Pendekar Kembar 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Tapi si kakek tuli menjadi girang, pikirnya, "Kau tidak menyerang dengan Bu-tek-kiam berarti
kau cari mampus sendiri!"
Segera jurus Sat-jin-kiam dikeluarkan, seketika Yu Wi seperti terkurung oleh tabir pedang dan
sukar meloloskan diri.
Yu Wi tidak menghindar, sebaliknya ia terus menusuk dengan jurus serangan baru.
Si kakek tuli melihat anak muda itu pasti akan terluka oleh serangannya, siapa tahu mendadak
sinar pedang Yu Wi terpancar terus membabat kepinggangnya malah. Sekilas berpikir segera
diketahuinya biarpun anak muda itu dapat dilukainya, namun dirinya sendiri juga pasti akan
tertabas mati sebatas pinggang oleh pedangnya.
Sama sekali tak terpikir oleh si tuli bahwa Yu Wi dapat mengeluarkan jurus serangan lain yang
mempunyai kekuatan setingkat dengan jurus Sat-jin-kiam, ia tidak ingin terluka bersama, cepat ia
tarik kembali pedangnya untuk menangkis.
Saat itulah mendadak Yu Wi berganti serangan pula, tertampak jurus serangan baru ini
menyambar dengan dahsyat laksana gelombang ombak yang bergulung-gulung. Sekali ini si kakek
tuli kenal jurus serangan ini, serunya kaget, "He, Hong-sui-kiam!"
Baru lenyap suaranya, tahu-tahu ujung pedang Yu Wi sudah mengamcam dadanya, dalam
keadaan demikian jelas tidak mungkin baginya untuk menghindarkan serangan ini, untuk balas
menyerang dengan jurus Sat-jin-kiam juga tidak keburu lagi.
Tampaknya dada si kakek tuli pasti akan tertembus oleh pedang kayu Yu Wi. Syukur
sebelumnya si kakek bisu sudah ber-jaga2 disamping, begitu melihat bahaya, cepat pedangnya
juga menusuk sehingga Yu Wi tertahan.
Maklumlah, jurus Hong-sui-kiam itu belum terlatih sempurna oleh Yu Wi, sedangkan jurus
serangan si kakek bisu juga salah satu jurus dari Hai-yan-kiam-hoat, namanya Tay-lok-kiam, jurus
maha gembira. Jurus serangannya ini jauh lebih lihai daripada Hong-sui-kiam, maka jiwa si kakek
tuli dapat diselamatkan, bahkan daya serangnya masih terus menerobos kedada Yu Wi.
Cepat Yu Wi berganti serangan pula, dengan jurus Put-boh-kiam dapatlah ia mematahkan
jurus Tay-lok-kiam si kakek bisu.
Pucat pasi muka si kakek tuli saking kagetnya, serunya, "Hong-sui-kiam! Hong-sui-kiam!. . . ."

Dia bergumam sendiri, sudah jelas jurus serangan itu memang Hong-sui-kiam, tapi tetap tidak
percaya dapat dikuasai oleh Yu Wi. Ia pikir Hong-sui-kiam adalah ilmu pedang andalan Bu-bok-so,
si kakek buta, tidak mungkin diajarkan kepada murid Ji Pek-liong.
Sementara itu si kakek bisu juga telah menarik kembali pedangnya, ia tahu sukar untuk
mengalahkan Yu Wi, maka mundur teratur.
Si tuli lantas tanya si bisu, "Apakah betul jurus serangannya memang Hong-sui-kiam?"
Dengan pasti si bisu mengangguk.
Maka si tuli tidak sangsi lagi, segera ia membentak kepada Yu Wi dan bertanya, "Ada
hubungan apa antara Bu-bok-so dengan dirimu?"
Teringat kepada kakek buta yang malang itu, Yu Wi mencucurkan air mata, jawabnya, "Beliau
adalah guruku. . . ."
Terkejut si kakek bisu demi mendengar keterangan ini, ia merasa tidak habis mengerti
mengapa Ji Pek-liong dan Bu Bok-so bisa sekaligus menjadi guru bocah ini, Maka dengan isyarat
tangan ia memberitahukan hal ini kepada si tuli.
Tentu saja si kakek tuli juga tidak percaya, ia menegas, "Apakah betul si buta itu gurumu?"
Yu Wi mengangguk.
Dengan heran si tuli memandang si bisu, katanya dengan menyengir, "Sungguh aku tidak
mengerti mengapa Bu Bok-so bisa menjadi gurunya."
Dilihatnya si bisu memberi isyarat tangan lagi lalu si tuli terkejut dan berseru, "Apa? Kau bilang
dia juga mahir ilmu pedang Can-pi-so?"
Si bisu mengangguk pelahan.
Kakek tuli jadi teringat kepada Yu Wi waktu berubah serangan tadi memang jurus itu serupa
ilmu pedang andalan Can-pi-so atau si kakek buntung tangan. Kalau tidak tentu tidak mampu
menahan jurus Sat-jin-kiamnya yang lihai itu.
Maka ia lantas tanya pula, "Masakah Can-pi-so juga gurumu?"
Yu Wi mengangguk, katanya, "Sehari menjadi guruku, selama hidup tetap guruku, Can-pi-so
memang betul juga guruku."
Setelah jelas bahwa Can-pi-so juga mengajarkan jurus Tay-gu-kiam kepada Yu Wi, si tuli
menghela napas gegetun, ucapnya, "Bocah yang hebat, sekaligus kau ternyata menguasai empat
jurus Hai-yan-kiam-hoat, Liong-so (kakek tuli) mengaku bukan tandinganmu, biarlah kuserahkan
Tio Ju kepadamu. Tapi ingin kuberitahukan padamu, kejahatan yang diperbuat orang ini sudah
kelewat takaran, dosanya tidak terampunkan."
Yu Wi mengucapkan terima kasih, lalu Tio Ju dicengkeramnya dan ditanyai pula, "Ayo,
sekarang tidak perlu ber-tele2 lagi bicaramu, lekas katakan bagaimana bentuk wajah gadis itu?"

Tiba-tiba Un Siau berkata, "Tidak perlu kau tanya dia lagi, biarlah kukatakan padamu. Nama
gadis itu pernah kami dengar dari It-teng Sin-ni, beliau memberi pesan bila mana kau tanya
supaya kami memberitahu nona itu bernama Ko Bok-ya."
"Hah, benar Ya-ji, dia benar Ya-ji!" teriak Yu Wi, saking gembiranya hingga mencucurkan air
mata, "Jika dia dibawa pergi gurunya, aku tidak perlu kuatir lagi."
Tapi hatinya menjadi bimbang dan risau pula, selanjutnya entah kapan baru dapat bertemu
dengan gadis itu. Jika dalam waktu dua tahun tak dapat berjumpa, maka selama hidup inipun
takkan bertemu lagi dengan dia. Betapa sedihnya bila dirinya mati begitu saja sebelum bertemu
lagi dengan Ya-ji. Diam-diam ia mengambil keputusan, apapun juga, sebelum mati dirinya akan
berusaha mencari dan bertemu dengan nona itu.
Dia lantas menyerahkan Tio Ju kepada Liong-so atau si kakek tuli.
Tio Ju berteriak-teriak minta tolong, "Yu-heng! Tolong Yu-heng! Masih ada pesan lain It-teng
Sin-ni yang perlu kuberitahukan kepadamu, lekas kau tolong diriku dan segera akan kukatakan."
"Tidak, watakmu licik dan licin, lebih baik kutanyai Toakomu saja." kata Yu Wi.
Liong-so bergelak tertawa, katanya, "Maling cabul, kau berkaok-kaok apa lagi? Jika bersuara
pula, sekali hantam kuremukkan kepalamu, coba kau mampu bersuara atau tidak?"
Tapi Tio Ju masih terus berteriak, "Tolong Toako! Tolong!. . . ."
Si kakek tuli menjadi gusar, selagi ia hendak menghajar Tio Ju,mendadak sekeliling terdengar
suara gemuruh sehingga bumi serasa bergetar. Meski tidak dapat mendengar juga kakek tuli itu
dapat merasakan gelagat tidak enak, sebab dari getaran bumi dapatlah dirasakan ada beratus ribu
perajurit sedang menyerbu tiba.
"Pasukan Turki!" teriak Yu Wi terkejut.
Dia sudah merasakan betapa celakanya terkepung oleh pasukan besar. Ia pikir untuk melawan
serbuan beratus ribu perajurit berkuda, biarpun mempunyai ilmu maha sakti juga sukar
menahannya. Dari suara gemuruh ini, jelas pasukan Turki ini ada berpuluh ribu orang banyaknya,
tentu Goan-si-hengte yang mengerahkannya kesini.
Liong-so tidak tahu lihainya serbuan pasukan besar itu, ia membentak, "Kura-kura Turki yang
datang ini, hari ini biarlah kulanggar pantangan membunuh secara besar-besaran."
Mendengar yang datang adalah pasukan Turki, Tio Ju menggigil ketakutan.
"Hm, cepat atau lambat kau pasti mati, kenapa takut?" jengek si kakek tuli, sekali hantam ia
bikin tubuh Tio Ju mencelat beberapa meter jauhnya dan menggeletak tak bisa berkutik, mungkin
Hiat-to yang tertutuk tadi belum terbuka, tampaknya bila serbuan pasukan musuh tiba, dia pasti
akan terinjak-injak hingga hancur lebur.
Dalam pada itu pasukan Turki yang menyerbu dari segenap penjuru sudah mendekat, yang
kelihatan hanya berkelebatnya senjata dan bayangan tubuh seperti semut merayap, suasana
sungguh sangat menakutkan, bagi orang yang bernyali kecil, jangankan hendak bertempur,
melihat serbuan pasukan sebanyak ini saja bisa jatuh pingsan.

Ciong Han, si iblis penakut yang pada dasarnya memang bernyali kecil, ia tergeletak ditanah
dengan gigi gemertuk, keluhnya, "O, hati ini jiwa. . .jiwaku pasti akan. . .akan amblas dan meng. .
. menghadap Giam-lo-ong!"
Dengan muka murung si iblis berduka Bok Pi berkata, "Apakah kita sampai mati dibawah kaki
kuda pasukan Turki, kan penasaran hidup kita ini?"
Go Bun, si iblis pemarah memandang Liong-so dengan mata melotot gusar, katanya, "Setelah
kumati tentu aku akan berubah menjadi setan iblis untuk merenggut jiwamu si tua bangka ini!"
Dengan sendirinya Liong-so atau si kakek tuli tidak tahu apa yang diucapkan orang, tapi dapat
diduganya orang sedang mencaci maki padanya. Mau-tak-mau timbul juga rasa menyesalnya, ia
pikir sebabnya mereka tidak sanggup berbangkit untuk bertempur adalah gara-gara serangan
dirinya yang dahsyat tadi dan telah melukai mereka, tapi untuk menyembuhkan mereka dengan
cepat juga tidak mampu, terpaksa harus menyaksikan mereka mati terbunuh oleh pasukan musuh.
Un Siau si iblis tertawa, kini pun lenyap senyuman yang selalu menghiasi wajahnya, katanya
dengan menyesal, "Seorang lelaki harus mati secara gilang gemilang, kalau mati konyol ter-injak2
oleh pasukan Turki secara begini, matipun kami tidak dapat tenteram dialam baka."
Melihat wajah Un Siau yang tersenyum pedih itu, seketika darah panas dalam dada Yu Wi
bergolak, teriaknya, "Asalkan Yu Wi masih hidup, sekuat tenaga akan kubela kalian sehingga tidak
sampai terbunuh oleh pasukan Turki!"
Tak terhingga rasa terima kasih Un Siau, serunya terharu, Yu-heng. . . . ."
Pada saat itulah pasukan pelopor Turki sudah menyerbu tiba.
Cepat Liong-so mengayun pedangnya, sekali tabas kontan kaki belasan ekor kuda musuh
tertabas putus, para perajuritnya sama jatuh terjungkal.
Menyusul kakek tuli menyabat lagi beberapa kali, para perajurit yang jatuh terjungkal kebawah
itu sama terpenggal kepalanya dan mati dengan mengerikan. Namun pasukan yang menyerbu tiba
itu tidak menjadi takut, bahkan terus membanjir laksana air bah yang tak tertahankan.
Kembali pedang Liong-so menabas kaki kuda, belum sempat perajurit musuh yang jatuh itu
dibinasakan, pasukan yang lain sudah keburu menerjang maju lagi. Ia menoleh dan melihat Ah-lo
atau si kakek bisu berdiri melenggong dengan pedang terhunus, cepat ia membentak, "Ayolah
maju, bunuh saja! Untuk apa berlagak kasihan dalam keadaan demikian?"
Sedapatnya Ah-lo membayangkan kekejaman pasukan Turki yang membunuhi rakyat jelata
yang tak berdosa, seketika timbul nafsu membunuhnya, segera pedangnya berputar, hanya
beberapa kali tabas saja para perajurit yang terbanting jatuh itu telah dibinasakannya.
"Nah, begitulah baru puas! Sungguh menyenangkan! Hahahaha!. . . " teriak Liong-so dengan
tertawa.
Ditengah gelak tertawanya kembali ia menabas putus kaki belasan kuda musuh, perajurit yang
jatuh belum sempat berdiri sudah lantas dibunuh oleh gerak cepat si kakek bisu.
Kedua kakek itu, yang satu menabas kaki kuda, yang lain membunuh perajuritnya yang jatuh,
keduanya bekerja sama dengan rapi dan cepat. Hanya sebentar saja ratusan perajurit musuh mati
dibawah pedang mereka. Namun begitu serbuan pasukan musuh masih terus membanjir.

Yu Wi berada dilingkaran dalam dan melindungi Lak-mo (Keenam iblis), sementara itu Tio Ju si
iblis nafsu, sudah lenyap tak karuan perannya, jenazahnya sudah lenyap, mungkin sudah hancur
lebur dibawah kaki kuda pasukan musuh yang tak terhitung jumlahnya itu.
Betapapun lihainya si kakek tuli dan bisu juga tak dapat membendung serbuan pasukan musuh
sebanyak itu, kini pasukan musuh yang menyerbu tiba sudah semakin banyak sehingga Yu Wi dan
kedua kakek itu terkepung ditengah.
Untuk menyelamatkan Lak-mo, mau-tak-mau Yu Wi harus main bunuh. Ia terus berlari kian
kemari disekeliling Lak-mo, bila ada perajurit musuh menyerbu maju, segera pedangnya bergerak
dan memecahkan kepala musuh. Dengan gesit dan cekatan, dalam sekejap saja berpuluh orang
telah dibinasakan oleh Yu Wi.
Tidak terlalu lama, disekeliling Yu Wi dan kedua kakek bisu-tuli telah menggunung mayat
perajurit Turki yang dibinasakan mereka. Untuk menerjang maju lagi, pasukan Turki yang baru
menyerbu tiba itu harus menyingkirkan lebih dulu gundukan mayat itu, Tapi setelah gundukan
mayat disingkirkan, dalam waktu singkat mayat baru menggunung lagi. Barisan pelopor Turki yang
berjumlah ribuan orang telah terbunuh semua oleh mereka.
Menyusul yang menyerbu tiba adalah pasukan berjalan kaki, infantri, begitulah istilah jaman
kini.
Pasukan infantri ini semuanya membawa tombak panjang, selapis demi selapis, sebaris demi
sebaris, dibunuh baris depan, baris belakang lantas membanjir maju lagi. Sedikit lengah malah diri
sendiri yang akan tertusuk oleh tombak mereka.
Sampai akhirnya, karena terlalu banyak untuk menabas, pedang kedua kakek yang semula
cukup tajam kini menjadi tumpul, tubuh mereka sendiri penuh luka tusukan tombak. Kalau begini
terus menerus, akhirnya meraka pasti akan binasa juga.
Keadaan Yu Wi lebih konyol lagi, dia harus melindungi Lak-mo, pikir sini lena sana, bela sini
kena sana. Akhirnya sekujur badan sendiripun berlumuran darah, kecuali bagian muka, hampir
sekujur badan terluka tombak musuh.
Melihat cara anak muda itu membela mereka dengan mati-matian, terima kasih Lak-mo tak
terhingga. Sampai Kat Hin si iblis pembenci yang tidak pernah suka kepada orang lain juga banyak
berubah pandangannya terhadap Yu Wi, berulang-ulang ia berseru, "Yu-heng, lekas kau lari
sendiri saja, jangan urus kami lagi. . . ."
Kedua kakek bisu-tuli juga sudah nekat, melihat pasukan musuh yang menyerbu tiba semakin
banyak dan tidak habis-habis, mereka tahu bila bertempur lebih lama, setelah tenaga habis, untuk
menerjang keluar lebih-lebih tidak mampu, maka si kakek tuli lantas berseru kepada Yu Wi, "He,
Siaucu, kita terjang keluar saja!"
Tapi Yu Wi menyadari tidak berguna biarpun berusaha menerjang, sebab ia sudah
berpengalaman kepungan pasukan musuh sedemikian rapat, betapa terjang juga sukar menembus
lapisan pasukan sebanyak ini. Akan lebih baik bertahan saja disini, bisa bunuh satu tambah untung
satu, bisa bunuh lebih banyak berarti lebih banyak mengabdi bagi negara dan bangsa. Hakikatnya
ia tidak berpikir untuk hidup lagi.
Setelah berteriak belasan kali dan tetap tidak mendapat jawaban Yu Wi, si kakek tuli coba
berpaling, dilihatnya anak muda itu masih membela Lak-mo dengan mati-matian, segera ia
berseru pula, "He, Siaucu, marilah kita lari dengan membawa mereka."

Sekarang ia tahu Yu Wi sangat setia kawan, kalau Lak-mo tidak dibawa lari sekalian, tidak
nanti ia kabur sendirian. Ia tidak ingin Yu Wi mati konyol dimedan perang ini, sebab dalam
pandangannya kini Yu Wi adalah satu2nya orang didunia ini yang mahir memainkan keempat jurus
Hai-yan-kiam-hoat, ia pikir mungkin Ji Pek-liong dan lain-lain sudah dekat ajalnya, maka sama
mengajarkan ilmu pedang andalan masing-masing kepada anak muda ini, kalau tidak, mustahil
mereka mau mengajarkan ilmu pedangnya kepada bocah ini dan lebih suka ingkar janji dan tidak
menghadiri pertemuan di Ma-siau-hong nanti.
Dan sekarang kalau Yu Wi mati, tentu keempat jurus ilmu pedang sakti itupun akan ikut
lenyap, untuk belajar Hai-yan-kiam-hoat secara lengkap menjadi tidak mungkin lagi. Hanya bila Yu
Wi tidak mati barulah mereka ada harapan untuk belajar keempat jurus itu.
Karena pikiran tamak akan menarik keuntungan bagi diri sendiri inilah, si kakek tuli lantas
mengajak kakek bisu menerjang kearah Yu Wi, Lwekang mereka sangat tinggi, meski sudah
bertempur sekian lamanya masih tetap gagah perkasa, pelahan dapatlah mereka menggeser
kesamping Yu Wi.
Mendadak si kakek tuli berteriak, "Angkat Lak-mo!"
Bersama si bisu cepat mereka berjongkok, masing-masing lantas mengepit dua orang,
tertinggal Un Siau dan Ciang Ti saja yang masih menggeletak disitu.
Melihat itu, Yu Wi pikir tidak ada jeleknya mereka berusaha menerjang sesuai kehendak kedua
kakek itu, segera iapun angkat tubuh Un Siau dan Ciang Ti, ia susul kearah kedua kakek bisu-tuli
yang sudah mulai menerjang keluar kepungan itu.
Meski dengan sebelah tangan mengangkat dua sosok tubuh dan hanya satu tangan digunakan
menghalau musuh, tapi daya tempur mereka bertiga ternyata tidak berkurang. Setiap perajurit
Turki yang bermaksud menghadang mereka tentu mati dibawah pedang mereka. Sedikit demi
sedikit dapatlah mereka menerjang keluar.
Jilid 11
Girang sekali kedua kakek bisu-tuli, meraka terus berlari kedepan secepat terbang.
Sebaliknya hati Yu Wi tidak bergirang sama sekali, ia tahu tidak lama lagi mereka pasti akan
terkepung pula, kecuali terjadi keajaiban, kalau tidak, tak mungkin mereka bisa menerobos keluar
kepungan.
Benarlah, hanya sebentar saja, kedua sayap pasukan Turki sudah mengepung pula dari kanankiri
depan sehingga berwujud suatu lingkaran, lalu pasukan musuh menyerbu tiba lagi dari
segenap penjuru.
Kedua kakek tidak tahu mengapa bisa terjadi begini, mereka mengira ada pasukan Turki yang
lain, segera mereka berusaha membobol kepungan pula.
Tapi tidak lama setelah lolos dari kepungan, dalam waktu singkat mereka tercegat lagi dan
begitulah seterusnya. Betapapun kuat tenaga dalam kedua kakek ini mereka sudah lanjut usia,
akhirnya merekapun kehabisan tenaga.
Yu Wi lebih muda dan tangkas, pula ia berjaga dibagian belakang sehingga tidak terlalu
banyak mengeluarkan tenaga, keadaannya lebih mendingan daripada kedua kakek bisu-tuli.
Ketika mereka terkepung pula, mestinya mereka bergabung disuatu tempat dan bertempur
bersama, akhirnya ketiganya terpisah-pisah, Yu Wi harus bertempur sendirian, dilihatnya kedua
kakek itu sudah kehabisan tenaga, dia ingin menerjang kesana untuk membantu, tapi ia
sendiripun mulai lemas.

Ia menyaksikan kedua kakek itu akhirnya roboh tertusuk tombak perajurit Turki, ketika
pasukan infantri itu membanjir maju, dalam sekejap tubuh mereka terinjak-injak hancur. Dengan
sendirinya keempat orang yang dibawa merekapun ikut menjadi korban.
Melihat saudara-saudaranya sama binasa, Un Siau dan Ciang Ti hanya berduka saja dan tak
mampu membantu apa-apa.
Yu Wi mulai tak tahan, kaki dan tangan terasa lemas, ia seperti melihat bayangan maut sudah
muncul didepan matanya.
"Un-heng dan Ciang-heng, aku tidak mampu menyelamatkan kalian lagi!" serunya sambil
bertempur.
Selama hidup Un Siau hanya tertawa melulu dan tidak pernah menangis, kini tidak urung ia
mengucurkan air mata, katanya, "Budi kebaikan Yu-heng selalu terukir dalam hati sanubari kami,
dialam baka pun takkan kami lupakan."
"Lekas kau turunkan kami dan melarikan diri sendiri saja!" seru Ciang Ti dengan menangis.
Yu Wi menggeleng, ucapnya, "Kalau mati biarlah kita mati bersama!"
"Semalam aku sembarangan omong tentang dirimu dan Puteri Iwu, kuharap engkau suka
memaafkan diriku," kata Ciang Ti.
"O, tidak apa-apa, aku tidak marah padamu!" jawab Yu Wi sambil menyengir.
"Samte juga tidak sopan padamu, meski dia sudah mati, aku harus mewakili dia untuk minta
maaf padamu." kata Un Siau, yang dimaksudkan adalah Bok Pi si iblis berduka, yang ber-kaok2
memanggil Yu Wi sebagai "anak" itu.
Yu Wi tertawa dan menjawab, "Tapi kalau dia tidak berbuat begitu, sesungguhnya memang
sulit untuk mencari diriku."
"Tapi kalau tidak menemukan kau, tentu juga takkan membikin susah padamu seperti
sekarang ini." ujar Ciang Ti.
"Sudahlah, jangan kau bicara demikian, mati atau hidup sudah takdir ilahi, mana boleh
menyalahkan orang lain." kata Yu Wi.
Sambil bicara, berturut-turut ia merobohkan belasan orang pula, tapi pahanya juga tertusuk
tombak dan terluka cukup lebar sehingga kelihatan tulang kaki. Ia jatuh berduduk, walaupun
begitu pedang kayu masih terus berputar untuk menghalau serangan musuh.
Diam-diam Un Siau sangat kagum kepada pribadi Yu Wi, meski menghadapi maut, tapi masih
dapat bicara dan tertawa seperti biasa. Ia pikir Thian kurang adil bila ksatria gagah perkasa begini
sampai mati konyol dibawah senjata pasukan Turki.
Pada detik paling gawat itulah, se-konyong2 seorang penunggang kuda menerjang tiba
secepat terbang, pasukan infantri musuh beramai-ramai memberi jalan lewat baginya.
Sesudah dekat, mendadak penunggang kuda itu menusuk tenggorokan Yu Wi dengan
tombaknya, karena tidak dapat menangkisnya, cepat Yu Wi melepaskan Un Siau dan Ciang Ti dari
rangkulannya, dengan tangan kiri ia terus meraih tombak musuh yang sedang menusuk itu.

Sekali tarik, penunggang kuda itu ternyata tidak terperosok kebawah, waktu Yu Wi
menengadah kiranya orang ini ialah Li Tiau.
Nyata Li Tiau sengaja berlagak terbanting kebawah, dia jatuh tepat disamping Yu Wi, dengan
suara tertahan ia berseru kepada anak muda itu,
"Lekas gunakan kudaku dan lari!"
Tanpa bicara lagi, cepat Yu Wi berbangkit, diangkatnya Un Siau dan Ciang TI, sekuatnya ia
mencemplak keatas kuda, dan segera dibedal kedepan.
Kuda itu tinggi besar, jelas kuda pilihan dan sudah terlatih, hanya sekejap saja ia sudah
menerjang keluar kepungan.
Mungkin juga kuda Li Tiau dikenal oleh perajurit Turki, tidak ada yang berani melukainya,
maka dengan gampang dapatlah Yu Wi lolos dari kepungan.
Sekuatnya kaki Yu Wi menjepit perut kuda dan dilarikan secepat terbang, sedemikian cepat
sehingga pemandangan alam disekelilingnya seakan-akan melayang lewat dikedua sisinya.
Yu Wi menunduk dan merangkul Un Siau dan Ciang Ti erat-erat, kuda itu dibiarkan membedal
sekencangnya, sampai sekian lamanya, tiada terlihat pasukan Turki mengejarnya.
Mendadak kuda itu keserimpet dan jatuh terjungkal sehingga Yu Wi bertiga terbanting
kebawah, terlihat mulut kuda berbuih, mungkin terlalu berat membawa muatan tiga orang dan
harus berlari kencang, akhirnya kuda itu tidak tahan dan roboh.
Yu Wi coba mengamat-amati pemandangan sekelilingnya, kiranya mereka sudah berada dihulu
sungai Ili. Sedikitnya kuda ini sudah berlari beberapa ratus li jauhnya, pantas tidak tampak
pasukan pengejar. Rupanya lari kuda ini teramat cepat sehingga pasukan Turki tidak keburu
mengepung pula.
Sekali lagi Li Tiau telah menyelamatkan Yu Wi, tanpa kuda tunggangannya ini, kuda biasa
tidak mungkin mampu lolos dari kepungan pasukan Turki.
Kuatir pasukan musuh menyusul tiba, sekuatnya Yu Wi mengangkat tubuh Un Siau dan Ciang
Ti terus dibawa lari pula kearah yang sepi.
Ketika malam tiba, Yu Wi yakin pasukan musuh tak dapat menemukannya, barulah ia turunkan
Un Siau berdua, ia rebahkan diri ditanah berumput dan dengan cepat tertidur lelap.
Dia benar-benar sudah terlalu lelah. Sekali tidur, sampai esok paginya, ketika sang surya
sudah tinggi menghiasi angkasa barulah ia terjaga bangun oleh cahaya yang gilang gemilang.
Ia coba berpaling, dilihatnya Un Siau dan Ciang Ti masih tidur nyenyak, ia kuatir kedua orang
tak sadar karena terik matahari, cepat ia membangunkan mereka.
Untung tubuh mereka teraling-aling rumput, bila ditanah lapang, dijemur matahari sepanas itu
tentu tubuh mereka sudah hangus dan mungkin takkan siuman untuk selamanya.
Tenaga Un Siau dan Ciang Ti sudah rada pulih, begitu mendusin mereka lantas merasa haus,
mulut terasa kering seperti mau pecah, tertampak didepan sana ada sebuah sungai kecil, dengan
setengah merangkak mereka menggelinding ketepi sungai, lalu minum sekenyangnya.

Yu Wi terus membenamkan kepalanya didalam air, sampai sekian lamanya, sudah cukup
kenyang minum barulah ia angkat kepalanya, ia menengadah dan bergelak tertawa, teriaknya, "Yu
Wi wahai Yu Wi! Sungguh suatu keajaiban bahwa sekaang kau masih hidup didunia ini?!"
Dengan gegetun Un Siau berkata, "Bahwa kami berdua masih dapat melihat sinar matahari
barulah benar-benar suatu keajaiban. Kalau tidak ada Yu-heng, entah siksaan apa yang akan
menimpa kami di akhirat sekarang?"
"Eh, Toako, pesan It-teng Sin-ni untuk Yu-heng kan belum kita sampaikan," seru Ciang Ti.
"Setelah Sin-ni membawa pergi Ya-ji, pesan apa yang beliau tinggalkan untukku?" cepat Yu Wi
bertanya.
"Kata beliau, bila kau ingin melihat Ko Bok-ya, kecuali suatu hal harus kau laksanakan, kalau
tidak, selama hidup ini jangan harap akan dapat bertemu lagi dengan dia," tutur Un Siau.
"Urusan apa yang harus kulaksanakan?" tanya Yu Wi.
"Katanya, apabila Hai-yan-kiam-hoat sudah lengkap kau pelajari, bolehlah kau cari dia di Tiamjong-
san daerah Taili, di barat propinsi Hunlam. Kalau Hai-yan-kiam-hoat tak lengkap kau pelajari
tidak perlu kau cari dia, sekalipun dapat kau temukan beliau juga takkan mengizinkan kau bertemu
dengan Ko Bok-ya, bahkan. . . . ."
"Nikoh tua itu sungguh galak, dia bilang selain Ko Bok-ya dilarang bertemu dengan kau,
bahkan kau akan dibereskan olehnya," tukas Ciang Ti.
"Aku diharuskan belajar lengkap Hai-yan-kiam-hoat, hal ini tidaklah. . . .tidaklah mungkin
terjadi!" seru Yu Wi.
"Sebab apa tidak mungkin?" tanya Un Siau dengan penuh perhatian.
"Sebab. . . sebab dua orang Cianpwe yang menguasai dua jurus diantara Kai-yan-kiam-hoat itu
kini sudah. . . sudah meninggal dunia!" tutur Yu Wi dengan berduka.
"Sudah meninggal dunia? Memangnya siapa mereka?" tanya Ciang Ti terkejut.
Yu Wi mendekap kepalanya dan menjawab dengan menunduk, "Yaitu kedua kakek bisu-tuli
yang membantu kita menerjang keluar dari kepungan musuh tadi."
"Wah, lantas bagaimana baiknya?" ucap Ciang Ti dengan cemas memikirkan kesukaran Yu Wi.
"Hendaknya jangan kau pergi mencari It-teng Sin-ni, sebab dia. . . ."
Mendadak Yu Wi melepaskan kedua tangannya dan menengadah, katanya dengan tegas,
"Biarpun Hai-yan kiam-hoat tak dapat kupelajari dengan lengkap, betapapun aku akan pergi ke
Tiam-jong-san untuk mencari Sin-ni, didunia ini tiada seorang pun yang dapat merintangi
pertemuanku dengan Ya-ji."
"Tidak, jangan!" seru Un Siau sambil menggoyang tangan. "Ilmu silat It-teng terkenal sebagai
nomor satu didunia ini, tabiatnya dingin dan aneh, jika Hai-yan-kiam-hoat tidak kau pelajari secara
lengkap, jelas dia takkan memperbolehkan kau bertemu dengan Ko Bok-ya."
"Yu-heng janganlah pergi ke Tiam-jong-san, kau bukan tandingan Sin-ni, kau bisa dibunuh
olehnya," Ciang Ti ikut membujuk.

"Biarpun aku terbunuh juga tidak menjadi soal." ujar Yu Wi sambil tersenyum getir, "Asalkan
dapat kulihat Yu-wi sekali lagi, jiwaku harus melayang seketika juga kurela."
"Sed. . . .sedemikian cintamu kepada Ko-siocia?" tanya Ciang Ti dengan tergegap.
"Akupun tidak tahu apakah kucintai dia atau tidak." jawab Yu Wi dengan bimbang, "Tapi bila
selama hidupku ini dilarang bertemu lagi dengan dia. . . ." sampai disini, ia menghela napas
panjang, tiba-tiba teringat olehnya jiwa sendiri hanya tersisa setahun lebih sekian bulan saja,
mana dapat bicara tentang selama hidup apa segala?
Melihat Yu Wi sedemikian berduka, Un Siau tahu cinta anak muda ini kepada Ko Bok-ya sangat
mendalam, sebab itulah malah tidak perlu menyatakan cinta atau tidak. Berbeda dengan
saudaranya yang kelima, si iblis cinta Ciang Ti, setiap hari selalu bicara tentang cinta, padahal dia
tidak mencintai siapapun juga, hakikatnya tidak ada perasaan cinta dalam benaknya. Hanya orang
semacam Yu Wi inilah kalau sekali sudah mencintai seseorang, maka sampai matipun cintanya
takkan luntur.
Karena itulah Un Siau yakin siapapun tak dapat mencegah anak muda itu pergi ke Tiam-jongsan,
ia coba memberi saran, "Konon Hai-yan-kiam-hoat seluruhnya meliputi delapan jurus, asal
dapat kau kuasai enam jurus diantaranya, meski tidak lengkap, tapi kau sudah berusaha sepenuh
tenaga, kukira bila It-teng Sin-ni tahu keteguhan hatimu, tentu takkan kukuh lagi pada
pendiriannya."
Yu Wi pikir saran inipun beralasan, ia mengangguk dan berkata, "Ya, aku sudah menguasai
empat jurus, masih ada dua jurus lagi akan kupelajari sebisanya, dengan keenam jurus itulah
kelak akan kukunjungi Tiam-jong-san, entah Sin-ni akan mengizinkan pertemuanku dengan Ya-ji
atau tidak?"
"Kedua kakek bisu dan tuli sudah meninggal dunia, jelas Yu-heng tidak mungkin dapat belajar
Hai-yan-kam-hoat secara lengkap, sepantasnya Sin-ni tak dapat menyalahkan kau," kata Ciang Ti.
"Semoga Yu-heng lekas menguasai kedua jurus yang lain dan secepatnya dapat berjumpa dengan
Ko-siocia."
Yu Wi sangat terharu, katanya, "Terima kasih atas perhatian kalian, kedua jurus lagi kuyakin
dapat kupelajari pada tanggal lima belas bulan delapan nanti. Kini tinggal lima bulan saja akan tiba
bulan kedelapan, rasanya aku harus lekas berangkat ke Bin-tang (timur Hokkian)."
"Setiba disana Yu-heng yakin akan dapat mempelajari kedua jurus lagi?" tanya Un Siau.
Yu Wi mengiakan dengan mengangguk.
"Jika begitu, lekaslah Yu-heng berangkat saja, dari sini ke Bin-tang diperlukan waktu beberapa
bulan lamanya, hendaknya Yu-heng tidak terlambat sampai disana," kata Ciang Ti.
"Keadaan kami tidak menjadi alangan, beberapa hari lagi tentu tenaga kami akan pulih
kembali, maka tidak perlu kau kuatirkan diri kami, malahan sekarang juga kami sudah dapat
berjalan." ujar Un Siau, segera mereka bangun berdiri.
Melihat keadaan mereka memang sudah tidak menjadi soal lagi, Yu Wi memberi hormat dan
berkata, "Baiklah, jika demikian, biarlah kuberangkat lebih dulu!"
Baru saja ia melangkah, mendadak Un Siau berseru, "Yu-heng, ada sesuatu perbuatan Jit-te
kami yang tidak pantas kepadamu, hal ini harus kujelaskan. . . ."

Tanpa menoleh Yu Wi menjawab, "Dia sudah meninggal, segala perbuatannya yang tidak
pantas padaku adalah urusan yang sudah lalu, maka tidak perlu dibicarakan lagi." Ia bicara tanpa
berhenti, hanya sekejap saja sudah berpuluh tombak jauhnya ia berlari pergi.
Dari jauh Un Siau berseru pula, "Selanjutnya bila bertemu dengan Goan-si-hengte hendaklah
kau berhati-hati, kedua Goan bersaudara itu berjiwa sempit, urusan kecil saja pasti menuntut
balas. . . ."
Yu Wi tidak menaruh perhatian terhadap pesan itu, ia percepat langkahnya dan dalam sekejap
saja sudah menghilang dari pandangan Un Siau. . . .
. == oo OOO oo ==
Pegunungan di propinsi Hokkian (Tiongkok selatan) mencakup segala keindahan didunia ini,
puncak yang ajaib, batu yang aneh, ditempat lain sukar ditemukan, di Hokkian pasti ada.
Terutama Bu-ih-san atau pegunungan Bu-ih yang terletak dibagian utara yang disebut sebagai
punggung propinsi Hokkian.
Bu-ih-san tidak cuma terkenal karena keindahan alamnya, lebih terkenal lagi adalah daun
tehnya yaitu Thi-koan-im, yang termashur diseluruh dunia.
Tidak kurang terkenalnya adalah sebuah benteng yang terletak dikaki gunung ini, Benteng ini
sama menonjolnya didunia Kangouw seperti halnya Hek-po di propinsi Soasay, benteng kuno ini
bernama Pek-po atau benteng putih.
Dari jauh kelihatan lereng pegunungan Bu-ih sebelah selatan berekor panjang bagai seekor
naga putih, panjangnya meliputi beberapa ratus tombak. Tapi kalau dipandang dari dekat barulah
diketahui naga putih atu adalah sebuah benteng yang dibangun dengan ubin putih, ubin putih itu
rata-rata berukuran panjang lima kaki dan lebar tiga kaki, sungguh sukar untuk dibayangkan cara
bagaimana ubin putih raksasa itu dibuat.
Waktu itu jatuh hari raya Toan-yang atau terkenal juga dengan Pek-cun, yakni tanggal lima
bulan lima, Lereng selatan pegunungan Bu-ih yang biasanya sunyi sepi itu kini tampak ramai
berdatangan kereta berkuda, sejak pagi-pagi sudah banyak dikunjungi jago-jago persilatan.
Sebab apakah hari Toan-yang ini jago-jago silat dari berbagai daerah itu sama berkunjung ke
Pek-po?
Kiranya setiap tahun pada hari Toan-yang di Pek-po selalu diadakan suatu pertemuan besar
para ksatria Bu-lim, disinilah Pocu atau kepala benteng Oh Ih-hoan mengadakan pertemuan
dengan para pahlawan.
Acara pokok pada pertemuan besar itu adalah Pi-bu atau bertanding silat. Namun
pertandingan silat ini bukanlah pertandingan biasa, tapi Pocu benteng putih inilah selaku tuan
rumah secara terbuka menantang para jago silat yang hadir itu.
Oh Ih-hoan mengumuman kepada para pahlawan diseluruh dunia bahwa barang siapa dalam
pertemuan besar di Pek-po yang diadakan setiap tahun sekali ini mampu mengalahkan ilmu golok
Toan-bun-to kebanggaan keluarga Oh dari benteng putih ini, akan diberi hadiah besar berupa
emas murni selaksa tahil.
Sebenarnya hadiah selaksa tahil emas bukanlah daya tarik yang besar, daya tarik yang
terbesar adalah barang siapa dapat mengalahkan Toan-bun-to, tentu namanya kontan akan

termashur dan menggetar dunia Kangouw. Dan siapa jago silat didunia persilatan yang tidak
kemaruk kepada nama besar?
Sebab itulah setiap tahun jago silat yang berkunjung ke Pek-po tidak menjadi berkurang,
sebaliknya bertambah banyak, meski cuma sedikit yang yakin akan menang bertanding, yang lebih
banyak adalah sebagai peninjau saja.
Sebab itulah bila hari Toan-yang tiba, Pek-po yang biasanya sepi itu seketika menjadi ramai.
Pertemuan besar para pahlawan seperti ini seluruhnya sudah sembilan kali diselenggarakan
oleh Oh Ih-hoan, kini adalah kesepuluh kalinya, jadi boleh dikatakan perayaan dasa-warsa, karuan
dirayakan secara besar2an dan suasana pun jauh lebih meriah daripada tahun-tahun sebelumnya.
Menjelang lohor, para ksatria yang hadir sudah lebih dari lima ratus orang. Sehabis perjamuan
siang, dilapangan didepan Pek-po upacara lantas dimulai. Sebagai pembukaan, murid sang Pocu
tampil kemuka untuk bertanding dengan para peminat.
Tapi meski jago yang hadir sangat banyak, namun yang berani turun kalangan ternyata sangat
sedikit, sekalipun ada yang coba-coba maju hanya dalam waktu singkat juga lantas keok.
Maklumlah, tujuan Pocu kita adalah ingin tahu ksatria didunia ia sanggup tidak mengalahkan
Toan-bun-to, maka begitu mulai bergebrak, kontan ilmu golok andalan tuan rumah lantas
dikeluarkan.
Toan-bun-to seluruhnya meliputi 64 jurus, bila 64 jurus itu selesai dimainkan dan penantang
tak dapat mengalahkannya, maka pertandingan itupun dianggap berakhir.
Sampai senja tiba, matahari sudah terbenam, dari ke delapan belas murid Pocu yang turun
kalangan itu sudah seluruhnya bertanding ratusan kali, tapi belum ada seorangpun penantang
yang mampu mengalahkan ke-64 jurus Toan-bun-to, tampaknya tahun inipun akan serupa dengan
kesembilan tahun yang lalu, tiada seorang pun berhasil mendapatkan hadiah selaksa tahil emas.
Diam-diam Pocu Oh-Ih-hoan merasa senang, ia pikir meski Toan-bun-to bukan ilmu golok
nomor satu didunia, namun lumayanlah jika sejauh ini tetap tidak terkalahkan.
Dilihatnya ke delapan belas muridnya semuanya tangkas dan cekatan dengan ilmu golok
ajarannya, walaupun diantara hadirin itu ada juga jago silat kawakan, namun juga tidak mampu
mengalahkan ilmu golok andalannya itu dalam 64 jurus, diam-diam ia membatin bila dirinya yang
tampil sendiri, jangankan hendak mengalahkan dia, untuk bertahan dan tidak kalah saja mungkin
tidak ada seorang pun diantara para penantang itu.
Selagi Oh Ih-hoan merasa senang, mendadak didengarnya muridnya yang tertua Ting Hu-san,
menjerit kesakitan, para hadirin yang berkerumun itu segera ada yang berteriak, "Aha, kalahkan
dia! Kalahkan dia sekarang!. . . . ."
Air muka Oh Ih-hoan berubah hebat, cepat ia turun kalangan dan bertanya, "Ksatria mana
yang menang?!"
Para penonton juga ikut berkerumun lebih dekat, ada yang berseru, "Sungguh hebat, masih
muda belia sudah dapat mengalahkan Toan-bun-to!"
Ada lagi yang berkata, "Yang lebih hebat lagi adalah kemenangannya hanya dilakukannya
dalam waktu sepuluh jurus saja, sungguh lihai!"

"Huh, tampaknya Toan-bun-to tidak lebih juga cuma begini saja," demikian ada pula yang
mengejek, "Hah, mungkin hanya mimpi belaka jika Toan-bun-to ingin disebut sebagai ilmu golok
yang tak terkalahkan."
"Dahulu tidak pernah ada orang kosen ikut bertanding, kalau tidak, kukira Pocu tidak perlu
menyelenggarakan pertandingan ini hingga sepuluh kali." demikian ada yang menambahkan lagi.
Sudah tentu hai Oh Ih-hoan sangat tidak enak mendengar sindiran-sindiran itu, ia
menyingkirkan orang-orang yang berkerumun itu dan masuk ketengah kalangan, dilihatnya
muridnya yang tertua, yaitu Ting Hu-san berdiri lesu disitu sambil memegangi pergelangan tangan
kanan, melihat kemunculan sang guru, dengan malu ia berkata, "Ampun Suhu, murid tidak becus!"
"Menyingkir kau!" bentak Oh Ih-hoan sambil memberi tanda.
Dengan menunduk kepala Ting Hu-san menyusup pergi ditengah kerumunan orang banyak,
masih ada empat partai disamping sana yang dilakukan oleh murid Oh Ih-huan yang lain, tapi
sekarang pun sudah berakhir.
Segera Oh Ih-huan berkata kepada mereka, "Kalianpun tidak perlu bertempur lagi, para hadirin
dipersilakan kembali dulu ketempat duduknya masing-masing!"
Sejenak kemudian suasana dilapangan itu baru bisa tenang kembali, para hadirin sama ingin
tahu cara bagaimana sang Pocu akan menyelesaikan pertandingan ini, apakah jadi membayar
hadiah selaksa tahil emas kepada pemuda yang menang itu?
Terlihat Oh Ih-hoan sedang berhadapan dengan seorang berumur 21 atau 22 tahun dan
berbaju merah, tanyanya, "Mohon tanya siapa nama Kongcu yang mulia?"
"Yu Wi," jawab pemuda itu.
Kiranya Yu Wi telah membeli seekor kuda bagus, tidak sampai dua bulan dia sudah sampai di
Hokkian. Karena Toan-yang sampai bulan delapan masih ada waktu luang tiga bulan, ia lantas
pesiar ke-tempat2 indah di sepanjang perjalanan. Ketika mendengar ada pertemuan besar di Pekpo
ia pun ikut berkunjung kesini.
Mendengar pemuda baju merah ini mengaku she Yu, diam-diam hati Oh Ih-hoan merasa tidak
enak, Apalagi melihat air muka anak muda itu jelas maksud kedatangannya tidaklah baik.
"Apakah kau yang mengalahkan muridku?" tanya Oh Ih-hoan dengan ketus.
"Jika tidak percaya, boleh kau suruh orang she Ting itu mengulang bertanding lagi." jawab Yu
Wi tanpa sungkan.
"Ke-delapan belas muridku paling-paling baru menguasai empat bagian Toan-bun-to ajaranku,
bukan sesuatu yang luar biasa jika dapat mengalahkan mereka." kata Oh Ih-hoan.
Seketika terdengar suara ejekan disana-sini, para hadirin sama mencemoohkan ucapan sang
Pocu yang bernada tidak mengakui kemenangan Yu Wi itu, apakah karena dia merasa berat untuk
membayar hadiah selaksa tahil emas?
Oh Ih-hoan memberi hormat pada hadirin dan berkata, "Atas kesudian para hadirin yang
berkunjung kesini, sungguh orang she Oh merasa sangat berterima kasih. Bahwa saudara cilik she
Yu ini telah mengalahkan muridku, sepantasnya kunyatakan dia sebagai pemenang, tapi lantaran

Toan-bun-to yang kuajarkan ini belum lengkap dipelajari oleh beberapa muridku, apabila saudara
Yu Ini mampu mengalahkan puteraku barulah benar-benar dia telah mengalahkan Toan-bun-to."
Seorang jago tua yang ikut hadir lantas berbangkit dan berseru, "Jika demikian, jadi putera
anda telah berhasil menguasai Toan-bun-to dengan sempurna?"
Oh Ih-hoan mengangguk, jawabnya, "Betul, jika saudara cilik ini dapat mengalahkan puteraku
barulah kuakui Toan-bun-to dikalahkan benar-benar oleh dia."
Tanpa pikir Yu Wi lantas berkata, "Jika begitu, lekas suruh anakmu maju untuk bertanding."
Mendadak seorang pemuda cakap berbaju putih maju ketengah kalangan sambil memanggil
ayah kepada Oh Ih-hoan.
"Anak Sing, boleh kau minta petunjuk kepada Yu-toako," kata Oh Ih-hoan.
Pemuda berbaju putih itu memang putera tunggal Oh Ih-hoan, namanya Oh Thian-sing. Dia
menanggalkan jubah putihnya sehingga kelihatan pakaian dalam yang ringkas yang juga berwarna
serba putih.
Dalam pada itu ada centeng buru-buru mengantarkan golok tipis mengkilat. Setelah menerima
golok itu, Oh Thian-sing lantas pasang kuda-kuda dan berseru, "Silakan memberi petunjuk!"
Yu Wi melolos pedang kayu dan menjawab dengan prihatin, "Silakan menyerang dulu!"
Oh Thian-sing tidak sungkan, kontan goloknya membacok. Namun Yu Wi tidak bergerak.
Baru setengah jalan Oh Thian-sing membacok, mendadak tangannya berputar dan golok
ditarik kembali. Ia merasa heran pihak lawan dapat mengenali jurus serangannya yang pertama
itu hanya serangan kosong, diam-diam ia membatin, "Apakah orang ini paham Toan-bun-to-hoat?"
Belum lagi dia mengeluarkan jurus kedua, didengarnya Yu Wi berkata dengan tertawa, "Dan
jurus berikutnya tentunya 'Siau-li-cong-to'(di balik tertawa bersembunyi golok)!"
Keruan Oh Thian-sing terperanjat, walaupun tahu pihak lawan telah kenal jurus serangannya
yang kedua, tapi ia tetap menabas dari samping. Segera pedang Yu Wi menusuk golok lawan.
Jurus "Siau-li-cong-to" itu sebenarnya adalah serangan maut, tebasan dari samping itu hanya
pancingan belaka, bila lawan tidak tahu dan meremehkan serangan tersebut, ketika
menangkisnya, mendadak tebasan golok akan meluncur kebawah dan menabas tangannya.
Tapi sekarang Yu Wi tidak menangkis melainkan menggunakan pedang kayu untuk menusuk
golok lawan. Jelas dia sengaja memojokkan Oh Thian-sing agar tidak mampu mengganti serangan
lain, jelas pula ia sudah tahu bagaimana jurus berikutnya setelah jurus Siau-li-cong-to.
Memang benar, segera Yu Wi berseru pula, "Dan selanjutnya adalah jurus Ki-hwe-jian-bi, Tingnio-
cap-so dan Put-ci-put-li!"
Bahwa lawan ber-turut2 menyebut lagi tiga jurus serangan berikutnya, hal ini selain membuat
kejut Oh Thian-sing, diam-diam ia pun merasa ngeri.
Air muka Oh Ih-hoan yang menyaksikan disamping juga berubah kelam, sungguh ia tak habis
mengerti cara bagaimana Yu Wi paham ilmu golok andalannya itu?

Begitulah dengan enteng saja Yu Wi dapat mematahkan ketiga jurus serangan lawan,
menyusul ia menyebutkan pula jurus seranan Oh Thian-sing berikutnya.
Keadaan demikian jadinya tidak mirip orang yang sedang bertanding, melainkan lebih
mendekati orang yang sedang berlatih, seperti Yu Wi sedang mengajar permainan golok kepada
Oh Thian-sing, setiap kali ia menyebut nama jurusnya dan segera Oh Thian-sing memainkannya.
Ketika dia menyebut nama jurus ke-50, Thian-sing benar-benar mati kutu, saking cemasnya
hingga dahinya penuh butiran keringat. Ia heran mengapa Yu Wi sedemikian paham terhadap
Toan-bun-to-hoat bkan saja tahu urutan-urutan jurus serangannya, bahkan tahu jelas dimana
letak kelemahan, setiap kali pedangnya menusuk, kontan serangan golok lantas dipatahkan.
Dalam keadaan demikian biarpun ayah sendiri yang turun tangan juga tak dapat berkutik.
Kini Oh Thian-sing tidak lagi berani berpikir akan menang, mendingan kalau berlangsung 14
jurus lagi dan dapat bertahan tanpa terkalahkan, lalu mundur teratur, maka selaksa tahil emas
pun dapat diselamatkan.
Diluar dugaan, ketika jurus ke-51 mulai berjalan, Yu Wi tidak lagi menyebut nama jurusnya,
tapi berseru, "Awas, aku akan melancarkan serangan balasan!"
Thian-sing menyadari bilamana lawan melancarkan serangan balasan, maka serangannya pasti
sangat lihai. Cepat ia ganti permainan goloknya.
Legalah hati Oh Ih-hoan melihat anaknya telah ganti permainan goloknya, ia pikir bocah she
Yu itu mungkin cuma mimpi belaka jika ingin mengalahkan Thian-sing.
Yu Wi tahu jurus ke-51 dari Toan-bun-to-hoat adalah "Peng-ti-lian-hoa"(bunga teratai tumbuh
kembar), diam-diam ia sudah menyiapkan cara mematahkan serangan lawan, hendak
dikalahkannya Oh Thian-sing pada jurus ini.
Tak terduga, jurus ke-51 yang dimainkan Oh Thian-sing ini ternyata bukan "Peng-ti-lian-hoa",
pedang yang ditusukkan untuk mematahkan serangan lawan tidak berhasil. Tergerak hati Yu Wi,
cepat ia mengeluarkan Thian-sun-kiam-hoat ajaran Ji Pek-liong dan balas menyerang.
Thian-sun-kiam-hoat adalah ilmu pedang kelas tinggi, orang yang mampu menangkis serangan
ilmu pedang itu dapat digolongkan tokoh kelas satu.
Tak tersangka, sampai empat jurus Yu Wi menyerang dan dapat ditangkis seluruhnya oleh Oh
Thian-sing, ketika tiba jurus kelima, Thian-sing kembali memainkan jurus ke-51 dari Toan-bun-tohoat
untuk menangkisnya.
Maka tahulah Yu Wi sekarang bahwa Oh Thian-sing mempunyai lima jurus pertahanan yang
sangat lihai, setelah dua kali diulangi serang menyerang, dapatlah Yu Wi menyelami kelima jurus
ilmu golok lawan, ia pikir untuk mematahkan kelima jurus ilmu golok Oh Thian-sing itu harus
digunakan Bu-tek-kiam.
Maka ketika tiba pada jurus ke-64, belum lagi jurus itu dimainkan Oh Thian-sing, Oh Ih-hoan
yakin puteranya tidak bakalan kalah karena sudah sampai jurus terakhir, maka dengan tertawa ia
berseru, "Nah, siapa lagi yang mampu mematahkan dan mengalahkan Toan-bun-to?"
Lantaran kegirangan karena ilmu goloknya tak terkalahkan oleh ilmu pedang Yu Wi yang lihai
itu, maka tanpa terasa ia berteriak bangga, ia mengira sebutan ilmu golok tak terkalahkan dapat
dipertahankan.

Tak terduga, mendadak Yu Wi membentak, "Orang she Yu inilah akan mematahkannya!"
Sembari bersuara, pedangnya lantas menabas kedepan. Seketika Oh Thian-sing merasa
cahaya pedang mengurung dari atas, meski ia putar goloknya untuk melindungi kepalanya, namun
tetap ada setitik peluang yang dapat diterobos oleh pedang, hanya sekejap saja pedang kayu Yu
Wi telah menusuk tiba.
Tusukan itu tepat mengenai pundak kirinya, ia merasa kesakitan, golok yang dipegangnya
lantas terlepas.
Melihat itu, terdengarlah sorak sorai para penonton, "Ilmu pedang hebat!"
Mendingan Yu Wi bermurah hati, tulang pundak Oh Yhian-sing tidak diketuknya hancur.
Walaupun begitu untuk waktu tertentu lengan kanan Thian-sing juga sukar untuk bergerak.
Keringat dingin membasahi tubuh Oh Thian-sing, saking malunya hampir saja ia menangis,
ucapnya dengan pedih, "Ayah, anak kalah. . . ."
"Kalah. . . .kalah! Toan-bun-to bisa kalah!. . . ." Oh Ih-hoan bergumam dengan bingung,
pandangannya serasa kabur, ia berdiri termangu-mangu seperti patung.
Jago tua yang bicara tadi segera berdiri dan berseru pula, "Ya, jelas sudah kalah, sekarang
Oh-heng mengakui atau tidak?"
Oh Ih-hoan dapat menenangkan diri, dengan muka kelam ia menjawab, "Orang She Oh
bukanlah badak yang berkulit tebal! Mana orangnya, bawa kemari selaksa tahil emas itu!"
"Nanti dulu!" tukas Yu Wi mendadak dengan suara lantang.
Jago tua tadi merasa heran, tanyanya, "Eh, anak muda, apakah kau tidak menghendaki
emas?"
"Betul, Cayhe tidak menginginkan emas." Yu Wi mengangguk.
"Tidak menginginkan emas, habis apa keinginanmu?" teriak Oh Ih-hoan dengan gusar.
"Aku hanya ingin minta sesuatu keterangan, bila keterangan itu bisa kudapatkan, maka selaksa
tahil emas kukembalikan seluruhnya."
"Keterangan apa yang ingin kau tanyakan?" seru Oh Ih-hoan dengan heran.
Sekata demi sekata Yu Wi menjawab, "Cara bagaimana Ciang-kiam-hui Yu Bun-hu meninggal
dahulu?"
"Tidak tahu!" teriak Oh Ih-hoan mendadak dengan suara bengis.
"Kalau tidak tahu, silakan bawa kemari selaksa tahil emas." kata Yu Wi.
Di depan para ksatria, Oh Ih-hoan tidak berani menjilat kembali ludahnya sendiri, terpaksa ia
memberi perintah, dalam sekejap selaksa tahil emas yang terbagi menjadi sepuluh nampan besar
telah digotong keluar.

Yu Wi meraup segenggam pacahan emas itu dan berseru, "Barang siapa dapat memberi
keterangan cara bagaimana kematian Ciang-kiam-hui Yu Bun-hu dahulu, maka emas yang berada
disini akan menjadi miliknya."
Sampai sekian lama tidak ada orang menjawab. Tampaknya para ksatria yang hadir ini
memang tidak pernah kenal nama Ciang-kiam-hui. Meski emas sangat menarik, tapi sukar
tentunya menipu orang dengan sengaja mengarang sesuatu kejadian yang tidak benar.
"Sayang, tampaknya tidak ada orang yang bisa memberi keterangan!" ucap Yu Wi sambil
menghela napas panjang. Segera pecahan emas yang dipegangnya itu dihamburkan kesana
sambil berseru, "Ini emasnya, jika ingin memilikinya boleh memungutnya sendiri!"
Menyusul segenggam demi segenggam ia menghamburkan emas itu kesana-sini, seketika
terjadilah hujan emas.
Mula-mula para ksatria itu merasa kikuk untuk memungut pecahan emas yang berjatuhan itu,
entah siapa yang mendahului memungut sepotong, maka yang lain lantas ikut-ikut memungut.
Akhirnya terjadi saling rebut. Hanya sebentar saja, emas satu nampan yang berjumlah seribu
tahil telah habis dibuang oleh Yu Wi dan disikat habis oleh para hadirin. Bahkan ada dua orang
setengah umur, berhubung ber-sama2 memungut sepotong emas dan tidak mau saling mengalah,
akibatnya terjadi jotos menjotos.
Selaksa tahil emas itu terbagi menjadi sepuluh nampan, habis emas satu nampan
dihamburkan, selagi Yu Wi hendak membuang lagi emas nampan kedua, mendadak Oh Ih-hoan
membentak,
"Tunggu dulu!"
Yu Wi tertawa, tanyanya, "Apakah Pocu ingin bicara?"
Air muka Oh Ih-hoan tampak kelam, ucapnya, "Apa artinya caramu caramu mem-buang2
emasku ini?"
"Apakah emas ini milikmu?" tanya Yu Wi.
"Dengan sendirinya mi. . .milikku. . . ." jawab Oh Ih-hoan dengan gelagapan.
Maka bergemuruhlah gelak tertawa orang banyak, terdengar seorang berteriak, "Emas itu
milikmu atau miliknya?"
"Huh, tidak tahu malu, kalau takut bangkrut, kenapa mesti berlagak kaya dan menyediakan
hadiah emas selaksa tahil segala?" demikian yang lain ikut mengejek.
"Ya, kalau perlu emas yang kita temukan ini dikembalikan saja padanya agar dia tidak jatuh
rudin, jangan-jangan untuk makan besok saja dia tidak mampu!"
Sungguh hampir mati mendongkol Oh Ih-hoan oleh ejekan dan sindiran itu, teriaknya, "Kenapa
tidak kalian tanyakan kepada orang she Yu ini apakah emas ini miliknya atau milikku?"
Tergerak hati Yu Wi oleh ucapan orang, cepat ia bertanya, "Jadi akan kau beritahukan padaku
sebab musabab kematian Ciang-kiam-hui?"
Oh Ih-hoan menjadi ragu dan tak dapat menjawab.

Dalam pada itu para ksatria beramai-ramai telah berteriak pula, "Yu-kongcu, apakah emas itu
kau kembalikan kepadanya? Yu-kongcu, masa emas ini tidak kau gunakan lagi?". . . .
Karena melihat cara Yu Wi membuang emas beribu tahil seperti orang membuang puntung
rokok, semua orang yakin Yu Wi pasti kaya raya, maka sebutan mereka padanya lantas berubah
menjadi "Kongcu", sungguh mereka berharap agar kesembilan ribu ribu tahil emas itu lekas-lekas
dihamburkan lagi dan semoga anak muda itu tidak mengakui emas itu adalah milik Oh Ih-hoan.
Dengan suara tertahan Yu Wi lantas berkata kepada Oh Ih-hoan, "Jika tidak lekas Pocu
katakan, kesembilan nampan emas ini akan kulemparkan lagi!"
Sudah tentu Oh Ih-hoan merasa sayang kepada emasnya, ia menghela napas dan berkata,
"Tempat ini tidak leluasa untuk bicara, biarlah kita bicarakan bila semua orang sudah pergi."
Yu Wi menyatakan setuju, segera ia berteriak kepada para hadirin, "Dengarkan saudara2, sisa
emas ini sudah kukembalikan kepada Pocu, memang betul emas ini telah menjadi miliknya."
Tentu saja semua orang sangat kecewa.
Oh Ih-hoan lantas menyambung, "Toan-bun-to sudah kalah, selanjutnya Pek-po tidak lagi
mengadakan sayembara segala. Atas kedatangan kalian dari jauh, pada kesempatan ini kuucapkan
terima kasih, bilamana ada kekurangan pelayanan mohon sudilah dimaafkan."
Ucapan tuan rumah ini sama artinya menyuruh pergi para tetamunya, maka beramai-ramai
para ksatria pun mohon diri. Hanya sebentar saja sudah pergi semua, suasana yang semula riuh
ramai seketika menjadi sunyi senyap.
Centeng Pek-po lantas bebenah dan membersihkan lapangan yang semerawut itu. Oh Ih-hoan
menyilakan Yu Wi masuk keruangan tamu, pelayan lantas menyuguhkan teh.
"Nah, sekarang tentunya dapat Pocu katakan bukan?" Yu Wi mendahului buka suara.
"Darimana Kongcu mengetahui bahwa orang she Oh pasti tahu sebab musabab kematian
Ciang-kiam-hui?" tanya Oh Ih-hoan.
Yu Wi lantas mengeluarkan buku daftar nama pembunuh prmberian Ko Siu itu, ia membalik
buku itu pada suatu halaman tertentu, lalu membaca, "Tanggal 13 bulan tujuh tahun Kengcu, Pekpo-
pocu bersama rombongan sebelas orang datang hendak membunuh, berkat Yu Bun-hu,
akhirnya ke-sebelas penyatron dapat ditewaskan tujuh orang dan tertangkap empat orang.
Diantara yang tertangkap termasuk pemimpinnya bernama Oh Ih-hoan yang terkenal ahli Toanbun-
to-hoat."
Selesai membaca cacatan itu, Yu Wi menyimpan kembali buku daftar itu, lalu berkata, "Ciangkiam-
hui telah membinasakan tujuh orang anak buahmu dan menawan pula dirimu, tentu
dendammu sukar untuk dihapus. Tiga belas tahun yang lalu Ciang-kiam-hui dikerubut orang
banyak dan tewas, tentunya diantara para pengerubut itu termasuk juga Pocu sendiri, bukan?"
Oh Ih-hoan menjengek, jawabnya, "Jika sebab kematian Ciang-kiam-hui sudah diketahui,
untuk apa pula kau tanya padaku?"
"Aku hanya ingin tanya satu kalimat saja, kau sendiri ikut mengerubut Ciang-kiam-hui atau
tidak?"

Air muka Oh Ih-hoan berubah hebat, dengan menggreget akhirnya ia menjawab dengan
nekat, "Kalau ikut kantas mau apa?"
Yu Wi tersenyum pedih, ucapnya, "Bagus! Kini Yu Wi mendapat tahu pula nama seorang
musuh pembunuh ayahnya, sakit hati ini harus kubalas!"
Kata-kata terakhir itu diucapkan dengan tegas dan penuh rasa dendam.
Serentak Oh Ih-hoan melompat bangun dan membentak, "Ambilkan golok!"
Centeng lantas membawakan golok yang diminta, sekali angkat goloknya, Oh Ih-hoan
berteriak dengan bengis, "Baiklah, biar orang she Oh belajar kenal dengan keturunan Ciang-kiamhui,
ingin kutahu betapa kemampuannya?"
Yu Wi mencabut pedang kayu dan berkata dengan kereng, "Pertarungan ini adalah duel maut,
sebelum salah seorang mati takkan berhenti. Harus kau keluarkan kelima jurus pertahanan Toanbun-
to-hoat, jurus ilmu golok lain jelas bukan tandinganku."
Dari mana kau tahu sejelas itu mengenai Toan-bun-to-hoat?" tanya Ih-hoan.
Dengan sendirinya Yu Wi tak dapat memberitahukan kitab pusaka Toan-bun-to-hoat yang
pernah dibacanya di Thian-ti-hu itu, seumpama diceritakan juga akan membikin bingung Oh Ihhoan
dan takkan dipercaya, siapa yang mau percaya bahwa di Thian-ti-hu juga terdapat kitab
pusaka mengenai Toan-bun-to-hoat?
"Huh, memangnya bisa kau jawab?" jengek Oh Ih-hoan kemudian. "Awas serangan!"
Segera goloknya menabas dan segera ditangkis oleh pedang kayu Yu Wi. "Plak", kedua orang
sama tergetar mundur dua-tiga tindak. Kekuatan kedua pihak ternyata seimbang.
Tak terduga oleh Oh Ih-hoan bahwa pemuda yan berumur likuran (antara 21 - 25) sudah
memiliki tenaga dalam sama kuatnya dengan dirinya yang telah berlatih dua-tiga puluh tahun ini.
Ia tidak tahu bahwa Yu Wi belum lagi mengeluarkan segenap tenaganya, kalau tidak, saat ini
mungkin goloknya sudah terpental dan harus menyerah kalah.
"Sret-sret-sret", kembali ia menabas tiga kali, semuanya jurus serangan Toan-bun-to-hoat.
Sudah tentu Yu Wi kenal ilmu golok ini dan tidak sulit untuk dipatahkan, maka pada jurus ketiga,
diincarnya pada titik kelemahannya, sekali pedang kayu menusuk, kontan golok Oh Ih-hoan
mencelat terlepas dari pegangan.
Meski kalah Oh Ih-hoan tidak menjadi panik, ia merebut sebatang golok dari salah seorang
centengnya, lalu bertempur pula.
Melihat golok sang Pocu terpental, cepat seorang centeng berlari pergi melaporkan kejadian itu
kepada Oh Thian-sing dan ke-delapan belas murid yang berjaga diluar. Meski para anak muridnya
kenal watak sang gur yang keras, siapapun dilarang ikut campur urusan pribadinya, tapi
menghadapi detik gawat ini, pesan sang guru itu tidak dihiraukan lagi, serentak mereka menerjang
kedalam.
Di tengah pertempuran sengit Oh Ih-hoan melihat anak muridnya datang semua, segera ia
membentak, "Menggelinding keluar semua! Apa gunanya kalian masuk kemari?"

Cepat-cepat muridnya mundur keluar, Oh Thian-sing kenal kekerasan hati sang ayah, ia pikir
hanya anak menantu saja yang disayang oleh ayahnya, boleh juga dipanggil isterinya itu agar
membantu ayah. Maka cepat ia berlari keatas loteng dan memanggil isterinya yang baru
dinikahinya itu.
Setelah menyadari Toan-bun-to-hoat tidak berguna, Oh Ih-hoan lantas mengeluarkan lima
jurus pertahanan ilmu golok rahasianya, kelima jurus ini hanya diajarkan kepada anak dan tidak
diajarkan kepada murid. Kelima jurus pertahanan ini dengan sendirinya lain bobotnya dalam
permainan Oh Ih-hoan daripada permainan Oh Thian-sing.
Kelima jurus pertahanan ini tidak terdapat dalam kitab yang tersimpan di Thian-ti-hu itu, Yu Wi
menjadi agak repot untuk membobolnya.
Dalam permainan Oh Thian-sing tadi, beberapa kali kelihatan titik kelemahannya sehingga
tidak sulit untuk dipatahkan, tapi permainan Oh Ih-hoan sekarang jauh lebih ketat, meski ada juga
satu-dua titik kelemahan, tapi dapat ditutup dengan Lwekangnya yang jauh lebih kuat. Biarpun Yu
Wi sudah memainkan Hai-yan-kiam-hoat tetap sulit membobolnya.
Setelah tiga kali Bu-tek-kiam tak dapat mematahkan pertahanannya, tertawalah Oh Ih-hoan,
katanya, "Haha, memangnya kau kira Hai-yan-ngo-sik mudah dibobil olehmu?"
Mendengar istilah "Hai-yan-ngo-sik" atau lima jurus sedalam laut, hati Yu Wi tergerak, ia pikir
"Hai-yan" dalam ilmu golok lawan mungkin sama dengan "Hai-yan" ilmu pedangnya.
Dengan tertawa ia lantas berkata, "Meski ilmu golokmu Hai-yan-ngo-sik tak terpatahkan, tapi
permainanmu belum sempurna, tetap ada beberapa titik kelemahan yang dapat diterobos. . . ."
"Kentut! Kentut makmu!" maki Oh Ih-hoan dengan gusar.
"Coba pikir, kalau tidak ada titik kelemahannya, mengapa dapat kukalahkan anakmu?" ujar Yu
Wi.
Sambil menangkis Oh Ih-hoan berkata, "Hal itu disebabkan latihannya belum cukup masak.
Kalau mampu, boleh kau coba mengalahkan diriku?!"
"Apa susahnya mengalahkan dirimu?" jawab Yu Wi dengan tertawa, "Seperti jurus yang
pertama ini, meski istilahnya disebut 'Hong-su-to'(cepat seperti angin), tapi karena permainanmu
kurang cepat sehingga apakah secepat angin atau tidak masih perlu diuji!"
Sementara itu Oh Ih-hoan sedang memainkan jurus kedua, maka Yu Wi berkata pula dengan
tertawa, "Dan jurus ini istilahnya 'menanjak tiga li keatas', seharusnya golokmu diayun seperti
menghadapi musuh diatas, tapi kau justeru menabas keatas dari samping, maka arti daripada
'menanjak tiga li keatas' menjadi tidak tepat lagi."
Begitulah terus menerus ia menganalisa kelemahan ilmu golok lawan, makin didengar makin
gelisah Oh Ih-hoan, sampai akhirnya tenaganya menjadi banyak berkurang. Pada kesempatan
itulah Yu Wi lantas menyerang melalui titik kelemahan musuh, sekali ketuk pedang kayunya
meremukkan tulang pundak Oh Ih-hoan, goloknya terpental keluar ruangan.
Dengan ujung pedang mengancam dileher Oh Ih-hoan, dengan tertawa Yu Wi membentak,
"Hari ini harus kau ganti jiwa ayahku!"
"Bunuhlah!" kata Oh Ih-hoan sambil menghela napas, "Tapi sebelum mati, ada beberapa soal
ingin kutanya padamu, dapatkah kau beritahukan padaku untuk menghilangkan rasa heranku?"

"Hal apa, coba katakan." jawab Yu Wi.
Dimanakah letak kelemahan Hai-yan-ngo-sek ilmu golokku?"
"Tidak ada. Kalau ada, masakah sampai sekian lamanya kuserang dan belum lagi bobol?"
"O, jadi ucapanmu tadi hanya untuk menipu diriku?" tanya Oh Ih-hoan dengan tersenyum
getir.
Dengan jujur Yu Wi menjawab, "Ya, bagi orang lain kelima jurusmu itu tiada kelihatan setitik
kelemahan apapun, tapi kulihat pada bagian tertentu pertahananmu belum cukup kuat, hanya saja
kelemahan itu tertutup oleh Lwekangmu yang tinggi sehingga sukar bagiku untuk membobolnya.
Maka sengaja sembarangan kukatakan kelemahanmu agar perhatianmu terpencar, dengan begitu
dapatlah kupatahkan pertahananmu."
Oh Ih-hoan tersenyum getir, ucapnya, "Itu salahku sendiri, tapi entah darimana kau tahu
istilah rahasia kelima jurus ini?"
"Sebab aku sendiri pernah belajar kunci itu," kata Yu Wi.
"Kau. . . kau pernah belajar?. . . ." tidak kepalang kejut Oh Ih-hoan.
"Kunci yang kuapalkan serupa dengan kunci kalian, tapi gerak jurusnya tidak sama." kata Yu
Wi. "Yang kugunakan juga bukan golok melainkan pedang, namanya Put-boh-kiam, hanya terdiri
satu jurus saja, sedangkan ilmu golokmu terbagi menjadi lima jurus."
"Satu jurus, hanya satu jurus?" Oh Ih-hoan menegas, "Ya, memang, aslinya memang cuma
satu jurus. Apakah kau. . . .kau murid It-teng Sin-ni?"
"Kutahu siapa It-teng Sin-ni, tapi aku bukan muridnya." jawab Yu Wi.
"Tidak, kau dusta, dusta. . . ." Oh Ih-hoan meng-geleng2kan kepala tidak percaya.
Yu Wi menjadi gusar, teriaknya, "Kau sudah hampir mampus, untuk apa kudusta padamu? Ada
urusan apalagi yang ingin kau katakan? Kalau tidak ada akan segera kubinasakan kau?!"
Oh Ih-hoan menghela napas panjang, ucapnya, "Baiklah, tusuklah!"
Selagi Yu Wi hendak menusukkan pedangnya, se-konyong2 suara seorang perempuan berseru
dari belakang. "Nanti dulu, Toako!"
Yu Wi terkejut dan berpaling, teriaknya, "He, kau! Kiok. . . . ."
"Ya, memang betul aku Kiok-moai (adik Kiok) yang sudah kau lupakan itu." ucap perempuan
itu dengan tersenyum getir. Kiranya dia adalah Lim Khing-kiok adanya.
Sejak Yu Wi meninggalkan Hek-po, Lim Sam-han memaksa anak perempuannya menikah
dengan putera tunggal Oh Ih-hoan dari Pek-po.
Karena dipaksa oleh ayahnya, mengingat Yu Wi juga sudah berubah pikirannya, dalam
dukanya Lim Khing-kiok lantas menerima baik kehendak sang ayah.

Ilmu silat Lim Khing-kiok telah mewarisi seluruh kepandaian Lim Sam-han, kungfunya bahkan
diatas Oh Thian-sing, sesudah diboyong ke keluarga Oh di propinsi Hokkian, ia sangat disayang
oleh Oh Ih-hoan, jauh lebih disayang daripada putera satu-satunya itu.
Yang dipikir Oh Thian-sing tadi adalah keadaan ayahnya yang terancam bahaya, maka
isterinya diminta agar turun kebawah untuk membantu.
Mengingat se-hari2 dirinya sangat disayang oleh Oh Ih-hoan, sekarang sang mertua terancam
bahaya, cepat Khing-kiok turun kebawah untuk membantu. Siapa tahu orang yang hendak
membunuh sang mertua tak lain-tak-bukan adalah bekas kekasihnya dahulu.
Melihat teman mainnya sejak kecil, dengan hati pedih Yu Wi bertanya, "Oh Ih-hoan ini pernah
hubungan apamu?"
"Dia ayah mertuaku," jawab Khing-kiok dengan menunduk sambil menghela napas.
"Oo?!" tercengang juga Yu Wi sambil menatap Khing-kiok. "Jadi akhirnya kau telah menikah
dengan orang."
Jilid 12
Ucapan Yu Wi ini sebenarnya cuma merasa bersyukur karena teman main sejak kecil sudah
menikah, tapi Lim Khing-kiok telah salah wesel, salah sangka, salah terima. Dia menyangka anak
muda itu menyesalkan dia menikah dengan orang lain. Hatinya jadi tergetar, dengan menangis dia
berkata, "Aku dipaksa kawin oleh ayah, pula kau. . . .kau. . . ."
"Kau sudah berubah" kalimat ini tidak sempat diucapkannya, sebab mendadak seorang lantas
membentak, rupanya pada waktu Yu Wi agak meleng, mendadak Oh Ih-hoan melompat bangun
terus menerjang keluar untuk mengambil senjata.
Dengan golok ditangan kiri Oh Ih-huan masuk lagi kedalam dengan menahan sara sakit pada
bahunya, ia tuding Yu Wi dengan golok dan tanya Lim Khing-kiok dengan suara bengis, "Dia ini
apamu?"
Cepat Yu Wi berkata, "Waktu kecil pernah kutinggal di Hek-po selama sepuluh tahun, dia
puteri Lim Sam-han, dengan sendirinya kukenal dia."
"Kenal? Masa cuma kenal saja?!" jengek Oh Ih-hoan, "Pantas sejak masuk pintu anak menantu
jarang bicara dan tidak pernah tertawa, kiranya dirumah sudah mempunyai kekasih teman sejak
kecil. Masuk sini, anak Sing, persoalan ini perlu kita bikin terang!"
Oh Thian-sing berlari masuk dan bertanya, "Ada urusan apa ayah memanggil anak?"
Dengan muka merah padam Oh Ih-hoan berseru, "Pegang golokmu, biarlah kita ayah dan
anak coba-coba belajar kenal dengan keturunan Ciang-kiam-hui?"
Memang perintah inilah yang sedang ditunggu-tunggu oleh Oh Thian-sing, iapun tahu betapa
lihainya Yu Wi, maka cepat ia berseru, "Semua Suheng dan Sute hendaklah masuk kemari."
Serentak ke-delapan belas murid Oh Ih-hoan berlari masuk dan berdiri disekeliling Yu Wi.
Melihat itu, Khing-kiok menjadi kuatir, cepat ia berseru. "He, ka. . .kalian mau apa?"
Dengan wajah kelam Oh Ih-hoan berkata, "Tulang pundak Kongkongmu (bapak mertuamu)
diketuk hancur oleh bocah ini, kita minta ganti nyawa padanya."

Saking cemasnya Lim Khing-kiok menangis, ucapnya, "Tidak, jangan!. . . kalian tidak boleh
membunuhnya. . . ."
"Mengapa tidak boleh?" tanya Oh Thian-sing dengan heran, "Bukankah kuminta kau turun
kemari untuk membantu ayah?"
"Tentu saja tidak boleh," jengek Oh Ih-hoan. "Jika kita hendak membunuh kekasihnya, dengan
sendirinya dia tidak boleh."
Padahal biasanya Oh Ih-hoan sangat sayang kepada Lim Khing-kiok, selain orangnya cantik,
peringainya halus, hanya saja jarang bicara, tapi inipun sesuai pribadi orang perempuan. Siapa
tahu, sifat pendiam Khing-kiok itu ternyata ada sebabnya, jadi menikahnya dengan Thian-sing
hanya karena dipaksa oleh Lim Sam-han.
Umumnya cinta yang mendalam juga akan menimbulkan benci yang sangat. Lebih-lebih Oh Ihhoan
yang berwatak keras, kini setelah mengetahui keburukan anak menantunya itu, tentu saja ia
sangat murka, kalau bisa saat itu juga ia hendak menjatuhkan hukuman setimpal padanya.
Sebaliknya Oh Thian-sing masih tidak tahu persoalan apa yang terjadi, ia bertanya dengan
bingung, "Ke. . .kekasihnya siapa?. . . ."
"Goblok!" damperat Oh Ih-hoan, "Sudah lama pakai topi hijau (maksudnya orang yang
isterinya bergendak dengan orang lain) masih belum tahu. Lekas bunuh anak busuk itu!"
Setelah diberitahu hal ikhwalnya, serentak Oh Thian-sing menjadi kalap, kontan ia membacok
Yu Wi sambil membentak, "Keparat, kiranya kau!. . . ."
Segera Oh Ih-hoan ayun goloknya dan ikut mengerubut, berbareng ia berseru, "Ayo maju
semua muridku! Terhadap orang begini tidak perlu sungkan lagi!"
Semula ke-delapan belas muridnya tidak berani ikut turun tangan, mendengar perintah
gurunya itu, mereka menjadi heran malah, 'Bukankah biasanya Suhu sering memperingatkan agar
orang lain jangan membantunya bilamana dia sedang bertempur dengan musuh.'
Mereka tidak tahu bahwa pesan Oh Ih-hoan disebabkan sebelum itu dia menganggap tiada
orang sanggup melawan ilmu goloknya, tapi keadaan sekarang sudah lain.
Dasar sifat ke-delapan belas muridnya juga suka berhantam, apalagi yang dihadapinya cuma
seorang pemuda berumur likuran, sembilan daripada sepuluh bagian pasti akan menang, maka
begitu Oh Ih-hoan memberi perintah, serentak mereka menerjang maju.
Meski dikerubut dua puluh orang, sedikitpun Yu Wi tidak gentar, ia mainkan Thian-sun-kiamhoat,
pedangnya menusuk kekanan dan menyabet kekiri, bahkan ia terus mendahului menyerang.
Lantaran dituduh tidak suci oleh sang mertua, tidak kepalang gusar Lim Khing-kiok, telinganya
serasa mendengung, sampai sekian lama tidak sanggup bicara. Kini melihat kedua pihak mulai
bergebrak, cepat ia berteriak, "Berhenti, jangan bertempur, jangan!. . . ."
Tapi mana dia mampu mencegahnya, semakin sengit pertarungan yang berlangsung, seluruh
ruangan cahaya golok dan sinar pedang belaka, tampaknya sukar dihentikan sebelum ada yang
mati atau terluka parah.
Lantaran menanggung dendam kematian orang tua, gerak pedang Yu Wi tidak kenal ampun
sedikitpun, sudah tujuh delapan bagian mendekati sempurna Thian-sun-kiam-hoat yang dilatihnya,

kini didunia Kangouw sudah jarang lagi ada tandingannya, meski dikerubut dua puluh orang,
sedikitpun dia tidak terdesak atau kewalahan.
Sampai akhirnya, daya serang Yu Wi benar-benar telah dipancarkan, sekali ia membentak,
"Kena!" kontan pergelangan tangan seorang murid Oh Ih-hoan tertabas patah dan tidak mampu
bertempur lagi.
Menyusul ia membentak lagi tujuh belas kali "kena" secara ber-turut2, sisa ke-tujuh belas
murid Oh Ih-hoan juga dipatahkan pergelangan tangannya senasib kawannya tadi, semuanya
berjongkok sambil merintih kesakitan.
Melihat ketidak becusan muridnya Oh Ih-hoan ber-kaok2 saking gusarnya. Serangan goloknya
juga mulai ngawur, sebaliknya Oh Thian-sing masih tetap bertempur dengan tenang.
Karena serangan kalap dan ngawur dari Oh Ih-hoan itu, Yu Wi terdesak mundur dua langkah,
pikirnya, "Jika cara demikian kau bertempur, dapatkah kau bertahan lama?"
Karena serangan kalap yang dilancarkannya mengakibatkan luka bahu kanannya kambuh
kembali, saking kesakitan permainan golok Oh Ih-hoan lantas mengendur, tapi Yu Wi tidak kenal
ampun lagi, bentaknya, "Roboh!"
Mendadak pedangnya mengetuk kepundak kiri lawan, apabila tepat diketuk, kedua lengan Oh
Ih-hoan akan menjadi cacat untuk selamanya. Oh Thian-sing ingin menolong, tapi tidak keburu
lagi, dengan nekat ia terus menyeruduk Yu Wi.
Dari samping Lim Khing-kiok juga menyaksikan sang mertua terancam bahaya, ia tidak sampai
hati tinggal diam, segera ia menubruk maju dan pedangnya lantas menyabat, maksudnya hendak
memaksa Yu Wi membatalkan serangannya sehingga sang mertua dapat diselamatkan.
Melihat serangan Lim Khing-kiok itu, Yu Wi terkejut, ia tahu bilamana serangannya terhadap
Oh Ih-hoan diteruskan, pergelangan sendiri pasti juga akan tertusuk oleh pedang Khing-kiok,
terpaksa ia memutar balik pedangnya dan menangkis serangan orang dengan jurus Put-boh-kiam.
Karena tangkisan ini, daya serangan Lim Khing-kiok yang cukup hebat jadi tidak keburu ditarik
kembali, tusukannya menceng menusuk dada Oh Thian-sing. Konan Oh Thian-sing menjerit dan
jatuh terjungkal.
Mata Oh Ih-hoan mendelik, dengan suara gemetar ia berteriak, "Kau. . .kau berani membantu
gendakmu membunuh suami sendiri?. . . ."
Yu Wi juga terkejut oleh tipu serangan Lim Khing-kiok itu, serunya dengan ragu, "Kau. . .
kaupun mahir Hai-yan-kiam-hoat?"
Tapi Lim Khing-kiok melenggong oleh apa yang terjadi barusan, ia melemparkan pedang
sendiri dan memayang Oh Thian-sing, jeritnya sambil menangis, "Aku. . . aku tidak sengaja
melukai kau. . ."
Dilihatnya dada Oh Thian-sing berlumuran darah, matanya mendelik, tampaknya jiwanya sukar
diselamatkan lagi.
Dengan kalap golok Oh Ih-hoan membacok kepala Lim Khing-kiok sambil memaki, "Perempuan
busuk, jangan kau pura-pura didepanku, ganti jiwa anakku!"

Saking berdukanya Khing-kiok tidak mengelak. Tapi Yu Wi lantas menangkis dan berseru,
"Anakmu bukan dibunuh olehnya, jangan kau fitnah orang tak berdosa. . . ."
Oh Ih-hoan memutar goloknya dan membacok lagi kepada Yu Wi sambil berteriak murka,
"Bangsat, kau harus mampus sekalian!"
Melihat anaknya sudah hampir mati, Yu Wi tidak tega untuk mencelakainya lagi, ia hanya
menangkis saja tanpa balas menyerang.
Tapi Oh Ih-hoan masih terus menyerang dengan nekat, sampai akhirnya tampak dia sudah
kalap dan kurang waras.
Lim Khing-kiok berteriak dengan menangis, "Kongkong, jangan bertempur lagi, Thian-sing
hampir meninggal!"
Ucapan ini mengguncangkan pikiran Oh Ih-hoan, mendadak ia melemparkan goloknya, dia
pondong Oh Thian-sing dengan air mata bercucuran, serunya dengan parau, "Kau tak boleh mati,
anak Sing. . . ." Sembari ber-teriak2, "Kau tidak boleh mati, anak Sing!. . . ." dia terus berlari cepat
keluar, mungkin hendak berusaha mencari tabib untuk menolong anaknya.
Ke-delapan belas muridnya juga tidak berani lagi tinggal disitu, sambil memegangi
pergelangan masing-masing merekapun berlari pergi.
Didalam ruangan tamu kini tertinggal Yu Wi dan Lim Khing-kiok saja berdua, Khing-kiok berdiri
termangu.
Yu Wi menghela napas, lalu berkata padanya, "Lekas kau pergi memeriksa keadaan lukanya."
Mendadak Khing-kiok menangis dan mengeluh, "Siapa suruh kau kesini? Siapa minta kau
kemari?. . "
Ia tidak tahu bahwa kedatangan Yu Wi ini adalah untuk menuntut balas kematian ayahnya,
tapi disangkanya Yu Wi mendapat kabar dirinya sudah menikah dan diboyong kesini, maka anak
muda itupun menyusul kemari.
Dengan sendirinya Yu Wi merasa bingung oleh ucapan si nona, seketika ia menjadi tak dapat
menjawab.
Setelah menangis sejenak, mendadak Lim Khing-kiok berlari keluar sambil mendekap
mukanya. Tapi baru saja melangkah keluar pintu mendadak pula ia menjerit.
Yu Wi terkejut, cepat ia melayang keluar, tapi baru saja muncul, kontan disambut oleh
hamburan panah. Untung sebelumnya dia sudah bersiap, cepat pedangnya berputar, semua anak
panah tertangkis dan tersampuk jatuh.
Dilihatnya Lim Khing-kiok terbaring ditanah, cepat ia mengangkatnya, segera panah
menyambar tiba pula. Sembari putar pedangnya untuk menangkis, Yu Wi mundur kembali
kedalam ruangan.
Ia baringkan Khing-kiok di dipan, dilihatnya dada si nona terkena tiga panah, darah
membasahi bajunya. Tanpa pikirkan adat lagi, cepat Yu Wi merobek baju si nona dan mencabut
ujung panah yang masih menancap didadanya itu. Lalu ia merobek bajunya sendiri untuk
membalut lukanya.

Pekerjaan Yu Wi itu mau-tak-mau mesti bersentuhan dengan bagian tubuh Khing-kiok yang
paling peka, keruan si nona menjadi malu, mukanya yang pucat bersemu merah.
Selesai membalut lukanya, mendadak Khing-kiok memegang tangan Yu Wi dan berseru,
"Toako, bawalah aku pergi, aku tidak mau mati disini."
Yu Wi menghiburnya, "jangan kuatir, luka panah ini tidak parah, kau takkan mati."
Khing-kiok menangis, ucapnya, "Tidak mati pun aku tidak ingin berdiam lagi disini. Mereka
hendak membunuhku, untuk apa pula kutinggal disini."
"Waktu kau lari keluar, mereka menyangka diriku sehingga salah melukai kau, mereka tidak
sengaja hendak memanah kau." Yu Wi menghiburnya pula.
"Tidak, mereka sengaja, pasti sengaja." kata Khing-kiok sambil menggeleng. "Tidakkah kau
lihat sendiri, sekali bacok Kongkong hendak membunuh aku?"
"Dalam marahnya dia menyerang kau, jangan kau anggap sungguh-sungguh." ujar Yu Wi.
"Aku telah membunuh anaknya, jelas dia tak mengampuni aku." kata si nona. "Hendaklah
mengingat hubungan kita sejak kecil, tolonglah kau antar aku pulang ketempat ayah."
"Urusan ini harus kuberi penjelasan kepada Kongkongmu, kau tidak boleh disalahkan. Setelah
dia mengetahui ketidak-sengajaanmu, tentu dia akan memaafkan kau."
"Kau tidak mau mengantar kupergi dari sini, kau ingin menyaksikan aku mati terbunuh?" seru
Khing-kiok dengan menangis.
Berulang-ulang Yu Wi menghiburnya lagi, katanya, "Tidak, tidak akan terjadi begitu! Janganlah
kau sangsi. . . ."
Sementara itu malam sudah tiba, perut mereka mulai lapar, Khing-kiok banyak kehilangan
darah, mukanya semakin pucat.
Kuatir nona itu tidak tahan, Yu Wi berkata. "Biar kukeluar untuk mencari sedikit makanan
bagimu."
Khing-kiok bermaksud mencegah, tapi ingin berduduk saja tidak kuat.
Baru saja Yu Wi melangkah keluar ruangan, kontan dia dihujani anak panah lagi. Meski dia
sendiri mampu menerjang keluar, tapi ia kuatirkan keselamatan Lim Khing-kiok apabila ditinggal
pergi. Terpaksa ia mundur lagi kedalam.
"Apakah barisan pemanah diluar belum dibubarkan?" tanya Khing-kiok dengan suara tertahan.
Yu Wi mengangguk, katanya dengan gemas, "Mereka tidak memperbolehkan kita keluar, entah
apa maksudnya?"
"Kongkong menyangka aku tidak suci sebelum menikah, maka aku hendak dibikin mati
kelaparan." ucap Khing-kiok dengan sedih.
Dengan gusar Yu Wi berkata, "Dia sembarangan menduga, besok kalau barisan pemanah tidak
lagi ditarik mundur, akan kubawa kau terjang keluar dan bicara dengan dia."

Malamnya, saking lelah dan lemahnya Lim Khing-kiok tertidur, Yu Wi sendiri tidak berani tidur.
Lewat tengah malam, mendadak asap tebal tertiup masuk kedalam rumah. Yu Wi terkejut dan
berseru, "Wah, mereka menyalakan api!"
Cepat ia membangunkan Khing-kiok, dan hanya sejenak itu saja api sudah berkobar disekitar
rumah, jalan keluar sudah buntu.
Khing-kiok menjerit, "He, mereka hendak membakar kita hidup-hidup!"
Terdengar suara Oh Ih-hoan diluar sedang bergelak tertawa dan berteriak, "Hahaha, sepasang
laki-perempuan anjing itu akan terbakar hidup-hidup dan ikut mampus bersama anakku!"
"Ah, anaknya benar-benar mati!" seru Yu Wi terkejut.
"Dalam keadaan demikian, peduli anaknya mati atau tidak, yang penting lekaslah kita mencari
akal untuk meloloskan diri" seru Khing-kiok cemas.
Diam-diam Yu Wi kurang senang, suaminya mati, sedikitpun dia tidak berduka dan berbalik
memikirkan keselamatan diri sendiri.
"Siau Wi, apakah hendak kau tunggu kematian disini?" kata Khing-kiok pula.
Mendengar nama kecilnya disebut, Yu Wi jadi teringat kepada hubungan baik dimasa lampau,
ia menghela napas, dipondongnya nona itu. Segera Khing-kiok merangkaul lehernya erat-erat.
Setelah memondong Khing-kiok dengan kuat, mendadak Yu Wi melompat keatas, ia terjang
keluar melalui atap rumah.
Sekeliling rumah itu sebenarnya sudah disiram minyak bakar oleh Oh Ih-hoan dan api
dinyalakan serentak, ia mengira Yu Wi pasti tidak dapat kabur. Ia lupa dengan kungfunya yang
hebat itu Yu Wi masih mampu membobol atap rumah dan menerjang keluar.
Tapi begitu Yu Wi turun ditempat yang tidak terbakar, segera dapat dilihat oleh Oh Ih-hoan,
cepat ia berteriak, "Panah, lekas panah! Laki-perempuan anjing itu lari keluar!"
Namun sudah kasip, barisan pemanah tidak keburu memanah, baru saja mereka pasang
panah dan tarik busur, saat itu Yu Wi sudah kabur cukup jauh.
Oh Ih-hoan tidak rela, ia terus mengejar sambil berteriak, "Jangan lari! Bayar dulu jiwa
anakku. . . ."
Ditengah malam buta, hanya beberapa kali membelok dan menikung saja Yu Wi sudah
meninggalkan kejaran Oh Ih-hoan.
Tidak lama, dari berbagai tempat di Pek-po itu bergema suara teriakan orang banyak,
"tangkap laki-perempuan gendakan itu! Tangkap. . . ."
Semboyan itu membikin Yu Wi sangat gusar, kalau bisa dia ingin membekuk batang leher
orang yang ber-teriak2 itu dan satu-persatu digampar mulutnya.
Dalam pada itu di-tempat2 yang ramai suara orang berteriak itu kelihatan cahaya lampu
terang benderang. Ia kuatir bilamana seluruh penduduk benteng itu terjaga bangun dan dimanamana
lampu dinyalakan, untuk lari pasti akan sangat sukar.

Maka ia tidak berani ayal lagi, dengan Ginkangnya yang tinggi segera ia berlari pula
secepatnya, setiba diluar benteng barulah ia berhenti dan menghela napas lega.
Kira-kira satu-dua li jauhnya disebelah kiri perbentengan, dimintanya kembal kuda yang dia
titipkan pada rumah seoran petani, engan membawa Khing-kiok mereka terus kabur kearah kota.
Menjelang fajar, sampailah mereka dikota Lianyang dan mendapatkan sebuah hotel.
Karena guncangan ditengah perjalanan, luka Khing-kiok telah mengeluarkan darah pula,
saking lemasnya dia jatuh pingsan.
Yu Wi membawanya kedalam kamar, ia minta pelayan menyediakan satu baskom air hangat,
terpaksa ia menelanjangi tubuh bagian atas si nona untuk mencuci lukanya, lalu dibalut dengan
kain baru.
Kemudian ia pergi ketoko obat, membeli obat luka dan obat godok. Selagi Yu Wi
membubuhkan obat pada lukanya, Khing-kiok siuman, melihat dirinya dirawat sedemikian baik
oleh anak muda itu, ia tersenyum puas dan memejamkan mata serta tertidur lagi.
Selesai Yu Wi memasak obat, ia membeli pula sedikit makanan lunak sebangsa bubur,
dibangunkan Khing-kiok dan menyuapinya makan, habis itu diberi lagi minum obat.
Keadaan Khing-kiok sangat lemah, habis makan tanpa berucap sekatapun dia lantas tertidur
lagi.
Sampai hari ketiga si nona tetap tidak bicara, malamnya timbul demam, sepanjang malam
terus mengingau dan selalu memanggil "Siau Wi", semalam suntuk Yu Wi terganggu hingga tak
bisa tidur.
Biarpun nama kecilnya selalu dipanggil, Yu Wi berbalik kurang senang, pikirnya, "Suamimu
baru saja mati, dalam mimpi saja kau tidak berduka, sungguh tidak lumrah."
Hari keempat, ia mengundang seorang tabib untuk memeriksa sakit Khing-kiok, katanya cuma
infeksi saja karena terluka panah, diberinya resep obat dan memberi pesan agar istirahat dengan
baik, kalau tidak, bilamana paradangannya memburuk bisa membahayakan jiwanya.
Setiap hari Yu Wi merawat Khing-kiok, mencuci lukanya dan mengganti obatnya. Sampai
setengah bulan lamanya, keadaan Khing-kiok barulah mulai sembuh.
Berdampingan setengah bulan, Khing-kiok memandang Yu Wi sebagai suaminya. Sebaliknya
Yu Wi sama sekali tidak bersikap mesra, selalu bermuka masam, walaupun dalam hati cukup akrab
padanya, namun akhirnya dia berlagak dingin.
Sebulan kemudian, dapatlah Khing-kiok berjalan dengan leluasa, cuma belum sanggup
bergerak terlalu keras, hari itu dia berkata, "Toako, maukah kau antarkan kupulang ke Hek-po?"
Yu Wi berkerut ening, jawabnya, "Aku takkan pergi lagi kesana."
"Sebab apa?" tanya Khing-kiok, "Waktu kecilmu kan tinggal disana, tidak maukah kau antar
aku pulang?"
"Bila kudatang lagi ke Hek-po, ayahmu tidak mungkin kuampuni!" kata Yu Wi dengan suara
bengis.

"Kau. . . kau hendak mem. . .membunuh ayahku?" tanya Khing-kiok dengan suara gemetar.
Tambah rapat kening Yu Wi terkerut, sekata pun dia tidak menjawab.
"Apa pun kesalahan ayahku terhadapmu, sedikitnya beliau telah memberi makan padamu
selama sepuluh tahun." kata Khing-kiok. "Tidak. . . tidaklah pantas jika kau tetap dendam
padanya. . ."
Dengan gemas Yu Wi berteriak, "Selama sepuluh tahun aku menahan perasaanku, maksudku
mencari kesempatan untuk membunuhnya, aku tidak merasa hutang budi padanya."
"Tapi pada tahun itu pernah kutolong kau satu kali, masa kau lupa?" kata Khing-kiok.
Teringat oleh Yu Wi kejadian yang lalu, pernah satu kali ia mendapat kesempatan baik untuk
membunuh Lim Sam-han. Tak terduga Lim Sam-han sangat cerdik, usaha membunuhnya tidak
berhasil, sebaliknya Yu Wi ketahuan sebagai anak Yu Bun-hu, maka Lim Sam-han telah
mengurungnya dipenjara. Tapi dengan menyerempet bahaya Khing-kiok telah melepaskannya,
sebelum berpisah nona itu berkata kepadanya, "Ayah tahu kita sangat akrab, maka aku hendak
dinikahkan, selanjutnya kita entah dapat berjumpa lagi atau tidak. . . ."
Akan tetapi segera terbayang pula kematian ayahnya yang menyedihkan itu, sebelum ajalnya
sang ayah berlari pulang sekuatnya dengan luka parah, setelah mengajarkan beberapa kalimat
kunci rahasia Lwekang dan menyebutkan nama seorang musuh, lalu menghembuskan napas
penghabisan. Musuh yang disebut ayahnya itu ialah Lim Sam-han dari Hek-po. Bahwa ayahnya
tidak menyebut nama orang lain, cuma nama Lim Sam-han saja yang disebut, hal ini menandakan
Lim Sam-han pasti biang keladinya, betapapun tidak boleh diampuni. . . .
Berpikir sampai disini, dengan suara gemas ia lantas berkata, "Ya, aku masih ingat
pertolonganmu itu, kau menyelamatkan diriku, sekarang akupun balas menyelamatkan kau. Tapi
semua ini tidak ada sangkut-pautnya dengan sakit hati orang tua kita. Kecuali mati, betapapun
harus kubunuh Lim Sam-han!"
"Jadi pertolonganmu padaku sekarang ini kau anggap sebagai balas budi atas pertolonganku
padamu dahulu?" tanya Khing-kiok dengan sedih.
Yu Wi keraskan hati dan menjawab, "Ya, boleh dianggap demikian!"
Jawaban yang ketus ini membikin hati Khing-kiok remuk-rendam, ia menangis dan berkata,
"Mestinya tidak perlu kau tolong diriku, akan lebih baik biarkan kumati di Pek-po saja. . . ." Ia
terus menangis tanpa berhenti.
Melihat si nona mengeluarkan senjata khas orang perempuan, yaitu menangis, dulu, waktu
sama-sama kecil, sering Khing-kiok menggunakan senjata menangis untuk memaksanya berbuat
sesuatu, sekarang dia menangis lagi dengan manja untuk memperoleh belas kasihannya. Mau-takmau
Yu Wi berkerut kening, ia tidak menghiraukannya lagi dan keluar kamar.
Pada waktu makan siang, Yu Wi masuk kamar untuk memanggilnya.
Dengan muka dingin Khing-kiok lantas berkata, "Kau tidak mau mengantar kupulang ke Hekpo,
tentunya tidak keberatan jika mengantar sampai di Soasay saja."
Yu Wi pikir, dari Hokkian ke Soasay sedikitnya diperlukan waktu selama beberapa bulan, kuatir
melampaui janji pertemuan di Ma-siau-hong, maka ia menjadi ragu-ragu untuk menjawabnya.

Mulut Khing-kiok lantas menjengkit, dengan mendongkol ia berkata, "Apabila badanku sehat,
segera kupulang ke Soasay sendirian dan tidak perlu minta kau antar."
"Justeru lantaran kesehatanmu belum pulih seluruhnya, makanya tak dapat kuantar kesana."
kata Yu Wi.
"Memangnya kenapa?" tanya Khing-kiok.
"Sebab tiga bulan lagi aku harus memenuhi suatu janji pertemuan di timur Hokkian." tutur Yu
Wi. "Dari sini ke Soasay, dengan menggunakan kuda cepat, pulang pergi mungkin dapat dicapai
dalam waktu tiga bulan, tapi lantaran kesehatanmu belum pulih, tentunya kita tidak dapat
berkuda."
Khing-kiok ingin tanya janji pertemuan apa, tapi demi teringat dirinya lagi marah padanya, dia
urung tanya, jengeknya, "Jika begitu, bolehlah menunggu selesai pertemuan itu barulah pulang ke
Soasay."
Begitulah mereka lantas menetap di hotel itu, Yu Wi tinggal dibagian depan, Khing-kiok tidur
diruangan dalam. Bila malam tiba, tabir dipasang sehingga keduanya tidak dapat saling lihat.
Siang hari tabir digulung, apa yang diperbuat keduanya dapat terlihat dengan jelas.
Selama beberapa hari ini Yu Wi giat berlatih, lebih-lebih keempat jurus Hai-yan-kiam-hoat yang
belum lama dipelajarinya itu.
Sudah beberapa hari Khing-kiok tidak bicara dengan Yu Wi, hari ini dia benar-benar tidak
tahan, ia keluar kebagian depan dan bertanya kepada Yu Wi, "Ilmu pedang apakah yang Toako
latih?"
Saat itu Yu Wi sedang berlatih jurus Put-boh-kiam, ia berhenti dan menjawab, "Jurus ilmu
pedangku ini bernama Put-boh-kiam."
"Tampaknya aku sudah hapal ilmu pedangmu ini." ujar Khing-kiok. "Apakah jurus ini yang kau
gunakan untuk menangkis seranganku tempo hari itu?"
Yu Wi jadi teringat kepada kejadian tempo hari, ia tidak menjawab, sebaliknya lantas bertanya,
"Apakah ilmu pedangmu itu Hai-yan-kiam-hoat?"
Khing-kiok menggeleng, jawabnya, "Hai-yan-kiam-hoat apa? Entah, aku tidak tahu, yang jelas
jurus yang kumainkan itu bernama Siang-sim-kiam (jurus hati berduka)."
"Siang-sim-kiam? Siang-sim-kiam?. . . ." Yu Wi mengulangi nama itu beberapa kali, ia heran
pada jurus yang aneh ini. Mendadak ia teringat kepada jurus ilmu pedang si kakek tuli yang
bernama Sat-jin-kiam, bukankah nama inipun sangat aneh?
Berpikir sampai disini, cepat ia tanya pula, "Orang macam apakah yang mengajarkan jurus
Siang-Sim-kiam ini padamu?"
"Seorang kakek yang bertubuh tinggi besar," tutur Khing-kiok.
"Adakah sesuatu ciri khas pada tubuhnya?" tanya Yu Wi pula.
Khing-kiok berpikir sejenak, mendadak ia berseru, "Ah, memang ada! Perawakannya meski
tinggi besar, tapi karena bungkuk sehingga tampaknya menjadi tidak terlal tinggi."

"Ah, dia itulah Toh-so (si kakek bungkuk)." seru Yu Wi kaget, "Cara bagaimana dia
mengajarkan jurus Siang-sim-kiam itu padamu?"
Mendadak air muka Khing-kiok berubah sedih, omelnya, "Orang tidaklah seperti kau, hutang
budi tidak tahu balas. Suatu hari, diluar benteng kulihat dia meringkuk ditepi jalan, dia kelaparan
dan hampir mati. Maka kubawa dia kedalam benteng, kuberi makan sekenyangnya. Sebelum pergi
dia memuji hatiku baik, katanya tidak dapat memberi balas apa-apa, maka aku diajari sejurus ilmu
pedang kebanggaannya."
"O, setelah dia mengajarkan ilmu pedangnya padamu, apakah dia tidak menyuruh kau
memenuhi sesuatu janji?" tanya Yu Wi.
"Tidak." jawab Khing-kiok. "Tapi waktu mau pergi, dia seperti bergumam mengenai sesuatu
janji selama sepuluh tahun apa, belum selesai bicaranya dia lantas melangkah pergi dengan terhuyung2,
melihat jalannya saja tidak kuat, kukira hidupnya takkan lama."
Yu Wi garuk-garuk kepala dan bergumam, "Jika demikian, tampaknya dia juga tak dapat
melaksanakan janji pertemuan, lantas siapa yang akan mewakili dia?"
"memenuhi janji apakah? Dapatkah kau ceritakan padaku?" tanya Khing-kiok.
"Kalau tidak tahu ya tidak perlu tanya." jawab Yu Wi ketus. Dia sengaja bersikap kasar agar
dibenci oleh si nona.
Tentu saja Khing-kiok mendongkol, teriaknya gemas, "Baik, sedemikian garang sikapmu
padaku, selanjutnya takkan kugubris lagi padamu."
Habis berkata ia terus berlari kebagian dalam, tabir dilepaskan dengan keras.
Tapi Yu Wi belum lagi mengetahui sikap si nona, ia sedang berpikir, "Jika kakek bungkuk juga
tak dapat hadir, lalu siapa lagi yang akan hadir?"
Teringat kepada kakek bisu dan tuli sudah mati secara sia-sia sehingga ilmu pedangnya ikut
lenyap, bisa jadi si kakek bungkuk sekarang juga sudah mati dan ilmu pedangnya pun tidak
diajarkan kepada orang lain.
Maka orang yang mahir Siang-sim-kiam didunia sekarang hanya Lim Khing-kiok saja seorang.
Jika demikian, untuk belajar jurus Siang-sim-kiam harus minta belajar kepada Lim Khing-kiok.
Karena pikiran itu, Yu Wi lantas masuk kebagian dalam, dilihatnya si nona lagi duduk ditepi
ranjang, ia mendekatinya dan berkata, "Kiok-moay, jurus Siang-sim-kiammu itu bolehkah
diajarkan kepadaku?"
"Jangan bicara padaku, takkan kugubris kau." jawab Khing-kiok kesal.
Yu Wi jadi kikuk karena sikap orang yang dingin itu. Dia tidak biasa memohon kepada orang
lain, melihat Khing-kiok tidak senang, terpaksa ia melangkah kedepan dengan perasaan berat. Ia
pikir bila si nona tidak mau mengajarkan padanya, tampaknya tidak mungkin lagi untuk belajar
lengkap keenam jurus pedang yang lain.
Dan kalau keenam jurus pedang itu tidak dapat lengkap dipelajari, apakah It-teng Sin-ni akan
mengizinkan dirinya bertemu dengan Ya-ji?

Teringat kepada kemungkinan-kemungkinan buruk, tanpa terasa ia menghela napas berulang2.
Didalam Khing-kiok dapat mendengar suara hela napas Yu Wi itu, betapapun hatinya merasa
tidak tenteram, ia menjadi lupa telah menyatakan tidak akan menggubrisnya lagi, buru-buru ia
keluar dan bertanya, Toako. . . . ."
"Apakah kau mau mengajar padaku?" cepat Yu Wi menukas dengan girang.
Khing-kiok menghela napas, katanya, "Bukannya aku tidak mau mengajarkan padamu, soalnya
pada waktu si kakek bungkuk mengajarkan ilmu pedang ini kepadaku, aku diharuskan bersumpah
bahwa ilmu pedang ini tidak boleh diajarkan lagi kepada orang lain, bila. . . bila kulanggar sumpah
ini, maka selama. . . selama hidupku takkan mendapat keturunan. . . ."
Hendaklah maklum, menurut ajaran Khong Cu, "Ada tiga pasal tidak berbakti, pasal utama
adalah tidak mempunyai keturunan"
Seorang perempuan kalau tidak dapat mengandung dan memberi keturunan kepada keluarga
sang suami, dijaman dahulu akan dianggap melanggar hukum rumah tangga dan akan ditingalkan
sang suami, bahkan dapat diceraikan secara resmi.
Sebab itulah kaum wanita dijaman dahulu sangat takut bila tidak mengandung. Sekarang si
kakek bungkuk mengharuskan Khing-kiok bersumpah demikian, sebab ia tahu hanya sumpah
inilah yang takkan berani dilanggar oleh orang perempuan.
Begitulah Khing-kiok menjadi merah mukanya setelah menjelaskan sumpahnya, dengan
sendirinya Yu Wi tak dapat memaksa orang melanggar sumpah, terpaksa ia berkata dengan
tertawa, "Ya, sudahlah kalau begitu. Cuma harus kau ingat, ilmu pedang ini tidak boleh diajarkan
kepada orang lain, sebab jurus ini sangat lihai, bilamana dikuasai oleh orang jahat, tentu akan
banyak mendatangkan malapetaka."
Pada saat itulah, tiba-tiba didengarnya diluar ada suara serak orang tua sedang bertanya, "He,
pelayan, akhir-akhir ini adakah tempatmu ini kedatangan tamu kakek cacat berusia antara tujuh
atau delapan puluh?"
Hati Yu Wi tergerak, cepat ia keluar. Dilihatnya didepan hotel berdir seorang Tosu, meski
usianya sudah lanjut, tapi masih gagah dan bersemangat.
Yu Wi coba memandang kedua kaki orang, dilihatnya si Tosu berdiri dengan tagak dan kuat,
jelas tidak cacat, Diam-diam ia heran, pikirnya, "Siapakah orang ini? Mungkinkah salah seorang
diantara Jit-can-so? Kalau bukan untuk apa dia tanya jejak ketujuh kakek cacat itu?"
Dalam pada itu terdengar pelayan hotel lagi menjawab, "Tidak, tidak ada tamu begitu!"
Maka si Tosu bergumam. "Aneh! Padahal Pek-gwe-capgo (tanggal 15 bulan 8) sudah hampir
tiba, mengapa mereka belum kelihatan? Jangan-jangan mereka sudah meninggal semua?"
Sembari bicara ia terus melangkah masuk kehotel itu. Hotel ini juga merangkap sebagai
restoran, ruangan depan cukup luas, sekaligus dapat menjamu berpuluh orang.
Tosu tua itu memilih sebuah tempat dan berduduk, ia pesan makanan dan arak.

Perut Yu Wi sendiri juga sudah lapar, iapun duduk disebelah sana dan pesan santapan. Selain
itu ia pesan pula makanan enak dan menyuruh pelayan antar kekamar, ia maklum Lim Khing-kiok
tidak leluasa keluar kamar.
Kekuatan minum arak si Tosu tua ternyata sangat kuat, sudah dua-tiga kati arak
dihabiskannya dan belum kelihatan mabuk, bahkan minta tambah lagi satu kati.
Pada saat itulah dari luar tampak masuk pula tiga orang.
Orang yang didepan adalah seorang Hwesio tua berwajah bengis menakutkan, berjubah warna
kelabu, membawa sebatang tongkat paderi berujung bentuk sabit, besar tongkat ini sebesar
lengan anak kecil. Begitu masuk segera dia bertanya dengan suara kasar, "Hai, pelayan, adakah
kau lihat kakek-kakek cacat datang kesini?"
Saat itu si pelayan lagi membawakan arak yang dipesan si Tosu, ia berpaling dan melihat yang
bertanya adalah seorang Hwesio, dengan tidak sabar ia menjawab, "Tamu yang datang kesini
sukar untuk dihitung jumlahnya, darimana kutahu tamu mana yang kau maksudkan?"
Hwesio tua itu menjadi gusar, segera ia melompat maju, ia cengkeram si pelayan dan
membentak, "apa katamu?"
Padahal badan pelayan itu gemuk lagi besar, lebih tinggi daripada si Hwesio tua, tapi dia kena
dicengkeram seperti elang mencengkeram anak ayam, keruan pelayan itu ketakutan hingga muka
pucat seperti mayat, ber-ulang2 ia minta ampun, "Lepaskan hamba, Hud-ya (tuan Buddha),
lepaskan supaya dapat. . . dapat bicara. . . ."
Karena ketakutan, poci arak yang dipegangnya ikut berguncang dan arak muncrat keluar.
Tampak si Tosu berkerut kening, pelahan ia tepuk tangan si pelayan dan menegur, "He,
pelayan, hati-hati sedikit, jangan sampai arakku habis tercecer!"
Mendadak si Hwesio tua merasakan suatu arus tenaga maha kuat mengalir dari tubuh si
pelayan, karena tidak berjaga-jaga, tangannya tergetar kesakitan, cepat ia lepaskan pelayan itu.
"Bluk", pelayan itu terbanting kelantai, namun poci arak yang dipegangnya sempat disambar
oleh si Tosu tua dan ditaruh diatas meja.
Buru-buru si pelayan merangkak bangun, dipandangnya si Tosu sekejap, ia tahu baik si Hwesio
mau pun Tosu bukanlah sembarangan orang melainkan dua orang yang tinggi kungfunya, bisa jadi
keduanya akan segera berkelahi, ia tidak berani banyak cingcong lagi, cepat ia berlari kebelakang.
Hwesio bengis itu tidak merintanginya, tapi mendelik terhadap si Tosu. "Siapa kau?" tanyanya,
ia tahu kekuatan si Tosu tidak boleh diremehkan, tapi mampu menyalurkan tenaga melalui benda
lain. Ia tidak berani gegebah, maka ingin tanya dulu asal-usul si Tosu baru kemudian akan
bertindak.
Si Tosu memegang poci arak dan menuang cawannya hingga penuh, tanpa melirik ia
mendengus, "Hm, macam kau juga sesuai untuk bicara denganku?"
Sikapnya sungguh sangat menghina.
Keruan si Hwesio menjadi gusar, telapak tangannya terus menampar cawan arak si Tosu, ia
pikir kalau cawan arak sudah berantakan, coba apa yang akan kau minum.

Sampukan tangan si Hwesio tidaklah ringan, namun si Tosu tetap tidak menghiraukannya,
tangan kirinya yang memegang cawan itu mendadak menggeser cawannya hingga berputar,
kontan arak dalam cawan mancur kearah si Hwesio, seperti anak panah yang mengincar matanya.
Hwesio itu tahu kelihaian panah arak itu, kalau mata tersemprot pasti akan buta. Cepat ia tarik
tangan dan melompat kesamping, walaupun begitu, tidak urung bajunya tersemprot juga oleh
arak dan basah kuyup.
Kelam wajah si Hwesio saking gusarnya, teriaknya, "Kau ingin mampus, hidung kerbau (kata
olok-olok terhadap kaum Tosu)?"
"hah, hanya dengan sedikit kepandaianmu ini juga berani jual lagak?" ejek si Tosu sambil
terbahak-bahak.
Si Hwesio mendelik, jengeknya, "Huh, Jit-can-so yang termashur saja sekali hantam dapat
kumampuskan, kau sendiri berharga berapa? Apakah dapat dibandingkan Jit-can-so?" Sembari
berkata, tongkat berujung sabit terus mengemplang kepala si Tosu.
Tapi secepat kilat ujung tongkat si Hwesio kena ditangkap oleh Tosu tua itu, dengan air muka
guram bertanya, "Apakah benar perkataanmu?"
Sampai beberapa kali si Hwesio membetot tongkatnya, tapi tidak bergeming sedikitpun.
"Hm, jangan membual," jengek si Tosu. "Hanya sedikit kepandaianmu ini masa dapat
menandingi Jit-can-so?"
Habis berucap, mendadak ia lepas tangan. Karena si Hwesio sedang membetot, seketika ia
terhuyung kebelakang dan hampir jatuh terjengkang.
Dua orang kawannya tadi serentak melompat maju dan membentak si Tosu, "apakah kau pun
anggota Jit-can-so?"
Si Tosu mengangkat cawan arak dan menenggak isinya hingga habis, ia tidak gubris
pertanyaan orang.
Kedua orang teman si Hwesio itu berdandan orang biasa, usianya juga tidak muda lagi,
wajahnya sama bengisnya seperti si Hwesio, orang yang sebelah kiri lantas berkata, "Seluruh
dunia tiada tandingan!. . . " dan kawannya yang sebelah kanan lantas menyambung, "Disinilah
kami tida buas!"
Yu Wi terkesiap mendengar uraian mereka itu.
Kiranya ketiga orang ini cukup ternama didunia Kangouw, mereka berjuluk "Bu-tek-sam-hong"
atau tiga buas tanpa tandingan. Yang tertua adalah bekas paderi Siau-lim-si dengan nama agama
Boh-cin, dua orang lagi adalah bekas Tosu dari Bu-tong-pay yang tergolong angkatan tua, yang
satu bernama Thio Hiong-wi, yang lain bernama Khong Put-pau.
Ketiga orang ini sudah lama terkenal buas, sebab itulah mereka telah dipecat oleh
perguruannya masing-masing. Boh-cin tidak kembali kedunia ramai dan masih tetap gundul, tetap
menjadi Hwesio. Sebaliknya Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau oleh ketua Bu-tong-pay diharuskan
kembali menjadi orang preman dan dilarang menggunakan nama Bu-tong-pay didunia Kangouw.
Karena sama busuk dan sama jahatnya, ketiga orang itu cocok satu sama lain, sejak dua puluh
tahun yang lalu mereka lantas terkenal sebagai "tiga orang buas yang tiada tandingannya", baik

tokoh dari kalangan putih maupun jago dari golongan hitam sama kepala pusing bila berhadapan
dengan mereka.
Setelah menenggak lagi secawan araknya barulah si Tosu tua tadi berucap, "Huh, Bu-tek-samhiong
saja dapat menggertak orang? Biarpun sepuluh kali Bu-tek-sam-hiong juga tidak nanti dapat
meluaki Jit-can-so."
Melihat si Tosu berulang kali membela nama Jit-can-so, diam-diam Yu Wi menjadi curiga, ia
coba meng-amat2i orang, tapi tetap tidak kelihatan apakah si Tosu ini "thi-kah-sian" atau si dewa
kaki besi dari Jit-can-so atau bukan?
Meski Boh-cin seorang Hwesio, tapi sedikitpun dia tidak berpribadi seorang beragama, sedikit2
lantas naik darah, sambil mengangkat tongkatnya segera ia berteriak, "Coba jawab, diantara Jitcan-
so itu ada seorang kakek bungkuk yang bertubuh tinggi besar, betul tidak?"
"Ehm, betul, dia itulah Toh-so." ucap si Tosu, air mukanya mendadak berubah pula.
Dengan bangga Boh-cin tertawa dan berkata, "Nah, Toh-so itulah yang kubinasakan hanya
dengan sekali pukul saja."
"O, jadi memang betul Toh-so telah kau pukul mati?" jengak si Tosu, mendadak ia berbangkit
dan meninggalkan mejanya.
Hendaklah dimaklumi bahwa nama Jit-can-so sudah top didunia persilatan, barang siapa dapat
mengalahkan salah seorang Jit-can-so, tentu namanya akan mengguncangkan Kangouw.
Rupanya Boh-cin memang gila hormat dan ingin mencari nama, dia belum lagi menyadari
bahayanya, dengan tertawa ia masih berseru, "Ya, apa artinya hanya memukul mati seorang
kakek bungkuk? Konon pada tanggal 15 bulan delapan nanti antara Jit-can-so itu ada janji
pertemuan, maka kedatangan Bu-tek-sam-hiong ini adalah untuk bertemu dengan keenam kakek
yang lain. Bisa jadi kami akan mengantar mereka berenam untuk bertemu dengan kakek bungkuk
dirumah neneknya."
Bualannya ini sungguh latah.
Tosu tua itu bergelak tertawa, ucapnya, "Ehm, bagus, sungguh hebat! Barangkali kau si
bangsat gundul ini ingin membunuh seluruh Jit-can-so agar namamu bisa mengguncangkan dunia,
begitu?"
Dengan ber-seri2 Boh-cin menjawab. "Betul, betul, aku si bang. . . ." mestinya dia ingin
mengikuti nada ucapan Tosu itu yang menyatakan "aku si bangsat gundul", tapi segera teringat
olehnya kata-kata demikian tidak tepat, mana boleh dia memaki dirinya sendiri sebagai bangsat
gundul, maka cepat ia berganti ucapan, "Keparat, rasakan tongkatku ini!"
Kemplangan tongkatnya sekali ini sungguh sangat keras, memang tidak malu sebagai seorang
jagoan.
Akan tetapi dengan sangat mudah kembali tongkatnya ditangkap oleh tangan kanan si Tosu
tua, seketika serangan Boh-cin terpatahkan.
Ketika untuk pertama kali tadi tongkatnya ditangkap orang, betapapun Boh-cin tidak terima
dan penasaran, sekali ini dia mengemplang dengan lebih cepat dan lebih keras, kenapa
tongkatnya kena tertangkap pula, sungguh dia hampir tidak percaya kepada matanya sendiri.

Baru sekarang ia tahu kelihaian si Tosu, sekali betot tidak lepas, segera ia berkaok minta
tolong, "Lekas maju, saudaraku!"
Tanpa ayal Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau mencabut pedang dan menubruk maju,
keduanya menusuk berbareng dari kiri dan kanan.
Si Tosu tidak berani gegabah, ia lepaskan tongkat si Hwesio sambil menghindarkan serangan
kedua pedang lawan, jengeknya, "Hm, satu tidak berguna, terpaksa maju bersama ya?!"
Pada saat itulah si pelayan lagi ber-teriak2 disamping, "Mau berkelahi, silakan keluar saja,
keluar saja!. . . ."
Baru satu-dua kalimat, mendadak sorot mata Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau yang buas
seperti srigala itu melotot kearahnya, seketika pelayan itu tutup mulut dan tidak berani bicara lagi.
Tapi si Tosu lantas melangkah keluar hotel, sambil melolos pedangnya ia berkata, "Betul, lebih
baik bertempur diluar saja agar tidak mengganggu perdagangan orang!"
Setiba ditanah lapang didepan hotel, tempat ini agak jauh dari bagian kota yang ramai, maka
sedikit orang yang berlalu-lalang, satu tempat yang bagus untuk dijadikan medan perang, sebab
tidak perlu lagi kuatir akan membikin susah orang lain.
Bu-tek-sam-hiong menyusul keluar, mereka berdiri menghadapi si Tosu dari tiga jurusan.
Khong Put-pau membuka suara lebih dulu, "Tosu keparat, jika kau kalah, harus kau ajarkan Haiyan-
kiam-hoatmu kepada kami."
Dengan garang Boh-cin menambahkan, "Justeru lantaran mempertahankan ilmu pedangnya,
makanya kakek bungkuk itu kumampuskan dengan sekali hamtam."
Habis berkata, ia memberi contoh satu pukulan keudara, tenaga pukulannya memang dahsyat
dan mengejutkan.
Ketiga tokoh buas itu se-olah2 sudah yakin si Tosu tua pasti salah seorang Jit-can-so, mereka
pikir dengan tenaga tiga orang menempur seorang Tosu, jelas akan menang dan tidak mungkin
kalah.
Dan bila nanti si Tosu terbukti benar salah seorang anggota Jit-can-so, betapapun harus
dipaksa mengajarkan kepada mereka satu jurus ilmu pedangnya yang mengguncangkan dunia
persilatan itu.
Sebaliknya si Tosu juga yakin si kakek bungkuk telah mati ditangan Boh-cin, ia cuma heran
darimanakah Boh-cin dan begundalnya itu mengetahui akan janji pertemuan Jit-can-so pada Pekgwe-
capgo nanti? Sebab apapula si kakek bungkuk bisa mati ditangan Boh-cin? Jangan-jangan
mereka memaksa kakek bungkuk mengajarkan Hai-yan-kiam-hoatnya, karena ditolak, maka kakek
itu dikerubut dan dibunuh mereka?
Teringat betapa gagah perkasa dan termashurnya sikakek bungkuk dan ternyata harus mati
ditangan Boh-cin, seketika timbul rasa murka si Tosu, tanpa bicara lagi pedangnya terus menabas.
"Trang", pedang beradu dengan tongkat berujung sabit milik Boh-cin, tangan Boh-cin tergetar
sakit, ia tahu kekuatan si Tosu jauh diatasnya, kalau bobot tongkatnya tidak berat, benturan tadi
tentu membuat tongkatnya mencelat. Cepat Boh-cin putar tongkatnya dengan kencang, ia
mainkan Hang-mo-tiang-hoat, ilmu permainan tongkat penakluk iblis dari Siau-lim-pay.

Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau juga lantas memainkan Liang-gi-kiam-hoat dari Bu-tong-pay,
Liang-gi-kiam-hoat ini meliputi 64 jurus, seorang saja cukup lihay, apalagi dimainkan dua orang
sekaligus.
Baru saja terjadi beberapa gebrak, Yu Wi lantas tampil kemuka sambil berseru, "Huh, tiga
mengerubut satu, tidak tahu malu!" Berbareng ia lolos Hian-tiat-bok-kiam atau pedang kayu besi,
segera Boh-cin ditusuknya.
Bukan Boh-cin yang menangkis serangan Yu Wi itu, sebaliknya si Tosu tua yang menyampuk
pedang kayunya sambil membentak, "Siapa kau? Memangnya siapa yang minta bantuanmu?"
Pedang Yu Wi menusuk pula kearah Thio Hiong-wi, berbareng ia menjawab, "Tosu tua, kau
bertempur urusanmu, aku berkelahi urusanku, memangnya kau kira siapa yang mau
membantumu?"
Tapi si Tosu tua lantas melompat keluar kalangan dan berhenti bertempur. Tongkat Boh-cin
terus mengemplangnya sambil membentak, "Huh, mau lari?"
Cepat Yu Wi menangkiskan dengan pedangnya, teriaknya dengan gusar, "Siapa yang mau lari?
Jangan-jangan kau sendiri yang ingin kabur?!"
Kemplangan tongkat Boh-cin itu dilakukan dengan sepenuh tenaga, tapi kena ditangkis oleh
pedang kayu Yu Wi dan pedang anak muda itu ternyata tidak tergetar lepas, keruan ia terkejut
dan membatin, "Siapakah bocah ini? Mengapa juga memiliki tenaga dalam sekuat ini?"
Setelah berlangsung beberapa gebrakan, dengan Thian-sun-kiam-hoat Yu Wi dapat mendesak
Boh-cin bertiga sehingga cuma sanggup menangkis dan tidak mampu balas menyerang.
"Anak jadah, matamu sudah buta barangkali, ingin cari perkara kan salah sasaran kau?!" maki
Boh-cin.
Yu Wi menjengek, "Huh, kalian tidak kenal kakek moyangmu yang kecil ini, tapi moyang kecil
justeru kenal kalian. Dua belas tahun yang lalu kalian barang rongsokan, sekarang kalian tetap
barang rongsokan yang tidak tahu malu."
Sambil menangkis satu serangan, Khong Put-pau bertanya dengan heran, "Siapa yang tidak
tahu malu?"
"Dua belas tahun yang lalu kalian pernah ikut mengerubut seorang pendekar pedang, masa
kalian sudah lupa?" tanya Yu Wi.
"Hah, maksudmu Yu Bun-hu? Kau ini apanya Ciang-kiam-Hui?" seru Boh-cin dengan terkejut.
Yu Wi tertawa panjang saking gusarnya, ia pergencar serangannya, setiap serangannya
mematikan. Asalkan kena jiwa Boh-cin bertiga pasti tamat.
Kiranya Yu Wi mengetahui nama Bu-tek-sam-hiong dari buku daftar pembunuh pemberian Ko
Siu itu. Cuma dia tidak tahu persis apakah ketiga orang ini ikut mengerubut ayahnya atau tidak.
Tapi setelah tanya jawab tadi, tahulah Yu Wi bahwa ketiga oran inipun termasuk pembunuh
ayahnya, maka serangannya tidak kenal ampun lagi.
Thian-sun-kiam-hoat jauh lebih lihay daripada ilmu pedang golongan manapun juga, biarpun
Liang-gi-kiam-hoat juga terkenal lihay, tapi tidak sebagus Thian-sun-kiam-hoat, apalagi sekarang

Lwekang Yu Wi sudah maju pesat, biarpun Boh-cin bertiga juga sukar menandinginya, jelas
kelihatan segera mereka akan dikalahkan.
Boh-cin menjadi kelabakan da memaki, "Anak jadah, sesungguhnya siapa kau?"
"Aku inilah putera Ciang-kiam-hui!" seru Yu Wi denga suara lantang.
Ketika mengucapkan kata terakhir, "plok", dengan tepat tulang pergelangan tangan Boh-cin
terketuk pedangnya, tongkat sabit terlepas dari pegangan, sambil memegangi pergelangan tangan
yang remuk Boh-cin terus hendak angkat langkah seribu.
"Lari kemana!" bentak Yu Wi, pedangnya menyambar pula, "plak", kembali tulang punggung
Boh-cin terketuk, sekali ini Yu Wi menggunakan tenaga penuh, tanpa ampun Boh-cin jatuh
terguling dan menjerit kesakitan. Yu Wi terus melompat maju dan menginjak dadanya.
Karena Yu Wi mengejar Boh-cin, hal ini jadi untung bagi Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau,
pada kesempatan itu, tanpa menghiraukan mati-hidup Boh-cin, segera mereka kabur secepatnya.
Yu Wi tahu sukar untuk mengundak musuh disana-sini sekaligus, ia pikir pada suatu hari kelak
kalian pasti juga akan dapat kubekuk.
Boh-cin kuatir injakan Yu Wi itu akan membinasakan dia, cepat ia berteriak, "Tolong! Lekas
kalian tolong diriku!. . . ."
Yu Wi hanya menginjaknya pelahan saja dan Boh-cin lantas menjerit.
"Huh, katanya anak murid Siau-lim-pay, ternyata begini tak becus." maki Yu Wi.
Jilid 13
Waktu Boh-cin berpaling dan bayangan Thio Hiong-wi dan Khong Put-pau sudah tidak
kelihatan lagi, ia menjadi lupa rasa sakit dan memaki, "Keparat, meninggalkan kawan dalam
keadaan bahaya, sungguh bukan manusia. . . ."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, seorang paderi Siau-lim-si, tapi mengeluarkan kata-kata
kotor demikian, sungguh tidak pantas.
Ia tidak tahu bahwa Boh-cin sudah lebih tiga puluh tahun dipecat dari Siau-lim-si, dia minum
arak dan makan daging, benar-benar seorang Hwesio sontoloyo meski lahirnya dia masih memakai
jubah paderi.
"Lekas singkirkan kakimu, tulang punggungku sudah remuk, mana sanggup menahan
injakanmu sekeras ini, kalau tidak lekas kau singkirkan kakimu, bisa mati aku." kata Boh-cin
dengan dogolnya.
"Memangnya kau masih ingin hidup?" damperat Yu Wi, segera ia bermaksud menginjak
mampus Hwesio sontoloyo itu.
cepat Boh-cin berteriak, "nanti dulu, tunggu. Mendiang ayahmu bukan mati ditanganku,
jangan kau salah membunuh orang. . . ."
Yu Wi melonggarkan injakannya dan bertanya, "Habis siapa pembunuhnya?"
"orang yang ikut mengerubut ayahmu dahulu ada ratusan banyaknya," tutur Boh-cin dengan
meringis, "Meski aku termasuk diantara pengeroyok itu, tapi sekali saja aku tidak sempat
menyerang ayahmu, bahkan ingin mendekat saja tidak dapat, mana bisa aku menjadi
pembunuhnya . "
"Hm, hanya dengan sedikit kepandaianmu ini memangnya dapat kau lawan ayahku
almarhum?" jengek Yu Wi, "Nah, kutanya padamu siapa pembunuhnya? Lekas mengaku"
Boh-cin menggeleng, sahutnya, " orang sebanyak itu, aku tidak melhat jelas siapa yang
mencelakai ayahmu."
Yu Wi pikir ucapan orang memang juga benar, orang sudah terluka parah, rasa dendam
sudah terlampias, tindakan Yu Wi biasanya tahu batas, maka dia lantas menyingkirkan kakinya,

ucapnya sambil menghela napas, "Lekas enyah kau Melihat tampangmu, mustahil ayahku dapat
dicelakai olehmu"
sampai sekian lama barulah Boh-cin sanggup merangkak bangun, meski sudah keok dan
dalam keadaan setengah mati, mulutnya tetap tidak mau kalah, ucapnya, "Ah, juga belum tentu.
Biarpun lihay ayahmu juga tidak melebihi Toh-so, tapi kakek bungkuk itu dapat kubinasakan
dengan sekali pukul. . . ."
saking gusarnya Yu Wi mendepaknya pula sehingga terjungkal, makinya, " Bedebah Masih
berani omong besar"
Tapi kulit muka Boh-cin memang tebal, dia masih bergumam, "Buktinya memang begitu Tua
bangka bungkuk itu sedikitpun tidak berguna, mana dia sanggup melawan diriku. . . ."
Yu Wi terus mencengkeramnya bangun sambil membentak, "Cara bagaimana Toh-so mati
ditanganmu? Lekas ceritakan sejujurnya"
Cengkeraman Yu Wi itu persis dibagian tulang pungungnya yang patah, karuan Boh-cin
kesakitan hingga dahi penuh buturan keringat, sambil meringis ia berteriak, "Akan kuceritakan
Lepaskan cengkeramanmu. . . ." Maka dilepaskanlah tangan Yu Wi dan terpaksa Boh-cin
menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Kiranya sehabis pertarungan sengit di Ma-siau-hong dulu, kesehatan Toh-so selalu terganggu
dan tidak pernah sembuh. Tahun itu, setelah dia mengajarkan jurus siang-sim-kiam kepada Lim
Khing-kiok dan meninggalkan Hek-po dalam keadaan masih sakit, ia bermaksud mencari seorang
ahli waris agar dapat mewakili dia menghadiri pertemuan di Ma-siau-hong.
Ia menyesal Lim Khing-kiok adalah anak perempuan, kalau tidak tentu Khing-kiok dapat
disuruh mewakilinya.
Toh-so merasakan kesehatannya tidak mungkin pulih kembali, sakitnya semakin parah dan
setiap saat bisa menghembuskan napas terakhir, dalam keadaan cemas dan sukar mendapatkan
ahli-waris, yang diketemukan justeru Bu-tek sam- hiong .
Ketiga gembong penjahat itu dapat mengenali Toh-so adalah seorang anggota Jit-can-so,
timbul pikiran jahat mereka untuk mendapatkan manfaat atas diri kakek cacat itu. Mereka purapura
merawat kakek bungkuk itu.
Toh-so menyangka mereka adalah orang baik, mengingat gerak gerik sendiri tidak leluasa lagi,
maka ia minta ketiga orang itu ikut bantu mencarikan seorang murid baginya.
Bu-tek sam-hiong berhasil memancing dan mengetahui maksud tujuan kakek bungkuk itu,
mereka tidak membantunya mencari ahli waris, sebaliknya malah memaksa si kakek mengajarkan
jurus siang-sim-kiam kepada mereka.
Baru sekarang Toh-so mengetahui Bu-tek sam-hiong bukan manusia baik-baik, tapi sudah
kasip.
tenaga dalamnya sudah hilang sama sekali. mana dia mampu melawan ketiga pengganas itu.
Dengan sendirinya Toh so tidak rela mengajarkan ilmu pedangnya kepada orang jahat dengan
segala daya upaya Bu-tek sam-hiong tetap sukar memaksa si kakek bungkuk menuruti kehendak
mereka, dasar watak Boh-cin memang pemarah, dalam gusarnya ia telah menghantam si kakek
bungkuk hingga mengakibatkan kematiannya.
Demikianlah, setelah mengerti duduknya perkara, diam-diam Yu Wi, merasa menyesal bagi
Toh-so.
setelah bercerita, Boh-cin merangkak bangun, baru berjalan dua-tiga langkah, ia menoleh dan
menambahkan. "Meski Toh-so lagi sakit, tapi sekali hantam dapat kumatikan dia, kejadian ini sama
sekali bukan karangan tapi kejadian benar-benar, sungguh peristiwa yang dapat kubanggakan
didunia Kangouw."
sungguh Yu Wi tidak menyangka manusia ini sedemikian rendah dan tidak tahu malu, dengan
murka ia memburu maju dan menghantam tepat di dada Boh-cin sambil membentak, "Tidak punya
muka"
Padahal hantaman Yu Wi ini hanya menggunakan tiga bagian tenaganya, tapi kontan Boh-cin
tumpah darah dan tidak berani banyak omong lagi, cepat ia berlari pergi dengan sempoyongan.
Yu Wi memandang sekelilingnya, entah sejak kapan si Tosu tua juga sudah menghilang,
Dengan lesu ia kembali ke hotel, ia pikir Tohso sudah mati, di dunia ini orang yang mahir siangsim-
kiam kini tinggal Lim Khing-kiok saja, tapi nona itu tidak mau mengajarkannya, apa dayanya?

Lalu terpikir pula olehnya, Pek gwe-cap go, tinggal tiga hari lagi, sudah waktunya harus
kuberangkat ke Masiau-hong, bila terlambat, pesan guru mungkin tak dapat kulaksanakan.
Ia menuju ke kamar, dilihatnya Lim Khing kiok telah menyongsongnya dan bertanya, "Dengan
siapa kau berkelahi tadi?"
Yu WI tahu si nona diberitahu oleh pelayan hotel, maka ia menjawab dengan ketus, "Kau tidak
kenal dia, untuk apa tanya?"
Maksud baik Khing-kiok telab diterima dengan kasar begitu, tentu saja si nona sangat
mendongkol, ucapnya dengan gemas, "selanjutnya biar kau mati dipukul orang juga takkan
kupeduli lagi."
Yu Wi tidak menghiraukan omelannya, segera ia membereskan rekening hotel dan menyewa
sebuah kereta, Khing-kiok dibiarkan menumpang kereta, ia sendiri menunggang kuda mengikut
dibelakang kereta dan menujulah mereka keBin-tang Hokkian timur.
Pagi pagi sekali hari Pek-gwe-capgo mereka sampai di atas puncak gunung, tinggo Ma-siau-
Hong beribu kaki di atas permukaan laut, berdiri diatas puncak, sejauh mata memandang hanya
lereng gunung belaka berlerot lerot entah berapa panjangnya.
Dahulu di jaman kaisar Bu-te dinasti Han, seorang pembesar bernama Tonghong siok telah
diutus menjelajahi semua pegunungan ternama di dunia ini untuk diberi nama. setiba disini,
Tonghong siok sangat tertarik oleh pemandangan alam yang indah di sini dan disebutnya gunung
ini sebagai gunung ternama nomor satu di dunia.
Kini Yu Wi sendiri berada di puncak gunung ini, diam-diam iapun memuji dan mengakui
kebenaran gelar gunung nomor satu ini.
Khing-kiok juga sangat tertarik oleh keindahan alam di puncak gunung ini, terutama batubatuan
yang serba aneh ini, dia menjadi melupakan segalanya, katanya dengan suara merdu,
"Toako, konon Thay-lo-san ini ada 36 puncak, 72 gua dan berpuluh tempat pesiar lain yang indah,
maukah
kita mengunjunginya satu persatU?"
Yu Wi hanya bersuara singkat dan tidak menanggapinya.
Melihat sikap Yu Wi yang tidak mengacuhkan dirinya itu, Khing-kiok menjadi dongkol pula,
katanya, "Kau tidak mau menemani aku, biar kupesiar sendirian." Habis berkata segera ia hendak
melangkah pergi.
Yu Wi menghela napas, ucapnya, "Kesehatanmu belum pulih, mana boleh kutemani kau
berpesiar?"
Hati Khing-kiok tergerah terpaksa ia berdiam disitu dan tidak menyinggung lagi tentang pesiar
segala.
Melibat sekitar situ tidak ada bayangan seorang pun, Yu Wi bergumam, "Berapa lama lagi baru
dia akan datang?"
Khing-kiok pilih sepotong batu besar halus serupa kursi dan duduk di situ, Ia pandang Yu Wi
dengan termangu-mangu, sorot matanya yang lembut pasti akan menngiurkan hati siapapun
juga. Akan tetapi Yu Wi tidak merasakan apa-apa, Ia mondar-mandir sendirian kian kemari,
Mendadak terdengar suara langkah kaki orang, semangat anak muda itu berbangkit, waktu la
memandang ke sana, dilihatnya yang muncul adalah seorang Tosu tua. Tosu tua ini bukan lain
daripada Tosu yang pernah dilibat Yu Wi direstoran itu.
setiba di atas puncak, Tosu itu terus duduk bersila di situ, sampai sekian lama tetap tidak
bergerak.
Yu Wi mendekatinya dan bertanya, "Locianpwe, engkau menunggu siapa?"
"Menunggu kau," jawab si Tocu mendadak.
Yu Wi terkejut, "Menunggu aku? . . . siapa... siapa kau?"
Tosu itu tertawa, katanya, "Kutahu kau ini muridJi Pek liong, masakah kau belum lagi tahu
siapa diriku?"
"-cianpwe kenal guruku?"
Tosu tua itu menghela napas, laku berucap. "sepuluh tahun tidak bertemu, tak tersangka
gurumu sudah wafat."

"Ah, rupanya engkau memang Thi-kah-sian (dewa kaki besi)" seru Yu Wi, tapi dalam hati pun
sangsi, kedua kaki Tosu itu kelihatan baik-baik saja, masakah dia ini Koat-tui-so (kakek buntung
kaki)?"
Tosu itupun tidak menyebut siapa dirinya yang sesungguhnya, dia tetap duduk tanpa
bergerak.
"Locianpwe menunggu siapa lagi?" tanya Yu Wi, Tosu tua tidak menjawab, tapi bergumam
sendiri, "seharusnya sudah datang"
Yu Wi tahu apa yang dimaksudkan orang, ucapnya dengan tersenyum getir, "Mereka takkan
datang lagi"
Tosu tua menengadah dan memandangnya sekejap tanpa tanya apa arti ucapannya itu, tak
terpikir olehnya bahwa di antara jit-can-so, kecuali dirinya sendiri tiada satupun kakek lain yang
bakal hadir lagi di sini.
Ia terus berduduk hingga dua-tiga jam lagi, sang surya sudah berada di tengah cakrawala,
rupanya si Tosu tua tidak sabar menunggu lagi, mendadak ia berbangkit dan berseru, "Baiklah,
boleh bertanding lebih dulu."
Yu Wi tahu pertandingan ini adalah pertarungan penentuan, tidak perlu banyak adat dan
sungkan segala, segera ia meloloskan pedang kayu dan berdiri tegak dengan prihatin.
Tosu tua berkata dengan tak acuh, "Kemarin dulu kusaksikan kau menghajar Bu-tek samhiong
kepandaian Ji-heng tampaknya sudah seluruhnya diajarkan kepadamu.Janji pertemuan
dahulu menetapkan semuanya harus hadir, kini Ji-heng sudah wafat dan tak dapat hadir dan
diwakilkan kepadamu, betapapun kau adalah angkatan muda. Begini saja, asalkan dapat
kaukalahkan diriku, segera akan kuajarkan jurus Hai-yan-kiam-hoatku dan tidak perlu lagi
menunggu mereka."
Diam-diam Yu Wi mendongkol, ia pikir bilakah guruku meninggal? Kenapa selalu dikatakan
sudah wafat, kan sama seperti mengutuki beliau?
Ia tidak tahu bahwa menurut perjanjian Jit-can-so dahulu, kecuali orangnya mati, maka janji
pertemuan ini harus dihadiri sendini.
Terpikir pula oleh Yu Wi, "Kelima kakek yang lain sudah meninggal, ditunggu sampai dunia
kiamat juga takkan muncul, mau-tak-mau kau harus bertempur sendirian denganku."
Tapi dia tidak mau memberitahukan tentang meninggalnYa kelima kakek yang lain, ia kuatir
hal ini akan mempengaruhi pikiran si Tosu tua, andaikan dirinya menang juga tidak gemilang.
Dalam pada itu Tosu tua telah melolos sebatang pedang panjang, bentuknYa antik, ia pandang
pedang kayu Yu Wi dan berkata, "Pedangku ini bernama Jing-tiok (bambu hijau), tajamnya luar
biasa. kau barus hati hati."
"Pedang kayu Wanpwe ini tidak takut kepada senjata tajam macam apapun," jawab Yu Wi.
"ooh" si Tosu tua bersuara singkat, dengan prihatin ia berkata, "Nah, boleh mulai serang dulu"
Yu Wi tidak bersuara lagi, pedang menusuk miring ke samping terus diputar balik, seketika
tercipta tiga kuntum bunga cahaya, gerakan ini dalam Thian sun kiam-hoat disebut sam hoa hianhud
atau tiga bunga dipersembahkan kepada Budha, suatu jurus. pembukaan penghormatan-
"Terima kasih" kata si Tosu tua dengan tersenyum. Pedang hambu hijau juga bergerak
kekanan dan ke kiri, dia memutar dengan enteng, tapi lantas membentuk tujuh kuntum bunga
cahaya.
Terkesiap hati Yu Wi, pikirnya, "Paling banyak aku cuma mampu menciptakan lima kuntum
cahaya, dia sekaligus dapat menciptakan tujuh kuntum, nyata ilmunya jauh di atas diriku."
Ia tidak berani gegabah lagi, dengan penuh perhatian ia hadapi si Tosu tua sebagai lawan
tangguh.
Tosu tua lantas memutar pelahan pedangnya, serentak ia mainkan ilmu pedangnya yang
hebat.
Dahulu Tosu tua inipun menggunakan jurus ini untuk menempur Ji Pek liong, sampai ribuan
gebrakan tetap sukar dibedakan unggul dan asor, Dan sekarang Thian-sun-kiam hoat yang
dimainkan Yu Wi ini juga ilmu pedang yang pernah dimainkan Ji Pek liong dahulu.
jadi terhadap Thian sun-kiam hoat si Tosu sudah apal, setiap kali Yu Wi memainkan satu jurus,
segera ia tahu apa jurus berikutnya. sebaliknya Yu Wi sama sekali tidak kenal ilmu pedang si Tosu.

Dengan demikian jelas Yu Wi ada dipihak yang rugi, hanya belasan gebrakan saja dia sudab
terdesak. Untung dia sangat cerdas, melihat gelagat tidak menguntungkan, cepat ia ganti siasat,
dimainkannya ilmu pedang ciptaan Kan Yok-koan.
Ilmu pedang Kan Yok-koan itu mengutamakan cepat dan ganas, belum pernah si Tosu melihat
ilmu pedang demikian, seketika ia jadi terdesak sehingga keadaan dapat dikembalikan Yu Wi
menjadi sama kuat
Akan tetapi setelah ratusan jurus, mulai kelihatanlah keuletan si Tosu tua, makin lama
permainan pedang Yu Wi tambah lamban, pedang yang dipegangnya terasa makin berat.
Maka Yu Wi kembali terdesak. Yu Wi tidak mampu melancarkan serangan cepat sehingga daya
serang ilmu pedang ciptaan Kan Yokkoan itu cuma enam bagian saja yang dapat dikembangkan.
setelah beberapa puluh jurus berlangsung pla, setiap saat Yu Wi ada kemungkinan akan
dikalahkan- Diam-diam ia mengeluh, "Tidak, tidak boleh kalah, aku tidak boleh kalah..."
Dilihatnya pedang si Tosu tua lagi menyambar dari atas, Yu Wi merasa tidak sanggup
menangkis, cepat ia putar pedang kayu, dimainkan jurus Put boh kiam.
Jurus serangan si Tosu ini adalah satu jurus ciptaannya sendiri yang paling dahsyat daya
serangan, ia yakin Yu Wi pasti tidak mampu bertahan lagi. siapa tahu pada saat terakhir
mendadak anak muda itu memainkan jurus Put boh-kiam yang perrnah membuatnya pusing
kepala karena tak mampu mematahkannya.
Ketika pedangnya bertemu dengan tabir cahaya pedang yang dipasang Yu Wi, seketika jurus
serangan kebanggaannya itu sirna tanpa bekas, daya serangnya sama sekali tak dapat
dikembangkan.
si Tocu tua sudah terlalu apal terhadap jurus Put-hoh-kiam ini, entah sudah berapa kali pernah
dimainkan Ji Pek liong dan dirinya tidak pernah mampu membobolnya, kini setelah jurus ini
diajarkan kepada muridnya dan tetap tidak dapat membobolnya, maka betapa pedih perasaannya
sungguh sukar dilukiskan. "Awas" bentaknya segera. kembali la menyerang lagi.
Serangan ini terlehih dahsyat daripada serangan tadi, Yu Wi terkejut, ia tahu inilah jurus Haiyan-
kiam hoat. Cepat ia mainkan jurus Put-hoh-kiam dengan lebih rapat.
Ketika pedang si Tosu hertemu dengan tabir pedang Yu Wi, sekali ini ujung pedangnva dapat
menembus dan tiada tanda-tanda teralang, daya serangnya juga tidak terpatahkan. Diam-diam
hati si Tosu hergirang pikirnya. Betapapun tenaga dalam bocah ini masih cetek, kalau tidak. mana
kumampu menembus pertahanannya?
Dengan jurus ini dahulu si Tosu hanya sanggup menggetar mundur pertahanan Ji Pek liong
dan tidak dapat menembus tabir cabaya pedangnya. Tapi sekarang dia dapat membobolnya, tentu
saja sangat girang. diam-diam ia membatin, sekali ini kau harus menyerah kalah
siapa tahu. ketika ujung pedang sudah mencapai titik terakhir, rasanya lawan tetap tidak
tertusuk. keruan Tosu itu terperanjat, cepat la menarik kembali pedangnya, dan melongo kesima.
Yu Wi juga berhenti dan menarik napas, air mukanya rada pucat dan jantung masih berdebar,
pikirnya, sungguh berbahaya Apabila tabir pedang terakhir dibobol lawan, saat ini aku tentu sudah
kalah.
Kiranya jurus Put-boh-kiam itu telah dapat dilatih oleh Yu Wi sehingga mampu menaburkan
sembilan lapis tabir cahaya, jurus serangan si TosU tadi berturut-turut sudah membobol delapan
lapis cahayanya, sampai tabir kesembijan barulah habis daya serangnya. Apabila Yu Wi hanya
mampu memasang delapan lapis tabir, jelas dia pasti sudah kalah oleh si Tosu.
Mendadak terdengar Tosu itu bersiul panjang, teriaknya, "Coba lagi satu kali"
Dia tetap menyerang dengan jurus tadi, tapi serangnya bertambah kuat, melihat kehebatan
lawan, Yu Wi tidak berani lagi bertahan dengan Put-boh-kiam, tapi balas menyerang dengan jurus
andalannya. "Bu-tek kiam yang hebat" teriak si Tosu tua.
Maka terjadilah adu pedang, creng, pedang kayu Yu Wi terlepas dari pegangan. Tosu tua
tertawa panjang, kembali pedangnya menusuk pula.
Pada saat yang paling gawat ini. sekonyong-konyong Yu Wi menggunakan tangan kiri untuk
menyambar pedang kayu yang mencelat itu, berbareng iapun balas menyerang.
Hendaklah maklum, sejak tinggal di Hek-po dahulu Yu Wi sudah terbiasa berlatih pedang
dengan tangan kiri, kini serangan tangan kiri juga tidak kurang dahsyatnya.

Dari pengalaman tadi, Yu Wi menyadari tenaga dalam sendiri selisih sangat jauh dibandingkan
lawan- maka sekarang ia tidak mau lagi beradu senjata dengan si Tosu. Mendadak Tosu itu
berseru kaget, "He. Taygu-kiam?"
sungguh dia tidak menyangka jurus yang dimainkan Yu Wi dengan tangan kiri ini adalah jurus
andalan can-piso atau si kakek buntung tangan- Tapi dia tidak menjadi gugup atau bingung,
bahkan serangannya bertambah lihay
Tapi lantas terdengar lagi suara creng, kembali kedua pedang terbentur, tangan kiri Yu Wi
tidak mampu memegangi pedang kayu dan tergetar mencelat. Ia tidak sempat meraih dengan
tangan kiri, sekali ini mangan kanan yang keburu menyambar kembali pedang yang mencelat itu.
Melihat gerak perubahan Yu Wi sangat cepat dan aneh, padahal usianya masih muda, jelas
bukan hasil latihan melulu, tentu juga bakat pembawaan, mau-tak-mau si Tosu memuji,
"Kepandaian bagus"
Belum lenyap suaranya, lagi-lagi ia menyerang dengan jurus yang sama. cepat Yu Wi
melancarkan serangan balasan untuk mengimbangi serangan lawan- Dalam hati ia
memperingatkan dirinya sendiri, "Jangan sampai beradu senjata dengan dia."
Akan tetapi Hay-yan-kiam-hoat yang dimainkan Yu Wi dengan jurus yang dimainkan si Tosu
tidak banyak berselisih, hanya tenaga dalam si Tosu lebih kuat daripada Yu Wi, jika lawan sengaja
mengadu kekuatan, betapapun sukar bagi Yu Wi untuk mengelak.
Maka terdengarlah cring satu kali, pedang Yu Wi terlepas pula, tapi dengan tangan kiri kembali
sempat disambarnya.
Hati si Tosu jadi tambah heran- serunya "Jurus ini adalah jurus andalan Bu-bok so, anak
hebat, sesungguhnya ada berapa jurus Hai-yan-kiam-hoat yang kaukuasai?" sambil bicara, jurus
serangannya tidak pernah berhenti.
Diam-diam Yu Wi berpikir apabila keadaan demikian berlangsung terus, kalau meleng sedikit,
akhirnya dirinya pasti kalah.
Tiba tiba ia mendapat akal, ia mengikuti permainan pedang kilat ciptaan Kan Yo-koan, ketika
jurus Bu tek kiam pada tangan kiri baru di lontarkan, mendadak ia ubah menjadi jurus tay-gukiam,
belum selesai jurus Taygu-kiam, segera ia ganti lagi menjadi jurus Hong sui- kiam.
Dengan demikian tiga jurus itu seperti dimainkanya menjadi satu jurus, hampir pada saat yang
sama ia dia mengincar tiga tempat di tubuh si Tosu.
Dalam keadaan demikian si Tosu menjadi tidak sempat lagi menggunakan pedangnya untuk
membentur pedang kayu lawan, lambat laun ia menjadi repot.
Yu Wi tidak ayal, berturut turut ketiga jurus itu terus dimainkan, semula rasanya tidak begitu
lancar, tapi lama lama bertambah lihay.
Apapun juga jahe memang pedas yang tua. Meski dalam posisi tidak menguntungkan, si Tosu
tua masih juga bisa menilai keadaan, digunakannya keunggulan sendiri untuk menutupi
kekurangannya, ia tahu dalam hal kebagusan jurus serangan memang sukar mengalahkan anak
muda itu, harus menggunakan kekuatan yang lebih ulet untuk menghadapi lawan. segera ia
mainkan jurus Hai-yan-kiam-hoatnya dengan lebih dahsyat.
Dengan demikian, dapatlah si Tosu memantapkan keadaannya yang repot tadi, karena
terdesak oleh kekuatan lawan yang hebat, Yu Wi tidak dapat banyak bergerak lagi.
Akan tetapi Hai-yan-kiam-hoat bukan ilmu pedang biasa, satu jurus lebih banyak dikuasai,
semakin hebat pula daya serangannya. Kini Yu Wi lebih banyak menguasai dua jurus, dengan
sendirinya daya serangannya tidak kepalang hebatnya. Meski kalah ulet, melulu kebagusan Haiyan-
kiam-hoat saja dapatlah Yu Wi mematahkan setiap serangan si Tosu, maka kedudukan kedua
orang kembali dalam keadaan sama kuat.
setelah sekian lama lagi, lambat-laun hati si Tosu mulai tidak tenteram, maklumlah, dia
mainkan jurus serangannya dengan sepenuh tenaga, lama-lama terasa lelah juga.
sebaliknya Yu Wi melayani dengan cepat, bahkan berebut mendahului sehingga tidak perlu
menggunakan segenap tenaganya, pula dia masih muda, bertempur satu hari penuh juga tidak
menjadi soal, biarpun tenaga terkuras juga tidak habis seperti keadaan si Tosu sekarang, jadi
tambah lama tambah menguntungkan Yu Wi.
setelah bertempur lagi setengah jam, serangan si Tosu sekarang sudah mulai lemah, kini
tenaga yang dilontarkan paling-paling hanya tujuh bagian daripada tenaga semula,

Karena tenaga berkurang, kedudukannya jadi buruk. selangkah demi selangkah ia terdesak
mundur, kini dia cuma sanggup menangkis dan tidak mampu lagi balas menyerang. Bila
berlangsung lagi sejenak. keadaannya tentu gawat.
sekonyong-konyong Yu Wi melancarkan suatu serangan kilat, plok, dengan tepat pedang kayu
mengetuk pada kaki kiri si Tosu.
setelah mengenai sasarannya, diam-diam Yu Wi merasa menyesal. sebab ia pikir ketukan pasti
akan membuat kaki lawan cacat.
siapa tahu tubuh si Tosu tetap berdiri tegak tanpa bergeming, ketukan pedang Yu Wi itu
seperti tidak mengenai kakinya.
Keruan Yu WI terkejut, pikirnya, Apakah kakinya terbuat dari baja?
Pada saat Yu Wi sedang melenggong itulah mendadak pedang si Tosu menabas pedang kayu
Yu Wi. Ketika anak muda itu menyadari apa yang terjadi, namun sudah terlambat, terpaksa ia
menyalurkan segenap tenaga dalam pada pedang kayunya.
Terdengarlah " Cring" satu kali, kedua pedang sama-sama mencelat, Yu Wi tergetar sehingga
pergelangan tangan pegal linu dan lupa menyambar pedang yang terlepas itu dengan tangan yang
lain.
si Tosu tua juga tidak menyangka pedangnya akan terlepas dari cekalan, tangannya juga
tergetar kesemutan, diam-diam ia menyadari tenaga dalam sendiri yang telah banyak terkuras itu
sehingga sekarang tenaga mereka sama kuatnya, apabila pertarungan berlanjut lagi, tentu dirinya
kalah kuat.
Mendadak ia melancarkan suatu pukulan dengan tangan kiri, pada saat Yu Wi sedang
melengak itulah dia bermaksud menarik keuntungan untuk mengalahkan anak muda itu. Diluar
dugaan, meski pedang terlepas, Yu Wi tidak melenggong, berbareng dengan si Tosu ia pun
melancarkan suatu pukulan.
Karena sama-sama ingin menang, serangan kedua orang sama cepatnya, ketika keduanya
sama-sama menyadari apa yang akan terjadi, terdengarlah suara "blang yang keras, kedua tangan
masing2 melengket dan keduanya jatuh terduduk.
Berbareng kedua orang juga sama-sama mengerahkan tenaga, keadaan sekarang berubah
menjadi keduanya sedang mengadu tenaga murni.
Menyaksikan itu, Lim Khing-kiok merasa tidak tenteram, ia tahu dengan pertandingan cara
begini, akhirnya salah satu pasti akan terluka parah biarpun tidak mati. Tidak menjadi soal bila si
Tosu tua yang kalah, jika Yu Wi yang celaka, lantas bagaimana nasibnya sendiri nanti?
Maka cepat la mendekati mereka. serunya dengan cemas, "He, janganlah kalian bertanding
lagi Janganlah bertanding lagi. . . ."
Dilihatnya Yu Wi dan si Tosu tua itu mendadak sama memejamkan mata, jelas keduanya
hendak mengerahkan tenaga sepenuhnya. Cepat ia berseru pula, "sudahlah, kalian tiada
permusuhan apa apa. mengapa mesti mengadu jiwa cara begini?"
Tiba-tiba si Tosu membuka matanya dan berKata, "Ucapan nona memang tepat, kita tiada
permusuhan apapun, janganlah mengulangi sejarah sepuluh tahun yang lalu, akibatnva kedua
pihak sama cedera . . ."
Tosu itu menyadari tenaganya semakin lemah dan akhirnya pasti akan dikalahkan Yu Wi yang
jauh lebih muda, biarpun sekarang pertarungan kelihatan sama kuat, tapi lama kelamaan dirinya
pasti kehabisan tenaga dan kalah. Maka ia berharap pertarungan itu dapat dihentikan, bila salah
seorang kakek cacat lain ada yang datang lagi, dengan tenaga gabungan mereka tentu dapat
mengalahkan Yu Wi.
Kelihatan Yu Wi juga membuka matanya pelahan dan berkata, "Dengan ucapan cianpwe ini,
jadi Cianpwe sudah mengaku kalah dan mau mengajarkan satu jurus Hai- yan- kiam- hoatmu? "
si Tosu menjadi gusar, damperatnya, " omong kosong Mana bisa kukalah? Tidak nanti
kuajarkan Hai-yan-kiam-hoatku kepadamu"
Karena gusar, tenaganya menjadi berkurang, mukanya menjadi merah padam, sampai sekian
lama barulah ia dapat mengembalikan keadaan dengan sama kuat. Ia tidak berani lagi lengah, ia
pejamkan mata dan mengerahkan tenaga pula.
Dengan sendirinya Yu Wi juga tidak berani ayal, ia tahu pertarungan ini sangat besar artinya,
cita-cita gurunya bergantung pada pertarungan ini, supaya bisa bertambah pengetahuan satu

jurus Hai-yan-kiam-hoat agar kelak dapat bertemu lagi dengan Ko Bok ya juga besar artinya
dalam pertarungan ini. Maka dia tidak berani lengah, iapun memejamkan mata dan mengerahkan
tenaga murni.
Melihat Yu Wi tidak mau menurut pada nasihatnya, Lim Khing-kiok menghela napas gegetun,
ucapnya, "sungguh aku tidak mengerti, hanya satu jurus ilmu pedang saja mengapa dapat
merangsang Toako sehingga tidak menghiraukan keselamatan sendiri, dahulu Toako bukanlah
orang demikian ini"
Mendadak seorang menanggapi "Jika kau tidak mengerti, biarlah kuberitahukan kepada kau
perempuan hina ini"
"Ha h," Kongkong seru Khing kiok kaget.
Baru saja a bersuara, dilihatnya seorang sudah mengitar satu kali di sekeliling tempat duduk
Yu Wi dan si Tosu tua, dengan cepat sekali beberapa Hiat-to kedua orang itu sudah tertutuk.
setelah berdri tegak di tempatnya, menang betul dia ini Kongkong atau mertua Lim Khing kiok,
Pekpo poco oh Ih-hoan-
Dia mendekati Lim Khing- kiok, ucapnya dengan ketus, "Hm, kau masih punya muka untuk
memanggil Kongkong padaku?"
Khing kiok tidak menghiraukan arti yang terkandung dalam ucapan orang, dengan cemas ia
berkata, "Kau. . . kau menyerang secara licik, sungguh rendah dan tidak tahu malu, lekas kau
buka Hiat-to mereka"
"Perempuan cabul, masa kau berani memerintah diriku?" bentak oh Ih- hoan, tangannya
terangkat, kontan Lim Khing-kiok digenjotnya hingga mencelat setombak lebih jauhnya.
Dalam keadaan belum sehat Khing-kiok tidak sanggup melawan, pukulan itu membuatnya
tumpah darah, untung dia masih sempat mengelak sebisanya sehingga pukulan itu tidak
menghancurkan isi perutnya, kalau tidak. andaikan tidak mati tentu juga akan cacat selama
hidup.
Melihat pukulannya tidak membinasakan Khing-kiok. oh Ih-hoan juga tidak menambahi
pukulan lain, ia hanya berkata. "Perempuan hina, apakah kau masih punya muka untuk bertemu
dengan anakku di alam baka?"
Dengan lemah Khing-kiok menjawab, "Dalam hal apa aku mesti malu untuk bertemu dengan
anakmu?"
oh in- hoan menuding Yu Wi dan berteriak, "Di depan gendakanmu itu, masa kau masih berani
menyangkal?"
sungguh kheki Khing-kiok tak terlukiskan- dengan suara gemetar ia berkata, "Kau . .. kau. . .
kalau kau sembarangan omong lagi, segera kumaki kau. . . ." sambil bergelak tertawa oh Ih-hoan
berseru, "Haha, makilah, boleh kaumaki kalau berani"
Khing-kiok coba memandang Yu Wi, dilihatnya anak muda itu mnelungkup di tanah,
sedangkan si Tosu telentang dengan mata terbelalak sedang memandangnya.
Dalam keadaan biasa kedua orang itu tidak nanti kena ditutuk oh Ih-hoan, apa mau dikatakan
lagi, tadi mereka sedang mengadu tenaga dalam dan sukar dilarai. seperti kata pepatah: Burung
kuntul bertarung dengan kerang, si nelayan yang menangkap kedua-duanya,
dengan mudah saja mereka dapat ditundukan oleh oh Ih-hoan yang ilmu silatnya jauh di
bawah mereka.
Melihat Khing- kiok tidak bersuara lagi, dengan menyeringai oh Ih-hoan berkata pula, "Hm,
memangnya perempuan hina seperti kau juga berani memaki aku? Apakah kauminta kutelanjangi
kau lalu kucoret mukamu dengan dua huruf besar sebagai perempuan cabu1, lalu kuarak
sepanjang jalan menuju ke Hek-po, ingin kulihat muka ayahmu akan ditaruh di mana nanti?"
Ancaman ini membikin Khing- kiok menggigil ketakutan.
oh Ih-hoan sangat senang melihat Khing- kiok sedemikian takut, katanya pula, "Perempuan
hina-dina, apakah kau ingin tahu sesuatu yang menarik?"
"Tidak. tidak- aku tidak mau mendengarkan. . . ." seru Khing-kiok, ia tahu apa yang akan
dibicarakan mertuanya itu pasti tidak enak didengar.
Tapi Ih-hoan lantas menjengek. "Huh, masakah urusan gendakmu itupun tidak menarik
bagimu?"

Dalam hati Khing-kiok diam-diam sudah menganggap Yu wi sebagai suaminya, maka segala
sesuatu yang menyangkut Yu Wi tentu saja menarik perhatiannya, ia heran urusan apakah yang
bersangkutan dengan dia? Ia lantas diam dan tidak membantah. "Hm, apakah kau tahu, kekasih
gendakmu itu tidak cuma kau seorang saja. . . ."
" omong kosong" teriak Khing-kiok tanpa pikir sebelum lanjut ucapan oh Ih-hoan.
"omong kosong?" jengek Ih-hoan. "Dengan sendirinya kau harap aku cuma omong kosong.
Tapi kenyataan memang begitu, tidak percaya juga harus percaya."
Khing-kiok menutup telinganya dan berseru, "Tidak. aku tidak mau mendengarkan ocehanmu"
oh Ih-hoan tidak menghiraukan dia, sambungnya lagi, "Apakah kau tahu apa sebabnya tanpa
menghiraukan keselamatan sendiri gendakmu bertekad ingin mengalahkan Tosu ini?"
Pembawaan Khing-kiok memang serba ingin tahu, seperti waktu kecilnya dia memaksa Yu Wi
melongok sebuah lubang batang pohon apakah disitu terdapat siluman atau tidak. semua ini
memperlihatkan sifatnya yang sok ingin tahu. Maka sekarang iapun melepaskan telinganya dan
bertanya, "Apa sebabnya?"
"sebab kalau dia menang, dia dapat belajar lagi satu jurus Hanyan-kiam-hoat dari Tosu ini,"
tutur oh Ih-hoan-
Hal ini sudah didengar Khing-kiok tadi, jadi bukan rahasia lagi baginya.
Melihat air muka Khing kiok, tahulah Ih hoan apa yang dipikirnya. Dengan tertawa ia berkata
pula, "Tapi apakah kau tahu, untuk apa dia ingin belajar jurus Haiyan-kiam-hoat itu?"
Mendadak Khing kiok bertanya kepada Yu Wi Toako, "kau tidak berhalangan bukan?"
oh Ih hoan menjadi gusar, sekali depak Yu Wi ditendangnya terpental, jengeknya, "Hm, tujuh
tempat Hiat-tonya kututuk. kalau tidak dibuka, biarpun dewa juga tak dapat menolongnya,
Perempuan hina, jangan kau harap dia akan siuman dan bergerak dengan sendirinya. sebaiknya
kau tunduk kepada perintahku."
Mendadak si Tosu menyeletuk. "Ah, juga belum tentu betul. Asalkan mahir Ciong-hiat-hoat
(ilmu membobol tutukan), tidak sulit untuk melancarkan Hiat-to sendiri"
" Kalau mampu boleh kau coba." jengek oh Ih-hoan. Tosu tua diam saja.
Dengan bangga Ih-hoan berkata pula, "Tutukan orang she oh masakah dapat dilancarkan
dengan begitu saja? sekalipun tokoh nomor satu seperti nikoh bangsat It-teng, bila tertutuk olehku
juga jangan harap akan dapat membobolnya sendiri, apalagi cuma Jit-can-so?"
si Tosu tahu ucapan oh Ih-hoan itu bukan omong besar.
Maklumlah, seorang ahli Tiam-hiat tidak berarti pasti mampu membobol Hiat-to sendiri yang
tertutuk. apalagi ilmu menutuk oh Ih-hoan memang juga lain daripada yang lain, sekalipun it-teng
sin-ni juga belum tentu mampu membuka Haitto sendiri yang tertutuk.
Tiba-tiba Khing kiok menghela napas dan berkata, "Dia tidak ada permusuhan apapun dengan
kau, hendaklah jangan kau bikin susah mereka"
Ih-hoan mendengus, ia pandang Yu wi dengan menghina, lalu berkata, "Bocah ini memang
pandai main cinta, demi bertemu dengan kekasihnya, dia tidak sayang mengadu jiwa dengan jitcan-
so yang termashur. Keberaniannya sungguh mengagumkan dan harus dipuji."
"Kekasihnya apa?" tanya Khing-kiok dengan terkesiap.Jelas dia merasa cemas oleh keterangan
oh Ih-hoan itu.
"Perempuan hina," damprat Ih-hoan dengan tertawa. "Memangnya kau kira hanya kau saja
yang bergendakan dengan dia? Huh, bisa jadi ada beberapa orang pacarnya."
"Tidak. aku tidak percaya Aku tidak percaya" seru Khing-kiok.
Sejak kecil dia sudah bergaul dengan Yu Wi dan saling mencintai. ia cukup kenal watak Yu Wi
yang alim dan tidak suka sembarangan terhadap orang perempuan, apalagi mengadakan
gendakan dengan perempuan lain-
Ih-hoan lantas menjengek. "Hm,jadi kau tidak percaya? Biar kukatakan, perempuan itu
bernama Ko Bok ya, murid si Nikoh bangsat It-teng. Waktu Nikoh bangsat itu mengetahui
muridnya bergaul dengan bocah she Yu ini, dia membawa muridnya itu ke gunung dan berkata
padanya, apabila dia ingin bertemu dengan perempuan itu, maka dia harus belajar lengkap
kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat. sedangkan orang yang mahir kedelapan jurus Hai-yan-kiamhoat
secara lengkap itu, kecuali si Nikoh bangsat sendiri hanyalah Jit-can-so saja."

Khing-kiok jadi teringat kepada pertemuannya dengan Yu Wi di Hek-po dahulu, dimana dirinya
telah dibikin marah oleh sikap dingin anak muda itu sehingga lari masuk ke kamar, akan tetapi
dalam hati tetap sangat ingin melihatnya, maka diam-diam ia mengintip pula dari balik pintu
angin, dilihatnya sang ayah menyergap Yu Wi, dirinya sangat terkejut, selagi bermaksud
menolongnya, tiba-tiba dilihatnya si Kongcu cakap penyamaran anak perempuan itu melayang
maju dan menyelamatkan Yu Wi.
Kalau dipikirkan sekarang, ilmu silat perempuan yang menyamar sebagai Kongcu itu memang
tinggi sekali, sampai kedua susiok ayah juga bukan tandingannya, jangan-jangan orang itulah
murid It-teng sin-ni? Jangan-jangan demi nona itulah Yu Wi rela mengorbankan jiwanya?
Teringat pula olehnya Yu Wi meminta dengan sangat agar dirinya mengajarkan jurus siang-sim
kiam, teringat juga waktu kecilnya dirinya bermaksud mengajarkan kepada anak muda itu ilmu
silat yang baru dipelajarinya dari sang ayah, tapi ditolak. sekarang dirinya tidak mau mengajarkan
sebaliknya anak muda itu malah memohon belajar. selisih antara kedua kejadian ini sungguh
teramat besar.
Makin dipikir makin tidak enak perasaan Khing-kiok, mendadak dia mendekap kepalanya diatas
batu dan menangis tersedu-sedan.
oh iH hoan tertawa, katanya, "Hahaha, kiranya ada waktunya kau pun berduka dan menangis,
hahahaha . . . ," setelah tertawa. sejenak. lalu la berucap pula dengan gemas, "tapi waktu anakku
mati kenapa tidak kau cucurkan air mata setetes pun? Perempuan cabul, tindakanmu sekarang ini
sama saja seperti mengakui kebenaran tuduhanku?"
Mendadak ia menghantam punggung Khing kiok, kontan nona itu menjerit dan jatuh pingsan.
Ih hoan tepuk-tepuk tangannya, lalu berucap dengan gemas, "Matilah kau masih untung kau
mati cara begini - -"
si Tosu pun meggeleng kepala, katanya, "Kejam, sungguh kejam Berbuat sekeji ini terhadap
seorang perempuan lemah, bila diketahui ksatria seluruh dunia, entah hendak ditaruh di mana
muka Pocu ini?"
oh Ih hoan berpaling dan menjawab, "Apa yang kulakukan di sini, siapa di dunia ini yang
tahu?"
"Meski tempat ini adalah puncak gunung yang sunyi dan terpencil," ujar si Tosu tua dengan
pelahan, "tapi kata pepatah, bilamana ingin orang tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat."
"Huh, pepatah itu tidak kupercaya," ucap Ih hoan dengan terkekeh. "Yang jelas apabila
kubinasakan semua orang yang berada di sini. lalu siapa lagi yang tahu?"
Mendengar ancaman ini, si Tosu ternyata tidak menjadi takut, sebaliknya berkata pula dengan
pelahan, "Tapi Tosu tua masih ingin hidup lebih lama beberapa tahun lagi dan tidak ingin mati
sekarang."
Mendadak air muka oh Ih-hoan berubah menjadi ramah tamah, ucapnya dengan mengulum
senyum, "Padahal nama Jit-can-so termashur di seluruh dunia, orang she oh berharap akan dapat
berkawan dengan mereka, masa berani bertindak kurang horrnat kepada Cianpwe, untuk
selanjutnya masih diharapkan cianpwe suka banyak memberi petunjuk."
si Tosu tua sudah kenyang makan asam-garam kehidupan, dari nada ucapan oh Ih-hoan itu
segera ia paham apa artinya, dengan tersenyum ia bertanya, "Kau tidak membunuhku, ada
permintaan apa?"
Ih-hoan tertawa cerah, jawabnya, "Tak dapat kukatakan sebagai permintaan, hanya dalam hal
ilmu silat saja ingin kumohon petunjuk kepada Cianpwe."
si Tosu tua adalah seorang lelaki cemerlang, dia paling benci kepada orang yang suka putar
lidah, dengan tidak sabar ia tanya, "Kau ingin minta petunjuk apa dariku?"
"Konon- . . konon cianpwe mahir sejurus Hay yan-kiam-hoat, entah betul atau tidak?" tanya oh
Ih-hoan dengan ragu.
Namun si Tosu menjawab terus terang, "Betul. Tapi perlu kukatakan, ilmu silat lain dapat
kuberi petunjuk. hanya satu jurus ini saja, betapapun kau bicara tidak nanti kuajarkan padamu."
senyuman oh Ih-hoan seketika lenyap. ucapnya, "Tapi orang she oh justeru berharap Cianpwe
suka mengajarkan satu jurus ilmu pedang itu." Tosu tua itu hanya mencibir tanpa menjawab.
Ih hoan lantas menyambung "Jika Cia npwe masih ingin hidup, hehe, kukira tiada jalan lain
kecuali harus ditukar dengan jurus ilmu pedang itu."

"Hahahaha " si Tosu bergelak tertawa, "Apakah kau hendak memeras diriku? Hendaknya kau
tahu, Thi-kah-sian bukanlah manusia yang mudah diperas"
"Tapi kalau kaki kanan cianpwe kubikin cacat lagi, apakah nanti masih. dapat disebut Thi kah
sian?" ucap oh Ih-hoan dengan seram.
si Tosu tetap tertawa, jawabnya "Jika hendak kau bacok kaki kananku, boleh silakan"
"Kau tidak mau mengajarkan jurus ilmu pedang itu?" teriak Ih-hoan.
"Tidak." jawab si Tosu tegas. "Kaki kiriku sudah buntung, kalau kaki kanan juga buntung,
akan kupasang pula kaki palsu supaya lengkap. Dengan demikian jadi lebih sesuai dengan
julukanku sebagai Thi-kah sian."
oh Ih-hoan mencabut goloknya dan melangkah mAju, ancamnya, "HM, kau kira hanya sebelaH
kakimu saja yang akan kutabas? Huh, tidak semurah itu."
"Paling paling juga selembar-jiwaku" ucap si Tosu dengan tak acuh.
"Mau mengajar atau tidak?" teriak Ih-hoan dengan menyeringai, goloknya berkelebat di depan
hidung si Tosu.
Namun Tosu itu malah mengejek, "Apakah kau tuli dan minta kuulangi berapa kali? sudah
kukatakan, ilmu pedang ku tidak nanti kuajarkan kepada manusia yang tidak berbudi."
"seumpama betul orang she oh adalah manusia tak berbudi juga harus kau ajarkan ilmu
pedangmu padaku" kata Ih-hoan-
"Ha h a, kau punya muka atau tidak?" ejek si Tosu sambil tertawa.
"Dalam hal apa aku tidak punya muka (tidak tahu malu)?" jawab Ih-hoan- "Asalkan Hai-yankiam-
hoat adalah milik keluarga oh, dengan cara bagaimanapun harus kubikin kau mengajarkan
sejurus ilmu pedangmu itu."
"Huh, sungguh tidak tahu malu," jengek si Tosu. "selamanya belum pernah terdengar bahwa
keluarga oh dan Pek-po mahir memainkan ilmu pedang. Kalau mau membual hendaknya yang
masuk akal dan tahu batas."
Ih-hoan menghela napas panjang, mendadak ia duduk di depan si Tosu dan berkata, "Hai-yankiam-
hoat semula sebenarnya bernama Hai yan-to hoat. . ."
"Tentu saja," tukas si Tosu "Jika diakui sebagai ilmu kepunyaan keluarga oh, tentu saja Kiam
hoat harus berubah menjadi To-hoat, ka1au tidak. bukankah gigi para ksatria di dunia ini akan
copot saking gelinya bila mendengar bualanmu ini?"
Namun oh Ih-hoan tidak menghiraukan sindiran si Tosu, ia menyambung lagi, "siapakah di
dunia sekarang ini yang mengetahui bahwa Hai-yan-kiam-hoat aslinya adalah Haiyan-tohoat
keluarga oh kami. ..."
"Wah, bualan yang semakin mendekati akal," jengek si Tosu.
"Dan siapa lagi yang tahu bahwa pada ratusan tahun yang lalu, tokoh nomor satu di dunia ini
adalah orang keluarga oh kami?"
Mendadak air muka si Tosu berubah menjadi serius, ia tanya, "oh It-to itu apa mu?"
"Moyangku" jawab Ih-hoan dengan gegetun.
"oo?" si Tosu bersuara kejut. "Wah, tampaknya obrolanmu tambah mendekati kebenaran."
"Dahulu kakek moyangku itu termasbur didunia, tatkala mana si Nikoh bangsat Itteng itu baru
seorang genduk cilik ingusan. Entah mengapa moyang telah jatuh cinta padanya. Padahal usia
moyang sedikitnya dua tiga puluh tahun lebih tua, betapapun keduanya tidak setimpal.. ."
Ih hoan berhenti sejenak. agaiknya sedang menimbang cara bagaimana dia barus bercerita
supaya suatu kisah cinta ganjil yang jarang diketahui oleh dunia Kangouw dapat diuraikannya
dengan jelas.
Kini si Tosu tidak menimbrung lagi, dia mendengarkan dengan cermat.
Maka Ih-hoan melanjutkan ceritanya, "Cinta kakek kepadanya sangat mendalam, tapi
sebaliknya sedikitpun dia tidak cinta kepada kakek. namun lahirnya tidak memperlihatkan apa-apa,
jelas hal ini disebabkan dia mengetahui kakek mempunyai delapan jilid To-boh (kitab pelajaran
ilmu golok). Dari kedelapan To-boh inilah ilmu golok kakek moyang kami menciptakan nama Haiyan-
to-hoat. Dengan kedelapan jurus ilmu golok ini kakek malang melintang di dunia Kangouw
tanpa tandingan, dengann sendirinya beliau sangat sayang terhadap kedelapan jilid kitab
pusakanya dan tidak sembarangan diperlihatkan kepada siapapun-"

"sebelum menjadi Nikoh, It-teng aslinya bernama Thio Giok-tin. Dia pura-pura cinta kepada
kakek sehingga. kakek lupa daratan, lupa isteri dan meninggalkan anak di rumah, sepanjang hari
hanya mendampingi dia...."
"Agaknya pada waktu mudanya Thio Giok-tin pasti sangat cantik dan molek ...." ucap si Tosu
dengan gegetun-
"sudah tentu cantik molek. cuma sayang, hatinya justeru berbisa . ." kata Ih-hoan- "Dan kakek
justeru dicelakai oleh kekejiannya. Pada waktu kakek sudah lengket dengan dia, pada saat itulah
dia minta kakek mengajarkan Hai-yan-to-hoat padanya. Dengan sendirinya kakek menyatakan Tohoat
itu tidak dapat diajarkan kepadanya."
Maka dia lantas meninggalkan kakek, karena kakek sudah tergila-gila padanya dan tidak dapat
berpisah lagi dengan dia, kakek terus mencarinya dan akhirnya bertemu serta minta hubungan
mereka diperbaiki pula. Tapi Thio Giok-tin mengajukan syarat. yakni, To-hoat harus diajarkan
padanya, kalau tidak. putus hubungan- Berulang kakek menjelaskan bahwa To-hoat tidak mungkin
diajarkan padanya, tapi Thin Giok-tin tidak percaya dan tetap ngotot dengan syaratnya.
Kakek tanya cara bagaimana baru dia mau percaya. Thio Giokstin menuang secawan arak
berbisa, katanya apabila benar kakek mencintanya dengan hati murni, maka arak berbisa itu
supaya diminumnya. Waktu itu Lwekang kakek sudah tidak ada taranya, arak berbisa umumnya
tidak mungkin dapat meracuni beliau. Maka tanpa sangsi segera ia tenggak habis arak itu.
Tak diketahuinya hati Thio Giokstin itu memang keji sekali, rupanya dia merasa tiada gunanya
lagi memohon secara halus, maka timbul pikiran jahatnya akan meracuni mati kakek. Benarlah
sehabis minum arak berbisa itu, tidak lama kemudian kakek jatuh pingsan. Kiranya arak itu telah
diberi racun nomor satu di dunia ini, yaitu racun yang terbuat dan Kim- kiok- hoa (seruni emas).
Betapapun kuat tenaga dalam kakek tetap tidak mampu menahan racun jahat Kim- kiok- hoa.
sama sekali kakek tidak menduga hati Thio Giok-tin sedemikian keji, maka arak racun itupun telah
meruntuhkan nama keluarga oh.
setelah kakek pingsan, Thio Giokstin menggeledah badan kakek dan menemukan kedelapan
jilid kitab pusaka ilmu golok. Tidak kepalang girang Thio Giok-tin, ia sangka kakek sudah mati,
tanpa menghiraukan jenazahnya, pada waktu mau pergi dia malah menambahkan sekali tusukan
pedangnya pada dada kakek.
"Padahal kakek tidak mati seketika, tusukan pedang Thio Giok-tin sebelum pergi itu malah
menyadarkan kakek yang pingsan itu dan juga menyadarkan pikirannya, baru diketahui kakek
bahwa Thio Giok-tin sama sekali tidak cinta padanya. Kakek lantas teringat kepada isteri tercinta
yang masih menunggu di rumah, dengan sekuat tenaga beliau berusaha pulang dan menceritakan
apa yang terjadi kepada nenek.
Kuatir ilmu golok keluarga akan putus turunan, kakek bermaksud. menulis ilmu golok yang
masih dapat diapalkannya itu, tapi baru satu jilid ditulisnya, karena luka tusukan di dada itu terlalu
parah, beliau tidak tahan dan mengembuskan napas terakhir. satu jilid kitab ilmu golok itu ditulis
kakek dalam keadaan lemah, dengan sendirinya ada beberapa bagian kurang sempurna. Ada lima
orang pamanku telah berusaha mempelajarinya dan menciptakannya menjadi satu jurus dan
dicampurkan dalam Toan-bun-to. . . ."
"o, pantas Toan-bun-to juga disebut Ngo hou-toan-bun-to, tukas si Tosu, kiranya intinya
terletak pada lima gerakan yang diciptakan Nao-hou (lima harimau, maksudnya lima jagoan) itu,
tentunya kelima gerakan ini sangat lihay "
Jilid 14
Ih-hoan menggeleng, katanya.
"Kelima gerakan ini hanya mengutamakan bertahan, betapa bagusnya juga tidak berguna
untuk mengalahkan musuh...."
si Tosu pikir mungkin kelima gerakan ini sama dengan jurus Put-boh-kiam andalan ji Pek liong
itu, maka tukasnya pula
"juga belum tentu betul. Apabila aku mahir kelima gerakan itu tentu aku takkan dikalahkan
oleh dia."
Dia yang dimaksud si Tosu tua ialah Ji Pek-liong, hal ini tidak diketahui oleh oh Ihhoan, dia
menghela napas dan berkata.

"Kelima gerakan itu jelas tak berguna, buktinya, menghadapi bocah itu saja aku tidak mampu
bertahan."
Waktu Tosu tua mengikuti arah yang ditunjuk oh Ihi hoan, yang dimaksud kiranya yu Wi, Saat
itu yu Wi rebah telungkup dan tidak bergerak, si Tosu menjadi heran dan berseru,
"He, murid Ji Pek Liong"
yu Wi tetap tidak bergerak.
Maka Ih hoan lantas menyambung ceritanya.
"Seharusnya, kalau kakek dicelakai orang dan nenek memberitahukan kejadian itu kepada
anak-cucunya, kami yang menjadi anak-cucu pantasnya berusaha
menuntut balas. Tapi kami tahu, selama Hai-yanto-hoat tidak dapat kami pelajari secara
lengkap.selama itu pula jangan harap akan dapat mengalahkan si Nikoh bangsat Itteng."
"Ada dua pamanku telah mati di tangan Nikoh bangsat itu gara-gara ingin menuntut balas,
seterusnya, biarpun tahu jelas pada Nikoh bangsat itulah tersimpan kitab pusaka lima golok
keluarga oh kami, tapi siapa yang berani mencari perkara kepada musuh yang jauh iebih lihay?
Padahal Nikoh bangsat itupun tidak berguna mendapatkan kitab pusaka ilmu golok Hai yan-tohoat,
sebabnya kakek menolak untuk mengajarkan ilmu golok itu padanya justeru lantaran lima
golok itu mengutamakan kekuatan lahiriah yang hanya terdapat pada kaum lelaki, orang
perempuan tidak mungkin dapat meyakinkannya, kalau memaksa untuk berlatih malah akan
mengganggu kesehatannya, sekarang meski To-hoat telah diganti dengan nama Kiam-boat, dia
tetap tidak mampu berlatih dan menguasainya."
"eh, agaknya inilah salah satu alasan mengapa oh It-to tidak mau mengajarkan ilmu goloknya
kepada Thio Giok-tin," kata si Tosu.
"Tapi masih ada satu alasan lain, apakah kau tahu?"
"Memangnya alasan apa?"
"Masa kau tahu,"
"sebaliknya aku malah tidak tahu." ujar Ih-hoan.
Tosu tua mendengus, katanya,
"Hm, meski oh It-to mencintai Thio Giok-tin dengan setulus hati, tapi dia juga seorang yang
bijaksana dan dapat berpikir panjang, ia tahu jiwa Thio Giok-tin tidak baik, apabila ilmu golok sakti
dikuasainya dan digunakan melakukan kejahatan di dunia persilatan, tentu tidak ada orang lain
lagi yang mampu menundukkan dia-"
"omong kosong Mana ada alasan begitu?" kata Ih-hoan.
"Hm, alasan ini jelas dan gamblang," jengek si Tosu.
"Kau telah mengoceh setengah meski dapat membuat kupercaya penuh Hai-yan kiam-hoat
asalnya adalah ilmu pusaka keluarga oh kalian, akan tetapi akupun sependapat dengan oh It-to,
satu jurus pedangku ini tidak dapat kuajarkan kepada orang jahat."
"Maksudmu aku ini orang jahat" teriak Ih-hoan dengan murkasi
Tosu tua tertawa dingin beberapa kali, ucapnya
"jiwamu kotor tidak dirasakan olehmu sendiri tapi aku dapat melihatnya dengan jelas, maka
jangan kau harap akan mengincar Hai-yan-kiam-hoatku,"
Tidak kepalang gusar Ih-hoan, percumalah dia menceritakan rahasia kakek moyangnyahasilnya
ternyata nihil- Dengan gemas goloknya terus membacok kaki kanan si Tosu sambil
berteriak.
"Baik, biar kutamatkan kedua kakimu"
selagi golok hampir mengenai sasarannya, mendadak dari belakang menyambar tiba sebatang
pedang dan tepat membentur pedangnya- Kuat sekali sambaran pedang ini sehingga golok
tergetar ke samping.
"oh" Ih-hoan berpaling, dilihatnya yang menangkis serangannya dengan pedang adalah yu Wi,
keruan ia terkejut dan berseru,
"He, ken.. kenapa kau dapat bergerak?"
"Memangnya kau kira di dunia ini tidak ada orang mampu membobol Hiat-to yang kau tutuk?"
jengek yu Wi,
"Mungkin ada, tapi aku tidak percaya kau mempunyai kemampuan ini" teriak Ih-hoan.
"Iakta sudah nyata, tidak mau percaya juga harus percaya," jawab yu WiKANG
ZUSI website http://kangzusi.com/
Karena merasa terima kasih pada yu Wi yang telah menyelamatkan kaki kanannya, si Tosu
lantas memuji,
"sungguh hebat kau. Nak"
Padahal yu Wi tidak sungguh-sungguh mampu membobol Hiat-to yang ditutuk oh Ih-hoan tadi,
soalnya dia melatih Thian- ih-sin- kang. ilmu sakti baju langit, ilmu ini mempunyai suatu kesaktian
yang khas, yaitu kalau sudah terlatih cukup sempurna, maka orangnya seolah-olah memakai
selapis baju sakti yang tidak takut kepada serangan dari luar-
Meski Thian-ih-sin-kang yang dilatih yu Wi belum mencapai puncaknya, tapi tenaga tutukan oh
Ih-hoan tadi telah banyak dipunahkannya sehingga ketujuh tempat sang tertutuk itu tidak terlalu
gawat baginya, setelah diam-diam ia mengerahkan tenaga dalam dan akhirnya dapatlah dibobol
dan lancar kembali-
Melihat gelagatnya, Ih-hoan menyadari keadaan tidak menguntungkan, sukar baginya untuk
menghadapi yu Wi, tapi dia masih penasaran, segera ia membacok pula sambil berteriak,
"Bayar jiwa anakku"
yu Wi memainkan Hai-yan-kiam-hoat, hanya sekali dua kali gebrak saja dapatlah oh Ih hoan
diatasi, dia berbalik menutuk tujuh tempat Hiat-to orang sehingga roboh tak bisa berkutik.
Tapi meski sudah menggeletak di tanah, oh Ih-boan masih terus memaki,
"Huh, tidak tahu malu, mengalahkan diriku dengan kungfu khas keluarga oh kami, terhitung
orang gagah macam apa?"
"Ilmu silat didunia ini berasal dari satu sumber yang sama, memangnya kungfu kebanggaan
keluargamu tidak boleh kupelajari?" jawab yu Wi-
Bantahan ini membikin bungkam oh Ih-hoan.
yu Wi lantas mendekati si Tosu dan membuka Hiat-to yang tertutuk. segera Tosu tua itu
melompat bangun.
Belum lagi Tosu itu bicara, cepat yu Wi melompat kesamping Khing-kiok dan memondongnya,
terlihat muka dan dadanya berlumuran darah- Karena pedihnya hampir saja pondongan yu Wi
terlepas.
"Jangan berduka, dia takkan mati." kata si Tosu tua ikut mendekatinya.
yu Wi memeriksa keadaan Khing-kiok, terasa masih bernapas, serunya dengan girang,
"ya, tidak mati, dia tidak mati Terima kasih kepada Thian (langit) dan Te (bumi)"
Tosu tua mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, setelah tiga lapis kain pembungkus dibuka,
didalamnya ada sebuah kotak kayu kecil. Dengan hati-hati kotak kecil itu dibuka dan
dikeluarkannya satu tangkai bunga teratai berwarna putih mulus, ditengah kuntum bunga ada satu
butir biji bunga.
"Lekas minumkan" kata si Tosu cepat.
yu Wi tahu obat ini adalah teratai salju yang sangat berharga dan khusus dapat
menyembuhkan luka dalam yang parah. ia tidak sempat mengucapkan terima kasih, segera biji
teratai itu dijejalkan ke dalam mulut Khing-kiok.
Bibir Khing-kiok terkatup rapat, dan belum sadar- Setelah biji itu dijejalkan entah ditelan atau
tidak- supaya benar-benar masuk ke dalam perut, yu Wi tidak pikirkan adat lagi, menyelamatkan
jiwanya lebih penting segera ia gunakan mulutnya dan mengilirkan ludah sendiri ke dajam mulut
Khing-kiok, dengan demikian supaya biji teratai salju dapat tertelan ke dalam perut.
"Hm, betapa mesranya kaupeluk anak menantuku itu, kau tahu malu tidak?" jengek Ih-hoan
tiba-tiba
"Anak menantumu?" teriak yu Wi dengan gusar.
"Kau masih berani mengakui dia sebagai menantumu?"
Biji teratai salju itu sungguh sangat mujarab, baru sebentar di minum oleh Khing-kiok, segera
nona itu siuman terus merangkul yu Wi erat-erat sambil berseru.
"Tolong Toako Tolong Toako..."
yu Wi tepuk-tepuk bahu si nona dan menghiburnya
"jangan takut, jangan takut Toako akan membela kau."
Terdengar oh Ih-hoan berkata pula,
"Anakku menikahi dia secara resmi, meski dia tidak rela, betapapun dia sudah anggota
keluarga oh kami, memangnya sebagai ayah mertua aku tidak boleh menghajar menantu?"

"Aku tidak...tidak mau menjadi menantu orang, ayah Aku emoh" seru Khing-kiok sambil
meronta-rontayu
Wi tahu si nona belum lagi sadar sama sekali, apa yang diucapkannya jelas ditujukan
kepada Lim sam-hanpada saat sebelum dinikahkan dengan oh Thian-sing. Nyata nona ini memang
harus dikasihani, perjodohannya dengan keluarga oh ternyata tidak dilakukannya dengan sukarela.
Mata yu Wi menjadi basahi ia tutuk Hiat-to tidur si nona agar tidak mengingau lagi, lalu
katanya terhadap oh Ih-hoan dengan mata melotot, "Menghajar menantu juga harus tahu batas,
masakah dilakukan sekejam itu? Kuberitahukan padamu, dia bukan lagi orang keluarga oh"
"Hahaha, hehe," oh Ih-hoan tertawa mengejek
"Memangnya hendak kaujadikan dia orang keluarga yu? Hm, pergendakan kalian tak mampu
kuatasi, tapi bila menantuku akan kau ambil sebagai orang keluarga yu, betapapun tidak
kuizinkan."
Hendaklah dimaklumi, adat perkawinan pada jaman itu sangat ketat. Meski anak oh Ih-hoan
sudah mati, sebagai ayah mertua, kalau dia tidak memutuskan ikatan perkawinan anaknya itu,
betapapun Lim Khing-kiok harus menjanda dan tidak boleh kawin lagi.
sudah tentu yu Wi tidak bermaksud akan memperisterikan Khing-kiok, iapun tidak pernah
memikirkan hal ini, ia menjadi gusar karena ucapan oh Ih-hoan itu, damperatnya,
"Jika kau sembarang a n mengoceh lagu, segera kurontokkan gigimu"
Tapi oh Ih-hoan tetap bicara dengan bandel,
"yang satu lelaki bangsat, yang lain perempuan anjing, jadinya pasangan setimpal. Nah, tetap
akan kumaki, mau apa kau?"
saking gemasnya yu Wi terus berjongkok dan hendak menghantam. Tapi mendadak teringat
anaknya sudah mati, ia menjadi tidak tega untuk menghantamnya lagi, sebaliknya ia malah
membuka Hiat-to yang ditutuknya tadi, katanya dengan menyesal,
"Sudahlah, lekas kau pergi saja"
Ih-hoan berdiri dan mengebas debu yang mengotori bajunya, lalu bicara dengan rada kikuki
"Pergi atau tidak adalah urusanku, siapapun tidak perlu ikut campur."
Tapi setelah berdiri sejenak disitu, ia jadi malu sendiri, sebab kalau bertempur terang bukan
tandingan orang, terpaksa harus menunggu kesempatan baik di kemudian hari apabila ingin
menuntut balas, Ia lantas memutar tubuh dan melangkah pergi.
Tiba-tiba yu Wi teringat sesuatu, serunya,
"He, coba katakan dulu, dari mana kau tahu tujuanku belajar Hai-yan-kiam-hoat adalah untuk
bertemu dengan Bok Ya?"
Ia pikir kalau jejaknya dapat diketahui orang tidaklah terlalu mengherankan, tapi isi hatinya
juga diketahui orang, inilah yang aneh.
sembari berjalan oh Ih-hoan mendengus,
"Hm, sahabat-baikmu sendiri yang memberitahukan padaku, mereka mengkhianati kau, silakan
kau bunuh saja mereka-"
yu Wi menunduk dan berpikir, teringat olehnya un siau dan ciang Ti, jangan-jangan mereka
itulah yang menyiarkan kejadian dibawa perginya Bok ya oleh It-teng sin-ni itu-Namun iapun tidak
percaya kepada keterangan oh Ih-hoan, ia pikir tujuan un siau dan Ciang Ti itu pasti bermaksud
baik baginya. Waktu ia angkat kepalanya, ternyata oh Ih-hoan sudah pergi jauh.
yu Wi menaruh Khing-kiok ketanah, katanya terhadap si Tosu tua sambil memberi hormat,
"Terima kasih atas soat-lian (teratai salju) pemberian cianpwe tadi- Pertarungan kita tadi
belum jelas menang dan kalah, marilah kita ulangi kembali-"
Tosu tua berpikir sejenaki katanya kemudian sambil menggeleng,
"Kita tidak perlu bertanding lagi."
"sebab apa?" tanya yu Wi-
Tosu itu tidak lantas menjawab, tapi bertanya malah,
"Can-pi-so dan Bu-bok so berada dimana? Mengapa mereka mengajarkan ilmu pedangnya
kepadamu?"
"Mereka sudah meninggal dunia." jawab yu Wi dengan menyesal. Lalu diceritakanlah segala
apa yang terjadi atas kedua kakek itu.

Tosu tua itu menghela napas panjang, ucapnya,
"Diantara jit-can-so kini hanya tersisa aku seorang saja, apa pula yang perlu kuperjuangkan?
Kalau Can-pi-so dan Bu-bokiso telah mengajarkan ilmu pedangnya padamu, biarlah akupun
mengajarkan kepadamu."
Tapi yu Wi lantas menggoyang tangan, jawabnya,
"Tidaki sebelum kalah dan menang menjadi jelas, Wanpwe tidak berani memohon cianpwe
mengajarkan ilmu pedangmu."
Tosu itu menghela napas, katanya,
"Bertanding apa lagi? usiamujauh lebih muda dari padaku, sudah beratus jurus tidak dapat
kukalahkan, sejak tadi aku sudah mengaku kalah, dengan sendirinya harus kuajarkan ilmu
pedangku kepadamu-"
yu Wi pikir guru sendiri belum meninggal, hal ini harus diberitahukan kepada Tosu itu.
Tapi sebelum dia bertutur, tosu tua itu berkata pula,
"Kesatria lahir dari orang muda, dunia ini adalah milik kalian, sudah lama tua bangka semacam
diriku ini harus mengundurkan diri Nah, lekas belajar jurus pedangku ini agar cita-citaku dapat
kulunasi-"
segera ia pegang pedangnya dan berseru,
"Awas, lihatlah yang jelas"
Pelahan ia lantas memainkan satu jurus ilmu pedangnya itu, kemudian berkata.
"Jurus Hai-yan-kiam-hoat ini sengaja kuberi nama Tai-liong-kiam."
"Tai-liong-kiam" yu Wi mengulangi nama itu. Diam-diam ia memuji keperkasaan nama ilmu
pedang itu.
Pada hari ketiga, Tai-ong-kiam sudah dapat dilatih dengan sempurna oleh yu Wi-selama duatiga
hari ini luka Khing-kiokjuga sudah mulai sembuh, bila dirawat lagi sekian lama tentu akan
sehat seluruhnya.
sore hari ketiga itu Thi-kah-sian pergi meninggalkan yu Wi, sebagai seorang Tosu, hidupnya
mengembara tanpa tempat kediaman yang tetap dan juga tiada tempat tujuan tertentu. Waktu
berpisah dia hanya menyatakan akan bertemu pula apabila ada jodoh-
Pepohonan dipuncak gunung itujarang-jarang tapi binatang dan burung liar cukup banyak-
Karena ingin menyelami lebih mendalam Tai-liong-kiam yang baru saja dikuasainya itu, yu Wi tidak
terburu-buru untuk pergi, maka setiap hari dia menangkap beberapa ekor burung sekedar bahan
makanan, dengan tekun ia latih lebih sempurna ilmu pedangnya-
Keadaan Khing-kiok masih lemahi selama yu Wi tidak menyinggung urusan berangkat, iapun
tidak bertanya, yu Wi tidak bicara padanya, iapun tidak mengajak bicara-
Pada hari kelima, yu Wi percaya Tai-liong-kiam sudah tidak ada persoalan lagi, benar-benar
telah dikuasainya dengan baik- Teringat kepada Bok ya, seketika timbul hasratnya untuk
berangkat, ia menjadi gelisah dan berkata kepada Khing-kiok,
"Marilah kita pergi dari sini"
Kata ini adalah kalimat pertama selama empat hari ini yu Wi bicara dengan Khing-kiok-
Nona itu memang sedang kesal setengah mati, dalam hati lagi mendongkol, maka ia lantas
menjawab,
"Berangkat kemana?"
"Kupikir akan pergi ke Tiam-jong-san." kata yu Wi-
Pedih rasa hati Khing-kiok, ia pikir bukannya pemuda itu menyatakan akan mengantarnya
pulang dulu ke Hek Po, jelas dirinya tidak pernah dipikirkan olehnya- Pergi ke Tiam-jong-san
tentunya untuk mencari It-teng dan ingin bertemu dengan Ko Bok ya-
Teringat pada Tiam-jong-san, yu Wi jadi termangu-mangu sekian lama, katanya kemudian
dengan menghela napas,
" Kepergian ini entah dapatkah bertemu dengan It-teng sin-ni."
Mendengar tujuan anak muda itu memang betul hendak mencari It-teng sin-ni, hati Khing-kiok
menjadi gusar, ia melengos kesana dan sangat gemas terhadap yu Wisebaliknya
yu Wi terus memikirkan urusan It-teng sin-ni dan tidak memperhatikan Khing-kiok,
ia berucap pula sendiri,
"Dari kedelapan jurus hanya lima jurus saja yang kukuasai, masih ada tiga jurus lagi, ai-.. ."

Ia masih ingat pesan It-teng bahwa dirinya harus belajar lengkap delapan jurus Hai-yan-kiamhoat
baru akan diperbolehkan bertemu dengan Bok Ya, kalau tidaki bukan saja dilarang bertemu,
bahkan dirinya akan ditindak- Diam-diam ia membatin,
"Tindakan apa yang akan dilakukan It-teng terhadapku?"
Teringat pula olehnya,
"Apakah dapat menguasai lagi satu jurus tentu akan lebih baik, kalau tidak, jika ditanya
mengapa jurus siang-sim-kiam tidak berhasil dipelajarinya, lalu cara bagaimana akan
menjawabnya?"
Tanpa terasa ia menjawab sendiri,
"Kan tidak dapat kukatakan orang yang mahir siang-sim-kiam itu tidak mau mengajarkan
padaku, sebab cara demikian akan memperlihatkan ketidak seriusanku belajar----"
Dia pandang profil Lim Khing-kiok yang berduduk disamping sana, ia coba mendekatinya dan
memanggil,
"Kiok-moay"
Khing-kiok sedang berduka dan mendongkol, maka dia sengaja tidak menjawab.
Maka yu Wi lantas melanjutkan,
"Kupikir hen-.. hendak- hendak memohon sesuatu padamu.. ."
"Urusan apa?" jawab Khing-kiok ketus.
"Da... dapatkah kau menguraikan... menguraikan jurus siang-sim-kiam itu kepadaku?" kata yu
Wi dengan tergegap-
Teringat oleh Khing-kiok bahwa setelah anak muda itu berhasil belajar jurus siang-sim-kiam,
lalu akan cepat-cepat pergi menemui pacarnya, seketika berderailah air mata Khing-kiok, sungguh
hatinya berduka tak terkatakan seperti di-sayat-
Melihat Khing-kiok diam saja, yu Wi memohon pula,
"Ajarkanlah jurus siang-sim-kiam dan akan kutukar dengan kelima jurus ilmu pedangku-"
Ucapan ini merangsang amarah Khing-kiok, tangannya membalik dan menampar, "plok",
gamparan ini telak mengenai muka yu Wi, setelah kena barulah timbul perasaan menyesal Khingkiok,
ia menangis dan berseru,
"Ken... kenapa kau tidak- tidak mengelak? Ken... kenapa tidak kaupikirkan diriku sama
sekali... ."
yu Wi tidak menyangka Khing-kiok akan menamparnya, kejadian ini menimbulkan rasa harga
dirinya, Ia tidak hiraukan apa yang dikatakan Khing-kiok, tapi terus melayang pergi secepatnya.
Khing-kiok mengejar beberapa langkahi tapi jatuh tersungkur, tanpa menghiraukan rasa sakit
ia berteriaki
" Hendak ke-.. kemana kau? Hendak kemana?----"
Hanya sekejap saja bayangan yu Wi sudah menghilang, tapi Khing-kiok masih meratap dengan
suara lemahi
"Hendak ke-.. kemana kau?----"
Hari mulai gelap, Khing-kiok mengangkat tubuhnya yang kesakitan, lukanya sudah sembuh,
namun belum cukup untuk berjalan, apalagi berlari, makanya ia jatuh. Pelahan ia kembali ke gua
yang digunakan mondok selama beberapa hari ini, dia pandang tempat yang biasa dijadikan
tempat tidur yu Wi itu dengan termangu, pikirnya.
"Bilakah dia baru akan kembali? Apakah dia akan kembali lagi kesini?"
semakin kelam, selagi Khing-kiok berduduk kesepian ditengah kegelapan gua itu, tiba-tiba
terdengar suara langkah orang diluar, ia kegirangan dan berseru,
"Toako, Toako Engkau sudah kembali?"
sejenak diluar gua menjadi sunyi, tapi segera suara langkah orang tadi bergema pula menuju
kearah gua. Terbeliak pandangan Khing-kiok, mendadak gua diterangi oleh geretan api, orang
yang masuk ternyata yu Wi adanya.
Khing-kiok sudah sangat merindukan anak muda itu, disangkanya sekali pergi takkan kembali
lagi. Kini dapat bertemu, tentu saja girangnya tak terkatakan, segera ia berlari maju dan
menubruk kedalam pelukan yu Wi sambil berseru,
"Toako ToakoJ angan kau tinggalkan adik kiokmu"
yu Wi tercengang sejenaki ucapnya kemudian,

"Adik Kiok- - - -coba kaupandang diriku."
Pelahan Khing-kiok mengangkat kepalanya dan memandang anak muda itu, katanya,
"Toako, tahukah kau betapa kurindukan dirimu sejak kau tinggalkan Hek-po, entah berapa kali
setiap hari selalu kubayangkan wajahmu-.. ."
"Ada apakah kau bayangkan diriku?" kata yu Wi dengan tertawa.
Khing-kiok bersuara aleman dan memeluk lebih erat, kebetulan waktu itu ada angin meniup
dari luar sehingga api obor kecil itu padam. Karena dipeluk dengan kencang, tangan yu Wi lantas
mulai "main".
"Ahhi tidak- jangan----" demikian keluh Khing-kiok, tapi tubuhnya lantas bergeliat dan
membiarkan tangan anak muda itu menggerayanginya sesukanya-
"Aaahh ... " Khing-kiok mendesah kecil sambil merangkul erat saat lidah yu Wi menyapu leher,
sehingga gadis itu mulai terbawa suasana romantis yang diciptakan oleh mereka berdua.
Puas menyerang leher Khing-kiok, yu Wi kembali melumat bibir merah yang sedikit terbuka
mengeluarkan suara desah, dengan pagutan ganas dan liar. Pemuda itu begitu lihai memainkan
lidahnya di rongga mulut yang kini ditutupi dengan mulutnya.
Jelas sekali bahwa ilmu silat lidah yu Wi sama ampuhnya dengan ilmu silatnya Tentu saja yang
semua yang dilakukan yu Wi, dan Khing-kiok hanyalah suatu bawaan alam. semua berjalan sesuai
dengan kehendak alam sesuai kodrat yang sudah digariskan oleh yang Maha Kuasa
Perlahan-lahan tangan kanan yu Wi yang semula memeluk pinggang lalu naik ke atas depan,
menyentuh sebentuk dada padat menggelembung yang masih tertutup baju. Diremasnya dengan
lembut dada kenyal-padat sebelah kanan.
"Uuhh ... " Kembali Khing-kiok mendesah merasakan nikmat saat ujung-ujung jari tangan yu
Wi mempermainkan sebentuk benda bulat kecil yang ada di atas gumpalan padat menggelembung
dari luar. Bersamaan dengan itu, Khing-kiok makin liar membalas ciuman yu Wi ke arah telinga
pemuda itu.
Melihat Khing-kiok membalas perlakuannya dengan tidak kalah liar, kembali pemuda itu
menyerang leher hingga membuat merinding bulu tengkuk sang gadis-"iiih - "
Bahkan, saat tangan kanan pemuda itu mulai menyusup ke balik baju atas Khing-kiok yang
entah kapan, ikat pinggang gadis itu sudah luruh dan jatuh ke lantai, mungkin saat ia menarik
Khing-kiok dalam pelukan. Tangan yu Wi meraba-raba dada montok itu dengan lembut dan penuh
perasaan kasih- Kembali tubuh gadis itu berkelejat liar saat jemari yu Wi mempermainkan tonjolan
dada kanan dari dalam-
"oooh- - - ssshh- " Khing-kiok hanya bisa mendongakkan kepala ke atas, menikmati lumatan
dan remasan yang dilakukan oleh pemuda itu-
Di antara hisapan dan gigitan mesra, sukma gadis itu bagai melayang bagai di awan saat
tangan kiri pemuda ini mengelus-elus pada bagian paha, melingkar-lingkar membentuk bulatan tak
beraturan, sehingga napas gadis itu semakin memburu, pelukan semakin kuat dan ia mulai
merasakan bagian gerbang istana kenikamatannya mulai basah-
"oooh.... Toako----"
Akhirnya, karena nafsunya yang semakin berkobar, nafsu tak tertahankan lagi, tanpa ingat
apapun dia manda diperlakukan sekehendak yu Wi-
Khing-kiok hanya pasrah dan membiarkan bibir dan tangan yu Wi menjelajahi setiap lekuk dari
tubuh sintalnya, sesukanya, karena memang gadis itu sangat menikmati sentuhan lembut yu Wi-
Bahkan tanpa sadar tangan Khing-kiok memegang tangan yu Wi seolah-olah membantunya untuk
memuaskan dahaga birahi yang semakin meninggi, semakin menggelinjang kegelian.
Terdengar suara napas yang mulai terengah-engah diseling keluh tertahan, orang yang tak
tahu apa yang terjadi tentu mengira didalam gua itu ada orang sakit.....
Apalagi ketika yu Wi menekan senjata tumpulnya yang kini telah menempel kepalanya sedikit
kedalam gerbang istana kenikmatan Khing-kiok yang telah basah oleh cairan....
"Aaggggghhi - - - sakit"
yu Wi segera mencium wajah Khing-kiok dan melumat bibirnya dengan lembut. Tangan
kanannya meremas-remas dada kenyal padat dengan harapan bisa mengurangi rasa sakit yang
menyengat di bagian bawah- Setelah itu, yu Wi bergerak pelan cepat naik turun, sambil badannya
mendekap tubuh indah Khing-kiok dalam pelukan.

Tak selang lama kemudian, badan Khing-kiok bergetar hebat dan mulutnya terdengar keluhan
panjang.
"Aaduuh- ¦ ¦ oooohh- • • sssssssshhi • • ssssshhi • • -"
Kedua kaki Khing-kiok bergerak melingkar dengan ketat pinggul yu Wi, menekan dan
mengejang, gadis itu mengalami titik puncak asmara yang hebat dan berkepanjangan meski baru
beberapa kali yu Wi melakukan aksi naik turun, selang sesaat badan Khing-kiok terkulai lemas
dengan kedua kakinya tetap melingkar pada pinggul yu Wi yang masih tetap berayun-ayun itu.
Suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti
oleh penaklukkan di satu pihak dan penyerahan total di lain pihak. Khing-kiok kemudian diangkat
dan didudukkan pada pangkuan dengan kedua kaki indah Khing-kiok terkangkang di samping paha
yu Wi dan tentu saja senjata tunggal saktinya masih tetap di tempat semula- Kedua tangan yu Wi
memegang pinggang Khing-kiok dan membantu si gadis menggenjot senjata tunggalnya yang
masih tegak perkasa secara teratur, setiap kali tonggak tunggal sakti masuki terlihat gerbang
istana kenikmatannya ikut masuk ke dalam dan cairan putih terbentuk di pinggir bibir gerbang.
Khing-kiok pun melakukan hal yang sama untuk mengimbangi permainan dari yu Wi, dengan
menggerak-gerakkan pinggulnya. Kali ini tidak ada desisan dan rintihan kesakitan, yang ada
hanyalah lenguhan nikmat yang berulang kali menikam bagian terdalam dari miliknya, srett sett.
Ketika tonggak tunggal ditarik keluar, terlihat gerbang istana mengembang dan menjepit.
Mereka berdua melakukan posisi ini cukup lama. Khing-kiok benar-benar dalam keadaan yang
sangat nikmat, desahan sudah berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi
teriakan.
"oooohhmm..."
yu Wi melepas pelukan pinggang, lalu meremas-remasnya sepasang bukit kembar yang
bergoyang-goyang naik turun. Tak lama kemudian badan Khing-kiok bergetar, kedua tangannya
mencengkeram kuat pundak yu Wi, seakan berusaha menancapkan kuku-kuku tajamnya, dari
mulutnya terdengar erangan lirihi "Aahh — aahh — ssssshh ... sssssshh" Khing-kiok kembali
mencapai titik puncak asmaranya
sementara badan Khing-kiok bergetar-getar dalam titik puncak asmaranya, yu Wi tetap
menekan tonggak tunggal saktinya ke dalam lubang gerbang istana kenikmatanya. sambil
pinggulnya membuat gerakan memutar sehingga tonggak tunggal yang berada di dalam gerbang
istana kenikmatan Khing-kiok ikut berputar-putar, mengebor gerbang istana kenikmatan sampai ke
sudut-sudutnya, crepp srett
Gerakan pinggul yu Wi bertambah cepat dan cepat. Terlihat tonggak tunggal saktinya dengan
cepat keluar masuk di dalam gerbang istana kenikmatan Khing-kiok, tiba-tiba....
"ooohh ... oohh" Dengan erangan yang cukup keras dan diikuti oleh badannya yang terlonjak2,
yu Wi menekan habis pinggulnya dalam-dalam, sehingga tonggak tunggal saktinya terbenam habis
ke dalam lubang gerbang istana kenikmatan, pinggul yu Wi terkedut-kedut sementara senjata
tonggak tunggalnya menyemprotkan cairan keperjakaannya di dalam gerbang istana, sambil
kedua tangannya mendekap badan Khing-kiok erat-erat.
Dari mulut Khing-kiok terdengar suara keluhan yang sama.
"Aaaaghi • .sssssshi • .sssssshh- - - hhmm... hhmm"
setelah berpelukan dengan erat selama beberapa saat, yu Wi kemudian merebahkan tubuh
Khing-kiok di atas badannya dengan tanpa melepaskan senjata saktinya dari sarangnya.
Khing-kiok tersenyum, yu Wijuga tersenyum.
Tengah malam, dengan diliputi rasa nikmat dan bahagia yang tak terhingga Khing-kiok tertidur
lelap, sebaliknya yu Wi lantas bangun dan mengenakan pakaian, gumamnya sendiri,
"Baru terlambat lima hari kudatang, mengapa seorang pun tidak terlihat, padahal pertandingan
antara tokoh kelas tinggi semacam mereka masakah dapat diselesaikan secepat ini?"
Lalu ia meraba tubuh Khing-kiok yang mulus itu sambil tertawa puas, gumamnya pula,
"Tapi perjalanan inipun tidak sia-sia... ."
Dengan senyuman puas dia melangkah keluar gua, ia pikir kalau jit-can-so tak ditemukan, biar
saja, umpama diketemukan juga mereka belum pasti mau mengajarkan ilmu pedang kepadanya.
Maka dengan langkah lebar ia lantas meninggalkan puncak gunung itu.

Tertinggal Khing-kiok berada sendirian di puncak gunung sunyi itu, belum lagi diketahuinya
sudah ditinggal pergi kekasih, dia sedang mimpi indah dan manis.... siapakah sesungguhnya anak
muda yang baru pergi itu? Apakah betul yu Wi adanya?
.= = =oo oooo oo= = =
Esoknya, ketika Khing-kiok bangun tidur, dilihatnya kain putih yang dijadikan alas tempat tidur
itu berlepotan warna merah yang sudah kering, terbayang kejadian semalam, tanpa terasa
mukanya menjadi merah. Pada saat itulah mendadak diluar gua ada suara langkah orang, cepat ia
menggulung kain putih itu. yang masuk ternyata yu Wi adanya, melihat sikap Khing-kiok yang
agak gugup itu, ia menegur,
"Ada apa?"
"o, tidak apa-apa," jawab Khing-kiok dengan muka merah-
"Akan kucuci dulu kain seprei ini-"
yu Wi merasa heran, hendak mencuci seprei itu disembunyikan dibela kang punggung, seakanakan
kuatir dilihat orang.
Khing-kiok mengangkat kepala, tapi degera menunduk pula, ucapnya,
"segera kukembali setelah mencuci-"
Bergegas ia berlalu disamping yu Wi-
Terheran-heran yu Wi menyaksikan kelakuan nona itu, tanpa terasa ia mengantar bayangan
orang, sempat dilihatnya pada seprei yang dibawanya itu ada noda merah. cepat ia tanya,
"He, apakah kau terluka?"
"Tolol" omel Khing-kiok sambil berlari pergi-
Tentu saja yu Wi merasa bingung, iapun heran mengapa sekarang si nona tidak lagi marah
padanya?
Teringat olehnya kemarin setelah ditampar oleh Khing-kiok, dengan gemes ia turun kebawah
gunung, disuatu kota kecil difeaki gunung ia minum arak hingga mabuk. tengah malam setelah
mendusin, ia menyesal dirinya telah marah kepada Khing-kiok-
Betapapun nona itu pernah menyelamatkan jiwanya, kalau dirinya tidak dilepaskan secara
diam-diam, sudah lama dirinya telah mati ditangan Lim sam-han, budi pertolongan ini sukar untuk
membalasnya selama hidup.
Apa yang terjadi siang kemarin juga dirasakan dirinya yang bersalah, sebelumnya dirinya
sudah berjanji akan mengantar si nona pulang ke Hek Po apabila pertemuan di Ma-siau-hong
sudah selesai waktu Khing-kiok menanyakan kesanggupannya, dia malah menjawab akan pergi
dulu ke Tiam-jong-san, sebab yang dipikirkannya saat itu melulu Bok Ya saja, hakikatnya lupa
kepada kesanggupannya akan mengantarnya ke Hek Po, pantaslah kalau nona itu menjadi marah.
segera terpikir lagi kesehatan Khing-kiok belum pulih seluruhnya, sekarang ditinggalkannya
sendirian dipuncak gunung yang sunyi, keadaannya sungguh berbahaya-Masih teringat olehnya
waktu dirinya turun gunung, nona itu seperti menjerit satu kali, bisa jadi kesakitan karena terjatuhi
Pembawaan yu Wi memang berbudi luhur, makin dipikir makin tidak enak perasaannya,
tengah malam itujuga dia lantas kembali ke Ma-siau-hong, paginya ia sudah berada kembali
dipuncak gunung itu.
setiba di gua itu dan melihat Khing-kiok agak gugup dan tidak tenang, ia heran apakah yang
terjadi semalam sehingga nona itu berubah menjadi begini?
Dia berdiri didalam gua dan melamun, entah berapa lama kemudian baru terlihat Khing-kiok
melangkah kembali, yu Wi menyongsong dan memapahnya sambil bertanya,
"Apakah semalam kau terbanting sakit?"
"o, tidaki tidaki" sahut Khing-kiok,
"Kemarin tidak pantas kupukul kau, terbanting sakit juga pantas-"
"Masakah terbanting juga pantas, seperti anak kecil," ujar yu Wi-
Mendadak Khing-kiok memandangnya dengan kasih sayang, katanya,
"Toako, katamu ingin belajar siang-sim-kiam, bagaimana kalau sekarang kuajarkannya
padamu?"
"Kau tidak takut lagi akan sumpahmu terhadap Tohiso?" tanya yu Wi dengan heran.

Muka Khing-kiok menjadi merahi ucapnya, "Ahi untuk apa percaya pada sumpah segala, yang
penting kan kita sudah. - "
sudah apa tidak jadi diteruskan, sejenak kemudian ia bertanya pula,
"Bagaimana, mau belajar tidak?"
sudah tentu yu Wi mau, jawabnya dengan girang,
"Tentu saja mau" ___
= siapakah pemuda yang telah mengadakan hubungan begituan dengan Khing-kiok? =
= Dapatkah yu Wi belajar jurus siang-sim-kiam dari Khing-kiok dan bagaimana usahanya
mencari Boks y a? =
= = = Bacalah terus jilid lanjutannya = = =
= = = r
Pendekar Kembar
Bagian-14.
Lantaran cintanya sudah terkabul, hati Khing-kiok sangat gembira. Tapi dia sengaja menggoda
anak muda itu.
"Jika mau belajar, harus kau panggil suhu dulu padaku."
"Tidaki mana boleh jadi Aku TOakomu, mana boleh memanggil suhu padamu?" jawab yu Wi
sambil menggeleng.
" Kalau tidak lekas kau panggil, takkan kuajarkan padamu." kata Khing-kiok dengan tertawa
genit.
yu Wi jadi gelisah dan tak berdaya, ia mondar-mandir didalam gua, gumamnya.
"Jika kupanggil suhu padamu, bukankah tingkatanku lebih rendah satu angkatan dari
padamu...
Melihat kecemasan anak muda itu, Khing-kiok tidak sampai hati mempersulit lagi, ucapnya
dengan tertawa,
"TOlol, begitu saja kelab akan. Baiklah, panggil saja adik Kiok padaku."
Lagi-lagi diomeli "tolol", yu Wi melenggong, diam-diam ia berpikir dalam hal apakah aku
berbuat tolol?
Maka Khing-kiok lantas mulai memberi petunjuki dengan gerak tangan sebagai pedang, nona
itu mengajarkan jurus siang-sim-kiam padanya- sampai setengah harian barulah selesai
diuraikannya dengan jelas-
Daya tangkap yu Wi sangat kuat, sedikit diberitahu segera ia menjadi paham intisari jurus
pedang itu- Maka iapun mulai berlatih dengan jurus baru ini.
Khing-kiok mengawasi disamping, bilamana ada yang keliru segera diberi petunjuki dia
mengajar dengan sungguh-sungguh.
Karena yang satu belajar dengan serius dan yang mengajar juga sungguh-sungguh, pada
petang hari kedua hasil latihan yu Wi sudah lumayan.
Malamnya, setelah dahar dan mengaso sejenaki tiba-tiba yu Wi bertanya,
"Adik kiok, semula kau tidak mau mengajarkan padaku, tapi lewat semalam, mengapa kau
ganti pikiran dan mau mengajar? sungguh aku tidak mengerti?"
Dengan malu-malu Khing-kiok menjawab,
"Kau berbuat begitu padaku, masakah aku harus menyimpan rahasia lagi? Diantara kita
masakah ada perbedaan lagi antara kau dan aku?"
yu Wi jadi terheran-heran, pikirnya,
"Aku berbuat apakah padamu? Mengapa tidak lagi ada perbedaan antara kau dan aku?"
Didengarnya Khing-kiok menyambung lagi,
"Tahun yang lalu, atas perintah ayah aku dinikahkan dengan Thian-sing, selama setahun ini,
meski tubuhku berada ditempat keluarga oh, tapi hatiku tidak pernah melupakan dirimu, meski
resminya Thian-sing adalah suamiku, padahal sebenarnya dia bukan suamiku."
"Resminya suamimu, kenapa kau katakan bukan lagi?"
Khing-kiok mengira anak muda itu berlagak bodohi omelnya,
"Masa kau benar-benar tidak tahu?"

"ya, tidak tahu." yu Wi menggeleng.
"Meski aku menikah dengan dia, tapi kami tidak pernah tidur bersama-" tutur Khing-kiok
dengan malu-
"oo, kiranya kalian hanya resminya saja suami-isteri, tapi prakteknya tidak pernah melakukan
kewajiban sebagai suami-isteri, begitu?"
Khing-kiok mengangguk.
"Aku tidak dapat melupakan dirimu, mana dapat kulakukan hubungan suami-isteri dengannya-
"
"Padahal aku berbuat tidak baik padamu, mengapa kau tidak dapat melupakan diriku?"
"Inilah nasib-" ujar Khing-kiok.
" Ingin kulupakan dirimu, tapi betapapun sukar melupakan. Malam kemarin dulu kau
sedemikian mesra padaku, selama hidupku ini lebih-lebih tak dapat kulupakan dirimu-"
yu Wi jadi melengaki pikirnya,
"Malam kemarin dulu aku tidak berada disini, mana bisa aku bermesraan dengan kau?"
Dia mengira Khing-kiok salah ingat, ia coba tanya,
"Cara bagaimana aku bermesraan padamu?"
Muka Khing-kiok menjadi merah. apa yang terjadi pada malam itu mana bisa dituturkannya,
seketika ia menjadi tersipu-sipu dan tak dapat bersuara. "He, sesungguhnya terjadi apakah?"
tanya yu Wipula dengan gelisah.
Khing-kiok tidak tahan, dengan mendongkol ia berkata,
"Malam itu aku sudah menyerahkan kesucianku padamu, masa kau masih berlagak bodoh- "
Habis berkata mukanya bertambah merahi ia menunduk dan tidak berani angkat kepala lagi-
"Blang", otak yu Wi seperti mendengung dengan keras, dalam hati ia tidak habis mengerti,
"Menyerahkan kesucian padaku?- • • -"
Mendadak teringat olehnya ketika malam kemarin dulu ia buru-buru kembali lagi keatas
puncak karena menguatirkan Khing-kiok yang ditinggalkan sendirian disini, waktu mendaki puncak
ini pagi-pagi, samar-samar dari jauh kelihatan seorang sedang turun kebawah gunung, orang itu
memakai baju merah dan berdandan sebagai seorang Kongcu, lamat-lamat dapat dikenalinya
sebagai Kan ciau-bu.
Tapi mengingat Kan ciau-bu berada jauh di Kimleng sana, manabisa mendadak datang kesini?
sebab itulah ia sangsi kepada penglihatan sendiri maka hal itu tidak diperhatikannya.
sekarang, bila dipikir lagi, agaknya malam itu, Kan ciau-bu memang betul telah datang ke Masiau-
hong ini, karena tidak tahu, Khing-kiok mengira Kan ciau-bu sebagai diriku, segera teringat
pula waktu bertemu kembali dengan Khing-kiok pagi kemarin, nona ini memegang kain seprei
dengan gugup dan tersipu-sipu.... kain putih itu tampaknya ada percikan darah, jangan-jangan.....
yu Wi sudah tahu Kan ciau-bu adalah seorang pemuda bergajul, maka ia lantas tanya,
"Malam kemarin dulu apakah benar-benar kau lihat diriku?"
Khing-kiok tidak mengawasi air muka yu Wi yang penuh rasa kejut dan gugup, dengan
pelahan ia menjawab,
"siapa lagi kalau bukan kau? Biarpun kau hancur menjadi abu juga kukenal kau... ."
selagi yu Wi hendak memberi penjelasan padanya bahwa malam itu yang dilihatnya itu
bukanlah dirinya melainkan Kan Ciau-bu, Toa-kongcu yang terkenal dari Thian-ti-hu, sebab didunia
ini hanya mereka berdua saja yang berwajah serupa dan sukar dibedakan.
Tapi mendadak terpikir olehnya akibat yang mungkin timbul setelah dirinya memberi
penjelasan. Dalam keadaan malu dan menyesal, bisa jadi Khing-kiok putus asa dan membunuh diri
Ia pikir persoalan ini biarlah dibicarakan saja kelak-
Tadinya dia rada sangsi terhadap keterangan Lim Khing-kiok bahwa dia belum pernah tidur
bersama oh Thian-sing, kini setelah direnungkan lebih cermat, tampaknya nona itu memang tidak
bohing. Kalau bohong sih mending, bahwa nona itu bohong, maka kisah cinta ini menjadi tidak
sederhana.. -
Berpikir sampai disini, mata yu Wi menjadi basahi diam-diam ia terharu dan berduka, ucapnya
kemudian dengan menyesal,
"Adik kiok, aku bersalah padamu... ."

Ia pikir Kan ciau-bu telah menodai kesucian tubuh si nona, perbuatan ini adalah kesalahannya,
coba kalau malam itu dia tidak meninggalkan si nona, tentu peristiwa itu takkan terjadi.
Khing-kiok mengira yu Wi merasa bersalah karena perbuatannya malam itu, kuatir anak muda
itu terlalu kikuk. pelahan ia menjawab,
"sejak kecil aku sudah menganggap diriku ini kelak pasti milikmu, bahwa kau perlakukan diriku
cara begitu, sedikitpun aku tidak sedih, asalkan jangan kau lupakan diriku, maka puaslah aku,
Toako, apakah aku akan kau lupakan?"
yu Wi menghela napas panjang, tidak kepalang kusut perasaannya.
Didengarnya Khing-kiok berkata pula,
"Kutahu dalam hatimu sudah ada seorang nona Ko, tapi hal inipun tidak menjadi soal,
betapapun kau cinta padanya, asalkan tetap ingat sedikit padaku, maka puaslah hatiku."
sungguh yu Wi tidak tahu apa yang harus dikatakannya, pikirnya,
"Adik Kiok adalah nona yang baik, jangan sekali-kali kuhancurkan hidupnya- Lebih baik
kutanggung dosa ini dari pada kujelaskan kejadian yang sebenarnya pada itu-.. ."
Ia tahu apa yang terjadi sekarang adalah suatu salah paham yang amat besar, salah paham ini
cukup membuat rusak namanya dan hancur hidupnya. Tapi demi Lim Khing-kiok, akhirnya ia tetap
tidak memberi penjelasan kesalah-pahaman ini, ia pasrah kepada nasib dan perkembangan
selanjutnya.
Melihat anak muda itu hanya diam saja, Khing-kiok berkata pula,
"Aku tidak terburu-buru ingin pulang ke Hek Po, betapapun aku adalah perempuan yang sudah
dinikahkan, seperti air yang sudah disiramkan keluar rumah-Jadi pulang ke Hek Po atau tidak
bukanlah soal, kelak bila kau suka bolehlah kau antar kupulang....."
Dia berhenti dan ragu sebentar, kemudian menyambung lagi,
"Kau hendak pergi ke Tiam-jong-san, biar aku... akupun ikut kesana. Aku ingin bertemu
dengan nona Ko dan bersahabat dengan dia, apabila dia tidak suka padaku, betapapun aku takkan
marah, sedapatnya aku akan membaiki dia, supaya dia tahu aku tidak bakal mempengaruhi cintakasihnya
dengan Toako"
sampai disini, yu Wi tidak enak untuk menolak lagi kehendak si nona yang ingin ikut pergi ke
Tiam-jong-san. Ia pikir, dari ucapan Khing-kiok ini jelas si nona sudah menganggapnya sebagai
suaminya, apabila kehendaknya ditolak tentu akan membuatnya ia berduka.
Maklumlah, yu Wi adalah pemuda yang emosional, segala hal selalu berpikir bagi orang lain, ia
tidak tega membikin sedih Khing-kiok, apalagi nona itu sudah sebatang kara sekarang, akan
disuruh kemana lagi?
setelah mantap pikirannya, berkatalah dia,
"Baiklahi sekarang juga kita berangkat."
Dengan tertawa gembira Khing-kiok berseru,
"Maksudmu hendak membawaku ke Tiam-jong-san?"
Mendadak terkilas semacam pikiran dalam benak yu Wi, pikirnya,
" urusan sudah kadung begini, kenapa tidak kujodohkan mereka sekalian? Meski kelakuan Kan
ciau-bu tidak baik, tapi kalau diberi nasihat dan dituntun kejalan yang baik agar dia bertanggung
jawab atas perbuatannya dan jangan meninggalkan perempuan yang telah dinodainya-"
Karena pikiran itu, segera ia berkata,
"Baiklahi ikutlah padaku, tidak boleh lagi kutinggalkan kau sendirian, hatiku baru merasa lega
apabila kelak aku sudah dapat mengatur secara lebih baik terhadap dirimu."
Mengingat hari depan, Khing-kiok juga berpikir, "Bila selanjutnya bisa berdiam bersama Toako
sampai hari tua, apalagi yang kuharapkan dalam hidup ini?"
Ia tidak tahu bahwa apa yang dipikirkan yu Wi sama sekali bertolak belakang dengan jalan
pikirannya.
Begitulah mereka lantas meninggalkan Ma-siau-hong, mereka melarikan kuda dengan cepat
menuju ke propinsi Huniam. .
-ooo00000ooo-
Tayli, pada jaman dahulu adalah sebuah kerajaan kecil, negeri ini terletak di barat propinsi
Huniam, negeri yang subur dan makmur, kini hanya berbentuk. Koan atau kabupaten saja.

Kota Tayli terletak dikaki pegunungan Tiam-jong, didepan kota adalah Ni-hay, sebuah danau
yang indah permai, hawa di negeri inipun sejuki empat musim serupa pada musim semi- Karena
keindahan alamnya, maka di negeri Tayli terkenal nama Tiam-jong-soat (salju pegunungan Tiamjong)
dan Ni-hay-goat (bulan didanau Ni-hay).
Bahwa Tiam-jong terkenal juga saljunya, maka dapat dibayangkan ketinggian pegunungan ini.
Diatas gunung juga banyak terdapat bahan batu marmar yang terkenal sebagai marmar Tayli.
Tanpa berhenti di kota Tayli, langsung yu Wi mendekati Tiam-jong-san. Kini dia sudah
menguasai enam jurus Hai-yan-kiam-hoat dengan baiki maka soal menemui It-teng sin-ni dia
cukup yakin pasti akan berhasil.
yang dikuatirkan adalah kesehatan Lim Khing-kiok, nona itu baru sembuh, mestinya yu Wi
melarang dia ikut mendaki Tiam-jong-san dan menyuruh dia istirahat saja di kota Tayli, tapi nona
itu berkeras mau ikut untuk bertemu dengan Ko Bok Yayu
Wi menjadi serba salah, jika Khing-kiok dibawa serta, bisa jadi akan menimbulkan salah
paham Bok Ya, tapi lantas terpikir pula olehnya, asalkan tindak-tanduk dirinya suci murni dan
dapat dipertanggungjawabkan, apapula yang mesti ditakuti?
Begitulah setelah membawa bekal seperlunya dan mencari tahu dimana letak biara diatas
gunung yang jarang didatangi orang, yu Wi yakin besar kemungkinan biara itulah tempat
kediaman It-teng sin-ni. segera mereka menuju kesana.
Pegunungan Tiam-jong sangat terjal dan sukar dilalui, tidaklah mudah bagi orang biasa yang
ingin berpesiar keatas gunung. Tapi bagi yu Wi, betapa curamnya lereng gunung dipandangnya
seperti tanah datar saja. Namun badan Khing-kiok sekarang tiada ubahnya seperti orang biasa,
tentunya tidak dapat bebas bergerak seperti yu Wi- Baru saja mendaki beberapa ratus kaki
tingginya, napas si nona sudah menggeh-menggeh dan muka pucat.
Pedih hati yu Wi, teringat waktu kecil mereka selalu bermain bersama, keduanya sama-sama
lincah dan suka bergerak, setiap kali berlomba sesuatu, dirinya selalu dimenangkan oleh si nona-
Tapi sekarang nona itu kelihatan sangat lemahi sama sekali berbeda daripada masa dahulu.
Terkenang pada masa lampau, timbul rasa kasih sayang yu Wi, segera ia pondong Khing-kiok
dan berkata,
"Biarlah kupondong kau keatas agar bisa berjalan lebih cepat-"
Khing-kiok tidak menolak, ia terus merebahkan diri dalam pelukan yu Wi dengan santai.
Terdengar angin berkesiur, nyata lari yu Wi teramat cepat.
Hawa udara diatas gunung semakin tinggi semakin dingin, dibawah gunung hawa sejuk seperti
musim semi, tapi setiba diatas gunung, terlihat salju menyelimuti lereng pegunungan sehingga
sejauh mata memandang hanya warna putih belaka, biarpun ada juga pepohonan, tapi dahan
pohon juga tertutup oleh lapisan salju sehingga menambah indahnya pemandangan.
setiba diatas gunung, muka Khing-kiok sudah pucat biru karena kedinginan, badan menggigil.
Cepat yu Wi mengeluarkan baju kulit dari rangselnya dan dipakai oleh Khing-kiok sehingga
keadaannya agak mendingan.
Tapi yu Wi sendiri lantas membusungkan dada dan memandang jauh kesana, sedikitpun tidak
kelihatan merasa dingin-
Alangkah kagumnya Khing-kiok, diam-diam ia mengakui kehebatan Iwekang anak muda itu
mungkin tidak dibawah ayahnya-
Dari jauh yu Wi melihat disebelah timur sana, ditengah lapisan salju yang membentang luas itu
menongol sederet tembok warna merahi dengan girang ia berseru,
"Aha, disana itulah"
segera ia bawa Khing-kiok dan berlari kesana secepat terbang. Hanya sebentar saja sudah
sampai ditempat tujuan. Tertampak sebuah rumah kecil berwarna merah, bentuknya tidak mirip
biara.
saking girangnya yu Wi tidak pikir panjang lagi, segera ia berteriaki
"Wanpwe mohon bertemu dengan sin-ni...."
Baru habis seruannya itu segera terdengar didalam rumah ada orang menyahut,
"siapa itu?"
Jilid 15

Yu Wi dengar suara orang lelaki, selagi heran, pintu rumah itu terbuka dan melangkah keluar
seorang lelaki setengah umur dengan wajah putih bersih, memakai jubah longgar warna merah.
Jelas orang ini bukan It-teng Sin-ni, Yu Wi lantas memberi hormat dan menyapa, "Ah, rupanya
salah cari, Maaf, mengganggu"
Segera ia gandengan tangan Khing-kiok dan putar tubuh hendak pergi.
"He, apakah kau she Yu?" tiba-tiba orang ber jubah merah itu bertanya.
Yu Wi melengak, cepat ia berpaling dan menjawab, "Betul, Wanpwee Yu Wi adanya."
"Apakah kedelapan jurus pedangmu sudah lengkap kau pelajari?" tanya si jubah merah
dengan tertawa.
Yu Wi tambah terkejut, cepat ia mendekat dan memberi hormat pula, jawabnya, "Darimana
cianpwe mengetahui Wanpwe she Yu dan darimana pula tahu. . . ."
Si jubah merah menggoyang tangan dan berkata, "Jangan tanya, jangan tanya, tapi lebih
penting jawablah pertanyaanku."
"Hanya enam jurus saja dari kedelapan jurus itu yang berhasil kupelajari, dua jurus yang lain- .
. ."
Belum habis keterangan Yu Wi, si jubah merah lantas menyela, "Wah, tidak boleh kalau
begitu"
Yu Wi berkerut kening, ia menoleh dan memandang sekejap Khing-kiok yang berada di
belakang.
" Lebih- lebih tidak boleh kau datang dengan membawa dia" kata pula si jubah merah.
Mendadak Khing-kiok mendapat akal, katanya dengan tertawa, "Aku ini adik perempuannya,
mengapa tidak boleh?"
" omong kosong, dusta" si jubah merah menjadi marah. "Kau adik perempuannya atau bukan
masakah aku tidak dapat melihatnya?Jelas kau bukan adiknya, tapi. ..."
Muka Khing-kiok menjadi merah, cepat ia menambahkan dengan tunduk kepala, "Jangan kau
sembarangan omong, kami belum lagi menikah."
"Hahahaha"si jubah merah bergelak tertawa, "Nona cilik sungguh lucu. . . ."
Karena ingin cepat-cepat bertemu dengan it-teng sin-ni agar bisa segera mengetahui keadaan
Bok-ya, Yu Wi lantas memberi hormat pula dia berucap. "cianpwe, kami mohon diri saja."
segara ia gandeng tangan Khing-kiok pula terus hendak melangkah pergi.
si jubah merah menghela napas dan berkata, " Kalian berdua ini baik-baik saja, untuk apa
harus menemui Thio-kohnio (nona Thio)?"
Teringat oleh Yu Wi sebelum menjadi Nikoh, nama keluarga it-teng sin-ni ialah Thio Giok-tin.
Kalau si jubah merah menyebut sin-ni sebagai nona Thio, tentu antara mereka ada hubungan
karib, agaknya maksud kedatangannya ingin menemui sin-ni oleh sin-ni telah diberitahukan
kepadanya, maka orang ahu dia she apa.
Menurut pesan it-teng sin-ni yang disampaikan melalui Un siau, sebelum kedelapan jurus Haiyan-
kiam-hoat dipelajari secara lengkap. dia dilarang datang ke Tiam-jong-san dan tidak boleh
bertemu dengan Ko Bok ya, bahkan kalau dirinya berani datang, terhadapnya akan diambil
tindakan keras.
Jadi pertanyaan si jubah merah tadi tampaknya justeru demi kebaikannya, maka Yu Wi lantas
berpaling pula dan mengucapkan terima kasih, "Terima kasih atas pehatian cianpwe, tapi
kedatangan Wanpwe ini bertekad harus menemui sin-ni, sekalipun harus menyerempet bahaya
juga tidak kupikirkan lagi."
Habis berkata ia tarik Khing-kiok dan melangkah pergi dengan cepat.
Tapi baru belasan langkah, kembali si jubah merah berseru, "He, tunggu, tunggu sebentar
tidak boleh kusaksikan nona cilik mengantarkan kematiannya,"
Yu Wi berhenti lagi, pikirnya, Jika it-teng sin-ni marah, mendingan kalau aku saja yang
menjadi korban, apabila Khing-kiok juga dianiaya, sungguh hatiku merasa tidak tenteram. Untuk
ini perlu mencari akal yang baik." Maka ia lantas memutar balik.
sedang Khing-kiok lantas berkata dengan tertawa, "Siapa bilang aku akan mengantarkan
kematian?"
Dengan sungguh-sungguh si jubah merah berkata, "Selama hidupku hatiku paling lemah
terhadap anak perempuan, tapi untuk membunuh orang biasanya Thio-kohnio tidak pandang

sasarannya lelaki atau perempuan- Tampaknya kau si nona cilik ini sangat baik, aku harus mencari
satu akal untuk menolong kau."
Hati Khing-kiok sangat gembia karena didampingi kekasih, dengan tertawa ia berkata pula,
"Akal apakah? Kalau hanya Toako saja yang dibiarkan pergi sendiri, sungguh akupun keberatan-"
Ang-bau-jin atau orang ber jubah merah menghela napa gegetun, ucapnya sambil memandang
Yu Wi, "Ai, nona ini sungguh baik padamu, kau benar-benar hokkhi. . . ." ia berhenti sejenak. lalu
menambahkan dengan nekat, "Tampaknya terpaksa harus kukeluarkan segenap kepandaianku."
"segenap kepandaian apa?" tanya Khing-kiok dengan tertawa.
Ang Bau-jin memandangnya dan berkata, "sebenarnya hendak kuajarkan padamu, tapi dasar
ilmu silatmu kurang kuat, terpaksa kuajarkan kepada suamimu. ..."
" omong kosong Kami belum menikah, kan sudah kuberi tahu?" ujar Khing-kiok dengan wajah
merah.
Kembali si jubah merah terbahak-bahak, ucapnya, "Hahahaha lucu. . . ."
setelah tertawa, lalu katanya kepada Yu Wi dengan koreng, "Apabila Thio-kohnio bertindak
keras terhadap nona cilik ini, hendaklah kau gunakan ilmu langkah ajaib ajaranku untuk
membawanya lari, jangan sekali-kali ragu, Kalau jiwa nona cilik ini sampai celaka, nanti kuminta
tanggung jawabmu."
Mengingat akibat yang mungkin timbul. Yu Wi merasa ngeri, dengan kuatir ia menjawab,
"Leng-po-wi-poh, ilomu langkah andalan it-teng sin-ni ini terkenal tiada bandingannya di dunia,
cara bagaimana Wanpwe mampu lolos dari kejaran sin-ni nanti?"
"Kaupun pernah melihat Leng-po-wi-poh?" tanya Ang-bau-jin dengan tertawa.
"Pernah," jawab Yu Wi.
"Leng-po-wi-poh memang tergolong tiada bandingannya di dunia, tapi ilmu langkah ajaib Huiliong-
poh yang akan kuajarkan ini lebih-lebih tidak ada tandingannya di dunia ini," ucap Ang-baujin
denan bangga. Nyata dia langsung menyatakan Hui-liong-poh jauh diatas Leng-po-wi-poh.
Tentu saja Yu Wi tidak percaya, pikirnya. "Masa di dunia ini masih ada ilmu langkah ajaib lain
yang terlebih hebat dapipada Leng-po-wi-poh?"
"Agaknya kau tidak percaya bukan?" tanya Ang-bau-jin. Yu Wi tidak menjawab, dan biasanya
diam berarti membenarkan. segara Ang-bau-jin berseru pula, "Nah, boleh kau lihat saja nanti"
sekali ia melangkah, tahu-tahu dia sudah mengapung ke udara, bahkan dapat bergerak
dengan bebas diatas sehingga meluncur seperti ular naga, waktu turun lagi kebawah, kembali ia
melangkah satu kali dan orangnya mengapung pula ke atas. Tapi gerakannya di uadara sekali ini
meski masih serupa yang pertama, namun gayanya sudah berbeda sama sekali.
Begitulah berturut-turut ia naik turun delapan kali dan setiap langkah bergaya sangat bagus,
lebih-lebih ketika bergerak di udara, keajaibannya sungguh sukar untuk dipahami.
selesai memainkan delapan langkah ajaib, Ang-bau-jin berhenti, lalu bertanya, "Bagaimana?"
"Menurut pandangan Wanpwe, Hui-liong-poh ini tidak melebihi Leng-poh-wi-poh," jawab Yu
Wi.
seketika Ang-bau-jin mendelik, teriaknya dengan mendongkol, " omong kosong Ngaco-belo. . .
."
"cianpwe belum lagi melihat Leng-po-wi-poh, tentunya tidak tahu betapa hebatnya," ujar Yu
wi.
"Hahahaha" Ang-bau-jin bergelak tertawa sampai sekian lama, lalu berucap. "Masakah aku
tidak pernah melihat Leng-po-wi-poh?"
"Kalau Cianpwe pernah melihatnya, kenapa berani menyatakan Leng-po-wi-poh tidak dapat
menandingi Hui-liong-poh?" tanya Yu Wi.
"sudah tentu berani kukatakan demikian." jawab Ang-bau-jin. "Sebab Leng-po-wi-poh adalah
ilmu kebanggaanku selagi namaku selangit, tapi kehebatannya tidak melebihi Hui-liong-poh,
tentunya akulah yang paling jelas dalam hal ini."
Yu Wi jadi melengak. ia tidak percaya terhadap keterangan Ang-bau-jin itu, katanya sambil
menggeleng, "Janganlah Cianpwe mendustai diriku, sudah lama kukenal Leng-po-wi-poh adalah
ilmu ajaib kebanggaan^ it-teng sin-ni, mengapa bisa dikatakan. . ."
"sebab Leng-po-wi-poh andalan Thlo-kohnio itu adalah ajaranku." tukas Ang-bau-jin dengan
suara keras.

sekali ini Yu Wi benar-benar melongo dan tidak dapat bersuara lagi.
Ang-bau-jin lantas berucap pula, "selama dua puluh tahun ini kuperas otak untuk menciptakan
Hui-liong-pat-poh (delapan langkah ajaib naga terbang), yang khusus kutujukan terhadap titik
kelemahan Leng-po-wi-poh (langkah ajaib dewi kahyangan). Apabila Hui-liong-pat-poh sudah kau
kuasai, apa artinya lagi Leng-po-wi-poh andalan Thi-kohnio itu?"
Girang sekali Yu Wi, pikirnya, "setelah mahir ilmu langkah ini, bila sin-ni hendak bertindak
keras terhadap adik Khing-kiok. tentu dapat kubawa lari dia."
Maka cepat ia memberi hormat kepada Ang-bau-jin dan memohon, "Jika demikian mohon
cianpwesuka memberi petunjuk."
"Ah, kenapa sungkan," ujar si jubah merah, "Tampaknya kesehatan nona cilik ini kurang baik,
silahkan mengaso dulu kedalam rumah merah dan kita berdua boleh latihan diluar sini."
Yu Wi pikir latihan ini tentu makan waktu, sedangkan kesehatan Khing-kiok memang masih
lemah, sedapatnya jangan sampai kedinginan pula, maka ia berpaling dan berkata, "Adik kiok.
boleh kau istirahat didalam rumah saja, sebentar nanti baru kita berangkat." Khing-kiok
mengangguk dan melangkah kedalam rumah merah.
"Harus belajar baik-baik, supaya si nona cilik tidak menunggu terlalu lama," kata Ang-bau-jin
dengan tertawa.
Habis berkata, ia mulai berjalan satu lingkaran di depan rumah, terlihat tanah bersalju yang
cukup keras itu lantas mendekuk meninggalkan delapan buah tapak kaki.
sekali pandang saja Yu Wi lantas tahu letak kedelapan tapak kaki itu menandakan delapan
arah dari kedelapan langkah yang dipertunjukan si jubah merah tadi.
Tidak kurang dari dua jam barulah Ang-bau-jin alias si jubah merah menjelaskan inti
kedelapan langkah ajaib naga terbang itu. Namun Yu Wi masih setengah paham dan setengah
bingung, lebih-lebih gerakan mengapung di udara itu terasa belum cukup dikuasainya.
Melihat anak muda itu masih belum apal, segera Ang-bau-jin mengulangi lagi penjelasannya.
sekali ini Yu Wi sudah paham lebih banyak, tapi tetap belum cukup dikuasai seluruhnya.
Dengan sabar dan teliti Ang-bau-jin terus mengulangi pelajarannya hingga lima kali, akhirnya
barulah Yu Wi paham benar-benar. sementara itu hari sudah gelap, ingin berlatih terus juga tidak
dapat dilaksanakan oleh Ang-bau-jin.
Namun maTa yu Wi sudah terlatih melihat dalam kegelapan, kedelapan sudut langkah si
jubah merah dapat dilihatnya dengan jelas, maka dilatihnya sendiri menurut kedelapan bekas
tapak kaki itu.
setelah mengajar sekian lama, perut Ang-bau-jin sudah lapar, kebetlan Khing-kiok keluar
dengan membawa semampan makanan yang masih panas. Keruan Ang-bau-jin sangat girang,
serunya, "Wah, sungguh nona yang baik"
segera ia sambut makanan itu dan dilahapnya. Yu Wi masih giat berlatih tanpa memikirkan
urusan lain.
Sehabis makan kenyang, Ang-bau-jin memuji pula, "Nona pintar masak. makanan lezat begini
sudah lebih dua puluh tahun tidak pernah kunikmati."
Tiba-tiba teringat olehnya Yu Wi belum lagi makan, tapi hidangan yang tersedia sudah
disiksanya habis, Ang-bau-jin menjadi kikuki ucapnya, "Wah, celaka. . . .celaka. . . ."
Hidangan yang disediakan Khing-kiok sebenarnya jatah untuk dua orang, siapa tahu karena
laparnya, sekaligus Ang-bau-jin telah menghabiskannya, cepat dia menanggapi dengan tertawa,
"Tidak apa, tidak apa, akan kubuatkan lagi."
Waktu Khing-kiok keluar lagi dengan membawa makanan, sementara itu hari semakin gelap
hingga jari sendiri saja tidak kelihatan-"Toako. . . Toako . . ." Khing-kiok memanggil.
sambil belasan kali dia memanggil, mendadak disebelahnya seorang menjawab "Eh kau belum
tidur?"
Khing-kiok melonjak kaget. Padahal daya pendengarannya cukup tajam, tapi ia tidak tahu
meski Yu Wi mendekat kesampingnya, diam-diam ia terkejut dan berkata, "Wah, mengapa
Ginkang Toako maju secepat ini?"
Teringat olehnya ketika di Hek-po dahulu, Ginkang anak muda itu jauh dibawah dirinya,
sekarang ternyata jauh melampauinya, entah mengapa akhir-akhir ini Ginkang sang Toako dapat
terlatih setinggi ini.

Padahal kemajuan Ginkang Yu Wi tidak banyak sejak meninggalkan Hek-po, yang
digunakannya untuk mendekati Khing-kiok tadi adalah Hui-liong-pat-poh yang baru saja
dipelajarinya dari Ang-bau-jin. "Toako, hari ini kau belum makan," kata si nona.
saking asyiknya berlatih Hui-liong-pat-poh sehingga Yu Wi lupa lapar, sekarang setelah
disinggung oleh Khing-kiok. seketika perutnya berkeruyukan. "Lekaslah Toako makan," ucap
Khing-kiok dengan tertawa.
Yu Wi terima makanan itu, kuatir cara makannya yang rakus dilihat Khing-kiok. Yu Wi
menyingkir agak jauh kesana dan berjongkok disitu untuk menyikat makanannya.
Ia tidak tahu dalam kegelapan sepekat itu mana bisa Khing-kiok melihatnya, namun nona itu
dapat membayangkan betapa rakusnya cara Yu Wi menyabet santapan itu, tanpa terasa ia
mengikik tawa pelahan.
sejenak kemudian setelah Yu Wi makan kenyang, ia kembalikan mangkuk kepada Khing-kiok.
"Apakah Toako belum mau tidur?" tanya Khing-kiok.
"Tidak, Hui-liong-pat-poh harus kulatih hingga apal benar, boleh kau kembali kedalam rumah
dan tidur saja," jawab Yu Wi.
"Akupun takkan tidur," kata si nona.
"Tidak. jangan, kesehatanmu belum pulih, kau harus tidur."
"Rumah merah ini cuma satu dan menjadi tempat tinggal Ang-locianpwe, jika kutidur di dalam
mungkin kurang baik. . . ."
"Cianpwe sudah tidur, tidak menjadi soal kau tidur di dalam."
"He, Ang-locianpwe tidur dimana?" tanya Khing-kiok dengan heran.
"cianpwe duduk semadi di tanah salju, mungkin beliau sengaja membiarkan kau tidur di dalam
rumah."
Hati Khing-kiok merasa tidak enak, " Wah, jika. . .jika demikian, tidak boleh. . . ."
"Tidak apa-apa." tiba-tiba terdengar Ang-bau-jin menukas, "Adik cilik, jika kau lelah, silahkan
kaupun istirahat didalam rumah, aku sudah biasa duduk diatas tanah bersalju, biarpun berduduk
selama beberapa bulan juga sudah biasa bagiku."
"Terima kasih." ucap Yu Wi. Ia lantas mengantar Khing-kiok kedalam rumah, lalu ditinggal
keluar lagi.
"Jika Toako merasa lelah hendaklah lantas masuk tidur." pesan Khing-kiok ketika hendak
menutup pintu.
Yu Wi mengiakan. ia terus berlatih hingga fajar menyingsing dan kedelapan langkah ajaib itu
baru dapat diapalkan benar-benar, ia merasakan lelah juga dan berhenti berlatih, segera iapun
duduk diatas tanah bersalju dan memejamkan mata.
Untuk menghindarkan salah paham orang lain, Yu Wi tidak berani mengaso didalam rumah, ia
pikir kalau Ang-bau-jin dapat duduk semadi diatas tanah bersalju, biarlah akupun menirukannya.
Tak terduga, baru sebentar ia duduk, segera ia menggigil kedinginan.
Waktu berlatih Hui-liong-pat-poh tadi, karena berlari kian kemari dan gerak badan terus
menerus sehingga tidak merasa dingin- sekarang setelah berhenti olah raga barulah dirasakan
suhu Tiam-jong-san yang dingin luar biasa. Terpaksa ia mengerahkan Ku-sit-tay-kang sehingga
berulang beberapa kali barulah badan terasa hangat, lalu dapatlah terpulas.
Ketika terang tanah, sang surya sudah terbit, lamat-lamat Yu Wi terjaga bangun, waktu
membuka mata, dilihatnya Ang-bau-jin berdiri di depannya dengan mengulum senyum, cepat ia
berbangkit dan menyapa, "selamatpagi. Cianpwe."
Ang-bau-jin mengangguk. katanya, " Hebat benar kau, adik cilik, kau dapat duduk satu- dua
jam disinL Lwekangmu ternyata tidak lemah."
Waktu Yu Wi memandang tubuh sendiri, ternyata diatas baju ada selapis salju yang tipis, ia
pikir kalau dirinya tidak mengerahkan Ku-sit-tay-kang bisa jadi saat ini sudah terbeku menjadi
patung salju.
Didengarnya Ang-bau-jin berkata pula, "dengan maksud baik aku mengalah supaya kalian
berdua tidur didalam rumah, mengapa kau malah ikut duduk semadi disini?"
Dari nada bicaranya Yu Wi merasa orang menganggap dirinya dan Khing-kiok adalah suamiisteri,
maka cepat ia menjawab dengan tersipu-sipu, "Ah, Wanpwe juga sudah biasa tidur
berduduk di tanah bersalju. . . ."

Ang-bau-jin terbahak-bahak, "Hahahaha Kebiasaan bagus, kebiasaan bagus. . . ."
Yu Wi tidak biasa berbohong, tidur dengan berduduk diatas tanah bersalju seperti ini baru
pertama kali dilakukannya tadi, mana dapat dikatakan sudah biasa. Karena itulah mukanya
menjadi merah sehabis menjawab, ia menunduk malu.
segera si jubah merah berucap pula, "sudah lebih 20 tahun kutidur berduduk begini barulah
mulai terbiasa, kau baru satu malam saja lantas terbiasa, sungguh hebat"
Karena kebohongannya terbongkar, semakin rendah kepala Yu Wi tertunduk dan tidak berani
memandang orang.
sebabnya sekali pandang Ang-bau-jin dapat mengetahui kebohongan Yu Wi adalah karena
dilihatnya lapisan salju pada tubuh anak muda itu. Bilamana seorang sudah biasa duduk semadi
diatas tanah bersalju, tentu dari dalam badan akan mengeluarkan suhu panas sehingga tidak
mungkin bunga salju membeku diatas tubuhnya. Ia tahu Yu Wi hanya berkat ketinggian
Lwekangnya saja sehingga sanggup berduduk disitu, kalau tidak. dipuncak Tiam-jong-san yang
dingin ini, mungkin cuma duduk sejenak saja orang akan mati beku. Agar anak muda itu tidak
kikuk, Ang-bau-jin bertanya, "Bagaimana latihanmu semalam?"
"Wanpwe berlatih secara ngawur, entah bagaimana kemajuannya, mohon cianpwe sudi
memberi petunjuk." kaTayu Wi. Lalu iapun mempertunjukkan Hul-liong-pat-poh yang telah
dilatihnya itu.
selesai melakukan kedelapan langkah ajaib itu, ia pikir latihannya yang sudah cukup baik ini
tentu akan menimbulkan rasa heran dan dipuji Ang-bau-jin. siapa tahu si jubah merah justeru
menggeleng dan menyatakan, "wah, tidak. tidak pakai selisih terlalu jauh. Coba lihat yang benar,
biar kumainkan sekali lagi bagimu."
Yu Wi lantas mengikutinya dengan seksama, dilihatnya langkah Ang-bau-jin itu meski serupa
langkah yang dilakukannya, tapi gerak perubahan di udara dan kelincahannya jelas jauh berbeda.
Karena Yu Wi memang ingin maju, maka begitu Ang-bau-jin selesai memberi petunjuk, segera
ia berlatih lagi dan si jubah merah memberi petunjuk bilamana ada yang kurang sempurna,
dengan demikian barulah Yu Wi mendapat kemajuan pesat.
Tanpa terasa tujuh hari sudah berlalu, Yu Wi terus berlatih siangan malam tanpa kenal lelah
sehingga tidak sedikit kemajuan yang diperolehnya. selama beberapa hari ini, kesehatan Khingkiok
juga banyak lebih baik, hal ini menimbulkan rasa heran Yu Wi, ia tidak tahu bahwa diam-diam
Ang-bau-jin telah mengajarkan Lwekang penyembuhan luka dalam bagi nona itu.
Pagi hari kedelapan, berkatalah Ang-bau-jin kepada Yu Wi, "Hui=liong-pat-poh sudah cukup
kau latih dan dapat dipergunakan bilamana perlu, lebih dari itu sudah tida dapat kuberi petunjuk
lagi, selanjutnya asalkan kau latih terlebih giat, tentu hasilnya tak terbatas. sekarang bolehlah kau
berangkat"
Yu Wu merasa hutang budi kepada Ang-bau-jin, ia merasa orang seperti juga gurunya, maka
sebelum berpisah sekarang sepantasnya memanggilnya dengan sebutan lain, segera ia berkata,
"suhu, hendaklah engkau sudi memberitahukan nama aslimu kepada murid. . . ."
Belum habis ucapannya, mendadak Ang-bau-jin menarik mka, katanya dengan gusar, "siapa
mengaku suhumu?Jika kuterima kau sebagai muridku kan sudah sejak mula kuberitahukan
namaku."
Kiranya sudah beberapa kali Yu Wi pernah tanya she dan nama si jubah merah, tapi orang itu
tidak mau menerangkan- sekarang sebelum berpisah ia ingin tanya pula dengan jelas, ia pikir
tidaklah pastas jika sudah belajar kepandaian orang, tapi siapa namanya saja tidak tahu.
siapa tahu panggilan suhu justeru menimbulkan rasa gusar Ang-bau-jin, Yu wi menjadi cemas,
ucapnya sambil mencucurkan air mata, "Tapi, aku. . . .Wanpwe. . . ."
Mestinya ia hendak tanya apakah dirinya tidak berharga untuk menjadi murid orang, tapi
karena gugupnya sukar baginya untuk bicara.
segera Ang-bau-jin berteriak. " Ingat, sama sekali aku bukan gurumu, terhadap siapapun tidak
boleh kau sebut diriku, kuajarkan Hui-liong-pat-poh padamu adalah karena nona cilik itu."
Tidak kepalang pedih hati Yu Wi, sudah tujuh hari dia tinggal bersama Ang-bau-jin, cukup
diketahuinya hati orang ini sangat baik, ucapannya itu pasti tidak timbul dari lubuk hatinya yang
murni, tapi entah mengapa dirinya dilarang menyebut suhu padanya, bahkan tidak boleh
menyinggung kejadian ini?

Mendengar suara ribut itu, Khing-kiok melangkah keluar, melihat Ang-bau-jin lagi marahmarah,
dengan tertawa ia tanya, "Eh, Ang pepek (paman merah), siapakah yang membikin
engkau marah?"
Karena Ang-bau-jin tidak mau menjelaskan siapa namanya, maka selama ini Khing-kiok selalu
memanggilnya sebagai Ang-pepek. anggap dia she Ang. sebaliknya si jubah merah juga sayang
kepada Khing-kiok seperti puteri kesayangannya sendiri, selama beberapa hari ini mandah saja
dipanggil sebagai paman Ang.
Kini air mukanya masih juga marah, dengan beringas ia berkata, "Nona Lim, selanjutnya kau
dilarang menyinggung diriku di depan orang lain. sebutan Ang-pepek juga tidak boleh kau panggil
lagi, Nah, sekarang lekas kalian pergi saja, lekas"
Habis berkata ia lantas masuk kedalam rumah merah, dengan keras ia gabrukan pintu,
didalam rumah dia masih juga berteriak. "Lekas pergi, lekas"
"Toako, sebab apakah Ang-pepek marah kepada kita?" anya Khing-kiok dengan gegetun-
Yu Wi menggeleng, katanya, "Aklah yang salah Aku memanggilnya suhu dan membuatnya
marah. sungguh aku pantas mampus"
Khing-kiok pegang tangan Yu Wi dan menghiburnya, "Janganlah kau menyesal, Ang-pepek
pasti mempunyai alasannya, tidak nanti marah hanya karena panggilan suhu. Marilah kita perg
saja dan jangan terpaku disini."
Yu Wi pikir kalau tidak pergi mungkin akan menambah gusar Ang-bau-jin, maka pelahan ia ikut
Khing-kiok meninggalkan tempat itu. Kira-kira beberapa puluh tindak jauhnya, ia tidak tahan, ia
berpaling dan berteriak. "Budi kebaikan cianpwe yang telah mengajarkan kepandaian ini, selama
hidup Wanpwe takkan melupakannya"
Begitulah mereka terus melangkah pergi, makin lama makin jauh dan menghilang ditengah
remang lautan salju.
Pada saat itulah pintu rumah merah itu terbuka pula, memanangi kepergian Yu wi berdua,
dengan mengulum senyum Ang-bau-jin bergumam, "Bagus sekali kedua sejoli itu, disini aku Angbau-
kong (si kakek jubah merah) berdoa bagi kalian, semoga tahun depan lahir seorang bayi
montok"
o-ooo-oo-ooo-o
Lereng gunung Tiam-jong membentang beratus lijauhnya, untuk mencari sebuah biara
tentunya tidak mudah, sudah dua tiga jam Yu Wi dan Khing-kiok berjalan dan tetap tidak kelihatan
sebuah biara apapun-
Kuatir Khing-kiok terlalu lelah, selagi Tu Wi bermaksud berhenti mengaso, tiba-tiba nona itu
menuding kejauhan dan berkata, "Lihat, Toako, disana ada sebah rumah."
Yu Wi memandang kearah yang ditunjuk. benarlah dilihatnya ada sebuah bangunan di depan
sana, tapi lantaran tertutup oleh timbunan salju, tidak jelas apakah bangunan itu biara atau
bukan- Maka cepat mereka menuju kesana.
sesudah dekat, tertampak denganjelas ada sebuah rumah berhalaman yang berdinding biru
dan juga bergenteng biru, melihat bentknya yang megah memang mirip sebuah biara besar, tapi
biara Nikoh masa dibangun dengan dinding warna biru dan genteng biru pula?
Yu Wi merasa sangsi, katanya, "Mungkin bukan tempat kediaman it-teng sin-ni, kita kesasar
lagi."
"Tidak bisa." kata Khing-kiok. "Dipuncak Tiam yong-san ini sepanjang tahun selalu turun salju,
siapa yang mau membangun sebuah rumah sebesar ini disini? Besar kemungkinan adalah tempat
tirakat sin-ni."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Tidak, pasti bukan"
Baru habis ucapannya, mendadak pintu rumah itu terbuka dan muncul dua Nikoh muda jelita,
mereka lantas menegur, "Tetamu agung darimanakah yang berkunjung kesini?"
"Tampaknya adik Kiok yang benar," kaTayu Wi dengan tertawa. Ia pikir kalau tempat ini ada
Nikoh, tentunya tempat tirakat sin-ni, cuma tidak diketahui Ya-ji berada dimana?
Maka sengaja ia menjawab teguran kedua Nikoh jelita itu, "Cayhe Yu Wi, ingin mohon bertemu
dengan it-teng sin-ni."

salah seorang Nikoh jeliTa yang bertubuh lebih pendek lantas mendekati mereka, jawabnya
dengan tertawa, "Ah, kiranya Yu-kongcu adanya. sudah lama kukagumi nama kebesaran Kongcu,
mengapa kini sempat berkunjung kemari?"
Yu Wi melengak, ia merasa ucapan itu bukan cara bicara orang beragama, seharusnya
menyebut tetamunya sebagai sicu (dermawan), mengapa dirinya disebut sebagai Kongcu?
Nikoh jeliTa yang lain lantas menyambung. "Wah, cakap benar Yu-kongcu, marilah mampir
kedalam rumah dan minum teh dulu."
Melihat kedua Nikoh itu teus menerus main mata terhadap sang Toako, cara bicara mereka
juga rada-rada merayu, diam-diam Khing-kiok mendongkol, segera ia menyela, "Siapa yang ingin
minum teh? Tujuan kami hanya ingin menemui sin-ni dan bukan ingin minum teh"
Si Nikoh agak pendek berucap dengan tertawa, "Ai, alangkah galaknya Eh, pernah apakah Yukongcu
dengan kau?"
Yu Wi berkerut kening, katanya dengan kurang senang, "Tolong sampaikan kepada guru kalian
bahwa Yu Wi mohon bertemu."
Nikoh yang agak tinggi menjawab dengan tertawa, "o, kau hendak menemui suhu kami?
Kebetulan, memangnya suhu juga ingin bertemu dengan kau."
"Jika demikian mohon disampaikan kepada beliau." kaTayu Wi.
"Tapi ingin kukatakan dimuka, suhu kami bukanlah Nikoh," kata si Nikoh pendek.
Yu Wi mengira mereka sengaja menggoda, dengan mendongkol ia berucap. "Jika demikian,
jadi kalian juga bukan Nikoh?"
"Memangnya siapa bilang kami Nikoh?" sahut kedua Nikoh jelita itu berbareng.
"Bukan Nikoh? Wah, tentunya puteri bangsawan?" ejek Khing-kiok.
"Bangsawan sih tidak. ayahku cuma seorang asisten residen saja." jawab Nikoh yang tinggi.
Khing-kiok tambah gemas, katanya terhadap si Nikoh pendek.
"Dan kau?" Nikoh itu tertawa, jawabnya, "Coba, silahkan Yu-kongcu menerkanya?"
Yu Wi tidak biasa melihat sikap "Menantang" mereka itu, dia melengos kearah lain tanpa
menjawab.
Khing-kiok lantas menanggapi, "Siapa yang berminat main teka-teki dengan kalian? sudahlah,
lekas bawa kami menemui sin-ni."
"Jangan buru-buru," ujar Nikoh yang pendek, "Biarlah kita mengobrol lagi sebentar, nanti
setelah kalian bertemu dengan suhu tentu kalian akan segera pergi pula, lalu hilanglah
kesempatan kami untuk mengobrol."
Cara bicaranya ini seperti sudah sekian tahun mereka tinggal di Tiam-jong-san dan tidak
pernah bertemu dengan orang luar, sekarang mumpung bisa bertemu, maka harus mengobrol
sepuasnya.
Tentu saja Khing-kiok sangat mendongkol, selagi dia hendak mendamprat, mendadak
terdengar seorang bicara dengan suara lantang, "Ci-hong, Giok-hong, suruh kalian melongok siapa
yang datang, mengapa kalian malah mengobrol disini?"
Tertampak dari dalam rumah biru itu keluar seorang lelaki tegap berbaju biru, mukanya penuh
cambang biru, tubuhnya tinggi besar, sikapnya gagah perkasa, mirip seoran panglima perang
dijaman kuno.
segera kedua Nikoh jelita itu mundur kesamping sambil berbisik kepada Yu Wi, "Itu dia guru
kami, lekas kau beri hormat"
Melihat guru kedua Nikoh ini memang benar bukan kaum beragama, dari kelakuan muridnya
tadi, Yu Wi menilai gurunya pasti juga bukan manusia baik-baik, maka ia malas untuk berkenalan
dengan orang demikian- segera ia tarik tangan khing-kiok dan diajak pergi.
Cepat si lelaki baju biru membentak, "He, bocah itu, berani kau bersikap tidak sopan padaku?
Berhenti"
Mendengar suara orang yang bengis itu, marah juga Yu Wi, segera ia berpaling dan
menjawab, " memangnya mau apa kalau tidak sopan?"
Melihat Yu Wi benar-benar bersikap tidak sopan pada dirinya, lelaki baju biru jadi melengak
dan lupa menjawab.

Yu Wi lantas mendengus, "Hm, dikolong langit ini mana ada lelaki menjadi guru kaum Nikoh,
kuyakin kalian pasti bukan manusia baik-baik." Mendadak si baju biru bergelak tertawa, tanpa
bicara ia terus menghantam.
Pukulannya langsung menuju kedada Yu Wi, gerak pukulan yang sangat umum. Tapi sekali
pandang saja Yu wi lantas tahu pukulan ini membawa gerak perubahan yang mematikan, ia tidak
berani gegabah, segera ia menangkis.
Tapi sebelum pukulan mengenai sasarannya, mendadak tangan si baju biru ditarik kebawah,
entah cara bagaimana tangan kirinya mendadak menyambar tiba dan "plak", dengan tepat pipi Yu
Wi tertampar.
Tangkisan Yu wi itu sebenarnya juga membawa gerak perubahan yang lihay, tapi sebelum dia
berbuat, tahu-tahu sudah didahului oleh gamparan si baju biru. Malahan cara bagaimana orang
menamparnya tidak jelas dilihatnya.
Karuan Yu wi terkejut, ia tahan rasa gusarnya dan coba balas menyerang. Tapi si baju biru
juga lantas menghantam pula, tepat diarahkan kepada serangan Yu wi.
Yu Wi merasa heran, pikirnya, "dengan pukulanmu yang sederhana ini untuk menahan
seranganku, kan berarti kau cari susah sendiri?"
Diam-diam ia mengira si lelaki baju biru pasti akan terkena serangan balasannya.
Tampaknya serangannya sudah hampir kena, bila pukulannya dapat mengenai muka orang,
berarti terbalaslah gamparan mukanya tadi. Tak terduga, mendadak tenaga pukulannya
terpatahkan, pukulannya dapat mengenai tempat kosong, waktu ia pandang kedepan, kiranya si
lelaki baju biru telah mematahkan serangannya dengan tangan kiri pula.
Yu Wi sangat kecewa, sungguh ia tidak tahu cara bagaimana Lam-san-tay-han (lelaki kekar
berbaju biru) menggunakan tangan kirinya. selagi ia hendak ganti serangan, mendadak kepalan
kanan si baju biru telah berubah pula menjadi telapak tangan dan menggampar lagi, "plok",
kembali pipinya yang sebelah tergampar pula.
Dua kali gamparan itu benar-benar telah menghanyutkan rasa gusar Yu Wi, sebagai gantnya
adalah rasa berduka, diam-diam ia membatin, " Lahirnya orang ini kelihatan kasar, tapi kehebatan
ilmu pukulannya jelas jauh diatas diriku ,"
Karena menyadari bertangan kosong pasti bukan tandingan orang, bahkan pasti tergampar
pula. Cepat Yu Wi melompat mundur, peang kayu segera dilolosnya.
Melihat anak muda itu melolos pedang kayu, si baj biru tidak mendesak lagi, ia terbahak-bahak
dan berkata, "Hahaha, memang sejak tadi seharusnya kau gunakan pedangmu"
Kontan pedang Yu Wi menusuk. tapi dengan tenaga pukulannya si baju biru menggetar
pedang Yu Wi kesamping, berbareng ia berucap sambil menggeleng, "Tidak. percuma Lekas kau
mainkan Hai-yan-kiam-hoat"
Mendengar orang dapat menyebut nama Hai-yan-kiam-hoat, teringat pula kedua Nikoh jelita
tadi segera mengenalnya ketika mendengar namanya disebut, Yu Wi pikir mungkin It-teng sin-ni
yang memberitahukan kepada mereka akan kedatangannya ini, dari sini dapat diketahui antara Itteng
sin-ni dan si baju biru pasti ada hubungan yang akrab.
Bahwa lelaki baju biru ini dapat bermukim di puncak Tiam-jong-san bersama It-teng sin-ni,
pantaslah kalau ilmu pukulannya sangat lihay, tampaknya kungfunya tidak dibawah Ang-bau-jin
alias si jubah merah.
Berpikir sampai disini, segera ia berseru, "Baik Awas, inilah Hai-yan-kiam-hoat" -Berbareng
pedang kayu terus menusuk.
Menghadapi lawan tangguh, serangan Yu Wi tidak kenal ampun lagi, ia pikir orang harus
diberitahu rasanya Hai-yan-kiam-hoat, maka serangan pertama yang digunakan adalah jurus Butek-
kiam ajaran Ji Pek liong.
Agaknya si baju biru juga tahu kelihaian Hai-yan-kiam-hoat, ia tidak berani ayal, segera iapun
memainkan ilmu pukulan andalannya yang diciptakannya berdasarkan hasil pemikirannya selama
beberapa puluh tahun-
Jurus Bu-tek-kiam sudah terlalu apal bagi Yu Wi, berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah,
ia pikir andaikan serangan ini tidak dapat melukai kau, sedikitnya juga akan membikin kelabakan
padamu.

Tapi segera terlihat si baju biru menghantam sekaligus dengan kedua tangannya, sampai
setengah jalan, tampaknya tangannya akan terketuk oleh pedang kayu, saat itu cahaya pedang
yang ditaburkan oleh Yu Wi jelas sukar diterobos oleh si baju biru.
Di luar dugaan, mendadak telapak tangan kiri si baju biru menepuk tangan kanan, "plak",
kedua telapak tangan bertepuk. belum lenyap suaranya, kedua tangan terus terpencar dan
menimbulkan bayangan telapak tangan yang sukar dihitung.
Yang terlihat oleh Yu Wi menjadi cuma bayangan telapak tangan dan tidak tertampak
bayangan orang, seketika jurus Bu-tek-kiam mengenai tempat kosong.
Terkejut Yu Wi, namun gerakannya tidak pernah lamban, menyusul ia menyerang pula, sekali
ini adalah jurus Tay-gu-kiam ajaran can-pi-so, si kakek buntung tangan.
Daya serang Tay-gu-kiam ini tidak dibawah Bu-tek-kiam. Tapi lagi-lagi kedua telapak tangan
sibaju biru saling bertepuk. "plaks, kembali kedua tangan terentang dan menimbulkan bayangan
telapak tangan yang berhamburan-
Tay-gu-kiam menusuk masuk ketengah-tengah bayangan telapak tangan dan tidak berhasil
mencapai sasarannya.
Karuan Yu Wi menjadi gugup, berturut-turut ia melancarkan jurus Hong-sui-kiam, Tay-liongkiam
dan siang-sim-kiam.
Tapi gerakan telapak tangan si baju biru juga bertambah cepat, tiga kali Yu Wi menyerang,
setiap kali terdengar tangan menepuk tangan atau tangan menepuk lengan, juga tangan
menepuk siku, setiap tepukan menerbitkan suara nyaring dan berubah menjadi gerak tangan yang
ajaib.
selesai Yu Wi menyerang tiga kali, semuanya mengenai tempat kosong, si baju biru sedikitpun
tidak terluka.
sampai disini, Yu Wi lantas menarik kembali pedangnya dan berhenti menyerang, ia menghela
napas panjang, ia pikir Hai-yan-kiam-hoat terkenal sebagai ilm pedang nomor satu di dunia, tapi
dalam permainannya ternyata tidak berdaya guna sama sekali, apa mau dikatakan lagi? Terpaksa
ia terima digampar dua kali secara sia-sia oleh si baju biru.
Melihat anak muda itu berhenti menyerang, si baju biru tertawa, katanya, "Bagaimana, tidak
bertempur lagi? Apakah sudah kau sadari bukan tandinganku?"
Yu Wi mengangguk. ucapnya dengan ikhlas, "Ya, ilmu pukulanmu maha ajaib, aku bukan
tandinganmu, sikapku yang kasar tadi terserah padamu cara bagaimana akan kau tindak?"
s baju biru mengulapka n tangannya dan berkata, "sudahlah, boleh kau pergi saja, asalkan kau
mengaku kalah, kan sudah, bertindak apalagi?"
Yu Wi memberi hormat sebagai tanda terima kasih, lalu tangan Khing-kiok digandengnya.
"Toako" Khing-kiok memanggil pelahan sambil memandang anak muda itu.
Panggilan ini menunjukkan betapa besar perhatian dan kasih sayangnya, tanpa tambahan kata
lainpun sudah cukup memperlihatkan perasaannya. "Kita pergi saja" kaTa yu Wi.
Baru saja ia melangkah beberapa tindak, didengarnya si baju biru lagi berkata dengan tertawa
gembira, "Haha, budak Thio mengatakan Hai- Yan-kiam-hoat tidak ada tandingannya di dunia ini,
jelas cuma omong kosong belaka"
Jelas sekali dia sangat meremehkan Hai-yan-kiam-hoat. Tentu saja Yu Wi tidak terima, segera
ia berpaling dan menyatakan, "Hai-yan-pat-kiam memang betul ilmu pedang tidak ada
tandingannya di dunia ini."
"Hahahaha" kembali si baju biru bergelak tertawa, "Jika benar tidak ada tandingannya di dunia
ini, mengapa baru kau mainkan lima jurus lantas kau sadari bukan tandinganku dan tidak berani
menyerang lebih lanjut?"
"Hanya lima jurus serangan itu saja yang kukuasai, andaikan kumainkan lagi juga tidak ada
gunanya," ujar Yu wi.
Air muka si baju biru mendadak berubah, ia menegas, "Habis bagaimana dengan dua jurus
yang lain?"
" Kedua jurus itu tidak kupelajari," sahut Yu Wi.
seketika si baju biru menjadi heran dan bingung, pikirnya. "Melulu lima jurus saja sudah dapat
memaksa kukeluarkan Hoa-san-ciang, bahkan aku cuma sanggup bertahan dan tidak mampu
menyerang, jika kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat lengkap dikuasainya, jelas aku pasti akan

kalah. Tampaknya ucapan si budak Thio bahwa Hai-yan-pat-kiam adalah ilmu pedang nomor satu
di dunia ini memang bukan bualan belaka." Melihat si baju biru diam saja, segera Yu Wi hendak
melangkah pergi pula.
"He, kau hendak kemana?" tanya si baju biru tiba-tiba.
"Menemui It-teng sin-ni." jawab Yu Wi.
"Kedelapan jurus itu belum lengkap kau pelajari, untuk apa menemui dia?"
"Betapapun kedatanganku ini harus bertemu dengan beliau."
si baju biru menggeleng kepala, katanya, "ingat, apa yang pernah dikatakan budak Thio
kepadamu?" Yu Wi tahu budak Thio yang dimaksudkan ialah Thio Giok-tin alias It-teng sin-ni,
maka jawabnya, "IT-teng sin-ni pernah memberi pesan, sebelum lengkap mempelajari kedelapan
jurus Hai-yan-kiam-hoat dilarang datang ke Tiam-jong-san, bila datang juga cayhe akan ditindak
keras."
"Masakah cuma ditindak keras saja, kukira janganlah kau pergi menemuinya," ujar si baju biru.
Yu Wi tahu orang bermaksud baik, ucapnya, "Terima kasih atas nasihatmu, tapi jiwaku hanya
satu, masakah It-teng sin-ni tega mencabut nyawaku?"
Habis berkata, dengan berani ia melangkah pergi, Khing-kiok ikut disebelahnya, juga tidak
gentar sedikitpun.
"Nanti dulu" seru si lelaki baju biru tiba-tiba.
Baru saja Yu Wi behenti, mendadak tangan terasa kesemutan, tangan yang menggandeng
Khing-kiok itu tanpa kuasa terus terlepas, waktu ia membalik tubuh, ternyata nona itu sudah
berada dalam cengkeraman si baju biru. "He, apa artinya ini?" teriak Yu Wi dengan gusar.
"Lepaskan, lepaskan diriku" teriak Khing-kiok. -api apa daya, badan tidak dapat bergerak sama
sekali, jelas Hiat-tonya tertutuk.
Dengan tertawa si baju biru berkata, "Jika kau ingin mengantar kematian, janganlah menyuruh
nona ini ikut mati bersamamu"
"Peduli apa dengan kau?" teriak Khing-kiok. "Lekas lepaskan aku Toako, tolong, Toako"
Melihat nona itu dikempit dibawah ketiak oleh si baju biru, entah apa maksud tujuan orang, Yu
Wi tidak sembarangan menolongnya, sebab kuatir menimbulkan rasa murka orang dan bisa jadi
membikin celaka Khing-kiok malah. Maka ia bertanya, "Sesungguhnya apa kehendakmu?"
"Ingin kuselamatkan jiwanya, masa kau tidak suka?" jawab si baju biru.
"Kubawa serta dia, dengan sendirinya ada akal untuk menyelamatkannya, hendaklah kau
bebaskan dia." pinTa yu Wi.
"Huh, aku saja tak dapat kau kalahkan, jangan harap akan kau tandingi si budak Thio." kata si
baju biru. "Dirimu sendiri saja belum tentu bisa selamat, masakah berani menyatakan akan
melindungi dia. Hendaklah diketahui, bilamana budak Thio sudah mau membunuh orang, caranya
lihay sekali."
saking gemasnya Khing-kiok menangis karena dikempit oleh lelaki baju biru itu, serunya
dengan air mata berlinang, "Toako, lekas tolong diriku dan hajar dia. . . ." segera Yu Wi
melangkah maju dan menegur, "Mau kau lepaskan dia tidak?"
"Tidak,"juwab si baju biru dengan tertawa, "Eh, kau budak cilik ini menangisi apa? Lebih bak
ikut dan jadilah muridku,"
"Tidak, siapa ingin jadi muridmu" teriak Khing-kiok sambil menangis, "Kalau tidak kau lepaskan
diriku, segera akan kugigit kau"
"Biasanya selalu kutolak orang yang minta menjadi muridku, sekarang aku yang penujui kau,
inilah kemujuranmu. . . ."
Belum habis ucapan si baju biru, mendadak Khing-kiok menggigit punggung tangan orang.
Tapi si baju biru tidak menjerit sakit, bahkan bergerak pun tidak. gigitan Khing-kiok itu seperti
menggigit kulit kerbau yang kering.
"Nah, gigitlah yang keras, gigitlah lebih keras" kata si baju biru dengan tertawa. "sudah
menjadi watakku, semakin kau tolak menjadi muridku, semakin harus kuterima kau, hari ini sudah
pasti kuterima kau sebagai murid"
Yu Wi tidak tahan lagi, mendadak ia melayang maju, tangan kanan memotong kemuka si baju
biru, tangan lain terus meraih Khing-kiok. Tapi si baju biru sempat mengengos kesamping
sehingga kedua gerakan Yu wi itu mengenai tempat kosong.

selagi hendak bertindak lagi, mendadak telapak tangan si baju biru memegang kepala Khingkiok
dan mengancam. "Jangan kau bergerak lagi"
Melihat keselamatan Khing-kiok terancam, Yu Wi tidak berani sembarangan bertindak lagi.
"Hah, ingin kau rebut dia dari tanganku, sama seperti mimpi di siang bolong, tidak mungkin
terjadi," seru si baju dengan terbahak.
"Huh, masakah di dunia ini ada orang dipaksa menjadi muridnya secara begini?"
"sudah tent ada," ujar si baju biru.
" Wah, jangan-jangan semua muridmu adalah hasil paksaanmu juga?" jengek Yu Wi.
"Ngaco-belo" teriak si baju biru. Lalu ia memanggil, "Ci-hong dan Giok-hong, coba kalian
kemari"
Kedua Nikoh jelita tadi lantas mendekatinya. Lalu si baju biru berkata pula kepada mereka,
"Coba kalian jelaskan kepada bocah ini, apakah aku yang memaksa kalian menjadi muridku?"
Nikoh yang agak tinggi itu bernama Ci-hong, dia menggeleng dan berkata, "Tidak, tidak ada
yang memaksa, matipun aku tidak mau dipaksa."
Nikoh yang lain bernama Giok-hong, ia menyambung, "Menurut pendapatku, hendaklah nona
lekas menerima dijadikan murid oleh suhu, kepandaian beliau maha sakti, apa yang ingin kau
pelajari tentu akan diajarkan oleh beliau."
Tapi Khing-kiok lantas mencibir, "Cis, siapa ingin meniru cara kalian yang tidak tahu malu ini,
sudah menjadi Nikoh, tapi berkelakuan tidak bersih?"
"siapa yang tidak tahu malu," tanya Ci-hong.
"Kalian, kalian yang tidak tahu malu." seru Khing-kiok, "Coba jawab, masakah biara Nikoh
juga ditinggali oleh lelaki?"
"He, budak cilik jangan salah wesel, rumah ini bukan biara Nikoh." tukas si baju biru.
"Bukan biara kenapa didiami oleh Nikoh?" ujar Khing-kiok.
"sudah kukatakan kami bukan Nikoh, kenapa kau sembarang omong lagi." kata Giok-hong.
si baju biru lantas menyambung, "setiap muridku memang selalu berdandan sebagai Nikoh
Jika kau jadi muridku, kaupun harus berdandan sebagai Nikoh."
"siapa sudi menjadi muridmu" teriak Khing-kiok, "Lepaskan diriku, lepaskan-"
"Jangan ribut, adik Kiok." kaTa yu Wi. "cianpwe ini seorang yang tahu aturan, setiap muridnya
diterima denang suka rela, kalau kau tidak suka, dia pasti akan melepaskan kau."
Yu Wi menyadari kungfu sendiri tidak mampu merampas Khing-kiok dari tangan orang, maka
sengaja digunakan kata-kata pujian untuk memancingnya.
siapa tahu si baju biru lantas bergelak tertawa dan berkata, "Tapi apapun juga hari ini harus
kuambil budak cilik ini sebagai muridku."
Dia lantas menurunkan Khing-kiok. tapi dengan tangan kiri ia jambak rambut nona itu, telapak
tangan kanan bergaya seperti pisau terus menabas.
Kontan rambut Khing-kiok yang panjang dan pekat itu terpotong putus dan berhamburan
tertiup angin-
Tertampak rambut diatas kepala Khing-kiok sekarang hanya sepanjang beberapa inci saja,
seketika ia jadi melenggong oleh tindakan si baju biru yang mendadak itu. Melihat rambut putus
yang bertebaran ditanah, untuk sekian lamanya ia tak dapat bersuara.
Yu Wi juga tidak mengira gerak tangan si baju biru bisa secepat ini, tahu-tahu rambut sudah
ditabas putus, ingin menolong sudah tidak keburu lagi.
Waktu Khing-kiok menyadari apa yang terjadi, mengingat rambutnya telah dipotong,
keadaannya sekarang tentu tidak lelaki dan bukan perempuan, sungguh tidak kepalang rasa
sedihnya. sayang kepada kecantikan adalah sifat pembawaan orang perempuan, saking sedihnya
ia menangis tergerung- gerung.
Tindakan si baju biru ternyata tidak tanggung-tanggung, segera ia mengeluarkan pula sebilah
belati, sambil bergelak ia terus menyayat keatas kepala Khing-kiok.
Karena menangis sambil mendekap mukanya, Khing-kiok tidak tahu tindakan si baju biru itu.
Tapi Yu Wi menjadi gusar, tanpa pikir ia melangkah maju, secara otomatis yang digunakan adalah
langkah ajaib Hui-liong-pat-poh.

sekali melangkah tubuh Yu Wi segera melaang pula ke udara, pandangan si baju biru menjadi
kabur, tabasan belatinya mengenai tempat kosong, segera ia tahu gelagat jelek, cepat belatinya
menimpuk ke udara.
Dengan satu gerakan saja Yu Wi berhasil merampas Khing-kiok. girangnya tak terkatakan,
sungguh tidak terduga bahwa Hul-liong-pat-poh mempunyai daya guna sehebat ini, sampai tokoh
maha sakti semacam si baju biru juga tidak mampu menahannya. selagi mengapung di udara,
tertampak belati lawan menyambar tiba, segera ia menggunakan gaya ajaran si jubah merah,
pinggang menggeliat, kaki menendang, kontan belati itu tertendang mencelat.
Melihat gerak tubuh Yu Wi di udara yang hebat itu, bahkan belatinya dapat ditendang hingga
mencelat, mau-tak-mau si baju biru berseru memuji, "Bagus"
Waktu Yu Wi turun ketanah, segera ia menubruk maju, kedua tangannya menghantam
secepatnya, maksudnya hendak mengurung Yu Wi di bawah pukulannya dan Khing-kiok akan
direbutnya kembali.
Melihat bayangan telapak tanan lawan yang tak terhitung jumlahnya mengurung tiba, Yu Wi
tidak berani menyambutnya, kembali kakinya melangkah maju, dikeluarkannya langkah kedua Huiliong-
poh. setiap langkah ajaib ini tidak sama, setiap langkahnya sangat hebat. Begitu melangkah,
menyusul tubuhnya lantas mengapung keatas, bukan saja pukulan sibaju biru dapat dielakkan,
bahkan terus melayang lewat diatas kepala orang, kakinya sempat mendepak sehingga ikat
rambut si baju biru terdepak jatuh.
Untung si baju biru sempat berkelit dengan cepat, kalau tidak, depakan kaki Yu Wi dapat
membuat kepalanya pecah.
Waktu turun lagi kebawah, sekali ini Yu Wi sudah berada belasan tombak jauhnya dari lawansi
baju biru menyadari tidak mudah lagi untuk mengejar Yu Wi, ia lantas berseru, "Ilmu lankah
bagus Dengan langkah ajaibmu ini cukup mampu kau lindungi budak cilik itu dan boleh kau temui
si budah Thio, agaknya semula aku cuma berkuatir tanpa alasan bagimu."
Yu Wi lantas membuka Hiat-to Khing-kiok yang tertutuk dan membawanya pergi dengan
pelahan.
Jilid 16
Tiba-tiba si baju biru ingat sesuatu, cepat ia berseru pula, "He, bocah she Yu, ilmu langkahmu
itu belajar dari siapa?"
Terdengar Khing-kiok berkata kepada anak muda itu, "Toako, orang ini terlalu busuk, jangan
kau gubris dia."
Rupanya ia menjadi benci sekali terhadap si baju biru karena rambut kesayangannya tertabas
putus. Apabila kungfu Yu Wi diatas orang itu, tentu dia akan memohon anak muda itu
membalaskan dendamnya. Tapi ia tahu Yu Wi bukan tandingan orang, maka tidak berani minta
dendamnya dibalaskan-
Begitulah semakin jauh jedua orang itu melangkah pergi. Dengan suara keras si baju biru
berteriak, "langkahmu itu ajaran Ang-bau-kong Yim Yu-ging, bukan?"
Hati Yu Wi tergerak mendengar nama "Ang-bau-kong", ia berpaling dan bermaksud tanya asalusul
sijubah merah itu kepada orang berbaju biru ini, tapi sebelum dia bersuara, Khing-kiok keburu
mencegahnya, "Toako, pesan Ang-pepek itu janganlah kau lupakan-"
Yu Wi menelan mentah-mentah kata-kata yang sudah hampir diucapkannya, ia menjawab
pertanyaan si baju biru dengan kata lain, "Ang-bau-kong apa? Entah aku tidak kenal. Yang pasti
ilmu langkah ajaib ini adalah ajaran keluargaku sendiri."
Tapi telinga si baju biru sangat tajam, misalnya di dalam rumah saja dia dapat mendengar
suara kedatangan Yu Wi berdua sehingga ci-hong din Glok-hong disuruh menjenguk keluar.
Sekarang meski Khing-kiok bicara kepada Yu Wi dengan suara pelahan juga dapat didengarnya
dengan cukup jelas.
Maka tertawalah. si baju biru, serunya, "Haha. jangan kaubohong padaku. Kalau Ang-bau-kong
sudah mengajarkan ilmu langkahnya padamu, biarlah akupun mengajarkan semacam ilmu khas
padamu..."
"Terima kasih atas maksud baikmu, Cayhe tidak ingin belajar," jawab Yu Wi dari kejauhanKANG
ZUSI website http://kangzusi.com/
"Kau harus belajar, akan kuajarkan Hoa-sin ciang-hoat yang tak dapat dikalahkan oleh lima
jurus Hai-yan-kiam-hoat tadi," kata si baju biru.
Yu Wi pikir ilmu pa kulan Hoa-sin- ciang tadi memang sangat hebat dan bernilai untuk
dipelajari, diam-diam ia tertarik.
Maklumlah, bagi orang yang gemar ilmu silat, apabila melihat sesuatu ilmu silat yang hebat,
tentu ingin diselaminya di mana letak keajaibannya,
"Meski ilmu pukulan orang ini sangat hebat tapi pekertinya jelek. janganlah Toako belajar
padanya," kata Khiog-kiok,
Yu Wi mengangguk. katanya. "Baiklah, aku tidak belajar." segera mereka melangkah pergi
pula.
si baju biru dapat mendengar percakapan mereka, ia menjadi marah, sekonyong-konyong. ia
melompat ke atas, secepat anak panah tubuhnya terus melintir ke depan, mengejar ke arah Yu
Wi.
Ketika anak muda itu merasakan angin berkesiur dari belakang dan selagi hendak bertindak,
namun sudah terlambat selangkah, tahu-tahu punggung tangan kesemutan, Khing-kiok kembali
kena diserobotnya pula.
Dua kali nona itu diserobot dan dua kali Yu wi tidak dapat berbuat apa-apa, hal ini
menandakan betapa tinggi Ginkang si baju biru serta kecepatan tangannya sungguh luar biasa.
setelah berhasil menyerobot Khing-kiok, si baju biru bergolak tertawa, teriaknya pula, "Nah,
kau mau belajar atau tidak?"
Di luar kekuasaannya Hiat-to kelumpuhan Khing-kiok telah tertutuk dan terkempit di bawah
ketiak si baju biru, saking kalap akan Khing-kiok terus berteriak pula, "Toako, sekali tidak belajar
tetap jangan belajar padanya"
si baju biru menjadi gusar, damperatnya, " Untuk apa kau ikut cerewet?" mendadak ia
melemparkan Khing-kiok ke belakang sana sambil berseru. "Ci-hong. tangkap dia ini"
Lemparannya dengan tepat sampai di tangan ci-hong, padahal Nikoh jelita itu berada jauh di
belakang sana, untuk menolong Khing-klok lebih dulu Yu Wi harus melalui rintangan si baju biru.
terpaksa ia tidak dapat bertindak apapun-
"sekali ini jangan harap akan kau tolong dia lagi," kata si baju biru. Lalu ia berseru pula,
"cihong. kurung budak itu, biarkan dia kelaparan beberapa hari, ingin kutahu apakah dia sanggup
berkaok-kaok lagi atau tidak?"
Ci-hong mengiakan, bersama Giok-hong mereka membawa Khing-kiok ke dalam rumah biru.
"He, nanti dulu, kalian tidak boleh mengurungnya" teriak Yu Wi.
"Tidak mengurungnya juga boleh, asalkan kau- belajar Hoa-sin- ciang dengan baik," kata si
baju biru dengan tertawa.
"Huh, di dunia ini masakah ada orang dipaksa belajar cara begini?"
"Kan sudah kukatakan, adalah menjadi watakku, semakin orang menolak belajar pada semakin
kupaksa dia harus belajar." kata si baju biru. "Ci-hong, dengarkan, sehari bocah she Yu ini tidak
mau belajar Hoa-sin-ciang padaku, satu hari pula budak itu tidak diberi makan. bahkan hajar dia
hingga babak-belur."
"Baik, suhu" jawab Ci-hong di dalam rumah.
Yu Wi tahu badan Khing-kiok masih lemah dan tidak sanggup menerima siksaan bada terpaksa
ia berseru, "Baiklah, jangan kalian mengurung dia, aku bersedia belajar."
" Kalau mau belajar, sekarang juga kita mulai" kata si baju biru dengan tertawa.
Yu Wi tidak yakin, berapa lama dirinya akan berhasil menguasai Hoa-sin-ciang, seperti waktu
belajar Hui-liong-poh tempo hari, semula ia menerima dalam waktu singkat pasti paham, siapa
tahu sampai tujuh hari barulah ilmu langkah itu dikuasainya dengun baik. sedangkan Hoa-sinciang
ini tidak kalah hebatnya daripada Hui-liong-poh, entah berapa hari pula untuk bisa
memahaminya.
segera ia berseru kepada Khing-kiok. "Adik Kiok. kau tinggal saja bersama kedua Cici itu di
dalam rumah, setelah Toako mahir Hoa-sin-ciang segera kupapak kau keluar."
Terdengar Giok-hong mengikik tawa dan berkata, "Jangan kuatir Yu-kongcu, disini masih
banyak Cici yang lain, tanggung tidak membikin susah dia."

Begitulah, dengan cepat tujuh hari telah berlalu pula, selama tujuh hari Yu Wi dan si baju biru
terus berlatih di luar dan tiada seorang pun masuk ke rumah. setiap waktu makan Giok-hong
lantas mengantar santapan kepada mereka.
Kalau semula Yu Wi tidak rela belajar Hoa-sin-ciang, tapi akhirnya ia jadi ketarik oleh
kehebatan ilmu pukulan itu, diam-diam ia mengakui ilmu pukulan itu memang sangat lihai, kecuali
Hai-yan-kiam-hoat, mungkin di dunia ini tidak ada kung-fu lain yang mampu menandinginya. Mautidak-
mau timbul rasa hormat dan kagumnya terhadap si baju biru.
Cara mengajar si baju biru juga sungguh2, sedikitpun tidak "asal" saja, bila ada kesalahan,
kontan dia marah dan mendamperat Yu Wi. Tapi anak muda inipun tidak menyesal, dia benarbenar
ingin belajar Hanya saja sering ia bertanya-tanya dalam hati, sebab apakah si baju biru
mengajarkan ilmu pukulan maha sakti ini kepadanya tanpa syarat?
sampai hari kedelapan Hoa-sin-ciang sudah dapat dikuasai seluruhnya oleh Yu Wi, kalau
dihitung, waktu yang diperlukan ternyata sama dengan belajar Hul-liong-pat-poh. Hanya dalam
waktu setengah bulan saja berhasil memahami dua macam kungfu maha sakti, tentu saja hati Yu
Wi sangat girang.
Hari ini si baju biru berkata padanya, "Nak, sekarang bolehlah kau pergi menemui si budak
Thio."
Kini sikap Yu Wi terhadap si baju biru sudah sangat menghormat, jawabnya, "sungguh
Wanpwe merasa terima kasih tak terhingga atas kesudian cianpwe mengajarkan Hoa-sin-ciang
yang hebat ini."
"Tidak perlu kau terima kasih padaku, sudah tentu ada tujuannya kuajarkan Hoa-sin-ciang
padamu, kalau dipikir tetap demi kepentinganku sendiri jadi rugilah jika kau berterima kasih
padaku."
Yu Wi menggeleng, katanya pula, "Apapun maksud tujuan cianpwe, yang jelas Wanpwe telah
mendapatkan ajaran ilmu sakti, selama hidup ini Wanpwe takkan melupakan budi baik ini"
si baju biru bergelak tertawa, katanya, "Tapi jangan kau lupa, semula kau tidak mau belajar.
akulah yang paksa kau."
Teringat kepada sikap sendiri yang ngotot tempo hari, muka Yu Wi menjadi merah. Waktu itu
dirinya seperti ditagih hutang tatkala orang memaksa dia belajar, tapi sekarang setelah belajar
mau-tak mau timbul juga rasa terima kasihnya.
si baju biru lantas berkata pula, "Jika kau tetap berterima kasih padaku, tentu juga aku tidak
dapat merintanginya. Cuma ada satu hal harus tetap kauingat, tentang kuajarkan Hoa-sin-ciang
padamu ini dilarang kau katakan kepada siapapun, juga tidak boleh mengatakan kau pernah
berjumpa denganku."
Yu Wi jadi melengak. mengapa orangpun berpesan serupa si jubah merah? Mestinya dia ingin
tanya siapa namanya, tapi tidak jadi, sebab kuatir akan menimbulkan marahnya.
Tak terduga si baju biru sendiri lantas berkata kepada Yu Wi, "setelah berkumpul selama
beberapa hari, adalah layak kau kenal siapa diriku yang sebenarnya. sebelum berpisah, biarlah
kuberitahukan padamu, aku she Loh bernama Ting-hoa. orang memberi julukan Lam-si-khek
padaku."
Diam-diam Yu Wi memuji nama orang yang halus dan indah itu, tapi tidak sesuai dengan
orangnya yang kelihatan besar dan kasar, hanya julukan "Lam-si-khek" atau sijanggut biru
memang cocok sekali dengan orangnya. Mendadak si baju biru berseru. "Bawa keluar nona Lim"
Sudan beberapa hari tidak bertemu, Yu Wi rada sangsi, ia pikir Khing-kiok tentu tambah kurus
karena kurang makan dan menanggung pikiran.
Dilihatnya pintu rumah biru terbuka, Khing kiok mendahului melangkah keluar diikuti Ci-hong,
Giok-hong dan disusul pula oleh tujuh atau delapan Nikoh muda lagi.
setiba di luar, beberapa Nikoh itu terus mengerumuni Khing kiok. semuanya mengucapkan
selamat berpisah padanya, jelas tampak perasaan berat atas perpisahan mereka itu.
Waktu Yu Wi memandang khing kiok. dilihatnya nona itu sangat terharu dan hampir
mencucurkan air mata, jelas dia juga merasa berat untuk berpisah. Malah muka si nona kelihatan
lebih gemuk daripada waktu masuk ke rumah biru tempo hari, cahaya mukanya juga kelihatan
merah. Jadi sama sekali meleset dugaan dan kekuatiran sendiri tadi.
"Nah, bolehlah mereka berangkat" seru si janggut biru dengan tertawa.

Begitulah Yu Wi dengan menggandeng tangan Khing kiok menerus kau perjalanan di lereng
gunung bersalju. sepanjang jalan, dari cerita Khing-kiok dapatlah Yu Wi mengetahui selama
beberapa hari ini si nona berkumpul dengan akrab bersama beberapa murid perempuan si janggut
biru.
"Mereka semuanya memiliki kepandaian khas, ada yang mahir memetik kecapi, ada yang
pandai meniup seruling. ada yang pintar melukis dan bersyair, bahkan juga banyak yang pandai
menyulam dan menjahit. Mengenai ilmu silat mereka tidak perlu lagi disangsikan, semuanya lihai.
Mereka berebut mengajarkan kepandaian masing-masing padaku, tapi sekaligus mana dapat
kubelajar sebanyak itu."
"Apakah kepandaian mereka itu semuanya ajaran Lam-si khek?" tanya Yu Wi.
Khing-kiok mengangguk. "sangguh sukar kubayangkan si janggut biru itu bisa mempunyai
kepandaian sebanyak itu, pantas murid-muridnya sama rela belajar padanya di pegunungan penuh
salju ini."
"Jika kau kagum kepada kepandaian si janggut biru. bolehlah kau tinggal dan belajar padanya
di sini," ujar Yu Wi. Tapi Khing-kiok menggeleng dan tidak menjawab.
setelah berjalan sekian lamanya barulah Khing-kiok berkata, "Toako, jika aku diharuskan
berpisah dengan kau, tidak ada urusan apapun di dunia ini yang menarik bagiku."
Yu Wi melengak. diam-diam ia merasa serba susah ia menjadi bingung bagaimana mereka
harus berpisah kelak. dan cara bagaimana nanti harus membujuknya agar baik dengan Kan Ciaubu?
Tiba-tiba terpikir olehnya, "Ah, mulai sekarang harus kujauhi dia, jangan sampai berlanjut
seperti ulat sutera yang mengikat diri sendiri dengan membuat kepompong, tentu akan banyak
menimbulkan kekesalan."
Maka sedapatnya Yu Wi menghindar bicara dengan Khing-kiok. dengan membungkam terus
menuju ke sebelah barat. Rupanya tempat kediaman it-teng sin-ni sudah diketahui Yu Wi dari
keterangan Lim-si-khek alias sijinggut biru.
Tidak lama kemudian, sampailah mereka di depan sebuah biara yang dibangun dengan batu
kuning- merah. cukup megah dan angker, pada sebuah papan gapura tertulis empat huruf emas
besar "siang-hui-sin-ni".
Di depan biara ada beberapa pohon cemara tua, tanah lapang bersalju di depan tersapu
dengan lesik.
segera Yu Wi berseru, "Wanpwe Yu Wi mehon bertemu dengan sin-ni" . . . . "
sampai beberapa kali ia beneru dan tidak ada jawaban orang. selagi dia hendak mengetuk
pintu. tiba-tiba dari dalam berkumandang suara orang perempuan yang halus, "Kedelapan jurus
pedang itu sudah lengkap kaupelajari belum?"
Yu Wi tahu itulah suara It-teng sin-ni, maka dengan sejujurnya ia menjawab, "Atas pesan sinni
itu, Wanpwe tidak dapat melaksanakannya seluruhnya, antara kedelapan jurus hanya enam
jurus saja yang berhasil kupelajari, sebab .. . . "
Baru saja dia hendak menjelaskan tentang meninggalkan kedua kakek tuli dan bisu sehingga
dua jurus di antaranya tidak mungkin dapat dipelajari dengan lengkap. mendadak suara
perempuan itu memotong ucapannya, "Untuk apa datang ke sini kalau tidak lengkap belajar?
Kuberi waktu seminuman teh untuk meninggalkan tempat ini."
Dengan sendirinya Yu Wi tidak mau pergi, segera ia menuturkan seluk-beluk pengalamannya
dan apa yang terjadi atas para kakek cacat itu. Dia bercerita dengan teratur dan penuh hormat.
Diam-diam Khing-kiok merasa penjelasan Yu Wi itu cukup memelas, ia yakin dengan
keterangan itu tentu It-teng sin-ni dapat memaklumi kesulitan anak muda itu yang tidak dapat
belajar lengkap kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat.
selesai Yu Wi menutur, batas waktu yang diberikan pun habis. Mendadak pintu biara terbuka
dan melangkah keluar delapan Nikoh yang terus berdiri di sekeliling situ, menyusul muncul
seorang Nikoh setengah tua, di depan dadanya tergantung kalung tasbih, wajahnya kelihatan
sudah sangat tua namun garis-garis kecantikannya di masa muda masih jelas kelihatan.
Nikoh tua ini memandang sekejap Khing-kiok yang berdiri di samping Yu Wi, lalu menegur
dengan wajah masam, "Yu Wi, kenapa kau belum pergi?"
"Apakah Locianpwe inilah It-teng sin-ni?" jawab Yu Wi sambil memberi hormat.

Tambah masam air muka Nikoh tua itu, dengan koreng ia berkata, "Siapa Locianpwe? Kalau
Cianpwe ya Cianpwe, kenapa ditambah Lo (tua) segala? Apakah sengaja kau bikin marah
padaku?"
Yu Wi tidak menduga hanya satu kata saja bisa menimbulkan rasa gusar sin-ni, padahal
tambahan sebutan itu hanya sebagai tanda hormat saja, ia tidak tahu bahwa It-teng sin-ni paling
takut orang menyebut kata "Lo" atau tua di depannya.
Maka cepat Yu Wi berganti haluan, ucapnya, " Cianpwe. wanpwe ingin bertemu dengan Ya-ji,
keadaannya baik-baik bukan?"
"Peduli apa dengan kau keadaannya baik atau tidak?" jengek sin-ni. "Kau berani
membangkang pada apa yang telah kukatakan?"
"Pesan cianpwe melalui Jit-ceng-me masih kuingat dengan baik, Wanpwe hanya ingin bertemu
sejenak saja dengan Ya-ji dan tidak ada permohonan lain."
It-teng mendengus pula, katanya, "Lantaran mengingat kau telah menyembuhkan cacat kaki
Ya-ji dengan Thian-liong-cu, maka kuberi batas waktu untuk pergi. Tapi kau berani tetap tinggal di
sini, tak dapat lagi kuberi ampun, lekas kau buntungi sebelah kaki sendiri, jangan sampai
memaksa aku turun tangan sendiri,"
Khing-kiok tidak tahu kelihaian si Nikoh tua, mendadak ia menyela, "He. Nikoh tua ini kenapa
tidak pakai aturan?"
sejak tadi dia sudah mendongkol karena di-ihatnya It-teng mempersulit pertemuan Yu Wi
dengan Ko Bok ya, ia pikir anak muda itu datang ke sini darijauh tanpa kenal lelah, seharusnya
Nikoh itu menaruh simpati dan ikut terharu padanya, tapi sekarang bukannya memberi
kesempatan bertemu bagi Yu Wi, sebaliknya malah menyuruh anak muda itu membuntungi kaki
sendiri, saking tidak tahan sebera tercetus ucapannya tadi tanpa pikir.
-siapakah tokoh-tokoh Ang-bau-jin atau sijubah merah dan sijanggut biru yang kosen ini?
-Dapatkah Yu Wi bertemu dengan KokBok-ya dan tokoh macam apa pula It-teng sin-ni?"
= Bacalah jilid selanjutnya = = --^ --^ --^
sebaliknya It-teng mengira Khing-kiok sengaja menyebutnya Nikoh tua, seketika ia menjadi
gusar, kalung tasbih itu langsung menyambar ke dada Khing-kiok.
Yu Wi terkejut, ia tahu tenaga sambitan it-teng itu tidak boleh diremehkan, apabila terkena,
dada Khing-kiok pasti akan berlubaug. Cepat ia melolos pedang untuk menangkis.
"Trang",- kalung tasbih itu terjerat ke batang pedang Yu Wi, jurus yang digunakannya ini
adalah Bu-tek kiam, kalau tidak sukarlah baginya untuk menahan sambaran kalung tasbih ilu.
"Bagus" jengek It-teng. "Kau berani menangkis tasbihku dengan Hai-yan-kiam-hoat dan
merintangi aku membunuh budak itu, agaknya kau sendiri yang hendak membunuh dia. Boleh
juga, nah, lekas kerjakan"
Tapi Yu Wi lantas masukkan pedang kayunya ke dalam sarungnya. lalu berseru, "Tanpa sebab
tiada alasan, mengapa Cianpwe hendak membunuhnya?"
Itteng menjadi murka, damperatnya, "Kau hendak memberi petuah padaku?"
"Ah, tidak berani" jawab Yu Wi dengan hormat. It-teng menjengek, "memangnya kau berani?"
Mendadak ia berjongkok dan meraup segenggam lidi cemara terus dihamburkan ke arah
Khing-kiok. tertampak berpuluh lidi cemara itu menyambar ke bagian mematikan di lubuh Khingkiok
dengan angin tajam.
Melihat lidi cemara sekecil itu sedemikian lihai cukup terkena satu batang lidi itu saja jiwa bisa
melayang, Khing-kiok menjerit ketakutan.
Tapi Yu Wi sudah siap sedia disamping, tanpa pikir la lolos pedang dan menghadang di depan
si nona, serentak hujan lidi cemara itu tertahan oleh tabir pedang yang dipasangnya dan jatuh
bertebaran.
Dua kali serangannya ditangkis, tidak kepalang gusar it-teng, bentaknya, "Yu Wi, tampaknya
kau sudah bosan hidup?"

Yu Wi tidak gentar sedikitpun. jawabnya, "sekalipun dia bersikap kurang hormat terhadap
Cianpwe dosanya juga tidak perlu dihukum mati."
"Hm, jika kau ingin bertemu dengan Ya-ji dan berhubungan baik lagi, kau harus membunuh
dia bagiku," jengek It-teng.
Tapi Yu Wi menggeleng, katanya, "Membunuh dia dan baru dapat bertemu dengan Ya-ji,
andaikan Ya-ji tahu juga pasti tidak setuju."
"Jika kau tidak mau membunuhnya, biarlah aku yang membunuhnya," kata It-teng. "Bila kau
berani merintangi lagi, nanti kubunuh kau sekalian."
"cut-keh-lang (orang yang sudah keluar rumah, artinya orang sudah memeluk agama) kenapa
bicara tentang bunuh melulu?" ujar Yu Wi dengan menyesal.
Merasa ucapan anak muda itu kembali bernada memberi petuah padanya, It-teng tambah
murka teriaknya dengan suara melengking, "selama berpuluh tahun tidak ada orang yang berani
melawan kehendakku, sekarang ternyata ada bocah ingusan yang berulang-ulang menentang
pendirianku. Tampaknya terpaksa aku harus melanggar pantangan membunuh."
Dia melangkah maju sambil mencabut Hudtun (kebut) dari punggungnya, kontan kebutnya
menyabat kepala Khing-kiok.
Demi menyelamatkan nona itu, cepat Yu Wi menangkis pedangnya.
"Baik, asalkan dapat kau kalahkan kebutku ini, bukan saja jiwa budak ini akan kuampuni,
bahkan Ya-ji boleh kau temui sesukamu," seru It-teng. seketika timbul semangat jantan Yu Wi.
dengan lantang ia menjawab, "Jadi"
segera ia mainkan HHui-yan-kiam-hoat, jurus pertama yang dilancarkan adalah Bu-tek kiam.
Tapi It-teng tidak gentar sedikit pun terhadap jurus Bu-tek kiam, kebutnya berputar melingkar
baru setengah jalan tusukan Yu Wi, tahu-tahu daya serangannya sudah terpatahkan-
Berturut-turut Yu Wi mengeluarkan jurus Tay gu-kiam, Hong-sui-kiam, Tay-liong-kiam dan
siang-sim-kiaim, tapi setiap kali hanya mencapai setengah jalan saja segera dipatahkan oleh
kebasan kebut It-teng.
sama sekali Yu Wi tidak menyangka Hai-yan-kiam-hoat begini konyol, ia mengira ilmu silat Itteng
sudah mencapai tingkatan maha sempurna dan jauh di atas si jubah merah dan sijanggut
biru. Bahkan Jit-can-so sama sekali tidak ada artinya lagi jika dibandingkan Nikoh ini.
Yu Wi tidak menyadari bahwa Hai-yan-kiam-hoat yang dikuasainya hanya enam jurus saja, jadi
kepalang canggung, kalau kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat dapat dipahami seluruhnya, bukan
saja takkan dikalahkan It-teng, sebaliknya malah dapat mengalahkannya.
Mengenai sebab apa It-teng dapat mematahkan jurus serangan Yu Wi itu dengan mudah, hal
ini memang ada alasannya.
Rupanya sejak It-teng berhasil memperoleh kitab pusaka Hai-yan-pat-to dari oh It-to, dari ilmu
permainan golok itu telah diubahnya menjadi ilmu permainan pedang. Tapi meski sudah dilatihnya
hingga belasan tahun dan merasa sudah dapat dikuasainya dengan baik, ketika dia bertanding
dengan jago kelas satu, hasilnya ternyata sangat mengecewakan.
semula ia mengira latihan sendiri yang belum sempurna, maka dia berlatih lebih tekun lagi. Di
sini barulah dirasakan, bilamana latihan sudah mencapai titik tertinggi, segera darah bergoiak
dalam tubuh sendiri, Lwekang lantas menyurut malah.
Teringatlah olehnya keterangan oh It-to dahulu bahwa tidak ada gunanya ilmu golok yang
diajarkan padanya itu, sebaliknya malah akan membikin celaka padanya. Keterangan ini baru
sekarang dipercayanya.
Kemudian setelah direnungkan lagi barulah diketahui bahwa Hai-yan-kiam-hoat itu hanya
dapat dilatih oleh orang lelaki, meski perempuan juga boleh melatihnya, tapi bila mencapai titik
yang paling mendalam, segera akan timbul pergolakan darah panas dalam tubuh sendiri dan akan
merusak kesehatan.
setelah tahu sebab musabab ini, it-teng tidak berani berlatih lagi, tapi untuk menghadapi orang
yang mahir Hai-yan-kiam-hoat kelak, dengan tekun ia mempelajari setiap gerak jurus pedang itu,
lalu satu persatu diciptakan jurus lawannya. selama belasan tahun ia memeras otak dan akhirnya
ia merasa yakin usahanya telah berhasil, ia pikir selanjutnya tidak perlu takut lagi kepada orang
yang mahir Hai-yan-kiam-hoat.

Dan benar juga, setelah diuji sekarang, kelima jurus serangan Yu wi ternyata dapat dipatahkan
seluruhnya.
Tentu saja It-teng bergirang, katanya, "Masih ada jurus pertahanan. Yu wi, coba dapatkah kau
bertahan?"
Habis berkata kebutnya terus bekerja terlebih gencar, ia serang bagian maut di tubuh Yu Wi.
segera Yu Wi memainkan jurus Put-boh-kiam tapi baru saja tabir sinar pedang terpasang tiga
lapis, tahu-tahu kebut lawan telah menerobos masuk dan mengancam dadanya.
Keruan Yu Wi terkejut, cepat ia buang pedang dan melangkah ke samping.
Langkah yang digunakan adalah Hul-liong-Soh ajaran Ang-bau-kong. Pandangan it-teng terasa
kabur dan kehilangan jejak Yu Wi, kebutnya hanya berhasil menggulung pedang kayu anak muda
itu.
Waktu berpaling, dilihatnya Yu Wi sudah berdiri dengan tenang di belakangnya. Rengeknya,
"Bagus, kiranya kau masih ada kepandaian simpanan"
segera iapun melangkah maju, ia keluarkan langkah ajaib Leng-po-wi-poh, berbareng dengan
langkahnya itu kebut terus melilit ke leher Yu Wi.
Tapi Yu Wi menunduk kebawah sambil menggunakan langkah naga terbang. waktu tubuh
mengapung ke atas, kedua telapak tangan bertepuk, "plak". ia mainkan satu jurus Hoa-sin-ciang
ajaran si janggut biru.
Ketika kebut It-teng mengenai tempat kosong, segera dirasakannya angin berkesiur di atas
kepalanya, ia mendongak dan melihat bayangan telapak tangan yang tak terhitung jumlahnya
sedang memburu ke arahnya. Ia tidak sempat menyingkir, terpaksa kebutnya berputar untuk
menangkis.
Tapi lantaran kebut ini digunakan secara tergesa-gesa sehingga tidak banyak membawa daya
serangan yang kuat, sukar baginya untuk menahan pukulan Yu wi, agar bisa menyelamatkan diri
terpaksa harus melepaskan kebutnya. Dalam sekejap itu dia sempat menerobos keluar dari jaraK
serangan pukulan Yu wi.
Dilihatnya kebut yang terlepas itu mencelat kesana dan hampir jatuh ke tanah, segera It-teng
menggunakan Ginkangnya yang tinggi untuk melayang kesana. kebut itu disambar kembali.
Meski kebut dapat dirampas kembali, tapi apa pun- juga dia sudah kehilangan senjatanya, tadi
Yu Wi juga kehilangan pedangnya dan kontan membalas, betapapun it-teng merasa malu, dengan
gusar kebutnya berputar, kembali ia menyerang lagi dengan lebih ganas.
Melihat orang bersenjata, Yu Wi tidak lagi memungut pedang kayunya, ia tahu lebih baik
menghadapi lawan dengan bertangan kosong daripada memakai pedang kayu. sekarang ia tidak
berani gegabah lagi, ia pikir pertarungan ini tidak boleh kalah, segera ia melancarkan serangan
maut.
Kebut It teng itu entah sudah mengalahkan berapa banyak tokoh Bu-lim. tapi hari ini sama
sekali tidak berhasil. Kiranya Yu Wi telah menggunakan Ih-Hui-liong-poh yang teramat ajaib,
setiap serangan it-teng selalu dihindarkannya dengan cepat dan mudah. sebaliknya Hoa-sin-ciang
yang dilontarkan Yu wi justeru sukar dielakkan oleh It-teng, meski dia sudah mengeluarkan Lengpo-
wi-poh tetap tidak ada gunanya.
Maklumlah, Leng-po-wi-poh dan HHui-llong-pat-poh sama-sama langkah ajaib ciptaan Angbau-
kong. sedangkan HHui-liong-pat-poh khusus diciptakan untuk mengatasi Leng-po-wi-poh.
Hanya sayang latihan Yu wi belum sempurna benar, kalau tidak It-teng pasti akan terkena oleh
pukulan Hoa sin-ciang.
Begitulah pertarungan berlangsung hingga hampir ratusan jurus dan it-teng selalu di pihak
yang terserang, dia terus terdesak hingga selalu melompat mundur.
setelah lewat ratusan jurus, It-teng menjadi kalap, bentaknya bengis, "Kau terlalu menghina
padaku, anak keparat"
segera kebutnya menyabet dari samping. Tapi mendadak Yu Wi mengapung ke atas
"Jika kubunuh kau sekarang, jangan kau salahkan diriku" teriak It-teng pula. mendadak iapun
melompat ke atas dan kebutnya menyabet ke belakang.
Tentu saja Yu Wi sangat heran, lawan berada di depan, mengapa kabut orang menyabet ke
belakang. Tanpa menyelami apa maksud tujuan it teng, segera ia melancarkan suacu pukulan
Hoa-sin-ciang,

Yang dikehendaki Yu Wi adalah cepat mengalahkan musuh sehingga tidak terpikir
kemungkinan lain, mendadak dirasakan punggung sendiri dingin seperti tertusuk pedang, seketika
tenaga murni gembos dan terbanting jatuh ke bawah.
It-teng terus melangkah maju, sebelah tangannya terangkat dan menghantam kepala Yu Wi.
Yang dirasakan Yu Wi sekarang adalah punggung sangat kesakitan, mana dia sempat menangkis
lagi, tampaknya pukulan orang sudah berada di atas kepalanya. terpaksa ia pejamkan masa dan
pasrah nasib.
syukur pada detik berbabaya itu mendadak terdengar seorang bersuara dengan welas-asih, "A
Giok. kenapa kau bunuh orang lagi?"
sampai sekian lama Yu Wi tidak merasakan pukulan it-teng, waktu ia membuka mata,
dilihatnya It-teng telah mundur dan berdiri di sebelah sana, di sebelah lain berdiri seorang tua
tinggi dan berwajah simpati.
orang tua ini dikatakan tua, tapi kelihataanya juga tidak terlalu tua, yang pasti usianya tentu
sudah sangat lanjut, jadi serupa malaikat dewata, jelas kelihatan berusia lanjut, tapi tidak
kelihatan di mana tanda-tanda ketuaannya.
Yu Wi tahu orang tua inilah yang telah menyelamatkan dirinya dan memaksa It-teng menarik
pukulannya serta mundur ke samping. Cepat ia melompat bangun, maksudnya hendak
mengucapkan terima kasih. Tak terduga, mendadak punggung kesakitan luar biasa, berdirinya tak
bisa tegak lagi. kembali ia jatuh terkulai.
Baru sekarang Khing-kiok menjerit kuatir, rupanya semua kejadian tadi berlanggsung terlalu
cepat, ketika Yu Wi dirobohkan It-teng, saking takutnya ia tidak sanggup bersuara.
setelah menenangkan diri dan menjerit, Khing-kiok terus memburu maju untuk membangurkan
Yu Wi, dari punggung anak muda itu ditariknya semacam benda, waktu Yu Wi menoleh, kiranya
benda itu adalah kebut It-teng.
Agaknya sabatan kebut It-teng menuju ke belakang tadi adalah jurus serangan istimewa yang
sukar diduga oleh siapa pun, kebut itu seperti menyabet, yang benar terus disambitkan, punggung
Yu Wi jadi seperti tertusuk oleh pedang yang tajam, untung dia berlatih Thian-ih-sin-kang
sehingga lukanya tidak terlalu bahaya.
setelah kebut itu ditarik, darah segar lantas mengucur keluar.
" Cepat tahan napas dan tutup lukanya," desis si orang tua sambil mendekat.
Maklumlah, Hiat-to di bagian punggung sangat banyak dan termasuk salah satu bagian yang
mematikan di tubuh manusia. Meski luka Yu Wi tidak mengenai bagian yang mematikan, tapi
lukanya juga tidak ringan, kalau tidak ditolong pada saat yang tepat, akhirnya juga fatal.
Begitulah Yu Wi lantas menurut, ia tahan napas dan tidak bergerak, hanya sekejap saja muka
Yu Wi sudah pucat karena darah yang mengalir keluar terlalu banyak. Khing-kiok hanya
mencucurkan air mata dan tak bisa bersuara saking kuatirnya.
Cepat orang tua tadi menutuk beberapa Hiat-to penting di punggung Yu wi, lain ia
mengeluarkan obat dan dibubuhkan pada lukanya. obat luka itu sangat manjur, hanya sebentar
saja darah sudah berhenti dan bagian luka lantas membeku menjadi warna kuning.
"Jangan kuatir. nona cilik, dia tidak berhalangan lagi," kata si orang tua. ^"Cuma dia perlu
istirahat dan tidak boleh bergerak, sebulan lagi dia akan sembuh."
sejak tadi It-teng hanya memandang saja di samping dengan tenang, baru sekarang ia
menegur, "Hoat-su-jin (orang mati hidup). lagi lagi kau recoki diriku."
Yu Wi merasa heran, pikirnya, "Aneh, mengapa It-teng menyebut tuan penolong dengan nama
aneh ini?"
Dia mengira It-teng sengaja memaki penolongnya itu dan tentu penolong itu takkan tinggal
diam.
Tak terduga, orang tua itu lantas berkata dengan tertawa, "A Giok, kau sudah berjanji takkan
membunuh orang lagi, asalkan kau tepati janji, tentu aku tidak akan ikut campur urusanmu."
It-teng kelihatan tak berdaya, agaknya dia memang pernah berjanji kepada si orang tua.
Katanya kemudian, "Takkan kubunuh mereka, Hoat-sujin, bolehlah kau pergi saja."
Hoat-su-jin menggeleng, katanya, " Kalau aku sudah ikut campur urusan ini, maka harus
kuselesaikan secara tuntas dan tidak boleh tinggal pergi begitu saja."
"Apa pula yang headak kau kerjakan?" tanya It-teng dengan gusar.

"A Giok." kata Hoat-su-jin dengan tertawa, -"jangan kau marah, sejak tadi kusaksikan kejadian
ini di atas pohon cemara, waktu kau lukai dia dengan kebutmu, belum lagi timbul maksudku untuk
ikut campur, tapi setelah orang kau lukai dan hendak kau bunuh pula, mau-tak-mau aku harus ikut
campur."
"Masakah aku marah padamu," jawab It-teng, sikapnya ramah kembali, "sesungguhnya apa
kehendakmu, lekas katakan. sekali ini tetap kuturut pada keinginanmu."
"Pertama, kau harus mengaku kalah kepada anak muda ini," kata Hoat-sj-iin.
"Ya, aku pakai kebut dan dia bertangan kosong, sampai lebih seratus jurus tetap tak dapat
kukalahkan dia, pertarungan ini memang harus dianggap dimenangkan oleh dia, tidak menjadi
soal bagiku untuk mengaku kalah."
"Dan kedua."
"Tidak ada kedua," sela it-teng, "kita sudah sepakat, setiap kali kau hanya boleh ikut campur
satu urusan, betapapun janji harus dipatuhi."
"Aku kan tidak ikut campur urusan kedua?" ujar Hoat-su-jin, "yang kedua ini hanya mengenai
ucapanmu sendiri, kau pun harus patuh pada ucapanmu sendiri Kalau kau sudah mengaku kalah,
seharusnya kau beri kesempatan kepada anak muda ini untuk bertemu dengan muridmu."
It-teng menghela napas, katanya, "Ya, ya, anggaplah kau memang lihay, setiap kali
berhadapan dengan kau, selalu tidak dapat berbuat apa-apa. bicara pun tidak dapat melebihi kau.
Nah, Yu Wi, tidak perlu pura-pura mati lagi, lekas bangun dan ikut padaku untuk menemui Ya-ji."
It-teng terus membalik tubuh, tapi tidak masuk kebiara melainkan menuju ke sisi kanan sana,
Yu Wi merangkak bangun, dengan hati-hati Khing-kiok memapahnyn dan ikut dari belakang.
Hoat-su-jin juga ikut ke sana.
setiba di depan sebuah puncak salju, tertampaklah sebuah pintu besi, It-teng mengambil kunci
untuk membuka gembok. tapi baru saja tangannya menyentuh pintu besi mendadak pintu besi
roboh sendiri.
Kiranya pintu besi ini sudab rusak dan hanya dirapatkan begitu saja. Keruan It-teng terkejut,
jeritnya, "Ya-ji, Ya ji"
Dengin gusar Yu Wi berterjak. "Jadi kau . . . kau kurung Ya-ji di sini? .... "
It-teng menoleh, jawabnya dengan beringas, "Muridku sendiri kanapa tidak boleh kukurung
dia? Dia tidak tunduk kepada pesanku dan bergaul dengan murid Ji Pek liong, maka dia pantas
dikurung di sini."
"Aku adalah murid guruku, aku tidak pernah berbuat jahat, kenapa Ya-ji tidak bolek bergaul
denganku?" teriak Yu Wi pula.
It-teng menjadi gusar, "sekali kukatakan tidak boleh ya tetap tidak boleh" sambil berteriak ia
terus masuk ke dalam gua. Terlihat gua ini sudah kosong melompong. mana ada bayangan Ko Bok
ya segala?
It-teng memaki dengan suara tertahan- "Budak kurang ajar, berani kau kabur diluar tahuku."
Mendadak Khing-kiok melihat sesuatu, serunya, "Di situ ada secarik kertas"
Cepat It-teng memungut kertas itu, dengan gusar ia membaca isi surat itu, "Maaf, suhu, murid
telah pergi Ke ujung langit atau mana saja tidak ada tempat tujuan, mehon suhu jangan mencari
diriku lagi. Apabila Yu Wi datang, katakan saja Kalau jodoh tentu kami akan berjumpa pula ... ."
sampai di sini it-teng membaca, " bluks, mendadak robohlah sesosok tubuh.
"Toako, Toako" Khing-kiok menjerit.
Kiranya Yu Wi teiah roboh pingsan, luka pada punggungnya pecah lagi dan darah mengucur
dengan derasnya .Jelas keadaan Yu Wi cukup gawat, Khing-kiok tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya, ia hanya menangis belaka.
Hoat-su-jin menghela napas, katanya, "Jangan menangis, nona, lebih penting tolong dia dulu."
Ia berjongkok dan cepat menutukpula beberapa tempat Hiat-to di tubuh Yu Wi untuk
menghentikan darahnya. lain diperiksanya denyut nadi anak muda itu. "Bagaimana? Apakah
Keadaan Toako cukup gawat?" tanya Khing kiok sambil menangis. Hoat-su-jin menggeleng, tapi
air mukanya jelas kelihatan prihatin. saking cemasnya Khing-kiok terus berseru. " cianpwe,
lekaslah engkau menolong dia"
"Apa yang kaukuatirkan budak cilik? Dia takkan mampus" jeng ek It-teng.

Khing-kiok berpaling, ucapnya dengan gusar, "Jika terjadi apa-apa atas diri Toako, kaulah yang
membikin celaka dia."
"Memang aku yang mencelakai dia, kau mau apa?" jawab It-teng.
Dengan gregetan Khing-kiok berkata, "Meski sekarang aku bukan tandinganmu. kelak aku
harus membalas dendam ini."
Air muka It-teng berubah. kebutnya terus menyabet kepala Khing-kiok. Akan tetapi Hoat-su-jin
tidak tinggal diam. dia tidak terpaling juga tidak bergeser, hanya sebelah tangannya terus
menyampuk sehingga kebut It-teng terpukul ke samping.
"A Giok. kau berani membunuh orang di depanku?" tegur Hoat-su-jin, dtngan kurang senang.
Dengan menahan rasa gusarnya It-teng berkata kepada Hoat-su-jin, "Baik, urusan di sini
terserah pada mu, bila bocah itu siuman, hendaklah kau katakan padanya, jika dia berani lagi
mencari Ya-ji dan kepergok olehku, bukan mustahil akan kubunuh mereka kedua-duanya."
Habis berkata It-teng terus melangkah pergi. Hoat-su-jin menghela napas, dipondongnya Yu
Wi, katanya, "Nona cilik, ikutlah padaku."
Dengan langkah cepat ia terus berlari ke sebelah kiri biara. Kira-kira sepuluh li jauhnya,
tertampak sebuah puncak menghadang di depan. Puncak ini tertutup oleh salju sehingga cuma
kelihatan lapisan salju melulu.
"Di situlah tempat tinggalku," kata Hoat-su-jin sambil menunjuk sepotong batu karang.
Batu karang itu tidak tertutup oleh salju, jelas karena sering dibersihkan, bentuk batu karang
itu serupa Bongpai, yaitu batu nisan, di situ tertulis: " Kuburan Hoat-su-jin-."
Kelima huruf itu bukan ukiran ataupahatan. tapi lebih mirip ditulis dengan pit yang mendekuk
ke dalam batu, setiap hurufnya kelihatan indah dan kuat, biarpun diukir oleh ahli pahat nomer satu
juga sukar terukir huruf sebagus ini. Tapi kalau dibilang huruf itu ditulis dengan mopit, jelas hal
inipun tidak mungkin. Jangan-jangan ditulis dengan jari tangan?" demikian pikir Khing-kiok.
Batu nisan besar itu terbuat dari batu pilihan yang sangat keras dan menegak di depan puncak
itu, Khing-kiok hanya melihat nisan dan tidak nampak kuburannya, diam-diam ia merasa heran,
pikirnya, "Di dunia ini memang banyak orang kosen dan tokoh aneh yang sering bertempat di
dalam kuburan, tapi di sini tidak kelihatan ada kuburan di manakah dia bertempat tinggal?"
Hoat-su-jin terus mendekati batu nisan itu, setiba di depan meja batu yang biasanya
digunakan untuk sesaji, kakinya menginjak meja batu itu. segera batu itu ambles ke bawah
dengan pelahan, berbareng itu puncak gunung di belakang nisan itu lantas merekah sebuah celah
yang cukup dimasuki satu orang.
segera Hoat-su-jin mendahului masuk ke sana, Khing-kiok ragu sejenak. akhirnya ia masuk
juga ke situ.
setiba di dalam puncak gunung, Hoat-su-jin meraba dinding dan celah2 tadi lantas rapat
kembali. Meja batu di depan nisan juga lantas mumbul ke atas. Tapi di mana letak pesawat
rahasia itu tidak terlihat oleh Khing-kiok. diam-diam ia memuji kehebatan alat rahasia ini.
Di dalam puncak gunung itu ada sebuah lorong panjang, seyogianya apabila dinding gua
sudah rapat, keadaan di dalam seharusnya gelap- gulita, tapi sekarang lorong ini masih terdapat
cahaya yang agak lemah, entah menembus melalui mana cahaya ini?
Makin ke dalam cahaya itupun makin terang, tibalah mereka di sebuah ruangan batu seluas
beberapa tombak persegi, cahaya di dalam ruangan terang benderang, di tengah ruangan
terdapat dua peti mati terbuat dari batu kemala putih,
Hoat-su-jin membuka peti mati sebelah kiri Khing-kiok merasa takut ketika melihat orang
membuka peti mati, ia membayangkan di dalam peti mati tentu ada tengkorak orang mati. Iapun
heran, orang mati yang sudah dikuburkan, kenapa masih diganggu lagi dengan membongkar
petinya? Mendadak dilihatnya Hoat-su-jin membaringkan Yu wi di dalam peti mati, keruan Khingkiok
terkejut, cepat ia memburu maju dan menarik tangan orang sambil berteriak. "Toako belum
mati, kenapa. . . ."
"Coba kaupandang yang jelas," kata Hoat-su-jin dengan tertawa.
Rupanya Khing-kiok tidak berani melihat mayat, meski sudah dekat. dia tidak berani
memandang ke dalam peti mati. Meski dia telah mengerahkan sepenuh tenaga, tapi sedikitpun
tidak sanggup menarik tangan Hoat-su-jin, diam-diam ia harus mengakui kelihaian tenaga dalam
orang itu.

Lalu berpalinglah dia, dilihatnya peti mati kemala itu kosong melompong, mana ada mayat
yang menakutkan? Malahan di dalam peti ada bantal dan selimut, justeru peti mati inilah
merupakan sebuah tempat tidur yang empuk.
setelah Hoat-su-jin membaringkan Yu wi didalam peti mati, lalu menoleh dan berkata,
"sekarang tentunya tidak perlu kuatir akan kukubur Toakomu hidup, hidup, bukan?"
Tadi Khing-kiok memang kuatir, sebab disangkanya Hoat-su-jin akan mengubur Yu Wi, baru
sekarang hatinya merasa tenteram, segera ia tanya, "Apakah disini biasanya Cianpwe tidur?"
Hoat-su-jin mengangguk tanpa menjawab.
Khing-kiok pikir, Jika dia berjuluk Hoat-su-jin, sesuai juga dengan faktanya bila dia tidur di
dalam peti mati. Dan entah peti mati di sebelah ini apakah juga kosong? Kalau berisi, wah .... "
berpikir sampai di sini, mau-tak-mau ia jadi merinding dan tidak berani membayangkan lagi.
Hoat-su-jin duduk di tepi peti mati dan sedang mengurut Hiat-to di sekujur badan Yu Wi, kirakira
setanakan nasi, pelahan Yu Wi siuman dan begitu membuka mata lantas berteriak, "Tidak
boleh kau bunuh Ya-ji"
Cepat Khing-kiok memburu maju dan memegang tangan anak muda itu, tanyanya, "Toako,
siapa yang hendak membunuh Ya-ji?"
Baru sekarang Yu Wi melihat jelas Khing kiok dan Hoat-su-jin, segera teringat olehnya apa
yang telah terjadi, segera ia meronta bangun dan ingin mengucapkan terima kasih.
Tapi Hoat-su-jin lantas mencegahnya agar tetap berbaring, katanya, "Kau harus istirahat
beberapa hari lagi dan jangan bergerak. supaya lukamu mengering dulu,"
"Terima kasih atas pertolongan cianpwe," kata Yu Wi.
Hoat-su-jin menggeleng, ucapnya, "Jangan kau berterima kasih padaku, aku hanya . . . . "
sampai di sini ia pandang si nona sekejap dan tidak melanjutkan.
Yu Wi tampak melengak. tiba-tiba ia berpaling dan berkata kepada Khing-kiok, "Adik Kiok. tadi
aku bermimpi burukk."
"Mimpi buruk apa? Apakah Toako mimpi ada orang hendak membunuh nona Ko?" tanya
Khing-kiok cepat.
"Kumimpi bertemu dengan Ya-ji...."
"Ah, baik sekali" seru Khing-kiok dengan tertawa.
"Tapi gurunya lantas muncul dan menangkapnya serta hendak.... hendak membunuhnya...."
Khing kiok lantas teringat kepada ucapau It-teng kepada Hoat-sujin sebelum tinggal pergi tadi,
kata-katanya ternyata cocok dengan mimpi sang Toako, seketika ia merinding dan membatin,
"Jangan-jangan kalau Toako tetap berusaha menemui nona Ko, mungkin sekali si Nikoh tua
bangka It teng benar2 akan membunuh mereka berdua?"
Dalam pada itu cuaca sudah mulai gelap. cahaya terang yang menembus masuk dari atas
itupelahan mulai lenyap. Hoat-su-jin menyalakan empat pelita minyak untuk penerangan-
Di dalam ruangan itu ternyata cukup tersedia rangsum kering dan air minum, orang tua itu
membagikan makanan dan air seperlunya kepada Yu Wi dan Khing-kiok. Meski luka Yu Wi cukup
parah, tapi nafsu makannya sangat kuat, Khing kiok terus menyuapi sehingga kenyang.
Waktu nona itu memberi minum kepada Yu Wi, ia tanya, "Toako mengapa mendadak kau
jatuh pingsan?"
Yu Wi menjawab, "Akupun tidak tahu apa sebabnya, ketika mendengar it-teng membaca surat
yang ditinggalkan Ya-ji itu. benakku terasa sakit sehingga terbanting ke tanah, lalu tidak ingat
apa-apa lagi."
Khing-kiok menghela napas, tanyanya," Apakah Toako jatuh pingsan karena cemas oleh
lenyapnya nona Ko?"
Yu Wi hanya bersuara samar-samar dan tidak menjawab.
Betapapun hati Khing-kiok merasa kecut setelah mengetahui anak muda itu jatuh pingsan
demi memikirkan Ko Bok ya, pikirnya, "Bila pada suatu hari aku mengalami petaka, apakah Toako
juga akan berduka bagiku seperti ini?"
sepanjang hari Khing-kiok berkuatir dan cemas bagi keadaan Yu Wi, tentu saja dia sangat lelah
lahir dan batin- kini timbul rasa kantuknya.
Melihat itu, Hoat-su-jin mengebaskan lengan bajunva untuk mengusap Hiat-to tidur anak dara
itu dan membuatnya terpulas.

Yu Wi tidur di dalam peti mati sehingga tidak dapat melihat keadaan di luarnya, tapi dari
suaranya ia tahu Hiat-to tidur Khing-kiok tertutuk, ia lantas tanya. "Apakah ia sudah tidur?"
"Ya, sudah tidur," Hoat-su-jin mengangguk. "Cianpwe juga tahu aku terkena racun jahut?"
tanya Yu Wi.
"Ya, setelah kuperiksa denyut nadimu yang tak teratur, mula-mula aku tidak tahu apa
sebabnya, kututuk Jin-tiong-hiat di atas bibirmu, tetap sukar menyadarkan kau. Maka kutahu tentu
pingsanmu bukan disebabkan oleh rasa cemas mendadak, tapi pasti akibat penyakit lain yang
kumat mendadak dalam tubuhmu Ilmu pertabibanku tidak tinggi, aku tidak mampu mengobati
penyakit aneh dalam badanmu, sebab itulah kukatakan jangan kau berterima kasih padaku, sebab
aku memang tidak sanggup menolong kau."
"Menurut perkiraan cianpwe, masih berapa lamakah Wanpwe sanggup bertahan hidup?" tanya
Yu Wi.
"Coba kau ceritakan dulu seluk-beluk mengenai penyakit keracunan yang kau idap ini?" kata
Hoat-su-jin-
Maka berceritalah Yu Wi, dimulai dari perkenalannya dengan Ko Bok ya, dan cara bagaimana
Bok-ya terluka, lalu dibawanya ke siau-ngo-tay untuk minta pengobatan kepada su Put-ku dan
seterusnya.
Bercerita sampai jatuh pingsan mendadak tadi, dengan menghela napas ia berucap. "Sejak
Wanpwe minum pil racun pemberian su Put ku, sampai sekarang baru setahun setengah, menurut
su Put-ku, racun baru akan bekerja setelah dua tahun, entah sebab apa sekarang sudah bekerja
setengah tahun lebih cepat,"
"Urusan racun sama sekali tidak kupahami," kata Hoat-sujin, "tapi menurut pikiranku, jika kau
dan nona Ko saling menyintai dan senantiasa merindukannya. karena terlalu banyak pikiran, bisa
jadi akan mengakibatkan racun yang mengeram dalam tubuhmu itu bekerja terlebih cepat,"
Yu Wi mengangguk, katanya, "Dan kalau racun sudah mulai bekerja, jelas jiwaku takkan
panjang lagi. budi pertolongan cianpwe terpaksa baru dapat kubalas pada titisan yang akan
datang. Ya-ji sudah tahu racun yang mengeram dalam tubuhku, bila lewat dua tahun tidak
berjumpa, tentu dia tahu aku sudah meninggal, hanya saja . . . " dia berpaling ke arah Khing-kiok,
tapi nona itu tidur di sisi peti mati sehingga tidak kelihatan, lalu ia menyambung. "Adik angkatku
ini harus dikasihani kisah hidupnya, maka diharap cianpwee sudi menjaganya sekadarnya.
Jilid 17
"Meski aku tidak paham soal racun meracun, tapi dapat kudesak kadar racun dalam tubuhmu
menjadi satu tempat agar tidak menyebar untuk sementara, dalam keadaan demikian bolehlah kau
pergi mencari Yok-ong-ya dan minta pengobatan padanya," kata Hoat-su-jin-
"Yok-ong-ya? Siapakah dia? Tinggal di mana?" tanya Yu Wi cepat.
"Watak Yok-ong-ya (raja obat) sama sekali berbeda daripada Su Put-ku," tutur Hoat-su-jin-
"Malahan orang memberi gelar Seng jiu-ji- lay kepadanya, dengan nama Budha Ji-lay. artinya dia
berhati welas-asih seperti Buddha. Asalkan ada orang minta tolong padanya pasti akan
ditolongnya dan biasanya pengobatannya sangat mustajab, obat diminum, penyakii hilang. Hanya
saja sudah lama dia mengasingkin diri."
"Tokoh sakti demikian lebih suka mengasingkan diri, sungguh suatu kerugian besar bagi
kemanusiaan umumnya," ucap Yu Wi.
"Waktu dia mengasingkan diri, sebelumnya pernah kunasihati dia agar mengurungkan niatnya
itu, tapi dia sudah putus asa, bagaimanapun tidak mau lagi bekerja bagi kemanusiaan, waktu itu
kuanggap dia terlalu cupet pikiran. Tapi kalau dipikirkan sekarang, ai, kehidupan ini memang sukar
untuk diomong ...."
Yu Wi tahu kisah hidup Hoat-su-jin sendiri pasti juga ada sesuatu yang membuatnya berduka.
makanya sekarang dia tinggal di dalam peti mati dan menyebut dirinya "orang mati yang masih
hidup" (Hoat-su-jin) atau "orang hidup yang sudah mati", sekarang bicara tentang Yok-ong-ya, hal
ini telah menimbulkan kenangan dukanya di masa lampau.
Maka cepat Yu Wi menyela, "Cianpwe, di manakah Yok-ong-ya bertirakat sekarang? Kenapa
selama berpuluh tahun dia tidak diketahui khalayak ramai?"

Hoat-su-jin sadar dari kenangannya yang menyedihkan itu, katanya, "Kecuali beberapa
sahabat lama, tiada orang lain yang tahu tempat kediaman Yok-ong-ya. Akan kuberitahukan
padamu tempat tinggalnya, apabila dapat kau temukan dia, kuyakin dia pasti mau menyembuhkan
racun dalam tubuhmu ini."
"Di manakah beliau tinggal?" tanya Yu Wi tidak sabar.
Ia heran Yok-ong-ya itu mengasingkan diri di tempat macam apakah sehingga tidak dapat
ditemukan orang.
Hoat-su-jin lantas berkata, "Tempat tinggalnya seluruhnya ada lima tempat, biar kukatakan
seluruhnya juga sukar kau ingat. Ada sebuah peta, boleh kau simpan sebaik-baiknya, dalam peta
ini tercatat segala sesuatu dengan jelas dan dapat kau gunakan untuk mencari dia."
Hoat-su-jin lantas mengeluarkan sehelai peta dan dimasukkan ke dalam baju Yu Wi. Ingin
sekali Yu Wi melihat peta itu. tapi apa daya, sekujur badan terasa lemas, bergerak saja rasanya
malas.
Lalu Hoat-su-jin berkala pula, "Sekarang dengan tenaga dalamku akan kudesak racun dalam
tubuhmu itu ke telapak tanganmu. Nah, awas . . . ."
selagi tangannya terjulur ke dalam peti mati dan mulai mengerahkan tenaga murni, mendadak
terdengar suara "duks satu kali. suara "duks itu kedengaran sangat jelas dalam malam yang sunyi.
Yu Wi dapat merasakan suara itu datang dari atap kuburan. Dilihatnya air muka Hoat-sujin
rada berubah dan berbisik padanya, "ssst, jangan bersuara"
Lalu "orang hidup mati" ini mendengarkan dengan cermat dengan air muka sangat prihatin
seperti kedatangan musuh tangguh.
Menyusul lantas terdengar pula suara "duk-duk." beberapa kali, itulah suara ketukan dari pada
dinding atap. tujuannya jelas, yaitu ingin mencari kuburan dalam gua ini.
dalam waktu singkat suara "duk-duk." itu makin jelas dan makin kerap. Hoat-su-jin bergumam
sendiri, "Bila lubang cahaya sampai ditemukan dia, tentu bisa runyam...." Dengan heran Yu Wi
tanya, "Dia? Dia siapa?"
"A Giok." jawab Hoat-su-jin.
"Apakah It-teng sin-ni ingin mencari jalan masuk kuburan ini?" tanya Yu Wi pula.
Hoat-su-jin mengiakan pelahan, didengarnya suara "duk-duk" tadi makin lama makin pelahan-
Hoat-su-jin menghela napas lega, ucapnya, "Untung lubang cahaya tidak sampai
diketemukannya, "
"Mengapa It-teng sin-ni mencari lubang masuk kekuburan ini?" tanya pula Yu Wi deng heran-
Hoat-su-jin mendengus, "Untuk apa lagi? Ya ingin mencuri jenazah isteriku."
Heran luar biasa Yu Wi oleh keterangan ini. pikirnya. "Sungguh aneh, betapapun It-teng sin-ni
adalah seorang tokoh terkemuka. seorang maha guru ilmu silat, bahkan seorang beragama dan
bergelar sin-ni, masakah dia ingin mencuri jenazah Hoat-sujin? Terlalu mustahil"
Terdengar Hoat-su-jin menghela napas, katanya pula. "Jika tidak kujelaskan, tentu kau tidak
percaya bahwa A Giok ingin mencuri jenazah isteriku."
dalam hati memang Yu Wi berpikir demikian, maka ia hanya mengangguk sebagai tanda
membenarkan.
Hoat-su-jin lantas bertanya, "Kau mengakui sebagai murid Ji Pek-liong. apakah pernah kau
dengar kisah hidup gurumu itu?"
Yu Wi masih ingat benar cerita Ji Pek-liong dahulu tentang tiga saudara seperguruannya, maka
jawabnya, "Ya, tahu, malahan suhu juga bercerita tentang ikatan jodoh antara putera puteri Toa
supek dan Ji supek ketika isteri masing-masing sedang mengandung . "
Menyinggung urusan perjodohan orok dalam perut isteri masing-masing itu, mendadak air
muka Hoat-su-jin berubah kelam dan menghela napas panjang.
"Apakah Cianpwe kenal Toa supekku?" tanya Yu Wi tiba tiba.
"Akulah Toa supekmu," jawab Hoat-su-jin-
Kejut dan heran sekali Yu Wi, serunya, "Hah, Cianmwe.... Cianpwe inilah Toa supekku?
Bukan.... bukankah beliau sudah.... sudah meninggal?...."
"Benar, Toa supekmu memang sudah meninggal dunia, yang masih tertinggal ini hanya
raganya saja tanpa jiwa...." Hoat-su-jin menghela napas.

" Hoat-sujin, orang hidup yang sudah mati memang tertinggal raganya saja," demikian Yu Wi
membatin. "Entah mengapa Toa supek menganggap dirinya sendiri sudah meninggal?"
Didengarnya Hoat-su-jin bertutur pula, "Meski supekmu menjabat pangkat Perdana Menteri,
tapi wataknya suka berkelana dan berbuat hal-hal mulia. Waktu pertama kali kami bertemu,
rasanya sudah seperti kenalan lama. Pada tahun itu isteri kami sama-sama hamil, karena
dorongan rasa ikatan yang akrab, kami saling berjanji mengikat jodoh bagi orok yang masih
berada dalam Padahal urusan anak-anak mestinya tidak dipikirkan tergesa-gesa. Kemudian isteri
Jite melahirkan seorang putera dengan selamat, sedang-isteriku.... isteriku melahirkan anak
perempuan, tapi... tapi sungguh malang...." sampai di sini berderailah air matanya dan tidak
sanggup melanjutkan lagi.
Diam-diam Yu Wi terharu dan merasa sang Toa supek memang harus dikasihani, punya anak
eharusnya peristiwa yang menggembirakan, siapa tahu kelahiran itu mengalami kesukaran
sehingga ibu maupun oroknya sama meninggal. Bila membayangkan kejadian pada waktu itu,
iapapun dapat merasakan betapa hebat pukulan batin yang dirasakan oleh paman gurunya itu.
Mendadak Hoat-su-jin menengadah dan berseru, "o, Thian Dosa apakah aku Lau Tiong-cu
sehingga mengakibatkan isteriku meninggalkan dan aku dihukum sebatangkara di dunia ini seperti
setan gentayangan . . . . "
sembari menangis Hoat-su-jin mendekati peti mati disebelah sana, ia mendekap di ataspeti
mati dan sesambatan pula, "o, Hui, Hui ku sayang, benarkah kau sudah mati? Tidak. tidak. kau
tidak mati Jika benar kau sudah mati, lalu apa artinya hidup ini bagiku? ..."
sekuatnya Yu Wi meronta bangun, dilihatnya peti batu di sebelah itu tertutup dengan rapat
tanpa kelihatan celahnya, jelas memang sebuah peti mati sungguhan.
Diam-diam ia berpikir, " Isteri Toa supek terisi di dalam peti mati itu, jelas sudah meninggal
berpuluh tahun, jangan-jangan cinta Toa supek dengan isterinya sangat suci dan mendalam
sehingga meski sudah mati sekian lamanya, senantiasa Toa supek mendampingi di sisi peti
matinya dan tetap menganggapnya masih hidup?"
Hoat-su-jin masih terus menangis, suaranya makin perlahan, keluhnya lagi dengan suara
parau, "o, Hui, jika kau tahu dialam baka, bicaralah satu saja padaku, cukup satu Kata saja untuk
menghilangkan rasa rinduku .... "
Yu Wi menggeleng terharu, pikirnya, "Toasu-hampir gila merindukan isterinya, orang mati
mana bisa bicara? Tampaknya di dunia ini memang ada suami- isteri yang saling mencintai
sedalam ini, selama berpuluh tahun ini entah cara bagaimana Toa supek lewatkan hari dengan
kesepian?"
sekuatnya Yu Wi merangkak keluar dari peti itu dan mendekati Hoat-su-jin dengan langkah
terhuyung, ia coba menghiburnya, "Toa supek. harap jangan berduka, jika engkau sedemikian
berduka, dialam baka juga bibi akan merasa tidak tenteram."
Hoat-su-jin berdiri dan mengusap air matanyanya, "He, Wi-ji, mana boleh kau bangun, lekas
berbaring lagi"
Yu Wi lantas berbaring kembali di dalam peti itu.
"Dalam hati mungkin akan kau tertawakan diri paman guru yang baru dikenalpertama kali
lantas menangis seperti orang gila," kata Hoat-su-jin.
Yu Wi menggeleng, katanya, " Cinta adalah sesuatu yang paling berharga di dunia ini. Toa
supek menangis bagi cinta, sungguh Wanpwe merasa sangat terharu, mana bisa mentertawakan
dirimu."
Hoat-su-jin meraba Yu Wi yang berbaring itu, ucapnya, "Anak Wi yang baik, terima kasih atas
nasihatmu tadi. Kalau tidak. entah sampai kapan aku akan berduka dan mungkin benar akan
membikin tidak tenteram isteriku tersayang dialam baka." Ia menghela napas panjang, lalu
menyambung, "selanjutnya sedapatnya akan kubatasi rasa dukaku."
"Kenapa menurut cerita suhu, katanya Toa supek sudah meninggal?" tanya Yu Wi kemudian.
"sesudah isteriku meninggal, kubawa jenazahnya dan menghilang dipegunungan Tiam-jongsan
ini, sebelum berangkat kutinggalkan pesan kepada kedua saudara-angkatku bahwa akupun
sudah bosan hidup, Habis ituselama bertahun-tahun dunia Kangouwpun kehilangan jejakku, maka
mereka mengira aku sudah membunuh diri mengikuti isteriku.

"Mereka tidak tahu, setiba di sini, aku lantas membangun kuburan ini dan senantiasa berdiam
di sisi isteriku. Kupikir hidupku akan kuakhiri cara begini dan takkan muncul lagi di dunia ramai.
Tak diduga. setahun kemudian, teringat kepada adik Yok-koan, tetap juga kuturun gunung satu
kali. Tapi aku tidak berhasil bertemu dengan adik Yok-koan, malahan kuketahui dia telah
mendahului mangkat daripadaku. Aku menangis di depan makamnya dan mengambil keputusan
pulang ke Tiam-jong-san sini untuk seterusnya tidak akan turun gunung lagi. Tapi waktu na ik
kembali ke sini, tengah jalan kupergoki enam kakek cacat sedang berkumpul dan berunding,
mereka menyinggung nama Ji Pek-liong. yaitu sam suteku. Meski hubunganku dengan samte tidak
serapat Jite. namun tetap kuperhatikan dia."
"Keenam kakek cacat tentunya anggota Jit can-so yang terkenal di dunia Kangouw itu?" tanya
Yu Wi.
"Betul," Hoat-su-jin mengangguk. " waktu itu nama Jit- can-so juga sudah kudengar, cuma
tidak kutahui bahwa salah seorang diantaranya adalah saudara-angkatku sendiri, Kudengar
pembicara an mereka bahwa mereka telah menjadi cacat selama hidup akibat ingin belajar Haiyan-
kiam-hoat, namun mereka masing-masing hanya berhasil meyakinkan satu jurus saja,
sedangkan Ji Pek-liong juga sama-sama cacat badan, entah mengapa bisa menguasai dua jurus
Hai-yan-kiam-hoat? selagi mereka saling berdebat mengenai ketidak-adilan itu, kulihat si kakek
bisu memberi tanda dengan isyarat tangan untuk menjelaskan cacat Ji Pek-Iiong, kiranya samte
mengalami kebiri anggota rahasianya, cacat ini jelas beribu kali lebih tersiksa daripada mereka
berenam, maka hanya dia saja yang mendapatkan ajaran dua jurus Hai-yan-kiam-hoat."
"Kebiri?...." seru Yu Wi kaget. "Pantas wajah suhu putih bersih, kelimis tanpa janggut, kiranya
beliau pernah dikebiri Entah siapakah yang melakukan tindakan keji itu terhadap suhu?"
" Waktu kudengar hal ini, hatiku juga sedih bagi samte," kata Hoat-su-jin dengan menyesal.
"selama hidup samte sangat tinggi hati, setelah mengalami siksaan badaniah keji ini, cara
bagaimana dia akan bertanggung jawab terhadap ayah-bunda dan leluhur? Maka diam-diam
timbul hasratku untuk menuntut balas baginya, Lalu kudengar mereka sa berdebat lagi. ada yang
menuduh siperempuan kotor Thio Giok-tin itu tidak adil. Mendengar nama Thio Gok-tin, benakku
serasa mendengung, kupikir sakit hati samte ini rasanya tidak dapat lagi kubalaskan.. . ."
Yu Wi merasa tidak mengerti, tanyanya, "Mengapa Toa supek tidak dapat. . . ."
Tapi ia tidak meneruskan ucapannya, ia merasa pertanyaan yang bernada menegur ini tidak
sopan terhadap sang paman guru, walaupun begitu air mukanya kelihatan merasa kurang senang.
Hoat-su-jin lantas menyambung ceritanya, "Tapi setelah kupikir lagi, biarpun Thio Giok-tin
adalah anak perempuan guruku, kalau salah juga harus dihukum, kalau tidak, kan sia-sia samte
bersaudara denganku?"
"Ah, kusalah sangka padamu. Toa supek" seru Yu Wi.
"Memangnya salah sangka apa?" tanya Hoat-su-jin.
"Kukira Toa supek melihat kecantikan it-teng sin-ni, lalu lupa menuntut balas bagi saudara
angkat sendiri, tak tersangka It-teng sin-ni adalah anak guru Toa supek."
Hoat-su-jin menggeleng-geleng kepala, katanya: "Ai . kenapa kaupikir begitu atas diriku?
Hendaklah kautahu, di dunia ini, kecuali isteriku, biarpun ada perempuan lain secantik bidadari
juga takkan kupandang sekejap."
Wajah Yu Wi kelihatan malu, ucapnya dengan gagap. " Kusalah sangka, kukira Toa supek
serupa. . . serupa oh It-to. . . ."
"o, kiranya kaupun tahu oh It-to?" tanya Hoat-su-jin dengan gegetun-
Yu Wi mengangguk. katanya, "Pek-po-pocu oh Ih-hoan pernah bercerita tentang hubungan
kakeknya itu dengan it-teng sin-ni, ceritanya sangat jelas dan Wanpwe telah mengetahuinya . "
" Waktu Sumoay berusaha memikat oh It-to, aku baru saja meninggalkan rumah perguruan,
tapi tindakan kotornya sudah menggemparkan dunia Kang-ouw, setiap tokoh dunia persilatan
sama mengetahui sumoay ku adalah seorang perempuan rendah dan cabul. suhu sendiri sangat
berduka atas tindak-tanduk puterinya. meski dia sudah diusir sewaktu aku masih berada di rumah
perguruan, tapi apa pun juga dia tetap darah-daging suhu, setiap kali suhu mendengar anak
perempuannya berbuat sesuatu kejelekan, beliau lantas mengurung diri dikamarnya dan selama
belasan hari tidak suka bicara."

teringat kepada kasih seorang ayah, Yu Wi ikut merasa pedih, ucapnya dengan menyesal,
"Pohon ingin tenang tapi angin meniup terus, anak ingin berbakti namun ayah sudah tiada"
"Apakah ayahmu sudah meninggal?" tanya Hoat-su-jin.
Dengan menahan air mata Yu Wi mengangguk. "Ya, beliau sudah waIat cukup lama."
"o, anak Wi yang baik," kata Hoat-su-jin dengan terharu, "ayahmu sudah meninggal dan kau
masih juga berduka baginya bilamana terkenang, kau pantas dipuji sebagai anak yang berbakti.
Tapi, sumoay ku itu bahkan pulang menjenguk saja tidak mau ketika guruku meninggal."
"It-teng sin-ni masakah puteri durhaka begitu?" seru Yu Wi dengan gusar.
"Meski dia tidak berbakti, akupun tidak berani menghukum berat padanya," tutur Hoat-su-jin
pula. "setelah kutemukan dia tahun ini, kunasihati dia agar kembali kejalan yang baik. Kupikir
asalkan dia maujadi orang baik, sakit hati adik angkat bolehlah kukesampingkan. "
"Apakah It-teng Sin-ni benar-benar tunduk kepada nasihat Toa supek. lalu memeluk agama
dan akhirnya mendapatkan gelar pujian sebagai sin-ni?" tanya Yu Wi.
"Masakah dia mau menurut begitu saja kepada nasihatku?" kata Hoat-su-jin. "Dia bilang, salah
saudara- angkatmu sendiri yang serakah ingin mendapatkan Hai-yan-to-hoat yang nomor satu di
dunia itu. Rupanya tentang oh It-to mati diracun sumoay itu telah diketahui orang Kangouw,
tatkala mana oh It-to memang diakui secara umum sebagai tokoh nomor satu di dunia, dengan
sendirinya ilmu goloknya diincar oleh setiap orang. Asalkan berhasil meyakinkan ilmu golok
tinggalan oh It-to jelas orang itupula akan mewarisi gelar sebagai jago nomor satu di dunia ...."
Yu Wi tidak percaya, ia menggeleng dan berucap. "Ah, kukira belum tentu benar."
"sumoay telah mengubah ilmu golok menjadi ilmu pedang dan tetap sangat lihay, apabila kau
berhasil meyakinkan Hai-yan-kiam-hoat dengan lengkap. jangankan sumoay bukan tandinganmu,
sekalipun aku juga kalah. Cuma sayang, hanya enam jurus Hai-yan-kiam-hoat yang kau kuasai,
sebab itulah kau tidak tahu betapa daya serang Hai-yan-kiam-hoat yang sesungguhnya,"
Muka Yu Wi menjadi merah, ia menunduk dan tidak bersuara lagi.
Hoat-su-jin meneruskan lagi ceritanya, "Kataku waktu itu kepada sumoay, meski samte
serakah, tidaklah pantas hanya kau ajarkan dua jurus Hai-yan-kiam-hoat, sudah itu kau bikin cacat
dia selama hidup, sumoay mendengus, dia menjelaskan bahwa sebelumnya dia sudah
menyatakan, barang siapa ingin belajar Hai-yan-kiam-hoat harus tunduk kepada segala
kehendaknya. Lantaran kepandaian samte tidak lebih tinggi daripada sumoay, terpaksa dia
menurut saja syarat yang dikemukakan itu. Aku sangat gusar oleh keterangan sumoay itu, kucela
dia, apapun juga tidak seharusnya dia perlakukan samte sekejam itu. Aku menyatakan rasa
curigaku bahwa samte pasti tidak sukarela diperlakukan cara begitu. Hal ini dibantah oleh sumoay,
katanya samte justeru sukarela ditindak begitu olehnya. Tentu saja aku tidak percaya dan kudesak
lagi agar sumoay memberi keterangan lebih jelas. Akhirnya baru kutahu duduknya perkara.
Kiranya waktu samte datang minta belajar ilmu pedang kepada sumoay, pada pandangan pertama
saja sumoay lantas penujui simte. setelah berkumpul beberapa hari, sumoay lantas merayu samte
dan ingin main cinta. Tapi samte adalah seorang lelaki gilang gemilang, maksud tujuannya hanya
ingin belajar ilmu pedang nomor satu di dunia dan tidak sudi main begituan dengan sumoay.
Apalagi waktu itu samte juga sudah mempunyai kekasih, mana bisa dia menyukai seorang
perempuan yang terkenal busuk di dunia Kangouw? Tentu saja penolakan cinta samte membuat
sumoay sangat gemas dan dendam, dia menyatakan bila samte ingin belajar Hai-yan-kiam-hoat,
syarat utamanya harus dikebiri. saking tergila-gila kepada ilmu pedang itu, entah mengapa samte
lantas menerima syarat itu. Cara bicara sumoay itu seperti cukup beralasan dan cacat samte itu
seolah-olah memang pantas, tentu saja aku menjadi murka, kubilang, kalau samte sudah dikebiri,
seharusnya Hai-yan-kiam-hoat diajarkan secara lengkap padanya. Tapi sumoay tertawa dan
menganggap salah samte sendiri, sumoay bilang dirinya tidak bodoh dan tidak nanti mengajarkan
ilmu pedang maha sakti semudah itu kepada samte sehingga ada ilmu silat orang di dunia ini
melebihi dia? Tidak kepalang rasa gusarku, kunyatakan bahwa orang yang bisa mengalahkan
sumoay masih banyak di dunia ini. sumoay tidak percaya, ia tanya siapa-siapa saja yang
kumaksudkan? Kuyakin kungfuku pasti jauh di atasnya, sebab suhu tahu kelakuan sumoay tidak
baik, tidak banyak kungfu beliau yang diajarkan kepadanya, sebaliknya seluruh kepandaian suhu
telah diajarkan kepadaku, maka aku lantas menyatakan:

"akulah dapat mengalahkan kau". Dia tertawa dan menyatakan apabila benar dapat
kukalahkan dia, maka dia akan menyerah takluk kuperlakukan sesukaku dan membalas dendam
bagi samte. Diam-diam aku mendongkol karena dia meremehkan kepandaian ajaran suhu, tak
kupikirkan lagi apakah ilmu pedangnya nomor satu di dunia segala, begitu mulai bergebrak segera
kulancarkan serangan maut, kupikir dalam sepuluh jurus juga akan kukalahkan kau. siapa tahu,
meski sudah berlangsung sampai tiga ratusan jurus, keadaan masih sama kuat. sungguh tidak
kuduga, beberapa tahun tidak bertemu, dia berhasil mempelajari macam- macam kungfu dari
berbagai golongan dan aliran- Melihat ini, semakin gemas hatiku, kutahu pasti banyak perbuatan
kotor yang dilakukannya sehingga berhasil menipu kungfu sebanyak itu dari orang yang tergilagila
padanya. Diam-diam aku berduka bagi suhu, maka seranganku segera bertambah ganas
tanpa kenal ampun- Meski ilmu silatnya mencakup kungfu berbagaialiran, tapi dia tidak berhasil
mempelajari inti sari kungfu ajaran suhu, akhirnya kugunakan satu jurus maut dan berhasil
mengatasi dia. Kupikir suhu meninggal oleh karena makan hati atas tingkah-lakunya, entah berapa
banyak pula tokoh dunia persilatan yang telah menjadi korbannya, bahkan teringat pada cacat
samte. sungguh sekaii tusuk ingin kubinasakan dia. Pada detik yang menentukan itulah, mendadak
ia berteriak. katanya dia telah mengajarkan Thian-ih-sin-kang kepada samte, masakah aku sampai
hati membunuhnya?"
"Thian-ih-sin-kang?" Yu Wi menegas.
"o, kaupun tahu Thian-ih-sin-kang?" tanya Hoat-sujin-
"suhu memang benar mengajarkan Thian-ih-sin-kang padaku," tutur Yu Wi, "tapi beliau sendiri
tidak mahir Thian-ih-sin-kang, beliau cuma pesan padaku bahwa Thian ih-sin-kang diperolehnya
dari seorang perempuan kosen dunia persilatan-"
"Ehm, dasar Lwekang yang dilatih samte memang dari golongan sia-pay, dengan sendirinya
tidak dapat meyakinkan Thian-ih-sin-kang," kata Hoat-su-jin- Ia menghela napas, lalu
melanjutkan, "Thian-ih-sin-kang ini adalah inti ilmu silat suhu, waktu suhu mengajarkannya
kepada sumoay dahulu pernah memberi pes an agar kelak Thian-ih-sin-kang diajarkan kepada
pemuda pilihan sumoay sekadar sebagai emas kawin dari orang tua. Maka setelah kudengar
bahwa sumoay telah mengajarkan Thian-ih-sin-kang kepada samte, aku menjadi tidak tega
membunuhnya. Tapi akupun tidak melepaskan dia lagi, segera kubawa dia ke Tiam-jong-san sini,
kupaksa dia bersumpah bahwa selain mendapat izinku, satu langkahpun dia tidak boleh turun
gunung. dan seterusnya dia harus cukur rambut dan menjadi Nikoh di atas gunung ini. Kukuatir
pula jiwa jahatnya sukar berubah dan mungkin dia akan mengganas lagi terhadap orang yang
kebetulan datang ke sini, maka kularang pula dia membunuh orang. Kalau larangan ini dilanggar
dan kuketahui, maka dia akan kujatuhi hukuman berat."
"Pantas setelah Toa supek bicara, It-teng lantas menurut pada perintahnya dan membawaku
menemui Ya-ji, sayang Ya ji sudah kabur. Ai, entah sekarang Ya-ji berada di mana?" pikir Yu Wi.
Melihat anak muda itu hanya menghela napas dan diam saja. Hoat-su-jin coba menghiburnya,
"Anak muda janganlah suka berduka, meski dunia ini sangat luas, asalkan punya kemauan,
masakah tak dapat menemukan seorang. Apalagi tujuan kepergiannya ini juga untuk mencari kau,
tentu banyak petunjuk dapat kau gunakan untuk mencari jejaknya."
Mengingat jiwa sendiri bakal tertolong, Yu Wi berpikir, "Ucapan Toa supek memang tepat,
kenapa aku mesti berduka."
segera ia menengadah dan berkata, "Tadi Wanpwe menghibur Toa supek agar jangan
berduka, tapi sekarang aku sendiri berduka, sungguh harus dipukul." sembari bicara ia teres
menepuk kepalanya sendiri
"Ai. seperti anak kecil saja, kenapa kaupukul dirinya sendiri?" kata Hoat-su-jin dengan tertawa.
Lalu sambungnya, "selama beberapa tahun selanjutnya sumoay lantas tirakat dengan prihatin di
atas gunung ini, kulihat dia memang bersujud dan ada kemauan memperbaiki diri, kemudian
kuizinkan dia turun gunung satu- dua kali setiap tahun- Waktu dia pulang pada pertama kali turun
gunung, dengan heran ia berkata padaku bahwa di dunia Kangouw ternyata namanya sudah
sangat terkenal, orang menyebutnya sebagai It-teng sin-ni, kemanapun dia datang, setiap orang
memujanya seperti malaikat dewata, Aku tidak menjawab pertanyaannya itu, tapi kutahu setelah
turun gunung, berhubung dimana2 dia dihormat dan dipuja. maka dia tidak berbuat kejahatan
lagi, sebaliknya banyak kebajikan yang telah dilakukannya. sampai sekarang di dunia Kangouw

nama It-teng sin-ni masih sangat dihormati, sebab tiada yang tahu bahwa It-teng adalah Thio
Giok-tin yang jahat di masa lampau itu, sekalipun kemud ian ada tersiar berita tentang It-teng
sama dengan Thio Giok tin juga tidak ada lagi yang mau percaya. Padahal, yang terjadi
sesungguhnya adalah karena mengingat budi kebaikan suhu, aku tidak tega menyaksikan anak
perempuannya dikutuk. maka pada waktu sumoay mulai menjadi Nikoh, sering kuturun gunung
untuk melakukan hal-hal yang baik, menolong sesamanya, lalu kutinggalkan tanda kepala Nikoh
yang serupa sumoay dengan memberi nama It-teng. Lama kelamaan di dunia Kangouw lantas
tersiar berita keluhuran budi It-teng sin-ni yang suka menoiong kaum lemah dan miskin, siapapun
tidak ada yang menyelidiki asal-usulnya lagi. Meski kemudian keturunan oh It-to mengetahui Itteng
sin-ni tidak lain adalah Thio Giok-tin di masa lampau, mereka terus menyebarkan desasdesus
yang mencerca nama baik sumoay, nama It-teng sin-ni sudah kadung berakar dalam hati
khalayak ramai dan sukar lagi digoyahkan- Tapi tatkala mana di duaia Kangouw juga muncul dua
orang kosen, yang seorang suka pada warna merah dan yang seorang lagi gemar pada warna
biru, baik pakaian maupun tempat tinggal mereka, semuanya mengenakan warna yang
disukainya."
"Ah, itulah Ang-locianpwe dan . . . . " tanpa terasa Yu Wi berseru, tapi segera teringat olehnya
pesan kedua Cianpwe itu agar jangan membocorkan urusan mereka. maka cepat ia berhenti
bicara, namun dia sudah telanjur menyebut Ang-bau-kong
Dengan tertawa Hoat-su-jin berkata, "Langkahmu yang ajaib itu adalah ajaran Ang-bau-kong
dan Hoa sin-ciangmu adalah ajaran Lam-si-khek. tidak salah bukan?"
Yu Wi terkejut. jawabnya dengan gelapan, "Dari . . . darimana Toa supek mengetahuinya? "
" Waktu kau belajar pada mereka, semuanya dapat kulihat dari samping, hanya saja kalian
tidak mengetahui akan jejakku," ujar Hoat-su-jin.
Baru sekarang Yu Wi menyadari kejadian dahulu, beberapa kali pada waktu Ag-bau-kong dan
Lam-si-khek mengajar kungfu padanya, kedua tokoh itu selalu sangsi ada orang sedang mengintip
disamping, tapi tidak diketahui di mnna pengintip itu bersembunyi. Rupanya yang mengintip itu
ialah Toa supek.
Hoat-su-jin bertutur pula, "Masa itu, Ang-bau-kong dan Lam-si-khek malang melintang di dunia
Kangouw dan terkenal sebagai dua tokoh top. Meski watak sumoay sudah jauh berubah alim
setelah tirakat sekian tahun, tapi hasratnya ingin unggul ternyata belum berkurang. Tahun itu ia
turun gunung lagi dan mendengar nama kebesaran kedua orang itu, ia merasa penasaran, satu
persatu didatanginya. Meski tinggi juga ilmu silat Ang-bau-kong dan Lam-si-khek. ternyata kalah
setingkat dibandingkan sumoay, mereka telah dikalahkan sehingga terpaksa mengajarkan kungfu
andalan mereka kepada sumoay, sebab sebelumnya mereka sudah berjanji,jika sumoay kalah,
sumoay juga akan mengajarkan Hai-yan-kiam-hoat kepada mereka. Maka seterusnya Ang-baukong
dan Lam-si-khek lantas menghilang dari dunia Kangouw, kiranya mereka telah dipaksa ikut
sumoay mengasingkan diri ke Tiam-jong-san sini. sumoay berkata padaku, lantaran aku jarang
bicara dengan dia, daripada kesepian, maka dia sengaja mengundang dua tokoh terkemuka untuk
menemani dia mengobrol dan aku diminta menyetujuinya. Waktu itu kungfu sumoay sudah
semakin lihay dan selisih tidak jauh lagi daripadaku, andaikan kutolak juga tiada gunanya,
malahan mungkin akan menimbulkan kerewelan, maka kujawab asalkan dia tidak melanggar tata
susila, apapun boleh dilakukannya. Dan mendingan juga, sumoay dapat hidup dengan prihatin,
kupikir apapun- juga dia sudah beragama, tentu sudah melupakan segala perbuatannya yang
kotor di masalampau. selang beberapa tahun pula, dia turun gunung lagi dan pulangnya
membawa seorang anak perempuan yang sakit-sakitan ..."
"Ah, anakperemnuan itu tentu Ya-ji," seru Yu Wi.
"Betul, memang nona Ko," kata Hoat-su-jin dengan mengangguk. "Tapi anak itu sangat lemah.
setiap saat ada kemungkinan akan mati. Demi anak itu, jauh-jauh sumoay membawanya ke siaungo-
tay-san dan minta pengobatan kepada su Put-ku."
Peristiwa ini sudah pernah didengar Yu Wi dari Ko Bok ya, demi menyembuhkan Bok ya itulah
maka sebagai imbalannya It-teng sin-ni mengajarkan Leng-po-wi-poh kepada su Put-ku.
Hoat-su-jin menyambung pula, "semakin besar Lwekang nona Ko dapat terpupuk dengan kuat,
lalu sumoay mengantarnya pulang, selanjutnya setiap bulan sekali sumoay tentu berkunjung ke
rumahnya untuk mengajar kungfu kepada nona Ko. Karena sering turun gunung, lambat-laun

sumoay mulai tidak betah tinggal lagi di atas gunung. Meski ilmu siiatnya sekarang sudah tidak
lebih rendah dari padaku, tapi berhubung terikat oleh sumpahnya, sumoay belum berani
sembarangan meninggalkan Tiam jong-san. Entah darimana dia dapat dengar bahwa aku berdiam
dalam kuburan ini adalah untuk mendampingi mendiang isteriku. satu hari, ketika bertemu dia
berkata kepadaku bahwa dia sudah bosan tinggal di pegunungan ini dan mengajak aku pindah ke
tempat lain- Tentu saja kutolak permintaannya, mana bisa kutinggalkan jasad isteriku. Karena
maksudnya tak tercapai, mulailah sumoay mengganggu diriku, asalkan bertemu selalu mendesak
agar berpindah dari Tiam-jong-san.
suatu hari, aku merasa sebal karena direcoki terus oleh sumoay, aku menjawab dengan
setengah membentak bahwa tidak mungkin kutinggal kau Tiam-jong-san, sepanjang hidupku ini
akan terus tinggal disini. Dengan tertawa ia tanya padaku bagaimana sekiranya dia mampu
membujuk kupindah dari sini? Aku sangat mendongkol, kupikir tidak ada kekuatan apapun didunia
ini yang mampu membuat kupindah dari sisi isteriku. Maka aku lantas menyatakan apabila sumoay
mampu membikin kutinggalkan Tiam-jong-san, maka aku akan memberikan kebebasan padanya.
Dia mendengus dan menerima baik pernyataanku itu Diam-diam aku merasa menyesal malah, apa
yang kukatakan itu adalah karena terdoroog oleh rasa gusarku, setelah kurenungkan kembali,
tahulah aku bahwa sumoay pasti akan berusaha mencuri jenazah isteriku untuk memaksa aku
meninggalkan pergunungan ini. Dugaanku ternyata tidak salah, selama beberapa tahun ini
beberapa kali kupergoki dia sedang mencari jalan masuk ke kuburan ini, bilamana
diketemukannya, pada waktu aku lengah tentu jenazah isteriku akan dibawanya lari, dalam
keadaan begitu mau-tak-mau aku harus ikut pergi dari sini untuk mencarinya. Dengan demikian
pertaruhan kami akan dimenangkan oleh dia dan kebebasannya juga takkan terikat lagi oleh
sumpahnya."
sekali pandang saja Yu Wi lantas tahu sang Toa supek lagi terkenang kepada isterinya yang
sudah meninggal itu, cepat ia bertanya, "Dan Ang dan Lam berdua Cianpwe mengapa juga tidak
meninggalkan Tiam-jong-san?"
"sialnya sebelum mereka bertanding dengan sumoay sudah berjanji akan mengajarkan kungfu
andalan masing-masing kepada sumoay apabila mereka kalah, bahkan selama hidup akan ikut
tinggal di atas Tiam-jong-san- mereka baru boleh meninggalkan pegunugan ini
apabila pada suatu ketika mereka yakin ilmu silat mereka dapat mengalahkan sumoay."
"Dan selama belasan tahun ini apakah ilmu silat kedua Cianpwe itu tetap tidak dapat melebihi
It-teng sin- ni?" tanya Yu Wi.
Hoat-su-jin menggeleng, "Aku tidak tahu,sebab sejak mengasingkan diri dipegunungan ini
mereka belum pernah menantang bertanding dengan sumoay."
"Mengapa mereka tidak mau mencobanya, memangnya mereka ingin tinggal di sini sampai
akhir hayatnya?" ucap Yu Wi dengan heran-
"Ya, akupun merasa heran," kata Hoat-su-jin "Tapi kemudian baru kuketahui memang ada
sebabnya sehingga mereka tidak berani menantang sumoay. Kiranya waktu mereka dikalahkan,
sumoay belum sampai menggunakan Hai-yan-kiam-hoat. Setiba di Tiam-jong-san, sumoay kuatir
pada suatu ketika kedua orang itu akan berhasil menciptakan kungfu istimewa dan mengalahkan
dia, maka dia sengaja pamerkan Hai-yan-kiam-hoat di depan mereka. Padahal kutahu sumoay
belum berhasil meyakinkan Hanyan-kiam-hoat dengan sempurna, hanya saja setiap jurus ilmu
pedang itu memang sangat lihai sehingga kedua lawan dapat digertak. Bahkan sumoay
menambahkan gertakannya apabila kedua orang itu merasa mampu mengalahkan ilmu pedang itu
baru boleh coba-coba menantangnya bertanding pula, kalau tidak. bila berani sembarangan
menantang bertanding, akibatnya segenap anggota keluarga kedua orang itu akan dibunuhnya
habis. Ang-bau-kong dan Lam-si-khek adalah lelaki yang patuh pada ucapannya sendiri, setelah
mereka kalah, mereka lantas meninggalkan keluarga dan ikut tinggal di Tiam-jong-san- setelah
mengetahui It-teng adalah Thio Giok-tin yang terkenal kejam di masalampaU, tentu saja mereka
tidak berani mempertaruhkanjiwa anggota keluarganya dan menantang bertanding lagi pada
sumoay."
Yu Wi menghela napas gegetun, ucapnya, "Pantas setelah kedua Cianpwe itu mengajarkan
kungfunya padaku, mereka melarang kukatakan kepada siapapun, kiranya takut diketahui It-teng
sin-ni."

"Apabila sumoay mengetahui kedua orang itu mengajar kungfunya padamu, dalam gusarnya
bisa jadi sumoay akan benar-benar turun gunung untuk membunuh anggota keluarga kedua orang
ini, dan tentu sukar bagiku untuk mencegahnya."
Yu Wi merasa tidak enak hati, katanya, "Jika begitu, untuk apa mereka mengajarkan
kepandaian padaku dengan menanggung bahaya besar begini?"
"Soalnya sudah belasan tahun mereka meyakinkan ilmu langkah ajaib dan ilmu pukulan sakti,
mereka sendiri tidak tahu apakah kungfu baru mereka dapat mengalahkan sumoay atau tidak.
untuk mencobanya sendiri mereka tidak berani, kebetulan mereka menemukan kau yang sedang
mencari sumoay. mereka menduga antara kalian pasti akan bertempur, maka mereka sengaja
mengajarkan hasil jerih-payah mereka padamu dengan tujuan menggunakan dirimu sebagai batu
uji. Boleh dikatakan juga beruntung bagimu, sekaligus mendapat dua macam ilmu sakti."
"Tapi darimana kedua Cianpwe itu akan mengetahui kepandaian mereka dapat mengalahkan
It-teng sin-ni atau tidak? Mereka kan tidak ikut menyaksikan sendiri?"
"Kau tidak tahu bahwa pada waktu kau bertempur dengan sumoay, kami bertiga sama-sama
menongkrong diatas pohon cemara untuk mengintip. sungguh lucu, sumoay tidak tahu sama
sekali, benar-benar terlalu gegabah dia."
Yu Wi berkuatir bagi Ang-bau-kong dan Lam-si-khek. tanyanya, "Dan kungfu mereka sekarang
apakah dapat mengalahkan It-teng sin-ni?"
"Tidak dapat kupastikan, tapi kupikir mereka tetap belum berani menantang bertanding pada
sumoay."
"oo, sebab apa?" tanya Yu Wi.
"Dengan kungfu ajaran mereka berdua memang kau kelihatan lebih unggul, tapi mereka tetap
belum melihat sumoay memainkan Hai-yan-kiam-hoat, betapapun tetap tidak berani
mencobanya," tutur Hoat-su-jin. "Maklumlah, sebelum menyaksikan sendiri betapa hebatnya Haiyan-
kiam-hoat, sukar bagi seseorang untuk merasa yakin dapat mengalahkannya,"
sementara itu Iajar sudah menyingsing, di dalam kuburan sudah ada cahaya, nyata mereka
telah mengobrol sepanjang malam. setelah tidur semalaman, Hiat-to Khing-kiok telah terbuka
dengan sendirinya, ia telah mendusin-
Mendengar suara si nona, Yu Wi bertanya, "Kau sudah bangun, adik Kiok?"
Baru habis ucapannya, mendadak ia merintih kesakitan- Cepat Khing-kiok mendekatinya dan
memegangi tepi peti mati sambil bertanya, " Kenapa kau, Toako?"
"o, kep . . . kepalaku sangat sakit" keluh Yu Wi dengan suara terputus-putus.
Hoat-su-jin menghela napas, ia tutuk Hiat-to anak muda itu agar tertidur. lalu ia memijat dan
mengurutpelahan bagian dadanya. " Cianpwe, bagaimana Toako?" tanya Khing-kiok kuatir.
Hoat-su-jin tidak menjawabnya, ia terus mengurut bagian penting disekujur Yu Wi, namun
arah urutannya itu ditunjukan ke bagian tangan-
Khing-kiok tahu gelagat cukup gawat, maka tidak berani bertanya lagi.
setelah sekian lamanya mengurut, ubun-ubun Hoat-su-jin tampak mengepulkan hawa, dalam
sekejap seluruh tubuhnya seolah-olah terbungkus oleh selapis kabut.
Kini Khing-kiok tidak dapat melihat keadaan didalam peti mati, uap panas itu telah
membuatnya berkeringat juga, tanpa terasa ia menyurut mundur, diam-diam ia berdoa.
Dilihatnya uap putih itu makin banyak. hawa panas juga makin terasa, kembali Khing-kiok
menyurut mundur lagi dua tindak. tiba-tiba dirasakan tertahan oleh sesuatu benda dibelakang.
Ia tahu itulah peti mati yang lain- Kini cuaca sudah terang, ia tidak merasa takut, tapi karena
uap yang tebal itu, ia merasa sesak napas, berdiri saja tidak tegak. la menjulurkan tangannya
untuk memegang tutup peti mati.
sebelum ini peti mati itu terlihat jelas tertutup rapat, tapi ketika tangannya meraba ke situ,
ternyata memegang tempat kosong, karena hal ini tidak didugaannya, pegangan tangannya jadi
telanjur menahan ke bawah sehingga mencapai dasar peti mati barulah tubuhnya yang condong
itu tertahan-
Keruan nona itu terkejut, ia pikir bilakah peti ini dibuka?Jangan-jangan peti mati ini juga
kosong.

Waktu ia berpaling, dilihatnya tutup peti mati sudah terbuka dan tersingkir ke samping, bagian
dalam peti mati rada gelap. samar-samar cuma kelihatan seperangkat baju orang mati masih
terletak disitu, nyata peti mati ini tadinya tidak kosong.
Segera Khing-kiok mengendus bau apek di dalam peti mati, bau itu jelas adalah bau orang
mati, baru sekarang Khing kiok menjerit tertahan karena kejutnya.
Jeritannya ternyata tidak mengejutkan Hoat-su-jin, sebab waktu itu Hoat-su-jin sedang
mengerahkan segenap tenaga dan perhatian untuk menyembuhkan Yu Wi, sekalipun gunung
ambruk di depannya juga takkan membuat dia terkejut.
sedapatnya Khing-kiok menahan perasaannya yang berdebar, ia coba menenangkan
pikirannya. ia berusaha merenungkan apa yang terjadi, peti mati ini tidak mungkin terbuka malam
tadi, Hoat-su-jin menaruh peti mati ini di sampingnya, jelas isi peti mati ini adalah seorang yang
paling berdekatan dengan dia, jangan-jangan isterinya? Kalau isterinya, kenapa peti mati ini
dibuka orang, lebih-lebih tidak mungkin terbuka sendiri, Hoat-sujin sendiri juga tidak mungkin
membongkar peti mati ini? lalu siapakah yang membukanya? Isi peti mati tinggal pakaian mayat
saja, tulang belakang jenazah sudah hilang, jelas tujuan orang yang membongkar peti mati ini
adalah untuk mencuri tulang jenazah, lantas siapakah yang sengaja mencuri tulang jenazah isteri
Hoat-su-jin ini?
Khing-kiok tidak dapat menemukan jawabannya, dalam keadaan demikian iapun tidak berani
tanya Hoat-su-jin, ia tahu Hoat-su-jin lagi asyik menyembuhkan Yu Wi dan tidak boleh digunggu.
Lalu terpikir lagi olehnya, "sudah berapa lamakah peti mati ini dibongkar orang? Pada waktu
Hoat-su-jin berjaga di sini, pencuri itu pasti tidak berani membuka peti mati ini, sekalipun Hoat-sujin
sedang tidur juga takkan dilakukannya, kecuali Hoat su-jin mati di dalam kuburan inilah baru
pencuri itu berani masuk ke sini. Kalau tidak. dengan ilmu silat Hoat-su-jin yang maha tinggi,
siapakah yang berani masuk ke kuburan ini?
Pelahan uap panas tadi mulai buyar, terdengar napas Hoat-su-jin yang rada terengah. waktu
Khing-kiok berpaling. dilihatnya Hoat-su-jin sedang memegangi kedua lengan Yu Wi dan lagi
mengerahkan tenaga dengan mata terpejam.
Tanpa terasa Khing-kiok menjerit tertahan pula demi melihat lengan Yu Wi, sebab lengan Yu
Wi sekarang berwarna hitam menakutkan.
Dilihatnya tangan Hoat-su-jin yang memegangi lengan Yu Wi itu pelahan mengurut kebawah,
dan setiap bagian yang tergeser itu, bagian lengan Yu Wi itu lantas berubah menjadi putih,
sebaliknya bagian siku ke bawah bertambah hitam,
Baru sekarang Khing-kiok tahu Yu Wi terkena racun jahat dan Hoat-su-jin sedang
mengerahkan Lwekangnya untuk mengusir racun dalam tubuh sang Toako, apabila hawa hitam
sudah seluruhnya terdesak ketelapak tangan, dari darah racun dikeluarkan- dengan sendirinya
sang Toako akan sembuh.
Dua kali jeritannya ternyata tidak mengejutkan Hoat-su-jin, nyata orang sedang mencurahkan
segenap tenaga dan pikirannya untuk menyembuhkan Yu Wis ehingga tidak menghiraukan segala
apa yang terjadi di sekitarnya, jangan-jangan pada saat demikianiah si pencuri tulang jenazah tadi
menyusup masuk dan membongkar peti mati?
Khing-kiok coba merenungkan suasana beberapa waktu yang lalu, rasanya tadi seperti
mendengar sesuatu suara pelahan di belakang, tapi lantaran dirinya juga sedang memperhatikan
cara Hoat-su-jin mengadakan penyembuhan terhadap Yu wi, maka suara itu tidak
diperhatikannya.
Sejenak kemud ian, Hoat-su-jin menghela napas panjang, lalu berucap sambil mengusap
keringatnya. "Akhirnya berhasil juga." Ia berpaling dan memanggil, "Nona cilik. . . ."
Pada saat itulah mendadak dilihatnya tutup peti mati terbuka, keruan air mukanya berubah
pucat, serentak ia memburu maju dan mendekap tepi peti mati, teriaknya dengan suara
memilukan, "o. isteri . . .isteriku. . . ."
Dia merangkul pakaian mayat di dalam peti, serupa kalau dia memeluk jasad isterinya. lalu ia
berpaling dan memandang Khing-kiok.
Khing-kiok melihat air mata Hoat-su-jin bercucuran bagai hujan- sungguh tidak kepalang
sedihnya, tapi didalam kesedihannya juga mengandung rasa gemas yang tak terkatakan, diamdiam
Khing-kiok merasa takut melihat sikap Hoat-su-jinKANG
ZUSI website http://kangzusi.com/
Dari tatapan Hoat-su-jin itu, Khing-kiok tahu maksud orang hendak tanya padanya apa yang
terjadi.
Dengan suara tergegap ia berkata, "Pada . . .pada waktu Cianpwe mengerahkan tenaga tadi.
orang .... orang itu masuk kemari. . . ."
"siapa orang itu?" Hoat-su-jin meraung murka.
Khing-kiok ketakutan dan menggigil karena raungan keras itu, jawabnya dengan suara
gemetar, "En. . . entah, aku tidak .... tidak tahu . . ."
Dengan gusar Haot-su-jin mendamperatnya ""Apakah kau orang mampus? Mengapa tidak tahu
Lekas kata kan siapa yang mencuri isteriku?"
Matanya nampak merah seakan-akan menyemburkan api. sikapnya beringas, tidak kepalang
murkanya, kalau bisa sipencuri mayat itu akan dicincangnya hingga luluh.
Karena ketakutan didamperat lagi dengan bengis, Khing-kiok merasa penasaran dan menangis
dan sekali menangis sukar lagi dibendung.
Mendadak Hoat-su-jin menengadah dan berteriak. "Thio Giok-tin Thio Giok-tin Kutahu pasti
kau, ya, pasti perbuatanmu. . . ."
sambil memeluk pakaian mayat itu dia terus menerjang keluar kuburan, sudah jauh suaranya
masih berkumandang di udara, "Thio Giak-tin, kutahu pasti kau, pasti perbuatanmu" "
Memang betul, si pencuri tulung mayat itu ialah It-teng sin-ni. sudah lama dia menemukan
pesawat rahasia kuburan itu, hanya saja setiap hari Hoat-su-jin berjaga disitu hingga sukar
baginya untuk mencuri tulang jenazah.
semalam dia sengaja berlagak mencari lubang masuk ke kuburan itu, maksudnya supaya Hoatsu-
jin tidak berjaga-jaga lagi. Padahal percakapan antara Hoat-su-jin dan Yu Wi semalam telah
dapat didengar seluruhnya oleh It-teng sin-ni yang bersembunyi di dekat lubang cahaya. Hoat-sujin
mengira It-teng sudah pergi, tapi sesudah pergi dia datang lagi dan tidak diketahui oleh Hoatsu-
jin.
Pada waktu Hoat-su-jin asyik mengadakan penyembuhan kepada Yu Wi, kesempatan baik itu
telah digunakan oleh It-teng sin-ni untuk membuka pesawat rahasia kuburan itu dan masuk ke
dalam, peti mati dibukanya dan tulang jenazah isferi Hoat-su-jin dicurinya. segala sesuatu
dilakukannya dengan ringan dan cepat serta berjalan dengan lancar.
Waktu itu biarpun diketahui Khing-kiok umpamanya, paling-paling nona ini hanya akan
mengantar nyawa percuma, sebab dengan sekali hantam It-teng dapat membunuhnya untuk
menutup mulutnya.
sedang kan Hoat-su-jin lagi mencurahkan segenap pikirannya menyembuhkan Yu Wi, apapun
yang terjadi di sekitarnya sama sekali tidak diketahuinya.
Begitulah tangisan Khing-kiok itu telah membersihkan semua perasaan sedih yang mengeram
dalam hatinya selama ini, sampai sekian lama barulah ia berhenti menangis. Ia mengusap air
mata, tapi tidak dilihatnya lagi Hoat-su-jin-
Ia tidak tahu bagaimana keadaan sang Toako sekarang. cepat ia mendekati peti mati,
dilihatnya Yu Wi masih tertidur lelap. kedua telapak tangannya hitam gilap. Ia tahu racun dalam
tubuh sang Toako telah didesak seluruhnya ke bagian telapak tangan oleh tenaga dalam Hoat-su
jin tadi,
sejera Khing-kiok mencabut tusuk kundainya, dengan ujung tusuk kundai ia cocok ujung
kesepuluh jari Yu Wi, seketika darah mengalir keluar, darah hitam pekat seperti tinta hitam.
Pelahan telapak tangan Yu Wi dari hitam berubah menjadi putih, darah pun berhenti pelahan
sebab luka ujung jari mulai mengering. maka darah tidak dapat mancur lagi.
Legalah hati Khing-kiok, ia mengira darah berbisa anak muda itu sudah habis dikeluarkan. Tak
terduga, sejenak kemudian telapak tangan Yu Wi mulai bertambah hitam lagi.
Keruan Khing-klok terkejut, cepat ia mengulangi lagi mencocok ujung jari Yu Wi dan
mengeluarkan darah berbisa seperti tinta hitam itu setelah darah berbisa mengalir keluar, tangan
berubah menjadi putih. siapa tahu sebentar tangan Yu Wi kembali berubah hitam pula,
sekali ini Khing-kiok tidak berani mencocok ujung jari Yu Wi, ia tahu racun dalam tubuh anak
muda itu terlalu aneh dan sukar disembuhkan Jika ujung jari ditusuk dan darah keluar lagi, bisa
jadi akan terlalu banyak mengalirkan darah dan akan mengganggu kesehatan sang Toako.

Nona itu tak berdaya lagi, ia pikir bila Hoat-su-jin masih berada di sini tentu bisa menolong Yu
Wi, tapi sekarang Hoat-su-jin sudah pergi. Diam-diam ia menyesali diri sendiri yang kurang
waspada sehingga memberi kesempatan kepada pencuri untuk masuk dan membawa lari tulang
jenazah. Kalau saja kejadian itu diketahuinya dan sipencuri dapat dihalau, tentu juga Hoat-su-jin
takkan pergi.
Bagian 18
Karena kuatirnya, kegagalan menyembuhkan Yu Wi itu dia anggap sebagai kesalahannya
sendiri. Makin berpikir makin benci pada diri sendiri sehingga tanpa terasa ia menangis lagi.
Entah berapa lama ia mendekap kepalanya dan menangis sedih di samping peti mati, akhirnya
Hiat-to Yu Wi yang tertutuk itu terbuka dengan sendirinya, ia mendusin, lalu bertanya, "He, adik
Kiok, apa yang kau tangisi?"
"Toa . . . Toako . . . racun . . . lukamu. . . ."
Yu Wi memandang telapak tangan sendiri, dilihatnya Hoat su-jin telah mendesak racun
kebagian situ, ia tertawa, katanya, "Adik Kiok. jangan kuatir, lukaku tidak berbahaya."
Khing-kiok mengangkat mukanya yang penuh air mata seperti bunga mawar kehujanan, sambi
menggeleng ia berkata, "Tidak. aku tidak percaya, luka racun sehebat ini masakah tidak
berbahaya?"
"Meski racun ini sangat lihay, tapi di dunia ini masih ada satu orang sanggup menyelamatkan
diriku," kata Yu Wi.
"Oo? Maksudmu Hoat-su-jin? Tapi di ., . dia sudah pergi ..."
"Toa supek pergi ke mana?" tanya Yu Wi.
"He, dia Toa supekmu?" Khing-kiok menegas.
Yu Wi mengangguk, Lalu Khing-kiok menceritakan apa yang terjadi tadi.
"orang yang mencuri tulang jenazah itu pastilah It-teng Sin-ni," kata Yu Wi dengan menyesal.
Kembaii Khing-kiok menangis lagi.
"Jangan menangis, jangan menangis," Yu Wi menghiburnya.
"Tapi Toa supek sudah pergi, siapa lagi di dunia ini yang mampu menolong Toako?"
"Toa supek juga tidak dapat menyembuhkan lukaku yang beracun ini"
Khing-kiok berhenti menangis dan bertanya, " Habis siapa yang mampu menolong Toako?"
" orang ini tidak kau kenal, namanya seng-jiu-ii-lay Yok-ong-ya," tutur Yu Wi.
"Ah, kalau begitu, marilah sekarang juga kita pergi mencarinya." ajak Khing-kiok dengan tidak
sabar lagi.
Yu Wi mengiakan, segera ia melompat bangun, tiba-tiba badan terasa enteng dan gesit, tidak
terpengaruh lagi oleh luka dipunggung itu. Ia menjadi heran, pikirnya, "Aneh, mengapa hanya
semalam saja luka dalamku sudab sembuh seluruhnya?"
setelah direnungkan, tahulah dia duduknya perkara. Kiranya Hoat- su-jin telah mengerahkan
tenaga dalam sendiri untuk mendesak racun dalam tubuhnya dan sekaligus juga telah
menyembuhkan Lwesiang atau luka dalamnya. Ia tidak tahu bahwa selain Lwesiang sudah
sembuh, berbareng tenaga dalam sendiri juga telah bertambah kuat.
Diam-diam Yu Wi sangat berterima kasih kepada sang Toa supek. Melihat tutup peti mati sang
bibi tersingkir kesamping, cepat ia membetulkannya. Ia merasa tutup peti mati itu sangat berat,
mau-tak-mau ia memuji tenaga It-teng yang luar biasa sehingga dapat membongkar peti mati
seberat itu tanpa diketahui oleh Khing kiok. Yu Wi lantas menggandeng tangan Khing-kiok dan
meninggalkan kuburan itu.
"Di manakah Yok song-ya berdiam?" tanya Khing kiok.
Yu Wi mengeluarkan peta dan diberikan kepada Khing-kiok, katanya, "Toa supek telah
melukiskan tempat tinggal Yok-ong-ya dengan jelas dalampeta ini." Khing-kiok membentang peta
itu dan dibacanya. Tiba-tiba Yu Wi berkata, "Marilah kita coba menjenguk Ang-locianpwe."
Lamat-lamat timbul firasat tidak enak dalam hati Yu Wi, segera ia mendahului berlari ke arah
rumah warna merah itu. setiba di depan rumah, ternyata pintu rumah merah itu sudah jebol.
segera Yu Wi menerobos ke dalam sambil berseru, "Locianpwe . . . Locianpwe. . . ."

Khing-kiok juga merasakan geagat tidak enak, sejenak kemudian dilihatnya Yu Wi keluar
dengan membawa sesosok mayat yang kepalanya sudah pecah.
Cepat nona itu menyongsong sambil berseru, "Ang-pepek. Ang-pepek. . . ."
"Dia sudah meninggal," kata Yu Wi dengan pedih, "Dibunuh oleh It-teng."
Khing-kiok mengertak gigi saking gemasnya ucapnya, "Sebab apa? Sebab apa dia membunuh
Ang-pepek?"
Yu Wi mencucurkan air mata, katanya dengan pelahan, "seb . . . sebab Ang-pepek telah
mengajarkan Hui-liong-poh padaku."
Mendadak teringat olehnya akan Lam-si-khek. cepat ia berseru, "Dan masih ada pula dia"
segera ia melompat kesana, berlari menuju ke tempat kediaman sijanggut biru.
Dari jauh sudah dilihatnya bangunan biru itupun sudah terbakar roboh, asap tampak masih
mengepul. Mayat si baju biru kelihatan menggeletak di tanah lapang didepan rumah, di
sekelilingnya juga bergelimpangan anak murid perempuannya, semuanya kepala pecah dan otak
berceceran, kematiannya sangat mengerikan.
Dengan menangis Yu Wi mengangkat jenazah sijanggut biru, dilihatnya di atas tanah tergores
beberapa huruf besar yang berbunyi, "siapa suruh kau memusuhi diriku?"
Yu wi berteriak dengan menengadah, "Nikoh bangsat it-teng, dalam hal apakah dia memusuhi
kau?"
Pelahan ia turunkan jenazah Lam-si-khek. lalu berlutut dan berkata, "Masakah hanya karena
Cianpwe mengajarkan Hoa-sin-ciang padaku, lalu bangsat It-teng membunuh mu?"
Ia mendekap di atas tanah dan menangis tergerung-gerung. Melihat mayat murid Lam-si-khek
yang terkapar di sekitar situ. Khing-kiok jadi ingat akan kebaikan mereka tempo hari, tak
tersangka belum lama berpisah dan kini bertemu lagi sudah dalam keadaan tidak bernyawa, tanpa
terasa Khing-kiok juga mencucurkan air mata.
sesudah menangis sekian lama, Yu Wi merangkak bangun, digalinya tiga liang besar di depan
rumah, lalu dengan hormat ia mengubur Ang-bau-kong dan Lam-si-khek pada liang pertama dan
kedua, kemudian Khing-kiok mengubur mayat murid perempuan Lam-si-khek pada liang ketiga.
setelah mengubur jenazah-jenazah itu, Yu Wi berdiri di depan makam dan berseru dengan
tekad bulat, "Apapun juga aku pasti akan menuntut balas bagi para cianpwe."
sebenarnya dia terus menganggap Thio Giok-tin sebagai It-teng sin-ni, tapi sekarang dia
memandangnya sebagai Nikoh bangsat yang dosanya tak terampunkan.
setelah meninggalkan Tiam-jong-san, Khing-kiok menanggalkan baju kulit dan berkata, "Marilah
kita pergi ke Khay- yang dahulu."
Kota Khay- yang berdekatan dengan Kui ciu, kota propinsi Hunam, sebuah kota yang cukup
ramai.
"Untuk apa ke Khay- yang?" tanya Yu Wi.
"Mencari Yok-ong-ya, apa lagi?" jawab Khing-kiok dengan tertawa.
"Mencari Yak-ong-ya?" Yu Wi menegas dengan terkejut.
Dia mengira tempat tirakat seng-jin-ji-lay tentu dipuncak pegunungan yang tidak dikenal dan
sukar dicari sehingga selama berpuluh tahun jejaknya tidak ditemukan orang, siapa tahu kalau
tabib sakti itu justeru tinggal di kota Khay-yang yang ramai.
"Tempat kediaman Yok-ong-ya yang lain ternyata juga berada di kota ramai yang sangat
terkenal," tutur Khing-kiok pula.
"Ah, memang betul," seru Yu Wi dengan tertawa. "Untuk tirakat besar tempatnya adalah kota
yang ramai. semula kukira Yok-ong-ya mengasingkan diri dipegunungan sunyi, nyata aku salah
besar."
Toko obat paling terkenal di kota Khay- yang berada dipusat kota, merek tokonya ialah "Siausiau-
yok-boh" atau toko obat "Kecil".
Namanya toko kecil, tapi toko obat ini sama sekali tidak kecil, luas tokonya dan ramainya
pembeli boleh dikatakan sukar ditandingi toko obat yang paling besar sekalipun.
pada toko obat itu, suatu hari kedatangan dua muda-mudi yang berpakaian perlente, kedua
tangan anak muda itu selalu tersembunyi di dalam lengan baju, waktu turun dari kudanya juga
tidak menggunakan tangan.

Yang pemudi berwajah cantik, menunggang kuda yang sama bagusnya seperti kuda si pemuda,
dia yang masuk ke toko obat itu dan berseru kepada pegawainya, "Aku ingin bertemu dengan
juragan kalian."
Dari belakang meja kasir keluar seorang tua renta dan menyambut nona cantik itu, katanya
"Akulah juragannya."
"o, jika begitu kau inilah pemilik toko obat ini?" tanya pula si nona dengan tertawa.
"Ya, boleh dikatakan demikian," ujar si kakek.
"Kalau betul pemilik toko katakan saja betul, kalau bukan ya bilang bukan, masa pakai jawaban
demikian?" ujar si nona.
"Memangnya ada apa Anda mencari juragan pemilik sendiri?"
Nona itu menuding pemuda di belakangnya dan berkata, "Kami datang dari kota raja, ada
urusan bisnis besar harus berunding dengan juragan besar kalian."
Melihat kedua tangan si pemuda selalu terselubung di dalam lengan baju, sikapnya aneh, diamdiam
si kakek menjadi sangsi jangan-jangan orang adalah utusan pihak istana raja, cepat ia
menjawab dengan hormat, "Berapa besarnya bisnis bolehlah dirundingkan bersamaku."
"Apakah kau mampu memberi keputusan?" tanya si nona dengan tertawa.
"Kalau cuma berharga sekitar ribuan tahil emas kiranya tidak menjadi soal," ujar si kakek.
Mendadak nona itu menjulurkan kesepuluh jarinya tanpa menyebut jumlahnya.
"Maksud Anda apakah bisnis sepuluh ribu tahil emas?" tanya si kakek.
Nona itu menggeleng, jawabnya, "Bukan sepuluh ribu, tapi sepuluh laksa tahil."
si kakek melotot demi mendengar jumlah sebesar itu, ucapnya. "Masakah benar ada bisnis
sebesar itu?"
"Kau tidak percaya?" kata si nona sembari meraba tusuk kundai kemala pada sanggulnya.
si kakek dapat melihat tusuk kundai kemala itu mengeluarkan cahaya kemilau, kalau ditaksir
sedikitnya bernilai ribuan tahil emas, ia pikir kalau tusuk kundai yang dipakai sehari-hari saja
berharga setinggi ini, untuk bisnis sepuluh laksa tahil emas tentu juga urusan biasa.
setelah ragu sejenak. lalu si kakek berkata, "Meski akupun terhitung juragan toko obat ini. tapi
bisnis sebesar ini tak dapat kuputuskan, harus dirundingkan dulu dengan juragan besar kami."
"Nah, masih ada juragan besar, jadi juragannya juragan, bukan?" ujar si nona.
si kakek tidak menanggapi, katanya, "Toko obat Kecil ini seluruhnya ada lima cabang, setiap
cabang toko ada seorang kuasa, juragan besar menguasai seluruh lima toko cabang ini, untuk
bisnis besar harus minta keputusan beliau."
"Ternyata betul memang juragannya juragan," kata si nona dengan tertawa. "Eh, apakah
juragan besar berada disini."
"Tidak ada," sahut si kakek sambil menggeleng. seketika lenyap wajah riang si nona.
Kakek itu berkata pula, "silakan nona berkunjung saja keempat toko cabang kami yang lain di
Tay-tiok. siang-tam, Lam-leng dan Ki-ya, mungkin dapat berjumpa di sana."
"Masa tak dapat kau katakan dengan pasti jurangan besar kalian berada di mana?" tanya si
nona.
"Toa lopan (juragan besar) memang biasa hilir mudik antara kelima kota yang terdapat toko
kami, jadi sukar untuk dikatakan beliau berada dimana saat ini."
Tiba-tiba nona itu berpaling dan berkata kepada pemuda di belakangnya, "Toako, marilah kita
pergi ke Tay-tiok."
setengah tahun kemudian kedua muda-mudi ini telah menjelajahi Tay-tiok, siang-tam dan Kiya,
pada toko obat Kecil di tiga kota itu tetap tidak diketemukan sang juragan besar, tinggal kota
Lam-leng saja yang terakhir.
Kota Lam-leng tcrletak dipropinsi Ciat Kang, setiba diwilayah Ciat Kang. si nona berkata kepada
pemuda itu, "Toako, sekali ini kita pasti dapat menemukan dia."
"Berkat usahamu, adik Kiok," sahut si pemuda dengan lemah.
Pasangan muda- mudi ini memang betul Yu Wi dan Lim Khing-kiok berdua yang sedang
mencari pengobatan kepada Yok-ong-ya.
Khing-kiok tahu umumnya orang yang mengasingkan diri di tengah kota ramai paling pantang
dikunjungi orang, maka mereka lantas pura-pura menyamar sebagai pedagang dari kota raja yang
ingin berunding tentang bisnis.

Tapi sangat tidak kebetulan, berturut mereka sudah mengunjungi empat kota dan tidak
menemukan Yok-ong-ya sehingga sudah makan tempo setengah tahun lamanya. Racun yang
semula terdesak dan berkumpul dibagian tangan Yu wi itu sukar dibendung lagi dan mulai
menjalar keseluruh badan sehingga tenaga dalam hampir lenyap seluruhnya, bicara saja sukar.
syukur sepanjang jalan ia mendapat perawatan Khing-kiok, kalau tidak. mana Yu Wi sanggup
melanjutkan perjalanan ke Ciat Kang.
setiba di Lam-leng, toko obat Kecil itupun terletak dipusat kota. setelah turun dari kudanya,
Khing-kiok lantas masuk toko obat itu dan berseru, "Juragan besar ada tidak?"
Waktu itu sang surya belum lama terbit, toko obat itu masih sepi, hanya seorang pegawai kecil
berduduk disamping sana sedang main catur sendirian. ia mengangkat kepala dan memandang
Khing-kiok sekejap sambil membatin, "Masih pagi begini ribut-ribut apa? Persetan"
segera Khing-kiok mengulangi bertanya, "Adakah Toalopan kalian?"
Tiba-tiba muncul seorang dan menegurnya, "Apakah kalian mau beli obat? He, Tikus Kecil,
layani mereka?"
Tikus Kecil adalah nama sipegawai kecil tadi, dia mendekati Khing-kiok dan bertanya, "Ingin beli
obat apa?"
Khing-kiok tidak menghiraukan pegawai kecil itu, tapi mencermati orang di sebelahnya,
dilihatnya orang itu sudah tua dan pendek kecil, mukanya kurus, pakaiannya sederhana, tadi
berduduk di kursi malas didalam sana sambil terkantuk-kantuk,
Karena menyangka kakek pendek kecil ini juga cuma pegawai biasa, Khing-kiok tidak
memperhatikannya lagi dan menjawab pertanyaan pegawai kecil tadi, "Kami ingin membeli Ho-siuoh
yang paling baik."
Pegawai kecil tadi menjulurkan lidah, katanya, "Ingin membeli Ho-siu-oh yang paling baik, jika
demikian aku tidak berani mengambil keputusan."
Buru-buru ia masuk ke ruangan dalam dan mengundang keluar seorang kuasa yang bermuka
gemuk merah dan berpakain perlente.
Maklumlah, Ho-siu-oh termasuk bahan obat-obatan yang bernilai tinggi seperti halnya Jinsom
(Ginseng), biasanya jarang ada yang berani beli Ho-siu-oh yang mahal itu.
setelah mengamat-amati Khing-kiok sejenak. kuasa toko obat itu merasa pengunjung ini cukup
mampu membeli Ho-siu-oh, ia lantas berkata, "Ho siu-oh yang paling baik kebetulan tiada tersedia
disini."
"Wah, lantas bagaimana, tujuan kami justeru harus membelinya untuk obat," kata Khing-kiok.
"Meski tidak tersedia di sini, tapi dapat kami ambilkan dari tempat lain, entah nona perlu berapa
banyak?" tanya kuasa itu dengan tertawa. Khing-kiok memperlihatkan lima jarinya dan berkata,
"Lima kati"
"Ah, jangan nona bergurau," ucap kuasa toko itu, "untuk obat masa perlu sampai lima kati?"
"Penyakit Toakoku sangat berat, memang perlu lima kati," kata Khing-kiok dengan muka serius.
Melihat si nona bicara dengan serius, cepat kuasa toko itu menjawab, "Tapi, seketika mana
dapat mengumpulkan lima kati Ho-siu-oh yang paling baik?"
Menurut perkiraannya, biarpun seluruh toko obat dipropinsi Ciat Kang dikumpulkan juga tiada
tersedia lima kati Ho-siu-oh yang bernilai sangat tinggi itu.
Khing-kiok lantas berkata, "Toko obat Kecil sangat termashur ke seluruh negeri, masa tidak
dapat mengumpulkan lima kati Ho-siu-oh? Coba pertemukan kami dengan Toalopan kalian-"
Mendadak si kakek kecil tadi menyela, "Yang duduk di atas kuda itu apakah Toako nona?"
Khing-kiok mengangguk dan berkata pula, "Toalopan kalian berada di rumah tidak?"
"Ada, ada," cepat si kuasa tadi menjawab. Tiba-tiba si kakek kecil itu berucap dengan gegetun,
"Biarpun sepuluh kati Ho-siu-oh yang paling baik juga tidak dapat menyembuhkan penyakit
Toakomu."
Terkejut Khing-kiok, ia pikir Toako duduk di atas kuda dan kakek bermuka jelek ini sudah tahu
penyakitnya tidak dapat disembuhkan Ho-siu-oh, jangan-jangan kakek kecil inilah Toalopan toko
obat ini, yaitu Yok-ong-ya?
Benar juga, si kuasa toko tadi segera menunjuk kakek kecil itu dan berucap. "Beliau inilah
Toalopan kami."

sungguh tak tersangka oleh Khing-kiok bahwa kakek yang tidak menarik ini justeru benar Yokong-
ya adanya, terbangkit semangat Khing-kiok, katanya dengan hormat, " Kalau sepuluh kati Hosiu-
oh tidak dapat menyembuhkan penyakit Toako, lain obat apa yang dapat menyembuhkannya?"
"Coba bawa dia kedalam," kata si kakek sambil mendahului masuk ke ruangan dalam.
Khing-kiok memapah Yu Wi turun dan kudanya, karena gerak-geriknya tidak leluasa. sejak tadi
Yu Wi tetap berada diatas kudanya, sekarang mereka ikut si kakek ke belakang toko.
Tempat dibelakang toko sangat luas. ada taman, ada kolam,jarang sekali dipusat kota terdapat
halaman seluas ini.
Menyusuri taman bunga, sampailah mereka di depan sebuah kamar yang bersih dan sederhana.
si kakek kecil tadi sudah menunggu disitu, setelah mengantar kedua tamunya kesini si kuasa toko
lantas mengundurkan diri
Khing-kiok memapah Yu Wi kedalam dan didudukkan dikursi, ia sendiri berdiri di samping.
"Nona pun silakan dUdUk," kata si kakek dengan tertawa.
Khing-kiok menggeleng kepala dan berkata. "Toakoku harus minta per ..."
"Jangan salah wesel, nona," cepat si kakek menukas, "orang tua tidak dapat menyembuhkan
penyakitnya . "
"Habis cara bagaimana kau tahu penyakit Toako tak dapat disembuhkan Ho-siu-oh biarpun
sepuluh kati sekaligus?" tanya Khing-kiok.
"Hal ini kan sangat sederhana," uiar si kakek "wajah Toakomu kelihatan guram, inilah tandanya
keracunan, siapapun tahu, meski Ho-siu-oh adalah bahan obat yang berharga, tapi tidak dapat
digunakan menawarkan racun. ini kan pengetahuan yang sangat sederhana."
"Lantas untuk apa kau undang kami masuk ke sini?" tanya Khing-kiok dengan kurang senang.
"Di toko obat kami ini akan segera kedatangan beberapa orang tabib, sebentar bila mereka
datang tentu dapat memeriksa penyakit Toakomu dan mungkin akan membuka resep baginya,"
kata si kakek dengan tertawa.
"Toakoku keracunan hebat, mohon engkau suka membuka resep obat penawarnya," pinta
Khing-kiok,
si kakek terbahak, ucapnya, "Aku? .... Mana bisa jadi? Aku sama sekali tidak paham ilmu
pengobatan."
"Kau tidak paham? Habis siapa lagi yang paham?" jengek Khing-kiok. "Yok song-ya, janganlah
kau berlagak pilon lagi"
Air muka kakek kecil itu berubah, dengusnya, "siapakah yang menyuruh kalian datang kemari?"
Khing kiok menguatirkan racun dalam tubuh Yu Wi akan segera kumat sehingga cara bicaranya
rada kasar, sekarang setelah yakin yang dihadapinya ialah Yok-ong-ya, bintang penolong sang
Toako mau-tak-mau ia bersikap tenang dan sopan, jawabnya dengan hormat, "Toa supek kami
yang memberi petunjuk agar kesini mencari Locianpwe."
"siapa kah Toa supek kalian?" tanya si kakek.
"Toa supek she Lau bernama Tiong-cu," sambung Yu Wi.
Air muka si kakek berubah tenang kembaii. ucapnya dengan tertawa, "O, kiranya dia. Coba
kemari, biar kuperiksa penyakitmu?" Yu Wi lantas mendekatinya.
Kakek itu berkata pula, "Dia ternyata tidak melupakan diriku dan selalu mencarikan langganan
bagiku. Coba ulurkan tanganmu, kuperiksa luka racunmu."
Yu Wi lantas menjulurkan tangannya yang hitam itu, pelahan kakek kecil meremas-remas
tangannya sambil berucap. "Ehm, tidak ringan penyakitmu."
Dari dalam baju lantas dikeluarkannya sebentuk tusuk kundai perak kecil, segera ia cocok
telapak tangan Yu Wi, sejenak kemudian barulah dicabutnya tusuk kundai itu, lalu diciumnya
hingga sekian lamanya, tiba-tiba air mukanya berubah pula, ucapnya sambil menggeleng, "Racun
inipun tak dapat kupunahkan-"
"Mengapa tidak dapat" tanya Khing-kiok dengan kuatir.
Kakek kecil itu memandang dinding dengan termenung, katanya, "Racun didunia ini bermacam
ragamnya, mana bisa kuobati seluruhnya?"
"Tapi Toa supek menyebut engkau sebagai seng-jiu-ji-lay," seru Khing-kiok, "katanya asalkan
dapat menemukan engkau penyakit Toako pasti dapat disembuhkan."

Kakek itu tidak menjawab. tapi bergumam sendiri, "Lau toako, maafkan tak dapat kutolong
sutitmu, habis siapa yang suruh dia terkena racun khas suhengku .... "
"Kau pasti dapat menyembuhkan racun Toakoku," seru Khing-kiok dengan tidak sabar, "engkau
berjuluk Yok-ong-ya, pasti dapat mengobatinya, kau tidak boleh menolak dan tidak boleh
mengelak...."
sampai kata- kata terakhir itu, sikapnya berubah menjadi emosi hingga mirip orang kalap.
Maklumlah, jiwa Yu Wi baginya jauh lebih penting dari pada jiwa sendiri, semula ia jakin kalau
Yok-ong-ya diketemukan, maka urusan akan menjadi beres. siapa tahu jauh-jauh ke sini dan
sudah bertemu dengan Yok-ong-ya, keterangan yang diperoleh adalah "tak dapat
menyembuhkannya", tentu saja hal ini membuatnya hampir gila.
Karena ribut-ribut si nona. si kakek kecil menjadi tidak tentram, mendadak ia berbangkit dan
berkata dengan marah, "Jelas aku tidak dapat mengobati dia, nah, lekas kalian pergi saja."
"Apakah kau sengaja tidak mau menolong Toakoku?" tanya Khing-kiok dengan sedih.
"Ya," jawab si kakek. "hendaklah kau kata kan kepada Toa supek kalian menurut ucapanku
tadi, anggaplah aku telah mengecewakan dia, jika terpaksa dia akan memutuskan persahabatan
kami yang sudah berlangsung berpuluh tahun juga tetap tak dapat kutolong Toakomu."
Mendadak Khing-kiok bergelak tertawa dan berkata, "Hahaha,memangnya kenapa?"
Dengan muka kelam si kakek memberi tanda agar lekas meninggalkan tempatnya, katanya,
"Lekas pergi saja, tiada gunanya bertanya lagi Janganiah membuang waktu yang berharga,
Toakomu masih bisa bertahan hidup tiga hari lagi, cepat berusaha mencari jalan lain untuk
menyembuhkan dia."
Khing-kiok jadi putus asa, ucapnya, "Apakah benar Toakoku hanya tahan hidup tiga hari saja?"
"Kuyakin ucapanku tidak akan keliru, nah, lekas pergi mencari akal lain," kata si kakek.
"Hm, hanya tiga hari saja," jengek Khing-kiok. " Kalau Toako mati, akupun tidak ingin hidup
lagi. Boleh sekali pukul kau binasakan diriku saja"
Habis berkata, tanpa berjaga tubuh sendiri, ia terus mendahului menghantam bagian maut si
kakek kecil.
Hantaman itu kalau kena dengan tepat jiwa si kakek pasti akan melayang. Keruan ia menjadi
gusar dan berteriak, "Apakah benar kau tidak ingin hidup lagi?"
Dengan tangan kiri ia menangkis, tangan kanan terus menutuk Hiat-to penting tubuh Khingkiok.
Tampaknya hampir kena sasarannya, mendadak ia tarik kembaii tangannya dan berseru.
"Tidak lekas pergi saja?"
Khing-kiok seperti tidak menyadari bahwa baru saja jiwanya hampir melayang, dia masih tetap
melancarkan pukulannya tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, bahkan berseru pula, "Yok
song-ya . lekas kaupukul mati aku saja dan penuhilah keinginanku."
si kakek sangat gusar, ia tutuk Hiat-to kelumpuhan Khing-kiok, "bluk." nona itu jatuh terbanting
ketanah dan tak bisa berkutik lagi.
Melihat itu, sekuatnya Yu Wi mendekati Khing-kiok dan mengangkatnya.
Tubuh Khing-kiok tak bisa bergerak, tapi mulut berteriak. "Toako, tidak boleh kau gunakan
tenaga."
segera si kakek juga membentak. "Apakah kau cari mampus? Kau ingin mati lebih cepat?"
Tapi sekata pun Yu Wi tidak bersuara. dengan gagah ia pondong Khing-kiok dan dibawa
meninggalkan toko obat itu dengan pelahan.
si kakek terus mengikut di belakangnya dari jarak dekat, katanya berulang-ulang: "Jangan,
jangan menggunakan tenaga, lepaskan dia, turunkan dia".
Hendaklah maklum bahwa racun dalam tubuh Yu Wi sekarang sudah menyebar keseluruh
tubuh, asalkan dia menggunakan tenaga, bekerjanya racun akan bertambah cepat, dan kalau
racun menyerang jantung, seketika pula jiwanya akan tamat.
Khing-kiok tahu sang Toako sudah bertekad untuk mati, ia pikir, "Diriku toh pasti akan mati
bersama dia, berapa lama lagi dia akan mati, waktu itupun aku akan mati, kenapa aku mesti
banyak berkuatir lagi?"
Karena pikiran ini, hati menjadi lapang, ia mendekap dalam pelukan Yu Wi dengan diam saja.

Pelahan Yu Wi berjalan sampai diluar toko obat, sikakek berteriak memperingatkannya,
"Caramu berjalan dengan mengeluarkan tenaga, tidak lebih seratus langkah tentu jiwamu
melayang."
Dengan napas terengah Yu Wi menoleh dan menjawab, "Terima kasih atas perhatian Anda"
Habis bicara, untuk melangkah lagi rasanya sangat sulit.
pada saat itulah mendadak terdengar di kejauhan ada orang berteriak, "Sit-sim-li, sit-sim-li,
lihatlah sit-sim-li (perempuan kehilangan hati)...." Yu Wi merasa heran oleh nama yang aneh itu.
masa ada orang bernama sit-sim-li?
Dalam pada itu si kakek telah menyusul sampai di belakang Yu Wi dan berkata, "Meski tidak
dapat kusembuhkan racunmu, tapi dapat kubantu mencegah menjalarnya racun sehingga selama
sebulan takkan bekerja, dalam tempo sebulan dapat kau cari orang untuk menyembuhkan
penyakitmu. "
Tapi Yu Wi sama sekali tidak memperhatikan ucapan si kakek yang dipikir adalah nama sit-simli
yang aneh itu
Dilihatnya didepan sana berkerumun orang banyak, entah siapa yang dikerumuni, hanya
terdengar orang-orang itu sama berteriak, " Lekas kemari melihat sit-sim-li...."
setelah kerumunan orang banyak itu mendekat. Dapatlah Yu Wi mendengar di tengah
gerembolan orang banyak itu suara seorang perempuan lagi berseru, "Hatiku, hatiku, di mana
hatiku?...."
Yu Wi merasa suara orang sudah sangat dikenalnya, diam-diam ia merasa heran, "siapa kah sitsim-
li ini? Rasanya suaranya sudah kukenal."
Dalam pada itu si kakek kecil sedang berkata pula, "Toa supekmu adalah sahabatku, tidak
boleh sama sekali tidak kuhiraukan dirimu, lekas ikut masuk lagi bersamaku"
Mendadak gerombolan orang banyak itu menjerit kaget dan berlari kalang kabut, seorang
diantaranya berlari kearah Yu Wi, tapi mendadak ia jatuh terjungkal dan tidak bangun lagi.
Si kakek kuatir orang ini akan menumbuk Yu Wi, cepat ia membangunkannya, tapi mendadak
terlihat luka pada lehernya, ia menjerit kaget, "Hah-Gu-mo-thian-ong-ciam (jarum raja langit
sehalus bulu kerbau)."
Mendengar istilah "Gu-mo-thian-ong-ciam" itu, hati Yu Wi tergetar. dilihatnya kerumunan orang
banyak telah bubar, tertampak si perempuan sit-sim-li yang dikelilingi tadi berjalan ke sana
dengan langkah sempoyongan- terdengar gadis itu berteriak teriak sambil berjalan-
"Hatiku...hatiku di mana?"
Waktu Yu Wi mengamatinya lebih seksama, dilihatnya gadis kehilangan hati itu sangat cantik
memakai baju sutera putih yang sudah robek. makin dipandang Yu Wi merasa orang memang
sudah dikenalnya.
Mendadak ia dapat mengenali sit-sim-li itu, kaki Yu Wi terasa lemas, jeritnya, "He, kau....belum
lanjut ucapannya, "bluk." ia jatuh terkulai.
sekali jatuh Yu Wi tidak sanggup bangun lagi cepat si kakek kecil hendak memayangnya
bangun tapi Yu Wi lantas berkata. "Yok-ong-ya, kumohon sesuatu padamu."
Kakek kecil itu alias Yok-ong-ya menjawab "Tidak perlu kau mohon padaku, pasti akan kucegah
menjalarnya racun dalam tubuhmu, di dunia ini orang yang dapat menyembuhkan dirimu tidak
cuma aku saja seorang."
Yu Wi menggeleng kepala, katanya, "Jangan kaupikirkan diriku, kumohon sudilah engkau
menolong sit-sim-li itu."
"orang gila seperti itu, untuk apa kutolong dia?" ujar Yok-ong-ya.
"Biarpun tidak kau tolong diriku sedikitpun aku tidak menyesal," kata Yu Wi pula dengan pedih,
"tapi sukalah Yok-ong-ya mengingat Toa supek dan sudilah menyelamatkan sit-sim-li itu."
"sedemikian kau perhatikan gadis tidak waras itu, memangnya dia pernah apamu?" tanya Yokong-
ya.
"Dia adalah adik perempuanku,"jawab Yu Wi.
Yok-ong-ya tampak tercengang, segera ia memburu ke sana, ia tutuk Hiat-to si nona
kehilangan hati itu, lalu dikempitnya dan dibawa lari kembaii.

Caranya memburu kesana, menutuk dan berlari kembaii, serentetan perbuatan ini dilakukannya
dalam sekejap saja, boleh dikatakan secepat kilat. hampir tidak ada orang lain yang dapat
mengikutinya dengan jelas kecuali Yu Wi.
Menyaksikan sit-sim-li itu telah dibawa masuk ke dalam toko obat oleh Yok-ong-ya, legalah hati
Yu Wi, tapi pandangannya menjadi gelap. berjongkok saja tidak kuat lagi, ia jatuh terkapar dan
tidak sadar lagi.
Khing-kiok yang ikut terjatuh di sebelah sana berseru kuatir, "He, Toako Toako"
Ia mengira sang Toako telah mati, ia menjadi putus asa dan tidak mau hidup sendiri, tapi Hiatto
tertutuk dan tak dapat bergerak. terpaksa ia hanya memandangi Yu Wi yang menggeletak
disampingnya dengan air mata berderai.
sesudah mengatur sit-sim-li di ruangan belakang, kemudian Yok-ong-ya keluar lagi kedepan,
ketika dilihatnya Yu Wi jatuh pingsan di tepi jalan, hatinya tergetar, cepat ia mendekatinya .
Ia pegang nadi anak muda itu, diketahuinya Yu Wi belum mati, diam-diam ia menghela napas
lega. segera ia berseiu, "Tikus Kecil, kenapa kau biarkan tamu jatuh pingsan di depan toko. Ayo
lekas dibawa masuk kedalam"
Cepat si pegawai kecil tadi berlari keluar, sekuatnya ia memondong Yu Wi ke dalam.
Yok-ong-ya berlagak tidak terjadi apa-apa. katanya, "Jalan pelahan, jangan sampai terbanting
jatuh "
sembari bicara, tanpa menoleh tangannya menutuk ke belakang untuk membuka Hiat-to
kelumpuhan Khing-kiok.
segera nona itu melompat bangun dan berseru, "Kembalikan Toakoku." Ia terus hendak
memburu ke dalam untuk merampas kembaii Yu Wi yang dibawa masuk oleh si Tikus Kecil tadi.
Tapi Yok-ong-ya lantas menghardiknya dengan suara tertahan, "jangan sembrono Toakomu
belum mati"
"Apa betul?" seru Khing-kiok kuatir dan girang. Yok-ong-ya hanya mengiakan dengan pelahanlalu
melangkah masuk ke ruangan belakang. Hati Khie-kiok merasa lega. ia mengusap air mata
dan ikut di belakang Yak-ong-ya.
setiba didalam rumah tadi, dengan serius Yok-ong-ya berkata kepada Khing-kiok. "Jika kau
ingin menyelamatkan Toakomu. kau harus turut kepada perkataanku."
"Silakan Locianpwe memberi perintah, apapun akan kuturut,"jawab Khing-kiok dengan
menahan air mata terharu.
Yok-ong-ya menghela napas. katanya. "Jangan keburu bergirang dulu, nona. Aku hanya dapat
menyelamatkan jiwa Toakomu untuk beberapa bulan saja, dalam waktu beberapa bulan ini kalian
mencari jalan lain, kalau tidak. apabila racun di tubuhnya bekerja lagi, pasti sukar ditolong."
seketika wajah Khing-kiok berubah sedih pula, katanya, "Menolong orang harus sampai tuntas,
apakah Cianpwe tidak dapat menawarkan racun Toakoku sekaligus?"
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Kembar 2 dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Kembar 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-kembar-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Kembar 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Kembar 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Kembar 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-kembar-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

belajar bisnis online mengatakan...

cerita yang bagus gan

Posting Komentar