Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

”Benar aku harus mengerti? ̈ gumam Sim Long. Mendadak si Kucing berteriak tanpa
menoleh, ”Tadi engkau tidak menangis, sekarang apa yang kau tangisi? ̈ ”Aku ... aku
.... ̈ Jit-jit tidak mampu bicara lagi. Dengan suara rada gemetar si Kucing berkata
pula, ”Apakah engkau menangis karena kedatangan kami? .... Baiklah kami pergi
saja ... supaya kalian .... ̈
”Keji amat kau bicara demikian, Miau-ji! ̈ teriak Jit-jit parau, ”Masa engkau tidak tahu,
aku ... aku terpaksa, jika aku tidak bicara begitu padanya, apa yang akan terjadi atas
diriku? ... aku cuma berusaha mengulur waktu saja. ̈ Akhirnya si Kucing menghela
napas dan menunduk.
”Sebenarnya engkau ada jalan lain, ̈ ucap Sim Long perlahan. ”Betul, aku memang
mempunyai jalan lain, ̈ seru Jit-jit. ”Tapi aku belum mau mati, aku ingin menuntut
balas, aku ... aku ingin melihatmu sekali lagi. ̈
”Aku? .... ̈ Sim Long bergumam. ”Engkau tidak percaya? ... tidak percaya? ̈ Jit-jit
menegas. ”Kupercaya. ̈ ”Dan dapatkah engkau memaafkan daku? ̈ ”Ya, kumaafkan. ̈
Tapi Jit-jit lantas menangis sedih lagi, ratapnya, ”Kutahu hatimu tidak senang
melihat tindakanku tadi, tapi untuk itu engkau boleh mencaci maki diriku, boleh kau
hajar diriku, aku cuma memohon janganlah engkau bersikap dingin padaku. ̈
”Aku bersikap dingin? ̈ ”Aku ... aku .... ̈ remuk redam hati Jit-jit dan tidak sanggup
bicara lagi. Perlahan Sim Long mendekati si nona dan membuka Hiat-tonya, katanya,
”Pakailah bajumu. ̈ Mendadak Jit-jit menubruk maju dan merangkulnya erat-erat,
meski tubuhnya cuma memakai baju dalam juga tak dipikirkan lagi. Ia merangkul
dengan menangis sedih.
Namun Sim Long tidak terpengaruh, ia berdiri diam dan berucap, ”Lepaskan
tanganmu. ̈ ”O, Sim Long, kejam amat engkau, apakah engkau tidak dapat
memaafkanku? ̈
”Kan sudah kukatakan kumaafkanmu. ̈ ”Meski di mulut kau bilang demikian, tapi
dalam hatimu tidak. O, Tuhan, seharusnya lebih baik kumati saja tadi. Namun aku ...
aku ingin mati saja di tanganmu. ̈
”Kenapa kau ingin mati, bukankah selama ini aku memang bersikap demikian
padamu, kau pun sudah cukup mengetahui. ̈ ”Aku tidak ... tidak tahu, kuyakin engkau
suka ... suka padaku, betul tidak Sim Long, katakan?! ̈ ”Lepaskan! ̈ kata Sim Long.
Mendadak Jit-jit mengusap mata dan berteriak dengan menggereget, ”Baik Sim
Long, aku memang tidak setimpal bagimu, aku tidak ingin apa-apa lagi, aku cuma
mohon kau bunuh saja diriku. ̈
”Pakai bajumu, ̈ kembali Sim Long berkata.
Mendadak Jit-jit melompat ke dekat dinding sana dan melolos sebilah pedang serta
dilemparkan kepada Sim Long. Terpaksa anak muda itu menangkap senjata itu.
”Sim Long .... ̈ jerit Jit-jit sambil membentang kedua tangan dan membusungkan
dada terus menubruk ke ujung pedang yang dipegang Sim Long.
Tapi hanya sekali menggetar tangannya, seketika pedang yang dipegangnya patah
sebatas tangkai. ”Trang ̈, pedang jatuh ke lantai, Jit-jit juga terkulai dengan tangis
yang memilukan. Sim Long terdiam sejenak, katanya kemudian kepada Miau-ji,
”Mungkin Hoan Hun-yang lagi menghadapi bahaya, kupergi ke sana membantunya,
kau jaga mereka di sini, segera kukembali lagi kemari. ̈
Segera ia membalik tempat tidur dan melompat masuk ke dalam lorong itu. ”Tunggu,
Sim Long .... ̈ seru Miau-ji, namun Sim Long sudah menghilang. Cahaya lampu yang
menempel di dinding gemerdep menyinar wajah Him Miauji, ternyata air matanya
telah bercucuran. Ia pikir hati Sim Long sungguh sedingin es, meski dia tahu juga
sebab apa orang berhati setega itu, tapi ia tetap tidak setuju.
Ia cuma memandang Jit-jit dengan rasa sedih tanpa bicara. Mendadak Ong Ling-hoa
menghela napas dan berkata, ”Wahai Sim Long, meski engkau adalah musuhku
yang paling besar, tapi aku tetap kagum padamu.
Bahwa engkau tega bersikap demikian terhadap gadis yang mencintaimu, sungguh
aku mengaku bukan tandinganmu. ̈
”Tutup mulut! ̈ bentak Miau-ji mendadak. ”Wahai kucing yang rakus, baru sekarang
kutahu engkau juga menyukai Cu Jitjit, ̈ kata Ling-hoa pula. ”Kalau tidak tentu tadi
engkau tidak perlu emosi begitu dan marah-marah padaku, cuma sayang .... ̈
”Berani kau bicara lagi, segera kubunuh dirimu! ̈ bentak Miau-ji. ”Baik, aku tidak
bicara lagi, memang tidak pantas kukorek isi hati orang lain. ̈ Meski dia bilang tidak
mau bicara lagi, toh dia tetap omong pula. Orang ini benarbenar gembong iblis yang
luar biasa, kecuali dia mana ada orang lain yang bersikap setenang seperti ini dalam
keadaan demikian.
Mendadak Jit-jit berdiri dan tidak menangis lagi, perlahan ia mendekati tempat tidur
dan memakai bajunya. Wajahnya mendadak berubah dingin tanpa perasaan, seperti
di situ tidak ada orang lain lagi.
Miau-ji menunduk, tidak berani memandangnya, juga tidak tega untuk
memandangnya. Tapi Jit-jit lantas mendekati si Kucing dan menjura padanya. ”Ken
... kenapa kau .... ̈ tersendat juga suara Miau-ji. ”Engkau sangat baik padaku, ̈ ucap
Jit-jit dengan kaku, ”sebaliknya aku ... aku .... Ai, saat ini sungguh aku berharap cuma
kenal engkau seorang saja dan tidak kenal orang lain, namun sayang ... di dunia ini
memang banyak kejadian yang tidak bisa memenuhi harapan orang. Kutahu hatimu,
aku benci padaku sendiri, mengapa aku tidak .... ̈
Mendadak Miau-ji bergelak tertawa, ia pegang pundak Jit-jit dan berseru, ”Tidak perlu
kau bicara lagi. Apa pun juga aku tetap
sahabatmu, hidup Him Miau-ji bisa mempunyai seorang sahabat perempuan
sebagai dirimu, sungguh tidak sia-sia hidupku ini. ̈
”Engkau sungguh lelaki sejati, sungguh aku tidak tahu ada berapa orang lelaki di
dunia ini serupa dirimu, alangkah baiknya bilamana aku mem ... mempunyai seorang
kakak seperti dirimu ini, ̈ kata Jitjit dengan hampa.
”Kenapa tidak sekarang juga kau angkat aku sebagai kakak? ̈ ucap Miau-ji dengan
tertawa. ”Benar kau mau menerima diriku sebagai adik? ̈ ”Tentu saja. ̈ ”O, Toako,
sungguh aku sangat ... sangat bahagia .... ̈ dengan suara terharu Jit-jit lantas
memberi hormat.
Air mata Miau-ji hampir menetes lagi, tapi di mulut ia berkata dengan tertawa, ”Adik
yang baik .... ̈
”Jangan lupa, Toako, selamanya aku adalah adikmu yang baik, ̈ tukas Jit-jit.
”Selanjutnya bila ... bila adikmu ini berbuat sesuatu kesalahan, dapatkah Toako
memberi maaf? ̈
”Tentu saja, ̈ ujar Miau-ji. ”Terima kasih, Toako .... ̈ kata Jit-jit sambil melangkah maju
secepat kilat dan di luar dugaan ia terus menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhan
tubuh Him Miau-ji.
Mimpi pun Miau-ji tidak menyangka mendadak Jit-jit bisa menyerangnya secara
mendadak, bahkan sudah roboh pun dia tetap tidak percaya.
Ong Ling-hoa juga tercengang sehingga melongo tanpa bersuara. ”Apa ... apa
maksudmu ini? ̈ tanya Miau-ji dengan mendongkol. ”Aku ini kan adikmu, Toako .... ̈
”Masakah seorang adik memperlakukan kakaknya secara demikian? ̈ damprat
Miau-ji. ”Jangan marah, Toako, ̈ kata Jit-jit pula. ”Jangan marah?? ̈ teriak Miau-ji.
”Hampir gila aku saking gusarnya! ̈ ”Tapi ... tapi Toako tadi kan sudah berjanji akan
memaafkan bilamana adik berbuat kesalahan, ̈ kata Jit-jit dengan menunduk manja.
Miau-ji menjadi serbarunyam, ”Tapi ... tapi mengapa .... ̈ ”Dengan sendirinya ada
alasannya adik berbuat demikian, ̈ kata Jitjit.
”Ada alasan kentut, coba jelaskan! ̈ ”Aku berbuat demikian karena ingin kubawa
pergi Ong Ling-hoa. ̈ Kejut dan gusar Miau-ji, ”Hah, hendak kau bawa pergi dia? Kau
... hendak kau tolong dia malah? ̈ ”Bukan maksudku hendak menolong dia, aku
cuma mau membawa pergi dia. ̈ ”Membawa pergi dia bukan berarti hendak kau
tolong dia? ̈ ”Tidak, sebab ... sebab .... ̈ mendadak Jit-jit tertawa dan menyambung,
”Pokoknya ada alasanku, cuma tidak dapat kujelaskan sekarang. ̈
”Alasan apa? Alasan gila? ̈ teriak Miau-ji. ”Aku tidak gila, kuyakin perbuatanku pasti
tidak keliru, maka kulakukan. ̈ ”Masih kau bilang tidak keliru, apa yang kau lakukan
ini pasti akan membuat engkau menyesal selama hidup. ̈ ”Tidak, aku takkan pernah
menyesal. ̈ ”Ai, rupanya aku telah salah menilai dirimu, sungguh aku ... aku berdosa
terhadap Sim Long. ̈ ”Pada suatu hari nanti Toako pasti akan tahu perbuatanku ini
tidak keliru. ̈
Mendengar percakapan mereka itu, tentu saja Ong Ling-hoa sangat senang, segera
ia menimbrung, ”Apa pun juga aku tidak salah menilai nona Cu kita, rupanya engkau
memang sangat baik padaku. ̈ Belum habis ucapannya, mendadak Jit-jit melompat
maju dan menamparnya beberapa kali dengan keras.
Seketika muka Ong Ling-hoa berubah menjadi merah bengap, ”He, ken ... kenapa
kau? .... ̈ dia jadi melongo juga. ”Dengarkan, Ong Ling-hoa, jangan keburu-senang
dulu! ̈ teriak Jitjit dengan geregetan. ”Jika kau jatuh dalam cengkeraman Sim Long,
bagimu memang cuma ada kematian. Tapi bila jatuh di tanganku, akan kubikin
engkau mati tidak hidup pun sukar. ̈
”Omong kosong! ̈ seru Miau-ji. ”Memangnya dia belum pernah terjatuh ke dalam
tanganmu dan bukankah dia telah lolos? Kukira sekali ini kau pun .... ̈
”Sekali ini pasti tidak sama, ̈ potong Jit-jit. ”Hm, tidak sama kentut, ̈ jengek Miau-ji.
”Toako, kutahu .... ̈ ”Jangan kau sebut Toako lagi padaku, aku tidak suka dengar, ̈ si
Kucing meraung.
Jit-jit tertawa pedih, ”Toako, kutahu engkau marah atas tindakanku ini, tapi aku
terpaksa harus berbuat demikian .... ̈ dengan menggereget ia terus menyeret Ong
Ling-hoa keluar.
Terpaksa Him Miau-ji menyaksikan kepergian orang tanpa bisa berkutik dengan hati
mendongkol. Mendadak Jit-jit menaruh Ong Ling-hoa di luar dan masuk kembali, ia
berjongkok di samping Miau-ji dan perlahan meraba mukanya dengan tangannya
yang halus itu.
”Singkirkan tanganmu? ̈ Miau-ji meraung pula. Namun Jit-jit seperti tidak mendengar,
ucapnya dengan perlahan, ”Toako Him Miau-ji, maaf, bilamana hidupku ini pernah
berbuat sesuatu kesalahan kepada seorang, maka orang itu ialah engkau. Selama
hidupku takkan kulupakan dirimu .... ̈
Sampai di sini, tanpa terasa air matanya bercucuran lagi dan menetes di muka Him
Miau-ji. Jit-jit berdiri dan berlari pergi sambil menyeret Ong Ling-hoa.
Air mata Jit-jit membasahi muka Miau-ji, ia pandang Jit-jit yang berlari pergi itu
dengan perasaan remuk redam, tanpa terasa ia berteriak, ”Jit-jit, kembali .... ̈
Tapi nona itu tak berpaling lagi. Sungguh Miau-ji tidak paham, tidak habis mengerti.
Mengapa Jit-jit berbuat demikian?
Dia dongkol, gemas dan kesal, ”O, perempuan, dasar perempuan .... ̈ ia bergumam,
baru sekarang dirasakan perempuan memang sangat sukar dimengerti. Apalagi Cu
Jit-jit, jika ada orang menyangka dapat memahami pribadi Cu Jit-jit, orang itu kalau
bukan orang gila pasti juga orang tolol.
”Aku memang tolol .... ̈ Miau-ji bergumam pula. ”Bila Sim Long kembali dan melihat
keadaanku ini, entah bagaimana komentarnya atas diriku? Kan malu aku? ̈
Tapi dia sama sekali tidak dapat bergerak, apa dayanya? Tidak lama kemudian,
tiba-tiba terdengar suara langkah orang. Suara ini bukan berkumandang dari lorong
bawah tanah, tapi dari luar rumah, jelas yang datang ini bukanlah Sim Long.
”Siapa? ̈ bentak Miau-ji. Belum lenyap suaranya, seperti orang gila tiga lelaki kekar
telah menerjang masuk. Kiranya ketiga orang yang membawa poci tembaga yang
hendak menolong orang yang keracunan tadi.
Melihat mayat kawan-kawannya bergelimpangan di situ, mata ketiga orang itu
menjadi marah. Apalagi terlihat lagi Him Miau-ji, serentak mereka menubruk maju.
Berubah juga air muka Miau-ji, tapi mendadak ia bergelak tertawa malah.
Salah seorang itu memaki, ”Keparat piaraan biang anjing, apakah engkau yang
membunuh kawan kami? ̈ ”Betul, tepat, sangat kebetulan kedatangan kalian, ̈ seru
Miau-ji dengan tertawa. ”Kebetulan untuk membinasakanmu, ̈ teriak orang itu. ”Baik,
terima kasih! ̈ kata Miau-ji. Melihat sikap si Kucing yang tidak gentar itu, ketiga orang
berbalik tercengang dan mengira ada sesuatu perangkap, tanpa terasa mereka
menyurut mundur dua langkah.
”Bagaimana, mengapa kalian tidak turun tangan? ̈ tanya Miau-ji. ”Keparat piaraan
biang anjing, benar kau minta mampus? ̈ teriak seorang di antaranya.
”Hahaha, terus terang kuberi tahukan, kawanan binatang, tuanmu memang lagi ingin
mati di tangan kalian bertiga binatang ini, tapi lebih baik juga daripada tidak mati. ̈
”Keparat ini mungkin gila, ̈ kata seorang lagi. ”Ya, tampaknya memang gila, ̈ ujar
orang ketiga. Dengan gusar Miau-ji lantas membentak, ”Binatang, kenapa tidak
lekas turun tangan, bilamana Sim Long pulang tentu kalian tidak mampu berbuat
lagi. ̈
Mendengar nama Sim Long disebut, ketiga orang itu sama kaget dan tanpa terasa
menoleh ke belakang. Untung tidak tampak bayangan Sim Long. Orang pertama tadi
akhirnya membentak, ”Baik, jika keparat piaraan biang anjing ini ingin mampus, biar
tuan besar penuhi permintaanmu. ̈
”Haha, bagus, ayolah lekas! ̈ seru Miau-ji dengan tertawa. ”Segala apa pun pernah
kurasakan, hanya belum tahu bagaimana rasanya mati. ̈
”Sret ̈, orang itu terus melolos golok dan membacok. Di mana sinar golok berkelebat
mendadak terdengar suara jeritan, menyusul lantas terdengar pula dua kali jeritan
tertahan, ketiga orang itu tahu-tahu roboh semua, sebaliknya Him Miau-ji masih
menggeletak di tempatnya tanpa cedera sedikit pun.
Rupanya Sim Long telah kembali, di sampingnya berdiri Hoan Hunyang dengan
tubuh berlepotan darah. Miau-ji menghela napas dan memejamkan mata, dirasakan
sebuah tangan menepuk Hiat-to pada tubuhnya, maka terpaksa dia berbangkit, Sim
Long lagi memandangnya dengan tenang.
”Him-heng, kenapa .... ̈ segera Hoan Hun-yang mendahului bertanya dengan heran.
”Minum seceguk arak dulu, ̈ sela Sim Long. Tanpa bicara Miau-ji angkat buli-buli dan
menenggak dua-tiga ceguk. ”Mengapa bisa .... ̈ Belum lanjut ucapan Hoan Hun-yang,
kembali Sim Long memotong lagi, ”Ternyata kedatangan kita tidak sampai
terlambat. ̈ Mendadak Miau-ji berteriak, ”Sim Long, mengapa tidak kau tanyai diriku,
mengapa tidak kau tanya ke mana perginya Cu Jit-jit dan Ong Ling-hoa. Mengapa
tidak kau tanya sebab apa aku jadi begini? ̈ ”Asalkan engkau selamat, terjadi apa
pun tidak menjadi soal, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
”Tapi aku .... ̈ ”Engkau sudah berusaha sepenuh tenaga dan sekarang pantas
beristirahat dulu, ̈ potong Sim Long pula. ”Ai, semua ini salahku, tanpa
persetujuanmu segera kutinggal pergi begitu saja. Untuk ini harus kuminta maaf
padamu. ̈
Miau-ji jadi melenggong, ucapnya dengan menyesal, ”O, seyogianya aku yang mesti
minta maaf padamu, tapi engkau malah minta maaf dulu kepadaku. Padahal Cu Jit-jit
dan Ong Ling-hoa telah hilang, urusan penting ini sama sekali tidak kau singgung,
sebaliknya kau tanya dulu keselamatanku. Ai, mendapatkan sahabat seperti dirimu,
apa pula yang dapat kukatakan .... Nyawa Him Miau-ji ini selanjutnya kuserahkan
padamu. ̈
”Mengapa Ong Ling-hoa bisa kabur, ̈ tanya Hoan Hun-yang. ”Tentu gara-gara Cu
Jit-jit lagi, ̈ ujar Sim Long. ”Masakah dia menolong lari Ong Ling-hoa? ̈ tanya
Hun-yang ragu. ”Tentunya begitu, betul tidak Him-heng? ̈ kata Sim Long. Muka
Miau-ji menjadi merah, segera diuraikannya apa yang terjadi tadi. Hoan Hun-yang
menggeleng-geleng kepala setelah mengetahui tingkah polah adik iparnya itu.
”Setelah Jit-jit membawa pergi Ong Ling-hoa, entah keonaran apa pula yang akan
dilakukannya, ̈ gumam Sim Long sambil termenung. Tiba-tiba ia mendekati ketiga
lelaki yang menggeletak tak bisa berkutik itu, perlahan ia mendepak salah seorang di
antaranya. Orang itu menggelinding dua kali terus melompat bangun dan bermaksud
kabur, tapi mana dia bisa lari, sekali gampar Miau-ji membuatnya melompat balik.
”Berani bergerak lagi segera kubinasakanmu, ̈ ancam si Kucing. Lelaki itu
meraba-raba mukanya yang bengap, katanya, ”Kau ... kau mau apa? ̈ ”Jawab setiap
pertanyaanku dengan baik dan akan kuampuni jiwamu, juga kedua temanmu, ̈ ucap
Sim Long. Lelaki itu tampak ragu, jawabnya kemudian, ”Akan kujawab sebenarnya,
tapi ... tapi harus kulakukan sesuatu lebih dulu. ̈ ”Lakukan apa? .... ̈ Belum lanjut
bentakan Miau-ji, mendadak lelaki itu melompat ke samping dan menjemput
goloknya yang terjatuh tadi. Miau-ji mengira orang akan mengadu jiwa, segera ia
bermaksud menubruk maju, tak terduga orang itu lantas mengangkat golok dan
membunuh kedua kawannya sendiri yang menggeletak tak bergerak itu.
Hal ini membuat Miau-ji terkejut, bentaknya, ”Kenapa kau .... ̈ ”Jika mereka tidak
mati, mana aku berani bicara terus terang, ̈ kata lelaki itu. ”Hm, keji amat hatimu, ̈
ucap Miau-ji. ”Engkau memang tidak main sebagai anak buah Ong Ling-hoa. ̈
”Baiklah, sekarang boleh kalian tanya, ̈ kata orang itu. ”Bagaimana dengan
orang-orang yang keracunan tadi? ̈ tanya Sim Long. ”Dengan sendirinya sudah
siuman semua dan mungkin saat ini sudah pergi dengan penuh rasa terima kasih
kepada kami. ̈
”Adakah di antaranya seorang Kim Put-hoan? ̈ ”Kim Put-hoan? .... Rasanya tidak
kulihat. ̈ Sim Long saling pandang dengan Miau-ji. ”Tak tersangka keparat ini
kembali lolos lagi, ̈ ucap Miau-ji dengan menyesal. ”Dan ada juga seorang nona
bernama Pek Fifi, kau lihat dia? ̈ tanya Sim Long pula. ”Apakah si cantik molek yang
kelihatan lemah tak tahan angin itu? ̈ lelaki itu menegas.
”Betul, dia terkurung di mana? ̈ ”Semula dia dikurung di sini, ada seorang lagi yang
terkurung bersama dia, kabarnya seorang utusan Koay-lok-ong segala .... ̈
”Bagaimana bentuk utusan Koay-lok-ong itu? ̈ tanya Sim Long.
”Dia berdandan seperti seorang nenek, terkadang bicara dengan suara lelaki,
diam-diam kami heran dan bertaruh mengenai jenis kelaminnya, ̈ ujar orang itu.
”Sesungguhnya dia lelaki atau perempuan? ̈ tanya Miau-ji. Mendadak orang itu
meludah dan menjengek, ”Huh, yang bertaruh dia lelaki jelas kalah .... ̈ ”O, jadi dia
seorang perempuan? ̈ ”Yang menyangka dia perempuan juga salah. ̈ ”Hah, lantas
apa jenis kelaminnya? ̈ Miau-ji jadi tercengang. ”Dia bukan lelaki, juga bukan
perempuan, tapi bencong, banci .... ̈ tutur orang itu. ”Huh, rasanya muak bila
menyebut siluman semacam ini. ̈
Sim Long menggeleng kepala, ”Koay-lok-ong juga makhluk aneh, kecuali dia, siapa
lagi yang dapat memperalat manusia banci begitu untuk mencarikan gadis cantik
baginya. ̈
Diam-diam semua orang mendongkol dan geli juga. ”Jika mereka berdua dikurung di
sini, mengapa sekarang tidak tertampak lagi? ̈ tanya Sim Long kemudian.
”Keduanya sudah kabur, ̈ jawab orang itu. ”Kabur? ̈ Sim Long dan Miau-ji menegas
berbareng. ”Ya, siluman bencong itulah yang membawa kabur nona Pek. ̈ Miau-ji
cengkeram leher baju orang dan membentak, ”Kentut busuk! .... Melulu
kepandaiannya masakah mampu kabur dari cengkeraman Ong Ling-hoa? Hm, setan
yang mau percaya? ̈
”Lepaskan, dengarkan dulu, sudah tentu ada sebab musababnya, ̈ ucap orang itu
dengan meringis. ”Sebab apa? Lekas katakan? ̈ ”Soalnya Kongcu kami sengaja
melepaskan mereka lari. ̈ ”Sengaja melepaskan dia? Sebab apa? ̈ ”Rahasia urusan
ini mana dapat diketahui kaum hamba seperti kami ini? ̈ ”Apa betul keteranganmu?
.... ̈ Miau-ji membentak. Sim Long lantas berkata, ”Kukira tidak salah. Dengan
sendirinya di balik urusan ini ada intrik tertentu, bisa jadi Ong Ling-hoa sengaja
hendak mengambil hati Koay-lok-ong atau mungkin juga dia ingin menyelidiki
gerak-gerik Koay-lok-ong .... Apa yang dirancang Ong Ling-hoa memang sukar
diduga. Yang jelas, ai, nasib Pek Fifi mungkin bisa tambah runyam. ̈
”Dan apa yang dapat kita lakukan sekarang? ̈ tanya Miau-ji.
”Sekarang aku cuma ingin mandi air panas dan istirahat dengan tenang, ̈ kata Sim
Long. ”Jika mau istirahat, datanglah ke tempatku saja, ̈ ujar Hoan Hunyang. ”Baik,
segera kita berangkat, ̈ seru Sim Long. ”Dan aku? ̈ tanya lelaki tadi. Tanpa pikir Sim
Long memberi tanda, ”Kau pergi saja .... Lepaskan dia, Himheng, sekali berjanji
harus kita tepati. Biarkan dia pergi saja! ̈
*****
Hoan Hun-yang memang benar saudagar besar di daerah Tionggoan, melulu di kota
Cin-sia saja dia mempunyai tiga buah perusahaan besar.
”Di antara ketiga tempatku yang paling besar adalah Hun-ki-ci-ceng (usaha bank),
tapi yang paling santai adalah Ging-yang-ciu-lau (restoran), ̈ tutur Hoan Hun-yang
dengan tertawa.
”Yang kuinginkan adalah yang terdekat, ̈ ujar Sim Long. ”Yang terdekat adalah
Hun-ki-po-ceng (toko kain), tapi di sana .... ̈ ”Adakah tempat tidur di sana? ̈ sela Sim
Long. ”Dengan sendirinya ada. ̈ ”Adakah arak di sana? ̈ Miau-ji juga bertanya. ”Haha,
itulah paling bagus! ̈ seru Sim Long dan Miau-ji berbareng. Setelah mereka
membelok simpang jalan sana, segera tertampak papan merek ”Hun-ki-po-ceng ̈
yang berhuruf emas itu. Tapi sesudah dekat, ternyata pintu toko tertutup rapat.
Dengan kening bekernyit Hun-yang menggerundel, ”Kurang ajar! Tambah lama
tambah malas kerjanya. ̈ Segera ia menggedor pintu, meski bergemuruh bunyi
gedoran pintu, namun di dalam tetap sunyi senyap. ”Apakah kawanan budak ini
sudah mampus semua? ̈ omel Hoan Hun-yang dengan gusar. Mendadak ia
mendepak dengan keras sehingga pintu itu retak, namun daun pintu ini benar-benar
sangat kuat, biarpun depakan Hun yang sangat keras tetap tidak membuat pintu
terpentang. Cuma dari celah pintu yang retak dapatlah Hoan Hun-yang melihat
keadaan di dalam.
Miau-ji juga ikut mengintip ke dalam, tiada seorang pun terlihat, bahkan blok kain
yang biasanya memenuhi rak juga kosong melompong.
”Haha, jangankan arak, toko kain ini ternyata tiada sepotong kain pun, ̈ kata Miau-ji
dengan tertawa. ”Wah, barangkali Hoan-heng biasanya suka dibeli kosong jual
kosong (main spekulasi), pantas engkau cepat kaya raya. ̈
Air muka Hoan Hun-yang tampak berubah, jawabnya dengan tersenyum, ”Kukira ada
... ada sesuatu yang tidak beres. ̈ Tiba-tiba dari rumah sebelah seorang melongok
keluar, lalu mendekati Hoan Hun-yang bertiga dan bertanya, ”Siapakah yang kalian
cari? ̈
”Cari? Dia sendiri inilah juragan toko kain ini, masakah engkau tidak kenal dia? ̈ ujar
dengan tertawa. ”O, kiranya Hoan-toaya, ̈ kata orang itu dengan tertawa. ”Usaha
Hoan-toaya terlalu luas, lima tahun pun belum tentu berkunjung satu kali ke sini,
tentu saja Cayhe tidak kenal. Maaf, Cayhe ini Thio Tiau-kui, tetangga Hoan-toaya .... ̈
Dengan tidak sabar Hoan Hun-yang lantas memotong, ”Apakah Thio-lopan (juragan
Thio) tahu apa yang terjadi atas toko kami? ̈ ”Cayhe memang lagi heran, ̈ ujar Thio
Tiau-kui. ”Tengah malam kemarin mendadak datang beberapa kereta besar dan
mengangkut seluruh isi toko kalian ini, mungkin pembantu Hoan-toaya cepat pergi
lagi mencari persediaan barang baru, maka .... ̈
Tanpa menunggu selesai penuturan orang, segera Hun-yang menarik kedua
kawannya meneruskan perjalanan, tambah erat kening Hun-yang terkerut.
Dengan tertawa Miau-ji lantas berkata, ”Wah, tampaknya usaha Hoan-toako sangat
ramai sehingga isi toko diborong orang sekaligus, sepantasnya engkau bersukaria. ̈
”Kalau jual-beli biasa, mustahil dilakukan di tengah malam buta? ̈ ujar Hun-yang
dengan curiga. ”Kukira di dalam urusan ini pasti ada yang tidak beres. ̈
Sim Long juga mengernyitkan kening, gumamnya, ”Kemarin malam ... tengah malam
.... ̈ Setelah melintasi dua jalan simpang lagi, tertampaklah papan merek Hun-ki-ci-
ceng yang besar. Dengan langkah lebar Hoan Hun-yang mendahului menuju ke
sana, dilihatnya bank yang sehari-hari sangat ramai itu sekarang pintunya juga
tertutup rapat, di dalam pun sunyi sepi.
Padahal di antara usaha perbankan di wilayah Soasay, hanya Ginbio atau cek yang
dibuka oleh Hun-ki-ci-ceng saja yang berlaku secara umum dibawa ke wilayah mana
pun dapat diuangkan secara kontan di bank mana pun, bonafiditasnya tidak perlu
disangsikan lagi.
Tapi sekarang bank yang paling tepercaya ini telah tutup pintu, seperti tidak dapat
membayar lagi, bukan saja menandakan keadaannya yang gawat, bahkan hal yang
belum pernah terjadi.
Sampai di sini wajah Him Miau-ji yang selalu tertawa itu menjadi prihatin juga, tentu
saja Hoan Hun-yang paling gelisah, ia memburu ke depan pintu dan berteriak,
”Siu-sing, buka pintu! ̈
Setelah diulang lagi beberapa kali panggilan, akhirnya pintu terbuka juga. Yang
membukakan pintu adalah seorang lelaki setengah umur dengan pakaian sederhana
tapi berdandan cukup rapi. Melihat Hoan Hun-yang, seketika orang ini
memperlihatkan rasa girang dan terkejut.
Kiranya orang ini adalah pembantu kepercayaan Hoan Hun-yang, namanya Hoan
Siu-sing, masih terhitung sanak keluarga Han. Belum lagi pintu terbuka lebar segera
Hoan Hun-yang menerjang ke dalam dengan gusar, bentaknya, ”Siu-sing, kenapa
kau jadi linglung juga? Mana boleh pintu perusahaan kau tutup? Mati pun tidak boleh
tutup pintu. Wah, merek Hunki-ci-ceng bisa tamat di tanganmu. ̈
Hoan Siu-sing berdiri diam dengan sikap hormat, ucapnya kemudian, ”Kutahu, cuma
... ̈ ”Sekalipun ada kemacetan lalu lintas keuangan, tapi berdasarkan nama baik
perusahaan kita juga dapat minta bantuan kawan, apalagi kutahu di dalam kas
sedikitnya ada sisa kontan beberapa laksa tahil emas, cek yang kita buka tahun ini
juga tidak lebih daripada jumlah sekian. ̈ ”Ya, memang betul, tapi .... ̈ Hoan Siu-sing
menutur dengan serbasusah. ”Ai, justru tidak cuma sisa kas kita sekaligus ditarik
orang, bahkan setiap tempat di kota ini yang dapat kita mintai bantuan juga sudah
kulaksanakan. ̈
”Hah, masakah dalam perusahaan kita ada pemegang rekening giro sebesar ini? ̈
ucap Han Hun-yang dengan heran. ”Kecuali ada orang sengaja hendak membikin
bangkrut kita sehingga semua cek yang telah kita buka dikumpulkan seluruhnya, lalu
diuangkan sekaligus, tapi rasanya aku tidak ingat siapakah yang sengaja hendak
membangkrutkan kita, ̈ kata Hoan Siu-sing.
”Jika begitu lantas apa yang terjadi? ̈ tanya Hun-yang. ”Yang menarik seluruh uang
kontan kita ialah nona Jit, ̈ tutur Siusing dengan menyengir. Hun-yang melengak
sambil menyurut mundur, ”bluk ̈, ia jatuh terduduk di kursi sambil bergumam, ¡Hah,
dia ... kembali dia! ̈ ”Coba, apakah dapat kutolak kehendak nona Jit? ̈ kata Siu-sing.
¡Tidak cuma sisa kas telah ditarik seluruhnya, bahkan persediaan
toko cita juga diangkut pergi olehnya. Ingin kutanya dia, tapi dia lantas mendelik dan
mau pukul. ̈
Hoan Hun-yang mengentak kaki, Sim Long dan Him Miau-ji juga melenggong.
”Apakah nona itu datang sendiri? ̈ tanya Sim Long. ”Jika dia tidak datang sendiri,
masakah bisa terjadi begini? .... ̈ ”Dia datang seorang diri? ̈ tanya Miau-ji. Melihat
tampang Him Miau-ji, meski enggan menjawab, tapi juga tidak berani tidak
menjawab, maka Siu-sing hanya mengangguk acuh tak acuh saja sambil berucap,
”Ya, sendirian. ̈ ”Dia dapat mengangkut barang sebanyak itu sendirian? ̈ ujar si
Kucing.
”Dia punya uang, masakah tidak dapat menyewa kereta? ̈ ucap Siusing dengan
ketus. ”Ai, dasar budak yang suka bikin ribut, ̈ omel Hun-yang dengan mendongkol.
”Dengan uang sebanyak itu, ditambah lagi seorang Ong Ling-hoa, entah keonaran
apa yang akan diperbuatnya nanti. ̈
”Mengambil uang sebanyak itu masih dapat dimengerti, tapi untuk apakah dia
angkut seluruh persediaan cita toko kita? Mau bikin baju baru kan tidak perlu
sebanyak itu? ̈ ujar Siu-sing dengan bersungut.
”Biarpun tingkah laku Ong Ling-hoa sukar diduga, tingkah polah nona Jit ini terlebih
sukar dijajaki, sungguh aku Him Miau-ji kagum lahir batin, ̈ ucap si Kucing dengan
tersenyum getir.
”He, jadi engkau inilah Him Miau-ji? ̈ seru Siu-sing mendadak. ”Betul,
aku inilah si Kucing, ada ... ada apa? ̈ Siu-sing menghela napas lega,
ucapnya dengan tertawa, ”Tidak apa
apa, soalnya nona Jit menitipkan sepucuk surat padaku agar disampaikan kepada
seorang Him Miau-ji. Him-tayhiap, tak kusangka yang dimaksudkan ialah Anda. ̈
”Tentu saja tidak kau duga, aku memang tidak bertampang Tayhiap segala, ̈ gurau
Miau-ji. Siu-sing tidak berani banyak bicara lagi, cepat ia mengeluarkan sepucuk
surat, katanya, ”Berulang nona Jit memberi pesan agar surat ini harus diserahkan
langsung kepada Him-tayhiap dan cuma boleh dibaca oleh Anda seorang, kalau
kulanggar pesannya, aku ... aku akan ditindak olehnya. ̈
”Masakah kau takut padanya? ̈ tanya si Kucing. Muka Siu-sing menjadi merah, ”Aku
... aku .... ̈
”Kau pun tidak perlu kikuk, ̈ ujar si Kucing dengan tertawa. ”Ketahuilah, bukan cuma
engkau saja takut padanya, aku pun jeri padanya, setiap orang yang berada di sini
sama segan padanya. ̈
Lalu ia menerima surat itu dan dibacanya, seketika air mukanya berubah dan tidak
dapat bersuara lagi. ”Apa yang tertulis dalam suratnya? ̈ tanya Hun-yang. Miau-ji
garuk-garuk kepala sambil memandang Sim Long, katanya, ”Wah, ini .... ̈
”Barangkali isi surat itu mencaci maki diriku, maka tidak enak kau perlihatkan
padaku? ̈ tanya Sim Long dengan tertawa. ”Me ... memang dia menggerutu padamu,
tapi juga menyampaikan berita yang amat mengejutkan, ̈ tutur Miau-ji. Kiranya surat
itu tertulis:
Toako.
Dari pengakuan Ong Ling-hoa dapat kuketahui bahwa Koay-lok-ong sudah masuk ke
daerah Tionggoan, jejaknya sekarang berada di sekitar Thay-hing-san, untuk ini
hendaknya Toako waspada. Sim Long manusia tak berbudi, licik dan munafik, jangan
Toako bergaul dengan dia, kalau tidak, pada suatu hari engkau pasti akan menyesal.
Berita ini juga jangan diberitahukan kepadanya, biarkan saja dia terjebak dan
rasakan akibatnya, hatiku senang. Hormat adikmu, Jit-jit
Sehabis membaca surat itu, Hun-yang menggeleng kepala, ”Bila aku tidak kenal
tulisan tangannya, bisa kusangka surat ini ditulis oleh seorang lelaki bangor. Ai,
kalimat surat ini mana pantas ditulis seorang gadis. ̈
”Tapi kalimatnya kan cukup lancar, serupa caranya bicara, ̈ ujar Miau-ji. Mendadak
teringat olehnya macam-macam perbuatan jahil anak dara itu, segera ia
menambahkan,
”Caranya bicara memang tidak mirip seorang anak gadis, tapi lebih menyerupai
bandit. ̈ Air muka Sim Long tampak prihatin, katanya, ”Cara bagaimanapun dia
menulis surat itu, yang penting beritanya memang sangat mengejutkan. Bahwa
Koay-lokong telah ke pedalaman sini, mau tak mau kita harus waspada. ̈
”Dia sudah masuk ke pedalaman kan kebetulan bagi kita, bukankah kita memang
juga mau mencari dia?¡ ̈ ujar Miau-ji. ¡”Sekarang dia datang sendiri, kan hemat
tenaga bagi kita? ̈
”Tapi urusan tidak semudah itu, ̈ ujar Sim Long. ”Tidak mudah
bagaimana? Kita kan sudah tahu jejaknya? .... ̈
”Biarpun kita tahu jejaknya, namun di mana beradanya Ong Linghoa belum lagi
jelas, maksud tujuan Jit-jit juga sukar diraba .... ̈ ”Urusan Ong Ling-hoa dapat
dikesampingkan untuk sementara, ̈ seru Miau-ji.
”Biarpun dapat dikesampingkan dulu, tapi melulu tenaga kita bertiga apakah mampu
mengalahkan dia? Apalagi setiap anak buahnya juga tergolong jago kelas tinggi dan
tidak boleh diremehkan. ̈
Hoan Hun-yang lantas menyambung, ”Betul, sudah lama kudengar anak buah
Koay-lok-ong rata-rata tergolong jago kelas satu, selain keempat duta andalannya,
ada lagi 36 jago pengawal yang semuanya tergolong jago pilihan. ̈
”Huh, rupanya kalian takut padanya, ̈ seru Miau-ji. ”Haha, sebelum dia datang,
setiap orang bilang mau mencari dia, sesudah dia datang benar, semua orang
berbalik ketakutan dan kalau bisa ingin lari secepatnya. ̈ ”Siapa bilang mau lari? ̈
tanya Sim Long dengan tersenyum.
”Jika tidak lari, ayolah kita berangkat ke Thay-hing-san, ̈ ajak si Kucing. Sim Long
berpikir sejenak, katanya kemudian, ”Perjalanan ke Thayhing-san sudah pasti akan
kita lakukan, tapi engkau harus menyanggupi suatu permintaanku. ̈
”Bilakah pernah kutolak permintaanmu? ̈ jawab Miau-ji dengan girang. ”Baik, setiba
di Thay-hing-san, bilamana sudah menemukan rombongan Koaylok-ong, tapi
sebelum mendapat persetujuanku, engkau dilarang sembarangan bertindak atau
turun tangan. ̈
”Baik, kuterima, ̈ seru Miau-ji sambil berkeplok. Hoan Hun-yang juga berkata, ”Aku
pun .... ̈ ”Sebaiknya Hoan-heng jangan ikut pergi, ̈ ujar Sim Long. Hun-yang
tersenyum, ”Biarpun aku bukan seorang pemberani, tapi juga bukan penakut .... ̈
”Mana berani kupandang Hoan-heng sebagai penakut, ̈ ujar Sim Long, ”Soalnya
kedatangan Koay-lok-ong sekali ini jelas tidak boleh dipandang enteng. Kepergianku
bersama Him-heng ini hanya bertujuan menyelidik saja dan pasti tidak sembarangan
bertindak. Bilamana Hoan-heng tinggal di sini untuk mengatur segala keperluan garis
belakang, tentu Siaute tidak perlu khawatir akan terjadi sesuatu. Apalagi Jit-jit dan
jejak Ong Ling-hoa juga tidak diketahui, jika Hoan-heng tinggal di sini serta
menyelidiki hal mereka, tentu segala sesuatu tidak perlu kukhawatirkan lagi. ̈
”Jika demikian, terpaksa kuturut saja kehendakmu, ̈ sahut Hun-yang setelah berpikir
sejenak.
Miau-ji menggosok kepal dengan bersemangat, serunya dengan tertawa, ”Wahai
Koay-lok-ong, akhirnya Him Miau-ji dapat juga berjumpa denganmu, ingin kulihat
betapa bentukmu, apakah engkau punya tiga kepala dan enam tangan, memangnya
betapa lihai kungfumu. ̈
Thay-hing-san adalah pegunungan yang sejak dahulu kala terkenal menjadi sarang
kaum penyamun, banyak kisah keperkasaan tokoh Kangouw yang terjadi di
pegunungan ini. Di antaranya terkenal Ke36 Golok Kilat dari Thay-hing-san, konon
betapa cepatnya golok kilat mereka dapat menebas lalat terbang.
Kisah kepahlawanan jago Thay-hing-san memang sangat menarik dan seakanakan
tak pernah habis dibuat cerita orang. Setiap puncak gunung, setiap batu karang dan
setiap pohon yang aneh di sini seakan-akan mengandung sesuatu kisah yang
menarik.
Sudah dua hari Sim Long dan Miau-ji menyusuri lereng gunung. Pada siang hari ini,
mereka berhenti di tepi sebuah sumber air yang jernih, mereka makan ransum kering
yang dibawanya dan minum air sumber yang segar.
Meski di udara ada sinar matahari, namun angin pegunungan tetap meniup dingin.
Tapi dada baju Miau-ji tetap terbuka, dia berdiri menyongsong desir angin dan
tiba-tiba berkata, ”Lihatlah di sana ada sebuah tebing yang mencuat seakanakan
tergantung di udara. ̈
”Itulah tempat Thay-hing-sam-gan (tiga belibis gunung Thay-hing) membunuh diri, ̈
kata Sim Long. ”Membunuh diri adalah perbuatan orang perempuan, seorang lelaki
sejati biarpun menghadapi kesukaran apa pun tidak pantas mengorbankan
nyawanya begitu saja. Thay-hing-sam-gan ternyata lebih suka meniru tindakan orang
perempuan, kukira mereka pasti bukan kesatria sejati. ̈
”Jika orang lain main bunuh diri tentu bukan perbuatan seorang kesatria, tapi
sebabnya Thay-hing-sam-gan membunuh diri sungguh peristiwa yang amat
mengharukan. ̈ ”Oo?! ̈ heran juga Miau-ji.
”Thay-hing-sam-gan itu adalah tiga orang bersaudara angkat, tapi ketiganya
berkelana ke mana-mana dan jarang berkumpul, ̈ tutur Sim Long. ”Suatu hari Soat
Gan membawa beberapa guci arak, sekaligus ia mengajak Gin Gan dan Thi Gan ke
sini. Tebing karang yang mencuat aneh itu dahulu adalah tempat berkumpul mereka.
Gin Gan dan Thi Gan tahu sang Toako mendadak mengajak mereka ke tempat
berkumpul ini tentu ada sebab musababnya, maka mereka coba minta keterangan,
namun Soat Gan tidak lantas bicara, ia cuma membuka
guci arak dan mengajak minum kedua saudara angkatnya sepuas-puasnya selama
tiga hari tiga malam”.
”Sampai tengah malam hari ketiga, mendadak Soat Gan berlutut menyembah
kepada kedua saudara angkatnya itu .... ̈ ”Aneh, mengapa dia berbuat begitu? ̈ ujar
Miau-ji. ”Kiranya pada waktu mudanya Soat Gan pernah salah membunuh satu
orang, justru orang sangat berbudi dan sangat baik padanya, hal ini membuatnya
menyesal selama hidup, maka dengan susah payah tanpa kenal lelah ia berusaha
memupuk dan membesarkan keturunan orang yang dibunuhnya itu .... ̈
”Betapa pun Soat Gan itu terhitung punya Liang-sim (hati nurani yang baik) juga, ̈
ujar Miau-ji. ”Tujuannya adalah menebus dosa, sebab itulah meski dia
membesarkannya dengan segenap jerih payah, anak itu tidak diberitahukan hal
ihwalnya. Siapa tahu setelah dewasa, anak muda itu lantas hendak menuntut balas
padanya dan ingin mencabut nyawanya. ̈
”Sakit hati kematian ayah sedalam lautan, pemuda itu juga tidak dapat disalahkan, ̈
ujar Miau-ji dengan gegetun. ”Cuma, bila Soat Gan sudah menyadari kesalahannya
dan telah menebus dosanya dengan membesarkan anak muda itu, sepantasnya
pemuda itu dapat mengampuni dia. ̈ ”Walaupun begitu, Soat Gan tahu dendam
kesumat begitu sulit diselesaikan hanya dengan beberapa patah kata penjelasan
saja. Apalagi dia juga bukan manusia yang suka memaksakan kehendaknya hanya
lantaran dia pernah membesarkan anak muda itu. ̈
”Lantas bagaimana tindakannya? ̈ tanya Miau-ji. ”Dia berjanji dengan anak muda itu
untuk bertemu di tebing karang yang mencuat ini. ̈ ”Apakah dia khawatir urusan
sukar diselesaikan, maka kedua saudara angkatnya diundang sekalian ke sini dan
minta bantuan mereka? Huh, tindakan kesatria macam apakah itu? ̈
”Kau salah, ̈ kata Sim Long. ”Dia berlutut kepada kedua adik angkatnya memang
minta bantuan, tapi bantuan yang diminta adalah supaya kedua saudaranya itu
jangan ikut turun tangan mengerubuti anak muda itu, dia minta bilamana persoalan
ini sudah selesai mereka harus mempermaklumkan kepada dunia bahwa urusan ini
telah diselesaikan dengan adil, kematiannya juga wajar
karena tidak mampu menandingi anak muda itu. Jadi bukan saja dia hendak
membikin nama anak muda itu termasyhur, juga menghendaki orang lain tidak
menuntut balas baginya. ̈
”O, kiranya begitu, dan kedua saudaranya menyanggupinya? ̈ tanya si Kucing.
”Kedua saudaranya juga lelaki yang berjiwa kesatria, meski kurang sependapat,
tetap mereka menerima baik permintaannya. Dan pada waktu fajar menyingsing,
anak muda itu pun muncul. Tanpa bicara keduanya lantas berhadapan, Soat Gan
sudah bertekad untuk mati, meski dia membalas juga serangan orang, tapi hanya
sekadar melayani saja. Tidak lebih dari 30 jurus, dia lantas terkena serangan
mematikan anak muda itu. ̈
”Dan bagaimana dengan kedua saudara angkatnya? ̈ ”Sesuai janji mereka, kedua
saudaranya cuma menonton saja tanpa membantu dan menyaksikan Soat Gan mati
di bawah tangan anak muda itu. Karena mengira sakit hatinya telah terimpas pemuda
itu tertawa puas. Selagi dia hendak tinggal pergi, mendadak Thi Gan yang berwatak
keras itu berteriak memanggilnya dan membeberkan rahasia itu kepadanya. ̈
”Lantas ba ... bagaimana dengan anak muda itu? ̈ tanya Miau-ji. ”Dengan sendirinya
pemuda itu melongo. Malahan lantas terlihat Gin Gan dan Thi Gan mendadak
melolos golok dan membunuh diri sekaligus, mereka benarbenar telah memenuhi
sumpah setia sehidup semati tiga serangkai. Pemuda itu berdiri terkesima di depan
ketiga jenazah selama tiga hari tiga malam, tanpa bicara dan tidak bergerak. Waktu
itu sedang musim dingin, salju menimbuni sekujur badannya dan membeku, lambat
laun matanya, hidungnya dan juga mulutnya ikut beku, namun dia tetap tidak
bergerak, ai ... akhirnya pemuda itu pun mati beku. ̈
Si Kucing jadi terkesima juga mendengarkan cerita yang mengesankan itu,
mendadak ia meraung dan berteriak, ”Arwah kepahlawanan mereka pasti tetap
hidup abadi dan masih berada di atas tebing sana, aku ingin melihatnya ke atas. ̈
Sim Long ingin mencegahnya, tapi tidak keburu, Miau-ji sudah lantas meloncat ke
atas tebing yang mencuat itu. Di atas tebing cuma salju melulu, berdiri di tengah
remang kabut Miau-ji merasa seperti juga anak muda dahulu itu, ia berdiri termangu
tanpa bergerak.
Sim Long sudah menyusul tiba, katanya dengan tersenyum, ”Kenapa kau jadi
emosi, apa barangkali kisah Thay-hing-sam-gan telah menyentuh perasaanmu? ̈
”Ai, apakah kau tahu aku pun mempunyai seorang adik angkat? ̈ tanya Miau-ji
mendadak. ”Oo .... ̈ ”Orang lain sedemikian baik terhadap saudara angkatnya, apa
pun yang diperbuat Soat Gan toh kedua saudara angkatnya tetap dapat memaklumi
kesukarannya, sebaliknya aku ... aku .... ̈
”Memangnya engkau merasa bersalah kepada adik angkatmu? ̈ tanya Sim Long.
Dengan menghela napas Miau-ji menjawab, ”Adik angkatku itu berbuat sedikit
kesalahan padaku dan aku lantas membencinya. Padahal dia juga mempunyai
kesulitan, selayaknya aku memaafkan perbuatannya .... ̈
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan tersenyum, ”Adik angkatmu
itu seorang perempuan, bukan? ̈ ”Dari ... dari mana kau tahu? ̈ Miau-ji melengak.
”Meski tidak kau katakan juga dapat kuterka, ̈ ucap Sim Long. ”Cu Jit-jit telah
menyebutmu sebagai Toako, kalau tidak tentu tidak segampang itu engkau ditutuk
olehnya. ̈
”Kutahu apa pun tak dapat mengelabuimu, seharusnya kuberi tahukan waktu itu
juga, tapi aku ... ̈ si Kucing menunduk dengan menyesal.
¡”Tidak apa, siapa pun pasti mempunyai sesuatu rahasia yang tidak ingin diketahui
orang lain, biarpun suami-istri dan antarsaudara juga begitu. ̈
Miau-ji memandang Sim Long lekat-lekat, ”Memangnya engkau juga mempunyai
rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain? ̈ ”Tentu saja ada, ̈ sahut Sim Long.
”Malahan rahasiaku terlebih banyak daripada siapa pun. ̈ ”Ya, sampai saat ini pun
belum kukenal asal usulmu, tapi kupercaya apa yang kau rahasiakan pasti bukan
kejahatan, engkau ... engkau selalu membuat orang menaruh kepercayaan penuh. ̈
”Terima kasih, ̈ kata Sim Long.
”Tapi tertawamu yang khas selalu membuat orang tidak mengerti, ̈ ujar si Kucing.
”Meski tertawamu terkadang tampak cerah, tapi kurasakan di balik tertawamu seperti
mengandung kepedihan, mengapa tidak kau katakan kepedihanmu .... ̈
Sim Long tersenyum dan berpaling tanpa bicara. Miau-ji juga terdiam. Hawa di atas
tebing terasa semakin dingin. Mendadak Sim Long berseru, ”Hei, lihat, apa itu? ̈
Waktu Miau-ji memandang ke sana secermatnya, tertampak kabut dingin telah
terobek sebuah garis oleh cahaya matahari, terlihat di kejauhan sana ada tanah
datar.
Di dataran bawah sana juga tertimbun salju, terlihat berbagai bekas jejak di atas
salju, ada bekas roda kereta dan kaki kuda, tampaknya ada juga bekas barang lain
yang aneh.
”Mari kita memeriksanya ke bawah sana, ̈ ajak Sim Long. Langsung ia melompat ke
bawah dengan baju berkibar hingga serupa dewa melayang turun dari langit.
”Ginkang hebat, aku pun ingin mencoba, ̈ seru Miau-ji, segera ia pun melompat ke
bawah. Tapi segera dirasakan di bagian bawah seperti ada daya tarik yang kuat
sehingga sukar baginya untuk ganti gerakan.
”Bluk ̈, akhirnya dia jatuh terbanting atas tanah bersalju. ”Bagaimana? ̈ tanya Sim
Long memburu ke samping si Kucing. ”Untung tubuhku ini gemblengan baja, kalau
tidak tentu sudah retak, ̈ kata Miau-ji dengan tertawa. ”Cuma ... aneh juga, rasanya
pantatku seperti kena tertusuk sesuatu. ̈ Ia meronta bangun, waktu ia raba pinggul
sendiri, ternyata benar tertancap sepotong benda tajam, waktu dicabut, kiranya
sepotong tulang kaki ayam.
”Sialan, ternyata di sini ada tulang ayam, ̈ gerutu Miau-ji. ”Bukan cuma tulang ayam
saja, mungkin masih ada benda lain, ̈ desis Sim Long. Keduanya lantas memeriksa
keadaan sekitar tanah datar yang teruruk salju ini. Ternyata benar terdapat bekas
kaki kuda dan roda kereta yang simpang-siur, juga ada gundukan abu bekas api
unggun serta pecahan beling keramik.
Miau-ji memungut sepotong beling keramik dan diperiksanya sejenak, katanya
kemudian, ”Ini beling pecahan cangkir arak. ̈ ”Melihat kualitas beling keramik ini jelas
cawan arak yang berkualitas tinggi, sekalipun keluarga hartawan atau bangsawan
juga tidak sembarangan mau menggunakan cawan antik begini untuk meladeni
tamu, ̈ ujar Sim Long.
”Tapi orang ini telah menggunakan cawan sebagus ini untuk minum arak di
pegunungan sunyi sini, bahkan terbanting pecah, ̈ tukas Miau-ji.
Kedua orang saling pandang sekejap, lalu memeriksa lebih lanjut. ”Eh, lihat ini, ̈ seru
Sim Long mendadak sambil memungut sesuatu dari atas tanah. Dapat dilihat oleh
Him Miau-ji benda yang dipungut Sim Long itu adalah sebuah anting-anting mutiara,
biji mutiara itu sangat besar, hampir sebesar biji buah kelengkeng, bercahaya dan
dibingkai dengan sangat indah.
”Melulu harga anting-anting ini saja sukar dinilai .... ̈ ”Dan orang ini sama sekali tidak
menghiraukannya kehilangan anting-anting sebagus ini, ̈ sambung Miau-ji.
Segera mereka memeriksa lebih lanjut ke depan, ditemukan mereka di atas tanah
ada belasan lubang sebesar mangkuk, setiap baris ada enam lubang dengan
kedalaman beberapa kaki, jarak barisan lubang itu lebih dari setombak.
”Apa pula ini? ̈ gumam Miau-ji dengan kening bekernyit. ”Tampaknya ini lubang
bekas patok perkemahan mereka, ̈ ujar Sim Long setelah berpikir.
”Lubang sedalam ini, jelas bukan patok kemah orang biasa, jika patoknya sebesar
ini, bukankah kemahnya sangat mengejutkan besarnya? ̈
”Ya, sekalipun kemah bangsawan Mongol juga tidak lebih daripada ini, ̈ kata Sim
Long. ”Masa perkemahan orang ini untuk menginap semalam saja memerlukan
pekerjaan sebesar ini, ̈ ujar Miau-ji. Kedua orang saling pandang tanpa bicara,
keduanya sama berdiri, namun dalam hati masing-masing timbul pendapat yang
sama. Koay-lok-ong! Perkemahan sebesar dan semewah ini, siapa lagi kecuali
Koay-lokong? ”Cu Jit-jit ternyata tidak dusta, Koay-lok-ong benar telah datang, ̈
gumam si Kucing. ”Melihat gelagatnya, perjalanannya tidak cuma diiringi ke-36 jago
pengawalnya, juga membawa bini dan selir, dia datang secara besar-besaran begini,
janganjangan dia tidak ingin pulang lagi ke sana. ̈ ”Hm, biarpun dia ingin pulang juga
tidak bisa lagi, ̈ ucap Miau-ji dengan menggereget.
Sim Long memandang segumpal awan di langit dan termangu sejenak, katanya
kemudian, ”Dan entah Kim Bu-bong ikut datang tidak? ̈
Koay-lok-ong benar-benar mahasakti, entah dengan cara bagaimana dan entah jalan
rahasia mana yang diambil, meski Him Miau-ji dan Sim Long telah melacaki bekas
roda kereta sampai keluar tanah datar itu, tahu-tahu semua jejak itu menghilang
secara ajaib tanpa bekas lagi.
”Keparat ini sungguh seekor rase tua, ̈ gerutu Miau-ji dengan gemas. ”Bahwa dia
sudah begitu besar kekuatannya, ternyata khawatir juga dikuntit orang, bahkan
berada di tempat setan begini juga khawatir orang menguntitnya. ̈
Jilid 24
”Gerak-gerik gembong iblis seperti dia dengan sendirinya penuh misterius, biarpun
dia tidak takut dikuntit orang tetap dia akan berbuat demikian. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Miau-ji heran. ”Ke mana pun orang semacam ini dan apa pun
yang dilakukannya selalu dia mengatur macam-macam tabir rahasia agar orang lain
sukar meraba keadaannya yang sebenarnya. ̈
”Ya, gembong iblis ini memang kebanyakan telur busuk, besar rasa curiganya,
bahkan terhadap orang kepercayaan sendiri juga selalu waswas. Tapi tanah salju di
sini tidak ada tanda sengaja disapu rata, juga tidak ada bekas lain yang
menunjukkan rombongan mereka mundur kembali ke arah lain .... ̈
”Manusianya dapat mundur begitu saja, kereta dan kuda sebanyak itu jelas tidak
gampang berbuat demikian. ̈
”Habis sebab apa bekas roda kereta dan kaki kuda bisa lenyap mendadak? ̈
”Keadaan ini pernah kualami satu kali, ̈ tutur Sim Long. ”Yaitu di luar sebuah makam
kuno, caranya ialah mereka menyuruh mundur kembali ke tempat semula dengan
menginjak bekas kaki masingmasing. ̈
”Dan yang kedua kalinya di atas gunung tempo hari, bukan? ̈ ”Betul, waktu itu
mendadak ia masuk di lorong bawah tanah. ̈ ”Ya, makanya kukatakan aneh, ̈ kata
Miau-ji. ”Padahal kereta dan kuda tidak mungkin bisa berjalan mundur, di sini juga
tidak ada lorong di bawah tanah, memangnya mereka dapat terbang ke langit? ̈
Sim Long lagi memandang tanah bersalju, terlihat cahaya matahari yang menyinari
tanah salju itu serupa sebuah cermin yang memantulkan cahaya refleksi.
”Di sini tidak ada lagi sesuatu yang aneh, memangnya dapat kau lihat apa lagi? ̈
tanya Miau-ji. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, ”Justru dapat kulihat
sesuatu. ̈ ”Apa yang dapat kau lihat? ̈ tanya Miau-ji dengan heran. ”Kau bilang di
tempat ini tiada sesuatu yang aneh, memang betul juga, tanah salju ini memang tidak
ada keanehan, tapi justru di sinilah letak keanehannya. ̈
”Ai, jangan kau main teka-teki, sesungguhnya apa yang kau lihat? ̈ ”Masakah tidak
dapat kau lihat sesuatu yang istimewa pada tanah bersalju ini? ̈
Tapi Miau-ji memandangnya dari sudut mana pun tetap tidak terlihat sesuatu
keistimewaan. Tanah salju ini halus bersih tiada setitik tanda apa pun. Terpaksa ia
berkata sambil menggeleng, ”Bilamana terdapat sesuatu ciri di tanah bersalju ini,
mungkin mataku yang lamur. ̈
”Kau lihat tanah salju ini halus bersih bukan? ̈ tanya Sim Long. ”Ya, teramat bersih, ̈
jawab si Kucing. ”Jika hujan salju sudah berlangsung dua-tiga hari yang lalu,
mengapa timbunan salju di sini bisa begini halus dan bersih seperti dilukis saja. ̈
”Ehm ... ya ... memang janggal. ̈ ”Maka seharusnya kau paham. ̈ ”Tapi aku tetap
tidak paham, ̈ si Kucing menyengir. ”Tanah bersalju ini buatan manusia, ̈ kata Sim
Long dengan tersenyum. ”Buatan manusia? Bagaimana caranya? ̈ ”Mereka
mengusung salju dari tempat lain untuk menimbuni tempat ini, kan sederhana
caranya? ̈
”Ha, dia mau bekerja susah payah begitu? ̈ ”Yang bekerja susah payah kan bukan
dia sendiri? ̈ Sementara itu hari sudah dekat magrib, Sim Long dan Him Miau-ji
mengejar terus sehingga beberapa lereng bukit dilintasi pula. Mata Him Miau-ji
terbelalak bulat seperti mata kucing benar-benar, ia terus mencari, namun tetap
tiada menemukan sesuatu petunjuk apa pun.
Akhirnya malam pun tiba, bintang bertaburan di langit. ”Ai, hari kembali gelap lagi
dan sehari telah berlalu pula, ̈ ucap si Kucing dengan menyesal. ”Apa jeleknya hari
gelap? ̈ ujar Sim Long. ”Siang hari tidak kita temukan sesuatu, dalam keadaan gelap
kan tambah .... ̈ ”Kukira hari gelap malahan ada harapan, ̈ sela Sim Long dengan
tertawa. Miau-ji melenggong, ”Ah, jangan kau pandang diriku ini seperti kucing benar-
benar yang dapat melihat sesuatu terlebih jelas dalam keadaan gelap. ̈
”Maksudku, biarpun Koay-lok-ong banyak tipu akalnya, kalau hari sudah gelap, dia
kan juga mesti menyalakan lampu? ̈ ”Aha, betul, ̈ seru si Kucing sambil berkeplok
tertawa. ”Memang betul lebih gampang menemukan dia setelah hari gelap. Asal dia
menyalakan lampu, betapa jauhnya pasti dapat kita lihat. Tidaklah mudah baginya
untuk menyembunyikan cahaya lampu di tengah kegelapan pegunungan ini. ̈
Kedua orang lantas menuju ke depan lagi dengan bersemangat. Suasana sunyi
senyap sehingga napas sendiri pun terdengar. Kemudian Miau-ji bergumam lagi,
”Kenapa belum terlihat apa pun, jangan-jangan kita salah arah. ̈
Sim Long tidak menanggapi dan masih terus melangkah ke depan. Tidak jauh,
mendadak ia tertawa gembira, serunya, ”Lihat, apa itu? ̈ Sinar lampu! Dalam
kegelapan jauh di sana ada setitik cahaya lampu.
Tanpa bicara lagi Miau-ji terus berlari ke sana. Terpaksa Sim Long menyusulnya
dengan sama cepatnya. Dalam kegelapan sukar membedakan jauh atau dekatnya
cahaya lampu. Namun cuma sebentar saja Miau-ji sudah berada di depan cahaya
lampu tadi. Ternyata di atas sepotong batu karang besar terletak sebuah lentera.
Api lentera gemerdep seperti api setan, di atas batu masih ada sisa salju, tapi entah
telah dibersihkan oleh siapa. Tiada tampak bayangan seorang pun.
Dengan hati berdebar Miau-ji maju lebih dekat. Terlihat lentera itu bersinar
keemasan. Ternyata lentera itu sendiri terbuat dari emas. ”Buset, sampai lampu juga
terbuat dari emas, ̈ kata si Kucing. ”Entah apa pula maksudnya meninggalkan
lentera di sini? ̈
Dengan wajah prihatin Sim Long berucap, ”Lentera ini jelas ditinggalkan bagi kita. ̈
”Bagi kita? ̈ Miau-ji menegas. ”Perangkapnya, maksudmu? ̈ ”Jika dia menggunakan
perangkap sekecil ini untuk menjebak kita, maka dia bukan Koay-lok-ong lagi. ̈ ”Aku
tidak paham perkataanmu. ̈ ”Gembong iblis semacam dia tidak nanti sembarangan
menilai rendah kemampuan lawan. ̈ ”Aha, betul, terlebih lawan seperti Sim Long,
meski dia tidak pernah melihat Sim Long tentu juga pernah mendengar namanya.
Tapi .... ̈ mendadak si Kucing berkerut kening, ”dari mana dia tahu Sim Long yang
ingin mencarinya? ̈ ”Melihat gelagatnya, bukan mustahil di lereng gunung ini sudah
penuh tersebar pos pengintainya, mungkin .... ̈
”Apa pun juga harus kuperiksa lebih lanjut, ̈ sela si Kucing tak sabar, segera ia
melompat lagi ke depan. Ternyata di bawah lentera emas tertindih sehelai kertas dan
tertulis: ”Apakah kau ingin mencari diriku, Sim Long? Jika demikian, terus saja
mengikuti jalan ini! ̈
Di samping beberapa huruf yang singkat ini terlukis pula peta yang cukup jelas ke
arah mana dan cara bagaimana mencapai tempat tujuan, di mana dia bercokol.
”Setan, dia malah khawatir kita tidak menemukan dia, maka sengaja memberi peta
tempat tinggalnya, ̈ gerutu Miau-ji. ”Cuma, apakah peta ini dapat dipercaya. ̈
”Ya, bisa jadi dia sengaja memberi peta ini supaya kita terjebak, ̈ kata Sim Long.
”Jika kita menuruti petunjuk peta ini, bisa jadi takkan menemukan dia selamanya,
sebaliknya makin jauh meninggalkan dia. ̈
”Tapi dia kan tidak jeri terhadap kita, untuk apa dia berbuat demikian? ̈ ”Makanya
peta ini mungkin juga tulen, ̈ kata Sim Long. ”Di sinilah letak kelihaian orang ini, dia
sengaja membikin kita serbasusah dan ragu untuk bertindak. Melulu hal ini saja dia
sudah lebih unggul selangkah. ̈
”Wah, sungguh membikin pusing kepala, ̈ seru Miau-ji. ”Kukira urusan ini sangat
sederhana, siapa tahu membikin orang serbasalah, makin dipikir makin ruwet dan
makin buntu. Tahu begini mestinya tidak perlu hiraukan peta ini. ̈
”Banyak urusan di dunia ini memang begini adanya, ̈ tutur Sim Long berfalsafah.
”Makin dipikirkan dan ditimbang, makin banyak kekhawatiran yang timbul, maka
urusan pun tak terlaksana. Jika sesuatu dilakukan tanpa pikir, bukan mustahil malah
akan terpecahkan dan terlaksana dengan baik. Banyak urusan penting di dunia ini
sering kali terlaksana karena tidak banyak pertimbangan ini dan itu, jika mesti
dipikirkan untung-ruginya justru takkan terlaksana. ̈
Ucapan Sim Long yang sederhana ini mengandung filsafat yang tinggi, mau tak mau
Miau-ji manggut-manggut, ”Ya, benar, tepat? Lantas bagaimana? ̈
”Kita anggap saja tidak pernah memikirkan apa pun, ̈ kata SimLong. ”Ya, betul,
tanpa peduli apa pun kita teruskan menurut petunjuk peta, ̈ seru Miauji. ”Sebelum ini
sudah kubelajar darimu harus menggunakan otak bila hendak mengerjakan sesuatu,
tapi sekarang dapat kubelajar pula darimu bilamana menghadapi sesuatu yang
serbamenyusahkan, maka tidak perlu lagi banyak pikir. ̈
Dalil ini kedengaran seperti bertentangan namun sebenarnya merupakan suatu
kesatuan. Begitulah mereka terus mengusut menurut petunjuk peta. Tidak lama, dari
bayang-bayang gunung yang gelap sana kembali muncul sinar lampu. Sekali ini
cahaya lampu kelihatan sangat terang, jelas tidak cuma sebuah lentera saja.
Tertampak sebuah kemah besar berdiri megah di bawah cahaya lampu sana.
”Berdasarkan petunjuk peta, tempat ini agaknya bukan tempat kediaman Koay-
lok-ong, tapi kemahnya justru berada di sini, mengapa bisa begini? ̈ ucap Miau-ji
dengan heran.
”Bilamana setiap tindakan seorang selalu sukar dimengerti, hal ini menandakan
betapa lihainya orang ini, ̈ kata Sim Long. Mendadak terlihat setitik sinar lampu
bergerak datang dari sebelah sana.
”Ada orang datang, ̈ desus Miau-ji. ”Kebetulan, kita jadi benar tidak perlu memeras
otak lagi, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa. Dalam pada itu sinar lampu itu sudah
dekat, orang itu mengangkat sebuah obor dan berhenti beberapa meter di depan
mereka. Seorang lelaki tegap berbaju satin.
”Yang datang ini apakah anak buah Koay-lok-ong? ̈ segera Miau-ji membentak. ”Ya, ̈
jawab orang itu. ”Apakah kau tahu siapa kami? ̈ tanya Miau-ji pula. ”Ya, ̈ jawab lelaki
itu. ”Jika demikian, kau diutus Koay-lok-ong untuk menyambut kami, ̈ sela Sim Long
dengan tertawa. Kembali orang itu mengiakan, lalu membalik tubuh dan melangkah
kembali ke sana. Meski langkahnya tidak cepat, tapi juga tidak lambat, tampaknya
kungfunya lumayan.
Sejenak kemudian mereka sudah berada di depan kemah megah itu. Jalan masuk
kemah tergantung tabir yang terangkai dari mutiara kristal, zamrud dan berbagai
mutu manikam yang tidak diketahui namanya. Karena cahaya lampu yang terang
sehingga batu permata ini memantulkan cahaya yang menyilaukan.
Namun orang di balik tabir batu permata ini dengan macam-macam dongeng yang
menyangkut dirinya itu seakan-akan jauh lebih menarik, lebih indah dan lebih
cemerlang daripada tabir gemilang ini.
Sampai di sini Miau-ji merasakan sekujur badannya menegang. Diam-diam ia
memaki dirinya sendiri mengapa berubah menjadi penakut. Berpikir demikian, tanpa
menunggu lelaki itu menyingkapkan tabir, juga tidak menunggu diperintah Sim Long,
serentak ia menerobos ke dalam kemah dan berteriak, ¡”Koay-lokong, ini dia Him
Miau-ji datang menemuimu!¡ ̈
Menggelegar suaranya, akan tetapi sia-sia belaka. Sebab di dalam kemah ternyata
kosong melompong, bayangan setan saja tidak ada, apalagi manusia.
Cahaya lampu di dalam kemah terlebih terang, menyinari singgasana berlapiskan
kulit harimau dan berbantal sulaman benang emas, meja kristal dan hiasan
macam-macam batu permata berwarna-warni, lantai berlapis permadani Persia ....
Di atas meja penuh tersedia macam-macam buah-buahan yang aneh, di dalam piala
emas penuh terisi arak, barang siapa datang ke tempat begini pasti akan terpesona,
terutama orang yang doyan makan minum seperti Him Miau-ji, tentu akan merasa
senang dan puas.
Tapi di manakah orangnya? Ke mana perginya penghuni kemah ini? Mendadak Him
Miau-ji membalik tubuh dan menjambret leher baju lelaki tadi sambil membentak,
”Apakah Koay-lok-ong tidak berada di sini? ̈
”Ya, ̈ jawab lelaki itu. ”Mengapa tiada seorang pun menemui kami? ̈ bentak Miau-ji
pula. Kembali orang itu menjawab, ”Ya. ̈ ”Ya, ya memangnya cuma ya saja yang
dapat kau katakan? ̈ Miau-ji meraung gusar. ”Ya, ̈ lagi-lagi orang itu menjawab.
”Sekali lagi kau bilang ya segera kupatahkan lehermu! ̈ bentak Miauji. Tapi kembali
orang itu bilang, ”Ya ̈ Keruan dada Miau-ji hampir meledak, orang diangkatnya terus
dilemparkan keluar, ”Enyah, babi! ̈ Orang itu terbanting keras di luar sana menerobos
tabir batu permata tadi, sudah begitu dia masih juga berkata, ”Ya ̈
Dengan tersenyum Sim Long menyela, ”Biarpun kau bunuh dia tetap dia akan bilang
ya. ̈ ”Sebenarnya apa maksud tujuan Koay-lok-ong memancing kita ke sini? ̈ kata si
Kucing. ”Melihat gelagatnya, tempat ini pasti tempat Koay-lok-ong menerima tamu, ̈
ujar Sim Long. ”Tempat menerima tamu? Memangnya dia pandang kita sebagai
tamu? ̈ ”Dia menghendaki kita mengaso semalam dulu di sini, sesudah cukup tenaga
baru menemui dia .... ̈ ”Hah, masa begitu baik hati dia? ̈ teriak Miau-ji. ”Tentu saja
bukan lantaran dia baik hati melainkan lagi pamer kekuatan kepada kita untuk
menunjukkan bahwa dia meremehkan kita, betapa tangkas kita juga tidak
membuatnya gentar. ̈
”Berengsek, nanti boleh rasakan kepalanku .... ̈ ucap Miau-ji dengan gemas.
Mendadak ia tertawa pula sambil memandang atas meja, ”Haha, kenapa tidak sikat
saja makanan di sini. Dengan kedudukannya kuyakin dia takkan berbuat rendah
dengan menaruh racun di dalam makanan. ̈
Banyak juga santapan di atas meja, tapi sebentar saja telah disikat habis oleh
mereka berdua. Miau-ji mengusap mulut yang berlepotan minyak, sehabis kenyang
menenggak arak, dia terus berbaring dan tidur.
Sim Long juga makan minum dengan kenyang, tapi sukar baginya untuk pulas di
tempat dan saat begini. Dia cuma duduk termenung memandangi si Kucing yang
tidur nyenyak serupa anak kecil itu.
Entah sudah berselang berapa lama lagi, mendadak di luar tabir mutiara ada orang
memanggil, ”Sim-kongcu! ̈ Baru saja suara panggilan terdengar, tahu-tahu Sim Long
sudah berada di luar. Lelaki berbaju satin itu tidak menyangka Sim Long akan
muncul secepat itu, ia sampai kaget dan menyurut mundur. ”Untuk apa kau panggil
diriku? ̈ tegur Sim Long. Muka orang itu tampak pucat, bibir rada gemetar, jawabnya
dengan
menunduk, ”Ongya (Tuanku) mengundang Sim-kongcu untuk bertemu sendirian. ̈
”Oo, selain ya rupanya engkau juga dapat bicara lain, ̈ ujar Sim Long dengan
tertawa. ”Ap ... apakah Sim-kongcu mau berangkat sekarang dan janganlah
mengejutkan Him-siauya itu .... ̈ ”Jika kupergi bersama dia dan Ongya kalian tidak
mau menemui kami kan sia-sia belaka? ̈ ujar Sim Long.
”Baiklah, mari Sim-kongcu ikut hamba, ̈ kata orang itu sambil membalik tubuh. Sim
Long seperti percaya penuh terhadap apa yang telah diatur Koay-lok-ong, ia pun
percaya si Kucing yang tertidur itu pasti tidak menjadi soal, tanpa pikir ia terus ikut
pergi.
Tidak lama kemudian, tertampak dua lelaki membawa sebuah tandu telah menanti di
depan, orang tadi berhenti dan berpaling, katanya dengan tersenyum, ”Silakan
Sim-kongcu menumpang tandu saja. ̈
Sim Long tidak tanya juga tidak ragu, segera ia naik ke atas tandu, kedua lelaki itu
lantas menggotong tandu dan dibawa lari secepat terbang. Tidak lama lagi tiba-tiba
terdengar suara musik yang merdu di depan sana.
Sim Long tetap duduk tenang saja di dalam tandu. Terdengar suara musik itu
semakin dekat dan mendadak tandu berhenti. Lalu suara seorang perempuan muda
berseru di luar, ”Apakah Simkongcu sudah datang? ̈ Orang tadi mengiakan. ”Baiklah,
biarkan kami yang membawa tandu ke dalam, pekerjaan kalian sudah selesai, ̈ kata
si perempuan muda. Menyusul tandu diusung pula, sejenak kemudian terasa hawa
menjadi hangat, tercium pula bau harum menembus tabir tandu. Sim Long tetap
duduk tenang saja di dalam seperti kalau tidak disilakan keluar dari tandu dia akan
tetap tinggal di situ selamanya. Suara musik berbunyi terus-menerus, lalu ada pula
orang menyanyi merdu. Akhirnya Sim Long disilakan keluar dari tandu. Dilihatnya
dirinya sudah berada lagi di dalam sebuah kemah besar yang sangat mewah, segala
sesuatu yang terdapat di sini jarang terlihat oleh orang biasa. Namun Sim Long tidak
memerhatikan benda-benda berharga itu, sebab begitu keluar dari tandu ia lantas
silau oleh berpuluh gadis cantik luar biasa sehingga tidak sempat memerhatikan
urusan lain.
Tertampak dua-tiga puluh gadis cantik berbaju sutra tipis sehingga kelihatan garis
tubuh mereka yang menggiurkan di bawah cahaya lampu yang agak guram, rambut
mereka panjang terurai dengan kaki putih telanjang.
Sebagian gadis cantik itu sedang main macam-macam alat musik, ada yang duduk
termenung di samping kasur berlapis kulit harimau, ada yang asyik menyanyi, ada
pula yang menari mengikuti irama musik.
Selain itu ada lima-enam gadis cantik mengelilingi sebuah meja pendek dan lagi
menuang arak pada piala emas, di balik meja pendek itu berduduk seorang gadis
lagi dengan dada setengah telanjang dan sangat memikat, di atas pangkuannya saat
itu berbaring satu orang yang cuma kelihatan kepalanya saja,
dapat dilihat oleh Sim Long kepala orang itu memakai kopiah berbentuk mahkota,
namun mukanya tidak terlihat jelas.
Sim Long berdiri diam saja dengan tersenyum.
Setiap gadis cantik di situ seakan-akan terpesona oleh gaya Sim Long yang gagah
itu, semuanya memandang padanya dengan terkesima.
Pada saat itulah orang yang berbaring di pangkuan si cantik itu mendadak
bersenandung, ”Mabuk tidur di pangkuan si cantik, bila siuman pegang pedang
tanpa tandingan. Sungguh gembira, sungguh bahagia! ̈
”Memang menggembirakan dan sungguh bahagia! ̈ timbrung Sim Long. ”Hah,
apakah Sim Long yang bicara itu? ̈ tanya orang itu dengan tertawa. ”Betul, ̈ jawab
Sim Long. ”Kau tahu siapa aku? ̈ tanya pula orang itu. ”Tentu saja, ̈ kata Sim Long.
Tertampak sebelah tangan orang itu terangkat, segera seorang gadis molek di
samping meja pendek itu menyodorkan sebuah piala emas. Tangan ini ternyata
sama putih dan halusnya seperti gadis cantik yang lain, pada jari tengahnya
memakai tiga buah cincin permata yang berbentuk aneh.
Sambil memegang piala orang itu berseru dengan tertawa, ”Jika kita sudah saling
kenal, apa halangannya minum satu cangkir bersama? ̈ ”Baik, ̈ seru Sim Long. Baru
saja ia berucap, serentak seorang gadis dengan langkah gemulai telah
mendekatinya dan menyodorkan sebuah piala emas, ucapnya dengan suara merdu
dan lirikan genit, ”Silakan, Simkongcu! ̈
Sim Long tersenyum dan menerima cangkir emas itu, sekali tenggak habislah
seluruh isi piala itu. ”Hahaha, bagus, Sim Long yang hebat! ̈ seru orang itu dengan
tertawa. ”Masa engkau tidak takut di dalam arak ada racun? ̈ ”Disuguh minum oleh
seorang kesatria, didampingi oleh perempuan cantik, biarpun arak beracun juga akan
kuminum, ̈ jawab Sim Long dengan tertawa.
”Haha, bagus! Kabarnya Sim Long senantiasa berlaku cermat, siapa tahu juga
begini gagah, pantas setiap selir dan pelayanku di sini sama terkesima melihatmu. ̈
Di tengah gelak tertawanya orang itu mendadak bangun berduduk, di bawah cahaya
lampu yang agak guram, tertampak alis orang ini tebal dan panjang, sinar matanya
tajam mengilat, di dahinya ada bekas luka sehingga menambah keangkerannya.
Dengan tangannya yang putih halus seperti tangan orang perempuan itu sedang
mengelus jenggotnya yang terpelihara sambil melototi Sim Long dengan sinar
matanya yang tajam.
Orang ini ternyata bermata siwer, biji matanya berwarna hijau. Hah, siapa lagi dia
kalau bukan Koay-lok-ong. Mendadak Koay-lok-ong berhenti tertawa dan berucap,
”Kau salah Sim Long! ̈ ”Salah? ̈ Sim Long menegas. ”Di dalam arak itu beracun! ̈
ucap Koay-lok-ong dengan dingin. Sim Long seperti terkejut, ”Hah, apa betul? ̈
”Bukan cuma beracun saja, bahkan racun yang paling jahat. Di dunia ini kecuali
padaku sendiri sukar lagi mencari obat penawarnya. Dalam waktu satu jam engkau
pasti akan mati keracunan. ̈
”Wah, tak tersangka kau perlakukan diriku dengan cara pengecut, ̈ ucap Sim Long
dengan menyesal. Koay-lok-ong tertawa latah, ”Dengan berbagai daya upaya
engkau mencari diriku, dengan sendirinya tujuanmu hendak membunuhku, kenapa
aku tidak boleh turun tangan membinasakan dirimu lebih dulu bila ada
kesempatan? ̈
”Caramu membunuhku ini apakah takkan ditertawai kesatria sejagat? ̈ ”Orang lain
siapa yang tahu apa yang terjadi di dalam kemah surga ini? Kecuali aku sendiri,
mana ada lelaki lain yang boleh masuk. Jika bukan lantaran engkau pasti akan mati
di sini, mana mungkin ada kesempatan bagimu untuk melihat surga di dalam kemah
ini. ̈ ”O, pantas tidak terlihat seorang pun anak buahmu di antara keempat duta dan
ke-36 jago pedang. ̈
”Ya, memang begitulah. ̈ ”Jika demikian, mumpung masih ada waktu rasanya aku
harus menikmati surga dunia di sini sepuas-puasnya, ̈ kata Sim Long. Mendadak ia
menarik salah seorang penari cantik terus dipeluknya dengan tertawa, ”Mati di
bawah bunga peoni, jadi setan pun tidak penasaran. ̈
Perbuatan Sim Long ini tidak cuma membikin gadis cantik lain sama melengak,
sampai Koay-lok-ong sendiri juga melongo, matanya yang siwer itu tampak melotot,
jelas merasa dongkol dan gusar, bahkan rada cemburu.
Muka si penari cantik menjadi pucat karena dipeluk Sim Long, ia meronta dan
berseru, ”Ai ... ai .... ̈ ”O, kiranya namamu Ai-ai? ̈ kata Sim Long dengan tertawa. ”Ti
... ti .... ̈ penari itu tidak sanggup meneruskan lagi. ”O, namamu Ti-ti? ̈ kata Sim Long
pula. Koay-lok-ong tidak dapat menahan rasa gusarnya, segera ia mendamprat, ”Sim
Long, kematianmu sudah di depan mata, masakah engkau tidak cemas? ̈
”Jika segera akan mati, untuk apa cemas? ̈ jawab Sim Long dengan tertawa. ”Ken ...
kenapa engkau tidak mengadu jiwa denganku? ̈ ”Betapa pun aku akan mati
keracunan, biarpun kubunuhmu juga tidak ada gunanya. ̈ Sambil bicara Sim Long
terus mencium gadis cantik dalam pelukannya dan mendengus, ”Ai-ai, Ti-ti, betul
tidak? ̈
Sinar mata Koay-lok-ong tampak gemerdep dan entah apa yang dipikirnya. Sim Long
semakin riang gembira, si penari juga tertawa geli oleh kasak-kusuk Sim Long, entah
apa yang dibisikkan kepadanya. Mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja dan
membentak, ”Dengarkan, Sim Long! ̈ ”Wah, ada apa lagi? ̈ tanya Sim Long.
Koay-lok-ong mengeluarkan sebuah kotak kecil dan berseru,”Lihat, inilah obat
penawar racun yang kau minum tadi. ̈ ”Oo?! ̈ Sim Long bersuara tak acuh, tanpa
memandangnya. ”Apakah engkau tidak mengharapkan obat penawar ini? ̈ ”Tentu
saja mau, namun ... jika tidak kau berikan padaku, kan percuma. ̈ ”Jika kau mau, ada
satu cara dapat kau tempuh, ̈ kata Koay-lok-ong. ”Cara bagaimana? ̈ tanya Sim
Long. ”Kau tahu, aku mempunyai kesukaan bertaruh. Nah, boleh kita bertaruh, bila
kau menang obat penawar ini akan kuberikan padamu. ̈
”Ehm, usul bagus, entah bagaimana caranya bertaruh? ̈ ”Dengan nyawaku untuk
bertaruhan dengan nyawamu! ̈ ”Kan nyawaku sudah berada dalam genggamanmu,
untuk apa engkau bertaruh nyawa denganku? ̈ ”Ini hanya soal hobi saja, ̈ seru
Koay-lok-ong dengan tertawa. ”Bila bertaruh dengan harta benda, segala apa aku
sudah punya, tentu kurang menarik. Hanya taruhan nyawa saja yang cukup
merangsang. ̈
”Baiklah, jika begitu kuterima tantanganmu, ̈ jawab Sim Long. Seketika Koay-lok-ong
bersemangat, ia bertepuk tangan dan minta disediakan pedang. ”Sret ̈, ketika
Koay-lok-ong melolos pedang, tertampaklah cahaya hijau kemilauan, jelas pedang
pusaka yang jarang ada bandingannya. Pedang ini diberikannya kepada Sim Long.
Lalu Koay-lok-ong berucap dengan bengis, ”Nah, aku akan tetap duduk di sini,
dengan pedang itu boleh kau serang aku tiga kali, aku takkan balas menyerang. Jika
di dalam tiga jurus dapat kau tusuk mati diriku, obat penawar ini akan menjadi
milikmu, segala apa yang terdapat di sini juga dapat kau kuasai. ̈
”Jika tidak dapat kutusuk dirimu? ̈ tanya Sim Long.
”Ya, dirimu yang harus mati! ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Baik, cara bertaruh demikian memang menarik, ̈ seru Sim Long sambil tertawa.
Koay-lok-ong lantas memberi tanda dan membentak, ”Menyingkir semua! ̈ Para
gadis cantik sudah ketakutan sehingga muka pucat, perintah menyingkir ini diterima
dengan rasa lega seperti mendapat pengampunan besar, serentak mereka angkat
kaki.
Perlahan Sim Long meraba pedang dan bergumam, ”Wahai pedangku sayang,
janganlah engkau mengecewakan harapanku! ̈ Selangkah demi selangkah ia lantas
mendekat. Koay-lok-ong tetap duduk diam saja tanpa bergerak. Matanya yang
berwarna hijau itu menatap Sim Long dengan mendelik. Tanpa bicara Sim Long
memutar pedang terus menusuk ke depan.
Dilihatnya Koay-lok-ong benar-benar tidak mengelak, sebaliknya malah
menyongsong tusukan itu dengan dadanya. Apakah dia gila dan sengaja ingin mati
di tangan Sim Long?
Sekali pedang Sim Long menusuk, sukar lagi ditahan. Rasanya dada Koay-lokong
sudah tersentuh ujung pedang .... ***** Ketika si Kucing terjaga bangun, ia menjadi
bingung karena kehilangan Sim Long. Cepat ia melompat bangun sambil
mengucek-ucek mata yang sepat, teriaknya, ”Sim Long ... Sim Long .... ̈ Tidak
terdengar suara jawaban. Cepat ia menerjang keluar sehingga tabir mutiara tersaruk
rontok. Di luar malam tampak kelam, hanya sinar remang bulan sabit menghiasi
cakrawala. Bayangan Sim Long tidak kelihatan lagi. Mabuk Miau-ji jadi hilang, ia
mengentak kaki dan menggerutu, ”Ai, kenapa Sim Long jadi pikun begini, mau pergi
kan aku harus diberi tahu, memangnya aku disangka sudah mati mabuk? ̈
Tapi lantas terpikir olehnya, ”Ah, tidak betul, cara bekerja Sim Long tidak nanti
sembrono begini. Jangan-jangan dia terpancing pergi oleh Koay-lok-ong dan
sekarang mungkin .... ̈
Teringat kemungkinan Sim Long akan dicelakai musuh, ia menjadi gelisah, segera ia
memburu ke sana, tapi baru beberapa langkah ia lantas berhenti dan bergumam,
”Ah, ini pun tidak betul. Jika Sim Long mengalami sesuatu, mengapa aku tidak
diapa-apakan Koaylok-ong? Apalagi orang seperti Sim Long masakah begitu
gampang dikerjai lawan? ̈
Karena bingung, ia putar balik ke kemah besar itu.
Dilihatnya sisa hidangan yang mereka makan masih tetap terletak di situ, sumpit
yang pernah digunakan Sim Long juga tetap di tempat semula, tapi Sim Long ... ke
manakah dia?
Si Kucing berputar di dalam kemah kelabakan seperti semut di dalam wajan yang
panas, tiba-tiba ditemukannya sepucuk surat tertaruh di samping bantal yang tadi
dibuatnya tidur. Bilamana dia tidak terburu-buru lari keluar tentu surat ini sudah
dilihatnya tadi.
Miau-ji merasa lega, ia sangka surat ini tentu ditinggalkan oleh Sim Long untuk dia.
Di atas sampul memang tertulis namanya sebagai si penerima. Cepat ia sobek
sampulnya dan membaca suratnya. Tapi baru membaca satu-dua kalimat, air
mukanya lantas berubah.
Ternyata surat ini bukan tinggalan Sim Long. Penulis surat ini ialah Cu Jit-jit.
Sungguh aneh bin ajaib, mengapa Cu Jit-jit bisa datang ke sini? Kalimat pertama
pada surat itu tertulis: ”Toako, ketika surat ini kau baca, tentu aku sudah mati. ̈
Melulu satu kalimat ini saja sudah cukup membuat gugup si Kucing, dan yang lebih
mengejutkan justru isi surat selanjutnya, di situ tertulis:
”Toako, mungkin tidak kau sangka aku akan mati di tangan Sim Long. Tapi jangan
kau salahkan Sim Long, semua adalah akibat perbuatanku sendiri. Hidupku ini
sudah tidak ada artinya lagi, mati di tangan Sim Long adalah citacitaku.Konyolnya
Sim Long justru tidak mau membunuhku.Sejak kecil hingga besar tidak adasesuatu
yang tidak bisa kuperoleh kecuali Sim Long saja. Kubenci padanya, sudah menjadi
tekadku, apa pun juga aku harus mati di tangannya. Dia tidak membunuhku, dengan
segala tipu daya akan kubikin dia membunuhku ....¡ ̈
Sampai di sini si Kucing lantas mengentak kaki, ”Ai, dasar budak bodoh, budak gila,
bukannya minta dicintai Sim Long, sebaliknya ingin dibunuh. ̈
Ia membaca lagi: ”Dan sekarang rencanaku akan berhasil, Sim Long pasti akan
membunuhku. Dari tempat Samcihu kuambil sejumlah besar harta benda, kuangkut
persediaan kain dari tokonya, kubikin pakaian yang indah untuk orang banyak dan
kuberi upah besar kepada mereka.
Toako pasti tak dapat menerka untuk apakah berbuat demikian. Tujuanku tidak lain
adalah ingin menyamar sebagai Koay-lok-ong, menyaru sebagai musuh terbesar
Sim Long.
Dengan bantuan Ong Ling-hoa yang sekarang kutawan, dengan sangat mudah
bagiku untuk menyamar sebagai siapa pun. Orang ini meski sangat busuk, tapi
kepandaiannya merias muka sungguh luar biasa. Apalagi Sim Long juga belum
pernah melihatwajah asli Koaylok-ong, dia cuma tahu sekadarnya bentuk wajah
Koay-lok-ong dari cerita orang Jin-gi-ceng, maka kuminta Ong Ling-hoa merias diriku
menjadi Koay-lok-ong sebagaimana diketahui Sim Long itu. Lalu kutinggalkan surat
bagimu dan memberitahukan jejak Koay-lok-ong, kuyakin kalian pasti akan menyusul
kemari.
Sekarang ternyata benar kalian telah menyusul tiba. Kini Sim Long telah berhadapan
muka denganku sebagai musuh, dia pasti akan membunuhku, rencanaku sudah akan
terlaksana seluruhnya, mati pun aku tidak menyesal.
Sebabnya kuberi tahukan urusan ini kepadamu adalah karena engkau adalah Toako
yang baik, di alam baka pun aku akan berterima kasih kepadamu. Semoga kelak
engkau akan mendapatkan istri yang cantik, sepuluh kali lebih cantik daripada bini
Sim Long, dengan begitu terlampias juga rasadendamku kepadanya. Selamat tinggal,
Toako, aku selalu ingat kepadamu.” Hormat adikmu, Cu Jit-jit
Surat ini ditulis meliputi beberapa lembar kertas, makin lama makin tak teratur
tulisannya, dua lembar terakhir malahan kelihatan ada bekas air mata.
Dapat dibayangkan betapa remuk redam perasaan Cu Jit-jit waktu menulis surat ini.
Dengan mengembeng air mata Miau-ji memegang surat itu dengan termangumangu,
dia tidak pernah mencucurkan air mata, tapi sekarang rasanya air mata hampir
menetes.
Dia bergumam sendiri, ”Urusan yang membingungkan ini kiranya adalah permainan
budak setan itu. Wahai Cu Jit-jit, mestinya engkau anak perempuan pintar, mengapa
sekarang jadi sebodoh ini dan menjadi nekat? ̈
Ia tidak tahu bilamana orang pintar berbuat bodoh, biasanya bisa jauh lebih dungu
daripada orang yang paling bodoh. Tiba-tiba teringat olehnya Cu Jit-jit segera akan
terbunuh oleh Sim Long, segera ia berlari pergi seperti kesetanan sambil berteriak,
”Sim Long, tidak boleh ... tidak boleh kau bunuh dia .... ̈
Ia yakin Sim Long pasti akan turun tangan tanpa sangsi, sebab sudah lama Sim Long
memang ingin menumpas Koay-lok-ong, bila ada kesempatan mana dia
mau memberi ampun. Dan dari mana pula dia tahu ”Koay-lok-ong ̈ ini adalah
samaran Cu Jit-jit.
Makin dipikir makin gelisah si Kucing. Dia berharap dirinya keburu mencegah Sim
Long. Tapi Sim Long dan Cu Jit-jit berada di mana? Begitulah dia terus berlari di
lereng gunung sambil berteriak seperti orang gila. ***** Dengan sendirinya si Kucing
tidak keburu mencegah, pedang Sim Long sudah ditusukkan, tiada seorang pun
yang mencegahnya.
Siapa tahu tusukan Sim Long secepat kilat dan tak tertahankan ini pada detik
terakhir mendadak ujung pedang bergetar dan melenting ke atas.
Sudah jelas dada ¡”Koay-lok-ong¡ ̈ sudah terasa tersentuh ujung pedang yang dingin
tapi tahu-tahu dadanya menyongsong tempat kosong, Sim Long telah melompat
mundur, pedang masih kelihatan bergetar.
”Koay-lok-ong ̈ ini terperanjat, ucapnya dengan suara gemetar, ”Engkau masih ...
masih boleh menusuk lagi dua kali .... ̈ Tapi Sim Long lantas menjawab dengan
tersenyum, ”Tidak, sudah selesai, sandiwara ini sudah tamat! ̈ ”Apa katamu?
Sandiwara apa maksudmu? ̈ kata ”Koay-lok-ong ̈ alias si Raja Riang Gembira
dengan bingung. ”Memangnya sandiwaramu ini akan kau sambung lagi? Kau kira
aku tidak tahu engkau ini Jit-jit? ̈ ucap Sim Long dengan tertawa.
Kontan tubuh Cu Jit-jit bergetar, ia berdiri termangu sejenak, mendadak mendekap
di atas meja dan menangis tergerung, ratapnya sambil memukul meja, ”O, mengapa
nasibku begini jelek, ingin mati saja tidak dapat .... ̈
Sim Long memandangnya dengan tenang, sesudah tangis si nona dirasa cukup
barulah ia mendekatinya dan membelai rambutnya, ucapnya dengan lembut, ”Ai,
anak bodoh, untuk apa kau cari mati? ̈
”Mengapa aku tidak cari mati saja, apa artinya hidup bagiku? ̈ seru Jit-jit parau. ”Sim
Long, jika engkau mempunyai perasaan, hendaknya ... hendaknya bunuh saja
diriku. ̈
”Jika aku punya perasaan, mana kutega membunuhmu? ̈ ucap Sim Long perlahan.
Tubuh Jit-jit tergetar, serentak ia melompat bangun dan memandang Sim Long
dengan kelopak mata yang masih diliputi air mata, terasa kegirangan, tapi juga tidak
percaya, serunya, ”Jadi ... jadi engkau .... ̈
Sim Long juga sedang menatapnya dengan sinar mata yang lembut, ucapnya
dengan penuh kasih sayang, ”Memangnya hati Sim Long terbuat dari batu? ̈
Jit-jit menjerit tertahan terus menubruk ke dalam pelukan Sim Long. Kasih sayang
yang diperoleh setelah masa derita dan ujian menjadi lebih berharga dan beruntung.
Keduanya saling berdekapan hingga lama tanpa bicara. Sekonyong-konyong
seorang berlari datang sambil berteriak, ”Sim Long, jangan ... jangan kau turun
tangan, dia ... dia Jit-jit .... ̈ Itulah Him Miau-ji, dengan cemas dan berteriak parau dia
menerjang tiba. Jit-jit tidak bergerak, di dunia ini tidak ada sesuatu urusan atau siapa
pun yang dapat membuatnya berpisah dari rangkulan Sim Long. Sim Long juga tidak
bergerak, ia tidak sampai hati melepaskan si nona. Sesudah dekat, Miau-ji jadi
melenggong dan tidak sanggup bersuara lagi. ”Toako! .... ̈ Jit-jit menegur. ”Jit ... Jit-jit
.... Engkau tidak ... tidak mati. ̈ ”Tentu saja tidak, ̈ sahut si nona dengan tertawa.
Miau-ji menyurut mundur dua langkah sambil menatap mereka, mendadak ia
bergelak tertawa. Begitu gembira tertawanya, seperti orang sinting.
Jit-jit sampai kikuk sendiri, ia menunduk dan bertanya, ”Kau tertawa apa, Toako? ̈
”Ha haaah! ̈ Miau-ji tergelak pula. ”Seorang kakek berjenggot berdekapan dengan
seorang pemuda cakap, sungguh lucu! ̈ Muka Jit-jit menjadi merah, betapa pun
berat rasanya mau tak mau ia harus melepaskan diri dari pelukan Sim Long.
Dengan tertawa ia menarik rambut palsu, jenggot palsu dan sebagainya, juga kedok
kulit muka yang tipis itu ditariknya sehingga pulih kembali wajahnya yang asli, wajah
yang molek.
”Jika begitu engkau tidak kelihatan berubah sedikit pun, cuma ... cuma matamu itu,
mengapa bisa berubah menjadi siwer? ̈ tanya Miau-ji heran.
”Ini permainan sulap, lihat! ̈ seru Jit-jit sambil menoleh ke arah lain, waktu ia
berpaling kembali, sinar matanya sudah kembali bening, tangannya memegang dua
keping benda kecil tipis berwarna kehijauan.
”Hah, barang apakah ini? ̈ tanya Miau-ji dengan terbelalak. ”Ini namanya kaca lensa, ̈
tutur Jit-jit dengan tertawa. ”Benda ini memang sukar dicari, dibeli dari saudagar
Persia. Benda ini sangat aneh, tembus pandang dan sangat mahal. Konon dibelinya
dengan beberapa ribu tahil perak. ̈
”Tentu barang permainan Ong Ling-hoa lagi, ̈ kata Miau-ji. ”Siapa lagi selain dia? ̈
ujar Jit-jit. ”Kepandaian merias keparat ini sungguh luar biasa, jika tidak tahu
sebelumnya pasti tak dapat kukenali dirimu, ̈ ujar Miau-ji. ”Tapi Sim Long kita justru
dapat mengenali samaranku, ̈ kata Jit-jit dengan tertawa.
”Ha ha, Sim Long kita .... Pantas engkau kegirangan, ̈ si Kucing berseloroh. Lalu ia
berkata kepada Sim Long, ”Engkau memang hebat, sekali lagi aku takluk kepadamu.
Cuma cara bagaimana dapat kau kenali dia, sungguh aku tidak mengerti. ̈
”Pertama kali aku menaruh curiga pada waktu menemukan kemahnya itu, ̈ tutur Sim
Long. ”Kupikir, gembong iblis seperti Koaylok-ong betapa hebat caranya
menggembleng anak buahnya, pada waktu berangkat mustahil bisa meninggalkan
sisa barang begitu banyak. ̈
”Sebenarnya barang-barang itu sengaja kutinggalkan supaya dilihat kalian, siapa
tahu berbalik menjadi petunjuk yang menimbulkan curigamu, ̈ kata Jit-jit.
”Dan untuk kedua kalinya kucuriga ketika melihat surat yang ditinggalkannya itu. ̈
”Dalam hal apa surat itu mencurigakanmu? ̈ tanya Miau-ji. ”Kulihat tulisan dalam
surat itu sangat kasar, kalimatnya juga kurang
teratur, padahal anak buah Koay-lok-ong banyak yang terpelajar, masa menulis
surat saja tidak becus. ̈
”Ah, betul juga, mengapa tidak kau katakan waktu itu? ̈ tanya Miauji. ”Waktu itu aku
pun belum yakin akan curigaku, setelah kulihat lelaki berbaju satin itu barulah dapat
kupastikan dia bukan anak buah Koay-lok-ong. ̈
”Apakah gerak-gerik atau tutur katanya memperlihatkan sesuatu yang
mencurigakanmu? ̈ tanya Jit-jit. ”Tidak ada, hanya pakaiannya yang menimbulkan
tanda tanya. ̈ ”Pakaiannya? ̈ Jit-jit jadi heran. ”Pakaiannya terlalu baru .... ̈ tutur Sim
Long dengan tertawa. ”Bahwa Koay-lokong datang dari jauh di luar perbatasan barat
sana, mana bisa anak buahnya berbaju sebaru itu, sampai sepatunya juga masih
baru gres. ̈
”Ai, hal ini malah tidak pernah kupikirkan, ̈ seru Jit-jit dengan tertawa. ”Sebab itulah
diam-diam kusingkap ujung bajunya dan kebetulan kulihat ada cap toko kain
Yun-yan-po-ceng, dengan demikian kan segalanya menjadi jelas? ̈
”Jadi ... jadi waktu itu juga sudah kau ketahui siapa diriku? ̈ tanya Jit-jit dengan
terbelalak. ”Ya, kalau tidak masakah aku berani makan minum sepuasnya bersama
Miauji? ̈ ”Engkau memang setan siluman! ̈ omel Jit-jit dengan muka merah. ”Terus
terang kepandaian merias Ong Ling-hoa memang mahatinggi dan sukar diketahui,
caramu bicara juga sangat mirip lelaki .... ̈
”Untuk itu aku telah berlatih dengan tekun, ̈ tukas Jit-jit. ”Cuma karena sudah
kuketahui sebelumnya maka betapa hebat samaranmu tetap dapat kulihat cirinya,
misalnya .... ̈ Sim Long tertawa lalu menyambung, ”Umpamanya pada waktu aku
sengaja memeluk si penari, kulihat engkau keki setengah mati .... ̈
Jit-jit terus memukul dada Sim Long dan berseru, ”Ayo, bicara lagi .... ̈ ”Haha, budak
ini tidak mampu menipumu tapi akulah yang tertipu dan kelabakan, ̈ tutur Miau-ji.
”Kau tahu betapa cemasku waktu kubaca surat tinggalannya, sungguh kuingin
terbang ke sini kalau bisa .... ̈ Jit-jit tertawa geli membayangkan betapa gelisah si
Kucing waktu itu. Ia menuang tiga piala arak dan berkata, ”Sembari bicara perlu juga
mencuci kerongkongan. ̈
”Betul, mari habiskan secawan, ̈ seru Miau-ji. Sekali tenggak ketiga orang sama
menghabiskan isi piala, segera Miau-ji berteriak minta tambah secawan lagi. ”Hari ini
kita memang harus bergembira, ̈ kata Sim Long. ”Cuma Ong Ling-hoa .... ̈ ”Jangan
khawatir, keparat itu takkan kabur lagi, ̈ ujar Jit-jit. Mendengar nama Ong Ling-hoa,
seketika kening Miau-ji bekernyit, tanyanya, ”Di mana keparat itu sekarang? ̈
Berputar bola mata Jit-jit, jawabnya dengan tertawa, ”Coba kau terka kutaruh dia di
mana? ̈ ”Aku tidak sanggup menerkanya, ̈ kata Miau-ji. ”Dia berada di dalam kemah
ini, ̈ tutur Jit-jit. ”Hah, di sini? ̈ seru si Kucing, tapi ketika mereka mengawasi
sekeliling kemah, mana ada bayangan Ong Ling-hoa. ”Di mana dia, apakah dia bisa
menghilang? ̈ ujar Miau-ji. Jit-jit tertawa, katanya, ”Kau lihat apa yang kududuki ini? ̈
”Sebuah peti .... ̈ gumam Miau-ji. ”Hah, apakah kau kurung dia di situ? ̈ Jit-jit tertawa
senang, ”Makanya kubilang dia takkan lolos lagi. Betul tidak? ̈ Segera ia mengetuk
peti itu dengan piala berkata, ”Ong Ling-hoa, kau dengar suaraku tidak? ̈
Miau-ji juga mengetuk peti dan berteriak, ”Haha, sekali ini engkau baru tahu rasa
seorang perempuan berduduk di atas kepalamu! ̈ Jika Jit-jit dan Miau-ji tertawa
gembira, mendadak Sim Long berkata, ”Wah, celaka! ̈ ”Ada apa? ̈ melengak juga
Jit-jit. ”Peti ini kosong, ̈ kata Sim Long. ”Mana bisa kosong, aku sendiri yang
memasukkan Ong Ling-hoa ke sini, ̈ kata Jit-jit. ”Peti yang berisi takkan bersuara
nyaring demikian, ̈ kata Sim Long.
Cepat Jit-jit berbangkit dan membuka tutup peti. Dan ... ternyata benar peti itu
kosong melompong. ”Hah, meng ... mengapa Ong Ling-hoa bisa hilang? ̈ seru Jit-jit.
”Setelah kau tutup dia di sini apakah pernah kau tinggalkan dia? ̈ tanya Sim Long.
”Kupergi ke tempat sana sebentar, tapi di sini tetap dijaga orang. ̈ ”Orang siapa? ̈
tanya Sim Long. ”Yaitu orang-orang yang kubayar untuk menyamar sebagai anak
buah Koay-lokong. ̈ ”Jika mereka mau bekerja bagimu dengan menerima upah
kenapa mereka tidak menerima upah dari Ong Ling-hoa untuk membebaskannya. ̈
”Tapi ... tapi Ong Ling-hoa tidak .... ̈ ”Meski Ong Ling-hoa tidak membawa uang, tapi
mulutnya pintar bicara, bukan mustahil kawanan gadis itu telah dibujuk .... ̈
”Setan alas, akan kuperiksa mereka, ̈ seru Jit-jit dengan gemas, segera ia hendak
menerjang keluar, tapi baru beberapa langkah mendadak ia roboh terkulai dan tidak
sanggup bangun lagi.
Cepat Sim Long dan Miau-ji memburu maju untuk membangunkan si nona, di bawah
cahaya lampu kelihatan mukanya pucat lesu. ”He, kenapa? ̈ tanya Miau-ji khawatir.
”Aku ... aku merasa lemas, mendadak mata pun enggan .... ̈ makin lemah suaranya
dan kepala lantas tergolek dan tidak sadar lagi. Cepat Sim Long berseru, ”Kita harus
lekas pergi dari sini. ̈ ”Se ... sebenarnya ada apa ini? ̈ tanya Miau-ji kejut dan heran.
”Di dalam arak pasti telah ditaruh racun oleh Ong Ling-hoa. Cuma, agar rencana Cu
Jit-jit dibunuh olehku dapat terlaksana, maka obat bius yang digunakannya bekerja
sangat lambat. Biasanya obat bius yang bekerja lambat justru makin sukar
ditawarkan. ̈
”Sungguh bangsat! ̈ gerutu Miau-ji dengan gemas. ”Lantas bagaimana sekarang? ̈
”Mumpung racun belum bekerja atas diri kita, lekas kita tinggalkan tempat ini, ̈ kata
Sim Long. ”Ai, tak kusangka cara bekerja Jit-jit seceroboh ini, kalau tidak tentu aku
tidak minum arak tadi. ̈
Sembari bicara ia terus mengangkat Jit-jit dan dibawa lari keluar. Di luar tidak ada
seorang pun, kawanan lelaki dan perempuan tadi entah sama kabur ke mana lagi.
Segera mereka berlari lebih cepat, tapi entah mengapa, betapa mereka ingin lari
tetap tidak segesit biasanya. ”Sungguh obat bius yang hebat, tenagaku serasa hilang
sama sekali, ̈ seru Miauji. ”Untung Ong Ling-hoa tidak menyergap kita di sini, kalau
tidak, semuanya tentu akan tamat. ̈
”Sebelum racun bekerja atas diri kita, mana dia berani turun tangan terhadap kita, ̈
jengek Sim Long. Miau-ji mengangguk, mereka berlari lagi sekian jauhnya, langkah
mereka terasa semakin berat, kaki seperti diganduli batu. Sebenarnya Sim Long
terlebih kuat daripada Miau-ji, tapi begitu masuk kemah tadi dia lantas minum
secangkir bersama Cu Jit-jit, maka racun dalam tubuh mereka sekarang mulai
bekerja pada saat yang sama. Jika bukan lantaran Sim Long yakin benar
Koay-lok-ong itu adalah samaran Cu Jit-jit, tentu dia takkan minum arak beracun itu.
Orang pintar terkadang memang juga bisa keblinger.
Mau tak mau Sim Long menghela napas, katanya, ”Jika sekarang muncul Ong
Ling-hoa, pasti tamatlah, riwayat kita. ̈ ”Untung dia salah hitung, kalau tidak .... ̈
Belum lanjut ucapan si Kucing, mendadak terdengar seorang bergelak tertawa di
kejauhan, ”Haha, baru sekarang kalian datang! ̈ Nyata itulah suara Ong Ling-hoa.
Suaranya terdengar berkumandang dari tempat ketinggian, ramah dan halus, serupa
tuan rumah yang baik hati lagi menyambut kedatangan sahabat yang sudah lama
berpisah. Tapi bagi pendengaran Him Miau-ji dan Sim Long tidak ubahnya seperti
bunyi guntur waktu siang bolong.
Serentak mereka memandang ke atas. Tertampak di atas sepotong batu karang
raksasa di depan sana menongkrong sesosok bayangan orang, di bawah remang
cahaya bintang samar-samar memang dapat dikenali, siapa lagi dia kalau bukan Ong
Ling-hoa. ”Sudah lama kutunggu kedatangan kalian, silakan naik kemari, di sini
tersedia hidangan dan minuman, marilah kita makan minum dulu bersama! ̈ demikian
Ong Ling-hoa berseru pula.
Dengan gusar Him Miau-ji membentak, ”Bangsat, akan ku .... ̈ ”Jika kau inginkan
kepalaku, silakan juga naik kemari, pasti kuserahkan dengan hormat, ̈ sela Ong
Ling-hoa dengan tertawa. ”Segera kunaik ke situ, memangnya kutakut padamu? ̈
teriak Miau-ji murka. Segera ia bermaksud meloncat ke atas, tapi mendadak kaki
terasa sempoyongan dan hampir saja jatuh terjungkal. ”Hahaha, apakah Anda
mabuk, kenapa berdiri saja kurang mantap? ̈ kata Ong Ling-hoa dengan terbahak.
Miau-ji hendak menubruk ke depan, tapi Sim Long lantas menariknya mundur dan
berlari kembali ke arah semula. ”Eh, baru saja datang kenapa lantas pergi lagi? ̈
terdengar Ong Ling-hoa tertawa mengejek. ”Maaf aku tidak mengantar lebih jauh. ̈
”Bangsat terkutuk, pada suatu hari pasti akan .... ̈ si Kucing mencaci maki, tapi
langkahnya menjadi berat sehingga Sim Long hampir ikut jatuh tersaruk.
”Eh, hendaknya kalian berjalan perlahan, jangan sampai jatuh terbanting, ̈ seru Ong
Ling-hoa. ”Cuma, menurut perhitunganku sekarang, rasanya kalian takkan berlari
lebih jauh daripada tujuh langkah lagi. ̈
Dengan mengertak gigi sekuatnya Sim Long melangkah lebih cepat, tapi sia-sia, baru
beberapa langkah lagi akhirnya si Kucing ambruk. Mau tak mau Sim Long lantas
berhenti juga.
”Eh, mengapa Anda tidak lari lagi? ̈ ejek Ong Ling-hoa. Sim Long lantas membalik
tubuh, katanya dengan tersenyum, ”Ong Ling-hoa, sekali ini anggaplah engkau yang
menang. ̈
”Ah, terima kasih .... ̈ kata Ling-hoa dengan tertawa. ”Dalam keadaan begini Anda
masih sanggup tertawa, sungguh seorang lawanku yang paling hebat yang pernah
kuhadapi. Cuma sayang, Anda tidak ada kesempatan untuk bergebrak lagi
denganku, pada hari ini tahun depan aku berjanji akan berziarah ke kuburanmu. ̈
”Engkau takkan berani membunuhku¡ ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum. ”Aku tidak
berani? .... Mengapa? ̈ melengak juga Ong Ling-hoa. ”Tidak ada alasan, yang jelas
engkau tidak berani .... ̈ kata Sim Long, tahu-tahu ia pun roboh terkulai. Segera Ong
Ling-hoa berdiri dan tertawa latah, ”Hahaha, Sim Long, akhirnya kau jatuh juga ke
dalam tanganku. Selanjutnya siapakah di dunia ini yang mampu menghadapi aku,
Ong Ling-hoa?! ̈
Perlahan suara tertawa Ong Ling-hoa mereda, lalu ia melompat turun dan
memeriksa keadaan Sim Long, kemudian berkata pula, ”Wahai Sim Long, dari mana
kau tahu aku takkan membunuhmu? ̈
***** Hari sudah mulai terang, namun kabut masih meliputi lembah pegunungan
sunyi. Waktu Jit-jit siuman, dirasakan tubuh masih lemas tak bertenaga. Sungguh
obat bius yang sangat lihai. Lamat-lamat dilihatnya sebuah lentera, cahayanya
menyilaukan, baru saja ia membuka mata lantas dipejamkan lagi. Timbul rasa
waswasnya, dengan gemetar tangannya meraba bagian bawah .... Untung
pakaiannya masih teratur rapi, apa yang paling ditakutinya ternyata tidak terjadi,
sesuatu yang paling berharga baginya ternyata belum lagi direnggut orang.
Ong Ling-hoa yang jahat, menggemaskan dan licik itu betapa pun juga mempunyai
keangkuhan dan tidak mau menganiaya orang yang tidak sadar.
Padahal setiap serigala pelahap anak perempuan memang begitu, mereka tahu
walaupun dapat menaklukkan tubuh seorang perempuan dalam keadaan tak sadar,
namun jelas kurang menarik.
Begitulah Cu Jit-jit dapat merasa lega, tapi segera teringat olehnya akan nasib Sim
Long dan Him Miau-ji, cepat ia melompat bangun dan berseru, ”Sim Long .... ̈
Ia tidak melihat Sim Long, tapi melihat Him Miau-ji. Mereka ternyata berada di dalam
sebuah ruangan yang tidak berjendela juga tidak berpintu. Miau-ji serupa seekor
kucing meringkuk di pojok sana, tidak bergerak dan belum lagi siuman. Jit-jit
merangkak ke sana dan menggoyang-goyang pundak Miau-ji. Mulut Miau-ji
bergerak-gerak seperti orang makan sesuatu sambil bergumam, ”Enak ... enak .... ̈
”Enak apa, orang mampus! Ayolah lekas bangun .... ̈ seru Jit-jit dengan geli dan juga
mendongkol, lalu ditepuknya muka Miau-ji. Seketika Miau-ji terjaga bangun, tapi
begitu dia berduduk, segera ia pegang kepalanya yang kesakitan seperti mau pecah,
ucapnya, ”Tempat apakah ini? Mengapa kita berada di sini. ̈
”Aku jatuh pingsan lebih dulu, mana kutahu? ̈ ujar Jit-jit dengan mendongkol. ”Dan di
manakah Sim Long? ̈ ”Justru hendak kutanya padamu, engkau malah tanya padaku. ̈
”Waktu kuroboh, kuingat Sim Long masih berdiri tegak, tapi ... tapi Ong Ling-hoa .... ̈
makin lirih suaranya, sampai akhirnya hampir tak terdengar lagi.
”Jadi kalian telah melihat Ong Ling-hoa? ̈ tanya Jit-jit khawatir. ”Ya, tapi waktu itu aku
... aku hampir tidak sanggup berjalan lagi. ̈ ”Dan bagaimana dengan Sim Long,
masakah dia juga .... ̈ Jit-jit tidak berani bertanya lebih lanjut. Miau-ji menghela napas
panjang dan berucap, ”Dia juga tidak dapat berbuat apaapa lagi. ̈ Seketika Jit-jit
merasa seperti dikemplang dengan keras, ia termangu-mangu sejenak, gumamnya
dengan suara gemetar, ”O, jadi ... jadi kita benar telah jatuh dalam cengkeraman Ong
Linghoa. ̈
”Tampaknya memang demikian, ̈ kata Miau-ji. ”Tapi Sim Long tidak ... tidak berada
di sini, mungkin dia sempat lolos, ̈ kata Jitjit. ”Bisa jadi, apa yang tidak dapat
diperbuat orang lain, Sim Long selalu mempunyai caranya sendiri untuk
menyelamatkan diri. ̈ ”Dan dia pasti akan berdaya menolong kita, ̈ tukas Jit-jit.
”Tentu saja, segera dia akan datang menolong kita. Ong Ling-hoa tidak gentar
terhadap orang lain, tapi melihat Sim Long, dia akan ketakutan seperti tikus melihat
kucing, haha .... ̈
Meski di mulut dia tertawa, namun suara tertawanya tidak berbau gembira.
Mendadak menubruk dan menjambret leher baju si Kucing dan berteriak parau, ”Kau
dusta, kau ... kau tahu Sim Long juga tak bisa lolos. ̈
”Dia tentu bisa lolos, kalau tidak, kenapa dia tidak berada di sini? ̈ ”Mungkin karena
dia .... ̈ mendadak Jit-jit menangis sedih. ”Mungkin dia sudah dibunuh oleh Ong
Ling-hoa. ̈ ”Tidak ... tidak bisa, ̈ kata Miau-ji. ”Ong Ling-hoa membencinya sampai
merasuk tulang, kalau dia tertawan, mana Ong Ling-hoa mau melepaskan dia, ̈ ratap
Jit-jit sambil mengguncangguncangkan tubuh Miau-ji.
Miau-ji menatapnya lekat-lekat tanpa bicara lagi. ”Akulah yang membikin celaka dia,
aku yang salah .... ̈ ratap Jit-jit pula, entah berapa puluh kali ia mengulangi
ucapannya itu. Tiba-tiba ia berdiri perlahan, di bawah remang cahaya lampu
kelihatan mukanya pucat seperti orang entah dari mana tahu-tahu sebilah belati telah
dipegangnya, lalu dia tertawa terkekeh dan
berseru, ”Aku yang bikin susah dia ... aku yang bikin celaka dia .... ̈
Habis itu mendadak ia tusuk bahu sendiri. Keruan Miau-ji terkejut, teriaknya, ”Hei,
Jit-jit, berhenti! ̈ Namun si nona seperti tidak mendengar, sambil terkekeh ia cabut
belati sehingga darah melumuri bajunya tanpa dirasakan sakit lagi, dia masih terus
bergumam, ”Aku yang bikin susah dia .... ̈
Habis itu kembali ia menikam bahu sendiri lagi. Kaget sekali Miau-ji, ingin
mencegah, tapi badan masih lemas lunglai, terpaksa ia cuma menyaksikan nona itu
berulang-ulang menusuk bahu sendiri. ”Jit-jit, berhenti ... jangan! ̈ ia cuma dapat
berteriak khawatir saja.
Sekonyong-konyong dinding di belakang mereka merekah dan muncul sebuah pintu,
sesosok bayangan orang menyelinap tiba, secepat kilat tangan Jit-jit dipegangnya.
Tertampak orang ini berdandan rapi dengan baju satin panjang berwarna jambon
dan gemerdep di bawah sinar lampu. ”Ong Ling-hoa! ̈ seru Miau-ji dengan air muka
berubah pucat.
”Trang ̈, belati Jit-jit jatuh ke lantai dan berdiri termangu, membiarkan tangannya
dipegang Ong Ling-hoa, tidak meronta dan tidak melawan.
Ong Ling-hoa memandangi Him Miau-ji dengan tertawa, tanyanya, ”Apakah Anda
dapat tidur dengan baik? ̈ ”Kau bangsat, lepaskan dia, jangan sentuh dia, ̈ teriak
Miau-ji parau.
”Baik, takkan kusentuh dia, aku cuma mau memondong dia, ̈ kata Ong Ling-hoa
dengan tertawa, segera ia angkat Cu Jit-jit malah. Tentu saja Miau-ji tak berdaya, ia
cuma memandangnya dengan mata melotot.
”Jangan kau pandang diriku cara demikian, seharusnya tidak boleh kau benci
padaku, ̈ ujar Ling-hoa dengan tertawa. Ia colek muka Jitjit, lalu menyambung lagi,
”Kau pun mestinya tidak benci padaku .... Yang harus kalian benci seharusnya Sim
Long. Kalian sedemikian cemas bagi keselamatannya, tapi apakah kalian tahu dia
sama sekali tidak cemas bagi kalian. ̈
”Dia tidak mati? ̈ tanya Miau-ji. ”Tentu saja tidak, ̈ jawab Ling-hoa tertawa. ”Di ... di
mana dia? ̈ ”Meski dia tidak mati, tapi bila melihat keadaannya sekarang bisa jadi
akan mati keki. ̈
”Kentut busuk, ̈ damprat Miau-ji dengan gusar. ”Jangan kau .... ̈ ”Kutahu kalian pasti
takkan percaya, ̈ ujar Ling-hoa. ”Untuk itu, terpaksa kubawa kalian melihat dia .... ̈
Mendadak ia menepuk tangan dua kali sambil memanggil, ”Kemari, angkat Him-
tayhiap kita ini! ̈ Dua gadis cantik muncul dengan tersenyum manis, mereka lantas
mengangkat Him Miau-ji, seorang berkata dengan tertawa, ”Wah, berat amat! ̈
Gadis yang lain menanggapi, ”Begitulah baru seorang lelaki! ̈ Ong Ling-hoa tertawa,
”Jika kau suka padanya, boleh kau cium dia .... Cuma, awas, jangan kau gigit putus
hidungnya. ̈ Begitulah si Kucing lantas diusung pergi oleh dua anak perempuan
sambil digoda, ya diraba, ya dicium sehingga mukanya berlepotan gincu.
Tentu saja dia gugup dan dongkol, tapi tak berdaya. Demi bisa melihat Sim Long,
terpaksa ia menahan perasaannya. Jit-jit lantas dipapah juga oleh Ong Ling-hoa,
namun anak muda ini cukup prihatin dan tidak berbuat sesuatu yang kurang sopan.
Setelah melalui sebuah lorong panjang lalu masuk sebuah ruangan kecil, di sini tidak
ada meja, tidak ada bangku, juga tidak ada tempat tidur, tidak ada apa pun, hanya
ada empat buah boneka kayu tergantung di dinding.
”Pindahkan boneka kayu itu, segera kalian akan melihat empat lubang kecil, melalui
lubang kecil itu nanti dapatlah kalian melihat Sim Long, hahaha ... Sim Long! ̈
Tertawa Ong Ling-hoa tidak keras, tapi dirasakan Miau-ji sangat menusuk telinga.
”Nah, kalian boleh melihatnya dengan bebas dan Sim Long pasti takkan mengetahui
akan perbuatan kalian, sebab di balik keempat lubang kecil ini terlukis badan
manusia dan lubang kecil ini adalah biji mata manusia yang terlukis itu .... ̈ demikian
Ong Ling-hoa bertutur dengan tertawa. ”Haha, tentu kalian tidak tahu betapa indah
manusia yang terlukis itu, sungguh sangat menarik dan mengesankan, cuma sayang
kalian tidak dapat melihatnya. ̈
”Hm, sekalipun lukisan porno juga tidak mengherankanku, ̈ jengek Miau-ji. ”Haha,
Him-heng memang orang cerdik, sekali terka lantas dapat menerka bahwa lukisan di
atas dinding adalah gambaran porno. Tapi apa yang dilakukan Sim Long di tengah
ruangan yang penuh lukisan porno itu? Dapatkah Him-heng menerkanya? ̈
Tubuh Jit-jit menjadi gemetar, mendadak ia menerjang ke sana, tapi segera dipegang
oleh Ong Ling-hoa. ”Bukankah kau bilang aku boleh melihatnya dengan bebas? ̈
teriak Jit-jit dengan suara gemetar.
”Tentu saja boleh kau lihat dengan bebas, cuma jangan tergesagesa, ̈ kata Linghoa
dengan tertawa. ”Memangnya menunggu apa lagi? ̈ tanya Miau-ji. ”Saat ini Sim-heng
lagi menikmati segala kesenangan di situ, bisa jadi kalian akan mengganggu
ketenangannya, demi keamanannya terpaksa kubikin susah kalian untuk sementara, ̈
sembari bicara Ong Ling-hoa terus menutuk Hiat-to bisu Jit-jit dan Miau-ji.
Saking gemas sampai biji mata Him Miau-ji melotot seperti mata ikan mas, namun
Ong Ling-hoa tidak menghiraukannya, ia geser salah sebuah boneka kayu, benar
juga lantas tertampak sebuah lubang kecil di atas dinding. ”Nah, kalian yang ingin
melihatnya, jika mati gemas jangan menyalahkan aku, ̈ kata Ling-hoa dengan
tertawa, lalu ia menyingkir dan berkata, ”Sekarang boleh silakan! ̈
Serentak Miau-ji dan Jit-jit memburu maju dan mengintip melalui lubang kecil itu.
Benar juga Sim Long dapat dilihat mereka. Meski di ruangan sini tidak ada sesuatu
alat perabot apa pun, tapi di ruangan sebelah ternyata tersedia perabotan yang
lengkap, semuanya teratur rapi dan serbaserasi. Dan Sim Long sekarang justru
berduduk di tempat yang paling menyenangkan.
Dia memakai jubah sutra halus dan berduduk bersandar di atas kursi sebangsa sofa
dengan kasuran yang empuk. Tangannya memegang piala emas, seorang gadis
jelita dengan baju tipis asyik menuangkan arak dengan tersenyum manis.
Arak yang berwarna merah. Tapi bagi pandangan Miau-ji sekarang arak itu serupa
darah.
Miau-ji saling pandang sekejap dengan Jit-jit, keduanya sama tidak dapat bicara,
mereka menahan perasaan dengan geregetan. Jika mereka dapat bicara, tentu
mereka akan sama mencaci maki Sim Long, orang lain khawatir setengah mati
baginya, tahu-tahu dia asyik menikmati kesenangan orang hidup di sini.
Sim Long tampaknya memang benar lagi menikmati kesenangan orang hidup, setiap
kali gadis cantik itu menuangkan arak segera ditenggaknya habis. Begitu si gadis
mengambilkan buah segar lantas dimakannya. Sungguh tidak kepalang gemas Jit-jit,
gerutunya di dalam hati, ”Wahai Sim Long, kiranya kau pun lelaki mata keranjang
dan pemabuk, tahu begini kan lebih baik kubiarkan kau mati saja. ̈
Miau-ji juga mendongkol melihat Sim Long yang lupa daratan itu. Karena keduanya
sama keki, mereka sampai lupa tanya kepada Ong Ling-hoa sebab apa Sim Long
tidak dibunuhnya, sebaliknya malah memberi segala kesenangan hidup baginya?
Kan aneh bin ajaib?
Banyak sekali Sim Long menenggak arak, sampai tangan si gadis cantik terasa pegal
menuangkan arak, tapi cara minum Sim Long terlebih cepat pula.
”Sungguh hebat takaran minummu, ̈ akhirnya si gadis cantik berkata. ”Entah cara
bagaimana engkau melatih kepandaian ini. ̈ ”Soalnya sering kali ada orang ingin
mencekoki aku sampai mabuk, maka takaranku minum lantas terlatih sekuat ini, ̈
tutur Sim Long dengan tertawa.
”Namun tampaknya tidak terlalu mudah jika ingin mencekoki kau sampai mabuk, ̈
kata gadis dengan lirikan yang menggiurkan. ”Apakah lebih gampang mencekokimu
sampai mabuk? ̈ tanya Sim Long. Nona itu melirik genit pula, katanya, ”Ada
sementara anak perempuan meski mabuk akan tetap seperti tidak pernah mabuk,
siapa pun jangan harap akan dapat menggodanya. Sebaliknya ada
perempuan lain biarpun tidak minum arak akan serupa orang mabuk saja. ̈
”Hah, tampaknya anak perempuan memang jauh lebih memahami urusan sesama
anak perempuan, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa. ”Dan ... engkau ini tergolong jenis
anak perempuan yang mana? ̈
Gadis itu memandang Sim Long dengan mesra, ucapnya perlahan, ”Hal ini ... harus
kulihat dulu siapa lelaki pihak lawan. Terkadang tidak mabuk pun aku bisa jadi
mabuk, sering juga tanpa minum arak aku pun mabuk, seperti halnya se ... sekarang
.... ̈
Makin mendengar makin tak keruan perasaan Jit-jit, hampir gila dia saking kekinya.
Kalau bisa dia ingin menyerbu ke ruangan sana dan mencukil biji mata gadis itu.
Apalagi waktu dilihatnya tubuh si gadis yang gempal itu terus menggelendot di
pangkuan Sim Long, yang lebih menggemaskan ialah Sim Long, gadis itu lantas
dirangkulnya sekalian dengan eratnya.
Sungguh Jit-jit ingin membunuh diri saja, tak disangkanya Sim Long ternyata
sedemikian berengseknya. Ia memejamkan mata dan tidak sudi melihatnya.
Untunglah pada saat itu juga muncul seorang bintang penolong, dari suara
gemerencing dan suara tertawa merdu Jit-jit yakin orang datang ini pasti seorang
perempuan mahacantik, terutama bau harumnya yang khas juga dapat dicium oleh
Jit-jit.
Kemunculan perempuan baru ini membuat si gadis tadi cepat melompat bangun dari
pangkuan Sim Long, wajahnya yang berseri seketika juga lenyap.
Jilid 25
Apa yang dipakainya, bagaimana dandanannya, siapa pula yang mengikut di
belakangnya dan bagaimana bentuk orang-orang ini, sama sekali Cu Jit-jit tidak
memerhatikannya, begitu pula Him Miauji.
Maklum, pandangan mereka hanya tertarik oleh perempuan cantik ini saja, pada
tubuhnya seolah-olah terpancar cahaya yang menyilaukan dan mengaburkan
pandangan orang.
Dewi kahyangan yang bercahaya gemilang ini ternyata ibu Ong Linghoa, Onghujin
atau nyonya Ong. Terlihat Sim Long sedikit membetulkan tempat duduknya, lalu
memberi salam dan menyapa, ”Ong-hujin .... ̈ ”Sim-kongcu .... ̈ Ong-hujin balas
menegur dengan tersenyum. Kedua orang saling menyapa serupa sahabat yang
sudah lama berpisah dan sekarang baru bertemu lagi. Tapi juga serupa kenalan baru
sehingga kedua pihak sama sungkan-sungkan. Keduanya lantas duduk berhadapan.
Akhirnya Jit-jit menarik napas lega, sebab dilihatnya jarak berduduk mereka cukup
jauh. Gadis tadi mengangkat poci dan menuangkan arak pula bagi Sim Long dengan
sopan. Dengan tersenyum manis Ong-hujin lantas berkata pula, ”Cara Linghoa
mengundang Sim-kongcu ke sini agak kasar, untuk itu kuminta Sim-kongcu suka
memaafkannya. ̈
”Ah, aku pun tahu kedatanganku ini pasti akan berjumpa pula dengan wajah
bidadari, betapa pun Ong-kongcu pasti tidak berani menggangguku, masakah perlu
kuberi maaf segala? ̈
Ong-hujin tertawa merdu, ”Tapi cara kerja Ling-hoa sering ceroboh, masakah
Sim-kongcu yakin Ling-hoa takkan membunuhmu. ̈ ”Kuyakin tenagaku masih cukup
berguna, bilamana Hujin ingin
bekerja besar, mana bisa membunuh orang yang masih berguna? ̈ ujar Sim Long.
Maka kedua orang lantas tertawa, jika tertawa Ong-hujin sangat menggiurkan hati
setiap lelaki, tertawa Sim Long juga dapat memabukkan setiap anak perempuan.
Melihat tertawa mereka ini, diam-diam si Kucing membatin, ”Kedua orang ini
sungguh setanding benar, siapa pun tidak bisa dikalahkan. ̈
Sebaliknya diam-diam Jit-jit lagi geregetan, pikirnya, ”Apa maksud rase tua ini?
Mengapa dia tertawa sedemikian terhadap Sim Long, apakah dia juga penujui Sim
Long? ̈ Akhirnya Sim Long berhenti tertawa dan menatap Ong-hujin dengan tajam.
”Jika di antara kita sudah ada saling pengertian, sebenarnya ada keperluan apa tentu
sekarang dapat Hujin katakan terus terang. ̈
”Ya, memang ada suatu urusan ingin kumohon bantuan Kongcu, ̈ kata Onghujin.
”Apakah Hujin minta kuhadapi seorang? ̈ ”Ah, rupanya Kongcu sudah dapat
menyelami pikiranku, ̈ ujar Onghujin dengan tertawa. ”Memang betul, ingin kuminta
bantuan Kongcu untuk menghadapi satu orang, yaitu .... ̈
”Koay-lok-ong? ̈ tukas Sim Long dengan tersenyum. ”Siapa lagi selain dia, ̈ ujar
Ong-hujin. ”Memangnya siapa lagi yang perlu Simkongcu turun tangan kecuali dia. ̈
”Tapi ... tapi putra Anda pun seorang tokoh ajaib yang sukar dibandingi, apalagi
masih ada Hujin yang mengatur segala sesuatu, apa yang dapat kulakukan pasti
juga dapat dilaksanakan oleh putra Anda, ̈ jawab Sim Long.
”Tidak, biarpun Ling-hoa juga pintar, tapi tidak dapat membandingi sebuah jari
Sim-kongcu. Apalagi urusan ini, sama sekali dia tidak sanggup, tidak mungkin bisa. ̈
”Memangnya urusan apa? ̈ tanya Sim Long. ”Kehebatan Koay-lok-ong tentu sudah
diketahui oleh Kongcu. ̈ ”Ya, tahu sekadarnya. ̈ ”Kemampuan orang ini selain selicin
rase, juga sekeji serigala dan setangkas singa, menghadap orang semacam ini tidak
boleh dilawan dengan akal, juga tidak boleh ditandingi dengan kekerasan. ̈ ”Jika
demikian, lantas cara bagaimana harus kuhadapi dia? ̈ tanya Sim Long.
”Betapa pun setiap manusia tentu mempunyai kelemahan, ̈ ujar Ong-hujin dengan
tertawa. ”Baik atau buruk Koay-lok-ong juga manusia dan tidak terkecuali, maka
kalau kita ingin mengatasi dia, terpaksa harus bertindak mencecar titik
kelemahannya.¡ ̈
”Apa kelemahannya, ̈ tanya Sim Long. ”Sebenarnya juga bukan kelemahan jika kita
bilang dia sayang kepada orang berbakat, atau dengan perkataan lain, katakanlah
dia suka disanjung puji, suka dijilat orang. Setiap orang cerdik pandai bila ingin
bekerja baginya pasti takkan ditolaknya. ̈
”Haha, pantas, rupanya Koay-lok-ong suka kepada manusia penjilat pantat,
makanya begitu banyak pengikutnya, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
”Ya, memang banyak anak buahnya, tapi tidak ada tokoh yang menonjol ... serupa
Sim-kongcu. ̈ ”Wah, jangan-jangan Hujin bermaksud menyuruhku menjadi agen
rahasia di tempat Koay-lok-ong? ̈ ”Betul, cara demikian mungkin agak bikin susah
pada Kongcu, tapi jika kita ingin mencapai maksud tujuan kan harus menggunakan
segala cara? ̈
”Ah, kiranya Hujin hendak menyuruhku menjadi agen rahasia di tempat Koay-lok-
ong, tapi pekerjaan ini bukankah jauh lebih tepat dilakukan oleh putra Anda sendiri? ̈
”Pekerjaan ini sekali-kali tidak dapat dilakukan Ling-hoa. ̈
”Oo?! ̈ heran juga Sim Long. ”Pekerjaan ini mestinya tidak sukar dilakukan Linghoa,
meski kecerdasannya tidak dapat membandingi Kongcu, tapi cukup lumayanlah.
Cuma dia mempunyai suatu kelemahan besar. ̈
”Kelemahan apa? ̈ tanya Sim Long. ”Sebab Koay-lok-ong kenal dia. ̈ Ucapan ini
membikin Sim Long agak melengak. ”Kenal dia? Cara bagaimana bisa
mengenalnya? ̈ ”Maukah engkau tidak tanya soal ini? ̈ Sim Long termenung
sejenak, ”Tapi kepandaian menyamar Ongkongcu kan mahatinggi dan tidak ada
bandingannya di kolong langit ini .... ̈
”Kepandaian menyamar Ling-hoa memang lumayan, tapi coba jawab, bila sesudah
menyamar lalu kalian tinggal bersama setiap hari, apakah Kongcu takkan
mengetahui penyamarannya? ̈
”Ya, betul, jika begitu tentu Koay-lok-ong dapat mengetahui penyamarannya. ̈
”Makanya kupikir sukarlah mencari pengganti Ling-hoa untuk melakukan tugas ini
kecuali Sim-kongcu sendiri. ̈ ”Tapi ada juga anak buah Koay-lok-ong yang mengenal
diriku. ̈ ”Siapa? ̈ tanya Ong-hujin. ”Kim Bu-bong .... ̈ ”Dia kan sahabat karibmu, masa
akan membongkar rahasiamu? ̈ ”Wah, rupanya Hujin mengetahui segalanya, tapi
.... ̈ ”Tapi masih ada anak buahnya yang tidak bersahabat denganmu, begitu
bukan? ̈ ”Betul, misalnya Han Ling si Duta Arak dan Suto si Duta Kecantikan. ̈
Ong-hujin tertawa, katanya, ”Tapi kedua orang ini selamanya takkan melihat
Koay-lok-ong lagi. ̈ ”O, jadi mereka pun serupa diriku, telah terjatuh dalam
cengkeraman Hujin? ̈ ”Betul, bedanya Kongcu adalah tamuku terhormat, sebaliknya
mereka adalah tawanan dalam penjara. ̈ Sim Long terdiam sejenak, tiba-tiba ia
berkata pula dengan tertawa, ”Tapi masih ada sesuatu yang tidak kupahami. ̈
”Urusan apa? ̈ ”Hujin kan tahu Koay-lok-ong juga musuhku, andaikan tidak diminta
Hujin juga akan kuhadapi dia. Lantas mengapa Hujin bersusah payah menghendaki
kutunduk kepada perintahmu untuk menghadapi dia? ̈
”Soalnya cara kalian menghadapi Koay-lok-ong tidak sama dengan caraku. ̈ ”Oo?! ̈
Sim Long jadi ingin tahu. ”Jika tidak kuundang Sim-kongcu ke sini dan mengadakan
persekutuan denganmu, bila ada kesempatan tentu Koay-lok-ong akan kau
binasakan, betul tidak? ̈
”Dengan sendirinya, masakah Hujin .... ̈ ”Aku justru tidak menghendaki
kematiannya, ̈ senyum yang semula menghiasi muka nyonya cantik itu mendadak
lenyap, lirikan matanya yang menggiurkan seketika juga berubah mendelik. Ia
memandang kejauhan sana dan berucap pula sekata demi sekata, ”Aku justru
menghendaki dia hidup, supaya dia dapat menyaksikan segala usahanya gagal total
satu per satu, kuingin dia hidup dan merasakan pukulan batin satu demi satu. ̈
”Brak ̈, mendadak dia menggebrak meja dan menyambung pula dengan suara
bengis, ”Aku menghendaki dia hidup tidak mati pun tidak, jika dia mati kan terlalu
enak baginya. ̈
Itulah dendam, dendam kesumat yang menakutkan. Sim Long memandangnya
dengan melenggong. Ia tidak mengerti mengapa Onghujin mendalam dengan
apakah itu? ini mempunyai permusuhan
Koay-lok-ong? Sesungguhnya sedemikian permusuhan Entah selang berapa lama,
akhirnya Ong-hujin tertawa manis lagi, tertawa cerah serupa bunga mekar di musim
semi dan membikin suasana berubah hangat lagi.
”Nah, sekarang tentunya Sim-kongcu mengerti segalanya? ̈ katanya kemudian.
”Tentu saja mengerti, hanya orang tolol yang tidak mengerti, ̈ sahut Sim Long
dengan tertawa.
”Dan bila ada agenku serupa Sim-kongcu di samping Koay-lok-ong, setiap
gerak-gerik Koay-lok-ong tentu takkan terlepas dari pengawasanku .... ̈
”Ya, dengan demikian apa pun yang akan dilakukannya dapat Hujin sambut dia
dengan sekali kemplang, biarpun dia mempunyai kepandaian setinggi langit juga
pasti akan gagal. ̈
”Ya, begitulah, ̈ ucap Ong-hujin dengan tertawa. ”Makanya untuk itulah Simkongcu
mau membantuku, bukan? ̈ ”Memangnya boleh kutolak? ̈ ”Mungkin tidak boleh. ̈ ”Ya,
jika tidak boleh, terpaksa kuterima, ̈ jawab Sim Long dengan tertawa.
Ong-hujin lantas mengangkat cawan arak, ”Terima kasih, marilah kusuguh Kongcu
secawan dulu, semoga usaha kita mencapai sukses. ̈
Keduanya lantas menenggak arak, lalu saling pandang dengan tertawa. Sebaliknya
hampir meledak perut Him Miau-ji saking mendongkolnya.
Diam-diam ia menggerutu, ¡”Berengsek benar Sim Long ini, masakah terima begitu
saja, memangnya takut dicaplok olehnya?¡ ̈ Dengan sendirinya Jit-jit terlebih gemas
daripada Him Miau-ji, pikirnya, ”Pantas Ong Ling-hoa bermuka tebal, ternyata ibunya
terlebih tidak tahu malu. ̈
Meski Ong-hujin bilang mau menyuguh secawan kepada Sim Long, praktiknya dia
telah minum tiga cawan, mukanya menjadi merah dan tambah memesona.
Setelah dipandang dan dipandang lagi, tiba-tiba Miau-ji tidak mendongkol pula.
Terpikir olehnya, ”Apa yang dilakukan Sim Long ini jangan-jangan cuma tipu akal
belaka. Bilamana nanti Ong-hujin mengirim dia ke Kwan-gwa, kan sama seperti telah
membebaskan dia dan selanjutnya dia dapat berbuat sesukanya. ̈
Berpikir demikian, hampir saja ia tertawa. Ia merasa Ong-hujin ini sesungguhnya
tidak begitu pintar sebagaimana disangkanya, sebaliknya sangat bodoh.
Terdengar Ong-hujin bicara pula, ”Sebenarnya aku tidak kuat minum arak, tapi hari
ini harus kuminum sepuasnya dengan Kongcu sebagai tanda selamat jalan. ̈
”Selamat jalan? ̈ Sim Long menegas. ”Ya, tiga hari kemudian Kongcu kan harus
berangkat ke Kwan-gwa untuk melaksanakan tugas berat, sebab itulah di dalam tiga
hari ini harus kuladenimu dengan baik. ̈
Lirikan matanya sungguh lebih memabukkan daripada arak, meski Sim Long juga
memandangnya, namun seperti tidak paham arti yang terkandung dalam lirikan
orang.
Ia cuma berkata dengan tersenyum, ”Dan apakah aku akan berangkat begitu saja? ̈
”Dengan sendirinya tidak, sudah kurancang cara bagaimana akan memperkuat
perjalanan Kongcu. ̈ ”Tapi sama sekali aku tidak tahu jejak Koay-lok-ong .... ̈ ”Jangan
khawatir, ̈ sela Ong-hujin dengan tertawa. ”Dengan sendirinya akan kuatur supaya
engkau dapat bertemu dengan Koaylok-ong. Dengan tokoh muda semacam Kongcu,
wajahmu juga asing bagi dunia Kangouw, bila Koay-lok-ong melihat dirimu pasti akan
dipandang sebagai benda mestika, dan jangan harap lagi Kongcu akan dapat
meninggalkan dia. ̈
”Lalu? ̈ Sim Long berkedip-kedip. ”Lalu jadilah Kongcu sebagai orang kepercayaan
Koay-lok-ong. ̈ ”Ah, juga belum tentu. Jika dia tidak mau memercayaiku, lantas
bagaimana? ̈ ”Orang semacam Kongcu masakah tidak tahu cara bagaimana
mendapatkan kepercayaannya? Ibaratnya segenggam jarum ditaruh di dalam
kantong, mustahil jarum itu tidak akan merobek kantong? ̈
”Aha, kiranya Hujin menghendaki kulamar langsung kepada Koaylok-ong. Tapi ada
lagi satu hal, masakah Hujin mau melepaskan kepergianku begini saja tanpa
menggunakan sesuatu cara untuk menjaga kemungkinan pembelotanku setiba di
tempat tujuan? ̈ ”Boleh coba kau terka cara apa yang akan kupakai? ̈ ujar Onghujin
dengan tertawa.
”Dengan racun umpamanya, ada semacam racun yang bekerja secara lambat atau
sampai batas waktunya baru mulai bekerja. Bisa jadi racun semacam ini sekarang
sudah berada di dalam perutku. ̈
”Kongcu adalah tokoh pujaan Bu-lim zaman ini, jika kuperlakukan Kongcu dengan
cara rendah begini bukan saja berarti memandang rendah diri Kongcu, bahkan juga
merendahkan martabatku sendiri. ̈
”Atau dengan cara lain, mungkin Hujin diam-diam telah menugaskan orang lain untuk
mengawasi gerak-gerikku di sana .... ̈ Mendadak Ong-hujin tertawa nyaring dan
memotong ucapan Sim Long, ”Ai, betapa bagusnya akal ini, siapa pula di dunia ini,
yang mampu mengawasi tindak tanduk Sim-kongcu kita? Betapa pun bodohku
masakah dapat kugunakan cara bodoh begini? ̈
”Atau mungkin Hujin akan minta aku bersumpah berat .... ̈ ”Hahaha, ̈ kembali
Ong-hujin memotong dengan tertawa, ”kalau di dunia ini ada hal yang tidak boleh
dipercaya, maka hal itu adalah sumpah lelaki terhadap orang perempuan. Bila ada
anak perempuan
bodoh yang mau percaya kepada sumpah lelaki, maka selama hidup anak
perempuan itu pasti akan merana. ̈
”Wah, tampaknya Hujin sendiri sudah berpengalaman? ̈ ujar Sim Long dengan
tertawa. ”Memangnya kau lihat sekarang aku sedang merana? ̈ sahut Onghujin
dengan melirik genit. ”Ya, orang yang sering membikin orang lain merana, dia sendiri
tentu takkan merana, ̈ kata Sim Long. Keduanya lantas saling pandang dan tertawa
pula. Mendengar suara tertawa mereka, perut Miau-ji menjadi sakit saking
dongkolnya, pikirnya, ”Berengsek Sim Long ini, dalam keadaan begini masih bisa
berkelakar dengan dia. Wahai Sim Long, katanya engkau orang pintar, mengapa
engkau pun tidak tahu dengan cara bagaimana orang akan mengendalikan dirimu. ̈
Perut Jit-jit sih tidak sakit, tapi hatinya yang sakit, pikirnya, ”Sering membikin orang
merana, dia sendiri takkan merana .... Bagus, Sim Long, kiranya beginilah pribadimu,
baru sekarang kukenal siapa kau! ̈
Padahal sesungguhnya orang macam apa Sim Long itu belum lagi diketahuinya.
Terdengarlah Ong-hujin berkata pula dengan mengikik tawa, ”Kecuali cara-cara
bodoh begitu apakah Kongcu mengira aku tidak mempunyai akal lain? ̈
”Hujin mempunyai beribu macam akal, sungguh tidak dapat kuterka, ̈ sahut Sim
Long. ”Kecuali dengan cara paksa dan mengawasi tindak tanduk Kongcu,
memangnya tidak dapat kubikin Kongcu melakukan tugas ini secara sukarela.
Dengan begitu aku pun tidak perlu main paksa dan repot mengawasi gerak-gerikmu
lagi? ̈
”Tapi Hujin pun jangan lupa, tidaklah mudah untuk membuatku takluk lahir batin, ̈
kata Sim Long dengan tertawa. Ong-hujin tertawa menggiurkan, dengan tangannya
yang putih halus ia membelai rambutnya yang indah, gayanya memesona membuat
orang akan menerka berapa usianya, membuat orang melupakan akan umurnya.
”Dengan sendirinya kutahu hal ini tidak mudah, tapi sesuatu yang semakin sulit
diperoleh kan semakin berharga, terlebih bagi seorang perempuan. ̈
”Ya, betul. ̈ ”Dan biasanya barang berharga juga harus ditukar dengan barang
berharga, ̈ kata lagi Ong-hujin. ”Bahwasanya di dunia Kangouw sekarang ada tiga
macam barang yang paling berharga dan sukar diperoleh, apakah kau tahu? ̈
”Wah, rasanya belum pernah kudengar .... ̈ ucap Sim Long, ”Barangkali ... kitab
pusaka simpanan Siau-lim-si termasuk satu di antaranya. ̈
”Biarpun Siau-lim-pay terkenal perguruan terbesar di dunia persilatan, tapi selama
ini belum pernah terjadi tokoh Siau-lim-pay diakui sebagai jago nomor satu di dunia,
dari sini terbukti bahwa berbagai cerita mengenai ilmu silat Siaulim-si hanya
dongeng belaka, apakah di biara itu benar tersimpan kitab pusaka atau tidak
sukarlah diketahui dengan pasti. ̈
”Wah, jika kitab pusaka Siau-lim-si saja tidak terhitung benda berharga, apalagi kitab
pusaka perguruan lain? ̈ ujar Sim Long tertawa.
”Kitab pusaka pelajaran ilmu silat adalah benda mati, coba jawab, ada berapa orang
di dunia yang memperoleh kungfu sejati dari kitab-kitab ini? Hanya kecerdasan,
keuletan, pengalaman, ditambah
lagi giat berlatih, semua itulah unsur penting untuk menguasai semacam kungfu yang
ampuh. Soalnya orang awam kurang pengertian dan sering terkecoh oleh berbagai
cerita tentang berbagai kitab pusaka segala. Terlebih kitab silat kaum Hwesio yang
katanya tidak ada tandingannya, semua itu cuma omong kosong belaka. ̈
”Wah, Hujin berani bicara apa yang tidak berani dibicarakan orang lain, sungguh
pikiranku jadi terbuka. Bilamana kaum kesatria sama paham akan dalil ini, tentu
takkan terjadi korban sia-sia dalam pertemuan di Wi-san dahulu dan dunia persilatan
sekarang juga takkan hampa begini. Nyata jalan pikiran Hujin memang lain daripada
yang lain. ̈ ”Selama hidupku tidak suka disanjung puji orang, tapi ucapan Kongcu ini
sungguh membikin hatiku sangat gembira. Sekarang coba kau terka lagi barang
berharga lain. ̈
Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, ”Aha, betul Hun-bongsiancu terkenal
memegang sepotong Hun-bong-leng (tanda perintah), barang siapa melihat
Hun-bong-leng semuanya akan tunduk kepada perintahnya. Tentunya benda ini
termasuk salah satu paling berharga. ̈
”Ah, rupanya Kongcu sengaja menyanjung diriku lagi, ̈ ujar Onghujin dengan
tertawa. ”Umpama betul aku ini Hun-bong-siancu masa lampau, rasanya juga takkan
gembira setelah mendengar ucapanmu ini. Hun-bong-leng itu paling-paling juga
cuma barang untuk menakut-nakuti orang saja, terhitung benda pusaka apa? ̈
”Wah, lantas apa lagi? .... Ah, barangkali pedang inti baja milik Thikiam-siansing,
pedang itu tentunya benda mestika? ̈ ”Pedang juga benda mati, biarpun senjata
paling tajam di dunia, bila berada di tangan orang awam, tetap akan menjadi besi
karatan yang tak berguna, ̈ ia tuding si gadis cantik yang melayani Sim Long tadi dan
menambahkan, ”Boleh coba kau tanya Ci-hiang, pedang pusaka yang dipegangnya
itu apakah mampu mengalahkanmu? ̈
”Betul juga, ̈ ujar Sim Long. ”Tapi ketiga benda mestika yang kumaksudkan itu
biarpun jatuh di tangan orang awam tetap berguna juga, sebab itulah baru dapat
dianggap sebagai benda mestika benar-benar. ̈
”Benda mestika yang Hujin maksudkan jangan-jangan benda hidup? ̈ tanya Sim
Long tiba-tiba. Bola mata Ong-hujin mengerling, sahutnya dengan tertawa, ”Yang
satu barang mati, yang dua benda hidup. ̈ ”Wah, rasanya kuperlu minum arak lagi
untuk mencari ilham, ̈ kata Sim Long tertawa.
Cepat si gadis bernama Ci-hiang tadi menuangkan arak lagi dan Ong-hujin pun
menyilakan orang minum dengan tertawa manis.
Sehabis minum secawan, segera Sim Long berkeplok dan berseru, ”Aha, betul.
Keluarga Ko turun menurun mewariskan harta kekayaan beribu juta tahil perak dan
emas, kekayaannya melebihi kas negara, apakah ini termasuk satu di antara yang
Hujin maksudkan? ̈
”Akhirnya tertebak juga satu di antaranya oleh Kongcu, ̈ jawab Onghujin dengan
tertawa. ”Kekayaan keluarga Ko memang sukar dihitung dan menjadi idamidaman
setiap orang Kangouw. Lalu kedua benda hidup lainnya? ̈
”Benda hidup ... hidup .... Ah, jangan-jangan kuda mestika Tiangpek-san-ong dan
anjing ajaib milik Opas Sakti Ku Lam? ̈ ”Bukan, semuanya bukan. ̈ ”Atau harimau dari
Pek-siu-san-ceng, atau elang sakti milik keluarga Tik .... ̈ ”Bukan, seluruhnya bukan. ̈
”Wah, segala macam binatang ajaib dan hewan aneh telah kusebut dan tetap bukan
yang dimaksudkan Hujin, aku jadi tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan. ̈
”Memangnya di dunia ini cuma binatang atau hewan saja terhitung makhluk hidup? ̈
”Memangnya ada ... ada lagi? ̈ ”Manusia, masakah manusia bukan makhluk hidup? ̈
ujar Ong-hujin sambil mengikik. Sim Long melengak, segera ia pun tertawa, ”Ah,
betul, memang manusia juga makhluk hidup. ̈ ”Nah, sekarang tentunya dapat kau
tebak. ̈ ”Tidak, malahan aku tambah bingung, di dunia ini tidak sedikit orang kosen
dan manusia ajaib .... ̈ ”Baiklah, biar kukatakan padamu, kecuali harta kekayaan
keluarga Ko, benda mestika yang kedua itu adalah tangan mendiang Sim Thian-kun. ̈
”Hah, tangan ... tangan Sim Thian-kun? ̈ ”Betul, tangan Sim Thian-kun mahasakti,
dalam sekejap ia sanggup menghabiskan berlaksa tahil emas, tapi pada saat lain ia
pun mampu mengumpulkan jumlah yang lebih banyak .... Tangan Sim Thian-kun
dapat menentukan mati-hidup seorang, dapat meruntuhkan rumah dan
menggugurkan gunung, dapat menghancurkan segala tapi juga mampu membuat
macammacam hal yang sukar dibayangkan, asalkan tangan Sim Thian-kun bergerak,
segala urusan di dunia Kangouw bisa segera berubah. ̈
Sampai terkesima Sim Long mendengarkan, gumamnya, ”Tangan Sim Thian-kun ...
sungguh tangan yang hebat. ̈ Ia angkat cawan dan menenggak arak.
”Dan yang ketiga itu jauh lebih berharga, ̈ kata Ong-hujin, ia pun angkat cawan dan
menenggak habis isinya sambil melirik Sim Long dengan kerlingan yang
menggiurkan, tanyanya dengan tersenyum genit, ”Masakah sekarang belum lagi
dapat kau terka? ̈
Sim Long juga menatapnya, tiba-tiba ia tertawa dan berkata, ”Ah, jangan-jangan
ialah Hujin sendiri. ̈ Ong-hujin tertawa nyaring, ”Kembali tepat tebakanmu. ̈ Lirikan
Ci-hiang sudah cukup menggiurkan dan memikat, bisa membikin sukma orang
melayang ke awang-awang, tapi kalau dibandingkan kerlingan Ong-hujin, mata
Ci-hiang akan lebih mirip mata ikan mati yang buram. Kerlingan mata Cihiang sudah
cukup membuat Jit-jit ingin geregetan saja tidak bisa.
Meski Jit-jit juga orang perempuan, tapi demi melihat kerlingan mata orang, entah
mengapa, perasaan sendiri juga terombang-ambing dan hampir tidak sanggup
berdiri.
Dengan kerlingan mata begitulah Ong-hujin memandang Sim Long, katanya pula,
”Kongcu tahu, berapa banyak lelaki di dunia Kangouw ini telah mati hanya karena
ingin bermesraan denganku. Tapi biarpun mati mereka pun mati secara sukarela. ̈
Dia bicara dengan sangat lambat, sangat memikat, dengan senyum yang
memabukkan, katanya pula, ”Sebabnya adalah karena aku bukan wanita biasa,
betapa tinggi kungfuku dalam hal ilmu silat boleh dikatakan sudah mencapai
puncaknya, tapi kungfuku dalam hal lain bahkan sepuluh kali lebih hebat daripada
ilmu silatku. ̈
Sim Long tampak melenggong. Maka Ong-hujin menyambung pula, ”Asal aku mau,
dapat kubikin setiap lelaki tergila-gila dan dapat kubuat dia menikmati kesenangan
yang tak terpikir olehnya biarpun dalam mimpi. ̈
Muka Ci-hiang tampak merah dan menunduk sambil tertawa cekikikan. ”Kau tertawa
apa? ̈ tanya Ong-hujin. ”Ini pun semacam seni, kesenian yang paling tinggi. Asalnya
aku hidup sebatang kara, tapi lantaran inilah dapat kuyakinkan kungfuku yang
sempurna dan tercapai seperti apa yang sekarang ini. Siapa pun, asalkan sudah
menyentuh tubuhku, selama hidupnya pasti takkan terlupakan. ̈
Sim Long menarik napas panjang, seperti mau bicara, tapi urung. Tampaknya dia
tidak sanggup bicara lagi. ”Entah sudah berapa banyak orang lelaki, berapa banyak
tokoh ternama yang ingin naik surga lagi bersamaku, mereka tak sayang
mempersembahkan segalanya kepadaku, rela berlutut dan merangkak di depanku
dan memohon, tapi sekarang .... ̈ Ong-hujin tersenyum dan meneruskan, ”Sekarang
akan kugunakan tubuhku yang paling berharga ini untuk menukar hatiku. Kupikir ini
adalah bisnis yang paling adil. ̈
Sim Long terkesima dan tidak dapat bergerak lagi. Sudah banyak perempuan jalang
dan janda gasang yang pernah dilihatnya, tapi tiada seorang pun serupa Ong-hujin
ini.
Meski pada mulutnya bicara hal-hal yang cabul, tapi sikapnya masih tetap suci
bersih, meski yang dikemukakannya adalah bisnis yang paling janggal, namun
caranya bicara serupa orang yang lagi berunding jual-beli biasa.
Dia adalah perawan sucinya perempuan jalang, juga perempuan jalangnya perawan
suci. ”He, kenapa engkau diam saja, apakah engkau tidak percaya? ̈ tanya
Ong-hujin. Habis bicara demikian, mendadak tangannya mulai bekerja, sepotong
demi sepotong ia menanggalkan bajunya. Meski sedang menanggalkan pakaian,
gayanya tetap indah dan cantik.
Di dunia ini memang tidak banyak orang perempuan yang mampu mempertahankan
gayanya yang tetap indah pada waktu menanggalkan pakaian, jarang pula yang tahu
bahwa gaya pada waktu membuka pakaianlah paling menarik hati lelaki.
Maka tubuh Ong-hujin pun seluruhnya terpampang di depan mata Sim Long,
terpampang dalam keadaan telanjang bulat. Pundaknya yang halus licin, buah
dadanya yang padat dan menegak, pinggangnya yang ramping, kakinya yang
panjang dengan garis yang serasi, terutama betisnya yang indah ....
Semua itu pada hakikatnya bukan lagi tubuh manusia, itulah perpaduan antara
bidadari dan perempuan jalang. Meski tubuhnya dalam keadaan bugil, namun
sikapnya tiada ubahnya dalam keadaan berpakaian mentereng. Di dunia ini
memang jarang ada perempuan yang tetap dapat mempertahankan gayanya yang
indah dalam keadaan bugil.
”Aku ... aku ... kau .... ̈ Sim Long jadi gelagapan. Ong-hujin tersenyum manis,
”Bukan cuma kuserahkan tubuhku kepadamu, bahkan kuserahkan untuk selamanya,
dan aku pun minta kau serahkan hatimu
kepadaku selanjutnya engkau pasti akan untuk selamanya. Kujamin menikmati
segala macam
kebahagiaan yang tidak mungkin bisa dinikmati oleh setiap lelaki di dunia ini. ̈ Ia
merandek sejenak, lalu menyambung pula sekata demi sekata, ”Kujadi istrimu! ̈
Sampai di sini semua orang yang mengintip di ruang sebelah sama melenggong.
Diam-diam Him Miau-ji menjerit di dalam hati, ”Jangan, tidak, tidak boleh jadi! ̈
Tubuh Cu Jit-jit juga bergetar keras dan hampir jatuh kelengar.
Bahwa mama Ong Ling-hoa ingin menjadi istri Sim Long, sungguh
mimpi pun tak pernah terpikir oleh siapa pun. Bukan cuma Him Miau-ji dan Cu Jit-jit,
air muka Ong Ling-hoa juga sama berubah.
”Bagaimana Sim-kongcu, kau setuju? ̈ terdengar Ong-hujin lagi bertanya pula.
Semua orang sama terbelalak dan ingin tahu bagaimana jawaban Sim Long. Anak
muda itu sedang menatap Ong-hujin, kembali ujung mulutnya menampilkan
senyuman yang khas, senyuman yang juga mengandung ejekan, tanyanya, ”Benar
kau ingin menjadi istriku? ̈
”Dengan sendirinya benar, kau .... ̈ ”Baik! ̈ tukas Sim Long. Jawaban ”baik ̈ ini
serupa bunyi guntur di siang bolong yang membikin Him Miau-ji, Cu Jit-jit dan Ong
Ling-hoa sama melongo. Tampaknya Ong-hujin juga tercengang oleh jawaban
orang, ia menegas, ”Engkau benar-benar mau? ̈ ”Sudah tentu benar, ̈ jawab Sim
Long. ”Urusan kawin yang mahapenting mana boleh dibuat mainan? ̈ Ong-hujin
lantas menatap lekat-lekat kepada Sim Long, tersembul pula senyumnya yang
menggiurkan, ”Aku ingin tanya sesuatu lagi padamu. ̈
”Sekarang engkau boleh berbuat apa pun padaku, apalagi cuma tanya sesuatu, ̈ kata
Sim Long dengan tertawa. ”Meski kutahu engkau akan setuju, tapi tidak kusangka
engkau akan menjawab secepat itu, sebenarnya apa ... apa sebabnya? Dapatkah
kau katakan padaku? ̈
Sim Long mengangkat sumpit, dicapitnya sepotong udang dan berkata, ”Karena aku
ingin Ong Ling-hoa menjadi anakku, maka
kuterima tawaranmu. Apalagi .... ̈ ia pandang Ong-hujin dengan tertawa, sebaliknya
sumpit yang mencapit udang mendadak menjentik ke sana. Kontan sepotong udang
masak saus manis itu melayang ke lubang kecil tempat Ong Ling-hoa mengintip
terus menerobos lubang itu.
Ong Ling-hoa memang lagi melenggong, juga tidak mengira akan tindakan Sim Long
ini, meski dia sempat menarik kepala, tidak urung mukanya tertimpuk oleh udang
saus yang menerobos tiba itu.
”Ong Ling-hoa, ̈ terdengar Sim Long berseru di ruang sebelah, ”tentu sudah cukup
kau tonton apa yang terjadi ini, sekarang aku sudah menjadi ayahmu, masakah
engkau masih sembunyi di situ? ̈ ”Ai, memang sudah kuduga pasti tidak dapat
mengelabuimu, ̈ ujar Ong-hujin dengan tertawa.
”Pada hakikatnya engkau memang sengaja membuatku tahu mereka sedang
mengintip, karena itu caraku bicara dengan sendirinya menjadi lebih prihatin, apa
yang kusanggupi padamu juga takkan berubah. ̈
”Mungkin engkau tidak tahu, justru sengaja kubikin kau bicara seperti ini di depan nona
Cu itu, dengan begitu seterusnya ia pun akan putus cintanya padamu, ̈ dengan
tersenyum Ong-hujin memakai lagi bajunya, lalu menambahkan, ”Cuma keenakan
mata si Kucing itu. ̈
”Jika engkau mau membalik tubuh ke sana, tentu dia akan tambah senang, ̈ ujar Sim
Long tertawa. ”Ah, toh sudah kupandang dia sebagai anakku, apa alangannya dia
melihat punggung ibunya, apalagi aku cuma berduduk di sini. ̈ ”Dan sekarang
bolehkah mereka disuruh keluar? ̈ tanya Sim Long.¡ ̈ ”Apa yang kau minta, siapa
yang berani menolak? ̈ ujar Ong-hujin dengan suara lembut. Ketika kakinya
menginjak perlahan di samping
kursinya, seketika dinding belakang terbuka bagian tengah dan menyurut ke
kanan-kiri tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Maka dapatlah Sim Long melihat Him Miau-ji dan Cu Jit-jit. Wajah Miau-ji yang penuh
rasa gusar dan wajah Cu Jit-jit yang penuh air mata.
Dengan sendirinya ada lagi Ong Ling-hoa. Dia lagi sibuk membersihkan mukanya
dengan sapu tangan. Dengan langkah limbung Jit-jit mendekati Sim Long, meski
mulutnya tidak dapat bicara, tapi sorot matanya yang menunjukkan rasa duka dan
benci itu jauh melebihi perkataan apa pun. Him Miau-ji juga melangkah maju dengan
langkah sempoyongan, dia menyeringai, kalau bisa Sim Long hendak dicaploknya.
Perlahan tangan Ong-hujin bergerak sambil berkata, ”Silakan duduk kalian! ̈ Seketika
pinggang Jit-jit dan Miau-ji seperti kesemutan, tanpa kuasa terus berduduk dan tidak
sanggup berbangkit lagi, hanya tetap melototi Sim Long.
”Bagaimana kalau saudara Ling-hoa juga disilakan duduk? ̈ kata Sim Long dengan
tertawa. ”Wah, masa ... masa masih kau panggil dia saudara? ̈ ujar Onghujin.
”Harus kupanggil apa padanya? ̈ Bola mata Ong-hujin berputar, katanya kemudian
sambil tertawa, ”Anak Hoa, coba kemarilah memberi hormat kepada paman. ̈ Sim
Long bergumam dengan tertawa, ”Paman .... Haha, sementara menjadi paman juga
boleh .... ̈
Muka Ong Ling-hoa tampak masam, kalau ada lubang sungguh dia ingin menerobos
masuk ke situ. Jika Miau-ji tidak mendongkol, bisa jadi dia sudah bergelak tertawa.
Melihat sikap Ong Ling-hoa yang kikuk itu, Sim Long sengaja berkata dengan
tertawa, ”Saat ini Hiantit (keponakan) pasti menyesal mengapa dulu tidak
membunuhku saja, bukan? ̈
”Aku ... aku .... ̈ muka Ong Ling-hoa tampak merah padam. ”Ah, untuk apa kau
pikirkan perbuatan anak kecil, ampuni dia saja, ̈ kata Onghujin dengan tertawa.
Mendadak Ong Ling-hoa juga tertawa dan berkata, ”Paman Sim, apakah engkau
sengaja hendak membikin marah padaku agar menyabot perkawinan kalian ini? ....
Haha, engkau salah, paman Sim, bahwa sekarang kupanggil paman padamu
sesungguhnya timbul dari sukarelaku, umpama kelak kupanggil ayah padamu juga
tetap riang gembira .... Bahwasanya ibu dapat bersuamikan tokoh muda berbakat
semacam paman Sim, sungguh aku pun ikut bahagia. ̈
”Hihi, anak baik, sungguh anak baik, ̈ kata Ong-hujin dengan tertawa senang.
”Memang anak baik, ̈ Sim Long juga tertawa. Diam-diam ia membatin ada ibu dan
anak demikian, pantaslah kalau dunia Kangouw teraduk hingga kacaubalau.
Ketika Ong-hujin memberi isyarat, segera ada orang menggusur pergi Cu Jit-jit dan
Him Miau-ji sehingga di dalam kamar cuma tertinggal Sim Long. Ong-hujin dan Ong
Ling-hoa bertiga.
Sim Long cuma diam saja menyaksikan kedua orang itu digusur pergi, sama sekali ia
tidak memperlihatkan sesuatu reaksi. Dengan tertawa merdu Ong-hujin menuangkan
arak bagi Sim Long, lalu berkata pula, ”Sekarang mereka sudah pergi semua.
Apakah kau tahu sebab apa kuenyahkan mereka? ̈
”Mungkin engkau ingin berunding urusan penting denganku? ̈ jawab Sim Long
dengan tertawa.
Ong-hujin mengerling genit, ”Apakah kau tahu urusan apa yang paling penting
sekarang? ̈ ”Tidak tahu, ̈ Sim Long menggeleng. ”Ah, jangan berlagak bodoh. ̈ Sim
Long berkedip-kedip, ucapnya kemudian, ”Masa ... masa urusanmu dengan diriku
.... ̈ ”Eh, memang Siautit juga ingin lekas memanggilmu sebagai ayah, makin cepat
makin baik, ̈ sela Ong Ling-hoa sebelum ibunya bicara.
Dia dapat bicara demikian, bahkan air muka tidak berubah sedikit pun, entah betapa
tebal kulit mukanya. Tapi Sim Long juga menyambutnya dengan tertawa, ”Betul juga,
makin cepat makin baik. Menurut pikiranmu, dimulai kapan? ̈ ”Daripada pilih hari
lebih baik mumpung saja, bagaimana kalau malam ini? ̈ jawab Ling-hoa. ”Malam ini?
.... Wah, masa begitu cepat? ̈ kata Sim Long dengan tertawa. ”Jika malam ini terlalu
cepat, boleh besok saja, ̈ kata Ling-hoa. ”Aku dan ibumu sendiri tidak tergesa,
mengapa engkau jadi terburuburu malah? ̈ ujar Sim Long. Semula Ong-hujin
menunduk kikuk dan berlagak tidak mendengar, sekarang ia tidak tahan dan ikut
bicara dengan lembut, ”Tapi tiga hari kemudian engkau harus berangkat, biarpun
tidak tergesa-gesa juga urusan kita ini perlu diselesaikan di dalam tiga hari ini. ̈
”Kukira di dalam tiga hari ini juga tidak bisa, ̈ kata Sim Long. Air muka Ong-hujin rada
berubah, tapi tetap bicara dengan tertawa, ”Habis mesti menunggu sampai kapan? ̈
”Menunggu sampai suamimu mati, ̈ jawab Sim Long sekata demi sekata dengan
tersenyum. Sekali ini air muka Ong-hujin baru berubah benar-benar, ”Suamiku? ̈ ia
menegas. ”Ya suamimu .... ̈ ucap Sim Long dengan tertawa. ”Meski aku belum
pernah menjadi ”gundik” tapi dapat kubayangkan rasanya pasti tidak enak, maka aku
pun tidak ingin dijadikan ”gundik lelaki” orang. ̈ Mendadak Ong-hujin tertawa malah,
tertawa terkial-kial sehingga mirip tangkai bunga kehujanan.
Tertawa terkadang adalah cara yang paling baik untuk menutupi perasaan yang tidak
tenteram. ”Gundik lelaki? Ai, bisa juga engkau menciptakan istilah, ̈ katanya dengan
terkikik. ”Sebenarnya, kalau seorang lelaki boleh punya dua istri, seorang perempuan
kan juga boleh punya dua suami, itu baru adil. Cuma sayang ... dari mana datangnya
suamiku? ̈
”Masakah engkau tidak mempunyai suami? ̈
”Tidak punya. ̈
Sim Long melirik Ong Ling-hoa sekejap, lalu berucap pula, ”Lantas dia .... ̈
”Sekalipun punya suami juga sudah lama mati, sudah terlalu lama sehingga
kulupakan dia. ̈
Ia tersenyum genit, lalu menyambung, ”Ai, orang pintar seperti dirimu seharusnya
tahu bahwa janda bukan saja jauh lebih lembut daripada gadis, juga jauh lebih
pandai meladeni, jauh lebih berpengalaman, jauh lebih menyenangkan. Sebab itulah
lelaki yang cerdik lebih suka memperistrikan janda daripada perawan, masakah
engkau tidak suka? ̈
”Tentu saja aku suka, cuma sayang ... engkau belum lagi janda. ̈ ”Maksudmu
suamiku belum mati? .... Ai, tak tersangka terhadap urusan suamiku engkau terlebih
jelas daripada diriku. Memangnya pernah kau lihat dia? ̈
”Meski belum pernah kulihat Locianpwe ini, tapi kutahu dia. ̈ ”O, memangnya siapa
dia? Coba katakan! ̈ ”Dia dahulu bernama Ca Giok-koan, namanya sekarang
Koay-lokong! ̈
Ucapan Sim Long membuat Ong-hujin dan Ong Ling-hoa merasa seperti kepala
dikemplang sekali, untuk sekian lamanya suasana di dalam ruangan sunyi senyap.
Kemudian Ong-hujin tertawa nyaring lagi, katanya, ”Jadi kau bilang Ca Giokkoan
adalah suamiku? Ai, sungguh sangat menggelikan. Coba katakan lagi, dari mana
timbulnya kesimpulanmu ini? ̈
Perlahan Sim Long berkata, ”Seorang kalau ingin pura-pura mati dengan sendirinya
dia perlu mencari seorang pengganti. Untuk itu harus dirusak wajahnya sehingga
tidak dikenal orang lagi. ̈
”Ya, jika aku ingin pura-pura mati tentu juga memakai cara ini, ̈ kata Ong-hujin.
”Yang dilakukan Ca Giok-koan juga cara ini. Dia juga menggunakan seorang
pengganti, bukan cuma wajah orang itu dirusaknya sama sekali, bahkan tubuh
orang itu pun dirusak. ̈
”Tapi ... tapi apa sangkut pautnya denganku? ̈ tanya Ong-hujin.
”Mestinya memang tidak ada sangkut pautnya, namun pada waktu dia merusak
penggantinya itu yang digunakannya adalah Thian-hunngo-bian. Padahal sampai
saat ini kebanyakan orang Kangouw menganggap Ca Giok-koan sudah lama mati,
bahkan juga mati oleh Thian-hun-ngo-bian. Nah, masakah semua ini tidak ada
sangkut pautnya denganmu? ̈
”Sangkut paut apa? ̈ tanya Ong-hujin sambil berkedip-kedip.
”Thian-hun-ngo-bian adalah senjata rahasia khas andalan Hun-bongsiancu, dan kau,
tak-lain-tak-bukan ialah Hun-bong-siancu yang namanya termasyhur di seluruh jagat
itu, ̈ sama sekali Sim Long tidak memberi kesempatan bagi Onghujin untuk
menyangkal, segera ia menyambung pula, ”Dan di kolong langit ini, kecuali dirimu
tiada orang lain yang paham cara menggunakan Thian-hun-ngobian dan cara
membuatnya, malahan melihatnya juga tidak pernah. ̈
”Oo .... ̈ Ong-hujin bersuara heran. ”Sebab orang yang pernah melihat
Thian-hun-ngo-bian, kecuali dirimu dan Ca Giok-koan, yang lain sudah mati
seluruhnya. ̈ ”Apakah kau ingin melihat senjata rahasia khas itu? ̈ tanya Onghujin.
”Jika ingin, segera dapat kuperlihatkan padamu. ̈ Dia lantas mengakui dirinya
sebagai pemilik Thian-hun-ngo-bian, yaitu Hunbong-siancu. Ia maklum, di depan Sim
Long tiada gunanya menyangkal.
Maka tertawalah Sim Long, jawabnya, ”Mana kusanggup terima. ̈ ”Baik, anggap
ucapanmu memang benar, aku ini pemilik Thian-hunngo-bian, aku ini
Hun-bong-siancu, tapi Hun-bong-siancu bukanlah istri Ca Giok-koan, hal ini juga
sama diketahui oleh orang Kangouw. ̈
”Dengan sendirinya ini pun suatu rahasia, ̈ kata Sim Long. ”Jika Ca Giok-koan telah
mendapatkan nama pujian sebagai Ban-keh-seng
hud (Buddha hidup khalayak ramai), dengan sendirinya ia tak mau mengaku telah
memperistrikan Hun-bong-siancu, yang terkenal sebagai iblis perempuan nomor satu
di dunia Kangouw. Sebagai seorang anak perempuan, sudah jelas engkau telah
menikah dengan dia, tapi masih harus main sembunyi-sembunyi dan tidak dapat
tampil di muka umum, hal ini dengan sendirinya membuat penasaran padamu, juga
sesuatu yang tidak bisa ditahan oleh setiap anak perempuan. ̈
”Wah, pantas kebanyakan anak perempuan suka padamu, rupanya engkau memang
sangat pintar menyelami perasaan anak perempuan .... ̈ kata Ong-hujin dengan
tertawa. ¡Tapi jika benar aku tidak suka diperlakukan begitu, masa aku mau menikah
dengan dia? ̈ ”Meski tidak mau juga tak berdaya, ̈ kata Sim Long. ”Sebab waktu itu
engkau benar-benar menurut dan tunduk kepada segala kemauan Ca Giok-koan. ̈
”Apakah kau lihat aku ini seorang penurut? ̈ ”Betapa kerasnya hati seorang anak
perempuan pada suatu ketika juga akan menurut kepada seorang lelaki. Biarpun dia
memandang sebelah mata terhadap lelaki lain, tapi dia akan tunduk lahir batin
kepada seorang itu. ̈
”Hah, tampaknya kau anggap setiap anak perempuan di dunia serupa Cu Jit-jit saja. ̈
”Kau tahu, bila ingin Ca Giok-koan mengakui dirimu sebagai istrinya secara resmi,
untuk itu harus membuat dia menjadi jago nomor satu di dunia. Tatkala mana tiada
seorang pun berani membangkang lagi kepada perintahnya dan segala urusan pun
tidak menjadi soal. ̈
”Kemudian? ̈
”Kalian suami-istri lantas mengatur rencana rahasia, lebih dulu segenap tokoh
persilatan dipancing ke Wi-san dan dijaring sekaligus, habis itu Ca Giok-koan
berusaha menipu dan mendapatkan segenap kitab pusaka kungfu perguruan
tokoh-tokoh itu. ̈
”Hal, bagus sekali jalan pikiranmu, ̈ ujar Ong-hujin. ”Tapi untuk menguasai berbagai
kungfu khas itu jelas sukar tercapai dalam waktu singkat, maka terpaksa Ca
Giok-koan pura-pura mati lalu kalian berdua mencari suatu tempat rahasia untuk
berlatih selama sepuluh tahun, semua inti ilmu silat dari berbagai perguruan itu
terhimpun menjadi satu pada diri kalian, dengan begitu siapa pula di dunia ini yang
mampu menandingi kalian? ̈
”Jika begitu, mengapa sekarang ingin kubunuh dia? ̈ tanya Onghujin. Sim Long
menghela napas, tuturnya pula, ”Soalnya Ca Giok-koan itu sungguh manusia berhati
binatang. Dia tidak ingin ada orang lain membagi hasil dengan dia, maka sesudah
kejadian di Wi-san, engkau juga akan dibunuhnya, sebab pada waktu itu kungfumu
sendiri sudah di atasnya, jika giat berlatih sepuluh tahun lagi, yang akan menjadi jago
nomor satu di dunia bukan dia melainkan kau. ̈
”Oo?! ̈ Ong-hujin bersuara tak acuh. ”Untunglah pada waktu itu ilmu silatnya bukan
tandinganmu, maka meski engkau tesergap hingga terluka parah tetap tak dapat
membinasakanmu. Selama belasan tahun ini nama Hun-bong-siancu telah lenyap
dari dunia Kangouw juga lantaran inilah sebabnya. ̈
Senyuman Ong-hujin tidak tertampak lagi pada wajahnya, ia diam sejenak, lalu
bertanya, ”Kemudian? ̈ ”Karena gagal membunuhmu, terpaksa dia kabur dan
bersembunyi selama belasan tahun lamanya, selama ini dengan sendirinya engkau
sangat benci padanya, benci siang dan malam .... Sebab itulah setelah Koay-lok-ong
muncul, orang pertama yang berpikir kemungkinan Koay-lok-ong ialah Ca Giok-koan
dengan sendirinya juga dirimu. Dendam kesumat yang terpendam selama ini jika dia
cuma kau bunuh begitu saja tentu tak terlampiaskan rasa bencimu,
sebab itulah hendak kau siksa dia secara perlahan, supaya dia mati menderita
dengan perlahan. ̈
Ong-hujin tidak bicara, namun kedua tangannya yang terletak di atas lutut kelihatan
bergemetar. Mulutnya tidak bicara, tapi tangannya sudah bicara.
Sim Long menyambung pula sambil memandang jari tangan orang yang gemetar itu,
”Namun Koay-lok-ong sekarang, tidak dapat dibandingkan lagi Ca Giok-koan dahulu,
untuk membunuhnya saja tidak gampang, apalagi hendak kau bikin dia mati
perlahan, maka sejak munculnya Koay-lok-ong diam-diam engkau lantas mengatur
segala apa yang perlu, tidak cuma tenaga manusia, engkau juga memerlukan biaya
yang besar, karena itulah makam kuno itu .... ̈ ”Sudah cukup, tidak perlu omong lagi, ̈
bentak Ong-hujin mendadak.
”Masih ada satu hal .... ̈ pandangan Sim Long beralih ke arah Ong Ling-hoa dan
sambungnya pula, ”Urusan ini semula aku pun tidak berani memastikannya, baru
ketika engkau tidak mau mengirimkan dia dengan alasan Koay-lok-ong kenal dia, aku
jadi sangsi. Padahal sudah belasan tahun Koay-lok-ong mengasingkan diri, masa dia
kenal anak muda yang baru berumur likuran, kecuali anak muda ini ialah anaknya. ̈
Ong Ling-hoa melotot, matanya merah membara. Sim Long tersenyum, ”Kecuali
ayah semacam Koay-lok-ong, siapa pula yang dapat melahirkan anak seperti ini.
Ayahnya gembong iblis, anak juga selisih tidak jauh, antara ayah dan anak .... ̈
”Siapa anaknya? ̈ mendadak Ong Ling-hoa berteriak. ”Engkau tidak suka mengaku
ayah padanya? ̈ ”Aku tidak punya ayah semacam itu, ̈ jengek Ong Ling-hoa. ”Haha,
bagus, bagus sekali, ̈ Sim Long bergelak tertawa. ”Ayah tidak mengakui anaknya,
anak juga tidak mau mengakui ayahnya, hanya
ayah yang berhati kejam baru mempunyai anak yang berhati dingin begini. ̈
Ong-hujin menatapnya hingga lama, mendadak ia tertawa nyaring, ”Bagus, rupanya
semuanya telah kau ketahui. Urusan ini mestinya juga akan kuberi tahukan padamu. ̈
”Oo? .... ̈ Sim Long tertawa. ”Engkau tidak percaya? ̈ Ong-hujin menegas. ”Masa
aku tidak percaya? ̈ ”Bagus, jika begitu, jadi kau mau pergi bukan? ̈ ”Tentu saja
mau, jika tidak kubantu menumpas dia, mana bisa kukawinimu, ke mana lagi akan
kucari perempuan semacam dirimu ini? ̈
Ong-hujin menatapnya tajam, entah senang entah gusar, akhirnya ia menghela
napas dan berucap hampa, ”Ai, bicara kian kemari, tampaknya maksudmu baru akan
menikah denganku setelah urusan sudah selesai, begitu bukan? ̈
”Tampaknya harus begitu, ̈ kata Sim Long. ”Jika demikian, cara bagaimana pula
dapat kupercayaimu? ̈ ”Engkau jangan lupa, aku pun seorang lelaki .... Di dunia ini
mana ada lelaki yang tidak tergiur olehmu? Jika aku sudah terpikat, engkau tidak
perlu khawatir lagi. ̈
Ong-hujin menatapnya lagi, sorot matanya terkadang sayu, terkadang tajam
menusuk seakan-akan menembus hati Sim Long. Akhirnya dia tertawa manis dan
berucap, ”Baik, akan kutunggu kepulanganmu. ̈ ”Aku pasti akan pulang secepatnya,
kau kira aku tidak ... tidak gelisah? ̈ ujar Sim Long dengan tertawa. ”Kupercaya
engkau akan pulang selekasnya, di sini bukan cuma aku saja yang menunggumu,
juga ada sahabatmu, pada hari kepulanganmu nanti kami pasti akan mengadakan
pesta bagimu. ̈
Bola mata Sim Long berputar. ”Apakah sahabatku ... juga harus menunggu di sini?”
”Ya, engkau jangan khawatir, pasti akan kuladeni mereka dengan baik, ̈ kata
Ong-hujin. ”Dan jika engkau tidak pulang, mereka terpaksa ikut mati, ̈ jengek Ong
Ling-hoa. ”Haha, bagus! ̈ seru Sim Long mendadak. ”Coba katakan, di mana
Koay-lok-ong berada, cara bagaimana dapat kutemui dia? ̈
”Untuk apa terburu-buru, nanti, tiga hari lagi, ̈ kata Ong-hujin. ”Jika sudah ada
keputusan begini, kenapa mesti menunggu lagi tiga hari? ̈ ”Masa kau mau pergi
begini saja? ̈ ”Kan lebih cepat pergi juga lebih cepat pulang? ̈ ujar Sim Long
tersenyum. Ong-hujin berpikir sejenak, katanya kemudian dengan tertawa, ”Baik,
besok engkau boleh berangkat. Nah, Ling-hoa, lekas kau siapkan perbekalan
seperlunya bagi paman Sim. ̈
”Jangan khawatir, cukup satu jam bagiku sudah dapat kusiapkan perbekalan paman
Sim yang lebih mentereng daripada pangeran, ̈ kata Ling-hoa dengan tertawa,
serentak ia berbangkit dan tinggal pergi.
”Perbekalan yang tidak kalah daripada pangeran? ̈ gumam Sim Long.
”Yang akan kau temui ialah Koay-lok-ong, dengan sendirinya engkau tidak boleh
kelihatan rudin, terhadap orang miskin biasanya dia tidak sudi menggubris. ̈
”Tapi dalam perjalanan jauh ke luar perbatasan yang penuh gurun pasir, perbekalan
yang terlalu banyak apakah tidak akan menjadi beban malah? ̈
”Mungkin engkau tidak perlu ke luar perbatasan, ̈ kata Ong-hujin. ”Oo ... memangnya
dia tidak berada di luar perbatasan sana? ̈ Ong-hujin termenung sejenak, ”Apakah
kau tahu di luar kota Lanciu ada sebuah Hin-liong-san? ̈ ”Ya, pernah kudengar. ̈
”Pegunungan di sekitar Lanciu umumnya tandus, tidak ada tetumbuhan apa pun
serupa sebuah bakpao belaka. Hanya Hinliong-san ini saja rimbun dengan
pepohonan dan dikelilingi sungai, boleh dikatakan sebuah gunung ternama di daerah
barat-laut sana. ̈
”Apa sangkut pautnya antara Hin-liong-san dengan Koay-lok-ong? ̈ ”Apakah kau tahu
di puncak Hin-liong-san ada sumber air yang bernama Samgoan-coan? ̈ ”Mana aku
bisa tahu? ̈ ”Baik, akan kuberi tahukan padamu supaya kau tambah pengalaman. Air
sumber Sam-goan-coan ini merembes keluar dari celah-celah batu padas, yang satu
kanan yang lain kiri. ̈
”Jika cuma dua lubang sumber air, kan seharusnya bernama Ji-goan (dua unsur),
mengapa disebut Sam-goan (tiga unsur)? ̈ tanya Sim Long.
”Ai, ceritaku kan belum habis, dengarkan dulu, ̈ omel Ong-hujin dengan lirikan genit.
”Mula-mula kedua sumber air ini mengalir masuk ke sebuah kotak air, kotak ini ada
tiga lubang kecil, air sumber mengalir keluar dari kotak batu ini ke dalam sebuah
kolam kecil berbentuk setengah bulan, kemudian mengalir lagi dari ujung sepotong
batu yang berbentuk serupa naga ke dalam kotak batu yang lain, dari lubang kotak
batu ini akhirnya air mancur ke dalam kolam lagi .... ̈
”Ah, ruwet benar, ̈ gerutu Sim Long. ”Meski ruwet, tapi setelah mengalami beberapa
kali saringan, akhirnya air kolam menjadi jernih sebagai kaca, bahkan harum dan
manis, boleh dikatakan merupakan sumber air nomor satu di daerah barat laut sana. ̈
”Ada sangkut paut apa pula antara sumber air dengan Koay-lokong? ̈
”Tentu ada sangkut pautnya, kalau tidak untuk apa kuceritakan, ̈ kata Ong-hujin.
”Orang Kangouw cuma tahu dia gemar minum arak dan tidak tahu dia mempunyai
kegemaran lain. ̈
”Gemar minum teh? ̈ tukas Sim Long.
”Betul, ̈ jawab Ong-hujin. ”Dahulu waktu dia masih tinggal bersamaku, setiap tahun
dia pasti pergi ke Kim-san untuk mengambil air sumber yang terkenal di sana guna
menyeduh teh. Malam hari dia minum arak, pagi hari dia minum teh. Sering kali dia
tinggal sampai setengah bulan lebih di sana, selama tinggal di sana dia tidak mau
pusing terhadap urusan apa pun. ̈
”Dengan sendirinya sekarang dia tidak mampu minum teh lagi ke Kim-san. ̈ ”Ya,
makanya dia terpaksa mencari jalan lain walaupun tidak sebaik Kim-san, ̈ tutur
Ong-hujin. ”Telah kudapatkan berita yang meyakinkan bahwa setiap tahun antara
musim semi dan panas dia pasti masuk ke dalam Kwan (gerbang tembok besar yang
zaman dulu dianggap sebagai perbatasan) dan mengunjungi Hinliong-san,
di sana dia mengambil air sumber untuk menyeduh teh, sebab ada peralihan antara
musim panas dan semi itulah air sumber terlebih manis, pula air sumber tidak boleh
terlalu jauh meninggalkan gunung, kalau tidak, rasa airnya akan berubah kadarnya. ̈
”Hah, tak tersangka dia seorang yang suka kenikmatan juga, ̈ ujar Sim Long.
Ong-hujin seperti tidak mendengar ucapannya itu, sambungnya pula, ”Setelah
kudapatkan berita itu segera kucari dua orang kepercayaan dan kukirim ke Hin-
liong-san. Apakah dapat kau terka siapa kedua orangku itu? ̈ ”Tidak dapat kuterka
siapa mereka, tapi dapat kupastikan satu di antaranya pasti ahli menyeduh teh dan
yang lain mungkin ahli mengilang arak. ̈
”Engkau sungguh pintar, sekali diberi tahu lantas tahu semuanya, ̈ kata Onghujin
dengan tertawa, lalu sambungnya, ”Satu di antara kedua orang itu bernama Li
Teng-liong, asalnya dia keturunan keluarga hartawan, tapi sekarang sudah jatuh
miskin. ̈
”Ya, pada umumnya anak keluarga hartawan sama ahli minum teh, ̈ ujar Sim Long.
”Tapi dia cuma ahli merasakan kualitas sesuatu jenis teh dan tidak mahir menyeduh
teh. ̈ ”O, lantas .... ̈ ”Tapi dia mempunyai seorang istri muda kesayangan, ̈ sambung
Ong-hujin, ”namanya Jun-kiau, perempuan inilah ahli menyeduh teh. Kau tahu, untuk
menyeduh selain diperlukan air sumber yang bagus, lamanya teh dimasak juga
memegang peranan. Bahkan teko, kayu, segala peralatannya pun perlu dipelajari. ̈
”Wah, tampaknya Hujin sendiri juga ahli dalam hal ini, ̈ kata Sim Long dengan
tertawa.
”Nanti kalau engkau pulang, tentu kubawa ke Kim-san untuk menikmati kehidupan
surga di sana, tatkala mana baru kau tahu apakah aku mahir menyeduh teh atau
tidak. ̈
”Tapi aku tidak pergi ke sana, sebab engkau sudah pernah menemani orang lain di
sana. ̈ ”Ai, jadi engkau juga suka minum cuka? ̈ ”Sebelum minum teh boleh juga
minum cuka dulu, ̈ Sim Long tertawa. Karena di dalam ruangan sudah tidak ada
orang lain, entah sejak kapan Onghujin telah berada dalam pangkuan Sim Long,
anak muda itu seperti sudah rada mabuk ....
Jika tadi Ong-hujin serupa paduan antara perawan suci dan perempuan jalang, maka
sekarang sebagian yang perawan suci itu entah sudah hilang ke mana. Dengan
jari-jemarinya yang halus lentik ia membelai perlahan rambut di pelipis Sim Long,
tuturnya pula dengan lembut, ”Seorang lagi bernama Coh Bin-kim, dia mahir
mengilang arak, juga mahir mencampur arak. Dia sanggup mencampur berbagai
jenis arak menjadi semacam arak yang sangat sedap. ̈
”Wah, agaknya orang ini pun seorang penikmat! ̈ ujar Sim Long tertawa. ”Dengan
honorarium besar kusewa kedua orang ini dan kutugaskan mereka ke lereng
pegunungan Hin-liong-san dan membuka sebuah taman hiburan Koayhoat-lim di
sana, di dalam Koay-hoat-lim ini selain ada macam-macam objek wisata yang
menarik juga tersedia arak paling terkenal, selain itu dengan sendirinya ada pula
puluhan gadis cantik dari daerah Kanglam yang mempertunjukkan nyanyi dan tari
untuk menghibur tetamu. Dengan sendirinya, bilamana perlu
mereka pun sanggup melakukan tugas tambahan yang lain. ̈
”Haha, bagus melulu taman hiburan Koay-hoat-lim ini saja sudah cukup memancing
kedatangan Koay-lok-ong, apalagi araknya dan gadisnya, tentu saja terlebih cocok
dengan seleranya, ̈ seru Sim Long dengan tertawa.
”Ya, maka pada musim rontok tahun yang lalu ia sudah pernah masuk ke dalam
Kwan satu kali dan tinggal selama setengah bulan di Koay-hoat-lim, tampaknya
merasa berat untuk tinggal pergi lagi. ̈
”Wah, jika aku pun pergi ke sana, bisa jadi aku juga akan lengket di sana, ̈ ujar Sim
Long. ”Engkau takkan lengket di sana, sebab di sana tidak terdapat diriku, ̈ kata Ong-
hujin dengan senyuman memikat. Lalu untuk sejenak di dalam rumah tidak terdengar
sesuatu suara apa pun.
Kemudian Ong-hujin berkata lagi dengan perlahan, ”Sepuluh hari lagi dapatlah kau
lihat dia. ̈ ”Sepuluh hari? ̈ Sim Long menegas. ”Wah, selama sepuluh hari pasti akan
terasa panjang sekali bagiku. ̈ ”Dan engkau mesti ingat, sebutan Koay-hi-ong (raja
gembira), Koaylok-ong (raja girang), Koay-hoat-ong (raja senang) dan sebagainya
adalah nama pemberian orang kepadanya, pada waktu engkau berjumpa dengan dia
jangan sekali-kali kau sebut dia dengan julukan demikian, ̈ pesan Ong-hujin.
”Lantas harus kusebut apa kepadanya? Apakah kusebut dia Locianpwe .... Aduh .... ̈
Mendadak Sim Long menjerit, jeritan serupa orang digelitik, setiap orang yang
berpengalaman tentu tahu apa yang terjadi .... *****
Sepanjang jalan seratusan li dari kota Lanciu menuju ke Hin-liongsan, sejauh mata
memandang hanya tanah tandus belaka, meski lagi musim semi juga tidak kelihatan
pemandangan indah sedikit pun.
Tapi ketika dekat dengan kaki gunung Hin-liong itu, mendadak pemandangan alam
berubah sama sekali, di mana-mana kelihatan pepohonan menghijau permai,
segenap keindahan musim semi seolah-olah terkumpul seluruhnya di sini.
Di sebelah barat Hin-liong-san ada lagi sebuah gunung dengan nama Ji-in-san, di
tengah kedua gunung itu ada sebuah sungai, secara alamiah terbentuk menjadi
sungai yang memisahkan kedua gunung, untuk pelintasan sungai terdapat sebuah
jembatan gantung dengan nama In-liong-kio atau jembatan naga di tengah awan.
Dan Koay-hoat-lim atau hutan gembira, yang dijadikan taman hiburan itu terletak di
lereng kedua gunung itu. Sebuah kebun luas dengan pemandangan alam yang
permai. Sungai kecil tersebut menebus tengah taman diapit pepohonan Yangliu di
tepi kanan kiri.
Kecuali pepohonan yang rimbun hampir tidak terlihat sesuatu lagi di taman luas ini,
tapi bilamana berjalan menyusuri pepohonan Yangliu di tepi sungai, dapatlah terlihat
ada jembatan gantung serta beberapa ujung rumah yang menongol di balik
pepohonan sana.
Waktu itu menjelang senja. Dua gadis cilik dengan berseri-seri sambil bernyanyi kecil
lagi turun dari jalan setapak dari lereng sana. Tangan mereka membawa cerek
keramik kecil berbentuk antik, cerek itu berisi air sumber yang baru diambilnya dari
mata air sana.
Mereka memakai baju merah, wajah mereka yang berseri juga bersemu merah, sorot
mata mereka bersinar, tampaknya sangat bergairah oleh karena ada sesuatu urusan
yang istimewa. Kerlingan mata gadis yang sebelah kiri serupa Jun-sui (air musim
semi), dan mata gadis sebelah kanan serupa Beng-cu (mutiara).
Si Jun-sui mendadak berhenti bernyanyi, lalu menggigit bibir dan tersenyum seperti
lagi memandang cahaya senja yang indah di kejauhan, tapi sebenarnya apa pun
tidak terlihat olehnya.
Beng-cu meliriknya sekejap, katanya dengan tertawa, ”Setan cilik, kutahu apa yang
sedang kau pikirkan. ̈ ”Oo, memangnya engkau ini cacing pita di dalam perutku? ̈
sahut Jun-sui. Mendadak Beng-cu mengilik-ngilik pinggang Jun-sui sehingga Jun-sui
tertawa geli sampai menungging, serunya dengan napas terengah, ”Ampun Cici
yang baik. ̈
”Boleh juga kuampuni, tapi harus kau bicara terus terang, kau memikirkan dia,
bukan? ̈ ”Dia ... dia siapa? ̈ sahut Jun-sui sambil berkedip-kedip. ”Setan cilik, berani
berlagak tidak tahu? .... ̈ tangan Beng-cu lantas menggelitik lagi sehingga Junsui
kembali menggeliat-geliat pula.
”Ampun, Cici, aku tidak berani lagi .... ̈ teriak Jun-sui. ”Kutahu si dia yang
dimaksudkan Enci Beng-cu adalah ... adalah Kongcu yang baru datang pagi tadi itu. ̈
”Nah, coba katakan lagi, kau pikirkan dia bukan? ̈ tanya Beng-cu pula. ”Ya ... ya, tang
... tanganmu .... ̈ keluh Jun-sui. ”Karena sudah mengaku, baiklah kuampunimu, ̈ kata
Beng-cu sambil menarik tangannya. Jun-sui masih terengah, mukanya merah serupa
cahaya senja. Ia menaruh teko di tanah dan berduduk di tepi jalan dengan tubuh
lemas.
Sambil meliriknya Beng-cu berkata pula, ”Setan cilik, melihat tingkah lakumu ini,
tentu hatimu tergelitik dan lagi berahi bukan? ̈ ”Gara-garamu, ̈ omel Jun-sui dengan
menggigit bibir. ”Tanganmu .... ̈ ”Tanganku kenapa, jika tangannya kan .... ̈
mendadak muka Bengcu sendiri menjadi merah juga. ”Kongcu itu .... Ai, anak
perempuan mana yang tidak kepincuk padanya, asal pernah melihat dia sekejap,
anak perempuan mana yang dapat melupakan dia .... ̈ Jun-sui bicara seperti
mengeluh, tapi mata terbelalak seperti lagi mimpi.
Lalu ucapnya pula seperti lagi mengigau, ”Terlebih senyumnya itu .... Ai, Enci
Beng-cu, apakah kau perhatikan senyumnya, aku menjadi tidak ... tidak bernafsu
makan. ̈
”Tapi ... tapi aku tidak memerhatikan senyumnya, ̈ kata Beng-cu. ”Ah, dusta .... ̈ ujar
Jun-sui. ”Pada waktu kau tuangkan teh baginya, dia memandangimu dengan
tersenyum, hampir saja cangkir teh terlepas dari tanganmu, memangnya kau kira aku
tidak tahu? ̈
Muka Beng-cu tambah merah, ”Setan kau .... ̈ ”Ah, kenapa mesti malu? Lelaki
semacam dia, jangankan kita, sampai bibi Junkiau kita yang sudah berpengalaman
juga terpikat melihat dia. ̈
Akhirnya Beng-cu tertawa juga, ”Ya, tampaknya dia ingin ... ingin mencaploknya
bulat-bulat, kulihat Li-toasiok (paman Li) kita menahan gusar dengan muka masam. ̈
”Sebelum kulihat dia, ̈ demikian Jun-sui bergumam, ”sungguh aku tidak percaya di
dunia ini ada lelaki menyenangkan begini. Senyumnya, matanya, sikapnya yang
kemalas-malasan seakan-akan segala urusan tidak menjadi soal baginya ... semua
itu, asooi! ̈
Beng-cu menghela napas, ”Cuma sayang orang sudah ada yang punya. ̈ ”O,
maksudmu nona yang bernama Hiang apa itu? ̈ tanya Jun-sui. ”Ya, namanya
Ci-hiang, ̈ kata Beng-cu. ”Huh, ̈ Jun-sui mencibir, ”mana dia setimpal baginya. Coba
kau lihat mulutnya itu, sepanjang hari terus moncong melulu seperti dia paling cantik
sendiri. Padahal, melihatnya saja aku mual. ̈
”Tapi dia memang ... memang ayu .... ̈ ”Ayu apa, paling banyak juga cuma siluman
rase .... ̈ mendadak ia berdiri dengan pinggang meliuk. ”Padahal dalam hal apa kita
lebih asor daripada dia? Terutama ... terutama pahamu, kutanggung sekali pandang
saja dia pasti akan semaput. ̈ ”Setan alas, kapan pernah kau lihat pahaku? ̈ omel
Beng-cu dengan muka merah.
”Pernah, waktu kau mandi, ̈ tutur Jun-sui dengan terkikik, ”diamdiam aku mengintip
dari luar, kulihat engkau sedang ... sedang .... Wah, bentukmu itu sungguh sangat
menarik. ̈
Beng-cu mengomel sambil menubruk maju, cepat Jun-sui angkat teko tadi dan lari.
Maka terjadilah kejar-mengejar dengan cepat, namun air dalam teko tidak tercecer
setetes pun.
*****
Pada saat itu juga di bawah pepohonan yang rimbun di kaki bukit sana juga ada
seorang perempuan dan seorang lelaki sedang kasakkusuk, suara bicara mereka
sangat lirih, seperti khawatir didengar orang lain.
Lelaki itu berusia 40-an, namun dandanannya serupa anak muda berumur likuran,
pakai baju panjang warna biru safir dengan ikat kepala warna yang sama, malahan
ikat kepala biru dihiasi sepotong batu zamrud, pakai ikat pinggang tali sutra hijau dan
pada ikat pinggang tergantung sebuah pot tembakau dengan pipanya, perawakannya
jangkung dengan raut muka yang lonjong, matanya
setengah tertutup dan berulang-ulang menguap serupa orang yang selalu mengantuk.
Yang perempuan juga sudah setengah baya namun tetap kelihatan cantik menarik,
mata alisnya selalu memperlihatkan kerlingan yang memabukkan lelaki.
Di bawah cahaya senja dia kelihatan sangat cantik, kecantikannya inilah senjata yang
selalu dipupuknya untuk melayani lelaki. Matanya yang jalang kelihatan sedang
melirik kian kemari, ingin tahu apakah di sekitarnya ada orang mengintip atau tidak.
Lelaki itu masih terus menguap, katanya kemalas-malasan, ”Orang lagi kantuk dan
ingin tidur sebentar, sengaja kau seret ke sini, kita kan suami-istri resmi, memangnya
perlu semokel dan main di sini? ̈ Meski muka si perempuan tidak merah, tapi sengaja
bersikap malumalu genit, omelnya, ”Cis, siang dan malam yang kau pikirkan selalu
urusan begituan melulu. ̈
”Eh, apa jeleknya urusan ini? ̈ ujar si lelaki sambil memicingkan mata dengan
tertawa. ”Bukankah kau pun selalu minta, semalam juga .... ̈
”Sudahlah, Tuanku, orang lain kelabakan setengah mati, kau sengaja bergurau
malah? ̈ gerutu si perempuan. ”Apa yang membuatmu kelabakan? ̈ tanya si lelaki.
”Hendaknya kau ingat, sekarang engkau bukan lagi tuan muda yang dapat berbuat
sesukamu, tapi apa yang kita makan, minum dan pakai, semuanya berkah orang
lain. ̈
sambung jilid 26
Jilid 26
”Tapi hidup kita kan juga tidak jelek, ̈ ujar si lelaki dengan tertawa.
”Justru tidak jelek, maka aku merasa khawatir, ̈ ujar si perempuan.
”Coba kau pikir, untuk apa bocah she Sim itu datang kemari? Jauh-
jauh dia datang ke sini apakah cuma untuk pesiar saja? ̈
Lelaki itu menguap lagi dan berkata, ”Masa tidak boleh datang
main-main saja? ̈
”Ai, engkau ini sungguh tuan muda yang linglung, ̈ omel si
perempuan.
”Jika aku tidak linglung masakan bisa kecantol padamu? ̈ kata si
lelaki dengan tertawa.
”Huh, kalau engkau tidak linglung, mana bisa harta kekayaan
keluargamu sebanyak itu kau ludeskan begitu? ̈ kata si perempuan.
”Masa engkau belum lagi tahu bahwa kedatangan bocah she Sim ini
adalah atas suruhan Ong-hujin agar mengambil alih pengelolaan
Koay-hoat-lim ini? Sebab itulah ketika kita tanya dia untuk keperluan
apa dia datang kemari, bukankah dia menjawab dengan tidak jelas
dan pakai alasan yang sukar dimengerti. ̈
Agaknya si lelaki jadi melengak, lalu berkata pula, ”Ah, kukira tidak
segawat itu .... ̈
”Memangnya sudah kau lupakan kehidupan kita yang menderita
selama beberapa tahun itu, mungkin kau lupa, tapi aku tidak, aku
pun tidak ingin mengulangi hidup susah lagi, ̈ kata si perempuan
dengan gemas. ”Jika dia datang untuk membikin periuk nasi kita
pecah berantakan, betapa pun harus kita kerjai dia. ̈
”Ah, tidak, mana bisa jadi begitu, tampaknya orang she Sim itu
bukanlah manusia demikian, ̈ ujar si lelaki.
”Huh, jika kau pintar menilai orang, tentu dahulu engkau tidak
tertipu, ̈ kata si perempuan. ”Pokoknya kalau tidak kau cari akal
untuk menghadapi dia, terpaksa aku harus berdaya. ̈
Kembali si lelaki menguap sehingga ingus dan air mata sama
merembes keluar, cepat ia mengeluarkan pipa tembakaunya untuk
udut, lalu berkata, ”Baiklah, sayang! Jika kau mau cari akal untuk
menghadapi dia, silakan cari saja. Apa pun yang akan kau lakukan
aku tentu setuju, asal saja jangan kau bikin kupakai topi hijau (lelaki
yang bininya menyeleweng disebut memakai topi hijau). ̈
”Ai, dasar! ̈ omel si perempuan sambil mencolek dahi si lelaki.
Setelah udut, agaknya semangat si lelaki lantas pulih kembali,
mendadak ia merangkul pinggang si perempuan dan diciumnya, lalu
direbahkan di tanah terus hendak melaksanakan tugas.
Perempuan itu meronta dan berteriak, ”Oo, tidak, jang ... jangan di
sini. ̈
Di mulut bilang jangan tapi belum disuruh sudah lantas ambil posisi.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara ngikik tawa orang.
Cepat perempuan itu mendorong si lelaki dan berkata, ”Beng-cu dan
Jun-sui datang, lekas bangun! ̈
Dengan terengah lelaki itu berkata, ”Memangnya kenapa jika kedua
genduk itu datang kemari? Mereka kan sudah pernah melihat juga
adegan begini. Ayolah ... lekas .... ̈
Tapi dengan gesit seperti ular, perempuan itu memberosot keluar
dari rangkulan si lelaki.
Rupanya Jun-sui dan Beng-cu juga sudah melihat mereka, keduanya
tidak kejar-mengejar lagi.
Sambil membetulkan gelung rambutnya si perempuan tadi lantas
muncul dari dalam hutan, bentaknya, ”Budak gila, suruh kalian
mengambil air, kalian keluyuran ke mana saja, baru pulang
sekarang? ̈ ”Bibi Jun-kiau, soalnya Enci Beng-cu mengusik saja
sepanjang jalan, ̈ segera Jun-sui mengadu.
”Wah, setan cilik, malah aku yang dituduh mengusiknya, ̈ seru
Beng-cu. ”Dia sendiri sepanjang jalan terus omong yang tidak-tidak,
katanya .... ̈
”Katanya apa? ̈ tiba-tiba tuan muda Li-siauya muncul dari dalam
hutan dengan muka masam. ”O, tidak .... ̈ cepat Beng-cu menunduk
sambil melelet lidah.
”Lekas menyeduh teh, ̈ kata Li-siauya pula. Jun-sui mengedipi
Beng-cu, ”Kutahu sebab apa Li-siauya marah, soalnya kita telah
mengacaukan .... ̈
Belum lanjut ucapannya ia terus berlari pergi sambil tertawa ngikik.
Setelah melintasi hutan dan menyeberangi sebuah jembatan kecil,
tertampak tiga buah rumah dengan dinding papan hijau dan kerai
bambu yang menutupi jendela, di balik kerai lamat-lamat sudah ada
cahaya lampu. Pintu tertutup, tiada sesuatu suara di dalam. Setiba di sini
langkah Jun-sui dan Beng-cu lantas dibikin perlahan. Sambil menggigit
bibir Jun-sui mendesis sambil menatap daun pintu,
”Coba lihat, santap malam saja tidak makan lantas menutup pintu,
apa saja yang mereka lakukan di dalam? ̈
”Ya, sungguh berengsek, ̈ omel Beng-cu dengan muka merah.
”Jangan kau maki dia, jika engkau yang menemani Sim-kongcu,
mungkin pintu akan kau tutup terlebih dini, ̈ ujar Jun-sui dengan
tertawa. ”Dan kalau aku, bisa jadi tiga-hari-tiga-malam tanpa
membuka pintu juga tidak menjadi soal. ̈ ”Setan cilik, masakah nasi
pun tidak kau makan? ̈ omel Beng-cu sambil terkikik.
”Makan nasi? Apa artinya makan nasi? ̈ jawab Jun-sui sembari
mendekati pintu dengan langkah perlahan.
”He, setan cilik, kau ... kau mau apa? Ingin mengintip? ̈ ”Ssst, ̈
Jun-sui memberi tanda jangan bersuara. ”Jangan keraskeras, coba
kau pun melihatnya. ̈
Muka Beng-cu tambah merah, ”Tidak, aku tidak mau! ̈
Di mulut dia bilang tidak mau, tapi kakinya lantas melangkah ke dekat
jendela. Sekonyong-konyong pintu terbuka. Seorang pemuda tampan
berbaju ringan dan berkasut tipis muncul
sambil menyapa, ”Ah, kukira kucing, rupanya kedua nona. ̈
Seketika Jun-sui dan Beng-cu melongo, tubuh kaku, mata juga kaku,
mereka berdiri seperti patung dan memandang lurus padanya. ”Tentu
kalian lelah menimba air, apakah perlu kubantu, ̈ tanya pula
si Kongcu muda dengan tertawa.
”O, ti ... tidak perlu, banyak terima kasih Sim-kongcu. ̈ jawab Bengcu
dengan tergagap. ”Bila makan malam sudah siap, harap nona suka
memberi tahu, ̈
kata Sim-kongcu itu. Beng-cu mengiakan, mendadak ia membalik
tubuh terus lari secepat terbang.
Dengan sendirinya Jun-sui ikut lari, sesudah sekian jauhnya baru
Jun-sui bertanya, ”Kenapa kau lari? ̈
”Aku tidak ... tidak tahan, ̈ jawab Beng-cu. ”Ia pandang diriku begitu
rupa, bila terpandang sekejap lagi, tentu aku akan semaput. ̈
”Mendingan engkau masih dapat bicara dengan dia, aku justru tidak
sanggup bersuara sama sekali, ̈ ujar Jun-sui. ”Kau baru akan
semaput, aku ... aku boleh dikatakan sejak tadi sudah semaput. ̈
Sim-kongcu yang disebut mereka itu dengan sendirinya ialah Sim
Long.
Dengan tersenyum Sim Long memandangi kepergian kedua genduk
kenes itu. Ia merapatkan pintu lagi, maka di dalam rumah hanya
tinggal dia dan Ci-hiang yang berbaring di tempat tidur sana.
Ci-hiang sudah bersolek dengan lebih cantik. Dandanannya sangat
serasi, bajunya lunak dan enak dipakai, sikapnya yang kemalasan
serupa seorang Siocia, seorang putri atau nyonya muda keluarga
hartawan, siapa pun pasti tidak menyangka dia hanya seorang
genduk, sampai dia sendiri seolah-olah juga melupakan hal ini.
Saat itu, jari kakinya yang dicat warna merah dari getah bunga
mawar itu sedang menggoda seekor kucing kecil berbulu putih tebal,
kucing Persi yang meringkuk di ujung tempat tidur.
Mata Ci-hiang juga serupa mata si kucing lagi menatap Sim Long,
tiba-tiba ia berkata dengan menghela napas, ”Ai, apakah kau tahu
aku hampir gila lantaran dirimu. ̈
”Oo, sebab apa? ̈ jawab Sim Long.
”Sebab ... sebab engkau sungguh seorang lelaki yang maha aneh. ̈
”Aku sendiri merasa
keanehanku? ̈
diriku
sangat
normal,
di
mana
letak
”Jika engkau tidak aneh, di dunia ini tentu tidak ada orang aneh
lagi. ̈
”Di mana keanehanku? Hidungku tumbuh kurang benar? Atau
mataku juling? Atau alisku tumbuh di bawah mata? Atau .... ̈
”Hidungmu tidak aneh, matamu juga tidak aneh, cuma hatimu .... ̈
”Di mana letak keanehan hatiku? ̈
”Jika hati manusia semuanya terjadi dari daging, hanya hatimu
terbuat dari baja. ̈
”Dari mana datangnya baja? Ah, barangkali ada bandul timbangan
yang kutelan? ̈
”Jika hatimu bukan terbuat dari baja, mengapa pada waktu
berangkat sama sekali engkau tidak memberi tegur-sapa kepada
nona Cu, sungguh aku berduka baginya. ̈
”Jika toh harus berpisah untuk apa menyapanya? Biarlah tegur-sapa
ini kusimpan saja sampai pulang nanti, bukankah akan lebih baik? ̈
Ci-hiang berkedip-kedip, katanya dengan tertawa, ”Baiklah, anggap
cukup baik alasanmu. Tapi ... tapi sepanjang jalan ini engkau selalu
berduduk saja di dalam kereta, melongok sekejap keluar saja tidak.
Jika hatimu bukan terbuat dari baja, masa kau tahan? ̈
”Jika kulongok keluar jendela, bila kebetulan melihat orang yang ada
sangkut pautnya denganku, mungkin aku takkan jadi datang ke sini,
maka terpaksa aku tidak melongok keluar. ̈
”Baik, anggap kau benar, tapi ... tapi sepanjang jalan aku tidur di
sampingmu, dan engkau sama sekali tidak tergerak, apa lagi hatimu
kalau bukan terbuat dari baja? Atau mungkin terbuat dari batu? ̈
”Jika aku tidak bergerak, engkau saja yang bergerak kan sama saja, ̈
ujar Sim Long dengan tertawa.
Maka Ci-hiang menjadi merah, ”Apa gunanya aku bergerak, sialan ....
Engkau serupa orang mampus saja, bahkan ... bahkan tidak bisa
membandingi kucing ini. ̈
Waktu jari kakinya menyungkit perlahan, benar juga kucing itu
bersuara ”meong ̈ terus melompat ke dalam pangkuannya.
”Nah, coba lihat, mengapa engkau tidak meniru kucing ini? ̈ kata Ci-
hiang.
”Wah, mana boleh kutiru dia? Kucing ini kan betina? ̈ ujar Sim Long
dengan tertawa.
Serentak Ci-hiang melompat bangun dan menatap Sim Long dengan
mendongkol.
Sampai sekian lama ia melotot, akhirnya ia menghela napas panjang
dan menggerutu, ¡Wahai Sim Long, orang macam apakah dirimu ini,
sungguh aku tidak mengerti. ̈
”Sampai aku sendiri pun tidak mengerti, tentu saja engkau terlebih
tidak mengerti, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Ai, orang seperti dirimu ini, sungguh aku tidak tahu mengapa Hujin
dapat memercayaimu. ̈
”Yang tidak dipercayai dia seharusnya dirimu, ̈ kata Sim Long.
”Huh, jangan kau bicara demikian, memangnya engkau benar
menyukai dia? Hm, aku tidak percaya. Engkau lagi berdusta padanya.
Pada suatu hari tentu akan kubongkar kepalsuanmu. ̈
”Jika dia yang
kepalsuannya? ̈
menipuku,
apakah
kau
mau
membongkar
”Dia menipumu dalam hal apa? ̈
”Coba jelaskan. Duta Koay-lok-ong yang banci itu kan sudah jelas
kabur dengan menggondol Pek Fifi, mengapa dia tetap bilang si
banci masih dipenjarakan olehnya? Memangnya dia sengaja
menghendaki si banci membongkar rahasiaku di depan Koay-lokong,
bukankah maksud tujuannya hanya ingin supaya aku bertempur
mati-matian dengan Koay-lok-ong? ̈
Air muka Ci-hiang ternyata tidak berubah, tuturnya dengan tenang,
”Caramu berpikir ternyata sangat lucu, namun engkau telah salah
duga. ̈
”Di mana letak salah dugaku? ̈ tanya Sim Long.
”Bukanlah engkau orang yang pintar? ̈
”Orang pintar terkadang juga bisa keblinger. ̈
”Kau tahu meski benar si banci itu sudah kabur, tapi Hujin tidak
berdusta padamu, ia bilang si banci pasti takkan bertemu dengan
Koay-lok-ong untuk selamanya, hal ini memang benar. ̈
”Jika dia berhasil kabur, masakah tidak dapat bertemu dengan Koay-
lok-ong? ̈
”Orang yang kabur kan juga bisa mati? ̈
”O, maksudmu si banci sudah keracunan dan sebelum bertemu
dengan Koay-lok-ong dia akan mati lebih dulu serupa orang-orang
yang baru tiba di Jin-gi-ceng dan segera mati itu? ̈
”Jadi engkau sudah paham sekarang? ̈
”Aku tetap tidak paham, ̈ ujar Sim Long. ”Mengapa ia membiarkan
Pek Fifi ikut dibawanya ke tempat Koay-lok-ong, memangnya dia
sengaja menggunakan ¡¥Bi-jin-keh¡¦ (akal wanita cantik) untuk
meruntuhkan Koay-lok-ong? ̈
”Bisa jadi begitu, ̈ ujar Ci-hiang.
Kembali Sim Long menghela napas, ”Cuma kasihan pada Pek Fifi, dia
sebenarnya seorang anak perempuan suci bersih. ̈
Mendadak mata Ci-hiang terbelalak. ”Kau suka padanya? ̈
”Tidak boleh kusuka padanya? ̈
”Boleh ... boleh .... ̈ mendadak Ci-hiang tertawa nyaring hingga
terpingkal-pingkal.
Sim Long tersenyum, katanya, ”Kutahu kalian tidak percaya kepada
siapa pun, sampai Coh Bin-kim dan Li Ting-liong suami-istri yang
bekerja bagimu juga tetap kalian kelabui, mereka sama sekali tidak
tahu untuk apa kudatang kemari, bahkan mereka sendiri tidak tahu
untuk apa mereka datang ke sini. ̈
”Jika mereka tahu, siapa yang berani menjamin mereka takkan
membocorkan rahasia Koay-hoat-lim kepada Koay-lok-ong? ̈ kata Ci-
hiang. ”Lebih-lebih si Jun-kiau itu .... Hm, perempuan semacam itu,
siapa yang percaya padanya pasti celaka. ̈
”Dirimu bagaimana? ̈ tanya Sim Long.
”Boleh coba kau terka, ̈ jawab Ci-hiang dengan tersenyum manis.
”Kurasa .... ̈ belum lanjut ucapan Sim Long, mendadak ia melompat
ke pintu sambil menarik daun pintu. Benar juga, Jun-kiau yang
setengah baya itu ternyata berdiri di luar pintu ....
*****
Rupanya makan malam sudah siap.
Santapan malam yang padat, araknya juga pilihan.
Coh Bin-kim memang ahli pencampur arak. Pada waktu mencampur
arak, sikapnya secermat tabib sakti yang sedang memegang nadi
pasiennya, seluruh perhatiannya tercurah ke dalam cawan arak.
Dandanannya sangat sederhana, rambutnya juga tidak teratur. Bila ia
berdiri di samping Li Ting-liong, tentu orang akan mengira dia adalah
pesuruh tuan muda Li kita.
Namun wajahnya tetap dingin, wajah yang tidak ada senyuman itu
kelihatan angkuh, jika melulu melihat wajahnya, orang tentu mengira
Li Ting-liong adalah budaknya.
Sim Long memandangnya tertawa, katanya, ”Sebelum bertemu,
sungguh tak kusangka Anda adalah orang semacam ini. Aku pun
mempunyai seorang teman tukang minum, dia sama sekali berbeda
daripada Anda. ̈
”Aku bukan tukang minum, ̈ kata Coh Bin-kim dengan ketus.
”Oo?! ̈ melengak juga Sim Long.
Li Ting-liong lantas menukas, ”Meski Coh-heng ini ahli mencampur
arak, tapi selain mencicipi pada waktu mencampur, biasanya sama
sekali dia tidak suka minum. ̈
”Jika Coh-heng tidak suka minum arak, mengapa suka mencampur
arak? ̈ tanya Sim Long dengan geli.
”Minum arak dan mencampur arak adalah dua hal tersendiri, ̈ jawab
Coh Bin-kim dingin. ”Minum arak hanya main-main saja, mencampur
arak adalah seni. Bila dapat mencampur beberapa macam arak jelek
menjadi minuman enak, itulah pekerjaan yang menyenangkan. Hal ini
sama halnya seorang pelukis mengatur warna lukisannya. Bilakah
Anda pernah melihat seorang pelukis makan lukisan buah karya
sendiri? ̈
Sim Long tercengang juga oleh komentar orang, ia berkeplok tertawa
dan berkata, ”Haha, ucapan bagus, perumpamaan yang tepat! ̈
”Dia memang seorang ajaib, ̈ tukas Jun-kiau mendadak sambil
tertawa nyekikik.
Pada waktu minum arak Li Ting-liong tampak sangat bersemangat, ia
angkat cawan ke kanan dan ke kiri tanpa berhenti, sama sekali tidak
dilihatnya bahwa kaki Jun-kiau telah menyelonong ke atas kaki orang
”ajaib ̈ ini.
Namun Sim Long dapat melihatnya.
Selain minumnya cepat, cara menuang Li Ting-liong juga tidak
kurang cepatnya, dengan sendirinya ia terlebih tidak tahu bahwa
sebelah tangan Jun-kiau telah menggerayangi tangan Sim Long di
bawah meja.
Hal ini telah dilihat oleh Ci-hiang, mendadak ia mendengus, ”Hm,
sungguh sayang. ̈
”Sayang apa? ̈ Jun-kiau berlagak ingin tahu.
”Sayang seorang hanya dilahirkan dengan dua tangan dan dua kaki,
sungguh terlalu sedikit, ̈ kata Ci-hiang,¡”Umpama dirimu, nona Jun-
kiau. Jika ... jika engkau dilahirkan dengan empat tangan dan empat
kaki, wah, alangkah senangnya. ̈
Betapa tebalnya kulit muka Jun-kiau tidak urung merah juga.
Ci-hiang mendengus pula, ”Nona Jun-kiau, mengapa mukamu
menjadi merah? Ah, jangan-jangan mabuk? .... Ya, pasti sudah
waktunya kita angkat kaki! ̈
Segera ia menarik Sim Long dan diajak keluar.
Sim Long menggeleng kepala dengan tertawa sesudah di luar, ”Meng
... mengapa .... ̈
”Jangan lupa, saat ini aku menyamar sebagai binimu, ̈ kata Ci-hiang.
”Apakah bini tua atau bini muda aku harus bertindak demikian, kalau
tidak kan tidak cocok lagi? ̈
”Untung aku tidak menikahimu benar-benar, ̈ ujar Sim Long sambil
menyengir.
Dan begitu Sim Long dan Ci-hiang angkat kaki seketika Jun-sui lantas
mengomel, ”Huh, rase garang, tentu dia tidak sabar menunggu lagi! ̈
Wajah Jun-kiau yang merah berubah menjadi masam, dampratnya,
”Siapa suruh kau banyak mulut? Ayo lekas membawa Li-siauya
pulang ke kamar. ̈
Jun-sui memicingkan sebelah mata dan berucap, ”Malam ini Siauya
tentu takkan mendusin lagi, bibi jangan khawatir. ̈
Lalu ia tarik Beng-cu, keduanya pergi dengan memapah Li Tingliong.
”Setan ... setan alas¡ ̈ omel Jun-kiau. Makiannya ternyata bernada
genit dan menggiurkan, rupanya makiannya itu selain ditujukan
kepada Jun-sui juga dialamatkan kepada Coh Bin-kim.
Sembari memaki ia pun menjatuhkan diri dalam pangkuan orang she
Coh itu.
Tapi Coh Bin-kim hanya memandangnya dengan dingin serupa orang
yang tidak dikenalnya.
”Apa yang kau pandang? Memangnya tidak pernah kau lihat? ̈ tanya
Jun-kiau dengan senyum memikat.
”Memang belum pernah kulihat, ̈ kata Coh Bin-kim.
”Ai, dasar lelaki tidak punya perasaan, ̈ omel Jun-kiau. ”Memangnya
bagian mana di tubuhku yang tidak pernah kau lihat sampai ratusan
kali? ̈
”Huh, baru sekarang kukenalmu dengan jelas, ̈ jengek Coh Bin-kim.
”Eh, ada apa ini? ̈ ujar Jun-kiau. ”Barangkali hari ini kau makan obat
sehingga caramu bicara selalu berbau kecut? ̈
”Coba jawab, apakah setiap lelaki tentu kau taruh minat padanya? ̈
tanya Coh Bin-kim.
Jun-kiau tertawa, ”Ah, kiranya engkau bukan minum obat melainkan
minum cuka. Ai, dasar tolol, masakah tidak dapat kau rasakan bila
mana aku ada
kepentinganmu.
̈
main
dengan bocah itu,
kan juga demi
”Hm, demi kepentinganku?! ̈
bocah she Sim itu datang, jika kita lantas dienyahkan, kan ... kan bisa
ama tentera
berabe. ̈
di sini, sekarang
”Coba pikir, kita bertiga hidup
n
m
”Huh, bila engkau sudah menaksir dia, tentu saja banyak alasanmu. ̈
”Jangan khawatir, ̈ ujar Jun-kiau dengan tertawa. ”Bocah she Sim itu
sudah tergoda oleh budak gasang Ci-hiang itu, andaikan aku mau
juga sukar turun tangan .... ̈
”Maka engkau sangat kecewa bukan? ̈ jengek Coh Bin-kim. ”Untung
masih ada akal lain meski akal ini gagal. ̈ ”Memangnya dapat kau
perkosa dia? ̈ ”Bukan perkosa, tapi dapat kubunuh dia. ̈ ”Bunuh dia?
kau berani? ̈ tertarik juga Coh Bin-kim. ”Tapi bila
diketahui Ong-hujin .... ̈
”Dengan sendirinya aku tidak perlu turun tangan sendiri, ̈ ujar Jun-
kiau dengan tertawa. ”Habis siapa yang hendak kau suruh
membunuhnya? ̈ ”Masa kau lupa siapa yang akan datang ke sini
besok? ̈ ”O, maksudmu ... Koay-lok-ong? ̈
”Betul, selain Koay-lok-ong, siapa pula yang dapat membunuh orang
dengan sesukanya. Jika bocah she Sim itu dibunuh Koay-lok-ong,
siapa pula yang berani membelanya? ̈
”Mana bisa Koay-lok-ong membunuh dia? ̈
”Dengan sendirinya aku mempunyai akal, jangan khawatir, ̈ kata
Jun-kiau lembut. ”Sekarang engkau tidak perlu memikirkan urusan
lain, tapi peluklah aku seeratnya ... ya, begitu ... lebih erat lagi .... ̈
Sementara itu Ci-hiang telah menyeret Sim Long kembali ke tempat
tinggalnya, setiba di depan pintu baru dilepaskan. Tapi sehabis dia
membuka pintu dan menoleh, Sim Long sudah menghilang lagi.
Tentu saja Ci-hiang mendongkol, terpaksa ia menunggu dengan
geregetan.
Ketika cahaya bulan mulai memancar dengan gemilangnya,
mendadak Sim Long melompat masuk menerobos jendela.
Dengan gemas Ci-hiang menggerutu, ”Baru sekarang kutahu betapa
pahitnya seorang istri menunggu kepulangan suami di rumah. ̈
”Menjadi suami juga tidak enak, meleng sedikit tentu akan pakai topi
hijau, maka lebih baik tidak kawin, bahkan lebih baik jangan
mendekati orang perempuan, ̈ kata Sim Long.
”Kenapa, memangnya perempuan sama dengan ular berbisa? ̈
”Meski bukan ular berbisa, tapi kebanyakan juga makhluk aneh. ̈
”Makhluk aneh? Di mana letak keanehan orang perempuan? ̈ tanya
Ci-hiang.
”Seorang perempuan biasanya mungkin kelihatan lemah lembut, tapi
bilamana dianggap kepentingannya dilanggar orang lain, seketika dia
bisa berubah menjadi lebih keji daripada ular. ̈
”Eh, barangkali engkau habis ketemu setan, maka begitu pulang
lantas bicara kata-kata setan begitu? ̈
”Meski tidak ketemu setan, tapi telah kudengar pembicaraan setan
yang menarik, ̈ tutur Sim Long dengan tersenyum.
Serentak Ci-hiang melompat bangun dengan muka merah, tanyanya,
”Ah, kiranya kau pergi mengintip dan mencuri dengar begituan! ̈
”Ai, dasar perempuan, mengapa perempuan selalu menaruh minat
besar terhadap urusan begituan? ̈ keluh Sim Long. ”Cuma sayang,
yang kudengar bukanlah apa yang kau sangka .... ̈
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, ”Yang kudengar adalah ada
rencana orang hendak membunuhku. ̈
”Jun-kiau maksudmu? Apakah dia sudah gila? ̈ seru Ci-hiang.
”Sebenarnya hal ini juga tidak dapat menyalahkan dia, ̈ ujar Sim
Long. ”Maksud kedatangan kita tidak jelas, pantas juga mereka
berprasangka. ̈
”Baik, akan kulihat dengan cara bagaimana dia akan membunuhmu. ̈
”Dengan sendirinya dia takkan turun tangan sendiri. Besok juga
Koay-lok-ong akan datang kemari, ̈ tutur Sim Long.
”Wah, lantas bagaimana baiknya? Kusadari memang tidak
seharusnya kuberi tahukan namamu padanya, segala urusan bisa
runyam. ̈
Serentak Ci-hiang melompat turun dari tempat tidur, memakai baju
terus hendak pergi.
”Kau mau pergi ke mana? ̈ tanya Sim Long.
”Ke mana? Dengan sendirinya hendak kusembelih dia lebih dulu. ̈
”Nah, betul tidak perkataanku tadi. Asalkan tahu kepentingannya
dilanggar orang, seketika perempuan bisa berubah menjadi sangat
keji dan berbisa. Jun-kiau begitu, kau pun sama. ̈
”Tidak kau bunuh dia, memangnya harus menunggu dia merusak
urusan kita? ̈
”Dia takkan merusak urusan apa pun. ̈
”Sebab apa? ̈
”Dia punya akal, aku kan juga ada akal, ̈ kata Sim Long. ”Aku lagi
bingung cara bagaimana supaya dapat mendekati Koay-lok-ong,
sekarang jadi kebetulan, dapat kuperalat akalnya .... ̈
Sampai di sini mendadak ia berhenti terus menjatuhkan diri ke
tempat tidur, selimut ditarik dan hendak tidur.
”Ayolah katakan, sambung terus! ̈ pinta Ci-hiang.
”Tidak boleh
kubeberkan. ̈
kukatakan
sekarang,
rahasia
alam
tidak
boleh
Waktu Ci-hiang bertanya pula, Sim Long ternyata sudah tidur, meski
didorong dan digoyang tetap tidak mau mendusin, serupa batu
belaka.
Akhirnya Ci-hiang letih sendiri, sambil mengomel terpaksa ia harus
tidur juga. Tapi ketika mendusin, Sim Long sudah menghilang.
Pagi itu hawa sejuk, dedaunan masih basah oleh air embun, suara
burung berkicau merdu.
Sim Long bersedekap dan berjalan-jalan di tengah hutan, tampaknya
sangat iseng dan juga gembira. Sekalipun dalam hatinya
menanggung beribu persoalan yang sukar tertampak dari luar.
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang cepat menerobos
hutan.
Sim Long tersenyum dan bergumam, ”Pagi amat datangnya. ̈
Sekali melejit, ia melompat ke atas dahan pohon yang cukup tinggi,
ketika ia memandang ke bawah, tertampaklah muncul dua ekor kuda
yang dilarikan secepat terbang.
Kedua penunggangnya memakai mantel hijau bersulam bunga emas
dan berkibar tertiup angin. Tangkai pedang tampak menongol di atas
pundak, pita merah hiasan tangkai pedang juga beterbangan tertiup
angin, dipandang dari atas sungguh sebuah lukisan yang indah.
Kedua orang ini selain mahir menunggang kuda, tampaknya juga
sudah hafal jalannya, mereka menyusuri hutan ini dan langsung
menuju ke tempat tinggal Li Ting-liong.
Jun-kiau sudah pulang di rumah, dia berada di loteng dan sedang
melambaikan sehelai selendang sutra terhadap kedua pendatang.
Dari jauh terlihat oleh Sim Long kedua penunggang kuda itu turun di
depan rumah dan disambut Jun-kiau dengan akrabnya, ketiganya
bicara dan tertawa, entah apa yang dipercakapkan mereka,
mendadak sikap kedua penunggang kuda itu berubah.
Seorang di antaranya seperti berteriak dengan beringas, ”Apa betul? ̈
Jun-kiau tampak mengangguk. Serentak kedua penunggang kuda
lantas membalik, arah yang dituju adalah tempat tinggal Sim Long
dan kebetulan Sim Long memang sedang menunggunya di tengah
jalan.
Saat ini ia yakin benar kedua penunggang kuda ini pasti anak buah
Koay-lok-ong, anggota ke-36 penunggang kuda Angin Ribut. Mereka
masih muda dan tangkas, dari langkah mereka yang gesit, jelas
kungfu mereka tidak lemah. Tapi Sim Long tidak tahu sesungguhnya
Jun-kiau berkata apa kepada mereka.
Dilihatnya kedua orang itu makin mendekat. Ketika kedua orang
sampai di bawah pohon barulah Sim Long berseru mendadak dengan
tertawa, ¡”Haha, apakah kalian mencari orang?¡ ̈
Kedua orang itu terkejut dan serentak berhenti sambil meraba
pedang, mereka mendongak, gerak-gerik kedua orang sama, bahkan
suara bentakan kedua orang dicetuskan berbareng.
”Siapa? ̈ demikian bentak mereka, dan baru bersuara segera mereka
melihat Sim Long yang menongkrong di dahan pohon itu.
Dahan pohon bergoyang-goyang tertiup angin, tubuh Sim Long juga
ikut terbuai kian kemari seperti setiap saat dapat jatuh ke bawah.
Dengan sendirinya anak buah Koay-lok-ong dapat membedakan
kualitas lawan mereka, tapi tidak menjadi gugup.
Diam-diam Sim Long memuji, ”Nyata di bawah panglima yang lihai
tidak ada prajurit yang lemah. ̈
Dilihatnya usia kedua orang itu baru likuran, semuanya berhidung
tinggi, bermata besar, dandanan kedua orang juga serupa, mantel
hijau bersulam emas, berbaju satin ringkas, bagian dada baju
masing-masing sama terhias sebuah cermin pelindung hulu hati,
hanya huruf yang terukir pada cermin masing-masing tidak sama,
orang sebelah kiri pakai huruf ”tujuh ̈ dan yang kanan tertulis
”delapan. ̈ Rupanya inilah nomor pengenal barisan ke-36 jago Angin
Ribut.
”Jago Angin Ribut, sungguh gagah perkasa! ̈ ucap Sim Long dengan
tertawa.
”Siapa kau? ̈ bentak jago nomor tujuh tersebut.
”Jika kalian hendak mencari orang, tentu diriku ini yang hendak
kalian cari, ̈ jawab Sim Long.
Kedua orang saling pandang sekejap, tangan yang meraba pedang
sudah siap memegang tangkai pedang.
”Engkau inikah orang yang hendak mencari Ongya kami? ̈ bentak si
jago kedelapan.
Diam-diam Sim Long merasa geli, semula tidak diketahuinya apa
yang dikatakan Jun-kiau kepada mereka, kiranya perempuan itu
mengadu bahwa dirinya hendak mencari perkara kepada Koay-lok-
ong. Meski cara mengadu domba ini sangat sederhana, tapi juga
paling efektif untuk membunuh orang dengan meminjam tangan
orang lain.
Sim Long tertawa, jawabnya kemudian, ”Jika kubilang bukan, tentu
kalian takkan percaya, bila kujawab ya, kalian juga belum tentu mau
percaya. Maka ya atau bukan boleh terserah kepada keputusan kalian
sendiri. ̈
Kembali kedua orang itu saling mengedip mata dan berucap
berbareng, ”Bagus, bagus sekali! ̈
Lalu mereka terus membalik tubuh dan melangkah pergi.
Hal ini berbalik di luar dugaan Sim Long malah. Selagi ia tercengang,
sekonyong-konyong terdengar suara ”crit-crit ̈ dua kali. Dua batang
panah kecil menyambar dari balik mantel kedua orang itu langsung
mengarah tenggorokan Sim Long.
Sambaran kedua anak panah ini cukup kuat, tapi sekali tangan Sim
Long meraih kedua panah itu sudah terpegang olehnya. Ia tersenyum
dan berkata, ”Haha, terima kasih atas hadiah kalian ini. ̈
Ketika tangannya bergerak lagi, kontan kedua anak panah itu
menyambar balik ke sana, menyambar terlebih cepat dan lebih keras.
Cepat kedua penunggang kuda itu menggeser mundur, ”creng ̈,
pedang lantas dilolos.
Tapi kedua anak panah itu seperti sudah tahu tempat pedang
mereka, baru terlolos, ”tring-tring ̈, ujung pedang mereka tepat
terkena panah, pedang tergetar dan menerbitkan suara mendenging.
Di tengah suara mendenging itu sinar pedang lantas berkelebat juga,
pedang yang satu menebas dahan dan pedang lain menebas kaki.
”Haha, 13 jurus Angin Ribut memang boleh juga, ̈ seru Sim Long
tertawa.
Baru habis ucapannya, dahan pohon pun putus, namun kakinya tidak
putus, dengan enteng dan anteng ia sudah duduk lagi di dahan
pohon yang lain dan tersenyum terhadap kedua lawan.
Kedua jago Angin Ribut itu tidak mampu tertawa lagi, muka
keduanya berubah kelam, mereka sadar kungfu orang jauh di atas
mereka.
Akan tetapi ke-36 jago Angin Ribut anak buah Koay-lok-ong biasanya
cuma kenal maju dan tidak boleh mundur, apalagi ke-13 jurus Angin
Ribut andalan mereka itu baru dikeluarkan satu jurus saja.
Baru saja kaki mereka menyentuh tanah, serentak mereka melompat
lagi ke atas, sinar pedang bertaburan, secepat kilat mereka menebas
dari kanan dan kiri, mengarah dada dan punggung Sim Long.
Mendadak tubuh Sim Long anjlok ke bawah, tepat menerobos di
tengah sambaran sinar pedang, malahan kedua tangan Sim Long
tidak menganggur, berbareng ia tolak bawah kaki kedua orang itu.
Ketika Sim Long hinggap di tanah, kedua jago Angin Ribut itu
berbalik ditolak ke atas dahan pohon, terdengar suara gemeresak,
sebagian ranting pohon sama patah diterjang mereka.
Meski agak kelabakan, kedua orang itu tidak menjadi bingung, sinar
pedang lantas menusuk ke bawah dengan lebih cepat, keji dan jitu.
Tapi Sim Long lantas melayang lagi ke atas di tengah sambaran
pedang, ketika kedua orang tadi berada di bawah, Sim Long sendiri
sudah berduduk kembali di atas dahan pohon, katanya dengan
tersenyum, ”Lain kali bila melompat ke atas lagi hendaknya hati-hati
atas mantel kalian, kan sayang bila terobek. ̈
Kedua jago Angin ribut itu meraung murka, sekali lagi ia menerjang
ke atas.
Dan begitulah seterusnya sampai tujuh atau delapan kali naik-turun,
ujung baju Sim Long tidak tersentuh, sebaliknya mantel kedua jago
Angin Ribut telah robek tak keruan karena kecantol oleh ranting
pohon.
Tentu saja kedua orang itu mandi keringat, mata merah beringas,
ikat kepala juga penuh ranting kecil, bahkan sepatu mereka sempat
dicopot oleh Sim Long.
Tapi dengan nekat kedua orang itu masih ingin mengadu jiwa.
Sim Long mengangguk dan memuji, ”Ehm, boleh juga kalian! ̈
Sekali ini dia tidak menunggu orang menerjang ke atas, tapi terus
melompat turun.
Kedua orang itu berbalik terkejut, namun pedang mereka tetap
berputar dengan teratur dan menyerang tanpa kendur sedikit pun.
Serangan sekarang baru benar-benar kungfu andalan mereka, betapa
cepat gerak serangan mereka sehingga sukar diketahui ke arah mana
pedang mereka menusuk.
Namun Sim Long tidak perlu mengetahui arah serangan mereka.
Mendadak kedua telapak tangan mencakup, tahu-tahu pedang
mereka terjepit, ”krek-krek ̈, pedang mereka sama patah.
Waktu tangan Sim Long membalik, kedua potong pedang patah yang
dipegangnya terus menyambar ke sana, ”cret-cret ̈, dengan tepat
ujung pedang patah itu menancap di ikat kepala kedua jago Angin
Ribut.
Betapa nekat kedua orang itu, sekarang mereka pun tidak berani
melawan lagi, mereka memandang Sim Long dengan melongo sambil
memegang pedang kutung. Sungguh mereka tidak habis mengerti
dari mana pemuda yang berusia sebaya mereka memiliki kungfu sakti
begini?
Sim Long juga memandang mereka dengan tersenyum, ”Bagaimana,
mau berkelahi lagi? ̈
”Tidak, ̈ jawab kedua orang itu berbareng setelah saling pandang
sekejap.
”Jika tidak, boleh pulang saja, ̈ kata Sim Long.
”Baik, kami pulang, ̈ ucap kedua orang itu, mendadak mereka
memutar balik ujung pedang patah terus menikam dada sendiri.
Agaknya Sim Long sudah menduga akan tindakan mereka ini,
serentak ia pun turun tangan, ”trang ̈, kedua pedang patah orang itu
tergetar jatuh ke tanah.
”Ken ... kenapa kau .... ̈ seru kedua orang itu dengan suara parau.
”Tidak menang biar mati, anak buah Koay-lok-ong sungguh keras
hati, ̈ kata Sim Long.
”Pedang ada orang ada, pedang patah orang gugur, inilah peraturan
perguruan kami, ̈ teriak salah seorang jago Angin Ribut itu dengan
beringas.
Sim Long tersenyum, ”Tapi apa alangannya kalian pulang dan lapor
kepada Ongya kalian bahwa orang yang mengalahkan kalian ini
bernama Sim Long, kuyakin Ongya kalian pasti takkan marah kepada
kalian. ̈
”Sim Long?! ̈ kedua orang itu mengulang nama itu sambil saling
pandang sekejap. Habis itu mendadak ia membalik tubuh terus
berlari pergi.
*****
Cahaya sang surya memancar ke dalam kamar, menyinari tubuh Ci-
hiang yang masak dan padat itu, tubuh yang penuh gairah.
Hampir telanjang bulat tubuhnya, ia memeluk selimut erat-erat dan
meringkuk di tempat tidur dengan penuh harap.
Waktu Sim Long masuk ke kamar, ia pandang tubuh orang yang
mulus dengan sinar matanya yang kehausan itu, tapi bagi pandangan
Sim Long tubuh yang menggiurkan ini serupa sepotong kayu saja, ia
cuma tersenyum dan menyapa, ”He, engkau belum bangun? ̈
Dengan pandangan mesra Ci-hiang berkata, ”Aku sedang menunggu
dirimu, masa engkau tidak tahu, bilamana kau tolak undangan
demikian, pasti engkau seorang mati. ̈
”Selama ini masa belum lagi kau kenal orang mati seperti diriku? ̈
jawab Sim Long.
Serentak Ci-hiang melompat bangun, selimut dilemparkan dan
diinjak-injak, teriaknya, ”Orang mampus, orang mampus! ̈
Sim Long lantas berduduk dan memandangnya dengan tersenyum,
”Jangan kau benci padaku, tapi lebih baik berdandanlah yang betul.
Segera Koay-lok-ong akan datang, kabarnya dia tidak pernah
menolak undangan setiap wanita cantik. ̈
”Benar dia akan datang? ̈ seru Ci-hiang.
”Ya, kedatangannya mungkin terlebih cepat daripada perkiraan. ̈
”Dari mana kau tahu? ̈
”Sudah kulihat dua orang jago Angin Ribut anak buahnya. ̈
”Dan tentu si genit Jun-kiau itu sudah mengembuskan kebusukanmu
kepada mereka dan anak buah Koay-lok-ong itu mana dapat
melepaskanmu. ̈
”Ya, mereka memang tidak tinggal diam, cuma sayang, akulah yang
telah mengenyahkan mereka dan suruh mereka melapor kepada
Koay-lok-ong .... ̈
”Hah, mana boleh begitu, ̈ seru Ci-hiang. ”Jika Koay-lok-ong
mengetahui engkau inilah Sim Long, mana dia bisa mengampunimu,
mungkin begitu dia datang segera engkau akan dibunuhnya. ̈
”Mengapa dia membunuhku? ̈
”Tolol, ̈ omel Ci-hiang. ”Betapa tenar namamu, begitu banyak mata-
telinga Koay-lok-ong yang tersebar di daerah Tionggoan, masakah
dia tidak memperoleh laporan tentang dirimu? ̈
”Jika dia tahu siapa diriku, dia yang terkenal pencinta orang pandai
pasti akan berusaha merangkul diriku, bila aku menolak baru ada
kemungkinan dia akan membikin susah padaku. ̈
”Tapi dia pasti takkan berusaha membeli dirimu, ̈ ujar Ci-hiang.
”Sebab apa? ̈
”Sebab ia pasti tahu engkau tidak dapat dibeli. ̈
”Mengapa tidak, masakah aku orang begitu baik? Tokoh Kangouw
zaman ini mana ada yang terlebih banyak dimaki orang daripada
diriku? Umpama dirimu, mungkin kau pun tak dapat memastikan aku
ini orang baik atau orang busuk. ̈
Ci-hiang jadi melenggong, ”Ah, kau ... ini .... ̈
”Nah, jika kau pun tidak dapat memastikan aku ini baik atau busuk,
apalagi Koay-lok-ong? Untuk itu dia pasti akan menguji diriku, dan
sekali menguji tentu jadi. ̈
”Tapi ... tapi caramu ini sangat berbahaya, kukhawatir .... ̈
”Tidak perlu kau khawatir bagiku, aku takkan mati, ̈ ujar Sim Long
tertawa.
Ci-hiang mengentak kaki, ”Apa, kukhawatir bagimu? Persetan!
Biarpun kau mati dicencang orang pun aku tidak peduli. ̈
Sim Long tertawa, ”Wah, dapat dibenci perempuan cantik begini,
menyenangkan juga rasanya. Cuma sayang kebanyakan lelaki di
dunia ini jarang yang dapat menikmati kesenangan begini .... ̈
Mendadak ia berlari ke sana dan menarik pintu. Ternyata Jun-kiau
kembali berdiri di luar lagi.
”Hahaha! ̈ Sim Long tertawa. ”Apakah kau datang mengundang kami
makan siang? Apakah tidak terlalu dini makan siang sekarang? ̈
Jun-kiau berdiri kaku di tempatnya dengan muka merah, dengan
tergegap ia menjawab, ”O, ti ... tidak, kudatang melihat .... ̈
”Melihat apakah aku mati atau belum, begitu bukan? ̈
”Ah, Sim-kongcu jangan ... jangan bergurau, ̈ sahut Jun-kiau dengan
likat. ”Tentu ... tentu semalam Sim-kongcu dan nona Hiang tidur
dengan nyenyak. ̈
Ci-hiang mengejek, ”Tentu saja kami tidur dengan nyenyak, mungkin
nona Jun-kiau yang tidak dapat tidur. Coba, kelopak matamu sampai
hitam seluruhnya. Wah, terlalu letih terkadang juga membuat orang
tidak dapat tidur nyenyak. ̈
Biasanya Jun-kiau tidak mau manda disindir orang, tapi sekarang
terpaksa ia bungkam.
”Eh, tamu tentu sudah hampir tiba, kukira nona Jun-kiau perlu
pulang untuk mengatur seperlunya, ̈ kata Sim Long.
”Ya, aku permisi pulang, ̈ kata Jun-kiau, lalu ia melangkah pergi
dengan pinggang meliuk-liuk.
”Eh, tolong suruh nona Jun-sui kemari,
mengiringiku berjalan-jalan, ̈ seru Sim Long.
ingin
kuminta
dia
Jun-kiau mengiakan dari jauh ....
Jantung Jun-sui berdetak keras. Bahwa Sim-kongcu minta dia
mengiringinya berjalan-jalan, apakah ini bukan dalam mimpi?
Cuma sayang, si genit Ci-hiang selalu ikut di samping Sim-kongcu.
Mengapa dia tidak sakit perut mendadak? Begitulah Jun-sui merasa
geregetan.
Suasana tenang, pemandangan indah, angin meniup semilir, sinar
sang surya gilang-gemilang, burung berkicau merdu.
Hati Jun-sui serasa dibuai dalam mimpi, jika Sim Long bertanya baru
dia menjawab, sungguh ia ingin melupakan masih ada orang ketiga
yang berada di tengah mereka.
Sekonyong-konyong suara roda kereta bergemertak di luar hutan
sana. Sederet kereta kuda melintas ke kaki gunung sana.
Kereta kuda itu bercat hitam gilap, keretanya sendiri tidak ada hiasan
apa-apa, tapi sekali pandang siapa pun tahu penumpang kereta itu
pasti bukan sembarang orang.
Kuda penarik kereta tinggi besar, gagah perkasa larinya cepat,
langkahnya enteng, jelas kuda bibit unggul dari padang rumput.
Sais kereta berbaju sutra biru safir dan duduk tenang di tempat kasir
sambil memegang tali kendali dengan santai.
Di belakang dan depan kereta masih ada delapan ekor kuda bagus
lagi, kedelapan penunggangnya lelaki kekar berbaju biru, semuanya
gagah perkasa, dan jelas tidak lemah kungfunya.
”Hebat benar orang ini! ̈ terkejut juga Sim Long memandang kereta
besar ini.
”Jangan-jangan Koay-lok-ong sudah datang. ̈ seru Ci-hiang.
”Koay-lok-ong? ̈ jengek Jun-sui. ”Hm, bila Koay-lok-ong datang,
suasana serupa gempa bumi dan langit seperti mau ambruk, mana
bisa aman seperti ini. Agaknya nona Hiang terlalu memandang
rendah Koay-lok-ong. ̈
”Habis siapa kalau bukan Koay-lok-ong, ̈ tanya Ci-hiang.
”Biar kukatakan juga tidak kau kenal, ̈ jawab Jun-sui.
”Kenapa tidak coba kau katakan, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
Jun-sui lantas tertawa manis, tuturnya, ”Orang ini bernama The Lan-
ciu. ̈
Diam-diam Ci-hiang mendongkol, ia tanya tidak digubris, ditanya Sim
Long lantas dijawabnya, sungguh ia ingin menampar muka Jun-sui.
”The Lan-ciu? Orang macam apakah dia? Hebat benar perbawanya? ̈
ujar Sim Long.
”Konon keluarga The adalah keluarga hartawan turun-temurun di
daerah sini, hampir semua kebun buah-buahan di Lanciu sini adalah
milik keluarga The, kata orang kekayaannya sanggup menandingi
milik negara, ̈ tutur Jun-sui.
Ketika kereta tadi lewat belum lama, debu mengepul lagi di jalan raya
sana.
Rombongan kereta ini tampaknya jauh lebih kereng daripada kereta
The Lan-ciu tadi. Dua kereta besar dengan 16 ekor kuda penarik,
kereta berwarna emas dan memantulkan cahaya menyilaukan mata.
Kereta ini berlapiskan emas, bahkan pelana kuda, roda kereta dan
bagian lain, sampai tangkai cambuk yang dipegang kusir juga
bersepuh emas.
Cambuk menggelegar, lelaki yang berbaju satin bersulam benang
emas tampak gagah dengan membusungkan dada sambil
membentak-bentak sepanjang jalan.
Sim Long tertawa, ucapnya, ”Tampaknya bagian yang dapat disepuh
emas seluruhnya disepuhnya emas, hanya sayang muka mereka tidak
disepuh sekalian, kalau tidak kan serupa patung di dalam kelenteng. ̈
Jun-sui tertawa, katanya, ”Emas di rumahnya memang terlalu
banyak. ̈
”Orang macam apa pula dia? ̈ tanya Sim Long.
”Konon orang ini asalnya cuma seorang belantik sapi, entah
bagaimana terjadinya, akhirnya ia menemukan beberapa tambang
emas sehingga rumahnya penuh tertimbun emas, sejak itu namanya
yang berbau kuli lantas berganti menjadi Ciu Thian-hu atau Ciu yang
diberi rezeki oleh langit. ̈
”Haha, ternyata seorang kaya baru mendadak, ̈ ujar Sim Long
tertawa.
”Pantas dari jauh dapat kucium bau emas, ̈ gumam Ci-hiang.
Setelah rombongan kedua ini lalu, Sim Long berkata pula, ”Wah,
tampaknya masih ada rombongan lain lagi. ̈
”Ya, siang ini sedikitnya ada enam atau tujuh rombongan akan
datang ke sini, ̈ tutur Jun-sui.
”Oo, masih ada siapa lagi? ̈
”Dengan sendirinya orang terkemuka, kalau tidak berpangkat tentu
orang kaya, misalnya .... ̈
Belum lanjut cerita Jun-sui, tiba-tiba dari jauh berkumandang lagi
suara kaki kuda berlari.
Cepat sekali datangnya kuda ini, baru terdengar detak kaki kuda,
penunggangnya segera muncul, seluruhnya ada tujuh orang,
semuanya memakai ikat kepala hijau, pakaiannya sangat sederhana.
”Masa ini pun terhitung anggota keluarga orang kaya atau
berpangkat? ̈ Ci-hiang menggerundel.
Sim Long tidak menghiraukan ucapannya, perhatiannya tertarik pada
salah seorang penunggang kuda itu.
Baju orang ini tiada bedanya daripada keenam orang lainnya, tapi
sikapnya sangat berbeda. Perbawanya yang lain daripada lain itu
biarpun berdiri di tengah beribu orang yang berseragam sama tetap
akan dapat dibedakan orang dengan sekali pandang saja.
”Lelaki yang hebat, sikapnya ini sangat mirip si Kucing, ̈ kata Sim
Long.
”Kucing? Dia bukan kucing, tapi naga, ̈ ucap Jun-sui dengan tertawa.
”Naga? ̈ Sim Long menegas.
”Ya, dia she Liong (naga), namanya Su-hay, ̈ tutur Jun-sui. ”Tapi
tidak ada orang berani menyebut namanya, siapa pun bila
berhadapan dengan dia sama menyebutnya Liong-lotoa. ̈
”O, apa kedudukan orang ini? ̈ tanya Sim Long.
”Perairan Huang-ho bagian hulu hanya dapat ditempuh dengan rakit,
sedangkan seluruh rakit di perairan sana semuanya di bawah
pengawasan Liong-lotoa, tanpa izin Liong-lotoa siapa pun jangan
harap akan dapat lalu di sana. ̈
”Arus Huang-ho sangat keras, sahabat yang hidup mengemudikan
rakit di hulu sungai sana boleh dikatakan semuanya orang yang
bergurau dengan nyawa sendiri, jadi setiap orang pasti menguasai
sejurus-dua, untuk mengurus orang-orang ini sungguh tidak
gampang, ̈ demikian kata Sim Long.
”Dia berbaju seragam serupa anak buahnya, jelas dia bukan tokoh
sembarangan, ̈ ujar Ci-hiang. ”Tidak perlu bicara tentang ilmu
silatnya, melulu hal pakaian saja sudah cukup membuat orang
tertarik kepada kebijaksanaannya. Jika dia sendiri makan daging dan
orang lain cuma menggerogoti tulangnya, orang semacam ini mana
bisa menjadi Lotoa (si tertua, kepala, pemimpin atau bos). ̈
”Ada sementara orang pembawaannya memang pantas menjadi
Lotoa, Liong-lotoa adalah satu di antara orang demikian ini, ̈ kata
Sim Long. ¡”Selain dia, Him Miau-ji juga terhitung satu tokoh
istimewa begitu. ̈
”Him Miau-ji, ̈ ujar Ci-hiang dengan tertawa. ”Tapi ... apakah dia
ingat padamu? Sekarang, bukan mustahil dia sudah ada main dengan
nonamu she Cu itu. ̈
Mendadak Sim Long menarik muka, jengeknya, ”Hm, kau kira setiap
perempuan di dunia ini sama tidak punya muka serupa dirimu? ̈
Tanpa terasa Ci-hiang menyurut mundur dua langkah, tak pernah
terpikir olehnya wajah Sim Long yang selalu tersenyum itu bisa juga
berubah masam dan menakutkan seperti ini.
Jun-sui dapat melihat jelas, hampir saja ia berkeplok gembira.
Untunglah pada saat itu juga dari kejauhan datang pula beberapa
puluh orang mengiringi sebuah tandu besar berbungkus kain laken
hijau.
Terdiri dari macam-macam orang rombongan ini, ada lelaki ada
perempuan, baju mereka juga berwarna-warni, ada merah ada hijau,
tapi usianya tidak ada yang di atas 25 tahun, kebanyakan adalah
pemuda berumur 17-18 tahun.
Rombongan muda-mudi ini saling berpegangan pundak sambil
tertawa haha-hihi sepanjang jalan, ada yang sibuk makan jajanan
sehingga kulit buah dan kertas bungkus beterbangan terlempar
begitu saja.
Dari dalam tandu besar itu pun terus-menerus ada kulit buah dan
kertas bungkus dilemparkan keluar, di dalam tandu juga ada suara
senda gurau orang, ada suara lelaki dan juga suara perempuan. Di
dalam sebuah tandu rupanya berjubel lima atau enam penumpang.
Begitu melihat rombongan ini, segera Jun-sui berkerut kening,
katanya, ”Wah, kenapa kawanan kakek moyang cilik ini juga
datang? ̈
”Orang-orang macam apakah mereka ini? ̈ tanya Sim Long dengan
tertawa.
Jun-sui menghela napas, tuturnya, ”Mereka semuanya putra-putri
keluarga hartawan, sepanjang hari mereka selalu membikin onar di
kota Lanciu, perkara besar sih jarang terjadi, tapi urusan kecil sering
membikin pusing orang. Mereka boleh dikatakan satu gerombolan
pencoleng kecil. ̈
”Tapi tandu besar ini tampaknya milik orang ternama atau
berpangkat, jangan-jangan penumpangnya adalah pembesar negeri?
Tapi mengapa bisa bergaul dengan kawanan pengacau cilik ini. ̈
”Penumpang tandu itu justru tergolong mestikanya mestika, ̈ kata
Jun-sui. ”Pada waktu ayahnya masih hidup, setiap hari dia selalu
bergaul dengan kawanan pencoleng cilik ini, makan, minum, main
(judi), madon (main perempuan), pokoknya hampir segala macam M
telah dilakukannya. Ketika ayahnya mati, dia menerima warisan yang
tak terhitung jumlahnya, bahkan mendapatkan warisan gelar tituler
sebagai Bi-hui-su (inspektur), keruan dia lantas malang melintang. ̈
”O, kiranya seorang anak pembikin bangkrut, ̈ kata Sim Long
tertawa.
”Tapi penduduk kota Lanciu telah ikut dibikin susah oleh anak
berandal ini, sampai nona cilik atau perempuan muda tidak ada yang
berani berjalan sendirian di tempat umum. Siapa pun bila mendengar
nama Siau-pa-ong (si Raja Berandal Cilik) Si Bing tentu kepala
pusing. ̈
”Wah, jika demikian, tampaknya semua keluarga hartawan dan
pembesar di sekitar sini hari ini telah hadir seluruhnya, ̈ kata Sim
Long. ”Mengapa bisa kebetulan begini? Jangan-jangan memang
sudah ada janji? ̈
”Orang-orang ini memang diundang oleh Koay-lok-ong, ̈ tutur Jun-
sui.
”Oo?! ̈ Sim Long melengak. ”Memangnya ada sangkut paut apa
antara orang-orang ini dengan Koay-lok-ong? ̈
”Sangkut paut kentut, ̈ Jun-sui mencibir. ”Koay-lok-ong mengundang
mereka tidak lebih hanya untuk berjudi saja. Setiap kali Koay-lok-ong
datang kemari tentu mengadakan perjudian besarbesaran. ̈
”Haha, betul, memang sudah lama kudengar hobi Koay-lok-ong ini,
kecuali undangannya ini siapa pula yang mampu berjudi besar
dengan dia? ̈ seru Sim Long dengan tertawa.
”Tapi cara berjudi Koay-lok-ong sangat bersih, sebab itulah orang lain
pun mau berjudi dengan dia,¡ ̈ kata Jun-sui. ¡”Eh, barangkali
Sim-Kongcu juga berminat ikut serta? ̈
Gemerdep sinar mata Sim Long, ”Ya, tampaknya aku pun akan ikut. ̈
*****
Setelah makan siang, Sim Long lantas menunggu di rumahnya.
Tidak berapa lama, terdengarlah suara ribut di luar, suara orang
bicara, bergurau, suara ringkik kuda dan gemertak roda kereta serta
suara gedubrakan peti dilemparkan.
Begitulah macam-macam suara itu terus berlangsung sampai sekian
lama, kedengarannya serupa ada suatu pasukan besar akan
berkemah di sini.
Air muka Ci-hiang tampak berubah, akhirnya ia berseru, ”Koay-lok-
ong datang. ̈
”Betul, datangnya orang ini ternyata benar menimbulkan kekacauan
luar biasa, ̈ ujar Sim Long.
”Kita ... kita bagaimana? ̈
”Tunggu dan lihat saja, masakah kau khawatir dia takkan mencari
diriku? ̈
Dia lantas duduk mengantuk di kursinya.
Sebaliknya Ci-hiang terus mondar-mandir di dalam ruangan,
kelabakan serupa semut di dalam wajan panas. Mungkin sudah
sekian ratus kali ia mondar-mandir dan Koay-lok-ong tetap tidak ada
kabar beritanya.
Ia tidak tahan, ia mengentak kaki di depan Sim Long dan berseru,
”Hei, jangan kau duduk saja seperti orang mampus! ̈
”Aku ini kan simpan tenaga untuk menghadapi Koay-lok-ong nanti, ̈
jawab Sim Long tertawa. ”Tapi jangan salah sangka, aku tidak akan
berkelahi dengan dia melainkan bertarung di atas meja. Emas perak
pemberian Ong-hujin agaknya dapat kugunakan sekarang .... ̈
”Tapi engkau .... ̈
”Makanya aku harus simpan tenaga sekarang, ̈ kata Sim Long pula.
”Kau tahu, berjudi jauh lebih membuang tenaga daripada berkelahi.
Perjudian besar tiada ubahnya pertarungan maut di medan laga.
Pertarungan di atas meja juga memeras tenaga dan pikiran dengan
aneka macam perubahan yang sukar diraba, sungguh jauh lebih
merangsang dan berbahaya daripada di medan perang. ̈
”Jangan-jangan engkau sengaja akan mengalah sebagai jalan untuk
bekerja baginya? ̈
”Mana boleh kukalah, ̈ ujar Sim Long. ”Jika kukalah, tentu aku
takkan berharga lagi dalam pandangannya. Jika aku kalah berarti aku
tidak punya otak, apakah aku terpandang olehnya? Dan jika aku
dipandang hina olehnya, cara bagaimana dia mau membeli diriku,
dan bila aku tidak berharga baginya, mungkin jiwaku yang akan
dicabut olehnya .... ̈
Ia tersenyum, lalu menyambung, ”Maka dari itu di atas meja judi
juga harus kuberi pukulan keras padanya, kalau tidak tentu segala
rencana akan gagal total dan jiwaku pun mungkin sukar
dipertahankan. ̈
Ci-hiang terbelalak, ”Kau yakin dapat mengalahkan dia di atas meja? ̈
”Tidak, ̈ jawab Sim Long tak acuh.
”Tanpa keyakinan kau pun berani berjudi dengan dia? ̈ seru Ci-hiang
kaget. ”Dan sampai sekarang engkau masih tetap tenang seperti ini
tanpa tegang sedikit pun, tidak gelisah setitik pun. ̈
”Dari mana kau tahu aku tidak tegang dan tidak gelisah? ̈
”Masa ... masa tidak dapat kulihat? ̈
”Haha, jika perasaanku dapat kau lihat, mana boleh lagi aku berjudi
dengan orang semacam Koay-lok-ong. Di atas meja judi, setiap detik
dapat berubah, jika tidak tahan, mungkin bini pun akan dibawa
orang. ̈
”Haha, tak tersangka engkau selain setan perempuan dan setan arak,
ternyata juga setan judi, ̈ ucap Ci-hiang dengan tertawa.
Pada saat itulah tiba-tiba seorang bersuara di luar, ”Apakah Sim
Long, Sim-kongcu tinggal di sini? ̈
Bergetar tubuh Ci-hiang, desisnya, ”Ssst, itu dia? ̈
Dengan tersenyum Sim Long lantas membuka pintu, tertampaklah
seorang pemuda cakap berdiri di depan pintu dengan membawa
sehelai kartu merah besar, setelah memberi hormat lantas menyapa,
”Apakah Anda ini Sim-kongcu? ̈
”Betul, saudara
tersenyum.
ini
utusan
Koay-lok-ong? ̈
jawab
Sim
Long
Gemerdep sinar mata pemuda itu, dengan cepat ia mengamati Sim
Long sekejap dan menjawab, ”Betul, hamba anggota Angin Ribut ke-
18 anak buah Koay-lok-ong, atas perintah Ongya untuk
menyampaikan surat kepada Kongcu, harap Kongcu sudi
menerimanya. ̈
Sembari bicara, ia maju selangkah, kartu merah yang dipegang
terangkat ke atas sebatas mata, lalu didorong ke depan dengan
cepat.
Gerakan ini seperti tanda penghormatan, padahal mengandung daya
pukulan yang sangat kuat. Bilamana Sim Long tidak dapat
melayaninya, kontan pasti akan dibikin malu.
Tapi Sim Long anggap seperti tidak terjadi apa-apa, kedua kepalan
terangkap di depan dada sebagai tanda hormat, katanya dengan
tersenyum, ”Terima kasih! ̈
Berbareng dengan ucapan terima kasih itu, perlahan ia tarik kartu
merah itu, tahu-tahu kartu itu sudah berpindah ke tangan Sim Long.
Dengan air muka rada berubah pemuda itu menyurut mundur lagi,
lalu memberi hormat dan berucap pula, ”Sim-kongcu memang luar
biasa. ̈
”Terima kasih atas pujianmu, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
Ia coba membentang kartu undangan itu, di situ tertulis: ”Waktu Cu
(antara pukul 2-3) tengah malam nanti, tersedia perjamuan
sederhana, mohon kedatangan Anda untuk mengobrol iseng, selesai
bersantap tersedia pula berbagai hiburan. Harap memberi jawaban. ̈
Kartu ini tanpa menyebut si alamat, juga tidak ada nama si pengirim.
Setelah membaca, Sim Long berkata, ”Harap sampaikan kepada
Ongya bahwa Sim Long pasti akan hadir tepat pada waktunya. ̈
Pemuda itu memandang Sim Long lagi sekejap dengan rasa kagum,
kemudian memberi hormat sambil mengiakan, lalu melangkah pergi.
”Aneh juga, mengapa perjamuan diadakan lewat tengah malam buta,
memangnya supaya tetamunya lelah dan mengantuk, lalu akan
disembelihnya di atas meja? ̈ ucap Ci-hiang dengan kening bekernyit.
”Makanya sekarang aku harus simpan tenaga, sebaiknya jangan kau
ganggu diriku, ̈ kata Sim Long tertawa. Waktu Sim Long bangun
tidur, masih ada waktu cukup baginya untuk mandi dulu dan ganti
pakaian yang paling ringan dan bersih.
Kemudian ia gunakan sepotong handuk bersih, dibungkusnya Ginbio
bernilai nominal besar pemberian Ong-hujin itu dengan rajin, lalu
dimasukkan ke dalam baju.
Setelah merasa semuanya serbafit, kemudian ia menuang secangkir
teh kental dan duduk menikmati air teh untuk menantikan
pertarungan sengit yang bakal berlangsung nanti.
Ci-hiang juga sudah selesai berdandan, dia memakai baju sutra yang
indah, seluruh tubuh terembus bau harum semerbak.
Namun dia kelihatan tidak tenang, sebentar berduduk, segera berdiri
lagi, rupanya ia khawatir Sim Long akan kalah, bila kalah, lantas
bagaimana?
Karena itulah ia coba bertanya, ”Sim Long, sesungguhnya ada berapa
bagian keyakinanmu akan menang? ̈
Sim Long memejamkan mata dan tersenyum, katanya, ”Sebelum
kulihat cara bertaruh Koay-lok-ong tidak dapat kukatakan bagaimana
hasilnya nanti. ̈
”Sedikitnya ada setengahnya pasti menang bukan? ̈ tanya Ci-hiang
pula.
”Kukira ada, ̈ jawab Sim Long.
”Syukurlah .... ̈ Ci-hiang menghela napas lega.
”Tapi modal yang kubawa cuma ada delapan belas ribu tahil, tidak
perlu diragukan lagi modal Koay-lok-ong pasti jauh lebih tebal
daripadaku. Bilamana modal lebih kuat biasanya sudah menang satu
langkah lebih dulu. ̈
”Wah, tahu begitu mestinya kita juga bawa modal sebanyaknya, ̈
ujar Ci-hiang gegetun.
”Namun tidak apalah, asalkan Koay-lok-ong tidak dapat menerka
berapa banyak modalku, tentu dia tidak berani bergebrak sepenuh
tenaga, apalagi .... ̈ Sim Long tersenyum, lalu menyambung, ”Dapat
juga kusikat dulu dari orang lain, habis itu baru kutempur matimatian
dengan Koay-lok-ong. The Lan-ciu dan Liong Su-hay mungkin sangat
pandai berjudi, sebaliknya kulihat Ciu Thian-hu dan Siau-paong pasti
makanan empuk. ̈
”Makanan empuk? ̈ Ci-hiang menegas dengan tertawa. ”Yang
penting janganlah engkau sendiri menjadi makanan empuk bagi
orang lain. ̈
Waktu mereka memandang ke luar jendela, terlihatlah dari jauh ada
dua tenglong atau lampu berkerudung sedang menuju kemari. Sim
Long berbangkit dan berucap, ”Ayo berangkat, kita sudah dipapak! ̈
*****
Ciu-jui-han atau vila zamrud, inilah vila musim panas bagi Koay-lok-
ong. Dengan sendirinya vila ini terhitung tempat yang paling mewah
dan paling megah di lingkungan Koay-hoat-lim.
Di luar rumah cahaya lampu terang benderang, namun suasana
sangat sepi tiada tampak seorang pun, hanya di tempat yang gelap
terkadang ada bayangan orang berkelebat.
Di dalam vila indah ini sudah disiapkan meja perjamuan, hidangan
yang tersedia terdiri dari lohi (ikan loh) dari sungai Siong, kepiting
besar dari danau Yangting, udang galah dari Tinghay, bulus dari
Kanglam ....
Semua makanan ini mestinya tidak mungkin muncul bersama di
daerah tandus ini, tapi sekarang tersedia semua di atas meja,
sungguh seperti dalam dongeng saja.
Ternyata sesuai dengan dugaan Sim Long, hidangan yang tersedia
tidak pakai daging, semuanya makanan laut, seafood, kalau mau
pakai istilah zaman sekarang.
Yang di luar dugaan Sim Long adalah pajangan rumah ini ternyata
sangat sederhana, tapi cukup serasi, sedikit pun tidak ada tanda
mewah yang berlebihan.
Di atas meja juga tidak tersedia piala emas atau poci kemala segala,
yang ada cuma alat terbuat dari keramik, dengan sendirinya keramik
yang indah, malahan hampir seluruhnya barang antik.
Sim Long jadi teringat kepada Cu Jit-jit yang pernah menyaru sebagai
Koay-lok-ong, diam-diam ia merasa geli, pikirnya, ”Beginilah baru
gaya asli Koay-lok-ong, cara Jit-jit itu kan lebih mirip orang kaya
mendadak. ̈
Meja perjamuan sudah dikitari delapan atau sembilan orang. Sekali
pandang saja Sim Long lantas mengenali Liong-lotoa, Liong Su-hay.
Meski dia tetap pakai baju kain kasar, namun di tengah orang
banyak dia tetap kelihatan seperti bangau di tengah kawanan ayam,
sangat mencolok.
Di samping Liong Su-hay berduduk seorang setengah baya dengan
jenggot pendek, tubuhnya rada gemuk, jelas seorang yang biasa
hidup senang. Ia pun memakai baju tipis biasa tanpa sesuatu hiasan
yang mencolok, hanya di depannya tertaruh sebuah pot tembakau
dengan pipanya yang berwarna hijau, jelas benda ini tidak boleh
dipandang sepele.
Tanpa pikir Sim Long lantas tahu orang ini pasti The Lan-ciu. Putra
keluarga hartawan terkenal tentu saja mempunyai perbawa yang
tersendiri.
Orang yang duduk di samping The Lan-ciu tampak berbeda lagi.
Di atas tubuhnya bergelantungan macam-macam hiasan, setiap
benda itu sukar diukur nilainya, namun begitu dia tetap kelihatan
seperti orang miskin. Tapi lagaknya angkuh seperti dunia ini dia
punya.
Tanpa pikir Sim Long juga lantas tahu orang ini pastilah Ciu Thian-hu
yang kaya mendadak itu.
Di samping Ciu Thian-hu berduduk seorang perempuan dengan
macam-macam perhiasan pula.
Dia duduk menggelendot di samping Ciu Thian-hu, tapi matanya
sebentar lirik sini sebentar lirik sana, walaupun tidak jelek mukanya,
namun kelakuannya yang jalang dan rendah itu membuat orang
muak.
Di sebelah lagi adalah Siau-pa-ong Si Bing, si Raja Berandal Cilik.
Benar juga dia baru berumur 18-19 tahun, namun matanya tampak
celung, mata yang tidak kecil itu tidak bercahaya, serupa orang yang
selalu mengantuk sepanjang tahun. Pakaiannya tidak terlalu
mencolok serupa Ciu Thian-hu.
Di sampingnya juga berduduk seorang perempuan muda, tapi
caranya berpakaian jauh lebih mengejutkan daripada perempuan di
samping Ciu Thian-hu itu.
Boleh dikatakan dia tidak memakai baju melainkan memakai sebuah
kutang saja, sehingga kedua lengannya sebatas bahu kelihatan putih
bersih, dadanya juga kelihatan menonjol tinggi, gelang emas pada
tangannya berbunyi gemerencing.
Kelihatannya perempuan muda ini baru berumur 15-16, tapi caranya
bersolek sungguh luar biasa, bahkan mulut menggigit pipa tembakau
dan asap mengepul dari hidungnya.
Sim Long tidak berani memandang lagi ”nona pencoleng ̈ itu, tapi
nona itu lantas menepuk kursi di sebelahnya dan berseru dengan
tertawa, ”Eh, anak muda, duduklah di sini! ̈
Sim Long tersenyum, jawabnya, ”Terima kasih, namun .... ̈
”Namun apa? ̈ nona itu mendelik, ”kursi ini tidak membara dan
takkan membakar pantatmu, kenapa takut? ̈
Terpaksa Sim Long berduduk di situ.
Nona itu lantas memandang Ci-hiang dan tertawa, ”Haha, boleh juga
pandanganmu. Meski anak muda semacam ini kelihatan malu-malu
kucing tapi biasanya tidak jelek permainannya. Jangan kau kira
usiaku masih kecil, pengalamanku pasti tidak lebih sedikit
daripadamu. ̈
Sungguh gemas Ci-hiang, rasanya ingin memberi dua kali gamparan
kepada nona cilik bejat itu.
Malahan nona cilik itu lantas menepuk pundak Sim Long dan berkata
lagi, ”Namaku He Wan-wan, kawan-kawan sama menyebutku Li-pa-
ong (raja berandal perempuan), yang duduk di sebelahku inilah
kekasihku si Siau-pa-ong. Engkau sendiri bernama siapa? ̈
”Sim Long, ̈ jawab Sim Long dengan tertawa.
”Sim Long? ̈ ulang He Wan-wan. ”Ehm, boleh juga tampaknya kau
ini. ̈
Sejak Sim Long masuk tadi, pandangan Liong-lotoa yang tajam lantas
terpusat ke arahnya, tiba-tiba ia menyapa sambil angkat cawan
terhadap Sim Long, ”Apakah Sim-kongcu datang dari daerah
Tionggoan? ̈
”Betul, ̈ sahut Sim Long sambil angkat cawan juga, ”Cayhe juga
sudah lama mendengar nama kebesaran Liong-toako, setelah
bertemu sekarang nyata memang tidak bernama kosong. ̈
Jilid 27
”Haha, terima kasih, ̈ Liong-lotoa bergelak tertawa. Mendadak ia
berhenti tertawa dan menatap Sim Long, katanya pula, ”Kudengar di
daerah Tionggoan akhir-akhir ini muncul seorang Sim-kongcu
sekaligus mengalahkan Sam-jiu-long Lai Jiu-hong dan menjatuhkan
Thian-hoat Taysu dari Ngo-tay-san, hanya dalam sebulan saja
namanya sudah mengguncangkan seluruh negeri, apakah Simkongcu
itu ialah Anda sendiri? ̈
”Ah, itu cuma pujian teman saja padaku, ̈ sahut Sim Long dengan
tertawa.
Seketika para hadirin sama gempar oleh keterangan Liong-lotoa itu,
bahkan si Raja Berandal Cilik juga melenggong dan Ciu Thian-hu pun
melongo.
Dalam pada itu sebagai tuan rumah Koay-hoat-lim, Li Ting-liong dan
Jun-kiau lantas mengajak angkat cawan dengan para tamu.
Dengan tertawa Jun-kiau berkata, ”Yang duduk di sini seluruhnya
adalah orang ternama, cuma sayang kesehatan Ongya agak
terganggu sehingga tidak dapat keluar mengiring tamu, terpaksa
silakan hadirin makan minum sekadarnya, lalu menemui beliau. ̈
Beramai-ramai mereka lantas angkat cawan dan menenggak arak,
lalu bersantap.
Tiba-tiba Ciu Thian-hu bertanya setelah menenggak arak, ”Apakah
Sim-laute ini juga suka bertaruh? ̈
”Kukira sangat sedikit orang lelaki yang tidak berjudi, ̈ jawab Sim
Long dengan tersenyum.
”Wah, jika begitu sebentar lagi aku ingin belajar kenal, ̈ tukas The
Lan-ciu.
”Tentu akan kuiringi kalian, ̈ kata Sim Long.
Segera Siau-pa-ong Si Bing menukas, ”Sudah lama ingin kudatang ke
sini, entah permainan apa saja yang terdapat di sini? ̈
”Ongya paling suka main Pay-kiu, ̈ jawab Jun-kiau. ”Beliau merasa
permainan Pay-kiu paling merangsang. ̈
”Bagiku Pay-kiu tidak lebih menarik daripada main dadu, tapi boleh
juga. ̈ ujar Si Bing.
”Ah, kukira saudara cilik ini lebih suka main lempar mata uang, ̈ kata
Liong-lotoa dengan tertawa.
”Itu kan permainan anak kecil, ̈ sahut si berandal cilik.
Pada saat itulah muncul seorang pemuda berbaju satin, yaitu jago
Angin Ribut yang mengirim undangan kepada Sim Long itu, ia
memberi hormat dan berseru, ”Bilamana hadirin sudah dahar, silakan
ikut hamba, Ongya sudah menunggu. ̈
Segera Sim Long berbangkit, bahwa sebentar lagi akan berhadapan
dengan tokoh yang paling misterius zaman ini, yaitu Koay-lok-ong,
seketika darah terasa bergolak.
Ruangan dalam tidak luas, tapi juga sangat indah.
Keadaan ruangan gelap sekali, hanya di tengah tergantung sebuah
lampu minyak kristal yang besar, cahaya lampu terkerudung oleh
kertas putih bersih sehingga sinarnya tidak terpancar ke tempat lain.
Karena sekelilingnya gelap maka cahaya lampu jadi terlebih terang,
seluruhnya menyorot ke atas meja bundar yang berlapis laken hijau.
Sekitar laken hijau diberi tepian warna emas, sekeliling meja adalah
beberapa kursi besar longgar, di belakang kursi dikitari pagar
tembaga yang tergosok mengilat.
Di atas meja sudah tertaruh seperangkat kartu Pay-kiu yang terbuat
dari gading serta sepasang dadu gading berukir indah. Kecuali itu
masih ada sepasang tangan.
Tangan ini pun sangat indah, mulus, serupa ukiran gading, jari yang
panjang lurus tertaruh di atas laken hijau, kukunya terawat rapi, jari
tengah memakai tiga bentuk cincin aneh dan memancarkan cahaya
menakjubkan.
Jelas inilah tangan Koay-lok-ong. Akan tetapi tubuh dan mukanya
tersembunyi di balik kegelapan.
Meski Sim Long berusaha melihatnya dengan cermat di bawah
cahaya lampu sorot itu juga cuma tertampak wajahnya yang samar-
samar dan bola matanya yang bersinar tajam.
Cukup juga dapat melihat bola mata yang bisa membuat jantung
orang yang memandangnya berdetak.
The Lan-ciu maju lebih dulu, ia menjura dan berucap, ”Selamat,
Ongya! ̈
Suara lembut, tenang dan perlahan, tapi mengandung semacam daya
tarik menjawab, ”Selamat, silakan duduk! ̈
”Terima kasih, ̈ kata The Lan-ciu pula sambil melangkah ke dalam
pagar dan duduk di kursi sebelah Koay-lok-ong. ”Selamat, Ongya, ̈
giliran Liong Su-hay yang memberi hormat dan dia juga disilakan
duduk di sebelah Koay-lok-ong yang lain.
Kemudian giliran Ciu Thian-hu dan dia duduk di samping The Lanciu.
Siau-pa-ong tidak berani gegabah, ia pun memberi hormat. ”Apakah
engkau ini putra Si-ciangkun? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Betul .... ̈ jawab Si Bing. ”Dan aku adalah bakal menantu
Si-ciangkun, ̈ sambung He Wan-wan mendadak. ”Apakah Ongya
.... ̈
Tapi mendadak Koay-lok-ong mendengus, ”Yang tidak berjudi berdiri
di luar pagar. ̈ ”Eh, jangan Ongya mengira aku ini orang
perempuan, kalau berjudi masakah kukalah berani dibandingkan
orang lelaki .... ̈
”Perempuan tidak boleh judi, ̈ kata suara itu. ”Mengapa, masa
perempuan .... ̈ Belum lanjut ucapan He Wan-wan, mendadak dari
belakang
bayangan Koay-lok-ong terjulur sebuah tangan dan menolak ke arah
He Wan-wan, kontan ia jatuh terjungkal. Keruan He Wan-wan
ketakutan setengah mati, cepat ia merangkak bangun dan berdiri di
luar pagar dan tidak berani bertingkah lagi.
Diam-diam Sim Long terkejut, pikirnya, ”Hebat benar tenaga dalam
orang ini, jangan-jangan dia inilah salah satu duta Koay-lok-ong? ̈
Segera ia pun memberi hormat dan mengucapkan selamat bertemu.
Dapat dirasakan sinar mata orang yang tajam itu sedang
menatapnya, lalu suara orang berkata, ”Anda inikah Sim-kongcu? ̈
Sim Long membenarkan.
Orang itu memandangnya lagi sejenak, lalu berkata, ”Baik silakan
duduk. ̈
Sim Long lantas berduduk tepat di depan Koay-lok-ong. Tanpa
disuruh lagi Ci-hiang berdiri juga di luar pagar.
Sekonyong-konyong tangan di belakang Koay-lok-ong bertepuk
perlahan, dua pemuda berbaju satin lantas membawa datang sebuah
kotak berukuran dua kaki persegi.
Ketika kotak itu dibuka di atas, meja mendadak melompat keluar satu
orang.
Sungguh aneh bin ajaib, dari dalam kotak sekecil itu dapat melompat
keluar seorang manusia hidup.
Kiranya seorang manusia kerdil, manusia mini. Tinggi tubuh orang ini
kurang dari dua kaki. Berbeda daripada orang kerdil umumnya yang
tidak rata pertumbuhannya, orang kerdil ini tumbuh dengan sama
rata ukuran anggota badannya sehingga sekilas pandang serupa
manusia normal biasa, hanya ukurannya memang mini.
Hanya kepalanya saja yang agak lebih besar sedikit, ditambah
sepasang mata yang lincah dan mulut yang tipis sehingga tampaknya
cukup menyenangkan.
Manusia mini ini memakai topi putih dengan baju dan sepatu putih
pula, malahan tangan juga memakai kaus putih, semuanya
serbaputih bersih.
Sampai Sim Long juga kaget ketika seorang melompat keluar dari
kotak kecil itu.
Segera manusia mini ini berjongkok di atas meja dan menyembah
kepada para tamu. Kemudian ia melompat bangun, ucapnya sambil
berkedip-kedip lucu, ”Main perempuan mencari yang cantik, berjudi
harus main jujur .... Hamba Siau-ling-ci (si Cerdik Pandai Cilik)
khusus akan meladeni dan mencuci kartu bagi hadirin .... ̈
Nyata ucapannya jelas dan bicaranya pintar meski ukurannya mini.
Diam-diam Sim Long membatin, ”Agaknya Koay-lok-ong khawatir
orang lain menyangka dia main curang, maka sengaja menyuruh
seorang kerdil untuk menjadi tukang bagi kartu. ̈
Siau-ling-ci atau si Cerdik Pandai Kecil lantas mendorong kartu Paykiu
ke depan para hadirin sambil bicara, ”Tuan-tuan, kartu ini berkualitas
tinggi dan berharga mahal, mulus tanpa sesuatu kode rahasia,
silakan hadirin memeriksanya sendiri. ̈
”Cukup, tidak perlu periksa lagi, ̈ kata semua orang.
”Setiap kali setelah hamba mencuci kartu, setiap orang masih
diperbolehkan menyuruhku mencuci sekali lagi. Bilamana di antara
hadirin mengetahui sesuatu permainanku pada waktu mencuci kartu,
silakan segera bertindak, boleh langsung potong tangan hamba. ̈
Dengan tertawa Liong Su-hay menanggapi, ”Ah, selamanya Ongya
bertaruh dengan adil dan bersih, hal ini diketahui siapa pun. ̈
”Jika begitu, silakan hadirin mulai pasang, ̈ kata pula Siau-ling-ci
dengan tertawa. ”Uang kontan, emas perak, Ginbio dari kedelapan
Ci-ceng (serupa bank zaman sekarang) besar, semuanya berlaku di
atas meja. Benda mestika, batu permata juga boleh langsung
dihargai di sini. Sebaliknya pinjam utang takkan diladeni. ̈
”Dengan sendirinya kami tahu peraturan ini, ̈ kata Liong Su-hay.
”Nah, hamba yang cuci kartu, hadirin lempar dadu, kecuali Ongya
yang menjadi bandar, hadirin boleh lempar dadu secara bergiliran, ̈
kata Siau-ling-ci pula.
Diam-diam Sim Long juga mengakui cara bertaruh ini memang jujur
dan tidak memberi peluang untuk main curang, tampaknya cara
berjudi Koay-lok-ong memang bersih.
Segera si manusia mini itu sibuk mencuci kartu dengan gesit.
The Lan-ciu yang mendahului mengeluarkan sehelai Ginbio dan
perlahan ditaruh di atas meja.
Sedangkan si berandal merogoh segenggam biji emas dan ditaruh
seluruhnya ke depan.
Mendadak terdengar Koay-lok-ong mendengus, ”Ambil kembali dan
enyah! ̈
Siau-pa-ong melengak, ”He, ken ... kenapa, masakah emasku tidak
laku? ̈
Sama sekali Koay-lok-ong tidak menggubrisnya, tapi orang di
belakangnya lantas mendengus, ”Emasnya sih laku, cuma tanganmu
terlalu jorok. ̈
Suaranya lambat, kaku, sepat, seperti orang yang jarang bicara
sepanjang tahun sehingga lidah pun berubah kelu. Maklum, cara
menggerakkan tangan orang ini biasanya memang jauh lebih cepat
daripada dia menggunakan mulutnya.
Siau-pa-ong jadi melengak, katanya dengan tertawa, ”Tangan jorok?
Apa sangkut pautnya tangan jorok? Kedatangan kita ini adalah untuk
berjudi dan bukan untuk berlomba tangan siapa paling bersih dan
indah. ̈
Belum habis ucapannya, sekonyong-konyong
mencengkeram baju lehernya dari belakang.
sebuah
tangan
Keruan ia terkejut dan bermaksud melawan, tapi entah mengapa,
sekujur badan terasa lemas lunglai tak bertenaga, kontan ia diangkat
orang serupa elang mencengkeram anak ayam.
”Enyah! ̈ demikian dengus suara yang dingin sepat tadi.
Berbareng dengan kata ”enyah ̈ itu, tubuh Siau-pa-ong terus
melayang ke luar dan ”bluk ̈, ia terbanting di luar pintu dan sukar
merangkak bangun lagi.
Cara bagaimana orang itu sampai di belakang Siau-pa-ong dan cara
bagaimana dia turun tangan, bukan cuma Siau-pa-ong saja tidak
tahu, bahkan orang sebanyak ini pun tidak ada yang tahu.
Si berandal perempuan tadi pun menjerit dan berlari keluar. Habis itu
keadaan lantas sepi. Suara napas setiap orang sama terdengar.
Akhirnya Koay-lok-ong tersenyum katanya, ”Janganlah hadirin
terganggu oleh bocah yang menjemukan ini, marilah kita lanjutkan. ̈
Siau-ling-ci lantas membawa dua biji dadu ke depan The Lan-ciu,
tubuhnya yang berukuran mini itu melangkah kian kemari di atas
meja besar itu serupa sebuah boneka yang lincah.
Ia berlutut di depan The Lan-ciu sambil mengangkat dadu, serunya,
”Silakan The-siansing membuka dasar! ̈ ”Terima kasih, ̈ kata The
Lan-ciu dengan tersenyum.
Kegunaan kedua biji dadu dalam permainan Pay-kiu adalah untuk
menentukan nomor urutan pembagian kartu. Meski kecil kedua biji
dadu itu, tapi dapat menentukan nasib untung-malang orang-orang
yang ikut bertaruh ini, dapat membuat mereka gembira dan
menderita, bahkan dapat menentukan mati-hidup mereka. Dan kedua
biji dadu itu lantas meluncur dari tangan The Lan-ciu yang putih itu,
perjudian besar sepanjang malam pun dimulai.
Dadu berputar di dalam sebuah mangkuk porselen, berpasang mata
sama memandangnya dengan tegang tanpa berkedip. Akhirnya dadu
berhenti dan menunjukkan tujuh titik total.
Segera si manusia mini berteriak menyatakan tempat yang
berhadapan dengan bandar. Maka dua potong kartu (kartu Pay-kiu
terbuat dari kayu atau gading dengan angka serupa kartu domino)
yang indah lantas didorong oleh setangkai tongkat kecil ke depan Sim
Long.
Perlahan Sim Long mengintip kartunya, kartu pertama angka delapan
campur, kartu ini tidak baik, tapi juga tidak jelek. Ketika kartu kedua
dibuka ternyata dua titik alias balok satu (istilah domino), kartu ini
disebut ”Te ̈ dalam permainan Pay-kiu dan terhitung kartu nomor
dua setelah ”Thian ̈, yaitu balok enam.
Kartu delapan campur berpasangan dengan kartu ”Te ̈ disebut ”Te-
kong ̈, terhitung kartu bagus. Sim Long tersenyum puas. Dilihatnya
kawan bertaruh yang lain, yaitu The Lan-ciu, Liong Su-hay dan Ciu
Thian-hu sama menggerutu, rupanya mereka mendapatkan kartu
jelek.
Terdengarlah Siau-ling-ci berteriak menyerukan angka kartu bandar
yang terdiri dari tujuh dan delapan, kartu jelek, namun masih lebih
tinggi daripada kartu kedua pemasang kanan-kiri.
Maka perak, Ginbio dan emas lantas disapu oleh bandar. Hanya Sim
Long saja yang mendapat seribu tahil perak. Taruhan pertamanya
memang tidak besar.
Dan begitulah seterusnya, agaknya angin Sim Long cukup baik,
berturut-turut dia menang lagi, pasangnya juga terus ditumpuk atau
dilipatkan. Lima kali pasangan jumlah taruhannya sudah berjumlah
16 ribu tahil.
Ci-hiang yang berdiri di belakangnya sama terbelalak.
Sedangkan Ciu Thian-hu tampak tidak tenang, matanya mulai merah,
ia pandang Sim Long dengan iri. Tampaknya sudah lebih selaksa tahil
kekalahannya. Liong Su-hay dan The Lan-ciu juga kalah, namun
mereka tetap tenang saja walaupun tangan pun mulai berkeringat.
Mata yang tajam di balik kegelapan itu tetap dingin, namun juga
berulang melotot ke arah Sim Long.
Dadu dilempar dan kartu dibagi lagi.
Sekali ini pihak bandar cukup beruntung dan mendapat kartu
sepasang ”Jin ̈, yaitu dua kartu balok empat. Kartu Thian dan Te
sudah keluar semua, jelas sepasang kartu Jin ini paling tinggi.
Para petaruh sama putus asa dan menghela napas perlahan. The
Lan-ciu mengusap keringat. Ia kalah lagi, yang lain juga kalah,
tinggal Sim Long saja yang masih mengintip kartu.
Mendadak Sim Long tertawa, kartu dibuka ternyata mendapat
pasangan empat-dua dan dua-satu. Kedua kartu ini dalam permainan
Pay-kiu disebut ”Ci-cun ̈, artinya yang maha agung, dari arti istilah ini
sudah cukup melambangkan keagungannya yang tak terkalahkan
oleh kartu lain.
Seketika penonton sama gempar. Kembali cuma Sim Long saja yang
menang.
The Lan-ciu dan lain-lain sama bermuka merah dan mandi keringat.
Rupanya mereka menjadi iri terhadap kartu Sim Long, untuk
selanjutnya mereka ikut bertaruh bagi kartu Sim Long dan
mengosongkan bagian kartu sendiri.
Siapa tahu hal ini pun tidak menjamin akan kemenangan mereka,
sebaliknya kartu Sim Long menjadi buruk setelah mereka ikut
taruhan pada kartunya.
Dengan begitu Ciu Thian-hu dan lain-lain tambah banyak kalahnya,
sebaliknya kemenangan Sim Long masih utuh.
Keruan yang kalah tambah menggerutu. Dan biasanya, pejudi yang
kalah selalu ngotot terus dengan harapan bisa kembali modal.
Maka setelah berputar lagi beberapa kali, kekalahan Ciu Thian-hu
sudah mendekati 50 ribu tahil, Liong Su-hay juga kalah 20-an ribu
tahil. Hanya The Lan-ciu berbalik ada kemenangan sedikit karena
kartunya mulai membaik.
Tapi ketika Ciu Thian-hu dan Liong Su-hay memegang kartu sendiri
lagi, segera Sim Long bertaruh pula dan kembali mendapat kartu
bagus dan menang. Hanya sebentar saja kemenangannya telah
bertambah sehingga seluruhnya menang ratusan ribu tahil.
Bagi pandangan kaum pejudi, hanya pemenang saja menjadi
kebanggaan dan pujaan mereka, sekarang Sim Long dipandang
mereka tiada ubahnya superman.
Tampaknya Ciu Thian-hu yang lagi sial, hampir setiap kali taruhannya
pasti dimakan bandar, ia mulai lemas, mukanya merah padam.
Tiba-tiba The Lan-ciu berkata, ”Malam ini engkau kurang mujur, akan
lebih baik jika istirahat dulu. ̈
”Tidak, harus kuteruskan, kupasang lagi tiga laksa tahil, ̈ seru Ciu
Thian-hu penasaran sambil merogoh saku. Setelah tiga laksa tahil
Ginbio dikeluarkan, agaknya sudah kosong isi sakunya.
Mendadak Liong Su-hay berbangkit dan tertawa, ”Haha, akulah yang
harus berhenti, bila diteruskan, mungkin seluruhnya bisa ludes dan
akhir bulan para saudaraku terpaksa harus makan angin. ̈
Sembari membetulkan bajunya ia lantas melangkah pergi, dia
memang seorang pejudi yang berani menang juga berani kalah.
Karena Ciu Thian-hu ikut bertaruh atas kartunya, sekali ini Sim Long
cuma pasang seribu tahil saja. Waktu kartu dibuka, lagi-lagi semua
pasangan disapu oleh bandar.
Butiran keringat memenuhi dahi Ciu Thian-hu, ia termangu-mangu
sejenak, mendadak ia mengeluarkan semua barang berharga yang
dibawanya, seluruhnya ditaruh di atas meja. Katanya parau, ”Uangku
sudah ludes, barang ini dinilai berapa? ̈
Siau-ling-ci memeriksa barang-barang itu, lalu berkata, ”Lima laksa
lima ribu tahil. ̈
”Baik, seluruhnya kutaruh lagi di sini .... ̈ dengan penasaran Ciu
Thian-hu bertaruh pula atas kartu Sim Long. ”Sungguh aku tidak
percaya, jika dia bertaruh sendiri mendapatkan kartu besar, bila aku
ikut bertaruh tentu kalah. Maaf, sekali ini kuharap dapat memegang
kartu. ̈
”Silakan, ̈ jawab Sim Long dengan tersenyum. Sekali ini ia malah
tidak bertaruh sama sekali.
Dengan tangannya yang rada gemetar Ciu Thian-hu memegang
kartu, diintipnya dengan perlahan dengan mata setengah terpicing.
Tapi mendadak ia berteriak, orangnya terus jatuh merosot ke lantai.
Kartunya jatuh di atas meja dan terbuka, ternyata sepuluh campur,
jeblok, kartu yang paling jelek.
Sinar mata tajam dalam kegelapan itu tampak gemerdep, desisnya,
”Bawa dia keluar! ̈
Li Ting-liong yang menunggu di luar pagar mengiakan dan Ciu
Thian-hu segera diusung pergi.
Tiba-tiba The Lan-ciu berkata, ”Rasanya aku pun lebih baik berhenti
saja, biarlah pertarungan besar berlangsung antara Ongya dan Sim-
kongcu, apabila tidak keberatan, boleh juga kulemparkan dadu bagi
kalian sekadar ikut meramaikan pertarungan besar yang
sesungguhnya ini. ̈
Sim Long tetap duduk saja dengan tersenyum, ia tahu ucapan The
Lan-ciu memang tidak salah, pertarungan besar yang sebenarnya
memang baru akan mulai antara dia dan Koay-lok-ong. Sasaran
Koay-lok-ong malam ini jelas adalah dia, begitu pula yang ditujunya
juga Koay-lok-ong.
Meski dia telah mendapatkan kemenangan belasan laksa tahil perak
dan menambah modalnya, ini berarti pula menambah ketabahannya
menghadapi lawan, tapi lawannya memang teramat kuat, sampai
saat ini belum lagi ditemukan sesuatu lubang kelemahannya.
Dalam pada itu 32 potong kartu gading yang mengilat telah ditumpuk
rajin lagi di atas meja.
Tiba-tiba Koay-lok-ong berkata, ”Hanya dua orang saja yang
bertaruh, rasanya tidak perlu lagi aku menjadi bandar, betul tidak? ̈
”Ongya memang sangat adil, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
Hendaknya maklum, bila kartu pemasang dan bandar sama besarnya,
biasanya dianggap bandar yang menang. Jika demikian halnya berarti
Sim Long dirugikan karena sekarang tiada petaruh yang lain.
”Menjadi bandar secara bergiliran juga kurang enak, maka ingin
kuusulkan suatu cara pertarungan yang adil dan menarik, bahkan
merangsang, ̈ kata Koay-lok-ong pula.
”Bagaimana caranya? ̈ tanya Sim Long dengan tertawa.
”Begini, ̈ tutur Koay-lok-ong. ”Setelah kita sama-sama melihat kartu
masing-masing, pihak yang mendapat bagian kartu lebih dulu boleh
menambah pertaruhannya, bila lawan tidak ikut menambah
taruhannya dalam jumlah yang sama berarti dia menyerah. Jika
tambahan taruhan itu diterima barulah berhak untuk mengadu kartu.
Tapi kalau lawan merasa kartunya lebih bagus, kecuali ikut jumlah
taruhan tambahan itu, dia masih boleh ”kik” lagi lebih banyak dan
begitu seterusnya sampai kedua pihak tidak tambah lagi baru
dilakukan mengadu kartu atau sampai salah satu pihak tidak berani
ikut lagi dan menyerah. ̈
Rupanya cara bertaruh yang diajukan Koay-lok-ong ini adalah
pertaruhan sistem main poker zaman sekarang.
Sim Long berkeplok senang, ”Haha, bagus sungguh permainan yang
bagus! Pertaruhan cara begini, kecuali nasib mujur, masih diperlukan
kecerdasan dan keberanian, bahkan tidak boleh ketinggalan
ketenangan dan ketabahan .... ̈
”Betul, kunci pada cara pertaruhan ini terletak pada pribadi dirimu,
harus berusaha agar lawan tidak dapat menerka kartumu dari
sikapmu. Sebaliknya engkau juga harus berusaha menebak besarkecil
kartu yang dipegang lawan. ̈
”Haha, sungguh pertaruhan yang menarik .... ̈ seru Sim Long dengan
tertawa.
Para penonton juga sama melongo, sungguh perjudian yang belum
pernah mereka dengar, apalagi melihat.
The Lan-ciu berucap dengan gegetun, ”Ai, cara pertaruhan ini
sungguh lain daripada yang lain, bisa saja Ongya menciptakan sistem
pertaruhan yang menarik ini. ̈
Koay-lok-ong tertawa bangga, katanya, ”Medan judi serupa medan
perang. Di medan judi kedua pihak juga harus mengadu kepintaran,
mengadu otak, menggunakan segala tipu akal, dengan begitu
barulah menarik. ̈
”Ongya jelas adalah jago kelas tinggi, Sim-kongcu tampaknya juga
tidak lemah, wah, pertarungan di antara kalian pasti sangat seru,
sungguh sukar mencari tontonan menarik ini, ̈ ujar The Lan-ciu.
”Nah, bilamana Sim-kongcu tidak mempunyai pendapat lain,
bagaimana kalau sekarang juga kita mulai? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Dan supaya tidak membuang waktu, kita tentukan taruhan minimum
adalah lima ribu tahil, setiap kali taruhan yang ditambahkan juga
harus perkalian dari lima ribu, umpamanya boleh sepuluh, lima belas,
dua puluh ribu dan seterusnya. ̈
”Baik, ̈ tanpa pikir Sim Long menerima tantangan orang dengan
tersenyum.
Maka dadu lantas dilempar dan kartu dibagi.
Para penonton sama terbelalak menyaksikan perjudian besar dengan
cara yang aneh antara dua seteru yang sama kuat ini.
Mencorong juga sinar mata Sim Long menghadapi lawan yang hebat
ini, namun dia tetap tenang, senyumnya tambah memesona.
Perlahan ia memegang kartu.
Ternyata tujuh campur, tidak bagus, tapi juga tidak jelek, lumayanlah
begitu.
Ia tumpuk kartunya, lalu berduduk dengan kepala agak mendoyong
ke belakang untuk menyembunyikan wajahnya di balik bayang
kegelapan sambil menatap Koay-lok-ong. Dengan cara yang sama
Koay-lok-ong juga sedang memandangnya. Dua pasang mata sama
memancarkan sinar tajam, namun tidak memperlihatkan sesuatu
perubahan perasaan.
Dilihatnya tangan Koay-lok-ong yang putih mulus itu mendorong
seonggok perak ke depan sambil berucap, ”Tambah lagi selaksa
tahil. ̈
Orang berani menambah selaksa, jangan-jangan memegang kartu
besar atau cuma main gertak saja?
Sim Long ragu sejenak, akhirnya ia keluarkan dua helai Ginbio
bernilai dua laksa lima ribu tahil, katanya, ”Selaksa kuikut dan
tambah lagi lima belas ribu tahil. ̈
”Baik, dan kutambah lagi tiga laksa, ̈ jawab Koay-lok-ong.
Tanpa pikir orang menambah sejumlah besar itu, jelas bukan main
gertak, kartunya pasti tidak kecil.
Perlahan Sim Long hampir membuang kartunya sebagai tanda
menyerah. Tapi pada saat terakhir mendadak pendiriannya berubah.
Ia berbalik menaruh sehelai Ginbio dan berkata, ”Baik, aku ikut tiga
laksa. ̈
Hanya ikut tanpa menambah lagi berarti sampai di sini kedua pihak
harus mengadu kartu.
Koay-lok-ong hanya memandang Sim Long tanpa melihat kartunya,
katanya hambar, ”Engkau menang. ̈
”Tapi kartuku cuma tujuh campur, ̈ kata Sim Long.
Perlahan Koay-lok-ong membuka kartunya, cuma satu, memang
kalah.
Para penonton sama bersuara gegetun, berani menambah taruhan
sebesar itu, ternyata cuma memegang kartu sekecil itu, sungguh
sukar dibayangkan.
Babak pertama telah dimenangkan Sim Long dengan gemilang.
Mungkin inilah kunci kemenangan selanjutnya, Ci-hiang ikut
tersenyum senang.
Dan begitulah permainan terus berlanjut, beberapa babak permulaan
selalu dimenangkan oleh Sim Long sehingga modalnya telah
bertambah hingga hampir setengah juta tahil.
Tapi setelah berputar lagi, beberapa kali taruhan berikutnya angin
berganti arah, Koay-lok-ong yang menang, modal Sim Long
menyusut dan akhirnya tersisa belasan laksa tahil saja.
Diam-diam Ci-hiang menahan napas dan mengeluh, jika sisa modal
ini pun hanyut berarti tamatlah segalanya. Dilihatnya Sim Long masih
tetap tenang saja.
Cahaya lampu yang semula mencorong terang kini pun terasa
berubah agak guram.
Para penonton juga ikut tegang karena pertaruhan semakin besar.
”Tambah tiga laksa, ̈ ucap Koay-lok-ong setelah membaca kartunya.
Sim Long ragu sejenak sambil menghitung Ginbio yang dipegangnya,
katanya kemudian, ”Dan kutambah lagi tiga laksa. ̈
”Baik, tambah pula tiga laksa, ̈ jawab Koay-lok-ong.
Sekaligus pertaruhan dari lima ribu tahil telah berubah menjadi 95
ribu, para penonton sama tercengang, jantung Ci-hiang juga
berdetak. Ia tahu sisa modal Sim Long saat ini paling banyak tinggal
enam atau tujuh laksa saja, bila ini pun kalah berarti selesailah
perjudian ini.
Siapa duga, Sim Long lantas menaruh sisa modalnya dan berkata,
”Baik, tiga laksa kuikut dan kutambah lagi 35 ribu. ̈
Hampir saja Ci-hiang menjerit, tapi setelah dipikir lagi, hampir juga ia
tertawa, sebab ia yakin Sim Long pasti memegang kartu besar, bisa
jadi Ci-cun yang tak terkalahkan, kalau tidak masakah dia berani
mempertaruhkan seluruh modalnya.
Begitulah ia tersenyum senang. Padahal kalau dia tahu kartu yang
dipegang Sim Long cuma dua titik, mungkin dia akan kelengar
seketika.
Sekali ini Koay-lok-ong berpikir, ia tatap Sim Long dengan tajam,
seperti ingin menyelami pikiran lawan sesungguhnya lagi main gertak
atau main ”colong ̈ belaka.
Sim Long tidak bergerak dan membiarkan orang memandangnya,
mendadak Koay-lok-ong berkata dengan tertawa, ”Haha, mana aku
dapat kau gertak, belum pernah ada orang berani main curi padaku.
Kuyakin kartumu tidak lebih cuma empat atau lima saja. ̈
”Masa? ̈ ujar Sim Long tertawa.
”Ya, pasti, sudah kuhitung, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Jika begitu mengapa engkau tidak tambah lagi? Jangan-jangan
kartumu sendiri cuma satu atau dua? ̈
Koay-lok-ong mendengus, mendadak ia tepuk tangan,
belakangnya segera ada orang menyodorkan sebuah peti kecil.
dari
Sambil mendorong peti itu Koay-lok-ong berkata, ”Kutambah lagi 90
laksa tahil. ̈
Hal ini membikin gempar para penonton lagi, entah sejak kapan
Liong Su-hay dan Ciu Thian-hu juga sudah datang lagi tertarik oleh
pertaruhan luar biasa ini. Mata Liong Su-hay terbelalak seperti gundu,
hidung Ciu Thian-hu berkembang-kempis.
Namun Sim Long tetap tenang saja, ia tersenyum sambil meraba
kartunya.
”Bagaimana, berani masuk tidak? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Tadi kulupa tanya dulu, bilamana modal sudah habis, apakah
dianggap kalah? ̈ kata Sim Long.
”Masakah modalmu habis? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Ongya tentu maklum, siapa pun tidak mungkin dapat kian kemari
membawa 90 laksa tahil perak, ̈ ujar Sim Long.
Serupa mata elang Koay-lok-ong menatap Sim Long, ”Jika tidak ada
modal lagi, boleh juga pakai barang gadai. ̈
”Sekalipun Ciu-heng itu juga tidak membawa barang berharga 90
laksa tahil untuk digadaikan, apalagi diriku yang memang ... memang
tidak membawa sesuatu benda berharga. ̈
”Orang lain jelas tidak punya benda bernilai sebesar itu, tapi Sim-
kongcu ada, ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tersenyum licik.
”Aku punya? .... ̈ Sim Long melengak. Mendadak ia bergelak tertawa,
”Haha, jangan-jangan Ongya menghendaki kugadaikan jiwaku itu. ̈
”Jika jiwamu cuma digadaikan 90 laksa tahil perak, apakah engkau
tidak terlalu menilai rendah diri sendiri? ̈
”Habis apa yang kupunyai? ̈ Sim Long berhenti tertawa.
”Jarimu! ̈ kata Koay-lok-ong.
”Jariku? ̈ Sim Long menegas dengan kening bekernyit.
”Betul, setiap jarimu dapat kuhargai 45 laksa tahil. ̈
”Hahaha, ̈ Sim Long
sedemikian berharga. ̈
tertawa, ”baru
sekarang kutahu jariku
”Nah, jika pertaruhan kau menangkan, uang di atas meja boleh kau
sapu, tapi jika Anda kalah, cukup kupotong dua jarimu saja .... ̈
Koay-lok-ong tertawa dingin, lalu menyambung, ”Jarimu seluruhnya
ada sepuluh, kalau cuma dipotong dua kan belum apa-apa. ̈
Tanya-jawab mereka itu membuat air muka para penonton sebentar
berubah merah dan sebentar lagi berubah pucat, semuanya sama
berkeringat dingin.
Kalau saja tidak berpegangan pagar, mungkin sejak tadi Ci-hiang
sudah jatuh semaput. Betapa kejamnya pertaruhan ini, masakah
harus menggunakan darah daging untuk bertaruh dengan emas
perak yang dingin itu.
Namun Sim Long tetap tersenyum, ia pandang Koay-lok-ong,
jawabnya, ”Bila jariku dipotong Ongya berarti selama hidupku tak
dapat lagi menggunakan pedang. Jika Ongya memotong jari tengah
dan jari telunjukku, selama hidupku pun takkan mampu Tiam-hiat
(menutuk Hiat-to) .... Ya, dua jari memang tidak sedikit
kegunaannya. ̈
”Jika engkau tidak berani juga tidak menjadi soal, ̈ ujar Koay-lok-
ong.
Sim Long menatapnya sebentar lagi, mendadak ia berseru, ”Baik,
jadi! ̈
Ucapan ini membuat semua orang hampir tidak bisa bernapas lagi.
Tubuh Koay-lok-ong agaknya juga bergetar sedikit, serunya,
”Maksudmu kau ikut 90 laksa tahil ini! ̈ ”Ya, masuk! ̈ jawab Sim Long
tersenyum.
”Apa kartumu? ̈ bentak Koay-lok-ong. ”Kartuku tidak bagus, tapi juga
tidak terlalu jelek, ̈ ujar Sim Long tertawa sambil membuka kartu.
Dua, ternyata cuma dua titik. Baru sekarang para penonton
mengembuskan napasnya yang
ditahan, walaupun semua orang tidak berani sembarang bersuara di
sini, tidak urung terjadi juga kegemparan. Tubuh Ci-hiang juga lemas
dan jatuh terkulai di lantai. Tamat, tamatlah segalanya! Sungguh gila
Sim Long, kartu sekecil itu
berani bertaruh sebesar itu, benar-benar gila! Di tengah kegemparan
itu. Koay-lok-ong justru duduk serupa patung
di balik bayangan kegelapan tanpa bergerak, sorot matanya yang
tajam itu mendadak berubah kosong hampa. Ia pandang kartu Sim
Long dengan hampa dan berucap sekata demi
sekata, ”Cuma dua ... bagus sekali, cuma dua .... ̈ Suaranya juga
terasa hampa, entah girang, entah murka. Sim Long tersenyum,
”Betul, memang cuma dua. ̈ Mendadak Koay-lok-ong membentak
bengis, ”Mengapa kau berani
menyerempet bahaya? ̈ ”Sebab sudah kuperhitungkan kartu Ongya
pasti tidak melebihi dua, ̈ jawab Sim Long dengan tertawa.
”Hm, cara bagaimana dapat kau hitung? Coba jelaskan, kuingin
tahu, ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Pertama, sudah dapat kuraba cara permainan Ongya. ̈
”Bagaimana permainanku? ̈
”Bila Ongya memegang kartu besar, engkau tidak menyerang dengan
terburu-buru melainkan menanti dengan tenang, menunggu lawan
masuk perangkap sendiri, dengan taruhan pancingan. Sebaliknya jika
kartu Ongya kurang bagus, Ongya pasti menambah taruhan secara
besar-besaran untuk menggertak lari lawan. ̈
”Hm, apa lagi? ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Dengan begitu aku lantas memasang jeratan juga, ̈ tutur Sim Long.
”Jeratan? ̈ Koay-lok-ong menegas.
”Ya, aku sengaja menghitung modalku agar Ongya mengetahui
modal judiku tersisa tidak banyak lagi, ingin kupancing supaya Ongya
main ”curi”. Sebab Ongya pasti berpendapat orang yang modal
judinya tidak banyak pasti akan bertaruh dengan hati-hati, kartu yang
tidak meyakinkan pasti tidak berani bertaruh, sekalipun tahu Ongya
cuma main gertak juga belum tentu berani masuk .... ̈
Sim Long tertawa, lalu menyambung, ”Apalagi setelah kartu besar
jelas sudah keluar sedang kartu yang kupegang pasti tidak besar,
inilah kesempatan bagi Ongya untuk main gertak atau curi, dan
ternyata kesempatan ini memang tidak disia-siakan Ongya. ̈
”Hm, jadi kesempatan ini sengaja kau bikin? ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Betul, dan ternyata Ongya tidak tahan oleh pancinganku ini, ̈ jawab
Sim Long dengan tertawa. ”Ketika Ongya benar-benar menambah
taruhan sebesar itu, aku tambah yakin Ongya cuma ingin menggertak
lari diriku saja. ̈
”Masakah kau yakin aku pasti akan main gertak begitu? Apakah tidak
mungkin kuganti cara bermain? ̈
”Dengan sendirinya juga mungkin terjadi begitu. Cuma, kebiasaan
berjudi seorang kebanyakan sudah berakar dan sukar berubah lagi,
semakin tegang keadaan yang dihadapi semakin nyata kebiasaannya
itu akan menonjol. ̈
”Hahaha, tapi mungkin juga sengaja kupasang tabir begitu untuk
mengelabui pandanganmu atas cara permainanku, padahal justru
engkau sendiri yang tertipu .... ̈ di tengah gelak tertawanya Koay-
lok-ong lantas berbangkit dan melangkah pergi sambil
menambahkan, ”Bagus ... bagus, boleh kau lihat sendiri berapa
kartuku. ̈
Sampai sekarang semua orang belum lagi tahu sesungguhnya besar
atau kecil kartu yang dipegang Koay-lok-ong, dengan sendirinya
setiap orang ingin melihatnya. Akan tetapi meski Koay-lok-ong sudah
pergi, tetap tiada seorang pun berani membuka kartu yang
ditinggalkannya di atas meja.
Sim Long tersenyum, ”Ongya sudah pergi, sesuai pesannya, biarlah
kubuka kartunya. ̈
Baru saja tangannya bergerak, mendadak sebuah tangan terjulur dari
tempat gelap dan menahan kedua potong kartu Pay-kiu itu. Ia cuma
menekan perlahan dan kedua kartu lantas ambles rata dengan
permukaan meja.
Tangan ini tangan yang membikin He Wan-wan mencelat tadi, juga
tangan yang melempar keluar Siau-pa-ong Si Bing.
Baru sekarang semua orang dapat melihat jelas tangan ini kurus
kering, tiada terlihat guratan otot, tangan yang mirip sepotong kayu
kering.
Terdengar suara yang dingin dan sepat itu berkata, ”Kartu ini tidak
perlu kau lihat lagi. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Sim Long tersenyum.
”Sudah kuperiksa, kartu ini lebih besar daripada kartumu, tiga titik, ̈
jengek suara itu.
”O apa betul? ̈
”Masa kau berani tidak percaya padaku? ̈
Ucapan ini membikin air muka semua orang sama berubah, sebab
kalau Sim Long menjawab ”tidak ̈, jelas segera orang ini akan turun
tangan.
Meski nama Sim Long akhir-akhir ini sangat cemerlang, tapi usianya
masih sedemikian muda, semua orang menyangsikan apakah dia
sanggup melayani jago nomor satu dari Kwan-gwa ini.
Apalagi jika benar keduanya bergebrak, rencana Sim Long juga akan
berantakan. Tapi kalau tanpa melihat kartu lawan dan Sim Long
disuruh mengaku kalah, hal ini pun tak dapat diterima oleh siapa
pun.
Seketika semua orang merasa cemas bagi Sim Long, mereka tahu
bilamana Sim Long ingin menggeser tangan orang dari atas kartu,
jelas mahasulit.
Tak terduga Sim Long cuma tersenyum, katanya, ”Tadi sudah
kusaksikan kungfu Anda, memang hebat dan tidak malu sebagai jago
utama di bawah Ongya. Tapi apakah dapat kau lihat ada sesuatu
yang tidak beres pada benda ini? ̈
Sembari bicara tangan Sim Long terjulur ke sana dan memegang
sesuatu.
Secara di bawah sadar tangan kurus kering itu menerima barang
yang dimaksud Sim Long dan diperiksa, ternyata cuma dua biji dadu.
Orang itu melengak, katanya dengan gusar, ”Apa yang kau katakan
tidak beres pada dadu ini? ̈
”Dadu ini memang baik, tapi kartu ini apakah juga baik? ̈ kata Sim
Long dengan tertawa, berbareng tangannya lantas menekan
permukaan meja, kontan kedua kartu yang ambles rata dengan meja
itu melompat ke atas.
Bahwa sekali tekan kedua potong kartu gading itu dapat ambles ke
dalam meja jelas sangat mengejutkan, tapi sekali tekan meja segera
membuat kartu yang ambles itu melompat ke atas inilah kungfu
terlebih mengejutkan.
Semua orang sama bersorak memuji, segera pula Sim Long hendak
menangkap kedua biji kartu itu. Siapa tahu mendadak terdengar
suara ”cret-cret ̈ dua kali, kedua potong kartu tertimpuk hancur,
remukan kartu muncrat mengenai pundak Li Ting-liong dan
membuatnya meringis kesakitan.
Lalu dua biji benda jatuh di atas meja, ternyata kedua biji dadu yang
terpegang oleh tangan yang kurus kering tadi.
Kartu gading sudah remuk, tapi kedua biji dadu masih utuh, nyata
kungfu timpukan orang ini sangat lihai.
Terdengar suara dingin sepat tadi mendengus, ”Tiga lebih besar dari
dua, jelas engkau yang kalah. ̈
Sim Long tetap tersenyum saja, jawabnya, ”Apa betul tiga titik kartu
Ongya? ̈
Dua tangan yang kurus kering terus mencakup sisa 30 biji kartu Pay-
kiu, beberapa kali tangannya meremas, seketika 30 potong kartu
tergilas menjadi bubuk.
Dengan demikian sukar untuk mengecek berapakah angka kedua
kartu Koay-lok-ong tadi, sebab semua kartu Pay-kiu kini sudah
remuk.
”Sekali kubilang tiga pasti tiga, ̈ demikian suara dingin tadi berkata
pula.
”Wah, tampaknya mau tak mau aku harus percaya kepada
ucapanmu, ̈ gumam Sim Long.
”Makanya engkau tiada jalan lain kecuali mengaku kalah saja, ̈
jengek orang itu.
”Namun Anda telah melupakan sesuatu, ̈ kata Sim Long dengan
tertawa.
”Sesuatu apa? ̈ orang itu melengak.
”Ini, ̈ seru Sim Long sambil menjulurkan tangan ke bawah meja,
”plo¡ ̈, tahu-tahu dari tengah meja melejit ke atas sesuatu benda.
Kiranya papan meja telah diketuknya hingga berlubang, potongan
kayu meja itu bukan lain adalah tempat ambles kedua biji kartu Pay-
kiu.
Secepat kilat Sim Long tangkap kedua potong kayu kecil serupa kartu
itu dan diperlihatkan di bawah cahaya lampu, jelas ada sepuluh titik
bundar pada kedua potong kayu itu.
Yang sepotong tercetak ”4-2 ̈ dan yang lain tercetak balok dua, total
menjadi sepuluh angka jeblok.
Meski tangan kurus kering tadi telah menghancurkan seluruh kartu
Pay-kiu, disangkanya bukti sudah hilang, tapi dia lupa kartu yang
ditekan ambles ke meja itu telah mencetak bukti lain. Bukti yang
dibuatnya sendiri. Seketika semua orang sama melongo dan
terbelalak, entah kaget, heran, atau memuji.
Sim Long tersenyum, katanya, ”Dua lebih besar daripada sepuluh
jeblok, jelas Ongya yang kalah. ̈
Orang di balik bayang kegelapan itu tidak bergerak, hanya matanya
yang liar serupa mata serigala melototi Sim Long dengan beringas.
Namun Sim Long hanya memandangnya dengan tersenyum.
Entah berlangsung beberapa lama sehingga semua orang sampai
menahan napas.
Mendadak orang itu menghela napas perlahan, jengeknya, ”Baik, kau
menang! ̈
*****
Hasil perjudian ini dimenangkan oleh Sim Long berjumlah sejuta tahil,
di bawah pandangan iri dan kagum orang banyak harta sebesar itu
diusung pergi.
Sementara itu fajar sudah menyingsing.
Sim Long berduduk lagi di kursinya yang longgar dan lunak itu
dengan santainya, ujung mulutnya mengulum senyum, kemalas-
malasan, seperti tiada sesuatu yang patut dibuat bangga.
Ci-hiang meringkuk lagi di tempat tidur dan memandang Sim Long
dengan termangu-mangu, mendadak ia berkata dengan tertawa,
”Caramu itu sungguh berbahaya, aku ketakutan setengah mati. ̈
”Cuma sayang tidak benar-benar mati, ̈ ujar Sim Long.
Ci-hiang menggigit bibir dengan mendongkol, akhirnya ia berkata
lagi, ”Apa pun juga engkau sudah menang, sekarang engkau sudah
terhitung jutawan. Ai, satu juta tahil perak, berapa orang di dunia ini
yang memiliki kekayaan sebesar ini? ̈
Sim Long tidak menghiraukannya.
”Apakah kau tahu dengan satu juta tahil perak itu pekerjaan apa
yang dapat kau lakukan? ̈
”Melakukan apa? ̈ Sim Long berlagak dungu.
”Melakukan macam-macam, ̈ ucap Ci-hiang sambil memejamkan
mata. ”Misalnya rumah yang kau bangun dengan satu juta tahil itu
cukup untuk dihuni separuh penduduk kota Lan-ciu, ransum yang kau
beli dengan sejuta tahil perak cukup untuk makan seluruh penduduk
provinsi Kamsiok ini selama dua tahun .... ̈
Ia menghela napas, lalu menyambung, ”Dengan sejuta tahil perak
dapat kau bikin seribu orang hamba yang paling setia untuk
mengkhianati tuannya, dapat kau bikin seribu perawan kehilangan
kesuciannya. ̈
Mendadak Sim Long menukas dengan tertawa, ”Tapi sejuta tahil
perak juga dapat hilang begitu saja tanpa berbuat apa pun. ̈
”Mana bisa, tidak mungkin, ̈ seru Ci-hiang. ”Biarpun kau lemparkan
sejuta tahil perak itu ke sungai, paling sedikit ada separuh penduduk
kota Lanciu akan terjun ke sungai untuk mencarinya. ̈
”Kenapa tidak .... ̈
”Sudahlah, kita tidak perlu berdebat, ̈ ujar Ci-hiang. ”Aku cuma ingin
tanya padamu, setelah kemenangan babak pertama ini, lalu
bagaimana selanjutnya? Apakah engkau cuma berduduk saja di sini
agar Koay-lok-ong mencarimu? ̈
”Tentu saja aku pun dapat mencarinya, ̈ jawab Sim Long.
”Mencarinya? ̈ Ci-hiang menegas.
Sim Long tidak menjawab, mendadak ia berteriak, ”Silakan masuk
saja, nona Jun-kiau! ̈
Sekali ini Jun-kiau lantas mendorong pintu dan masuk sendiri.
Dengan wajah berseri ia memberi hormat dan berkata, ”Selagi aku
hendak mengetuk pintu, tak terduga Sim-kongcu sudah tahu akan
kedatanganku. ̈
”Hm, kau memang tidak biasa ketuk pintu segala, ketuk dan tidak
kan sama saja, ̈ jengek Ci-hiang.
Tapi Jun-kiau tidak menghiraukannya, ia berkata pula kepada Sim
Long, ”Kedatanganku hanya ingin tahu apakah Sim-Kongcu ada
sesuatu keperluan. ̈
”Ya, memang ingin kucari dirimu, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
Air muka Jun-kiau berubah, ”Sim-kongcu men ... mencari diriku? ̈
”Maksudku hendak minta kau pergi ke Lanciu untuk membelikan
satu partai mutiara paling bagus bagiku. ̈
Hati Jun-kiau merasa lega, ucapnya dengan tersenyum cerah, ”Itu
kan pekerjaan gampang, entah Sim-kongcu mau beli berapa? ̈ ”Beli
sejuta tahil perak¡ ̈ kata Sim Long. ”Kuminta mutiara yang
paling besar dan paling putih, harus sebesar gundu. ̈
”Wah, mutiara semacam itu mungkin ... mungkin sangat sulit dicari .... ̈
”Asalkan ada uang masakah tidak ada barang? ̈ ”Tapi ... tapi harganya
.... ̈ ”Berapa pun harganya tidak menjadi soal, mahal sedikit tidak apa
asal saja barang baik, yang penting harus dibeli hari ini, jangan
lewat tengah malam nanti. ̈ ”Sejuta tahil kau belikan mutiara
seluruhnya, apakah ... apakah engkau sudah gila? Untuk apa mutiara
sebanyak itu? ̈ tanya Cihiang.
”Dengan sendirinya ada gunanya, ̈ jawab Sim Long.
Jun-kiau berkedip-kedip, mendadak ia tertawa, ”Ah, kutahu, jangan-
jangan akan Sim-kongcu sumbangkan kepada orang? ̈ ”Hah, apakah
hendak kau sumbangkan kepada Koay-lok-ong? ̈ tukas
Ci-hiang.
”Kenapa mesti disumbangkan kepada Koay-lok-ong, memangnya
tidak boleh kuhadiahkan kepada kalian? ̈ jawab Sim Long dengan
tertawa.
Jun-kiau dan Ci-hiang saling pandang dengan melongo.
”Ayolah lekas pergi membelikan mutiara, ̈ kata Sim Long.
Jun-kiau mengiakan.
”Ada lagi, tolong siapkan beberapa kartu undangan, orang sudah
menjamu kita, betapa pun kita harus balas menjamu orang, ̈ Sim
Long menambahkan.
”Baiklah, segera akan kusiapkan santapan bagi Kongcu, ̈ ujar Jun-
kiau.
”Tidak perlu santapan, apalagi arak, ̈ kata Sim Long.
Jun-kiau jadi melengak, ”Perjamuan tanpa santapan, lantas apa ...
apa yang akan Kongcu hidangkan? ̈
”Dengan sendirinya ada hidanganku yang akan kusuguhkan kepada
mereka, ̈ kata Sim Long dengan tersenyum misterius.
*****
Perjamuan sudah tiba waktunya, tamu undangan juga sudah hadir.
Di depan setiap orang hanya terdapat secawan arak. Hanya inilah
suguhan Sim Long kepada tetamunya.
Cawan arak terbuat dari emas, ukurannya juga cukup besar, araknya
juga kelihatan arak bagus. Tapi menjamu tamu hanya disediakan
secawan arak untuk setiap tamu, rasanya agak keterlaluan pelitnya.
The Lan-ciu, Liong Su-hay, Ciu Thian-hu, bahkan Siau-pa-ong Si Bing
juga hadir, semuanya memandangi cawan arak di depan masing-
masing dengan termenung.
Hanya Koay-lok-ong yang belum muncul, sungguh besar lagaknya.
Sekali ini tidak ada tamu yang membawa cewek, mungkin sudah
kapok oleh pengalaman semalam. The Lan-ciu memandangi cawan
arak di depannya dengan
tersenyum, tidak heran, juga tidak ada tanda kurang senang,
agaknya dia sudah menduga di dalam cawan arak ini pasti
mengandung sesuatu permainan Sim Long.
Liong Su-hay tampak tersenyum, senyuman heran dan sangsi.
Sedangkan Ciu Thian-hu sebentar berkerut kening, lain saat berkerut
hidung sambil lihat sini dan pandang sana, dia bukan lagi menunggu
kedatangan Koay-lok-ong melainkan berharap munculnya hidangan
lezat. Siau-pa-ong Si Bing hanya sibuk bermain memupuk pagoda
kecik
emas, sudah sekian lama pagoda kecik tetap tidak jadi ditumpuknya.
”Apakah Ongya itu akan hadir? ̈ tiba-tiba Si Bing bersuara. ”Tidak
tentu, ̈ jawab Sim Long tersenyum. ”Berapa lama lagi kita harus
menunggu, ̈ tanya Si Bing pula. ”Juga tidak pasti, ̈ sahut Sim Long.
”Wah, mungkin hidangan yang tersedia akan dingin bila dia belum
lagi muncul, ̈ gerutu Ciu Thian-hu. ”Takkan dingin, ̈ sela
Ci-hiang mendadak dengan tertawa. ”Ooh! ̈ Ciu Thian-hu
bersuara heran. ”Sebab memang tidak disediakan hidangan, ̈
sambung Ci-hiang.
Ciu Thian-hu melongo, mendadak ia terbahak, katanya sambil
menuding Sim Long, ”Hahaah, tak tersangka engkau pintar
menghemat. ̈
”Biasanya aku memang suka menghemat, ̈ ujar Sim Long tersenyum.
”Dia kan tidak punya tambang emas, dengan sendirinya perlu
hemat, ̈ tukas Ci-hiang pula.
Mendadak ia berhenti tertawa dan memandang ke arah pintu dengan
terbelalak.
Entah sejak kapan di depan pintu sudah berdiri seorang.
Pintu cukup tinggi, tapi orang ini ternyata lebih tinggi satu kepala
daripada pintu sehingga cuma kelihatan tubuhnya, sedang kepalanya
teraling oleh kosen pintu.
Ci-hiang cuma dapat melihat perawakannya yang kurus kering serupa
galah bambu tanpa kelihatan kepalanya, tapi cukup melihat tubuhnya
saja sudah membuat orang merasa seram.
Dia memakai baju kulit hitam mulus membungkus erat tubuhnya
yang jangkung itu sehingga serupa kulit ular, dia memang serupa
seekor ular berbisa, setiap bagian tubuhnya seolah-olah tersembunyi
bahaya yang sukar diraba, dia tidak bergerak, tapi setiap saat seperti
siap mencaplok mangsanya.
Tangannya yang kurus kering serupa kepala ular itu terjulur hampir
melampaui dengkul, orang lain hanya dapat mencapainya dalam
jarak tiga kaki, tapi dia sanggup menyerang orang dari jarak lima
kaki.
”Gi-su (Duta Hawa) sudah berkunjung, mengapa tidak masuk kemari
untuk minum secawan? ̈ segera Sim Long menyapa sembari
menjura.
Suara yang dingin dan sepat itu menjawab di luar pintu, ”Namaku
Tokko Siang. ̈
”Ah, kiranya saudara Tokko, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
”Orang she Tokko tidak pernah bersaudara, ̈ ucap orang itu ketus.
”O, ya, silakan Tokko-siansing masuk kemari, ̈ tetap Sim Long
menanggapi dengan tertawa.
”Memang ingin kuminum secawan arakmu, ̈ kata orang itu alias
Tokko Siang.
”Bilakah kiranya Ongya akan hadir? ̈ tanya Sim Long.
”Mestinya dia akan kemari, tapi malam ini justru ada seorang sahabat
ingin mencari dia, ̈ tutur Tokko Siang. ”Terpaksa dia menunggu di
sana untuk mengorek hati orang itu, kalau tidak orang itu pasti akan
kecewa. ̈
Perbuatan mengorek hati manusia dan bunuh-membunuh
diucapkannya dengan santai, tapi bagi pendengaran orang lain
seketika bisa merinding.
”Jika Ongya tidak sempat hadir, sama saja Tokko-siansing mewakili
beliau, ̈ kata Sim Long.
Kembali Tokko Siang mendengus, mendadak dari lengan bajunya
menyambar keluar seutas benang emas, meski kepalanya seperti
teraling kosen pintu, namun tangannya seakan-akan bermata.
Benang emas itu berkelebat, tahu-tahu sebuah cawan arak sudah
terbelit, sekali tarik cawan sudah terpegang olehnya.
”Ehm, arak enak? ̈ kata Tokko Siang sehabis menenggak arak.
Kembali tangannya bergerak, cawan emas terbang kembali dan jatuh
di tempat semula tanpa selisih setitik pun.
Padahal berat cawan atau piala emas berikut araknya sedikitnya ada
dua kati, namun dengan seutas benang lemas ia sanggup
mengangkatnya dari jauh, sungguh ketepatan menggunakan tenaga
dan kekuatan pergelangan tangannya sangat mengejutkan. Apalagi
piala emas dapat ditaruh kembali ke tempat semula, kepandaian ini
sungguh sukar untuk dibayangkan.
Semua orang sama menahan napas setelah menyaksikan pamer
kungfu orang ini, ketika mereka memandang lagi keluar pintu, Tokko
Siang sudah menghilang.
”Lihai amat! ̈ ucap Liong Su-hay.
”Kepandaian orang ini mungkin terhitung nomor satu di Kwan-gwa, ̈
kata Sim Long dengan tertawa.
”Haha, sekali ini Sim-heng telah salah nilai, ̈ mendadak The Lan-ciu
menanggapi ucapan Sim Long itu.
”Oo?! Salah nilai? ̈
”Ya, sebab biarpun di Kwan-gwa dia belum lagi terhitung jago nomor
satu, ̈ kata The Lan-ciu.
”Kutahu juga di padang rumput dan gurun pasir sana banyak tokoh
terpendam, tapi biasanya jago terpendam itu mengutamakan
Lwekang, jarang ada yang lihai gerak tangannya seperti orang tadi. ̈
”Pernahkah Sim-heng mendengar sebutan Kui-jiau-coa-hun (cakar
setan mencengkeram sukma)? ̈ tanya The Lan-ciu.
”Kui-jiau-coa-hun? Jangan-jangan nama lain daripada Pek-kut-yu-
leng-ciang (ilmu pukulan setan tulang putih) yang paling keji dan
misterius yang dulu pernah menggemparkan dunia persilatan itu? ̈
”Betul, Sim-heng memang berpengetahuan luas, ̈ The Lan-ciu
mengangguk.
”Tapi kawanan setan perguruan Yu-leng-bun konon sudah tertumpas
habis oleh Sim Thian-kun, Sim-tayhiap bersama ketujuh aliran besar
ilmu pedang pada 30 tahun yang lalu di Im-san? Sejak itu kabarnya
Yu-leng-bun tidak ada ahli waris lagi, mengapa sekarang bisa muncul
di Kwan-gwa? ̈
”Agaknya Sim-heng tidak tahu meski kawanan setan Yu-leng-bun itu
sudah mati semua tapi kitab pusaka ilmu sihir Yu-leng-bun entah
mengapa telah tersiar ke Kwan-gwa sana, ̈ tutur The Lan-ciu.
”Ah, tak tersangka setelah pertempuran Im-san bisa tertinggal lagi
ekor seperti ini, bilamana Sim-tayhiap dan para ketua ketujuh aliran
besar mengetahuinya, mungkin mereka takkan tenteram di alam
baka, ̈ ujar Sim Long dengan gegetun, sikapnya mendadak berubah
prihatin, hal ini jarang terjadi.
Karena semua orang sama tertarik oleh cerita Yu-leng-bun yang
misterius itu sehingga tidak ada yang mengetahui perubahan sikap
Sim Long itu.
”Konon pada 30 tahun yang lalu kalangan persilatan di Kwan-gwa
pernah geger lantaran memperebutkan kitab pusaka Yu-leng-pitboh,
anehnya peristiwa ini tidak banyak diketahui orang Kangouw, ̈ tutur
The Lan-ciu.
”Bisa jadi hal ini disebabkan orang yang ikut dalam perebutan kitab
pusaka itu tidak banyak, bahkan semuanya tutup mulut dan jaga
rahasia, hanya diam-diam di antara mereka terjadi pertarungan
sengit, tapi berita ini tidak disiarkan keluar. ̈
”Ya, bilamana berita ini tersiar, entah berapa banyak orang persilatan
daerah Tionggoan akan memburu ke sana untuk ikut dalam kemelut
perebutan kitab pusaka itu. Kecuali itu juga masih ada sebab lain,
yaitu orang yang ikut berebut kitab pada waktu itu namanya tidak
terkenal, karena itulah gerak-gerik mereka tidak menarik perhatian
orang lain. ̈
”Betul, tapi siapa pun juga, sekalipun namanya semula tidak
menonjol dan kedudukannya rendah, kalau sudah memperoleh Yu-
leng-pit-boh, tentu nilainya akan berubah sama sekali, ̈ ujar Sim
Long. ”Dan entah siapa akhirnya yang mendapatkan kitab pusaka
itu? ̈
”Konon beberapa keluarga yang ikut dalam perebutan kitab itu
akhirnya sama gugur seluruhnya, hanya tertinggal seorang budak
tukang cuci saja, dan dengan sendirinya Yu-leng-pit-boh itu lantas
jatuh di tangan budak cilik ini. Cuma, kabarnya budak ini kemudian
juga tidak berhasil meyakinkan kungfu rahasia Yu-leng-bun ini. ̈
”O, sebab apa? ̈ tanya Sim Long.
”Duduk perkara yang sebenarnya tidak diketahui siapa pun, ̈ tutur
The Lan-ciu. ”Cuma menurut cerita yang pernah kudengar, rahasia ini
akhirnya diketahui juga oleh seorang tokoh dunia persilatan. ̈
”Dan kitab pusaka itu dirampas olehnya? ̈ tanya Sim Long pula.
”Tidak, ̈ tutur The Lan-ciu. ”Jika dia mau membunuh budak itu, tentu
saja terlalu mudah baginya. Susahnya si budak sendiri juga
mengetahui padanya terdapat sejilid kitab pusaka yang diincar orang,
hal ini akan mendatangkan malapetaka bagi dirinya sendiri, sebab
itulah kitab itu telah disembunyikannya di suatu tempat rahasia.
Dalam keadaan demikian, biarpun tokoh itu membunuhnya juga
tetap tidak mendapatkan kitab pusaka yang diharapkan. ̈
”Tentu dia tidak rela mengakhiri urusan dengan begitu saja? ̈
”Ya, memang. Orang ini ternyata sangat licin dan licik, culas dan keji.
Dia memakai cara halus, budak itu ditipunya sehingga kehilangan
kehormatannya. Ia yakin seorang anak perempuan jika sudah mau
menyerahkan tubuhnya kepada seorang, maka segala apa pun akan
diserahkannya. Tak tersangka olehnya si budak ternyata jauh lebih
cerdik daripada perkiraannya, betapa pun ia tidak mau
memperlihatkan kitab itu. Setelah menunggu lagi sekian lamanya,
orang itu tidak sabar lagi, lambat laun tertampaklah wajah aslinya.
Tapi si budak menjadi lebih waspada dan tetap tidak mau
menyerahkan kitab yang diminta. ̈
”Pintar juga budak itu, ̈ ujar Sim Long.
The Lan-ciu tertawa, ”Budak itu pun menyadari wajahnya tidak
cantik, jika ada tokoh persilatan penujui dia, dengan sendirinya bukan
terpikat pada wajahnya melainkan mengincar kitab pusaka yang
dikuasainya itu, jika dia menyerahkan kitab, sekalipun dirinya tidak
diganggu, tentu juga akan ditinggal pergi. Dan bila kitab tidak
diserahkannya, sedikitnya masih dapat hidup bersama untuk sekian
lamanya. ̈
”Tampaknya budak itu jadi menyukainya, ̈ kata Sim Long.
”Bukan saja menyukainya, bahkan tergila-gila, ̈ tutur The Lan-ciu.
”Tapi semakin si budak tergila-gila padanya, orang itu tambah jemu,
gagal dengan cara halus, akhirnya dia menggunakan cara kasar,
bahkan cara keji untuk memaksa si budak menyerahkan kitabnya. ̈
Ia menghela napas lalu menyambung, ”Konon cara yang
digunakannya sungguh luar biasa kejamnya, genduk itu tersiksa
sehingga tidak berbentuk manusia lagi, mata buta, kaki dan tangan
pun cacat, tapi dia tetap tutup mulut, mati pun tidak mau mengaku di
mana dia menyembunyikan kitabnya. ̈
”Blang ̈, mendadak Liong Su-hay menggebrak meja dan berteriak,
”Jahanam, siapa bocah itu, ingin kutemui dia. ̈
”Siapa dia tidak ada yang tahu, yang jelas sampai akhirnya dia tetap
tidak mendapatkan kitab pusaka idamannya dan tetap pulang dengan
tangan hampa. ̈
”Masa dia mau melepaskan genduk itu begitu saja? ̈ tanya Sim Long.
”Konon genduk itu juga bukan orang biasa, meski sudah cacat, pada
suatu kesempatan dia dapat melarikan diri. Pada waktu itu juga
tokoh persilatan itu kebetulan ada urusan penting harus segera
pulang ke Tionggoan. Ketika urusannya sudah selesai dan kembali
lagi ke Kwan-gwa, budak itu entah bersembunyi di mana dan sukar
ditemukan lagi. Terpaksa ia pulang lagi dengan putus harapan. ̈
”Ai, budak itu .... ̈
”Budak itu tentu juga tidak mampu menguasai kungfu dalam kitab
pusaka, namun dia telah duduk perut, akhirnya ia melahirkan anak, ̈
The Lan-ciu menghela napas, lalu menyambung, ”Dan agaknya anak
inilah ahli waris kungfu Yu-leng-bun sekarang. ̈
”Wah, anak yang dilahirkan cara demikian tentu saja sangat benci
kepada sesamanya, ̈ ucap Sim Long. ”Jika dia berhasil lagi
menguasai kungfu yang keji, tentu ... tentu runyam. ̈
”Memang, ̈ kata The Lan-ciu. ”Konon setelah anak itu dewasa dan
berhasil meyakinkan kungfu sakti ia pun menerima sejumlah murid,
Yu-leng-kun-kui (kawanan setan alam halus) dahulu sudah mati, Yu-
leng-kun-kui yang sekarang telah lahir lagi. ̈
”Orang macam apakah anak ini? ̈ tanya Sim Long.
”Belum pernah ada orang Kangouw yang melihat bentuknya, ̈ tutur
Lan-ciu. ”Di dunia Kangouw ada macam-macam berita, katanya dia
seorang gadis yang sangat cantik laksana bidadari, tapi tindak
tanduknya kejam dan keji serupa setan iblis. ̈
”Seorang perempuan kalau sudah kejam, biasanya bisa berpuluh kali
lebih kejam daripada orang lelaki, ̈ ujar Sim Long.
”Huh, semua itu kan lantaran kebanyakan lelaki adalah orang
berengsek, ̈ Ci-hiang mencibir.
”Nama kawanan setan Yu-leng baru beberapa tahun terakhir
terdengar di dunia persilatan Kwan-gwa, tapi entah berapa banyak
korban yang telah jatuh di tangan kawan setan itu. Konon gadis ini
suka makan hati manusia, setiap orang yang dibunuhnya akan
dikorek hatinya untuk dimakan, yang dibunuhnya dengan sendirinya
seluruhnya orang lelaki, jadi hati orang lelaki yang dimakannya. ̈
”Ibunya ditipu oleh lelaki, dapat dibayangkan betapa dia membenci
orang lelaki, ̈ kata Sim Long.
”Eh, bagaimana rasanya hatimu, Sim Long? ̈ tanya Ci-hiang
mendadak.
”Kukira pahit, ̈ jawab Sim Long tertawa.
Ci-hiang berkedip-kedip. ”Biarpun pahit juga ingin kucicipi. Kukira
orang perempuan yang ingin mencicipi rasa hatimu tidak cuma aku
seorang saja. ̈
”Aha, kiranya Sim-kongcu juga lelaki yang disiriki perempuan, ̈ The
Lan-ciu berseloroh. Mendadak ia menahan suaranya dan berkata
pula, ”Selain itu tadi, ada lagi satu hal aneh. ̈
”Aneh apa? ̈ tanya Sim Long.
”Entah mengapa, kawanan setan itu selalu memusuhi Koay-lok-ong,
setiap anak buah Koay-lok-ong yang terpencil sendirian tentu akan
disembelih kawanan setan itu dan dimakan hatinya. ̈
”Oo?! ̈ Sim Long melengak.
”Dari ucapan Tokko Siang tadi, katanya hari ini Koay-lok-ong lagi
menunggu kedatangan seorang yang akan dikorek hatinya, mungkin
... mungkin orang yang dimaksudkan ialah .... ̈
”Gembong setan perempuan Yu-leng-kun-kui itu, maksudmu? ̈ tukas
Ci-hiang.
”Ya, tapi mudah-mudahan bukan dia, ̈ ujar The Lan-ciu.
Semua orang sama terkesiap. Selang sejenak mendadak Ciu Thianhu
berbangkit dan berkata, ”Wah, bila mendengar cerita yang
menakutkan perutku lantas lapar, perlu kumakan dulu. ̈
”Arak ini tidak kau tenggak? ̈ kata Sim Long dengan tersenyum.
”Engkau kan ingin menghemat, biarlah arak ini boleh kau hemat
sekalian, ̈ ujar Ciu Thian-hu sambil bergelak tertawa.
”Hm, jika arak ini tidak kau minum, selama hidupmu selanjutnya pasti
sukar lagi minum arak semacam ini, ̈ jengek Ci-hiang.
”Haha, sekalipun arak ini air emas juga dapat kuminum setiap hari, ̈
seru Ciu Thian-hu.
”Air emas? Hm, arak ini sedikitnya lebih mahal seribu kali daripada air
emas, ̈ jengek Ci-hiang.
Ciu Thian-hu melengak, tapi segera ia tertawa pula, ”Ah, membual
kan tidak perlu modal. Memangnya harga arak ini sampai seribu tahil
perak? ̈
”Hm, mestinya tidak ingin kukatakan, tapi sekarang justru ingin
kujelaskan supaya kau tahu, ̈ ejek Ci-hiang. ”Arak yang disuguhkan
ini berharga 125 ribu tahil perak dan tidak kurang. ̈
”Hah, 125 ribu tahil? Haha, masa ada arak semahal ini, kau sangka
orang she Ciu ini orang udik yang dapat kau bohongi? ̈
”Jika sejuta tahil perak dibelikan mutiara seluruhnya dan digiling
menjadi bubuk, lalu semua bubuk dicairkan menjadi delapan cawan
arak, coba hitung sendiri, secawan arak lantas berharga berapa? ̈
Ciu Thian-hu melongo, jawabnya dengan tergegap, ”Ya, betul, 125
ribu tahil perak .... ̈
Ia melototi arak di depannya dengan rasa kagum dan hormat, sampai
lama ia memandang, akhirnya cawan arak diangkatnya dan
ditenggaknya.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara suitan nyaring panjang,
entah suara apa, jelas bukan suara manusia.
Kedengaran suara suitan itu sangat jauh, tapi hanya sekejap lantas
mendekat, betapa cepat datangnya sungguh sukar dibayangkan.
Hal ini pasti tidak dilakukan manusia, manusia pasti tidak mempunyai
kecepatan sehebat ini.
Lantas suara apakah sesungguhnya?
Itulah tangisan setan!
Suara itu membuat orang merinding, kaki dan tangan sama dingin,
kontan pucat muka Ciu Thian-hu.
Suara itu terus berjangkit, sekali berubah, menjadi dua kali, berubah
lagi menjadi empat kali dan seterusnya hingga dalam sekejap suara
melengking itu bergema dari empat penjuru, sebentar timbul di
kanan, mendadak terdengar lagi di kiri, sekonyong-konyong di depan,
tahu-tahu di belakang.
Ciu Thian-hu bergemetar, hampir saja ia sembunyi di kolong meja.
The Lan-ciu dan Liong Su-hay juga berubah pucat.
”Yu-leng-hui ... ̈ ucap Ci-hiang dengan rada gemetar.
Mendadak Sim Long berdiri dan melangkah keluar.
”He, jangan .... ̈ seru Ci-hiang khawatir.
Sim Long tetap melangkah tanpa menoleh, ucapnya dengan tertawa,
”Jika hatiku bakal dimakan orang, biarlah dimakan oleh setan
perempuan ini saja. ̈
Jilid 28
Ternyata seluruh taman yang luas ini sudah penuh bintik-bintik api
setan.
Api setan yang berwarna hijau pucat berkelip di tengah kegelapan
taman yang sunyi sehingga membuat keadaan terasa sangat seram.
Setiba di luar, sekonyong-konyong setitik api setan menyambar tiba
dengan membawa suara mendenging. Sekali lengan baju Sim Long
mengebut, api setan ini tergulung ke dalam lengan baju, kiranya
cuma sepotong tembaga tipis yang dibikin serupa sempritan dan
disambitkan orang dengan kuat sehingga menerbitkan suara
mendenging seperti suara suitan.
Adapun api setan itu cuma api fosfor saja.
Sim Long tersenyum dan membuang sempritan itu, ucapnya dengan
tertawa, ”Hah, kepandaian kawanan setan juga cuma begini saja. ̈
Tanpa berhenti ia terus menuju ke vila zamrud. Vila itu juga gelap
gulita, hanya di serambi ada sebuah meja pendek, di situ ada sebuah
pelita. Seorang berbaju kuning dengan baju dada terbuka
menongkrong di situ asyik minum arak.
Menghadapi api setan yang memenuhi udara, orang ini tampak tetap
santai saja seakan-akan beribu titik api setan yang misterius ini
serupa bunga api yang mengiringi dia minum arak.
Dipandang dari jauh, lamat-lamat Sim Long melihat orang berjidat
lebar, bermuka putih, berjenggot panjang terawat.
Sim Long menarik napas, akhirnya wajah asli Koay-lok-ong dapat
dilihatnya juga, tokoh misterius yang selama belasan tahun paling
disegani di dunia persilatan.
Koay-lok-ong asyik makan minum, ketika ia menaruh cawan araknya
mendadak ia berpaling ke arah tempat sembunyi Sim Long, serunya
dengan tertawa lantang, ”Jika Anda sudah datang, kenapa tidak
muncul kemari untuk minum bersamaku? ̈
Diam-diam Sim Long terkejut oleh ketajaman mata-telinga orang,
cepat ia menjawab dengan tersenyum, ”Cayhe Sim Long. ̈
”O, kiranya engkaulah Sim-kongcu, ̈ kata Koay-lok-ong.
Dengan langkah lebar Sim Long mendekati orang, sapanya sambil
memberi hormat, ”Api setan memenuhi udara, Ongya asyik bersantap
sendiri, sungguh sangat menyenangkan tampaknya. ̈
”Api setan memenuhi udara dan Sim-kongcu masih juga pesiar
keluar, tentu tidak kecil juga hasrat Sim-kongcu, ̈ ujar Koay-lok-ong
tertawa.
”Karena Ongya tidak dapat diundang, terpaksa kudatang kemari
untuk belajar kenal, ̈ sahut Sim Long.
”Bagus, aku memang lagi kesepian minum sendirian, kini Simkongcu
datang menemani, sungguh bagus sekali. Silakan! ̈
Sambil mengucapkan terima kasih, kini Sim Long dapat melihat lebih
jelas wajah Koay-lok-ong.
Dilihatnya alisnya tebal, matanya panjang lebar dan gemerdep
ditambah dengan hidungnya yang besar sehingga melambangkan
perbawanya yang besar dan kecerdasan serta gairah hidupnya yang
sukar ditandingi orang biasa.
Sim Long tidak dapat melihat mulutnya, karena mulut tertutup oleh
kumis jenggotnya yang lebat, namun kumis jenggot terawat dengan
rapi.
Koay-lok-ong juga sedang mengawasi Sim Long. Banyak pemuda
cakap anak buahnya, tapi kalau dibandingkan Sim Long hampir tidak
ada artinya.
Di samping meja pendek ada kasur berlapis kain sutra, mungkin
tersedia untuk Yu-leng-kui-li (setan perempuan alam halus), di atas
meja juga masih ada cawan kosong.
Tapi Sim Long lantas duduk saja di situ, lalu menuang arak sendiri,
katanya, ”Sudah lama kudengar Ongya seorang ahli minum, marilah
kusuguh dulu Ongya secawan. ̈
Keduanya lantas angkat cawan dan menenggaknya hingga habis.
”Ehm, arak sedap! ̈ ucap Sim Long.
”Betapa bagusnya arak ini masakah dapat membandingi arak bubuk
mutiaramu yang berharga sejuta tahil itu, ̈ ujar Koay-lok-ong dengan
tertawa terbahak.
Suara gelak tertawanya keras mengguncang atap, daun pohon pun
sama rontok di luar. Namun tiada setetes arak dalam cawan Sim
Long yang tercecer.
”Mengapa Ongya bergelak tertawa segembira ini? ̈ tanya Sim Long.
”Hahahaha! ̈ Koay-lok-ong tertawa latah pula. ”Setiap orang
Kangouw sekarang sama tahu Sim Long adalah musuhku yang
terbesar, tapi kau Sim Long saat ini berani duduk berhadapan
denganku, bahkan menyanjung puji diriku, coba apakah tidak lucu
dan menggelikan? Haha! .... ̈
Sim Long tenang saja, mendadak ia pun tertawa keras.
Karena suara tertawa kedua orang berjangkit sekaligus, ”prak ̈,
tahu-tahu cawan arak di atas meja sama retak tergetar.
Seketika Koay-lok-ong berhenti tertawa dan bertanya, ”Dan mengapa
Sim-kongcu mendadak ikut tertawa? ̈
Dengan lantang Sim Long menjawab, ”Bahwa setiap orang Kangouw
sama tahu mata-telinga Koay-lok-ong tersebar di segenap pelosok
dunia ini, siapa duga seluk-beluk seorang Sim Long ternyata tidak
dapat diketahui oleh Koay-lok-ong, coba, kan lucu dan menggelikan?
Hahaha! ̈
”Huh, kau salah besar bila mengira aku tidak tahu seluk-belukmu, ̈
kata Koay-lok-ong dengan bengis.
”Memangnya apa yang diketahui Ongya mengenai diriku? ̈ tanya Sim
Long.
”Critt ̈, mendadak sebuah panah kecil dengan membawa kerlipan api
setan menyambar tiba memecah angkasa gelap.
Sim Long tidak gugup, ia pegang sumpit dan menjepit perlahan,
tampaknya dia bergerak dengan santai, tahu-tahu anak panah yang
menyambar tiba itu tepat terjepit oleh sumpitnya.
Tanpa memandang anak panah itu dibuangnya, lalu berkata lagi
dengan tertawa, ”Coba, apakah Ongya tahu kungfuku berasal dari
aliran atau perguruan mana atau ajaran, siapa? ̈
”Hmk, ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Hmk artinya tahu atau tidak tahu? ̈ Sim Long sengaja bertanya.
”Tidak tahu, ̈ jawab Koay-lok-ong sambil menenggak arak untuk
menutup rasa kikuknya.
Sim Long juga angkat cawan, katanya pula, ”Dan apakah Ongya tahu
aku mempunyai saudara, punya sanak kadang, ada kawan atau
lawan?”
”Tidak tahu, ̈ teriak Koay-lok-ong gemas.
”Nah, jika begitu apakah Ongya tahu persis nama asliku memang Sim
Long?¡
”Ini ... ini pun tidak tahu, ̈ melengak juga Koay-lok-ong.
”Haha, mendingan jika Ongya tidak tahu hal lain, bila namaku saja
Ongya tidak tahu secara pasti, lantas berdasarkan apa Ongya bilang
tahu seluk-beluk diriku? ̈
”Ini .... ̈ kening Koay-lok-ong bekernyit.
Sim Long tidak memberi kesempatan bicara baginya, langsung ia
menyambung lagi dengan tertawa, ”Dan bila Ongya tidak tahu seluk-
belukku, dari mana Ongya mendapat tahu aku adalah musuh
besarmu? ̈
”Setiap orang Kangouw sama tahu hal ini, ̈ teriak Koay-lok-ong
gemas.
”Desas-desus orang Kangouw masa dapat dipercaya? ̈ tanya Sim
Long.
”Perkataan sepuluh orang mungkin palsu, pembicaraan seribu orang
pasti benar, kenapa aku tidak percaya? ̈ ujar Koay-lok-ong.
Sim Long tertawa, ”Jika demikian, sebenarnya apa yang dikatakan
orang Kangouw mengenai diriku? Sesungguhnya apa yang didengar
Ongya? Bolehkah kudengarkan penjelasan Ongya? ̈
Koay-lok-ong tersenyum, mendadak ia bertepuk tangan dua kali.
Begitu tangan bertepuk, serentak Tokko Siang melompat keluar.
Dengan ketajaman daya dengar dan pandang Sim Long ternyata
tidak mengetahui orang ini sejak tadi sudah berada di sekitar situ.
”Haha, orang bilang Tokko-heng dan Ongya bagaikan bayangan yang
tidak pernah berpisah, tampaknya memang tidak salah kabar ini, ̈
ujar Sim Long dengan tertawa.
Tokko Siang hanya mendengus saja, lalu menyodorkan seberkas
gulungan warna kuning ke atas meja.
Sambil tertawa Koay-lok-ong berkata, ”Memangnya kau kira kami
tidak tahu bahwa secara diam-diam kau pun mengintai gerakgerikku,
segala tata kehidupan pribadiku pun kau selidiki dengan jelas. Namun
dapat
terhindar
dari
sebaliknya
setiap
gerak-gerikmu
mata-telingaku? ̈
Sembari bicara ia lantas melolos tiga helai dari berkas itu dari
dilemparkan ke depan Sim Long, katanya, ”Nah, boleh kau baca
sendiri. ̈
Ternyata isi ketiga helai kertas itu mencatat lengkap segenap tingkah
laku Him Miau-ji, Cu Jit-jit dan Sim Long sejak pertemuan mereka di
Jin-gi-ceng, kemudian keduanya mengikat persahabatan dengan si
Kucing, semua itu tercatat dengan jelas.
Dengan sendirinya Ong Ling-hoa juga disinggung, malahan urusan
persaingan antara Sim Long dan Ong Ling-hoa juga diselidiki secara
terperinci.
Habis baca, meski lahirnya tetap tenang saja, tapi dalam hati Sim
Long sangat terkejut. Maklumlah, sebagian kejadian sebenarnya
cuma diketahui antara mereka bertiga saja dan tidak mungkin
diketahui orang lain lagi, terutama apa-apa yang dibicarakan mereka
bertiga, entah cara bagaimana juga dapat diketahui Koay-lok-ong.
Jika begitu, apakah mungkin satu di antara mereka bertiga adalah
agen rahasia Koay-lok-ong?
Lantas siapa? Him Miau-ji? Jelas tidak mungkin.
Si Kucing pasti bukan manusia begitu, apalagi dia sama sekali tidak
ada kesempatan mengadakan kontak rahasia dengan Koay-lok-ong,
setiap gerak-geriknya pada hakikatnya tidak pernah bebas dari
mata-telinga Sim-Long.
Apakah Cu Jit-jit? Juga tidak mungkin. Jit-jit juga pasti bukan orang
semacam ini, dia berasal diri keluarga kaya, sama sekali tidak ada
hubungan apa pun dengan Koay-lok-ong. Apalagi dia pernah jatuh
dalam cengkeraman antek Koay-lok-ong yang banci itu dan
mengalami berbagai siksaan lahir batin.
Mati pun Sim Long tidak percaya jika orang bilang kedua orang itu
agen rahasia musuh.
Tapi kecuali kedua orang itu tinggal Sim Long sendiri. Apakah
mungkin Sim Long sendiri yang menjadi mata-mata musuh?
Sungguh Sim Long tidak habis mengerti, diam-diam ia cuma
menyengir saja, perlahan ia taruh kembali ketiga helai kertas itu,
kertas yang tipis itu mendadak dirasakannya sedemikian berat.
”Apakah ada yang omong kosong apa yang tertulis di situ? ̈ tanya
Koay-lok-ong sambil menatapnya dengan tajam.
Sim Long termenung sejenak, jawabnya kemudian, ”Tulen atau
palsu, benar atau omong kosong, memangnya Ongya sendiri tidak
dapat memastikannya? ̈
”Jika begitu, apa yang dapat kau katakan lagi? ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Apa yang tertulis di situ cuma ada sesuatu yang tidak benar, ̈ kata
Sim Long tiba-tiba.
”Oo, satu hal apa? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Apa yang ditulisnya tentang pribadi Sim Long terasa terlampau
baik. ̈
”Untuk itu mengapa engkau mesti rendah hati? ̈ ujar Koay-lok-ong
dengan tertawa.
”Di situ Sim Long ditulis sebagai seorang yang luhur budi, seorang
kesatria yang murah hati dan suka menolong sesamanya, padahal
yang benar Sim Long adalah seorang rendah yang suka
mementingkan diri sendiri. ̈
”Terkutuklah manusia yang tidak membela diri sendiri, sekalipun
seorang pendekar atau pahlawan terkadang juga berhitung bagi
kepentingan sendiri, dari dulu kala hingga sekarang siapa yang tidak
memikirkan diri sendiri selain orang gila atau orang linglung. ̈
”Memang betul, ̈ kata Sim Long. ”Betapa besarnya seorang juga tak
terlepas dari urusan nama dan kedudukan serta keuntungan, biarpun
sang nabi dahulu juga berkeliling ke berbagai negara, tujuannya kan
juga ingin mencari seorang junjungan yang dapat diandalkan untuk
menggunakan tenaga dan pikirannya. ̈
”Haha, uraian yang bagus, harus kusuguh satu cawan, ̈ kata Koay-
lok-ong dengan tertawa.
Dalam pada itu api setan di udara semakin banyak, suara suitan juga
semakin nyaring, nyata bahaya yang belum dapat diramalkan sudah
sangat mendesak, namun kedua orang masih tetap makan minum
seperti tidak terjadi apa pun.
”Menjemukan! ̈ gerutu Tokko Siang mendadak. Mendadak ia meraup
segenggam kacang dari atas meja terus ditebarkan ke luar.
Terdengarlah suara mendesing ramai memecah udara. Seketika api
setan berjatuhan bagai hujan.
Akan tetapi api setan memang terlalu banyak, hanya sekejap saja
udara sudah penuh lagi oleh bintik api setan.
Sim Long memegang cawan arak, katanya dengan tersenyum, ”Api
setan ini memang agak mengganggu, biarlah kubantu Tokko-heng. ̈
Ia minum arak seceguk, mendadak arak disemburkan, seketika arak
berubah seperti kabut membanjir ke depan, seketika beribu bintik api
setan terhapus.
”Khikang (kekuatan hawa) yang hebat! ̈ puji Tokko Siang.
Koay-lok-ong pun berkata, ”Kungfu Anda sungguh harus kuakui
sebagai jago nomor satu yang pernah kutemui selama dua tahun
terakhir ini. Sekarang kita berhadapan, mengapa engkau tidak turun
tangan saja padaku? ̈
”Mengapa aku perlu turun tangan? ̈ Sim Long tertawa.
”Turun tangan lebih dulu akan menang, masakah kau lupa? ̈
”Sebenarnya kita ini kawan atau lawan, masakah Ongya tidak tahu? ̈
”Kawan atau lawan memang bergantung pada pikiran sekejap .... ̈
Belum habis ucapan Koay-lok-ong, mendadak di kejauhan ada suara
orang bersorak, ”Koay-lok-ong, nyawa takkan panjang, sebelum fajar
jiwa melayang! ̈
Lalu terdengar gelak tertawa seram serupa lolong serigala dan
seperti tangis setan.
Koay-lok-ong juga tertawa sambil mengelus jenggotnya, serunya
lantang, ”Koay-lok-ong, usianya paling panjang, jiwa kawanan setan
yang pasti melayang! ̈
Baru lenyap suaranya, berpuluh sosok bayangan orang muncul di
tengah bintik api setan yang memenuhi udara itu.
Bayangan orang dengan hiasan bintik api hijau, bayangan setan
bergoyang, seram kelihatannya seperti kawanan setan yang baru
muncul dari neraka.
Tiba-tiba suara berdendang berkumandang pula, ”Pintu neraka sudah
terbuka, api hijau dari alam halus, membakar Koay-lok-ong sampai
mati! ̈
Berbareng itu berpuluh orang sama mengangkat tangan dan
menebarkan beribu titik api setan dan membanjir tiba.
Koay-lok-ong tetap duduk tenang, serunya, ”Di mana Tokko Siang? ̈
Serentak Tokko Siang beraksi, kedua tangan terpentang, lengan baju
mengebas.
”Hanya api setan begini, apa artinya? ̈ ujar Sim Long sambil
menenggak arak sepoci penuh, habis itu lantas disemburkan kembali
sebagai hujan untuk menyirapkan api setan.
”Haha, rupanya kawanan setan alam halus tidak suka minum arak, ̈
seru Koay-lok-ong dengan tertawa.
Belum habis ucapannya api setan kembali membanjir lagi, berpuluh
bayangan orang sama menyerbu tiba. Dua orang paling depan
bersuara tertawa ngekek, muka mereka pun dilumuri fosfor sehingga
bersinar gemerdep dan sukar dibedakan wajah aslinya. Rambut
mereka panjang terurai dan bertebaran tertiup angin, dipandang
dalam kegelapan sungguh lebih menakutkan daripada setan
sungguhan.
Seorang di antaranya bersenjata garpu pandak, seorang lagi
berpedang hijau, panjangnya juga cuma satu kaki saja.
Kawanan setan Yu-leng ini ternyata berani menggunakan senjata
pendek, tentu saja mempunyai kungfu yang lain daripada yang lain.
Serentak mereka menubruk maju lagi.
”Silakan Ongya duduk saja .... ̈ kata Sim Long, sekali tangannya
bergerak, setan Yu-leng yang bersenjata garpu kontan menjerit dan
mencelat.
Namun setan yang berpedang hijau sudah menerjang tiba, cepat
sumpit Sim Long bekerja, pedang si setan terjepit. Meski setan Yu-
leng itu membetot sekuatnya tetap tak terlepas.
”Kepiting ini sangat lezat, barangkali kau ingin mencicipinya? ̈ ujar
Sim-Long dengan tertawa, tangan lain segera mencomot seekor
kepiting. Capit kepiting dicapitkan pada hidung setan hidup itu,
terdengarlah jeritan kaget dan kesakitan, sambil mendekap mukanya
si setan lari terbirit-birit.
Sumpit Sim Long masih menjepit pedang hijau rampasan, katanya,
”Barang setan takkan kuambil, kukembalikan saja kepadamu! ̈
Sekali sumpit menggeser, pedang hijau menyambar ke depan
secepat anak panah terlepas dari busurnya. Kebetulan seorang setan
Yu-leng lain sedang menubruk maju, ia kaget ketika cahaya hijau
menyambar tiba, cepat ia mengegos, tidak urung pedang pandak itu
menancap di bahunya. Segera ia pun kabur.
Hanya sekejap saja sambil bicara dan bergurau Sim Long telah
melukai tiga penyatron. Meski kawanan setan masih berkeliaran di
luar sambil mengeluarkan suara seram, namun tidak ada lagi yang
berani menyerbu.
”Hah, bagus, bagus sekali! ̈ seru Koay-lok-ong sambil menatap Sim
Long.
”Terima kasih atas pujian Ongya, ̈ kata Sim Long.
”Mestinya aku adalah musuhmu, sekarang kau bantu diriku, biasanya
kau caci maki diriku, sekarang engkau sedemikian hormat padaku, ̈
mendadak Koay-lok-ong menarik muka dan membentak,
”Sebenarnya apa maksud tujuan tindakanmu ini? ̈
”Masa Ongya tidak tahu? ̈ jawab Sim Long.
Belum lanjut ucapannya, mendadak lima sosok bayangan menerjang
tiba pula. Golok, pedang, garpu, godam, cambuk, lima jenis senjata
sekaligus menghantam Sim Long, jurus serangannya aneh,
gerakannya cepat, caranya keji.
Tokko Siang berdiri di belakang Sim Long, ia sengaja tinggal diam
saja.
Mendadak lengan baju Sim Long mengebas, kontan golok musuh
terlibat, waktu ia tarik, orang itu menumbuk kawannya yang
berpedang sehingga keduanya jatuh terguling.
Yang bersenjata garpu segera menusuk mata Sim Long, tapi entah
cara bagaimana, ”trang ̈, tahu-tahu ujung garpu menusuk cawan
arak, malahan mulutnya juga dijejal sepotong ikan, badan pun tak
berkuasa, kepala tertekan di atas piring kuah ikan oleh sumpit Sim
Long.
”Apakah Ongya mau mencicipi ikan hidup ini? ̈ kata Sim Long dengan
tertawa.
Melihat kejadian itu, yang bersenjata godam melengak, tapi segera ia
meraung, dengan nekat godam menghantam kepala Sim Long.
Siapa tahu mendadak Sim Long menarik diri ke belakang sehingga
godam menghantam cambuk yang saat itu menyambar tiba, kontan
cambuk dan godam terlepas dari pegangan, tahu-tahu iga kedua
orang itu merasa kesemutan dan jatuh terkulai.
Hanya dalam sekejap, dengan gerakan sepele, kembali Sim Long
merobohkan lima orang lagi.
”Hm, sedemikian besar kau jual tenaga, apakah sengaja kau
perlihatkan kepadaku?¡ jengek Koay-lok-ong malah.
Dalam pada itu yang berpedang telah merangkak bangun, kembali ia
menusuk lagi dengan pedangnya.
”Betul, sengaja kuperlihatkan kepada Ongya, ̈ demikian sembari
bicara Sim Long sempat mengelak, sekali tarik, kepala orang
berpedang itu juga kena ditolak ke dalam piring yang berisi Ang-siohi.
Seketika lengking kawanan setan di luar bertambah riuh, tapi tidak
ada yang berani menerjang maju lagi. Kungfu Sim Long yang lihai
sungguh tidak pernah mereka lihat.
Dengan tersenyum Sim Long berkata pula, ”Binatang mencari tempat
berteduh yang baik, manusia ingin mendapatkan majikan ternama,
sudah lama aku berkelana, untuk melakukan pekerjaan besar tidak
mungkin terlaksana oleh tenagaku sendiri. Bagaimana maksudku,
tentu cukup gamblang bagi Ongya. ̈
”Memangnya maksudmu hendak mengabdi padaku? ̈ gemerdep sinar
mata Koay-lok-ong.
”Ya, begitulah, ̈ kata Sim Long. Pegangannya lantas dikendurkan,
dua orang yang kepalanya tertekan di atas meja lantas terlepas dan
cepat melarikan diri.
Koay-lok-ong tidak menghiraukan orang lain, perhatiannya terpusat
atas diri Sim Long katanya kemudian, ”Tapi dahulu kau .... ̈
”Orang berkelana, setiap petualang, apa yang dikerjakan bergantung
pada cocok dan tidak satu sama lain. Meski dahulu pernah kubekerja
bagi kepentingan Jin-gi-ceng, tapi sekarang sudah lain daripada yang
dulu. Kini Jin-gi-ceng sudah tua, bukan lagi tempat tinggal bagi orang
yang bercita-cita besar. Jika ditinjau apa yang ada sekarang, kecuali
Jin-gi-ceng, siapa pula yang sesuai untuk menerima orang semacam
orang she Sim? ̈
”Barangkali cuma diriku? ̈ ucap Koay-lok-ong dengan tertawa keras.
”Itulah, jika Ongya sudah tahu apakah diriku takkan kau terima? ̈
Mendadak berhenti tertawa Koay-lok-ong, bentaknya, ”Sim Long,
apakah benar begitu maksudmu? ̈
”Jika bukan begitu maksudku, untuk apa kudatang kemari? ̈ jawab
Sim Long.
Koay-lok-ong menatapnya lekat-lekat, sampai sekian lama, lambat
laun di antara sorot mata kedua orang sama menampilkan
senyuman.
Mendadak Tokko Siang berseru, ”Jangan Ongya, hati orang ini sukar
diraba, sekali-kali tidak boleh menerimanya. ̈
”Enyah, ̈ bentak Koay-lok-ong tanpa menoleh.
Air muka Tokko Siang berubah hebat, kata ”enyah ̈ ini sungguh tidak
pernah diterimanya, tubuhnya sampai gemetar, diam-diam ia
mengundurkan diri dengan pedih.
Koay-lok-ong tidak menghiraukannya, katanya pula sekata demi
sekata, ”Wahai Sim Long, jika betul engkau bermaksud demikian
sungguh terhitung mujur bagimu, juga beruntung bagiku. Dengan
mendapat pembantu sebagai dirimu, aku akan serupa harimau
bertumbuh sayap. ̈
”Terima kasih, ̈ ucap Sim Long.
”Tapi ingat, jika maksudmu ini palsu, mungkin .... ̈
Belum lanjut ucapannya, dari kejauhan kembali berkumandang suitan
aneh. Habis itu suara berisik lengking setan tadi lantas berlarian ke
sana, api setan yang memenuhi udara juga lantas lenyap mendadak.
Jagat raya ini seketika kembali sunyi senyap, suasana seram tadi
dalam sekejap saja sudah berubah pada asalnya, yaitu taman hiburan
yang indah, cahaya bulan menyinari bumi raya pula.
Angin meniup semilir, bayangan pohon bergoyang perlahan, kalau
tidak ada dua orang berbaju hijau yang masih menggeletak di situ
karena tertutuk oleh Sim Long tadi, sungguh orang akan mengira apa
yang terjadi tadi hanya di alam mimpi.
”Kedatangan kawanan setan itu sangat cepat, perginya juga tidak
lambat, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Yang datang tadi hanya sekawanan setan cilik Yu-leng-bun saja
untuk menguji kekuatan di sini, peranan yang terlebih lihai kukira
baru sekarang akan muncul, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Konon Yu-leng-kui-li itu memang sangat lihai, ̈ ujar Sim Long.
”Betapa lihainya, jika kita berdua berada di sini, apa yang mampu
diperbuatnya? ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa lantang.
Dapat dianggap sebagai tokoh setingkat Koay-lok-ong, biarpun Sim
Long juga merasa senang.
”Konon di dunia persilatan Tionggoan ada seorang Ong Ling-hoa juga
tokoh yang tidak boleh diremehkan, ̈ tiba-tiba Koay-lok-ong berkata
pula.
”Ya betapa keji cara orang ini dan betapa licik dan licin akalnya,
sungguh harus diakui jarang ada bandingannya, terlebih jejaknya
yang misterius dan sukar dilacak, kemahirannya menyamar,
membuat orang sukar berjaga. ̈
”Bagaimana dia kalau dibandingkan dirimu? ̈
”Memang sukar dibicaranya, bila terjadi pertarungan antara kami,
entah siapa yang akan kecundang. ̈
”Sungguh luar biasa di dunia Kangouw masih ada tokoh muda seperti
dia, sesungguhnya bagaimana asal-usulnya dan dari perguruan mana
dia? ̈
”Ini .... ̈ mendadak Sim Long balas bertanya malah, ”Apakah Ongya
tahu ada tiga orang yang paling misterius asal-usulnya di zaman ini? ̈
”Tidak tahu, ̈ jawab Koay-lok-ong.
”Seorang jelas ialah orang she Sim seorang lagi ialah Ong-Ling-hoa. ̈
”Dan siapa orang ketiga? ̈
”Tentu saja Ongya sendiri. ̈
”Haha, dan entah orang macam apakah Yu-leng-kui-li itu? Kukira
usianya juga tidak terlalu lanjut, sungguh ingin kulihat dia
mempunyai kemampuan apa sehingga sanggup mengendalikan
kawanan setan. ̈
”Agaknya Ongya tidak perlu menunggu lagi, dia sudah datang, ̈ ucap
Sim Long.
Mendadak ada cahaya lampu di halaman yang gelap sana. Enam
belas gadis jelita dengan rambut tersanggul tinggi berbaju sutra putih
membawa lampion istana muncul dari taman sana.
Langkah mereka ringan, gayanya menarik sehingga serupa bidadari
yang turun dari kahyangan.
Dua orang lagi adalah lelaki kekar bercelana satin biru dan memakai
kopiah berhias mutiara, tapi setengah badan atas telanjang bulat
sehingga kelihatan dadanya yang bidang, kedua lelaki ini
mengangkat sebuah tandu kecil dan berjalan di tengah rombongan
kawanan gadis jelita.
”Yang menumpang tandu tentulah
lagaknya, ̈ ujar Sim Long tertawa.
Yu-leng-kui-li,
besar
juga
”Nyalinya juga tidak kecil, ̈ sambung Koay-lok-ong.
Sesudah dekat, kawanan gadis jelita itu memberi hormat, lalu berdiri
sejajar di samping.
Ketika tandu berhenti, di belakang tandu ternyata masih mengikut
lagi seorang gadis cilik berdandan sebagai putri keraton, dengan
langkah cepat ia menyusul ke depan dan membukakan tabir tandu,
lalu menyembah dan berucap, ”Silakan Kiongcu (Tuan Putri) turun! ̈
Segera suara orang perempuan berkumandang dari dalam tandu,
”Apakah Koay-lok-ong berada di sini? ̈
Semula Sim Long menduga suara pimpinan kawanan setan itu pasti
seram dan mengerikan, siapa tahu suaranya sedemikian merdu dan
menggetar sukma.
Namun dia tetap diam saja dan mengikuti apa yang akan terjadi.
Koay-lok-ong juga tetap menunggu.
Terdengar gadis cilik tadi menjawab, ”Koay-lok-ong memang berada
di sini. ̈
”Mengapa dia tidak menyambut kedatanganku? ̈ kata orang di dalam
tandu.
Si gadis cilik mengerling sekejap ke dalam rumah, lalu menjawab
dengan tertawa, ”Mungkin dia sudah mabuk. ̈
¡Orang mabuk sukar untuk diajak bicara, marilah kita pergi saja, bila
dia siuman baru kita datang lagi. ̈
Baru saja gadis cilik itu mengiakan, Koay-lok-ong tidak tahan lagi,
serunya mendadak, ”Kalau sudah datang, kenapa terburu-buru pergi
lagi? ̈
”Engkau tidak mabuk? ̈ tanya orang di dalam tandu.
”Takaran minumku seribu gantang tanpa mabuk, ̈ kata Koay-lokong.
”Jika tidak mabuk, mengapa tidak menyambut kedatanganku? ̈
”Haha, anak perempuan semacam dirimu minta kusambut, apakah
tidak keterlaluan? ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Betapa pun aku adalah pemimpin suatu perguruan tersendiri, jika
kau sambut kedatanganku kan lumrah dan tidak menurunkan
derajatmu? ̈ jengek orang di dalam tandu.
”Ya, padahal banyak orang yang ingin menyambut Kiongcu kami
tanpa diminta dan belum tentu Kiongcu kami mau, ̈ tukas si dayang
cilik.
Koay-lok-ong tertawa, ”Engkau adalah Kiongcu dan aku adalah
Ongya, masakah Ongya diharuskan menyambut Kiongcu? ̈
”Tapi Ongya semacam dirimu kan palsu? ̈ ujar si dayang cilik.
Koay-lok-ong tidak marah, sebaliknya tertawa dan menjawab, ”Dan
memangnya Kiongcu kalian itu tuan putri tulen? ̈
Mendadak terdengar suara tertawa nyaring bagai bunyi keleningan,
katanya, ”Tadinya kusangka Koay-lok-ong pasti seorang culas, dingin
dan kaku, siapa tahu juga penuh humor dan menarik. Jika Ongya dan
Kiongcu sama-sama palsu, dengan sendirinya Kiongcu harus
menyembah kepada Ongya. ̈
Makin didengarkan Sim Long merasa suara ini seperti sudah
dikenalnya dengan baik, cuma seketika tak ingat siapa dia, ia yakin
tidak keliru dugaannya ini.
Dalam pada itu Yu-leng-kiongcu telah melangkah turun dari
tandunya, benar juga seorang gadis mahajelita, sama sekali tidak
berbau setan, bahkan memang serupa bidadari.
Meski bajunya sutra tipis berlapis-lapis, namun samar-samar
kelihatan garis tubuhnya yang ramping, gayanya yang memesona,
wajahnya juga memakai sari, tapi tidak perlu melihat wajahnya yang
sebenarnya dapat membayangkannya pasti mahacantik.
Dengan langkah gemulai dia berjalan sambil berpegangan pada
pundak si dayang cilik.
Mata Koay-lok-ong seakan-akan memercikkan lelatu api, seketika ia
tidak mampu bersuara. Sim Long juga memandang dengan
terkesima.
Setelah menaiki undak-undakan dan langsung menuju ke depan
meja, tanpa disuruh ia angkat cawan arak dan berucap dengan suara
lembut, ¡”Maaf jika kedatanganku ini mengganggu keasyikan Ongya,
kurela terima hukuman.¡ ̈
”Betul, memang harus dihukum, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Hanya mohon hukuman jangan terlalu berat, ̈ ujar Yu-leng-kiongcu
dengan sikap yang mohon dikasihani.
”Haha, mana tega kuberi hukuman berat padamu .... ̈ seru Koay-
lok-ong dengan tertawa. ”Eh, cara bagaimana memberi hukuman
menurut pendapatmu? ̈
Pertanyaan ditujukan kepada Sim Long.
Maka Sim Long menjawab, ”Menghukum dia menuangkan tiga cawan
arak bagi Ongya. ̈
”Hahahaha! Si cantik menuangkan arak bagiku, sebelum minum aku
sudah mabuk, ̈ seru Koay-lok-ong sambil bergelak.
Segera Yu-leng-kiongcu mengangkat poci arak dan menuangkan
secawan, ucapnya lembut, ”Asalkan Ongya tidak mencela tanganku
kotor, silakan minum secawan ini. ̈
Di bawah cahaya lampu tampak tangannya yang putih bersih sebagai
salju, jika ada mata orang dapat bicara maka kedua tangannya ini
seakan-akan juga dapat bicara.
Koay-lok-ong terbelalak, ”Haha, jika tanganmu dibilang kotor, di
dunia ini mana ada tangan yang bersih. ̈
Baru saja ia terima cawan arak itu sebuah tangan terjulur dari
belakangnya dan menitikkan setetes air obat. Namun arak tidak
menimbulkan reaksi, nyata arak tidak beracun.
Yu-leng-kiongcu tertawa, ”Anak buah Ongya sungguh sangat cermat,
cuma sayang .... ̈
”Sayang mengukur pikiran orang baik dengan tujuan jahat sendiri,
begitu bukan maksudmu? ̈ tanya Koay-lok-ong. ”Baik, anggap aku
bersalah, biarlah aku pun dihukum balas menyuguhmu secawan. ̈
Langsung ia menuang penuh cawannya dan disodorkan kepada Yu-
leng-kiongcu.
Yu-leng-kiongcu menerima cawan arak itu, dengan tertawa merdu ia
berkata, ”Tapi badanku biasanya lemah dan tidak sanggup minum
arak, kuharap secawan ini pun Ongya mewakili diriku
menghabiskannya. ̈
”Hahaha, mewakili si cantik minum, kenapa aku tidak mau, tapi
sedikitnya kan harus kau minum seceguk dulu, ̈ ujar Koay-lok-ong.
Sang putri tampak menunduk malu, perlahan ia menyingkap sari
penutup muka dan dikecupnya perlahan arak dalam cawan, lalu
disodorkan lagi kepada Koay-lok-ong, katanya, ”Apakah Ongya tidak
... tidak menolak sisa arak yang kuminum ini? ̈
Koay-lok-ong tampak berseri dan lupa akan bidadari yang berada di
depannya ini adalah pemimpin Yu-leng-bun yang merontokkan nyali
setiap orang Kangouw ini, dengan gelak tertawa ia berkata, ”Minum
arak dengan layanan si cantik, biarpun mati juga rela! ̈
Segera ia angkat cawan dan hendak diminum.
Mendadak sebuah tangan terjulur tiba dan menahan cawan araknya.
Kiranya tangan Sim Long.
”Arak ini tidak boleh diminum, ̈ seru Sim Long.
”O, barangkali engkau juga ingin minum? ̈ tanya Koay-lok-ong
dengan berkedip-kedip. ”Baiklah, secawan ini kuberikan padamu. ̈
Sim Long terima cawan arak itu, katanya dengan tersenyum, ”Cuma
rasanya aku pun tidak sanggup minum. ̈
Mendadak ia tuang arak ke lantai, butiran arak muncrat dan berubah
menjadi uap.
”Hah, arak ... arak ini beracun! ̈ seru Yu-leng-kiongcu.
”Masa Kiongcu tidak tahu arak ini beracun? ̈ ujar Sim Long.
”Kan Ongya sendiri yang menuang arak ini, dari mana kutahu? ̈
jawab Yu-leng-kiongcu dengan suara lembut.
”Justru Ongya yang menuang araknya, maka biarpun Kiongcu
menaruh racun juga takkan disangka oleh siapa pun, ̈ ujar Sim Long.
”Kau bilang aku ... aku menaruh racun? Ah, jang ... jangan kau .... ̈
”Ketika menyingkap sari, saat itu juga Kiongcu sudah mulai main, ̈
tutur Sim Long. ”Jika orang lain menaruh racun dengan tangan
Kiongcu justru menaruh racun dengan bibir. Sungguh sangat
mengagumkan cara yang luar biasa ini. ̈
”Wah, kukira justru matamu yang beracun, ̈ ujar Yu-leng-kiongcu
dengan gegetun.
”Jadi benar kau taruh racun dalam arak? ̈ teriak Koay-lok-ong
mendadak. ”Besar amat nyali, apakah engkau tidak tahu sekali
bergerak saja dapat kubinasakanmu? ̈
”Kuyakin Ongya takkan tega membunuhku, ̈ ujar Yu-leng-kiongcu
sambil tertawa menggiurkan.
”Haha, memang betul, Ongya seorang yang bijaksana, mana
mungkin marah kepada Kiongcu mahacantik .... ̈
Belum lanjut ucapan Sim
memotong, ”Tuan ini .... ̈
Long,
mendadak
Yu-leng-kiongcu
”Sim Long, ̈ ucap anak muda itu.
”Huh, sayang orang sebagai Kongcu rela menjadi antek orang, ̈
jengek Yu-leng-kiongcu.
”Jika si cantik sudi menjadi setan, kenapa aku tidak boleh menjadi
antek orang? ̈ jawab Sim Long.
Yu-leng-kiongcu menatapnya tajam dari balik kain sari, selang
sejenak, mendadak tubuhnya berguncang dan sempoyongan seperti
mau roboh.
Cepat si dayang cilik memburu maju untuk memapahnya, serunya
khawatir, ”Wah, celaka, penyakit hati Kiongcu kami kumat. ̈
”Penyakit hati? ̈ kening Koay-lok-ong bekernyit.
”Ya, bila melihat orang jahat, penyakit Kiongcu ini lantas kumat, ̈
ujar si dayang cilik.
”Wah, jika begitu, aku dan Sim-kongcu adalah orang jahat, ̈ Koay-
lok-ong menggeleng kepala.
Si dayang cilik melototi Sim Long sambil mencibir, ”Bukan dia, tapi
kau inilah, kau bikin susah Kiongcu kami, harus kau ganti rugi. ̈
”Bagaimana dapat kuberi ganti rugi, betapa pun pintar juga tidak
mampu kusembuhkan penyakit hati si cantik, ̈ ujar Sim Long.
”Jika tidak dapat kau sembuhkan penyakit Kiongcu, aku Ko-jin akan
mengadu jiwa denganmu, ̈ teriak si dayang cilik.
”Aha, namamu Ko-jin (kasihan), tapi tiada kelihatan sesuatu yang
perlu dikasihani, ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
Muka si dayang cilik alias Ko-jin menjadi merah, ”Hm, rupanya Ongya
juga orang jahat. Bisa jadi penyakit Kiongcu kami akibat marah
padamu. ̈
”Jangan khawatir, penyakit Kiongcumu akan kusembuhkan, ̈ kata
Koay-lok-ong.
”Tapi penyakitku mungkin sukar disembuhkan, ̈ tiba-tiba Yu-leng-
kiongcu mendesis sambil memegang hulu hatinya, tampaknya sangat
menderita.
”Omong kosong, mana ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, ̈
ujar Koay-lok-ong.
”Meski penyakitku mudah disembuhkan, obatnya yang sukar dicari, ̈
kata Yu-leng-kiongcu.
”Jika ada obatnya pasti dapat dicari, ̈ ujar Koay-lok-ong tegas.
”Memangnya Ongya sungguh-sungguh mau
bagiku? ̈ tanya Yu-leng-kiongcu dengan sendu.
mencarikan
obat
”Bila dapat kucarikan obat bagimu, lantas balas jasa apa yang akan
kau berikan padaku? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Apa pun kehendak Ongya pasti akan kuturuti, ̈ jawab Yu-leng-
kiongcu dengan menunduk.
”Baik, coba katakan di mana obat yang kau perlukan, ̈ seru Koay
lok-ong dengan gembira. ”Obat itu berada ... berada pada Ongya
sendiri. ̈ kata Yu-lengkiongcu tiba-tiba.
”Oo?! ̈ Koay-lok-ong melengak.
”Meski obatnya berada pada Ongya, mungkin Ongya keberatan untuk
memberikannya, ̈ tukas Ko-jin. ”Budak kurang ajar, masakah kau
pandang diriku sebagai orang
pelit? ̈ omel Koay-lok-ong. ”Ongya benar-benar tidak keberatan? ̈ tanya
Ko-jin. ”Sesungguhnya obat apa? Coba katakan! ̈ Ko-jin berkedip-kedip,
jawabnya kemudian, ”Penyakit hati harus
diobati dengan hati, apakah Ongya tahu pepatah ini? ̈ ”Obat hati? ̈
gumam Koay-lok-ong. ”Ya, asalkan Ongya memberikan hatimu untuk
obat Kiongcu kami,
penyakit Kiongcu pasti akan segera sembuh, ̈ sahut Ko-jin dengan
tertawa. Seketika berubah air muka Koay-lok-ong, mendadak ia
menengadah dan tertawa, ”Hahaha, budak jahil, kiranya kau minta
hatiku. ̈
”Seorang raja tidak bicara kelakar, sekali Ongya sudah berjanji harus
ditepati, ̈ kata Ko-jin. Mendadak Koay-lok-ong membuka dada
bajunya dan berseru, ”Baiklah, hatiku berada di sini, silakan ambil
saja! ̈
Ko-jin memberi hormat, katanya dengan tertawa, ”Wah, Ongya
benar-benar seorang welas asih, bila sembuh penyakit Kiongcu kami,
pasti takkan melupakan budi kebaikan Ongya. ̈
Mendadak ia mencabut sebilah belati terus mendekati Koay-lok-ong.
”Nanti dulu! ̈ bentak Koay-lok-ong dengan suara menggelegar.
Tubuh Ko-jin tergetar dan menyurut mundur dua tindak, ”Masa ...
masa Ongya mau ing ... ingkar janji? ̈
”Hatiku hanya diberikan kepada si mahacantik, jika menghendaki
hatiku harus diambil sendiri oleh Kiongcumu, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Baiklah, jika begitu aku menurut saja, ̈ ucap Yu-leng-kiongcu.
”Haha, silakan ambil! ̈ seru Koay-lok-ong.
Belum lenyap suaranya, mendadak sinar pisau sudah menyambar
tiba. Dan Koay-lok-ong ternyata benar tidak bergerak atau mengelak.
Tapi pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar suara bentakan
keras, bayangan Yu-leng-kiongcu melayang mundur beberapa
tombak, di depannya sudah berdiri seorang berbaju hitam bertubuh
tinggi kurus, dia inilah Tokko Siang.
”Ai, Koay-lok-ong benar-benar menjilat kembali ucapannya sendiri, ̈
ejek Ko-jin.
Koay-lok-ong tersenyum, katanya, ”Meski aku sudah berjanji, tapi
orang lain yang keberatan, apa boleh buat? ̈
”Masa Ongya takut dan tunduk padanya? ̈ tanya Yu-leng-kiongcu
tertawa.
”Maklumlah, bila aku mati berarti pecah periuk nasinya, soalnya
menyangkut untung ruginya, kan tidak dapat menyalahkan dia, ̈ ujar
Koay-lok-ong.
”Aku pun ada penyakit yang harus disembuhkan dengan makan
hatimu, ̈ mendadak Tokko Siang berkata kepada Yu-leng-kiongcu.
”Apa betul? ̈ Yu-leng-kiongcu menegas.
”Jika kau betul, aku juga betul, ̈ jawab Tokko Siang.
”Huh, kau kira aku pun pelit serupa Ongya kalian? ̈ kata Yu-leng
dengan tertawa. ”Ini, jika kau mau, boleh ambil! ̈
Habis bicara, mendadak ia tarik kain sari dan merobek dada baju
sendiri sehingga kelihatan dadanya yang putih bersih, montok dan
kenyal memesona.
Seketika Koay-lok-ong dan Sim Long jadi melongo.
Tokko Siang menjadi bingung menghadapi dada telanjang demikian,
napas pun terasa sesak.
”Ayolah maju, ambil saja, kau takut apa? ̈ seru Yu-leng-kiongcu pula.
Biji leher Tokko Siang tampak naik-turun dan tidak sanggup
bersuara.
Yu-leng-kiongcu lantas mendekatinya malah, dada bajunya ditariknya
lebih terbuka, ucapnya lembut, ”Eh, coba kau pegang, hatiku lagi
berdetak, dadaku juga hangat ... semua ini kuberikan padamu,
kenapa tidak kau ambil? ̈
”Kau ... kau .... ̈ mendadak Tokko Siang berteriak murka,
perawakannya yang tinggi tegak itu tiba-tiba berguncang.
Segera Yu-leng-kiongcu tertawa nyaring lagi dan berkata, ¡Wah,
tampaknya sekarang hati siapa pun tidak ada gunanya bagimu. ̈
Ketika tangan Tokko Siang menghantam, Yu-leng-kiongcu diam saja,
namun sewaktu telapak tangannya menyentuh dada Yu-lengkiongcu,
kontan tubuhnya lantas roboh terjengkang.
Koay-lok-ong tetap bersabar, ia malah tertawa, ”Haha, mati di bawah
bunga, jadi setan pun gembira. ̈
”Memang, dapat melihat dada Kiongcu kami, mati pun tidak
penasaran, ̈ tukas Ko-jin dengan tertawa. Ia melirik Koay-lok-ong
dan Sim Long sekejap, sambungnya, ”Kalian juga telah melihat dada
yang paling indah di dunia ini, kalian juga boleh mati. ̈
Yu-leng-kiongcu lantas mendekati Koay-lok-ong pula, ucapnya,
”Sekarang tidak ada lagi yang merintangi kehendak Ongya, apakah
hati Ongya boleh dihadiahkan padaku? ̈
”Haha, wajahmu saja tidak diperlihatkan kepadaku, tapi berkeras
minta hatiku, kan terlalu tidak adil? ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Tubuhku sudah Ongya lihat, apakah belum cukup? ̈ ujar Yu-leng-
kiongcu dengan tertawa. ”Memangnya tubuhku ini tidak berharga
untuk menukar hati Ongya? ̈
Mendadak Sim Long menyela, ”Tubuhmu saja tidak sayang
diperlihatkan kepada orang, sebaliknya wajahmu tersembunyi, kan
aneh? Jangan-jangan mukamu terlampau buruk dan tidak boleh
dilihat orang? ̈
Yu-leng-kiongcu tertawa ngikik, ”Jika kau ingin melihat mukaku,
boleh kau lihat sendiri saja. ̈
”Cuma jangan semaput setelah kau lihat, ̈ sambung Ko-jin.
”Haha, meski bau harum bajumu dapat membunuh Tokko Siang,
harum di balik sari belum tentu mampu membunuhku .... ̈ di tengah
gelak tawa Sim-Long tahu-tahu sudah berada di depan Yu-leng-
kiongcu.
Gerak cepat Sim Long ini sangat mengejutkan, cepat Yu-lengkiongcu
melompat mundur.
”Lho, katanya boleh kulihat, kenapa sekarang lari? ̈ tanya Sim Long.
Dan entah cara bagaimana, tahu-tahu ia melayang maju lagi ke
depan Yu-leng-kiongcu dengan gaya yang santai.
”Hati-hati, jangan sampai membikin lecet kulit badannya yang halus, ̈
seru Koay-lok-ong dengan tertawa gembira.
”Coba, alangkah sayangnya Ongya terhadap si cantik, sampai saat ini
dia masih memikirkanmu, ̈ ujar Sim Long.
Sembari tertawa, kedua tangannya lantas bergerak cepat, dalam
sekejap saja ia telah melancarkan belasan kali pukulan, namun Yu-
leng-kiongcu juga tidak kurang gesitnya, setiap serangan Sim Long
dapat dihindarinya dengan mulus.
Walaupun begitu,
untuk menjajaki
serangan ikutan
sementara belum
lawan.
serangan Sim Long itu baru ujian pertama saja
kelihaian musuh, entah masih berapa banyak
yang belum dilancarkannya. Namun untuk
kelihatan Sim Long akan dapat menundukkan
Tiba-tiba Ko-jin berseru, ”He, lelaki baik tidak bakalan berkelahi
dengan orang perempuan, orang lelaki yang mau berkelahi dengan
orang perempuan pasti tidak tahu harga diri. ̈
Ketika dilihatnya Sim Long tidak menghiraukannya dan tetap
melancarkan serangan, kembali ia mengentak kaki dan berteriak,
”Orang she Sim, wah, engkau memang tidak tahu malu, masa ...
lihatlah Ongya, dia hendak meraba dada Kiongcu. ̈
”Jika aku menjadi dia juga ingin kuraba dada yang kenyal itu, ̈ ujar
Koay-lok-ong dengan tertawa.
Ko-jin terbelalak, ”Ai, masa ... masa Ongya tidak ... tidak cemburu? ̈
Koay-lok-ong tertawa, katanya, ”Jika ingin kau ganggu konsentrasi
Sim Long jelas kau salah hitung. Biarpun di sekeliling sini ada 200
orang membunyikan genderang juga takkan dihiraukannya. ̈
”Huh, berlagak tuli dan pura-pura bisu, terhitung kepandaian apa? ̈
jengek Ko-jin.
”Berlagak bisu dan tuli justru adalah senjata paling baik untuk
melayani orang perempuan, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Dasar lelaki, tidak ada seorang pun baik, ̈ omel Ko-jin sambil
mengentak kaki.
Dengan menggerutu, diam-diam dari dalam lengan bajunya
melayang keluar tujuh jalur benang perak dan menyambar ke
punggung Sim Long tanpa bersuara.
Sebenarnya Ko-jin juga menyadari senjata rahasianya takkan mampu
melukai Sim Long, tujuannya cuma ingin mengacau perhatian Sim
Long saja untuk memperlambat daya serangannya.
Untuk menghindari ”Yu-hun-si ̈ atau benang arwah gentayangan
yang beracun keji dan tak bersuara ini sedikitnya perhatian Sim Long
akan terpencar, dengan begitu Yu-leng-kiongcu ada kesempatan
untuk mengatasi lawan.
Benarlah, ketika Sim-Long terpaksa menarik sebelah tangannya
untuk mengebas ke belakang, kesempatan itu segera digunakan Yu-
leng-kiongcu untuk mendesak maju, sebelah tangannya yang putih
halus sudah mencengkeram sampai di depan Sim Long.
Cakar setan mencengkeram hati, itulah jurus maut andalannya.
Tangan yang putih halus itu kini telah berubah serupa kaitan yang
tajam.
Dalam keadaan demikian bila Sim Long ingin menghindarkan
cengkeraman ini berarti akan terserang oleh benang maut dari
belakang.
”Hihi, entah bagaimana rasanya hati lelaki ini, aku jadi ingin mencicipi
juga, ̈ seru Ko-jin sambil berkeplok tertawa.
Siapa tahu pada saat berbahaya itulah sekonyong-konyong Sim Long
menggeser sedikit ke samping, tanpa menghiraukan benang maut
yang menyambar dari belakang, tangan berbalik meraih ke depan
untuk mengepit tangan halus Yu-leng-kiongcu, berbareng itu ia terus
berputar ke belakang sang Kiongcu.
Dengan cara demikian, sambil menghindari benang maut itu,
sekaligus Sim Long menggunakan tubuh Yu-leng-kiongcu sebagai
tameng, keruan Ko-jin terkejut, untuk membatalkan serangan benang
maut itu sudah tidak keburu lagi. Untunglah sebelah tangan
Yu-leng-kiongcu masih bebas, ia sempat mengebas dengan lengan
bajunya sehingga benang itu tergulung lenyap.
Pada detik lain, kempitan Sim Long diperkeras, seketika tubuh Yu-
leng-kiongcu terasa kaku kesemutan, lalu tidak sanggup bergerak
lagi, padahal jari tangannya mestinya bermaksud ditutukkan ke iga
Sim Long.
Baru sekarang Yu-leng-kiongcu merasakan gawatnya keadaan,
teriaknya, ”Bangsat ... akan kau apakan diriku? Lepaskan! ̈
Ko-jin juga lantas berteriak, ”Wah, celaka! Tolong! Orang she Sim itu
hendak memerkosa Kiongcu kami! ̈
Sim Long tertawa, ”Jika begitu, sedikitnya harus kucium pipimu
dulu! ̈
Dengan lengan kanan mengepit Yu-leng-kiongcu, tangan lain segera
menyingkap kain penutup mukanya.
”Ber ... berani kau lihat mukaku, segera kumatikan kau! ̈ seru Yu-
leng-kiongcu dengan agak gemetar.
”Haha, Sim Long, mungkin dia akan membunuhmu dengan
menggigit, ̈ Koay-lok-ong berolok sambil tertawa.
Ia pun memerhatikan setiap gerak tangan Sim Long dan berharap
lekas menyingkap kain sari orang, sebab ia pun sangat ingin tahu
betapa wajah di balik sari itu, apakah benar cantik atau buruk?
Mengapa Yu-leng-kiongcu hanya memperlihatkan tubuhnya kepada
orang dan berbalik menyembunyikan mukanya? Jangan-jangan
terdapat sesuatu rahasia pada mukanya.
Dalam pada itu perlahan Sim Long mulai menyingkap kain penutup
muka orang.
Tapi baru saja tersingkap sedikit, seketika air muka Sim Long
berubah, serupa orang yang mendadak dicambuk satu kali, hati
bergetar sehingga kempitannya juga kendur.
Kesempatan itu segera digunakan Yu-leng-kiongcu untuk
memberosot keluar dan melompat mundur dua-tiga tombak jauhnya,
mendadak terjadi letusan disertai berhamburnya kabut merah
jambon di depan, secara ajaib tubuh Yu-leng-kiongcu lantas
terbenam hilang di tengah kabut tebal.
Kejadian ini sungguh di luar dugaan, sampai Koay-lok-ong juga
melenggong.
Terdengar suara Yu-leng-kiongcu berseru di tengah kabut, ”Sim
Long, sudah kau lihat wajahku, biji matamu sudah menjadi milikku,
cepat atau lambat pasti akan kuambil ... pasti akan kuambil .... ̈
Suaranya makin menjauh, kabut tebal pun mulai buyar dan secara
ajaib Yu-leng-kiongcu pun menghilang.
Dengan sendirinya Ko-jin belum sempat kabur. Bola matanya
berputar mendadak ia tertawa ngikik dan mulai menari dengan gaya
menggiurkan. Kain sari yang menutupi tubuhnya perlahan mulai
terbuka mengikuti gaya tarinya sehingga kelihatanlah bahunya yang
putih bagai salju.
Ke-16 gadis jelita yang memegang lampion semula berdiri seperti
patung di tempatnya, sekarang mendadak mereka pun bergerak,
lampion ditaruh, pinggang mulai bergoyang.
Mereka menari dan menyanyi, tidak ada yang tahu lagu apa yang
dinyanyikan mereka, nadanya lebih menyerupai orang berdesah dan
berkeluh kesah, akan tetapi suara keluhan ini terlebih menggiurkan
daripada lagu merdu apa pun.
Suara nyanyian yang menggetar kalbu, gaya tarinya juga membetot
sukma.
Kain sari yang dikenakan kawanan gadis jelita itu mulai terbuka
selapis demi selapis, di bawah cahaya lampion yang terletak di lantai
samar-samar kelihatan paha mereka yang panjang.
Gerak tari mereka mulai berubah, kini bukan lagi gerak tari melainkan
semacam gerak erotis yang gila ....
Semua perubahan ini datangnya sangat cepat, hanya dalam sekejap
saja medan tempur yang seram tadi telah berubah menjadi surga
yang memabukkan.
Asalkan lelaki yang berdarah daging, bila mendengar suara keluh dan
desah demikian, kalau tidak terguncang perasaannya tentu orang ini
tidak normal, tentu ada penyakit.
Dan sekarang Sim Long seperti punya penyakit. Terhadap apa yang
terpampang di depan mata seolah-olah dipandang tapi tak terlihat.
Ia cuma berdiri tegak di tempatnya dan bergumam seperti orang
mengigau, ”Mengapa bisa dia ... mengapa dia .... ̈
Agaknya Koay-lok-ong juga sangat ingin tahu apa yang diucapkan
Sim Long, tapi suara Sim Long tenggelam di tengah suara keluh para
gadis yang menghanyutkan itu.
Suara keluh mereka semakin menggelisahkan, gaya tari mereka pun
semakin gila, dahi kawanan gadis itu sama berhias butiran keringat,
muka pun merah seperti bara.
Koay-lok-ong tampak terbelalak, entah terkesima oleh adegan di
depan mata atau lagi termenung, memangnya apa yang
dipikirkannya, tentu saja tidak ada yang tahu.
Sekonyong-konyong tubuh kawanan gadis itu mengejang, anggota
tubuh mereka menggeliat-geliat, lalu gemetar dan roboh di tanah,
kulit badan mereka yang halus bergelimang di atas tanah pasir yang
kasar seakan-akan ingin merobek tubuh sendiri.
Kemudian, mendadak tidak ada yang bergerak lagi, mereka berbaring
telentang, dada mereka tampak naik-turun, napas terengah,
semuanya tampak lemas, seperti tidak sanggup bergerak pula.
Tapi air muka mereka menampilkan semacam perasaan kepuasan
yang tuntas, seolah-olah sekarang ini dunia kiamat juga tidak
dipedulikan mereka.
Sejenak kemudian, perlahan Ko-jin merangkak bangun, dengan siku
menahan tubuh ia pandang Koay-lok-ong lalu bertanya dengan napas
masih setengah tersengal, ”Ongya, apakah engkau juga ... juga
sudah puas? ̈
”Budak setan!¡ omel Koay-lok-ong dengan tertawa. ”Lekas pergi saja
kalian! ̈
”Oo, Ongya tidak ... tidak menghendaki kami? ̈ Ko-jin tampak
melengak.
”Hahaha, meski kalian merasa gaya kalian sangat memikat, tapi bagi
pandanganku kalian tidak lebih cuma serombongan setan cilik yang
masih berbau kencur .... ̈
”Ah, ka ... kau .... ̈ seru Ko-jin sambil melompat bangun.
”Sudahlah, sia-sia belaka permainan kalian ini, ̈ kata Koay-lok-ong
dengan tertawa. ”Lekas pakai baju kalian dan pulang saja. Bila
datang lagi lain kali hendaknya jangan lupa membawa kain popok. ̈
Muka Ko-jin menjadi merah, cepat ia meraih kain sari untuk menutupi
tubuh sendiri, teriaknya dengan gemas, ”Kau ... bangsat tua, engkau
bukan ... bukan manusia .... ̈
Serentak ia membalik tubuh dan berlari pergi. Kawanan gadis lain
juga ikut berlari pergi dengan muka merah.
Koay-lok-ong terbahak-bahak, tiba-tiba ia bertepuk tangan perlahan.
Sesosok bayangan kecil segera menerobos keluar dan memberi
sembah hormat, ”Ongya ada perintah apa? ̈
Perawakan orang ini kecil serupa anak kecil, nyata si manusia mini
tukang bagi kartu semalam itu.
Sim Long juga tidak menyangka manusia kerdil ini memiliki Ginkang
setinggi ini.
Terdengar Koay-lok-ong lagi berkata, ¡”Kuntit di belakang mereka,
selidiki tempat berkumpul mereka dan cepat memberi laporan lagi!¡ ̈
Manusia kerdil itu mengiakan sambil menghormat. Mendadak
tubuhnya melejit serupa seekor kutu, hanya sekali berkelebat lantas
menghilang.
Sim Long menghela napas, diam-diam ia mengakui anak buah Koay-
lok-ong memang tidak ada jago rendahan.
Segera ia mendekati Koay-lok-ong, katanya sambil memberi hormat,
”Maaf Ongya bila aku tidak mampu menawan seorang perempuan
lemah saja. ̈
”Bahwa setan perempuan itu dapat membuat lunak hati Sim-kongcu,
tentu kecantikannya sukar dilukiskan, sayang aku tidak sempat
melihatnya, ̈ kata Koay-lok-ong dengan menyesal. ”Malahan aku
harus bersyukur engkau telah menyelamatkan diriku, sungguh entah
cara bagaimana harus kubalas kebaikanmu. ̈
”Tapi kalau aku tidak ikut turun tangan, saat ini perempuan itu tentu
sudah menjadi tawanan Ongya, ̈ kata Sim Long.
”Tidak, kalau tidak dicegah olehmu, tentu sudah kuminum araknya
dan saat ini mungkin akulah yang menjadi tawanannya. ̈
Sim Long tersenyum, ”Masa Ongya benar-benar tidak tahu di dalam
arak beracun? ̈
”Bila kutahu, untuk apa kuminum, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Ongya sudah angkat cawan, tapi sama sekali tidak tertempel di bibir,
apa yang dilakukan Ongya itu apakah bukan sengaja hendak menguji
pandanganku? ̈
”Haha, sungguh Sim Long yang hebat, hanya kau yang dapat
menyelami isi hatiku, ̈ seru Koay-lok-ong dengan tergelak.
Saat itu Tokko Siang yang selalu mendampinginya masih
menggeletak di lantai dan tidak diketahui mati-hidupnya, namun
sama sekali Koay-lok-ong tidak memandangnya barang sekejap pun.
Ia menarik tangan Sim Long, katanya, ”Pertempuran sudah selesai,
sepantasnya kuadakan sekadar pesta untuk menghargai jasamu,
marilah boleh kau lihat kawanan si cantik dalam istanaku. ̈
”Selir kesayangan Ongya tentu saja semuanya si cantik pilihan, tapi
yang paling ingin kutemui sekarang justru adalah seorang lelaki yang
bermuka paling buruk. ̈
”Kim Bu-bong maksudmu? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Kiranya Ongya sudah tahu. ̈
”Kusangka engkau sudah melupakan dia. ̈
”Sahabat baik mana dapat kulupakan. ̈
”Haha, sungguh luar biasa bahwa engkau dan Kim Bu-bong dapat
terikat menjadi sahabat, bahkan kau berani mengakui Kim Bu-bong
sebagai sahabatmu di depanku, ini lebih membuktikan kesetiaanmu
kepada kawan. ̈
”Ongya juga menghargai diriku, mana berani kudusta, ̈ kata Sim
Long.
Koay-lok-ong mengangguk, ”Bagus, bagus! Apakah sekarang juga
hendak kau temui dia?”
”Memang sudah cukup lama kutunggu saat seperti ini. ̈
”Baik, segera kupanggil keluar dia. ̈
Kembali Koay-lok-ong bertepuk tangan, segera ada orang
membawakan sebuah peti kayu cendana kecil, pembawa peti ini
tinggi semampai, seorang pemuda gagah, tapi jelas bukan Kim Bu-
bong.
Terkesiap hati Sim Long, tanpa terasa agak berubah juga air
mukanya.
Dengan hormat pemuda itu mempersembahkan peti itu. Sambil
menepuk peti Koay-lok-ong lantas berkata kepada Sim Long, ”Kau
ingin melihat dia, nah, boleh kau buka peti ini. ̈
Sim Long sudah berpengalaman, selama hidup sudah sering
menghadapi bahaya apa pun, tapi belum pernah takut seperti
sekarang ini. Dalam sekejap ini kaki dan tangannya terasa dingin
seluruhnya.
Jangan-jangan Kim Bu-bong telah mengalami nasib malang?
Mungkinkah isi peti adalah kepala Kim Bu-bong? Sungguh Sim Long
tidak berani memikirkannya.
Peti itu berukuran panjang empat kaki dan lebarnya tidak lebih dari
dua kaki, bagian tutupnya diberi gelang bersepuh emas, peti terukir
sangat indah.
Waktu tangan Sim Long menyentuh tutup peti yang licin, tanpa
terasa agak gemetar. Padahal dia sanggup angkat benda seberat
seribu kati, sekarang peti sekecil ini rasanya sulit untuk dibukanya.
Koay-lok-ong memandangnya dengan dingin, mendadak terembus
napas panjang.
Akhirnya peti terbuka juga, Koay-lok-ong yang membukanya.
Tapi peti itu tampak kosong, mana ada kepala manusia segala? Yang
ada tidak lebih sepucuk surat saja.
Sim Long menghela napas lega. Ia ambil surat itu dan dibaca, surat
itu tertulis:
Kaki dan tangan hamba sudah cacat, meski masih ada maksud
mengabdi bagi Ongya, namun sudah tidak bertenaga lagi untuk
bersetia. Ongya menganggap hamba sebagai orang kepercayaan,
sungguh sayang hamba tidak dapat membalas kebaikan ini dengan
jiwa hamba. Sejak kini hamba mohon diri untuk menjelajahi dunia dan
entah akan menetap di mana nanti. Namun budi yang kuterima dan
dendam yang kusimpan tetap takkan kulupakan, kelak bilamana ada
kesempatan dan mendapatkan tenaga untuk membalas budi dan
menuntut dendam, tentu hamba akan kembali mengabdi di bawah
Ongya.
Habis membaca surat itu, Sim Long jadi melongo.
”Keempat duta bawahanku kini sebagian sudah mati, sebagian lagi
sudah angkat kaki, sudah habis semua, namun begitu aku tidak perlu
menyesal dan tetap gembira, apakah kau tahu apa sebabnya? ̈ tanya
Koay-lok-ong dengan tergelak.
”Tidak tahu, ̈ jawab Sim Long.
”Sebab aku sudah mempunyai dirimu, dengan tenagamu seorang
lebih dari cukup untuk menambal kehilangan tenaga keempat duta
itu, ̈ ujar Koay-lok-ong.
Di tengah gelak tertawanya ia gandeng tangan Sim Long dan diajak
masuk ke ruangan belakang.
Betapa indah tempat tinggal Koay-lok-ong sungguh sukar dilukiskan
dengan kata-kata apa pun.
Di dalam ruangan ada belasan gadis mahajelita, ada yang berdiri,
ada yang duduk setengah berbaring, ada yang asyik bersolek, yang
berduduk kelihatan kedua kakinya yang putih mulus.
Kawanan gadis jelita itu kaget juga ketika melihat Koay-lok-ong
datang membawa seorang pemuda. Mereka sama memandang Sim
Long dengan terbelalak seperti pada wajah anak muda itu berbunga.
Ada lelaki lain masuk ruangan rahasia ini, hal ini tidak pernah terjadi
sebelum ini.
Siapakah sesungguhnya pemuda ini? Mengapa Ongya sedemikian
menghargai dia, bukan saja membawanya masuk ke ruangan
terlarang bagi kaum lelaki itu, bahkan menggandeng tangannya
dengan akrab.
Mereka pun terkesima oleh senyuman Sim Long yang khas itu,
senyuman yang memikat, menyenangkan, tapi juga menggemaskan.
¡”Hahaha, kukira hanya kaum lelaki saja yang melotot melihat
perempuan cantik, kiranya cara orang perempuan melihat pemuda
cakap juga sama linglung seperti ini,¡ ̈ seru Koay-lok-ong dengan
tertawa.
Kawanan gadis jelita itu menjadi jengah dan sama menunduk, ada
yang tertawa nyekikik, ada yang melirik lagi ke arah Sim Long.
Koay-lok-ong menepuk pundak Sim Long dengan tertawa, katanya,
”Bagaimana pendapatmu mengenai mereka? ̈
¡ Semuanya secantik bidadari, ̈ jawab Sim Long. ¡Pantas Ongya tidak
tergiur sama sekali oleh kawanan gadis genit tadi. ̈
”Kau suka yang mana, segera kuberikan padamu, ̈ kata Koay-lok-
ong.
”Hamba tidak berani, ̈ Sim Long.
Koay-lok-ong terbelalak, ”Setiap gadis jelita di sini berani kukatakan
jarang ada bandingannya, biarpun selir simpanan raja negeri
Tionggoan juga tidak lebih daripada ini. Masa tiada seorang pun kau
sukai? ̈
”Cantiknya memang sangat cantik, cuma sayang cantik karena
bersolek, ̈ ujar Sim Long.
”Wahai Sim Long, tinggi amat penilaianmu, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Memangnya kau sangka kecantikan setan perempuan itu benar tidak
ada bandingannya di dunia ini? ̈ tanyanya kemudian.
Sim Long hanya tertawa saja tanpa menjawab.
”Baik, biar kuperlihatkan orang cantik benar-benar di bumi ini, ̈ ucap
Koay-lok-ong akhirnya. ”Setelah kau lihat dia, jika tetap kau katakan
Yu-leng-kui-li itu lebih cantik, anggaplah aku yang kalah. ̈
Segera ia tarik tangan Sim Long lagi dan menambahkan, ”Cuma
setelah kau lihat dia, jangan sekali-kali kau jatuh hati padanya.
Segala apa dapat kuberikan padamu, hanya dia saja .... ̈
Mendadak ia menengadah dan tergelak keras, jelas dia sangat
gembira dan juga bangga.
Sim Long bergumam, ”Semoga dia tidak membuat kukecewa .... ̈
Di balik ucapannya seperti mengandung makna yang dalam, cuma
sayang tidak dirasakan oleh Koay-lok-ong.
*****
Di dalam ruangan rahasia itu ternyata masih ada kamar rahasia lagi.
Sim Long ikut Koay-lok-ong menyusur berlapis-lapis tabir, sayup-
sayup terdengar celoteh kawanan gadis jelita tadi yang mengomel,
mencibir, dan memaki atas sikap angkuh Sim Long.
”Wahai Sim Long, seharusnya jangan kau singgung perasaan mereka,
dengan demikian betapa anak perempuan tadi akan kecewa dan
berduka, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Hamba memang seorang lelaki kasar, mana dapat membandingi
Ongya yang pandai membujuk rayu .... ̈ Sim Long tersenyum.
”Ssst, ̈ mendadak Koay-lok-ong mendesis, ”jangan keras-keras,
langkahmu juga perlahan sedikit, tubuhnya lemah, tidak tahan
terkejut. ̈
Diam-diam Sim Long merasa geli, tak tersangka Koay-lok-ong
sedemikian sayang kepada si cantik yang dimaksud. Tiba-tiba terpikir
olehnya, ”Tapi apakah dia memang benar orang yang kubayangkan
itu? ̈
Tertampak di ujung sana ada sebuah pintu mungil.
Sudah macam-macam pintu yang pernah dilihat Sim Long, baik pintu
terbuat dari kayu atau dari logam, tapi daun pintu ini lain daripada
yang lain.
Daun pintu ini terbingkai dari bunga segar, beribu kuntum bunga
yang berwarna-warni secara artistik dikarang menjadi satu, sungguh
seni merangkai bunga yang bernilai tinggi.
Dua orang genduk cilik tampak berdiri bersenda di depan pintu,
ketika melihat Koay-lok-ong muncul, serentak mereka menyembah
dan menyapa, ”Pagi benar hari ini Ongya datang kemari! ̈
Mata kedua genduk itu pun tiada hentinya mengerling Sim Long,
meski usianya masih kecil, namun lirikan mata mereka bisa membuat
orang semaput.
”Hari ini bukan kedatanganku terlalu pagi, tapi kedatanganku kemarin
yang terlalu malam, ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Memang, ̈ kata si genduk yang sebelah kiri dengan kenes, ”setiap
malam Ongya pasti datang menjenguk nona, hanya semalam .... Ai,
nona telah menunggu hingga cemas dan Ongya tetap tidak muncul. ̈
”Apakah betul dia cemas menunggu kedatanganku? ̈ tanya Koay-
lok-ong.
”Masa hamba berdusta, kalau Ongya tidak percaya kepada Eng-ji,
silakan tanya kepada Yan-ji, ̈ jawab genduk itu sambil melirik
kawannya sekejap.
”Betul, ̈ segera kawannya, Yan-ji, menukas, ”jelas nona menunggu
dengan gelisah, saking tak sabar sampai bunga melati yang menjadi
kesayangannya itu diremas-remas. ̈
”Dan saat ini apakah nona sudah tidur? ̈ desis Koay-lok-ong.
”Baru saja minum setengah mangkuk kuah jinsom, mungkin lagi
tidur, ̈ jawab Eng-ji.
”Oo .... ̈ tertampil rasa kecewa Koay-lok-ong, tapi tampaknya juga
tidak berani membangunkan si cantik.
”Saat ini sebaiknya Ongya menunggu sebentar di depan sambil
minum teh, sebentar bila nona sudah mendusin segera Eng-ji dan
Yan-ji akan memanggil Ongya ke sini. ̈
Jilid 29
Senyum Koay-lok-ong tampak lembut, lenyap perbawanya sebagai
seorang gembong penguasa yang malang melintang, dengan suara
lirih yang dibuat-buat ia berkata, ”Bagaimana kalau kumasuk ke situ
dengan perlahan, akan kulihat dia sekejap saja, boleh?!”
”Jika Ongya ingin masuk, siapa berani melarang, ̈ ujar Eng-ji.
”Tapi Ongya kan tahu nona mudah terkejut, ̈ tukas Yan-ji. ”Pada
waktu nona sedang tidur, siapa pun dilarang mengganggunya.
Bukankah Ongya yang memberikan perintah demikian ini. ̈
”Wah, lantas ... lantas bagaimana .... ̈ Koay-lok-ong merasa ragu. Ia
berpaling dan berkata kepada Sim Long, ”Tentunya aku tidak boleh
melanggar perintah sendiri di depan kawanan budak ini, bukan? ̈
”Betul, ̈ kata Sim Long tersenyum.
”Jika ... jika begitu, apakah kita pergi saja? ̈
”Ya, pergi saja, ̈ jawab Sim Long.
Tak terpikir olehnya Koay-lok-ong yang biasanya malang melintang
itu sekarang tunduk kepada seorang nona, bila nona ini benar orang
yang diduganya itu, maka caranya dia mengatasi Koay-lok-ong
sungguh jauh di luar perkiraannya.
Baru saja Koay-lok-ong membalik tubuh, tiba-tiba dari dalam
berkumandang suara lembut bertanya, ”Apakah Ongya yang
datang? ̈
Seketika Koay-lok-ong berseri-seri, tapi di mulut ia menjawab,
”Tidurlah, boleh kau tidur saja! ̈
Eng-ji mencibir dan mendesis, ”Jelas bikin orang terjaga bangun, tapi
malah suruh orang tidur. ̈
Koay-lok-ong berlagak tidak mendengar, serunya pula, ”Biarlah
kudatang sebentar lagi. ̈
”Jika sudah datang, kenapa Ongya tidak masuk kemari, ̈ kata suara
lembut di dalam itu dengan tertawa.
”Jika masuk ke situ kan tambah mengganggu tidurmu? ̈ ujar Koay-
lok-ong.
”Jika Ongya datang kemari, biarpun hamba tidak tidur beberapa hari
juga tidak menjadi soal, ̈ ujar suara halus itu.
Suaranya begitu lembut, begitu hangat, begitu indah, bahkan
nadanya membawa semacam rasa yang menggetar hati dan
menimbulkan kasih sayang orang.
Mendengar suara itu, seketika mata Sim Long terbeliak.
Dengan tertawa Koay-lok-ong berkata, ”Jika demikian, baiklah
kumasuk ke situ, cuma ... di sini masih ada seorang tamu yang juga
ingin berkenalan denganmu, apakah kau suka menemuinya? ̈
”Jika Ongya membawanya ke sini, tentu dia seorang tokoh luar biasa,
kalau hamba dapat bertemu dengan tokoh demikian tentu saja
sangat bahagia, ̈ jawab suara lembut itu.
Koay-lok-ong menarik lengan baju Sim Long dan mendesis, ”Coba
dengar, betapa manis mulutnya itu. ̈
”Memang hebat, ̈ ujar Sim Long tersenyum.
Segera Eng-ji dan Yan-ji membukakan pintu dan berucap, ”Silakan
Ongya! ̈
Di balik pintu ternyata merupakan dunia yang lain, dunia bunga.
Dalam ruangan di mana-mana hanya bunga belaka dan hampir tidak
tertampak barang lain. Beribu tangkai bunga menciptakan sebuah
surga yang memesona.
Di tengah lautan bunga yang berwarna-warni berbaring setengah
bersandar seorang perempuan mahacantik berbaju putih seperti salju
dengan rambut panjang terurai, alisnya lentik, matanya jeli, muka
ayu tanpa berpupur. Kumpulan bunga sejagat ini ternyata tidak dapat
membandingi kecantikannya.
Melihat dia, jantung Sim Long berdebar dengan keras.
Si dia ternyata benar orang yang diduga oleh Sim Long itu.
Dia bukan lain adalah Pek Fifi yang sudah lama tiada kabar beritanya.
Kerlingan mata Pek Fifi yang lembut itu berputar sekejap pada wajah
Sim Long, hanya kerlingan sekejap itu saja sudah jauh melebihi
beribu kata.
Kerlingan mata yang indah itu serupa ingin menumpahkan rasa
menyesal, rasa girang, rasa minta maaf dan juga seperti rasa
dongkol, tapi lebih mirip juga rasa cinta yang tak terhingga ....
Namun di mulut nona itu berkata lembut, ”Maaf, bila hamba tidak
kuat berdiri menyambut kedatangan Ongya. ̈
”Berbaring saja ... biar tetap berbaring saja, ̈ kata Koay-lok-ong. Lalu
ia menarik Sim Long ke depan dan berucap pula dengan tertawa, ”Ini
Sim-kongcu, dia sangat ingin menemuimu. ̈
Dalam sekejap itu timbul juga berbagai pikiran dalam benak Sim
Long.
Apakah Koay-lok-ong memang tidak tahu Fifi kenal padanya? Apakah
si dia sengaja berlagak tidak mengenalnya? Apakah aku juga mesti
pura-pura tidak kenal dia?
Meski biasanya Sim Long dapat mengambil sesuatu keputusan
dengan cepat dan tepat, tapi dalam sekejap ini ia menjadi bingung,
sebab ia tahu di depan Koay-lok-ong tidak boleh berbuat salah satu
langkah pun.
Didengarnya Pek Fifi lagi menghela napas dan berkata, ”Sudah jelas
Ongya mengetahui hamba kenal Sim-kongcu, mengapa engkau
sengaja bicara demikian? ̈
Koay-lok-ong menepuk dahi sendiri dan berseru, ”Ahh, kiranya Sim-
kongcu yang pernah kau singgung itu ialah Sim-kongcu yang ini?! ̈
Fifi tertawa lembut, ”Tempo hari selagi hamba terlunta-lunta di dunia
Kangouw, kalau tidak berulang-ulang mendapat pertolongan Sim-
kongcu ini, mungkin ... mungkin hamba tidak dapat melayani Ongya
seperti sekarang ini. ̈
”Wah, jika begitu, rasanya aku harus berterima kasih kepadanya, ̈
ujar Koay-lok-ong tertawa.
”Ah, mana kuberani, ̈ ucap Sim Long.
”Sungguh hamba sangat senang bahwa Sim-kongcu hari ini dapat
berkunjung ke sini, ̈ kata Fifi.
”Biarlah kuberi tahukan padamu, saat ini dia dan kita sudah
merupakan orang sekeluarga sendiri, ̈ tutur Koay-lok-ong.
”Hah, apa ... apa betul? ̈ seru Fifi, tampaknya sangat senang.
”Masa tidak betul? ̈ kata Koay-lok-ong. ”Biarpun aku berdusta kepada
orang sejagat juga takkan berdusta kepadamu. ̈
”Wah, sungguh peristiwa menggembirakan, betapa pun hamba harus
memberi selamat kepada kalian untuk minum secawan, ̈ seru Fifi
sambil meronta untuk turun dari tempat tidur lautan bunga itu.
Cepat Koay-lok-ong memburu maju untuk memegangnya, ”Eh,
jangan melelahkan diri, bila aku ingin minum arak tentu dapat
kuminta dilayani orang lain. ̈
”Ongya jangan khawatir, saat ini hamba sudah sehat, ̈ ujar Fifi.
”Apalagi, pada saat kedua tokoh besar zaman ini bertemu, kalau
hamba tidak dapat menyuguhkan arak sendiri kepada kalian, tentu
aku akan menyesal selama hidup. ̈
Perlahan ia melepaskan pegangan Koay-lok-ong dan berjalan keluar
dengan lemah gemulai.
Memandangi bayangan punggung si dia, Koay-lok-ong berucap
dengan gegetun, ”Dia baik dalam segala hal, hanya kesehatannya
yang kurang. ̈
Lalu ia berpaling dan tanya Sim Long, ”Bagaimana pendapatmu? ̈
Sim Long tersenyum, tapi sengaja menghela napas dan berkata, ”Jika
si dia sudah ada yang punya, apa yang dapat kukatakan lagi. ̈
”Wahai Sim Long, apakah engkau cemburu padaku? ̈ tanya Koay-
lok-ong sambil mengelus jenggotnya.
Sim Long tertawa, ”Bukankah Ongya justru berharap agar orang she
Sim cemburu padamu? ̈
”Hahaha, ̈ Koay-lok-ong tertawa keras. ”Kemampuan Sim Long
sungguh sukar ditandingi seribu orang, ketajaman mulut Sim Long
juga sukar dilawan, bilamana aku disuruh memilih satu di antara Sim
Long dan Pek Fifi, maka aku lebih suka memilih Sim Long. ̈
”Terima kasih, ̈ kata Sim Long sambil menjura.
Mendadak Koay-lok-ong berhenti tertawa, ditepuknya pundak Sim
Long dan berkata, ”Bagus, hari ini kita harus minum sampai mabuk. ̈
Dalam pada itu Pek Fifi tampak muncul lagi dengan gemulai serupa
dewi kahyangan. Yan-ji dan Eng-ji mengikut di belakangnya, yang
seorang membawa talam berisi santapan dan yang lain membawa
poci arak dengan piala emas.
”Tiada sesuatu yang dapat kusuguhkan kepada Sim-kongcu, hanya
arak yang hamba suling sendiri ini biasanya dipuji Ongya sebagai
lumayan rasanya, mungkin dapat sekadar memenuhi selera Kongcu, ̈
demikian Pek Fifi bertutur dengan tersenyum manis.
”Ongya adalah ahli penilai, bila Ongya bilang baik, apa pula yang
perlu disangsikan lagi? ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
Belum habis ucapannya, Yan-ji yang membawa poci arak mendadak
menjerit kaget, entah kesandung apa, mendadak tubuhnya
mendoyong ke arahnya. Cepat Sim Long menahannya, ketika tangan
bersentuh tangan, dirasakan Yan-ji menyisipkan secarik kertas
kepadanya.
Diam-diam Sim Long terima kertas itu, seperti tidak terjadi sesuatu ia
berseru, ”Hati-hati! ̈
Koay-lok-ong mengomel, ”Budak kurang ajar! Kau jatuh tak menjadi
soal, bila bikin kotor baju Sim-kongcu dan menumpahkan arak
buatan nona, itulah yang sayang .... ̈
”Untung tidak tumpah, ̈ tukas Fifi. Segera ia mengangkat poci arak
dan menuangkan Koay-lok-ong secawan, seketika lenyap rasa
dongkol Koay-lok-ong.
Setelah minum secawan, segera Sim Long merasakan arak itu
memang sedap, tapi juga keras. Nyata arak campuran dari beberapa
jenis yang berlainan kadarnya, begitu masuk perut, seketika isi perut
seperti mau berontak, bila tidak biasa minum arak, mungkin dalam
sekejap bisa menggeletak.
Diam-diam Sim Long waspada, habis menenggak
seterusnya ia hanya berkecup sekadarnya saja.
secawan,
Sebaliknya Koay-lok-ong menenggak sepuasnya, setiap cawan yang
dipenuhi Fifi pasti dihabiskannya.
Meski dia seorang luar biasa juga mempunyai kelemahan manusia.
Yaitu gemar arak dan perempuan.
Orang hidup memangnya ada berapa orang yang mampu terhindar
dari godaan perempuan dan arak?
Maka akhirnya Koay-lok-ong pun mabuk. Meski belum lagi roboh,
namun sinar matanya sudah buram, kaku.
Sim Long berlagak memegangi kepalanya dan berkata, ”Cayhe tidak
tahan minum lebih banyak lagi, ingin mohon diri saja. ̈
”Masa sudah mabuk? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Dengan sendirinya Ongya tidak mabuk, Cayhe yang tidak tahan
lagi, ̈ kata Sim Long.
Koay-lok-ong bergelak tertawa, ”Wahai Sim Long, tampaknya engkau
selisih jauh denganku, baru saja minum secawan sudah tak tahan ....
Jangan, jangan pergi dulu, ayo minum lagi secawan, tidak ... minum
sepuluh cawan lagi! ̈
Habis itu kembali ia menuang dan menenggak pula.
Dia meski seorang tokoh besar, seorang gembong, tapi pada waktu
mabuk keadaannya tidak berbeda dengan kuli di tepi jalan.
Tertampak sebentar dia bernyanyi, sebentar mengetuk meja dengan
sumpit, lalu terbahak-bahak dan akhirnya mendekap di atas meja
sambil bergumam, ”O, Fifi, mengapa ... mengapa kau suruh
kutunggu melulu, aku ... aku tidak mau menunggu lagi, malam ini
juga ... malam ini juga aku tidur di sini. ̈
Sim Long melirik Fifi sekejap, berada di sarang harimau, anak
perempuan ini ternyata dapat mempertahankan kesuciannya dan
belum lagi tercemar oleh Koay-lok-ong. Sungguh hati Sim Long entah
bergirang atau kagum.
Fifi juga sedang menatapnya dengan sinar mata yang lembut penuh
perasaan yang sukar diuraikan. Dia seperti hendak bilang, ”Apakah
kau tahu, semua itu kupertahankan bagimu. ̈
Keduanya hanya saling pandang sekejap saja dan seperti sudah
paham isi hati masing-masing.
Lalu Fifi melirik Koay-lok-ong sekejap dengan tersenyum. Sim Long
mengangguk dan berbangkit, katanya, ”Kumohon diri saja sekarang,
bila Ongya siuman nanti, katakan saja Sim Long mabuk. ̈
”Jangan, jangan pergi, minum lagi tiga cawan! ̈ seru Koay-lok-ong
dengan mata setengah terpejam sambil meraih baju Sim Long.
Perlahan Sim Long melepaskan tangan orang dan melangkah keluar,
didengarnya Koay-lok-ong masih bergumam sendiri, namun suaranya
sudah tak jelas.
Yan-ji berdiri di depan pintu, ucapnya dengan tersenyum, ”Biar Yanji
membawa Kongcu keluar. ̈
Sim Long mengucap terima kasih.
Dengan langkah gemulai Yan-ji berjalan ke depan, ia menoleh dan
tertawa, katanya, ”Sim-kongcu sungguh baik hati dan sopan, pantas
nona kami .... ̈ segera ia mendekap mulut dengan tertawa dan
mendahului berlari keluar.
Setelah kembali di rumah depan tadi, kawanan gadis jelita itu
sebagian sudah tidur, sebagian sedang bersolek, ada yang lagi
menggosok betis, ada yang asyik memotong kuku dan ada juga yang
mengecat kuku dengan getah bunga mawar.
Mereka terus menuju ke depan, di halaman sana suasana tenang,
pepohonan menghijau permai di bawah sinar matahari yang gilang-
gemilang, rasa seram semalam sudah sama sekali tanpa bekas.
Tokko Siang juga tidak kelihatan lagi, jika dia belum mati, tentu dia
sangat berduka.
Tiba-tiba Sim Long berkata, ”Kukira nona tidak perlu mengantar lebih
jauh lagi. ̈
Yan-ji tersenyum, segera ia membalik tubuh dan berlari kembali ke
sana, tapi baru beberapa langkah mendadak ia berpaling dan berseru
dengan suara tertahan, ”Hei .... ̈ lalu ia menuding tangan Sim Long
dan menuding pula tangan sendiri.
Sim Long tahu maksudnya, ia mengangguk.
Perlahan ia melangkah keluar dari taman yang sejuk itu, meski
bersusah payah semalam suntuk, namun rasanya cukup berharga.
Akhirnya dia mendapatkan kemenangan, yaitu memperoleh
kepercayaan Koay-lok-ong.
Ia berjalan di bawah cahaya sang surya yang menyinari pertamanan
itu, sekujur badan penuh gairah hidup, keletihan dalam pertempuran
semalam sama sekali tidak terasakan lagi. Ia yakin apa pun yang
akan terjadi mampu dihadapinya.
Meski di dalam hati masih dirasakan ada beberapa hal yang belum
lagi dimengerti, tapi lantas dikeluarkannya secarik kertas yang
disimpannya tadi, ia tahu segala apa tentu akan mendapatkan
penjelasan dari situ ....
*****
Begitu dia melangkah masuk, segera Ci-hiang merangkulnya dengan
mesra.
Rambut Ci-hiang tampak kusut, pakaiannya tidak rapi, matanya juga
penuh garis merah, seperti semalam suntuk tidak tidur. Begitu
memeluk Sim Long, dengan suara agak gemetar ia berkeluh, ”O,
akhirnya engkau pulang juga. Syukur engkau tidak beralangan apa
pun. ̈
Setelah menghela napas lega lalu ia berkata pula, ”Ai, seharusnya
kau memberi kabar sekadarnya, kau tahu betapa kukhawatir bagimu,
semalam suntuk aku tidak dapat tidur. ̈
”Sekarang boleh kau tidur saja, ̈ kata Sim Long.
Ci-hiang meliriknya penuh arti, ”Dan kau? ̈ ”Rasanya aku seperti
dilahirkan tidak boleh tidur, ̈ ujar Sim Long. ”Engkau tidak tidur, aku
pun tidak tidur. ̈ ”Memangnya engkau tidak pernah tidur sebelum
kenal diriku? ̈ ”Ai, dasar lelaki tidak punya perasaan! ̈ omel Ci-hiang
sambil
menggigit kuduk Sim Long.
Sambil meraba kuduknya, Sim Long meringis kesakitan. Kecuali
meringis, apa yang dapat diperbuatnya. Sim Long menuang secangkir
teh, selagi hendak diminum,
mendadak ia membalik tubuh dan menarik pintu.
Benar juga, seperti pencuri saja kembali Jun-kiau berdiri di depan
pintu, tentu saja ia kaget. Rambutnya juga kelihatan kusut dan
matanya merah, agaknya juga
semalam suntuk kurang tidur. ”Ada apa? ̈ tanya Sim Long dengan
mendelik. ”O, ti ... tidak apa-apa, hanya ingin kutanya apakah ...
apakah
Kongcu baik-baik saja, ̈ jawab Jun-kiau dengan gelagapan.
”Memangnya kau pun khawatir aku disembelih Koay-lok-ong? ̈ tanya Sim
Long. ”O, tidak, hanya ... hanya hatiku tidak tenteram, maka .... ̈
Mendadak Ci-hiang memburu maju ke depan Jun-kiau dan
membentak, ”Apabila lain kali kau berani lagi mengintip atau mencuri
dengar, bisa kupotong hidungmu atau kucungkil matamu, bahkan
akan kuberi tahukan kepada Li Ting-liong tentang hubunganmu
dengan lelaki lain .... ̈
Muka Jun-kiau tampak pucat, ”Ya, ya, lain kali tidak berani lagi. ̈
Segera ia berlari pergi tanpa berpaling.
”Nanti dulu! ̈ bentak Sim Long mendadak.
Tergetar tubuh Jun-kiau, ”Kongcu ada ... ada pesan apa lagi? ̈
”Lekas suruh mengantarkan sarapan pagi, buatkan santapan yang
paling enak dan ditambah sebiji semangka Hami yang paling manis.
Aku tidak ingin yang lain, hanya ingin sarapan pagi sekenyangnya. ̈
Tidak lama kemudian hidangan yang diminta sudah tersedia di depan
Sim Long. Memang hidangan pilihan, terutama semangka Hami yang
diminta, manisnya seperti madu.
Sim Long sarapan dengan tenang, di belakangnya terdengar suara
napas Ci-hiang yang berat, nona itu akhirnya tertidur juga.
Habis sarapan, Sim Long merebahkan diri juga, ia memejamkan mata
sambil mengingat kembali tulisan pada surat yang diterima dari Yan-ji
itu, isinya berbunyi, ”Berpisah sekian lama, sungguh hatiku rindu.
Waktu tengah hari nanti, kunanti di pertamanan sunyi, mohon
datang. Dari rumah menuju ke barat, kumenanti di bawah pohon
rindang. ̈
*****
Sementara itu sudah dekat tengah hari.
Pada waktu tengah hari Koay-hoat-lim ini sangat sepi. Setelah
bersukaria semalam suntuk, kebanyakan orang masih tidur dengan
lelap.
Perlahan Sim Long melangkah ke jurusan barat, suasana sunyi
senyap, suara kicau burung pun tak ada, hanya angin mendesir
sepoi-sepoi.
Di kejauhan ada pohon rindang, sesosok bayangan putih berdiri di
bawah pohon, ujung baju dan rambutnya berkibar tertiup angin.
Sinar matanya sedang menatap ke arah datangnya Sim Long.
Melihat si nona, timbul semacam perasaan Sim Long yang sukar
diuraikan, entah sedih, haru, atau girang.
Anak perempuan yang cantik dan lembut ini pun aneh dan misterius,
melihat dia, mau tak mau Sim Long jadi teringat juga kepada Cu Jit-
jit.
Jit-jit yang berwatak nakal, jahil, kepala
menyenangkan, namun juga menggemaskan.
batu,
terkadang
Pek Fifi dan Cu Jit-jit adalah dua jenis anak perempuan yang tidak
sama, keduanya merupakan dua kutub, dua model, yang satu panas
serupa api, yang lain dingin seperti es.
Tapi apa pun juga keduanya sama menarik.
Tanpa terasa tersembul senyuman pada wajah Sim Long, tapi dalam
hati dia juga gegetun mengapa kedua anak perempuan yang
menyenangkan ini mengalami nasib malang demikian?
Dengan sendirinya Fifi juga sudah melihatnya, senyumnya serupa
cahaya mentari yang cerah.
Perlahan ia menggapai dari jauh, lalu ia membalik dan menuju ke
kerimbunan pepohonan sana.
Fifi duduk bersandar batu karang yang dikelilingi pepohonan. Sim
Long mendekatinya dan berdiri di depannya tanpa bicara.
Fifi juga tidak bicara. Keduanya saling pandang, habis itu mereka
lantas berdekapan.
Mendadak Sim Long menghela napas, katanya, ”Yu-leng-kiongcu,
baik-baik kau? ̈
Fifi mengangkat kepala dan tersenyum, ”Kau panggil apa padaku?
Masakah namaku sudah kau lupakan? ̈
Sim Long menatapnya dengan tajam, tiada terlihat rasa kejut atau
maksud jahat pada wajah yang cantik ini, yang ada cuma kasih yang
manis dan kerlingan mata yang memabukkan. Anak perempuan
secantik ini mustahil adalah gembong iblis yang membunuh orang
tanpa berkedip?
”Tentu saja tidak kulupakan namamu, Fifi, ̈ ucap Sim Long
kemudian.
”Jika begitu mengapa kau sebut aku Yu ... Yu apa? ̈
”Memangnya Pek Fifi tidak sama dengan Yu-leng-kiongcu? ̈
Perlahan Fifi mendorong Sim Long dan mundur selangkah, ia
pandang anak muda dengan terbelalak, seperti kurang senang dan
rada menyesal.
”Siapakah Yu-leng-kiongcu? ̈ tanyanya. ”Mengapa kau singgung dia,
apakah dia juga anak perempuan yang cantik. ̈
Sim Long memandang jauh ke sana, ucapnya kemudian, ”Ya, dia
juga anak perempuan yang sangat cantik, juga sangat pintar,
ditambah lagi menguasai ilmu silat mahatinggi. ̈
Fifi menunduk, katanya dengan menyesal, ”Sedemikian muluk kau
puji dia, tentu dia jauh lebih hebat daripadaku. ̈
”Tapi dia juga anak perempuan yang sangat kejam, apa yang tidak
diperbuat orang lain dapat dilakukan olehnya. ̈
”Pernah kau lihat dia? ̈ tanya Fifi.
”Ya, kulihat dia, semalam juga kulihat dia, bahkan telah bergebrak
dengan dia. ̈
”Bagaimana bentuk sebenarnya? ̈
”Dia selalu memakai cadar tipis sehingga wajah aslinya senantiasa
tersembunyi, tapi akhirnya telah ... telah kusingkap cadarnya, ̈
sampai di sini ia menatap tajam wajah Fifi dan menyambung, ”Ketika
itu baru kuketahui bahwa dia ternyata samaranmu, engkaulah Yu-
leng-kiongcu, maka aku tidak turun tangan lebih lanjut. ̈
Fifi menyurut mundur dua langkah, serunya, ”Aku ... kau bilang aku?
Ah, kau salah lihat! ̈
”Tidak, aku tidak salah lihat, ̈ kata Sim Long. ”Sekalipun orang lain
dapat menyaru sebagai dirimu, tapi kerlingan mata itu ... siapa pun
tidak mampu menirukan kerlingan matamu itu. ̈
Sekujur badan Fifi tampak gemetar, ¡ Dan engkau lantas yakin aku
inilah Yu-leng-kiongcu yang jahat itu? ̈
”Aku tak bisa berkata lain, ̈ ujar Sim Long.
”Tapi bila aku Yu-leng-kiongcu, mana bisa terlunta-lunta di daerah
Kanglam dan diperbudak orang. Jika aku mahir ilmu silat, mengapa
senantiasa dianiaya orang? ̈ mata Fifi menjadi merah, air mata
hampir menitik.
”Itulah yang membuatku tidak habis mengerti, ̈ ujar Sim Long
menyesal.
”Masa ... masa engkau tidak percaya sedikit pun kepadaku? ̈
akhirnya air mata Fifi bercucuran.
”Aku percaya padamu, namun aku pun harus percaya kepada
mataku, ̈ kata Sim Long.
”Apa yang kau lihat sendiri terkadang juga tidak pasti benar, ̈ ujar
Fifi. ”Aku seorang anak piatu, sejak kecil tidak tahu siapa ayah-
bundaku, di dunia ini tidak ada seorang pun berbaik hati benarbenar
padaku, hanya ... hanya kau .... ̈
Mendadak ia menubruk lagi ke dalam rangkulan Sim Long, katanya
pula dengan menangis, ”Dan sekarang engkau pun tidak percaya lagi
padaku. O, apakah artinya hidup ini bagiku? ̈
Sim Long diam saja.
Sejenak kemudian, mendadak Fifi menengadah dan memandang Sim
Long dengan wajah yang berair mata. ”Kau lihat aku ini mirip anak
perempuan yang kejam itu? ̈
Memandangi wajah yang minta dikasihani itu, Sim Long menghela
napas dan menggeleng, jawabnya, ”Tidak mirip. ̈
”Jika demikian, hendaknya jangan kau curigai diriku, ̈ kata Fifi.
”Tapi kalau Yu-leng-kiongcu itu dibilang bukan dirimu, mengapa di
dunia ini ada dua anak perempuan yang sedemikian mirip satu sama
lain? ̈
”Apakah tidak ... tidak mungkin ada seorang saudara kembarku,
hanya nasibnya lebih baik daripadaku, bila selama hidupku selalu
dianiaya orang, sebaliknya dia yang selalu menganiaya orang lain. ̈
”Saudara kembar? ̈ Sim Long jadi melenggong.
”Urusan ini kedengarannya sedemikian kebetulan, tapi di dunia ini
memang banyak kejadian secara kebetulan, maka apa yang
kukatakan ini bukan mustahil juga bisa terjadi bukan? Apalagi
semalam engkau cuma memandangnya sekilas saja, apakah engkau
dapat memastikan bahwa apa yang kau lihat mutlak tidak keliru? ̈
”Ini .... ̈ Sim Long jadi ragu.
”Jika engkau tidak dapat memastikannya, hendaknya jangan kau
bicara seperti ini. Kau tahu, kebahagiaan selama hidupku berada
pada tanganmu, apakah engkau sampai hati menghancurkan
hidupku? ̈
Sim Long termenung sejenak, perlahan ia membelai rambut si nona,
ucapnya, ”Ya, aku salah ... aku keliru, hendaknya engkau jangan
marah padaku. ̈
Fifi menghela napas dan mendekap di dada Sim Long, ucapnya
lembut, ”Segala milikku adalah kepunyaanmu, biarpun kau bunuh
aku juga takkan kumarah padamu. ̈
Sekalipun Sim Long adalah manusia baja, mau tak mau akan lunak
juga.
Kelembutan, selamanya tak dapat dilawan oleh kaum pahlawan.
Keduanya saling berdekapan hingga lama, akhirnya Sim Long
bertanya, ”Selama ini apa yang kau alami? Dapatkah kau ceritakan
padaku? ̈
”Waktu di hotel tempo hari, sesudah engkau dan Miau-ji pergi, nona
Cu lantas marah-marah, ̈ demikian tutur Fifi. ”Kutahu ... aku yang
membikin susah dia, hatiku merasa tidak tenteram. ̈
”Dia ... dia tidak sengaja marah, ̈ ujar Sim Long dengan menyengir. .
”Kutahu, perangai nona Cu terkadang memang agak kasar, tapi
hatinya sebenarnya baik, dia juga pintar, suka terus terang, cantik
pula, sungguh aku tidak ... tidak dapat dibandingkan seujung
jarinya. ̈
Sim Long tersenyum, ”Segala apa engkau selalu berpikir demi orang
lain, dalam hal ini saja engkau lebih unggul daripada dia¡ ̈
Fifi tersenyum cerah, ”Apa betul? ̈
Tapi senyuman cerah itu segera lenyap, kembali keningnya bekernyit,
katanya, ”Waktu itu sungguh aku ingin kabur saja supaya tidak
membuat marah nona Cu, siapa tahu pada saat itu juga keparat she
Kim itu .... ̈
”Kim Put-hoan? ̈ tanya Sim Long.
”Betul, Kim Put-hoan mendadak menerobos masuk, mulutku
dibungkamnya, aku diculik dan dibawa ke ... ke tempat Ong-kongcu
itu. ̈
”Ya, kutahu kejadian itu, ̈ kata Sim Long.
”Sungguh aku ketakutan setengah mati, ̈ tutur Fifi pula. ”Kutahu
Ong-kongcu itu seorang ... seorang tidak baik, untung dia seperti lagi
menghadapi kesibukan sehingga aku tidak diganggu. ̈
Untuk bicara sebanyak ini tampaknya dia telah memeras tenaga,
sampai di sini, mukanya yang putih pun berubah merah, dengan
menunduk ia menyambung lagi, ”Kemudian mereka mengirim diriku
ke tempat seorang Ong-hujin. Alangkah cantiknya nyonya Ong itu,
biarpun sama-sama orang perempuan, tergiur juga hatiku melihat
kecantikannya. ̈
”Apa yang dilakukannya terhadapmu? ̈ tanya Sim Long.
”Dia teramat baik kepadaku, ̈ tutur Fifi.¡”Dia serupa dewi kahyangan,
dia seperti mempunyai semacam kekuatan gaib yang dapat
mengubah kedukaan seorang menjadi kegembiraan. ̈
”Maka, engkau sangat penurut padanya, ̈ kata Sim Long. ”Apa lagi
yang dia suruh kau kerjakan? ̈
”Dia minta aku menyelundup ke tempat Koay-lok-ong ini untuk
mencari informasi baginya, mestinya aku tidak berani, tapi kemudian
kuterima tugas ini setelah kuketahui Koay-lok-ong juga musuhmu. ̈
”Terima kasih, ̈ ucap Sim Long lembut.
Fifi tersenyum manis, ”Asalkan dapat mendengar ucapanmu ini,
betapa pun aku harus menderita tetap kurela. ̈
”Engkau banyak menderita? ̈
Fifi menunduk sedih, ”Demi mendapatkan kepercayaan Koay-lokong,
lebih dulu Ong-hujin telah ... telah mengurungku di suatu kamar
dengan siluman yang paling menjijikkan itu. ̈
”Maksudmu si duta bencong? Tentu engkau ketakutan. ̈
Muka Fifi menjadi merah pula, katanya, ”Aku lebih suka dikurung
bersama binatang buas atau ular daripada bersama dia. Tapi ... tapi
demi Ong-hujin, dan juga demi engkau, terpaksa kutabahkan hati. ̈
”Tak tersangka engkau anak perempuan pemberani, ̈ puji Sim Long.
”Kemudian Ong-hujin memberitahukan sesuatu rahasia padaku,
kiranya siluman itu bukan lelaki melainkan perempuan. Tapi meski
sudah tahu dia seorang perempuan, bila melihat kedua matanya,
tidak urung sekujur badanku lantas gemetar. Bilamana jarinya
menyentuh tubuhku, sungguh aku ingin segera mati saja. ̈
”Apakah Ong-hujin sengaja melepaskan dia kabur bersamamu? ̈
”Ya, Ong-hujin tahu jika dia kabur, tentu aku akan dibawa lari juga, ̈
tutur Fifi. ”Ai, sepanjang jalan itu, sungguh aku lebih suka mati saja
.... Tapi apa pun juga, sekarang dia sudah mati. ̈
”Apakah begitu datang di sini dia lantas mati? ̈
”Ya, begitu datang ia lantas mati. ̈
”Cara bagaimana matinya? ̈
”Aku yang membunuhnya. ̈
”Kau? ̈ melengak juga Sim Long.
”Ya, aku .... Kau heran? ̈ perlahan Fifi membetulkan rambutnya, lalu
menyambung, ”Ong-hujin memberi sebuah cincin padaku, di atas
cincin terdapat ujung jarum yang sangat halus yang diberi racun
mahajahat, asalkan kutepuk perlahan pundaknya, dalam sekejap dia
akan mati keracunan. Sejauh itu dia pandang diriku sebagai barang
dalam sakunya, dengan sendirinya sama sekali dia tidak
berprasangka terhadapku. ̈
”O, kiranya demikian, ̈ Sim Long mengangguk.
”Aku pun dapat membunuh orang, engkau tidak menyesali diriku,
bukan? ̈
”Siapa pun bila menjadi dirimu tentu ingin membunuh dia, ̈ ujar Sim
Long. ”Cuma ada sesuatu yang semula aku tidak paham dan baru
sekarang kutahu duduknya perkara. ̈
”Urusan apa? ̈ tanya Fifi.
”Aku tidak mengerti mengapa rombongan Can Ing-siong itu begitu
masuk Jin-gi-ceng lantas semuanya mati secara serentak, baru
sekarang kutahu semua itu disebabkan racun cincin pemberian Ong-
hujin. ̈
Fifi berkedip-kedip, katanya, ”Tapi jarum beracun pada cincin itu
hanya dapat digunakan satu kali saja, serupa halnya ekor tawon
berbisa, sekali mengantup lantas tak berbisa lagi. Pula, orang-orang
itu mati seluruhnya tanpa sisa seorang pun, lantas siapa yang turun
tangan membunuhnya? ̈
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan tersenyum,
”Tahulah aku. ̈
”O, memang apa rahasianya¡ ̈
”Pada waktu Ong-hujin membebaskan mereka pasti disertai suatu
syarat. ̈
”Syarat apa? ̈ tanya Fifi.
”Yaitu di antara mereka tiap-tiap orang diharuskan membunuh salah
seorang di antaranya. ̈
Fifi menggeleng, ”Aku tetap tidak paham. ̈
”Begini, umpamanya Ong-hujin bicara tersendiri-sendiri dengan
mereka dan setiap orang diberinya sebuah cincin berbisa, tentu saja
di antara mereka satu sama lain tidak tahu-menahu. Sebab itulah,
setiba di Jin-gi-ceng, segera terjadi bunuh-membunuh dan akhirnya
semuanya mati, adapun pembunuhnya justru mereka sendiri. ̈
”Wah, alangkah jahat tipu muslihatnya dan betapa kejinya pula, ̈ ujar
Fifi sambil menggeleng.
”Cara Ong-hujin itu memang keji, tapi bila Can Ing-siong dan
lain-lain benar-benar kesatria sejati, tentu muslihat Ong-hujin takkan
berlaku. ̈
”Betul juga, itu namanya bikin mampus dirinya sendiri .... ̈
Belum habis ucapan Fifi, mendadak seorang mendengus, ”Kalian juga
akan membikin mampus dirinya sendiri! ̈
Di tengah suara dengusan itu, sebilah pedang mengilat menebas
dari balik pepohonan yang lebat sana.
Fifi menjerit kaget dan merangkul Sim Long.
Sim Long menyurut mundur dua tindak sambil membentak,
”Siapa?! ̈
Maka muncul seorang pemuda cakap berbaju ringkas dengan pedang
terhunus lagi memandangi mereka dengan tertawa dingin, sebuah
cermin perunggu mengilat menghiasi baju dadanya dan terdapat
angka ”35 ̈. Jelas anggota pasukan Angin Puyuh anak buah
Koay-lok-ong.
Sim Long tetap tenang dan tersenyum, katanya, ”Bahwa engkau
dapat datang kemari di luar tahuku, tampaknya kungfumu pasti jauh
lebih tinggi daripada kawanmu, sungguh harus dipuji. ̈
”Hm, dalam keadaan lupa daratan karena si cantik dalam pelukan,
biarpun langit ambruk pun takkan kau dengar, ̈ ejek anggota Angin
Puyuh itu.
”Ya, mungkin betul kritikmu ini, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
”Ongya meladenimu dengan baik dan menganggap dirimu sebagai
orang tepercaya seharusnya kau balas kebaikan Ongya dengan setia,
siapa tahu selir kesayangan Ongya malah kau pikat, apakah kau tahu
akan dosamu? ̈
”Kalau tahu dosa lantas bagaimana? ̈
”Hendaknya segera ikut padaku menemui Ongya, bisa jadi Ongya
akan memberi hukuman lebih ringan dan memberi kematian bagimu
dengan cepat. ̈
”Wah, untuk itu aku harus berterima kasih padamu, cuma .... ̈ Sim
Long berkedip, ”Apakah kau kira Sim Long seorang penakut? ̈
”Habis, berani kau melawan? ̈ damprat jago Angin Puyuh itu.
”Sungguh aku merasa sayang bagimu. ̈ kata Sim Long. ”Jika engkau
seorang pintar, seharusnya sejak tadi mengeluyur pergi. Tapi
sekarang, biarpun kau ingin lari pun tidak keburu lagi. ̈
”Hm, kau kira aku datang sendirian? ̈
”Apa bukan begitu? ̈
”Justru di sekeliling sini sudah tersebar tujuh belas kawanku, kecuali
dalam sekejap dapat kau bunuh kami seluruhnya, kalau tidak, jangan
harap engkau dapat lolos dengan hidup. ̈
Sim Long hanya tertawa saja, sebaliknya, muka Fifi menjadi pucat,
mendadak ia mengadang di depan Sim Long dan berteriak, ”Semua
ini bukan urusannya, aku yang mengajaknya kemari. ̈
”Nona Pek sungguh .... ̈
”Jika kau mau bunuh, silakan bunuh saja diriku, ̈ sela Fifi dengan
suara gemetar. Jago Angin Puyuh itu tersenyum sinis, ”Wah,
terhadap gadis cantik seperti nona Pek ini, mana aku sampai hati .... ̈
”Habis apa kehendakmu? ̈ jerit Fifi. ”Nona sendiri menghendaki
bagaimana? ̈ ”Asalkan kau lepaskan dia, aku ... aku akan menuruti
segala
kehendakmu. ̈ ”Apa betul? ̈ jago Angin Puyuh itu tertawa. ”Betul, ̈
jawab Fifi tegas dengan air mata berlinang. ”Bagaimana dengan
pendapat Sim-kongcu? ̈ tanya si jago Angin
Puyuh. ”Baik, kalian boleh pergi saja, ̈ kata Sim Long dengan
tersenyum. Jawaban ini membuat Fifi dan jago Angin Puyuh itu
sama melengak. ”Kau ... kau .... ̈ gemetar Fifi dan tidak sanggup
meneruskan
ucapannya. ”Jika benar kau rela berkorban bagiku, jika kutolak kan
berarti
mengecewakan maksud baikmu? ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Dan sebaiknya kalian pergi saja ke suatu tempat yang .... ̈ ”Kau
bukan manusia .... ̈ teriak Fifi dengan parau. ”Kan kau sendiri yang
rela Long dengan tertawa. ”Bilamana sesuatu permainan sudah
Sim begitu, kenapa kau maki diriku? ̈ kata
mencapai puncaknya, jika tidak kuberikan bumbu pemanis, tentu
permainanmu akan terasa cemplang, bukan? ̈
Fifi tampak melongo bingung.
Si jago Angin Puyuh juga melenggong, mendadak ia bergelak
tertawa, ”Hahaha, hebat, Sim Long memang hebat! ̈
¡ Terima kasih, ̈ jawab Sim Long.
”Cara bagaimana dapat kau kenali diriku? ̈ tanya si jago Angin Puyuh
itu dengan tertawa.
”Bilamana setiap jago Angin Puyuh menguasai Ginkang setinggi
dirimu, kan Koay-lok-ong boleh tidur nyenyak tanpa khawatir apa
pun, apalagi, umpama di antara jago Angin Puyuh ada yang
berkepandaian setinggi ini tentu juga takkan bermata keranjang
seperti kau. ̈
Sim Long bergelak tertawa, lalu menyambung, ”Orang yang memiliki
Ginkang dan sinar mata jelalatan seperti kau ini kecuali Ong Linghoa,
di dunia ini mungkin tidak ada orang kedua lagi. ̈
Pek Fifi seperti terkejut, dipandangnya Sim Long, lalu memandang
pula si jago Angin Puyuh, sikapnya tampak serbasalah.
Jago Angin Puyuh itu lantas memberi hormat, ”Tadi aku cuma
bergurau saja, harap nona Pek jangan marah. ̈
”Kau ... kau benar Ong Ling-hoa? ̈ tanya Fifi.
”Sayang kedok yang kubuat ini telah banyak membuang tenaga dan
pikiranku, kalau tidak tentu akan kubuka supaya nona dapat melihat
wajah asliku, ̈ kata si jago Angin Puyuh yang memang samaran Ong
Ling-hoa.
Mendadak air mata Pek Fifi bercucuran, dipandangnya Sim Long,
katanya dengan menangis, ”Mengapa ... mengapa engkau tega
mempermainkan aku? ̈
Jika Cu Jit-jit, tentu Sim Long terus dijotosnya. Tapi Pek Fifi hanya
mengomel saja dan menyesali diri sendiri, ”Tapi ini pun tidak dapat
menyalahkanmu, semua ini ... semua ini salahku, tidak ... tidak
seharusnya ku .... ̈
Kalau benar Sim Long dihantamnya akan melonggarkan perasaannya
malah, tapi sekarang Fifi bicara secara demikian, hati Sim Long
menjadi menyesal, kasihan dan sayang pula, tanpa terasa ia pegang
bahunya dan berucap, ¡Tadi kusangka engkau juga dapat mengenali
dia, maka .... ̈
”Mana dapat kukenali dia, ̈ ujar Fifi dengan rawan. ”Meski pernah
kulihat si jago Angin Puyuh nomor 35, tapi ... tapi samarannya
sungguh teramat mirip, baik suara maupun sikapnya. ̈
”Terima kasih atas pujian nona, tapi aku tetap dikenali Sim-heng, ̈
ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa. Mendadak ia seperti ingat
sesuatu, ia terus menampar muka sendiri sambil mengomel, ”Wah,
pantas mampus, sungguh pantas mampus! ̈
Fifi tercengang melihat kelakuan Ong Ling-hoa itu, tanyanya, ”Pantas
mampus apa? ̈
”Mana boleh kupanggil dengan sebutan Sim-heng, ̈ kata Ling-hoa.
”Memangnya panggil apa kalau tidak menyebutnya begitu? ̈ tanya
Fifi sambil melirik Sim Long.
Dengan sendirinya Sim Long merasa serbakikuk.
Sebaliknya Ong Ling-hoa anggap tidak tahu, katanya pula dengan
tertawa, ”Mungkin nona tidak tahu bahwa sekarang sedikitnya harus
kupanggil dia sebagai paman. ̈
”Paman? ̈ Fifi menegas dengan heran.
”Ya, paman, sebab ... sebab Sim-kongcu, sudah ada janji pernikahan
dengan ibuku. ̈
Fifi merasa seperti dicambuk satu kali, ia menyurut mundur dengan
sorot mata penuh rasa heran dan kecewa serta menyesal, ”Ap ... apa
betul? ̈ tanyanya dengan menggigit bibir.
”Apakah kau kaget? ̈ jawab Sim Long dengan menyengir.
Tubuh Fifi gemetar, air mata bercucuran pula. Sampai sekian
lamanya ia tidak sanggup bersuara. Mendadak ia menjerit dengan
parau, ”Meng ... mengapa tidak kau katakan ... mengapa .... Apakah
sengaja kau tipu diriku? ̈
Segera ia membalik tubuh dan berlari pergi dengan terhuyung-
huyung.
Sim Long menyaksikan kepergiannya tanpa bicara, juga tidak
merintanginya. Bahkan segera ia pulih tenang kembali seperti tidak
terjadi sesuatu.
Ong Ling-hoa memandang Sim Long tanpa bicara. Sorot matanya
menampilkan secercah senyuman licik dan keji.
Akhirnya Sim Long berpaling dan menghadapi Ong Ling-hoa,
keduanya saling tatap sampai sekian lamanya. Bilamana salah
seorang tidak dapat menahan emosinya, tentu segera akan terjadi
pertarungan maut.
Akan tetapi keduanya sama tidak turun tangan, akhirnya Sim Long
malahan tersenyum dan bertanya, ”Mengapa kau lakukan hal ini. ̈
”Tentunya kau tahu inilah kehendak ibuku, ̈ kata Ling-hoa.
”O, dia .... ̈
”Bagaimana beliau tidak khawatir membiarkan anak perempuan
secantik itu berdekatan denganmu. ̈
”Saat ini kau bicara denganku dalam kedudukan sebagai apa? ̈ tanya
Sim Long.
”Sebagai saudara, antara kawan dan lawan. ̈ ”Masa sekarang kembali
kau bersaudara denganku? ̈ ”Di depan orang lain engkau adalah orang
lebih tua daripadaku,
hanya bila kita berada berduaan, aku adalah saudaramu,
sahabatmu, terkadang bisa jadi lawanmu. ̈ Sim Long menatapnya
sekejap dengan tajam, lalu tertawa, ”Tak tersangka cara bicaramu
terkadang juga blakblakan begini. ̈
”Umpama ingin kubohongi dirimu, apa dapat? ̈ ”Tapi jangan kau
lupa, urusan ini justru merupakan kunci dari segala
persoalan lain. Kau tahu, bilamana seorang perempuan merasa sakit
hati, segala apa dapat diperbuatnya. ̈ ”Betul, hal ini diketahui setiap
lelaki di dunia ini, masa dapat
kulupakan. ̈
”Jika begitu, apakah engkau tidak khawatir Pek Fifi akan melaporkan
rahasia ini kepada Koay-lok-ong karena sakit hati? ̈ Ling-hoa
tersenyum, ”Tidak, dia takkan melapor. ̈ ”Kau yakin? ̈ ”Tentu saja
kuyakin. ̈ Gemerdep sinar mata Sim Long, ia seperti mau tanya lagi,
tapi
mendadak ia ganti pokok pembicaraannya, ucapnya dengan
tersenyum cerah, ”Apa pun juga kedatanganmu ini memang di luar
dugaanku. ̈
”Siasat ibuku tentu saja sukar diduga orang, ̈ kata Ling-hoa.
”Engkau tidak khawatir akan dikenali dia? ̈
”Asalkan tidak berhadapan dengan dia, kenapa kutakut akan
ketahuan? ̈ ujar Ling-hoa. ”Kutahu banyak tanda tanya dalam
hatimu, sukar juga bagiku untuk menjelaskan satu per satu. Tapi
setelah kubawamu menemui seorang mungkin engkau akan paham
berbagai persoalan ini. ̈
”O, siapa? ̈
”Sesudah bertemu tentu kau tahu sendiri. ̈
”Kapan akan menemuinya? ̈
”Sekarang juga. ̈
Sim Long tidak tanya lagi.
Pada saat itu juga mendadak diri kejauhan ada seorang berseru,
”Aha, Sim-kongcu sungguh seorang yang bisa menikmati kesenangan
sehingga dapat menemukan suatu tempat rimbun untuk berteduh
akan hawa yang panas ini. ̈
Sim Long berkerut kening, dilihatnya muncul seorang berbaju satin
dengan dada terbuka, tangan membawa cambuk, sambil memukul
semak rumput sedang menuju ke sini.
Pendatang ini rada di luar dugaannya, orang ini ialah Siau-pa-ong,
putra hartawan yang pekerjaannya hanya berfoya-foya belaka itu.
”Apakah hendak kau bawaku menemui orang ini? ̈ tanya Sim Long
kepada Ong Ling-hoa.
”Mana bisa dia? ̈ jawab Ling-hoa.
Dalam pada itu Siau-pa-ong sudah mendekat, serunya pula dengan
tertawa, ”Aha, sungguh suatu tempat yang nyaman, entah cara
bagaimana Sim-heng menemukannya. ̈
”Ya hal ini memang aneh, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
”Aneh? ̈ Siau-pa-ong berkedip-kedip bingung.
”Bahwa sebelum melihat jelas diriku dari jauh engkau sudah dapat
menyebut namaku, bukankah kejadian yang aneh? ̈
”O, ini ... haha, memang menarik juga, Sim-heng kan orang yang
suka pada keindahan, maka ketika dari jauh kulihat di sini ada orang,
segera kuduga orangnya pasti Sim-heng adanya. ̈
”Wah, saudara ini memang seorang yang simpatik, ̈ ucap Sim Long
dengan tertawa, seperti tidak sengaja ia hendak menepuk pundak
Siau-pa-ong.
Tapi seperti juga tidak sengaja Ong Ling-hoa lantas menahan tangan
Sim Long sambil menggeleng kepala perlahan.
Hanya dalam sekejap itu saja Siau-pa-ong sebenarnya sudah berada
di tepi pintu neraka, namun sedikit pun ia tidak tahu, dia masih
cengar-cengir seperti orang bodoh, tapi kalau dibilang bodoh,
tampaknya juga tidak mirip.
Tiba-tiba Sim Long merasakan saat ini setiap orang di Koay-hoat-lim
tidaklah sederhana sebagaimana diduganya, tapi setiap orang
mempunyai rahasia di balik layar.
Sambil memutar cambuknya Siau-pa-ong memandang kian kemari,
mendadak ia berkata pula kepada Sim Long, ”Apakah Sim-heng tahu
untuk apa kucari dirimu? ̈
Sim Long hanya tertawa tanpa menjawab.
”Kucari Sim-heng hanya ingin minta Sim-heng suka memberi
penilaian terhadap seorang. ̈
”Oo?! ̈ Sim Long bersuara heran.
”Bila perempuan yang pernah kubawa tempo hari itu mungkin
ditertawakan oleh Sim-heng, maka sekarang kudatangkan lagi
seorang nona sangat cantik, maka ingin kuminta Sim-heng suka
memberi komentar seperlunya. ̈
”Sesungguhnya aku sama sekali tidak paham orang perempuan,
kalau tidak masakah sampai saat ini aku masih sorangan wae? Betul
tidak, saudara Angin Puyuh? ̈
”Betul, tepat! ̈ seru Ong Ling-hoa.
”Saat ini nona cantik itu berada di sekitar sini, sekarang juga akan
kubawa kemari .... ̈ tanpa menunggu jawaban segera ia berlari pergi.
Setelah bayangan orang menghilang baru Sim Long berkata dengan
tersenyum, ”Baru sekarang kutahu bahwa Siau-pa-ong ini ternyata
juga anak buahmu. ̈
”Dari mana kau tahu? ̈ tanya Ong Ling-hoa dengan tertawa.
”Jika tidak kau beri tahukan padanya, dari mana dia tahu aku berada
di sini, dan bila dia bukan anak buahmu, untuk apa kau cegah
kuturun tangan padanya? ̈
Ong Ling-hoa hanya tersenyum tanpa menanggapi.
”Padahal tidak ada maksudku hendak mencelakai dia, tindakanku itu
tidak lebih hanya untuk menguji Ong-kongcu kita saja, ̈ kata Sim
Long pula.
Ong Ling-hoa tertawa, sebelum ia bicara, tiba-tiba Siau-pa-ong
muncul kembali sambil berseru, ”Ini dia sudah datang! ̈
Tertampaklah dua perempuan kekar kuat menggotong sebuah tandu
kecil dengan tabir tertutup. Setelah tandu ditaruh, segera kedua
perempuan ini tinggal pergi keluar hutan.
Di balik tabir samar-samar kelihatan bayangan orang yang ramping.
Waktu tabir disingkap Siau-pa-ong, seketika mata Sim Long terbeliak.
Ternyata yang duduk di dalam tandu tak-lain-tak-bukan ialah Cu Jit-
jit.
Betapa pun Sim Long tidak menyangka akan bertemu dengan Cu Jitjit
di sini. Jit-jit adalah sandera yang digunakan Ong-hujin untuk
memeras Sim Long, mana Ong-hujin mau mengirimkan dia ke sini?
Seketika Sim Long berdiri melongo.
Dilihatnya rambut Jit-jit tersanggul rapi, bajunya mentereng, duduk
tenang dengan sikap anggun, meski matanya memandang Sim Long,
namun air mukanya sangat tenang. Sama sekali berbeda daripada Cu
Jit-jit yang nakal, garang dan suka emosi, Cu Jit-jit yang dulu itu.
Akan tetapi nona ini jelas-jelas memang Cu Jit-jit adanya, baik
alisnya, matanya, hidungnya, bibirnya, sedikit pun tidak palsu,
biarpun dibakar menjadi abu juga Sim Long tetap kenal Cu Jit-jit,
cara bagaimana menyamar dan memalsukan Jit-jit pasti tidak dapat
mengelabui Sim Long.
Setelah tercengang sekian lama, akhirnya Sim Long tersenyum dan
menegur, ”Sekian lama tidak berjumpa, engkau baik-baik bukan? ̈
Meski cuma tegur sapa yang singkat, namun cukup mendalam
artinya, ia yakin Jit-jit pasti dapat memahaminya.
Namun air muka Jit-jit tetap tidak memperlihatkan sesuatu perasaan,
ia menjawab dengan hambar, ”Lumayan, terima kasih atas perhatian
Sim-kongcu. ̈
Jawaban yang kaku dingin itu serupa cambuk pula yang menyakitkan
hati Sim Long. Baru sekarang ia merasakan bila seorang merasa
kehilangan sesuatu, betapa pun pasti akan dirasakan kekesalan dan
kesedihan.
Siau-pa-ong memandangnya dengan tertawa. Sorot mata Ong Ling-
hoa juga menampilkan senyuman yang senang.
Mendadak Sim Long berpaling, ”Mengapa dia ... dia .... ̈
”Soalnya ibuku mendadak merasakan daripada menggunakan
sandera untuk memeras Sim-kongcu, akan lebih baik bila segala
sesuatu timbul dari sukarela Sim-kongcu sendiri, untuk pengertian
ibuku terhadap Sim-kongcu seharusnya Sim-kongcu berterima kasih
kepada beliau. ̈
”Tapi ... tapi kedatangannya ini .... ̈
”Ibu merasa tidak perlu menggunakan nona Cu untuk memeras Sim-
kongcu, kedatangannya ini hanya sekadar melakukan upacara
penghormatan ulang. ̈
”Upacara penghormatan ulang bagaimana? ̈ tergetar hati Sim Long.
”Soalnya ibu sudah mengikatkan perjodohan nona Cu dengan diriku, ̈
tutur Ling-hoa perlahan.
Tanpa terasa Sim Long menyurut mundur lagi setindak, ditatapnya
Cu Jit-jit dan berseru, ”Jadi kau ... kau .... ̈
”Masa engkau tidak ikut gembira? ̈ kata Jit-jit dengan tersenyum
hambar.
”Aku ... aku .... ̈ Sim Long terkesima. Sungguh tidak ringan pukulan
ini, namun dia tidak roboh. Ia berdiri termangu sejenak, mendadak
tertawa cerah pula dan memberi hormat, ”Selamat, selamat! ̈
”Terima kasih! ̈ kata Jit-jit, mendadak tabir diturunkan kembali
sehingga tidak terlihat pula senyumnya melainkan cuma terlihat
bayangan tubuhnya yang ramping.
Apabila sekarang masih tersisa sesuatu di hati Sim Long, maka yang
ada itu hanya kenangan pahit belaka serta kekosongan yang sukar
terisi kembali.
Namun begitu dia tetap berdiri tegak, tetap tersenyum.
Melihat ketenangan orang, mau tak mau timbul juga rasa kagum
Siau-pa-ong.
”Kutahu pasti masih ada sesuatu yang hendak ditanyakan oleh Sim-
kongcu, ̈ kata Ong Ling-hoa dengan tertawa.
”Betul, memang hendak kutanya bila Cu Jit-jit sudah datang, lantas di
mana Him Miau-ji? ̈ ujar Sim Long.
”Tentang si Kucing, mungkin dia juga akan melakukan sesuatu yang
tak tersangka oleh Sim-kongcu, ̈ tutur Ling-hoa perlahan.
Serentak Sim Long mencengkeram pergelangan tangannya dan
menegas, ”Di mana dia? ̈
Kulit daging muka Ong Ling-hoa tampak berkerut-kerut, namun tidak
sampai meringis kesakitan. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu
menjawab, ”Sekarang dia berada .... ̈
Pada saat itulah tiba-tiba dari berbagai penjuru ada orang berteriak,
”Sim Long ... Sim-kongcu, lekas keluar, Ongya mencarimu! ̈
Suara teriakan itu sambung-menyambung berulang-ulang, ada yang
dari jauh, ada yang sudah dekat.
”Di sini bukan tempat baik lagi untuk bicara, lekas kau pergi saja, bila
perlu akan kuadakan kontak denganmu, ̈ desis Ong Ling-hoa.
Sim Long menatapnya dengan tajam, perlahan cengkeramannya
dikendurkan, mendadak ia membalik tubuh, tanpa menoleh ia
melangkah pergi dengan cepat.
*****
Koay-lok-ong duduk setengah berbaring di tempat tidurnya dan asyik
minum air sari buah, Sim Long berdiri di depannya.
”Setiap pahlawan selalu tak terhindar dari kegemaran minum arak,
serupa halnya si cantik yang suka murung. Akan tetapi manusia
hidup tentu mempunyai sesuatu hobi. Wahai Sim Long, apa hobimu
dan apa yang paling menarik bagimu saat ini? ̈
Sim Long termenung tanpa menjawab, sejenak kemudian ia berkata,
”Si kerdil bertubuh seringan daun, entah dia sudah berhasil
menyelidiki sarang Yu-leng-kiongcu atau tidak? ̈
”Ah, urusan ini teramat tidak menarik, tidak perlu disinggung lagi, ̈
ujar Koay-lok-ong dengan kening bekernyit.
”Oo, jangan-jangan dia tidak pernah pulang kembali. ̈
”Betul, tidak pernah pulang, ̈ mendadak Koay-lok-ong menggebrak
tempat tidurnya, ”Dan bila dia belum lagi pulang sekarang, tentu
selamanya takkan pulang lagi. ̈
Diam-diam Sim Long menghela napas, pikirnya, ”Lihai amat Yu-leng-
kiongcu ini. Tapi pada suatu hari pasti juga akan kuketahui siapa
sebenarnya dirimu? Dan hari demikian ini tampaknya sudah tidak
jauh lagi. ̈
Mendadak dilihatnya Koay-lok-ong tertawa cerah pula dan berkata,
”Ah, urusan yang tidak menarik lebih baik jangan disinggung, biarlah
kukatakan sesuatu hal lain yang menarik saja. ̈
”Mohon petunjuk Ongya, ̈ kata Sim Long.
”Justru hari inilah ternyata ada seorang datang dari jauh sengaja
untuk menggabungkan diri denganku. ̈
”Oo, siapa dia? ̈ tanya Sim Long.
”Dengan sendirinya orang ini pun seorang Enghiong (pahlawan), ̈
tutur Koay-lok-ong. ”Selain takaran minum arak orang ini sanggup
menandingimu, ilmu silatnya mungkin juga tidak di bawahmu. Tokko
Siang telah bergebrak beberapa jurus dengan dia dan kecundang. ̈
Tentu saja Sim Long tertarik, ”Hah, di mana orang ini sekarang? ̈
”Dia juga tokoh pilihan, sebab itulah sengaja kupertemukan kalian,
sungguh bahagia dan menyenangkan segenap Enghiong sejagat
dapat berkumpul di sini, ̈ segera Koay-lok-ong melompat bangun dan
berseru pula, ”Saat ini dia asyik minum bersama orang, kebetulan
dapat kau susul untuk minum tiga ratus cawan dengan dia. ̈
Tangan Sim Long segera ditariknya dan diajak menuju ke ruangan
tamu.
Dari jauh sudah terdengar suara seruan gembira dari balik tabir sana,
suara orang setengah sinting.
Yan-ji kelihatan sedang menyingkap tabir dan mengintip ke dalam,
ketika mendengar suara langkah orang, ia menoleh, cepat ia kabur
ketika diketahui yang datang ialah Koay-lok-ong dan Sim Long.
Terdengar suara tertawa cekikak-cekikik orang perempuan di dalam,
seorang lagi berkata dengan suara merdu, ”Hong-ji telah
menyuguhmu sepuluh cawan, Peng-ji juga menyuguhmu sepuluh
cawan, sekarang harus kusuguh kau dua puluh cawan, lekas kau
minum. ̈
¡”Betul,¡ ̈ sambung suara seorang perempuan lagi dengan tertawa
genit, ”bila tidak kau minum, bisa jadi nanti lidahmu akan digigit
putus oleh Cu-ji. ̈
”Hahaha! ̈ terdengar seorang lelaki bergelak tertawa. ”Hanya sekian
puluh cawan arak apalah artinya bagiku. Ayo, tuangkan semua
menjadi semangkuk, akan kutenggak habis sekaligus dan boleh
kalian tambah lagi semangkuk nanti. ̈
Tampaknya tidak sedikit arak yang sudah ditenggaknya sehingga
nada ucapannya sudah rada kaku. Tapi bagi pendengaran Sim Long,
suara orang dirasakan sudah sangat dikenalnya. Cepat ia memburu
maju dan menyingkap tabir.
Tertampak di tengah ruangan cawan berserakan, lima-enam gadis
jelita dengan rambut kusut dan baju setengah terbuka, muka merah
dan mata buram, semua ini menandakan mereka sudah sama mabuk.
Seorang lelaki kekar berduduk di tengah kawanan gadis jelita ini
dengan dada baju terbuka dan tangan memegang mangkuk sedang
diminum dengan lahapnya.
Dari tepi mangkuk kelihatan kedua alisnya yang tebal. Siapa lagi dia
kalau bukan Him Miau-ji alis si Kucing. Ternyata Him Miau-ji juga
datang kemari, sungguh Sim Long tidak tahu harus bergirang atau
terkejut.
Apa pun juga Him Miau-ji masih sanggup menenggak arak
sebanyaknya, hal ini menandakan dia masih gagah perkasa dan
pantas dibuat girang.
Saat itu Miau-ji sudah menghabiskan isi mangkuknya, ia menarik
napas dan bergelak tertawa, serunya, ”Nah kosong! Siapa lagi yang
akan menyuguhku?! ̈
”Aku! ̈ seru Sim Long mendadak dengan tersenyum.
Miau-ji berpaling, seketika ia tercengang melihat Sim Long berdiri di
ambang pintu.
Serentak ia berteriak dan membuang mangkuk emas yang
dipegangnya, ia memburu maju sambil berteriak, ”Aha, Sim Long,
engkau belum lagi mati! ̈
Di tengah teriakan gembira keduanya lantas saling rangkul. Terendus
bau arak dan bau keringat Him Miau-ji yang khas, namun bagi Sim
Long rasanya terlebih menyenangkan daripada bau harum pupur
anak perempuan.
Selagi keduanya berangkulan, tampaknya Koay-lok-ong juga merasa
bersyukur dan menepuk pundak mereka, katanya, ”Sahabat yang
baru bertemu setelah berpisah sekian lama tentu sangat banyak yang
ingin dibicarakan, bolehlah kalian mengobrol sepuasnya dan takkan
kuganggu. ̈
Dalam sekejap itu tiba-tiba Sim Long merasa gembong iblis ini juga
mempunyai sifat kemanusiaan dan tidak sekejam sebagaimana
dibayangkan orang.
Kedua orang saling rangkul dan berjalan keluar halaman, di luar
sunyi tiada orang lain. Mendadak hujan turun dengan lebat, namun
keduanya tidak menghiraukannya. Di daerah yang tandus ini bisa
turun hujan sederas ini, sungguh menambah gembira orang.
Sembari berjalan Miau-ji menenggak arak pula dari buli-bulinya,
langkahnya sudah sempoyongan, sisa arak dalam buli-buli juga tidak
banyak lagi.
”Miau-ji, jangan kau bikin mabuk dirimu sendiri, banyak urusan yang
ingin kubicarakan padamu, kesempatan untuk bicara seperti ini bagi
kita rasanya tidak banyak lagi selanjutnya, ̈ desis Sim Long.
Daun pohon gemeresak terpukul air hujan, suara guntur pun
bergemuruh, suara bicara mereka sukar terdengar dari jarak tiga-
empat kaki, apalagi di halaman yang luas ini tidak kelihatan
bayangan orang lain. Jika mau bicara urusan penting, saat ini
memang paling tepat dan tempat ini paling bagus.
”Ada urusan apa, katakan saja, Sim Long, ̈ ucap Miau-ji.
”Tapi sekarang engkau tidak boleh mabuk, selanjutnya juga tidak
boleh mabuk, mulut orang mabuk sukar dijaga, kukhawatir kau
bocorkan rahasia dalam keadaan mabuk. ̈
”Memangnya Him Miau-ji adalah orang yang suka membocorkan
rahasia? ̈
”Tentu saja tidak, ̈ kata Sim Long dengan tertawa. ”Bahwa sekali ini
dia mau melepaskan dirimu dan Jit-jit, hal ini sungguh di luar
dugaanku. Dari sini terlihat bahwa caranya mengatur tipu
muslihatnya memang sukar diduga dan tak dapat dibandingi orang
lain. ̈
”Dia yang kau maksudkan .... ̈
”Dengan sendirinya Ong .... ̈
”Tentu saja dia sangat hebat bila engkau saja tidak dapat meraba
setiap tindakannya. ̈
”Apakah benar dia telah mengikatkan perjodohan Jit-jit dan Ong
Ling-hoa? ̈
”Ai, perempuan, dasar perempuan .... Setiap perempuan memang
tidak dapat dipercaya. ̈
”Masa Jit-jit sukarela? ̈
”Setan yang tahu hati perempuan, ̈ jawab Miau-ji dengan gemas.
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan gegetun,
”Hal ini pun tidak dapat menyalahkan Jit-jit. Dia mengetahui aku
mengikat perkawinan dengan ... dengan Ong-hujin itu, dengan
sendirinya ia menjadi nekat. Ai, kan sudah kau kenal juga sifatnya. ̈
”Tapi seharusnya ia pun tahu tindakanmu ini ada maksud tujuan
tertentu, ̈ kata Miau-ji.
”Padahal siapakah di dunia ini yang benar-benar dapat memahami
pikiranku? ̈ ujar Sim Long sambil tersenyum getir. ”Terkadang aku
sendiri pun tidak memahami diriku, orang yang semakin kusukai,
semakin dingin sikapku kepadanya. Memangnya apa sebabnya? ̈
”Sebab engkau sedang menghindar, engkau tidak berani menerima
cinta kasih apa pun, sebab pada pundakmu sudah memikul beban
yang amat berat, sebab engkau merasa dirimu setiap saat dapat
mati. ̈
”Memang benar ucapanmu, ̈ ujar Sim Long dengan murung.
”Jika kau rasakan menderita, mengapa tidak kau lepaskan beban
itu? ̈
”Terkadang aku memang ingin melepaskannya, ̈ ujar Sim Long.
”Manusia di dunia ini sedemikian banyak, mengapa aku yang meski
memikul beban ini. Walaupun jahat Koay-lok-ong, tapi tidak jelek dia
terhadapku, mengapa harus kuincar nyawanya? Apa yang kuperoleh
bila kubunuh dia? Siapa yang akan memahami diriku dan menaruh
simpati padaku? .... ̈
Di bawah hujan lebat, didampingi sahabat paling karib ini, tanpa
terasa Sim Long mencetuskan unek-uneknya, diungkapkan isi hatinya
yang selama ini tidak pernah dibicarakannya dengan siapa pun.
Miau-ji tidak memandangnya melainkan cuma mendengarkan.
Selang sejenak Sim Long berkata pula, ”Dengan sendirinya, di dalam
hal ini ada juga sebabnya. ̈
”Justru lantaran sebab ini, maka engkau rela menderita daripada
melepaskan beban itu. ̈
”Betul. ̈
”Lantas apa sebab musabab itu? ̈
”Sebab antara diriku dan Koay-lok-ong tidak mungkin hidup bersama,
kalau tidak aku mati harus dia yang mampus. Maka biarpun kutahu
Ong-hujin dan Ong Ling-hoa juga iblisnya manusia, sekalipun kutahu
dengan segala daya upaya mereka berusaha memperalat diriku, tapi
demi menumpas Koay-lok-ong, aku tidak menghiraukan akibatnya
dan mau bekerja sama dengan mereka. ̈
”Jangan-jangan antara dirimu dan Koay-lok-ong ada persengketaan
pribadi? ̈ tanya Miau-ji.
Tampak gemerdep sinar mata Sim Long, jawabnya, ”Ya. ̈
”Lantaran Pek Fifi? ̈ ”Kau kira lantaran dia? ̈ ”Habis lantaran apa? ̈ tanya
Miau-ji pula. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, ”Ini
menyangkut
rahasia pribadiku, sekarang tidak dapat kukatakan. ̈ ”Kapan baru dapat
kau katakan? ̈ ”Nanti kalau Koay-lok-ong mati. ̈ ”Dia takkan mati lebih
dulu daripadamu. ̈ Baru habis bicara demikian, mendadak ia menutuk
beberapa Hiat-to
kelumpuhan Sim Long, lalu denganSim Long tidak bikin SimHim
terjungkal. Sekalipun dibunuh pun sekali sikut ia percaya Long
Miau-ji bisa mendadak menyergapnya, bahkan sampai ia sudah
terguling ia tetap tidak percaya.
”Hei, Miau-ji, jangan ... jangan bergurau! ̈ serunya meski tubuh
tidak dapat berkutik. Him Miau-ji berdiri tegak di bawah hujan dan
menengadah dengan terbahak-bahak. Nyata mabuknya sudah hilang,
suara tertawanya juga berubah mendadak.
Air muka Sim Long berubah, ”Hah, engkau bukan Miau-ji! ̈
”Apakah tidak terlambat baru sekarang kau tahu? ̈ kata ”si Kucing ̈
dengan tertawa latah. ”Jangan ... jangan-jangan engkau ini Liong
Su-hay? ̈ seru Sim Long. ”Hahaha, memang betul, betapa pun
engkau tetap pintar juga. ̈
”Ya, seharusnya sudah kupikirkan akan dirimu, ̈ ujar Sim Long
dengan tersenyum pedih. ”Sejak mula memang sudah kurasakan
engkau banyak persamaannya dengan Miau-ji, jika di dunia ini ada
orang yang dapat menyamar Him Miau-ji secara sangat mirip, maka
orang itu ialah kau. ̈
”Mengapa tidak kau pikirkan sejak tadi? ̈ kata Liong Su-hay.
”Sebab kusalah menilai dirimu. Sungguh tidak kusangka Liong Su-hay
yang kelihatan gagah perkasa dan berjiwa kesatria itu ternyata juga
antek orang. ̈
Liong Su-hay tidak marah, sebaliknya tertawa, katanya, ”Dan sekali
ini dapatlah engkau mendapat pelajaran, betapa pintar seorang toh
dapat juga tertipu. Cuma sayang, pelajaran ini takkan bermanfaat
lagi bagimu. ̈
”Ya, memang, setiap orang tentu juga dapat tertipu, ̈ ucap Sim Long
dengan pedih.
”Tapi untuk menjebakmu, betapa pun kami telah banyak membuang
tenaga dan pikiran. ̈
Sim Long menghela napas, katanya, ”Dengan sendirinya Him Miau-ji
tentu juga sudah datang ke sini, kalau tidak, sekalipun Koay-lok-ong
mempunyai ahli rias yang paling pandai juga tidak mampu menyamar
dirimu sehingga serupa dia. ̈
”Engkau memang orang pintar, ̈ kata Liong Su-hay dengan tertawa.
”Pada waktu Koay-lok-ong merias diriku, saat itu juga Him Miau-ji
menggeletak di sisiku, jadi bentukku ini serupa dicetak dari dia
seluruhnya. ̈
”Dan ada lagi .... ̈
”Suaranya, begitu bukan? ̈ tukas Su-hay. ”Caraku menirukan suara
orang lain memang lumayan, tapi aku tetap khawatir diketahui
olehmu, sebab itulah aku berlagak mabuk, padahal paling banyak
aku cuma minum tiga cawan saja, yang mabuk benar-benar adalah
kawanan budak itu. ̈
”Wah, ternyata akal bagus, siapa pun bila melihat orang yang minum
bersamamu sudah sama mabuk, dengan sendirinya takkan terpikir
arak yang kau minum adalah arak palsu. ̈
”Apalagi ditambah gemuruh suara hujan, sungguh sangat kebetulan
bagiku, terlebih lagi entah mengapa semangatmu hari ini tampak
kurang baik, seperti agak linglung, bila tidak dapat kutipu dirimu kan
terlalu. ̈
Sim Long tampak sedih, selang sejenak, ia coba tanya, ”Dan Him
Miau-ji .... ̈
”Dalam hal ini memang ada sesuatu memang benar terjadi, yaitu
kedatangan Him Miau-ji yang akan bekerja bagi Koay-lok-ong, ̈ tutur
Liong Su-hay dengan tertawa.
”O, apakah barangkali Koay-lok-ong menaruh curiga padanya, maka
.... ̈
”Curiga padanya sih tidak, yang dicurigainya justru ialah dirimu. ̈
”Aku? ̈ Sim Long melengak.
”Ya, pagi tadi waktu bangun tidak ditemukannya Pek Fifi, engkau
juga tidak kelihatan, maka timbul curiganya. Kebetulan waktu itu
datang Him Miau-ji, maka dengan menggunakan Him Miau-ji dia ingin
menguji dirimu. ̈
Liong Su-hay terbahak-bahak dan menambahkan, ”Dan sekali uji
seketika juga kelihatan belangmu. ̈
”Lantas bagaimana kehendakmu sekarang? ̈
Jilid 30
”Berulang Koay-lok-ong memberi pesan, asalkan berhasil menyingkap
kepalsuanmu, segera supaya membinasakan dirimu. Orang semacam
dirimu adalah sangat berbahaya dibiarkan hidup, apalagi dia juga
tidak ingin melihatmu lagi. ̈
Sim Long menghela napas panjang, ucapnya dengan tersenyum
pedih, ”Bagus, tak tersangka aku Sim Long hari ini dapat mati di
sini. ̈
”Hahaha, tak tersangka Sim Long yang namanya termasyhur hari ini
dapat mati di bawah tanganku, ̈ seru Liong Su-hay dengan tertawa,
segera ia melompat maju dan menghantam.
”Nanti dulu! ̈ bentak Sim Long mendadak.
”Tidak ada gunanya biarpun kau ingin mengulur waktu, saat ini tidak
mungkin ada orang akan menolongmu, ̈ kata Liong Su-hay dengan
menyeringai.
”Aku cuma ingin tanya sesuatu padamu. ̈
”Tanya apa? ̈
”Aku hanya ingin tahu di mana Miau-ji saat ini? ̈
”Haha, bagus, kalian memang benar sahabat sehidup semati, sampai
saat terakhir belum lagi kau lupakan dia. Jangan khawatir, dalam
perjalananmu ke akhirat pasti takkan kesepian, Him Miau-ji akan
mendampingimu, bisa jadi saat ini dia sudah berangkat lebih dulu. ̈
”Maksudmu, dia ... dia sudah terbunuh? ̈
”Betul. ̈
”Siapa yang membunuhnya? ̈
”Memangnya hendak kau balasan sakit hatinya? Baiklah, biar
kukatakan padamu, lantaran dia melawan mati-matian, maka Tokko
Siang telah membunuhnya. ̈
”Tapi ... tapi sebelum Koay-lok-ong tahu jelas seluk-beluk diriku,
mana bisa jiwa Miau-ji dihabisi? ̈
”Him Miau-ji hanya gagah berani tanpa tipu akal, mati-hidupnya pada
hakikatnya tidak diperhatikan oleh Koay-lok-ong. ̈
Sim Long termenung sejenak, perlahan ia memejamkan mata,
katanya, ”Bagus, sekarang bolehlah kau bunuh diriku. ̈
Liong Su-hay mengangkat tangannya dan menebas ke lehernya.
Tampaknya tidak ada orang yang dapat menyelamatkan Sim Long .
*****
Hujan turun dengan lebat.
Ci-hiang mendekap di depan jendela, memandangi butiran air sambil
menanti Sim Long.
Ia pun tahu betapa lama menunggu hanya sia-sia belaka. Terkadang
ia merasa geli sendiri sudah jelas sesuatu yang percuma, ia justru
sengaja berbuat.
Lelaki pertama yang mengisi hatinya ialah Ong Ling-hoa.
Terhadap Ong Ling-hoa mestinya ia menaruh sesuatu harapan, tapi
sejak bertemu dengan Sim Long, khayalnya terhadap Ong Ling-hoa
lantas beralih kepada diri Sim Long.
Sudah banyak lelaki yang dilihatnya, tapi cuma Sim Long saja yang
menolak bujuk rayunya, ia merasa Sim Long memang berbeda
dengan lelaki lain di dunia ini.
Tadinya ia anggap kebanyakan lelaki di dunia ini dapat dipanggil
datang dan disuruh pergi begitu saja, tak tersangka olehnya di dunia
ini masih ada jenis lelaki seperti Sim Long ini.
Begitulah dia termenung dan melamun dengan tertawa.
Sekonyong-konyong dua tangan mendekap matanya dari belakang,
terasa napas yang hangat berbisik di tepi telinganya dengan tertawa,
”Ayo tebak, siapa? ̈
Jantung Ci-hiang berdebar, ucapnya dengan suara gemetar, ”Sim ...
Sim Long? ̈
Mulut itu menggigit perlahan daun telinganya dan menjilat perlahan
ujung telinganya sambil mengomel, ”Setan cilik! ̈
”Hah, Kongcu ... kiranya engkau! ̈ seru Ci-hiang.
Meski Ong Ling-hoa sudah berganti rupa, tapi kata-kata dan tingkah
lakunya yang bersifat bangor ini segera dapat dikenali Ci-hiang.
¡ Haha, setan cilik, dapat juga kau terka, ̈ kata Ong Ling-hoa dengan
tertawa.
Segera ia memutar tubuh Ci-hiang dan merangkul tubuh yang hangat
dan kenyal itu sehingga dua tubuh seperti dempet menjadi satu.
Diciumnya Ci-hiang seperti orang kehausan, serupa kucing
mendapatkan ikan, hampir saja Ci-hiang tak bisa bernapas, tapi ia
tidak menolak, juga tidak menghindar.
Kemudian Ling-hoa melepaskannya, katanya dengan tertawa,
”Kutahu kau lagi memikirkan aku, inilah ganti rugiku kepadamu. ̈
Tubuh Ci-hiang sudah lemas lunglai, sambil menggigit bibir ia
menjawab, ”Setan ingin ganti rugimu. ̈
”Benar kau tidak ingin? ̈ desis Ong Ling-hoa sambil memicingkan
mata.
”Tidak, tidak ingin, ̈ omel Ci-hiang dengan mengentak kaki.
”Oo, jangan-jangan selama dua hari ini Sim Long sudah membikin
kenyang padamu. ̈
Muka Ci-hiang bisa merah juga, ”Cis, orang justru tidak seperti kau. ̈
”Kutahu dia memang seorang sopan, ̈ ujar Ling-hoa dengan tertawa,
segera ia angkat Ci-hiang dan dibawa ke tempat tidur.
Jelas Ci-hiang jemu padanya, tapi entah mengapa, sukar
menolaknya. Mulut Ong Ling-hoa justru mengusap kian kemari di
sekeliling leher Ci-hiang.
Napas Ci-hiang makin memburu, ucapnya dengan gemetar, ”Ingin ...
ingin kutanya padamu, cara bagaimana dapat kau datang kemari,
apakah ... apakah kau lihat Sim Long. ̈
”Sekarang bukan waktunya bicara, tahu? ̈ kata Ling-hoa dengan
tangan menggerayang. ”Kutahu, kau pun ingin, kau pun butuh, betul
tidak? ̈
Hanya sebentar saja sekujur badan Ci-hiang lantas lunglai, terdengar
suara keluhannya, akhirnya ia runtuh seluruhnya dan telentang di
tempat tidur.
Namun yang terpikir dalam hatinya justru cuma Sim Long saja.
Ciri orang perempuan yang paling aneh adalah selagi dia berada
dalam pelukan seorang lelaki, hatinya justru dapat memikirkan
seorang lelaki yang lain.
Ci-hiang menerima segalanya dari Ong Ling-hoa, ia pun mengadakan
reaksi dan bekerja sama dengan baik, tapi yang dikeluhkannya
justru, ”O, Sim Long, bila engkau akan kembali? ̈
Ong Ling-hoa juga terengah, katanya, ”Persetan dengan Sim Long,
saat ini dia tidak mungkin pulang, kuharap dia mati saja. ̈
***** Di luar hujan lebat sekali. Di sana hantaman Liong Su-hay
sedang dilancarkan. Pada saat itulah mendadak seorang membentak,
”Berhenti! ̈ Liong Su-hay terkejut dan berpaling, dilihatnya sesosok
bayangan
tinggi kurus melayang keluar dari balik pepohonan di bawah hujan
lebat. ”Aha, kiranya Tokko-heng, ̈ seru Liong Su-hay dengan tertawa
cerah. ”Apakah kucing itu sudah dibereskan? ̈
”Hmk, ̈ Tokko Siang hanya mendengus saja.
”Lantas untuk apa Sim Long ditunda? ̈
”Tak boleh kau bunuh dia? ̈ jengek Tokko Siang.
”Sebab apa? ̈
”Aku sendirilah yang akan turun tangan. ̈
Liong Su-hay merasa lega, menyurut mundur dan menunggu orang
begitu, silakan. ̈ Segera ia katanya dengan tertawa, ”Baik, jika
bertindak. Ia percaya kekejian Tokko Siang pasti tidak di bawah
dirinya. Ia yakin sebelum mati Sim Long tentu akan banyak
mengalami siksaan. Ia
tahu biasanya Tokko Siang suka menyaksikan penderitaan orang lain
bagi kesenangannya sendiri .... ***** Kesenangan yang memuncak
lambat laun telah tenang kembali.
Dengan napas rada terengah Ci-hiang menggeletak dengan lemas.
Dalam keadaan demikian sebenarnya ia masih memerlukan
kehangatan, kehangatan rabaan dan kehangatan bisikan kata.
Namun Ong Ling-hoa justru telah berbangkit, berdiri sendiri serupa
orang tidak kenal lagi, segala apa yang baru terjadi seolah-olah
sudah terlupa seluruhnya.
Ci-hiang berbaring di tempat tidur dan memandangnya memakai baju
dan bersepatu dan ... membetulkan rambutnya. Orang inilah yang
baru saja mengisi segenap jiwanya, tapi sekarang memandangnya
sekejap saja tidak sudi.
Hati Ci-hiang mendadak penuh diliputi rasa malu, duka, terhina, dan
gusar. Mendadak ia sangat benci terhadap pemuda ini.
Sementara itu Ong Ling-hoa sudah selesai berdandan, akhirnya ia
menoleh juga dan memandang sekejap, ujung mulutnya
menampilkan secercah senyuman keji, senyum bangga dan
kepuasan. Senyum sebagai seorang pemenang.
Dengan mata terpicing ia berkata, ”Bagaimana, engkau tidak dapat
bergerak lagi? Aku ini lelaki yang lain daripada yang lain bukan? alau
tidak ada lelaki perkasa sebagai diriku mana dapat memuaskan
perempuan jalang semacam dirimu ini?¡ ̈
Mata Ci-hiang melotot dengan hampa, dia ingin menutup mukanya
dengan bantal, tapi saking gemasnya tangan terasa gemetar
sehingga tidak kuat untuk memegang bantal.
Memandang tangan orang yang gemetar itu, Ong Ling-hoa berkata
dengan tertawa, ”Bagaimana, apakah kau ingin lagi? Wah, sekarang
tidak bisa, mungkin ... mungkin malam nanti. Jangan khawatir,
takkan kubikin sia-sia penantianmu. ̈
”Sekarang kau mau ke mana? ̈ tanya Ci-hiang dengan mengertak
gigi.
”Sekarang aku lagi ditunggu seorang .... ̈ mendadak Ong Ling-hoa
tertawa gembira. ”Betapa pun takkan kau duga siapakah orang yang
kumaksudkan itu. ̈
”Memangnya siapa? ̈ tanya Ci-hiang tak tahan.
”Cu Jit-jit, ̈ jawab Ling-hoa.
Mata Ci-hiang terbelalak lebar dan menegas, ”Cu Jit-jit? Masa dia
juga datang ke sini? ̈
”Dengan sendirinya dia datang ke sini. Supaya kau tahu, dia akan
kawin denganku. ̈
”Hahh, ̈ gemetar tubuh Ci-hiang. ”Dia ... dia akan kawin denganmu? ̈
”Ya, tapi jangan kau khawatir, ̈ ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa.
”Saat ini belum dapat kugunakan dia, maka aku masih
memerlukanmu. Ai, caramu yang istimewa itu terkadang membuatku
ketagihan. ̈
Ia tersenyum sambil berjongkok, diraihnya dada Ci-hiang, lalu
berkata pula dengan mata setengah terpicing, ”Terkadang aku pun
heran dari mana kau dapat belajar kungfumu yang istimewa di
tempat tidur ini, sungguh si tolol Sim Long itu sama sekali tidak tahu
kenikmatan surga dunia ini, dia justru .... ̈
”Surga ... surga dunia .... ̈ mendadak Ci-hiang melompat bangun dan
hendak mencekik leher Ong Ling-hoa sambil berteriak histeris, ”Kau
... kau setan iblis .... ̈
Tapi sekali tampar Ong Ling-hoa membikin Ci-hiang mencelat. Ia
meraba leher yang lecet tercakar oleh kuku Ci-hiang sambil
mendamprat, ”Sudah gila kau! ̈
”Blang ̈, Ci-hiang jatuh di tempat tidur, ia memukuli tempat tidur dan
menjerit, ”Kubenci ... benci padamu .... ̈
”Sialan, memangnya kau khawatir aku takkan mencarimu lagi? ̈
”Bila kau datang lagi segera kuadu jiwa denganmu, seujung jari pun
tidak boleh kau sentuh lagi diriku, ̈ teriak Ci-hiang parau.
”Hehe, bilamana kuperlu tetap kudatang lagi, ̈ ujar Ling-hoa sambil
menyeringai. Kembali ia remas dada Ci-hiang dan berkata, ”Haha,
perempuan jalang, masakah kau larang kusentuh dirimu? .... Hehe,
bila tidak kucari kau, memangnya kau tahan berapa lama? .... ̈
Sembari bergelak tertawa ia lantas melangkah pergi.
Ci-hiang mendekap di tempat tidur dan menangis tergerung-gerung.
Ia menjerit, ”Aku perempuan jalang ... apa benar aku jalang? Sim
Long ... O, Sim Long, apakah kau pun anggap aku ini jalang?
Mengapa ... mengapa engkau tidak datang menjengukku? .... ̈
*****
Saat itu Tokko Siang lagi melototi Sim Long dengan sinar mata
sedingin es. Sorot mata yang hampa.
Liong Su-hay tidak pernah melihat sorot mata orang yang tak
berperasaan semacam ini. Pikirnya, ”Sungguh aneh sorot mata orang
ini, mungkin tidak ada seorang pun yang tahu apa yang sedang
dipikirnya. ̈
Waktu ia pandang Sim Long, air muka orang ternyata tidak berubah.
Mau tak mau ia berpikir lagi, ”Seorang menghadapi ajalnya ternyata
masih dapat bersikap setenang ini, kecuali Sim Long mungkin tiada
orang kedua lagi di dunia ini. ̈
Ia merasa Tokko Siang dan Sim Long sesungguhnya adalah manusia
aneh. Dan sekarang seorang manusia aneh segera akan membunuh
manusia aneh yang lain. Ia yakin apa yang akan terjadi pasti sangat
menarik.
Cuma tak terpikir olehnya pada waktu pukulan Tokko Siang mengenai
tubuh Sim Long nanti, apakah sorot matanya yang dingin itu akan
berubah atau tidak?
Juga sukar dibayangkan, ketika tubuh Sim Long terkena pukulan
Tokko Siang, apakah air mukanya juga akan tetap tenang seperti
sekarang?
Sungguh ia ingin segera mengetahui kejadian sekejap itu.
*****
Setelah melangkah keluar, Ong Ling-hoa berjalan di bawah hujan,
sayup-sayup didengarnya suara tangis Ci-hiang, hatinya penuh rasa
kepuasan yang kejam.
Dia suka mendengar orang menangis, dia suka melihat orang
menderita.
Entah sebab apa, sejak kecil dia suka melihat orang menderita, jika
melihat orang lain senang bahagia, ia sendiri lantas merasa tersiksa.
Tapi ia sama sekali menyangkal dia dengki, dengan sendirinya ia
lebih tidak mau mengakui dirinya merasa rendah harga diri, sebab
itulah merasa dendam dan iri terhadap orang lain.
Satu-satunya orang di dunia ini yang ditakuti olehnya adalah ibunya.
Ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia sangat menghormat dan
sayang kepada ibunya, mati pun dia tidak mengaku bahwa dalam
lubuk hatinya sebenarnya merasa dendam kepada ibunya.
Jika orang lain mempunyai keluarga, punya ayah dan saudara,
mengapa dia tidak punya.
Bila ibu orang lain sedemikian ramah dan kasih, mengapa ibunya
tidak?
Berbagai persoalan itu sejak kecil sudah terpikir olehnya, tapi ketika
ia berumur tujuh tahun, setiap kali terpikir persoalan ini, segera
dibuangnya jauh-jauh. Maka asalkan menghadapi orang perempuan
dia lantas ingin membalas dendam.
Ia suka orang lain tersiksa, terhina, kehilangan bahagia, kehilangan
harga diri sehingga mendapat aib, ia suka keluarga orang tercerai-
berai dan hancur.
Sekarang ia berjalan di bawah hujan, hatinya teringat kepada Cu Jit-
jit, ia sedang mencari akal cara bagaimana supaya dapat membikin
nona itu merana selama hidup.
Dengan sendirinya ia pun teringat kepada Sim Long, melihat sikap Cu
Jit-jit terhadap Sim Long, segera dimakluminya di dalam hati anak
dara itu hanya terdapat Sim Long saja. Biarpun Jit-jit kawin dengan
dia tetap takkan melupakan Sim Long.
Ia mengepal tinjunya erat-erat, ia mengertak gigi, hampir gila ia
tersiksa oleh rasa benci dan dengki ini.
Tiba-tiba dilihatnya di tengah hutan sana seperti ada bayangan orang
berkelebat, cepat ia melayang ke sana, maka terlihatlah olehnya
Tokko Siang, ¡”Him Miau-ji¡ ̈ dan Sim Long.
Dilihatnya Tokko Siang sedang angkat tangan hendak membunuh
Sim Long, sebaliknya ”Him Miau-ji ̈ hanya menonton saja di samping,
bahkan sorot matanya menampilkan rasa senang.
Semula ia merasa heran, tapi kejap lain segera terpikir olehnya ”Him
Miau-ji ̈ ini pasti samaran orang lain, ia tahu Koay-lok-ong juga
seorang ahli rias yang tidak banyak jumlahnya di dunia ini.
Tanpa terasa ia bergembira. Akhirnya Sim Long tertipu juga. Dalam
sekejap itu hatinya sungguh senang tak terhingga, tapi sekarang Sim
Long sudah menjadi sekutunya, dengan sendirinya ia harus
menolongnya.
Ia coba menaksir keadaan tempat dan siap melancarkan serangan
mendadak, sekali serang harus berhasil.
Ia tahu di tengah taman ini hanya dirinya satu-satunya orang yang
bisa menolong Sim Long, kecuali dirinya, seumpama ada orang lain
yang kebetulan memergoki kejadian ini juga tidak berguna.
Diam-diam ia menggeleng kepala dan membatin, ”Sim Long ini
memang orang mujur. ̈
Dilihatnya tangan Tokko Siang sudah terangkat, seketika timbul pula
pikiran Ong Ling-hoa, ”Untuk apa kutolong dia, kenapa tidak
kubiarkan dia mati saja, memangnya apa sangkut pautnya denganku
bila dia mati? ̈
Jika Sim Long mati, meski lahirnya Cu Jit-jit tidak apa-apa, di dalam
batin pasti akan berduka sekali, bukankah hal ini sangat
menyenangkan.
Dan bila Sim Long mati, meski rencana Ong-hujin akan mengalami
sesuatu gangguan, tapi itu kan urusan orang lain dan tiada sangkut
pautnya dengan dirinya.
Maka ia lantas menyelinap ke balik sebatang pohon dan menantikan
detik turun tangan Tokko Siang. Itulah detik yang paling
menyenangkan selama hidupnya.
Sekarang tiada seorang pun dapat menyelamatkan Sim Long.
Tapi dilihatnya Tokko Siang lantas menunduk memeriksa keadaan
Sim Long, sebaliknya Sim Long juga memandangnya dengan tenang.
Terdengar Tokko Siang bertanya, ”Sim Long, coba apa yang dapat
kau katakan lagi. ̈
”Aku tidak bisa berkata apa-apa, cuma ... dapat mati di tanganmu
rasanya boleh juga, ̈ ujar Sim Long tak acuh.
”Oo?! ̈ Tokko Siang melenggong.
”Sebab engkau adalah satu-satunya orang jahat tulen yang pernah
kulihat, engkau tidak pernah menutupi kejahatan dan kekejamanmu,
hal ini jauh lebih baik daripada orang-orang yang munafik itu. ̈
Tokko Siang menjengek, ”Bagus, mengingat kata-katamu ini, biarlah
kuberi kelonggaran padamu. ̈
Mendadak ia menghantam. Dalam sekejap itu sorot mata Tokko
Siang tetap sedingin es. Sebaliknya dalam sekejap itu air muka Sim
Long tiba-tiba terjadi perubahan yang aneh. Habis itu dia tidak
bersuara lagi. Diam-diam Ong Ling-hoa merasa lega, ia tahu sasaran
pukulan Tokko Siang tidak nanti bisa selamat, akhirnya lenyap juga
seteru yang paling diseganinya ini.
Liong Su-hay juga lantas berkeplok tertawa, serunya, ”Haha, bagus!
Sungguh pukulan yang menyenangkan! ̈
Dengan hambar Tokko Siang menyurut mundur lalu mendengus,
”Apakah tidak kau periksa dulu dia benar-benar mati atau tidak? ̈
”Di bawah pukulan Tokko-heng masakah ada orang hidup lagi? ̈ ujar
Liong Su-hay dengan tertawa.
Meski demikian dia berucap, tidak urung ia mendekati Sim Long dan
coba menunduk untuk melihatnya, ingin diketahuinya bagaimana air
muka Sim Long setelah mati.
Tapi ia sendiri takkan tahu untuk selamanya. Sebab pada saat itu
juga tubuh Sim Long mendadak melejit bangun, telapak tangannya
terus menyodok dada Liong Su-hay yang sama sekali tidak sempat
mengelak dan kontan roboh terkapar.
Dalam sekejap itu air muka Liong Su-hay menampilkan rasa kaget
dan tidak percaya yang sukar untuk dilukiskan.
Ong Ling-hoa juga hampir saja menjerit kaget.
Jelas-jelas Sim Long sudah mati, mengapa bisa hidup kembali?
Tokko Siang berdiri di sana tanpa bergerak, sorot matanya tetap
sedingin es.
Tertampak Sim Long menjura kepadanya, katanya dengan
tersenyum, ”Atas pertolonganmu, sungguh Cayhe sendiri tidak
menduga. Budi kebaikanmu ini takkan kulupakan selama hidup. ̈
”Kutolong dirimu bukan karena ingin mendapat terima kasihmu, ̈
ucap Tokko Siang dengan dingin.
Baru sekarang Ong Ling-hoa tahu pukulan Tokko Siang tadi bukan
untuk menghabisi nyawanya melainkan untuk melepas Hiat-to Sim
Long yang tertutuk. Sungguh ia tidak habis mengerti mengapa Tokko
Siang bisa menolong Sim Long? Apakah Tokko Siang ini juga
samaran orang lain?
Tapi hal itu tidak mungkin terjadi. Bentuk Tokko Siang yang khas
dengan sorot matanya yang dingin tidak mungkin dapat dipalsukan
siapa pun.
Dengan sendirinya dalam hati Sim Long juga timbul pikiran serupa. Ia
pandang Tokko Siang dengan melenggong, ”Sesungguhnya apa
tujuanmu menolong diriku? ̈
”Apakah menolong orang diharuskan mempunyai maksud tujuan? ̈
jengek Tokko Siang.
”O, barangkali pertanyaanku kurang tepat, maksudku, sebab apakah
Anda merasa perlu menolong orang she Sim? ̈
”Apakah tidak boleh kutolong dirimu? ̈
”Kutahu Anda rada kurang puas terhadap tindakan Koay-lok-ong
berhubung dengan urusanku, bila kumati, bukankah hubungan Anda
dengan Koay-lok-ong akan pulih seperti sediakala? ̈
Gemerdep sinar mata Tokko Siang, dalam sekejap ini sorot matanya
terjadi juga perubahan yang ruwet, tapi lantas ditutupinya dengan
bergelak tertawa sambil menengadah.
”Haha, sudah kutolong dirimu, masih harus juga ditanyai apa
maksudku, ̈ seru Tokko Siang. ”Nah, biar kukatakan terus terang,
Koay-lok-ong mengabaikan pembantu sendiri dan lebih menghargai
orang lain yang lebih kuat, hal ini sangat mengecewakanku. Meski
selama ini aku sangat setia padanya, bukan mustahil pada suatu hari
aku akan dibuang begitu saja. Semalam aku hampir mati baginya,
tapi sama sekali tidak memperoleh sesuatu pujian dari dia. ̈
”Apakah ... apakah ada maksud Anda untuk mengambil dan
menggantikan dia? ̈ tanya Sim Long dengan sinar mata gemerdep.
”Mengambilnya dan menggantikan dia .... ̈ Tokko Siang bergumam
sambil menengadah. Mendadak ia membentak, ”Sama sekali tidak
ada maksudku ini, aku cuma ingin membuat Koay-lok-ong tahu, jika
dia menyia-nyiakan orang, orang juga akan meninggalkan dia. Tanpa
bantuanku, usahanya pasti akan berantakan. ̈
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, ”Berhasil-tidaknya
sesuatu usaha terletak juga pada tepat-tidaknya memakai tenaga
pembantu. Meski Koay-lok-ong sangat menghargai orang pandai, tapi
caranya memilih orang kurang bijaksana. Hari ini dia menyianyiakan
dirimu, hal ini sungguh tindakan fatal baginya. ̈
”Memangnya engkau merasa sayang baginya? ̈ tanya Tokko Siang.
Sim Long menghela napas, ”Menyaksikan usaha seorang gembong
iblis hampir runtuh, betapa pun timbul juga rasa haruku. Namun
Anda jangan khawatir, apa pun juga Koay-lok-ong dan aku tidak
mungkin hidup bersama. ̈
Dengan suara bengis Tokko Siang menjawab, ”Justru kutahu antara
kalian tidak mungkin hidup berdampingan, makanya kutolong dirimu.
Jika di dunia ada orang dapat mengambil dan menggantikan posisi
Koay-lok-ong, maka orang itu ialah dirimu. ̈
Mendadak ia cengkeram tangan Sim Long dan berucap sekata demi
sekata, ”Asalkan ada niatmu, Tokko Siang berjanji akan
membantumu sepenuh tenaga. ̈
Dengan khidmat Sim Long berkata, ”Atas bantuan Anda, sungguh
kurasakan sangat beruntung, cuma .... ̈
”Cuma apa? ̈ tanya Tokko Siang.
Sim Long memandang ke arah mayat Liong Su-hay, katanya
perlahan, ”Dengan matinya orang ini, mustahil Koay-lok-ong takkan
curiga dan dapatkah dia melepaskan diriku? ̈
Tokko Siang memandang mayat itu sekejap, katanya, ”Apakah dia
benar mati? ̈
”Sudah mati, ̈ Sim Long mengangguk, ia tidak perlu memeriksa
mayat itu, sebab ia cukup yakin akan tenaga pukulan sendiri. ”Karena
keadaan mendesak, terpaksa kubinasakan dia. ̈
Tersembul senyuman pada ujung mulut Tokko Siang yang jarang
terlihat, katanya, ”Dia boleh dikatakan sudah mati, tapi juga dapat
dikatakan masih hidup. ̈
Sim Long tercengang, ”Sungguh aku tidak mengerti maksudmu? ̈
”Dia mati karena menyamar sebagai Him Miau-ji, yang benar mati
ialah Tokko Siang dan bukan Liong Su-hay, ̈ kata Tokko Siang.
Sim Long belum lagi paham, ia hanya memandang orang tanpa
bersuara.
Maka Tokko Siang menyambung lagi, ”Liong Su-hay mati karena
menyamar sebagai Him Miau-ji, masakah Miau-ji tidak dapat hidup
dengan menyaru sebagai Liong Su-hay? ̈
Cara bicaranya memang bergaya khas, sesuatu ucapan yang
sederhana, bila terucap olehnya akan berubah menjadi ruwet dan
sukar dipahami.
Tapi Sim Long toh paham juga, serunya, ”Aha, bagus! ̈
Tokko Siang berkata pula, ”Jika Liong Su-hay menyamar sebagai Him
Miau-ji dapat mengelabuimu, masakah Liong Su-hay samaran Him
Miau-ji tak dapat mengelabui Koay-lok-ong? ̈
”Betul, baik dalam bentuk fisik maupun gerak-gerik Him Miau-ji
memang sangat mirip dengan Liong Su-hay, cuma ... ai, karakter
kedua orang ini sangat berbeda. ̈
Gemerdep sinar mata Tokko Siang, ia pandang Sim Long sekian
lama, lalu berkata pula, ”Tapi mengapa tidak kau tanya padaku
apakah Him Miau-ji sudah kubunuh? ̈
Sim Long tersenyum, katanya, ”Jika kau tolong diriku, mengapa
engkau membunuh Miau-ji? Dengan sendirinya tidak perlu
kutanyakan hal ini, yang ingin kutanyakan adalah saat ini Him Miauji
berada di mana? ̈
”Pertanyaan ini mestinya juga tidak perlu, ̈ kata Tokko Siang.
”Betul, jika engkau sudah datang kemari tanpa khawatir, dengan
sendirinya Miau-ji berada di suatu tempat yang sangat rahasia. ̈
”Tapi selain itu justru ada lagi suatu persoalan besar. ̈
”Persoalan besar .... ̈ Sim Long termenung mendadak air mukanya
berubah dan berseru, ”Ya, persoalannya memang rada gawat. ̈
Sewaktu Tokko Siang menyebut ”persoalan besar ̈ tadi, sikapnya
kelihatan sangat tenang. Setelah Sim Long menyatakan tahu juga
persoalan yang dimaksud, ia menjadi heran, tanyanya, ”Masa kau
tahu persoalan yang kumaksudkan? ̈
”Ya, menyamar dan berganti rupa, ̈ kata Sim Long.
Cepat Tokko Siang menukas, ”Masa engkau sama sekali tidak paham
ilmu merias? ̈
Sim Long menyengir, ”Sesungguhnya aku ini bukan orang serbatahu
sebagaimana disangka orang. ̈
”Jika engkau tidak paham ilmu merias, cara bagaimana dapat kau
bongkar penyamaran Suto dahulu? ̈
”Itu ... itu ada orang lain lagi, ̈ kata Sim Long.
”Di mana orang itu sekarang? ̈
”Berada tidak jauh dari sini. ̈
”Jika tidak jauh, mengapa engkau tidak .... ̈
Dengan gegetun Sim Long memotong, ”Meski orang ini berada di
sekitar sini, namun, apa mau dikatakan lagi, dia tidak mau ikut
campur. ̈
”Belum kau tanya dia, dari mana kau tahu dia tidak mau ikut
campur? ̈ kata Tokko Siang dengan mendongkol.
Gemerdep sinar mata Sim Long, ”Jika dia mau ikut campur, saat ini
sepantasnya dia sudah muncul. ̈
*****
Ong Ling-hoa merasa bersembunyi di luar tahu orang, selagi dia
mendengarkan dengan senang, ia terkejut demi mendengar katakata
Sim Long yang terakhir itu. Sim Long sungguh seorang tokoh luar
biasa.
Dilihatnya sinar mata Tokko Siang lantas memancarkan cahaya tajam
dan menembus ke kejauhan, seperti ingin mencari apa yang terdapat
di sekeliling.
Diam-diam Ong Ling-hoa terkesiap, tapi dengan tersenyum simpul ia
lantas melangkah keluar.
Dengan sorot mata setajam sembilu Tokko Siang menatapnya,
serunya dengan bengis, ”Apakah orang ini yang kau maksudkan? ̈
”Betul, akhirnya dia muncul juga, ̈ ujar Sim Long.
”Melihat bentuk orang ini, jangan-jangan dia Jian-bin-kongcu (si
Putra Seribu Muka) Ong Ling-hoa? ̈
”Terima kasih, itulah diriku sendiri, entah cara bagaimana Tokko-
siansing dapat mengenali diriku? ̈ jawab Ong Ling-hoa sambil
menjura. ”Dan entah julukan Jian-bin-kongcu itu atas hadiah siapa? ̈
Tokko Siang menjengek, ”Kecuali Ong Ling-hoa, siapa pula yang
dapat bersikap setenang ini setelah mencuri dengar pembicaraan
orang lain? Kecuali Ong Ling-hoa, siapa pula yang pantas disebut
sebagai Jian-bin-kongcu? ̈
”Terima kasih atas pujianmu, ̈ ujar Ling-hoa sambil menjura pula.
Ia berlagak tidak tahu nada ejekan Tokko Siang, sebaliknya ia
anggap ejekan orang sebagai pujian, selamanya dia tidak pernah
membuat kikuk dirinya sendiri. Dia memang memiliki kepandaian
khas ini.
”Bila Ong-kongcu sudah mau muncul, tentunya engkau sudah
menyanggupi akan merias bagi Him Miau-ji, ̈ kata Sim Long dengan
tertawa.
”Apa sukarnya untuk meriasnya, ̈ ujar Ling-hoa, ”Cuma ... apakah
Tokko-siansing memercayaiku? ̈
”Percaya atau tidak serupa saja, urusan ini hanya dapat kau lakukan,
juga mau tak mau harus kau lakukan, ̈ jengek Tokko Siang.
”Wah, jika begitu, jadi tiada pilihan lain lagi bagiku? ̈ kata Ling-hoa
dengan tertawa.
”Ya, memang begitu, ̈ kata Tokko Siang.
”Baik, ̈ Ling-hoa bergelak tertawa, ”dapat mempermainkan buah
kepala Him Miau-ji sungguh suatu pekerjaan yang menarik.
Kesempatan baik ini tentu tidak kulewatkan begitu saja. ̈
”Apakah alat rias sudah kau bawa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Yang penting apakah buah kepala Him Miau-ji sudah siap atau
belum? ̈ jawab Ong Ling-hoa dengan tertawa.
”Baik, jika begitu, mari berangkat! ̈
”Tapi ingin kupinjam pakai sesuatu barang, ̈ kata Ling-hoa tiba-tiba.
”Barang apa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Buah kepala ... kecuali Him Miau-ji, masih diperlukan kepala seorang
lain. ̈
”Kepala siapa? ̈ dengan sinar mata gemerdep Tokko Siang berteriak.
Ong Ling-hoa memandang mayat Liong Su-hay yang menggeletak di
samping, katanya tenang, ”Kepala orang yang hendak kupinjam
sudah tidak dapat dibantah lagi oleh pemiliknya. ̈
Untuk memotong buah kepala seorang bukan pekerjaan mudah,
biarpun pemilik kepala itu sudah tidak dapat melawan toh masih
diperlukan juga sebilah golok yang tajam dan juga sepasang tangan
yang terampil.
Dan tangan Ong Ling-hoa sungguh jauh lebih terampil daripada
tangan seorang jagal. Maka kepala Liong Su-hay lantas terpenggal
dan dibungkus, ditambahi lagi dengan sedikit bubuk merah, mayat
tanpa kepala itu lantas berubah menjadi cairan darah berwarna
kuning.
Hujan masih turun tiada hentinya.
Hujan serupa kabut tebal, banyak menutupi rahasia manusia.
Meski sekujur badan Sim Long, Ong Ling-hoa dan Tokko Siang telah
basah kuyup, tapi mereka tidak benci kepada hujan lebat ini,
sebaliknya sangat berterima kasih.
Berturut-turut mereka berjalan di tengah hujan, dengan sendirinya
Tokko Siang berjalan di depan sebagai penunjuk jalan.
Akhirnya Sim Long tak tahan dan bertanya, ”Kau yakin tempat
persembunyian Miau-ji takkan diketahui orang? ̈
”Biarpun tempat yang kecil juga banyak bagian yang terahasia dan
sukar ditemukan orang, apalagi hutan seluas ini, ̈ jengek Tokko
Siang.
Sim Long tertawa cerah, ”Betul, sudah lama kutinggal di taman ini,
juga sering kupesiar mengelilinginya, tapi jalan yang kau tunjukkan
sekarang ternyata belum pernah kukenal. ̈
”Meski sepuluh tahun lagi kau tinggal di sini juga belum tentu mampu
menemukan tempat ini, ̈ ujar Tokko Siang.
”Apa betul? ̈ mendadak Ling-hoa menegas.
Tokko Siang hanya mendengus saja.
Tiba-tiba Ong Ling-hoa berkata, ”Semoga tempat yang kau
maksudkan itu bukanlah gua di belakang rumah berhala itu. ̈
Mendadak Tokko Siang membalik tubuh dan menjambret leher
bajunya sambil membentak, ”Jadi kau tahu tempat itu? ̈
Ling-hoa menghela napas, ”Ya, secara kebetulan saja kuketahui
tempat itu. ̈
Berubah juga air muka Sim Long, ia menegas, ”Sudah pernah kau
datangi? ̈
Ong Ling-hoa menyengir, ”Sungguh sangat kebetulan tempat itu pun
tempat persembunyian Cu Jit-jit. Saat ini Jit-jit mungkin sudah
berada di sana, untungnya gua itu rada berliku-liku sehingga mereka
berdua belum pasti dapat berjumpa. ̈
Mendadak Tokko Siang lepaskan pegangannya dan menyurut
mundur.
Sim Long merasa lega, katanya, ”Sekalipun Him Miau-ji kepergok
oleh Cu Jit-jit juga tidak menjadi soal. ̈
Pada saat itulah segera Tokko Siang berlari dengan cepat.
Sim Long menyusul kencang di belakangnya, katanya dengan
menyesal, ”Bila ingin menyembunyikan sesuatu, sebaiknya jangan
kau simpan pada tempat yang paling rahasia. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Tempat yang paling rahasia sering kali akan berubah menjadi tidak
rahasia lagi. ̈
Setelah berpikir sejenak, akhirnya Ong Ling-hoa mengangguk dan
berkata, ”Ya, betul. Setiap orang tentu ingin mencari suatu tempat
yang paling rahasia untuk menyembunyikan rahasianya sendiri, dan
setiap orang selalu menganggap hanya dirinya sendiri yang tahu
tempat itu, tak diketahuinya tempat paling rahasia yang hendak
dicari orang justru tempat itu pula. ̈
”Semoga saat ini belum terlalu banyak orang yang mengetahui
tempat itu, ̈ gumam Sim Long.
*****
Ci-hiang sudah tenang kembali dari pergolakan emosinya, dengan
hampa ia pandang ke arah pintu.
Ong Ling-hoa sudah pergi, hujan seperti dituang di luar, apakah hal
ini lantaran Thian yang Mahakuasa mengetahui dosa manusia terlalu
banyak, maka ingin mencucinya dengan air hujan yang lebat ini?
Jika begitu, jadi dosa pada tubuh manusia juga dapat tercuci bersih.
Mendadak Ci-hiang melompat bangun, baju dipakainya, lalu
menerjang keluar di bawah hujan deras. Sebentar saja tubuhnya
sudah basah kuyup.
Tapi ia justru berharap hujan bisa bertambah lebat .... Ia merasa
sekujur badan teramat kotor, belum pernah sekotor ini. Ia terus
berjalan dengan linglung dan tidak mau berpikir lagi.
Namun begitu dia masih juga benci dan dendam, benci dan dendam
kepada lelaki .... Semua lelaki adalah babi.
Mendadak terdengar seorang bergelak tertawa, ”Haha, memandang
bunga di bawah hujan dengan pandangan yang mabuk, bunga segar
di bawah hujan ialah si dia .... Haha, ialah si dia! ̈
Waktu Ci-hiang berpaling, tertampaklah sepasang mata orang. Itulah
mata yang letih, tidak bersemangat, mata yang penuh garis merah.
Namun mata yang kuyu ini sekarang tampak melotot besar, serupa
mata seekor anjing kelaparan yang lagi melototi sepotong daging,
melototi Ci-hiang dengan rakus dan tanpa berkedip.
Itulah dia Li Ting-liong, lelaki busuk, lelaki kotor, anjingnya babi dan
babinya anjing.
Ci-hiang mengertak gigi, tanpa melihat ia pun tahu betapa bentuk
tubuh sendiri.
Seorang perempuan cantik, masak dan telanjang, melulu semampir
sepotong baju tipis dan berjalan di bawah hujan lebat, baju tipis yang
basah kuyup mencetak garis tubuhnya yang aduhai ....
Jelas itulah lukisan yang senantiasa diimpi-impikan oleh kaum lelaki.
Li Ting-liong dalam keadaan mabuk, makanya dia berkeliaran di
bawah hujan. Tapi mabuknya tidak membuatnya buta, saat ini
matanya justru melotot serupa mata ikan mas yang hampir melompat
keluar dari kelopak matanya.
Ci-hiang tidak bergerak lagi dan membiarkan tubuhnya dipandang
orang. Tubuhnya sudah cukup kotor, bertambah kotor lagi juga tidak
menjadi soal. Apalagi Li Ting-liong hanya memandang dengan mata,
hal ini takkan membuatnya kotor. Namun dia ini seekor babi, seekor
anjing.
Mendadak kerongkongan Li Ting-liong terasa gatal, ia terbatukbatuk.
Ci-hiang memandangnya dan berkata, ”Kau masuk angin barangkali. ̈
Suaranya datar, tidak hambar, juga tidak marah, bahkan tidak
merasa malu, sukar bagi orang untuk mengetahui arti yang
terkandung dalam pertanyaannya.
Mendadak batuk Li Ting-liong berhenti, ia ingin tertawa, tapi gejolak
nafsu telah membuat otot daging wajahnya menjadi kaku.
”Kau pulang saja, ̈ kata Ci-hiang.
Mendadak Li Ting-liong berteriak, ”Aku tidak masuk angin, sama
sekali tidak. Aku sehat dan kuat .... ̈
”Kau mabuk! ̈ kata Ci-hiang pula.
”Tidak, aku tidak mabuk, aku tidak pernah mabuk, ̈ kata Ting-liong.
”Aneh, mengapa setiap orang suka menyangka aku mabuk. Biniku
menganggap aku mabuk, Co Bin-kim mengira aku mabuk, sekarang
kau pun bilang aku mabuk. ̈
”Binimu ... Co Bin-kim .... ̈ Ci-hiang berkedip-kedip.
”Betul, biniku, dia seorang sundal, sundal tulen, dia mengira aku
mabuk, menyangka aku tidak tahu, dia lantas menemani tidur
dengan lelaki lain. ̈
Mestinya ia tidak perlu tertawa, tapi dia lantas bergelak tertawa
seperti orang gila, serunya, ”Tidur, haha, apakah kau tahu apa
artinya tidur? ̈
”Kutahu, ̈ jawab Ci-hiang, mukanya tidak merah, juga tidak marah, ia
hanya menjawab secara singkat seakan-akan pertanyaan yang
lumrah.
Mendadak Li Ting-liong meludah ke tanah, makinya, ”Maknya
dirodok, sundal itu tidur bersama orang, tapi aku, aku justru
keluyuran di bawah hujan seperti seekor anjing liar, ingin mencari
anjing betina saja sulit. ̈
Lalu ia pandang Ci-hiang dengan sinar mata rakus, biji lehernya
naik-turun, mendadak ia menubruk maju dan jatuh di tanah penuh
pecomberan, kedua kaki Ci-hiang dirangkulnya erat-erat.
Itulah kaki yang panjang dan halus, tapi padat, meski basah oleh air
hujan, tapi tetap hangat. Kerongkongan Li Ting-liong serasa
tersumbat, ratapnya serak, ”Mohon ... kumohon .... ̈
Ci-hiang menunduk, memandangnya tanpa memperlihatkan sesuatu
perasaan, katanya perlahan, ”Kau mau apa? Ingin kutemanimu
tidur? ̈
”Ku ... kumohon .... ̈
”Memangnya kau kira aku pun serupa binimu, seorang sundal? ̈
tanya Ci-hiang.
”O, tidak, tidak, ̈ teriak Li Ting-liong. ”Engkau jauh lebih hebat
daripada sundal itu, kaki ... kakimu, dan ... dan jiwamu ... kakimu
adalah jiwamu. ̈
Ci-hiang mengempit erat kakinya, tapi tidak melangkah pergi.
”Jika aku tidak mau? ̈ katanya kemudian, tetap sangat tenang.
”Kau mau, engkau pasti mau, kutahu, ̈ ucap Li Ting-liong. ”Jelas ...
jelas sengaja kau pancing diriku, mungkin ... mungkin lakimu saat ini
juga sedang tidur dengan perempuan lain, maka ... maka kau keluar
untuk mencari teman tidur. ̈
Mendadak sinar mata Ci-hiang mencorong terang, katanya, ”Baik,
kuterima permintaanmu. ̈
Seketika tubuh Li Ting-liong bergemetar, ”Jika ... jika begitu,
sekarang ... sekarang .... ̈
”Coba berdiri dulu, ̈ kata Ci-hiang.
”Kenapa berdiri? Kan tidak layak berdiri? ̈ ujar Ting-liong.
Dengan geregetan Ci-hiang berkata, ”Tidak boleh di sini, harus
mencari suatu tempat rahasia, supaya tidak diketahui orang lain. ̈
”Tempat rahasia? .... ̈ gumam Li Ting-liong. Mendadak ia melompat
bangun dan berteriak dengan tertawa, ”Aha, betul, aku ada sebuah
tempat rahasia, pasti takkan diketahui orang lain. Apa pun yang kau
lakukan di sana pasti takkan ketahuan. ̈
”Apa pun .... ̈ baru saja Ci-hiang bergumam, tahu-tahu ia sudah
diseret oleh Li Ting-liong dan dibawa lari ke depan.
Ia tidak tahu dibawa lari ke mana dan sudah berlari berapa jauh.
Akhirnya ia lihat sebuah rumah berhala kecil, di belakang rumah
berhala ini seperti ada sebuah gua karang. Tapi sebelum masuk ke
gua karang itu Li Ting-liong sudah lantas merangkulnya dan
merebahkan dia di tanah.
Di bawah siraman air hujan tubuh yang bugil itu putih mulus seperti
salju. Suara gemeresak air hujan bercampur dengan suara desah
napas Li Ting-liong, dia kelihatan buas serupa seekor anjing musim
kawin.
Diam-diam tangan Ci-hiang meraba sepotong batu, ia pejamkan mata
dan mengangkat batu, sekuat tenaga ia hantam kepala Li Tingliong.
Seketika Li Ting-liong tidak bergerak lagi, tidak bergerak untuk
selamanya, tapi batu Ci-hiang masih terus mengepruk kepalanya.
Darah muncrat mengotori tubuhnya, tapi lantas tercuci bersih oleh air
hujan.
Tiada hentinya Ci-hiang bergumam, ”Berbuat apa pun takkan
ketahuan, begitu bukan katamu? Dan bila kubunuhmu kan juga
takkan diketahui orang, betul tidak? Kau ... lelaki busuk, babi ... babi
yang pantas mampus .... ̈
”Betul, semua lelaki adalah babi, bagus sekali kau bunuh dia, ̈ tiba-
tiba seorang berucap di samping. Suaranya begitu merdu, tapi juga
terasa dingin.
Seketika Ci-hiang berhenti dan menoleh.
Terlihat sesosok bayangan putih ramping berdiri tenang di depan gua
karang, tabir hujan seolah-olah bergantung di depannya, dan dia
serupa dewi kahyangan yang baru turun dari langit.
Perlahan Ci-hiang menurunkan batu yang dipegangnya, tercetus dari
mulutnya, ”Cu Jit-jit .... ̈
”Kau kenal diriku? .... ̈ ucap Jit-jit dengan kaku. ”Bagus sekali kau
bunuh dia. ̈
Dengan gemetar Ci-hiang berdiri dan bermaksud menutupi tubuhnya,
tapi bajunya basah lagi dan sudah hancur. Biasanya ia tidak takut
menghadapi lelaki mana pun dengan tubuh telanjang bulat, tapi
entah mengapa, di depan orang perempuan ia merasa malu.
”Masuk sini, di dalam lebih gelap, ̈ ucap Jit-jit dingin.
Tanpa terasa Ci-hiang melangkah masuk ke situ, masuk ke gua
karang di balik tabir air hujan itu. Gua karang ini dengan sendirinya
tidak kering, tapi sedikitnya jauh lebih hangat daripada di bawah
hujan.
Tubuh Ci-hiang menggigil.
Jit-jit memandangnya dengan tenang, mendadak ia menanggalkan
sepotong baju sendiri dan disampirkan pada tubuh Ci-hiang. Serupa
anak kecil memakai baju baru, Ci-hiang memegang erat baju
ini, dengan kepala tertunduk ia berkata, ”Terima kasih. ̈
”Tidak perlu terima kasih, kau pun anak perempuan yang harus
dikasihani, ̈ ujar Jit-jit. ”Kau kenal padaku? ̈ tanya Ci-hiang sambil
menunduk. ”Kenal, ̈ ucap Jit-jit hambar. Mendadak Ci-hiang
mengangkat kepala dan bertanya, ”Engkau tidak
benci padaku? ̈ ”Benci padamu? Kenapa kubenci padamu? ̈ ”Sim
Long ... Sim-kongcu .... ̈ Mendadak Jit-jit berteriak, ”Diam, dilarang
kau sebut lagi nama ini. ̈ Ci-hiang menyurut mundur dua langkah,
dengan terbelalak ia
pandang Jit-jit, katanya, ”Dilarang menyebut nama ini? Sebab apa? ̈
Air muka Jit-jit tampak dingin kembali, jengeknya, ”Selanjutnya di
depanku jangan lagi kau sebut-sebut nama lelaki lain, sebab ... sebab
aku adalah bakal istri Ong Ling-hoa, Ong-kongcu. ̈ Dia bicara dengan
tenang, tapi bagi pendengaran Ci-hiang rasanya
seperti dicambuk satu kali, kembali ia menyurut mundur, ucapnya
dengan suara gemetar, ”Apakah ... apakah betul .... Benarkah
demikian? ̈
”Mengapa tidak benar? ̈ ujar Jit-jit.
”Tapi aku tetap tidak percaya, ̈ kata Ci-hiang dengan suara gemetar.
”Masa engkau dapat menjadi istrinya? Mengapa engkau mau
diperistri oleh lelaki yang rendah, lelaki yang paling kotor dan tidak
tahu malu seperti dia, akan lebih baik kau kawin dengan babi
daripada menjadi istrinya. ̈
Jit-jit ternyata tidak marah, ia hanya menjengek, ”Hm, memangnya
kenapa aku tidak boleh kawin dengan dia? ̈
Ci-hiang menarik napas panjang, ”Apakah kau tahu dia .... ̈
”Tidak perlu kau bicara hal-hal busuk mengenai dia, ̈ jengek Jit-jit.
”Dia orang macam apa, tentu saja kutahu lebih jelas daripadamu.
Tapi aku tidak peduli, biarpun dia baru saja tidur denganmu juga aku
tidak peduli. ̈
Sungguh tak terduga oleh Ci-hiang bahwa dari mulut Cu Jit-jit dapat
tercetus juga kata ”tidur ̈ itu, ia merasa nona yang murni ini kini pun
sudah berubah sama sekali.
”Apakah kau heran, terkejut? ̈ jengek Jit-jit pula.
”Meski kuheran dan terkejut, tapi aku pun tahu engkau tidak peduli,
sebab pada hakikatnya engkau memang tidak suka padanya.
Bilamana kau suka kepada seorang lelaki, tentu engkau akan
cemburu. Sebenarnya engkau tidak suka padanya, tapi engkau
sengaja hendak menikah dengan dia, soalnya kau dendam pada Sim
Long, sebab yang kau sukai sebenarnya Sim Long, cintamu padanya
tak terbatas, saking cintanya hingga timbul iri dan benci. ̈
”Bila kau sebut lagi namanya segera kubunuhmu, ̈ ancam Jit-jit.
”Boleh kau bunuh saja diriku, tidak menjadi soal, ̈ jawab Ci-hiang.
”Biar kukatakan padamu, seharusnya jangan kau benci padanya,
selamanya takkan kau temukan lelaki lain yang begitu baik padamu
serupa Sim Long berbuat padamu. Jika di dunia ini ada seorang lelaki
begitu baik padaku, sekalipun aku diharuskan segera mati juga aku
... aku sukarela. ̈
”Dia baik padaku? Haha, ya, memang baik sekali .... ̈ seru Jit-jit
dengan air mata berlinang.
”Betapa dia berbuat bagimu mungkin takkan kau ketahui selamanya.
Apakah kau tahu sebab apa dia mau mengikat perjodohan dengan
Ong-hujin itu? ̈
”Aku .... ̈
”Memangnya kau kira dia tidak tahan bujuk rayu Ong-hujin? Haha,
salah besar dugaanmu. Meski benar ada sementara lelaki yang suka
kepada bentuk Ong-hujin itu, tapi Sim Long bukan lelaki demikian,
jika di dunia ini ada lelaki yang tahan uji oleh godaan, maka orang itu
ialah Sim Long. ̈
”Jika ... jika begitu, mengapa ... mengapa dia .... ̈ serak suara Jit-jit.
”Apa pun yang diperbuatnya semuanya demi dirimu, kau tahu, jika
dia tidak terima ikatan perkawinan itu, bagaimana akibatnya yang
akan menimpa dirimu? Mungkin hal ini takkan kau ketahui
selamanya. ̈
”Dia ... dia .... ̈ gemetar Jit-jit.
”Demi membela dirimu, dia rela mengorbankan segalanya dan tidak
sayang berbuat apa pun, tapi engkau justru tidak dapat memahami
dia, engkau berbalik meninggalkan dia, meski hatinya merana,
namun sekata pun tidak mau dikatakannya kepada orang lain, sebab
dia lebih suka menderita sendiri daripada membikin susah dirimu. ̈
Mendadak Jit-jit membalik tubuh dan mendelik, tanyanya, ”Untuk apa
kau bela dia? Apa barangkali kalian .... ̈
”Hm, ucapanmu ini tidak menyinggung kehormatanku, tapi telah
menghina dia, meski aku pernah menggoda dia, kupikat dia dengan
segala daya upaya, lelaki lain pasti tidak tahan oleh bujuk rayuku,
tapi Sim Long, dia ... dia justru memandang sebelah mata padaku,
sebab dalam hatinya hanya terdapat dirimu. ̈
Ia menghela napas, lalu menyambung, ”Sebab itulah kukagum
padanya, terhadap lelaki demikian, perempuan mana pun pasti akan
kagum. Biarpun diriku ini hina dina, aku seorang perempuan jalang,
tapi apa pun juga aku tetap manusia, aku tidak dapat bicara melawan
hati nuraniku sendiri. ̈
Air mata Jit-jit seperti sudah kering, kembali air mukanya berubah
tanpa sesuatu perasaan.
Dengan hampa ia pandang Ci-hiang, gumamnya, ”Tampaknya, setiap
orang sama mengerti akan Sim Long, hanya aku saja .... ̈
”Engkau tidak memahami dia adalah karena engkau mencintainya
dengan mendalam, hal ini tidak dapat menyalahkanmu, cinta
memang dapat membuat buta setiap anak perempuan. ̈
Dengan bimbang Jit-jit berduduk, memandang air hujan di luar gua
dengan termenung, sampai lama ia tidak bicara, hanya air mata
kembali menitik lagi.
”Tapi sekarang pun belum terlambat, ̈ ucap Ci-hiang. ”Segala urusan
masih dapat ditolong. Aku seorang perempuan malang, selama hidup
ini sudah ditakdirkan takkan mendapatkan bahagia, tapi engkau
masih keburu, engkau jauh lebih beruntung daripadaku .... ̈
Sedapatnya ia menahan air matanya supaya tidak menetes,
walaupun begitu akhirnya meledak juga tangisnya.
Dan begitulah kedua nona itu berhadapan dan menangis.
Entah sudah berapa lama, tiba-tiba suara seorang mendengus, ”Hm,
perempuan yang cuma pandai mencucurkan air mata adalah orang
tolol, hanya gentong nasi (tukang gegares maksudnya) belaka. ̈
Suaranya meski dingin, tapi sangat merdu.
Padahal di dalam gua karang mestinya tidak ada orang lain, tapi jelas
suara ini berkumandang dari dalam gua.
Serentak Ci-hiang dan Cu Jit-jit menoleh, maka tertampaklah sesosok
bayangan putih serupa badan halus saja berdiri di kedalaman gua
yang gelap itu, wajahnya tidak jelas kelihatan, yang tertampak hanya
kedua matanya yang mencorong terang.
Mata ini membawa semacam daya pikat yang aneh, seperti dapat
menembus perasaan orang lain, seperti dapat membuat orang lain
melakukan apa pun baginya.
Sekarang mata ini sedang menatap mereka tanpa berkedip, ucapnya
pula dengan sekata demi sekata, ¡”Mengapa orang perempuan selalu
dihina orang, sebab perempuan hanya bisa menangis, hanya pintar
mencucurkan air mata, namun air mata tetap tidak dapat
menyelesaikan sesuatu persoalan.¡ ̈
Ci-hiang merasa ngeri dipandang oleh sinar mata yang aneh itu, ia
meringkuk takut sebaliknya Cu Jit-jit lantas membusungkan dada dan
berteriak, ”Memangnya engkau sendiri tidak pernah mencucurkan air
mata? ̈
”Tidak pernah, ̈ jawab bayangan putih itu.
”Masa engkau tidak pernah menderita? ̈ tanya Jit-jit pula.
”Hm, penderitaan yang kualami selamanya tak bisa kalian
bayangkan, tapi aku tetap tidak pernah mencucurkan air mata ....
Tiada sesuatu urusan yang dapat membuatku mengalirkan air mata. ̈
”Memangnya engkau bukan ... bukan orang perempuan? ̈ tanya Jit-
jit.
”Aku bukan orang perempuan ... hakikatnya aku memang bukan
manusia, ̈ kata bayangan putih itu dengan hampa.
Tanpa terasa Jit-jit menggigil, katanya, ”Habis ... sesungguhnya
engkau ini apa? ̈
Sekata demi sekata si bayangan putih menjawab, ”Aku cuma badan
halus saja ... orang lain sama menyebutku Yu-leng-kiongcu. ̈
*****
Rumah berhala kecil itu, kuil malaikat bunga, keadaan kuil itu sudah
bobrok, meski terletak juga di suatu sudut Koay-hoat-lim, namun
sangat tidak serasi dengan taman hiburan yang baru dibangun ini.
Nyata kuil ini tinggalan seorang pencinta bunga yang tidak diketahui
siapa namanya dan bukan dibangun oleh pemilik taman hiburan ini.
Majikan taman hiburan yang baru hampir sama sekali tidak berminat
terhadap rumah berhala segala, tidak pernah sembahyang dan
bersujud, mungkin dia cuma percaya kepada dirinya sendiri, bisa juga
memang tidak percaya kepada apa pun.
Sim Long melayang masuk ke kuil itu, dikebaskannya air hujan yang
membasahi tubuhnya, menyusul Tokko Siang dan Ong Ling-hoa juga
melompat masuk. Mereka tidak langsung menerobos ke dalam gua,
hal ini menandakan mereka cukup waspada.
”Gua itu terletak di belakang kuil ini, ̈ kata Tokko Siang.
”Entah Jit-jit sudah bertemu dengan Him Miau-ji atau belum, ̈ ujar
Ong Ling-hoa.
”Gua itu sangat dalam, sedangkan Him Miau-ji bersembunyi di bagian
yang paling dalam, ̈ tutur Tokko Siang.
Ling-hoa tertawa, ”Ya, anak perempuan tentu takkan berani menuju
ke kedalaman gua yang gelap. Meski Jit-jit berbeda daripada anak
perempuan lain, tapi dia tetap anak perempuan juga. ̈
”Omong kosong, ̈ jengek Tokko Siang.
”Betul, ini memang omong kosong, tapi mengapa Anda hanya
mendengarkan saja di sini dan tidak lekas masuk ke dalam untuk
memeriksa keadaan yang sebenarnya? ̈
Air muka Tokko Siang berubah, selagi ia hendak melangkah ke
dalam, mendadak Sim Long berkata, ”Nanti dulu! ̈
”Jangan-jangan kau pun ingin omong kosong? ̈ jengek Tokko Siang.
”Coba kalian periksa dulu patung malaikat bunga ini, ̈ kata Sim Long.
Dengan sendirinya altar pemujaan juga sudah bobrok, dalam
keadaan suram cuaca hujan, altar yang bobrok ini terasa seram, jika
tidak didekati pada hakikatnya sukar melihat jelas patung malaikat
yang dipuja. Patung malaikat itu berbentuk serupa seorang
perempuan udik, tangan kiri memegang setangkai bunga di depan
dada, tangan kanan sedang meraba kelopak bunga, namun
pandangannya justru tertuju jauh ke depan.
”Ehm, malaikat ini memang menarik, orang yang memahat patung ini
seperti mempunyai maksud tujuan tertentu, tapi rasanya kita sukar
menerka maksudnya, ̈ ujar Ong Ling-hoa setelah termenung. ”Bahwa
patung yang dipuja ini ternyata seorang perempuan kampung, ini
pun sangat aneh. Padahal menurut cerita yang pernah kudengar,
malaikat bunga ini seharusnya .... ̈
”Saat itu bukan waktunya untuk berlagak sebagai seorang ahli
sejarah, ̈ jengek Tokko Siang. ”Tidak peduli malaikat bunga ini lelaki
atau perempuan, tua atau muda, semuanya tidak ada sangkut
pautnya dengan kita. ̈
”Justru malaikat bunga ini ada sangkut pautnya dengan kita, ̈ ujar
Sim Long perlahan.
”Sangkut paut apa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Apakah sudah kau lihat jelas wajahnya? ̈
”Aha, betul, ̈ seru Ong Ling-hoa. ”Wajahnya memang .... ̈
Tergerak juga hati Tokko Siang setelah memandangi wajah patung,
katanya, ”Ya, wajah patung ini seperti mirip seorang. ̈
Ketiga orang saling pandang sekejap.
”Mirip dia, ̈ ucap Ling-hoa akhirnya.
”Betul, sangat mirip, ̈ ujar Tokko Siang.
Kiranya kecantikan wajah malaikat itu dengan sikapnya yang lembut
dan mata-alisnya yang sayu memang sangat persis dengan Pek Fifi.
Sampai sekian lama Ong Ling-hoa memandangnya
termenung, tiba-tiba ia berkata pula, ”Tidak, tidak betul. ̈
dengan
”Tidak betul apa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Rumah berhala ini sedikitnya sudah sepuluh tahun umurnya, jika
begitu, pada waktu patung ini dibuat, saat itu Pek Fifi kan masih anak
kecil, lantas mengapa .... ̈
Belum lanjut ucapan Ong Ling-hoa segera Tokko Siang berkeplok dan
menukas, ”Betul, pemahat patung ini kan bukan ahli nujum, dari
mana dia tahu bagaimana bentuk Pek Fifi setelah dewasa? Meski
patung ini sangat mirip dengan dia, tampaknya cuma kebetulan
saja. ̈
”Sama sekali bukan kebetulan, ̈ kata Sim Long. ”Tapi patung itu juga
bukan dipahat menurut bentuk wajah Pek Fifi. ̈
Tokko Siang merasa heran. ”Jika patung ini tidak dipahat menurut
wajah Pek Fifi, dengan sendirinya kemiripan ini hanya secara
kebetulan saja, tapi kau bilang bukan kebetulan. Memangnya
mengapa bisa terjadi begini? ̈
”Patung ini adalah ibu Pek Fifi, ̈ ucap Sim Long sekata demi sekata.
”Ibunya? ̈ melengak juga Ong Ling-hoa.
Tokko Siang juga berteriak, ”Pek Fifi belum lagi sebulan datang ke
sini, mengapa patung ibunya bisa berada di sini, dan ... mengapa
ibunya bisa berubah menjadi patung malaikat bunga di sini? ̈
”Di dalam urusan ini ada sesuatu rahasia besar, ̈ ujar Sim Long.
”Rahasia besar? Rahasia apa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Saat ini tidak dapat kukatakan, sebab aku pun tidak begitu jelas, ̈
sahut Sim Long.
”Bisa jadi ibu Pek Fifi memang orang daerah ini, mungkin juga Pek
Fifi dilahirkan di sini, sesudah dewasa baru pergi ke Tionggoan, ̈
sambung Ling-hoa.
”Ya, mungkin begitu, ̈ Sim Long mengangguk.
”Tapi bila ibu Fifi cuma seorang perempuan udik biasa, mengapa
orang menjadikan dia malaikat bunga? Jika ibu Fifi bukan perempuan
udik biasa, mengapa anak perempuannya sampai terlunta-lunta di
negeri orang? ̈ kata Ling-hoa lagi.
”Bisa jadi terluntanya Pek Fifi bukan kejadian sungguhan, ̈ ujar Sim
Long.
”Bukan sungguhan? ̈ Ling-hoa terbelalak heran.
”Ya, bisa jadi ibu Fifi sendiri semula memang seorang perempuan
udik, tapi kemudian secara kebetulan mendapatkan penemuan ajaib
dan berubah menjadi seorang kosen, seorang sakti dunia persilatan. ̈
Tambah terbelalak mata Ong Ling-hoa. ”Orang kosen dunia
persilatan? ̈
”Setahuku, belasan tahun yang lalu di dunia persilatan tidak terdapat
orang kosen semacam ini, ̈ ujar Tokko Siang.
”Ada sementara orang kosen dunia persilatan selamanya tak dapat
kau lihat wajah aslinya, ̈ kata Sim Long.
”Tapi namanya .... ̈ Tokko Siang melenggong.
”Ada sementara orang kosen dunia Kangouw juga namanya sukar
kau kenal, ̈ tukas Sim Long.
”Habis sesungguhnya siapa dia? Kau tahu? ̈ tanya Ling-hoa tak
tahan.
”Mungkin kutahu, ̈ kata Sim Long.
”Mengapa tidak kau katakan saja jika tahu? ̈ teriak Tokko Siang
mendongkol.
”Mungkin ada sangkut pautnya dengan kawanan setan Yu-leng, ̈
tutur Sim Long.
Seketika air muka Tokko Siang berubah, serunya, ”Apa katamu? Ada
sangkut pautnya dengan kawanan setan Yu-leng? ̈
”Wah, jika rumah berhala ini ada sangkut pautnya dengan kawanan
setan itu, maka gua karang di belakang bukankah .... Ah, betul, gua
itu memang sangat misterius, memang sangat bagus untuk tempat
tinggal kawanan setan itu, ̈ kata Ong Ling-hoa.
”Jika begitu, lantas Him Miau-ji .... ̈ belum lanjut ucapan Tokko
Siang, mendadak ia menerjang keluar.
Ong Ling-hoa memandang Sim Long sekejap, meski wajah Sim Long
tetap mengulum senyum, namun senyuman yang sangat terpaksa
malahan sorot matanya kelihatan menanggung rasa khawatir,
katanya dengan suara berat, ”Jika tidak salah dugaanku, mungkin
segala urusan sudah terjadi perubahan luar biasa dan kesulitan kita
pun akan bertambah banyak .... ̈
***** Sementara itu mayat Li Ting-liong masih kehujanan, tubuhnya
setengah telanjang, kepalanya sudah pecah, cuma samar-samar
masih dapat dikenali mukanya.
”Bukankah dia orang she Li itu .... ̈ kata Tokko Siang. ”Betul, dia Li
Ting-liong, ̈ kata Sim Long. ”Mengapa dia mati di ... di sini? ̈ Segera
Ong Ling-hoa ikut bicara, ”Cu Jit-jit tidak berada di sini,
keadaan orang she Li ini sedemikian rupa, jangan-jangan tanpa
sengaja ia pergoki Jit-jit, lalu hendak berbuat tidak senonoh padanya,
maka Jit-jit lantas membunuhnya. ̈
”Pasti bukan perbuatan Jit-jit, ̈ ujar Sim Long. ”Apa dasarnya? ̈ tanya
Ling-hoa. ”Cara turun tangan Jit-jit pasti tidak sekeji ini. ̈ ”Yu-leng-kui-li
... jangan-jangan setan itu yang turun tangan keji
ini? ̈ seru Tokko Siang.
”Juga bukan perbuatan Yu-leng-kui-li, ̈ kata Sim Long setelah
termenung sejenak. ”Dari mana kau tahu pula? ̈ tanya Tokko Siang
dengan kening
bekernyit. ”Tindak tanduk Yu-leng-kui-li biasanya sangat rahasia, jika
Yu-lengkui-li yang membunuhnya pasti mayat ini takkan ditinggalkan
di sini. ̈
”Ya, betul, ̈ Tokko Siang menarik napas panjang, betapa pun dia
harus mengakui kecerdasan Sim Long yang lebih tinggi setingkat
daripada orang biasa.
Ong Ling-hoa ikut bertanya, ”Habis kalau bukan perbuatan Cu Jit-jit
dan juga bukan Yu-leng-kui-li, lantas siapa? ̈
”Jelas di sini pernah didatangi lagi orang lain, ̈ ujar Sim Long.
”Orang lain? ̈ Ling-hoa menegas.
”Meski tidak kuketahui siapa dia, tapi dapat kupastikan dia seorang
perempuan. ̈
”Perempuan? .... ̈ Tokko Siang termenung. ”Padahal tidak banyak
orang perempuan di Koay-hoat-lim sini, perempuan yang dapat
membunuh orang terlebih tidak banyak. ̈
”Memang tidak perlu banyak, seorang saja sudah cukup, ̈ ujar Ling-
hoa dengan tertawa.
Dengan mendongkol Tokko Siang melototinya sekejap, tanpa bicara
ia lantas melompat ke dalam gua.
Belasan langkah masuk ke dalam gua keadaan lantas gelap gulita,
biarpun orang berjalan dari depan juga sukar dikenali wajahnya.
Dengan sorot mata yang tajam Tokko Siang dan Ong Ling-hoa lantas
berusaha mencari sepanjang jalan.
”Apakah Cu Jit-jit memang menunggumu di sini? ̈ tanya Tokko Siang.
”Kuyakin dia takkan pergi ke tempat lain, ̈ ujar Ling-hoa.
”Mengapa tidak kelihatan batang hidungnya? ̈
Ling-hoa mengangkat pundak, lalu balas bertanya, ”Dan Him Miau-ji
juga menunggumu di sini? ̈
Tokko Siang mengiakan.
”Lantas di mana orangnya sekarang? ̈
Begitulah kedua orang saling mengejek, padahal di dalam hati sama-
sama gelisah. Orang yang seharusnya menunggu mereka di sini,
entah mengapa sekarang tidak kelihatan.
Mendadak Tokko Siang menarik tangan Ong Ling-hoa dan berseru,
”Lihat itu .... Apakah mereka berdua telah mengalami nasib malang? ̈
”Aku sendiri tidak gelisah biarpun kehilangan calon bini, kenapa
engkau berbalik kelabakan? ̈ ujar Ling-hoa dengan hambar. ”Haha,
Tokko-heng tampaknya seorang yang acuh tak acuh, tak tersangka
sebenarnya seorang yang berdarah panas. Tapi hendaknya Tokko-
heng tahu, jika aku tidak gelisah, soalnya telah kuperhitungkan
mereka pasti takkan mati. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Tokko Siang.
”Tidak ada alasan bagi Yu-leng-kui-li untuk membunuh mereka. ̈
”Huh, untuk membunuh orang terkadang tidak diperlukan alasan, ̈
jengek Tokko Siang.
”Tapi Yu-leng-kui-li justru beralasan untuk tidak membunuh mereka. ̈
”Oo .... ̈ Tokko Siang melenggong.
”Sebab jika mereka dibiarkan hidup akan jauh lebih berguna daripada
membunuh mereka, ̈ kata Ling-hoa pula.
Tokko Siang berpaling dan memandang Sim Long. Sorot mata Sim
Long tampak gemerdep dalam kegelapan. ”Bagaimana, masuk di akal
tidak ucapan orang ini? ̈ tanya Tokko Siang.
”Kupikir pasti begitulah, ̈ jawab Sim Long.
”Maka kita pun tidak perlu lagi mencari mereka, ̈ sambung Ling-hoa.
”Yang penting, asalkan kita dapat menemukan sarang kawanan Yu-
leng-kui-li, dengan sendirinya pula dapat kita menemukan mereka. ̈
”Tapi berada di mana gua setan mereka? Sama sekali tiada sesuatu
petunjuk di sini, ̈ ujar Tokko Siang.
”Kupikir sarang setan mereka pasti juga berada di dalam gua ini, ̈
ujar Ling-hoa.
”Dari mana kau tahu? Memangnya pernah kau datangi tempatnya? ̈
teriak Tokko Siang penasaran.
Mendadak Sim Long menukas, ”Ucapan Ong-heng memang
beralasan, sarang setan mereka pasti berada di dalam gua ini, sebab
di mulut gua hanya kelihatan bekas kaki orang masuk dan tiada
bekas kaki orang keluar. ̈
Tokko Siang termenung sejenak, gumamnya kemudian, ”Kiranya
kalian sudah memeriksanya tadi. ̈
Mestinya ia merasa banyak kelebihan dibandingkan orang lain, tapi di
depan Sim Long dan Ong Ling-hoa, tiba-tiba ia merasa dirinya
berubah menjadi orang bodoh, bahkan buta.
”Soalnya sekarang, betapa besar dan dalamnya gua ini .... ̈ sambil
bicara pandangan Ong Ling-hoa tertuju ke arah Tokko Siang.
Perlahan Tokko Siang berkata, ”Bagian kedalaman gua ini gelap
gulita, jari sendiri saja tidak kelihatan, bahkan lembap dan seram
penuh galagasi, sampai saat ini belum pernah kudengar ada orang
pernah masuk ke situ. ̈
”Betul, bilamana sarang setan mereka berada dalam gua, kuyakin
pasti ada jalan keluar rahasia lain, ̈ sambung Ling-hoa. ”Bahkan pasti
banyak perangkap, jika kita masuk begini saja mungkin juga sukar
untuk keluar lagi dengan hidup. ̈
”Lantas bagaimana kalau kita tidak menerjang ke dalam? ̈ tanya
Tokko Siang.
”Kita harus mengadakan persiapan yang rapi, obor, tali, ransum ...
semua itu tidak boleh kurang. ̈
”Persiapan? Hm, setelah semuanya kau siapkan sudah tidak keburu
lagi, ̈ jengek Tokko Siang.
”Betul, ̈ kata Sim Long.¡”Sekarang waktunya sudah sangat
mendesak, urusan dengan Koay-lok-ong tidak dapat ditunda lagi,
kalau tidak, berbagai rencana kita pasti akan gagal total, cuma ... di
dalam gua ini pasti banyak perangkap rahasia dan berliku-liku
jalannya, bilamana kita tersesat, bukan mustahil bisa mati terkurung
di dalam. ̈
”Jika demikian, apakah kita tidak perlu urus mereka lagi? ̈ jengek
Tokko Siang.
Dengan tenang Ong Ling-hoa berkata, ”Berbuat apa pun bagiku tidak
menjadi soal, tapi jika aku disuruh mengantar kematian, maaf, tidak
usah saja. ̈
Jilid 31
”Masakah kau lupa siapa yang akan kau tolong? ̈ tanya Tokko Siang
dengan gusar. ”Peduli siapa yang akan kutolong, yang lebih penting
kan jiwaku sendiri? ̈
”Kau .... ̈
Belum lagi Tokko Siang sempat memaki, mendadak Sim Long
mendesis, ”Sssst, diam! ̈ Tokko Siang terkejut dan bungkam
seketika. Tahu-tahu di kedalaman gua yang gelap sana muncul setitik
cahaya
api.
Cahaya api yang hijau berkelip, serupa api setan. Di balik cahaya api
yang lemah itu seperti ada bayangan orang. Tokko Siang, Ong
Ling-hoa dan Sim Long sama menahan napas dan
bersembunyi dalam kegelapan. Siapa tahu cahaya api itu lantas
berhenti di kejauhan. Mereka tidak bergerak, cahaya api itu pun
diam.
”Siapa? ̈ bentak Tokko Siang.
Tidak ada jawaban dalam kegelapan, tapi cahaya api lantas
melayang-layang dan semakin menjauh. ”Kejar! ̈ kata Sim Long
dengan suara tertahan. ”Kejar? .... Mana boleh, masa engkau tidak
takut kepada tipu
muslihat mereka? ̈ ujar Ong Ling-hoa.
”Cahaya api ini pasti dibuat oleh Yu-leng-kui-li untuk menyongsong
kedatanganku, ̈ kata Sim Long. ”Jika dia ingin menemuiku, sebelum
berjumpa kukira takkan terjadi sesuatu. ̈
Habis bicara ia terus mendahului melompat ke depan.
”Jika engkau tidak mau ikut, boleh tunggu saja di sini, ̈ kata Tokko
Siang kepada Ong Ling-hoa.
”Urusan sudah kadung begini, tidak mau pergi juga tidak bisa lagi, ̈
ujar Ling-hoa.
Kegelapan yang tak berujung menekan perasaan orang hingga tidak
dapat bernapas.
Dalam kegelapan hanya ada setitik cahaya api hijau yang melayang-
layang dan tidak tertampak apa pun. Angin meniup dingin seram
membuat orang mengirik.
Pada hakikatnya Sim Long bertiga tidak dapat membedakan arah,
terpaksa mereka mengikuti cahaya api itu secara membuta. Semakin
menuju ke dalam gua semakin kencang angin yang meniup.
Memakai baju yang basah kuyup dan berjalan di bawah tiupan angin
sedingin ini sungguh rasanya tidak enak. Tapi Sim Long bertiga
sudah tidak merasakan dingin lagi. Entah apa perasaan mereka
sekarang, mungkin takut, tapi rasa takut yang sukar dijelaskan,
sebab mereka pun tidak tahu sesungguhnya apa yang ditakuti
mereka.
Karena tegangnya, suara napas Tokko Siang yang semakin berat pun
terdengar. Masakah manusia yang kaku dingin luar-dalam ini juga
bisa takut? Tanpa terasa Sim Long menghela napas gegetun.
Kegelapan mestinya dapat menutupi macam-macam kelemahan
manusia, tapi dalam keadaan tertentu dapat pula menonjolkan titik
kelemahan manusia yang biasanya sukar terlihat di tempat terang.
Diam-diam Sim Long berpikir, ”Meski orang pintar tahu cara
bagaimana memperalat cahaya terang, hanya orang yang terpintar
saja tahu cara bagaimana menggunakan kegelapan. ̈
Dan Yu-leng-kiongcu itu tidak perlu disangsikan lagi adalah seorang
mahapintar dan cerdik.
Sim Long tidak mendengar suara Ong Ling-hoa, biarpun Ong Linghoa
tidak merasa takut, sedikitnya dia tegang sehingga bernapas
megap-megap.
Diam-diam Sim Long membatin pula, ”Tidak perlu diragukan juga
Ong Ling-hoa seorang mahapintar dan cerdik, tentu ia pun tahu cara
bagaimana memperalat kegelapan. Dalam hal ini tidak boleh
kulupakan .... ̈
Sampai di sini, mendadak dalam kegelapan tersiar bau harum.
Sim Long cukup waspada, serentak ia menahan napas.
Menyusul dengan bau harum yang menusuk hidung itu, segera
bergema suara tertawa nyaring serupa bunyi keleningan. Lalu
seorang berkata, ”Eh, jangan kalian menahan napas, bau harum ini
tidak beracun, bahkan sangat bernilai, kan terlalu sayang bila tidak
membaui? ̈
Mendadak Ong Ling-hoa juga berseru dengan tertawa, ”Betul,
mungkin inilah bau harum pupur buatan Ong-hong-cay dari Pekkia
yang termasyhur itu, sungguh tak terduga nona yang tinggal jauh di
sini juga mempunyai pupur pujaan kaum wanita ini, sungguh luar
biasa. ̈
”Ahh, yang bicara tentunya Ong Ling-hoa, Ong-kongcu bukan? ̈
sahut suara itu.
”Entah dari mana nona tahu akan diriku? ̈ ujar Ling-hoa.
”Sudah lama kudengar Ong-kongcu adalah kesayangan kaum nona
dan pujaan kaum wanita, memangnya siapa lagi kecuali Ong-kongcu
yang sedemikian paham mengenai seluk-beluk pupur segala? ̈
”Terima kasih, ̈ kata Ling-hoa. ”Dan nona sendiri apakah Yu-leng-
kiongcu adanya? ̈
”Betul, ̈ jawab suara itu.
”Sering kudengar bahwa Kiongcu adalah putri tercantik di dunia ini,
juga jantannya kaum wanita, tapi hari ini mengapa Kiongcu
sedemikian pelit, ̈ kata Ling-hoa.
”Pelit? ̈ suara itu menegas.
”Kalau tidak pelit, mengapa Kiongcu tidak sudi memberikan setitik
cahaya terang agar kami sempat melihat kecantikan Kiongcu, ̈ ujar
Ling-hoa dengan tertawa.
”Kecantikan dalam bayangan akan jauh lebih menyenangkan
daripada melihat kenyataannya, bisa jadi setelah Kongcu melihat
diriku akan merasa kecewa, bukankah seorang perempuan cerdik
tidak nanti menimbulkan kecewa kaum lelaki, terutama bagi lelaki
serupa Ong-kongcu? .... ̈ ia berhenti sejenak, lalu tanya Sim Long,
”Betul tidak, Sim-kongcu? ̈
”Mana kupaham jalan pikiran anak perempuan? ̈ sahut Sim Long.
Suara itu tertawa ngikik, katanya, ”Setiap lelaki di dunia ini sama
menganggap dirinya paling paham isi hati anak perempuan, hanya
lelaki yang paling cerdik mau mengaku tidak paham jalan pikiran
anak perempuan. Sim-kongcu memang tidak sama dengan lelaki lain,
pantas sedemikian banyak anak perempuan yang tergila-gila
padamu. ̈
Saking tidak tahan mendadak Tokko Siang membentak, ”Jika kalian
ingin mengobrol iseng, hendaknya berganti suatu tempat .... ̈
”Masa tidak boleh bicara di sini? ̈ tanya suara itu.
”Kukira di sini hanya cocok untuk membunuh orang, ̈ kata Tokko
Siang.
”Jika begitu ingin kutanya padamu, apakah kau tahu tempat ini
sebenarnya tempat apa? ̈
”Tentu ... tentunya bukan kamar tidurmu, bukan? ̈ jengek Tokko
Siang.
Siapa tahu suara itu lantas menjawab dengan lembut, ”Siapa bilang
tempat ini bukan kamar tidurku, masa tak dapat kau lihat? ̈
Hampir saja Sim Long tertawa geli, sungguh ia tidak menyangka
Tokko Siang juga tahu humor.
Rupanya melengak juga Tokko Siang oleh jawaban orang, katanya
pula dengan gelagapan, ”Apakah ... apakah tempat ini .... ̈
”Dapatkah kau lihat apa yang terdapat di depanmu? ̈ tanya suara
tadi.
”Tentu saja tidak ... tidak dapat kulihat, ̈ jawab Tokko Siang.
”Nah, biar kukatakan padamu, ̈ tutur suara itu. ”Di depanmu
sekarang tergantung sebuah lukisan indah. ̈
”Lukisan? Lukisan apa? Omong Kosong! ̈
”Itulah lukisan karya Go To-cu yang termasyhur, yang terlukis adalah
Koan-im Hudco yang berbaju seputih salju. ̈
”Haha, Yu-leng-kiongcu juga memuja Koan-im, sungguh luar biasa, ̈
seru Sim Long dengan tertawa.
”Dan di sebelah kiri lukisan adalah tempat tidurku, ̈ sambung suara
itu pula. ”Di atas tempat tidur memakai kelambu warna jambon
bersulam bunga indah buah tangan Toh Jit-nio dari Pakkia. ̈
”Wah, dapatkah kulihatnya? ̈ kata Ong Ling-hoa dengan tertawa.
”Mengapa Ong-kongcu berubah menjadi orang awam, umpama tidak
melihat buah tangan Toh Jit-nio kan juga dapat dibayangkan
keindahannya, betul tidak, Sim-kongcu? ̈
”Aku cuma ingin berselimut dan tidur dengan nyenyak di atas tempat
tidur, apakah di situ terdapat sulaman indah Toh Jit-nio atau tidak
bagiku tidak menjadi soal, ̈ jawab Sim Long.
Suara itu tertawa, katanya, ”Dan di samping tempat tidurku adalah
lemari pakaian, di situ ada berpuluh potong bajuku, kebanyakan
putih, hanya seperangkat saja yang berwarna merah muda. ̈
”Pada waktu Kiongcu mengenakan baju warna merah muda tentu
sangat cantik, ̈ ujar Ling-hoa. ”Dan entah tempat rias Kiongcu
terletak di mana? ̈
”Terletak di sebelah kanan lukisan, ̈ tutur suara itu. ”Di situ ada
sebuah cermin tembaga kecil, juga buatan Ong-hong-cay yang
terkenal itu. Tentu ada pula minyak rambut dan sisir buatannya. ̈
”Wah, barang pilihan Kiongcu sungguh sangat bagus, ̈ ucap Ling-
hoa.
”Di kamar anak gadis yang indah ini mestinya ada juga kecapi, ̈
sambung Sim Long tiba-tiba.
”Ai, Sim-kongcu memang seorang seniman, ̈ kata suara itu. ”Di
samping meja rias justru ada sebuah kecapi. ̈
Bicara sampai di sini, benar juga segera bergema suara kecapi yang
merdu.
Sim Long tertawa, katanya, ”Wah, sungguh kami sangat beruntung
dapat berkunjung ke kamar tidur Kiongcu yang luar biasa ini. Tapi
entah kesalahan apa yang telah kami lakukan sehingga dihukum
berdiri oleh Kiongcu. ̈
”Engkau memang telah melanggar kesalahan besar, ̈ ujar suara itu.
”Engkau telah mencuri lihat wajahku, sungguh ingin kuhukum kau
berdiri selama hidup. ̈
Suaranya meski sangat lembut dan memesona, tapi terasa seperti
sengaja dibuat-buat.
Tapi lagak dibuat-buat ini serupa juga anak gadis yang manja di
depan sang kekasih. Agaknya dia sengaja menggunakan cara ini
untuk menutupi suara aslinya.
Biarpun Sim Long berusaha membedakannya tetap tidak dapat
menentukan apakah suara itu suara Pek Fifi atau bukan.
”Wajah Kiongcu mengapa tidak suka dilihat oleh orang lain? ̈ katanya
kemudian dengan tersenyum.
”Sebab aku sudah bersumpah di depan Yu-leng-cosu (kakek arwah
halus) bahwa setiap orang yang melihat wajahku, tidak peduli siapa
dia hanya ada dua pilihan baginya. ̈
”Oo, kedua pilihan apa? ̈ tanya Sim Long.
”Mati! ̈ kata suara itu.
”Wah, jika begitu kuharap dapat memilih jalan kedua, ̈ ujar Sim
Long.
Perlahan suara itu berkata pula, ”Sampai sekarang belum pernah ada
orang menempuh jalan kedua, sebab jalan kedua ini tidak dapat
dilalui oleh sembarang orang .... Orang yang dapat menempuh jalan
kedua ini tidak ada seberapa orang di dunia. ̈
”Memangnya ada berapa orang? ̈
”Jika mau bicara secara betul, hanya ada satu orang. ̈
”Satu orang? Apakah ... apakah tidak terlalu sedikit? ̈
Suara itu bertambah lembut, ”Bagimu seorang pun tidak sedikit lagi. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Sim Long. ”Sebab satu-satunya orang yang
dapat menempuh jalan kedua ini kebetulan ialah dirimu sendiri. ̈
”Aha, sungguh bahagia aku ini, ̈ seru Sim Long. ”Apabila Kiongcu
sudi memberitahukan jalan macam apa jalan kedua itu, tentu Cayhe
akan sangat gembira. ̈
”Jalan kedua itu adalah menikah menjadi suami-istri denganku. ̈
kata suara itu perlahan. ”Wah, tidak adil, tidak adil! ̈ teriak Ong
Ling-hoa. ”Mengapa kebanyakan gadis ingin menjadi suami-istri
dengan Sim Long, mengapa tidak mencari diriku saja? Jika Kiongcu
penujui pasi akan jauh lebih gembira daripada Sim Long. ̈
Suara itu tertawa, ”Sim Long juga akan menerima. ̈
”Dari mana Kiongcu tahu aku pasti akan menerima, ̈ tanya Sim Long.
Suara itu tidak menjawab, sebaliknya bertanya, ”Him Miau-ji
sahabatmu bukan? ̈ ”Betul, ̈ jawab Sim Long. ”Cu Jit-jit juga
sahabatmu, bukan? ̈ ”Ya. ̈ ”Jika begitu seharusnya kau tahu sebab
apa kau terima
kehendakku. ̈ Mendadak Tokko Siang menghardik, ”Apakah mereka
... mereka jatuh dalam cengkeramanmu? ̈
”Menyesal, memang begitulah. ̈
”Huh, memaksa orang lain kawin denganmu secara licik begitu,
apakah bukan perbuatan yang tidak tahu malu? ̈
Suara itu tertawa, ”Jika ada seorang anak perempuan memaksamu
kawin dengan dia secara begini, tentu engkau kegirangan setengah
mati. Eh, betul tidak, Sim-kongcu? ̈
Dengan murka Tokko Siang hendak menerjang maju, tapi keburu
ditahan Sim Long.
”Lepaskan! ̈ teriak Tokko Siang. ”Kenapa kau .... ̈
”Umpama hendak kau labrak dia kan harus tahu jelas dulu dia berada
di mana? ̈ kata Sim Long.
”Di mana dia bicara, tentu juga dia berada di sana, ̈ teriak Tokko
Siang.
”Memangnya kau lihat dia? ̈
”Tidak perlu kulihat dia. ̈
”Dan dapatkah kau lihat diriku? ̈
”Tidak ... tapi matamu .... ̈
”Ya, sedikitnya dapat kau lihat mataku, tapi engkau justru tidak dapat
melihat matanya, mengapa bisa begitu? .... Tentu hal ini disebabkan
dia memejamkan mata, bisa juga dia bersembunyi di belakang
sesuatu, mungkin di belakang tempat riasnya, bila kau terjang ke
sana, bukan mustahil akan menabrak meja riasnya hingga
berantakan, kan sayang? ̈
Sembari bicara dengan jarinya Sim Long terus menulis beberapa
huruf di telapak tangan Tokko Siang.
Dalam pada itu suara tadi bergema pula, ”Engkau tidak menerima
lamaranku, itulah yang harus disayangkan. Seorang anak perempuan
secara aktif melamar seorang lelaki, hal ini sudah cukup membuatnya
kikuk, jika lamarannya ditolak, tidak perlu heran bila segala apa pun
dapat diperbuatnya. ̈
”Tapi dari mana kutahu Him Miau-ji betul-betul berada di sini? ̈ ujar
Sim Long.
”Ini kan gampang .... ̈ belum lenyap suaranya, tiba-tiba dari
kejauhan ada suara orang meraung murka.
”Keparat, kau anjing betina, bila kau pegang lagi bapakmu segera ku
.... ̈
Mendadak terputus suaranya, namun Sim Long sudah dapat
mengenali suara itu memang suara Him Miau-ji. Ong Ling-hoa
tertawa, ”Wah, tampaknya si Kucing itu tidak tersiksa sebaliknya
malah mendapat pelayanan istimewa. Cuma sayang biasanya dia
memang tidak mengerti kemesraan, jika aku yang menjadi dia,
biarpun bagian mana yang diraba tetap akan ku .... ̈
”Eh, apakah Sim-kongcu juga ingin mendengar suara Cu Jit-jit? ̈
tiba-tiba suara tadi bertanya.
”Tidak perlu lagi, ̈ jawab Sim Long.
”Dan kau terima permintaanku? ̈
”Jika Kiongcu benar orang yang kulihat malam itu, kenapa aku tidak
mau memperistrikan gadis secantik itu .... Tapi dari mana kutahu
engkau betul adalah dia? ̈
”Huh, bicara kian kemari maksudmu tetap ingin minta kumunculkan
diri, bukan? ̈
”Sekalipun Kiongcu tidak unjuk diri, sedikitnya kan boleh kulihat
bagaimana matamu? ̈ ia menghela napas, lalu menyambung, ”Ai,
mata itu sungguh bening menarik, sekali kulihat tak dapat kulupakan
selamanya. ̈
Suara itu juga menghela napas perlahan, katanya, ”Begitu
mengharukan cara bicaramu, aku menjadi tidak sampai hati menolak
kehendakmu. ̈
Benar juga, dalam kegelapan segera muncul sepasang mata. Tidak
perlu diragukan lagi jelas itulah mata yang jeli, mata yang indah.
Tapi pada detik munculnya mata itu, mendadak Sim Long dan Tokko
Siang menghilang.
Kiranya yang ditulis Sim Long pada telapak tangan Tokko Siang tadi
berbunyi, ”Begitu melihat matanya, segera kita pejamkan mata dan
menubruk maju! ̈
Sudah tentu dia menulis dengan kalimat yang singkat, syukur dapat
dipahami Tokko Siang.
Dan dalam sekejap itulah Sim Long dan Tokko Siang telah menerjang
ke depan.
Sim Long juga orang cerdik, dengan sendirinya ia tahu menggunakan
kegelapan ini. Dengan memejamkan mata dalam kegelapan dan
menubruk maju, tindakan mereka menjadi tak bersuara dan tidak
terlihat.
Bahkan mata orang tidak sempat berkedip, pada hakikatnya Sim
Long tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk menangkis,
melawan dan menghindar.
Empat tangan serentak memukul dengan cara yang berbeda, nyata
mereka tidak mau memberi kesempatan bagi arwah halus yang
cantik ini lolos lagi dari tangan mereka. Dan rasanya sukar bagi siapa
pun untuk lolos dari serangan mereka.
Benar juga, si dia tidak dapat menghindar, empat tangan kuat
sekaligus mengenai tubuhnya.
Terdengar suara keluhan, lalu roboh dengan lunglai, tapi mata yang
indah itu tetap terbentang.
Dia tidak menjerit, bahkan sinar matanya tidak memperlihatkan rasa
kejut atau kesakitan, sebaliknya menampilkan semacam rasa gembira
karena telah impas.
Sim Long membuka matanya, ia terkejut dan berseru, ”Hei,
sesungguhnya siapa kau? ̈
Mendadak dirasakan mata yang indah ini telah dikenalnya dengan
baik, jelas bukan mata yang dilihatnya di balik kerudung yang
disingkapnya kemarin malam itu.
Di tengah kegelapan malam tidak ada yang bersuara, mata yang
indah itu seakan-akan lagi berkata, ”Sim Long, masa engkau tidak
kenal lagi padaku? ̈
Cepat Sim Long memayang tubuhnya, tapi dirasakan tubuh itu
telanjang bulat, halus licin dan dingin, nyata sebelum Sim Long
menghantamnya dia sudah tertutuk dulu Hiat-to kelumpuhannya. Sim
Long lagi menyadari telah berbuat salah besar.
Cepat ia membuka Hiat-to si dia yang tertutuk dan mendesis,
”Kuatkan dirimu, engkau takkan mati. ̈
Mata yang indah itu mengembeng air mata, rintihnya perlahan,
”Tidak perlu lagi engkau menghiburku, kutahu aku akan mati, bagiku
mati tidak menakutkan ... sedikit pun tidak menakutkan .... ̈
”Sesungguhnya siapa dia? ̈ tanya Tokko Siang mendadak.
Ong Ling-hoa yang berdiri di sebelah sana mendengus, ”Hm, kalian
telah salah membunuh, yang terbunuh oleh kalian ternyata Cihiang. ̈
”Ci-hiang? ̈ Tokko Siang menegas. ”Apakah dia .... ̈
Dengan menyesal Sim Long lantas berkata, ”Ci-hiang, maaf, aku
salah .... ̈
”Jangan bicara demikian, ̈ kata Ci-hiang dengan lemah. ”Dapat mati
di tanganmu adalah sesuatu yang menyenangkan bagiku .... ̈
Matanya yang indah itu seperti menampilkan secercah senyuman
pedih. Lalu matanya terpejam untuk selamanya, ia telah mengakhiri
hidupnya yang sengsara dengan tersenyum.
Dalam kegelapan terasa mencekam, sampai setitik api setan tadi pun
lenyap.
Sim Long memegangi tangan Ci-hiang yang lambat laun mulai dingin,
sampai sekian lama tak dilepaskannya.
Mendadak suara Yu-leng-kiongcu itu bergema pula, ”Sim Long,
sekarang tentu kau tahu bahwa tidak mungkin dapat kau sentuh
diriku. Kecuali terjadi perkawinan antara kita, kalau tidak, sebuah
jariku pun tak dapat kau sentuh. ̈
”Mengapa kau lakukan seperti ini? Kenapa kau celakai dia? ̈ tanya
Sim Long. Suaranya seperti tenang saja, tapi di tengah ketenangan
mengandung rasa duka dan gusar yang tak terhingga.
Suara tertawa Yu-leng-kiongcu menusuk perasaan orang setajam
jarum,
katanya,
”Cara
begini
tindakanku
hanya
untuk
memberitahukan padamu bahwa engkau bukan malaikat, engkau
juga dapat berbuat salah, engkau tidak banyak lebih pintar daripada
orang lain. ̈
Sim Long menghela napas panjang, katanya rawan, ”Ya, aku
memang berbuat salah tapi kuharap engkau juga perlu berpikir,
apakah engkau tidak berbuat salah juga? ̈
Cukup lama suasana dalam kegelapan itu tidak terdengar sesuatu
suara.
Maka Sim Long berkata lagi, ”Betul, ada sementara urusan engkau
memang berbuat dengan sangat berhasil, bukan saja aku tertipu
olehmu, juga orang lain sama tertipu, tapi apakah engkau dapat
menipu terus-menerus? ̈
Dalam kegelapan tetap tidak ada suara orang.
”Engkau ingin menipu setiap orang di dunia ini, sebab itulah engkau
tidak mempunyai sanak famili, tidak punya kawan, sebab engkau
tidak memercayai siapa pun, engkau terpaksa hidup sendirian untuk
selamanya dan tersiksa selama hidup. ̈
Mendadak Yu-leng-kiongcu bergelak tertawa, katanya, ”Siapa bilang
aku tersiksa? Sedikitnya saat ini engkau terlebih tersiksa daripadaku. ̈
”Apakah engkau merasa senang bila melihat orang lain tersiksa? ̈
tanya Sim Long.
”Betul, terlebih bila melihat engkau menderita, ̈ kata Yu-leng-
kiongcu.
”Jika engkau sedemikian benci padaku, kenapa engkau ingin kawin
denganku? ̈
Yu-leng-kiongcu termenung sejenak, katanya kemudian, ”Sebab aku
tidak dapat melihat engkau mendapatkan kebahagiaan, maka aku
pun tidak dapat membiarkan kau .... ̈
”Tidak membiarkan kukawin dengan orang lain, begitu? ̈ tukas Sim
Long.
”Pokoknya, biarpun aku harus menderita selama hidup, engkau juga
harus tersiksa selama hidup. ̈
Mendadak Yu-leng-kiongcu seperti dirangsang emosi sehingga
suaranya rada gemetar.
Sim Long menghela napas panjang, katanya perlahan, ”Bagus,
sekarang, akhirnya dapat kupastikan siapa dirimu. ̈
”Oo, sia ... siapa aku? ̈ ”Jika benar engkau tidak kenal diriku,
mengapa pula engkau benci padaku? Ai, semula kusangka engkau
seorang yang bajik, siapa tahu dugaanku salah besar. ̈
Kembali tiada suara dalam kegelapan. ”Apakah aku salah omong? ̈
tanya Sim Long. ”Biarpun benar bicaramu, memangnya lantas
leng-kiongcu. Mendadak suaranya berubah, tidak lembut lagi, juga
bagaimana? ̈ ujar Yu
tidak emosi, berubah menjadi hambar dan dingin, seperti suara
seorang lain.
”Kuharap engkau suka berpikir lagi .... ̈ ”Aku tidak perlu pikir lagi, ̈
sela Yu-leng-kiongcu. ”Tapi aku .... ̈ ”Kau pun tidak perlu berpikir. ̈
”Sebab apa? ̈ ”Sebab antara kita tiada pilihan lain lagi. ̈ ”Masakah
engkau sendiri pun tiada pilihan lain? ̈ ”Ya, karena tiada pilihan lain,
terpaksa kubiarkan kau mati. ̈ Sim Long termenung sejenak, lalu
berkata, ”Masakah engkau
sedemikian yakin dapat membuatku
mati? ̈ Yu-leng-kiongcu mengiakan.
”Engkau akan senang bila kumati? ̈
”Juga belum tentu. ̈
”Jika tidak tentu senang, mengapa engkau .... ̈
”Kan sangat sederhana dalil ini, bilamana tidak dapat terpaksa harus
membuatmu mati. ̈
”Bagus sekali, boleh kau coba .... ̈ ucap Sim Long dengan tenang.
Akhirnya Tokko Siang tidak tahan, ia meraung gusar, ”Sim Long,
tadinya kusangka engkau seorang pintar, siapa tahu engkau ternyata
orang gila. ̈
”Gila? ̈ Sim Long melenggong.
”Dalam keadaan demikian, untuk apa engkau mengobrol dengan dia?
Memangnya tempat ini cocok untuk bicara iseng? Apakah sekarang
waktunya mengobrol? ̈ teriak Tokko Siang.
”Urusan antara dia dan aku selamanya takkan kau ketahui, ̈ ujar Sim
Long dengan menyengir.
”Sesungguhnya siapa dia? ... Sebenarnya orang macam apa dia? ̈
kembali Tokko Siang meraung.
”Hal ini tak dapat kau bayangkan, dia ... dia bukan lain ialah Pek
Fifi. ̈
Hampir saja Tokko Siang berjingkrak, teriaknya, ”Hah, tampaknya
engkau benar sudah gila, Pek ... Pek Fifi katamu? Masakah Pek Fifi
sama dengan Yu-leng-kiongcu? Anak perempuan yang lemah lembut
itu adalah Yu-leng-kiongcu? ̈
”Sebenarnya aku pun tidak percaya, tapi kenyataan sekarang
membuatku mau tak mau harus percaya, ̈ kata Sim Long.
Tokko Siang termenung sejenak, katanya kemudian, ”Masa engkau
benar ... benar Pek Fifi? ̈
Suara Yu-leng-kiongcu terdengar dalam kegelapan, ”Sekarang tidak
menjadi soal lagi siapa aku ini, bagi seorang yang sudah hampir mati,
siapakah diriku kan tiada bedanya? ̈
”Kentut, kau .... ̈ teriak Tokko Siang dengan murka.
”Sebaiknya jangan sembarangan bertindak, kalau tidak kematianmu
bisa tambah cepat, ̈ jengek Yu-leng-kiongcu. ”Hm, memangnya kau
sangka tempat ini betul tempat tidurku? ̈
”Habis tempat apa ini? ̈ tanya Tokko Siang.
”Supaya kutahu, di sini adalah neraka dunia, ̈ jawab Yu-lengkiongcu.
Mendadak Tokko Siang tertawa dingin, suaranya tidak terlalu keras,
tapi jelas suara yang dibikin-bikin, dia berkata, ”Sejak berkecimpung
di dunia Kangouw pada waktu berumur 14 tahun, sampai kini sudah
berlangsung 40 tahun lamanya. Selama 40 tahun ini mestinya aku
sudah mati beberapa kali, jangankan cuma neraka dunia, biarpun
neraka di akhirat juga berani kuhadapi, maka engkau salah besar jika
kau kira aku dapat kau takut-takuti? ̈
Yu-leng-kiongcu tersenyum hambar, katanya, ”Kuharap engkau
takkan ketakutan, aku pun tidak bermaksud menakutimu, tapi ingin
kukatakan padamu, neraka dunia sesungguhnya jauh lebih indah
daripada neraka di akhirat. ̈
”Lebih indah? ̈ Tokko Siang menegas dengan tertawa.
”Betul, jauh lebih indah, makanya sangat sayang engkau tidak dapat
melihatnya, ̈ kata Yu-leng-kiongcu.
”Hehe, sayang .... ̈
”Ya, sayang di neraka tidak ada cahaya lampu, mata telanjang
manusia setiba di sini akan berubah serupa orang buta, demi untuk
menambal kerugian kalian, biarlah kulukiskan keadaan ini kepada
kalian. ̈
Sementara itu bau harum yang memabukkan tadi sudah berubah
menjadi semacam bau busuk mayat dan bau anyir darah yang
membuat orang bisa tumpah.
Suara lembut Yu-leng-kiongcu tadi juga berubah menjadi melengking
tajam, singkat melayang-layang serupa bukan suara manusia lagi.
Dua macam suara yang sama sekali berbeda ini ternyata keluar dari
mulut seorang yang sama, hal ini sungguh sukar untuk dipercaya.
Bahkan suaranya tidak jelas datang dari arah mana lagi.
Terdengar Yu-leng-kiongcu berkata lagi, ”Apabila kalian dapat
melihat, tentu kalian akan merasakan bahwa tempat di mana kalian
berdiri sekarang boleh dikatakan tempat yang paling indah di dunia.
Permukaan bumi yang halus licin itu tampaknya serupa kemala,
lukisan yang indah itu bahkan boleh dikatakan karya seni yang tidak
ada bandingannya. ̈
Ia tertawa, lalu menambahkan, ”Tapi apakah kalian tahu tanah di
tempat ini terbuat dari apa? ̈
”Namanya tanah, masakah terbuat dari sesuatu? Huh, persetan! ̈
jengek Tokko Siang.
Suara tertawa Yu-leng-kiongcu berubah serupa tangisan kera di
malam dingin, suara tangis kera yang serupa tangis setan itu
membuat siapa pun mengirik.
Terdengar lagi suara Yu-leng-kiongcu, ”Supaya kalian tahu, tempat
ini terbuat dari tulang manusia yang dirangkai menjadi satu. Tulang
manusia sekerat demi sekerat, ada tulang lelaki dan ada tulang
perempuan. Ada tulang orang tua, juga ada tulang anak kecil, ada
tulang tengkorak, ada tulang iga dan sebagainya .... ̈
Ia tertawa terkekeh, ”Bisa jadi kalian sekarang berdiri di atas tulang
tengkorak, mungkin itulah tulang tengkorak seorang gadis jelita .... ̈
Kaki Tokko Siang tanpa terasa mengejang.
Mendadak Yu-leng-kiongcu berkata pula, ”Dan apakah kalian? ....
Itulah sebuah lukisan bersulam, yang tersulam adalah gunung yang
hijau, awan yang putih, dan air yang hijau. ̈
”Hm, apakah ini pun buah tangan si Jarum Sakti Toh Jit-nio? ̈ jengek
Tokko Siang.
”Betul, ̈ kata Yu-leng-kiongcu dengan tertawa. ”Ini memang buah
tangan Toh Jit-nio, boleh dikatakan karyanya yang paling indah, tapi
apakah kau tahu disulamnya dengan apa? ̈
Kembali suara tertawanya berubah lagi, tertawa menyeringai,
katanya pula, ”Semua ini disulamnya dengan tulang sebagai jarum
dan sebagai benang, disulam di atas kulit manusia, kulit manusia
yang utuh sehingga licin serupa sutra, mestinya kulit seorang gadis
lembut dan jelita, sejelita Cu Jit-jit. Aku yang membeset kulitnya,
sebab dia tidak menurut kepada perkataanku. ̈
”Haha, apakah sengaja hendak kau takuti diriku? Huh, memangnya
kau sangka aku tidak pernah membeset kulit dan membetot urat
orang? ̈ teriak Tokko Siang dengan terbahak-bahak.
”Tentu saja pernah kau lakukan, ̈ sahut Yu-leng-kiongcu. ”Tapi
apakah kau tahu dengan cara bagaimana supaya dapat menguliti
secara utuh kulit seorang? ̈
”Banyak sekali caranya, apakah kau ingin mencobanya? ̈ jawab
Tokko Siang.
”Meski banyak caranya tapi bila ingin membuat kulit ini utuh tanpa
cacat setitik pun, hal ini pun semacam seni dan mungkin engkau
tidak paham, ̈ ujar Yu-leng-kiongcu dengan tertawa.
”Memang aku hanya paham menguliti dan tidak tahu seni segala, ̈
jengek Tokko Siang.
”Dan apakah perlu kuceritakan? ̈
”Huh, persetan kau mau cerita atau tidak? ̈
”Ini, dengarkan, ̈ tutur Yu-leng-kiongcu. ”Lebih dulu kutanam
sebagian besar tubuhnya di tanah, habis itu akan kusayat satu celah
di atas kepalanya, lalu kutuangkan air raksa ke dalamnya. Dengan
demikian tubuhnya akan mulai menjumbul ke atas. Lantaran
tubuhnya terimpit oleh tanah, dengan sendirinya badannya
mengelupas dan tersembul keluar telanjang tanpa kulit lagi .... ̈
”Tutup mulut! ̈ bentak Tokko Siang dengan suara agak gemetar.
”Haha, engkau tidak mau mendengarkan? Kau takut? ̈ tanya Yu-
leng-kiongcu dengan tertawa.
”Kau ... kau setan iblis, kau bukan manusia, ̈ teriak Tokko Siang.
Yu-leng-kiongcu tertawa nyaring, ”Kan sudah kukatakan aku bukan
manusia, kulupa memberitahukan pula padamu, langkah terakhir dari
karya seni ini adalah menuangkan sebaskom air mendidih ke atas
tubuh telanjang tanpa kulit itu. ̈
Tokko Siang meraung murka serupa air mendidih mendadak tertuang
di atas tubuhnya, ”Biar kuadu jiwa denganmu .... ̈
”Berhenti, jangan bergerak, ̈ bentak Yu-leng-kiongcu mendadak.
”Memangnya kau tahu apa yang terletak di depanmu? ̈
Bentakan ini serupa pisau belati yang mengancam di depan dadanya,
seketika Tokko Siang lantas menghentikan langkahnya.
Dengan suara lembut Yu-leng-kiongcu berkata pula, ”Nah, supaya
kau tahu, di depanmu justru ada sebuah kolam, tapi bukan kolam
teratai sebagaimana pernah kau lihat dengan daun dan bunga teratai
yang mengapung di permukaan kolam serta direnangi oleh
angsa putih dan sebagainya, kolam ini jauh lebih menarik daripada
kolam yang pernah kau lihat .... ̈
Ia tertawa terkekeh, lalu menyambung, ”Inilah kolam darah, di dalam
kolam tidak ada air tapi darah melulu, tidak ada daun dan bunga
teratai, tidak ada angsa segala, yang terapung di kolam ini hanya hati
manusia, jantung dan paru-paru manusia, mungkin juga ada biji
mata yang baru dicungkil dan hidung atau lidah yang baru dipotong. ̈
Ia merandek sejenak, lalu melanjutkan, ”Maka bila sampai kau jatuh
ke dalam kolam, tentu rasanya sukar dibayangkan. Nah, apakah
engkau tetap hendak melangkah lagi ke depan? ̈
Suaranya berubah tidak menentu sehingga sukar dibedakan apakah
keterangannya benar atau cuma gertakan belaka. Tokko Siang
menjadi ragu sehingga tidak berani sembarangan bergerak.
Mendadak Sim Long yang sejak tadi diam saja bergelak tertawa.
”Apa yang kau tertawakan, Sim Long? ̈ jengek Yu-leng-kiongcu.
”Engkau sungguh seorang pintar, aku merasa kagum padamu, ̈ kata
Sim Long.
”Oo?! ̈ melenggong juga Yu-leng-kiongcu.
”Kutahu di dunia persilatan ada sementara orang yang suka berlagak
setan dan menyamar seperti malaikat, untuk menakuti orang dia
tidak segan menggunakan berbagai akal licik dan membikin suatu
tempat sedemikian seram, bahkan memberinya nama yang
mengerikan seperti neraka dunia segala. ̈
”Hihi, apa lagi? ̈ tanya Yu-leng-kiongcu dengan tertawa.
”Tapi engkau berbeda dengan mereka, ̈ kata Sim Long. ”Engkau jauh
lebih pintar daripada mereka. Cukup dengan beberapa patah katamu
saja sudah jauh lebih menakutkan daripada tempat yang dibangun
dengan memakan biaya dan tenaga yang sukar dinilai. ̈
”Memangnya kau kira apa yang kukatakan tidak benar? ̈ tanya Yu-
leng-kiongcu dengan terkekeh.
”Benar atau tidak bukan soal bagiku, ̈ kata Sim Long. ”Tentunya kau
tahu, orang semacam kami ini tidak mungkin ditakuti. Jika kau
inginkan kematian kami masih diperlukan keahlian lain. ̈
Yu-leng-kiongcu menghela napas, ”Aku hanya dapat menakuti orang
dan tidak ada keahlian lain. ̈
Belum lenyap suaranya, mendadak dari berbagai penjuru bergema
suara mendenging tajam menyambar ke arah berdiri Sim Long dan
Tokko Siang.
Dari suaranya dapat diketahui bukan sebangsa anak panah melainkan
jenis senjata rahasia yang sangat lembut dan keji, biarpun dalam
keadaan biasa pun sukar dihindari, apalagi dalam kegelapan yang
tidak diketahui tempat macam apa sehingga tidak berani
sembarangan bergerak.
Suara mendesing itu terus berlangsung hingga sekian lamanya dan
Sim Long serta Tokko Siang juga tidak terdengar melakukan sesuatu
gerakan. Jangan-jangan mereka sudah binasa?
Sampai lama baru terdengar suara Yu-leng-kiongcu memanggil, ”Sim
Long .... Sim Long! .... ̈
Dalam kegelapan tidak ada suara jawaban.
Sekian lama lagi baru terdengar suara seorang perempuan lain
berucap, ”Akhirnya bencana ini dapat ditumpas juga. ̈
”Mungkin ... tidak, ̈ kata Yu-leng-kiongcu.
”Mereka pasti tidak dapat menghindar, apalagi, sama sekali tidak
terdengar sesuatu suara mereka. ̈
”Betul, tidak ada suara gerakan apa pun, tapi juga tidak ada suara
teriakan. ̈
”Orang semacam mereka biarpun mati juga takkan berteriak. ̈
Dapat juga Yu-leng-kiongcu menghela napas, rasanya seperti timbul
dari lubuk hatinya yang dalam.
”Apa boleh menyalakan lampu sekarang? ̈ tanya suara orang
perempuan tadi.
”Tunggu sebentar lagi .... ̈
Dalam kegelapan tidak terdengar suara apa pun, juga tidak terdengar
suara napas Sim Long dan Tokko Siang, padahal bila manusia tidak
bernapas kan berarti sudah mati.
”Sim Long, apakah benar engkau mati? .... ̈ ucap Yu-leng-kiongcu
perlahan. ”Ini pun bukan salahku, tapi salahmu sendiri. Tapi meski
engkau mati juga jauh lebih enak daripada yang masih hidup. ̈
Mendadak berkumandang suara Ong Ling-hoa dari kejauhan, ”Tapi
aku justru ingin hidup saja. ̈
”Engkau masih hidup sebab aku belum menghendaki kematianmu, ̈
kata Yu-leng-kiongcu.
”Tentu kutahu, ̈ ujar Ong Ling-hoa tertawa, ”kalau tidak masakah
ibuku mengirim dirimu pulang ke sini dan menyerahkan orang
bencong itu kepadamu. ̈
”Ibumu memang orang pintar, ̈ kata Yu-leng-kiongcu.
”Dan mulutku juga cukup rapat, ̈ ujar Ling-hoa. ”Urusan yang
menyangkut Kiongcu tidak pernah kukatakan satu kata pun. Meski
sampai sekarang baru kutahu nona ialah Yu-leng-kiongcu, tapi soal
nona seorang yang luar biasa sebenarnya sudah lama kuketahui, juga
sudah lama kutahu nona adalah .... ̈
”Tutup mulut, ̈ jengek Yu-leng-kiongcu. ”Jika mulutmu tidak rapat,
memangnya saat ini dapat kau hidup? ̈
Ong Ling-hoa mengiakan.
”Setelah kubunuh Sim Long, entah bagaimana reaksi ibumu nanti? ̈
tanya Yu-leng-kiongcu.
”Bahwa nona dapat turun tangan membinasakan Sim Long, tentu
saja ibuku sangat kagum padamu. ̈
”Hm, kecuali diriku sendiri, siapa pun dapat kubunuh, ̈ jengek Yu-
leng.
”Sudah lama ibuku mengetahui bakat nona yang luar biasa, kecuali
nona, siapa pula yang mau menerima penderitaan semacam itu dan
siapa pula yang mampu berpura-pura sedemikian rupa? ̈
Yu-leng-kiongcu mendengus.
”Makanya ibu ingin bekerja sama denganmu setulus hati, ̈ kata Ling-
hoa pula. ”Pertama ingin menumpas Koay-lok-ong itu. Kedua, ingin
membagi dunia bersama nona. ̈
”Kupergi ke Tionggoan sebagian besar juga karena ingin mencari
ibumu, ̈ tutur Yu-leng-kiongcu. ”Sejak kecil sudah timbul keinginanku
untuk melihat orang cantik macam apakah ibumu sehingga dapat
membuat ’dia’ meninggalkan ibuku. ̈
”Urusan masa lampau, untuk apa nona mengungkitnya lagi, ̈ ujar
Ling-hoa. ”Yang jelas, ibumu dan ibuku sama-sama orang yang
ditinggalkan oleh ’dia’, dan antara kita sebenarnya .... ̈
”Tutup mulut! ̈ bentak Yu-leng-kiongcu.
”Ya, sekarang .... ̈
”Jika tidak kubunuh dirimu, apa pula yang akan kau katakan? ̈
”Apakah sekarang nona sudi memberikan setitik cahaya terang agar
aku dapat maju ke sana, biar kulihat bagaimana bentuk Sim Long
sesudah mati. ̈
Yu-leng-kiongcu terdiam hingga lama, akhirnya berkata perlahan,
”Nyalakan lampu! ̈
Seperti keajaiban dalam mimpi saja, setelah lampu menyala, suasana
yang mencekam dan kegelapan yang seram seketika lenyap.
Tempat ini bukan kamar anak perawan, juga bukan neraka dunia
segala. Di sini tidak ada meja rias, lukisan indah dan tulang
tengkorak serta kolam darah segala. Tempat ini tidak lain cuma
sebuah gua karang yang gelap dengan batu padas yang keras.
Sedangkan Sim Long dan Tokko Siang, mereka pun tidak mati,
mereka tetap berdiri di situ dengan segar bugar.
Sim Long tampak berdiri tidak bergerak dengan wajah tetap
mengulum senyum yang khas itu, bahkan senyumnya terasa
menggemaskan hati.
Dia berdiri dengan mengadu punggung dengan Tokko Siang, baju
mereka sudah ditanggalkan dan dibentangkan dengan kedua tangan
sehingga berwujud serupa layar menggembung dan mereka justru
bersembunyi di balik layar.
Baju yang basah kuyup dan dikembangkan dengan tenaga dalam
mereka, tentu saja senjata rahasia yang lembut itu tidak dapat
menembusnya.
Seketika pucat pasi wajah Ong Ling-hoa yang berdiri di kejauhan
sana. Bayangan serupa badan halus di tempat kelam sana juga
timbul kegemparan.
”Hahahaha! ̈ Sim Long terbahak. ”Betapa pun pintarnya seorang
sekali tempo pasti juga akan salah hitung. Bualan nona tadi hampir
saja membuat sukmaku terbang ke awang-awang saking takutnya,
tentu tujuan nona kemudian akan membinasakan kami, tak kau duga
ketika engkau mengoceh tadi kami lantas membuat benteng
pertahanan ini sehingga .... ̈
”Sim Long, engkau sungguh setan dan bukan manusia, ̈ teriak Yu-
leng-kiongcu dengan geram.
”Tapi aku hanya ingin menjadi manusia dan tidak mau menjadi
setan, ̈ Sim Long lantas berpaling ke arah Ong Ling-hoa, katanya,
”Untuk ini kukira Ong-heng mempunyai pikiran serupa diriku. ̈
Ong Ling-hoa hanya berdehem saja tanpa menanggapi.
”Wahai Ong Ling-hoa, ̈ kata Sim Long pula, ”apa pun juga
seharusnya tidak boleh membeberkan rahasia kalian sendiri sebelum
tahu pasti apakah aku sudah mati atau belum. ̈
”Ah, semua itu kan juga bukan rahasia lagi, ̈ ujar Ong Ling-hoa.
”Betul, sebelum ini memang sudah kuketahui Ong-hujin pasti
mempunyai maksud tujuan tertentu dengan melepaskan Pek Fifi,
juga sudah kuketahui cara Pek-Fifi membunuh si bencong itu
bukanlah tanpa sengaja, semua ini memang bukan rahasia lagi. Tapi
baru sekarang dapat kutahu dengan pasti bahwa antara Ong-heng
dengan nona Pek adalah saudara seayah lain ibu, inilah yang
merupakan rahasia besar bagiku. ̈
”Apa katamu? ̈ sedapatnya Ong Ling-hoa berlagak bodoh.
”Demi mendapatkan kitab pusaka Yu-leng-pit-kip itu, Koay-lok-ong
telah berhasil menipu ibu Pek Fifi, tapi demi Ong-hujin, dia
meninggalkan ibu Fifi. Kemudian, supaya rahasia pertarungan Wisan
tidak terbongkar, dia meninggalkan pula Ong-hujin, dengan dua kali
meninggalkan dua orang perempuan akibatnya juga meninggalkan
seorang putra dan seorang putri, yaitu dirimu dan Pek-Fifi. ̈
”Bagus, apa pula yang kau ketahui? ̈ jengek Ong Ling-hoa.
”Dapat kuketahui pula bahwa putra-putri Koay-lok-ong ini sama sekali
tidak memandangnya sebagai ayah, sebaliknya membencinya sampai
merasuk tulang, kalau bisa bahkan ingin membunuhnya. ̈
”Hm, jika kau jadi diriku bagaimana tindakanmu? ̈ jengek Ong Ling-
hoa.
”Inilah urusan kalian, orang lain tidak boleh ikut campur, tapi betapa
keji perbuatan kalian boleh dikatakan cocok dengan ayah kalian.
Terutama Pek Fifi, sungguh kukagum atas kesabaranmu dan dapat
menyamar serapi ini. ̈
”Apakah cuma ini saja yang hendak kau katakan? ̈ jengek Yu-leng-
kiongcu sambil melayang keluar dari tempat sembunyinya.
Ong Ling-hoa juga mulai melangkah maju setindak demi setindak.
Sim Long berkata pula, ”Sebelumnya sudah kuselidiki asal-usul Ong-
hujin dan Ong Ling-hoa, maka engkau lantas menyusup ke
Tionggoan dan sengaja menjual diri sebagai budak, tujuanmu agar
dapat dibeli oleh Ong Ling-hoa yang mata keranjang itu dan engkau
dapat mencari kesempatan untuk melampiaskan dendam ibumu. ̈
”Ya, setelah kutahu betapa keji mereka ibu dan anak, kusadar bukan
tandingannya bila kulawan dengan kekerasan, terpaksa harus
kukerjai mereka dengan akal, ̈ ujar Fifi dengan tenang.
”Dan tak kau duga tipu muslihatmu telah dikacau oleh Cu Jit-jit yang
bermaksud baik itu, sehingga berbalik membikin susah padamu. ̈
”Tapi aku tidak dendam padanya, aku cuma kasihan karena
kebodohannya, ̈ jengek Fifi. ”Namun segala sesuatu sudah
kuperhitungkan juga, hanya ketika jatuh ke tangan orang banci itulah
yang tidak pernah kuperhitungkan. ̈
”Namun waktu itu engkau berbalik mendapat untung karena bisa
berdekatan dengan Ong Ling-hoa, ̈ ujar Sim Long. ¡”Siapa tahu Cu
Jit-jit yang berhati baik itu kembali membawa pergi dirimu, terpaksa
engkau berlagak bodoh sebisanya dan ikut pergi bersama dia. ̈
”Memang betul, coba teruskan, ̈ ujar Fifi.
”Maka sejak di gua rahasia di puncak gunung itu sengaja kau
lepaskan Ong Ling-hoa, lalu berlagak bodoh seperti tidak tahu apa-
apa, sampai aku pun tertipu. Sungguh lucu juga, aku berbalik
menghiburmu agar jangan susah dan jangan cemas. ̈
Mendadak Ong Ling-hoa terbahak-bahak, katanya, ”Hahaha, aku pun
terkejut ketika dia melepaskan diriku waktu itu, sungguh mimpi pun
tak terpikir olehku Pek Fifi yang kelihatan lemah dan harus dikasihani
ternyata seorang licin begini. ̈
”Hm, kebanyakan orang lelaki memang mudah tertipu, ̈ ejek Fifi.
”Sungguh kasihan anak perempuan semacam Cu Jit-jit itu, segala apa
dia tidak paham, tapi dia justru sok berlagak jempolan, berlagak
serbatahu, makanya juga sering tertipu oleh orang lelaki. ̈
”Kasihan Cu Jit-jit, ̈ kata Sim Long dengan menyesal. ”Waktu di hotel
tempo hari aku malah menyalahkan dia tidak menjaga dirimu, siapa
tahu engkau sendiri yang sengaja diculik oleh Kim Put-hoan. ̈
”Ya, kalau tidak, tentu aku kan dapat berteriak minta tolong, ̈ ujar
Fifi.
”Dan yang lebih harus dikasihani ialah Kim Bu-bong yang keras
kepala itu, ̈ kata Sim Long sambil menggeleng kepala. ”Dia ... dia
justru tercedera karena membela dirimu, tentu diam-diam engkau
menertawai dia sebagai orang tolol, begitu bukan? ̈
Dalam sekejap ini, mendadak senyumnya yang khas itu lenyap dan
matanya yang selalu memancarkan cahaya lembut itu berubah
menjadi mencorong terang setajam sembilu.
Tanpa terasa Fifi menunduk, ucapnya sedih, ¡Ya, hal itu pun tidak ...
tidak kuduga. ̈
Sim Long juga menghela napas, katanya pula, ”Maka akhirnya
dapatlah engkau mendekati Ong-hujin dan Ong Ling-hoa, tapi waktu
itu juga dapat kau rasakan daripada membunuh mereka akan lebih
baik lagi kalau memperalat mereka. ̈
”Ya, sebab waktu itu dapat kuketahui nasibnya sebenarnya juga
serupa dengan ibuku, sesungguhnya dia juga seorang perempuan
yang ditinggalkan kekasih. ̈
”Apa pun juga engkau telah dapat mendekati Koay-lok-ong dengan
memperalat tipu daya mereka, sedangkan Koay-lok-ong yang mata
keranjang itu ternyata mau menuruti kehendakmu dan tidak pernah
memaksakan sesuatu padamu¡ ̈ Sim Long tersenyum getir, lalu
menyambung, ”Dalam hal ini mungkin Koay-lok-ong sendiri pun
merasa heran, tak disadarinya bahwa kebaikannya padamu hanya
lantaran nalurinya sebagai seorang ayah kandungmu, betapa pun dia
seorang gembong iblis dan tidak mengetahui engkau adalah putrinya,
tapi dia toh bukan binatang dan naluri kemanusiaannya tetap ada. ̈
”Ya, betul, ̈ mendadak Fifi pun menghela napas panjang.
”Tapi apakah engkau juga mempunyai naluri terhadap seorang
ayah? ̈ tanya Sim Long.
Mendadak Fifi mendongak dan berteriak, ”Tidak, sedikit pun tidak.
Aku bukan hewan, juga bukan manusia, sudah lama aku bukan
manusia lagi. Sejak kusaksikan kematian ibuku yang menderita itu,
sejak itu pula aku bersumpah tidak mau menjadi manusia lagi. ̈
Sim Long terdiam sejenak, lalu berkata, ”Tapi tak tersangka olehmu
bahwa aku pun datang kemari. ̈
”Dapat kuduga, sebelumnya sudah kuketahui engkau akan datang
kemari. ̈
”Maka sebelumnya juga sudah kau pikirkan tipu daya untuk
membohongiku. ̈
Fifi juga terdiam hingga lama, ditatapnya Sim Long dengan sorot
matanya yang tajam menembus cadar yang dipakainya, katanya
kemudian, ”Kau kira segala kata-kataku kubohongimu? ̈
”Memangnya bu ... bukan begitu? ̈
Pek-Fifi tersenyum pedih, ”Bukankah engkau sangat memahami hati
orang perempuan? Mengapa tak dapat memahami hatiku? ̈
”Memang kusangka engkau menaruh perhatian kepadaku, tapi ... tapi
sampai tadi .... ̈
”Kan sudah kukatakan bila seorang perempuan mencintai seorang
lelaki dan gagal mendapatkannya, maka baginya terpaksa
memusnahkan dia. Apalagi bila engkau mati memang akan jauh lebih
enak daripada orang hidup. ̈
”Ya, betapa pun tadi engkau juga telah menghela napas bagiku, tapi
.... ̈ mendadak Sim Long perkeras suaranya, ”tapi selanjutnya jangan
kau bilang aku memahami perasaan orang perempuan. Baru
sekarang kutahu, bilamana engkau hendak membikin gila seorang
lelaki, jalan paling baik adalah membikin dia merasa sangat
memahami pikiran orang perempuan. ̈
Mendadak Ling-hoa juga berkata dengan menyesal, ”Aha, ucapanmu
ini mungkin adalah kata-kata yang paling tepat yang kudengar
seharian ini. Bilamana ada orang sok tahu pikiran orang perempuan,
maka dia pasti akan konyol sendiri. ̈
”Hm, bagus! Kalian sama-sama orang lelaki, sekarang kalian berdiri
satu garis lagi, bukan? Tapi apakah kau tahu dengan cara bagaimana
akan kuhadapi kalian? ̈
”Sungguh aku ingin tahu, ̈ jawab Sim Long.
”Cara menghadapi orang lelaki yang digunakan orang perempuan
sering kali adalah cara yang sangat bodoh, tapi cara yang sangat
bodoh terkadang juga paling efektif. ̈
”Cara yang paling bodoh .... ̈ ”Cara yang pernah digunakan tapi
gagal, jika digunakan lagi cara ini
kan terhitung cara yang paling bodoh? .... ̈ di tengah suaranya
bayangan Pek Fifi kembali melayang ke sana lagi. Air muka Sim Long
berubah seketika. ”Pek Fifi! ̈ bentak Ong Ling-hoa. ”Jangan kau .... ̈
Tapi pada saat itu juga cahaya lampu mendadak padam pula,
keadaan menjadi gelap gulita lagi.
”Sudah kulihat jelas jalan mundur, ayo lekas mundur! ̈ seru Sim Long
dengan suara tertahan. Selagi dia bergerak, tiba-tiba dari kegelapan
berkumandang suara
Pek Fifi, ¡”Kalian tidak dapat mundur lagi!¡ ̈ Segera terdengar suara
gemuruh yang bergetar disertai
berhamburnya batu pasir, biarpun cepat gerak mundur Sim Long,
tidak urung tubuh sakit pedas juga. ”Celaka, budak ini ternyata sudah
siapkan langkah ini dan memotong
jalan mundur kita, ̈ kata Tokko Siang sambil mengentak kaki.
”Pek Fifi, masa cara begini kau perlakukan diriku? ̈ bentak Ong Linghoa.
”Oo, kenapa tidak boleh? ̈ jawab Fifi. ”Bukankah sudah kau nyatakan
tadi .... ̈ ”Meski tadi kubilang takkan membunuhmu, tapi sekarang
pikiranku
telah berubah, engkau tentu tahu, hati orang perempuan paling
gampang berubah .... ̈ ”Jika aku kau bunuh, cara bagaimana engkau
akan bertanggung jawab terhadap Hujin? ̈ tanya Ling-hoa.
”Dari mana dia tahu siapa yang membunuhmu? Dia kan tidak
menugaskan kau menjadi pengawalku. Jika kau mati, mana dapat
aku yang disalahkan. Hah, cara bicaramu seperti anak kecil saja. ̈
”Tapi ... tapi jangan kau lupa, aku dan engkau adalah .... ̈
Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak sebuah tangan telah
menariknya ke sana, lalu terdengar suara Sim Long membisiknya,
”Tempelkan tubuhmu di dinding dan jangan bersuara, belum lagi
kuingin kau mati di sini. ̈
”Budak hina dina ini .... ̈ maki Ling-hoa dengan geregetan. Dengan
sendirinya ia bukan orang bodoh, ia pun tahu bila bersuara tentu
akan dijadikan sasaran maut oleh musuh.
Karena itu segera ia tutup mulut.
Terdengar suara Pek Fifi berkumandang dari kejauhan, ”Sim Long,
jangan kau sesalkan diriku, mestinya aku takkan membunuhmu,
namun apa nyana dikatakan lagi, engkau sudah tahu terlalu banyak.
Bilamana seorang tahu terlalu banyak pasti juga takkan hidup lama. ̈
Ia tertawa nyaring, lalu menyambung, ”Mengenai Tokko Siang, dia
tidak lebih hanya teman kuburmu saja. ̈
Suaranya lantas berhenti, habis itu tidak terdengar sesuatu suara
pula.
Sim Long, Tokko Siang, dan Ong Ling-hoa bertiga berdiri dengan
punggung menempel gua yang dingin, sampai bernapas pun tak
berani terlalu keras.
Meski mulut ketiga orang tidak berbicara, tapi dalam hati sama
membatin, ”Pek Fifi mungkin adalah perempuan paling menakutkan
di dunia ini. ̈
Dengan sendirinya ada anak perempuan lain lagi yang jauh lebih keji
daripada dia, tapi siapa pula yang lebih lembut dan ramah daripada
dia? Dia boleh dikatakan adalah racun buatan bunga dan madu.
Begitulah Sim Long terus merambat dalam kegelapan menyusur
dinding gua, dapat dicapainya arah keluar yang telah diincar tadi.
Tapi tempat keluar ini sekarang ternyata sudah disumbat oleh
sepotong batu besar. Nyata segala sesuatu telah diatur dengan
sangat rapi oleh Pek Fifi.
Sim Long menghela napas dan merambat mundur kembali,
sekonyong-konyong sepasang tangan terjulur tiba dan merabai
tangannya, lalu menulis satu huruf ”Sim ̈ di tengah telapak
tangannya.
Sim Long mengetuk perlahan punggung tangan orang sebagai
jawaban.
Lalu tangan itu menulis pula huruf ”Tok ̈.
Kembali Sim Long mengetuk punggung orang dan menulis huruf,
”Ada apa? ̈
Dengan perlahan tangan itu menulis pula, ”Kau kira cara bagaimana
dia akan memperlakukan kita? ̈
Ia menulis dengan sangat perlahan, dan sangat jelas tulisannya.
Sim Long menghela napas dan balas menulis, ”Tidak tahu, terpaksa
harus tunggu dan lihat dulu. ̈
Sejenak tangan itu berhenti, lalu menulis lagi, ”Harus menunggu .... ̈
Belum lanjut tulisannya, sekonyong-konyong tangan Sim Long
dicengkeramnya dan tangan lain lantas menebas tenggorokan Sim
Long.
Perubahan ini sungguh teramat cepat dan terlalu mendadak, siapa
pun tidak menyangka Tokko Siang akan menyergap Sim Long.
Dalam kegelapan Sim Long sama sekali tidak siap, jika Sim Long
terbunuh begitu saja kan penasaran.
Tapi Sim Long tetap Sim Long, justru pada detik terakhir, tangan
yang tercengkeram sempat memberosot lepas, berbareng telapak
tangan membalik terus balas memotong pergelangan tangan lawan.
Tangan yang lain seakan-akan juga sudah siap dalam kegelapan,
begitu lawan bergerak, secepat kilat ia mendahului menutuk
beberapa Hiat-to kelumpuhan orang.
Rupanya orang itu yakin sergapannya pasti akan berhasil, betapa pun
tak terpikir olehnya Sim Long sudah siap siaga, ia ingin orang lain
tertangkap, tak tahunya ia sendiri yang terjebak malah. Seketika
setengah badannya kaku.
Sim Long menyeretnya lebih dekat, lalu membisiki telinganya, ”Ong
Ling-hoa, memang sudah kuketahui akan dirimu, jangan coba main
gila padaku. ̈
Bergetar tubuh orang itu seperti ingin tanya dari mana Sim Long
tahu.
Agaknya Sim Long dapat meraba perasaan orang, jengeknya, ”Jarimu
panjang lentik, telapak tanganmu halus, Tokko Siang tidak memiliki
tangan semacam ini. ̈
Dalam kegelapan Ong Ling-hoa mengeluh dan mengomel, Sim Long
sungguh bukan manusia melainkan setan, segala apa pun sukar
mengelabuinya.
”Kau kira setelah membunuhku engkau akan diampuni Pek Fifi? ̈ kata
Sim Long.
Meski Ong Ling-hoa tidak ingin mengangguk tapi juga tidak boleh
tidak mengangguk.
”Kau orang tolol yang kejam, biarpun kau bunuhku juga dia takkan
melepaskanmu. Padahal dalam keadaan demikian bila kita bertiga
mau bahu-membahu mungkin masih dapat kabur. Sebaliknya jika kau
main gila lagi tentu akan mati konyol semuanya. ̈
Pada saat itulah mendadak terdengar suara ”plak-pluk ̈ dua kali,
menyusul lantas bergema suara gemuruh yang sangat keras. Di
tengah suara gemuruh baru Tokko Siang berani bicara, katanya,
”Tampaknya dia telah menyumbat lagi jalan keluar yang lain. ̈
”Hah, tipu ini namanya menangkap kura-kura di dalam tempurung, ̈
ujar Sim Long tertawa.
Suara gemuruh tadi mulai lenyap, terpaksa mereka tutup mulut lagi.
Tiba-tiba dalam kegelapan seperti ada suara keresak-keresek.
Seketika Tokko Siang mengirik. Perlahan ia menulis dengan jarinya di
pundak Sim Long: ”Di depan ada orang, jangan-jangan mereka akan
mulai turun tangan! ̈
Sim Long cepat menjawab dengan menulis: ”Kutahu, biar kubekuk
dia lebih dulu. ̈
Segera ia menggeser ke sana dengan licin tanpa menimbulkan suara.
Tapi pada saat itu juga sesosok tubuh juga sedang menubruk, tapi
secara naluri keduanya sama terkejut. Kontan sebelah tangan Sim
Long menghantam.
Namun pihak lawan juga tokoh kelas tinggi, berbareng dia juga
menghantam dengan kuat dan tidak kalah cepatnya.
Terkejut juga Sim Long bahwa di sini ternyata ada jago selihai ini.
Sekaligus ia pun melancarkan serangan beberapa kali, akan tetapi
betapa dia menyerang juga tidak dapat mengenai lawan, sungguh
lawan tangguh yang jarang ditemui Sim Long, entah siapakah orang
ini?
Tokko Siang dan Ong Ling-hoa tidak meragukan kehebatan kungfu
Sim Long, keduanya sama tahu tidak perlu memberi bantuan. Apalagi
bertempur dalam kegelapan juga sukar untuk memberi
bantuan, bila banyak orang bisa jadi akan kacau dan keliru serang
malah.
Terdengar angin pukulan kedua orang menderu-deru dan sangat
mengejutkan. Padahal mereka tahu ilmu silat Sim Long tidak
mengutamakan kekerasan, jika demikian angin pukulan ini jelas
timbul dari daya pukulan lawan. Menurut perkiraan Tokko Siang dan
Ong Ling-hoa, ilmu silat orang pasti tidak di bawah mereka.
Padahal di dunia Kangouw zaman ini, sangat terbatas orang yang
mampu bergebrak sama kuatnya dengan Sim Long.
Tiba-tiba Sim Long melancarkan suatu pukulan untuk mematahkan
serangan lawan, habis itu mendadak ia meloncat ke atas sambil
membentak, ”Apakah Miau-ji di situ? ̈
Pihak lawan lagi terkejut ketika mendadak melihat Sim Long
melompat ke atas, dia lagi bimbang cara bagaimana akan
mematahkan serangan berikutnya, tapi ia pun terkejut demi
mendengar teriakan Sim Long itu, cepat ia menjawab, ”Hei, apakah
Sim Long?! ̈
Sim Long menghela napas, katanya lirih sambil melayang turun,
”Untung mendadak terpikir olehku di dunia ini selain Him Miau-ji
jarang yang memiliki tenaga pukulan sekuat ini. Wah, bisa ditertawai
orang bila antara kita saling labrak mati-matian. ̈
Dia sudah memperhitungkan saat ini Pek Fifi tidak berani bertindak
sesuatu, maka dia berani bicara dengan suara keras. Rupanya
maksud tujuan Pek Fifi memang ingin membuat mereka saling labrak.
”Wah sialan, seharusnya sejak tadi kupikirkan kecuali Sim Long siapa
pula yang mampu mendesak hingga aku kelabakan sedemikian
rupa? ̈ ujar Miau-ji dengan gegetun.
Bahwa yang muncul ini ialah Him Miau-ji, hal ini membuat Ong Ling-
hoa dan Tokko Siang sama melengak.
Terdengar Miau-ji berkata pula, ”Mengapa kau pun datang ke tempat
setan ini? ̈
”Bukan saja aku datang, Tokko-heng dan Ong-kongcu juga berada di
sini, ̈ kata Sim Long.
”Hah, tentu akan ramai sekali, ̈ ujar Miau-ji.
Meski kedua orang tetap tidak dapat melihat jelas pihak lain, tapi dari
suara yang terdengar sudah menimbulkan rasa persahabatan yang
hangat.
Sim Long menarik tangan Miau-ji dan diajak mundur ke tepi dinding,
katanya dengan tertawa, ”Engkau tetap tidak berubah, tampaknya
siksa derita apa pun takkan membuatmu berubah, siksaan apa pun
tidak kau hiraukan. ̈
”Engkau sendiri adalah lelaki baja, aku sendiri kucing baja, ̈ ucap
Miau-ji dengan terbahak.
”Ssst, mengapa kau bicara sekeras ini, ̈ desis Tokko Siang dengan
khawatir.
”Sementara ini tidak menjadi soal, ̈ ujar Sim Long. ”Jika Pek Fifi telah
mengantarnya ke sini, kuyakin dia pasti telah mengatur akal keji dan
takkan menyerang lagi dengan senjata rahasia. Kalau tidak, kan di
sana dia dapat membunuh Miau-ji dengan leluasa? ̈
”Ya, betul, ̈ kata Tokko Siang setelah berpikir. ”Memang banyak cara
permainannya, untuk apa dia menggunakan senjata rahasia lagi.
Apalagi dia juga tahu, hanya senjata rahasia saja masakah dapat
melukai kita. ̈
Dia sengaja bicara dengan suara keras supaya didengar oleh Pek Fifi,
sama halnya sengaja berkata kepada Fifi bahwa senjata rahasia tidak
ada gunanya lagi dan jangan dipakai pula.
Padahal jika benar dia tidak takut dihujani senjata rahasia kenapa
bicara demikian.
Syukur Fifi tidak mendengar ucapannya, kalau mendengar mustahil
tak dapat meraba perasaannya dan tentu akan menghujaninya
senjata rahasia.
Lantas di manakah Pek Fifi? Apakah sudah pergi? Memangnya pergi
ke mana? Apa artinya dia meninggalkan orang-orang ini di sini?
Akhirnya Ong Ling-hoa tidak tahan, segera ia tanya, ”Mengapa
engkau dapat datang ke sini? ̈
”Mestinya aku pun tidak tahu mengapa dia mengantarku ke sini,
bahkan membuka Hiat-to serta membuka kerudung yang
membungkus kepalaku, ̈ tutur si Kucing. ”Kupikir dia pasti tidak
bermaksud baik, maka aku tidak berani sembarangan bergerak,
selagi kucari akal, tak terduga pada saat itulah Sim Long lantas
muncul. ̈
Mendadak ia mendengus, ”Ong Ling-hoa, keteranganku ini bukan
menjawab pertanyaanmu, tapi kukatakan kepada Sim Long. ̈
”Aku tidak urus kau bicara kepada siapa, yang jelas kan sudah
kudengar juga, ̈ jawab Ling-hoa.
Mereka tidak tahu bahwa kecuali mereka berempat ada juga orang
kelima yang ikut mendengarkan, orang kelima ini sudah sejak tadi
bersembunyi dalam kegelapan dengan menahan napas.
Maka Sim Long berkata pula dengan menyesal, ”Maksud tujuan
perbuatan Pek Fifi itu dengan sendirinya ingin kita saling membunuh
dalam kegelapan, selain ini dia pasti juga ada tujuan lain. ̈
Tengah bicara, orang kelima dalam kegelapan itu sudah merayap ke
arahnya, dalam keadaan dan saat demikian tentu saja tidak terpikir
dan diperhatikan oleh siapa pun.
Dengan gemas Miau-ji lagi berkata, ”Yu-leng-kiongcu sungguh
seorang perempuan yang kejam dan mahir menggunakan obat bius,
aku sampai terbius roboh juga. Hah, dia dan Ong Ling-hoa boleh
dikatakan satu pasangan yang setimpal. ̈
”Apakah kau lihat wajah aslinya? ̈ tanya Sim Long.
”Sesudah roboh terbius, kepalaku ditutup dengan kerudung kain
hitam, mulutku juga tersumbat, aku cuma mendengar orang
menyebutnya Yu-leng-kiongcu, ̈ tutur Miau-ji. ”Apabila sampai dapat
kulihat dia, saat itulah merupakan saat ajalnya. ̈
”Apakah kau tahu siapa dia? ̈ tanya Sim Long pula.
”Aku justru ingin tahu siapa dia. ̈
Sim Long menghela napas, tuturnya, ”Tentu tidak pernah kau
bayangkan bahwa Yu-leng-kiongcu itu ialah Pek Fifi. ̈
Sekali ini Miau-ji dibikin berjingkat, serunya, ”Apa katamu? Yu-leng-
kiongcu sama dengan Pek Fifi? Apa betul? ̈
”Semula aku pun tidak percaya, tapi .... ̈
”Tapi Pek Fifi yang kelihatan lemah lembut, seekor semut saja tidak
tega menginjaknya, mengapa dia bisa bertindak sekejam ini? ̈ tukas
Miau-ji.
”Hati orang perempuan umumnya memang sukar diraba, Pek Fifi
justru orang perempuan yang paling sukar dimengerti, betapa jauh
jalan pikirannya sungguh belum pernah kutemukan bandingannya. ̈
Pada saat itulah mendadak suara seorang perempuan tertawa ngekek
dan berkata, ”Terima kasih atas pujianmu, Sim Long, biarlah kuberi
kematian secara cepat kepadamu. ̈
Suara tertawanya sungguh membuat orang merinding. Di tengah
suara tertawa seram itu segera Sim Long merasakan sambaran angin
pukulan mengarah Thian-cong-hiat di belakang pundaknya.
Cepat ia membalik dan mengayun tangannya, menangkis sekaligus
balas memukul. Tapi gerak serangan Yu-leng-kiongcu alias Pek Fifi ini
memang cepat luar biasa, kembali ia melancarkan serangan berantai
dan selalu mengincar Hiat-to maut di tubuh Sim Long.
”Berikan dia kepadaku, Sim Long! ̈ seru Miau-ji.
Namun Sim Long diam saja dan tetap melayani serangan orang.
”Jika dia bukan orang perempuan, sungguh ingin kubantu padamu, ̈
kata Miau-ji pula. ”Sim Long tidak perlu bantuanmu, ̈ kata Tokko Siang.
”He, ternyata kau pun tahu Sim Long, bagus sekali, ̈ seru Miau-ji
dengan tertawa.
”Biarpun hatinya keji, ilmu silatnya masih selisih jauh dibandingkan Sim
Long, ̈ ujar Tokko Siang. ”Memang betul, ̈ seru Miau-ji tertawa. Tiba-tiba
terdengar suara ”plak ̈ sekali, menyusul Yu-leng-kiongcu
menjerit kaget. ”Apakah berhasil? ̈ tanya Tokko Siang dengan senang.
Terdengar Sim Long mendengus. Tapi segera terdengar Yu-leng-kiongcu
tertawa terkekeh dan
berkata, ”Sim Long, berani kau bunuh diriku? ̈ ”Aku tidak berani, ̈ jawab
Sim Long perlahan. Mendadak Yu-leng-kiongcu berteriak, ”Jika engkau
tidak berani
membunuhku berarti engkau ini pengecut, manusia hina! ̈
Sim Long lantas menghela napas panjang, katanya, ”Sudah jelas aku
tidak dapat ditipu, mengapa selalu ada orang ingin menipuku? ̈
Tokko Siang dan Him Miau-ji sama melengak, ”Menipumu? Masakah
dia bukan Yu-leng-kiongcu? ̈
”Dengan sendirinya bukan, ̈ sela Ong Ling-hoa mendadak.
”Habis sia ... siapa dia? ̈ tanya Miau-ji.
”Dia .... ̈
Belum lanjut ucapan Ong Ling-hoa, mendadak suara tadi
berkumandang lagi, ”Siapa bilang aku bukan Yu-leng-kiongcu? Siapa
bilang .... Sim Long, jika tidak kau bunuh diriku tentu engkau akan
menyesal selama hidup, pasti akan kubikin engkau menyesal selama
hidup. ̈
Sim Long menghela napas, katanya, ”Cu Jit-jit, mengapa selalu kau
minta kubunuh dirimu? ̈
Dalam kegelapan terdengar orang menjerit dengan gemetar, ”Apa ...
apa katamu? ̈
Dengan pedih Sim Long berkata, ”Memangnya kau kira aku tidak
tahu? Padahal seharusnya kau pikirkan sebelumnya, jika benar Yu-
leng-kiongcu hendak menyergap diriku, mana bisa dia bersuara lebih
dulu. ̈
”Ah, betul, seharusnya kupikirkan juga hal ini, ̈ ucap Tokko Siang.
Jilid 32
Tapi Ong Ling-hoa lantas mendengus, ”Apalagi Yu-leng-kiongcu juga
bukan orang tolol, tidak mungkin dia turun tangan sendiri menyergap
Sim Long. ̈
”Tutup mulutmu! ̈ teriak Jit-jit parau.
Ong Ling-hoa menyengir dan benar juga tidak bicara lagi.
Jit-jit menangis dan berteriak, ”O, Sim Long, mengapa tidak kau
bunuh saja diriku? ̈
”Mana boleh kubunuh dirimu, Jit-jit, jangan-jangan engkau memang
tidak tahu apa-apa. ̈
”Kutahu ... namun sekarang sudah terlambat, mana ... mana dapat
kuhidup lagi, apa artinya pula hidup ini bagiku? ̈ ratap Jit-jit.
”Kuharap dapat mati saja di tanganmu. O, Sim Long, kumohon
dengan sangat, bunuhlah aku, biarlah kumati dengan senang. ̈
Tokko Siang melenggong, gumamnya, ”Sungguh aneh, ada
sementara orang berniat membunuh Sim Long, tapi ada juga anak
perempuan yang sengaja ingin mati di tangan Sim Long, sungguh
peristiwa mahaaneh. ̈
”Kau tidak paham, kalian sama tidak paham, ̈ teriak Jit-jit.
”Aku juga tidak paham, mengapa .... ̈
Belum lanjut ucap Sim Long segera Jit-jit memotong, ”Masa benar
engkau tidak paham? ̈
Sim Long merangkulnya dengan mesra, ucapnya lembut, ”Jit-jit .... ̈
ia hanya menyebut namanya dengan halus dan tidak dapat bicara
lain, namun melulu panggilan itu pun sudah cukup. Segala
kesalahpahaman yang lampau kini pun sudah menjadi peristiwa lalu.
Suara tangis Jit-jit mulai mereda.
Tokko Siang merasa gua yang gelap ini mulai hangat, meski tidak
terlihat sesuatu, tapi siapa yang tidak dapat merasakan kemesraan
kedua muda-mudi itu.
Mendadak Ong Ling-hoa mendengus, ”Hm, alangkah mesranya! ̈
”Apakah engkau penasaran? ̈ tanya Miau-ji.
”Jangan kau lupa, paling tidak sampai saat ini aku adalah bakal suami
Cu Jit-jit, tentu dapat kau bayangkan sendiri betapa perasaan
seorang menyaksikan bakal istri sendiri sedang bermesraan dengan
orang lain. ̈
Terdengar Sim Long bersuara, seperti tercengang dan melepaskan
rangkulannya.
Miau-ji juga melenggong dan tidak bicara lagi.
”Wahai Sim Long, apabila kalian ingin main cinta, sepantasnya kalian
menghindariku dan harus menunggu untuk sementara .... ̈
”Menunggu? Menunggu apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Memangnya kalian mengira aku tidak mungkin mendapatkan istri?
Apa aku harus menikahi dia? Memangnya orang perempuan di dunia
ini tinggal Cu Jit-jit seorang saja? ̈
”Hah, apa maksudmu? ̈ tanya Miau-ji.
”Jika dia tidak suka padaku, apa artinya kukawini dia? Huh, kan lebih
baik kukawin dengan sepotong kayu saja, sedikitnya aku tidak perlu
memberi makan kepadanya, kan hemat. ̈
”Eh, apakah kau bicara dengan sesungguh hati? ̈ tanya Miau-ji pula.
”Orang yang suka omong kosong terkadang juga dapat bicara
benar, ̈ ujar Ling-hoa. ”Pendek kata, wahai Sim Long dan Cu Jit-jit,
apa pun yang ingin kalian lakukan boleh silakan berbuat sesuka
kalian, soal perkawinanku dengan Cu Jit-jit boleh dianggap sebagai
embusan kentut saja, sesudah berbau dan habis perkara. ̈
Terdengar Jit-jit bersuara gembira tertahan.
”Bagus, Ong Ling-hoa, sejak kukenal dirimu sampai sekarang, baru
sekarang kau bicara secara manusiawi. Sayang tidak ada arak di sini,
kalau tidak, ingin kusuguhmu tiga cawan .... ̈
Kegelapan kembali sunyi.
Sampai lama dan lama sekali, mendadak Tokko Siang berkata,
”Mengapa sejauh ini dia tidak bertindak sesuatu, apakah sebabnya? ̈
Dia bicara tanpa menunjuk siapa yang ditanya, tapi dengan
sendirinya Sim Long yang dimaksudkannya.
Mulut Sim Long seperti baru saja dipindahkan dari dekapan sesuatu
benda, ia menarik napas dulu, lalu berkata, ”Dengan sendirinya dia
sedang mengatur tipu daya. ̈
”Kau pikir tipu keji apa yang akan dilaksanakannya? ̈ tanya Tokko
Siang.
”Aha, dapat kuterka, ̈ seru Miau-ji mendadak.
”Kau dapat terka apa? ̈
”Api ... dia akan menggunakan api! ̈
”Ya, betul juga, dia telah menyumbat jalan keluar di sini, tujuannya
memang hendak menyerang kita dengan api. Cuma, di sini batu
melulu, mungkin juga sukar menyalakan api. ̈
”Batu memang tidak dapat menyala, tapi apakah dia tidak dapat
melemparkan benda yang mudah terbakar api ke dalam sini? ̈
”Ai, betul juga, jika dia benar menyerang dengan api, tampaknya kita
seluruhnya akan terpanggang hidup-hidup, ̈ seru Tokko Siang.
”Tapi jangan kau khawatir, jika benar dia mau menyerang dengan api
tentu takkan menunggu sampai sekarang, tidak nanti dia memberi
kesempatan kepada Sim Long untuk main cinta di sini, ̈ ujar Ong
Ling-hoa.
”Bagaimana menurut pendapatmu, Sim Long? ̈ seru Miau-ji. ”Apakah
dia akan menyerang dengan api? ̈ ”Tidak, ̈ jawab Sim Long singkat.
”Jika begitu, apakah dengan air? ̈ ”Hm, di gua pegunungan ini dari
mana ada air sebanyak itu? ̈ jengek Ling-hoa.
”Orang lain tidak bisa, tentu dia punya akal, betul tidak, Sim Long? ̈
tanya Miau-ji. ”Tidak, dia juga takkan menggunakan air, ̈ jawab Sim
Long.
”Sebab apa? ̈ Miau-ji menegas. ”Sebab menyerang dengan api atau
air adalah cara yang jamak, terlalu umum, ̈ ujar Sim Long.
”Umum? Jamak? ̈ Miau-ji menegas dengan heran. ”Sekalipun dia
seorang momok, tapi dia adalah bidadarinya setan iblis, meski dia busuk,
tapi kebusukan yang istimewa, ̈ kata Sim Long dengan gegetun.
”Pokoknya cara yang biasa pasti takkan dipakainya. Yang akan
digunakan untuk menghadapi kita pasti satu
cara yang aneh, yang sukar ditebak oleh siapa. Dia akan mematikan
kita, tapi juga ingin membuat kita mati dengan takluk lahir batin. ̈
”Engkau ternyata sangat memahami dia, ̈ mendadak Jit-jit menyela.
”Urusan sudah sejauh ini, tidak boleh tidak kupahami dia, ̈ kata Sim
Long dengan menyengir. ”Masa dia benar-benar sehebat itu? ̈ ”Dia
memang perempuan luar biasa, hal ini tidak dapat disangkal
oleh siapa pun. ̈
”Sayang dia tidak di sini, kalau dia mendengar ucapanmu ini tentu
akan sangat senang .... ̈ sampai di sini mendadak ia menggigit muka
Sim Long.
*****
Meski Jit-jit berlagak gusar, padahal hatinya sangat gembira, kalau
ada orang yang paling gembira sekarang, maka orang itu ialah Cu
Jit-jit.
Baginya keadaan yang berbahaya, apakah akan mati atau hidup,
semuanya tidak menjadi soal lagi, asalkan didampingi Sim Long, apa
artinya mati?
Kecuali dia, perasaan semua orang sama tertekan.
Mendadak Miau-ji berteriak, ”Peduli dia akan memakai cara apa,
kuharap lekas dia muncul, makin cepat makin baik, kalau cuma
menunggu begini, sungguh aku bisa gila. ̈
”Sabar, sudah hampir, dia takkan membuatmu menunggu terlalu
lama, ̈ kata Ong Ling-hoa dengan dingin.
Baru lenyap suaranya, benar juga, segera terdengar gema langkah
orang datang.
Meski ringan langkah orang, tapi di tengah kesunyian terdengar
dengan jelas.
Tokko Siang mengepal tinjunya erat-erat, ucapnya dengan parau,
”Sia ... siapa ini yang datang? ̈
”Tak mungkin dapat kau terka, ̈ ujar Ling-hoa.
”Kau pun tidak? ̈ tanya Miau-ji.
”Ya, aku pun tidak tahu, ̈ jawab Ling-hoa menyesal.
Suara langkah orang itu sudah berhenti, tepat berhenti di luar gua.
Habis itu batu yang menyumbat mulut gua tergeser dua potong,
cahaya lampu lantas menyorot masuk dan menyinari wajah Tokko
Siang yang pucat.
Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur sambil menutupi
matanya, bentuknya, ”Siapa itu? ̈
”Aku, ̈ jawab seorang dengan suara berat, dingin dan berwibawa.
Menyusul di luar celah batu yang terbuka itu muncul sepasang mata
yang bersinar, mata siwer (warna hijau-biru) yang lain daripada
orang biasa.
Tokko Siang bergemetar, ”Hah, Koay ... Koay-lok-ong! ̈
”Bagus, masih ingat juga kau padaku, ̈ jengek orang itu.
Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur pula serupa dicambuk
orang, ia tidak sanggup bicara lagi, tapi kerongkongannya
mengeluarkan suara parau.
”Tak kau sangka tentunya bahwa aku dapat menemukan kalian di
sini, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Dari ... dari mana kau tahu? ̈
”Dari mana kutahu? .... Haha, kan berlebihan pertanyaan ini? ̈ seru
Koay-lok-ong dengan terbahak. ”Kan sudah kau ketahui bahwa tiada
sesuatu pun yang dapat mengelabuiku, apalagi cuma tempat
kurungan kalian ini? ̈
”Bluk ̈, Tokko Siang duduk lemas di tanah.
Cahaya api bergeser dan menyinari wajah Him Miau-ji. Muka Miau-ji
juga pucat, ia pun menyurut mundur.
”Hah, bagus, kau pun tidak mati, sungguh harus kuakui sebagai
kejadian yang luar biasa bahwa Tokko Siang yang suka membunuh
ternyata tidak membinasakanmu, ̈ seru Koay-lok-ong dengan
tertawa.
”Hal ini lantaran dia tetap manusia dan berperasaan, sebaliknya kau
... kau .... ̈ Miau-ji tidak sanggup meneruskan makiannya karena
tatapan sinar mata yang aneh itu.
Cahaya lampu bergeser lagi dan sekarang menyinari wajah Ong
Ling-hoa.
Dia berdiri mepet dinding, butiran keringat dingin memenuhi
wajahnya yang juga pucat dengan warna serupa dinding batu.
Namun sinar matanya tetap berjelalatan kian kemari dengan licik,
masih terus mencari kalau-kalau menemukan jalan untuk
menyelamatkan diri.
”Bagus, tentu kau ini Ong Ling-hoa yang termasyhur itu, kecuali Ong
Ling-hoa kukira tak ada orang yang mempunyai sinar mata keji
begini, ̈ kata Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Terima kasih, ̈ tertawa juga Ong Ling-hoa.
”Sudah sering kudengar cerita orang bahwa kecerdikan Ong Linghoa
jarang ada di zaman ini, setelah berjumpa sekarang, tampaknya
engkau memang berbentuk orang pintar. ̈
”Terima kasih atas pujianmu. ̈
”Cuma sayang, yang kau lakukan ternyata sangat bodoh! ̈ jengek
Koay-lok-ong.
”Oo?! ̈ Ling-hoa melengak.
”Barang siapa yang bermusuhan denganku, jelas dia kalau bukan
orang gila pasti juga orang sinting, ̈ teriak Koay-lok-ong dengan
bengis. ”Orang pintar semacam dirimu mestinya tahu tidak berguna
bermusuhan denganku. ̈
Ong Ling-hoa menghela napas, ”Sebenarnya, aku pun tidak terlalu
suka memusuhimu, asalkan kau bebaskan aku .... ̈
”Hm, rasanya sudah terlalu kasip baru sekarang kau bilang
demikian, ̈ jengek Koay-lok-ong.
Cahaya lampu bergeser pula, akhirnya menyinari Sim Long dan Cu
Jit-jit.
Jit-jit tidak memperlihatkan rasa takut, pandangan tetap tertuju
kepada Sim Long dengan terkesima, penuh kasih sayang.
Perlahan ia meraba muka Sim Long, ucapnya dengan lembut, ”Akhir-
akhir ini tampaknya engkau tambah kurus. ̈
”Haha, sungguh hebat! ̈ seru Koay-lok-ong dengan bergelak tertawa.
”Sungguh cinta yang luhur sehingga benar-benar membuat orang
melupakan segalanya. Wahai Sim Long, engkau sungguh seorang
yang beruntung. ̈
Sim Long tersenyum hambar, katanya, ”Meski cinta sedemikian luhur,
cuma sayang kebanyakan orang justru tidak menghargainya, banyak
orang yang memupuknya, tapi akhirnya ditinggalkan juga. ̈
Koay-lok-ong seperti melengak, tanyanya kemudian, ”Apa artinya
ucapanmu ini? ̈
”Apa artinya ucapanku kan seharusnya cukup jelas bagimu, ̈ jawab
Sim Long.
Koay-lok-ong termenung sejenak, mendadak ia bergelak tertawa dan
berkata pula, ”Apa pun juga kalian ternyata masih hidup di sini, hal
ini sungguh kejadian yang menggembirakan dan harus diberi
selamat. ̈
”Menggembirakan dan selamat? ̈ kata Sim Long.
”Ya, kalian tentu takkan tahu, bilamana kalian mati, entah betapa aku
akan berduka, ̈ ucap Koay-lok-ong.
”Kentut busuk! ̈ teriak Miau-ji. ¡”Haha, soalnya bila aku tidak dapat
membunuh kalian dengan tanganku sendiri, hal ini tentu akan
kusesalkan selama hidup, sekarang kalian ternyata masih menunggu
di sini, dengan sendirinya aku sangat gembira, ̈ seru Koay-lok-ong.
Miau-ji meraung murka, ”Dan mengapa engkau belum lagi turun
tangan. ̈
”Membunuh orang juga semacam seni, ̈ ujar Koay-lok-ong, ”Kalian
adalah orang tidak biasa, bila kubunuh kalian begini saja, kan terasa
kurang menarik. ̈
”Sesungguhnya apa kehendakmu? ̈ tanya Tokko Siang.
”Apakah kalian ingin tahu? ̈
Mendadak Ong Ling-hoa tertawa, ”Jika benar kau bunuh diriku,
engkau pasti akan menyesal. ̈
”Selamanya aku tidak pernah menyesal, ̈ ucap Koay-lok-ong.
”Apa betul? ̈ tertawa Ong Ling-hoa bertambah misterius. ”Jika
begitu, boleh kau coba, silakan bunuh saja. ̈
”Sim Long, ̈ kata Koay-lok-ong, ”apakah kau pun ....¡ ̈
”Aku sih tidak khawatir, kutahu untuk sementara ini engkau takkan
membunuhku, ̈ ujar Sim Long tak acuh.
”Haha, ̈ Koay-lok-ong tertawa. ”Betapa pun Sim Long memang lebih
cerdik. Saat ini kalian sudah merupakan kura-kura di dalam
tempurungku, cepat atau lambat kalian pasti akan mati, kenapa aku
terburu-buru membunuh kalian? ̈
Ia merandek sejenak, lalu menyambung, ”Bagi kalian sebenarnya
masih ada dua jalan. ̈
”Dua jalan apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Pertama, dengan sendirinya mati, setiap saat dapat kubinasakan
kalian, kuyakin kalian takkan meragukan kemampuanku akan hal ini. ̈
Miau-ji dan Ong Ling-hoa saling pandang tanpa bicara. Mereka tahu
Koay-lok-ong memang memiliki kemampuan itu dan tidak dapat
disangkal.
Selang sejenak, Ong Ling-hoa bertanya, ”Dan apa jalan yang
kedua? ̈
”Jalan kedua adalah cukup kalian berjanji sesuatu padaku dan segera
kubebaskan kalian keluar. Bahkan dalam satu jam pasti takkan
kukejar. ̈
”Dalam satu jam? Betul? ̈ Miau-ji menegas.
”Tentu saja betul, ̈ jawab Koay-lok-ong. ”Di dalam satu jam tentu
kalian dapat kabur dengan jauh. Pula, asalkan dalam waktu tiga-
hari-tiga-malam kalian tidak tersusul lagi olehku, seterusnya takkan
kuganggu lagi seujung jari kalian. ̈
Semua orang saling pandang dengan girang.
Biarpun mereka rata-rata orang yang tidak takut mati, tapi demi
diberi kesempatan untuk hidup, tentu saja kesempatan baik ini tidak
disia-siakan dan tidak diabaikan. Apalagi betapa pun lihainya Koay-
lok-ong, bilamana mereka diberi peluang untuk lari dulu selama satu
jam, tentu sukar lagi menyusul mereka.
Hanya Sim Long saja yang menghela napas, ucapnya, ”Tapi bila kami
memilih jalan yang kedua ini, tentu masih ada syarat sampingan,
bukan? ̈
”Haha, tetap Sim Long saja yang tahu akan isi hatiku, ̈ ujar Koay-
lok-ong dengan tertawa.
”Syarat sampingan apa? ̈ sela Ong Ling-hoa cepat.
”Kuminta kepala satu orang, ̈ ucap Koay-lok-ong, mendadak ia
berhenti tertawa.
”Kepala siapa? ̈ tanya Ling-hoa.
Dengan suara bengis Koay-lok-ong menjawab, ”Selama hidupku,
yang paling kubenci adalah orang yang mengkhianatiku, asal dia
kepergok lagi olehku, tidak nanti kuberi kesempatan hidup lagi
baginya. ̈
Belum habis ucapannya, Tokko Siang yang baru berdiri segera jatuh
terduduk lagi dengan lemas.
Sebaliknya Ong Ling-hoa merasa lega, katanya, ”Jadi yang hendak
kau bunuh ialah Tokko Siang .... ̈
”Betul, asal kalian penggal kepalanya, segera kulepaskan kalian
pergi. ̈
Dengan sorot mata kejam Ong Ling-hoa memandang ke arah Tokko
Siang.
Mendadak Him Miau-ji berteriak, ”Aku utang budi kepada Tokko
Siang, barang siapa berani mengganggu seujung jarinya, dia harus
melangkahi dulu mayatku. ̈
”Masa tidak kau pikirkan dengan cermat, jika kalian tidak terima
permintaanku ini, maka kalian harus mati seluruhnya. Bila terima,
jiwa kalian berempat yang selamat. Masakah jual-beli yang
menguntungkan ini tidak kau terima, sungguh bodoh. ̈
”Ken ... kenapa kau paksa kami melakukan hal yang tak berbudi ini? ̈
teriak Miau-ji dengan gemas.
”Aku cuma ingin orang lain tahu bagaimana nasib orang yang berani
mengkhianatiku, ̈ jengek Koay-lok-ong.
Ong Ling-hoa menghela napas, ”Caramu memberi peringatan kepala
orang lain memang sangat bagus, hal ini tidak dapat disalahkan.
Bahkan aku setuju. ̈
”Tidak bisa, aku lebih suka mati bersama dia dan takkan membiarkan
kalian membunuhnya, ̈ teriak Miau-ji.
”Sungguh tolol kau, untung kukira Sim Long takkan bodoh seperti
kau, ̈ ujar Ling-hoa dengan gegetun.
Mendadak Jit-jit berseru, ”Sim Long juga seperti dia, takkan
membiarkan kau .... ̈
”Sim Long yang kutanya dan bukan pendapatmu, ̈ jengek Ling-hoa.
Ia tahu, asalkan Sim Long setuju, apa gunanya yang lain anti?
Tanpa terasa pandangan semua orang sama tertuju kepada Sim
Long.
Dengan tersenyum Sim Long berucap, ”Ong Ling-hoa, kuharap
engkau mengerti satu hal. ̈
”Kusiap mendengarkan, ̈ kata Ling-hoa.
”Perlu kau ketahui, aku bukan orang takut mati serupa dirimu! ̈ kata
Sim Long.
Air muka Ong Ling-hoa berubah seketika, sebaliknya air mata Tokko
Siang bercucuran.
Si Kucing lantas berkeplok tertawa, katanya, ”Haha, betapa pun Sim
Long tetap Sim Long, nyata si Kucing tidak salah menilainya. ̈
Jit-jit lantas menjatuhkan diri ke dalam pangkuan Sim Long pula,
katanya, ”Aku terlebih tidak salah lihat, sungguh aku ... aku sangat
gembira. ̈
”Hm, bagus, kalian memang gagah berani, ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Tapi justru ingin kulihat mampu bertahan sampai kapan keberanian
kalian ini. ̈
Mendadak ia bertepuk tangan. Di bawah cahaya api serentak
beberapa titik emas melayang masuk dengan membawa semacam
suara mendengung tajam aneh membuat orang merinding.
”Celaka, Kim-jan-tok-hong (ulat emas dan tawon berbisa), ̈ pekik Sim
Long.
”Hm, mendingan kau kenal kualitas barang, ̈ ujar Koay-lok-ong
dengan tertawa. ”Ini memang Kim-jan-tok-hong yang paling jahat di
dunia ini, asal kena disengat sekali olehnya, maka akan tersiksa
selama tujuh-hari-tujuh-malam, habis itu sekujur badan akan
membusuk dan akhirnya mati. ̈
Tanpa terasa Miau-ji menggigil, dilihatnya sesudah beberapa bintik
emas itu melayang masuk, lalu terbang kian kemari dengan cahaya
yang menyilaukan.
Ong Ling-hoa membentak perlahan, lengan bajunya mengebas,
seketika dua titik emas itu tergulung oleh lengan bajunya.
Tokko Siang juga melompat dan menginjak mati seekor makhluk
berbisa itu.
Si Kucing tidak memegang senjata, juga tidak berlengan baju
panjang, apalagi dia telanjang kaki, jadi sia-sia ia mempunyai
kepandaian tinggi, namun tidak berani ikut turun tangan, terpaksa ia
menghindar kian kemari, butiran keringat pun menghias dahinya.
Berulang Sim Long juga menyelentik dengan jarinya, ”crit-crit ̈
beberapa kali, beberapa ekor ulat tawon berbisa itu lantas rontok
juga ke lantai.
”Hm, ilmu tenaga jari sakti yang hebat, ̈ jengek Koay-lok-ong.
”Apa baru sekarang kau kenal kelihaian kawanku ini? ̈ ejek Miau-ji
tertawa.
”Hm, apakah tidak terlalu pagi engkau bergembira sekarang?
Beberapa ekor ulat tawon ini tidak lebih hanya contoh saja yang
kuperlihatkan, ̈ seru Koay-lok-ong dengan tertawa. ”Padahal di
sarangnya masih ada beribu ekor lagi, bilamana kulepaskan
seluruhnya, apakah masih kau dapat tertawa? ̈
Benar juga si Kucing seketika cep klakep alias bungkam.
Ong Ling-hoa meraung, ”Apa lagi yang kau tunggu, masa engkau
masih sok gagah? Lebih baik kau sendiri yang memenggal kepalanya,
supaya orang lain tidak ikut mampus bersama dia. ̈
”Tidak, tidak bisa, ̈ teriak Miau-ji tegas. ”Apa pun juga dia tidak boleh
diganggu. ̈
”Apakah kau pun sebodoh dia, Sim Long? ̈ tanya Ling-hoa.
”Terkadang aku malahan lebih bodoh daripada si Kucing, ̈ ujar Sim
Long.
”Aku juga rela ikut mati bersama Tokko Siang, ̈ tukas Jit-jit.
”Wah, sialan, tampaknya aku berkumpul dengan segerombolan orang
gila, ̈ keluh Ling-hoa.
Mendadak Tokko Siang berseru, ”Meski Koay-lok-ong mahajahat dan
keji, tapi apa yang sudah diucapkannya tidak pernah dijilat kembali.
Jika dia sudah menyatakan akan mengejar setelah kita lari dulu
dalam satu jam, maka dia pasti akan menunggu sejam dan
membiarkan kita lari. ̈
”Tapi itu adalah soal lain, ̈ seru Miau-ji.
Air muka Tokko Siang tampak kaku, ucapnya perlahan, ”Kalian
berdua sedemikian baik terhadapku, sungguh tak pernah
kubayangkan sebelum ini. Selama hidupku baru sekarang
mendapatkan dua sahabat sejati seperti kalian, sungguh tak
tersangka orang semacam diriku juga bisa memperoleh sahabat
murni semacam ini. Sungguh hebat, sungguh puas aku. ̈
Habis berkata mendadak ia membenturkan kepalanya ke dinding.
Miau-ji menjerit kaget, cepat ia memburu maju, namun sudah
terlambat. Darah sudah muncrat dan membasahi muka dan dadanya.
Tokko Siang telah roboh dengan wajah memar, tapi masih juga
bergumam, ”Orang hidup dapat mengikat seorang sahabat sejati,
mati pun tidak perlu menyesal, apalagi kuperoleh dua sahabat
sejati. ̈
”Ai, engkau sungguh bodoh, mengapa .... ̈ seru Miau-ji dengan
menangis.
Tokko Siang tersenyum pedih, ucapnya, ”Jika kalian dapat menjadi
orang bodoh, mengapa aku tidak .... Tapi jangan kalian lupa, kumati
bagi kalian, maka kalian harus hidup bagiku, hidup dengan baik .... ̈
Makin lemah suaranya dan akhirnya meraung keras sekali, lalu tidak
bersuara lagi.
Wajah Jit-jit basah dengan air mata, ”Di tengah orang jahat kiranya
juga ada yang berhati baik .... Di dunia ini ternyata banyak juga
orang berhati baik. ̈
Ong Ling-hoa juga berpaling ke sana dan tidak tega memandangnya,
teriaknya, ”Baiklah Koay-lok-ong, kau mau apa lagi? ̈
Koay-lok-ong tertawa, ”Yang menurut padaku hidup, yang
melawanku akan mati, di antara ini tiada pilihan lain, kukira kalian
sudah cukup jelas bagaimana nasib kalian nanti. ̈
”Keempat duta bawahanmu ada yang mati dan ada yang
meninggalkanmu, tangan kanan kirimu sudah patah, bila anak
buahmu yang lain juga mengkhianat, maka nasibmu mungkin akan
lebih mengenaskan daripada ini. ̈
”Dengan bakatku yang tiada bandingannya biarpun kupergi-datang
sendirian juga tiada yang mampu merintangiku, apa lagi .... Haha,
sekarang kutambah lagi seorang pembantu baru, kan jauh lebih
hebat berpuluh kali dibandingkan kawanan orang tolol itu? ̈
Tergerak hati Sim Long, namun dengan tak acuh ia tanya, ”O,
pembantu baru siapa yang kau maksudkan? ̈
Koay-lok-ong tertawa latah, ”Hahahaha! Selamanya kalian takkan
mampu menerka siapa dia, berkat tipu akalnya yang bagus barulah
dapat kutemukan kalian, asalkan dia membantuku, apa pula yang
kukhawatirkan? ̈
Semua orang sama terperanjat, jika ada orang yang sedemikian
dipuji oleh Koay-lok-ong maka kepintarannya pasti tidak perlu
disangsikan lagi dan mungkin sekali tidak di bawah Sim Long.
Tapi siapakah di dunia ini yang sedemikian hebat?
Ong Ling-hoa tertawa perlahan, katanya, ”Apa pun kau harus
memegang janji, bebaskan dulu kami. ̈
”Silakan keluar saja, kan tidak kurintangi kalian, ̈ ujar Koay-lok-ong
dengan tertawa.
”Tapi kau ... kau hendak .... ̈
”Batu penghalang di sini sudah longgar, kalian tentu dapat mencari
liang keluar dan takkan kurintangi kalian melainkan akan menunggu
di luar sini. ̈
Sembari bicara, lambat laun makin menjauh suaranya.
”Nanti dulu, Koay-lok-ong .... ̈ teriak Ling-hoa.
Akan tetapi tidak ada jawaban. Keadaan kembali sunyi, untung
cahaya lampu di luar masih menyala.
Ong Ling-hoa menerjang maju, digaruknya batu penyumbat dengan
tangan, setelah ditarik dan didorong, akhirnya ia menghela napas
lega, katanya, ”Dia memang tidak bohong, batu ini memang sudah
longgar. ̈
Dengan mendelik Miau-ji menghardiknya, ”Apa benar kau pandang
mati-hidup sedemikian penting? ̈
”Sungguh aku tidak ingin mati, kalau orang lain mau tentu juga aku
tidak perlu mencegahnya, ̈ jawab Ling-hoa tak acuh.
Meski batu penyumbat itu sudah longgar, tapi tumpukan batu cukup
banyak dan rapat, disertai tanah pelengket pula, mereka harus
bekerja keras cukup lama, akhirnya baru dapat menggali sebuah
lubang yang tiba cukup untuk diterobos tubuh seorang.
Dengan hati-hati mereka lantas merangkak keluar, terlihat sebuah
lentera tertaruh di lekukan dinding.
Kedatangan mereka serupa orang buta yang terpancing oleh api
setan, sesungguhnya bagaimana bentuk tempat ini sama sekali tidak
diketahui mereka. Baru sekarang mereka dapat melihat lubang gua
yang berliku-liku ini, sedikitnya ada tiga buah jalan yang tampaknya
menuju ke luar, tapi sukar diraba akhirnya entah menembus ke
mana.
”Wah, celaka, kita tertipu olehnya, ̈ seru Ling-hoa.
”Ya, memang konyol, ̈ Sim Long juga berkeluh.
”Meski kita dibebaskan olehnya, tapi lubang gua ini ada beberapa
jalan tembus yang menyesatkan, betapa pun kita tetap tak dapat
keluar, akhirnya kita akan mati terkurung juga di sini. ̈
”Lebih tepat dikatakan mati kelaparan di sini, ̈ sambung Sim Long.
Miau-ji keluar dengan memanggul mayat Tokko Siang, ia pun
berseru, ”Ya, sampai sekarang sedikitnya sudah seharian kita tidak
makan-minum, jika kelaparan satu dua hari lagi, tentu semuanya
akan mampus. ̈
”Justru inilah akal keji Koay-lok-ong, ̈ ucap Sim Long dengan
gegetun. ”Dia sengaja membuat kita kelaparan setengah mati, dalam
keadaan lemas, andaikan dapat keluar, mustahil kita mampu lari
lagi? ̈
”Betul, dalam keadaan begitu, jangankan kita cuma disuruh lari lebih
dulu satu jam, biarpun lari lebih dulu sehari juga tidak berguna, ̈
ucap Ling-hoa dengan gemas. ”Ai, orang ini sungguh licik lagi licin. ̈
Sambil bersandar pada bahu Sim Long, Jit-jit berkata, ”Wah,
mendingan kalian tidak membicarakannya, sekali bicara aku jadi
merasa lapar benar-benar. ̈
”Aha, ada akal, ̈ mendadak Sim Long berseru.
”Akal apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Coba ambilkan lentera itu, ̈ kata Sim Long.
Lalu ia berjongkok memeriksa dengan teliti. Tanah padas demikian
tentu saja sukar meninggalkan bekas kaki, untung tanah di luar agak
lunak, betapa pun masih terdapat sedikit jejak yang tertinggal.
Namun orang yang datang tadi tidak sedikit, bekas kaki ternyata
sangat ruwet dan sukar dikenali.
Sim Long bergumam, ”Asalkan dapat menemukan jalan hidup di
antara ketiga jalan ini tentu segala urusan akan beres. ̈
Dengan sendirinya ia tidak berani gegabah, orang lain juga tidak
berani mengganggu dia, sampai Cu Jit-jit juga menyingkir agak jauh,
hanya pandangannya tetap mengikuti setiap gerak-gerik pemuda itu.
Sekonyong-konyong lentera padam. Keadaan gelap gulita lagi,
kegelapan yang membuat putus asa.
Ong Ling-hoa mengguncangkan lentera itu, lalu membantingnya di
tanah sambil menggerutu, ”Sialan, minyak habis! ̈
”Sungguh bangsat yang keji, ̈ omel Miau-ji. ”Rupanya setiap langkah
sudah diperhitungkannya dengan baik. Dia sengaja meninggalkan
sebuah lentera di sini untuk memperlihatkan kebaikan hatinya, tapi
sudah diperhitungkan dengan tepat begitu kita keluar ke sini segera
lentera ini akan padam. ̈
Sim Long menyengir, ”Dia berbuat demikian kan serupa kucing
menangkap tikus. Tikus tidak segera dimakan, tapi dipermainkan
lebih dulu. Sudah diperhitungkannya bahwa kita serupa tikus di
bawah cengkeramannya dan tidak mungkin bisa lolos. ̈
”Masa ... masa engkau juga tidak berdaya? ̈ tanya Ling-hoa.
”Memangnya kita ini tikus? ̈ sahut Sim Long dengan tersenyum
hambar.
”Tentu saja bukan, jadi engkau punya akal? ̈ seru Ling-hoa girang.
”Syukur sudah dapat kutemukan bekas kakiku sendiri waktu datang
tadi, ̈ tutur Sim Long, ”Bekas kaki menunjukkan mengarah ke jalan
sebelah kiri, jika dari sana dapat masuk ke sini, dengan sendirinya
dari sini dapat keluar ke sana. ̈
”Aha, betul, ayo lekas kita keluar, ̈ seru Ling-hoa.
”Kita merambat dinding dengan tangan kiri dan tangan kanan
bergandengan tangan satu sama lain, sekali-kali jangan sampai
terpencar, biar kubuka jalan di depan dan Jit-jit di belakangku, ̈ kata
Sim Long.
”Dan Miau-ji di belakangku, ̈ tukas Jit-jit.
”Tentu saja aku pengiring di belakang, ̈ ujar Ling-hoa.
”Miau-ji, harus hati-hati terhadap manusia demikian yang mengikut di
belakangmu .... ̈
”Jangan khawatir, ̈ kata si Kucing. ”Dia orang pintar, sebelum lolos
dengan hidup tidak nanti dia berani menyergap orang lain. ̈
”Tapi urusan begini tidak dapat diukur secara umum, akan lebih baik
engkau tetap berhati-hati, ̈ ujar Jit-jit.
”Ai, perempuan ... dasar hati perempuan .... ̈ ucap Ong Ling-hoa
dengan menyesal.
”Memangnya bagaimana hati perempuan? Paling sedikit
perempuan kan lebih baik daripada hatimu, ̈ jengek Jit-jit.
hati
”Eh, jangan lupa, jika tidak ada aku, kau dan Sim Long .... ̈
Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak Jit-jit tertawa dan berkata,
”Kan sudah kukatakan di antara orang jahat juga ada yang berhati
baik. Hatimu terkadang juga tidak busuk, bilamana engkau dapat
sering-sering berbuat demikian, tentu juga semua orang akan suka
padamu. ̈
”Oo .... ̈ Ling-hoa lantas bungkam.
”Hendaknya kau tahu, menjadi orang baik jauh lebih menyenangkan
daripada menjadi orang busuk, ̈ kata Jit-jit pula.
Begitulah keempat orang terus merambat ke depan dalam kegelapan,
masing-masing sama menanggung pikiran sendiri sehingga tidak ada
yang bicara lagi.
Entah sudah berapa lama mereka berjalan, dalam perasaan mereka
rasanya seperti sudah lewat sekian hari, namun tiada terlihat apa pun
di depan.
Akhirnya Miau-ji tidak tahan, tanyanya, ”Apakah engkau tidak
kesasar? ̈
”Dia pasti takkan keliru, ̈ seru Jit-jit.
”Hm, kepercayaan orang lain terhadap Sim Long tentu tidak sepenuh
kepercayaanmu kepadanya, ̈ jengek Ling-hoa.
”Jika tidak percaya padanya, kenapa engkau tidak pergi sendiri
saja? ̈ jawab Jit-jit ketus.
Maka Ong Ling-hoa tidak dapat omong lagi. Dengan sendirinya dia
tidak mau ribut mulut dengan anak perempuan, apalagi anak
perempuan serupa Cu Jit-jit.
Setelah berjalan sebentar lagi, akhirnya Ong Ling-hoa bersuara pula,
”Eh, Sim Long, pada waktu kita masuk kemari rasanya tidak makan
waktu sekian lama. ̈
Sim Long berpikir sejenak, katanya, ”Waktu datang kan ada orang
memberi petunjuk jalan, dengan sendirinya kita berjalan dengan
cepat. ̈
Terpaksa Ong Ling-hoa tutup mulut pula.
Kembali mereka merambat ke depan. Meski tidak terlihat sesuatu tapi
dapat dirasakan lorong gua itu makin lama makin sempit dan tambah
sumpek. Jit-jit yang bertubuh lemah hampir saja tidak mampu
bernapas.
”Sim Long keliru jalan tidak? ̈ jengek Ling-hoa pula.
”Dia ... dia tidak .... ̈
Belum selesai ucapan Jit-jit, mendadak Sim Long memotong,
”Keliru! ̈
”Jiwa kita terletak di tanganmu,
main-main, ̈ ujar Ong Ling-hoa.
hendaknya
jangan
dibuat
”Bagaimana kalau Ong-heng yang mencari jalan? ̈ kata Sim Long.
Cepat Ong Ling-hoa menjawab dengan menyengir, ”Ah, maaf jika
ucapanku agak kasar. Padahal kalau Sim-heng saja tidak sanggup
membawa kita keluar, siapa pula di dunia ini yang sanggup? ̈
Maka mereka lantas merambat kian kemari tanpa berhasil, kaki
mereka bertambah lemas. Rasa lapar masih dapat ditahan, rasa haus
yang membuat mereka kelabakan setengah mati.
Menurut perkiraan, sedikitnya sudah sehari suntuk mereka berputar-
putar di situ tanpa berhenti, biarpun tubuh gemblengan baja juga
tidak tahan.
Yang paling payah adalah Cu Jit-jit, napasnya terengah-engah dan
hampir tidak sanggup berdiri lagi.
”Bagaimana kalau istirahat sebentar? ̈ ujar Miau-ji.
”Dalam keadaan begini, siapa pun tidak boleh berhenti, harus
sekaligus meneruskan perjalanan, sekali berhenti mungkin tidak
sanggup berbangkit lagi, ̈ ujar Sim Long.
”Aku tidak lelah, ayo, terus jalan, ̈ kata Jit-jit.
”Jika kita hanya merambat secara ngawur begini, sampai kapan baru
akan berakhir? Betapa pun kita harus mencari jalan lain, ̈ ujar Ling-
hoa.
Miau-ji mendengus, ”Hm, dalam keadaan begini, jalan lain apa yang
dapat kau pikirkan? ̈
”Di sana tadi kulihat jelas kita datang dari jalan sebelah kiri dan pasti
tidak keliru, entah mengapa menjadi salah jalan, di manakah letak
kekeliruannya? ̈ kata Sim Long dengan menyesal.
”Thian yang tahu apa kekeliruan ini, ̈ tukas Ling-hoa.
”Apa pun juga kita jangan putus asa, terlebih tidak boleh berhenti, ̈
seru Sim-Long. ”Asalkan kita tetap menuju ke depan, lambat atau
cepat pasti akan kita temukan jalan keluarnya. ̈
”Betul, kita pasti akan berhasil keluar, ̈ sambung Miau-ji. Maka
dengan mengertak gigi semua orang merambat ke depan lagi. Entah
berapa lama lagi, ”trang ̈, mendadak kaki kesandung sesuatu
benda. ”He, apa itu? ̈ tanya Sim Long dan berhenti seketika.
Ling-hoa coba meraba benda itu di tanah dan menjemputnya,
katanya tiba-tiba dengan lemas, ”Wah, runyam! ̈
”Apa yang kau temukan? Kenapa kau bilang runyam? ̈ tanya Miau-ji
cepat. ”Inilah lentera tembaga yang kubanting ke tanah tadi, ̈ tutur
Ling
hoa dengan sedih.
”Ah, apakah ... apakah mungkin kita telah putar kembali ke tempat
tadi? ̈ kata Miau-ji. ”Memang betul, tampaknya tempat inilah kuburan
kita. ̈ ”Siapa bilang runyam, justru kita pasti akan selamat, ̈ seru Sim
Long
mendadak. ”Se ... selamat? ̈ Ling-hoa menegas. ”Ya, asal kita
berada kembali di sini berarti akan tertolong, ̈ kata Sim
Long. ”Apa katamu, sungguh aku tidak paham? ̈ tanya Ling-hoa.
”Jalan yang kita tempuh tadi tidak keliru, hanya arahnya yang
salah. ̈
”Aku tambah tidak paham keteranganmu ini? ̈
”Tadi kita merambat dinding dengan tangan kiri, bila di sebelah ada
jalan segera kita membelok, makin jauh makin tersesat, akhirnya kita
putar balik lagi ke sini, padahal jalan hidup yang sebenarnya adalah
sebelah kanan. ̈
”Aha, betul, memang benar selamat, ̈ seru Ling-hoa girang.
”Baru sekarang kau percaya Sim Long memang tidak keliru, bukan? ̈
ejek Jit-jit.
”Kan sudah kukatakan, di dunia ini jika ada orang mampu membawa
kita keluar dari sini, maka orang itu ialah Sim Long, ̈ kata Ling-hoa.
”Sekarang kita merambat dinding dengan tangan kiri, setelah belasan
langkah ke depan baru berganti merambat dinding dengan tangan
kanan, namun tangan kiri masing-masing tetap bergandengan dan
jangan sampai terpencar. ̈
Meski keadaan semua orang sekarang sudah lemas lunglai, lapar dan
haus, tapi sinar hidup sudah muncul, semangat mereka terbangkit,
jalan mereka pun seakan-akan bertambah cepat.
Sekali ini mereka hanya berjalan sebentar saja dan segera kelihatan
cahaya remang langit di luar, makin ke depan makin terang.
Jit-jit memegang tangan Sim Long dengan erat sambil bersorak
gembira, ”Akhirnya kita dapat bebas. ̈
”Ssst, kita belum lagi lari keluar, ini baru saja permulaan, ̈ desis Sim
Long.
”Baru permulaan? ̈ Miau-ji menegas.
”Jangan kau lupa, Koay-lok-ong masih menunggu di luar gua,
pelarian kita baru akan dimulai, kesulitan yang sesungguhnya masih
banyak menunggu. ̈
*****
Koay-lok-ong memang benar menunggu di luar gua.
Cahaya sang surya gilang-gemilang, cuaca cerah.
Di luar gua dibangun sebuah barak bambu, Koay-lok-ong duduk di
kursi malas berkasur empuk diembus angin semilir sejuk.
Di depannya tentu saja tersedia santapan lezat dan arak, di
sampingnya menunggu kawanan gadis cantik, di mana ia berada
tidak pernah berkurang hal-hal demikian itu.
Kecuali itu ada lagi 30-an pemuda gagah perkasa dengan pakaian
ringkas dan berpedang siap tempur mengelilingi Koay-lok-ong.
Dia dapat melihat Sim Long, keadaan Sim Long ternyata tidak
sekonyol sebagaimana dibayangkannya.
Tubuh Sim Long tetap tegak, mata masih bersinar, terlebih
senyumnya yang khas itu menghiasi ujung mulutnya.
Air muka Koay-lok-ong rada berubah, tapi segera ia bergelak tertawa,
”Haha, bagus, akhirnya kalian datang juga. ̈
”Masa kami harus membikin kecewa Anda? ̈ ujar Sim Long dengan
tersenyum.
”Memang sudah kuduga Sim Long pasti takkan membikin kecewa
padaku, ̈ ucap Koay-lok-ong dengan tertawa. ”Apabila kalian tidak
dapat keluar, itulah yang membuatku kecewa. ̈
”Masa di dunia tidak ada jalan keluar bagi orang? ̈ ujar Sim Long
tertawa sembari melangkah ke depan.
Jit-jit dan Miau-ji mengikut rapat di belakangnya, terpaksa Ong Ling-
hoa juga membusungkan dada dan melangkah maju.
Walaupun mereka melangkah dengan tegap, dalam hati diam-diam
mengeluh, terutama bau sedap santapan dan bau arak yang
merangsang itu membuat perut mereka bertambah keroncongan.
Malahan Koay-lok-ong lantas mengangkat cawan arak dan berkata
dengan tertawa, ”Sebenarnya ingin kusuguh kalian minum satu-dua
cawan dulu, namun sayang, rupanya kalian terburu-buru menempuh
perjalanan, terpaksa tidak ingin kuganggu waktu kalian yang
berharga. ̈
Sungguh tidak kepalang geregetan Him Miau-ji, mendingan bila tidak
mengendus bau sedap arak, sekali tercium, rasa laparnya semakin
sukar ditahan.
”Lekas kita tinggalkan tempat ini, aku tidak ingin melihat bentuk
setan iblis itu, ̈ desis Jit-jit di tepi telinga Sim Long.
”Eh, jika kalian terburu-buru mau berangkat, terpaksa tidak dapat
kuantar, ̈ seru Koay-lok-ong pula dengan tertawa.”Hanya di sini
kuucapkan selamat jalan kepada kalian, semoga kalian dapat lari
terlebih cepat. ̈
Habis berkata ia lantas menenggak dan terbahak-bahak.
Him Miau-ji juga tertawa, ”Kau minum sendirian, tentu sangat
kesepian, biarlah mendiang sahabatmu mendampingimu, coba lihat,
dia sedang memandang padamu. ̈
Dengan langkah lebar ia mendekati Koay-lok-ong. Meski tulang
kepala Tokko Siang sudah remuk tapi matanya masih melotot penuh
rasa sedih dan benci.
Kawanan gadis jelita di samping Koay-lok-ong sama menjerit ngeri.
Air muka Koay-lok-ong juga rada berubah dan tidak dapat tertawa
lagi.
”Wahai Tokko-heng, pada siang hari kau temani dia minum arak, bila
malam tiba, engkau pun jangan lupa mendampingi dia, agar dia tidak
kesepian, ̈ demikian Miau-ji berolok-olok pula.
”Brak ̈, mendadak Koay-lok-ong membanting cawan arak di atas
meja sambil membentak, ”Tutup mulut! ̈
Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatap Koay-lok-ong
dengan tajam, katanya perlahan,”Bila malam tiba, arwah yang ingin
bicara denganmu tentu tidak sedikit, jika sekarang bertambah lagi
Tokko Siang, kan tidak menjadi soal, kenapa kau takut? ̈
”Lekas enyah, jika tidak .... ̈ hardik Koay-lok-ong dengan bengis.
Belum lanjut ucapannya Miau-ji sudah lewat dengan tertawa,
”Hahaha, bila hidup banyak berbuat dosa, tengah malam pun takut
pintu digedor setan! ̈
Koay-lok-ong meremas tangannya sehingga cawan emas tadi
teremas pipih.
Ong Ling-hoa ikut lewat ke sana, mendadak ia berpaling dan
berucap, ”Satu jam, bukan? ̈
”Ya, satu jam, tidak lebih, juga tidak kurang, lekas enyah! ̈ bentak
Koay-lok-ong.
”Ai, marah pada orang lain, aku yang kena getahnya, ̈ ujar Ling-hoa
dengan tertawa, ia menjura terus melangkah ke depan.
Melihat kelakuan Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji itu, dengan suara
tertahan Sim Long berkata kepada Jit-jit, ”Meski watak kedua orang
ini berbeda, yang satu jujur dan yang lain licik, tapi menghadapi detik
gawat seperti ini terlihatlah mereka memang orang luar biasa. ̈
”Orang yang dapat berada bersamamu tentu saja bukan orang
biasa, ̈ ujar Jit-jit.
Sim Long memapahnya ke depan, ketika berada di depan Koay-lok-
ong, dengan tersenyum ia menegur, ”Setelah berpisah sekarang,
entah kapan baru akan berjumpa pula. ̈
”Jangan khawatir, selekasnya pasti akan berjumpa lagi, ̈ ucap Koay-
lok-ong sambil menyeringai.
”Meski Anda sangat marah, namun tetap menepati janji dan akan
menunggu satu jam, tampaknya Koay-lok-ong tetap Koay-lok-ong,
mau tak mau aku harus menyatakan kagum padamu, ̈ ucap Sim
Long dengan gegetun.
Koay-lok-ong terdiam sejenak, mendadak ia tergelak dan berseru,
”Bagus, Sim Long, tampaknya di kolong langit ini cuma engkau saja
yang memahami isi hatiku, kesatria di dunia ini, kecuali Sim Long
seorang tiada yang terpandang olehku. ̈
Ia merandek dan menatap Sim Long lekat-lekat, lalu menambahkan,
”Cuma, tidak jelek juga kulayanimu, mengapa engkau justru ingin
memusuhiku? ̈
Sim Long tersenyum hambar, ”Bisa jadi aku memang dilahirkan untuk
memusuhimu. ̈
Kembali Koay-lok-ong terdiam, teriaknya kemudian, ”Bagus! Jika
tidak ada orang semacam dirimu yang menjadi lawanku, rasanya
hidupku juga takkan menarik. ̈
Ia ganti cawan arak dan minum lagi.
Dengan serius Sim Long berucap, ”Apa pun juga tetap kuhormati
Anda sebagai kesatrianya kesatria, kelak bila kau jatuh dalam
cengkeramanku, pasti takkan kubikin susah dirimu melainkan akan
kubereskan dengan sewajarnya. ̈
”Haha, sudah kepepet begini, kecuali Sim Long, di dunia ini siapa
pula yang punya keberanian seperti ini? ̈ seru Koay-lok-ong dengan
tergelak. ”Wahai Sim Long, melulu satu hal ini saja engkau tidak
malu untuk disebut kesatrianya kesatria. ̈
Segera ia memberi tanda kepada seorang gadis jelita di sampingnya
agar menuangkan secawan arak bagi Sim Long, lalu katanya pula,
”Marilah kita habiskan secawan, tampaknya hubungan baik kita
sudah seluruhnya tertuang di dalam secawan arak ini. Inilah
minuman kita yang terakhir, bila bertemu lagi mungkin tiada sesuatu
yang dapat dibicarakan lagi. ̈
”Baik, silakan, ̈ jawab Sim Long sambil mengangkat cawan arak.
Kedua orang sama menenggak habis arak masing-masing.
Para pengawal berseragam hitam dan kawanan gadis jelita itu sama
menahan napas mengikuti adegan yang khidmat itu, suasana terasa
mengharukan dan juga mengagumkan. Inilah minuman antara
kesatria.
Jit-jit juga merasa terharu, darah bergolak dan mata terasa basah.
”Baiklah, sekarang boleh kau pergi! ̈ seru Koay-lok-ong kemudian
sambil membuang cawannya.
Sim Long memberi hormat, lalu melangkah ke depan tanpa menoleh
lagi.
Jit-jit menyusulnya, katanya dengan rawan, ”Sungguh aku tidak
mengerti mengapa dia sedemikian baik padamu, tapi mengapa juga
ingin membunuhmu? ̈
Sim Long menjawab dengan pedih, ”Dia tidak ada pilihan lain, aku
pun tidak punya pilihan lain, ini kejadian yang sukar dihindarkan, dari
dulu kala kebanyakan kesatria memang dilahirkan untuk
berlawanan. ̈
”Apakah dia juga terhitung kesatria? ̈ tanya Jit-jit.
”Meski dia keji dan jahat, tapi tidak perlu diragukan dia juga seorang
kesatria, siapa pun tak dapat menyangkal hal ini, ̈ ucap Sim Long.
*****
Lambat laun, bayangan Koay-lok-ong sudah tidak tertampak lagi.
Setelah meninggalkan jarak pandang Koay-lok-ong, keadaan mereka
yang lemas sukar dipertahankan lagi. Pinggang Ong Ling-hoa, Cu Jit-
jit dan juga Him Miau-ji tidak dapat menegak pula, kaki pun seperti
diganduli benda beribu kati beratnya.
”O, haus sekali, ̈ keluh Jit-jit. ”Ai, Sim Long, carikan sedikit air
minum. ̈
Miau-ji tertawa. ”Mendingan Sim Long, dia telah minum satu cawan
arak. ̈
”Kau iri? ̈ tanya Jit-jit.
”Kenapa aku iri? ̈ jawab Miau-ji dengan tertawa. ”Aku justru senang
.... Kawanku adalah kesatria besar, sampai musuh pun sedemikian
menghormati dia, masa aku malah iri padanya? ̈
”Engkau sungguh orang baik, Miau-ji, ̈ puji Jit-jit. ”Jika kupunya
seorang adik perempuan, tentu kusuruh dia menjadi istrimu. ̈
”Dan karena engkau tidak punya adik perempuan, tampaknya aku
terpaksa harus menunggu anak perempuan yang kau lahirkan
dengan Sim Long nanti, ̈ ujar si Kucing dengan tertawa.
Muka Jit-jit menjadi merah, omelnya, ”Dasar mulut kucing yang tidak
bergading! ̈
”Hm, kalian masih dapat berkelakar sepanjang jalan, sungguh aku
sangat kagum, ̈ jengek Ling-hoa mendadak.
”Kau tahu apa, justru sekaranglah kita perlu berkelakar, ̈ kata Miau-
ji.
”Bila kalian tidak mau cepat lari, mungkin segera kalian akan
berkelakar di bawah senjata Koay-lok-ong, ̈ jengek Ling-hoa pula.
”Maaf, tidak dapat kutunggu kalian lagi, terpaksa kupergi dulu
selangkah. ̈
Mendadak Sim Long berkata, ”Saat ini kita sudah serupa pelita yang
hampir kehabisan minyak, jika berlari cepat, berapa jauh kita mampu
bertahan? Bukan mustahil segera bisa roboh, semakin cepat berlari
makin tidak kuat. ̈
”Walaupun betul, tapi kita hanya ada waktu satu jam saja, ̈ kata
Ling-hoa.
”Asalkan kita manfaatkan waktunya dengan tepat, biarpun cuma satu
jam juga cukup longgar, ̈ ujar Sim Long.
”Jika begitu, sekarang .... ̈
”Yang paling penting sekarang, ̈ sela Sim Long, ”pertama, kita harus
menemukan sungai kecil itu, kita minum sekenyangnya, manusia
adalah besi, air adalah baja. Asalkan perut penuh air, rasa lapar pun
tertahankan. ̈
*****
Di tempat tadi Koay-lok-ong sedang termenung dengan memegang
cawan arak.
Seorang pemuda berseragam hitam ringkas berlari datang dan
memberi sembah, lapornya dengan napas terengah, ”Lapor Ongya,
hamba sudah melihat rombongan Sim Long. ̈
”Lekas teruskan, ̈ bentak Koay-lok-ong tak sabar.
”Hamba bersama ke-29 saudara lain mematuhi perintah Ongya dan
mencari tempat sembunyi yang rapi, ada yang memanjat ke atas
pohon, ada yang sembunyi di balik semak .... ̈
”Untuk apa bicara bertele-tele, memangnya hal-hal begitu perlu kau
laporkan, ̈ damprat Koay-lok-ong.
Pemuda baju hitam menunduk takut, cepat ia menyambung
laporannya, ”Ketika hamba melihat mereka, keadaan mereka tampak
payah, berjalan saja kelihatan berat, tapi ... tapi Sim Long itu masih
penuh semangat, sedikit pun tidak ada tanda-tanda loyo. ̈
”Keparat Sim Long ini memang bukan manusia, ̈ omel Koay-lok-ong
dengan gemas, lalu bertanya, ”Dan bagaimana dengan Him Miauji? ̈
”Kucing itu meski kelihatan lelah, tapi terkadang masih bergurau
dengan gadis she Cu ini. Hamba tidak tahu apa yang dibicarakan
mereka, hanya tertawa mereka kelihatan sangat gembira. ̈
”Masa mereka tidak berusaha lari? ̈ tanya Koay-lok-ong dengan
kening bekernyit.
”Mereka berjalan dengan lambat, tampaknya tidak gelisah sedikit
pun. ̈
”Sungguh hebat, ̈ ucap Koay-lok-ong. ”Wahai Sim Long, sungguh
engkau tidak malu disebut sebagai musuh nomor satu diriku. ̈
Seorang gadis di sebelahnya coba bertanya, ”Hanya berjalan
perlahan kenapa dipandang sebagai lihai? ̈
Koay-lok-ong bertutur dengan gegetun, ”Dengan tenaga mereka
waktu itu, jika mereka berlari sekuatnya, mungkin tidak sampai satu
jam pasti akan roboh seluruhnya. Dan dalam keadaan seperti mereka
itu, kecuali Sim Long siapa pun pasti akan lari secepatnya. ̈
Gadis itu berpikir sejenak, lalu berucap, ”Ya, sungguh menakutkan
mempunyai lawan seperti Sim Long itu. ̈
”Kurang ajar! Apakah kau lupa siapa lawannya? ̈ omel Koay-lok-ong.
Dengan takut si gadis mengiakan, ”Ya, ya, betapa pun lihainya
masakah dapat menandingi Ongya. ̈
”Dan sekarang mereka menuju ke mana? ̈ tanya Koay-lok-ong
setelah terdiam sejenak.
”Tampaknya seperti menuju ke sungai, ̈ lapor pemuda baju hitam
tadi.
”Wahai Sim Long, setiba kalian di tepi sungai baru kalian tahu
kelihaianku, ̈ Koay-lok-ong dengan terbahak.
*****
Gemercik aliran air sudah terdengar.
Jit-jit melonjak girang, ”Aha, sudah sampai, untung di sini ada
sebuah sungai kecil. ̈
”Ssst, ̈ desis Ong Ling-hoa. ”Awas jika Koay-lok-ong memasang
perangkap di tepi sungai, bisa jadi kedatangan kita akan serupa laron
menubruk api. ̈
”Jangan khawatir, ̈ ujar Sim Long. ”Dalam satu jam ini Koay-lok-ong
pasti menaati janji dan takkan turun tangan terhadap kita. Meski dia
bukan seorang lelaki sejati, namun satu hal ini dapat kupercayai dia. ̈
”Apa dasarnya? ̈ tanya Miau-ji.
”Sebab kulayani dia sebagai kesatria, tentu dia takkan merosotkan
derajat sendiri sebagai seorang kesatria, ̈ ujar Sim Long dengan
tertawa. ”Apalagi sekarang dia ingin memperlihatkan kehebatannya
supaya kita mati dengan takluk lahir-batin. ̈
Mendadak Jit-jit merasa khawatir, ”Wah mungkinkah dia menaruh
racun dalam air? ̈
”Untuk ini kalian tidak perlu khawatir, air yang mengalir tidak
mungkin dapat ditaruhi racun, ̈ ujar Ling-hoa.
”Ya, kupercaya, ̈ kata Miau-ji. ”Urusan yang menyangkut racun-
meracun tentu saja Ong Ling-hoa jauh lebih paham daripada siapa
pun. ̈
Jit-jit berkata dengan menyesal, ”Tapi kurasa dia pasti takkan
membiarkan kita minum air begitu saja. Kalian lebih kuat daripadaku,
namun orang perempuan biasanya lebih perasa. ̈
”Namun sekali ini semoga daya perasaanmu tidak manjur, ̈ ujar
Miau-ji.
Beberapa orang segera berlari ke sana, keadaan di tepi sungai sunyi
senyap, sedikit pun tidak ada tanda mencurigakan. Miau-ji bersorak
gembira, segera ia bertiarap dan meraup air untuk diminum.
Sekonyong-konyong di hulu sungai sana ada orang tertawa geli dan
berseru, ”Hei, babi cilik, lihatlah ada orang minum air bekas
mandimu! ̈
Miau-ji terkejut dan berpaling ke sana, dilihatnya ada tiga anak dara
berdandan sebagai gadis gembala sedang berkeplok tertawa,
beberapa puluh ekor babi gemuk juga sedang mandi di dalam air
sungai.
Selain itu ada lagi beberapa ekor kerbau, kambing, ayam, itik, dan
anjing, ada yang asyik minum air, ada yang mandi, bahkan ada yang
sedang berak di dalam sungai.
Keruan si Kucing mendongkol dan marah, ia urung minum sehingga
air yang sudah diciduknya membasahi bajunya, kontan ia mencaci
maki, ”Bedebah! ̈
Para gadis gembala masih berkeplok tertawa dan bernyanyi malah,
”Hahaha, Koay-lok-ong, pandai berakal. Sim Long cilik juga
terperangkap. Air ada di depan mata, tapi tidak dapat diminum, si
Kucing juga kelabakan .... ̈
”Nah, apa kataku, betul tidak?! ̈ ucap Jit-jit dengan gegetun.
Saking geregetan si Kucing melonjak-lonjak, dampratnya, ”Bangsat,
binatang! ̈
”Ai, akal busuk tidak bermoral begini, hanya dia juga yang mampu
berbuat, ̈ ujar Jit-jit sambil menyengir.
Ong Ling-hoa tampak berdiri termenung, mendadak ia berjongkok,
air sungai diciduknya dengan tangan terus diminum, bahkan cukup
banyak minumnya.
Tentu saja Jit-jit melongo, ”Hei, kau berani minum air ini? Di dalam
air tercampur kotoran babi, masakah tidak kau lihat? ̈
Ong Ling-hoa berdiri kembali dari berucap dengan tak acuh, ”Seorang
lelaki sejati harus bisa mulur dan mampu mengkeret, hanya minum
air begini terhitung apa? Bilamana kalian sudah tidak mampu
bergerak, ingin minum air kencing saja tidak bisa. ̈
”Jangan kau minum air kotor ini, Sim Long, ̈ pinta Jit-jit sambil
menarik tangan Sim Long.
”Saat ini meski aku tidak sampai minum air ini, tapi ... tapi kalian .... ̈
”Mati pun aku tidak minum air pecomberan ini, ̈ teriak Jit-jit.
”Aku pun tidak sanggup, ̈ tukas si Kucing.
Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, ”Sekarang kita
berjalan menyusur ke hulu sungai dan tidak perlu menyembunyikan
jejak kita lagi, semakin jelas kita dilihat mereka semakin sukar bagi
mereka untuk meraba apa maksud tujuan kita. ̈
”Tapi jangan lupa, waktu sudah tinggal sedikit, ̈ kata Ling-hoa.
*****
Koay-lok-ong sendiri asyik minum arak secawan demi secawan.
Tiba-tiba seorang pemuda berseragam hitam datang lagi
melapor,”Ongya, rombongan mereka sudah sampai di tepi sungai. ̈
”Sayang tidak dapat kulihat mereka, kuyakin air muka mereka pasti
sangat lucu, ̈ ucap Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Kucing hitam itu memang berjingkrak-jingkrak seperti kebakaran
jenggot, gadis she Cu itu pun seperti mau menangis, bahkan Sim
Long juga kelihatan bingung, ̈ lapor si seragam hitam.
Koay-lok-ong berkeplok gembira, ”Haha, akal bagus yang kuatur
masakah dapat diterka mereka .... Hm, terpaksa mereka harus
memandang air di depan mata, ingin minum, tapi tidak dapat, betapa
perasaan mereka tentu bisa dibayangkan. ̈
”Lucunya bocah bermuka putih itu justru sampai hati minum air kotor
itu, bahkan .... ̈
”Maksudmu Ong Ling-hoa minum air itu? ̈ teriak Koay-lok-ong.
Si pemuda seragam hitam berjingkat kaget, jawabnya tergegap, ”Ya,
dia ... banyak juga dia minum. ̈
”Sialan, Ong Ling-hoa ini, ̈ seru Koay-lok-ong sambil menggeleng.
”Tak tersangka dia tega minum air kotor begitu, tampaknya orang ini
memang lain daripada yang lain dan tidak boleh diremehkan. ̈
”Air kencing saja diminum, masakah orang begitu perlu
dikhawatirkan, ̈ tiba-tiba seorang gadis di sampingnya bertanya.
”Kau tahu apa? ̈ omel Koay-lok-ong. ”Pada waktu kepepet harus
berani bertindak, kalau perlu bersabar, orang beginilah baru terhitung
tokoh yang lihai. Kekurangan Sim Long adalah kulit mukanya kurang
tebal, hatinya kurang kejam, makanya tidak dapat mencapai sukses
besar. Bicara tentang ini, jelas dia tidak dapat membandingi Ong
Ling-hoa. ̈
Ia mendongak dan tertawa, lalu menyambung, ”Bila mana aku jadi
dia pun akan minum air kotor itu. ̈
Kawanan gadis itu sama menunduk dan tidak berani bicara lagi.
Tampak seorang pemuda berseragam hitam yang lain berlari datang
lagi dan memberi sembah, ”Lapor Ongya, mereka melanjutkan
perjalanan lagi! ̈
”Sekali ini cara bagaimana mereka melanjutkan perjalanan? ̈ tanya
Koay-lok-ong.
”Menyusur ke hulu sungai dan tetap berjalan dengan perlahan, ̈ tutur
si seragam hitam.
”Hah, mereka tidak main sembunyi lagi? ̈ seru Koay-lok-ong sambil
memandang sebuah alat pengukur waktu dengan pasir. ”Padahal
waktu mereka sudah hampir habis dan mereka belum lagi
menyelamatkan diri? Wahai Sim Long, sesungguhnya akal setan apa
yang telah kau atur? ̈
*****
Rombongan Sim Long masih terus menuju ke hulu.
Ternyata setiap jarak tertentu, di dalam sungai pasti terdapat
kawanan hewan sebangsa babi, kuda atau kerbau yang sedang
berendam di dalam sungai sehingga air sungai menjadi kotor dan
tidak dapat minum.
Namun Sim Long tetap berjalan dengan adem ayem, serupa orang
yang lagi pesiar menikmati pemandangan alam, dari kepala sampai
kaki tidak terlihat dia gelisah sedikit pun.
Jit-jit setengah bersandar di bahunya, bibirnya yang mungil dan
cantik itu kini kering dan pecah, matanya yang bersinar lincah dahulu
sekarang juga penuh garis merah.
Tapi pada bibir yang kering itu justru masih tersembul secercah
senyuman riang, pada mata yang merah itu tetap gemerdep cahaya
bahagia.
Memang, asalkan Sim Long berada di sampingnya, tiada lain lagi
yang diharapkannya.
Akhirnya Miau-ji tidak tahan, dengan suara perlahan ia tanya, ”Sim
Long, sebenarnya apa tujuanmu? ̈
Sim Long tersenyum, tiba-tiba dikeluarkannya sepotong barang dan
digenggamnya erat, kelihatan cahaya mengilat dari celah jarinya, tapi
tidak jelas barang apa yang dipegangnya.
”Ini apa .... ̈ si Kucing coba bertanya lagi.
”Kau pikir apa ini? ̈ jawab Sim Long dengan tersenyum.
”Tidak dapat kuterka, ̈ kata si Kucing.
”Hm, dalam keadaan begini, Sim-heng ternyata masih iseng main
teka-teki segala, sungguh sukar dimengerti, serupa anak kecil saja, ̈
demikian jengek Ong Ling-hoa.
Sim Long tidak menghiraukannya, katanya pula dengan tersenyum,
”Apakah pernah kau lihat kugunakan Am-gi (senjata rahasia)? ̈
”Tidak pernah, ̈ jawab Miau-ji.
”Makanya kalian tentu mengira aku tidak mahir menggunakan Amgi,
bukan? ̈
Seketika Miau-ji tidak tahu apa maksud ucapan orang, ia hanya
mengangguk dan mengiakan.
Sim Long tertawa, ”Kau salah taksir. Kau tahu, sejak ingusan aku
sudah belajar ilmu silat, segala macam kungfu keras dan lunak telah
kupelajari, segala macam senjata juga telah kupahami, maka janggal
jika aku tidak mahir menggunakan Am-gi. ̈
Diam-diam si Kucing heran mengapa hari ini Sim Long membual dan
menyombongkan diri, hal ini selamanya tidak pernah terjadi.
Dilihatnya Sim Long lagi tertawa bangga, maka ia pun ikut
menyengir.
”Ya, selama ini Sim Long tidak mau menggunakan Am-gi, sebab
tindak tanduknya selalu blakblakan, tidak sudi menyerang orang
dengan senjata gelap, ̈ kata Jit-jit.
”Ucapanmu memang juga beralasan, tapi tidak terlalu betul, ̈ ujar
Sim Long. ”Sebabnya aku tidak suka menggunakan Am-gi adalah
karena senjata rahasiaku ini terlalu keji. ̈
”Oo?! .... ̈ Miau-ji melongo.
Sekilas Sim Long sengaja membuka tangannya sehingga kelihatan
cahaya mengilat, katanya, ”Inilah Am-gi yang biasanya tidak
sembarangan kugunakan. ̈
”Sesungguhnya senjata rahasia apa ini? ̈ tanya Miau-ji.
”Senjata rahasia ini bernama Sau-hun-sin-ciam (jarum sakti sambar
nyawa), barang siapa asalkan tersentuh setitik saja, dalam waktu
setengah jam sekujur badan akan membusuk dan mati tak terkubur,
di dunia tidak ada obat penawarnya. ̈
”Hm, senjata rahasia semacam ini mungkin tidak cuma dipunyai
olehmu saja, ̈ jengek Ling-hoa.
Sim Long tertawa, katanya, ”Tapi senjata rahasia ini masih ada segi
lihai yang lain. ̈
”Oo, apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Bila kuceritakan mungkin orang lain takkan percaya, ̈ ucap Sim
Long. ”Am-gi ini boleh dikatakan mendekati seperti barang berjiwa,
padanya terdapat daya gaib yang dapat mencari sasaran untuk
menyambar nyawanya, jika sekarang kubuka tanganku .... ̈
Ia berhenti sejenak sambil memandang pucuk pohon dan melirik ke
arah semak-semak di balik batu sana, lalu menyambung, ”Dan sekali
jarum sambar nyawa ini kuhamburkan, betapa pun pihak lawan
bersembunyi di tempat yang paling rahasia juga tidak dapat
menghindarinya. ̈
Miau-ji tertarik, ”Apakah betul di dunia ada Am-gi sehebat ini? ̈
”Kapan pernah kudusta padamu? ̈ ucap Sim Long dengan tertawa.
Lalu ia memandang lagi ke pucuk pohon dan balik batu, teriaknya
pula, ”Jika kalian tidak percaya, segera dapat kuperlihatkan
kepadamu. ̈
Belum lenyap suaranya, serentak dari pucuk pohon dan balik semak-
semak sana, bahkan di belakang batu karang di kejauhan beramai
ada belasan sosok bayangan hitam melayang pergi secepat terbang.
Maka tergelaklah Sim Long, ”Coba, belum lagi senjata rahasiaku
terhambur, musuh sudah lari ketakutan lebih dulu. ̈
”Haha, memang betul, ̈ seru Miau-ji dengan tertawa. ”Anehnya Amgi
selihai ini ternyata tidak pernah kudengar sebelum ini, entah boleh
tidak kulihat bagaimana bentuk Am-gi kebanggaanmu ini? ̈
”Ya, aku juga ingin tahu, ̈ tukas Ong Ling-hoa.
Sim Long tampak ragu sejenak, katanya, ”Padahal, benda ini pun
tidak menarik. ̈
”Boleh kau perlihatkan saja kepada mereka, ̈ ujar Jit-jit.
”Kukira yang paling ingin tahu mungkin dirimu sendiri, betul tidak? ̈
Sim Long berseloroh.
Muka Jit-jit menjadi merah.
”Baiklah, ̈ kata Sim Long kemudian, ”kukira tidak berhalangan
kuperlihatkan kepada kalian .... ̈
Perlahan ia lantas membuka tangannya. Mana ada senjata rahasia
apa segala, yang tergenggam olehnya tidak lain cuma sepotong uang
perak saja.
Miau-ji melengak, ”Hei, apa ... apa ini? ̈
”Ini bukan Sau-hun-sin-ciam segala, tapi Hek-jin-ciam (jarum
penakut orang), ̈ jawab Sim Long dengan tersenyum.
”Hahaha! ̈ Miau-ji terbahak. ”Tahulah aku sekarang .... ̈
Jit-jit juga berkeplok tertawa, katanya, ”Memang seharusnya kuduga
sebelumnya, di dunia mana ada Am-gi ampuh sebagaimana
dikatakannya itu, mestinya sudah kupikirkan keterangannya melulu
untuk menggertak saja. ̈
Miau-ji tertawa, katanya, ”Tapi jarum penggertak orang ini memang
jauh lebih lihai daripada senjata rahasia macam apa pun, tanpa
digunakan orang sudah dibuat ketakutan lebih dulu dan lari terbirit-
birit. ̈
”Selain Sim Long, siapa pula yang sanggup menggunakan ’Am-gi’
semacam ini? ̈ ujar Jit-jit dengan tertawa. ”Jika aku yang
menggunakannya tentu sedikit pun tidak menakutkan. ̈
”Meski bagus akalnya, tapi kita tetap menghadapi jalan buntu, apa
gunanya meski kawanan pengintai itu dapat digertak lari? ̈ kata
Ling-hoa.
Seketika Him Miau-ji tidak dapat tertawa lagi.
*****
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-baja-3-serial-pisau-terbang.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Baja 3 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-baja-3-serial-pisau-terbang.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar