Lembah Nirmala 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 17 September 2011

Tiga orang pengawalnya yang bertubuh tinggi kekar bagaikan raksasa bersembunyi d ibalik
pepohonan, mereka nampak tertegun ketika melihat Kim Thi sia berjalan mendekati mereka.
Ketiga orang raksasa itu saling berpandangan sekejap. diluar dugaan ternyata mereka tidak
bermaksud menghalanginya selain dari tenggorokannya memperdengarkan suara geraman lirih.
Kim Thi sia merasa amat bangga pikirnya: "Jangan-jangan mereka takut digebukin olehku?"
Rupanya suara geraman dari ketiga orang pengawalnya mengejutkan pula putri Kim huan. Ia
segera berpaling ketika melihat Kim Thi sia sedang mengawasi wajahnya, sepasang biji matanya
yang besar dan jeli itu nampak terkejut bercampur keheranan. Hal ini membuat Kim Thi sia
menghentikan langkahnya tanpa terasa.
Disaat empat mata saling bertemu paras muka putri Kim huan kelihatan agak bersemu merah,
tapi dengan cepat dia melengos kearah lain dan ia segera melanjutkan memetik bunga, sikapnya
dingin lagi hambar seakan-akan menganggap pemuda itu sebagai orang asing.
Kim Thi sia yang masih mendongkol karena dipermain silelaki ceking yang mengaku bernama
Unta itu, kini telah muncul keinginan untuk mempermalukan gadis ini, sambil tertawa tergelak
segera serunya:
"Selamat berjumpa tuan putriku yang cantik"
Putri Kim huan pura-pura tidak mendengar dia melanjutkan memetik bunga dari atas pohon.
Entah mengapa ternyata watak berangasan Kim Thi sia tiba-tiba saja seperti lenyap. sambil
membetulkan letak bajunya dia maju makin mendekat dan katanya lagi:
"Aku dengar tuan putri amat menyukai Leng gwat kiamku, sekarang aku sudah mengerti, aku
bersedia menghadiahkan pedang mestika untuk gadis cantik, menghadiahkan kepadamu tanpa
syarat."
Putri Kim huan segera berkedip dengan mata yang bersinar tajam, agaknya dia merasakan
hatinya berdebar keras, namun mulutnya tetap membungkam dalam seribub bahasa. melihat itu,
Kim Thi sia segera berkata lagi:
"Mau atau tidak terserah pada putusan tuan putri sendiri, aku tak akan memaksa."
Putri Kim huan tidak bisa menahan diri lagi, mendadak dia menatap pemuda itu tajam-tajam
dan berseru: "Aku tak akan mau ditipu olehmu lagi" "
"omong kosong, kapan aku pernah menipumu?"
sambil tertawa geli ia segera melepaskan pedangnya dari pinggang dan maju kedepan sambil
dipersembahkan, kembali katanya: "Bagaimana kali ini pasti kau sudah percaya bukan?"
Pedang tersebut memang pedang palsu sejak leng gwat kiam lenyap dicuri orang, dia
merampas pedang dari tangan Pek hun koan sebagai gantinya, dan sekarang ia selalu
menggunakan pedang palsu itu untuk putri Kim huan dan memanfaatkan kesempatan tersebut
untuk mengolok-olok dirinya.
Namun putri Kim huan cukup cekatan, tidak tertipu dengan begitu saja, sekejap saja dia
melirik, kepalsuan pedang tadi sudah diketahui, sahutnya kemudian dingini "Pedang itu palsu."
Tercekat juga perasaan Kim Thi sia melihat ketajaman mata orang, tapi dia pura-pura melonjak
marah, teriaknya keras: "Apa? kau jangan menghina, masa pedang begini palsu?"
"Mungkin kau yang tak mengerti mutu sebilah pedang."
"sudahlah, kau boleh pergi dari sini, aku tak punya banyak waktu lagi untuk ribut denganmu."
Melihat usahanya untuk mempermainkan gadis itu tak berhasil, maka diapun berkata lagi
terang-terangan.

"Kau memang amat cerdik, dalam sekilas pandangan saja, sudah tahu kalau pedang ini palsu,
tadi kaupun mesti niat sebab Leng gwat kiam telah dicuri orang. selanjutnya kita berdua samasama
tak punya rejeki lagi untuk memilikinya."
"Ayah baginda mempunyai banyak benda mestika. Hmmmm, aku sih tak sudi dengan benda
macam begitu."
"Yaa, tentu saja kau tak sudi karena pedang itu sudah hilang tercuri" jengek Kim Thi sia sambil
tertawa dingin- "Coba kalau pedang tersebut masih berada ditanganku, kujamin paras mukamu
pasti akan berubah sangat hebat. Benar tidak?"
"Kau sangat jahat, selalu berkeinginan mempermainka aku. Aku yakin kau pasti sekarang telur
busuk yang banyak berbuat jahat." Mendengar perkataan itu, Kim Thi sia segera tertawa terbahakbahak.
"Haaaaah.....haaaaaah......haaaaaah....... denganmu memang sangat tepat sekali, aku memang
seekor harimau ganas dari Tionggoan, tidak seperti abang seperguruanku. Begitu melihat kau, dia
lantas gelagapan seperti orang yang kehilangan semangat......."
Dengan nada setengah memohon dan kening berkerut kencang putri Kim huan berseru:
"Rasanya diantara kita berdua tak pernah terjalin permusuhan yang terlalu mendalam kenapa
sih kau selalu memusuhi aku? Aku rasa lebih baik kita tak usah saling menyapa dan menggubris
kepada pihak lain. Kita anggap sebagai orang saja, bagaimana menurut pendapatmu......."
setelah berhenti sejenak. kembali dia menambahkan-
"Kedatanganku kedaratan Tionggoan tak lain karena ingin menikmati keindahan panorama
alam disini, bukan datang untuk cekcok serta bersilat lidah dengan kalian bangsa Han-sekalipun
leluhur kita berasal dari satu sumber dan satu aliran darah, tapi sekarang kita sudah berbeda suku
dan rasa antara sukuku dan sukumu sudah berbeda sekali, bukankah hal ini sama artinya bahwa
kita adalah orang asing?"
"Aku belum pernah berpikir sampai kesitu....." kata Kim Thi sia.
"Berapa hari lagi aku akan pulang kenegeriku, mengapa kau tidak memberi kesempatan
kepadaku untuk bergembira sebentar?"
"Kalau begitu kau selalu merasa pusing kepala bila bertemu denganku?" tanya Kim Thi sia
sambil tertawa.
Putri Kim huan tersenyum, ia tidak membantah kenyataan tersebut. Kim Thi sia segera berkata
lebih jauh:
"Keliru besar bila kau mengatakan diantara kita berdua tak pernah terjalin permusuhan atapun
perselisihan, bila diselidiki sesungguhnya. sebetulnya diantara kita pernah terjalin hubungan
permusuhan, bukankah berapa hari berselang kau pernah memerintahkan anak buahmu untuk
menghajarku?"
"siapa suruh kau mencari penyakit buat diri sendiri?" Kim Thi sia segera mendengus.
"Hmmm, seandainya kau tak berhasrat merampas pedangku, kenapa aku mesti cekcok
denganmu? Apalagi waktu itu kau sedang disekap dalam sumah besi oleh sipembesar dari
Kanglam, dimana kau tak bisa bergerak bebas. Pernahkan kau bayangkan siapa yang bersedia
menjual nyawa bagimu dalam keadaan begitu?"
"Kau anggap ketulusanmu berasal dari keluarga anggun, keluarga terhormat maka kau pun
boleh merampas barang milik orang lain dengan sesuka hati.......?"
" Untung aku yang menghadapi persolaan ini, kalau orang lain apakah dia tak akan dibuat
ketakutan oleh kebengisan anak buahmu sehingga ibaratnya orang bisu menelan empedu. Biar
kepahitan pun tak mampu mengutarakan perasaan hatinya."

Putri Kim huan sudah terbiasa hidup dalam kemanjaan, selama hidup belum pernah dia ditegur
orang, maka sindiran dan kritikan dari Kim Thi sia segera mengobarkan kembali watak aslinya.
Tanpa mengusapkan sepatah katapun dia segera membalikkan badan dan menyingkir dari situ,
agaknya dia enggan mendengarkan perkataannya lagi. Dengan mempertinggi suaranya Kim Thi
sia berkata lebih lanjut:
"Kalau toh kau berniat mengakui kesalahan, akupun tak akan memojokkan kedudukanmu lebih
jauh."
Kesabaran putri Kim huan ada batasnya, sekarang dia tak bisa mengendalikan diri lagi, sambil
tertawa dingin serunya:
"siapa yang mengaku salah? Kau jangan bicara sembarangan"
"Baik, kau sendiri yang berkata begitu, lihat saja bagaimana akhirnya nanti"
Putri Kim huan betul-betul tak sanggup menahan diri, segera serunya keras-keras:
"Ciangkun-......dia.........."
Belum habis seruan itu bergumam, tiga orang raksasa itu sudah melompat bangun dan siap
melancarkan terkaman kedepan-
Tapi dalam waktu singkat putri Kim huan seperti sudah berubah pikiran, kembali serunya:
"Duduk"
sambil mengerang rendah, ketiga orang raksasa itu duduk kembali ketempat semula.
Kim Thi sia ingin berbicara lagi, tetapi saat itulah dari depan situ muncul debu yang
menggulung-gulung diikuti munculnya serombongan penunggang kuda. seorang diantara
penunggang kuda itu menuding kearah tandu sambil berseru keras: "Berhenti didepan situ itulah
dia mereka"
Penunggang-penunggang kuda itu hampir semuanya memiliki gerakan tubuh yang cekatan,
dalam waktu singkat mereka sudah melompat turun dari kudanya dan berdiri berjajar ditengah
jalan-
Walaupun pakaian mereka berbeda, namun dapat dilihat bahwa mereka terdiri dari tujuh orang
jagoan lihay dari dunia persilatan-
Diantara ketujuh orang itu terdapat seorang wanita, tapi usianya sudah mencapai lima puluhan
tahun, rambutnya setengah beruban hingga mendekati seperti seorang nenek.
Waktu itu sinenek mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah Kim Thi sia,
ketika empat mata saling bertemu tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan hatinya bergetar keras,
pikirnya segera:
"Tajam amat pandangan mata orang ini, entah darimana datangnya mereka........"
sementara itu, ketiga orang raksasa telah bangkit berdiri dan berdiri tegak ditengah jalan
hingga memisahkan jalanan tersebut menjadi dua bagian.
Keenam orang jago lihay yang berdiri dibelakang nenek tersebut dengan sorot mata tajam dan
kening menonjol tinggi sekali, berdiri tegak tanpa melakukan sesuatu gerakan, agaknya mereka
tak akan bergerak sebelum mendapat perintah dari nenek tersebut.
Sudah jelas sinenek adalah pemimpin dari keenam orang tersebut hanya dandanan serta asal
usul mereka terasa amat misterius dan membingungkan hati. Kim Thi sia kembali berpikir:
"Delapan puluh perasaan kedatangan orang-orang itu adalah untuk mencari putri Kim huan, itu
berarti tak ada sangkut pautnya denganku. Lebih baik aku jangan mencampuri urusan mereka."
Berpikir demikian, dia segera mengundurkan diri kesamping arena dan berpeluk tangan sambil
menonton peristiwa tersebut.

Mendadak nenek itu menuding kearahnya sambil membentak:
"Hey anak muda, sebelum mendapat perintah dariku, lebih baik kau jangan sembarangan
menggerakkan badan-"
selalu bernada mengancam, jelas merupakan suatu perintah yang tak boleh dibantah.
Diam-diam KimThisia merasa tidak senang hati, namun untuk mengetahui peristiwa yang bakal
terjadi terpaksa dia harus menelan perasaan mendongkolnya itu seraya mengangguk. "Aku sudah
tahu"
Nenek itu tersenyum hingga kerutan diatas wajahnya nampak semakin kentara, garis-garis
kerutan wajahnya membentuk celah-celah yang banyak sekali. "Nah, begitu baru penurut" katanya
lagi pelansetelah
berhenti sejenak. dia segera menuding kembali kearah tiga manusia raksasa yang
menghadang dihadapannya itu sambil perintahnya lagi: "singkirkan batu penghambat tersebujt"
serentak keenam orangjugo itu mengiakan, dengan langkah yang tertib sekali mereka
menyebarkan diri dan mengurung ketiga orang raksasa tersebut ditengah arena.
Agaknya tingkah laku orang-orang tersebut menggusarkan pula hati ketiga orang raksasa
tersebut, sambil membentak gusar mereka bersiap-siap untuk melakukan sesuatu tindakan-
"TUnggu sebentar" tiba-tiba Kim huan berseru. Lalu sambil berpaling kearah sinenek dia
bertanya: "Hey nenek tolong tanya apa maksudmu?"
Nenek itu tersenyum ramah, sikapnya berbeda sekali dengan kelakuannya tadi, dengan lembut
ia berkata:
"Bila nona bersedia mengikuti kami, tentu saja kamipun tak akan menyulitkan mereka."
Putri Kim huan membelalakkan matanya lebar-lebar, sepasang biji matanya yang jeli nampak
diliputi perasaan tak habis mengerti, kembali dia berseru dengan nada tak habis mengerti:
"Aku tidak memahami maksudmu"
Dengan suatu pandangan mendalam nenek itu mengerling sekejap kearahnya, lalu ujarnya
sambil tertawa:
"Nama besar nona memang tidak meleset seperti apa yang sudah tersiar dalam dunia
persilatan selama ini, kecantikan wajahmu pun tiada taranya dikolong langit, nada suaranya juga
amat merdu bak kicauan burung nuri. Hmmmmm.....entah dari mana datangnya rejeki baginya?"
Ucapan yang tiada ujung pangkalnya ini semakin membingungkan putri Kim huan, diapun tak
tahu siapa yang dimaksud sebagai "nya" oleh nenek tersebut?
Tapi sebagai seorang gadis yang cerdik, dengan cepat putri Kim huan sadar bahwa ada orang
yang secara lamat-lamat menaruh niat jahat terhadapnya bisa jadi hendak mengangkangi dirinya.
Tentu saja dia merasa amat rikuh untuk menanyakan masalah seperti ini, apalagi dihadapan
umum. Tiba-tiba Kim Thi sia menyela: "Nenek dia bukan bangsa Han"
Nenek itu tersenyum ramah, sahutnya singkat: "Anak muda, akujauh lebih mengerti dari
padamu."
Melihat Kim Thi sia turut menimbrung dengan wajah yang santai dan senyuman dalam, putri
Kim huan segera mengira pemuda tersebut telah bersekongkol dengan kawanan yang dipimpin
sinenek ini.
Paras mukanya segera berubah hebat, sambil menuding kearahnya dia berseru:
"Aku sudah menduga kalau kau bukan orang baik, Hmmm, ternyata dugaanku tidak salah."
Kim Thi sia jadi tertegun, tetapi dengan cepat ia berseru:

"Hey apa maksud perkataanmu itu, apakah aku orang baik atau bukan, rasanya toh tiada
sangkut pautnya dengan dirimu."
"sudahlah, kau tak perlu membantah lagi, sekalipun kau berdebat sampai putus lidahmu, aku
tetap tak akan percaya dengan perkataanmu."
Kim Thi sia yang tanpa sebab musabab telah disangkut pautkan dengan persoalan tersebut
menjadi jengkel, watak liarnyapun ikut tumbuh, segera teriaknya keras-keras:
"Kalau tidak percaya yaa sudah, toh aku tidak berniat memaksamu untuk percaya, apa pun kau
ingin berbicara silahkan saja berbicara, yang pasti aku tak akan mencampuri urusanmu."
Putri Kim huan tidak menggubris pemuda itu lagi, sambil berpaling lagi kearah sinenek dia
bertanya:
"Nah nenek. sekarang kau boleh jelaskan maksudmu. Asal aku mampu melakukannya tentu
akan kubantu kalian sebisanya."
sebaliknya Kim Thi sia sambil berpeluk tangan telah duduk diatas batu, mulutnya dicibirkan dan
dia menonton kejadian tersebut tanpa turut berbicara lagi. Terdengar nenek itu berkata sambil
tertawa:
"Nona, bila kau bersedia ikut bersama kami, sepanjang masa kau akan hidup bahagia."
Kemudian tambahnya lagi:
" Kecantikan wajahmu telah menggambarkan seluruh daratan Tionggoan- Entah berapa banyak
gadis cantik yang kau ungguli, itulah sebabnya kami mendapat perintah untuk mengundangmu. "
"siapa yang mengutus kalian datang kemari?" putri Kim huan balik bertanya dengan wajah
tertegun-
"soal ini tak perlu kau tanyakan dulu" kata sinenek sambil tertawa. "Pokoknya orang yang
mengutus kami adalah bangsa Han yang amat berkuasa dinegeri ini"
"Hmmm, apanya yang luar biasa dengan kedudukan itu......." putri Kim huan menjengek sinis.
setelah mengerling sekejap kearah Kim Thi sia, dia berkata lebih jauh dengan nada angkuh:
"Ayahku pun seseorang yang sangat berkuasa, aku hanya ingin tahu siapakah dia? Apa
kekuasaannya dinegeri ini? Dan mengapa mengundang aku untuk menjumpainya?" Dengan suara
lembut setengah membujuk nenek itu berkata lagi:
"Nah, kau tak usah banyak bertanya lagi, yang pasti kami tak akan menyia-nyiakan dirimu."
"Bila kau tidak menjelaskan lebih dulu akupun tak akan menyanggupi" tukas putri Kim huan
mulai tak senang hati.
Memanfaatkan kesempatan ini, Kim Thi sia segera menyela sambil tertawa dingin.
"Kalau berganti aku yang menghadapi persoalan ini. Hoeeh......heeeeh......bila diundang secara
halus tak bisa, akan kuundang dengan kekerasan-........"
"Manusia jahanam, tutup mulutmu yang bau itu" teriak putri Kim huan sangat marah.
"Heeeeeh.....heeeeeh......heeeeeh....... manusia jahanam? Kau berani memakiku sebagai
manusia jahanam?" Kim Thi sia segera melompat bangun dan tertawa tergelak.
"Haaah...haaah...haaaah....mulut toh menempel ditubuhku, mau berbicara atau tidak. apa hakmu
untuk melarang?"
Ketika melihat si nona menjadi marah, nenek itu segera menegur pula dengan suara nyaring:
"Hey anak muda lebih baik kau jangan mencampuri urusan kami, sebab tindakan seperti ini
akan mendatangkan ketidak beruntungan bagimu." Kim Thi sia segera berkerut kening, dia
berseru pula dengan suara lantang: "Hey nenek. jangan kau kira aku benar-benar takut kepada
kalian-......"

Tapi secara tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, hawa amarahnya segera mereda sambil
duduk kembali katanya:
"Baiklah, tidak mengurus yaa tidak mengurus, bagaimanapun jua mati hidupnya toh tiada
sangkut pautnya denganku."
"Eeei anak muda, siapa namamu?" tiba-tiba nenek itu menegur. "Ki Pian li"
Nenek itu segera manggut-manggut dengan perasaan lega, katanya kemudian singkat: "Aneh
betul namamu......."
sebaliknya putri Kim huan seperti memahami akan sesuatu, ia segera tertawa cekikikan, mesti
tak diutarakan keluar namun dia merasa tindakan Kim Thi sia barusan amat menggelikan.
Rupanya nama yang dipakai pemuda tersebut "Ki Pian li" mempunyai arti yang sama sebagai
"aku bohongi dirimu".
Dalam pada itu, sinenek telah menatap kembali wajah putri Kim huan dengan wajah serius,
katanya lagi:
"Nona, apa yang hendak kuucapkan telah selesai kusampaikan, sekarang tinggal kau yang
mempertimbangkan."
Yang dimaksukan "mempertimbangkan" pun amat jelas, yaitu sebelum mereka mengambil
suatu tindakan, gadis tersebut diberi kesempatan untuk menentukan pulihannya bila putri Kim
huan tetap menolak, maka nenek itupun akan memaksanya dengan menggunakan segala
kemampuan.
Kim Thi sia nampak kasar dan bodoh diluar sesungguhnya memiliki otak yang encer. Dia segera
dapat memahami maksud perkataan dari nenek tersebut, diam-diam pikirnya:
"Terlepas dari budi dendam pribadi yang terjalin antara aku dengan perempuan ini. Bila ditinjau
dari sikap sinenek yang hendak menculik orang yang tanpa sebab musabab yang jelas, tindakan
ini sudah terang tak benar.......aku tak bisa berpeluk tangan saja membiarkan kejahatan
berlangsung dihadapan mataku."
Ia memang seorang pemuda yang amat cermat membedakan antara baik dan buruk karena
diapun bisa mengambil keputusan dengan cepat.
sementara itu putri Kim huan masih termenung sambil berputar otak untuk sesaat dia tak tahu
bagaimana mesti menjawab pertanyaan itu.
Dengan biji matanya yang jeli dia mencoba memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu
dengan kekuatan tujuh lawan tiga sudah jelas pihak lawan yang berada diposisi menguntungkan
apalagi disitupun masih hadir Kim Thi sia yang tidak diketahui statusnya sebagai teman atau
musuh.
Pikir punya pikir dia mulai menggerutu dalam hati kecilnya mengapa tempat tersebut bukan
negeri Kim, kalau tidak mustahil bisa terjadi peristiwa yang demikian anehnya.
Untuk sementara waktu suasana pun dicekam dalam keheningan- Walaupun diluarnya kedua
belah pihak nampak amat ramah dan penuh kedamaian, namun inilah saat yang paling kritis
menjelang terjadinya suatu bentrokan kekerasansegulung
angin kencang berhembus lewat membawa debu dan pasir yang beterbangan-Tanpa
terasa semua orang memejamkan matanya sekejap.
Waktu itu hanya Kim Thi sia seorang masih melototkan matanya lebar-lebar sebab disaat angin
kencang berhembus lewat tadi, dia telah menyaksikan lambang khusus dari istana Kaisar yang
tertera ditubuh anak buah nenek tersebut.
sejak kecil ia sudah sering mendengar kisah cerita tentang keraton serta pelbagai seluk beluk
kehidupan dalam istana dari ayahnya. sebab itu diapun mengetahui pula pelbagai lambang dan ciri
khas dari petugas istana kaisar.

Dalam waktu singkat diapun menjadi paham siapa gerangan nenek itu dan apa maksud
kedatangannya kesana.
Jangan-jangan kecantikan wajahnya telah menggeparkan kolong langit sehingga mereka
berniat memaksanya masuk istana untuk melayani Baginda raja saat ini.......? demikian ia mulai
berpikir.
Kemudian diapun berpikir lebih jauh.
"sudah pasti orang-orang ini berharap bisa dimanja dan disayang oleh sri baginda hingga
memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Hmmmm.....kalau dipikir kembali, cara kerja jago-jago
lihay dari istana kaisar ini benar-benar keji dan jahat....."
Tanpa terasa diapun terbayang kembali segala siksaan dan penderitaan gadis-gadis cantik yang
tertampung dalam istana raja, dimana setiap hari kerjanya hanya disekap dan menghbur raja....
Biarpun dia adalah seorang lelaki, tidak urung peluh dingin bercucuran juga membasahi
tubuhnya.
"Rencana keji ini terlalu menakutkan....." kembali dia berpikir didalam hati.
Sekarang dia sudah mulai menguatirkan keselamatan putri Kim huan, meskipun ia merasa
takpuas dengan sikap angkuh dari gadis tersebut namun bagaimanapun juga dia adalah seorang
nona yang amat cantik.
Dengan termangu-mangu pemuda itu menatap wajahnya tanpa berkedip. tapisinona belum
merasakannya .
selang beberapa saat kemudian, agaknya ia sudah selesai mempertimbangkan hal itu baru saja
akan berbicara mendadak terasa olehnya sorot mata Kim Thi sia sedang tertuju kearahnya cepatcepat
dia berpaling memandang pemuda tersebut.
Empat mata segera saling bertemu membuat gadis itu merasakan hatinya berdebar keras
gumamnya lirih:
" Heran, mengapa sorot matanya begitu aneh seakan-akan telah mengetahui sesuatu seperti
juga hendak memberi petunjuk kepadaku. sebetulnya apa yang sedang dia pikirkan-......?^
Dari kilatan mata yang terpancar keluar dari balik matanya Kim Thi sia, putri Kim huan salah
mengartikan maksudnya, pelan-pelan dia mendekatinya sambil berkata:
"Aku tahu, kau pasti ada persoalan yang hendak disampaikan kepadaku, bukankah
begitu.........?"
Begitu dia berbicara, perhatian semua orangpun sama-sama dialihkan kewajahnya. Kontan saja
nona itu merasakan wajahnya berubah menjadi merah karena jengah, sambil menghentikan
langkahnya dia tertunduk rendah-rendah......
"Tidak. aku tak ada urusan apa-apa" sahut Kim Thi sia singkat.
Habis berkata dia segera duduk kembali sambil termenung. Tiba-tiba terdengar nenek itu
bertanya sambil tertawa ramah: "Nona, apakah kau sudah selesai mempertimbangkan persoalan
ini?"
Dengan cepat Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan menatap sekejap kearah gadis itu,
melihat senyuman menghiasi wajahnya, diam-diam ia mendengus marah, gumamnya: "Hmmm,
senyum palsu yang amat menggemaskan-......"
sekali lagi dia menatap sekejap kewajah putri Kim huan, tapi gadis itu sudah melengos dengan
pandangan dingin dan hambar malah pelan-pelan ujarnya:
"Aku rasa kemanapun aku hendak pergi merupakan kebebasan pribadiku, kalian tak usah
memaksaku dengan kekerasan."
"Tepat, aku amat setuju dengan keputusan itu?" sorot Kim Thi sia dengan suara lantang.

Nenek itu nampak tertegun, tiba-tiba senyumannya lenyap tak berbekas, bukan berpaling
kearah putri Kim huan, ia justru menuding kearah Kim Thi sia sambil menegur:
"Hey anak muda, apa hubunganmu dengannya, berani amat berbicara kurang ajar
dihadapanku. Hmmmm, kau anggap aku adalah manusia yang gampang dipermainkan dengan
begitu saja?"
"Muluttoh milikku sendiri, apa yang ingin kubicarakan apa sangkut pautnya denganmu?" Nenek
itu segera tertawa dingin.
"Hmmm, kalau aku bersikeras akan mencampuri mau apa kau........."
Tiba-tiba dia mengayunkan toyanya sambil melancarkan sebuah serangan dahsyat, desingan
angin tajam yang menderu- deru serasa membelah angkasa.
Kim Thi sia segera memutar pedangnya sambil menangkis, ditengah dentingan nyaring,
nampak cahaya hijau berkilat, pedangnya segera terpental oleh sambaran toya tersebut.
Nenek itu tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk mengatur napas, berhasil dengan
serangan yang pertama, dia mendesak maju setengah langkah kedepan dan sekali lagi
melepaskan sebuah serangan secepat sambaran kilat.........
sambil menghimpun tenaga dalamnya Kim Thi sia menyongsong ancaman tadi dengan
tangkisan pedangnya.....
"Traaaaaangggg........."
Tiba-tiba saja ia merasakan datangnya tenaga tekanan yang maha dahsyat menghimpun
tubuhnya, tanpa sadar pedangnya terlepas dari genggaman dan mencelat ketengah udara.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, cepat-cepat pemuda itu menjatuhkan diri menggelinding
diatas tanah, nyaris dia termakan oleh sambaran toya yang maha dahsyat itu.
Dengan demikian nenek itupun seegra mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat
yang dimiliki Kim Thi sia, dia menganggap pemuda tersebut tidak memiliki kemampuan apa-apa.
Karenanya sambil menarik kembali toyanya dia menjengek sambil tertawa dingin-
"Hey anak muda, dua buah seranganku barusan hanya menjadi pelajaran bagimu agar tidak
mencampuri urusanku, bila kau tetap membandel, jangan salahkan bila kuberi pelajaran yang
lebih hebat lagi."
"Hey nenek. akupun ingin bertanya kepadamu" sahut Kim Thi sia sambil menahan kobaran
hawa amarahnya.
"Coba katakan"
"Katakan terus terang, sebenarnya apa hubunganmu dengan sri Baginda saat ini?" Berubah
hebat paras muka nenek itu, kontan dia membentak:
"Bocah muda, kau jangan bicara sembarangan kalau tak ingin mampus secara mengerikan-"
"Kalau tak ingin berbicara terus terang yaa sudahlan mengapa kau mesti berkata sekasar
itu.......?"
"Mengapa kau mengajukan pertanyaan tersebut?"
"Bukankah kau mengatakan tadi bahwa orang yang mengundang nona ini adalah manusia yang
paling berkuasa dikolong langit. sri Baginda raja, siapa lagi yang lebih berkuasa dikolong langit
saat ini?"
"Bocah muda, rupanya kau meraba dari perkataan tersebut......." senyum ramah kembali
muncul diwajah nenek itu. "Padahal dugaanmu itu keliru. Kecuali Baginda raja masih banyak orang
yang berkuasa didunia ini, seperti misalnya ketua dari suatu perkumpulan besar atau ketua dari
suatu perguruan besar. Bukankan merekapun orang yang amat berkuasa?"

"Tapi kau maksudkan orang yang sedang berkuasa didunia ini" sengaja Kim Thi sia berseru.
"Sudahlah bocah muda, kau jangan ngebacot terus, aku tak punya waktu untuk ribut
denganmu" tukas sinenek kemudian dengan wajah berubah. Lalu sambil berpaling kearah putri
Kim huan, dia berkata lebih jauh:
"Nona tak bisa menguatirkan hal-hal yang lain, kujamin tempat itujauh lebih indah daripada
tempat manapun didunia ini. Disitu ada gunung, ada pohon, ada kolam, ada sungai, ada bunga
dan rumput, yang pasti merupakan taman nirwana yang diimpilan setiap gadis cantik. Bukan saja
hidangannya terlezat didunia, baju sutra halus dan kendaraan kencanapun selain tersedia, kujamin
hanya sehari saja disitu kau sudah tak akan kemana lagi."
"Hmmmm apa yang luar biasa......." jengek putri Kim huan sinis. "Tempat itu tak bakal lebih
nyaman dari tempat dirumahku juga terdapat aneka macam yang kau katakan-setiap hari malah
ada banyak penari dan penyanyi yang datang menghibur kami......."
Nenek itu menjadi tertegun, tanyanya kemudian-"Apakah ayah nonapun seseorang yang amat
berkuasa....."
Menyinggung soal asal usulnya, senyum cerah segera menghiasi wajah putri Kim huan, sambil
mengerdipkan matanya yang jeli dia menahut: "Yaa, ayahku adalah raja dari suatu negeri."
Nenek itu menjadi tertegun sesaat, tiba-tiba wajah mukanya berubah menjadi amat murung
dan ragu, mungkin setelah putri Kim huan menyebutkan asal usulnya, dia menjadi ragu untuk
mengambil keputusan.
sementara itu ketiga manusia raksasa tersebut masih berdiri berhadap muka dengan keenam
jagoan lihay itu. Tak seorangpun diantara mereka yang melancarkan serangan lebih dulu.
Perundingan antara sang tuan putri dengan sinenekpun tidak mereka gubris pokoknya begitu
perintah diturunkan maka mereka akan segera melaksanakannya.
setengah harian kemudian, nenek itu baru mengambil keputusan segera katanya:
"Bagaimanapun juga, nona harus mengikuti aku sebab aku mesti memberi pertanggung jawab
kepada atasanku itu. Harap nona sudi memaklumi kesulitan ini."
"Kalian tak punya alasan untuk memaksaku. Aku mempunyai kebebasanku sendiri, meskipun
tempat ini adalah daratan Tionggoan, namun kebebasan tetap menjadi milikku sendiri"
"Baiklah, kalau memang begitu aku terpaksa harus berlaku kasar kepada nona, sebab
bagaimanapun jua aku mesti memberikan pertanggungan jawab kepada atasanku" kata sinenek
dengan suara dalam.
"Aku tak ambil perduli......" seru putri Kim huan tak senang hati. "Apapun yang hendak kalian
lakukan, silahkan saja dilakukan."
Nenek itu mengangguk. dengan suara dalam ia segera berseru kepada keenam orang tersebut.
"Hayo turun tangan"
Begitu perintah diturunkan keenam orang itu serentak membentak keras dan mengayunkan
telapak tangan masing-masing melancarkan serangan dahsyat kearah ketiga orang raksasa
tersebut.
Tiga orang raksasa itu membentak keras, tiba-tiba saja mereka memisahkan diri membentuk
posisi segi tiga, enam buah telapak tangan dibalik sambil mendorong kemuka melepaskan enam
buah pukulan yang amat dahsyat.
Kerja sama ketiga orang ini amat rapat tanpa titik kelemahan apapun, seketika itu juga keenam
orang musuhnya berhasil didesak keluar dari lingkaran arena.
Kepandaian silat yang dimiliki keenam orang itu cukup tangguh, dalam waktu sekejap mata
mereka telah menyebarkan diri dalam posisi enam sudut dan menyerang dari situ.

serangkaian serangan yang gencar seketika memaksa salah seorang manusia raksasa itu
terdesak mundur sejauh dua langkah lebih.
Begitu barisan sam tau tin terpecah dengan cepat merapat kembali, tiga manusia raksasa itu
bagaikan satu tubuh saja, begitu melihat seorang rekannya terdesak mundur, dua orang lainnya
serentak menutup kelemahan tadi dengan serangan yang gencar, tak sampai keenam orang
musuhnya melancarkan gempuran balasan, mereka telah menyingkir kesamping serta membentuk
kembali barisannya.
Gaya pertarungan dari barisan sam tau tinpun amat hebat, kalau seorang menggunakan
kepalan maka yang lain menggunakan telapak tangan serta sepasang kakinya, deruan angin
serangan yang begitu gencar diantara deruan angin serangan seringkali muncul serangkaian
tendangan berantai yang ama hebat.
Mendadak terdengar teriakan kesakitan bergema memecahka keheningan, rupanya seorang
diantara keenam orang tersebut sudah termakan oleh tendangan tadi hingga tubuhnya mencelat
sejauh dua kaki lebih.
Dalam waktu singkat barisan pertahanan keenam orang itu menjadi kalut dan berbahaya sekali
posisinya.
Untung saja mereka adalah kawanan jago persilatan yang sudah memiliki didikan ilmu silat
yang hebat. Begitu muncul titik kelemahan dalam barisan Lah hap tin, dengan cepat mereka
merubah barisannya menjadi Ngo huan tin-
Lima gulung serangan muncul dari lima posisi yang berlawanan secara berantai. Dalam waktu
singkat kawanan manusia raksasa itu tak mampu melangkah maju satu tindak pun, posisi diatas
angin yang semula direbut pun dalam sekejap saja telah berubah kembali menjadi seimbang.
Mendadak jagoan yang terluka itu telah membentak keras dan terjun kembali kedalam arena
pertarungan.
Kim Thi sia segera dapat merasakan bahwa keenam orang tersebut rata-rata merupakan
jagoan yang amat tangguh cukup dilihat dari kemampuan orang itu dalam mengatur napas serta
memulihkan kembali kekuatan badannya, dapat diketahui bahwa ilmu silat mereka betul-betul
hebat sekali.
sementara itu putri Kim huan sedang mengikuti pula jalannya pertarungan tersebut, ketika
dilihatnya ketiga orang raksasa tersebut tak mampu melakukan keenam orang musuhnya. selapis
perasaan sedih dan murung segera menghiasi wajahnya.
Dengan perasaan kuatir dia melirik sekejap kearah Kim Thi sia, ketika dilihatnya anak muda
tersebut tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk terjun kearena pertarungan serta membalas
dendam bagi sakit hatinya dulu. sedikit banyak dia merasa agak lega juga hatinya.
Mendadak sinenek itu berjalan menghampirinya sambil berseru: "Nona terpaksa aku harus
menyiksamu sebentar"
Agaknya putri Kim huan memahami maksud perkataannya, dengan ketakutan dia mundur dua
langkah kebelakang dan mencabut sebilah pisau yang tajam dari sakunya, lalu sambil ditempelkan
diatas leher sendiri ancamnya:
"Bila kau berani maju selangkah lagi, aku segera akan menghabisi nyawaku sekarang
juga........"
Tanpa sadar nenek itu menghentikan langkahnya, lalu berseru sambil tertawa:
"Nona, kau jangan bergurau, apa artinya kau berbuat senekad ini?"
"Aku tak ambil perduli, kaulah yang memaksaku untuk berbuat demikian^......"
Nenek itu memutar biji matanya sebentar tiba-tiba ia mendapat satu akan, sambil menuding
kemuka tiba-tiba serunya: "Hey nona, coba lihat, apakah itu?"

Tanpa sadar putri Kim huan berpaling namun ia tak melihat sesuatu yang aneh, ketika hendak
menegur, tahu-tahu desingan angin tajam telah menyambar lewat, pisau belati yang semula
berada dalam genggamannya kini sudah dirampas oleh nenek tersebut dengan gerakan yang
cepat sekali.
Dengan hilangnya ancaman, nenek itupun berseru lagi sambil tertawa bangga.
"Harap nona jangan marah, aku masih menyayangi nyawamu. Itulah sebabnya terpaksa aku
mesti berbuat demikian-"
Berubah hebat paras muka putri Kim huan serunya mendongkol:
"Kau berani menyerangku secara licik. Hmmm, bila ayah baginda mengetahui akan hal ini,
jangan harap kau bisa hidup dengan tenang didunia ini........."
Nenek itu segera tertawa.
"Tempat ini adalah daratan Tionggoan, lebih baik nona jangan menggunakan kekuasaan raja
negeri Kim untuk menakut-nakuti aku."
Putri Kim huan merasa mendongkol sekali sehingga tak mampu berkata-kata, dengan badan
gemetar dia mundur kebelakang tapi ketika dilihatnya sebatang pohon yang tumbang telah
menyumbat jalan mundurnya, dia segera pejamkan mata seraya bergumam:
"Aku sendiri yang salah, bukan hidup senang dalam istana, siapa suruh aku mohon ijin kepada
ayah Baginda untuk berpesiar kedaratan Tionggoan? sekarang menyesalpun tak ada
gunanya........."
Dalam pada itu sinenek telah menggenggam lengannya yang putih seraya memuji: "Nona,
memiliki kulit badan yang benar-benar halus serta putih.........."
Baru saja dia hendak menotok jalan darahnya, mendadak terdengar desingan angin tajam
menyambar datang dari arah belakang. Ketika dia berpaling dengan cepat, tampaklah Kim Thi sia
telah melancarkan sebuah pukulan dahsyat tanpa mengeluarkan sedikit suarapun. Dengan
perasaan geram nenek itu tertawa dingin, serunya: "Bocah keparat, rupanya kau sudah bosan
hidup,"
Tak nampak bagaimana cara untuk menghimpun tenaga, tahu-tahu sebuah pukulan telah
dilontarkan pula kedepan-"Blaaaaammmmm........"
Dalam waktu singkat kedua gulung tenaga pukulan itu telah saling membentur satu sama
lainnya.
Kim Thi sia segera merasakan munculnya segulung tenaga tekanan yang amat besar
menghimpit tubuhnya. Kontan saja dia tak mampu berdiri tegak lagi dan mundur sejauh tiga
langkah lebih sebelum dapat berdiri tegak. Dengan gusar nenek itu mengumpat:
"Bocah keparat, mengapa kau tidak bercermin dulu sampai dimanakah kemampuan yang kau
miliki sehingga begitu berani mengganggu kelancarkan kerjaku."
Kim Thi sia sudah terbiasa menderita akibat dari serangan tersebut diapun tidak berbicara lagi,
tubuhnya segera mendesak maju kemuka dan mengayunkan telapak tangannya melancarkan
serangkaian serangan dahsyat.....
"Bocah keparat ini benar-benar tak tahu diri" umpat si nenek didalam hati. "Kalau tidak diberi
pelajaran, dia pasti tak akan mengetahui tingginya langit dan tebalnya bumi."
Berpikir sampai disitu, hawa napsu membunuhnya segera berkobar, sambil menghimpun
tenaga dalamnya sebesar enam bagian sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan-
Kim Thi sia amat membenci sinenek tersebut karena ia menyembunyikan golok dibalik
senyuman dan berniat jahat. Kalau semula dia berniat adu kekerasan dengan saling menggempur,
tiba-tiba saja ia berubah pikiranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Disaat serangannya mencapai setengah jalan, mendadak tangannya diayunkan kebawah dan
melepaskan sebuah pukulan beradu jiwa.
Secara diam-diam ia telah menggunakan jurus kelima dari ilmu Tay goan sinkang yaitu jurus
"Kekerasan menaklukkan jagad" untuk melepaskan sebuah babatan dahsyat.
Nenek itu kelewat memandang rendah kemampuan lawannya, ketika melihat pemuda itu
merubah gerakan dengan membabat lambungnya, bahkan menggunakan bahu untuk menangksi
serangan yang datang, ia menjadi marah sekali, tapi untuk berubah jurus tak sempat lagi,
terpaksa dengan meningkatkan tenaga serangannya mencapai delapan bagian ia lepaskan
serangan dahsyat kemuka.
JILID 20
Jeritan tertahan bergema memecahkan keheningan, tubuh Kim Thi sia mencelat ketengah
udara dan teriempar mundur kebelakang.
Sebaliknya nenek itu terhantam oleh serangan Kim Thi sia persis pada lambungnya. Berasa
hawa murni membuyar kemana-mana sambil mendengus tertahan tubuhnya mundur dua langkah
kebelakang.
Sambil berusaha keras menahan gejolak hawa murninya, nenek itu mengumpat dengan gemas:
"Bocah keparat, kau sangat menggemaskan biar mampuspun rasanya kegemasanku belum bisa
hilang."
Sementara itu putri Kim huan telah manfaatkan kesempatan itu untuk mengundurkan diri
kebelakang, ketika mendengar nenek itu memaki Kim Thi sia, seketika itu juga timbrungnya:
"Dugaanmu keliru, dia tak akan takut digeblek."
Ternyata apa yang diduga memang benar, Kim Thi sia yang terpental sejauh tiga kaki lebih itu
segera meronta sambil melejit bangun lalu serunya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Hey nenek, aku belum mampus kenapa kau mengumumkan kematianku lebih dulu?"
Berubah hebat paras muka nenek itu, ujung kakinya segera menutul permukaan tanah dan
seperti seekor burung rajawali, dia melintas diangkasa dan melancarkan serangan dengan
menggunakan toyanya.
Dengan cekatan Kim Thi sia berkelit kesamping...... "Blaaaaammmmmm" diatas tanah segera
muncul sebuah liang besar. Kembali Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaaah......haaaaah.....haaaaah......si nenek kau jangan sewot dulu. Mari kita bertarung pelanpelan........
"
"Hmmmm, apa yang bisa kau perbuat terhadapku, dengan mengandalkan ilmu luar semacam
begitu" jengek sinenek sambil tertawa dingin. "Tongkat naga emasku ini khusus dipakai untuk
merusak ilmu khikang pelindung badan. Hoy bocah keparat, saat ajalmu sudah tiba."
seraya berkata, tongkatnya dengan membawa desingan angin tajam menyambar kemuka
dengan hebatnya.
Kim Thi sia melangkah maju tiga langkah kesamping untuk meloloskan diri dari serangan
tersebut, lalu dengan mengeluarkan jurus " kehidupan semu membingungkan hati" dan "kejujuran
bagaikan batu emas" Tay goan sinkangnya dia menciptakan selapis bayangan tangan untuk
mencengkeram nenek itu......
sinenek amat terkejut, dia menggetarkan pula tangannya, diiringi dengungan nyaring dari
sebuah serangan totokan dirubahnya menjadi bacokan. Dengan menciptakan selapis bunga-bunga
toyadia kurung tubuh lawan dengan amat rapatnya.

Jurus serangan yang dipergunakan ini adalah jurus "selaksa toya menyemburkan api" dari ilmu
toya naga emas. Bukan saja hebat juga memiliki perubahan yang amat banyak sehingga
kemanapun musuh menghindar sulit baginya untuk melepaskan dari kurungan tersebut.
Rupanya nenek itu sudah menjadi gusar karena malu agaknya ia berniat membinasakan Kim
Thi sia seketika itu juga.
Baru saja serangan Kim Thi sia mencapai sasaran yang kosong bahunya sudah termakan oleh
serangan toyaitu. Ia menjerit kesakitan lalu roboh terjungkal kebelakang.
Begitu serangannya berhasil menghajar musuhnya, dengan cepat nenek itu melancarkan
serangan kembali dengan jurus "tongkat panjang menggapai sukma" dalam waktu singkat angin
serangan menderu- deru bertitik-titik cahaya emas memancar keempat penjuru bagaikan sebuah
jala.
Tiba-tiba melejit tiga titik cahaya bintang dari beberapa ujung toya yang mengancam jalan
darah tulan leng hiat, tee hiat serta dengan lambung anak muda tersebut, padahal ketiga jalan
darah itu merupakan jalan darah kematian, barang siapa terkena serangan bakal tewas seketika.
Dengan demikian keadaan Kim Thi sia menjadi kritis dan berbahaya sekali, sehingga tanpa
sadar putri Kim huan menjerit kaget.
Dalam keadaan demikian Kim Thi sia tak sempat berpikir panjang lagi, disaat ujung toyahampir
menyentuh tubuhnya, tiba-tiba saja ia melejit kesamping serta melancarkan sebuah sapuan
dengan kaki kirinya, kemudian dengan jurus " menuding langit selatan dengan pedang" sepasang
tangannya melancarkan serangan berantai.
Biarpun nenek itu sangat berpengalaman dan memiliki kepandaian silat yang tangguh, tak
urung dia dibuat kebingungan juga menghadapi ancaman tersebut.
Menanti dia sudah memahami akan kehebatan dari ilmu pukulan Kim Thi sia tersebut, tahutahu
tubuh bagian bawahnya sudah termakan oleh sambaran kakinya, disusul kemudian
serangkaian pukulan menghantam tiba.
Cepat-cepat dia menutup jalan darah sambil menghimpun tenaga dalam. seketika itu juga
badannya terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat bangun, wajahnya sama sekali tak berubah karena
menghadapi keadaan yang amat kritis tadi, malah sebaliknya semua persoalan yang dihari biasa
serasa menyumpat pikirannya kini sama sekali sudah tertembusi, tanpa terasa senyum gembira
pun menghiasi wajahnya.
Untung nenek itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, begitu mengatur pernapasan.
Kekuatan badannya telah pulih kembali seperti sedia kala, namun secara diam-diam dia harus
memuji kehebatan Kim Thi sia. otomatis penilaiannya terhadap pemuda itupun meningkat sepuluh
kali lipat.
sekalipun tenaga dalam yang dimiliki pemuda ini masih belum mampu menandingi kemampuan
sendiri, tapi jurus aneh yang dipergunakan secara tiba-tiba sangat tangguh dan pada hakekatnya
susah untuk dilawan.
Hatinya menjadi dingin separuh, dia tak berani lagi mencari gara-gara secara gegabah.
selangkah demi selangkoh dia berjalan mendesak maju kemuka, toyanya ditancapkan keatas
tanah kuat-kuat hingga ujung toyanya melesak sedalam berapa depa ketanah dan toya
mendengung keras.
Dari sini terbukti sudah betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki nenek itu.
Tiba-tiba terdengar sekali keritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan
keheningan, dengan perasaan berdebar serentak sinenek, Kim Thi sia dan putri Kim huan
berpaling kearah arena pertarunganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Rupanya salah seorang diantara keenam orang jago lihay yang dibawa nenek tersebut sudah
terhajar oleh sambaran tangan seorang raksasa hingga tubuhnya mencelat sejauh tiga, empat kaki
dan roboh terkapar diatas tanah untuk tak bangun lagi selamanya. Dengan gemas nenek itu
segera bergumam:
"Manusia yang tak berguna, hmm sungguh bikin malu orang lain saja........."
sebaliknya putri Kim huan nampak tersenyum lega, namun senyuman tersebut tak bisa
bertahan terlalu lama, sebab Liong ciangkunnya kembali terkepung oleh lima orang musuh dan
posisinya terjerumus dalam keadaan yang amat berbahaya.
Hon ciangkun dan Pa ciangkun sudah terdesak keluar dari lingkaran barisan Nao song tin yang
diciptakan lawan, betapa pun mereka membentak gusar namun usaha untuk menerjang masung
kedalam arena tak pernah berhasil, dengan begitu kerja sama dalam barisan sam tau tin
merekapun sudah dihancurkan musuh.
Tiba-tiba Liong ciangkun menjadi kalap. tanpa memperdulikan keselamatan diri sendiri, ia
menerjang maju kedepan sambil menyerap dua orang musuh yang berada disisi kiri.
Waktu itu kedua orang tersebut juga sudah marah, mereka tidak menghindar, bukannya
mundur kedua orang tadi justru mendesak kemuka dan menyongsong datangnya ancaman
tersebut.
"Blaaaaammmmmm."
Ditengah benturan yang amat keras, terdengar suara seseorang memekik gusar dan dua kali
jeritan kesakitan yang memilukan hati.
Ketiga orang tersebut sama-sama sudah tergempur oleh serangan musuh yang maha dahsyat
hingga roboh terkapar diatas tanah dan sama-sama kehilangan nyawa.
Liong ciangkun dengan kemampuannya satu melawan dua mesti berhasil membinasakan lawan.
Akan tetapi dia sendiripun tak dapat menghindarkan diri dari sergapan lawan. Empat buah pukulan
yang bersarang ditubuhnya membuat isi perutnya hancur dan tewas seketika.
sambil menjerit nangis putri Kim huan lari kedepan sambil menggoyang-goyangkan jenasah
Liong ciangkun. Tentu saja tubuh tersebut yang tak pernah bisa bergerak lagi dalam putus asanya
ia berteriak keras lalu roboh tak sadarkan diri
Hou ciangkun dan Pa ciangkun menjadi sangat berang, dengan sepasang mata berapi-api dan
menggertak gigi kencang-kencang mereka mendesak maju kemuka dalam keadaan begini.
Mereka sudah tidak memikirkan keselamatan diri lagi, bagaikan banteng terluka mereka
menggempur ketiga orang musuhnya habis-habisan.
Rasa dendam kesumat yang berkobar dengan tewasnya rekan masing-masing membuat
pertarungan berjalan makin sengit. Kedua belah pihak sama-sama nekad dan berusaha adu jiwa.
Hal ini membuat suasana menjadi mengerikan sekali......
Menghadapi perubahan situasi yang sama sekali tak terduga ini, sinenek menjadi tertegun dan
untuk sesaat lamanya tak mampu mengucapkan sepatah katapun-
Tiba-tiba Kim Thi sia membentak keras:
"Kini, kedua belah pihak sudah saling bermusuhan, aku lihat kitapun tak bisa menganggur
terus, lihat serangan"
seraya membentak tubuhnya mendesak maju kemuka, sepasang telapak tangannya segera
diayunkan kedepan melancarkan sebuah serangan yang maha dahsyat. sinenek yang berada tiga
depa dihadapannya itu tiba-tiba saja membentak keras:
"Hoy bocah keparat, rupanya kau pun memiliki tenaga dalam. Hmmm, kalau begitu kau sengaja
menyembunyikan kepandaianmu tadi........."
seraya berkata dia melancarkan sebuah sapuan pula kedepan.

Ucapan mana kontan saja membuat Kim Thi sia menjadi tertegun, pikirnya tanpa terasa:
"semenjak kapan aku mempelajari ilmu pukulan tenaga dalam."
Dalam keadaan begini, dia tak sempat lagi untuk berpikir panjang, dengan cepatnya tenaga
kekuatan masing-masing membentur satu sama lainnya.
Kali ini Kim Thi sia hanya terdesak mundur sejauh tiga langkah, hal tersebut membuat hatinya
menjadi girang setengah mati, segera pikirnya:
"Jangan-jangan tenaga dalam yang berhasil kuhisap dari tubuh musuh telah mendasar didalam
pusar hingga tenaga dalamku telah memiliki dasar yang kuat......? Kalau tidak, sebelum
seranganku tiba, mengapa pihak musuh sudah merasakan tenaga seranganku?"
Dalam waktu singkat pemuda ini telah memahami ucapan dari nenek tersebut, bahkan semakin
dipikir semakin benar, seperti menemukan mestika saja, ia menjadi kegirangan setengah mati.
Untuk membuktikan kebenaran dari pikiran tadi, tiba-tiba saja dia melepaskan sebuah pukulan
kembali.
Benar juga, ternyata nenek itu melepaskan pula sebuah pukulan dari jarak berapa depa untuk
menyambut datangnya ancaman tadi.
Dalam gembiranya pemuda itu semakin bersemangat, tanpa banyak bicara dia segera
melancarkan serangkaian serangan berantai.
Nenek itu makin bertarung makin gusar dia menyerang terus dengan tenaga pukulan yang
semakin hebat.
Kim Thi sia sendiri masih mundur terus tiada hentinya dengan lagak terdesak dan tak mampu
menahan diri Padahal dalam hati kecilnya dia merasa amat kegirangan-
Dalam waktu singkat dia telah mundur didepan sebatang pohon dan tak mungkin mundur lagi
kebelakang. Hal ini membuat keningnya segera berkerut kencang.
Mendadak ia menggetarkan tangannya sambil berpekik nyaring, suaranya keras menembusi
awan, belum habis pekikan itu bergema sebuah pukulan yang amat dahsyat telah dilontarkan
kedepan-
Kali ini sinenek tak berani menyambut dengan kekerasan, dia mundur setengah langkah
kebelakang untuk menghindarkan diri
Kim Thi sia segera mendesak maju lebih jauh, secara beruntun dia melancarkan serangan
dengan jurus " kebajikan memancar keempat samudra" dan " kehidupan semu membingungkan
hati" dari ilmu Tay goan sinkang.
seperti apa yang dialaminya tadi, sinenek segera merasakan pandangannya menjadi kabur dan
seakan-akan dari empat arah delapan penjuru muncul serangkaian pukulan yang membingungkan
hati.
Tergopoh-gopoh dia mundur kebelakang untuk menghindarkan diri. Kim Thi sia makin
bersemangat, menyusul kemudian ia melepaskan serangan dengan jurus "kejujuran teguh
bagaikan emas", jurus "kepercayaan membuka jagad", jurus "kekuatan menaklukan bumi", "
kelembutan mencairkan api". " ketenangan bagaikan awan", "kedamaian mencakut awan
semesta", "melenyapkan kejahatan dari muka bumi", dan jurus terakhir " angin mencabut pohon
siong".
Dalam waktu singkat nenek itu dibuat terperanjat sampai matanya terbelalak lebar, dan
mulutnya melongo. Dia mundur terus tiada hentinya hingga mundur ketempat semula.
Paras muka nenek itu berubah sangat hebat, mimpipun ia tak menduga kalau seorang pemuda
yang berkemapuan biasa ternyata memiliki kepandaian silat yang begitu dahsyat dan hebatnya,
dengan perasaan terkesiap ia segera berpikir:

"Aku tak boleh mencari gara-gara dengan bocah keparat ini, muridnya saja begitu hebat,
apalagi gurunya.....sudah pasti merupakan seorang tokoh silat yang luar biasa."
Begitu dia tidak bergerak, ternyata Kim Thi sia pun tak bergerak, kedua belah pihak saling
berhadapan dengan mulut membungkam.
Kalau nenek itu dicekam rasa kaget, maka Kim Thi sia diliputi perasaan gembira hingga
sekulum senyum banggapun menghiasi ujung bibirnya.
sementara itu putri Kim huan telah mendusin dari pingsannya, bagaikan seorang bocah yang
mendapat perlakuan tak baik ia mendekam diatas jenasah Liong ciangkun sambil menangis
terseduh-seduh. semua sikap angkuh dan anggunnya kini hilang lenyap tak berbekas.
Kim Thi sia berkerut kening dengan perasaan kesal dan murung, tiba-tiba saja timbul perasaan
kasihan terhadap gadis itu.
Bagaimanapun juga, gadis ini adalah seorang putri yang datang dari kejauhan, bisa
dibayangkan betapa besarnya pukulan batin yang dideritanya akibat kematian, dari pembantu
setianya itu.
Kalau dihari-hari biasa Kim Thi sia selalu mengejek dan menyindirnya, maka sekarang dia
berkata dengan wajah serius.
"sudahlah, ditangisipun tak ada gunanya, toh orang yang sudah mati tak mungkin bisa hidup
kembali, yang penting sekarang adalah menyelesaikan persoalan terakhir........."
Baru saja dia selesai berkata, mendadak terlihat Hon ciangkun memuntahkan darah segar dan
mundur dengan sempoyonganseorang
jago lihay dari istana segera tertawa seram sambil mendesak maju kemuka, ketika
sebuah ayunan tangan dilancarkan setitik cahaya bintang segera menyambar ketubuh lawan-
Hon ciangkun tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, darah segar segera menyembur keluar
dari lengannya membuat paras mukanya yang hitam berubah jadi merah karena darah.
Jago lihay dari istana itu tertawa seram, ia mendesak lebih kedepan sambil mengayunkan
telapak tangannya. segulung angin pukulan yang maha dahsyat telah menya kedepan.
Kim Thi sia segera membentak gusar, dengan cepat dia mendesak maju kemuka.....
Tapi sebelum serangannya sempat dilancarkan. Hon ciangkun telah berpekik keras sambil
menerkam kemuka.
Waktu itu sijagoan lihay dari istana itu sedang bergembira karena berhasil menghantam
musuhnya sampai sempoyongan, mimpipun dia tak mengira kalau Hon ciangkun bakal menerjang
tiba serta memeluknya erat-erat.
Dalam keadaan begini nampaknya Hon ciangkun telah nekad dan siap untuk beradu jiwa,
bagitu berhasil memeluk tubuh musuhnya erat-erat. Dia segera mengerahkan segenap kekuatan
tubuh yang dimilikinya untuk mendekap tubuh orang tersebut.
"Kraaaaakkkk......kraaaaaakkkk........"
Tak ampun lagi, tulang kepala sijagoan dari istana telah terdekap sampai hancur. semburan
darah segar segera memancar kemana-mana, diiringi kemudian kedua belah pihak sama-sama
roboh terjungkal keatas tanah dan menghembuskan napas penghabisan.
Baru saja putri Kim huan sadar dari pingsannya, ketika melihat Hon ciangkun pun mengalami
saat akhir yang tragis, dari tiga orang pengawalnya kini tinggal seorang yang masih
mempertahankan diri, rasa sedih yang luar biasa mmebuat gadis itu pingsan sekali lagi.
Pada dasarnya putri Kim huan memang bertubuh lemah, dia tak mampu menahan pukulan
batin yang datangnya secara bertubi-tubi. Kim Thi sia segera melihat percikan darah meleleh
keluar dari ujung bibirnya, dengan perasaan iba pemuda itu segera membopong tubuh sang gadis
dan dibiarkan diatas rumput, lalu menyeka noda darah dari ujung bibirnya.

sementara itu pertarungan antara Pa ciangkun melawan dua orang jago dari istana masih
berlangsung dengan serunya.
Waktu itu seluruh tubuh Pa ciangkun sudah berpelepotan darah, napasnya tersengkal-sengkal
seperti napas kerbau, jelas jarak dengan kematianpun sudah tak jauh lagi.
Melihat hal ini, Kim Thi sia segera berpikir dengan murung.
"Bila ketiga orang pengawalnya mati semua, bagaimana mungkin seorang wanita lemah bisa
pulang sendiri ketempat asalnya?"
Mendadak sinenek meluncur tiba, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia melancarkan
sebuah serangan dahsyat kedepan.
Rupanya dia dibuat tertegun ketika melihat anak buahnya sudah tinggal dua orang saja, karena
malu untuk pulang kerumah, maka rasa bencinya segera dilampiaskan kepada Kim Thi sia yang
dianggapnya sebagai biang keladi dari segala kekalahannya ini. ia bertekad hendak beradujiwa
dengannya.
Kim Thi sia berkerut kening, diambilnya sebutir batu kemudian disambitkan kedepan.
Nenek itu mengayunkan toyanya untuk memukul pental batu tadi, dengan manfaatkan
kesempatan tersebut Kim Thi sia segera melompat bangun dan melancarkan serangan dengan
ilmu Tay goan sinkang.
Waktu itu sinenek sudah bertekad untuk beradujiwa, setelah mundur dua langkah dia segera
mengembangkan ilmu pukulan Tay engjin dari Tibetnya untuk mendesak pemuda itu habishabisan.
Kim Thi sia menyadari akan datangnya bahaya, dia segera menangkis serangan tersebut
dengan keras melawan keras. "Blaaaakkkk........"
Begitu bentrokan terjadi, ia baru merasa amat terkejut rupanya seluruh lengannya sudah dibuat
linu dan kaku bahkan dia makin terkejut lagi setelah melihat lima bekas jari tangan yang merah
darah yang membekas diatas lengannya.
Rasa kaget dan gusar segera mencekam perasaannya dia tahu bahwa dirinya sudah terkena
serangan beracun nenek itu. sambil menggertak gigi ia segera melancarkan serangan balasan-
Dalam pada itu sinenekpun merasa tak mampu berdiri tegak setelah melepaskan serangan tadi
tubuhnya mundur berapa langkah dengan sempoyongan.
Kim Thi sia mendengus dingin, dengan mengeluarkan empat jurus serangan berantai dari ilmu
pedangnya panca Buddha yang masing-masing dengan jurus "menyulut api diatas bahu", " walet
terbang diatas dahan", " angin berhembus melenyapkan rembulan" dan " memukul rumput
mengejutkan ular".
Dalam waktu singkat muncullah beribu-ribu titik cahaya emas yang mengurung seluruh tubuh
nenek itu.
sinenek menjadi gugup dan gelagapan menghadapi ancaman tersebut, dia menjadi bingung
dan tak tahu bagaimana mesti menghadapi ancaman semacam itu. Akibatnya pelbagai titik
kelemahanpun sama sekali terbuka.
Kim Thi sia segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya, ia mendesak maju
kedepan sambil melepaskan sebuah sapuan kilat. "Blaaaaammmmm..........."
Tendangan yang pertama ternyata tak berhasil menggetarkan tubuhnya barang sedikit punjua,
sambil menggigit bibir Kim Thi sia seegra melepaskan tendangan berikut.
Kali ini sinenek menjerit kesakitan, tubuhnya terlempar jauh dari posisi semula, begitu mencium
tanah ia berkelejitan sebentar lalu menghembuskan napas yang penghabisan.

Ternyata dalam tendangan yang terakhir tadi tanpa disengaja Kim Thi sia telah menghajar jalan
darah sang seng hiatnya, ia sendiripun tak tahu apa yang menyebabkan kematian sinenek. malah
dikiranya nenek itu tewas akibat getaran tenaga dalamnya.
Dengan berhati-hati sekali dia maju memeriksa denyut nadi sinenek. setelah yakin kalau
musuhnya telah tewas, dia baru pergi meninggalkannya.
Dengan kematian dari sinenek. dua orang jago lihay dari istana yang sedang bertarung
melawan Pa ciangkun menjadi gugup dan gelagapan, mereka terdesak hebat dan mundur terus
berulang kali.
Pa ciangkun yang kehilangan dua orang saudaranya tentu saja tak sudi melepaskan musuhnya
dengan begitu saja, dia mendesak lebih kedepan sambil melancarkan serangkaian serangan
dahsyat.
Pertarungan sengitpun segera berkobar kembali dengan serunya.
Mendadak terdengar putri Kim huan yang baru sadar pingsannya berteriak keras:
"Pa ciangkun, kau tidak boleh meninggalkan aku"
Ketika mendengar teriakan tersebut, gerak serangan Pa ciangkun menjadi agak berbeda, dua
orang musuhnya segera manfaatkan kesempatan itu untuk balik mendesak lawannya. Kim Thi sia
yang menyaksikan kejadian ini segera memperingatkan.
"Kau jangan mencoba untuk memecahkan perhatiannya lagi, kalau tidak akibatnya bernarbenar
tak akan terbayangkan-"
Berbicara sesungguhnya pemuda inipun tidak berharap Pa ciangkun tewas dalam pertarungan,
sebab bila sampai terjadi begini, sudah pasti gadis tersebut akan menjadi bebannya.
Karenanya begitu selesai berkata cepat-cepat dia terjun pula kedalam arena untuk membantu
Pa ciangkun.
Akan tetapi Pa ciangkun yang sudah bertarung sengit setengah harian lamanya kini sudah
terluka parah dan kehabisan tenaga. Andaikata ia tidak ingin membalaskan dendam bagi kematian
saudaranya sehingga ada segulung kekuatan yang menunjang dirinya, mungkin sejak tadi ia
sudah roboh keatas tanah.
sepasang matanya kini sudah berubah merah, dia hanya tahu bagaimana merobohkan musuh
dan membalas dendam, bagaimana terhadap putri Kim huan selanjutnya boleh dibilang ia tak
smepat untuk dipikirkan kembali.
Bantuan dari Kim Thi sia sama sekali tidak meringankan tekanan padanya, malah sebaliknya
bantuan yang datang membuat ia teringat kembali akan kematian saudara-saudaranya. Hal ini
membuat semangatnya mengencor dan tubuhnya yang tinggi besar mulai sempoyongansementara
itu dua orang jago lihay dari istana pun kalau ibarat lentera yang sudah kehabisan
minyak. serangan gencar dari Kim Thi sia yang masih segar bugar membuat mereka tak mampu
memberikan perlawanan lagi, sambil muntah darah segar hampir pada saat yang bersamaan
kedua orang itu roboh binasa.
Putri Kim huan segera memburu kemuka dan memeluk Pa ciangkun dengan air mata
bercucuran, serunya sambil terisak: "Pa ciangkun, kau tak boleh mati......."
Pa ciangkun menatapnya sekejap dengan wajah mengejang dan bibir bergetar seperti ingin
menyampaikan sesuatu, namun sebelum sempat berbicara, tubuhnya sudah tak mampu menahan
diri lagi.
Tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi gelap, Tubuhnya segera roboh terjungkal keatas
tanah dan tak mampu merangkak bangun lagi untuk selamanya.
Dengan ketakutan putri Kim huan berdiri gemetar dan kaku bagaikan patung, ia bingung dan
tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.

Pelan-pelan Kim Thi sia maju mendekat Pa ciangkun dan memeriksa denyut nadinya, namun
manusia raksasa yang terakhir pun yang telah berhenti bernapas. Dengan masgul dia bergumam:
"Habis sudah, habis sudah, rupanya Thian memang sengaja menyusahkan aku, apa dayaku
sekarang?"
Yang dimaksudkan sebagai menyusahkan jelas menunjukkan kehadiran putri Kim huan ya jelas
merupakan beban baginya.
Ketika dilihatnya gadis itu masih berdiri termangu bagaikan patung, pemuda tersebut segera
bekerja sendirian mengubur jenasah disekitar sana. Iapun mengubur jenasah ketiga orang raksasa
tadi dalam satu liang yang sama.
Kalau dihari biasa putri Kim huan selalu dihiasi dengan senyuman, maka sekarang dia nampak
selalu bermuram durja dan sedih sekali. Berapa saat kemudian, Kim Thi sia baru berbisik:
"mari kita pergi."
"Kemana?" tanya putri Kim huan seperti orang yang kehilangan semangat.
"Entah kemanapun yang pasti jauh lebih aman berada disini apakah kau hendak menanti
kematian."
"Baiklah......" bisik sinona kemudian sambil berusaha mengendalikan rasa sedihnya.
"Mari kita pergi."
"Kau harus dapat menenangkan hatimu......" kembali Kim Thi sia berbisik. "Peristiwa semacam
ini bukan suatu kejadian yang luar biasa, sebab setiap orang tentu akan mati, hanya kematian
mereka jauh lebih cepat saja."
Putri Kim huan manggut-manggut tanpa berbicara, berada dalam keadaan begini seandainya
Kim Thi sia hendak berbuat apa saja, niscaya akan tercapai.
Dengan mulut membungkam kedua orang itu melanjutkan perjalanannya. Kim Thi sia merasa
masgul sedang putri Kim huan amat sedih kedua belah pihak sama-sama tak bersemangat untuk
memecahkan keheningan yang mencekam.
Kim Thi sia sadar bahwa dia hanya seorang lelaki kasar yang tak akan memahami perasaan
seorang wanita, apalagi diapun tak pernah rasa tertarik dengan gadis itu.
Apalagi yang paling ditakuti adalah waktu putri Kim huan yang suka memerintah dia paling
benci dengan watak tersebut. Apakah selama ini dia harus menemani seorang gadis demikian ini
untuk melakukan perjalanannya.
Mendadak ia teringat kembali dengan abang seperguruannya, sipedang besi So Goan pin,
hanya lelaki romantis macam abang seperguruannya yang bisa menghibur serta menggembirakan
hati seorang gadis seperti putri Kim huan.
diam-diam dia pun mengambil keputusan hendak menyerahkan putri Kim huan kepada orang
sepeerguruannya, ia percaya dengan kemampuan abang seperguruannya itu. Putri Kim huan pasti
akan terhibur hatinya. Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata: "Hey, aku ingin berbicara
denganmu?"
"Katakanlah......." sahut putri Kim huan.
"selama ini, kita berdua tidak pernah senang bukan? Kau akui hal tersebut?"
Melihat putri Kim huan telah mengangguk, dia berkata lebih jauh:
"Bila kedua belah pihak sudah merasa tak berkenan dihati dan merasa amat tak puas dengan
tindak tanduk serta sepak terjang pihak yang lain, sepantasnya mereka harus berpisah bukan?"
Dengan perasaan tercengang putri Kim huan mengeriing sekejap kearah pemuda itu kemudian
mengangguk lagi. Kim Thi sia segera berkata lebih jauh:

"Barusan aku telah mengambil keputusan- oleh karena kulihat kau merasa cocok sekali dengan
sipedang besi so Bun pin, lagipula so Bun pin telah memberikan janjinya akan menemanimu
mengembara serta mengunjungi tempat-tempat kenamaan didaratan Tionggoan. Aku rasa kaupun
sangat berharap bisa bersua dengannya bukan? Maka aku bermaksud menyerahkan kau
kepadanya, sebab dia mengerti bagaimana menemanimu serta memenuhi
kebutuhanmu.......sedang aku..... aku hanya orang kasar, tidak mengerti watak dari kalian nona
tingkat atas.......karena itu kumohon maaf.........."
Berubah hebat paras muka putri Kim huan begitu mendengar pemuda tersebut menyinggung
soal sipedang besi so Bun pim, tampiknya keras-keras: "Tidak. aku tak sudi bersua lagi dengan so
Bun pin-"
"Mengapa?" dengan perasaan kecewa Kim Thi sia menghentikan langkahnya seraya bertanya.
"Apakah dia telah menyakiti hatimu? atau diapun seperti juga aku, tidak bisa menyelami
perasaanmu? "
"Itu masalah pribadiku, aku tidak ingin menjelaskan kepadamu" tiba-tiba warna semu merah
menghiasi wajah putri Kim huan seakan-akan dia merasa malu apabila persoalan ini sampai
diketahui anak muda itu.
"Kau......kau harus dapat menyelami perasaanku" dengan gelisah Kim Thi sia mengemukakan
suara hatinya. "Kau boleh mengerti sendiri, kita tidak pernah sepaham. Tak pernah mempunyai
saling pengertian, aku senang menyindirmu, kaupun suka memakiku. ibarat api dan air, kita tak
pernah bisa bersatu. Kau harus tahu bahwa semua masalah ini tak bisa dihindari lagi........"
"Tiap kali kaulah yang membuat gara-gara lebih dulu. Bukan aku yang lebih dulu mengusikmu,
kau harus mengerti tentang soal ini dengan sejelas-jelasnya........"
Kim Thi sia tertawa rikuh.
"Aku bilang keadaan kita berdua ibarat air dan api yang tak mungkin dipersatukan, karenanya
lebih baik kita menempuh jalan masing-masing agar terhindar dari segala bentuk kejadian yang
tak diharapkan dikemudian hari. Terus terang saja, aku sendiripun tak ingin menyalahimu,
membuat gara-gara denganmu, apalagi aku sebagai warga negara bangsa lain- Tak lama lagi pasti
akan kembali kenegerimu sendiri, buat apa mesti meninggalkan kesan buruk. kesan yang tidak
menyenangkan bagimu?"
Tiba-tiba putri Kim huan menjadi sangat lemah, ujarnya: "Baiklah, apa yang hendak kau
perbuat lakukanlah...^" ^
Suatu perasaan hampa, sedih dan murung yang entah darima na munculnya tiba-tiba
menyelimuti seluruh perasaan hatinya, diantara kerdipan biji matanya yang jeli terlihat cahaya air
mata. Kim Thi sia segera berkata lagi:
"seandainya kau bersikeras menolak usulku itu, aku tentu akan mencarikan jalan lain yang lebih
baik lagi."
Kim Thi sia memang paling takut melihat perempuan menangis, begitu senjata andalan kaum
wanita itu dipergunakan betapa pun kerasnya hati seorang lelaki pasti akan menjadi lemah
separuh dibuahnya. Maka diapun berkata lebih jauh:
"Akan kulakukan apa yang menjadi keinginanmu......"
"Aku ingin kembali kesamping ayah baginda" kata putri Kim huan dengan cepat. Kim Thi sia
menjadi tertegun, kemudian tertawa getir.
"Hal ini mustahil bisa kulakukan, aku tidak memiliki kemampuan sampai disitu" Putri Kim huan
segera tertawa dingin-
"HeeeeH......heeeeH.......heeeeeh......kalau berbicara saja enak didengar. Hmmm, segala
keinginanku akan kau penuhi......siapa tahu baru saja kuungkapkan isi hatiku, kau telah
mengingkari kembali janjimu itu........"

"Persoalan tersebut benar-benar merupakan suatu masalah yang pelik, aku sungguh tak
memiliki kemampuan untuk berbuat demikian, bayangkan saja jarak antara dua negeri ribuan li,
toh aku tak bisa terbang kesitu......."
Tiba-tiba hawa amarahnya berkobar, dengan wajah merah padam teriaknya lebih jauh:
"Kau tak usah menyindirku, bila kau anggap pekerjaan yang tak mampu kulakukan dianggap
sebagai menyesal, maka kau boleh mengajukan permasalahan yang lebih besar lagi misalnya aku
memetik rembulan diangkasa mengambil bintang sebagai permainanmu bagaimana mungkin aku
dapat melakukan kesemuanya itu." Putri Kim huan tertawa dingin, umpatnya didalam hati: "Betulbetul
seorang manusia kasar yang sama sekali tak berpendidikan.........."
Karena berpendapat demikian, maka diapun malas untuk memberikan jawaban lebih jauh.
Kim Thi sia masih ingin berbicara lagi, namun secara tiba-tiba dari depan sana muncul seorang
lelaki bertubuh kecil pendek yang berwajah bengis....
Begitu berjumpa dengan orang itu, berubah hebat paras muka Kim Thi sia, dengan gemas
gumamnya:
"Benar-benar sempit dunia ini bagi orang yang bermusuhan, ternyata aku berjumpa lagi dengan
situa bangka itu."
Tampaknya orang itupun sudah mengetahui kehadiran Kim Thi sia, tapi dia berlagak tidak
melihat dan berjalan terus dengan kepala tertunduk. Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
saling berpapasan.
"sungguh berbahaya" seru Kim Thi sia didalam hati.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar orang itu berseru dengan
bengis:
"Hoy bocah keparat, darimana kau dapatkan nona yang begini cantik, sombong amat kau,
sudah menggandeng nona cantik lantas teman lamapun enggan dikenali lagi."
Putri Kim huan memperhatikan sekejap tamu asing yang tak dikenalnya itu dengan perasaan
muak. hanya sekejap lalu tak pernah menengok kembali, bahkan meneruskan perjalanannya
kedepan.
Tak sampai Kim Thi sia berbicara, silelaki ceking itu telah berseru kembali:
"Hmmmm, sombong amat sinona cantik ini. Hoy bocah keparat, kali ini kau pasti akan cukup
menderita.........."
sambil berkata kembali dia mengorek kotoran dari lubang hidungnya dengan jari tangan-Kim
Thi sia berkerut kening, bentaknya penuh amarah:
"Hoy siunta busuk. sudah berulang kali kuperingatkan kepadamu, kau masih saja tak ambil
perduli. Hmmm, jangan salahkan bila aku tak akan mengenal perasaan lagi."
selesai berkata dia segera menggulung lengan bajunya dan mengayunkan kepalannya kedepan-
Dengan cekatan si unta berkelit kesamping, kemudian teriaknya keras-keras:
"Maknya, kau ingin melawan aku? Hmmm, mengapa tak pernah kau bayangkan bagaimana
semasa kecilmu dulu sering mengompol dibajuku? Hmmm, dengan susah payah aku telah
memeliharamu hingga dewasa, tak nyana kau benar-benar bagaikan manusia berhati binatang,
sedikit perasaan balas budipun tidak dipunyai......."
"Tua bangka celaka, kuharap kau jangan sembarangan berbicara" teriak Kim Thi sia sambil
menghentakkan kakinya berulang kali. Kemudian sambil merendahkan suaranya dia berkata lebih
jauh: "Dia adalah keturunan bangsawan, kau jangan bersikap kurang ajar........."

"Aaaah, masa iya......." melihat Kim Thi sia tak mau memperlihatkan sikap yang lemah, si unta
sengaja melongokkan kepalanya dan memperhatikan sekejap wajah Kim huan dari atas hingga
kebawah, kemudian bertanya lagi:
"Hey bocah keparat, kau bodoh dan tak tahu urusan. Tidakkah kau salah menganggap dirinya?"
"Kau jangan sembarangan bicara, aku dan diapun tak punya hubungan apa-apa........"
"Lantas kau hendak kemana sekarang?"
"Tanpa tujuan-"
si unta sengaja membelalakan matanya lebar-lebar lalu berseru lagi dengan suara keras:
"Aku situa memang lagi kesal karena tak punya teman, nampaknya aku bakal merepotkan
dirimu lagi."
seraya berkata dia segera membuntuti dibelakang Kim Thi sia.
Melihat sikap orang itu, Kim Thi sia segera mengernyitkan alis matanya kencang-kencang, dia
tahu tak mungkin baginya untuk melepaskan diri dari orang itu.
"Hoy bocah muda, mengapa kau bermuram durja?" kembali si unta mengomel. "Kau tahu,
sudah dua hari tak pernah makanpun wajahku tetap berseri, mengapa kau justru berkerut kening
macam orang kesusahan saja. Yang benar kau harus mentraktir aku makan sekenyangnya......"
"Hoy situa, jangan ribut dulu" bisik Kim Thi sia kemudian- "Bagaimana kalau kuserahkan semua
uang yang kumiliki kepadamnu, tapi dengan syarat kau jangan mengikuti aku terus?"
"Hmmm, berapa sih uang yang kau miliki? Paling banter hanya cukup bagiku untuk bersantap
selama tiga hari. Tidak. aku tetap akan mengikutimu........."
"Hoy tua bangka keparat, kau berniat mengikuti diriku sepanjang masa.........?"
"Telur busuk. bila kuikuti dirimu selamanya berarti aku bakal bekerja untukmu selamanya.
Apakah kau tidak senang?"
"Hmmm, apa yang bisa kau lakukan?"
"Perbuatan kalangan atas, kalangan menengah maupun perbuatan kaum rendah semuanya
bisa kulakukan dengan sempurna. Asal kau bersedia memberi makan untukku perbuatan apapun
bersedia kulakukan-"
Kim Thi sia berkerut kening, tanpa berbicara lagi dia berjalan lebih cepat mendampingi putri
Kim huan dan meninggalkan si unta dibelakang.
sambil mengangkat bahu si untapun mengikuti dibelakang mereka berdua tanpa berbicara lagi.
sepanjang jalan si unta memperhatikan terus gerak gerik putri Kim huan- Menyaksikan
potongan tubuhnya yang ramping serta cara berjalannya yang menawan hati tanpa terasa dia
bergumam:
"Bocah keparat itu tak pandai dalam urusan apapun heran darimana dia peroleh seorang nona
secantik ini? jangan-jangan didapat dari merampas?" Dengan wajah heran dia segera memburu
kemuka, lalu menegur dengan kasar: "Hey bocah keparat, apakah kau telah melakukan
kejahatan?"
sikap dingin dan menegur yang ditunjukkan si unta seketika mengobarkan hawa amarah Kim
Thi sia. Teriaknya lantang:
"Telur busuk. hanya manusia macam kau yang bisa melakukan kejahatan-"
"Hey bocah keparat, bangsa Han adalah bangsa yang kebudayaannya tinggi. Mengerti sopan
santun dan memegang teguh tradisi leluhur, kau tahu merampas aneka milik orang lain adalah
perbuatan jahat yang dikutuk setiap orang, sekarang para pendekar dari golongan lurus mulai

memperhatikan gerak gerikmu. Kuanjurkan kepadamu bersikaplah lebih berhati-hati dikemudian
hari."
Ketika putri Kim huan melihat paras muka Kim Thi sia berubah menjadi merah padam, ia segera
menduga kalau pemuda tersebut memang orang jahat seperti apa yang diduganya semula.
Kepada si unta diapun bertanya: "Apakah kau adalah komplotannya?" si unta segera
mengangguk.
"Yaa benar, ayahnya adalah seorang perampok kenamaan, sejak kecil akulah yang memelihara
dan mendidik bocah ini dengan harapan setelah ia dewasa nanti bisa melanjutkan pekerjaan
ayahnya itu"
Putri Kim huan membelalakkan matanya besar-besar. sambil berpaling ia segera bertanya:
"Bukankah sekarang ia sudah meningkat dewasa? Kalau begitu diapun seorang perampok
kenamaan?"
si unta tidak mengakui secara langsung namun katanya pelan: "Itulah sebabnya kau mesti
bersikap lebih hati-hati."
"Hoy, kau jangan percaya dengan omongan setannya" buru-buru Kim Thi sia berseru cepat.
Putri Kim huan tidak menanggapi, dia berkata lebih jauh:
"Aku tak takut kepadanya, ayahku adalah kaisar dari negeri Kim..........."
Gadis ini memang paling suka mempertunjukkan identitasnya yang luar biasa itu untuk menarik
sikap hormat orang lain terhadapnya.
Kim Thi sia bermaksud menghalangi perbuatannya itu namun tak sempat, sementara si unta
tertegun dibuatnya.
Berapa saat kemudian dengan sikap seorang kakak memberi nasehat kepada adiknya dia
berseru keras:
"Hoy bocah keparat, kali ini kau telah berbuat kesalahan besar. Nona ini adalah putri kaisar
negeri Kim, ia berkedudukan tinggi, anggun dan mulia, maka kau........aaaai, kau kelewat tolol,
kelewat pikun-"
Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa putri Kim huan ikut menaruh curiga, dia mengira
Kim Thi sia benar-benar adalah seorang perampok yang banyak melakukan kejahatan sehingga
tanpa sadar dia menganggap dirinya sedang berada dalam sarang harimau.
Hatinya berdebar keras, merasa tegang hingga tangannya berulang kali menyeka peluh dingin
yang membasahi jidatnya.
Kim Thi sia sadar, dia tak mampu mengungguli kecerdikan serta kelicikan orang itu, maka
ujarnya langsung kepada putri Kim huan:
"Hoy coba kau bayangkan sendiri, seandainya aku benar-benar adalah.........manusia........
manusia macam begitu, mengapa aku hendak menghantar
dirimu untuk dilindungi orang lain?" Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi:
"sicebol ini licik dan banyak akal muslihatnya, dia senang membuat berita sensasi, coba kau tak
hadir disini, pasti sudah kugaplok wajahnya." Lalu dengan wajah bersemu merah, katanya
tergagap:
"Terus terang saja, aku......aku belum tahu bagaimana cara kerja seorang perampok........"
" Kenapa kau tak menggaploknya karena aku berada disini?" tanya putri Kim huan seraya
berpaling.
" Karena kau hadir disini, aku merasa rikuh untuk berbuat kasar."
"Mengapa ia tak rikuh membuat berita sensasi?"

"Sebab mukanya memang tebal seperti dinding."
Mendengar perkataan itu, si unta segera berlagak mengukur ketebalan kulit muka sendiri, lalu
semakin melihat Kim Thi sia berbicara kelewat kasar, ia segera melotot seraya berseru:
"Maknya, kita boleh mengukur ketebalan muka sendiri, coba lihat pipi siapa yang lebih
tebal........"
Putri Kim huan berkerut kening, kenapa Kim Thi sia segera serunya:
"Dia selalu berbicara kotor, apakah kau merasa senang untuk mendengarnya terus?"
Dari perkataan ini bisa disimpulkan kalau dia lebih condong berpihak Kim Thi sia dan
menganggap si unta kurang pendidikan sehingga delapan puluh persen perkataannya tak dapat
dipercaya. Kim Thi sia segera menjawab:
"Bila kau sudah tak ingin mendengarkan obrolannya lagi, sekarang juga aku akan
menghajarnya "
"Aku memang paling benci mendengar perkataan kotor seperti itu." Meskipun nadanya angkuh
namun merupakan ucapan yang sejujurnya.
Kim Thi sia segera berpaling kearah si unta dan membentak keras:
"Kuharap kau menggelinding pergi sejauhnya dari sini, kalau tidak aku segera akan
menghajarmu. "
"Maknya, kau anggap aku tak punya kepalan dan tak berani menghadapimu...........?" seru si
unta marah juga.
sambil berkata segera menggulung lengan bajunya dan siap melakukan perlawanan-
Kim Thi sia tak berpikir panjang lagi, tiba-tiba ia mendesak maju kemuka dan segera
mengayunkan kepalannya melepaskan serangkaian pukulan berantai.
sesungguhnya si unta hanya berniat gertak sambal untuk melindungi muka sendiri dari rasa
malu, dia tak menyangka pemuda itu benar-benar akan menyerangnya.
Melihat datangnya serangan tersebut, dengan cekatan dia menyelinap lewat bawah ketiak
musuh dan melarikan diri terbirit-birit sambil berteriak keras: "Aduh celaka, ada perampok hendak
mencabut nyawaku, tolong..........."
Melihat tindak tanduknya yang lucu, putri Kim huan segera tertawa cekikikan karena geli.
Kim Thi sia tak sungkan-sungkan lagi, dia mengejar kedepan dan tiba-tiba menyerang dengan
jurus "mati hidup ditangan takdir" dan "cahaya terang diempat samudra" dari ilmu Tay goan
sinkang.
Betapapun lincah dan cekatannya si unta bagaimana mungkin ia bisa menghindarkan diri dari
serangan yang dahsyat itu...?
Tak ampun bahunya terhajar telak sambil menjerit kesakitan tubuhnya segera roboh terjungkal
keatas tanah dan tidak bergerak lagi mungkin jiwanya sudah melayang.
Agaknya hawa amarah Kim Thi sia belum mereda kembali bentaknya dengan suara keras:
"Hoy situa, jangan berlagak macam bangkai anjing karena tak mampu mengungguli lawan,
terhitung orang gagah macam apakah dirimu itu?"
Namun ketika jari tangannya menyentuh hidung si unta, paras mukanya berubah secara tibatiba,
dengan wajah tertegun serunya: "Haaaah, sudah mati? Masa dia mati dengan begitu saja?"
Walaupun orang ini sangat menjengkelkan namun bagaimanapun juga tiada hubungan dendam
sakit hati dengannya sekarang dia telah melukainya, bagaimanapun juga sebagai pemuda berhati
lembut, kejadian ini membuatnya menyesal sekali. sampai lama kemudian dia baru berpikir
dengan hati tak karuan.

"Aaaah, siapa suruh dia menggangguku terus menerus? Coba ia tak menggodaku, akupun tak
akan tega melukainya......."
setelah mengawasi sekejap mayat siunta diapun berseru kepada putri Kim huan: "Mari kita
pergi."
Agaknya pengalamannya selama berapa hari terakhir membuat putri Kim huan mulai terbiasa
dengan kejadian seperti ini. Tanpa membuang banyak waktu ia segera mengikuti dibelakang
pemuda itu.
Tiba didalam kota, tiba-tiba mereka saksikan ada banyak orang persilatan yang berkecamuk
dalam kerumunan rakyat biasa. sekalipun mereka hanya memakai baju biasa dan tidak
menggembel senjatanya namun dari sorot matanya yang begitu tajam dan langkah yang tegap
Kim Thi sia segera mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang persilatan yang sedang
menyaru.
Terdorong rasa ingin tahu pemuda itu mencoba mencari berita dari sana sini. Akhirnya dia
berhasil mengetahui suatu rahasia.
"Murid pertama dari malaikat pedang berbaju perlente, sipedang emas telah bentrok dengan
seseorang."
"siapakah orang itu?"
Tak seorangpun tahu, namun bila ditinjau dari suasana dalam kota saat ini, bisa disimpulkan
bahwa orang itu bukan jago sembarangan.
Konon bentrokan itu terjadi gara-gara sebuah mestika, tapi apakah mestika itu? Kim Thi sia tak
berhasil menyelidiki secara jelas. Ia cuma tahu tempat berlangsungnya pertarungan dan waktu
berlangsungnya kejadian ini, tapi ia tahu delapan orang sutenya pasti tak akan berpeluk tangan
belaka. Kim Thi sia merasakan hatinya berdebar keras, pikirnya:
"Lewat dua hari lagi aku bakal bertemu dengan seluruh abang seperguruanku, apa yang mesti
kuperbuat?"
Kim Thi sia mendampingi putri Kim huan memasuki rumah makan terbesar dikota itu yang
memakai merek Eng pia lo.
Baru masuk kepintu gerbang, empat orang lelaki kekar telah menghampiri mereka seorang
diantaranya segera menjura dengan hormat seraya bertanya: "Sobat, siapakah namamu?
Bolehkah kami mendapat tahu?"
"Aku Kim Thi sia."
Habis berkata dia mendorong lelaki itu kesamping kemudian masuk dengan langkah lebar,
buru-buru putri Kim huan mengikuti dari belakang.....
Empat lelaki kekar itu berpandangan sekejap dengan wajah tertegun, Tapi dengan cepat
memaafkan sikap ketidak sopannya, sambil tertawa tergelak katanya:
"Haaaah......haaaaah......haaaaah......rupanya kau, maaf kami telah berbuat kasar......."
Dengan lagak yang angkuh Kim Thi sia mengambil tempat duduk dan tidak menggubris
keempat orang itu lagi, ia berteriak memesan sayur kemudian bersantap dengan lahap.
Ketika putri Kim huan mendongakkan kepalanya, ia melihat semua tamu diruangan tersebut
telah tertuju kearahnya. Seakan-akan sedang menikmati suatu benda mestika. Hal ini
membuatnya mendongkol ia segera berhenti bersantap dan menarik tangan Kim Thi sia. Dengan
keheranan pemuda itu segera bertanya: "Ada apa?"
"Mereka pada mengawasi diriku"
Tatkala Kim Thi sia berpaling betul juga, dia melihat banyak orang sedang mengawasi putri Kim
huan dengan mata terbelalak besar. Ada yang segera berbisik-bisik ada pula yang mengawasinya

makin melotot. jelas bahan pembicaraan mereka adalah gadis tersebut. Kim Thi sia segera
berpikir:
"Apanya yang aneh? Siapa suruh wajahmu cantik sekali."
Melihat pemuda itu tanpa reaksi, kembali putri Kim huan berkata:
"Kalau mereka mengawasi diriku terus, aku benar-benar tak mampu bersantap........"
"Cobalah untuk menyesuaikan diri dengan keadaan" kata Kim Thi sia sambil tertawa. "Mata kan
milik mereka, bagaimana mungkin aku bisa mencampuri urusan ini?"
Putri Kim huan menggigit bibirnya kencang-kencang dan membungkam tanpa menjawab.
sementara dalam hati kecilnya memaki kegoblokan Kim Thi sia yang tak memahami jalan pikiran
seorang wanita, pikirnya:
"Coba kalau ia mau memaki orang-orang itu, setibanya dinegeriku, pasti akan kumohon
kedudukan yang tinggi dari ayah baginda."
Tapi sayang Kim Thi sia bukan seorang pelindung yang memahami perasaan wanita. Hal ini
membuat putri Kim huan mendongkol sekali, tangannya dikepal kencang-kencang seakan-akan
hendak menelannya bulat-bulat.
Makin dipikir gadis itu makin mendongkol, matanya menjadi merah. Coba disitu tak ada orang,
ia pasti akan menangis sepuas hati.
Akhirnya sambil menggebrak kakinya keatas tanah, dia berseru: "Ayoh kita pergi saja dari sini"
"Tidak. aku masih ingin berdiam sebentar lagi. Disini, ingin kulihat apakah ada perempuan lain
yang baru."
Ia menyeka mulutnya lalu membuka jendela lebar-lebar, ketika angin berhembus lewat ia pun
berseru: "oooh, nyaman amat......."
Putri Kim huan makin mendongkol, sambil berkerut kening dia membungkam dalam seribu
bahasa.
Lama kelamaan tampaknya Kim Thi sia tak tahan melihat gadis itu selalu bermuram durja, dia
segera melompat bangun dan tanpa berpikir panjang teriaknya keras-keras:
"Sobat sekalian, maaf kalau aku ingin numpang berbicara sebentar, bagaimanapun juga dia
adalah seorang nona yang sedang melakukan perjalanan diluar rumah sudah merasa amat tak
leluasa, apalah artinya kalian berbisik-bisik membicarakan tentang dirinya atau lebih tak sedap lagi
untuk dikatakan, kita semua adalah manusia. Meski ia seorang perempuan toh bukan manusia
ajaib yang memiliki tiga kepala enam lengan, apakah yang bagus untuk ditonton- Karena itu
kuharap sobat sekalian memakluminya sebagai seorang wanita dan bersikaplah lebih sopan-"
Dasar tak pandai berbicara, ucapan tadi membuat suasana bertambah runyam dan memancing
gelak tertawa orang banyak.
Putri Kim huan malu bercampur marah, seandainya disana ada gua, niscaya ia telah menerobos
masuk untuk menyembunyikan diri dari suasana yang serba merikuhkan ini. Dengan kening
berkerut dan hawa amarah yang membara, Kim Thi sia berseru lagi:
"Kalian tak usah mentertawakan barang siapa mereka tak puas. silahkan mencari urusan
dengan aku Kim Thi sia."
Begitu namanya disebutkan, seketika menggemparkan beberapa orang tamu yang mengetahui
identitasnya, maka berita ini segera tersebar luas. Ketika semua orang mendapat tahu kalau
pemuda ini adalah manusia yang paling susah dilayani, merekapun berhenti mentertawakan.
Melihat suasana kembali menjadi hening dan tak seorang pun berani berkaok-kaok lagi. Kim Thi
sia menyapu sekejap sekeliling ruangan, lalu sambil tertawa dingin duduk kembali ketempatnya
semula.

Dengan terjadinya peristiwa itu, Kim Thi sia merasa semakin murung, ia sadar melakukan
perjalanan bersama gadis tersebut yang benar-benar suatu pekerjaan yang merepotkan dan
memusingkan kepalanya, ia mulai mencari akal bagaimana caranya melepaskan diri dari gadis
tersebut.
Putri Kim huan yang tidak mengetahui akan hal itu kembali mengambek. tiba-tiba katanya:
"Bagaimanapun juga, aku hendak pergi dari sini."
"Kalau ingin pergi, pergilah"
Putri Kim huan bangkit berdiri, mendadak ia merasa perkataan tersebut ada yang tidak beres,
segera tanyanya lagi: "Bagaimana dengan kau? Apakah tidak pergi?"
"Tidak Aku ingin mengetahui apa yang telah terjadi disini, aku harus menanti sebentar lagi."
Dengan gemas putri Kim huan berpikir:
"Baik, kalau kau tak mau pergi, biaraku pergi sendiri. Hmmm, siapa yang membutuhkan
pengawalanmu? "
Tanpa terasa dia berjalan menuju kepintu gerbang.
Namun setibanya didepan pintu kembali dia merasa ragu sehingga tanpa terasa berpaling
kembali kedalam ruangan, untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Kebetulan dari seberang jalan sana muncul serombongan berandal, ketika melihat ada seorang
nona cantik berdiri sendirian didepan pintu rumah makan. Kontan saja mereka bersiul sambil
mengawasi dengan cengar cengir, malah seorang diantaranya segera berseru:
"Nona cilik, wajahmu benar-benar cantik lagi manis bagaikan bidadari dari khayangan. Apakah
kau sudah punya suami? Kalau belum punya pasangan, pasti akan kusuruh mak comblang untuk
pergi melamarmu........."
"Hey nona cantik, kau datang dari mana?" seru seorang berandal lagi. "Kecantikanmu sungguh
luar biasa, dandananmu pun sangat aneh. Hmmm, sibopeng mari kita segera turun untuk
memeluknya.........."
Putri Kim huan mundur berapa langkah kebelakang, rasa percaya pada diri sendirinya hancur
total tanpa berpikir panjang lagi dia lari masuk kembali kedalam rumah makan dan duduk kembali
disisi Kim Thi sia dengan kepala tertunduk. sambil tertawa Kim Thi sia segera berkata:
"Aku tahu kau tak bakalan pergi jauh, orang perempuan memang sangat tak leluasa untuk
berjalan seorang diri didaratan Tionggoan-"
sebenarnya putri Kim huan sudah duduk kembali, tapi perkataan itu membuat dia mengambek
lagi, sambil melotot gemas serunya:
"Hmmm, apa sih hebatnya kaum pria, apalagi macam kau dungu seperti kerbau........"
"Apa? Kau memakiku seperti kerbau? Kau sendiri macam apa?" teriak Kim Thi sia sambil
melompat bangun-
Suara teriakannya amat nyaring membuat setiap orang dalam rumah makan itu mendengarnya
dengan jelas, serentak mereka berhenti berbicara dan mengalihkan perhatiannya kearah mereka.
setengah menahan isak tangisnya putri Kim huan berkata: "Kau jangan menganiaya aku
dihadapan umum. Aku.......aku........."
Dia adalah seseorang yang suka akan gengsi dan nama baik, ketika harga dirinya dirusak orang
dihadapan orang lain, maka rasa sedihnya melebihi dibunuh. Kata-kata selanjutnya pun sulit
baginya untuk diutarakan lebih lanjut.
Kim Thi sia cukup memahami perasaan hatinya, oleh sebab itu dia merasa tak tega sendiri,
sambil menahan diri katanya:

"Eeeei, kau mesti memaafkan aku, toh kau sudah tahu aku bukan orang yang bisa menahan
emosi. Bila kau memakiku maka akupun kehilangan kendali......."
"Bila engkau tidak mau pergi dari sini, biarlah aku yang mati saja ditempat ini, aku tak tahan
ditertawakan orang lain terus menerus" seru putri Kim huan sambil menangis.
"Baik, kita segera tinggalkan tempat ini."
Dengan kepala tertunduk putri Kim huan berjalan meninggalkan rumah makan, setibanya diluar
gedung dia baru menghembuskan napas panjang. Kim Thi sia segera bertanya dengan lembut:
"Apakah kau lelah? Apakah ingin beristirahat sebentar?"
Putri Kim huan manggut-manggut tanpa menjawab.
Kim Thi sia segera mengajak gadis itu memasuki sebuah rumah penginapan yang memakai
merek Hok lok.
Putri Kim huan kelihatan murung dan amat bersedih hati, setibanya didalam kamar, dia segera
membaringkan diri diatas pembaringan dan tertidur dengan nyenyak sekali.
Kim Thi sia sebagai seorang lelaki sejati yang jujur, biarpun dia berada dihadapan seorang nona
cantik yang sedang tertidur nyenyak. hatinya tak tergoda, malah dengan penuh perhatian dia
menyelimuti badannya, merapatkan pintu kamar lalu berjongkok diluar kamar sambil beristirahat.
Hingga menjelang matahari terbenam dilangit barat, putri Kim huan baru mendusin dari
tidurnya, dia baru saja mendapat impian buruk hingga peluh dingin membasahi tubuhnya. Ketika
tidak melihat Kim Thi sia hatinya semakin berdebar keras.
Tergopoh-gopoh dia membentulkan letak bajunya lalu keluar dari kamar, Tapi dalam
pandangan mata pertama ia telah melihat Kim Thi sia sedang berjongkok diluar pintu sambil
tertidur. Kejadian ini kontan saja menghancurkan hatinya.
JILID 21
Meski sipedang besi So Bun pin sangat romantis dan mengerti tata cara pergaulan, namun bila
dibandingkan dengan Kim Thi sia yang terbuka, jujur dan perkasa maka So Bun pin sudah jelas
tertinggal jauh sekali.
Sebagai seorang gadis yang cerdik, dalam waktu singkat ia sudah dapat menentukan hasil
perbandingannya, dia sadar Kim Thi sia yang kasar tapi polos dan jujur ini jauh lebih dapat
dipercaya.
Kecabulan dan perbuatan sipedang besi So Bun pin yang berbuat kurang senonoh kepadanya
membuat gadis ini amat membenci dirinya, sebaliknya Kim Thi sia meski selalu bentrok
dengannya, namun pemuda itu tak pernah menunjukkan sikap kurang ajar, itulah sebabnya dia
merasa Kim Thi sia jauh mengungguli So Bun pin-Setelah berpikir sebentar gadis itupun
menggoyang-goyangkan badan dipemuda.
Kim Thi sia membuka matanya dengan terkejut, dia mengira musuh telah datang hingga sambil
mengucak matanya dia bertanya: "Sudah jam berapa sekarang?"
"Mendekati luhur"
"Aaaah, aku benar-benat pikun." kata Kim Thi sia sambil melompat bangun. "Tak nyana aku
sudah tertidur senyenyak ini, coba kalau ada musuh mengusirku, aku pasti akan menjadi orang
yang berdosa, untung saja........"
sambil mengucak matanya kembali dia tertawa tergelak.

"sudahlah, matamu jangan digosok terus. sudah cukup merah, bisa-bisa akan buta nanti......."
seru putri Kim huan sambil tertawa.
Nampaknya gadis itu merasa hatinya agak cerah hingga gelak tertawanya pun lebih terbuka
dan merdu.
"Mataku sudah cukup merah......" Kim Thi sia tertegun. "sudah tentu disebabkan kurang tidur.
Aaaah, kau bikin hatiku terperanjat saja."
sambil tertawa diapun mengangkat kepalanya tiba-tiba melihat sepasang matanya yang jeli
sedang mengawasinya tanpa berkedip. dengan keheranan ia segera bertanya: "Hey, apa yang
sedang kaupikirkan?"
"Aaah......tidak apa-apa......." sinona tertawa.
Mendadak paras mukanya berubah menjadi merah dadu, seakan-akan rahasia hatinya sudah
terbongkar.
Kim Thi sia tak ingin menyelidiki perkataan dari seseorang sampai sejelasnya karena gadis itu
begitu enggan menjelaskan, diapun tidak bertanya lebih jauh setelah membetulkan letak bajunya,
sambil tertawa katanya: "Daripada menganggur didalam kamar, ayoh kita jalan-jalan saja."
"Bagus, tapi aku tak akan pergi lagi kerumah makan Eng pin lo tersebut" seru sinona. Kim Thi
sia tertegun, lalu katanya dengan nada minta maaf. "Aaaah.....betul, aku menyesal sekali dengan
peristiwa ditengah hari tadi.........."
sepeninggal dari penginapan Hoi lok. mereka berdua berjalan menelusuri jalan raya.
Ditengah jalan mendadak Kim Thi sia berpikir dengan rasa kaget.
"Hey, apa yang terjadi, kenapa kawanan manusia cecunguk itu belum juga membubarkan diri?
Memangnya siang malam mereka bertugas mengawasi gerak gerik orang?"
Karena curiga diapun memperhatikan sekelompok manusia diujung lorong dengan lebih
seksama lagi.
Mereka terdiri dari tujuh, delapan orang lelaki kekar yang sedang berjongkok diatas tanah
sambil bermain dadu.
satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, kepada putri Kim huan bisiknya
kemudian-
"Perlahan sedikit jalannya, coba kita sadap apa pembicaraan mereka."
Dengan langkah yang amat santai, selangkah demi selangkah mereka mendekati kelompok
manusia tersebut.
Terdengar salah seorang lelaki yang didepannya terlihat setumpuk uang sedang bergumam
dengan nada gembira:
"Huuuh, perduli amat dengan segala macam tugas, aku rasa main dadu paling asyik, selalu bisa
mengantongi berapa tahil perak- tak usah menyerempet bahaya pula."
"Maknya si ong tua" seri seorang gemuk yang berjongkok disisinya. "Baru menang bicara tak
karuan, hati-hati kalau sampai ketahuan pemimpin kita, semua orang bisa dimaki habis-habisan.
Eeeei sian ong, kau yang menang hari ini, sepantasnya kau juga yang bertanggung jawab bila
dimaki nanti."
"ssstt....kalau bicara jangan keras-keras" seru seorang lelaki yang lain- "Kita mendapat tugas
mengawasi gerak gerik musuh, bila lawan sampai mendengar teriakanmu itu, bukan kita yang
mengawasi orang lain, bisa jadi orang lain yang akan mengawasi kita. Apalagi pemimpin kita kan
sudah berpesan, sewaktu bekerja jangan malas, masa kalian tidak mendengarnya.........?"
sementara itu Kim Thi sia sudah lewat dari lorong tersebut, dia merasa amat kecewa karena tak
berhasil menyadap pembicaraan apapun, saat itulah mendadak terdengar seseorang berbisik,

" Kalian jangan ribut dulu, bicara terus terang selain sipedang emas bangsat muda itu, konon
diapun masih membawa banyak orang untuk memusuhi pemimpin kita. Aku lihat lebih baik kita
hentikan permainan pada hari ini, mari kita lakukan pengawasan disegala pelosok kota."
"Benar" timbrung si ong tua. "Kita harus melakukan pemeriksaan, andaikata tidak menemukan
sesuatu apapun yang penting tugas kita sudah selesai dikerjakan."
Kim Thi sia tahu semua orang akan bubaran, cepat ia menarik ujung baju putri Kim huan smabil
berbisik,
"Cepatan sedikit jalannya, mereka segera akan berhambur keluar."
Belum berapa langkah mereka berjalan, ketika Kim Thi sia berpaling kembali, betul juga ia
melihat dari lorong tersebut muncul tujuh, delapan orang lelaki kekar yang segera berhamburan
keempat penjuru jalanan.
Kini terbukti sudah sipedang emas memang telah bermusuhan dengan pemimpin dari suatu
perkumpulan besar dalam dunia persilatan, bahkan telah berjanji akan melangsungkan
pertarungan disuatu tempat. Maka diam-diam pemuda kitapun memutuskan akan pergi ketempat
tersebut guna membantu abang seperguruannya.
Entah berapa lama sudah lewat, mendadak terdengar putri Kim huan berseru: "Hey, kemana
perginya pedang Leng gwat kiam mu?"
Menyinggung masalah pedang Leng gwat kiam, wajah gadis itu berubah menjadi amat tegang,
sebab gara-gara pedang inilah diantara mereka berdua pernah terjadi bentrokkan yang tak
menyenangkan-
Kim Thi sia agak tertegun, kemudian sahutnya singkat: " Hilang"
sementara dalam hati kecilnya berpikir:
"Pertanyaanmu ini benar-benar sebuah pertanyaan yang tidak pintar, mengapa sih diantara kita
berdua mesti terjadi bentrokkan lagi gara-gara urusan pedang itu?"
"Apakah orang yang mengambil pedangmu itu berilmu silat sangat tinggi?" kembali gadis itu
bertanya.
"Belum tentu begitu"
"Lalu kenapa bisa hilang?"
"Pedang itu dicuri orang tanpa kurasakan sama sekali, ilmu mencopet orang itu sangat lihay
sekali."
"Waaaah.....kalau begitu pedang tersebut tak bisa diperoleh kembali untuk selamanya?"
"Belum tentu begitu, asal sipencurinya sudah kutangkap. paling tidak pedang itu akan ketahuan
kemana perginya."
"Diantara kita berdua sesungguhnya tak pernah terjalin permusuhan apapun, tetapi kita selalu
bentrok gara-gara pedang tersebut bukan?"
"Ehmmmmmm.........."
"Bila pedang Leng gwat kiam tidak pernah ditemukan kembali, berarti diantara kita berduapun
tak pernah akan terjadi bentrokkan yang tak menyenangkan bukan?"
"Benar."
Tiba-tiba Kim Thi sia menambahkan-
"Tapi hal ini tak mungkin, coba bayangkan saja pedang Leng gwat kiam ibarat ayah dan anak
bagiku, mana mungkin kubiarkan orang lain mengangkanginya dengan begitu saja? Aku telah
bersumpah selama hayat masih dikandung badan, aku tetap akan mendapatkannya kembali."
"oooooh........begitu akrabnya hubunganmu dengan pedang leng gwat kiam?"

"Aku ingin bertanya lagi manusia macam apakah yang mempunyai hak untuk menyuruhmu
mempersembahkan pedang Leng gwat kiam tersebut secara rela?"
"Kecuali kedua orang tuaku........." Kim Thi sia menjawab sedih. "Tapi mereka berdua telah
meninggal dunia, jadi tiada orang didunia ini yang bisa membuat aku persembahkan pedang Leng
gwat kiam dengan begitu saja........?"
"Apakah hanya terbatas pada kedua orang tuamu saja? Misalnya saja abangmu, cicimu atau
mungki adik,adikmu.......istrimu."
Mendadak paras muka Kim huan berubah menjadi merah padam setelah berhenti sebentar
lanjutnya:
"Apakah mereka semua tidak berhak untuk menerima pedang leng gwat kiam tersebut?" Kim
Thi sia agak tertegun serunya:
"Pertanyaanmu terlalu banyak. aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu. Tapi heran,
mengapa kau menanyakan persoalan itu?"
"Aku ingin tahu sampai dimana kemesrahan hubunganmu dengan pedang leng gwat kiam
tersebut, belum pernah kujumpai orang yang mengajakku ribut hanya gara-gara sebilah pedang."
"Tapi kenyataannya kau telah menjumpai manusia semacam itu bukan?"
"Ya a, kau memang manusia aneh."
"Mari, kita jangan membicarakan persoalan ini lagi, apakah kau merasa lapar?"
Putri Kim huan menggeleng kepala, keningnya berkerut kencang. Tampaknya ia merasa tak
senang karena belum memperoleh jawaban yang memuaskan hati.
"Baiklah" kata Kim Thi sia kemudian- "Kalau toh kau merasa tak lapar, akupun tak ingin
bersantap."
Putri Kim huan mengangkat kepalanya dan menatap pemuda tersebut dengan matanya yang
jeli kemudian bertanya:
"Mengapa? bila gara-gara aku tak lapar menyebabkan kaupun hilang napsu makan-Kuanjurkan
kepadamu lebih baik jangan berbuat sebodoh itu........."
Kim Thi sia menghindarkan diri dari tatapan matanya, lalu menjawab dengan geli: "Bukan,
bukan begitu, sesungguhnya aku memang tida terlalu lapar........"
Untuk berapa saat kemudian suasana menjadi hening, kedua belah pihak sama-sama tidak
berbicara mereka belok disebuah tikungan dan menuju kearah jalan raya teramai dikota itu.
sementara putri Kim huan masih celingukan kian kemari. Tiba-tiba ia berseru tertahan dan
mengawasi seseorang dengan perasaan terkejut bercampur keherananorang
itu sedang mabuk. mukanya merah darah bagaikan kepiting rebus, langkahnya santai
seakan-akan hendak roboh oleh hembusan angin. seperti menjumpai iblis jahat saja, putri Kim
huan bergumam lagi: "Mana mungkin orang itu....? bukankah........ bukankah dia sudah
mati.........?^
Kim Thi sia berpaling mengikuti arah yang dilihat gadis tersebut diapun turut mengamati lelaki
tersebut namun matanya segera terbelalak lebar, ternyata lelaki pemabuk itu tak lain adalah si
unta, situa bangka yang selalu merecoki dirinya itu.
Bertemu dengan si unta, Kim Thi sia merasa seperti bertemu ular berbisa saja cepat-cepat dia
menarik putri Kim huan untuk bersembunyi dibelakang pohon lalu serunya cemas:
"Jangan bersapa dengan orang itu dia licik mulutnya tajam, paling suka menyindir dan
memperolok orang lain, aku paling benci dengan orang ini..........."
"Kalau begitu dia telah pura-pura mati?" tanya putri Kim huan lirih.

Kim Thi sia mengangguk.
"Yaa, dia memang pandai berbuat apa saja....."
"Kau takut kepadanya?" kembali putri Kim huan bertanya sewaktu melihat pemuda tersebut
gelagapansambil
mengepal tinjunya pemuda Kim menjawab:
"Yaa paling kutakuti adalah mukanya yang tebal seperti kulit badak itu........"
Putri Kim huan tertawa cekikikan karena geli, serunya manja: "Jadi kau paling takut dengan
orang yang bermuka tebal?"
"Yaa, orang semacam ini memang paling memusingkan kepala."
Hubungan antara kedua orang itupun terasa makin dekat berlangsungnya pembicaraan ini.
Putri Kim huan sadar sudah percuma dia menjual lagak dihadapan pemuda ini. Malah sebaliknya
dengan pembicaraan yang santai, hubungan mereka terasa lebih bebas, santai dan
menggembirakan.
Mendadak terdengar Kim Thi sia berbisik sambil menuding kearah si unta tersebut. "Coba kau
lihat, ada orang sedang menguntil dibelakangnya........"
Putri Kim huan melihat juga, orang tersebut mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar,
bermuka bengis dan bermata tajam. orang tadi menguntil terus dibelakang si unta dari jarak
tertentu.
Putri Kim huan segera berbisik dengan suara murung:
"Coba kau lihat, senyumannya amat tak sedap dipandang, mungkinkah jiwanya bakal
terancam? Aku kuatir dia dibokong orang sampai tewas dalam keadaan mabuk seperti itu."
Kim Thi sia merasa pendapat tersebut ada benarnya juga, maka sahutnya kemudian-"Kalau
begitu mari kita ikuti."
Dengan cepat mereka berdua mengikuti pula dibelakang lelaki kekar tadi.
Agaknya lelaki tersebut telah memusatkan seluruh perhatiannya untuk menguntil dibelakang si
unta, dia tak sadar kalau dibelakangnya justru ada orang lain yang menguntil pula sambil
mengawasi gerak geriknya.
Ketika melalui sebuah hutan, tiba-tiba si unta berjalan masuk kebalik pepohonan yang rimbun
itu, sambil tertawa seram lelaki tadi segera menyusul dari belakangnya.
Kim Thi sia segera merasa keadaan semakin gawat, tanpa berpikir panjang lagi dia menyambar
tubuh putri Kim huan lalu dibawanya lari kemuka.
"Hey, mau apa kau?" tegur putri Kim huan dengan wajah tersipu-sipu.
Kim Thi sia tak sempat menjawab, dengan menyelinap dibalik pepohonan dia bergerak lebih
cepat melewati didepan si unta.
Kasihan si unta, ternyata dia masih belum sadar kalau ancaman bahaya maut sudah muncul
dibelakang tubuhnya, dengan langkah sempoyongan dia masih berjalan seenaknya memasuki
hutan dan bersenandung pelansementara
itu, lelaki kekar tadi telah memperhatikan sekejap sekeliling tempat tersebut dengan
sorot mata yang tajam, ketika dia melihat ada orang lain yang menguntil, dia segera mengerahkan
gerakan tubuhnya yang lincah untuk mendekati korbannya.
Jangan dilihat orang itu memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar, ternyata gerak geriknya
sangat lincah bagaikan seekor kucing.

"Aaaah.....ternyata dugaanku tak meleset, orang ini memang berniat jahat terhadap situa
bangka" pikir Kim Thi sia dengan cepat, "Baiklah memandang diatas wajah Thian maha pengasih,
biar kuselamatkan jiwanya sekali ini......."
Baru saja dia hendak turun tangan untuk memberi bantuan, si unta yang nampak
sempoyongan karena mabuk tadi tahu-tahu sudah membalikkan badan dan menegur sambil
tertawa seram.
"Hey lo toako, aku sudah menunggumu cukup lama, tolong tanya ada urusan apa kau
menguntilku hingga disini?"
Lelaki itu nampak terperanjat sekali, sekali ia menghentikan gerak terjangannya dan berdiri
mematung, agaknya rasa kaget yang luar bisa membuat dia kehilangan pikiran dan tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
sambil melotokan matanya bulat-bulat, kembali si unta mengumpat: "Lo toako, maknya kamu
sudah kau dengar pertanyaanku tadi?"
Menyaksikan adengan tersebut, diam-diam Kim Thi sia menghembuskan napas lega, pikirnya:
"Sialan betul orang ini, percuma aku menguatirkan keselamatan jiwanya selama ini. Rupanya
dia sudah tahu akan kehadiran orang tersebut namun masih berlagak pilon-"
Berpikir begitu, segera bisiknya kesisi telinga putri Kim huan-"Tak nyana bangsat ini lebih licik
daripada seekor rase, kita semua sudah tertipu."
"Ya a, tadi aku masih mengira dia mabuk oleh arak" sahut putri Kim huan setengah berbisik.
"Hmmm, biarpun dia sudah minum arak seguci besar, nampaknya pikiran orang ini masih tetap
jeli. Mari kita pergi saja, bajingan ini tak gampang dihadapi, dia pandai berlagak mati, bisa jadi
sebentar lagi dia akan berlagak jadi setan-......"
"Tunggu dulu, aku ingin melihat bagaimana caranya berlagak menjadi setan."
sementara pembicaraan masih berlangsung, lelaki kekar tadi telah mendusin dari rasa
tertegunnya, dengan bengis dia segera berseru:
"Tua bangka celaka, tak usah banyak bicara, kau berani memusuhi pemimpin kami, berarti kau
harus mampus secepatnya."
"Maknya" kembali si unta mengumpat. "Justru manusia macam dirimu itu yang pantas untuk
mampus." Kemudian katanya lagi:
"Hmmm, padahal aku cuma memaki pemimpinmu dengan beberapa patah kata, masa kalian
menganggap serius persoalan ini? Maknya, apa sih hebatnya dengan memaki orang. Aku sudah
terbiasa hidup dengan memaki orang. Manusia macam apa pun sudah pernah kuumpat,
memangnya cuma pemimpin kalian macam telur busuk itu yang tak boleh dimaki? Maknya.......
kau tak usah sok"
"Tutup bacot anjingmu bangsat hari ini saat ajalmu bakal tiba" teriak lelaki itu gusar.
"Maknya.......memang beginilah watakku, sampai menjelang matipun aku tetap akan memaki
orang, apalagi dihadapan manusia macam kerbau dungu semacam dirimu. Apa sih yang kau
miliki? Bukan cuma kau, dua ekor udang busuk yang bersembunyi dibelakang pohon pun akan
kumaki juga, melihat orang terancam bahaya tanpa menolong, terhitung manusia busuk macam
apakah mereka......."
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia setelah mendengar perkataan ini, dengan gemas dia
berbisik,
"silahkan, benar-benar menggemaskan orang ini, rupanya dia sudah mengetahui akan
kehadiranku tapi berlagak pilon, sialan-....."
"Hey dia memaki kita sebagai udang busuk" putri Kim huan menimpa h dengan suara
mendongkol.

"Aku sudah mengatakan sedari tadi, orang ini bukan manusia sembarangan, tapi kau justru
ingin menonton ulahnya, tentu saja kita yang dimaki oleh bajingan tua itu."
"Tapi dia kau sudah mengetahui jejak kita sedari tadi?" bantah putri Kim huan cepat.
sementara itu lelaki kekar tadi sudah celingukan kian kemari, ketika tidak menjumpai dua orang
yang dimaksud, ia segera tertawa terbahak-bahak sambil berseru:
"Telur busuk. toaya tak akan tertipu oleh akal muslihatmu, ayoh cepat serahkan nyawamu"
sambil berkata dia segera mendesak maju kedepan dan melepaskan dua buah serangan
berantai.
Dengan cekatan si unta berkeliat kesamping, belum lagi berdiri tegak dia telah mengumpat lagi:
"Sialan-....sialan-..... kau si cucu kura-kura berani menyerang yayamu........? Hmmm,
perbuatanmu ini merupakan pelanggaran besar, raja akhirat pasti tak akan mengampuni dirimu"
Lelaki kekar itu bertambah gusar, gagal dengan serangan pertama, ia segera meloloskan
ruyungnya dan melepaskan serangkaian serangan yang gencar sekali mengurung seluruh badan si
unta.
Menghadapi ancaman yang datang bertubi-tubi, ternyata si unta tidak mengeluarkan ilmu
silatnya untuk melawan, sebaliknya dia justru melompat kesana kemari untuk menghindari diri dari
sergapan musuh.
Begitu ada kesempatan baik, diapun berkaok-kaok sambil mengejek:
"Hey lelaki busuk. kau memang manusia busuk. manusia beruang yang goblok dan
dungu......kau manusia tak berontak. raja akhirat pasti akan
mengutukmu........oooh.....raja akhirat, tolong aku......cepat cabut nyawa beruang dungu ini"
Kim Thi sia yang menyaksikan kejadian tersebut kembali mengomel dengan suara mendongkol.
"Dasar manusia tak berpendidikan, makin lama makin macam-macam ulahnya........"
Ketika melihat putri Kim huan sedang menutup mulutnya sambil tertawa karena geli, tanpa
terasa tegurnya lagi:
"Apanya sih yang lucu, jangan lupa, barusan dia masih memaki kita sebagai udang busuk"
Putri Kim huan segera menatap pemuda itu lekat-lekat, lalu tegurnya: "Mengapa sih kau selalu
mengganggu kegembiraan orang?"
"Asal kau tidak tertawa, hatikupun akan merasa lebih lega....." ucap Kim Thi sia cepat.
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Tentu saja kau dapat tertawa sekarang, sebab kau belum pernah menderita kerugian
ditangannya, belum mengetahui kejahatan orang tersebut, coba kalau kau pernah tertipu olehnya,
tanggung kau tak bisa tertawa sekarang.........."
"Baiklah" ucap putri Kim huan kemudian sambil menunduk. "Bila kau melarangku untuk tertawa
akupun tak akan tertawa."
Ucapannya lembut dan sikapnya amat menurut, jauh berbeda dengan sikapnya dihari-hari
biasa, kontan saja Kim Thi sia dibuat tertegun oleh perubahan sikapnya ini.
Dalam pada itu, pertarungan yang berlangsung diarena telah memasuki tahap tegang,
sekalipun posisi nampak berimbang dan kedua belah pihak tak berhasil meraih keuntungan apaapa
namun Kim Thi sia tahu siunta belum mengeluarkan ilmu simpanannya sedangkan lelaki kekar
tadi telah mengeluarkan segenap kemampuannya.
Atau dengan perkataan lain, seandainya si unta berniat merobohkan musuhnya, hal ini bisa dia
lakukan semudah membalikkan telapak tangan namun nyatanya ia tak berbuat begitu, sebaliknya
menggunakan kesempatan tadi untuk mengejek dan menggodanya habis-habisanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Akhirnya habis sudah kesabaran lelaki kekar itu, dalam gusar dan mendongkolnya mendadak ia
membuang senjata ruyungnya, lalu sambil merentangkan lengannya lebar-lebar, ia menerjang
kedepan bagaikan harimau kelaparan yang menerkam kambing.
Dengan cekatan si unta berkelit kesamping, dengan begitu lelaki kekar tadi menerkam tempat
yang kosong, dalam gusarnya lelaki itu berteriak nyaring dan sekali lagi melancarkan terkaman-
"Hey lo toako, buat apa kau terburu-buru macam monyet kena terasi?" ejek si unta lagi dengan
suara sinis, "memangnya kau sudah bosan hidup karena kelewat lama hidup membujang......."
setelah meloloskan diri dari tubrukkan lawan, si unta mengejek lebih lanjut:
"Lo toako jangan salah mengerti, aku bukan perempuan, kalau pingin mencari gadis yang
hangat carilah yang bermata agak gedean, tapi sekarang......waaah, napsu mu kelewat besar,
masa tanpa membedakan laki atau perempuan, kau main terjang saja.........aku mah geli kalau
kena dipeluk lelaki macam kau."
Kim Thi sia tidak tahan mendengar ejekan-ejekan semacam ini, kontan saja ia menyumpah:
"Monyet busuk ini kelewat batas, mulutnya kotor dan cabul..... ..biar mampus pun raja akhirat
tak bakal menerima nyawanya."
Kemudian sambil berpaling kearah putri Kim huan, katanya pula:
"Hey, aku sudah tak sanggup mendengarkan lebih jauh ayoh kita pergi saja....."
sementara itu paras muka putri Kim huan telah berubah pula menjadi merah padamu karena
jengah tanpa banyak berbicara dia segera mengikuti dibelakang yang pemuda dan pergi
meninggalkan hutan-
Belum jauh mereka pergi, tiba-tiba muncul empat orang lelaki kekar yang menghadang jalan
perginya, seorang diantara mereka membentak nyaring: "Berhenti."
"Kalian ada urusan apa?" tanya Kim Thi sia tertegun
"Jangan bergerak, kami hendak melakukan pemeriksaan-"
"Pemeriksaan apa?" tanya Kim Thi sia lagi.
Dengan wajah tak sabar lelaki kekar itu menarik wajahnya seraya membentak nyaring:
"Sudah kau jangan banyak bicara, pokoknya kami hendak melakukan pemeriksaan terhadap
kalian-"
"Akutoh bukan penyamun, kalian juga bukan pejabat pengadilan, kenapa kalian hendak
memeriksa diriku?" seru sang pemuda tak senang hati.
Lelaki itu mendengus dingin, ancamnya: "Bila kau tak terima, silahkan saja melawan dengan
kekerasan?"
"Melawan, yaa melawan, memangnya aku takut kepada kalian?" sahut Kim Thi sia dengan
kening berkerut kencang.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......sobat betul-betul seorang lelaki berkeras hati, aku sangat
kagum....."
Belum habis berkata tiba-tiba dia mengayunkan kepalannya melepaskan sebuah pukulan
kedepan-
Dalam keadaan tak terduga, Kim Thi sia tak sempat menghindarkan diri hingga tubuhnya
terhajar telak dengan badan sempoyongan dia terdorong mundur sejauh dua langkah lebih.
Kim Thi sia menjadi gusar sekali, sambil membentak keras dia melepaskan sebuah serangan
balasanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dalam waktu singkat keempat orang itu sudah tertawa dingin dan masing-masing meloloskan
senjata andalannya, tampak cahaya tajam menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh
anak muda itu dari empat penjuru.
Kim Thi sia tidak gentar, dia menghindar kesamping meloloskan diri dari bacokan lalu serunya
sambil tertawa keras:
"Bagus sekali, kau lihat justru kalian yang tak tahu aturan, kalianlah berandal busuk. Hmmm,
lebih baik majulah bersama-sama."
sebuah sambaran kilat menyingkirkan sapuan ruyung yang tertuju kebadannya, kemudian
sebuah sapuan dilontarkan kedepan.
serangan itu datangnya cepat sekali, karena tak menyangka orang yang berada dipaling depan
tersapu telak hingga senjatanya terlepas dari genggaman dan tubuhnya mencelat sejauh berapa
puluh kaki dari posisi semula.
Mendadak terasa desingan tajam menyambar datang dari belakang dengan cepat Kim Thi sia
berpaling. Ternyata entah sejak kapan disitu telah muncul lagi tiga orang lelaki asing yang
langsung melancarkan serangan kearahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dalam gusarnya Kim Thi sia mengeluarkan ilmu Tay goan sinkangnya untuk melepaskan
serangan balasan.
Kontan saja ketiga orang penyergapnya terdesak hebat hingga mundur berulang kali
kebelakang dan berkaok-kaok marah.
Mendadak kilatan cahaya tajam menyambar tiba, ternyata sebuah bacokan pedang langsung
mengarah batok kepalanya.
Cepat-cepat Kim Thi sia menghimpun tenaga dalamnya kedalam telapak tangan.
Kemudian sambil memutar tangannya dia menangkis ancaman tersebut. "Traaaaanggg....."
Diiringi dentingan nyaring, pedang tersebut tertangkis hingga mencelat kearah lain. Berhasil
dengan tangkisan tersebut, Kim Thi sia merasa kegirangan setengah mati dia segera mengerahkan
kembali tenaganya untuk menyerang seorang lelaki bersenjata toya yang datang dari kiri.
Belum sempat mendekat, lelaki itu sudah termakan serangan dahsyat tersebut hingga jubahnya
mencelat pula kebelakang.
Agaknya kawanan lelaki itu tak mengira kalau musuhnya amat hebat, seorang lelaki bercodet
yang rupanya menjadi pemimpin rombongan tersebut, segera berteriak memperingatkan.
"Awas, bangsat ini memiliki tenaga pukulan yang hebat........."
Dengan memutar ruyung tujuh ruasnya, lelaki bercodet itu segera melepaskan serangkaian
serangan dengan gencarnya.
Kim Thi sia mendengus dingin, dia tahu untuk menghadapi kerubutan orang-orang tersebut,
paling baik kalau dia membekuk pemimpinnya lebih dulu.
Dengan jurus mengebas baju menghilangkan debu ia melepaskan babatan kedepan, sementara
kaki kirinya menyapu bagian bawah tubuh musuh.
Baru saja lelaki itu mengayunkan ruyungnya menghajar bahu Kim Thi sia, tahu-tahu sapuan
pemuda itu sudah bersarang telak ditubuh bagian bawahnya.
orang itu menjerit kesakitan, sambil berteriak ngeri badannya roboh terjungkal ketanah.
Kim Thi sia segera menyambar badannya lalu dicengkram bagaikan burung elang menangkap
ayam kecil, setelah digaplok beberapa kali bentaknya keras:
"Barang siapa berani bergerak lagi secara sembarangan, aku segera akan membunuh orang
ini."

Betul juga, kawanan lelaki kekar itu serentak mengundurkan diri kebelakang dan mengawasi
lawannya dengan wajah tertegun-
"Sekarang katakan segera, apa maksud kalian melakukan pemeriksaan- Kalau tidak dijawab,
hati-hati kalau kubunuh bangsat ini."
Belum habis perkataan tersebut, mendadak terdengar putri Kim huan berteriak keras: "Hey,
cepat menyingkir"
Kim Thi sia sadar, tentu ada sesuatu yang tidak beres, dengan cepat dla berpaling.
Ternyata seorang lelaki setengah umur berbaju ringkas warna hijau dan berwajah licik telah
berdiri dibelakang tubuhnya, dari kehadirannya yang sama sekali tidak terasa, dapat disimpulkan
bahwa ilmu meringankan tubuhnya benar-benar amat sempurna. Baru saja Kim Thi sia hendak
menegur: "Mau apa kau?"
Mendadak orang itu sudah mengancam dengan suara dingin-
"Jangan bergerak sobat, kalau tidak akupun tak akan mengampuni jiwamu."
Tahu-tahu pinggangnya telah disentuh semacam benda keras membuat tenaganya punah
secara tiba-tiba, otomatis lelaki yang berada dicengkeramannyapun terlepas dari genggaman dan
jatuh keatas tanah.
"Pengawal, bekuk dulu perempuan itu" terdengar jago pedang setengah umur itu berseru
kembali.
Kim Thi sia gusar sekali, teriaknya:
"siapa berani menyentuh, aku tak akan mengampuninya........"
Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tahu-tahu pinggangnya terasa kaku, disusul
kemudian terdengar jago pedang setengah umur itu berkata dengan suara dingin: "sobat,
nyawamu sudah berada ditanganku, lebih baik bersikaplah lebih tenang."
Kim Thi sia tertunduk sedih, apalagi melihat putri Kim huan sudah ditangkap dua orang lelaki
kekar, dengan rasa pedih pikirnya:
"Biarpun harus menyerempet bahaya, aku harus membalas sakit hati ini."
Diapun mengambil keputusan untuk menyerang secara mendadak, sekalipun selembar jiwanya
dibuat pertarungan.
siapa tahu, belum sempat dia melakukan sesuatu tindakan, mendengar suara gelak tertawa
yang sangat aneh berkumandang datang.
Menyusul gelak tertawa terdengar suara si unta berteriak pula dengan nada khasnya:
"Hey toako, jangan terburu napsu, aku segera akan mengirimmu untuk pulang ke see thian-"
Dengan gusar jago pedang setengah umur itu membentak:
"Hey sobat, bila kedatanganmu untuk mencari gara-gara. Hmmmm, tindakanmu itu kelewat
bodoh......"
si unta segera meludah, lalu jengeknya lagi sambil tertawa cengar cengir:
"Eeei toako, buat apa sih kau bersikap galak kepadaku? Aku tak suka diperlakukan dengan
kasar, bersikaplah lebih lunak kepadaku......"
Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya:
"Hey bocah kunyuk. nona manis, kita bersua lagi. Haaaah.....haaaah......walaupun kalian
berdua benci kepadaku, tapi sekarang aku telah menjadi tuan penolong kalian berdua. Masa kalian
tidak berterima kasih kepadaku? Haaaah....haaaah.......haaaah........"
Jago pedang setengah umur itu tak kuasa menahan amarahnya lagi, kembali bentaknya keraskeras:

"Hey sobat, bila kau tidak tahu diri terus menerus, jangan salahkan kalau aku tak berlaku
sungkan-sungkan lagi."
"Eeeei loko, sekarang jalan darah tertawa dan menangis mu sudah berada dibawah kekuasaan-
Bila kusuruh kau menangis, kau segera akan menangis, bila suruh tertawa, kau pun segera akan
tertawa, karena itu bila kau tak pingin menjadi orang edan, lebih baik kurangi gertak sambalmu
yang menyebalkan itu" teriak si unta keras-keras.
Jago pedang setengah umur itu sangat murka, mendadak ia melepaskan sebuah gempuran
sedikit suarapun-
Kim Thi sia mendengus tertahan, dengan cepat dia melepaskan pula sebuah serangan balasan-
"Blaaammmmm............"
Ketika dua gulung tenaga saling bertemu, terjadilah suara bentrokan keras yang menyebabkan
tubuh kedua orang itu sama-sama bergoncang keras.
Hampir pada saat yang bersamaan, enam tujuh orang lelaki kekar yang berada diseputar arena
serentak meloloskan senjata masing-masing sambil menerjang maju kemuka.
Saat itulah si unta telah mencengkram ujung baju lelaki setengah umur tadi sambil
membetotnya kebelakang.
Jago pedang setengah umur itu jadi sempoyongan dan mundur terhuyung kebelakang. Kembali
si unta berteriak keras:
"Toako sekalian tak perlu gelisah, setiap perkataanku pasti akan kujalankan sebaik-baiknya,
kalau kuberjanji akan mengirim dia ke see thian, sudah pasti dia akan kuhantar ke see thian-
Kalian tunggu saja dengan sabar, jangan mendesakku terus-terus an......."
"Dan sekarang......" si unta melirik sekejap kearah putri Kim huan, kemudian melanjutkan-
"Kuharap lo toako suka tertawa lucu, agar sinona cantik merasa agak terhibur hatinya."
Putri Kim huan merasa amat sebal melihat tampangnya yang tengik itu, dengan gemas dia
cemburu dan melengos kearah lain.
Mendadak jago pedang setengah umur itu tertawa tergelak. seakan-akan telah bertemu dengan
suatu kejadian yang lucu sekali. Ia tertawa terpingkal-pingkan sampai air matanya bercucuran-
Putri Kim huan yang menyaksikan peristiwa ini menjadi tertegun, pikirnya keheranan-"Hebat
benar kepandaian orang ini, masa disuruh tertawa dia lantas tertawa?"
Tentu saja sinona yang tak mengerti ilmu silat ini tak tahu kalau jalan darah tertawa orang itu
sudah tertotok sehingga tertawapun bukan muncul atas kemauannya sendiri
sebaliknya Kim Thi sia berpikir dengan tak senang hati:
"Musuh besar didepan mata, ia masih berminta untuk bergurau dengan musuh. Hmmm, kalau
hal ini sampai menarik perhatian komplotan lainnya, bisa berabe jadinya......lebih baik aku kabur
saja dari sini."
Maka sewaktu melihat putri Kim huan masih berada dalam cengkeraman musuh, diapun
menyusun rencana untuk menyelamatkan gadis tersebut.
sementara itu semua orang masih tertegun dibuatnya menyaksikan pemimpin mereka
dipermainkan si unta, untuk sesaat mereka tak tahu bagaimana mesti berbuat untuk mengatasi
kejadian itu.
Karenanya sewaktu Kim Thi sia bergerak mendekati mereka, ternyata tak seorangpun yang
mengetahuinya.
Dengan cepat Kim Thi sia memberi kerdipan mata kepada putri Kim huan, sinona memahami
maksudnya dan tiba-tiba meronta dengan sekuat tenaga.

Ternyata rontaannya kali ini berhasil melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu, begitu bebas
seperti anak kecil yang ketakutan saja cepat-cepat dia lari menuju kesamping Kim Thi sia.
Dengan cepat pemuda itu menyambut kedatangan sinona dan menyembunyikannya dibelaka
tubuhnya.
Paras muka putri Kim huan nampak pucat pias seperti mayat, sekalipun sudah lolos dari
cengkeraman musuh namun rasa kagetnya belum juga hilang. Ia menghembuskan napas panjang
dan bergumam:
"Hmmm.....sungguh berbahaya, coba kalau dia tidak menarik perhatian orang lain untuk
dialihkan kearah lain......."
"Sudah, kau jangan menyinggung dia lagi, orang itu jahat sekali" tukas Kim Thi sia cepat.
Dalam pada itu gelak tertawa jago pedang berusia pertengahan itu telah berubah menjadi isak
tangis yang amat memedihkan hati, yang begitu sedihnya suara tangisan tersebut, seperti orang
yang kematian orang tua saja...
Putri Kim huan sangat keheranan oleh kejadian ini, tak tahan segera tanyanya: "Apa sih yang
dia lakukan?"
"Mengapa orang itu sebentar bisa menangis sebentar bisa tertawa?"
"Coba kau perhatikan tangannya "
Ketika putri Kim huan mencoba memperhatikan tangan si unta, benar juga tangannya yang
kurus kering itu sedang menempel dipinggang jago pedang setengah umur itu sementara jari
telunjuk dan jari tangannya mencengkeram diatas pinggang orang itu.
Agaknya putri Kim huan belum juga mengerti, dengan wajah keheranan dia bertanya lebih
jauh:
"Dengan berbuat begitu saja, mengapa dia bisa membuat orang itu tertawa dan menangis?"
"Tentu saja, sebab disitulah letak suara tertawa dan menangis. Kalau tak percaya coba buktikan
atas dirimu."
Putri Kim huan yang terpengaruh rasa ingin tahunya segera meniru letak jari tangan si unta dan
mencengkeram pinggang Kim Thi sia.
Tiba-tiba saja pemuda itu nampak bergetar keras menyusul kemudian tertawa terbahak-bahak
dengan suara yang amat nyaring.
Putri Kim huan sangat terkejut dan buru-buru melepaskan tangannya, dengan cepat Kim Thi sia
pun berhenti tertawa.
Melihat hal ini, putri Kim huan merasa gembira sekali, katanya kemudian dengan bersemangat:
"Benar-benar menarik sekali, tiba-tiba saja aku ingin belajar silat, bersediakan kau?"
Kim Thi sia mengetahui maksud hatinya, cepat dia menggeleng seraya berkata:
"Percuma kau belajar silat, engkau adalah putri kesayangan kaisar negeri Kim, dihari-hari biasa
kaupasti dikawal banyak orang sehingga boleh dibilang tidak perlu engkau bersusah payah untuk
mempelajari sendiri Apalagi belajar silat itu berat dan mesti mengalami berbagai penderitaan, kau
tak bakal tahan menghadapi penderitaan tersebut."
"Buat apa kau mengajukan alasan sebanyak ini? Katakan saja kalau keberatan, aku tog segera
paham maksudmu."
"Kalau kau menyuruh aku berkata demikian yaa terpaksa aku harus berkata demikian."
Putri Kim huan semakin tak senang hati, dia menundukkan kepalanya tanpa berkata lagi,
namun keinginannya untuk belajar silat justru makin membara pikirnya:

"Banyak orang pandai didarata n Tionggoan, dimana-mana orang gagah bermunculan.
HHmmm, sekalipun kau enggan memberi pelajaran kepadaku, memangnya aku tak bisa belajar
dari orang lain?"
sementara itu, sijago pedang berusia pertengahan itu sudah berhenti menangis, dengan napas
tersengkal-sengkal dia berkata:
"Sobat, mau dibunuh, bunuhlah mau dicincang silahkan, tapi bila kau mempermainkan aku
terus menerus dengan cara begini aku akan memaki nenek moyang tiga generasimu."
Tampaknya dia sudah cukup menderita oleh siksaan si unta sehingga nada pembicaraannya
tidak segarang tadi lagi. Dengan suara melengking si unta segera berteriak
"Lo toako, terus terang saja kubilang, seandainya kuinginkan nyawamu maka semenjak tadi
kau sudah mampus aku sengaja bermesrahan denganmu selama ini tak lain karena kuharap kau
pergi dengan tenang bersama semua benggolmu, dan sampaikan kepada pemimpin kalian bahwa
aku sudah terbiasa memaki siapa saja, termasuk juga dirinya, bila dia merasa tak boleh dimaki,
maka aku pingin tahu apakah dia memang berwajah lain daripada yang lain sehingga tak boleh
dimaki orang, atau mungkin pendidikannya kelewat rendah sehingga tidak tahan dimaki orang"
"Kalau kau jantan tinggalkan namamu" seru jago pedang setengah umur itu dengan penuh
kebencian-
"Aku disebut orang kuda berbisul dipunggung"
setengah mengerti setengah tidak jago gedang berusia pertengahan itu manggut- manggut,
tanpa banyak bicara lagi dia segera beranjak pergi dari tempat itu.
Menanti bayangan punggung orang-orang itu sudah lenyap dari pandangan, si unta baru
berjalan mendekat sambil tertawa terkekeh-kekeh, lalu setelah memberi hormat, dia menyodorkan
telapak tangannya kedepan bersikap meminta sesuatu.
"Eeei apa yang kau minta?" Kim Thi sia menegur keheranan.
"Anak muda, kau benar-benar tidak tahu diri" ucap si unta sambil cengar cengir, "kalau sudah
bersantap dirumah makan, bukankah kau mesti membayar? setelah menginap dirumah
penginapan tentu membayar? Nah, apa salahnya bila akupun memungut ongkos pertolongan
setelah kutolong jiwa kalian berdua barusan." Kim Thi sia mendongkol sekali, tanpa sungkansungkan
dia berkata:
"Itukan atas kehendakmu sendiri, aku juga tidak menyuruh kau menolong kami berdua, lantas
apa hubungannya denganku?"
Bagaikan awan hitam yang terhembus angin, dalam waktu singkat air muka si unta telah
berubah menjadi amat tak sedap. umpatnya keras-keras:
"Maknya kau sibocah kunyuk. jangan berusaha main sabun denganku, jadi kau anggap ikan
dan udang ditangkap untuk sayurpun kehendak mereka sendiri untuk ditangkap?"
Putri Kim huan yang berasal dari keluarga terpandang, nampaknya segan ribut dengan orang
lain gara-gara uang, dengan penampilan yang menyaksikan dia bertanya: " Katakan saja, berapa
ongkos pertolongan yang kau minta?"
Kembali senyuman menghiasi wajah si unta, sambil memperlihatkan ketiga jari tangannya dia
berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Heeeeh......heeeeeh........tidak banyak. tidak banyak.
cuma seangka ini saja"
Steelah berhenti sejenak. mungkin takut putri Kim huan enggan memberi jumlah tersebut,
buru-buru dia menambahkan:
"Terus terang saja kubilang, selama hidup aku paling benci dengan segala bentul pemerasan,
berapa banyak pekerjaan yang kuselesaikan, berapa banyak pula ongkos kutarik, setelah
dibayarpun aku tak bakal minta bayangan......maka.........."

"Tiga puluh tahil perak yang kau inginkan?" tukas putri Kim huan tanpa berpikir. si unta
tertegun, setelah memandang sekejap kearah si nona dia berpikir:
"Aku kira tiga tahilpun kau enggan membayar, eeeh.......siapa tahu kau malah menawarkan tiga
puluh tahil, ini yang kubilang pucuk dicinta ulam tiba, kebenaran bagiku."
sambil tertawa yang dibuat-buat, dia segera menyahut:
"Betul, betul tiga puluh tahil perak. Harap nona sudi memaklumi aku memang hidup berkelana
dalam dunia persilatan, kebetulan bekalku habis, tanpa sandang tanpa pangan toh mustahil bagiku
untuk hidup karenanya kuharap."
"Tidak mengapa" sela putri Kim huan lagi.
ia segera merogoh kedalam sakunya mengeluarkan selembar uang kertas kemudian ujarnya
lebih jauh:
"ambillah seratus tahil perak ini, kembalinya tak usah kau serahkan lagi kepadaku"
sikap seorang nona bangsawan memang berbeda dengan orang biasa, biarpun seratus tahil
sudah cukup untuk biaya hidup satu keluarga kecil selama tiga tahun penuh, namun gadis itu
menyodrokan uang kertas dilihat lagi.
Si unta nampak agak tertegun, lalu sambil tertawa cengar cengir ia memburu kedepan untuk
menerimanya.
Mendadak Kim Thi sia menyerobot maju kedepan dan merampas uang tadi sambil mengumpat:
"Hey tua bangka, katanya saja seorang jago kenamaan dari dunia persilatan- Hmmm, masa
perbuatan memalukan seperti inipun kau lakukan? Aku sungguh merasa malu untukmu." sambil
mengembalikan uang tadi kepada putri Kim huan, dia berkata lebih jauh:
"Kalau ingin melakukan perbuatan yang memalukan, lakukanlah terhadap bangsa sendiri, kau
tak boleh menjual muka bangsa kita dihadapan suku asing. Hey tua bangka, bila kau berani buka
suara lagi, jangan salahkan kalau aku akan mengajakmu bertarung habis-habisan-"
"Telur busuk jelek. nampaknya kau memang selalu bermaksud main gila denganku" teriak si
unta pula. "Mulutmu memang berbicara sangat merdu, padahal siapa tahu apa yang kau pikirkan?
Hmmm, bukan kau takut uang yang mengalir keluar terlalu banyak akan mengurangi jatah-jatah
yang bekal kami terima sendiri......."
Kim Thi sia gusar sekali, sambil mengepal tinjunya dia membentak penuh amarah.
"Tua bangka celaka, kau berani menfitnah orang dengan perkataan yang tak senonoh? Aku
akan menuntut keadilan darimu."
Baru saja si unta hendak mengucapkan sesuatu lagi, mendadak dari kejauhan sana terdengar
seseorang berteriak keras: "Ayoh cepatan sedikit, mereka belum pergi"
Pada jarak sepuluh kaki didepan sana, tampak bayangan manusia berkelebat lewat dan
muncullah serombongan manusia yang bergerak mendekati arena. Gerak g erik mereka sangat
ringan bagaikan burung elang yang terbang diangksa, dalam berapa kali lompatan saja tubuh
mereka sudah berada didepan mata. Dengan penuh rasa gemas si unta segera berseru:
"Siapa suruh kau sikura-kura kecil enggan membayar ongkos pertolongan? sekarang musuh
telah datang lagi, maaf kalau aku tak punya semangat untuk mengurusi lagi."
Selesai berkata ia segera menjejakkan kakinya keatas tanah dan melejit setinggi empat lima
kaki ketengah udara, kemudian dengan kecepatan luar biasa menyusup masuk kebalik hutan-
Sementara itu kawanan musuh telah menyebarkan diri keempat arah delapan penjuru, jelas
mereka berniat menangkap Kim Thi sia dalam keadaan hidup-hidup.

Dalam keadaan demikian, Kim Thi sia pun sadar kalau situasinya berbahaya sekali, dalam
paniknya satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, dengan cepat dia menyambar
segenggam pasir lalu diayunkan kedepan-
Kemudian menggunakan kesempatan disaat semua orang lagi panik mengucak mata, pemuda
itu menyambar pinggang putri Kim huan dan diajak kabur masuk kedalam hutan-
Bagi umat persilatan sebetulnya beriaku pantangan memasuki hutan yang gelap, tapi kawanan
manusia itu tak ambil perduli, dengan mengandaikan jumlah yang lebih banyak mereka melakukan
pengejaran masuk kedalam hutan-
Sementara itu Kim Thi sia sudah merasa agak lega setibanya dalam hutan, meski rembulan
bersinar cerah namun sukar menembusi setiap kegelapan yang mencekam sekeliling tempat itu,
suasanapun amat sepi.
sambil memeluk tubuh putri Kim huan, pemuda itu bersembunyi dibalik pohon sambil mengintip
kemuka dan mengawasi gerak gerik musuh.
Rupanya pihak lawan berjumlah delapan orang yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok
pertama terdiri dari empat orang dan berjalan didepan, mereka membabat ranting dengan
pedangnya sambil bergerak kedepanorang-
orang itu semuanya memakai baju ringkas dan bermata tajam, dalam sekilas pandangan
saja dapat diketahui bahwa mereka adalah jagoan yang bertenaga dalam sempurna.
Diam-diam Kim Thi sia amat terkejut, andaikata putri Kim huan tak berada disini, dia pasti akan
melakukan perlawanan tapi...
"Mana dia?" tiba-tiba putri Kim huan berbisik.
Menyinggung soal si unta, Kim Thi sia mengerutkan dahinya kencang-kencang sambil
menjawab singkat: "Sudah kabur."
"Bagaimana dengan kita?" tanya putri Kim huan lagi mulai tegang. "Apakah kau sanggup
menghadapi mereka?"
"Aku tidak yakin, yang pasti lebih banyak bahayanya daripada keberuntungan-"
"Apakah mereka akan membunuhmu?"
"Mungkin........."
"Kau takut?"
"Dan kau?" Kim Thi sia balik bertanya.
Putri Kim huan segera menghela napas panjang sambil membenamkan kepalanya dalam
pelukan pemuda itu, lamat-lamat sang pemuda dapat mendengar detak jantungnya yang keras.
selang berapa saat kemudian.......
Mendadak putri Kim huan mendongakkan kepalanya lagi dan menatap pemuda tersebut dengan
matanya yang terbelalak lebar, tanyanya lagi dengan suara lirih: "Apakah kita akan mati
bersama?"
Kim Thi sia tak berani menatap pandangan gadis tersebut, sengaja dia mengalihkan
perhatiannya mengawasi gerak gerik musuh kemudian menjawab:
"Hal ini tak mungkin akan terjadi, sebab bila kau yang tertangkap maka musuh akan
menyekapmu serta memperlakukan dirimu secara baik, sebaliknya bila kau yang tertangkap maka
hanya jalan kematian yang kuperoleh........"
"Mengapa bisa begitu?"
"sebab kau adalah wanita."
"Apakah bangsa Han kalian tidak akan menganiaya kaum wanita?"

"Bukan begitu, wajahmu amat cantik, mereka tak akan tega mencelakai jiwamu"
"ooooh....." setelah menghela napas putri Kim huan berkata. "Mungkin seandainya mungkin,
aku bersedia mempunyai wajah lebih jelek."
"Hal itu tidak mungkin terjadi. Hey, mengapa sih kau senang membicarakan persoalan yang tak
mungkin akan terjadi."
Jelas Kim Thi sia sudha habis kesabarannya, musuh tangguh berada didepan mata, kini ia
butuh waktu untuk berpikir dan berusaha mencari jalan keluar untuk keluar dari kepungan
tersebut.
Putri Kim huan jadi mengambek. dia menarik kembali tangannya serta menjaga jarak sejauh
satu depa lebih dari pemuda itu.
Kim Thi sia kembali tertegun, dia tidak habis mengerti kenapa gadis tersebut bersikap begini,
namun diapun tidak banyak komentar.
Dalam pada itu dua orang jago lihay telah mendekati kearah tempat persembunyian mereka,
pedang yang diayunkan berulang kali membabat habis semua ranting yang menutupi pandangan,
andaikata mereka meneliti lebih seksama lagi, sebenarnya tidak susah menemukan jejak
lawannya.
Kini, selisih jarak tinggal tiga kaki diam-diam Kim Thi sia mengambil sebutir batu dan
memerintahkan putri Kim huan untuk tahan napas, lalu dia menghimpun tenaga siap melakukan
serangan-Mendadak........
Disaat yang amat kritis inilah putri Kim huan berteriak keras: "Ular.......ular.........."
Kim Thi sia sangat gusar, tak sempat menjawab lagi lengannya segera diayunkan kedepan,
batu itu segera meluncur kedepan dengan membawa desingan angin tajam dan langsung
menyerang lelaki berbaju ringkas yang berada dipaling muka.
Tampaknya kedua orang jago itu cukup cekatan, serentak mereka menghentikan langkahnya
dan menangkis dengan pedangnya. "Traaaaangggg..........."
Dimana cahaya hijau berkelebat lewat. Batu itu sudah tertangkis hingga mencelat kesamping.
Menggunakan kesempatan inilah Kim Thi sia menendang ular berbisa itu hingga mencelat jauh.
ketika memandang lagi kearah putri Kim huan, tampak gadis itu berdiri dengan badan gemetar
dan wajah pucat pias seperti mayat, ia menjadi tak tega dan segera memaafkannya.
Ular berbisa yang tertendang tadi nampak bergulingan diatas tanah lalu bangkit kembali
secepat kilat binatang itu menyambar kedepan dan kali ini menyerang Kim Thi sia.
Anak muda ini memang tak malu disebut lelaki jantan, dia panik menghadapi bahaya, tiba-tiba
kakinya menendang ular tersebut sementara tangannya menyambar lehernya.
Ular berbisa itu berpekik aneh, ekornya mendadak menggulung sambil menyapu balik. Kontan
saja pemuda itu tak mampu berdiri tegak lagi dan jatuh terjerembab keatas tanah.
Untung saja ia sudah lama hidup diatas gunung dan cukup menguasai watak binatang berbisa
itu, begitu berguling ditanah sepasang tangannya yang mencengkram leher siular segera
membetotnya dengan sekuat tenaga. "Kraaaaaaakkkkk.........."
Tulang leher ular itu seketika terlepas dari persendiannya, dengan begitu tak punya tenaga lagi
untuk menyerang pemuda kita.
Kim Thi sia membentak keras, sambil melompat bangun dia melemparkan bangkai ular berbisa
sepanjang satu kaki itu kearah dua orang musuhnya yang sementara itu menerjang tiba.
Kedua orang itu segera merasakan pandangan matanya jadi gelap. buru-buru pedang mereka
dibabat kemuka.

Percikan darah segar menyembur kemana- mana membuat dua orang tadi terkejut. Cepatcepat
mereka melompat mundur kebelakang sekalipun tindakan mereka cukup cekatan, tak urung
darah ular sempat menyembur mengotori wajah serta badan mereka.
Kim Thi sia tidak membuang waktu, dia menyambar tubuh putri Kim huan dan diajaknya kabur
lagi kedalam hutan.
Kali ini baru lari sejauh berapa kaki, mendadak dari arah depan muncul kembali dua orang
musuh yang menghadang jalan pergi mereka.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Kim Thi sia melontarkan serangan gencar kedepan-
Dua orang jago itu tertawa dingin serentak mereka lancarkan serangan balasan yang tak kalah
hebatnya.
"Blaaaammmmmmm. ........"
Benturan nyaring bergema memecahkan keheningan, tubuh kedua orang yang jago itu nampak
bergetar keras, sebaliknya Kim Thi sia terdorong mundur sejauh lima langkah dan hampir saja
jatuh terjungkal.
"Aku lihat.......aku lihat kita menyerah saja" bisik putri Kim huan tiba-tiba dengan suara
gemetar karena kaget.
"Tidak bisa" tampik Kim Thi sia cepat. "sikap seperti itu bukan tindakan seorang gagah, aku tak
sudi melakukannya."
Dalam waktu singkat penggeledahan telah dihentikan, semua jago pun telah berkumpul disitu
serta mengepung Kim Thi sia berdua ditengah arena.
Dengan gusar pemuda itu berseru:
"Lebih baik kalian maju bersama-sama, siapa yang takut kepada kalian, dia bukan seorang
lelaki jantan."
Ketika mendengar perkataan itu, sijago pedang bertubuh jangkung yang berdiri dipaling muka
segera tertawa seram, dengan sinar matanya setajam sembilu jengeknya:
"Bocah keparat, kau salah alamat bila menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati.
Hmmm, kulihat lebih baik kau menyerah saja."
sambil berkata, tiba-tiba dia mendesak maju kedepan dan melancarkan sebuah cengkraman
maut.
Kim Thi sia segera melakkukan tangkisan, tiba-tiba dia berteriak kesakitan dibawah sinar yang
redup tampaklah sebuah mulut luka sepanjang satu inci telah muncul diatas lengannya, darah
segar jatuh bercucuran membasahi seluruh badannya. Kejadian ini kontan saja menggusarkan
hatinya dnegan geram dia berteriak keras:
"Hmmm, kalau melukai orang dengan menggunakan akal busuk bukanlah perbuatan seorang
gagah bila memang bernyali, ayoh kita lakukan pertarungan secara blak-blakan."
orang itu tertawa keras, sepasang telapak tangannya direntangkan lebar-lebar sementara
kesepuluh jari tangannya itu dengan luka yang berapa inci panjangnya mencuat persis seperti
mata pisau yang tajam, tak heran kalau pemdua tersebut terluka oleh sambaran kukunya.
Terdengar dia berkata sambil tertawa dingin-
"Bocah keparat, siapa suruh kau tak tahu diri. Hmmm, jangan harap kemampuanmu itu mampu
untuk menahan ilmu Ci ka sikang ku"
Kim Thisia gusar sekali, sambil membentak keras dia melancarkan sebuah pukulan kedepanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
JILID 22
orang itu membalik pergelangan tangannya sambil melancarkan cengkeraman maut lagi
kebawah, begitu mendadak datangnya serangan tadi membuat Kim Thia sia amat terkesiap dan
buru-buru membuyarkan serangannya sambil mundur dengan tertegun-
Tapi sayang gerakan itu teria mbat, tahu-tahu saja lengannya sudah kena dicengkeram musuh
hingga sama sekali tak berkutik. Terdengar orang itu tertawa terbahak-bahak seraya berseru:
"Haaaah.......haaaaah.......haaaaah.......Ngo te, Lakte, bekuk bangsat ini"
Dua orang jago pedang berbaju ringkas yang berada dibelakang orang itu serentak mengiakan,
kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun mencengkeram tubuh Kim Thia sia. Putri Kim
huan yang melihat kejadian ini segera berteriak keras. Dua orang itu tertegun dan serentak
menghentikan langkahnya.
Sambil menuding kearah manusia bertubuh jangkung yang berada dihadapannya, putri Kim
huan berseru:
"Sebenarnya kesalahan apa yang telah kami perbuat? cepat katakan-........."
"Siapa suruh bocah keparat ini enggan diperiksa sebaliknya malah melukai anak buah kami?
Hmmm, kesalahannya sudah setinggi bukit dan tak terampuni lagi."
"Atas dasar apa kalian hendak memeriksa kami? Memangnya kalian adalah opas atau petugas
pengadilan?"
orang itu mendengus dingin.
"Hmmm, pertanyaan nona kelewat tak tahu sopan, kami hanya tahu berprinsip "siapa melawan
dia harus mati" dan tak mengerti apa dasarnya."
orang ini berbicara dengan tegas dan keras jelas sudah merupakan pemimpin dari rombongan
tersebut.
Dengan perasaan tak senang hati putri Kim huan segera berkata:
"Hmmm, mengandalkan jumlah yang banyak untuk mempermainkan orang baik, kami tak akan
tunduk kepada kalian."
Mendengar itu, orang tersebut segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......nona tak usah banyak bicara, kami tak mempersoalkan
mengandalkan jumlah yang banyak atau tidak. yang penting tujuan kami dapat tercapai."
Mendadak Kim Thia sia menyela:
"Hey, buat apa kau mengajak kawanan manusia yang tak tahu aturan itu berbicara?" sambil
menempelkan bibirnya disisi telinganya, putri Kim huan berbisik,
"Aku bermaksud menyuruh mereka menangkap aku seorang dan membebaskan dirimu, entah
usahaku ini akan berhasil atau tidak?"
Ucapan tersebut seketika mengharukan perasaan Kim Thia sia, setelah tertegun berapa saat dia
baru bertanya: "Mengapa kau harus berbuat demikian?"
"Aku tahu aku merupakan beban bagimu membuatmu menderita dan sengsara, coba kalau tak
ada aku, mungkin kau sudah kabur amat jauh dari sini. Maka setelah kau tertangkap hatiku
menjadi amat gelisah dan tak tenang, itulah sebabnya aku ingin-......."
"Tak usah kuatir, aku tak pernah berpendapat demikian, apalagi kawanan cecunguk itu adalah
kawanan manusia yang tak tahu diri, aku Kim Thia sia bukan manusia lemah, aku tak sudi
menerima perintahnya dengan begitu saja."
Kemudian sambil membusungkan dada, dia berteriak kepada sijago pedang berbaju hitam itu.

"Hey kawanan cecunguk. bila kalian hendak turun tangan silahkan turun tangan sekarang juga.
Aku perlu mengucapkan sepatah kata yang tak sedap didengar. Hari ini aku terjatuh ketangan
kalian maka kubiarkan kalian berbuat apa saja terhadap diriku, tapi selewatnya satu masa,
andaikata kalian yang terjatuh ketanganku, maka jangan harap akan menerima kebaikan dariku."
"Bagus, bagus sekali, perkataanmu memang tepat sekali. Tapi sayang bila aku tak ganas,
percuma diriku berkelana dalam dunia persilatan, karenanya apa yang menjadi harapanmu
mungkin baru akan terwujud dua puluh tahun kemudian, disaat kau telah menitis kembali sebagai
manusia."
Mendadak Kim Thia sia meronta keras hingga terlepas dari cengkeraman musuh, kemudian
sambil membalikkan badan, tangan kirinya melepaskan sebuah serangan dengan jurus "kecerdikan
mencapai langit" dari ilmu Tay goan sinkang, yang menjadi angin pukulan yang menderu langsung
menyambar kedepan menghantam tubuh dua orang musuhnya.
Bersamaan waktunya, secara tiba-tiba dia melancarkan kembali serangan kedua dengan jurus
"kelincahan menyelimuti empat samudra."
Dalam waktu singkat dua orang manusia berbaju hitam itu menjadi kabur pandangan matanya
dan buru-buru membuyarkan serangan sambil mundur sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
"Hiante, kenapa kau?" manusia berbaju hitam itu segera menegur. Dengan wajah tertegun
sahut dua orang jago pedang berbaju ringkas itu.
"Entah gerakkan tubuh apa yang dipergunakan bocah keparat ini, tahu-tahu saja bayangan
tubuhnya telah lenyap dari pandangan."
"Hiante, apa kau bilang? Bukankah dia masih tetap berdiri diposisinya semula?" seru manusia
berbaju hitam itu makin tertegun.
"Aneh benar" dua orang itu menggelengkan kepalanya. "Mengapa kami berdua tidak
melihatnya?"
Kim Thia sia yang mengikuti tanya jawab itupun merasa bingung tertegun, tapi setelah dipikir
sebentar tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya, diam-diam ia berseru:
"Aaaaah, mungkinkah hal ini berkat keampuhan dari Tay goan sinkang ajaran guruku? Yaa,
mungkin juga kepandaianku sudah mencapai tingkat kesempurnaan?" Pikir punya pikir, hatinya
terasa makin girang sehingga wajahnyapun berseri-seri. Melihat gadis itu berseri mukanya, putri
Kim huan segera bertanya dengan keheranan: "Hey, apa yang membuatmu gembira?"
"sekarang akupunya keyakinan untuk mengalahkan mereka" bisik sang pemuda lirih.
"sungguh?" seru putri Kim huan sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
Melihat keyakinan sang pemuda dan keseriusannya, gadis itu menjadi amat gembira hingga
tanpa terasa dia menggenggam tangannya kencang-kencang.
sementara itu terdengar manusia berbaju hitam tadi sedang bergumam dengan suara dalam:
"Masa ada kejadian begini aneh didunia ini? Baiklah biar kucoba sendiri.........."
seraya berkata, dia segera mendesak maju kedepan dan mengendap-ngendap seperti seekor
kucing lalu secepat sambaran petir melancarkan terkaman kedepan.
Kim Thia sia tahu, musuhnya memiliki ilmu silat yang sangat lihay, dia tak berani gegabah,
sambil menghimpun tenaga dalamnya, dengan cepat dia melepaskan dua serangan kilat dengan
jurus "mati hidup menjadi pertanyaan" serta "kejujuran bagaikan batu emas".
Dua gulung bayangan pukulan segera menyebar bagaikan sebuah jaring yang ketat dan
menutup rapat seluruh pukulan dari musuh.

seperti apa yang dialami dua orang rekannya tadi, manusia berbaju hitam itupun merasakan
pandangannya silau dan kehilangan jejak lawannya, dalam keadaan begini cepat-cepat dia
membuyarkan setengah langkah kebelakang.
Ketika dia mencoba memperhatikan lagi dengan seksama, ternyata Kim Thia sia masih tetap
berdiri diposisi semula, hal ini kontan saja membuat perasaannya sangat bergetar.
Dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Kim Thia sia tanpa berkedip. lalu jari tangannya
disentilkan kembali kedepan. "criiiingggggg......."
Ditengah dentingan nyaring, telapak tangan yang lain diayunkan juga kemuka sekuat tenaga,
sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata diiringi desingan suara aneh langsung menyergap
jalan darah penting didada pemuda tersebut.
Kim Thia sia mundur selangkah, ditengah pekikkan nyaring kembali dia melancarkan serangan
dengan jurus "kepercayaan menguasai jagad" serta " kekerasan mencekam bumi".
Belum sempat dari tangan manusia berbaju hitam itu mencapai pada sasarannya, tahu-tahu
ancaman tersebut sudah meleset dan tergelincir kearah samping.
Dengan begitu, jurus serangan " kekerasan mencekam bumi" yang dilancarkan Kim Thia sia
langsung saja menghajar diatas lengannya secara telak.
Rupanya kejadian ini membuat manusia berbaju hitam itu merasa amat ngilu, wajahnya
berubah menjadi merah padam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung melancarkan
sergapan ketubuh putri Kim huan.
Waktu itu putri Kim huan berdiri bersanding dengan Kim Thia sia, mimpipun dia tak menyangka
kalau manusia berbaju hitam itu dari malu menjadi gusar hingga tanpa memperdulikan
kedudukannya lagi langsung menyergap dirinya secara keji.
Akibat dari serangan tersebut, Kim Thia sia menjadi gelagapan setengah mati, melihat putri Kim
huan segera akan terluka ditangan lawan, dalam gugupnya terpaksa ia mendorong gadis itu keraskeras
hingga jatuh terguling diatas tanah.
Dengan begitu maka serangan dari manusia berbaju hitampun mengenai sasaran yang kosong.
Bukan hanya begitu, akibat terjangannya yang tak mencapai sasaran, pertahanan tubuh bagian
depannya terbuka sama sekali.
Kim Thia sia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini dengan begitu saja, dengan
jurus "kekerasan mencekam bumi" dia melontarkan sepasang kepalanya kepada lawan.
"Duuuuuukkkkkkkk. .........."
Manusia berbaju hitam itu menjerit kesakitan dan mundur tiga langkah kcbelakang, hawa
darahnya terasa bergolak keras dan susah sekali dikendalikan kembali.
sementara itu Kim Thia sia telah membangunkan putri Kim huan dari atas buru-buru tanyanya:
"Apakah kau terluka?"
Putri Kim huan menghembuskan napas panjang sahutnya lirih: "Yaa, lenganku terasa agak
sakit."
Dengan cepat Kim Thia sia menengok. benar juga lengannya terasa robek satu jalur panjang,
darah nampak meleleh keluar membasahi tubuhnya.
Cepat-cepat dia merobek baju sendiri dan membalut luka tadi dengan amat berhati-hati,
kemudian tanyanya lagi: "Masih terasa sakit?" Putri Kim huan menggeleng.
"Terima kasih atas bantuanmu, sekarang sudah terasa agak baik........"
Dalam pada itu, manusia berbaju hitam tadi sedang duduk bersila sambil berusaha mengatur
pernapasan, serangan Kim Thia sia yang tepat menghajar jalan darah Ho hek hiatnya membuat ia

menderita luka dalam yang cukup parah, dengan luka seperti ini, mustahil baginya untuk
memulihkan kembali kekuatannya didalam waktu singkat.
sebaliknya kawanan jago pedangnya lainnya telah dibuat tertegun oleh kelihayan ilmu silat Kim
Thia sia. Untuk sesaat mereka hanya bisa saling berpandangan tanpa berbicara, tak seorangpun
berani bertindak secara sembarangan. Kim Thia sia berkata demikian-
"siapa suruh kau mencari gara-gara untuk diri sendiri Hmmmm Jangan salahkan kalau aku tak
mengenal kasihan........."
Dengan perasaan benci manusia berbaju hitam itu membuka matanya dan melotot sekejap
kearah lawan, tapi hanya sebentar dengan cepat dia pejamkan matanya kembali.
Walaupun hanya sekejap saja, namun semua orang dapat melihat bahwa sorot matanya jauh
lebih lemah ketimbang semula. Mendadak.......
satu diantara tujuh orang musuh yang tersisa memberanikan diri maju kedepan sambil
membentak:
"Bocah keparat, sambutlah seranganku ini"
Menyusul bentakkan tersebut, sebuah pukulan yang amat dahsyat dilontarkan kedepan-
Kim Thia sia tidak berpeluk tangan saja, dia menggetarkan pula telapak tangannya dengan
jurus " kelembutan mengatasi air dan api", sementara sepasang kakinya tidak diam diri, dengan
mengerluarkan ilmu san tong tui dia lepaskan juga sapuan ketubuh bagian bawah lawan-
Ketika serangan orang tadi bersarang diatas bahu Kim Thia sia, orang itupun terhajar oleh
sebuah tendangan hingga mencelat sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
Kim Thia sia merasakan bahunya panas sakit dan sangat linu, tapi ia sudah terbiasa menderita
kesakitan semacam ini maka setelah mendengus tertahan, rasa sakitpun segera teratasi.
Dala mperkiraan kawanan jago lainnya, Kim Thia sia yang terkena serangan itu pasti akan
tewas atau paling tidak terluka parah, siapa tahu pemuda itu masih tetap tegap tanpa bergerak.
bahkan tanda-tanda terlukapun tak ada, mereka mulai kaget dan berpikir "jangan-jangan
kepandaian pemuda ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa?"
Makin pikir mereka makin ngeri, untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening dan tak
seorangpun berani bergerak.
selang berapa saat kemudian, putri Kim huan tak dapat menahan sabar lagi, diam-diam
bisiknya:
"Ayoh kita pergi saja"
Kim Thia sia menganggap anjuran itu memang benar, kalau tidak angkat kaki pada saat ini,
mereka harus menunggu sampau kapan lagi? Dengan suara rendah ia segera menjawab: "Tak
usah terburu-buru, biar kutakut-takuti mereka lebih dulu."
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dia berkata dengan lantang:
"Terus terang kukatakan, kalian bukan tandinganku, tapi sebagai orang persilatan dari
golongan lurus, akupun tak ingin membunuh orang secara sembarangan- Meski demikian, bila
kalian masih tak puas, akan kusediakan sedikit waktu untuk bermain-main dengan kalian, cuma
perlu kuperingatkan dulu pedang dan golok tak bermata, bila sampai tewas jangan salahkan
diriku. sehingga setelah kejadian nanti, kalian akan menuduh aku manusia she Kim berhati kejam."
orang-orang itu segera menunjukkan sikap mendongkol dan marah, namun tak seorangpun
diantara mereka yang berani bergerak.
sebagai seorang gadis yang cerdik, dengan cepat putri Kim huan mengetahui apa yang terjadi
tujuan pemuda tersebut, sambil tertawa dia segera turut menimbrung:

" Kalian tahu, engkoh ku adalah murid dari manusia kenamaan dikolong langit, ia mulai belajar
silat sejak berumur enam tahun hingga kini sudah dua puluhan tahun coba bayangkan sendiri
apakah kalian mampu menandingi kemampuannya?"
Ketika menyebut " engkoh ku" tanpa terasa gadis tersebut mengerling sekejap kearah Kim Thia
sia.
Pemuda tersebut segera manggut-manggut, wajahnya nampak berseri dan perasaannya
merasa hangat.
sesaat kemudian ia berkata kembali:
"sekarang aku hendak pergi, tolong kalian sampaikan kepada pemimpin kamu semua, katakan
bahwa perselisihan kita cepat atau lambat pasti akan diselesaikan, kalianpun tak usah mengirim
orang banyak untuk memusuhi diriku ketahuilah pedangku tak bermata, kalau sampai banyak
korban yang berjatuhan, sayang bukan?"
Rupanya pemuda inipun telah melihat bahwa kawanan manusia tersebut tergabung dalam
suatu organisasi, maka dia menirukan logat si unta mengucapkan perkataan tersebut. Kawanan
jago itupun segera berpikir setelah mendengar ucapan mana:
"Rupanya orang ini adalah musuh pemimpin kami, tak heran ilmu silatnya begitu hebat,
tampaknya hanya pemimpin sendiri yang dapat meringkus dirinya..........."
ketika Kim Thia sia mengetahui bahwa gertak sambalnya berhasil, dia segera menggandeng
tangan putri Kim huan dan diajak berlalu dari situ. Ternyata tak seorangpun yang turun tangan
menghalangi perjalanannya........
setelah jauh meninggalkan orang-orang itu, putri Kim huan dengan perasaan ngeri dan peluh
dingin membasahi tubuhnya segera bisiknya:
"Hey, apakah kalian sebagai orang persilatan akan sering kali menjumpai ancaman bahaya
maut seperti ini?"
"Betul, itulah sebabnya kuanjurkan kepadamu agar jangan belajar ilmu silat."
"asal kubelajar silat dan hidup damai dengan siapapun, siapakah yang akan datang mencari
gara-gara denganku?"
"oooh, jadi kau menganggap aku kurang ramah, kurang suka berdamai sehingga sering kali
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri?"
"Aku toh tidak menuduhmu? Kenapa kau mesti membayangkan yang bukan-bukan-......?"
"Tapi aku tahu, maksud perkataanmu tadi tak akan sederhana itu, bukan demikian?"
"Ngaco belo, atas dasar apa kau menuduh begitu?"
"Atas dasar perkataanmu."
"Heran, mengapa sih kau suka ribut denganku?"
"siapa suruh kau senang menyindir orang?"
Tak lama kemudian mereka telah kembali kerumah penginapan dengan terjadinya peristiwa
tadipun hubungan kedua orang tersebut makin dekat dan rapat.
Begitu masuk kedalam kamar, putri Kim huan merasa lelah sekali, dia menguap pelan dan
serunya:
"Hey, tolong kau berjaga-jaga, aku ingin tidur sebentar."
Kemudian seperti teringat akan sesuatu, kembali katanya:
"Apakah kau tak merasa tersiksa dengan saban hari tidur diluar pintu?"
"Mengapa tidak menyewa sebuah kamar lagi dikamar sebelahku? Bukankah tidurmu akan
terasa lebih nyaman?"

sambil merapatkan pintu kamar dan berjongkok diluar pintu, sahut Kim Thia sia: "Tak usah
menyewa kamar lagi, aku sudah terbiasa tidur dilantai."
"sudah terbiasa.........?" putri Kim huan tak percaya ada orang didunia ini yang tak sayang
dengan kesehatan sendiri "Hey, apakah kau miskin sehingga tidak mampu membeli rumah dan
cuma bisa tidur dilantai?"
"sudah, tidurlah, tak usah banyak bertanya lagi" tukas sang pemuda cepat.
"Mengapa kau begitu miskin?" kembali sinona bertanya.
"Nona, kau tak usah bertanya lagi, pokoknya aku sudah terbiasa tidur dihutan dan lantai,
cepatlah tidur....."
"ooooh, kau benar-benar kasihan-.......padahal digunung banyak ular berbisanya, apakah kau
tidak takut............?"
Teringat soal ular berbisa, putri Kim huan teringat kembali dengan pengalamannya dalam hutan
tadi, segera serunya lagi:
"Eeei, aku belum berterima kasih kepadamu, kau telah selamatkan jiwaku. sebagai balas
jasanya aku wajib membelikan sebuah rumah untukmu."
Waktu itu Kim Thia sia sudah merasa lelah sekali, tak sampai perkataan putri Kim huan selesai
diucapkan ia sudah tertidur nyenyak.
selang sesaat kemudian, tiba-tiba gadis itu merasa tak tega, dia mengambil selimut dan keluar
dari kamar, melihat Kim Thia sia tertidur didepan pintu, dia menghela napas dan menyelimuti
tubuhnya. Entah berapa saat sudah lewat.
Dalam tidurnya mendadak Kim Thia sia mendengar suara orang ribut didalam kamar putri Kim
huan, ia segera terjaga dan memasang telinga untuk mendengarkan dengan seksama. Terdengar
suara seorang lelaki sedang berkata dengan nada rendah tapi bertenaga.
"sudah lama aku mencarimu, selama ini aku merasa makan tak enak. tidurpun tak nyenyak.
setiap kali pejamkan mata aku selalu teringat akan dirimu, apakah kau begitu keji dan tak
berperasaan?"
"Tiada persoalan yang baik dibicarakan antara kita berdua........." suara putri Kim huan
bergema dengan nada tak senang hati. "Kalau kau menderita, hal ini sebagai akibat mencari
penyakit buat diri sendiri, toh aku tak mempunyai perasaan begitu........."
Kim Thia sia terperanjat sekali, diam-diam pikirnya:
"siapa gerangan lelaki tersebut? mengapa dia mengganggu gadis tersebut? Tampaknya kedua
orang itu sudah pernah mengenal......tapi, bukankah nona itu bangsa asing? Masa dia punya
kenalan disini...........?"
Dicekam pelbagai kecurigaan, pemuda kita tidak langsung menyerbu kedalam kamar tapi
menyadap pembicaraan tersebut secara diam-diam. Terdengar lelaki tadi berkata lagi:
"Nona, aku adalah seorang lelaki yang berperasaan lembut, sekali aku jatuh cinta kepadamu
maka aku sendiripun gagal untuk menguasahi sendiri. Nona, bagaimanapun juga kau tak boleh
bersikap dingin dan hambar kepadaku..........."
" Cukup, kau tak usah mengutarakan ucapan-ucapan yang memuakkan laga, terus terang saja
aku bilang, aku sudah tak berminat lagi untuk berhubungan denganmu"
Jawaban putri Kim huan kedengaran sangat dingin dan kaku, nada pembicaraannya pun tak
sabar.
Kim Thia sia segera berpikir lagi:

"Aneh, sejak kapan orang itu masuk kedalam kamar? Padahal didepan pintu, bila dia lewat sini,
aku pasti akan terjaga dari tidurku? Ehmm.........tahu aku sekarang, dia pasti masuk lewat
jendela."
Iapun merasa nada pembicaraan pria tersebut amat dikenal, seakan-akan pernah terdengar
disuatu tempat, hanya saja dia tidak bisa mengingatnya kembali.
"Nona" terdengar pria itu merengek lagi. "Untuk menemukan jejakmu, aku telah menelusuri
setiap ujung dunia coba kalau bukan gara-gara urusan genting hingga kebetulan aku masuk
kekota ini dan mendengar banyak orang membicarakan tentang dirimu mungkin seumur hidup aku
tak dapat menemukan dirimu kembali."
"Nona, aku mencintaimu dengan tulus hati mengapa kau justru bersikap dingin dan hambar
kepadaku? tahukah kau, betapa sakit hatiku.........."
suasana menjadi hening sesaat, agaknya putri Kim huan tak mampu menjawab perkataan
tersebut.
"sekembalinya kerumah aku telah menceritakan tentang dirimu kepada kedua orang tuaku.
setelah mendengar penuturanku ini dia orang tuapun berharap bisa bertemu denganmu. Nona,
kau harus turut aku pulang kerumahku........"
Kembali Kim Thia sia mendengus dingin, pikirnya dengan sinis:
" Lelaki ini benar-benar tak becus, perbuatan hanya akan memalukan setiap orang lelaki.
HMmm kalau berjumpa nanti, aku harus mennyindirnya habis-habisan-" Kemudian dia berpikir
lagi:
"Aku tak percaya kalau seorang gadis cantik memiliki kedudukan yang begitu penting dalam
kehidupan seorang pria, kecuali orang itu gemar main perempuan- Hmmm coba kalau aku, tak
nanti aku mampu mengucapkan kata-kata seperti ini." sementara dia masih berpikir, pria tadi telah
berkata lagi:
"Terus terang kubilang, aku telah berhasil mendapat kabar tentang jejak pedang leng gwat
kiam tersebut, asal kau bersedia mengucapkan sepatah kata saja kepadaku, pedang tersebut pasti
akan kupersembahkan kepadamu......."
"Dimanakah benda itu sekarang?" tanya putri Kim huan cepat, agaknya dia menaruh perhatian
besar.
Kim Thia sia segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya pula:
"Entah siapakah orang ini? Darimana dia bisa mengetahui jejak pedang leng gwat kiam?
Ehmmm..........bila ditinjau dari garis besarnya perhatian putri Kim huan atas benda tersebut,
nampaknya dia masih berkeinginan besar untuk mendapatkan senjataku itu. Ehmmm.....aku harus
mulai bersiap sedia."
Tiba-tiba saja timbul keinginannya untuk menyerbu kedalam serta membongkar kedok orangorang
itu tapi sebelum dilakukan ingatan telah melintas pula dalam benaknya.
"Tidak boleh, aku harus menunggu sampai putri Kim huan memberikan jawabannya, aku tak
boleh menggebuk rumput mengejutkan sang ular. Hal ini bisa merugikan diriku sendiri" Terdengar
pria tadi berkata lagi dengan suara rendah dan dalam.
"Harap nona sudi memaafkan, rahasia ini tak bisa kukatakan kepadamu. Gara-gara benda
tersebut serta sebuah mestika yang lain, kami bakal melangsungkan suatu pertarungan yang
sengit karenanya sebelum menang kalah ketahuan, aku tak bisa membocorkan rahasia tersebut
kepadamu."
"Hmmm, bicara pulang pergi tak ada gunanya semua" dengus putri Kim huan dengan nada tak
senang hati. "Kau toh mengatakan sendiri, asal aku menginginkan benda itu maka kau akan
mempersembahkan kepadaku, sekarang mengapa kau katakan juga bahwa rahasia ini tak boleh
dibocorkan sebelum menang kalah ditentukan?"

"Nona, walaupun menang kalah belum ketahuan, namun aku berani mengatakan bahwa
pedang leng gwat kiam serta benda mestika yang satunya lagi sudah menjadi benda dalam saku
kami yang setiap saat bisa diambil. Betul musuh memiliki pengaruh yang sangat besar, namun
mereka bukan tandingan dari kami bersaudara, sedang akupun sudah mengatakan kepada abang
seperguruanku, ternyata abang seperguruanku setuju untuk menyerahkan pedang leng gwat kiam
kepadaku, itulah sebabnya aku berani mengatakan bahwa pedang leng gwat kiam pasti akan
menjadi milikmu."
"Hmmm, kau tak perlu mengajak aku bergurau, sampai sekarang pedang leng gwat kiam masih
berada ditangan orang lain, tapi kau sudah berani bicara takabur. Hmmm aku paling benci
mendengar kata-kata kosong itu, lebih baik kau angkat kaki saja."
sementara itu Kim Thia sia merasakan hatinya amat berat sekali, dia tak menyangka pedangnya
sudah terjatuh ketangan orang lain- sekalipun ia mampu mengalahkan orang tersebut, belum
tentu senjatanya dapat direbut kembali.
Dalam gelisahnya, timbul keinginan untuk mengintip siapa gerangan orang yang membujuk dan
merayu putri Kim huan tersebut.
Diam-diam ia membuka pintu kamar dan mengintip kedalam, ternyata orang itu adalah seorang
pemuda tampan, dan tak lain adalah abang seperguruannya sendiri, sipedang besi so Bun pin.
Untuk sesaat pemuda kita dibuat tertegun akhirnya sambil menghela napas sedih, pikirnya:
"Betulkan abang seperguruan adalah manusia yang tak berguna?"
Ketika ia merapatkan kembali pintu kamar tersebut, ternyata orang didalam kamar tidak
mengetahui perbuatannya.
Terdengar sipedang besi soBun pin merendahkan suaranya dan berbisik secara tiba-tiba:
"Aku tahu kau sangat benci dengan bajingan itu, mumpung dia masih tertidur nyenyak
sekarang, bagaimana kalau kumanfaatkan ini untuk membunuhnya........?"
"Kau tak usah repot-repot, aku bisa melakukannya sendiri"
"Kau tidak mengerti ilmu silat, bagaimana mungkin kau bisa melakukannya......?"
"siapa bilang aku tak bisa? Dia pernah mewariskan berapa jurus ilmu silat kepadaku" kata putri
Kim huan tak senang hati. "Tempat ini sudah tidak membutuhkan dirimu lagi, kau boleh segera
angkat kaki."
Hening untuk berapa saat lamanya, jelas sipedang besi so Bun pin telah dibuat gusar oleh
pengusiran tersebut.
"Hey...heeeey......kau hendak berbuat apa?" tiba-tiba terdengar putri Kim huan menjerit kaget.
"Coba bayangkan sendiri, bagaimana sikapmu terhadapku bila dibandingka sikapku terhadap
dirimu?"
"Enyah kau dari sini, kalau ebrani berbuat lagi aku akan berteriak keras-keras."
"silahkan berteriak. kecuali bocah cecunguk itu, tak seorangpun akan mencampuri urusanmu
dan lagi akupun tak pandang sebelah matapun terhadap bocah keparat itu, percuma kau berteriak
sekalipun tenggorokanmu sampai serakpun.........."
suara langkah kaki yang kacau dan tamparan nyaring berkumandang dari dalam kamar, lalu
terdengar putri Kim huan berseru dengan gemas: "Manusia tak tahu malu, kau berani
mempermainkan aku?"
"Siapa suruh kau tak mau turuti kehendakku? Hmmm, jangan salahkan aku bila bermain
kasar......." seru sipedang besi so Bun pin sambil tertawa dingin. "Asal kau menyanggupi
permintaanku, maka apa pun yang kau minta akan kupenuhi, kalau tidak......Hmmmm, lihat saja
apa jadinya nanti."

"Tolong......." gadis itu segera menjerit keras.
Jeritan itu mengejutkan Kim Thia sia, juga menggemparkan para tamu lainnya, sebagai pemuda
yang pintar, Kim Thia sia segera mengetahui apa yang terjadi, kontan umpatnya: "Bajingan busuk
so Bun pin, perbuatanmu sangat memalukan-" Dengan cepat dia mendorong pintu dan melangkah
masuk kedalam.
Pemandangan yang segera terlihat didepan mata segera mengobarkan hawa amarah didalam
dada pemuda tersebut, ia saksikan sipedang so Bun pin dengan wajah yang bengis sedang
memeluk pinggang putri Kim huan dan memaksa untuk mencium wajahnya.
sebaliknya putri Kim huan dengan wajah terkejut bercampur gusar sedang mendorong
tubuhnya dengan sekuat tenaga.
Dengan langkah lebar Kim Thia sia menyerbu masuk kedalam kamar, lalu tegurnya sambil
mendengus dingin-
"Hey pedang besi, kau sebetulnya manusia atau binatang?"
Begitu sipedang besi melepaskan pelukannya, dengan cepat putri Kim huan lari kedepan seraya
berseru:
"Hey, dia jahat......cepat kau usir orang itu dari sini."
Dengan pandangan dingin Kim Thia sia memandang sekejap kearahnya, melihat gadis itu pucat
pias karena ketakutan, tiba-tiba saja timbul perasaan girang dihati kecilnya. Dengan nada ketus
jawabnya cepat:
"Benar, dia memang jahat, tapi kau sendiripun tidak berbeda jauh dengannya."
"Apa kau bilang?" seru putri Kim huan tertegun.
Kim Thia sia sama sekali tak menggubris dirinya lagi, kepada sipedang besi so Bun pin kembali
ujarnya:
"Perempuan ini tak punya perasaan Kau tak perlu mencintainya, sedang aku telah menyanggupi
untuk melindungi keselamatannya, karena itu tak bisa mengingkar janji. sebagai seorang yang
pintar, kuharap kau sudi memandang pada hubungan persaudaraan kita untuk segera angkat kaki
dari tempat ini....."
sipedang besi sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap lawannya, ia segera
tertawa dingin.
"Kau berulang kali mengaku sebagai adik seperguruanku. Hmmmm Apakah perkaraanmu itu
tidak keliru besar? Aku heran, mengapa kau masih bertebal muka mengajak berbicara."
"Mau percaya atau tidak terserah padamu sendiri, yang jelas aku adalah murid terakhir dari
simalaikat pedang berbaju perlente. Coba kalau suhu masih hidup, kau pasti akan percaya dengan
perkataanku ini. "
"Bocah keparat, kau berani berbicara sembarangan dan mengaku-ngaku sebagai murid
malaikat pedang berbaju perlente. Hmmm manusia macam kau wajib diberi pelajaran."
Begitu selesai bicara tiba-tiba sipedang besi so Bun pin bergerak maju kedepan melepaskan
sebuah pukulan dahsyat.
Angin pukulan yang menderu- deru dengan hebatnya seketika memaksa Kim Thia sia mundur
selangkah kebelakang.
"Pedang besi, kau kelewat memojokkan posisimu. Hmmmm, jangan salahkan kalau aku akan
berlaku kasar kepadamu........" seru Kim Thia sia mulai sewot dibuatnya.
Mendadak ia melancarkan sebuah sapuan sementara telapak tangan kirinya melontarkan
sebuah pukulan yang tak kalah dahsyatnya.

Dalam waktu singkat dua gulung tenaga cukulan saling beradu satu sama lainnya. Kim Thia sia
segera merasakan datangnya tenada dorongan yang kuat membuat badannya gontai dan mundur
selangkah.
Cepat-cepat putri Kim huan memburu kedepan serta memayang tubuhnya, sewaktu Kim Thia
sia berpaling, hampir saja kepalanya saling beradu dengan wajah gadis itu.
Kontan paras muka gadis itu berubah menjadi merah padam, namun ia tersenyum manis
sebaliknya pemuda kita jadi tertegun.
Hanya sebentar saja, Kim Thia sia telah mendorong tubuh gadis itu sambil berseru dingin:
"Hmmm, siapa yang suruh kau mencampuri urusanku..........."
Kemudian setelah berhenti sejenak. kembali dia menambahkan:
"Kau tak usah berlagak lagi, aku tahu sikap baikmu selama ini hanya sikap berpura-pura saja."
Mendadak terdengar sipedang besi membentak keras: " Keparat, lihat serangan"
sambil menyerobot maju kedepan, serangkaian pukulan dilontarkan secara bertubi-tubi. Kim
Thia sia segera berpikir:
"Berulang kali sipedang besi melancarkan serangan dengan jurus-jurus keji, tampaknya dia
memang berhasrat membinasakan diriku. Hmmm Bila tak kuberi sedikit pelajaran, ia pasti
menganggap diriku sebagai kaum lemah yang dapat dipermainkan semaunya."
Mendadak ia teringat kembali dengan dendam sakit hati gurunya, dengan mata merah
membara ia membentak keras, secara beruntun berapa jurus serangan dari ilmu Tay goan sinkang
dilontarkan kedepan-
Ilmu Tay goan sinkang dan Ngo hud kiam hoat merupakan dua jenis ilmu simpanan dari
Malaikat pedang berbaju perlente yang belum sempat diwariskan kepada kesembilan orang
muridnya, bila dibandingkan dengan ilmu silat yang dipelajari kesembilan orang jagoan selama ini,
tentu saja kedua macam ilmu tersebut jauh lebih hebat.
Baru dua gebrakan, sipedang besi sudah dibuat kalang kabut dan gelagapan setengah mati.
sejak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah so Bun pin mengalami kejadian setragis
hari ini, tentu saja dia tak mampu menahan diri, dengan cepat pedang besinya dicabut keluar.
Pada saat itulah mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat masuk kedalam
ruangan dengan kecepatan tinggi.
Putri Kim huan yang melihat kedatangan orang itu kontan saja menjerit kaget:
"Hey, kalian jangan berkelahi dulu, ada orang......"
Ketika sipedang So Bun pin melihat jelas pendatang itu, ia menghentikan segera gerak
serangannya dan menegur dengan keheranan: "sam suheng, dari mana kau bisa tahu kalau aku
berada disini?"
orang itu tersenyum, dia melepaskan kain kerudungnya membiarkan rambutnya tergantung
kebawah, ternyata orang itu adalah seorang pemuda berhidung mancung dan berbibir sangat tipis,
dibalik senyuman terselip kebuasan yang menggidikkan hati. Diam-diam Kim Thia sia berpikir.
"sipedang besi menyebutnya sebagai sam suheng, kalau begitu orang ini adalah sipedang
tembaga."
Pedang tembagapun merupakan seorang pemuda yang tak kalah tampannya dari pedang besi,
terutama disaat rambutnya dibiarkan terurai dibelakang punggungnya, terasa pancaran kegagahan
yang mengerikan. Tanpa terasa Kim Thia sia memperhatikan pedang tembaga itu berapa kejap.
makin dipandang dia merasa pemuda itu makin tampan sehingga tanpa terasa timbul perasaan
rendah diri pada dirinya.

sementara itu sipedang tembaga tidak berbicara dengan pandangan tercengang dia mengawasi
putri Kim huan. Berapa kejap seakan-akan diapun dibuat terpesona oleh kecantikan wajah gadis
itu. Berapa saat kemudian dia baru berkata:
" Gerak gerik sute telah berada dibawah pengawasan musuh, andai kata kawanan serigala
dungu yang memuakkan itu tidak mengawasi rumah penginapan ini. Mungkin akupun tidak tahu
kalau kau berada disini."
Kemudian setelah berhenti sejenak. sambil menuding kearah putri Kim huan tanyanya sambil
tertawa:
"Apakah nona ini yang sering kali sute singgung-singgung?"
"Benar"
Pedang tembaga segera tertawa nyaring, pujinya:
"sute memang tak mau memiliki ketajaman mata yang mengagumkan, nona ini boleh dibilang
merupakan gadis paling genit yang pernah kujumpai sepanjang hidupku. Haaaah.....haaaah......"
Dengan kening berkerut sipedang besi bertanya:
"Apakah suheng telah berhasil menghajar buyar kawanan serigala yang memuakan itu?"
Pedang tembaga tertawa.
"Untuk membunuh ayam, buat apa mesti memakai golok pembunuh kerbau? Ketika melihat aku
memasuki rumah penginapan ini, kawanan gentong nasi tak berguna itu sudah kabur terbirit-birit
untuk menyelamatkan diri."
"Ya a, siapa tahu keadaan dan menyelamatkan diri selekasnya memang merupakan tindakan
tepat dari seorang lelaki cerdik."
"Haaaah......haaaaah......" sipedang tembaga tertawa nyaring ketika alis matanya melentik
keatas tampaknya wajahnya yang lebih tampan dan perkasa. Pelan-pelan dia berkata lagi:
"selama ini kita masuk keluar dunia persilatan sambil mempertaruhkan nyawa nama besar yang
diraih bukan hanya nama kosong belaka. sudah barang tentu kawanan cecunguk dan badut itu tak
berani mencari penyakit buat diri sendiri......"
sementara berbicara, sepasang matanya yang jeli tiada hentinya mengawasi wajah putri Kim
huansipedang
besi segera menuding kearah Kim Thia sia dan berkata lagi:
"sam suheng, mari siaute perkenalkan kalian, orang inilah pemuda yang mengaku sebagai
murid terakhir dari si Malaikat pedang berbaju perlente Kim Thia sia."
Pedang tembaga agak tertegun, lalu setelah mengamati pemuda itu sekejap. serunya: "Jadi
pemuda inilah orang yang sering sute bicarakan?"
"Benar........benar........" berbicara sampai disini, sipedang besi segera tertawa terbahak-bahak.
"Aku rasa orang ini lebih pantas dianggap sebagai orang sinting.....haaaah........haaaaah......."
"Kau jangan mengaco belo tak karuan" teriak Kim Thia sia dengan wajah berkerut dan tak
senang hati. "Aku bukan orang sinting kalau tak percaya tanyalah nona ini, ia adalah orang yang
paling mengetahui tentang diriku."
"Yaa betul" sahut putri Kim huan cepat. "Cara berbicara maupun tindak tanduknya normal, dia
memang tak pernah berbohong." sambil tersenyum sipedang tembaga berkata:
"Aku tak ambil perduli kau sinting ataukah tidak tahu yang jelas kau mencabut nama besar
orang dan mengaku sebagai murid seorang jago kenamaan memang bisa terjadi, bila kulihat
tampangmu yang gagah dan tubuhmu yang kekar. sesungguhnya tak miri^ seorang cecunguk.
heran mengapa kau justru melakukan perbuatan yang rendah dan hina seperti
ini?sayang......sungguh teramat sayang......."

"Tapi......aku benar-benar adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente,
aku........aku berani bersumpah...."
"Baik" sipedang tembaga segera menarik muka dan menatap pemuda itu dengan sorot mata
yang tajam. "Asli atau gadungan, sebentar lagi akan ketahuan hasilnya."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba dia bergerak amat cepat. sepasang tangannya
secepat ular berbisa mengayunkan kedepan melancarkan dua serangan gencar yang mengancam
jalan darah sang seng hiat, Pek hui hiat, Hong wi hiat dan Hoat hiat empat buah jalan darah
penting ditubuh lawansemua
serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan sama sekali tidak
membawa deruan angin, menanti Kim Thia sia sadar kalau dirinya sedang disergap. Tahu-tahu
jalan darah sang seng hiat nya yang sudah tak terasa kaku dan kesemutan-
Untung saja Kim Thia sia tidak gugup dalam keadaan segawat ini, tiba-tiba saja dia
menghimpun tenaga dalamnya dan menyonsong datangnya serangan itu dengan jurus
"kecerdikan menguasai jagad", sementara tangan yang lain menyerang musuh dengan jurus
"kelincahan menyelimuti empat samudra."
Tampak bayangan pukulan berlapis-lapis dan menyelimuti seluruh angkasa, sipedang tembaga
segera merasakan pandangan matanya menjadi kabur, apa yang dilihat adalah disekeliling situ
bermunculan begitu banyak musuh yang mengancam dirinya dari mana-mana.
Ia merasa serangan lawan ibarat jaring ikan yang mengurung badannya dari empat penjuru,
membuat dirinya susah meloloskan diri...
Dalam keadaan demikian, seandainya Kim Thia sia mengerahkan sedikit tenaga saja untuk
mengancam lawannya, niscaya pedang tembaga akan menderita kekalahan.
Namun Kim Thia sia yang bijaksana dan berhati mulia enggan berbuat demikian, ketika
serangannya mencapai setengah jalan, tiba-tiba dia buyarkan jurus serangan tersebut dan
melompat mundur kebelakang.
Dalam saat itu juga sipedang tembaga sadar kembali dari lamunannya, baru saja Kim Thia sia
menarik sebagian dari serangannya dan belum sempat mengundurkan diri, tenaga pukulannya
yang kuat telah menyambar tiba.
Kim Thia sia sangat terkesiap. sekuat tenaga dia melemparkan tubuhnya kesamping untuk
menghindarkan diri.
Dengan gerakan tersebut, walaupun dia berhasil melepaskan diri dari serangan utama, toh tak
urung gagal meloloskan diri dari sambaran angin cukulan yang datang dari samping, akibatnya dia
tergetar keras hingga mundur dengan sempoyongan.
Belum sempat tubuhnya berdiri tegak mendadak muncul kembali sebuah pukulan yang cepat
bagaikan sambaran kilat dari sisi arena dan langsung mengancam diubun-ubunnya. Ternyata
sipenyergap licik itu tak lain adalah sipedang so Bun pin-..... Menghadapi kejadian seperti ini, Kim
Thia sia sgeera berpikir:
"Hmmm, betapa kejamnya hati orang ini, bukan hanya menyergap secara licik, bahkan diapun
tanpa menuruti peraturan persilatan berusaha menghabisi nyawaku........."
Dalam keadaan begini tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, terpaksa
disambutnya serangan yang maha dahsyat itu dengan mempergunakan bahunya.
"Blaaaaammmmmmm."
Ditengah benturan yang sangat keras, pemuda itu merasakah bahunya kesakitan, sementara
badannya terjungkal kebelakang dan berjumpalitan beberapa kali, matanya terasa berkunangkunang
dan dadanya terasa sesak sekali......

Pelan-pelan dia merangkak bangun, tampak olehnya sipedang besi sedang mengawasinya
sambil tertawa bangga, senyum dinginpun menghiasi ujung bibirnya, seakan-akan tindakan
sergapannya barusan bukan suatu perbuatan yang memalukan-
Kim Thia sia menjadi teramat berang, hawa amarah serasa membara didalam dadanya, sambil
membentak nyaring sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan-
"Tunggu sebentar" tiba-tiba sipedang tembaga yang berhasil menenangkan hatinya membentak
nyaring.
Kemudian katanya lebih jauh setelah berhenti sebentar:
" Kepandaian silatmu sangat tangguh perbuatanmu tidak mirip perbuatan kaum berandal
kampungan- Mengapa sih kau bersikeras mengaku sebagai adik seperguruanku?"
"Aku tak berhasrat membicarakan persoalan ini" tukas Kim Thia sia ketus. "Bila ingin bertarung
mari kita segera bertarung. Kalau enggan bertarung lebih baik kalian berdua cepat-cepat
tinggalkan tempat ini........"
Merah padam selembar wajah pedang tembaga, katanya kemudian-
"Kalau dugaanku tak salah, kau berniat mencatut nama besar dari Malaikat pedang berbaju
perlente untuk meng katrol namamu hingga menjadi begal, sekalipun sesungguhnya kau tak ingin
mengaku-ngaku, tapi keadaan yang memaksamu untuk menyerempet bahaya ini, bukan
demikian?"
"Benar, benar, terserah apapun yang hendak kau bilang......." sahut Kim Thia sia tak senang
hati.
Ketika sorot matanya dialihkan kembali kesisi ruangan, paras mukanya kembali berubah hebat.
Entah sejak kapan, ternyata dalam ruangan tersebut telah bertambah lagi dengan seseorang.
orang itu berperawakan tinggi dan berbaju putih keperak-perakkan, sepasang matanya tajam
bercahaya sehingga sekilas pandang ia mirip sekali dengan sebuah arca.
Dia berusia tiga puluh tahunan, berwajah tampan, alis mata yang tebal dan berbibir merah
dengan sebaris gigi yang putih bersih, namun sikapnya agaknya angkuh memberi kesan keren
bagi yang memandang.
Ketika melihat kehadiran orang itu, sipedang tembaga dan sipedang besi serentak
menghentikan perbuatan mereka dan bersama-sama hormat seraya berkata: " Rupanya ji suheng
telah berkunjung kemari, terimalah salam hormat dari siaute."
"sute sekalian tak usah banyak adat" sahut sipedang perak sambil mengebaskan ujung
bajunya.
suaranya nyaring dan tajam, jelas terlihat bahwa dia memiliki kepandaian silat yang sangat
tangguh.
Dengan sikap yang sangat angkuh sipedang perak memandang sekejap kesekeliling ruangan.
Namun selama ini ternyata tak sampai memperhatikan putri Kim huan barang sekejappun,
sikapnya mantap dan mencerminkan kegagahan seorang lelaki sejati.
Kim Thia sia paling kagum dengan manusia berhati dingin seperti ini, tanpa terasa dia maju
kedepan dan memberi hormat. Dengan wajah tercengang gedang gerak segera menegur:
"siapakah cuangsu? Rasanya kita belum pernah bersua muka........"
"Aku bernama Kim Thia sia, seorang dusun yang tak mengerti urusan" jawab pemuda itu cepat.
Mendengar perkataan ini, putri Kim huan segera tertawa cekikikan sambil mendesis. "Kau
memang mirip sekali."
suara tertawanya ibarat burung nuri yang berkicau, sangat mempesonakan hati pria. Tak kuasa
sipedang besi danpedang tembaga dibuat termangu- mangu untuk berapa saat lamanya.

Namun sipedang perak seperti tak terpengaruh oleh godaan tersebut, dengan sikap yang tetap
tenang dia berkata:
" walaupun Kim Thia sia sauhiap belum lama terjun kedalam dunia persilatan, nama besarmu
telah termashur diseantero jagad, benar-benar seorang jago muda yang luar biasa. Nona, bila kau
menyindirnya dengan perkataan begitu, sikapmu benar-benar kurang tahu hormat."
Dari nada pembicaraan itu, jelas sudah dia senang menegur ketidak sopanan putri Kim huan-
Kim Thia sia semakin kagum dibuatnya cepat-cepat dia menjura seraya berkata lagi:
"saudara kelewat memuji, padahal siaute memang tak becus dan tak lebih hanya seorang
dusun yang tak tahu urusan." Pedang perak tertawa-tawa.
"Aku dengar Kim sauhiap masih mempunyai hubungan perguruan dengan kami bersaudara,
apakah hal ini benar?"
"Betul, aku adalah murid terakhir dari malaikat pedang berbaju perlente, tapi tak seorangpun
yang mau percaya, padahal aku berbicara dengan jujurnya."
Kemudian sambil menatap sekejap kearah pedang besi dengan amarah yang berkobar katanya
lebih jauh:
"Mengapa aku mesti mengaku-ngaku, sekalipun Malaikat pedang berbaju perlente adalah
seorang tokoh dunia persilatan yang luar biasa. Namun aku, Kim Thia sia bukan seorang manusia
pengecut yang bisanya hanya membonceng ketenaran orang lain."
"Sute kesepuluh, kau jangan marah" sipedang perak segera berkata sambil tertawa. "Dari
pancaran wajahmu yang gagah dan keren, aku tahu bahwa kau bukan manusia kurcaci yang suka
mencatut nama besar orang lain, aku percaya dengan pengakuanmu itu."
Berbicara sampai disini dia segera berpaling kearah sipedang tembaga dan pedang besi sambil
bertanya lagi:
"Sute berduapun tak usah menaruh curiga lagi. Ayoh cepat saling menghormat sebagai sesama
saudara seperguruan."
Dengan perasaan tak senang hati kedua orang itu memanggil "sute" kepada Kim Thia sia,
sebaliknya Kim Thia sia pun memanggil kedua orang itu sebagai "suheng" dengan nada tak
senang.
Dengan demikian, maka hubungan sebagai sesama saudara seperguruan pun telah diresmikan
oleh sipedang perak.
setelah suasana hening berapa saat, sipedang perak baru berkata lagi:
"Besok adalah hari yang ditentukan untuk berlangsungnya pertarungan penentuan antara kita
bersaudara seperguruan dengan Pek kut sinkun, tokoh kenamaan dari kawasan Kang lam. sebagai
jago pilihan yang diandalkan pihak Kanglam sudah jelas Pek kut sin kun bukan manusia
sembarangan yang boleh dipandang secara gegabah. Apakah sute berdua telah melakukan
persiapan yang matang...........?"
"Semua persiapan telah selesai" jawab pemuda tembaga dan pedang besi serentak.
Kim Thia sia segera teringat kembali dengan kematian murid-murid Empat naga dari Tionggoan
ditangan si "manusia dengki" dalam peristiwa tersebut Pek kut sinkun merupakan orang yang
paling dicurigai, maka timbullah niat untuk menyelidiki persoalan tersebut didalam hatinya.
sementara dia masih termenung, sipedang perak telah berkata lagi sambil tertawa.
"Sute, apabila kau berniat, mari bergabung dengan kami untuk bersama-sama menggempur
Pek kut sinkun bersama anak buahnya."
Kim Thia sia memang sangat berharap akan kesempatan tersebut, dengan cepat dia menjawab:
"Aku terima tawaran ini dengan senang hati, bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?"

sipedang perak segera manggut-manggut.
"Yaa, undangan Pek kut sin kun adalah esok pagi, tapi kita harus membuat persiapan mulai
sekarang juga."
sebagai seorang pemuda yang pintar, dengan cepat Kim Thia sia dapat menangkap bahwa kata
"persiapan" yang diucapkan orang itu mengandung arti yang mendalam sekali, ia segera berpikir:
"Andaikata kawanan jago persilatan yang tanpa sebab musabab mencari gara-gara denganku
tadi adalah pengikut Pek kut sinkung. HHmmmm, kawanan manusia macam begitu memang
pantas dibunuh. seorang lebih sedikit berarti lebih besar kebahagian hidup rakyat"
Berpikir demikian, diapun menjawab:
"Perkataan suheng memang benar, mari kita membuat persiapan sekarang juga."
"Bagaimana dengan gadis ini?" tanya sipedang perak sambil tersenyum.
"Biarlah dia menempuh perjalanan bersama kami, tapi apakah hal ini akan merintangi atau
menghalangi kerja kita?"
sebelum pedang perak memberikan jawabannya, sipedang besi telah berkata duluan.
"Sute terlalu curiga walaupun kemampuan kita belum bisa dibilang tiada tandingannya lagi
dikolong langit, paling tidak masih termasuk jago pilihan. Apa artinya dengan kehadiran nona ini
bersama kita semua?"
Tiba-tiba saja nada pembicaraan sipedang besi berubah menjadi lebih lembut dan ramah
seakan-akan sedang berbicara dengan saudara sendiri saja.
sebagai seorang lelaki yang berjiwa terbuka, tentu saja Kim Thia sia tak akan mengingat-ingat
persoalan lama, dengan cepat sahutnya:
"Baiklah, kalau begitu terpaksa suheng harus membuang tenaga lebih banyak lagi."
"Aaaaah, tak terhitung seberapa, tak terhitung seberapa........." jawab sipedang besi sambil
tertawa nyaring.
Kemudian sambil berpaling kearah putri Kim huan katanya lebih jauh:
"Setelah aku melindungi keselamatanmu maka kau tak akan terancam bahaya apa-apa lagi."
"Terima kasih atas maksud baik kalian" ucap putri Kim huan dengan suara lirih. "Tapi
aku.....aku tak ingin pergi........."
Pedang besi jadi tertegun, untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah
katapun.
Iapun tahu bahwa keseganan gadis itu berangkat bersama mereka tak lain dikarenakan
ulahnya, dalam waktu singkat perasaan cinta dan benci bercampur aduk dalam benaknya. Air
mukanya pun turun berubah hebat.
Melihat abang seperguruannya dibuat tersipu-sipu, Kim Thia sia segera membentak nyaring:
"Kalau kau tak mau pergi, lantas apa yang hendak kau lakukan? Apakah kau tidak tahu kalau
sekeliling penginapan ini sudah berjaga-jaga pihak musuh? Apakah kau ingin mencari jalan
kematian buat diri sendiri........?"
Putri Kim huan sedih sekali, teguran yang pedas membuat air matanya hampir saja jatuh
bercucuran, sambil menundukkan kepalanya la berkata kemudian:
"Bila kau memaksa untuk pergi, terpaksa aku hanya akan menuruti perkataanmu."
Diam-diam Kim Thia sia mendengus dingin, dia maju dua langkah kedepan dan berbisik disisi
telinganya sambil tertawa dingin.
"Kau anggap aku berbuat begini karena kehendak hati kecilku? Hmmmm.... ...seandainya
bukan atas usul suhengku, buat apa aku mesti memelihara harimau untuk mencelakai diri sendiri?"

Rupanya sejak dia mendengar putri Kim huan bermaksud melakukan perbuatan keji
terhadapnya, sikapnya terhadap gadis itupun mengalami perubahan 180 derajat.
Kalau semual dia masih menaruh perasaan iba atas nasibnya yang tragis, maka sekarang ia
justru membencinya hingga merasuk ketulang sumsum.
Putri Kim huan bukan gadis yang bodoh, tentu saja dia mengerti apa maksud memelihara
harimau untuk mencelakai diri sendiri tersebut.
Paras mukanya kontan saja berubah hebat, tapi hanya sebentar saja telah pulih kembali seperti
sedia kala, gumamnya lirih:
"Kau telah menaruh salah paham kepadaku, tadi aku sengaja berkata begitu tak lain hanya
ingin melepaskan diri dari orang tersebut."
Dengan kepala tertunduk dan rasa sedih yang luar biasa, pelan-pelan dia beranjak
meninggalkan ruangan dan mengikuti dibelakang keempat orang tersebut.
Ditengah jalan, Kim Thia sia tak bisa menahan diri lagi, tiba-tiba tanyanya: "Suheng, apakah
kau mengetahui kabar berita tentang pedang Leng gwat kiam itu?"
Merah padam selembar wajah sipedang besi, dengan cepat dia segera mengerling sekejap
kearah putri Kim huan, ia sedih dan serba salah untuk sesaat pemuda ini tak tahu apa yang mesti
diperbuatnya.
Tapi selang berapa saat kemudian, sahutnya juga: "Pedang itu berada ditangan Pek kut
sinkung.........."
Mendadak dari kejauhan sana muncul lima orang lelaki kekar yang berjalan mendekati kearah
mereka, sambil tertawa sipedang tembaga segera berkata:
"Kelima orang itupun merupakan lawan tangguh dari Pek kut sinkun. suheng, sudah seharusnya
kita bersekongkol dengan mereka."
"Benar" jawab pedang perak. "Sejak pianpacu mereka mati secara misterius dibukit terpencil,
lima orang gagah dari Kian an memang sedang menyusun rencana untuk melakukan pembalasan
dendam."
Kim Thia sia yang mendengar perkataan tersebut segera teringat kembali dengan
pertemuannya bersama Ciang sianseng tempo hari. Kematian Pianpacu tersebut waktu itu adalah
disebabkan ia mendapat titipan dari Pek kut sinkun untuk menyerahkan kotak Hong toh kepada
Ciang sianseng, tapi akhirnya mati ditangan orang yang mengincar mestika tersebut.
Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, segera gumamnya:
"Aaaaah tidak benar, tidak benar, kalau toh Pek kut sinkun telah menyerahkan kotak Hong toh
kepadanya untuk disampaikan kepada Ciang sianseng, berarti ia tidak mempunyai maksud untuk
membunuh Pianpacu tersebut, sudah pasti dalam peristiwa ini terjadi kesalahan paham. pek kut
sin kunlah dituduh tanpa dasar oleh lima orang gagah dari Kian an.
JILID 23
Sementara itu Kian an ngo hiong sudah berjalan semakin dekat, sipedang perak segera maju
kedepan menyapa kelima orang tersebut, katanya sambil tertawa:
"Aku dengar sebab kematian plan pacu kalian ada sangkut pautnya dengan ketua dari Tiang
pek san, benarkah begitu?"
"Benar, benar" sahut kelima orang itu sambil tertawa. "Semula kami memang mencurigai
kematian plan pacu kami sebagai ulah dari ketua Tiang pek san, kemudian setelah dilakukan

penyelidikan yang seksama dapat kami ketahui bahwa disaat terjadinya peristiwa ini, ketua Tiang
pek san menutupi diri bahkan selama berapa bulan sebelum dan sesudah peristiwa itu tak pernah
meninggaikan bukit Tiang pek san, maka kamipun menaruh perhatiannya terhadap Pek kut sinkun.
Aku rasa kecuali dia seorang kedua yang ada sangkut pautnya dengan peristiwa itu lagi."
"Benar, benar apakah kalian sudah menyelidiki sebab musabab terjadinya peristiwa itu?" sela
Kim Thi sia. "Kalau toh Pek kut sinkun telah menyerahkan kotak Hong toh kepada pian pacu
kalian, berarti dia tidak mempunyai kemungkinan untuk membunuhnya, aku rasa sipembunuh
tersebut adalah orang yang berniat merampas mestika itu."
Lima orang gagah dari Kian an mengalihkan perhatiannya kewajah pemuda itu. Salah seorang
diantaranya segera berkata:
"Ooooh rupanya sauhiap. Maaf, maaf, apakah ciang sianseng baik-baik saja?"
Begitu perkataan tersebut diutarakan, sipedang perak bertiga menjadi tertegun dibuatnya.
Kim Thi sia segera menjawab:
"aku baru berpisah satu bulan lamanya, jadi tidak kuketahui bagaimana keadaannya
belakangan ini."
Rupanya dia pernah bersua dengan kelima orang ini, sewaktu berjumpa Ciang sianseng pun
hadir disisinya. Karena itu kelima orang tersebut kenal juga dengan dirinya.
"Perkataan sauhiap memang benar" sahut Kian an ngo hiong kemudian. "Kami memang
bermaksud melakukan penyelidikan lagi dengan lebih seksama."
"Kalian mesti lebih waspada......." pesan Kim Thi sia.
Mendadak ia melihat salah satu diantara kelima orang tersebut sedang mengawasi putri Kim
huan dengan wajah penuh kegusaran.
sebaliknya putri Kim huan melengos kearah lain dengan mulut dicibirkan dan wajah menghina.
Kim Thi sia tahu pasti ada sesuatu yang tak beres, cepat dia menegur: "sobat, apakah kau
mempunyai sakit hati dengannya?"
Merah membara paras muka orang itu. Agaknya dia sedang berusaha mengendalikan gejolak
hawa amarahnya, sepatah demi sepatah kata ujarnya kemudian:
"Budak cilik ini tak tahu aturan, setengah bulan berselang dia pernah menitahkan anak buah
raksasanya untuk......."
Berbicara sampai disitu mendadak ia menjadi tergagap dan tak mampu melanjutkan
perkataannya, jelas peristiwa yang memalukan itu sulit diutarakan keluar olehnya. Tiba-tiba putri
Kim huan berpaling, kemudian balas berseru dengan wajah gusar:
"Kau mengatakan siapa yang budak kecil? Hmmm, seandainya kau mau menuruti perkataanku,
tak mungkin dirimu digaploki oleh anak buahku. Kalau sudah tahu bersalah, buat apa banyak
bicara lagi?"
Dengan hati mendongkol orang itu mendesak maju kedepan, lalu bentaknya lagi:
"Budak kecil, justru kau yang tak mau membedakan mana yang benar dan mana yang
salah.......hmmm, setelah kutemukan hari ini, akan kutuntut keadilan darimu."
Kim Thi sia cukup mengetahui tabiat putri Kim huan yang gemar membuat gara-gara dimanamana,
dengan wajah masam dia segera maju kedepan dan menegur dengan suara dingin:
"Sebenarnya apa yang terjadi? Cepat katakan, coba kupertimbangkan siapa yang benar dan
siapa yang salah."
"Waktu itu tanduku sedang melalui sebuah jembatan kecil, jembatan tersebut amar sempit dan
hanya bisa dilewati tandu saja. saat itulah dia datang dari arah seberang ketika aku suruh dia
menyingkir. Hmmm, dia jahat sekali, bukan saja tidak menyingkir bahkan sambil tertawa tergelak

malah melompat setinggi dua kaki dan melangkahi tanduku. Aku jadi sangat mendongkol maka
kusuruh Hon ciangkun memberi hajaran kepadanya."
"Hanya dikarenakan alasan tersebut?"
"Benar"
Dengan kening berkerut Kim Thi sia segera membentak:
"Hmmm, ulahmu benar-benar kelewat batas, kau bukan sri baginda, apa salahnya kalau dia
melompati tandumu? Atas dasar apa kau menyuruh anak buahmu menghajarnya? Hmmm, sudah
kuduga kesalahan pasti berada dipihakmu. Ayoh sekarang minta maaf kepadanya. Kalau tidak aku
akan menghajarmu sampai babak belur."
Buru-buru sipedang perak maju melerai, katanya sambil tertawa:
"sute, buat apa kau mesti marah-marah? Yang sudah lewat biarkan saja lewat, kesalahan toh
berada dikedua belah pihak. apa salahnya bila didamaikan secara baik-baik. Apalagi dia toh
seorang wanita yang menjadi lelaki pantas mengalah kepadanya."
Walaupun perkataan ini enak kedengarannya, namun siapa saja bisa mendengarkan kalau ia
sedang mengumpat kepicikan hati orang tersebut, tak heran paras muka orang itu menjadi merah
padam.
Putri Kim huan pun merasa amat sedih, apalagi ditegur oleh Kim Thi sia dihadapan umum. Ia
merasa harga dirinya telah diinjak-injak sehingga tak kuasa lagi air matanya jatuh bercucuran.
selang berapa saat kemudian, ia baru berkata dengan sedih:
"sekarang anak buahku telah mati semua, kau boleh saja menganiaya diriku sesuka hatimu.
Akupun tahu, kau adalah orang yang suka menganiaya diriku kaum lemah........."
"Kau tak usah menilai rendah diriku, aku hanya bekerja sesuai dengan permasalahannya, aku
tak takut kau sindir."
"Tapi perkataan nona ini memang benar?" pedang besi segera menyela. "Aku melihat sute
sering kali menganiaya dirinya..........."
"Yaa betul" sambung s ipedang tembaga. "Mungkln sute sudah menaruh kesan lain kepadanya,
sehingga urusan yang kecil pun kau sengaja besar-besarkan........."
Ditegur oleh dua orang suhengnya, Kim Thi sia menjadi termangu dan bungkam diri dalam
seribu bahasa.
Diam-diam iapun berpikir benarkah dia sudah menaruh "kesan buruk" terhadap gadis tersebut?
sewaktu ia terbangun dari tidurnya diluar pintu kamar tempo hari, hatinya sempat dibuat
terharu ketika putri Kim huan menyelimuti tubuhnya, tapi kemudian kesan itu berubah menjadi
buruk setelah ia mendengar pembicaraannya dengan pedang besi.
Dalam pada itu salah satu diantara lima orang gagah dari Kian an telah dibuat rikuh juga oleh
suasana tersebut, terutama setelah menyaksikan keadaan putri Kim huan yang mengenaskan,
pikirnya kemudian:
"Aaaai, sudah, sudahlah akupun tak tega memperlakukan gadis secantik ini secara kasar."
Maka tanpa berkata-kata lagi berlalulah lima ornag gagah itu dari hadapan mereka.
Tak selang berapa saat kemudian sampailah mereka didepan sebuah kuil, mendadak pedang
perak menghentikan langkahnya sambil memperhatikan permukaan tanah dengan sorot mata
yang tajam.
Rupanya diatas tanah yang becek bekas tertimpa air hujan, terlihat bekas telapak kaki yang
banyak sekali, sekilas pandangan bekas telapak kaki itu nampak kacau, tapi bila diperhatikan
seksama, rasanya jejak itu rapi dan teratur sekali. seakan-akan terdapat serombongan manusia
yang baru lewat dari sana.

"Su sute" ujar pedang perak kemudian. "Coba kau hitung, berapa orang yang baru lewat dari
sini?"
Dengan seksama pedang besi memperhatikan tanah, lalu jawabnya serius:
"Semuanya berjumlah dua belas orang, diantara mereka delapan orang memiliki ilmu
meringankan tubuh yang agak sempurna agaknya kemampuan mereka sudah mencapai sepuluh
bagian kesempurnaan." sipedang perak segera tertawa dingin.
"Heeeeh.....heeeeh......heeeeh......ternyata dugaanku memang benar. Pek kut sinkun memang
memiliki delapan orang jagoan yang memiliki kepandaian silat cukup tangguh."
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Coba kalian tunggu sebentar, aku segera akan balik kemari."
selesai berkata dia segera melejit keudara bagaikan seekor burung walet. Ditengah udara dia
berjumpalitan secara indah dan menutulkan ujung kaki kirinya pada punggung kaki kanan.
Kemudian badannya melejit setinggi satu kaki lebih dan melayang turun diatas atap kuil bagaikan
seekor rajawali raksasa.
Entah disengaja atau tidak- demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukannya ini segera
mendatangkan pujian dari semua yang hadir disana.
Kuil itu nampaknya begitu kuno tapi bila diperhatikan lebih seksama bangunannya selain
berlubang sesungguhnya sudah mempunyai sejarah seratus tahunan.
Dengan gerakan yang sangat ringan sipedang perak bergerak kesana kemari sehingga boleh
dibilang seluruh permukaan atap sudah dijelajahi, tapi entah apa yang dibuatnya.
Tak lama kemudian mendadak wajahnya sudah mandi peluh langkahnya tidak seringan tadi
lagi. Bagaikan diatas bahunya sudah diberi beban yang sangat berat. Melihat kejadian ini sipedang
tembaga segera berseru:
"Heran, mengapa ji suheng mengerahkan tenaga dalamnya diatas atap rumah secara
percuma......?"
"Yaa, sungguh mengherankan" sambung sipedang besi. "Padahal selama ini ji suheng amat
sayang dengan tenaga dalam sendiri......"
Belum selesai dia bergumam, sipedang perak telah melayang turun kembali keatas tanah dan
berdiri didepan pintu kuil tanpa berbicara.
semua orang dapat melihat dengan jelas wajahnya nampak pucat pias, keringat bercucuran
amat deras sedang napasnya tersengkal-sengkal.
Mendadak terdengar suara gemuruh yang sangat memekikkan telinga, perasaan terkejut semua
orang berpaling, ternyata atap bangunan kuil tadi telah roboh sama sekali keatas tanah.
Debu dan pasir yang berterbangan segera mengotori seluruh wajah pedang perak. akan tetapi
ia tetap berdiri tak bergerak, seakan-akan ia tidak merasakan akan hal itu Pedang perak tak bisa
menahan diri lagi, segera teriaknya: "Ji suheng cepat mundur, berbahaya sekali."
"Tak usah kuatir" sahut sipedang perak sambil berpaling. "Aku cukup mengetahui keadaan."
sambil berkata dia maju kedepan berapa langkah, lalu dengan wajah menyeramkan tertawa
dingin tiada hentinya, seakan-akan ia sedang menantikan sesuatu.
Betul juga, dari balik kuil mendadak bergema dua kali jeritan kesakitan yang memilukan hati,
disusul kemudian terdengar suara benturan yang keras. Pintu kuil telah didobrak orang dan
muncullah serombongan manusia berbaju ringkas yang berdesak-desakan lari keluar dari pintu.
Pedang perak yang sudah menantikan sejak tadi segera bertindak cepat, sepasang telapak
tangannya diayunkan berulang kali. "Blaaaam, blaaaammmm, blaaaammmmmmm"
Tiga pukulan bersarang telak ditubuh tiga orang lelaki kekar yang kabur paling depan.

Jeritan ngeri yang menyayat hatipun segera bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu
ketiga orang itu sudah terhajar oleh pukulan yang maha dahsyat itu hingga mencelat sejauh satu
kaki lebih dari posisi semula dan tewas seketika.
suasana menjadi sangat gaduh, disusuk kemudian kawanan lelaki kekar yang berebut keluar
dari pintu pun berlarian menghindar kesamping.
sambil tertawa dingin sipedang perak segera berpaling seraya membentak keras:
"sute bertiga, cepat halangi perjalanan mereka, jangan biarkan orang-orang itu melarikan diri"
Kecuali putri Kim huan, ketiga orang pemuda tersebut segera memahami maksud hati sipedang
perak. mereka tak berani berhayal lagi dan serentak memecahkan diri dalam tiga penjuru dan
menghadang jalan lari orang-orang itu.
Tampaknya kawanan lelaki kekar itupun sudah memiliki disiplin yang keras, mereka hanya kalut
sebentar untuk kemudian dapat menguasahi kembali keadaan disitu.
serentak mereka meloloskan senjata dan membentuk barisan untuk bersiap-siap menghadapi
segala kemungkinan yang diinginkan.
sementara itu sipedang perak sudah bertarung melawan empat orang jago berbaju hitam yang
memiliki kepandaian silat tangguh.
Angin pukulan menderu- deru menyelimuti angkasa, namun keempat lelaki berbaju hitam itu
bukan manusia lemah. Mereka mengurung sipedang perak ditengah arena dalam barisan su siu tin
hoat yang tangguh.
sipedang tembaga menghadang dihadapan tiga orang jago, agaknya dia berniat
mendemontrasikan kebolehannya, dengan pukulan yang amat dahsyat ia gempur ketiga orang
musuhnya habis-habisan sehingga mereka hanya mampu menangis saja.
Tapi keadaan yang menguntungkan itu hanya berlangsung sebentar saja, sepuluh gebrakan
kemudian tiba-tiba ketiga orang itu berpekik nyaring kemudian melancarkan pukulan bersamasama.
Enam gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat seketika mendesaknya mundur sejauh satu
langkah.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu telah berubah arah kembali, kini mereka terbagi dalam
tiga arah dan membentuk barisan sam huan tin hoat yang menyerang maupun menarik diri secara
bersama-sama. Kerja sama mereka amat sempurna membuat serangan sipedang tembaga meski
amat gencar, untuk sesaat pun sulit untuk menghalau musuhnya.
sipedang besi menghadang dua orang musuh, posisinya jauh lebih menguntungkan, apalagi
setiap serangannya selalu berhasil mendesak mundur musuhnya sampai berapa langkah.
Namun seperti juga jalan pikiran sipedang tembaga dia tidak terburu-buru untuk memberesi
musuhnya, tapi justru mendesak mereka yang sampai kalang kabut dan selalu terancam bahaya.
sedang musuh yang bertarung melawan Kim Thi sia adalah manusia berbaju hitam yang
berperawakan jangkung. Kim Thi sia kenali orang ini sebagai orang yang mengepungnya didalam
hutan malam itu dan menyerang dirinya dengan kukunya yang tajam.
oleh sebab itulah sepanjang pertarungan berlangsung, dia selalu bertindak sangat hati-hati,
asalkan musuh menggunakan kukunya yang tajam maka buru-buru dia menghindarkan diri lebih
jauh.
sementara itu putri Kim huan hanya mengawasi jalannya pertarungan dari sisi arena, dia sangat
memperhatikan setiap gerakan jurus yang dipergunakan pedang perak dalam menghadapi
musuhnya, kadang kala ia nampak termenung tapi sebentar kemudian berseri, jelas sekali dia
sedang mencuri belajar ilmu silat orang itu.

Dalam pada itu, diam-diam sipedang besi sedang menghitung jumlah musuhnya, termasuk tiga
orang yang telah tewas, jumlahnya tiga belas orang.
sebagai pemuda yang cerdik ia tahu bahwa diantara sekian orang, ada seorang diantaranya
yang menguasahi ilmu meringankan tubuh sebangsa menginjak salju tanpa bekas. semula dia tak
tahu siapakah orang itu, tapi setelah diperhatikan lebih jauh, jawabnya segera ditemukan.
Ia tahu orang itu pastilah si jago gedang setengah umur yang sedang bertarung melawan Kim
Thi sia.
Entah mengapa, disaat dia mengetahui kalau musuh yang paling lihay telah menjadi tandingan
Kim Thi sia. Tiba-tiba saja timbul perasaan gembira dihati kecilnya, dia berharap orang itu bisa
membunuh atau melukai atau bahkan membuat Kim Thi sia menjadi cacad seumur hidup.
orang tersebut memang lihay sekali, terutama ilmu Ci ka sian kangnya yang sangat lihay, dalam
keadaan terpaksa Kim Thi sia harus mengeluarkan ilmu tay goan sinkangnya untuk menghadapi
serangan-serangan tersebut.
Dalam waktu singkat, mereka berdua telah bertarung hampir dua puluh gebrakan lebih.
Baru saja Kim Thi sia mengeluarkan dua jurus serangan dari ilmu Tay goan sinkangnya,
manusia berusia setengah umur itu seketika sudah didesaknya hingga mundur tiga langkah lebih.
Hal ini membuat keheranannya semakin bertambah.
Baru saja dia hendak menggunakan jurus serangan yang ketiga, tiba-tiba pemuda itu jadi
terperanjat sekali hingga gerak serangannya tak berani digunakan lebih jauh.
Ternyata secara diam-diam putri Kim huan sedang mencuri belajar ilmu silatnya. Kim Thi sia
bukan takut ilmunya tercuri orang, tapi dia tak ingin gadis itu mempelajari silatnya hingga
menyusahkan dirinya dikemudian hari....
Begitu pikirannya bercabang, manusia berbaju hitam itu segera manfaatkan kesempatan yang
sangat baik itu untuk melancarkan serangan balasan, tiga buah pukulan dan dua serangan jadi
tangannya yang dilancarkan secara beruntun memaksa tubuhnya mundur sejauh tiga langkah
lebih.
sementara itu putri Kim huan sudah mulai menirukan gerakan yang dicuri lihatnya tadi, tapi dia
seperti mengalami sesuatu kesulitan, tahu-tahu gerakan tersebut terhenti sampai ditengah jalan.
sampai lama sekali ia termenung, namun kesulitan tersebut tak berhasil juga dipecahkan, maka
dia memperhatikan kembali kearah arena pertarungan.
Dengan cepat ia melihat bahwa Kim Thi sia sudah tidak mengeluarkan jurus-jurus tangguhnya
lagi. Ia sadar, sudah pasti pemuda itu tidak membiarkan dirinya mencuri belajar jurus ampuhnya
itu, tentu saja peristiwa mana membuat hatinya menjadi tak senang.
sebagai seorang jago yang berpengalaman manusia berbaju hitam itupun sadar bahwa
kesempatan yang sangat baik ini tak boleh disia-siakan dengan begitu saja. Dalam waktu singkat
dia menyerang dengan jurus " menuding kearah Peng ho" serta "sambil tertawa menunjuk langit
selatan" dari ilmu jari Ci ka sian kangnya.
Desingan angin tajam yang menderu- deru menyelimuti angkasa dan seketika mengurung Kim
Thi sia ditengah arena.
Kim Thi sia berhasil meloloskan diri dari serangan tangan kiri, namun gagal menghindarkan diri
dari serangan jari tangan kanan-"sreeeetttt......."
Kontan saja bajunya tersambar robek hingga lengannya menderita luka memanjang, dengan
perasaan terkejut bercampur gusar ia segera membentak keras dan sekali lagi mengeluarkan ilmu
Tay goan sinkangnya.
Manusia berbaju hitam itu segera mendengus tertahan dan mundur selangkah kebelakang,
menggunakan peluang itu Kim Thi sia melirik kembali kearah putri Kim huan.

Ketika dilihatnya gadis itu memusatkan perhatiannya lagi untuk mencuri belajar ilmu silatnya
dengan hawa amarah yang meluap segera teriaknya keras-keras:
"sudah kubilang jangan mencuri belajar ilmu silatku mengapa sih kau nekat terus Jangan
sampai bikin hatiku marah, hmmm? Aku bisa tak acuh kepadamu sepanjang hidup,"
Putri Kim huan menjadi terkejut sekali, pikirnya menjadi kaku dan jurus serangan yang baru
saja diingatnya menjadi kacau kembali.
sipedang besi yang mengikuti pembicaraan itu segera tertawa nyaring, tiba-tiba dia mendesak
mundur dua orang musuhnya, kemudian berkata dengan lantang:
" Nona, perhatikanlah permainanku ini, ilmu pukulan yang kugunakan adalah ilmu-ilmu silat
maha sakti."
sembari berseru dia bergeser kesamping lalu memutar dirinya kebelakang, ketika serangan dari
kedua orang lawannya sudah menyebar lewat, ia segera memutar telapak tangannya yang
menghajar salah seorang musuhnya hingga sempoyongan-
" Inilah jurus pertama, menangkap naga dibalik pintu"
Menanti orang itu sudah berdiri tegak. mendadak tangannya menyapu kembali kebawah
dengan kecepatan luar biasa, ketika dua orang musuhnya membentak keras gusar sambil
melancarkan serangan balasan, sipedang besi sedikitpun tidak gugup,
Ia menunggu sampai serangan musuhnya hampir mengena diatas badannya, mendadak napas
ditarik dalam-dalam dan tubuhnya berjongkok kebawah.
Menanti serangan kedua orang musuhnya sudah menyambar lewat dari sisi badannya, dengan
secepat kilat dia melompat bangun kembali sementara itu telapak tangan kirinya membabat keluar
membendung serangan musuh sedangkan tangan kanannya melepaskan serangan yang dahsyat.
serangan tersebut dilancarkan dengan cepat dan luar biasa, sasarannyapun. terarah secara jitu,
tak ayal bahu salah seorang musuhnya terhajar secara telak. Diiringi jeritan kesakitan, orang itu
segera jatuh berjumpalitan diatas tanah. Terdengar ia berseru lagi sambil tertawa nyaring:
"Inilah jurus yang kedua, lengan merah menaklukkan harimau"
Putri Kim huan sangat gembira, sambil tertawa merdu serunya berulang kali:
"Benar-benar serangan ilmu pukulan yang amat hebat, dalam satu gebrakan saja dapat
merobohkan seorang musuh........."
" Cepat lihat nona, inilah jurus yang ketiga."
Menyusul seruan itu, jerit kesakitan kembali bergema memecahkan keheningan.
Kasihan dua orang lelaki tersebut, hakekatnya mereka dijadikan bulan-bulanan oleh sipedang
besi. Pukulan kiri kanannya membuat kepala mereka pening tujuh keliling dan mengeluh kesakitan
tiada hentinya.
"Hey, kau harus mengajarkan ilmu pukulan itu kepadaku" teriak putri Kim huan tiba-tiba.
"Tentu saja nona, asal kau mau belajar. Akupun rela mewariskan segenap kepandaian silatku
kepadamu."
"Tidak. tak usah semuanya, yang jelek tak usah diajarkan sebab aku segan mempelajari ilmu
silat yang tak berguna."
"Waah, nona terlalu memandang rendah kemampuanku, kau tahu ilmu pukulan maupun ilmu
pedang yang kupelajari rata-rata merupakan ilmu silat pilihan yang amat hebat......."
"Berapa lama yang dibutuhkan untuk mempelajari semua kepandaian tersebut.....?"
"soal itu......soal ini mah tergantung pada kecerdasan serta daya tangkapmu."
"Bagaimana menuruti pendapatmu tentang diriku?"

sambil berkata gadis itu segera memperlihatkan sekulum senyumannya yang sangat menawan
hati.
si pedang besi segera merasakan hatinya berdebar ker sampai lama sekali dia termangu,
kemudian baru katanya:
"Nona adalah gadis tercantik dan terpintar yang pernah kujumpai selama hidupku. Aku yakin
dalam hal mempelajari ilmu silatpun kau tak perlu membutuhkan waktu yang cukup lama."
sementara itu Kim Thi sia telah berhasil pula melukai manusia berbaju hitam itu, sambil
memegangi perutnya orang itu berjongkok diatas tanah sambil berkerut muka menahan rasa
kesakitan yang luar biasa.
Melihat orang itu mengerang kesakitan, Kim Thi sia yang berhati bajik tak tega melanjutkan
serangannya, ia segera menarik kembali pukulannya dan mengundurkan diri dari situ.
sipedang besi yang menyaksikan kejadian ini tidak berbicara sepatah katapun,
mendadak ia melejit dua kaki ketengah udara lalu dari situ dia lepaskan sebuah pukulan yang
dahsyat sekali kebawah.
Manusia berbaju hitam yang pada dasarnya sudah terluka parah itu kontan saja mengeluh
kesakitan, darah segar menyembur keluar dari mulutnya dan ia jatuh pingsan seketika itu juga.
sipedang besi yang segera melayang turun keatas tanah kembali melepaskan dua buah pukulan
gencar kearah kedua orang musuhnya.
Dua orang manusia berbaju hitam lawannya itu sesungguhnya sudah kepayahan, apalagi kena
diterjang serangan dahsyat tersebut, mereka tak mampu menahan diri lagi dan tewas seketika.
Kim Thi sia merasa sangat tak puas, dia tak mengira sipedang besi begitu kejam dan tak
berperi kemanusiaan sehingga orang yang sudah terlukapun masih digempur secara kejam.
Dalam keadaan begini dia berpura-pura melengos kearah lain dan berlagak tidak melihat
kejadian tersebut.
sipedang tembaga pun sudah berhasil meringkus musuhnya, namun dia menderita sedikit
kerugian, terutama terjadi dihadapan putri Kim huan, nampaknya ia merasa kehilangan muka
sehingga selama ini hanya berdiri membungkam bagaikan patung. Putri Kim huan memandang
sekejap kearahnya tiba-tiba ia berseru keheranan: "Hey, kau terluka?"
Merah padam selembar wajah pedang tembaga, sambil tertawa getir dia menggelengkan
kepalanya seraya berkata:
"Aaaah, tidak apa-apa, tidak apa-apa hanya luka sekecil ini kenapa mesti dirisaukan?" Pelanpelan
putri Kim huan berjalan mendekatinya, kemudian menegur dengan lembut:
"Coba lihat, darah telah meleleh keluar masa keadaan beginipun dibilang tidak apa-apa?"
Dari sakunya dia mengambil sapu tangannya yang putih bersih lalu membalut luka tadi dengan
lembut.
Ketika lengan sipedang tembaga tergenggam oleh tangannya yang lembut itu. Hampir saja
pemuda tersebut tak percaya kalau hal tersebut merupakan suatu kenyataan. Rasa sakit pada
lengannya seketika hilang tak berbekas, diawasinya nona itu dengan termangu- mangu sementara
perasaan dalam hatinya terasa bergolak keras.
Ia merasa biarpun harus mengorbankan selembar jiwanyapun dia rela, asal keadaan seperti ini
bisa terulang kembali atas dirinya. Dengan suara terharu bisiknya kemudian:
"Aku......aku tak tahu bagaimana mesti berterima kasih kepadamu. Aku.......biarlah aku lakukan
sendiri...."
"sudahlah, jangan bergerak dulu, coba lihat, darahnya mengalir makin lama semakin banyak."

Dengan lemah lembut dan penuh perhatian kembali dia menyeka darah yang mengalir keluar
itu dengan sapu tangannya.
" Kalian orang laki-laki memang senang berlagak jantan" ia berbisik lembut. "Coba lihat, sudah
terluka pun masih tak diurus......aaai, benar-benar."
Sekali lagi sipedang tembaga menatap wajah nona itu lekat-lekat, kecantikan wajahnya,
kelembutannya dan kecerdikannya tiba-tiba saja membangkitkan suatu ambisi yang tak terkendali
dalam hati kecil pemuda ini.
"cukup, cukup,......kau jangan bergerak lagi, coba lihat, darah bisa mengalir makin deras....."
kedengaran gadis itu berseru lagi.
"Terima kasih......terima kasih......." sekali demi sekali sipedang tembaga mengulangi perkataan
tersebut, sementara pikirannya melayang memikirkan kesoal lain.
Dalam pada itu pedang besi merasa sangat tak senang hati setelah menyaksikan putri Kim
huan merawat luka suhengnya dengan begitu lembut dan mesra . Dia sangat berharap bisa
mengalami keadaan seperti abang seperguruannya itu.
Coba tahu bakal begini, dia pasti akan membiarkan tubuhnya dilukai musuh dalam pertarungan
tadi, agar dia pun memperoleh kesempatan untuk merasakan kelembutan tangan gadis tersebut.
sipedang perak yang berhasil menghajar musuhnya jalan mendekat dengan wajah berseri,
serunya sambil tertawa:
"Haaaaah.....haaaaah......haaaaah.......dengan tindakan kita ini, Pek kut sinkun pasti akan
dibuat keder lebih dulu........."
Kim Thi sia yang telah mengubur mayat-mayat musuhpun telah berkumpul kembali dengan
rekan-rekan lainnya.
Baru saja dia muncul, putri Kim huan telah berjalan menghampiri sambil berbisik: "so Bun pin
bersedia mengajarkan ilmu silatnya kepadaku, gembirakah kau..........?"
Kim Thi sia tertegun, namun melihat wajah gadis itu berseri-seru, diapun tak ingin
menghilangkan rasa gembiranya, dengan singkat sahutnya:
"Bila ia bersedia mengajarkan ilmunya kepadamu, pergilah belajar, kenapa mesti bertanya lagi
kepadaku?"
Mendadak terdengar pedang tembaga berteriak keras:
"Ayoh kita segera berangkat, jangan ngobrol terus membuang waktu."
Agaknya perkataan itu sengaja ditujukan kepada Kim Thi sia. Ketika pemuda tersebut
mendongakkan kepalanya terlihat wajah pemuda itu masam dan amat tak senang hati. Dia tak
tahu apa sebabnya abang seperguruannya itu mendongkol kepadanya, terpaksa dia hentikan
pembicaraan dan menempuh perjalanan kembali dengan langkah lebar.
Berapa li kemudian dari depan situ tiba-tiba muncul sesosok bayangan manusia yang bergerak
dengan kecepatan tinggi.
sipedang perak segera menengok sekejap kedepan, lalu katanya sambil tertawa:
"ooooh, rupanya hanya seorang nona, kukira Pek kut sinkun yang telah datang kemari."
Kim Thi sia berjalan dipaling depan, ia tidak mendengar perkataan dari sipedang perak. Disaat
"nona" itu melintas lewat dari sisi tubuhnya, ia seperti mengendus bau harum yang tipis.
Merasa keheranan, pemuda itu segera berpaling dan mengawasi bayangan manusia itu dengan
seksama.
Tampaknya sinona itupun seperti menemukan sesuatu, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya
seraya berpaling.

"Aaaaaah......." dengan perasaan bergetar keras Kim Thi sia seegra berseru tertahan-
"Bukankah kau......kau adalah nona Nyoo soat hong?"
Gadis itupun kelihatan agak tertegun, lalu berseru pula keheranan: "Kau adalah Kim Thi
sia......."
Dibalik nada seruan tadi terselip luapan rasa gembira yang amat sangat, seakan-akan tanpa
disengaja telah bersua dengan seorang sahabat kentalnya.
Gadis ini memang tak lain adalah Nyoo soat hong, gadis pertama yang dikenal Kim Thi sia
ketika baru turun dari gunung. Dia terhitung adik angkatnya pula sebab dengan kakak gadis
tersebut, mereka adalah saudara angkat.
Kedua orang itu sama-sama dicekam rasa gembira yang meluap, meski ada beribupatah kata
ingin disampaikan, namun pada saat perjumpaan tersebut ternyata taksepatah katapun sanggup
diutarakan.
sampai lama kemudian Nyoo soat hong baru berbisik,
"Waaaah, sekarang kau sudah menjadi seorang manusia yang luar biasa......."
"Aaaah, siapa yang bilang? Manusia sebesar diriku ini tak becus dan tak mampu melakukan
apa-apa........" merah padam selembar wajah Kim Thi sia. "Bagaimana dengan keadaanmu
sendiri? Mana kakak angkatku? Apakah dia sehat-sehat saja......."
"Aaaai, segala sesuatunya bagaikan impian....." keluh sinona yang dulunya berhati keras tapi
kini nampak mengalami perubahan yang besar sekali. setelah tertawa getir terusnya:
"Aku dan abangku sudah berupaya kesana kemari dengan mengerahkan segenap kemampuan
yang dimiliki, namun bukan saja tak berhasil menyelidiki musuh besar pembunuh ayahku, hampir
saja nyawa kami turut melayang. Kalau dulu aku seorang periang, maka sekarang.....aaai."
Kim Thi sia dapat melihat kemurungan dan bekas penderitaan yang membekas diwajah nona
yang cantik. Dia tahu selama ini mereka pasti sudah banyak merasakan pahit getirnya
penghidupan, kalau tidak mustahil gadis tersebut akan berkeluh kesah.
"Mana abangmu? Kau belum mengatakan hal ini kepadaku" seru Kim Thi sia kemudian setelah
termangu sejenak.
"Dia berada dikota, aku memang hendak bertemu dengannya, tak disangka disini telah bersua
denganmu lebih dulu."
"Haaaah......haaaah......haaaah.......kalau begitu aku segera akan bersua kembali dengan abang
angkatku." Tiba-tiba sipedang tembaga menyela:
"Sute, kau memang pandai bergaul sehingga siapa saja kau kenal, nona ini sangat hebat dalam
ilmu meringankan tubuh, aku percaya dia pastilah seorang pendekar wanita dari perguruan
kenamaan, mengapa kau tidak perkenalkan kepada kami semua?"
"ooooh, tentu saja, tentu saja......." secara ringkas Kim Thi sia pun mencerirakan asal usul Nyoo
soat hong kepada semua orang.
sementara itu Nyoo soat hong segera maju kedepan dan memberi hormat kepada sipedang
perak, peang tembaga serta pedang besi.
Tatkala ia menyaksikan disitu hadir pula seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari
khayangan, perasaannya segera bergetar keras. Melihat itu buru-buru Kim Thi sia menerangkan:
"Dia bukan bangsa Han.....kau tahu, dia mempunyai asal usul yang hebat. Dia masih terhitung
putri dari kaisar negeri Kim saat ini." Nyoo soat hong nampak terkejut bercampur keheranan,
segera katanya:
"Belum pernah kutemui seorang putri raja kecuali mendengarnya dari kisah cerita.
Waaah.......tak disangka kecantikan seorang putri raja benar-benar luar biasa........"

sipedang tembaga segera menyela:
"Nona, kau tentu teman intim suteku bukan? Bila tak keberatan mari kita masuk kota bersamasama,
dengan begitu sutepun punya teman."
Merah padam selembar wajah Nyoo soat hong, kata "intim" terasa berbau porno untuk
diartikan dalam hubungan antara laki dan perempuan, tapi diapun tidak menyangkal sebab
sebagai adik angkatnya, hubungan mereka boleh dibilang intim sekali.
sementara itu putri Kim huan telah mengamati pula gadis tersebut berapa kejap. Terasa
olehnya walaupun nona itu penuh berdebu namun tak kehilangan kecantikan wajahnya, terutama
hubungannya yang begitu akrab dengan Kim Thi sia, diam-diam ia merasa amat tak senang hati.
Nyoo soat hong sendiri merupakan gadis yang tahu diri, selama berada dihadapan orang
banyak. ternyata ia tak pernah menyinggung masalah keluarganya.
Namun ketika ia mendapat tahu kalau Kim Thi sia hendak bertarung melawan Pek kut sinkun,
gadis tersebut segera menyatakan kesediaannya untuk turut serta bersamanya.
sebab sedikit banyak kematian ayahnya memang melibatkan pula tokoh persilatan tersebut.
Bukan cuma begitu, malah kedatangan mereka kekota itupun berniat untuk menyambangi pek
kut sinkun.
Entah mengapa, sejak kehadiran Nyoo soat hong dalam rombongan itu, sipedang tembaga
kelihatan gembira sekali, dia sering mencari alasan untuk berbincang atau bergurau dengan putri
Kim huan.
Hanya sipedang besi seorang yang merasa tak senang hati, agaknya dia sudah merasakan
bahwa sam suhengnyapun menaruh minat yang besar atas diri putri Kim huan.
Hanya pedang perak sendiri yang membungkam dalam seribu bahasa, memang begitulah
wataknya, sekalipun menghadapi masalah yang besarpun, perasaan hatinya tak pernah
diungkapkan keluar.
Tiba didalam kota, kehadiran empat pria dan dua wanita ini segera menggemparkan disekeliling
lorong jalanan.
Tak lama kemudian berita kedatangan mereka sudah disampaikan kepada Pek kut sinkun, maka
menjelang magrib, muncullah serombongan manusia persilatan lagi kekota tersebut.
Kawanan jago persilatan yang muncul kemudian ini memiliki perbedaan yang menyolok dari
kawanan jago lainnya, dari sorot mata mereka yang tajam menggidikkan hati dapat disimpulkan
kalau mereka semua memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh.
setibanya didalam kota, rombongan tersebut segera membaurkan diri dengan masyarakat lain
beristirahat dalam rumah makan-
Ketika sipedang perak sekalian memasuki sebuah rumah makan, sipedang besi segera
merasakan akan hal ini, sambil tertawa dingin ia segera berkata:
"Ji suheng, rupanya kakek panca bisa yang kita paling benci pun telah datang kemari. Rupanya
perencanaan Pek kut sinkun cukup sempurna."
"sute tak perlu kuatir" sahut pedang perak cepat. "Walaupun kelima manusia cebol itu punya
sedikit nama didalam dunia persilatan, namun mereka tak ada nilainya dihadapan kami, bila
mereka berani menyerang datang, malam ini juga kita habisi mereka semua."
sementara pembicaraan berlangsungl kebetulan disisi mereka lewat dua orang jago persilatan
yang bertubuh kekar dan berwajah penuh tahi lalat, agaknya mereka sempat mendengar
pembicaraan tersebut hingga tanpa terasa mendengus dingin.
Mendengar dengusan itu, dengan kening berkerut sipedang perak segera tertawa dingin,
jengeknya:

"Keparat busuk. rupanya kalian adalah sepasang pedang langkah sakti........"
Kemudian setelah berhenti sejenak. terusnya:
"Bukankah sepanjang pedang langkah saktipun terhitung manusia kenamaan? Kenapa sewaktu
lewat disamping kami harus tundukkan kepala? oooh, rupanya kalian tak berani mencabut kumis
harimau....haaaah....haaaah...haaaaaah......."
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, dia sengaja berbicara dengan suara keras sehingga
dua orang lelaki itucun ikut mendengar dengan jelas sekali.
seketika itu juga sepasang pednag langkah sakti menghentikan langkahnya dan berpaling
sambil melotot penuh kegusaran.
"Ada apa?" sipedang besi segera menjengek sambil tertawa dingin. "Apakah kalian tidak terima
dengan perkataan suhengku itu?"
sambil berkata, dia menerjang maju kedepan dan langsung melancarkan sebuah pukulan
dahsyat.
Dengan gerakan cepat dua orang itu memencarkan diri kekiri dan kanan sambil beruntun
melepaskan tiga buah tendangan dan sebuah pukulan.
sipedang besi segera membungkukkan badan, dari bacokan dia merubah jurus serangannya
menjadi dorongan dan melepaskan dua buah pukulan berantai.
sepasang pedang langkah sakti menjengek dingin, mereka membalikkan telapak tangannya lalu
menyambut ancaman tersebut dengan keras melawan keras. "Blaaaammmmmm. ......"
Ditengah benturan keras, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur sejauh tiga langkah
dari posisi semula.
Pedang besi segera berkerut kening, baru saja dia akan melancarkan serangan lagi, mendadak
dari depan pintu sana muncul lima orang kakek ceking yang bertubuh cebol.
"Hey pedang besi, kau jangan bertindak keterlaluan" bentakan keras segera bergema
memecahkan keheningan. "Hmmmm, tunggu saja sampai esok pagi, akan datang orang yang
menuntut keadilan darimu."
Jangan dilihat kelima orang itu bertubuh cebol pun kecil, ternyata suara bentakannya keras
bagaikan suara guntur.
sipedang perak segera tampil kedepan menghadang dihadapan sipedang besi, sahutnya
kemudian dengan suara dalam:
"Baik, sampai jumpa esok pagi."
Dalam pada itu, Nyoo soat hong dengan sorot matanya yang tajam ikut mengawasi pula gerak
gerik kelima orang itu, mendadak ia seperti menemukan sesuatu, dengan wajah terkejut
bercampur gugup dia mendekati Kim Thi sia lalu berbisik dengan cemas:
"Aduh celaka saudara Thi sia, kakak ku telah ditangkap orang-orang itu, ayolah kau cepat
selamatkan dia"
Kecemasan dan kegugupan yang menyelimuti wajah sinona seketika membuat Kim Thi sia turut
terkejut, serunya kebingungan:
"Apa kau bilang? Adik Hong, apa kau bilang? saudara Jin hui ditangkap orang......?"
Nyoo soat hong segera menunjuk kearah seorang manusia berbaju putih yang duduk bersama
serombongan jago, lalu serunya:
"Coba lihat, bukankah orang itu adalah abangku? Lihatlah, dia sama sekali tak bergerak, sudah
pasti jalan darahnya telah ditotok."

Kim Thi sia segera menengok kearah yang ditunjuk. betul juga, ia segera kenali pemuda
berbaju putih itu sebagai kakak angkatnya, Nyoo jin hui yang sudah berpisah dengannya selama
berapa waktu.
Perasaan hatinya yang semula tenang kontan saja bergolak keras, katanya kemudian-
"Waaaah celaka, bila Nyoo jin hui sampai terjatuh ketangan mereka, dia pasti akan menderita
siksaan- Adik Hong, kau tak usah cemas, aku pasti akan berusaha untuk menyelamatkan jiwanya .
"
Kedua orang itu berbicara dengan suara lirih, karenanya sipedang perak sekalian sama sekali
tidak mendengar. sedang Kim Thi sia pun tidak mengatakan persoalan ini kepada mereka, ia
membalikkan badan lalu lari mendekati orang-orang tersebut.
Buru-buru Nyoo soat hong menyusul kedepan, ditengah jalan ia sudah meloloskan pedangnya
siap menyerang.
Tiba dihadapan pemuda berbaju putih itu Kim Thi sia segera mengamati orang tersebut dengan
seksama, kebetulan orang berbaju putih pun mendongakkan kepalanya, begitu empat mata
bertemu, nampak bibirnya bergetar ingin mengucapkan sesuatu namun tak sepatah katapun yang
sanggup diutarakan. Dengan cepat Kim Thi sia berpikir:
"Aaaah, saudara Jin hui, sudah lama kita tak bersua, tak disangka kita akan bersua kembali
dalam suasana begini."
sementara itu kawanan jago persilatan yang duduk semeja dengan pemuda berbaju putihpun
sudah merasakan akan kehadiran Kim Thi sia yang diliputi kebengisan itu, mereka saling
berpandangan sekejap. kemudian tiga orang diantaranya bangkit berdiri dan mendekati pemuda
kita sambil menegur: "Sobat, ada urusan apa kau?"
Agaknya orang-orang itupun tahu bahwa Kim Thi sia bukan manusia sembarangan yang bisa
dihadapi dengan begitu saja, apalagi ia berada satu rombongan dengan sipedang perak sekalian.
Karena itu meski diluar mereka tak berkata apa-apa, namun secara diam-diam sudah
mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Kim Thi sia yang bernyali besar sama sekali tak gentar menghadapi kawanan jago tersebut,
dengan angkuh katanya:
"Tanpa urusan aku tak akan datang kemari, terus terang saja, tujuanku kemari adalah untuk
meminta orang"
"Meminta orang?" seorang lelaki bercodet yang berdiri disisi paling kiri segera menjengek.
"Siapa yang kau minta? Tentunya sobat tak akan mengatakan batok kepalaku yang diminta
bukan?"
Melihat sikap menjengek dari orang tersebut, Kim Thi sia menjadi sangat mendongkol, segera
sahutnya dingini
"Bila kalian tidak menyerahkan orang yang kuminta, kemungkinan besar harus meminta batok
kepalamu lebih dulu."
seraya berkata dia segera bertolak pinggang dan mengawasi lawannya dengan sikap
menentang.
Lelaki itu sebetulnya berasal dari golongan perampok, dia sudah terbiasa melakukan segala
kejahatan, maka sambil menarik wajahnya dia berseru dengan buas:
"Manusia keparat, bila kau memang pingin mampus, jangan salahkan bila aku bertindak
kejam."
Lalu sambil menjengek sinis bentaknya keras-keras: "Bocah keparat, lihat serangan-"
sebuah telapak tangan yang besar dan dahsyat langsung menyambar kedepan dengan sangat
hebatnya.

Kim Thi sia membentak nyaring lalu melancarkan sebuah bacokan pula kedepan.
"Blaaaammmmmm.
Ditengah benturan keras, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur sejauh tiga langkah
lebih.
Merasa bertemu dengan tandingannya, lelaki utu semakin berang kembali teriaknya: "Maknya,
aku tak percaya sibabi hutan sakti tak mampu mengungguli dirimu........"
Kembali sebuah pukulan dahsyat dilontarkan dengan tangan kanannya.
Kim Thi sia memang paling ahli dalam sistim pertarungan semacam ini, melihat gerak serangan
yang digunakan lelaki itu amat sesuai dengan keinginan hatinya, ia menjadi kegirangan setengah
mati.
sambil memperkokoh kuda-kudanya dia pun tidak menghindarkan diri, sebaliknya sambil maju
setengah langkah dia sambut datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan-
Dalam waktu singkat tangan lelaki tersebut sudah menyambar pinggangnya serta memeluk
dengan kencang, pikirnya dengan geram:
"Bocah keparat yang tak tahu diri, dengan jurus "babi hutan mencabut pohon" ku ini, akan
kuhancur lumatkan tubuhmu menjadi perkedel."
Dia ingin mendemonstrasikan kebolehannya didepan rekan-rekan lainnya maka begitu
tangannya berhasil merangkul pinggang lawan- dia segera membetotnya kencang-kencang
dengan maksud mematahkan pinggang musuh kemudian telapak tangan yang lain diayunkan
untuk menghajar ubun-ubunnya.
sayang seribu kali sayang perhitungannya meleset sama sekali, sejak terjun kedunia persilatan
Kim Thi sia memang tersohor karena pertarungan kerasnya, bila dibandingkan dengan si babi
hutan sakti ini, entah tenaganya berpa kali lebih hebat.
sekarang dia memang sengaja tak menghindar dan membiarkan lawannya merangkul
pinggangnya, tapi begitu musuh mulai membetot pinggangnya, tiba-tiba saja dia meronta serta
meloloskan diri dari cengkeraman lawan, disusuk kemudian bentaknya keras-keras: "Telur busuk.
kau anggap Kim toaya bisa dipermainkan semau hati sendirinya.......?"
Telapak tangannya segera diayunkan dan menghajar kebawah.
sibabi hutan sakti merupakan seorang manusia kasar yang tak pernah memakai otaknya,
selama ini dia kelewat percaya dengan keampuhan jurus "babi hutan mencabut pohon"nya dimana
ia sudah berulang kali meremukkan tulang pinggang musuh.
Tapi sayang kali ini dia salah perhitungan, menanti tenaga pukulan musuh terasa sudah
mengancam punggungnya, untuk menghindarkan diri jelas sudah tak sempat lagi.
Kim Thi sia yang mempamerkan kekuatannya hingga mengagetkan lawannya segera
menambahi kekuatannya dengan dua bagian-"Kraaaaakkkk......"
Begitu tenaga pukulannya menghantam dipunggung sibabi hutan sakti, orang segera menjerit
kesakitan dengan suara yang memilukan hati. Tulang punggungnya seketika hancur berapa bagian
dan pingsanlah orang itu.
Bagaikan bukit karang yang ambruk, tubuh sibabi hutan sakti yang tinggi besar roboh
terjengkang keatas tanah, kontan saja peristiwa itu menggemparkan semua jago.
Padahal semua orang tahu bahwa sibabi hutan sakti memiliki tenaga yang luar biasa dengan
daya tahan yang mengagumkan, siapa tahu hari ini dia telah dibuat keok oleh seorang pemuda tak
dikenal, tentu saja mereka tak mengira kalau pemuda tak dikenal itu sesungguhnya adalah Kim
Thi sia yang termashur karena paling susah dihadapi.
Ketika berhasil merobohkan musuhnya, Kim Thi sia segera memberi tanda kepada Nyoo soat
hong agar jangan bertindak gegabah, kemudian teriaknya dengan lantang:

" Kalian semua harus tahu, aku datang kemari untuk minta orang karena orang itu mempunyai
hubungan denganku, kalian harus membebaskannya. Kalau tidak......hmmm, sibabi hutan ini
merupakan contoh yang paling jelas."
Kelima kakek cebol yang duduk disekitar situpun tidak bergerak dari posisi semula, lama sekali
mereka awasi pemuda tersebut lekat-lekat, kemudian salah seorang yang berada dipaling ujung
sebelah timur bertanya dengan lantang:
"Aku ingin bertanya kepadamu, sebetulnya persoalan ini atas prakara dirimu sendiri ataukah
atas suruhan dari sipedang perak."
"Aku sudah lama kenal dengan orang itu, tentu saja atas prakarsa diriku sendiri" jawab Kim Thi
sia cepat.
Mendengar jawaban itu, sikakek segera tertawa dingin.
"Heeeeh......heeeeeh.......heeeeeh.......aku tahu, kau satu komplotan dengan sipedang perak.
aku lihat lebih baik akui saja bahwa niat meminta orang tadi merupakan prakarsa dirinya,
bukankah kalian hendak menggunakan alasan ini untuk mencari gara-gara dengan kami?"
"Ngaco belo" teriak Kim Thi sia makin gusar. "Persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya
dengan sipedang perak. hey tua bangka, kau tak usah banyak berbicara lagi, katakan saja kau
bersedia membebaskan orang itu atau tidak?"
Kembali kakek itu tertawa dingin-
"Baik, anggap saja aku memang ngaco belo......"
Kemudian sambil berpaling kearah sipedang perak sekalian, teriaknya lagi dengan lantang:
"Hey pedang perak, katakan saja, bukankah hal ini atas prakarsamu yang ingin mengajukan
pertarungan? sebenarnya apa maksud tujuanmu yang sebenarnya?"
Ketika Kim Thi sia berpaling dia menyaksikan sipedang perak sekalian telah balik kembali
kesana dan mengikuti jalannya peristiwa dengan tenang. Tiba-tiba saja pemuda itu merasa
menyesal, pikirnya:
"Aaaai, jelas akulah yang membuat gara-gara dalam peristiwa ini, aku telah mendatangkan
kerepotan baginya."
Tapi teringat akan makian kakek cebol itu, amarahnya seketiak meluap. tiba-tiba dia mendesak
maju kedepan, lalu dnegan menggunakan jurus "kecerdikan menyelimuti jagad" dari ilmu Tay
goan sinkang, ia lancarkan sebuah serangan yang dahsyat kedepan-
Berubah hebat paras muka kakek itu sambil membentak keras dia melompat bangun dari
tempat duduknya, lalu dari tengah udara dia membentangkan telapak tangannya langsung
menghajar keatas ubun-ubun pemuda tersebut.
Begitu ia mulai bertindak keempat orang kakek ceking lainnya pun turut bangkit dari tempat
duduknya dan berhubungan keluar rumah makan-
Agaknya sipedang perak pun sadar bahwa situasi memaksa mereka untuk melangsungkan
pertarungan, ia segera memberi tanda kepada sipedang besi dan pedang tembaga lalu masingmasing
mengancam posisi yang berbeda untuk mengamati gerak gerik musuh.
sementara itu Kim Thi sia telah terlibat dalam pertarungan sengit melawan orang ketiga dari
kakek panca bisa.
Kepandaian silat yang dimiliki kakek ceking tersebut benar-benar sangat hebat, tenaga pukulan
hawa panasnya yang menderu- deru mengurung Kim Thi sia ditengah arena.
Namun Kim Thi sia pun tidak lemah, sambil mengerahkan ilmu Tay goan sinkangnya dia
lancarkan serangan berulang kali untuk menjebolkan pertahanan musuh yang berusaha
mengurungnya itu. Dalam waktu singkat mereka sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang
amat seru.

Ketiga Nyoo soat hong mengayunkan pedangnya ikut menyerbu kedepan, ia segera dihadang
oleh seorang pelajar berambut panjang, dengan cepat mereka berduapun terlibat dalam
pertarungan sengit.
Dalam pada itu sipedang perak telah berkata kepada putri Kim huan-
"Nona, aku tahu kau tak mengerti ilmu silat, akupun takut kau akan terluka dalam pertarungan
masal nanti, karenanya kuminta nona suka mempertimbangkan bagaimana kalau berada disisiku
saja, sebab dengan berbuat begitu maka kemungkinan terluka akan menjadi kecil.......apakah
nona bersedia menerima tawaranku ini?"
Putri Kim huan memutar biji matanya sebentar, dengan cepat dia memahami maksud hati
sipedang perak. maka dengan langkah lebar dia berjalan kesisi pemuda tersebut.
sambil tersenyum sipedang perak segera berkata kepada pedang tembaga serta pedang besi,
"sam sute, coba kau hadapi lotoa dan loji dari kakek panca bisa, sedang losu dan longo
dihadapi su sute, yang lainnya serahkan saja kepadaku untuk dibereskan, entah bagaimana
pendapat sute berdua?"
sipedang tembaga melirik sekejap kearah putri Kim huan, lalu sahutnya dengan suara dalam:
"Aku turur perintah"
Kemudian bersama sipedang besi so Bun pin, mereka mendekati musuh-musuhnya dan segera
terlibat dalam pertarungan seru.
Menanti kedua orang adik seperguruannya telah pergi, sipedang perak baru berpaling kearah
putri Kim huan sambil bertanya:
"Nona, benarkan kau menaruh minat yang besar terhadap ilmu silat?"
"Yaa, sejak dua tiga hari berselang, aku mulai tertarik dengan kepandaian silat" sahut putri Kim
huan sambil tersenyum. "Dulu aku sudah mengabaikan kebaikannya, tapi sekarang, setelah
berada diluaran seorang diri Aku baru sadar bahwa ilmu silat merupakan bekal yang sangat
penting." sambil tertawa pedang perak segera berseru:
"Aaaah, rupanya nona bisa tertarik pada ilmu silat karena sudah memahami arti penting dari
kepandaian tersebut......."
Mendadak terdengar suara bentakan keras dari Kim Thi sia memotong pembicaraan mereka
berdua, tampak pemuda itu dengan rambut kusut sedang mendekati kakek bermuka hitam
dihadapannya selangkah demi selangkah.
Mendadak oemuda itu melancarkan serangan dengan jurus "mengebas baju membersihkan
debu" ditangan kirinya dan jurus " angin menyambar merobohkan pohon- ditangan kanannya
memaksa kakek bermuka hitam itu mundur sampai sejauh satu kaki lebih terlihat jelas pukulan
yang dilancarkan kakek bermuka hitam itu nyata tak mampu membendung gerak majunya.
melihat akan kejadian ini, sambil menghela napas panjang sipedang perak berkata:
"Ilmu pukulan yang dimiliki Kim sute benar-benar sangat hebat dan mengagumkan sekali."
Mendadak putri Kim huan mendongakkan kepalanya, lalu bertanya:
"Bukankah kau adalah abang seperguruannya? sepantasnya kaupun menguasahi ilmu pukulan
tersebut, masa kau tidak bisa?"
sipedang perak nampak tertegun sejenak lalu dengan sorot matanya yang tajam bagaikan
sembilu dia mengawasi Kim Thi sia sekejap, seakan-akan ada sesuatu perkataan yang hendak
diutarakan, namun akhirnya niat tersebut diurungkan-
"Apakah aku telah salah berbicara??" tanya putri Kim huan kemudian. sambil menggelengkan
kepalanya sipedang perak menghela napas panjang, katanya:

"Nona, jangan salah paham, aku sedang berpikir apa sebabnya adik seperguruanku ini bisa
menguasahi ilmu pukulan yang begitu aneh dan sakti." Putri Kim huan segera tertawa.
"Padahal masalahnya sangat gampang sekali, bisa jadi suhumu hanya mewariskan ilmu
tersebut kepadanya dan tidak diajarkan kepadamu......"
Mendadak ia merasakan perubahan aneh pada wajahnya, tanpa terada gadis ini berhenti
berbicara dan mengawasinya dengan termangu, pikirnya lebih lanjut:
"sungguh aneh orang ini, lagaknya seakan-akan sudah tiada orang yang dipercayai lagi didunia
ini, tak heran kalau suhunya hanya mewariskan ilmu silat simpanan tersebut kepada Kim Thi sia
seorang."
Padahal waktu itu sipedang perak sedang mengenang kembali suatu peristiwa yang tak pernah
terlupakan olehnya...
Dia merasa dihadapannya seakan-akan terdapat segumpal darah segar, diatas genangan darah
terkapar tiga sosok mayat perempuan mereka semua adalah anak keluarga Malaikat pedang
berbaju perlente.
Tak lama kemudian gurunya pulang, mereka kakak adik seperguruan yang berjumlah sembilan
orangpun bersembunyi dibalik kegelapan lalu disaat gurunya tak siap. sembilan bilah pedang
mestika pun menyerang secara serentak ketubuhnya, kemudian toa suheng dan dia mengerahkan
segenap kekuatan yang dimiliki melancarkan bacokan dahsyat kemuka.....
Gurunya tak mampu menahan diri dan segera roboh terkapar diatas tanah, maka merekapun
bersepakat untuk memotong lidahnya, mencukil matanya, memotong rambut, tulang, telinga, otot
nadi, lengan dan kakinya.
JILID 24
"Apakah gurunya itu....... belum mati juga?"
Maka diapun berpikir lebih jauh.
Bisa jadi gurunya yang hampir sekarat dan duduk dikuda kurusnya telah bertemu dengan Kim
Thi sia ditengah jalan, kecerdikan dan kegagahan Kim Thi sia segera menimbulkan rasa terharu
dihati gurunya itu hingga sebagai balas jasanya dia wariskan ilmu silat simpanannya itu kepada
pemuda tersebut.
Ini berarti Kim Thi sia pasti mengetahui perbuatan mereka yang terkutuk itu, dia pasti
mendapat pesan dari Malaikat pedang berbaju perlente untuk berpura-pura mengikat tali
hubungan dengan mereka, kemudian setelah kesempatan yang baik tiba, dia akan melaksanakan
harapan si Malaikat pedang berbaju perlente itu....
Dengan termangu-mangu diawasinya Kim Thi sia tanpa berkedip, dia merasa seakan-akan
Malaikat pedang berbaju perlente telah berdiri dihadapannya. Tiba-tiba saja dia merasa bergidik
dan mendusin kembali lamunannya.......
Makin dipikir sipedang perak merasakan persoalannya semakin gawat, dengan wajah berubah
hebat akhirnya dia membatin:
"Sudah jelas aku sedang memelihara harimau untuk mencelakai diri sendiri. Mungpung
sayapnya belum tumbuh secara utuh, kenapa aku tidak berupaya untuk melenyapkan sekarang
juga sehingga akibat yang lebih fatal bisa dihindari?"
Lain gumamnya lebih jauh:

"Yaa betul, aku mesti memakai akal untuk memancingnya agar dia membeberkan dulu rahasia
ilmu silat andalannya itu. Kemudian baru membungkamkan mulutnya untuk selamanya. Atau
paling tidak nama serta pamorku harus meningkat lebih tenar dan tersohor."
Lambat laun sekulum senyuman yang susah diduga artinya tersungging diujung bibirnya, dia
mengepal tinjunya kencang-kencang sambil melirik sekejap kearah Kim Thi sia, agaknya sebuah
keputusan besar telah diambil.
Mendadak segulung desingan angin tajam menyambar lewat dari belakang punggungnya.
Ia segera menarik kembali senyumannya seraya membalikkan badan seraya tiba-tiba sambil
melepaskan sebuah gempuran balasan.
orang itu segera mendengus tertahan dan berjongkok keatas tanah dengan napas terengahengah.
sipedang perak tertawa dingin, tiba-tiba bentaknya lagi dengan suara keras: "Kaupun harus
roboh"
Ditengah bentakan keras sebuah serangan jari tangannya mendadak disodokkan kearah
seseorang yang sedang menyergap datang dari belakang tubuhnya........
Desingan angin tajampun menderu- deru ditengah udara, belum sempat ruyung penjang orang
itu dipergunakan, tahu-tahu jalan darahnya sudah tersambar serangan jari tangan itu, sepasang
lututnya menjadi lemas lalu roboh terjungkal keatas tanah. Pada saat itulah terdengar Kim Thi sia
membentak keras: "Kena"
Ketika putri Kim huan mendongakkan kepalanya ia saksikan kakek bermuka hitam pekat macam
pantat kuali itu sudah jatuh terjungkal keatas tanah dan roboh terkapar.
Wajahnya yang hitam kini berubah jadi pucat pias seperti mayat. napasnya terengah-engah dan
tak sanggup lagi untuk merangkak bangun. sambil tertawa Kim Thi sia segera berkata kepada
sipedang perak:
"suheng, kemampuanku betul-betul tidak becus, masa setengah harian lamanya baru bisa
merobohkan dia"
sipedang perak segera tersenyum.
"Kemampuanmu tak jelek kau tahu, kepandaian silat orang ini kelewat tangguh. sute yang bisa
merobohkan dia dalam setengah jam saja sudah terhitung sangat hebat."
sementara dihati kecilnya dia berpikir:
"Bocah keparat ini betul-betul menggidikkan hati, bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung
terus, tak sampai setengah tahun kemudian niscaya dia telah berhasil melampaui kemampuanku."
Tiba-tiba kakek bermuka pantat kuali yang sudah roboh terkapar ditanah itu melompat bangun,
kemudian dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya melepaskan babatan maut
kelambung anak muda tersebut.
Gerak serangannya ini dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, itulah sebabnya
disaat Kim Thi sia tidak sadar akan datangnya sergapan tersebut. Ujung telapak tangan lawan
sudah berada empat inci didepan perutnya, dalam keadan begini jelas ia tak berkesempatan lagi
untuk menghindarkan diri, terpaksa sebuah pukulan dilontarkan secara tergesa-gesa untuk
membendung datangnya ancaman tadi. "Blaaaaammmmmm........"
Ditengah benturan dahsyat, kakek itu mencelat kebelakang dan tewas seketika, sebaliknya Kim
Thi sia mundur dengan sempoyongan lalu jatuh berjumpalitan diatas tanah. Dengan wajah
berubah hebat buru-buru putri Kim huan memburu maju kemuka. Tiba-tiba.......
"Jangan bergerak" sipedang perak yang berada dibelakangnya membentak keras.
Disusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat diikuti munculnya
bayangan manusia lain dari arah yang berlawanan.

Kedua sosok bayangan manusia itu bertemu satu dengan lainnya hampir pada saat yang
bersamaan.
"Blaaaaammmmmm......."
Benturan dahsyat segera bergema memecahkan keheningan, kedua belah pihak sama-sama
jatuh keatas tanah.
Untuk berapa saat lamanya putri Kim huan berdiri termangu- mangu saking kagetnya, menanti
kesadarannya pulih kembali sipedang perak telah memayang tubuh Kim Thi sia, sementara diatas
tanah telah bertambah dengan sesosok mayat.
Putri Kim huan menjumpai mayat itu tewas dalam keadaan yang mengerikan, ia tak tega
melihat lebih jauh dan buru-buru berjalan menghampiri sipedang perak.
Ia sadar, orang tersebut berniat menyergapnya dari belakang, untung sipedang perak tiba pada
saatnya dan membinasakan orang tersebut.
Dalam pada itu, paras muka Kim Thi sia kelihatan agak pucat, peluh dingin bercucuran
bagaikan air hujan, sewaktu berbicarapun nampak agak kepayahan. "Terima kasih suheng,
aku......aku tidak apa-apa."
Baru saja sipedang perak hendak berbicara, sorot matanya telah menangkap sesuatu ditengah
arena, buru-buru dia melejit ketengah udara sambil berseru cepat: " Kim sute, perhatikan nona
baik-baik, jangan sampai musuh melukai dirinya."
Ternyata posisi sipedang besi sangat gawat, musuhnya dari dua kini telah berubah menjadi
empat bahkan semuanya merupakan jago-jago kelas satu dari dunia persilatan yang menyerang
dan mendesak terus menerus secara gencar. sipedang besi jadi kelabakan dan keteter sangat
hebat, posisinya kritis sekali.
Untung saja keadaan tersebut segera diketahui sipedang perak hingga dengan cepat dia
mengambil keputusan untuk memberi bantuan.
"Terima kasih suheng" bisik sipedang besi kepayahan.
sambil berkata dia lepaskan sebuah tendangan kilat ketubuh seorang musuhnya, diasaat lawan
berkelit, diapun manfaatkan peluang tersebut dengan mengayunkan pedang besinya membacok
dua orang musuh yang berada disisi kiri sipedang perak yang melihat keadaan tersebut segera
berpikir.
"Kalau dilihat tenaga dalamnya yang makin melemah, agaknya ia sudah tidak sanggup lagi
untuk mempertahankan diri"
Ia menjadi tak tega, maka sesudah melepaskan dua buah pukulan dahsyat untuk mendesak
mundur si lo su dan lo ngo setengah langkah, buru-buru bisiknya kepada sipedang besi:
"sute, pergilah beristirahat, biar aku yang menghadapi mereka disini........."
sipedang besi tak sungkan-sungkan, dia segera mengundurkan diri dari arena pertarungan dan
mencari tempat sepi untuk mengatur pernapasan.
Kepandaian silat dari sipedang perak ternyata jauh melampaui kemampuan sipedang besi,
begitu ia terjun kearena pertarungan, situasipun seketika berubah. serangan musuh yang gencar
seketika terdesak balik, maka suatu pertarungan snegitpun segera berkobar.
Tampaknya Pek kut sinkun cukup mengetahui bahwa sipedang perak beserta rombongannya
bakal muncul disitu, sadar akan ketangguhan ilmu silat musuh, maka jago-jago yang dikirim
kesitupun boleh dibilang merupakan jago-jago pilihan yang sangat tangguh.
sementara itu Nyoo soat hong sudah tak sabar lagi menghadapi musuhnya setelah tiga macam
ilmu pedang yang digunakan belum berhasil juga mengalahkan sipelajar tersebut.
Dalam jengkelnya ia segera membentak nyaring, lalu dengan mengeluarkan ilmu pedang
simpanannya Ya li kiam hoat dia menegur musuhnya habis-habisan.

Betul juga, pelajar setengah umur itu segera terdesak mundur selangkah dari posisi semula.
Namun Kim Thi sia segera mendapatkan kalau gelagat tak beres, sebab ia saksikan pelajar
setengah umur itu sejak awal hingga sekarang bolak balik cuma memakai semacam ilmu pukulan
saja untuk membendung serangan pedang sinona yang gencar. Ini berarti kepandaian
sesungguhnya dari orang tersebut belum digunakan sama sekali.
Jangan dilihat Kim Thi sia orangnya kasar, sesungguhnya dia berhati tajam dan teliti, walaupun
hanya melihat sekejap kepandaian lawan, namun ia tahu kalau kungfu yang sesungguhnya dari
orang tersebut mungkin masih lima kali lipat lebih hebat dari sekarang.
Menyadari kalau keadaan sangat gawat pelan-pelan dia pun berjalan mendekati Nyoo soat
hong.
Mendadak putri Kim huan berteriak sambil menarik muka.
"Hey, apakah kau tidak akan menuruti perintah abang seperguruanmu?"
"Dia perintahkan apa?" tanya Kim Thi sia sambil berhenti.
"Bukankah dia menyuruh kau menjaga aku?" setelah berhenti sejenak dan menatap pemuda itu
tajam-tajam desaknya lebih jauh. "seandainya aku sampai dilukai mereka, apa jadinya?"
"suruhlah sipedang besi, dia pasti lebih tertarik dengan tugas memacam ini ketimbang aku."
Tiba-tiba putri Kim huan berlarian menghampiri sipedang besi so Bun pin, kemudian dengan
wajah berseri-seri serunya:
"so Bun pin, cepat katakan, dalam hal manakah nona itu jauh lebih bagus ketimbang aku?"
Pertanyaan yang muncul secara tiba-tiba ini kontan saja membuat sipedang besi jadi tertegun,
dengan perasaan tak mengerti dia gelengkan kepalanya sambil berkata:
"soal ini......maaf kalau aku tak bisa menjawab pertanyaanmu itu, sebab belum pernah kupikir
kesitu serta melakukan uji perbandingan." Putri Kim huan mendongkol sekali, serunya kemudian:
"Baiklah, kalau tak sanggup menjawab menyingkirlah agak jauhan, tunggu sampai kau bisa
menjawab pertanyaanku itu baru datang mencari aku lagi....."
Ketanggor batunya sipedang besi so Bun pin jadi sangat terkejut, segera pikirnya:
"Waaaah, rupanya tabiat putri Kim huan belakangan ini telah mengalami perubahan yang besar
sekali, sedikit-sedikit dia lantas marah, sebetulnya apa yang terjadi?" Tapi untuk menarik simpatik
gadis tersebut, sambil tertawa segera katanya lagi: "Terus terang kubilang, tak setitikpun nona
Nyoo bisa menandingi kecantikanmu."
Mendengar ucapan tersebut, paras muka putri Kim huan yang semula cemberut seketika dihiasi
dengan senyuman kembali. "Benarkah itu? Kau tidak berbohong?" tegurnya genit.
"Kecantikan nona tiada tandingannya dikolong langit, kalau ada orang mengatakan kau tak
cantik, orang itu pasti buta matanya buat apa mesti berbohong? Tapi........"
setelah berhenti sejenak. terusnya lagi:
"Aku sungguh tak habis mengerti, kenapa nona bertanya begitu? Apakah kau sendiripun tak
tahu bahwa bidadari dari khayanganpun tak bisa menandingi kecantikanmu?"
Putri Kim huan kembali tersenyum lembut membuat sipedang besi so Bun pin tak mampu
menahan diri lagi dan pelan-pelan berjalan mendekatinya. Tampak gadis itu menggelengkan
kepalanya seraya berkata:
"Aku sendiripun tak bisa mengemukakan apa alasannya, tapi yang jelas hanya dengan bertanya
begitu, hatiku baru merasa nyaman sekali........"
Mendadak terdengar Kim Thi sia berteriak dengan suara nyaring:
"Adik soat hong, jangan bertindak gegabah orang itu lihay sekali, cepat mundur....aduh......."

Ketika putri Kim huan mendongakkan kepalanya, dia menyaksikan Kim Thi sia sedang menarik
tangan Nyoo soat hong sambil melepaskan sebuah pukulan untuk membendung serangan pelajar
setengah umur itu.
Menyaksikan adegan tersebut, entah mengapa tahu-tahu muncul perasaan kesal dalam hati
putri kim huan, segera pikirnya:
"Betul-betul tak tahu malu, baru bertemu sikapnya sudah begitu mesra-, huuuh betul-betul
manusia biadab yang tidak mengenal tata kesopanan."
Pelan-pelan dia tundukkan kepalanya dan tak mau menengok kearah Kim Thi sia dan Nyoo soat
hong lagi.
Melihat kekesalan dan kesedihan yang menyelimuti wajah gadis tersebut, pelan-pelan sipedang
besi so Bun pin menghampirinya dan menggenggam tangannya yang putih halus itu sambil
berbisik:
"Nona tak usah marah lagi, aku tahu hatimu tak gembira......."
"so Bun pin, hampir saja air mata kujatuh bercucuran......" ucap putri Kim huan sedih.
Ternyata ia tidak melepaskan diri dari genggaman pemuda tersebut, bahkan membiarkan
pemuda itu menggenggamnya dengan mesra.
sebaliknya sipedang besi yang sudah ketanggor batunya dulu, kali inipun tak berani bersikap
kelewat batas. sambil menggenggam mesrah tangan sinona, hiburnya:
"Nona adalah bidadari yang anggun sedang dia....dia tak lebih cuma lelaki miskin yang hidup
bergelandangan dalam dunia persilatan."
"Yaa benar" putri Kim huan mengangguk. "Dia cuma seorang gelandangan, kenapa aku harus
marah kepadanya?"
sipedang besi hendak mengucapkan sesuatu lagi, namun tiba-tiba dia merasa ada sepasang
mata yang dingin menyeramkan sedang mengawasinya tanpa berkedip.
Maka diapun berlagak tetap berbincang-bincang dengan gadis itu secara santai. Padahal secara
diam-diam ia mulai melepaskan genggamannya pada tangan sinona.
Ternyata orang yang mengawasinya tidak lain adalah sipedang tembaga, abang
seperguruannya, betapapun hatinya tak senang hati, namun dia tidak berani kemukakan diluar,
sengaja tegurnya sambil tertawa:
"Apakah suheng kelelahan? Bagaimana kalau aku menggantikan kedudukanmu?"
sambil menggempur mundur seorang musuh, sipedang tembaga segera menjawab dengan
suara dalam:
"Bila sute mempunyai kegembiraan, tak ada salahnya menggantikan kedudukanku ini."
sipedang besi adalah pemuda cerdik, mendengar perkataan tersebut ia merasa makin tak
senang hati, namun diluarnya mau tak mau dia mesti berlagak wajar. Padahal sikap
permusuhannya pun dari Kim Thi sia sekarang sudah beralih pada sipedang tembaga, pikirnya:
"Jelas sudah suheng menaruh maksud tertentu terhadapnya, aku harus berusaha menyusun
rencana agar ia membenci dirinya."
Dalam pada itu sipelajar setengah umur itu sudah berpekik nyaring, suara pekikannya
melengking dan mengalun tiada hentinya ditengah udara.
Mendengar pekikan tersebut sipedang perak segera berpaling, lalu serunya sambil tertawa
dingin:
"sobat, hebat juga tenaga dalammu, mungkin tiada orang yang bisa menandingi dirimu saat ini.
sayang kau selalu menyembunyikan kepandaianmu sesungguhnya. Hmmmm, coba kalau bukan

begitu, aku pasti akan minta pelajaran berapa jurus darimu." Buru-buru Kim Thi sia melompat
mundur selangkah kebelakang, la lu pikirnya pula:
"orang ini sengaja menyembunyikan kepandaian saktinya, coba kalau suara pekikannya tidak
membongkar kemampuannya itu, mungkin sipedang perakpun tak akan mengetahuinya. Boleh
dibilang orang ini berbahaya sekali. Aku sebagai orang yang harus menghadapinya mesti bersikap
lebih berhati-hati."
sementara itu pelajar setengah umur itu mengira Kim Thi sia sudah dibuat terkejut oleh suara
pekikannya tadi sehingga mundur tanpa sebab. Tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaaah......haaaaah......bukankah kau adalah Kim Thi sia, manusia yang paling
susah dilayani? Bila dipertimbangkan menurut berita yang tersebar dalam dunia persilatan,
bukankah aku pantas untuk kau hadapi......"
Berbicara sampai disitu, kembali dia tertawa terbahak-bahak. Kim Thi sia terkejut sekali,
pikirnya:
"Belum pernah kujumpai orang tersebut, dari mana dia bisa mengetahui asal usul serta
identitasku sejelas ini?"
Berpikir sampai disini, dia semakin menganggap orang ini tak gampang dihadapi
diam-diam hawa murninya yang dihimpun dalam telapak tangannya mencapai sepuluh bagian,
maksudnya untuk menghajar mundur musuhnya dalam sekali pukulan kalau bisa. sementara itu,
diluarnya dia berkata dengan tenang: "Benar, akulah Kim Thi sia, darimana kau bisa tahu?" Pelajar
setengah umur itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaaah.......haaaaaah........jangan harap ada persoalan didunia ini yang bisa lolos dari
sepasang mata saktiku, bukankah saat ini kau sudah menghimpun tenaga pukulanku dalam ujung
telapak tangan?"
"Kalau benar kenapa?" sahut Kim Thi sia dengan kening berkerut.
Tiba-tiba dia melontarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan, tujuannya adalah untuk mencoba
kemampuan lawan. Namun dalam melepaskan serangan tersebut gerakan sama sekali tidak
menunjukkan titik kelemahan.
Pelajar setengah umur itu melirik sekejap kearahnya, tiba-tiba dia berseri sambil tertawa
tergelak:
"Haaaah.....haaaah.......haaaah.......bukankah kau ingin mengetahui kekuatan tenaga
pukulanku yang sebenarnya? Hmmm, hmmmm, coba saksikanlah......."
sembari berkata ia membungkukkan badan sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat keatas
batu cadas. "Blaaaammmmmm.... ^
Batu cadas yang kuat dan berat itu seketika pecah menjadi dua bagian oleh tenaga pukulan
tersebut, bukan cuma begitu bahkan seluruh bagian batu cadas tersebut tidak meperlihatkan
bekas celah yang besar, seakan-akan tanpa sebab batu itu patah sendiri menjadi dua bagian.
Perlu diketahui, orang yang mampu membelah batu cadas menjadi dua bagian tak sedikit
jumlahnya dalam dunia persilatan. Tapi untuk bisa membelah batu tanpa celah dan retakan,
rasanya hanya berapa gelintir manusia saja yang mampu melakukannya. oleh sebab itu jagoan
yang berpengalaman seperti pedang perak. pedang tembaga serta pedang besi seketika dibuat
terperanjat sekali oleh kejadian ini.
Tapi sayang dia bermaksud mempertontonkan kepada Kim Thi sia, justru Kim Thi sia adalah
manusia yang kurang berpengalaman. ia hanya manggut- manggut sambil berkata:
"Ehmmmm, tenaga pukulanmu masih terhitung hebat juga, cukup untuk menghadapi kawanan
manusia biasa, tetapi keyakinanku untuk menangkan dirimu tak menjadi luntur karena
perbuatanmu itu, ayolah silahkan mulai menyerang........"

Diam-diam pelajar setengah umur itu merasa terkesiap. pikirnya:
"Ternyata Kim Thi sia memang manusia yang punya pamor, kenyataannya demonstrasi, ilmu
hancurkan bunga melumat batu ku sama sekali tak membuatnya keder, mungkin saja ia berilmu
jauh lebih hebat dariku?"
Karena pendapat tersebut, tanpa terasa diapun menilai Kim Thi sia dua tiga kali lipat lebih
hebat, ia tak berani memandang enteng musuhnya lagi, sambil mendengus serunya:
"Lebih baik kau duluan"
Hawa murninya segera dihimpun dan bersiap-siap melancarkan serangan mematikan.
Melihat musuhnya menunjukkan sikap yang begitu serius, dengan cepat Kim Thi sia menirukan
pula lagaknya dengan bersikap serius dan menarik napas panjang sembari menantikan datangnya
serangan musuh.
sikap maupun tingkah lakunya ini kebetulan memang mirip sekali dengan sikap seorang tokoh
sakti didalam menghadapi pertarungan sengit, maka pelajar setengah umur itu semakin mengira
musuhnya adalah tokoh silat yang betul-betul tangguh.
Ia semakin tak berani bertindak secara geggbah, bahkan mengambil taktik "musuh tak
bergerak, aku tak bergerak, musuh bertindak, aku bertindak duluan".
Akhirnya Kim Thi sia tak sabarlagi untuk menunggu lebih lama, segera teriaknya keras-keras:
"Hey, bagaimana sih kamu ini? Memangnya merasa takut?" Karena berbicara, otomatis
perhatiannya pun menjadi bercabang.
Pelajar setengah umur itu yang segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaikbaiknya,
mendadak ia membentak keras lalu secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
dahsyat yang seketika menyelimuti seluruh angkasa.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia terjerumus dalam posisi yang berbahaya sekali. salah sedikit
saja dalam keadaan demikian bisa berakibat hilangnya selembar nyawa.
Untunglah disaat yang kritis ia tak gugup, dengan cepat pemuda itu melancarkan serangan
dengan jurus "kecerdikan menyelimuti empat samudra" serta "mati hidup ditangan takdir" dari
ilmu Tay goan sinkang.
Walaupun dalam keadaan tergesa-gesa dia tak sempat menghimpun tenaga dalamnya, namun
dengan mengandalkan daya pengaruh dari ilmu Tay goan sinkang yang maha sakti, seketika itu
juga pelajar setengah umur itu dibuat terperanjat sehingga buru-buru menarik kembali
serangannya sambil melompat mundur.
Kim Thi sia sendiripun tidak menyangka kalau ilmu Tay goan sinkang mampu untuk
menghadapi pelbagai serangan maut yang maha dahsyat, sekarang dia mulai memahami rahasia
jurus silatnya sehingga keberaniannya pun makin besar.
sebaliknya pelajar setengah umur itu sudah menganggap Kim Thi sia sebagai musuh yang amat
tangguh, begitu mundur kebelakang. Pelan-pelan ia mulai bergeser mengitari arena, setiap satu
langkah, gerak langkahnya selalu berubah-ubah bentuknya.
sebentar langkahnya menyerupai langkah harimau, sebentar berubah lagi menjadi langkah
elang. Hanya sepasang matanya yang menatap wajah Kim Thi sia tanpa berkedip. Melihat sikap
musuhnya itu, sambil tersenyum Kim Thi sia segera berkata:
"Kau tak usah menatap wajahku lekat-lekat, ketahuilah aku bukan seorang pria yang berwajah
tampan."
Lalu sambil menuding kearah sipedang besi, lanjutnya:
"Coba kau lihat, bukankah wajahnya jauh lebih tampan dari wajahku? Mengapa kau tidak
mengawasi wajahnya saja?"

Banyolan yang konyol ini cukup membuat orang lain menangis tak bisa tertawapun tak dapat.
Pelajar setengah umur itu makin terperanjat, apalagi melihat sikap musuhnya yang begitu
santai walaupun sedang menghadapi musuh tangguh didepan mata segera pikirnya:
"Dia pasti mempunyai suatu andalan yang meyakinkan, aku harus bersikpa lebih hati-hati......"
Tanpa terasa serangan dahsyat yang sudah siap dilancarkan pun diurungkan kembali pikirnya
agak tertegun:
"Aku sungguh tak habis mengerti, gerak serangan apakah yang telah digunakan untuk
memusnahkan jurus "lima elang mematuk" bersama ku tadi? Bila dilihat dari sikapnya yang begitu
santai, jelas sudah ia memiliki ilmu andalan yang hebat, aku tak boleh membiarkan ilmu elangku
yang sudah termashur banyak tahun harus hancur ditangannya."
semakin dipikir dia makin ragu-ragu untuk melancarkan serangan, sebab meski nama Kim Thi
sia cukup termashur, namun bila ilmu elangnya sampai berantakan ditangan musuh, bisa jadi
selama hidup ia tak mampu mengangkat kepala lagi.
sebaliknya Kim Thi sia segera membentak ketika ketika dilihatnya pihak lawan sampai sekian
lama belum melancarkan serangan juga.
"Hey, kalau toh kau bersungkan-sungkan, biar aku saja yang menyerang duluan, kalau tidak
begini, sampai besokpun pertarungan belum tentu bisa dilangsungkan"
sambil bertekuk pinggang dia melejit kedepan secepat anak panah yang terlepas dari busurnya,
sementara dengan jurus "kekerasan menguasahi jagad" dia hajar tengkuk musuh.
setelah melalui pelbagai pertarungan dan pengalaman, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang
boleh dibilang sudah meningkat satu tingkatan, tak heran kalau angin pukulan yang dilancarkan
menderu- deru kencang.
Dalam pada itu telapak tangan kanannya telah mengancam pula lambung musuh dengan jurus
"kelembutan bagaikan air dan api" jurus serangan ini sangat ganas dan mematikan. seketika
membuat pelajar setengah umur itu terdesak mundur satu langkah. Nyoo soat hong yang
menonton jalannya pertarungan itu kontan saja berseru nyaring: "Bagus sekali"
Dengan cepat teriakan ini membangkitkan hawa amarahnya pelajar setengah umur ditengah
pekikan nyaring, tangannya yang tergenggam dirubah bagaikan paruh elang, lalu sambil melejit
keudara bagaikan seekor rajawali raksasa, dia menerkam kebawah sambil melancarkan patukan
maut.
Kim Thi sia terlambat menarik kembali tangannya, termakan patukan tersebut seketika dia
merasakan lengan itu bagaikan terkena pukulan martil raksasa, hampir saja dia menjerit keras.
Kerugian kecil yang dideritanya ini mengakibatkan amarahnya berkobar pula, alis matanya
berkenyit, dengan jurus " ketenangan menimbulkan awan kabut" yang kemudian disusul dengan
jurus " kedamaian membahagiakan sembilan langit" dia terobos masuk kebali bayangan patukan
pelajar setengah umur itu.
Dengan pengalaman berapa kali pertarungan seru, ilmu Tay goan sinkang boleh dibilang sudah
dikuasahi penuh oleh pemuda kita. Tanpa persiapanpun serangan yang dilancarkan bisa
memancarkan kekuatan hingga mancapai sepuluh bagian.
Ditambah pula tenaga dalamnya telah peroleh peningkatan, ibarat harimau tumbuh sayap.
pada hakekatnya susah bagi pelajar setengah umur itu untuk meraba gerak serangannya secara
pasti.
Dalam suasana bingung itulah cepat-cepat dia mengundurkan diri kebelakang dan menghindar
sampai sejauh satu kaki lebih. sambil tertawa nyaring Kim Thi sia segera berseru: "Hey, jangan lari
dulu, coba sambut dua buah seranganku lagi"
Belum habis ucapannya diutarakan, sekali lagi dia mengeluarkan jurus "kedamaian
membahagiakan sembilan langit" untuk memancing perhatian pelajar setengah umur itu.

sementara kepalan kanannya secara tiba-tiba disodokkan kedepan dengan jurus "hembusan angin
mencabut pohon".
Pelajar setengah umur yang terdesak hingga mati kutunya itu menjadi nekad tiba-tiba
bentaknya nyaring:
"Bajingan cilik, kau berani mempermainkan aku? Hmmm, aku akan beradu jiwa denganmu."
sambil mengembangkan jurus teratngguh dari ilmu patukan elang kemalanya secara beruntun
dia melancarkan empat buah serangan gencar yang menyelimuti seluruh angkasa.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat keluar dari arena pertarungan sambil teriaknya keraskeras:
"Hey, apakah kau benar-benar hendak mengajakku untuk beradu jiwa?"
"Tak usah banyak bicara" tukas pelajar setengah umur itu sambil mempersiapkan serangan
lagi. "satu nyawa dibayar satu nyawa, aku toh tidak mencari keuntungan apa-apa buat apa kau
menyalak terus macam anjing gila......."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan gusar. "Bila ingin beradu jiwa, mari kita beradu jiwa, ketahuilah
Kim Thi sia bukan manusia yang takut mampus."
sambil mengayunkan telapak tangannya dia maju menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Agaknya kedua belah pihak telah menggunakan selembar nyawa mereka sebagai barang
taruhan-
Tiba-tiba Nyoo soat hong menjerit lengking sambil menutupi wajahnya. "ooooh......kau, kau tak
boleh berbuat begitu......."
"Apa kau bilang?" tanya Kim Thi sia segera teringat kembali dengan pesan ayahnya maka
dengan cepat dia berubah pikiran, katanya kemudian:
"Ucapanmu memang betul, aku memang masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan, aku
tak boleh beradu nyawa secara begini tolol."
"sute" tiba-tiba sipedang besi berseru sambil menarik muka. "Bila kau enggan beradu jiwa, biar
aku saja yang beradu jiwa dengannya...."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun. "Apakah suheng berharap aku beradu jiwa dengannya?"
"Sute tak usah menuruti perkataannya, dia lagi kheki" sela sipedang perak cepat-cepat.
Kim Thi sia berpaling, ia saksikan semua orang sudah berhenti bertarung, entah sejak kapan
ternyata pihak musuh berhasil dipukul mundur, tanpa terasa dia tertawa geli, pikirnya:
"Tampaknya aku benar-benar tolol. masa aku tidak merasa kalau semua orang sedang
menonton aku seorang bertarung?" Kemudian dia berpikir lagi:
"Mengapa sipedang besi harus mengucapkan perkataan semacam ini? Apakah ia benar-benar
enggan memaafkan aku? Atau mungkin dia mempunyai maksud tujuan tertentu dengan perkataan
itu.......?"
Pelan-pelan sorot matanya dialihkan sekejap sekeliling arena, lalu berhenti pada sipedang
tembaga serta putri Kim huan.
Tampak olehnya kedua orang itu sedang berdiri berdampingan sambil bergurau tiada hentinya,
secara jelas dia memahami duduknya persoalan, pikirnya kemudian:
"Yaa betul, rupanya sipedang besi menaruh minat terhadap sinona, ia menjadi tak senang hati
setelah melihat suhengnya bermesrahan dengan pujaan hatinya itu."
setelah memahami perasaan sipedang besi yang kalut, seketika itu- juga dia memaafkan
dirinya.
Menanti dia membalikkan badan, sipelajar setengah umur itu sudah berkata kepadanya.

"Sobat, terus terang kukatakan, akulah si Raja cakar elang. Pemberianmu hari ini tak akan
kulupakan untuk selamanya, sebulan kemudian aku pasti akan mencarimu lagi untuk membayar
kebaikanmu ini. Maaf kalau aku harus mohon diri lebih dulu sekarang." selesai berkata, dia segera
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tiba-tiba sipedang perak berseru keras:
"Hey, rupanya kau adalah Raja cakar elang yang termashur itu Aku benar-benar tak habis
mengerti kenapa anda bisa berkomplotan dengan Pek kut sinkun? Bila tidak keheranan bolehkah
kau menjelaskan duduk persoalan sebenarnya?"
"sudah lama kukagumi nama besarmu, aku bersedia untuk mengikat tali persahabatan
denganmu."
Tanpa berpaling pelajar setengah umur itu menjawab secara ketus:
"Nama besar pedang perak kelewat tersohor sehingga aku tak berani menerima tawaran itu.
Ketahuilah aku bersedia bekerja untuk Pek kut sinkun karena lima tahun berselang aku pernah
menerima bakti kebaikan darinya, karena itu untuk membalas budi kebaikannya akupun bersedia
membantunya satu kali. Coba kau pikirkan sendiri apakah perbuatanku ini salah?"
"Anda tidak bersalah, baiklah apa salahnya kalau kita bersahabat?"
Pedang perak bentak pelajar setengah umur itu sambil berpaling. "Kaupun seorang yang cerdik,
apakah kau menginginkan aku si Raja cakar elang sekali lagi mendapat malu?"
selesai berkata, tanpa memperdulikan orang-orang lagi dia beranjak pergi dari situ dengan
langkah lebar. Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan-
Menunggu sampai bayangan punggung orang itu lenyap sipedang perak baru berkata sambil
menghela napas:
"sute, kau telah membuat suatu bencana besar."
"Apa?" Kim Thi sia melompat bangun sambil berseru. "Aku telah membuat bencana besar?
Aneh, masa dengan mengalahkan dirinya maka aku telah membuat bencana? Lantas bila aku
mengalahkan orang lain, apakah hal inipun merupakan perbuatan yang mendatangkan bencana?"
"Raja cakar elang merupakan tokoh nomor wahid dalam dunia persilatan, ia sangat
membedakan antara budi dan dendam, bila hutang budi dibayar budi, hutang sakit hati dibayar
dengan keji. sute, diapun seorang yang amat menepati janji, satu bulan kemudian dia pasti akan
datang mencarimu lagi untuk membuat perhitungan-" Dengan nada tak senang hati Kim Thi sia
berseru:
"Aku Kim Thi sia bukan manusia yang takut urusan, bila semua orang berhati-hati macam
begitu, apalah artinya berkelana didalam dunia persilatan?" Kemudian sambil membusungkan
dada dia melanjutkan lebih jauh:
"suheng, kau kelewat mengada-ngada, sekalipun nasibku kurang mujur dan tewas dalam
pertarungan itu, toh urusannya bukan luar biasa, paling banter aku hanya minta bantuan suheng
untuk menguburkan mayatku........."
sementara itu Nyoo soat hong sudah menyerbu masuk ke dalam rumah penginapan dan
menolong kakaknya Nyoo Jin hui. Berpisah selama beberapa bulan, Nyoo Jin hui nampak agak
kurusan, tapi wajahnya tidak nampak letih, malah sebaliknya menambah banyak pengalaman yang
berharga baginya.
Kim Thi sia saling berangkulan dengannya, kejut dan gembira membuat mereka tidak sanggup
berkata-kata. Akhirnya Nyoo Jin hui berkata:
"Adikku sudah meningkat dewasa, dulu dia berwatak kurang baik tapi sekarang semuanya telah
berubah. Adik Thi sia, kau mesti baik-baik menjaganya karena berbuat begitu sama artinya
dengan baik kepada kakak angkatmu ini, mengerti?"

Kim Thi sia hanya manggut- manggut tanpa mengartikan lain, sebaliknya Nyoo soat hong justru
telah menganggap keledai sebagai kuda. Dia mengira Kim Thi sia bersedia memperistri dirinya,
malu dan gembira membuat paras mukanya berubah menjadi merah padam.
Menyusul kemudian Kim Thi sia pun memperkenalkan semua orang dengan Nyoo Jin hui.
Mendengar nama sipedang perak. tembaga dan besi, kontan saja Nyoo Jin hui dibuat terbelalak.
saat inilah mendadak Kim Thi sia teringat kembali akan Malaikat pedang berbaju perlente, air
mukanya segera berubah menjadi tak wajar, dia merasa bagaimanapun juga peristiwa tragis yang
menimpa gurunya harus diselidiki sampai tuntas.
Berpikir begitu, diapun segera menarik sipedang perak kesamping dan bertanya dengan suara
rendah:
"suheng, kau pasti lebih mengetahui tentang sebab-sebab kematian suhu, harap kau
menceritakan segala sesuatunya kepadaku secara jelas." Perkataan ini diucapkan dengan nada
memerintah.
Dengan pandangan tercengang sipedang perak balas menatap pemuda tersebut melihat
matanya yang terbelalak lebar, ia segera mengetahui apa gerangan yang telah terjadi sahutnya
sambil tersenyum:
"Sute, mengapa kau berkata demikian? Apakah sute curiga kalau kematian suhu disebabkan
perbuatanku.......?"
"Tentu saja" pikir Kim Thi sia didalam hati. "Kalau tidak, mengapa aku tidak bertanya kepada
orang lain?"
Namun mulutya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dari perubahan mimik muka pemuda tersebut, sipedang perak segera dapat meraba jalan
pikirannya, sambil menarik muka segera katanya lagi:
"Aku tak tahu siapa yang membuat berita yang bohong ini, benar-benar kejam dan jahat. sute,
coba kaupikirkan sendiri, suhu dia orang tua telah mewariskan kepandaian silat kepada kita
semua, budi kebaikannya lebih besar dari bukit. Apakah kita tega untuk mencelakainya? "
Perkataan tersebut diutarakan dengan nada keras membuat Kim Thi sia susah untuk menilai
benar salahnya persoalan ini dari perubahan mimik wajahnya. Dengan kepala tertunduk ia berpikir
sebentar, tiba-tiba katanya lagi:
"Terus terang saja watak suheng memang terbuka dan bisa membedakan mana benar dan
mana salah. Mustahil kau bisa melakukan perbuatan biadab seperti itu, tapi....." setelah ragu
sejenak, katanya lebih jauh: "suheng, bila aku salah berbicara apakah kau bakal marah?" Dengan
cepat sipedang perak menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:
"sute tak usah ragu-ragu untuk mengutarakan semua persoalan yang ingin kau katakan,
dengan begitu kita bisa membuktikan mana yang betul dan mana yang salah. Justru dengan
perkataanmu ini aku bakal sangat gembira, masa harus marah kepadamu?"
"sebetulnya perbuatan seorang sute yang mencurigai tingkah laku seorang suheng memang
merupakan tindakan yang tak sopan- Tapi semua persoalan ini diutarakan sendiri oleh suhu,
sehingga mau tak mau aku harus mempercayainya juga."
sipedang perak tersenyum senang, sambil menepuk bahunya dengan penuh persahabatan dia
bertanya:
"Apakah dia orang tua menuduh kami kakak adik seperguruan yang menyebabkan
kematiannya? "
Kim Thi sia manggut- manggut, mendadak ia mundur selangkah dengan cekatan sekali,
kemudian katanya lagi dengan suara dalam:

"Kata suhu, semua luka cacad yang dideritanya merupakan hasil karya dari suheng sekaliansuheng,
benarkah hal ini telah terjadi?"
sembari berkata, dia telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya kedalam
telapak tangan. Asal sipedang perak menunjukkan perubahan sikap, maka dia akan segera
melancarkan serangan lebih dulu.
siapa sangka, sama sekali diluar dugaannya sipedang perak sama sekali tidak menunjukkan
perubahan apapun setelah mendengar perkataan tersebut. Ia kelihatan tenang sekali tanpa
perubahan, yang nampak malah rasa sedih yang dalam, seakan-akan kematian suhunya tiada
hubungan sama sekali dengannya dan ia merasa amat sedih karena sudah dituduh tanpa dasar.
Bukan cuma begitu, Kim Thi sia malah sempat melihat sepasang matanya berkaca-kaca,
seakan-akan sedih sekali. Meski dia berusaha untuk mengendalikan rasa sedih itu, namun karena
luapan yang kelewat besar membuat perasaan tadi tidak terkendali lagi.
Menyaksikan keadaan seperti ini Kim Thi sia menjadi beriba hati, walaupun diluar tak berkatakata,
namun dia merasa pertanyaan yang diajukan terlalu berlebihan. Tak mungkin suhengnya
melakukan perbuatan serendah itu.
selang berapa saat kemudian, senyuman hambar kembali pulih diwajah sipedang perak, tapi
Kim Thi sia amat menyesal.
Terdengar ia berkata:
"Kecurigaan sute memang tanpa dasar, walaupun aku tidak melakukan perbuatan terkutuk itu
namun akupun tidak menyalahkan dirimu. sebab kesadaran suhu waktu itu kabur, sehingga apa
yang diucapkanpun akan kabur pula kedengarannya, bukankah begitu sute?"
Bila seseorang sudah mulai kabur kesadarannya, seringkali apa yang diucapkan memang tanpa
berpikir secara sungguh-sungguh.
Mendengar perkataan itu mendadak Kim Thi sia seperti memahami akan sesuatu segera
teriaknya keras-keras:
"Yaa benar, waktu itu suhu sudah menderita pelbagai luka yang parah, kesadarannya kabur,
tentu saja apa yang diucapkan tidak muncul dari hatinya yang tulus. Yaa......akhirnya aku berhasil
juga memahami akan hal tersebut....."
Ia segera menepuk bahu sipedang perak kuat-kuat, lalu sambil mengawasinya dengan
pandangan minta maaf, dia berkata: "suheng, aku telah salah menuduhmu......."
Dengan cepat sipedang perak menggeleng kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Kita adalah sesama saudara sendiri, sekalipun sudah terjadi kesalahan paham, bukan berarti
sudah mencapai tahap keretakan-"
Habis berkata begitu, kerisauan yang semula menghiasi wajahnya pun hilang lenyap seketika.
Kim Thi sia sebera berseru lagi dengan girang:
"Bagus, bagus sekali, kita bisa bekerja sama secara baik sekarang. Terus terang kubilang,
sebelum ini aku selalu merasa curiga dan tak pernah tenteram bila berada bersama suheng
sekalian."
"Untung saja sute masih berotak terang" seru pedang perak cepat. "Kalau tidak, bila kau
menyerangku secara tiba-tiba dari belakang, aku tak tahu bagaimana mesti menghindarkan diri"
Begitulah, sambil bergurau mereka menelusuri jalan raya dan tiba didepan rumah penginapan
Liong pia.
Rumah penginapan Liong pia merupakan rumah penginapan yang terbesar dikota tersebut,
selain perlengkapannya sangat bagus dan mewah, banyak pula tamu yang menginap disitu.

Dengan tak bosan-bosannya sipedang tembaga menuturkan asal usul penginapan tersebut
kepada putri Kim huan dengan niat menarik simpatiknya, hal ini membuat sipedang besi yang
merasa tercampak jadi mendongkol dan timbul kesan jelek terhadapnya.
Kim Thi sia, Nyoo Jin hui serta Nyoo soat hong pun memperhatikan perlengkapan dirumah
penginapan Liong pia dengan seksama.
Hanya sipedang perak seorang yang mendongakkan kepalanya mengawasi sesuatu benda
tanpa berkedip.
sebetulnya benda itu tidak aneh atau istimewa, karena tak lebih hanya selembar kain yang
bertuliskan rumah penginapan Liong pia.
Tapi justru karena kesederhanaan dan kelumrahan itulah membuat orang-orang yang lainpun
turut memperhatikan benda tadi.
sipedang besi segera berseru tercengang lebih dulu, disusul semua orangpun dibuat
Ternyata diatas kain panjang itu tertera beberapa huruf yang bertuliskan: " Nirmala nomor
sepuluh menantang sembilan pedang dari dunia persilatan untuk berduel."
oleh karena tulisan itu tertera dibalik kain yang bertuliskan rumah penginapan Liong pia, maka
selain sipedang perak yang teliti, lainnya hampir tidak menduga kesitu sambil menarik wajahnya
sipedang perak bergumam:
"Nirmala nomor sepuluh......Nirmala nomor sepuluh......rasanya tidak mirip nama manusia, juga
tak mirip sesuatu julukan. Lalu sebagai lambang apakah itu?"
sejak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah ia menjumpai peristiwa seaneh dan
serumit hari ini, begitu rahasia dan misteriusnya hingga ia tak mampu memecahkannya.
Dengan senyum dikulum sipelayan muncul dan siap mengatakan "silahkan masuk toaya"
namun sebelum perkataan mana sempat diutarakan keluar, mendadak sipedang perak melompat
maju kedepan, mencengkeram bahunya dan bertanya: "siapa yang menulis tulisan tersebut?"
Pelayan itu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah tulisan tadi, dia agak
tertegun sejenak. lalu sahutnya tergagap: "Hamba.......hamba sendiripun tidak tahu."
sipedang perak yang sudah terbiasa menilai seseorang dari perubahan mimik wajahnya segera
tahu kalau pelayan itu tidak berpura-pura, maka sambil melepaskan dirinya dia berkata:
"Baiklah, malam ini aku akan menginap disini lekas siapkan tujuh buah kamar kosong dan
segera beritahu kepada pembantu lainnya agar menurunkan kain tersebut, mengerti?"
Pelayan itu mengiakan dan segera beranjak pergi, tak lama kemudian ada orang yang mendaki
keatas atap rumah serta mengganti kain tersebut dengan kain lainsementara
semua orang sudah memasuki kamar masing-masing, hanya sipedang perak
seorang dengan perasaan yang begitu berat dan hati yang tidak tenang keluar dari penginapan
duduk dirumah makan diseberang jalan sambil memperhatikan setiap orang yang masuk keluar
didalam rumah penginapan tersebut.
Tunggu punya tunggu akhirnya muncullah seorang lelaki setengah umur bercambang lebat dari
balik rumah penginapan-
Begitu keluar dari penginapan orang itu langsung bergabung dengan dua orang lelaki kekar
yang muncul dari arah depan- Lalu mereka bersama-sama menuju kejalan raya.
Diam-diam sipedang perak tertawa dingin setelah menanyakan dengan jelas kamar tinggal
lelaki setengah umur itu, dia balik kembali kerumah makan diseberang jalan-
Dalam pada itu, Kim Thi sia dengan perasaan gembira berbincang-bincang dengan Nyoo Jin hui
dikamarnya, sampai dia merasa tak ada persoalan yang dibicarakan lagi, pemuda itu berpamitan
untuk kembali kekamar sendiri.

Baru saja pintu kamar dibuka tiba-tiba terendus bau harum semerbak berhembus keluar dari
balik kamarnya, sewaktu diperhatikan lebih seksama, ternyata orang itu adalah putri Kim huan-
Dia mengira telah salah memasuki kamar, dengan wajah bersemu buru-buru minta maaf sambil
berniat meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu putri Kim huan segera maju kedepan menghalangi jalan perginya seraya berkata:
"Jangan pergi dulu, ada berapa persoalan ingin kutanyakan kepadamu........."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Kim Thi sia berkata: "Katakanlah"
"Kau harus menjawab dengan sejujurnya, aku bisa mengetahui bohong tidaknya perkataanmu
dari perbuahan mimik wajahmu itu."
Melihat keseriusan sinona, Kim Thi sia pun berkata dengan wajah sungguh-sungguh:
"aku tak tahu persoalan apakah yang ingin kau tanyakan tapi aku tahu, tak mungkin aku dapat
mengelabuhi dirimu."
Agaknya putri Kim huan juga tahu kalau pemuda tersebut adalah orang jujur, dia manggutmanggut
setelah mendengar perkataan tersebut, sahutnya: "Baiklah, aku ingin bertanya
kepadamu. Apakah kau ingin menjadi seorang pembesar?"
"Tidak pingin"
"Rupanya kau belum mengetahui keuntungannya menjadi seorang pembesar sehingga tak ingin
menjadi pembesar. Padahal setelah menjadi seorang pembesar maka segala keinginan akan
terpenuhi seperti misalnya menginginkan rumah tinggal yang berbentuk bagaimana, ingin
mencicipi hidangan seperti apa semuanya bisa terpenuhi dalam waktu singkat. Kehidupan seperti
itu-jelas jauh berbeda dengan kehidupan sebagai gelandangan yang tiap hari luntang lantung
kesana kemari dibawa hujung kilauan senjata........"
setelah berhenti sejenak, dengan mempertegas ucapannya dia melanjutkan:
"Apalagi jika kau mempunyai banyak anak buah, andaikata kau mempunyai kesulitan maka kau
tak perlu maju untuk mengerjakan serta menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik,
Disamping itu masih banyak lagi kenikmatan yang bakal kau alami, kenikmatan yang mimpipun
belum pernah kau bayangkan. Kau........"
sambil menggelengkan kepalanya, Kim Thi sia memotong perkataannya yang belum selesai
diucapkan itu.
"Aku adalah seorang yang bernasib buruk. pada hakekatnya aku tak ingin menjadi seorang
pembesar untuk mencari kenikmatan hidup, Terus terang saja aku bilang, kehidupan semacam
inipun sudah cukup membuat hatiku puas dan bahagia."
selesai berkata dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. sikap
maupun tingkah lakunya jelas menunjukkan sifat jantannya yang amat perkasa.
Dengan termangu putri Kim huan menikmati pemuda tersebut, mungkin kejantanan serta
keperkasaan lelaki inilah yang menjadi daya tarik bagi dirinya.
Lelaki tampan yang lemah lembut sudah sering dijumpai didalam istananya, oleh sebab itu
kekasaran dan sifat acuh tak acuh yang diperlihatkan Kim Thi sia segera menimbulkan rasa ingin
tahu baginya, perasaan yang membuatnya ingin selalu berada disampingnya. Ia berkata
kemudian-
"Aku mengerti, kau adalah seorang silat yang kasar, dari dulu hingga sekarang, orang silat
memang susah bergaul dengan orang sastra. kalau orang satra lebih bercita-cita mencari pangkat
dan kehidupan yang tenang, maka orang silat hanya ingin mencari kekuasaan dan daya
pengaruhnya terhadap suatu lingkungan-"
Ia berhenti sejenak untuk tertawa genit, lalu sambungnya lebih jauh: "Aku tebak, aku pasti
berkeinginan menjadi seorang jenderal bukan?"

"Diatas jenderal masih ada kaisar, padahal aku paling tak sudi bertekuk lutut dihadapan orang
lain. Bagiku, lebih baik kepala dipenggal daripada tunduk dibawah perintah orang lain-......"
sambil mencibirkan bibirnya dan mengerling gemas kearah pemuda tersebut, putri Kim huan
berkata lebih jauh:
"Kau adalah seorang yang bersemangat, sudah barang tentu kau tak sudi bertekuk lutut
dihadapan orang lain, tapi bila kutawarkan kedudukan seorang jenderal yang tidak teringat oleh
siapa saja, apakah kaupun bersedia untuk menerimanya?"
"Aku tentu akan menyanggupinya secara terpaksa" sahut Kim Thi sia cepat. tiba-tiba dia
teringat akan sesuatu, sambil tertawa terbahak-bahak lanjutnya:
"Apa sih artinya mengobrol tanpa dasar semacam ini? Apakah kau kelewat menganggur
sehingga khusus datang kemari mengajak ku kongkou?"
"Aku tak pernah berbicara tanpa dasar. Kau jangan menuduh orang secara sembarangan" seru
putri Kim huan.
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dan membelalakkan matanya yang lebat, Kim
Thi sia kembali berkata:
"Waaah, kalau begitu aku telah salah berbicara? Baik, baik, anggap saja aku memang salah
berbicara. Kalau begitu aku ingin bertanya lagi, benarkah didunia ini terdapat seorang jendral
berkuasa penuh yang tidak usah tunduk dibawah perintah seorang Kaisar?"
"Asal kau bersedia.......mungkin saja hal seperti ini akan segera terwujud."
"Ooooh......" Kim Thi sia makin tertegun untuk sesaat dia tak habis mengerti dengan jawaban
itu, sehingga tak tahan dia berkata lebih jauh:
"Aku hanya seorang manusia kasar yang bodoh dan tak berguna, bila dibicarakan siapa saja tak
akan percaya bahwa manusia goblok semacam aku bisa menjadi seorang jendral. Hey, kau
anggap aku seorang bocah berumur tiga tahun yang bisa dibohongi semaunya sendiri?"
"Benarkah kau tidak memahami maksud perkataanku ini? Atau mungkin kau cuma berlagak
pilon.......?" ucap putri Kim huan kemudian sambil menghela napas sedih.
Dengan perasaan keheranan Kim Thi sia mengawasi dirinya, sampai detik ini dia belum juga
memahami apa yang telah terjadi.
Putri Kim huan mempertimbangkan berapa saat, akhirnya dia memberanikan diri berkata:
"Baiklah, kalau toh kau tetap tak mengerti, biar kubuka persoalan ini sejelas-jelasnya. semenjak
ketiga orang panglima perak Liong, kau dan aku tewas secara mengenaskan. Aku selalu berharap
bisa menemukan seseorang yang pantas untuk melindungi pulang keistana. setelah kulihat ilmu
silatmu bagus, orangpun jujur dan setia, maka aku bermaksud hendak mengundangmu..........."
"ooooh, tidak bisa, tidak bisa........"
Bagaikan tersengat tusukan jarum yang tajam, Kim Thi sia melompat keudara sambil berkaokkaok
keras.
"Bagus, bagus sekali, rupanya kau hendak menyuruh aku menjadi budakmu, betul-betul
menjengkelkan hati. Rupanya setelah berbicara setengah harian lamanya, kau hanya bermaksud
menyuruh aku melakukan perbuatan yang memalukan seperti ini?"
"Siapa sih yang akan menyuruhmu menjadi budak? Hmmm, kau jangan sembarangan
berbicara" seru putri Kim huan tak senang hati. Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaaah.....haaaaah......haaaaah......jadi kau belum mau mengaku juga? Kau anggap aku
belum cukup paham dengan sikap ketiga orang manusia raksasa dulu terhadapmu? Hmmm,
rupanya kau sedang mempermainkan aku selama ini......"

Makin berbicara dia merasa semakin mendongkol, suara pembicaraannya pun makin lama
semakin keras, serunya lebih jauh:
"Aku masih mengira didunia ini benar-benar terdapat pekerjaan yang begitu enak. Rupanya kau
hendak menyuruh aku menjadi seorang budak......."
Putri Kim huan menjadi tertegun dan membungkam dalam seribu bahasa. ibaratnya seorang
pelajar bertemu tentara, biar ada alasanpun susah diterangkan hingga jelas.
Keadaan Kim Thi sia setelah mengumbar hawa amarahnya tak jauh berbeda seperti seekor
kerbau bengis. Bukan saja hal mana menggetarkan perasaan putri Kim huan bahkan mengejutkan
pula segenap penghuni rumah penginapan tersebut.
Mula-mula Nyoo Jin hui bersaudara yang muncul lebih dulu, sambil membujuknya agar
meredakan hawa amarahnya, disusul kemudian sipedang tembaga serta pedang besi pun turut
melerai.
Dengan suasana semacam ini, tentu saja putri Kim huan yang merasa paling rikuh dan serba
susah.
Untung saja sipedang besi berhasil menjadi penengah yang baik dengan meninggalkan sedikit
harga diri kepadanya, tapi atas kejadian tersebut gadis itupun mengunci diri didalam kamar dan
menangis seorang diri.
Nyoo Jin hui pun tak tega menyaksikan kemurungan dan kesedihan yang mencekam perasaan
gadis cantik itu, ia segera maju kehadapan Kim Thi sia dan berkata dengan serius:
"Adik Thi sia, kau benar-benar keterlaluan- Paling tidak kau mesti mengalah terhadap kaum
wanita. Coba bayangkan sendiri betapa sakit hatinya dia setelah kau hadapi secara begini kasar,
ayoh cepat pergi meminta maaf kepadanya."
seingatnya, kakak angkatnya ini sejak awal perkenalan hingga sekarang belum pernah
membelai orang lain, tapi sekarang ternyata menyalahkan pula dirinya, kejadian tersebut kontan
saja mencengangkan hati Kim Thi sia.
Namun dia sudah menganggap Nyoo Jin hui sebagai saudara angkat sendiri, karena itu dia
tidak membantak. tetapi mengiakan berulang kali.
JILID 25
Pelan-pelan dia berjalan mendekati kepintu kamar putri Kim huan lalu mengetuk pintu sambil
menengur: "Nona, apakah kau sudah tidur?"
Sebetulnya dia ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengucapkan kata-kata minta
maaf namun melihat sampai lama sekali gadis tersebut belum juga menjawab, nada
pembicaraannyapun segera berubah:
"Nona" katanya kemudian. "Bila kau tetap mengingat selalu persoalan yang tak menyenangkan
hati ini dihati kecilmu, akupun tak dapat berkata apa-apa lagi." Begitu perkataan tersebut
diutarakan dari balik kamar segera bergema suara jawaban. Terdengar gadis itu menjawab
dengan suara sedingin es.
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan? Perbuatan dan sikapmu telah membuat hatiku pedih
sekali"
"Membuat hatimu pedih sekali?" Kim Thi sia mengulangi kata-kata tersebut berapa kali. Namun
ia belum bisa menyesali sampai dimanakah kepedihan itu. Dengan mengeraskan hati diapun
berkata lagi dengan suara pelan:

"Aku........aku sengaja datang untuk minta maaf atas.....terjadinya peristiwa tadi. Aku......aku
merasa bersalah kepadamu."
Tiada jawaban dari balik kamar putri Kim huan sehingga susah untuk diraba bagaimanakah
perasaan gadis tersebut sekarang.
Lama sekali berdiri termangu diluarpintu, tiba-tiba saja dia merasa kejadian seperti ini
merupakan suatu penghinaan besar baginya, dia tak tahan lagi segera gumamnya:
"Hmm, toh kau tak ada yang biasa, kalau toh enggan menjawab, akupun tak usah banyak
berbicara lagi."
selama ini, dia selalu beranggapan putri Kim huan lah yang sudah bersalah kepadanya, maka
tanpa banyak bicara lagi dia beranjak dan meninggalkan kamar itu
Tatkala secara kebetulan dia berpapasan muka dengan sipedang besi so Bun pin, mendadak
teringat akan sesuatu, sambil membalikkan badan serta menepuk bahunya, dia bertanya dengan
suara lirih:
"suheng, aku tahu kau paling cocok dengannya, kau pasti pula bersedia untuk menghantar
pulang keistana. Bukankah begitu? Katakanlah perkataanku tidak salah bukan?"
Paras muka sipedang besi dingin dan sangat hambar, ia sama sekali tidak mengedipkan sebelah
matapun sehabis mendengar perkataan tersebut, bahkan menanggapi pun tidak.
Kim Thi sia tahu, pemuda tersebut pasti tak senang hati kepadanya, maka sambil menahan
sabar kembali dia berkata:
"sesungguhnya, semenjak dulu aku sudah ingin mencari seseorang untuk menghantarnya
pulang. siapa sangka justru dia telah salah pilihan, padahal aku sama sekali tidak berniat untuk
menjadi pengawalnya. suheng, aku minta untuk merepotkanmu sebentar guna mengiringi sinona
pulang keistana, maklumlah watak seorang nona memang cukup memusingkan kepalaku."
Sampai perkataan tersebut selesai diucapkan, sipedang besi masih belum juga menampakkan
perubahan mimik wajahnya.
saat itulah sipedang tembaga munculkan diri, melihat itu buru-buru sipedang besi so Bun pin
manggut- manggut dan beranjak pergi dari situ.
Kim Thi sia yang ketanggor batunya merasa sangat tak senang hati, kepada sipedang tembaga
segera ujarnya:
"suheng, tolong bantulah aku bersediakah kau untuk menghantarnya pulang keistana?"
"ooooh, tidak menjadi persoalan, menolong orang merupakan perbuatan kebajikan, tapi
bagaimana caraku untuk menolongmu? Apakah........."
Walaupun dia telah memberikan persetujuannya, namun dengan sorot mata curiga ditatapnya
wajah Kim Thi sia agak sangsi. sambil tertawa getir Kim Thi sia berkata:
"sinona mengira aku berminat kepadanya, maka dia datang mencariku, padahal aku tidak
tertarik sama sekali terhadap kaum wanita, apalagi dalam keadaan masa depan yang masih
merupakan tanda tanya besar. Aku tak ingin melumat semangat yang berkobar didalam dadaku,
oleh sebab itu.......suheng, sanggupilah permintaanku dan hantarlah dia pulang keistananya."
Karena takut sipedang tembaga merasa menyesal, dengan cepat dia menambahkan lagi:
"Dia adalah seorang gadis terhormat, seorang gadis bangsawan. selama aku berada
disampingnya, sering kali akupun merasa martabatku turut meningkat. Tapi suheng pasti berbeda,
kau tentu tak akan membuat dia kehilangan muka bukan?"
sipedang tembaga tertawa nyaring, dengan sangat gembira dia menjawab:
"suheng tidak usah kuatir, persoalan kecil seperti ini bukan merupakan kesulitan bagiku."
selesai berkata dia pun berjalan menuju kekamar tidur putri Kim huan......

Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini Kim Thi sia segera ngeloyor keluar dari pintu
gerbang dan menghembuskan napas panjang.
Diapun mengerti sekarang bahwa manusia yang paling susah dihadapi dikolong langit
sesungguhnya adalah kaum wanita. Gara-gara urusan yang sepele pun dapat mengakibatkan
terjadinya peristiwa berdarah dimana-mana.
Ketika mengalihkan sorot matanya, tiba-tiba ia melihat sipedang perak sedang munculkan diri
dari rumah makan diseberang sana sambil menggapai kearahnya.
Buru-buru dia berjalan menghampirinya baru saja akan bertanya, siapa tahu sipedang perak
telah mencegahnya untuk berbicara.
"Jangan bertanya dulu" bisiknya lirih. "Mari kita minum arak, sebentar kau bakal mengerti
dengan sendirinya."
Kim Thi sia amat kesal, namun ia menurut juga untuk memasuki rumah makan dan minum arak
sambil membisu.
Pengunjung kedai arak itu tidak terlalu banyak. namun sebagian besar pengunjungnya sudah
berada dalam keadaan tujuh puluh persen mabuk. oleh sebab itu suara gurauan dan gelak tertawa
mereka membuat suasana dikedai tersebut bertambah ramai. Diam-diam Kim Thi sia
menggelengkan kepalanya berulang kali, pikirnya didalam hati:
"Maknya, benar-benar konyol, tak disangka ji suheng yang tersohor karena kebiasaannya hidup
bersih, betah juga berkumpul ditempat semacam ini........."
Mendadak dia melihat sinar mata tajam mencorong keluar dari balik mata sipedang perak. dia
sedang mengawasi dua orang pengunjung yang duduk didekat jendela sebelah timur.
Kim Thi sia segera mengerti, keanehan sikap suhengnya bukan tanpa sebab, tanpa terasa
diapun turut mengamati kedua orang tadi.
orang yang duduk disebelah kiri adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan, mukanya
cerah, matanya jeli dan rambutnya telah beruban, dia mengenakan sebuah jubah kuning yang
longgar.
Disebelah kanannya duduk seorang kakek pula, dia berjenggot panjang, beralis mata tebal dan
hitam, mukanya angkuh dan matanya memancarkan sinar tajam, sekilas pandangan dapat
diketahui bahwa orang itu sombong dan tinggi hati.
Anehnya, diatas kepala dua orang kakek tersebut masing-masing mengenakan sebuah gelang
emas yang tebalnya satu inci. Diatas gelang terikat dua buah tali berwarna merah bentuk maupun
dandanannya istimewa sekali.
Namun biasanya, semakin aneh dandanan seseorang maka semakin aneh pula asal usulnya
ditebak walaupun sipedang perak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas didalam
dunia persilatan, toh susah juga untuk menduga asal usul kedua orang itu.
Baik tiga perkumpulan besar, sembilan partai, perkumpulan pengemis maupun jago-jago dari
golongan putih serta hitam yang berpetualangan didalam maupun diluar daratan Tionggoan,
belum pernah ada yang berdandan semacam itu......
Kim Thi sia sendiripun tak habis mengerti, namun ketika melihat keraguan abang
seperguruannya, diapun berlagak sok pintar.
sambil bangkit berdiri, dia lalu berjalan menghampiri kedua orang kakek tersebut dengan
langkah lebar.
sipedang perak ingin menghalanginya namun sayang tidak sempat lagi, pemuda tersebut sudah
keburu beranjak pergi.
Kim Thi sia langsung menghampiri kedua orang tersebut, lalu tegurnya serunya secara tibatiba:

"Tolong tanya, kalian berdua berasal dari mana?"
Pertanyaan itu muncul secara mendadak dengan suara yang lantang, seketika pengunjung
lainnya dibuat terkejut hingga bersama-sama berpaling kearahnya.
Namun dua orang kakek itu tidak menggubris, berpalingpun tidak. Mereka masih melanjutkan
minum araknya dengan pantai.
Tanpa terasa Kim Thi sia berpaling kemeja, disitu ia temukan ada puluhan guci kosong yang
tergeletak diatas maupun bawah meja. Melihat itu, diam-diam ia menjulur lidahnya sambil berpikir:
"Masa perut mereka tak pecah karena kebanyakan minum?"
Baru saja dia hendak berbicara, sipedang perak sudah keburu membentak keras: "sute, ayoh
balik, jangan membuat gara-gara dengan orang lain."
Melihat sikap hambar kedua orang kakek tersebut dimana ia sama sekali tak digubris apalagi
dihardikpula oleh abang seperguruannya. Kim Thi sia kontan saja menjadi tak senang hati.
Walaupun kakinya melangkah mundur kebelakang, namun sepasang matanya mengawasi terus
kedua kakek dingin itu tanpa berkedip.
Tiba-tiba ia menemukan berapa ukiran huruf yang tertera diatas gelang emas dikepala kakek
tersebut, terdorong rasa ingin tahu, dia pura-pura membungkukkan badannya, tapi menggunakan
kesempatan tersebut diamatinya huruf-huruf itu dengan lebih seksama. Dengan cepat terbaca
olehnya bahwa tulisan itu berbunyi: " Nirmala nomor sepuluh."
Bagaikan menemukan sebuah rahasia yang besar, kontan diapun berteriak keras: "Bagus sekali,
rupanya kaulah si Nirmala sepuluh itu"
Kakek berjubah kuning yang diatas gelang emasnya tertera huruf " nirmala nomor sepuluh" itu
mengerling sekejap kearahnya, lalu mengebaskan ujung bajunya secara tiba-tiba.
Kebasan itu kelihatannya sangat sederhana dan biasa, namun kuda-kuda Kim Thi sia seketika
tergempur sehingga secara beruntun dia mundur sejauh lima langkah lebih dari posisi semula.
Atas kejadian ini, segenap pengunjung kedai arak itu kembali dibuat tercengang hingga
bersama-sama menengok kearahnya.
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia apalagi kehilangan muka dihadapan orang banyak. Ia
menganggap peristiwa semacam ini merupakan suatu penghinaan suatu aib yang besar.
Tak heran kalau watak kerbaunya kembali menggelora, dengan suara menggeledek bentaknya:
"Hey Nirmala nomor sepuluh, setelah indentitasmu kubongkar, lebih baik tak usah berlagak
pilon terus, kalau memang punya nyali, mari kita selesaikan persoalan ini diluar sana."
sementara itu sipedang perak telah muncul pula, katanya sambil tertawa dingin:
"Empek betul-betul seorang tokoh silat yang hebat, dengan ilmu siang sian khikang mu kau
berhasil memukul mundur suteku sejauh lima langkah, aku merasa bergembira sekali dapat
mencoba kehebatan tersebut."
Nirmala nomor sepuluh tetap membungkam, hanya ujung bajunya kelihatan bergetar tanpa
terhembus angin sekalipun, deruan angin yang ditimbulkan ibaratkan angin topan yang sedang
mengamuk bila menerpa muka, kulit akan terasa sakit bagaikan disayat.
sipedang perak yang berdiri agak dekat dengannya segera merasakan munculnya tenaga
dorongan yang kuat sekali menumbuk dadanya. terkejut sekali, buru-buru hawa murninya
dihimpun untuk memantekkan kakinya keatas tanah. Kendatipun demikian, ia toh terdorong juga
oleh tenaga tekanan yang kuat tadi hingga sekujur tubuhnya terasa sangat tak nyaman. sambil
tertawa tergelak segera serunya:
"Maaf, maaf rupanya ilmu silat yang dilatih empek adalah ilmu Kun goan khikang.
Haaaaah......haaaaah...^...haaaaah........"

sesudah berhenti sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Ilmu khikang semacam ini sudah seratus delapan puluh tahun lamanya punah dari dunia
persilatan, sungguh tak kusangka hari ini bisa bersua dengan seorang ahli dalam kepandaian
tersebut ditempat seperti ini. Aku benar-benar merasa beruntung sekali.
Haaaaah......haaaaah......haaaaah........."
Agak berubah paras muka Nirmala nomor sepuluh ketika melihat sipedang perak sama sekali
tak terpengaruh oleh tenaga serangannya mendadak dia bangkit berdiri dan melangkah keluar dari
kedai tersebut, disusul pula kakek berjenggot merah dari belakangnya.
sementar itu Kim Thi sia telah menunggu kedatangan mereka berdua ditengah jalan, tatkala
empat mata bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan hatinya berdebar keras, agaknya sinar
mata yang terpancar keluar dari balik mata kakek tersebut kelewat tajam dan menggidikkan hati.
Pedang perak segera berseru cepat:
"Empek. bukankah kau menantangku untuk berduel. Nah, sekarang kau boleh mengeluarkan
segenap kemampuan yang kau miliki agar kita bisa bertarung secara memuaskan"
"Kau adalah sipedang emas?" tegur Nirmala nomor sepuluh hambar.
Mendengar pertanyaan ini, diam-diam sipedang perak berpekik keheranan, rupanya pihak
lawan masih belum mengetahui bentuk wajah lawannya seketika tantangan diberikan sekalipun
banyak kejadian aneh sering dijumpai dalam dunia persilatan, namun kejadian seperti inijarang
sekali dijumpai.
Akan tetapi bagaimanapun juga pihak lawan memang sengaja berniat mencari gara-gara
dengan mereka, sudah barang tentu tantangan tersebut harus dilayani sebaik-baiknya.
Pedang perak sudah lama terjun kedalam dunia persilatan, pengalaman serta pengetahuannya
sangat luas. Diam-diam diapu menduga kedua orang lawannya sebagai musuh yang tak puas
dengan nama besar mereka. sehingga jauh-jauh datang kemari untuk menantangnya berduel.
Kini persoalannya telah berkembang menjadi begini rupa, yang sekalipun dia tahu musuh
memiliki ilmu silat yang begitu sangat tangguh namun tak urung dia harus menghimpun kembali
semangatnya untuk menghadapi tantangan tersebut, bagaimanapun juga dia tak boleh
membiarkan nama besar mereka bersembilan rusuk karena peristiwa ini. Berpikir demikian,
dengan suara lantang diapun berseru: "Aku adalah pedang perak. bertarung melawanku pun sama
saja." Nirmala nomor sepuluh mendengus dingin:
"Hmmm, Nirmala nomor sebelas, serahkan bocah muda itu kepadaku."
"Baik, kita hadapi cecunguk itu secara terpisah" jawab si Nirmala nomor sebelas. selesai
berkata, dengan langkah lebar dia segera berjalan menghampiri Kim Thi sia. sementara itu Kim Thi
sia sudah berpikir:
"Asal usul kedua orang ini aneh dan misterius sekali. Dia disebut Nirmala nomor sepuluh
sedang yang ini menyebut dirinya Nirmala nomor sebelas berdasarkan nomor urut. Bukankah ini
berarti diatas kedua orang itu masih terdapat nomor satu hingga nomor sembilan? HHmmmm, bila
ditinjau dari gerak gerik mereka, sudah pasti merupakan jago-jago persilatan yang berilmu tinggi,
mengapa suheng tidak mengetahui asal usul mereka..........?"
Belum selesai ingatan tersebut melintas lewat, Nirmala nomor sebelas telah bertanya
kepadanya:
"Kau adalah pedang apa?"
"Pedang rembulan dingin"
Nirmala nomor sebelas tertegun seketika, lalu gumamnya dengan suara lirih:
"Aneh betul, rasanya diantara sembilan pedang tidak terdapat pedang tersebut. Ehmmm, dia
pasti bukan sasaran kami. Aku tak boleh melukainya secara sembarangan." Bergumam sampai
disini, diapun segera berkata:

"Pedang rembulan dingin, silahkan mundur. Yang kami cari adalah sembilan pedang dari dunia
persilatan, kau bukan yang termasuk didalam sembilan pedang karenanya kuharap kau jangan
mencampuri urusan ini."
"Aku bernama Kim Thi sia pernah mendengar nama tersebut?" seru sang pemuda lagi. Jelas
dengan perkataan tersebut dia maksudkan begini:
"Kim Thi sia adalah adik seperguruan dari sembilan pedang dunia persilatan maka persoalan
dari abang seperguruannya berarti adik seperguruannya berhak untuk mencampurinya juga . "
Namun nirmala nomor sebelas segera manggut- manggut pelan seraya berkata dengan
lantang:
"Aku tak peduli siapakah dirimu, asal kau bukan anak murid dari Malaikat pedang berbaju
perlente. Akupun tak berhak untuk melukai dirimu, ayoh cepat mundur."
"Jadi kau mempunyai ikatan dendam dengan Malaikat pedang berbaju perlente?" tanya Kim Thi
sia semakin keheranan.
"sudahlah, kau tak usah mencampuri urusan ini" sela Nirmala nomor sebelas habis
kesabarannya. "Kau harus melaksanakan tugas menurut perintah saja.........."
"Ehmmm.......kalau begitu, diatas mereka berdua tentu masih ada jagoan yang lebih hebat lagi"
pikir Kim Thi sia tanpa terasa. "Aduh celaka, kedua orang inipun sudah cukup lihay, bisa
dibayangkan betapa hebatnya atasan mereka........."
setelah berhenti sejenak, diapun berpikir lebih jauh:
"Aaaaah, tidak bisa Aku tak boleh digertak oleh ucapannya itu, sekalipun ia mempunyai atasan
yang jauh lebih hebat, aku sebagai murid suhu tak boleh putus asa begini. Aku mesti mengempos
semangat untuk beradu dengannya........"
Begitu keputusan diambil keberaniannyapun segera meningkat, segera bentaknya singkat:
"Aku adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, kau boleh menyerangku
sebisa mungkin."
"sungguhkah ini? Kau berani bersumpah?" teriak Nirmala nomor sebelas keras-keras. "Hey,
kalau pingin bertarung ayolah bertarung, apalah artinya main sumpah segala?"
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat
dengan kecepatan yang luar biasa, belum lagi orangnya tiba dua gulung tenaga pukulan yang
sangat dahsyat telah menerjang tiba dengan sangat hebatnya.
Dalam waktu singkat Kim Thi sia telah mengambil keputusan untuk menghadapi musuhnya
dengan segala kemampuan yang dimiliki, dia membentak keras dan mengayunkan pula telapak
tangannya untuk melepaskan sebuah pukulan balasan.
Empat gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat seketika bertumbukkan lebih kurang dua
depa dihadapan tubuhnya dan terjadilah suara ledakan yang sangat memekikkan telinga....
"Blaaaammmmmmm."
Kim Thi sia menderita rugi karena tak sempurna dibidang tenaga dalam, tubuhnya seketika
tergempur hingga roboh terjungkal keatas tanah.
sekujur badannya seketika terasa linu dan kaku sehingga tak berani bergerak secara
sembarangan. Diam-diam dihimpunnya hawa murni dengan ilmu Ciat khi mi khi untuk
memusatkan seluruh kekuatannya didalam dada.
Tak selang berapa saat kemudian, hawa murninya telah berhasil dihimpun kembali dalam pusar
dan disalurkan mengelilingi seluruh badan.
Dengan begitu hawa murninyapun meningkat berapa kali lebih hebat, cepat-cepat dia
melompat bangun dari atas tanah.

Waktu itu Nirmala nomor sebelas tidak terlalu memperhatikan dirinya lagi, disangkanya pemuda
itu tak mampu menahan gempuran sehingga tak berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan
lebih jauh.
Kemudian sambil bergendong tangan ia bergumam seorang diri:
"siapa suruh kau mengaku sebagai murid Malaikat pedang berbaju perlente. sekarang jangan
salahkan kalau aku berhati keji dan bertindak kejam kepadamu."
secara diam-diam Kim Thi sia menyusup kebelakang tubuhnya, namun musuhnya sama sekali
tidak merasa, mungkin saja seluruh perhatiannya sudah tenggelam dalam lamunan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia berteriak keras: "Hey, mari kita bertarung lebih jauh"
Dengan cepat Nirmala nomor sebelas berpaling, sepasang matanya yang tajam bagaikan
sembilu mengawasi pemuda itu berapa saat lamanya, kemudian baru berkata dengan suara
dalam:
"sobat kecil, tenaga dalammu sangat sempurna, tak kusangka tenaga pukulanku sebesar enam
bagian tak berhasil merobohkan dirimu. Kini akan kutambah dengan dua bagian lagi. Nah,
sambutlah dengan berhati-hati."
sepasang telapak tangan segera digosokan satu dengan lainnya lalu dilontarkan kuat-kuat
kemuka.
Tampaklah segulung tenaga pukulan yang sangat kuat, diselingi deruan angin serangan yang
maha dahsyat langsung meluncur dan menggempur kedepan......
setelah mengalami pelbagai pertarungan sengit, kini pengalaman Kim Thi sia dalam
menghadapi pertempuran sudah cukup matang, dia tahu tenaga dalamnya masih ketinggalan jauh
dibandingkan lawannya, ini berarti dia tak boleh menghadapi serangan lawan dengan keras
melawan keras.
Maka sambil berkelit kesamping, dia sambut serangan musuh dengan menggunakan jurus "
kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas melejit keudara sambil membabat kebahu musuh, belum lagi
serangannya tiba. segulung kekuatan yang maha dahsyat telah mengancam tiba.
Kim Thi sia segera memutar kaki kirinya setengah langkah lalu sambil melanjutkan gerak
serangan "kecerdikan menguasahi seluruh jagad" nya dia bendung ancaman musuh kearah luar.
Berubah hebat paras muka Nirmala nomor sebelas ketika melihat tiga ulasan jurus serangannya
yang begitu dahsyat berhasil dibendung oleh musuh secara mudah. Bahkan menghambat sama
sekali perkembangan berikut ketiga ulasannya untuk melangsungkan jurus-jurus membunuh yang
lebih hebat. Dengan suara yang amat keras segera bentaknya:
"Hey sobat kecil, beranikah kau mempergunakan jurus serangan tersebut sekali lagi?"
" Kenapa tidak? Aku justru akan menggunakan gerak serangan tersebut sekali lagi" sahut Kim
Thi sia.
Mendadak Nirmala nomor sebelas melejit ketangah udara, lalu sambil mengincar posisi serta
lingkungan yang mungkin dipakai untuk menghindarkan diri, telapak tangan kiri dan jari tangan
kanannya mendadak saja melakukan sebuah babatan diudara dengan gerak serangan yang luar
biasa cepatnya.
Kim Thi sia sama sekali tidak jeri. Setelah memuntahkan tenaga pukulannya tiba-tiba dia
bertekuk pinggang sambil memutar badan. Gerak serangannya masih tetap dipakai jurus
"kecerdikan menguasahi seluruh jagad".
Nirmala nomor sebelas agak tertegun, tapi dengan cepat dia menemukan sebuah titik
kelemahan, telapak tangannya kembali direntangkan menghantam dagu lawan. sementara kakinya

melepaskan tendangan kilat kearah jalan darah Heejut hiat, disusul kemudian serangkaian
tendangan berantai sama sekali mengunci kemungkinan serangan lawan.
Kecepatan dalam perubahan jurus serangan orang ini sungguh mengejutkan hati. Bukan saja
dalam waktu singkat dia mampu menemukan titik kelemahan dibalik serangan musuh, bahkan
kecepatan dan kerepotan serangannya pun sangat mengagumkan.
Kim Thi sia mulai gugup setelah menghadapi desakan hebat dari musuhnya yang sejak pertama
mengeluarkan pukulan dengan ilmu Tay goan sinkang. langkah dan gerak serangannya menjadi
kalut dan gugup,
Memanfaatkan kesempatan disaat musuhnya mulai gugup dan kalut. Nirmala nomor sebelas
segera menghimpun kembali tenaga pukulannya dan langsung dihantamkan keatas ubun-ubun
pemuda itu.
Kim Thi sia pejamkan matanya rapat-rapat, tanpa ambil perduli bagaimana akibatnya dia mulai
melepaskan serangan secara mengawut.
sementara telapak tangan kirinya mengeluarkan jurus "kecerdikan menguasahi empat samudra"
maka tangan kirinya menyambut serangan musuh dengan jurus "pukulan menguasahi seluruh
semesta" dari ilmu pukulan panca Buddha.
Rupanya disamping dia mengerahkan tenaga pukulan untuk mendesak lawan, secara diamdiam
pun dia persiapkan ilmu Ciat khi mi khi untuk menghisap tenaga murni musuh. Bayangan
manusia yang bertumbuk menjadi satu segera berpisah kembali. "Blaaaammmmmm......."
Kedua belah pihak telah saling beradu pukulan satu kali. Alhasil kedua belah pihak sama-sama
tidak menderita luka apapun. Nirmala nomor sebelas mulai terkesiap pekiknya dihati:
"Sungguh menyesatkan"
Rupanya dalam serangkaian serangan dan gempuran yang nampak nyata hampir berhasil
mencapai sasarannya, setiap kali pula telah terjadi perubahan besar ditengah arena.
Dia tak habis mengerti mengapa Kim Thi sia selalu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman
mautnya setiap kali dia mengira serangannya pasti akan berhasil dengan sukses. Mungkinkah Kim
Thi sia memiliki serangkaian ilmu simpanan yang dapat memusnakan setiap ancamannya.
Dalam keadaan begini dia mulai curiga, jangan-jangan ilmu silat yang dimilikinya telah punah?
sambil menghimpun tenaga dalamnya kembali dia melepaskan sebuah pukulan dengan tangan
kirinya keatas sebatang pohon yang tumbuh disisinya, dia ingin membuktikan apakah tenaga
dalamnya benar-benar sudah punah? "Blaaaammmmmmm......."
Ternyata batang pohon tersebut tak mampu menahan gempurannya, batang tadi patah
menjadi dua bagian dan segera roboh keatas tanah.
Dari sini terbukti sudah bahwa tenaga dalamnya sama sekali tak punah, malah masih segar dan
berkekuatan penuh, tapi mengapa Kim This ia sanggup menahan gempurannya. Kejadian ini
benar-benar mencengangkan hati dan sama sekali tak masuk diakal.
Dalam pada itu, Nirmala nomor sepuluh telah terlibat pula dalam pertarungan yang amat seru
melawan sipedang perak, pukulan yang menderu- deru membuat suasana disekeliling situ amat
menggetarkan hati.
Ditinjau dari kekuatan kedua belah pihak yang berimbang, rasanya dalam lima puluh gebrakan
berikutpun masih sukar untuk diketahui siapa lebih unggul diantara mereka berdua.
Nirmala nomor sebelas segera berpikir:
"Jika aku tak mampu untuk mengunggulinya, aku tentu tak punya muka lagi untuk pulang dan
berjumpa dengan "Dewi Nirmala" yaa.....nampaknya bila aku gagal membunuhnya hari ini, berarti
akulah yang harus mati lebih duluan-........"

semacam perasaan sedih yang sudah terlalu lama terhimpun didalam dadanya segera bergelora
keras, mendadak saja terpancar keluar cahaya merah yang penuh mengandung napsu benci dan
amarah yang meluap-luap. Melihat itu, Kim Thi sia segera berpikir:
"Aneh benar orang ini, masa tak mampu mengungguli orang lain dia lantas marah-marah?
Hmmm, tabiat orang ini terlalu jelek."
Terdengar dia berpekik nyaring dengan suara yang melengking, menyusul pekikkan tersebut
tampak tubuhnya yang tinggi besar melesat datang dengan kecepatan luar biasa, berada ditengah
udara, tubuhnya berjumpalitan berapa kali bagaikan ular kecil, lalu melancarkan tendangan maut
ke depan.
Kim Thi sia tidak mengetahui gerak serangan apakah yang digunakan lawan, dia hanya tahu
gaya serangan lawan persis seperti gaya menendang bola ditengah udara, kemanapun dia
berusaha untuk menghindarkan diri, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari tendangan tersebut.
Dalam keadaan begini diapun berdiri tak berkutik sambil mengawasi serangan lawan tanpa
berkedip. tiba-tiba saja terlihat tendangannya dirubah menjadi serangan pukulan, lengannya yang
panjang menyapu datang dengan sepenuh tenaga dan tahu-tahu sudah berada hanya setengah
depa dihadapan tubuhnya......
Mendadak Kim Thi sia menarik napas panjang, sambil steengah berjongkok ia memaku telapak
kakinya diatas tanah lalu bergoyang kian kemari secara kuat-kuat.
Dua gulung tenaga gempuran yang berkekuatan amat dahsyat itupun segera melintas lewat
dari sisi badannya.
sesungguhnya gerak serangan semacam ini bukan termasuk suatu ilmu silat yang luar biasa,
melainkan hanya ciptaannya sendiri didalam menghadapi situasi tersebut. Karena dia menganggap
hanya berbuat demikian saja baru bisa meloloskan diri dari gempuran lawan, maka diapun berbuat
sesuai dengan kehendak hatinya itu.
siapa sangka justru dengan gerakan inilah dia berhasil memusnahkan serangan musuh yang
maha dahsyat itu.
Ketika serangannya gagal mencapai sasaran, Nirmala nomor sebelas segera melayang turun
keatas tanah, dalam sekejap mata tiba-tiba dia merasa bahwa tenaga serangan musuh ternyata
sepuluh kali lipat lebih dahsyat daripada apa yang diduganya semula dia semakin tak berani
bertindak gegabah.
sambil bertekuk pinggang, tiba-tiba saja telapak tangan kirinya yang melancarkan bacokan
kebawah untuk memancing perhatian Kim Thi sia, sementara tangan kanannya bagaikan selincah
seekor ular menggulung kedepan dengan gerakan yang cepat dan tepat, persis menghantam
diatas bahu pemuda tersebut.
Kim Thi sia menjerit kesakitan dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Dengan berhasilnya menggempur musuh hingga jatuh terjungkal, perasaan tak puas dihati
Nirmala nomor sebelas pun agak terobati.
sebaliknya Kim Thi sia justru naik pitam karena terserang oleh pukulan tersebut dengan cepat
dia melompat bangun, lalu balas melancarkan gempuran dengan jurus " kekerasan menguasahi
semua bumi" dan " Kelembutan mengatasi air dan api".
Nirmala nomor sebelas merupakan jago lihay dunia persilatan yang jarang ditemui dalam dunia
persilatan, namun apa yang sedang dialaminya kemudian ternyata tak jauh berbeda seperti apa
yang dialami para jago yang pernah bertarung melawan Kim Thi sia.
Dalam keadaan kabur dan bingung tak tahu apa yang terjadi, dia merasa gelagat tidak
menguntungkan, akibatnya reaksi yang dilakukan secara tergopoh-gopoh membuat keadaannya
mengenaskan sekali.

Manfaatkan kesempatan d isaat musuhnya mundur, dengan cepat Kim Thi sia mengambil suatu
keputusan didalam hati.
"Aku harus memanfaatkan kesempatan disaat pikiran musuh sedang kabur untuk melancarkan
serangan balasan^"
Kini dia cukup memahami pelbagai tindakan bodoh yang pernah diperbuatnya dimasa lampau,
maka pikirnya lebih jauh:
"Aku harus menyerang dengan andalkan keampuhan ilmu Tay goan sinkang yang
dikombinasikan dengan jurus serangan ampuh untuk merobohkan musuh. Aku yakin dengan
kombinasi kedua macam kepandaian tersebut, betapapun lihaynya seseorang niscaya akan
berhasil juga kurobohkan."
Begitu keputusan diambil dia segera membentak keras dan menyerang dengan jurus-jurus
serangan "Kedamaian menyelimuti sembilan langit" serta "mengebas baju melenyapkan debu".
Nirmala nomor sebelas amat terperanjat ketika pandangan matanya menjadi kabur tapi tanpa
berpikir panjang ia segera meloloskan pedang lemasnya dari pinggang dan tanpa membedakan
mana utara mana selatan secara ngawur dia memutar senjata untuk melindungi tubuhnya.
Hawa pedang yang berlapis-lapis segera menyelimuti angkasa dan terasa menyayat badan,
ternyata Kim Thi sia tak berhasil mendekati tubuhnya.
Baru saja jurus serangan terakhir habis dipakai dan sebelum Nirmala nomor sebelas sempat
menentukan posisi musuh secara tepat, dia telah melanjutkan kembali serangannya dengan jurus
"hembusan angin mencabut pohon" serta "mati hidup ditangan takdir".
Dalam waktu singkat apa yang terlihat oleh Nirmala nomor sebelas cuma selapis bayangan
tangan yang amat menyilaukan mata. Pada hakekatnya dia tak bisa mengetahui secara pasti
dimanakah posisi musuhnya sekarang, dalam kagetnya dia segera mengayunkan pedangnya dan
menyerang secara mengawur.
Kim Thi sia pun bertindak-jauh lebih pintar, memanfaatkan kesempatan disaat pedang musuh
tak berhenti membacok badannya, dia gunakan peluang tadi untuk menendang tubuh bagian
bawahnya.
Mimpipun Nirmala nomor sebelas tidak menyangka kalau musuhnya bakal menggunakan jurus
serangan tersebut. Tak ampun lagi dia gagal untuk menghindarkan diri dan segera tersapu jalan
darah Mu teng hiatnya oleh tendangan tadi hingga roboh terjungkal diatas tanah. Pedang
lemasnya pun terlepas dari cekalan dan mencelat dikejauhan situ.
Kim Thi sia segera menerkam kedepan dan langsung mengayunkan tangannya menghadiahkan
sebuah bacokan.
Pertarungan yang berlangsung cukup lama membuat pikiran dan kesabaran pemuda tersebut
turut terpengaruh. Kini dia tahu bagaimana caranya merobohkan musuh untuk mempertahankan
kehidupan sendiri
Maka begitu Nirmala nomor sebelas roboh terjungkal keatas tanah ia segera menerjang kemuka
dan menyerang dengan segenap kekuatan yang terhimpun.
Gempurannya kali ini persis menghantam diatas jalan darah sang seng hiat yang merupakan
jalan darah kematian ditubuh Nirmala nomor sebelas lebih tangguhpun tak urung kepalanya
terkulai juga dalam keadaan hampir sekarat. Mendadak Kim Thi sia melompat bangun seraya
berteriak: "Aduuuh, kenapa aku berbuat sekejam ini."
Ia menyaksikan Nirmala nomor sebelas membelalakkan matanya lebar-lebar. seperti merasa tak
rela menghadapi kematian tersebut, hal mana mebuat pikiran dan perasaan Kim Thi sia bertambah
berat, dia merasa hatinya bagaikan dibebani batu besar yang berat sekali, sekujur badannya
gemetar keras......

Pemuda itu merasa sepasang mata orang itu merah membara sambil memancarkan kebencian
yang luar biasa. Kim Thi sia tak berani menengok kearahnya dan buru-buru menyingkir
kesamping.
Mendadak terdengar Nirmala nomor sebelas berseru dengan suara yang sangat lemah. "sobat
kecil.....ke.......kemarilah."
Dengan cepat Kim Thi sia membalikkan badan, rasa ngeri mencekam seluruh perasaan hatinya.
"Kau sedang memanggilku?" dia bertanya ragu. sambil menghela napas Nirmala nomor sebelas
mengangguk.
"Yaa.....aku......aku sedang memanggilmu."
"Tidak aku tidak mau kesitu, kau pasti akan manfaatkan kesempatan itu untuk menuntut balas"
seru Kim Thi sia sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Nirmala nomor sebelas sebera
tertawa getir.
"Dengan keadaanku sekarang, masih mampukah bagiku untuk mencelakai orang lain?"
Kim Thi sia tahu, apa yang dikatakan memang merupakan sejujurnya maka sambil
menghimpun tenaga dia berjalan kedepan dan menghampiri orang tersebut.
Mendadak Nirmala nomor sebelas tidak mampu menahan diri lagi, pelan-pelan dia
menundukkan kepalanya.
Menyaksikan keadaan itu, timbul perasaan iba dihati kecil Kim Thi sia, buru-buru dia maju
mendekati serta memeluk tubuhnya dalam rangkulan. sekarang ia sudah melupakan sama sekali
perasaan takut, ragu dan curiganya. sambil menggoyangkan lengannya dia berseru: "Empek.
pesan apakah yang hendak kau tinggalkan?"
Nirmala nomor sebelas tak mampu bersuara lagi, bagaikan orang mengigau dia berbisik:
"sobat cili......musuh besar kami adalah..... adalah tiga dewa Nirmala. Bu....bukan dirimu....."
Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas dada orang itu untuk bisa menangkap
gumamnya dengan jelas. Terdengar orang itu berbisik lagi:
"Musuh......musuh kita adalah......dewi Nirmala.......musuh kita adalah dewi nirmala."
"Empek. katakan kepadaku, siapakah dewi Nirmala itu?" desak Kim Thi sia cepat.
sambil berseru dia menggoyangkan tubuh Nirmala nomor sebelas tiada hentinya tapi sayang
Nirmala nomor sebelas telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Pelan-pelan pemuda itu bangkit berdiri Disekanya air keringat dengan sapu tangan lalu
gumamnya keheranan:
"Mungkinkah dewi Nirmala adalah atasan mereka......?^
Mendadak terdengar suara deruan angin pukulan yang tajam dan menderu- deru bergema
memecahkan keheningan, ternyata suara tersebut berasal dari arena pertarungan dimana
sipedang perak berada.
Kim Thi sia segera mengalihkan perhatiannya kearah situ, tampak olehnya langkah kakinya
sipedang perak kelihatan berat sekali. setiap langkah kakinya selalu meninggalkan bekas telapak
sedalam tiga inci lebih.
sebaliknya Nirmala nomor sepuluh pun nampak amat serius, jubah kuningnya berkibar terus
mesti tanpa hembusan angin, dia sedang bergerak mengitari tubuh pedang perak.
Sorot mata kedua belah pihak yang tajam bagaikan sembilu saling bertatapan tanpa berkedip.
jelas pertarungan mereka sudah mencapai pada puncaknya.
Kim Thi sia pun mengerti pertarungan antara dua tokoh sakti membutuhkan konsentrasi
sepenuhnya, barang siapa bertindak salah saja, niscaya akan berakibat kehilangan nyawa,

oleh karena itu dia tak berani mengacau perhatian sipedang pera k diawasinya pertarungan
tersebut dari sisi arena tanpa melakukan sesuatu tindakanpun.
Pelan-pelan Nirmala nomor sepuluh mengayunkan telapak tangannya dan didorong kehadapan
pedang perak. setiap gerakannya dilakukan sangat lamban, tak jauh berbeda seperti permainan
kanak-kanak saja.
Begitu pula halnya dengan sipedang perak. dia menyambut datangnya serangan tersebut
dengan wajah amat serius.
Menyusul bentrokan yang terjadi dalam arena terjadi deruan angin puyuh yang mengerikan
hati. Kedua orang itu sama-sama terdorong mundur satu langkah kebelakang.
Kim Thi sia tahu, angin puyuh tersebut terjadi sebagai akibat bentrokan dari gempuran dua
orang tersebut, tentu saja dia semakin tak berani melaporkan berita kematian Nirmala nomor
sebelas kepadanya.
sementara itu dua orang itu bergerak terus sambil saling menggempur tiga kali, setiap kali
bentrokan terjadi, dua orang itu pasti terdorong mundur kebelakang, peluh sebesar kacang kedelai
telah bercucuran keluar membasahi wajah mereka. Kim Thi sia yang menyaksikan hal tersebut,
diam-diam berpikir:
"Bila aku yang mesti menghadapi pertarungan semacam ini, sudah pasti aku bakal mati kesal."
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah berubah posisi, kini punggung sipedang perak
menghadap kejalan raya, sedangkan punggung Nirmala nomor sepuluh menghadap kerumah
penginapan Liong pia.
Dengan gerakan yang lamban sekali sipedang perak melontarkan sebuah pukulan kedepan, bila
ditinjau dari sikapnya seakan-akan dia merasa kepayahan sekali karena dibebani dengan besi
seberat ribuan kati. Hal ini membuat Kim Thi sia yang cekatan segera menyadari bahwa suatu
badut dahsyat segera akan berlangsung.
Dengan bersusah bayah Nirmala nomor sepuluh melontarkan pula sebuah pukulan peluh dan
hawa panas mengembang keluar dari jidatnya dan membasahi seluruh badan. Mendadak......
Disaat menjelang berlangsungnya angin badai, tiba-tiba dari balik rumah penginapan Liong pia
muncul sesosok tubuh manusia dan tanpa mengucapkan sepatah katapun orang itu menyelinap
kebelakang punggung Nirmala nomor sepuluh bagaikan sukma gentayangan.
Kim Thi sia dapat melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah pedang tembaga tapi sebelum
dia sempat mengucapkan sesuatu, terdengar Nirmala nomor sepuluh menjerit kesakitan dengan
suara yang memilukan hati, lalu roboh terjungkal keatas tanah.
sewaktu Kim Thi sia memperhatikan lagi dengan seksama, dia saksikan dipunggung Nirmala
nomor sepuluh telah tertancap sebilah pedang tembaga yang tajam....
Dengan cepat dia menanggapi perbuatan abang seperguruannya ini sebagai suatu perbuatan
bejad yang munafik dan licik memalukan tanpa terasa dia berpaling kearah pedang perak dengan
harapan abang seperguruannya ini menegur tingkah laku sipedang tembaga yang terkutuk.
siapa tahu pedang perak tidak memberi teguran atau komentar apapun, seakan-akan baginya
peristiwa semacam ini merupakan sesuatu yang wajar.
Tiba-tiba dia menyaksikan Nirmala nomor sepuluh membalikkan badan sambil melompat
bangun, lalu serunya sambil menghembuskan napas panjang. "Aaaai......pembunuh diriku adalah
Dewi Nirmala"
sehabis mengucapkan perkataan tersebut dia segera memuntahkan darah segar dan roboh
terjungkal keatas tanah.
Pedang perak menyeka peluh yang membasahi wajahnya, lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah dan mengatur pernapasan untuk
memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.

sebaliknya sipedang tembaga segera menjengek sambil tertawa dingini "Menyeramkan betul
tampang setan tua ini."
Ia cabut keluar pedang tembaganya, seakan-akan semua perbuatannya memang sudah diatur
begitu. sambil membersihkan ujung pedangnya dari noda darah, katanya lebih jauh dengan
tenang:
"Biarpun ilmu silat yang dimiliki Nirmala nomor sepuluh sangat tangguh sayang dia cuma
seorang diri. Tak mungkin bisa menghadapi percobaan semacam ini."
"Beginikah yang dimaksudkan suheng sebagai suatu percobaan?" tanya Kim Thi sia cepat.
sipedang tembaga tidak berkata apa-apa, dia hanya melirik sekejap kearahnya, lalu dengan
langkah lebar berjalan masuk kembali kedalam rumah penginapan Liong pia.
Kim Thi sia sangat tak senang hati, terutama terhadap sikap abang seperguruannya yang sama
sekali tak mengacuhkan pertanyaanya itu.
sekembalinya kekamar, diapun segera menjatuhkan diri keatas pembaringan dan tidak
memikirkan persoalan itu lagi.
Pedang perak menitahkan para pelayan untuk mengbubur jenasah Nirmala nomor sepuluh dan
sebelas.
sementara itu benaknya telah dipenuhi oleh masalah tersebut, menurut analisanya dari sebutan
nomor sepuluh dan sebelas, bisa ditebak kalau masih ada pula jago-jago yang memakai urutan
nomor nirmala nomor satu sampai sembilan, terutama atasan mereka yang disebut Dewi Nirmala,
bisa jadi merupakan jago diantara jago.
Nama Dewi Nirmala belum pernah terdengar didalam dunia persilatan, begitu- juga diluar
perbatasan, tapi ilmu silatnya bisa dilihat dari kemampuan Nirmala nomor sepuluh, anak buahnya
saja sudah begitu hebat, apalagi atasan yang menguasahinya.
Nirmala nomor sepuluh jelas datang kesitu untuk melaksanakan perintah, apalagi kalau ditinjau
dari sikapnya menjelang mati, dia bukan saja tidak membenci terhadap pembunuhnya, malahan
berteriak "Dwwi nirmalalah pembunuhku", hal ini menjelaskan kalau tantangan dari Nirmala nomor
sepuluh bukan timbul dari kemauannya sendiri, melainkan Dewi Nirmalalah yang memaksakan
terjadinya peristiwa itu. Diam-diam pedang perak pun berpikir:
"orang yang disebut Dewi Nirmala itu, sudah pasti merupakan seorang manusia yang gemar
membunuh."
Iapun tahu kedatangan nirmala nomor sepuluh adalah untuk mencari gara-gara dengan
sembilan pedang. Padahal seingatnya sembilan pedang tidak memiliki musuh setangguh ini, hal
mana bisa disimpulkan bahwa persoalan ini merupakan dendam sakit hati yang dibuat Malaikat
pedang berbaju perlente dimasa lalu.
oleh sebab Malaikat pedang berbaju perlente sudah keburu berpulang kealam baka, maka dewi
nirmalapun melampiaskan rasa benci dan dendamnya kepada sembilan pedang.
Andaikata sipedang tembaga tidak melancarkan serangan, tak nanti sipedang perak memiliki
kemampuan untuk membinasakan Nirmala nomor sepuluh, maka diapun berpendapat bahwa
dirinya pasti bukan tandingan si Dewi Nirmala. Berpikir sampai disitu, kontan saja hatinya terasa
berat dan murung sekali.
selama ini sipedang besi menutup diri didalam kamar sambil bersemedi, dia sedang
menghimpun tenaganya sambil bersiap-siap untuk menghadapi pertarungannya melawan Pek kut
sinkun keesokan harinya.
sebaliknya sipedang tembaga berdiri ditepi jendela, sambil termangu-mangu, sementara
sepasang telinganya mendengarkan pembicaraan dari putri Kim huan serta Nyoo soat hong yang
berada dikamar sebelah.

Walaupun putri Kim huan merasa tak senang hati atas sikap mesrahnya dengan Kim Thi sia.
Akan tetapi berhubung hanya dia seorang yang wanita, terpaksa mereka harus bergaul
sewajarnya.
sebalinya Nyoo soat hong tidak mengetahui jalan pikirannya, dia mengajak gadis itu mengobrol
kesana kemari, ketika menyinggung masalah Kim Thi sia tiba-tiba katanya sambil tertawa:
"Dia mirip seorang bocah liar yang tidur disamping jalan bukit, untung saja aku dan abangku
secara kebetulan lewat disitu kalau tidak mungkin ia sudah menjadi mangsa serigala atau harimau
kelaparan-......."
Melihat putri Kim huan mendengarkan dengan serius, gadis itu makin bersemangat katanya
lebih jauh:
"Berapa bulan berselang dia masih merupakan seorang pemuda yang ketolol-tololan, tingkah
laku maupun sepak terjangnya sama sekali tak tahu aturan, selama berdia dirumahku, diapun
bersantap secara rakus dan bertingkah laku tak sopan. Ketika kuberi petunjuk kepadanya dia
malah memusuhi aku waktu itu aku marah sekali, kuanggap dia tak mirip manusia, tapi lebih
cocok dibilang harimau liar dari gunung, tapi anehnya ayahku sangat menyukai dirinya. Padahal
ayah paling sayang kepadaku, tapi sejak kedatangannya, aku sering menjadi sasaran
kegusarannya gara-gara dia. Waaah.....penghidupanku selama itu benar-benar amat menderita
dan sedih sekali, tapi sekarang aku baru dapat memahaminya aku mengerti sesungguhnya dia
adalah seseorang yang setia, jujur dan amat berperasaan-......"
Putri Kim huan hanya tertawa hambar tanpa memberikan pernyataan apapun, sipedang
tembaga pun berpendapat gadis itu mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan Kim Thi sia,
dia berharap dari mulut gadis itu berhasil dikorek sesuatu keterangan yang berarti. Namun
sewaktu tidak mendengar sesuatu yang berarti dia menjadi kecewa sekali.
Mendadak Nyoo soat hong berkata lagi sambil menghela napas panjang:
"Manusia semacam dia memang paling susah dipahami orang lain, aku rasa semenjak dia
meninggalkan rumahku, sudah pasti banyak penderitaan yang dialaminya."
Putri Kim huan segera teringat kembali dan bagaimana dia memerintahkan anak buahnya untuk
menghajar pemuda itu habis-habisan, maka segera ujarnya:
"Tulangnya kelewat keras, pada hakekatnya tak takut digebuki, percuma kau kelewat
menguatirkan keselamatan jiwanya . "
Merah padam selembar wajah Nyoo soat hong, sambil menundukkan kepalanya dia berkata:
"Antara aku dengan dia sama sekali tak terjalin hubungan apa-apa. Aku tak lebih hanya merasa
kagum dan hormat atas kejujuran serta kesetia kawanannya, maka akupun sering menyinggung
tentang dia."
Menyelami arti dari perkataan "tak terjalin hubungan apa-apa" itu, tergerak perasaan putri Kim
huan, dia segera bertanya:
"Jadi dia bukan kekasihmu? Aku lihat hubunganmu dengannya amat mesrah dan hangat. sudah
jelas berbeda sekali dengan hubungan orang lain."
"Kau anggap aku cukup hangat bersikap dengannya?"
Berbicara sampai disitu, dia mendongakkan kepala sambil menatap kearahnya lalu berkata lebih
jauh:
"Dia adalah kakak angkatku, tentu saja hubungan kami jauh berbeda dengan hubunganku
terhadap orang laini"
Putri Kim huan segera tertawa genit, selanya:
"Mari.. kita tak usah membicarakan persoalan itu lagi." Kemudian setelah berhenti sejenak.
sambungnya lebih jauh:

"Aku selalu berpendapat bahwa orang ini memiliki sesuatu cacad, seperti misalnya sewaktu kita
bernyanyi sambil menikmati bulan purnama. Dia justru mengusi ketenangan kita secara kasar,
pada hakekatnya sama sekali tak mengerti soal seni. Ada katanya dalam gusarku aku
mengumpatnya seperti korban........."
Nyoo soat hong segera menghela napas panjang.
"Yaa benar, justru dalam hal inilah dia menimbulkan kesan yang kurang sedap bagi orang lain.
Aku pikir situasi dan lingkunganlah yang menciptakan hal tersebut baginya, menurut apa yang dia
ceritakan, semenjak dilahirkan didunia ini dia selalu menjalani kehidupan yang terpencil diatas
bukit yang jauh dari keramaian dunia. Disitu tiada manusia lain, bahkan sejak kecilpun tak pernah
menerima pendidikan yang beradab, itulah sebabnya tingkah lakunya berbeda sekali dengan kita
yang jauh lebih majujalan pemikirannya..... "
Mendadak seperti teringat akan sesuatu, kembali dia berkata lebih jauh:
"Aku cukup memahami tabiat orang ini, kalau sedang baik maka menurutnya seperti seekor
kucing, tapi kalau sudah mengambek jeleknya macam kerbau liar, tak heran harga dirinya merasa
tersinggung ketika kau memakinya sebagai kerbau, tentu saja dia gusar sekali."
"Yaa, dia memang membalasku dengan kata-kata yang jauh lebih keras dan menyakitkan hati"
putri Kim huan manggut- manggut membenarkan-
"Bagi mereka yang tidak memahami perasaan hatinya, pasti akan menganggap dia sebagai
orang liar yang berangasan, kasar serta tak tahu sopan santun padahal harga dirinya amat lemah
hal ini dikarenakan pendidikannya yang kurang beradab. Terutama setelah turun gunung dan
menjumpai apa yang dihadapi dalam masyarakat ternyata jauh berbeda dengan penghidupannya
selama ini. Akibatnya rasa rendah diri membuat dia gampang tersinggung perasaannya."
Putri Kim huan menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya pelan:
"Ulasanmu memang tepat sekali, yaaa......seringkali kutemukan hatinya sangat menderita,
apalagi disaat dia sedang marah karena sindiran atau ejekanku."
"Hal ini disebabkan rasa harga dirinya yang terluka oleh sindiranmu itu?" Kemudian setelah
berhenti sejenak. lanjutnya:
"orang biasa tak memiliki sifat liar semacam itu, kecuali dia......tapi aku percaya dia adalah
seorang lelaki yang jujur terbuka dan berjiwa besar."
Putri Kim huan termenung berapa saat, lalu tanyanya lagi dengan gelisah: "Nona Nyoo,
bagaimana menurut pendapatmu tentang sipedang besi so Bun pin?"
"Bagus juga orang ini, lemah lembut dan terpelajar. Tak ubahnya seperti seorang mahasiswa."
"Bagaimana kalau dibandingkan dengan Kim Thi sia?"
Nyoo soat hong kelihatan agak tertegun tapi dengan cepat dia menghindari pertanyaan
tersebut, hanya ucapnya pelan:
"Kelebihannya cukup banyak. jelas Kim Thi sia bukan tandingannya......."
"Bagaimana dengan sipedang tembaga?"
sementara itu sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi amat terkesiap
setelah mendengar kedua orang gadis tersebut menyinggung tentang dirinya. Entah mengapa,
tiba-tiba saja dia merasakan hatinya sangat tegang. Nyoo soat hong kelihatan berpikir sebentar,
lalu menjawab:
"orang ini gagah dan tampan, gerak geriknya terpelajar dan sangat beraturan, dalam sekilas
pandangan saja bisa diketahui bahwa dia adalah seorang pemuda pengalaman yang
berpengetahuan luas."

Penilaian ini amat memuaskan hati sipedang tembaga, terutama karena perkataan itu ditujukan
untuk putri Kim huan, begitu terbuainya dia hingga untuk berapa saat sampai termangu- mangu
disitu.
Tapi dikarenakan ucapan tadi, diapun merasa berterima kasih dan berhutang budi kepada Nyoo
soat hong, karena perkataan tersebut, ia berjanji akan membantu gadis tersebut bilamana perlu,
bahkan disuruh terjun kelautan apipun dia tak akan menolak. sesudah termenung sesaat, putri
Kim huan bertanya lagi: "Bagaimana dengan sipedang perak?"
Pertanyaan yang diajukan berulang-ulang ini membuat orang lain tak habis mengerti jangankan
sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi tertegun, sekalipun Nyoo soat
hong sendiripun dibuat sangat keheranan sehingga pikirnya tanpa terasa:
"Aneh betul situan putri yang cantik ini mengapa sih dia senang menanyakan persoalan macam
begini?"
Namun dia segera menjawab:
"sipedang perak orangnya tenang, tak suka bicara dan sopan santun, dia tak malu disebut
seorang kongcu yang jarang ditemui didunia ini........"
"Semua abang seperguruan Kim Thi sia rata-rata merupakan orang yang hebat dengan sifat
yang baik pula mungkinkah wataknya juga akan mengalami perubahan besar setelah berapa
tahun mendampingi mereka?"
sipedang tembaga yang mend engar perkataan tersebut menjadi terkesiap segera pikirnya:
"Rupanya kau mengajukan pertanyaan tersebut hanya dikarenakan masalah ini........?"
sementara dia masih termenung, Nyoo soat hong telah menjawab sambil tertawa:
"Watak Kim Thi sia amat kaku, sifatnya aneh. Aku rasa biar sepuluh tahun bahkan dua puluh
tahun lagipun dia masih tetap sebagai seorang persilatan yang kasar, kaku dan tidak tahu adat.
Tentu saja sedikit perubahan pasti ada, sebab siapa yang dekat dengan gincu bukankah diapun
akan menjadi merah? Apalagi dia toh bukan manusia kayU?"
Mendadak terdengar suara orang mengetuk pintu kamar, disusul putri Kim huan menegur:
"siapa disitu?"
Pintu kamar dibuka orang dan terdengar seorang lelaki berkata dengan suara yang berat dan
rendah:
"ooooh, rupanya nona belum tertidur bagus sekali, kebetulan aku memang hendak berbincangbincang
denganmu."
sipedang tembaga yang menyadap pembicaraan tersebut segera berpikir:
"Rupanya sute masih juga tak mau mengerti, ia benar-benar menggemaskan." Dalam pada itu
sipedang besi, so Bun pin telah berkata lagi sambil tertawa:
"Tak lama kemudian pedang mestika rembulan dingin segera akan jatuh ketanganku. Nona,
apa yang pernah kuucapkan tak pernah akan kusesali. Perduli bagaimana sikapmu kepadaku,
pedang mestika tersebut tetap akan kupersembahkan kepadamu."
"Apa? pedang leng gwat kiam?" sela Nyoo soat hong keheranan. "Bukankah pedang rembulan
dingin adalah benda milik Kim Thi sia? Apakah dia telah menghadiahkan kepadamu?" saking ingin
tahunya, gadis tersebut sampai mengulangi pertanyaan ini berapa kali. Dengan nada hambar
sipedang besi so Bun pin menjawab:
"Nona Nyoo, persoalan ini bukan lagi urusan kalian. Tapi bisakah nona Nyoo menyingkir
sebentar, karena aku ada urusan penting yang hendak dirundingkan dengan tuan putri?"
sipedang tembaga merasa amat mendongkol setelah mendengar perkataan itu, terutama sekali
atas perkataan " urusan penting" itu, mendadak timbul satu akal didalam benaknya.

Cepat-cepat dia keluar dari kamarnya dan sengaja berjalan mondar mandir didepan beranda
kamar, menanti putri Kim huan yang berada dalam kamar sudah mulai berbincang-bincang
dengan sipedang besi, dia sengaja berseru tertahan dan mengetuk pintu kamar seraya menegur.
JILID 26
"Hey, rupanya sute juga berada didalam? Apakah tuan putri belum tidur?"
Karena gangguan ini, sipedang besi pun tak berminat meneruskan rayuannya, buru-buru dia
membukakan tintu.
Tatkala sepasang matanya saling bertemu dengan sorot mata rase srpedang tembaga, tiba-tiba
saja wajahnya berubah menjadi amat tak sedap dipandang......
Sipedang tembaga berlagak serius, dia menengok sekejap kearah dalam kamar, lalu sambil
menariknya kesamping, sengaja ujarnya dengan wajah serius:
"Sute, saat ini tengah malam sudah menjelang, dan mengapa engkau masih berada didalam
kamar seorang gadis? Ketahuilah, musuh kita masih terus mengawasi gerak gerik kita semua.
Seandainya sampai terjadi kesalahan paham, kita sembilan pedang benar-benar akan kehilangan
muka."
Dalam keadaan mengenaskan sipedang besi manggut- manggut, padahal rasa benci didalam
hatinya sudah mencapai pada puncaknya namun diluaran apalagi dihadapan abang
seperguruannya. Dia mau tak mau harus beriagak menerima saran tersebut dan cepat-cepat
beranjak pergi dari situ.
Mengawasi bayangan punggungnya yang menjauh sipedang tembaga segera bergumam
dengan suara dingin:
"Demi dia, aku tak segan bentrok dengan siapapun. Apalagi hanya kau, So Bun pin"
Lalu sambil sengaja menutupkan pintu kamar putri Kim huan hiburnya dengan lembut:
"Rupanya suteku telah mengusik kenyenyakan tidurmu. Tindakan tersebut memang kurang
sopan, harap kau jangan marah."
"Kau memang baik sekali, aku harus berterima kasih kepadamu" bisik putri Kim huan
"oooh, tidak usah........."
Padahal dalam hati kecilnya merasa gembira sekali.
Hingga kembali kedalam kamarnya, dia masih teringat terus dengan perkataan putri Kim huan
yang lembut dan sangat menawan hati itu.
Dalam pada itu, Kim This ia sedang memikirkan soal "Dewi Nirmala". Dia merasa orang tersebut
tentu merupakan seorang jago yang berkuasa besar, karena semua anak buahnya terdiri dari
jago-jago persilatan tinggi.
sekalipun secara beruntung dia berhasil mengungguli Nirmala nomor sebelas, namun
perasaannya justru amat menyesal dan sedih sekali. Mungkin juga Nirmala nomor sebelas hanya
melaksanakan perintah dari "Dewi Nirmala" untuk memusuhi anak murid Malaikat pedang berbaju
perlente. Padahal diantara mereka berdua. secara pribadi tidak mempunyai permusuhan ataupun
persilatan ataupun perselisihan apapun.
sesaat sebelum menemui ajalnya, Nirmala nomor sebelas sama sekali tidak membenci dirinya.
Dia hanya mengeluh sebagai korban dari keganasan Dewi Nirmala, tapi justru semakin begitu. Kim
Thi sia merasa semakin menyiksa batinnya, karena bagaimanapun jua dia telah mencelakai jiwa
seseorang yang sama sekali tak berdosa.

semalam suntuk dia tak mampu pejamkan mata, benaknya dipenuhi oleh masalah Dewi Nirmala
beserta asal usulnya, namun makin dipikir dia semakin kebingungan. Hatinya pun semakin masgul,
akhirnya dia membuka jendela dan berdiri termangu-mangu disitu.
Malam yang tenang membuat pikirannya bertambah jernih, kalau disiang hari Kim Thi sia tak
pernah mau memutar otaknya, maka sekarang dia mulai meragukan watak baik sipedang tembaga
seandainya orang itu berjiwa kesatria mengapa tindakannya justru begitu licik dan rendah
sehingga membokong orang secara begitu keji?
Bila ditinjau dari sini, maka besar kemungkinan kematian Malaikat pedang berbaju perlente
adalah disebabkan terbokong oleh orang-orang tersebut, buktinya sipedang tembaga yang
kelihatannya jujur dan berjiwa ksatria pun sanggup melakukan perbuatan yang tak terpuji, bisa
dibayangkan bagaimana pula watak sipedang emas sekalian. Menilai orang jangan menilai dari
wajahnya.
Tiba-tiba saja Kim This ia menyelami arti sebenarnya dari perkataan tersebut, tanpa terasa ia
bergumam seorang diri:
"sipedang tembaga yang bernama besar pun mampu menurunkan derajat sendiri dengan
menusukkan pedangnya dari punggung Nirmala nomor sepuluh hingga tembus kejantungnya, bisa
jadi diapun tega membacok kutung tangan dan kaki suhu...." Dia memukul pahanya sendiri keraskeras
sambil bergumam lebih jauh:
"Didalam waktu yang amat singkat, aku telah melupakan sama sekali dendam kesumat serta
sakit hati suhu, bila keadaan ini dibiarkan berlarut terus, dapatkah arwah suhu beristirahat dengan
tenang dialam baka?"
Darah panas segera menggelora didalam dadanya, diam-diam ia mengangkat sumpah:
"Aku Kim Thi sia bisa memperoleh hasil seperti hari ini, tak lain kesemuanya ini merupakan
berkah dari suhu, bila aku sampai melupakan sama sekali sakit hati suhu dan tidak menuntutkan
balas baginya, bukankah aku akan lebih rendah daripada binatang?" Kemudian ia berpikir lebih
jauh:
" Lebih baik kutinggalkan suheng sekalian pada malam ini juga, mungkin dengan berbuat
demikian maka duduk persoalan yang sebenarnya segera akan kuketahui, dan akupun
menuntukan keadilan bagi kematian guruku. Aku rasa suhu tentu mempunyai teman, tak mungkin
orang bisa hidup sebatang kara didunia ini, hanya saja memang sulit untuk menemukan orang
yang bisa bergaul dengannya. Kenapa aku tidak mulai melakukan penyelidikan secara besarbesaran
terhadap semua umat persilatan didunia ini?"
Dibawah sinar rembulan yang cerah, dan pikiran yang tenang pemuda tersebut segera
mengambil keputusan dan berjalan menuju kekamar sendiri
Kemudian diapun membuat sebuah coretan diatas secarik kertas sebelum pergi dari situ. Diatas
kertas tadi, ia menulis begini:
"Suheng sekalian, malam ini aku tidak dapat tidur dan duduk melamun didekat jendela...."
"Tiba-tiba teringat olehku akan pelbagai masalah yang menyakitkan hati, terutama soal
kematian suhu yang membuatku amat kecewa."
"Dulu, aku tak lebih hanya seorang pemuda biasa, siapa yang akan mengenali namaku sebagai
"Kim Thi sia"? Maka akupun berpendapat bahwa satu-satunya perbedaan antara "Kim Thi sia"
yang dulu dengan "Kim Thi sia" yang sekarang adalah dengan munculnya malaikat pedang
berbaju perlente."
"Tiba-tiba saja dalam pandangaku serasa terkenang kembali dengan wajahnya yang kusut,
muka yang penuh penderitaan itu serasa terukir dalam-dalam disanubariku."
"Terus terang suheng sekalian, banyak sekali pesan dari suhu menjelang saat ajalnya yang
hampir kulupakan. Malam ini, pikiranku menjadi terang dan perasaanku telah sadar kembali. Aku

teringat kembali dengan pelbagai perbuatanku dimasa lalu, terkenang pula pesan terakhir dari
suhu."
"Aku tak berani memastikan sebab kematian suhu disebabkan seperti apa yang suhu katakan,
tapi aku akan berusaha untuk menyelidikinya hingga tuntas. Aku percaya suatu ketika duduknya
persoalan akan menjadi jelas kembali."
"suheng, aku percaya kalian adalah manusia yang berjiwa besar, tentunya kalian tak akan
menganggap tulisanku ini kelewat kurang ajar bukan?"
"Maafkan kepergianku yang tanpa pamit, sebab bila tidak begini, hatiku tak pernah akan
menjadi tenang."
"soal dua bersaudara Nyoo, kuharap suheng sekalian sudi menjaga keselamatan mereka,
menurut penilaianku pek kut sinkun bukanlah musuh besar pembunuhan orang tua mereka.
Tentang sebab kematian Nyoo lo enghiong, aku pasti akan melakukan penyelidikan pula sampai
tuntas. Harap suheng sekalian sudi menyampaikan pesan ini kepada mereka."
"sedang mengenai sinona bangsawan itu, aku percaya suheng sekalian lebih sanggup untuk
melindunginya dan menemaninya pulang keistana. Aku tak ingin memberi persyaratan apa-apa.
Tapi aku selalu berpendapat bahwa aku tak mungkin cocok dengannya."
"Aku tak lebih hanya manusia kasar yang tak tahu adat, dan selama ini yang akupun hanya
ingin menyampaikan sepatah kata saja yaitu "Mohon maaf".
"sebagai akhir kata, aku tetap berharap ia bisa kembali kenegerinya dengan aman dan
selamat."
"Soal pedang mestika Leng gwat Kiam, biarlah suheng menyimpankan untuk sementara waktu.
Bila ada kesempatan aku tentu akan berterima kasih kepada kalian."
"Tertanda sutemu, Kim Thi sia."
sekalipun sepintas lalu isi surat itu kacau balau, tapi arti yang sebenarnya sudah cukup jelas.
sebab bagi seseorang yang tak pernah mengecap pendidikan, tulisan semacam ini sudah cukup
menyulitkan baginya.
Keesokan harinya, ketika semua orang menemukan kepergiannya yang tanpa pamit dan selesai
membaca isi surat tersebut, paras muka masing-masing menunjukkan perubahan yang berbeda.
sipedang perak hanya tersenyum hambar tanpa memberi komentar apa-apa. Memang begitulah
wataknya yang sebenarnya sekalipun ada persoalan besar yang terbentang didepan matapun, dia
tak akan menunjukkan perasaan terkejut.
sipedang tembaga menunjukkan setengah girang setengah sedih, ia senang karena kepergian
Kim Thi sia itu sama artinya dengan hilangnya duri dari kelopak matanya, tapi dia murung karena
dengan kemajuan ilmu silat yang dicapainya, dia takut persoalan yang sebenarnya berhasil
diketahui oleh pemuda tersebut......
sipedang besi so Bun pin menunjukkan sikap amat gusar. sesumbar dengan mengatakan akan
mencarinya kembali dan dihukum karena berani menghina abang seperguruan sendiri
Dua bersaudara Nyoo sangat sedih, mereka cukup memahami watak "adik angkat" nya yang
bodoh tapi berkeras hati itu. Apa yang dipikirkan sanggup pula dilakukan, mereka tak tahu sampai
kapan mereka dapat berjumpa kembali.
Putri Kim huan yang paling tak tenang hati, karena kata-kata dalam surat tersebut jelas
mengandung sindiran kepadanya. sepanjang hari dia menutup diri didalam kamar dengan wajah
murung.
Begitulah, semua orang terbuai dalam pikiran masing-masing, kecuali sipedang besi so Bun pin
yang menunjukkan kegusaran, lainnya sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa.
Tiba-tiba sipedang perak keluar dari pintu kamar sambil berkata:

"Aku rasa persoalan ini tiada masalah yang perlu dibicarakan. Kim sute masih muda dan tak
tahu urusan, tabiatnya aneh. Kita wajib memaafkan perbuatannya itu." Kemudian setelah berhenti
sejenak. lanjutnya lebih jauh:
"Hari ini merupakan saat pertarungan kita dengan Pek kut sinkun, bisa jadi toa suheng telah
membuat persiapan yang matang, ayoh kita segera berangkat untuk bergantung dengannya."
Nyoo Jin hui menyela:
"Adik Thi sia masih muda dan tak tahu urusan, kini dia telah pergo tanpa pamit, meski ilmu
silatnya cukup untuk melindungi keselamatan jiwanya namun aku tetap merasa kuatir, karena itu
maaf bila kami ingin mohon diri untuk segera berangkat melacaki jejaknya."
"Memang paling baik bila saudara Nyoo mempunyai ingatan begini" sahut pedang perak
hambar. "kalau begitu kamipun menyerahkan keselamatan suteku itu kepadamu."
"selamat tinggal" kata dua bersaudara Nyoo kemudian. selesai menjura, merekapun beranjak
eprgi meninggalkan tempat itu.
sepeninggal dua bersaudara Nyoo, sipedang tembaga segera berpaling kearah putri Kim huan
dan berkata:
"Nona, kau sedang berada dinegeri orang tanpa sanak tanpa keluarga. Aku rasa biar kamilah
yang akan bertanggung jawab atas segala keselamatan jiwamu. Terimalah tawaran kami yang
tulus ini."
sebelum putri Kim huan sempat menjawab, sipedang perak telah berkata lebih dulu:
"Nona tak perlu menampik lagi, perkataan prdang tembaga sute memang benar, dengan tulus
hati kami bersedia mengiringi kepergianmu, apalagi jika nona tak ada urusan lain, mari kita
melakukan perjalanan bersama-sama."
Putri Kim huan sadar, posisinya memang terjepit sehingga dia tak banyak berbicara lagi dengan
mulut membungkam mengikuti dibela kang pedang perak sekalian bertiga meninggalkan rumah
penginapan^.
sipedang tembaga kuatir si nona tak sanggup melakukan perjalanan jauh, dia sengaja
menyewa sebuah tandu kecil dikota dan mendampinginya sepanjang jalan.
Resminya dia melindungi keselamatan gadis tersebut, padahal yang benar adalah mencari
kesempatan untuk merayu dan menarik perhatian gadis cantik itu.
Katanya dengan lembut:
"Kim Thi sia adalah seorang yang kasar, pelbagai persoalan yang tidak pantas diungkapkan
ternyata telah diungkapkan, untung saja nona adalah seorang gadis yang berpendidikan dan
berpengetahuan luas, coba berganti orang lain, mungkin dia akan dibuat marah-marah besar oleh
tulisan tersebut."
Tampaknya putri Kim huan masih juga tak habis mengerti katanya:
"Bila ditinjau dari sikap maupun tingkah laku kalian suheng te bertiga, bisa kusimpulkan bahwa
keenam orang suheng te yang lain bukan manusia sembarangan. Kenapa diantara kelompok
burung hong justru bisa muncul seekor burung gagak?" sipedang tembaga segera menghela
napas panjang.
"Aaaaai.......kalau dibicarakan yang sesungguhnya, hal ini harus disalahkan pada suhuku, dia
orang tua telah dibokong oleh musuhnya secara keji, dalam keadaan sekarat dan tak sadar
pikirannya, dia menganggap sakit hati tersebut harus dituntut balas oleh murid perguruannya
sehingga dicarinya seorang bocah liar untuk diwarisi ilmu silatnya lalu menitahkan kepadanya
untuk menuntut balas." setelah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh:
"Jadi murid liar itu diterima suhu dia orang tua didalam keadaan yang terpaksa. Itulah
sebabnya dalam soal bakat, watak serta pendidikan jauh berbeda bila dibandingkan orang lain.
Aaaaai......maklumlah........"

sambil berpaling putri Kim huan bertanya lagi:
"Hey, bukankah kalian bersembilan semuanya adalah muridnya? Kenapa tidak mencari orang
sendiri justru mencari dirinya?"
"Aaaai, nona tidak tahu......" pedang tembaga menghela napas. "Ketahuilah bahwa suhu
sedang berada jauh sekali dari kami, bagaimana mungkin beliau bisa menghubungi kami dalam
waktu singkat?"
Putri Kim huan segera manggut- manggut. "oooh, rupanya begitu."
setelah termenung sejenak. mendadak katanya lagi dengan polos: "Hey, dengan peristiwa itu,
bukankah dia yang kelewat enak?"
"Yaa, apa boleh buat lagi? sesungguhnya kami enggan melakukan perjalanan bersamanya. Apa
daya dia justru selalu mengaku sebagai murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente,
mengingat kita sebagai sesama saudara seperguruan, mau tidak mau kamipun tak bisa
meninggalkan dirinya dengan begitu saja."
Agaknya putri Kim huan sedang memikirkan persoalan yang lain sehingga sama sekali tidak
mendengar apa yang dikatakannya, terdengar gadis itu berkata pelan:
"Kim Thi sia memang makhluk aneh, apakah dia benar-benar tidak berperasaan sama sekali?"
"Nona, apa kau bilang? siapa yang tidak berperasaan? " seru pedang tembaga keheranan-
Dia mengira orang yang dimaksudkan putri Kim huan adalah dirinya, ia menjadi terperanjat
sekali, dalam gugupnya dia sgeera menggenggam tangan sinoan yang lembut.
Putri Kim huan segera berkerut kening dan melepaskan diri dari genggamannya, ia menegur:
"Kalian ornag laki-laki memang sama semua, sedikit-sedikit lantas main colek main pegang.
Huuuh, sungguh menyebalkan, mengapa sih tidak meniru Kim Thi sia?"
"Bagaimana dengan Kim Thi sia......" kata gedang tembaga agak enggan- sementara tangannya
terpaksa ditarik kembali dengan perasaan berat.
Melihat sikap pemuda itu, putri Kim huan semakin mengambek. katanya dengan dingin:
"Terus terang saja aku bilang, sekalipun dibidang lain Kim Thi sia tak mampu mengungguli
kalian- Tapi dalam hal ini dia lebih tangguh daripada kalian- selama melakukan perjalanan
bersamanya dalam berapa hari terakhir ini, belum pernah dia melakukan perbuatan yang
melanggar sopan santun-"
sipedang tembaga yang pandai melihat gelagat cepat-cepat menarik kembali tangannya dan
berkata sambil menundukkan kepala:
"Entah mengapa, sejak bertemu nona, timbul gejolak perasaan dalam hatiku hingga membuat
aku tak mampu untuk mengendalikan diri......"
Putri Kim huan menengok sekejap kearahnya, lalu dengan sikap hambar katanya: "Bila kau
ingin membuatku gembira, tinggalkan aku sejauh mungkin-"
sipedang tembaga nampak tertegun, tapi akhirnya sambil menahan emosi dengan wajah
bersemu merah dia mundur selangkah kebelakang.
Mendadak dari depan situ terdengar suara hirup pikuk yang ramai sekali, satu ingatan segera
melintas dalam benak putri Kim huan, tanyanya cepat:
"siapakah yang berada didepan?"
sambil merendahkan suaranya sahut pedang tembaga:
"Musuh kami Pek kut sinkun telah menyiapkan panggung untuk menerima tantangan kita."

Ketika putri Kim huan melongok keluar tampak dibawah barak bambu yang besar terlihat
banyak sekali manusia yang berdesak disitu menonton keramaian. Menyaksikan hal ini, dengan
perasaan kuatir segera tanyanya: "sanggupkah kalian untuk mengungguli musuh?"
Perkataan itu seketika mengobarkan semangat didada pedang tembaga, dia merasa mendapat
kesempatan untuk membuktikan kemampuannya dihadapan gadis cantik. Maka sambil menggosok
kepalanya ia menyahut sambil tertawa:
"Nona tak usah kuatir, biarpun kemampuan Pek kut sinkun terhitung hebat, tapi aku
berkeyakinan untuk mengalahkan dirinya."
"Oooh....aku percaya dan tentu akan menang" puji putri Kim huan sambil tersenyum manis.
"Aku memang sudah cukup memahami akan kemampuan ilmu silatmu yang hebat itu......."
sipedang tembaga menjadi sangat girang semangatnya semakin berkobar. Dengan suara
lantang bentaknya keras-keras:
"Sembilan pedang dari dunia persilatan datang memenuhi janji. silahkanPek kut sinkun
munculkan diri untuk berjumpa."
suara bentakannya amat nyaring hingga menggema seluruh angkasa. Jelas dia hendak
memperlihatkan kebolehan tenaga dalamnya dihadapan gadis cantik tersebut.
Begitu ucapan tersebut menggelora keluar, suara hiruk pikuk disekitar arena seketika menjadi
sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun- Beratus-ratus pasang mata serentak dialihkan
kearahnya.
Dengan wajah tersipu putri Kim huan segera menyembunyikan diri dibalik tandu. Perasaannya
menjadi amat tegang.
"Haaah.....haaah......haaaah.......rupanya sinkun datang sendiri untuk menyambut, hal ini
menunjukkan bahwa aku masih terpandang sebagai seorang manusia dihadapan sinkun.........."
Tampak seorang sastrawan setengah umur berjubah kuning berikat kepala emas berjalan
mendekat dengan langkah lebar.
Disekeliling sastrawan setengan umur utu mengikuti empat orang kakek yang rata-rata bermata
tajam.
dilihat dari kening mereka yang menonjol keluar dari sorot mata yang tajam bagaikan sembilu,
dapat diketahui bahwa keempat orang itu merupakan jago-jago yang berilmu tinggi.
sastrawan setengah umur itu amat gagah dan berwibawa, tak malu menjadi pemimpin suatu
perkumpulan, sambil tampilkan diri segera katanya sambil tertawa nyaring:
"Sembilan pedang dari dunia persilatan bernama besar, tentu saja aku tak berani berayal.
Haaaah.....haaaah.......haaaah......silahkan masuk. silahkan masuk."
sambil berkata dia mengulapkan tangannya, dari balik kerumunan orang banyak muncullah
serombongan lelaki kekar yang menyambut kedatangan mereka dengan sikap amat menghormat.
sipedang perak berpaling dan memberi tanda dengan kerdipan mata kepada sipedang tembaga,
sipedang tembaga segera manggut- manggut, katanya kepada putri Kim huan-
"Silahkan nona turun dari tandu untuk bertemu dengan Pek kut sinkun, kami tidak boleh
bersikap kelewat sombong. Ya a, apa boleh buat, terpaksa harus menyiksamu sebentar."
Putri Kim huan paling takut munculkan diri dihadapan umum, keningnya segera berkerut
setelah mendengar perkataan itu, tapi terpaksa dia turun juga dari tandunya dengan wajah
tersipu-sipu.
Agaknya sastrawan setengah umur itu tak menyangka kalau orang yang berada didalam tandu
adalah seorang wanita yang cantik. Ia kelihatan agak tertegun lalu pikirnya:

"sejak dulu hingga sekarang, kaum wanita jarang sekali keluar pintu, biasanya hanya pendekar
wanita yang berilmu tinggi atau mempunyai asal usul besaryang berani keluar rumah. Gadis ini
cantik bak bidadari dari khayangan sudah pasti kecerdikannyapun luar biasa, jangan-jangan dia
adalah tokoh lihay yang diundang sembilan pedang untuk membantu mereka.........?"
Dia mencoba membayangkan siapa gerangan perempuan ini, namun seingatnya tidak terdapat
manusia seperti ini dalam deretan tokoh-tokoh persilatan, hal mana tentu saja semakin meragukan
hatinya.
Keempat orang kakek yang berada disisinyapun segera menunjukkan perasaan tercengang,
diawasinya gerak gerik putri Kim huan sekejap. kemudian salah seorang diantaranya berbisik:
"sinkun harus memperhatikan gadis ini secara sungguh-sungguh, jangan dilihat sikapnya begitu
tegang, biasanya makin kalem seseorang makin berbahaya pula ilmu silat yang dimilikinya."
sastrawan setengah umur itu manggut- manggut.
"Aku sudah mengawasinya sejak tadi, nampaknya dia seperti tak pandai bersilat, tapi mungkin
saja pandangan mataku belum bisa menembusi lapisan berikutnya. Ya a, aku pasti akan berjagajaga
terhadapnya."
Tak lama kemudian, sampailah mereka didalam sebuah barak tamu.
Didalam barak sudah duduk lima orang jago gedang yang masih muda begitu melihat
kedatangan pedang perak, serentak mereka bangkit berdiri dan memberi hormat kepadanya,
kemudian baru memberi hormat kepada pedang tembaga serta pedang besi.
Putri Kim huan segera merasakan bahwa kelima orang itu sedang mengawasi wajahnya dengan
seksama. seakan-akan sedang mengamati suatu benda mestika saja, rasa malu yang luar biasa
membuat hatinya berdebar keras dan kepalanya tak berani didongakkan kembali. sipedang
tembaga segera berkata:
"Harap sute sekalian duduk dulu, biar kuperkenalkan nona itu kepada kalian, dia adalah putri
dari kerajaan Kim yang khusus datang kedaratan Tiong goan untuk menikmati keindahan alam,
mari kalian saling memberi hormat...."
Kelima orang jago muda itu saling berpandangan sekejap lalu tersenyum, kemudian serentak
manggut- manggut tanda hormat.
Dengan tersipu-sipu putri Kim huan pun mengangguk sambil tersenyum sebagai balasan dari
anggukan kepala mereka. Terdengar sipedang tembaga berkata lebih jauh:
"Kita semua adalah orang sendiri, apa yang hendak dibicarakan silahkan dibicarakan, tak usah
sungkan-sungkan lagi."
Kemudian diapun membisikkan asal usul sipedang air, pedang ayu, pedang api, pedang tanah
danpedang bintang kepada putri Kim huan.
sipedang air segera bangkit berdiri dan menyerahkan tempat duduknya kepada putri Kim huan,
sedang sipedang tanahpun menyingkir juga dari situ, maka diatur oleh para sutenya, sipedang
tembaga bisa duduk dengan senang disisi putri Kim huan.
Tentu saja kejadian tersebut sangat menjengkelkan hati sipedang besi yang mengawasi terus
peristiwa itu sedari tadi.
sementara itu sipedang perak telah mendonggakkan kepalanya melihat sekejap cuaca lalu
tanyanya kepada sipedang kayu. "Apakah toa suheng belum datang?"
" Kemungkinan besar dia datang agak terlambat, kemarin sute bertemu dengannya dan dia
hanya berpesan begini......."
sipedang perak segera menemukan paras adik seperguruannya ini kurang sedap dipandang,
pikirnya tanpa terasa:

"Heran, biasanya ngo sute adalah seorang yang selalu riang gembira. Mengapa dia
menunjukkan sikap semacam ini? Mungkinkah dia sedang menjumpai persoalan yang tak
berkenan dihatinya?"
sebetulnya dia hendak menanyakan persoalan itu hingga jelas. Namun sehabis memberi
keterangan sipedang kayu segera beranjak pergi ketempat lain dengan sikap yang dingin dan
tawar.
sipedang perak tahu, adik seperguruannya pasti sedang menghadapi masalah pelik maka
diapun mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh.
sipedang kayu duduk seorang diri ditepi barat, sementara sorot matanya yang tajam
mengawasi terus putri Kim huan tanpa berkedip.
Dia masih teringat dengan jelas, dulu putri Kim huan pernah tertawan olehnya, tapi semenjak
kedatangan Kim Thi sia, gadis itu telah ditolongnya malah itu banyak sekali jago yang terbunuh
ditangan Kim Thi sia. Hal ini membuat pamornya dihadapan pembesar negeri itu merosot berapa
tingkat.
sekalipun semua peristiwa ini menjadi tanggung jawab Kim Thi sia, namun setelah bertemu
dengannya tanpa terasa diapun teringat akan semua sakit hatinya itu.
Perintah dari sipembesar pun menyusahkan hatinya, dia pernah menyanggupi permintaannya
untuk menemukan kembali putri Kim huan, tapi sekarang putri Kim huan telah berada ditangan
sipedang tembaga. Padahal pedang tembaga adalah abang seperguruannya, bagaimana mungkin
dia bisa menculik kekasih hatinya untuk dipersembahkan kepada pembesar itu?
Maka pelbagai masalah yang pelikpun membuat hatinya risau gundah dan tak senang.
Tampaknya putri Kim huanpun telah menemukan raut wajah sipedang kayu yang terasa dikenal
olehnya. Diam-diam ia mencoba kembali pengalamannya dimasa lalu, mendadak ia teringat akan
sesuatu, sepasang matanya segera terbelalak lebar-lebar.
Dengan cepat sipedang tembaga menyaksikan rasa kaget yang mencekam wajahnya ia menjadi
terperanjat dan segera menegur: "Nona, mengapa kau?"
ingin sekali putri Kim huan menceritakan kejadian yang sesungguhnya, namun ketika ucapan
tersebut sampai dibibir, ternyata dia tak mampu untuk mengutarakannya keluar, akhirnya sambil
menggelengkan kepala dan menghela napas katanya: "Aaaah, tidak apa-apa"
Meski begitu, sepasang matanya masih menatap wajah sipedang kayu tanpa berkedip.
Tergerak perasaan sipedang tembaga, dengan cepat dia bangkit berdiri dan menghampiri
sipedang kayu, lalu tanyanya: "sute, apakah kau kenal dengannya?" Dengan wajah sungguhsungguh
sahut sipedang kayu:
"Mungkin kenal, mungkin juga tidak. siaute hanya merasa raut mukanya agak kukenal, namun
lupa dimanakah kami pernah bersua, coba kau bilang kejadian ini aneh tidak?"
"Yaa, memang aneh sekali" sahut pedang tembaga. Namun hati kecilnya merasa amat
mendongkol, pikirnya:
" Kurang ajar, pedang kayu, kau berani mengelabuhi aku? Hmmm, tunggu saja sampai tanggal
mainnya."
sementar itu suasana dibawah panggung amat hening tak kedengaran sedikit suarapun banyak
sekali kawanan jago yang datang karena mengagumi nama besar mereka yang bakal bertarung
berdiri berjajar ditepi arena suara bisik-bisik kedengaran disana sini.
sipedang perak yang seksama, sementara itu sudah mengamati berapa kejap suasana disekitar
arena .
Diarena mereka yang hadir, dia hanya mengenali beberapa diantaranya seperti si Pukulan
berapi. si tukang besi dari supeng, si kucing bungkuk dan lain sebagainya.

Baginya, jago-jago tersebut bukan merupakan, ancaman yang serius, tapi terhadap wajahwajah
asing yang tak dikenalnya, dia justru menaruh perasaan tegang. sekalipun dia pingin tahu
siapa gerangan orang-orang tersebut. Namun kedudukannya didalam dunia persilatan mencegah
dia berbuat begitu, terpaksa dia harus mengandalkan ketajaman matanya untuk menduga-duga
kemampuan silat orang-orang itu.
setelah diamati berulang kali, akhirnya dia berkesimpulan hanya keempat kakek yang berada
disamping Pek kut sinkun terhitung jagoan paling tangguh, terutama salah seorang diantaranya,
sewaktu berbicara dan menggoyangkan telapak tangannya, dia melihat adanya sinar merah dari
balik telapak tangan tersebut. Dengan perasaan terkejut segera pikirnya.
"Hmmmm, sudah jelas orang ini memiliki ilmu Kim cu khikang yang sudah seratus tahun
lamanya lenyap dari dunia persilatan. Tidak disangka hari ini bisa muncul ditangannya, aku tak
boleh memandang enteng kemampuan orang ini............."
Mendadak terdengar suara gembrengan dibunyikan, lalu muncul seorang lelaki kekar ketengah
arena dan berseru dengan lantang:
"Atas perintah sinkun, diharapkan para penonton membuka sebuah lapangan agar mereka yang
bakal bertarung mampu mengembangkan segenap ilmu silat yang dimilikinya, atas kesudian
kalian, kami ucapkan terima kasih sebelumnya......."
Habis berkata dia memberi hormat keempat penjuru lalu mengundurkan diri dengan langkah
lebar.
Terpaksa para penontonpun saling berdesakan untuk mundur kebelakang, dengan susah payah
akhirnya siaplah sebuah tanah lapang seluas lima kaki persegi.
Menyusul kemudian suara gembrenganpun kembali dibunyikan keras-keras, seketika suasana
menjadi hening dan semua orang mengalihkan perhatiannya kearena. sipedang tembaga melirik
sekejap kearah putri Kim huan, lalu bisiknya pelan:
"Bila suara gembrengan dibunyikan sekali lagi, berarti saat bertarung akan segera dimulai
saksikanlah pertarungan ini baik-baik." habis berkata dia segera tertawa lebar.
sebelum suara gembrengan ketiga kalinya dibunyikan dari barak sebelah barat telah muncul
seorang kakek yang semula berada disisi Pek kut sinkun dia menjura dulu keempat penjuru
kemudian baru berkata dengan suara lantang:
"sobat-sobat, para jago dan orang gagah hari ini Pek kut sinkun sengaja menyelenggarakan
pertandingan silat untuk memperebutkan dua jenis mestika. Apakah benda mestika itu maaf kalau
kami tak bisa sebutkan namun yang jelas tujuan dari pertarungan ini adalah untuk mendapatkan
mestika tersebut, siapa menang dia berhak mendapatkannya. Karena itu baik terluka atau bahkan
tewas, kami kedua belah pihak sama-sama tak akan menyesali atapun menggerutu. selain itu
pertarungan diselenggarakan menurut peraturan. Dilarang mengandalkan jumlah banyak, dilarang
juga main bokong dengan cara yang licik..."
Tepuk tangan yang riuh menutup ucapan terakhir kakek tersebut, dengan langkah lebar ia
kembali kesamping Pek kut sinkun.
Pelan-pelan sipedang perak memperhatikan sekejap sekitar arena, mendadak dari barat sebelah
kiri, dia menyaksikan seorang tosu tua duduk bersila disitu.
Dandanan tosu itu aneh sekali, tubuhnya kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang, tulang
jidatnya menonjol dan matanya lengkuk kedalam, rambutnya yang kuning nampak kusut.
Disamping tosu tua itu duduk pula seorang pemuda berwajah jelek. saat itu mereka berdua
sedang berbisik-bisik sambil menuding kesana kemari. Agaknya ada semacam persoalan sedang
dibicarakan-
Tiba-tiba pemuda bermuka jelek itu kena diterjang oleh seorang lelaki yang sedang bergurau
disisinya. Pemuda jelek itu segera melotot, tidak nampak apa yang dilakukan-Tiba-tiba lelaki itu
menjerit kesakitan dan robih tak sadarkan diri.

suasanapun menjadi ribut, beramai-ramai rekanannya menggotong pergi lelaki tersebut dari
situ.
Tapi bagi sipedang perak yang bermata tajam, ia telah melihat dengan jelas bagaimana
pemuda jelek itu mengayunkan tangannya disusul kemudian lelaki tadipun roboh tak sadarkan diri.
Entah kepandaian apa yang dipergunakan pemuda jelek itu, nyatanya dia sanggup merobohkan
orang dari jarak tiga depa tanpa menimbulkan desingan suara. Dari sini bisa diketahui tenaga
dalamnya amat hebat, terutama sekali kekejaman hatinya, sungguh mengejutkan hati siapapun.
selama ini sitosu tua berdandan aneh itu tetap duduk bersila tanpa menggubris tingkah laku
pemuda jelek itu. seakan-akan pikirannya sudah dipisahkan oleh suatu dinding penyekat dengan
kejadian dihadapannya. Diam-diam sipedang perak menghela napas panjang pikirnya:
"Dua orang guru dan murid ini betul-betul manusia tak berperasaan, pembunuh tanpa
berkedip. Aaaai.....entah dia musuh atau kawan? Tampaknya akupun harus waspada terhadap
mereka."
suara gembrengan yang amat keras menyadarkan kembali sipedang perak dari lamunan. Inilah
suara gembrengan untuk ketiga kalinya, berarti pertarungan segera akan dilangsungkan.
Mendadak ia bergumam lagi:
"sungguh aneh, mengapa hingga sekarang toa suheng belum datang juga........?"
Dimasa-masa lampau, toa suhengnya selalu menjadi pemimpin rombongan. segala sesuatunya
diputus dan dilakukan toa suhengnya termasuk menitahkan para adik seperguruannya untuk
menghadapi lawan.
Tapi hingga sekarang, yang ditunggu-tunggu belum nampak juga, apalagi menghadapi suasana
seperti ini, sipedang perak jadi bimbang dan kehilangan pegangan. Dia tak tahu harus
memerintahkan siapa untuk turun tangan lebih dulu. selang berapa saat kemudian.....
Dari barak sebelah barat pelan-pelan muncul dua orang lelaki kekar, tanpa mengucapkan
sepatah katapun mereka langsung saling bertarung dengan serunya ditengah arena.
Mula-mula sipedang perak agak tercengang, tapi setelah dipikir sejenak. tanpa terasa dia
tertawa geli. Rupanya kedua orang itu hanya bertarung sebagai pembukaan saja, jadi bukan
bertarung secara bersungguh-sungguh.....
sorak sorai yang gegap gempita bergema dari bawah panggung, sementara dua orang lelaki
kekar tadi masih saling menyerang dengan serunya.
sekalipun pertarungan berjalan sengit, bagi pandangan pedang perak. ilmu silat semacam itu
masih belum berharga untuk ditonton olehnya.
Entah sejak kapan, sipedang kayu Gi Tin yong telah berada disisinadan berkata dengan suara
dalam.
"Ji suheng, aku tahu pikiranmi pasti ragu untuk mengambil keputusan, bagaimana kalau sute
saja yang turun dalam pertarungan babak pertama ini?"
Kesulitan yang dihadapi sipedang perak seketika hilang lenyap tak berbekas, dengan gembira
dia menepuk bahu adik seperguruannya itu dan berkata sambil tertawa.
"Bagus sekali, rupanya sute cukup memahami perasaan hatiku, nah hadapilah musuh dengan
berhati-hati."
sambil tertawa sipedang kayu, mengangguk pelan-pelan dia berjalan menuju ketepi arena.
suara gembrengan kembali dibunyikan, dua orang lelaki yang saling bertarung segera menarik
kembali permainannya, memberi hormat kepada penonton dan mengundurkan diri dari situ.
Dari barak sebelah barat segera muncul seorang manusia bermuka hitam yang bertubuh tinggi
kekar dan berseru dengan suara keras:

"Sudah cukup lama sembilan pedang dari dunia persilatan malang melintang didalam dunia
kangouw, tapi sayang aku si Raja bengis dari seantero jagad paling tak percaya dengan segala
tahayul. Boleh aku tahu, siapakah diantara sembilan pedang yang bersedia melayani
tantanganku?"
"Hey raja bengis dari seantero jagad, aku sipedang kayu sudah menanti sejak tadi."
seraya berkata, dengan langkah yang amat santai sipedang kayu beranjak masuk kedalam
arena dan berdiri disitu sambil bersiap sedia.
orang ini masih muda namun mempunyai nama besar yang amat termashur, tak heran
kemunculannya memancing tepuk tangan yang meriah dari para penonton.
Dengan mengayunkan langkah kakinya yang berat, siraja bengis dari seantero jagad masuk
kedalam arena dan berdiri saling berhadapan dengan sipedang kayu.
Pedang kayu tertawa dingin, sejak tadi ia sudah bertekad untuk menangkan pertarungan ini
dalam waktu singkat. secara diam-diam ia segera memberi tanda kepada pedang perak yang
berada disisi arena.
Pedang perak segera memahami maksudnya dan berkata sambil tersenyum:
"Ambisi ngo sute tidak kecil. Aku pikir dalam tiga gebrakan saja kau dapat merobohkan
musuhmu bukan?"
Dengan sikap acuh tak acuh sipedang tembaga menimpali:
"Yaa, setahuku......raja bengis dari seantero jagad hanya mempunyai tenaga kasar yang besar.
Aku percaya dalam tiga gebrakan saja ia dapat dirobohkan oleh ngo sute dengan ilmu guntingan
tangannya."
Baru selesai perkataan itu diucapkan, tiba-tiba terdengar siraja bengis dari seantero jagad
meraung keras dan roboh terjungkal keatas tanah, tahu-tahu dia sudah jatuh mencium tanah.
Tempik sorak yang gegap gempitapun bergema memecahkan keheningan-
Dengan wajah berseri-seri, sipedang kayu balik kembali ketempat duduknya semula.
sipedang kayu memang tidak membual, dia benar-benar berhasil merobohkan musuhnya
dengan ilmu guntingan tangannya dalam tiga jurus gebrakan saja. Bukan hanya begitu, malahan
siraja bengis dari seantero jagad belum sempat mengembangkan permainan jurus tangguhnya,
ketika nadi darahnya sudah tergores oleh serangan musuh.
Dalam malu dan gusarnya, siraja bengis dari seantero jagad segera berlarian meninggalkan
arena. sepanjang jalan dia menumbuk beberapa puluh orang penonton yang segera menimbulkan
gerutuan dari sana sini. Tiba-tiba terdengar putri Kim huan berbisik:
"Coba kau lihat, dari barak sebelah barat telah muncul seseorang lagi........"
seorang jago pedang berusia pertengahan yang berwajah dingin menyeramkan pelan-pelan
berjalan masuk kedalam arena, lalu berkata:
"Nama besar sembilan pedang memang nyata bukan nama kosong belaka aku si lelaki tampan
ular berbisa berniat mencoba kepandaian dari salah seorang diantara sembilan pedang."
Pedang perak segera berpaling dan memperhatikan sekejap sekelilingnya, kemudian berkata:
"orang ini sangat licik, kejam dan banyak jurus pembunuh Ji sute, kau saja yang
menghadapinya dengan pedang apimu."
sipedang api mengiakan dan turun dari barak langsung menghampiri silelaki tampan ular
berbisa.
sambil tertawa seram Coa longkun segera berkata: "silahkan anda menyerang lebih duluan"

"Tidak" sahut pedang api sambil menggeleng. "selamanya kami tak pernah mendahului musuh
lebih baik anda saja yang menyerang lebih duluan"
"sreeeeetttt......"
Coa longkun segera meloloskan sepasang pit besi dari pinggangnya, dibawah cahaya sang
surya, nampak dengan jelas cahaya biru memantul keluar dari ujung senajta tersebut sudah jelas
senjatanya telah diolesi dengan racun ganas.
Menyaksikan hal ini, sipedang api segera meningkatkan kewaspadaannya dengan
menggeserkan langkahnya setengah tindak kesamping, pikirnya:
"Ngo suheng berhasil merobohkan musuhnya didalam tiga jurus, aku tak boleh menunjukkan
kelemahan dihadapan orang banyak."
Hawa murninya segera dihimpun dan pedang api diloloskan dari sarungnya dengan suatu
gerakan amat cepat. Pantulan cahaya api yang kemerah-merahan segera memantulkan sinarnya
menyinari wajah Coa longkun yang dingin menyeramkan itu.
Coa longkun memejamkan matanya sebentar lalu dipentangkan kembali secara tiba-tiba. Dua
cahaya tajam yang menggidikkan hati segera menyorong keluar, menyusul suara bentakan keras,
dia menerobos maju kemuka dan melepaskan sebuah tusukan dengan jurus "sambil tertawa
menunjuk kelangit selatan".
sipedang api mengebaskan ujung bajunya segulung tenaga pukulan yang keras segera
membendung datangnya serangan lawan, sementara itu pedangnya berputar kencang dan sambil
membawa lapisan cahaya bianglala langsung mengurung tubuh musuh.
Dalam satu gebrakan saja Coa longkun sudah mengetahui kehebatan musuhnya yang bukan
bernama kosong saja, cepat-cepat dia menarik kembali senjata pitnya untuk melakukan
penangkisan-
Kemudian memanfaatkan peluang tadi dia melepaskan satu totokan jari tangan dengan
kecepatan luar biasa, segulung desingan tajam langsung menyergap kedada lawan-
Pedang api segera memutarkan tubuhnya menggunakan ujung kaki sebagai porosnya dengan
suatu gerakan lincah dia mengubah diri keposisi lain guna menghindarkan diri dari ancaman
musuh, dari situ dia bersiap melancarkan serangan balasan-
Coa longkun menjadi amat terperanjat, cepat-cepat dia melompat kesamping kanan untuk
menghindarkan diri
sipedang api tertawa dingin, secepat kilat dia menerobos maju kedepan, sekalipun serangannya
tak berhasil membacok tubuh musuh, namun berhasil memapas kutung senjata pena lawan-
"Traaaaaaanngggg.......... "
Kutungan senjata pena itu segera rontok keatas tanah.
Berubah hebat paras muka Coa longkun menghadapi kejadian tersebut, cepat-cepat dia
pergunakan kutungan senjatanya sebagai senjata rahasia untuk ditimpukkan kedepan-
Sipedang api yang berhasil merebut posisinya diatas angin tidak berdiam diri saja. Pedangnya
segera diayunkan kedepan untuk menangkis sambitan pena itu hingga rontok keatas tanah.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, coa longkun cepat-cepat membalikkan badan dan
berusaha melarikan diri, tapi pedang api keburu menyusulnya dari belakang, dalam sekali ayunan
tangan, tubuh Coa longkun segera terbabat hingga terluka, darah segarpun jatuh bercucuran
membasahi seluruh tubuhnya....
Berbicara yang sesungguhnya, selisih kepandaian antar kedua orang itu berbeda jauh sekali,
itulah sebabnya sekalipun coa longkun mempunyai akal muslihat yang amat banyakpun tak
mampu mengapa-apakan pedang api, dalam keadaan begini terpaksa dia harus melarikan diri
dalam keadaan yang mengenaskan sekali.

Kekalahan yang diderita dua kali secara berturut-turut membuat semangat tempur kawanan
jago dibarak sebelah barat mengendor. Pek kut sinkun nampak amat masgul dan tak senang hati.
Cepat dia melirik sekejap kearah kawanan kakek yang berada disampingnya, dengan cepat
seorang diantaranya mengerti dan bangkit berdiri seraya berkata:
"Harap sinkun jangan gusar, biar siaute yang turun didalam pertarungan babak ketiga ini."
Dengan tersenyum puas Pek ku sinkun manggut- manggut, katanya:
"sembilan pedang rata-rata berilmu silat sangat hebat, kau mesti menghadapi mereka dengan
berhati-hati, usahakan untuk merebut kembali muka kita yang telah ternoda."
Dengan wajah serius kakek itu manggut- manggut.
"sinkun tidak usah kuatir, siaute pasti akan menggunakan segenap kemampuan yang kumiliki
untuk berjuang tetapi seandainya saja aku kurang beruntung dan menderita kekalahan, siaute tak
akan punya muka untuk bertemu lagi dengan sinkun." selesai berkata kakek itu segera berpaling
ketengah arena dan berseru dengan lantang:
"wahai sembilan pedang dari dunia persilatan, dengarkan baik-baik. Pihak kami telah dua kali
menderita kekalahan secara beruntun hingga semangat bertempur jauh berkurang, karenanya aku
hendak mewakili sinkun untuk menantang kalian semoga dari pihak kalian bersedia mengirim dua
orang pedang untuk bertarung melawanku. Atas kelancangan ini kumohon kalian sudi
memakluminya."
Mendengar ucapan tersebut, pedang perak segera berkata sambil tertawa:
"Sute sekalian, orang ini bermaksud menghadapi kita dengan satu melawan dua entah
bagaimana pendapat kalian?" Dengan penuh kegusaran sipedang besi berkata:
"orang ini kelewat sombong dan tak tahu diri, biar aku seorang yang pergi menghadapinya . "
Begitu selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari sipedang perak lagi segera melompat
ketengah arena dan serunya kepada kakek tersebut:
"Maksud baik anda biar kuterima dalam hati saja, tapi aku pikir sebelum anda bisa bertarung
satu melawan dua, lebih baik robohkan aku lebih dulu. Entah bagaimana menurut pendapat
anda?"
"Begitupun baik juga, sembilan pedang memang merupakan jago-jago kenamaan semua aku
sudah menduga kalian tak akan bersedia untuk bertarung satu melawan dua orang."
setelah maju dua langkah kedepan, tiba-tiba dia memasang kuda-kuda dengan suatu gaya
yang aneh sekali katanya lagi singkat:
"Persoalan tak perlu ditunda-tunda lagi, mari kita selesaikan perta rungan ini selekasnya."
"Silahkan" kata pedang besi sambil berkerut kening.
Mendadak kakek itu mengayunkan tangan kirinya kedepan kelima jari tangannya yang
dipentangkan bagaikan kaitan menyapu kemuka dengan membawa deruan angin serangan yang
dahsyat.
Pedang besi tak berani menghadapi musuhnya secara gegabah, sambil memutar badan dia
menggeserkan tubuhnya kesamping, menggunakan gerakan tadi, dia balas melepaskan dua buah
serangan berantai.
Kakek itu tertawa dingin, bukannya mundur dia malah maju dengan jari tangan yang tajam ia
mengancam sepasang mata lawan sementara tangan yang lain disodok sejajar dada.
Pedang besi tidak menduga kalau reaksi musuhnya begitu cepat, dia berkesiap dalam gugupnya
tak sempat lagi mendesak mundur musuh, dia berusaha melindungi diri dari ancaman bahaya
maut.

Mendadak dia menarik diri sambil menghindar kesamping, dengan membawa desingan tajam.
Kedua jari tangan kakek itu menyambar lewat persis disamping mukanya.
Berhasil meraih posisi diatas angin, kakek itu melejit setinggi tujuh delapan depa ketengah
udara dan mengayunkan kembali sepasang tangannya kebawah. Angin pukulan menderu- deru,
kekuatannya betul-betul mengerikan hatisiapapun-
Pedang besi sadar bahwa tenaga dalamnya amat sempurna, dia segera beradu kekerasan
dengan lawannya.
Namun perubahan jurus sekarang kakek itu kelewat cepat, terdesak dalam posisi yang amat
berbahaya, mau tak mau terpaksa dia harus mengayunkan pula sepasang tangannya kedepan
untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaaammmmm......."
Begitu sepasang telapak tangannya saling beradu, terjadilah suara ledakan yang amat
memekikkan telinga.
ditengah bertebaran abu dan pasir nampak kedua orang itu sama-sama tergetar mundur satu
langkah kebelakang.
Dengan bentrokan barusan, kedua belah pihak sama-sama membuktikan bahwa kekuatan
mereka ternyata berimbang sipedang besi segera berpikir dengan cepat:
"Tenaga dalamku hanya berimbang dengan kekuatan lawan, ini berarti bila ingin mengalahkan
dia, aku harus mengandalkan ilmu pedangku."
Ia bisa berpendapat demikian karena dengan meng andaikan pedangnya, ia sudah malang
melintang disepanjang sungai tiang kang tanpa menjumpai musuh tandingan itulah sebabnya dia
berharap bisa mengubah pertarungan tangan kosong menjadi pertarungan senjata dengan begitu
diapun bisa menunjukkan kebolehannya dalam permainan pedang besinya.
sementara itu sikakek hanya berhenti sejenak. Tidak memberi kesempatan kepada musuhnya
untuk berganti napas dia mendesak lebih jauh.
Ia sadar bila pedang besi tak berhasil dikalahkan berarti dia tak akan mampu menghadapi
musuhnya satu melawan dua, ini berarti diapun tak mampu untuk merebut kembali nama baik Pek
kut sinkun.
Itulah sebabnya begitu pertarungan berlangsung, dia segera mengerahkan segenap
kemampuan yang dimilikinya.
Dalampada itu sipedang besi telah mengambil keputusan, tanpa mengucapkan sepatah katapun
dia menerobos maju ketengah arena sambil melancarkan sebuah bacokan langsung.
Kakek itu tidak menyangka kalau musuhnya berani bersikap memandang rendah terhadap
dirinya. Tiba-tiba muncul perasaan sedih dan gusar dihati kecilnya, bukan mundur dia bahkan
mendesak maju kedepan. Disambutnya ancaman lawan dengan keras melawan keras, sementara
kakinya melepaskan sebuah sapuan kilat.
Pedang besi cepat-cepat membuang tubuhnya kebelakang dengan gerakanjembatan gantung,
punggung ditekuk kebelakang nyaris menempel diatas permukaan tanah.
Dengan begitu sapuan dari sikakekpun hanya menyambar diatas lambungnya, begitu lolos dari
ancaman, dia melejit bangun kembali sambil melancarkan cengkeraman maut.
serangan ini selain ganaspun sangat menyerempet bahaya, tentu saja kakek tersebut cukup
mengetahui keadaannya, tapi sayang dia sendiripun berada dalam posisi berbahaya sehingga tak
berkekuatan untuk melancarkan serangan balasan.
Dalam situasi semacam ini, sikakek tak berpikir panjang lagi, dia tahu andaikata senjatanya
tidak diloloskan maka sulit baginya untuk lolos dari cengkeraman musuh.

Maka disaat tubuhnya menungging kebelakang, sepasang roda besinya segera diloloskan
sambil menyodok kemuka.
Tak terlukiskan rasa gembira pedang besi ketika melihat musuhnya masuk perangkap. sambil
membentak dia melejit ketengah udara, dari situ dia meloloskan pedangnya dan langsung
membacok kebawah dengan jurus "suara guntur menggetarkan bumi".
Merah padam selembar wajah sikakek setelah dipaksa meloloskan senjatanya tadi, kini diapun
tak banyak berbicara lagi, sepasang roda besinya saling dibenturkan keras lalu diputar kencang
menciptakan lingkaran-lingkaran cahaya yang amat menyilaukan mata.
Diantara deruan angin serangan yang mengguntur, tampak nyata kekuatan daya serangannya
yang menggidikkan hati.
Pedang besi berpekik nyaring, sambil mengerahkan segenap tenaga dalamnya kedalam telapak
tangan, tiba-tiba dia menerobos masuk kebalik lingkaran cahaya yang berlapis-lapis itu dan menari
kian kemari bagaikan seekor burung hong.
Begitu indah dan manisnya gerakan tubuh pemuda ini sehingga memancing temcik sorak yang
gegap gempita diseluruh arena.
Kedua orang itu sama-sama merupakan jago kelas satu didalam dunia persilatan, tak heran
kalau gerak serangan mereka takpernah bisa digunakan hingga selesai, hal ini dikarenakan
kecepatan perubahan jurus mereka yang luar biasa, kendatipun demikian, asal salah satu pihak
bertindak salah, niscaya akan berakibat keadaan yang fatal.
Dalam waktu singkat sikakek telah merasakan bahwa ilmu pedang musuhnya betul-betul sangat
hebat, banyak jurus serangannya yang begitu tangguh sehingga susah diduga sebelumnya. Hal ini
membuat perasaan hatinya bertambah terkesiap.
Rasa sedih, gusar dan ngeri seketika itu juga menyelimuti seluruh perasaan hatinya, tanpa
berpikir panjang lagi tiba-tiba dia mengeluarkan ilmu langkah tujuh bintang.
senjata roda besinya diputar kencang dengan jurus "anak naga munculkan diri" kemudian
langsung menyergap jidat musuh dengan membawa desingan angin tajam.
Tampaknya sipedang besipun mempunyai niat yang sama, dia berpekik nyaring. Pedangnya
diputar satu lingkaran ditengah udara dan meluncur kemuka. "Traaaaaanngggg........"
Dengan cepatnya dua macam senjata itu saling membentur satu sama lainnya ditengah udara
hingga menimbulkan percikan bunga api.
Rasa tegang yang semula mencekam perasaan pedang perak. lambat laun mengendor kembali
bersamaan dengan terjadinya perubahan ditengah arena, katanya kemudian:
"su sute telah berhasil mengembangkan jurus serangan tertangguh dari ilmu gedangnya secara
lancar, aku yakin musuh tak akan mampu lolos dari ujung pedangnya dalam tiga gebrakan lagi."
Baru selesai dia berkata, terdengar kakek itu menjerit kesakitan dan mundur sejauh satu kaki
dari posisi semula. Ketika semua orang mengalihkan perhatiannya kedepan, tampak darah telah
bercucuran membasahi lengannya, jelas sudah kakek itu telah menderita kekalahan total.
Dengan gaya yang dibuat sipedang besi segera menjura kearah lawannya seraya berkata:
"Maaf, maaf........"
sambil berkata dia melangkah kembali kebaraknya.
sebaliknya kakek itu masih tetap berdiri diposisi semula smbil memandang keangkasa dan
menghela napas panjang, entah sejak kapan terlihat titik air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya .
Melihat sikap sikakek itu, Pek kut sinkun yang berada dibarak sebelah barat segera bangkit
berdiri dan berseru:

"Menang kalah dalam suatu pertarungan adalah kejadian yang lumrah. Hiante, harap pikiranmu
lebih terbuka, cepatlah kembali kebarak."
Entah karena malu untuk bertemu lagi Pek kut sinkun, entah karena perasaan hatinya sedang
dilanda kesedihan, ternyata kakek itu tidak mendengar suara teguran tersebut namun tetap
mengawasi awan diangkasa sambil termangu-mangu.
Mendadak ia membentak keras, senjata roda raksasanya yang berat dihantamkan keatas
kepalanya secara langsung.
Para penonton yang menyaksikan peristiwa itu kontan saja menjerit ngeri dan serentak
melengos kearah lain.
Dalam waktu singkat ditengah arena telah bertambah dengan sesosok mayat yang berada
dalam keadaan mengerikan- Tadi bila ditinjau dari perawakan tubuhnya, mayat tersebut jelas
merupakan mayat sikakek tadi.
Pek kut sinkun segera meninggalkan baraknya mendekati mayat kakek tadi, lama sekali dia
berdiri termangu-mangu didepan mayat, kemudian baru menitahkan orang-orangnya untuk
menggotong pergi mayat tersebut.
Selama ini Pek kut sinkun tidak memberi pernyataan apa-apa, namun ketiga orang kakek yang
berada disisinya telah mengepal tinjunya siap melakukan serangan.
Hingga sekarang putri Kim huan baru berani membuka matanya, akan tetapi melihat noda
darah yang masih berceceran diatas tanah, cepat-cepat dia melengos kembali kearah lain dengan
wajah pucat pias.
Entah sejak kapan, Pek kut sinkun telah muncul kembali ditengah arena sembari berkata:
"Aku tak ingin menunda-nunda lagi untuk memperebutkan kedua jenis mestika tersebut. Aku
telah memutuskan untuk tampil sendiri mewakili pihakku seandainya terbukti akupun menderita
kekalahan maka kedua jenis mestika tersebut akan kupersembahkan kepada kalian, kuharap dari
pihak sembilan pedang segera mengirimkan wakilnya untuk bertarung melawanku."
Walaupun perkataan tersebut tidak diucapkan dengan suara keras, akan tetapi setiap orang
dapat menangkap pembicaraannya secara jelas, hal ini menunjukkan bahwa tenaga dalamnya
amat sempurna.
JILID 27
Pedang perak tahu kalau Pek kut sinkun telah dibangkitkan amarahnya dan berniat turun
tangan sendiri, meski dia sendiri tak takut menghadapi musuhnya itu, namun berhubung
suhengnya hingga kini belum- juga munculkan diri, dia tak berani mengambil keputusan secara
gegabah.
Perasaannya menjadi amat gelisah, bahkan mengumpat sipedang emas yang tidak menepati
janji, menjelang pertarungan yang menentukan mati hidup ternyata dia belum- juga munculkan
diri.
Mendadak terdengar putri Kim huan menjerit tertahan sambil melengos kearah lain, sewaktu
pedang tembaga berpaling, dia saksikan seorang pemuda jelek berdandan aneh sedang
mengerling dan main mata secara cabul kearah sinona.
Kejadian tersebut kontan saja membuat paras mukanya berubah hebat, segera pikirnya:
"Bocah keparat, dengan mengandalkan nama besar sembilan pedang dari dunia persilatan, kau
simakhluk jelek pun berani memandang kekasihku dengan cara begitu. IHmmmm tampaknya ia
sudah bosan hidup........"

Berpikir demikian dia segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kearah arena.
Mendadak sipedang perak melompat kemuka menghalangi jalan perginya, dengan suara dalam
dia berseru:
"Sute, jangan bertindak gegabah, sebelum toa suheng datang. Kedudukannya biar kuwakili
untuk sementara waktu."
sambil berkata dia segera beranjak menuju ketengah arena pertarungan.
Dengan wajahnya yang lembut dan sikapnya yang tenang, pemunculan sipedang perak segera
memancing tepuk tangan yang meriah dari para penonton bahkan ada pula yang segera berteriak
keras:
"Itu dia, sipedang emas telah tampil sendiri kearena, dialah sipedang emas. Cepat kita
tengok........"
Baru sekarang sipedang tembaga tahu kalau abang seperguruannya telah salah paham. Tapi
untuk menyaksikan kemampuan suhengnya dalam pertarungan tersebut, terpaksa dia menahan
hawa amarahnya dan duduk kembali ketempat semula.
sementara itu pemuda jelek tadi sudah tertawa terkekeh-kekeh mendadak ia menarik ujung
baju sitosu tua tadi dan menunjuk kearah sipedang tembaga sambil membisikkan sesuatu, tosu
tua itu segera tertawa tergelak. Wajahnya kelihatan bangga sekali.
Pedang tembaga yang mengikuti semua tingkah laku orang tersebut meski tak mendengar apa
yang dikatakan sipemuda jelek kepada tosu tua tersebut, tapi ia bisa menebak kalau ucapannya
tak akan lebih merupakan cemoohan. Kontan saja hawa amarahnya bergelora dan hampir saja
mau meledak.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, pemuda jelek itu mengawasi terus kearah
sinona, baru saja putri Kimhuan berpaling, cepat-cepat pemuda itu menundukkan kepalanya
kembali .Jelas dia merasa takut untuk melihat sorot mata sipemuda jelek yang berhawa sesat dan
sangat mengerikan itu.
Tampaknya pemuda jelek itu berhasrat besar untuk mendekati gadis terseut, melihat sinona
tidak menggubris, sambil tebaikan muka dia segera berjalan mendekat.
Putri Kim huan menjadi terperanjat sekali ketika tiba-tiba dihadapannya muncul wajah jelek dari
pemuda tadi, begitu kagetnya dia sampai menjerit tertahan.
Dengan muka cengar cengir pemuda jelek itu langsung duduk dihadapan sinona, bukan cuma
begitu, dia malah melongok-longok keatas dengan sikap yang kurang ajar.
Cepat-cepat putri Kim huan merapatkan gaunnya, seakan-akan kuatir kalau pemuda jelek itu
mengintip pahanya.
Tingkah laku pemuda jelek itu memang kelewat batas, apalagi dihadapan orang banyak berani
mengintip bagian yang rahasia dari seorang gadis. Pada hakekatnya perbuatan seperti ini
merupakan perbuatan yang lebih rendah daripada binatang.
Paras muka sipedang tembaga berubah hebat, dia merasakan hawa panas yang menggelora
didadanya mendidih, sambil membentak keras ia melompat turun dari barak dan sambil
meloloskan pedangnya langsung membacok orang itu.
Pemuda jelek itu menjerit aneh sambil menhindarkan diri kesamping, dia hanya termangumangu
tanpa berniat melancarkan serangan balasan.
Keadaan sipedang tembaga saat itu bagaikan orang yang kerasukan roh jahat. secara beruntun
dia melepaskan tiga buah serangan berantai dan semuanya ditujukan kebagian mematikan
ditubuh lawan.

Dengan cekatan sekali pemuda jelek itu berputar kian kemari, dalam beberapa kali gerakan
yang amat ringan dan sederhana. Tahu-tahu saja dia sudah meloloskan diri dari semua sergapan
musuh.
selama ini dia hanya berdiri termangu- mangu saja, sedikitpun tidak bermaksud melancarkan
serangan balasan.
Pedang tembaga semakin sewot, dia tak ambil eprduli siapakah dirinya dan bagaimana
kedudukannya didalam dunia persilatan. Diapun tak perduli dengan cara apa pemuda jelek
tersebut meloloskan diri dari sergapannya. Dia hanya tahu, setiap kali bertemu dengannya, timbul
perasaan muak dan sebal yang tebal dihatinya.
sementara itu putri Kim huan telah berganti posisi duduknya, diapun merasa amat benci dan
berniat mencaci maki kebrutalan pemuda tersebut. Setelah melihat pedang tembaga
menyerangnya secara gencar, perasaan tersebut sedikit banyak baru merasa agak lega.
Berapa jurus serangannya yang gagal melukai musuh dengan cepat menyadarkan pula
sipedang tembaga dari amarahnya, dengan cepat diapun berpikir:
"Berulang kali orang ini berhasil meloloskan diri dari serangan pedang ku, hal mana
membuktikan kalau dia memiliki kemampuan yang luar biasa sekali. Aku harus berhati-hati
menghadapi serangan balasannya."
Berpikir demikian, pikirannyapun menjadi lebih tenang, ia segera menegur dengan lantang:
"Sobat, siapa kau dan datang dari mana? Mengapa kau begitu tak tahu malu? Hmmm, apakah
kau anggap ilmu silatmu sudah tiada tandingannya lagi didunia ini? Ayoh cepat kemukakan
alasannya. Kalau tidak. hari ini aku sipedang tembaga akan membuatmu mampus ditengah
genangan darah."
Pemuda jelek itu tertawa bodoh, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera membalikkan
badan dan beranjak pergi dari situ. Agaknya dia seperti malas untuk melayani pertanyaan itu.
Tak terlukiskan rasa gusar sipedang tembaga, sambil tertawa ringan ia mendesak maju
kedepan. Lalu pedangnya langsung diayunkan kedepan menusuk punggung orang itu.
Pedang tembaga bukan manusia sembarangan, bila tertusuk oleh pedangnya maka besipun
pasti berlubang, apalagi hanya tubuh yang terdiri dari darah dan daging.
Namun pemuda jelek itu seperti tidak merasakan datangnya sergapan itu, ia tetap melanjutkan
perjalanannya dengan langkah lebar.
Pedang tembaga mendengus dingin, dia segera menghimpun tenaga dalamnya siap
melancarkan serangan maut.
Mendadak.......
Disaat yang kritis itulah tiba-tiba dari sisi arena berhembus lewat segulung angin dingin yang
tajam bagaikan pisau. Begitu hebatnya sergapan tersebut membuat pedang tembaga amat
terperanjat.
Tak sempat lagi untuk melukai musuhnya cepat-cepat dia melejit kebelakang sejauh satu kaki
lebih.
Ternyata orang yang melancarkan sergapan tersebut tak lain adalah tosu tua berambut putih.
Pedang tembaga sadar bahwa musuhnya memiliki kepandaian silat yang sudah mencapai pada
puncaknya dan jelas ia bukan tandingannya, untuk sesaat dia menjadi tertegun.
tosu tua berambut kuning itu tertawa cengir lalu mengikuti dibelakang pemuda jelek tadi
beranjak meninggalkan tempat tersebut.

sampai lama sekali pedang tembaga berdiri tertegun, seingatnya tiada jagoan semacam ini
dalam dunia persilatan. Akhirnya ia mendepak-depakkan kakinya dengan gemas dan kembali
kedalam baraknya.
Dalam pada itu sipedang perak dan Pek kut sinkun yang berada dittngah arena telah saling
memberi hormat dan mengambil posisi masing-masing. Dalam waktu sekejap suasana disekitar
situ menjadi sepi sekali hingga tak kedengaran sedikit suarapun. Pedang perak telah meloloskan
pedangnya sambil bersiap sedia melancarkan serangannya.
sementara ituPek kut sinkun telah melepaskan pula kain pengikat kepalanya sehingga
membiarkan rambutnya yang panjang terurai dibahunya.
Iapun bersenjata sebilah pedang bercahaya hijau. Dilihat dari hiasan cahayanya yang
menggidikkan, dapat diketahui bahwa senjata yang dipergunakan adalah sebilah pedang mestika.
Mendadak sepasang pedang saling berkelebat lewat lalu terlihatlah dua orang itu bergerak
pelan mengitari arena. Hanya sekarang paras muka sipedang perak telah berubah menjadi amat
berat dan serius sekali.
Mendadak......
Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dengan kecepatan yang luar biasa, begitu
cepatnya sehingga tak sempat melihat dengan jelas raut mukanya.
Tahu-tahu saja orang tersebut sudah muncul ditengah arena dengan tenangnya, hal ini
membuktikan kalau orang tersebut memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna.
orang ini berperawakan tinggi, jangkung, mukanya ditutupi dengan selembar kain berwarna
hijau.
sejak kemunculannya ditengah arena, manusia berkerudung itupun tidak mengucapkan sepatah
katapun, apa yang hendak diperbuat orang tersebut?
sementara itu sipedang perak sudah mengetahui siapa yang hadir, tiba-tiba ia memberi hormat
seraya berkata:
"Toa suheng, mengapa hingga sekarang kau baru datang? Apakah telah terjadi sesuatu?"
Dengan cepat para hadirinpun menjadi sadar, ternyata manusia berkerudung ini adalah
pemimpin dari sembilan pedang, sipedang emas.
Tapi mengapakah dia munculkan diri dengan menutup mukanya? Apa maksud tujuannya?
sementara itu sipedang tembaga, pedang besi, pedang kayu, pedang air, pedang api, pedang
tanah, dan pedang bintang telah berhamburan dari barak untuk memberi hormat kepada toa
suhengnya.
Dengan cepat sipedang emas membalas hormat adik-adik seperguruannya, kemudian baru
berkata kepada Pek kut sinkun:
"sinkun, bolehkah aku berbicara sebentar dengan adik seperguruanku.........?"
"Anda terlalu sungkan" sahut Pek kut sinkun cepat, ia segera bergeser dari posisinya semula.
sesudah memberi hormat, sipedang emas berkata kepada pedang perak:
"Sekalipun sute tidak berkata apa-apa, namun akupun tahu dihati kecilmu pasti menyalahkan
aku yang sudah datang terlambat. Padahal aku bisa tiba disini dengan selamatpun sudah
merupakan suatu keberuntungan besar bagiku."
"Apa maksud perkataan itu?" buru- buru pedang perak bertanya.
Pedang emas memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya lagi dengan suara
dalam:

"sampai sekarang aku tetap masih keheranan, padahal antara aku dengan manusia aneh
tersebut boleh dibilang tidak saling mengenal. Tapi dia justru selalu mencari gara-gara denganku
bahkan mendesakku untuk bertarung dalam keadaan seperti ini, terpaksa aku harus bertarung
sebanyak ratusan jurus dengannya sebelum berhasil menaklukkan dirinya. seingatku, tidak banyak
jagoan selihay ini didalam dunia persilatan dewasa ini. semestinya dia terhitung manusia
kenamaan tapi nyatanya aku tetap tak berhasil mengenali siapakah dirinya."
"Apakah dia telah menyebutkan namanya?" tanya pedang perak segera dengan hati berdebar.
"Yaa, namanya aneh sekali....." sahut pedang emas dengan suara yang rendah.
Belum sempat perkataan itu selesai diucapkan, pedang perak telah berkata lebih duluan:
"Tahu, aku namanya menggunakan kata Nirlama bukan?" Pedang emas menjadi tertegun
segera bertanya: "sute apakah kaupun berjumpa dengan......."
Dengan perasaan berat pedang perak mengangguk sahutnya sambil menghela napas:
"Ya a, orang yang siaute jumpai adalah Nirmala nomor sepuluh dan Nirmala nomor sebelas
bagaimana dengan suheng?"
" Nirmala nomor sembilan-"
Paras muka pedang perak berubah sangat hebat gumamnya:
"Toa suheng, semenjak menemui peristiwa aneh itu siaute selalu memutar otak untuk
memecahkan masalah ini, kini setelah toa suheng jelaskan maka siautepun menjadi lebih paham,
terbukti sudah bahwa apa yang siaute duga memang benar. Nirmala nomor sepuluh jelas
merupakan orang kesepuluh, atau dengan perkataan lain masih ada orang yang bernomor satu
sampai sembilan. Aaaai, semula siaute berharap nomor itu bukan nomor urut, sebab ilmu silat
mereka kelewat hebat, tapi nyatanya apa ang kukuatirkan akhirnya terjelma juga........."
"Apakah sute mengetahui asal usul orang ini?" tanya pedang emas sambil maju selangkah.
"siaute amat menyesal, percuma aku berkelana dalam dunia persilatan selama ini, siaute tak
mengetahui asal usul dari Nirmala nomor sepuluh........"
"Tampaknya mereka merupakan sisa musuh besar semasa suhu masih hidup dulu. Tapi siaute
tak perlu putus asa, musuh datang kita hadapi, air datang bendung. Asal kita sembilan bersaudara
bersatu padu, aku yakin orang-orang dari dewi nirmala bisa kita hadapi."
Mencorong sinar tajam dari balik mata pedang perak setelah mendengar perkataan itu,
katanya:
"Perkataan toa suheng memang benar, yang bernama dewi nirmala hanya satu orang, sedang
nirmala sepuluh sekalian tak lebih hanya manusia-manusia yang diperalat olehnya. Dengan nama
besar kita didalam dunia persilatan, apalagi yang mesti kita takuti?"
"oya, masih ada satu persoalan lagi hampir saja kulupakan....." dengan sorot mata yang tajam
pedang emas mengawasi adik seperguruannya lekat-lekat. "Aku dengar situa bangka Malaikat
pedang berbaju perlente telah menyerahkan seluruh kepandaian silatnya kepada seseorang yang
bernama "Kim Thi sia" menjelang saat ajalnya. Benarkah ada peristiwa semacam ini.......?"
Dengan perasaan berat pedang perak manggut- manggut.
"Ya a, memang ada kejadian seperti ini, Kim Thi sia dengan bakat anehnya telah mendapatkan
warisan ilmu silatnya, bahlan kemampuannya kian hari kian menonjol. Namun kelemahannya
masih banyak bila bertemu lagi lain waktu, aku yakin tidak sulit untuk membereskannya......"
"Bagus sekali, kalau begitu kuserahkan pelaksanaan tugas ini kepadamu........"
Mendadak sipedang perak seperti teringat akan sesuatu, dengan dingin katanya:
"Toa suheng, masih ada satu persoalan lagi yang mungkin tidak kau ketahui, belakangan ini
sam sute telah jatuh cinta kepada seorang gadis cantik, segala tingkah lakunya hampir boleh

dibilang dikendalikan gadis tersebut, peristiwa ini menimbulkan perasaan tak puas bagi sute
lainnya. Menurut pendapatmu apa yang harus kita lakukan?"
Tanpa terasa sipedang emas mendongakkan kepalanya menengok sekejap kearah pedang
tembaga, lalu beralih kewajah putri Kim huan, setelah itu tanyanya pelan: "Kau maksudkan nona
bergaun panjang itu. Dia berasal dari mana?"
"Berbicara soal indentitasnya, dia mempunyai asal usul yang luar biasa, dia adalah putri
Kesayangan raja negeri Kim dan bernama putri Kim huan. Hal ini disebabkan rambutnya selalu
digulung dengan gelang emas, justru karena dia berasal dari keluarga bangsawan. wajahnyapun
amat cantik, pedang tembaga tergila-gila olehnya dan rela takluk dibawah gaunnya."
"sungguh memalukan" ucap gedang emas tak senang hati. "kalau orang ini memang sudah
tergila-gila oleh perempuan, jangan serahkan tugas-tugas penting kepadanya......."
Jelas sudah, sipedang emas berniat menyingkirkan atau mengucilkan sipedang tembaga dari
pergaulan mereka.
Pedang perak tertawa dingin, melihat toa suhengnya sudah naik darah, diapun tak banyak
berbicara lagi. Pedang emas berkata kemudian:
"sekarang kau boleh kembali dulu kebarak biar aku yang membereskan Pek kut sinkun-"
Habis berkata dia segera berjalan menuju kehadapan Pek kut sinkun dengan langkah lebar,
katanya kemudian sambil tertawa sungkan:
"sinkun, maaf kalau terpaksa harus menunggu agak lama. sekarang kita boleh mulai
bertarung."
Melihat sipedang emas yang bernama besar tidak menggunakan senjata, Pek kut sinkun segera
menyimpan kembali pedang mestikanya, sambil menjura ia berkata:
"Aku dengan anda mempunyai suatu pertarungan yakni tak akan menyerang lebih dulu
benarkah begitu?"
"silahkan sinkun melancarkan serangan lebih dulu" ucap sipedang emas sambil tertawa.
sewaktu berbicara hawa murninya telah dihimpun kedalam telapak tangannya.
Pek kut sinkun tidak sungkan-sungkan lagi ditengah pekikan nyaring telapak tangan kirinya
segera diayunkan kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dalam serangan tersebut sama sekali tak nampak deruan angin pukulan, tapi pedang emas
yang berpengalaman cukup mengetahui akan kelihayan ancaman tersebut.
Tiba-tiba dia berpekik nyaring, menggunakan kesempatan tersebut hawa murninya segera
dipancarkan keluar dari seluruh tubuhnya.
Melihat pihak lawan tanpa menggeser kaki sudah berubah arah, Pek kut sinkin segera
mengetahui kalau musuhnya memiliki ilmu langkah silang yang sakti.
Maka sebelum serangan tangan kirinya itu selesai dilontarkan tiba-tiba dia menyapu kekanan,
segulung tenaga pukulan yang dahsyat pun meluncur kedepan.
Pedang emaws sedikitpun tak gentar, tiba-tiba tubuhnya yang tinggi besar melejit ketengah
udara dan berhenti berapa detik disitu. Disaat itulah dia telah menghimpun kembali kekuatannya.
Dalam waktu singkat dia telah beberapa kali menggerakkan kakinya untuk berubah posisi.
sedemikian cepatnya tersebut dilakukan sehingga sukar untuk diikuti dengan mata telanjang.
Pek kut sinkun segera merasakan munculnya sebuah tangan yang lincah bagaikan seekor ular
menembusi dan menerjang lingkaran angin serangan yang dipancarkan olehnya. Dia tahu inilah
hasil dari ilmu langkah menyilang yang amat dahsyat itu.
Dalam keadaan begini dia tak sempat berganti jurus lagi sehingga mendengus keras-keras.

Padahal waktu itu tangan sipedang emas sudah hampir menempel diujung bahu, tapi begitu
Pek kut sinkun mendengus, tahu-tahu serangan tadi telah memental balik kebelakang bahkan
bergetar mundur dua langkah kesisi kiri
siapapun tak akan menyangka kalau dibalik dengusan Pek kut sinkun sesungguhnya terkandung
daya kekuatan yang luar biasa, bahkan boleh dibilang keberhasilan Pek kut sinkun mengangkat
nama didalam dunia persilatanpun dikarenakan kehebatan tenaga khikang dengusannya itu.
Pedang emas terkesiap. baru sekarang dia tahu kalau musuhnya memiliki kepandaian
mendengus yang luar biasa.
Dengan cepat Pek kut sinkun memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk
mendengus beberapa kali, seketika sipedang emas terdesak mundur terus berulang kali.
Delapan jago pedang dibarak sebelah barat mulai merasa tegang ketika melihat pedang emas
terdesak hebat, serentak mereka bangkit berdiri dari tempat duduk masing-masing dan
menguatirkan keselamatan toa suhengnya.
Pedang emas yang berulang kali didesak hingga mundur sejauh delapan langkahpun mulai naik
darah dibuatnya, kali ini dia tak mundur lagi, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan berpekik
nyaring, suaranya keras membumbung tinggi keangkasa.
Tampak dia bertekuk lutut membuat tubuhnya lebih pendek separuh bagian, tetapi serangan
Pek Kut sinkun dengan ilmu mendengusnya bagaikan mercon yang meledak secara beruntun
meluncur keluar tiada hentinya menghantam diatas dadanya hal ini membuat tubuhnya gontai
kian kemari tiada hentinya.
Peluh sebesar kacang kedelai telah jatuh bercucuran membasahi jidat pedang emas akan tetapi
sinar matanya justru kelihatan bertambah tajam menggidikkan hati.
Pek kut sinkun segera mendesak maju lebih kedepan, walaupun ilmu dengusannya berhasil
mencabik-cabik pakaian yang dikenakan lawan, namun ia sendiripun merasakan akibatnya.
Bagaikan kerbau kesakitan, gerakannya semakin lamban dan berat.
Mendadak ia melejit ketengah udara setinggi tiga kaki lebih, tindakan tersebut tentu saja
mencengangkan hati semua orang, mengapa Pek kut sinkun tidak memanfaatkan kesempatan itu
untuk mendesak musuhnya habis-habisan? Mengapa dia justru melejit ketengah udara dan
memberi kesempatan kepada musuhnya untuk mengatur napas.
Namun baru saja tubuhnya mencapai tengah udara, mendadak Pek kut sinkun seperti
kehilangan seluruh kekuatan tubuhnya, bagaikan layang-layang yang putus tali tubuhnya terjatuh
dari tengah udara dan roboh terguling diatas tanah.
Yang lebih aneh lagi, Pek kut sinkun yang semula nampak gagah perkasa dan lincah bagaikan
naga, kini sudah tak sanggup untuk merangkak bangun kembali.
sipedang emas sama sekali tidak menggubrisnya lagi, dia mendongakkan kepalanya dan
menarik napas panjang-panjang, kemudian duduk diatas tanah dengan letihnya, terhadap urusan
disekelilingnya boleh dibilang dia tidak memperdulikan lagi.
Diantara semua yang hadir mungkin hanya kawanan jago berilmu tinggi yang mengetahui
duduk persoalan yang sebenarnya .Jelas Pek kut sinkun sudah menderita kekalahan karena
menderita tenaga pantulan yang dihasilkannya sendiri, bahkan kemungkinan besar isi perut Pek
kut sinkun telah menderita luka yang amat parah.
Dengan cepat tampak bayangan manusia berkelebat lewat, muncul seorang jago yang segera
memeriksa napas Pek kut sinkun, disusul kemudian dari barak sebelah timur. Muncul lagi delapan
orang jago pedang yang bersama-sama menyebarkan diri disekitar arena dan membentuk jaring
manusia disitu, namun tak seorangpun diantara mereka yang berani mengusik sipedang emas.
Peristiwa ini dinilai sangat janggal oleh para penonton- Rata-rata mereka dibuat tercengang dan
tak habis mengerti, ada pula yang berpikir dalam hatinya:

"Mungkinkah menang kalah sudah diketahui hasilnya? Tapi siapa yang menang dan siapa yang
kalah?"
Tak selang berapa saat kemudian Pek kut sinkun telah digotong kembali kebarak sebelah timur.
Kemudian seorang kakek berjenggot pendek munculkan diri dan berkata dengan suara dalam:
"Menang kalah antara Pek kut sinkun melawan sembilan pedang dari dunia persilatan telah
ditetapkan. Aku harap bagi mereka yang tiada persoalan lagi disini untuk segera meninggalkan
tempat serta kembali kerumah masing-masing."
Mendengar perkataan tersebut, para penontonpun beramai-ramai membubarkan diri dari situ.
Ketika datang mereka muncul bagaikan air bah, waktu pergi merekapun menyusul lebih cepat dari
air. Dalam waktu singkat semua orang telah meninggalkan tempat tersebut.
Menanti para hadirin telah mengundurkan diri, kakek berjenggot pendek itu baru berkata lagi
kepada sipedang perak:
"sinkun telah menemui ajalnya, hutang piutang pun kita akhiri sampai disini saja. Barang yang
anda harapkan akan segera kuurus orang untuk mengambil, harap kalian menunggu sebentar."
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, air mata nampak jatuh bercucuran membasahi
wajah kakek tersebut. Jelas terlihat ia amat sedih hanya saja rasa sedihnya tak sampai diutarakan
keluar.
tak selang berapa saat kemudian muncul dua orang lelaki kekar yang membawa dua
bungkusan. sebuah adalah pedang mestika sepanjang empat depa, sedang yang lain adalah
sebuah kotak yang dibungkus dengan kain sutera......
sipedang perak tampilkan diri mewakili toa suhengnya untuk menerima hasil kemenangan
mereka, saat itu juga dia periksa kedua benda tadi. setelah terbukti benda tersebut bukan barang
palsu, dia baru berkata kepada sikakek sambil tertawa:
"Bagi pertarungan antara jago-jago lihay, menang kalah memang tak bisa ditentikan secara
aman dan selamat. Nasib buruk yang menimpa Pek kut sinkun amat memedihkan hati kami
semua. Kami hanya bisa berharap arwahnya beristirahat dengan tenang dialam baka. Lo
enghiong, kaupun tak usah sedih, toh manusia tentu akan mati pada akhirnya biar sekarang tak
mati, siapakah yang bisa lolos dari simaut?"
Kakek itu tidak berkata apa-apa, ia membalikkan badan dan pergi meninggalkan tempat
tersebut, tak lama kemudian para jago yang berkumpul dibarak sebelah timur pun bubaran
semua.
Kini ditengah arena yang luas hanya tinggal putri Kim huan serta sembilan pedang dari dunia
persilatansementara
itu sipedang tembaga telah menarik putri Kim huan kesamping serta bisiknya lirih:
"Aku rasa nona tentu menyukai pedang Leng gwat kiam tersebut bukan? sebentar akan
kumintakan benda tersebut dari toa suheng, pasti akan kuberikan pedang itu kepadamu."
Menyaksikan pedang leng gwat tersebut, tanpa terasa putri Kim huan teringat pula akan
kesalahan pahamnya dengan Kim Thi sia. sebetulnya dia ingin menampik, tapi entah mengapa
ketika ucapan hendak meluncur dari ujung bibirnya, satu ingatan aneh melintas didalam
benaknya.
Ia segera manggut-manggut dan berkata:
"Kau benar-benar baik sekali kepadaku, bila ada kesempatan aku tentu akan berterima kasih
kepadamu."
"ooooh, tidak usah. Nona tak usah sungkan-sungkan terhadap diriku" jawab sipedang tembaga
cepat.

sedang dihati kecilnya dia mengulangi kembali apa yang terdengar tadi, rasa hangat dan
mesrah menyelimuti perasaanku, membuat dia berseri dan gembira sekali.
Dipihak lain, sipedang emas telah pulih kembali kesehatannya sesudah bersemedi sebentar,
sambil bangkit berdiri dia berkata:
"Apakah mestikanya sudah diperoleh?"
"Yaa, semuanya berada disini" jawab pedang perak.
sambil berkata dia menyodorkan pedang Leng gwat kiam dan kotak sutera itu kehadapannya.
Tanpa sungkan-sungkan sipedang emas mengambil kotak tersebut dan dimasukkan kedalam
saku, tapi pedang Leng gwat kiam tidak diambilnya, sambil tertawa ia berkata:
"Kesembilan pedang mestika kita sudah cukup termashur dalam dunia persilatan, aku rasa
pedang tersebut tidak kita butuhkan lagi, bila diantara kalian ada yang tertarik dengan pedang
Leng gwat kiam ini, ambillah saja....." Dengan cepat sipedang besi berseru:
"Pedang mestika ini cukup berguna bagiku. Toa suheng, bagaimana kalau dihadiahkan saja
kepadaku?"
Belum sempat sipedang emas memberikan- jawabannya, sipedang tembaga telah menampilkan
diri seraya berseru pula:
"siaute juga menginginkan pedang mestika itu........"
Dengan pandangan dingin sipedang emas melirik sekejap kearahnya lalu berkata:
"Ilmu silat yang dimiliki sam sute jauh lebih hebat daripada sute, aku rasa pedang leng gwat
kiam lebih berguna bagi sute"
Putri Kim huan yang mendengar perkataan itu dengan cepat berpikir:
"Diberikan kepada siapapun sama saja, toh akhrirnya akan diberikan juga kepadaku."
Maka diapun mengerlingkan senyuman genit kepada sipedang besi membuat pemuda tadi
kontan saja terpesona.
sementar itu pedang perak telah berkata pula:
"Perkataan toa suheng memang benar kalau begitu serahkan saja gedang leng gwat kiam ini
untuk adik keempat."
Dengan wajah berseri-seri karena gembira sipedang besi segera menerima pedang tersebut
tentu saja kejadian ini menggusarkan hati pedang tembaga. Diam-diam dia mencaci maki ketidak
adilan toa suhengnya sehingga membuat dia kehilangan muka dihadapan gadis pujaan hatinya.
Perasaan murung, masgul dan tak senang hati yang mencekam perasaannya membuat dia
segera melimpahkan semua rasa benci itu kepada sipedang besi pikirkan lagi.
"Hmmm, sekarang kau jangan keburu berkenang hati, suatu saat aku pasti akan memberi
pelajaran yang setimpal kepadamu."
sipedang besi telah menggantungkan pedang Leng gwat kiam dipinggangnya tentu saja dia
enggan menyerahkan pedang tersebut kepada putri Kim huan dihadapan orang banyak. Dia ingin
mencari kesempatan yang baik dikemudian hari sekalian mencurahkan isi hatinya kepada gadis
tersebut.
Pedang emas telah beranjak berapa langkah ketika mendadak berhenti lagi seraya berkata:
"sekarang aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan. sementara ini aku hendak
mohon diri dulu kepada sute sekalian, harap kalian bisa menjaga diri baik-baik sepanjang jalan."
Sebelum berangkat, dia memanggil pedang tembaga untuk menghadap lalu dengan wajah
serius berkata:

"Aku dengar belakangan ini sam sute sedang tergila-gila oleh wanita cantik hingga
menimbulkan hubungan yang kurang menggembirakan diantara sesama saudara seperguruan.
Apakah benar demikian?"
Tidak menanti sipedang tembaga membentak kembali dia berkata lebih lanjut:
"Walaupun putri Kim huan memiliki kecantikan wajah yang melebihi bidadari dari khayangan
sehingga siapapun akan terpesona bila melihatnya, tapi sam sute harus ingat puluhan tahun
kemudian dia toh akan berubah menjadi seonggokan tulang belulang janganlah dikarenakan
terburu oleh napsu sehingga melupakan pendidikan yang pernah diterimanya dimasa silam."
Pedang tembaga menundukkan kepalanya rendah-rendah, tanyanya agak tergagap: "Toa
suheng mendengar kesemua ini dari siapa?"
"Kau tak usah tahu siapa yang mengatakan, aku hanya minta kepadamu untuk mengingat baikbaik
semua perkataanku ini." setelah berhenti sejenak. kembali dia menambahkan:
"Kau harus membayangkan kembali asal usulmu, kau tak lebih hanya putra siraja laba-laba
atau lebih tegasnya ayahmu tak lebih cuma pentolan perampok disuatu wilayah berbicara
kedudukanmu sekarang maka kau tak bakal serasi untuk mendampingi gadis tersebut dalam
perkawinan yang bahagia daripada hidup sengsara dikemudian hari mengapa kau tidak
melepaskan diri dari kemelut cinta mulai sekarang juga. Apa salahnya bila kau
curahkan semua perhatianmu untuk menggalang sesuatu usaha besar?"
"Toa suheng tak usah salah paham, aku tidak menaruh harapan apa-apa terhadapnya."
"Hmmm, tak nyana kau mampu berkata begitu" bentak sipedang emas. "Apakah kau
bermaksud mempermainkan orang lain?"
sipedang tembaga terbungkam dalam seribu bahasa, sampai lama kemudian dia baru berkata:
"Toa suheng, kau jangan marah kepadaku lagi, aku akan teringat selalu dengan perkataanmu
itu."
selesai berkata dia segera membalikkan badan dan meninggalkan tempat tersebut tanpa
memperdulikan sipedang emas lagi.
Pedang emas tahu kalau adik seperguruannya pergi dtngan perasaan mendongkol. Walaupun ia
merasa tak senang hati akan tetapi tak ingin bentrok pula dengannya, maka setelah berhenti
sejenak. sambil menahan rasa gusarnya, diapun beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
sepeninggal pedang emas, pedang kayu, pedang air, pedang tanah dan pedang bintang
sekalianpun berpamitan dan pergi untuk melakukan kesibukan masing-masing.
sedang rombongan semulapun kini berlalu pula dalam rombongan yang tak berbeda, seperti
sipedang perak. pedang tembaga dan besi, mereka tetap bergabung dalam satu rombongan tanpa
kurang satu kelebihan seorangpun......
sepanjang jalan sipedang perak menunjukkan sikap yang dingin dan hambar, dia tak
mengucapkan sepatah katapun sehingga menimbulkan perasaan yang susah diraba oleh orang
lain.
Pedang tembagapun dicekam oleh perasaan yang tak menentu, dia tak habis mengerti siapa
yang telah membocorkan persoalan tersebut kepada toa suhengnya, perasaan tak senang
membuat diapun segan banyak berbicara.
sipedang besi menganggap kesempatan baik telah tiba, ia segera mendekati putri Kim huan
dan berbisik pelan:
"Apa yang pernah kujanjikan kepadamu selamanya tak pernah kuingkari kembali. Coba lihat,
bukankah pedang leng gwat kiam telah kembali ketanganmu lagi?" Putri Kim huan segera tertawa
merdu:

"Dugaankupun tak keliru, aku tahu kau adalah seseorang yang amat menepati janji." Pedang
besi kegirangan setengah mati, kembali dia berkata:
"Aku tahu suheng menaruh minat yang amat besar kepadamu. Karenanya sepanjang hari
hatiku tak gembira, tahukah kau apa yang sebetulnya membuat hatiku risau dan murung?"
Putri Kim huan tidak menjawab, dia adalah gadis yang cerdik, sejak kecilpun sudah sering
bergaul dengan putra-putra bangsawan. sudah barang tentu diapun memahami lain dari perkataan
sipedang besi. Terdengar sipedang besi berkata lagi:
"Antara aku dengan Kim Thi sia sesungguhnya tak pernah terikat dendam sakit hati Tapi
tahukah kau kenapa aku sering menganiaya serta mencemooh dirinya?"
"Aaaaai......." putri Kim huan menghela napas panjang. "Aku tahu kau menaruh simpatik
terhadap musibah yang menimpa diriku, maka saban kali melihat ada orang hendak menganiaya
diriku, kau jadi berang dan timbul keinginan untuk membelaiku."
Jawabannya amat diplomatis dan tepat sekali membuat sipedang merasa tak perlu untuk
melanjutkan kata-katanya lagi.
Padahal sipedang besipun tahu bahwa sinona sengaja hendak memotong pembicaraannya, tapi
dia tidak ambil perduli. Baginya asal nona itu tidak mengacuhkan dirinya hal ini sudah lebih dari
cukup baginya.
Tiba-tiba sipedang tembaga mendengus dingin dan maju mendekat, katanya sambil
mengulurkan tangannya.
"su sute, bolehkah kupinjam sebentar pedang leng gwat kiam tersebut........?"
Jawab sipedang besi sambil tertawa getir:
"siaute telah menghadiahkan pedang leng gwat kiam kepada nona, bila suheng ingin
meminjam, pinjamlah langsung kepada nona."
secara manis sekali dia telah memutar balikkan persoalan untuk menghadapi abang
seperguruannya, dengan tindakan tersebut boleh dibilang sekali tepuk mendapat dua hasil.
Bukan cuma pedang tersebut telah diberikan kepada putri Kim huan, diapun dapat
menjatuhkan abang seperguruannya dihadapan gadis tersebut.
Mimpipun sipedang tembaga tidak menyangka kalau adik seperguruannyapun begitu licik dan
cerdik, saking mendongkolnya ia mengumpat kalang kabut dihati kecilnya.
Mendadak ditengah jalan didepan situ muncul seseorang yang berdiri menghalangi jalan pergi
mereka tatkala keempat orang itu mendongakkan kepalanya, mereka segera kenali orang tadi
sebagai sipemuda jelek berdandan aneh yang tak mengenal rasa malu itu.
Melihat kemunculan orang tersebut, putri Kim huan merasa amat terkesiap bagaikan disengat
ular berbisa, tubuhnya kontan gemetar keras, tanpa sadar dia mundur berapa langkah hingga
berdiri berjajar disamping sipedang perak.
Mengendus bau harum yang tersiar keluar dari tubuh sinona pedang perak merasakan hatinya
terangsang. Namun dia adalah seorang yang berperhitungan luas, perasaan tersebut sama sekali
tak diperlihatkan diluar wajahnya....
"Kenapa nona ketakutan?" ia berbisik kemudian. "Apakah kau kenal dengan dirinya?"
Belum selesai perkataan itu diucapkan terdengar sipedang tembaga sudah membentak keras
sambil menerjang kearah pemuda jelek itu.
sebaliknya paras muka putri Kim huan berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus,
dia teringat kembali apa yang belum lama dialaminya dengan pemuda jelek tersebut.
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia melayang turun dari atas pohon sambil
melepaskan sebuah pukulan.

Angin serangan yang menyambar dengan hebatnya seketika memaksa sipedang tembaga
tergetar mundur satu langkah.
Begitu hebatnya kepandaian silat sipendata ng membuat pedang perak yang berilmu tinggipun
dibuat terperanjat sekali, apalagi sipedang besi.
Ketika berhasil memukul mundur sipedang tembaga, orang itu menerjang pula sipedang perak.
Agaknya sipedang perak cukup mengetahui akan kelihayan musuhnya. Dia melepaskan sebuah
pukulan dahsyat disusul kemudian pedangnya diloloskan dari sarung.
Pendatang tersebut hanya berhenti sejenak untuk menyambut serangan sipedang perak
dengan keras melawan keras. Kemudian meneruskan terkamannya kearah putri Kim huan,
beberapa gerakan ini dilakukan olehnya dalam waktu singkat dengan kecepatan yang mengerikan
hati.
Pedang perak sadar kalau telah bertemu musuh tangguh, sejak permulaan pertarungan dia
telah mengeluarkan ilmu pukulan Hud tim ciangnya untuk menghadapi serangan musuh.
Pendatang tersebut segera tergetar mundur satu langkah, dengan begitu maka wajahnyapun
terlihat jelas, ternyata dia adalah sitosu tua berambut kuning itu Berhasil memukul mundur
musuhnya dengan dahsyat, pedang perak segera membentak keras:
"Hey tosu tua, kau sungguh tak tahu adat, kenapa kau tidak mencari berita dulu siapakah diriku
ini?"
Tosu tua berambut kuning itu tertawa lebar tanpa menjawab.
Pedang perak semakin gusar, tiba-tiba dia menerjang maju kemuka sambil melepaskan sebuah
pukulan dahsyat.
Tosu tua berambut kuning itu menyambut datangnya serangan dengan keras melawan keras,
tapi sesaat sebelum keempat tangan saling beradu, mendadak ia melejit ketengah udara dan
berkelebat lewat melalui atas kepala pedang perak.
Dengan suatu gerakan yang cepat sekali tosu tua itu menyambar tubuh putri Kim huan
kemudian kabur ke depan dengan kecepatan tinggi.
Tampak bayangan kuning berkelebat lewat, hanya didalam berapa kali kelebatan saja tubuhnya
sudah lenyap dibalik pepohonan sana.
Sekujur badan putri Kim huan gemetar keras, dia hampir pingsan saking kaget dan paniknya,
beberapa kali dia mencoba untuk meronta dengan sepenuh tenaga, akan tetapi dalam pelukan
tosu tua berambut kuning itu, dia tak mampu berkutik barang sedikit pun
Menggunakan kesempatan disaat ketiga orang pemuda itu berdiri tertegun, dengan cepat
pemuda jelek itu menyelinap pula kedalam hutan. Menanti ketiga orang itu berpaling bayangan
tubuhnya telah lenyap pula daripandangan mata.
Melihat kekasih hati mereka diculik orang tanpa sempat menolongnya pedang tembaga
danpedang besi menjadi gusar sekali. Mereka berpekik nyaring dengan penuh amarah. Pedang
perakpun menghentakkan kakinya keatas tanah seraya berseru:
"Kegagalan kita untuk melindungi nona tersebut hakekatnya merupakan pecundang besar
untuk kita bertiga. Bila nona tersebut tak bisa dikejar balik, kita bakal kehilangan muka
dikemudian hari. Ayoh cepat kita bertiga melakukan pengejaran secara terpisah."
Karena keraguan itu, sitosu tua berambut kuning tadi sudah kabur jauh beberapa li dari posisi
semula.
Disuatu tempat dia menurunkan putri Kim huan dari bopongannya lalu mengancam:
"Bocah perempuan, kau jangan mencoba melarikan diri, ketahuilah ilmu meringankan tubuhku
ibarat burung yang terbang diangkasa kemanapun kau mencoba untuk melarikan diri aku akan
tetap bisa membekukmu kembali dan waktu itu. Heeeeeh.....heeeeeh........tidak sedikit jago lihay

didalam dunia persilatan yang berubah menjadi iblis ditanganku apalagi dia hanyalah seorang
bocah perempuan seperti kau."
Putri Kim huan ketakutan setengah mati, tubuhnya gemetar keras, dengan kecantikan
wajahnya dia nampak begitu mengenaskan sekali.
Tosu tua berambut kuning itu menjadi tak tega melihat gadis tersebut bercucuran air mata,
cepat dia menghibur:
"Padahal kaupun tak usah takut, walaupun wajahku jelek dan tak sedap dipandang, namun
orangnya ramah sekali. Asal kau tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perasaan
hatiku, sudah barang tentu akupun tak akan mencelakaimu."
sementara itu pemuda jelek tadi salah muncul diri, bertemu dengan putri Kim huan dia tak
berkata apa-apa, tapi seperti perbuatannya tadi, ia mengamati gadis tersebut dari atas hingga
kebawah lalu tertawa terkekeh-kekeh dan menggigit ujung telunjuknya dengan bangga.
Putri Kim huan ngeri sekali bertemu dengan pemudaini, begitu ngerinya seperti bertemu degan
ular berbisa saja, dia tak ingin bersua dengannya, tapi ia sudah terjatuh ketangan lawan sekarang.
Mati hidunya sudah berada ditangan orang, karenanya mau tidak mau dia harus bersabarkan diri
Kedengaran tosu tua berambut kuning itu berkata:
"Hey bocah muda, pengharapanmu sudah menjadi kenyataan sekarang, mulai sekarang aku tak
akan melakukan perbuatan jahat begitu lagi. Kaupun tak usah merecoki diriku terus menerus, hatihati
kalau aku tidak senang hati, aku bisa menghajar pantatmu." Pemuda jelek itu tertawa
terkekeh-kekeh.
"sekalipun suhu tidak berbicara, tecupun tak berani lagi mengajukan permintaan yang kelewat
batas, asal dia berada disampingku maka segalanya telah terpenuhi. Akupun tuk ingin mencampuri
persoalan macam apapun."
sambil berkata, kembali ia masukkan jari telunjuknya kedalam mulut, seakan-akan sedang
menikmati paha ayam yang lezat.
"Benar-benar manusia tak becus" umpat tosu tua berambut kuning itu sambil tertawa. "setiap
kali melihat tampangmu, hatiku terasa mendongkol sekali."
Dalam pada itu putri Kim huan berusaha keras untuk menghindari beradu pandangan dengan
pemuda jelek itu sekarang hatinya terkejut, gelisah dan tak tentram. Tiba-tiba saja dia teringat
akan Kim Thi sia, bahkan sangat berharap pemuda itu bisa muncul diri untuk menolongnya dari
ancaman bahaya.
Mau tak mau dia harus berpendapat bahwa ilmu silat yang dimiliki Kim Thi sia adalah tertinggi
diantara kakak adik seperguruan tersebut, sebab selama beberapa hari dia bersamanya, belum
pernah ditemui mara bahaya seperti apa yang dialaminya hari ini. Tapi begitu berpisah dengan
pemuda tersebut, ternyata ia terjerumus lagi dalam situasi yang begitu gawat.
sungguh menggelikan sipedang perak, pedang besi tembaga dan pedang besi yang dihari-hari
biasa mengunggulkan diri sebagai tokoh paling top dalam dunia persilatan, kenyataan d isaat
bencana menjelang tiba mereka tak mampu menanggulanginya dia telah diculik orang tanpa
berhasil melakukan sesuatu.
Mendadak terdengar pemuda jelek itu memuji: "Ehmmm, harum, harum sekali baunya......."
Lalu sambil tertawa kepada sinona, ujarnya lebih jauh:
"Wajah cici amat cantik, selama hidup baru pertama kali kujumpai nona secantik ini. Itulah
sebabnya sejak bersua denganmu, aku telah berharap bisa menjalin hubungan persahabatan
denganmu. Aku rasa.....oya, aku lupa menanyakan nama cici. Benar-benar patut mati benar-benar
pantas mati........"

Keadaannya saat ini takjauh berbeda dengan badut yang sedang membanyol diatas panggung,
sayang putri Kim huan segan menggubris dirinya, bahkan bersikap acuh tak acuh seakan-akan tak
pernah melihatnya .
Pemuda jelek itu benar-benar bermuka tebal, dia merecoki gadis tersebut tak henti-hentinya.
Lama kelamaan putri Kim huan menjadi sangat mendongkol. Tiba-tiba dia berkerut kening sambil
membentak: "Enyah kau dari sini, manusia yang memuakkan"
Pemuda jelek itu sama sekali tidak gusar, sambil tetap cengar cengir dia berkata:
"Mungkin nona menganggap wajahku terlalu jelek sehingga tak sudi menggubris aku. Padahal
setelah bergaul cukup lama denganku, kaupasti akan tahu bahwa aku adalah seorang yang amat
menarik."
"Hey bocah kunyuk. kau benar-benar tak tahu malu" umpat tosu tua berambut kuning itu.
"Kalau toh orang lain enggan menggubrismu kau harus berusaha mencari akal untuk
menggembirakan hatinya buat apa kau merecokinya terus dengan cara-cara yang menyebalkan-
....."
sambil garuk-garuk kepalanya yang tak gatal dan tertawa getir, pemuda jelek itu berkata:
"suhu, tecu tidak mengetahui bagaimana caranya untuk menarik perhatiannya serta membuat
hatinya gembira."
"Hmmm, kalau dibilang kau bodoh, nyatanya memang goblok seperti baki dungu" seru tosu tua
berambut kuning itu tak senang hati. "Masa perbuatan semacam inipun masih membutuhkan
pengajaran dariku?"
Pemuda jelek itu berpikir sebentar, tiba-tiba dia bertepuk tangan sambil berteriak: "Yaa,
yaa.......aku tahu sekarang, aku tahu sekarang......."
Tergopoh-gopoh dia berjalan menuju kehadapan putri Kim huan, lalu bagaikan seekor monyet
berjumpalitan kian kemari sehingga membuat pasir dan debu beterbangan kemana-mana.
Cepat-cepat putri Kim huan memejamkan matanya rapat-rapat, dia mendengar pemuda jelek
itu masih berjumpalitan tiada hentinya sembari memperdengarkan suara mencicit yang aneh.
Menyaksikan adegan tersebut, tampaknya tosu tua berambut kuning itu menjadi mendongkol
sekali, setelah menghentakkan kakinya berapa kali dia menyingkir dari situ.
Tak lama kemudian pemuda jelek itu sudah bermandi keringat busuk. ketika dilihatnya putri
Kim huan belum- juga nampak gembira, ia menjadi amat gelisah dan buru-buru berjumpalitan
kembali diatas tanah dan berjalan dengan sepasang kaki diatas.
Putri Kim huan sama sekali tak menyangka kalau didunia ini masih terdapat manusia sedungu
itu, meski tidak sampai diutarakan keluar, diam-diam dia mengumpat pemuda tersebut sebagai
"keledai dungu".
Sementara itu pemuda jelek tersebut sudah menengok sekejap kearahnya, ketika dilihatnya
gadis itu tidak tergerak hatinya, dengan gelisah dia melompat bangun lalu berteriak keras-keras:
"Nona apa yang mesti kulakukan untuk membuatmu gembira? katakanlah yang jelas, jangan
membuat aku bermain joget ketek secara percuma......."
Putri Kim huan tidak tahan, hampir saja dia menggampar wajahnya keras-keras, dengan gemas
serunya:
"Aku akan gembira bila melihat kau sudah mampus" Pemuda jelek itu tertegun, lalu serunya
cepat:
"Waaah, tidak bisa Jika aku mati, kau pasti akan menjadi bininya orang lain-"
Berubah hebat paras muka putri Kim huan baru saja dia hendak mengumpatnya dengan berapa
patah kata, tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya, dia segera berpikir:

"orang ini goblok sekali, mengapa aku tidak memperalat dirinya bagi kepentinganku?" Berpikir
demikian, ia segera berkata dengan suara dingini
"Kalau begitu akan kuberitahukan kepadamu, didalam dunia persilatan terdapat seseorang yang
paling kubenci, asal kau sanggup menangkapnya, aku pasti akan merasa amat gembira."
"sungguh?" tanya pemuda jelek itu gelisah. "siapakah namanya?"
"Dia she Kim bernama Kim Thi sia, aku ingin sekali menampar wajahnya berapa kali."
Sementara berbicara, diam-diam dia berpikir.
"Seandainya dia bisa terpancing datang, berarti akupun punya harapan untuk meloloskan diri
dari bahaya, kenapa aku tidak memberikan janji yang muluk-muluk kepadanya?"
Berpikir demikian, dia berlagak tersenyum manis dan berjanji:
"Asal kau bisa menangkap Kim Thi sia serta membawanya kehadapanku, akupun akan menjadi
milikmu."
Pemuda jelek itu kegirangan setengah mati buru-buru teriaknya kepada sitosu tua berambut
kuning itu.
"suhu, sudahkah kau mendengar? Asal aku dapat menangkap orang itu, dia bersedia pula
kawin denganku."
Merah padam selembar wajah putri Kim huan, kepalanya ditundukkan rendah-rendah. sikap
dan tingkah laku demikian spontan membuat pemuda jelek itu terpesona dan tergiur seperti
terbang diatas awan saja.
Terdengar tosu tua berambut kuning itu mendengus dingin: "Hmmm, apa urusannya
denganku?"
"Baik" kata pemuda jelek itu kemudian. "Kita tetapkan dengan perkataan tersebut, dan
siapapun tak boleh menyesal."
Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu putri Kim huan yang dilarikan pemuda
jelek.
Sementara itu Kim Thi sia yang pergi tanpa pamit dari rumah penginapan Liong pia pada
malam itu telah berangkat menuju kebarat menurut petunjuk dari ranting pohon yang dilemparkan
kearahnya.
suasana gelap gulita disepanjang jalan membuat Kim Thi sia yang semula dibekap gelora emosi
menjadi agak mereda. Dia menengok sekejap kekiri kanan lain sambil mempercepat langkahnya
dia melanjutkan perjalanannya menuju kedepan.
Angin malam yang berhembus lewat disisi telinganya menimbulkan suara gemerisik aneh.
Mendadak Kim Thi sia menghentikan langkahnya seraya bergumam:
"Kenapa aku harus berjalan dengan langkah cepat? Padahal saat ini aku tidak ada urusan
penting, mungkinkah aku takut dengan setan.......?"
Bergumam sampai disitu, dia segera tertawa geli, pikirnya lagi:
"Seandainya memang begini, nyata sekali kalau nyaliku memang rada kecil."
Pelan-pelan dia berjalan menelusurijalan mendadak pikirnya lagi:
"Suheng sekalian tentu akan gusar sekali setelah membaca suratku, terutama putri Kim huan,
sengaja aku menyebutnya siputri bangsawan dengan niat menyindirnya. Bisa jadi dia akan
menangis sedih saking gusar dan mendongkolnya."
Tanpa terasa bayangan cantik sinonapun terlintas kembali didalam benaknya, dia merasa
seakan-akan gadis itu sedang memandangnya dengan sorot mata penuh cinta. Rasa kuatir dan

sedih yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Tanpa terasa dia menghela napas sambil bergumam
lagi:
"Aaaai, selama ini aku selalu sedang menipu diri sendiri. sudah jelas dia menaruh kasih sayang
kepadaku bahkan berusaha untuk merahasiakannya. Kenapa aku hanya berani membayangkan
dirinya disaat suasana sunyi atau menyendiri.......?"
Terbayang kembali pengalamannya selama ini, tanpa terasa dia manggut- manggut seraya
bergumam:
"Yaa benar, dia adalah putri raja negeri Kim. Kedudukannya amat terhormat, maka manusia liar
seperti akujadi merasa rendah diri. Tak berani membayangkan apa yang tak mungkin bisa
diharapkan......."
Perasaan rendah diri segera mencegah dia berpikir lebih jauh, dengan menundukkan kepalanya
pelan-pelan dia melanjutkan kembali perjalanannya kedepan.
Mendadak dari jarak lima kaki dihadapan situ muncul sesosok bayangan manusia yang tinggi
besar.
Kim Thi sia amat terperanjat, dengan suara rendah dan dalam ia segera menegur: "siapakah
sobat yang berada didepan sana?"
Bayangan manusia yang tinggi besar itu berdiri tak bergerak ditengah jalan, keadaannya tak
berbeda seperti sukma gentayangan saja, bila seseorang tidak memperhatikan secara serius,
mungkin dia akan dianggap sebagai batang ranting kering.
Kim Thi sia tak senang hati, tapi keberaniannya makin meningkat, sambil maju lagi sejauh
berapa langkah, dia membentak keras:
"sobat, harap menyinkir dari situ, semua orang boleh melalui jalan raya ini, atas dasar apa kau
menghalangi jalan pergiku?"
Bayangan manusia itu masih tetap berdiri tak bergerak. dengan suara yang parau rendah dan
berat ia tertawa dingin tiada hentinya, kemudian ujarnya:
"Gampang sekali untuk dapat melalui hambatanku, tapi kau mesti meninggalkan tiga puluh tahil
perak sebagai ongkos lewat, kalau tidak. heeemmm......heeemmm.......lebih baik memilih jalan
lain."
Kim Thi sia agak tertegun, serunya cepat:
"Apakah jalanan ini milikmu?"
"Benar" jawab orang yang tinggi besar itu sambil tertawa dingin. "Aku meminjam jalanan ini
untuk membiayai hidup sejumlah saudara, jadi sudah sepantasnya kalau kupungut biaya bagi
setiap orang yang melewati jalanan ini. Nah tak usah banyak bicara lagi, cepat serahkan ketiga
puluh tahil perak itu kepadaku."
sambil berkata dia segera mengulurkan tangannya yang besar, kasar dan bertenaga itu keluar.
sesudah mengetahui duduknya persoalan Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak katanya:
"Haaaah.....haaaah......haaaah......bagus sekali. Sungguh beruntung aku orang she Kim bisa
bertemu dengan raja gunung macam kau."
Berhenti tertawa dia maju dua langkah kemuka, dan katanya lebih jauh dengan suara dalam:
"Sesungguhnya jumlah yang sobat tuntut tidak terhitung banyak. tapi kebetulan sekali akupun
berasal dari aliran yang sama bagaimanapun juga aku toh tak bisa hitam maka hitam, apalagi
kulihat kau adalah seorang lelaki rudin begitu juga dengan diriku kalau toh kita sama-sama
mencari sesuap nasi dari sokongan orang banyak. daripada ribut sendiri apa salahnya kalau
menjalin tali persahabatan saja."

"Tidak bisa" tukas orang yang tinggi besar itu kaku. "Aku tak bisa melanggar peraturan sendiri
lantaran perkataanmu itu. Apalagi kaupun tak usah beralasan yang macam-macam, bila aku mesti
melepaskan sama seporsi, bukankah sepanjang tahun kami bakal kekurangan uang dan hidup
kelaparan. sudah, tak usah banyak bicara lagi, pokoknya kau harus menyerahkan tiga puluh tahil
perak dulu sebelum pergi dari sini?"
"Baik" dengan kening berkerut Kim Thi sia berkata. "kalau memang begitu, akupun tak usah
bentrok denganmu gara-gara tiga puluh tahil perak ini dia uangnya ada disini ambillah sendiri"
sambil berkata diapun meroboh kedalam sakunya dan mengeluarkan uangnya yang tinggal tiga
tahil itu, kemudian pelan-pelan berjalan kedepan-
"Berhenti" kembali orang itu membentak keras. " Letakkan uang itu keatas tanah lalu
menyingkir jauh-jauh. Kalau tidak aku akan tetap melarangmu melewati-jalanan ini."
JILID 28
Kim Thi sia tidak banyak berbicara lagi, dia meletakkan uangnya keatas tanah dan menyingkir
dari situ.
Bagaikan seekor harimau kelaparan orang itu segera menerkam kedepan dan langsung
menyambar uang tersebut.
Mungkin pengalaman segera memberitahukan kepadanya bahwa uang tersebut masih jauh dari
nilai yang sebenarnya, tiba-tiba dia membentak gusar dengan wajah berubah hebat.
"Telur busuk, yang kuminta adalah tiga puluh tahil perak. Kurang ajar, rupanya kau sengaja
hendak mempermainkan aku?"
"Sesungguhnya aku sendiripun seorang miskin" kata Kim Thi sia pelan- "Uang yang adapun
sebetulnya kusiapkan untuk bersantap nanti, tapi karena kulihat kau kelewat rudin sehingga
hampir edan, timbul rasa iba dihatiku untuk memberikan uang tersebut kepadamu lebih dulu.
Masa kau malah menuduh aku sedang mempermainkan dirimu?"
Mendengar ucapan ini, orang tersebut menjadi mencak-mencak karena gusarnya, dia
membentak keras:
"Yang kuminta adalah tiga puluh tahil perak, setahilpun tak boleh kurang. Bila kau tak punya
maka tubuhmu harus dijadikan sandera sampai kau lunas membayar sisanya. Ayoh berdiri saja
disitu."
Habis berkata dia segera mendesak maju kedepan dan memeluk dengan sepasang tangan yang
besar kuat.
Dengan cekatan Kim Thi sia berkelit kesamping, lalu katanya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Hey raja gunung, dengarkan baik-baik. Bila tenaga untuk melanjutkan hidup saja sudah tak
kau miliki, lebih baik pergilah bersamaku. Buat apa sih kau menjual harga diriku hanya disebabkan
berapa tahil perak?"
Tiba-tiba lelaki yang tinggi besar itu mengurungkan gerakannya lalu bergumam seorang diri:
"Rupanya sobatpun seorang jago silat, tak heran kau berani mempermainkan aku, baiklah
sudah cukup lama aku hidup menyendiri disini. Tanganku juga sudah mulai gatal, hari ini akan
kucoba sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki." Telapak tangannya segera diayunkan
kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Kim Thi sia menyambut serangan tadi dengan kekerasan pula. Akibat bentrokan tersebut
tubuhnya tergetar mundur satu langkah. Hal ini tentu saja sangat mengejutkan hati.

"Tunggu dulu" dia berteriak kemudian. "Dari kepandaian silatmu yang cukup hebat, aku yakin
kau mempunyai asal usul yang luar biasa. sungguh heran manusia semacam kau mengapa rela
menjadi begal digunung?"
"Maknya, siapa bilang aku begal gunung?" teriak orang itu marah. "Bocah keparat, kau jangan
salah menilai orang."
Berbicara sampai disini, dia baru sadar kalau telah salah berbicara, cepat-cepat ujarnya lagi:
"Bocah keparat, kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih baik kita selesaikan persoalan ini
dengan pertarungan."
Kim Thi sia bukan orang tolol mendengar perkataan itu dengan cepat dia berpikir sejenak.
Cepat- ceepat ia bisa menarik kesimpulan bahwa orang ini bukan begal sungguh, atau mungkln
juga dia terpaksa berbuat begini karena mempunyai kesulitan yang tak bisa diungkapkan.
Berpikir demikian, dia sengaja melompat mundur sejauh satu kaki lebih dari posisi semula dan
berteriak keras:
"Tenaga pukulan san tayong memang sangat hebat, aku sadar bukan tandinganmu, baiklah kita
rundingkan lagi harga yang kau minta tadi."
"Tak bisa ditawar-tawar lagi, sekali membuka harga, aku tetap menuntut tiga puluh tahil perak.
kokoknya bila kau tidak menyerahkan jumlah tersebut kepadaku sejak kini biar sampai diujung
langitpun aku tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja."
Tergerak pikiran Kim Thi sia, kembali dia bertanya: "Benarkah sobat membutuhkan tiga puluh
tahil perak?"
"Kau jangan mengira aku memandang tiga puluh tahil perak?"
"Kau jangan mengira aku memandang uang bagaikan nyawa sendiri, sesungguhnya..........
hmmmm........"
Mendadak ia tergagap dan tak mampu melanjutkan perkataannya lagi, tampaknya ada sesuatu
yang sulit baginya untuk diutarakan keluar.
Kim Thi sia yang mengamati perubahannya semakin yakin kalau apa yang diduganya memang
benar, maka dengan nada menyelidik dia berkata:
"Kulihat sobat adalah seorang yang berjiwa ksatria, jujur dan polos. Akupun tahu sobat bukan
manusia yang kemaruk harta serta menganggap uang seperti nyawa sendiri, aku tahu pasti ada
orang yang memaksamu untuk berbuat demikian atau mungkin disebabkan alasan lain sehingga
memaksamu mau tak mau harus mengingkari suara hatimu sendiri membegal harta kekayaan
orang lain."
Ketika mendengar perkataan tersebut, lelaki tinggi besar itu seperti tersengat lebah saja, ia
melompat bangun dan berteriak keras:
"Maknya, serahkan uang itu, aku tak punya waktu untuk ribut terus denganmu."
"siapa yang memaksamu berbuat demikian? Cepat katakan?" Nada suaranya kali ini
mengandung nada perintah.
Meski hanya sepatah kata yang singkat ternyata mendatangkan daya pengaruh yang besar.
Lelaki tinggi besar itu seketika dibuat tertegun lalu tanpa disadari jawabnya:
"Maknya, telur busuk itu bernama si Unta, mukanya tampang rudin, andaikata aku bukan kalah
dalam taruhan, siapa yang kesudian melakukan perbuatan seperti ini."
Menyinggung soal "unta", semua rasa mangkel dan gusarnyapun turut diutarakan keluar,
umpatnya:
"Maknya siunta keparat itu, tampaknya perbuatan macam apapun dapat dia lakukan padahal
aku hanya kalah dalam taruhan, dia telah memaksaku menjadi begal untuk memeras uang orang

lain, bahkan suruh aku bilang bahwa uang tadi dipakai untuk membiayai hidup saudara-saudaraku.
Maknya, tak kusangka perbuatan terkutuk yang memalukan seperti inipun bisa dia pikirkan. Tahu
begitu, aku tak sudi berkenalan dengannya, bukan saja hidup tersiksa, malah harus menyandang
gelar sebagai begal."
Begitu mendengar nama orang itu adalah si "unta", Kim Thi sia segera tahu bahwa orang ini
telah dibodohi olehnya, dia cukup memahami keadaan serta sifat siunta, terutama tampang
kerenya yang menyebalkan itu. Dia tak menyangka kalau dirinya akan dijadikan korban lagi oleh
ulahnya.
Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, tampaknya lelaki tinggi besar itu telah sadar
kembali, tahu kalau rahasia hatinya sudah terbongkar, dengan wajah berubah hebat bentaknya:
"Bagaimana, kenapa belum nampak uangnya diserahkan? Apakah kau hendak bermain gila lagi
denganku?"
"sobat" kata Kim Thi sia dengan perasaan lebih tenang. "Akupun kenal dengan manusia yang
bernama Unta itu. orang tersebut licik, berhati busuk dan berbahaya sekali. Aku yakin sobat telah
dibodohi olehnya. Bila kau tak menampik aku bicara terus terang, lebih baik jangan kau gubris
manusia rendah seperti itu. Kalau tidak kau akan mengalami lagi nasib yang sama, dan akhirnya
kau akan konyol sendiri"
"Kau kenal dengannya?" tanya lelaki kekar itu tertegun-
Melihat Kim Thi sia mengangguk. ia segera tertawa terbahak-bahak sambil berkata lebih jauh:
"Haaaah......haaaah......haaaah........bagus sekali, aku yakin setiap orang yang pernah
berkenalan dengannya pasti pernah menderita kerugian pula ditangannya. Itu berarti kita senasib
sependeritaan-"
orang ini benar-benar berjiwa terbuka dan periang, ketika selesai berkata dia telah
menganggap pemuda itu sebagai sahabat sendiri, malah menepuk bahunya kuat-kuat.
Anda sedang membaca artikel tentang Lembah Nirmala 3 dan anda bisa menemukan artikel Lembah Nirmala 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Lembah Nirmala 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Lembah Nirmala 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Lembah Nirmala 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar