Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 20 September 2011

pelajaran langsung dari Wie Sin Siansu dan Bun An
Taysu yang mengajarkannya secara diam-diam
diluar tahu Wie Sin Siansu.
Juga dia selalu melatih diri dengan tekun.
Sebenarnya Giok Han sudah mempunyai dasar-dasar
lwekang yang cukup kuat. Dalam kegusarannya dan
kesakitan, dimana Giok Han jadi mata gelap,
walaupun dia seorang bocah cilik, tokh akhirnya dia
memberikan perlawanan. Demikianlah, waktu
mukanya ditampari Phoey Cie Seng yang pura-pura
membersihkan abu yang melekat diwajahnya, tanpa
pikir dua kali lagi Giok Han menyambar tangan
Phoey Cie Seng, digigit jari telunjuknya sampai
Phoey Cie Seng menjerit seperti babi disembelih.
Orang sering bilang, sepuluh jari tangan mempunyai
hubungan dengan sang hati dan jika jari tangan
dibikin sakit, sakitnya sampai ke ulu hati !
Juga, Phoey Cie Seng bisa tergigit jari
telunjuknya, hal itu disebabkan pendeta ini tidak
waspada, sebab beranggapan Giok Han seorang
bocai. cilik. Phoey Cie Seng angkat tangan kirinya
dan jotos pundak Giok Hoan. "Apa kau mau mampus
? hayo, lepas !" dia membentak dengan bengis.
Sedari kecil Giok Han hidup ditengah-tengah
keluarga Jenderal, ayahnya seorang Goanswee

386
dimana pembantu-pembantunya yang
berkepandaian tinggi. Adatnya keras dan tidak
mengenal takut dan selalu dihormati oleh semua
orang. Dalam kegusarannya yang meluap-luap,
walaupun golok dan tombak datang menyambar, ia
tokh tak akan melepaskan gigitannya.
Begitu rasakan pundaknya sakit, giginya
menggigit semakin keras. Dengan satu suara "krek ,
tulang jari Phoey Cie Seng patah! Sekarang Phoey
Cie Seng yang jadi mata gelap. Tanpa perdulikan
segala akibatnya, ia hantam kepala Giok Han yang
lantas saja menjadi pingsan dan sesudah itu barulah
dia dapat cabut jarinya cari mulut sibocah.
Biarpun tulangnya masih dapat disambung, akan
tetapi mulai dari waktu itu tenaga jari telunjuk
tersebut tidak akan pulih seperti sediakala dan
sedikit banyak ada pengaruhnya dengan ilmu
silatnya. Dalam kegusaran yang sukar dilukiskan, ia
tendang tubuh sibocah beberapa kali.
Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun menyaksikan
jari Phoey Cie Seng digigit Giok Han, jadi kaget.
Mereka ingin menolongi, tapi Phoey Cie Seng keburu
menghantam kepala Giok Han sampai sibocah
pingsan. Mereka jadi kaget sampai muka mereka
pucat seperti kapur tembok. "Sahte." kata Kam
Siang Cie menyesnli Phoey Cie Seng, mengapa
dihajar begitu keras ? Bagaimana kalau Suhu tahu ?"

387
Phoey Cie Seng tengah gusar, ia sobek jubah
pertapaannya yang digunakan buat membungkus
jari tangannya yang luka. Untung saja disekitar
tempat itu hanya mereka bertiga, tidak ada pendeta
lainnya yang menyaksikan, sebab jika sampai
diketahui orang lain, disamping dia tak tahu dimana
harus taroh mukanya, juga urusan ini akan sampai
kegurunya. Bun An Taysu.
"Kita harus paksa agar dia tidak buka mulut !"
Kata Phoey Cie Seng, suaranya keras, menunjukkan
dia masih gusar, walaupun tidak urung kaget juga
melihat susiok kecilnya itu pingsan. "Siete, tolong
ambilkan air ."
Lo Tam Bun yang sempat kesima melihat paman
guru kecil itu pingsan dan kuatir guru mereka
mengetahui hal ini, jadi tersadar, la mengiyakan dan
pergi mengambil se-paso air dingia buat mengguyur
muka Giok Han, Begitu siuman seperti kerbau gila
Giok Han menerjang pada Phoey Cie Seng. Pendeta
itu mencengkram dadanya sambil membentak:
"Binatang, Benar-benar kau bosan hidup ?"
"Anjing ! Hwesio bau! Kaulah yang binatang !"
berteriak Giok Han.
Phoey Cie Seng bermaksud ingin mengancam dan
memaksa Giok Han untuk tutup mulut tidak
bercerita pada siapapun juga apa telah dialaminya.
Tapi dimaki begitu oleh Giok Han, lenyap rasa kuatir
Phoey Cie Seng, tak dapat tahan lagi hawa

388
nafsunya, Tangan kanannya melayang dan
menggampar lagi. Giok Han menerjang, tapi sekali
ihi ia sudah siap sedia. Dalam waktu sekejap,
beberapa kali Giok Han terpelanting, tapi ia ternyata
bandel luar biasa.
Kam Siang Cie berdua Lo Tarn Bun sibuk
mencegah agar Phoey Cie Seng tidak turunkan
tangan keras lebih jauh, tapi pendeta yang seorang
itu seperti sudah kesurupan, tidak meladeni seruan
Kam Siang Cie berdua. Jika mau, dengan satu
gerakan tangan saja ia bisa membikin Giok Han
mendapat luka berat, akan tetapi, lantaran memikir
biar bagaimanapun juga anak itu adalah Susioknya
dan mengingat Suhu dan Sucouwnya, Bun An Taysu
dan Wie SinSiansu, yang pasti akan murka dan
menghukumnya kalau sampai anak ini mengalami
luka berat, Phoay Cie Seng jadi sungkan turunkan
tangan yang berat.
Tapi Giok Han terus menerjang seperti orang gila
dan biarpun sudah terguling-guling berulangkali
dengan seluruh badan dirasakan bukan main
sakitnya, ia masih pantang mundur, Benar ia sudah
melatih Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun dan Tat
Mo Kun Hoat, namun sejauh itu Giok Han belum
pernah mempergunakannya untuk berkelahi. Apa
lagi ia tengah dalam keadaan gusar, dan kalap, lupa
baginya mempergunakan ajaran Wie Sin Siansu,
selain menerjang terus menerus dengan kalap
seperti kerbau gila.

389
Kam Siang Cie berdua Lo Tarn Bun yang
berusaha menenangkannya tidak berhasil. "Sudahlah
Susiok, kami memang bersalah kurang hati-hati
mengejutkan susiok... sudahlah kami minta maaf !"
Kam Siang Cie berdua LoTam Bun berseru-seru tidak
hentinya dengan gelisah.
Tapi Giok Han begitu jatuh, segera bangun dan
menerjang pula! Diam-diam hati Phoey Cie Seng
merasa menyesal, sampai akhirnya lantaran
terpaksa ia totok pundak Susiok kecilnya itu buat
tutup jalan darahnya dan mau tak mau Giok Han
rubuh tanpa bisa bangun lagi. Cuma kedua bola
matanya masih mengawasi Phoey Cie Seng dengan
sorot gusar, terbuka lebar-lebar mendelik.
"Binatang ! Apa sekarang kau tahu takut?"
Bentak Phoey Cie Seng. "Hemmm, macam kau
bocah setan ingin jadi Susiok kami... apa yang kau
bisa heh ?"
Giok Han terus mengawasi dengan mata mendelik
tanpa memperlihatkan rasa takut sedikitpun.
Dengan napas sengal-sengal Phoey Cie Seng
duduk di atas batu besar yang tidak jauh dari situ.
Jika ia bertempur dengan musuh tangguh satu jam
lamanya, belum tentu ia merasa begitu lelah.
Sekarang, biarpun kaki dan tangannya tidak merasa
cape, seluruh badannya dirasakan lelah sekali,
akibat naiknya darah yang sangat tinggi. Buat
beberapa saat keponakan murid dengan paman guru

390
itu saling mengawasi dengan mata gusar. Kam Siang
Ci berdua Lo Tam Bun membujuk Phoey Cia Seng
agar tidak mengumbar kegusarannya dan
membebaskan Giok Han, meminta maaf dan
menghabisi urusan sampai disitu."
"Menghabisi urusan ini sampai di sini ?" tanya
Phoey Cie Seng tambah mendongkol. "Mana
mungkin ? Sekali saja bocah ini buka mulut pada
Suhu. kita akan rusak! Belum lagi dia mengadu
tidak-tidak kepada SUCOW, tentu kita akan dihukum
berat! Bukankah dia murid Sucouw yang tersayang?"
Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun jadi bengong.
Sekarang mereka pun tambah bingung. Jika
sebelumnya mereka hanya ingin menghina dan
mempermainkan paman guru kecil itu, sekarang
justeru merasa menyesal. Keadaan mereka seperti
menunggang macan, diam terus tidak bisa, turunpun
tidak bisa.
Phoey Cie Seng putar otaknya, tapi ia belum
mendapat jalan cara bagaimana harus bersikap
terhadap paman guru kecil yang luar biasa nekad ini.
Selagi kejengkwlannya belum berkurang, mendadak
terdengar suara lonceng nyaring dibunyikan keras
sekali, itulah satu pertanda bahwa Ciangkauw
(pemimpin agama) perintahkan semua murid Siauw
Lim Sie agar berkumpul. Phoey Cie seng terkejut,
demikian pula Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun,
mereka kaget, sampai muka mereka berubah pucat
seperti kertas putihnya

391
Agak gugup Phoey Cie Seng berdiri, dia bilang :
"KaIau kau berjanji tidak akan memberitahulan
kejadian tadi kepada Suhu dan Sucouw, aku akan
lepaskan kau." Sehabis berkata begitu ia lantas
menotok pula buat buka jalan darah Giok Han.
Tapi tak dinyana, begitu bangun, Giok Han sudah
mau menerjang
"Aku tidak pukul kau, kau mau apa lagi ?" Tanya
Phoey Cie Seng.
"Apakah kau nanti berani menghinaku lagi?"
tanya Giok Han.
Terpaksa sekali Phoey Cie Seng menggeleng.
Habis muka terangnya, hatinya penasaran sekali,
terhadap seorang bocah sekecil iiu ia terpaksa
menyerah kalah. "Tidak..." katanya perlahan.
"Susiok jangan marah..."
"Kau harus berlutut meminta maaf dan
manggutkan kepala tiga kali !" kata Giok Han sambil
menelan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena tadi
terpelanting berkali-kali.
"Apa ?" Mata Phocy Cie Seng mendelik, darahnya
naik lagi. Tapi Kam Siang Cie sudah menarik ujung
lengan jubah Phoey Cie Seng dan melirik memberi
isyarat.

392
"Susiok," kata Phoey Cie Seng, lesu. "Aku minta
maaf atas kekurang ajaran kami bertiga pada
Susiok..." kata Phoey Cie Seng, ia merangkapkan
kedua tangannya menjura memberi hormat kepada
Giok Han. Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun ikut
memberi hormat.
Giok Han menggeleng, "Tidak kalian bertiga harus
berlutut, minta maaf dan berjanji tidak akan
menghinaku lagi !"
Muka Phoey Cie Seng bertiga jadi pucat, mereka
salah tingkah, saling pandang satu dengan yang
lainnya. Mereka juga mendongkol bukan main.
Suara lonceng yang dipukul semakin keras,
membuat ketiga Hweshio itu semakin gelisah,
mereka tak berani ayal-ayalan lagi.
Tiba-tiba Phoey Cie Seng menjatuhkan dirinya
berlutut didepan Giok Han sambil manggutmanggutkan
kepalanya tiga kali! Kam Siang Cie
berdua Lo Tam Bun pun putus asa, mereka
mengikuti perbuatan Phoey Cie Seng, berlutut dan
manggutkan kepala mereka sebanyak tiga kali ! Di
dalam hati ketiga Hwesio itu memaki kalang
kabutan. karena mereka gusar tanpa bisa
melampiaskannya dan pamor mereka hancur di
tangan seorang bocah seperti Giok Han !
"Kami bertiga tidak berani berbuat kurang ajar
lagi pada Susiok !" Berjanji mereka, itupun karena
terpaksa benar. Suara mereka sampai serak sember,

393
tergetar menahan kegusiran yang meluap bahkan
Phoey Cie Seng karena darah nya naik tinggi sekali,
hampir saja rubuh pingsan. Untung dia masih bisa
mempertahan kan diri dan cuma matanya yang
berkunang-kunang gelap.
"Baiklah," kata Giok Han. "Kalau kalian kelak
berani berbuat kurang ajar padaku akan kulaporkan
penstiwa ini pada Toa suhengku, guru kalian. Kalau
perlu akan kulaporkan pada Sucouw. Selamalamanya
kalian tidak boleh berbuat kurang ajar lagi
padaku !"
Kam Siang Cie tertawa meringis dan terpaksa
manggutkan kepalanya. Demikian juga Lo Tam Bun,
yang nyengir pahit. Phoey Cie Seng yang cuma
menunduk dengan muka muram lesu. la penasaran
bukan main. Jari telunjuknya tergigit sampai
tulangnya patah, sekarang dia harus berlutut
memanggutkan kepalanya tiga kali buat si bocah,
malah berjanji tidak akan berbuat kurang ajar lagi
pada si bocah ! Benar-benar penasaran dan dia
rasanya mau menangis tidak bisa, tertawapun tidak
dapat.
"Ciangkauw panggil semua murid Apakah Susiok
mau kesana dengan kami ?" tanya Kam Siang Cie
setelah berdiri.
"Kalian pergilah, aku akan pergi sendiri kesana !"
menyahuti Giok Han.

394
Ketiga Hwesio itu manggut dan ngeloyor pergi
dengan sikap lesu. Giok Han merasa puas, walaupun
tubunnya masih terasa sakit-sakit. Setelah
merapikan bajunya, si bocah cepat-cepat pergi ke
Tat Mo Tong. Ketika si bocah tiba dtsitu, semua
Hwesio sudah berdiri berjejer, berbaris rapi. Tang
Sin Siansu tampak dudui angker di tempatnya, di
sisi kirinya berdiri Tang Lang Siansu. di sisi
kanannya Tang Lu Siansu. Tang Bun Siansu tidak
tampak, ia kembali tengah menjalankan tugas pergi
ke Bu Tong Pay. Wie Sin Siansu dan murid-murid
tingkat 2 pun sudah berkumpul. Giok Han
menghampiri gurunya.
Wie Sin Siansu tercengang melihat keadaan
muridnya yang babak belur matang biru pakaiannya
pun tidak karuan. "Kenapa kau?" tegurnya, berbisik
waktu muridnya sudah berada disampingnya.
"Tadi tecu panjat pohon di hutan kecil sebelah
Utara, tecu terpeleset jatuh," berbohong Giok Han.
la melirik kepada kelompok murid murid tingkat 4 ia
melihat Kam Siang Cie, Lo Tam Bun dan Phoey Cie
Seng bertiga tengah mengawasi kearahnya dengan
berkuatir. Muka mereka pucat, mata mereka ter
buka lebar-lebar. Hanya Phoey Cie Seng di samping
memancarkan rasa kuatir, juga sorot gusar.
Ketiga Hwesio itu rupanya kuatir Giok Han
mengadu kepada Wie Sin Siansu. Giok Han
meleletaan lidahnya secara diam-diam kepada ketiga

395
Hwesio itu, membuat Kam Siang Cie hertiga segera
melengos dengan muka merah kaiena mendongkol
Wie Sin Siasu megusap kepala bocah itu "Lain kali
kau harus hati-hati dan jangan nakal," sabar
pendeta tua itu. Tidak lama lagi aku akan ajarkan
kau Ginkang (ilmu meringankan tubuh), sehingga
tidak perlu jatuh babak belur seperti ini jika
memanjat pohon !"
Girang Giok Han. "Terima kasih, Suhu." Waktu itu
Tang Lu Siansu tepuk tangannya dan seluruh
ruangan jadi sunyi sepi. Selama ini kuil Siauw Lim
Sie merupakan tempat yang suci dan siapapun tidak
akan lancang datang untuk mengacau! Tadi
dilaporkan ada seorang tosu yang memaksa untuk
naik kemari dan mengacau, melukai banyak orangorang
kita.
Karena itu kami teieh perintahkan murid-murid
barisan depan Pat Kwa Tin, pergi membendung dan
menangkapnya ! Hanya saja, musuh yang datang
sekali ini rupanya bukan orang biasa, ia bisa
menerobos barisan depan Pat Kwa Tin, sehingga
perlu kalian pun bersiap siaga. "Nah, laksanakan
tugas"."Tang Sin Siansu memberikan perintahnya.
Semua Hwesio yang berkumpul di situ, tidak
perduli dari tingkat yang mana, jadi terkejut. Musuh
dari manakah yang begitu tangguh bisa menerobos
dari barisan muka Pat Kwa Tin, pasukan muridKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
396
murid Siauw Lim Sie yang d.bentuk dalam posisi
kedudukan Pat Kwa.
Jangan seorang musuh, seratus orang musuh
yang sudah terkurung oleh barisan Pat Kwa Tin
niscaya tidak akan berdaya apa-apa, bagaimana
tangguhnya sekalipun musuh-musuh itu. Sekarang
yang datang hanya seorang tosu, tapi berhasil
menerobos barisan depan Pat Kwa Tin, jelas tosu itu
berkepandaian liehay sekali.
Semua Hwesio itu bubar, untuk bersiap-siap di
pos masing-masing.
Wie Sin Siansu mengajak Giok Han ikut
dengannya, untuk memimpin beberapa orang
Hwesio menantikan kedatangan musuh.
Kalau nanti musuh telah datang, kau harus
menyaksikan dari jauh saja, jangan dekat-dekat !"
bisik Wie Sin Siansu pada murid bungsunya.
Giok Han mengangguk, ia girang akan
menyaksikan keramaian... kesibukan terlihat di
dalam kuil Siauw Lim Sie, semua Hwesio dan
berbagai tingkat tengah bersiap-siap dengan senjata
masing-masing. Tapi walaupun semua Hwesio sibuk,
seluruhnya berlangsung dengan tertib, sampai suara
sekecil apapun tidak terdengar!
-ooo0oooKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
397
Mari kita mundur sejenak. Di kaki gunung Siauw
Sit San, dimana pada puncak gunung itu berdiri
megah kuil Siauw Lim Sie, terdapat beberapa buah
desa. Di kaki gunung sebelah barat ada desa
Siecoan, sebuah desa yang cukup besar. Di sebelah
timur kaki gunung itu terdapat desa Lin-su dan
dikaki gunung sebelah utara terdapat sebuah desa
yang terbesar dari desa-desa di kaki gunung Siauw
Sit San. yaitu desa Lam-kim-cung.
Penduduk dcsa itu hampir berjumlah 100 kepala
keluarga, yang sebagian terbesar dari mereka hidup
bercocok tanam. Pada pagi itu tampak seorang tosu
berpakaian bersih, berusia antara 60 tahun, tengah
berjalan di pasar dalam kampung Lam-kim cung. la
kemudian memasuki sebuah kedai arak.
Dimintanya satu teko teh, lalu minum secawan
demi secawan dengan tenang. Tosu itu tampak
mengagumi keindahan alam desa Lam-kim-cung,
karena biarpun desa ini terpencil di kaki gunung
Siauw Sit San, namun daerah itu merupakan daerah
pegunungan yang penuh dengan pohon Siong dan
bambu, serta di seputarnya terdapat sawah-sawah
yang subur, sehingga keadaannya seperti juga
keadaan daerah Kanglam yang indah permai.
Dilihat dari sikapnya, tosu itu mempunyai
perasaan halus dan sabar. Kumis jenggotnya sudah
berobah warna menjadi putih seperti benang-benang
perak, yang terjuntai sampai ke dadanya

398
Seorang pelayan yang menyediakan teh buat tosu
itu dan membawa beberapa bak-pauw tanpa isi,
sempat tersenyum dan berkata kepada si tosu
(paderi Agama Tookauw): "Tampaknya totiang
bukan penduduk sekitar sini, kemanakah tujuan
totiang ?"
Tosu tua ita tersenyum sabar. "Dari sini kuil
Siauw Lim Sie tidak jauh lagi. Aku ingin pergi ke
sana, untuk mengurus suatu persoalan..."
Mendadak terdengar suara tindakan kaki yang
enteng, ketika tosu dan si pelayan menoleh, mereka
melihat dua Hwesio usia pertengahan sedang berdiri
dipintu kedai arak dan mengawasi tosu tua itu
dengan mata tajam.
Sesudah mengawasi beberapa saat, waktu tosu
tua itu menoleh, kedua Hwesio itu lantas berjalan
keluar. Melihat gerakan kedua Hwesio itu, si tosu
tahu mereka mempunyai ilmu silat yang tidak
rendah. Tempat itu sangat berdekatan dengan Siauw
Lim Sie, maka si tosu menduga kedua Hwesio
tersebut adalah pendeta dari Siauw Lim Sie.
Sudah sebulan lebih tosu tua itu melakukan
perjalanan jauh, sekarang ia sudah tiba di Siauw Sit
San. la mempunyai urusan yang sangat penting
dengan pimpinan Siauw Lim Sie. Karena mengingat
bahwa ia bertujuan buat menemui Tang Sin Siansu,
Hongthio Siauw Lim Sie. maka hatinya jadi ingin

399
berkenalan dengan kedua Hwesio itu buat bersamasama
naik ke atas gunung.
Tosu itu lantas saja meninggalkan mejanya dan
pentang kedua kakinya setelah meletakkan uang
pembayaran air teh yang diminumnya. Tapi kedua
Hwesio itu sudah ber-lari-Iari tanpa menengok dan
berada dalam jarak puluhan tombak jauhnya.
"Jiewie Taysu, berhentilah dulu," berteriak sitosu.
"Pinto (aku) mau bertanya sedikit." Suara tosu tua
itu sangat nyaring bagaikan genta, sehingga selat
gunung seakan-akan jadi bergoyang.
Kedua hweshio itu agaknya kaget, tapi sebaliknya
dari hentikan tindakan kaki mereka, malah keduanya
lari terlebih keras.
"Apa mereka tuli?" menggumam si tosu yang
terheran-heran melihat kelakuan kedua hweshio itu,
lalu ia mempercepat langkah kakinya. Dalam
sekejap mata ia sudah menyandak dan menghadang
di depan kedua hweshio itu sambil berkata dengan
suara manis, membungkuk hormat: "Jiewie Taysu,
selamat bertemu !"
Menyaksikan gerakan si tosu yang begitu gesit,
disertai dengan membungkukkan tubuh? kedua
hweshio jadi terkesiap dan menduga si tosu tua
sedang kerahkan tenaga dalamnya. Kedua hwshio
lalu meloncat ke samping dan membentak: "Kau
mau apa ?"

400
"Apakah jiewie dari Siauw Lim Sie?" tanya si tosu,
sabar suaranya, sikapnya tetap manis.
"Kalau benar, mau apa?" jawab salah seorang
hweshio dengan suara tawar.
"Pinto yang rendah adalah sahabat lama dari
Hongthio Tang Sin Siansu dan kedatangan Pinto ini
adalah buat berjumpa dengannya," jawab si tosu.
"Jika diluluskan, Pinto mohon jiewie sudi
mengantarkan."
"Kalau kau mempunyai nyali, pergilah sendiri !"
kata salah seorang hweshio yang badannya kate
gemuk. Sehabis berkata begitu, mendadak ia
menyabet dengan tangannya, sehingga si tosu
terpaksa berkelit ke samping kanan. Tapi siapa
nyana, hweshio yang badannya kurus juga turut
menyabet dengan tangannya, dan si tosu jadi
tergencet di sama tengah.
Pukulan itu adalah pukulan "Toa Koan Bun Sit"
atau "Pukulan Menutup Daun Pintu", rnerupakan
salah satu ilmu pukulan Siauw Lim Pay yang sangat
liehay.
Si tosu terkesiap melihat kedua hweshio itu
turunkan tangan jahat, tanpa suatu sebab. la tahu
kejadian ini pasti timbul dari suatu salah mengerti. la
tidak berkelit atau menangkis, tapi lantas kerahkan
tenaga dalamnya dan hampir berbareng, kedua
pukulan itu mengenai telak pada pundaknya.

401
Sebaliknya bukan si tosu yang terluka, malah kedua
hweshio itu yang berteriak kesakitan dan tangan
mereka menjadi bengkak, sebab kena dipukul balik
dengan satu tenaga dalam yang sangat hebat.
Sebagai orang yang sudah berlatih mahir ilmu
silatnya dan dua puluh tahun sudah melatih tenaga
dalamnya, bukan main kagetnya kedua hweshio itu,
Sambil berseru keras, mereka lantas menendang
dada si tosu.
Si tosu adalah seorang yang mempunyai
kesabaran luar biasa. Ketika itu, ia tidak jadi gusar,
cuma hanya merasa sangat heran.
Setahu si tosu Siauw Lim Sie merupakan kuil di
mana pusat perguruan silat yang tertua dan
mempunyai pemimpin-pemimpin yang selama
generasi demi generasi dapat bersikap agung dan
dihormati oleh seluruh orang rimba Persilatan.
Dia jadi heran mengapa murid-murinnya begitu
berangasan Si tosu juga mengenali bahwa
tendangan yang dilakukan kedua hweshio tersebut
adalah Wan Yang Giok Lian Hoan yang berantai dan
sangat liehay. Tapi si tosu tokh masih belum
menjadi gusar dan kembali kerahkan tenaga
dalamnya.
Dalam sekejap, belasan tendangan sudah mampir
pada dadanya yang tipis kurus, sedangkan kedua
hweshio itu merasakan kaki mereka seperti juga

402
menendang karung pasir. "Apakah tosu ini manusia
atau setan?" pikir kedua hweshio itu kaget didalam
hati masing-masing.
Mendadak kedua hweshio ini mencabut pedang
mereka yang disimpan dalam jubah pertapaan. Si
hweshio kate menikam bagian bawah badan si Tosu
dengan gerakan "Tan Hay Tok Liong" atau "Masuk
KeLaut Membunuh Naga", sedangkan hweshio jang
satunya lagi menabas dengkul kanan si tosu dengan
jurus "long Hong Sauw Yap" atau "Angin Utara
menyapu Daun".
Serangan terhadap dirinya walaupun tampaknya
hebat, tidak membuat tosu tua itu gentar. Hanya
saja, menyaksikan gaya telengasnya kedua
serangan pedang, jadi gusar. "Kita tidak saling
kenal, baru sekali ini bertemu, mengapa kalian
begitu kejam?" pikirnya didalam hati. Ia
memiringkan badannya dan sampok gagang pedang
sihweshio kate dengan pukulan Sun Cm Tui Couw
(Dengan Tangan Mendorong Perahu). sehingga
pedang itu jadi berbalik dan menangkis pedang si
hweshio kurus. Itulah suatu ilmu siiat yang melawan
musuh dengan gunakan musuh juga, merupakan
satu bagian dari ilmu Kong Ciu Jip Pek To (Dengan
Tangan Kosong Masuk Ke Dalam Rimba Golok).
jangan kata baru dua orang, biarpun dikerubuti dua
puluh orang, sitosu masih dapat melayaninya
dengan pinjam tenaga musuh buat lawan musuh
yang lainnya.

403
Begitu kedua pedang kebentrok, kedua hweshio
itu rasakan tangan mereka sakit sekali dan buruburu
balik badan sambil mengawasi sitosu tua
dengan sorot mata gusar berbareng kagum. Sambil
menggereng, mereka kembali menyerang dengan
pedang masing-masing.
Sitosu tua kenali bahwa serangan itu adalah
serangan dari orang-orang yang baru saja
mempelajari barisan Pat Kwa Tin, ilmu barisan
andalan Siauw Lim Sie yang sangat terkenal lihay,
Oleh karena kuatirkan keadaan bertambah gawat
serta salah paham bertambah berat, sitosu segera
juga berseru: "Aku adalah sahabat Tang Lu Siansu,
harap jiewie jangan main-main !"
"Andaikata kau pinjam nama Hongthio Tang Sin
Siansu juga tak ada gunanya!" membentak si
hweshio kurus.
"Tapi benar-benar Tang Sin Hongthio juga
memiliki hubungan cukup baik dengan Pinto!"
berkata sitosu dengan suara nyaring dan sikap
bersungguh-sungguh.
"0mong kosong!" membentak sihweshio kate.
"Sebentar lagi kau akan bilang Tang Lan Siansu
Susiokcouw pun sebagai sahabatmu !" Sambil
membentak, pedangnya sudah menikam lagi dada
sitosu.

404
Sitosu tua yang sabar itu benar-benar tidak
mengerti. Dari ilmu silatnya, kedua hweshio itu
memang benar merupakan murid-murid Siauw Lim
Sie. Tapi mengapa tanpa sebab, mereka jadi
memusuhi dirinya ?"
Sitosu tua adalah seorang yang pribadinya tebal
luar biasa dan di samping itu ia pun tengah
mempunyai suatu persoalan penting dengan
Hongthio Siauw Lim Sie, sehingga tidaklah pantas
kalau belum apa-apa, ia sudah bentrok dengan
hweshio disitu.
Maka itulah, ia cuma kelit serangan orang dan
sama sekali tidak membalas. Ke-dua hweshio itu jadi
semakin gusar dan ro-bah cara menyerangnya, yaitu
terus tujukan pedang mereka ke arah dada si tosu,
itulah tikaman mengandung maut!
Biar bagaimana sabarnya si tosu tua itu, ia masih
tetap seorang manusia biasa juga. darahnya
sekarang mulai naik. Begitulah seketika pedang si
hweshio kate menyambar, ia lonjorkan tangan
kanannya sembari pentang dua jarinya yang lamas
digunakan buat jepit badan pedang, berbareng
dengan itu, ia tekuk lengannya ke dalam buat bentur
hidung si hweshio dengan sikutnya
Begitu pedangnya kena dijepit, si hweshio coba
membetot, tapi tidak bergeming dan malahan lihat
sambaran sikutnya si tosu. la tahu, kalau mukanya
kena dibentur, biarpun tak sampai mati, ia pasti

405
akan mendapat luka berat. Maka itu, sebab tiada
jalan lain, buru-buru ia lepaskan pedangnya dan
loncat mundur ke belakang.
Ilmu silat si tosu tampaknya sudah mencapai
puncak sedemikian tinggi, sehingga kaki tangannya
secara otomatis selalu menurut keinginan hatinya.
Sesuatu gerakannya keluar pas-persis menurut
kemauannya. Ketika itu, ia gerakkan sedikit kedua
jarinya yang menjepit pedang dan gagang pedang
itu segera menyampok ujung pedang si hweshio
kurus yang sedang membabat lehernya.
Begitu kena benturan, si hweshio rasakan
tangannya gemetaran dan pundaknya panas, mau
tidak mau ia juga lantas lepaskan pedangnya buat
segera loncat keluar dari gelanggang.
"iblis ini benar-benar lihay, ayo lari !" mereka
berteriak sambil panjangkan langkah seribu.
Selama hidupnya si tosu menganut penghidupan
yang suci dan alim, selamanya tidak pernah
melakukan perbuatan tercela. Sekarang, "baru sekali
ini, ia digelarkan iblis"
Karuan saja ia jadi gusar dan segera menguber
Sesudah datang dekat, dengan sekali enjot,
tubuhnya terbang melewati kepala kedua hweshio
itu, untuk kemudian hinggap di atas tanah, di depan
kedua hweshio itu!"

406
"Hei, kalian memaki Pinto apa ?" ia membentak.
Si hweshio kate terkesiap dan balas membentak:
"Bukankah kau datang di Siauw Sit San dengan
bermimpi untuk menimbulkan keonaran ?" Sehabis
berkata begitu, oleh karena kuatir diserang, hweshio
itu mundur beberapa tindak.
Si Tosu bengong. la sungguh tak mengerti,
kenapa si hweshio bilang begitu, sedangkan ia sama
sekali tidak bermaksud menimbulkan kekacauan
apa-apa di Siauw Lim Sie. Bahkan, kedatangannya
disebabkan suatu urusan, di mana ia ingin bertemu
dengan Hongthio dan tetua-tetua Siauw Lim Sie,
untuk merundingkan suatu persoaIan yang sangat
penting.
Selagi si tosu bengong, kedua hweshio itu saling
lirik dan lantas kabur dari kedua samping badan si
tosu.
Seperti orang yang baru sadar dari tidur-nya, si
tosu keluarkan satu suara "hemm," dan lewat
beberapa saat barulah mengguman,: "Benar-benar
aneh. Apa maksud kedua hweshio itu? Mengapa
mereka menyerang secara buta-tuli ? Mungkin sekali
mereka salah mata."
Si tosu mulai mendaki gunung, dengan
menenteng dua batang pedang yang ditinggalkan
kedua hweshio. Si tosu melihat pada batangnya

407
kedua senjata tersebut tertata tiga huruf kecil :
"Siauw Lim Sie."
Sesudah berjalan lebih semakanan nasi, si tosu di
bagian yang jalanannya jadi lebih sukar dan
berbahaya buat dilewati. Dengan masih bertanyatanya
memikirkan kelakuan kedua hweshio yang
bertemu dengannya tadi si tosu berjalan terus,
beberapa lama di depannya menghadang satu batu
gunung yang luar biasa bentuk maupun besarnya
Batu itu melengkung dari atas ke bawah, seperti
seorang nenek yang sedang membungkukkan tubuh
dan kelihatannya menyeramkan sekali.
Saat itu bulan sisir sudah muncul di tepian langit,
hari sudah malam dan sang magrib sudah berlalu.
Melihat itu, si tosu jadi berdiri diam sejenak. Hatinya
jadi sedikit tergerak menyaksikan pemandangan
yang luar biasa ditempat tersebut. "Memang tidak
percuma Siauw Lim Sie mempunyai nama besar
sepanjang jaman, tempatnya saja demikian luar
biasa dan angker !" menggumam tosu itu akhirnya,
penuh perasaan kagum
Tiba-tiba dari belakang batu terdengar beberapa
seruan dan loncat keluar empat hwesio yaig masingmasing
tangannya mencekal pedang. Begitu muncul
memperlihatkan diri, mereka lantas berbaris di
tengah jalan tanpa keluarkan sepatah kata.
Si tosu maju menghampiri dan memberi hormat
seraya berkata: "Pinto yang rendah adalah Soan Lo

408
Cinjin dari Bu Tong San. Kedatangan Pinto ke sini
buat menemui Tang Sin Hong thio."
Seorang hwesio yang badannya jangkung maju
setindak dan berkata sembari tertawa dingin:
"Sebagai salah seorang pimpinan Bu Tong Pay,
namanya Soan Lo Cinjin tersohor di kolong langit.
Tapi mengapa kau begitu tidak mengenal malu?
Hmmm, tentu kau ingin menjual nama Soan Lo
Cinjin! Ayo cepat kau turun gunung !"
Si tosu mendongkol sekali lantaran dikatakan
tidak mengenal malu, juga hwesio itu meragukan
bahwa dia hanya menyamar dan menjual nama Soan
Lo Cinjin dari Bu Tong San. Sembari menahan sabar,
ia berkata: "Pinto adalah Soan Lo. Pinto mohon
Taysu sekalian sudi antarkan Pinto kepada Tang Sin
Hongthio, supaya segala apa bisa segera menjadi
terang."
"Begitu tiba di Siauw Sit San, kau sudah
pertunjukkan kepandaianmu," membentak si hwesio
jangkung. "Kau benar-benar sudah bosan hidup!
Kalau tidak dikasih sedikit pelajaran, kau nanti kira
di Siauw Lim Sie sudah tidak ada orang pandai lagi."
Sehabis berkata begitu, ia lantas saja sabet
pinggang si tosu tua, Soan Lo Ci ijin, dengan
gerakan "Hun Hoa hud Liu" (Sampok Kembang
Menyapu Pohon liu).

409
Bukan main herannya si tosu tua. "Baru saja
belasan tahun aku tidak berkelana dalam kalangan
Kangouw, peraturan di dalam dunia sudah berobah
begini besar !" la mengeluh dalam hatinya.
"Dulu murid-murid Siauw Lim Sie merupakan
pendeta-pendeta terhormat, alim dan saleh, tapi
sekarang mereka merupakan manusia-manusia yang
sulit diajak bicara baik-baik ! Soan Lo Cinjin
miringkan badannya buat keiit serangan itu dan
sebelum dapat membuka mulut, tiga hwesio lainnya
sudah turut menerjang dan mengepung si tosu di
tengah-tengah.
"Suwie Taysu !" Soan Lo Cinjin berseru. "Cara
bagaimanakah Pinto mesti berbuat supaya Suwie
percaya bahwa Pinto adalah Soan Lo Cinjin dari Bu
Tong San ?"
"Kau mesti lebih dulu rebut pedangku !"
membentak si nwesio jangkung yang segera
menikam pula dengan pedangnya. Mendengar
perkataan yang temberang itu, Soan Lo Cinjin jadi
mendongkol.
"Apa susahnya merebut pedangmu?" katanya
didalam hati. Begitu ujung pedang menyambar
dadanya, si tosu kerahkan tenaga dalamnya dan
mementil dengan jari tangannya. Dengan satu suara
mengaung yang nyaring, pedang itu terpental ke
tengah udara, sedang si hwesio jangkung dalam
kagetnya, loncat keluar dari gelanggang

410
pertempuran. Sebelum pedang itu jatuh di atas
tanah, dengan beruntun Soan Lo Cinjin mementil
lagi tiga kali dan tiga barang pedang lainnya segera
beterbangan di tengah udara! Dalam sekejap mata
empat pedang dari empat hwesio itu sudah dibikin
terlempar ke udara !
Menurut kebiasaannya, setiap kali turun tangan.
Soan Lo Cinjin selalu memberi kesempatan kepada
lawannya buat mengundurkan diri. Akan tetapi
lantaran hatinya mendongkol melihat
kesombongannya si hwesio jangkung, ia lantas
keluarkan ilmu mementil yang dikuasainya liehay
luar biasa.
Ilmu itu bukan main tangguhnya dan cuma dapat
dikuasai oleh orang yang sudah mempunyai tenaga
dalam yang sangat tinggi.
Sesudah pedangnya pada terbang, ke-empat
hwesio itu masih belum tahu, ilmu apa yang telah
digunakan oleh lawan mereka. "Lekas menyingkir!
iblis terkutuk itu menggunakan ilmu siluman!"
berteriak si hwesio jangkung. Mereka segera
meloncat balik ke belakang batu besar dan dalam
sekejap mata sudah menghilang diantara kegelapan
malam.
Mendengar. sesudah dimaki "iblis terkutuk" ia
sekarang disebut-sebut menggunakan "ilmu
siluman" Soan Lo Cinjin jadi gusar berbareng geli
dalam hatinya. la adalah seorang tosu yang sifatnya

411
tidak mau gampang-gampang sudah, jika menemui
persoalan yang tidak dimengerti olehnya. Semakin
sulit persoalannya, semakin ia ingin mengetahui
jelas sampai didasar-dasarnya.
Sesudah melewati dua tikungan, jalanan jadi
lebih rata dan mudah untuk dilalui. Mendadak telinga
si tosu mendengar satu tanda dari bentrokan senjata
dan dari dalam hutan muncul keluar delapan hwesio
yang masing-masing mencekal sebatang pedang.
Melihat kedudukan delapan orang itu, yaitu
empat di sebelah kiri dan empat disebelah kanan,
tosu itu segera mengetahui bahwa hwesio hwesio itu
maju dengan barisan Pat Kwa (Barisan Pat Kwa
Delapan segi) sesuai dengan jumlah delapan hwesio
itu, yang seorang demi seorang menduduki posisi
dari salah satu pintu Pat Kwa.
Soan Lo Cinjin mjngswasi delapan orang
lawannya. Diantara sinarnya bulan dan remangremang,
ia tidak dapat melihat tegas muka delapan
hweshio iti, akan tetapi, dilihat dari jenggotnya,
mereka tentunya tidak berusia muda.
Diantara mereka terdapat seorang yang berbadan
kecil langsing dan berpakaian jubah Hweshio warna
merah, tujuh yang lainnya mengenakan jubah warna
kuning.
Menyaksikan beruntun ia selalu dirintangi oleh
hweshio-hweshio yang tidak dikenalnya dan

412
berulangkali ia disebut sebagai "iblis", maka Soan Lo
Cinjin sekarang hanya berharap secepat mungkin
pergi menemui Tang Sin Hongthio, supaya bisa
menghilangkan segala salah mengerti. Maka itu,
dengan sekali Ioncat, ia sudah berada di kedudukan
sebelan kiri, pintu Bong.
Melihat tanpa bersuara Soan Lo Cinjin loncat ke
arah kiri, Su Taysu (hweshio yang ambil kedudukan
di posisi pintu Su) lantas gerakkan barisannya ke
arah kiri dan ingin kepung Soan Lo Cinjin di arena
tengah. Tapi baru saja kedelapan nweshio itu
bergerak, Soan Lo Cinjin sudah maju dua tindak kejurusan
kanan dan tetap menduduki kedudukan
pintu Bong. Melihat musuhnya mengambil
kedudukan aneh, Su Taysi segera coba mengepung
bersama dua kawannya, akan tetapi lantaran
kedudukan Soan Lo Cinjin yang aneh itu, tiga batang
pedang bukan saja tidak dapat berbuat suatu apa,
malahan seluruh barisan menjadi terbuka dan tidak
dapat saling membantu. Su Taysu kibaskan tangan
kirinya buat memberi tanda agar seluruh barisan
balik belakang. Tepi baru saja Bong bergerak. Soan
Lo Cinjin kembali maju dua tindak dan lagi-lagi
menduduki kedudukan pintu Bong, sehingga ketika
Pat K-wa Tin beres diatur, Soan Lo Cinjin sudah
berada pula dalam kedudukan yang selamat.
Harus diketahui bahwa Pat Kwa Tin adalah ilmu
silat yang paling istimewa dari Siauw Lim Sie.
Dengan delapan orang bekerja sama, mereka dapat
menahan serangan dari ratusan orang. Cuma saja,

413
Soan Lo Cin-jin tampaknya pun mahir dalam ilmu
Pat kwa, sehingga Pat Kwa tin dari Siauw Lim Sie
tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Di sebelahnya, ke
delapan hweshio yang mengepung Soan Lo Cinjin
juga belum matang be. tul kepandaiannya,
Andaikata barisan tersebut di pertahankan oleh Wie
Sin Siansu, berdelapan dengan sute-sutenya, Soan
Lo Cinjin tentu tak akan dapat gampang-gampang
menduduki kedudukan pintu Bong.
Demikian sesudah beberapa kali Pat Kwa Tin
merobah kedudukan, barisan itu masih tidak dapat
berbuat suatu apa terhadap Soan Lo C'injin dari Bu
Tong San Jika mau dengan sekali terjang saja, tosu
itu sebenarnya bisa untuk memecahkan barisan
tersebut. Akan tetapi ia sungkan terbuat sedemikian
rupa dan cuma berdiri di tempat yang selamat.
Diantara kawan-kawannya, Su Taysu yang
mempunyai ilmu silat yang paling tinggi. Melihat
pihaknya berada dibawah angin, hweshio yang
menduduki pintu Su segera mengambil putusan buat
merobah siasat dan berseru: "Robah barisan !"
Pat Kwa Tin segera saja terpencar dan kedelapan
hweshio itu berputar-putar secara kalang kabut,
dengan tujuan membikin kabur mata Soan Lo Ciijin.
Sesudah terpencar-pencar beberapa saat, secara
mendadak barisan itu berkumpul kembali, cuma
pintu Yauw dan pintu San yang saling ganti
kedudukan, dan dari barat barisan Pat Kwa Tin
tersebut menikung ketenggara.

414
Begitu cepat Pat Kwa Tin teratur lagi, kedua
hweshio yang menduduki pintu Shan dan Bie, lantas
saja menerjang dengan pedangnya, Tapi tiba-tiba
mereka melihat Soan Lo Cinjin berdiri disebelah
utaranya Yauw dengan bibir tersungging senyuman,
dalam terkesiap dan tidak berani terus turun tangan,
lantaran mengetahui jika menerjang terus, dua
hweshio yang menduduki posisi pintu Bong dan Su
akan mendapat luka berat.
"Jangan terjang ! Mundur !" Berseru hweshio
yang menduduki pintu Su yang juga sudah dapat
melihat bahaya itu. Sehabis memerintah begitu, ia
segera pimpin tujuh orang kawannya buat merobah
lagi bentuk Pat Kwa Tin, akan tetapi sesudah dirobah
berulangkali, Soan Lo Cinjin masih tetap tak dapat
ditowel badannya.
Sesudah melayani perobahan-perobahan barisan
ini buat beberapa lama, mendadak Soan Lo Cinjin
tepuk kedua tangannya sambil Perkata: "Maaf." ia
maju dua tindak ke arah kiri.
Ketika itu Pat Kwa Tin sudah berada di bawah
pengaruh sitosu. Jika ia pergi kekiri, seluruh barisan
juga mesti ikut kekiri, sebab jika tidak, jiwa
kedelapan orang-orang itu akan terancam bahaya
besar. Jika Soan Lo Cinjin lari keras, kedelapan
hweshio itupun harus lari keras, dan kalau sitosu
memperlahankan tindakan kakinya, para hweshio
itupun mesti jalan terlebih perlahan. Diantara

415
kedelapan hweshio itu, sihweshio berjubah merahlah
yang tenaga dalamnya paling cetek.
Baru saja diajak berlari-lari belasan putaran,
sihweshio jubah merah sudah merasakan kepalanya
berdenyut pusing, napasnya sengal-sengal. la segera
menyadari tenaganya bakal jadi habis dalam waktu
cepat, cuma saja lantaran mengetahui seluruh
barisannya akan menjadi berantakan jika ia rubuh,
maka si hweshio sambil kertak gigi, ia coba
pertahankan dirinya semampu mungkin.
Usia Soa Lo Cinjin sudah lanjut, mungkin sudah
lebih dari enampuluh tahun. Tapi saat itu timbul sifat
kekanak-kanakannya yang ingin mempermainkan
kedelapan hweshio itu, untuk melampiaskan
kemendongkolan hatinya. Saat itu sitosu melihat
kedelapan hweshio sudah jatuh dibawah
pengaruhnya, kemana saja ia pergi kedelapan
hweshio itu akan mengikuti, ia bergerak kekiri maka
kedelapan hweshio itu kekiri, jika si tosu kekanan.
kedelapan hweshio itu kekanan.
Timbul kegembiraan dihati Soan Lo Cinjin, ia jadi
tersenyum sendirinya. "Hari ini," pikirnya gembira.
"tanpa sebab aku kena di. maki-maki oleh kalian !
Aku dimaki sebagai iblis terkutuk dan disebut-sebut
memiliki ilmu siluman. Biarlah sekarang aku
memperlihatkan sedikit kepada kalian ilmu siluman."
Berpikir begitu, Soan Lo Cinjin dengan sekali en
jot badannya sudah hinggap diatas satu batu besar.

416
Ketika itu seluruh barisan sudah berada dibawah
kekuasaannya dan jika kedlapan hweshio tidak turut,
naik keatas, kelemahannya Pat Kwa Tin akan segera
terlihat jelas oleh musuh. Beberapa hweshio
kelihatan bimbang, tapi dengan satu bentakan
keras, hweshio yang menduduki pintu Su yang
berangasan, sudah melenyapkan kesangsian kawankawannya
dan mengajak mereka menyusul keatas.
Baru saja kaki kedelapan hweshio menginjak
batu, badan Soan Lo Cinjin kembali melesat keatas
dan hinggap diujung satu batang pohon Siong besar.
Walaupun badannya berada jauh di atas ia tetap
menempatkan dirinya dikedudukan pintu Bong,
sehingga kedudukannya jadi luar biasa teguh.
Kedelapan hweshio itu mengeluh dan terpaksa turut
loncat ke atas pohon dan cari cabang-cabang yang
cocok serta sesuai dengan kedudukannya masingmasing
guna meletakkan kaki. Soan Lo Cinjin
tersenyum, serunya: " Ayolah sekarang kita turun
lagi!"
Sitosu enjot badannya yang lantas melayang,
tangannya menjambret salah satu hweshio yang
mengambil kedudukan pintu Yauw.
Lihaynya Pat Kwa Tin Siauw Lim Sie terletak pada
kerja sama dan saling bantu membantu antara
kedelapan pintu. Dengan Yauw diserang, Sian dan
Bic mesti turut turun membantu dan dengan
turunnya kedua hweshio itu. Su dan Kie harus ikut
turun.

417
Dengan demikian, seluruh barisan lantas turun
kepermukaan bumi !
"Sekarang kukira sudah cukup Iah meyakinkan
mereka, pasti mereka percaya bahwa aku dari Bu
Tong San !" pikir Soan Lo Cinjin didalam hati.
"Segala apa tidak boleh keterlaluan, aku harus
menjaga mukanya Tang Sin Hongthio .... terlebih
lagi kedatangan Pinto kemari untuk menyelesaikan
suatu persoalan, dimana diperlukan saling
kepercayaan dan pengertian kedua belah pihak."
Jilid ke 10
Berpikir begitu Soan Lo Cinjin segera
merangkapkan kedua tangannya, berdiri tegak
ditempatnya. katanya nyaring: "Patwie Taysu.
sudahlah! Pinto kira tentu kalian mau percaya bahwa
pinto dari Bu Tong San !"
Pat Kwa Tin waktu itu sudah terbentuk lagi
masing-masing sudah kembali pada kedudukan pintu
yang menjadi pos mereka, Su Taysu ingin
memberikan perintah untuk membuka serangan,
waktu Soan Lo Cinjin berkata begitu, dia jadi raguragu.
"Dia memang liehay. Tampaknya memang dari
Bu Tong San. Tapi keadaan sudah berlangsung
demikian .... kalau kami melayani terus, belum tentu
tosu bau itu dapat kami rubuhkan, kalau sampai
pihak kami yang rubuh di tangannya, berarti muka
kami akan hilang. Sekarang boleh dibilang kami

418
dalam keadaan berimbang, tidak ada yang kalah dan
menang."
Setelah mengawasi Soan Lo Cinjin, bimbang
sejenak, Su Taysu bilang : "Baik lah apa yang kau
inginkan ?"
Soan Lo Cinjin tersenyum sabar. "Pinto
mempunyai urusan penting yang harus dirundingkan
dengan Tang Sin Hongthio, harap Taysu mau
membawa pinto menghadap padanya."
Su Taysu bimbang, namun akhirnya
mengangguk. "Baiklah, mari ikut aku !" Sambil
berkata begitu, dia mengibaskan tangannya. Barisan
Pat Kwa Tin segera bubar, tapi mengambil
kedudukan tetap bersiap sedia menghadapi sesuatu
jika si tosu tua ini main giia.
Girang Soan Lo cinjin, dia mengucapkan terima
kasih dan ikut rombongan pendeta itu ke Siau w Lim
Sie.
Tang Sin Hongthio kaget diberitahukan tentang
kedatangan Soan Lo Cinjin "undang masuk...!"
perintah Hongthio itu, yang segera keluar untuk
menyambut. Ketika berada dtruang tamu, dilihatnya
Soan Lo Cinjin tengah menantinya, dengan cepat
pendeta ketua Siauw Lim Sie ini merangkapkan
kedua tangannya.

419
"Omitohud, kiranya kami menerima rejeki besar
dengan kunjungan Sian jin !"
Soan Lo Cinjin merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat. "Sudah hampir duapuluh tahun
kita tidak bertemu, apakah Hongthio baik-baik saja
?"
Tang Sin Hongthio tersenyum. "Loceng kira siapa
yang telah membuat murid-murid Loceng kalang
kabut, tidak tahunya Sianjin yang menggoda
mereka. Pantas! Pantas! Hampir saja Loceng
mengerahkan murid-murid lain, karena menerima
laporan ada orang jahat yang hendak mengacau di
Siauw Sit San! "
Keduanya tertawa. Dan kemudian Tang Sin
Hongthio bertanya lagi: "Oya, mari kita mengobrol di
dalam."
Tang Sin Hongthio dengan Soan Lo Cinjin
ternyata merupakan sahabat-sahabat yang saling
menghormati, sambil tertawa mereka jalan
berendeng ke ruang tamu kuil itu. Murid-murid
Siauw Lim Sie saling pandang, rupanya mereka
keliru telah merintangi Soan Lo Cinjin, yang semula
mereka duga sebagai tojin yang hendak mengacau
di Siau Lim Sie.
Setelah totong menyediakan teh buat tamu ini,
sambil tertawa Soan Lo Cinjin bilang: "Betul-betul
mengagumkan, murid-murid Siauw Lim Sie hampir

420
saja membuat Pinto tidak sanggup untuk melangkah
maju satu tindakpun ! Tidak percuma, di gedung
Naga tentu berdiam naga-naga kecil yang tangguh !"
"Sianjin terlalu memuji, justru semua itu
disebabkan kekeliruan anak-anak itu, yang
melaporkan tidak jelas."
"Kalau dipikir-pikir, memang kesalahan ada di
pihak Pinto, yang tidak segera mengirim kartu
nama." tertawa Soan Lo Cinjin.
"Oya. belum lama yang lalu Loceng sudah
perintahkan Tang Bun Sute pergi menghadap ke Bu
Tong, apakah Tan Bun Sute sudah tiba di sana?"
tanya Tang Sin Hongthio.
Muka Soan Lo Cinjin mendadak berobah guram.
"Ya, kedatangan Pinto kemari justru untuk
membicarakan masalah itu, di dalam persoalan ini
mengandung teka-teki yang agak membingungkan,"
kata Tosu tersebut.
"Tang Bun Suheng sudah tiba di tempat kami tapi
keadaannya benar-benar mengherankan ..."
Tang Sin Siansu yang biasa tenang, sekali ini jadi
gelisah juga. Sspasang alisnya mengkerut. Dengan
tajam mengawasi Soan Lo Cinjin, tanyanya tak
sabar: "Apa yang terjadi pada Tang Bun ?"

421
Soan Lo Cinjin menggeleng sambil menghela
napas panjang. "Tidak apa-apa, sampai kini Tang
Bun Suheng masih berada di kuil kami. Tetapi hari
itu, kedatangannya diantar oleh seorang gadis..."
"Apa ?" Tang Sin Hongthio berseru kaget.
"Keadaan Tang Bun Suheng waktu itu cukup
mengherankan, ia seperti lupa diri, bicaranya pun
tidak karuan... seperti seorang... yang tidak memiliki
kesadaran sepenuhnya."
Bertambah kaget Hongthio Siauw Lim Sie. Inilah
peristiwa yang benar-benar mengherankan. Tang
Bun Siansu adalah sute Hong thio Siauw Lim Sie,
yang kepandaiannya sangat tinggi. Hampir boleh
dibilang ia sudah tidak mempunyai tandingan. Jika
Ciangbun-jin Bu Tong Pay hendak mencelakainya,
pun hal itu rasanya tidak mungkin.
Tapi sekarang, Soan Lo Cinjin justru membawa
berita bahwa Tang Bun dalam keadaan tidak sadar,
seperti orang yang kehilangan ingatan, di antar oleh
seorang gadis...
"Apa yang terjadi sebenarnya, Sianjin ?" tanya
Tang Sin Siansu tak sabar.
Soan Lo Cinjin menghela napas.
"Peristiwanya terjadi demikian. Pagi itu dua orang
murid kami di luar kuil bertemu dengan Tang Bun

422
Suheng, yang tengah berjalan akan berkunjung ke
Bu Tong Pay kami, bersama dengannya ada seorang
radis berusia 18 tahun, bermuka cantik.
Gadis itu yang menjelaskan bahwa Tang Bun
Suheng dari Siauw Lim Sie dan ingin berkunjung ke
Bu Tong San. Kami tetua-tetua Bu Tong tentu saja
gembira menerima kunjungan ini dan menyambut
keluar. Tapi bukan kepalang heran kami, karena
Tang Bun Suneng selalu bilang: "Liong Kak... Liong
Kak... Celaka.... akan hancur ?semuanya...!
"Dan selalu bicara begitu, tidak ada kata lain
yang diucapkannya, seakan juga Tang Bun Siansu
hilang ingatan ! kami segera menanyakan pada
gadis yang mendampinginya. Gadis itu mengakui
sebagai seorang yang kebetulan bertemu dengan
Tang Bun Suheng,dan mengantarkan ke Bu Tong
San, kemudian dia pamitan setelah menyerahkan
kepada kami sepucuk surat..."
Muka Tang Sin Siansu berobah hebat, Dia kuatir
bukan main mendengar keadaan Sutenya seperti itu.
"Lalu bagaimana ?" tanya nya tak sabar.
"Kami curigai gadis itu, tapi kami jelas tidak bisa
menahannya untuk minta keterangan lebih jauh.
Apalagi gadis itu sudah pergi dengan segera. Siong
Kie Suheng, ciangbunjin kami, segera membuka
surat itu, ternyata isinya mencurigakan benar
Selengkapnya sebagai berikut:

423
"Siong Kie Tojin, kami mohon kemurahan hatimu
untuk mengantarkan pulang Tang Bun siansu ke
Siauw Lim Sie karena tampaknya Tang Bun Siansu
mengalami peristiwa yang membuat ia jadi pelupa
kami menemukannya ia sedang duduk di muka
sebuah rumah di kaki gunung Bu Tong San,
karenanya kami menitipkannya pada pihak Bu Tong
Pay." Surat itu tidak mencantumkan nama si
pengirim."
Muka Tang Sin Siansu berobah semakin hebat.
dia gusar bercampur kuatir. Gusar ada orang yang
mencelakai Tang Bun Siansu kuatir untuk
keselamatan adik seperguruannya la pun memanggil
Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu untuk ikut
mendengarkan cerita Soan Lo Cinjin.
Setelah meminum tehnya. Soan Lo Cinjin
melanjutkan ceritanya: "Waktu itu Siong Kie Suheng
jadi curiga, apa lagi melihat keadaan Tang Bun
Siansu seperti itu. la segera menduga dalam
peristiwa ini pasti terdapat sesuatu yang tidak beres.
Bahkan. Siong Kie Suheng menduga, dengan
meminjam tangan Bu Tong Pay untuk mengirim
pulang Tang Bun Siansu ke Siauw Lim Sie, hal itu
untuk menambah ruwet urusan, di mana Bu Tong
Pay seakan ingin diadu dombakan semakin hebat
dengan pihak Siauw Lim Sie."
Soan Lo Cinjin terdiam sejenak, baru kemudian
melanjutkan: "Seperti kita semua ketahui, baru-baru
ini timbul salah paham di antara murid-murid dua

424
pintu perguruan, Bu Tong dan Siauw Lim Sie.
Semula Siong Kie Suheng menduga bahwa salah
paham itu disebabkan oleh sikap murid-murid Siauw
Lim Sie yang mungkin terlalu sombong. Tapi dengan
adanya peristiwa ini, seketika Siong Kie Suheng
lersadar, bahwa selama ini kami tengah di adu
domba.
Justru kalau kami mengantarkan Tang Bun Siansu
ke Siauw Lim Sie, berarti salah paham itu akan
bertambah besar. Di waktu itu Siong Kie Suheng
yakin, ada pihak ketiga yang menginginkan
bentrokan semakin hebat antara Bu Tong dengan
Siauw Lim.
"Bagaimana dengan Su heng kami ?" tanya Tang
Lu yang tidak bisa menahan diri, karena geram dan
berkuatir.
Soan Lo Cinjin menghela napas panjang-panjang.
"Surat itu seperti membuka pikiran kami. Ada pihak
ketiga yang bekerja menginginkan Bu Tong dengan
Siauw Lim bentrok dan hubungan baik selama ini
menjadi rusak. Segera Siong Kie Suheng memeriksa
keadaan Tang Ban Siansu, keadaannya benar-benar
luar biasa, ia seperti hilang ingatan. Selalu yang
diucapkannya adalah: "Liong kak . . . akan hancur
semuanya . . . Liong Kak...", tidak ada keterangan
berarti yang bisa diberikan Tang Bun Siansu, karena
selalu juga ia berkata cuma kata-kata itu belaka,
walaupun Siong Kie Suheng berusaha bertanya
berbagai hal.

425
Yang lebih luar biasa Siong Kie Suheng tidak
melihat tanda-tanda luka didiri Tang Bun Siansu,
hanya pikirannya yang jadi tidak beres, karena yang
di ucapkannya selalu Liong Kak, Liong Kak saja ... . "
Muka Tang Sin, Tang Lu dan Tang Lang bertiga
berobah hebat, mereka gelisah sekali.
"Kini Tang Bun Sute masih berada di Bu Tong San
?" tanya Tang Sin Hongthio, setelah bisa
menenangkan sedikit perasaannya.
Soan Lo Cinjin mengangguk. "Ya, sementara ini
Siong Kie Suheng berusaha merawatnya. Dengan
mempergunakan Im Ciu Khikang coba untuk
memulihkan pikiran Tang Bun Siansu."
Kaget Tang Sin Siansu bertiga adik
seperguannya, karena Im Ciu Khikang merupakan
lwekang tertinggi dari Bu Tong Pay. Jika tidak dalam
keadaan terpaksa, tenaga salett itu tidak akan
dipergunakan oleh tokoh Bu Tong, karena setiap
penggunaan Im Ciu Khi kang akan meminta tenaga
yang sangat besar sekarang Siong Kie Cinjin,
Ciangbunjin Bu Tong Pay, mempergunakan Im Ciu
Khinkang untuk mengobati Tang Bun Siansu.
Hal ini merupakan hal yang sangat mengejutkan,
karena jika Bu Tong Ciangbun itu mempergunakan
Khikangnya tersebut, apa lagi untuk suatu
pengobatan, ia harus mengorbankan semangat dan
tenaganya cukup besar, untuk memulihkan

426
semangat dan tenaganya diperlukan waktu semedhi
tiga bulan.
Tang Sin Hong-thio segera berdiri, merangkapkan
kedua tangannya. "Terima kasih atas jerih payah
Siong Kie Ciangbunjin, nanti tolong sampaikan rasa
terima kasih kami kepadanya jika Cinjin sudah
pulang..."
Soan Lo Cinjin cepat-cepat membalas hormat
Hongthio Siauw Lim Sie. "itulah kewajiban kami.
Salah paham yang pernah terjadi di antara pihak
kita adalah perbuatan orang ketiga, karenanya Siong
Kie Suheng perintahkan aku menghadap kemari,
untuk menyelesaikan persoalan tersebut, agar kita
tidak diadu domba lebih jauh. Di samping itu Pinto
pun diminta merundingkan tindakan apa sebaiknya
untuk menghadapi peristiwa ini, terutama terhadap
diri Tang Bun Siansu ?"
Tang Sin Siansu menghela napas. "Aneh!"
gumam ketua Siauw Lim Sie ini. "Kepandaian Tang
Bun Sute sudah sulit diukur, jarang ada orang bisa
menandinginya, apa lagi membuatnya tidak berdaya
seperti itu. IImu siluman apakah yang telah
dipergunakan membuat Tang Bun Sute jadi tak
berdaya seperti itu ?"
Muka Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu
muram.

427
"Tang Bun Siansu selalu bilang tentang Liong
Kak, apakah Hongthio mengetahui perihal Liong Kak
itu ?" tanya Soan Lo Cinjin.
Tang Sin Siansu menggeleng.
"Baru sekarang kami mendengarnya. Benda
apakah Liong Kak (Cula Naga) itu ? Apakah didunia
ini memang tardapat Naga, sehingga ada Culanya ?"
Soan Lo Cinjin jadi mengerutkan alisnya, ikut
bangun dan heran. Semula maksud kunjungannya
ke Siauw Lim Sie selain untuk menyelesaikan salah
paham antara murid-murid Bu Tong dengan muridmurid
Siauw Lim Sie. pun ia ingin mengetahui apa
sebenarnya Liong Kak itu yang selalu disebut-sebut
oleh Tang Bun Siansu. Tapi kini harapannya jadi
habis, karena Tang Sin Siansu sendiri tidak
mengetahui perihal Liong Kak itu.
Segera mereka berunding, sampai menjelang
malam hari barulah Tang Sin Siansu memutuskan
Tang Lu Siansu dan Tang Lan Siansu akan turun
gunung ikut dengan Soan Lo Cinjin, membawa
pulang Tang Bun Siansu. Dalam kesempatan itu
Soan Lo Cinjin sekali lagi menekankan: "Bukan Pinto
tidak mau membawa serta pulang Tang Bun Siansu
ke Siauw Lim, tapi menurut Siong Kie Suheng salah
paham di antara kedua pihak bisa bertambah besar
kalau Pinto membawa pulang Tang Bun Siansu, bisa
menambah besar kecurigaan pihak Siauw Lim! Pada
murid-murid kami telah diberitahukan bahwa selama

428
ini ada pihak ketiga yang ingin mengadu domba
antara Bu Tong dengan Siauw Lim dan selanjutnya
kami perintahkan agar mereka tidak boleh
memusuhi lagi pendeta-pendeta Siauw Lim. Harapan
Siong Kie Suheng pun demikian, agar Hong thio mau
menjelaskan duduk persoalannya kepada muridmurid
Siauw Lim. ini mencegah timbulnya urusan
yang tidak menggembirakan, di mana pihak ketiga
itu bertepuk tangan dan tertawa senang kalau
melihat kita saling cakar-cakaran !"
Tang Sin Siansu mengangguk. "Ya, memang
Loceng akan memberitahukan pada mereka semua
tentang hal itu Tetapi Sian-jin, siapakah kiranya
menurut Sianjin orang ketiga itu ?"
Justuru sejauh itu Pinto masih belum mengetahui!
Sampai siapa adanya gadis cantik jelita yang
mengantarkan Tang Bun Siansu kekuil kami, masih
belum kami ketahui ! Orang ketiga itu bukan hanya
terdiri satu orang saja, pihak ketiga itu terdiri dari
banyak orang, yang mungkin tengah melakukan
sesuatu yang tidak beres dalam rimba persilatan !"
Benar-benar Tang Sin Siansu bertiga sutenya dan
Soan Lo Cinjin dibuat bingung oleh peristiwa ini.
Tetapi akhirnya diputuskan yang paling utama ialah
membawa Tang Bun Siansu pulang ke Siauw Lim
Sie. Dua hari Soan Lo Cinjin berdiam dikuil Siauw
Lim Sie, akhirnya pamitan dari Hongthio Siauw Lim
Sie. Bersama Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu.
Soan Lo Cinjin bertiga kembali ke Bu Tong Pay.

429
Seperginya Soan Lo Cinjin, Tang Sin Hongthio
segera mengumpulkan murid-murid Siauw Lim Sie
dan memberitahukan apa yang sudah terjadi,
kemudian perintahkan murid-murid angkatan kedua,
Wie Sin Siansu dan yang lainma, turun gunung
untuk melakukan penyelidikan, siapakah pihak
ketiga yang selama ini ingin mengacaukan hubungan
antara Siauw Lim dengan Bu Tong, apa yang mereka
inginkan dan juga benda apakah yang bernama
Liong Kak itu. Wie Sin Siansu bertujuh dengan sutesutenya
turan gunung. Sedangkau Giok Han
sementara akan diawasi dan dididik langsung oleh
Tang Sin Siansu.
Dalam sejarah persilatan memang baru pertama
kali terjadi dimana tiga dari empat tetua Siauw Lim
Sie yaitu Tang Bun Siansu, Tang Lang Siansu dan
Tang Lu Siansu berada diluar kuil. Ditambah lagi
dengan tujuh dari murid tingkat kedua Siauw Lim
Sie, yang turun gunung. Walaupun bagaimana
hebatnya kejadian yang pernah terjadi, belum
pernah tokoh-tokoh Siauw Lim Sie turun gunung
demikian banyak jumlahnya.
Tang Lang Siansu berdua Tang Lu Siansu berhasil
tiba di Bu Tong San bersama-sama Soan Lo Cinjin
tanpa mengalami suatu kejadian, kemudian
membawa Tang Bun Siansu pulang ke Siauw Lim Sie
keadaan Tang Bun Siansu benar-benar
mengherankan, karena ia seperti lupa diri dan hanya
mengoceh tidak hentinya tentang Liong Kak. Jika

430
diajak bicara, maka selalu dia menvebut-nyebut
tentang Liong Kak, tanpa mengucapkan lainnya.
Bukan main sedihnya Tang Lu Siansu, tidak ada
jalan lain untuk mereka, hanya mengajak Tang Bun
Siansu pulang ke Siauw Lim Sie. biar Tang Sin
Siansu sebagai Hong thio nanti menentukan apa
sebenarnya yang sudah terjadi pada Tang Bun
Siansu, sedangkan pada diri Tang Bun Siansu sendiri
tidak kelihatan tanda-tanda terluka.
Cuma pikirannya yang tidak normal lagi, seperti
dikuasai suatu kekuatan yarg tidak tampak,
sehingga pendeta suci Siauw Lim Sie itu selalu
menyebut-nyebut perihal Liong Kak...
Wie Sin Siansu bertujuh dengan adik-adik
seperguruannya justru berlangsung lain, dimana
mereka menemukan hal-hal yang mengejutkan dan
mengherankan. Peristiwa hebat yang sebelumnya
tidak pernah mereka sangka, yang melihatkan
mereka pada urusan yang menakjubkan.
Sejak turun gunung, Wie Sin Siansu mengajak
enam orang sutenya untuk pergi ke arah barat,
dimana jika memang Tang Bun Siansu pergi ke Bu
Tong Pay tentu mengambil arah yang sama. Dengan
mengambil arah jalan yang pasti ditempuh oleh
Tang Bun Siansu, Wie Sin Siansu berharap bisa
bertemu dengan orang-orang yang telah mencelakai
Tang Bun Siansu.

431
Sebulan lebih mereka melakukan perjalanan, tapi
selama itu tidak terjadi suatu apapun juga, Ketika
mereka tiba di Cuiyang, mereka tetap belum
bertemu sesuatu yang mencurigakan.
Wie Khie Siansu mulai tidak sabar, waktu mereka
menginap disebuah kuil, Wie Khie Siansu bilang:
"Suheng, apakah cerita yang diutarakan Soan Lo
Cinjin bukan bualan belaka, karangan yang dibuat
untuk melepaskan diri dari kesalahan mereka sebab
mencelakai Tang Bun Susiok ?"
Wie Sin Siansu menggeleng "Soan Lo adik Siong
Kie Cinjin. tak mungkin ia berdusta." Katanya tegas.
"Didalam peristiwa ini pasti terdapat urusan yang
rumit. Kita harus menyelidikinya, kini muka Siauw
Lim dan Bu Tong seperti digampar berkali-kali! Salah
pnham yang ada antara Siauw Lim dengan Bu Tong
jika dibiarkan terus niscaya akan bertambah besar
dengan akibat yang lebih parah.
Bukankah sebelum berangkat Hongthio sudah
berpesan, jika belum berhasil kita harus terus
berusaha menyelidik sampai berhasil- Kalau perlu
kita berpencar, untuk menyelidiki diberbagai
tempat."
"Tapi Suheng," kata Wie Tay Siansu, adik
seperguruan ketiga, "yang membuatku tidak
mengerti apa yang telah terjadi pada diri Tang Bun
Susiok? Siapa yang dapat mencelakainya seperti itu
? Sedangkan kepandaian Tang Bun Susiok sudah

432
mencapai tingkat yang sulit diukur, jika ada
pengeroyokan paling tidak Tang Bun Susiok tidak
bisa merubuhkan musuhnya, namun iapun tak bisa
dicelakai! Namun sekarang Tang Bun Susiok katanya
seperti orang linglung, seperti hilang ingatan dan
selalu menyebut-nyebut perihal Liong Kak..."
"Ya, inilah yang mengherankan," mengangguk
Wie Sin Siansu sambil menghela napas. "Sebetulnya
apakah Liong Kak itu ? Teka-teki ini yang harus kita
pecahkan..."
Pendeta-pendeta itu duduk terpekur mereka tidak
tahu harus mulai dari mana dalam penyelidikan,
sebab boleh dibilang tidak ada petunjuk tentang
urusan yang harus mereka selidiki ini.
Malam iiu sepi sekali, telah larut. Kuil di mana
ketujuh hweshio suci Siauw Lim Sie tinggal adalah
sebuah kuil yang sudah tidak terawat, berada di
pintu kota sebelah barat, tampak sepi sekali.
Rembulan tergantung di-langit, dengan cahayanya
yang kuning ke-emas-emasan.
Wie Sin Siansu bertujuh dengan sute-sute nya
duduk bersemedhi. Mereka beristirahat menantikan
fajar untuk melanjutkan perjalanan.
Dalam kesunyian malam seperti itu, mendadak
telinga ketujuh pendeta suci Siauw Lim Sie yang
sangat tajam mendengar suara langkah kaki yang
ringan diluar kuil. Suara langkah itu mendekati

433
kearah kuil. Wie Sin Siansu membuka matanya,
melirik kepada saudara-saudara seperguruannya.
Wie Khie, Wie Tay dan yang lainnya pun sudah
membuka mata, menunjukkan merekapun tengah
heran mendengar suara langkah kaki yang ringan
diluar kuil. Entah siapa yang tengah mendatangi ?
Ke tujuh. pendeta suci itu tetap duduk bersemedhi,
hanya mata mereka memandang kepintu gerbang
kuil tersebut, yang sudah rusak dan tidak tertutup.
Suara langkah kaki itu terdengar semakin dekat,
bahkan dipintu gerbang kuil muncul sesosok tubuh
kecil. Ketujuh pendeta itu menghela napas lega,
karena yang datang tidak lain seorang anak lelaki
berusia dua belas atau tigabelas tahun, tubuhnya
juga tidak terlalu tinggi. Cahaya bulan menerangi
sebagian tempat tersebut, redup sekali, muka anak
itu tidak terlihat jelas.
Anak lelaki itu tidak melangkah lebih jauh, berdiri
di dekat pintu gerbang kuil. "Siauw Lim Cit sian
(tujuh pendeta suci Siauw Lim Sie). ada pesan untuk
kalian!"
Tiba-tiba anak itu bicara dengan suara parau dan
suara itu bukanlah suara anak-anak.
Wie Sin Sin Siansu bertujuh kaget, mengapa anak
itu mengetahui mereka tujuh pendeta Siauw Lim Sie.
Belum lagi Wie Sin Siansu bertanya, anak itu sudah
berkata lagi: "Dengarkanlah baik-baik, jika memang

434
kalian tidak mau celaka, kembalilah ke Siauw Lim
Sie untuk baik-baik membaca Liam-kheng !"
Wie Tay Siansu tidak bisa menahan sabar, tahutahu
tubuhnya melesat dalam keadaan duduk
menyambar ke arah anak itu. "Bocah, siapa kau ?"
Tangan kiri dikibaskan untuk mengancam muka
anak itu. tangan kanannya disusuli dengan jari-jari
tangan terbuka siap mencengkram, buat mencekik
anak itu.
Menurut perhitungan anak itu pasti mengelakkan
mukanya dari sampokan tangan kiri Wie Tay Siansu,
dan saat itu tangan kanan Wie Tay Siansu akan
berhasil mencengkram pundak si bocah. Tapi, justru
anak itu bukannya mengelak, malah maju selangkah
kedepan. la tidak gentar menghadapi kibasan lengan
kiri Wie Tay Siansu, bahkan menotok dengan jari
telunjuknya ke iga si pendeta.
Kaget Wie Tay Siansu, karena yang diincar oleh
jari telunjuk anak itu adalah jalan darah "Su-ie-hiat"
didekat iga. tiga dim dari Tie-ma-hiat. Kalau jalan
darah itu tertotok, Wie Tay Siansu akan rubuh,
walaupun tidak sampai menderita luka parah, cukup
menjatuhkan nama baiknya.
Maka terpaksa Wie Tay Siansu menarik pulang
tangan kirinya. dan membatalkan cengkeraman
tangan kanannya. Disaat itulah dia melihat sinar
bulan menerangi muka anak, dia bisa melihat tegas

435
muka anak itu. Ternyata muka anak itu seraut muka
yang sudah tua sekali, muka seorang laki-laki
berusia hampir lima puluh tahun ! Jadi, orang
didepannya bukanlah seorang anak kecil, melainkan
seorang tua bertubuh cebol pendek.
"Hemm" tertawa mengejek si cebol sambil
mundur selangkah setelah gagal menotok. Sekali
lagi dengarlah baik-baik, jika kalian ingin selamat,
kembalilah ke Siauw Lim Sie untuk baik-baik
membaca Liamkheng !"
Sambil berkata begitu, si cebol memutar
tubuhnya, hendak berlalu. Wie Sin Siansu tidak bisa
menahan sabar. "Tunggu !" seru pendeta suci ini,
tubuhnya melesat ke pintu kuil, dia ingin
menghadang si cebol. Tapi si cebolpun mempunyai
Ginkang yang tinggi, tubuhnya lincah sekali, dalam
sekejap mata dia sudah terpisah belasan tombak.
Rupanya dia hendak melepaskan diri dari pendetapendeta
Siauw Lim Sie itu.
Wie kie Siansu dan pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie lainnya tidak mau membuang waktu, ikut
mengejar. Si cebol ini merupakan kunci awal dalam
penyelidikan mereka. Kalau sempat terlepas, berarti
mereka akan kehilangan jejak penyelidikan yang
tengah mereka lakukan. Pasti si cebol memiliki
hubungan erat dengan dicelakainya Tang Bun
Siansu.

436
Wie Sin Siansu mengempos semangatnya, dia
murid kedua Siauw Lim Sie, maka luar biasa
ginkangnya. Tubuhnya seringan kapas telah melesat
dan mendahului si cebol, menghadang didepan
orang itu sambil mengulurkan tangan kanannya
untuk memegang tulang piepe si cebol.
Terancam seperti itu memaksa si Cebol menahan
kakinya. Dia berdiri tegak dengan sikap menantang.
"Siancay, siapakah Siecu ?" tanya Wie Sin Siansu
sambil mengawasi. Dilihatnya muka si cebol seraut
wajah seorang yang sudah berusia limapuluh tahun
lebih, hanya tubuhnya yang pendek seperti bocah
berumur 12 atau 13 tahun.
Mukanya berpotongan empat persegi, matanya
besar, alisnya tebal hitam, bibirnya kecil agak
monyong. Tapi muka itu agak bengis, matanyapun
bersinar tajam sekali.
Si cebol tersenyum dingin "Aku bermaksud baik
memberitahukan kepada kalian agar kembali ke
Siauw Lim Sie. jika memang kalian tidak mau
bercelaka. Ayo buka jalan untukku.."
"Omitohud. tunggu dulu Siecu. jelaskanlah siapa
Siecu sebenarnya dan mengapa menyuruh kami
kembali ke Siauw Lim Sie jika tidak mau bercelaka ?
kecelakaan apa yang akan kami alami ?" tanya Wie
Sin Siansu, yang waktu itu sudah memutuskan
walaupun bagaimana tidak akan melepaskan si

437
cebol, karena dialah yang bisa membuka rahasia
teka-teki yang selama ini menghantui Siauw Lim
maupun Bu Tong.
Si cebol dengan berani tertawa terbahak-bahak.
Waktu itu enam pendeta suci Siauw Lim Sie lainnya
sudah tiba dan mengambil posisi mengurung si cebol
di tengah-tengah. Berani sekali si cebol mengawasi
satu persatu pendeta-pendeta itu. "Hemmm, kau
tentu Wie Sin. kau Wie Khie, Wie Tay, Wie Lie, Wie
Un, Wie Sie dan kau Wie Lung bukan ? Hmmm,
semuanya lengkap, tujuh pendeta sakti Siauw Lim
Sie. Tapi, biarpun kalian berkumpul semua di sini,
jangan harap bisa menahan diriku...!"
"Siancai," memuji Wie Sin Siansu tenang, dia
yakin si cebol bagaimana liehaynya pun tidak
mungkin bisa lolos dari tangannya dan enam orang
Sutenya. Seandainya si cebot berkepandaian tinggi
luar biasa, tidak mungkin dia bisa melepaskan diri
dari ketujuh pendeta sakti itu.
Menghadapi seorang pendeta sakti Siauw Lim
tingkat ke 2 itu saja sudah sulit, apa lagi sekarang
berkumpul lengkap di situ ketujuh pendeta sakti
tingkat ke -2 tersebut. "Marilah kita bicara baik-baik,
Siecu, siapakah she dan nama Siecu ?"
"Aku Uh Ma," menyahutt si cebol dingin. "Apakah
kalian tidak malu ingin mempergunakan jumlah
banyak untuk menghina yang sedikit ?"

438
Kaget Wie Sin Siansu bertujuh. Walaupun mereka
jarang turun gunung, tapi mereka sering juga
mendengar perkembangan di dalam dunia
persilatan. Mereka pernah mendengar bahwa Uh Ma
adalah salah seorang dedengkot iblis yang paling
ganas malang melintang di daerah Barat, dia disebut
See-mo.
Pada waktu itu justru terdapat empat dedengkot
iblis, yang masing-masing menguasai daerah Barat,
Timur, Selatan dan Utara. Keempat dedengkot iblis
itu disebut Sec-mo, Tang-mo, Lam-mo dan Pak-mo,
kepandaian mereka masing-masing istimewa dan
selama itu malang melintang merupakan dedengkot
paling disegani di kalangan hitam pada daerah
masing-masing.
Sekarang di depan mereka justru muncul See-mo
dedengkot iblis dari Barat. tentu saja ke tujuh
pendeta Siauw Lim itu jadi kaget.
Melihat ketujuh pendeta Siauw Lim tertegun, Uh
Ma tahu-tahu melejit ke samping kanan, ingin
melewati samping Wie Tay Siansu.
Memang Uh Ma memiliki Ginkang yang aneh,
tubuhnya seperti belut ingin menyelusup melewait
sisi Wie Tay. Namun Wi Tay Siansu pun bukannya
pendeta Iemah, matanya awas. Melihat Uh Ma ingin
meloloskan diri, tahu-tahu dia menotok dengan jari
telunjuknya pada punggung Uh Ma. memaksa untuk
masuk ke dalam kalangan.

439
Tapi Uh Ma tidak mau mundur, dia benar-benar
luar biasa, ketika ujung jari telunjuk Wie Tay hampir
mengenai punggungnya, di saat si pendeta Siauw
Lim yakin telunjuknya bisa menotok tepat pada
sasarannya kalau Uh Ma tidak mau mundur ke dalam
kalangan, mendadak saja tubuh Uh Ma seperti tidak
bertulang, lunak dan jadi bisa semakin lebih pendek
cari ukuran tubuh sebenarnya, lemas seperti seekor
belut telah merunduk lebih rendah dan tahu-tahu dia
telah berada di belakang Wie Tay Siansu. Namun di
saat itu Uh Ma juga berseru kaget.
Kiranya, biarpun dia bisa mempergunakan ilmu
yang aneh, yaitu ilmu belut untuk meloloskan diri
dari totokan Wie Tay Siansu, tokh dia sendiri tidak
urung kena dikepret oleh ujung jari pendeta Siauw
Lim Sie itu. Hal ini disebabkan waktu Wie Tay Siansu
menyaksikan Uh Ma ingin meloloskan diri dengan
mengkeretkan tubuhnya, seperti belut menyelinap
disisinya tanpa menarik pulang telunjuknya, Wie Tay
Siansu mengibas. Jari telunjuknya menabas melebihi
golok.
Mengenai pundak Uh Ma. Tapi Wie Tay Siansu
kaget, jari telunjuknya panas dan kesemutan, sebab
pundak Uh Ma keras melebihi baja. Uh Ma - sendiri
sampai menjerit.
Dalam sedetik itu saja kedua orang ini sudah
mengadu kekuatan. Jika orang lain yang lwekangnya
tanggung-tanggung kena dikepret oleh ujung jari

440
telunjuk Wie Tay Siansu, tentu sudah semaput
ataupun binasa kalau tidak terluka parah.
Kedua orang ini segera tahu bahwa khikang
mereka rupanya berimbang, dan kegesitan
tampaknya Uh Ma masih menang dari Wie Tay
Siansu, karena dia memiliki ginkang istimewa, ilmu
belut.
Wie Tay Siansu hendak melompat kepada Uh Ma,
tapi Wie Sin Siansu menahannya. "Uh Siecu !" kata
Wie Sin Siansu kemudian dengan suara sabar.
"Jelaskanlah, apa maksudmu dengan perintahkan
kami kembali ke Siauw Lim Sie."
Wie Sin Siansu menempuh jalan mengalah seperti
itu sebab ia tahu Uh Ma bukan orang sembarangan,
dibelakang Uh Ma tentu masih terdapat orang-orang
yang belum mereka ketahui. Jika terjadi
pertempuran, jelas pendeta-pendeta Sianw Lim Sie
inipun sulit menggunakan pat-kwa-tin maju serentak
bertujuh mengepung Uh Ma. masih kekurangan
seorang lagi, untuk mengisi salah satu pintu Jaga,
hal itu akan membawa akibat tidak baik untuk Siauw
Lim Sie, mereka akan ditertawakan oleh orangorang
rimba persilatan, yang dianggap pandai main
keroyok.
Uh Ma tertawa, dia berlari sambil teriaknya:
"Terserah kalian mau menuruti nasehatku atau
tidak, aku hanya memperingati saja. Sampai
bertemu lagi, aku tidak bisa menemani kalian,

441
pendeta-pendeta suci yang terhormat..." suaranya
semakin lama jadi semakin samar karena ia semakin
jauh.
Wie Khie Siansu dan yang lainnya hendak
mengejar, tapi Wie Sin Siansu menahannya.
"Jangan, Sute." kata Wie Sin. "Biarkan dia pergi !"
"Tapi Suheng. dari mulutnya kita bisa korek
keterangan," kata Wie Khie Siansu.
Wie Sin Siansu menghela napas sambil
menggelengkan kepalanya.
"Nanti kita bisa bertemu lagi dengannya!" kata
Wie Sin Siansu, mereka kembali masuk kedalam
kuil. Setelah duduk Wie Sin Siansu bilang: "Uh Ma
pasti akan muncul lagi... bukankah dia mengancam
kita agar kembali ke Siauw Lim Sie ? Nah, kalau kita
tidak menuruti kata-katanya, dia akan muncul lagi.
Tentu saja dengan berbagai cara, karenanya kita
harus waspada."
Wie Khie Siansu dan yang lainnya mengangguk.
Mereka bisa diberi pengertian dan tidak memaksa
untuk mengejar Uh Ma, See-mo, yang telah muncul
dan pergi dengan cara yang luar biasa seperti itu.
Sebagai pendeta-pendeta suci yang sudah
memiliki latihan lwekang tinggi, Wie Sin Siansu
bertujuh tidak tidur, mereka cukup bersemedhi
untuk mengatur jalan pernapasan, dan memulihkan

442
kesegaran tubuh. Waktu bersemedhi, pikiran Wie Sin
Siansu tidak bisa tetap, ia berpikir terus.
Dia yakin, jika Uh Ma tidak mungkin mampu
mencelakai Tang Bun Siansu, Lalu siapa ? Mengapa
melakukan tindakan itu, membuat Tang Bun siansu
hilang ingatan? Cara apa yang dipergunakan,
sehingga Tang Bun Siansu yang demikian tinggi
kepandaiannya, jadi tidak berdaya?
Semakin bulat tekad Wie Sin Siansu untuk
menyelidiki sebetulnya ada apa dibalik teka-teki
yang selama ini menyelubungi pihak Siauw Lim Sie
dan Bu Tong Pay, Hampir saja Bu Tong Pay bentrok
dengan Siauw Lim Sie, kalau saja Soan Lo Cinjin
tidak berkunjung ke Siauw Lim Sie untuk
memberikan penjelasan dan mereka menanamkan
saling pengertian serta saling kepercayaan satu
pihak dengan pihak lainnya.
Malam itu lewat tanpa terjadi sesuatu lagi. Wie
Sin Siansu bertujuh melanjutkan perjalanan mereka.
Lima hari tidak terjadi sesuatu. Uh Ma tidak pernah
muncul lagi. Walaupun demikian, Wie Sin Siansu
bertujuh tetap waspada.
Sore itu mereka tiba di Hoshia, sebuah kota tidak
begitu besar. Disinilah ketujuh pendeta Siauw Lim
Sie menghadapi peristiwa yang benar-benar aneh.

443
Ketujuh pendeta Siauw Lim Sie tengah mencari
kuil untuk numpang bermalam, ketika mereka
berada dijalan raya seseorang menghampiri mereka.
"Taysu, apakah kalian dari Siauw Lim Sie?" tanya
orang itu.
Wie Sin Siansu mengawasi orang itu, seorang
laki-laki berpakaian compang-camping, penuh
tambalan-tambalan, membawa pundi arak
dipunggungnya usianya mungkin 40 tahun memakai
kopiah bulu, potongan mukanya tirus memanjang,
matanya bersinar tajam.
"Benar," menyahuti Wie Sin Siansu, diliputi tanda
tanya, karena melihat cara berpakaian orang itu,
jelas orang ini bukan pengemis biasa, pasti dia salah
seorang dari Kaypang, perkumpulan pengemis.
"Darimana Si cu mengetahui kami dari Siauw Lim
Sie ?"
Pengemis yang bajunya penuh dengan tambalantambalan
itu, tersenyum, "Melihat dari cara
berpakaian Taysu saja sudah menjelaskan bahwa
kalian adalah orang-orang Siauw Lim. Oya, aku ingin
menyampaikan pesan. Jika memang Taysu bertujuh
tidak keberatan, pulanglah ke Siauw Lim Sie, demi
keselamatan Jil-wie Taysu..."
Muka Wie Sin Siansu berobah, inilah untuk kedua
kalinya mereka bertujuh diancam agar pulang. Jika
yang sebelumnya adalah dedengkot iblis See-mo,

444
sekali ini adalah seorang pengemis Kaypang. Juga,
melihat matanya yang bersinar tajam, dia bukanlah
pengemis Kaypang sembarangan.
"Mengapa kami harus pulang ke Siauw Lim ?"
tanya Wie Sin Siansu menahan sabar.
Pengemis itu menyeringai.
"Udara sekarang kotor, dunia penuh kuman.
alangkah baiknya kalau pendeta-pendeta suci seperti
Cu wie Taysu pulang ke Siauw Lim Si, tenang-tenang
membaca Liam kheng !"
Wie Khie Siansu tidak sabar lagi, belum lagi Wie
Sin Siansu menyahuti, dia sudah melangkah maju,
menghampiri pengemis itu. "Siapa kau sebenarnya ?
siapa yang menyuruh kau menemui kami ?" Tangan
Wie Khie Siansu terjulur dengan disertai khikang
yang kuat, dia bermaksud mencengkeram Iengan si
pengemis.
Tapi pengemis itu tertawa sambil menggarukgaruk
pundaknya, yang dimiringkan. Dengan gerak
seperti tidak sengaja itu, dia sudah meloloskan
cengkeraman tangan Wie Khie Siansu, kemudian
melangkah mundur ke belakang dua tindak.
"Aku hanya menyampaikan pesan saja, harap
Citwie Taysu tidak galak-galak terhadapku !" Dia
bermaksud ingin memutar tubuh untuk pergi.

445
Wie Khie Siansu yang gagal dengan
cengkeramannya, sudah menyerang lagi. Sekali ini
dia melakukannya dengan ketat sekali, karena dia
tidak mau membiarkan si pengemis berlalu. Cuma
saja, pengemis itu benar-benar luar biasa, biarpun
tenaga dalamnya tidak setinggi Wie Khie Siansu,
terlihat dari sikapnya yang tidak berani mengadu
kekuatan, tapi tubuhnya seperti kera saja cepatnya
bisa menghindarkan dua kali serangan Wie Khie
Siansu dan berlari pesat seperti terbang.
Wie Khie Siansu masih penasaran, ingin
mengejar. Hanya Wie Sin Siansu menahannya. Di
tempat itu cukup ramai orang yang berlalu lalang,
jika terjadi pertempuran hal itupun tidak membawa
keuntungan untuk pendeta-pendcta Siauw Lim Sie
ini. Wie Khie Siansu masih mendongkoi. dia
penasaran sekali.
"Kita harus mengompas keterangan dari
pengemis itu. Suheng, kalau tidak, selamanya kita
seperti menghadapi musuh dalam kabut . . . mereka
bisa mengetahui perihal kita, sedangkan kita gelap
tentang mereka !" kata Wie Khie Siansu.
Wie Sin Siansu tidak bilang apa-apa, tapi dia
tidak menyetujui pernyataan Wie Khie Siansu.
Mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya
menumpang di kuil Bie Am Sie, di dekat pintu kota
sebelah selatan.

446
Pengurus kuil itu pendeta-pendeta baik hati,
mereka tidak keberatan memberi sebuah ruangan
kepada tujuh hweshio itu untuk beristirahat.
Malam itu sepi sekali dan keadaan di kuil Bie Am
Sie hening. Wie An Siansu yakin malam ini pasti
datang pengganggu lagi." Dan dugaannya tidak
meleset, ketujuh pendeta itu tengah berjaga-jaga
waspada, waktu sesosok tubuh berkelebat didepan
jendela kamar, dalam bentuk bayangan hitam di
kertas jendela.
Sebagai seorang yang sudah memiliki khikang
tinggi, Wie Tay Siansu tidak melompat mengejar,
hanya menuding dengan jari telunjuknya, dan ujung
jari telunjuknya meluncur keluar tenaga khikang
kuat dan tajam, kearah sosok bayangan diluar
jendela.
"Ihhh," terdengar sosok tubuh itu berseru kaget,
tapi sejenak kemudian diganti olen tertawanya.
"Memang tidak percuma nama besar Siauw Lim Sie,
karena murid-muridnya memiliki kepandaian yang
mengagumkan !"
Wie Tay Siansu bertujuh dengan Wie Sin Siansu
dan lain-lainnya telah melompati jendela mengejar
sosok bayangan itu. Rupanya orang itu tidak
berusaha melarikan diri, dia malah tengah berdiri
tegak menantikan ke tujuh pendeta Siauw Lim, dia
berdiri dengan tubuh tinggi berdiri dibawah sorot
sinar rembulan..

447
Hati ke tujuh pendeta Siauw Lim tercekat,
mereka tertegun sejenak, karena dilihatnya orang di
depan mereka mengenakan jubah sebagai Hwesio !
Dan yang lebih mengejutkan ketujuh hweshio Siauw
Lim Sie ini, hweshio yang seorang itu tidak lain dari
ketua kuil yang sore tadi menyambut kedatangan
mereka, yang tampak manis budi dan ramah.
"Kau ?" Wie Sin Siansu keheranan dan tidak bisa
menahan diri. "Mengapa... kau bersikap seperti
maling?"
"Sabar Citwie Suheng, dengar dulu keterangan
Siauwceng. sebetulnya semua ini demi kebaikan
Citwie Suheng... kalau saja Citwie Suheng mau
mendengarkan baik-baik nasehat Siauwceng."
"Nasehat apa?" tanya Wie Khie Siansu tidak
sabar.
"Sebetulnya, Siauwceng ingin menyampaikan
pesan agar Citwie Suheng cepat-cepat kembali ke
Siauw Lim Sie dan baik-baik membaca Liamkeng di
sana, kalau tidak, tentu perjalanan ini bisa
membawa bahaya tidak kecil buat Citwie Suheng ..."
Perlahan dan sabar hweshio itu bicara, tetapi katakatanya
mengandung ancaman terselubung.
Wie Sin Siansu bertujuh tertegun, inilah untuk
ketiga kalinya mereka diperingati agar pulang ke
Siauw Lim Sie jika tidak mau bercelaka ! Yang
pertama oleh dedengkot iblis See-mo, kemudian

448
pengemis Kaypang dan sekarang pendeta ! Benarbenar
aneh luar biasa, Wie Sin Siansu bertujuh
sampai saling pandang satu dengan yang lainnya.
"Siancai !" kata Wie Sin Siansu sambil
menenangkan goncangan perasaannya. Suaranya
sabar. "Kami tengah menjalani perintah Hongthio
untuk menyelidiki suatu persoalan, kau adalah yang
ketiga kali menasehati agar kami pulang ke Siauw
Lim Sie. Maukah kau memberitahukan siapa yang
meminta kau menyampaikan hal itu kepada kami?"
"Memang ada yang perintahkan Siauw-ceng
menyampaikan hal itu. tapi tentu saja Siauw ceng
tidak mungkin menyebutkan namanya pada Cit-wie
suheng. Jika ingin hidup tentram, kembalilah ke
Siauw Lim Sie, dunia kini sudah kotor berdebu,
penuh dengan kuman-kuman penyakit, apa
manfaatnya Cit wie Suheng mengembara
mencampuri kekotoran dunia ?"
"Omitohud ! Omitohud ! Bolehkah kami
mengetahui gelaran sucimu ?" tanya Wie Sin Siansu
sambil mengawasi tajam hweshio di depannya.
"Dan, dari kuil manakah pintu perguruanmu ?"
"Sebetulnya tidak terlalu perlu benar Citwie
Suheng mengetahui namaku. Tetapi biarlah, tidak
salah juga kalau kuberitahukan. Aku she Kwang
bernama Cu Pu..."

449
"Apa ?" Wie Sin Siansu bertujuh berseru heran
campur kaget...Kau.... kau Kwang Cu Pu..? Yang
biasanya dipanggil sebagai "Tong-mo (iblis dari
Timur) ?"
Hweshio itu tersenyum. "Walaupun Siauw-ceng
mengenakan jubah kependetaan, tapi Siauwceng
tidak tahan untuk mengikuti cara hidup Hudya,
dimana tidak boleh makan makanan berjiwa. Entah
berapa kali Siauw cengli-dosa melanggar larangan
itu. sebab makanan daging kura-kura dan lidah
ayam merupakan makanan kegemaran Siauwceng.
Sehingga banyak orang yang kemudian
memanggilku bukan sipendeta, melainkan siiblis.
Karena Siauwceng berasal dari Timur, mereka
memberikan gelaran Tong-mo kepada Siauwceng..."
Tenang sekali sikap Kwang Cu Pu waktu berkatakata
begitu, seakan-akan tidak ada sesuatu yang
luar biasa dalam keterangannya itu.
"Jadi kau bukan kepala kuil ini?" Tanya Wie Sin
Siansu.
"KaIau memang ingin jadi kepala kuil, entah
sudah berapa ratus kuil yang bisa kuambil alih
pimpinannya, tapi Siauwceng tidak memiliki
keinginan mempersibuk diri sebagai pemimpin
sebuah kuil, Hanya sore tadi Siauwceng kebetulan
lewat disini dan beritahukan kepada kepala kuil ini,
bahwa untuk beberapa hari kuilnya Siauwceng ambil
alih. Dia keberatan, maka agar tidak menimbulkan

450
kesulitan Siauwceng telah kirim dia ke Giam Lo Ong
!"
Kata-kata tenang dan sabar, apa yang
dikatakannya seakan urusan biasa saja. Yang
dimaksudkan dia telah mengirim kepala kuil Bie Am
Sie ke Giam Lo Ong yaitu telah dibinasakannya,
dikirim ke Raja Akherat.
Muka Wie Sin Siansu bertujuh berobah. Mereka
tidak heran melihat kekejaman Tong-mo, karena
bukankah dia sudah digelari sebagai iblis dari Timur?
Sepak terjangnya pasti tidak terpuji, walaupun dia
mengenakan jubah kependetaan.
"Jelaskanlah, apa maksudmu dan temantemanmu
yang mengancam kami agar kembali ke
Siauw Lim Sie!" kata Wie Sin Siansu serius,
sedangkan Wie Tay Siansu berenam bersiap-siap
akan membekuk Tong-mo, agar dia tidak sempat
melarikan diri untuk korek keterangan dari iblis
Timur itu.
Tong-mo tersenyum. Tenang sekali sikapnya.
"Sebetulnya apa yang kami lakukan ini demi
keselamatan Citwie. agar kalian tidak mengalami
bahaya yang tidak nienyonangkan. Bukankah Seemo
pernah menemui Cit wie Suheng? Demikian juga
Pak- mo ?"
"Kami sudah bertemu dangan See-mo, tapi dia
pergi tanpa memberikan penjelasan kepada kami !"

451
menyahuti Wie Sin Siansu berusaha menyabarkan
diri. "Sedangkan tentang Pak-mo, kami belum
pernah bertemu."
Tong-mo tertawa keras. "Siauwceng kira kalian
sudah bertemu. Pak-mo selalu mengenakan pakaian
penuh tambalan seperti murid Kaypang. Dia juga
membawa sebuah cupu arak warna merah tua..."
"Ooooo, pengemis itu?" tanya Wie Sin Siansu.
"Ya, ya. kami memang pernah bertemu !"
Sedangkan di dalam hatinya Wie Sin Siansu
tercekat. Dia heran bukan main, mengapa
dedengkot-dedengkot iblis ini bisa berkumpul
didalam sebuah kota ? Mengapa Tong-mo, See-mo
dan Pak mo bisa berada dikota ini dalam waktu
bersamaan? Lalu, apakah diwaktu mendatang Lammo
pun akan muncul, iblis dari Selatan itu?
Keempat dedengkot iblis itu biasanya saling
bertentangan satu dengan yang lainnya. Mereka
seperti berlomba-lomba untuk menjagoi sebagai
satu-satunya jago yang tiada tanding. Bahkan
akhirnya karena keempat dedengkot ibhs itu hampir
berimbang tidak ada yang di bawah dan tidak ada
yang lebih atas, maka mereka hanya menguasai
daerah masing-masing. Timur, Barat, Selatan dan
Utara ltulah sebabnya mereka disebut sebagai Tongmo,
See-mo, Lam-mo dan Pak mo.
Sejauh itu, dalam rimba persilatan keempatnya
merupakan dedengkot iblis yang paling ditakuti oleh

452
orang-orang aliran hitam maupun putih. Sekarang
mengapa tiga dari empat iblis itu bisa muncul
berbareng di sebuah kota, bahkan seperti bekerja
sama mengancam ketujuh pendeta Siauw Lim Sie
itu.
Jika Lam-mo muncul, berarti keempat iblis itu
bekerja sama. Apakah mereka berempat yang
selama ini menimbulkan kerusuhan, karena
mengadu domba Bu Tong dengan Siauw Lim ? Tapi,
melihat kepandaian mereka, walaupun mereka
merupakan dedengkot-dedengkot iblis diempat
wilayah, tokh kepandaian mereka belum lagi bisa
menyamai ketua-ketua Siauw Lim maupun Bu Tong.
Karenanya dugaan seperti itu tidak mungkin
tepat. Wie Sin Siansu sendiri jadi heran dan bingung.
Lalu siapa orang yang berdiri di belakang keempat
iblis ini? Melihat keempat iblis yang bisa dikuasai,
jelas kepandaian orang itu jauh diatas mereka,
merupakan datuk iblis yang tidak terlawan.
Keempat iblis, Tong-mo, See-mo, Lam-mo dan
Pak-mo bukankah termasuk manusia-manusia yang
gampang tunduk kepada orang lain, tapi sekarang
mereka tampaknya bekerja untuk orang lain. Siapa
orang dibelakang mereka ?
Tong-mo tertawa "Karenanya Citwie Suheng.
Kembalilah kalian ke Siauw Lim Sie, akan sia-sia
saja Citwie Suheng mempertaruhkan keselamatan
jiwa Citwie . . . ini untuk kebaikan Cit wie !"

453
Wie Sin Siansu adalah pendeta saleh yang
sanggup menahan emosi. Walaupun ia heran,
bingung dan penasaran, namun dia bisa
membendung perasaannya.
"Baiklah Kwang Sicu, kalau kau bisa
memberitahukan kepada kami apa sebenarnya
keinginan kalian, jika memang beralasan, maka
kami akan pulang. Juga, beritahukanlah kepada
kami, kalian bekerja untuk siapa?"
Tong-mo tidak menantikan Wie Sin Siansu
menyelesaikan perkataannya sudah menggoyanggoyangkan
tangannya. "Hal ini tidak mungkin! Tidak
mungkin! Karena kalau sepatah kata saja
kuberitahukan kepada kalian siapa majikan kami,
berarti jiwa kami tidak memperoleh pengampunan
lagi!"
Waktu bicara begitu, dimukannya tampak rasa
takut. Tentu saja inipun membuat Wie Sin Siansu
bertujuh kembali keheranan. Sebagai dedengkot iblis
didaerah Timur, jelas Tong-mo merupakan satusatunya
iblis di Timur yang paling berkuasa dan
tidak pernah takut terhadap jin atau setan. Malah
dengan tubuh terpotong seribu potongpun dia tidak
jeri. Tapi sekarang mengapa untuk memberitahukan
nama orang kepada siapa dia bekerja, tampaknya
dia demikian ketakutan? Begitu hebatkah orang
tersebut?

454
"Kami hanya bermaksud baik," kata Tong-mo
waktu ketujuh pendeta itu tengah tertegun berdiam
diri. "Jika memang Citwie Suheng mau
mendengarkan nasehatku, tentu Citwie Suheng akan
selamat tidak kurang suatu apapun juga. Pulanglah
ke Siauw Lim Sie,"
"Kalau kami menolak nasehatmu ?" tanya Wie Sin
Siansu tidak sabar, kemendongkolannya sudah
meluap sampai kelehernya.
Tong-mo tertawa, sikapnya tenang sekali, seakan
tidak memandang sebelah mata kepada ke tujuh
hweshio Siauw Lim Sie itu.
"Murid-murid Siauw Lim Sie hebat-hebat. terlebih
lagi tetua-tetuanya seperti kalian, ilmu Citwie
Suheng memang lihay. Tapi apakah Cit wie Suheng
memiliki ilmu melampaui Tang Bun Siansu ? kukira
itu saja merupakan contoh bagi kalian, agar dapat
berpikir dua kali..."
Wie Khie Siansu dan Wie Tay Siansu tidak bisa
menahan diri lagi, dengan disertai Wie Lung Siansu,
ketiga pendeta itu melompat ke dekat Tong-mo. Tiga
tangan pendeta meluncur menghantam Tong-mo.
"Kalau begitu Susiok kami dianiaya oleh kau dan
teman-temanmu !" teriak pendeta-peudeta itu
hampir berbareng.
Tong-mo tidak berkisar dan tempatnya. Tenang
dia mengangkat tangan kanannya, di tekuk ke

455
depan, dia menangkis pukulan Wie Khie Siansu
dengan kekerasan, sedangkan pukulan Wie Tay
Siansu dihindarkan dengan memiringkan kepalanya,
pukulan Wie Lung Siansu di terima oleh kaki
kanannya yang terangkat ke atas.
Bess, besss," pukulan Wie Kie Siansu maupun
Wie Lung Siansu. yang mengenai tangan dan kaki
Tong-mo. seperti mengenai tumpukan kapas, tidak
memberikan hasil apa-apa. Kedua pendeta itu kaget,
mereka menarik pulang tenaga pukulan, tapi
terlambat. Waktu segera muncul tenaga menolak
dari tangan dan kaki Tong-mo. Cepat-cepat Wie Khie
Siansu mengempos semangatnya, mengerahkan
enam bagian tenaga dalamnya. Tubuh ketiga orang
itu tergetar, kemudian di susul oleh Tong-mo yang
melompat dua tombak lebih, memutar tubuhnya
untuk angkat kaki.
Rupanya, Tong-mo tadi menguji kekuatan tenaga
kedua hwesio itu, dan dia kaget. Nama besar Siauw
Lim Sie memang tidak kosong. Jika orang biasa yang
menerima tenaga tolakan Tong-mo, tentu tulangtulang
sekujur tubuhnya akan hancur berantakan.
Tetapi kedua pendeta itu cuma tergetar saja
tubuhnya. Tong-mo pun tidak luput dari getaran
yang keras, sampai tangannya nyeri kesemutan,
itulah sebabnya dia melompat mundur bermaksud
angkat kaki.

456
"Mau kemana kau ?" Wie Khie Siansu melompat
hendak mengejar.
Tong-mo melontarkan sesuatu, meledak di tanah
dan segumpalan asap menyebar di sekitar tempat
itu. Wie Khie Siaiansu menahan langkah kakinya,
kuatir kalau asap itu beracun. Dari balik gumpalan
asap itu terdengar suara Tong-mo: "janganlah
berkepala batu, turutilah nasehat baik Siauwceng,
pulanglah ke Siauw Lim Sie..." Suaranya semakin
samar, ketika asap itu menipis, sudah tidak
kelihatan bayangan Tong-mo.
Wie Sin siansu menghela napas.
"Sute, tampaknya kita menghadapi urusan yang
tidak enteng," katanya sambil mengenakan alis,
mukanya muram. "Melihat demikian, kemungkinan
akan muncul urusan-urusan yang lebih
mengkuatirkan, karena di belakang keempat
dedengkot iblis itu pasti terdapat orang yang jauh
lebih liehay! Yang mengherankan, mengapa keempat
dedengkot iblis itu bisa diperalat oleh orang itu?
Hanya tinggal Lam-mo yang belum muncul..."
"Lam-mo akan segera memperlihatkan diri pada
kalian," tiba-tiba terdengar suara seseorang
memotong perkataan Wie Sin Siansu membuai
ketujuh pendeta itu menoleh ke arah datangnya
suara tersebut, tampak seorang gadis berusia antara
18 - 20 tahun, tengah duduk di dahan pohon sambil
ter senyum-senyum.

457
Rambutnya dikuncir dua, mukanya berpotongan
seperti buah tho, memerah cantik sekali. Bajunya
singset, sebagaimana baju yang biasa dikenakan
wanita-wanita pengembara, hanya ditambah oleh
jaket kulit berbulu tebal. Tenang sekali sikapnya.
"Siapa nona ?" tanya Wie Sin Siansu setelah
berkurang rasa herannya. "Maukah nona
memberikan penjelasan kepada kami?"
Gadis itu tertawa hihihi merdu sekali. kemudian
melompat turun.
"Kalian pendeta-pendeta Siauw Lim Sie biasanya
tidak pernah usil terhadap urusan orang lain, tapi
sekarang mengapa justru ingin melibatkan diri
persoalan Kangouw?" merdu suara si gadis, ia pun
bicara wajar, tidak takut-takut, sangat tenang
sikapnya.
Wie Sin Siansu tersenyum.
"Nona, memang sebetulnya kami tidak mau
mencampuri urusan di luar kuil kami, tapi ini
merupakan keadaan yang memaksa kami untuk
mencampurinya! Kami terdesak sekali, di mana ada
orang-orang tidak bertanggung jawab ingin merusak
nama baik Siauw Lim dengan Bu Tong !"
"Oya ?" si gadis membuka matanya lebar-lebar.
"Benarkah itu?"

458
Wie Sin Siansu mengangguk. "Loceng tidak akan
bicara dari hal yang tidak benar." sahutnya.
"Siapakah nama nona?"
Si gadis tertawa lagi, sikapnya lincah seperti tadi.
"Aku ? Taysu boleh memanggilku dengan Siauw Hoa
!"
"Siaaw Hoa ?" tanya Wie Sin Siansu. "Kalau
Loceng boleh tahu siapakah guru nona?"
Siauw Hoa (Si Bunga Kccil) tertawa lagi suaranya
tetap merdu. "Guruku tidak pernah mau disebutsebut
namanya, beliau pun tidak termasuk orang
yang gemar menyombongkan diri, karenanya jarang
sekali mau memperkenalkan diri kepaca orang-orang
lain. Sebab itu, akupun tidak mau begitu saja
beritahukan nama guruku. Nanti bisa kau tanyakan
langsung padanya...!" Siauw Hoa tertawa lagi, polos
sekali sikapnya.
Menghadapi kelakuan si gadis yang lincah dan
tidak pernah mau memberikan keterangan yang
dikehendaki, Wie Sin Siansu habis sabar. "Apakah
nona mempunyai hubungan dengan See-mo, Tongmo
dan Pak-mo ?" tanyanya. "Apakah nonapun
bekerja sama dengan mereka ?"
"See-mo ? Tong-mo ? Pak-mo ? iblis dari Timur,
Barat dan Utara ?" tanya si gadis. "Aku tidak kenal
dengan mereka. Siapa mereka ? Mengapa bergelar
seram-seram seperti itu ?"

459
"Benarkah nona tidak kenal dengan mereka ?"
menegasi Wie Sin Siansu.
"Apakah kau anggap aku berdusta ?" balik tanya
si gadis sambil buka matanya lebar-lebar mengawasi
si pendeta.
Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya.
"Siancay, Siancay, mana berani Lo-ceng mempunyai
dugaan buruk pada nona. Tetapi bisa nona
memberikan keterangan kepada Loceng, apa
maksud kedatangan nona menemui kami ?"
"Aku tidak mencari kalian dan tidak bermaksud
menemui kalian !" menyahuti si gadis sambil tertawa
geli. "Bukankah kalian yang datang kemari di saat
aku tengah main-main dan duduk senang-senang di
atas dahan pohon? Ah. Taysu ternyata seorang
pendeta yang suka berbohong juga ! Sudan jelas
Taysu sekalian yang datang kemari, tapi diputar
balik aku yang seakan-akan datang mencari kalian !"
Pipi Wie Sin Siansu berobah merah, dia kaget
juga dibaliki seperti itu oleh si gadis. Tetapi dia tidak
marah, dia malah merasa geli. Apa yang dikatakan si
gadis memang tidak salah, mereka justru yang
datang ke situ sedangkan si gadis memang sudah
berada di atas dahan pohon.
"Ya, ya, nona yang benar," kata Wie Sin Siansu
segera. "Apa yang sedang nona lakukan di sini ?"

460
"0oh, kembali Taysu jadi pendeta yang paling usil
di dunia ! Aku mau melakukan apa di tempat ini apa
urusannya dengan Taysu? Apakah setiap
perbuatanku harus dilaporkan kepada Taysu ?"
Benar-benar nakal gadis manis ini, ia pun pandai
sekali bicara. Wie Sin Siansu menyukai gadis ini,
yang tampaknya sangat cerdik dan tidak marah oleh
kata-katanya yang nakal itu. Sambil tersenyum dia
bilang; "Sudahlah nona, jangan mempermainkan
kami. Kami sedang mencari seseorang, dia
mempunyai arti yang sangat penting untuk
ketenangan dalam Kangouw. Maukah nona
memberitahukan sesuatu yang nona ketahui ?"
Siauw Hoa tertawa "Tentu, justru aku ingin
memberitahukan sesuatu kepada Taysu"
"Ooooh, kami berterima kasih sekali kepada
nona, jika nona mau memberitahukan kepada kami
siapa keterangan..." kata Wie Sin Siansu sambil
menjura rangkapkan tangannya memberi hormat
kepada si gadis.
Siauw Hoa cepat lompat menghindar ke samping.
"Tidak berani aku menerima hormat Taysu.
Cukup Taysu sekalian mendengarkan baik-baik."
kata si gadis. "Aku kemarin menerima pesan dari
seseorang, agar menyampaikan pesan itu kepada
tujuh orang pendeta Siauw Lim Sie. Tentu yang
dimaksud Taysu bertujuh, karena Taysu berjumlah

461
tujuh, juga merupakan pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie..."
"Ya, katakanlah nona, apa pesan untuk kami itu?"
tanya Wie Sin Siansu tidak sabar.
"Orang itu berpesan, agar Taysu bertujuh kembali
saja ke Siauw Lim Sie..."
Belum lagi Siauw Hoa menyelesaikan
perkataannya, Wie Tay Siansu tidak sabar dengan
mendongkoI sudah memotong: "Untuk baik-baik
membaca Liamkeng, karena jika meneruskan
perjalanan kami, akan ada bahaya ! Bukankah
begitu pesanannya?"
Si gadis tertawa. Matanya di buka lebar-lebar.
"Ooh. Taysu itu rupanya pandai meramal! Mengapa
Taysu mengetahui bunyi pesan itu"
"Jadi benar pesan itu berbunyi seperti itu?" tanya
Wie Sin Siansu menegas.
"Sembilan bagian memang benar, tapi ada satu
bagian yang salah!" menyahuti si gadis.
"Apa yang satu bagian itu?" tanya Wie Tay Siansu
tidak sabar.
Wie Sin Siansu memberi isyarat kepada Wie Tay
Siansu agar dapat menguasai diri, dia kemudian
memandang sigadis. "Coba nona beritahukan kepada

462
kami, apa yang satu bagian dari pesan itu yang
belum kami ketahui ?"
Sigadis manis tertawa lagi sambil menunjuk Wie
Tay Siansu.
"Taysu yang satu itu galak benar, matanya merah
dan bengis, aku jadi takut..." katanya, dan mukanya
memperlihatkan mimik seperti ketakutan, sehingga
lagaknya jadi lucu sekaii.
Mendongkol Wie Tay Siansu, tapi Wie Sin Siansu
telah memberi isyarat padanya agar bisa menguasai
diri, mata dia berdiam diri, cuma mengawasi si gadis
dengan mata yang tajam.
Wie Sin Siansu tersenyum. "Siancay. Siancay,
nona tidak perlu kuatir, kami pendeta-pendeta baik
yang tidak akan melakukan sesuatu perbuatan
tercela ! Silahkan nona memberitahukan bunyi
pesan itu selengkapnya ! Maafkan sute Loceng tadi
telah memotong cerita nona!"
"kalian pendeta-pendeta yang tidak pernah
melakukan perbuatan tercela ? Ooooo, Taysu. aku
ingin tanya, kalau seorang pendeta mengawasi
mendelik kepada seorang gadis yang ketakutan,
apakah ini perbuatan baik dan terpuji ?"
Merah muka Wie Tay Siansu, tapi
kemendongkolannya semakin menjadi. Dia mendelu,
mendongkol tanpa bisa melampiaskan

463
kemendongkolannya dan cuma melengos ke arah
lain.
Wie Sin Siansu tertawa, "Nona jangan keliru, tadi
sute Loceng hanya terkejut. ia tidak bermaksud
mendeliki nona, kebetulan memang matanya agak
besar..." kata pendeta tua tersebut. "Silahkan nona
memberitahukan pesan nona yang satu bagian itu..."
"Bukan pesanku, tapi pesan orang lain yang
dititipkan padaku!" menyahuti Siauw Hoa, tetap
masih ingin menggoda.
Wie Sin Siansu hanya mengangguk saja dan
merangkapkan kedua tangannya, sikapnya
bersungguh-sungguh, pendeta alim ini tampak
angker, matanya yang jernih bersinar berwibawa,
sehingga Siauw Hoa melihat itu terkejut dan
menunduk, dia tidak berani main-main lagi.
Jilid ke 11
Baiklah, memang pesan itu bunyinya seperti yang
diberitahukan oleh Taysu itu. Tetapi masih
ketinggalan satu bagian. Bunyi pesan itu
selengkapnya adalah: "Taysu bertujuh kembali saja
ke Siauw Lim Sie untuk baik-baik membaca
Liamkeng. karena percuma saja melakukan

464
perjalanan dalam kalangan Kangouw, hanya akan
menambah rumitnya urusan dan banyaknya korbankorban
yang berjatuhan, jadi perjalanan Taysu
bertujuh hanya membahayakan diri Taysu bertujuh !
Nah, itulah bunyi pesan orang itu selengkapnya !"
Alis Wie Sin Siansu mengkerut, sedangkan muka
Wie Tay Siansu, Wie Kie Siansu Wi Kan Siansu dan
yang lainnya jadi berobah, sebentar merah sebentar
pucat. Kalau tadi Wie Sin Siansu belum memberi
isyarat agar mereka berdiam diri saja dan
membiarkan Wie Sin Siansu sendiri yang
menghadapi si gadis, tentu Wie Tay tidak sabar lagi
akan menubruk si gadis, membekuknya dan
mengorek keterangan secara paksa dari gadis itu.
Karenanya, keenam Hwesio Siauw Lim itu hanya
mengawasi saja dengan berbagai macam perasaan
berkecamuk di hati masing-masing.
"Siancay ! Sicncay ! Bolehkah kami mengetahui
siapa orang yang meninggalkan pesan itu pada nona
?" tanya Wie Sin Siansu tetap sabar.
Si gadis mengangkat pundaknya sambil tertawa.
"Aku tidak kenal dengan orang itu, nanti Taysu boleh
selidiki siapa orang itu sebenarnya."
Setelah berkata begitu si gadis memutar
tubuhnya "Aku mau pergi..."
"Tunggu dulu, nona !" cegah Wie Sin Siansu.

465
"Suheng. dia mungkin kaki tangannya manusiamanusia
iblis itu !" kata Wie Tay Siansu tidak sabar.
Wie Sin Siansu cama menggelengkan kepala
memberi isyarat agar Wie Tay Siansu tidak ikut
bicara dulu, dia menghampiri si gadis. "Nona...
benarkah nona tidak mengetahui siapa orang yang
menitipkan pesan pada nona ?"
"Ya, aku tidak tahu !" menyahuti si gadis, "Kau
jangan mengawasi aku seperti harimau mau
menerkam mangsanya."
Digoda seperti itu oleh si gadis Wie Sin Siansu
sekali ini tidak tersenyum. "bagaimana rupa muka
dan tubuh orang itu ?"
"Muka orang itu? Oooo, mukanya jelek sekali,
hidungnya besar, mulutnya lebar, matanya meletos
keluar . . . tubuhnya jangkung tinggi seperti
raksasa!"
"Nona jangan main-main" kata Wie Sin Siansu
yang tahu si gadis berbohong dan hanya ingin
mempermainkan. "Beritahukanlah yang
sebenarnya." sambiI berkata begitu tangan Wie Sin
Siansu diulurkan untuk memegang tangan si gadis.
Tapi Siauw Hoa cepat sekali mundur setindak,
namun dia kaget waktu tangan Wie Sin Siansu tetap
meluncur akan mencengkram tangannya.

466
Dengan gerakan "Lee Hie Ta Teng " atau "Ikan
Gabus Meletik" tubuh Siauw Hoa melompat mundur
jumpalitan, tapi kembali si gadis kaget, tahu-tahu
tangan Wie Sin Siansu sudah mencekal pergelangan
tangannya.
Diam-diam Siauw Hoa kagum. Dia gesit dan
lincah, tapi si pendeta tampaknya seperti tidak
bergerak dari tempatnya ternyata berhasil mencekal
lengannya. Dia berseru nyaring: "Pendeta-pendeta
jahat ! Kau mengapa mempersakiti aku ?"
Wie Sin Siansu menghela napas, melepaskan
cekalannya pada pergelangan tangan si gadis.
"Katakanlah yang sebenarnya, nona !" sabar suara si
pendeta.
"Kamu pendeta-pendeta jahat, aku benci pada
kalian !" teriak Siauw Hoa sambil memutar tubuhnya
dan berlari pergi.
Wie Tay Siansu ingin mengejar, tapi di cegah oleh
Wie Sin Siansu, yang menghela napas sambil
mengawasi kepergian si gadis. "Usianya masih
muda, tapi dia rupanya memiliki kepandaian tidak
rendah," gumam Wie Sin Siansu. "Dua kali aku ingin
mencekal lengannya, dia bisa menghindar dan baru
ke tiga kalinya berhasil mencekal lengannya.
Rasanya kalau mereka yang sebaya dengannya
bertempur, gadis itu bukan lawan yang mudah
dikalahkan..!"

467
"Dia pasti kaki tangan iblis-iblis itu, Suheng," kata
Wie Tay tidak sabar. "Jika dia dilepas, kita akan
kehilangan jejak lagi! Bukankah lebih baik kita
membekuknya ?"
Wie Sin Siansu menghela napas. "jangan kita
lihat saja apa yang ingin mereka lakukan
selanjutnya ! Empat kali kita sudah menerima
peringatan mereka, dari Tong-mo, See-mo, Pak-mo
dan gadis itu. Apakah.... dia Lam-mo ? Tapi tidak
mungkin, usianya masih terlalu muda, dan
kepandaiannya pun berbeda terlalu jauh jika
dibandingkan dengan kepandaian Tong-mo, See-mo
dan Pak-mo."
"Sekarang apa yang akan kita lakukan, Suheng?"
tanya Wie Tay Siansu.
"Ya, kepergian gadis itu malah menpersulit kita
lebih parah lagi. kita semakin gelap tentang mereka,
tapi mereka mengetahui tentang kita !" Wie Khie
Siansu ikut bicara. "Kalau saja tadi kita
menangkapnya dan memaksa dia bicara..."
Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Sute. kalau hal itu kita lakukan, kita mau taruh
muka di mana ? Bagaimana kalau nanti tersiar
dalam kalangan Kangouw bahwa tujuh pendeta
Siauw Lim Sie menghina seorang gadis kecil ?"

468
Muka Wie Tay Siansu dan yang lainnya berobah
merah, mereka malu dan berdiam diri. Wie Sin
Siansu menghela napas dan mengajak keenam
orang Sutenya untuk melanjutkan perjalanan.
"Kita tunggu saja, sampai di mana mereka ingin
mempermainkan kita !" kata Wie Sin Siansu. "Nanti
merekapun akan memperlihatkan diri !"
Malam itu rembulan bersinar tidak terlalu terang,
karena hanya separuh. Di sebuah lembah tampak
sesosok bayangan gesit bukan main tengah berlarilari.
Jika ada orang melihat di waktu itu, jelas akan
menyangka bahwa sosok bayangan tersebut adalah
hantu penunggu lembah yang tengah terbang
melayang-layang di tengah udara, karena terlalu
cepat dan ringan tubuhnya berlari dengan ginkang
yang tinggi.
Lembah itu sepi dan sunyi dalam kekelaman
malam, hanya suara kutu malam yang terdengar
mengisi keheningan malam di lembah yang cukup
luas. Angin bertiup cukup dingin, dan sosok
bayangan itu dengan gesit telah menyelinap kesudut
lembah dimana terdapat banyak batu-batu
gunung yang bersusun saling tindih, sehingga
perjalanan di situ agak sukar.
Di samping kiri tumpukan batu-batu bersusun itu
terdapat mata air yang mengalir dari sela-sela
dinding lembah, mengalir perlahan-lahan di antara

469
celah-celah batu tersebut, yang sebagian telah
kehijau-hijauan warnanya karena berlumut.
Keadaan di tempat itu yang licin dan sulit untuk
dilalui tampaknya tidak merupakan rintangan bagi
sosok tubuh itu, bagaikan seekor capung yang
terbang ke sana ke mari, sosok tubuh itu melompat
dari batu yang satu ke susunan batu yang lainnya,
dengan lincah dan ringan, tidak kalah gesitnya
ketika ia pertamakali masuk kedalam lembah.
Akhirnya ia tiba di depan sebuah goa, yang gelap
pekat. hanya sinar rembulan yang separuh itu
menerangi keadaan di sekitar lembah itu. Sosok
tubuh itu berhenti, kemudian berlutut di depan goa
dengan sikap hormat. Dia mengenakan baju singsat
warna hitam, kepalanya dibungkus oleh topi bulu
yang tebal, yang mengangguk-angguk ketika ia
berkata : "Suhu, tecu telah kembali!"
Hening keadaan di sekitar tempat itu, yang
kemudian diisi oleh suara batuk-batuk perlahan,
suara batuk seorang yang telah Ianjut usia.
Kemudian disusul lagi oleh suara: "Bi Tin, bagaimana
ketujuh hwesio itu ? Apakah mereka mau menuruti
perintah pemimpin kita ?"
Bi Tin mengangkat kepalanya memandang ke
arah goa itu, sinar bulan menerangi mukanya. Dia
seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih,
dengan tubuh yang tegap. Hidungnya mancung,

470
matanya bagus dan terang, bibirnya tipis. Dengan
sikap hormat dia bilang:
"Tampaknya ketujuh Hweshio tidak mau
mematuhi keinginan pemimpin kita Suhu ! Mereka
malah seperti tidak mengacuhkan. Tampaknya tidak
ada jalan lain untuk membendung mereka, harus
disingkirkan dengan cara lain...!"
Dari dalam goa terdsngar tertawa terkekeh
perlahan, disusul batuk-batuk perlahan.
"Jalan lain untuk menyingkirkan mereka ? Apakah
maksudmu aku terpaksa harus keluar dari goa ini
untuk menghalau mereka ?" tanya orang di dalam
goa itu.
"Benar Suhu, tampaknya memang tidak ada jalan
lain. Ketiga paman Tong-mo, See-mo dan Pak-mo
tidak berani turun tangan sebelum menerima
persetujuan dari Suhu apa yang harus dilakukan
terhadap ketujuh pendeta itu !"
"Apa yang mereka lakukan terhadap ke-tujuh
pendeta itu?"
"Paman Tong mo, See mo dan Pak-mo hanya
menemui mereka dan menyampaikan pesan
pemimpin kita, kemudian menghindar dari mereka.
Bukankah Suhu juga berpesan begitu, agar
menghindarkan bentrokan dengan ketujuh pendeta
itu"

471
"Ya, memang aku berpesan begitu. Tapi? rasanya
kalau Tong-mo, See-mo dan Pak-mo bertiga
menghadapi ke tujuh pendeta itu, mereka bukan
tandingan hwesio-hwesio Siauw Lim Sie itu. Mereka
murid-murid tingkat ke dua, kepandaian mereka
telah sempurna. Jumlah merekapun bertujuh.
Walaupun Tong-mo See mo dan Pak-mo tidak
sampai rubuh dan terluka ditangan mereka, namun
tetap saja akan sia-sia usaha seperti itu, kalau
mereka bertiga akhirnya harus meninggalkan juga
ketujuh pendeta itu. Rasanya kalau dibantu olehku,
sehingga kami berempat pun sulit untuk
merubuhkan ketujuh pendeta itu. Karenanya. aku
berpesan hindarkanlah bentrokan dengan ketujuh
pendeta itu, sampai pemimpin kita memberikan
keputusan apa yang harus kita lakukan!"
"Lalu sekarang, apa yang harus kita lakukan,
Suhu ?" tanya Bi Tin.
Dan dalam goa terdengar suara batuk-batuk
perlahan. Kemudian baru terdengar jawaban.
"Sekarang pergilah kau mengawasi gerak-gerik
ketujuh Hwesio itu, aku akan pergi menemui
pemimpin kita, nanti baru kuberi tahukan pada mi
apa yang harus kita lakukan !"
"Baik, Suhu !" Bi Tin mengangguk satu kali lagi
berlutut didepan goa itu, kemudian bangkit dan
berlari meninggalkan tempat tersebut keluar dari
lembah.

472
Dari dalam goa terdengat suara batuk-batuk lagi
perlahan, disusul muncul sesosok tubuh. Sinar bulan
menerangi tempat itu redup sekali, tapi cukup jelas
untuk melihat sosok tubuh itu adalah seorang lelaki
lanjut usia, mungkin hampir enampuluh tahun.
Tubuhnya kurus dan mengenakan jubah panjang
warna kuning. Rambutnya digelung ke atas, ditusuk
oleh gading panjang seperti tusuk konde yang biasa
dipakai oleh seorang Tojin.
Melihat keadaan orang tua itu memang seperti
seorang penyakitan, tapi apa yang di lakukannya
kemudian benar-benar mencengangkan, hampir
seperti terjadi dalam khayal dan mustahil saja.
Tangan kiri dan tangan kanannya yang kurus seperti
tulang dibungkus kulit, diulurkan kedepan, kedekat
sebongkah batu yang mungkin beratnya lebih dari
1000 kati, dengan seenaknya orang tua itu
mengangkat batu tersebut, kemudian
menurunkannya perlahan-lahan dipindahkan
kesampingnya !
Seorang manusia bisa mengangkat batu yang
beratnya lebih dan 1000 kati dengan begitu mudah,
seakan tidak mengeluarkan tenaga, meletakkannya
perlahan-lahan, benar-benar peristiwa yang jarang
terjadi. Untuk bisa menggeser batu seberat itu saja
rasanya sudah jarang bisa ditemui, apalagi
mengangkat dan memindahkannya perlahan-lahan
menurunkan kembali ! Tapi orang tua itu tampaknya
tidak mempergunakan tenaga sedikitpun juga.

473
Tempat di mana batu tadi diangkat, tampak
terbuka sebuah goa yang cukup besar, tanpa raguragu
orang tua itu melangkah masuk kedalam goa.
Dia menyusuri lorong yang panjang gelap dan
lembab, sampai akhirnya menikung beberapa kali,
barulah dikejauhan tampak sinar terang.
Dia melangkah lebih cepat, tiba didalam goa yang
memiliki penerangan, dimana ternyata merupakan
sebuah ruangan yang penuh dengan perabotan
rumah tangga yang mewah ! ltulah sebuah goa yang
telah disulap menjelma jadi sebuah ruang yang
mewah dan terang benderang oleh sinar belasan
batang lilin !
Di ruang tersebut tampak duduk seorang pemuda
berusia 20 tahun, dengan sikap angkuh, mukanya
dingin melebihi es tidak memperlihatkan perasaan
apapun juga, matanya bersinar tajam, juga dingin.
Alisnya tebal hitam, bibirnya tipis. Dia pemuda
tampan, tubuhnya kurus semampai, jubah yang
dipakainya sangat mewah.
"Kongcu, ada yang ingin kulaporkan kepadamu."
kata orang tua itu sambil membungkukkan tubuhnya
sedikit sebagai tanda sikap menghormat pada
pemuda itu.
Pemuda berpakaian mewah tersebut melirik,
mukanya tetap dingin tidak memperlihatkan
perasaan apapun Ci Hoan Liong, katanya suaranya

474
sama dingin seperti mukanya. "Apakah ketujuh
pendeta Siauw Lim Sie itu sudah bisa dibereskan ?"
"Belum, Kongcu. Justru aku ingin meminta
pertimbangan Kongcu, apakah aku perlu
memperlihatkan diri, karena apa yang dilakukan oleh
Tong-see-pak bertiga hanya memancing rasa
penasaran ketujuh pendeta itu, mereka malah
semakin curiga."
Pemuda itu tertawa dingin.
"Ci Hoan Liong," katanya kemudian, tetap tawar.
"Kau sudah mengetahui apa yang kuinginkan, bukan
?"
"Ya, sudah tahu."
"Mengapa kau belum lakukan ?"
"Tapi Kongcu ..." orang tua itu tampak bimbang.
Pemuda itu berpaling, matanya mencorong
bersinar tajam sekali.
"Apa lagi ?" tanyanya dingin.
"Kalau ketujuh pendeta itu kita celakakan, dunia
Kangouw akan heboh, tentu pihak Siauw Lim Sie pun
tidak akan berdiam diri saja..."

475
"Ci Hoan Liong, yang kuinginkan adalah ketujuh
pendeta itu harus dibuat sama seperti Tang Bun...!"
"Baik, baik Kongcu... perintah akan
dilaksanakan," kata Ci Hoan Liong segera,
tampaknya dia gentar melihat muka si pemuda yang
sudah memerah menunjukkan bahwa pemuda itu
mulai marah. Kemudian Ci Hoan Liong memberi
hormat dengan membungkukkan sedikit tubuhnya
dan keluar dari goa itu.
Si pemuda tetap duduk di tempatnya berdiam diri
mengawasi kepergian Ci Hoan Liong. Hanya
terdengar tertawa dinginnya yang menyeramkan,
nadanya seperti mengandung maut, bisa
meremangkan bulu tengkuk.
Ci Hoan Liong keluar dari goa tersebut menutup
kembali mulut goa dengan batu besar, kemudian
tubuhnya seperti selembar daun kering berkelebat
lenyap dalam kegelapan malam. la sudah
memutuskan untuk mengumpulkan Pak-mo, Tongmo
dan Se mo, untuk mulai bekerja melakukan
sesuatu, karena dia sendiri tidak lain dari Lam-mo Ci
Hoan Liong, yang paling ganas di daerah Selatan,
iblis yang paling ditakuti oleh semua orang
Kangouw.
Angin malam di lembah bertiup perlahan sepi
setelah kepergian Ci Hoan Liong. Tapi, tidak lama
kemudian dari balik semak belukar muncul sesosok

476
tubuh, memandang sekelilingnya, lalu
memperdengarkan siulan cukup nyaring.
Dari balik semak belukar di sekitar tempat itu
bermunculan belasan orang lainnya Dari gerakan
mereka jelas yang berkumpul di situ terdiri dari
orang-orang berilmu tinggi, karena gerakan mereka
selain ringan, juga ketika masing-masing hinggap di
tanah sama sekali tidak menimbulkan suara.
"Kita harus mulai," kata orang yang muncul
pertama tadi. "Kesempatan ini satu-satunya buat
kita bekerja, Lam-mo sedang pergi, pasti iblis itu
seorang diri di dalam gua"
Teman-temannya mengiyakan. Sinar rembulan
remang-remang, tapi masih cukup jelas untuk
melihat orang-orang itu semuanya berpakaian
sebagai pengemis, Masing-masing membawa
senjata, umumnya pedang. Hanya seorang dari
mereka, yaitu yang pertamakali muncul tadi,
mencekal sebatang tongkat bambu kecil panjang
berwarna hijau, yang rupanya dipergunakan sebagai
pengganti senjata tajam.
Jumlah pengemis-pengemis itu hampir dua puluh
orang, mereka menghampiri batu penutup goa. Tiga
orang diri mereka maju buat menggeser batu besar
di muiut goa. Cukup menelan tenaga buat mereka
bisa menggeser batu itu, kemudian tampak mulut
goa, gelap dan tidak tampak seorang manusiapun.

477
Pengemis-pengemis itu bermaksud masuk
dengan sikap waspada dan bersiap-siap menerima
serangan mendadak, tapi tiba-tiba terdengar:
"Apakah kalian masih tidak berterimakasih karena
kuberikan kesempatan buat hidup terus dan sudah
bosan hidup ingin cepat-cepat mati ?"
Suara itu terdengar dekat, tapi juga seperti
terdengar jauh. Pengemis yang mencekal tongkat
bambu hijau mengerutkan alisnya, ia tahu itulah
suara yang dikirim dari jarak jauh, yang biasa
disebut Coan-im-jip-bit. la tidak berdiam diri, segera
menghirup udara dalam-dalam, mengempos
khikangnya, membuka mulut menyahuti dengan
mempergunakan tenaga Hiim-im-hua-seng
(Memecah Udara), yang sama dengan Coan-im-jipbit
(Menyusupkan suara ke dalam kepadatan)
"Keluarlah iblis terkutuk, dosamu sudah melewati
takaran ! kami atas nama Kaypang ingin
menghukummu, untuk mewakili murid-murid
Kaypang yang telah kau celakakan dengan cara yang
paling biadab !"
"He-he-he," terdengar tertawa dari dalam goa,
lama hening, akhirnya tampak muncul sesosok
tubuh di mulut goa. Belasan pengemis itu mundur
bersiap-siap dengan senjata masing-masing untuk
menerjang.

478
Ternyata sosok tubuh yang keluar dari dalam goa
itu tidak lain si pemuda tampan bermuka dingin.
Bahkan ia pun tertawa "he-he-he"" dengan suara
yang dingin "Kalian benar-benar sudah bosan hidup
dan merepotkanku untuk mengirim kalian ke neraka
! Baiklah, kalau aku menolak, nanti disebut
keterlaluan sudah bercapai Ielah mendesak untuk
minta mati, eh, eh, ditolak, tentu mengecewakan.
Nah, bersiap-siaplah untuk berangkat ke neraka."
"Sombong!" teriak salah seorang pengemis yang
tidak bisa mengendalikan kemarahannya yang
disusul tubuhnya melesat ke dekat si pemuda,
pedangnya akan menikam leher.
"Cit-tee hati-hati !" pengemis yang mencekal
tongkat bambu hijau terkejut dan memperingati.
Tapi sudah terlambat !
Pemuda itu tetap berdiri tenangkan mukanya
tetap dingin mengawasi datangnya pedang yang
hanya terpisah beberapa dim lagi dari lehernya. Dia
tahu-tahu menyentil dengan tangan kanannya.
"Dessss," tubuh pengemis yang dipanggil Cit-tee
(adik ketujuh) terpental keras, terpelanting ke tanah
bergulingan beberapakali. Matanya jadi juling
kepalanya dirasakan kaku, tubuhnya seperti
dihantam godam dan tulang-tulangnya seperti mau
copot, pusingnya sampai keotaknya. Untuk sejenak
pengemis itu tidak bisa bangun.

479
Pengemis-pengemis lain berseru kaget campur
marah, mereka bersiap menyerang. Tapi pengemis
yang mencekal tongkat bambu hijau mencegah
dengan isyarat pergunakan tongkatnya, lalu dia
menghampiri temannya yang rebah dengan mata
tetap juling karena terlalu pusingnya, diusap-usap
leher temannya, barulah rasa pusing si Cit-tee
berkurang, dia bisa bangun, walaupun rasa
pusingnya belum lenyap seluruhnya.
Yang mengherankan buat pengemis-pengemis
lainnya, kawan mereka tadi menikam sebetulnya
dengan cara yang cepat dan jurus yang ampuh,
yaitu "Peng ho-kiat-tang" (Sungai Es mencair), salah
satu jurus terampuh dari ilmu pedang kaum
Kaypang, yang biasanya jarang bisa dielakkan oleh
lawan, apalagi dilakukannya mendadak begitu.
Tapi luar biasa sekali, pemuda itu hanya sedikit
memiringkan tubuhnya, mengangkat tangannya dan
menyentil, teman mereka terpelanting dengan mata
terjuling-juling ! Karena mereka semakin waspada,
itu membuktikan kepandaian pemuda ini, yang
mereka sebut-sebut sebagai iblis laknat, memang
tinggi.
Pengemis yang memegang tongkat bambu sudah
kembali ketempatnya. ia mengawasi tajam pada
sipemuda tampan. "iblis laknat! Hari ini adalah
saatnya dimana kau harus menebus dosa-dosamu !
Bersiap-siaplah untuk menerima hukumanmu!"

480
"Benarkah itu?" tanya sipemuda dingin. Mukanya
tetap tidak memperlihatkan perasaan apapun.
"Apakah kau tidak keliru bicara? Justru kalian yang
harus bersiap-siap untuk berangkat ke neraka!"
Pengemis tua itu tidak mau mengadu mulut. "Aku
Thian Sin Cu (Si Malaikat Langit) ingin melihat
sebetulnya berapa tinggi kepandaianmu!"
Tongkatnya langsung menuding dengan jurus "Kim
Ciam Touw Sian" (Benang Menusuk Jarum Emas).
disusul bentakannya: "Cabut senjatamu!"
Sipengemis yang bernama Thian Sin Cu tidak
mau membiarkan sipemuda bicara terlalu banyak,
memaksanya untuk bertempur.
Pemuda itu tetap berlaku tenang, "0oh, tidak
tahunya Thian Sin Cu? Bagus ! Sekarang kau bisa
benar-benar jadi Malaikat Langit. akan kukirim kau
kesana !" Dia merangkapkan kedua tangannya,
berani sekali dia menekapkan kedua telapak
tangannya menangkap ujung tongkat bambu,
padahal ujung tongkat bambu itu mengandung
tenaga khikang yang sangat kuat !
Thian Sin Cu tidak menarik tongkatnya dia ingin
melihat berapa besar tenaga dalam pemuda ini,
yang diketahuinya sangat sadis. la juga mengenali
cara si pemuda menghadapi tongkatnya adalah yang
disebut Hun-kiy-cian (ilmu Pukulan Memecah dan
Membuka). Hanya yang tidak disangkanya adalah
kekuatan khikang pemuda itu, sebab begitu ujung

481
tongkatnya kena ditangkap oleh jepitan kedua
telapak tangan si pemuda, tongkat itu tidak
bergeming lagi, biarpun Thian Sin Cu mendorong
kuat sekali disertai khikang tetap ujung tongkat
terjepit diantara kedua telapak tangan si pemuda.
Muka si pemuda tetap dingin, dia perdengarkan
tertawanya yang dingin sekali "Kini giliranku untuk
menghadiahkan kau satu jurus!" Bersamaan dengan
itu kedua telapak tangan si pemuda tergetar, dan
Thian Sin Cu kaget tidak terkira, sampai ia
mengeluarkan keringat dingin. Tangannya dirasakan
kesemutan waktu tongkat yang digenggamnya
tergetar semakin lama semakin keras.
Itnlah tenapa khikang yang luar biasa ampuh !
Hampir tidak bisa diterima oleh akal sehat Thian Sin
Cu, pemuda dalam usia semuda itu bisa memiliki
khikang yang demikian tinggi ! Tapi sebagai seorang
kangouw berpengalaman, ia cepat bisa
mengendalikan diri. Dia mengempos semangatnya,
tahu-tahu, tangan kirinya menyambar ke muka
pemuda itu dengan "Tin San Ciang" (Pukulan
menggetarkan Gunung") kuat sekali tenaga pukulan
itu, jangankan manusia yang terpukul, batupun akan
menjadi tepung halus kalau terpukul oleh kepalan
tangan Thian Sin Cu saat itu.
Pemuda itu merasa kesiuran angin kuat
menyambar mukanya, tetap mukanya dingin.
"Cukup tinggi lwekang jembel ini!" pikir pemuda itu.
Dia bukan hanya berpikir, kedua telapak tangannya

482
tahu-tahu dibuka, tubuhnya dengan kecepatan luar
biasa sudah menyingkir ke samping kanan, ia
bergerak dengan jurus "Ouw-liong-jiauw-cu" (Naga
Hitam Melibat Tiang), tahu-tahu dia sudah di
samping Thian Sin Cu, telapak tangan kanannya
meluncur turun akan menepuk pundak si pengemis !
Bukan Thian Sin Cu seorang yang kaget, temanteman
si pengemispun berseru kaget. Beberapa
orang bermaksud untuk melompat menolongi.
walaupun mereka tahu sudah terlambat dan tidak
mungkin bisa mencapai si pemuda sebelum telapak
tangan itu jatuh pada sasarannya.
Yang lebih mengejutkan tubuh si pemuda berdiri
dengan tegak, tangan meluncur turun, muka yang
dingin, dia tengah menjalankan salah satu jurus dari
ilmunya yang mengandung maut !
Thian Sin Cu waktu itu sebetulnya tengah hilang
sedikit keseimbangan tubuhnya, karena tongkat
yang tengah didorongnya tahu-tahu terlepas dari
jepitan kedua telapak tangan si pemuda. Tubuhnya
agak terjerunuk ke depan dengan kuda-kuda yang
agak tergempur. Sekarang dia diserang begitu
dahsyat tentu saja dia kaget.
Waktu jiwanya tengah terancam bahaya,
secepatnya dia bergerak dengan Gin-han-hui-te
(Bima-sakti Mem-bentak Di Udara). dia coba
membalikkan tongkatnya ke belakang, di sodok
sekuat tenaga, maksudnya ingin menusuk perut si

483
pemuda.Tapi gerakannya terlambat, telapak tangan
si pemuda sudah berada di pundaknya, dan Thian
Sin Cu mengeluh. "Mati aku..."
Semua mata pengemi's-pengemis yang ada di
situ terbuka tegang melihat jiwa Thian Sin Cu
terancam tanpa mereka bisa melakukan sesuatu.
Sudah bisa dipastikan Thian Sin Cu sedikitnya akan
terluka parah dan mungkin cacad seumur hidupnya.
Di detik menentukan itu, mendadak terdengar
teriakan. "Koko... ampuni dia !"
Alis si pemuda berkerut, tapi tangannya sudah
ditarik kembali batal menepuk pundak Thian Sin Cu
itulah cara yang sulit sekali dilakukan oleh
sembarangan orang, di saat tenaga tengah
dikerahkan tangan meluncur, mendadak bisa ditarik
kembali membatalkan tepukan. Jika seseorang
lwekangnya belum mercarai tingkat yang tinggi
tentu sulit baginya melakukan perbuatan seperti itu.
Di tempat itu telah tambah seorang gadis berusia
18 tahun, rambutnya dikuncir dua, mukanya
berpotongan seperti buah tho, memerah cantik
sekali.
Bajunya singset. sebagaimana baju yang biasa
dikenakan wanita-wanita pengembara, hanya
ditambah oleh jaket kulit berbulu tebal. Gadis itu
tertawa-tawa. Ternyata dia tidak lain dari Siauw Hoa
(Si Bunga Kecil)!

484
"Kau selalu usil mencampuri urusanku!"
menggumam si pemuda dingin.
Thian Sin Cu sendiri yang semula sudah siap-siap
menerima pukulan maut itu dengan mengempos
seluruh khikangnya pada pundak, ketika mengetahui
si pemuda menahan pukulannya, tubuhnya
bergulingan ke depan cukup jauh dengan "Hui-hongsut"
(berlari-terbang). Waktu berdiri dengan
memegang tongkat bambunya, muka Thian Sin Cu
agak pucat, dan keringat pun penuh di keningnya.
Walaupun usia pemuda itu masih muda, namun
kepandaiannya ternyata tidak kalah-dari kepandaian
Thian Sin Cu.
"Seng-ko, kau memarahiku?" bibir Siauw Hoa
yang kecil mungil yang semula tertawa-tawa,
seketika terkatup dan jadi cemberut marah, tapi
tetap gadis ini tampak sangat cantik.
Si pemuda menghela napas "Mengapa kau datang
kemari?" tegurnya tanpa menjawab pertanyaan
Siauw Hoa.
"Kau jawab dulu pertanyaanku, apakah kau
marah padaku?" menggeleng si gadis ngambul.
"Tidak! Katakanlah mengapa kau datang kemari
?"
"Menyusul kau ! Thia-thia perintahkan kau pulang
!"

485
Muka si pemuda berobah guram. "Kau pulang
dulu, aku masih ada urusan yang perlu dibereskan.
Jika urusanku sudah beres, segera aku pulang."
"Tapi Thia-thia bilang aku harus pulang
bersamamu, ada yang ingin dibicarakan Thia-thia
bersamamu !"
Si pemuda membanting kakinya beberapa kali,
tampaknya jengkel. Dia melirik kepada belasan
pengemis yang waktu itu dengan dipimpin Thian Sin
Cu mengambil sikap mengepung dia bersama Siauw
Hoa.
Thian Sin Cu setelah mengatur jalan
pernapasannya kesegarannya pulih, rasa kagetnya
telah lenyap. dia memimpin teman-temannya untuk
mengepung si pemuda dan Siauw Hoa di tengahtengah,
siap untuk menyerang serentak. Siauw Hoa
tertawa.
"Sudahlah Seng-ko. ampuni mereka ! Apa
gunanya ribut-ribut dengan segala macam pengemis
seperti itu ? Ayo kita pulang...!" Setelah berkata
begitu Siauw Hoa berpaling kepada Thian Sin Cu dan
teman-temannya. "Kalian tunggu apa lagi tidak mau
cepat-cepat angkat kaki menerima pengampunan
koko-ku ? Apakah menunggu Lam-mo, Pak-mo, Seemo
dan Tong-mo berempat tiba di sini ? Mereka
berempat tengah mendatangi kemari, rasanya tidak
lama lagi akan sampai di sini !"

486
Mendongkol bukan main Thian Sin Cu dan temantemannya
mendengar perkataan Siauw Hoa, mereka
juga tahu itulah gertakan belaka. Tapi, gadis itu
memang telah menolong Thian Sin Cu,
menyelamatkan jiwa si pengemis dari tangan maut
si pemuda.
Di samping itu kalau sampai Tong-mo berempat
benar-benar datang ke situ, ini merupakan ancaman
yang tidak ringan. Menghadapi pemuda yang
usianya masih begitu muda sudah cukup sulit, apa
lagi kalau keempat iblis itu tiba di sini. Maka Thian
Sin Cu memutuskan mereka harus cepat-cepat
berlalu.
"Baiklah," katanya tawar. "Walaupun bagaimana
dosa-dosamu harus dipertanggung-jawabkan, tidak
sekarang pasti di waktu mendatang!" Setelah
berkata begitu Thian Sin Cu dengan sikap gusar
mengibaskan tongkatnya mengisyaratkan kawankawannya
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Si pemuda cuma mengawasi dingin, tanpa
mengucapkan sepatah perkataan. Setelah
rombongan pengemis Kaypang lenyap dalam
kegelapan malam, barulah si pemuda membantingbanting
kakinya beberapakali dengan jengkel.
"Siauw Hoa, kau selalu mencampuri urusanku !
Oooooh, kalau aku.... kalau aku..."

487
"Hi-hi-hi-hi... kalau aku kenapa, Seng-ko ?" tanya
Siauw Hoa sambil tertawa.
"SudahIah ! Jika nanti kau masih terus menerus
mencampuri urusanku, satu saat aku pasti tidak
akan hiraukan kau lagi !" menyahuti si pemuda.
"Seng-ko... kau sekarang berobah jahat ! Jika
kau tidak mau menghiraukan aku lagi biarlah aku
menangis saja!" Benar-benar si gadis menangis
terisak-isak. Si pemuda jadi kelabakan, dicekal
kedua lengan si gadis, lalu dihiburinya.
"Aku hanya bergurau, Siauw Hoa, Ayo tertawa
lagi, aku tetap sayang padamu..!" membujuk
sipemuda.
Siauw Hoa benar-benar gadis dengan perangai
agak aneh. Tadi dia begitu mudah menangis, tapi
sama mudahnya kini dia tertawa, walaupun air
matanya masih membasahi pipinya.
"Benarkah Seng-ko? Kau selamanya akan tetap
sayang padaku, bukan ?" menegasi Siauw Hoa.
Pemuda itu mengangguk kesal, karena adiknya
ini selalu juga merepotkannya.
"Ayo kita cepat-cepat pulang, Seng-ko. Thia-thia
tentu sedang menantikan kita dengan kuatir ! Tadi
kepada See-mo telah kuberitahukan, agar dia

488
beritahukan Pak-mo, Tong-mo dan Lam-mo, agar
mereka pulang."
Pemuda itu mengangguk lesu, tangannya ditarik
oleh Siauw Hoa meninggalkan lembah itu.
Siapakah pemuda yang disebut Seng-ko oleh
Siauw Hoa ? Dan siapa gadis yang tampak selalu
lincah dengan paras yang cantik? Mereka tidak lain
dua bersaudara kandung dari keluarga yang paling
berkuasa disaat itu setelah Kaisar Yong Ceng, yaitu
putra-putri Cu Bian Lian, Cu KongKong !
Memang lucu kedengarannya seorang Thay-kam
seperti Cu Kongkong bisa mempunyai anak,
sepasang pula ! Hal itu terjadi karena sebelum
masuk istana menjadi Thaykam, Cu Kongkong
pernah menikah. Setahun setelah ia memperoleh
anak, yaitu Cu Lie Seng. Disusul kemudian dengan
hamil isterinya untuk kedua kalinya. Waktu itulah Cu
Bian Liat bertengkar dan dihina oleh Tihu kotanya,
pembesar itu menangkap dan menjebloskan Cu Bian
Liat kepenjara.
Sakit hati terhadap Tihu itu membuat Cu Bian Liat
bertekad hendak masuk istana, agar kelak bisa balas
sakit hatinya pada Tihu itu. Ketika ia dibebaskan, ia
segera berangkat kekoraraja tanpa menanti
kelahiran anaknya yang kedua, masuk keistana dan
jabatan yang diterimanya adalah Thaykam.

489
Karena nekad, walaupun harus dikebiri, ia
menerima jabatan itu, karena ia mempunyai rencana
sendiri untuk kelak setelah memiliki kekuasaan
membalas sakit hatinya pada Tihu yang pernah
menghina dan menjebloskannya kedalam penjara!
Siapa sangka, Cu Bian Liat akhirnya merupakan
satu-satunya Thaykam yang disayang Kaisar,
bahkan Kaisar telah memberikan kekuasaan yang
besar padanya. Kemudian Kaisar tua mati, diganti
oleh Yong Ceng.
Raja yang baru naik takhta itupun ternyata
mencurahkan seluruh kepercayaan kepada Thaykam
yang satu ini. Cu Kongkong semakin kuat dengan
kekuasaannya. Tihu yang jadi musuhnya sudah
siang-siang habis sekeluarga dibabat oleh Cu
Kongkong !
Setelah merasa kedudukannya mantap benar, Cu
Kongkong membawa kedua orang anak dan istrinya
keistana.
Peristiwa penyambutan isteri dan anak-anak Cu
Kongkong terjadi belasan tahun yang lalu, sebelum
ayahanda Kaisar Yong Ceng wafat, dalam saat mana
Cu Kongkong memang sudah memiliki kekuasaan
yang cukup besar.
Sebagai orang kebiri, tentu saja Cu Kongkong
sudah tidak mengharapkan sesuatu lagi dari
isterinya, hubungan mereka hanya sebagai

490
persaudaraan belaka. Bagi Cu Kongkong, yang
mungkin terpenting dalam hidupnya, memberi
kesenangan kepada kedua anak-anaknya !
Kasih sayang berlebihan, perlakuan memanjakan
berlebih-lebihan, bisa mempengaruhi perkembangan
jiwa maupun watak seorang anak. Dan demikian
pula halnya dengan Cu Lie Seng. la tumbuh jadi
dewasa dengan perangai yang berobah jadi jelek
sekali, sifatnya pun buruk.
Tidak jarang ia melakukan perbuatan tidak
terpuji, kejam dan sadis terhadap orang yang tidak
disenanginya. Siapa yang berani menentang pemuda
ini, yang merupakan putera dari orang yang memiliki
kekuasaan kedua setelah Kaisar Yong Ceng? Terlebih
lagi di belakang Cu Lie Seng pun berdiri tokoh-tokoh
rimba persilatan yang sengaja diundang oleh Cu
Bian Liat Cu Kongkong sebagai pelindung anaknya
tersebut, merangkap sebagai guru silatnya juga !
Cu Lie Seng pun memiliki otak yang cerdas di
samping sifat-sifat buruknya. la mudah sekali
mempelajari sesuatu, seakan tidak ada sesuatu yang
sulit baginya. Mempelajari semacam ilmu silat saja
bisa dilakukan dengan cepat.
Pemuda ini pun telah berusaha menggabungkan
berbagai ilmu silat dari macam-macam aliran untuk
menjadi semacam ilmu silat yang ampuh, semua itu
di lakukan secara diam-diam, tidak seorangpun dari
guru-gurunya yang mengetahui hal tersebut.

491
Karena merasa sebagai satu-satunya orang yang
memiliki kekuasaan besar, di mana semua orangorang
kepercayaan ayahnya pun tunduk padanya,
maka Cu Lie Seng semakin lama semakin
mengumbar nafsu jahatnya. la sering mengganggu
isteri orang baik-baik, mengganggu puteri dari
keluarga yang tidak berdaya.
Siapa saja yang diinginkannya, baik wanita atau
laki-laki. harus menuruti setiap keinginan pemuda
ini. Yang wanita, terutama yang cantik-cantik, tentu
akan jadi bahan permainan si pemuda. Sedangkan
yang laki-laki tentu akan dijadikan anak buahnya,
untuk membantunya melaksanakan perbuatan
jahatnya.
Semakin bertambah usia pemuda itu, semakin
banyak perbuatan tak terpuji yang dilakukan. Dan
malah terakhir ini ia berpikir untuk menguasai
orang-orang rimba persilatan, di mana ia bercita-cita
menjadi jago satu-satunya di dalam dunia
persilatan, semua pendekar harus tunduk padanya.
Banyak jago-jago ternama yang dihubunginya
dengan mempergunakan kekuasaan ayahnya, jarang
pendekar-pendekar yang dihubunginya berani
menolak ajakan si pemuda, agar bekerja di bawah
perintahnya.
Cu Kongkong bukan tidak mendengar sepakterjang
anaknya yang satu itu. Tapi Cu Bian Liat
bukannya menegur sang putra, malah diam-diam

492
perintahkan beberapa orang pahlawan
kepercayaannya untuk diam-diam mengawal
anaknya, sebagai pelindung anak Thaykam yang
paling berkuasa itu.
Waktu itu Cu Lie Seng bersama Siauw Hoa
sampai dimulut lembah, mendadak tampak
seseorang tengah berlari menghampiri kepada
mereka. Alis Cu Lie Seng mengkerut, gumamnya:
"Mengapa manusia tak punya guna ini berlari-lari
seperti itu?"
Dia mengenal bahwa yang teman menghampiri
kearah dia dan Siauw Hoa adalah Ang Bi Tin, murid
Lam-mo.
Ang Bi Tin sampai didepan Cu Lie Seng. pemuda
itu memberi hormat. "Cukong, Suhu ku
mengharapkan kedatangan Cukong."
"Dimana ?" tawar suara Cu Lie Seng.
"Suhu bersama tiga orang paman sedang
menghadapi ketujuh pendeta Siauw Lim Sie.
Sebelumnya Suhu perintahkan aku menguntit ke
tujuh pendeta itu, sampai akhirnya Suhu datang
bersama tiga paman lainnya, mereka bicara
sebentar dengan ketujuh pendeta Siauw Lim Sie,
akhirnya bertempur.
Suhu berpesan agar kami mengundang Cukong
kesana, karena kalau Cukong tidak datang Suhu

493
belum lagi tahu apa tindakan selanjutnya terhadap
ketujuh pendeta itu !" Waktu menjelaskan Bi Tin
menunduk tidak berani menentang sorot mata Cu
Lie Seng yang tajam luar biasa. Muka Cu Lie Seng
begitu dingin, sehingga Bi Tin menggidik kalau
memandangnya.
"Mereka bertempur dimana?" tanya Cu Lie Seng
akhirnya.
"Tidak terlalu jauh dari sini, hanya terpisah
puluhan lie saja." menyahuti Bi Tin.
Siauw Hoa memegang tangan kakaknya. "Sengko,
ayo kita pulang, Thia-thia sedang menunggu!
Dan kau..." Siauw Hoa menoleh pada Bi Tin,
"beritahukan pada gurumu dan ketiga orang paman
agar menyusul kami pulang keistana !"
"Ya, ya." Menyahuti Bi Tin.
Tapi Ci Lie Seng menggeleng.
"Adikku, jangan memaksa aku untuk pulang
sekarang juga. Aku ingin melihat pertempuran itu,
pasti menarik!" Kata Cu Lie Seng. "Kau tentu tertarik
melihat pertunjukan yang pasti sangat menarik."
Siauw Hoa monyongkan mulutnya, tapi hanya
sebentar saja, kemudian dia mengangguk.

494
Bi Tin mengantarkan Cu Lie Seng dan Cu Siauw
Hoa ketempat dimana Lam-mo dengan Pak-rno,
See-mo dan Tong-mo yang tengah bertempur
dengan tujuh pendeta Siauw Lim Sie. Tempat
dimana berlangsungnya pertempuran itu ternyata
hanya terpisah belasan lie, cepat sekali mereka tiba
disitu. didekat pintu kampung Liauw-cun.
Cu Lie Seng tidak melakukan tindakan apa-apa,
hanya menonton saja pertempuran itu yang
berlangsung seru sekali, Siauw Hoa dan Bi Tin pun
berdiam diri menyaksikan betapa pertempuran yang
tengah berlangsung benar-benar merupakan
pertunjukan sangat menarik, dimana tujuh orang
pendeta Siauw Ltm Sie tengah menghadapi empat
dedengkot iblis!
Saat itu Wie Sin Siansu yang memimpin keenam
orang sutenya tengah mengepung Lam-mo, Pak-mo,
See-mo dan Tong-mo. Rupanya ketujuh pendeta
Siauw Lim Sie tidak mau memberikan kesempatan
keempat dedengkot itu meloloskan diri dari dalam
kalangan, Tong-mo berempat pun memberikan
perlawanan yang menakjubkan, karena tangan kaki
mereka yang bergerak selalu menimbulkan kesiuran
angin keras, sampai terasa oleh Cu Lie Seng, Siauw
Hoa dan Bi Tin, biarpun mereka berdiri ditempat
yang terpisah agak jauh dari kalangan pertempuran
tersebut.
"Sekarang sudah jelas," terdengar Wie Lung
Siansu membentak sambil menyerang memakai

495
jurus "Tek-song-ciu" (Tangan Memetik Bintang).
kelima jari tangan kanannya berkembang akan
menakup kepala Pak-mo. Dedengkot iblis yang
berpakaian seperti pengemis itu tertawa "he-he-hehe
!" tubuhnya melesat kesamping dibarengi dengan
jurus "Hun-kang-toan-liu" (Membendung Sungai
Memutuskan Aliran), sebat bukan main kakinya
menendang rusuk Wie Lung Siansu. "Kalian yang
selama ini telah mengacau ingin mengadu domba
antara Bu Tong dengan Siauw Lim !"
"Hi-hi-hi..." Tertawa mengejek Tong-mo. "kalau
sudah tahu, ya sudah! Jangan gaiak-galak begini !"
Sambil mengejek, Tong-mo yang berpakaian sebagai
hweshio, melompat kesamping Wie Khie Siansu,
telapak tangannya yang penuh hawa khikang
sehingga tampak kulitnya memerah seperti darah,
meluncur kepinggang sipendeta.
Wie Khie Siansu merasakan angin panas nyeri
menyambar pinggangnya, dia agak terkejut.
"Hemmmm iblis ini menguasai Ang-see-ciang..!" Dia
tidak berayal, karena mengetahui Ang-see-ciang
sejenis ilmu hitam yang sangat beracun. Setiap
orang yang melatih ilmu itu pasti telapak tangannya
memerah seperti darah jika mempergunakan ilmu
tersebut, kalau mengenai sasaran akan berakibat
hebat, jangankan manusia, batupun akan hancur
jadi bubuk!
Mengetahui bahaya yang mengancam Wie Khie
Siansu bukan hanya berkelit belaka. "Siancay," dia

496
memuji, sambil tangannya tiba-tiba mendorong
kearah dada Tong-mo, dibarengi pengerahan
khikangnya, ia mempergunakan salah satu jurus dari
ilmu andalan Siauw Lim Sie yang bernama "Liuseng-
kan-goat" (Bintang Sapu Mengejar Rembulan),
kuat dorongan yang disertai tenaga khikang yang
sudah terlatih baik, karena Tong-mo seketika
merasakan napasnya sesak, membuatnya harus
cepat cepat membatalkan serangan Ang-see-ciang
pada sipendeta.
Semua itu hanya beberapa detik saja, tapi itulah
jago-jago ulung yang tengah bertanding, sekali saja
salah satu pukulan mereka mengenai sasaran,
celakalah korban tersebut !
Baru Tong-mo menyingkir, justru di belakangnya
menyambar angin yang panas seperti membakar.
Tahulah Tong-mo bahwa ia tengah diserang oleh
pukulan yang dahsyat. Tanpa menoleh lagi ia segera
mengempos semangat murninya, membungkukkan
sedikit tubuhnya dengan kaki kanan tertekuk,
berbareng telapak tangannya meluncur ke belakang.
"Plakkk," terdengar suara keras disusul lagi oleh
"Dessss!" Tangan Tong-mo saling bentur dengan
tangan Wie Tay Siansu. Keduanya lompat mundur
kebelakang dengan muka berobah, tadi mereka
sudah mempergunakan tenaga dalam yang samasama
tinggi, dan dalam satukali bentrokan itu
masing-masing merasa kagum terhadap lawan

497
mereka yang sinkangnya ternyata berimbang satu
dengan yang lain.
Lam-mo waktu itu tengah melayani Wie Sin
Siansu. Si pendeta alim Siauw Lim Sie yang sabar ini
tampaknya sudah mengeluarkan ilmunya yang
tinggi, berulangkali ia mengibas dan memukul
mempergunakan kepalan tangannya. Namun Lammo
walaupun sudah tua serta kurus bagaikan orang
berpenyakitan, selalu dapat menghindarkan
serangan lawan, malah kalau sudah terpaksa ia
menangkis dengan kekerasan. Terdengar berkali-kali
suara "Wutttt !"
"Dessss! menunjukkan hebatnya benturan dua
macam tenaga sinkang yang sudah terlatih tinggi !
Dalam suatu kesempatan Wie Sin Siansu sedang
menghindarkan salah satu ancaman serangannya,
Lam-mo membarengi menyerang lagi dengan jurus
"Tui-hun-tok-pok" (Mengejar Roh Menarik Sukma),
tangan kanannya lurus ingin mencengkram pundak
Wie Sin Siansu, tangan kirinya mendorong kuat
sekali, sampai terdengar suara "Ciuutt!"
berulangkali.
"Pukulan sangat jahat dan beracun ! Siancai."
menggumam Wie Sin Siansu, si pendeta menghindar
tidak menyambuti pukulan lawan. Kemudian mereka
mendekat dan mengukur kekuatan lagi.

498
Lain lagi cara bertempur See-mo, dedengkot iblis
yang memiliki bentuk tubuh pendek cebol seperti
tubuh seorang anak kecil. la benar-benar gesit luar
biasa, karena tubuhnya yang cebol itu berkelebat
kesana kemari.
Wie Un Siansu dan Wie Lie Siansu agak repot
menghadapinya ! Kalau memang See mo hanya
berkelebat kesana kemari belaka, tentu tidak akan
berarti apa-apa buat kedua pendeta alim Siauw Lim
Sie, justru dedengkot iblis yang cebol ini selalu
membarengi dengan pukulan-pukulannya yang
berhawa dingin dan mengandung maut !
Sinkang Wie Un Siansu dan Wie Lie Siansu masih
berada di bawah sinkang Suhengnya, Wie Sin Siansu
karenanya biarpun mereka berdua menghadapi Saemo
tetap saja membuat mereka repot.
Sebab-sebab utama mengapa kedua pendeta alim
Siauw Lim Sie ini sibuk melayani See-mo adalah
disebabkan bentuk tubuh See-mo yang cebol. Kalau
saja dedengkot iblis ini bertubuh normal, tentu Wie
Un Siansu dan Wie Lie Siansu tidak serepot itu.
Apalagi memang Sce-mo tampaknya mengandalkan
ginkangnya yang tinggi, untuk berkelebat ke sana ke
mari, diselingi oleh pukulan-pukulan mengandung
maut!
Wie Un Siansu tahu bahwa ilmu pukulan maut
See-mo adalah yang disebut Sin-kong-ciang (Tangan
Sinar Sakti) sejenis ilmu pukulan sesat dan beracun.

499
Setiap memukul, akan disertai oleh khikang yang
kuat, memancarkan hawa dingin yang keras, kalau
lawan berkepandaian tanggung-tanggung. tentu satu
dua jurus saja See-mo sudah bisa merubuhkan
lawannya! Tetapi sekarang justru yang dihadapinya
adalah pendeta alim Siauw Lim Sie tingkat kedua,
yang kepandaiannya sulit diukur, bahkan dua orang
sekaligus, karenanya biarpun sudah lebih dari dua
jam dia mempergunakan ginkangnya diselingi oleh
pukulan-pukulan Sin-kong-ciang, tetap saja dia
gagal merubuhkan Wie Un Siansu atau Wie Lie
Siansu. Untuk menyentuh jubah pendeta itu sajapun
tidak pernah terjadi"
Cu Lie Seng mengawasi dengan mata mencorong
memancarkan sinar tajam. Dia tidak mencegah
pertempuran itu, tanpa bersuara ia mengikuti jalan
pertempuran tersebut penuh perhatian. Memang Cu
Lie Seng diam-diam sedang menggubah bermacammacam
ilmu aliran pintu perguruan silat yang ingin
digabung dan diciptakan menjadi sebuah aliran baru.
Sekarang menyaksikan jalannya pertempuran
antara tokoh-tokoh berkepandaian tinggi, jelas
menggembirakan hatinya. Dia bisa memperhatikan
dengan sesama setiap jurus yang dipergunakan oleh
para pendeta Siauw Lim Sie dan empat dedengkot
iblis itu.
Sebagai pemuda berotak sangat cerdas, Cu Liu
Seng memang memiliki kelebihan dibandingkan
dengan pemuda-pemuda sebaya dengannya. Sekali

500
lihat saja dia bisa mengingat sesuatu sampai
berbulan-bulan dan bertahun-tabun lamanya berada
dalam ingatannya. Sekarang menyaksikan jalannya
pertarungan lagi memang See-mo tampaknya
mengandalkan ginkangnya yang tinggi, untuk
berkelebat ke sana ke mari, diselingi oleh pukulanpukulan
mengandung maut!
-----------
tempuran itu, iapun hanya menyaksikan dan
diam-diam berusaha mengingat setiap gerak dan
jurus yang dipergunakan oleh mereka yang tengah
bertempur.
Wie Sin Siansu sambil bertempur, beberapa kali
bertanya kepada Lam-mo. Tetapi sejauh itu Lam-mo
tidak melayani pertanyaan si pendeta.
"Apa salah kami Bu Tong dan Siauw Lim Sie
sehingga kalian hendak mengadu domba kami ?"
tanya Wie Sin Siansu setelah menghindarkan
ancaman tangan Lam-mo. "Lalu, siapakah yang
melukai Tang Bun Susiok kami ?"
Lam-mo tidak segera menyahuti, tangan kirinya
mengirim pukulan kuat dengan Sun-eisi-kian-yo (
Pukulan menuntun Kambing ), disusul lagi oleh
tangan kanannya akan menghajar lambung pendeta
alim Siauw Lim Sie tersebut dengan jurus "Kie-hweliauw-
thian" ( Angkat Obor Menerangi Langit).

501
Hebat kedua pukulan tersebut, Wie Sin Siansu
pun menyadari tidak mungkin bisa main-main
menerima kedua pukulan itu. Sambil bilang
"Siancai", tubuhnya tahu-tahu melesat ke samping
kiri beberapa langkah dengan jurus "Jie-yan-coanlian"
(Anak Walet Menembus Tirai) dia menghindari
pukulan tangan kiri Lam-mo, dengan memutar
sedikit pundaknya, tangan kanannya mengibas
keras, menangkis pukulan tangan kanan dedengkot
iblis dari Selatan iiu.
"Plakkkkk !", "Dessssss !" kedua tangan saling
bentur tubuh Wie Sin Siansu tergetar, sedangkan
Lam-mo bergoyang-goyang tubuhnya dengan kaki
melangkah setindak ke belakang. Muka Lam-mo
juga berobah, karena waktu tangannya kebentur
dengan tangan si pendeta, dirasakan betapa
pergalangan tangannya bagaikan dihantamkan pada
besi, nyeri dan sakit.
"Hemmmm. benar-benar Siauw Lim Sie tidak
punya nama kosong," pikir Lam-mo sambil
memperbaiki kedudukan kedua kakinya, "si gundul
inipun tampaknya menang seurat dariku..."
Memang jika dua orang ahli silat ternama saling
mengadu kekuatan, walaupun hanya satu dua
gebrakan saja, sedikit saja terjadi perkembangan
pada diri lawan, segera bisa diketahui mana yang
lebih tangguh.

502
Perbedaan yang sedikit pun sangat memegang
peranan besar untuk kalah menangnya seorang ahli
silat yang kepandaiannya sudah tinggi.
Wie Sin Siansu berdiri tegak tidak maju
menyusuli serangan, mengawasi lawannya dengan
sorot mata tajam, walaupun mukanya tetap
memperlihatkan sikap welas-asih. Sabar sekali
tampaknya.
"Beritahukanlah pada kami, mengapa kalian
memusuhi kami?" tanya si pendeta, suaranya tetap
sabar. "Dan juga beritahukanlah siapa yang telah
mencelakai Tang Bun Susiok kami, maka kami tidak
akan mempersulit kalian lagi!"
Lam-mo tertawa, menyeramkan suara
tertawanya, seperti tangis iblis saja, mendirikan bulu
tengkuk, itulah tanda bahwa dedengkot iblis ini telah
murka. Amarahnya itu meledak dalam bentuk
tertawa mengerikan tersebut.
"Jadi kau mau tahu mengapa Siauw Lim Sie dan
Bu Tong Pay harus lenyap dari persilatan ?"
tanyanya kemudian mengejek. "itulah disebabkan
kalian merupakan manusia-manusia bodoh yang
selalu membanggakan diri sebagai orang-orang yang
tak tertandingkan lagi ! Kami ingin lihat, apakah
selanjutnya Bu Tong dan Siauw Lim masih bisa
menancapkan kaki di dalam Kangouw!"

503
Alis Wie Sin Siansu bergerak sedikit, tapi
mukanya tetap sabar. "Siancai! Siancai! ltulah suatu
keinginan yang berlebih-lebihan Siauw Lim tidak
pernah usil dengan perkara Kangouw, tapi kalian
rupanya sudah menghimpun kekuatan cuma untuk
mempersulit kami ! Baiklah, lalu siapa yang
menurunkan tangan beracun pada Tang Bun Susiok
kami?"
Lam-mo tertawa bergelak-gelak menye-lai.ilan.
"Tentang itu" katanya... Tentu saja..."
"Ci Hoan Liong!" Tiba tiba Cu Lie Seng
memanggil, dingin suaranya.
Lam-mo Ci Hoan Liong seketika berhenti bicara,
menoleh dan tubuhnya segera melompat ke dekat
Cu Lie Seng. "Ada apa, Kongcu ?" tanyanya,
keheranan.
"Biarkan aku yang bicara dengan pendeta itu !"
menyahuti Cu Lie Seng dingin.
"Baik. Kongcu !" Ci Hoan Liong tidak berani
membantah dan berdiri di samping Cu Lie Sang. Si
pemuda melangkah perlahan-lahan mendekati Wie
Sin Siansu. sikapnya angkuh dan seperti tidak
memandang mata pada pendeta sakti Siauw Lim Sie
tersebut. Setelah dekat, pemuda itu mengangkat
tangannya, serunya dingin: "Semuanya jangan
bertempur !"

504
Pak-mo. See-mo dan Tong-mo bertiga patuh
benar pada perintah Cu Lie Seng, mereka segera
memisahkan diri dari lawan masing-masing
melompat keluar dari kalangan dan berdiri di dekat
Cu Lie Seng, masing-masing memanggil hormat: "Cu
Kongcu...!" si pemuda hanya mengangguk dengan
muka dingin angkuh.
Wie Lung Siansu, Wie Kie Siansu dan empat
pendeta Siauw Lim Me lainnya segera berkumpul
didekat Wi Sin Siansu dengan sikap bersiap sedia
untuk bertempur lagi.
Cu Lie Seng dengan muka kaku dingin mengawasi
Wie Sin Siansu, tidak ada sikap menghormat,
biarpun usianya masih muda sekali. Sama dinginnya
seperti mukanya kemudian dia biiang: "Kalian ingin
tahu siapa yang menghukum Tang Bun dari Siauw
Lim Sie, bukan ?"
Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya,
"Omitohud, sedikitpun tidak salah !" menyahuti
pendeta itu. "Maukah Kongcu memberitahukannya
?"
Muka Cu Lie Seng tetap dingin. "Tang Bun
memang pantas menerima hukuman itu karena
sikap kepala batunya yang tidak kenal jalan
kebaikan yang kuberikan padanya !" Dingin suara Cu
Lie Seng, seakan tengah memberitahukan sesuatu
yang tidak penting, acuh tak acuh sikapnya.

505
Muka Wie Sin Siansu bertujuh berobah. Tadi
mereka bertekad harus dapat menundukkan
keempat dedengkot iblis. Walaupun Tang-mo, Seemo,
Pak-mo dan Lam-mo terkenal sebagai
dedengkot iblis berkepandaian tinggi namun Wie Sin
Siansu bertujuh yakin bila menundukkan mereka,
meski harus memakan waktu yang cukup lama Siapa
tahu kini muncul pemuda bermuka dingin dengan
sikap angkuhnya itu, yang menyebut-nyebut Tang
Bun Susiok mereka memang pantas menerima
hukuman darinya.
Jelas hati ketujuh pendeta itu mendongkol, juga
heran dan bertanya-tanya dalam hati siapa in nama
pemuda ini.
Wie Tay Siansu yang memang berangasan tidak
bisa menahan diri. "Bicara jangan berbelit-belit,
katakan saja apakah yang mencelakai Tang Bun
Susiok adalah kau ?"
Cu Lie Seng mengangkat kepalanya menatap
dingin kepada Wie Tay Siansu tanpa senyum pada
bibirnya yang terkatup rapat.
Setelah mengawasi sejenak, Cu Lie Seng
mengangguk. "Benar, memang aku yang
melakukannya..."
"Kau harus mempertanggungjawabkan per
buatan kejimu !" Teriak Wie Tay Siansu melompat
akan menyerang Cu Lie Seng, tapi Wie Sin Siansu

506
bergerak lebih cepat, mencekal lengan sutenya dan
katanya: "Sute. biarkan dia bicara dulu...!"
kemudian menoleh kepada Cu Lie Seng, katanya :
"Nah, teruskanlah keteranganmu..."
Cu Lie Seng mengawasi tetap dengan muka
dingin, tidak tampak sedikitpun rasa takut
dimukanya, bahkan sikapnya seakan juga ia tidak
pandang sebelah matapun pada pendeta-pendeta
alim Siauw Lim Sie tersebut.
"Aku mau bicara atau tidak apa urusannya
dengan kau ?" Tanya Cu Lie Seng dingin. "Jika aku
tidak mau bicara kalianpun tidak mungkin bisa
memaksaku bicara!"
"Siancai," luar biasa sabarnya Wie Sin Siansu.
"Kami hanya ingin tahu yang sebenarnya siapa
pelaku keji yang mencelakakan Tang Hun Su-siok
kami !"
"Kalau sudah tahu, kalian mau berbuat apa ?"
"Kami tentu akan melihat persoalan tersebut
dulu, mengapa sampai Tang Bun Susiok kami
dicelakakan seperti itu !"
"Hem, sudah kuberitahukan tadi semua itu terjadi
karena kebodohan Tang Bun sendiri ! Dia terlalu
keras kepala."

507
"Sekarang singkatnya, yang mencelakai Tang Bun
Susiok kami adalah kau ?" tanya Wie Sin Siansu
mulai tidak sabar.
Cu Lie Seng mengawasi dingin pada Wie Sin
Siansu, matanya agak sipit sedikit, tapi sinarnya
tajam sekali. Mukanyapun beku dingin tidak
berperasaan. "Benar," mengangguk pemuda itu.
"Aku yang telah menghukumnya Nah, sekarang
kalian sudah mengetahui yang menghukum Tang
Bun adalah aku, apa yang hendak kalian lakukan ?"
Wie Tay Siansu sekali ini tidak bisa bersabar lebih
jauh, tiba-tiba dia melesat melewati samping
suhengnya, dengan gerakan "Tui-tung- bong-goat"
(Mendorong jendela Melihat Rembulan), tubuhnya
melesat pesat ke Cu Lie Seng, dibarengi dengan
tangan kanannya mengibas memukul dengan jurus "
Swat-hoa-liok-cut" (Bunga Salju Berhambur-an
Keenam Penjuru), kuat tenaga khikang yang
dipergunakannya. Wie Tay Siansu memang adik
seperguruan Wie Sin Siansu, tapi sinkangnya hanya
berbeda sedikit sekali dari Suhengnya.
Sekarang Wie Tay Siansu tengah meluap
amarahnya, bisa dibayangkan dahsyatnya pukulan
yang dilakukan si pendeta. Cu Lie Seng kaget juga
merasakan menyambarnya angin yang panas ke
mukanya, walaupun kibasan tangan Wie Tay Siansu
belum sampai.

508
Namun dia tidak takut, apa lagi waktu itu Lammo
yang berada di sampingnya telah maju ke
depannya, mewakilinya menangkis tangan Wie Tay
Siansu. "Plakkk !" dua tangan saling bentur, dua
kekuatan hebat saling bertemu.
Dalam marahnya Wie Tay Siansu tidak menunggu
sampai menarik pulang tangan kanannya, tangan
kirinya sudah menghantam lagi dengan "Ban-suitiauw-
cong"" (Laksana Sungai Mengalir Ke Laut).
Pukulan tangan kirinya sekali ini pun tidak kalah
kuatnya dari yang pertama.
Lam-mo tadi merasakan tangannya tergetar
ketika tangannya kebentur dengan tangan si
pendera. tapi melihat Wie Tay Siansu memukul lagi
tidak kalah hebatnya, cepat-cepat dia mengempos
semangatnya, tangan kirinya diangkat untuk
menotok kedua biji mata Wie Tay Siansu dengan
jurus "Cun-ma-pun-coan" (Kuda indah Mengejar
Mata Air).
Wie Tay Siansu tengah melayang di tengah
udara, kini matanya diancam. Memang tidak ada
jalan lain baginya menghadapi serangan istimewa
dari Lam-mo, ia harus menarik pulang pukulan
tangan kirinya, untuk dipakai menangkis totokan jari
tangan si dedengkot iblis itu.
Tapi belum lagi dia menarik tangan kirinya, Seemo,
sidedengkot iblis yang pendek cebol itu sudah
menghantam pinggangnya. Angin pukulannya kuat

509
sekali, jurus dari Sin-kong-ciang See-mo Uh Ma
memang dahsyat sekali, dia menghantam dengan
mencurahkan tujuh bagian tenaga khikangnya, ingin
menghantam hancur pinggang sipendeta.
See-mo Uh Ma pun memiliki ginkang yang
istimewa, diapun menyerang dengan cara
membokong seperti itu, karenanya Wie Tay Siansu
terancam benar keselamatannya, Jika dia
menghadapi totokan Lam-mo, jelas pinggangnya
akan hancur dihantam Sin-kong-cianguya See-mo
Uh Ma.
Kalau dia membagi perhatian untuk memunahkan
pukulan See-mo, matanya terancam bahaya jari
tangan Lam-mo yang menotok tidak enteng!
Wie Un Siansu dan Wie Lung Siansu ingin
melompat untuk membantu saudara
seperguruannya. Tapi Wie Sin Siansu memberi
isyarat, kepada kedua sutenya agar mereka berdiam
diri saja "Wie Tay bisa menghadapi semua itu !" kata
Wie Sin Siansu.
Wie Un Siansu dan Wie Lung Siansu batal
melompat maju untuk menolongi, mereka percaya
Wie Sin Siansu tidak mungkin salah lihat, karena
kepandaian Toasuheng itu berada diatas mereka.
Apa yarg dikatakan Wie Sin Siansu tidak salah,
karena Wie Tay Siansu dalam keadaan terancam,
waktu tubuhnya masih terapung di tengah udara,

510
tiba-tiba kedua tangan-nya tampak ditarik pulang
lagi berputar seperti titiran. tubuhnya berpoksay
(salto), dia mempergunakan "Bi-ciongkui" (llmu
pukulan Menyesatkan)
Jilid Ke 12
Semuanya berlangsung begitu cepat sehingga
bagi mereka yang kepandaiannya masih tanggungtanggung
tentu tidak bisa melihat jelas apa yang
terjadi. Dalam sedetik itu saja terdengar suara
benturan keras.
"Wuutt...! Desss ! Blanggg !" disusul kemudian
tubuh Wie Tay Siansu meluncur di tengah udara
dengan arah berlawanan dari tadi. Kalau semula dia
menerjang maju, kini tubuhnya berpoksay ke
belakang dan tahu-tahu sudah berdiri di samping
Wie Sin Siansu tanpa kurang suatu apapun juga !
Lam-mo dan See-mo kaget waktu tadi tangan
mereka terpukul telapak tangan Wie Tay Siansu dan
sedetik itu mata mereka kabur oleh gerakan tubuh
Wie Tay Siansu, tahu-tahu pukulan mereka telah
saling bentur begitu kuat, sampai masing-masing
merasa pergelangan tangan kesemutan.
Begitu mereka tersadar dan melihat Wie Tay
Siansu sudah berdiri di samping Wie Sin Siansu,
mereka tidak urung jadi kagum untuk liehaynya
pendeta itu.

511
Kalau tadi yang menerima serangan Lam-mo dan
See-mo berdua bukan Wie Tay Siansu seorang yang
berkepandaian sudah tinggi, tentu akan cilaka di
tangan maut kedua dedengkot iblis itu. Tapi, dalam
keadaan terjepit seperti itulah Wie Tay Siansu
mempergunakan "Bi-ciong-kun" di mana sepasang
tangannya bergerak cepat sekali mengaburkan
pandangan mata kedua dedengkot iblis itu.
Mempergunakan kesempatan yang hanya satu
detik itu Wie Tay Siansu sudah menghantam tangan
Lam-mo dan See mo, mempergunakan tenaga
membalik tubuhnya bisa terdorong mental bersalto
ke belakang. Sedangkan See-mo dan Lam-mo dalam
keadaan kaget dan heran sebab pandangan mata
mereka kabur, pengerahan tenaga dalam kurang
penuh, perhatian mereka sedetik itu terpecahkan,
membuat tangan mereka yang terpukul tangan Wie
Tay Siansu jadi kesemutan dan nyeri !
Cu Lie Seng berdiri tenang, mukanya tetap beku
dingin tidak perlihatkan apakah dia gembira atau
marah. Matanya yang bentuknya sangat bagus
mencorong bersinar tajam sekali, pandangan yang
dingin dan bisa membuat orang lain jadi menggigil
melihatnya.
Wie Sin Siansu yang sabar luar biasa, kinipun
mulai naik darah, mengetahui pemuda di depannya
adalah orang yang mencelakakan Tang Bun Siansu.
la maju dua langkah, katanya tajam. "Apa sebabnya
kau menganiaya Tang Bun Susiok kami ?"

512
"Sebabnya ?" Cu Lie Seng membuang pandang ke
arah lain, sikapnya tetap dingin dan masih dengan
sikap angkuh tidak memandang setelah mata
kepada ketujuh perdeta Siauw Lim.
"Kalian benar-benar tujuh pendeta tolol ! Sudan
berkali-kali kuberitahukan sebabnya adalah Tang
Bun terlalu berkepala batu!"
"Dengan cara bagaimana kau menganiaya Susiok
kami?" Tanya Wie Sin Siansu tidak perdulikan ejekan
Cu Lie Seng.
"Tidak sulit. Untuk menghukum seorang tolol
seperti Tang Bun tidak terlalu sulit ! Aku telah
merusak urat syaraf pusat di tengkuknya."
Muka tujuh pendeta alim Sauw Lim Sie berobah
hebat, tubuh Wie Un Siansu dan Wie Khie Siansu
sampai menggigil menahan marah. Wie Tay Siansu
seperti kalap menjerit hendak menyerang lagi.
Wie Sin Siansu merangkapkan tangannya
"Omitohud !" pujinya pada kebesaran sang Buddha.
"Baiklah ! Kau sudah mengakui semua perbuatanmu,
Kini jelas yang menganiaya Susiok kami adalah kau,
maka Kongcu kau harus ikut dengan kami ke Siauw
Lim Sie, untuk mempertanggungjawabkan
perbuatanmu itu, nanti Hongthio kami yang akan
mengadili kau dan memutuskan hukuman apa yang
layak diberikan kepadamu! Usiamu masih demikian

513
muda, tapi tanganmu sangat beracun sekali Siancai !
Siancai !"
Cu Lie Seng memandang dingin kepada Wie Sin
Siansu, dia bilang: "Ikut kalian ke Siauw Lim Sie ?
Apakah kau kira begitu mudah untuk mengajakku ke
sana ? Diundang oleh Hongthio kalian, yang turun
gunung dan berlutut didepan kakiku, belum tentu
aku terima undangannya !"
Naik darah Wie Sin Siansu. Bagaimana sabarnya
pendeta ini, mendengar hinaan yang keterlaluan
seperti itu, lenyap kesabarannya.
"Baiklah, Loceng ingin meminta pelajaran dari
kau, Kongcu !" Tawar suara si pendeta, dia sudah
memutuskan walaupun bagaimana haras membekuk
Cu Lie Seng, untuk dibawa ke Siauw Lim Sie, buat
diserahkan kepada Hongthio Siauw Lim Sie.
Cu Lie Seng memutar tubuhnya tidak
memperdulikan Wie Sin Siansu dan enam orang
Suenya, dia menarik tangan Siauw Hoa. "Adik Siauw
Hoa, mari kita pulang... menjemukan melayani
pendeta-pendeta tolol seperti mereka !"
Wie Sin Siansu mengibaskan lengan jubahnya
mengisyaratkan keenam Sutenya, yang melompat
mengepung Cu Lie Seng bersama Siauw Hoa, Lammo,
Pak-mo, See-mo dan Tong-mo di tengahtengah.

514
"Karena kau mengakui kau seorang diri yang
menganiaya Tang Bun Susiok kami, kami tidak akan
mengganggu yang lainnya. Nah, silakan yang tidak
berkepentingan untuk pergi, kami tidak akan
mengganggu kalian !" Nyaring suara Wie Sin Siansu,
yang sudah naik darah.
Tenang sekali Cu Lie Seng, dia melangkah terus
tidak acuh pada ketujuh pendeta Siauw Lim.
Sedikitpun tidak tampak rasa kuatir dia akan
diserang. Lam-mo berempat berjalan di
belakangnya.
Wie Sin Siansu menggerakkan tangan kanannya,
isyarat unuk mulai menyerang. Lam-mo tiba-tiba
tertawa bergelak-gelak. Keras sekali suara
tertawanya, bergelomnang berayun-ayun, seakan
menggoncangkan sekitar tempat itu, yang seperti
dilanda gempa. Lam-mo memang ahli Coan-im-jipbit
(Menyusup-kan Suara Ke Dalam Kepadatan /
Mengirim Suara Dari Jarak Jauh) yang tentu saja
memiliki sinkang yang sudah tinggi.
Sekarang dia tertawa dengan mempergunakan
ilmunya, tidak mengherankan kalau tempat itu
bergoncang bagaikan dilanda gempa.
Wie Sin Siansu bertujuh mengawasi waspada,
siap menyerang. Sedangkan suara tertawa Lam-mo
mendadak lenyap. Muka dedengkot iblis dari Selatan
ini tampak bengis.

515
"Kalian hendak membawa pergi Kongcu kami? Ini
berarti kalian harus membawa kami juga! Hei Wie
Sin, tahukah kau siapa Kongcu kami ini? Kukira, jika
kau kuberitahukan siapa Kongcu kami ini, kau
dengan Sutemu itu pasti menggigil ketakutan !"
Wie Sin Siansu sudah habis kesabarannya,
bentaknya: "Ya, kami memang ingin mengetahui
nama orang yang sudah mencelakakan Susiok
kami...!"
"Kongcu kami adalah putra terkasih Cu Kongkong
Cu Bian Liat! Nah, kalau memang kalian ingin
mempersulit Kongcu kami, silahkan.... kami akan
melayani keinginan kalian !" Setelah berkata begitu,
beberapa kali Lam-mo Ci Hoan Liong tertawa
mengejek.
Kaget Wie Sin Siansu bertujuh. Mereka
mengetahui siapa itu yang disebut Cu Kong-kong Cu
Bian Liat ! itulah Thaykam yang paling berpengaruh,
dan didaratan Tionggoan setelah Kaisar Yong Ceng,
Cu Bian Liat lah orang kedua yang memiliki
kekuasaan sangat besar!
Alis Wie Sin Siansu memain. "janganlah menjual
nama Cu Bian Liat untuk menggertak kami,
walaupun bagaimana pemuda itu harus kami bawa
ke Siauw Lim Sie !"

516
Lam-mo mengangguk "Buat apa kami menjual
nama Cu Kongkong. Tanyakan kepada Cu Kouwnio,
apakah dia bukan putri Cu Kongkong ?"
Siauw Hoa tersenyum nakal. "Benar, pamanpaman
pendeta". Aku dan Seng-ko anak-anak Cu
Kongkong. justru kami sedang bersiap-siap untuk
pulang ! Sudahlah paman-paman pendeta, lebih baik
kalau kalian kembali saja ke Siauw Lim Sie,
bukankah Tang Bun hweshio kelakpun bisa
disembuhkan ? Dia cuma dirusak..."
"Siauw Hoa!" bentak Cu Lie Seng keras.
Siauw Hoa tertawa. "Tidak apa-apa
memberitahukan bagaimana cara menyembuhkan
Susiok mereka, agar tidak timbul urusan lain nya
lagi ! Thia-thia sedang menunggu kita, kalau kita
terlambat tentu Tnia thia berkuatir sekali !"
Setelah berkata begitu, Siauw Hoa menoleh
kepada Wie Sin Siansu, sedangkan Cu Lie Seng
tampak jadi tidak senang namun dia tidak berusaha
mencegah pula ketika adiknya menjelaskan lebih
jauh kepada Wie Sin Siansu: "Tang Bun hwesio
cuma di rusak urat "Giok-cie-hiat" di tengkuknya,
juga ia telah menelan semacam obat kami, jika
kelak lewat satu tahun reaksi obat itu lenyap, pikiran
Tang Bun hwesio akan pulih seperti sedia kala.
Untuk menyembuhkan jalan darah "Giok-cic-hiat"
nya, kalian harus membantu melatih lwekangnya
selama 1 tahun, mengingat sinkang Tang Bun

517
hwesio tentu bisa sembuh seperti sediakala, paling
tidak hanya lwekangnya yang berkurang dua bagian
!"
Bukan kepalang marahnya Wie Sin Siansu
bertujuh mendengar keterangan si gadis bahwa
yang dirusak adalah urat syaraf "Giok-cie-hiat"
sehingga membuat Tang Bun tidak ingat sesuatu
lagi, bicara selalu seperti tengah mengigau, juga
telah diberikan sejenis racun, yang menurut si gadis
baru akan punah sendirinya setelah satu tahun
Tapi yang hebat, sekarang Wie Sin Siansu
bertujuh mengetahui pemuda dan si gadis adalah
anak-anak Cu Kongkong, Kalau kedua muda-mudi ini
mengalami cidera, berarti Siauw Lim Sie sudah
menanamkan permusuhan dengan orang kedua
terbuat di daratan Tionggoan. Bermusuhan dengan
pemerintah tentu ada risikonya yang berat.
Wie Sin Siansu, walaupun berpengalaman, tidak
berani memutuskan sendiri bagaimana dan langkah
apa yang harus mereka tempuh. Jika mereka
memaksa bersikeras hendak membawa Cu Lie Seng
pulang ke Siauw Lim Sie, Cu Kongkong kemudian
mengirim pasukannya untuk menghancurkan Siauw
Lim Sie, bukankah akan muncul peristiwa besar ?
Melihat Wie Sin Siansu tertegun di tempatnya dan
pendeta itu ragu-ragu, Lam-mo tertawa dingin,
"Karenanya. kalau memang Siauw Lim kalian ingin
tetap utuh-menyingkirlah ! Seujung rambut saja Cu

518
Kongcu terganggu, tidak ada seorang pendeta Siauw
Lim Sie yang bisa hidup lebih lama la.gi ! Siauw Lim
Sie pasti akan dihancurkan oleh Cu Kongkong."
Wie Sin Siansu tidak perdulikan ejekan Lam-mo,
dia melirik pada We Tay berenam kemudian
mengibaskan tangannya, mengisyaratkan agar
keenam pendeta itu menyingkir buka jalan buat Cu
Lie Seng dan kawan-kawannya.
Enam pendeta lainnya sebetulnya sudah murka
bukan main dan hampir tidak bisa menahan diri,
mereka ingin cepat-cepat membuka serangan untuk
membekuk Cu Lie Seng namun merekapun tdak
berani membantah perintah Toasuheng mereka,
segera dengan terpaksa keenam pendeta itu kembali
ke belakang Wie Sin Siansu. Hanya mata mereka
yang mengawasi dengan sinar tajam penuh
kebencian dan sakit hati pada Cu Lie Seng.
"Paman-paman pendeta, kalian ternyata pendetapendeta
yang bisa berpikir dengan baik ! Terima
kasih, kami tidak bisa lama-lama menemui kalian,
kami ingin pulang..!" Dia bersama Cu Lie Seng
meninggalkan tempat itu dikawal oleh Lam-mo
berempat Pak-mo, Tong-mo dan See-mo.
Yang paling gegetun adalah Wie Tay Siansu, dia
murka, tapi tidak bisa melampiaskan mendongkol
dan marahnya, karena dia tidak berani melanggar
perintah Toasuheng-nya. Akhirnya untuk

519
melampiaskan penasarannya, dia membantingbantingkan
kakinya.
Wie Sin Sianau menghela napas mengawasi
kepergian Cu Lie Seng dan yang lainnya. "Sudahlah,
kita kembali ke Siauw Lim Sie, melaporkan kepada
Hongthio, minta petunjuk Hongthio apa yang bisa
kita lakukan! Urusan berkembang demikian, kalau
sampai kita memaksa si pemuda dan membekuknya
kalau benar-benar dia anak-anak Cu Thaykam
niscaya bisa mengancam keselamatan Siauw Lim Sie
secara keseluruhannya ! Yang terpenting kita mulai
berhasil mencari jejak orang yang mencelakakan
Tang Bun Susiok Yang belum kita ketahui barang
apa yang disebut Liong-kak."
Memang keiujuh pendeta itu penasaran, namun
akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke
Siauw Lim Sie.
Hampir duapuluh orang pengemis duduk di
lapangan rumput cukup luas di luar pintu kampung
Lauw-cun. Mereka duduk berjajar membentuk
lingkaran, tengah merundingkan sesuatu, Malam
telah larut, sinar rembulan bersinar terang, sekitar
tempat itu sepi dan senyap, tidak terlihat seorang
manusia lainnya selain belasan pengemis itu.
Mereka merundingkan sesuatu dengan suara
perlahan, seperti saling berbisik. Tapi, pada suatu
kali, salah seorang di artara belasan pengemis itu
berseru nyaring: "Walaupun kiia harus

520
mempertaruhkan jiwa, tidak sepantasnya kita
melepaskan iblis laknat itu ! Sudah cukup banyak
saudara-saudara kita yang dicelakakannya ! Kita
harus bertindak ! Kalau perlu mengumpulkan orangorang
Bu-lim untuk ikut menghadapi keempat
pengawalnya.
Memang Lam-mo, See-mo. Pak-mo dan Tong-mo
liehay, namun dengan cara seperti sekarang, di
mana kita seperti takut kebentur dengan iblis laknat
itu, sedangkan musuh yang kita cari sudah ada di
depan mata, hendak kita taruh di mana muka terang
Kay pang?" Suara pengemis yang seorang ini
nyaring dan lantang, mengandung nada marah. Dia
pengemis berusia empat puluh tahun lebih, mukanya
empat persegi, waktu marah seperti itu mukanya
merah-padam.
"Sabar, Sute. "pengemis yang duduk di sebelah
kanan, yang tampaknya sebagai pemimpin
pertemuan para pengemis tersebut. Sabar suaranya.
Tangannya memegang tongkat bambu hijau, dia
tidak lain Thian Sin Cu, si Malaikat Langit.
"Kita harus melihat keadaan ! Memang bisa saja
kita berlaku nekad, bertempur mengadu jiwa dengan
iblis laknat dan keempat pengawalnya. Tapi buat apa
? Kita harus mengakui. Lam-mo dedeng-kot iblis
yang berkepandaian tinggi. Belum lagi Pak-mo, Seemo
dan Tong-mo !

521
Kalau memang hanya ada seorang dari Keempat
dedengkot iblis tersebut, tentu kita masih memiliki
kesempatan memperoleh kemenangan. Tapi dengan
adanya Lam-mo. Pak-mo. Tong-mo dan See-mo
berempat, apa yang bisa kita lakukan ? Belum lagi
iblis laknat itu, walaupun usianya masih muda tapi
kepandaiannya ini dan cukup tinggi."
"Thian Suheng, kalau kita tidak berusaha
sekarang untuk membekuk si iblis laknat tentu di
lain waktu tidak ada kesempatan lagi ! Sekali saja
dia kembali ke kotaraja, kembali ke istana ayahnya,
habislah harapan kita bisa membekuknya ! Di sana
bukan hanya Lam-mo, See-mo, Pak-mo dan Tongmo
berempat, tapi banyak sekali pahlawanpahlawan
kerajaan yang memiliki kepandaian
tinggi."
"Soal itu nanti akan dibicarakan dsngan pimpinan
kita ! Kalau perlu kita melapor kepada pangcu ! Ini
bukan soal kecil, Sute.... kita harus
mempertimbangkan sebaik-baiknya. Kalau
kenyataannya kita berlaku nekad dan akhirnya
semuanya kita ini binasa di tangan si iblis laknat dan
orang-orangnya, bukankah itu mengecewakan sekali
! Kita bukan melarikan diri dari kenyataan, namun
kita mundur penuh perhitungan untuk kelak
memperoleh kemenangan! Nah, kukira persoalan
sudah jelas, kita harus kembali ke Souwciu Nanti
serahkan apa keputusan dari pimpinan kita ! Sayang
kepandaian kita masih terbatas, kalau saja saat ini
kumpul beberapa orang Susiok kita, niscaya

522
persoalan bisa diselesaikan dengan segera !" Bicara
sampai di situ Thian Sin Cu menghela napas,
mukanya murung.
Pengemis-pengemis lainnya pun tampak murung.
Mereka berdiam diri saja penuh rasa marah dan
penasaran. Keadaan di sekitar tempat itu sepi sekali.
Mendadak Thian Sin Cu melompat berdiri,
mukanya tegang. Pengemis-pengemis lain pun
berdiri bersiap-siap untuk menyambut sesuatu.
"Kudengar ada orang yang sedang
mendatangi...!" memberitahukan Thian Sin Cu.
"Apakah... iblis laknat itu yang mencari kita ?"
Pengemis-pengemis lain segera menghunus
senjata masing-masing, Thian Sin Cu menggenggam
tongkat bambu hijaunya erat-erat. Matanya yang
bersinar tajam mengawasi sekitar tempat itu. Dalam
kegelapan malam, terpisah mungkin ratusan
lombak, tampak sesosok tubuh tengah mendatangi.
Langkah kakinya tampak berat, dia berjalan
susah dan di punggungnya menggemblok sesuatu.
Melangkah beberapa tindak lagi, sosok tubuh itu
terguling, terdengar suara rintihan.
"Hati-hati, kita jangan masuk perangkap.
Mungkin iblis laknat itu hendak memperdaya kita !"
memperingatkan Thian sin Cu, dia sendiri

523
mendahului melompat menghampiri ke arah sosok
tubuh yang terguling itu.
Beberapa pengemis lainnya mengikuti Thian Sin
Cu, sedangkan sisanya menanti di tempat mereka,
untuk bersiap-siap memberikan pertolongan kalau
benar yang datang pihak musuh, mereka jadi tidak
masuk perangkap semuanya.
Thian Sin Cu mendengar suara riniihan itu
semakin jelas, dia sudah sampai di dekat sosok
tubuh yang rebah di tanah berumput.
"Saudara, siapa kau ?" Tegur Thian Sin Cu
dengan alis berkerut, tongkatnya dilintangkan di
depan dadanya waspada siap menyambut serangan
membokong dari arah manapun.
"Oooh, tolong... tolong turunkan isteriku !" suara
orang itu lemah, tergetar, tampaknya dia sudah
lelah benar.
Thian Sin Cu sudah semakin dekat, dia baru bisa
melihat jelas pakaian orang itu penuh noda darah,
penuh luka ditubuhnya. Yang dipanggulnya tidak lain
sesosok tubuh manusia juga, sama keadaannya,
pakaiannya koyak-koyak berlumuran darah. Thian
Sin Cu cepat-cspat menghampiri lebih dekat. Dia
menolongi orang itu menurunkan orang yang
dipanggulnya.

524
Ketika merebahkan orang yang tadi di panggul
orang terluka itu, ternyata orang tersebut wanita
berusia lanjut, yang mukanya kebiru-biruan,
matanya tertutup rapat dan napasnya sudah tidak
ada. Wanita itu, yang diakui sebagai istri orang yang
terluka, telah mati !
Kaget Thiin Sin Cu dan beberapa orang pengemis
yang ada didekatnya, betipa hebat luka ditubuh
orang itu dan istrinya yang sudah tidak bernyawa
lagi. Cepat-cepat Thian bin Cu mengeluarkan
kantong airnya, meminumkan beberapa teguk
kepada orang yang terluka.
Waktu menolong orang itu minum dengan
menyanggah tengkuknya, Thian Sin Cu melihat jelas
orang tersebut adalah seorang laki-laki berusia
lanjut, pakaiannya yang koyak-koyak itu mirip
pakaian pengemis, penuh tambalan, keadaannya
lemah sekali, sama dengan keadaan istrinya yang
sudah tidak bernapas lagi, muka laki-laki tua inipun
kebiru-biruan, seperti keracunan.
Setelah meminum beberapa teguk, laki-laki ini
agak segar. Tapi dia terlalu lemah. terlalu banyak
darah yang sudah keluar dari tubuhnya. "Dimana
kami... sekarang ini...? Tempat apa... tempat apa
ini?"
"Tenanglah, kau perlu istirahat Siapa yang
melukaimu?" Tanya Thian Sin Cu.

525
"Kami... kami telah berusaha mempertahankan
hidup, tapi gagal. Bagaimana istriku? tentu sudah
mendahuluiku, bukan?" Bertanya laki laki tua itu
dengan air mata yang membasahi matanya. Thian
Sin Cu tidak menjawab, dia hanya mengangguk.
"Kami terkena racun... sayang racun itu begitu asing
buat kami... satu-satunya racun yang tidak kami
ketahui sebelumnya... entah apa nama racun itu...
kami tidak berhasil untuk mengobati diri kami
sendiri... aku tidak lama lagi akan menyusul
istriku..."
Bicara sampai disitu suaranya makin lemah,
kepalanya teklok, dia pingsan.
Hati-hati Thian Sin Cu meletakkan tubuh sikakek
tua keatas rumput, memeriksa keadaannya.
Mungkin lebih dari seratus luka tikaman pedang
ditubuh laki-Iaki tua tersebut! itulah luka yang berat
sekali, tapi anehnya orang tua itu masih tetap hidup
dengan luka yang begitu parah !
Thian Sin Cu dengan kawan-kawannya segera
menduga, pasti orang tua ini seorang berkepandaian
tinggi, tokoh persilatan ternama, karena
kepandaiannya pun tidak rendah tentunya,
mengingat luka-luka yang dideritanya seperti itu.
Thian Sin Cu berpaling ke-arah seorang pengemis
di dekatnya. "Entah siapa mereka ? Sepasang suami
istri tua ini tampaknya bukan orang sembarangan...
tapi sayang, mereka mengalami keadaan yang

526
mengenaskan ini... menurut pengakuannya mereka
dilukai oleh racun yang asing baginya, sehingga
gagal untuk memunahkannrya ..."
"Mereka tampaknya kuat sekali... istri nya tentu
meninggal belum lama, karena dia masih dipanggulpanggul
suaminya ! Mungkin baru meninggal satu
dua jam yang lalu!" menyahuti pengemis itu. "Entah
siapa mereka berdua ?"
Berkata sampai di situ si pengemis memberi
isyarat kepada kawan-kawannya yang lain, yang
sedang menunggu di tempat mereka semula.
Pengemis-pengemis lainnya segera menghampiri.
Merekapun heran dan kaget melihat kakek tua dan
isterinya yang sudah mati.
"Keadaannya parah sekali, dia pingsan !
Tampaknya sulit untuk menolongnya, paling tidak
dia cuma bisa bertahan satu dua jam saja... akan
segera menyusul isterinya !"
"Siapa namanya ?" Tanya pengemis lain.
Thian Sin Cu menghela napas mengangkat bahu.
"Tadi belum sempat kutanyakan pada mereka, tapi
melihat luka-luka yang dideritanya pasti mereka
tokoh-tokoh rimba persilatan berkepandaian tinggi
yang bertemu dengan lawan Iiehay! Lihatlah,
ratusan tikaman pedang di tubuh mereka, tapi kakek
ini masih sanggup bertahan tidak segera mati ! Tadi
malah masih sanggup menggendong istrinya ! Dia

527
rubuh bukan disebabkan tikaman-tikaman pedang,
melainkan racun yang mengendap dan kerja di
dalam tubuhnya !"
Pengemis-pengemis itu mengawasi dengan penuh
tanda tanya kepada kakek tua yang masih rebah
pingsan. Mereka coba-coba ingat siapa didalam
Kangouw yang mirip-mirip dengan sepasang suami
istri ini. Tapi mereka tidak berhasil menduga.
Pelupuk mata kakek tua itu terbuka perlahanlahan
dan lemah, dia merintih perlahan. Thian Sin
Cu berjongkok di sampingnya. "Lojinke, siapa
namamu ?" Tanya Thian Sin Cu.
"Aku... Tung Yang... dan istriku Tung Im . . . !"
menyahuti kakek itu dengan suara yang lemah
parau, seperti di tenggorokannya sudah penuh riak
kental, membuatnya sulit bicara, di samping
lidahnya yang mulai kaku. "Kalian... kalian tentu
mau menolongku..."
"Katakanlah... beritahukanlah Lojinke apa yang
harus kami lakukan untuk menolongmu ?" tanya
Thian Sin Cu cepat.
"Pergilah ke... Siauw Lim Sie... beritahukan...
beritahukan pada... Hongthio Siauw Lim... Sie...
bahwa... bahwa kini... telah muncul... Liong-kak...
yang akan... akan... membuka... mem..." Suaranya
terhenti, kepalanya tidak bertenaga lagi, rebah

528
miring, napasnyapun telah berhenti, dia telah pergi
menyusul isterinya.
Thian Sin Cu memandang bengong kepada mayat
Tung Yang, kemudian melirik pada Tung Im. la
heran bukan main. Sebelumnya memang pernah
didengarnya perihal sepasang suami isteri lihay ini,
yang memiliki kepandaian luar biasa, merupakan
tokoh tua yang disegani oleh orang Kangouw dari
jalan hitam maupun putih, sepasang pendekar yang
memiliki perangai aneh, yang digelari sebagai
Sepasang Tabib Hutan.
Tapi, mengapa kini kedua orang kakek nenek ini
bisa ditemukannya dalam keadaan demikian
mengenaskan ? Siapa orang yang membunuh
mereka? Bukankah Tung Im dan Tung Yang memiliki
kepandaian tinggi dan tidak sembarang orang bisa
menandingi kepandaian mereka ? Sekarang, bisa
dipastikan musuh mereka sudah turunkan tangan
maut itu jelas orang yang memiliki kepandaian tidak
rendah !
Kepandaian Tung Yang dan Tung Im dalam
pengobatan sangat terkenal, tapi sekarang mereka
mati karena keracunan di samping luka-luka tikaman
yang ratusan jumlahnya di tubuh kedua Sepasang
Tabib Hutan. Tentu racun yang dipergunakan lawan
mereka merupakan sejenis racun yang sangat
dahsyat daya kerjanya, sampai Sepasang Tabib
Hutan tidak sanggup memunahkan racun yang

529
berada dalam tubuh mereka, menyeret mereka pada
kematian !
Lalu, apa maksud Tung Yang yang minta tolong
agar Thian Sin Cu pergi ke Siauw Lim Sie, menemui
Hongthio Siauw Lim Sie ?
Juga benda apa itu Liong-kak ? Apa yang akan
dibuka oleh Liong-kak ? Semuanya begitu
membingungkan, penuh teka-teki yang tidak bisa
dijawab dan dipecahkan oleh Thian Sin Cu bersama
kawan-kawannya.
Mendadak seorang pengemis yang berdiri di
samping Thun Sin Cu, yang berada di sebelah
Unannya. menjerit keras dengan tubuh terjungkel ke
depan, bergulingan sampai beberapa kali, Thia Sin
Cu dengan pengemis-pengemis lainnya kaget, dan si
pengemis yang bergulingan sudah merangkak
bangun dengan muka pucat meringis seakan
menahan sakit !
"Kenapa kau, sute?" tegur Thian Sin Cu sambil
lompat mendekatinya.
"Aku... punggungku tiba-tiba...." Belum lagi
pengemis itu menjelaskan, mendadak terdengar lagi
suara jeritan dari seorang pengemis lainnya di
belakang Thian Sin Cu. tubuh pengemis itu
jumpalitan di tengah udara seperti dihantam oleh
suatu kekuatan yang sangat besar. Tidak buang
waktu Thian Sin Cu melompat sambil menyambar

530
lengan pengemis tersebut, sehingga dia tidak sampai
terbanting di tanah. Tapi, tidak urung pengemis
tersebut meringis menahan rasa sakit yang tak
terkira.
"Ada... ada yang membokong!" memberitahukan,
pengemis itu. "Tadi... punggungku dihantam
seseorang...."
Muka Thian Sin Cu merah padam karena
mendongkol campur penasaran, tapi baru saja dia
ingin menoleh ke belakang untuk melihat sekitar
tempat itu, terdengar suara tertawa nyaring seperti
raungan, keras dan menggetarkan tempat itu.
Dan suara tertawa inilah yang disebut raungan
singa pekik naga, sampai Thian Sin Cu kaget tak
terkira. Matanya pun segera melihat seseorang
sudah berdiri terpisah tak jauh dari tempat mereka
berada.
Orang itu berpakaian jubah hijau, kurus
jangkung, dengan kopiah warna hijau juga. Mukanya
pucat seperti mayat. Usianya mungkin sudah
limapuluh tahun. Suara tertawanya begitu panjang,
tapi anehnya mulutnya seperti tidak bergerak, muka
yang kaku dan bengis. seperti muka mayat.
Thian Sin Cu segera bisa menduga yang
menyerang menggelap kepada dua orang sutenya di
lakukan orang bermuka dingin kaku seperti mayat
tersebut. Belum lagi Thian Sin Cu sempat menegur,

531
orang itu sudah melangkah kedepan menghampiri ke
arah Thian Sin Cu. Langkahnya lebar sekali.
Waktu lewat di dekat dua orang pengemis, orang
bermuka dingin itu mengibaskan kedua tangannya
masing-masing tangannya akan menyampok dada
kedua pengemis itu.
Gusar campur kaget kedua pengemis tersebut,
mereka merasakan sambaran angin yang kuat sekali
menuju ke dada. Mereka hendak menangkis, yang di
sebelah kiri orang bermuka dingin mempergunakan
jurus "Yauw Cu Hoan Sin" (Elang Membalik
Badannya), cepat bukan main dia berkelit, tangan
kanannya menghantam buat balas menyerang
dengan "Tiang Hong Koan Jit" (Bianglala Menembus
Matahari).
Tapi dia jadi kaget tidak terkira, karena
mendadak saja, dengan sikap seenaknya, orang
bermuka dingin itu memutar tangannya, dan
"Cesssss," perlahan dada si pengemis kena disentil.
Tapi akibatnya benar-benar hebat, tubuh si
pengemis terpental sampai lebih tiga tombak
terbanting di tanah dan berguling beberapa kali.
Waktu dia melompat berdiri, mukanya pucat pias,
karena dia terluka di dalam yang tidak ringan !
Lain lagi yang dialami oleh pengemis yang di
sebelah kanan Ketika tangan kanan orang bermuka
dingin seperti muka mayat itu menyambar ke

532
dadanya, dia merasakan sambaran segumpal angin
yang menerjang kuat kuat sekali, tidak buang waktu
segera berkelit dengan "Ku Co Hoan Sin" (Anak
Ayam Memutar Badan), sebat bukan main kaki
kirinya menyapu ke arah lambung lawan.
Namun, sama seperti yang dialami oleh pengemis
yang seorang tadi, dengan tangan yang bergerak
lamban dan sikap tenang sekali, tahu-tahu tangan
lanannya menurun ke bawah, lalu masuk menerobos
ke dada si pengemis. Sentilan perlahan mengenai
dada si pengemis terjengkang berkelejatan, matanya
mendelik, lidahnya terjulur dengan mulut berbusa,
lalu pingsan tidak sadarkan diri !
Semua itu berlangsung hanya dalam beberapa
detik saja, dan akibatnya sudah demikian hebat bagi
pihak Thian Sin Cu. Tentu saja selain kaget. Thian
Sin Ci dengan saudara-saudara seperguruannya jadi
marah bukan main.
Orang bermuka kaku dingin seperti tidak acuh
kepada semua pengemis yang berada disitu, dengan
mata yang tajam seperti mata pisau dia menatap
Thian Sin Cu. Suaranya tidak kalah dinginnya dari
mukanya waktu menegur: "Apakah kedua manusia
tak punya guna itu sudah mampus?"
Thian Sin Cu tidak bisa menahan kemarahannya.
Sudah dua orang saudara seperguruannya dijatuhi
dengan cara seperti tadi sekarang orang bermuka

533
dingin seperti mayat bertanya seperti kepada
kacungnya saja.
"Maaf. bolehkah kami mengetahui nama mu?
Diantara kita tidak ada hubungan apa-apa, mengapa
kau menurunkan tangan seperti itu kepada saudarasaudara
seperguruanku ?" tegur Thian Sin Cu gusar,
namun dia masih berusaha menahan diri.
Mata orang itu mencilak, mukanya bertambah
dingin, dari sikapnya jelas ia tidak memandang
sebelah mata kepada Thian Sin Cu.
"Kalian dari Kaypang, bukan ?" tegurnya.
"Benar."
"Hemm, kukira pangcu kalianpun tidak berani
bersikap kurang ajar padaku !" dingin sekali suara
orang bermuka seperti mayat tersebut "Cepat jawab
pertanyaanku tadi !"
Naik darah Thian Sin Cu. Orang ini memang
tampaknya bukan sembarangan kepandaiannyapun
tampaknya tidak rendah. Tapi kalau dia bilang
pangcu Kapjang tidak berani berkutik didepannya
pasti adalah orang itu terlalu besar bicaranya.
Dan Thian Sin Cu bersama saudara-saudara
seperguruannya bertambah gusar, karena merasa
perkataan orang bermuka seperti mayat adalah
penghinaan untuk mereka.

534
"Baiklah, aku Thian Sin Cu ingin meminta
pengajaran dari kau !" kata Thian Sin Cu yang sudah
tak bisa menahan diri lagi, tangan kanannya cepat
luar biasa ingin mencengkram pundak orang itu
dengan "Hui Po Liu Coan" (Air Tumpah Solokan
Mengalir), dia bergerak sebat, tenaga dalamnyapun
terlatih baik, sekali ini menyerang disaat tengah
gusar, maka siapa yang kena dicengkram akan
bahaya keselamatan jiwanya" sedikitnya tulang Piepeenya
bisa hancur kena dicengkram oleh tangan
Thian Sin Cu.
Namun orang dengan muka seperti mayat benarbenar
luar biasa. Menghadapi ancaman bahaya yang
tidak ringan tersebut ia tetap tenang. Sedikitpun
tubuhnya tidak bergerak berusaha untuk berkelit,
kedua kakinya tetap ditempat tidak bergeser, hanya
tangan kirinya mendadak terangkat, tahu-tahu
dengan gerakan yang sulit diikuti oleh Thian Sin Cu
maupun siapa saja, tangan kanannya melancarkan
pukulan, sedangkan tangan kirinya seperti menahan
tangan Thian Sin Cu.
Sebetulnya Thian Sin Cu dengan beberapa orang
sutenya ini bukan orang-orang lemah. Di Kaypang
mereka merupakan anggota yang bisa diandalkan,
selalu bekerja dengan cemerlang. Jarang mereka
rubuh ditangan lawan. Baru-baru ini saja mereka
rubuh justru terbentur dengan Cu Lie Seng, pamor
mereka seperti runtuh.

535
Mereka penasaran sekali. Dan disaat penasaran
mereka belum berkurang, sekarang bertemu dengan
orang yang mukanya dingin seperti mayat, yang
tidak mau memberi tahukan nama maupun
gelarannya. Hal ini benar-benar membuat Thian Sin
Cu jadi bertambah penasaran.
Karenanya, waktu tangan orang yang mukanya
seperti mayat itu menempel tangannya, dia
mengempos semangatnya, tapi tenaga
mendorongnya terbendung kuat, tidak bergerak
maju lagi, bagaikan tangannya dibendung oleh
selapis baja.
Kaget Thian Sin Cu, apalagi waktu itu tangan
kanan lawannya menyambar datang kuat sekali. Dia
berusaha menarik pulang tangannya, kembali
hatinya mencelos kaget. Tangannya seperti
menempel lekat tidak bisa ditarik terlepas dari
tempelan tangan kiri lawannya, sedangkan tangan
kanan lawan sudah menyambar dekat sekali.
Pada detik-detik yang berbahaya seperti itu, tidak
pikir dua kali lagi Thian Sin Cu berseru nyaring dan
mempergunakan "Lian Hoan- Tui" (Tendangan
Berantai). kedua kakinya bergerak gerak cepat
bukan main menendang secara berantai kedada dan
lambung lawannya !
"Wutttttt! Dessssssss ! Bukkkkk !" Tubuh Thian
Sin Cu tahu-tahu terpental, terguling ditanah dua

536
kali, walaupun cepat sekali dia melompat bangun
namun mukanya pucat pias dan kepalanya pusing.
Dia merasakan tenggorokannya anyir amis,
segera sipengemis tahu dia akan muntahkan darah,
dia menahannya, agar lawannya tak tahu dia sudah
terluka didalam.
Akibat tendangan "Lian Hoan Tui" yang dilakukan
Thian Sin Cu, yang celaka adalah Thian Sin Cu
sendiri, sedangkan lawannya masih tetap berdiri
tenang ditempatnya. Waktu kedua kaki Thian Sin Cu
tadi menendang berantai, tangan kanan orang yang
mukanya seperti mayat telah bergerak seperti
titiran, dia lihay bukan main bisa menahan dan
menarik pulang tenaga serangannya, memutar
tangannya, segera terbentur dengan kedua kaki
Thian Sin Cu berulangkali.
Benturan itulah yang membuat Thian Sin Cu
terpental. Justru dari tangan kiri lawan Thian Sin Cu
keluar hawa yang panas sekali, yang mendorong
tangan Thian Sin Cu yang tadi ditempelnya, tenaga
dalam lawan yang disalurkan menggelap lewat
tangan kirinya itulah yang membuat Thian Sin Cu
terluka didalam tidak ringan !
"Suheng...!" Berseru beberapa pengemis
melompat ke dekat Thian Sin Cu. "Kau tidak apaapa
?"

537
Thian Sin Cu menggeleng tidak berani menjawab,
karena kalau dia bersuara, niscaya dia akan
muntahkan darah segar. Beberapa pengemis lainnya
melompat mengurung orang bermuka seperti mayat.
Orang yang mukanya dingin beku seperti mayat
itu sudah melangkah tenang seperti tidak melihat
pengemis-pengemis yang tengah mengepungnya,
sekalipun dia tidak menoleh-kepada Thian Sin Cu,
sikapnya benar-benar tidak memandang sebelah
mata pada Thian Sin Cu.
Dia menghampiri Tung Yang dan Tung Im yang
rebah tidak bergerak. Kaki kanannya menendang
membalikkan tubuh Tung Yang, kemudian
memperhatikan Tung Im. Bibirnya bergerak, ia
tersenyum. inilah senyumnya yang pertama kali
sejak kedatangannya disitu.
Tidak urung senyumnya itu merupakan senyuman
yang bisa menggigilkan orang yang melihatnya,
karena senyum itu seperti mengandung maut!
Setelah yakin Tung Yang dan Tung Im tidak
bernapas lagi, dia memutar tubuh. Tajam sekali
matanya mencilak: "KaIian tidak usah usil pergi ke
Siauw Lim Sie, mengurus diri sendiri saja kalian
belum tentu bisa, jangan mengurusi orang lain!"
Dingin suara orang bermuka mayat.
"Tadi kau tanya siapa namaku, kalau memang
nanti suatu saat kalian penasaran ingin mencariku

538
untuk mengukur tenaga, carilah aku dikaki gunung
Heng-san sebelah barat. Aku Poan Pian Thian (Si
Setengahnya Langit) selalu akan memenuhi
keinginan kalian !"
Setelah berkata begitu tubuhnya berkelebat,
seringan sehelai daun kering, tidak bersuara dan
terlalu cepat sekali, telah jauh dan akhirnya lenyap
dari pandangan mata. Ternyata Poan Pian Thian
mempergunakan "It Wie Touw Kiang" (Selembar
Rumput Menyeberangi Sungai), ilmu meringankan
tubuh kalangan atas yang sangat terkenal
dikalangan Kangouw sebagai satu-satunya ilmu
meringankan tubuh yang hanya bisa dikuasai jika
seseorang sudah memiliki ginkang pada puncaknya!
Thian Sin Cu menggidik waktu mengetahui orang
bermuka mayat itu tidak lain Poan Pian Thian, iblis
yang paling sadis didalam Kangouw. Kalau sejak
mula dia tahu yang dihadapinya adalah Poan Pian
Thian, tentu dia tidak berani untuk mengadu
kekuatan tenaga dalam, yang pasti ia berada
disebelah bawah siiblis!
Cuma dia bersyukur dirinya tidak menerima
tangan maut Poan Pian Thian, karena biasanya jika
Poan Pian Thian turun tangan, tidak ada korbannya
yang dibiarkan hidup !
"Uwahhh !" Thian Sin Cu memuntahkan darah
segar yang sejak tadi ditahannya. Mukanya pucat
pias. Kaget pengemis-pengemis yang lainnya.

539
"Jangan panik," kata Thian Sin Cu dengan suara
lemah. "Pergilah kalian pulang, beritahukan kepada
Pangcu apa yang terjadi. Juga beritahukan perihal
Poan Pian Thian yang kini nampaknya mulai muncul
pula mengacau Kangouw. Aku akan berangkat
berkunjung ke Siauw Lim Sie untuk melihat
perkembangan apa yang sesungguhnya tengah
terjadi di Kangouw! Tampaknya munculnya lagi Poan
Pian Thian memiliki hubungan dengan pihak Siauw
Lim Sie."
"Tapi suheng..." kata salah seorang diantara
pengemis-pengemis itu. "Kau sedang terluka..."
Muka Thian Sin Cu berobah guram, "Ya, aku
memang terluka cukup berat, hajaran Poan Pian
Thian benar-benar berbahaya! Tetapi, kukira aku
masih bisa bertahan... Nah, berangkatlah kalian, aku
akan ke Siauw Lim Sie seorang diri saja !"
Pengemis-pengemis itu tidak tidak bisa
membantah perintah sang suheng, mereka
mengangguk. "Baiklah suheng," kata mereka hampir
berbareng.
"Tapi suheng harus baik-baik menjaga diri...
janganlah terlalu memaksakan diri jika memang
kesehatan Suheng tidak mengijinkan untuk mendaki
gunung ke Siau sit san."
Thian Sin Cu mengangguk. "Ya, akupun ingin
berpesan kepada kalian, jika sudah sampai

540
beritahukan pada Pangcu perihal pemuda she Cu itu,
karena tampaknya Cu Lie Seng bisa menimbulkan
badai dan gelombang dahsyat dalam kangouw! Apa
yang telah kita ketahui dalam penyelidikan barubaru
ini, beritahukan dan laporkan kepada Pangcu,
agar Pangcu bisa memberikan petunjuk apa yang
harus kita lakukan lebih jauh di waktu
mendatang...!"
Pengemis-pengemis itu mengangguk. Mereka
berpisah. Sebelumnya beberapa orang pengemis
menggali tanah mengubur mayat Tung Yang dan
Tung Im. Sedangkan Thian Sin Cu berangkat
seorang diri menuju ke Siong-san. Siauw Lim Sie, ia
ingin mengetahui jelas apa yang tengah terjadi di
dalam kalangan Kangouw.
Dihati kecilnya ia memiliki dugaan bahwa
munculnya Poan Pian Thian, empat dedengkot iblis
See-mo, Tong-mo. Pak-mo dan Lam-mo memiliki
hubungan satu dengan yang lain, juga perihal si
pemuda Cu Lie Seng.
Karenanya, walaupun, dia sedang terluka didalam
tidak ringan, dia ingin memaksakan diri berangkat
ke Siauw Lim Sie untuk menyelidiki segalanya di
samping memenuhi pesan terakhir Tung Yang agar
ia menemui Hongthio Siauw Lim Sie.
Tang Bun Siansu duduk dengan muka tidak
memperlihatkan perasaan apapun, matanya
menatap ke depan lurus-lurus kosong tidak bersinar,

541
bibirnya perlahan bergerak-gerak, samar sekali
terdengar ia mengucapkan beberapa patah
perkataan. "Liong-kak.... telah muncul lagi... Liongkak..."
"Omitohud !" Memuji Tang Sin Siansu, kemudian
menghela napas dalam-dalam dengan hati yang
berduka. la menoleh kepada Tang Lang Siansu dan
Tang Lu Siansu yang berada di sampingnya, kedua
adik seperguruannya itupun menunduk dengan
wajah sedih. Mereka bertiiza merupakan pendetapendeta
suci yang dihormati oleh seluruh pendekar
Kangouw, yang sudah memiliki pengalaman dan
latihan tinggi sekali, mereka selalu bisa
mengendalikan perasaan agar tidak tampak pada
muka masing-masing.
Namun sekali ini muka mereka memperlihatkan
kemurungan yang sangat. Tang Bun Siansu, saudara
seperguruan mereka telah dicelakai oleh seseorang
secara aneh sekali, ia tidak cidera tubuhnya hanya
seperti hilang ingatan dan selalu mengoceh tentang
Liong-kak.
Tang Sin Siansu mengawasi Tang Bun Siansu
sejenak, lalu menghela napas lagi. "Tang Sute,
bagaimana pendapatmu ?" tanyanya. "Dan kau Tang
Lu Sute, keadaan Tang Bun tampaknya
mengkuatirkan! Dia terkena pukulan sejenis "Liong
Beng Kun" (Pukulan Menembus), yang bisa
menghancurkan syaraf ingatannya secara perlahanlahan
jika tidak segera menerima pengobatan yang

542
tepat! Semakin keras dugaan Loheng bahwa DIA
telah berhasil merampungkan ilmunya dan kini
melanggar sumpahnya !"
Tang Lu dan Tang Lang Siansu mengangguk.
"Tampaknya memang dugaan Suheng tidak salah.
Kami pun menduga yang melakukan huru-hara
selama ini tidak lain DIA! Diusahakan agar Siauw
Lim Sie dengan Bu Tong Pay bentrok, coba
menguasai Kangouw, dan menimbulkan kerusuhan
di berbaga tempat, dengan memperluas jaringan
kejahatannya dengan mengumpulkan pengikutpengikutnya
sebanyak mungkin! Tidak salah lagi,
pasti DIA yang melakukan semua ini !"
Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka
murung, tampaknya pendeta alim ini sangat
berduka.
"Siancai ! Tidak Loceng sangka akan tiba juga
hari yang Loceng kuatirkan ! Kalau benar DIA
berhasil merampungkan ilmunya, berat buat kita
menghadapinya. Walaupun kita bergabung bertiga,
belum tentu dapat mengatasinya! Seluruh ilmu kita
diketahui oleh DIA. dan karenanya selama ini ada
kekeliruan di mana kita tidak berusaha menciptakan
atau menggubnh semacam ilmu untuk mengatasi
"Liong Beng Kun"
"Suheng!" kata Tang Lu Siansu segera. "Jangan
Suheng terlalu putus asa seperti itu" Mustahil kita
bertiga tidak bisa menghadapi DIA? Walaupun ilmu

543
"Liong Beng Kun"-nya sudah rampung, tidak
mungkin dia bisa merubuhkan kita! Mungkin benar
kita sulit mengatasinya, tapi diapun tidak akan
mudah merubuhkan kita ! Kita tunggu saja sampai
dia muncul memperlihatkan diri, sementara ini kita
berusaha menyembuhkan luka Tang Bun Suheng !"
Tan Sin Siansu merangkapkan kedua tangarnya
dengan sikap agak bingung, dia memuji kebesaran
Sang Buddha. "Omitohud ! Tang Lu Sute, Kau
rupanya lupa bahwa "Liong Ben Kun" merupakan
ilmu ilmu pukulan yang bisa menghancurkan syaraf
dalam 365 hari. jelasnya dalam satu tahun si korban
bisa hancur mental dan akhirnya digerogoti oleh
lukanya itu sampai pada ajalnya secara perlahan
sekali !
Untuk menyembuhkan luka tersebut, kita harus
mengorbankan latihan lwekang kita selama 10 tahun
atau mungkin juga lebih. Kalau di saat kita tengah
berusaha menyembuhkan luka Tang Bun Sute, lalu
DIA muncul, bagaimana kita bisa menghadapinya di
saat lwekang kita telah dikorbankan sebagian umuk
penyembuhan Tang Bun Sute! Omitohud !
Omintohud!"
Belum pernah Tang Sin Siansu bingung seperti
saat ini, di mana dia sulit mengambil keputusan.
Sebetulnya sebagai Hongthio Siauw Lim Sie,
memang agak aneh jika ia bingung menghadapi
peristiwa yang menimpali Tang Bun Siansu.

544
Kepandaian Tang Sin Siansu sudah mencapai
tingkat yang tinggi, demikian pula Tang Lu Siansu
dan Tang Lang Siansu.
Jika mereka bertiga turun tangan, siapa yang bisa
menghadapi mereka lagi? Namun sekarang
tampaknya ada seseorang yang mereka segani,
yang rupanya memiliki kepandaian yang tinggi
sekali, sehingga Hongthio Siauw Lim Sie tersebut
ragu-ragu, apakah mereka bertiga bisa merubuhkan
si DIA itu !
Melihat Hongthio ini berduka, Tang Lu Siansu dan
Tang Lang Siansu tak berani banyak bicara, mereka
hanya menunduk dengan muka murung karena
kedua pendeta alim Siauw Lim Sie inipun bingung
dan berduka.
"Semua ini adalah kekeliruan kira berempat, Tang
Lu Sute," kata Tang Sin Siunsu, "Selama Suhu
belum mangkat, telah berulangkali berpesan agar
kita bersiap-siap suatu saat menghadapi dan
mengatasi DIA. Selama ini kita terlalu percaya pada
sumpahnya, maka kita tidak pernah berusaha
menggubah semacam ilmu yang bisa mengatasi
ilmunya."
"Sekarang nasi sudah jadi bubur, kita harus
berusaha untuk mengatasinya! Hanya yang
membuat hati Loceng jadi berduka ia mengacau di
dalam Kangouw, berarti banyak korban yang
berjatuhan dari berbagai kalangan !"

545
"Sudahlah Suheng, kita tunggu sampai dia datang
kemari, kita tegur padanya, jika dia tidak menerina
teguran kita, barulah kita menempuh jalan lain..."
Kata Tang Lang Siansu dengan suara perlahan.
"Siancai ! Siancai !" Tang Sin Siansu menghela
napas sambil menggeleng beberapa-kali. "Itu cara
yang tidak mungkin bisa diharapkan. Jika ia sudah
muncul di sini, yang ada di hatinya hanyalah
keinginan untuk menghancurkan Siauw Lim Sie!
Dendamnya pada Suhu dan Siauw Lim Sie sangat
besar, Suhu pernah mengusirnya dan memaksanya
bersumpah untuk seumur hidupnya dia tidak akan
menginjak Kangouw dan hidup mengasingkan diri di
tepi pantai Huangho.
Jika memang kelakuannya tidak seburuk itu.
tentu dia yang akan menjabat kedudukan Hongthio
Siauw Lim Sie, karenanya dendamnya kepada
Locengpun tentu sangat besar sekali. dianggap
sudah merampas kedudukannya !"
Tang Lu dan Tang Lang Siansu menghela napas.
Mereka benar-benar bingung, tidak tahu harus
menghibur Suheng mereka.
Siapakah DIA yang dibicarakan Tang Sin Siansu
bersama dengan kedua Sutenya ? Ternyata DIA
yang dimaksud ketiga pendeta alim itu tidak lain
adalah Tang San Siansu. Toasuheng atau kakak
seperguruan tertua Tang Sin Siansu, Tang Bun, Tang
Lang, dan Tan Lu Siansu.

546
Sebetulnya guru Tang Sin Siansu, yaitu Tai Giok
Siansu. mempunyai lima orang murid, yaitu Tang
San Siansu sebagai murid kepala, menyusul
kemudian Tang Sin, Tang Bun, Tang Lang dan Tang
Lu Siansu. Kelima murid Tai Giok Siansu, yang
waktu itu menjabat sebagai Hongthio Siauw Lim Sie,
merupakan pendeta-pendeta muda yang cepat sekali
terkenal karena memiliki kepandaian yang tinggi.
Terutama sekali Tang San Siansu yang memiliki
kecerdasan luar biasa. Tetapi sayangnya, Tang San
Siansu mempunyai tabiat yang kurang bersih
walaupun dia sudah mencukur rambut dan menjadi
pendeta.
Semula Tai Giok Siansu tidak menyadari tentang
perangai buruk murid kepalanya, ia memang sudah
mempersiapkan Tang San Siansu sebagai calon
penggantinya menjadi Hongthio, ini memang
peraturan Siauw Lim-Sie, di mana murid kepala
yang harus menggantikan kedudukan gurunya
sebagai Hongthio.
Tetapi akhirnya Tai Giok Siansu mendengar
tentang tabiat buruk murid kepala ini, di mana Tang
San Siansu secara diam-diam ternyata seringkali
turun gunung melakukan perbuatan tak senonoh,
memperkosa membunuh dan Iain-lain perbuatan
tidak terpuji.
Bukan kepalang gusarnya Tai Giok Siansu, ia
merasa malu dan kecewa, pendeta alim ini merasa

547
muka leluhur Siauw Lim Sie dicorengkan oleh
perbuatan Tang San Siansu.
Beruntung Tang San Siansu belum diresmikan
sebagai Hongthio Siauw Lim Sie kalau hal itu terjadi
niscaya keadaan bisa menjadi tambah merepotkan.
Segera juga Tang Sin Siansu dipilih Tai Giok Siansu
sebagai calon penggantinya, bahkan seminggu
kemudian diumumkan perihal pengangkatan Tang
Sin Siansu sebagai Hongthio Siauw Lim Sie yang
baru.
Sejak mengetahui sepak-terjang murid
pertamanya yang tidak senonoh itu, Tai Giok Siansu
walaupun gusar, tidak menegurnya. la ingin
menangkap basah. Karenanya Tang San Siansu tidak
mengetahui bahwa gurunya sudah mengendus
perbuatan busuknya. Ketika mengetahui jabatan
Hongthio Siauw Lim Sie diserahi pada Tang Sin
Siansu, adik seperguruannya yang nomor dua,
meledak kemarahan dan kecewa Tang San Siansu.
la penasaran bukan main, sebab sebelumnya
sudah yakin dirinya yang berhak menggantikan
kedudukan gurunya sebagai Hongthio Siauw Lim Sie.
Tentu saja marah kepada gurunya tidak mungkin.
Juga tidak mungkin menumpahkan kekecewaannya
pada adik seperguruannya. Maka akhirnya Tang San
Siansu dalam keadaan penasaran serta kecewa
turun gunung, la mengumbar kekecewaan hatinya
dengan memperkosa dua orang wanita dan

548
membunuh belasan orang ! Entah mengapa,
mendadak saja ia berubah seperti iblis yang paling
sadis di dunia ini, dengan topeng sebagai pendeta
yang alim !
Waktu Tai Giok Siansu mempersiapkan Tang San
Siansu sebagai Calon Hongthio Siauw Lim Sie pada
lima tahun yang lalu, ia sudah mewarisi ilmu mujijat
ciptaannya "Liong Beng Kun" (Pukulan Naga
Menembus) yang sebetulnya merupakan salah satu
ilmu paling dahsyat.
Sebagai calon Hongthio, tentu saja Tang San
Siansu harus dipersiapkan sebaik-baiknya, dengan
mewarisi ilmu silat terhebat Siauw Lim Sie. Selama
lima tahun itu Tang San Siansu berlatih giat sekali,
ia sudah menyelesaikan delapan bagian dari ilmu
pukulan "Liong Beng Kun". Dua bagian lagi
merupakan yang tersulit untuk dipelajari, mungkin
hams memakan waktu 10 tahun melatih sampai
menguasai benar-benar ilmu pukulan itu.
Hasil yang diperoleh Tang San Siansu, walaupun
baru delapan bagian menguasai "Liong Beng Kun",
sudah memuaskan Tai Giok Siansu, kini justru ia
mengetahui sepak terjang Tang San Siansu yang
tercela. Sang guru kecewa serta menyesal ia sudah
mewarisi ilmu mujijat yang sangat dahsyat "Liong
Beng Kun" kepada murid tertuanya.
Dalam keadaan kecewa. Tai Giok Siansu
menyerahkan kedudukan Hongthio kepada Tang Sin

549
Siansu, ia tidak menurunkan lagi ilmu pukulan
"Liong Beng Kun" kepada Tang Sin Siansu, hanya
berpesan agar dalam berbagai kesempatan Tang Sin
Siansu harus berlatih diri sebaik mungkin dan
berusaha menciptakan semacam ilmu untuk
mengatasi "Liong Beng Kun" Tang San Siansu.
Menurut Tai Giok Siansu, selama ia masih hidup
tentu Tang San Siansu tidak berani berbuat sesuatu,
memang gurunya masih bisa mengatasinya. Tapi
jika ia sudah mangkat, jelas Tang Sin Siansu bukan
jadi tandingan Tang San Siansu, walaupun ia di
warisi ilmu pukulan "Liong Beng Kun."
Tang San Siansu sudah lima tahun lebih dulu
mempelajari ilmu itu, maka akan sia-sia saja kalau
Tang Sin Siansu mulai mempelajari ilmu yang sama,
ia tetap akan tertinggal oleh sang suheng. Tai Giok
Siansu cuma memberitahukan kunci-kunci
terpenting "Liong Beng Kun" kemudian
memerintahkan muridnya berusaha menciptakan
semacam ilmu silat baru untuk mengatasi "Liong
Beng Kun "
Malam itu ketika Tang San Siansu menumpahkan
amarah dan kecewanya pada penduduk di kaki
gunung, dua wanita diperkosa dan belasan orang
laki-laki menjadi korban tangan mautnya,
sesungguhnya Tai Giok Siansu tengah bersemedhi.
Seorang pendeta muda Siauw Lim Sie ysng selama
ini diperintah Tai Giok Siansu untuk mengawasi
gerak-gerik Tang San Siansu, datang melapor bahwa

550
Tang San Siansu tengah menyebar maut di kaki
gunung.
Tidak berayal lagi Tai Giok Siansu berangkat
turun gunung dengan hati berduka. iapun bisa
menangkap basah murid kepalanya ketika Tang San
Siansu sedang menyiksa seorang korbannya yang
nantinya akan dibunuhnya juga. Bukan kepalang
kagetnya Tang San Siansu, dia berusaha untuk
melarikan diri.
Tapi Tai Giok Siansu sudah mencapai puncak
tertinggi ilmu Siauw Lim Sie, muridnya mana bisa
lepas dari tangannya. la berhasil menangkap Tang
San Siansu setelah sebelumnya melukai sang murid
dengan salah satu jurus ilmu pukulan "Liong Beng
Kun"
Dalam keadaan terluka parah Tang San Siansu
dibawa pulang ke kuil, Tai Giok Siansu
mengumpulkan murid-murid Siauw Lim Sie dari
berbagai tingkat, memberitahukan dosa-dosa yang
dilakukan Tang San Siansu, kemudian tangan kanan
pendeta alim itu terangkat akan menenuk kepala
Tang San Siansu, ia ingin menghukum mati murid
murtad tersebut didepan murid-murid Siauw Lim Sie
lainnya.
Tang Sin Siansu, Tang Bun. Tang Lang, dan Tang
Lu berempat cepat-cepat maju berlutut didepan guru
mereka memohonkan pengampunan buat Tang San
Siansu, walaupun bagaimana mereka masih memiliki

551
ikatan persaudaraan dalam perguruan, yang selama
belasan tahun terpupuk, karenanya mereka tidak
tega kalau Tang San Siansu harus menerima
kematian secara demikian.
Tangan Tai Giok Siansu yang tengah meluncur
jadi berhenti di tengah jalan, mukanya murung dan
hatinya sangat berduka. "Kalau Tang San mau
bersumpah tidak akan melakukan perbuatan tercela
seumur hidupnya, ia kuampuni !"
Tang San Siansu semula yakin jiwanya sulit
dilindungi, tidak disangka dalam detik-detik
menentukan itu gurunya merobah keputusan. Dia
segera menangis dan bersumpah selanjutnya tidak
akan melakukan perbuatan tercela.
"Baik," kata Tai Giok Siansu. "Selanjutnya kau
akan kutempatkan ditepi pantai Barat-daya sungai
Huangho, seumur hidupmu tidak boleh
meninggalkan lembah kecil yang terdapat disitu!"
Tangan Tai Giok Siansu meluncur turun menepuk
pundak Tang San Siansu, murid itu meringis
menahan kesakitan yang hebat, karena tepukan
gurunya sudah memunahkan sebagian ilmu silat dan
tenaga dalamnya.
Memang maksud Tai Giok hendak memusnahkan
seluruh ilmu silat Tang San Siansu, agar selanjutnya
ia menjadi manusia bercacad tak berguna. Namun
disaat tangannya hampir menepuk pundak sang

552
murid, dikepala Tai Giok Siansu berkelebat ingatan
akan hubungan guru dan murid yang selama ini ia
sangat memanjakan murdnya tersebut. Maka
hatinya tergoncang.
Tenaga tepukannya ditarik pulang sebagian, dia
memukul tidak sepenuh kekuatan, maka hanya dua
bagian ilmu silat Tang San Siansu yang musnah. Tai
Giok Siansu didetik menentukan itu merasa sayang
kalau harus memusnahkan seluruh ilmu silat murid
murtad ini, yang selama ini bersusah payah telah
dilatihnya.
Lagi pula, sebagai pendeta alim yang welas asih,
dia masih berharap muridnya yang seorang ini bisa
menepati sumpahnya dan merobah kelakuannya
menjadi baik.
Waktu pundak Tang San Siansu terpukul telapak
tangan, gurunya, ia menjerit tertahan dengan muka
menahan kesakitan hebat dan pingsan tidak
sadarkan diri.
"Dia akan pingsan selama tiga hari, setelah
siuman, sementara waktu dia tidak bisa melakukan
sesuatu yang berarti. Tang Bun, Tang Lu, kalian
berdua bawa dia kelembah kecil ditepi sungai
Huangho, dihutan kecil bernama "Hie Lim" Rimba
Bermain). disana terdapat sebuah rumah, dimana
dulu aku pernah mengasingkan diri selama setahun.
Tempatkan Tang San disana, buatkan rantai besi,
kedua tangan dan kakinya dirantai ! Jika selama

553
sepuluh tahun ia benar-benar berkelakuan baik,
barulah rantai besi itu dilepaskan dan jika dua puluh
tahun dia sudah insyaf diperbolehkan kembali ke
Siauw Lim Sie!"
Tai Giok Siansu selesai berpesan begitu,
melangkah pergi. Waktu tiba digerbang Siauw Lim
Sie, mendadak tangan kanannya bergerak keatas,
dan ""ceppp" dua jari tangannya jari telunjuk dan
jari tengahnya telah "menancap" dalam sekali ke
matanya. mengorek kedua biji matanya, sendiri
sehingga darah mengucur deras dari matanya.
"Suhu...!" memekik Tang Sin Siansu dan yang
lainnya, mereka berlutut dan menangis. Guru
mereka berlaku nekad membutakan matanya sendiri
itu disebabkan terlalu berduka dan kecewa,
disamping merasa malu karena gagal mendidik
murid kepalanya, yang sepak terjangnya berbeda
dan bertentangan dari yang diharapkannya.
Kegagalannya ini menimbulkan kedukaan yang
tak terobati, karena Tai Giok Siansu merasa malu
pada leluhur Siauw Lim Sie. Tanpa menoleh dan
tidak perduli pada murid-murid Siauw Lim Sie yang
menangis sambil berlutut.
Tai Giok Siansu melangkah pergi dan akhirnya
lenyap di balik tebing. Sejak saat itu tidak
seorangpun murid Siauw Lim Sie yang mengetahui
di mana dan kemana perginya Tai Giok Siansu...
Sedangkan Tang San Siansu dua hari kemudian

554
dibawa ke "Hie Lim" yang ada di tepi pantai
Huangho, sebuah rimba yang terkenal sekali
keindahan maupun keanehan letak kedudukannya.
Dua orang pendeta Siauw Lim Sie ditempatkan di
sana untuk melayani Tang San Siansu. Tetapi cuma
dua tahun Tang San Siansu terkekang kebebasannya
seperti itu, karena pada suatu hari ia berhasil
memutuskan rantai besi yang mengekang
kebebasan tangan maupun kedua kakinya, bahkan
dua orang murid Siauw Lim Sie dibunuhnya,
kemudian menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Ketika Tang Sin Siansu perintahkan seorang
murid Siauw Lim Sie tingkat ketiga pergi menengoki
Toasusiokcouw, murid itu jadi kaget tak terkira
menemukan dua saudara seperguruannya
menggeletak tak bernapas lagi dengan kepala yang
hancur.Sedangkan Tang San Siansu sudah
menghilang. Cepat-cepat dia pulang kekuil dan
memberikan laporan kepada Hongthionya.
Jilid ke 13
Peristiwa Tai Giok siansu sudah menghukum
murid kepalanya dan kemudian membutakan kedua
matanya merupakan kejadian hebat yang pernah
terjadi di Siau Lim Sie, dimana Tai Giok Siansu pergi
meninggalkan kuil entah kemana tidak diketahui
lagi.

555
Peristiwa tersebut dirahasiakan ketat sekali,
hanya murid-murid Siauw Lim Sie yang mengetahui,
dan itupun tidak pernah dibicarakan mereka.
Menghilangnya Tang San Siansu dari tempat ia
menjalani hukumanku di "Hie Lim" membuat Tang
Sin Siansu dan yang lainnya jadi sibuk berusaha
mencari si Toasuheng.
Tapi selama itu tidak juga berhasil menemukan
jejak Tang San Siansu, yang menghilang dan tidak
ada kabar beritanya. Entah dimana Tang San Siansu
bersembunyi.
Sekarang melihat luka yang diderita Tang Bun
Siansu, maka Tang Sin Siansu tidak bisa
menyangkal kenyataan bahwa luka itu akibat
pukulan "Liong Beng Kun" dan yang paham "Liong
Beng Kun" hanya Tang San Siansu, disamping guru
mereka Tai Giok Siansu !
Tenaga pukulannya pun sangat mengejutkan,
memperlihatkan latihan yang sudah tinggi sekali,
mungkin Tang San Siansu sudah merampungkan
latihan "Liong Beng Kun" nya.
Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Ya, sute, kita memang hanya menantikan
kedatangannya, dimana suatu saat kelak ia pasti
muncul di hadapan kita !"
Tang Lang dan Tang Lu siansu menghela napas,
mengundurkan diri. Tang Sin Siansu berdiri dengan

556
muka berduka, mengawasi Tang Bun Siansu yang
rebah di bantalan tikar di depannya, mulut Tang Bun
Siansu masih terus menggumam dengan ocehan
tidak karuan: "Liong-kak... Ya, Liong-kak telah
muncul ..."
Tang Sin Siansu menunduk berduka, ia bersusah
hati. Mendadak di kepalanya berkelebat serupa
ingatan, mukanya sejenak menjadi terang, namun
kemudian guram lagi dergan sepasang alis
mengkerut. Dihampiri pintu, memanggil seorang
hwesio muda "panggil Giok Han menghadap Loceng
!" perintah Tang Sin Siansu.
Hwesio muda itu segera melaksanakan perintah.
Giok Han tidak berani berayal menghadap
Susiokcouwnya. Ketika sampai di kamar
Susiokcouwnya, ia berdiri dengan sikap hormat.
Tang Sin Siansu tengah mengawasi Tang Bun Siansu
yang masih terus mengoceh tidak karuan.
"Susiokcouw... apakah ada perintah untukku?"
tanya Giok Han dengan perasaan heran.
Tang Sin Siansu memutar tubuhnya, menghela
napas wajahnya memancarkan kedukaan mendalam,
sehingga tampaknya pendeta alim Hongthio Siauw
Lim Sie ini bertambah tua melebihi dari usia
sebenarnya. Belum pernah Giok Han melihat muka
Susiokcouwnya seperti itu, karena biasanya berseri
sehat dan memerah segar.

557
"Duduklah, Giok Han !" Tang Sin Siansu
menunjuk ke tikar yang ada di depannya, dia sendiri
duduk di tikar bersulam bunga teratai. "Ada yang
ingin kubicarakan dengan kau."
Hati Giok Han diliputi tanda-tanya, tapi dia tidak
berani rewel, cepat-cepat duduk di tikar yang
satunya, menunggu apa yang akan diperintahkan
Susiokcouwnya.
Tang Sin Siansu mengawasi Giok Han. Anak ini
masih kanak-kanak, masih kecil sekali. Apa mungkin
harapannya bisa diletakkan pada pundak anak ini?
Tapi, mengingat Giok Han sangat cerdas, masih ada
harapan yang bisa dijadikan pegangan dalam
kesulitannya ini.
Diawasi oleh Susiokcuwnya seperti itu, Giok Han
jadi kikuk dan hatinya semakin tidak tenang. Belum
pernah Susiokcouwnya mengawasinya seperti sekali
ini. Sinar mata Hongthio itupun sangat tajam,
sehingga Giok Han menunduk dengan hati agak
menggigil-Sinar mata itu seperti hendak menyusup
ke dalam hati Giok Han.
"Sudah setahun kau menjadi murid pintu
perguruan ini," tiba-tiba Tang Sin Siansu
memecahkan kesunyian. "Selama itu tampak jelas
kau tekun berlatih diri."
"Ya, Susiokcouw... berkat petunjuk Susiokcouw
dan Suhu..." menyahuti Giok Han ragu-ragu, katena

558
dia belum mengetahui apa maksud Susiokcouwnya
memanggilnya menghadap.
"Apakah selama setahun ini ksu sudah
mempelajari cukup ilmu silat Siauw Lim ?" tanya
Tang Sin Siansu.
Tidak berayal lagi Giok Han berlutut.
"Tecu mohon petunjuk Susiokcouw mungkin
selama ini Tecu melakukan suatu kesalahan!"
Tang Sin Siansu menghela napas.
"Duduklah, Giok Han !" sabar suaranya, mukanya
tidak kaku seperti tadi. Setelah Giok Han duduk
kembali, Tang Sin Siansu melanjutkan
perkataannya: "Sebagai murid Siauw Lim Sie, tentu
cita-citamu ingin mempelajari ilmu silat Siauw Lim
Sie yang tertinggi, bukan ?"
"Benar, Susiokcouw."
"Tetapi tahukah kau bahwa Siauw Lim Sie
memiliki 108 macam ilmu silat, yang setiap
muridnya tidak mungkin bisa mempelajari sekaligus
ilmu-ilmu itu yang beraneka ragam. Paling banyak
hanya satu dua macam ilmu silat Siauw Lim Sie yang
dipilih untuk diyakini dan dilatih sampai sempurna,
itupun sudah lebih dari cukup sehingga dalam
kalangan Kangouw sulit orang menandinginya. Jika
kau bercita-cita mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie

559
yang tertinggi, berarti kau harus memilih satu dari
108 macam ilmu silat Siauw Lim Sie. kemudian
melatihnya sebaik mungkin, pasti kelak kau bisa
memperoleh kemahiran dan kesempurnaan untuk
ilmu silatmu. Tapi jika kau mempelajari bermacammacam
ilmu silat Siauw Lim, tidak satupun pada
akhirnya yang bisa kau yakini dengan mahir. Kau
mengerti, Giok Hm ?"
"Mengerti, Susiokcouw."
"Sudah berapa jauh gurumu mengnjrrkan ilmu
silat Siauw Lim kepadamu?" tanya Tang Sin Siansu.
"Coba kau jalankan untuk Lo-ceng lihat. sampai
dimana kemajuan yang sudah kau peroleh !"
Giok Han tidak berani berayal, dia memberi
hormat kepada Susiolcouwnya, kemudian
menjalankan ilmu pukulan dasar Siauw Lim Sie yang
bernama Cap Peh Lo Han Kun, setelah selesai
menjalani seluruh Jurus Cap Peh Lo Han Kun yang
berjumlah 108 jurus ini, Giok Han menyusuli dengan
jurus-jurus Sin Wan Kun, kemudian disusul dengan
Tat Mo Kun hoat.
Tang Sin Siansu mengawasi dengan cermat,
mukanya tampak terang sejenak, karena dilihatnya
walaupun masih kecil, Giok Han sudah bisa
menjalankan jurus-jurus Cap Peh Lo Han Kun, Sin
Wan Kun maupun Tat Mo Kunhoat dengan baik.
Hanya yang kurang adalah tenaganya, karena itu
pukulan-pukulan yang dilakukan Giok Han seperti

560
kembang-ilmu silat Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan
Kun maupun Tat Mo Kun-hoat. merupakan ilmu
pukulan yang hebat, tapi masih kosong di dalam
karena tiaak disertai oleh kekuatan berarti !
Setelah membawakan jurus-jurus ilmu silat yang
pernah dipelajarinya dari Wie Sin Siansu. Giok Han
berlutut di depan Tang Sin Siansu sambil
menganggukkan kepalanya. "Harap Susiokcauw mau
memberikan petunjuk pada tecu...!"
"Ya, akan kupenuhi keinginanmu !" kata Tang Sin
Siansu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Kau
sambuti tangan Loceng !"
Giok Han terkesiap kaget tak terhingga, karena ia
merasakan dari tangan Hongthio Siauw Lim Sie
mengalir hawa yang panas luar biasa kepundaknya.
Dia tengah berlutut, sekarang pundaknya hendak
ditepuk oleh Susiokcouw, dia kaget namun tidak
berani mengelak. Dia diam saja, cuma merasa heran
apa sebetulnya yang diinginkan Susiokcouw ini.
Melihat Giok Han tetap berlutut tidak memberikan
reaksi atas serangannya, Tang Sin Siansu menahan
tangannya. "Sambuti tangan Loceng !"
Giok Han ragu ragu, namun Tang Sin Siansu
sudah membentak, sekali ini suaranja keras: "Ayo
pergunakan ilmu silat yang telah kau pelajari !"

561
Kaget Giok Han dibentak begitu, terlebih lagi
Tang Sin Siansu sudah meneruskan tangannya
meluncur menyambar ke pundak Giok Han. Dia
sampai merasakan kulit punggungnya seperti
terbakar api karena hawa pukulan itu terlalu panas.
Tidak buang waktu lagi Giok Han menghindarkan
pukulan tangan Tang Sin Siansu dengan
memiringkan tubuh bagian atas keki-ri dan kanan
terayun. Dia dalam keadaan berlutut, maka lututnya
tetap dilantai, hanya bagian tubuh sebelah atas,
mulai dari pinggang keatas, bergerak-gerak berayun
kekiri kanan dengan jurus "Cun Ma Pun Coan" atau
"Kuda Bagus Mengejar Mata Air", dia berusaha untuk
mengelakkan. Tapi, tahu tahu punggungnya panas
bukan main, sampai dia menjerit karena sakitnya
luar biasa, disusul oleh tubuhnya terpental.
Sebelum tubuhnya terbanting, Giok Han
merasakan pinggulnya seperti disanggah oleh suatu
kekuatan, kemudian turun perlahan-lahan, sehingga
tidak sampai menderita kesakitan lagi.
Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka
muram, menggelengkan kepalanya berulang kali,
"Tampaknya keinginanku akan terbentur berbagai
kesulitan..."
Giok Han bangkit sambil meringis, kemudian
maju berlutut didepan Susiokouwnya tersebut.
..Mohon Couwsu memberikan petunjuk !" kepalanya
dimanggutkan beberapa kali.

562
"Dasar ilmu silatmu masih terlalu lemah. Mungkin
berlatih tiga tahun lagi barulah bisa mempelajari
ilmu yang berarti. Tiga tahun terlalu lama untuk
mengatasi kesulitan yang tengah kami hadapi !"
Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka yang
muram.
Giok Han tetap berlutut mendengarkan terus
tanpa berani bertanya.
"Giok Han," kata Tang Sin Siansu lagi kemudian,
suaranya terdengar jauh lebih sabar dari
sebelumnya, "Dengarkanlah baik-baik ! Kita tengah
menghadapi kesulitan. Kau belum mengetahui,
bukan ? Pintu perguruan kita tengah menerima
ancaman dari seseorang, yang memiliki semacam
ilmu silat yang sukar dihadapi. Selama belasan
tahun ini memang Loceng tengah mempersiapkan
semacam ilmu silat, untuk mengatasi ilmu silat
orang yang hendak meruntuhkan Siauw Lim Sie,
cuma Loceng belum sempat merampungkannya.
Sengaja Loceng menciptakan ilmu silat itu, untuk
dipelajari oleh orang lain, bukan oleh Loceng. Orang
yang akan mengacau dan memusuhi Siauw Lim Sie
masih memiliki hubungan dekat dengan loceng,
karenanya tidak mungkin Loceng yang mempelajari
ilmu itu, sebab sekali saja perasaan dan hati
tergoncang disaat pertempuran berlangsung, bisa
membahayakan.
Disebabkan itu yang melatih ilmu itu harus orang
lain, tugasnya kelak menghadapi orang yang

563
memusuhi Siauw Lim Sie itu. Dia memiliki semacam
ilmu silat yang diberi nama "Liong Beng Kun",
semacam ilmu yang terlalu dahsyat, jika disalah
gunakan dengan cara-cara menyeleweng, bisa
tersesat dan berobah menjadi semacam ilmu yang
paling sadis didalam dunia ini.
Loceng sengaja telah menciptakan semacam
ilmu, yang Loceng beri nama "Sin Beng Kun" (Ilmu
Pu-kulan Malaikat). vang bisa dipelajari selama lima
tahun. Dalam keadaan mendesak seperti sekarang,
sedapat mungkin hurus diyakini dalam tiga tahun!"
Bercerita sampai disitu Tang Sin Siansu berhenti
sejenak, muram sekali mukanya. Tampaknya hati
pendeta alim yang sudah lanjut usia ini tertekan
perasaannya oleh suatu masalah yang sangat sulit.
Giok Han tidak berani bertanya, cuma memasang
kuping buat mendengarkan terus cerita
Hongthionya.
Dia makin bingung dan heran, entah apa maksud
Hongihionya dengan ceritanya tersebut? Juga ada
hubungan apa dirinya dengan peristiwa yang tengah
terjadi dimana menurut Tang Sin Siansu bahwa
Siauw Lim Sie akan kedatangan seorang musuh ?
Mengapa Hongthio Siauw Lim Sie ini
menceritakan padanya perihal ia menciptakan
semacam ilmu pukulan yang diberi nama "Sin Beng
Kun". sedangian G.ok Han masih terlalu kecil, juga
baru setahun menjadi murid Siauw Lim Sie ?

564
"Giok Han, sekarang Loceng ingin bertanya
kepadamu, kau harus menjawab yang jujur !" kata
Tang sin Siansu sambil mengawasi Giok Han.
"Ya, Susiokcouw," menyahuti Giok Han.
"Tanyalah Susiokcouw."
"Kalau Siauw Lim Sie terancam bahaya besar dan
kami ingin minta kau menghadapi musuh, apakah
kau bersedia melaksanakan perintah itu ?"
Kaget Giok Han. Pertanyaan seperti ini tidak
pernah terpikir olehnya, Cepat-cepat dia berlutut.
"Susiokcouw, walaupun harus terjun kedalam
minyak panas atau rimba golok, tecu pasti
melaksanakan perintah. Tapi, tecu... tecu merasa
belum memiliki kepandaian berani untuk melakukan
sesuatu, apalagi harus menghadapi musuh... masih
banyak suheng-suheng lainnya yang lihay"
Tang Sin Siansu tersenyum, tapi senyumnya itu
kecut dan mengandung kedukaan, "Ya memang
kalau diminta sekarang kau menghadapi seorang
musuh, tidak usah selihai musuh yang pasti akan
datang mengacau kemari, cukup musuh yang
memiliki kepandaian biasa saja, tentu kau tidak bisa
menghadapinya ! Tetapi sekarang ini justeru kau
akan Loceng persiapkan selama tiga atau empat
tahun, melatih ilmu pukulan yang baru Loceng
ciptakan, yaitu Sin Beng Kun, sehingga kelak jika
sudah menguasai ilmu itu kau bisa menghadapi
musuh yang akan datang mengacau kemari...!"

565
Giok Han tetap berlutut sambil memanggutmanggutkan
kepalanya. "Perintah Susiok-couw tidak
berani tecu bantah... silahkan Susiokcovw
peiintahkan saja !"
"Bagus ! Tahukah kau mengapa Loceng memilih
kau?" tanya Tang Sin Siansu.
Giok Han menggeleng sambil mengawasi
Susiokcouwnya.
Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam.
"Persoalan yang sebenarnya nanti akan Loceng
beritahukan jika kau sudah selesai mempelajari Sin
Beng Kun. Loceng memilih kau karena mengingat
kau memiliki kecerdasan yang cukup. Yang
terpenting, kau baru setahun menjadi murid kami,
sehingga kau masih murni, baru memiliki dasar ilmu
silat kami, Jika kau sudah memilih salah satu macam
ilmu silat Siauw Lim Sie dan sudah meyakininya lima
atau sepuluh tahun, sudah sulit untuk mendidikmu
melatih Sin Beng Kun! Memang terdapat kekurangan
padamu, usiamu masih terlalu muda, belum memiliki
dasar Lwekang yang cukup! Namun Loceng akan
berusaha menambal kekurangan-kekurangan
tersebut ! Nah, sekarang kau duduklah, dengarkan
baik pesan Loceng !"
Giok Han dudak di tempatnya dan mendengar
baik-baik pesan Susiokcouwnya.

566
"Mulai malam ini, setiap kentongan kedua kau
harus datang ke mari untuk menerima pelajaran
langsung dan Loceng. Tapi semua ini harus kau
rahasiakan, gurumu pun jangan diberitahu ! Rahasia
ini harus kau pegang biar teguh. jika ada yang
mengetahui hal ini. berarti jodoh kita habis sampai
di situ dan Loceng tidak akan mengajarkan Sin Beng
Kun lebih jauh! Kau bisa melaksanakan perintah
Loceng, agar memegang teguh rahasia ini, Giok
Han?"
"Bisa. Susiokcouw, Kalau tecu membocorkan
rahasia ini. biarlah tecu mati ditikam seribu mata
pedang !" menyahuti Giok Han, yang girang bukan
main mengetahui Susiokcouwnya akan mewarisi
ilmu silat ciptaannya, inilah bermimpipun dia tidak
berani mengharapkannya.
Tang Sin Siansu tersenyum. "Tidak usah
bersumpah, cukup kalau kau berjanji tidak akan
membocorkan rahasia ini, itupun sudah lebih dari
cukup." kata pendeta alim tersebut "Loceng perlu
menegaskan di sini bahwa mempelajari Sin Beng
Kun harus disertai ketekunan, tidak boleh mainmain,
harus bersungguh-sungguh. Memang berat
mempelajari Sin Beng Kun, apa lagi Locengpun akan
menggembleng Lwekangmu, karenanya mulai
sekarang kau harus mencurahkan seluruh perhatian
pada pelajaranmu ..."
Giok Han berjanji. Dan menang mulai malam itu
ia banyak menerima petunjuk dari Tang Sin Siansu.

567
Besok malamnya, dia mulai menerima pelajaran Sin
Beng Kun dari Tang Sin Siansu. Bahkan bukan hanya
Sin Beng Kun saja yang diajarkan Tang Sin Siansu,
pendeta tua itu menurunkan pelajaran lwekang
Siauw Lim Sinkang yang tertinggi, ilmu tenaga
dalam tingkat atas.
Memang pada mulanya Tang Sin Siansu
memupuk dasar Giok Han agar kuat, baru lewat dua
bulan dia mulai serius dengan setiap jurus yang
diturunkannya.
Setiap malam Giok Han datang secara diam-diam
ke kamar Tang Sin Siansu. Tidak seorangpun
mengetahui hai tersebut, sampai suheng-suhengnya
pun tidak mengetahui.
Selama kepergian Wie Sin Siansu dengan
beberapa orang saudaranya seperguruannya, maka
yang mengamati dan mendidik Giok Han suhengsuhengnya.
di samping sekali-sekali Tang Ling, Tang
Lu dan Tang Sin Siansu bertiga suka juga
memberikan petunjuk.
Kini memang secara langsung Tang Sin Siansu
menangani menggembleng anak itu, kemajuan yang
dicapai oleh Giok Han pesat sekali. Selama itu ia
tetap merahasiakan terhadap siapapun juga, bahwa
ia tengah mempelajari Sin Beng Kun dari Tang Sin
Siansu.

568
Tang Sin Siansu sengaja memilih Giok Han
karena di samping anak itu sangat cerdas, juga ia
belum menerima pelajaran berani di pintu perguruan
Siauw Lim Sie, masih kosong. Dengan demikian
lebih mudah untuk "diisi" oleh pelajaran Sin Beng
Kun, berarti anak ini bisa menghayati sepenuhnya
pelajaran Sin Beng Kun tersebut.
Dugaan Tang Sin Siansu tidak meleset. Giok Han
bisa menerima semua yang diajarkannya dengin
baik, Bahkan jauh lebih cepat dari dugaan semula.
Dalam waktu tiga bulan lebih. Giok Han sudah
berhasil menghafal Kauw-koat (teori) Sin Beng Kun.
Mungkin diperlukan waktu lima tahun untuk Giok
Han benar benar menguasai setiap jurus Sin Beng
Kun.
Memang cukup lama, tapi bagi Tang Sin Siansu
tampaknya tidak terlalu kesusu mendicik anak ini.
Tang San Simsu belum lagi kepastian kapan muncul
di Siauw Lim Sie untuk mengacau, selama Tang San
Siansu belum muncul, selama itu pula Giok Han
memiliki kesempatan untuk menerima gemblengan
Tang Sin Siansu memperdalam Sin Beng Kun.
Pagi itu Giok Han berlatih diri di luar kuil.
Tubuhnya melompat gesit kesana kemari. Lincah
bukan main. Dia berlatih seorang diri, dan akhirnya
melatih Sin Beng Kun. Telah dipelajari beberapa
jurus Sin Beng Kun, dengan tekun setiap ada
kesempatan Giok Han selalu melatihnya.

569
Mendadak Giok Han merasakan sambaran tangan
yang kuat sekali pada lengannya. Dia tidak sempat
mengelak dari tangan orang itu, tahu-tahu tubuhnya
dilemparkan ke tengah udara.
Hati Giok Han tercekat kaget, pasti dia celaka
kalau orang yang melemparkannya ke tengah udara
itu musuh yang mencelakakan nya. Tapi waktu Giok
Han hendak ber-poksay (salto), terdengar suara
gelak tertawa yang Giok Han kenal benar suara
tertawa itu.
"Suhu.. . !" Teriak Giok Han ketika tubuhnya
sedang meluncur turun.
Orang yang melemparkan Giok Han ke tengah
udara masih tertawa, tapi tangannya menyambuti
tubuh Giok Han, menurunkannya. Cepat-cepat Giok
Han dengan girang berlutut memberi hormat kepada
gurunya, karena orang itu memang tidak lain dari
Wie Sin Siansu, yang sudah kembali ke Siauw Lim
Sie setelah kepergiannya sekian lama.
Di samping Wie Sin Sansu tampak Wie Khie
Siansu, Wie Un Siansu dan yang lainnya, semuanya
mengawasi Giok Han sambil tersenyum. Giok Han
tidak berayal memberi hormat kepada pamanpaman
gurunya.
"Bagus ! Tampaknya kau sudah memperoleh
kemajuan pesat, Giok Han !" kata Wie Sin Siansu
sambil mengusap-usap kepala anak itu. "Coba kau

570
perlihatkan lagi padaku, berapa jauh kemajuan yang
Sudan kau peroleh !"
Giok Han rnengiyakan dan menjalankan ilmu silat
yang telah dipelajari selama ini. Waktu menyaksikan
muridnya bersilat, muka Wie Sin Siansu berseri-seri
terang namun ketika Giok Han memperlihatkan
jurus-jurus Sin Wan Kun, alia Wie Sin Siansu jadi
mengkerut.
"Hentikan !" perintahnya. Giok Han kaget dan
heran, dia berhenti bersilat. Wie Sin Siansu
menghampiri. Muka pendeta ini tampak keheranan.
"Tadi kau membawakan jurus "Sin Wan Tho Ko"
(Kera Sakti Mencuri Buah) dari "Sin Wan Kun", Tapi
mengapa cara bergeraknya berobah dari yang
kuajarkan ?"
Jika yang benar harus dari kiri berputar setengah
lingkaran sambil menggeser kaki kanan, tangan kiri
menyerang ke depan, ke dada lawan. Tapi kau
melakukannya sebalik nya, mengapa begitu"?"
Giok Han menunduk, belum pernah dia melihat
gurunya marah seperti itu. "Tecu memang telah
merobah gerakan jurus tersebut Suhu..."
"Kau yang merobahnya ?" tanya Wie Sin Siansu,
alisnya tambah berkerut Jelas pendeta tua ini
merasa tidak senang.

571
Giok Han mengangguk. "Benar Suhu, Susiokcouw
yang memberikan petunjuk agar tecu merobah arah
gerakan jurus-jurus Sin Wan Kun, karena terdapat
kelemahan pada setiap gerak Sin Wan Kun yang
perlu memperoleh perbaikan. Susiokcouw pun bilang
bahwa sebetulnya Sin Wan Kun bukan hanya 13
jurus, melainkan 20 jurus. 7 jurus sisanya nanti
akan diajarkan langsung olch Susiokcouw."
Wie Sin Siansu tampak semakin keheranan. Dia
mengawasi Wie Kie Siansu dan yang lainnya.
Merekapun tampaknya keheranan. "Apakah kau
tidak berdusta ?" tanya Wie Sin S;ansu pada Giok
Han.
Giok Han cepat-cepat berlutut di depan Wie Sin
Siansu: "Mana berani tecu berbohong pada Suhu...
apa yang tecu jelaskan tadi memang yang
sebenarnya, nanti Suhu bisa menanyakannya pada
Susiokcouw..!"
Wie Sin Siansu mengangguk, wajahnya berobah
sabar kembali. "Baiklah. mungkin Susiokcouwmu
mempunyai pertimbangan lain mengenai ilmu silat
itu. Baiklah, mari kita pergi menemui Hongthio."
Mereka segera masuk kedalam kuil. Pendeta muda
telah melaporkan kepada Tang Sin Siansu perihal
kembalinya Wie Sin Siansu dengan para sute nya,
segera Hongthio Siauw Lim Sie menyambut keluar,
diruang utama kuil Siauw Lim Sie.

572
Wie Sin Siansu bersama adik-adik
seperguruannya memberi hormat kepada
hongthionya, kemudian mereka melaporkan perihal
bentrokan yang terjadi dengan Cu Lie Seng dan juga
perihal munculnya See-mo Tong-mo, Pak-mo dan
Lam-mo. empat dedengkot iblis, yang tampaknya
mereka bisa bekerja saling bahu membahu dibawah
pimpinan seseorang.
Muka Tang Sin Siansu jadi berobah guram. Cu Lie
Seng putera Cu Kongkong Thaykam ?"
"Benar, Hongthio." Mengangguk Wie Sin Siansu.
"kepandaiannya tidak terlalu tinggi tetapi See-mo,
Tong-mo, Pak-mo dan Lam mo berempat bertindak
sebagai pelindungnya, Kami dirintangi oleh mereka.
Malah menurut hasil penyelidikan kami, disamping
See-mo berempat, ada seseorang yang
kepandaiannya luar biasa, yang bisa menguasai dan
menaklukan keempat dedengkos iblis itu, yang
dipersatukan, untuk menjadt pengikutnya. Tapi kami
belum mengetahui jelas, entah siapa orang yang
berhasil mengendalikan keempat dedengkot iblis
tersebut, hanya dapat dipastikan bukan Cu Lie
Seng."
"Omitohud ! Omitohud !" memuji Tang Sin S'ansu
dengan muka muram, Tang Lu dan Tang Lang
Siansu yang baru datang. mendengarkan kembali
laporan Wie Sin Siansu. Merekapun terkejut, malah
Tang Lu Siansu bertanya: "Jadi empat dedengkot itu
sudah bekerja sama untuk seseorang ?"

573
Wie Sin Siansu mengangguk. "Benar. Biasanya
empat dedengkot iblis itu saling berlomba, bersaing
satu dengan yang Iain tanpa pernah mau saling
mengalah ! Namun sekarang mereka sekaligus
empat dedengkot iblis dari empat wilayah kekuasaan
masing-masing, telah dapat dikumpulkan dan
dikendalikan oleh seseorang, sehingga mereka
berempat tidak saling berlomba lagi, malah bisa
bekerja sama untuk menentang siapa saja yang
menjadi musuh mereka."
Tang Lu Siansu menghela napas, menoleh kepada
Tang Sin Siansu. "Suheng, apakah tidak mungkin
orang yang menguasai dan mengendalikan keempat
dedengkot iblis itu adalah DIA ."
Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam,
"Mungkin juga DIA, mungkin juga bukan. Tetapi, kini
tampaknya kita mulai akan menghadapi kesulitan,
Siauvv Lim Sie akan menerima ujian...! Berurusan
dengan Cu Thaykam bukanlah persoalan kecil,
karena berurusan dengan Thaykam itu sama saja
berurusan dengan pemerintah dan berurusan
dengan pemerintah akan mendatangkan, kesulitan
yang tidak kecil ! Selama ini Siauw Lim Sie berusaha
membatasi diri tidak pernah mencampuri segala
persoalan di luar Siauw Lim Sie, hal itu untuk
mencegah terjadi bentrokan dengan pihak
pemerintah.. Tapi siapa sangka, tampaknya kini hal
itu sulit untuk dihindarkan. Dengan adanya niat
mengadu dombakan Siauw Lim Sie dengan Bu Tong
Pay, memang ada orang-orang yang bermaksud

574
buruk pada Siauw Lim Sie, yang pasti tidak akan
berhenti sampai disini saja, masih akan ada ekornya
..."
Setelah berkata begitu Tang Sin Siansu menghela
napas dalam-dalam dia menoleh kepada Wie Sin
Siansu, menceritakan apa yang terjadi pada Tang
Bun Siansu, juga memberitahukan perihal
dugaannya pada pelakunya tidak lain Tang San
Siansu. Wie Sin Siansu beramai terkejut, tapi
mereka ber-diam diri tidak berani berkomentar apaapa.
"MuIai sekarang," kata Tang Sin Siansu- "Kita
harus lebih hati-hati. Hindarkanlah bentrokan
dengan pihak manapun. Wie Sin kau beritahukan
murid-murid lain, untuk membatasi diri jangan
melakukan kegiatan apapun diluar kuil! !"
"Baik, Hongthio ! menyahuti Wie Sin Siansu.
"Perintah akan kujalankan segera." Segera Wie Sin
Siansu dengan sute-sutenya mengundurkan diri.
Tang Lu dan Tang Lang pun meninggalkan ruangan
itu setelah berunding beberapa saat dengan Tang
Sin Siansu.
Melihat yang lainnya sudah mengundurkan diri,
Giok Han pun bermaksud mengundurkan diri. Tang
Sin Siansu tiba-tiba menoleh kepadanya,
melambaikan tangannya. "Kemari kau Giok Han !"
Giok Han menghampiri dengan sikap hormat.

575
"Giok Han," kata Tang Sin Siansu, suaranya jadi
sabar. "Peristiwa telah berkembang sedemikian
rupa, maka Loceng harap kau lebih tekun dan giat
melatih Sin Beng Kun ! Harapan Loceng hanya
padamu, kelak setelah dewasa bisa menjaga nama
baik Siauw Lim Sie. Besok akan Loceng beritahukan
kepada gurumu, Wei Sin, agar sementara dia
menghentikan pengajaran padamu, memberikan
kesempatan sepenuhnya kepadamu melatih Sin
Beng Kun. Tetapi, Loceng harap kau tidak
mengecewakan harapan kami!"
Giok Han cepat-cepat berlutut. "Tecu akan
memperhatikan setiap petunjuk dan berusaha tidak
mengecewakan harapan Susiok-couw !"
"Bagus ! Berdirilah I" perintah Tang Sin Siansu.
"Perhatikanlah, Loceng akan menurunkan sejurus
lagi dari ilmu pukulan Sin Beng Kun!" Kemudian
Tang Sin Siansu mulai bergerak sangat lincah,
memberikan petunjuk I epada Giok Han. Dengan
penuh perhatian Giok Han memperhatikan cermat
sekali. Kemudian Tang Sin Siansu perintahkan Giok
Han mengikuti setiap gerakan yang dilakukannya,
anak itu bisa mengikutinya dengan baik.
Tang Sin Siansu tampak puas. "Pergilah kau
berlatih lagi !"
Giok Han membungkuk memberi hormat dia ingin
mengundurkan diti. Namun sebelum Giok Han
meninggalkan ruangan tersebut, masuk seorang

576
pendeta muda, melaporkan diluar kuil ada seorang
pengemis yang mengaku sebagai murid Kaypang,
ingin bertemu dengan Tang Sin Siansu.
Alis Tang Sin Siansu mengkerut, dia heran apa
maksud kunjungan murid Kaypang, itu. Malah
pendeta tua itu sudah menduga pasti ada persoalan
baru yang dibawa pengemis Kaypang itu.
"Perintahkan dia masuk !" kata Tang Sin Siansu
akhirnya.
Ternyata pengemis Kaypang itu tidak lain dari
Thian Sin Cu Mukanya pucat pias, sekali lihat Tang
Sin Siansu tahu bahwa pengemis ini tengah
menderita luka di dalam yang parah.
"Kiesu (pendekar) apa yang terjadi padamu ?"
tanya Tang Sin Siansu bimbang.
Mengetahui di depannva adalah Tang Sin Siansu.
Hongthio Siauw Lim Sie. Thian Sin Cu memberi
hormat, Lalu dia menceritakan apa yang dialaminya,
pertemuannya dengan Tung Yang dan Tung Irn,
pesan yang diminta Tung Yang agar disampaikan
kepada pimpinan Siauw Lim Sie tersebut.
"Liong-kak! Ooooh. persoalan itu tampaknya
menjadi persoalan yang cukup penting !"
mengguman Tang Sin Siansu tambah guram
mukanya. "Siancai. Terima kasih atas berita yang
dibawa Kiesu. Luka Kiesu tampaknya tidak ringan,

577
lebih baik beristirahat dulu !" Tang Sin Siansu
kemudian perintahkan pendeta muda yang tadi
memberi tahukan kedatangan Thian Sin Cu agar
membawa sang tamu ke sebuah kamar tamu, agar
Thian Sin Cu bisa bisa beristirahat. la pun
memberikan obat kepada Thian Sin Cu.
Seminggu lamanya Thian Sin Cu beristirahat di
kuil Siauw Lim Sie. Kesehatannya berangsur
membaik karena obat yang diberikan Tang Sin
Siansu mujarab sekali. Dalam kesempatan hal
banyak yang diceritakan Thian Sin Cu pada Hongthio
Siauw Lim Sie, apa yang telah dialaminya,
"Sebetulnya Taysu, cukup membingungkan juga
Tung Yang Taihiap bersama isterinya yahg
berkepandaian tinggi bisa dianiaya seperti itu,
sampai menemui ajal mereka !" kata Thian Sin Cu
dalam suatu kesempatan bercakap-cakap dengan
ketua Siaaw Lim Sie tersebut. "Benda apakah Liong
Kak itu, Taysu ?"
"Omitohud ! Loceng sendiri belum mengetahui
sebetulnya benda apakah Liong Kak (Cula Naga) itu
! Tadi Kiesu bicara perihal Poan Pian Thian, apa saja
yang dikatakan padamu?"
"Dia tampaknya hanya memiliki satu tujuan, yaitu
memperoleh kepastian bahwa Tung Yang berdua
Tung Im sudah binasa. Kemudian dia pergi !"
"Tahukah Kiesu Poan Pian Thian bekerja untuk
siapa?" tanya Tang Sin Siansu lagi.

578
Si pengemis menggeleng "Sampai sekarang
perihal dedengkot iblis See mo, Pak-mo Lam mo dan
Tong-mo pun belum lagi diketahui oleh kami bekerja
untuk siapa, selain dugaan kami mereda berada di
bawah pengaruhnya Cu Lie Seng pemuda iblis
sangat kejam itu, putera Cu Thaykam ! Poan Pian
Thian apakah bekerja untuk pemuda iblis Cu Lie
Seng seperti keempat dedengkot iblis itu, belum
kami ketahui !"
Tang Sin Siansu menghela napas dengan
perasaan jengkel. Peristiwa berlangsung demikian
beruntun, tampaknya ketenangan Siauw Lim Sie di
waktu mendatang bisa dilanda oleh badai, dan
gelombang.
Dua hari lagi Thian Sin Cu berdiam di kuil Siauw
Lim Sie, kemudian dia pamitan. Tung Sin Siansu
kirim salam buat Pangcu Kaypang.
Seperginya pengemis itu, Tang Sin Siansu
mengumpulkan Tang Lu Siansu dan Tang Lang
Siansu, untuk berunding. Mereka membicarakan
Iangkah-langkah apa yang harus mereka tempuh,
jika suatu saat badai menyerang Siauw Lim Sie. Wie
Sin Siansu di-ajak ikut serta dalam perundingan itu.
Dengan sikap yang tenang dan langkah kaki satusatu,
tampak seorang lelaki tua berkumis dan
jenggot panjang sudah berwarna putih tengah
mendaki gunurg Siong-san. Mukanya dingin seperti
mayat, tidak bersinar dan pucat kuning menakutkan.

579
Mukanya yang kaku itu seperti tertawa tapi bukan
tertawa, seperti menangis tapi pun bukan menangis.
Dia melangkah terus dengan sikap seenaknya.
Ketika bertemu dengan dua orang hweshio Siauw
Lim Sie yang tengah turun gunung untuk pergi
membeli keperluan dapur, orang yang seperti muka
mayat itu tidak memperlihatkan reaksi apa-apa.
seakan tidak melihat kedua hweshio tersebut.
Kedua hweshio itu adalah pengurus dapur Siauw
Lim Sie. Yang seorang Cie An Hweshio dan yang
satunya lagi Gu Bie Hweshio. Mereka curiga melihat
sikap orang asing yang mencirigakan ini. Cie An
Hweshio melirik kepada temannya, memberi isyarat,
kemudian melompat ke depan orang yang mukanya
seperti mayat tersebut, Kedua tangannya
dirangkapkan.
"Maaf, apakah Siecu ingin berkunjung ke Siauw
Lim Sie untuk bersembahyang ?" tegurnya.
Orang bermuka seperti mayat mengawasi Cie An
Hweshio dengan sorot mata dingin, dia tidak
menyahuti, hanya meneruskan langkahnya,
Sikapnya seperti tidak melihat si hweshio yang ada
di depannya.
Cie An Hweshio mengerutkan keningnya. "Apakah
orang ini tuli dan gagu?" pikirnya. Tapi dia masih
berseru: "Sementara ini kuil kami tidak menerima
tamu bersembahyang, karena kami sedang sibuk
mengurus perbaikan ruang pemujaan !"

580
Tiba-tiba orang itu menghentikan langkah
kakinya. "Apakah Tang Sin Siansu ada ?"
Pertanyaan itu tidak enak didengar oleh Cie An
Hweshio maupun Gu Bie Hweshio. Selain pertanyaan
itu cukup kasar, juga Hongthio mereka seperti
diremehkan benar oleh orang tua bermuka seperti
mayat ini.
Gu Bie Hweshio memang seorang berdarah
panas. Dia memiliki tubuh yang kekar dan tegap.
"Kalau Siecu tidak ada urusan penting, silahkan
turun gunung. Sudah sebulan Hongthio kami tidak
menerima tamu !"
"Tang Sin Siansu ada ?" masih orang itu bertanya
dengan nada yang dingin tidak perdulikan Gu Cie
Hweshio
"Oooo, benar-benar manusia tuli!" menggumam
Gu Bie Hweshio mendongkol "Sudah pinceng
beritahukan Hongthio kami sudah sebulan lebih tidak
menerima tamu."
Muka orang itu tetap dingin. Dia merogoh
sakunya. "Tapi sekali ini Tang Sin Siansu pasti mau
menemuiku ! Bawalah surat namaku ini !" Dia
memberikan selembar kartu nama lebar di mana
tertulis di situ: "Poan Pian Thian hap tiauw ingin
bertemu, harap Hongthio Siansu mau menerimaku."

581
Gu Bie Hweshio dan Cie An Hweshio saling
pandang, kemudian Cie An Hweshio mengangguk.
"Baiklah, tampaknya kau tidak percaya pada kami,
masih ingin memaksa buat bertemu dengan
Hongthio kami. Kalau nanti ditolak, kau jangan
kecewa!" Setelah berkata begitu Cie An Hweshio
berpesan pada Gu Bie Hweshio untuk menantinya di
situ, dia sendiri pergi kembali ke kuil, untuk
mengantarkan surat nama tamu yang aneh ini.
Tapi ketika Cie An Hweshio memutar tubuh,
orang bermuka seperti mayat itu, yang di surat
namanya tertulis sebagai Poan Pian Thian Yap Bauw
ikut melangkah, Gu Sie Hweshio segera
menghalanginya. "Kita tunggu di sini saja..."
Baru saja Gu Bie Hweshio berkata seperti itu,
tahu-tahu dadanya kena dicengkeram Poan Pian
Thian. Begitu cepat tangan orang she Yap tersebut,
sampai Gu Bie Hweshio tidak bisa menghindarkan.
Dadanya kena dicengkeram, kemudian digentak ke
samping, tubuhnya disenderkan ke batang pohon
"Kreekkkk." terdengar tulang iganya ada yang
patah, dia menjerit kesakitan.
Cie An Hweshio kaget mendengar jeritan
kawannya, menoleh. Dia tambah kaget. "He
mengapa kau lukai Suhengku??" teriaknya sambil
memutar tubuh untuk kembali. Tapi orang itu sangat
gesit, tahu-tahu dia sudah menendang Gu Bie
Hweshio dan berada di dekat Cie An Hweshio.

582
Tangan kirinya pun bergerak sama cepatnya
seperti tadi, mencengkeram dada Cie An Hwesgio,
menghentak kuat sekali kebatang pohon, terdengar
suara "krekkkkk"", disusul jerit kesakitan Cie An
Hweshio Sebetulnya Cie An Hweshio tadi hendak
menghindar dari cengkeraman tangan Yap Bauw,
tapi dia tidak berhasil, karena tangan itu bergerak
terlalu cepat, tahu-tahu sudah mencengkeram
dadanya dan tubuhnya kena ditarik keras, kemudian
terdorong menyender dibatang pohon, tulang
iganyapun ada yang patah, seperti yang dialami Gu
Bie Hweshio.
"Ayo jalan " bentak Yap Bauw bengis, sambil
melontarkan tubuh kedua Hweshio itu disusul
dengan terlepasnya cengkeraman tangannya. Gu Bie
Hweshio dan Cie An Hweshio terpelanting, mereka
merasa dada masing-masing sakit bukan main, lalu
bangkit berdiri.
"Kau... kau berani melukai orang disiang hari ?"
Bentak Gu Bie Hweshio dengan suara tidak lancar.
"Jalan! Atau kalian hendak dihajar lebih dulu baru
kedua kaki kalian mau melangkah?" bentak Poan
Thian Yap Bauw bengis, mukanya yang dingin
menakutkan seperti mayat hidup itu sangat
mengerikan. Gu Bie Hweshio dan Cie An Hweshio
penasaran dan gusar, tapi merekapun tak berdaya.
Tampaknya orang seperti mayat ini memang
memiliki kepandaian tinggi, mereka pasti tidak

583
mungkin bisa melawan. Keringat dingin mengucur
deras membasahi baju mereka.
"Jalan !" bentak Poan Plan Thian Yap Bauw sama
bengisnya seperti tadi.
Terpaksa Gu Bie dan Cie An Hweshio melangkah
menuju ke kuil Siauw Lim Sie.
Poan Pian Thian Yap Biauw mengikuti di
belakang, tidak sepatah perkataanmu yang
diucapkannya, Mukanya tetap dingin tidak
memperlihatkan perasaan apapun.
Akhirnya mareka tiba di depan pintu kuil Siauw
Lim Sie. gerbang pertama. Ada tiga orang hweshio
yang tengah membersihkan pintu gerbang kuil.
Mereka heran melihat dua orang saudara
seperguruan mereka pulang dengan muka pucat pias
dan mandi keringat dingin, di belakangnya mengikuti
seorang bermuka menakutkan seperti mayat.
"Gu Bie kenapa kau?" tegur salah seorang
diantara ketiga hweshio itu.
"Orang ini... orang ini menganiaya kami..."
memberitahukan Gu Bie Hweshio sambil ingin
berlari. Tapi tahu-tahu tengkuknya dirasakan sakit,
karena telah dicengkeram jari-jari tangan kuat
seperti baja, kemudian tubuhnya mengejang kaku
kesakitan, cengkeraman itu seperti hendak
menghancurkan tengkuknya, dia hanya megapKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
584
megap tidak bisa berkata apapun, untuk menjerit
saja tidak bisa.
Cie An Hweshio pun ingin berlari, tapi sebelum
kakinya bergerak, kaki kanan orang she Yap sudah
menendang, segera tubuh Cie An terjungkel
bergulingan di tanah sambil menjerit kesakitan.
Hebat cara datangnya Poan Pian Thian Yap Bauw
ke Siauw Lim Sie, tidak banyak rewel main bunuh.
Sedangkan orang lain untuk banyak tingkah di kuil
Siauw Lim Sie akan berpikir sepuluh kali! Siauw Lim
Sie merupakan pusat perguruan silat tertua di
daratan Tionggoan, yang sangat dihormati oleh
segala lapisan orang Kangouw.
Murid-murid Siauw Lim Sie pun umumnya
merupakan pendeta-pendeta sakti berkepandaian
tinggi yang tidak pernah menyombongkan
kepandaian mereka, tapi juga tidak akan mudah
diperhina. Tokoh-tokoh Kangouw umumnya menaruh
hormat-hormat pada pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie.
Tapi sekarang Poan Pian Thian Yap Bauw
sekaligus telah membunuh tiga hweshio di depan
kuil Siauw Lim Sie, dalam sejarah persilatan
memang inilah pertamakali terjadi ! Tangannya
telengas, hatinya kejam dan akan membunuh kalau
ada orang yang merintanginya, selalu membuktikan
ancamannya tanpa banyak rewel.

585
Gu Bie Hweshio berdua Cie An Hwesfrro jadi
gentar juga, karena tamu tak diundang ini
tampaknya tak main-main dengan ancamannya.
Segera mereka setengah berlari ke ruang dalam
untuk mengantarkan surat-nama tamu yang ganas
ini.
Yap Bauw tidak masuk lebih jauh, dia berdiri
dipelataran kuil tersebut. Matanya bersinar dingin
memandang sekeliling. Tidak lama ia menunggu,
dari dalam tampak muncul beberapa orang hweshio,
yang menghampiri padanya. "Omitohud ! Onitohud !
Ada keperluan apakah kiesu berkunjung kemari?"
Sabar suara seorang hweshio yang berjalan di
depan hweshio-hweshio lainnya. Dia Wie Sin Siasu,
sabar sekali suaranya, hanya matanya tajam luar
biasa menatap tamu yang menurut laporan Gu Bie
dan Cie An Hweshio merupakan orang yang ganas
bukan main.
"Aku ingin bicara dengan Tang Sin Hongthio,"
menyahuti Yap Bauw dingin, mukanya tetap tidak
memperlihatkan reaksi apa-apa. "Suruh dia yang
keluar menyambutku ! "
Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya.
"Siancai. Hongthio kami kebetulan berhalangan
untuk menyambut tamu, karena tengah menyepi
diri. Sungguh tidak kebetulan kedatangan Kiesu.
Bolehkah Loceng mengetahui nama harum Kiesu,

586
agar nanti setelah Hongthio selesai menyepi, dapat
Loceng beritahukan perihal kunjungan Kiesu?"
Alis Yap Bauw mengkerut, mukanya yang
memang bengis semakin tidak sedap dilihat.
"Kalian hweshio-hwesio Siauw Lim Sie memang
terlalu bertingkah dan banyak tetek-bengek dengan
segala peraturan menjemukan! Sudah kuberitahukan
tadi aku ingin bicara dengan Tang Sin Hongthio,
tidak mungkin aku bicara dengan kau."
Gu Bie Hweshio menghampiri Wie Sin Siansu
menyodorkan surat-nama Yap Bauw. Wie Sin Siansu
membaca surat-nama, mukanya berobah, tapi
segera pulih kembali ketenangannya. "Ah. tidak
tahunya Poan Pian Thian Yap Bauw, Yap Kiesu." kata
Wie Sin Siansu kemudian.
"Maukah Kiesu memberitahukan urusan apa yang
hendak Kiesu bicarakan, sekarang ini Loceng yang
mewakili Hongthio menerima tamu !"
Mata Yap Bauw mencilak. "Kau terlalu rewel!"
dengusnya, dia melangkah ke depan, tangan
kanannya mendorong ke dada Wie Sin Siansu.
"Minggir, biar aku pergi menemui Hongthio kalian ! "
Omitohud !" memuji Wie Sin Siansu terhadap
kebesaran Sang Budha. Dia merasakan dorongan
tangan Yap Bauw kuat sekali, juga mengandung
hawa yang panas, dia tidak menyambuti, hanya

587
menyedot hawa udara sampai dadanya naik dan
perutnya kempis, hanya terpisah satu dim, telapak
tangan Yap Bauw tak berhasil mengenai dada si
pendeta.
Tapi Yap Bauw tidak berhenti di situ, tangannya
tahu-tahu seperti bisa panjang, dia mendorong
dengan membungkukkan sedikit tubuhnya,
melanjutkan dorongan yang pertama, tenaganya
malah semakin kuat !
Kaget Wie Sin Siansu, tak sempat berpikir lagi
terpaksa pendeta tua Siauw Lim Sie ini harus
menangkis tangan Yap Bauw. Tidak terdengar suara
bentrokan, hanya tampak tangan Bauw dengan Wie
Sin Siansu saling bentrok, perlahan kelihatannya,
tapi dahsyat tenaga mereka yang beradu, karena
keduanya mempergunakan ilmu tenaga dalam
tingkat tinggi. Wic Sin Siansu menggigil, mukanya
berobah pucat dan dia mundur satu langkah. Yap
Bauw tertawa dingin, juga mundur selangkah.
Bagi yang kepandaiannya sedang-sedang saja,
tentu menyangka kepandaian Yap Bauw berimbang
dengan khikang Wie Sin Siansu. Namun bagi yang
bermata tajam, segera bisa melihat bahwa Wie Sin
Siansu masih berada satu tingkat di bawah khikang
Poan Pian Thian Yap Bauw.
Mengapa bisa begitu ? Karena Wie Sin Siansu
mundur melangkah akibat serangan Yap Biauw,
kuda-kuda kaki si pendeta kena digempur. Tapi Yap

588
Bauw mundur hanya untuk mencari posisi yang baik,
ia kuatir si hweshio balas menyerangnya, Tadi Yap
Bauw cuma merasakan tangannya tergetar dan
cadanya panas, tapi dia tidak sampai tergempur
kuda-kuda kedua kakinya
Bagi orang-orang yang sudah memiliki ilmu
tinggi, dalam sekali gebrak saja sudah bisa
mengetahui dan menakar kepandaian lawan.
Kaget Wie Sin Siansu. Memang dia sering
mendengar perihal Poan Pian Thian Yap Bauw, si Se
enrali Langit, yang kabarnya menrupakan memedi
tunggal berkepandaian tinggi dan sepak terjangnya
aneh tak bisa diduga, sejauh ini ia belum pernah
bertemu muka dengan memedi tunggal itu, baru
sekarang mereka beradu tangan.
Ternyata khikang memedi tunggal itu memang
sangat tinggi, Wie Sin Siansu sadar, jika ia
memaksakan diri menghadapi Yap Biauw, mungkin
ia tidak sampai rubuh di tangan Yap Biauw, tapi
kemungkinan mereka berdua bisa rusak sendirinya,
terluka bersama.
Walaupun Yap Bauw sudah mengetahui tenaga
dalam Wie Sin Siansu masih kalah seangka dengan
khikangnya, dia tidak berani ceroboh. Di luar dia
tampak dingin tak berperasaan, sebetulnya hati Yap
Bauw kaget.

589
Dia sudah memiliki lwekang demikian tinggi
belum lagi Tang Sin, Tang Lu dan Tang Lang bertiga
keluar mengepungku dibantu oleh pendeta-pendeta
tingkat kedua dan ketiga.
"Biar aku iumbuh sayap, rasanya sulit
menghadapi mereka!" Pikir Yap Biauw. Karena
berpikir begitu, dia mengambil sikap lain, tidak
menyusuli dengan serangan lagi.
"Aku membawa berita buat Tang Sin Hongthio
dari Tang San Siansu," bilang Yap Bauw kemudian.
Kaget Wie Siansu, sejenak dia tertegun.
Kemudian dia menyuruh. "Silahkan Yap Kiesu
beritahukan kepada Loceng, nanti Loceng
menyampaikannya kepada Hongthio !"
"Pesan itu hanya bisa disampaikan kepada Tang
Sin Hongthio, tidak boleh dititipkan kepada orang
lain !" dingin sekali suaru Yap Bauw.
Wie Sin Siansu jadi sulit kedudukannya. "Dia
tahu, kalau saudara-saudara seperguruannya
mengepung tamu tak kenal aturan dan ganas ini
mungkin ia dengan kawan-kawannya bisa merebut
kemenangan, Namun itulah perbuatan yang terpuji.
Sedangkan tadi Tan Sin Siansu sudah perintahkan
kepadanya agar ia bersama saudara seperguruannya
yang menyambut tamu.

590
Urusan demikian penting, padahal pesan Tang
San Siansu, Toa-susiok-nya. Dengan membuat Wie
Sin Siansu dalam sejenak bimbang tak bisa
mengambil keputusan.
"Kalau memang Tang Sin Hongthio tidak mau
menemuiku menerima pesan yang dititipkan Tang
San Siansu padaku, biarlah-Jika kelak di kemudian
hari terjadi sesuatu, jangan mengatakan kami tak
kenal aturan tanpa memberitahukan terlebih dulu !
inipun dilakukan Tang San Siansu mengingat bahwa
antara dia dengan kalian dari Siauw Lim Sie masih
ada ikatan perguruan !" Mendesak Poan Pian Thian
Yap Bauw, dingin suaranya.
Tergerak We Sin Siansu, dia menoleh pada We
Khie Siansu, mengisyaratkan untuk melapor ke
dalam. Lalu dia sendiri menghadapi Yap Bauw.
"Siancai. tunggulah sebentar, apakah Hongthio
bersedia menyambut tamu atau menolak, itu
terserah atas keputusan Hongthio."
Yap Biauw mendengus. Sikapnya benar-benar
tidak memandang sebelah mata pada pendetapendeta
Siauw Lim Sie, seakan di dunia ini hanya dia
satu-satunya yang memiliki kepandaian tertinggi.
Sikapnya membuat pendeta-pendeta Siauw Lim Sie
yang ada di situ mendongkol.

591
Wie Khie Siansu tak lama kemudian keluar, diikuti
oleh tiga orang hweshio, yaitu Tang Sin, Tang lu,
dan Tang Lang Siansu. Muka Tang Sin Siansu bertiga
guram sekali. "Siancai, ada pesan apakah yang
dititipkan Tang San Toa-suheng kepada Kiesu ?"
Tanya Tang Sin Siansu dengan muka guram, setelah
berada dipelataran kuil.
Hati Yap Bauw bergetar juga melihat mata
pendeta alim yang sudah berkumis jenggot putih,
yang tajam luar biasa. Sikapnya tenang berwibawa.
Sinar matanya itu menunjukkan latihan khikang
Tang Sin Siansu sudah mencapai tingkat yang tinggi
sekali.
"Tang San Siansu berpesan, mengingat akan
persaudaraan yang pernah terhalang antara dia
dengan kalian pendeta-pendeta Siauw Lim Sie, maka
diharap kalian memberi muka kepadanya,
mengundangnya pulang ke Siauw Lim Sie,
menyerahkan hak dan kedudukan yang seharusnya
menjadi miliknya !" Bilang Poan pian Thian dengan
suara tawar.
Muka Tang Sin Siansu bertiga Tang Lu dan Tang
Lang Siansu berobah, cepat Tang Sin Siansu bisa
mengendalikan perasaannya. "Omi-tohud !
Omitohud ! Jika Tang San Toasuheng mau kembali
ke Siauw Lim Sie, itulah berita yang sangat
menggembirakan ! Kami akan bahagia menerima
pulangnya Tang San Toasuheng. Beritahukanlah
begitu padanya, Tapi bicara tentang hak-hak dan

592
kedudukan, itu bisa nanti dibicarakan oleh kami
bersama-sama, itu urusan dalam pintu perguruan
kami yang tidak memungkinkan Loceng bicara
dengan Kiesu."
Baru saja kata-kata Tang Sin Siansu selesai,
lengan jubah kanannya mengibas. Yap Bauw kaget,
serangkum angin menerjang padanya. Jarak mereka
terpisah cukup jauh, tapi angin kibasan lengan jubah
Tang Sin Siansu menyambar sangat dahsyat. Cepatcepat
Yap Bauw mengerahkan khikangnya dan balas
mendorong. Kakinya menggigil keras, bahkan
telapak kakinya melesak ke-dalam lantai pelajaran
satu dim, batu lantai retak pecah!
"Silahkan Kiesu memberitahukan pada Tang San
Toasuheng apa yang telah jadi jawaban kami!" kata
Tang Sin Siansu lagi, sikapnya seperti tidak terjadi
sesuatu, tenang sekali.
Yap Bauw mengeluarkan keringat dingin. Luar
biasa tenaga dalam pendeta tua ini, sekali mengibas
dari jarak terpisah cukup jauh bisa mengeluarkan
khikang begitu dahsyat. Jelas, ia tidak boleh mainmain.
Benar dia tidak sampai tergempur kudakudanya
kedua kakinya, dirinya juga tidak sampai
celaka, tokh tadi dia sudah memusatkan sebagian
terbesar tenaga khikangnya baru bisa
mempertahankan kedudukan kedua kakinya!
Sejenak Yap Bauw terdiam, keringat dingin
dihapus, baru kemudian dia bilang dengan suara

593
tidak sedingin dan sesombong tadi: "Tang San
Siansu berperan untuk minta jawaban yang tegas.
Taysu cukup memberikan jawaban "Ya" atau "Tidak".
Kalau menolak bilang menolak, kalau menerima
beritahukan memang menerima, jangan berteletele."
"Omitohud ! Omitohud! Tang San Taysu-heng
adalah saudara seperguruan kami, kami
menghormatinya. Segala sesuatu nanti bisa
bicarakan bersama. Nah, apakah Kiesu sudah tak
ada pesan lain dari Toasuheng kami?" Mata Tang Sin
Hweshio tajam sekali memandang Yap Bauw.
Biji mata pendeta itu, yang sikapnya tenang, tapi
sinarnya melebihi mata pisau, membuat hati Yap
Bauw tergetar juga akan keangkeran sikap Hongthio
Siauw Lim Sie tersebut. Dia menggeleng.
"Baiklah, nanti pesan Taysu akan kusampaikan
padanya," kata Yap Bauw, dia memancang hwesiohweshio
lain yang tengah mengawasi padanya
dengan sikap murka. Hatinya mendadak tergetar
lagi, Jadi ciut. Kalau sampai Hongthio Siauw Lim Sie
turun tangan, dibantu oleh Tang Lu maupun Tang
Lang Siansu dan hweshio-hweshio Siauw Lim Sie
lainnya, biar pun ia memiliki lima kepala dan sepuluh
tangan, tidak nanti dia bisa meninggalkan kuil Siauw
Lim Sie. Hal itu disadarinya dengan mendadak,
menurun kesombongannya. Dia memutar badannya
hendak berlalu.

594
"Tunggu dulu !" mendadak dibelakang Yao Bauw
berkesiur angin dingin menyertai bentakan itu. Yap
Bauw mendadak untuk menghindarkan pukulan itu,
dia menangkis dengan tangan kanannya, tapi dia
kecele, menangkis tempat kosong.
Tahu-tahu pinggangnya sakit, dia sampai
meringis, dan menyusul kuda-kudanya tergempur,
tubuhnya terhuyung sampai beberapa langkah,
namun tidak sampai ter-jungkel.
Kaget bukan main Yap Bauw, itulah perbuatan
Tang Sin Siansu yang menyerangnya dari jarak jauh
dengan ilmu pukulan " Coan Kang Cok Tek" (Dengan
gelombang Khikang Merobohkan Musuh). semacam
ilmu Siauw Lim Sie yang terkenal !
Dengan "Coan Kang Cok Tek" musuh dapat
diserang dari jarak cukup jauh, hanya menyalurkan
khikang belaka. Akibat pukulan itu bahkan jauh lebih
berbahaya dibandingkan pukulan langsung. Cuma,
orang yang bisa mempergunakan jurus-jurus "Coan
Kang Cok Tek" harus memiliki khikang tinggi, jika
tidak jangan harap bisa mempelajari ilmu hebat
Siauw Lim Sie yang satu itu.
Tang Sin Siansu merupakan Hongthio Siauw Lim
Sie, Khikangnya sulit diukur lagi, dia sudah melatih
baik sekali " Coan Kang Cok Tek". Melihat Yap Bauw
hendak meninggalkan Siauw Lim Sie begitu saja,
sepontan ia mengibas dengan tangan kanannya, dari
lengan bajunya menyambar khikang yang tersalur

595
karena mempergunakan "Coan Kang Cok Tek"
memang kesudahannya membuat Yap Bauw kaget
sekali. Ketika dia menoleh, dilihatnya Tang Sin
Siansu berdiri angker mengawasinya, sikapnya luar
biasa.
"Yap Kiesu, kau sudah menyampaikaa pesan yang
dititipkan oleh Toasuheng kami, Tapi yang belum
dipertanggungjawabkan oleh Kiesu ialah kelakuan
Kiesu yang mengacau di kuil kami. Apakah setelah
membunuh tiga orang murid kami, Kiesu mau
berangkat begitu saja ? Omitohud! Omitohud !"
Sabar suara Tang Sin Siansu, tapi sikapnya angker
berwibawa, menunjukkan ia serius sekali dalam
persoalan ini.
Yap Bauw mengerutkan alis, mukanya yang
dingin jadi semakin dingin, walaupun hatinya
berdebar juga menyaksikan keangkeran Hongthio
Siauw Lim Sie. la bisa memahami makna perkataan
Hongthio tersebut yang ingin menahannya.
" Apa yang Hongthio kehendaki dariku ? Apakah
Hongihio hendak mempergunakan tenaga banyak
buat menahanku? Silahkan! Aku akan menerima
dengan senang hati" Sengaja Yap Bauw mengejek
menantang seperti itu.
"Omitohud! Omitohud! Kami mana boleh
bertindak seperti itu? Kami selalu diharuskan
bertindak dengan penuh welas-asih, harus
memberikan contoh-contoh yang baik, Siancai! Tak

596
mungkin kami bertindak serendah itu! Loceng hanya
ingin minta pertanggungan jawab Kiesu terhada
ketiga murid Siauw Lim Sie yang telah dicelakai
Kiesu !" Mata Tang Sin Siansu tak berkedip,
mengawasi tajam Yap Bauw.
Bergidik juga Yap Biauw ditatap begitu oleh Tang
Sin Siansu, Tadi ia sudah merasakan tenaga khikang
hweshio ini luar biasa. Memang ia tidak jeri, hanya ia
kuatir kalau nanti dirinya masuk dalam lingkaran
pengepungan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie yang
bisa saja mempersulit dirinya.
Benar tidak mungkin ia merubuhkan Tang Sin
Siansu, mengingat lwekang hwesio itu lebih menang
darinya, hanya dia memiliki ilmu istimewa
andalannya, yaitu ginkang yang bernama "Touw Sui
Tauw Su" (Menenun Menginjak Rumput) semacam
ginkang kelas tinggi yang jarang sekali tertandingi
dalam kalangan Kangouw.
Yap Biauw justeru angkat nama besarnya dengan
mengandalkan ginkang "Touw Sui Tauw Su"-nya
tersebut, di mana dia bisa berlari dan bergerak
melebihi kecepatan kilat!
Betul "Coan Kang Cok Tek" Tang Sin Siansu lihai
melebihi dari ilmu umum "Pek Kong Ciang" (Pukulan
Udara Kosong), rasanya untuk bisa meloloskan diri
Yap Bauw masih bisa, dia mungkin saja melayani si
pendeta alim itu dengan ginkangnya yang sangat

597
tinggi, dan mencari kesempatan buat meloloskan
diri.
Tapi kalau sampai dia tergulung dalam kepungan
pendeta-pendeta Siauw Lim Sie. biarpun dia tumbuh
sayap tentu tidak mungkin bisa meninggalkan Siauw
Lim Sie!
Setelah menenangkan goncangan hatinya. Yap
Bauw tertawa dingin mukanya yang mengerikan
tarabah menyeramkan "Jadi apa yang Hongthio
kehendaki ? Jiwaku ? Hutang jiwa ganti jiwa,
begitu?"
"Omitohud ! Omitohud ! Sedapat mungkin kami
menjauhi permusuhan ataupun dari mengalirnya
darah Tapi tadi Kiesu sudak turunkan tangan
berdosa kepada tiga murid kami, Kiesu harus
mempertanggungjawab-kannya ! Loceng mengingat
kebesaran Sang Buddha akan memberikan
kesempatan pada Kiesu menyambuti tiga pukulan,
kalau K'esu sanggup menerimanya, itulah nasib
Kiesu masih dilindungi Sang Buddha, tapi kalau
bercelaka itupun tanda dosa Kiesu sudah tak berampun
melewati takaran."
Diam-diam Yap Bauw girang. Bagaimana lihainya
Tang Sin Siansu, tapi kalau hanya menerima tiga
pukulannya apa sulitnya. Dia yakin bisa
menyambutinya. Tidak perlu keras dilawan keras.
Dia bisa mengandalkan ginkangnya yang luar biasa
untuk mengelak dan memunahkan tiga serangan

598
Hongthio Siauw Lim Sie itu, Tanpa pikir panjang Yap
Bauw mengangguk. "Baiklah!", katanya "Silahkan
Taysu memberi petunjuk ! "
Tidak ada senyum di muka Tang Sin-Siansu, dia
melangkah mendekati Yap Bauw, yang waktu itu
sudah bersiap-siap menerima serangan Hongthio
Siauw Lim Sie tersebut. Pendeta-Pendeta Siauw Lim
Sie pun mengawasi dengan tajam. Mereka ingin
melihat bagaimana caranya Hongthio mereka
memberikan pengajaran kepada tamu yang ganas
ini.
"Sudan bersiap, Kiesu ? Loceng akan mulai
dengan pukulan pertama !" Memberitahu Tang Sin
Siansu,
Yap Bauw tertawa dalam hati. "Hemmm", kepala
botak, kau terlalu sombong! Dengan cara
menyerang memberitahukan lebih dulu begitu, apa
yang kau bisa lakukan terhadapku !"
Tapi dia manggut2" Silahkan I" katanya.
Tang Sin Siansu mengibaskan lengan kirinya,
lengan jubahnya yang kebesaran itu berkelebat ke
arah Yap Bauw, tangan kanannya tampak bergerak
lambat sekali akan mendorong dada Yap Bauw.
Yap Bauw jadi heran melihat cara menyerang
Tang Sin Siansu. jurus biasa dari "Cap Pen Lo Han
Kun" yang bernama "Lo Han Pe In" (Arhad Menyapu

599
Awan) yang dikenal oleh setiap orang Bu-lim (
Rimba Persilatan ).
Heranlah Yap Bauw, Hongthio Siauw Lim Sie tidak
membuka serangan dengan jurus simpanan Siauw
Lim Sie, mengingat ia hanya memiliki tiga kali
kesempatan menyerang padanya. Tenaga serangan
itupun dirasakan lemah, hampir tidak terasa, selain
gerak tangan Tang Sin Siansu lambat sekali.
Dengan tertawa mengejek Yap Bauw berkelit
kekanan dengan jurus "Yauw Cu Hoan Sin"" (Elang
Membalikkan Tubuhnya), dia mencelat ingin berada
di sisi kanan pendeta alim itu. Menurut
perhitungannya, gerakannya jauh lebih sebat dari
Tang Sin Hongthio, tentu pendeta tua itu akan
kecele menyerang tempat kosong, Namun
kesudahannya Yap Bauw kaget sendirinya, sampai
dia menjerit saking kagetnya.
Tangan Tang Sin Siansu yang bergerak lambat ini
tahu-tahu berbelok dengan kelima jari tangan
menunduk ke bawah, dan telah mendorong,
Tenaganya memang tidak keras atau kuat, tapi
begitu Yap Bauw mengibaskan menyampok tangan
Hongthio Siauw Lim Sie, tangan mendatangnya
seperti karet, disanggah kuat, semakin kuat tenaga
mendorongnya, semangat Yap Bauw serasa terbang
dan mukanya pucat.

600
"Dukkkk !" perlahan telapak tangan Tang Sin
Siansu mengenai dada Yap Bauw, tapi dia terdorong
sampai belasan langkah baru bisa berdiri tetap.
Jilid ke 14
Keringat dingin mengucur dari keningnya,
dadanya dirasakan sakit bukan main, lehernya bau
amis, seperti mau memuntahkan darah !
Kini Yap Bauw baru sadar, biarpun jurus yang
dipergunakan Tang Sin Siansu jurus biasa saja,
namun dipergunakan orang yang sudah memiliki
latihan begitu tinggi seperti Hongthio Siauw Lim Sie,
tentu saja berobah jadi pukulan yang sangat
dahsyat! Yap Bauw menyesal atas kecerobohannya,
untung saja tadi dia masih sempat mengimbangi
tenaga pukulan Tang Sin Siansu dengan ginkangnya
untuk melompat mundur, coba kalau dia
menyambuti dengan kekerasan, pasti sekarang
sudah ada tulang iganya yang patah !
Cepat-cepat Yap Bauw mengempos semangat, ia
waspada dan memasang mata tidak berani
meremehkan Tang Sin Siansu lagi !
"Omitohud ! Tadi pukulan pertama. Sekarang
bersiaplah Kiesu menerima pukulan yang kedua."
Kata Tang Sin Siansu sambil menghampiri. Sekali
lagi dia mempergunakan salah satu jurus "Cap Pen
Lo Han Kun" yang bernama "Lo Han Kui Teng""
(Arhad Terbang Di atas Tanah).

601
Sekali ini Yap Bauw tidak berani berayal, ia
mempergunakan "Touw Sui Touw So"", tubuhnya
seperti bayangan, berkelebat ke belakang Tang Sin
Siansu. Dia yakin, tanpa menyambuti pukulan
Hongthio Siauw Lim Sie, dengan berkelit saja, jika
sampai pada pukulan ketiga, jelas dia terhitung
sebagai pemenangnya.
Namun hitungan Yap Bauw sekali inipun meleset.
Walau tubuhnya berkelebat ke belakang Tang Sin
Siansu, mendadak kakinya seperti terlibat tenaga
tak terlihat, sampai tak bisa bergerak lagi, karena
Tang Sin Siansu sudah mengibas dengan tangan
kirinya, tangan kanannya tetap menyambar!
Hati Yap Bauw mencelos "Celaka !" mengeluh
memedi tunggal ini. Tapi dia lihai, dia mana mau
menerima begitu saja terhajar lagi oleh Tang Sin
Siansu. Mati-matian dia berusaha menghindar.
Tubuhnya seperti bisa mengkerut jadi pendek, lalu
berkelebat meloloskan diri dari libatan tenaga Tang
Sin Siansu dengan jurus It Wie Touw Kiang"
(Selembar Rumput Menyeberangi Sungai). disusul
lagi kemudian dengan "Lek Pek Sam San" (Memukul
Tiga Gunung) tangan kanannya menghantum
punggung Tang Sin Siansu dengan seluruh
tenaganya !
"Omitohud!" memuji Tang Sin Siansu, sabar
suaranya. Tangannya tetap meluncur tanpa ada
tanda-tanda akan ditarik pulang.

602
Hanya kini tangan kirinya membantu mendorong.
Tidak ampun lagi tubuh Yap Bauw seperti dilanggar
oleh sebungkah batu besar, sampai dia menjerit
tertahan, tubuhnya seperti kapas terbang di udara !
Hanya saja ginkangnya memang hebat, di tengan
udara dia bica berpoksay (bersalto), turun dilantai
dengan dua kaki lebih dulu ! Hanya mukanya pucat
pias, karena dadanya bergemuruh keras, panas dan
sakit tiada taranya ! Dia segera sadar, dirinya sudah
luka di dalam akibat pukulan Tang Sin Sin Siansu !
Yap Bauw menggidik Benar-benar pendeta Siauw
Lim Sle ini tidak boleh dibuat main. Dia menggeretak
giginya, hanya tinggal satu jurus lagi, mustahil dia
tidak bisa bertahan ? Bukankah kalau dia sanggup
bertahan menerima satu pukulan lagi, dirinya akan
dilepaskan oleh Tang Sin Siansu.
"Siancai!" Kiesu sudah berhasil menerima dua
pukulan Loceng Tinggal satu pukulan lagi. Boleh
Loceng mulai ?" tanya Tang Sin Siansu, suaranya
tetap sabar, biarpun sikapnya angker cekali.
Muka Yap Bauw pucat, dia mengangguk tanpa
bilang apa-apa. Tang Sin Siansu melangkah tiga
tindak mendekati, kemudian dua tangannya
diangkat pada sisi dada sambil menekuk kedua
kakinya. Kaget Yap Bauw melihat sikap Tang Sin
Siansu sekali ini.
Segera dia ingat pada jurus ilmu pukulan "Sin
Wan Kun" yang lihai dari Siauw Lim Sie. Pecah

603
keberaniannya, goncang perasaannya, Tidak
menanti Tang Sin Siansu mulai dengan pukulan
ketiganya, tiba-tiba Yap Bauw melesat ke belalang,
dia bergerak secepat mungkin mengandalkan
ginkangnya, maksudnya hendak menyingkir dari
Tang Sin Siansu, karena percuma saja jika ia
menyambuti pukulan ketiga itu, jiwanya bisa
terancam, sebab pukulan ketiga ini Hongthio Siauw
Lim Sie akan menyerang dengan hebat. Jalan satusatunya
ia meloloskan diri sebelum si pendeta mulai
dengan pukulannya !
"Mau kemana Kiesu ?" menggidik Yap Bauw
karena tahu-tahu didengar di belakangnya suara
Tang Sin Siansu, juga ada hawa dingin menyambar
ke punggungnya. Mencelos hati Yap Bauw, dia
mengeluh karena tak mungkin bisa meloloskan diri
dari tangan Tang Sin Siansu. Mati-matian dia
mengerahkan ginkangnja yang istimewa, yaitu
"Touw Sui Tauw So", dia masih berusaha meloloskan
diri.
Tapi yang membuat Yap Bauw merasa arwahnya
seakan meninggalkan raganya ialah ketika tahu-tahu
di depannya menghadang Tang Sin Siansu dengan
kedua tangan sudah mendorong padanya.
"Celaka !" menjerit Yap Bauw, dia membuang diri
ke kiri, maksudnya hendak menghincar, Namun,
baru dia buang tubuhnya sedikit ke arah kiri,
dadanya kena terdorong telapak tangan Tang Sin
Siansu, sampai berbunyi " Bukkkkkk !" tubuh Yap

604
Bauw seperti daun kering, terpental beberapa
tombak jauhnya, mukanya pucat pias melebihi
sebelumnya yang memang muka mayat, kedua
kakinya menggigil. Dia terluka hebat dalam tubuh.
" Omitohud ! Atas kebesaran Sang Buddha, maka
Loceng mau bermurah hati tidak mengambil jiwamu!
Pergilah, hukuman untuk menebus dosamu Loceng
kira cukup, selanjutnya kau harus hidup baik-baik,
Kiesu. Sekali saja kau melatih ilmu sesat, luka pada
jalan darah Biat-hiatmu akan tambah parah, bahkan
bica membawa kelumpuhan dan kematian padamu.
Tapi kalau kau tidak melakukan sesuatu dengan
khikangmu, sedikitnya Kiesu bisa bertahan tigapuluh
tahun ! Omitohud! Sekarang silahkan Kiesu pergi...."
tawar suara Tang Sin Siansu terakhir.
Gemetar tubuh Yap Bauw, Dia menahan sakit
juga rasa kaget tak terhingga. la mengerti makna
perkataan Tang Sin Siansu mengenai Biat-hiat yang
telah tergempur itu, yaitu tenaga Khikangnya
berkurang banyak, biarpun tidak sampai musnah.
Sekali saja dia mengerahkan Khikang berlebihan
untuk menghadapi lawan, celakalah dia. Luka pada
Biat-hiatnya akan bertambah parah, kalau sampai
jalan darah Biat-hiat yang letaknya dua dim di
sebelah kiri dari jantung, sampai putus, selanjutnya
dia jadi orang bercacat, lumpuh ! Dengan
memegangi dadanya, Yap Bauw berkelebat
meninggalkan Siauw Lim Sie,

605
"Omitohud! Omitohud !" muka Tang Sin Siansu
sangat muram. "Tampaknya kerusuhan yang akan
menimpah Siauw Lim Sie tidak bisa dielakkan ! "
Tang Lu berdua Tang Lang Siansu lompat ke
dekat suheng mereka. "Suheng, mengapa kau
bebaskan manusia iblis itu?"
"Omitohud ! Dengan menerima pukulan "Lo Hon
Jip Pek Ko" (Arhad Menyambut Dalam Ratusan
Buah) itupun hukuman yang cukup setimpal
untuknya, dengan rusaknya Biat-hiat manusia
berdosa itu. sedikitnya ia harus beristirahat
duapuluh tahun untuk memulihkan khikangnya !
Rasanya, dalam dua puluh tahun dia bisa merenungrenungkan
diri, agar tidak melakukan dosa dan
kekejaman lagi. Omitohud "
Tang Lang berdua Tang Lu Siansu pun memuji
kebesaran Sang Budha.
"Tampaknya tak lama lagi kita harus menerima
cobaan yang cukup berat, karena Tang San
Toasuheng menghendaki kedudukan Hongthio pintu
perguruan kita ! Kita harus berusaha
menghadapinya sebijaksana mungkin !" Kata Tang
Sin Siansu dengan muka guram. Pada muka Tang
Lang dan Tang Lu Siansu pun kelihatan sinar duka
yang dalam...
Langit bersih kebiru-biruan pada pagi yang cerah,
angin juga berhembus sejuk, udara tidak dingin juga

606
tak panas, Di lamping sebelah kanan gunung Siauwsit-
san terdapat sebuah tegalan yang penuh oleh
rumput tebal tumbuh subur. Sesosok tubuh
berkelebat-kelebat di ujung atas rumput itu, seakan
bobot berat badannya tidak terasa oleh ujung
rumput-rumput itu cuma merunduk sedikit sekali
tubuh itu berkelebat-kelebat seperti terbang saja!
Tubuh orang itu tidak tinggi, juga tidak besar. Dia
seorang anak lelaki dengan muka yang cakap.
Tangan dan kakinya bergerak-gerak mengeluarkan
suara "wututt!", "Siututt!" tak hentinya Tak kenal
lelah anak, lelaki itu melakukan terus menerus
gerakan tangan kakinya, ia sedang latihan.
Siapakah-dia? Ternyata anak lelaki dengan muka
cakap itu tidak lain dari Giok Han, yang tengah
melatih ilmu silat luar biasa "Sin Beng Kun" yang
diwariskan Tang Sin Siansu. Selama beberapa bulan
ini memang Giok Han melatih "Sin Beng Kun" giat
sekali, siang malam setiap ada kesempatan ia
melatih ilmu tersebut.
Hanya didepan Wie Sin Siansu atau saudarasaudara
seperguruan lainnya ia melatih ilmu ilmu
lain, seperti Sin Wan Kun atau juga ilmu yang
diajarkan Wie Sin Siansu, Begitu ia berada seorang
diri, Giok Han segera melatih Sin Beng Kun !
Kemajuan yang dicapainya memang cukup
mengherankan, ia berhasil memperoleh kemajuan
pesat dalam setengah tahun, di samping ketekunan

607
yang dimilikinya, Giok Han juga benar-benar
berbakat.
Memang melatih Sin Beng Kun dalam setengah
tahun belumlah berarti apa-apa uniuk Giok Han,
belum bisa dipergunakan menghadapi musuh. Apa
lagi menghadapi lawan yang tangguh. Namun,
dalam setengah tahun Giok Han bisa menguasai
dasar ilmu Sin Beng Kun sudah merupakan hal yang
jarang terjadi.
Semula Tang Sin Siansu menduga dalam dua
tahun Giak Han baru bisa menguasai dasar ilmu
tersebut. Girang hati Hong-thio Siauw Lim Sie
mengetahui kemajuan yang diperoleh Giok Han.
Dengan bersamangat pagi itu Giok Han berlatih
"Sin Beng Kun", tangannya berkelebat-kelebat tanpa
mengeluarkan suara, cepat sekali, kemudian lambat,
sangat perlahan, sehingga seakan-akan bergeraknya
itu maju satu, dim demi satu dim. Memang Sin Beng
Kun" mengutamakan kecepatan dan kelambatan,
panas dan dingin, gelap dan terang, jadi jelasnya
menitik beratkan Im dan Yang.
Pada unsur positif dan negatif. Giok Han selalu
ingat wejangan-wejangan yang diberikan Tang Sin
Siancu setiapkali memberikan petunjuk jurus-jurus
ilmu "Sin Beng Kun" adanya: "Yang terpenting kau
ingat ialah ilmu "Sin Beng Kun" bukanlah semacam
ilmu biasa. Benar kau berbakat, tapi jangan harap
dalam beberapa tahun sudah bisa menguasai ilmu

608
mujijat tersebut ! Siaw Lim Sie memiliki ratusan
macam ilmu silat.
Untuk bisa menguasai satu macam saja sampai
pada puncaknya, sulitnya bukan main, Harus dilatih
selama puluhan tahun! karenanya jarang sekali
terjadi murid Siauw Lim Sie yang bisa sekaligus
menguasai beberapa macam ilmu silat pintu
perguruan kita dengan sama baik dan sama
sempurnanya. la harus menentukan ilmu apa yang
akan dilatihnya dengan sepenuhnya sampai
sempurna.
Sampai kini Loceng sendiri dalam usia hampir
tujuhpuluh dua tahun, hanya bisa menguasai tiga
macam ilmu silat Siauw Lim Sie I Sin Beng Kun lebih
sulit lagi dipelajari, karena Sin Beng Kun justeru
mengutamakan hawa Im dan Yang dalam tubuh,
sekali saja kita gagal mengendalikan hawa " Im" dan
" Yang", berarti selamanya kita tidak mungkin bisa
mempelajari Sm Beng Kun!
Giok Han, tahukah kau mengapa Loceng memilih
kau mempelajari Sin Beng Kun, bukannya muridmurid
Siau Lim Sie dari tingkat dua atau tiga, yang
sudah memiliki kepandaian tinggi, untuk
mempelajari Sin Beng Kun ? justeru di sinilah kunci
rahasianya ! Jika Loceng perintahkan salah seorang
murid tingkat dua atau tiga mempelajari Sin Beng
Kun, mereka biar berlatih tekun dan penuh
perhatian, namun seumur hidup sulit melatih
sempurna Sin Beng Kun",

609
Mereka sudah mempelajari mendarah daging ilmu
lainnya, tenaga Im dan Yang mereka sudah sulit
dipisah-pisahkan untuk dipergunakan secara sendirisendiri.
Tapi kau masih berusia muda, kau masih
murni, juga belum mempelajari ilmu silat secara
seutuhnya, Loceng yakin kau bisa melatih "Sin Beng
Kun dengan sebaik-baiknya.
"Sin Beng Kun" memiliki sifat yang seperti karet,
bisa melar. bisa mengkerut menjadi kecil! Begiui
juga tenaga setiap jurus-jurus "Sin Beng Kun bisa
mengimbangi kekuatan lawan. Semakin kuat tenaga
khikang lawan, semakin rapat daya pertahanan
seorag ahli "Sin Beng Kun". Semakin lemah khikang
lawan, semakin kuat tenaga mendesak "Sin Beng
Kun". Jika sifat-sifat Sin Beng Kun sudah berhasil
kau dasari, tentu dengan mudah bisa menguasainya
!"
Petuah-petuah dari Tang Sin Hong-thio itulah
yang selalu diingat oleh Giok Han. Setiap kali
berlatih, dia berusaha memecahkan rahasia "Sin
Beng Kun", yang katanya mengandung dua
kekuatan, Im dan Yang, panas dan dingin, gelap dan
terang, yang selalu dapat dipergunakan terpisah
sendiri-sendiri.
Tanpa kenal lelah Giok Han selalu coba
mempergunakan kedua tangannya secara berbareng
namun berbeda-beda jurusnya. Selalu gagal.

610
Yang membuat Giok Han tekun seperti itu melatih
"Sin Beng Kun", Tang Sin Siansu juga selalu bilang,
bagi seorang murid Siauw Lim Sie yang takut
menderita, jangan harap bisa memiliki kepandaian
berarti. Semakin menderita dan semakin hebat
kesengsaraannya, semakin lebar kesempatan
untuknya memiliki ilmu silat Siauw Lim Sie secara
baik. Inilah yang menyebabkan Giok Han tidak kenal
lelah berlatih diri, dengan cara-cara yang berat dan
melelahkan.
Pagi itu Giok Han berlatih sejak matahari belum
lagi muncul. Sudah hampir empat jam dia tanpa
kenal lelah berlatih terus. Melihat tubuhnya sudah
bisa melayang-layang ringan di ujung rumputrumput
tanpa rumput-rumput itu terinjak rubuh ke
tanah, menunjukkan Giok Han sudah mencapai
kemajuan yang pesat untuk ginkangnya.
Mendadak Giok Han merasakan kepalanya sakit
sekali, ada sesuatu yang menghantam kepalanya.
Ketika dia menoleh ke bawah dengan meringis,
ternyata yang tadi menghantam kepalanya adalah
sebutir batu kerikil kecil.
Sakitnya bukan main. Mendongkol Giok Han,
entah siapa yang main-main dengannya menyerang
membokong begitu. Tetapi ada pendeta yang ingin
menggodanya. Sedang Giok Han bengong
mengawasi sekelilingnya, mendadak dilihatnya
menyambar sebutir batu lagi. Dia hendak berkelit,
tapi tidak berhasil.

611
Batu itu meluncur terlalu cepat, menghantam
pucuk hidung Giok Han, sakitnya tidak terkira.
Sampai ia berseru kesakitan memegangi hidungnya.
"Siapa... siapa yang menggodaku ?" Tanya Giok
Han sambil menahan sakit.
Bukannya jawaban, justeru menyambar lagi batu
kecil ke arah jidatnya. Sekali ini tentu saja Giok Han
tidak mau kalau jidatnya menjadi sasaran batu
kerikil itu. Dia berkelit dengan jurus "Gin Liong Hie
Sui" (Naga Perak Bermain Di Air"), tubuhnya
menjongkok sedikit buat mengelakkan itu, tangan
kanannya diulurkan untuk menanggapi batu kerikil
tersebut.
Cukup gesit gerakan Giok Han tapi batu itu
seperti memiliki mata. Mendadak berhenti
menyambar, menukik turun, tahu-tahu Giok Kau
merasa jidatnya sakit, karena batu itu menghantam
jidatnya yang jadi benjol seketika !
Kaget campur penasaran Giok Han dipermainkan
seperti itu, dia berlari kearah datangnya timpukan
batu-batu itu. Tapi baru berlari beberapa langkah,
terdengar orang tertawa. "Nih, kuhadiahkan lagi
untukmu kuwe yang enak !" Dan benar-benar
sepotong batu menyambar kearah bibir Giok Han,
sampai bibir bocah ini pecah berdarah, sakitnya
bukan main.

612
Giok Han segera yakin, pasti yang menggodanya
bukan penghuni Siauw Lim Sie. Tidak mungkin
pendeta-pendeta Siauw Lim Sie berani
menggodanya seperti itu. Pasti ada orang asing yang
datang kesitu. Giok Han mengawasi kearah
datangnya batu, sambil menahan rasa sakit-sakit
dimulut maupun dijidatnya.
Dari balik semak belukar terdengar tawa terkikik,
lalu muncul orangnya. Orang itu pendek kecil,
seperti seorang anak berusia dua belas tahun, cara
munculnya luar biasa ! dia tidak berjalan dengan
kedua kakinya seperti manusia normal umumnya,
justru ke-dua kakinya naik keatas dengan kepala dibawah.
Dia berjalan dengan tangan kiri di tanah,
sedangkan tangan kanannya bebas bergerakbergerak,
Tangan kirinya itu seperti memiliki roda,
kelima jari tangannya berfungsi sebagai penggerak
untuk maju kedepan.
Giok Han sampai bengong melihat cara berjalan
orang ini, itulah tenaga lwekang yang kuat sekali,
berjalan dengan sebelah tangan belaka, malah
tampaknya dilakukan dengan mudah ! Yang
membuat Giok Han tambah heran, biarpun orang itu
seperti anak laki-laki berusia dua belas tahun,
namun mukanya berpotongan empat persegi,
matanya besar, alisnya tebal hitam, bibir, nya kecil
agak monyong, matanya bersinar tajam sekali,

613
itulah raut muka seorang tua yang sudah berusia
lima puluh puluh tahun!
Jadi orang ini bukan seorang anak-anakmelainkan
seorang tua dengan tubuh yang cebol
pendek.
"Hi-hi-hi-hi I" tertawa sicebol masih tetap
"berdiri" dengan tangan kirinya. "Enak tidak kuwe
yang kuhadiahkan tadi ?"
Giok Han tersadar. Dia cemberut. "Kau siapa dan
mengapa berkeliaran disini ?"
"Berkeliaran disini ? Apakah ini tempatmu dan
orang lain tidak boleh berada ditempat ini ?" balik
tanya orang bertubuh cebol tersebut. "Apakah kau
seorang yang boleh bermain-main disini ?"
"Tentu saja tidak. Tapi ini masih termasuk dalam
wilayah- Siauw Lim Sie, orang luar tidak boleh
sembarangan masuk kemari !" menjelaskan Giok
Han.
"Oh begitu ! Jadi kau murid Siauw Lim Sie ?
Tapi..." orang itu mengawasi curiga, "kau tidak
cukur rambut, kau bukan hweshio..." biji matanya
yang bersinar tajam mencilak-cilak mengawasi Giok
Han.
"Aku memang bukan hweshio, aku hanya belajar
ilmu silat disini!" jawab Giok Han.

614
"Ha-ha-ha-ha! Kau belajar ilmu silat di Siauw Lim
Sie ! Bodoh! Dungu! Pendeta-pendeta Siauw Lim Sie
gentong nasi semuanya, pembual dan sombong !
Mereka tidak ada yang pandai, ilmu silat mereka
tidak ada yang berarti... kau belajar di Siauw Lim Sie
sama saja dikibuli mereka, karena sampai kelak
setelah dewasa kau tidak mungkin memiliki ilmu
yang berarti!"
Mendongkol juga hati Giok Han mendengar orang
aneh ini menjelek-jelekkan Siauw Lim Sie. "Ilmu
silat pendeta-pendeta Siauw Lim Sie jelek atau
bagus apa urusanmu ? Aku yang ingin belajar, apa
peduli dengan kau?"
"Oooo, benar-benar kau bocah dungu !" kata
orang aneh itu. "Kalau saja kau tahu, diiuar Siauw
Lim Sie banyak orang pandai, tentu kau akan
menyesal belajar di Siauw Lim Sie ! Percayalah
padaku, tidak pernah aku berdusta !"
"Hemmm, kau sendiri tampaknya bukan manusia
baik-baik ! Lihat! Apa akibat tangan usilmu yang
telah menyerang cara menggelap padaku!"
Kembali orang itu tertawa terpingkal, tiba-tiba dia
mendorong telapak tangan kirinya tubuhnya
melompat berdiri dengan ke dua kakinya. Tinggi
tubuhnya tidak lebih dari tinggi tubuh Giok Han. Dia
bertolak pinggang mengawasi tajam pada Giok Han,
namun mukanya kembali menyeringai tertawa.

615
"Kalau aku menyerangmu, sekarang kau sudah
tak bernapas lagi, bocah dungu! Katanya. "Tadi aku
hanya sedang, gembira ingin mengajak kau mainmain
!"
Giok Han tambah mendongkol. "Kau sedang
gembira dan ingin main-main, junru aku yang
kesakitan ditimpuki batu oleh kau !" kata Giok Han,
tetap tidak senang. "Biar bagaimana kau harus
menerima pembalasanmu, timpukan batu-batu juga,
tanpa boleh mengelak !"
"Heh ? Boleh ! Kalau kau mau main-main
menimpukku, boleh saja ! Silahkan ! Kalau kau
berhasil satu kali saja menimpuk diriku, akan kuberi
hadiah kau !"
"Hemmm, apa susahnya menimpukmu? Kau kira
aku tamak akan hadiahmu ? Aku hanya ingin
membalas timpukanmu tadi !" jawab Giok Han
ketus. Da membungkuk, mengambil beberapa butir
batu. Dia menimpuk. Batu meluncur kearah orang
itu.
Benar-benar luar biasa orang tersebut, Dia tidak
mengelak, diam saja. Waktu batu sudah dekat
dengan mukanya, dia miringkan sedikit kepalanya,
batu itu sudah lewat tanpa mengenai sasaran, Giok
Han penasaran, menimpuk beruntun tiga kali, tetap
gagal.

616
Baru saja Giok Han hendak menimpuk lagi, orang
itu sudah berteriak-teriak: "Hei, tadi aku cuma
menimpuk kau sebanyak tiga kali ! Kau sudah
menimpuk empat kali! Sekarang kau masih mau
menimpuk, mana adil?"
Giok Han tersadar, dia anggap perkataan orang
itu benar. Biarpun dia mendongkol serta penasaran
karena timpukan-timpukannya tadi tidak mengenai
sasaran, tapi dia buang batu yang masih ada
ditangannya.
"Baiklah" aku tidak akan menimpuk lagi. Tapi kau
juga jangan ganggu aku lagi !"
"Aku tidak pernah mengganggumu, aku Cuma
ingin mengajak kau bermain!" jawab orang cebol itu.
"Mari kita bermain ..."
"Aku sedang sibuk, tidak ada waktu untuk
bermain !" jawab Giok Han. "Pergilah kalau guruku
melihat kau, tentu akan di-hukumnya kau, sebab
sudah berani datang ketempat terlarang ini!"
Orang bertubuh cebol itu tertawa. "Guru mu?
Ooo, aku tidak takut! Jangankan gurumu, sekalipun
malaikat datang kemari, aku tidak takut !"
Giok Han mengerutkan alis, dia mengawasi
manusia cebol ini, yang semakin di pandang semakin
tidak enak dilihat mukanya.

617
"Siapa kau dan mengapa datang kemari ?" Tanya
Giok Han akhirnya.
"Aku Uh Ma ...!"
"jawab orang itu. "Aku sedang tunggu kawan.
Mereka mungkin akan sampai di sini dua tiga jam
lagi, dan kita punya kesempatan untuk main-main
selama mereka belum tiba di sini".
"Apa yang ingin kalian lakukan datang kemari?"
Tanya Giok Han mengawasi curiga.
"Aku tidak mau diganggu oleh pertanyaan tetekbengek
dari kau, aku ingin bersenang-senang
bermain ! Ayo kita mulai ! Oya, main apa yang
enak?"
Giok Han merasa geli melihat kelakuan orang tua
cebol itu, Uh Ma, yang lagaknya seperti anak-anak
kecil, biarpun mukanya sudah tua menunjukkan
usianya lebih dari lima puluh tahun.
Bahkan Giok Han tiba-tiba merasa kasihan pada
Uh Ma, sebab dia menduga apakah Uh Ma seorang
tua yang perkembangan tubuhnya tidak normal dan
memiliki perangai masih seperti anak-anak ?
Karenanya, dia segera bertanya lagi: "Apakah kau
datang sendiri kemari ?"
"Ya... tapi tidak lama lagi teman-temanku akan
datang kemari I"

618
"Siapa mereka ?"
"Nanti kau akan tahu... jangan rewel, ayo kita
mulai bermain". Begini saja kita atur, kau boleh
menimpuki aku dengan batu sebanyak sepuluh kali,
kalau ada satu yang mengenaiku, maka aku akan
meluluskan satu permintaanmu, pemintaan apa saja
boleh kau sebut, aku tidak akan menolak ! Tapi jika
sepuluh timpukanmu gagal, kau harus mematuhi
perintahku! Akur ?"
Giok Han tersenyum. Sepuluh kali menimpuk
mustahil satu kali tidak ada yang kena. Giok Han
memang masih kanak-kanak maka bangkit
kegembiraan. "Baik" dia mengangguk. "Mari kita
mulai !" Segera ia mengambil sepuluh butir batu
kerikil.
"Kau boleh menimpuk dengan cara apa saja, ayo
mulai !" kata Uh Ma. Dia segera jungkir balik,
"berdiri" di tangan kirinya ! Biarpun dengan satu
tangan saja, tubuhnya bisa bergerak sangat gesit!
Giok Han sedikitpun tidak menyangka babwa
manusia cebol yang tampaknya masih kekanakkanakan
biarpun umurnya sudah tua, adalah Seemo,
salah satu dedengkot iblis yang paling disegani
oleh orang-orang Kangouw. Kegembiraan Giok Han
bangkit, dia mulai menimpuk dengan batu pertama.
Tubuh Uh Ma berputar di atas tangan kirinya,
seperti gangsing, timpukan batu itu tidak berhasil

619
tiba di sasaran. Giok Han menimpuk lagi dengan
batu kedua, ketiga dan keempat saling susul. Tetap
gagal. Uh Ma mudah sekali menghindarkan. "Ayo
timpuk terus, cara apa saja boleh kau pergunakan!"
Giok Han penasaran bukan main. Dia mencekal
dua butir batu di tangan kanannya mengawasi Uh
Ma untuk cari kesempatan. Mendadak Giok Han
menjejak kakinya, tubuhnya melambung ke tengah
udara, dia mempergunakan jurus "Toa Mo Ho Yan"
(Asap Mengepul Di Gurun), cepat sekali tangannya
menimpuk, sekaligus dua butir batu mengarah pada
dada dan pinggang Uh Ma.
Tapi sebat Uh Ma menghindar, tubuhnya, cuma
doyong ke kiri dan ke kanan di atas tangan kirinya,
kedua batu itu sudah lewat tak bisa mengenai
dirinya. "Sudan enam kali tinggal empat lali !" bilang
Uh Ma, kemudian dia tertawa.
Giok Han tambah penasaran, tanpa bilang apaapa
dia beruntun menimpuk tiga kali. Tapi tetap Uh
Ma bisa menghindar. Ke-tiga timpukan itu meleset
lagi.
Uh Ma tertawa terkikik. "Sudah sembilan kali,"
katanya. "Kalau satu kali lagi kau gagal, berarti
sudah sepuluh kali gagal menimpukkan dan kau
harus menepati janji mematuhi perintahku !"
Giok Han penasaran, dia sejak tadi mengawasi
cara Uh Ma mengelakkan sstiap timpukannya. Orang

620
ini "berdiri" di tangan kiri, mengandalkan kelima jari
tangannya yang bekerja sebagai roda atau garuh
yang membuat tubuhnya bisa bergerak maju,
dibantu oleh ilmu meringankan tubuh.
Tapi, yang paling utama Uh Ma selalu
mengelakkan timpukan batu Giok Han dengan
menggerakkan tubuhnya doyong ke kiri kanan atau
ke depan belakang. Tubuhnya tergantung di tengah
udara, maka dia bisa mendoyongkan seenaknya,
yang mengherankan adalah kekuatan tangan kirinya
itu.
Melihat Giok Han cuma memperhatikannya Uh Ma
jadi tak sabar. "Ayo timpuk lagi, bukankah baru
sembilan kali?!"
Giok Han mengincer kemudian menimpuk lagi.
Batu meluncur cepat, tapi lebih cepat lagi tubuh Uh
Ma menghindarkan timpukan tersebut, karena
tubuhnya doyong ke sebelah kanan, batu itu melesat
lewat di sisi pinggangnya. Uh Ma tartawa bergelakgelak.
"Kau kalah !" teriaknya sambil lompat berdiri
dengan kedua kakinya lagi.
Giok Han penasaran sekali, tapi dia seorang yang
menghargai perkataan maupun janjinya. "Baik, aku
menyerah kalah ! Apa yang harus kulakukan?"
tanyanya.
"Kau harus menggendongku!" kata Uh Ma. "Aku
harus dibawa berlari-lari sejauh satu lie !"

621
Giok Han mengangguk tanpa menjawab.
Uh Ma tidak buang waktu melesat ke tengah
udara dan tahu-tahu sudah duduk di pundak Giok
Han. "Ayo lari, kudaku !".perintahnya.
Mendongkol Giok Han, tapi dia berlari menuruti
perintah Uh Ma. Biarpun tubuh Uh Ma cebol, tapi
tubuhnya cukup berat. Berlari satu lie napas Giok
Han memburu.
"Mari kita main-main lagi !" tantang Giok Han.
"Kalau aku gagal menimpukmu dalam sepuluh kali
timpukan, akan kugendong lagi kau sejauh dua lie!
Tapi kalau kau kalah, harus mengajarkan aku cara
berjalan dengan satu tangan!"
Uh, Ma ragu-ragu, tapi akhirnya mengangguk.
Dia pikir mana mungkin Giok Han bisa
menimpuknya? "Baik, kuterima tantanganmu !"
katanya.
Giok Han girang, dia mengambil lagi sepuluh butir
batu. Sekali ini otaknya bekerja keras, ia berusaha
menemukan caranya untuk bisa menimpuk tepat
pada si cebol ini. Sedangkan Uh Ma sudah jungkir
balik berdiri di tangan kirinya.Bahkan sekarang
tubuhnya berputar-putar di atas tangan kirinya
bagaikan gangsing. "Ayo !" menganjurkan si cebol.
Giok Han mementang matanya. "Dia
mengandalkan ginkangnya mengelakkan setiap

622
timpukanku! Hemmmm. aku harus meng-akalinya !
Kalau kutimpuk dengan cara biasa, sampai kapan
tetap saja tidak mungkin dia tertimpuk, tubuhnya
selalu bisa doyong seenaknya ke kiri kanan...!"
Karena berpikir begitu. Giok Han segera berseru:
"Tunggu dulu, aku ingin bicara !"
"Eh mau bicara? Bicara apa?" Tanya Uh Ma,
berhenti berputar.
Kesempatan itu dipergunakan Giok Han buat
menimpuk. Sekaligus dua butir batu. Timpukan itu
demikian mendadak, dia juga menimpuk dengan
tenaga cukup kuat, dengan salah satu jurus "Cap
Peh Lo Han Kun" yang bernama "Lo Han Hui Te,
"tubuhnya melesat mengimbangi kecepatan kedua
batu yang tengah menyambar kepada Uh Ma,
tangannya bergerak menimpuk lagi dua butir batu
dari arah lain !
"Ooooo, kau menipuku, bocah !" teriak Uh Ma, dia
tidak marah, malah tertawa terkikik, tubuhnya
mendadak melompat ke tengah udara, kedua batu
pertama gagal mengenai sasaran, dan tubuhnya
kembali jatuh dengan tangan kiri yang menunjang,
kemudian lincah sekali tubuhnya menghindari dua
batu lainnya.
Kecele Giok Han, karena dia gagal lagi. Uh Ma
tertawa, menganjurkan : "Ayo timpuk lagi, aku tidak

623
sesali kau, bukankah tadi sudah kubilang boleh kau
pergunakan cara apa saja untuk menimpukku !"
Giok Han tambah penasaran. Semakin sulit
persoalan yang dihadapinya, semakin keras Giok
Han berusaha bisa mengatasi kesulitan itu. Sudah
empat batu dipergunakan, tinggal enam batu lagi
yang berhak ditimpukkan pada Uh Ma.
Dia memasang mata, mengawasi dengan cermat,
memperhatikan setiap gerakan Uh Ma. Sejauh itu dia
tetap tidak menimpuk. Akhirnya Giok Han berlari
mengelilingi Uh Ma, dia mempergunakan cara berlari
Sin Beng Kun. Maksudnya begitu ada kesempatan,
segera akan menimpuk lagi.
Uh Ma tertawa. "Ayo timpuk, jangan berputarputar
terus begitu!" teriaknya. Dia diam di
tempatnya "berdiri" di tangan kirinya tanpa ikut
berputar, karena dia memang memiliki pendengaran
tajam, tanpa ikut berputar dan tanpa melihat, asal
Giok Han, menimpuk pasti dia bisa mendengar
sambaran angin dari timpukan batu tersebut dan
bisa segera menghindarinya.
Giok Han tetap berputar-putar sambil berlari, dia
sebetulnya ingin membuat Uh Ma jadi pusing. Tapi
maksudnya tak kesampaian. Otaknya berputar keras
terus, sampai akhirnya ia ingat kata-kata Tang Sin
Siansu waktu memberikan latihan padanya: "Dengan
"Sin Beng Kun" kau bisa mempergunakan kekerasan
di samping kelunakan. Yang terang terpisah dari

624
yang gelap, yang panas terpisah dari yang dingin...
jika kau mempergunakan salah satu secara terpisah
dengan sebaik-sebaiknya niscaya apapun bisa kau
lakukan terhadap lawanmu..!"
Muka Giok Han mendadak berseri-seri. Dia cerdas
sekali, dan di saat itu dia sudah berhasil menemukan
kunci rahasia "Sin Beng Kun" yang selama setengah
tahun gelap baginya, di mana dia selalu gagal untuk
memecahkan persoalan itu ! Tidak disangkasangkanya,
waktu bermain main dengan Uh Ma
inilah dia baru mengerti sepenuhnya maksud
perkataan Tang Sin Hongthio.
Saking gembira Giok Han sampai melompat
berjingkrak disertai seruan girang. Uh Ma tertegun
heran menyaksikan lagak Giok Han, dia tidak
mengerti mengapa tiba-tiba si bocah jadi begitu
girang ? Tapi Uh Ma tetap tersenyum mengawasi
tenang-tenang pada si bocah, dia yakin cara apapun
yang dipergunakan Giok Han, tak nantinya si bocah
bisa menimpukkan batu kena dirinya.
"Ayo timpuk, mengapa berlari-lari terus seperti
itu?" menantang Uh Ma, setelah melihat Giok Han
masih belum menimpuk lagi.
"Ya, aku akan segera menimpuk !" Segera Giok
Han mengempos semangat, dia tiba-tiba
mengayunkan tangan kanannya, menimpukkan
sebutir batu. Batu itu meluncur cepat sekali. Waktu
itu otak Giok Han tengah berpikir: "Yang panas dan

625
dingin, yang gelap dan terang, yang keras dan
lunak... yang kosong tapi berisi...!"
Dan belum lagi batu yang pertama itu
menyambar sampai pada Uh Ma, tangan Giok Han
menimpuk batu kedua. Menyusuli yang ketiga. Tapi
tenaga timpukan ketiga batu itu berbeda-beda. Yang
pertama memang disertai tenaga menimpuk yang
kuat, yang kedua kosong tak disertai tenaga dan
yang ketiga melesat lebih cepat dari yang pertama!
Justeru Giok Han mempergunakan siasat "yang
kosong tapi berisi dan yang berisi namun kosong".
Uh Ma seperti sebelumnya, menghindarkan batu
yang pertama, tapi ketika dia menghindarkan batu
kedua, dia kaget. Batu itu datangnya lebih lambat
dari yang diduga, karena tidak disertai oleh tenaga
timpukan.
Tubuhnya sudah doyong, batu itu baru akan
sampai, dan waktu tubuhnya kembali pada posisi
semula, batu itu tiba ! Kaget Uh Ma tapi dia lihai,
cepat bukan main tubuhnya berputar, batu itu
seperti didorong oleh suatu kekuatan tak tampak,
berobah arah menyambarnya, menceng ke samping
kanan ! Batu ketiga tiba dan dielakkan lagi oleh Uh
Ma. Dia tertawa bergelak-gelak. "Licik kau, bocah !"
gumamnya.
Giok Han kecele lagi. Usahanya gagal. Tapi
sekarang dia mulai menemukan cara untuk
mengatasi kelincahan Uh Ma. Di tangannya masih

626
ada tiga batu. dan sekarang Giok Han tidak buang
waktu. Sebutir batu ditimpukkan lagi, tapi cara
menimpuknya sekali ini berbeda dengan yang
sebelumnya, karena dia menimpuk tanpa
melontarkan batu.
Batu itu tetap berada di tangannya, hanya angin
pukulan yang meluncur, dia mempergunakan salah
satu jurus "Sin Beng Kun" Benar dia baru bisa
menguasai dasar ilmu "Sin Beng Kun", tapi
sambaran angin dari tangannya cukup santer. Uh Ma
mengira angin itu adalab sambaran batu, dia
mendoyongkan tubuhnya untuk mengelak,
kesempatan ini dipergunakan Giok Han, batu di
tangannya dilepaskan tanpa bertenaga kearah
punggung Uh Ma. Batu itu mengenai tengkuk Uh Ma.
Saking girang Giok Han jadi berjingkrak dan
membuang sisa dua batu di tangannya.
"Kau kalah !" Berseru Giok Han. "Kau harus
mengajarkan aku cara jalan dengan tangan tunggal
seperii itu !"
Uh Ma mendongkol, dia merasa tertipu Giok Han.
Segera dia melompat berdiri di atas kedua kakinya,
membanting-banting kaki kanannya.
"Tidak bisa ! Kau curang !" teriak Uh Ma. "Kau
menimpuk dengan cara menipu seperti itu ! Tadi kau
tidak menimpuk, baru kemudian menyusuli dengan
timpukan tak bertenaga. Mana boleh itu disebut
sebagai satu timpukan ?!"

627
Giok Han tertawa. "Kau ingin ingkar janjimu?"
Tanyanya. "Bukankah tadi kau menantang aku boleh
mempergunakan cara apa saja untuk menimpukmu
?"
Uh Ma mengawasi penasaran pada Giok Han, tapi
akhirnya dia menggerutu dengan suara tidak jelas.
Tangannya menepuk keningnya. "Aku yang dogol
dipermainkan bocah seperti kau ! Tapi sudahlah !
Ayo. kemari kau ! Akan kuajarkan kau jalan dengan
tangan tunggal !"
Girang Giok Han, segera dia mendengarkan Uh
Ma memberikan petunjuk bagaimana cara berjalan
dengan tangan tunggal. Bahkan Giok.Han mencoba
berkali-kali cara berjalan seperti itu dan Uh Ma
memberikan petunjuknya. Sedikitpun Giok Han tidak
menyangka bahwa cara berjalan dengan tangan
tunggal, yang dianggapnya sebagai cara bermainmain
yang menggembirakan, adalah semacam ilmu
meringankan tubuh yang dahsyat bernama "TokPie
Ginkang" andalan See-mo, dedengkot iblis rimba
persilatan ! "Tok Pie Ginkang" pun merupakan cara
membangkit tenaga khikang yang dahsyat, waktu
jungkir balik begitu, Giok Han diajari cara bernapas,
mengerahkan tenaga Tan-tian (pusar)nya.
Setelah selesai memberikan petunjuknya, Uh Ma
memaksa Giok Han untuk main timpuk-timpukan
lagi. Tiga kali Giok Han kalah, karena Uh Ma tidak
bisa diakali dengan cara "yang kosong tapi berisi",
dan tiga kali Giok Han harus menggendong Uh Ma.

628
Sedang Giok Han menggendong Uh Ma untuk
ketiga kalinya, mendadak terdengar suara tepukan
tangan dari kejauhan. Uh Ma mendadak lompat
turun dari pundak Giok Han. "Kawan-kawanku sudah
datang, aku harus pergi !" Katanya. "Besok pagi kiia
bertemu lagi di sini !" Setelah berkata begitu,
tubuhnya yang cebol seperti bayangan saja
berkelebat lenyap dari depan Giok Han.
Diam-diam Giok Han kagum. Uh Ma tampaknya
bukan orang sembarangan dan dia girang sudah
diajarkan cara bermain jalan dengan tangan tunggal.
Setelah Uh Ma pergi, Giok Han mencoba berkalikali
jalan dengan tangan kirinya, sekali-sekali
diselingi dengan tubuh berputar dengan tangan kiri
menyanggahnya, berputar seperti gangsing, disertai
pengerahan tenaga Tan-tian ! Tanpa disadari G'ok
Han tengah melatih "Tok Pie Ginkang", juga melatih
sekaligus khikangnya !
Mengapa See-mo Uh Ma bisa berada di Siauw Sit
San ? Apa yang ingin dilakukannya ? Ternyata Seemo
tidak berdusta pada Giok Han, ia sedang
menunggu kedatangan tiga orang temannya, yaitu
Lam-mo, Pak-mo dan Tong-mo. tiga dedengkot iblis
lainnya.
Sebetulnya antara See-mo dengan tiga
dedengkot iblis itu saling cakar-cakaran dan tidak
pernah mau mengalah satu dengan yang lain. Baru
akhir-akhir ini ada seorang yang bisa menundukkan

629
keempat dedengkot iblis tersebut, memaksa mereka
selalu bekerja sama dalam melakukan perintahperintah
orang yang telah menundukkan keempat
dedengkot iblis itu.
Dari keempat dedengkot iblis tersebut, dedengkot
iblis Barat inilah yang memiliki sifat seperti kanakkanak.
Tubuhnya yang cebol disebabkan waktu kecil
dia diserang semacam penyakit panas, membuat
perkembangan badannya terhambat, dia jadi pendek
biar pun usianya telah tua.
Juga sifatnya jadi kekanak-kanakan. senang
sekali mengajak anak-anak bermain dengannya.
Tapi jika ada sesuatu yang tidak disenanginya, maka
ia berobah menjadi iblis yang paling mengerikan,
bertindak sadis luar biasa.
Waktu menerima perintah dari orang yang
berhasil menundukkannya. See-mo berangkat lebih
dulu ke Siauw Sit San, bertemu dengan Giok Han.
Dia menyaksikan Giok Han sedang berlatih dliri,
timbul kegembiraannya untuk main-main dengan si
bocah, sampai akhirnya dia terpaksa mengajarkan
Giok Han ilmu andalannya, yaitu "Tok Pie Ginkang."
Selama puluhan tahun See-mo malang melintang
menjagoi daerah Barat, "Tok Pie Ginkang"nya sulit
sekali dilawan oleh siapapun, Dia sudah melatihnya
dengan baik, banyak jago-jago ternama roboh di
tangannya karena "Tok Pie Ginkang"nya.

630
Cepat sekali See-mo sudah sampai di depan bukit
kecil, di mana Pak-mo, Lam-mo dang Tong-mo
sudah berkumpul. Sebelum tiba di sini, mereka
memang sudah berjanji akan saling memberi isyarat
dengan tepukan tangan, itulah sebabnya See-mo
mengetahui kedatangan ketiga orang kawannya.
"Cebol sialan," memaki Lam-mo jengkel.
"Mengapa kau datang terlambat ? Tentu sudah
kumat sintingmu, untuk putar-putar tidak karuan di
gunung ini... kalau kau terlihat oleh pendeta Siauw
Lim Sie dan urusan jadi gagal, tentu kau akan
disesali oleh Cukong (majikan) !"
"Kau tidak perlu rewel seperti itu, tua kerempeng
berpenyakitan !" menyahuti See-mo mengejek. "Aku
justeru menyesal kalian tiba begitu cepat, kalau
tidak tentu aku masih bisa bersenang-senang
dengan si bocah dogol!"
"Si bocah dogol? Siapa dia ?" tanya Pak-mo,
tangannya mengambil cupu arak berwarna merah
dan meneguknya.
"Akh, kau pengemis butut mau tahu saja urusan
orang lain!" menyahuti See-mo. "Dia bocah yang
menyenangkan diajak bermain !"
Tong-mo tertawa. "Kau masih seperti bocahbocah
gentong nasi yang senang bermain-main
dengan bocah tidak keruan !" katanya.

631
"Kau sendiri apa, pendeta bejat ? Sudah jangan
rewel, apakah kita mulai bekerja sekarang saja? !"
kata See-mo.
"Tidak ! Kita harus menunggu Cukong dulu !"
kata Lam-mo.
"Kapan Cukong tiba di sini ?" tanya See-mo.
"Tidak lama lagi !" menyahuti Lam-mo. "Apakah
selama kau sampai di sini tidak pernah bertemu
dengan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie ?
See-mo cuma menggeleng. Dla memutar
tubuhnya dan menggerendeng. "Hu. benar-benar
kita berempat manusia-manusia dungu! Sebetulnya
aku kecewa harus tunduk pada DIA ! Seharusnya,
biar mati aku tak boleh tunduk padanya..."
"Huh ! Kalau Cukong dengar perkataanmu,
apakah jiwamu masih bisa jadi milikmu?"
"bentak Lam-mo.
See-mo cuma tertawa dingin.
"Apa yang dia bisa lakukan ? Aku cuma jeri pada
gurunya... kalau tidak ada gurunya, biar ada sepuluh
DIA, aku tidak akan memberi kesempatan
meaghinaku seperti sekarang, aku diperlakukan
seperti anjing-anjing pengawalnya !"

632
Lam-mo tertawa mengejek. "Kalau memang kau
sudah bosan hidup, mengapa kau harus menggerutu
disini ? Nanti kalau Cukong sudah datang, katakan
saja terus terang padanya isi hatimu !"
See-mo menggerutu dengan suara tak jelas, pakmo
sudah menggantung buli - buli araknya
dipinggang, dia tertawa. "Aku sependapat dengan
See-mo! Dia bicara dari hal yang tepat, kukira tidak
seharusnya kita mau diperbudak oleh DIA. Kalau kita
berempat mau menghadapi gurunya, niscaya
kebebasan kita selanjutnya tidak terkekang lagi !"
Lam-mo menggeleng sambil menghela napas,
mukanya murung. "Apakah kau kira aku girang
diperbudak seperti anjing oleh DIA ? Tapi, percuma
saja kita coba menentang gurunya, mustahil kita
bisa menghadapinya, walaupun maju berempat ! "
Tong-mo tertawa terkekeh, tapi tidak bilang apaapa.
Keempat dedengkot iblis itu jadi berdiam diri,
masing-masing bungkam. Dalam sejarah persilatan
baru sekali ini terjadi empat dedengkot iblis yang
ditakuti oleh orang-orang rimba persilatan, bisa
berkumpul tanpa bertengkar dan tanpa saling cakarcakaran
!
Bahkan mereka saling mengeluhi keadaan diri
masing-masing ! Biasanya, mereka merupakan
dedengkot-dengkot iblis yang paling angkuh, yang
tidak pernah gentar walaupun harus menghadapi
seribu kali kematian!

633
Lama juga mereka berdiam dibukit kecil itu,
matahari sudah menggeser ke barat, sudah
mendekati senja. Akhirnya orang yang mereka
tunggu telah datang, Dia tidak lain Cu Lie Seng,
putra Cu Thaykam. Mukanya dingin tak
memperlihatkan perasaan apapun juga.
"Apakah kerbau-kerbau gundul Siauw Lim Sie
mengetahui kehadiran kalian ?" tegur Cu Lie Seng,
cukong berusia muda tersebut.
Keempat dedengkot iblis itu menggeleng. "Tidak,
sejak tadi kami berdiam disini dan tidak pernah
bertemu dengan seorang pendeta. Apakah kita akan
bekerja sore ini cukong?"
Cu Lie Seng menggeleng, dia mengawasi sekitar
tempat itu, barulah jawabnya: "Tidak. Guruku akan
sampai disini menjelang kentongan kedua. Kita
tunggu saja disini ! Urusan ini harus selesai malam
ini, kalau memang kerbau-kerbau gundul Siauw Lim
Sie tidak mau memenuhi tuntutan guruku, maka
kalian harus buka telaga darah digunung ini!"
Yang dimaksudkan Cu Lie Seng dengan telaga
darah adalah membunuh secara besar-besaran.
Lam-mo berempat mengangguk, tanpa buka
suara lagi. Matahari semakin tenggelam diufuk
barat...

634
-------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------
--------
Tang Sin Siansu bertiga dengan Tang Lang dan
Tang Lu Siansu tengah berada di kamar semedhi.
Mereka bertiga tengah berusaha melakukan
pengurutan pada Tang Bun Siansu dengan
memusatkan tenaga lwekang masing-masing.
Walaupun bagaimana Tang Bun Siansu harus
dipulihkan kesadarannya. Sejauh itu Tang Bun
Siansu tetap seperti linglung tak ingat diri, hanya
menyebut-nyebut
Sejak peristiwa kedatangan Poan Pian Thian,
mereka selalu diliputi kegelisahan. Tang Sin Siansu
bertiga yakin, suatu saat Tang Sin Siansu pasti
muncul di Siauw Lim Sie buat mengacau, Hal inilah
yang membuat ketiga hweshio pimpinan Siauw Lim
Sie itu jadi tak tenang, biarpun mereka masingmasing
memiliki ilmu yang tinggi.
Sebelumnya Tang Sin Siansu ragu-ragu untuk
melakukan pengurutan dengan kedua Sutenya pada
Tang Bun Siansu, karena pengurutan itu menelan
tenaga lwekang mereka dalam ukuran yang tidak
sedikit, dan bisa membahayakan mereka kalau saat
itu muncul Tang San Siansu.
Namun lewat beberapa hari Tang Sin Siansu
memutuskan bahwa bagaimanapun Tang Bun Siansu
harus diobati, agar sembuh. Biarpun tidak sembuh

635
keseluruhan jika bisa dipulihkan kesadarannya,
sehingga ia bisa menceritakan apa yang telah
dialaminya, pasti itupun sangat penting bagi mereka
dalam menentukan langkah-langkah apa yang akan
diambil waktu menghadapi Tang San Siansu, kalau
bekas Toasuheng mereka muncul juga pada
akhirnya, Dengan selalu ngelindur menyebut-nyebut
perihal Liong-kak, pasti Tang Bun Siansu menyimpan
suatu rahasia yang sangat penting, itulah Tang Sin
Siansu mengajak kedua sutenya untuk melakukan
pengobatan pada Tang Bun Siansu dengan cara
memusatkan lwekang mereka bertiga secara
bersama-sama coba mengembalikan kesadaran Tang
Bun Siansu.
Usaha untuk memulihkan kesadaran Tang Bun
Siansu, yang waktu itu sudah berobah seperti
pendeta tolol dan hanya mengoceh perihal Liongkak,
tidaklah semudah apa yang diduga oleh Tang
Sin Siansu bertiga.
Sudah sebulan lebih mereka melakukan
pengurutan bersama, sejauh itu tetap saja tidak ada
tanda-tanda kesadaran Tang Bun Siansu membaik.
Sore ini Tang Sin Siansu bertiga melakukan lagi
pengurutan pada Tang Bun Siansu-. Dari telapak
tangan Tang Sin Siansu bertiga keluar hawa panas
menerobos berbagai bagian di tubuh Tang Bun
Siansu.

636
Tapi setiap-kali hawa murni ketiga hweshio
pimpinan Siauw Lim Sie itu hendak menerobos
masuk ke dalam tubuh Tang Bun Siansu, acapkali
pula gagal. Seperti ada perintang kuat, yang
menolak masuknya tenaga dari luar.
Butir-butir keringat sudah membasahi muka dan
tubuh Tang Sin Siansu bertiga Berbagai cara lain
telah pula dicoba, misalnya dengan menotok
beberapa jalan darah terpenting di tubuh Tang Bun
Siansu Seperti ditotoknya jalan darah Kiat-hiat,
Yuan-hiat, Tai-yin-hiat dan lain-lainnya, tetap saja
Tang Bun Siansu dalam keadaan seperti ngelindur,
hanva menyebut-nyebut perihal Liong-kak.
Akhirnya Tang Sin Siansu menghentikan usaha
untuk memulihkan kesadaran Tang Bun Siansu
dengan hati sangat kecewa dan berduka.
Tampaknya tak ada harapan Tang Bun Siansu bisa
dipulihkan kesadarannya. Akibat pukulan maut yang
dilakukan seseorang menyebabkan kerusakan parah
pada jaringan syaraf Tang Bun Siansu.
"Omitohud ! Tampaknya Tang Bun Sute
memerlukan pengobatan yang lama guna
memulihkan kesadarannya," kata Tang Sin Sian-su
sambil menghambus keringat di mukanya. Tang
Lang dan Tang Lu Siansu duduk berdiam diri saja
muka merekapun murung penuh kegelisahan.

637
"Suheng, apakah kita perlu mohon bantuan Tai
Hong Susiok dan Tai Kim Susiok ?" tanya Tang Lang
Siansu ragu-ragu.
Muka Tang Sin Siansu dan Tang Lu Siansu
berobah, bahkan Tang Sin Siansu sudah mengulapulapkan
tangannya sambil menghela napas dalamdalam
"Siancai ! Tai Kim dan Tai Hong Susiok tidak
boleh diganggu, bagaimana pentingnya sekalipun
persoalan kita ! Mereka berdua tengah mencapai
tingkat yang terpenting dalam latihan mereka !
Tahun ini merupakan tahun terakhir mereka
menyelesaikan latihan tersebut, dan sedikitpun
perhatian mereka tidak boleh terpecah, bisa
membahayakan keselamatan jiwa mereka !"
Tai Hong Hweshio dan Tai Kim Hweshio adalah
dua orang sute Tai Giok Siansu. Tahun ini usia kedua
hweshio itu sudah lanjut sekali, sembilan puluh dua
tahun usia Tai Hong dan delapanpuluh delapan
tahun pada Tai Kim Hweshio.
Sejak muda kedua hweshio ini memang
keranjingan ilmu silat, setiap hari waktu merekahabis
dipergunakan untuk melatih ilmu silat Siauw
Lim Sie yang jumlahnya 108 macam Dari ilmu silat
yang paling rendah sampai ilmu silat ciptaan Tat-mo
Couwsu ( Pendiri Siauw Lim Sie ) yang terhebat,
mereka ingin pelajari semua, itulah sebabnya

638
mereka tidak mempunyai perhatian pada kedudukan
Hongthio.
Waktu Tai Giok Siansu meninggalkan Siauw Lim
Sie, kedua sutenya tidak mengetahui, karena tidak
diberitahukan hal itu. Mereka tengah mengurung diri
di ruang bahwa htana yang khusus dibuat untuk
mereka. Sudah lebih tigapuluh tahun kedua hweshio
tersebut tidak meninggalkan tempatnya, mereka
tekun meyakini berbagai ilmu silat warisan Tat-mo
Couwsu.
Menurut peraturan Rimba Persilatan, dalam setiap
partai, di atas Ciangbun masih terdapat Tianglo
(pemimpin, penasehat) partai itu. Dalam urusanurusan
penting, Ciangbun harus mendengar
pendapat Tianglo. Kedudukan Tianglo hampir sama
dengan Thay-siang Ciangbun (ketua kehormatan ),
hanya ia tidak mencampuri segala urusan kecil.
Pada jaman itu, Tai Hong Hweshio dan Tai Kim
Hweshio berdua adalah para Tianglo dari partai
Siauw Lim Sie. Setelah Tai Giok Siansu
meninggalkan Siauw Lim Sie, tawar hati Tai Hong
Hweshio dan Tai Kim Hweshio untuk mencampuri
segala urusan pintu perguruan, mereka mengurung
diri dan meyakinkan ilmu selat lebih mendalam.
Memang pada mulanya merekan sudah
keranjingan ilmu silat dan tidak ada perhatian pada
urusan lain dari ilmu silat, setelah Tai Giok Siansu
pergi dari Siauw Lim Sie dan diduga sudah mati

639
karena usia tua, maka mereka semakin tenggelam
dalam latihan ilmu silat. Ciangbun bisa diganti-ganti,
tapi seorang Tianglo menduduki kursi kehormatan
itu sehingga ia meninggal dunia.
Seorang Tianglo bisa diangkat oleh rapat anggota
partai atau ditujuk oleh Tianglo yang ingin
mengundurkan diri. Tapi, karena kedudukan Tianglo
hanya boleh ditempati oleh seorang yang
berkepandaian sangat tinggi dan dihormati oleh
seluruh Rimba Persilatan, maka sering kejadian
bahwa sesudah Tianglo lama meninggal dunia, tidak
diangkat lagi Tianglo yang baru. Dalam suatu partai
yang tidak mempunyai Tanglo, maka orang yang
paling tinggi kedudukannya adalah Ciangbun.
Tapi menurut peraturan Rimba Persilatan, Thaysiang
Ciangbun yang baru belum boleh diangkat
secara resmi sebelum yang lama meninggal dunia,
itulah sebabnya, walaupun sekali ini Siauw Lim Sie
tampaknya akan menghadapi peristiwa hebat. Tang
Sin Siansu masih ragu-ragu untuk melaporkan
semua itu pada kedua Tianglo Siauw Lim Sie,
memohon bantuan Tai Kim Hweshio dan Tai Hong
Hweshio,
Alasannya. pertama belum bisa dipastikan apakah
Tai Kim dan Tai Hong Hweshio bersedia keluar dari
tempat mereka mengurung diri untuk melibatkan diri
dengan persoalan tersebut, alasan kedua justeru
kedua Tianglo Siauw Lim Sie itu tengah mencapai
puncak latihan dari ilmu mereka, jelas tidak boleh

640
diganggu ketenangan dan pencurahan perhatian
mereka pada latihan tersebut.
Tapi, ancaman Tang San Siansu, Toasu-heng dari
Hongthio Siauw Lim Sie, bukanlah urusan yang
main-main. Apalagi Tang Sin Siansu dan yang
lainnya menyadari Toasuheng mereka itu memiliki
ilmu yang melebihi mereka, mengingat memang
Tang San Siansu pernah menerima warisan ilmu
"Liong Beng Kun" (Pukulan Naga Menembus) dari
guru mereka.
Sedang Tang Sin Siansu bertiga berunding,
mendadak masuk seorang Totong (pendeta kecil)
yang memberi laporan di luar datang tamu dalam
jumlah cukup banyak. "Pemimpinnya seorang
pemuda bermuka putih cakap, hanya bilang ingin
bertemu dengan Hong-thio." menambahkan Totong
itu.
Alis Tang Sin Siansu mengkerut, demikian pula
dengan Tang Lang dan TangLu Siansu, mereka
menduga-duga entah siapa para tamu yang menurut
Totong itu jumlahnya belasan orang. Segera Tang
Sin Siansu mengibaskan lengan jubahnya, ia
perintahkan Totong ini mengundang tamu ke Lianbu-
thia kuil Siauw Lim Sie yang luas.
Waktu Tang Sin Siansu bertiga dengan kedua
sutenya keluar buat menyambut tamu, dilihatnya

641
tamu-tamunya itu agak luar biasa, karena di antara
mereka See-mo, Tong-mo, Pak-mo dan Lam-mo,
empat dedengkot manusia iblis dari empat daerah.
"Omitohud !" menggumam perlahan Tang Sin
Siansu dengan hati yang terguncang, cepat dia bisa
menguasai diri dan sikapnya wajar seperti biasa lagi,
Dia sadar, ancaman bahaya sudah di depan mata,
Dengan langkah tenang ia maju mendekati para
tamunya, merangkapkan kedua tangannya sambil
menyebut kebesaran Sang Buddha.
"Omitohud ! Tampaknya kiesu sekalian
mempunyai urusan penting yang ingin disampaikan
pada Loceng ?" tanya Tang Sin Siansu.
Dari rombongan tamu maju seorang pemuda,
dialah Cu Lie Seng. Tadi melihat Hongthio Siauw Lim
Sie keluar, langkah kakinya yang tenang mantap,
mukanya yang angker berwibawa dan sinar mata
setajam pisau, membuat hati Cu Lie Seng tergetar.
Tapi pemuda itu cepat tenang kembali. Dia
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat.
"Siauwte Cu Lie Seng memberi hormat pada
Hongthio, kedatangan Siauwte membawa pesan
guruku yang mulia, untuk disampaikan pada
Hongthio..."
Tang Sin Siansu mengawasi pemuda itu sabar
sekali. "Katakanlah kiesu, pesan apakah untuk
Loceng ?"

642
"Seperti Hongthio sudah ketahui, guru Siauwte
adalah Tang San Siansu, masih Toa-suheng
Hongthio," kata Cu Lie Seng lagi. "Dan guruku
berpesan, agar Hongthio mau memandang tali
percaudaraan dengannya untuk bicara baik-baik
dengannya..."
"Omhohud !" Tang Sin Siansu merangkapkan
kedua tangannya. "Tentu Loceng senang bicara baikbaik
dengannya, dia adalah Toasuheng Loceng yang
layak dihormati ! Di manakah sekarang guru Siauw
kiesu berada ?"
"Tidak lama lagi dia akan datang," jawab Cu Lie
Seng. "Tapi sebelumnya guruku juga berpesan, agar
Hongtnio mau memberi muka kepadanya, supaya
menyerahkan kedudukan Hongthio Siauw Lim Sie ke
tangan guruku, sebab menurut guruku, kedudukan
itu menjadi haknya dan..." Cu Lie Seng tidak bisa
meneruskan perkataannya, Tang Lu Siansu tidak
bisa menahan diri sudah melompat ke depan
mengibaskan lengan jubahnya.
Tubuh Cu Lie Seng terhuyung mundur dua
langkah hampir terjengkang karena biarpun kibasan
lengan jubah itu perlahan tampaknya, namun angin
yang menyambar sangat dahsyat. Untung See-mo
cepat melompat maju dan meletakkan telapak
tangannya pada punggung Cu Lie Seng, sehingga
pemuda itu tidak sampai terguling.

643
Biarpun demikian hati Cu Lie Seng tergetar kaget
dan kagum atas kehebatan tenaga dalam Tang Lu
Siansu.
"Jangan bicara ngawur disini !" bentak Tang Lu
Siansu gusar. "Memang benar Tang San Hweshio
pernah menjadi Toasuheng kami, tapi ia murid
murtad dan sudah di.."
"Sute, biarkan dia bicara dulu !" sabar suara Tang
Sin Siansu. "Mundurlah, sute . .!"
Tang Lu Siansu masih mendongkol, tapi dia tak
berani menentang perintah suhengnya. Dia mundur
kembali, biarpun matanya masih melotot mengawasi
Cu Lie Seng, yang dianggap menghina keterlaluan
terhadap Hongthionya.
"Silahkan Siauw kiesu meneruskan bicaramu !"
kata Tang Sin Siansu tetap sabar.
Muka Cu Lie Seng masih pucat, tapi dia sengaja
tertawa mengejek. "Tidak Siauwte sangka pendetapendeta
Siauw Lim Sie pandai menekan si muda..."
Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu gusar tapi
Tang Sin Siansu dengan berwibawa sudah bilang:
"Siau-kiesu, bukankah kiesu ingin menyampaikan
pesan-pesan gurumu ?"
"Benar !" menyahuti Cu Lie Seng angkuh, tapi dia
tidak berani terlalu dekat dengan Tang Sin Sian-su

644
"Guruku bilang, kalau memang Hongthio mau
memberi muka padanya, menyerahkan kedudukan
Ciangbun padanya, tentu guruku tidak akan
mengecewakan kalian, tetap saja yang akan
memimpin Siauw Lim Sie adalah kalian bertiga,
karena guruku sendiri memiliki kesibukan lain dan
tidak mungkin berdiam di kuil ini..."
Tang Sin Siansu mengawasi orang-orang yang
jadi tamu tak diundang itu. Tong-mo, See-mo, Lammo
dan Pak-mo berempat sudah merupakan lawan
yang tidak ringan, belum lagi yang lainnya tentu
masing-masing memiliki kepandaian tidak rendah.
Lalu kalau nanti muncul Tang San Siansu, berarti
pihak lawan semakin kuat. Dalam waktu singkat
seperti itulah akhirnya Tang Sin Siansu mengambil
keputusan: "Sekarang Siauw-kiesu kembali,
beritahukan kepada gurumu bahwa Loceng ingin
bertemu dengannya, persoalan yang tadi Siauwkiesu
sampaikan akan kami bicarakan langsung
dengannya."
Cu Lie Seng tertawa. "Memang guruku tak lama
lagi akan datang..." Baru saja-dia berkata begitu,
mendadak terdengar suara berisik diluar pintu kuil.
Waktu dua orang Totong keluar, mereka jadi berdiri
kesima, mata mereka melotot, ternyata patung
singa-singaan dikiri kanan dekat undakan di depan
pintu gerbang kuil sudah hancur bagian kepala,
menjadi Bubuk yang bertumpuk ditanah !

645
Tampak seorang pendeta kurus tengah
melangkah lebar masuk kedalam. Sedang kedua
Totong itu bengong, justeru si pendeta kurus sudah
tiba didekat mereka. "Kau yang menyambutku ?"
tanya si pendeta kurus, tangannya diulur dan kedua
Totong itu sudah dicengkeram dan ditenteng masuk.
Semua mata memandang kepada hweshio kurus
tersebut, Cu Lie Seng berseru girang : "Suhu!"
Pendeta kurus itu mendorong kedua Totong itu
kearah Tang Sin Siansu. "Tang Sin," katanya, dalam
suaranya. "Apakah kau anggap cukup menghormat
menyambut Toasu-hengmu dengan dua Totong
seperti ini ?" kedua pendeta muda itu terhuyung
kearah Tang Sin Siansu.
Hongthio Siauw Lim Sie menyambuti, tapi mata
kedua Totong itu mendelik dengan napas yang
berhenti, dada mereka sudah remuk. Muka Tang Sin
Siansu berobah
"Toasuheng, apakah dengan cara demikian
Toasuheng ingin duduk sebagai Ciangbun-jin Siauw
Lim Sie ?" tanyanya tawar.
"Tepat!" menyahuti pendeta kurus itu dingin,
"Kau tentu bersedia mundur bukan dan
menyerahkan kedudukan Ciangbun kepadaku ?"
Tang Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya
setelah menyerahkan mayat kedua totong itu pada
hweshio lainnya.

646
"Omitohud. Sebetulnya, dulu kami yang sudah
memohonkan pengampunan pada suhu, apakah
sekarang Toa suheng memang melupakan budi
kebaikan Suhu dan ingin menimbulkan kerusuhan di
Siauw Lim Sie ini ?"
Jilid ke 15
Hwesio kurus itu, yang tidak lain Tang San
Siansu, tertawa bergelak-gelak. "Jangan rewel,"
katanya kemudian bengis. "Kau mau mundur
menyerahkan kedudukan Ciangbun padaku tidak ?"
"Tidak !" menyahuti Tang Lu Siansu mewakili
Tang Sin Siansu. "Kami akan mempertahankan diri
dari penghianatanmu, murid murtad !"
Mata Tang San Siansu mencilak. "Tang Lu, ooooh,
kau sudah berani kurang ajar padaku? Tidak
ingatkah kau betapa dulu banyak menerima
petunjuk dariku ?"
Tang Lu Siansu yang sudah tak bisa menahan
kemarahannya, melompat ke depan. Tang Sin
Siansu hendak mencegah tapi terlambat. "Apakah
kau yang melukai Tang Bun Suheng ?" bentak Tang
Lu Siansu sambil mengawasi tajam pada Tang San
Siansu.
"Tak salah ! Dia sudah kuberi jalan ke sorga, tapi
dia memilih jalan neraka ! Sudah kuberitahukan agar

647
dia ikut di pihakku, tapi dia menolak. Itulah
ganjarannya ! "bilang Tang San Siansu mengejek.
Meledak kemarahan Tang Lu Siansu, tangannya
menyambar dengan lengan jubahnya mengeluarkan
angin berbunyi "wwuuuuttt!" keras sekali.
Tang San Siansu tenang saja, dia tidak berusaha
menghindari pukulan Tang Lu Siansu. "Sute hati-hati
!" Tan Sin Siansu memperingati dengan kuatir.
Tapi terlambat, Tangan Tang Lu Siansu yang
mengandung tenaga lwekang kuat sekali, singgah di
dada Tang San Siansu. Tapi tangannya seperti
menghantam kapas, dan mendadak dia merasakan
napasnya sesak, matanya berkunang-kunang,
tangannya seperti copot, pundaknya ditepuk Tang
San Siansu.
Segera dia berdiri diam mematung dengan mata
kosong tak bersinar ! Keadaannya sama seperti Tang
Bun Siansu ! Rupanya dia telah dihantam dengan
"Liong Beng Kun"-nya Tang San Siansu !
Tang Sin Siansu menerjang ke depan
mengibaskan lengan jubahnya, dihindarkan Tang
San Siansu. Terhadap sutenya yang satu ini
memang Tang San Siansu tak berani meremehkan,
dia tahu di antara ketiga sutenya, Tang Sin Siansu
yang tertinggi ilmunya.

648
Tang Lang Siansu yang kaget sejenak, kemudian
melompat maju ikut menyerang Tang San Siansu.
Tang San Siansu memperdengarkan tertawa
bergelak-gelak, tampaknya dia memiliki keyakinan
kedua sutenya tak mungkin bisa menghadapinya,
dia meremehkan. "Kalian mencari susah sendiri !"
gumamnya mengejek. Waktu itu Tang Sin Siansu
sudah menerjang lagi, tangannya bergerak
sedemikian rupa, seperti menyambar dari atas, tapi
juga seperti menerobos dari bawah, sukar diterka
arah sasaran yang sebenarnya.
Tang San Siansu terdesak dan tak mungkin
berkelit lagi. Dia menyambuti tangan sutenya,
hatinya mencelos kaget, karena tenaga lwekang
Tang Sin Siansu sudah mencapai kemajuan yang
pesat sekali dibandingkan dulu, dia merasa
tergempur hebat.
Dalam keadaan begitu Tang San Siansu
menghantam dengan tangan kirinya dada Tang Sin
Siansu. Kedua pendeta itu mundur, muka mereka
dua-duanya pucat.
Tang Sin Siansu berhasil menggempur kuda-kuda
kedua kaki Tang San Siansu, tapi sebagai
imbalannya dadanya kena pukulan tangan
Toasuhengnya itu. membuatnya terluka di dalam.
Kalau dia tidak rubuh, itulah disebabkan lwekangnya
memang sudah melebihi dari kedua sutenya ! Cuma

649
darahnya yang bergolak ketika tangan Tang San
Siansu mengenai dadanya !
Tang Lang Siansu menerjang kalap, dia pikir
hendak adu jiwa dengan bekas Toasu-hengnya yang
murtad ini. Tang San garuk-garuk lehernya sambil
menghindar.
"Apakah kau ingin mengalami nasib seperti Tang
Bun dan Tang Lu ?" ejek Tang San Siansu sambil
melesat kesamping.
Tang Lang Siansu tak perduli ejekan bekas
Toasuhengnya, dia beruntun menyerang lima kali.
Pendeta-pendeta Siauw Lim Sie lainnya jadi
memandang dengan hati kecut, mereka tahu Tang
Lang Siansu lihay, namun tampaknya Tang San
Siansu melebihi jauh kelihaiannya !
Ketika tangan Tang Lang Siansu keenam kali
menyambar pada Tang San Siansu, mendadak tubuh
Tang San Siansu tak bergeming ditempatnya. Dia
menyambuti tangan Tang Lang, dibarengi tangan
kanannya menyambar akan menepuk dada Tang
Lang Siansu.
Mencelos hati Tang Sin Siansu menyaksikan hal
itu, nasib Tang Lang Siansu pasti akan sama
buruknya seperti Tang Bun dan Tang Lu Siansu,
Untuk lompat menolongi jelas sudah tidak keburu,
disamping ia dalam keadaan terluka didalam, juga
jaraknya terpisah cukup jauh.

650
Tang Lang Siancu bukannya tidak tahu ancaman
bahaya untuk dirinya. Namun dia nekad, tidak
diperdulikan tangan Tang San Siansu, dia mengepos
seluruh lwekangnya, maksudnya untuk adu jiwa
dengan Toasuheng yang murtad tersebut.
Dalam saat berbahaya seperti itulah, disaat Seemo,
Tong-mo, Pak-mo, Lam-mo dan Cu Lie Seng
bersama kawan-kawannya tengah girang melihat
Tang San Siansu akan Berhasil sekali lagi
merubuhkan tokoh Siauw Lim Sie yang satu ini,
terdengar suara yang parau dalam: "Tang San,
murid murtad tak tahu diuntung !" Dan berbareng
dengan itu, menyambar sehelai kain yang melibat
tangan Tang San Siarsu, sehingga tangan Tang San
Siansu tak bisa menyambar terus pada sasaran,
bahkan tubuhnya terhuyung mundur tertarik kuat
oleh kain yang melibat tangannya.
Saat itulah tangan Tang Lang Siansu yang penuh
dengan lwekangnya, singgah didadanya ! Tubuh
Tang San Siansu terjungkal !
Mengapa terjadi begitu? Ternyata waktu tangan
Tang San Siansu menyambar datang, dia dikagetkan
oleh suara yang sangat dikenalnya, waktu dia
tertegun, sehingga tangannya seperti terhenti
menyambar, telah dililit oleh sehelai kain,
membarengi waktu kagetnya belum lenyap,
tubuhnya terasa dibetot oleh kekuatan lewat kain
yang melilit tangannya. Juga saat itulah serangan
Tang Lang Siansu tiba!

651
Cepat dia melompat, mukanya pucat.
Benar-benar Tang San Siansu kuat, biarpun
terserang dahsyat oleh tangan Tang Lang Siansu, dia
tampaknya tidak kurang suatu apa. "Suhu . . .?"
suaranya tergetar.
Ditempat itu ternyata telah bertambah seorang
pendeta tua. Kedua matanya tampak puiih tak
bergerak, dia pendeia buta yang sudah lanjut usia
dan tidak lain dari Tay Giok Siansu !
Tang Sin Siansu dan Tang Lang Siansu kaget
campur girang melihat guru mereka, keduanya
segera berlutut: "Suhu...!" panggil mereka. Tang Lu
berdiri diam dengan mata tak bersinar, dia sudah
jadi korban pukulan "Liong Beng Kun -nya Tang San
Siancu, sehingga mirip orang lupa diri.
Kumis jenggot Tay Giok Siansu yang memutih
tampak bergerak-gerak berdiri saking murkanya
mengawasi Tang San Siansu. "Kemari kau!"
bentaknya. Biarpun kedua matanya sudah buta, tapi
seperti memancarkan kekuatan yang membuat Tang
San Siansu menggigil gentar.
"Suhu, sehat-sehatkah kau ?" tanya Tang San
Siansu, tapi selangkahpun dia tidak maju
menghampiri gurunya, bahkan mundur dua langkah.
"Murid murtad, sudah luber dari takaran dosadosamu!
Kemari kau!" dingin suara Tay Giok Siansu.

652
Mendadak Tang San Siansu memutar tubuhnya
dia melompat dan angkat kaki. Tapi Tay Giok Siansu
gesit sekali, tubuhnya seperti bayangan kuning,
berkelebat sudah ada dibelakang Tang San Siansu,
tangannya meluncur. Tang San Siansu merasakan
samberan angin pukulan itu, dia tidak berani
menangkis dan membuang diri menggelinding
ditanah.
Tapi Tay Giok Siansu melompat lagi kedekatnya,
menyerang pula. Tujuannya hendak menghantam
mati murid murtad itu, setidak-ticaknya
memusnahkan seluruh ilmu silatnya, termasuk
"Liong Beng Kun" -nya.
Dalam keadaan terjepit seperti itu Tang San
Siansu Tidak bisa memilih lain lagi, dia mengempos
seluruh kekuatannya, mendorong dengan kedua
tangannya ke depan, mengerahkan seluruh
kedahsyatan "Liong Bong Kun"" nya.
"Brakkkkkkk, bukkkkk!" tangan Tang San Siansu
bertemu dengan tangan Tai Giok Siansu, tubuh Tai
Giok Siansu bergoyang-goyang, namun tidak sampai
terpelanting. Yang hebat akibatnya adalah Tang San
Siansu, seperti daun kering tubuhnya terpental
diiringi jeritannya yang mengenaskan, lalu ambruk
di tanah, tapi cepat dia melesat bangun dan
melompati tembok kuil, berlari sekuat tenaganya !
Dalam sekejap mata dia telah lenyap.

653
Tai Giok Siansu menghela napas dengan muka
muram. "Sayang ! Sayang !" Gumamnya.
Cu Lie Seng melihat gurunya sudah angkat kaki
dengan keadaan mengenaskan seperti itu, tidak
berani buang waktu lagi, cepat-cepat berlari
meninggalkan kuil Siauw Lim Sie. Tang Lang Siansu
hendak merintangi, karena gusarnya belum lagi
berkurang, tapi Tang Sin Siansu yang berada di
sampingnya menahan.
"Biarkan mereka pergi...!"
See-mo, Tong-mo dan yang lannya merasa tak
ada gunanya mereka berdiam terus di situ,
merekapun segera memutar tubuh meninggalkan
Siauw Lim Sie. Di hati mereka diam-diam tergetar
melihat tadi dalam beberapa detik dua kekuatan
lwekang luar biasa telah saling bentur, dimana
lwekang pendeta tua itu dahsyat sekali!
Tang Sin Siansu dan Tang Lang Siansu
menghampiri guru mereka, berlutut lagi. Pendetapendeta
Siauw Lim Sie lainnya juga berlutut.
"Suhu... kami tertolong dari tindasan
Toasuheng... apakah selama ini keadaan suhu baikbaik
saja ?" tanya Tang Sin Siansu.
Tai Giok Siansu menghela napas dalam-dalam.

654
"Tang Sin, sudah kuduga sewaktu waktu Tang
San si murid murtad pasti datang mengacau kemari
! Berdirilah ! Aku menyesal, mengapa dulu tidak
memusnahkan semua ilmu silatnya sehingga tidak
perlu terjadi urusan hari ini ?"
Dia menghela napas dalam-dalam, baru
kemudian melanjutkan perkataannya. "Tapi. tadi dia
sudah terkena tanganku, dia pasti terluka di dalam
yaug tidak ringan. Sedikitnya dia memerlukan waktu
5 tahun 6 tahun untuk memulihkan sinkangnya.
Undang Tai Kim dan Tai Hong, aku ingin bicara
dengan mereka."
Tang Sin Siansu ingin pergi ke dalam, tapi Tang
Lang Siansu sudah mendahului untuk mengundang
kedua Tianglo mereka. Tak lama kemudian Tai Kim
dan Tai Hong Hweshio sudah keluar, mereka
memberi hormat kepada Tai Giok Siansu.
"Suheng, kemana saja kau pergi selama ini ?"
tanya Tai Hong Hweshio.
"Aku sudah tawar melihat kekotoran di dunia ini,
dan betapa memalukan aku gagal mendidik murid
dan keliru memilih bibit! Selama ini memang aku tak
pernah melarang kalian mencurahkan seluruh
perhatian untuk melatih ilmu silat, tapi Sute,
kuharap mulai hari ini urusan-urusan penting Siauw
Lim Sie harus ditangani olehmu, membantu Tang Sin
! Dan kau juga Tai Kim Sute, luangkanlah waktumu
untuk melindungi nama terang Siauw Lim Sie kita,

655
jangan sampai apa yang telah dibangun Sucouw
hancur berantakan ditangan murid Tang San !"
"Omitohud," memuji Tai Kin dan Tai Hong
Hweshio berbareng. "Kalau memang itu harapan
suheng, kami tentu tak akan mengecewakan
suheng.."
"Murid murid Tang San sudah terluka oleh
pukulanku, mungkin dalam 5 sampai 6 tahun dia
tidak berani menyatroni kemari lagi. Apa lagi
memang dia tahu aku masih hidup, maka tentu dia
akan menahan diri! Selewatnya itu, kemungkinan
besar dia akan mengacau lagi. Karenanya kumohon
pada kalian Tai Kim dan Tai Hong Sute, berikanlah
petunjuk kalian pada Tang Sin dan lain-lainnya, agar
mereka bisa melatih lebih sempurna ilmu yang
sudah mereka miliki!
Aku sendiri akan kembali ke tempat
pengasinganku. Hanya, aku ingin membawa seorang
murid Siauw Lim Sie yang sekiranya memiliki bakat
baik, untuk kudidik selama 5 atau 6 tahun ! Kukira
waktu selama itu cukup untuk menggemblengnya
menjadi manusia yang berkepandaian tinggi ! Tang
Sin, siapakah di antara murid-murid Siauw Lim Sie
yang kau anggap layak kuajak pergi ?"
Tang Sin Siansu segera teringat pada Giok Han.
Segera dia memberitahukan pada gurunya perihal
Giok Han dan juga menceritakan riwayat anak itu.
Tai Giok Siansu mengerutkan alisnya yang sudah

656
putih dan matanya yang hanya tampak putihnya
belaka berkilat dengan sinar yang tajam.
"Dia memiliki bakat yang sangat baik, Suhu !"
kata Tang sin Siansu. "Bahkan Tecu semula
bermaksud mendidik dia dengan ilmu "Sin Beng
Kun", agar kelak dia bisa menghadapi Liong Beng
Kun-nya Toasuheng !"
"Hemmmm, kau sudah menurunkan seluruh ilmu
Sin Beng Kun ciptaanmu itu ?" tanya Tai Giok
Siansu.
"Seluruh Kauwhoatnya sudah tecu ajarkan,
tinggal melatihnya, saja, suhu!" jawab Tang Sin
Siansu.
"Bagus ! Panggil anak itu !" perintah Tai Giok
Siansu.
Segera Giok Han dipanggil, dan diperintahkan
memberi hoimat kepada Tai Giok Siansu, sucownya.
Waktu Giok Han berlutut, Tai Giok Siansu
meraba-raba tubuhnya. Sekilas muka Tai Giok
Siansu jadi terang berseri-seri, kemudian
mengangguk-angguk.
"Omitohud !" kata Tai Giok Siansu, "Giok Han
akan ikut denganku ! Persoalan Tang San si murid
murtad itu bukan hanya menyangkut persoalan
Siauw Lim Sie, tapi memiliki ancaman lain yang lebih

657
hebat, karena ia sudah memperbudak dirinya
menjadi anjingnya raja penjajah Yong Ceng !
Dengan "Liong Beng Kun,"nya dia sangat
berbahaya, dan Giok Han memang harus digembleng
untuk menghadapinya, bukan sekedar menghadapi
"Liong Beng Kun" nya, tapi juga untuk melenyapkan
ancaman bahaya yang lebih dahsyat terhadap para
pencinta negeri !
Akhir akhir ini Yong Ceng telah mengumbar
orang-orangnya membunuhi setiap orang yang
dicurigai tak setia padanya. Menteri-Menteri jujur
dan baik banyak yang jadi korban keganasan Yong
Ceng, yang semuanya diatur oleh Cu Bian Liat,
Thaykam yang melebihi iblis kejamnya ! Sekarang
Giam Cu dengan para pencinta negeri sudah bangkit
angkat senjata, mungkin Giok Han kelak bisa
membantunya!" Tai Giok- Siansu menghela napas.
Kemudian diiringi Tang Sin Siansu dan yang
lainnya, Tai Giok Siansu melihat keadaan Tang Bun
Siansu. Muka Tai Giok Siansu muram. "Tang Bun
memang terkena pukulan Liong Beng Kun !"
menjelaskan Tai Giok Siansu setelah memeriksa
keadaan Tang Bun Siansu. Tai Kim Sute dan kau Tai
Hong Sute, pergunakan Tat-mo Khikang untuk
mengurutnya setiap hari, dalam dua tahun
kesehatannya akan pulih, memang ilmu silatnya
akan lenyap sebagian besar, namun setelah
melatihnya lagi 10 tahun, kemungkinan Tang Bun
bica mempertahankan sebagian kepandaiannya."

658
Tai Kim dan Tai Hong Tianglo mengiyakan,
walaupun hati mereka merasa berat harus
melibatkan diri dalam urusan ini, tapi merekapun tak
mau mengecewakan harapan suheng mereka.
Dengan disaksikan Tang Sin Siansu dan pendetapendeta
Siauw Lim Sie lainnya, Tai Giok Siansu
membawa pergi Giok Han. Wie Sin Siansu
mengawasi kepergian muridnya dengan berulangkali
mengucap: "Siancai, Siancai, Omitohud !", ia yakin
Giok Han pasti tergembleng luar biasa di tangan
Sucouwnya itu !
Giok Han dibawa Tai Giok Siansu ke sebuah
lembah yang letaknya tersembunyi di sebelah barat
tebing Siau sit-san. Di situ ada sebuah rumah yang
dibangun sederhana, yang dipergunakan Tai Giok
Siansu untuk menyepi. Sejak hari itulah Giok Han
memperoleh gemblengan Tai Giok Siansu.
"Untuk mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie
diperlukan keuletan dan kesungguhan. Tanpa
menderita, jangan harap dapat menguasai sebaikbaiknya
ilmu Siauw Lim Sie, walaupun hanya satu
jurus!" Menasehati Tai Giok Siansu sebelum
menurunkan ilmunya pada Giok Han.
"Semakin berat penderitaan? semakin baik pula
kesempatan untuk bisa menguasai ilmu Siauw Lim
Sie. Kaumengerti?"

659
"Mengerti, Sucouw!" menyahuti Giok Han berlutut
memanggutkan kepalanya.
Memang selama digembleng oleh Tai Giok Siansu
ada perobahan pada Giok Han. Dia bukan sekedar
melatih ilmu silat, tapi juga melatih fisik tubuhnya.
la harus berlatih siang malam dengan giat, tanpa
kenal lelah.
Harus melatih lwekang di bawah curahan air
terjun membelah kayu dalam jumlah sangat banyak.
Tidak jarang tangan Giok Han terasa pegal seakan
copot engsel tulangnya, namun harus terus
mengampak. Banyak lagi kewajiban yang harus
dilakukan oleh Giok Han dalam bentuk pekerjaanpekerjaan
berat dan melelahkan. Memang seluruh
harapan Tai Giok Siansu tercurah pada Giok Han,
maka ia menggemblengnya tanpa kenal lelah.
Giok Han tidak pernah mengeluh walaupun harus
melakukan pekerjaan yang bagaimana berat
sekalipun. la pernah diperintahkan memikul dua
tahang air berukuran besar, di mana ia harus
berlari-lari membawa dua tahang air itu dari tebing
yang satu ke tebing lainnya.
Di luar kesadaran Giok Han, kemajuan yang
diperolehnya sangat pesat. Diam-diam Tai Giok
Siansu pun girang melihat kecerdasan Giok Han
ditambah bakat yang baik, membuat anak itu cepat
sekali menguasai setiap ilmu yang diajarkan

660
kepadanya. Hari-hari dilewatkan terus oleh Giok Han
dengan berbagai latihan ...
-------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------
Enam tahun sejak Tang San Siansu dengan Cu Lie
Seng dan anak buahnya mengacau di Siauw Lim
Sie...
Di luar kota Leng-an tampak seekor kuda sedang
berlari cukup cepat. Pagi itu masih remang-remang,
penunggang kuda seorang bertubuh jangkung kurus,
dengan baju yang sing-sat, tampaknya ia tergesa
gesa melakukan perjalanan.
Tunggangannya adalah kuda pilihan yang larinya
cepat sekali dan kira-kira tengah-hari ia sudah
melalui seratus li lebih. Sesudah melewati Sung-kie,
lalu-lintas tidak begitu ramai lagi dan ia dapat
melarikan tunggangannya tanpa banyak rintangan.
Waktu si jangkung kurus yang mungkin berusia
tiga puluh lima tahun melarikan kudanya, ia
mendapat kenyataan bahwa dibelakangnya
mengikuti seorang lain. Dilihat dari dandanannya,
orang itu adalah seorang saudagar. la menunggang
seekor kuda belang dan pada pelana tergantung dua
tas kulit yang tidak terlalu besar.Semula si jangkung
tidak memperhatikannya dan menduga bahwa orang
itu adalah seorang saudagar biasa.

661
Diwaktu magrib, ia tiba disuatu kota kecil, yaitu
kota Ma-ho-sie. yang terpisah dua ratus lima puluh li
lebih dari Leng-an.
Sesudah sijangkung masuk kedalam kota dan
berhenti didepan sebuah rumah penginapan, secara
tidak sengaja ia menoleh kebelakang dan melihat
saudagar itu sedang mengikuti dari sebelah
kejauhan.
Sijangkung terkejut. Cara bagaimana,
tunggangan saudagar itu, yang kelihatan seperti
kuda pasaran, dapat menyusul ia ? Ketika masuk
kedalam hotel, ia sangat berwaspada, tapi segera
juga ia tertawa sendiri oleh karena saudagar itu
mengambil penginapan lain.
Si jangkung tampaknya adalah seorang yang
sudah kawakan dalam dunia Kang-ouw. Walaupun
saudagar itu tidak terlalu mencurigakan, akan tetapi,
pikirnya lebih berhati-hati ada lebih baik. Memikir
begitu, sesudah mencuci muka, ia bersemedhi untuk
memelihara semangat dan kemudian tidur dengan
menggunakan golok Bian-to nya sebagai bantal
kepala. Besoknya, sebelum jam lima pagi ia sudah
bangun, bayar uang sewa kamar dan lalu berangkat.
Pada jaman itu terdapat satu nasehat untuk
mereka yang melakukan perjalanan: "SEBELUM
MALAM MENGASO Dl RUMAH PENGINAPAN,
SESUDAH TERANG TANAH BARULAH BERJALAN.
Maka itu sipelayan merasa agak heran melihat

662
sijangkung yang memiliki ketinggian tubuh melebihi
tinggi tubuh manusia normal, sudah berangkat
sebelum fajar menyingsing.
Sekeluarnya dari kota kecil itu sijangkung
mendongak. Bulan sabit dan beberapa bintang masih
memancarkan sinarnya yang remang-remang,
sedang kawanan burung masih tidur nyenyak dalam
sarangnya. la mesem dan lalu kaburkan
tunggangannya.
Kira-kira tengah hari, ia sudah berada ditempat
yang terpisah kurang-lebih seratus lima puluh li dari
Ma-ho-sie. la menahan kucanya dan menengok
kebelakang. la kaget oleh karena saudagar itu
ternyata sedang mengikuti dari jauh.
"Apakah ia sengaja menguntit aku ?" si jangkung
menanya pada diri sendiri. Muka orang itu agak
berminyak, kepalanya memakai topi kulit, sedang
dipunggungnya menggemblok sebentuk tudung.
Dilihat dari mukanya dan dipandang dari kudanya, ia
hanyalah seorang saudagar biasa. Sijangkung
sangat bersangsi. Siapakah orang itu dan apa
maunya?
Sesudah melirik lagi sekali, ia menyabet kudanya
dan binatang itu lantas saja kabur sekeras-kerasnya,
Si saudagar tenang-tenang saja, sama sekali tidak
menunjukkan keinginan untuk sengaja menyusul si
jangkung. Dalam sekejap, saudagar itu sudah tidak

663
kelihatan bayang-bayangannya lagi dan si jangkung
menjadi lega hatinya.
Si jangkung she Yap bernama Cu Siang adalah
seorang yang sangat berhati-hati. la dua hari yang
lalu baru saja bentrok dengan orang-orang Congtok
(gubernur) di Leng-an, gagal untuk mengambil
sesuatu dari tangan Congtok di Leng-an, sebab
banyak pahlawan Kaisar yang waktu itu mengiringi
Kim-ce (utusan Kaisar) yang tengah datang ke Lengan.
Karena kegagalannya itulah membuat Yap Cu
Siang harus menjauhkan diri dari Leng-an, pasti
orang-orang Congtok dan para pahlawan Gie-limkun
yang ikut Kim-ce itu mencari jejaknya. Kalau ia
sampai terbekuk, niscaya usahanya yang tengah
dilakukan akan gagal sama sekali.
Sekarang ia bermaksud pergi ke Hong-cauw.
untuk menemui Giam Cu, atasannya. Sesudah
larikan lagi kudanya beberapa lama. Cu Siang
membelok kesuatu jalan kecil dan diwaktu magrib
tibalah ia dikota Su-kwan yang terletak seratus li
lebih disebelah timur kota Ting-an.
Dalam kota itu, yang terlebih kecil dari pada Mabo-
sie, hanya terdapat sebuah rumah penginapan.
Sesudah mendapat kamar dan bersantap malam, ia
merasa pasti si saudagar tidak akan mengikutinya
kekota kecil itu.

664
Tapi, tak dinyana baru saja ia memikir begitu,
diluar sudah terdengar berbengernya kuda dan
saudagar itu sudah berada di depan pintu hotel.
Sekarang benar-benar ia kaget. Sudah tak dapat
disangsikan lagi, orang iiu sedang menguntit ia.
Sebelum orang itu masuk, dengan cepat ia masuk ke
dalam kamarnya, di mana ia mendengar saudagar
itu memesan makanan dan meminta air cuci muka,
tiada beda dengan seorang pelancong biasa.
Sesudah makan saudagar itu masuk ke kamarnya
yang berhadapan dengan kamar Yap Cu Siang.
Cu Siang merasa sangat tidak enak hatinya, ia
bersamadhi sembari mencekal golok. Tapi sesudah
menungkuli setengah malam, sama sekali tidak
terjadi kejadian luar biasa. "Jika orang itu
mempunyai niatan kurang baik, dalam dua hari ia
tentu sudah menyerang," pikirnya.
"Jika maksudnya baik, siang-siang tentu ia sudah
menegur aku. Tapi kenapa, tanpa menyerang atau
menegur, ia menguntit terus menerus ? Apa kawan,
apa lawan ?"
Jam tiga sudah lewat, tapi tetap Lak ada
perobahan luar biasa. Mendadak Cu Siang ingin
kencing dan sembari menenteng golok, ia pergi
kekakus yang terletak dipojok pekarangan hotel.
Selagi kencing, dari sela-sela pintu kakus, ia melihat
satu bayangan manusia mendekam diatas genteng.

665
Begitu ia keluar dari kamar kecil, bayangan itu
menghilang dengan gerakan cepat luar biasa.
"Sahabat dari mana disitu ?" membentak Cu
Siang dengan suara perlahan. "Lekas keluar"
la menimpuk dengan sebutir batu kecil, tapi
bayangan itu tetap tak muncul lagi.
Dengan penuh kecurigaan, cepat-cepat Cu Siang
kembali ke kamarnya dan membesarkan api lampu,
perobahan besar tak ada, tapi toh ia terkejut, oleh
karena buntalannya yang tadi berada di tengahtengah
meja, sekarang sudah berkisar ke kiri dan
bentuk ikatan buntalan pun sudah berobah. Sebagai
seorang yang biasa berkelana di kalangan Kangouw,
ia selalu berhati-hati dan semua barangnya
ditaroh di tempat tertentu, malah ada juga yang
diberi tanda, sehingga tergeser sedikit saja, ia pasa
akan mengetahuinya.
la yakin, bahwa dalam waktu yang sangat
pendek, yaitu selagi ia pergi ke kakus, buntalannya
sudah dibuka orang. Buru-buru ia membuka
buntalan itu dan ternyata beberapa stel pakaiannya
tidak tidak diganggu.
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat. Yap
Cu Siang mengambil keputusan buat kabur secepat
mungkin. la meninggalkan sepotong perak di atas
meja sebagai pembayaran sewa kamar dan

666
kemudian cemplak kudanya yang lantas saja
dikaburkan sekeras-kerasnya.
Sesudah berjalan kurang-lebih setengah jam, di
sebelah depan kelihatan hutan yang melintang
menutup jalan. la loncat turun dari tunggangannya
dan masuk ke dalam hutan dengan menuntun
kudanya.
Belum berapa lama ia berjalan, ketika tiba-tiba di
sebelah belakangnya terdengar suara berbengernya
seekor kuda. Ternyata si saudagar sudah mengubar
sampai di situ dan tanpa menghiraukan larangan
Kang-ouw yang berbunyi : "BERTEMU HUTAN,
JANGANLAH MASUK", dikepraknyalah kudanya yang
lantas menerobos masuk ke dalam hutan.
Melihat orang itu tidak berkawan, hati Yap Cu
Siang tadi mantap. la memutar badan dan sambil
mencekal goloknya keras-keras, ia menanya:
"Kenapa tuan terus-menerus menguntit aku?"
Orang itu tertawa dingin. Dengan sekali
menggoyangkan tangan kirinya, ia menyalakan
bahan api yang lantas dilemparkan ke-rumput kering
sehingga rumput itu lantas jadi terbakar. Sesudah
menyapu dengan matanya kekiri kanan, barulah ia
berkata: "Kau jalan dijalanmu, akupun jalan
dijalanku sendiri. Kenapa tuan menjadi curiga ?"
Yap Cu Siang mengetahui orang itu membakar
rumput lantaran kuatir adanya musuh yang

667
bersembunyi. Dari sini dapat diketahui, bahwa orang
itu benar-benar sudah kawakan dalam kalangan
Kang-ouw dan dapat memikir begitu cepat dalam
waktu yang sangat singkat
Sambil melintangkan goloknya, Yap Cu Siang
lantas saja tertawa terbahak-bahak.
"Bahwa tuan meneruskan perjalanan ditengah
malam buia adalah suatu kejadian yang sungguhsungguh
mengherankan aku !" katanya dengan
suara nyaring.
Orang ilu turut tertawa berkakakan seraya
berkata: "Kalau begitu apakah kelakuan tuan yang
juga kaburkan kuda ditengah malam buta rata, tidak
sama mengherankan?"
"Sekarang lebih baik kita bicara terus terang
saja." berkata Yap Cu Siang. "Aku adalah seorang
pelarian. Siapa adanya kau?"
"Kau pelarian, aku adalah orang yang menguntit
pelarian !" jawab si saudagar seenaknya.
Jika begitu, kau tentunya orang dari Congtok di
Leng-an atau orang dari istana yang ikut dengan
Kim-ce yang tengah berada di Leng-an," kata Yap Cu
Siang sembari tertawa tawar. "Baiklah ! Aku siap
sedia untuk melayani kau !"

668
"Bukan aku, tapi kau yang berkata begitu," kata
orang itu. "Siapa yang mau berkelahi denganmu ?
Jika kau pelarian, kenapa tidak cepat-cepat kabur ?"
Yap Cu Siang terkejut. "Siapa sebenarnya kau ?"
ia membentak.
"Di hadapan kesatria orang tidak berdusta," kata
si saudagar.
"Dan kau. siapa sebenarnya?"
"Bukankah aku sudah memberitahukan" jawab
Yap Cu Siang.
"Lantaran apa kau menjadi pelarian ?" menanya
pula orang itu. Kedosaan apakah yang sudah kau
lakukan ?"
"Aku menyatroni Congtok untuk mengambil
sesuatu sekalian membunuh Congtok !" jawab Yap
Cu Sung berani.
"Siapa yang perintahkan kau melakukan hal itu ?"
orang itu menanya lagi.
"Aku sudah bicara terus-terang, sekarang adalah
giliranmu. Siapa kau?" tanya Yap Cu Siang dengan
perasaan mendongkol, karena orang itu terus
menerus mencecer dengan pertanyaan-pertanyaan,
tanpa ia sendiri mau berterus-terang.

669
"Aku adalah seorang secara diam-diam sudah
melindungi kau," jawabnya. "Kita semua adalah
sahabat-sahabat dari satu jalan. Aku ingin sekali
bertemu dengan Gi-su (pendekar) yang memberikan
perintah kepadamu untuk menbunuh Congtok di
Leng-an dan dengan memandang persahabatan, aku
mohon kau suka mengantarkan aku kepada orang
itu !"
Biji mata Yap Cu Siang bergerak beberapa kali,
hatinya sungguh merasa sangsi. "Dilihat dari gerakgeriknya,
ia bukan mau menangkap aku," pikirnya
didalam hati. "Tapi. kenapa ia begitu ingin menemui
orang yang perintahkan aku membunuh Congtok di
Leng-an ? Mengapa dia tahu aku melakukan semua
ini atas perintah orang lain ?"
"Apakah kau masih merasa sangsi ?" tanya orang
itu. "Cobalah pikir, jika aku orang pemerintah,
masakah sesudah menguntit dua hari dua malam,
aku belum juga turun tangan ?"
Yap Cu Siang tak menyahut! tapi lantas
mendekati kuda orang itu yang sedang makan
rumput. Melihat seorang asing datang
mendekatinya, hewan itu mengangkat kepalanya
dan berbenger keras.
"Macam tunggangan tuan tidak terlalu garang,
tapi sungguh cepat larinya," memuji Yap Cu Siang
sembari mengangsurkan sebelah tangannya dan
membetot les.

670
"Mau apa kau ?" bentak orang itu.
Begitu dibetot, kuda itu berjingkrak dan
menendang. Yap Cu Siang berjongkok dan
menangkap satu kakinya. Sekali melirik saja ia
sudah melihat bahwa pada besi kaki kuda tercetak
empat huruf: "Toa-lwee Gie-ma" (Kuda istana
Kaisar). Hampir berbareng, ia menggulingkan diri
dan molos di antara kaki kuda itu.
"Ha-ha-ha !" Yap Cu Siang tertawa berkakakan.
"Sekarang aku tahu siapa adanya tuan !"
Sebagaimana diketahui, ia adalah seorang yang
sangat berhati-hati. Dengan matanya yang sangat
jeli, ia menduga bahwa kuda itu sudah mendapat
latihan istimewa. la mengetahui bahwa semua kuda
istana diberi tanda pada besi kakinya. Maka itu, ia
segera mengambil putusan untuk mencoba dan
benar saja percobaannya berhasil.
Orang itu adalah pahlawan istana yang dengan
menyamar sudah menguntit Yap Cu Siang. la tidak
lantas turun tangan oleh karena menduga bahwa
Yap Cu Siang melakukan perbuatan nekadnya
hendak membunuh Congtok di Leng-an pasti
diperintah seseorang.
Dan dari Yap Cu Siang ia mengharap akan
mendapatkan keterangan yang diingininya, supaya
dengan sekali menyapu, ia bisa membinasakan
kedua-duanya.

671
la bukan Wie su (pahlawan) biasa dan setelah
kedoknya dilucuti, sebaliknya dari ketakutan, ia
tertawa terbahak-bahak. "Hmm tuan sungguh awas
sekali !" katanya. "Dari ini saja, tuan sudah cukup
berharga untuk menjadi sahabatku." la berhenti
sejenak dan kemudian membentak: "Apakah kau
pernah mendengar nama Thio Yu Liang ? Jika kau
ingin aku berlaku murah hati, lekas antarkan aku
kepada pemimpinmu !"
Yap Cu Siang terkesiap. Pada jaman itu, kiam-kek
(ahli pedang) yang kesohor di wilayah Tiongkok
adalah: "Di Selatan Kim le, di Utara Tan Su Liang, di
Barat Thio Yu Liang, sedang di Timur siangkoan Jie
Su.
Kim le dan Tan Su Liang sudah lama
mengundurkan diri dari pergaulan umum, Siang
koan Jie Su kabur ke sebrang laut sebagai pelarian,
karena tidak mau menakluk pada Kaisar penjajah
dan hanya Thio Yu Liang yang masih malang
melintang di daerah Barat daya, di mana ia sudah
melakukan banyak perbuatan terkutuk.
Sepanjang warta, ia adalah jago Kun-lun-pay,
tapi para tetua Partai itu ternyata tak sanggup
mengendalikan Iagi tingkah lakunya. Dengan ilmu
pedang Pek-lui-kiam (Pedang Kilat) ia malangmelintang
seenak isi perutnya.
Dengan menunggang seekor kuda Toa-lwee Giema.
sudah terang sekarang ia menjadi kaki-tangan

672
Kaisar dan "Thio Taijin" yang disebut-sebut oleh para
Wie-su ketika Yap Cu Siang menyatroni gedungnya
Congtok, tentulah ia adanya.
Yap Cu Siang menyedot napas dalam-dalam
untuk menentramkan hatinya. "Baiklah!" katanya.
"Aku akan mengantar kau !" la maju setindak dan
sekali membalik tangan, golok Bianto sudah
menyambar.
Bacokan yang dilakukan secara tidak didugaduga.
cepat luar biasa, tapi Thio Yu Liang tidak kalah
cepatnya. Sembari tertawa dingin ia mementil
dengan kedua jerijinya. Beratnya sabetan Yap Cu
Siang ada beberapa ratus kati, tapi begitu terpentil,
golok itu mental ! Dan pada saat itu, Thio Yu Liang
sudah menghunus pedangnya seraya membentak:
"Rasakan pedangku !"
Yap Cu Siang yang sudah kenyang menghadapi
lawan-lawan berat, lalu melancarkan serangan
berantai, dengan tendangan, sabetan tangan dan
bacokan yang semua merupakan serangan matimatian.
Thio Yu Liang kembali tertawa dingin dan
berkelit sembari menikam:
"Breeettt!" pundak Yap Cu Siang tergores
pedang! Dengan tikaman itu, Thio Yu Liang sudah
berlaku murah hati lantaran ia ingin sekali
membekuk Yap Cu Siang hidup-hidup guna
mengorek keterangan dari mulutnya. Jika mau,

673
dengan mudah ia dapat menobloskan tulang pundak
musuh.
Thio Yu Liang adalah Congkoan Kim-ie-wie
(pengurus pasukan yang berjubah sulam emas),
dengan Pek- lui-kiam ( Pedang Kilat ) nya entah
sudah berapa banyak jago-jago kenamaan yang
runtuh di tangannya.
Dia pula yang bersama Bat It Say, Congkoan Gielim-
kun, membasmi keluarga Jenderal Giok Hu
beberapa tahun silam, atas perintah Cu Biau Liat.
Sedangkan ilmu golok Yap Cu Siang memiliki
kedudukan yang tinggi, hanya ia kurang matang
latihannya. Dengan mewarisi ilmu Silat turunan, ia
mempunyai kepandaian yang cukup tinggi. Begitu
pundaknya tergores, ia meloncat mundur dan selagi
Thio Yu Liang mau menikam pula, tiba-tiba ia
membentak keras sambil membacok dan
menendang.
Pukulan ini sangat tersohor dan dinamakan
pukulan "Houw Wie Kak Tiong Ma To"" (Tendangan
buntut harimau. Bacokan kuda kabur). Orang yang
bisa mengelit bacokannya, tak nanti rnampu
mengegosi tendangannya. Akan tetapi Thio Yu Liang
bukan lawan biasa dan dengan meloncat mundur, ia
dapat menyingkir dari dua serangan itu.
Di lain pihak, sembari membacok dan menendang
Yap Cu Siang terus menubruk ke depan dan

674
menerobos keluar dari kurungan api. Selagi
meloncat, ia menyamber dua batang pohon yang
berkobar-kobar untuk menimpuk musuhnya.
Thio Yu Liang mengebas dengan tangannya dan
kedua batang itu jatuh di tempat yang terpisah kirakira
tujuh kaki dari badannya. Akan tetapi, per
buatnn Yap Cu Siang ini ada hasilnya juga, yaitu
sudah membikin binal kuda Thio Yu Liang. Ketika
akhirnya hewan itu dapat dibikin jinak, Yap Cu Siang
sudah lari agak jauh.
Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, Thio
Yu Liang bernyali besar dan ia lantas saja mengejar.
"Kawan ! Ayo keluar membantu !" berseru Yap Cu
Siang.
"Keluar! Aku tak takut !"
"Berteriak Thio Yu Siang dengan suara mengejek.
Sekonyong-konyong di luar hutan terdengar
suara berbengernya kuda. Thio Yu Liang
mengeluarkan suara "Hemm !" dan menduga Yap Cu
Siang benar-benar mempunyai kawan. la
mengempos semangat dan mengejar seperti kilat
cepatnya, dengan tujuan lebih dulu membinasakan
Yap Cu Siang dan kemudian baru melayani musuh
yang masih berada di luar hutan.

675
Dengan menggunakan siasat "main petak" dan
lari membiluk-biluk di antara pohon-pohon. Yap Cu
Siang dapat menyelamatkan diri. Beberapa kali,
lantaran terdesak, ia terpaksa melawan sejurus dua
jurus, dan kemudian kabur lagi. Meskipun ilmu silat
Thio Yu Liang jauh lebih tinggi, ia tak akan dapat
merobohkan Yap Cu Siang dalam hanya dua atau
tiga jurus.
Bukan main gusarnya Thio Yu Liang. Dengan
mata merah, ia mengudak terus sembari
mengeluarkan seraup Thie-lian-cie (biji teratai besi)
yang lantas di timpukkan ke arah duabelas jalan
darah musuh.
Dengan Iari berbelit-belit, Yap Cu Siang dapat
menyingkir dari sejumlah senjata rahasia itu. Tibatiba
sambil membentak: "Kena ! !". Thio Yu Liang
menendang rubuh sebatang pohon kecil. Begitu
pohon itu yang merupakan tameng bagi badan Yap
Cu Siang rubuh, ia menimpuk dengan beruntun dan
sebutir Thie-lian-cie tepat mengenakan jalan darah
Thian-hian-biat, di punggung Yap Cu Siang.
Yap Cu Siang berteriak kesakitan sembari
meloncat dan menyampok Thie-Iian-cie lain dengan
goloknya, Ketika itu, ia sudah sampai di tengahtengah
hutan lebih yang penuh dengan pohon-ponon
berduri. Dengan nekad ia menerobos terus dan
membuka jalan Bian-tonya.

676
Thio Yu Liang mengejar terus, sering pakaiannya
tercangkol duri. Lantaran pedangnya tidak setajam
Bian-to, ia harus menggunakan lebih banyak waktu
untuk membabat pohon-ponon duri itu, sehingga
semakin lama ia jadi ketinggalan semakin jauh.
Selain itu, sebab gelap gulita ia sekarang tak
dapat melihat lagi di mana adanya Yap Cu Siang.
Dengan gusar ia menyalakan bahan api yang lantas
dilemparkan dan begitu mengenakan cabang-cabang
kering. api lantas berkobar-kobar. Sesudah itu
dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan
Teng-peng-ouw-sui (Menginjak Rumput Menyebrang
Sungai), ia mengejar dengan berlari-lari di atas
pohon-pohon berduri, tanpa memperdulikan pakaian
dan kakinya yang tertusuk duri. Saban kali keadaan
sudah terlalu gelap, ia lalu membakar hutan lagi,
sehingga tidak lama kemudian di beberapa belas
tempat sudah terbit kebakaran.
Semakin lama Thio Yu Liang sudah semakin dekat
pada korbannya Sementara itu, beberapakali
terdengar suara berbengernya kuda diluar hutan.
Secara mati-matian, akhirnya Yap Cu Siang dapat
juga menerobos keluar dari hutan itu yang
panjangnya kira-kira tiga li. Melihat musuhnya sudah
berada di tempat terbuka, Thio Yu Liang tertawa
bergelak-gelak, "Sekarang mau lari kemana kau?" ia
berseru sembari menimpuk dengan tiga butir Thielian-
cie.

677
Yap Cu Siang menyampok jatuh peluru pertama
dengan goloknya dan berkelit dari peluru kedua yang
menyambar tenggorokannya, tapi Thie-lian-cie yang
ketiga tak dapat dielakkan lagi dan tepat mengenai
lututnya, sehingga ia jatuh berlutut seketika itu
juga.
Ketika itu dengan adanya sinar api dan sinar
bulan, keadaan di situ menjadi cukup terang. Thio
Yu Liang bergirang hati dan kembali ia tertawa
besar, kemudian menghampiri korbannya untuk
ditelikung.
Sekonyong-konyong dari jauh terdengar suara
tindakan kuda yang berlari cepat sekali.. Thio Yu
Liang terkesiap dan mengawasi kejurusan itu.
Bagaikan kilat sesosok bayangan putih melesat
mendatangi dan dalam sekejap mata, seekor kuda
berbulu putih sudah berada di hadapannya, dan
penunggangnya seorang pemuda berbaju putih,
segera meloncat turun.
Dilihat dari mukanya yang sangat cakap, pemuda
itu baru berusia kurang lebih tujuhbelas tahun,
badannya langsing kecil, sehmgga jika dipandang
sekelebatan seolah-olah ia hanya seorang bocah
yang baru keluar dari rumah sekolah.
Pemuda itu melirik dan berkata: "Ah ! Tak
tahunya Thio Toa-congkoan, Thio Tai-jin ! Untuk apa
kau mengubar-ubar ia ?"

678
Thio Yu Liang terkejut, sebab sekali membuka
mulut, si bocah sudah melocoti kedoknya.
"Siapa kau?" bentaknya sembari menuding
dengan pedangnya. "Jangan mencampuri urusan
orang lain ?"
Si pemuda mesem tawar dan menjawab :
"Urusan dalam dunia harus diurus oleh manusia
yang hidup dalam dunia. Siauw-ya-mu (Siauw ya-
Tuan Kecil) paling senang mencampuri urusan ganjil
!"
Thio Yu Liang mendongkol tercampur geli
mendengar kata-kata itu. "Urusan ganjil apa ?" ia
menanya sembari tertawa.
"Yang besar menindas yang kecil, kau sudah
menghinakan orang !"" jawabnya.
Perkataan si bocah yang belum hilang bau
pupuknya itu sudah mengilik-ngilik hati Thio Yu
Liang. la lantas meladeni terus dan sama sekali tidak
kuatir Yap Cu Siang yang sudah kena Thie-lian-cie
akan melarikan diri.
"Ah ! Perkataanmu tak masuk di akal!" katanya
sembari tertawa geli. "Dia sudah cukup besar dan
bukan seperti kau yang masih bau daun doringo. Tak
dapat kau mengatakan: "Yang besar menindas yang
kecil !"

679
Si pemuda baju putih tertawa tawar.
"Sebagai kiam-kek kenamaan dan seorang yang
bergelar Taijin, kau sudah melukakan seorang
piauwkek biasa dengan senjata rahasia," katanya
dengan suara mengejek. "Apakah ini bukan yang
kuat menghina yang lemah, yang besar menindih
yang kecil ? Sesudah dilihat olehku, urusan ganjil ini
tak dapat aku tak mencampuri !"
Sembari menggosok-gosok lututnya dan
mengempos semangat untuk membuka jalan
darahnya, Yap Cu Siang mendapat kenyataan bahwa
si bajuputih adalah pemuda yang sangat berani
sekali, juga senang bergurau. Dia merasa malu
bukan main dirinya dinamakan sebagai "piauw-kek
biasa".
Hati Thio Yu Liang jadi seperti semakin dikilikkilik.
"Jika aku sampai turun tangan terhadapmu,
bukankah soal "YANG BESAR MENINDAS YANG
KECIL jadi terulang pula ?" katanya sembari tertawa
berkakakan.
"Sebagai kiamkek kenamaan, kau sungguh
mengecewakan aku," kata si baju putih. "Sungguh
aku tak nyana, otakmu kosong melompong !"
"Apa ?" menegasi Thio Yu Liang.
"Apa gunanya mempunyai badan seperti kerbau
atau kuda besarnya ?." kata pula pemuda baju putih

680
itu. "Apakah kuat dan lemah besar atau kecil, diukur
dengan ukuran usia? Aku sekarang bicara terus
terang kepadamu : "Jika kau bukannya seorang Toacongkoan
(pengurus besar dalam istana Kaisar),
masih sungkan aku mengadu tanganku dengan
cecongormu !"
Mendengar omongan yang temberang itu yang
menyebut-nyebut juga soal tingkatan, Thio Yu Liang
jadi Iebih-lebih sungkan bertempur dengan sibocah.
Harus diketahui, bahwa dalam Rimba Persilatan, soal
tingkatan diperhatikan benar-benar.
Jika sebagai seorang yang mempunyai tingkatan
tinggi, ia sampai mengukur dengan satu bocah,
semua orang gagah dalam Rimba Persilatan tentu
akan mentertawakannya.
"Ayo !" membentak sipemuda baju putih sembari
menghunus sebatang pedang pendek. Begitu
dihunus, pedang itu mengeluarkan sinar yang
menyilaukan, sehingga Thio Yu Liang jadi terkesiap.
Jika tidak melihat dengan mata sendiri, sungguh ia
tak percaya, bahwa bocah yang belum hilang bau
pupuk-nya itu mempunyai kuda dan pedang mustika
!
Tapi biar bagaimanapun juga, ia tentu tak
memandang sebelah mata sibocah itu. "Benar-benar
kau mau turut campur urusan ini ?" ia menanya.

681
"Jangan bawel !" sibaju putih membentak. "Ayo,
seranglah sesukamu !"
"Bocah !" kata Thio Yu Liang yang sudah mulai
mendongkol. "Pergilah pulang kepada gurumu dan
belajar lagi beberapa tahun. Seorang yang seperti
aku sebenarnya tidak harus mempunyai pandangan
seperti kau bocah cilik !"
"Eh, kau mau menyerang atau tidak ?" mendesak
pemuda baju putih itu. "Kalau kau tetap tidak
bergerak, aku tak akan berlaku sungkan lagi !"
"Coba kau bersilat sejurus, aku rnau lihat siapa
gurumu !" kata Thio Yu Liang akhirnya.
"Baik, awas !" berseru pemuda itu sambil
menikam. Dengan tenang Thio Yu Liang mengangkat
2 jerijinya untuk mementil senjata yang sedang
menyambar. Tak dinyana, tikaman itu yang
kelihatannya seperti tikaman biasa, aneh sekali
perobahannya.
Di tengah jalan. pedang pendek itu mendadak
berobah arahnya dari menikam jadi membabat dan
jika kedua jeriji Thio Yu Liang tidak ditarik kembali.
sudah pasti dua-dua akan terbabat putus.
Tak malu Thio Yu Liang dikenal sebagai kiamkek
kawakan didaerah Barat. Pada saat pedang itu
hanya tinggal terpisah lima dim dari jerijinya, ia
masih keburu membalik tangannya dan dengan

682
gerakan "Liong Heng Coan Ciang" (Gerakan Naga
Menembus Tangan), ia coba merampas pedang
pendek lawan.
Hampir pada detik itu juga, pedang si pemuda
baju putih lewat dipinggir kuping Thio Yu Liang,
sedang tangan Thio Yu Liang menyambar lengan
sibaju putih. Dalam pertempuran jago melawan
jago, menang kalah hanya berdasarkan perbedaan
bagai rambut sehelai dibelah tujuh.
Pada detik itu, dari berada dibawah angin, Thio
Yu Liang jadi berbalik berada diatas angin, sehingga
dengan sekali menyodok, lengan sibaju putih akan
dapat dirusaknya.
Yap Cu Siang terkesiap dan berteriak. "Celaka!"
Tanpa memperdulikan lututnya yang masih lemas, ia
menepuk tanah dengan kedua tangannya dan
badannya lantas melesat kedalam gelanggang
pertempuran.
Tapi sedang badan Yap Cu Siang masih berada
ditengah udara, tiba-tiba Thio Yu Liang berteriak:
"Ihhh !", ternyata pada detik itu sipemuda baju putih
sudah menarik pulang tangannya dan menggunakan
gagang pedang untuk menotok lengan lawannya.
Jika Thio Yu Liang tidak menghentikan pukulannya,
lengan kedua belah pihak tentu akan patah
bersama-sama. Cepat bagaikan kilat Thio Yu Liang
loncat minggir dan kedua lawan itu sama-sama

683
terlolos dari bahaya. Sesaat itu Yap Cu Siang
hinggap diatas tanah dengan napas lega.
Tapi siapa nyana, satu gelombang baru lewat,
lain gelombang sudah menyusul. Menurut kebiasaan,
jika dalam satu pertempuran, dua musuh berpencar,
masing-masing pihak lebih dulu memperbaiki
kedudukannya, kemudian baru maju untuk
bertempur pula. Akan tetapi, baik Thio Yu Liang
maupun si pemuda baju putih ketika itu mempunyai
pikiran yang sama, yaitu: Mendahului menyerang
sebelum sang lawan dapat memperbaiki
kedudukannya. Dalam hal ini Thio Yu Liang yang
mempunyai lebih banyak pengalaman, sudah
bertindak lebih cepat dari pada lawannya.
Baru saja pedang si pemuda baju putih bergerak,
kedua tangan Thio Yu Liang sudah membuat satu
lingkaran clan menerobos masuk kedalam garis
pembelaan si pemuda baju putih yang kedua
tangannya lantas saja "terkunci" dan tak dapat
mengerahkan tenaga lagi.
Thio Yu Liang adalah ahli waris Kun-lun-pay yang
sudah mendapat segala rahasia ilmu silat partai
tersebut. Setiap pukulannya mengandung
"kekerasan" dan "kelunakan" serta berubah-ubah
secara di luar dugaan.
Walaupun tak mengenal rahasia ilmu silat Kunlun-
pay, akan tetapi Yap Cu Siang mengetahui
bahwa dengan sekali menggerakkan tangan, Thio Yu

684
Liang dapat mencelakai si pemuda baju putih. la
tahu, biar bagaimanapun juga ia tak akan mendapat
memberi pertolongan dan tanpa merasa, sekali lagi
ia berteriak "Celaka !"
Dan hampir berbareng dengan teriakan Yap Cu
Siang, Tiiio Yu Liang dan si pemuda baju putih
bersama-sama menjerit. Mata Yap Cu Siang kabur,
ia tak tahu kedua pihak menggunakan pukulan apa.
la hanya melihat lengan baju Thio Yu Liang robek
dan badan-sempoyongan.
"Sahabat kecil! Bagus ! Sungguh bagus!" Yap Cu
Siang berteriak bagaikan kalap lantaran kegirangan.
la tidak mengetahui bahwa pergelangan tangan si
pemuda baju putih juga sudah terpukul dan jika
dihitung-hitung, adalah si pemuda baju putih yang
menderita kerugian lebih besar.
Sekarang muka Toa-congkoan itu berubah merah
padam, ia merasakan dadanya seperti mau meledak
lantaran gusarnya. Mengimpipun ia tak pernah,
bahwa tangan bajunya bisa dirobek oleh satu bocah
yang belum" hilang bau pupuknya.
Selagi lawannya bergusar, si pemuda baju putih
lantas saja mendesak dengan serangan-serangan
hebat. Dalam keadaan tenang, sebenarnya Thio Yu
Liang masih dapat melayani pemuda itu dengan
tangan kosong.

685
Tapi begitu darahnya naik, semangatnya tak
dapat lagi dipusatkan dan dalam sekejap ia sudah
terdesak, sehingga ia jadi kaget dan bingung. Tanpa
memperdulikan. lagi tingkatannya yang tinggi, ia
segera menghunus pedangnya yang mengemblok di
punggungnya.
"Nah, sedari tadi aku sudah perintahkan kau
mencabut senjata," mengejek si pemuda baju putih
sembari tertawa, "Tapi kau tetap membandel.
Sekarang bagaimana?" Sedang mulutnya berbicara,
tangannya bekerja terus dan menikam tenggorokan
Thio Yu Liang bagaikan kilat.
Pedang si pemuda baju putih cepat, tapi gerakan
Thio Yu Liang lebih cepat lagi. Dengan sekali
mengegos, ia sudah mengelit tikaman itu dan lalu
balas menyerang.
Sesudah bergebrak beberapa jurus, dengan
gerakan "Souw Cin Pwee Kiam" (Souw Cin
menggendong orang) Thio Yu Liang menggetarkan
pedangnya, yang dengan mengeluarkan suara
mengaung, sudah "mengunci" bagian atas, tengah
dan balwah pemuda itu.
"Bagus !" Berseru si pemuda baju putih.
Bukannya berkelit atau mengegos, sebaliknya
dengan ilmu "Lie Kong Sia Ciok" (Lie Kong Memanah
Batu), ia menikam dada Thio Yu Liang !

686
Gerakan itu sungguh-sungguh di luar dugaan.
Menurut ilmu pedang yang biasa, seorang yang
sudah "dikunci" secara begitu, harus berusaha
menolong diri. Tapi dalam keadaan yang sangat
berbahaya itu, si pemuda baju putih telah balas
menyerang.
Saat itu Thio Yu Liang terkesiap, sebab ia
mendadak teringat, bahwa pedang lawannya adalah
pedang mustika. Menurut perhitungan, dalam
bentrokan antara kedua pedang itu, pedang si
pemuda baju putih mesti jatuh terpental. Tapi
pedang Thio Yu Liang bukan pedang mustika,
sehingga dalam bentrokan itu meskipun pedang si
pemuda baju putih mungkin terpental jatuh, tapi
pedangnya sendiri pasti akan putus menjadi dua !
Sebagai seorang yang mempunyai kedudukan
tinggi dalam Rimba Persilatan, ia tentu akan menjadi
buah tertawaan umum, jika pedangnya sampai
diputuskan oleh satu bocah.
Biar bagaimanapun juga bentrokan antara kedua
pedang itu sudah dapat dielakkan lagi. Berbareng
dengan suara "trangg !" kedua lawan itu segera
berpencar. Barusan begitu kedua pedang mereka
beradu, Thio Yu Liang menarik pulang tenaga "Yangkong""
(tenaga keras) dan mengeluarkan tenaga Imjiu
(tenaga lunak), sehingga pedangnya hanya
menempel pedang lawan dan lalu mental kembali.

687
Akan tetapi, walaupun begitu, pedang Thio Yu
Liang somplak juga sedikit! Demikianlah, dalam
gebrakan itu, si pemuda baju putih telah mendapat
kemenangan gemilang !
Tapi sebagai seorang muda, ia tak mengenal
batas. Dengan cepat, ia membacok lagi dan barusan
untuk mengadu pula pedangnya. Sekali lagi kedua
pedang itu berbentrok. tapi.. . aneh" sungguh, sekali
mi Jjentrokan itu tidak mengeluarkan suara!
Yap Cu Siang kaget dan heran. la membuka
kedua matanya lebar-lebar untuk mencari tahu, apa
sebabnya.
Di lain saat, pedang si pemuda baju putih seolaholah
sudah kena "dihisap" oleh pedang Thio Yu
Liang. Beberapakali ia berkutet, tapi pedang itu
tetap tak dapat di tarik pulang. Ternyata, kali ini
Thio Yu Liang sudah mengerahkan tenaga Im-jiu
yang sangat tinggi guna "menghisap" pedang
lawannya !
Beberapa saat kemudian, keringat sudah
mengucur dari dahi pemuda baju putih.
"Bagaimana ?" mengejek Thio Yu Liang.
"Tak apa-apa !" menyahuti si pemuda baju putih
sembari mesem tawar, tak tahu dengan ilmu apa,
tiba-tiba badan si pemuda baju putih mencelat dan
pedangnya sudah terlepas dari "ikatan" musuh.

688
Kejadian itu adalah karena salah Thio Yu Liang
sendiri. Barusan, sesudah berhasil menghisap
senjata musuh, dalam sejenak ia "memandang
rendah lawannya dan lalu mengejek dan selagi
bicara, perhatiannya terpecah.
Si pemuda baju putih yang lihay luar biasa,
sungkan menyia-nyiakan ketika baik ini dan dengan
sekali membetot, ia melepaskan pedangnya dari
"hisapan" tenaga Im-jiu. Berbareng dengan itu, ia
meloncat ke samping Thio Yu Liang dan menikam
sekali.
Dengan sangat menyesal Thio Yu Liang berkelit
dengan gerakan "Tui-po-lian-hoan"" (Mundur
berantai) dan kemudian membabat dengan
pedangnya dalam usaha untuk "menghisap" pula
pedang musuh. Tapi kali ini si pemuda baju putih tak
dapat dijebak lagi.
Dengan gerakannya yang sangat gesit, bagaikan
kupu-kupu yang beterbangan di antara bungabunga,
ia melayani Toa Congkoan itu. Thio Yu Liang
menjadi kaget, heran dan kagum dengan berbareng.
Beberapakali, pedangnya hampir menempel
pedang si pemuda baju putih, akan tetapi pada detik
yang terakhir bocah itu selalu dapat meloloskan
senjatanya dari "ikatan" Mendadak Thio Yu Liang
tergoncang hatinya. Sesudah memperhatikan ilmu
pedang si bocah, mendadak ia ingat akan seorang
Tayhiap (pendekar besar) yang sekarang sudah

689
mengundurkan diri dari pergaulan umum dan besar
kemungkinan sudah meninggal dunia. Apakah bocah
ini ahliwaris dari pendekar besar tersebut?
Sesudah bertempur lagi beberapa lama, Thio Yu
Liang menjadi sadar dan mendapat jalan untuk
menhadapi musuhnya. la segera merobah cara
bersilatnya dan mengutamakan pembelaan diri.
Akan tetapi, dalam pembelaan diri itu, ia berlaku
sangat awas dan segera balas menyerang, begitu
ada kesempatan. Dilayani secara begitu, dengan
perlahan si pemuda baju putih menjadi lelah dan
napasnya mulai tersengal-sengal.
Sementara itu Yap Cu Siang mengawasi jalannya
pertempuran dengan hati berdebar-debar. Kedua
orang itu sedang bertempur dengan menggunakan
ilmu pedang yang paling tinggi dan sekali salah jiwa
bisa melayang. Walaupun tidak terlalu paham akan
ilmu pedang, ia mengetahui bahwa si pemuda baju
putih, tuan penolongnya, berada di bawah angin.
Ketika itu, dengan mengatur jalan
pernapasannya, Yap Cu Siang sudah pulihkan
kembali aliran darahnya dan perasaan kesemutan
sudah menjadi hilang. Maka itu, sambil membentak
keras, ia mengambil Biantonya dan bergerak untuk
menyerbu ke dalam gelanggang pertempuran.
Sebagai seorang berpengalaman, Thio Yu Liang
sangat awas matanya. Begitu Yap Cu Siang
bergerak, ia pindahkan pedangnya ke tangan kiri

690
dan merogo sakunya dengan tangan kanan. Sembari
membacok dengan tangan kiri sehingga si pemuda
baju putih terpaksa mundur dua tindak, ia
mengayun tangan kanannya dan melepaskan jumlah
Thie-lian-cie ke arah kedua lawannya.
Sekarang Toa-congkoan ini sudah tidak
menghiraukan lagi soal tingkatan dan dalam
kekuatirannya akan dikerubuti, ia malah tidak
merasa malu untuk menggunakan juga senjata
rahasia. Yap Cu Siang yang baru terluka kakinya, tak
begitu gesit gerakannya, sehingga dua butir Thielian-
cie mampir di lehernya dan ia kembali jatuh
terguling.
Begitu rubuh, ia meloncat bangun lagi dengan
gerakan "Lee Hie Ta Teng" ( Ikan Gabus Meletik )
dan pada detik itu ia mendengar si pemuda baju
putih berteriak : "Bagus !"
Di Iain saat, seperti hujan gerimis, belasan biji
catur berbentuk bulat kecil menyambar ke arah Thio
Yu Liang.
"Bagus!!!" teriak Yap Cu Siang, kegirangan.
Dengan gerakan "Pek Ho Ciong Thian" ( Burung
Ho Putih Menembus Awan ), Thio Yu Liang meloncat
keatas sambil mengebas dengan pedangnya.
Dengan suara ""tringggg !", "trangggg !"",
sejumlah biji catur kena dibikin terpental tapi dua

691
antaranya menyambar terus. "Kena kau !" Berteriak
si pemuda baju putih sambil melompat menikam.
Biar bagaimana lihaypun, Thio Yu Liang tak dapat
berkelit lagi dari dua biji catur itu yang menyambar
kedua pundaknya. "Bagus !," ia berseru sambil
mengerahkan tenaga dalamnya dan menggoyang
pundaknya, Dua biji catur itu tepat mengenai
sasarannya, tapi lantas jatuh ke tanah lantaran kena
ditolak tenaga dalam Thio Yu Liang, yang berbareng
dengan itu sudah mengangkat pedangnya untuk
menyambut serangan si pemuda baju putih.
Si pemuda baju putih kaget tak kepalang. Bahwa
sepuluh antara duabelas biji caturnya kena dipukul
jatuh, sudah cukup mengagumkan. Tapi menolak
senjata rahasia itu dengan tenaga dalam adalah
kejadian yang tak pernah diduga-duganya.
"Nama besar Thio Yu Liang sungguh bukan nama
kosong," ia memuji dalam hatinya. "Tak heran,
dalam dunia Kang-ouw ia mempunyai nama yang
besar..!"
Melihat keadaan yang berbahaya, tanpa
memperdulikan lukanya. Yap Cu Siang kembali
putarkan goloknya dan maju ke medan
pertempuran.
Sekonyong-konyong si pemuda baju putih bersiul
panjang dan nyaring. Di lain saat bagaikan terbang
tubuhnya sudah melayang di udara, tangannya

692
menjambret baju Yap Cu Siang, dan ketika ia
menjejak kedua kakinya, badannya sudah melesat
ke atas, kemudian hinggap di atas punggung
kudanya yang terus kabur bagaikan kilat.
"Thio Yu Liang, sebetulnya aku memiliki
perhitungan dengan kau, tapi kukira sekarang bukan
saatnya! Nanti kita bertemu lagi !" Terdengar suara
si pemuda baju putih nyaring menggema ditempat
itu.
Thio Yu Liang buru-buru cemplak tunggangannya
dan mengubar. Kuda Toa-cing koan ini bukan kuda
sembarangan tapi kuda si pemuda baju putih itu
cepat sekali, dan dalam waktu singkat sudah
terpisah jauh, semakin lama jarak antara mereka
jadi semakin jauh dan akhirnya Thio Yu Liang hanya
dapat melihat satu titik-putih yang dengan cepat
menghilang dari pemandangan.
Jilid ke 16
Toa-congkoan ini tak bisa berbuat apa-apa-apa
dia cuma menghela napas jengkel dan penasaran.
Tiba-tiba ia merasakan pundaknya sakit, segera dia
buka bajunya dan melihat dua tapak biji catur yang
berwarna merah di kedua pundaknya. Masih untung
senjata itu tak beracun. Kalau beracun tentu kedua
tangannya sudah tak dapat digunakan lagi...

693
Dengan diliputi penasaran yang sangat gusar,
Thio Yu Liang melarikan kudanya lagi, dia berusaha
untuk mengejar terus. Dia yakin, sejauh-jauhnya
pemuda baju putih itu menyingkir, toh akhirnya
akan beristirahat juga.
Thio Yu Liang berharap masih bisa mengejar
pemuda yang tampaknya masih belum hilang bau
pupuknya tapi lihay ilmu silatnya itu...
Yap Cu Siang yang menggemblok di punggung
kuda, merasakan seperti juga dibawa terbang di
udara. Hatinya berdebar-d-bar, ia tak nyana seekor
kuda dapat berlari sedemikian cepat. Selagi ia mau
menengok ke belakang untuk menghaturkan terima
kasih kepada penolongnya, kuda itu melompati
suatu selokan dan hampir-hampir ia jatuh
terpelanting. Buru-buru ia menjepit perut kuda
terlebih keras dan tidak berani menengok ke
belakang.
"Jangan bicara ! Hati-hati !" membentak si baju
putih sembari memecut udara dan kuda itu lantas
saja lari terlebih keras
Tak lama kemudian fajar sudah menyingsing dan
sibaju putih menahan kudanya. "Sekarang sudah
boleh berhenti," katanya sembari meloncat turun
dari kudanya dengan paras muka tidak berobah dan
napasnya juga tidak tersengal-sengal.

694
"Kuda ini benar-benar kuda yang bagus dan
jarang terdapat dalam dunia." memuji Yap Cu Siang
kagum memandang kuda itu-Kemudian: "Apa
sekarang aku boleh mengetahui nama tuan yang
mulia ?"
Pemuda baju putih tak menyahut. Mendadak
tangannya dilonjorkan dan golok Bianto yang
tergantung di pinggang Yap Cu Siang sudah pindah
kedalam tangannya. Bagi seorang ahli silat,
melindungi senjatanya adalah satu kebiasaan yang
otomatis.
Begitu tangan si baju putih menyambar, tangan
Yap Cu Siang pun bergerak, tapi ia kalah cepat dan
dilain saat, pemuda itu sudah menyekal Bianto dan
mengawasi senjata itu dengan paras muka
bersangsi, mukanya berobah. Dia mengamat-amati
dua tulisan pada samping gagang golok sebelah
bawah: "Yang-kee" (Leluhur Yang).
Yap Cu Siang terkejut.
"Dari mana kau dapat golok mustika ini ?"
menanya si baju putih.
"Ini adalah golok Yang Bu In," jawabnya.
Muka si baju putih berobah, matanya tampak
berkilat tajam memandang Yap Cu Siang.

695
"Yang Bu In dari kota Siauw An (sekarang Lengan)
di jalan Yang-ceng ?" menegasi pemuda baju
putih.
Yap Cu Siang heran, dia mengawasi si pemuda,
kemudian mengangguk.
"Ya," jawabnya kemudian.
Kenapa Yang Bu In menyerahkan golok
leluhurnya kepadamu ?" tanya si pemuda.
"Yang Bu In sekeluarga terfitnah, dianiaya orangorang
congtok dan semua itu atas perintah kaisar,"
menyahuti Yap Cu Siang. Sekeluarga Yang Pehpeh
ditangkap dan sekarang ditahan oleh congtok di
Leng-an, atas tuduhan Yang Pehpeh diam-diam
memihak pada... pada..."
Yap Cu Siang ragu ragu, pemuda baju putih
mengawasi tajam. "Pada siapa ?" tanyanya.
"Pada Giam Cu, yang kini tentaranya mulai
bergerak dari utara..!" melanjutkan Yap Cu Siang.
"Apakah benar Yang Bu In membantu Giam Cu ?"
tanya pemuda baju putih itu.
Yap Cu Siang kembali ragu-ragu. la tidak kenal
pemuda baju putih ini. bagaimana ia bisa bicara
terus terang ? Tapi, ingat pemuda baju putih ini
telah menolongi jiwanya, segera dia bicara terus

696
terang: "Benar ! Setengah tahun yang lalu Yang
Pehpeh telah menyumbang selaksa tail untuk
mengurangi beban Giam-Cu terhadap belanja
tentara pencinta negeri. Bahkan, Yang Pehpeh sudah
menjanjikan pada akhir tahun ini akan menyerahkan
seluruh harta miliknya yang ada untuk bantu
perjuangan Giam Cu, bahkan ia sendiri akan ikut
dalam pasukan Giam Cu. Tapi siapa sangka... siapa
sangka anjing-anjing Kaisar telah mencium semua
itu, sekeluarga Yang Bu In ditangkap..!"
"Hemmm, kapan ditangkapnya?"
"Seminggu yang lalu... itupun atas perintah
firman kaisar yang dibawa Kim-cee (utusan Kaisar),
yang kini masih berdiam di Leng-an."
"Di mana Yang Bu In ditahan sekarang?" tanya
pemuda baju putih itu lagi.
"Di markasnya tiekoan !" menyahuti Yap Cu
Siang.
"Selain Yang Bu In, siapa-siapa saja keluarganya
yang ditawan ?"
"Yang Pehpeh suami isteri, beberapa orang
pelayan, mungkin berjumlah delapan orang."
"Kabarnya Yang Bu In mempunyai seorang puteri,
bahkan sudah menikah. Bagaimana dengan puteri
dan mantunya ?"

697
Yap Cu Siang memandang curiga pada pemuda
baju putih itu, ia ragu-ragu. Bagaimana pemuda
baju putih ini bisa mengetahui begitu jelas tentang
keluarga Yang ? Golok leluhurnya, puterinya, mantu
dari keluarga Yang..."
"Mereka... mereka sedang berkelana, sehingga
lolos dari jaring orang-orang tiekoan dan para
pahlawan istana kaisar... yang saat itu ikut
mengepung gedung Yang Pehpeh," akhirnya Yap Cu
Siang memberikan keterangannya juga. "Hanya
sayang, usahaku untuk menolongi Yang Pehpeh dan
isterirya gagal, sehingga aku dikejar dan dikuntit
oleh anjingnya Kaisar yang tadi telah dihajar oleh Injin
(tuan penolong). Aku bermaksud cepat-cepat
memberi laporan kepada Giam Taijin ..."
Pemuda baju putih itu menghela napas,
menghunus Bianto yang lalu disabetkan ke udara
beberapa kali. la mendongak dan tertawa
berkakakan, tertawa yang nadanya menyayatkan
hati. la memang pernah melihat golok ini,
diperlihatkan oleh Yang Bu In. Benar Yang Bu In
mempergunakan pedang sebagai senjatanya, karena
ia meyakinkan ilmu pedang, tapi golok Bianto ini
adalah golok warisan leluhur yang dihormati
keluarga Yang.
Beberapa tahun yang lalu ia pernah bersama
Yang Bu In dan keluarganya melihat golok leluhur
keluarga Yang beberapakali, karenanya segera ia

698
bisa mengenali golok Bianto ini waktu pertamakali
melihatnya di tangan Yap Cu Siang.
"Bagus !" ia berseru. "Biar bagaimana, pun juga
Yang Bu In tidaklah mengecewakan, la tidak mensiasiakan
harapan rakyat dan juga Giam Cu Tayjin !"
Yap Cu Siang tergoncang hatinya dan mendengar
perkataan sipemuda baju putih tampaknya ia
mempunyai hubungan yaug rapat dengan keluarga
Yang Bu In.
Pemuda itu lalu memasukkan Bian-to ke dalam
sarungnya dan gantung senjata itu dipinggangnya
sendiri.
"Mohon tuan sudi mengembalikan golok itu
kepadaku," kata Yap Cu Siang.
"Kenapa ?" ia menanya.
"Aku dapat mengerti jika In-jin (tuan penolong)
menyukai golok ini," kata Yap Cu Siang. "Semenjak
dulu orang kata: Golok mustika harus diserahkan
kepada orang gagah, pupur wangi harus
dipersembahkan kepada wanita cantik. Menurut
pantas memang aku harus mempersembahkan
senjata itu kepada In-jin. hanya sayang, sungguh
sayang, waktu terakhir kali aku bertemu Yang
pehpeh sudah berpesan kepadaku supaya
menyerahkan golok itu kepada orang lain dan

699
disebelan itu. didalamnya tersembunyi satu urusan
besar.
"Urusan apa ?" menanya si baju putih dengan
suara tawar.
"Golok ini harus kuserahkan kepada puteri dan
mantu Yang Pehpeh, yaitu Yang Lan lihiap dan
Khang Thiam Lu, suaminya."
"UntuK apa diserahkan kepada Yang Lan lihiap
dan suaminya ?" tanya pemuda baju putih itu.
"Sebagai bukti atas seluruh keterangan yang
akan kusampaikan kepadanya, juga meneruskan
pesan Yang Pehpeh, agar Yang Lan lihiap bersama
suaminya bersama-sama pergi menemui Giam Cu
Tayjin, untuk membantu perjuangan Giam Tayjin
melawan Kaisar penjajah !"
Pemuda baju putih itu menghela napas, dia
menggeleng perlahan. "Biarkan golok ini kuserahkan
sendiri kapada Yang Lan lihiap. Sekarang terpenting
adalah menolongi Yang Pehpeh !" katanya.
Yap Cu Siang ragu-ragu.
"Siapakah In-jin sebetulnya ?" Tanya Yap Cu
Siang akhirnya.
Pemuda baju putih itu memberitahukan namanya
sambil bersiap-siap untuk berangkat melompat

700
keatas kudanya. Temyata pemuda baju putih itu
tidak lain Giok Han.
"Naiklah," katanya sambil menepuk punggung
kudanya menganjurkan Yap Cu Siang. Tanpa berayal
lagi Yap Cu Siang melompat kebelakang punggung
kuda itu, yang kemudian dilarikan Giok Han mutar
kembali menuju ke Leng-an.
Dengan kudanya yang bisa lari sangat cepat,
dalam dua hari Giok Han berdua Yap Cu Siang sudah
sampai dipintu kota sebelah timur.
Sudah hampir empat bulan Giok Han turun
gunung, karena Tai Giok Siansu anggap seluruh
kepandaian sudah diwariskan kepadanya dan sudah
waktunya pula muridnya ini turun gunung, selain
mencari tambahan pengalaman, juga untuk
menyelidiki perkembangan terakhir. Yang
diutamakan dalam pesan Tai Giok Siansu sebelum
keberangkatan Giok Han, muridnya harus
menyelidiki keadaan negeri pada saat itu dan apa
saja yang dilakukan oleh Tang San Siansu!
Tugas lainnya, kalau memang keadaan memaksa.
Giok Han harus segera membantu perjuangan Giam
Cu, Tugas yang dipikul oleh Giok Han bukanlah
tugas yang ringan, karena selain ia harus
menyelidiki tentang Tang San Siansu, juga
membantu perjuangan Giam Cu.

701
Menyelidiki tentang Tang San Siansu memiliki
hubungan erat dengan persoalan yang mengancam
keselamatan Siauw Lim Sie, sedangkan tugas
menghubungi Giam Cu memiliki kepentingan yang
jauh lebih penting lagi yaitu untuk membantu
perjuangan para pencinta negeri mengusir Kaisar
penjajah itu !
Waktu pertama kali turun gunung, yang diingat
olch Giok Han adalah Yang Bu In. la bermaksud
mengunjungi dan berharap bisa bertemu dengan
Lam Sie, pelayan yang setia itu. Juga Khang Thiam
Lu diharapkan berada dirumah Yang Bu In, untuk
dimintai keterangan sejelas-jelasnya tentang
peristiwa pembunuhan keluarga Giok oleh orangorang
Kaisar !
Siapa tahu, dalam perjalanan menuju ke Leng-an,
justeru ia melihat Yap Cu Siang tengah terancam
oleh Thio Yu Liang, segera ia turun tangan
menolongi Yap Cu Siang, yang akhirnya
menyebabkan Giok Han mengetahui keluarga Yang
telah tertimpa bencana oleh orang-orang Kaisar !
Pada pintu kota sebelah timur tampak banyak
sekali serdadu-serdadu penjaga pintu.
Giok Han mengajak Yap Cu Siang ke pintu kota
sebelah barat. Disitu tampak gelap dan agak sepi,
hanya beberapa orang serdadu penjaga pintu kota.

702
"Kita pergi kepintu sebelah utara," kata Giok Han
dengan suara perlahan. Dengan hati-hati mereka
lalu jalan disepanjang tembok, supaya tidak terlihat
oleh serdadu-serdadu penjaga. Kuda Giok Han sudah
ditambat belasan li jauhnya sebelum mereka tiba
dipintu kota Leng-an ini.
Tapi baru saja mau biluk di satu ujung tembok,
dari sebelah utara kelihatan mendatangi lima
serdadu peronda yang membawa lentera. Mereka
kaget dan lalu mepet ke tembok.
Tapi rupanya mereka sudah terlihat oleh para
peronda, yang lanta; berhenti dan seorang serdadu
yang jalan paling dahulu, angkat lenteranya dan
matanya mengawasi keempat penjuru.
"Barusan aku lihat beberapa bayangan hitam, tapi
lantas menghilang,"
"katanya pada kawan-kawannya.
"Mana bisa ! Mungkin kau kebanyakan tenggak
susu macan!" kata seorang kawannya.
"Jangan bicara main-main ! "kata serdadu itu
dengan suara mendongkol. "Aku sama sekali tidak
minum arak. Barusan jelas-jelas aku lihat beberapa
bayangan. Coba kita cari di bawah tembok." Sehabis
berkata begitu ia jalan ke jalan ke arah tembok
sembari acungkan lenteranya, diikuti oleh empat
kawan-kawannya.

703
Begitu ia datang dekat, tangan Giok Han
menyambar dan tiang lentera jatuh serta padam. Di
lain saat, Giok Han sudah menotok jalan darahnya
yang membikin ia jadi bungkam tak bersuara. Baru
saja tadi ia berteriak: "Penjahat !", empat serdadu
lainnya sudah kena dibikin rubuh oleh Yap Cu Siang,
yang sudah menotok jalan darah keempat peronda
itu.
Penjaga loteng tembok kota rupanya sudah
dengar suara ribut-ribut itu. "Penjahat apa ?"
seorang berteriak dari atas. Dengan cerdik Yap Cu
Siang baru-baru nyalakan lentera yang lantas
diangkat tinggi dan menyahut: "Kami ronda malam.
Barusan ada beberapa penjahat yang lari ke jurusan
selatan!"
Di atas tembok kota lantas muncul beberapa
lentera. "Kenapa tidak dikejar ?" berteriak salah
seorang di atas.
"Kami juga mau mengejar. Hayo, kalian tolong
bantu kami!" berseru lagi Yap Cu Siang. Tingginya
tembok kota kurang lebih 3 tombak dan dalam yang
gelap, orang-orang yang di atas tentu tidak dapat
lihat jelas muka orang-orang yang berada di bawah
Yap Cu Siang lantas saja lari ke arah selatan dan
di atas tembok kota segera terdengar suara tindakan
yang ramai. Sesudah lari beberapa puluh tindak, Yap
Cu Siang kembali berteriak: "Nih, dia ! Hayo lekas !
Cepat !"

704
Para serdadu yang sudah turun ke bawah lantas
mempercepat tindakannya dan lari mengikuti suara
Yap Cu Siang.
Selang tidak lama Yap Cu Siang sudah balik dan
berkata: "Nah, ini dia penjahat-nya !" Dan dia
kerahkan tenaganya, dalam sekejap ia berkelebatan
ke sana-sini, maka rubuhlah para pengawal pintu
kota itu. Gesit sekali Yap Cu Siang kemudian
melompat ke atas tembok kota.
Giok Han pun sudah lompat lincah sekali ke
tembok pintu kota. "Kau bersembunyi di sekitar
tempat ini, aku akan pergi ke gedung tiekoan" pesan
Giok Han.
Sesudah berlari-lari tidak lama di atas gentenggenteng
rumah, tibalah Giok Han di gedung tiekoan
la memiliki ginkang tinggi, maka mudah saja ia
melakukan perjalanan di atas genteng-genteng
rumah penduduk tanpa menimbulkan kecurigaan
apa-apa. Gedung tiekoan dikurung dengan tembok
tinggi.
Giok Han mendekam diatas genteng rumah
seorang penduduk dan memandang keadaan di
gedung tiekoan, Di bagian belakang pekarangan
gedung terdapat tiga atau empat kamar, sedang di
sebelah selatan-timur terdapat satu lorong panjang
yang di kedua pinggirnya dipasang lankan yang
terukir indah sekali.

705
Giok Han tahu, bahwa itulah ada kamar-kamar
yang digunakan oleh keluarga tiekoan. Seperti
seekor burung walet, ia hinggap ringan diatas
tembok, dan kemudian loncat turun dalam
pekarangan gedung tiekoan tanpa mengeluarkan
suara. Waktu itu sudah jam dua lewat tengah
malam, sedang keadaan di situ sunyi senyap. Hatihati
sekali Giok Han hampiri sebuah kamar yang
mempunyai beberapa jendela, terukir dengan kaca
yang indah.
la mendekati satu jendela kaca dan mengintip ke
dalam kamar yang lampunya masih terangbenaerang.
Kamar itu ternyata adalah kamar tulis.
Seseorang yang berpakaian indah kelihatan sedang
menulis surat, dan tanpa melihat mukanya Giok Han
segera dapat pastikan bahwa orang itu adalah
tiekoan Leng-an yang bernama Cu Sin Tek.
Sesudah menghunus pedang pendeknya, Giok
Han buka pintu, singkap tirai dan loncat ke belakang
tiekoan. Melihat api lilin bergoyang. Cu Sin Tek
letakkan pitnya dan niat memanggil orang. Tapi
pundaknya sudah dicekal dengan tangan yang kuat,
sedang sebatang pedang berkelebat di depan
matanya. Cu Sin Tek bergidik sebab ia rasakan
dinginnya hawa pedang yang sudah menempel pada
tenggorokannya.
"Mau mati apa mau hidup ?" tanya Giok Han
dengan suara perlahan.

706
Dengan gemetar sekujur badan dan keringat
dingin keluar diri dahinya, Ca Sin Tek manggutmanggutkan
kepalanya.
"Beberapa hari berselang, bukankah ada datang
satu kim-cee (utusan kaisar) ?" tanya lagi Giok Han.
Cu Sin Tek kembali manggutkan kepalanya.
"Di mana adanya kim-cee itu ?" Giok Han
menanya pula. Tiekoan itu menganga dan buat
sementara tidak dapat menjawab.
"Kalau kau gagu, tulis saja di atas sepotong
kertas," kata Giok Han sembari tertawa.
Cu Sin Tek tahu, ia sekarang sedang berhadapan
dengan orang yang berkepandaian tinggi. la tahu,
jika membandel, jiwanya bisa melayang. Mengingat
begitu, ia lantas angkat pitnya dan menulis di atas
kertas.
Giok Han lalu baca bunyinya tulisan yang seperti
berikut : "Kim-ce Kui sekarang berdiam di ranggon
dalam gedungnya cong-tok Leng-an."
Tanda-tangani !" Giok Han memerintah.
Muka Cut Sin Tek jadi pucat. Melihat ia ayalayalan,
Giok-Han tandelkan pedang pada lehernya
dan membentak : "Lekas !"

707
Lantaran takut mati, ia terpaksa angkat lagi
pitnya dan menulis perkataan : Tiekoan Leng-an Cu
Sin Tek." di-bawahnya kertas itu.
Sembari mesem Giok Han lipat kertas itu yang
lantas dimasukkan ke dalam kantongnya. "Tiekoan
Taijin," kata Giok Han seraya kebaskan pedang di
depan mukanya. "Sekarang aku mau minta
pertolonganmu. Apa kau dapat menyanggupi ?"
"Bisa, bisa," kata sang tiekoan.
"Bagus ?" kata lagi Giok Han. "Sekarang aku mau
tanya: "Apakah kau yang suruh tangkap Yang Bu ln
dan keluarganya ?"
Cu Sin Tek manggutkan kepala.
"Mereka merebut kedosaan apa ?" tanya Giok
Han lagi.
"Kaisar telah perintah Kim-cee Kui Hoa datang di
sini buat membekuk pemberontak. Aku cuma
melaksanakan perintah..." menerangkan Cu Sin Tek.
"Dusta !" Giok Han membentak. "Ada orang lihat
mereka dirantai dan diseret oleh serdadu-serdadumu
dan kau sendiri memperlakukan mereka galak
sekali. Mereka adalah keluarga baik-baik, keluarga
Yang tidak pernah melakukan kedosaan apapun juga
terhadap negara, siapa yang telah fitnah mereka."

708
"Itu... itulah di luar pengetahuanku. Mohon
mohon sudi mengampuni. . ." kata Cu Sin Tek
dengan suara meratap.
Giok Han keluarkan suara di hidung dan berkata
lagi: "Yah, sudahlah. Sekarang aku mau coret
namanya Yang Bu In. Mulai dari sekarang, kau tidak
boleh ganggu lagi keluarga Yang. Juga kauharus
perintahkan orang membebaskan mereka, Jika kau
membandel, aku akan ambil kepala anjingmu. Kau
mengerti ?"
Tiekoan itu jadi gemetar sekujur badan. "inilah
firmannya Kaisar," kata ia dengan suara serak. "Dan
semua ini atas perintah yang telah disampaikan Kimcee
Taijin. Kalau aku tidak . . . tidak melaksanakan
perintah . . . aku sendiri bisa celaka."
Mata Giok Han mendelik. "Aku tak perduli !" ia
membentak "Jika kau langgar Yang Bu In dan
keluarganya, kau harus tahu Liong Kak Sin Hiap
tidak boleh dibuat main-main ! "
Mendengar perkataan Giok Han, hati Cu Sin Tek
kuncup.
"Baiklah." katanya. "Kalau memang kau
memerintah aku begitu . . . aku akan . . .
mematuhi."
Giok Han manggut-manggutkan kepalanya.
"Sesudah kau berjanji begini, dan akan menuruti

709
setiap perintahku, akan kuampuni jiwa anjingmu.
Tapi kalau nanti kau main gila, aku akan binasakan
Kim-cee dan kirim surat yang barusan kau tulis
kepada pembesar negeri, dengan mengatakan
bahwa pembunuhan itu diperintah olehmu !"
Tiekoan itu mencelos hatinya, kembali keluarkan
keringat dingin. "Jangan begitu, hohan. Aku tentu
tidak berani main gila," ia meratap dan merintih.
"Sekarang kau perintahkan orangmu untuk
membebaskan Yang Bu In dan keluarganya !"
bentak Giok Han.
Tiekoan itu ketakutan setengah mati, Giok Han
menyeretnya ke dekat tirai, Giok Han berdiri di balik
tirai, sedangkan tangan tiekoan dicekal masuk ke
balik tirai, mata pedang menandal di punggungnya
terhalang hanya tirai. Tiekoan itu menggigil
ketakutan, mata pedang yang tajam menembusi
jubahnya dan kulitnya lecet perih.
"Cepat kau panggil orangmu dan keluarkan
perintahmu agar Yang Bu In dan keluarganya
dibebaskan !"
Tiekoan tidak berani main gila, karena sekali
pedang itu menghujam, habislah riwayatnya. Segera
dia berteriak memanggil orang dengan suara serak,
diperintahkan membebaskan Yang Bu In, isterinya
dan para pelayannya.

710
"Perintahkan antar mereka sampai keluar pintu
kota !" bisik Giok Han perlahan.
Tiekoan itu tidak berani membantah, dia juga
perintahkan orangnya agar mengantarkan Yang Bu
ln sekeluarga sampai keluar pintu kota. "Masingmasing
diberi seekor kuda !" bisik Giok Han lagi dan
tiekoan itupun mengeluarkan perintahnya seperti itu.
Orangnya jadi memandang bingung atas sikap
tiekoan, tapi tiekoan yang merasa pundaknya sakit
karena mata pedang ditekan lebih keras oleh Giok
Han, jadi membanting kaki dengan muka meringis:
"Cepat laksanakan perintah !" teriaknya ketakutan.
Orang tiekoan tidak berani berayal, segera Yang
Bu In sekeluarga dibebaskan, masing-masing diberi
seekor kuda dan diantar sampai di luar pintu kota.
Di sana Yang Bu In semua disambut oleh Yap Cu
Siang, yang girang bukan main. Mereka menjauhi
pintu kota, seperti yang telah dipesan Giok Han tadi
sebelum ia berpisah dari Yap Cu Siang.
Setelah menunggu setengah jam sejak orang
tiekoan melapor perintah telah dilaksanakan, dan
setelah pengawal tiekoan mengundurkan diri, Giok
Han menyeret tiekoan ke dekat meja tulisnya...
Keluarga Yang telah kehilangan hartanya, mereka
terpaksa tidak bisa berdiam lagi di Leng-an, berarti
rumah dan harta mereka lenyap. Kau perintahkan
orangmu untuk mengambil separoh dari hartamu,
untuk kubawa dan nanti kuberikan kepada Yang Bu

711
In, agar mereka tidak menjadi susah karena fitnahan
ini!"
Kaget Cu Sin Tek. Mendengar Giok Han suruh ia
bagi hartanya separuh yang akan dibawa buat Yang
Bu In, tubuhnya menggigil keras dan mukanya
pucat. Cu Sin Tek sangat kikir mendadak merasakan
sesak napasnya dan ia rubuh dalam keadaan
pingsan.
"Binatang ini pandang harta seperti juga jiwanya.
Benar-benar menyebalkan !" menggerendeng Giok
Han. Dengan perasaan mendongkol, ia potong
kuping kiri pembesar rakus dan kemudian berlalu
dasi kamar itu, buat menyusul Yap Cu Siang.
Yang Bu In dan lain-lainnya di luar pintu kota,
yang di ajak untuk berlalu sejauh, mungkin, karena
ia yakin dalam waktu dekat pasti ada pasukan
tiekoan yang akan mengejar mereka.
Lantaran perasaan sakit, Cu Sin Tek sadar dari
pingsannya. Begitu mengetahui hilangnya sebelah
kuping, ia segera menjerit sekeras suara. Waktu itu,
kepala pengawal tiekoan yang bernama Ciu Leng
Kiauw kebetulan baru pulang habis meronda.
Hatinya terkesiap mendengar jeritan dari kamar
tulisnya tiekoan dan memburu ke situ.
Mendadak ia lihat sesosok bayangan hitam loncat
ke atas tembok. "Celaka !" ia berseru dan
mengetahui bahwa tiekoan telah disatroni

712
pembunuh, la lantas loloskan gendewanya dari
punggungnya dan melepaskan sebutir peluru, tapi
bayangan hitam itu, yang gerak kannya luar biasa
gesit, sudah loncat turun keluar tembok.
"Ada pembunuh !" Ciu Leng Kiauw berseru buat
panggil orang-orangnya. sedang ia sendiri lalu loncat
ke atas tembok. la memandang ke bawah, tapi
orang itu sudah tidak kelihatan bayang-bayangannya
lagi. Mendengar teriakan Ciu Leng Kiauw, belasan
pengawal yang menjaga di luar kantor tiekoan
memburu ke situ, tapi "penjahat" sudah tidak
kelihatan mata-hidungnya lagi.
Pada hari-hari biasa, tiekoan Cu Sin Tek larang
para pengawalnya, terhitung juga Ciu Leng Kiauw,
masuk ke pekarangan belakang, yaitu ke gedung
tempat tinggal keluarganya. Malam itu, sehabis
pulang meronda, ia bermaksud untuk istirahat, siapa
tahu mendengar jeritan tiekoan dan melihat sesosok
bayangan tamu tak diundang. Lantaran begitu, ia
lalu masuk ke dalam buat melihat keadaan tiekoan
dan hatinya berdebar keras.
Sesudah perintah belasan orang pengawal periksa
seluruh pekarangan, ia segera loncat turun dari atas
tembok dan pergi ke dalam kamar tulis. Api lilin
masih terus menyala terang, sedang semua barang
tidak ada yang terganggu. Tapi di atas lantai
menggeletak tubuhnya sang tiekoan dengan
berlumuran -darah dan dalam keadaan pingsan.

713
Hati Ciu Leng Kiauw mencelos. la tubruk badan
majikannya dan raba dadanya yang ternyata masih
hangat dan napasnya masih berjalan seperti biasa.
la angkat tubuh pembesar itu dan baru tahu bahwa
kuping kiri tiekoan telah "dicuri" oleh tamu malam
tak diundang itu.
Ciu Leng Kiauw segera dukung tubuh tiekoan
yang dibawa keluar dari kamar tulis. Di luar ia
bertemu dengan isteri pembesar itu dan pelayanpelayan
yang pada datang lantaran dengar suara
ribut-ribut. Sesudah memesan supaya seorang
pelayan sediakan somthung, ia bawa tiekoan ke
kamar tidurnya, di mana ia lebih dahulu pakaikan
obat luka pada kupingnya tiekoan dan kemudian beri
makan Seng-hun-yo (obat buat bikin sadar orang
pingsan).
Beberapa saat kemudian, Cu Sin Tek sadar dan
lalu dikasih minum Som-thung, supaya pulih
kekuatannya. Sesudah semangatnya pulih kembali,
Cu Sin Tek segera perintah isteri dan pelayanpelayannya
berlalu dan minta Ciu Leng Kiauw
seorang berdiam dalam kamarnya.
Sesudah semua orang tinggalkan kamarnya, Cu
Sin Tek segera berkata dengan suara di hidung :
"Ciu Leng Kiauw, hukuman apa kau harus dapat ?"
Kepala pengawal tiekoan itu jadi gemetar dan
buru-buru berlutut seraya berkata : "Toaya, aku
tahu, aku berdosa..."

714
"Kedudukanmu adalah sebagai kepala pengawal
dan kau makan gajinya negara, sedang akupun
perlakukan kau cukup baik," kata lagi sang tiekoan.
"Tapi ternyata, kau tidak mempunyai kebecusan.
Sekarang aku.." Mendadak ia ingat satu kupingnya
yang di potong Giok Han. Mukanya jadi merah
padam lantaran malu dan gusar, sehingga Ciu Leng
Kiauw lah yang menjadi korban hawa amarahnya:
"Ciu Leng Kiauw !" ia membentak. "jiwaku
hampir-hampir mampus dalam tanganmu! Sekarang
aku mau tanya: "Kau mau bicara apa di
hadapanku?"
Kepala pengawal yang lacur itu tak berani angkat
mukanya. la cama manggut-manggutkan kepalanyadan
terus berlutut.
Melihat yang ditanya tidak menyahut, tiekoan
membentak pula: "Binatang ! Aku beri batas waktu
tiga hari. Dalam waktu tiga hari kau harus bekuk
pembunuh itu !"
"Toaya, mohon Toaya jangan terlalu bergusar."
berkata Ciu Leng Kiauw dengan suara gemetar "Aku
mohon tanya, bagaimana romannya pembunuh itu ?
Apa dia tinggalkan namanya atau tidak?"
"Biasanya kau suka bicara besar dan bilang
banyak mengenal orang-orang Kang-ouw. Tapi
sekarang. orang itu yang katanya bergelar Liong Kak

715
Sin Hiap kau masih belum tahu !" kata si tiekoan
dengan suara gusar.
Mendengar gelaran Liong Kak Sin Hiap, alis Ciu
Leng Kiauw mengkerut. la belum pernah mendengar
gelaran itu, sungguh mati dia tidak tahu entah siapa
orang yang memakai gelaran Liong Kak Sin Hiap itu,
yang berusaha coba membunuh cukongnya ini.
"Pergi! Dalam tiga hari kau mesti membereskan
perkara ini !" Demikian Cu Sin Tek membentak
dengan suara galak.
Ciu Leng Kiauw tak dapat berbuat Iain dari pada
berlalu sambil manggut-manggutkan kepalanya.
Kembali ke kantornya, sambil membentak-bentak
ia perintahkan para pengawal untuk melakukan
pengejaran. Hatinya mendongkol bukan main. Tapi
tak lama kemudian belasan pengawal yang
diperintahkan pergi menangkap penjahat pulang
dengan beruntun dan hasilnya nihil.
Sekarang giliran Ciu Leng Kiauw buat bersikap
galak. Sembari mendelik dan menggebrak meja, ia
membentak: "Mana penjahatnya ?"
"Kami sudah pergi ke segala pelosok kota Lengan.
tapi tidak dapatkan orang yang dicurigai," jawab
salah seorang di antara pengawalnya itu.

716
Ciu Leng Kiau melampiaskan kemendongkolan
hatinya pada para pengawal itu. la gebrak meja
sekuat tenaga, sehingga piring mangkok pada
terguling.
"Binatang!" ia membentak seperti caranya
tiekoan membentak dia tadi. "Aku beri batas waktu
tiga hari ! Dalam tiga hari kalian harus bekuk
penjahat itu ! Kalau tidak, seorang akan ku persen
tigapuluh rotan ! Hayo, pergi !"
Mendengar makian dan batas waktu itu, belasan
pengawal tersebut tentu saja jadi sangat ketakutan.
Tapi apa mereka bisa berbuat ? Mereka hanya pergi
mencari lagi, dan yang menjadi sasaran adalah
beberapa orang rakyat jelata yang tidak tahu apaapa
jadi sasaran kemarahan para pengawal tiekoan
ini, yang main bentak dan pukul ! Bahkan ada satudua
orang yang digusur ke gedung tiekoan buat
diperiksa, dengan alasan orang-orang itu harus
dicurigai sebagai penjahat!
Sekarang mari kita tengok Giok Han, Dari gedung
Tiekoan ia segera menyusul Yap Cu Siang.
pertemuan dengan Yang Bu In dan Lam Sie, pelayan
tua yang setia itu, mengharukan. Tapi Giok Han
sadar mereka tidak boleh buang-buang waktu,
segera mengajak mereka berlalu secepat mungkin,
semakin jauh semakin baik buat mereka, karenanya
rombongan ini tidak beristirahat melakukan
perjalanan dua hari dua malam terus menerus.

717
Barulah akhirnya di sebuah perkampungan kecil
mereka beristirahat. Mereka melepaskan rindu. Lam
Sie malah sampai memeluk Giok Han sambil
menangis, mendengarkan cerita majikan kecilnya,
yang kini telah jadi dewasa. Setengah hari mereka
melepaskan lelah, akhirnya Giok Han bilang pada
Yap Cu Siang: "Yap-toako, kita tak bisa berlamalama
di sini, kalau sampai barisan tiekoan mengejar
sampai di sini, kita akan repot. Kita harus segera
melanjutkan perjalanan. Yang Pehpeh tentu bersedia
ikut dengan Yap-toako pergi menemui Giam Cu
Taijin, untuk bergabung dengan mereka ? Aku
sendiri harus pergi ke suatu tempat menyelesaikan
suatu urusan. Nanti aku akan menyusul kalian
bergabung menjadi satu . . .!"
Setelah berunding, memang Yang Bu In dan Yap
Cu Siang menyetujui untuk pergi bergabung dengan
Giam Cu. Segera mereka berpisah. Lam Sie,
berpisah kembali dengan Siauwya nya dengan
linangan air mata, rasa rindunya masih belum lagi
terpenuhi, sekarang mereka sudah harus berpisah
lagi.
Tapi menyadari akan bahaya yang bisa menimpah
mereka, maka akhirnya merekapun melanjutkan
perjalanan dengan cepat, dipimpin Yap Cu Siang
untuk bergabung dengan Giam Cu. Golok leluhur
keluarga Yang sudah dikembalikan Yap Cu Siang
pada Yang Bu In.

718
Giok Han mengantarkan kepergian rombongan
teman-temannya itu dengan mata merah karena
menahan tangis. la pun sangat rindu pada Lam. Sie,
pelayan keluarganya yang sangat setia dan kini
sudah tua benar.
Tapi, Giok Han memiliki kepentingan mendesak
yang mengharuskan mereka berpisah. Setelah
rombongan Yang Bu In lenyap dari pandangan
matanya, Giok Han menghela napas, memutar
kudanya dan dilarikannya keras-keras . . . .
Giok Han melarikan kudanya cepat sekali ke arah
utara, ia menuju ke propinsi Kang-souw. Sesudah
melakukan perjalanan beberapa lama ia tiba di
Hankouw.
Giok Han masuk ke dalam kota kira-kira tengahhari
dan ia merasa lapar sekali. Selagi mencari-cari
tempat penangsel perut, ia melihat sebuah restoran
besar dipinggir jalanan yang ramai dan memasang
merek Kim-hong-louw (Rumah makan Burung Hong
mas) dengan huruf-huruf emas yang besar-besar.
"Rumah-makan itu agak luar biasa," pikir Giok
Han. la meraba sakunya, ternyata hanya mempunyai
seratus lebih uang tembaga, tak cukup untuk makan
dan minum arak.
"Biarlah aku makan saja semangkok mie,"
pikirnya sambil menambat kudanya pada tempat
tambatan kuda.

719
Sesudah itu dengan membawa bungkusannya,
periahan-lahan ia naik ke loteng. Melihat baju
pemuda itu yang sederhana dan kotor oleh debu,
seorang pelayan lantas saja menghadang di tengah
jalan seraya berkata: "Tuan, makanan di atas loteng
mahal-mahal harganya . . . tidak ada harganya yang
murah ...."
Giok Han mengawasi tawar pada pelayan
mendadak ia tertawa besar dan berkata dengan
suara nyaring : "Asal makanan enak dan arak sedap,
berapapun mahalnya harga makanan itu tak
kuhiraukan!"
Si pelayan menyingkir dengan rasa sangsi, ia
mengawasi Giok Han terus mendaki tangga loteng.
Ruangan loteng itu besar, bersih dan diperlengkapi
dengan perabotan yang halus nan indah. Para tamu
yang sedang makan minum rata-rata berpakaian
mentereng mewah, sebagai tanda bahwa mereka
orang-orang beruang. Seperti kawannya yang
menghalangi di bawah loteng, pelayan di atas
lotengpun memandang rendah kepada Giok Han
yang berpakaian sederhana dan kotor. Sesudah
beberapa lama duduk di situ, masih saja tak seorang
pelayan datang menghampirinya.
Giok Han jadi semakin mendongkol. Selagi ia
mempertimbangkan apa yang harus dilakukan, di
tengah jalan tiba-tiba terdengar suara ribut, disusul
dengan suara tertawa seorang wanita.

720
Giok Han duduk di pinggir jendela Iantas saja
melongok ke bawah. la melihat seorang perempuan
dengan rambut terurai dan muka serta pakaian
berlepotan darah, sedang menari-nari di tengah
jalan sambil mencekal sebatang golok, sebentar
menangis dan sebentar tertawa. "Ah, orang gila,"
pikir Giok Han.
Lalu lintas terganggu, banyak yang menonton
dari sebelah kejauhan, ada yang ketakutan, ada pula
yang kelihatannya merasa kasihan, tapi tak
seorangpun yang berani mendekati perempuan
sinting itu. Mendadak perempuan edan itu menuding
merek Kim-hong lauw dan bertepuk tangan sembari
tertawa terpingkal-pingkal...
"Siangkoan loya !" ia berteriak. "Biarlah kau
berusia sejuta tahun, kaya dan mulia lengkap
semuanya. Aku si tua berlutut di sini, supaya Langit
yang mempunyai mata, melindungi kau seumur
hidup!"
la berlutut dan membenturkan kepalanya diatas
tanah, sehingga jidatnya mengeluarkan darah. Tapi
agaknya, sedikitpun perempuan edan itu tak merasa
sakit.
la terus manggut-manggutkan kepala sembari
berteriak-teriak: "Siangkoan Loya ! Di waktu siang,
biarlah kau mendapat segantang emas, di waktu
malam segantang mutiara ! Kaya besar, kaya-raya,
ratusan anak, ribuan cucu."

721
Dari dalam rumah makan sekonyong-konyong
keluar seorang lelaki yang tangannya memegang
kipas. Dilihat dari gerak-geriknya lelaki itu seperti
pengurus rumah makan.
"Peng Sieso !" ia membentak. "Kalau mau jual
lagak gila pergilah ke tempatmu. Pergi ! Jangan
mengacau di sini. Kau dengar ?"
Wanita itu tak menggubris bentakan orang, ia
masih terus berlutut sembari sesambatan. Si
pengurus rumah makan mengulapkan tangannya
dan dari dalam rumah makan segera keluar dua
orang lelaki bertubuh tinggi besar kekar.
Seorang merampas golok di tangan Peng Sieso,
sedang yang seorang lagi mendorongnya dengan
keras, sehingga wanita itu terguling-guling
jumpalitan ke tepi jalan.
Peng Sieso berdiri terpaku dengan mulut
ternganga, untuk sementara tak mengeluarkan
sepatah kata. Mendadak ia memukuli dadanya
sendiri dengan kedua tangannya dan berteriak-teriak
sembari menangisi:
"Ohhh ! Sayangku ! Sungguh menyedihkan cara
kebinasaanmu. Langit mempunyai mata, kau tidak
mencuri dan gegares daging ayam orang!"
"Kubacok kau jika kau masih terus rewel !"
bentak lelaki yang tadi merampas goloknya.

722
Peng Sieso tak menjadi jeri, ia menangis semakin
keras. Si pengurus rumah makan melirik semua
penonton dan ia mencapat kenyataan bahwa mereka
semua mengunjukkan wajah tak puas. la
mengibaskan kipasnya dan tersenyum tawar, ia
mengulapkan tangannya dan masuk kembali ke
dalam Kim-hong-lauw bersama dua orang anak
buahnya yang bertubuh tinggi besar.
Melihat lelaki gagah menghina seorang wanita
lemah, lagi pula wanita sinting, Giok Han sebenarnya
sudah ingin menyelak. Akan tetapi mengingat wanita
itu adalah seorang tidak beres pikirannya, sedapat
mungkin ia menahan sabar.
Tiba-tiba ia mendengar pembicaraan dua tamu
yang duduk pada meja sebelah belakang. "Dalam
urusan ihi Siangkcan Loya keterlaluan." kata seorang
di antaranya dengan perlahan. "Apakah dia merasa
enak hati sesudah mengambil jiwa manusia yang
mati karena tindasan pengaruhnya ?" Giok Han
terkejut.
"Tak dapat kita terlalu menyalahkan Siangkoan
Loya," kata seorang lain. "Jika seorang
kehilangannya apa, tentu saja ia akan
menanyakannya. Siapa suruh perempuan itu berotak
miring, membelek perut anaknya sendiri ?"
Giok Han tak dapat menahan sabar lagi.
Mendadak ia menengok ke belakang dan kedua
orang itu kaget, segera berhenti bicara.

723
Mereka itu, yang satu gemuk dan yang lain kurus,
mengenakan thungsha sutera yang mahal harganya
dilihat dari dandanan mereka, kedua orang ini
adalah orang orang kaya.
Giok Han tahu kaum pedagang paling sungkan
banyak urusan dan jika ia menanya secara biasa
mereka pasti tak mau memberi keterangan. Berpikir
begitu, ia berkata sambil memberi hormat: "Sejak
berpisah di Kwitang sudah berapa tahun kita tak
bertemu muka, Apa jiewie (tuan berdua)
memperoleh banyak keuntungan ?"
Teniu saja mereka heran karena memang tak
mengenal Giok Han, Tapi sebagaimana biasa,
seorang pedagang selalu bersikap ramah tamah.
Maka segera mereka balas hormat. "Boleh juga,
terima kasih," jawab mereka.
"Sekarang siauwte datang kesini membawa
selaksa tail perak." kata Giok Han. tujuanku adalah
untuk membeli barang, tapi karena belum
mempunyai kenalan, sedang aku sendiri sangat
asing dengan keadaan di sini, aku masih merasa
sangsi. Sekarang kebetulan bertemu dengan kalian,
aku tentu bisa minta pertolongan."
Mendengar "selaksa tahil perak", wajah kedua
orang itu lantas saja berseri-seri. "Tentu saja, tentu
saja," kata mereka dan mengundang Giok Han
duduk semeja dengan mereka.

724
Giok Han tidak berlaku sungkan. "Tadi jiewie
bercakap-cakap dan aku mendengar kata-kata
tentang mengambil jiwa manusia karena tindaan
pengaruh," kata Giok Han.
"Bolehkah aku mengetahui, urusan apakah itu ?"
Muka kedua pedagang itu berobah. Waktu
mereka mau menolak, Giok Han sudah mengulurkan
kedua tangannya memencet tangan mereka, hampir
berbareng, kedua orang itu mengeluarkan teriakan
tertahan. Muka mereka jadi pucat pias. Mendengar
teriakan itu beberapa pelayan dan tamu segera
menengok ke arah mereka.
"Tertawa !" bentak Giok Han berbisik. Mereka tak
berani membantah. Segera tertawa meringis,
melihat di situ tak terjadi apa-apa yang luar biasa,
semua orang tidak memperhatikan mereka lagi.
Kedua orang itu mengeluarkan keringat dingin,
tangan mereka ssolah-olah dijepit dengan jepitan
besi, keras dan menyakitkan sekali. "Dulu aku
penjahat besar dan bisa bunuh manusia tanpa
berkedip. Sekarang aku sudah jadi orang baik-baik,
dengan selaksa tahil perak ingin membeli barang.
Tapi sayang aku tak mempunyai uang. Aku ingin
meminjam dari jiewie, seorangnya lima ribu tahil..."
Mereka kaget. "Aku . . . aku tak punya," jawab
mereka hampir bersamaan.

725
"Baiklah," kata Giok Han. "Tapi kalian harus
menceritakan kepadaku bagaimana manusia itu
yang dipanggil Siangkoan Loya mengambil jiwa
orang dengan menggunakan tindasan pengaruh.
Siapa yang menceritakan yang paling jelas, aku
membebaskannya dari tugas meminjamkan uang.
Aku akan mencari orang lain sebagai gantinya."
Keruan saja kedua pedagang itu manggutmanggut.
"Baik, baik, baiklah," jawab mereka
terburu-buru.
Giok Han mesem, hatinya geli bukan main.
Melihat si gemuk lebih pandai bicara dia bilang:
"Yang gemuk bicara lebih dulu baru yang kurus
Siapa yang ceritanya tak jelas, dialah yang harus
meminjamkan uang padaku."
Sehabis berkata begitu, Giok Han melepaskan
cengkeramannya. Dibuka bungkusannya dan
memperlihatkan isinya yang hanya beberapa potong
baju dan sebilah pedang pendek yang berkilauan. la
mengambil sumpit gading dari aias meja, sekali
diketukkan pada pedangnya yang dihunus separuh,
sumpit itu menjadi empat potong. Keruan saja
kedua pedagang itu tambah ketakutan, keringat
dingin mengucur cari sekujur tubuh. Hati mereka
berdebar-debar.
"Siauwya," kata si saudagar gemuk. "jangan
kuatir, aku akan menceritakan seterang-terangnya.
Tanggung... aku tanggung lebih jelas dari dia..."

726
"Mana boleh begitu?" memotong si kurus.
"Biarkan aku cerita lebih dulu, pasti lebih jelas."
"Diam !" bentak Giok Han. "Lebih dulu aku mau
dengar cerita si gemuk ini !" dan tangannya
menunjuk si gemuk.
"Baik, baik," si kurus ketakutan.
"Siauwya," kata Li gemuk. "Biarlah aku mulai.
Tapi aku mengharap supaya ceritaku dirahasiakan,
jangan sampai diketahui orang lain."
"Jika kau takut, sudahlah ! Biar dia saja yang
bercerita !" kata Giok Han. Sambil berkata begitu dia
berpaling pada si kurus.
"Cerita, aku mau cerita," kata si gemuk gugup
dan tergesa-gesa. "Orang yang biasa dipanggil
Siangkoan Loya itu bernama Siang-koan Giok Lin,
orang yang paling kaya dalam kota ini. Dia berjuluk
Hiat-sin-cu (Si Malaikat Darah). Disini ia membuka
rumah perjudian, juga rumah makan ini dan
beberapa tempat usaha merupakan toko-toko besar
jadi miliknya. la seorang kaya berpengaruh besar,
pergaulannya luas, dianggap sebagai ahli silat nomor
satu di seluruh Kang-souw. la pun mewajibkan para
pembesar negeri, pintu-pintu perguruan silat, atau
para pedagang becar, harus setiap bulannya
membayar "pajak" padanya. Tapi urusan itu aku
tidak begitu jelas..."

727
"Ya, ya, aku tahu. Dia hartawan kaya merangkap
sebagai perampok besar !" kata Giok Han.
"Gedung Siangkoan Giok Lin sudah besar dan
luas, tapi belakangan ini sesudah memiliki gundik ke
sebelas ia ingin mendirikan sebuah gedung pula
yang nama Cap-it-lauw (Ranggon ke sebelas), untuk
dijadikan tempat tinggal gundik ke sebelas itu. la
bermaksud mendirikan gedung baru di belakang
gedungnya yang sudah ada dan tanah yang ia
penuju adalah kebun sayur Peng Sieei.
Kebun itu satu-satunya sumber nafkah Peng
Sieso dan suaminya, Ho Sun dan keluarganya
berjumlah lima orang. Siangkoan Loya memanggil
Ho Sun mengatakan mau membeli tanah itu lima
tahil perak. Temu saja Ho Sun menolak. Siangkoan
Loya menambah dan menanbah lagi jumlah uang itu
tamrai sepuluh tahil, tapi tetap ditolak Ho Sun.
Menurut Ho Sun, uang sangat manis, biar seratus
tahil sebentar saja akan habis di makan. Tapi kebun
sayur tak bisa habis. Asal mau mengeluarkan
tenaga, keluarganya tak akan mati kelaparan.
Siangkoan Loya jadi gusar dan mengusir dia.
Kemarin muncullah peristiwa mencuri ayam." Si
gemuk menyusut keringatnya.
Dia melanjutkan lagi. "Di pekarangan belakang
gedung Siangkoan Loya dipiara ratusan ekor ayam.
Kemarin ia kehilangan seekor. Pelayan-pelayan
Siangkoan Loya mengatakan bahwa pencuri ayam iiu

728
anak kedua dan ketiga keluarga Ho. Mereka mencari
di kebun sayur dan benar saja di situ kedapatan
banyak bulu ayam. Mentah-mentah Peng Sieso
menolak tuduhan itu.
la mengatakan anak-anaknya baik-baik dan tak
mungkin mencuri barang orang lain. la balas
menuduh bahwa bulu ayam itu sudah sengaja
dilemparkan dari dalam tembok gedung Siangkoan
Loya. Orang-orang Siangkoan Loya mencari kedua
anak Ho Sun, mereka menyangkal mencuri ayam.
"Eh, apakah pagi ini kau sudah makan?" ta-nya
Siangkoan Loya. Anak ketiga manggut-manggut:
"Makan dengan daging ayam tentu enak ! " kata
anak itu yang tak tahu urusan "Anak ini sudah
mengaku, kau masih bersikeras tak mau mengakui,"
kata Siangkoan Loya. Lantas ia mengadu pada
tiekoan dan beberapa pengawal tiekoan menangkap
Ho Sun.
"Peng Sieso yakin seyakin-yakinnya kedua
puteranya tak nanti mencuri ayam, dan tahu
memang agaknya ingin sekali makan daging ayam"
karenanya ia mengatakan kalau makan dengan
daging ayam tentu enak, itulah kata-kata anakanak.
la pergi ke gedung Siangkoan Loya mencari
keadilan. Tapi yang diperoleh pukulan dan
tendangan.
la menemui tiekoan, tapi tiekoan sudah makan
uang suapan, berbalik menyiksa Ho Sun, agar mau

729
mengaku. Dengan susah payah akhirnya Peng Sieso
bisa menemui suaminya di penjara. Suaminya
berlumuran darah, badannya babak belur, sudah tak
bisa bicara.Jangan . . . jual . . . tidak curi. . ." suara
Ho Sun tak jelas.
Peng Sieso jadi mata gelap. Begitu pulang
membawa anaknya yang ketiga dan sebilah golok
sayur, memanggil tetangga-tetangganya. ia pergi ke
kuil Cung-am-sie. Tetangge-tetangganya menyangka
Peng Sieso ingin minta mereka jadi saksi karena
mau bersumpah, lantas saja ikut.
Di depan patung Malaikat Pak-tee-ya, Peng Sieso
bilang: "Anakku tak nanti mencuri barang orang,
tahun ini ia baru-berumur empat tahun. Dia masih
belum bisa bicara betul. Di depan Siangkoan Loya
dia bilang makan dengan daging ayam sangat enak,
hinaan ini tidak bisa kucuci sedang tiekoan sudah
makan sogokan tidak berlaku adil. Jalan satusatunya
memohon keadilan Pak-te-yaya." Setelah
berkata begitu dia belek perut anaknya yang ke tiga
dengan golok sayurnya !"
Giok Han menggidik, hatinya panas. "Apakah
betul kejadiannya begitu ?" tanyanya.
Si gemuk dan si kurus ketakutan, manggutmanggut.

730
Giok Han menghunus padangnya dan
menancapkan pedangnya di atas meja. "Cerita terus
!" bentaknya.
"Kejadian... kejadian itu tak ada sangkut-pautnya
denganku..." kedua pedagang itu ketakutan.
Giok Han berdiri angker, para pelayan tak berani
mendekati, hanya berdiri mengawasi dari kejauhan.
"Bilanglah, apakah dalam perut anak Peng Sieso
terdapat daging ayam ?" bentak Giok Han.
"Tidak," jawab si gemuk. "Yang kedapatan hanya
sayur-sayuran. Mulai saat itu Peng Sieso jadi gila."
"Di mana rumah orang she Siangkoan ?" Belum
lagi si gemuk menyahuti, dari arah belakang Giok
Han terdengar suara dingin tapi bengis: "Anjing
mana yang jual lagak di sini ?" Muncullah enam
orang bertubuh tinggi besar. Para pelayan dan
pengurus rumah makan ini kaki, tangan Siangkoan
Giok Lin, melihat teman mereka ingin menangkap
orang yang mengacau di rumah makan, segera
mengambil macam-macam senjata untuk
membantu.
Orang yang jadi kepala segera memaki: "Hei
anjing bau, cepat ikut tuan besarmu !" dia
mengebaskan rantai besi.

731
Giok Han tidak perdulikan dia, menoleh pada
kedua pedagang. "Cerita jiewie sangat jelas, dan
terima-kasih atas semua ini, aku tidak jadi
meminjam uang dari kalian, sekarang kalian boleh
pergi I"
Kedua pedagang itu cepat-cepat menyingkir
dengan hati masih berdebar-debar ketakutan.
Giok Han menghela napas menoleh kepada si
pemimpin kaki tangan Siangkoan Giok Lin yang
galak itu, tanpa berkisar dari tempatnya tangan Giok
Han menyambar dan tepat sekali menghajar pipi
orang tersebut.
Sesudah menggampar dia menotok jalan darah
Cie-kiong-hiat dan Hong-hu-hiat, segera juga si
galak terpelanting, bergulingan di lantai berkelojotan
!
Diambilnya rantai si galak, sekali Giok Han
menyabet, rantai itu melibat enam kaki tiga orang
lainnya, sekali disentak mereka bertiga jatuh
terguling. Pengurus rumah makan mendekati sambil
mengebaskan kipasnya, matanya tajam dan
mulutnya tersenyum dingin.
"Aku mempunyai mata tak bisa melihat gunung
Thaysan yang besar, sehingga aku tak tahu hari ini
seorang gagah datang berkunjung !" katanya
dengan sikap licik.

732
"Eh, Siangkoan Giok Lin pernah apa dengan kau
?" tanya Giok Han dingin.
"Aku bekerja di bawah perintahnya... Siangkoan
Loya sekarang sedang sibuk mengurus
pengangkatan Hongsiang sebagai salah seorang
pahlawan Kaisar, maka tak bisa menyambut
kedatangan tuan." Dengan berkata begitu, dia mau
menggertak Giok Han semakin naik.
"Hemmm, suruh orang she Siangkoan datang
menghadap padaku !" perintahnya.
Muka si pengurus rumah berobah, dia orang
kepercayaan Siangkoan Giok Lin, diserahi mengurus
rumah makan milik Siangkoan Giok Lin.
Kepandaiannya tidak seberapa, tapi dia licin sekali.
Melihat Giok Han sulit diajak bicara, Kwa Tin Bun, si
pengurus rumah makan itu, mengayunkan kipasnya
hendak menotok pundak Giok Han.
"En, eh, jangan terlalu hormat," kata Giok Han
sembari tertawa, mudah dia menangkap kipas
lawan, membetot dan waktu Kwa Tin Bun terhuyung
ia menepuk pundak pengurus rumah makan itu,
yang lantas jatuh berlutut, karena kedua lututnya
mendadak lemas. Menyaksikan ini, anak buah
Siangkoan Giok Lin yang lain tidak berani turun
langan, hanya berdiri bingung.
Kaki kanan Giok Han menginjak punggung Kwa
Tin Bun. Dia celingukan dan melihat seorang pelayan

733
berpakaian sebagai koki rumah makan itu. "Eh,
kalau masak daging tulang punggung, kau
mengambil daging apa ?"
"Da... daging babi," jawab koki itu "Diambil dari
kiri kanan tulang punggung babi. Boleh masak asam
manis, boleh masak pakai lada dan garam,
semuanya lezat sekali. Apa Siauwya mau sayur itu
?"
Dengan bengis Giok Han merobek baju Kwa Tin
Bun. "Di sini ?" tanyanya sembari mengusap-usap
tulang punggung orang. Koki itu terkesiap, ia hanya
mengawasi dengan mulut ternganga dan tak dapat
memberi jawaban.
"Ampun, Siauwya !" Kwa Tin Bun memohon
dengan suara serak, meratap tak hentinya.
Memang bukan maksud Giok Han untuk
mengambil jiwa Kwa Tin Bun, ia hanya ingin
memberi sedikit hajaran, supaya manusia ini
merasakan sedikit penderitaan. la mengangkat
pedangnya dan menggores punggung Kva Tin Bun.
"Cukup setengah kati?" tanyanya.
"Cu... cukup," jawab koki itu gemetar.
Terbang semangat Kwa Tin Bun, ia merasakan
kesakitan luar biasa di punggungnya dan menduga
bahwa dagingnya benar-benar sudah dipotong.

734
Sekujur badan Kwa Tin Bun jadi bergemetaran, tak
hentinya ia membenturkan jidat di lantai loteng.
"Siauya !" ia meratap. "Perintahlah aku, jika kau
ingin memerintah, ampunilah selembar jiwaku !"
Giok Han merasa manusia ini sudah cukup
mendapat hajaran. "Apakah kau masih berani
membantu Siangkoan Giok Lin melakukan kejahatan
?" tanyanya.
"Tidak... tidak berani," jawabnya cepat.
"Baiklah," kata Giok Han. "Sekarang antarkan aku
menemui orang she Siangkoan itu !"
"Baik, baik, baik Siauwya...!" menyahuti Kwa Tin
Bun tanpa ayal.
Dengan langkah lebar Giok Han mengikuti Kwa
Tin Bun menuju ke rumah Siangkoan Giok Lin. Akan
tetapi di luar pintu sudah ada beberapa orang
tentara berpakaian lengkap melintang tepat di
ambang pintu. Pemimpin dari pasukan tentara
tiekoan yang mungkin berjumlah belasan orang itu,
adalah seorang bertubuh tinggi besar dengan
cambang yang lebat.
"itulah gedungnya Siangkoan Loya ...I" menunjuk
Kwa Tin Bun ketakutan, tubuhnya masih gemetar
dan rasa sakit di punggungnya membuat dia
ketakutan memperoleh tambahan hajaran si pemuda
kurus tapi galak ini.

735
Giok Han mengangguk mendengus dan
melangkah maju menghampiri pintu gedung itu.
Si pemimpin barisan pengawal tentara yang ada
di depan rumah Siangkoan Giok Lin sudah maju
memapak, dengan muka yang bengis dia tertawa.
"Bocah, kau baik ?" tanyanya.
"Pembesar bau, kau baik ?" Giok Han balik
mencaci.
"Kau pengen dihajar?" tanya pemimpin tentara
negeri itu sembari menyengir.
"Tak salah !" jawab Giok Han. Bahkan
membarengi dengan perkataannya, tangannya di
ulur. Sebelumnya pemimpin barisan tentara ini
seorang murid pintu perguruan Kun-lun-pay tingkat
ketiga belas, memiliki kepandaian lumayan.
Tapi berhadapan dengan Giok Han, entah
mengapa, ia tidak bisa melihat jelas meluncurnya
tangan si pemuda kurus berbaju putih ini- yang telah
diduga sebagai pengacau di rumah makan milik
Siangkoan Giok Lin, seperti yang telah di laporkan
tadi oleh orang-orangnya Siangkoan Giok Lin, tahutahu
tubuhnya terjengkang kena didorong kuat
sekali oleh telapak tangan Giok Han.
Dorongan telapak tangan Giok Han pun bukan
dorongan sembarangan, sebab begitu terdorong,

736
ada tiga tulang rusuk pemimpin pasukan tentara itu
yang patah, terdengar suara "krekkkk, kreekkkk"
dan tubuhnya rubuh terjengkang kelojotan sebentar,
kemudian pingsan tidak sadarkan diri !
Kawan-kawannya jadi kaget, semuanya
menghunus golok dan tombak, mengepung Giok
Han. Tapi Giok Han melangkah maju terus, dia
mengelak beberapa bacokan, selalu tangannya
bergerak sambil ia melangkah maju, maka
terlemparlah beberapa tubuh yang terbanting
berkelojotan di tanah tidak bisa bangun ! Sisa
tentara negeri jadi gentar menyaksikan itu, mereka
masih mengurung, tapi tidak berani maju
menyerang.
Kwa Tin Bun sudan cepat-cepat angkat kaki
begitu ditinggal Giok Han. Sedangkan Giok Han terus
melangkah masuk ke ruang dalam gedung
Siangkoan Giok Lin yang sangat besar.
"Orang she Siangkoan, keluarlah untuk bicara
denganku !" teriak Giok Han. Suaranya bergema
dalam gedung yang mewah dan megah itu.
Dari dalam keluar seorang pemuda berpakaian
mewah, dengan diiringi empat orang tukang pukul
yang masing-masing bersenjata tajam.
"Bocah, siapa kau? A pa yang kau kehendaki
mengacau di sini ?" bentak pemuda berpakaian
mewah itu setelah datang dekat dengan Giok Han.

737
Mata Giok Han tajam mengawasi pemuda itu,
kemudian kepada anak buah pemuda itu.
"Hemmmmm, masih ada hubungan apa kau dengan
Siangkoan Giok Lin ?" tanya Giok Han.
"Apa kehendakmu mencari ayahku ?" bentak
pemuda itu yang tidak menyahuti pertanyaan Giok
Han, malah balik bertanya.
"Bagus ! Rupanya kau anak si bangsat she
Siangkoan!" Kata Giok Han.
Pemuda berpakaian mewah itu memang anak
Siangkoan Giok Lin, dia bernama Siangkoan Ok.
Umurnya hampir duapuluh empat tahun di bulan
citgwee mendatang, sejak kecil ia banyak belajar
ilmu silat dari berbagai guru, maka dari itu tak
pernah kenal takut.
Sekarang biarpun sudah menerima laporan dari
anak buahnya tentang pengacauan Giok Han di
rumah makan milik ayahnya, dia tidak gentar
sedikitpun, apa lagi melihat Giok Han masih berusia
begitu muda.
Tapi bukan main kagetnya ketika tahu-tahu tubuh
Giok Han segesit burung walet sudah melayang di
depannya. Dia sejak kecil sudah meyakinkan ilmu
pukulan yang mengandalkan kekuatan gwakwang
(tenaga luar), maka kedua tangannya menghantam
kuat ke tubuh Giok Han yang tengah meluncur.

738
Namun, tahu tahu tubuh Giok Han seperti
lemasnya sepotong karet, bisa meliuk ke samping,
mata Siangkoan Ok berkunang-kunang. karena kena
kepalan tangan Giok Han. Saat itu Siangkoan Ok
masih berusaha untuk menyelamatkan diri, dia
membuang diri ke samping, berputar sambil
berseru:
"Tangkap dia...!" Baru habis dia berkata begitu,
tengkuknya dirasakan baal, telah ditotok Giok Han,
kaki Giok Han pun sudah mendupak pinggangnya,
tidak ampun lagi tubuh Siangkoan Ok terjungkel
jumpalitan bergulingan di lantai dan sebelum ia
sempat tahu apa-apa, tangan Giok Han sudah
menotok Hong hu-hiat nya, seketika tubuhnya
kejang.
Semua terjadi dalam waktu singkat, tidak lebih
dari empat detik ! Orang-orang yang bersama
Siangkoan Ok jadi berdiri kesima. Begitu tersadar
segera mereka menyerbu dengan senjata masingmasing.
"Mundur !" bentak Giok Han, pedangnya sudan
ditandalkan diperut Siangkoan Ok.
Untuk kedua kalinya empat orang itu jadi
terkesiap, mereka merandek melihat jiwa majikan
muda mereka terancam bahaya, tidak seorangpun
berani maju.

739
"Panggil Siangkoan Giok Lin keluar !" bentak Giok
Han lagi dengan suara tawar.
Salah seorang diantara keempat orang.itu segera
berlari kedalam. Tak lama kemudian keluar seorang
lelaki setengah tua kurus jangkung dengan thungsha
mentereng mewah terbuat dari sutera Souwciu yang
terkenal, melangkah cepat sekali.Mukanya tampak
muram, matanya bersinar tajam. Lengan jubahnya
dikebaskan.
"Siapakah Siauwhiap ? Kudengar kau mencariku
?" tanyanya dengan sikap yang angkuh. "Dan...
bersalah apakah anakku sehingga diperlakukan
seperti itu oleh Siauwhiap ?"
Giok mengawasi tajam lelaki jangkung kurus
tersebut. "Engkaukah Siangkoan Giok Lin ?"
"Tidak salah... kalau Siauwhiap ada persoalan,
mari kita bicara baik-baik di ruang dalam..."
Jilid ke 17
"Hemmm, aku ingin memberitahukan kepadamu,
anakmu ini sudah mencuri burung walet yang
kubawa..."
"Dusta !" teriak Siarigkoan Giok Lin tanpa
menunggu Giok Han habis bicara. "Mana mungkin
anakku mencuri burung... burung waletmu ?"

740
"Kau tidak percaya ?" tanya Giok Han mengejek.
"Hemmm, dengarkan dulu! Dia telah mencuri dua
ekor burung walet yang kubawa bersusah payah,
karenanya aku datang kemari ingin
membuktikannya. Berlutung aku sudah bisa bertemu
dengannya..!"
"Dusta ! Kau jangan bicara kurang ajar!" bentak
Siangkoan Giok Lin dengan tubuh menggigil
menahan murka, tapi dia tidak bisa menerjang
maju, biarpun ilmunya tinggi sebab jiwa anaknya
terancam kalau sampai ia menerjang untuk
menyerang Giok Han.
"Mari kita dengarkan pengakuannya !" kata Giok
Han. "Nanti kita bisa membuktikan secara bersamasama.
benarkah dia pencuri burung waletku itu !"
Siangkoan Giok Lin tahu alasan yang di
kemukakan Giok Han mengada-ada, tapi dia tidak
berdaya, hanya menahan gusar yang meluap sampai
dirasakannya berdenyut di kepala. Dia cuma
mengawasi dengan mata yang tajam.
Giok Han mencengkeram pundak Siangkoan Ok,
yang waktu itu tiarap di lantai tanpa berdaya. Selain
ia tertotok jalan darah Hong-hu-hiatnya, juga
pundaknya kena dicengkeram keras sekali, justera
pada jalan darah Bie-hiong-hiatnya, sehingga begitu
kena dicengkeram sakitnya bukan main, sampai
keringat mengucur berketel-ketel sebesar biji
jagung.

741
"Ei, pencari tak bermalu, apakah kau yang sudah
mencuri kedua ekor burung waletku ?" bentak Giok
Han.
"Ti... ti..." Tapi pundaknya dicengkeram Giok Han
semakin keras, sakitnya sampai terasa ke sumsum
tulang-tulang-nya. Dia meringis, dan akhirnya tak
kuat menahan rasa sakit itu ketika Giok Han
mengerahkan tenaga pencetan yang lebih kuat.
"Cepat mengakui perbuatan hina dinamu !"
bentak Giok Han.
"Be... benar... aku yang mencuri burung waletmu
itu !" terpaksa Siangkoan Ok membenarkan tuduhan
Giok Han.
"Berapa ekor ?" tanya Giok Han lagi.
"Bukankah kau tadi bilang .... dua ekor?"
Siangkoan Ok merintih karena rasa sakit yang
semakin hebat.
Muka Siangkoan Giok Lin merah padam. Dia
menjejak kakinya, tubuhnya melesat kepada Giok
Han, tangannya menyambar kuat sekali kearah
kepala Giok Han.
Tapi Giok Han waspada, tangan kirinya masih
tetap mencengkeram pundak Siangkoan Ok, tangan
kanannya menangkis pukulan tangan Siangkoan

742
Giok Lin. "Dessss...!" dua kekuatan beradu di tengah
udara.
Tubuh Siangkoan Giok Lin terpental sampai tiga
tombak, tapi dia hinggap di lantai dengan tidak
kurang suatu apa. Mukanya saja yang jadi pucat,
karena segera dia tahu pemuda kurus berbaju putih
yang tampaknya lemah ini memiliki kekuatan yang
tidak boleh diremehkan.
Tubuh Giok Kan juga tergetar akibat
tangkisannya terhadap pukulan Siangkoan Giok Lin.
Hemm, tua-bangka ini tidak boleh dipandang
ringan...!" pikir Giok Han. Dia mengerahkan tenaga
mencengkeram lagi pundak Siangkoan Ok sambil
tertawa dingin. "Bukankab kedua burung waletku itu
telah kau makan?" bentaknya lagi pada Siangkoan
Ok.
"Ya... ya... aduhhhh, ampunilah aku... aduhhhh."
Jawab yang pasti, apakah kedua burung waletku
itu telah kau masak dan makan?"
"Ya... ya, aku telah makan!" menyahuti
Siangkoan Ok sekenanya karena rasa sakit yang
dideritanya hampir-hampir tidak tertahan lagi.
Giok Han mendengus mengejek memandang
Siangkoan Giok Lin. "Nah, kau sudah mendengar
pengakuan anakmu, bukan ?" Kita semua sudah
mendengarnya! Dialah pencuri hina dina !"

743
Siangkoan Giok Lin mengetahui pemuda baju
putih ini berkepandaian tinggi, menahan rasa
gusarnya, dia merangkapkan kedua tangannya.
"Siauw-hiap," katanya. "Kalau anak ku bersalah,
maafkanlah. Berapa kerugianmu, akan kuganti
sepuluh kali lipat. Lepaskanlah anakku, mari kita
bicara...!"
"Hemm, enak saja kau bicara ! Kedua burung
waletku itu adalah walet-walet ajaib. Kedua burung
walet itu bisa bicara, bisa tertawa, bisa menangis !
Sekarang kedua burung yang begitu bagus telah
digares bangsat hina dina ini, kau ganti selaksa tahil
pun tidak bisa memadai kehebatan kedua burung itu
! Aku tidak akan puas kalau belum membuktikan
sendiri, apakah benar-benar dia sudah gegares
kedua burung waletku, atau memang dia hanya
menyembunyikan kedua burung waletku itu"
Dan tangan kanannya membetot baju Siangkoan
Ok, "breeettttt !" baju itu robek lebar dan tampak
perut Siangkoan Ok yang putih mulus agak gendut.
"Akan kubelek perut ini, apakah benar-benar dia
sudah gegares burung-burungku itu!"
Muka Siangkoan Giok Lin jadi pucat pias. Semua
orang yang berada di ruang itu pun jadi memandang
pucat dengan mulut ternganga. Tubuh Siangkoan
Giok Lin menggigil menahan kegusaran yang sudah
meluap.

744
Tapi dengan anaknya berada dalam ancaman di
tangan Giok Han, apa yang bisa dilakukannya.
Keringat sudah mengucur deras di muka Siangkoan
Giok Lin.
"Sahabat, sebutkan apa yang kau kehendaki !
Katakanlah, janganlah mempermainkan kami seperti
ini !" kata Siangkoan Giok Lin dengan suara penuh
kegusaran. "Kalau kau kehabisan uang dalam
perjalanan, asal kuperintahkan orang-orangku untuk
menyediakannya. Janganlah kau bergurau seperti ini
!"
Giok Han tertawa dingin.
"Siapa yang bergurau dengan kau ? Aku
bersungguh-sungguh ingin melihat dan
membuktikan apakah di perutnya terdapat daging
burung-burungku itu...!" setelah berkata begitu.
Giok Han menggerakkan pedangnya"
"Tahan !" teriak Siangkoan Giok Lin. Tapi Giok
Han tidak perduli, dia menggores perut Siangkoan
Ok beberapakali, seketika kulit perut itu terluka dan
mengucurkan darah.
Siangkoan Ok menjerit-jerit seperti babi hendak
dipotong, ketakutan bukan main. Saking ketakutan
lenyap malu dai harga dirinya, dia memekik: Thiathia...
oooo, tolong aku... dia ingin membunuhku,
ingin membelek perutku !"

745
Muka Siangkoan Giok Lin jadi merah, pucat dan
kehijau-hijauan bergantian, tubuhnya menggigil
keras.
"Baiklah !" katanya kemudian sambil membanting
kaki. "Sebutkanlah sahabat, dengan apa jiwa anakku
bisa ditebus? Aku akan menyetujui apa yang kau
inginkan sebagai ganti-tukar jiwa anakku !"
Giok Han tertawa dingin. "Kau berikan aku
selaksa tahil perakpun aku tidak akan senang kalau
belum membuktikan apakah benar-benar dia sudah
makan daging burung waletku !" menyanuti Giok
Han.
"Ampunilah aku . . . oooo, jangan belek Perutku
...!"
"meratap Siangkoan Ok. Semua orang di ruang
itu jadi kebingungan, mereka tidak tahu apa yang
harus diperbuat. Sejahat-jahatnya Siangkoan Giok
Lin, tapi melihat perut anaknya digores berlumuran
darah seperti itu, dan katanya mau dibelek, jadi
runtuh semua kesombongannya. Dari kemarahan
yang menyala-nyala meluap sampai kekepala,
sekarang tubuhnya jadi lemas dan dia berkuatir
bukan main.
"Sahabat. kita belum pernah bertemu
sebelumnya, kita seperti air taut dengan air sumur
yang tidak pernah saling mengganggu. Marilah kita
bicara terus terang, kalau kau mau perintah,

746
perintahkanlah, aku pasti akan memenuhi semua
permintaanmu!"
"Hemmm, terlalu gampang jika bicara, apakah
kau kira kedua burung waletku itu kalah
berharganya dengan hartamu ?" bentak Giok Han.
"Bukan begitu maksudku... kau dengar dulu
perkataanku, sahabat..."
"Hemmm, lihat, aku ingin membelek perutnya,
mari kita buktikan !" kata Giok Han. Dia menggores
lagi perut Siangkoan Ok. Semua ini hanya ingin
memberi hajaran kepada Siangkoan Giok Lin ayah
dan anak, tapi sesungguhnya dia tidak
menginginkan jiwa Siangkoan Ok. dia menggores
tidak terlalu dalam. Tak urung darah memancur
keluar deras sekali, perut yang semula putih mulus
jadi merah.
Siangkoan OK kesakitan, ketakutan setengah
mati waktu merasa mata pedang melukai perutnya.
Dia menjerit-jerit dan akhirnya pingsan tak sadarkan
diri akibat ketakutan yang tak tertahankan !
Siangkoan Giok Lin putus asa, dia murka luar
biasa, mukanya jadi bengis sekali. "Baiklah ! Kau
bunuhlah ! Tapi, kau juga jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini, tubuhmu akan kucingcang
jadi laksaan potong. .. !"

747
Waktu berkata begitu Siangkoan Giok Lin
melangkah maju menghampiri Giok Han, mukanya
menyeramkan, telapak tangannya terangkat,
memancarkan warna merah, karena ia sudah
mengerahkan tenaga khikang pada kedua
lengannya, siap menerjang dan menyerang Giok
Han.
Melihat Siangkoan Giok Lin menyerangnya juga
Siangkoan Ok sudah pingsan. Giok Han
melemparkan tubuh putera Siangkoan Giok Lin,
tubuh pemuda itu akan terbang kalau saja
Siangkoan Giok Lin tidak cepat-cepat mencelat gesit
menjambuti tubuh anaknya. Segera dia memberikan
kepada dua orang anak buahnya yang telah maju
didekatnya. Dengan mata menyala bengis dia
menghadapi Giok Han, yang sudah berdiri dengan
sikap mengejek.
"Sahabat, kita tidak saling kenal satu dengan
lain," kata Siangkoan Giok Lin bengis, "Tapi kau
sudah melakukan penghinaan yang melampaui
batas! Sepak terjangmu sudah sama perbuatan
manusia sinting, aku Siangkoan Giok Lin ingin mainmain
denganmu, minta petunjukmu..!"
"Manusia terkutuk Siangkoan !" bentak Giok Han
dingin. "Kedosaan apapun telah kau lakukan, bahkan
sekarang sudah melewati takaran! Dengan
pengaruhmu kau menindas yang tak berdaya untuk
menerima kesengsaraan. Bahkan kudengar sekarang
kaupun sudah menjadi anjingnya Kaisar."

748
Siangkoan Giok Lin tertawa berkakak-kakak, kini
pulih sikap sombongnya. Tanpa dibawah ancaman
keselamatan anaknya, dia bisa berlaku tenang.
Dengan angkuh dia menyahuti: "Sedikitpun tidak
salah ! Kalau kau sudah mengetahui bahwa aku
akan diangkat oleh Hongsiang sebagai orang
terhormat di Kang-sauw ini, mengapa kau tidak
cepat-cepat berlutut meminta pengampunan dariku?
Anugerah Hongsiang begitu cemerlang dan dalam
waktu dekat akulah satu-satunya orang paling
berkuasa di Kang-sauw ini, congtok, tiekoan dan
pembesar negeri di propinsi ini harus mematuhi
setiap perintahku, karena akulah pengawas yang
diangkoat oleh Hongsiang !"
"Anjing rendah hina dina tidak tahu malu!"
memaki Giok Han gusar. "Manusia seperti kau harus
dilenyapkan, agar berkurang kesengsaraan rakyat."
Giok Han juga baru tahu, mengapa Siangkoan
Giok Lin bisa mengharuskan setiap pembesar negeri
setiap bulan mengantarkan "upeti" padanya Dia
bukan hanya membentak, pedangnya sudah
berkelebat menyilaukan mata ke arah tenggorokan
Siangkoan Giok Lin, tubuhnya begitu gesit, sehingga
orang-orang di ruang itu tidak melihat cara
bergeraknya !
Siangkoan Giok Lin kaget, matanya silau oleh
sinar pedang, tapi iapun tahu tidak boleh, berdiam
diri saja. Cepat-cepat dia melompat ke samping
kanan, maksudnya ingin mengelak. Namun,

749
"bretttt!" baju di pundaknya kena disontek ujung
pedang Giok Han, robek dan terlihat kulit pundaknya
yang merah oleh darah karena kulit pundaknya telah
tergores cukup dalam !
Giok Han tidak bertindak sampai di situ saja,
tubuhnya melesat cepat dan sudah berdiri di
samping Siangkoan Giok Lin, pedangnya berkelebat
lagi. Sekali ini pedangnya mengincar pinggang
Siangkoan Giok Lin, ia menikam dengan jurus "Tian
Ek Mo In" atau "Biruang Sayap Mengusap Awan",
satu jurus maut kalau tidak bisa dihindarkan oleh
lawannya.
Ancaman itu hebat, Siangkoan Giok Lin
menyadarinya, ia tidak menoleh lagi mengelak
dengan "Hun Kang Toan Liu" atau "Membendung
Sungai Memutuskan Aliran", sambil tubuhnya miring
tanpa merobah kedudukan kedua kakinya, kemudian
tangannya membarengi merabah pinggangnya,
tahu-tahu tangannya sudah menggenggam senjata
yang cukup aneh yaitu semacam cambuk, hanya
saja cambuk lemas itu penuh oleh duri, sebab
senjata itu terbuat dari tulang ikan cucut dilengkapi
oleh lapisan baja ! itulah senjata andalan Siangkoan
Giok Lin, yang selama ini mengangkat namanya
menjagoi di Kang-sauw !
Dalam detik-detik berbahaya untuk keselamatan
jiwanya, Siangkoan Giok Lin menotok pedang Giok
Han dengan ujung gagang pecutnya itu, berbareng
juga tubuhnya berputar tahu-tahu cambuknya yang

750
luar biasa itu menyambar ke arah leher Giok Han.
Kalau mengenai sasaran, niscaya leher Giok Han
sama saja seperti disate, yang bisa mematikan !
Kaget juga Giok Han melihat senjata lawannya
dan cara bergeraknya yang cukup aneh.. Tapi, ia
tidak membuang waktu menabas dengan
pedangnya. "Tringgg !" pedang membentur cambuk
aneh lawan, maksudnya hendak menabas putus, tapi
kenyataan cambuk itu merupakan senjata mustika
yang tidak dapat dipapas oleh senjata tajan apapun,
karena dibuat sedemikian rupa kuatnya!
Siangkoan Giok Lin tertawa mengejek, tangannya
tidak berhenti bergerak cambuknya sudah
menyambar dengan elukan yang aneh, seperti
seekor naga yang memutar tubuhnya dengan ganas
ke arah batok kepala Giok Han !
Alis Giok Han berdiri, dia mendongkol karena
beberapakali gagal mendesak lawannya. Melihat
berbahaya, serangan Siangkoan Giok Lin sekali ini,
segera ia merobah cara bersilatnya, sekarang
mempergunakan Lo-han Kiam-hoat (Ilniu Silat
Pedang Arhad), pedangnya diputar secepat titiran,
sinarnya se-peiti menguning Giok Han, bahkan hawa
yang dipantulkan dari putaran pedang itu dingin
sekali mendesak Siangkoan Giok Lin, yang mau tak
mau harus mundur tak kuat untuk menerjang terus.
Mempergunakan lawannya sedang mundur Giok
Han membarengi mempergunakan jurus "Lo-han

751
Liu-seng" atau "Arhad Sapu Bintang" dan sama
pesatnya seperti melesatnya bintang sapu, pedang
Giok Han menyambar.
"Aduhhh !" Tubuh Siangkoan Giok Lin terhuyung
mundur sambil tangan kiri memegangi tangan
kanannya, mukanya meringis menahan sakit, hampir
saja cambuknya terlepas dari genggaman,
pergelangan tangannya kena ditikam cukup dalam
oleh mata pedang Giok Han.
Tidak buang waktu Giok Han melompat sambil
menikam dengan "Lo-han Tek Seng" atau "Arhad
Memetik Bintang". akan menyelesaikan pertempuran
itu dengan tikaman maut ke perut lawannya.
Mata Siangtoan Giok Lin terbuka lebar-lebar. la
tahu bahaya yang mengancam ke selamatan
jiwanya, tapi ia tidak berdaya lagi. Tikaman itu
selain cepat dan mengandung maut, juga tangan
kanan Siangkoan Giok Lin seperti kaku tak
bertenaga sulit diangkat menggerakkan cambuk
durinya. Untuk melompat mundur mengelakkan,
sudah tidak keburu lagi, inilah detik-detik yang
mengandung maut untuk Siangkoan Giok Lin, semua
orang yang menyaksikan dengan mata terbuka
lebar-lebar kaget tanpa bisa memberikan
pertolongan, mereka hanya mengawasi saja pedang
Giok Han meluncur dan akan menikam pada
sasarannya. Tampaknya sudah tak ada jalan hidup
buat Siangkoan Giok Lin.

752
Giok Han sendiri memang bermaksud menyudahi
hidup jago Kangsouw yang selalu bertindak
sewenang-wenang ini, melenyapkan penyakit buat
orang-orang yang tak berdaya yang selama ini
ditindasnya. Dia yakin tikamannya sekali ini tak
mungkin bisa di hindarkan oleh lawannya.
"Tranngggg ..." pedang Giok Han mendadak
menikam benda keras yang terbuat dari besi, sampai
pedang itu melengkung dan mental ke samping.
Tangannya tergetar kesemutan, ia kaget dan
melompat kesamping kanan dua kaki. Di depannya
berdiri seorang Lhama berjubah merah berkepala
botak tapi beralis tebal, hidung mancung dan bibir
tebal.
Tubuh Lhama itu gemuk dampak, tangannya
mengelus-elus mangkok baja yang tadi
dipergunakan untuk menahan mata pedang Giok
Han yang ingin menikam Siangkoan Giok Lin.
Mulutnya tengah tersenyum sambil gumamnya:
"Akhhh, hampir saja mangkok sedekahku dibikin
rusak. Celaka aku si pendeta miskin kalau mangkok
sedekahku rusak, tidak mungkin bisa meminta
sedekah lagi!"
Ditimang-timang mangkok baja itu, yang biasa
memang dibawa-bawa oleh setiap Lhama, yang
dipergunakan untuk meminta derma. Cuma bedanya
dari mangkok sedekah Lhama yang Iain, yang
terbuat dari kayu, justeru mangkok sedekah Lhama

753
ini, yang mungkin berusia 50 tahun, terbuat dari
baja, berkilauan terkena cahaya mengkilap.
Siangkoan Giok Lin seperti baru lolos dari lobang
maut, tercengang sejenak, kemudian tanpa buang
waktu ia melompat mundur. Melihat Lhama itu,
mukanya yang semula pucat pias seketika jadi
terang berseri-seri.
"Fat-sang Hoat-ong . . . kebetulan Hoat-ong
datang ! Tangkaplah pemberontak itu !" Teriak
Siangkoan Giok Lin nyaring.
Lhama itu menoleh tersenyum pada Siangkoan
Giok Lin. "Taijin, tugas suci seorang pendeta
bukanlah menangkap manusia, tapi menangkap
siluman ! Seorang pendeta memiliki kesalehan dan
welas asih, kalau dia mau pergi, aku tak akan
menahannya !"
Fat-sang Hoat-ong seorang Lhama dari Lhasa
yang sengaja diundang oleh Kaisar, menjadi jago
andalan Kaisar dalam menghadapi para pendekar
silat Tionggoan yang akhir-akhir ini bangkit semakin
banyak untuk mendukung pemberontak.
Sebagai Hoat-ong (guru agama). Fat-sang
merupakan orang terhormat dan di kagumi oleh
semua Mentri maupun para pembantu Kaisar. la
memiliki ilmu silat yang tinggi. Tapi, tadi waktu
menangkis tikaman pedang Giok Han, ia kaget tak
terkira.

754
Memang tampaknya Fat-sang Hoat ong tenangtenang
saja, sesungguhnya dia heran tangannya
sampai tergetar keras dan pedang si pemuda tidak
terlepas dari cekalan, bahkan Giok Han tidak kurang
sesuatu.
Sebab itu, ia tidak mau sembarangan bentrok
dengan Giok Han, ia sengaja memberi jalan kepada
Giok Han untuk pergi meninggalkan tempat ini.
Kedatangannya di-gedung Siangkoan Giok Lin
bertepatan saat ia melihat jiwa Siangkoan Giok Lin
terancam di mata pedang Giok Han, ia cepat turun
tangan menangkis dengan mangkok sedekahnya
sehingga selamatlah jiwa jago Kang-souw itu.
Giok Han sendiri tahu pendeta Lhama ini rupanya
bukan pendeta sembarangan, memiliki kepandaian
yang tak bisa diremehkan. la penasaran, sebab
belum bisa merubuhkan Siangkoan Giok Lin,
matanya menatap tajam.
"Siapakah Taisu". tanyanya dingin. Fat-sang
Hoat-ong membawa sikap seperti di tempat itu tidak
ada seorangpun yang bisa dihormati, ia tersenyum
tanpa menoleh kepada Giok Han, hanya mengusapusap
mangkok bajanya.
"Hanya pendeta miskin yang beruntung
dianugrahi Hongsiang kedudukan sebagai Guru
Negri! Nah, pergilah kau. pendeta selalu memiliki
welas asih dan pantang untuk membunuh kalau
tidak terpaksa !"

755
Giok Han tertawa mengejek. "Ooooh, tidak
tahunya Guru Negara," dingin suaranya. "Baik,
beruntung sekarang aku bertemu dengan Guru
Negara, tentu saja akan tidak mau sia-siakan
kesempatan untuk minta petunjuk darimu !"
Belum lagi suaranya habis, pedangnya sudah
menyambar cepat sekali sekaligus menikam tiga
kali. dengan "Lo-han Gin Hong" (Arhad Pelangi
Perak), "Lo-han Kian-yo" (Arhad Menuntun kambing)
dan "Lo-han Kie-hwee" (Arhad Memangkat obor).
Ketiga jurus cari Lo-han kiam hoat ini sama-sama
dahsyat, tenaga tikaman yang disertai oleh tenaga
dalam yang kuat dan cara menikam yang sulit
diterka sebetulnya merupakan jurus-jurus yang tak
mudah untuk dielakkan.
Tapi, Fat-sang Hoat-ong tenang-tenang saja,
mangkok bajanya seperti memiliki mata waktu ia
mengendalikannya, terdengar "tringgggg," tiga kali
dan ketiga serangan Giok Han bisa ditangkisnya
sama kuatnya.
"Apakah kau tidak mau berterima kasih diberi
jalan hidup dan malah memilih jalan kematian ?"
bentak Fat sang Hoat-ong nyaring
Giok Han tidak menyahuti, dia menikam
beberapakali lebih dahsyat, angin berkesiuras
ditimbulkan dari pedangnya yang berputar tak
hentinya mengincar bagi yang mematikan di tubuh
Fat-sang Hoat-ong.

756
Tapi Lhama ini benar-benar tangguh, karena ia
bisa menghadapi semua serangan Giok Han dengan
sangat mudah. Sampai akhirnya barulah Fat-sang
Hoat-ong kaget, ketika ia menangkis pedang Giok
Han, mendadak pedang itu melejit dan tahu-tahu
menikam kearah lehernya ! Untung saja Lhama ini
lihai, sehingga cepat bisa menghindarkan tikaman
itu.
Tidak-urung hati Fat-sang Hoat-ong berdebar dan
keringat dingin mengalir keluar. "Pemuda ini
berbahaya.." pikirnya dan ia tidak berani
meremehkan lagi, menghadapinya lebih hati-hati.
Semua orang yang menyaksikan perkelahian
yang tengah berlangsung jadi mengawali kagum,
betapa dua sosok bayangan, yang satu merah dan
yang satunya lagi sosok bayangan putih, berkelebatkelebat
lincah sampai sulit diikuti oleh pandangan
mata orang biasa.
Siangkoang G.iok Lin sendiri menggidik. Matanya
kabur melihat kedua orang yang tengah berkelahi
itu. Coba kalau Fai-sang Hoat ong tidak keburu
datang, niscaya ia sukar menghadapi Giok Han yang
ternyata sangat lihay.
Diam-diam Giok Han mengeluh juga walau pun ia
memiliki ilmu pedang yang aneh dan dahsyat, tapi
kalah latihan dan pengalaman dibandingkan dengan
Fat-sang Hoat-ong. Setelah Lhama itu mencurahkan

757
seluruh perhatian menghadapinya serius, seketika
Giok Han merasa agak terdesak.
Benar Fat-sang Hoat-ong seringkali kaget
menerima serangan yang aneh dari Giok Han, tapi ia
menang tenaga dan pengalaman maka ia bisa balik
mendesak Giok Han.
Setelah bertempur lebih dari limapuluh jurus,
diam-diam Fat-sang Hoat ong kagum campur heran.
"Aneh, siapa bocah ini ? Mengapa ilmunya demikian
aneh dan juga tidak rendah ? usianya masih
demikian muda kalau dibiarkan dia angkat kaki,
kelak merupakan bibit penyakit di depan mata!"
Karena berpikir begitu, Fat sang Hoat-ong
merobah cara bertempurnya. Tubuhnya yang gemuk
dampak ternyata bisa berkelebat ke sana kemari
lincah sekali, mangkok baja nya seperti topi baja
yang berulang kali menyambar akan menungkrup
kepala Giok Han.
Tentu saja, kepala Giok Han akan pecah jika
mangkok baja itu sekali saja bisa menungkrap
kepalanya, sebab setiap serangan mangkok baja
Lhama itu disertai tenaga khikang yang kuat !
Giok Han terdesak, semakin lama ia semakin
berkurang balas menyerang, hanya mengelak dan
menangkis setiap serangan Lhama ini. Memang tidak
mungkin Lhama itu bisa merubuhkannya dalam
seratus atau duaratus jurus, namnn Giok Han pun

758
tampaknya tidak mungkin bisa mendesak pendeta
itu.
Sebab itu ia berpikir untuk menyingkir dari
tempat ini. karena jika sampai kehabisan tenaga dan
Siangkoan Giok Lin serta orang-orangnya ikut
mengepungnya, jelas dirinya sulit meloloskan diri.
Berpikir begitu Giok Han segera berseru nyaring,
pedangnya berkelebat-kelebat dahsyat, dan tahutahu
tubuhnya melompat terapung ke belakang,
berjumpalitan untuk menjauhkan diri dari Fat-sang
Hoat-ong.
"He-heh-heh, mau pergi kemana, bocah?"
mengejek Fat-sang Hoat-ong, segera tangannya
bergerak. Mangkok bajanya itu seperti meteor
menyambar pesat ke arah kepala Giok Han, Angin
sambaran mangkok baja kuat sekali, mengejutkan
Giok Han.
Dia memiringkan kepalanya menghindar, tapi
tidak urung waktu mangkos. baja lewat di samping
telinganya terasa pedas pedih, menandakan kuatnya
tenaga melontar yang dipakai oleh Lhama tersebut!
Mangkok baja itu menyambar terus kedepan, amblas
ke dalam tembok, sampai terlihat hanya pantat
mangkok belaka !
Giok Han tidak membuang waktu melompat ke
atas penglari, kemudian melompat lagi ke luar
pekarangan, tubuhnya ringan melompati tembok
pekarangan. Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya

759
berteriak-teriak waktu melihat Giok Han hendak
menyingkir dari situ, mereka beramai-ramai
menyerang dengan senjata rahasia. Tapi Giok Han
sudah lenyap di balik tembok.
Segera mereka memburu, melompati tembok dan
tiba di luar pekarangan. Namun disitu sudah tak
tampak bayangan Giok Han lagi.
"Kejar !" teriak Siangkoan Giok Lin. -"Jangan
biarkan dia lolos, tangkap mati atau hidup !" ,
Fat-sang Hoat-ong sampai diluar pekarangan
dengan sikap yang diagung-agungkan. tubuhnya
yang gemuk dampak berjalan perlahan-lahan seakan
memang tidak berkeinginan mengejar. "Biarkan dia
pergi, aku sengaja membiarkan dia pergi!" Kata
Lhama itu, nyaring suaranya.
Siangkoan Giok Lin memandang tercengang
kepada Lhama itu. Tampaknya dia tidak puas.
"Hoat-ong, dia... dia pemberontak yang
memusuhi Hongsiang. Tadi dia begitu beringas
mengetahui aku bekerja untuk negara ..." bilang
Siangkoan Giok Lin tidak puas.
"Pendeta selalu welas asih dan penuh
prikemanusiaan ! Untuk menangkap dia sangat
mudah, sama dengan membalikkan telapak tangan.
Tapi dia masih sangat muda, kelak dia bisa merobah

760
pendiriannya... sengaja aku lepaskannya !"
menyahuti Fat-sang Hoat-ong sombong.
Siangkoan Giok Lin diam tidak bilang apa-apa
lagi, tapi dari mukanya tampak rasa tak puas. Di
hatinya dia berpikir: "KaIau memang kau sanggup
merubuhkan, tentu tadi kau sudah merubuhkannya !
Justeru kau tidak berdaya apa-apa terhadapnya...!"
Fat-sang Hoat-ong melihat sikap tak puas
Siangkoan Giok Lm, dia tertawa dingin. "Sudahlah,
Siangkoan Loyacu. Kalau bocah itu kelak berani
banyak lingkah lagi di sini akan kubuktikan dalam
lima jurus untuk membekuknya !" katanya dengan
sikap acuh tak acuh, angkuh.
Siangkoan Giok Lin seorang licik dan cerdik, kalau
tidak mana mungkin dia bisa memperoleh
kepercayaan Kaisar ? Karena dari itu cepat dia bisa
menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia tertawa
bergelak-gelak.
"Ya, kalau Hoat-ong berada di sini, jangan kata
bocah tengik itu, biarpun setan iblis akan kabur
begitu melihat bayangan Hoat-ong ! Beruntung
Hoat-ong datang tepat waktunya, jika tidak kita
sudah tak bisa mengobrol lagi ! Ha-ha-ha-hah !"
Kemudian dia repot perintahkan orang-orangnya
buat mempersiapkan meja perjamuan untuk
menjamu tamu kehormatan tersebut.

761
"Aku datang kemari membawa pesan rahasia dari
Hongsiang," bilang Fat-sang Hoat-ong setelah
masing-masing duduk di depan meja perjamuan.
"Hongsiang bilang, Siangkoan Loyacu seorang yang
setia kepada negara dan pandai bekerja, maka
Hongsiang ingin mempercayai untuk melakukan
suatu pekerjaan besar untuk Loyacu. Tentu saja,
kalau sudah rampung, Loyacu akan dianugerahi
pangkat yang pantas dari Hongsiang..!"
Muka Siangkoan Giok Lin berseri-seri. "Walaupun
harus terjun dalam minyak panas mendidih,
Siangkoan Giok Lin akan mengabdi penuh kesetiaan
pada Hongsiang!" Katanya bersemangat.
"Bagus !" mengangguk Fat sang Hoat-ong
"Hongsiang mendengar akhir-akhir ini cukup banyak
pemberontak yang berkumpul di Kang-souw,
mengingat Loyacu memiliki banyak sahabat, maka
Loyacu diminta untuk menghimpun mereka,
kemudian memberantas mereka. Caranya terserah
pada Loyacu, Hong-siang percaya sepenuhnya, ingin
mengadu dombakan mereka agar kekuatan
pemberontak itu lemah, ataupun juga cara
melakukan pemberantas dengan tangan besi. Tentu
Loyacu sanggup melaksanakan permintaan
Hongsiang, bukan ?"
"Itu urusan gampang, Hoat-ong ! Percayalah,
Siangkoan Giok Lin akan melaksanakan tugas itu
seperti yang diharapkan Hongsiang. Sekarang,
marilah kita tenggak arak kegembiraan !"

762
Fat-sang Hoat-ong walaupun seorang Lhama, tapi
tak segan-segan mengangkat cawan araknya dan
meneguk isinya, mereka bercakap-cakap sambil
tertawa-tawa.
-------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------
Kemana perginya Giok Han ? Ternyata ketika ia
melompati tembok dan meloncat turun ke tanah,
ada sosok bayangan berkelebat tidak jauh darinya,
"sssttrt. ikut aku !" bisik sosok bayangan itu, yang
bergerak gesit sekali.
Giok Han tercengang sejenak, tapi segera
mengempos Ginkang mengikuti sosok bayangan itu,
yang mengajaknya menyelinap ke dalam semak
belukar. Tampaknya sosok bayangan ini mengenal
benar keadaan di tempat tersebut. Di belakang
terdengar suara ribut-ribut, terdengar juga suara
Siangkoan Giok Lin yang tengah perintahkan orangorangnya
untuk melakukan pengejaran dan mencari
Giok Han.
Setelah mengikuti beberapa saat sosok bayangan
itu, Giok Han sampai di balik sebidang tembok yang
agak kotor, tidak tampak seorang manusiapun di
situ. Di sebelah kanan tidak jauh dari situ tampak
keranjang-keranjang sampah, yang tidak teratur
berantakan. Seekor kucing mengorek-ngorek

763
sampah yang tercecer. Sosok bayangan itu
menendang perlahan mengusir kucing itu",
kemudian memutar tubuhnya.
Sejak mengikuti, Giok Han melihat bentuk yang
ramping dan tidak terlalu tinggi. tapi gerakan sosok
bayangan itu sangat gesit. Dia menduga-duga entah
siapa orang ini. la yakin sosok bayangan ini
seseorang yang tidak bermaksud tak baik padanya,
karena ia yang mengajaknya menyingkir dari
kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya.
Sekarang orang ini sudah berdiri menghadap
padanya, ia bisa- melihat jelas mukanya. Usia orang
ini masih muda, tapi mukanya kotor, pakaiannya
pun ternyata kotor, biarpun tidak ada yang robek.
Melihat cara berpakaiannya, selintas dapat diambil
kesimpulan pemuda ini seorang pengemis. "Terima
kasih atas bantuanmu," kata Giok Han memberi
hormat, "kau telah membantu aku menyingkir dari
kejaran orang she Siangkoan itu !"
Pengemis muda ini mengawasi Giok Han sambil
cengar-cengir, katanya: "Siapa perduli dengan
urusanmu ? Aku membawamu kemari karena ada
pekerjaan yang ingin kuberikan kepadamu."
"Pekerjaan ? Pekerjaan apa ?" tanya Giok Han
heran melihat sikap pengemis muda ini. "Siapakah
kau ?"

764
Pengemis muda itu menekan topi butut yang
menutupi kepalanya sampai melesak ke dalam
menutupi sebagian besar keningnya, mulutnya
masih cengar-cengir. "Kulihat kau memiliki tenaga
yang cukup kuat, bagaimana kalau sekarang kau
membantuku membersihkan sampah-sampah yang
tercecer di sini ? Tempat ini terlalu kotor,
sebelumnya merupakan tempat peristirahatanku
yang paling enak."
Giok Han tersenyum. la tahu, itulah alasan yang
dibuat-buat oleh pengemis muda ini, mengelak
ucapan terima kasihnya. Dari cara dia berlari cepat
tadi sudah bisa dipastikan pengemis muda ini
bukanlah sembarang pencemis "Baik. Mari kita
bersihkan tempat ini."
Giok Han mengerahkan tenaga dalamnya,
disalurkan pada kedua lengannya, kemudi ui
menggerak-gerakkan keduatangannya, diputar-putar
seperti kitiran, maka kenas maupun kotoran-kotoran
lainnya berterbangan. Dalam waktu singkat sebagian
tempat itu sudah jadi bersih. Si pengemis muda
tertawa "Hehe kau kacung nomor satu di dalam
dunia ini !" katanya.
Pengemis muda itu menjatuhkan diri duduk di sisi
tembok, menyender di situ, memejamkan matanya
dan tidak perduli lagi pada Giok Han.
Melihat lagak pengemis muda ini. Giok Han
berdiri ragu-ragu, kemudian dia bilang: "Saudara,

765
kukira tidak ada lagi yang harus kukerjakan, aku
mau pergi...!"
Pengemis muda itu tetap menyender di tembok
dengan mata terpejam, seakan tidak mendengar
perkataan Giok Han. Namun waktu Giok Han
melangkah belasan tindak, pengemis muda itu
memangggil: "Hei pekerjaanmu belum selesai,
mengapa mau pergi cepat-cepat ?"
Giok Han menahan langkah kakinya, menoleh
tersenyum pahit. "Maafkan, aku masih punya urusan
penting yang harus kuselesaikan. Nanti kalau ada
kesempatan kita pasti bertemu lagi dan mengobrol
panjang lebar. Akur ?"
Pengemis muda itu meloncat berdiri, bertolak
pinggang. "Ooo, jadi kau tidak mau menepati
janjimu ?" Matanya mendelik, tapi bola matanya
bening dan jernih, mukanya kotor dengan mata
melotot seperti itu membuat pengemis muda ini
tampaknya lucu.
Giok Han tersenyum.
"Janji ? Aku pernah berjanji apa padamu, saudara
?"
"Bukankah tadi kau sudah berjanji menyatakan
sanggup membantuku membersihkan tempat ini ?"

766
Mendongkol juga Giok Han mendengar jawaban si
pengemis. Tadi dia memang mengira si pengemis
mau membersihkan tempat ini dan meminta
bantuannya, mengingat si pengemis telah
memberitahukan jalan lolos dari kejaran Siangkoan
Giok Lin dan orang-orangnya, maka Giok Han
bersedia membantunya.
Tetapi siapa tahu pengemis muda ini keterlaluan,
ia enak-enak mengawasi saja setelah sebagian
tempat itu dibersihkan Giok Han, pengemis muda
tersebut malah duduk menyender di tembok dan
tidur !
"Bukankah aku sudah menepati, janjiku
membantumu membersihkan tempat ini ?
Yang sebagian lagi tugasmu untuk
membersihkannya. bukankah sejak tadi kau belum
ikut membersihkan tempat iai ?" bilang Giok Han.
Muka si pengemis cemberut. Sikapnya benarbenar
membuat Giok Han jadi heran. "Aneh,
pengemis ini lagaknya seperti seorang gadis remaja
yang sedang mengambek. Hu ! Dia terlalu rewel,
lebih baik aku meninggalkannya saja..."
"Pemuda malas ! Tubuh saja besar dan
tampaknya kuat, tapi kerja ringan seperti ini saja
tidak sanggup kau selesaikan!" mengoceh pengemis
itu.

767
"Nanti jika aku memiliki kesempatan datang
kemari, akan kubersihkan lagi sebagian tempat ini
yang masih kotor. Nah, aku mau pergi dulu !"
"Mau pergi, pergilah ! Siapa yang mau
melarangmu ? Pergi ! Hayo pergi ! Aku juga tidak
mau melihat mukamu lagi !" pengemis itu
tampaknya tidak puas, mukanya cemberut masam.
Lagaknya benar-benar mirip seorang gadis yang
tengah mendongkol dan ngambek.
Giok Han tak perduli sikap pengemis itu,
walaupun hatinya merasa tidak enak, dia mernutar
tubuh dan melangkah pergi.
Giok Han bermaksud mencari rumah penginapan,
dia berlari-lari melewati beberapa jalan yang sudah
sepi, karena hari sudah malam. Tapi ketika ia
kebetulan menoleh ke-belakang, Giok Han jadi
tercengang.
"Kau . . . ?" dia tidak bisa meneruskan
perkataanya.
Pengemis muda itu ternyata sudah berdiri di
depannya, dia sejak tadi rupanya mengikuti.
"Kenapa ?" tanya si pengemis aseran. "Apakah
aku tidak boleh memakai jalan ini ?"
"Bukan . . . bukan begitu," jawab Giok Han agak
tergagap. "Tapi .... kau mengikutiku ..."

768
"Cisss, pemuda ceriwis ? Siapa yang mengikutimu
?" bentak pengemis itu dengan muka berobah
merah. Tampaknya dia gusar.
"Kawan, kalau memang kau mau, mari kita
mencari rumah penginapan, nanti kita bisa
mengobrol . . " kata Giok Han yang tidak ada pilihan
lain, karena dia yakin pengemis ini memang
mengikutinya sejak tadi.
"Cuiii, siapa kesudian mengobrol dengan kau?
Aku sedang menuju pulang ke rumahku, bukan
mengikutimu ! Hmm, apakah kau kira ini jalanan
milik kakek moyangmu sehingga hanya kau seorang
yang boleh memakainya ?"
"Bukan begitu maksudku . . ."
"Lalu apa maksudmu ?" Pengemis itu mendelik
bertolak pinggang dan mulut yang dimonyongkan,
lagaknya ini tampak jadi Iucu sekali. Pengemis ini
berusaha membawa sikap galak, tapi bukannya
tampak galak malah kelihatannya jadi lucu.
Kewalahan juga Giok Han menghadapi sikap si
pengemis, dia menggoyang-goyang kepala. "Baiklah,
kalau begitu aku pergi dulu."
"Pergi ! Siapa kesudian menahan-nahan kau ?
Hmm, huhuh !" mendengus si pengemis beberapa
kali.

769
Giok Han melanjutkan langkah kakinya tidak
perduli dengan sikap si pengemis. Hanya ia merasa
aneh. Si pengemis lucu sekali, mempunyai perangai
yang aneh. Walaupun si pengemis bersikap kekanakkanakan
seperti itu, Giok Han tidak jadi gusar,
malah merasa geli sendirinya.
Setelah melewati dua lorong, dia menoleh.
Ternyata si pengemis berada di belakangnya. Melihat
Giok Han menoleh, si pengemis menahan langkah
kakinya, membuang pandang ke samping kanan
seakan-akan sedang mencari sesuatu, Giok Han
tersenyum.
"Entah apa maunya dia mengikutiku terus?" Dan
dia jadi waspada, karena kuatir justru pengemis ini
bermaksud kurang baik padanya. Melihat muka dan
lagaknya, pengemis ini jelas bukan pengemis yang
tak baik, tapi mengapa dia mengikuti terus.
Giok Han melangkah lagi, dia menikung. Tapi
sengaja berdiam di balik tembok tikungan, menanti
di situ. Tak lama kemudian muncul si pengemis yang
setengah berlari, rupanya kuatir kehilangan jejak
Giok Han.
"Apa kabar, kawan ?" sapa Giok Han dan
mengejutkan pengemis itu, sampai ia terloncat ke
belakang dengan muka yang pucat dan kemudian
merah padam, karena kepergok serta tertangkap
basah oleh Giok Han. "Apa maksudmu mengikutiku
terus menerus ?" tanya Giok Han lagi.

770
"Kau... kau pemuda ceriwis !" bentak si pengemis
dengan muka cemberut, malah tangannya sudah
melayang akan menampar muka Giok Han.
"Mulutmu harus dihajar agar lain kali tidak berani
mengeluarkan kata-kata ceriwis..."
Giok Han miringkan kepalanya mengelak, tapi
mendadak dia merasakan dadanya berkesiuran
angin. Dia kuatir senjata rahasia, segera si pemuda
meloncat ke belakang. Waktu itu si pengemis lewat
di sampingnya, ngeloyor pergi.
Giok Han berdiri tertegun di situ beberapa saat,
sampai akhirnya menghela napas, menggoyanggoyang
kepala karena benar-benar ia merasa heran
terhadap kelakuan si pengemis. "Benar-benar aneh
pengemis itu..!" pikirnya. Dan ia melanjutkan lagi
langkahnya untuk mencari rumah penginapan.
Baru melangkah beberapa tindak, mendadak
muka Giok Han berobah, ia berseru kaget dan
meraba dadanya. Sekuntum bunga terbuat dari
emas murni, menempel di bajunya. Ukurannya tidak
besar, seperti kancing baju lainnya, tapi, bunga itu
bisa menempel di bajunya merupakan kejadian yang
mengejutkan karena pasti bunga emas ini milik si
pengemis. Giok Han tambah heran, melihat ini ia
tahu kepandaian dan kecepatan tangan pengemis itu
luar biasa. Kalau tadi dipergunakan sebagai senjata
rahasia, bukankah dia bisa dicelakai si pengemis ?

771
Kenyataannya, pengemis itu cuma menyantelkan
bunga emas itu di bajunya. Apa maksud pengemis
itu meninggalkan perhiasan yang mungkin juga bisa
dipergunakan sebagai senjata rahasia ini ? Giok Han
mengawasi teliti bunga emas itu, akhirnya
diputuskan dia harus meminta keterangan dari
pengemis itu. Tubuhnya melesat cepat mengejar ke
arah depan, tapi bayangan si pengemis sudah
lenyap. Mata hidungnya sudah tak terlihat.
Lima lorong jalan yang dilewati Giok Han. tapi si
pengemis sudah menghilang tak terlihat
bayangannya. Akhirnya Giok Han menghela napas,
memasukkan bunga emas ke dalam sakunya. Siapa
pengemis muda itu ? Kelakuannya benar-benar
aneh.
Berjalan tidak jauh, Giok Han melihat subuah
rumah penginapan, seorang pelayan
menyambutnya, ketika Giok Han memasuki rumah
penginapan tersebut. Kamar yang di berikan cukup
bersih dan besar, Giok Han mencuci muka dan
rebahkan diri di pembaringan untuk istirahat.
Walaupun ia tidak mau memikirkan tentang diri
pengemis muda yang aneh, namun tetap saja
pikirannya teringat kepada pengemis yang sangat
aneh gerak-geriknya itu. Dia benar-benar jadi
diliputi tanda-tanya. apa sebetulnya keinginan si
pengemis ? Dia menghilang kemana ? Apa
maksudnya meninggalkan bunga emas di bajunya ?

772
Tapi akhirnya Giok Han tersenyum. Bunga emas
itu adalah barang yang cukup berharga. Dia bisa
mempergunakan untuk pembayaran sewa kamar di
penginapan ini. la jaga berpikir besok untuk
mendatangi lagi rumah Siangkoan Giok Lin, guna
mengadakan perhitungan. Pemuda ini memejamkan
matanya dan tidur pulas.
Keesokan paginya, Giok Han bangun dengan
tubuh segar. la mencuci muka, Waktu merapihkan
rambutnya, pelayan masuk membawakan santapan
untuknya, makanan yang terbuat dari sarang-burung
Yan-oh. Giok Han mengerutkan kening melihat
makanan itu. "Lo-tiamhoa, aku tidak memesan
makanan itu..." memberitahukan Giok Han raguragu,
"mungkin kau salah kamar..."
Pelayan penginapan yang berusia lanjut
menggoyangkan kepala sambil tertawa. "Tidak,
kongcu. Aku tidak salah masuk kamar. Makanan ini
memang dipesan untukmu. Malah akan menyusul
beberapa makanan lainnya lagi buat kongcu."
Giok Han tertawa. "Lo-tiamhoa, dengarlah. Aku
tidak mempunyai banyak uang. Jika kau memaksa
makanan ini untukku, nanti setelah kumakan dan
tak bisa membayar, kau akan menyesal..."
Pelayan tua itu tersenyum. "Jangan kuatir,
kongcu. Kau tidak perlu membayar satu ci juga !"

773
"Apa ? Aku tak usah membayar?" Pelayan itu
mengangguk cepat. "Benarr kongcu tidak usah
membayar, karena semua makanan untuk kongcu
telah dibayar penuh untuk hari ini. termasuk sewa
kamar. Kalau memang kongcu masih memiliki
urusan bermaksud menginap lagi satu dua hari,
itupun sudah dibayar penuh. Oya. kongcupun
diminta setelah bersantap untuk mencoba jubah
yang telah selesai dibuatkan untukmu."
Bukan kepalang heran Giok Han. dia jadi
mengawasi si pelayan dengan mulut terbuka tak
percaya pada apa yang didengarnya. Akhirnya dia
nyengir. "Lo- tiamhoa, kau jangan bergurau ...."
Si pelayan memperlihatkan sikap sungguhsungguh,
katanya: "Mana berani aku bergurau
dengan kongcu. Aku telah memberitahukan yang
sebenarnya. Silahkan dimakan Yan-oh-nya, kongcu.
Kalau dingin tentu berkurang lezatnya ..."
Bingung Giok Han menghadapi kejadian ini. Siapa
yang melakukan semua ini, yang telah membayar
penuh semua perhitungan sewa kamar termasuk
makanan, juga kata si pelayan ia telah dikirimi jubah
baru!"
Si pelayan tehh mengundurkan diri. Giok Han
berdiri ragu-ragu, namun akhirnya dla tertawa.
"Untuk apa aku pusing-pusing ! Orang bermaksud
baik padaku dengan membayarkan seluruh
perhitunganku pada rumah penginapan ini, kalau

774
nanti bertemu dengannya urusan akan menjadi jelas
sendirinya. Tapi, apakah mungkin semua ini
pekerjaan Siangkoan Giok Lin, yang sengaja hendak
mengambil hati dan coba mempengaruhi aku dengan
semua ini ? Tapi, tak mungkin. Siangkoan Giok Lin
pasti akan datang dengan senjata tajam bersama
orang-orangnya, untuk membunuhku ! Tidak
mungkin dia melakukan perbuatan baik seperti ini !
Namun mungkinkah makanan itu sudah dicampur
racun ?"
Karena berpikir begitu, segera Giok Han
menghampiri pintu. Dia memanggil pelayan tadi,
yang segera datang.
"Lo-tiamboa, kau membuatkan Yanoh terlalu
banyak, aku membagimu separoh. Nah, makanlah !"
kata Giok Han sambil menyodorkan semangkok Yanoh
yang dicampur dengan buah leci, sedangkan
semangkok sarang burung walet yang dicampur
dengan anggur, dibiarkan saja di meja.
Si pelayan menggoyang-goyangkan tangannya,
mukanya berobah dan tampaknya dia jadi sibuk
sekali. "Mana boleh begitu ?! Mana boleh begitu ?"
"Hayo makan !" bentak Giok Han.
"Sungguh-sungguhkah kongcu membagi Yan-oh
untukku?" tanya si pelayan tua itu akhirnya.
"Ya, makanlah."

775
"Biar kubawa ke belakang saja, nanii kumakan di
sana !"
Giok Han maju mencekal lengan si pelayan.
"Makan di sini !"
"Oooo, inilah peristiwa yang belum pernah terjadi
di rumah penginapan ini, sejak didirikan sampai
sekarang. Tapi, baiklah ! Kongcu tampaknya kuatir
makanan ini beracun, bukan ?"
Giok Han diam saja. Si pelayan tua segera
memakan habis semangkok Yan-oh, akhirnya
mengusap-usap perutnya. "Terima kasih atas
kebaikan kongcu." Dia memutar tubuh mau pergi,
tapi Giok Han menepuk pundaknya.
"Tunggu dulu, Lotiamhoa. Beritahukan kepadaku,
siapa yang telah membayarkan buatku semua ini ?"
"Katanya seorang sahabat baik kongcu..."
menyahuti si pelayan.
"Bagaimana keadaan orang itu ?"
"Seorang nona cantik jelita ..."
"Apa ?"
Si pelayan mengawasi heran. "Bukankah kongcu
seharusnya sudah mengetahui siapa yang
melakukan semua ini?"

776
Giok Han menggeleng.
"Tidak. Aku pendatang baru di kota ini tidak ada
seorang kawanpun juga !"
Kini giliran si pelayan yang jadi terheran-heran.
"Kongcu jangan bergurau.... nona itu bilang
kau... kau adalah... adalah calon suaminya !"
"Apa?" Giok Han kaget dan tambah heran.
"Celaka, lo-tiamhoa... kau salah kamar ! Semua ini
bukan untukku ! Kau pasti salah kamar !"
Si pelayan menggelengkan kepala.
"Tidak ! Tidak mungkin salah kamar ! Nona itu
sudah memberitahukan jelas tamu di kamar empat
dan melukiskan muka dan keadaan badan kongcu."
Giok Han jadi tambah heran. "Apakah wanita itu
tidak memberitahukan namanya ?"
Si pelayan tertawa.
"Kepada seorang pelayan kotor seperti-ku ini
mana nona itu mau memberitahukan namanya. Dia
cuma bilang, kami harus melayani kongcu sebaikbaiknya...
berapapun akan dibayarnya, asal kongcu
senang tinggal di sini!"

777
Giok Han tambah heran dan ragu-ragu. Dia yakin
pelayan ini pasti salah kamar.
"Percayalah lo-tiamhoa, yang dimaksudkan
wanita itu bukan diriku ! Aku baru datang dari kota
lain, di sini tidab ada sahabat atau sanak famili, apa
lagi calon isteri. Ayo bawa keluar semua barang
santapan itu, aku bukan orang yang dimaksud
wanita itu !"
"Tidak mungkin salah !" kata si pelayan dengan
pasti. "Dirumah penginapan ini tidak ada pemuda
lain, selain kongcu ! Memang ada tamu lain yang
datang malam tadi, tapi mereka dua orang wanita
dan seorang lelaki sudah tua-renta. Hanya kongcu
seorang yang masih muda. Maka dari itu, tidak
mungkin salah yang dimaksudkan nona cantik itu
adalah kongcu !"
Tidak kepalang heran Giok Han. Siapa wanita itu?
Mengapa dia begitu lancang mengakui dirinya
sebagai calon suaminya ?
"Maaf, kongcu. Aku harus melayani tamu-tamu
Iain..." dan si pelayan keluar meninggalkan Giok Han
yang masih berdiri mematung karena benar-benar
tak mengerti
Atas kejadian yang berlangsung demikian aneh
dan penuh teka-teki. Apakah wanita itu salah mata ?
Tapi hal itu tak mungin. Tapi mengapa wanita itu tak
memperlihatkan diri ?

778
Banyak tanda-tanya yang berkumpul di hati Giok
Han dan tak terjawab. Perutnya berbunyi lapar, dia
segera memakan Yan-oh yang dicampur dengan
anggur, enak sekali santapan itu dan memang
makanan tersebut tidak mengandung racun. Giok
Han kemudian keluar dari kamarnya, dilihatnya
pelayan tua tadi tengah duduk di dekat pintu
gerbang rumah penginapan dengan kepala
melenggut, rupanya dia mengantuk.
Giok Han menghampiri. Dibangunkan pelayan itu,
yang segera sibuk bertanya. "Apakah kongcu mau
mencoba jubah biru itu? Apakah kongcu mau keluar
jalan-jalan melihat keramaian kota? Kalau memang
kongcu ingin perintahkan sesuatu padaku, jangan
sungkan-sungkan, perintahkan saja..."
"Lo-tiamhoa, apakah wanita yang telah
membayarkan sewa kamar dan makanan untukku
itu bukan penduduk kota ini ?" tanya Giok Han.
"Aku tak mengenalnya, kongcu, tapi melihat
pakaiannya yang mewah mentereng, tampaknya dia
seorang putri bangsawan atau hartawan kaya.
Sungguh beruntung kongcu mempunyai calon isteri
seperti itu, cantik, kaya dan sangat memperhatikan
kepentingan kongcu..."
Sedang pelayan itu mengoceh terus. Giok Han
justru melihat di luar rumah penginapan seseorang
tengah mengamat-amatinya. Dia segera mengenali
si pengemis muda yang kemarin bertemu

779
dengannya. "Hei tunggu kawan !"panggil Giok Han
meninggalkan si pelayan dan berlari menghampiri si
pengemis Si pelayan menandang heran, mulutnya
yang semula mengoceh jadi terbuka saja.
Pengemis muda itu melihat Giok Han
menghampirinya, segera berlari. Cepat larinya, tapi
Giok Han mengejarnya terus. Waktu ini jalan cukup
ramai orang-orang heran melihat si pengemis saling
kejar cepat dengan Giok Han, yang membuat
mereka lebih heran ke-dua orang itu berlari seperti
terbang saja !
Giok Han menduga pengemis ini pasti bisa
memberikan keterangan sesuatu padanya, sikapnya
mencurigakan. Kemarin ia mengikutinya terus
menerus, sekarang pun tampaknya tengah
mengamat-amati tempat di mana ia menginap.
la mengejar terus, sampai akhirnya si pengemis
melompat masuk ke dalam sebuah kuil dengan cara
meloncati tembok kuil. Giok Han mengikuti cara si
pengemis. Kuil itu ternyata tak berpenghuni sudah
rusak di sana-sini. Si pengemis tampak tengah
duduk tenang di bangku batu, mengawasi Giok Han
dengan mulut tertawa nyengir.
"Hemmm, sekarang sudah terbukti, bukan aku
yang mengikutimu ! Lihatlah, justeru kau yang telah
mengikutiku!" kata si pengemis masih tetap tertawa
nyengir.

780
"Kemarin pun kau yang ikut ke tempat
istirahatku, tapi mulutmu ceriwis dan bilang aku
yang mengikutimu ! Hemmm, ayo bilang, kau
mengikuti aku atau aku yang mengikuti kau?"
Giok Han tercengang sejenak, tapi akhirnya
tersenyum. "Sahabat, mari kita bicara terus terang,
aku Giok Han ingin meminta petunjukmu..."
"Meminta petunjukku ? Petunjuk apa ?" tanya
pengemis itu pura-pura tak mengerti. "Bicara
terang? Sekarang sudah menjadi terang urusannya,
kau yang selalu mengikuti aku, bukan aku yang
mengikuti kau !"
"Baiklah kalau kau bilang begitu, aku mengakui.
Memang dua kali aku yang ikuti kau ! Tapi.
beritahukanlah, siapa kau sebenarnya ?!"
"Aku pengemis kotor dan miskin, apa gunanya
memberitahukan namaku padamu, karena kau tentu
tak akan memandang sebelah mata juga !"
Giok Han tersenyum. "Jangan berkata begitu,
sahabat. Walaupun bagaimana kita sama-sama
orang kangouw, tentu urusan uang bukanlah urusan
yang terlalu penting buat kita. Miskin kaya tidak
menjadi persoalan, asal jiwa kita bersih..."
"Hemm, kau bicara dengan lagak seperti seorang
pendekar besar !" mengejek si pengemis. "Apakah
kau kira dalam kangouw cuma kau saja yang

781
memiliki jiwa bersih dan yang lainnya berjiwa kotor
?"
"Bukan, aku tidak bilang begitu..."
"Hemmm, tidak usah kau putar-balik persoalan,
kenyataannya sudah berulangkali kau mengikutiku,
tapi sebelumnya kau tak mengakui ! Apakah dengan
demikian kau bisa menepuk dada dan mengatakan
jiwamu benar-benar bersih ?"
"Sahabat, baiklah aku mengaku salah. Tapi,
janganlah kau mempermainkan aku lebih jauh !"
kata Giok Han mengalah.
"Cisss, siapa yang mau mempermainkan kau ?"
bentak si pengemis sambil berdiri-marah menentang
mata Giok Han, matanya bersinar bening dan kalau
saja mukanya tidak kotor mesum seperti itu, tentu
pengemis ini memiliki muka yang cakap. "Kau
menuduhku bahwa selama ini aku
mempermainkanmu ?"
"Bukan begitu, yang kumaksudkan kita tidak
perlu saling salah menyalahi. Aku seorang
pendatang di kota ini, segala apa tidak kuketahui.
Tentu kau bisa memberikan petunjuk kepadaku
tentang sesuatu hal..."
"Tentang hal apa ?"

782
"Baru-baru ini aku mengalami suatu kejadian
yang benar-benar aneh..."
Si pengemis memperhatikan Giok Han tampaknya
dia jadi tertarik, tanyanya : "Aneh bagaimana ?"
"Semalam aku menginap di rumah penginapan
yang tadi, siapa tahu, pagi ini waktu pelayan
mengantarkan santapan untukku, ia bilang seluruh
harga makanan dan sewa kamarku telah dibayarkan
seseorang...."
"Aduhhhh ! Aduhhhh . . . ! Enak sekali. Kalau aku
bernasib baik seperti kau, tentu aku ucapkan ribuan
kali terima kasih kepada Thian !" Berseru si
pengemis nyaring. Tapi mendadak mukanya jadi
muram, dia menunduk, menggumam perlahan
dengan suara sedih:
"Ya, kau memang bernasib baik, tapi aku . . . ?
Aku anak celaka bernasib sangat buruk ..."
Giok Han heran melihat kelakuan si pengemis,
yang bisa bersikap riang serta nakal, tapi juga
mendadak bisa bersedih hati seperti itu. Sedang
Giok Han mengawasi heran, si pengemis
mengangkat kepalanya, tertawa lebar. "Ayo
teruskan ceritamu... ku kira itu cerita yang cukup
menarik."

783
"Aku menanyakan pada si pelayan, siapa orang
yang telah membayar semua itu, tapi ia bilang tidak
kenal orang tersebut..."
"Lalu bagaimana ?"
"Pelayan itu cuma bilang yang minta padanya
untuk melayani aku baik-baik adalah seorang nona
..."
"Aha... luar biasa ! Tentunya kau mempunyai
hubungan yang erat dengan wanita itu, sehingga dia
demikian memperhatikan semua keperluanmu..."
"Justeru hal ini yang membuatku heran" kata
Giok Han, pipinya berobah merah. "Aku pendatang
baru di kota ini, baru kemarin aku sampai di sini,
juga aku tidak mempunyai sanak famili maupun
sahabat..."
"Hu, sejak kemarin kau selalu memanggilku
dengan "sahabat, sahabat, tapi sekarang kau bilang
tidak punya sahabat ! Sungguh mulutmu itu
keterlaluan sekali, selain ceriwis juga selalu
berbohong !"
"Jangan salah paham, kau tidak termasuk dalam
ceritaku ini. Memang kuakui, biar pun kita baru
berkenalan, tapi kau sudah ku anggap satu-sutunya
sahabatku di kota ini!"

784
Merah pipi si pengemis, dia membuang pandang
kesamping, tapi jelas dia senang mendengar katakata
Giok Han yang terakhir.
"Menurut pelayan." Giok Han melanjutkan
ceritanya "Nona itu... nona itu sangat cantik dan
berpakaian mewah setidak-tidaknya dia puteri
hartawan atau anak pembesar negeri ! Yang
membuat aku bingung, dia memberitahukan pada
pelayan bahwa aku... bahwa aku... adalah... calan
suami nya !"
"Cepat kau berterima kasih kepada Thian!"
Berseru si pengemis. "Memperoleh keberuntungan
seperti itu tidak mudah terjadi pada sembarang
orang, kau benar-benar memiliki nasib sangat bagus
!"
"Tunggu dulu, dengar ceritaku belum habis," kata
Giok Han lagi. "Aku sendiri tidak merasa punya calon
isteri di kota ini... maka kuyakin dia salah mata !"
"Hemmm, di kota ini kau bilang tidak punya calon
isteri?" tanya si pengemis
"Ya," Giok Han mengangguk. "Aku tidak
mempunyai sanak famili, apa lagi calon isteri di kota
ini !"
"Hemmmm, kalau di kota-kora lain tentu banyak
calon-calon isterimu ?" tanya si pengemis dengan
mulut dimonyongkan.

785
Pipi Giok Han merah. "Kawan, jangan bergurau.
Aku bicara sejujurnya, sampai saat ini aku belum
mempunyai calon isteri, di kota manapun juga !"
"Cissss ! Perduli apa denganku!? Kau memiliki
sepuluh calon isteri atau seratus calon isteri, apa
perduliku?" pengemis itu menunduk, mukanya
muram dan kembali ia tampak bersedih hati "Aku
benar-benar bernasib buruk... tidak ada seorangpun
yang memperhatikan diriku... dari kecil sampai
sekarang aku tak pernah memperoleh perhatian
siapapun juga, tidak bernasib bagus seperti kau..."
Dan air matanya mengalir panjang dikedua pipinya.
Giok Han kaget.
"Kawan kenapa kau ?" tanyanya.
Si pengemis tiba-tiba mengangkat kepalanya
tertawa. Padahal air mata masih membasahi
mukanya. "Ayo teruskan ceritamu, bukankah kau
bilang, bahwa urusan sangat aneh ? Kulihat tidak
ada keanehannya ! Wajar kalau calon isteri
menyambut kedatangan calon suaminya dengan
penuh perhatian..."
"Kau keliru! Bukankah tadi sudah kujelaskan
bahwa aku tidak memiliki sanak famili dan apa Iagi
caIon isteri ! Karena itu, urusan demikian aneh, aku
ingin mengetahui siapa wanita itu yang mengaku
sebagai calon isteriku ! Aku ingin minta bantuan,
sahabat, kalau kau tidak keberatan membantuku,

786
selidikilah siapa wanita itu sebenarnya. Sebagai
penduduk lama di kota ini tentu kau bisa melakukan
pekerjaan itu dengan mudah..."
"Ehhh, enak saja kau perintahkan aku menjadi
pesuruhmu, selidik kesana selidik kemari ! Kau
berani membayarku berapa ?" Kata si pengemis.
Giok Han nyengir pahit. "Tentu saja aku tidak
mempunyai maksud jelek seperti itu, aku cuma
minta bantuanmu untuk menolongku memecahkan
teka-teki yang membingungkan ! Tentu kau bersedia
membantuku, bukan ?"
"Teka-teki membingungkan ? Kalau kau mau
mendengar kata-kataku, janganlah bingung-bingung
lagi. Mulai sekarang kau tenang-tenang saja di
kamar hotelmu, bukankah peruntungan sangat
bagus kalau tidak lama lagi kau bertemu dengan
calon isterimu itu? Jangan suka menentang jodoh,
nanti kalau Thian marah, jodohmu jadi macet dan
seumur hidup tidak kebagian jodoh lagi !"
"Ah, sahabat, kau jangan bergurau ! Aku
sungguh-sungguh..." kata Giok Han.
"Siapa bilang aku bergurau ? Aku juga sungguhsungguh
!" menyahuti si pengemis aseran.
Giok Han menarik napas dalam-dalam, susah
mengajak bicara pengemis yang sifatnya seperti
angin-anginan ini. Biarpun sudah dijelaskan

787
sedemikian rupa, pengemis, itu tetap saja ugalugalan
dan aseran.
Jilid ke 18
Tampaknya sulit untuk meminta bantuan
pengemis ini. karena untuk diajak bicara saja sudah
sulit, apa lagi untuk memintanya melakukan sesuatu
penyelidikan atas peristiwa aneh yang dialami Giok
Han.
Pengemis itu berdiri, dia menjebi. "Huh, meminta
tolong kok dengan muka cemberut masam begitu ?
Mau dengan cara paksa ? Aku tidak bisa
membantumu menyelidiki siapa orang yang telah
membayarkan semua makanan dan keperluanmu
yang lainnya, dan kau tidak bisa memaksaku untuk
memenuhi keinginanmu dengan muka asam
cemberut seperti itu."
Giok Han nyengir pahit. "Jangai salah paham,
sahabat Aku tidak memaksa. Kalau memang kau
mau menolongku, aku tentu berterima kasih. Tapi
kalau kau..."
"KaIau aku keberatan menolongmu," memotong
pengemis itu, "kau akan marah?"
"Juga tidak, Tapi sayangnya aku masih asing
dikota ini, semula kukira sebagai orang yang telah
lama berdiam di kota ini, kau pasti lebih mudah buat
membuka tabir rahasia atas kejadian yang

788
mengherankan itu. kalau toh kau tidak mau
membantuku, aku pun tidak bisa memaksanya."
"Kau tidai gembira mengalami urusan yang
menyenangkan ini, calon isterimu menyambut
kedatanganmu dengan sikap begitu manis ?"
menegasi si pengemis.
"Menyesal sekali, aku sungguh-sungguh tak
mengerti dan merasa tak pernah mempunyai calon
isteri di kota ini."
"KaIau begitu kau tolak saja semua kebaikannya
itu ! bisa saja kau tidak memakan semua santapan
yang disediakan untukmu, pindah ke rumah
penginapan lain dan tidak peduli atas semua
kebaikan! Mengapa harus repot-repot hendak
menyelidiki dan membuka tabir itu ? Kalau kau mau
dan tidak berpura-pura, mudah saja kau mengetahui
siapa orang yang baik hati itu."
"Bagaimana caranya ?"
"Kau berani membayarku berapa untuk
keteranganku ?" Mata pengemis itu gemerlap terang
mengawasi Giok Han.
Giok Han geleng geleng kepala.
"Menyesal aku tidak mempunyai uang."
"Tidak mempunyai uang ?"

789
"Ya, aku memang tidak membawa perbekalan
yang cukup, uangku telah habis dalam perjalanan."
"Huh ! Huh! Sudah tak mempunyai uang tapi
masih bertingkah dan pura-pura menolak kebaikan
orang lain ! Katakan saja terus terang, kau bukan
hendak menyelidiki untuk mengetahui orang yang
baik hati itu sekedar untuk melihat orangnya, tapi
kalau sudah bertemu dengannya malah ingin minta
uang lebih banyak darinya! Bukankah begitu"?"
Pipi Giok Han merah. Dia menggeleng-geleng
kepala.
"Tidak, jangan menuduhku serendah itu. Aku
benar-benar sulit menerima kebaikan orang yang tak
kukenal iiu. Benar aku tak mempunyai uang, tapi..."
"Tapi apa ?"
"Aku bisa bekerja dan menerima upah."
"Orang seperti kau ini benar-benar aneh !"
menggumam si pengemis. "Diberi enak, malah mau
cari susah bekerja! Kau bisa bekerja apa sih ?
Apakah kalau kau kerja, bisa menghasilkan uang
yang ribuan tail perak dalam satu hari ? Jangan
pura-pura seharusnya kau berterima kasih, di saat
tak mempunyai uang, sekarang ada orang yang baik
hati membayarkan semua keperluanmu !"

790
Giok Han diam. Berabe bicara dengan pengemis
ini, yang selalu tidak mau percaya padanya. Dia
bangun berdiri, katanya.
"Baiklah, kukira sudah cukup lama
mengganggumu, aku ingin kembali ke rumah
penginapan. Sampai bertemu lagi" Setelah berkata
begitu Giok Han memutar tubuhnya untuk
meninggalkan kuil tersebut.
Si pengemis tertawa.
"Untuk menantikan calon isterimu, bukan ?"
Muka Giok Han merah lagi, ia mendongkol, tapi
tak mau berdebat pula dengan pengemis itu. Dia -
ngeloyor pergi.
Tapi, waktu ingin melompati tembok kuil, tibatiba
si pengemis menyusul dan melewati
sampingnya kemudian mendahului melompat ke
tembok kuil. Berdiri di situ.
Giok Han menengadah, dilihatnya pengemis itu
tengah tersenyum-senyum.
"Aku mau membantumu, tapi ada syaratnya."
"Syarat apa ?"

791
"Aku akan memberitahukan kepadamu siapa
orang yang telah berbaik hati padamu tapi kau harus
memenuhi dulu satu syarat."
"Sebutkan syaratmu itu?"
"Kau ikut denganku, dengan syarat tidak boleh
bicara sepatah katapun juga, biar menyaksikan
kejadian yang sangat aneh sekalipun, kau mau
berjanji ?"
Syarat yang lucu. Benar-benar pengemis ini aneh
sekali. la mengawasi ragu-ragu. Dia akan diajak si
pengemis ke suatu tempat, tapi tidak boleh bertanya
satu patahpun juga, biarpun menyaksikan kejadian
yang aneh. Sungpuh lucu syaratnya. Lagi pula,
kemana dia mau diajak ?
"Baiklah," mengangguk Giok Han. "Aku mau
memenuhi syaratmu."
"Jangan begitu mudah menyanggupi syaratku itu
! Kalau nanti kau melanggar janjimu, berarti aku
batal memberitahukan padamu tentang orang yang
hendak kau temukan itu !"
Giok Han mengangguk. Terlanjur ia sudah
meminta keterangan dari pengemis ini, juga
memang ia merasa heran melihat sepak terjang si
pengemis. Karenanya ia segera menyanggupi. "
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2 dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-cula-naga-pendekar-sakti-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Cula Naga Pendekar Sakti 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-cula-naga-pendekar-sakti-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar