak dihina, dicemooh dan dianiaya.
Ia benar-benar sudah tidak tega untuk menganggap kakek yang menggenaskan ini sebagai
musuh besarnya.
Ia meluluskan, karena dia tahu sekarang mereka berada dalam satu tujuan yang sama, bila
mereka bersahabat maka hal mana akan mendatangkan banyak kebaikan dan manfaat bagi
kedua belah pihak.
778
Sekarang Tio Bu Ki sudah bukan seorang pemuda yang berangasan lagi, sekalipun ia belum
sampai mempelajari cara untuk memperalat orang lain, paling tidak ia telah mampu untuk
membedakan mana yang berbahaya dan mana yang menguntungkan, dia pun tahu bagaimana
harus berbuat agar menguntungkan pihaknya.
Sebab hal itu merupakan suatu hal yang maha penting.
Pekerjaan yang menguntungkan diri sendiri tanpa merugikan orang lain pasti akan ditampik
oleh orang yang berakal budi.
Sekarang Lui Ceng Thian telah melepaskan genggamannya, ia kelihatan gembira sekali,
gumamnya:
“Kau tak akan menyesal, setelah bersahabat dengan seorang teman seperti aku, kujamin kau
pasti tak akan merasa menyesal”
“Aku pikir, saat ini kau pasti merasa menyesal sekali” kata Bu ki dengan hambar.
“Apa yang kusesalkan?”
“Menyesal kau telah bersahabat dengan orang-orang semacam keluarga Tong!”
Paras muka Lui Ceng Thian segera berubah menjadi gelap dan murung, ujarnya dengan sedih:
Tapi aku sama sekali tidak menyalahkan mereka, aku hanya membenci diriku sendiri.
“Kenapa?”
“Sebab aku terlalu menilai rendah kemampuan mereka”
Sambil mengepal sepasang tinjunya kencang kencang, sepatah demi sepatah dia melanjutkan.
“Barang siapa yang terlalu memandang rendah musuhnya, hal ini merupakan suatu kesalahan
yang tak dapat dimaafkan lagi, kesalahan itu tak pantas untuk dikasihani”
Inilah nasehat yang berhasil diciptakan olehnya setelah mengalami suatu pengalaman yang
pahit dan penuh percobaan serta penderitaan.
“Ucapanmu itu pasti akan kuingat terus untuk selamanya” kata Bu-ki.
“Kalau toh kau sudah mengetahui tentang diriku, tentunya kau juga pernah mendengat tentang
masalahku bukan?” tanya Lui Ceng Thian.
Bu-ki mengakuinya.
779
Bila kau beranggapan bahwa aku menerima syarat perkawinan itu karena tertarik oleh
kecantikan Tong Kian-kian, maka dugaanmu itu keliru besar sekali kata Lui Ceng Thian lebih
lanjut;
Sekarang Bu-ki baru tahu kalau perempuan yang matanya sipit menjadi satu garis bila sedang
tertawa itu bernama Kian-kian.
Kian-kian memang seorang perempuan yang amat cantik bukan cuma cantik saja, bahkan
memiliki semacam daya tarik yang bisa membuat kaum lelaki menjadi terpikat.
Terhadap perempuan semacam ini, sekalipun ada lelaki yang mengorbankan diri demi dirinya,
Bu-ki juga tak akan merasa keheranan.
“Benarkah kau bukan lantaran dia?” tanga Bu-ki.
Lui Ceng Thian tertawa dingin.
“Heeehh........heeehh......heeehh.....aku bukanlah seorang lelaki yang belum pernah melihat
kecantikan seorang wanita, istriku juga seorang perempuan yang cantik jelita”
Istrinya yang dulu adalah Mi Ci.
Kecantikan Mi Ci daya tarik Mi Ci, semuanya sudah pernah dirasakan oleh Bu-ki.
Lui Ceng-thian berkata lebih jauh:
“Tapi sekarang aku telah meninggalkan dirinya, aku tahu dia pasti tak akan memaafkan
diriku, karena aku sendiripun tak dapat memaafkan diriku sendiri”
Dengan sedih dia melanjutkan;
“Tak sedikit peristiwa semacam ini yang banyak terjadi didunia ini, dikala kau telah
kehilangan, saat itulah baru kau rasakan betapa berharganya dia”
Lagi lagi suatu nasehat yang diberikan setelah mengalami suatu penderitaan dan siksaan yang
berat.
“Mengapa kau tinggalkan isterimu itu? Kenapa kau meluluskan permintaan ini?” tanya Bu-ki
“Karena aku mempunyai ambisi!”
“Ambisi untuk menguasai seluruh kolong langit?”
780
“Keluarga Tong ini menggunakan diriku untuk menguasahi seluruh kolong langgit,
sebaliknya akupun sama juga ingin memperalat mereka, cuma sayang..........”
“Cuma sayang aku terlampau memandang rendah mereka, orang orang keluarga Tong
ternyata jauh lebih lihay daripada apa yang kau perhitungkan semula” sambung Bu-ki.
Lui Ceng-thian segera mengakuinya.
“Itulah sebabnya mataku menjadi buta akupun dirantai orang disini bagaikan seekor anjing
budukan”
Digenggamnya tangan Bu-ki kencang-kencang, maka katanya kembali;
“Itulah sebabnya kau harus membantu diriku!”
“Apa yang bisa kulakukan untukmu?”
“Aku masih punya teman, Pek lek tong masih punya anak buah, seandainya mereka tahu
keadaanku sekarang, sudah pasti mereka akan berusaha mencari akal untuk menoong diriku”
“Taukah mereka akan keadaanmu sekarang?”
“Mereka sama sekali tidak tahu, mereka mengira aku berada didalam pelukan hangat wanita
cantik”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan;
“Keluarga Tong telah memisahkan aku dengan orang lain, dalam sepuluh bulan belakangan
ini, kau adalah orang hidup pertama yang pernah kujumpai”
Selama sepuluh bulan belakangan ini, apa yang bisa dilihat olehnya sebagai satu satunya
barang yang bisa bergerak adalah sebuah keranjang bambu.
Keranjang itulah yang mengirim kebutuhan makan dan minumnya setiap hari dari atas,
kemudian menaikkan senjata mesiu yang berhasil dibuatnya dalam sehari itu.
Bila satu hari tiada senjata mesiu yang dibuat, maka keesokan harinya terpaksa ia musti
menahan lapar.
Jadi boleh dibilang, barter tersebut merupakan suatu barter yang dibayar secara kontan.
Tindak tanduk pihak keluarga Tong selalu mengutamakan kenyataan, oleh karena itu tindakan
mereka selalu amat manjur......
781
Dalam sepuluh bulan terakhir ini, satu satunya pekerjaan yang berhasil ia buat dan cukup
memuaskan hatinya adalah menggali sebuah terowongan bawah tanah
Sesungguhnya dia tidak bermaksud untuk menggali sebuah terowongan agar melarikan diri
dari benten keluarga Tong, sebab dia tahu hal itu merupakan sesuatu yang mustahil
Ia menggali terowongan itu tak lebih agar memberi sedikit pekerjaan baginya, agar timbul
setitik harapan dalam hatinya.
Jika seseirang sudah tiada setitik harapan lagi, bagaimana mungkin ia masih bisa hidup lebih
jauh.
Kembali Lui Ceng-thian berkata:
Aku sudah bekerja keras selama sepuluh bulan lebih, meski masih jauh selisihnya dari sasaran
yang kuincar, meski terowongan jalan bawah tanah ini hanya bisa kugali sampai dalam kebun
bunga, tapi justru pekerjaan ini telah mendatangkan hasil.
“Kau telah menyelamatkan diriku”
“Justru karena itu juga, aku berhasil menemukan seorang teman”
Bu-ki menghela napas panjang, katanya pula:
“Cuma sayang temanmu itu sudah tidak dapat hidup lebih jauh lagi”
“Kenapa?”
“Tentunya kau tahu, bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menyusup masuk kedalam
benteng keluarga Tong”
“Yaa, memang bukan sesuatu yang amat gampang”
“Aku bukan menyusup masuk kemari, aku adalah tamunya keluarga Tong,
Tong Kuat lah yang mengajakku kemari, tempat yang kudiami pun merupakan kamar tamu
keluarga Tong yang khusus untuk menerima tamu agung”
“Kepandaianmu tentunya luar biasa sekali”
“Andaikata Tong Kuat menjumpai tamunya secara tiba tiba lenyap tak berbekas, coba
bayangkan apakah aku masih bisa hidup lebih jauh lagi...............”
“Dia tak akan menemukan hal ini”
782
“Kenapa?”
“Sebab sebelum dia menemukan kau tidak berada didalam kamar, aku telah menghantarmu
pulang”
Bu-ki segera tertawa getir.
“Dengan cara apa kau hendak menghantarku pulang? Mencekoki obat pelenyap bada
kepadaku? Atau merubahku menjadi seekor lalat?”
Sesungguhnya persoalan ini memang merupakan sesuatu persoalan yang sangat pelik.
Agaknya Lui Ceng-thian seudah mempunyai rencana yang cukup matang didalam persoalan
ini, segera katanya”
“Mula mula aku akan menghantarmu menuju ke kebun bunga diujung terowongan sana”
“Kemudian?”
“Kemudian aku akan menerjang keluar lebih dulu dari tempat itu” Kata Lui Ceng-thian.
Sesudah berhenti sebentar, dia menerangkan:
“Jika para penjaga disekitar tempat itu menjumpai diriku, maka mereka pasti akan
mengerahkan segenap kekuatan yang ada untuk berusaha menangkap diriku”
“Dengan perbuatanmu itu, kau pasti akan tersusul dan ditangkap kembali oleh mereka”
“Itu mah bukan persoalan, sekarang San hoa thian li belum berhasil dibuat, sekalipun mereka
berhasil menangkap diriku, paling banter cuma menghantarku kembali dan paling paling
cuma menambahi dua buah borgol lagi diatas badanku”
“Mereka pasti akan bertanya kepadamu,
dengan cara apa kau berhasil melarikan diri?”
“Aku toh bisa saja membungkam diri”
Dengan angkuh dia melanjutkan:
“Aku adalah Lui Ceng-thian, mereka seharusnya juga tahu Lui Ceng-thian bukan manusia
yang tak becus, seandainya aku benar benar ingin melarikan diri dari gua ini, hal tersebut
bukannya tak bisa kulakukan”
783
Mau tak mau Bu-ki harus mempercayai juga, bagaimana juga Lui Ceng-thian boleh dibilang
merupakan jagoan kelas satu didalam dunia persilatan dewasa ini.
“Perduli apapun juga yang bakal terjadi aku tak akan mengatakan soal terowongan bawah
tanah ini kepadanya” kata Lui Ceng-thian lagi dengan cepat.
“Kenapa?”
“Sebab aku masih ingin menggunakan terowongan bawah tanah ini untuk mengadakan kontak
denganmu”
Setelah berhenti sejenak, terusnya:
“Pokoknya asal kau sudah mendapatkan kabar, carilah suatu akal untuk memberitahukannya
kepadaku”
“Andaikata aku melupakan dirimu?”
“Kau tak akan melupakannya, karena akupun tak akan melupakan dirimu.........”
Kalau toh aku belum melupakan dirimu, berarti setiap saat akupun masih bisa memberi
tahukan rahasia ini kepada Tong Koat.
Kata kata semacam ini tidak dia ucapkan juga tidak perlu dia katakan.
Bu ki bukan seorang pemuda yang tolol, tentu saja dia dapat memahami arti dari pada
perkataan itu.
Terdengar Lui Ceng Thian berkata lagi:
“Dikala mereka mengejar diriku nanti, kau dapat menggunakan kesempatan itu untuk
menerobos masuk kedalam kebun itu.
“Sekalipun bisa sampai didalam hutan itu, belum tentu aku bisa balik kerumah”
“Kenapa?”
“Sebab dalam hutan itu telah diatur semacam ilmu barisan yang sangat hebat”
“Asal kau ingat selalu maju tiga mundur satu, kiri tiga kanan
satu maka hutan belantara itu dapat kau tembusi dengan gampang sekali........”
784
“Masa segampang itu?”
“Didunia ini memang banyak terdapat kejadian yang sepintas lalu tampaknya sangat kacau
dan rumit sekali, padahal setelah diungkapkan semuanya gampang dan sederhana sekali”
Inipun merupakan suatu nasehat yang baik sekali.
Jika seseorang sudah terlalu sering mengalami pukulan serta percobaan maka sering sekali dia
akan berubah menjadi lebih cerdik.
“Menurut pendapatmu berapa besar kesempatan yang kau miliki?” tanya Bu-ki kemudian.
“Paling tidak juga ada tujuh bagian”
Walaupun Bu-ki bukan seorang penjudi ulung tapi baginya, asal kesempatan ada tujuh bagian,
hal mana sesungguhnya sudah lebih dari cukup baginya.
Lui Ceng-thian segera bertanya.
“Sekarang, persoalan apa lagi uang hendak kau ajukan?”
“Masih ada satu lagi”
“Tanyalah!”
“Apakah terowongan bawah tanah ini digali oleh kau seorang?”
“Selain aku masih ada siapa lagi?”
“Kecuali kau seharusnya masih ada seseorang lain”
“Siapakah orang itu?”
“Seseorang yang membantumu mengangkut pergi pasir pasir yang telah digali itu?”
Setelah berhenti sebentar, pelan-pelan dia melanjutkan:
“Untuk membuat terowongan sebesar dan sepanjang ini, sudah pasti pasir yang berhasil digali
tak terhitung jumlahnya, andaikata tiada orang yang mengangkutnya pergi, memangnya
kemana kaburnya pasir tersebut? Masa sudah kau telan semuanya kedalam perut?”
Masalah tersebut bukan saja merupakan suatu persoalan yang pelik lagipula juga merupakan
kunci yang paling penting didalam peristiwa ini....
785
Sepasang kepalan Bu-ki telah mengepal kencang-kencang.
Andaikata Lui Ceng thian tak dapat menjawab pertanyaan itu, hal mana menunjukkan
kalau apa yang telah diucapkan selama ini adalah kata kata bohong belaka.
Maka sepasang kepalan Bu ki yang sudah terkepal itupun segera akan menghajar tempat
mematikan diatas tenggorokannya.
Cukup dengan sebuah jotosan, nyawanya pasti akan melayang meninggalkan raganya/
Sambil tertawa Lui Ceng thian segera berkata:
“Pertanyaan yang kau ajukan ini sebenarnya merupakan suatu pertanyaan yang bagus sekali”
Dengan suara bangga, dia melanjutkan:
“Padahal aku sendiripun sudah lama sekali memikirkan persoalan ini, jika masalah itu tak
dapat perselesaikan, maka pada hakekatnya tak mungkin bagiku untuk membuat terowongan
ini. karena bagaimanapun juga aku toh belum ingin tertelan oleh tanah dan pasir yang kugali
ini”
“Bukan sesuatu masalah yang gampang untuk menyelesaikan persoalan pelik itu”
“Yaa, memang bukan sesuatu yang gampang”
“Apakah kau telah menyelesaikannya?”
“Kalau dahulu kau pernah datang kemari, dan seandainya kau pernah mengukur luasnya gua
ini, maka kau akan menemukan bahwa ruangan gua ini kian hari kian bertambah sempit dan
kecil, sekarang, paling tidak ruangan gua ini sudah menyempit sejauh beberapa depa”
Mendengar perkataan itu, Bu ki segera menjadi paham sendiri.
“Apakah kau maksudkan keempat dinding gua ini makin lama semakin menebal?”
Lui Ceng thian segera tersenyum.
“Tampaknya kau tidak terlampau bodoh”
Jika pasir hasil galian dicampur dengan air lalu ditempelkan ke gua itu, otomatis pasir itu
bakal menempel seterusnya.
786
Apalagi gua tersebut adalah sebuah gua lumpur, keempat dinsingnya memang berdinding
lumpur sedari awal, tentu saja tak mungkin ada orang yang secara khusus datang ke dalam
gua itu hanya bermaksud untuk mengukur luasnya gua itu saja.
Siapapun tak mungkin bisa berpikir sampai kesitu.
Perlu dibicarakan sesungguhnya
cara itu sederhana sekali, tapi seandainya orang itu tidak cerdik sekali, tak nanti cara tersebut
dapat ditemukan.
Mendadak Bu-ki merasa bahwa Lui Ceng thian sesungguhnya jauh lebih cerdas dan hebat dari
pada apa yang dibayangkan semula.
Tapi sekarang ia sudah disekap oleh orang orang keluarga Tong bagaikan seekor anjing liar
ditempat itu, bukankah hal tersebut menunjukkan kalau orang orang keluarga Tong jauh lebih
menakutkan?
Sekarang apakah Tong Koat sudah mengetahui kalau Bu-ki sudah tidak berada didalam kamar
tamunya?
Andaikata ia sudah mengetahuinya, dan kini Bu-ki pulang kembali kesitu, bukankah hal ini
sama artinya dengan menghantar diri menuju ke mulut macan?
Tapi bagaimanapun juga mau tak mau Bu-ki harus kembali juga ketempat itu.
Ia tak dapat meniru cara Lui Ceng thian dengan sepanjang tahun menyembunyikan diri dalam
gua yang tak tmapak langit dan tiada bersinar itu, tapi diapun tidak mempunyai cara lain lagi
yang bisa ditempuh.
Karenanya terpaksa dia harus menyerempet bahaya.
Sekali demi sekali dia harus menyerempet bahaya. Setiap waktu setiap saat selalu
menyerempet bahaya, besar kemungkinan akan menjadi petualangan yang paling akhir.
Entah kepada siapapun itu orangna, daya tekanan semacam ini sesungguhnya boleh dibilang
terlampau besar.
Apa yang diperhitungkan oleh Lui Ceng thian memang sangat tepat dan sempurna.
Begitu dia melompat keluar dari bawah tanah, serentak semua penjaga maupun jago jago
yang dipersiapkan disekeliling tempat mencurahkan semua perhatian kepadanya. Pengejaran
secara besar besaran segera dilakukan untuk mengikuti jejaknya.
787
Berbicara bagi pihak keluarga Tong, Lui Ceng thian memang betul betul terlalu
penting, jauh lebih penting dari siapapun dan benda apapun yang ada didunia ini.
Bagaimana juga dan apapun yang bakal terjadi, mereka tak akan membiarkan datangnya mara
bahaya akibat dari kaburnya orang maha penting tersebut.
Itulah sebabnya, Bu-ki memiliki kesempatan yang baik sekali untuk pergi meninggalkan
tempat itu.
Dan nyatanya dia memang manfaatkan kesempatan yang sedikit itu dengan sebaik baiknya.
Dengan cepat dia menerobosi tanah lapang yang kosong itu dan menyusup masuk ke dalam
hutan itu.
Maju tiga mundur satu, kiri tiga langkah ke kanan satu langkah.
Cara tersebut sudah pasti bisa dipercaya dan tepat sekali sebagaimana sebenarnya.
Fajar sudah mulai menyingsing diufuk timur, kabut putih yang tebal juga mulai menyelimuti
seluruh hutan......
Sambil menghitung dahan pohon disitu Bu-ki masih tiada hentinya menghitung...... maju tiga
mundur satu, kiri tiga kanan satu.....
Mendadak terdengar seorang berkata dengan dingin:
“Kalau begitu caramu untuk menembusi hutan ini, sampai tua juga jangan harap bisa lolos
dari situ”
PUTRI AYU
Bulan empat tanggal dua puluh tiga udara cerah.
Pagi itu kabut sangat tebal. Fajar yang diliputi kabut tebal.
Dari balik kabut tebal berwarna putih, muncul sesosok bayangan manusia berwarna putih,
sehingga kelihatannya seperti sesosok sukma gentayangan.
Seandainya bayangan itu benar benar adalah sukma gentayangan. Bu ki malah tidak takut.
Tapi yang dia lihat adalah seorang manusia.
dia adalah perempuan yang sangat cantik, cantik sekali.
788
Menyaksikan Bu ki kaget, ia malah tertawa, sewaktu tertawa sepasang matanya berubah
menjadi satu garis, sebuah garis lengkung yang indah yang sanggup merontokkan hati pria
manapun.
bu ki pernah bertemu dengannya, bertemu sewaktu ada diluar toko penjual gincu, lagipula
pernah mendengar Lui Ceng thian menyinggung namanya.
Perempuan itu adalah ong Kian kian.
Istri baru dari Lui Cong thian, Tong Kian kian.
suaminya diborgol orang dalam gua bawah tanah seperti anjing liar, sedang dia berdiri disitu
sambil tertawa seperti bidadari.
Perasaan Bu ki bagaikan tenggelam ke dasar laut.
Dia tahu, walaupun ada sementara perempuan kelihatannya seperti bidadari, tapi selalu
membawa kaum pria masuk neraka.
Untung saja dengan cepat ia dapat memulihkan ketenangannya, sekulum senyuman yang
gembira dengan cepat tersungging diujung bibirnya.
“Selamat pagi!” sapanya.
“Sekarang memang masih pagi, kebanyakan orang belum lagi bangun dari tidurnya, kenapa
kau sudah bangun?”
“Tampaknya kau juga belum naik tempat tidur, kau seperti sudah bangun sekarang” sahut Bu
ki
Tong Kian kian segera memutar biji matanya lalu berkata
“Aku bangun lantaran suamiku tak ada, aku tak biasa tidur sendirian......”
“Bila aku punya seorang istri semacam kau, sekalipun ada orang menghajar tubuhku dengan
pecut, aku tak akan membiarkan kau tidur seorang diri dirumah”
Tiba tiba Tong Kian-kian menarik muka kemudian menegur.
“Besar amat nyalimu, dengan jelas kau sudah tahu siapakah aku, berani betul memperolok
diriku?”
“Aaah, mengolok sih tidak, aku tak lebih hanya menyampaikan suara hatiku saja, bicara terus
terang toh bukan suatu perbuatan yang berdosa........?”
789
Tong Kian kian segera melototkan sepasang matanya bulat bulat, sambil menatapnya lekat
lekat dia berseru
“Dalam hatimu masih terdapat perkataan apa lagi yang hendak kau utarakan?”
“Kau benar-benar menyuruhku berbicara?”
“Katakan!”
“Andaikata aku tidak tahu siapakah kau, kalau tempat ini bukan benteng keluarga Tong, aku
pasti............”
“Kau pasti kenapa? Hayo teruskan” seru Tong Kian-kian sambil menggigit bibir.
“Aku pasti akan menyuruh kau untuk menemani aku naik tempat tidur........” sahut Bu ki
sambil tertawa.
Tiba tiba Tong Kian kian menyerbu kemuka dan sebuah tempelengan langsung diayunkan
keatas wajah Bu ki.
Akan tetapi gerakan tubuh dari Bu ki jauh lebih cepat daripadanya sekali cengkeram tahu tahu
tangannya sudah kena ditangkap dan ditelikung ke belakang punggung.
Mendadak sekujur badan Tong Kian kian menjadi lemas, bibirnya setengah merekah dan
pelan pelan menghembuskan napas panjang.
Tampaknya ia telah bersiap sedia untuk menerima tindakan selanjutnya dari Bu ki.
Kalau dilihat dari sikapnya, jelas dia tak akan menampik perbuatan apapun yang bakal
dilakukan Bu ki terhadap dirinya
Cuma sayang dia telah salah tafsir.
Lagi lagi Bu ki sedang menyerempet bahaya.
Ia tidak lupa perasaan apakah yang sedang dipegangnya sekarang, diapun percaya tak bakal
salah melihat manusia macam apakah Tong Kian kian itu.
Terhadap manusia macam apa, sepantasnya melakukan pekerjaan semacam apa.
Namun ia masih belum berani melakukan perbuatan yang agak kelewat batas, sekarang dia
telah melepaskan tangannya.
790
Bukan saja Tong Kian kian tidak merasa berterima kasih, dia malahan tertawa dingin tiada
hentinya.
“Huuuh, kalau toh berani berbicara, kenapa tak berani melakukan?”
“Sebab tempat ini adalah benteng keluarga Tong, sebab aku tak berani mengusik Lui Ceng
thian”
Tong Kian kian kembali tertawa dingin.
“Heeehhh....heeehhh...heeehhh....tentu saja kau tak berani mengusik Lui Ceng thian, siapapun
tak berani mengusik Lui Ceng thian”
“Itulah sebabnya sekarang aku hanya ingin mengucapkan dua patah kata kepadamu”
“Dua patah yang mana?”
“Selamat tinggal!”
Sehabis mengucapkan dua patah kata itu, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ,
dia benar benar tak ingin banyak ribut lagi dengan nyonya muda tersebut.
Sayang Tong Kian kian justru tidak membiarkan dia kabur dengan begitu saja.
Pinggangnya yang ramping dan lembut itu hanya bergoyang pelan, tahu tahu ia sudah
menghadang jalan pergi Bu ki sembari ujarnya dengan suara dingin:
“Sudah kukatakan, kalau begitu caramu berjalan, sampai tuapun jangan harap bisa keluar dari
hutan ini”
“Kalau begitu biar aku berjalan jalan didalam hutan ini, mumpung udara segar, kabutpun
makin menipis. Inilah saat yang paling tepat untuk berolah raga pagi”
Menggunakan kesempatan tersebut, dia memberi penjelasan:
“Aku memang berjuang untuk jalan jalan sambil menghirup udara pagi.....”
“Betulkah kedatanganmu kemari hanya untuk berjalan jalan sambil menghirup udara?” jengek
Tong Kian dingin:
“Tentu saja benar”
“Tahukah kau, semalam ditempat ini telah kedatangan mata mata?”
791
Bu ki segera tertawa
“Aku jadi orang mempunyai suatu penyakit yakni paling mudah mempercayai perkataan
orang lain, terutama dari kata kata seorang gadis yang cantik jelita, entah apa saja yang dia
katakan, aku mempercayainya penuh”
Kemudian secara tiba tiba dia menarik muka, lalu terusnya:
“Cuma sayang apa yang kau katakan itu tak sepatah katapun yang kupercayai”
“Kenapa tidak percaya?”
“Masa dalam benteng keluarga Tong bisa kedatangan mata mata? Siapa yang begitu berani
mendatangi benteng keluarga Tong sebagai mata mata,.........”
Tong Kian kian melotot sekejap kearahnya, lalu menjawab:
“Sekalipun kau bukan mata mata, jika kena ditangkap dan dianggap sebagai mata - mata, kan
penasaran namanya”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya.
“Jika kau sudah mengetahui apa yang bakal dilakukan orang orang benteng keluarga Tong
bila berhasil menangkap seorang mata mata, sudah pasti kau akan memohon kepadaku”
“Memohon apa kepadamu?”
“Memohon kepadaku untuk membawa kau balik kedalam kamar dan memohon aku untuk
menghantarmu naik ranjang”
“Kalau begitu, aku harus menggunakan cara apa untuk memohon kepadamu?”
“Pasti sudah tahu bukan”
Kembali ia menggigit bibirnya kencang-kencang.
Sepasang matanya sekali lagi berubah menjadi satu garis yang melengkung keatas
Bu ki juga sedang memandang kearahnya, mempergunakan semacam sinar mata yang tidak
begitu sopan memperhatikan dirinya, setelah memperhatikan sekian lama, tiba tiba ia
menghela napas panjang.
“Aaai.... sayang!”
792
“Apanya yang sayang?”
“Sayang aku masih belum berani untuk mengusik Lui Ceng thian”
“Seandainya Lui Ceng thian secara tiba-tiba mati?” tanya Tong Kian kian sambil memutar
lagi sepasang biji matanya.
“Dia mengidap penyakit?”
“Tidak”
“Dia terluka?”
“Juga tidak”
“Kalau memang tidak mengidap penyakit atau menderita luka, kenapa bisa mati?”
“Andaikata ada orang menusuk tenggorokannya dengan sebuah tusukan pedang dia sudah
pasti akan mampus!”
“Tapi siapa yang berani menusuh tenggorokannya dengan sebuah tusukan pedang?”
“Kau”
“Aku?” Bu-ki seperti amat terperanjat
“Kau tak usah mengelabuhi aku” ujar Tong Kian kian dengan suara dingin, " kaupun tak usah
berlagak pilon dihadapanku, aku tahu apa yang menjadi pekerjaanmu”
“Apa yang menjadi pekerjaanku?”
“Kau adalah seorang pembunuh. Bila ada orang membayar sepuluh laksa tahil perak, manusia
macam apapun bersedia kau bunuh”
“Tapi.... tentunya kau tak akan menyuruh aku untuk pergi membunuh suamimu bukan?”
“Aaah, belum tentu”
Dengan terkejut Bu-ki memandang kearahnya.
“Kau.......”
“Walaupun aku tak mampu mengeluarkan uang sebesar sepuluh laksa tahil perak dalam
waktu singkat. Namun akupun tak akan membiarkan kau membunuh orang dengan sia sia”
793
Dia telah menempelkan badannya ke atas tubuh sang pemuda lalu merangkul tengkuk Bu-ki
dengan sepasang tangannya.
“Asal kau bersedia menuruti perkataanku, akupun bersedia melakukan apa saja untukmu”
bisiknya lirih.
Harum semerbak dengusan napasnya.
Badannya juga lembut, empuk dan hangat.
Dia benar benar seseorang perempuan yang amat menarik, dan cukup membuat lelaki
manapun tak kuasa menahan diri.
Bu-ki tampak seperti tak tahan juga, tiba tiba ia roboh ketanah, roboh diatas tanah lumpur
yang becek.
Tiba tiba pula ia teringat dengan lumpur yang penuhi menodai badan sertai bajunya.
Entah siapapun itu orangnya, setelah merangkak masuk dan merangkak keluar melalui lorong
tanah yang panjang tak urung badannya pasti akan kotor oleh lumpur.
Betul kabut pagi amat tebal, meski Tong Kian kian belum memperhatikannya, tapi cepat atau
lambat pasti ada orang yang akan memperhatikannya.
Sekarang dia sudah berbaring diatas tanah becek yang berlumpur, badannya sudah bergerak
kian kemari disitu, dengan begitu diapun mempunyai alasan yang kuat untuk menerangkan
darimana datangnya lumpur yang memenuhi badannya.
Tentu saja Tong Kian kian tidak akan menyangka rencana apakah yang sedang diatur dalam
hatinya.
Dia mengira pemuda itu sedang mengatur sesuatu maksud yang lain, seakan akan merasa
terkejut, tapi juga gembira.
“Kau.......... apakah kau ingin melakukannya disini?”
“Tak mungkin disini”
“Yaa, tentu saja tak mungkin disini, karena......”
Ia tidak melanjutkan kata katanya, sebab ada orang telah melanjutkan kata katanya itu:
794
“Karena perbuatan semacam ini tentunya tak boleh dilakukan disuatu tempat yang mungkin
bisa disaksikan orang ketiga”
Tong Koat telah datang
Tong Kian-kian pun angkat kaki.
Perduli bagaimana galaknya dia, perduli bagaimana tebalnya kulit muka perempuan ini, toh ia
tetap merasa rada rikuh.
Bu-ki sudah bangun berdiri, ia sedang membersihkan noda lumpur diatas badannya.
Tiba-tiba Tong Koat menghela napas panjang, katanya:
“Perempuan ini adalah seorang perempuan jalang”
“Kau tidak sepantasnya berkata demikian” ucap Bu-ki.
“Kenapa?”
“Karena perempuan ini adalah adikmu!”
“Betul, aku memang tidak seharusnya berkata demikian, aku harus bilang adikku adalah
seorang perempuan jalang”
Bu-ki ingin tertawa namun ia tak mampu tertawa.
Sebab paras muka Tong Kuat benar-benar tak sedap dipandang, sambil menarik muka katanya
lagi:
“Asal sudah melihat lelaki yang berparas lumayan, dia selalu ingin menjajalnya, lelaki dari
benteng keluarga Tong tak berani disentuh, diapun pergi mencari orang orang yang datang
dari luar daerah”
“Aku datang dari luar daerah, tampangku termasuk lumayan!”
Tidak menunggu Tong Kuat berkata, ia sudah mengucapkannya terlebih dahulu.
Mendengar kata kata tersebut, Tong Koat malahan tertawa.
“Sesungguhnya aku sama sekali tidak menolak maksudmu, cuma saja..........”
“Cuma saja secara kebetulan kau hadir disamping, dan kebetulan pula perbuatan tersebut tak
boleh ditonton orang lain”
795
“Haaaahhh......haaahhhh......haahhhh..... tepat, tepat sekali, memang sangat tepat” Tong Koat
tertawa terbahak bahak.
Mendadak dia merendahkan suara tertawanya, kemudian melanjutkan:
“Tapi, laen kali kau harus bertindak lebih berhati hati lagi”
“Kenapa”
“Sebab walaupun aku tidak keberatan dengan hubungan kalian, tapi pasti ada orang yang
merasa keberatan”
“Kau maksudkan Lui Ceng thian?”
Tong Koat segera tertawa.
“Andaikata kau adalah moay hu ku, keberatatan tidak kau andaikata menyaksikan adikku
pergi mencari lelaki lain?”
“Aku yakin tak seorang lelakipun di dunia ini yang suka memakai topi hijau (maksudnya
melihat istrinya nyeleweng dengan lelaki lain)!”
“Itulan sebabnya, andaikata yang datang barusan bukan aku, melainkan Lui Ceng thian....”
Dia menghela napas panjang, kemudian katanya lagi:
“Maka apabila aku ingin bertemu denganmu sekarang, mungkin aku terpaksa harus bekerja
keras untuk mengumpulkan dulu kepingan-kepingan badannmu lantas menyambungnya lebih
dulu”
Bu ki juga turut menghela napas panjang.
“Aaaai.. aku juga tahu akan kelihayan dari Pek lek cu tersebut, tapi ada satu hal yang tidak
kupahami”
“Soal apa?”
“Mereka belum lagi kawin lama, atau boleh dibilang masih terhitung pengantin baru,
mengapa ia sudah membiarkan istrinya yang cantik dan menawan hati ini tidur seorang diri di
dalam kamarnya?”
“Teori ini sebetulnya sederhana sekali, semestinya kau juga dapat memikirkannya”
796
“Kenapa?”
“Karena dia sudah mempunyai pandangan baru!”
Bu ki sengaja menunjukkan wajah terperanjat, serunya tertahan:
“Aaaah! Maksudmu, dia sudah mempunyai perempuan lain?”
“Ia sudah merasakan pahit getirnya perempuan, mana mungkin dia akan mencari perempuan
lagi?”
“Kalau bukan perempuan yang dicari, memangnya dia mencari orang lelaki.....”
Tong Koat segera tersenyum.
“Andaikata kau juga mempunyai banyak pengalaman seperti dia, maka kau akan segera
mengerti bahwa orang lelaki sebenarnya jauh lebih menyenangkan daripada orang
perempuan”
Ketika tertawa sepasang matanya juga berubah menjadi sebuah garis lengkung, persis seperti
sorot mata adiknya ketika memperhatikan wajah Bu ki.
Tiba-tiba saja Bu ki merasa perutnya mual dan ingin tumpah.
Mendadak ia teringat diri “Siao-poo”, mendadak terbayang hubungan antara Tong Koat
dengan Siau Poo.
Untung saja ia tidak sampai muntah, walaupun hal itu harus diatasinya dengan bersusah
payah.
Ternyata Tong Koat memegang tangannya lalu menariknya sembari berkata lagi:
“Masih ada satu hal lagi, kaupun musti bertindak sangat berhati-hati”
Bu ki berusaha keras untuk menahan diri, untung saja tangan itu tak sampai terbetot putus.
Terpaksa dia bertanya:
“Persoalan apakah itu?”
“Lebih baik selama beberapa hari ini kau jangan sembarangan berjalan kesana kemari”
“Kenapa?”
797
“Sebab semalam tempat kami ini telah kedatangan mata-mata”
“Sungguh?”
“Masa aku membohongimu?”
“Siapa yang begitu bernyali, berani mendatangi benteng keluarga Tong sebagai mata-mata?”
“Tentu saja orang-orang yang tidak takut mati”
“Tahukah kau siapa orangnya?”
“Sekarang kami masih belum berhasil menemukannya, sebab itu semua tamu asing yang
kebetulan menginap dalam benteng keluarga Tong semalam, termasuk orang-orang yang
dicurigai”
“Kalau begitu tentu saja aku juga termasuk orang yang dicurigai bukan?”
“Tidak, cuma kau seorang yang terkecuali”
“Kenapa?”
“Sebab semalam aku telah pergi menengokmu, aku melihat kau tertidur seperti anak kecil
bahkan masih mengigau lagi”
Kemudian sambil menepuk tangan Bu ki terus seraya tersenyum.
“Aku tahu, kau pasti selalu merasa kuatir bila diusir oleh kami, sampai-sampai waktu
mengigaupun kau memohon kepadaku, padahal kaupun tak usah kuatir, selama aku berada di
sini, tak akan ada orang berani menyuruh kau pergi.
Bu ki tidak bermimpi, diapun tidak mengigau.
Bahkan semalam, pada hakekatnya ia tak pernah tidur.
Tapi siapakah yang tidur di ranjangnya? Siapakah yang mewakilinya untuk mengucapkan
kata-kata igauan.
Orang pertama yang dipikirkan adalah Kwik Ciok ji, tapi andaikata Kwik Ciok ji yang tidur di
atas ranjangnya, siapa pula orang yang menolongnya dengan mengalihkan perhatian para jago
yang sedang menjaga sekitar hutan itu?”
Bu ki benar-benar tidak habis mengerti.
798
Namun wajahnya sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa, cuma tanyanya dengan
hambar.
“Apakah kau tidak pernah memikirkan tentang si burung kecil itu....?”
“Kau maksudkan Kwik Ciok Ji?” tanya Tong Koat.
“Selain dia, siapa lagi?”
“Juga bukan dia”
“Dari mana kau bisa tahu kalau bukan dia?”
“Sebab aku telah menyuruhnya untuk melakukan suatu persoalan, hari belum lagi gelap dia
sudah pergi”
Ternyata bayangan manusia yang membantu Bu ki untuk memancing pergi jago-jago dari
benteng keluarga Tong bukan Kwik Ciok ji, orang yang tidur di ranjang Bu ki dan
mengucapkan kata-kata igauan, sudah terang juga bukan Kwik Ciok ji, karena waktu itu dia
sama sekali tidak berada di dalam benteng keluarga Tong.
Bu ki tidak berbicara.
Waktu ia masih dapat menjaga ketenangan hatinya, tapi untuk sesaat lamanya dia benar-benar
tak sanggung mengucapkan sepatah katapun.
Tong Koat lagi menatapnya dengan sepasang matanya yang sipit seperti garis lengkung,
kemudian katanya:
“Tampaknya kau sangat berharap kalau dialah mata-mata tersebut....”
“Aku cuma berharap kalian bisa selekasnya menundukkan mata-mata tersebut....” sahut Bu ki
hambar.
“Tak usah kuatir, entah siapakah orang itu dan entah berapa besarkah kepandaian silatnya,
jangan harap dia bisa meninggalkan benteng keluarga Tong dengan selamat”
Sikapnya seolah-olah berubah menjadi amat sedih, bagaikan ia sudah menyaksikan sang
algojo mengayunkan kampaknya, asal kampak itu diayunkan ke bawah, niscaya batok kepala
mata-mata itu akan terpenggal sampai kutung.
Tampaknya dia memiliki keyakinan yang besar sekali.
Tak tahan Bu ki bertanya lagi:
799
“Apakah kau sudah menemukan titik terang?”
“Sekalipun saat ini belum kujumpai titik terang apapun, aku yakin titik terang tersebut sudah
pasti dapat ditemukan”
“Oya?”
“Setiap orang yang kemarin malam seharusnya tidur di dalam kamar, namun tidak ditemukan
berada di dalam kamarnya semuanya amat mencurigakan, inilah merupakan sebuah titik
terang yang sangat baik”
“Kau sudah menemukan berapa orang?”
“Sampai sekarang sudah kuketemukan tujuh delapan orang”
“Tapi mata-matanya toh cuma satu”
Tong Koat segera tertawa dingin, katanya:
“Lebih baik salah membunuh seribu, daripada melepaskan seorang....”
Suara tertawanya persis seperti bocah cilik, serunya:
“Apalagi sekalipun salah membunuh tujuh delapan orang, juga tak bisa dibilang terlalu
banyak”
Bu ki memahami maksud hatinya itu.
Andaikata mata-mata yang sebenarnya tidak diketemukan, maka ketujuh delapan orang itu
sudah pasti akan mati ditangannya.
Sebab mereka sama sekali tidak takut bila sampai salah membunuh orang....
“Kendatipun ketujuh delapan orang itu bukan mata-mata semua, mata-mata yang
sesungguhnya juga tak akan mampu untuk meloloskan diri” kata Tong Koat lebih jauh.
“Sedetik sesudah mata-mata itu menampakkan diri, aku telah menurunkan perintah untuk
melarang siapa saja yang berada di dalam benteng keluarga Tong untuk meninggalkan tempat
ini sebelum mata-mata tersebut tertangkap”
“Aku dengar pintu gerbang keluarga Tong tak pernah ditutup, benteng kalian selalu
mengijinkan orang baru datang kemari”
800
“Benar”
“Itu berarti semalam pasti ada pula saudagar dan pelancong yang kebetulan berada di dalam
benteng keluarga Tong”
“Ya, jumlah mereka seluruhnya ada dua puluh sembilan orang”
“Jadi sebelum perintahmu itu kau cabut, sampai merekapun tidak boleh pergi dari sini?”
“Sudah kukatakan, entah siapapun orangnya, bila ia berani meninggalkan benteng keluarga
Tong barang satu langkahpun, maka orang itu harus dibunuh tanpa ampun”
Kemudian dengan tangannya yang kecil, gemuk dan putih dia menggenggam tangan Bu ki
erat-erat, kemudian lanjutnya:
“Kau harus percaya kepadaku, sebab semua perintah yang kuucapkan selamanya amat jujur”
Bu ki tidak berbicara lagi.
Tong Koat segera berkata kembali:
“Aku pikir kau pasti lapar sekali sekarang, saat ini adalah waktu untuk sarapan pagi,
belakangan ini walaupun napsu makanku kurang baik, sedikit banyak aku harus menemanimu
untuk makan sedikit”
Suara tertawanya semakin riang lagi, terusnya:
“Akupun dapat memberi jaminan kepadamu: Bakmi ikan dan Bakpau daging buatan tempat
ini tidak akan kalah bila dibandingkan dengan buatan rumah makan Kui goan koan di kota
Hongciu”
Seseorang yang pandai sekali berbohong, bila berada dalam keadaan yang penting, dia tidak
akan bicara bohong.
Apa yang dikatakan oleh Tong Koat tadi ternyata memang tiada yang bohong.
Bakmi dan bakpao yang ada di situ memang rasanya tidak kalah dengan buatan rumah makan
Kui goan koan di kota Hongciu.
Ranjang Bu ki juga benar-benar pernah ditiduri orang.
Caranya tidur sangat baik, walaupun semalam dia telah tiduran sebentar di atas ranjang, tapi
sebelum pergi, seperti di situ telah diatur kembali dengan rapi.
801
Tapi sekarang keadaannya acak-acakan tidak karuan, seperti ada orang telah bermimpi jelek
di tempat itu.
Lantas siapakah orang itu?
Kecuali Kwik Ciok ji, tiba-tiba Bu ki teringat kembali akan diri seseorang, See si.
Sesungguhnya hal ini adalah rahasianya.
Rahasia tersebut selalu ia sembunyikan di dasar hatinya, bahkan untuk dipikirkan saja tidak
berani, sebab dia kuatir tindak tanduknya akan menunjukkan jejak, dan dia kuatir hal tersebut
diketahui oleh Tong Koat dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan sepasang jarum itu.
Tay hong tong pernah mengutus beberapa orang pasukan “berani mati” untuk menyelundup
ke dalam wilayah musuh dan menjadi pencari info di situ.
Bukan saja mereka telah bersiap sedia mengorbankan jiwanya demi kepercayaan dan
keperkumpulannya, lagipula mereka tidak segan untuk mengorbankan segala apapun, yang
lelaki tak segan - segan mengorbankan kesucian tubuhnya.
Tapi sebagian besar dari orang-orang itu mengalami kegagalan total, hanya salah seorang di
antaranya yang berhasil
menyelundup masuk sampai ke dalam benteng keluarga Tong. Orang ini adalah satu-satunya
pion yang ditanamkan pihak Tay hong tong di dalam benteng keluarga Tong.
Lelaki atau perempuankah orang itu? Siapakah namanya?
Bu ki sama sekali tidak tahu.
Sebab hal ini merupakan rahasia yang paling besar bagi perkumpulan Tay hong tong mereka.
Pelaksanaan dari tugas rahasia tersebut dipimpin langsung oleh Sugong Siau-hong, orang
itupun langsung mendapat perintah dari Sugong Siau-hong.
Semua rahasia yang menyangkut tentang orang ini, selain Sugong Siau hong, tak ada orang
kedua yang mengetahuinya.
Bu-ki cuma mengetahui tanda atau kode rahasia yang dipergunakan orang itu bila ingin
mengadakan hubungan kontak dengan Sugong Siau hong.
Kode itu adalah..... See-si.
802
Dari dulu sampai sekarang, mata-mata yang paling berhasil adalah See si, tapi pengorbanan
terbesar yang harus dibayar juga See si.
Sebab bukan saja dia telah mengorbankan nama dan kebahagiaan, juga mengorbankan
perasaan dan kegadisannya, mengorbankan segala sesuatu yang paling berharga dari seorang
wanita.
Tapi, bagaimana pula dengan “See-si” dari Tay hong tong?
*****
SAHABAT KETIGA
Siapakah See si?
Bu ki selalu berusaha untuk menjauhkan pikirannya dari pertanyaan itu, dia berusaha untuk
menghindari persoalan itu, bahkan kendatipun ada orang yang bersedia memberitahukan
kepadanyapun, dia akan menampik untuk mendengarkannya.
Pada hakekatnya, dia tak ingin mengetahui rahasia tersebut.
Sebab rahasia ini mempunyai pengaruh yang terlampau besar, setelah tahu akan hal ini, tak
urung akan muncul pula semacam tanggung jawab atau beban di dalam hatinya.
Ia lebih tak ingin membiarkan orang itu tersiksa atau menderita hanya disebabkan gara-gara
ulahnya.
Tapi sekarang, “See si” tampaknya sudah menampakkan diri bahkan dia menampakkan diri
demi menyelamatkan selembar jiwanya.
Seandainya bukan “See si” yang memancing perginya jago-jago tersembunyi sekarang, besar
kemungkinan dia sudah tewas di dalam hutan tersebut.....
Seandainya bukan “See-si” yang tidur di ranjangnya untuk melindungi dirinya, sekarang
sudah pasti dia akan menjadi orang yang paling dicurigai, malah besar kemungkinannya Tong
Koat malah turun tangan terhadap dirinya.
Tapi “See-si” hanya ada seorang.
Padahal yang memancing perginya jago-jago dari persembunyian dan orang yang tidur di
ranjang jelas adalah dua orang yang berbeda, siapa pula orang yang satu itu?
Pikiran Bu-ki kembali merasa kacau dan kalut.
803
Bukan cuma kalut saja, dia mulai menyesal, menyesal kemarin malam tidak seharusnya dia
pergi menyerempet bahaya.
Tindakan yang dilakukan secara gegabah bukan saja membuat “See-si” menjadi terseret,
bahkan terseret tanpa berhasil mendapatkan apa-apa.....
Andaikata Tong Koat hendak membunuh orang dalam keluarga Tong, berapa saja yang akan
dibunuhnya, dia tidak akan merasa sedih atau murung.
Tapi jika kedua puluh sembilan orang saudagar dan pelancong itu sampai mati karena dia.....
Dia tak ingin berpikir lebih jauh.
Dia bersumpah, mulai hari ini dia tak akan melakukan sesuatu tindakan yang tidak yakin
menghasilkan.
Tapi, kesempatan yang “meyakinkan” tersebut sampai kapan baru akan tiba? Dia harus
mempergunakan cara apa untuk bisa mendekati Sangkoan Jin? Sekalipun ada kesempatan
seperti itu, dapatkah dia memanfaatkan sebaik-baiknya untuk membinasakan diri Sangkoan
Jin?
Ia masih belum ada keyakinan, sama sekali tiada pegangan.
Sekarang, walaupun dia telah berada dalam benteng keluarga Tong, namum selisihnya dengan
sasaran yang hendak dicapai masih terlampau jauh.....
Di depan matanya masih terbentang sebuah perjalanan yang sangat panjang, panjang sekali,
tak bisa disangkal lagi perjalanan yang harus dilaluinya itu jauh lebih sukar dan jauh lebih
berbahaya.
Dapatkah dia menyeberangi jalan itu?
Mendadak Bu ki merasa sangat kecapaian, sedemikian capainya sampai dia ingin membuang
segala sesuatunya jauh-jauh, sedemikan lelahnya sampai dia ingin menangis tersedu-sedu.
Ia tak dapat membuang segala sesuatunya, diapun tak dapat menangis.....
Tapi, paling tidak ia bisa pergi tidur sebentar.
Sepasang matanya dipejamkan, dia merasa sekujur badannya semakin tenggelam ke bawah,
pelan sekali tenggelamnya makin lama semakin dalam, semakin dalam.....
*****
804
Dua jendela itu setengah terbuka.
Pepohonan yang hijau dan rindang terbentang di luar jendela, udara terasa kering tapi segar.
Tiba-tiba sesesosok bayangan manusia berkelebat melewati pepohonan dan hijau dan
menyusup naik masuk ke dalam ruangan lewat daun jendela, cepat dan gesit sekali gerakan
tubuhnya, persis seperti seekor burung walet....
Orang itu berparas tampan, memakai pakaian ringkas yang perlente, gerak-geriknya sangat
enteng, lincah dan cekatan, jauh lebih cepat daripada gerakan tubuhnya di waktu-waktu biasa.
Di tangannya dia menggenggam sebilah pisau.
Sekali melompat dia langsung menerjang masuk ke dalam ruangan dan menerkan ranjang Bu
ki, mata pisaunya yang tajam langsung ditujukan ke atas tenggorokan Bu ki.
Jilid 28________
Sang surya baru memancarkan sinarnya dari luar jendela, mata pisau itu membiaskan sinar
tajam yang amat menyilaukan mata. Namun tusukan pisau itu tidak dilanjutkan.
Bu ki juga tidak bergerak. Dia belum lagi tertidur, begitu orang itu masuk ke dalam ia telah
mengetahuinya. Diapun lagi keheranan.
Dengan gerakan tubuhnya yang begitu gesit, lincah dan cepat seperti apa yang dilakukan
sekarang, tidak seharusnya sodokan tinjunya tadi bersarang telak diatas batang hidungnya
Sodokan tinjunya itu tepat bersarang diatas hidungnya, hidungnya sudah kena dijotos sampai
hancur dan bengkak-bengkak tidak karuan lagi bentuknya.
Mengapa dia harus menerima sodokan tinjunya itu? Apakah dia sengaja berbuat demikian
agar Bu-ki memandang rendah dirinya, kemudian dia baru mendapat kesempatan untuk
melakukan pembunuhan?
Bu-ki memang memandang dirinya. Mungkin sebagian besar orang sama-sama memandang
rendah dirinya, menganggap “Siau poo” tidak lebih cuma seorang teman Tong Koat yang
sama sekali tak ada gunanya......mungkin berguna bagi Tong Koat, tapi bagi orang sama
sekali tak ada gunanya.
Tapi sekarang, orang yang sama sekali tak berguna itu telah menampilkan kelincahan,
ketenangan serta kemampuan yang sama sekali diluar dugaan siapapun juga.
805
Tangannya yang menggenggam pisau tampak sangat mantap, tiada butiran keringat yang
membasahi wajahnya. Saat itulah Bu-ki membuka matanya dan memandang ke arahnya
dengan pandangan dingin;
“Oooh.....rupanya kau....”
“Tentu saja aku!”
Suara Siau poo sama tenangnya: “Aku toh sudah bilang, aku pasti akan membunuh dirimu!”
“Aku masih ingat!” Bu-ki manggut-manggut.
“Sekarang aku telah datang untuk membunuhmu, sebab membunuh orang di siang hari jauh
lebih gampang dari pada di malam hari”
“Oooo....”
“Sebab siapapun pasti akan lebih teledor penjagaannya di siang hari, tapi bila malam telah
tiba. kewaspadaannya malah semakin meningkat...”
“Ehmm, ucapanmu memang masuk diakal”
“Oleh sebab itu bila sekarang ada orang datang kemari, ada orang telah menemukan aku.
maka aku adalah datang untuk membunuhnmu” perkataan itu kedengarannya sangat aneh.
Tak tahan lagi Bu-ki lantas berkata: Seandainya tiada orang yang mengetahui akan
kedatanganmu, juga tak ada orang yang datang kemari?”
Tiba tiba Siau Poo tertawa sahutnya. “Bila aku sungguh sunnguh ingin membunuh kau,
kenapa sampai sekarang belum juga turun tangan?”
Tertawanya kelihatan aneh sekali, juga amat misterius, tiba tiba sambil merendahkan suaranya
dia berbisik: “Taukah kau ada berapa orang dalam benteng keluarga Tong ini yang
menginginkan batok kepalmu?”
Bu-ki jga tertawa katanya: “Buat apa mereka menginginkan batok kepakalu ini?”
Suara tertawa Siau Poo semakin aneh, suaranya juga semakin rendah kemabali tanyanya;
“Taukah kau berapa pasaran untuk batok kepala Tio-Bu-Ki pada saat ini?”
Paras muka Bu-ki sama sekali tidak berubah, ia sudah melatih dirinya secara baik-baik,
melatih dirinya sehingga tidak mengalami perubahan apapun dalam menghadapi keadaan
seperti apapun.
806
Namun kelopak matanya toh berkerut juga. “Sesungguhnya siapakah kau?”
“Kau seharusnya tahu tentang aku....”
Sepatah demi sepatah Siau Poo melanjutkan: “Akulah See-si!”
Bu-ki tidak menunjukkan perubahan sikap apa apa. Walaupun delapan puluh persen dia sudah
percaya kalu Siau Poo adalah See-si, tapi ia sudah terbiasa dengan sikap menyembunyikan
segala macam perubahan perasaannya itu di dalam hati.
“Kemarin malam. aku telah datang kemari” kata Siau Poo,
“Oooo...?!”
“Waktu aku kemari, kau kebetulan lagi pergi!”
“Oooo....”
“Aku melihat kau masuk ke hutan, tapi aku tahu kau pasti tak mampu keluar dari situ, sebab
untuk melalui hutan itu juga harus mengetahui kode rahasianya”
Kode rahasia yang dikatakanpun berbunyi: “Maju tiga mundur satu, kiri tiga kanan satu”
Sekarang, Bu-ki baru tahu mengapa pagi tadi ia tak mampu berjalan keluar dari hutan, sebab
kode rahasia yang diketahuinya adalah kode rahasia bila kau ingin masuk hutan dari loteng
kecil itu, jika ingin keluar dari hutan, maka kode rahasia yang harus digunakan pun
merupakan kebalikannya.
Dalam tergesa gesanya Lui Ceng Thian telah membuat keteledoran, tapi gara gara
keteledorannnya itu hampir saja selembar nyawanya ikut melayang.....
Walau bagaimanapun kecilnya suatu keteledoran; kemungkinan besar dapat berubah menjadi
suatu kesalahan yang fatal, suatu kesalahan yang mematikan.
Pelajaran inipun berhasil diraihnya di dalam pengalaman yang pahit dan penuh
penderitaan.Kata Siau Poo lagi:
“Waktu itu kau sudah pergi amat jauh, baru aku akan memberitahukan hal itu kepadamu, kau
sudah melompat naik ke atas dahan pohon. aku tahu asal kau sudah naik ke atas, maka
jejakmu dengan cepat akan ketahuan.............”
“Oleh sebab itu kaupun turut menyusup ke atas dengan maksud untuk membantuku
memancing perginya jago jago tersembunyi?” “Sebenarnya aku ingin berbuat demikian tapi
sudah ada orang yang bertindak selangkah lebih cepat dari padakau!”
807
“Jadi orang itu bukan kau?”
“Bukan!”
Ia jelas merasa kaget bercampur tercengang. “Masa kau juga tidak tahu siapakah orang itu?”
Bu-ki tertawa getir dan menggelengkan kepalanya berulang kali. Siau Poo termenung, lewat
lama sekali dia baru melanjutkan:
“Akupun tahu, begitu jejakmu ketahuan pasti ada orang yang akan segera memeriksa
kamarmu serta meyakinkan apakah kau tetap berada di kamar atau tidak”
“Maka kaupun mewakili aku untuk tidur di atas ranjang tersebut?”
“Kugunakan selimut untuk menutupi kepala dan berpura pura tertidur sangat pulas, betul juga,
tak lama kemudian benar benar ada orang yang datang melakukan pemeriksaan”
“Tapi kau toh tidak harus mengucapkan kata kata igauan?”
“Akupun tahu bahwa tidak harus mengigau, cuma kebetelun saja aku mempunyai kepandaian
yang istimewa dalam bidang ini.
“Kepandaian apa?”
“Aku dapat menirukan suara orang lain; entah suara siapapun; aku dapat menirukannya secara
persis dan tepat.”
Kemudian ia menambahkan “Dari serombongan orang yang diutus bersamaku, semuanya
telah mendapat pendidikan khusus di dalam bidang ini”
“Taukah kau siapa yang telah datang melakukan pemeriksaan di dalam kamarku?”
“Aku tidak melihat, juga tak berani melihat, tapi aku tebak besar kemungkinannya adalah
Tong Koat.”
Kemudian ia menambahkan lagi: “Sebab penjagaan serta keamanan di dalam benteng
keluarga Tong merupakan tugas dan tanggung jawabnya”
“Kalau begitu kau juga seharusnya dapat berpikir, kemungkinan besar dia akan pergi ke
kamarmu serta memeriksa apakah kau ada di dalam kamar atau tidak”
“Dia tak akan mencurigai diriku!” kata Siau Poo.
808
“Kenapa?”
Siau Poo segara tertawa. “Kau seharusnya juga dapat melihat hubunganku dengannya adalah
hubungan yang istimewa......!”
Dia sedang tertawa, tapi dibalik senyuman itu penuh dengan kesedihan dan kepedihan.
Demi sumpah setianya kepada tujuan dan kepercayaan; meski dia rela mengorbankan segala
sesuatunya; tapi pengorbanan itu entah terhadap siapapun merupakan suatu pengorbanan yang
teramat besar.
Terbayang kembali hubungan mesranya yang tidak normal dengan Tong Koat, teringat pula
akan kata “See-si” yang dipakai sebagai kata sandi serta makna sebenarnya yang terkandung
dibalik nama itu, tentu saja Bu-ki dapat merasakan pula sampai dimanakah penderitaan,
penghinaan, serta siksaan batin yang telah dialaminya selama ini.
Tak tahan lagi Bu ki menghela nafas panjang di dalam hati, kemudian berkata: “Entah
bagaimanapun juga, tidak seharusnya kau menampakkan diri, juga tidak seharusnya
mengadakan kontak dengan diriku, pengorbanan yang kau berikan kepada kami selam ini
sudah terlampau besar, kau tidak seharusnya menyerempet bahaya lagi”
Siau Poo segera tertawa lebar, katanya: “Namun, pengorbanan yang telah kau berikan selama
ini juga tidak kecil, bagaimana mungkin aku tega menyaksikan rahasia dan jejakmu ketehuan
musuh?”
Dengan sorot mata tertegun Bu ki memperhatikannya beberapa saat, dia merasa menyesal,
merasa terharu, merasa berterima kasih dan bercampur rasa kagum.
Hingga sekarang dia baru benar benar percaya, kalau di dunia ini masih terdapat orang lain
yang rela mengorbankan diri demi kepentingan orang lain.
Justru karena di dunia masih terdapat manusia semacam ini maka keadilan dan kebenaran
baru bisa selalu ditegakkan. Sebab itu pula manusiapun masih bisa selalu hidup di dunia ini.
Siau Poo tersenyum katanya: “Apalagi dia sekarang sudah mempunyai kedudukan bagus yang
melindungi identitas kita yang sebenarnya, orang lain mengira kalau rasa benciku kepadamu
sudah merasuk sumsum, setiap saat setiap detik selalu ingin mencabut nyawamu, mana
mungkin mereka akan menduga kalau kita berdua sesungguhnya adalah sahabat?”
“Aku sendiripun tidak menyangka kalau di tempat seperti ini, aku masih mempunyai seorang
teman seperti kau!”
Sekarang, di tempat ini dia sudah mempunyai tiga orang teman. Sikap Siau Poo secara tiba
tiba berubah menjadi amat keren dan serius, katanya.
809
“Ada beberapa persoalan aku harus memberitahukan kepadamu dan aku harap kau untuk
memperhatikannya dengan serius dan seksama, sebab hal ini penting sekali artinya bagimu”
Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan “Kerja sama antara benteng keluarga Tong dengan
Pek lek tong lebih tepat kalau dikatakan sebagai suatu perhubungan yang saling
membutuhkan dan memanfaatkan, dan kini hubungan mereka tampaknya sudah berubah
menjadi suatu hubungan yang sangat buruk sekali, bahkan besar kemungkinannya Lui Ceng
thian sudah ditahan oleh mereka”
“inilah suatu kesempatan yang baik sekali buat kita. Jika kita dapat memanfaatkan
kesemaptan ini dengan sebaik-baiknya, sehingga membiarkan mereka saling bunuh
membunuh. maka dari tengah kita bisa meraih suatu keuntungan yang sangat besar sekali”
Ditahannya Lui Ceng thian jelas masih merupakan suatu rahasia beasr bagi orang orang
benteng keluarga Tong, buktinya sampai Siau Poo pun tidak tahu menahu tentang hal ini.
Sungguh tak disangka justru Bu ki telah mengetahuinya lebih jelas bahkan telah bertemu
sendiri dengan orangnya.
Kembali Siau Poo berkata: “Sekarang, walaupun anggota Pek lek tong sudah dibikin porak
poranda, ada yang sudah mati terbunuh, ada pula yang dikejar kejar terus oleh orang orang
Bentemg keluarga Tong. tapi aku percaya mereka pasti masih ada sisa sisa orang yang
bersembunyi di dalam benteng keluarga Tong ini serta menanti kesempatan untuk melakukan
gerakan lagi”
“Dalam soal ini, aku pasti akan memperhatikannya dengan lebih seksama lagi!”
“Racun yang diindap Tong Giok sudah terlampau dalam, tak mungkin dia dapat sembuh
dalam waktu singkat, dalam soal ini kau tak perlu meresa kwatir”
“Bagaimana dengan Mi Ci?” tak tahan Bu ki bertanya.
“Mi Ci?”
“Mi Ci adalah perempuan yang digotong pulang bersama peti mati yang berisi Tong Giok
itu!”
“Apakah istri pertama dari Lui Ceng thian?” tanya Siau Poo.
Bu ki mengangguk, tanyanya lagi: “apakah dia sudah tertimpa musibah?”
“Dia belum mati, tapi jejaknya tidak begitu kuketahui”
810
Tentu saja persoalan semacam ini tak akan diperhatikan olehnya dengan seksama.
Tentu saja diapun tak akan menyangka akan hubungan dari istri pertama Lui Ceng thian
dengan Bu ki.
Kembali Siau Poo berkata: “aku tahu, maksud kedatanganmu kemari adalah bertujuan untuk
membunuh Sangkoan Jin serta membalaskan dendam bagi kematian ayahmu”
Bu ki mengakuinya. Maka Siau Poo berkata lebih lanjut: “Entah kau akan berhasil atau tidak,
di dalam tujuh mendatang, kau harus sudah pergi meninggalkan benteng keluarga Tong”
“Kenapa?”
“Sebab semalam mereka telah mengutus orang menuju ke dusun Si tou cun untuk
membuktikan apakah di dalam dusunn tersebut benar benar terdapat seorang manusia macam
kau”
Agak tergerak hati Bu ki setelah mendengar perkataan itu, ujarnya: “Menurut anggapanmu,
orang yang mereka utus ke dusun Si tou ceng bisa balik kemari di dalam sepuluh hari?”
“Walaupun orangnya belum tentu bisa balik kemari, tapi si burung merpati sudah pasti dapat
samapi di sini dalam waktunya”
Burung merpati. Dengan cepat Bu ki teringat kembali dengan rombongan burung merpati
yang dikirim pulang di kala Tong Ou berhasil memenangkan pertarungannya.....
Dengan cepat hatinya serasa tenggelam ke dasar lautan........ “Aku juga tahu betapa berbahaya
dan sulitnya gerakanmu kali ini” ucap Siau Poo,
“Apalagi untuk menyelesaikan semua urusan dalam tujuh hari, boleh dibilang hal ini
merupakan sesuatu yang mustahil, tapi, kau sudah tiada pilihan lainnya lagi”
Setelah berpikir sebentar, kembali katanya: “Atau tugasnya saja; paling aman kalau batas
waktu bagimu untuk berdiam di sini jangan sampai melampaui tujuh hari”
“menurut pendapatmu, berapa harikah yang merupakan saat yang paling aman bagiku?” tanya
Bu ki.
Setelah menghitungnya sebentar, dia berkata:
“Hari ini adalah tanggal dua puluh tiga sebelum fajar menyingsing tanggal dua puluh delapan,
kau sudah harus pergi meninggalkan benteng keluarga Tong!”
“Akan kuingat sekali!”
811
“Meski waktunya teramat singkat, tapi kau masih tak boleh terlalu bertindak gegabah, apalagi
mengambil tindakan yang terlalu besar resikonya”
Dengan paras muka yang berubah menjadi serius, dia menambahkan:
“Kalau cuma nyawamu sendiri yang hilang, sekalipun mati juga tak perlu disesalkan, tapi
kalau gara gara kejadian ini sehingga mempengaruhi situasi yang lebih besar, waah, kalau
sampai begitu, mati seratus kalipunbelum tentu bisa menebus dosa tersebut”
“Kenapa tindak tandukku bisa mempengaruhi keadaan, situasi pada umumnya?”
“Sebab keluarga Tong sudah mempunyai ambisi untuk menyerang Tay hong tong. itulah
sebabnya mereka bersekongkol dengan Sangkoan Jin agar Sangkoan Jin lah yang menjadi
penunjuk jalan untuk mereka”
“Soal ini aku bisa menduganya!”
“Sekarang, walaupun mereka merasa kalau saatnya belum matang. tapi menurut
pengamatanku, dengan kemampuan yang mereka miliki sekarang, bukan suatu pekerjaan
yang sulit bagi mereka untuk membasmi Tay hong tong dari muka bumi”
Kemudian dengan sepatah demi sepatah dia melanjutkan:
“Menurut penilaianku, paling banter dalam tiga bulan mendatang, mereka sudah
berkemampuan untuk membasmi Tay hong tong!”
Tangan dan tubuh Bu ki telah basah oleh keringat dingin. berita ini memang cukup
menggetarkan perasaannya. Siau Poo berkata lebih lanjut:
“Bila kau berani bertindak secara gegabah menggusarkan mereka akibatnya besar
kemungkinan kalau mereka akan mempercepat rencana untuk menyerang Tang hong tong,
jika samapai begitu...’’
Dia tidak melanjutkan kata katanya. diapun tak perlu melanjutkan katanya.
Peluh dingin telah membasahi sekujur badan Bu ki perkataan tersebut telah membikin hatinya
tercekat.
Siau Poo termenung sebentar tiba tiba katanya lagi.
“Masih ada satu hal hendak kukatakan kepadamu!”
“Soal apa?”
812
“Kecuali aku, aku percaya pasti masih ada seseorang lagi yang diselundupkan ke dalam
benteng keluarga Tong!”
“Dari mana kau bisa tahu?”
“Sebab beberapa kali aku menjumpai kesulitan. tapi secara diam diam orang itu telah
membantuku untuk menyelesaikan kesulitan itu”
Setelah berhenti sebentar dia melanjutkan. “Sebenarnya aku masih belum berani memastikan
akan kebenaran dari persoalan ini sampai kemarin malam, aku baru percaya kalu dugaanku
memang tidak salah”
“Maksud hal ini disebabkam karena selain kau, ternyata masih ada orang lain yang secara
diam diam melindungiku serta membantuku untuk memancing perginya jago jago
tersembunyi itu?”
Siau Poo tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
“Apakah kau sempat melihat jelas macam apakah bentuk wajah orang itu...?”
Bu ki segera menggeleng.
“Aku hanya melihat kalau orang itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, gerakan tubuhnya
cepat sekali!”
“Dia itu seorang lelaki ataukah seorang perempuan?”
“Kemungkinan besar adalah seorang lelaki!”
Ia berpikir sebentar, kemudian katanya lagi sambil, menggeleng:
“Tapi kemungkinan juga dia itu seorang perempuan, cuman perawakannya saja tinggi besar”
Siau Poo kembali termenung, mukanya tampak aneh sekali.
“Apakah sudak kau temukan mungkin siapakah dia?” tanya Bu ki. Siau Poo mengangguk,
kemudian menggeleng lagi, gumannya:
“Aku tak berani mengatakannya, tapi bila dugaanku tak salah...” Ia tidak melanjutkan kata
katanya.
Dari anak tangga di luar sana seperti terdengar suara langkah manusia. dengan cepat Siau Poo
menyusup keluar lewat jendela.
813
Sebelum pergi ia sempat berpesan lagi:
“hati hati dan jaga diri baik baik. ingat sebelum tanggal dua puluh delapan kau sudah harus
pergi”
Sekarang sudah tanggal dua puluh tiga tengah hari, itu berarti batas waktu Bu ki tinggal empat
hari lebih.
Ia cuma mempunyai sebilah pedang dan tiga orang teman. Tapi orang yang harus dihadapi
entah berapa banyak jumlahnya.
*****
MENYELIDIK
Tengah hari, itulah saatnya bersantap siang, Tong Koat munculkan diri untuk mengajak Bu ki
bersantap.
Asal dia itu manusia, dia harus bersantap. Oleh sebab itu. meski napsu makan Tong Koat
belakangan ini kurang baik, dia toh memaksakan diri untuk bersantap sedikit
Karena belakangan ini dia memang terlampau kurus. Bu ki juga tak dapat mengatakan dia itu
gemuk, apabila dibandingkan dengan sementara binatang dia memang tak bisa dikatakan
gemuk.
Paling tidak dia lebih kurus kalau dibandingkan dengan kuda nil, lingkaran pinggangnya juga
lebih kecil satu dua inci dari pada lingkaran perut si kuda nil.
Untuk menutupi kekurangannya itu, tengaah hari tersebut terpaksa dia harus memaksakan diri
untuk makan sedikit,
Sayang sekali napsu makannya memang kurang baik, maka dia cuma makan empat potong Ti
tee (kaki babi), dua mangkuk bakmi, tiga ekor ayam dan seekor itik panggang yang hampir
saja kurusnya dengan badannya itu.....
Kemudian tentu saja diapun makan sedikit hidanngan yang manis manis, kalau tidak, mana
mungkin santapan tersebut bisa dianggap sebagai suatu santapan siang?
Maka diapun makan dua belas biji bakpao isi Tausa, enam lapis kueh lapis dan tiga potong
kueh serabi,
Selesai bersantap tentu saja harus makan buah buahan sebagai pencuci mulut, dia cuma
makan tujuh belas biji pisang, empat puluh biji buah apel dan lima biji semangka.
814
Mau tak mau Bu ki memang harus kagum kepadanya,
Ia benar benar tak bisa membayangkan, andaikata napsu makan orang ini lagi baik, berapa
banyak makanan yang bakal ditelan olehnya?
Napsu makan sendiri selamanya baik, tapi semua makanan yang telah dimakannya selama
setengah bulan terakhir ini jika dijumlahkan, ternyata masih kalah banyak dibandingkan
dengan hidangan yang dimakan Tong Koat dalam sekali makan.
Tong koat kelihatan murung sekali, dia murung karena masih ada beberapa biji semangka
yang belum habis dimakan.
Sambil menggelengkan kepala dan menghela napas panjang, gumannya berulang kali
“Bagaimana ini? Aku sudah tak mampu untuk memakannya lagi, aai......bagaimana ini?”
“Aku punya sebuah akal bagus” seru Bu ki.
“Apa akalmu itu? cepat katakan!”
“Bila tak bisa dimakan lagi, lebih baik jangan dimakan!”
Tong Koat berpikir sebentar kemudian sambil bertepuk tangan ia tertawa tergelak.
“Haaahhh....haaaahhh.....haaahhh.... suatu ide yang sangat bagus sekali, serunya,”Kalau tak
mampu dinamakan heran! kenapa ide sebaik ini tak pernah kebayangkan sebelumnya?”
Tertawanya itu bukan saja seperti orang anak-anak. bahkan lebih mirip dengan seorang anak
bodoh.
Pada hakekatnya dia lebih cocok kalau dibilang mirip seorang bocah yang lemah ingatan
Untung saja Bu ki sudah tahu, si manusia lemah ingatan ini sebenarnya adalah manusia lemah
ingatan seperti apa.
Akhirnya Tong Koat berhasil juga menyelesaikan santapannya.
Setelah mencuci sepasang tangannya yang kecil, putih dan gemuk itu dalam sebuah baskom,
tiba tiba ia bertanya kepada Bu ki:
“Apakah kau dapat melihat garis muka orang?”
“Melihat garis muka orang?”
815
Sekalipun Bu ki tahu tentang arti perkataan itu, diapun akan berlagak seakan-akan tidak tahu.
Sebab pertanyaan yang diajukan oleh Tong Koat itu aneh sekali, jawabannya mau tak mau
juga harus berhati hati.
Kembali Tong Koat berkata: “Maksudnya melihat garis muka orang adalah membaca dari
paras muka orang lain untuk menentukan manusia macam apakah dia sebenarnya”
“Oooh........?”
“Biasanya seorang yang pandai melihat garis muka orang, dalam sekilas pandangan saja dapat
mengetahui baik buruknya orang serta bajik atau jahatnya seseorang”
“Aku mengerti!”
Tong Koat tersenyum, kembali katanya:
“Aku tahu, kau pasti pandai melihat garis muka orang”
“Kenapa?”
“Sebab kau pandai membunuh orang”
“Masa orang yang pandai membunuh orang pasti pandai melihat garis muka orang?”
“Kalau kau tidak pandai melihat garis muka orang, dari mana bisa kau ketahui manusia
macam apa yang tak boleh dibunuh? Dan manusia macam apa yang boleh dibunuh? Mnnusia
macam apa bisa dibunuh? Dan manusia macam apa tak bisa dibunuh?
Bu ki tak bisa menyangkal bahwa sedikit banyak perkataan itu memang masuk diakal.
Jika seseorang yang menjadikan membunuh orang sebagai pekerjaannya, dia memang harus
memiliki semacam kemampuan untuk mengawasi dan mempertimbangkan kemampuan orang
lain.
Bukan saja dapat mengamati gerak geriknya, juga harus dapat membaca suara hatinya....
itulah yang dinamakan sebagai ilmu melihat garis muka orang
Bila seseorang bisa meramalkan nasib, dapat membacakan nasib orang yang sudah lewat dan
yang akan datang, kebanyakan juga mendasarkan kepandaiannya dalam hal ini.
Terdengar Tong Koat berkata lagi:
816
“Dapatkah kau membantuku untuk melihat garis muka orang?”
Bu ki segera tertawa, sahutnya:
“Aku lihat kau ini banyak rejekinya, panjang umur, mana kaya juga anggun, cuma sayang
napsu makanmu belakangan ini kurang baik”
Tong Koat segera tertawa tergelak.
“Haaahhh...haaahh....haaahh.... tepat sekali ramalanmu itu, tepat sekali!”
“Tentu saja ramalanku sangat tepat, sebab aku sudah tahu manusia macam apakah dirimu itu,
tak usah dilihatpun aku juga tahu”
Tong Koat tertawa. katanya lagi:
Aku toh bukan menyuruh kau untuk melihatkan garis mukaku!”
“Lantas kau suruh aku melihatkan garis muka siapa?”
“Kau masih ingat dengan ke dua puluh sembilan orang itu?”
“Oooh, kau maksudkan dengan ke dua puluh sembilan orang yang kemarin dulu menginap di
sini?”
“Yaa, memang merekelah yang kumaksudkan!”
“Aku masih ingat, agaknya dalam benteng keluarga juga terdapat rumah penginapan?”
“Apapun terdapat di dalam benteng keluarga Tong!”
“Aku juga masih ingin, kau pernah mengucapkan sepatah kata kepadaku....!”
“Ucapan apa?”
Bu ki berhenti sejenak, kemudian sahutnya:
“Kau pernah bilang, jika ada seseorang ingi menginap di suatu rumah penginapan pemilik
penginapan itu pasti akan bertanya kepadanya, siapa namamu? Datang dari mana? Mau ke
mana? Datang kemari ada urasan apa....?”
Tong Koat memang pernah berkata demikian. dia hanya mengakui daya ingatan Bu ki
memang tidak jelek.
817
Kembali Bu ki berkata:
“Dua malam berselang, apakah ke dua puluh sembilan orang itu menginap di dalam rumah
penginapan kalian?”
“Benar!”
“Apakah kalian juga telah bertanya kepada mereka akan nama serta sal usulnya?”
“Pernah!”
“Kalau toh kau sudah mengetahui siapakah mereka dan datang kemari untuk apa, buat apa
musti mengajakku untuk melihat lagi?”
“Sebab ada semacam persoalan yang bagaimanapun kamu ajukan, juga tidak berhasil
diperoleh jwabannya”
“Ooooh?”
“bagaimanapun juga, kami toh tak bisa langsung bertanya kepada mereka, hei kau mata ya?”
“Betuk, meski sudah kalian tanyakan, mereka pasti juga tak akan mengakuinya”
“Maka dari itu, aku pun mengundang kau untuk melihatkan, sebenarnya mereka adalah
seorang mata mata atau bukan?”
Sesudah tersenyum kembali dia menambhakan:
“Orang yang menjadi mata mata, batinnya pasti sangat guggup dan besar rasa curiganya
bagaimanapun juga tampangnya pasti rada berbeda dengan lainnya, aku percaya kau pasti
sanggup untuk membedakannya...”
Dari balik senyumannya kembali terpancar sinar tajam dari matanya yang sipit, sinar mata
seseorang yang lemah ingatan sudah pasti tak akan setajam itu.
Hanya sinar mata ular berbisa baru akan memancarkan cahaya seperti itu.
Siasat busuk apalagi yang sedang ia sususn? Diantara ke dua puluh sembilan orang itu
benarkah terdapat anak murid Tay hong tong?
Apakah dia sudah mulai menaruh curiga terhadap asal usul dari Bu ki...?”
Reaksi dari Bu ki sama sekali tidak lambat, dalam detik itulah dia telah membayangkan setiap
keadaaan yang kemungkinan besar terjadi.....
818
Dia hanya bertanya:
“Di manakah orang orang itu?”
“Mereka pun lagi bersantap, setiap orang harus bersantap”
*****
Dua puluh sembilan orang terbagi menjadi tiga meja, mereka sedang bersantap, di antaranya
ada yang tua, ada yang muda, ada yang lelaki ada pula yang perempuan, dandanan mereka
pun sama sekali berbeda, cara bersantap juga berbeda, ada yang makannya sangat lahap, ada
yang makan sambil tundukkan kepala, ada pula yang makan dengan gaya seorang sastrawan.
Cukup memandang cara mereka bersantap, sudah bisa dilihat tingkat keduddukan sosial di
dalam mayarakat.
Di antaranya orang yang makan paling lambat dan tampaknya paling baik cara makannya
ternyata adalah Ci Peng!
Jantung Bu ki secara berdebar keras.
Ia sudah mendengar tentang hubungan Ci Peng dengan Cian Cian, sekarang Ci peng muncul
di situ, berarti Cian Cian juga pasti berada di sekitar sana.
Mau apa mereka datang ke situ? Apakah datang untuk mencarinya?
Dia saja kenal dengan Ci Peng, tentu saja Ci Peng juga kenal dengan dirinya.
Asal paras muka Ci Peng memperlihatkan suatu perubahan yang aneh, maka dia sudah pasti
akan mati.
Tiga buah meja makan yang bulat besar diatur di dalam sebuah halaman yang sejuk, di atas
meja dihidangkan enam macam sayur, semacam kuah, empat macam hidangan barang berjiwa
dua macam sayuran.
Waktu itu, Ci Peng sedang bersantap sepiring cah sawi kuah, tahu dan daging sapi masak
lombok.
Dia telah melihat Bu ki.
Tapi paras mukanya tidak menunjukkan perubahan apa pun, sumpitnya masih tercekal
kencang, bahkan sepotong daging yang sedang disumpitnya pun tidak terlepas.
819
Selamanya Ci Peng memang pandai sekali mengendalikan perasaan, lagi pula besar
kemungkinan ia sudah tidak mengenali wajah Bu ki lagi.
Entah siapapun itu orangnya, tak mungkin mereka bisa menemukan setitik hubungan antara
dia dengan Bu ki.
Cian Cian juga tidak ditemukan di sana.
Tiga orang perempuan yang sedang bersantap semeja dengan Ci Peng tersebut, semuanya
adalah perempuan perempuan yang belum pernah Bu ki jumpai selama ini.
Dengan cepat perasaan Bu ki berubah menjadi tenang kembali. Tiba tiba Tong Koat berbisik
kepadanya,
“Coba kau lihat, bagaimana dengan orang orang itu?”
“Aku lihat, orang orang itu tidak bagaimana”
“Dapatkah kau saksikan, siapakah di antara mereka yang besar kemungkinannya adalah mata
mata?”
“Setiap orang kemungkinan besar adalah mata mata, setiap orang kemungkinan juga bukan”
“Kalau begitu menurut pendapatmu aku harus membunuh mereka semua? Atau melepaskan
orang orang itu?”
“Kau pernah bilang, lebih baik salah membunuh dari pada salah melepas...” kata Bu ki
hambar.
“Bersediakah kau untuk membantuku menghabisi nyawa mereka semua...?”
“Pekerjaan yang bisa menghasilkan uang kenapa musti kutolak? Dua puluh sembilan orang
berarti dua ratus sembilan puluh laksa tahil”
Tong Koat segera menjulurkan lidahnya, sampai lama sekali baru ditarik kembali, katanya
sambil tertawa getir
“Dari pada menyuruh aku keluarkan uang sebanyak ini, lebih baik aku saja yang dibunuh”
“Kalau begitu silahkan kau turun tangan sendiri. aku tahu selamanya kau membunuh orang
tanpa dipungut bayaran!”
“Aku membunuh orang tidak memungut bayaran? Kapan kau pernah melihat aku membunuh
orang?”
820
Bu ki memang belum pernah melihatnya, ada sementara orang membunuh orang tanpa pisau,
juga tak usah turun sendiri.
Tiba-tiba Tong Koat menghela napas panjang, katanya:
“Sebenarnya aku tidak seharusnya mencari kau untuk urusan semacam ini...!” “Lantas siapa
yang seharusnya kau cari?” “Sangkoan Jin!”
Asal mendengar nama Sangkoan Jin, darah Bu ki terasa mendidih, jantungnya juga terasa
berdenyut lebih cepat.
Andaikata Sangkoan Jin benar benar telah datang, andaikata ia berjumpa muka dengan
Sangkoan Jin, dapatkah dia menguasai diri sendiri?
Dalam hal ini, ia sama sekali tidak mempunyai keyakinan.
Andaikata dia tak tahan dan turun tangan, dapatkah ia menusuk Sangkoan Jin sampai mati di
ujung pedangnya?
Dia lebih lebih tidak yakin.
Terdengar Tong Koat berkata:
“Konon Sangkoan Jin adalah seorang yang berbakat dari dunia persilatan yang jarang
ditemukan dalam seratus tahunpun, bukan saja Bun bu siang cun (pandai dalam silat maupun
sastra), lagi pula dia memiliki kepandaian yang bisa mengingat-ingat paras muka orang dalam
sekilas pandangan, asal seseorang pernah diamatinya, maka dalam setiap kali perjumpaan dia
tetap akan mengenalinya, sebagian besar murid Tay hong tong pernah dilihat olehnya, kalau
dia yang kudatangkan kemari dia pasti dapat mengetahui siapakah mata matanya”
“Mengapa kau tidak mengundangnya kemari?” kata Bu ki
Sekali lagi Tong Koat menghela napas panjang.
“Aaaai...........! Sekarang kedudukannya sudah berada diatas. dia mana sudi mengurusi urusan
tetek bengek seperti ini?”
Mendadak dia berjalan ke depan dan menjura kepada orang orang yang sedang bersantap itu
lalu sambil memicingkan matanya seraya tertawa, katanya:
“Kalian telah datang dari kejauhan, bila aku tidak menjamu kalian sebagaimana mestinya
seorang tuan rumah terhadap tamunya harap kalian sudi memaafkan. Walaupun sayur yang
dihidangkan hari ini kurang baik, toh nasinya bisa dimakan lebih banyakan sedikit.
821
Tiba tiba ada orang yang tak tahan mengendalikan diri, mendadak tanyanya:
“Sampai kapan kami baru boleh pergi”
Tong Koat tertawa, sahutnya:
“Bila kalian ingin, seuasai bersantap boleh saja pergi meninggalkan tempat ini”
baru selesai dia mengucapkan perkataan tersebut, sudah ada separuh di antaranya yang
meletakkan sumpitnya ke meja, belum lagi mulutnya diseka mereka sudah terburu ingin pergi.
Ternyata Tong Koat sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi kepergian mereka itu.
Maka sisanya yang lainpun sama-sama meninggalkan tempat duduk dan berusaha pergi
secepatnya dari situ.
Setelah semua orang tahu kalau di dalam benteng keluarga Tong kedatangan mata mata,
siapapun di antara mereka tak ingin terseret di dalam peristiwa ini, tentu saja siapapun tak
ingin berdiam terlalu lama lagi di sana.
Tiba tiba Tong Koat bertanya lagi kepada Bu ki.
“Benarkah kau tak dapat melihat siapa yang menjadi mata mata?”
Bu ki menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Untung saja aku dapat melihatnya” kata Tong Koat lagi.
Kemudian sambil memicingkan matanya dan tersenyum, katanya lebih lanjut:
“Padahal sejak semula aku sudah tahu kalau di sini ada seorang mat mata!”
“Siapa?”
“Tio Bu ki!”
Tio Bu ki.
Mendengar nama tersebut, yang paling terkejut sudah tentu Tio Bu ki sendiri.
Namun Tong Koat sama sekali tidak memandang ke arahnya, walau hanya sekejap matapun.
822
Dari ke dua puluh sembilan orang yang berada di situ, hampir semuanya sudah keluar dari
halaman tersebut, hanya seorang yang berjalan paling lamban.
Sepasang mata Tong Koat tertawa yang tajam bagaikan sembilu itu justru sedang mengawasi
tubuh orang itu tanpa berkedip.
Ternyata orang itu bukan lain adalah Ci Peng.
Mendadak Tong Koat tertawa dingin, lalu serunya,
“Yang lain boleh pergi semua, Tio Bu ki apakah kau juga ingin pergi....?”
Ci Peng sama sekali tidak memberikan reaksinya.
Ia tak boleh menunjukkan sesuatu reaksi, juga tak dapat menunjukkan suatu reaksi sebab dia
sesungguhnya memang bukan Tio Bu ki.
Dia masih melanjutkan langkahnya menuju ke depan, meski jalannya tidak terlalu cepat,
langkahnya pun tak pernah berhenti.
Dua tiga langkah lagi, sudah pasti dia akan berjalan keluar dari halaman tersebut.
Tapi dia tak sempat melangkah keluar dari halaman itu, karena secara tiba tiba Tong Koat
telah menghadang jalan perginya.
Orang yang berperawakan besar seperti kuda ini ternyata memiliki gerakan tubuh yang jauh
lebih lincah dari pada macan kumbang.
Tentu saja Ci Peng merasa terperanjat sekali.
Dengan sorot mata yang tajam Tong Koat memperhatikan dari atas sampai ke bawah berulang
ulang, kemudian sambil memicingkan matanya dan tertawa katanya.
“Aku sangat memuja dirimu, kau memang benar benar pandai memahami diri......,”
“Aku?” kata Ci Peng.
“Sebenarnya akupun tak berani mengundangmu untuk tetap tinggal di sini sayang akupun
kuatir orang lain tahu”
“Tahu apa?”
“Andaikata ada orang tahu itulah Tio Bu ki kongcu telah berkunjung ke benteng keluarga
Tong, akan tetapi tak seorang menusiapun dari keluarga Tong yang baik baik menyambut
823
kedatanganmu, bukankah kejadian ini akan menjadi lelucon yang bakal ditertawakan semua
orang di dunia ini?”
“Akan tetapi aku tidak she Tio juga tidak bernama Bu ki!” sangkal Ci Peng.
“Kau bukan Tio Bu ki?”
“Bukan!”
Tong Koat segera menghela napas panjang, katanya:
“Jika kau bukan Tio Bu ki, siapa pula yang bernama Tio Bu ki?”
“Tiba tiba dia berpaling dan perintahnya kepada seorang centeng:
“Dapatkah kalian mengirim seseorang untuk mengundang kembali orang yang bernama Gou
Biau itu?”
Gou Biau adalah seorang kakek botak yang berusia empat puluh tahunan, sepasang matanya
tajam dan bercahaya kilat, jelas ia merupakan seorang jago kawakan yang kaya akan
pengalaman.
Tadipun bersantap di situ, duduk dihadapan Ci Peng, makannya juda paling banyak dan
paling cepat, seolah olah sama sekali tidak kuatir kalau sampai peristiwa ini menyerempet
dirinya.
Tong Koat pun memperhatikannya atas bawah sampai beberapa kali, setelah itu dia baru
bertanya:
“Kaukah yang bernama Gou Biau?”
“Yaa, akulah orangnya!”
“Apa pekerjaanmu sekarang?”
“Aku adalah seorang piasau dari perusahaan ekspedisi Sam Tay piukiok sudah belasan tahun
ngendon di dalam perumahan tersebut”
“Ada urusan apa kau datang kemari?”
“Aku sering kemari, sebab pengurus rumah penginapan di sini adalah seorang paman
mertuaku!”
Mendengar perkataan itu, Tong Koat segera tersenyum.
824
“Oooh....kalau begitu kau masih termasuk anak menantunya keluarga Tong...?” “Rumah
penginapan yang berada di tempat itu masuk termasuk benteng keluarga Tong, pengurusnya
bernama Tong Sam kui, diapun seorang keturunan dari keluarga Tong,
Kata Tong Koat lagi:
“Walaupun kau adalah menantunya keluarga Tong, tapi bila kuajukan pertanyaan kepadamu,
kaupun harus menjawab dengan sejujurnya, setengah patah katapun tak boleh bohong”
“bagus, bagus sekali!”
Tiba tiba ia menuding ke arah Ci Peng kemudian tanyanya:
“Aku ingin bertanya kepadamu, dulu pernahkan kau berjumpa dengan orang ini?”
Tanpa berpikir panjang Gou Biau segera menjawab:
“Pernah!”
“Di mana kau pernah berjumpa dengannya?”
“Di dalam sebuah rumah makan di kota Poo teng!”
“Hingga kini Bu ki baru mengerti apa sebabnya Tong Koat harus mencari orang itu untuk
ditanyai?”
Kota Poo teng adalah pusat kekuasaan dari perkumpulan Tay Hong tong.....
Sudah lamakah kejadian itu berlangsung?” tanya Tong Koat lagi.
“Kalau dihitung hitung kejadian ini telah berlangsung pada dua tahun berselang”
“Orang yang pernah kau jumpai pada dua tahun berselang, masa masih bisa kau ingat kembali
pada dua tahun kemudian?”
“Kesanku terhadap dirinya boleh dibilang cukup mendalam”
“Kenapa?”
“Sebab pada waktu itu masih ada seseorang yang berada bersamanya, sedang terhadap orang
itu selama hidup aku tak akan pernah melupakannya.....”
“Siapakah orang itu?”
825
“Orang itu adalah salah seorang dari tiga tongcu utama dalam Tay hong tong, si rase tua yang
paling ditakuti setiap umat persilatan, Sugong Siau hong adanya!”
Perkataannya itu adalah ucapan yang jujur.
Tio Bu ki dapat melihat kalau ucapannya tidak bohong, sebab paras muka Ci Peng sudah
nampak sedikit perubahan.
Kata Gou Biau lagi: “Hari itu kami sengaja berkunjung ke tempat Sugong Siau hong untuk
meminta maaf sebab ketika barang kawalan kami melaluui kota Poo teng lantaran teledor
ternyata lupa mengirim kartu nama ke markas Tay hong tong. maka pihak Tay hong tong
lantas mengurus orang yang mengatakan bahwa keamanan barang kawalan kami tidak
ditanggung lagi oleh pihak Tay hong tong!”
Tong Koat segera menghela napas panjang, katanya:
“Aaaai.....bagaimanapun juga, kalian memang terlampau sembrono, siapakah jago persilatan
di dunia ini yang tidak tahu kalau peraturan dari Tay hong hong selamanya lebih benar dari
pada peraturan pemerintah sah.
Dan kalian merasa punya berapa besar kepandaian sehingga berani bertindak segegabah itu?”
“Kami sendiripun juga sadar kalau telah membuat bencana itulah sebabnya buru buru kami
datang mencari Sugong toaya untuk meminta maaf...”
“Apa dia bilang”
“Sepatah katapun tidak ia katakan!”
“Waaaaah..........bukankah keadaan kalian menjadi runyam?”
“Untung saja ada kongcu ini di sampingnya ketika itu, coba kau bukan dia yang mintakan
ampun untuk kami, sudah pasti barang kawalan kami itu jangan harap bisa keluar dari wilayah
kota Poo teng dengan aman dan tenteram.
“Apakah orang yang mintakan ampun bagi kalian adalah orang itu? ujar Tong Koat sambil
menuding ke arah Ci Peng.
“Benar!”
“Kau tidak salah melihat?”
“Aku tidak salah melihat!”
826
“Jadi justru karena dia sudah mintakan ampun bagi kalian, maka Sugong Siau hong baru tidak
menuntut ketidaksopanan kalian itu lebih lanjut.......?”
“Betul!”
Tong Koat segera tertawa, kembali katanya,
“Kalau begitu setiap perkataannya, bahkan Sugong Siau hong sendiripun pasti akan memberi
muka kepadanya?”
Kemudian dengan pandangan mata tertawanya yang tajam bagaikan jarum itu dia amati Ci
Peng sekali lagi, kemudian serunya:
“Kalau begitu, kepandaianmu betul hebat sekali”
Selamanya sikap Ci Peng selalu tenang dan pandai sekali menahan diri, tapi sekarang paras
mukanya juga berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Waktu itu Sugong Siau hong sengaja membiarkan dia yang mintakan ampun buat Sam tay
piaukiok, tujuan yang sesungguhnya adalah untuk memikul suatu kedudukan yang layak dan
di segani orang baginya dalam dunia persilatan, agar teman teman persilatan banyak yang
menaruh hormat kepadanya serta berterima kasih.
Memang begitulah perbuatan yang selalu dilakukan Sugong Siau hong, setiap waktu setiap
saat dia selalu tak pernah lupa untuk memupuk angkatan muda agar lebih maju dan
menempati kedudukan atau posisi yang lebih tinggi lagi dalam mata masyarakat.
Tentu saja pada saat itu dia tak pernah menyangka, jika perbuatannya itu justru mencelakakan
diri Ci Peng.
Yaa, siapakah yang akan menyangka atas peristiwa yang bakal terjadi dikemudian hari?
Sementara itu Tong Koat telah tertawa mengejek, kemudian ujarnya kembali:
“Jika kau bukan tio Bu Ki, lantas siapakah dirimu? Apa hubunganmu dengan Sugong Siau
hong? Dan apa pula sebabnya dia begitu menuruti perkataanmu?”
Dalam keadaan seperti ini, apa pula yang masih bisa dikatakan oleh Ci Peng?
Dia hanya bisa berkata:
“Aku bukan Tio Bu ki, aku tidak berasal dari marga Tio, namaku juga bukan Bu-ki!”
827
“Oooh..... jadi kau masih belum mau mengaku?” seru Tong Koat keras
“Aku tidak menyangkal apa apa, aku hanya bilang namaku bukan Tio Bu-ki, akupun bukan
Tio Bu-ki!”
Rupanya dia telah mengambil keputusan, apa saja yang akan ditanyakan Tong Koat, dia
hanya akan menjawab dengan sepatah kata, karena dia memang bukan Tio Bu-ki.
Hanya Tio Bu ki seorang yang benar benar tahu bahwa dia bukan Tio Bu ki
Apakah dia juga tahu kalau orang yang sekarang sedang berdiri disamping Tong-Koat barulah
Tio Bu ki yang sesungguhnya?
Andaikata ia dapat menunjukkan dimanakah Tio Bu ki sesungguhnya berada, tentu saja ia
bisa lolos dari situ dengan selamat.
Setiap orang hanya mempunyai selembar nyawa. Setiap orang tak urung akan takut mati.
Apabila keadaan sudah terlalu memaksa, apakah diapun akan menghianati Bu-ki?
Bu-ki tidak yakin, bahkan Ci Peng sendiripun tak berani menyakininya.
Tiba tiba Tong Koat berpaling lagi kepada centengnya sambil berkata:
“Dapatkah kalian mengutus orang untuk mengundang datang Tong Sam-kui?”
MENCABUT PEDANG? ATAU JANGAN?
Tong Sam-kui adalah salah seorang keturunan keluarga Tong dari keluarga jauh yang paling
menonjol sendiri. Dia masih terhitung saudara sepaman dengan Tong Lip.
Tahun ini dia berusia tiga puluh sembilan tahun, pandai bekerja dan luas pergaulannya
terhadap makan minum dan berpakaian selalu menaruh perhatian khusus sehingga dia tampak
bagaikan seorang pedagang yang berhasil.
Dalam kenyataan dia memang sukses sekali dalam usaha rumah penginapan yang kekuasaan
diberikan kepadanya itu, dan lagi diapun mengerjakan pekerjaannya dengan sangat beraturan.
Didalam benteng keluarga Tong terdapat tiga puluhan buah toko setiap toko melakukan
usahanya menurut aturan dan disiplin yang ketat, hal mana berbeda jauh bila dibandingkan
dengan toko dari kota manapun didunia ini.
Sebab peraturan yang berlaku didalam benteng keluarga Tong adalah
828
“Apa yang kau kerjakan kau harus mirip melakukan pekerjaan apa, kau menjual apa kaupun
harus berteriak apa”
Dan disitu pula terletak kunci kesuksesan dari keluarga Tong selama ini.
Tong Koat sudah mulai bertanya sambil menuding kearah Ci Peng tanyanya,
“Kau pernah berjumpa dengan orang ini?”
“Pernah!”
Jawaban dari Tong Sam kui sama tegasnya dengan jawaban dari Gou Biau.
“Kongcu ini sudah bukan pertama kali ini berdiam disini”
“Dulu ia pernah kemari?”
“Yaa, pernah datang kemari sebanyak empat kali”
Jawaban Tong Sam kui lebih terperinci lagi lanjutnya
“Ketika datang untuk pertama kalinya, ini terjadi pada akhir tahun yang lalu bulan sebelas
tanggal sembilan belas. Selanjutnya setelah satu dua bulan satu kali baru berkunjung kemari,
setiap kali datang dia tentu menginap selama dua tiga hari”
“Pernahkah kau bertanya kepadanya, dimana ia berdagang apa? Dan ada urusan apa datang
kemari?”
“Sudah kunyatakan”
“Apa jawabnya?”
“Dia bilang dia adalah seorang pedagang kain, tokonya berada dikota Sian sia merek Siang
Tay, dia datang kemari dengan maksud untuk berjual beli”
“Apakah dia membawa barang dagangan?”
“Yaa, setiap kali datang ia selalu membawa barang dagangan, dan setiap kali juga barang
dagangannya pasti habis”
Setelah tersenyum, lanjutnya:
“Sebab barang yang dijualnya sangat murah, bahkan lebih murah tiga bagian dibandingkan
dengan para pedagang grosir!”
829
Tong Koat juga tertawa.
“Dengan yang mendekil leher ada yang mengerjakan dagangan yang merugi juga ada yang
mengerjakan, mengapa dia bersedia melakukan perdagangan yang merugi?”
“Itulah sebabnya aku merasa keheranan, maka ketika ia datang untuk kedua kalinya, akupun
segera melakukan penyelidikan!”
“Bagaimana hasil penyelidikanmu?”
“Dikota Sian sia memang terdapat sebuah toko penjual kain yang memakai merk “Siang tay”
cuma taukenya bukan dia”
Kemudian ia menambahkan:
“Tapi taukenya tahu kalau ada orang macam dia, sebab setiap dua bulan satu kali dia pasti
datang untuk memborong kain, setelah itu barang dagangannya itupun dijual lagi kepada kami
dengan harga bantingan”
“Apa pula yang berhasil kau selidiki?”
“Aku telah meninggalkan beberapa orang di toko Siang tay untuk menyaru sebagai pelayan
disana, sebenarnya beberapa orang saudara itu bekerja pada tokonya engkoh Tek untuk
belajar dagang kain, jadi cocok sekali kalau mengirim mereka untuk menyaru disana.”
Yang dimaksudkan sebagai engkoh Tek, adalah Tong Tek, dia adalah pengurus dari toko
penjual kain didalam benteng keluarga Tong......
“Itulah sebabnya, ketika dia pergi ke Siang tay untuk memborong kain lagi, orang yang
mengirim barang pesanannya ke rumahnya adalah saudara saudara kita” kata Tong Sam kui.
“Sungguh tepat dan sempurna sekali cara kerjamu kali ini!” puji Tong Koat sambil tertawa.
“Menurut laporan yang dikirim saudara saudara kita yang menghantar barang pesanan
kerumahnya itu, diapun tinggal dikota Sian sia, yang ditempati adalah rumahnya Ong Lo tia,
rumah tersebut disewa olehnya dengan beaya dua puluh tahil perak, jadi satu tahun uang
sewanya adalah sepuluh tahil emas!”
“Tampaknya tidak kecil gedung yang ditempatinya itu?” kata Tong Koat sambil tertawa.
“Yaa, memang tidak kecil!”
“Apakah dia tinggal dalam gedung yang begitu besarnya itu seorang diri?”
830
“Tidak, dia tidak sendirian, masih ada seorang perempuan lagi yang tinggal bersamanya”
“Perempuan macam apakah itu?”
“Seorang perempuan yang muda, mana cantik lagi, logat bicaranya bernada dialek utara!”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan
“Bahkan diapun telah menyuruh Ong Lo tia untuk membelikan seorang budak yang bernama
‘Kui ci’, berusia delapan belas tahun, tubuhnya mana gemuk, sedikit rada bodoh lagi”
“Kalau seorang nona sudah mencapai usia tujuh delapan belas tahun, sekalipun bodoh juga
seharusnya mengerti sedikit urusan” kata Tong Koat.
Kemudian sambil memicingkan matanya tertawa lanjutnya: “sekalipun urusan lain tidak
dimengerti,ada satu urusan tentu dimengerti olehnya!”
Urusan apakah itu? Sekalipun ia tidak menerangkan, orang lain juga dapat menduganya.
Tong Sam-kui pun segera melanjutkan:
“Itulah sebabnya aku menyuruh Siau kiu ke sana, selamanya Siau kiu memang ahli sekali
dalam menghadapi perempuan”
“Wah......... kau memang pandai memilih orang!” puji Tong koat sambil tertawa
Tidak sampai setengah bulan kemudian dayang itu sudah tunduk seratus persen kepada Siau
kiu, apapun yang dia ketahui ia utarakan semua tanpa tedeng aling aling
“Apa saja yang dia katakan?”
“Dia bilang perangai nona itu kasarnya bukan kepalang, kongcu tersebut merasa takut
setengah mati kepadanya”
Kemudian setelah berhenti sebentar, pelan pelan dia melanjutkan:
“Dia masih memberitahukan pula kepada Siau kiu, biasanya kongcu itu memanggil si nona
tersebut dengan sebutan namanya yakni Cian Cian”
Cian Cian!
Bu-ki merasakan hatinya bagaikan tenggelam di air.
831
Ternyata Cian Cian juga berada disekitar tempat itu, tanyanya dia memang masih berada
bersama Ci Peng.
Sekali lagi Tong Koat memicingkan matanya sambil tertawa, ujarnya pelan:
“Cian Cian, nama ini memang bagus sekali, nama ini memang betul betul sangat indah”
“Tapi orang yang bernama Cian Cian tidak banyak jumlahnya, setahuku cuma ada dua orang
yang bernama itu!” ujar Tong Sam-kui.
“Dua orang yang mana?” tanya Tong Koat
“Putri dari bibi biniku juga bernama Cian Cian”
“Sedangkan yang satunya?”
“Aku dengar putri kesayangan Tio jiya dari Tay hong-tong, adik perempuannya Tio Bu-ki
juga bernama Cian Cian”
“Tahukah kau, aku juga punya adik perempuan?” sela Tong Koat secara tiba tiba.
“Tentu saja aku tahu”
“Tahukah kau akupun sangat takut kepadanya, takutku kepadanya boleh dibilang setengah
mati?”
“Engkoh takut kepada adik bukan suatu kejadian yang aneh, banyak sekali engkoh engkoh
didunia ini yang takut setengah mati kepada adiknya”
Tong Koat segerea menghembuskan napas panjang, ujarnya sambil tersenyum hambar:
“Waaah.... kalau begitu bukan cuma aku saja yang takut kepada adikku..... dan aku rasa,
urusan ini sudah cukup jelas!”
Paras muka Ci Peng sudah sedemikian pucatnya sehingga setitik darahpun tidak nampak,
sekarang diapun tahu kalau dirinya telah melakukan kesalahan yang mematikan, suatu
kesalahan yang tak bisa diampuni lagi.
Dia terlalu memandang remeh musuhnya, dia terlalu meremehkan kemampuan Tong Sam kui.
Diapun terlalu meremehkan kemampuan Tong Koat.
“Sekarang, apalagi yang hendak kau katakan?” tegur Tong Koat kemudian sambil tertawa.
832
“Aku tidak she Tio, akupun bukan Tio Bu ki!” ujar Ci Peng untuk kesekian kalinya.
Tong Koat segera menghela napas panjang katanya: “Kalau begitu, tampaknya aku terpaksa
harus mengundang kedatangan si nona yang bernama Cian Cian”
Ia berpaling ke arah Tong Sam kui dan menambahkan,
“Aku pikir, sudah pasti kau telah mengirim orang untuk mengundangnya kemari bukan?”
“Yaa, aku memang sudah mengirim orang ke situ, cuma.....”
“Cuma kenapa?”
“Tampaknya kehebatan badan dari beberapa orang utusan itu kurang begitu baik secara tiba
tiba saja mereka kena kejangkitan suatu penyakit aneh”
“Siapa saja yang kau kirim kesitu?”
“Beberapa orang saudara yang dulu mengikuti A-lek”
A-lek adalah Tong Lek;
Sebetulnya diapun termasuk salah seorang yang berada dibawah pertanggungan jawab Tong
Koat. Kelompok mereka bertugas didalam suatu gerakan operasi.
Diantara keturunan jauh dari keluarga Tong, hanya mereka yang tergabung dalam kelompok
itu saja yang berhak mendapatkan senjata rahasia.
Mereka semua berpengalaman sangat luas dan merupakan jago jago tangguh yang cukup
cekatan dan cepat reaksinya dalam menghadapi keadaan, selain itu merekapun memiliki
kesehatan badan yang selalu berada dalam kondisi paling prima.
“Mengapa secara tiba tiba mereka bisa kejangkitan penyakit? penyakit apa yang mereka
derita?” tanya Tong Koat
“Penyakit yang mengidap ditubuh mereka adalah semacam penyakit yang aneh sekali ada
yang tengkuknya tahu tahu terlepas dari badan, ada yang tenggorokannya tiba tiba berlubang,
seperti kena ditembusi oleh suatu benda tajam, ada juga yang dadanya berlubang sehingga
kelihatan isi perutnya”
“Aaah......! Sudah pasti hal itu bukan disebabkan tusukan orang, tentu saja nona Cian Cian tak
akan menusuk tenggorokan mereka tanpa sebab tanpa musabab, apalagi mematahkan tulang
tengkuk mereka”
833
“Itulah sebabnya kukatakan kalau mereka sudah kejangkitan suatu penyakit serius semacam
penyakit yang aneh sekali”
“Wah betul, sudah pasti demikian......!” Tong Koat turut manggut manggut berulang kali.
“Yaa; pasti”
“Sekarang, dimanakah orang orang itu?”
“Jika seseorang sudah kejangkitan penyakit semacam ini, sudah barang tentu mereka akan
mati tanpa bisa tertolong lagi”
“Apakah mereka sudah mati dirumah Tio kongcuya yang bukan bernama Tio Bu-ki ini”
“Yaa, kemaren malam mereka sudah mati”
“Lantas dimanakah sinona yang bernama Cian Cian itu?”
“Jika dirumahnya secara tiba tiba kedapatan ada begitu banyak orang yang mati, tentu saja dia
tak akan tega untuk berdiam terus didalam ruang tersebut”
“Makanya terpaksa dia angkat kaki?” sambung Tong Koat.
“Yaa, mau tak mau terpaksa dia harus pergi”
“Tentunya dia tidak meninggalkan pesan yang memberitahukan kepada kalian, kemanakan
dia telah pergi?”
“Ya, rupanya dia tak sempat lagi!”
Tong Koat segera menghela napas panjang, katanya:
“Ooooh..... kejadian ini sungguh merupakan suatu yang sangat tidak kebetulan, penyakit yang
terjangkit ditubuh mereka sungguh terjadi bukan pada waktunya”
Sambil gelengkan kepalanya berulang kali dia bergumam.
“Aku hanya berharap agar nona Cian Cian pun jangan sampai ketularan penyakit aneh yang
berjangkit ditubuh mereka itu, bayangkan saja andaikata seorang nona cantik seperti dia, tiba
tiba kehilangan kepalanya atau tulang tengkuknya patah, waah... tentu tak sedap dipandang
orang....!”
“Yaa, bentuk badannya sudah pasti kurang sedap dipandang!” sahut Tong Sam kui sambil
menghela napas panjang pula.
834
Kedua orang itu bukan saja memiliki bakat bagus untuk bermain sandiwara, lagipula
merekapun memiliki suatu kerja sama yang sangat bagus.....!
Bu ki maupun Ci Peng diam diam berhembus napas lega, akhirnya Cian Cian tak sampai
terjatuh ketangan mereka.
Walau tidak seharusnya turun tangan untuk melukai orang, tapi dalam suasana serta keadaan
seperti itu, mungkin Cian Cian memang sudah tiada pilihan lain kecuali berbuat demikian.
Sekarang, walaupun jejaknya sudah ketahuan, paling tidak hal itu jauh lebih baik daripada
terjatuh ketangan mereka.
Sambil bergendong tangan pelan pelan Tong Koat berjalan mondar mandir disana. Tiba tiba
ia berhenti dihadapan Bu-ki seraya berkata:
“Masih ingatkah kau dengan sepatah kataku?”
“Perkataan yang mana?” tanya Bu-ki.
“Lebih baik salah membunuh daripada salah melepas?”
“Yaa, masih ingat”
Jilid 29________
“MENGERTIKAH kau akan arti dari perkataan itu?”
“Aku mengerti!”
“Kalau begitu, lakukanlah bagiku untuk membunuh Tio Bu ki yang berada dihadapanmu
sekarang!”
Ucapan tersebut diutarakan olehnya dengan enteng, santai dan lembut, sama sekali tidak
terbawa oleh kobaran napsu atau emosi.
Tapi siapa pun tahu jika Tong koat sudah ingin membunuh seseorang, maka orang itu sudah
pasti akan mati.
Baginya, membunuh orang bukan suatu perbuatan yang terlalu serius, entah yang dibunuhnya
itu benar atau salah, baginya hal tersebut bukan masalah.
TIba tiba Bu ki pun bertanya padanya
835
“Masih ingatkah kau dengan sepatah kata ini?”
“Perkataan apa?”
“Selamanya aku tak pernah membunuh orang dengan cuma cuma!”
“Aku masih ingat!”
“Aku rasa kau tentunya juga mengerti akan maksud dari perkataan ini bukan?”
“Itulah sebabnya aku tidak ingin menyuruh kau membunuh orang dengan cuma cuma”
Dia masih tertawa, tertawanya sangat riang dan gembira sekali.
Dia telah mengeluarkan setumpuk uang kertas dari sakunya, lalu berkata: “Walaupun dua
ratus embilan puluh laksa tahil merupakan suatu jumlah yang sangat besar, namun kalau cuma
sepu8luh laksa tahil mah aku masih punya!”
Jarang sekali ada orang yang menggembol uang sebesar sepuluh laksa tahil didalam sakunya
apalagi dibawa kemana mana, tapi dia ternyata membawanya.
Tampaknya setiap saat dia telah menyiapkan diri untuk menyuruh Bu ki membunuh orang.
Uang kertas tersebut adalah uang kertas keluaran dari rumah Sam toa che ceng di san see,
uang kertas semacam ini selalu paling bernilai dan dipercaya orang, etnah kemana mana uang
kertas tersebut bisa dianggap sebagai emas murni dan uang kontan.
Dan sekarang, setumpukkan uang kertas yang berada dihadapannya persis berjumlah sepuluh
laksa tahil.
Bu ki telah menerimanya dan sedang menghitung selembar demi selembar...
Paras mukanya sama sekali tidak berubah, tangannya juga tidak gemetar.
Tangannya itu tampak mantap, tenang dan bertenaga, itulah sepasang tangan seorang
pembunuh yang berpengalaman, hanya tangan pembunuh berpengalaman saja yang tak akan
menggigil bila akan membunuh orang.
Tapi, bagaimana mungkin ia bisa membunuh ornag itu?
Orang itu adalah anggota paling setia dari Tay hong tong, juga merupakan orang yang paling
dekat dengan adiknya Cian Cian.
836
Orang ini bisa muncul dibenteng keluarga Tong, tak bisa disangkal lagi sudah pasti lantaran
melacaki jejaknya.
Orang itu bukan Tio Bu ki, dirinya sendirilah baru orang sesungguhnya hendak dibunuh Tong
Koat.
Bayangkan saja, mana ia tega untuk turun tangan membunuh orang itu?
Tapi sekarang, peranan yang sedang dibawakan olehnya adalah seorang pembunuh berdarah
tinggi yang membunuh orang karena upah sepuluh laksa tahil perak.
Kini, sepuluh laksa tahil perak tersebut sudah berada didalam genggamannya.
Bila ia masih belum juga turun tangan, sudah pasti Tong Koat akan mencurigakannya,
otomatis rahasia penyaruannya juga bakal terbongkar.
Jika rahasia penyamarannya terbongkar, bukan saja ia tak bisa menolong Ci Peng, dirinya
sendiripun pasti akan tewas.
Selama Sangkoan Jin masih hidup, ia mana boleh mati? Tapi mana mungkin dia tega untuk
membunuh orang itu?
Paras muka Ci Peng yang pucat pias seperti mayat sudah dibasahi oleh keringat dingin.
Selamanya belum pernah dia bertatap muka langsung dengan Bu ki apakah hal ini
dikarenakan ia telah berhasil menebak diri Bu ki?
Tentu saja dia sendiripun tak ingin mati, sekalipun dia tak ingin menghianati Bu-ki tapi bila
Bu ki hendak membunuhnya nanti, dapatkah ia berubah pikiran.
Bu ki tidak membawa pedang.
Tapi Tong Koat tidak melupakan hal ini dia telah menitahkan kepada Tong san kut untuk
menghadiahkan sebilah pedang kepada Bu ki.
Sebilah pedang sepanjang tiga jengkal enam inci, sekalipun bukan pedang mestika namun
penempaannya cukup bagus dan indah. Pedang tersebut sudah pasti dapat membunuh orang
sampai mati.
Sekarang pedang itu sudah berada ditangan Bu-ki tangannya sudah menggenggam gagang
pedang tersebut, tangannya masih tetap tenang dan mentap.
Tong Koat sedang mengawasi tangannya yang menggenggam pedang itu, CI Peng juga
sedang menatap tangannya.
837
Setiap orang sedang menatap tangannya. apa yang harus dilekukannya sekarang? Mencabut
pedang? atau jangan?
*****
SIAPA LAGI YANG AKAN MENGHANTAR KEMATIAN?
Bu-ki telah mencabut pedangnya. “Criiing.... ?” pedang itu sudah lolos dari sarungnya.
Bu ki terpaksa mencabut pedang karena dia sudah tiada pilihan lagi sekalipun ia rela
penyamarannya diketahui, juga sama saja tak akan berhasil menolong Ci Peng.
Tapi ia toh bisa membunuh Tong Koat kemusian bersama Ci Peng menerjang keluar dari situ.
Meski tindakannya ini kelewat bahaya toh tak ada salahnya untuk dicoba.
Haruskah dia berbuat demikian? atau harus mengorbankan Ci-Peng? Demi keberhasilan
usahanya apalah artinya mengorbankan seseorang.
Tapi bagaimana mungkin ia bisa melawan suara hatinya?.
Maka terpaksa ia harus mencoba, mencoba untuk menyerempet bahaya.
Asal hari ini bisa lolos dari situ, dikemudian hari pasti masih ada kesempatan lain.
Oleh sebab itu serangan yang dilancarkan ini tak boleh sampai gagal.
Mata pedang itu mana tipis lagi tajam. Gagang pedang maupun ujung pedang mempunyai
berat yang sama dan dibuat sangat sesuai dan beraturan, tak mungkin tukang besi biasa dapat
menempa pedang semacam itu.
Ia percaya pedang itu sudah pasti hasil tempaan dari ahli pembuat senjata rahasia dari benteng
keluarga Tong, bahan yang digunakan pun sisa baja mereka sewaktu membuat senjata rahasia.
Menggunakan pedang keluarga Tong untuk membunuh jago keluarga Tong, kejadian
semacam itu memang benar benar merupakan suatu kejadian yang paling menggembirakan
dunia ini.
Ia telah bersiap sedia untuk turun tangan.
“Tunggu sebentar!” tiba tiba Ci Peng berseru.
“Apalagi yang ingin kau katakan?”tanya Tong Koat.
838
“Aku tiada perkataan apa apa yang bisa dikatakan lagi, aku hanya ingin membantumu untuk
menghemat uang sebesar sepuluh laksa tahil perak”
“Oooh.....!”
“Aku pandai membunuh orang, lagipula gratis kalau ingin membunuh orang mengapa harus
mencarinya?”
“Apakah kau menyuruh aku mencarimu?”
“Kalau disuruh membunuh orang lain mungkin aku tidak yakin,tapi kalau disurun membunuh
aku sendiri, aku tanggung tiada orang lain yang lebih cepat dari pada diriku sendiri.
Apakah dia telah merasakan pula penderitaan dari Bu ki? Maka bertekad untuk
mengorbankan diri?.
Tang Koat segera tertawa terbanak bahak,
“Haaahhh,..haaahhh....haaahhh.... bagus, bagus sekali”serunya keras.
Tiba tiba ia turun tangan, mempergunakan kedua jari tangannya yang putih, gemuk dan
pendek itu untuk menjepit ujung pedang ditangan Bu ki.....
Serangannya itu selain cepat juga tepat. Manusia yang tampaknya jauh lebih bodoh dari pada
kuda nil ini ternyata memiliki gerakan tubuh yang jauh lebih hebat dari pada kepandaian siapa
saja.
Bila Bu ki melancarkan serangannya tadi dan ingin menembusi tenggorokkannya dalam sekali
tusukan, rasanya hal ini tak mungkin bakal terjadi..........
Sekarang Bu ki sudah tak dapat turun tangan lagi, suatu keberuntungankah baginya? Ataukah
suatu ketidak beruntungan?.
Tong Koat sedang menatapnya dengan sepasang matanya yang tersenyum dan sipit itu. lalu
katanya:
“Aku rasa kau sudah pasti tak akan berebut dagangan dengan seseorang yang hampir mati
bukan?”
Terpaksa Bu ki harus mengendorkan tangannya.
Tong Koat menenteng pedang itu pelan-pelan mengangsurkan gagang pedangnya itu
kehadapan Ci Peng.
839
Pelan pelan Ci Peng mengulurkan pula tangannya untuk menerima la masih belum juga
memandang ke arah Bu ki, walau hanya sekejappun, sedangkan paras mukanya sendiri juga
telah berubah menjadi sangat tenang.
Sebab dia sudah mengambil keputusan.
Dia yakin keputusan yang diambilnya itu benar, dia pun yakin pengorbanannya berharga.
Ujung jari tangan Ci Peng telah menyentuh-gagang pedang itu.
Bu ki tidak menghalangi. pun tak dapat menghalangi, sebab keputusannya telah bulat, apa
yang diinginkan sudah terkabul,sam pai matipun ia tidak menyesal.
Tak disangka ternyata Tong goat tidak membiarkan dia mati.
Tong koat menggetarkan tangannya pelan, sebilah pedang yang panjangnya tiga jengkal dua
inci itu mendadak terputus menjadi dua bagian.
Tenaga yang dipergunakan adalah tenaga dingin.
Tcnaga Im-keng yang dilatihnya jauh lebih hebat dari pada apa yang berhasil diraih oleh Tong
Giok.
Ci Peng tampak amat terkejut segera tegurnya:
“Hei, mau apa kau?”
“Tiba tiba aku berpendapat bahwa
“Pedang ini boleh patah, namun kau tak boleh mati”
“Mengapa secara tiba tiba kau berubah pikiran?”
Tong Koat tertawa, sambil memicingkan matanya dia menyahut:
“Jalan pemikiranku memang setiap saat mudah berubah, lagipula perubahan itu bisa berubah
jauh lebih cepat dari siapa saja.”
“Mengapa aku tak boleh mati?”
“Karena kau lebih berguna semasa masih hidup daripada setelah mati......”
“Apa gunanya?”
840
“Paling tidak aku bisa menggunakan kau sebagai umpan untuk memancing ikan!”
Reaksi dari Ci Peng tidak terhitung pelan, dengan cepat ia dapat memahami maksudnya.
Ikan yang hendak dipancingnya itu sudah pasti Cian Cian, bila menggunakan Ci Peng sebagai
umpan, tak bisa disangkal lagi Cian Cian pasti masuk perangkap.
Tubuh Ci Peng telah melayang diudara menubruk ke arah Tong Koat....
Kemudian menemukan satu hal....
Tiba tiba ia menemukan bahwa kemampuan ilmu silat yang dimilikinya ternyata masih selisih
jauh bila dibandingkan dengan apa yang dibayangkan semula.
Dia selalu beranggapan bahwa seseorang belum tentu harus menggantungkan pada ilmu silat
untuk mencapai keberhasilan, kecerdasan, ketenangan dan jodoh lebih penting daripada ilmu
silat.
Sekarang dia baru tahu kalau anggapannya itu keliru.
Sebab pekerjaan yang dilakukannya adalah pekerjaan semacam ini, dalam lingkaran
kehidupannya, bukan saja ilmu silat merupakan kunci terutama dalam kehidupannya, bahkan
merupakan akar dari hidupnya didunia ini.
Bila kau adalah seorang pedagang, maka kau tak bakal meninggalkan siepoamu, bila kau
adalah seorang sastrawan, maka kau tak dapa melepaskan penamu.
Karena itulah akar daripada kehidupanmu.
Bila kau teledor dalam hal ini, entah bagaimanapun cerdasmu, entah bagaimana banyaknya
rejekimu, akhirnya toh tetap akan gagal.
Sekarang Ci Peng telah menyadari akan hal itu, akhirnya memahami akan teori tersebut,
itulah pelajaran yang diperolehnya dari suatu pengalaman yang penuh penderitaan.
Baru saja tubuhnya menerjang ke depan, jari tangan Tong Koat yang gemuk dan putih itu
sudah menghantam diatas jalan darahnya.
Dikala badannya roboh, kebetulan dia mendengar Tong Koat sedang berkata,
“Bila aku tidak mengijinkan kau mati, sekalipun kau ingin mati juga tidak gampang untuk
terwujud”.
841
Halaman itu amat rindang, sebab dalam halaman itu tumbuh banyak pepohonan.
Tong Koat berdiri dibawah sebatang pohon yang daunnya lebat, entah pohon waru? Atau
pohon flamboyan? Atau pohon Pak?
Terhadap jenis pepohonan, Bu ki tidak begitu tahu, tapi kalau soal manusia, tidak sedikit yang
dia ketahui.
Walaupun dia tak tahu pohon apakah pohon itu, tapi dia tahu manusia macam apakah manusia
yang berada disitu.
Tak bisa disangkal lagi orang itu adalah orang paling menakutkan yang penah dijumpainya
sepanjang hidup.
Belum pernah dia bayangkan kalau orang ini memiliki ilmu silat yang begitu tinggi dengan
gerakan tubuh yang begitu cepat.
Kesemuanya itu masih bukan termasuk hal hal yang paling menakutkan dari Tong Koat.
Yang paling menakutkan justru adalah perubahannya.
Setiap saat jalan pemikirannya selaliu berubah, membuat orang lain selamanya tak dapat
menebak apa yang sesungguhnya sedang dia pikirkan didalam hati.
Orang inipun setiap saat setiap waktu turut berubah, ada kalanya amat cerdik, ada kalanya
bersikap kekanak kanakan, ada kalanya berhati bajik, ada kalanya berhati kejam.
Ada kalanya perbuatan yang dia lakukan jauh lebih menggelikan daripada perbuatan yang
dilakukan oleh seorang lemah ingatan, ada kalanya perbuatan yang dia lakukan justru
membuat orang menangis pun tak mampu menangis
Sekarang, Ci Peng sudah terjatuh ke tangannya, dengan perangai dari Cian Cian bila dia tahu
akan kabar berita Ci Peng, sudah pasti dia akan menyerbu ke dalam benteng keluarga Tong
untuk menyelamatkan jiwanya....
Siapakah yang mampu dia selamatkan?
Setibanya dalam benteng keluarga Tong, mungkin satu satunya pekerjaan yang dia lakukan
adalah menunggu orang lain menjirat lehernya dengan tali.
Bu ki berharap bisa menolong Ci Peng sebelum ia berhasil mendengar kabar berita tersebut.
Andaikata dia adalah seorang manusia sakti yang berkepala tiga berlengan enam, mungkin
saja hal ini dapat ia lakukan.
842
Cuma sayang dia bukan.
Lembaran uang kertas itu semuanya masih baru.
Walaupun kebanyakan orang gemuk badannya agak kotor, agak malas. Tong Koat adalah
terkecuali dari kebiasaan tersebut.
Dia bersih sekali, bahkan kebersihannya dijaga kelewat batas.
Lelaki yang tidak suka perempuan tampaknya memiliki kebiasaan tersebut, mereka selalu
beranggapan perbuatan yang dilakukan antara pria dan wanita itu merupakan suatu perbuatan
yang menjijikan.
Pelan pelan Bu ki berjalan menghampirinya dan menyerahkan tumpukan uang kertas itu
kepada Tong Koat.
“Kau tak usah mengembalikannya kepadaku” kata Tong Koat.
“Selamanya aku tak pernah membunuh orang secara gratis, akupun tak pernah menerima
bayaran yang tanpa sebab”
“Orang yang hendak kubunuh bukan cuma Tio Kongcu seorang”
“Kau hendak menyuruh aku membunuh siapa lagi?”
Tong Koat segera tertawa, katanya:
“Sebetulnya kau harus memasang tarip setengah harga untuk orang yang hendak ku suruh kau
bunuh itu?”
“Kenapa?”
“Sebab kaupun membenci dirinya, diapun membenci dirimu, bila kau tidak membunuhnya,
maka dialah yang akan membunuhmu”
“Kau maksudkan Siau Poo?”
“Kecuali dia, siapa lagi?”
Kejadian ini benar benar merupakan suatu peristiwa yang sama sekali diluar dugaan.
Siapapun tidak mengira kalau Tong Koat bakal menyuruh orang untuk membunuh Siau Poo,
tapi siapapun tak akan menampik. Siau Poo memang seseorang yang tidak menyenangkan
843
Seandainya manusia semacam ini mati terbunuh, siapapun tak akan mengucurkan air mata
baginya.
Lebih lebih Bu ki.
Andaikata kemarin Tong Koat menyuruhnya membunuh Siau Poo, dia tak akan merasa sedih
atau serba salah.
Tapi sekarang, keadaannya sudah jauh berbeda.
Dia sudah tahu kalau Siau Poo adalah “See-si”, juga merupakan satu satunya orang yang
dapat dipercaya.
Mendadak dia menemukan bahwa orang yang setiap saat harus dibunuhnya atas perintah
Tong Koat, adalah orang orang yang sebenarnya tak bisa ia bunuh.
Sayang sekali, ia justru tak dapat menampik permintaannya itu.
“Tentunya kau tidak mengira bukan, kalau aku bakal menyuruh kau untuk membunuhnya?”
demikian Tong Koat berkata
“Yaa, aku benar benar tidak menyangka, aku masih mengira kalian bersahabat, bahkan
bersahabat sangat akrab”
“Arak yang wangi bisa berubah menjadi kecut, teman baik pun ada kalanya juga dapat
berubah menjadi jelek”
“Kenapa?”
“Karena aku tidak suka seorang teman yang tidak mempunyai hidup”
Sambil memicingkan matanya dia tertawa lebar, lalu tanya lagi:
“Apakah kau beranggapan bahwa alasan ini masih kurang cukup baik?”
“Yaa, betul, agaknya masih belum cukup!” Bu ki membenarkan.
“Bagiku alasan tersebut sudah lebih dari cukup”
“Kenapa?”
“Dulu aku suka kepadanya karena dia memiliki selembar wajah yang sangat bagus.
Perkataannya itu terlampau menyolok dan terang terangan.
844
Bagaimanapun bagusnya selembar wajah apabila ia kehilangan hidungnya, tentu saja akan
hilang kebagusannya itu.
Tentu saja dia tak ingin berjumpa dengan manusia semacam itu lagi, lebih lebih tak ingin
berhubungan dengan orang seperti itu.
Sesungguhnya alasan ini memang sudah lebih dari cukup.
Tiba tiba Tong Koat tertawa, kemudian katanya:
“Seingatku, setiap kali hendak membunuh orang kau hanya bertanyan adakah sepuluh laksa
tahil perak yang bisa diraih, tak pernah kau menanyakan tentang alasannya”
“Aku tak lebih hanya ingin tahu benarkah kau hendak membunuhnya atau tidak”
“Seandainya aku benar benar ingin membunuhnya, bagaimana dengan kau..........?”
“Asal ada uang yang bisa ku peroleh, tentu saja tawaran itu takkan kutampik”
Tong Koat segera tersenyum, katanya kemudian:
“Kalau begitu transaksi ini kita putuskan demikian saja, kau bakal untung besar, bahkan
untung secara gampang!”
Mau tak mau Bu ki harus mengakuinya, diapun mengangguk.
“Yaa, untuk membunuhnya memang bukan suatu pekerjaan yang terlalu sulit”
“Bagaimana kalau kuberi waktu selama tiga hari?”
“Kau menginginkan dia mati kapan?”
Paling baik kalau tidak melebihi tiga hari!
“Kalau begitu, dia tak akan bisa hidup sampai pagi hari hari keempat...” Bu ki menegaskan
dengan dingin.
“Aku tahu, kau pasti tak akan membuat kecewa hatiku!” kata tong Koat sambil tertawa.
“Tapi akupun masih ada beberapa syarat”
“Apa syaratmu?”
845
“Bagaimana juga aku toh tak bisa duduk dikamar melulu menunggu sampai dia
menghantarkan diri untuk dibunuh”
“Apa yang kau inginkan?”
“Paling tidak kau harus memberitahukan kepada penjaga penjagamu yang ada disekitar
tempat ini, agar memberi ijin kepadaku untuk bergerak lebih leluasa lagi disini”
“Kalau soal ini mah, sudah barang tentu pasti akan kulakukan........”
Dia tertawa lebih riang lagi serunya kembali:
“Sekarang, agaknya kita sudah sampai waktunya untuk bersantap malam lagi, apakah kita
dapat pergi bersantap?”
“Sekarang, walaupun napsu makanku kurang baik, paling tidak aku masih bisa menemanimu
untuk makan sedikit”
“Kalau begitu bagus sekali!”
*****
Malam itu amat sunyi, udara bersih dan udara segar.
Hari ini pun lewat dengan begitu saja tanpa melakukan apa apa, kecuali perut yang kenyang
karena terlalu banyak masakan ayam, itik, daging yang dimasak beraneka macam, pada
hakekatnya Bu ki tidak berhasil menemukan apa apa.
Bukan saja tidak berhasil menemukan apa apa, bahkan muncul pula pelbagai persoalan baru,
Ci Peng, siau Poo semuanya adalah persoalannya yang cukup pelik.
Sekarang, walaupun gerak geriknya jauh lebih bebas daripada sediakala, namun dia semakin
tak berani gegabah, setelah dia mengajukan syarat itu, sudah pasti Tong Koat akan semakin
menaruh perhatian terhadap dirinya.
Sudah pasti Tong Koat tak akan membiarkan seorang asing yang belum diketahui dengan
pasti akan asal usulnya, masuk keluar didalam wilayah daerah terlarangnya secara leluasa.
Ia bersedia mengabulkan syarat dari Bu ki itu mungkin hanya bersifat untuk menyelidik saja.
Tampaknya setiap perbuatan yang dia lakukan semuanya mengandung makna yang
mendalam. Mau tak mau Bu ki harus bertindak lebih berhati hati lagi.
846
Sekarang batas waktunya tinggal empat hari lagi, Bu ki cuma bisa berbaring diatas
pembaringan sambil memandang langit langit dengan terpesona.
Dia ingin tidur senyenyak nyenyaknya, sebab dengan tidur bukan saja dapat mengembalikan
kesegaran tubuhnya, juga dapat mengendorkan syaratnya yang menegang.
Sayang dia justru tak dapat tidur, semakin ingin tidur, ia semakin tak bisa tidur. Banyak lagi
kejadian lalu didunia ini yang begitu keadaannya.
Tempat itu selamanya selalu tenang bila malam telah menjelang tiba, amat jarang masih
kedengaran suara lain.
Tapi sekarang dari luar jendela kedengaran suara nyaring, seperti ada orang sedang berteriak,
seperti pula ada orang sedang lari. Pada saat Bu ki sudah bersiap siap hendak mengurungkan
niatnya untuk tidur, dan tidak jadi berbaring, suara itu lenyap kembali, namun dikala ia
hampir terlelap tidur suara tersebut sekali lagi bergema.
Ia merasa geli sekali, yaa, dalam keadaan apa boleh buat, selain tertawa apa pula yang bisa dia
lakukan?
Diapun merasa keheranan, suara itu berasal dari dalam hutan diluar jendela itu, seakan akan
kedatangan mata mata lagi yang telah mengejutkan para penjaga.
Kali ini dia sedang tidur diranjang, apakah dalam Benteng keluarga Tong benar benar ada
orang lain yang datang sebagai mata mata.
Tak tahan dia memakai mantel dan melongok lewat jendela, betul juga dalam hutan tampat
bayangan manusia berkelebat serta kilatan cahaya api kecuali dia, siapa lagi yang menjadi
mata mata? Siapa lagi yang berani menyusup masuk kedaerah terlarangnya orang orang
keluarga Tong?
Perduli siapa saja yang berani datang kesitu sama artinya dengan menghantar kematian diri
sendiri
*****
ORANG YANG MENGGANTUNG DIRI
Cahaya api masih berkilauan, tapi suara bentakan kian lama kian bertambah lirih.
Pada saat itulah, mendadak Bu ki mendengar lagi suara lain, suara itu berasal dari balik
dedaunan ditengah sebuah pohon, bukan suara dedaunan yang terhembus angin, melainkan
suara rantai yang saling beradu.
847
Mana mungkin didalam pohon bisa terdapat suara rantai yang saling beradu?
Bu ki segera teringat dengan rantai yang ada ditangan dan kaki Lui Ceng-thian.
Cahaya api berkedip ditempat kejauhan, dia sudah menyusup keluar lewat jendela, menyusup
ke balik dedaunan diatas pohon yang lain.
Jarak antara kedua batang pohon itu sangat dekat.
Walaupun ia dapat menemukan orang yang bersembunyi dibalik dedaunan tersebut, namun ia
telah melihat sebuah tangan.
Itulah sebuah tangan yang berantai.
Sebuah tangan yang kurus, panjang, bertenaga, mantap bercuci bersih dan berkuku pendek
yang digunting dengan rapi.
Itulah tangan dari Lui Ceng thian.
Dengan cepat Bu ki menyusup kedepan dan mencengkeram urat nadi ditangan itu, menahan
getaran rantai yang berada diatas pergelangan tangan tersebut.
Ternyata Lui Ceng thian tidak meronta, dia hanya bertanya.
“Siapa?”
“Aku!”
Meski hanya sepatah kata, namun Lui Ceng thian segera mengenali suara siapakah itu
kembali dia berkata
“Aku tahu sudah pasti adalah dirimu!”
Bu ki segera tertawa dingin, katanya
“Kalau bukan aku, sekarang sudah pasti kau bakal mampus”
“Tapi sejak permulaan aku sudah tahu itu kau, aku tahu kau berdiam di bangunan loteng kecil
seberang sana, aku telah mendengar suaramu ketika membuka jendela tadi”
Ketajaman pendengarannya memang mengagumkan sekali:
848
“Aku juga mendengar suara gerakan tubuhmu ketika meluncur kemari, itulah sebabnya
kujulurkan tangannya, adapun sengaja menggoyangkan rantai tanganku dengan harapan kau
bisa mendengar suara tersebut”
“Mengapa kau datang mencariku? Kau mana boleh melakukan perbuatan semacam ini?”
“Aku harus datang kemari mencarimu!”
Diantara kerlipan cahaya bintang yang bertaburan diangkasa dan menyinari mukanya, tampat
mimik muka yang sebetulnya kaku tanpa emosi itu, kini sudah berubah menjadi amat gelisah:
“Bagaimanapun juga, aku harus menemukan kau sampai dapat!”
“Apakah sudah ada orang yang telah menemukan dirimu?”
“Tidak, aku bertindak cukup berhati hati”
“Apakah para penjaga disekitar tempat ini telah dikejutkan?”
“Yang telah mereka temukan adalah seseorang yang lain”
“Siapa?”
“Seseorang yang menggantung diri”
“Menggantung diri?”
“Justru karena ada orang yang menggantung diri didalam hutan itu sehingga mengejutkan
para penjaga disekitar tempat ini, maka aku baru mendapat kesempatan untuk ngeloyor
kemari”
“Siapaka orang itu”
“Aku kurang jelas”
Setelah menghela napas serunya:
“Aku hanya tahu, orang yang ingin menggantung diri didalam benteng keluarga Tong ini
bukan hanya dia seorang”
“Mengapa kau bersikeras datang kemari untuk mencari diriku?” kembali Bu ki bertanya.
Tangan Lui Ceng thian berubah menjadi dingin seperti es, sahutnya agak gemetar:
849
“Karena Mi Ci telah datang”
“Mi Ci?”
“Mi Ci adalah bekas biniku dulu!”
“Darimana kau bisa tahu kalau dia telah datang?”
“Sebab hari ini, ada orang menghantarkan segenggam rambutnya kepadaku........!”
Saban hari pasti ada keranjang yang dikerek kebawah lubang, keranjang itu berisi makanan
dan minuman.
Hari ini, selain isi keranjang itu adalah sepotong ayam, sepuluh biji bakpao dan sebotol besar
air, terdapat pula seuntai rambut.
Meskipun aku tak dapat melihat, tapi aku dapat merasa bahwa rambut dalam genggamanku
itu adalah rambutnya Mi Ci, demikian Lui Ceng thian menerangkan.
Benda yang dibuat olehnya adalah semacam senjata rahasia yang paling berbahaya didunia
ini, sedikit teledor atau kurang berhati hati, bisa jadi mengakibatkan suatu ledakan dahsyat.
Ia sudah menjadi seorang buta, dia hanya mengandalkan ketajaman perasaan rabaannya untuk
menentukan segala sesuatunya.
Sudah barang tentu, rabaan tangannya itu amat sensitip dan tajam sekali.
“Aku tak bisa mengacuhkan dengan begitu saja”
“Haah?”
“Rupanya mereka sudah tahu kalau aku sengaja mengulur ulur waktu, maka kali ini aku hanya
diberi batas waktu selama sepuluh hari”
“Batas waktu apa?”
“Mereka berdiri waktu sepuluh hari kepadaku untuk menyelesaikan tugas yang telah
diserahkan kepadaku”
“Seandainya kau tak sanggup untuk melaksanakan?”
“Maka merekapun akan setiap hari mengirim semacam benda milik Mi Ci kepadaku!”
850
Mi Ci adalah istrinya, sudah banyak tahun mereka hidup bersama, yang dirabanya setiap hari
bukan cuma rambutnya saja.
Rambut yang dibelainya itu entah sudah dilakukan berapa kali, sudah barang tentu dia dapat
merasakannya.
Teringat sampai kesitu, tiba tiba timbul perasaan kejut dalam hati Bu ki, tak tahan ia lantas
berkata:
“Kalau toh orangnya saja sudah kau tinggalkan, apa artinya dengan segenggam rambut?”
Suaranya telah berubah hebat:
“Hari pertama, mereka memberikan segenggam rambut kepadaku, hari kedua mungkin
mereka akan serahkan sepotong jari tangan, hari ketiga batang hidung atau telinganya...”
Hari keempat akan mengirimkan apa? Hari kelima akan mengirim apa? Ia tak berani
menyatakannya, bahkan Bu ki pun tak berani memikirkannya.....
“Ketika aku pergi meninggalkan dia, aku memang punya kesulitan yang tak bisa diterangkan
kepada orang lain, meskipun orang lain belum tentu akan memahaminya, tapi dia tak mungkin
tak akan mengerti”
Anda sedang membaca artikel tentang Harimau Kumala Putih 4 dan anda bisa menemukan artikel Harimau Kumala Putih 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Harimau Kumala Putih 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Harimau Kumala Putih 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Harimau Kumala Putih 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar