Setan Harpa 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 12 September 2011

Setan Harpa
Karya : Khu Lung
Saduran : Tjan ID
Jilid 1
BAB 1
SALJU, membuat seluruh permukaan bumi berubah
menjadi dunia yang berwarna putih keperak-perakan,
membuat yang jauh dari keramaian manusia ini semakin
terpisah dari keramaian,
Tiada manusia berlalu lalang disana, tiada binatang buas
hilir mudik mencari mangsa, tiada pula burung-burung yang
terbang mencari makan.
Keheningan dan kesepian yang mencekam sekeliling
bukit membuat tempat tersebut lebih mirip dengan sebuah
neraka.
Sebuah rumah gubuk diatas tebing Kui-ong-gay dilapisi
pula oleh salju yang tebal.....
Irama harpa itu memperdengarkan permainan musik
yang penuh kepedihan kesedihan dan kesengsaraan.
Seolah-olah seorang yang patah hati sedang
mengkumandangkan jeritan hatinya, seperti juga ada orang
ingin melampiaskan seluruh kemurungan dan kedukaannya
lewat permainan harpa tersebut.
Sinar rembulan yang kelabu menyinari rumah gubuk itu
dan menembusi jendela, seorang pemuda tampan yang
berwajah sedih sedang duduk ditepi jendela sambil
memandang salju diluar sana, tangannya menari-nari
diantara senar harpa dan memainkan lagu yang perih....
Bunga salju melayang-layang di udara, seakan-akan
tetesan air mata karena kesedihan yang meluap.
Siapakah dia? Mengapa berdiam di tebing Kui ong gay
yang tiada tanda kehidupan ini?
Akhirnya irama harpa itu berhenti, menyusul
berhentinya permainan musik itu, suasana disekeliling sana
kembali tercekam dalam keheningan yang mencekam.
Ia menghela napas berat, dengan pandangan mata yang
termangu-mangu ditatapnya lapisan salju putih di depan
rumah.
"Lima belas tahun sudah lewat.... oh. betapa panjangnya
hari-hari penuh kesepian ini." ia berguman.
Yaa, lima belas tahun memang suatu jangka waktu yang
panjang, apalagi hidup dalam kesepian dan keheningan, ia
harus melewatkan jangka waktu lima belas tahun dalam
suasana penuh kedukan kecuali menghela napas dan
berkeluh kesah, sepanjang hidupnya belum pernah secercah
senyuman pernah menghiasi bibirnya.
Kadangkala, bahkan ia mencurigai kehidupannya di
dunia ini, ia sering kali merasa apa arti kehidupan baginya
selama ini, yaa, ia hidup hanya dengan sesosok kerangka
tubuh yang kosong, sebuah roh, sebuah sukma yang penuh
sayatan luka!
Ia merasa seakan-akan hubungannya dengan dunia
kehidupan ini sudah terpisah, tiada suatu keinginan yang
terserap dalam benaknya, tiada sesuatu benda yang
diinginkan dari dunia ini.
Semenjak ia tahu urusan, sepanjang masa kehidupannya
dilewatkan bersama gurunya, dalam suasana begini apa lagi
yang dapat diinginkan?
Kembali ia menghela napas berat, lalu berdiri.
Tapi ia tidak beranjak dari tempat semula, ia masih
berdiri tercenung disitu, berdiri sambil melamun...
Dari sisi telinganya seakan-akan ia mendengar kembali
suara bisikan dari gurunya:
"muridku, seandainya lima tahun kemudian aku belum
juga kembali kau boleh tinggalkan tempat ini, robek sampul
surat yang kutinggalkan dan bacalah isinya."
Kini lima tahun sudah lewat, tapi gurunya yang
berlengan tunggal itu tak pernah menampakkan kembali
batang hidungnya.
Ia sangat menguatirkan keselamatan serta mati hidup
gurunya, sebab lima tahun berselang ia berlalu dengan
wajah yang murung dan hati yang sedih, sepanjang waktu
selama lima tahun ini, hampir tiada khabar tentang dirinya.
Suhu menitahkannya pergi, tapi kemanakah dia harus
pergi? Tempat manakah yang seharusnya ia kunjungi?
Yaa, kecuali gurunya hampir boleh dibilang ia tiada
sanak tiada keluarga lagi.
Sepucuk surat diambil keluar sakunya, inilah surat yang
ditinggalkan gurunya sebelum berangkat dengan tangan
yang gemetar ia memegang sampul tersebut, seakan-akan
dalam surat inilah ia bakal menjumpai suatu tragedi yang
memikul hati.
Akhirnya surat itu telah dirobek, din terbacalah isi surat
itu berbunyi begini:
"Murid kesayanganku Si-liat:
Dikala kau membaca surat ini, mungkin aku masih
hidup mungkin juga aku telah mati, kau boleh turun
gunung dan berangkatlah ke benteng Tui-hong po dibukit
Wu-liong san dan temuilah pocunya Tui-hong-kian!
Tertanda gurumu"
Ketika selesai membaca surat tadi, Ong Si-liat-pemuda
bermuka tampan itu berdiri termenung di situ, ia tidak
mengerti apa maksud dari surat tersebut? Mungkinkah
gurunya telah tiada?
"Tidak.... tidak.... ia tak mungkin mati" demikian
pekiknya dalam hati, ia tak akan mati, aku harus
mencarinya "
Sekalipun suara hatinya sedang berpekik, wajahnya tetap
dingin tanpa emosi, seakan-akan antara batin dan wajahnya
sama sekali tiada berhubungan.
Siapakah pocu dari benteng Tui-hong-po itu? Mengapa ia
disuruh menjumpainya? Mungkinkah gurunya telah tewas
ditangan Tui-hong-kian (Si maut pengejar angin)?
Ketika ingatan tersebut melintas datam benaknya, tibatiba
bawa napsu membunuh memancar diwajab Ong Si liat,
disambarnya khim besi itu dan ia bersumpah dihati.
"Tui-hong-kiam. harus kutemukan.... Tui-hong-kiam
harus kutemukan...."
Ia tidak mempedulikan lagi apakah bunga salju masih
melayang di angkasa, iapun tidak ambil perduli apakah
udara dingin serasa mencekam tulang belulangnya, ia
melangkah keluar dari rumah gubuk itu dan bertekad ingin
menemukan kembali gurunya.
Salju turun dengan derasnya, beberapa langkah
kemudian ia berhenti sejenak dan berpaling, ketika
memandang rumah gubuk reot tersebut, mukanya tampak
lebih murung, lebih kesal dan pedih.
Yaa, sebelum meninggalkan tempat ini, ia tak dapat
menghilangkan rasa sayang dan rasa berat hatinya untuk
meninggalkan rumah gubuk yang telah dihuninya selama
lima belas tahun.
Akhirnya dia menggertak gigi lalu putar badan dan
berlalu dari sana dengan langkah cepat...
Bayangan tubuhnya makin lama makin mengecil, makin
lama semakin terbungkus oleh derasnya salju yang
menyapu seluruh jagat... akhirnya ia lenyap dari pandangan
mata...
Ong Si-liat telah meninggalkan tebing Kui-ong-gay,
tebing raja setan yang telah dihuninya selama lima belas
tahun.
Dikala ia tiba dibawah bukit Ong-wusan, fajar telah
menyingsing.
Tiba-tiba dari kejauhan sana berkumandang suara jeritan
ngeri yang menyayatkan hati, jeritan itu berasal dari atas
sebuah tebing tak jauh letaknya dan sana.
Begitu mengerikannya jeritan tersebut membuat bulu
kuduk siapapun yang mendengar menjadi berdiri semua.
Ong Si-liat tercekat, tanpa sadar ia hentikan langkah
kakinya dia memasang telinga untuk memperhatikan dari
manakah asal suara tersebut.
Selama ini, anak mada tersebut hidup di sebuah puncak
bukit yaug jauh dari kehidupan manusia, kapankah ia
pernah dengar suara jeritan menyayatkan hati seperti ini?
Sementara ia masih termenung, suara jeritan ngeri
kembali berkumandang datang lalu menyusul pula suara
tertawa dingin yang mengerikan hati mendesis diudara.
Agaknya Ong Si-liat telah dibuat terperanjat oleh suarasuara
tersebut, untuk sesaat ia termenung dan berdiri bodoh
disana.
"Aduuuh ! Aduuuh ! Aduuuh !" secara beruntun empat
jeritan lagi mengelegar memecahkan keheningan.
Ong Si liat merinding, hatinya sungguh bergidik
mendengar suara-suara seram semacam itu, suara perasaan
mual tiba-tiba saja tersirap dalam benaknya.
Cepat dia menutulkan ujung kakinya ditanah, lalu
meluncur ke arah puncak tebing dengan kecepatan tinggi.
Lincah dan gesit gerakan tubuhnya, dalam satu lompatan
ia berhasil melampaui jarak sejauh beberapa tombak.
Ditinjau dari gerakan tubuhnya, dapat diketahui bahwa
ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai taraf
kesempurnaan.
Dikala tubuhnya sedang melayang ke atas dengan
kecepatan tinggi itulah, dari atas tebing kebetulan melayang
pula sesosok bayangan manusia dengan kecepatan yang tak
kalah cepatnya, nyaris mereka! saling bertumbukan
ditengah jalan.
Dengan gerakan yang sama-sama gesitnya, baik Ong Siliat
maupun orang itu cepat berkelit ke samping.
Dengan jantung yang berdebar pemuda she Ong
mendongakkan kepala, tapi hatinya kembali dibuat terkejut,
sebab seorang manusia berbaju serba hitam telah berdiri
kurang lebih tiga kaki dihadapannya.
Sekali lagi Ong Si-liat bergidik.
Mereka tidak saling menyapa pun tidak saling, menegur
setelah saling berpandangan sekejap bayangan hitam itu
kembali melesat ke udara dan ibaratnya sesosok sukma
gentayangan, dalam waktu singkat ia sudah lenyap dari
pandangan mata.
Untuk sekian kalinya Ong Si-liat mengkirik karena ngeri
bulu kuduknya kembali pada bangun berdiri:
Karena lama sekali ia berdiri termangu disitu, akhirnya
baru menggerakkan badan melompat naik ke puncak tebing.
Puncak tebing itu merupakan sebuah tanah lapang kecil
pada sebuah batu cadas yang amat besar terpancang tiga
huruf yang amat besar tulisan itu berbunyi:
"JIT GWAT-HONG" (Puncak matahari dan rembulan).
Sebuah gardu kecil berdiri angker dipuncak itu pada
papan nama yang terpancang dimuka gardu tersebut pula
tiga huruf besar yang terbuat dari emas murni:
"JIT-GWAT-TENG" (Gardu matahari dan rembulan).
Memandang sekejap sekeliling tempat itu, tiba-tiba Ong-
Si-liat berpekik kaget.
"Aduh mak....!"
Apa yang ditemuinya? Enam sosok mayat terkapar
dimuka gardu kecil itu, mereka terdiri dari golongan
pendeta, golongan imam dan golongan preman, tapi
usianya rata-rata berada diatas lima puluh tahunan:
Mayat-mayat itu tewas dengan wajah menampilkan
perasaan terkejut dan ketakutan seakan-akan sesaat
menjelang kematiannya telah mengalami sesuatu peristiwa
yang sungguh menakutkan.
Ong Si-liat kembali merinding menyaksikan adegan
brutal didepan matanya, memang sejak kapankah ia pernah
menyaksikan peristiwa pembunuhan sekejam ini? Mana
enam orang lagi terkapar bersama dalam keadaan
menggidikkan hati.
Tapi sikapnya mereka Kenapa terbunuh? Sudah pasti
alasannya bukan alasan yang sederhana....tapi mungkinkah
bayangan hitam yarig dijumpainya barusan adalah
pembunuh dari orang-orang ini?
Ketika terbayang sampai kesitu, timbul kecurigaan dalam
hati Ong Si-liat, ia tak menyangka dalam perjalanan turun
gunungnya untuk pertama kali, harus bertemu dengan
peristiwa menggidikkan hati yang penuhi diliputi tanda
tanya semacam ini.
Lama... lama sekali... tiba-tiba salah satu diantara
keenam orang itu, seorang kakek berbaju emas
menggerakkan tubuhnya sambil merintih kesakitan.
Ong Si liat merasa jantungnya berdebar keras, rintihan
tersebut membuktikan kalau satu di-antara keenam orang
tersebut masih berada dalam keadaan hidup...
Dengan suatu gerakan yang cepat ia memburu
kehadapan kakek berbaju emas itu, noda darah masih
mengotori ujung bibir dan pakaiannya.
Dengan jantung yang berdetak keras pemuda itu
menggerakkan tangan kanannya untuk menotok jalan darah
orang itu, diiringi dengusan lirih berbaringlah kakek tadi
dengan keadaan yang jauh lebih tenangan.
Ong Si-liat tklak berhenti sampai disitu saja, hawa murni
yang dimilikinya pelan-pelan disalurkan kedalam telapak
tangan, lalu melalui jalan darah di tubuh kakek tadi
segulung hawa murni yang beraliran panas disalurkan
menembusi kebekuan yang sudah mencekam separuh dada
orang itu.
Tak lama kemudian, kakek berbaju emas itu siuman
kembali dari pingsannya.
Dengan lemas tak bertenaga sikakek berbaju emas itu,
menggerakkan kelopak matanya dan memandang Ong Si
liat sekejap bibirnya terpentang seperti ingin mengucapkan
sesuatu namun tak sepotong katapun yang sanggup
diutarakan keluar.
"Kee..kenapa..kalian?... Sii... siapa yang melakukan
pembunuhan kejam ini.....?" tanya ong Si-liat dengan
perasaan cemas.
"Eng engkoh cilik, si siapakah kau?" tanya kakek baju
emas itu kepayahan.
"Aku berama Ong Si-liat, sia.... siapakah kalian? Sia
siapa yang melakukan pembunuhan ini?"
"Kami kami adalah Kiam Kiam-hay-lak yu (enam
serangkai dari lautan pedang) " ia berhenti sebentar untuk
berganti napas, lalu terus-nya, "engkoh cilik berse
bersediakah kau untuk mem membantu aku?"
"Katakanlah, bantuan apa yaag kau butuh kan?"
"Tolong pergi pergilah ke rumahku beri... beritahu
kepada putri putriku bahwa aku telah mati... mau bukan
bukan?"
"Tentu saja mau, tapi siapa siapakah kau? Dimana
rumahmu? Kau harus menerangkan dulu kepadaku!"
"Aku aku adalah Lui-tian jiu (tangan sakti kilat
geledek)...aku- tinggal di perkampungan Thian-lui-teng
diluar kota Kay- tiong asal... asal kau bertanya ke... kepada
sekitar penduduk sana... mereka,... mereka tentu akan
menunjukkan kepadamu..."
"Tak usah kuatir, aku pasti akan melaksanakan pesanmu
itu dengan sebaik-baiknya...."
Lui-tian-jiu mengulur tangannya yang lemas tak
bertenaga itu seperti hendak melakukan sesuatu, mayang
ada keraauan tiada tenaga, sampai di tengah jalan tangan
itu terkulai kembali ke tanah.
"Apa yang kau kehendaki?" tanya Ong Si-liat cepat.
"Tolong,.... tolong lee..., lepaskan sepatu...... sepatu
sebelah kiriku...?"
Ong Si-liat tertegun, ia tidak mengerti kenapa orang itu
menghendaki sepatu kirinya dilepas, padahal keadaannya
sudah separah itu. Tapi pemuda Itu tidak membantah,
dilepasnya sepatu sebelah kiri itu kemudian diangsurkan
kehadapan kakek itu.
Sepatunya sudah berada disini katanya kemudian.
Lui-tian-jiu menerima sepatunya dan membalik ke
bawah ..... "Trangg..!" tiba-tiba dari dalam sepatu itu
terjatuh sebuah benda.
Ong Si-liat coba memperhatikan benda apakah itu
ternyata hanya sebuah mata uang yang terbuat dari emas
murni.
Tentu saja anak muda itu keheranan, ia tidak habis
mengerti kenapa mata uang emas itu disimpan didalam
sepatu kirinya oleh Liu-tian-jiu tersebut mungkinkah ada
sesuatu rahasia dibalik mata uang itu?"
Dengan lemah dan tak bertenaga Lui-tian-jiu kembali
berkata:
"Sudah sudah kau saksikan mata uang emas-ini?"
"Sudah!"
"Kami...kami mati karena uang emas ini...."
"Karena mati karena uang emas itu.... ?" Ong Si-liat
mengulangi perkataan itu dengan tubuh bergidik.
"Benar....sebab....sebab itu simpankah benda ini baikbaik
..."
"Sesungguhnya siapa yang telah membinasakan kalian ?"
tanya Ong Si-liat cemas.
"Dia ....dia adalah-Sam..."
Sam apa? Kakek berbaju emas itu tak sempat
melanjutkan kata-katanya, mendadak kepalanya terkulai
dan tubuhnya mengejang keras menyusul suatu jejakan kaki
yang keras melayanglah jiwanya kembali ke alam baka...
"Sam apa ? Sam apa ?" teriak Ong Si-liat penuh
kecemasan dan gelisah.
Tapi selembar nyawa Lui-tian jiu sudah keburu
berpulang ke alam baka, selamanya ia tak sanggup lagi
untuk meneruskan perkataannya yaag terhenti ditengah
jalan.
"Sam" atau tiga melambangkan apa? Tiga orangkah?
Atau tiga perguruankah? Atau mungkin Sam.... julukan
seorang jago?
Ong Si-liat memungut mata uang emas itu dan bangkit
berdiri, sekarang sorot matanya tertuju pada mata uang
emas tersebut.
Mata uang emas itu lebarnya satu inci dan di buat sangat
indah, pada permukaan sebelah terukir raut wajah
seseorang, sedangkan pada permukaan yang lain terukir
sebuah huruf "Hong" (Kaisar).
Sudah barang tentu Ong Si-liat tak akan mengetahui
huruf "Hong" tersebut melambangkan apa, karenanya mata
uang itu disimpan ke dalam saku. Kemudian setelah
memperhatikan lagi mayat Lui tian jiu serta kelima sosok
mayat lainnya akhirnya ia menutulkan kakinya ke atas
permukaan tanah dan melayang turun dari puncak Jit-gwathong.
Ketika sampai di tengah jalan, tiba-tiba Ong Si-liat
menyaksikan sesosok bayangan manusia sedang meluncur
naik keatas bukit dalam waktu singkat orang itu sudah
berada dihadapannya.
Pendatang itu adalah seorang kakek yang mengenakan
topi lebar terbuat dari anyaman bambu dengan membawa
sebuah alat pengail, ia memang ke arah Ong Si-liat sekejap
kemudian melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke
puncak Jit-gwat hong.
Ong Si-liat tertegun memandang kepergian orang itu,
namun ia tidak menegur apapun mengucapkan sesuatu,
setelah terhenti sejenak kembali perjalanan dilanjutkan
untuk menuruni bukti itu.
Sekian lama ia melakukan perjalanan tanpa berhenti,
entah berapa saat kemudian Ong Si liat baru menghentikan
perjalanannya sambil bergumam kebingungan.
Haruskah aku berangkat ke perkampungan Thian luiceng
lebih dulu? Ataukah mengunjungi benteng Tui-hongpo?
Ah....lebih baik aku berangkat dulu ke benteng Tuihong-
po untuk menyelidiki jejak suhuku!"
Setelah mengambil keputusan, berangkatlah pemuda itu
menuju ke arah bukit Wu-liong san.
Ia cukup mengerti kepergian gurunya mencari Tui-hong
pocu bukannya tanpa sebab-sebab tertentu benarkah Tuihong
pocu yang telah membinasakan gurunya?
Mengapa sampai terjadi peristiwa itu? Tentu saja mati
hidup gurunya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan Tui-hong pocu seperti yang dicantumkan dalam
surat peninggalannya.
Hari itu Ong Si-liat telah tiba di bukit Wu-liong-san, ia
menyaksikan berkelompok-kelompok manusia persilatan
berdatangan ke perkampungan Tui-hong-po, suasana yang
begitu ramai dan meriah ini sangat mencengangkan hati
Ong Si liat.
Sementara ia masih kebingungan sambil menyaksikan
keramaian itu, tiba-tiba dari arah belakang berkumandang
suara teguran:
"Hei ! Saudara, jangan pergi dulu!"
Tanpa terasa Ong Si-liat menghentikan perjalanannya
sambil berpaling, dengan cepat mencorong sinar terang dari
matanya, seorang nona cantik yang masih muda belia dan
mengenakan baju berwarna hijau berdiri tepat di
belakangnya.
Ong Si liat tercenung, ia merasa tak pernah kenal dengan
gadis cantik yang masih muda belia itu.
Sementara ia masih melamun, nona itu sudah menyapa
sambil tersenyum manis:
"Kalau kulihat dari harpa besi yang kau gembol,
tampaknya saudara adalah seniman yang pandai menikmati
suasana?"
"Aaah nona terlaiu memuji" kata Ong Si-liat sambil
tertawa ewa, "aku bukan seniman, aku membawa harpa
tersebut hanya karena kesenangan belaka."
"Apakah kau juga datang untuk ikut serta dalam
perayaan dua puluh sejak berdirinya benteng Tui-hong-po?"
Setelah mendengar perkataan itu, Ong Si-liat baru tahu
kalau hari ini adalah hari ulang tahun yang kedua puluh
dari benteng Tui-hong-po tak heran kalau begitu banyak
jago yang berdatangan kesana, ini mustinya menunjukkan
kalau benteng Tui hong po mempunyai kedudukan yang
cukup tinggi dalam kancah dunia persilatan.
Maka diapun menganggukkan kepalanya. Nona berbaju
hijau itu tertawa ewa, kembali ia bertanya.
"Boleh aku tanya saudara berasal dari perguruan mana?"
"Aku tidak tahu!"
"Kenapa?"
"Boleh aku tabu ada urusan apa nona mengajukan
pertanyaan semacam ini....?"
"Oooh tidak, tidak... aku cuma bertanya lantaran
keheranan dan ingin tahu!"
Ong Si-liat tertawa, sekarang ia balik bertanya- -"Ada
suatu urusan ingin kutanyakan kepada nona.."
"Urusan apakah itu?"
"Bagaimanakah watak serta perangai Tui-hong poocu
ini?"
"Masa kau tidak tahu?" tanya nona berbaju hijau itu
sambil tertawa hambar.
"Kalau aku sudah tahu buat apa mengajukan pertanyaan
itu kepadamu?"
"Kau ingin mengetahui soal itu? Boleh saja, tapi ada
syaratnya!"
"Apa syaratnya?"
Nona berbaju hijau itu tersenyum.
"Bila kebetulan kau ada waktu luang, petikkan sebuah
lagu untukku, mau bukan?"
"Apakah nona beranggapan bahwa aku pandai memetik
khim?" Ong Si-liat balik bertanya sambil tertawa ewa.
"Apa? Jadi kau tidak pandai memetik khim?" tampaknya
ucapan tersebut mendatangkan perasaan tertegun dihati
nona berbaju hijau itu.
"Aku tak pernah mengatakan kalau tak bisa bermain
khim, aku hanya ingin tahu dari mana kau bisa tahu bila
aku dapat memetik khim?"
"Bukankah kau mengakui bahwa memetik khim
merupakan suatu kesenangan belaka."
"Benar!"
"Itu berarti kau pandai memetik khim!" sambung si nona
baju hijau itu sambil tertawa.
Ong Si-liat ikat tertawa katanya kemudian.
"Bila kau tidak keberatan, mengapa aku tak sudi untuk
memetikkan sebuah lagu untukmu?"
Nona berbaju hijau itu tertawa.
"Kalau memang begitu, akupun tak keberatan untuk
memberitahukan kepadamu, Si pocu dari Tui hong-po
adalah seorang kakek yang murah dan baik hati, ia
merupakan seorang cianpwe dunia persilatan yang
dihormati setiap orang. Dengan sepasang senjata girnya ia
sudah malang melintang dalam dunia persilatan, setiap ada
perselisihan bila ia sudah ikut campur maka urusan akan
menjadi beres. bukan saja mendatangkan berkah untuk
umat persilatan, setiap orang pun menaruh hormat dan
kagum kepadanya!"
Mendengar penjelasan tersebut, Ong Si-liat berkerut
kening, untuk sesaat ia hanya membungkam diri.
Demikianlah sambil bercakap-cakap sambil melanjutkan
perjalanan, tanpa terasa ia bersama nona berbaju hijau itu
sudah tiba didepan pintu gerbang benteng.
Seorang kakek berpakaian ringkas yang terdiri dimuka
pintu segera memberi hormat sambil tersenyum, sapanya.
"Apakah kalian berdua datang untuk menghadiri
perayaan dalam benteng kami..."
"Benar, kami datang untuk ikut menghadiri perayaan
ulang tahun kedua puluh dari benteng Tui hong po!" sahut
nona berbaju hijau itu.
"Tolong tanya siapa nama nona..."
"Aku bernama Lan Siok-ling."
"Ayah nona adalah Thian-lam kiam kek (jago pedang
dari langit selatan) ...?"
"Benar!"
Sorot mata kakek berpakaian ringkas itu segera beralih ke
wajah Ong Si-liat, lalu tegurnya.
"Saudara adalah...."
"Aku bernama Ong Si liat!"
Boleh aku tahu saudara berasal dari perguruan mana?"
"Soal ini..." Untuk sesaat pertanyaan tersebut
membuatnya tertegun.
Dia adalah kakak misanku!" dengan cepat Lan Siok-ling
menerangkan.
Kakek berpakaian ringkas itu tertegun, kemudian sambil
manggut-manggut katanya:
"Kalau begitu silahkan kalian masuk ke dalam!"
ooo0dw0ooo
BAB 2
ENAM SERANGKAI DAKI KIAMHAY
LAN SIOK LING memandang Ong Si-liat sekejap
kemudian masuk lebih dulu, serta meria Ong Si-liat
beranjak pula mengikuti dibelakangnya. Ditengah jalan
katanya kepada nona tersebut. "Terima kasih banyak nona
atas bantuanmu, terimalah rasa terima kasih dari aku orang
she Ong!"
"Hei, buat apa kau musti menirukan cara tengik dari
pelajar-pelajar rudin" kata Lan Siok-ling sam bil menutupi
mulutnya tertawa cekikikan, "Jika tak enak hati, lain kali
mainkan saja sebuah lagu lagi untukku, setuju bukan?"
Ong Si-liat tertawa jengah "Bila nona tidak beranggapan
bahwa permainanku terlalu jelek dan tak sedap didengar,
tentu akan kumainkan satu lagu lagi untukmu!"
"Bagus sekali! Jangan lupa dengan janjimu lho. Pandai
bersilat kau?"
"Cuma mengerti kulit dan bulu luarnya saja!" Tiba tiba
Lan Siok-ling seperti teringat akan sesuatu, sepasang alis
matanya segera berkenyit lalu bertanya.
"Ada urusan apa kau menanyakan karakter dari Tui
hong pocu? Ada yang tidak beres!"
"Ooh tidak, aku hanya mengajakan pertanyaan
sekenanya saja, silahkan nona pergi!"
"Kenapa kau?"
Antara laki laki dan perempuan ada batas-batasnya,
mana kita boleh melakukan perjalanan bersama? Lebih baik
nona Lan berangkat dulu!"
Selintas perasaan berat hati menghiasi air muka Lan
Siok-ling sedang dalam hati kecilnya diam-diam ia
menyumpah:
"Pelajar rudin kutu buku goblok."
Apa boleh buat? Tentu saja sebagai seorang nona Lan
Siok ling tak bisa bersikeras untuk menentang pendapat
rekannya maka setelah melotot sekejap ke arah pemuda itu,
pergilah si nona dengan perasaan mendongkol...
Ong Si-liat sendiri merasakan pula sesuatu yang tak
enak, tanpa terasa ia menghela napas panjang, seakan-akan
ada sesuatu yang diharapkan, tapi agaknya ia teringat pula
persoalan lain.
Sekilas pandangan, dia mirip dengan seorang sastrawan
yang lembut dan ramah, padahal sesungguhnya ia adalah
seorang pemuda yang kesepian, ia tidak membutuhkan apaapa,
diapun tak pernah mengharapkan untuk mendapatkan
apa-apa.
Kesepian dan ketersendirian yang dialaminya selama
banyak tahun, telah menciptakan watak suka menyendiri
dalam hatinya.
Pelan-pelan ia beranjak masuk ke dalam benteng melalui
pintu gerbang, didepan benteng berdiri dua orang laki laki
berpakaian ringkas, ketika Ong Si liat menghampiri mereka,
salah seorang diantaranya segera menegur:
"Harap melapor nama anda agar dapat diberi
pelayanan!"
"Aku bernama Ong Si liat!" kata pemuda itu.
"Silahkan mengikuti kami!"
Mengikuti dibelakang laki-laki berpakaian ringkas itu
Ong Si-liat masuk ke dalam benteng, sedang otaknya
berputar terus memikirkan bagaimana caranya mengajukan
pertanyaan kepada Tui-hong pocu untuk menanyakan
persoalan tentang gurunya.
Pikir punya pikir akhirnya ia memutuskan untuk
mengambil tindakan menurut keadaan setelah bertemu
dengan Tui-hong poocu nanti.
"Ong sauhiap!" tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara
panggilan nyaring.
Ong Si-liat menengadah, ia saksikan ruangan itu penuh
dengan lautan manusia, semua perhatian orang ketika itu
sedang tertuju ke arahnya.
Seorang kakek berambut perak duduk di ruang tengah,
empat orang laki laki berbaju hijau ber diri dibelakangnya.
Ketika pemuda itu berpaling, kakek tadi sudah bangkit
berdiri sambil memberi hormat kepada Ong Si-liat, katanya:
"Jauh-jauh Ong sauhiap datang kemari, maaf jika aku
orang she Si tak bisa menyambut kedatangan anda sejak di
depan!"
Dalam sekilas pandangan, Ong Si-liat telah dapat
melihat bahwa Tui hong kian memang seorang kakek yang
berwajah ramah, ia segera balas memberi hormat sambil
berkata:
"Kuucapkan semoga Si pocu sehat walafiat dan segala
usaha dalam benteng dapat berjalan dengan lancar!"
"Terima kasih, silahkan duduk!"
Ong Si liat manggut-manggut dan ambil tempat duduk di
ruang depan sedangkan otaknya masih berputar terus
mencari akal bagaimana caranya uutuk menanyakan kabar
tentang gurunya.
Di saat Ong Si liat memutar badan tadi, sinar mata Tui
hong-kiam Si Tiok gi terbentur dengan khim besi yang
menggembol dipunggung pemuda itu, paras mukanya
kontan berubah hebat, hampir saja ia menjerit kaget.
Tapi untung dia adalah seorang jago tua yang pandai
membawa diri, rasa kaget dan tercekatnya hanya melintas
sekejap diatas wajahnya, menyusul kemudian senyuman
cerah kembali menghiasi ujung bibirnya.
Sekalipun perubahan itu hanya berlangsung dalam waktu
sekejap, toh diketahui juga oleh sekalian jago persiIatan
cuma mereka tak habis mengerti kenapa Bu-lim cianpwe itu
menunjukan perubahan semacam ini
Semua kejadian tersebut hanya berlangsung dalam waktu
singkat, pada saat itulah kembali berkumandang suara
bentakan amat nyaring:
"Ngo-ou-tiau kek (si pengail sakti dari lima telaga) tiba!"
Ketika nama Ngo Ou-tiau-kek disinggung paras muka
sebagaian besar jago yang hadir disitu mengalami
perubahan hebat, sebab orang ini mempunyai nama yang
cukup besar dan jejak yang sukar ditapaki dalam dunia
persilatan hanya terdapat namanya tapi jarang menjumpai
orang tersebut, tak heran kalau kemunculannya disana
sangat diluar dugaan semua orang...
Ong Si liat ikut mengalihkan perhatiannya ke depan, tapi
begitu mengetahui siapa yang datang, hatinya seketika
bergetar keras sebab jago yang di namakan Si pengail sakti
dari lima telaga itu tak lain adalah kakek bertopi lebar yang
pernah dijumpai dibawah tebing Jit gwat hong tempo hari.
"Dibelakang kakek pengail itu mengikuti pula seorang
gadis berbaju perlente yang berwajah murung.
Ketika pengait sakti dari lima telaga melangkah masuk
ke dalam ruangan, serta merta Tui-hong pocu bangkit
berdiri seraya memberi hormat, sapanya dengan penuh rasa
hormat:
"Boanpwe tidak tahu kalau cianpwe akan ber-kunjung
kemari, maafkan diriku bila tidak menyambut selayaknya!"
"Kunjunganku yang secara mendadak ini harap tak
sampai membuat Si pocu tak senang hati, disamping itu
kuucapkan pula semoga benteng anda selalu lancar dan
sukses!"
"Silahkan duduk cianpwe !"
Si pengail sakti dari lima telaga tidak langsung duduk,
melainkan dengan sorot mata sedingin es ia menatap
sekejap wajah Ong Si-liat.
"locianpwe, dimana orang itu?" kedengaran si nona
berbaju indah itu bertanya dengan sedih.
Pengail sakti dari lima telaga tidak menjawab. Sementara
ini Tui-hong pocu Si Tiok-gi telah bertanya pula:
"Bolehkah aku tahu siapa nona ini?"
"Dia adalah putri kesayangan Lui tian jiu, ia bernama
Kang Peng!"
Ketika mendengar nama itu, paras muka Ong Si-liat
berubah hebat, mimpipun tidak disangka olehnya kalau
nona itu bukan lain adalah putri Lui tian-jiu yang harus
dijumpainya.
"Oooh kiranya nona Kang, apakah ayahmu juga akan
datang kemari? kedengaran Tui-hong po cu bertanya lagi.
"Mungkin selama hidup dia tak akan datang lagi!" sela si
pengail sakti dengan suara ketus.
"Kenapa?"
Sorot, mata pengail sakti dari lima telaga kembali
dialihkan ke atas wajah Ong Si-liat, ia temukan pemuda
tersebut masih duduk disita dengan sikap tersebut dan
wajah agak terkejut.
Tui hong pocu bukan anak kemaren sore, sudah barang
tentu diapun merasakan ketidak beresan dari sikap pengail
sakti tersebut, maka buru-buru dia bertanya.
"Apakah kedatangan cianpwe lantaran ada suatu
urusan?"
"Benar !"
"Dapatkah diterangkan dengan lebih jelas lagi?"
"Aku datang demi kematiandari Kiam hay-lak-yu!"
"Apa?"
Hampir setengah jago lihay dalam ruangan menjerit
tertahan... tentu saja termasuk juga Tui-hong poocu sendiri.
Sebab peristiwa ini sungguh merupakan suatu kejadian yang
mengejutkan hati setiap orang.
Enam serangkai dari lautan pidang merupakan enam
jago lihay dalam dunia persilatan dewasa ini, kematian
mereka secara tiba-tiba tentu saja merupakan peristiwa yang
cukup menggetarkan seluruh dunia, tak heran kalau
kawanan jago itu ikut menjerit tertahan.
Paras muka Tui-hong poocu berubin hebat, dengan suara
agak gemetar bisiknya:
"Kau kau bilang Kiam hay lak-yu telah telah tewas
semua?"
"Benar!"
"Kenapa bisa mati?"
"Heeehhh... heeeh.... heeehh.... hal ini musti ditanyakan
kepada seseorang!" jawab Pengail sakti dari lima telaga
sambil tertawa dingin.
"Siapa?"
Sebelum pengait sakti sempat menjawab, Kang Peng
dengan sedih bercampur gelisah telah menyela pula:
"Locianpwe, sebenarnya dia berada dimana?"
"Siapa yang kau maksudkan?" tanya Tui-hong poocu
dengan perasaan gelisah pula.
"Pembunuh ayahku!"
"Orang itu berada didalam benteng ini?"
"Mungkin..."
Betapa terperanjatnya Ong Si-liat sesudah mendengar
perkataan itu, cuma perasaan kaget itu tak sampai
diperlihatkan diatas wajahnya, sebab waktu menyendiri
yang telah terpelihara sejak kecil membuat pemuda itu tak
gampang memperlihatkan rasa sedih, gembira kaget atau
marahnya.
Ia masih berdiri tenang disana, seakan-akan sedang
mempertimbangkan suatu persoalan yang maha penting:
Tiba-tiba pengail sakti dari lima tenaga memutar
badannya lalu menerjang ke hadapan Ong Si-liat,
sebaliknya si anak muda itu masih tetap duduk di tempat
semula tanpa emosi.
Dalam waktu singkat hawa pembunuhan menyelimuti
seluruh ruangan itu, segenap perhatian jago yang berada
disana sama-sama ditujukan ke wajah Pengail Sakti
tersebut.
Sementara itu, pengail sakti dari lima telaga telah tiba
dihadapan Ong Si-liat, setelah tertawa ewa ia menyapa:
"Selamat bertemu saudara!"
Ong Si-liat mendongakkan kepalanya, memandang
pengail sakti itu sekejap, paras mukanya masih tetap dingin
dan hambar, tak seorangpun dapat menebak apa gerangan
yang sedang dipikirkan olehnya.
"Ada urusan apa?" ia bertanya sesudah menarik napas
pajang.
"Masih kenal dengan aku?" Ong Si liat mengangguk.
Kang Peng yang bersama pengail sakti itu segera
menerjang maju ke depan bentaknya nyaring:
"Locianpwe, diakah orangnya?"
Pengail sakti dari lima telaga tidak menjawab dia hanya
mengernyitkan alis matanya yang telah memutih,
sedangkan Ong Si liat tanpa disadari telah bangkit berdiri.
Sorot mata pengail sakti dari lima telaga telah berhasil
melihat ke arah khim baja di punggung Ong Si Hat paras
mukanya mendadak berubah, rasa kaget dan tercekat
sempat melintas diatas wajahnya meski sekejap kemudian
telah lenyap kembali tak berbekas.
"Bolehkah aku meminjam sebentar khim baja yang kau
gembol itu..?" katanya kemudian.
"Untuk apa?"
"Oooh.... aku cuma ingin tahu"
Ong Si-liat tidak menjawab, khim besi itu dilepaskan dari
punggungnya lalu diangsurkan kehadapan Pengail sakti.
Dengan seksama pengail sakti diri lima telaga memeriksa
sekejap khim besi tersebut, kemudian teriaknya tanpa sadar:
"Aaaah harpa setan..."
"Apa?"
Separuh jumlah jago persilatan yang hadir dalam
ruangan menjerit penuh rasa kaget.
Ong Si liat ikut terperanjat, ditatapnya pengail sakti dari
lima telaga dengan wajah tercenung.
"Saudara, apakah engkau adalah ahli waris dari Kui jin
suseng (sastrawan setan harpa) ?" tegur Pengail sakti dan
lima telaga kemudian dengan wajah yang jauh lebih lembut.
Nama "Kui jin suseng" masih terlalu asing bagi
pendengaran Ong Si-liat, dengan wajah termangu ia
gelengkan kepalanya.
"Bukan?" kata pengail sakti keheranan.
"Tidak tahu!"
"Masak kau tidak tahu apakah gurumu adalah Kui-jin
suseng atau tidak..?"
Dengan sinis Ong Si-liat mengangguk.
Pengail sakti dari lima telaga segera tertawa dingin.
"Heeehh.... heeehh... heeehhh.... nama besar Setan harpa
sudah menggetarkan seluruh dunia, sungguh tak disangka
dua puluh tahun kemudian bisa muncul kembali disini, kau
memang cukup kejam dan brutal."
"Hei, apa maksud dengan perkataan semacam itu?" tegur
Ong Si liat dingin..
Kang peng tak bisa mengendalikan diri lagi, segera
bentaknya:
"Pernahkah kau berkunjung kebukit Jit gwat-hong?"
"Pernah !"
"Kalau begitu kaulah yang telah membunuh Kiam hay-
Iak-yu karena ingin mendapatkan enam biji mata uang
Kematian?"
Ong Si liat segera tertawa dingin akhirnya ia baru
mengerti kenapa si pengail sakti dari lima telaga dan Kang
peng datang dengan sikap yang begitu garang ternyata ia
telah dituduh sebagai pembunuh Kiam hay-lak-yu.
"Nona keliru besar." kata Ong Si liat sambil tertawa
hambar. "Kiam hay-lak-yu bukan mati ditanganku. Justru
setelah pembunuhan tersebut aku baru datang di puncak Jit
gwat hong, aku menjumpai pula ayahmu yang hampir mati,
ia minta aku memberi kabar kepadamu kalau ia sudah
mati..."
"Omong kosong!"
"Omong kosong? Dalam ha! mana aku sedang
berbohong?"
"Selelah mereka kaubunuh, kini kau tak berani
mengakuinya?"
Ong Si liat masih tetap bersikap tenang, ia tidak dibikin
marah oleh sikap lawannya.
"Aku sama sekali tidak membinasakan mereka..."
katanya hambar.
Kang Peng membentak gusar, sambil menggeram penuh
kebencian ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh
anak muda itu. Padahal selisih jarak kedua orang itu dekat
sekali, ditambah pula Kang Peng melancarkan serangan
dalam keadaan marah, pukulan boleh di bilang menyambar
lewat secepat sambaran kilat.
Tapi Ong Si liat masih tetap berdiri tak berkutik di situ,
seakan-akan ia tak tahu kalau ada sebuah pukulan
mematikan sedang tertuju ke tubuhnya.
Disaat yang kritis, tiba-tiba berkelebat lewat sesosok
bayangan hijau, seketika itu juga tenaga pukulan yang
dilancarkan Kang Peng terhadap Ong Si-liat terpental balik,
bahkan saking kerasnya pukulan tersebut Kang Peng tak
bisa berdiri tegak, dan tergetar mundur sejauh tiga empat
tangkah.
Tahu-tahu nona berbaju hijau atau Lan Siok ting telah
berdiri tetap dihadapan mereka.
Paras muka Kang peng Siok-ling ikut berubah katanya
ketus:
"Siapa kau? Sudah bosan hidup?"
"Kau tak usah tahu siapakah aku, ada satu persoalan aku
ingin bertanya kepadamu dan aku minta kau bersedia
menjawab sejujurnya"
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Kalian menuduh dia sebagai pembunuh enam serangkai
dari Kiam hay, apakah tuduhan tersebut berdasarkan dari
cerita orang ataukan kalian menyaksikan dengan mata
kepala sendiri?"
Kang peng tertegun, untuk sesaat menjadi kebingungan,
tapi sejenak kemudian jawabannya dengan dingin:
"Pengail sakti dari lima telaga loo-cianpwe yabg
melihatnya!"
Lan Siok-ling segera berpaling ke arah pengail Sakti,
tanyanya:
"Apakah kau melihat sendiri?"
"Tidak..."
"Kalau tidak, dengan dasar apa kau menuduhnya sebagai
pembunuh dari Kiam-hay lak yu?"
Pertanyaan tersebut dengan cepat membuat ke dua orang
itu tertegun, sedang Ong Si-liat memandang sekejap kearah
mereka dengan pandangan jengkel, seakan-akan kejadian
tersebut hakikatnya tak dipandang sebelah mata olehnya.
"Kembalikan khim itu kepadaku!" bentaknya ketus.
Tanpa sadar Pengail sakti dari lima telaga
mengembalikan khim itu ketangannya, entah mengapa tibatiba
saja timbul suatu perasaan seram yang menggidikan
hati terhadap pemuda pemurung yang suka menyendiri itu.
"Cianpwe, sesungguhnya apa yang telah terjadi?" tibatiba
Tui hong pocu bertanya.
"Kau tahu tentang mata uang kematian?" tanya Pengail
sakti dari lima telaga.
"Boanpwe pernah mendengar secara sepintas lalu!
Konon mata uang kematian merupakan petunjuk dari
tempat terpendamnya sejilid kitab pusaka, benarkah berita
tersebut belum ada yang membuktikan kebenarannya
karena hal itu hanya merupakan kabar angin belaka tapi
yang pasti keenam buah mata uang yang terbuat dari emas
murni itu telah menjadi benda berebutan dari umat
persilatan selama dua puluh tahun terakhir ini."
"Tiga tahun berselang ke enam biji mata uang emas itu
didapatkan oleh Kiam-hay-lak yu, untuk menyelidiki apa
kegunaan serta sampai dimanakah teka teki yang
menyelimuti keenam biji mata uang itu, enam serangkai
dari Kim hay telah berjanji untuk mengadakan sesuatu
pertemuan dipuncak Jit-gwat-hong pada bulan dua tanggal
dua."
"Dan kemudian mereka ditemukan telah terbunuh?"
sambung Tui-hong-pocu dari samping.
"Benar, bahkan bersama tewasnya keenam orang itu,
keenam biji mata uang kematian itupun ikut lenyap tak
berbekas!"
"Jadi locianpwe telah menangkap basah saudara ini
berada diatas puncak Jit-gwat-hong?"
"Tidak, ketika aku hendak naik kepuncak Jit-gwat-hong
secara kebetulan kujumpai saudara ini sedang turun dari
puncak Jit-gwat-hong tersebut..."
"Atas dasar itu, kau lantas menuduh aku yang
membunuh Kiam hay lak yu?" ejek Ong Si liat ketus.
"Sekalipun aku tidak berani memastikan secara 100 %,
tapi kau tak dapat melepaskan diri dari kecurigaan!" kata
pengail sakti itu.
Setelah berhenti sejenak kembali katanya dengan dingin.
"Aku mempunyai suatu cara untuk membuktikan apakah
Kiam hay-lak-yu mati ditanganmu atau bukan ?"
"Apa caramu itu?"
"Akan kucoba sampai dimana taraf ilmu silat yang kau
miliki!"
Kembali Ong Si-liat tertawa dingin tiada hentinya.
"Untuk sekian kalinya aku hendak berkata bahwa Kiamhay
lak-yu bukan mati ditanganku, tapi kuakui sebelum
ajalnya Lui tin jiu telah menyerahkan sebiji mata uang
kematiannya kepadaku!"
"Dimana sekarang benda itu?" seru pangail sakti dari
lima telaga dengan paras berubah.
"Dalam sakuku!"
"Bawa kemari!"
ooooOdwOoooo
BAB 3
PENGAlL SAKTI DARI LIMA TELAGA
Hmm.... dengan dasar apa benda itu harus kuserahkan
kepadamu ?" ejek Ong Si-liat.
"Benda itu milik Lui-tian-jiu!"
"Tapi sayang ia telah menghadiahkan kepadaku!"
Kontan saja Pengail sakti dari lima telaga tertawa dingin.
"Heeeh... heeehh heehhh... kau memang tak malu
menjadi ahli warisnya Sastrawan setan harpa, keadaan dan
sikapmu tak berbeda jauh dari keadaan gurumu"
Setelah berhenti sejenak, kembali sambungnya;
"Sekarang aku hendak membuktikan apakah Kiam-hay-lakyu
mati ditanganmu atau bukan!"
"Kau bersikeras memaksa aku untuk turun tangan?"
"Benar !"
Tampaknya Ong Si-liat telah dibuat marah oleh desakan
pengail sakti dari lima telaga, dengan paras muka hebat
pelan pelan ia maju ketengah gelanggang.
Sampai dimanakah taraf ilmu silat yang dimiliki Ong Si
liat sendiri tak pernah tahu, hakekatnya ia tak terlalu
tertarik untuk mempelajari ilmu silat, yaa ia tak suka untuk
bunuh membunuh, seandainya ia tidak dipaksa oleh
gurunya untuk berlatih ilnu silat kemungkinan besar ia tak
akan pandai bersilat.
Kecuali kemurungan dan kesedihan sukar untuk
menemukan perasaan lain dari wajahnya, dikala tubuhnya
maju ke tengah arena serta merta orang yang berada
disekitarnya sama sama menyingkir kesamping.
Dalam waktu, singkat ketegangan dan keheningan
mencekam seluruh gelanggang, ini membuat semua orang
yang berada disekitarnya merasakan jantungnya berdetak
keras.
Pengail sakti dari lima telaga tampil pula kedepan,
mereka saling berhadapan pada jarak lima depa
Dengan pandangan tajam Ong Si liat mengamati
musuhnya, lalu sambil tertawa dingin ia berkata:
"Pengail sakti lima telaga, aku tak ingin menyaksikan
kau mati dalam keadaan mengerikan, baik yang mampus
aku atau kau, aku ingin mengusulkan satu cara lain."
"Cara apa?"
"Sebelum pertarungan dilaksanakan, silahkan kau
nikmati dahulu sebuah lagu kematianku!"
Paras muka pengail sakti dari lima telaga berubah hebat,
Yu Ci-toan bisa dijuluki sebagai Kui-jin suseng lantaran
sudah cukup banyak jago yang mampus oleh irama
harpanya, apakah ia sanggup mendengarkan permainan
khimnya sampai selesai hal itu masih merupakan suatu
tanda tanya besar baginya.
Lagipula, andaikata tantangan tersebut ia terima dan
Ong Si-liat benar-benar memainkan "irama kematian" nya,
sekalipun ia tak terpengaruh toh paling sedikit ada separuh
bagian-jago persilatan yang hadir dalam ruangan itu bakal
mati atau terluka parah.
Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa tubuhnya
bergidik, cepat katanya:
"Aku pikir tidak perlu, aku hanya ingin mencoba taraf
ilmu silatmu belaka!"
Jadi kau bersikeras ingin menantang aku untuk
berkelahi?" bentak Ong Si-liat gusar.
"Benar!"
Ong Si-liat segera menggertak giginya menahan emosi,
katanya dengan dingin;
"Kalau begitu, silahkan turun tangan!"
"Sambutlah seranganku ini!" bentak Pengail sakti dari
lima telaga.
Berbareng dengan bentakan itu, alat pengailnya yang
panjang segera menyapu ke muka dengan sebuah jurus Hesan
sau-cian-kun (menyapu rata seribu prajurit), yang
diarah adalah pinggang si pemuda.
Jangan dilihat serangannya begitu sederhana dan tiada
suatu perubahan yang menarik, padahal justru dibalik
kesederhanaannya terselip perubahan yang tak terhitung
banyaknya.
Ong Si-liat tidak bertindak gegabah, khim besinya
diputar ke atas untuk menangkis datangnya ancaman itu.
Bayangan manusia berputar kencang, dengan suatu
gerakan cepat karena kaget pengail sakti dari lima telaga
menyurut mundur sejauh belasan langkah, tapi wajahnya
sudah memucat, ia cuma berdiri termangu seperti orang
bodoh.
Kejadian ini mencengangkan bati semua orang, siapapun
tak sempat menyaksikan siapa gerangan yang berhasil
memenangkan pertarungan itu.
Walau begitu, dengan jelas Pengail sakti dari lima telaga
mengetahui bahwa dalam tiga gebrakan tadi ia sudah kalah
ditangan Ong Si liat, coba kalau pemuda itu tidak sengaja
mengampuni jiwarya kalau tidak mampus paling sedikit ia
subah terluka parah sekarang.
Kata Ong Si liat kemudian dengan suara dingin:
"Sekarang, apakah kau telah membuktikan bahwa Kiamhay-
lak-yu memang mati ditanganku?"
"Haaahhh..,. haaahh.... haaaah aku sudah
membuktikannya." kata Pengail sakti dari lima telaga
sambil tertawa seram.
"Apa yang kau buktikan?"
"Telah kubuktikan kalau mereka memang mati
ditanganmu!"
"Apa..?"
Jerit kaget seruan tercengang berkumandang dari segala
penjuru ruangan itu.
"Kau kau..... apa kau bilang?" bentak Ong Si-liat marah.
"Telah kubuktikan kalau mereka memang mati
ditanganmu, dan akupun telah membuktikan pula bahwa
Kui-jin suseng adalah gurumu "
"Ngaco belo?" protes Ong Si-liat.
Pengail sakti dari lima telaga tertawa dingin.
"Saudara kau tak perlu menyangka lagi dalam ti ga
gebrakan yang barusan berlangsung, kau telah
menggunakan ilmu pukulan Humocian dari partai Siau-lim,
ilmu pedang Tay-ik-kiam-si dari Bu-tong pay dan ilmu
pukulan Kiam-kong-ciang dari Go-bi-pay, dan justru Kiamhay
lak yu tewas oleh keenam macam ilmu pukulan itu!"
Sewaktu gurunya mewariskan jurus pukulan itu
kepadanya, belum pernah ia menerangkan nama dan
julukan dari gerakan-gerakannya sungguh tak dinyana
sekarang ia telah dituduh orang sebagai pembunuh Kiamhay-
lak yu.
Pengail sakti dari lima telaga kembali tertawa dingin,
katanya lebih jauh.
"Kecuali Kuy jin suseng yang pandai menggunakan
keenam macam ilmu pukulan dari enam partai ini, sulit
rasanya untuk menemukan orang kedua. Apa lagi pada
puluhan berselang enam partai besar telah kecurian enam
jilid kitab pusakanya, dan orang yang mencuri kitab itu
bukan lain adalah Kiu jin suseng..."
Dengan penuh perasaan terkejut Ong Si-liat berdiri
tertegun ditempat, peristiwa ini sungguh membuat hatinya
amat terperanjat, sebab bila kenyataan berbicara demikian
maka sulitlah dibayangkan bagaimanakah akibatnya...
Dengan paras muka berubah katanya dingin:
"Aku tidak tahu siapakah guruku, tapi aku berani
bersumpah bahwa Kiam hay lak yu bukan mati di
tanganku!"
Belum habis ia berkata Kang peng sudah membentak
keras.
"Iblis berhati keji, kembalikan nyawa ayahku!"
Seperti harimau terluka ia menerkam ketubuh Ong Si liat
sebuah pukulan yang disertai tenaga dahsyat segera
dilontarkan ke atas dada anak muda itu.
"Tahan!" bentak Ong Si liat.
Tapi keadaan Kang peng pada saat ini sudah hampir
mirip dengan orang kesurupan, bentakan Ong Si liat bukan
saja tidak digubrisnya malah secara beruntun ia lancarkan
tiga buah pukulan berantai yang luar biasa cepatnya.
"Kau ingin mampus?" bentak Ong Si liat.
"Yaa, kalau kau punya kepandaian bunuhlah aku!"
Ong Si-liat membentak keras, dengan suatu gerakan yang
tak kalah cepatnya ia melancarkan sebuah pukulan dengan
tangan kirinya.
Sedemikian dahsyat tenaga pukulan yang disertakan
dalam serangan itu, sehingga Kang peng seketika terdesak
mundur sejauh tujuh-delapan langkah lebih.
Hawa amarah telah menghiasi wajah Ong Si-liat,
teriaknya penuh kemarahan:
"Nona, bila kan masih juga tak tahu diri, mungkin aku
benar-benar akan membinasakan dirimu!"
"Kalau mampu, hayo bunuhlah diriku!" tantang Kang
Peng seperti orang histeris.
Nona ini betul-betul setengah gila, bukan saja kalap,
kesadarannya juga pun terpengaruh, begitu bentakan
dilontarkan, ia ikut menerjang lagi ke depan.
"Cari mati!" bentak Ong Si liat.
Sebuah pukulan yang disertai tenaga dahsyat segera
dilontarkan ketubuh lawan.
"Blaaang !" Tak sempat lagi buat Kang Peng untuk
menghindarkan diri dari ancaman tersebut, pukulan Ong Siliat
bersarang telak diatas tubuhnya.
Tak ampun darah segar muntah keluar dari bibirnya
yang kecil, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan lalu terkapar di
tanah.
Pengail sakti dari lima telaga cepat memburu ke depan
dan memayang bangun tubuh Kang Peng.
"Bawa dia pergi dari sini!" bentak Ong Si-liat ketus.
Pengail sakti dari lima telaga tertawa dingin.
"Heeehh... heeehhh... heeehhh.. .. bagus sekali" katanya,
"meskipun ilmu silatmu terhitung li-hay dan menggetarkan
hati orang, tapi camkanlah, enam partai besar tak akan
melepaskan dirimu dengan begitu saja."
"Kau tak usih kuatir, aku masih belum pikirkan
persoalan itu didalam hati!"
"Bagus, aku akan mohon diri lebih dulu!" Sambil
membimbing tubuh Kan Peng yang terluka ia putar badan
dan pelan-pelan berlalu dari sana.
"Berhenti!" tiba-tiba Ong-Si-liat membentak keras.
"Ada apa?"
"Ada satu persoalan hendak kutanyakan kepada mu!"
"katakan!"
"Apakah dalam dunia persilatan dewasa ini ada
seseorang yang menggunakan julukan dengan huruf "Sam"
sebagai huruf pertamanya?"
Mula mula Pengail sakti dari lima telaga agak tegun,
menyusul kemudian sahutnya ketus:
"Tidak ada !"
"Tidak ada?"
"Yaa, tidak ada! Akupun ingin mengajukan satu
pertanyaan kepadamu, bolehkah aku tahu siapa namamu?"
"Soal ini tak perlu kau tanyakan, tapi aku akan memberi
jaminan kepadamu pembunuh Kiam-hay lak-yu yang
sebenarnya pasti akan berhasil kutemukan."
Pengail sakti dari telaga cuma tertawa dingin tanpa
mengucapkan sekata patah katapun ia putar badan dan
berlalu dari sana.
Sepeninggal pengail sakti berdua, dengan wajah berubah
Ong Si liat berjalan menghampiri ke hadapan Tui-hong
pocu, langkahnya lambat sekali tapi menggetarkan perasaan
setiap orang.
Sorot mata semua orang hampir terkejut ke atas
tubuhnya seakan akau mereka saksikan seorang pembunuh
kejam muncul secara tiba-tiba dihadapan mereka.
Empat orang pelindung hukum yang berada di belakang
Tui-hong pocu serentak maju ke depan dan menghalangi
jalan perginya.
"Mau apa kau?" bentak mereka hampir berbareng.
"Siapa kalian berempat?"
Sebelum ke empat orang itu memberikan jawabannya,
tiba-tiba Tui hong pocu Si Tiok-gi bangkit berdiri seraya
membentak:
"Mundur!"
Rupanya bentakan tersebut mencengangkan keempat
orang pelindung hukum itu tapi mereka tak berani
membantah, pelan-pelan mereka mengundurkan diri ke
belakang.
Sesudah ke empat orang pelindungnya mundur Tui-hong
pocu Si Tiok gi baru lenyap sambil tertawa:
"Ada urusan apa engkau kemari?"
"Mencari kau!"
Tui hong pocu Si Tiok gi tertawa paksa kembali
tanyanya:
"Bolehkah aku tahu ada urusan apakah mencari aku?."
"Untuk menanyakan kabar tentang berita guruku."
"Kabar berita tentang gurumu Kui jin suseng? Aku mana
tahu kalau dia berada dimana?"
Ong Si liat tertawa dingin, kembali katanya:
"Tapi guruku meninggalkan pesan agar aku da tang ke
benteng Tui-hong po untuk mencarimu!"
"Omong kosong !" bentak Tui-hong dengan paras muka
berubah hebat.
"Tidak, sedikitpun tidak omong kosong, guru ku
memang suruh aku datang mencarimu!"
"Kau beranggapan bahwa akulah yang telah mencelakai
gurumu?"
"Sebelum duduknya persoalan dapat kuketahui dengan
jelas, tak bisa tidak aku akan mencurigaimu."
Dengan mendongkol Tui hong pocu tertawa tergelakgelak,
katanya:
"Kendatipun benteng Tui hong po cuma sebuah
perguruan kecil yang tak ada artinya tapi belum pernah
kami dicemooh atau dihina orang dengan cara seperti ini,
baiklah kalau toh kau tak pandang sebelah matapun
terhadap benteng kami terpaksa harus kuterima petunjuk
ilmu silatmu. Nah, sebut kan dulu namamu!"
"Aku bernama Ong Si liat!"
"Apa Ong Si liat?" teriak Tui-hong pocu dengan perasaan
terperanjat, kau....kau bernama Ong Si liat?"
"Benar !"
"Bedebah! Latah, amat kau..." tiba-tiba Tui hong poocu
membentak penuh kemarahan.
"Apa? Kau,... kau bilang apa?"
"Engkau tahu, siapakah Ong Si-liat itu?"
"Siapa?"
"Su hay-bong-kek (si latah dari empat samudra)!"
"Siapa siapakah dia?"
"Seorang tokoh sakti dari dunia persilatan!"
"Kecuali dia, apakah aku tak boleh menggunakan nama
Ong Si-liat yang sama?"
Sekalipun anak muda itu berkata demikian, toh timbul
juga perasaan curiga dan tidak habis mengerti dalam hati
kecilnya, sebab kejadian ini memang cukup
mencengangkan hati.
Sebaliknya Tui-hong poocu sendiripun dibuat tertegun
oleh pertanyaan balik dari Ong Si-liat.
Tiba-tiba Tui-hong pocu seperti teringat akan sesuatu,
kembali ditatapnya Ong Si-liat lekat-lekat, sementara
pelbagai perubahan menyelimuti wajahnya, perubahan
tersebut meliputi rasa kaget, tercengang, sedih dan ngeri.
Sesaat kemudian, semua perubahan tersebut dapat
dikendalikan, kepada kawanan jago lihay yang berada
dalam ruangan, katanya dengan lantang.
"Saudara-saudara sekalian, terima kasih banyak
kuucapkan atas kesediaan saudara sekalian jauh-jauh
berkunjung kemari untuk ikut menghadiri perayaan lima
belas tahun berdirinya benteng kami, Meja perjamuan telah
disiapkan diruangan timur, silahkan saudara semua masuk
ke ruangan perjamuan..."
Sesudah berhenti, sebentar, ia membentak. "Ji-te?"
"Siap!" seorang kakek berbaju kuning melompat keluar
dari belakang tubuhnya.
"Ajaklah kawan-kawan semua menuju ke ruangan
perjamuan!"
Demikianlah, dipimpin oleh kakek berbaju kuning itu
berlalulah sekalian jago persilatan itu dari ruangan, sesaat
kemudian ruang tengah yang lebar kembali tercekam dalam
keheningan, ia termenung tidak berbicara, seakan akan
sedang mempertimbangkan suatu masalah yang amat
penting ...
Ong Si liat sendiripun masih berdiri ditempas semula dia
ingin tahu permainan setan apakah yang hendak
dipertunjukan Tui hong pocu itu dihadapannya.
Lama, lama sekali tiba tika Tui-hong pocu Si-Tiok-gi
bertanya:
"Boleh aku tahu siapa nama ayah ibumu?"
ooooOdwOoooo
BAB 4
PERISTIWA BERDARAH 20 TH BERSELANG
"SUHU bilang aku adalah seorang anak yatim piatu"
sahut anak muda itu dingin.
"Kenapa gurumu bisa lenyap tak ada kabar beritanya?"
"Lima tahun berselang ia pergi meninggalkan diriku,
sejak itu tiada kabar beritanya lagi tentang dia, sebelum
pergi ia meninggalkan sepucuk surat kepadaku, katanya jika
lima tahun kemudian ia belum pulang juga, surat itu
diminta untuk dibaca."
"Maka kau membuka surat itu dan ia minta kau datang
mencariku?" sela Tui-hong pocu.
"Benar!"
"Peristiwa ini memang bukan suatu peristiwa yang
sederhana!"
"Kenapa?" tanya Ong Si liat dengan jantung berdebar
keras.
Tui-hong pocu tidak menjawab, ia hanya termenung
dengan kening berkerut kencang.
Sikap semacam ini makin membingungkan Ong Si-liat,
sekali lagi ia bertanya:
"Persoalan apakah yang bukan peristiwa sederhana?"
"Tentu saja bukan persoalan yang sederhana" kata Tuihong
pocu dengan suara berat, "sebab Kui-jin suseng justru
adalah pembunuh dari Su-bong kiamkek Ong Si-liat!"
"Aaah..." Ong Si-liat berteriak kaget.
Kejadian ini memang benar-benar suatu peristiwa yang
aneh, suatu kejadian yang membingungkan pikirannya.
Si latah dari empat samudra terbukti mati di tangan Kui
jin suseng, sedang dirinya ternyata mempunyai nama yang
sama dengan si Latah dari empat samudra.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh raungan,
tiba-tiba Tui-hong pocu Si Tiok gi tertawa lebar, katanya.
"Haaahh haaahh... haaahh.... mengerti aku sekarang!
Yaa, mengerti sudah aku sekarang!"
"Persoalan apa yang kau mengerti?"
"Bukankah tahun ini kau berusia delapan belas tahun?"
"Benar, kau... darimana kau bisa tahu?"
Tui hong pocu segera tertawa dingin tiada henti nya.
"Heeehhh heeehhh hesehhh.... tidak salah, tidak salah
lagi, suhu Kui-jin suseng memang pantas suruh kau datang
mencariku, karena ia tak berani memberitahukan suatu
peristiwa pembunuhan yang brutal kepadamu!".
"Peristiwa pembunuhan yang brutal?"
"Siapa yang memberitahukan kepadamu kalau kau
bernama Ong Si-liat?" bentak Tui-hong pocu kemudian.
"Guruku!"
"Sekarang tidak bakal salah lagi, nah jawablah
sejujurnya, bukankah ditubuhmu mengembol sebuah Liongbe
(mainan yang berukir naga)?"
"Betul, darimana darimana kau bisa tahu?" teriak Ong Si
liat dengan wajah berubah.
Sekarang, anak muda itu ikut merasa bahwa kejadian
tersebut memang bukan kejadian umum, sebab bukan saja
Tui-hong pocu mengetahui usianya tahun ini, bahkan
diapun tahu kalau ia mengenakan sebuah liong-bei dialas
dada nya.
"Pinjamkan Liong-bei tersebut kepadaku, berilah
kesempatan bagiku untuk memahami satu persoalan!"
bentak Tui hong pocu lagi dengan suara dingin.
Tanpa disadari Ong Si liat melepaskan kalung Liong-bei
yang dikenakan di dadanya itu.
Tui hong pocu segera menerima benda tersebut dan
diperiksa dengan teliti, maka tampaklah lapisan atas dari
Liong bei itu, terukir seekor naga terbang yang sedang
mementangkan cakarnya, ukiran itu hidup dan indah.
Tiba-tiba sepasang tangan Tui hong pocu gemetar keras,
bisiknya dengan suara yang bergetar:
"Yaa.... tak salah lagi, inilah benda yang dimiliki In-jin
(tuan penolong)."
Ketika mendengar perkataan itu, secara tiba-tiba saja
Ong Si liat merasa seakan-akan mendapat firasat jelek,
seakan-akan suatu peristiwa yang mengerikan segera akan
menimpa dirinya, tapi ia berdiri tak berkutik ia berdiri
membungkam sambil mengawasi gerak-gerik Tui hong
pocu tanpa berkelip.
Lama, lama sekali... akhirnya Tui-hong pocu berkata
juga:
"Kau bukan seorang anak yang yatim piatu, kau adalah
putra dari Si Latah Su-hay-beng-kek..."
"Apa?"
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Ong Si-liat
merasa dadanya seolah-olah dihantam dengan martil berat,
dadanya seketika menjadi sesak dan pandangan matanya
menjadi gelap, nyaris ia jatuh tak sadarkan diri....
Yaa, ucapan dari Tui-hong pocu itu sangat melukai
perasaannya, sangat menggetarkan hatinya, ia merasa
seperti mendapat pukulan batin yang amat berat.
"Kau adalah putranya Si Latah dari empat samudara"
kembali Tui-hong pocu menerangkan, "kau tidak bernama
Ong Si-liat, namamu yang sebenarnya adalah Ong Bunkim,
dan ayahmu telah tewas ditangan gurumu."
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Apa yang ingin kau ketahui sekarang, tidak lain adalah
maksud yang sebenarnya dari Kui-jin suseng
memerintahkan kau kemari, ia suruh kau kesini tak lebih
untuk menerangkan kepadamu asal-usulmu yang
sesungguhnya, Aaaai.. sungguh tak ku sangka kalau Kui-jin
Suseng adalah seorang yang mempunyai maksud yang
mendalam, sengaja ia memberi nama Ong Si liat kepadamu
agar aku segera mengetahui siapa gerangan kau yang
sesungguhnya..."
"Beritahu kepadaku, sesungguhnya apa yang telah
terjadi?" pinta Ong Bun kim kemudian.
"Yaa. bagaimanapun juga aku harus memberitahukan
persoalan ini kepadamu, karena sudah delapan belas tahun
peristiwa ini kupendam dalam hatiku, bila In-jin tahu kalau
kau belum mati, sukmanya di alam baka tentu bisa
tersenyum lega"
Ia menghela napas sedih, lalu pelan-pelan bercerita:
Untuk mengetahui kejadian yang sesungguhnya, kita
harus bercerita kembali kejadian empat puluh tahun
berselang.
Ayahmu Ong Si-liat merupakan putra tunggal dari Ong
Yong-liong, Buncu (ketua) dari perguruan Liong-bun.
Ketika ini perguruan Liong bun (naga) dan Hau kwan
(harimau) merupakan dua perguruan yang paling besar
dalam dunia persilatan.
Tapi justru Liong-bun dan Hau-kwan merupakan musuh
bebuyutan yang sudah berlangsung turun temurun, konon
kakekmu Ong Yong-liong tewas ditangan kwancu dari Haukwan,
sedang ayahmu setelah berhasil lolos dari mulut
harimau, jejaknya tak diketahui orang.
Enam-tujuh tahun kemudian, akhirnya ayahmu muncul
kembali dalam dunia persilatan, ilmu silat yang dimilikinya
waktu itu sangat menggetarkan seluruh dunia. Ketika itulah
ayahmu telah menyelamatkan jiwaku dari mara bahaya,
dari dialah baru kuketahui kalau ayahmu hendak mencari
Hau-kwan kwancu untuk membalas dendam.
Tapi kemudian aku dengar Hau kwan kwancu sudah
mati, sedang ayahmu telah jatuh cinta kepada putri Kwancu
tersebut yang bernama Coa Siok-ah...
"Yaa ampun, bukankah peristiwa itu merupakan suatu
tragedi yang amat tragis?" sela Ong Bun-kim.
"Tentu saja, kejadian ini memang merupakan suatu
kejadian yang tragis...." sahut Tui-hong pocu. "semenjak
itulah, ayahmu membawa Coa Siok-oh menghilang dari
keramaian dunia persilatan.."
"Kemana ia telah pergi?"
"Setelah ayahmu menghilang dari keramaian dunia
persilatan, timbul pelbagai penafsiran dalam dunia
persilatan ada orang mengatakan ayahmu telah tewas
ditangan Coa Siok-oh karena Kwancu dari perguruan Haukwan
telah menipuan dengan siasat Bi-jin-ki (siasat
perempuan cantik) kata orang ia telah mempergunakan
tubuh putrinya sebagai siasat kejinya untuk mencelakai jiwa
ayahmu,tapi nyatanya kabar berita itu cuma isapan jempol
belaka."
"Kurang lebih dua tahun kemudian, aku telah berjumpa
kembali dengan ayahmu, dia bilang kecuali Coa Si-ih masih
mempunyai seorang istri lagi yang bernama Toan kiam giok
jiu (manusia cantik pedang buntung) Siau Hui-un, mereka
bertiga tinggal dibukit Ku liong-san lembah Lip jin kok
bahkan telah mempunyai seorang putra yang bernama Ong-
Bun-kim.
"Pada saat itulah tiba-tiba tersiar kabar dalam dunia
persilatan bahwa kitab pusaka dari enam partai besar telah
dicuri oleh Kat-jin suseng (Sastrawan setan harpa).
-oo0dw0oo-
Jilid 2
SASTRAWAN setan harpa merupakan seorang tokoh
persilatan yang memecahkan nyali siapapun yang
menjumpainya, bukan saja ilmu silat yang dimilikinya
sangat lihay, terutama Pek-mo ki (irama selaksa iblis) yang
merupakan senjata utamanya, entah sudah berapa banyak
orang yang tewas oleh irama khim mautnya itu.
"Suasana dalam dunia persilatan waktu itu sangat kalut,
jago-jago lihay dari enam partai tersebar dimana-mana
untuk menyelidiki jejak dari Kui jin suseng, tapi sastrawan
setan harpa yang dicari-cari ini ternyata lenyap begitu saja
dari keramaian dunia persilatan."
"Tahun itu, tiba-tiba datang seseoraag yang
menyampaikan kabar bahwa Si Latah dari empat samudera
Ong Si liat terbunuh ditangan Kui jin su seng, diketahui
tewas sewaktu terjadi pertarungan melawan setan harpa
mungkin karena lukanya yang terlampau parah, akhirnya ia
tewas dalam keadaan mengerikan."
Kendatipun demikian, sebuah lengan Kui jin suseng
berhasil pula dikutungi oleh Su-hay bong kek, menanti aku
menyusul ke lembah Lip jit kok, kedua orang bininya sudah
lenyap tak berbekas..."
"Yaa, tidak salah lengan guruku tidak bakal salah lagi...."
"Lantas siapakah yang menyampaikan berita buruk itu
kepadamu?"
"Pihak sana hanya mengakui sebagai Ya Pian-kok
ataukah Siau Hui un ?" tanya Ong Bun kim lagi.
"Lantas ibuku sesungguhnya aku juga tak tahu!"
"Ayahmu belum pernah menyinggung tentang soal ini,
kecuali Siau Hui un dan Coa Siok oh sendiri mungkin tak
ada orang ketiga dalam dunia persilatan yang mengetahui
tentang persoalan ini. Sebab ketika ayahmu memberi kabar
kalau dia punya anak aku sudah lupa menanyakan
perempuan manakah yang telah melahirkan kau. Si
Kelawar malam pun sempat memberi kabar, katanya Ong
Bun kim putra Su-hay bong kek telah dibawa telah dibawa
oleh Sastrawan setan harpa."
"Mengapa sastrawan setan harpa membinasakan
ayahku? Kenapa aku tidak sekalian ia bunuh?" pekik Ong
Bun-kim sambil menggertak gigi menahan emosi.
"Disinilah letak keanehan yang membuat orang tidak
habis mengerti, tapi peristiwa aneh justru telab terjadi
setelah Su-hay-bong-kek mati terbunuh."
"Peristiwa aneh apa yang telah terjadi?"
"Ternyata Kwancu dari perguruan Hau-kwan tidak
mati...."
"Apa? la belum mati?" Ong Bun kim berpekik nyaring, ia
sunguh dibuat tercengang oleh kenyataan tersebut.
"Yaa, Kwancu dari Hau-kwan tersebut tidak mati
bahkan masih hidup segar bugar dalam dunia ini. Setelah
Su-hay-bong-kek mati, ia muncul kembali di dalam dunia
persilatan, bahkan semenjak itu nama besar Hau-kwan
makin lama semakin tersohor di dunia..."
"Jadi kalau begitu, memang Kwancu dari Hau-kwan
yang telah mencelakai ayahku dengan siasat Bi-jin-ki (siasat
perempuan cantik)?"
"Benar, kemungkinan besar memang selalu ada, karena
berbicara menurut ilmu silat yang dimiliki Si Latah dari
empat samudra, bila ia tidak dicelakai lebih dulu secara
diam-diam meninjau dari ilmu silat yang dimiliki Kui jin
suseng tak mungkin ia bisa menandingi kelihayannya si
Latah."
"Apakah orang yang mencelakai ayahku lebih dulu
secara diam diam adalah Coa Siok-ih?"
"Kemungkinan besar memang dia?"
"Menurut dugaanmu, siapa yang telah melahirkan aku?"
"Bila ditinjau dari keadaan pada umumnya, bila Coa
Siok oh yang melahirkan kau, tidak mungkin ia akan
mencelakai ayahmu."
"Yaa benar! Jadi kalau begitu kemungkinan besar aku
dilahirkan oleh Siau Hui un."
"Jika kita kumpulkan semua data yang ada, kemudian
diambil suatu kesimpulan maka akan ditemukan lagi suatu
kemungkinan lain yakni Kui jin suseng pasti adalah sahabat
atau anggota perguruan dari Hau-kwan, kalau tidak
mustahil ia akan membinasakan ayahmu!"
Ong Bun kim menggertak gigi menahan emosi yang
meluap-luap, hawa napsu membunuh memancar keluar
dari balik matanya ia berkata.
"Aku akan pergi membunuh Hau-kwan kwancu, akan
kutemukan juga jejak dari Kui-jin su-seng."
Kemudian dengan pancaran hawa napsu membunuh
yang menyala-nyala ia menatap wajah Tui-hong poocu
tanpa berkedip, lalu bentaknya.
"Hau kwan berada dimana?"
"Kau hendak mengunjungi perguruan Hau-kwan?" tanya
Tui-hongpocu dengan paras berubah.
"Benar!"
"Aku harap kau suka berpikir tiga kali sebelum berbuat,
sebab jago lihay yang barkumpul di dalam Hau-kwan
beribu-ribu orang banyaknya..."
"Kau tak usah menguatirkan tentang persoalan ini, aku
yakin masih mempunyai kemampuan untuk mengatasinya!"
"Baiklah! Kalau engkau berkeyakinan demikian, akupun
tidak akan bersikeras untuk merahasiakan tempat itu cuma
masih ada satu persoalan yang lebih penting hendak kuberi
tahukan dulu kepadamu."
"Persoalan apakah itu?"
"Sejak tujuh-delapan tahun berselang, diatas bukit Soatim-
san telah muncul suatu perguruan yang misterius dan
mengerikan hati, banyak jago persilatan yang tewas
ditangan pemimpin perguruan itu, ada orang menduga
orang tersebut adalah salah seorang dari kedua bini
ayahmu..."
"Sungguhkah perkataan ini?" bisik Ong Bun-kim lagi
dengan perasaan bergetar ksras.
"Sungguh!"
"Aku pasti akan berkunjung ke situ untuk menyelidiki
keadaan yang sesungguhnya, sekarang beritahu kepadaku
Hau-kwan terletak dimana?"
"Di bukit Cing-liong-san (bukit naga hijau)"
"Kalau begitu, aku hendak mohon diri lebih dahulu!"
"Sekarang juga Ong sauhiap hendak berangkat?"
"Benar!"
"Benarkah Kiam-hay-Iak-yu mati ditanganmu?"
"Tidak benar!"
Sambil berkata ia lantas beranjak dan menuju ke pintu
luar...
Kini bukan saja kemurungan dan kesedihan menyelimuti
wajahnya, suatu kekesalan dan rasa bingung memenuhi
pula beban pikirannya.
Yaa, kalau dulu ia tidak mengejar apa-apa tapi sekarang
banyak persoalan yang dia kejar yakni menuntut kebenaran
serta pembalasan dendam atas kematian orang tuanya.
Ia harus membalas dendam dia akan mencari Kui jin
Suseng sampai ketemu, dia pun hendak mencari Kwancu
dari Hau-kwan untuk menuntup balas.
Kalau di masa masa dahulu ia masih meragukan
kegunaannya hidup didunia ini, maka sekarang ia mulai
menyadari betapa pentingnya suatu kehidupan baginya.
Ia merasa dirinya harus melakukan suatu perjuangan,
menciptakan suatu usaha besar yang menggetarkan seluruh
dunia seperti apa yang pernah dilakukan ayahnya, apa yang
ingin diperoleh umat manusia dia ingin mendapatkannya
juga termasuk nama besar, kedudukan serta cinta kasih.
Diantara kemurungan dan kesedihan yang menyelimuti
wajahnya kini tampil pula suatu perubahaa yang aneh,
itulah keangkuhan keketusan serta ambisi yang membara.
Ketika tubuhnya sudah keluar dari benteng Tui-hong-po,
tiba-tiba seseorang menegur dari belakang dengan suara
merdu:
"Ong sauhiap!"
Serta merta Ong Bun-kim menghentikan langkahnya
seraya berpaling, ia saksikan Lan Siok-ling sedang
menghampirinya dengan senyuman menghiasi ujung bibir.
Akan tetapi dikala sorot mata Lan Siok-ling membentur
diatas wajah Ong Bun-kim, tiba-tiba paras mukanya agak
berubah.
"Kau kau tidak apa-apa bukan? Tiada sesuatu yang tak
beres?" tegurnya penuh perhatian.
Ong Bun-kim tertawa ewa.
"Terima kasih banyak atas perhatian nona, aku tidak
apa-apa, boleh aku tahu ada urusan apa nona menemuiku?"
"Bukankah kau masih berhutang dua bait permainan
khim kepadaku? Aku ingin menuntut janji!"
"Oooh kiranya tentang soal itu, bila kita berjumpa bagi
dikemudian hati, pasti akan kupersembahkan sebuah
permainan lagu yang indah untuk nona"
"Apa salahnya kalau sekarang saja?"
"Sekarang?"
"Yaa, benar, sekarang?" Ong Bun kim tertawa getir.
"Sekalipun aku berhutang satu lagu kepada nona"
"Kau keliru" tukas Lan Siok-ling, "bukan cuma satu tapi
dua satu karena kau hutang dan yang lain setelah hadiahmu
kepadaku"
Ong Bun-kim amat suka dengan kepolosan serta
kelincahan Lan Siok ling, perkataan itu membuatnya
tertawa lebar.
"Baik, baik jangan merecoki aku terus mari berangkat,
kumainkan dua lagu untukmu?"
Ong Bun kim dan Lan Siok-liang melanjutkan perjalanan
keluar dari benteng Tui hong po, tak lama kemudian
mereka sudah tiba disuatu tempat yang sepi,.
"Bagaimana kalau disini saja?" kata Lan Siok-liang
kemudian sambil tertawa.
Ong Bun kim tertawa ewa, ia manggut-manggut. Ketika
memandang daun kering yang berguguran dalam hutan,
timbul rasa sedih dalam hati kecilnya. Setelah duduk
bersila, ia meletakkan khim besi itu dalam pangkuannya
Lan Siok liang ikut duduk, diawasinya anak muda itu
dengan sebuah senyuman dikulum....
Ong-Bun-kim mencoba dulu senar khimnya, lalu
memetikkan sebuah lagu sedih yang menyayat hati.
Dentingan tali senar seolah-olah berubah menjadi
linangan air mata kekasih... seperti seorang gadis yang
menangis karena ditinggalkan pergi oleh kekasihnya seperti
pula seorang istri yang ditinggal mati suaminya... irama
yang begitu memedihkan hati membuat orang berduka dan
ingin menangis.
Memang lagu ini amat memedihkan hati, dahulu ia
selalu memetikkan lagu tersebut untuk diri sendiri, kini
sekalipun ia mainkan lagu untuk membayar hutangnya
kepada Lan Siok-liang hakekatnya lagu itu dipetik demi
melampiaskan rasa sedih yang menyelimuti hatinya.
Dibalik permainan musik itu tertera semua kesedihan
dan kepedihan yang dialaminya tempo dulu, lagu itu
kedengaran lebih meresap dihati, membuat orang makin
berduka.
Belum habis sebuah Iagu dimainkan Lan Siok-liang telah
menutup mukanya sambil menangis tersedu-sedu,
pekiknya.
"Jangan kau teruskan... jangan kau teruskan..."
Permainan khim telah berhenti. Suasana pulih kembali
dalam keheningan yang mencekam.
Lan Siok-ling telah dibuat sedih oleh permainan lagu itu,
ia sedang menangis tersedu-sedu.
oooo0OdwO0ooo
Bab 5
IRAMA PEMBETOT SUKMA
DIBALIK kelopak mata Ong Bun-kim terhias pula
tetesan air mata, ditatapnya Lan Siok ling sekejap dengan
pandangan berkaca-kaca, lalu diambilnya khim besi itu dan
pelan-pelan berlalu dari sana.
Ia tidak berpamitan dengan Lan Siok-ling, sebab ia tak
ingin mendapatkan kasih sayang dan hiburan dari umat
manusia di dunia ini, yang dibutuhkan olehnya sekarang
adalah ketenangan untuk sementara waktu serta kenangan
dimasa lalu.
Pelan-pelan ia berjalan ke depan, pergi tanpa tujuan,
tiada pikiran yang melintas dalam benaknya, iapun tak tahu
ke arah mana ia harus pergi.
Malam telah kelam, kesunyian mencekam seluruh
permukaan jagad.
Dari balik hutan sebelah sana, lamat-lamat masih
kedengaran suara teriakan dari Lan Siok liang.
"Ong sauhiap.... Ong sauhiap..."
Teriaknya penuh kedukaan mempunyai daya pikat sekali
demi sekali berkumandang masuk ke dalam telinganya,
kesemuanya itu membuat ia makin bergolak, perasaan
sedihnya makin menebal..
Ia tidak menjawab langkahnya masih dilanjutkan
meneruskan jalan setapak menuju ke muka tanpa tujuan.
Tiba tiba suara tertawa dingin yang menyeramkan
menyadarkan Ong Bun kim dari kesedihan ia
mendongakkan kepalanya dengan kaget.
Sesosok bayangan hitam entah sendiri kapan telah
berdiri kurang lebih lima depa dihadapannya.
Tak terkirakan rasa kage Ong Bum kim atas kemunculan
bayangan tersebut, ditunggunya sekian lama tanpa
bersuara, namun bayangan hitam itu belum juga
menggerakkan tubuhnya.
"Siapa kau?" akhirnya Ong Bun-kim membentak.
"Kaulah yang memainkan irama laga yang bernada sedih
itu?" tegur orang tadi dengan suara yang dingin
menyeramkan.
"Benar!"
"Sungguh tak kusangka kalau seni bermain khim yang
kau miliki sudah mencapai taraf yang luar biasa, hal ini
sungguh berada diluar dugaan orang."
"Engkau terlalu memuji!"
"Apakah kau muridnya Kui-jin Su-seng?"
"Betul!"
"Waah."...kalau begitu repot.
Berbareng dengan selesainya perkataan si bayangan
hitam itu, tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, dengan suatu
gerakan yang amat cepat, beberapa sosok bayangan
meluncur masuk ke dalam gelanggang dan menghadang
jalan pergi si anak muda itu.
Ong Bun-kim menengadah dan memperhatikan
pendatang pendatang itu, ternyata mereka adalah lima
orang pendeta tua.
Menyusul kemudian berkelebat kembali bayanganbayangan
manusia, puluhan sosok manusia bermunculan
dari empat penjuru dan segera mengepung Ong Bun-kim.
Mereka terdiri dari golongan paderi, golongan iman serta
golongan preman jumlahnya mencapai tiga puluhan orang
lebih.
Kembali Ong Bun-kim memperhatikan orang-orang itu,
jantungnya tiba-tiba berdetak lebih keras, sebab dari
dandanan orang-orang itu dapat di ketahui bahwa mereka
terdiri dari kawanan jago lihay yang tergabung dalam enam
partai besar.
Tak pernah disangka olehnya kalau berita tentang
terbunuhnya Kui-jin suseng sedemikian cepat nya sudah
tersiar luas dalam dunia persilatan, itu berati kedatangan
dari orang-orang itu jelas mengandung maksud tak baik.
Sedikitpun tak salah, adapun kedatangan dari kawanan
jngo yang tergabung dalam enam partai besar itu memang
untuk menyelidiki kasus kematian yang menimpa Kiamhay-
lak-yu, sebab menurut keterangan yang diperoleh,
kematian keempat serangkai itu justru terkena oleh enam
macam ilmu pukulan.
Seorang pendeta tua yang rupanya sebagai pemimpin
rombongan dengan sombong memandang Ong Bu-kim
sekejap, lalu setelah maju tiga langkah ke depan dan
memberi hormat katanya.
"Selamat berjumpa sicu, ditengah jalan tadi kami dengar
dari Ngo-ou tiau-kek (pengait sakti dari lima telaga) yang
mengatakan bahwa sicu kemungkinan besar adalah ahli
waris dari Kui-jin suseng?"
"Benar!"
"Tolong tanya gurumu sekarang berada dimana?"
"Tidak tahu!"
Jawaban ini membuat para jago dari enam partai besar
tertegun.
Pendeta tua itu kembili berkata dengan dingin.
"Apakah sicu tahu kalau antara gurumu dengan enam
partai bssar mempunyai sedikit persoalan?"
"Aku pernah mendengar tentang soal ini, boleh aku tahu
apa kehendak kalian?"
Seorang imam yang menggembol pedang segera tampil
ke depan katanya dingin:
"Puluhan tahun berselang gurumu telah mencuri enam
jilid kitab pusaka dari enam partai persilatan, kau tahu
buku-buku-itu telah disembunyikan dimana?"
"Sayang Kui jin Suseng tak pernah membicarakan
persoalan itu denganku !" sahut Ong Bun-kim dengan hati
berkerut.
"Aaah ...... tak mungkin? Masa persoalan yang dilakukan
gurunya tak pernah dikatakan kepada muridnya?"
"Mau percaya boleh, tak mau percaya juga tidak
mengapa, terserah pada kalian sendiri!"
"Anak muda, ketahuilah! Apabila kau tidak mengatakan
dimanakah gurumu berada, hari ini jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini dengan begitu saja"
"Hmm... Apa yang hendak kalian lakukan?" ejek Ong
Bun-kim sambil tertawa sinis.
Imam segera tertawa dingin.
"Heeehhh..,. heeehnhh,.., heeehh... Bila kau kami bekuk,
masa gurumu tak akan munculkan diri untuk menolong
jiwamu?" ejeknya.
Ong Bun-kim tertawa tergelak, gelak tertawanya begitu
angkuh dan tinggi hati, sama sekali tak dipandang sebelah
matapun orang-orang yang berada dihadapannya... jelas
perbuatan imam tersebut telah membangkitkah hawa napsu
membunuhnya.
Senyuman yang semula menghiasi wajahnya, kini lenyap
tak berbekas, sebagai gantinya sambil menyengir sinis
katanya.
"Aku anjurkan kepada kalian, janganlah sekali-kali
mencari gara-gara denganku, sebab sampai waktunya aku
bisa berbuat tidak sungkan-sungkan kepada kamu semua.
Hmm, aku tak ingin setelah terjadi sesuatu kalian baru
menegur aku karena kelewat kejam!"
"Bajingan keparat, kau terlalu latah, lihat pedangku?"
bentak imam tersebut penuh kegusaran.
"Criiing...!" cahaya tajam yang menyilaukan mata
memancar ke angkasa, tahu-tahu ia sudah meloloskan
pedangnya dan menyerang Ong Bun kim dengan serangan
kilat.
Dahsyat dan tajam ancaman tersebut, ini menunjukkan
kalau imam itu pun merupakan seorang tokoh persilatan
yang berilmu tinggi,
Ong Ban-kim tidak gentar, ancaman tersebut masih
belum cukup untuk melukai tubuhnya, hanya sedikit
mengelit ke samping tahu-tahu ancaman tersebut sudah
dihindari.
"Hei. tua bangka hidung kerbau, kau sungguh kepingin
mampus?" bentaknya dengan marah.
Bentakan itu bukan saja penuh keramahan bahkan
disertai pula dengan hawa napsu membunuh yang menyalanyala,
kesemuanya itu membuat setiap pendengarnya
merasa bergidik hatinya.
Imam yang melakukan serangan itu ikut terkejut paras
mukanya berubah hebat, setelah memandang sekejap wajah
Ong Bun-kim dengan perasaan terkesiap, ia berkata:
"Betul, bila kau tidak mengatakan jelek gurumu serta
memberitahukan dimanakah ke enam jilid kitab pusaka itu
disembunyikan, hari ini kalau bukan kau yang kami tawan,
darah kamilah yang akan berceceran diatas tanah
perbukitan ini!"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, ia membentak
keras:
"Apa yang ingin kukatakan telah kuutarakan, bila kalian
masih ngotot ingin mampus, kenapa tidak maju kemari
untuk mencobanya?"
Seraya berkata khim besi itu disiapkan lalu di tatapnya
sekeliling tempat itu dengan pandangan mata yang
mengerikan, hawa napsu membunuh dengan cepat
menyelimuti seluruh gelanggang.
Rupanya imam tadi sudah tak dapat mengendalikan
emosinya lagi, kembali ia menerjang ke muka dengan
garang.
Sambil membentak keras, cahaya pedang berkilauan,
dengan suatu ancaman yang cepat menggetarkan hati ia
menusuk dada Ong Bun kim.
Bersama waktunya ketika imam tersebut melancarkan
serangan, bentakan nyaring berkumandang, memecahkan
kesunyian lima sosok bayangan manusia termasuk jago-jago
dari golongan paderi, imam dan preman secara beruntun
melepaskan serangan kilat.
Enam orang jago lihay dari enam perguruan besar
melancarkan serangan dengan kecepatan yang luar biasa,
bisa dibayangkan sampai dimanakah kehebatannya.
Tapi merekapun cukup mengerti, sebagai ahli waris dari
Kui jin Suseng sudah dapat dipastikan Ong Bun-kim
mempunyai dasar kepandaian silat yang cukup tangguh.
Apalagi dalam ganggamannya sekarang masih siap
sebuah Khim besi, mereka harus bekerja sama untuk
membereskan musuhnya secepat mungkin, dengan begitu
Ong Bun-kim tiada kesempatan untuk melancarkan
serangan dengan Irama Selaksa iblisnya.
Enam sosok bayangan manusia berkelebat kesana
kemari, masing-masing melancarkaan sebuah serangan
dengan gencar.
Ong Bun-kim tidak mandah diserang dengan begitu saja,
sambil membentak nyaring Ong Bun-kim mengayunkan
tangan kirinya, sementara Khim besi di tangan kanannya
melancarkan pula sebuah serangan dahsyat.
Serangan ini dilaocirkart dengan kecepatan yang luar
biasa, tampak bayangan manusia berputar ke sana kemari
lalu jerit kesakitan menggelegar di-angkasa seorang imam
terkena serangan dan roboh tewas.
Dengan jatuhnya korban, jago-jago lihay dari enam
perguruan lainnya menjadi amat terperanjat.
"Ketahuilah hei manusia-manusia tekebur!" bentak Ong
Bun-kim, bila kalian ngotot untuk melancarkan serangan
terus, yang mampus bukan hanya seorang saja."
Paras muka jago-jago dari enam partai besar berubah
hebat, napsu membunuh berkobar dalam dada mereka
belasan sosok bayangan manusia disertai suara bentakan
yang memekikkan telinga serentak menyerbu ke arah Ong
Bun-kim.
Bayangan manusia berlapis-lapis bagaikan jaring labalaba,
bayangan telapak tangan, cahaya pedang membiaskan
sinar tajam yang menyilaukan mata.
Dengan rasa geram Ong Bun-kim membentak:
"Baik, jika kalian memang ingin mampus jangan
salahkan kalau aku akan melakukan pembunuhan secara
besar-besaran!"
Bayangan khim, pukulan telapak tangan serentak
memenuhi angkasa.
Jerit-jerit kesakitan kembali berkumandang memenuhi
angkasa, puluhan orang jago dari enam partai besar yang
sedang maju menyerang, seketika terdesak mundur sejauh
tujuh delapan langkah oleh pukulan yang tak terwujud dari
anak muda itu.
Tiba-tiba. dikala kawanan jago enam perguruan samasama
terpukul ke belakang, tiga kali suara dentingan khim
berkumandang memecahkan kesunyian, ketika dentingan
suara khim tersebut ibaratnya pedang pedang tajam yang
menembusi ulu hati mereka.
Ong Bun kim rupanya sudah dibuat marah, dengan
tangan kiri membopong khim, tangan kanan nya memetik
senar-senar alat musik itu,maka terdengarlah suara irama
musik yang tinggi melengking dan membetot sukma.
Pucat pias paras muka jago jago dari enam partai,
mendadak terdengar seorang diantaranya berteriak:
"Hati-hati itulah irama pembetot nyawa."
Sedikitpun tidak salah, irama musik yang dipetik Ong
Bun-kim waktu itu memang irama pembetot nyawa, salah
satu diantara irama maut yang tercantum dalam Pek-mo-ki
(irama setaksa iblis).
Ong Bun-kim sudah tak dapat menahan amarahnya
hawa pembunuh yang menggidikkan hati telah menyelimuti
wajah anak muda itu, sambil menyeringai seram, ia
memetik irama pembetot nyawa itu.
Sekarang tak ada yang bergerak lagi, puluhan orang jago
dari enam partai besar itu telah berdiri sekaku patung,
mereka sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk
mengerahkan tenaga murni irama pembetot nyawa hanya
bisa dilawan dengan kekuatan Iwekang saja.
Irama khim masih mengalun bagaikan sayatan pisau,
sayatan yang membelah hati mereka...
"Aduuh........aduuh."
Jeritan demi jeritan berkumandang memecahkan
kesunyian, sudah ada lima orang yang muntah darah dan
roboh terjengkang ditanah.
Akan tetapi pembotot sukma dari Ong Bun kim masih
berlangsung terus tanpa adanya tanda-tanda berhenti, bila
permainan khimnya sampai dilanjutkan hingga selesai,
sudah dapat dipastikan belasan orang jago dari enam partai
besar itu mungkin akan tewas semui secara mengerikan.
Jeritan-jeritan yang menyayat hati kembali
berkumandang memecahkan kesunyian, ada delapan orang
yang roboh kembali sesudah muntah muntah darah segar.
Pembunuhan brutal yaa, pembunuhan ini memang suatu
pembunuhan yang brutal, untuk melampiaskan semua rasa
dendam dan bencinya, pemuda yang sedang dicekam
perasaan kebencian ini tak segan-segan menciptakan suatu
badai pembunuhan yang kejam.
Tampaknya sebentar lagi semua jago dari enam
perguruan besar akan tewas dalam mengerikan.
Di saat-saat yang amat kritis itulah, tiba-tiba
berkumandang suara tiupan seruling yang merdu merayu
bagaikan irama dewa.
Begitu irama seruling tadi berkumandang, seketika itu
juga daya pengaruh dari Khim pembetot sukma lenyap tak
berbekas.
Kawanan jago dari enam partai besar yang sedang
mengerahkan tenaga dalam untuk melakukan perlawanan
itu segera terbebas dari tekanan, bagaikan memperoleh
pengampunan, mereka menghembuskan napas lega.
Dengan demikian, Ong Bun-kim menghentikan pula
permainan Khim mautnya.
Ia mendongakkan kepalanya dan tertawa serta tiba-tiba
ia menerjang ke arah mana berasalnya irama seruling tadi.
Tapi sebelum anak muda itu sempat berlalu dari situ,
sesosok bayangan manusia telah menerjang lebih dulu ke
hadapan Ong Bun-kim.
Terpaksa pemuda Ong menarik kembali gerakan
tubuhnya sambil menyurut mundur, seorang kakek kurus
yang bertubuh pendek tahu-tahu sudah muncul di hadapan
dengan wajah menyeringai seram.
"Kembalikan nyawa kakakku..." demikian ia
membentak.
Berbareng dengan suara bentakan itu, dia melepaskan
sebuah pukulan dahsyat ke dada Ong Bun-kim.
Sungguh cepat serangan yang dilancarkan kakek kurus
pendek itu, dalam keadaan tidak bersiap siaga nyaris Ong
Bun kim tersapu oleh pukulan tersebut.
Sesungguhnya Ong Bun-kim sedang marah dan
mendendam lantaran permainan irama Khimnya di kacau
oleh irama seruling orang, dan kini kakek pendek tersebut
menyergapnya secara gencar tanpa mengucapkah sepatah
katapun, keadaan ini ibarat nya minyak bertemu api,
kontan saja semakin membangkitkan.kemarahan di hatinya.
"Bangsat! Mau apa kau?" hardiknya dengan napsu
membunuh meluap.
"Mau apa? Bajingan cilik... tentu saja menggorok
lehermu."
"Kenapa?"
"Yang-ciang (pukulan hawa pinas) salah seorang
diantara Kiam hay lak yu yang kau bunuh adalah kakakku,
sekarang serahkan nyawa anjingmu." Sambil membentak ia
menerjang lagi ke depan segulung angin pukulan yang amat
dingin cepat menerpa ke depan.
"Cari mampus." teriak Ong Bun-kim semakin marah.
Telapak tangan kanannya segera diayun melepaskan sebuah
pukulan maut.
Dengan cepat ancaman diri Im-ciang (pukulan hawa
dingin) terbendung, tapi sebelum anak muda itu sempat
berbuat sesuatu, bentakan dingin tiba-tiba berkumandang
lagi dari empat penjuru, menyusul kemudian puluhan titik
cahaya berkilauan mengancam tubuh Ong Bun kim dari
mana-mana.
Serangan dahsyat dari taburan senjata rahasia itu
membuat Ong Bun kim hampir saja tak dapat
menghindarkan diri, cepat dia menyurut mundur ke
belakang.
Tapi pada saat itulah kembali ada puluhan titik cahaya
tajam yang menerjang tiba dari mana-mana. Karena terlalu
gegabah menghadapi ancaman lawan untuk kesekian
kalinya Ong Bun-kim terdesak lagi sejauh tujuh delapan
langkah ke belakang
Tiba-tiba suara hentakan nyaring menggelegar di udara,
menyusul kemudian sesosok bayangan hitam menerjang
kearan Im ciang.
Dengusan tertahan berkumandang diudara, menyusul
tubuh si pukulan hawa dingin roboh terjengkang ketanah.
Semua adegan yang berlangsung dihadapannya ini
segera membuat Ong Bun kim tertegun.
Ia mencoba untuk memperhatikan sekeliling tempat itu,
maka tampaklah bayangan itu sudah berdiri tiga kaki
dihadapannya orang itu adalah seorang manusia
berkerudung hitam, dalam genggamannya menenteng
seseorang dia adalah Im ciang.
Betapa cepatnya gerakan tubuh orang itu bisa terlihat
dari semua tindakan yang ia lakukan, Ong-Bun-kim
menjadi amat terperanjat.
Sementara itu, si bayangan berkerundung mengempit
tubuh Im-ciang dengan tangan tangan kirinya, sedang
tangan kanannya digunakan untuk menepuk bebas jalan
darah ditubuhnya.
Pelan-pelan si pukulan hawa dingin siuman kembali dari
pingsannya.
Manusia berkerudung hitam itu tertawa dingin, lalubentaknya:
"Pukulan hawa panas dari Kiam-hay-lak-yu apakah
merupakan kakakmu...?"
"Benar, tapi si... siapa kau?"
"Kau tidak berhak untuk mengetahui siapakah aku, tapi
yang jelas mata uang kematian yang dimiliki kakakmu tidak
dibawa serta ke bukit Jin-gwat-hong, apakah
disembunyikan di tempatmu?"
Ketika Ong Bun-kim mendengar ucapan tersebut,
jantungnya berdetak lebih keras, napsu membunuh pun
seketika menyelimuti seluruh wajahnya..
Kalau didengar dari pembicaraan yang berlangsung, bisa
disimpulkan bahwa manusia berkrudung itu adalah
pembunuh sesungguhnya yang telah membinasakan Kiamhay-
lak-yu, tak heran kalau napsu membunuh seketika
menyelimuti wajah pemuda itu.
"Mau apa kau?" kedengaran si pukulan berhawa dingin
bertanya dengan suara dingin.
"Aku menghendaki mata uang kematian itu!"
"Jangan bermimpi disiang hari bolong!"
"Oooh jadi kau ingin mampus?"
"Kalau benar kenapa kau tidak cepat turun tangan?"
Manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, suara
tertawanya mengerikan sekali, tiba-tiba tangan kanannya
melancarkan suatu sodokan kedepan dan tahu-tahu jalan
darahnya sudah tertotok.
Termakan oleh totokan tersebut, orang itu terlongo
kesakitan, mukanya mengejang keras, otot-otot hijaunya
pada moncol keluar keadaannya sungguh amat tersiksa.
Ong Bum-kim selama ini hanya berdiri tak berkutik
ditempat, rupanya ia sedang menikmati cara si manusia
berkerudung menyiksa musuhnya...
"Mau menjawab tidak?" ejek manusia berkerudung itu
dengan suara dingin.
"Aku... aku..."
"Jika kau tak mau berbicara lagi, jangan salahkan kalau
sebelum ajalmu tiba akan mengalami suatu penyiksaan
yang luar biasa hebatnya..."
"Baik... baik aku berbicara!"
Manusia berkerudung hitam itu tertawa bangga ia
membebaskan orang itu dari pengaruh totokan. lalu
bentaknya:
"Cepat jawab! Kau simpan dimana benda tersebut?"
Si pukulan berhawa dingin menarik napas berulang kali
untuk melegakan dadanya, setelah itu baru merogoh
sakunya dan nengeluarkan sebuah mata uang yang perak
seperti apa yang pernah di peroleh Ong Bun kim.
Manusia berkerundung hitam tertawa dingin, setelah
mendapat mata uang kematian itu katanya:
"Kau sangat jujur, baiklah! Kuampuni selembar jiwamu!"
Tubuh si pukulan berhawa dingin dilemparkan ke muka
dan..."Bruuk! sambil muntah darah segera ia terbanting ke
tanah, mungkin lantaran isi perutnya mengalami
kegoncangan, orang tersebut jatuh tidak sadarkan diri
Manusia berkerudung hitam itu tertawa seram tanpa
menggubris lagi keadaan musuhnya dia melompat pergi
dari situ.
"Berhenti!" Ong Bun-kim segera membentaknya.
Dengan suatu gerakan kilat ia melompat kemuka dan
menerjang kehadapan manusia berkerudung hitam itu.
Karena bentakan tadi, serta merta manusia berkerudung
itu menghentikan gerakan tubuhnya, saat itulah dengan
suatu lompatan kilat Ong Bun-kim telah menghadang jalan
perginya.
"Mau apa kau?" tegur manusia berkerudung itu sambil
tertawa dingin.
"Mau apa? Heee heeehhh heeehh... aku ingin
mengajukan satu pertanyaan kepadamu!" kata Ong Bunkim
sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Kalau ingin berkentut. kenapa tidak cepat kau lepaskan
bau busukmu itu ?"
"Aku pikir Kiam hay-lak-yu yang ditemukan tewas diatas
puncak Jit-gwat-hong tentu telah mati ditanganmu bukan?"
"Ada apa?"
"Jika benar demikian, maka ada sesuatu bagian dari
perbuatan saudara yang membuat seorang tak senang!"
-oooOdwOooo-
BAB 6
SILUMAN BUNGA PENGHISAP DARAH
"MEMBUAT orang tidak senang?" tanya orang itu
keheranan. "Yaa, bila kau bunuh orang mustinya
cantumkan dulu namamu, jadi perhitungannya tidak
sampai ditagihkan kepada orang lain. Coba bayangkan,
kalau sampai terjadi begini orang akan bersenang hati
tidak?"
"Apakah orang-orang pada mencarimu?"
"Tentu saja, bahkan ada satu persoalan hendak
kusampaikan padamu..."
Sesudah berhenti sebentar, ia bertanya lagi: "Apakah kau
pandai juga menggunakan ilmu pukulan dari enam partai
besar?"
"Kalau benar kenapa?"
"Sebetulnya siapa kau?"
"Aku rasa tak ada kepentingan untuk memberitahukan
hal ini kepadamu."
Paras muka Ong Bun kim masih tetap tenang bahkan
sekulum senyuman masih mengatasi ujung bibir nya,
siapapun tidak akan tahu kalau hawa pembunuhan telah
berkobar dalam dadanya.
Kembali pemuda itu tertawa, katanya.
"Saudara, kenapa kau tak berani menyebutkan
namamu?"
"Sebab apa aku harus mengatakannya kepadamu?"
"Lepaskan kain kerudungmu itu, akan kulihat siapa
gerangan manusia pengecut macam kau !"
"Hmm... kau masih belum pantas untuk
mengetahuinya!"
"Lantas siapa yang pantas?".
"Tidak tentu...."
Ong Bun kim tertawa seram, kembali katanya.
"Jadi kedatangamu untuk mendapatkan mata uang
kematian tersebut...?"
"Tepat sekali !"
"Akupun mempunyai sebuah."
"Apa?" mungkin lantaran kaget, manusia berkerudung
hitam itu menjerit tertahan.
Kembali Ong Bun-kim tertawa hambar. "Kenapa? Kau
tidak percaya?"
"Dimana kau simpan benda tersebut?" Ong Bun-kim
segera merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan mata
uang kematian, sambil di letakkan pada telapak tandannya
ia berkata.
"Benda ini bukan yang kaucari?" Sorot mata manusia
berkerudung yang tajam itu menatap mata uang kematian
dalam telapak tangan Ong Bun-kim tanpa berkedip,
kemudian tertawa seram.
"Heeehhh... heeehhh.... heeehhh.,.. betul, mata uang
kematian yang berada di tanganmu memang benda yang
asli!"
"Tentu saja asli, memangnya aku sengaja membohongi
kau?."
"Bawa kemari!" bentak manusia berkerudung hitam itu
dengan suara sedingin es.
"Kau menginginkannya?"
"Benar, hayo bawa kemari!"
"Seperti yang kau lihat, benda ini berada dalam telapak
tanganku, kenapa tidak kau ambil sendiri?"
"Baik..."
Diiringi bentakan tersebut manusia berkerudung biiam
itu menerjang ke hadapan Ong Bun-kim dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat, tangannya langsung menyambar
mata uang tadi.
Cengkeraman yang dilancarkan manusia berkerudung
hitam itu terhitung cepat sekali bagaikan sambaran kilat,
dimana ujung jarinya berkelebat lewat ia sudah mencoba
mata uang tersebut.
Disaat ujung jari manusia berkerudung hitam itu hampir
menempel diujung mata uang tersebut tiba-tiba Ong Bunkim
membentak nyaring, khim besi yang telah disiapkan
ditangan kirinya langsung menyodok ke muka.
Kedua belah pihak sama-sama melancarkan serangan
dengan kecepatan yang luar biasa.
Bayangan manusia kembali berkelebat, dari serangan
manusia berkerubung hitam itu merubahnya menjadi
serangan membacok, kendatipun ancaman dari Ong Bunkim
dihindari, tak urung peluh dingin membasahi juga
tubuhnya lantaran kaget.
Ong Bun-kim tak kalah kegetnya oleh keadaan tersebut.
Selisih jarak antara kedua belah pihak amat pendek,
biasanya bila ia serang musuh dengan jurus Hong-kian-jianim
(gulungan angin membuyarkan sisa awan), pukulan
tersebut pasti akan bersarang telak.
Tapi kenyataannya musuh dapat menghindarkan diri, ini
menunjukkan kalau ilmu silat yang dimiliki lawan tidak
berada dibawah kepandaian sendiri.
Manusia berkerudung itu menengadah dan tertawa
seram, katanya:
"Bocah keparat, hampir saja aku tertipu oleh siasatmu!"
"Betul !" kata Ong Bun-kim pula sambil tertawa panjang,
"seandainya kau tak dapat menghindarkan diri dari
seranganku ini, nyaris nyawamu lenyap oleh khim bajaku."
"Untung aku cukup cekatan dan pandai menghindarkan
diri dengan seranganmu, kalau tidak bukankah aku bakal
celaka?"
"Betul, kalau engkau pandai mempergunakan ilmu
pukulan dari enam partai besar, sudah tentu kenal dengan
guruku bukan?"
"Betul..."
"Sekarang dia berada dimana?"
"Darimana aku tahu?"
"Kau segan mengatakannya?"
"Tidak sulit kalau kau ingin mengetahui dimanakah ia
berada, cuma ada syaratnya."
"Apa syaratnya?" tanya Ong Bun-kim dengan perasaan
hati bergetar keras.
"Serahkan mata uang kematian itu kepadaku!"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, untuk sesaat ia
menjadi tertegun dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Seandainya syarat lain yang diajukan, mungkin ia akan
menyutujuinya dengan segera tapi hanya soal ini tak bisa
dia penuhi.
Terpaksa dari apa kegunaan mata uang kematian
tersebut benda itu merupakan benda yang diberikan Lui-tin
jiu menjelang kematiannya, tentu saja ia tak dapat
menyerahkannya kembali kepada orang lain.
"Bagaimana? Merasa keberatan?" ejek manusia
berkerudung hitam itu sambil tertawa dingin.
Ong Bun-kim mengerutkan dahinya, lalu menjawab
dengan ketus:
"Benar, aku tak bisa memenuhi keinginanmu itu, tapi
kaupun harus tahu bila tidak kau katakan dimanakah ia
berada, maka jangan harap kau bisa tinggalkan tempat ini!"
Manusia berkerudung hitam itu tak mau kalah dengan
cepat ia berkata pula:
"Bila kaupun tidak menyerahkan mata uang kematian
kepadaku, jangan harap bisa tinggalkan pula tempat ini
dengan selamat!"
"Kalau begitu, rupanya kita harus berkelahi dulu untuk
menentukan siapa lebih unggul dari kita?"
"Memang begitu seharusnya!"
"Kenapa tidak dicoba sekarang juga?"
Ong Bun-kim masukkan "mata uang kematian" itu
kedalam sakunya, lalu memegang khim baja tersebut
dengan tangan kanannya, sinar pembunuhan ymg
menggidikkan hati memancar keluar dari balik matanya,
selangkah demi selangkah ia maju mendekati musuhnya.
Manusia berkerudung hitam itu ikut maju pula ke depan.
Suasana menjadi tegang, setiap saat pertarungan dapat
berkobar...
Ditengah keheningan, tiba-tiba manusia berkerudung itu
berteriak keras, bagaikan sosok sukma gentayangan ia
menerjang maju ke depan dan menghantam batok kepala
Ong Bun-kim dengan gaya bukit tay-san menindih kepala.
Bukan saja serangan itu dilakukan amat cepat, tenaga
pukulan yang disertakan pun amat berat.
Ong Bun-kim berkelit kesamping, begitu terhindar dari
serangan maut manusia berkerudung itu, Khim bajanya
seperti sambaran kilat menyerang kemuka dengan jurus
Liok-hoa-tiu-su (bunga berguguran air mengalir)...
Kedua belah pihak sama-sama melancarkan serangan
dengan kecepatan tinggi, bayangan manusia saling
menyambar dan masing-masing pihak sudah melepaskan
tiga buah serangan berantai.
Walaupun hanya tiga jurus yang singkat, namun sudah
cukup bagi kedua belah pihak untuk menilai sampai
dimanakah taraf kepandaian yang dimiliki musuhnya,
mereka sadar bahwa kekuatan mereka seimbang, berarti
bukan pekerjaan yang gampang bagi mereka untuk
merobohkan lawannya.
Tiba-tiba Ong Bum-kim membentak keras, dengan
menggunakan tangan kirinya ia melancarkan sebuah
serangan memakai jurus Sin-liong kian-jiao (naga sakti
unjuk cakar).
Manusia berkerudung hitam itu memutar tangan
kanannya satu lingkaran, lolos dari serobotan Ong Bua-kim,
ia mencoba untuk melakukan balasan tapi dalam sekejap
itulah Ong Bun-kim telah menyapu tubuh lawan dengan
senjata kim bajanya.
Manusia berkerudung hitam itu jadi gugup, dalam
keadaan yang terdesak, ia tangkis ancaman itu dengan
tangan kirinya.
"Cari mampus." bentak Ong Bun-kim.
Tenaga serangannya tiga kali lipat diperhebat dan
pukulan itu bersarang telak diatas lengan kiri nya.
"Traaak." diiringi benturan nyaring, manusia
berkerudung hitam itu tergetar mundur sejauh tujuh
delapan langkah dengan sempoyongan
Ong Bun-kim menengadah dan memperhatikan keadaan
lawannya, tapi dengan perasaan kaget ia segera menjerit.
Menurut perkiraannya semula, sampai dimana pun
sempurnanya tenaga dalam yaag dimilikinya lawan, setelah
termakan oleh pukulan tersebut niscaya akan kutung, siapa
tahu kenyataannya lengan itu masih utuh dan sehat seperti
sedia kala.
Tidaklah heran kalau kejadian itu membuat Ong Bun
kim merasa amat terperanjat.
Manusia berkerudung hitam itu tertawa hambar katanya.
"Bocah keparat, kau memang tidak malu menjadi ahli
warisnya Kui-jin-su seng tapi menurut pendapatku, rupanya
ilmu silatmu sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi
dari Kui-jin suseng sendiri....
"Engkau terlampau memuji!"
"Eeeh bocah muda, bagaimana kalau kau sambut
kembali sebuah seranganku ini?"
Sambil membentak nyaring sekali lagi manusia
berkerudung hitam itu menerjang ke depan, telapak tangan
kanannya diayunkan kemuka melepaskan sebuah pukulan
dahsyat.
"Kurangajar!" pemuda itu berpekik nyaring, "sebelum
salah seorang diantara kita mampus, hari ini kita tak boleh
berhenti!"
Dengan mempergunakan senjata khim bajanya ia
melepaskan juga sebuah serangan yang gencar.
"Tahan!" tiba tiba bentakan keras berkumandang dari
luar gelanggang, bentakan tersebut nyaring dan penuh
kekuatan.
Menyusul suara bentakan itu muncul beberapa sosok
bayangan manusia dari empat penjuru.
Karena kehadiran manusia-manusia yang tak di-undang
itu, terpaksa manusia berkerudung itu mau pun Ong Bunkim
menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri
ke belakang.
Sorot mata mereka sama-sama dialihkan ke arah mana
berasalnya suara bentakan tadi, tampak seorang perempuan
gemuk berbaju metab menyala diiringi empat orang gadis
berbaju merah pula muncul ditepi gelanggang...
Dengan senyuman dikulum perempuan gemuk berbaju
merah itu menyapu sekejap sekeliling gelanggang, lalu sinar
matanya berhenti diatas wajah Ong Bun-kim.
"Heeeh heeeh.... hehh. Jadi kau yang menjadi ahli
warisnya Kui-jin Suseng?" ia menegur sambil tertawa
dingin.
"Kalau benar kenapa?"
"Kau pernah berkunjung ke bukit Jit-gwat-hong?"
"Benar!"
"Apa yang kau temukan diatas puncak Jin-gwat-hong
tersebut?"
"Mayat dari Kiam-hay lak-yu!"
"Dan kau pula orang yang telah membinasakan Samjie
hekhou (rase hitam berlengan tiga)?" perempuan itu kembali
bertanya.
Mendengar nama -orang itu Ong Bun-kim merasakan
hatinya bergetar keras, karena nama "Sam-Jinhek-hou" baru
pertama kali di dengarnya, meski demikian nama orang itu
amat menggetarkan perasannya, sebab sebelum ajalnya Luitian
jiu telah mengatakan bahwa pembunuh mereka adalah
seseorang yang menggunakan huruf, Sam" sebagai
permukaan namanya.
Maka ia tertawa dingin, dengan sengaja tak sengaja
diliriknya manusia berkerudung itu sekejap, lalu ejeknya:
"Sam-jiu-hek-hou?"
"Benar!"
Sepasang alis mata Ong Bun-kim berkerut kencang,
suatu perubahan mimik wajah yang sukar di lukiskan
dengan kata kata melintas diatas wajah nya, setelah
termenung sebentar dengan kecerdasan serta
kemampuannya, ia dapat menduga perempuan macam
apakah manusia yang bernama Sam-jiu-hek-hou tersebut.
Ia tersenyum lebar, kemudian tanyanya: "Kau
maksudkan perempuan berbaju hitam yang membinasakan
Kiam-hay-lak yu itu?
"Benar! Memang dialah yang kumaksudkan, itu berarti
kau benar-benar telah berjumpa dengannya, apakah ia
sudah tewas ditanganmu?"
Setelah Ong Bun-kim berhasil membuktikan persoalan
ini dia mulai merasa bingung oleh masalah lain, tak bisa
disangsikan lagi kalau Kiam hay-lak yu memang tewas
ditangan Sam jiu-hek hou, tapi siapa pula yang telah
membinasakan Rase hitam berlengan tiga itu?
Siapa pula manusia berkerudung hitam yang
sesungguhnya?
Pelbagai tanda tanya dan kecurigaan menyelimuti
seluruh benak Ong Bun-kim, hingga kini jangankan
memahaminya, untuk mengetahui apa gerangan yaag telah
terjadipun ia tak bisa.
Kendatipun demikian, anak muda itu tertawa seram juga
dengan suara yang amat sinis..
"Kenapa kau menuduh aku yang telah
membinasakannya?"
"Yaa, sebab kau ingin mendapatkan mata uang kematian
tersebut?"
Ong Bun-kim tertawa lebar, pelan-pelan sinar matanya
dialihkan ke wajah manusia berkerudung Hitam itu.
sekarang ia dapat menduga bahwa Sam jiu-hek-hou
kemungkinan besar telah tewas ditangan manusia
berkerudung hitam yang berada di hadapannya sekarang.
Maka ia tertawa lebar, katanya.
"Sayang seribu kali Sayang tuduhanmu itu tak beralasan,
sebab aku tak pernah membinasakan Sam jiu-hek-hou
tersebut!"
"Lantas ia telah binasa ditangan siapa?"
"Aku tak berani menuduh seenaknya sendiri, karena aku
tidak menyaksikan peristiwa pembunuhan itu dengan mata
kepala sendiri"
"Bukankah engkau mempunyai mata uang kematian?"
"Betul! Dan memang begitu kenyataannya"
"Kalau begitu, cepat serahkan kepadaku!"
Sambil membentak perempuan gemuk berbaju merah itu
memburu ke depan dan langsung menerjang ke arab si anak
muda itu dengan hawa napsu membunuh menyelimuti
wajahnya dan sorot mata seperti salju, ditatapnya wajah
Ong Bun-kim tanpa berkedip
"Bila aku keberatan untuk menyerahkannya kepadanya?"
ejek Ong Bun-kim sambil tertawa sinis.
"Keberatan untuk menyerahkannya kepadaku?
Hmm kalau engkau berani berbuat demikian, darah dari
tubuhmu akan segera berceceran dihadapanmu!"
Manusia berkerudung hitam yang selama ini hanya
membungkam terus, tiba-tiba tertawa dingin lalu katanya:
"Bukankah kau adalah Sip hiat-yau-hoa (Siluman bunga
penghisap darah), anak buah dari Sin-li kokcu?"
Mendengar disebutkannya nama itu, paras muka
perempuan gemuk berbaju merah itu berubah hebat.
"Benar, akulah orang yang kau maksudkan, siapa kau?"
tegurnya.
"Siapakah aku lebih baik tak usah kau tanyakan, yang
perlu kau ketahui adalah akupun mempunyai sebiji mata
uang kematian"
"Apa? Kaupun memiliki satu biji mata uang kematian?
Hal ini mana mungkin terjadi!"
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, pokoknya
aku memang memiliki juga sebiji mata uang kematian!"
Kontan saja Siluman bunga penghisap darah tertawa
dingin.
"Bagus sekali, jikalau kaupun memeliki sebiji mata uang
kematian, maka sebelum kau serahkan pula kepadaku hari
ini, jangan harap bisa tinggal kan tempat ini dalam keadaan
selamat"
"Kalau memang begitu, apa salahnya kalau kita saling
mencoba sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang
kau miliki?"
Siluman bunga penghisap darah tidak banyak berbicara,
ketika manusia berkerudung hitam itu menyelesaikan katakatanya,
dengan sekali lompat tahu-tahu perempuan gemuk
itu sudah berada dihadapan musuhnya.
Jangan dilihat badannya yang segede gentong, ternyata
kelincahan tubuhnya tidak kalah dengan perawan.
"Siapakah diantara kalian berdua yang hendak maju
lebih dahulu." bentaknya.
Manusia berkerudung hitam itu tertawa dingin, baru saja
dia akan menjawab, Ong Bun-kim telah keburu tertawa
dingin.
"Aku!" jawabnya singkat.
"Bagus sekali, kalau memang begitu cobalah dahulu
sebuah pukulanku ini !"
Ditengah bentakan keras, secepat kilat tubuhnya
menerjang ke hadapan Ong Bun-kim, lalu dengan suatu
gerakan yang aneh dia hantam wajah anak muda itu.
Sungguh cepat dan dahsyat serangan yang dilepaskan
oleh Siluman bunga penghisap darah.
Ong Bun-kim sama sekali tidak gentar, sambil tertawa
dingin telapak tangan kirinya diayun pula ke depan
melepaskan sebuah serangan balasan yang tak kalah
hebatnya.
Kedua belah pihak sama-sama melancarkan serangan
dengan kecepatan paling tinggi, baru saja serangan dari Ong
Bun-kim dilancarkan. Siluman bunga pengisap darah telah
merubah gerakan serangannya, dari suatu serangan
membacok tiba-tiba ia menyodok jalan darah Ciang tay-hiat
ditubuh lawan.
Ketepatan dalam serangan, kedahsyatan dalam
penggunaan tenaga sungguh membuat orang merasa
kagum.
Ong Bun-kim tak sudi menunjukkan kelemahannya
dihadapan orang, sambil membentak keras khim besi
ditangannya diayunkan pula ke depan langsung menyambar
dada Siluman bunga pengisap darah.
Agak terperanjat perempuan gemuk berbaju merah itu
menghadapi serangan kilat lawan, tanpa sadar dia
menyurut mundur tiga langkah.
Tapi Ong Bun-kim tak mau memberi kesempatan bagi
musuhnya untuk berganti napas, menggunakan kesempatan
tersebut, sekali lagi dia melancarkan tiga buah serangan
berantai.
Kali ini, si anak muda menyerang dengan gerakan yang
lebih garang, lebih keji dan telengas.
Siluman bunga pengisap darah membentak nyaring
dengan gaya beradu jiwa ia menerjang kemuka.
Ong Bun-kim membentak pula keras-keras, dengan khim
bajanya ia melancarkan sebuah serangan balasan.
Dalam waktu singkat lima jurus sudah lewat tanpa
terasa.
Mendadak Ong Bun-kim membentak keras:
"Roboh kau !"
"Blaaang !" sebuah pukulan dengan khim bajanya
bersarang telak ditubuh perempuan gemuk berbaju merah
itu, tak ampun ia mencelat ke belakang dan roboh terkapar
darah kental muncrat keluar membasahi sekeliling bibirnya.
Apa yang terjadi sekarang hanya berlangsung dalam
sekejap mata, tak sampai sepuluh gerakan Ong Bun-kim
telah berhasil melukai siluman bunga penghisap darah yang
lihay ini menunjukkan bahwa ilmu silat yang dimilikinya
benar-benar sudah mencapai taraf yang amat tinggi.
Disaat Siluman bunga penghisap darah roboh terkapar
sambil membentak Ong Bun-kim menerjang ke muka tapi
empat orang gadis berbaju meraa yang berada dibelakang
serentak membentak, lalu sambil menerjang ke depan
mereka hadang jalan pergi anak muda itu.
0000OdwO0000
BAB 7
KELELAWAR MALAM
"CARI mampus." bentak Ong Bun kim marah.
Sambil membentak keras, serentak kedua belah
tangannya diayunkan untuk melancarkan serangan tangan
kiri menyerang dengan menggunakan senjata khim baja.
Manusia berkerudung yang misterius tadi hanya berdiri
disamping gelanggang sambil berpeluk tangan, ia tidak
bergerak ataupun mengucapkan sesua tu seakan-akan ia
kelewat senang menikmati cara Ong Bun kim membunuh
orang secara keji. .
Betul juga, jerit kesakitan menyayatkan hati seketika
berkumandang memenuhi angkasa.
Dua orang gadis berbaju merah yang menghadang jalan
pergi Ong Bun kim tadi sudah terhajar sampai jatuh
terjengkang diatas tanah.
Ketika dua orang rekannya menyaksikan adegan seram
itu, dengan ketakutan cepat-cepat mereka mundur
kebelakang.
Ong Bun-kim menatap mereka dengan pandangan tajam
yang menggidikkan hati, kembali bentaknya.
"Siapa lagi yang sudah bosan hidup ? Hayo cepat
laporkan dulu siapa namanya!"
Dengan ketakutan kembali dua orang perempuan berbaju
merah itu mundur selangkah ke belakang.
Kekejaman dan kebrutalan menghiasi wajah Ong Bunkim
yang dingin, selangkah demi selangkah ia maju ke
muka menghampiri Siluman bunga penghisap darah yang
masih tergeletak ditanah itu.
Bayangan manusia berkelebat lewat, dan tahu-tahu
perempuan gemuk berbaju merah itu sudah di
cengkeramnya.
Begitu korban berhasil ditangkap, sambil menyengir
seram ia menyapu sekejap sekeliling tempat itu.
Disaat itulah Siluman bunga penghisap darah sadar
kembali dari pingsannya ketika ia mengetahui kalau
tubuhnya sudah terjatuh dalam cengkeraman Ong Bun-kim,
kontan saja paras mukanya berubah menjadi pucat keabuabuan.
"Heehh...heeeh heeehhh... tolong tanya sekarang,
siapakah yang akan mampus dengan darah berceceran?"
ejek Ong Bun-kim sambit tertawa dingin tiada hentinya.
"Mau.... mau apa kau?"
Ong Bun-kim tertawa congkak, sekulum yang sukar
diraba artinya menghiasi ujung bibirnya.
"Sulit untuk dikatakan apa yang bakal kulakukan"
demikian ia menjawab dengan sinis, "kemungkinan kau
akan kubunuh, kemungkinan juga kau akan kulepas, itu
semua tergantung apakah kau bersedia menjawab sebuah
pertanyaan yang akan kuajukan kepadamu!"
"Pertanyaan apa yang hendak kau ajukan kepadaku?"
"Apakah kau adalah anak buah dari Sin-li-kok (lembah
gadis suci)?" Ong Bun kim mulai bertanya, "Tepat sekali
pertanyaanmu itu!"
"Lembah Sin-li-kok terletak dimana?"
"Sayang aku tak mau menjawab!"
"Wahai Siluman bunga penghisap darah! teriak "anak
muda itu dengan penuh kemarahan, jika kau tidak
menjawab pertanyaanku ini pertama-tama akan kurusak
lebih dulu raut wajahmu, kemudian....heeebhh heeehhh
heeeh akan kusuruh kau merasakan lagi suatu penyiksaan
yang terkeji sebelum akhirnya jiwamu kurenggut."
Cukup hebat ancaman tersebut, seketika itu juga sekujur
badan Siluman bunga penghisap darah gemetar keras.
"Jangan,....jangan kau lakukan itu......baiklah kujawab
dengan sejujurnya. Lembah Sin li kok terletak diatas bukit
Soat im san."
"Apa.....? Lembah Sin li kok berada diatas bukit Soat im
san ?" saking kagetnya Ong Bun kim sampai menjerit
tertahan.
Secara tiba-tiba saja ia teringat akan perkataan yang
pernah disampaikan Tui hong pocu kepadanya menurut
kakek itu, diatas bukit Soat-im-san telah muncul sebuah
perguruan yang amat misterius, dan kokcu dari lembah
tersebut kemungkinan besar adalah salah satu diantara Siau
Hiu un dan Coa Siok oh.
"Betul, letaknya berada diatas bukit Soat im-san!"
Siluman bunga penghisap darah kembali membenarkan.
Dalam waktu yang amat singkat itu pelbagai perubahan
berlangsung diatas wajah Ong Bun kim kejadian yang
hakikatnya berada diluar dugaan ini membuat anak muda
itu merasa kaget bercampur tercengang, untuk sesaat ia
cuma dapat berdiri tertegun dengan wajah kebingungan.
Lama.....lama sekali paras muka Ong Bun kim baru
berubah kembali menjadi tenang, kembali ia bertanya:
"Siapakah nama kokcu kalian?"
"Kui kok sin li (Gadis suci lembah setan)!"
"Aku menanyakan siapa nama sebenarnya?" bentak anak
muda itu.
"Aku tidak tahu!"
"Apa? Tidak tahu? Omong kosong... masa kalian tidak
tahu siapa namanya yang sesungguhnya."
"Tapi aku sungguh tidak tahu!"
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat. "Jadi kau
sengaja tak mengakuinya?" ia berteriak.
"Tidak, aku tidak berkepentingan untuk membohongi
kau, kami benar-benar tak tahu siapa nama aslinya, sebab
kami semua hanya menyebutnya sebagai Kui kok sin li!"
jawab siluman bunga penghisap darah dengan nada yang
panik.
Ong Bun kim termenung sebentar, ia merasa tidak
mungkin memang kalau Siluman penghisap darah sengaja
membohonginya, tapi harusnya orang itu dibunuh? Atau
diampuni saja selembar jiwanya?
Lama, lama sekali, akhirnya ia tertawa dingin.
"Sesungguhnya kau ingin mati ataukah ingin hidup?" ia
menegur.
"Kalau ingin mati bagaimana? Dan kalau ingin hidup
bagaimana pula."
"Kalau ingin hidup pergi beritahu kepada kokcu kalian
bahwa dalam tiga hari mendatang, putra Su-hay-pong-kek
Ong Si liat akan datang menyambanginya!"
"Tentang soal ini, aku bisa melaksanakannya untukmu!"
Ong Bun kim tidak berbicara lagi, dengan suatu gerakan
yang sangat cepat secara beruntun ia menotok empat buah
jalan darah kematian diatas tubuh Siluman bunga
penghisap darah, kemudian katanya:
"Jalan darah kematian ditubuhmu sudah kutotok semua
bila kokcu kalian tak sanggup untuk membebaskan
pengaruh totokan itu, maka jiwamu tak bisa melewati
empat hari lagi, nah sekarang kau boleh enyah dari
hadapanku..."
Sembari berkata, tubuh siluman bunga penghisap darah
yang gemuk besar itu dilemparkan ke arah seorang gadis
berbaju merah yang berada dihadapannya.
Dengan cepat gadis berbaju merah itu menyambut tubuh
siluman bunga penghisap darah, tapi untuk sesaat lamanya
ia cuma berdiri tertegun disitu rupanya ia tak tahu apa yang
musti dilakukan.
Menyaksikan sikap musuhnya, Oug Bun kim segera
membentak keras:
"Hei, apa lagi yang kalian tunggu? Kalau enggan enyah
dari sini, mari akan kuhantar kalian untuk pulang ke alam
baka!"
Sesudah ditegur, dua orang gadis berbaju merah itu baru
tersentak dari lamunannya, tanpa berbicara lagi mereka
putar badan dan mengambil langkah seribu.
Sepeninggal perempuan-perempuan dari Sin li kok
manusia berkerudung hitam itu baru mengejek sambil
tertawa dingin:
"Caramu bersikap maupun tindakan yang kau ambil tak
berbeda jauh dengan kelakuan gurumu dimasa lampau,
itulah dinamakan begitu gurunya begitu juga muridnya,
kagum kagum aku benar-benar merasa kagum!"
Ong Bun-kim tertawa dingin pula.
"Heeehhh heehh heeehh bukankah telah kau akui bahwa
Kiam hay-lak-yu telah tewas semua ditanganmu?"
"Masa kau percaya? Aku hanya membohongimu!"
"Kenapa?"
"Sebab kau telah menuduh akulah yang melakukan
perbuatan itu. Padahal aku mengidap suatu penyakit aneh
yakni apa yang telah dituduhkan kepadaku selalu kuakui
dengan begitu saja!"
"Lantas apakah Sam jiu-hek-hou juga tewas di
tanganmu?" tanya Ong Bun-kim lagi.
"Ooooh rupanya sekarang aku harus menyangkalnya!"
Ong Bun-kim tertegun, ia tak menyangka kalau manusia
berkerudung hitam itu menyangkal sebagai pembunuh dari
perempuan yang bernama Rase hitam berlengan tiga, sebab
dengan begini maka berarti bahwa persoalan dibalik
kesemuanya itu bukan persoalan yang gampang.
Kembali ia termenung sejenak, lalu tanyanya:
"Berapa biji mata uang kematian yang berhasil kau
miliki?"
"Hanya satu biji?"
"Betul, bila ditambah milikmu maka aku akan memiliki
dua biji!"
Ong Bun-kim segera tertawa lebar.
"Oooh...... tampaknya kau begitu bernapsu uniuk
mendapatkan pula mata uang kematian yang berada
disakuku ini?"
"Betul!"
"Kau ingin berkelahi sekali lagi?"
"Tidak, aku tak ingin berkelahi... aku menghendaki suatu
penyelesaian secara damai"
"Penyelesaian secara danai bagaimana maksudmu."
"Tak ada salahnya jika kita bertaruh, akan kuletakkan
mata uang kematian yang kumiliki ini dalam genggamanku,
lalu kau boleh menebak adakah atau tidak mata uang
tersebut dalam genggaman yang kusodorkan ke
hadapanmu, jika kau berhasil menebaknya secara jitu, maka
mata uang kematianku ini akan kuberikan kepadamu."
"Kalau aku tak berhasil untuk menebaknya?!"
"Tentu saja kau harus serahkan mata uang kematian
milikmu itu kepadaku."
"Bagus sekali, aku setuju!"
Manusia berkerudung hitam itu masukkan tangan
kanannya ke dalam saku, tak lama kemudian tangan itu
dicabut keluar, dengan mengepalnya kencang kencang,
tangan kanan tadi diangsurkan ke hadapan Ong Bun-kim.
"Hayo coba kau tebak!." katanya.
Ong Bun-kin rada gentar, jantungnya serasa berdetak
lebih kencang, ia tak tahu bagaimana jadinya bila ia kalah
dalam pertaruhan tersebut ?
Mendadak ia seperti menemukan sesuatu, sambil tertawa
lebar segera katanya:
"Ada! Hayo cepat buka."
Dalam bentakan Ong Bun-kim yang sangat nyaring itu,
Manusia berkerudung hitam tersebut benar-benar
membentang tangannya. Tak salah lagi, dalam
genggamannya memang terdapat sebiji mata uang
kematian.
Kontan saja manusia berkerudung hitam itu tertawa
dingin.
"Heeehhh heeehhh......heeeh... rupanya tebakanmu tepat
sekali, nah ambillah pergi!"
Sinar emas tampak berkilauan, tahu-tahu mata uang
kematian itu sudah dilemparkan ke arah Ong Bun kim.
Tertegun juga sianak muda itu setelah menerima mata
uang kematian tersebut, karena ia tak mengira kalau
manusia berkerudung hitam itu akan bertindak sejujur itu.
Manusia berkerudung hitam itu kembali tertawa dingin.
"Aku telah kalah bertaruh dan mata uang kematian
sudah kau dapatkan, apa lagi yang harus kutunggu disini?
Selamat tinggal!" katanya.
Selesai berkata, ia putar badan dan siap meninggalkan
tempat itu.
"Hei, tunggulah sebentar!" tiba-tiba Ong Bun-kim
membentak keras.
Manusia berkerudung hitam itu menghentikan kembali
langkah kakinya, ia bertanya:
"Hei anak muda, apa lagi yang hendak kau tanyakan
kepadaku."
"Ada sesuatu urusan yang hendak kurundingkan
denganmu" kata Ong Bun kim, jika mata uang kematian ini
kembalikan kepadamu..."
"Aku diminta untuk memberitahukan dimana gurumu
berada?" sambung manusia berkerudung hitam itu segera.
"Benar!"
Kembali Manusia berkerudung hitam itu tertawa dingin.
"Heehhh heeehh heeehh sayang aku enggan untuk
bertukar syarat denganmu!"
Jawaban dari manusia berkerudung hitam itu sungguh
berada diluar dugaan Ong Bun-kim, tanpa sadar ia menjerit:
"Kenapa?"
"Sebab nilai untuk memberitahukan jejak gurumu tak
bisa dibayar hanya dengan sebiji mata uang kematian saja,
dan lagi beberapa hari kemudian kedua biji mata uang
kematian itu bakal terjatuh kembali ketanganku."
Berbicara sampai disana tanpa menanti lebih lama lagi ia
putar badan dan berlalu dari sana.
Tindakan lawannya ini tentu saja membuat Ong Bun
kim tertegun, untuk sesaat dia tak tahu ada yang musti
dilakukan.
-oo0dw0ooJilid
3
PERASAAN murung, kesal dan sedih kembali
menghiasi raut wajahnya, meskipun dia belum tahu di
manakah gurunya Kui-jin suseng berada, namun dari
pembicaraannya dengan manusia berkerudung hitam itu,
dapat dibuktikan olehnya bahwa gurunya Kui-jin suseng
masih hidup segar bugar di dunia ini.
Mengapa Kui-jin suseng membinasakan ayahnya?
Kenapa pula dia mewariskan ilmu silatnya kepadaku ? Ini
merupakan sebuah teka-teki yang membingungkan
perasaannya.
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu, ia merasa untuk
mengetahui jejak gurunya maka ia harus berkunjung ke
suatu tempat... mungkin hanya di Hau-kwan lah dia
menemukan apa yang diharapkan itu.
Dan sekarang, dia harus secepatnya menyelidiki
persoalan ini hingga menjadi jelas.
Teringat sampai di sini, Ong Bun-kim segera
memasukkan mata uang kematian yang dimenangkan dari
taruhan itu ke dalam sakunya, tapi sebelum meninggalkan
tempat itu tiba-tiba ia teringat kembali dengan irama
pembetot sukma yang telah mengalutkan permainan
khimnya tadi.
Paras mukanya seketika berubah hebat, dia putar badan
dan meneruskan kembali perjalanan menuju ke arah mana
berasalnya suara permainan seruling tadi.
Beberapa langkah ia baru berjalan, gelak tertawa telah
berkumandang dari arah belakang, menyusul kemudian
seseorang menegur:
"Hai anak muda, jangan pergi dulu!"
Mendengar suara teguran itu, Ong Bun kim memutar
badannya dengan wajah terkejut, tapi di belakang tubuhnya
tidak dijumpai sesosok bayangan manusiapun, kenyataan
tersebut membuat wajahnya tertegun.
Hei anak muda, kenapa keheranan?" suara tadi kembali
berkumandang lagi, "dongakkan kepalamu, aku berada di
atas pohon!"
Ong Bun kim mendongakkan kepalanya, betul juga,
kurang lebih tiga tombak dihadapannya terdapat sebuah
pohon yang amat besar, sesosok bayangan hitam
bergelantungan di atas dahan pohon itu, sepintas lalu gaya
orang itu mirip sekali dengan seekor kelelawar yang sedang
bergelantungan...
Kaget juga Ong Bun kim menjumpai adegan tersebut,
meski demikian perasaan kagetnya hanya disimpan di
dalam hati.
"Tidakkah kau merasa kesulitan untuk bergelantungan di
atas pohon?" tegurnya kemudian dengan suara dingin.
"Aaah . . . kebiasaan lama lama menjadikan hal itu suatu
kejadian yang lumrah!"
"Siapakah kau?"
"Kelelawar malam!"
"Aaah. . .! Kau adalah kelelawar malam?" Ong Bun kim
berteriak kaget. Tiba-tiba saja ia teringat dengan perkataan
dari Tui hong poocu, menurutnya Kelelawar malamlah
yang membawa kabar kalau Si Latah dari empat samudra
telah tewas dibunuh Sastrawan Setan harpa . . .
Sementara itu kelelawar malam telah menegur sambil
tertawa tawa:
"Wahai bocah muda, kenapa kau berkaok-kaok macam
tikus kejepret?"
"Jadi. . . jadi kau yang bernama Kelelawar malam?"
"Ada apa anak muda? Kau curiga aku mencatut nama
orang lain?"
"Jadi kau yang memberitahukan kepada Tui hong pocu
bahwa ayahku telah mati dibunuh orang?"
"Benar!"
"Kau benar-benar menyaksikan ayahku tewas ditangan
Kui-jin suseng . . . ?" desak Ong Bun kim lagi.
"Benar!"
"Beritahu kepadaku keadaan yang sebenarnya pada saat
itu!"
"Boleh saja, tapi ada satu syarat yaitu kau mesti
menjawab dulu beberapa buah pertanyaan secara jujur,
setelah itu aku baru memberitahukan kepadamu keadaan
ketika itu."
"Boleh, tanyalah sekarang juga!"
Kelelawar malam termenung sebentar, lalu bertanya:
"Apakah semua ilmu silat yang kau miliki berasal dari
gurumu Kui-jin suseng?"
"Benar."
"Aku rasa hal ini tak mungkin ... "
"Kenapa tidak mungkin?"
"Pertama, ilmu silat yang kau miliki jauh lebih tinggi
daripada ilmu silat gurumu, kedua tenaga dalammu berada
di atas kepandaian gurumu, hal ini mana mungkin bisa
terjadi?"
Ong Bun kim tertegun sesudah mendengar perkataan itu.
"Tapi demikianlah keadaan yang sesungguh nya!" dia
berkata.
"Apakah dia telah menyalurkan segenap tenaga dalam
yang dimilikinya ke dalam tubuhmu?"
"Tidak!"
"Kalau tidak demikian, kenapa tenaga dalam yang kau
miliki bisa jauh melebihi kepandaian yang dimiliki gurumu
Kui jin suseng?"
"Apakah kau yakin kalau tenaga dalamku jauh lebih
sempurna daripada kepandaiannya?" Ong Bun kim berseru
dengan nada terperanjat dan tidak percaya.
"Seratus persen tidak bakal salah!"
Dengan adanya pernyataan tersebut. Ong Bun kim ikut
menjadi bingung dan tak habis mengerti.
"Tapi.... hal ini tak mungkin terjadi, mana mungkin ilmu
silatku bisa lebih hebat dari pada kepandaian guruku?"
"Aku dapat membuktikan bahwa ilmu silatmu jauh lebih
hebat dari pada kepandaiannya!"
"Kenapa?"
"Sialan benar kamu ini!" damprat orang itu, "seandainya
aku tahu mengapa, buat apa aku bertanya lagi kepadamu?"
Ong Bun-kim menjadi tertegun, tiba-tiba ia seperti
teringat akan sesuatu, segera katanya:
"Mungkinkah dikarenakan..."
"Dikarenakan apa?"
"Setiap bulan guruku selalu memberi tiga tetes cairan
putih seperti susu kepadaku untuk diminum, selama
sepuluh tahun hal ini berlangsung tanpa berhenti..."
"Benar, benar ! Bukankah setiap kali cairan putih itu
diminum maka kau akan merasakan sekujur badanmu
menjadi nyaman ?" kata kelelawar malam dengan cepat.
"Yaa, betul"
"Tak heran kalau tenaga dalammu bisa melampaui
kemampuan gurumu, ternyata kau telah minum Cian-niansak-
ji (susu batu berusia seribu tahun) yang amat langka dan
diidam-idamkan oleh setiap umat persilatan. Cairan
mustika itu bukan saja berkhasiat untuk mencuci tulang dan
berganti otot, dapat pula menambah kesempurnaan tenaga
dalam seseorang, tapi yang mengherankan lagi, kenapa Kui
- jin suseng bersikap sedemikian baiknya kepadamu? Hal ini
sungguh merupakan suatu tanda tanya besar!"
Ong Bun-kim sendiripun kebingungan dan tidak habis
mengerti.
00OdwO00
BAB 8
BENARKAH GURUNYA ADALAH PEMBUNUH ?
KELELAWAR malam bertanya lagi:
"Selama limabelas tahun mengikuti gurumu, apa saja
yang ia pernah ia bicarakan denganmu?"
"Tak ada yang dibicarakan, selama lima belas tahun aku
hidup bersamanya. Setiap hari paling banyak ia
mengucapkan tiga patah kata saja yakni "Bangun", "Pelajari
jurus ini" serta "Istirahat", kecuali itu tak ada perkataan lain
lagi yang diucapkan!"
"Apakah ia seringkah pergi meninggalkanmu?"
"Benar, dalam tiga sampai lima hari dia tentu pergi satu
kali, setiap kali pergi pasti akan pulang setelah satu-dua
hari, kecuali pada lima tahun berselang, sejak kepergiannya
waktu itu ia tak pernah kembali lagi !"
Lama sekali Kelelawar malam tak bersuara, ia seperti
lagi memikirkan sesuatu, setelah lewat waktu yang cukup
lama ia baru bertanya lagi:
"Apakah di dalam suratnya ia menyuruhmu pergi
mencari Tui-hong pocu setelah lewat lima tahun?"
"Benar!"
"Apakah Tui-hong pocu telah menceritakan kejadian
yang sesungguhnya kepadamu?"
"Sudah!"
"Bagus sekali, nah sekarang berganti kau yang
mengajukan pertanyaan kepadaku."
Setelah berpikir sejenak, Ong Bun-kim bertanya:
"Ketika ayahku dibunuh Kui-jin suseng, apakah kau
hadir dalam gelanggang...?"
"Aku mengetahuinya setelah peristiwa itu terjadi !"
"Beritahukanlah kepadaku kejadian pada waktu itu!"
"Kejadian pada waktu itu sulit rasanya untuk
diterangkan, sebab sebelum membicarakan persoalan ini,
mau tak mau kita harus memperbincangkan lebih dulu
kepandaian silat yang dimiliki gurumu serta ayahmu!"
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
"Ayahmu bisa jatuh cinta kepada Coa Siok oh
sesungguhnya merupakan perbuatannya yang paling keliru
selama hidupnya, sekalipun keadaan yang sebenarnya tidak
begitu kuketahui, tapi yang pasti kematian Mo-kui kiam-jiu
(jago pedang setan iblis), itu kwancu dari perguruan Haukwan
adalah kematian pura-pura."
"Ilmu silat yang dimiliki ayahmu ketika itu hakekatnya
mencapai tingkatan yang luar biasa, ia sudah tiada
tandingannya lagi dalam dunia persilatan. Tentang
perbuatan Hau-kwan menggunakan siasat Bi-jin-ki untuk
mencelakai ayahmu, hal ini memang merupakan kejadian
yang mencurigakan, sebab kalau tidak, kenapa Mo kuikiam-
jiu telah muncul kembali di dalam dunia persilatan
setelah kematian ayahmu?"
"Kecuali beristrikan Coa Siok-oh, ayahmu masih
mempunyai seorang istri lagi yang bernama Siau Hui-un,
mereka bertiga tinggal di lembah Lip-jin kok, bagaimana
keadaan yang sebenarnya, walaupun bisa kita duga tapi
menurut dugaanku Coa Siok-oh tidak segera melaksanakan
niatnya untuk membinasakan ayahmu, maka kesempatan
yang sangat baikpun akhirnya ditemukan, yakni setelah
enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar dicuri
orang..."
Ketika mendengar sampai di situ, Ong Bun kim tak
dapat menahan diri lagi, ia segera bertanya:
"Sesungguhnya apa yang telah terjadi?"
"Sesudah kepopuleran ayahmu, dalam dunia persilatan
telah muncul lagi seorang jago lihay yang bernama Kui-jin
suseng, kelihayan ilmu silatnya dikagumi setiap orang,
namun kekejian serta kebuasannya cukup membuat orang
meniadi jeri dan ngeri kepadanya. Maka Hau-kwan kwancu
yaitu Mo-kui-kiam-jiu segera menarik Kui-jin suseng ke
pihaknya serta berusaha untuk melenyapkan ayahmu."
"Kui-jin suseng adalah seorang jago yang hebat, bila
dugaanku tidak salah, Kwancu dari perguruan Hau-kwan si
jago pedang setan iblis pasti telah membayar tinggi untuk
mengundangnya, kalau tidak tak mungkin dia akan setuju."
"Masuk di akal !" Ong Bun-kim kembali manggutmanggut
menyatakan persetujuannya.
"Begitulah, setelah Kui jin suseng bergabung dengan Mo
kui kiam jiu, mereka berusaha kembali membunuh ayahmu,
sayang ilmu silat serta irama selaksa iblis dari Kui jin suseng
masih belum sanggup untuk menyingkirkan ayahmu.
Dalam keadaan demikian, ia menjadi nekad dan secara
diam-diam melarikan enam jilid kitab pusaka dari keenam
perguruan besar."
"Kui-jin suseng memang tak malu disebut orang manusia
berbakat dalam dunia persilatan, dengan bakat serta
kecerdasannya ternyata dalam dua tahun ia berhasil
menguasai semua ilmu silat yang tercantum dalam keenam
jilid kitab pusaka itu."
"Dan diapun berangkat ke lembah Lip-jin kok untuk
membunuh ayahku?" sambung Ong Bun - kim.
"Tidak, kau keliru!"
"Aaaah .... keliru?!"
"Kau tak usah kaget, sekalipun kita tak tahu
bagaimanakah keadaannya ketika itu, tapi aku yakin Kui -
jin suseng masih belum mempunyai keyakinan untuk
membunuh ayahmu, maka secara diam-diam dicarinya
pembantu, mungkin ia telah mencari dukungan dari Coa
Siok - oh atau Siau Hui - un untuk mencelakai ayahmu
terlebih dulu, kemudian baru turun tangan membunuh
ayahmu, sebab aku dapat menduga sampai di sini karena
sesaat menjelang ajalnya, ayahmu telah memberitahukan
kepadaku bahwa ia keracunan lebih dulu."
"Memang masuk di akal cerita ini..." Ong Bun-kim
mengangguk dengan hati yang pedih, "cuma anehnya,
kalau toh Kui-jiu suseng telah membinasakan ayahku,
kenapa akupun tidak dibunuh?"
"Memang, kejadian ini bertolak belakang dengan
keadaan pada umumnya, kecuali Kui-jin suseng sendiri
mungkin tak ada orang kedua yang bisa memecahkan teka
teki ini. Tapi ada satu hal mungkin bisa kita duga..."
"Soal apakah itu?"
"Oleh karena sewaktu ayahmu menemui ajalnya secara
kebetulan aku berada di sana, maka setelah ayahmu
mengucapkan kata-katanya yang terakhir dan
menghembuskan napas penghabisan, kukebumikan
jenajahnya setelah itu aku memburu ke dalam rumah
dengan maksud mencarimu."
"Apakah ayahku yang menyuruh kau untuk
menolongku?"
"Yaa, ayahmu yang minta kepadaku untuk
menolongmu, namun ketika aku sampai, kau telah diculik
oleh Kui-jin suseng, sedang kedua orang istrinya juga telah
pergi semua."
"Lantas apa sebabnya Kui-jin suseng tidak membunuh
diriku?"
"Kejadian itu masih merupakan sebuah tanda tanya
besar, sampai kini tak mungkin bisa dipecahkan oleh
siapapun, tapi ada satu hal yang bisa kita duga, yakni disaat
Kui-jin suseng tidak membinasakan dirimu, dia pasti telah
bertekad pula untuk menjadikan dirimu seorang tokoh silat
yang luar biasa, selain itu tindakannya tetap
mempertahankan ilmu silatnya yang asli tanpa diwariskan
kepadamu, rupa-rupanya mengandung pula suatu tujuan
tertentu."
Ong Bun-kim termenung sebentar, ia merasa perkataan
itu memang ada benar-nya, kecuali ilmu silat dari aliran
enam partai besar, Kui-jin suseng memang tidak
mewariskan ilmu silat alirannya sendiri kepadanya.
Tentu saja ia mempunyai suatu maksud tertentu, tapi
apakah tujuannya? Sekalipun ia telah berpikir sampai
pusing, jawabannya tetap nihil.
Akhirnya sambil berkerut kening dia berkata:
"Kalau begitu, sebetulnya aku ini dilahirkan oleh Siau
Hui-un ataukah oleh Coa Siok-oh?"
"Tentang masalah ini, aku lupa menanyakannya kepada
ayahmu waktu itu, padahal hal ini merupakan suatu
masalah yang amat penting, tapi aku yakin orang yang
melahirkan kau sudah pasti bukan orang yang membunuh
ayahmu !"
"Menurut dugaanmu, siapakah yang lebih besar
kemungkinannya sebagai ibuku?"
"Sulit untuk dikatakan, aku tak berani memastikan
secara gegabah karena masalahnya menyangkut suatu
kejadian yang kompleks sekali."
"Tahukah kau siapa yang menjadi Kui-kok Sin-li
(perempuan suci dari lembah setan)?"
"Yang pasti salah seorang di antara Siau Hui-un atau
Coa Siok-oh !"
"Darimana kau bisa berkata demikian?"
"Sebab perempuan suci dari lembah setan pernah
menginstruksikan anak buahnya untuk mencari jejak Kuijin
suseng!"
"Oooh kiranya begitu!" Ong Bun-kim berseru tertahan,
menyusul kemudian ia bertanya lagi: "apakah kau juga tahu
persoalan yang ada hubungannya dengan mata uang
kematian?"
"Berbicara tentang mata uang kematian, aku menjadi
tercengang dan merasa keheranan atas semua peristiwa
yang telah terjadi antara kau dengan manusia berkerudung
itu, aku sungguh tidak habis mengerti." tiba-tiba kelelawar
malam berkata.
"Dalam hal yang bagaimana kau merasa keheranan?"
"Aku ingin bertanya kepadamu, bagaimanakah ilmu silat
yang dimiliki manusia berkerudung hitam itu jika
dibandingkan dengan kepandaianmu ?"
"Aku rasa setali tiga uang, tiada yang lebih hebat dan
tiada pula yang lebih lemah!"
"Nah, itulah dia! Kalau memang kepandaian kalian
seimbang, lagi pula kedatangan orang itupun lantaran mata
uang kematian, kenapa secara sukarela ia serahkan mata
uang kematian yang didapatkannya secara susah payah itu
kepadamu?"
"Kau bilang mata uang itu diserahkan secara sukarela?"
"Tentu saja! Ketika berlangsung taruhan tadi, aku sempat
mengikuti semua kejadian itu dengan amat jelasnya, ketika
manusia berkerudung itu menggenggam mata uang
tersebut, ia bukan meng-genggamnya secara mendatar
sebaliknya malah menggenggam lurus ke atas, dengan
sendirinya genggaman itu tak akan kencang, dan dalam
sekilas pandangan saja kau tentu akan mengetahui dalam
genggaman yang manakah mata uang kematian tersebut...!"
"Betul, kejadian ini memang merupakan suatu kejadian
yang sangat aneh."
"Bahkan ada yang lebih aneh lagi..."
"Apa yang, lebih aneh lagi?" cepat-cepat Ong Bun-kim
bertanya dengan gelisah.
"Tentang persoalan itu aku tak ingin melakukan dugaandugaan
yang sembrono pada saat ini, cuma ada satu hal
yang pantas dicurigai, yakni selama manusia berkerudung
hitam itu melangsungkan pertarungan melawanmu, ia tak
pernah mempergunakan tangan kirinya!"
Ong Bun-kim membayangkan kembali kejadian yang
telah dialaminya, benar juga, sejak pertarungan dimulai
orang itu memang tak pernah menyerang dengan
menggunakan tangan kirinya, bahkan setiap kali bila
jiwanya terancam bahaya, dia selalu menangkis harpa
besinya dengan tangan kiri, mungkinkah tangan kirinya
adalah palsu?
Kalau diurutkan kembali semua peristiwa yang telah
dialaminya selama ini, memang kemungkinan besar
dugaannya tak salah, sebab kalau tidak begitu, sekalipun
ilmu silat orang itu lebih lihaypun belum tentu bisa
menahan serangan mautnya.
Atau dengan perkataan lain, apabila dugaannya tidak
salah, semestinya orang itu adalah seorang manusia
bertangan tunggal.
Manusia bertangan tunggal? Manusia bertangan tunggal?
Ketika berpikir sampai di situ, tiba-tiba paras muka Ong
Bun-kim berubah hebat, tanpa sadar ia lantas berseru:
"Kau maksudkan....kau maksudkan orang itu adalah
guruku, Kui-jin suseng?"
"Ya, hal ini besar kemungkinannya adalah benar!"
Kejadian yang munculnya secara tiba-tiba ini sangat
menggetarkan perasaan Ong Bun-kim, seakan-akan hal itu
tak mungkin bisa terjadi, tapi semua kecurigaan dan semua
bukti yang berhasil dikumpulkan membuktikan bahwa
manusia ber-kerudung hitam itu besar kemungkinannya
adalah Kui-jin suseng!
Untuk sesaat lamanya ia berdiri tertegun di sana.
Ia membenci kepada dirinya sendiri, ia membenci
mengapa tidak semenjak dulu berpikir sampai ke situ, kalau
ia dapat menduga kalau orang itu berlengan tunggal, maka
diapun bisa menduga kalau orang itu kemungkinan besar
adalah Kui-jin suseng.
Di tengah keheningan yang mencekam, kelelawar malam
kembali berkata:
"Mengenai persoalan ini, lebih baik kau tak usah terlalu
kaget atau bingung, suatu ketika kalian pasti akan saling
bertemu lagi, sekalipun kau tak akan menemukan dirinya,
ia bisa datang untuk mencari dirimu!"
Ong Bun-kim menggigit bibirnya menahan emosi.
"Ya, aku pasti akan mencarinya," ia berkata, "aku pasti
akan membuktikan benarkah dia adalah Kui-jin suseng!"
Sinar matanya memancarkan cahaya yang tajam
menggidikkan, terusnya:
"Mungkin ia dapat membantuku menjawab banyak
persoalan yang kini masih menjadi beban dalam benakku!"
"Benar, memang hanya dia yang bisa memberi jawaban
atas banyak persoalan yang sedang kau hadapi!"
Kembali Ong Bun-kim termenung beberapa saat sebelum
akhirnya berkata lagi:
"Sesungguhnya apakah manfaat dari mata uang
kematian itu? Apakah di atas mata uang itu tercantum
tempat tersimpannya sejilid kitab pusaka yang amat hebat?"
"Bukan!"
"Kalau bukan, lantas apa gunanya benda itu? Kenapa
begitu banyak jago persilatan yang saling memperebutkan
benda itu?"
"Konon pada duapuluh tahun berselang, dalam dunia
persilatan terdapat seorang perempuan yang cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan... siapakah nama perempuan
itu tak seorang-pun yang tahu, tapi kehebatan ilmu silatnya
boleh dibilang tiada taranya di dunia dewasa ini, konon
tiada seorang manusiapun yang sanggup menahan tiga
jurus serangannya, kebanyakan jago yang berani
mengusiknya tentu akan kedapatan mampus secara
mengerikan..."
"Sedemikian dahsyat dan hebatnya perempuan itu,
sehingga akhirnya orang orang persilatan memberi julukan
Si ong mo ci (iblis cantik pembawa maut) kepadanya."
"Tapi suatu ketika, ternyata ada orang yang sanggup
menahan tiga jurus pukulannya tanpa menderita
kekalahan..."
"Siapakah orang itu?" sela Om Bun kim.
"Ayahmu, Si latah dari empat samudra!"
"Apa? Ayahku sanggup menahan tiga jurus pukulannya
tanpa menderita kekalahan?"
"Bagaimana kenyataannya aku tak berani memastikan,
sebab itu semua hanya menurut berita yang tersiar di dunia,
walaupun begitu, semenjak saat itulah tiba-tiba ia lenyap
dari keramaian dunia persilatan, sampai dua tahun
kemudian baru ada orang yang berhasil menjumpai dirinya
lagi..."
"Siapakah orang itu?"
"Orang itu adalah ketua dari perkumpulan Hui yan pang,
tapi sekembalinya di dalam perkumpulannya, tiba-tiba ia
kedapatan mati di bunuh orang!"
"Siapa yang telah membunuhnya?"
"Peristiwa ini menjadi peristiwa misterius yang tak
terpecahkan hingga kini, yang lebih aneh lagi, ternyata
istrinya ikut lenyap tak berbekas, konon mata uang
kematian itu adalah benda yang berhasil didapatkan dari
tangan isterinya itu."
Sejak peristiwa itulah, mata uang kematian telah muncul
dalam dunia persilatan, cuma setiap orang yang berhasil
mendapatkan mata uang kematian tersebut, cepat atau
lambat mereka telah pulang ke alam baka..."
"Tiga tahun berselang, keenam biji mata uang kematian
itu berhasil didapatkan oleh Kim-hay lak yu, untuk
memecahkan rahasia yang menyelimuti mata uang
kematian tersebut. Enam serangkai dari lautan pedang ini
berjanji akan bertemu di atas puncak Jit gwat hong..."
"Dan kemudian, mereka tewas terbunuh oleh Sam jiu
hek hou (Rase hitam berlengan tiga)?" sela Ong Bun kim.
"Tidak! Bagaimanapun lihaynya ilmu silat si Rase hitam
berlengan tiga, tak nanti ia sanggup membunuh habis Kiam
hay lak yu, mungkin di balik kejadian ini masih ada alasan
yang lain. Lagi pula apakah Si Rase hitam berlengan tiga
bisa mempergunakan jurus serangan dari enam perguruan
atau tidak, hingga kini masih merupakan suatu tanda tanya
besar."
"Tapi yang pasti, si Rase hitam berlengan tiga memang
berhasil mendapatkan empat biji mata uang kematian dari
saku Kiam hay lak yu, sayang sang walang mengincar
tonggeret, si burung nuri mengancam dari belakangnya,
maka diapun kembali kena dibunuh orang lain! Sudah
barang tentu orang itu bukanlah si manusia berkerudung
hitam itu."
"Lantas apa sebenarnya yang diinginkan si iblis cantik
pembawa maut dengan meninggalkan mata uang
kematiannya itu?"
"Aku tidak tahu!"
Ong Bun kim termenung, ia tak tahu apa yang harus
diperbuat saat ini.
Tiba tiba Kelelawar malam bertanya lagi: "Kau hendak
menuju ke lembah gadis suci?"
"Benar."
"Aku perlu memperingatkan kepadamu, seandainya
kokcu dari lembah itu bukan ibumu, maka akibatnya sukar
untuk dilukiskan dengan kata-kata..."
Tercekat perasaan Ong Bun kim mendengar perkataan
itu, sebab apa yang diucapkan Kelelawar malam memang
benar, andaikata Kokcu dari lembah Sin li kok bukan
ibunya, itu berarti dia adalah pembunuh yang telah
menghabisi nyawa ayahnya.
Bila ia ke sana seorang diri, bukankah keadaan tersebut
hakekatnya seperti sang domba yang menghantarkan diri ke
depan mulut sang harimau?
Walaupun begitu, dalam keadaan seperti ini ia tak
sempat untuk memikir, lalu katanya:
"Walaupun apa yang akan terjadi, aku harus ke sana!"
"Mau pergi atau tidak itu merupakan urusan-mu, tapi
ada satu hal lagi yang perlu kutanyakan kepadamu, apakah
kaupun mempunyai rencana untuk berkunjung ke
perguruan Hau kwan?"
"Benar!"
"Dalam rencanamu ini kau harus mempunyai
perhitungan yang masak, sekalipun ilmu silatmu hebat, tapi
menurut dugaanku, kemungkinan besar kau masih bukan
tandingan dari Mo kui kiam jiu!"
"Tentang soal ini, aku tak pernah memikirkannya di
dalam hati!"
"Han kwan mempunyai mata-mata yang sangat banyak
dan tersebar di mana-mana, rencana kunjunganmu ke Hau
kwan untuk mencari balas sudah tentu telah diketahui pula
oleh pihak lawan, aku harap segala tindakanmu selanjutnya
harus lebih berhati hati lagi!"
"Terima kasih banyak atas perhatian dari locianpwe!"
Berbicara sampai di situ, tiba tiba Kelelawar malam
melayang ke tengah udara, dalam beberapa kali kelebatan
saja tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Untuk sesaat lamanya Ong Bun kim hanya berdiri
tertegun di sana.
Sekarang ia sudah mengetahui banyak persoalan, dan
persoalan persoalan itu sudah mulai melingkari tubuhnya,
ia tak tahu dengan cara apa kah semua kejadian itu harus
dihadapi?
Sekalipun ia mempunyai kepercayaan pada diri sendiri,
memiliki pula tekad yang luar biasa namun ia menemukan
bahwa dirinya terlampau kesepian, terlalu terisolir dan
berdiri seorang diri.
Ketika teringat sampai di situ, tak kuasa lagi Ong Bun
kim menghela napas panjang.
Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia
berkumandang memecahkan kesunyian, langkah kaki itu
dengan cepat menyadarkan kembali Ong Bun kim dari
kemurungan dan lamunannya.
Ketika ia mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian
terlihat seketika membuat pemuda itu tertegun.
Seorang nona berbaju kuning telah muncul di
hadapannya, ia mempunyai raut wajah ber-bentuk bulat
telur, sepasang biji matanya bening dan jeli kelihatan sangat
menawan hati, pipinya merah dan gerak-geriknya polos,
sungguh menawan hati siapapun yang memandangnya...
Nona itu memandang pula ke arah Ong Bun kim dengan
wajah termangu-mangu... seakan-akan tampang ganteng
dari pemuda itu telah mendebarkan hatinya.
Tiba-tiba . . . sorot mata Ong Bun kim terhenti di atas
sebuah seruling perak yang berada di tangan nona itu, paras
mukanya kontan saja berubah hebat.
"Aaaah . . . rupanya kau . . . " hardiknya.
"Kenapa dengan aku?" tanya si nona berbaju kuning itu
dengan wajah tertegun.
Ong Bun kim tertawa lebar.
"Bukankah nona adalah orang yang telah mematahkan
pengaruh irama penggaet sukmaku?" ia menegur.
Tentu saja si nona berbaju kuning itu tak mengetahui
bahwa senyuman Ong Bun-kim yang begini menarik, begini
mempesonakan hati sesungguhnya terkandung hawa
pembunuhan yang amat tebal.
Paras muka nona itu berubah juga, katanya: "Jadi
belasan orang hwesio dan toosu itu tewas oleh permainan
irama harpamu?"
"Benar!"
"Dan kau kau adalah ahli waris dari Kui-jin suseng yang
termashur akan kekejamannya itu?" kembali nona berbaju
kuning itu bertanya dengan nada kaget!
"Betul!"
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah si
nona itu, tiba-tiba bentaknya "Aku hendak membunuh
kau!"
000OdwO000
Bab 9
ENAM CAMBUK PENUNGGANG HARIMAU
SAMBIL membentak nyaring, serentetan cahaya perak
berkilauan memenuhi angkasa, dengan seruling peraknya
secepat kilat si nona berbaju kuning melejit ke depan dan
menerjang ke arah Ong Bun-kim.
Sesungguhnya semenjak Ong Bun-kim tahu bahwa si
nona berbaju kuning inilah yang telah mematahkan daya
pengaruh dari irama Kou-hun-ki nya, hawa membunuhnya
telah berkobar dalam dadanya, maka dikala nona berbaju
kuning itu melancarkan sebuah serangan, dia sendiripun
melepaskan pula sebuah serangan kilat.
Kedua belah pihak sama-sama melepaskan serangannya
dengan kecepatan tinggi, diantara getaran seruling peraknya
tiba-tiba nona berbaju kuning itu merubah gerak jurus
serangannya, secara beruntun ia melepaskan tiga buah
serangan berantai.
Semua serangan tersebut bukan saja dilepaskan dengan
kecepatan yang luar biasa, jurus-jurus ancamanpun
semuanya keji, buas dan sama sekali tak ada rasa kasihan.
Ong Bun-kim membentak nyaring, harpa besinya
disodok ke luar, dengan garang dan buasnya ia
melancarkan pula dua buah serangan berantai.
Bayangan manusia saling berputar dan saling
menyambar, dalam waktu singkat, kedua belah pihak
masing-masing telah melepaskan lima buah serangan
gencar.
Rupanya Ong Bun-kim tidak menyangka kalau
musuhnya memiliki ilmu silat selihay itu, ia segera
membentak nyaring, harpa besinya dengan suatu gerakan
yang paling cepat bagaikan sambaran geledek secara
beruntun melepaskan tiga buah serangan kilat.
Ketiga jurus serangan itu semuanya dilancarkan Ong
Bun-kim dengan disertai tenaga dalam yang paling
sempurna, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya daya
penghancur dari pukulan itu.
Dengan bersusah payah si nona berbaju kuning itu
berusaha meloloskan diri dari ketiga buah ancaman itu,
sayang sebuah sodokan tangan kiri dari Ong Bun-kim tibatiba
nyelonong masuk.
"Blaaang"..!" Suatu benturan keras tak dapat dihindarkan
lagi.
Dengan sempoyongan si nona berbaju kuning mundur
beberapa langkah, ia merintih kesakitan dan darah kental
menyembur ke luar dari bibirnya yang kecil.
Ong Bun-kim tidak berdiam diri belaka, sekali melompat
ke depan, bagaikan burung elang menyambar anak ayam,
tahu-tahu gadis itu sudah dicengkeram olehnya.
Sesudah terjatuh ke tangan musuh, nona berbaju kuning
itu baru merasa takut dan ngeri, ditatapnya wajah Ong Bunkim
dengan seribu pertanyaan.
Ong Bun-kim tertawa seram, suaranya dingin
mengerikan dan buas, membuat siapa juga yang mendengar
suara tersebut menjadi bergidik bulu kuduknya.
"Heehh heehh sekarang kau boleh menjawab, kau yang
hendak membunuhku? Ataukah aku yang hendak
membunuhmu?" ejeknya sinis.
"Apa maumu?" tanya nona berbaju kuning itu makin
ketakutan.
Ong Bun-kim memperlihatkan sekulum senyumannya
yang aneh dan misterius, lalu katanya:
"Susah untuk kukatakan sekarang! Tapi sebelum kita
bicarakan yang lain, jawab dulu sejujurnya, kenapa kau
patahkan daya pengaruh dari permainan harpaku?"
"Tidak tahu!"
"Setelah kau tahu bahwa aku adalah ahli warisnya Kuijin
suseng, mengapa secara tiba-tiba kau melancarkan
serangan mematikan kepadaku?"
"Gurumu adalah seorang gembong iblis yang kejam dan
tidak berperi kemanusiaan, tentu saja kaupun tidak
terkecuali, sebab kalau tidak begitu, mengapa kau bantai
secara brutal jago-jago yang tergabung dalam enam partai
besar?"
"Heeehhh...heeehhh... heeehh... berapa usiamu tahun
ini?" tanya Ong Bun-kim lagi sambil tertawa dingin.
Pertanyaan yang diajukan si anak muda itu cukup brutal,
tidak sopan dan mendatangkan perasaan aneh bagi yang
mendengarkan.
Kontan saja paras muka nona berbaju kuning itu berubah
hebat.
"Apa yang hendak kau lakukan?" teriaknya gelisah dan
cemas.
Ong Bun-kim tidak menjawab pertanyaan itu, cuma
katanya lagi dengan suara dingin:
"Sudah lebih dari tujuh belas tahun, bukan?"
"Benar!"
"Aku lihat nona mempunyai potongan badan yang padat
berisi dan menggiurkan hati orang, mempunyai paras muka
cantik jelita bagai bidadari dari kahyangan, rasanya
terlampau kasar jika kubunuh dirimu dengan begitu saja,
apalagi menghancurkan bunga indah yang baru mekar
seperti kau...."
Pucat pias wajah si nona berbaju kuning itu, bahkan
saking takutnya ia sampai gemetar keras, ia kuatir kalau
dirinya diperkosa secara brutal oleh lawannya.
"See...see. .sebetulnya apa yanghendak kau...kau
lakukan.. ?" ia bertanya dengan suara tergagap.
"Melepaskan kau!"
"Aaaah. ..!" jawaban tersebut sungguh di luar dugaan,
saking heran dan tidak percayanya nona ber-baju kuning itu
sampai menjerit sekerasnya.
Peristiwa ini benar-benar berada di luar dugaan-nya,
untuk sesaat ia tak tahu apa yang harus dilakukan, hanya
ditatapnya wajah pemuda itu dengan cemas dan takut.
Kembali Ong Bun-kim tertawa dingin.
"Heeehhh heeehhh...heeehhh.... aku tidak bohong, apa
yang kukatakan adalah perkataan yang sesungguhnya!"
Berbicara sampai di situ, ia benar - benar menurunkan
nona berbaju kuning itu dari cengkeramannya, lalu dengan
suara yang dingin menyeramkan ia melanjutkan.
"Cuma, kalau lain kali kau masih berani memusuhi aku
lagi, Hmm ! Jangan salahkan kalau aku Ong Bun-kim akan
menggunakan cara yang paling kejam dan brutal untuk
menghadapimu!"
Begitu selesai berkata, tanpa banyak cincong dia lantas
putar badan dan berlalu dari sana.
Kini tinggal si nona berbaju kuning itu seorang diri, ia
berdiri termangu-mangu dengan perasaan aneh, ditatapnya
bayangan punggung Ong Bun-kim yang tinggi besar dan
mendatangkan perasaan kesal itu pelan-pelan lenyap dari
pandangan mata.
Agaknya ia sudah merasakan bahwa dia adalah seorang
pemuda yang dingin, kaku dan aneh sekali
Tanpa terasa ia menghela napas panjang, kemudian
pelan-pelan berlalu pula meninggalkan tempat itu
Dalam pada itu, Ong Bun-kim setelah melepaskan
cengkeramannya pada si nona berbaju kuning, dengan
kecepatan yang luar biasa ia berlalu meninggalkan tempat
itu.
Sedemikian cepatnya dia kabur, seolah-olah dengan
menggunakan kecepatan larinya ini dia ingin melampiaskan
semua kemarahan, kemendongkolan serta kemurungan
yang mencekam perasaannya selama ini....
Dalam waktu singkat beberapa li sudah di-lewatkan
dengan cepat, akhirnya ia berhenti, memandang kegelapan
malam yang menyelimuti angkasa, ia hanya berdiri
termangu-mangu tanpa mengucapkan sepatah katapun jua.
Pikirnya:
"Aku harus ke mana dulu? Lembah Sin-li-kok? Ataukah
ke Hau-kwan lebih dahulu...."
Akhirnya ia memutuskan untuk menuju lembah Sin-likok
lebih dahulu guna menyingkap teka teki yang
menyelimuti ibu kandungnya, sesudah itu ia baru
mendatangi perguruan Hau-kwan untuk menuntut balas
terhadap Mo-kui-kiam jiu.
Begitulah, setelah mengambil keputusan maka
berangkatlah dia menuju lembab Sin-li-kok.
Suatu hari, sampai Ong Bun-Kim di suatu tempat
beberapa li dari bukit Soat im san, sementara ia sedang
melanjutkan perjalanannya dengan cepat, tiba-tiba
terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang
datang dari belakangnya.
Dengan cepat ia mendongakkan kepalanya, tampaklah
enam ekor kuda jempolan dengan cepatnya menuju
kehadapannya, debu dan pasir beterbangan memenuhi
angkasa.
Dalam waktu singkat, rombongan itu telah tiba
dihadapannya, mendadak mereka menarik tali les kudanya
dan berhenti tepat menghadang jalan pergi anak muda itu.
Keenam penunggang kuda jempolan itu adalah laki-laki
berbaju kuning, sebagai pemimpinnya adalah seorang kakek
jangkung yang bertubuh ceking, usianya diantara limapuluh
tahunan. Merasakan jalan perginya terhalang, paras muka
Ong Bun kim segera berubah hebat.
Kakek kurus itu mengawasi wajah Ong Bun kim sekejap,
lalu sambil tertawa dingin katanya:
"Kalau dilihat dari harpa besi yang kau gembol, rupanya
kau adalah ahli waris dari Kui jin suseng?"
Ong Bun kim tertawa hambar, dari balik tertawanya
tersingkap rasa angkuh dan sinisnya terhadap orang orang
itu.
"Benar!" jawabnya dengan suara dalam.
Setelah pengakuan diberikan, paras muka dari lima
orang laki laki berbaju kuning lainnya segera berubah hebat,
Ong Bun kim segera menyadari bahwa kedatangan keenam
orang itu adalah untuk mencari urusan dengan pihaknya.
Kakek jangkung kurus yang menjadi pemimpin
rombongan itu segera mengayunkan cambuk kudanya yang
panjang, lalu tertawa seram.
"Rupanya kau juga yang telah mengalahkan Sip hiat yau
hoa siluman bunga penghisap darah?" tegurnya lagi.
"Betul!"
"Orang yang membinasakan belasan jago lihay dari
enam perguruan besar dengan" irama Kou hun ki juga kau
?"
"Tak salah lagi dugaanmu itu."
"Hmm ..tampaknya kegagahanmu sekarang tidak kalah
dengan keperkasaan gurumu dimasa lalu!"
Ong Bun kim mengerutkan dahinya rapat-rapat, lalu
bertanya dengan ketus:
"Siapakah kalian berenam?"
Kakek berbaju kuning itu tidak menjawab pertanyaan
tersebut, sebaliknya dengan ketus berkata lagi:
"Konon kau pernah sesumbar akan berkunjung ke Hau
kwan untuk mencari balas?"
"Benar, sesungguhnya siapa kalian berenam?" seru Ong
Bun kim.
"Hau ki lak pian, enam cambuk penunggang harimau
dari perguruan Hau kwan..!"
Begitu mengetahui siapakah orang-orang yang sedang di
hadapinya sekarang, air muka Ong Bun kim berubah hebat,
ia tak menyangka kalau Mo kui kiam jiu (jago pedang setan
iblis) telah mengutus jago-jago perguruannya untuk
menghadang serta membinasakan dirinya sebelum ia
berkunjung ke Hau kwan untuk membuat perhitungan.
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah Ong
Bun kim, kontan saja ia tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh kalau begitu,
kedatangan kalian berenam adalah untuk mencari urusan
denganku?"
"Tepat sekali, bukankah kau pernah sesumbar akan
mencari balas terhadap Kwancu kami? Sebab itulah,
sebelum kau bersusah payah mencari kami, kwancu kami
telah menurunkan perintah agar menyambut lebih dulu
kedatanganmu!"
Mendengar perkataan tersebut, Ong Bun-kim segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahh... haaahhh... haaahhh tidak kusangka kalau
Kwancu kalian ketika memandang tinggi diriku!"
Pelan-pelan ia melepaskan harpa besi yang digembol di
atas punggungnya itu.
Keenam orang dari Hau kwanpun tidak berdiam diri
saja, dengan cepat mereka menyebarkan diri dan
mengurung Ong Bun kim di tengah.
Kakek berjubah kuning yang menjadi pemimpin
rombongan itu segera tertawa dingin sambil mengayunkan
cambuknya, ia membentak.
"Apabila kau tidak ingin menemui ajal secara
mengerikan di tempat ini, lebih baik serah kan dirimu untuk
kami belenggu..."
"Haaahhh . . . haaahhh , . . haaahhh. . . tak usah tekebur,
aku kuatir kaulah yang bakal mampus!" ejek Ong Bun kim
sambil tertawa tergelak dengan seramnya.
"Bagus sekali!" teriak kakek itu dengan marah, "kalau
begitu, sambutlah dulu serangan Toan hun pian (cambuk
pemutus nyawa)ku ini!"
Diiringi bentakan nyaring, bayangan cambuk berkelebat
menari di angkasa, dengan gerakan secepat sambaran kilat
cambuk itu meluncur ke depan dan menggulung ke tubuh
pemuda tersebut.
Cambuk kuda itu panjangnya mencapai satu kaki lebih,
ditambah lagi serangan tersebut di lakukan dengan
kecepatan luar biasa, dalam keadaan demikian Ong Bun
kim tak berani menyambut datangnya ancaman tersebut
secara gegabah, dengan cekatan dia berkelit ke samping
kemudian melepaskan sebuah pukulan ke depan.
Ketika serangan cambuk pemutus nyawanya mencapai
sasaran yang kosong, kakek berjubah kuning itu bertindak
cepat, dikala serangan dari Oag Bun kim dilepaskan,
serangan cambuknya yang kedua telah menyambar pula
dengan kecepatan tinggi, bahkan serangannya kali ini jauh
lebih dahsyat dari serangan yang pertama kali.
Dikala si cambuk pemutus nyawa melancarkan
serangannya itu, tiga sosok bayangan cambuk lainnya
secepat sambaran petir menyergap pula ke tubuh Ong Bun
kim dari tiga arah yang berbeda.
"Bangsat, rupanya sudah bosan hidup." bentak Ong Bun
kim dengan geramnya.
Dengan cekatan ia berputar ke samping, harpa besinya
disodokkan kedepan dengan dahsyat, sementara tubuhnya
melompat ke muka dan menyerang seorang laki laki berbaju
kuning yang berada di hadapannya.
Jeritan ngeri yang menyanyatkan hati segera
berkumandang memecahkan kesunyian.
Percikan darah berhamburan di mana mana seorang
lelaki berbaju kuning kena dihajar sehingga terguling dari
atas punggung kudanya.
Begitu musuhnya roboh, Ong Bun-kim melompat ke luar
dari pusat lingkaran, tapi bayangan manusia berkelebatan di
hadapan mukanya, lima orang laki laki berbaju kuning lain
nya serentak melompat turun dari kudanya dan menerkam
ke arah pemuda itu.
"Bajingan keparat!" bentak si cambuk pe mutus nyawa,
"kembalikan nyawa suteku!"
Lima gulung bayangan cambuk, ibaratnya gulungan
ombak di tengah amukan taufan menghajar ke atas tubuh
Ong Bun kim.
Kendatipun Ong Bun-kim memiliki ilmu silat yang amat
dahsyat, akan tetapi cambuk kuda itu terlalu panjang, lagi
pula musuh-musuhnya menyerang secara bersamaan, hal
ini membuat dia sedikit kerepotan untuk menghadapinya.
Harpa besinya diputar kencang, tiba-tiba ia melepaskan
serangan balasan dengan jurus "Bong hong po hi" atau
Angin puyuh hujan badai... sungguh hebat ancaman
tersebut.
Berada dalam keadaan seperti ini Ong Bun kim telah
bertekad untuk mengadu jiwa, bukan saja harpa besinya
melancarkan ancaman, bahkan telapak tangan kirinya
melepaskan pula sebuah pukulan dengan ilmu Ciang mo sin
kang (ilmu sakti penakluk iblis) aliran Siau lim pay.
Dalam sekejap mata, Ong Bun kim telah bertarung
sebanyak lima enam jurus dengan musuh-musuhnya.
Tiba-tiba . . terdengar satu bentakan nyaring diikuti dua
jeritan ngeri memecahkan kesunyian, menyusul
terlemparnya bayangan manusia berbaju kuning, sesosok
bayangan hitam menerobos masuk ke dalam arena
pertarungan.
Kini, dari enam cambuk penunggang harimau yang
hidup tinggal tiga orang saja, mereka sangat terkejut
menghadapi kejadian yang berlangsung sangat tiba tiba ini,
demikian pula halnya dengan Ong Bun kim sendiri,
kejadian itu membuatnya berdiri tertegun.
Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah arena,
tampaklah seorang gadis berbaju hitam yang membawa alat
musik Pi-pa dalam genggamannya telah berdiri tepat di
hadapannya.
Gadis itu sedang berpaling dan melemparkan senyuman
ke arah pemuda itu, senyuman tersebut sangat indah
bagaikan bunga yang sedang mekar, membuat Ong Bun
kim merasakan jantungnya berdebar keras, untuk sesaat
lamanya dia hanya berdiam tertegun.
Gadis berbaju hitam itu tertawa dingin, lalu katanya:
"Kalian benar benar tak punya malu, bukan saja main
sergap, bahkan mencari kemenangan dengan mengandalkan
jumlah yang banyak. Hmmm ...! Tidak takutkah kalian bila
kejadian ini akan ditertawakan oleh orang orang
persilatan?"
Si Cambuk pemutus nyawa menatap gadis berbaju hitam
itu sekejap, mendadak ia berseru tertahan:
"Buu . . . bukankah kau . . . kau adalah Tee ih yao hoa
(bunga iblis dari neraka)?"
"Benar !"
Kontan saja paras muka si Cambuk pemutus nyawa itu
berubah menjadi pucat bagaikan mayat.
Tiba tiba Ong Bun kim membentak keras:
"Hei, urusanku siapa yang suruh kau mencampurinya?"
Dalam gusarnya tiba-tiba ia melancarkan sebuah
pukulan dahsyat ke tubuh Bunga iblis dari neraka.
Tentu saja Bunga iblis dari neraka tidak menyangka
kalau Ong Bun kim bakal melancarkan serangan ke arahnya
setelah pemuda itu ditolong melepaskan diri dari ancaman,
cepat ia berusaha untuk menghindarkan diri...
Sayang keadaan sudah terlambat. . . "Blaang!" pukulan
dahsyat yang dilepaskan Ong Bun kim itu dengan telak
bersarang di atas punggung si Bunga iblis dari neraka.
Dengan sempoyongan gadis itu mundur sejauh tujuhdelapan
langkah, wajahnya berubah menjadi pucat pias,
untung tak sampai menimbulkan tumpahan darah.
Ong Bun kim sendiripun sangat terperanjat atas hasil dari
serangannya itu, dia cukup menyadari bahwa tenaga
pukulannya barusan paling sedikit mencapai seribu kati,
akan tetapi kenyataannya Bunga iblis dari neraka sedikitpun
tak terluka.
Kenyataan ini sungguh membuat hatinya bergetar keras
lantaran kagetnya.
Ong Bun kim paling benci kalau ada orang mencampuri
urusannya, karena itu di dalam marahnya tadi, tanpa
berpikir panjang sebuah pukulan segera dilancarkan.
Paras muka Bunga iblis dari neraka yang cantik jelita kini
sudah diliputi oleh hawa napsu membunuh, agaknya nona
itu sudah dibuat naik darah oleh ulah pemuda tersebut.
Ong Bun kim tidak memperdulikan kemarahan orang,
tiba tiba ia membentak lagi:
"Cambuk pemutus nyawa, serahkan jiwa anjingmu..."
Dengan suatu gerakan cepat ia menerjang ke arah
cambuk pemutus nyawa, lalu melancarkan sebuah sapuan.
Padahal pada saat itu si Cambuk pemutus nyawa masih
berdiri karena kaget, nyaris tubuhnya termakan oleh sapuan
dari Ong Bun kim ini, untung ilmu silat yang dimilikinya
memang cukup meyakinkan, cambuk panjangnya segera
digetarkan untuk mematahkan ancaman tersebut.
Tapi sebelum serangannya sempat mengenai sasaran,
ancaman harpa besi dari Ong Bun kim telah menghantam
kepalanya.
"Braaaak..." tak sempat lagi bagi Cambuk pemutus
nyawa untuk menjerit kesakitan, tahu-tahu darah dan isi
otak telah berhamburan di mana-mana, kepalanya pecah
termakan oleh pukulan harpa besi yang maha dahsyat itu
hingga mengakibatkan ia tewas dalam keadaan mengerikan.
Sekali lagi Ong Bun kim berkelebat mengitari gelanggang
dengan kecepatan tinggi, suatu jerit kesakitan sekali lagi
berkumandang memecahkan kesunyian....
"Blaaaaam ....!" sesosok tubuh manusia berbaju kuning
kembali tergeletak dalam wujud mayat.
Sekarang tinggal seorang kakek berbaju kuning yang
masih hidup, cuma paras mukanya telah berubah sepucat
mayat, ia sedang mundur terus ke belakang dengan
sempoyongan...
"Kau tak usah ketakutan!" bentak Ong Bun kim
kemudian, "tak nanti kubunuh dirimu, cepat enyah dari sini
dan beritahukan kepada Mo kui kiam-jiu, katakan putra
dari si Latah Su hay bong kek yang bernama Ong Bun kim
tak lama lagi akan datang mencarinya untuk membuat
perhitungan."
Kakek berbaju kuning itu masih saja berdiri kaku di
tempat semula, mungkin saking takut dan ngerinya, dia
sampai lupa untuk berbuat sesuatu apapun.
"Kenapa tidak lekas lekas enyah dari sini?" kembali Ong
Bun kim membentak.
Seperti baru sadar dari impian, kakek berbaju kuning itu
segera melompat naik ke atas kudanya dan mencemplak
kuda itu secepat-cepatnya.
Menanti orang itu sudah lenyap dari pandangan mata.
Bunga iblis dari neraka baru maju meng-hampiri Ong Bun
kim sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Senyuman dingin yang menghiasi ujung bibirnya tampak
sangat menyeramkan, membuat siapa-pun yang
menyaksikan merasakan hatinya bergidik.
"Hmmm....heemmm... bagus sekali perbuatanmu"
demikian ejeknya dengan nada ketus, "bagaimana pula
pertanggungan jawabmu terhadap pukulan yang barusan
kau hadiahkan kepadaku..."
Ong Bun kim mendengus dingin.
"Hmmm....! Siapa yang suruh kau suka mencampuri
urusan orang? Terus terang kukatakan kepadamu, selama
hidup aku paling benci kalau melihat ada orang yang suka
mencampuri urusanku!"
Tiba-tiba Bunga iblis dari neraka tertawa ringan.
"Hei, siapa namamu?" tegurnya.
"Aku rasa soal nama tiada kepentingan bagiku untuk
memberitahukannya kepadamu!"
"Baik, kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu,
sesungguhnya kau ingin mati ataukah ingin hidup?"
"Kalau mati bagaimana? Dan kalau hidup bagaimana
pula..."
"Kalau ingin bidup, gampang saja..." kata nona itu
sambil tertawa ringan, "berlutut di hadapanku dan
sembahlah aku sambil minta maaf..."
"Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong!" damprat
Ong Bun kim dengan mata melotot.
"Jadi kau ingin mampus?"
"Bila kau merasa sanggup untuk membinasakanku,
dengan segala senang hati aku bersedia mati di tangan
nona."
Bunga iblis dari neraka tertawa riang.
"Bagus, kalau begitu jangan salahkan kalau aku tidak
memberi kesempatan hidup lagi kepadamu..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba tubuhnya
menerjang ke muka dengan cepatnya, di antara
berkelebatnya bayangan tubuh, sebuah pukulan dahsyat
telah dilontarkan ke arah tubuh Ong Bun kim.
Sungguh cepat pukulan itu, membuat orang berdebar
rasanya karena kaget dan tercengang.
Ong Bun-kim menangkis pukulan itu dengan tangan
kirinya, kemudian ia melompat mundur sejauh lima
langkah.
"Jangan lari, sambut dulu pukulanku ini lagi!" bentak
Bunga iblis dari neraka.
Senjata Pipa bajanya kembali diayun ke depan, dengan
gerakan bukit Taysan menindih kepala, dia hantam batok
kepala Ong Bun-kim.
Serangan itu sungguh ganas, garang dan mematikan
seandainya terkena pada sasarannya niscaya batok kepala
pemuda itu akan hancur berantakan.
Ong Bun-kin cukup menyadari betapa dahsyatnya
serangan musuh ketika itu, untuk menghindar tak mungkin
lagi baginya, dalam keadaan terdesak ini terpaksa dia putar
harpa besinya untuk menyongsong tibanya ancaman
tersebut...
"Traaang...!" benturan nyaring tak bisa dihindari lagi, di
antara percikan bunga api yang memancar ke mana mana,
Ong Bun-kim merasakan telapak tangannya amat sakit
seperi retak-retak, kuda kudanya tergempur, keseimbang an
tubuhnya hilang dan dia mundur tujuh-delapan langkah ke
belakang dengan sempoyongan.
Belum sempat anak muda itu berdiri tegak, dengan
membawa desingan angin serangan yang tajam, sekali lagi
Bunga iblis dari neraka melancarkan tubrukan, lalu sebuah
tubrukan dahsyat dibacokan ke tubuh lawan.
Untuk kedua kalinya terpaksa Ong Bun-kim harus
menghimpun tenaga dalamnya menyambut datangnya
ancaman tersebut dengan lawan keras.
"Blaaang...!" benturan keras kembali terjadi, angin puyuh
berpusing-pusing menerbangkan pasir dan debu, Ong Bun
kim tak sanggup berdiri tegak lagi, ia mundur terus ke
belakang dengan sempoyongan.
00OdwO00
BAB 10
BUNGA iblis dari neraka tak sudi memberi kesempatan
bagi musuhnya untuk bertukar napas, begitu berhasil
dengan serangannya, sekali lagi ia siap menerjang ke muka.
Mendadak ....
"Tahan !" suatu bentakan nyaring berkumandang
memecah kesunyian.
Diantara bentakan nyaring itu tampak sesosok bayangan
manusia berkelebat masuk ke dalam gelanggang.
Tanpa sadar Bunga iblis dari neraka menarik napas
panjang panjang dan menahan kembali gerak majunya.
Andaikata orang itu tidak muncul secara tiba-tiba, sudah
bisa dipastikan Ong Bun-kim bakal mampus dalam lima
gebrakan kemudian, atau paling sedikit dia akan terluka di
tangan nona itu.
Dengan perasaan kaget dan heran anak muda itu
mendongakkan kepalanya, maka terlihatlah se-orang
perempuan setengah umur yang memakai baju abu-abu
dengan membawa sebatang seruling perak telah berdiri di
hadapannya dengan wajah serius.
Sekalipun usia dari perempuan setengah umur ini sudah
mencapai empat puluh tahunan, namun sisa sisa kecantikan
wajahnya dikala masih muda dulu masih tertera dengan
jelasnya.
Dengan sorot mata yang penuh dengan pancaran sinar
membunuh, ia mengawasi wajah Ong Bun-kim tanpa
berkedip, kemudian bentaknya:
"Apakah kau adalah muridnya Kui-jin suseng?""
"Benar."
"Kau pula yang telah melukai muridku, seorang nona
berbaju kuning dalam benteng Tui hong po?"
"Benar!"
"Di manakah gurumu sekarang?"
"Mau apa kau?"
Paras muka perempuan berusia pertengahan itu agak
berubah, lalu bentaknya lagi dengan ketus:
"Aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya ia berada
di mana?"
"Sebelum kau utarakan alasannya, jangan harap aku
bersedia memberitahukan hal ini kepadamu!"
Betapa geramnya perempuan berusia pertengahan itu
mendapat jawaban tersebut, dia harus menggigit bibir untuk
menahan luapan emosi dalam hatinya.
"Jadi kau tidak bersedia untuk memberitahukan
kepadaku di manakah ia berada?"
"Tepat sekali dugaanmu itu!"
"Bangsat! Agaknya kau ingin mampus..." sambil
membentak keras, secepat kilat perempuan berusia
pertengahan itu menerjang ke arah Ong Bun kim, bahkan
seruling peraknya disertai desingan angin tajam langsung
menyodok ke tubuhnya.
Cahaya keperak-perakan berkelebat lewat, tahu-tahu
ujung senjata lawan sudah tiba di atas dada Ong Bun kim.
Dengan cekatan Ong Bun kira menggetarkan harpa
besinya, lalu diapun melepaskan sebuah serangan untuk
membendung datangnya ancaman tersebut...
Disaat perempuan berusia pertengahan melancarkan
serangan tadi, tiba-tiba Bunga iblis dari neraka membentak
pula kemudian ikut melancarkan sebuah serangan dahsyat
ke tubuh perempuan berusia pertengahan itu.
Dengan gesit perempuan itu berkelit ke samping,
kemudian ditatapnya Bunga iblis dari neraka dengan
pandangan terperanjat.
"Hei, ke . . . kenapa kau?" teriaknya.
"Kenapa pula dengan kau?"
"Aku... akan hendak membunuh dirinya !"
Bunga iblis dari neraka tertawa dingin.
"Heeehhh... heeehh... heeehhh... jangan lupa sobat, dia
adalah orang yang hendak kubunuh lebih dahulu, sebelum
mendapat persetujuanku, jangan harap kau bisa
mengganggunya barang seujung rambutpun!"
Ong Bun-kim ikut tertawa dingin.
"Kalian tak perlu bertengkar sendiri" demikian katanya,
"kalau ingin selembar nyawaku lebih baik turun tangan saja
bersama-sama, aku Ong Bun-kim tak akan memikirkan
persoalan ini di dalam hati..."
Belum habis si anak muda itu menyelesaikan katakatanya,
mendadak perempuan berusia per-tengahan itu
berteriak kaget:
"Apa? Kau . . . kau bernama Ong Bun-kim?"
Ketika mendengar jeritan kagetnya itu, Ong Bun-kim
ikut merasa terkesiap, dengan cepat dia mendongakkan
kepalanya.
Tampaklah perempuan berusia pertengahan itu sedang
memandang ke arahnya dengan wajah kaget, tidak percaya
dan aneka macam perasaan lain yang bercampur aduk.
"Benar!" jawab Ong Bun-kim sambil tertawa hambar,
"akulah yang bernama Ong Bun kim. .."
Belum habis ucapan dari si anak muda itu, Bunga iblis
dari neraka telah membentak keras:
"Dengan kekuatanku saja sudah cukup untuk
membinasakannya, buat apa musti ada dua orang yang
turun tangan bersama?"
Bayangan manusia berbaju hitam kembali berkelebat,
untuk kesekian kalinya dia menerkam ke muka, sementara
senjata Pi pa bajanya diayun ke atas untuk melancarkan
sebuah serangan kilat.
Hawa amarah yang berkobar di dalam dada Ong Bun
kim saat ini sudah tak terkendali kau, sembari menangkis
ancaman musuh dengan harpa besinya, sebuah pukulan
balasan kembali dilontarkan.
-oo0dw0o-
Jilid 4
PERTARUNGAN sengitpun kembali berkobar, kedua
belah pihak sama-sama menggunakan kecepatan yang
paling tinggi untuk merobohkan lawannya.
Diantara bayangan manusia yang saling menyambar,
kedua belah pihak masing-masing telah melepaskan dua
buah serangan berantai, oleh desakan tersebut tubuh Ong
Bun kim secara beruntun terdesak mundur sejauh tiga
langkah lebih.
Tiba-tiba segulung tenaga pukulan yang sangat kuat
menggulung ke arah tubuhnya.
Ong Bun kim menangkis dengan tangan kirinya, tapi
serangan pi pa besi dari Bunga iblis dari neraka telah
menggulung lagi dengan gencarnya.
Dalam keadaan demikian, hilanglah posisi baik bagi Ong
Bun kim untuk mempertahankan diri, jangankan mendesak
musuhnya, untuk menghindarkan diri pun sudah tak
sempat.
Terpaksa ia harus mengertak giginya sambil melepaskan
sebuah pukulan untuk menyambut ancaman itu dengan
keras lawan keras.
"Traaaang . !" dalam benturan yang sangat keras itu,
harpa besi dalam genggaman Ong Bun-kim terlepas dari
cekatannya.
Tak terkira rasa kagetnya menghadapi kejadian tersebut,
sebelum ingatan kedua melintas dalam benaknya, tubuh si
Bunga iblis dari neraka telah menggulung datang dengan
cepatnya.
Musnahlah semua kesempatan Ong Bun kim untuk
menghindarkan diri dari terkaman itu, ia menjadi nekad,
tiba-tiba sepasang tangannya di-rentangkan lebar-lebar lalu
dipeluknya Bunga iblis dari neraka kencang-kencang.
Sudah barang tentu Bunga iblis dari neraka tak akan
menyangka kalau musuhnya akan mempergunakan gaya
"bebas" untuk menerkamnya, untuk sesaat ia menjadi
tertegun dan gelagapan sendiri.
Tak ampun lagi badannya segera dipeluk Ong Bun kim
erat-erat.
Kontan Bunga iblis dari neraka menjerit kaget sekeraskerasnya...
Peristiwa yang sama sekali di luar dugaan ini
betul-betul membuat Bunga iblis dari neraka mati kutunya,
di dalam pelukan Ong Bun kim yang begitu erat dan
hangat, ia tak berani berkutik barang sedikitpun juga.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba tiba Bunga iblis dari
neraka membentak keras:
"Hei, sebetulnya kau bersedia lepas tangan tidak."
Ong Bun kim tertegun. "Kee... kenapa aku musti lepas
tangan?" bantahnya.
"Tapi .... tapi.... tidak seharusnya kau memeluk tubuhku
terus menerus." seru si nona dengan mendongkol.
Sesungguhnya Ong Bun kim adalah seorang pemuda
terpelajar yang mengetahui akan sopan santun, diapun tahu
antara pria dan wanita sebetulnya terpisah oleh batas batas
tertentu.
Tapi iapun segeta berpikir lain, andaikata eadis itu
dilepaskan dengan begini saja, bukankah tindakan tersebut
ibaratnya melepaskan harimau pulang ke gunung? Sebentar
lagi. pasti akan terjatuh pula dalam cengkeramannya.
Maka sesudah termangu sejenak, diapun berkata:
"Kenapa aku tak boleh memelukmu?"
"Kau . . ." keadaan si Bunga iblis dari neraka sekarang
yaa kheki yaa cemas, untuk sesaat lamanya ia tak mampu
berkata apa-apa.
Lama, lama kemudian barulah ia membentak: "Kau...
kau... belum juga mau melepaskan aku?"
Tiba-tiba Ong Bun kim seperti telah menyadari sesuatu,
jari telunjuk tangan kanannya segera disodokkan ke muka.
Bunga iblis dari neraka hanya merasakan sekujur
badannya menjadi kesemutan lalu kaku dan tak dapat
berkutik lagi, ternyata Ong Bun kim telah menotok jalan
darahnya.
Sesudah gadis itu tak bisa berkutik lagi, Ong Bun kim
baru melepaskan pelukannya dan menghembuskan napas
panjang, pelan-pelan dia maju ke depan dan memungut
harpa besinya yang tergeletak di tanah.
Berbicara sebenarnya, kedudukan dari Tee ih mo hoa
tadi sudah berada di atas angin, bahkan kemenangan telah
berada di tangannya, siapa yang mengira kalau sebuah
pelukan yang hangat dari lawannya telah membuatnya dari
kedudukan yang unggul menjadi pihak yang kalah.
Sesudah jalan darahnya tertotok, nona itu betul betul tak
dapat berkutik, saking jengkel dan mendongkolnya ia hanya
bisa melototkan sepasang matanya bisar besar, tak sepotong
kata-pun bisa diucapkan.
Sementara itu Ong Bun kim telah kembali ke tengah
gelanggang, diliriknya gadis yang bernama Bunga iblis dari
neraka itu sekejap, ketika terbayang kembali pelukan hangat
yang baru dilakukannya, tiba-tiba timbul suatu perasaan
aneh di hatinya.
Perasaan itu sangat sensitif dan aneh sekali, bahkan dia
sendiripun tak dapat menerangkan perasaan yang
bagaimanakah itu?
Berbicara sejujurnya, Bunga iblis dari neraka adalah
seorang gadis cantik jelita yang sangat mempesonakan hati
orang bahkan sekalipun Yo kui hui atau See si pada jaman
dahulu lahir kembali, belum tentu kecantikan mereka bisa
menandingi keayuan gadis ini.
Ketika merasakan dirinya diperhatikan, dengan gemas
bercampur mendongkol Bunga iblis dari neraka berseru:
"Kenapa tidak kau bebaskan jalan darahku yang
tertotok?"
"Kenapa harus kubebaskan jalan darahmu? Bukankah
kau hendak membinasakan diriku?"
"Kau... kau..." saking mendongkolnya gadis itu tak
mampu melanjutkan kata-katanya, malah ia berdiri dengan
tubuh yang gemetar keras.
Ong Bun kim segera tertawa.
"Nona, terus terang kuakui bahwa wajah nona diwaktu
marah jauh lebih cantik dan menarik dari pada diwaktuwaktu
biasa." godanya.
Ong Bun-kim adalah seorang pria yang sombong angkuh
dan ketus, tapi dalam keadaan seperti ini ternyata ia tidak
lupa untuk menggunakan ke-angkuhan serta keketusannya
untuk mempermainkan seorang gadis yang sudah tak
berkutik.
Bunga iblis dari neraka marah sekali dampratnya.
"Iblis keji yang tak punya perasaan, lihat saja nanti! Aku
tak akan mengampuni dirimu!"
Ong Bun-kim menengadah dan tertawa seram.
"Haahhh haahhh haahhh jangan lupa bahwa kau telah
terjatuh ke dalam cengkeraman-ku," ejeknya.
"Kalau kau memang jagoan, kalau kau memang betulbetul
bernyali dan berilmu tinggi, hayo bunuhlah aku!"
"Tidak, aku enggan membunuhmu...."
"Lantas, apa yang hendak kau lakukan?"
"Tak banyak! Aku hanya berharap agar kau bersedia
memenuhi tiga buah syaratku."
"Apa syaratmu itu?"
"Pertama, kau tak boleh berkelahi lagi denganku... "
"Kedua?"
"Untuk sementara waktu syarat kedua dan ke tiga belum
berhasil kutemukan, maka harus kau tunggu sampai
saatnya kutagih hutang ini darimu, tentu saja bila kau tak
menyanggupinya, akupun tak akan melepaskan dirimu!"
Bunga iblis dari neraka menggigit bibirnya menahan diri,
akhirnya ia berkata.
"Baik, kukabulkan permintaanmu itu!"
"Tak akan menyesal?"
"Pasti tidak!"
Memang sangat hebat tindakan dari Ong Bun-kim ini,
dengan dikabulkannya syarat itu oleh si Bunga iblis dari
neraka, sama pula artinya dengan ia menyerah seratus
persen terhadap Ong Bun-kim, selamanya jangan harap bisa
membalas dendam lagi.
Sekulum senyuman penuh kemenangan ter-sungging di
ujung bibir Ong Bun-kim, pelan-pelan ia menghampiri
tubuh Bunga iblis dari neraka serta membebaskan
totokannya.
Biru saja jalan darah itu dibebaskan... "Plok." tiba-tiba
sebuah tamparan yang amat nyaring telah bersarang di pipi
kiri si anak muda itu, Ong Bun-kim sangat terkejut dan
melompat mundur sambil memegangi pipi kirinya yang
panas lagi pedas.
Ternyata dengan suatu gerakan secepat kilat Bunga iblis
dari neraka telah menghadiahkan sebuah tempelengan
untuk pemuda itu.
"Kau....kau...." anak muda itu hanya bisa mengucapkan
sepatah kata saja dengan mata terbelalak, secara beruntun ia
telah mundur sejauh tujuh delapan langkah dari tempat
semula.
"Kenapa dengan aku?" ejek nona itu.
"Kenapa......kenapa kau menyesal?" teriak pemuda itu
dengan perasaan penasaran.
"Siapa bilang aku menyesal? Aku toh setuju untuk tidak
berkelahi denganmu? Kapan aku pernah berjanji kalau tak
boleh menempeleng dirimu? Kapan....? Hayo jawab!"
"Ploook !" tempelengan kedua kembali dilancarkan.!
Ong Bun-kim dengan susah payah berusaha
menghindarkan diri, sayang tempelengan itu terlalu cepat,
sehingga untuk kedua kalinya ia kena ditampar pipi
kanannya.
Dalam sekejap mata sepasang pipi Ong Bun-kim menjadi
merah dan membengkak keras, ia menjadi kalap, tiba-tiba
teriaknya:
"Rupanya kau sudah bosan hidup."
Belum habis berkata, sebuah pukulan telah dilancarkan
ke arah si nona cantik itu.
Cepat-cepat Bunga iblis dari neraka melejit ke tengah
udara dan menghindarkan diri ke samping.
"Tahan....!" tiba-tiba perempuan setengah umur yang
selama ini hanya membungkam membentak keras.
Ong Bun-kim menarik kembali serangannya sambil
berpaling, ia saksikan nyonya setengah umur itu sedang
memandang ke arahnya dengan wajah sedih dan murung.
Mimik wajah seperti itu amat mengenaskan, untuk sesaat
Ong Bun-kim menjadi tertegun.
"Bee... benarkah kau bernama Ong Bun-kim?" tanya
nyonya setengah umur itu kemudian dengan nada sedih.
"Aku rasa tiada kepentingan khusus bagiku untuk
mencatut nama orang lain!"
"Bolehkah aku tahu berapa usiamu tahun ini?"
"Ada apa kau tanya-tanya umurku?"
"Aku hendak membuktikan suatu persoalan, kau
bersedia bukan untuk menyebutkan usiamu?"
"Delapan belas tahun!"
"Haah....? Delapanbelas tahun?"
Nyonya setengah umur itu menjerit tertahan lalu
mukanya bertambah murung, bahkan sepasang matanya
menjadi merah dan air mata mulai mengembang dalam
kelopak matanya.
"Apakah dalam tubuhmu terdapat sebuah Liong-bei?"
kembali ia bertanya lebih lanjut.
Ketika mendengar pertanyaan itu, Ong Bun-kim segera
merasakan hatinya bergetar keras, ia seakan-akan teringat
akan sesuatu, mendadak teriaknya tertahan:
"Kau..."
"Aku..." air mata nyonya setengah umur itu mulai
bercucuran membasahi pipinya.
Ong Bun kim betul-betul merasakan hatinya bergetar
keras, seperti terkena aliran listrik bertegangan tinggi, ia
tertegun dan untuk sesaat lamanya tak tahu apa yang musti
dilakukan.
Tak sulit baginya untuk menduga, perempuan setengah
umur ini pastilah salah satu diantara Coa Siok-oh atau Siau
Hui-un, yakni dua orang wanita yang kemungkinan besar
adalah ibu kandungnya.
Dengan suara agak gemetar Ong Bun-kim bertanya:
"Sii....siapakah kau?"
"Aku...aku adalah ibumu..."
Sekali lagi Ong Bun-kim berdiri gemetar seperti tekanan
aliran listrik bertegangan tinggi, peristiwa ini sungguh
berada di luar dugaannya, dan pertemuan yang tak terduga
ini seolah-olah telah merubah semua garis hidupnya.
"Ooooh... anakku sayang.... tak kusangka....tak kusangka
kau masih hidup di dunia ini..." bisik nyonya setengah
umur itu dengan suara gemetar.
Belum habis perkataan itu, ia sudah menangis terisak
sejadi-jadinya....benarkah perempuan ini adalah ibunya?
Isak tangis yang begitu memedihkan hati bukankah
ibarat jerit tangis dari seorang ibu yang tercinta?.
Ong Bun-kim tak dapat mengendalikan perasaannya lagi,
diapun ikut berteriak: "Ibu...."
Ia lari ke depan dan menubruk ke dalam pelukan
perempuan itu, bagaikan seorang pengembara yang sudah
lama tak pernah berjumpa dengan sanak keluarganya.
Pemuda itu menangis, ia menangis tersedu-sedu karena
gembira.
Iapun menangis karena sedih, seakan-akan ia hendak
menceritakan semua suka duka yang di-alaminya selama
limabelas tahun ini....
Ibu dan anak saling berpelukan sambil menangis,
suasana benar-benar sangat mengharukan.
Tampaknya Bunga iblis dari neraka ikut terharu oleh
adegan yang memilukan hati itu, diam-diam ia ikut
mengucurkan air mata.
Lama, lama sekali, akhirnya nyonya setengah umur itu
mendorong tubuh Ong Bun-kim dari pelukannya, lalu
berkata:
"Biar kulihat dirimu...yaa limabelas tahun sudah lewat,
aku...aku mengira kau sudah mati di tangan Kui-jin
suseng....sungguh tak kusangka ibu....ibu masih bisa
berjumpa lagi denganmu..."
Berbicara sampai di situ, kembali perempuan setengah
umur itu menangis tersedu-sedu.
Tapi tangisannya sekarang bukan tangisan kesedihan,
tapi suatu luapan rasa gembira yang tak terkendalikan.
Diam-diam Ong Bun-kim berusaha pula untuk
mengendalikan perasaan pedihnya, ia memanggil:
"Ibu...."
"Ada apa anakku sayang?"
"Ibu, bolehkah aku menanyakan tentang satu persoalan
kepadamu?" pinta Ong Bun-kim.
"Katakanlah!"
"Benarkah ayahku adalah si manusia latah dari empat
samudra Ong See-liat?"
"Benar!"
"Apakah dia masih mempunyai seorang istri yang lain?"
"Benar !"
"Oooh . . . ibu, bolehkah kau memberitahukan
kepadaku, siapa namamu ?"
Agaknya pertanyaan tersebut mencengangkan
perempuan setengah umur itu, sesudah tertegun sesaat ia
berkata:
"Apakah kau tidak tahu siapa namaku?"
"Betul, oooh ibu! Bukankah kau adalah Toan kiam giok
jin (manusia cantik pedang kutung) Siau Hui un ?"
"Bukan, aku adalah Coa Siok oh!"
"Apa?" jerit Ong Bun kim tertahan.
Kejadian ini benar benar berada di luar dugaannya,
dengan perasaan tercekat ia mundur tiga empat langkah ke
belakang.
"Jadi... jadi kau... kau adalah putrinya Mo kui kiam jiu?"
bisiknya dengan nada gemetar.
"Benar !"
Untuk kedua kalinya Ong Bun kim berdiri tertegun.
Mimpipun ia tak pernah menduga sampai ke situ... yaa,
kejadian ini sungguh berada di luar dugaannya, sebab
ibunya tak lain adalah putri dari Mo kui kiam jiu, si jago
pedang setan iblis yang merupakan musuh bebuyutan
ayahnya, bukankah dia juga yang telah mencelakai
selembar nyawa ayahnya ?
Dengan perasaan heran dan tidak habis mengerti Coa
Siok oh. mengawasi wajah Ong Bun kim yang berubahubah
itu, lalu tanpa sadar ia menegur lirih :
"Nak, kenapa kau ?"
"Oooh . . . ibu, aku tidak apa-apa, aku .. ." pemuda itu
menjadi gelagapan dan tak sanggup melanjutkan kata
katanya.
"Apakah kau beranggapan bahwa aku pembunuh
ayahmu ? Bukankah kau menduga demikian karena aku
adalah putri dari Mo-kui kiam jui si jago pedang setan
iblis?"
"Bee ..... benar !"
"Nak, apakah kau masih belum tahu bahwa ayahmu
telah tewas di tangan Kui jin suseng si sastrawan setan
harpa?"
"Aku tahu, tapi akupun mengerti bahwa sebelum Kui-jin
suseng melaksanakan pembunuhan tersebut, ada orang
yang telah mencelakai ayahku lebih dahulu, sebab kalau
tidak begitu, berdasarkan ilmu silat yang dimiliki Kui-jin
suseng tak nanti bisa menandingi kelihayan dari ayahku!"
"Jadi maksudmu salah satu diantara kedua orang istrinya
adalah komplotan pembunuh yang telah mencelakai
ayahmu terlebih dahulu, kemudian baru mengundang
kehadiran Kui-jin suseng untuk melakukan pembunuhan
tersebut secara terang terangan?"
"Benar!"
"Kalau begitu pasti perbuatan dia!"
"Siapa? Siau Hui-un?"
" Benar!"
00OdwO00
BAB 11
Seandainya Coa Siok-oh adalah ibu kandung dari Ong
Bun kim, maka orang yang mencelakai ayahnya dan
membantu Kui jin suseng untuk membinasakan ayahnya
adalah toan kiam giok jin (perempuan cantik pedang
kutung) Siau Hui un.
Ong Bun kim pun berhasil pula membuktikan suatu
persoalan lain, yakni kokcu dari lembah Sinli kok bukan
lain adalah Siau Hui-in.
Paras mukanya kontan saja berubah hebat, dengan suara
keras menahan geram, teriaknya:
"Oooh ibu, beritahu kepadaku, apakah perkawinanmu
dengan ayahku lantaran mendapat perintah dari ayahmu?
Bukankah tujuanmu adalah untuk membalas dendam?"
"Keadaan yang sesungguhnya pada saat itu memang
begini!"
"Kemudian ?"
"Kemudian kubuktikan bahwa sesungguhnya aku telah
jatuh cinta kepadanya, tentu saja aku tak tega untuk
mencelakai ayahmu lagi secara diam diam."
Ong Bun kim menganggukkan kepalanya berulang kali,
kembali ia bertanya:
"Bagaimanakah watak ayahku?"
"Baik sekali... justru lantaran kubuktikan bahwa dia
sangat baik, maka tanpa sadar aku-pun telah
mencintainya!"
"Ibu... bersediakah kau menceritakan segala sesuatu yang
menyangkut tentang ayahku?"
"Aaaai... kecuali Siau Hui un dan diriku seorang,
ayahmu masih mempunyai seorang kekasih..."
"Apa? Ayahku masih mempunyai seorang kekasih lagi ?"
"Benar! Hanya saja siapakah perempuan yang menjadi
kekasihnya itu tak pernah ayah mu katakan, seringkali ia
berkelana dalam dunia persilatan untuk menemukan jejak
perempuan itu, tapi hingga menjelang ajalnya, ia masih
belum tahu di manakah dia berada!"
"Ketika ayahku terbunuh, apakah kau, Siau Hui un dan
aku bertiga berada di tempat?" Ong Bun kim kembali
bertanya.
"Yaa, kita semua berada di rumah! Waktu itu ayahmu
baru ke luar rumah untuk bepergian, tiba tiba Tok khak cin
kun dari Bu lim sam lo (tiga tua dan dunia persilatan)
datang memberi kabar yang mengatakan bahwa ayahmu
telah dibunuh oleh Kui jin suseng."
"Ketika aku hendak menyusul ke tempat kejadian, pada
saat itulah Kui jin suseng telah tiba di depan pintu, aku
dihajar sampai terluka dan selanjutnya tidak kuketahui
bagai mana kejadian seterusnya, tapi sewaktu aku sadar
kembali, kutemukan tubuhku sudah berbaring dalam
sebuah hutan, aku tak tahu siapa yang telah
menyelamatkan jiwaku, dan bagaimana kejadian
selanjutnya, akupun tak tahu."
Dengan sedih Ong Bun kim manggut-manggut.
"Apakah setelah kejadian itu, kau balik kembali kerumah
untuk mencariku...?" tanyanya.
"Benar, sayang baik jejak Siau Hui un mau pun jejakmu
sudah tak ketahuan lagi, banyak tahun sudah aku berusaha
melacaki jejak Kui-jin suseng, selama masa itu akupun
berhasil melatih sejenis irama seruling yang dapat
mematahkan daya pengaruh Pek mo ki andalannya nak,
kenapa Kui jin suseng tidak membinasakan dirimu ?"
Ong Bun kim hanya menggelengkan kepalanya berulang
kali, sebagai pertanda bahwa apapun tidak diketahui
olehnya.
Lama, lama sekali ia baru bertanya lagi:
"Ibu, benarkah Mo kui kiam jiu telah membeli Kui jin
suseng untuk mencelakai ayahku?"
"Tentang soal ini....tentang soal ini., .dari-msna aku bisa
tahu?"
"Ibu, lantas pada saat ini kau tinggal di mana?"
"Di bawab tebing Hu hau hong bukit Hau-tau san!"
Setelah berhenti sejenak, iapun bertanya pula:
"Kau sendiri, sekarang akan ke mana?"
Ong Bun kim tidak langsung menjawab, ia termenung
dan berpikir beberapa saat lamanya, sesudah itu baru
sahutnya:
"Aku hendak mencari musuh besar ayahku!"
"Maksudmu, kau hendak menyatroni perguruan Hau
kwan?" Coa Sik oh menegaskan.
"Benar!"
"Ooooh... jangan! Jangan nak, kau tak boleh ke sana,
ilmu silat yang kau miliki masih belum cukup untuk
menandingi kelihayan kakekmu..."
"Mo kui kiam jiu bukan kakekku, aku tidak mempunyai
seorang kakek macam gembong iblis itu!" teriak anak muda
itu.
"Yaaa, dia memang bukan kakekmu... ia memang tidak
pantas menjadi kakekmu..." gumam Coa Siok oh dengan air
mata bercucuran, "tapi aku berbicara yang sesungguhnya
nak, ilmu silatmu kemungkinan besar masih bukan
tandingan dari Mo-koui-kiam-jiu ..."
"Ibu tak usah kuatir, aku tidak pernah memikirkan
persoalan ini di dalam hati !"
Ketika dilihatnya anak muda itu tetap kukuh dengan
pendiriannya, Coa Siok-oh mulai sadar bahwa pendirian
anaknya tak mungkin bisa di rubah lagi, dengan sedih dan
murung diapun menghela napas panjang.
"Aaaai... baiklah, jika kau tetap dengan tekadmu,
akupun tak akan menghalangi, nah, aku mohon diri lebih
dulu!"
"Ibu, kau hendak pulang ke rumah?"
"Benar !"
"Begitupun ada baiknya juga, bila aku ada urusan,
sampai waktunya pasti akan kukunjungi rumahmu !"
Demikianlah, ibu dan anak yang baru saja berjumpa
akhirnya harus berpisah kembali.
Tentu saja, suasana pada saat itu sangat-mengharukan
sekali, tetapi apa boleh buat! Perpisahan memang tak dapat
dipisahkan dalam sejarah kehidupan seorang manusia.
Ong Bun-kim tetap merahasiakan tujuan kepergiannya
terhadap ibunya, dia tak mau memberi tahu kepada ibunya
bahwa sesungguhnya dia hendak berkunjung ke lembah
Sin-Iikok untuk membuat perhitungan dengan Siau Hui-un.
Diapun tidak berharap ibunya ketimpa suatu musibah
yang tidak diharapkan, sebab dalam kehidupannya selama
ini, sudah terlalu banyak kesengsaraan dan penderitaan
yang dialaminya, dia tak ingin menambah kesusahan bagi
ibunya.
Maka ditunggunya hingga bayangan punggung dari
ibunya Coa Siok oh sudah menjauh, pemuda itu baru
menghela napas sedih.
Akhirnya, bayangan tubuh dari Coa Siok-oh lenyap dari
pandangan mata.
Ong Bun-kim; menghela napas panjang.
"Aaaai... dia adalah seorang perempuan yang amat
buruk nasibnya... ia adalah perempuan yang terlalu banyak
menderita..."
Ia berduka bagi nasib ibunya yang buruk, diapun
bersedih hati oleh kesengsaraan yang me-nimpa dirinya.
Bunga iblis dari neraka yang berdiri di sisinya mendadak
bertanya:
"Apakah dia adalah ibumu?"
Ong Bun kim memandang sekejap ke wajah Bunga iblis
dari neraka, lalu dengan sedih manggut manggut.
Tiba tiba Bunga iblis dari neraka menemukan sesuatu,
dari pancaran sinar mata dan perubahan mimik wajah Ong
Bun kim, ia telah menemukan bahwa sesungguhnya
pemuda yang berada dihadapannya sekarang adalah
seorang pemuda yang patut dikasihani, betapa tidak? Dari
pancaran sinar matanya dapat diketahui betapa menderita
dan sengsaranya pemuda itu sepanjang kehidupannya di
dunia ini.
Kalau dilihat pula dari mimik wajahnya maka pemuda
itu seakan-akan pernah mengharapkan sesuatu, tapi apa
yang diharapkan tak pernah kesampaian.
Ong Bun kim kembali menghela nafas panjang.
"Aaaai...nona, kau boleh pergi dari sini!" katanya
kemudian.
Bunga iblis dari neraka ikut menghela napas.
"Yaa, aku memang harus pergi dari sini" katanya, "tak
pernah ada orang yang bisa berkumpul terus menerus, pada
akhirnya suatu perpisahan akan memisahkan kita, aku
hanya berharap pada suatu ketika kita bisa bertemu
kembali."
Dengan langkah yang sangat pelan ia memutar badannya
dan berlalu dari situ.
Mendadak... pada saat Bunga iblis dari neraka hendak
memutar badannya dan berlalu dari situ, serentetan suara
tertawa dingin yang tak sedap didengar berkumandang
memecahkan kesunyian.
Menyusul suara tertawa dingin itu, kedengaran seseorang
berkata dengan suaranya yang dingin menyeramkan:
"Heehh.. .heeeehhh... heeehhh... suatu adegan
perpisahan yang menawan hati, oooh...betapa asyiknya!".
Mendengar suara itu, dengan terkejut Ong Bun kim
memutar badannya sambil menengok, terlihatlah seorang
pemuda berbaju perlente, sambil menggoyangkan kipasnya
menghampiri mereka sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Pemuda berbaju perlente itu tampan sekali, cuma sayang
mimik wajahnya terselip suatu sifat tengik dan cabul yang
sukar dilukiskan dengan kata-kata.
"Haaah.. . kau?" jerit Bunga iblis dari neraka dengan
paras muka berubah hebat.
"Benar, akulah yang telah datang! Apakah kau masih
teringat dengan diriku? Oooh... kalau memang begitu
halnya, betapa gembiranya hatiku...!"
Bunga iblis dari neraka tertawa dingin.
"Heehhh.... heeehhh... mau apa kau datang ke mari?"
teriaknya.
Pemuda berbaju perlente itu tertawa misterius, pelanpelan
sinar matanya dialihkan ke atas wajah Ong Bun-kim,
kemudian sambil tersenyum katanya lirih:
"Kalau dugaanku tidak keliru, tentunya saudara ini
adalah ahli waris dari Kui-jin suseng yang nama besarnya
telah menggetarkan seluruh dunia persilatan, bukan?"
"Benar, siapakah kau?" sahut Ong Bun kim ketus.
"Aku adalah Teng Kun, tapi orang lain lebih suka
memanggilku sebagai Hiat hay long cu (si laki-laki hidung
belang pembuat lautan darah)."
"Bolehkah aku tahu ada urusan apa kau datang
mencariku?"
"Oooh... urusan penting sih tidak ada, aku hanya
mendengar orang berkata bahwa saudarapun memiliki mata
uang kematian?"
"Benar! Apakah saudara datang mencariku lantaran
persoalan itu?"
"Tepat sekali dugaanmu itu!" Paras muka Ong Bun ki-m
berubah hebat, lalu sambil tertawa tawa katanya kembali:
"Kalau kau menginginkan mata uang kematian tersebut,
ada baiknya dipersilahkan untuk mengambil sendiri!"
Hiat hay longcu Teng Kun melirik sekejap ke arah Bunga
iblis dari neraka, kemudian sambil menggoyangkan
kipasnya pelan-pelan dia berjalan menuju ke depan...
Bunga iblis dari neraka segera membentak nyaring:
"Hiat-hay-long cu ! Kalau kau berani turun tangan,
jangan salahkan kalau kucabut selembar jiwamu !"
Hiat - hay long cu tertawa terbahak-bahak, mendadak
tubuhnya melompat ke udara, kemudian bagaikan anak
panah yang. terlepas dari busurnya dia meluncur ke depan
dan menerjang ke tubuh Ong Bun-kim.
Sungguh cepat dan dahsyat terjangan dari Hiat hay-longcu
tersebut, begitu sampai di hadapan musuhnya, kipasnya
lantas diayun ke muka menyambar wajah si anak muda.
Belum lagi serangan tersebut mengenai sasarannya,
mendadak bentakan nyaring kembali berkumandang
memecahkan kesunyian:
"Tahan !"
Menyusul bentakan tersebut, sesosok bayangan manusia
menerjang masuk ke dalam arena dan langsung
melancarkan sebuah serangan dahsyat ke tubuh Hiat hay
long cu.
Sungguh cepat datangnya ancaman dari bayangan
manusia tersebut, hal ini memaksa Hiat hay long cu harus
menarik kembali serangannya dan buru-buru
mengundurkan diri.
Kejadian ini sungguh di luar dugaan siapa-pun juga,
untuk sesaat mereka semua menjadi tertegun dan berdiri
melongo.
Ong Bun kim sendiri juga sudah mundur ke belakang,
tapi begitu ia mendongakkan kepalanya, kontan saja sekujur
badannya bergetar keras.
Ternyata manusia berkerudung hitam yang misterius itu
tiba tiba muncul kembali di tempat itu, teringat bahwasanya
manusia berkerudung itu kemungkinan besar adalab
gurunya Kui jin suseng, untuk sesaat lamanya anak muda
itu menjadi bingung dan tak tahu apa yang musti
dilakukan...
Sementara, itu, Hiat-hay long cu sambil ter-senyum telah
menegur:
"Saudara siapakah kau? Mengapa wajahmu kau
kerudungi dengan kain hitam?"
Dengan ketus jawab manusia berkerudung hitam itu:
"Rahasia pribadiku tak perlu kau campuri, justru aku
mempunyai suatu persoalan yang hendak kutanyakan
kepadamu..."
"Silahkan kau katakan !"
"Benarkah Sam jiu hek hou (rase hitam berlengan tiga)
telah kau perkosa lebih dulu sebelum dibunuh...?"
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat setelah
mendengar perkataan itu, tapi ia tidak memberi komentar
apa-apa.
Sebaliknya Hiat hay long cu tetap tersenyum lebar.
"Siapa yang bilang kalau Rase hitam itu kuperkosa?
Keliru besar saudara, kalau hubungan yang dilakukan atas
dasar mau sama mau, itu bukan perkosaan namanya..."
Manusia berkerudung hitam itu mendengus dingin.
"Hmm...! Kau tak usah banyak bicara, pokoknya yang
pasti ia telah kau bunuh, kemudian ke empat biji mata uang
kematian yang berada di sakunya telah kau bawa kabur,
bukankah begitu?"
"Benar, apakah kedatanganmupun lantaran ingin
mendapatkan mata uang kematian?"
"Dugaanmu tepat sekali, nah sekarang cepat serahkan
mata uang kematian itu kepadaku!"
"Maaf, tak bisa kupenuhi keinginanmu itu!"
"Bangsat! Rupanya kau kepingin mampus!"
Sambil membentak keras, manusia berkerudung hitam
itu menerjang ke arah Hiat-hay long cu dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat, kemudian sebuah pukulan
dilancarkan menyodok ke perutnya.
Bentakan keras itu segera menyadarkan kembali Ong
Bun kim dari lamunannya, sinar matanya kontan
mencorong tajam, dengan suara menggeledek mendadak
bentaknya:
"Tahan!"
Bentakan itu disertai dengan nada yang mengerikan dan
menggidikkan hati, hal ini membuat semua orang yang
berada di sekitar arena menjadi terkesiap lantaran kaget.
Baik manusia berkerudung hitam maupun Hiat hay long
cu Teng Kun yang bersiap-siap melakukan pertarungan,
serentak menarik kembali pukulannya dan melompat
mundur ke belakang, serta merta sinar mata merekapun di
alihkan ke wajah Ong Bun kim.
Mencorong sinar tajam dari sepasang mata Ong Bun
kim, ia menatap manusia berkerudung hitam itu tanpa
berkedip, kemudian bentaknya:
"Siapa kau? Hayo jawab!"
Bentakan itu masih kedengaran keras dan menggidikkan
hati, hal tersebut menunjukkan bahwa ia tak sanggup
mengendalikan emosi dalam hatinya.
Bisa dimaklumi betapa kerasnya goncangan jiwa yang
menimpa si anak muda itu, sebab apa yang tidak diinginkan
akhirnya terlihat di hadapan matanya.
Ia sangat berharap manusia berkerudung ini adalah Kui
jin suseng, tapi diapun sangat berharap agar dia bukan Kuijin
suseng yang sedang dicari, karena seandainya terbukti
dia adalah Kui jin suseng, maka banyak persoalan yang
selama ini membingungkan hatinya segera akan terungkap.
Seandainya dia benar-benar adalah Kui jin suseng... Oh,
Tian! Apa yang harus ia lakukan ..... ?
Manusia berkerudung hitam itu tampak tertegun setelah
dibentak oleh Ong Bun kim barusan, menyusul kemudian
dengan suara dingin katanya:
"Apakah kau sudah lupa siapakah diriku, anak muda ?"
"Aku tidak lupa, cuma aku ingin bertanya kepadamu,
benarkah lengan kirimu itu palsu?"
"Benar!"
"Sesungguhnya siapakah kau? Hayo jawab!"
"Kenapa harus kujawab?"
"Aku ingin tahu siapakah kau!"
Manusia berkerudung hitam itu kembali mendengus
dingin.
"Hmm ! Aku rasa tiada suatu keharusan bagiku untuk
menjawab pertanyaanmu itu?"
"Bukankah kau adalah Kui jin suseng, sastrawan setan
harpa ?" teriak Ong Bun kim seperti setengah kalap.
Manusia berkerudung hitam itu tertawa seram.
"Heeehhh .... heeehhh . , . heehhh . . . dengan dasar apa
kau mengatakan bahwa aku adalah Kui jin suseng?"
ejeknya.
"Lengan kirimu kutung!"
"Hanya berdasarkan hal ini?"
"Benar!"
"Hmm...! Sayang dugaanmu keliru besar-sebab aku
bukan Kui jin suseng yang kau maksudkan!"
"Sesungguhnya siapakah kau?"
"Sudah kukatakan kepadamu tadi, tiada suatu keharusan
bagiku untuk menjawab pertanyaan itu!"
Ong Bung kim benar-benar naik pitam, segera bentaknya
kembali:
"Kurang ajar! Jadi kau tetap ngotot tak mau mengatakan
siapakah dirimu yang sesungguhnya ?"
"Betul !"
"Kau anggap aku tak bisa merobek kain kerudung yang
menutupi wajahmu itu."
"Hmmm...! Seandainya kau merasa memang memiliki
kepandaian untuk berbuat demikian, silahkan untuk
mencopot sendiri kain kerudung yang menutupi wajahku
ini!" ejek manusia ber-kerudung itu sambil mendengus.
Hawa nafsu membunuh yang mengerikan dan suatu
perubahan perasaan yang sukar dilukiskan dengan kata kata
segera menyelimuti paras muka Ong Bun kim.
Dengan suatu lompatan bagaikan harimau ganas yang
menerjang anak domba, ia menerjang ke hadapan manusia
berkerudung hitam itu sambil bentaknya:
"Kau benar benar hendak memaksa diriku untuk turun
tangan sendiri?"
"Benar!"
"Kalau begitu, sambutlah seranganku ini!"
Dalam gusar dan kobaran emosinya, secepat sambaran
petir Ong Bun kim menerjang maju ke muka, lalu dengan
tangan kiri menyodok-kan sebuah pukulan dahsyat, harpa
besi ditangan kanannya menyapu pinggang manusia
berkerudung hitam itu.
Rupanya anak muda itu benar benar sudah diliputi
amarah yang tak terkendalikan, terbukti dalam serangan
tersebut, ia telah menggunakan segenap kekuatan yang
dimilikinya.
Agaknya manusia berkerudung hitam itu tahu kelihayan
lawan, ia tak berani menyambut pukulan tersebut secara
gegabah, dengan suatu lompatan yang lincah, tubuhnya
mengegos ke samping.
Ong Bun kim tak sudi membiarkan musuhnya kabur,
begitu serangan yang pertama tidak mengenai sasarannya,
serangan kedua yang jauh lebih dahsyat segera dilancarkan.
Disaat Ong Bun kim melepaskan pukulan untuk kedua
kalinya itulah, tiba tiba Hiat hay long cu membentak keras,
kipasnya direntang kan lebar lebar lalu disodokkan ke tubuh
Ong Bun kim dengan kecepatan luar biasa.
Peristiwa ini benar benar diluar dugaan siapapun.
Bayangan kipas tampak berkelebat lewat dan tahu tahu
sudah mampir di atas punggung si anak muda itu.
Bunga iblis dari neraka yang menyaksikan kejadian itu
menjadi terkejut, segera bentaknya. "Bangsat! Kau ingin
mampus..."
00OdwO00
Bab 12
TUBUHNYA lantas melompat kedepan, senjata Pie pa
baja yang berada dalam genggamannya di pergunakan
untuk menyambar pinggang Hiat hay long du Teng Kun.
Sekalipun serangan yang dilancarkan Bunga iblis dari
neraka dilakukan dengan kecepatan luar biasa, namun tak
sempat baginya untuk membendung ancaman yang
dilakukan Hiat hay long cu terhadap Ong Bun kim...
"Blaaam... !" dalam keadaan yang tidak terduga,
punggung Ong Bun kim terhajar telak oleh serangan yang
maha dahsyat itu.
Anak muda itu segera terhuyung maju sejauh tujuh
delapan langkah, kemudian muntah-muntah darah.
Betapa sakitnya hati Bunga iblis dari neraka
menyaksikan kejadian itu, dengan geramnya ia membentak
keras, lalu sambil melancarkan serangan dengan
mempergunakan pie-pa bajanya dia membentak:
"Teng Kun, kubunuh dirimu!"
Cahaya berkilauan membumbung di angkasa, dengan
membawa desingan angin tajam yang memekikkan telinga,
Pie-pa baji itu langsung menghantam ke tubuh Hiat hay
long cu.
"Bagus sekali!" teriak Hiat hay long cu sambil
mengayunkan pula kipasnya, "kalau kau begitu bernapsu
ingin berkelahi, apa salahnya kalau kulayani beberapa jurus
seranganmu?"
Kipasnya menyambar kian ke mari, secara licik dan
manis dia melepaskan pula sebuah serangan balasan.
Sebagai jago tangguh yang sama-sama lihay-nya,
serangan yang dilancarkan kedua orang itu sama-sama
dilakukan dengan kecepatan paling tinggi, terlihatlah
bayangan manusia berkelebat lewat, menyusul kemudian
Hiat hay Long cu harus mundur sejauh tujuh-delapan
langkah sebelum dapat berdiri tegak.
Hawa napsu membunuh yang sangat mengerikan
menyelimuti seluruh wajah Bunga iblis dari neraka, sambil
menggigit bibir menahan geramnya, ia membentak:
"Teng Kun, sambutlah kembali beberapa jurus
seranganku ini!"
Diiringi suatu bentakan nyaring, tubuhnya seperti anak
panah yang terlepas dari busurnya menerjang ke muka.
"Tunggu sebentar!" tiba tiba Hiat hay longcu membentak
nyaring.
Sambil melindungi tubuhnya dengan silangan kipas,
secara beruntun ia mundur sejauh lima-enam langkah ke
belakang.
"Apa lagi yang kau inginkan?" tegur Bunga iblis dari
neraka dengan suara ketus.
Hiat hay long cu tertawa tengik, katanya kemudian
setelah cengar cengir sejenak:
"Bolehkah aku tahu, apa hubunganmu dengannya?"
Pertanyaan ini sungguh berada di luar dugaan orang,
kontan saja Bunga iblis dari neraka tertegun dibuatnya, tapi
hanya sejenak saja, sambil tertawa dingin katanya
kemudian:
"Kau tidak berhak untuk menanyakan soal ini!"
"Apakah dia adalah kekasihmu?" desak Hiat hay long cu
lebih jauh.
"Mau kekasihnya atau bukan, lebih baik kau tak usah
turut campur, sebab hal ini bukan urusanmu!"
"Seandainya dia bukan kekasihmu, apa pula gunanya
kau membantu orang asing yang tiada sangkut pautnya
dengan dirimu?"
"Heeehhh . . hehhh . . hehhh . . aku tidak ambil perduli
apa yang hendak kau katakan, pokoknya hari ini kau
hendak kubunuh dan ku-cincang menjadi berkepingkeping!"
"Sudahlah nona manis, jangan melibatkan dirimu dalam
cinta yang bertepuk sebelah tangan, percuma! Hal ini malah
akan menyiksa dirimu sendiri..."
"Bangsat! Mulutmu kotor seperti anjing yarg gemar
makan najis, terima saja kematianmu!"
Diiringi bentakan nyaring yang penuh kegusaran, Bunga
iblis dari neraka menerjang maju ke muka, terlihatlah
bayangan hitam berkelebat lewat dan tahu tahu senjata piepa
baja itu sudah melepaskan dua buah serangan berantai.
Hiat hay long cu tak berani bertindak gegabah, diapun
membentak sambil berkelit ke samping.
Tapi bunga iblis dari neraka enggan melepaskan
musuhnya dengan begitu saja, bagaikan bayangan saja ia
menyusul dari belakang dan secara beruntun melancarkan
kembali tiga buah serangan beruntun.
Pada saat ini, hawa napsu membunuh telah menyelimuti
wajah Bunga iblis dari neraka, serangan demi serangan
yang dilancarkannya tak sebuahpun yang bukan termasuk
serangan mematikan, dalam sekejap mata ia sudah
melepaskan sepuluh buah serangan berantai.
Sementara pertarungan di pihak lain sedang berlangsung,
manusia berkerudung hitam itu telah menerjang ke hadapan
Ong Bun kim sambil membentak nyaring:
"Hayo cepat serahkan mata uang kematian itu
kepadaku!"
Dengan ujung tangannya Ong Bun kim menyeka noda
darah yang membasahi ujung bibirr nya, kemudian tertawa
dingin.
"Heeehhh . . heeehhh . . heeehhh . . boleh saja, asal kau
lepaskan kain kerudung hitam yang menutupi wajahmu,
kemudian memberitahukan siapakah kau, mata uang
kematian segera kuserahkan kepadamu!"
"Kalau aku berkeberatan untuk melakukan apa yang kau
harapkan?"
"Hmmm . . .! Atau mungkin mumpung aku sedang
menderita luka dalam yang parah, maka kau hendak turun
tangan kepadaku?" ejek Ong Bun kim sambil tertawa sinis.
"Mungkin saja aku berbuat demikian, aku ingin bertanya
kepadamu, bukankah kau hendak berkunjung ke lembah
Sin li kok?"
"Betul!"
"Nah, dari pada mata uang itu kau bawa mati, lebih baik
serahkan saja kepadaku!"
Berbicara sampai di situ, tangannya lantas berkelebat ke
depan mencengkeram tubuh Ong Bun kim.
Hakekatnya Ong Bun kim sudah terlampau lemah
sesudah isi perutnya menderita luka parah, mana mungkin
baginya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman
manusia berkerudung hitam itu.
Sambil membentak keras, terpaksa ia harus
menggunakan harpa besinya untuk mematahkan serangan
tersebut.
Akan tetapi, sebelum serangan itu berhasil dilancarkan,
tiba tiba darah dalam rongga dadanya bergolak keras, tak
ampun lagi ia muntah darah segar, tubuhnya segera roboh
terjengkal ke atas tanah dan jatuh tak sadarkan diri...
Entah berapa waktu sudah lewat, akhirnya pemuda itu
sadar kembali dari pingsannya...
Ketika matanya pelan-pelan direntangkan, tampaklah
seraut wajah yang diliputi kesedihan muncul di depan
matanya
Pemuda itu dapat mengenali orang itu sebagai Bunga
iblis dari neraka, noda air mata masih membekas di atas
wajahnya, ketika itu dengan pandangan yang sedih ia
sedang mengawasi wajah Ong Bun kim, mimik wajahnya
menunjukkan rasa kuatir yang tebal, tentu saja di-samping
rasa cinta dan kesedihan.
Tiba-tiba Ong Bun kim menemukan tubuhnya berbaring
di dalam pelukan gadis tersebut.
Tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, buru buru
tangannya merogoh ke dalam saku, betul juga, kedua biji
mata uang kematian itu sudah lenyap tak berbekas, sebagai
gantinya ia menemukan selembar kertas yang berisi tulisan.
Surat itu buru-buru diambil ke luar dan dibaca isinya,
terbacalah sebagai berikut:
"Bun kim:
Mata uang kematian telah kuambil, sebab benda tersebut
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan diriku,
betul, aku adalah Kui jin suseng, aku pula yang telah
membunuh ayahmu..."
Ketika membaca sampai di sini, Ong Bun kim segera
merasakan kepalanya menjadi pening bagaikan dipukul
oleh martil yang berat, sekujur badannya gemetar keras.
"Ooooh . . . Thian!" gumamnya, "ia benar-benar adalah
Kui jiu suseng . . . dia adalah pembunuh ayahku . . ."
Setelah pergolakan dalam hatinya berhasil diatasi
pemuda itu membaca surat tersebut lebih jauh:
" . .. . aku tidak memohon pengampunan atau maaf
darimu, tapi aku harus melanjutkan hidupku, sebab hal ini
sama pentingnya seperti kubunuh ayahmu tapi tidak
membunuh dirimu.
Tentunya kau bertanya pada diri sendiri bukan: "Kalau
toh kau membunuh ayahku, mengapa tidak membunuh
pula diriku?" terhadap pertanyaan ini suatu waktu kau pasti
akan mengetahui dengan sendirinya, sekarang aku tak ingin
memberitahukan hal ini kepadamu.
Hidup bagiku adalah suatu kejadian yang amat menyiksa
diriku, tapi seperti yang kukatakan tadi, aku harus
melanjutkan hidupku, sebab perbuatan yang kulakukan
harus kuselesaikan sendiri, jangan beritahu kepada siapapun
jua bahwa aku masih hidup, sebab bagikau, hal ini penting
sekali artinya. Cukup sekian suratku ini, baik-baiklah
menjaga dirimu.
Tertanda : Kui-jin suseng."
Ketika Ong Bun kim selesai membaca surat itu, ia tak
bisa mengatakan bagaimana pedih dan bencinya
perasaannya waktu itu, tapi yang pasti baik perasaan sedih
maupun perasaan benci kedua-duanya berkecamuk di
dalam hatinya.
Akhirnya apa yang dikhawatirkan, apa yang ditakutkan
kini sudah menjadi kenyataan.
"Aku akan membunuhmu .... Kui jin suseng!"
gumamnya.
"Hey, apa yang kau katakan?" teriak Bunga iblis dari
neraka dengan terperanjat, "siapa yang hendak kau bunuh?
Kui jin Suseng?"
"Benar!"
"Kenapa? Bukankah dia adalah gurumu?"
"Yaa, dia adalah guruku, tapi dia pula yang telah
membinasakan ayahku ..."
"Sesungguhnya apa yang telah terjadi? Kalau dia telah
membunuh ayahmu, mengapa ia wariskan ilmu silatnya
kepadamu?"
"Hingga detik ini, persoalan itu masih merupakan sebuah
teka teki, dewasa ini aku tak dapat memahaminya."
Dengan sedih Bunga iblis dari neraka menganggukkan
kepalanya, ia melirik sekejap Ong Bun-kim yang berbaring
dalam pelukannya, kemudian menghela napas panjang.
Ong Bun-kim dapat menyaksikan kepedihan dan rasa
sayang yang terpancar dari wajah Bunga iblis dari neraka,
tanpa terasa ia bertanya: "Kaukah yang telah
menyelamatkan jiwaku?"
"Benar, aku yang telah menolong dirimu!"
"Aaaai ! Aku tidak mengerti apa sebabnya kau bersikap
demikian baiknya kepadaku? Sepanjang hidupku, belum
pernah aku merasa berterima kasih kepada orang lain...
terlebih terhadap seorang perempuan!" kata Ong Bun-kim
dengan sedih.
"Aaaai... kenapa musti berterima kasih?" nona itu seperti
merasakan pula suatu kepedihan, ia ikut menghela napas.
"Ke mana larinya Hiat-hay-long-cu?" tanya Ong Bun-kim
setelah termenung sejenak.
"Kabur! Setelah termakan pukulanku, dia kabur dengan
membawa luka dalamnya!"
"Sesungguhnya manusia macam apakah Hiat hay long
cu itu?"
"Dia adalah seorang manusia yang paling cabul di dunia,
entah berapa banyak anak gadis dan istri orang yang
digagahi olehnya, oleh karena orangnya terlalu licik dan
banyak tipu muslihatnya, selain itu ilmu silat yang
dimilikinya sangat lihay, maka tak seorang manusiapun
yang bisa berkutik terhadapnya!"
"Suatu hari, aku pasti akan mencarinya untuk membuat
perhitungan" sumpah Ong Bun-kim sambil menggigit bibir.
Setelah mengucapkan kata kata tersebut, mereka mulai
membungkam dalam seribu bahasa, masing masing terbuai
dalam pikirannya sendiri, sementara suatu perasaan
murung dan sedih mengelilingi kalbu hatinya.
Berbaring dalam pelukan Bunga iblis dari neraka, Ong
Bun-kim merasakan suatu kehangatan yang belum pernah
dirasakan sebelumnya, perasaan anehpun muncul
menyelimuti benaknya, belum pernah ia alami keadaan
seaneh ini semenjak dilahirkan di dunia.
Pada umumnya bilamana seseorang berada dalam
kesepian dan sebatangkara, ia akan membutuhkan kasih
sayang dan kehangatan dari orang lain, demikian pula
halnya dengan Ong Bun-kim.
Ia membutuhkan kehangatan, ia lebih-lebih
membutuhkan kasih sayang... hanya saja dalam hatinya
yang kesepian dan sendirian tak pernah terlintas ingatan,
apa gerangan cinta itu.
Dan kini, Bunga iblis dari neraka telah memberikan apa
yang dibutuhkan, tak heran kalau ia merasakan sesuatu
yang belum pernah dialaminya selama ini.
Agaknya, perasaan hangat yang muncul dalam hatinya
telah memberi banyak sekali harapan dan tekad baginya
untuk melanjutkan hidup, sekarang ia baru mengerti bahwa
kasih sayang dan perhatian adalah suatu hal yang mutlak
diperlukan oleh manusia.
Sementara ia masih termenung, Bunga iblis dari neraka
telah bertanya lagi:
"Kau tidak merasakan sesuatu yang tidak beres bukan?"
"Aku baik sekali !"
Sambil berkata dia lantas menegakkan tubuhnya dan
menengok ke arah gadis tersebut, memandang wajahnya
yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan serta
kesedihan yang menyelimuti mukanya, tanpa terasa ia
bertanya:
"Teringat apakah kau?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan lembut.
"Tidak, aku tidak teringat apa apa, sebab aku sendiripun
tak tahu perbuatan apakah yang telah kulakukan, aaai . . . .
! Kau tidak akan mengerti, aku aku..."
Suaranya makin lama semakin parau dan tiada
berkelanjutan.
"Kau menyesal karena menolongku?"
"Tidak..." saking sedihnya, air mata jatuh bercucuran
membasahi wajahnya.
Keadaan tersebut amat mencengangkan Ong Bun-kim, ia
sampai terbelalak dibuatnya. Ia tak tahu mengapa gadis itu
bersikap demikian, mengapa ia dapat menampilkan sikap
semacam ini?
Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim memandang ke
arahnya.
Tiba-tiba ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan Ong
Bun-kim, lalu menangis tersedu-sedu.
"Hey, kenapa kau?" tegur Ong Bun-kim dengan wajah
tertegun.
Tapi gadis itu cuma menangis tersedu, ia membungkam
dalam seribu basa.
Dengan lembut Ong Bun-kim mendongakkan kepalanya,
ketika menyaksikan butiran air mata yang membasahi
pipinya, tiba-tiba pemuda itu merasakan sesuatu dorongan
napsu yang aneh, tak tahan lagi ia balas memeluk gadis itu
dan mencium bibirnya...
Seluruh perasaan dan kehidupannya ia curahkan dalam
ciumannya yang pertama, ia telah mempersembahkan
segala sesuatunya itu untuk seorang gadis yang masih asing
baginya.
Ia gemetar keras, bahkan menggigil seperti orang
kedinginan... Bagi gadis itu, ciuman tersebut entah suatu
keberuntungan atau suatu ketidak beruntungan, tiba-tiba
diapun memeluk nya, ia membiarkan kobaran api asmara
dalam hatinya berkembang dan tumbuh di hati mereka
berdua ....
Cinta telah terjadi!
Bagaikan sebuah sandiwara, sebelum itu mereka tak
pernah berjumpa, tak pernah saling mengenal, tapi kini bibit
cinta mulai bersemi dalam hati mereka berdua, bagi mereka
cinta adalah sesuatu yang aneh tapi nikmat dan
menggetarkan sukma.
Ong Bun-kim telah jatuh cinta dalam pandangannya
yang pertama, cinta ini merupakan pula cintanya yang
pertama.
Ia telah mempersembahkan perasaannya untuk
perempuan asing yang baru saja dijumpainya, cuma... hasil
apakah yang bakal ia petik dari cinta pertamanya ini?
Tiba-tiba... gadis itu mendorongnya dan melepaskan diri
dari rangkulan, kemudian teriak nya dengan terperanjat:
"Tidak .... tidak ..."
Ong Bun-kim tertegun, ditatapnya gadis itu dengan
perasaan pedih, suatu penampikan dalam suasana yang
amat sensitif ini telah menyinggung perasaannya, membuat
ia merasa sedih dan tundukkan kepalanya dengan lemas...
"Keee . . . kenapa kau . . . ?" tegurnya kemudian agak
tergagap.
"Aku . . . aku ... " tiba-tiba gadis itu menangis makin
menjadi.
"Apakah aku telah menganiaya dirimu? Apakah kau
benci kepadaku? Marah kepadaku?"
"Tidak, tidak ... aku . . . aku tidak pantas untukmu!"
Sekujur badan Ong Bun-kim gemetar keras, dengan
terkesiap ia mendongakkan kepalanya dan mengawasinya
tajam-tajam, perkataan tersebut menimbulkan perasaan
seram dan ngeri dalam hati kecil pemuda itu.
"Kenapa? Kenapa kau berkata begini?" tanyanya dengan
jantung berdebar keras.
"Aku tidak pantas mendapat kasih sayangmu, sebab kau
adalah orang baik...!"
"Apakah kau bukan orang baik?"
"Aku?" tiba tiba ia tergelak tertawa, suara tertawanya
kedengaran begitu kalap, seram dan tak sedap didengar.
Sekian lama kemudian, ia melanjutkan lebih jauh :
"Bagi dirimu, aku jauh lebih jahat berkali lipat dari
padamu, aku adalah orang paling jahat!"
"Jahat?"
"Benar, aku jahat, aku jauh lebih jahat dari padamu"
Pelan-pelan gadis itu bangkit berdiri, ditatapnya sekejap
wajah Ong Bun kim dengan termangu, lalu katanya:
"Lupakanlah peristiwa ini!"
"Apa...? Melupakannya....? Kau minta aku
melupakannya...?" ia mengeluh. . .
Jeritan tersebut muncul dari lubuk hatinya, dari dasar
hatinya yang paling dalam ....
"Ya, lupakanlah!" jawab Bunga iblis dari neraka dengan
suara yang dingin dan tajam.
"Tidak, aku tidak akan melupakannya!"
"Aku minta kepadamu, lupakanlah peristiwa ini!"
"Beritahu dulu, kenapa aku harus melupakannya...?"
"Tak usah kau tanyakan hal itu, aku hanya minta
kepadamu untuk melupakan peristiwa tadi!"
"Tidak, aku tak dapat melupakannya... tak dapat
melupakannya...selama hidup tak akan kulupakan..."
gumaman tersebut makin lama semakin lirih, paras
mukanya makin diliputi kemurungan dan kesedihan yang
makin tebal.
Dalam hati kecilnya ia menjerit, mengeluh:
"Oooh...Thian! Inilah cintaku yang pertama...apakah
harus seperti nasibku, mendapatkan penghancuran dan
pemusnahan yang tak berperi kemanusiaan...?"
Yaa, Thian tidak seharusnya bersikap berat sebelah
kepadanya, pengalaman hidupnya sudah cukup sengsara
dan menderita, haruskah ia mengalami pula cinta
pertamanya yang akan berakhir dengan tragis dan penuh
kesedihan?
Ia bukan seorang manusia super, dia seperti pula
manusia biasa pada umumnya, ia tidak berharap cinta
pertamanya harus berakhir bagaikan bayangan berakhir
tanpa kesan apa-apa.
"Kalau kau dapat melupakan peristiwa ini, banyak
kebaikan yang akan kau terima, ingatlah perkataanku,
lupakan kejadian tadi, nah selamat tinggal!" kata Bunga
iblis dari neraka dengan sedih.
"Kau hendak pergi ke mana?"
"Jangan perhatikan diriku, tak usah kau tahu ke mana
aku hendak pergi. . .!"
Habis berkata, ia lantas putar badan dan berlalu dari
sana.
Ia mirip seorang gadis yang kejam dan tak punya
perasaan, ia seperti seorang nona yang tak tahu apa artinya
sayang dan cinta, ia telah pergi dengan begitu saja ...
"Tunggu sebentar!" tiba tiba Ong Bung kim berkata.
Tanpa terasa gadis itu menghentikan langkah-nya, tapi ia
tidak berpaling, tanyanya:
"Masih ada persoalan apa yang hendak kau tanyakan?"
"Beritahukan kepadaku, siapa namamu?"
"Bunga iblis dari neraka!"
Begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, ia putar
badannya dan berlalu dari situ dengan kecepatan luar biasa.
"Beritahu kepadaku, siapa namamu." teriak Ong Bunkim
dengan suara setengah menjerit.
Tapi gadis asing yang telah dicintainya itu sudah pergi
tanpa berpaling, pergi dengan begitu saja.
Ia telah pergi membawa serta kasih sayang dan cinta
pertama Ong Bun-kim, ia seakan-akan pergi tanpa
perasaan, dan yang tertinggal hanya kesedihan dan
kepedihan bagi Ong Bun-kim.
Dia duduk di sana seperti orang yang kehilangan
ingatan, sambil memandang awan di angkasa, gumamnya
lirih:
"Oooh... Thian! Apa yang terjadi dengan diriku...? Apa
pula yang telah kuperoleh....?"
Sekarang, ia merasakan bahwa apapun tidak berhasil ia
dapatkan, bahkan ia merasa seperti kehilangan sesuatu,
yang mana membuat bertambahnya duka nestapa dalam
hatinya.
00OdwO00
BAB 13
KETIKA dipikir hatinya makin sedih, akhirnya tanpa
disadari pemuda itu melepaskan harpa besinya dan mulai
memetik senarnya membawakan sebuah lagu yang
berirama sedih ....
Menggunakan permainan khim tersebut, semua perasaan
cinta dan dendamnya dilampiaskan ke luar irama yang
pedih dengan nada yang menggetarkan sukma segera
mengalun di angkasa dan menyayat nyayat hati ....
Sesungguhnya Ong Bun kim adalah seorang pemuda
yang berhati keras, tapi pada saat ini, mengikuti permainan
harpa, air mata tanpa terasa jatuh bercucuran.
Sebuah lagu telah selesai dibawakan.
Walaupun irama lagu sudah hampir berakhir, tapi suara
yang memilukan hati masih mengalun di angkasa . . .
Pelan-pelan Ong Bun kim bangkit berdiri lalu beranjak
dan melangkah maju ke depan namun baru beberapa
langkah kemudian tiba-tiba ia berhenti lagi.
Kurang lebih satu kaki di hadapannya, entah sejak kapan
telah duduk seorang gadis berbaju abu-abu yang berwajah
pucat, berambut panjang dan bersikap sedih.
Ia masih muda, tapi bila diperhatikan lebih seksama, ia
terasa seakan-akan bagaikan seorang nenek-nenek yang
sudah lanjut usia, mimik wajahnya yang kesal
menunjukkan betapa murung dan sedih hatinya.
Air mata masih menodai wajahnya, mungkinkah ia
menangis karena sedih mendengarkan irama lagu yang
dibawakan Ong Bun kim?
Sejak kapankah gadis itu berdiri di sana? Ong Bun kim
tak dapat menjawab pertanyaan itu.
Gadis itu telah mendongakkan kepalanya dan menatap
tajam wajah Ong Bun kim, seakan-akan ia sedang bertanya:
"Mengapa kau bawakan lagu yang bernada sedih dan
menyayat hati itu . . ."
Ong Bun-kim tidak bertindak apa-apa, dia hanya bisa
memandang gadis tersebut dengan wajah termangu-mangu.
Bila dilihat dari biji mata si nona berbaju abu-abu yang
murung, Ong Bun kim merasa seakan-akan ia terkenang
kembali dengan semua kesedihan dan ketidak beruntungan
di masa masih kanak-kanak dulu.
Suatu perasaan senasib sependeritaan tiba-tiba terlintas
dalam benaknya dan menyelimuti perasaannya.
Mereka berdiri saling bertatapan, seakan akan pihak
lawan adalah duplikat dari pengalaman yang dialaminya.
-oo0dw0oo-
Jilid 5
AKHIRNYA, Ong Bun-kim melemparkan kerlingannya
yang pelan-pelan beranjak... keadaan seperti juga keadaan
dikala meninggalkan Lan Siok lin tempo hari.
Ia tidak merasa sayang, pun tidak mengucapkan sepatah
katapun ! Mereka tidak saling menyapa, tidak saling merasa
sayang, pun tidak perlu suatu perpisahan, tapi dibalik
sanubari masing-masing telah terselip suatu perasaan
murung yang tipis.
Ia telah pergi... pergi membawa harpa besinya, menuju
ke halaman baru dari perjalanan hidupnya...
Lembah Sin Ii kok, terletak di bukit selatan Soat im san.
Di mulut lembah itu berdiri sebuah batu karang yang
terbuat dari alam, batu itu amat besar dan berbentuk seperti
seorang gadis, mungkin nama Sin li kok berasal dari
keadaan alam di situ.
Ketika Ong Bun kim tiba di mulut lembah, hawa napsu
membunuh segera berkobar dalam dadanya, ia merasa
andaikata tiada Siau Hui un, tak mungkin ayahnya bakal
tewas di tangan Kui jin suseng.
Ia hendak melenyapkan lembah Sin li kok dari muka
bumi... ia hendak mencincang tubuh Siau Hui un menjadi
berkeping-keping.
Hawa napsu membunuh yang berkobar dalam dadanya
makin lama semakin menebal, dengan sekali lompatan
tubuh ia menerobos masuk ke dalam lembah Sin li kok...
Tapi, baru beberapa tombak ia berjalan, mendadak
serentak pemuda itu menghentikan gerakan tubuhnya.
Secara tiba-tiba timbul goncangan keras dalam hatinya,
ia merasa seakan-akan mendapat firasat jelek.
Sebelum ingatan kedua sempat melintas dalam
benaknya, mendadak terdengar bentakan nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, bayangan manusia
segera berkelebat bagaikan sambaran petir, tahu-tahu empat
orang nona berbaju merah sudah menghadang di hadapan
Ong Bun kim.
Si anak muda itu segera mendongakkan kepalanya,
ketika mengetahui apa yang terjadi, paras mukanya segera
berubah hebat.
Seorang nona berbaju merah yang berada di paling
depan, segera menegur dengan suara dingin;
"Siap kau? Berani benar menyatroni lembah Sin li kok
kami?"
Ong Bun kim mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahh... lembah Sin li kok
bukan neraka atau tempat terlarang yang tak boleh
dikunjungi orang, kenapa aku Ong Bun kim tak boleh
mendatanginya?"
Diiringi gelak tertawa yang mengerikan, tubuh Ong Bun
kim secepat sambaran kilat telah menerjang ke arah
keempat orang nona berbaju merah itu, harpa besinya
sekuat tenaga dibacokkan ke depan:
Pada saat ini Ong Bun kim benar-benar sedang diliputi
hawa napsu membunuh yang berkobar-kobar, bisa
dibayangkan sendiri dalam serangan tersebut tentu
disertakan juga tenaga pukulan yang mengerikan.
Seandainya pukulan itu sampai mengenai sasaran, tak
dapat dibayangkan bagaimana jadinya gadis gadis itu.
Dikala Ong Bun kim sudah hampir menyarangkan
pukulannya di tubuh lawan itulah, tiba-tiba terdengar
bentakan nyaring:
"Tahan!"
Karena bentakan tersebut, Ong Bun kim segera menarik
kembali serangannya sambil melompat mundur, ketika
diperhatikan orang itu, paras mukanya kembali berubah
hebat, sebab orang itu bukan lain adalah Si hiat yau hoa
(Siluman bunga penghisap darah).
"Aku kira siapa yang datang, tak tahunya adalah Ong
sauhiap!" demikian Siluman bunga penghisap darah
menyapa.
Sikap lembut dan halus yang diperlihatkan Siluman
bunga penghisap darah ini sama sekali berada di luar
dugaan Ong Bun kim, segera bentak nya dengan ketus:
"Yaa, memang aku yang datang, mau apa kau?"
Siluman bunga penghisap darah tersenyum.
"Bolehkah aku tahu, mau apa kau datang ke mari?"
tanyanya.
"Aku hendak mencari Kokcumu!"
"Ooooh... kebetulan sekali, aku memang sedang
menerima perintah dari Kokcu kami untuk mencarimu,
silahkan masuk!"
Tercengang juga Ong Bun kim menghadapi sikap lembut
dan penyambutan hormat dari Siluman bunga penghisap
darah, sebab seingatnya mereka tak pernah bersahabat,
malah sebaliknya merupakan musuh bebuyutan yang
pernah diwarnai dengan pertarungan-pertarungan sengit.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba satu
ingatan melintas dalam benaknya, kemudian ujarnya:
"Apakah Kokcumu juga akan mencariku?"
"Benar, silahkan!"
Seraya berkata ia lantas menyingkir ke samping dan
memberi jalan lewat.
Ong Bun kim tidak tahu permainan setan apakah yang
sedang dilakukan Siau Hui un, diam-diam ia tertawa
dingin, lalu sambil mengangkat kepalanya maju ke depan.
Anak muda itu mempunyai perhitungan sendiri, ia
merasa setelah berani datang ke situ ia tak akan
memperdulikan mati hidupnya di dalam hati, ia musti
meninggalkan tenaga intinya untuk menghadapi segala
kemungkinan yang bakal terjadi.
Lembah itu panjang sekali, akan tetapi sempitnya bukan
kepalang.
Pepohonan tumbuh dengan suburnya di sepanjang
lembah, sebuah jalan setapak menghubungkan mulut
lembah itu dengan lembah bagian dalam, Siluman bunga
penghisap darah berjalan mengikuti di belakang anak muda
itu.
Setelah menembusi hutan yang lebat, tampaklah sebuah
bangunan loteng yang indah dan megah muncul di
kejauhan sana.
Setelah melewati dinding pekarangan, sampailah mereka
di tengah tanah lapang di muka gedung, terlihatlah di kedua
belah sisi jalan kecil yang menghubungkan pintu gerbang,
masing-masing berdiri berjajar lima enampuluh orang gadis.
Paras muka setiap anak gadis itu amat keren dan serius,
tak seorangpun diantara mereka yang bersikap bebas.
Tanpa sadar Ong Bun kim menghentikan langkah
kakinya.
Siluman bunga penghisap darah segera ter senyum,
katanya:
"Setelah Kokcu kami mengetahui akan kehadiranmu,
beliau telah memimpin segenap anggotanya untuk
menyambut kedatanganmu!"
"Terima kasih banyak!" dengus Ong Bun-kim sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Selesai berkata ia lantas melanjutkan perjalanannya ke
depan, ia tidak perduli apakah gadis-gadis itu akan turun
tangan kepadanya atau tidak, ia harus berhadapan dengan
maut yang berada di depan mata.
Ketika tiba di pintu gerbang, tampaklah dua buah patung
malaikat perempuan yang terukir dari batu marmer berdiri
di sisi kiri dan kanan pahatan tersebut sangat hidup, indah
dan menawan hati.
"Silahkan masuk, Ong sauhiap!" kata Siluman bunga
penghisap darah.
Ong Bun-kim termenung dan berpikir sebentar,
kemudian sambil membusungkan dada ia masuk ke dalam.
Ruang tengah gedung itu sangat besar, lebar dan megah,
tak kalah rasanya dengan keindahan istana.
Di kedua belah sisi ruang tengah masing-masing berdiri
belasan orang gadis berbaju merah, diantaranya terdapat
pula perempuan-perempuan yang telah berusia lanjut.
Di ruang tengah belakang meja kebesaran duduk seorang
gadis berbaju merah yang berusia dua puluh satu-dua
tahunan, dibelakang gadis itu masing-masing berdiri dua
orang perempuan tua berbaju merah pula.
Dalam hati Ong Bun-kim lantas berpikir: "Mungkinkah
dia adalah Toan-kiam-giok-jin (perempuan cantik pedang
kutung) Siau Hui-un ? Tapi mengapa semuda itu? Tidak,
tidak mungkin! Seharusnya dia adalah seorang perempuan
yang telah berusia empat puluh tahunan!"
Sementara ia masih berpikir, dara berbaju merah itu
sudah bangkit berdiri.
Ong Bun-kim lantas berpaling ke arah Siluman bunga
penghisap darah sambi l tanyanya:
"Apakah dia adalah Kokcu kalian?"
"Bukan, dia adalah wakil Kokcu kami."
Belum habis Siluman bunga penghisap darah berkata, si
nona berbaju merah itu sudah berkata sambil tersenyum:
"Apakah yang datang adalah Ong sauhiap?"
"Benar!"
"Harap kau bersedia memaafkan, berhubung masa
latihan Kokcu kami belum berakhir, beliau tak dapat
menyambut sendiri kedatanganmu, maka dari itu aku Tong
Wan-tin mohon maaf yang sebesar-besarnya!"
"Tidak berani ....!" kata Ong Bun-kim sambil tertawa
dingin.
Sementara pembicaraan masih berlangsung, ia sudah tiba
di depan ruangan itu, tiba-tiba ia merasakan suasana dalam
ruangan tersebut penuh diliputi oleh hawa pembunuhan
yang menggidikkan hati.
Ong Bun kim segera tertawa dingin, lalu katanya:
"Apakah nona adalah Hu Kokcu dari lembah Sin li kok
ini?"
"Benar!"
"Aku khusus datang ke mari untuk menjumpai Kokcu
kalian!"
"Bolehkah aku tahu ada urusan apa?"
"Oooh....soal ini adalah urusan pribadi antara diriku
dengan dirinya, jadi lebih baik kau tak perlu tahu."
"Silahkan duduk Ong sauhiap, seusai latihan Kokcu
kami pasti akan datang menjumpai diri mu!"
Mendengar perkataan tersebut, paras muka Ong Bun kim
berubah hebat, segera bentaknya: "Kau tak usah
mencarikan alasan baginya, pokoknya aku ingin sekarang
juga bertemu dengannya!"
"Tapi....tapi.... tentang soal ini..."
Ong Bun kim tertawa nyaring, kembali katanya:
"Jika kau tidak mengundangnya sekarang juga, jangan
salahkan kalau aku Ong Bun-kim terpaksa harus menyalahi
dirimu!"
"Tentang soal ini..." tampaknya Tong Wan-tin agak
dibikin serba salah oleh tindakan pemuda itu.
"Bagaimana?" kata Ong Bun-kim kemudian sambil
tertawa lebar, "mau pergi atau tidak?"
"Ong sauhiap, agaknya kau suka membuat susah orang?"
tegur Tong Wan-tia akhirnya dengan perasaan kurang
senang.
Ong Bun-kim lagi-lagi tertawa.
"Persoalannya bukan soal menyusahkan orang atau
tidak, tapi yang pasti aku harus segera bertemu dengannya."
"Tentang soal ini..."
"Hayo pergi dan suruh dia ke luar untuk menjumpai
diriku!"
"Aku rasa hal ini tak mungkin bisa terjadi!"
"Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup."
Ong Bun kim tak bisa mengendalikan perasaannya lagi,
sambil membentak keras, tubuhnya secepat sambaran kilat
meluncur ke hadapan Tong Wan tin dan menghantam
kepalanya.
Tindakan tersebut segera menimbulkan kegemparan di
kalangan gadis-gadis berbaju merah yang berada di luar
ruangan, paras muka mereka rata-rata berubah hebat.
Sementara itu, serangan yang dilancarkan Ong Bun kim
telah tiba di hadapan Tong Wan-tin, dalam keadaan
demikian mau tak mau dia musti menggerakkan tubuhnya
untuk berkelit ke samping, kemudian bentaknya dengan
suara nyaring:
"Tahan !"
Ong Bun kim menarik kembali serangannya sambil
melompat mundur ke belakang.
"Apakah kau telah bersedia untuk memanggilnya ke
luar?" ia menegur dengan nada yang sinis.
Kali ini paras muka Tong Wan tin yang berubah hebat.
"Ong sauhiap, ketahuilah bahwa Kokcu kami sama
sekali tidak menganggap dirimu sebagai musuh besar,
apakah kedatanganmu kemari adalah untuk mencari balas?"
"Benar!"
"Tapi kami mendapat perintah dari Kokcu untuk
menerima Ong sauhiap dengan pelayanan sebaik-baiknya!"
"Sudahlah, kau tak usah banyak berbicara lagi," tukas
Ong Bun kim dengan geramnya, "pokoknya kalau ia tidak
kau panggil keluar, seluruh anggota perguruannya akan
kubantai sampai ludas!"
"Ong sauhiap, kau jangan terlalu memaksa orang! "seru
Tong Wan tin mulai naik darah.
"Kalau aku mau mendesak terus lantas kenapa? Lihat
serangan!"
Sambil membentak nyaring, Ong Bun kim melompat
maju ke depan, telapak tangannya segera diayunkan ke
muka melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat ke tubuh
Tong wan tin, wakil ketua dari lembah Sin li kok.
Sebagaimana diketahui adapun kedatangan, Ong Bun
kim ke tempat itu adalah untuk mencari balas, tentu saja
dalam melancarkan serangannya ia telah sertakan pula
segenap tenaga dalam yang dimilikinya, daya penghancur
yang di-hasilkan sungguh ibaratnya gulungan ombak yang
menyapu daratan."
"Kurang ajar, apakah kau menganggap aku adalah orang
yang mudah dipermainkan," bentak Tong Wan tin.
Berbareng dengan bentakan tersebut, dia melepaskan
pula sebuah serangan balasan.
Bayangan manusia saling menyambar, secepat sambaran
kilat harpa besi dari Ong Bun kim menyambar ke depan.
Agaknya Tong Wan tin tidak menyangka kalau tenaga
dalam yang dimiliki Ong Bun kim telah mencapai tingkatan
sesempurna itu, termakan oleh desakan tersebut, tak kuasa
lagi ia kena terdesak sehingga harus mundur sejauh tiga,
empat langkah dengan sempoyongan.
Ong Bun kim tidak melepaskan musuhnya dengan begitu
saja, bagaikan bayangan saja ia menyusul ke depan, dengan
harpa besinya secara beruntun ia lancarkan tiga buah
serangan berantai.
Secara beruntun Tong Wan-tin didesak hingga musti
mundur sejauh satu kaki lebih, karena posisinya berada di
bawah angin, otomatis iapun tidak memiliki kemampuan
untuk melancarkan serangan balasan.
Mendadak Tong Wan-tin membentak nyaring, dalam
situasi yang amat berbahaya, pergelangan tangannya
diayunkan ke depan, serangan dari Ong Bun-kim segera
dibendung, kemudian secara beruntun dia lancarkan pula
dua buah serangan balasan.
Ternyata tenaga dalam yang dimiliki Tong Wan-tin
termasuk hebat juga. Bayangan manusia segera saling
menyambar, dalam waktu singkat sepuluh gebrakan lewat
tanpa terasa.
Diam-diam terkejut juga Ong Bun-kim, dia tidak
menduga kalau Hu-kokcu yang masih muda itu sanggup
menerima sepuluh buah pukulannya tanpa kalah, dari sini
bisa diketahui bahwa kepandaian silat yang dimiliki Siau
Hui-un pasti sudah mencapai puncak kesempurnaan.
-oooo0dw0ooo-
BAB 14
TERBAYANG kesemuanya itu, berkobar kembali hawa
napsu membunuh dalam hati Ong Bun kim, ia membentak
keras, jurus jurus mematikan dilancarkan secara berantai,
dalam waktu singkat dia melancarkan pula lima buah
pukulan dahsyat.
"Blaaam.... !" akhirnya sebuah pukulan berhasil
menghajar telak di tubuh Tong Wan-tin, ia muntah darah
dan tubuhnya mencelat ke belakang. Seorang gadis berbaju
merah secepat kilat maju ke muka menyambar tubuh Tong
Wan tin.
Ong Bun kim tidak puas berbuat sampai di situ saja,
kembali ia membentak keras, "Lepaskan orang itu . . ."
Seperti banteng terluka, ia menerjang ke muka secara
garang. Akan tetapi sebelum Ong Bun-kim berhasil
mendekati dara berbaju merah itu, dua sosok bayangan
manusia telah menggulung ke arahnya dengan amat
dahsyat.
Dua orang yang melancarkan serangan itu adalah dua
orang pelindung dari wakil Kokcu yakni dua orang nenek
baju merah yang membawa tongkat.
Sungguh hebat serangan gabungan dari dua orang nenek
tersebut, seketika itu juga Ong Bun-kim terdesak hebat dan
harus melompat mundur ke tempat semula.
"Kurang ajar, kalian pingin mampus?" bentak Ong Bunkim
sangat marah.
"Ong sauhiap, kau jangan kelewat sombong."
Dalam pada itu belasan orang gadis berbaju merah yang
berada di ruang depan telah menyerbu maju ke depan,
dalam waktu singkat hawa napsu membunuh yang
menggidikkan hati menyelimuti seluruh gelanggang.
Sepasang mata Ong Bun-kim melotot besar dan
memancarkan sinar membunuh yang menggidikkan hati,
katanya:
"Kalau Kokcu kalian tidak diundang ke luar lagi, hatihati
kalau sampai kubantai kalian semua!"
"Ong sauhiap, kenapa kau tidak mencoba untuk turun
tangan lebih dulu ... " ejek nenek baju merah yang berada di
sebelah kanan.
"Jadi kalian benar benar ingin mampus?" bentak Ong
Bun kim dengan marahnya.
"Benar, silahkan Ong sauhiap untuk turun tangan!"
Ong Bun kim tak dapat mengendalikan amarah yang
menggelora dalam hatinya lagi, tiba tiba jari tangan
kanannya bergetar memetikkan tiga kali sentilan senar khim
....
"Tingg... ! Tingg...! Ting...!" inilah petikan Kau hun ki (
irama penggaet sukma ) yang maha dahsyat tersebut.
Paras muka semua orang berubah hebat, hati mereka
seperti disayat dengan pisau tajam, peluh mulai membasahi
seluruh jidatnya, jelas daya pengaruh dari ketiga petikan
senar khim itu mengakibatkan getaran getaran dalam jiwa
semua orang.
Akan tetapi sebelum pemuda itu melanjutkan petikan
mautnya, mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Tahan!"
Irama khim seketika terhenti, menyusul mana sesosok
bayangan manusia berwarna merah melayang turun di
hadapan Ong Bun kim. Ternyata dia adalah seorang gadis
berbaju merah yang berdandan sebagai seorang dayang.
"Mau apa kau datang ke mari?" bentak Ong Bun kim.
"Boleh aku tahu, apakah saudara adalah Ong sauhiap?"
tanya dayang berbaju merah itu tenang.
"Benar!"
"Budak mendapat perintah dari Kokcu untuk
mempersilahkan Ong sauhiap menjumpainya!"
"Sekarang dia berada di mani?"
"Ikutilah diriku!"
Berbicara sampai di situ, dayang berbaju merah itu
segera berjalan menuju ke ruang belakang dengan langkah
yang lemah gemulai.
Ong Bun-kim agak ragu sejenak, dahinya berkerut, tapi
akhirnya sambil menggigit bibir ia ikuti juga di belakang
dayang itu.
Setelah melewati ruang belakang mereka berbelok
menelusuri sebuah serambi panjang, dan akhirnya tiba di
depan sebuah pesanggrahan yang letaknya tersendiri, di
depan pesanggrahan itu merupakan sebuah kebun bunga,
pemandangan sangat indah dan menawan hati.
Dayang berbaju merah itu mengetuk pintu pesanggrahan
itu, dari dalam seseorang segera menegur:
"Siapa di situ?"
"Ong Sauhiap, telah tiba!"
"Dipersilahkan masuk!" Dayang berbaju merah itu
mendorong pintu dan masuk ke dalam, Ong Bun-kim
mendongakkan kepalanya memperhatikan suasana dalam
ruangan, ternyata ruangan itu adalah sebuah ruang tamu
yang megah dan mewah sekali.
Empat orang dayang berbaju merah berdiri berjajar
dikedua belah sisi pintu ruangan.
Salah seorang gadis berbaju merah itu segera berkata
sambil tersenyum:
"Ong Sauhiap, silahkan duduk!"
"Aku datang ke mari untuk mencari Kokcu kalian ... "
"Tentang soal ini aku sudah tahu, duduklah sebentar
sementara kulaporkan kedatanganmu ke dalam!"
"Silahkan!".
Dayang berbaju merah itupun tidak berbicara lagi, ia
lantas beranjak dan menuju ke ruang belakang, sementara
Ong Bun-kim duduk sambil berusaha menekan kobaran api
kegusaran dan hawa napsu membunuh yang berkecamuk
dalam dadanya.
Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki
manusia yang lirih bergema memecahkan kesunyian,
sewaktu pemuda itu mendongakkan kepalanya, tampaklah
dayang berbaju merah tadi telah muncul kembali
mengiringi seorang nyonya cantik berusia sekitar tiga puluh
tahunan.
Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir Ong
Bun-kim... cuma senyuman tersebut penuh diliputi oleh
hawa napsu membunuh.
"Jadi kaulah Kokcu dari lembah Sin li-kok...?" sapanya
sambil tertawa lebar.
Kendatipun ia berbicara sambil tertawa lebar, akan tetapi
kedengaran juga bahwa suara nya agak gemetar karena
terpengaruh oleh pergolakan emosi . .
"Betul, aku adalah Kokcu dari lembah Sin-li-kok!"
nyonya cantik itu membenarkan.
"Kau bernama Siau Hui-un?"
"Betul, dan kau adalah muridnya Kui-jin Suseng
(sastrawan setan harpa)...?" nyonya cantik itu balik
bertanya.
"Tepat sekali, dan aku pula putranya Sun hay bong kek
(manusia latah dari empat samudra)!"
Tiba-tiba di atas wajah Siu Hui un terjadi pergolakan
emosi yang amat hebat, serunya:
"Sungguh tak kusangka Kui jin suseng tidak membunuh
dirimu!"
"Heeehhh... heeehhh...heeehhh...kenapa? Kau merasa
hal ini di luar dugaan? Siau Hui un, kau tahu tidak apa
maksud kedatanganku hari ini ke sini?"
"Tentu saja menengok aku!"
"Menengok kau? Hmmm....! Jangan bermimpi disiang
hari bolong, aku datang untuk merenggut selembar jiwamu.
"
"Kenapa...?" jerit Siau Hui un tercengang, " mengapa kau
hendak merenggut nyawaku?"
"Sebab kau telah membunuh ayahku Si manusia latah
dari empat samudra Ong See liat!" jawab Ong Bun kim
setengah membentak, hawa napsu membunuh yang
mengerikan seketika menyelimuti seluruh wajahnya.
"Aaaah...!" sekali lagi Siau Hui un berteriak kaget,
serunya dengan suara gemetar: "siapa yang
memberitahukan hal tersebut kepadamu...? Siapa?
Katakan!"
"Ibuku!"
"Nak, akulah ibumu yang sesungguhnya..." Siau Hui un
segera menjerit keras.
"Apa?"
Jerit tertahan dari Ong Bun kim keras dan nyaring,
tubuhnya ikut mundur lima enam langkah dengan
ketakutan, ucapan tersebut hakekatnya merupakan guntur
yang membelah bumi di tengah hari bolong, dengan
kerasnya menghempaskan semua pikiran dan perasaan
hatinya ke tanah.
Sepasang matanya dipentangkan lebar lebar, pemuda itu
masih sangsi apakah ucapan tersebut betul-betul telah
didengar olehnya.
"Kau... kau... apa yang kau katakan?" tiba tiba bisiknya
dengan suara gemetar.
"Nak, aku adalah ibu kandungmu, ibumu yang
sesungguhnya!" jawab Siau Hui un lagi sepatah demi
sepatah kata.
Kali ini Ong Bun kim benar-benar berdiri terkesiap, ia
berdiri seperti sebuah patung dan tak mampu bergerak.
Hakekatnya peristiwa itu merupakan suatu kejadian di
luar dugaan yang membuatnya tidak habis mengerti dan
bingung, mungkinkah dia mempunyai dua orang ibu?
Tidak! Tidak! Jelas hal ini tidak mungkin, tak nanti di dunia
ini terdapat peristiwa semacam ini.
Ong Bun-kim berdiri seperti orang bodoh, kejadian yang
dihadapinya secara tiba-tiba ini sungguh membuat hatinya
amat kaget dan terkesiap.
"Nak, aku tidak menyangka kalau kau masih hidup di
dunia ini" keluh Siau Hui un dengan suara yang memilukan
hati, "kau mengapa kau tidak mengakui diriku sebagai
ibumu?"
Berkata sampai di situ, tidak tahan lagi dua titik air mata
jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ong Bun kim yang menyaksikan kejadian itu semakin
kebingungan lagi, ia merasa seakan-akan berada di atas
awang awang, yaa ampun! Sesungguhnya apa yang telah
terjadi? Lagi-lagi ada seorang perempuan mengaku sebagai
ibu kandungnya dan perempuan itu ternyata adalah Siau
Hui un, salah seorang isteri ayahnya.
Bila diperhatikan dari mimik wajahnya, tidak terlihat
sikap kepura-puraannya, tapi bagaimana dengan Coa Siok
eh? Apakah dia itu cuma mengaku-ngaku saja? Atau Siau
Hui un yang mengaku-ngaku?
Pemuda itu merasa bingung dan tidak habis mengerti, ia
sungguh-sungguh tidak tahu apa yang musti dilakukan.
"Nak, kenapa .... kenapa kau?" akhirnya Siau Hui un
menegur. "Aku... aku ... "
"Kau curiga bahwa aku bukan ibu kandungmu?" tanya
perempuan she Siau itu tiba-tiba.
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . . pintar juga kau,
benar, aku memang mencurigai dirimu!" katanya.
"Bukan cuma kau yang mencurigai diriku, aku sendiri
juga curiga kepadamu..."
"Kenapa?" tanya Ong Bun kim malah tertegun.
"Setelah anakku dilarikan Kui jin suseng, sudah pasti Kui
jin suseng tak akan melepaskan dirinya dengan begitu
saja..."
"Tapi Kui jin Suseng telah melepaskan diriku..."
"Apakah dalam tubuhmu terdapat sebuah Liong bei?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Ong Bun kim
merasakan hatinya bergetar keras, kini ada dua orang
perempuan yang menanyakan Liong bei (lencaua naga)
miliknya, hal ini membuat duduknya persoalan makin
membingungkan hati.
Akhirnya ia mengambil ke luar Liong bei tersebut seraya
bertanya:
"Bukankah benda ini adalah Liong bei?"
Melihat itu, tiba tiba Siau Hui un berteriak keras:
"Kau benar benar adalah ..adalah puteraku..."
Dengan begitu emosi dan pergolakan perasaan yang
meluap-luap ia merentangkan sepasang tangan nya untuk
memeluk Ong Bun kim..seakan-akan seorang ibu yang
sudah lama merindukan putranya dan tiba-tiba menemukan
kembali putra yang dicintainya itu . . . tidak tahan dia ingin
memeluk dan menciumnya.
Sesungguhnya luapan perasaan seorang ibu terhadap
putranya adalah suatu luapan emosi yang wajar dan
seringkali bisa dijumpai dalam kehidupan masyarakat pada
umumnya.
Ong Bun kim berdiri bodoh dan tak sanggup melakukan
sesuatu apapun.
Ia membiarkan Siau Hui un memeluk tubuhnya,
membiarkan perempuan itu menangis terisak dan
membiarkan air matanya jatuh bercucuran membasahi
bajunya... sementara ia sendiri, tenggelam dalam alam
kebingungan yang amat sangat.
Benar, sesungguhnya apa yang telah terjadi?
Sebetulnya siapakah yang merupakan ibu kandungnya?
Siau Hui un kah? Atau Coa Siok oh?
Dari dulu hingga sekarang, rasanya belum pernah terjadi
peristiwa semacam ini dalam dunia persilatan.
Lama lama sekali, akhirnya Siau Hui un mendorong
tubuh Ong Bun kim seraya berkata:
"Nak, kau telah dewasa .... limabelas tahun sudah kita
tak pernah berjumpa muka... sungguh tak kusangka kau
masih hidup. . ."
Isak tangisnya sungguh amat memilukan hati, membuat
orang yang melihatnya ikut terharu dan tercekam oleh
perasaan sedih.
Ong Bun kim segera tersadar kembali dari alam
kebingungannya, katanya dengan cepat:
"Kau bilang apa? Kau. . . kau adalah... ibu kandungku?"
"Apakah kau anggap aku sedang berbohong? Kau
anggap aku hanya mengaku-ngaku saja?"
"Tapi, bagaimana dengan Coa Siok oh?"
"Dia adalah bibimu!"
"Tapi, ia mengatakan bahwa dia adalah iba kandungku,
mana mungkin ada seorang bibi yang mengaku sebagai
ibu?"
"Apa kau bilang? Jadi... jadi... kau telah berjumpa
dengan Coa Siok oh?"
"Benar!"
"Huuuh...! Tak tahu malu, padahal ia mandul, ia tak bisa
mempunyai anak, mana mungkin dia bisa menjadi ibumu?
Akulah yang benar, akulah ibu kandungmu."
"Tahukah engkau, sesaat sebelum ayahku dibunuh oleh
Kui jin suseng, ia telah dicelakai dulu oleh seseorang?"
"Oooh... benarkah begitu? Kalau memang demikian,
sudah pasti dialah yang melakukan perbuatan terkutuk itu !"
"Kau maksudkan Coa Siok oh?"
"Benar, dia adalah putrinya Mo kui kiam jiu (jago
pedang setan iblis), tentunya kau tahu bukan ketika Mo kui
kiam jiu menjodohkan putrinya kepada ayahmu, peristiwa
ini disertai juga dengan suatu maksud tujuan tertentu?"
"Aku tahu !"
"Kalau demikian adanya, pastilah dia kuatir dibunuh
olehmu, maka diakuinya kau sebagai anaknya !"
Tentu saja ucapan tersebut bukannya tidak masuk di
akal, tapi bagaimanakah duduk persoalan yang
sesungguhnya, hal ini masih harus diselidiki dan dibuktikan
kebenarannya lebih dahulu.
Pemuda itu hanya bisa mengambil kesimpulan ketika itu,
yakni barang siapa bukan ibunya, berarti orang itulah
pembunuh yang telah mencelakai jiwa ayahnya.
Maka dia bertanya kembali:
"Bagaimanakah keadaannya sewaktu ayahku terbunuh
waktu itu?"
"Hari itu ayahmu pergi karena ada urusan, tak lama
kemudian muncul Tay khek Cinkun yang mewartakan
bahwa ayahmu terbunuh oleh Kui jin Suseng, maka aku
memburu keluar. Tapi pada saat itulah Kui jin Suseng telah
memburu sampai di depan pintu, ia bertarung melawanku
di mana akhirnya aku terhajar hingga terluka, ketika aku
sadar kembali dari pingsan dan memburu masuk, ke dalam
rumah, kutemukan baik Coa Siok oh maupun dirimu telah
lenyap tak berbekas !"
Ternyata apa yang dia katakan persis seperti apa yang
diucapkan oleh Coa Siok oh tempo hari.
Kejadian ini semakin membingungkan Ong Bun kim,
semakin mengacaukan pikiran maupun perasaan hatinya.
Sesungguhnya apa yang telah terjadi?
Lama, lama sekali, akhirnya dia bertanya lagi:
"Tahukah kau bahwa ayahku masih mempunyai seorang
kekasih lagi?"
"Yaa, ia pernah memberitahukan soal itu kepada kami,
tapi siapakah perempuan itu? Kami tidak tahu!"
Ong Bun kim merasakan suatu penderitaan yang tiada
taranya, sebab ada dua orang perempuan yang mengaku
sebagai ibunya, sedang apa yang diceritakan kedua orang
perempuan itu ternyata sama dan tak ada bedanya, ini
membuat sulit baginya untuk menentukan siapa yang asli
dan siapa yang gadungan ....
Tentu saja tidak mungkin ia mempunyai dua orang ibu
kandung.
Atau dengan perkataan lain, salah seorang diantaranya
pasti cuma mengaku-ngaku belaka... tapi ia tidak mengerti
apa tujuan perempuan tersebut dengan perbuatan mengakungakunya
itu?
Berpikir sampai di sini, tidak tahan lagi dia lantas
membentak:
"Sebetulnya siapakah diatara kalian berdua yang benarbenar
adalah ibu kandungku?"
"Nak, kau... kau... mengapa kau tidak mau percaya
dengan perkataanku?" pekik Siau Hui un dengan suara
memilukan hati.
"Bukannya aku tidak mau percaya kepadamu, tapi Coa
Siok oh juga mengatakan bahwa dia adalah ibuku, aku
menjadi sangsi, siapakah sesungguhnya diantara kalian
berdua yang merupakan ibu kandungku?" ucap Ong Bun
kim dengan perasaan yang amat sedih.
"Lantas saat ini dia berada di mana?"
"Mau apa kau?"
"Mencarinya untuk membuktikan suatu persoalan." Ong
Bun kim berpikir sejenak, ia merasa ada benarnya juga usul
tersebut, sebab asal Coa Siok oh berhasil dijumpai, lantas
kedua orang itu ditemukan satu sama lainnya, bukankah
secara otomatis persoalannya akan menjadi jelas sendiri?"
Berakhir sampai di situ, tak tahan lagi dia lantas
bertanya:
"Kau hendak menjumpai Coa Siok oh?"
"Benar!"
"Kau bersedia pergi menjumpainya bersama-samaku?"
"Benar!"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat bersama!"
kata Ong Bun kim ketus. "Ia tinggal di mana?"
"Soal ini lebih baik tak usah kau campuri!"
"Lantas kapan kita akan berangkat?"
"Sekarang juga!"
"Boleh saja, aku lebih suka kalau persoalan ini dapat
diselesaikan secepatnya!"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat!"
Siau Hui un manggut-manggut, bersama Ong Bun kim ia
ke luar dari ruangan dan menuju ke ruangan paling depan,
setelah menyerahkan semua tugas sehari-hari tentang
masalah lembah kepada wakil Kokcunya Ton Wan tin,
bersama si anak muda itu berangkatlah dia meninggalkan
lemah Sin likok ....
Bila ditinjau dari kesungguhan hati Siau Hui-un untuk
membuktikan kebenaran dari kemelut tersebut, tampaknya
ia memang tidak mirip sebagai orang yang cuma mengakungaku
belaka, lantas bagaimanakah perkembangan
selanjutnya mengenai peristiwa ini?
Apakah dia adalah ibunya?
Mungkin Coa Siok oh bukan ibu kandungnya,
melainkan hanya mengaku ngaku belaka?
Lantas apa maksud dan tujuan dari salah seorang
diantara kedua orang perempuan itu mengaku-ngaku
sebagai ibu kandungnya?
Yah, persoalan ini memang cukup di luar dugaan dan
membuat orang tidak habis mengerti, membuat orang tak
tahu apa yang musti dilakukan untuk mengatasi kemelut
tersebut.
Dengan langkah yang sangat cepat kedua orang itu
berangkat menuju ke bukit Hau tau san, di tengah jalan Ong
Bun kim kembali bertanya:
"Selama kau, Coa Siok oh dan ayahku bertiga tinggal
dalam lembah Lip jin kok, apakah selain kalian masih ada
pelayan lain?"
"Tidak ada!"
"Jadi kalau begitu hanya kalian bertiga saja yang
mengetahui tentang peristiwa ini?"
"Benar!"
"Kejadian ini terasa amat sulit untuk dilakukan
pemeriksaan serta penyelidikan, seandainya waktu itu
mereka mempunyai pembantu rumah tangga atau dayang,
maka mungkin saja kecuali tiga orang yang bersangkutan
masih ada orang keempat yang mengetahui tentang
persoalan itu."
Suatu hari sampailah mereka di atas bukit Hau tau san.
Bukit itu tidak terlampau tinggi, tapi bentuk nya mirip
dengan sebuah kepala harimau, puncak Hu hau hong
(puncak harimau mendekam) letak nya berada disebelah
selatan bukit Hau tau san.
-ooo00dw00ooo-
BAB 15
DALAM waktu singkat sampailah kedua orang itu di
bawah puncak Hu hau hong, kepada Ong Bun kim, Siau
Hui un segera bertanya:
"Apakah Coa Siok oh berdiam di sini?"
"Benar!"
"Mungkin kau dibohongi olehnya?"
"Aku rasa tidak, sebab jika ia membohongi diriku, hal ini
membuktikan bahwa dia bukan ibuku."
Sesaat kemudian tibanya mereka berdua di bawah
puncak bukit itu, dengan mata yang tajam mereka
celingukan kesana ke mari, akhir nya di atas puncak Hu
hau-hong ditemukan sebuah rumah kayu kecil.
"Benar, ia memang berdiam di sini, coba lihat! Di sana
terdapat sebuah rumah kayu kecil!" seru Ong Bun-kim
dengan perasaan bergetar keras.
Dengan gerakan cepat ia melayang ke muka dan dalam
beberapa kali lompatan saja sudah tiba di depan pintu.
Menyusul kemudian Siau Hui - un juga sampai di muka
pintu.
Pintu rumah kayu itu tertutup rapat, Ong Bun-kim
merasakan hatinya bergolak keras, dengan perasaan
berdebar ia maju dan mengetuk pintu.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki
manusia berkumandang dari dalam ruangan, dan pintupun
dibuka orang.
Ong Ban-kim segara mengalihkan pandangan matanya,
ternyata orang yang membukakan pintu, adalah dara
berbaju kuning yang pernah dihajarnya sampai terluka itu.
Paras muka si nona berbaju kuning itupun berubah hebat
setelah bertemu dengan Ong Bun kim, serunya tertahan:
"Oooh .... rupanya kau!"
"Benar, aku yang telah datang!"
"Ada urusan apa kau datang ke mari?"
"Mencari gurumu!"
"Mau apa?"
"Soal ini tak usah kau campuri, pokoknya undang saja
gurumu agar ke luar menjumpai diriku!"
"Tapi guruku sedang pergi dan belum pulang!" kata nona
berbaju kuning itu cepat.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat: "Apa? Dia tak
berada di rumah?"
"Betul, sudah dua hari guruku pergi keluar, sampai
sekarang beliau belum lagi pulang ke rumah"
"Hey, pengakuanmu itu sungguh-sungguh ataukah cuma
berbohong?" tegur Ong Bun-kim lagi ketus.
"Tentu saja sungguhan, masa aku musti membohongi
dirimu, dan lagi akupun tidak mempunyai keharusan untuk
berbohong!"
Sekali lagi paras muka Ong Bun-kim berubah hebat,
katanya dengan ketus:
"Sebelum aku masuk ke dalam rumah untuk melakukan
pemeriksaan sendiri, aku masih belum dapat mempercayai
perkataan dari nona!"
Seraya berkata, dia lantas maju ke muka dan bermaksud
masuk ke dalam rumah.
"Hey, mau apa kau...?" bentak si nona berbaju kuning itu
dengan paras muka berubah.
Sekali menjejakkan kakinya ke atas tanah, dengan
kecepatan luar biasa tubuhnya meluncur ke depan dan
menghadang di depan pintu rumahnya.
Merasakan jalan perginya terhadang dengan kening
berkerut Ong Bun-kim menghentikan langkah majunya lalu
melirik sekejap wajah si nona dengan tatapan dingin.
"Hmmm .... mau apalagi?" jengeknya sinis, "tentu saja
akan menggeledah rumahmu!"
"Kau berani?"
"Kenapa tidak berani ? Hayo cepat menyingkir!"
Paras muka si nona berbaju kuning itu berubah hebat, ia
segera menggetarkan seruling peraknya sambil membentak:
"Silahkan mencoba, hmm! Jangan mimpi bisa
menerobos masuk ke dalam rumah dengan begitu saja!"
"Bangsat, kau pingin mampus?" bentak Ong Bun kim
sangat marah.
Diiringi bentakan nyaring, tubuhnya menerjang maju ke
muka, tangan kirinya diayunkan dan sebuah pukulan maha
dahsyat ditepiskan dalam keadaan marah menggulung ke
depan.
Ketika dilihatnya Ong Bun kim melepaskan serangan,
dengan gerakan cepat nona beibaju kuning itu memutar
seruling peraknya, diantara kilatan cahaya yang berkilauan
dia serang raut wajah Ong Bun kim.
Si anak muda itu membentak keras, harpa besi di tangan
kanannya segera disodokkan ke muka, kemudian telapak
tangan kirinya berputar dan secara beruntun melancarkan
dua buah serangan berantai, ini menyebabkan si nona
berbaju kuning itu terdesak hebat dan mundur berulang kali
ke belakang.
Dalam pada itu, Ong Bun kim sudah menyerbu masuk
ke dalam ruangan rumah kecil itu.
Mendadak... pada saat Ong Bun kim sedang
melancarkan serangan secara bertubi-tubi, dari luar pintu
berkumandang suara bentakan nyaring:
"Sahabat dari manakah yang telah menerbitkan keonaran
di bawah puncak Hu hau hong...."
Belum habis teriakan itu, si nona berbaju kuning telah
berteriak kegirangan.
"Suhuku telah pulang!"
Mendengar itu, Oag Bun kim merasakan hatinya
bergetar keras, dengan cepat dia berpaling, maka tampaklah
sesosok bayangan manusia secepat terbang sedang
melayang naik ke puncak dari bawah tebing Huhau hong
tersebut.
Dalam sekejap mata, bayangan manusia itu sudah tiba di
depan pintu. Tak salah lagi, orang itu adalah Coa Siok-oh
yang sedang mereka cari-cari jejaknya.
Ong Bun - kim merasakan perasaannya bergolak keras,
dengan perasaan minta maaf dia lirik sekejap si nona
berbaju kuning itu, kemudian putar badan dan berjalan ke
luar.
Sementara itu, Coa Siok-oh merasakan hatinya bergetar
keras ketika sinar matanya saling membentur dengan sorot
mata Siau Hui un, paras mukanya kontan berubah,
hardiknya:
"Ooooh.... rupanya kau!"
"Betul, memang aku yang telah datang ke mari!"
Coa Siok oh segera tertawa dingin.
"Hehhh... heehh... heehh... sungguh tak kusangka
limabelas tahun tak bersua, kau tampak lebih muda dan
lebih gagah!"
"Aku lihat kaupun bertambah muda dan gagah!" ejek
Siau Hui un pula dengan sinis.
Dua orang istri Su-hay-bong kek (manusia latah dari
empat semudra) . . . Coa Siok-oh dan Siau Hui un akhirnya
bertemu lagi untuk pertama kalinya setelah lima belas tahun
berpisah.
Kedua orang perempuan itu sama-sama mengaku
sebagai ibu kandung Ong Bun-kim, entah bagaimana akhir
dari perkembangan tragedi ini?
Tampaklah raut wajah kelua orang itu sama-sama
diliputi oleh hawa napsu membunuh yang mengerikan.
Tiba-tiba Coa Siok-oh mendengar suara langkah manusia
menghampirinya, dengan cepat dia berpaling, tapi begitu
mengetahui kalau Ong Bun-kim juga berada di situ, paras
mukanya kontan berubah, teriaknya tertahan:
"Nak, kaupun berada di sini?"
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... betul, akupun ikut
datang ke mari..." jawab pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Kau datang bersama Siau Hui-un?"
"Betul!"
Dalam sekejap mata, paras muka Coa Siok oh
mengalami pelbagai perubahan yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata... perubahan itu yaa bimbang yaa tertegun
juga kaget dan tercekat...
Ong Bun kim tertawa dingin, kembali katanya:
"Heeehhh . . heeehhh . . heeehhh . . kau bilang kau
adalah ibu kandungku?"
"Nak, apakah kau tidak percaya?"
"Betul, aku tidak percaya, sebelum duduknya persoalan
menjadi jelas aku tak berani mengakui dirimu sebagai
ibuku..."
Sementara itu, Siau Hui un yang berada di sisinya segera
mengejek dengan suara dingin:
"Coa Siok oh, apakah kau yang melahirkan Ong Bun
kim?"
"Apanya yang tidak benar?"
"Huuuh... tidak tahu malu!"
"Apa..? Kau... kau bilang apa?"
"Aku bilang kau adalah perempuan yang tak tahu malu!"
.
Paras muka Coa Siok oh kontan berubah hebat,
bentaknya:
"Kau mengatakan Ong Bun kim dilahirkan oleh siapa?"
"Aku!" jawab Siau Hui un ketus.
"Apa...? Kau yang melahirkan Ong Bun kim?"
"Betul!"
Gemetar keras sekujur badan Coa Siok oh karena gusar,
segera bentaknya keras keras:
"Perempuan tak tahu malu!"
Kali ini paras muka Siau Hui un yang berubah hebat,
segera bentaknya pula:
"Kau bilang apa?"
"Kau adalah perempuan yang tak tahu malu, akulah
yang melahirkan Ong Bun kim!"
Kedua orang perempuan itu sama-sama bersikeras
mengatakan bahwa Ong Bun kim mereka yang lahirkan,
kalau ditinjau dari mimik wajah mereka, tampaknya
mereka bersungguh-sungguh dan tidak bohong.
Sekali lagi paras muka Ong Bun kim berubah hebat.
"Sesungguhnya siapa yang telah melahirkan aku?"
bentaknya.
"Aku!"
"Aku!"
Dua orang perempuan itu serentak menyahut dengan
suara lantang.
Ong Bun kim menjadi tertegun, lalu dengan penuh
kegusaran bentaknya keras keras: "Sebetulnya siapa?"
"Aku!" sekali lagi kedua orang perempuan itu menyahut
hampir bersamaan waktunya.
Belum pernah Ong Bun kim menjumpai ke jadian seaneh
ini, ia benar-benar berdiri tertegun dan tak mampu berbuat
apa-apa.
"Coa Siok oh!" Dengan suara lantang Siau Hui un
membentak, "lebih baik jangan menempelkan emas di atas
wajahmu sendiri, Huuuh...! Kau kawin dengan Ong See liat
karena kau hendak mencelakai jiwa Ong See liat, dan
sekarang kau takut dibunuh oleh Ong Bun kim, maka kau
tidak berani mengakuinya, bukankah begitu?"
"Kaulah pembunuh sesungguhnya yang telah mencelakai
jiwa Ong See liat...!" bentak Coa Siok oh.
"Wahai Coa Siok oh, setelah kau mempunyai keberanian
untuk membunuh, kenapa tidak mempunyai keberanian
untuk mengaku?"
"Kau...."
Tampaknya Coa Siok oh sudah tak dapat mengendalikan
hawa amarah yang berkobar dalam dadanya, sambil
membentak keras tiba-tiba ia menerkam ke arah Siau Hui
un, seruling peraknya diputar sedemikian rupa melancarkan
sebuah serangan yang maha dahsyat.
"Perempuan berhati busuk bagaikan ular berbisa, kau
terlalu kejam dan jahat, kubunuh dirimu!"
Cahaya berkilauan menyambar lewat, tahu-tahu ujung
seruling perak itu sudah tiba di depan dada Siau Hui un.
Karena diserang, dengan suatu lejitan cepat Siau Hui un
menyingkir ke samping, kemudian sambil mengayunkan
telapak tangan kanannya ia membentak keras.
"Bangsat, kau berani bermain kasar denganku? Baik,
kubunuh kau perempuan rendah yang tak tahu malu."
Di tengah bentakan keras, telapak tangannya segera
didorong ke muka melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dua orang itu sama-sama melancarkan serangan dengan
kecepatan yang luar biasa, lagi pula serangan itu sangat
dahsyat dengan jurus-jurus pukulan yang buas dan
mematikan, seakan-akan kedua belah pihak sama-sama
bertekad untuk membinasakan musuhnya di ujung telapak
tangan mereka sehingga rasa benci dan dendam dajam
hatinya bisa terlampiaskan.
Ong Bun kim semakin sakit hatinya menyaksikan
pertarungan antara kedua orang perempuan itu, betapapun
jua, salah seorang di antara mereka pastilah ibu
kandungnya.
Dalam dugaannya semula, ia mengira asal Coa Siok oh
dan Siau Hui un bisa saling berjumpa maka urusan akan
segera menjadi beres, tapi kenyataannya sekarang bukan
penyelesaian yang dijumpai, sebaliknya duduknya
persoalan malah semakin bertambah kalut.
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya ke tengah
gelanggang, tampak olehnya bahwa pertarungan antara
kedua orang perempuan itu masih berlangsung dengan
serunya.
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, segera
bentaknya:
"Tahan!"
Mengikuti suara bentakan tersebut, kedua orang
perempuan itu sama-sama menarik kembali serangannya
dan mundur ke belakang.
"Kalian berdua jangan berkelahi dihadapanku!" kata Ong
Bun kim lagi dengan suara kasar.
"Nak, bunuh saja perempuan itu, dia adalah pembunuh
ayahmu dialah yang telah mencelakai ayahmu!" bentak
Siau Hui un.
"Bun kim, dia yang harus dibunuh!" teriak Coa Siok oh
pula, "dialah yang telah mencelakai ayahmu, perempuan
berhati keji itulah yang telah membunuh ayahmu dan
menyusahkan kita!"
Hampir meledak batok kepala Ong Bun kim saking
bingung dan sedihnya, terutama setelah mendengar teriakan
teriakan itu, hatinya semakin pedih seperti disayat-sayat
dengan pisau.
Sementara itu Coa Siok oh dan Siau Hui un masih saling
berhadapan bagaikan dua ekor ayam jago yang siap
bertempur, mereka berdiri saling melotot dengan penuh
kegusaran, tampaknya suatu pertempuran berdarah segera
bakal terjadi.
Tiba-tiba Ong Bun kim tertawa dingin, kemudian
katanya:
"Sudah. kalian tak perlu ribut dulu, untuk sementara
waktu kuputuskan bahwa kalian berdua adalah ibuku!"
"Tidak!" teriak Coa Siok oh, "akulah ibu kandungmu
yang sesungguhnya, akulah yang telah melahirkan dirimu!"
"Bukan, dia bukan ibumu" balas Siau Hui un, "akulah
ibumu yang sebenarnya... kau jangan sampai tertipu!"
Ong Bun kim menbungkam dalam seribu basa
ditatapnya kedua orang itu sekejap lalu otaknya berputar
keras berusaha untuk menemukan jalan lain guna
menanggulangi persoalan ini, dia harus berhasil
menemukan suatu cara untuk membuktikan bahwa
siapakah di antara kedua orang wanita itu adalah ibu
kandungnya, dan siapa pula di antaranya yang merupakan
musuh besar pembunuh ayahnya..."
Tiba-tiba Coa Siok oh bertanya dengan nada penuh
emosi.
"Nak, apakah kau tidak percaya kepadaku? Apakah kau
tidak percaya bahwa aku adalah ibu kandungmu?"
Ucapan tersebut amat mengharukan hati, seakan-akan
hatinya menjadi remuk redam karena pemuda itu tak mau
percaya dengan perkataannya.
"Tidak, untuk sementara waktu aku tak dapat
mempercayai perkataanmu, akupun tak bisa mengambil
keputusan!" jawab Ong Bun-kim dengan suara ketus.
"Kau pasti bisa memutuskannya! pekik Coa Siok-oh
dengan suara amat sedih.
Belum habis perkataannya itu, tiba-tiba dia
mengayunkan seruling peraknya dan dihantamkan ke atas
ubun-ubunnya, dengan kematian dia hendak menunjukkan
bahwa dialah ibu kandung Ong Bun-kim.
Betapa terperanjatnya si anak muda itu, cepat tubuhnya
berkelebat ke depan, ditangkisnya ayunan seruling perak itu
dengan harpa besinya...
"Trang....!" bacokan maut dari Coa Siok-oh itu segera
terhantam ke samping oleh tangkisan itu.
"Hey, mau apa kau?" bentak Ong Bun kim.
"Aku.... aku ingin mati saja!" jerit perempuan itu seperti
orang kalap, air matanya jatuh bercucuran membasahi
pipinya.
"Tapi kematian tak dapat menyelesaikan masalah yang
kau hadapi!" bentak pemuda itu lagi.
Siau Hui un yang berada di sampingnya tiba-tiba tertawa
dingin, ejeknya dengan nada sinis:
"Jangan kuatir, dia tak akan mampus!"
"Kenapa?" tanya Ong Bun kim sambil melirik sekejap ke
arah Siau Hui un dengan tatapan tajam.
"Perempuan itu pandai bersandiwara, dia ingin
menggunakan cara kematian untuk membuat kau percaya,
padahal ia sama sekali tidak bermaksud untuk mati, seperti
juga ketika ia berjumpa untuk pertama kalinya dengan
ayahmu..."
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, sebab
perkataan itu cukup masuk di akal, kemungkinan demikian
memang selalu ada.
Coa Siok-oh betul-betul marah, mendongkol bercampur
penasaran, teriaknya keras-keras:
"Siau Hui un, kau..."
"Aku kenapa? Toh semua perkataanku adalah kata kata
yang sejujurnya .... memangnya aku sengaja berbohong?"
Coa Siok oh membentak penuh kegusaran, sekarang ia
sudah tidak tahan lagi, sambil membentak tubuhnya
menerkam ke arah Siau Hui un secara ganas, seruling
peraknya disertai desingan tajam melancarkan juga
serangan serangan maut.
"Siau Hui un! Aku akan beradu jiwa dengan mu!"
bentaknya.
Secepat kilat dia melancarkan tiga buah serangan
berantai.
Serangan-serangan yang dilancarkan Coa Siok oh ini
rata-rata ganas dan jurus serangannya keji, agaknya ia
memang berniat untuk membinasakan Siau Hui un di ujung
seruling peraknya.
Dengan cekatan Siau Hui un menghindarkan diri dari
ketiga buah serangan maut tersebut, kemudian tubuhnya
melejit dan menyerang ke depan secepat kilat, di antara
ayunan pergelangan tangannya, secara beruntun diapun
melancarkan tiga buah serangan balasan.
Untuk kedua kalinya dua orang perempuan itu terlibat
dalam pertarungan sengit karena ingin memperebutkan
anak.
"Tahan!" bentak Ong Bun kim.
Kali ini dia ikut menerjang ke muka, dengan jurus Feng
hun ciu si (memisahkan adu keseimbangan) dia hadang di
hadapan kedua orang perempuan itu, lalu sambil
memancarkan sinar mata yang penuh disertai hawa napsu
membunuh bentaknya:
"Jika kalian berani bertarung lagi, jangan salahkan kalau
kamu berdua kubunuh semua!"
Ancaman itu diutarakan dengan penuh diliputi hawa
pembunuhan yang menggidikkan hati, membuat siapapun
yang mendengarnya menjadi ngeri dan bergidik.
Baik Coa Siok oh maupun Siau Hui un yang mendengar
seruan tersebut sama-sama mundur tiga empat langkah
dengan badan merinding.
"Baiklah!" kata Ong Bun kim kemudian, "kata kan
sekarang, sesungguhnya siapakah ibuku?"
"Aku!"
"Aku!"
"Omong kosong!" bentak Ong Bun kim kalap "jangan
sampai menimbulkan kemarahanku tahu? Jangan salahkan
kalau kubunuh kalian berdua bila keadaan berlarut terus
menerus!"
Kali ini, si anak muda itupun sudah diliputi kegusaran
yang memuncak, pancaran hawa amarah nya membuat
siapapun akan bergidik.
"Coa Siok oh, benarkah kau tidak mau mengaku?" tiba
tiba Siau Hui un mengancam dengan suara dingin.
"Mengaku apa?"
"Mengaku kau sebagai pembunuh Ong See liat? Hm...
baik, kalau kau tidak mau mengaku juga tidak mengapa..."
"Mau apa kau?"
Siau Hui un tertawa dingin.
"Heeehhh.. heeehhh... heeehh... kalau memang begitu,
jangan kau salahkan bila aku tidak mengingat lagi kebaikan
kita di masa lalu dengan membongkar semua rahasiamu
secara umum!"
"Aaaah..!" Coa Siok oh menjerit kaget.
Sebaliknya Ong Bun kim dengan sinar mata yang diliputi
hawa napsu membunuh menatap wajah Coa Siok oh tanpa
berkedip...
Hakekatnya ucapan dari Siau Hui un tersebut sangat
menggetarkan perasaan Ong Bun kim, sebab ia mulai
berpikir, rahasia apakah yang dimiliki Coa Siok oh sehingga
tidak boleh diketahui oleh orang lain?
Sinar matanya pelan-pelan dialihkan dari atas wajah Coa
Siok oh ke atas wajah Siau Hui-in, kemudian katanya
dengan dingin: "Katakan ! Rahasia apakah yang dia miliki
sehingga tidak boleh diketahui orang lain!"
Siau Hui-un tidak segera menjawab, sebalik nya kembali
mengancam dengan ketus:
"Bagaimana Coa Siok oh? Mau bicara atau tidak?"
-ooo00dw00ooo-
BAB 16
PERASAAN ngeri dan takut sempat menyelinap
diantara perubahan mimik wajah Coa Siok-oh, seolah
termenung sejenak akhirnya ia berkata.
"Rahasia apakah yang telah kumiliki? Kenapa tidak
diuarkan sekarang juga ? Hmm... aku ingin tahu permainan
busuk apakah yang hendak kau perlihatkan dihadapanku."
"Oooh... jadi kalau begitu kau tak mau mengaku? Kau
hendak paksa aku untuk menguarkan rahasia tersebut ?"
ancam Siau Hui-un dengan wajah makin sinis.
-oo0dw0oo-
Jilid 6
"BETUL ! Katakan saja Siau Hui-un, rahasia apa yang
kupunyai," Siau Hui-un tertawa dingin.
"Heeehhh . . heeehhh . . . heeehhh . . . kau benar-benar
hendak memaksa aku untuk mengatakannya?"
Penundaan yang berulang-ulang ini akhirnya membuat
Ong Bun-kim habis sabarnya, dengan mendongkol
bentaknya:
"Hey, katakan dengan cepat!"
Siau Hui-in tertawa dingin.
"Coa Siok-oh !" katanya, "sebelum kau menikah dengan
si Manusia latah dari empat samudra, bukankah kau masih
mempunyai seorang kekasih yang bernama Phang Pak bun
dengan julukan Mo kui seng kiam (pedang malaikat setan
iblis)?"
Ketika mendengar nama orang tersebut, tiba-tiba saja
paras muka Coa Siok oh berubah hebat, ia seperti kaget dan
takut, untuk sesaat tak mampu berkata apa apa.
Lain halnya dengan Ong Bun kim, dengan wajah
menyeringai penuh hawa napsu membunuh, ia segera
membentak:
"Sungguhkah perkataan itu?"
"Benar!" jawab Coa Siok oh akhirnya dengan sedih, "apa
yang dikatakan memang benar, aku memang mempunyai
seorang kekasih yang bernama Phang Pak bun, tapi setelah
aku menikah dengan Su hay bong kek, aku hanya mencinta
Su hay bong kek seorang, terlepas apakah perkawinan itu
membuat aku harus mengorbankan cinta kasihku, tapi yang
pasti, setelah kawin dengan Su hay bong kek aku telah
menyerahkan sisa cinta kasihku hanya kepada si latah dari
empat samudra seorang..."
"Hmmm . . ! Setelah kawin, dengan Su hay bong kek,
bukankah kau masih mengadakan hubungan dengannya?"
kembali Siau Hui un mengejek dengan nada dingin.
"Haaah..!" Coa Siok oh menjerit kaget.
Paras muka Ong Bun kim ikut berubah hebat, segera
bentaknya:
"Benarkah hubungan cintamu dengan orang itu belum
putus? Benarkah setelah perkawinanmu dengan ayahku, di
luar pengetahuan ayah kau me lakukan hubungan gelap
dengannya?"
"Tidak... aku tidak pernah melakukan..." teriak Coa Siok
oh terkejut, sekujur badannya gemetar keras, mukanya ikut
memancarkan pula pula rasa takut dan ngeri.
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Hmmm..! Kalau begitu kalian tentu mengadakan
pertemuan gelap untuk saling melampiaskan keluh kesah
dan rasa kangen?"
"Tidak, kami tidak pernah melakukannya..."
Perempuan itu, menjerit dengan penuh kesedihan, untuk
sesaat ia tak dapat mengendalikan emosi dalam hatinya lagi
sambil menutup wajahnya ia menangis tersedu-sedu.
Dia mengapa menangis? Mengapa bersedih hati? . .
Mungkin hanya dia sendiri yang mengetahui jawabannya.
"Kau tak usah menangis!" bentak Ong Bun kim ketus,
"bila kenyataannya memang demikian maka hanya ada satu
kemungkinan saja yakni turun tangan mencelakai ayahku
agar orang yang tidak disukai disingkirkan, pasti kaulah
yang telah membunuh ayahku, sebab setelah kematian
ayahku, kau bisa melanjutkan kembali hubungan dengan
Phang Pak bun..."
"Tidak . . " jerit Coa Siok oh seperti orang kalap.
"Kau tak usah menyangkal lagi, sebab ini merupakan
kenyataan..." bentak Ong Bun kim.
"Tidak, tidak, ini bukan kenyataan, hal ini tak pernah
terjadi aku tak pernah melakukan hal itu..."
"Hmmm! Bukti sudah ada, apakah kau masih belum
mau mengaku?" ejek Ong Bun kim semakin sinis.
"Tidak, aku tak pernah mencelakai ayahmu, aku tak
pernah membunuh ayahmu...."
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat, bentaknya:
"Kurang ajar, kau masih belum mau me-ngaku?"
"Oh Thian .... " jeritnya seperti orang kalap. "Aku .... aku
tidak pernah melakukan itu..."
"Kalau kau tidak mau mengaku lagi, jangan salahkan
kalau kubunuh dirimu...!"
Ancaman dari Ong Bun kim itu diucapkan dengan nada
bersungguh-sungguh, membuat siapapun yang
mendengarnya menjadi tercekat perasaannya, apa lagi sinar
matanya yang lebih tajam dari sembilu itu, menatap di atas
wajah Coa Siok oh tanpa berkedip, seakan-akan hendak
melalapnya hidup-hidup...
Coa Siok oh amat sedih sekali, ia tak bisa berbicara apaapa
kecuali menangis tersedu-sedu.
Selangkah demi selangkah Ong Bun kim mendekati
perempuan itu, lalu bentaknya lagi:
"Mau mengaku atau tidak?"
Isak tangis Coa Siok oh tiba tiba berhenti, pancaran sinar
yang menggidikkan hati terlintas di wajahnya, kemudian
katanya lirih:
"Kau . . . kau .. . bunuhlah aku . . . mati di tanganmu aku
merasa lebih puas dari pada mati di tangan orang lain!"
Ucapan ini membuat Oag Bun kim tercengang malah, ia
termenung sejenak kemudian baru berkata dengan dingin:
"Sandiwara memang sangat bagus, kau memang seorang
pemegang peranan yang amat berbakat. Baiklah, aku ingin
mengajukan satu pertanyaan lagi kepadamu..."
"Tak usah banyak bicara, turun tanganlah dengan cepat!"
Ong Bun-kim tik dapat mengekang diri lagi, dia lantas
membentak:
"Kalau begitu jangan salahkan kalau aku bertindak
kejam."
Sambil membentak, sebuah bacokan maut yang amat
dahsyat segera dilontarkan ke tubuh Coa Siok-oh.
Terhadap datangnya ancaman tersebut Coa Siok-oh
sama sekali tidak bergerak, seolah-olah ia sama sekali tidak
melihat akan pukulan dari Ong Bun-kim itu.
Tampaklah angin pukulan yang maha dahsyat tersebut
segera akan menghantam dedaunan, tapi perempuan itu
masih berdiri tak berkutik di tempat semula.
"Blaaang !"
Akhirnya pukulan maha dahsyat dari Ong Bun kim itu
bersarang telak di atas dadanya, Coa Siok-oh mendengus
tertahan dan muntah darah segar, tubuhnya terlempar kebelakang
dan roboh terkapar di atas tanah.
Ong Bun-kim melejit ke udara dan meluncur ke depan,
kemudian dicengkeramnya tubuh perempuan itu seperti
burung elang menyambar anak ayam
Mengenaskan sekali keadaan Coa Siok-oh waktu itu,
napasnya sudah sangat lemah, jiwanya sudah berada di
ambang maut.
"Hey, sebetulnya kau bersedia mengaku tidak kalau kau
yang telah mencelakai ayahku?" teriak Ong Bun-kim
dengan geramnya.
Coa Siok-oh tak mampu berkata apa-apa, hanya air
matanya yang jatuh bercucuran membasahi wajahnya
Ia merasa amat sedih, ia tak mampu berkata-kata lagi.
Ong Bun-kim telah mengangkat telapak tangan
kanannya pelan-pelan, seandainya Coa Siok-oh tidak mau
mengaku juga, kemungkinan besar ia benar-benar akan
membunuhnya.
Suasana udara di sekeliling tempat itu terasa menjadi
sesak dan sumpek, hanya pembunuhan yang tebal seakanakan
menyelimuti setiap sudut gelanggang itu.
"Mau bicara tidak?" bentak Ong Bun-kim.
Coa Siok-oh masih belum juga menjawab.
Akhirnya Ong Bun-kim tak dapat menahan sabar lagi,
bentaknya keras-keras:
"Akan kubunuh dirimu!"
Telapak tangannya segera diayunkan ke bawah
melancarkan sebuah pukulan mematikan.
Akan tetapi sebelum pukulan mautnya sempat
mengakhiri nyawa perempuan yang malang itu mendadak...
"Tahan!" serentetan bentakan nyaring menggelegar
memecahkan keheningan tempat itu.
Belum habis suara bentakan itu, cahaya tajam tampak
berkilauan.
Ong Bun-kim segera menarik kembali serangannya
sambil mengalihkan pandangan matanya ke arah depan,
maka terlihatlah kurang lebih tiga kaki di hadapannya
berdiri sesosok bayangan hitam yang membawa sebuah
lampu lentera.
"Siapa?" bentak Ong Bun-kim.
"Thi-teng-kek (tamu membawa lampu)...."
"Mau apa kau?" Thi-teng-khek tertawa ewa. "Apakah
kau adalah putranya si Latah dari empat samudra?"
tegurnya.
"Betul!"
"Terhadap semua peristiwa yang baru saja berlangsung,
aku telah mengikutinya dengan mata kepala sendiri,
bukankah kau ingin membuktikan siapa yang telah
melahirkan dirimu?"
"Betul!"
"Kau berani memastikan bahwa Coa Siok-oh bukan
ibumu?"
"Yaa, sebab kemungkinannya bukan ibuku jauh lebih
besar dari pada kemungkinan sebagai ibuku!"
"Sekalipun demikian, kau masih belum bisa memastikan
kalau dia benar-benar bukan ibumu!"
Ong Bun-kim termenung sebentar, ia merasa ucapan
tersebut ada benarnya juga, ia masih belum dapat
memastikan kalau Coa Siok-oh bukan ibu kandungnya.
Maka setelah tertegun sejenak, ia menyahut:
"Benar juga perkataanmu itu!"
"Nah, andaikata dia adalah ibu kandungmu, bagaimana
dengan kau?"
"Tidak, tidak mungkin, dia bukan ibunya!" teriak Siau
Hui-un dengan penasaran.
"Salah seorang diantara kalian berdua adalah ibu
kandung saudara ini, dan kenyataan tersebut merupakan
suatu kenyataan yang tak terbantahkan, tapi siapakah yang
benar-benar merupakan ibu kandungnya, hal ini masih
merupakan suatu persoalan yang harus dibuktikan dulu...."
"Apakah kau dapat membuktikan?"
"Aku tidak bisa, tapi aku punya cara untuk
membuktikannya!"
"Apakah caramu itu?"
"Pertama, Kui-jn suseng dapat membuktikan persoalan
ini sebab waktu itu setelah Kui-jin suseng membunuh
ayahmu, dia telah masuk ke rumah kembali untuk
menculikmu, bukankah begitu?"
"Benar!"
"Tadi kedua orang perempuan ini sama-sama
mengatakan bahwa mereka memburu ke luar rumah tapi
dilukai oleh Kui-jin suseng, maka salah seorang diantara
mereka berdua pasti sedang berbohong!"
"Benar, Kui-jin suseng memang bisa mem-buktikan siapa
yang lagi berbohong !" Ong Bun-kim manggut-manggut.
"Kedua, ada orang lain lagi yang bisa membuktikan pula
siapakah yang telah melahirkan dirimu...." ujar Tamu
pembawa lampu lagi.
"Siapakah orang itu?"
"Dia adalah seorang jagoan aneh yang telah termashur
namanya semenjak puluhan tahun berselang, orang itu
bernama Hiat-hay-khi-khek (Tamu penunggang kuda dari
lautan darah), konon dia adalah saudara angkat dari
ayahmu, tapi sejak kematian ayahmu, tiba-tiba saja jejaknya
tidak diketahui, jika kau dapat menemukan orang ini maka
teka teki disekitar siapakah ibu kandungmu akan segera
terpecahkan."
"Orang itu bernama Hiat-hay-khi-khek?" tanya Ong Bunkim.
"Benar, lengkapnya Hiat hay-khi-khek Ku Sau kang,
setiap kali munculkan diri, orang itu selalu menunggang
seekor kuda berbulu merah, mengenakan jubah warna
merah dan kain cadar merah, maka orang persilatan
menyebutnya sebagai si tamu penunggang kuda dari lautan
merah!"
Ong Bun-kim manggut-manggut tanda paham. Tamu
pembawa lampu kembali berkata: "Kecuali kedua orang itu,
aku rasa tak ada orang ketiga yang bisa membuktikan
siapakah yang telah melahirkan dirimu, maka dari itu, kau
harus menjumpai salah seorang di antara mereka berdua,
sebab kalau tidak kau selidiki dahulu persoalan ini hingga
jelas, siapa tahu yang kau bunuh justru adalah ibu
kandungmu sendiri."
Ong Bun-kim berpikir sebentar, kemudian katanya:
"Bagus sekali, untuk sementara waktu baiklah dia
kulepaskan lebih dulu."
Setelah berhenti sejenak, sinar matanya segera dialihkan
kembali ke wajah Coa Siok-oh, kemudian bentaknya:
"Coa Siok-oh, kau tak usah mencari mampus, tunggu
saja setelah kubuktikan kebenaran dari kejadian ini, hmm!
Jika terbukti kaulah pembunuh ayahku....hemmm! Kau
pasti akan kucincang!"
Selesai berkata, ia lantas membantingkan tubuh Coa
Siok-oh ke atas tanah. Pada saat itulah Siau Hui-un segera
berkata:
"Nak, akhirnya persoalan ini pasti akan menjadi jelas
dengan sendirinya, banyak bicara juga tak berguna, lebih
baik ikut aku saja pulang ke rumahku."
"Pulang ke mana?"
"Lembah Sin-li kok!"
Dengan sedih Ong Bun-kim gelengkan kepalanya.
"Tidak!" ia menampik.
"Kenapa?"
"Sebab aku hendak mencari Mo-kui-kiam-jiu (pedang
sakti setan iblis) untuk membalas dendam!"
"Kau hendak mencari si Pedang sakti tangan blis untuk
menuntut balas. . . ?" ulang SiauHui un.
"Benar !"
"Kau .... lebih baik kau. jangan pergi !"
"Tidak ! Bagaimanapun jua aku harus pergi !"
"Kemungkinan besar kau bukan tandingannya."
"Aku pasti berhasil membinasakan dirinya!"
"Jadi kau bersikeras hendak ke sana ?"
"Benar! Bagaimanapun jua aku harus ke sana!"
"Aaaai .... kalau begitu, berhati-hatilah kau....!" pesan
perempuan itu lirih.
Terhadap perhatian serta kasih sayang dari Siau Hui un,
Ong Bun kim merasakan kehangatan yang sukar dilukiskan
dengan kata - kata.
"Aku pasti akan berhati - hati, kau pulang-lah sendiri !"
katanya.
"Baik, aku berangkat dulu !"
Siau Hui un menggerakkan kakinya pelan-pelan berlalu
dari situ, wajahnya diliputi kesedihan.
Tiba tiba ia menghentikan kembali langkah kakinya
kemudian bertanya dengan lirih:
"Nak, aku hendak mengajukan satu pertanyaan
kepadamu, apakah kau bersedia untuk menjawabnya?"
"Katakanlah !"
"Sudahkah kau mempunyai sahabat perempuan ?"
Pertanyaan tersebut sama sekali di luar dugaan, hal ini
malah membuat Ong Bun kim tertegun, ia tidak habis
mengerti kenapa Siau Hui un mengajukan pertanyaan
seperti itu.
Setelah tertegun lama sekali, akhirnya ia baru menjawab:
"Ibu, aku sudah punya ..."
"Kalau begitu, sayangilah teman perempuanmu itu,
sebab banyak kejadian di dunia ini yang berlangsung akibat
cinta yang kurang setia."
Dengan penuh rasa terima kasih Ong Bun kim melirik
sekejap ke arah Siau Hui un.
"Aku pasti akan menyayanginya!" sahut Ong Bun kim
sambil manggut-manggut.
Siau Hui un menghela napas panjang, pelan-pelan ia
beranjak dan berlalu dari situ dengan sedih, dalam sekejap
mata bayangan tubuhnya telah lenyap di balik puncak Hu
hau hong sana.
Ong Bun kim sendiri hanya berdiri mematung di tempat,
untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu apa yang musti
dilakukan.
Sementara itu si nona berbaju kuning itu sudah
memayang bangun Coa Siok oh kemudian membawanya
masuk ke dalam rumah, sebelum masuk dengan penuh
perasaan dendam ia melotot sekejap ke arah Ong Bun kim,
lalu sambil mengertak gigi katanya:
"Kau pasti akan memperoleh pembalasannya!" Ong Bun
kim memandang sekejap ke arah nona berbaju kuning itu,
lalu tertawa dingin, di balik tertawa dinginnya itu penuh
diliputi perasaan masgul, murung dan sedih.
Teka teki siapakah ibu kandungnya masih tetap
merupakan sebuah tanda tanya besar.
Atau dengan perkataan lain, dia telah melepaskan musuh
besar pembunuh ayahnya, hal ini sangat memurungkan
pikirannya juga membuat sedih hatinya, akan tetapi dia
harus menggunakan segala upaya yang dimilikinya untuk
menahan pukulan batin tersebut.
Dia harus menjumpai salah seorang di antara Kui jin
suseng dan Hiat hay khi khek, sebab kecuali mereka berdua
tiada orang lain yang dapat membongkar teka teki tersebut.
Berpikir sampai di situ, tak kuasa lagi dia menghela
napas panjang.
Helaan napas Ong Bun-kim itu masih tetap
menunjukkan keputus asaannya terhadap nasib, kesedihan
terhadap kehidupan dan kemasgulan, menghadapi setiap
kegagalan yang selalu dideritanya selama ini.
Ia telah beranjak, pelan pelan berlalu dari situ.
"Hey saudara, tunggu sebentar! Mau ke mana kau?" tiba
tiba Tamu pembawa lampu menegur.
"Ke perguruan Hau kwan!"
"Setiap perbuatan yang dilakukan berdasarkan pada
luapan emosi pasti akan menjumpai kegagalan-belaka, aku
harap sebelum kau lanjutkan niatmu itu, berpikirlah tiga
kali sebelum bertindak . . . ."
"Terima kasih banyak atas perhatianmu!"
"Saudara, memang banyak kejadian yang kau temui
sekarang merupakan peristiwa-peristiwa membingungkan
hati, akan tetapi tak sampai beberapa bulan lagi, suatu badai
dunia persilatan yang maha dasyat segera akan berlangsung
di depan mata...."
"Badai macam apakah itu?"
"Ada satu persoalan ingin kutanyakan kepadamu lebih
dahulu, dulu aku pernah berjumpa beberapa kali dengan
ayahmu, ilmu silatnya mungkin memang dapat
dikatagorikan sebagai tiada tandingannya di kolong
langit..."
"Tidak, masih ada seorang jago lihai yang disebut Si-ongmo-
ci (Iblis cantik pembawa maut)..."
-ooo00dw00ooo-
BAB 17
"AAAH...! Perempuan yang kau maksud kan itu hanya
satu dongeng belaka, benarkah mata uang kematian adalah
barang peninggalannya, sampai kinipun hanya merupakan
suatu dugaan belaka, meskipun demikian aku tahu bahwa
sebab kematian ayahmu bukanlah dikarenakan suatu
pembunuhan akibat cinta yang begitu sederhana..."
"Lantas karena apa ?" tanya Ong Bun-kim keheranan.
"Kemungkinan besar karena sejilid kitab pusaka ilmu
silat yang maha sakti."
"Karena sejilid kitab pusaka?"
"Betul, karena sejilid kitab pusaka, dan kemungkinan
besar kitab pusaka itu tersimpan di dalam tubuhmu!"
"Apa kau bilang? Tersimpan dalam tubuhku?"
"Benar, tersimpan dalam tubuhmu!"
"Aaah...! Hal ini tidak mungkin, aku tidak mempunyai
apa apa...kecuali sebuah mainan Liong-bei....eeh, janganjangan
di atas mainan Liong bei tersebut?"
"Hal ini tidak mungkin, sebab setelah perempuanperempuan
itu membinasakan ayahmu, mereka mengakungaku
pula sebagai ibumu, itu berarti benda itu pasti berada
di salah satu bagian dari tubuhmu, kalau tidak, apa
gunanya mereka harus mengaku sebagai ibumu dan
berusaha mendekati dirimu? Kalau rahasia tersebut hanya
berada di atas mainan Liong-bei tersebut, mereka toh bisa
turun tangan untuk membunuhmu kemudian merampas
benda tersebut, benar bukan?"
"Betul, tapi.... aku benar benar tidak mempunyai apa apa
lagi!"
"Pasti ada, hanya sekarang kau belum menemukannya
saja."
Dengan seksama Ong Bun kim mencoba untuk
membayangkan setiap bagian tubuhnya, akan tetapi ia
selalu tidak berhasil untuk menemukan bagian tubuh yang
manakah dirasakan sangat istimewa sehingga sejilid kitab
pusaka ilmu silat dapat di sembunyikan dalam tubuhnya,
sayang semua usaha nya selalu tidak mendatangkan hasil
apa-apa.
Akhirnya lamunan itu disadarkan kembali oleh
perkataan si Tamu pembawa lampu.
"Tentang persoalan itu, kau tak perlu buru-buru untuk
mengetahuinya, sebab masih ada satu persoalan lainnya
yang terasa jauh lebih aneh lagi ..."
"Masalah apa?"
"Suhumu Kui jin suseng bukankah masih hidup segar
bugar di dunia ini...?"
"Benar!"
"Kalau ia benar-benar masih hidup, kenapa ia tak berani
munculkan diri untuk bertemu denganmu serta
memberitahukan tentang peristiwa pembunuhan terhadap
ayahmu itu kepadamu? Bukankah dibalik kejadian ini
terasa banyak terdapat hal-hal yang mencurigakan hati...?"
"Benar!"
"Selain itu, kenapa ia bunuh ayahmu tapi tidak
membunuh dirimu? Bukankah di balik kejadian ini terasa
pula hal hal yang kurang wajar...!"
"Benar!"
"Nah, jika kita tinjau lagi kemunculannya kembali dalam
dunia persilatan, bukan saja wajahnya ditutup dengan kain
cadar, diapun memakai sebuah lengan palsu di tangan
kirinya, jelas maksud tujuannya hanya ada satu
kemungkinan."
"Kemungkinan apakah itu?"
"Mungkin ia takut kalau seseorang mengetahui jika ia
masih hidup di dunia ini, di samping itu bila dilihat dari
hasratnya yang begitu besar untuk mendapatkan semua
mata uang kematian tersebut, agaknya benda itu penting
sekali artinya bagi dia.... seakan-akan ia sedang
membuktikan akan kebenaran suatu masalah atau
seseorang."
"Siapakah orang itu?"
"Tentu saja aku tidak tahu! Jika kau ingin mengetahui
jawaban dari persoalan persoalan itu, maka carilah Kui jin
suseng, sebab hanya dia yang dapat memberi penjelasan
kepadamu. Maka dari itu, bagaimanapun jua kau harus
mencarinya sampai ketemu."
"Tapi, dia tak ingin bertemu lagi denganku!"
"Itu soal gampang, asal kau gunakan sedikit siasat, aku
rasa dia pasti akan munculkan diri sekali lagi, asal sekali
saja ia menampakkan diri, ini sudah lebih dari cukup
untukmu!"
"Aku pasti dapat menemukannya kembali, aku pasti
dapat menemukannya kembali!" seru Ong Bun kim sambil
menggigit bibirnya kencang-kencang.
"Bagus, kalau begitu aku akan pergi dulu, kita jumpa lagi
dilain waktu..." kata tamu pembawa lampu.
Begitu selesai berkata, tubuhnya lantas melayang pergi
dari situ, tampak cahaya lampu berkelebat lewat, tahu tahu
ia sudah berlalu dari hadapannya.
Oag Bun kimi tidak habis mengerti siapakah orang itu,
iapun tidak menyangka orang itu memiliki ilmu silat yang
tiada taranya, cukup dilihat dari gerakan tubuhnya yang
begitu cepat, dapat diketahui bahwa tenaga dalamnya benar
benar amat sempurna.
Untuk sesaat lamanya Ong Bun kim berdiri tertegun di
tempat, pelbagai masalah yang mencurigakan selapis demi
selapis menyelimuti benaknya, ini semua membuatnya
terjerumus dalam penderitaan yang amat sangat.
Kecuali si Jago pedang setan iblis, ia mulai membenci
orang kedua... dialah Kiu jin suseng, gurunya yang telah
merawat dan mewariskan ilmu silatnya selama ini
kepadanya.
Sesungguhnya dia tak ingin berbicara dengan bekas
gurunya itu, akan tetapi justru terdapat banyak persoalan
yang hanya bisa diselesaikan olehnya saja, hanya dia
seorang yang dapat membantunya untuk mengungkapkan
pelbagai kecurigaan yang menyelimuti benaknya selama ini.
Maka ia bertekad hendak mencarinya sampai ketemu...
meski sekarang belum mungkin, tapi suatu ketika citacitanya
ini pasti akan berhasil dengan nyata.
Berpikir sampai di situ, Ong Bun kim menarik napas
panjang panjang, ia berpaling dan memandang sekejap ke
arah rumah kayu itu, kemudian memutar badannya dan
berlalu dari situ.
Setelah turun dari puncak Hu hau hong, berangkatlah
Ong Bun kim menuju ke arah Hau kwan.
Hau kwan terletak di bukit Cing liong san, dan suatu hari
sampailah si anak muda itu di bukit tersebut.
Sementara ia sedang melakukan perjalanan cepat, tibatiba
terdengar suara teriakan keras bergema dari arah
belakang.
"Yang sedang melakukan perjalanan di depan situ
apakah Ong sauhiap?"
Mendengar sapaan tersebut, Ong Bun kim serta merta
berhenti dan berpaling, terlihatlah seorang gadis berbaju
hijau sedang menyusul ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
Ternyata gadis itu tak lain adalah Lan Siong ling, si nona
yang pernah menangis tersedu-sedu setelah mendengarkan
petikan harpa Ong Bun kim di luar benteng Tui hong po.
Ong Bun kim tertawa getir, kemudian katanya.
"Oooh... rupanya nona Lan di situ, maaf kalau tempo
hari aku Ong Bun kim pergi tanpa pamit."
"Waktu itu, kenapa kau pergi tanpa pamit?" tanya Lan
Siok ling dengan wajah murung.
"Aku tak ingin mengganggu ketenangan nona."
"Tapi kalau ingin pergi, seharusnya kau memberitahukan
dulu niatmu itu kepadaku."
Ong Bun kim cuma tertawa belaka, dia tak ingin
berkenalan dengan gadis itu sebab dia tahu pertemuan
selalu indah, tapi setelah berkenalan belum tentu
berbahagia.
Maka sambil menarik kembali senyumannya dia
bertanya:
"Entah ada urusan apa kau datang mencariku?"
Lan Siok Ling agak tertegun menghadapi pertanyaan
tersebut, tapi dengan cepat jawabnya.
"Kalau tiada urusan apakah aku tak boleh datang
mencarimu?"
"Tentu saja boleh, cuma kebetulan sekali aku masih ada
urusan penting pada saat ini."
"Aku dengar kau hendak mencari Hou kwan Kwancu
untuk membalas dendam...?" tanya Lan Siok ling
kemudian.
"Benar !"
"Benarkah kau juga merupakan anak muridnya Kui jin
Suseng, si sastrawan setan harpa?"
"Benar!"
"Aku lihat wajahmu bertambah murung dan sedih,
sesungguhnya rahasia hati apakah yang sedang kau
pikirkan?"
Bagaikan seorang kekasih, ia sangat menaruh perhatian
terhadap keadaan Ong Bun kim, hal ini membuat si anak
muda itu merasakan hatinya sangat terhibur, baginya cinta
kasih adalah sesuatu hal yang sangat penting sekali artinya.
Ia tertawa getir, kemudian sahutnya:
"Aaaah...! Tidak apa apa... siapa bilang aku mempunyai
rahasia hati?"
"Kau jangan bohong, beritahukanlah kepadaku secara
berterus terang, dari pada aku selalu rnenguatirkan tentang
dirimu."
Yaa, betapa kuatirnya ia tentang pemuda tersebut,
setingkat lebih mendalam daripada rasa perhatian adalah
cinta, yang benar ia telah mencintai Ong Bun-kim,
mencintainya sejak pandangan pertama...
Ong Bun-kim menghela napas panjang, bisiknya
kemudian:
"Sekalipun kuberitahukan semuanya itu kepadamu, lalu
apa gunanya ?"
"Beritahulah kepadaku, sebab aku sangat menguatirkan
keadaanmu, aku menaruh perhatian khusus kepadamu!"
Dari sikap maupun mimik wajah Lan Siok ing, Ong Bunkim
telah menyadari bahwa gadis tersebut telah jatuh cinta
kepadanya, sebaliknya ia sendiri justru tak pernah merasa
jatuh hati atau tertarik kepadanya.
Ia tertawa getir dan katanya:
"Aku bersedia mengikuti kau menuju ke Hou kwan,
seandainya terjadi sesuatu di sana, dua orang rasanya jauh
akan lebih baik dari pada seorang diri."
"Tidak, silahkan kau pergi saja, urusan yang menyangkut
diriku pribadi biar kuselesaikan sendiri!"
Dari balik kelopak mata Lan Siok-ling, air mata sudah
mengembang dan nyaris meleleh keluar wajah nyasangat
murung dan sedih, membuat siapapun yang menyaksikan
keadaannya itu akan ikut beriba hati.
Ong Bun-kim melirik sekejap ke arahnya, lalu tanpa
mengucapkan sepatah katapun memutar badan dan berlalu
dari sana.
Dengan sedih Lan Siok-ling memandangnya beberapa
kejap, lama sekali, tiba-tiba wajahnya menunjukkan suatu
perubahan aneh,tanpa banyak berbicara diapun menutulkan
kakinya ke atas permukaan tanah dan meluncur pergi dari
situ.
Setelah meninggalkan Lan Siok-ling seorang diri, dengan
kecepatan tinggi Ong Bun-kim melanjutkan kembali
perjalanannya, tak lama kemudian sampailah si anak muda
itu di luar lembah naga hijau.
Dua buah patung harimau besar yang dipahat dari batu
cadas berdiri di kiri kanan mulut lembah, harimau itu
sedang mementangkan cakarnya dengan wajah yang
garang, bukan saja indah pahatannya lagi pula sangat
hidup.
Sebuah bangunan loteng berdiri tegak dimulut lembah,
dan di atas bangunan itu terpancanglah sebuah papan nama
yang bertuliskan:
"HOU-KWAN".
Ong Bun-kim mendesis sinis, baru saja dia hendak
menggerakkan tubuhnya untuk menyusup masuk ke dalam
lembah tersebut, mendadak terdengar bentakan keras
berkumandang memecahkan kesunyian, menyusul
kemudian belasan sosok bayangan manusia melayang
datang dari empat penjuru dan menghadang jalan perginya.
Ong Bun-kim merasa agak terkejut, dengan cepat ia
mendongakkan kepalanya serta memperhatikan para
pendatang itu.
Sebagai pemimpin dari rombongan itu adalah seorang
kakek bercambang yang berusia antara limapuluh tahunan,
ia membawa senjata sepasang gelang baja dan berwajah
gagah.
Ong Bun-kim tertawa ringan, pelan-pelan ia melanjutkan
perjalanannya menuju ke depan.
Kakek bercambang itu mengayunkan sepasang senjata
gelangnya, lalu membentak dengan nyaring:
"Apakah saudara bernama Ong Bun-kim?"
"Benar!"
"Kau juga yang telah membinasakan hou-khi-lak-pian
(enam cambuk penunggang harimau), lima orang anak
buah perguruan kami?"
"Betul!"
"Kau benar-benar seorang manusia berbakat aneh yang
jarang ditemui dalam dunia persilatan, yaa gagah yaa lihay,
itu baru merupakan naga diantara manusia!"
"Terima kasih atas pujianmu..." kata Ong Bun-kim
sambil tertawa dingin.
"Entah karena persoalan apakah saudara berkunjung ke
mari?"
"Mencari Mo-kui-kiam-jiu si jago pedang setan iblis!"
Kakek bercambang itu tertawa sinis.
"Tidak sulit apabila ingin bertemu dengan kwancu kami,
cuma kau mesti melewati penjagaan kami lebih dulu. Aku
Mo-huan-jiu (elang iblis sakti) mohon beberapa petunjuk
jurus silatmu!"
"Hmm......! Apa gunanya mencari kematian buat diri
sendiri!" jengek si anak muda sinis.
"Sekalipun aku bakal mati di tanganmu, kematian itupun
sangat membanggakan hatiku."
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh
wajah Ong Bun-kim, katanya sambil tertawa:
"Kalau begitu jangan salahkan kalau aku berhati kejam
dan bertangan keji..."
Diiringi sebuah bentakan nyaring, tiba-tiba si anak muda
itu menerjang maju ke muka, harpa besinya digetarkan lalu
menyapu ke depan dengan disertai tenaga serangan yang
amat dahsyat.
Waktu itu Ong Bun-kim telah diliputi oleh kobaran hawa
napsu membunuh, maka dalam serangan tersebut ia
sertakan juga segenap tenaga dalam yang dimilikinya,
sungguh dahsyat ancaman tersebut bikin hati orang bergetar
keras.
Cahaya emas berkelebat lewat, gelang baja raksasa yang
berada di tangan kanan Hui-huan Sinkun tiba-tiba disodok
ke muka menyongsong datangnya harpa besi dari Ong Bunkim,
sementara gelang baja raksasa yang berada di tangan
kirinya balik melancarkan ancaman ke dada si anak muda
itu.
Sungguh dahsyat dan ganas serangan dari ilmu Mohuan-
jiu tersebut, bukan perubahan jurus serangannya saja
yang aneh dan sakti, bahkan keganasan serta kecepatannya
cukup membuat orang menjulurkan lidahnya.
Tidak terasa Ong Bun-kim terdesak mundur selangkah,
cepat-cepat harpa besinya diayun ke muka secara beruntun
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Dikala Ong Bun-kim sedang melancarkan tiga jurus
serangannya, beberapa orang manusia berbaju kuning yang
ada di sisi gelanggang segera maju ke muka dan mengepung
anak muda itu rapat-rapat.
Tampaknya begitu Mo-huan-jiu menunjukkan gejala
kalah, maka beberapa orang manusia berbaju kuning
serentak akan melancarkan sergapan.
Mendadak Ong Bun-kim merasakan semangatnya
berkobar kembali, dalam waktu singkat ia melancarkan
lima buah serangan berantai, serangan itu jauh lebih
dahsyat dari serangan pertama tadi, malah disertakan juga
kekuatan yang lebih ampuh dari angin puyuh.
Mo-huan-jiu kena didesak hingga mundur tujuh delapan
langkah, melihat serangannya berhasil, Ong Bun-kim
memburu ke depan, dengan jurus Nu to-pak-an (gelombang
besar menghantam pantai) ia melancarkan sebuah pukulan
kembali.
Betapa terkejutnya Mo-huan-jiu menghadapi serangan
kilat sedahsyat itu, untuk menghindar sudah tak sempat,
akhirnya timbullah tekadnya untuk beradu jiwa.
Ia membentak keras, gelang bajanya secepat kilat
disambit ke tubuh Ong Bun-kim sebagai senjata rahasia
Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan Ong Bun-kim,
dengan jarak sedekat itu ditambah lagi ancaman gelang
terbang itu muncul dengan kecepatan luar biasa, tak sempat
ia berkelit ke samping terpaksa harpa besinya ditarik
kembali lalu dipakai untuk menyongsong datangnya gelang
baja tersebut.
"Criiing !" benturan nyaring berkumandang memecahkan
kesunyian, percikan bunga api bertebaran ke empat penjuru.
Mendadak, dikala Ong Bun-kim mempergunakan harpa
besinya untuk membendung gelang baja dari Mo-huan-jiu
tersebut, gelang besi kedua dari Mo huan-jiu kembali
dilontarkan ke arahnya.
Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan Ong Bun-kim,
rasa kagetnya sukar dilukiskan dengan kata-kata, sebab
sementara harpa besinya masih tergencet oleh senjata
lawan, gelang baja kedua sudah keburu menyusul tiba lagi.
Terpaksa sambil menggigit bibir, tubuhnya berputar
jencang, dengan memaksakan diri ia pentalkan diri ke
samping.
"Breeet...!" sekalipun ia menghindar cukup cepat, tak
urung bajunya tersambar pula oleh gelang baja itu sehingga
robek sebagian besar, saking kagetnya peluh dingin sampai
bercucuran membasahi tubuhnya.
"Criiing...!" gelang baja itu menghantam di atas dinding
batu menimbulkan percikan api, batu gunung berguguran
hebat dan ini membuktikan betapa dahsyatnya tenaga
serangan tersebut.
Hawa pembunuhan yang menyelimuti wajah Ong Bunkim
makin menebal, jeritnya:
"Bajingan, kubunuh kau...."
Secepat kilat tubuhnya meluncur ke arah Mo-huan-jiu,
sementara harpa bajanya langsung disodokkan ke atas batok
kepala lawan.
Padahal waktu itu Mo-huan-jiu masih belum hilang rasa
kagetnya, mana mungkin ia dapat menghindarkan diri dari
serangan maut Ong Bun-kim itu? Mendadak....
Bentakan nyaring berkumandang bagaikan guntur
membelah bumi, belasan orang manusia berbaju kuning
serentak menyerbu ke muka, dengan tenaga pukulan
bagaikan amukan ombak di tengah samudra mereka
bersama-sama melepaskan sebuah pukulan ke tubuh Ong
Bun-kim...
Serangan gabungan dari belasan orang manusia berbaju
kuning itu sungguh cepat bagaikan kilat, baru saja Ong
Bun-kim akan melancarkan serangan balasan, beberapa
gulung angin pukulan sudah keburu menyambar tiba...
ooo0dw0ooo
Bab 18
ONG BUN-KIM meraung keras, tubuhnya berkelebat ke
tengah udara dan melintas sejajar di angkasa, dengan suatu
gerakan yang sangat aneh ia berhasil menghindarkan diri
dari serangan gabungan belasan orang kakek berbaju kuning
itu.
Dengan terjadinya peristiwa itu, hawa pembunuhan yang
menyelimuti wajah Ong Bun-kim makin menebal, dengan
alis mata berkerenyit bentaknya:
"Bangsat, rupanya semua pingin mampus?"
"Belum tentu !" jawab salah seorang dari manusia
berbaju kuning itu dingin.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau begitu, hayolah
dicoba dulu!" teriak Ong Bun-kim sambil tertawa seram.
Berbareng dengan selesainya ucapan itu, harpa besi
dipegangnya dengan tangan kiri sementara jari tangan
kanannya memetik tali-tali senar itu, maka
berkumandanglah suara irama harpa yang serasa membetot
sukma siapa saja...
"Awas! Irama pembetot sukma..." kedengaran seseorang
berpekik dengan nada terperanjat.
Termasuk Mo-huan-jiu, seketika itu juga paras muka
semua orang berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat.
Tiba-tiba berbareng dengan berkumandangnya irama
pembetot sukma tersebut, secepat kilat Ong Bun-kim
menerjang ke muka,belum sempat belasan orang manusia
berbaju kuning itu hilang rasa kagetnya, tahu-tahu harpa
besi itu sudah menyambar datang.
Jeritan-jeritan ngeri segera berkumandang memecahkan
kesunyian.. darah segar muncrat keempat penjuru, suasana
waktu itu betul-betul mengerikan.
Begitulah, diantara berkelebatnya harpa besi menyambar
kian kemari, dalam waktu singkat belasan orang manusia
berbaju kuning itu , termasuk Mo huan jiu tewas secara
mengerikan.
Kecepatannya dalam melancarkan serangan dan
kekejiannya dalam merenggut nyawa orang, cukup
membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Ong Bun kim menghentikan gerakan tubuhnya,
memandang belasan sosok mayat yang bergelimpangan di
atas tanah, ia memperdengarkan serentetan suara, tertawa
dingin yang mengerikan.
Kemudian anak muda itu putar badannya dan
meneruskan terobosannya masuk ke dalam lembah.
Belum jauh Ong Bun kim menggerakkan tubuhnya,
mendadak terdengar suara bentakan nyaring berkumandang
datang:
"Berhenti!"
Mendengar bentakan tersebut tanpa terasa Ong Bun-kim
menghentikan langkah kakinya, tampaklah seorang
perempuan cantik berbaju kuning diiringi belasan orang
kakek berbaju kuning telah muncul di hadapannya.
Begitu tiba di gelanggang, dengan sorot mata yang tajam
perempuan cantik berbaju kuning itu menyapu sekejap
belasan sosok mayat yang bertimpangan di tanah, lalu
dengan paras muka berubah serunya:
"Saudara, sungguh keji perbuatanmu!"
"Keji...?" jengek Ong Bun-kim sambil tertawa dingin,
"yang terhitung keji masih ada di belakang."
"Oooh... rupanya kau adalah Ong Bun-kim?" "bentak
perempuan cantik berbaju kuning lagi dengan paras muka
berubah.
"Tepat sekali!"
"Kau datang ke mari untuk mencari balas?"
"Benar!"
Perempuan cantik berbaju kuning itu segera tertawa
dingin.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... jadi kau datang ke
mari untuk menemui Kwancu kami?" katanya.
"Perkataanmu sekali lagi benar, dan kau ingin
menghalangi keinginanku ini?"
"Kwancu mempersilahkan kau masuk, nah! Silahkan..."
kata perempuan itu dengan suara dalam.
Terkejut juga Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan
itu, dia tak menyangka kalau pihak lawan akan bertindak
semudah ini untuk mempersilahkannya masuk, hadangan
tidak dilakukan, pertarunganpun segera ditiadakan,
bukankah hal ini merupakan sesuatu yang aneh?
Sepasang alis matanya berkenyit, seakan-akan ia sudah
merasakan pula akan hawa pembunuhan yang menyelimuti
di balik kesemuanya itu.
Memang, iapun tahu kalau perjalanannya menuju ke
Hou-kwan diliputi oleh pelbagi mara bahaya yang setiap
saat mengancam keselamatan jiwanya, akan tetapi
kendatipun jalan itu langsung menembus ke neraka, ia tetap
akan melewatinya juga.
Yaa, bagaimanapun juga, dia hendak menantang perang
terhadap kematian....
"Bagaimana...? Engkau takut?", tiba tiba perempuan
cantik berbaju kuning itu menyindir.
Ong Bun kim segera sadar kembali dari lamunannya,
dengan lirikan tajam ia memandang sekejap ke arah
perempuan cantik berbaju kuning, kemudian sambil
mengangkat bahu, busungkan dada dan mengangkat kepala
ia meneruskan langkahnya ke depan.
Perempuan cantik berbaju kuning itupun mengikuti dari
belakangnya. Sepanjang perjalanan, ia saksikan banyak
bayangan manusia yang bergerak-gerak di balik kegelapan,
seakan-akan terdapat berpuluh-puluh manusia yang
bersembunyi di sekitar tempat itu sambil mencari
kesempatan untuk melancarkan sergapan ke arahnya.
Ong Bun-kim mendengus dingin, sikapnya masih tetap
tenang dan mantap, karena ia sudah tidak memikirkan lagi
soal mati hidupnya.
Dalam waktu singkat sampailah mereka di luar dinding
pekarangan Hou-kwan, dua barisan manusia-manusia
berbaju kuning yang jumlahnya mencapai puluhan orang
berdiri berjajar di kedua belah samping pintu gerbang
pekarangan tersebut, mereka berdiri dengan gagah dan
berwajah keren serta serius.
Ong Bun-kim segera menghentikan langkahnya.
"Silahkan masuk!" seru perempuan cantik berbaju kuning
yang berada di belakangnya dengan cepat.
Ong Bun-kim tertawa ewa, ia segera meneruskan
perjalanannya memasuki dinding pekarangan tersebut.
Setelah masuk ke dalam dinding pekarangan maka
tampaklah sebuah bangunan gedung yang amat besar
terbentang di depan mata, setelah melewati jalan yang
beralas batu sampailah dia di depan pintu gerbang.
Pada anak tangga menuju ke pintu gerbang kembali ada
belasan orang manusia berbaju kuning yang berdiri berjajar
dikedua belah sisinya.
Di samping kiri dan kanan pintu berdiri lagi dua buah
patung harimau batu yang sedang mendekam, ini semua
menambah keangkeran suasana di sekitarnya:
Setibanya di depan anak tangga, sekali lagi Ong Bun-kim
berhenti, ia mengernyitkan alis matanya seakan-akan
sedang mempertimbangkan suatu masalah besar.
"Silahkan masuk!" kembali perempuan cantik berbaju
kuning itu berseru.
Ong Bun-kim tertawa dingin, dengan nada yang tidak
diketahui maknanya ia mendesis:
"Silahkan?"
"Bukankah kau ingin berjumpa dengan Kwancu kami?"
"Benar!"
"Kalau memang begitu silahkan masuk!"
"Di manakah Kwancu kalian?"
"Sudah menunggu kedatanganmu semenjak tadi dalam
ruangan tengah!"
"Kalau begitu suruh saja dia yang ke luar ke mari!"
Paras muka perempuan cantik berbaju kuning itu
berubah hebat.
"Hey, sebetulnya kau yang ingin mencari dia? Ataukah
dia yang hendak mencarimu?" demikian ia menegur.
"Itu bukan menjadi soal, aku hanya ingin bertanya,
bukankah ia mengundangku datang ke mari?"
"Benar!"
"Kalau aku memang diundang datang, kenapa sebagai
tuan rumah ia tidak menyambut sendiri kedatangan
tamunya?"
Perempuan cantik berbaju kuning itu tertegun, ucapan
dari Ong Bun-kim itu benar-benar membuat ia terbungkam
dan tak mampu membantah lagi.
Sesungguhnya Ong Bun-kim mempunyai
perhitungannya sendiri, ia tak mau masuk ke dalam
ruangan karena siapa tahu kalau dalam ruangan justru telah
dipasang alat perangkap yang sangat lihay? la kuatir bila
masuk ke dalam maka akan lebih banyak bahayanya dari
pada keberuntungan...
Sebab itulah setelah mempertimbangkannya sejenak,
akhirnya ia memutuskan lebih baik tidak masuk ke dalam.
Maka Ong Bun-kimpun tidak langsung masuk ke dalam
ruangan untuk mencari Mo-kui-kiam-jiu.
Perempuan cantik berbaju kuning itu tertawa dingin.
"Hehh....heehh....heehh....kalau begitu aku akan masuk
untuk memberi laporan terlebih dulu!"
Dengan langkah lebar ia lantas masuk ke dalam ruangan.
Ong Bun-kim hanya berdiri menanti di bawah undakundakan
batu di luar pintu gerbang, sementara belasan
orang manusia berbaju kuning itu berdiri berjajar di
belakangnya, sehingga secara otomatis timbullah suatu
hawa pembunuhan yang tebal menyelimuti sekeliling
tempat itu.
Tak lama kemudian, dari balik pintu gerbang
berkumandanglah suara gelak tertawa yang amat nyaring,
seorang kakek tinggi besar dan tegap dengan memakai baju
kuning dan berusia enampuluh tahunan, diiringi dua orang
kakek pendek lagi bungkuk serta perempuan cantik berbaju
kuning itu munculkan diri di depan mata.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
Tak usah ditanyapun ia sudah tahu bahwa kakek yang
berjalan di paling depan itu tak lain adalah Hou-kwan
kwancu si jago pedang setan iblis yang dicari-cari.
Sementara itu, si jago pedang setan iblis sendiripun telah
menghampiri Ong Bun-kim sambil tertawa nyaring,
sikapnya sombong, tinggi hati dan tak enak dipandang.
"Kau yang bernama Ong Bun-kim?" tegur si jago pedang
setan iblis setelah tertawa tergelak.
"Benar! Dan kau adalah si jago pedang setan iblis?"
"Tepat sekali, kau benar-benar gagah dan tampan, tak
malu disebut sebagai manusia berbakat aneh dari dunia
persilatan."
"Hsehh....heeehhh....heeehhh tapi aku rasa tak bisa
dibandingkan dengan mendiang ayahku, bukan?"
Hebat juga perubahan wajah Mo-kui-kiam-jiu,
"Mana, mana dibandingkan dengan ayahmu. tentu saja
kau kelihatan lebih gagah!"
"Kwancu terlalu memuji!"
Sementara pembicaraan antara mereka berdua
berlangsung, orang tidak melihat pancaran sikap
permusuhan diantara kedua orang itu, seakan-akan dua
orang sahabat yang saling bertemu saja, padahal di hati
kecil mereka justru terlintas segala intrik serta hawa napsu
membunuh yang menyeramkan.
Cuma kedua belah pihak sama-sama mempunyai
kemantapan serta semangat untuk menyimpan napsu
membunuh itu dalam hati kecilnya, maka hal tersebut tidak
sampai tercermin pada wajah masing-masing.
Paras muka Mo-kui-kiam-jiu berubah hebat, lalu
tegurnya:
"Ada urusan apa kau datang kemari?"
"Masa Kwancu tidak tahu?" Ong Bun-kim balik
bertanya.
"Mencari aku?"
"Benar!"
"Karena apa?"
"Dendam!"
Si Jago pedang setan iblis segera tertawa dingin.
"Heehh heeehh heeehh kalau memang kedatanganmu
untuk membalas dendam, kelirulah jika kau bunuhi anak
buahku!"
"Tapi orang-orang itu justru diutus Kwancu untuk
membunuhku, jadi terpaksa aku harus menindak mereka!"
jawab Ong Bun-kim sambil tertawi dingin pula.
Sekali lagi paras muka Mo-kui-kiam-jiu berubah.
"Karena dendam apakah kau datang mencariku?"
"Jago pedang setan iblis, kau tak usah berlagak pilon,
apakah kematian ayahku bukan atas hasil karya dari
kwancu seorang?"
"Perkataanmu itu sungguh membuat hati orang nenjadi
bingung dan tidak habis mengerti, bukankah ayahmu tewas
di tangan Kui-jin suseng? Kenapa bisa menyangkut diriku
pula?"
Sekali lagi paras muka Ong Bun-kim berubah, hawa
pembunuhan tak terkendalikan lagi dan segera memancar
ke luar dari balik matanya, dengan suara menggelegar ia
membentak.
"Jago pedang setan iblis, kau manusia rendah, bajingan
terkutuk yang tak tahu malu."
"Harap dijaga sopan santunmu dalam bercakap-cakap."
"Aku ingin bertanya kepadamu, tenaga dalammu tak bisa
memenangkan ayahku, bukankah kau telah
mempergunakan Bi-jin-ki (siasat perempuan cantik) untuk
mencelakai ayahku?"
"Hal ini memang kenyataan!"
"Cukup dengan dasar ini, aku dapat membinasakan
dirimu!"
"Hmm...! Aku kuatir kau tak sanggup melakukannya!"
Ong Bun-kim tertawa dingin, dengan suara dalam
kembali ia membentak:
"Aku ingin mengajukan satu persoalan lagi kepadamu !"
"Katakan!"
"Kematian ayahku bukanlah lantaran terkena siasat
busukmu yang bekerja sama dengan Kui jin suseng?"
"Apa kau bilang?"
Ong Bun-kim tertawa dingin.
"Heehhh... heehhh... heeehh... oleh karena putrimu Coa
Siok-oh tidak tega turun tangan membinasakan ayahku,
maka kau menarik Kui-jin suseng agar berpihak kepada mu
dengan bayaran tinggi, dan ayahkupun mati terbunuh
olehnya?"
"Omong kosong!" bentak jago pedang setan iblis dengan
gusar.
"Heehhh... heehhh... heeehhh... Mo-kui-kiam-jiu!"
kembali Ong Bun kim mengejek dengan wajah diliputi
hawa membunuh, "setelah mempunyai keberanian untuk
membunuh orang, mengapa kau tidak mempunyai
keberanian untuk mengakuinya?"
Jago pedang setan iblis tertawa seram.
"Haahhh . . . haaahhh . . . haahhh . . Ong Bun-kim"
katanya, "kau harus mengerti selama hidup belum pernah
aku berbohong, setelah mempunyai keberanian untuk
membunuh orang, aku mempunyai keberanian untuk
mengakuinya..."
"Kalau memang begitu, mengapa kau tidak
mengakuinya?"
"Karena aku tidak pernah merasa melakukan perbuatan
semacam itu...!"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, katanya
kemudian sambil tertawa:
"Terserah kau bersedia mengakui atau tidak, aku tetap
akan membunuh dirimu!"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, secepat
sambaran kilat ia menerjang maju ke depan.
Air muka Mo-kui-kiam-jiu ikut berubah, sambil tertawa
dingin hardiknya keras-keras: "Kau kepingin mampus?"
Ong Bun-kim tertawa.
"Mo-kui-kiam-jiu, setelah berani kudatangi tempat ini,
tentu saja soal mati hidup sudah tidak kupikirkan lagi,.."
"Bagus sekali!" seru jago pedang setan iblis setelah
berhenti sejenak ia berpaling sambil membentak lagi.
"siapkan senjataku!"
"Pedang Cing-kang kiam berada di sini!" seorang kakek
bungkuk mengiakan sambil melangkah maju.
Dengan hormatnya kakek bungkuk itu mengangsurkan
pedang tersebut dengan kedua belah tangannya.
Setelah menerima pedang Ging-kang-kiam tersebut,
dengan paras muka sedingin es dan tatapan mata setajam
sembilu Mo-kui-kiam-jiu menatap wajah Ong Bun-kim
tanpa berkedip.
Satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Ong Bunkim,
tegurnya mendadak dengan suara dingin:
"Jago pedang setan iblis, yang hendak turun tangan
hanya kau seorang? Ataukah termasuk seluruh anak
buahmu?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku seorangpun
sudah lebih dari cukup..."
"Seandainya anak buahmu turun tangan mengeroyok
diriku?"
"Soal itu tak usah kau kuatirkan!" jawabnya, setelah
berhenti sejenak, bentaknya sambil berpaling, "Lu Hengcu!"
"Tecu siap menerima perintah!" perempuan cantik
berbaju kuning itu mengiakan sambil tampil ke depan.
"Selama aku sedang melangsungkan pertarungan
melawan Ong Bun kim, setiap anggota perguruan kita
dilarang ikut campur dalam pertempuran tersebut !"
"Tecu siap melaksanakan hukuman!"
"Bagus, andaikata aku kalah di tangannya, kalianpun tak
boleh menyusahkan Ong Bun kim, biarkan ia pergi dari sini
tanpa diganggu!"
"Baik!"
Selesai meninggalkan pesannya, Mo kui kiam-jiu baru
berpaling kepada Ong Bun kim sambil bertanya:
"Sekarang, kau bisa berlega hati, bukan?"
"Mati hiduppun tidak kupikirkan lagi, kenapa musti
tidak berlega hati?"
"Mau turun tangan hayolah cepat lakukan!"
"Boleh, cuma kita tak usah bertarung di sini!"
"Lantas di mana?"
"Di puncak Liong ciok hong!"
"Puncak tanduk naga?" ulang Ong Bun kim tercengang,
"di manakah letak tempat itu?"
"Jangan kau tanyakan di mana letak tempat itu, katakan
saja berani tidak kau menyertai diriku ke situ?"
Kontan saja Ong Bun kim mendongakkan kepalanya
sambil tertawa tergelak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahh... asal Kwancu berani
mendatangi tempat itu, tentu saja aku Ong Bun kim akan
melayani keinginanmu."
"Kalau begitu, hayo ikut aku!"
Habis berkata ia lantas menutulkan ujung kakinya ke
tanah dan berangkat meninggalkan Hou-kwan menuju ke
sebuah bukit di belakang sana.
Ong Bun kim tertawa dingin, ia menyusul di
belakangnya dengan tak kalah cepatnya.
Setelah naik ke atas tebing, mereka berputar menuju ke
sebuah puncak jauh di depan sana, dalam waktu singkat
sampailah kedua orang itu di puncak bukit itu, dan si Jago
pedang setan iblispun segera menghentikan larinya.
Ong Bun kim mencoba untuk mengawasi sekejap
sekeliling tempat itu, tampak olehnya luas puncak itu
mencapai sepuluh kaki, di bawah sana ternganga sebuah
jurang yang tiada terkirakan dalamnya.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tempat ini memang
merupakan sebuah tempat yang sangat bagus!" katanya
kemudian sambil tertawa dingin.
Jago pedang setan iblis ikut tertawa dingin.
"Benar, tempat ini memang suatu tempat yang sangat
baik, di bawah dasar jurang sana akan menjadi tempat
kubur dari salah seorang di antara kita berdua!"
"Manusia pedang setan iblis, tak usah banyak berbicara
lagi, loloskan senjatamu!" bentak Ong Bun kim kemudian.
Jago pedang setan iblis tertawa dingin- "Criing...!"
cahaya tajam berkilauan, tahu-tahu pedang Cing kang kiam
telah diloloskan dan siap melancarkan serangan.
"Silahkan kau turun tangan lebih dulu!" bentaknya
kemudian.
"Sebagai tamu tidak akan mendahului tuan rumah,
silahkan kwancu turun tangan lebih dulu!"
"Terhadap seorang boanpwe angkatan muda macam
kau, kenapa aku musti turun tangan duluan? Ada baiknya
kau saja yang menyerang lebih dahulu."
Ong Bun kim tertawa sinis.
"Hmm! Kalau begitu maaf!" katanya.
-ooo000dw000ooo-
Jilid 7
BAB 19
DENGAN suatu lompatan maut ia menerjang ke muka,
harpa besinya disertai dengan tenaga serangan yang kuat
disodok ke depan menghantam tubuh Jago pedang setan
iblis, sungguh amat dahsyat serangan tersebut.
Berbarengan dengan serangan yang dilancarkan Ong
Bun-kim, Jago pedang setan iblis menggetarkan pula
pedang mestikanya, cahaya tajam berkilauan dan ia
melancarkan serangan kilat.
Hampir boleh dibilang kedua belah pihak sama-sama
melancarkan serangan pada saat yang bersamaan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tak kuasa lagi Ong
Bun - kim terdesak mundur sejauh tiga langkah, disaat yang
amat singkat ternyata Jago pedang setan iblis telah
melancarkan tiga buah serangan berantai.
Kecepatan dalam melancarkan serangan, ketepatan
dalam perubahan jurus, semuanya mencerminkan bahwa
dia adalah seorang Jago pedang kenamaan.
Dari ketiga jurus ancaman inilah Ong Bun kim
menyadari bahwa keadaannya pada hari ini jauh lebih
banyak bahayanya dari pada keberuntungan.
Apa yang tersiar dalam dunia persilatan ternyata
memang bukan nama kosong belaka, ilmu silat yang
dimiliki Jago pedang setan iblis berkali-kali lipat lebih tinggi
dari pada kepandaian sendiri.
Paras muka Jago pedang setan iblispun agak berubah
setelah menyaksikan kelihayan Ong Bun kim, dia tidak
menyangka kalau dengan usianya semuda itu ternyata ilmu
silatnya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi.
Ia tertawa dingin.
"Hehmmm... tak kunyana kalau ilmu silatmu sudah
mencapai tingkatan setinggi ini!"
"Aku lihat ilmu silat dari Coa kwancu juga sangat hebat,
bagaimana kalau rasakan lagi beberapa jurus serangahku ini
!"
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, sebuah
serangan kilat kembali dilancarkan.
Pada saat ini, hawa napsu membunuh telah menyelimuti
seluruh wajah Jago pedang setan jblis, di bawah serangan
kilat dari Ong Bun kim itu, pedang mestikanya berputar
membentuk selapis cahaya pedang yang mana dengan
cepatnya me-nyelimuti seluruh tubuh anak muda itu.
Suatu pertarungan sengit akhirnya pun di mulai.
Yaa, pertarungan ini merupakan suatu pertarungan yang
mempertaruhkan mati hidup kedua belah pihak, barang
siapa kalah dalam pertarungan tersebut maka hilanglah
harapannya untuk melanjutkan hidup.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak sudah terlibat
dalam pertarungan sengit yang luar biasa dahsyatnya.
Bayangan harpa, cahaya pedang disertai desingan angin
tajam menyambar dan menderu tiada hentinya, sungguh
mengerikan sekali pemandangan peda waktu itu.
Limabelas jurus....
Duapuluh jurus...
Dalam waktu singkat limapuluh jurus sudah dilewatkan
tanpa terasa.
Bumi serasa bergoncang, sinar rembulan serasa pudar,
sungguh amat mendebarkan sukma keadaan itu.
Tapi pada saat itulah Ong Bun kim sudah mulai
menunjukkan tanda-tanda kepayahan, peluh dingin telah
membasahi jidatnya, wajahnya pucat dan napasnya agak
tersengal.
Sebaliknya keadaan Jago pedang setan iblis makin lama
semakin kuat dan serangannya makin lama semakin gencar,
seakan-akan air bah yang menggulung lewat melewati
tanggul yang jebol.
Keadaan Ong Bun-kim bertambah kritis, ia semakin
sadar bahwa lebih banyak bahaya baginya dari pada
keuntungan, selembar jiwanya bagaikan berada di ujung
tanduk.
Tiba-tiba...
Jago pedang setan iblis membentak keras, pedang
mustikanya digetarkan ke muka melancarkan sebuah
serangan.
Di balik serangan itu terkandunglah tiga macam
perubahan yang tak sama, daya penghancurnya luar biasa
dan menggetarkan sukma.
Ong Bun kim tak berani menyambut serangan tersebut
dengan kekerasan, buru buru ia berkelit ke samping...
Tapi sebelum tubuhnya sempat menghindar ke samping,
Jago pedang setan iblis sudah memburu ke depan, telapak
tangan kirinya langsung diayunkan ke muka.
"Blaaang . . .!"
Dengan telak serangan tersebut bersarang di dada Ong
Bun kim, ini mengakibatkan si anak muda itu muntah
darah segar, tubuhnya mencelat sejauh satu kaki lebih dan
terjatuh tepat di tepi jurang.
Jago pedang Setan iblis tertawa dingin, ejeknya:
"Hmmm... cuma mengandalkan kepandaian seperti ini
berani mencari aku untuk membalas dendam? Bangsat,
temui saja arwah ayahmu di alam baka !"
Diiringi suara tertawa dingin, tiba-tiba ia menerjang ke
arah Ong Bua kim, cahaya tajam berkilauan dan langsung
membacok ke arah batok kepala si anak muda itu.
Suasana menjadi tegang dan keadaan sangat kritis ....
sedetik sebelum tusukan itu bersarang di tubuh Ong Bun
kim, mendadak si anak muda itu melejit ke udara dengan
mempergunakan segenap kekuatan yang dimilikinya,
setelah itu membuat gerakan setengah busur di angkasa.
Berbareng dengan lejitan tersebut, secara tiba-tiba harpa
besinya ikut pula disambit ke depan...
Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Mo-kui kiam jin,
ketika menyadari akan datangnya ancaman, untuk
menghindar tak sempat lagi dan . . . "Blang . . . !" tubuhnya
terhajar telak oleh serangan tersebut, sambil muntah darah
tubuhnya terjungkal ke tanah.
Ong Bun kim sendiri karena harus melancarkan serangan
dengan mempergunakan segenap kekuatan yang dimiliki,
isi perutnya mengalami goncangan keras, sambil muntah
muntah darah segar, ia jatuh tak sadarkan diri ....
Pelan pelan Jago pedang setan iblis bangkit berdiri,
sambil menyeka noda darah di ujung bibirnya ia tertawa
dingin, kemudian merogoh ke dalam sakunya dan ambil ke
luar tiga batang pedang kecil yang tipis seperti daun yang liu
dan bersinar tajam.
Itulah pedang Liu yap kiam, senjata andalannya yang
paling tangguh.
"Kubunuh kau bajingan cilik!" bentaknya. Tiba-tiba
seseorang menjerit keras: "Tahan!"
Di tengah bentakan tersebut tampaklah sesosok
bayangan manusia berkelebat lewat, cepat-cepat Jago
pedang setan iblis menarik kembali pedang Liu-yapkiamnya
sambil mengalihkan sorot matanya ke arah
gelanggang, tapi dengan cepat paras mukanya berubah.
"Rupa rupanya kau.....?"
Ternyata orang yang barusan munculkan diri itu bukan
lain adalah Coa Siok-oh, putri dari jago pedang setan iblis.
Kemunculan Coa Siok-oh secara tiba-tiba di tempat itu
sungguh berada di luar dugaan siapa-pun, apalagi muncul
dengan wajah hijau membesi.
"Ayah....kau tak boleh membinasakan dia." teriaknya
keras-keras.
"Kenapa?" tanya Jago pedang setan iblis dengan suara
tak kalah kerasnya.
"Kau telah membinasakan suamiku...."
"Aku tidak membunuhnya."
"Ayah, aku tahu kau telah membunuhnya, sekarang
apakah putraku juga akan kau bunuh juga?"
"Dia dia adalah putramu?"
"Benar!"
"Hasil hubunganmu dengan Phang Pak-bun..."
"Ayah, kau jangan menghina aku!" pekik Coa Siok-oh
dengan suara penasaran.
"Hmmm.......!Masa dia adalah anak hasil hubunganmu
dengan si Latah dari empat samudra Ong See-liat."
"Benar!"
"Kalau begitu, aku lebih-lebih tak dapat melepaskan
dirinya!"
Paras muka Coa Siok-oh berubah hebat jeritnya:
"Ayah..."
"Sejak semula aku telah memberitahukan kepadamu aku
tidak mengakui dirimu sebagai putriku, lagi..."
"Baik, jika kau ingin membinasakan dirinya bunuhlah
aku lebih dahulu !"
"Aku tidak ingin membunuhmu!"
"Kalau begitu, lepaskanlah dia!"
"Tidak, hayo minggir kau dari hadapanku!"
Diiringi bentakan nyaring, jago pedang setan iblis
menerjang maju ke arah depan dan menghampiri Ong Bunkim..
"Berhenti!" bentak Coa Siok-oh pula. "jangan memaksa
aku untuk turun tangan kepadamu!"
Coa Siok-oh berdiri dengan wajah menyeramkan
matanya melotot besar dan wajahnya menyeringai seram,
keadaannya sungguh mengerikan.
"Kau berani?" teriak Jago pedang setan iblis penasaran.
Di tengah bentakan nyaring, mendadak ia maju ke depan
sambil melepaskan sebuah serangan kilat ke arah Coa Siokoh.
"Ayah " teriak Coa Siok-oh dengan kaget.
Seruling peraknya digetarkan keras dan digunakan untuk
menangkis serangan pedang dari ayahnya tapi secara tibatiba
ia menarik kembali senjata serulingnya itu, ia tak berani
bertarung melawan ayahnya sendiri.
Tubuhnya cepat cepat berkelit ke sampitg lalu melayang
lima depa ke belakang.
Baru saja Coa Siok-oh bergsrak mundur, tiba-tiba ia
saksikan pedang Liu-yap-kiam di tangan kiri Jago pedang
setan iblis telah dilontarkan ke arah tubuh Ong Bun-kim.
Diantara kilatan cahaya putih yang membelah angkasa,
seperti orang kalap Coa Siok-oh berteriak:
"Kau..."
Seperti orang gila ia memburu ke arah Ong Bun-kim
Mendadak terdengar jeritan ngeri berkumandang
memecahkan kesunyian, pedang Liu-yap-kiam yang
terakhir telah menembusi punggung perempuan tersebut.
Sedangkan dua bilah pedang Liu-yap-kiam yang pertama
telah menembusi pula punggung Ong Bun-kim, yang
tertinggal hanya sebuah gagang pedang kecil yang berwarna
putih, darah bercucuran ke luar dengan derasnya.
Coa Siok-oh sambil menjerit kesakitan ikut roboh pula ke
atas tanah, sekujur badannya basah oleh darah.
Jago pedang setan iblis merasakan sekujur badannya
gemetar keras, mimpipun dia tak menyangka kalau putrinya
akan menjadi tameng bagi anak muda itu, untuk sesaat
lamanya ia berdiri tertegun saking kaget dan terkesiapnya.
Sesudah roboh ke tanah, Coa Siok-oh kembali
merangkak bangun, wajahnya mencerminkan sinar
kengerian yang menggidikkan hati, matanya beringas dan
memancarkan sinar garang, sambil membimbing bangun
Ong Bun-kim yang tidak sadarkan diri teriaknya keraskeras:
"Ayah, bunuhlah kami berdua!"
Jago pedang setan iblis bagaikan sedang menghadapi
suatu peristiwa yang mengerikan baginya, ia cuma berdiri
mematung di sana tanpa bergerak sedikitpun jua.
Mendadak dari atas puncak To-ciok-hong sana
berkumandang suara pekikan nyaring, menyusul
munculnya tiga sosok bayangan manusia, mereka adalah
perempuan cantik berbaju kuning serta dua orang manusia
aneh cebol lagi bungkuk itu.
"Kwancu, kau tidak, apa-apa bukan?"
"Aku tidak apa-apa!"
"Ayah!" teriak Coa Siok-oh tiba-tiba, "jika kau tidak akan
membunuh kami berdua lagi, kami akan segera pergi
meninggalkan tempat ini!"
Jago pedang setan iblis masih tetap berdiri mematung
ditempat semula bergerak sedikitpun tidak.
Melihat itu, sambil menggigit bibir Coa Siok oh segera
menutul kakinya di permukaan tanah dan berlalu dari situ.
Tiba-tiba bayangan manusia berbaju kuning berkelebat
lewat, perempuan cantik berbaju kuning atau Tongcu
bagian hukuman dari Hou-kwan itu sudah menghadang
jalan perginya:
"Mau apa kau?" bentak Coa Sioh-oh segera.
"Jangan harap kalian bisa pergi dari sini!"
"Biarkan mereka pergi!" tiba-tiba Jago pedang setan iblis
membentak nyaring.
Bentakan tersebut bukan saja sama sekali di luar dugaan
Coa Siok-oh, bahkan perempuan cantik berbaju kuning
itupun akan merasa tertegun dan untuk sesaat lamanya tak,
tahu apa yang musti dilakukan.
Setelah tertegun sesaat, perempuan cantik berbaju kuning
itu baru berkata dengan hormat:
"Baik!"
"Jangan kuatir, biarkan mereka pergi" kata Jago pedang
setan iblis lagi dengan suara dalam, "dalam tiga hari mereka
pasti akan mampus karena keracunan, sekalipun Hoa To
hidup lagi juga tak nanti bisa selamatkan jiwa mereka
berdua...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, kembali ada
sesosok bayangan kuning berkelebat menuju ke arah puncak
tebing, dia adalah seorang kakek berbaju kuning, sikapnya
tampak gugup dan tergesa-gesa sekali.
"Tongcu penyampai perintah, ada urusan apa
membuatmu tampak gugup sekali?" tanya Jago pedang
setan iblis dengan kening berkerut.
"Lapor lapor kwancu ada kejadian kurang... kurang
menguntungkan " seru Tongcu penyampai berita gelagapan.
"Apa yang telah terjadi? Laporkan pelan-pelan!"
"Bunga bunga iblis dari neraka."
"Mengapa dengan Bunga iblis dari neraka?"
"Ia telah tiba di lembah kita!"
"Mau apa dia datang ke mari?"
"Katanya jika Ong Bun-kim tidak diserahkan, maka dia
akan membunuh seluruh anggota perguruan kita."
"Dia berada di mana sekarang?" tanya Jago pedang setan
iblis dengan wajah berubah.
"Berada di mulut lembah!"
Sebelum Jago pedang setan iblis menjawab sesuatu, Coa
Siok-oh telah mempergunakan segenap tenaga yang
dimilikinya untuk mengempit Ong Bun-kim lagi turun ke
bawah bukit.
"Lu Hengcu!" Jago pedang setan iblis segera membentak.
"Tecu siap menerima perintah!"
"Beri tanda kepada seluruh anggota perguruan kita,
jangan halangi perjalanan mereka berdua!"
"Baik!"
Dengan mengempit tubuh Ong Bun kim, Coa Siok oh
berhasil menuruni tebing tanduk naga dan kabur ke luar
dari lembah tersebut.
Sesungguhnya karena apa ia bersedia mengorbankan
tubuhnya demi menyelamatkan Ong Bun kim?
Karena kasih sayang seorang ibu? Atau karena maksud
tujuan lain? Tentu saja kemungkinan pertama jauh lebih
besar dari pada kemungkinan kedua, seandainya bukan ibu
kandung sendiri, mana mungkin ia rela mengorbankan
jiwanya demi menyelamatkan jiwa Ong Bun kim?
Biasanya, kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya
akan tercermin pada saat keadaan menyangkut mati hidup
seseorang.
Waktu itu, Coa Siok oh sambil mengempit tubuh Ong
Bun kim sedang meluncur ke luar dari lembah naga hijau,
sepanjang perjalanan mereka tidak menemui kesulitan atau
hadangan hadangan apapun.
Akan tetapi, justru karena harus kabur sambil membawa
beban berat, darah yang mengucur ke luar dari mulut luka
bekas tertembus pedang Liu yap kiam itu semakin gencar
dan deras, lama kelamaan perempuan itu tak kuasa
menahan diri, sambil mendengus tertahan tubuhnya roboh
terjengkang di mulut lembah.
Berbareng dengan robohnya Coa Siok oh, sesosok
bayangan manusia melayang datang tepat di hadapan
mereka berdua, dan orang itu bukan lain adalah Bunga iblis
dari neraka.
Dengan sepasang biji matanya yang jeli dia
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
dengan paras muka berubah ia menjerit tertahan
Agaknya ia tidak percaya kalau Ong Bun kim dan Coa
Siok oh telah terkena pedang Liu yap kiam, darah segar
telah membasahi seluruh tubuh kedua orang itu.
Betapa hancurnya perasaan Bunga iblis dari neraka
setelah menyaksikan kejadian itu, sambil membentak ia
menggerakkan jari tangannya untuk menotok jalan darah di
tubuh kedua orang itu sehingga darah tidak mengalir ke luar
lagi.
Setelah darah berhenti mengalir, ia baru membopong
mereka berdua kabur ke luar dari lembah tersebut.
Beberapa li kemudian ia baru berhenti, di baringkannya
kedua orang itu di tanah, kemudian sambil memandang
wajah Ong Bun-kim yang pucat pias, air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
-oo00dw00oo-
BAB 20
WALAUPUN Ong Bun-kim telah berada di tepi jurang
kematian, tapi tangannya masih menggenggam kencangkencang
harpa besinya yang dapat memantulkan irama
kesedihan dari hatinya.
Dengan amat sedih perempuan itu berkata.
"Mungkin aku datang selangkah terlambat, kekasihku...
ohh kekasihku..."
Keluhan tersebut penuh dengan nada kesedihan,
membuat siapapun yang mendengar akan ikut melelehkan
air matanya.
Padahal ketika ia meninggalkan Ong Bun kim tempo
hari, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan sikap
perhatian atau sayang, padahal rasa cinta gadis itu
terhadapnya sudah tak terlukiskan lagi dengan kata-kata...
Kini Ong Bun kim telah terluka, lagi pula ia terkena
pedang Liu yap kiam yang tersohor karena amat beracun,
dalam tiga hari mendatang, jiwanya sudah pasti akan
melayang meninggalkan raganya.
Kenyataan tersebut, bagaimana mungkin tidak membuat
hatinya menjadi sedih dan sakit? Bagaimana mungkin tidak
membuat hatinya hancur bagaikan dicabik-cabik?
Dari dalam sakunya dia mengambil ke luar sebuah pil
dan dijejalkan ke dalam mulut Ong Bun kim, kemudian
dengan pancaran hawa murni dia mulai menguruti jalan
darah di sekujur badan anak muda itu.
Tak lama kemudian, Ong Bun kimpun sadar kembali
dari pingsannya, pelan pelan ia membuka matanya...
Pertama tama ia marasakan punggungnya sakit sekali
seperti disayat-sayat dengan pisau, kesadarannya masih
belum pulih kembali seperti sedia kala, apa yang
terpampang di depan matanya hanya bayangan yang masih
kabur dan buram...
Mulutnya terpentang lebar seperti hendak mengucapkan
sesuatu, namun lama, lama sekali, ia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Menyaksikan kejadian tersebut, Bunga iblis dari neraka
merasa amat sedih hingga air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya, tak tahan lagi ia berteriak:
"Adik Ong..."
Dengan air mata berderai seperti anak sungai, ia
mendekap Ong Bun kim dalam pelukannya lalu menangis
tersedu sedu.
Rupanya Ong Bun kim dapat mendengar suaranya itu,
dengan kepayahan ia bertanya:
"Sii . . . siaapakah kau . . .?"
"Aku adalah Bunga iblis dari neraka!"
"Haaah..." ia menjerit tertahan, mengikuti jeritan kaget
di luar dugaan tersebut akhirnya ia berhasil melihat jelas
raut wajah bunga iblis dari neraka itu...
Tiba tiba ia merasa ada dua tetes air mata yang
membasahi wajahnya dan mengalir ke sisi telinga ...
Ia merasa berterima kasih sekali atas kedatangan Bunga
iblis dari neraka menjelang tibanya ajal yang akan
mengakhiri hidupnya, ia merasa gadis itu telah memberikan
kebahagiaan baginya menjelang kematian yang
mengenaskan.
"Terima kasih atas kedatanganmu..." ujarnya dengan
suara sedih dan kepayahan.
"Aku telah datang terlambat!" bisik gadis itu sedih.
"Tidak..." tiba tiba ia merasakan semangatnya kembali
berkobar, ia merasa seakan-akan cinta kasih telah
menciptakan suatu kekuatan yang tak terhingga baginya,
membuat ia melupakan sakit yang ada di punggungnya...
Setelah berhasil menenangkan hatinya yang bergolak,
diapun bertanya dengan suara lirih: "Kaukah yang telah
menolong aku?"
"Bukan!"
"Lantas siapa?"
"Dia!"
Mengikuti arah yang ditunjuk Bunga iblis dari neraka,
Ong Bun kim segera menjumpai Coa Siok oh berada di situ,
melihat ini sekujur tubuhnya kontan gemetar keras, serunya
tertahan:
"Oooh dia.....Yaa ampun, kenapa bisa dia?"
"Ia sudah terkena pedang Liu yap kiam...." kata Bunga
iblis dari neraka lirih.
"Mana mungkin . . ? Mana mungkin?" seru Ong Bun kim
dengan perasaan bergolak keras.
"Kau maksudkan mana mungkin dia akan
menolongmu?"
"Benar!"
"Siapakah dia?"
"Aku . . . aku tidak tahu ... "
Yaa, dia memang tidak dapat membuktikan siapakah
sebenarnya perempuan itu, ibunya atau bukan? Tapi ia
dapat menyelamatkan dirinya, hal ini benar benar di luar
dugaan Ong Bun kim.
Suatu pergolakan mendadak mencekam perasaan anak
muda itu, teriaknya kemudian:
"Sadarkan dia!"
Bunga iblis dari neraka mengangguk, dia mengeluarkan
lagi sebutir pil dan dijejalkan ke mulut Coa Siok-oh,
kemudian dengan mengerahkan tenaga dalamnya berusaha
untuk menyembunyikan luka yang dideritanya.
Tapi keadaan Coa Siok-oh sudah terlampau parah,
setelah terkena pedang Liu-yap-kiam, dia harus
mengerahkan juga tenaga dalamnya untuk membawa Ong
Bun kim melarikan diri, darah yang mengucur ke luar
sudah kelewat banyak, hawa murni yang dibuang juga
melampui batas, hakekatnya ia sudah berada di tepi jurang
kematian.
Bunga iblis dari neraka telah berusaha dengan sekuat
tenaga untuk menyembuhkan luka itu, akan tetapi Coa Siok
oh belum berhasil juga disadarkan dari pingsannya...
Dalam keadaan demikian, Bunga iblis dari neraka
menghela napas panjang, katanya:
"Kemungkinan besar ia sudah tiada harapan lagi!"
"Tidak, bagaimanapun juga dia harus di sadarkan
kembali, walau hanya sebentar saja."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Bunga Iblis
dari neraka menyalurkan kembali hawa murninya untuk
membantu perempuan itu, kurang lebih satu jam kemudian
akhirnya Coa Siok oh telah sadar kembali dari pingsannya.
Pelan pelan ia menggerakkan kelopak matanya lalu
membuka matanya dan memandang sekejap sekeliling
tempat itu.
Mengenaskan sekali keadaannya, sambil membuka
mulutnya ia berbisik dengan suara terbata bata:
"Di mana Bun kim....? Bun....Bun kim "
Ucapan pertama setelah sadar kembali dari pingsannya
adalah memanggil nama Ong Bun kim, dari sini dapat
diketahui betapa dalamnya perasaan cinta seorang ibu
terhadap anaknya.
Sekalipun Ong Bun kim lebih bodoh, sekarang diapun
dapat membuktikan bahwa siapakah di antara Siau Hui-un
dan Coa Siok-oh yang merupakan ibu kandungnya.
Dengan perasaan sedih yang meluap dan rasa menyesal
yang berlipat ganda, menyerang hatinya, pemuda itu
menangis, air matanya jatuh bercucuran membasahi
pipinya.
Selama hidup, baru pertama kali ini dia mengakui akan
kesalahan sendiri, akibat hasutan serta ulah Siau Hui-un
yang tidak bertanggung jawab, ia telah menghajar ibunya
sendiri sewaktu berada di bawah puncak Hu hou hong,
bahkan hampir saja ia akan membunuhnya.
Dengan perasaan yang hancur lebur, pemuda itu
menangis semakin menjadi.
"Bun-kim oooh Bun kim di mana kau nak..? Di mana
kau berada..?" Coa Siok oh masih saja memanggil namanya
dengan suara tersendat.
Panggilan dari seorang ibu menjelang ajalnya, suatu
adegan yang cukup memilukan hati.
Bunga iblis dari neraka yang menyaksikan kejadian itu
ikut mengucurkan air matanya, ia berteriak:
"Adik Ong, ia sedang memanggil dirimu!"
Ong Bun-kim membuka mulutnya, gemetar keras sekujur
badannya, akhirnya ia berteriak memanggil.
"Ibu!"
Sambil berteriak kalap ia menubruk ke dalam pelukan
ibunya dan mendekapnya kencang-kencang, pemandangan
itu sungguh mengharukan membuat orang ikut merasakan
hatinya menjadi pedih.
Karena menerima tubrukan dari Ong Bun kim tersebut,
pedang Liu yap kiam yang terbenam di punggung Coa Siok
oh semakin menusuk ke dalam tubuhnya, ia mendesis
kesakitan, tapi dengan sekuat tenaga ditahannya rasa sakit
yang menyayat itu.
Diulurnya tangan yang gemetar dan tak ber-tenaga itu,
lalu dibelainya wajah Ong Bun kim, seakan akan sedetik
menjelang ajalnya dia ingin mengingat baik baik raut wajah
putranya.
Air mata Ong Bun kim yang sebesar kacang kedelai
menetes ke bawah membasahi tangan Coa Siok oh...
"Nak, kau .... kau sedang menangis?" bisik perempuan
itu dengan suara lemah.
"Ibu " panggilan pemuda itu lebih mengibakan hati
orang.
"Nak, kau....apakah kau telah .... telah mengakui diriku
sebagai sebagai ibumu?"
"Oh ibu! Ampunilah anakmu yang tidak berbakti
ini....aku telah menghajarmu....mencari maki dirimu, oh
ibu . . . aku . . . aku benar benar seorang anak yang tidak
berbakti...."
Air mata Coa Siok oh berlinang pula dengan derasnya ...
sekulum senyuman penuh kedamaian . . . senyuman
menjelang tibanya sang ajal menghiasi ujung bibirnya...
Dengan bersusah payah dan mempergunakan segenap
kemampuan yang dimilikinya ia berkata:
"Nak, ibu . . .ibu telah memaafkan semua kesalahanmu .
. kau . . . kau tidak bersalah, kesemuanya itu bukan . . .
bukan kesalahanmu!"
"Ibu!"
"Ibu dapat mati...lari., lantaran untuk menolongmu,
aku..aku akan matidengan hati puas..."
Selama hidup belum pernah Bunga iblis dari neraka
menyaksikan adegan perpisahan antara hidup dan mati
seperti ini, dia tak tahan menyaksikan peristiwa tersebut
lebih jauh, sambil menutup wajahnya ia menangis tersedusedu
. .
"Nak, ibu.... ibu merasa tidak tahan lagi . . . . " tiba tiba
Coa Siok oh berbisik lagi.
"Tidak, ibu! Kau pasti dapat hidup terus...."
"Ibu... ibu tak akan hidup lebih lama lagi, ibu., .ibu
menyayangimu...sayang....sayang hanya sedikit yang dapat
kuberikan untukmu....."
"Tidak, oh ibu! Terlalu banyak yang telah kau berikan
kepadaku, terlalu banyak . . . . "
"Tidak, ibu tidak memberi apa apa kepadaku.
...aku....akupun tidak dapat merawatmu serta mencintaimu
. . . tapi. . .tapi setiap hari aku.... aku selalu memikirkan
dirimu nak, aku....aku...."
"Ibu, aku tidak menyalahkan kau !"
"Asal .... asal kau tidak menyalahkan diriku .... aku . . .
akupun akan pergi dengan tenang."
Suara pembicaraan tersebut makin lama semakin lirih
sehingga akhirnya hampir tak kedengaran lagi, yaa,
malaikat elmaut telah menggapaikan tangan kepadanya,
selembar nyawanya sudah akan direnggut pergi dari alam
semesta yang penuh dengan kejadian
Apakah yang berhasil didapatkan sepanjang hidupnya?
Cinta pertamanya sebagai kuncup bunga yang layu sebelum
berkembang, hubungan kasih sayangnya dengan Phang Pak
bun hanya melintas bagaikan impian.
Meskipun ia kawin dengan Ong See liat di bawah
tekanan ayahnya, tapi cintanya yang sudah tak utuh itu
dipersembahkan juga kepadanya, sayang musibah selalu
mengikuti kemanapun dia pergi.
Suaminya telah mati, putranya hilang lenyap tak
berbekas.
Ketika akhirnya ia berhasil menemukan kembali
putranya, terjadi lagi peristiwa perebutan anak, yang mana
membuatnya penasaran dan lebih menderita.
Kalau ditanya apa yang berhasil diperolehnya selama ini,
maka hal itu tak lebih hanya pengakuan ibu dari putranya,
kecuali itu hampir tiada sesuatu apapun yang berharga
diperolehnya.
"Oooh ibu, kau harus hidup lebih lanjut kau harus hidup
lebih lanjut . . . . " jarit Ong Bun kim.
Dengan lemah perempuan itu gelengkan kepalanya.
"Ibu . . .ibu tak sanggup lagi, kalau kalau kau berhasil
lolos lolos dari kematian, jangan . . . jangan lupa untuk . . .
untuk membalaskan deadam baa bagi ayahmu..."
Tiba-tiba kepalanya terkulai ke samping dan
menghembuskan napas penghabisan.
"Ibu . . . !" bagaikan orang gila Ong Bun kim
menggoncang goncangkan tubuh Coa Siok oh.
Pukulan batin diterimanya ini terlampau berat, menyusul
teriakan itu, dia muntah darah segar dan tubuhnya segera
terjatuh di samping tubuh ibunya.
Peristiwa ini sungguh merupakan suatu tragedi yang
memilukan hati setiap orang.
Bunga iblis dari neraka yang menyaksikan kejadian itu
menjerit keras karena kaget, isak tangisnya seketika
berhenti.
Untuk sesaat suasana menjadi hening . . . sepi....tak
kedengaran sedikit suarapun.
Ong Bun kim adalah seorang yang sudah menderita luka
parah, mana sanggup ia terima pukulan batin itu? Dengan
cepatnya pemuda itu jatuh tak sadarkan diri ....
Sambil menahan lelehan air matanya, Bunga iblis dari
neraka harus mempergunakan segala daya upaya untuk
menolong pemuda itu, akhirnya setelah bersusah payah
sekian lama, Ong Bun kim sadar kembali dari pingsannya
...
"Di ... di manakah ibuku?" bisiknya seperti orang yang
kehilangan ingatan.
"Dia ... dia telah meninggal dunia!"
"Yaa, ... dia memang telah mati . . . . . yaaa, sudah mati .
. . . "
"Adik Ong, orang yang sudah mati tak akan bangkit
kembali, kau . . . kau tak usah terlampau sedih . . ." hibur
Bunga iblis dari neraka dengan suara pedih.
"Benar apa harganya nyawa seorang manusia? Hidup
yaa hidup, mati yaa mati . . . . aaai, aku . . . bukankah aku
sendiripun seseorang yang sudah mendekati pada
ajalnya...?"
"Tidak, kau tidak bakal mati!"
"Aku tahu aku bakal . . . mati, isi perutku seperti dibakar
dengan api, punggungku sakit seperti diiris iris, dan
kesadaranku . . . makin lama . . . makin pudar ...."
"Kau... kau tidak akan mati!" jerit gadis itu seperti orang
histeris.
Tapi ia mengerti bahwa malaikat kematian sedang
menggapai ke arah Ong Bun kim, dia akan merenggut
selembar nyawanya yang berharga itu.
Tiba-tiba Ong Bun kim seperti dapat menyadari akan
sesuatu, soal mati hidupnya tidak dipikirkan lagi dalam
hatinya, seperti orang bodoh ia bergumam:
"Baiklah, matipun tak apa di alam baka aku ..... aku
bakal bertemu dengan ayah yang belum pernah kujumpai . .
. aku pun akan bertemu kembali dengan ibuku .... yang baru
meninggal, kita .... kita sekeluarga bakal ber-kumpul
kembali di alam baka ... "
"Tidak . . . jangan kau teruskan ucapanmu." teriak Bunga
iblis dari neraka cepat-cepat. Ong Bun kim tertawa sedih.
"Di alam semesta aku telah memperoleh kasih sayang,
apa lagi yang hendak kuharapkan.."
Tanpa terasa meleleh juga dua baris air mata, air mata
menjelang saat tibanya ajal.
"Adik Ong . . ." teriak gadis itu.
Ia mendekap di atas tubuhnya sambil menangis tersedu
sedu . . . seperti sedang menangisi kematian kekasihnya.
"Dalam . . . dalam kehidupan manusia yang penuh
kesuraman ini, kau telah memberikan cinta kepadaku . . ,.
kau telah memberikan pula kebahagiaan yang singkat
kepadaku, aku . . . aku merasa berterima kasih sekali
kepadamu."
"Kau . . . kau jangan berbicara lagi . . ."
Ucapan tersebut disertai isak tangis yang mengenaskan,
membuat suasana kian bertambah sedih dan murung . . .
mereka saling berpelukan dah menangis, yaa, dalam sedetik
menjelang perpisahan tersebut mereka harus manfaatkan
kesempatan yang ada dengan sebaik baiknya, sebab
selewatnya itu, njungkin mereka tak akan berjumpa lagi.
Mendadak ....
Bunga iblis dari neraka merasakan tubuh Ong Bun kim
mulai tak bertenaga, kelopak matanya mulai merapat,
sedang sepasang tangan yang digunakan untuk
memeluknya kini menjadi lemas dan terkulai ke bawah.
"Adik Ong . . . . " seperti orang kalap ia menjerit.
Jeritan tersebut ibaratnya jeritan yang muncul dari dasar
jiwanya, Ong Bun kim dapat mendengarnya tapi tak
mampu menjawab lagi, dalam keadaan demikian tubuhnya
sudah tak berfungsi sebagaimana mestinya lagi.
Ia mendekap di atas tubuhnya dan menangis tersedu
sedu... Tiba-tiba . . .
Serentetan suara langkah manusia ber-kumandang
memecahkan keheningan dan menyadar-kan kembali
Bunga iblis dari neraka dari isak tangisnya yang penuh
kepedihan.
Dengan cepat ia mengalihkan perhatiannya ke arah
mana bsrasaloya suara itu, tampak sesosok bayangan
manusia berbaju abu-abu pelan-pelan berjalan ke luar dari
balik hutan, dalam sekejap mata mereka telah berdiri saling
berhadapan muka.
Orang itu bukan lain adalah gadis berbaju abu-abu yang
berwajah pucat, berambut panjang dan bermuka murung
dan sedih yang pernah dijumpai Ong Bun kim itu.
Ketika itu tanpa mengucapkan sepatah kata-pun mereka
telah berpisah, kini dikala Ong Bun kim tak mampu
berbicara lagi, kembali ia telah munculkan diri.
Bunga iblis dari neraka tertegun!
Dari mimik wajah gadis berbaju abu abu itu sukar
rasanya untuk menemukan satu pergolakan emosi,
sekalipun ada, itupun hanya terbatas pada kesedihan dan
sikap yang murung.
Dalam pada itu, si dara berbaju abu abu itu telah
menatap Bunga iblis dari neraka sekejap, kemudian
tegurnya:
"Dia adalah kekasihmu?"
Mula mula Bunga iblis dari neraka tertegun, menyusul
kemudian dengan sedih dia manggut-manggut.
Nona itu mengernyitkan alis matanya, lalu berkata lagi:
"Aku lihat dia belum mati!"
"Sekarang belum tapi sudah hampir...."
Tampaknya nona berbaju abu abu itu mempunyai
perasaan yang sama, pelan pelan dia mengangguk.
"Bolehkah aku periksa keadaan tubuhnya serta
melihatnya apakah dia masih bisa diselamatkan atau tidak?"
Bunga iblis dari neraka segera merasakan semangatnya
berkobar kembali, segera dia berseru:
"Baik, silahkan kau periksa ke dadanya sekarang juga!"
Nona berbaju abu abu itu maju menghampiri ke depan,
lalu berjongkok di sisi tubuh Ong Bun kim dan mencekal
urat nadinya dengan wajah serius, makin lama ia
memeriksa denyutan nadinya, paras muka nona itu berubah
makin aneh.
Tak terlukiskan rasa cemas Bunga iblis dari neraka
setelah menyaksikan kejadian itu buru-buru tanyanya:
"Apakah dia masih dapat ditolong?"
Nona berbaju abu abu itu menghela napas panjang,
"Aaaai susah, kecuali..."
"Kecuali kenapa?"
"Kecuali mata uang kematian, tak seorang manusiapun
dapat menyelamatkan selembar jiwanya!"
"Apa? Mata uang kematian?" seru bunga iblis dari neraka
agak tertahan, rupanya nona itu merasa sangat kaget.
"Yaa, benar! Harus ada mata uang kematian !"
Untuk sesaat lamanya Bunga iblis dari neraka berdiri
tertegun di situ, hampir saja dia mencurigai bahwa
telinganya telah salah mendengar, sebab perkataan tersebut
kenyataannya jauh sekali berhubungan dengan urusan yang
sebenarnya.
Mata uang kematian bukan suatu bahan obat mustajab
yang bisa dipakai untuk menyembuhkan penyakit orang,
lebih lebih bukan sebutir kimwan yang bisa menghidupkan
kembali orang yang setengah mati, nama mungkin benda
tersebut dapat menolong selembar nyawa Ong Bun kim?
Untuk sesaat lamanya Bunga iblis dari neraka hanya bisa
berdiri tertegun di situ sambil mengawasi wajah si nona
berbaju abu abu yang misterius itu dengan termangu
mangu.
"Aku berbicara sejujurnya" demikian si nona berbaju abu
abu itu menegaskan kembali, "kecuali mata uang kematian,
tak seorangpun mampu untuk menyelamatkan jiwanya!"
"Kenapa?"
"Apakah kau tidak tahu bahwa mata uang kematian
adalah benda benda peninggalan dari Iblis cantik pembawa
maut?"
"Yaa, aku tahu!"
"Si ong mo ci atau Iblis cantik pembawa maut adalah
seorang jagoan aneh dari dunia persilatan yang tersohor
sekali namanya, ilmu silat yang dimilikinya sangat tinggi,
dan mata uang kematian tersebut justeru mencantumkan
letak di mana ia sedang terkurung!"
Sesudah mendengar penjelasan tersebut, Bunga iblis dari
neraka baru mengerti apa sebabnya mata uang kematian
dapat digunakan untuk menolong selembar jiwa Ong Bun
kim.
Sekalipun demikian, sebuah pertanyaan masih juga
memenuhi benaknya, kembali ia berkata:
"Sekalipun ia berhasil mendapatkan mata uang
kematian, jiwanya tak mungkin bisa bertahan sekian lama,
paling tidak jiwanya cuma dapat bertahan kira kira satu jam
lagi."
"Aku dapat menolongnya untuk hidup selama sepuluh
hari lagi, dalam sepuluh hari itu, keadaannya tak ubahnya
seperti seorang manusia biasa, hawa beracun dari pedang
Liu-yap-kiam yang bersarang di tubuhnyapun tidak akan
kambuh kembali, tapi ia tak boleh turun tangan melakukan
perkelahian ataupun mengerahkan hawa murni yang
dimilikinya, sebab setiap kali ia berkelahi maka
kemungkinan besar nyawanya yang tinggal sepuluh hari itu
akan berkurang menjadi hanya delapan hari atau bahkan
cuma lima hari belaka!"
Perkataan itu cukup menggetarkan sukma Bunga iblis
dari neraka, timbul sebercak sinar harapan dari dalam
hatinya, sebab bagaimanapun jua waktu yang tersedia
selama sepuluh hari tentu jauh lebih besar dari pada waktu
yang cuma satu jam, siapa tahu dalam sepuluh hari yang
tersedia, ia sudah akan berhasil mendapatkan mata uang
kematian tersebut.
"Kalau begitu, tolonglah selembar jiwanya!" pinta Bunga
iblis dari neraka setelah termenung sejenak.
Paras muka si nona berbaju abu-abu itu masih tetap
tawar tanpa emosi, di antara berkelebatnya jari-jari tangan,
secara beruntun dia menotok beberapa buah jalan darah
penting di sekujur badan Ong Bun-kim, setelah itu dia
mengeluarkan sebungkus bubuk obat dari sakunya dan
dituangkan ke mulut Ong Bun-kim.
Begitu hawa racun yang bersarang dalam tubuh Ong
Bun-kim telah ditutup oleh nona berbaju abu-abu tadi, dia
lantas menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh anak
muda itu guna menyembuhkan luka yang dideritanya,
pelan-pelan paras muka Ong Bun-kim pulih kembali
menjadi segar dan bersemu merah.
Sekali lagi nona berbaju abu-abu itu menatap sekejap
wajah Ong Bun-kim dengan sepasang biji matanya yang
sayu dan penuh kemurungan itu, kemudian dibukanya
bungkusan berisi obat itu dan dituangkan ke mulut si anak
muda itu.
Selanjutnya kepada Bunga iblis dari neraka dia berkata:
"Kini luka dalamnya telah sembuh kembali, sedang
hanya racunnya telah kubendung untuk sementara waktu,
bila sepuluh hari sudah lewat maka sekujur tubuhnya akan
menghitam dan jiwanya akan melayang meninggalkan
raganya."
"Aku tahu!"
00oodwoo00
BAB 21
APABILA kau tidak menginginkan kematiannya, maka
dalam sepuluh hari ini mata uang kematian harus berhasil
kau temukan, kalau tidak tak seorang manusiapun dalam
dunia persilatan dewasa ini yang sanggup menyelamatkan
selembar jiwanya," kata nona berbaju abu-abu itu lagi.
"Aku pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mendapatkan mata uang kematian!"
"Ingat baik-baik pesanku, jangan mengijinkan dirinya
untuk turun tangan, sebab satu kali dia berkelahi maka
akibatnya harapan untuk hidup akan semakin tipis, aku
percaya kau dapat memahami perkataanku! Nah, aku akan
pergi dulu!"
Dengan penuh perasaan berterima kasih Bunga iblis dari
neraka memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba ia
menegur:
"Kenapa kau bersedia menolong jiwanya?"
"Aku ?"
Dengan perasaan tak menentu dan sinar mata yang
bertambah sayu dia tertawa, sekulum senyuman yang
makin menterakan rasa sedih di atas wajahnya, dengan
sedih ia berkata:
"Aku sendiripun tidak tahu....mungkin saja dalam
penghidupan manusia yang serba menyedihkan ini, aku dan
dia mempunyai nasib yang sama menderitanya."
"Aku dapat merasakan bahwa wajahmu amat sayu, dan
murung..."
Nona berbaju abu-abu itu tertawa getir.
"Apakah kau sendiri tidak demikian? Hanya saja kau
berbeda dengan aku, kau dapat menyembunyikan semua
kesedihan dan kemurunganmu di dalam hati, agar
senyuman menutupi dan menyembunyikan kemurungan
serta kesedihanmu itu."
"Tahukah kau manusia macam apakah aku ini?"
"Yaa, aku tahu."
Tiba-tiba di atas wajah si Bunga iblis dari neraka yang
cantik terlintas rasa sedih yang amat tebal, air mata segera
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
"Ucapanmu memang benar, aku paksakan senyuman
untuk selalu menghiasi bibirku, aku ingin membuang untuk
sementara waktu kesedihan serta iemurungan yang
menguasai perasaanku "
Sekali lagi si nona berbaju abu-abu itu tertawa getir.
"Kau telah mencintainya?" dia bertanya.
Setelah menghela napas ringan, kembali ia melanjutkan:
"Dia adalah seorang lelaki yang sudah terbiasa menerima
semua kenyataan yang pahit dan penuh kegetiran, kau
memang harus memberikan cintamu kepadanya, sebab dia
membutuhkan itu!"
"Semoga saja aku dapat mencintainya!" bisik Bunga iblis
dari neraka sambil tertawa getir.
"Semoga kalian dapat saling cinta mencintai, nah aku
hendak pergi lebih dulu!"
Nona berbaju abu abu itu segera bangkit berdiri,
kemudian dengan membawa tubuhnya yang lesu dan sayu
dia berlalu dari situ dan lenyap di balik pepohonan....
Memandang bayangan punggung si nona berbaju abuabu
yang pergi menjauh, Bunga iblis dari neraka menghela
napas panjang, tiba-tiba ia menemukan bahwa gadis itu
terlampau mengenaskan, seakan-akan nasibnya memang
sudah ditakdirkan demikian.
Ia menghela napas sedih, lalu bisiknya:
"Terlalu banyak perempuan yang tidak beruntung hidup
di dunia ini....seperti juga dia...."
Belum habis gumaman tersebut ketika Ong Bun-kim
sadar kembali dari pingsannya, pelan-pelan ia mengawasi
sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya sorot mata yang
penuh diliputi perasaan heran dan penuh tanda tanya itu
berhenti di atas wajah Bunga Iblis dari neraka.
"Aku aku masih hidup?" bisiknya.
Dengan sedih Bunga iblis dari neraka mengangguk.
"Yaa, kau masih hidup...."
Tampaknya Ong Bun-kim merasa bahwa hal ini tak
mungkin terjadi, ia merasa sukmanya seakan-akan telah
terlepas meninggalkan tubuh kasarnya, mana mungkin dia
masih hidup? Hal ini tak akan mungkin bisa terjadi....!
Dia bangkit dan duduk di atas tanah, tapi kenyataan
telah terbentang di depan mata, kenyataan membuktikan
bahwa dia masih hidup, hidup secara sungguh-sungguh di
dunia ini.
"Siapa yang telah menyelamatkan jiwaku?" akhirnya
pemuda itu bertanya lagi setelah tertegun sekian lama.
"Seorang perempuan berbaju abu-abu...."
Bunga iblis dari nerakapun menuturkan kembali
pengalamannya ketika muncul seorang nona berbaju abuabu
dan turun tangan menyelamatkan selembar jiwa si anak
muda itu.
Akhirnya ia menambahkan:
"Seandainya dia tidak datang tepat pada waktu-nya,
mungkin kau benar-benar sudah mati."
Ong Bun - kim sudah pernah berjumpa dengan nona
berbaju abu-abu itu, tapi dia tak menyangka kalau ia bakal
menyelamatkan jiwanya, dalam detik itu bayangan tubuh si
nona berbaju abu-abu yang sayu dan diliputi kesedihan itu
melintas kembali dalam benaknya...
Sesaat kemudian sambil tertawa getir dia ber-kata:
"Aaaai sungguh tidak kusangka kalau ia telah
menyelamatkan jiwaku."
"Sekalipun demikian, kau hanya mempunyai
kesempatan hidup selama sepuluh hari!"
"Sepuluh hari?" sekujur badan Ong Bun-kim segera
bergetar keras, ditatapnya sekejap wajah Bunga iblis dari
neraka dengan perasaan tercekat, lalu serunya kembali:
"Jadi... jadi aku masih bisa hidup sepuluh hari saja?"
"Yaa, cuma sepuluh hari."
"Apa bedanya hidup sepuluh hari dengan mati?"
"Tidak, tentu saja besar bedanya, paling tidak kau masih
mempunyai harapan untuk hidup."
"Harapan apa?"
"Asal mata uang kematian berhasil ditemukan, kau pasti
akan selamat yaa, kecuali mata uang kematian bisa
didapatkan...."
"Maksudmu mata uang kematian dapat menyelamatkan
jiwaku?"
"Benar!" jawab Bunga iblis dari neraka, "sebab mata
uang kematian menunjukkan di mana Iblis cantik pembawa
maut disekap, kecuali iblis cantik pembawa maut, dalam
dunia persilatan dewasa ini tiada orang kedua lagi yang bisa
menolong jiwamu."
"Tapi .... tapi .... tidakkah hal ini terlalu sukar..."
"Sekalipun terlalu sukar untuk didapatkan, toh jauh lebih
baik demikian sebab bagaimana pun jua harapan masih
tetap ada!"
"Benar, manusia memang bisa hidup karena mempunyai
harapan, ada harapan memang jauh lebih baik dari pada
sama sekali tiada harapan."
"Oleh karena itulah aku pasti akan berusaha untuk
mendapatkan mata uang kematian bagimu."
Ong Bun-kim tertawa getir.
"Budi kebaikan yang kau lepaskan kepadaku, entah
dengan cara apa aku Ong Bun kim akan membalasnya, aaai
..."
"Jangan membicarakan soal membalas budi. bukan
pembalasan yang kuharapkan dari apa yang kulakukan
selama ini bagimu ..."
"Sekarang, bersediakah kau memberitahukan kepadaku
siapa namamu?"
"Tentu saja bersedia, aku bernama Tan Hong-hong!"
"Enci Tan, aku..."
Ketika sinar matanya menyapu sekejap jenazah Coa Siok
oh yang tergeletak di atas tanah, mendadak sekujur
badannya gemetar keras, rasa sedih kembali muncul dalam
hatinya dan mencekam seluruh perasaannya, tanpa di
sadari titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Bunga iblis dari neraka yang menyaksikan kejadian
tersebut tentu saja mengetahui bagaimanakah perasaan Ong
Bun kim ketika itu, segera hiburnya dengan lembut.
"Adik Ong, kau tak usah bersedih hati yang kelewat
sangat . . ."
"Aku benar benar berbuat salah kepadanya, aku telah
melakukan suatu tindakan yang keliru kepadanya !"
"Aku yakin dia pasti akan memaafkan kesalahanmu itu,
mari kita kubur jenazahnya!"
Melotot sebesar gundu sepasang biji mata Ong Bun kim,
sambil menggigit bibir menahan rasa dendam serunya:
"Siau Hui-un akan kucari dan kucincang tubuhnya
menjadi berkeping-keping, dialah penyebab terjadinya
peristiwa berdarah ini, ia berperan terlalu mirip dengan
keadaan sesungguhnya... perempuan berhati bisa,
perempuan berhati ular berkepala manusia, bila aku tak bisa
mencincang tubuhnya menjadi kepingan-kepingan kecil,
aku bersumpah tak akan menjadi manusia."
Berbicara sampai di situ, hawa napsu membunuh yang
tebal dan mengerikan segera menyelimuti seluruh
wajahnya, begitu seram milik wajahnya ketika itu membuat
siapapun yang menyaksikan ikut merasakan bergidik.
"Jangan, jangan kau lakukan perbuatan itu" pinta Bunga
iblis dari neraka dengan nada setengah merengek, "kau tak
boleh mengerahkan tenaga lagi untuk berkelahi!"
"Kenapa?"
"Sebab bila kau sampai bertenaga apalagi berkelahi
dengan orang, maka nyawamu hanya akan bertahan selama
lima hari saja!"
Mendengar jawaban tersebut, Ong Bun kim segera
tertawa dingin tiada hentinya.
"Heehhh . . . heehbh . . . heeehhh . . . , lima haripun
sudah lebih dari cukup bagiku, asal Siau Hui un dapat
kubunuh sampai mampus, sekalipun detik itu juga aku
mampus, akupun akan mampus dengan hati yang lega!"
Bunga iblis dari neraka menghela napas panjang.
"Aaaai.... dengan cara apa kau hendak membinasakan
dirinya?" ia bertanya.
"Aku hendak membunuhnya dikala ia sedang tidak
menaruh perhatian kepadaku!"
"Yaa, aku tak dapat melarang keinginanmu, terserahlah
apa yang ingin kau lakukan, sekarang lebih baik kita kubur
dulu jenazah ibumu!"
Ong Bun-kim mengangguk dengan sedih, maka kedua
orang itupun segera turun tangan untuk mengebumikan
Coa Siok oh, perempuan yang malang itu ke dalam tanah.
Nasib yang buruk dan kejam telah mendatangkan
kepedihan kekecewaan sepanjang hidupnya, sekarang
semuanya telah berakhir, semuanya telah lenyap mengikuti
lenyapnya badan tertimbun tanah liat.
Berdiri termangu di depan kuburannya yang baru, tanpa
sadar Ong Bun kim mengucurkan titik air mata menyesal,
diam-diam ia berjanji dalam hatinya:
"Ooh ibu! Selama aku tidak mati, aku pasti akan
membalaskan dendam bagi sakit hatimu, beristirahatlah
dengan tenang..."
Lama, lama sekali ia berdiri termangu sebelum akhirnya
berlalu dengan berat hati meninggalkan tempat itu.
Ong Bun kim dan Bunga iblis dari neraka pelan-pelan
berjalan menembusi jalan setapak... wajah mereka diliputi
oleh kemurungan, kesedihan dan kesayuan yang
mengenaskan.
Mereka berdua sama-sama tercekam dalam jalan
pemikirannya sendiri-sendiri, masing-masing terbuai dalam
kenangan dan persoalan yang berbeda... tapi ada satu
kesamaan mereka, yakni kedua-duanya berada dalam
keadaan melamun.
Apa yang dipikirkan Ong Bun kim ketika itu tidak lain
adalah soal membalas dendam, bagaimana caranya
membunuh Siau Hui un, perempuan licik dan keji yang
telah mengoyak-ngoyakkan kehidupannya.
Sedang Bunga iblis dari neraka terbuai dalam pemikiran
bagaimana caranya mendapatkan mata uang kematian.
Tanpa mata uang kematian, tak mungkin Ong Bun kim bisa
hidup lebih jauh.
Tapi, diantara enam biji mata uang kematian, dua biji
diantaranya berada di tangan Kui jin suseng, sedang empat
biji yang lain berada di Hiat hay longcu, di manakah kedua
orang itu berada sekarang?
Ia harus mendapatkan kembali semua mata uang
kematian dalam jangka waktu seluluh hari, hal ini sungguh
merupakan suatu pekerjaan yang sulit dan tidak gampang
dilaksanakan.
Berpikir sampai di situ, tanpa sadar Bunga iblis dari
neraka bertanya.
"Sekarang kau hendak pergi ke mana?"
"Pergi ke lembah Sin li kok dan mencari kokcunya Siau
Hui un untuk membuat perhitungan..."
Belum habis perkataan itu berkumandang, mendadak
terdengar suara tertawa dingin yang menggidikkan hati
berkumandang memecahkan kesunyian.
"Heeehhh...heeehhh....heeehh...Ong Bun kim kau
anggap dendam sakit hatimu bisa kau tuntut balas ?"
Paras muka Ong Bun kim dan Bunga iblis dari neraka
sama sama berubah hebat, serentak mereka memutar
tubuhnya ke arah mana berasalnya suara ejekan tadi.
Tapi begitu mengetahui siapa yang berdiri di
hadapannya, sekujur badan Ong Bun kim segera gemetar
keras, serunya tertahan:
"Aaaah .... kau ?"
"Benar, akulah Siau Hui un !"
Dalam saat dan keadaan seperti ini ternyata Siau Hui un
bisa munculkan diri di tempat tersebut, kejadian ini
sungguh berada di luar dugaan Ong Bun kim, hawa napsu
membunuh yang tebal seketika itu juga menyelimuti seluruh
wajahnya.
"Adik Ong, diakah musuh besar ibumu?" bisik Bunga
iblis dari neraka dengan lirih.
"Benar, aku hendak membinasakan perempuan bangsat
ini!"
Siau Hui un tertawa dingin tiada hentinya.
"Heehh...heeehhh...heeehhh...Ong Bun kim, aku tidak
menyangka kau masih belum mampus di ujung pedang Liu
yap kiam tersebut..."
Dengan kalap Ong Bun kim tertawa seram.
"Haaahhh...haahhh...haahhh...Siau Hui un, kau
perempuan yang berhati keji seperti racun ular, bukan
ayahku saja yang telah kau celakai, akupun hendak kau
bunuh. Bila aku tidak bisa mencincang tubuhmu menjadi
berkeping keping, aku bersumpah tak akan menjadi
manusia, sekarang aku memang hendak mencarimu---"
"Hmm--- ! Kau anggap hanya dirimu yang mencariku?
Ketahuilah akupun sedang mencarimu..."
"Bagus sekali...aku tidak mengira kalau kau telah
menggunakan siasat yang begitu tak tahu malu dan rendah
derajatnya, kau babi perempuan biadab..."
Siau Hui un tertawa seram, selangkah demi selangkah
dia mendekati Ong Bun kim lalu tegur nya lagi:
"Sekarang gurumu berada di mana?"
"Mau apa kau?"
"Aku sedang mencarinya!"
"Huuuh...kau perempuan macam babi biadab masih
belum berhak untuk mengetahui hal itu."
"Ong Bun kim, ketahuilah kau, selama ini aku selalu
mengikuti ke mana kau pergi, tujuanku tak lain adalah ingin
membunuhmu setelah kau mengerti duduk perkara yang
sesungguhnya..."
"Jadi kau telah mengakui bahwa kau bukan ibuku?^
bentak Ong Bun kim dengan geramnya.
"Benar." jawab Siau Hui un dingin, "aku memang bukan
ibumu, ibu kandungmu Coa Siok oh telah mampus di ujung
pedang Liu yap kiam lantaran untuk melindungi kau . . !"
"Jadi kaupun telah mengaku bahwa kau juga yang telah
mencelakai ayahku . . . ?"
"Benar!"
"Mengapa kau harus membinasakan ayahku? Hayo
jawab!" teriak Ong Bun kim sangat marah.
"Kau tak usah tahu tentang urusan ini!"
"Kalau begitu kau mengaku-ngaku sebagai ibuku selama
ini tak lain karena ingin mendapatkan sebuah benda dari
tubuhku?"
"Tepat sekali ucapanmu!"
Selapis hawa pembunuhan yang tebal dan mengerikan
segera menyelimuti seluruh wajah Ong Bun kim, saking
besarnya luapan emosi yang mencekam anak muda itu,
membuat sekujur badannya gemetar keras.
Harpa besi yang tergantung pada punggungnya segera
dilepaskan, kemudian bertanya:
"Siau Hui un, aku hendak menjagal tubuhmu!"
"Heeehh...heeehh....heeehh..... akupun hendak
melenyapkan nyawa anjingmu dari muka bumi!" ejek Siau
Hui un sambil tertawa dingin.
Ong Bun kim tertawa seram, tubhhnya seperti macan
terluka langsung menerjang ke arah Siau Hui un . . . .
Paras muka Bunga iblis dari neraka berubah hebat,
bentaknya:
"Adik Ong, jangan turun tangan sendiri, biar aku yang
membinasakan bangsat itu."
Secepat anak panah yang terlepas dari busurnya Bunga
iblis dari neraka melompat ke depan dan menghadang di
hadapan Ong Bun kim.
"Menyingkir kau!" bentak Ong Bun kim tiba tiba.
Paras muka Bunga iblis dari neraka berubah hebat,
bisiknya dengan suara gemetar:
"Kau . . ."
"Aku hendak turun tangan sendiri untuk membunuh
perempuan terkutuk itu . . ."
"Tapi kau ... "
"Tak usah banyak bicara lagi, aku sudah tidak tahan, aku
harus mencincang tubuhnya sekarang juga .... "
Dalam pada itu Siau Hui un telah meloloskan sebilah
kutungan pedang yang panjangnya dua depa dari
punggungnya, lalu dengan wajah diliputi napsu membunuh
ia berseru:
"Tak seorangpun di antara kalian yang dapat kabur dari
cengkeramanku!" Setelah berhenti sebentar, kembali
ujarnya:
"Ong Bun kim sebetulnya aku tidak ingin membunuh
kau, tapi sekarang, mau tak mau pembunuhan ini harus
kulaksanakan!"
"Karena aku telah berhasil membongkar kedok
kelicikanmu?" ejek Ong Bun kim sinis.
"Benar!"
"Kau memang seorang perempuan yang benar-benar
amat jahat dan kejam, bukan ayahku saja telah kau bunuh,
kaupun hendak membuat aku jadi gila, kau hendak suruh
aku membunuh ibu kandungku sendiri kau perempuan
biadab."
"Apa salahku? Itu toh merupakan rencana bagus yang
telah kususun dengan cermat, cuma rencanaku itu kini
sudah kau ketahui . . . kenapa kau?"
Ong Bun kim tak dapat mengendalikan perasaannya lagi,
ia segera membentak nyaring.
"Enci Tan, minggirlah kau, hendak kujagal perempuan
biadab yang tak tahu malu ini!"
Di tengah bentakan nyaring, secepat kilat Ong Bun kim
menerjang ke arah tubuh Siau Hui un, harpa besinya
diayunkan kemuka dan diiringi deruan angin tajam ia
melepaskan sebuah serangan maut.
Di dalam melancarkan serangan mautnya itu, Ong Bun
kim telah sertakan juga segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman
tersebut.
Siau Hui un mengejek dingin, tangannya lantas
digetarkan dan kutungan pedangnya disertai kilatan cahaya
tajam melepaskan pula sebuah serangan yang tak kalah
dahsyatnya ke tubuh lawan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tubuh Ong Bun kim
segera terdesak rnundur selangkah.
Dari bentrokan yang berlangsung dalam satu gebrakan
ini, segera dapat diketahui siapakah di antara kedua orang
itu yang lebih tangguh.
Berbicara dari kemampuan ilmu silat yang di miliki Ong
Bun kim, tampaknya ia masih selisih jauh bila
dibandingkan dengan Siau Hui un.
Memang, tenaga dalam yang dimiliki Ong Bun-kim
bukan tandingan Siau Hui-un, lagi pula tanpa keyakinan
yang masak mana berani Siau Hui-un mendatangi tempat
itu seorang diri ?
Bunga iblis dari neraka yang mengikuti jalan nya
pertarungan itu segera berubah paras mukanya, ia tahu
betapa gawatnya keadaan Ong Bun-kim ketika itu.
Jangankan untuk membalas dendam, bisa jadi selembar
nyawapun bakal ikut kabur.
000ooodwooo000
BAB 22
PARAS muka Ong Bun-kim ikut pula berubah hebat, ia
membentak nyaring, serangannya makin dipercepat dan
sekali lagi ia menubruk ke arah Siau Hui-un sambil
melepaskan dua buah serangan.
Siau Hui-un sendiripun tak mau unjukkan kelemahan
sendiri, napsu membunuhnya telah timbul dari dasar
hatinya, sambil membentak keras, pedang kutungnya secara
beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai yang
maha dahsyat.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu masing-masing
telah melancarkan lima buah serangan berantai.
Bunga iblis dari neraka hanya berdiri di sisi gelanggang
sambil bersiap sedia melepaskan serangan maut, mendadak
perasaannya bergetar keras, ia saksikan ilmu silat yang
dipergunakan Siau Hui-un terdapat banyak bagian yang
agak mirip dengan kepandaian silat milik Ong Bun-kim.
Hanya saja perubahan jurus serangan yang di pakai Siau
Hui-un jauh lebih sakti daripada jurus serangan milik Ong
Bun-kim, dan lagi dalam soal tenaga dalam pun ia jauh
lebih tinggi dari pada si anak muda itu.
Bunga iblis dari neraka menjadi tidak habis mengerti, dia
tak tahu kenapa kepandaian silat mereka berdua begitu
mirip antara satu dengan lainnya.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 8
DALAM pada itu, pertarungan antara Ong Bun kim
dengan Siau Hui-un telah berlangsung sepuluh gebrakan,
waktu itu posisi Ong Bun-kim sangat tidak menguntungkan,
tubuhnya terdesak mundur berulang kali, keadaannya
berbahaya sekali.
Tiba-tiba Toan kiam-giok-jin (Perempuan cantik pedang
kutung) Siau Hui-un membentak keras, sebuah serangan
dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, sementara jari
tangannya menyodok lengan kiri anak muda itu.
Tusukan pedang tersebut bukan cuma cepat, tapi
ganasnya bukan kepalang, sungguh hal ini merupakan suatu
ancaman bagi siapapun.
Waktu itu Ong Bun kim sendiripun sudah nekad dan
siap beradu jiwa, dia membentak pula, bukan menghindar
tubuhnya malah maju ke depan, sebuah serangan kilat
dilancarkan dengan menggunakan harpa besinya.
Bertarung secara adu jiwa semacam ini betul-betul di luar
dugaan Toan kiam giok jin Siau Hui un, dalam keadaan
seperti ini andaikata ia tidak menarik kembali pedangnya,
sekalipun Ong Bun kim bakal tewas di ujung pedangnya,
akan tetapi dia sendiripun pasti akan binasa termakan oleh
pukulan harpa baja dari Ong Bun kim.
Suasana menjadi kritis dan sangat berbahaya, cepat cepat
Siau Hui-un menarik kembali pedangnya sambil mundur....
"Sambutlah sebuah seranganku ini lagi!" bentak Ong Bun
kim. Harpa besinya diputar balik, secara beruntun ia
lancarkan kembali tiga buah serangan berantai.
Mendadak Siau Hui un membentak keras, pedangnya
berkelebat lewat, begitu membendung ancaman dari Ong
Bun kim, terletak tangan kirinya langsung membacok ke
bawah.
"Blaaang . . . .!" Ong Ban kim mendengus tertahan,
tubuhnya terhajar mundur sejauh tujuh delapan langkah
setelah termakan pukulan telak dari perempuan she Siau
itu...
"Uaaak . . . .!" anak muda itu muntah-muntah darah
segar, tak ampun tubuhnya segera roboh terjungkal ke
tanah.
Sesungguhnya Ong Bun kim adalah seseorang yang telah
menderita luka parah, ditambah lagi punggungnya sudah
terkena tusukan pedang Liu yap kiam. tentu saja
pertarungan itu sangat merugikan posisi maupun kekuatan
tubuhnya.
Kendatipun pukulan yang bersarang telak di atas
tubuhnya-itu tidak mengena pada bagian yang mematikan,
akan tetapi sudah cukup membuat Ong Bun kim muntah
darah segar dan roboh terjungkal ke atas tanah.
Begitu musuhnya berhasil dirobohkan, bagai-kan burung
elang menyambar kelinci, Siau Hui. un melompat ke tengah
udara dan langsung menerkam tubuh si anak muda itu . . .
Bunga iblis dari neraka tidak ambil diam, ketika Siau hui
un menerjang ke depan, diapun ikut melompat ke muka
serta menghadang jalan perginya, senjata pipa besinya
langsung disodok ke depan.
Serangan dari Bunga iblis dari neraka ini cepatnya bukan
kepalang, mau tak mau Siau Hui un harus menarik kembali
gerakan tubuhnya kalau tak ingin termakan sodokan lawan.
Paras mukanya kontan berubah hebat, tegurnya.
"Hey, mau apa kau?"
"Dan kau sendiri?" Bunga iblis dari neraka balik
bertanya.
"Aku hendak membunuhnya!"
Bunga iblis dari neraka segera tertawa dingin,
"Heeehh. . . heeehhh... heehhh . . selama aku berada di
sini, jangan harap kau bisa membunuhnya!"
"Oya? Aku tidak percaya...."
"Kenapa tidak dicoba?"
Siau Hui un tidak banyak berbicara, pedang kutungnya
segera diayun ke muka melancarkan tiga buah serangan
berantai, semuanya dilakukan dengan gerakan cepat dan
tertuju seluruh bagian mematikan di tubuh Bunga iblis dari
neraka.
Gadis itu membentak nyaring, tubuhnya melejit ke
tengah udara, Thiat piepanya secara beruntun melancarkan
juga tiga buah serangan berantai yang tak kalah dahsyatnya.
Bayangan manusia saling berkelebat lewat, ke tiga buah
serangan berantai yang dilancarkan Bunga iblis dari neraka
itu seketika mendesak Siau Hui un sehingga mundur tujuhdelapan
langkah dari posisinya semula sebelum berhasil
berdiri tegak.
Dari sini terbuktilah sudah bahwa kepandaian silat yang
dimiliki Bunga iblis dari neraka jauh di atas kepandaian
Siau Hui un.
Kejadian ini tentu saja sangat mengejutkan Siau Hui un
pribadi, mimpipun tak pernah di sangka olehnya bahwa
Bunga iblis dari neraka telah berhasil melatih ilmu silatnya
hingga mencapai tingkatan sedahsyat itu.
"Siau Hui un!" bentak Bunga iblis dari neraka kemudian,
"jika kau nekad turun tangan terus, jangan salahkan kalau
aku benar-benar akan menjagal selembar nyawamu!"
Perkataan itu diucapkan dengan disertai bawa napsu
membunuh yang amat tebal, membuat siapapun jua yang
mendengar merasakan hatinya menjadi bergidik, paras
muka Siau Hui un kontas saja berubah hebat.
Siau Hui un tak pernah menduga kalau si nona yang
masih muda itu ternyata memiliki kepandaian silat yang
luar biasa, sekalipun demikian sebagai seorang manusia
yang tinggi hati, ia tak mau menunjukkan kelemahannya
dihadapan orang.
Maka sambil tertawa dingin ejeknya:
"Aaaaa . . . belum tentu!"
Begitu ucapan terakhir diutarakan, seperti anak panah
yang terlepas dari busur ia melesat ke depan dan menerjang
ke arah Bunga iblis dari neraka, pedang kutungnya dengan
membawa desingan angin tajam langsung membacok ke
tubuh lawan.
"Bangsat, rupanya kau memang kepingin mampus."
bentak Bunga iblis dari neraka.
Senjata thiat pie pa nya mengikuti gerakan bayangan
tubuh menerjang ke muka, diantara berkilaunya cahaya
tajam tahu-tahu diapun telah melepaskan dua buah
serangan berantai.
Berbareng dikala Bunga iblis dari neraka turun tangan,
sesosok banyangan manusia bagaikan sebuah sukma
gentayangan telah menyambar ke arah Ong Bun kim dan
melarikan anak muda itu.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang tersebut, hal ini
membuat Bunga iblis dari neraka sama sekali tidak
merasakannya.
Waktu itu segenap perhatiannya hampir tertuju pada
pertarungan, dua buah serangan dilepaskan secara beruntun
yang memaksa Toan kiam giok jin Siau Hui un terdesak
kembali sejauh tujuh - delapan langkah ke belakang.
Belum puas dengan hasil yang dicapai, Bunga iblis dari
neraka kembali meluncur ke depan sambil melancarkan
sebuah serangan lagi. Dalam sekeja mata, kedua orang itu
sudah terlibat dalam dua puluh gebrakan lebih.
Ilmu silat yang dimiliki Siau Hui un nyatanya memang
bukan tandingan Bunga iblis dari neraka, duapuluh
gebrakan kemudian ia benar-benar sudah terdesak di bawah
angin, posisinya berbahaya sekali, dan ia tidak memiliki
kekuatan lagi untuk melancarkan serangan balasan.
"Roboh kau ..." mendadak Bunga iblis dari neraka
membentak keras.
"Blaaang . . . !" sebuah serangan bersarang telak di tubuh
Siau Hui un, membuat perempuan itu terpental sejauh satu
kaki lebih dan muntah-muntah darah segar.
"Kalau kau tidak segera enyah dari sini, jangan salahkan
kalau aku akan bertindak kejam!" bentak Bunga iblis dari
neraka sambil menggertak gigi menahan marah.
Siau Hui un tertawa dingin.
"Bagus sekali, kalau betul-betul bernyali, sebutkan siapa
namamu!"
"Bunga iblis dari neraka .... !"
Belum habis perkataan itu, dengan membawa lukanya
yang cukup parah Siau Hui un telah putar badan dan kabur
dari situ.
Di tengah keheningan yang mulai menyelimuti seluruh
jagad, tiba-tiba berkumandang suara tertawa dingin dari
belakang.
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . . . Bunga iblis dari
neraka, ilmu silatmu memang terhitung lihay sekali."
Betapa terpsranjatnya. Bunga iblis dari neraka setelah
mendengar teguran tersebut, dengan, cepat ia berpaling, tapi
paras mukanya Segera berubah hebat.
"Lepaskan dia ..." hardiknya.
Berbareng dengan bentakan itu, tubuhnya secepat
sambaran kilat menyerang ke depan dan berusaha
melepaskan Ong Bun kim dari cengkeraman orang itu
"Mundur!" orang itu kembali membentak nyaring, "kalau
tetap membangkang, jangan salahkan kalau kubunuh orang
ini lebih dulu!"
Mau tak mau Bunga iblis dari neraka harus menarik
kembali serangannya sambil menyurut ke belakang, pucat
pias wajahnya karena emosi.
"Hiat hay long cu . . . . mau apa . . . mau apa kau?"
bentaknya kemudian sambil menahan geram.
Tak salah lagi, yang datang memang Hiat hay long cu (
Si romantis dari Hiat hay ) Teng Kun adanya!
Kembali kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang
mengejutkan dan sama sekali di luar dugaan orang,
siapakah yang akan menduga kalau dia bakal menangkap
Ong Bun kim sebagai sandera dikala Bunga iblis dari neraka
sedang terlibat pertarungan seru melawan Siau Hui un?
Sekulum senyuman dingin yang sukar di lukiskan
dengan kata kata segera menghiasi raut wajahnya, ia
menjawab:
"Ooh . . . .sederhana sekali, aku hanya menginginkan
dua biji mata uang kematian yang berada di sakunya!"
Bunga iblis dari neraka tertawa dingin.
"Hmmm ..... kau jangan bermimpi di siang hari bolong,
mata uang kematian itu telah dibawa kabur orang!"
"Sungguhkah perkataanmu?"
"Kalau tidak percaya, mengapa tidak kau geledah sendiri
isi sakunya ?"
Hiat hay long cu merasa perkataan itu ada benarnya
juga, sekujur badan Ong Bun kim segera digeledah dengan
seksama, kenyataannya kedua biji mata uang kematian itu
memang betul betul sudah lenyap tak berbekas.
Paras mukanya segera berubah hebat, bentaknya:
"Siapa yang telah membawanya kabur?"
"Ku-jin suseng!"
"Sungguhkah itu?"
"Buat apa aku musti bohong?"
Hiat hay. long cu segera tertawa, dalam waktu yang
teramat singkat itu pelbagai perubahan berlangsung di atas
wajahnya, dia seakan akan sedang memikirkan sesuatu ....
"Hei, sekarang kau dapat melepaskan orang itu bukan?"
tegur Bunga iblis dari neraka dengan ketus.
"Aaaah hal ini mana boleh kulakukan?"
jawab Hiat hay long-cu sambil tertawa dingin.
"Lantas apa yang kau inginkan?"
"Sukar untuk dikatakan!"
Hawa pembunuhan sekali lagi menyelimuti seluruh
wajah Bunga iblis dari neraka, serunya:
"Teng Kun, tempo hari aku telah mengampuni selembar
jiwamu, jangan kau anggap aku tak mampu membunuhmu.
Bila kau berani mengganggu Ong Bun kim barang seujung
rambutpun, aku akan suruh kau mampus pula dalam
keadaan mengerikan."
Cukup menggidikkan hati orang perkataan dari Bunga
iblis dari neraka itu, demikian dingin dan seramnya dapat
membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Tapi Hiat hay long cu masih juga tertawa dingin tiada
hentinya.
"Heebhh . . . heeebhh . . . beeehhh . . . kau tak perlu
mengancam, sebab terhadap persoalan ini, aku tidak begitu
memikirkannya di dalam hati!"
"Jadi kau benar benar tak mau melepaskan orang itu?"
Hiat hay long cu tertawa tengik, sambil cengar cengir
penuh maksud cabul ia menggoyangkan kipasnya berulang
kali.
"Boleh saja bila kau menginginkan kulepaskan orang ini"
demikian ia berkata, "cuma ada satu syarat "
"Apa syaratmu itu? Cepat katakan!"
Hiat hay long cu tertawa seram.
"Tan Hong hong, tahukah kau bahwa aku Teng Kun
sudah lama sangat merindukan dirimu "
"Apa .... apa kau bilang?" teriak Bunga iblis dari neraka
dengan mata melotot besar.
Sekali lagi Hiat hay long cu tertawa dingin.
"Kalau kurang jelas baiklah kauterangkan dengan lebih
jelas lagi, sudah lama aku Teng Kun jatuh cinta kepadamu .
. . . ."
"Kurangajar, kau pingin mampus . . . . "
Bunga iblis dari neraka tak dapat mengendalikan hawa
amarahnya lagi, sambil membentak keras tubuhnya
menerjang ke depan, sebuah pukulan, dahsyat segera
disodokkan ke tubuh Hiat hay Iong cu.
Tapi sebelum serangan dari gadis tersebut berhasil
mengenai tubuhnya, Hiat hay long cu telah membentak:
"Kalau kau masih juga tak tahu diri, jangan salahkan
kalau kubunuh dirinya!"
Mendengar ancaman itu, Bunga iblis dari neraka tak
berani sembarangan berkutik lagi, sebab bagaimanapun jua
dia musti memikirkan juga keselamatan Ong Bun kim.
Terpaksa sambil menggertak giginya ia menahan gerakan
majunya dan berdiri termangu di situ.
Hiat hay long cu tertawa licik, katanya: "Tan Hong hong,
jangan kau anggap aku sedang merayumu, apa yang
kuucapkan benar-benar merupakan suara hatiku ... . "
"Kentut busukmu!"
"Hai Tan Hong-hong, jangan keburu marah dulu,
bagaimana kalau kita bertukai syarat "
"Apa syaratmu?"
"Nona Tan, kau tak usah berlagak bodoh lagi, boleh saja
Ong Bun kim kuserahkan kepadamu, tapi kaupun harus
ikut diriku!"
Bunga iblis dari neraka bersin beberapa kali,
bagaimanapun juga ucapan tersebut telah menimbulkan
suatu firasat tak enak dalam hati. nya, tanpa disadari
sekujur badannya gemetar keras .... yaaa, kejadian itu
merupakan suatu kejadian yang mengerikan dan
menakutkan baginya.
Tiba tiba ia seperti teringat akan suatu masalah, sambil
tertawa dingin ia berkata :
"Hei, aku ingin mengajukan suatu pertanyaan
kepadamu!"
"Silahkan nona tanyakan!"
"Apakah keempat buah biji mata uang kematian itu
berada di sakumu?"
"Benar!"
Bunga iblis dari neraka mengertak giginya menahan
emosi, dalam detik detik itulah dia harus mengambil
keputusan cepat, dia teramat mencintai Ong Bun kim, ia
harus menyelamatkan selembar jiwanya.
Ia hendak memberikan semua kebahagiaan kepada Ong
Bun kim serta meninggalkan penderitaan dan siksaan
kepada diri sendiri .... ia telah bertekad hendak
menggunakan kesucian tubuhnya untuk ditukar dengan
keempat biji mata uang kematian tersebut.
Baginya, jelas peristiwa ini merupakan suatu siksaan
batin, suatu penderitaan yang berkepanjangan, tapi kini
kenyataan telah berada di depan mata, ia harus berani
menghadapi kenyataan tersebut, sebab kecuali berbuat
demikian, sudah jelas tiada jalan lain lagi.
Yaa. kejadian itu memang merupakan suatu peristiwa
yang kejam dan sadis, seorang gadis rela mengorbankan
kesucian tubuhnya untuk ditukarkan dengan benda yang
dibutuhkan kekasihnya, kejadian apa lagi yang bisa
menangkan peristiwa semacam itu?
Hian hay long cu tertawa terkekeh kekeh, ejeknya:
"Wahai nona Tan, ada persoalan apa kau menanyakan
tentang mata uang kematian tersebut?"
Setelah mengambil keputusan dalam hatinya, Bunga iblis
dari neraka malahan merasa lebih tenang dan lega, ia
tertawa ewa.
"Bukankah kau berharap bisa mendapatkan tubuhku?"
katanya.
Hiat hay long cu segera tertawa cabul, dengan wajah
tengik sahutnya berulang kali.
"Betul! Betul sekali!"
"Boleh saja kalau kau menginginkannya, tapi aku pun
mempunyai sebuah syarat Apa syaratmu itu?"
"Kau berikan ke empat biji mata uang kematian dan Ong
Bun kim kepadaku, sebagai gantinya akan kuserahkan
tubuhku untukmu." Perkataan itu segera mencengangkan
hati si romantis dari Hiat hay long cu ini ia menjadi
tertegun dan lama sekali berdiri membungkam...
Setelah berpikir beberapa saat, iapun menjawab sambil
tertawa dingin:
"Seandainya aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu?"
"Kubunuh kau!"
Kembali Hiat hay long cu tertawa dingin, lama sekali ia
mempertimbangkan persoalan itu, akhirnya ia berkata lagi:
"Baiklah, aku akan menerima syaratmu itu, cuma aku
hendak mengajukan pula sebuah syarat yakni setelah
kejadian kau dilarang membalas dendam kepadaku!"
Mendengar jawaban tersebut, paras muka Bunga iblis
dari neraka berubah hebat, sungguh luar biasa tindakan
yang diambil Hiat-hay-long cu, melarangnya membalas
dendam? Bukankah hal ini akan memberi kesempatan
kepadanya untuk menguarkan berita tersebut di tempat
luaran ?
Bunga iblis dari neraka merasa menemui kesulitan untuk
menjawab, untuk sesaat lamanya ia hanya bisa tertegun di
sana.
00ooOdwOoo00
BAB 23
"BAGAIMANA keputusanmu?" tanya Hiat hay long Cu
kemudian setelah suasana hening untuk sesaat lamanya.
Bunga iblis dari neraka menggigit bibirnya kencangkencang,
akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah, tapi kaupun tak boleh memberitahukan
persoalan kita berdua ini kepada siapapun!"
"Baik, aku setujui"
"Kalau begitu, serahkan dulu Ong Bun kim dan keempat
biji mata uang kematian itu."
Pelan pelan Hiat hay long cu berjalan kehadapan Bunga
iblis dari neraka, kemudian katanya;
"Nona Tan, ilmu silatmu jauh di atas kepandaian silatku,
mau tak mau aku musti menotok dulu jalan darahmu, bila
permainan kita telah usia nanti kau baru akan kubebaskan
kembali."
Air muka Bunga iblis dari neraka amat sayu dan
murung, seluruh perasaannya seakan-akan telah menjadi
kaku dan mati rasa, dalam keadaan beginilah dengan suatu
gerakan yang aneh Hiat hay long cu menotok jalan darah di
atas tubuhnya.
Begitu jalan darahnya tertotok, segenap kekuatan yang
berada dalam tubuh Bunga iblis dari neraka menjadi buyar.
Sekali lagi Hiat hay long cu tertawa dingin, empat biji
mata uang kematian diambil ke luar dan diserahkan kepada
gadis itu, sedang Org Bun kim dibaringkan pula ke atas
tanah.
Suatu peristiwa yang kejam dan menakutkan akhirnya
berlangsung juga . . . Sambil tertawa cabul Hiat hay long cu
menarik tangan Bunga iblis dari neraka untuk memasuki
sebuah gua karang tak jauh letaknya dari situ...
Di dalam gua itulah dengan gerak gerik yang
memuakkan ia menelanjangi gadis itu, lalu menggagahinya
secara brutal ....
Ong Bun-kim masih tetap berbaring di atas tanah . . .
tahukah dia, bahwa suatu peristiwa yang memilukan hati
telah berlangsung lantaran dia ?
Impian indah pun buyar mengikuti berlangsungnya
peristiwa yang memilukan hati itu.
Bagaimanapun jua, gadis itu adalah gadis pertama yang
dicintainya, tapi kini gadis tersebut telah menyerahkan
kesucian tubuhnya untuk seorang manusia hidung bangor
yang cabul dan memuakkan.
Bila suatu ketika ia mengetahui akan kejadian ini, entah
bagaimanakah perasaannya ketika itu? Entah kejadian
mengerikan apa lagi yang bakal berlangsung?
Yaa, kejadian ini memang tak terbayangkan oleh
siapapun, jika Ong Bun kim tahu kalau Bunga iblis dari
neraka telah mengorbankan kesuciannya demi menolong
keselamatan jiwanya, dapatkah ia menerima pukulan batin
yang amat berat itu?
Tak lama kemudian, dari dalam gua ber-kumandang
suara gelak tertawa yang amat nyaring, dengan membawa
wajah yang puas dan bangga Hiat hay long cu berjalan ke
luar dari gua itu dan berlalu dari sana dengan gerakan
cepat.
Selang sejenak kemudian, Bunga iblis dari neraka dengan
wajah yang pucat dan air mata masih membasahi pipinya
berjalan ke luar pula dari gua itu, langkah tubuhnya
kelihatan agak sempoyongan ....
Ia tampak begitu sayu, begitu murung dan seperti orang
yang kehilangan semangat, terlampau berat pukulan batin
yang diterimanya itu, dan pukulan batin tersebut bukan
sembarang au orang bisa menahannya.
Tapi ia telah menerima kenyataan tersebut.
Impian yang indah indah kini telah buyar, terkoyakkoyak
ditangan seorang iblis.
Yang ditinggalkan untuknya sekarang hanya suatu
impian yang menakutkan, suatu kenangan yang buruk dan
tak akan terlupakan selamanya, entah perempuan macam
apapun, tak nanti mereka akan melupakan kejadian tersebut
hingga akhir hayatnya.
Dengan pandangan kosong dan langkah sempoyongan ia
berjalan mendekati Ong Bun kim.
Sampai detik itu Ong Bun kim masih tergeletak di tanah
dalam keadaan tak sadar.
Akhirnya Bunga iblis dari neraka berhenti di sisi tubuh
Ong Bun kim, memandang sang pemuda yang tergeletak
dalam keadaan tak sadar itu, tak kuasa lagi ia mendekap di
atas tubuhnya dan menangis tersedu sedu.
Sungguh memilukan hati suara tangisannya, semua
kesedihan dan penderitaannya dilampiaskan ke luar dalam
tangisannya itu.
Lama, lama sekali, ia baru menghentikan isak tangisnya,
hawa murni lantas disalurkan ke dalam tubuh Ong Bun kim
dan berusaha untuk mengobati lukanya.
Kurang lebih setengah jam kemudian, akhirnya Ong Bun
kim sadar kembali dari pingsannya ....
Ia duduk bersila dan mengatur sebentar pemapasannya,
setelah itu baru tanyanya:
"Enci Tan, ke mana perginya Siau Hui un?"
"Ia telah kabur!"
Sorot mata Ong Bun kim segera dialihkan ke atas wajah
Bunga iblis dari neraka, mendadak ia temukan paras muka
gadis itu berubah menjadi pucat menakutkan, wajahnya
tampak begitu layu, begitu luruh hingga mengharukan
sekali.
Tergetar juga perasaannya, tanpa sadar ia berseru.
"Enci Tan .... kau sakit?"
Hampir saja air matanya jatuh bercucuran ketika
mendengar pertanyaan itu, sambil menahan air matanya
agar jangan meleleh ke luar nona itu balik bertanya:
"Masa benar?"
"Yaa, benar, wajahmu kelihatan pucat sekali "
"Mungkin terlalu banyak tenaga yang kugunakan
sewaktu bertarung tadi, ketika kau masih tak sadar tadi,
Hiat hay long cu telah datang, aku berhasil mendapatkan ke
empat biji mata uang kematian itu..."
Ketika berbicara sampai di situ, nona itu betul-betul tak
kuasa menahan diri, hampir saja air matanya jatuh
bercucuran, ucapan itu jadi terputus sampai di tengah jalan
dan ia tak mampu berbicara lebih jauh.
Rupanya berita itu jauh di luar dugaan Ong Bun kim,
katanya: "Enci Tan, kau berhasil mendapatkan ke empat
biji mata uang kematian itu?"
"Benar!"
Dikeluarkannya ke empat biji mata uang kematian itu
dan diserahkan ke tangan Ong Bun kim.
Si anak muda itu merasakan hatinya bergolak keras,
tentu saja dia tak akan menyangka kalau ke empat biji mata
uang kematian tersebut di dapatkan Bunga iblis dari neraka
dengan menjual kesucian tubuhnya.
Ketika menerima mata uang kematian itu, sekujur badan
Ong Bun kim gemetar keras, katanya penuh luapan rasa
haru:
"Enci Tan, aku . . . aku tak tahu bagaimana harus
berterima kasih kepadamu . . . ."
"Itu bukan terhitung banyak bagimu!" sahut Bunga iblis
dari neraka sambil tertawa paksa.
"Enci Tan, mungkin saja aku masih ada kesempatan
hidup selama lima hari, dalam lima hari ini dapatkah kita
temukan guruku Kui jin suseng, hal ini masih merupakan
sultu kejadian yang sukar diduga sebelumnya . . . . "
"Kita bisa berusaha mencarinya dengan sepenuh tenaga .
. ". bagaimanapun jua ia harus kita temukan!"
Bunga iblis dari neraka cukup mengerti, bila Kui jin
suseng tidak berhasil ditemukan, maka sia-sialah ia
mengorbankan kesucian tubuhnya.
"Aaaai Aku kuatir kalau hal ini tidak mudah untuk
dilaksanakan!" keluh Ong Bun kim sambil menghela napas.
"Jangan putus asa! Suatu ketika pasti akan kita temukan
jejak gurumu itu. Oya, tiba-tiba saja aku teringat akan suatu
persoalan, kau merasakan tidak bahwa gerakan jurus silat
yang dipergunakan Siau Hui un berasal satu aliran
denganmu? Aku menemukan kesamaan-kesamaan dalam
gerakan-gerakannya dengan gerakanmu."
"Aaaah . . . Benarkah telah terjadi peristiwa itu?" seru
Ong Bun kim tertegun.
"Betul, hanya saja aku tidak habis mengerti, kenapa bisa
menjadi demikian . . . ."
Tampaknya Ong Bun kim sedang memikirkan sesuatu,
tapi ia sendiripun tidak berhasil menemukan suatu
"kemungkinan" yang merupakan latar belakangnya, ia
merasa banyak persoalan tak mungkin bisa ia jawab sendiri
kecuali Kuijin suseng yang menerangkan kesemuanya itu
kepadanya.
Sementara semua orang masih termenung, tiba-tiba ia
mendengar suara langkah manusia tempat itu itu, dengan
cepat ia mendongakkan kepalanya, maka tampaklah Ngo
ou tiau khek (si tukang pancing dari lima telaga) yang
memakai topi lebar dan membawa alat pancingan itu pelanpelan
berjalan mendekat.
Ong Bun kim agak terkejut, untuk menghindarkan diri
dari segala kemungkinan yang tidak diinginkan dia segala
melompat bangun.
Pada saat itulah, Ngo ou tiau khek telah tiba dihadapan
Ong Bun kim, sesudah memberi hormat katanya:
"Ong saahiap, terimalah salam hormatku ini!"
Ong Bun kim tertegun, ia tak habis mengerti kenapa
kakek ini bersikap demikian sungkan kepadanya, padahal
sewaktu berada di benteng Tui hong po tempo hari, dengan
marah dan penuh perasaan dendam ia bersama Kang Peng
putrinya Lui tian jiu telah berlalu dari sana setelah ia
menderita kalah di tangannya.
Hanya sebentar Ong Bun kira tertegun, agar tidak
kehilangan rasa hormatnya buru-buru ia balas memberi
hormat.
"Tidak berani, ada urusan apa kau datang ke mari?"
"Ong sauhiap, adapun maksud kedatangku hari ini
adalah khusus untuk minta maaf atas kelancangan serta
keteledoranku hingga mengakibatkan terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan dalam benteng Tui hong po!"
"Apakah locianpwe telah berhasil mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya?"
"Benar, Kiam hay lak yu memang bukan mati di tangan
Ong sauhiap, melainkan telah tewas di tangan seseorang
yang lain!"
"Dibunuh oleh Sam jiu hek hou (rase hitam berlengan
tiga) ?"
"Kemungkinan benar kemungkinan tidak benar, cuma
bagaimanakah duduknya persoalan yang sesungguhnya
masih belum bisa dipastikan, sebab hingga kici orang tidak
habis mengeri dengan masalah Sam jiu hek hou itu,
mengapa ia bisa menggunakan ilmu silat dari enam partai
besar."
"Apakab locianpwe tidak tahu kalau dia adalah anak
buahnya lembah Sin li kok?"
"Aku tahu!"
"Kokcu dari lembah Sin li kok pun pandai
mempergunakan ilmu silat dari aliran enam partai besar!"
"Aaaah masa iya ?" seru Ngo ou-tiau khek tertegun, alis
matanya yang putih lantas berkenyit, gumamya, "kalau
begitu tak heran lagi jangan-jangan... jangan-jangan..."
"Jangan-jangan kenapa?"
"Jangan-jangan antara Kui jin suseng dengan lembah Sin
li kok memang mempunyai hubungan?"
Terkesiap Ong Bun km setelah mendengar perkataan itu,
sebab kemungkinan begitu memang ada, kalau tidak,
kenapa Siau Hui un dapat pula mempergunakan ilmu silat
dari aliran enam partai besar?
Terdengar Ngo ou tiau kbek telah berkata lagi:
"Aku rasa hanya seorang yang bisa menjawab semua
pertanyaan kita ini, orang itu yakin Kui jin suseng sendiri!"
"Betul!"
"Nah, itulah sebabnya aku datang mencarimu, karena
persoalan ini hanya kau saja yang dapat membantu ..."
"Apakah kau mengetahui tentang jejak Kuijin suseng ?"
"Benar!"
Jawaban itu segera menggetarkan perasaan Ong Bun kim
serta Bunga iblis dari neraka, tanpa disadari serentak
mereka seru bersama:
"Dia berada di mana?"
"Berapa hari berselang, di sekitar kota Kay hong dan Lok
yang telah muncul jejak dari Kuijin suseng, banyak sekali
barang kawalan para perusahaan piaukiok yang kena dia
begal!"
"Betulkah kejadian itu?" "tanya Ong Bun-kim dengan
wajah berubah.
"Benar, lagi pula sebelum turun tangan ia selalu memberi
sepucuk surat pemberitahuan kepada lawannya, bahwa
dalam tiga hari mendatang dia akan turun tangan."
"Kalau begitu, apakah dia telah munculkan diri
kembali?"
"Yaa, semalam Kui jin suseng telah meninggalkan pula
sepucuk surat di rumahnya Shen Ting, Sheng cengcu yang
berdiam di luar kota Lok yang, katanya dia menghendaki
sebilah pedang mestika milik keluarga tersebut !"
Ong Bun kim menjadi sangat girang, serunya dengan
cepat:
Kalau begitu, kemungkinan besar besok malam Kui jin
suseng akan turun tangan?"
"Benar, justru lantaran kejadian ini, dunia persilatan
telah terjadi pergolakan yang amat hebat, pelbagai jago
lihay dari segala penjuru termasuk pula jago-jago kelas satu
dari enam partai besar, kemungkinan sekali telah
berdatangan semua di luar kota Lok yang!"
"Bagus sekali!" pekik Bunga iblis dari neraka. "kebetulan
kami memang sedang mencarinya!"
"Apa salahnya kalau kita berangkat bersama untuk
menyaksikan kejadian itu?"
"Baik!"
Maka berangkatlah ketiga orang itu menuju ke kota Lok
yang.
Keesokan harinya, Ong Bun kin, Ngo ou tiau khek serta
Bunga iblis dari neraka telah tiba di perkampungan keluarga
Shen yang terletak di luar kota Lok yang.
Waktu itu kentongan kedua tiba, suasana disekehling
tempat itu sunyi, senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Betul juga, sekeliling hutan yang melingkari
perkampungan keluarga Shen, ditemukan terdapat banyak
sekali bayangan hitam yang bergerak-gerak, jelas mereka
adalah jago-jago persilatan yang datang untuk ikut
meramaikan suasana.
Kepada Ong Bun kim, Ngo ou tiau khek segera berbisik:
"Perhatikanlah suasana di sekitar tempat ini, aku hendak
menjumpai Shen cengcu lebih dahulu!"
Ong Bun kim mengangguk tanda setuju, dan si tukang
pancing dari lima telagapun berlalu dari situ.
Suasana amat hening dan sepi, disekeliling
perkampungan keluarga Shen secara lamat-lamat terpancar
ke luar selapis hawa pembunuhan yang sangat tebal.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagat
itulah, tiba-tiba terdengar suara jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang dari hutan sebelah kiri.
Ong Bun kim amat terkejut mendengar teriakan itu,
sebab jeritan ngeri itu cukup membetot sukma orang.
Dengan gerak-gerik yang lincah dan cekatan, si anak
muda itu segera melompat ke depan dan menerjang ke arah
mana berasalnya suara itu.
Bunga iblis dari neraka tak berani berayal, diapun buruburu
menyusul dari belakang.
Tapi begitu tiba di tempat tersebut, seketika itu juga Ong
Bun kim menjadi tertegun.
Sesosok mayat manusia yang berwarna hitam pekat
karena sudah terbakar menjadi arang tergeletak di atas
tanah.
Baru saja dia hendak mendekati mayat itu, langkah kaki
manusia yang ramai berkumandang dari belakang, disusul
munculnya puluhan sosok bayangan manusia.
Orang-orang itu kebanyakan adalah para jago yang
datang untuk menonton keramaian, diantaranya terdapat
pula para anak murid dari enam partai besar.
"Inilah mayat keenam yang ditemukan." kedengaran
seseorang berkata dengan suara nyaring.
Dengan perasaan tercekat semua orang berpaling ke arah
mana berasalnya ucapan itu, ternyata dia adalah seorang
kakek berambut putih.
Paras muka Ong Bun kim ikut berubah hebat.
"Mayat ini adalah mayat ke enam yang ditemukan?"
bisiknya.
"Yaa, mayat ke enam yang mati di bawah ilmu pukulan
yang sama!"
"Ilmu pukulan apakah itu?"
"Aku sendiripun kurang jelas!" sahut kakek yang
berambut putih itu sambil tertawa dingin, kemudian ia
melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Pada saat inilah muncul seorang tosu berusia lanjut yang
menghampiri ke hadapan Ong Bun kim, lalu setelah tertawa
dingin katanya:
"Bukankah kau adalah muridnya Kui jin suseng?"
"Benar!"
"Engkau juga yang telah membunuh puluhan orang
rekan-rekan kami dari enam partai besar di luar benteng Tui
hong po tempo hari?"
"Dugaanmu memang benar!"
Toosu itu kembali tertawa dingin.
"Setelah menyelesaikan persoalan gurumu nanti, enam
partai besar pasti akan mengirim orang untuk menuntut
keadilan darimu "
Selesai berkata ia lantas berlalu dari sana. Tiba-tiba dari
antara kerumunan orang banyak terdengar seseorang
berseru:
"Hei, bukankah kau sudah terkena pedang Liu yap kiam
yang amat beracun . . . . ?"
Agak terkejut Ong Bun kim ketika mendengar
pertanyaan itu, tanpa sadar ia balik bertanya:
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Setiap umat persilatan telah, mengetahui akan kejadian
ini, dan lagi menurut berita yang tersiar, konon dalam tiga
hari mendatang racun itu akan mulai bekerja serta
merenggut nyawamu!"
Terhadap persoalan ini, Ong Bun kim betul-betul merasa
tercengang dan sedikit di luar dugaan. Ia tidak mengira
sedemikian cepatnya berita itu sudah tersiar luas dalam
dunia persilatan, lebih-lebih tidak menyangka kalau setiap
umat persilatan telah mengetahui kejadian ini.
Sorot semua orang ditujukan ke arah Ong Bun kim
dengan pandangan kaget dan tercekat, sebab nama besar si
anak muda itu sesungguhnya tidak berada di bawah
gurunya, maka merekapun saling membubarkan diri dan
berlalu dari situ.
Kini dalam gelanggang tinggal Ong Bun kim dan Bunga
iblis dari neraka, mereka memperhatikan sekejap mayat
yang terbakar hingga hangus itu sekejap, kemudian pelanpelan
berlalu dari situ.
Di luar perkampungan keluarga Shen, segera diliputi
hawa pembunuhan yang tebal dan mengerikan.
Kentongan ketiga baru saja lewat, mendadak....
Suara tertawa dingin yang menyeramkan berkumandang
memecahkan kesunyian, suara tertawa dingin itu begitu
seram dan dingin seperti es membuat siapapun yang
mendengarnya menjadi bergidik dan berdiri semua bulu
romanya.
Ketika mereka mencoba untuk mendongakkan
kepalanya, tampaklah sesosok bayangan hitam secepat
sambaran kilat meluncur ke arah pintu gerbang
perkampungan keluarga Shen.
Semua orang yang mendengar suara tertawa dingin itu
rata-rata merasakan hatinya bergetar keras.
Paras muka Ong Bun kim mengalami juga perubahan
hebat.
Begitu tiba di depan pintu gerbang manusia berkerudung
hitam itu berdiri tegak sekokoh bukit karang, lalu
memperdengarkan lagi suara tertawa dinginnya yang
menyeramkan.
Belum habis suara tertawa dingin itu, seorang kakek
berjenggot panjang diiringi empat orang laki-laki berpakaian
ringkas telah munculkan diri dari balik pintu.
Tak usah ditanya lagi sudah dapat diketahui bahwa
orang itu tak lain adalah cengcu dari perkampungan
keluarga Shen.
Setelah saling berhadap-hadapan, Shen-keh cengcu Shen
Ting tertawa dingin, lalu tegurnya:
"Tak kusangka kau benar-benar datang memenuhi
janji..."
-oo00dw00oo-
BAB 24
"SHEN loji, hayo cepat serahkan benda yang
kukehendaki !" perintah manusia berkerudung hitam itu
seram.
"Maaf, permintaanmu itu tak bisa kukabulkan."
"Jadi kau kepingin mampus?"
Bentakan itu penuh disertai dengan hawa membunuh
yang tebal, membuat siapa saja yang mendengar bentakan
itu akan tercekat dan seram.
Shen Ting tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh......hah haaahhh haaahhh sekaiipun aku orang
she Shen musti mengorbankan selembar jiwaku, tak nanti
akan kuserahkan benda mestika keluargaku untukmu!"
"Kurangajar, jadi kau kepingin mampus !"
Tampak bayangan manusia berbaju hitam berkelebat
lewat, tahu-tahu secepat sambaran kilat Kui jin suseng telah
menubruk ke arah Shen Ting, sebuah pukulan dahsyat
segera di lontarkan ke depan.
Betapa cepatnya daya serangan yang di lancarkan itu,
seandainya betul-betul bersarang ditubuh lawan niscaya
akan mengakibatkan suatu luka dalam yang fatal.
Tapi, dikala Kui jin suseng sedang melepas kan
serangannya yang maha dahsyat itulah, tiba-tiba
berkumandang suara bentakan keras yang menggelegar dan
amat memekikkan telinga:
"Tahan!"
Puluhan sosok bayangan manusia berbarengan
menerjang ke arah Kui jin Suseng, orang-orang itu tak lain
adalah anak murid dari enam partai besar persilatan.
Begitu tiba di tengah arena, serentak orang-orang itu
menyebarkan diri dan mengurung Kui jin suseng di tengah
gelanggang.
"Hei, mau apa kalian semua?" bentak Kui jin suseng
dengan suara yang dingin menyeramkan.
Seorang pendeta yang sudah tua segera tampil ke depan,
lalu katanya:
"Aku pikir saudara pasti sudah mengetahui apa maksud
kedatangan dari kami enam partai besar persilatan, puluhan
tahun berselang, kau pernah melarikan enam kitab pusaka
ilmu silat dari enam perguruan besar, maka hari ini bila
tidak kau serahkan kembali kepada kami, tak nanti kami
enam partai besar akan melepaskan dirimu dengan begitu
saja . . . ."
Kui jin suseng segera tertawa dingin.
"Heeehhh . . . heeehhh . : . heeehhh . . . kalau begitu lihat
saja bagaimana akhirnya nanti?"
"Jadi, kau benar-benar tak akan menyerah-kepada kami?"
"Kalau yaa kenapa?"
"Kalau begitu, jangan salahkan kalau kami orang-orang
dari enam partai besar akan menyalahi dirimu!"
Begitu selesai berkata, pendeta tua itu segera melompat
ke depan dan secepat sambaran kilat menerjang ke arah
tubuh Kuijin suseng, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan
ke depan dengan hebatnya.
Hebat sekali tenaga pukulan yang disertakan dalam
serangan yang dilancarkan pendeta tua itu, rupanya Kui jin
suseng tahu kelihayan orang, cepat-cepat dia melejit ke
samping dan tidak berani menyambut serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Belum sampai Kui jin suseng berpijakkan kakinya ke
tanah, kembali cahaya tajam berkelebat lewat dan
serentetan bayangan pedang tahu-tahu sudah menyambar
lagi tubuh Kui jin suseng.
Mendadak....
Dentingan suara khim pembetot nyawa berkumandang
memecahkan kesunyian, kontan jago-jago dari enam partai
besar merasakan hatinya seperti disayat-sayat dengan pisau
tajam, karena tak tahan serentak mereka melompat mundur
ke belakang.
Menggunakan kesempatan inilah dengan suatu gerakan
yang cepat seperti sambaran kilat Ong Bun kim melayang
masuk ke dalam arena.
Paras muka semua jago dari enam partai besar berubah
hebat, sorot mata mereka sama-sama ditujukan ke wajah
Ong Bun kim.
Selapis hawa membunuh yang tebal dan mengerikan
telah menyelimuti seluruh wajah Ong Bun kim, ditatapnya
wajah Kui jin suseng yang berkerudung hitam itu tajam
tajam, lalu bertanya:
"Kui jin suseng, akhirnya aku berhasil menemukan
kembali jejakmu .... kau tidak mengira bukan?"
"Mau apa kau?"
"Kui jin seseng! Aku ingin bertanya kepadamu, kenapa
kau membunuh ayahku? Hayo jawab!"
Hawa membunuh yang lebih tebal dan mengerikan sekali
lagi menghiasi wajah si anak muda itu.
"Kalau aku enggan berbicara?" ejek Kuijin suseng sambil
tertawa sinis.
Bunga iblis dari neraka yang berada di sisinya tiba-tiba
ikut menghardik dengan suara keras:
"Kui-jin suseng, serahkan mata uang kematian yang
berada di tanganmu itu kepadaku..."
"Untuk apa?"
"Ong Bun-kim telah terkena pedang beracun Liu-yap-tok
- kiam, kecuali mata uang kematian tak ada cara lain yang
bisa menyelamatkan jiwanya lagi."
"Ia terkena tusukan pedang beracun Liu-yap-tokiam ?"
"Benar!"
"Tidak, aku tak bisa menyerahkan mata uang kematian
tersebut kepada dirimu."
"Kui-jin suseng, aku matipun tiada mengapa" bentak
Ong Bun-kim penuh terpengaruh emosi, "tapi kau harus
memberitahukan kepadaku mengapa kau telah membunuh
ayahku!"
"Tidak, aku tidak akan mengatakannya kepadamu!"
"Kalau kau tidak mengatakannya kembali, jangan
salahkan kalau aku hendak turun tangan untuk membunuh
dirimu!" bentak Ong Bun-kim. Selapis hawa membunuh
yang belum pernah terlihat sebelumnya telah menyelimuti
seluruh wajah Ong Bun kim, sambil menggenggam harpa
besinya selangkah demi selangkah ia maju ke dapan dan
mendekati kehadapan Kui jin suseng.
Mendadak. ....
Ia membentak keras, kemudian tubuhnya menerjang ke
arah Kui jin suseng dan harpa besinya, secepat sambaran
kilat menyambar ke arah dada serta pinggang lawan.
Bersamaan dengan serangan yang dilancarkan Ong Bun
kim, Bunga iblis dari neraka membentak keras pula:
"Tahan!"
Ia memutar tubuhnya dan menghadang di hadapan Ong
Bun kim.
Dengan geram dan mendongkol si anak muda itu segera
membentak keras:
"Mau apa kau?"
"Kau tak boleh turun tangan lagi!"
Benar, ia memang tak boleh turun tangan lagi, sebab
kalau tidak sisa kehidupannya yang tinggal tiga-lima hari itu
mungkin akan musnah juga pada saat itu,
"Tidak, bagaimanapun jua aku harus membunuhnya
sampai mati!" bentak Ong Bu kim ketus.
"Serahkan saja orang itu kepadaku!"
"Tidak, aku harus membunuhnya dengan tanganku
sendiri...."
Belum habis si anak muda itu berbicara, mendadak
bentakan dingin berkumandang memecahkan kesunyian,
secara tiba tiba Kui-jin suseng melancarkan sebuah
pukulan, kemudian tubuhnya berputar kencang dan
meluncur ke arah hutan.
Tindakan Kui-jin suseng yang secara tiba-tiba kabur
meninggalkan gelanggang ini sama sekali berada di luar
dugaan semua orang, bahkan Ong Bun kim sendiripun
tertegun dan berdiri kaku di tempat.
"Hai, mau kabur ke mana kau?" serentak jago jago dari
enam perguruan besar itu membentak nyariog.
Puluhan sosok bayangan manusia, bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya serentak meluncur ke depan
dan melakukan pengejaran secara ketat.
"Kau anggap bisa kabur dengan begitu saji?" Bunga iblis
dari neraka itu pula membentak nyaring.
Tubuhnya lantas melejit ke depan dan melakukan
pengejaran pula dengan kecepatan luar biasa.
"Enci Tan, kembali!" tiba tiba Ong Bun kim membentak
keras.
Mendengar bentakan itu, mau tak mau Bunga iblis dari
neraka terpaksa harus menghentikan pengejarannya,
dengan rasa heran dan tidak habis mengerti ia berpaling
seraya bertanya;
"Hei, kenapa kau memanggil aku?"
"Kembali!"
Meskipun perasaannya tercengang dan pikirannya
bingung oleh tindak tanduk anak muda itu, toh Bunga iblis
dari neraka pelan-pelan berjalan kembali juga.
Dari tempat kejauhan sana secara lamat-lamat
kedengaran suara bentakan bentakan nyaring masih
menggelegar memecahkan keheningan.
Setibanya di hadapan Ong Bun kim, dengan rasa ingin
tahu Bunga iblis dari neraka bertanya:
"Kenapa kau tidak mengijinkan aku untuk menyusul
orang itu?"
Ong Bun kim segera tertawa getir.
"Enci Tan, tak usah dikejar lagi, sebab pada hakekatnya
orang itu bukan Kui jin suseng. . ."
"Apa? Dia dia bukan Kui jin suseng?"
"Betul, dia bukan Kui jin suseng, melainkan seseorang
yang sedang mencatut namanya!"
"Dari . . . dari mana kau bisa tahu?"
"Lengan kiri Kui jin suseng sudah kutung, tak mungkin
tangan kirinya itu bisa dipergunakan lagi, tapi orang itu
melancarkan serangannya dengan tangan kiri, padahal hal
ini tak mungkin bisa terjadi . . . sebab itulah aku lantas
menyimpulkan bahwa dia adalah seseorang yang sedang
mencatut nama Kui jin suseng."
Bunga iblis dari neraka merasa amat terkejut sesudah
mendengar keterangan itu, untuk sesaat ia sampai berdiri
tertegun di tempat semula.
"Dan lagi, aku berani memastikan bahwa orang yang
telah mencatut nama Kuijin suseng itu adalah seorang
perempuan" kembali Ong Bun kim berkata, "sebab ketika
melancarkan serangan tadi aku telah menjumpai jari-jari
tangannya yang kecil, ramping dan halus, sudah jelas jarijari
tangan seorang perempuan !"
"Kenapa orang itu akan mencatut nama gurumu untuk
melakukan perbuatan perbuatan demikian?"
"Entahlah, aku sendiripun merasa kurang jelas!"
berbicara sampai di sini Ong Bun kim menghela napas
panjang, kembali lanjutnya:
"Dia tak bakal menampakkan diri, selamanya tak akan
menampakkan diri lagi!"
Bunga iblis dari neraka merasakan hatinya bergetar
keras, sebab jika Kui jin suseng tidak berhasil ditemukan,
maka nyawa Ong Bum kim tak akan tertolong lagi, itu
berarti pengorbanan tubuhnya juga sia-sia belaka.
"Enci Tan" kembali Ong Bum kim bertanya
"sesungguhnya aku masih bisa hidup berapa hari lagi?"
"Paling sedikit tiga hari dan paling banyak lima hari !"
Mendengar itu pemuda tersebut tertawa getir.
"Kalau begitu, aku harus menyusun dulu sebuah rencana
jangka panjang " bisiknya.
"Rencana jangka panjang?"
"Yaa, rencana jangka panjang, aku bakal mati . . ini
merupakan suatu kenyataan yang tak dapat dibantah atau
disangkal, tiga hari akan lewat dalam sekejap mata, mau tak
mau aku harus memikirkan bagi masa-masa selanjutnya . .
."
"Masa selanjutnya?"
"Ya masa selanjutnya! Enci Tan, percayakah kau bahwa
aku adalah seseorang yang sudah hampir mendekati
ajalnya?"
"Kau tidak akan mati . . . ."
"Sekarang bukan masanya yang tepat untuk
mengucapkan segala macam kata-kata hiburan, enci Tan,
barsediakah kau untuk mengabulkan sebuah
permintaanku?"
"Apa permintaanmu itu?"
"Kawinlah dengan aku!"
"Apa? Kawin dengan kau?"
Tiba-tiba sekujur badan Bunga iblis dari reraka gemetar
keras, perkataan itu benar-benar merupakan sebuah
perkataan yang sangat mengejutkan hatinya.
"Benar" jawab Ong Ban kim, "aku minta agar kau
bersedia kawin denganku, dalam tiga hari ini kita harus
menjadi suami istri yang paling baik dan bahagia, sebab tiga
hari kemudian aku bakal mati, walaupun bagimu peristiwa
iai merupakan suatu peristiwa yang tragis dan mengenaskan
hati, tapi setelah aku mati nanti, aku berharap aku bisa
mempunyai seorang anak yang bisa membalaskan dendam
bagiku, bersediakah kau enci Tan?"
Ucapan tersebut benar-benar menghancurkan perasaan
Bunga iblis dari neraka.
Perkataan itu ibaratnya sebilah pedang tajam yang
mengoyak hati Bunga iblis dari neraka, kalau bisa dia ingin
menangis sepuas-puasnya, tapi dalam keadaan demikian ia
tak sanggup untuk menangis seperti apa yang diinginkan.
Ong Bunkim mana tahu kalau tubuhnya telah dijadikan
hadiah? Mana dia tahu kalau perawannya telah direnggut
oleh Hiat hay long cu demi bisa memperoleh empat biji
mata uang kematian guna menyelamatkan selembar
jiwanya?
Ditatapnya wajah Bunga iblis dari neraka yang penuh
penderitaan dan siksaan itu, kemudian kembali bertanya:
"Enci Tan, bersediakah kau memenuhi keinginanku ini?"
"Aku . . . . "
Bunga iblis dari neraka merasakim tenggorokannya
seperti tersumbat oleh sesuatu benda, tidak! tahan lagi ia
menangis tersedu-sedu, di tubruknya Ong Bun kim lalu
dipeluknya erat-erat, di sana ia melampiaskan seluruh rasa
sedihnya yang selama ini tertumpuk di dalam hati.....
Dengan penuh kasih sayang Ong Bun-kim membelai
rambutnya yang hitam - mulus, lalu bisiknya dengan
lembut:
"Kenapa kau? Apakah kau tidak bersedia?"
"Aku . . . aku . . . bagaimana kalau aku memikirkannya
lebih dahulu ...?"
Suara isak tangisnya sungguh memilukan hati, bagaikan
hujan gerimis air matanya jatuh bercucuran, Ong Bun kim
ikut bersedih hati dibuatnya.
Bunga iblis dari neraka tak ingin melukai perasaan Ong
Bun kim, maka ia harus mempertimbangkan dahulu
masalah ini, padahal persoalan itu sudah tak perlu
dipertimbangkan lagi, karena ia tak dapat menikah dengan
orang yang paling dicintainya ini.
Ia merasa tubuhnya sudah ternoda, selaput perawannya
telah dilalap oleh Hiat hay longcu, ia merasa tidak pantas
tubuhnya yang telah ternoda itu dipersembahkan untuk
kekasih hatinya.
Ya, ia tak dapat berbuat demikian, apa yang bisa
dilakukan sekarang hanya mengulur waktu sedapat
mungkin.
"Kalau begitu, mari kita tinggalkan tempat ini" bisik Ong
Bun kim.
"Ke mana kita akan pergi?"
"Akan kucari suatu tempat yang baik agar kau bisa
mempertimbangkan persoalan ini sebaik-baiknya, aku akan
menantikan dirimu!"
"Tidak!"
"Enci Tan, kau ... kau menolak?"
"Aku . . . ."
Ong Bun-kin segera menghela napas panjang.
"Aaaai... aku tak dapat memaksamu, walaupun kau
pernah mencintaiku, aku pun pernah kau selamatkan
jiwanya, tapi aku dapat merasakan bahwa banyak kesulitan
yang sedang kau hadapi, yaa ketika berpisah untuk pertama
kalinya dulu, bukankah kau telah pergi meninggalkan aku
....?"
"Adik Ong ..." air matanya bercucuran semakin deras,
saking sedihnya ia sampai tak mampu berkata kata lagi.
"Terhadap dirimu, aku belum pernah bisa memahami"
kata Ong Bun kim lagi. "sudahlah, lebih baik kita berpisah
sampai di sini saja."
Selesai berkata ia lantas putar badan dan berlalu dari situ.
Ketika memutar tubuhnya itu, dua titik air matanya
jatuh berlinang membasahi pipinya, ia bukan merasa
sayang karena hidupnya sudah hampir berakhir, tapi ia
merasa terluka hatinya karena pinangannya ditolak mentahmentah
oleh orang.
Dia adalah seorang pemuda yang cerdik, dari kepedihan
serta kemurungan yang mencekam wajah Bunga iblis dari
neraka, ia telah menemukan bahwa sesungguhnya ia tidak
benar-benar mencintainya.
Tapi pernahkah dia menduga bahwa Bunga iblis dari
neraka bersikap demikian karena ia sudah ternoda dan
merasa tak pantas untuk mempersembahkan tubuhnya yang
sudah tak perawan itu untuk kekasihnya?
Ketika pemuda itu memutar tubuhnya sambil melangkah
pergi, Bunga iblis dari neraka merasakan hatinya benarbenar
hancur lebur, teriaknya dengan amat pedih:
"Adik Ong, kau . . . kau tak dapat memahami hatiku,
aku . . . ."
"Yaa, aku memang tak dapat memahami dirimu,
selanjutnya mungkin tiada kesempatan lagi bagiku untuk
berusaha memahami hatimu...."
Berbicara sampai di situ, ia melanjutkan kembali
langkahnya untuk berlalu meninggalkan tempat tersebut.
"Adik Ong!" kembali bunga iblis dari neraka berseru,
"kau.... tidak bersediakah kau untuk melakukan perjalanan
bersama-samaku ...?"
"Hal itu cuma akan menambah kesedihan dan kepedihan
dihati masing-masing, lebih baik kita berpisah sampai disini
saja."
Belum habis perkataan dari Ong Bun-kim itu,
mendadak...
Suara bentakan nyaring berkumandang memecahkan
kesunyian, Ong Bun kim merasa hatinya tergerak, dengan
cepat ia melompat ke depan dan memburu ke arah mana
berasalnya bentakan tadi.
Di situ kini hanya tertinggal Bunga iblis dari neraka yang
amat sedih dan merasa hatinya sudah tercabik cabik dan
hancur lebur tak karuan lagi.
Sementara itu Ong Bun kim telah memburu ke depan,
begitu tiba di tempat tujuan tampaklah jago-jago dari enam
partai besar sedang mengerubuti seorang perempuan
berkerudung dan terlibat dalam suatu pertarungan yang
amat seru.
"Berhenti!" bentakan nyaring kembali menggelegar
memecahkan keheningan disekitar sana.
Bentakan itu keras sekali bagaikan guntur yang
membelah bumi disiang hari bolong, sedemikian kerasnya
sampai membuat telinga semua orang merasa mendengung
keras.
-oo00dw00oo-
BAB 25
DENGAN terkejut jago jago dari enam partai besar
segera menarik kembali serangannya dan pelan-pelan
mundur ke belakang..."
Mereka mencoba untuk menengok sekeliling tempat itu,
tapi suasana amat sepi dan hening, sesosok bayangan
manusiapun tidak tampak.
Seorang pendeta tua yang berada dalam gelanggang
segera menegur dengan lantang.
"Siapa di situ?"
"Aku..."
Bayangan manusia berkelebat lewat" dan tahu tahu lima
kaki di belakang mereka telah bertambah lagi dengan sosok
bayangan hitam.
Semua orang merasa terperanjat dengan kemunculan
bayangan hitam itu, sementara Ong Bun kim yang
menjumpai kemunculan bayangan manusia itupun segera
mencorong sinar tajam dari matanya, dia awasi manusia
berbaju hitam itu tanpa berkedip.
"Sungguh besar amat nyalimu!" bentak bayangan hitam
tersebut dengan gusar, "tak kusangka kau berani mencatut
namaku untuk berbuat keonaran di tempat ini!"
Semua orang menjerit tertahan, sekarang mereka baru
tahu kalau bayangan hitam yang barusan muncul inilah Kui
jin suseng yang sesungguhnya.
Hawa membunuh yang tebal mulai menyelimuti wajah
Ong Bun kim yang masih juga menyembunyikan diri.
Jago-jago dari enam partai besar sama-sama berdiri
tertegun dengan wajah bingung, mereka tidak habis
mengerti apa gerangan yang sesungguhnya telah terjadi.
Mendadak ....
Bayangan manusia berbaju hitam berkelebat lewat,
dengan suatu gerakan yang amat cepat Kui jin suseng
melompat ke hadapan perempuan berkerudung hitam itu,
lalu bentaknya keras-keras:
"Mengapa kau mencatut namaku?"
"Kau adalah Kui jin suseng?"
"Betul!"
"Yang asli atau yang gadungan?"
"Kurangajar, kau cari mampus!"
Di tengah bentakan yang amat nyaring, Kui-jin suseng
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.
Dengan suatu gerakan yang lincah perempuan
berkerundung hitam itu melejit ke samping untuk
menghindarkan diri dari ancaman maut itu.
Pada saat yang bersamaan pula, pendeta tua yang
menjadi pemimpin rombongan jago-jago enam partai telah
maju sambil membentak:
"Tahan, sesungguhnya siapa diantara kalian berdua yang
benar-benar adalah Kui jin suseng?"
"Aku!" Kui jin suseng segera menyahut. Perempuan
berkerudung hitam itu tertawa dingin.
"Kui - jin suseng, akhirnya aku berhasil menggunakan
namamu untuk memancing kemunculanmu . . . ." serunya
keras.
"Kau..."
Perempuan berkerudung hitam itu segera melepaskan
kain cadar yang menutupi wajahnya, ketika sinar mata
semua orang ditujukan ke arahnya, hampir saja mereka
menjerit kaget, termasuk juga Ong Bun kim diantaranya...
Ternyata perempuan berkerudung itu bukan lain adalah
Lan Siok ling....!"
"He, apa maksudmu yang sebenarnya?" bentak Kui jin
suseng dengan geramnya.
"Kui jin suseng, kau telah membunuh ayah dari
muridmu, sesungguhnya karena apa? Kenapa kau tak
berani berjumpa dengannya ...?"
Ong Bun kim tidak menyangka kalau tujuan Lan Siok
ling memancing kemunculan Kui jin suseng adalah lantaran
persoalan ini, kesemuanya itu membuat Ong Bun kim
merasa amat berterima kasih sekali.
Sebaliknya Kui jin suseng sendiri malah berdiri tertegun
dan untuk sesaat tak tahu apa yang musti dilakukan.
Pendeta tua yang berada di hadapannya segera bertanya
pula:
"Betulkah kau adalah Kui jin suseng?"
"Betul!"
"Lantas apakah enam jilid kitab pusaka dari enam partai
besar telah kau curi?"
"Benar!"
"Aku harap kitab-kitab itu segera diserahkan kembali
kepada kami..."
"Dalam setahun mendatang, aku Kui-jin suseng pasti
akan mengembalikannya kepada kalian...."
"Ketika pertama kali kau melarikan enam jilid kitab
pusaka dari enam partai besar, sesungguhnya dengan tujuan
apa?"
"Tentang soal ini lebih baik tak usah taysu ketahui..."
"Hari ini bila kau tidak serahkan kembali ke enam jilid
kitab pusaka itu kepada kami, jangan harap bisa tinggalkan
tempat ini dengan selamat..."
Begitu selesai berkata, sebuah pukulan dahsyat segera
dilontarkan ke depan.
Ketika pendeta tua itu sudah bersiap-siap melancarkan
serangannya, secepat sambaran kilat Ong Bun kim
meluncur ke depan, kemudian bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Bayangan manusia berkelebat lewat, dan tahu-tahu ia
sudah berdiri di hadapan Kui-jin suseng.
Kemunculan Ong Bun-kim yang sama sekali tidak
terduga itu sungguh mengejutkan hati Kui jin suseng, tanpa
disadari ia mundur beberapa langkah ke belakang.
"Kui-jin suseng!" Ong Bun-kim segera membentak
dengan suara keras, "akhirnya aku berhasil menjumpai
dirimu kembali, kenapa tidak kau lepaskan topeng yang kau
kenakan itu?"
Seluruh badan Kui-jin suseng gemetar keras.
"Kui-jin suseng, benarkah kau telah membunuh ayahku?"
tanya anak muda itu lagi.
-oo0dw0oo--
Jilid 9
"BENAR!"
Sambil menggigit bibir menahas rasa dendam nya, si
anak muda itu berseru lebih jauh: "Kenapa kau telah
membunuhnya? Hayo jawab!"
"Kau ingin tahu?"
"Benar!"
"Serahkan dulu harpa besi itu kepadaku!"
"Untuk apa?"
"Jika hari ini aku tidak mati, semua rahasia tersebut pasti
akan kuberitahukan kepadamu!"
"Kau..."
"Serahkan harpa besi itu kepadaku!" Suara bentakannya
kali ini sangat keras, sangat berwibawa dan membuat
perasaan orang bergoncang keras.
Tanpa sadar Ong Bun-kim melangkah ke depan dan
mengangsurkan harpa besi itu kepada nya, Kui-jin suseng
segera menyambut harpa besi itu kemudian baru menyapu
sekejap wajah wajah para jago enam partai dengan sinar
mata mengerikan.
"Kalian jangan terlalu memaksa orang, setelah berjanji
satu tahun, sampai waktunya enam jilid kitab pusaka itu
pasti akan kukembalikan kepada kalian semua, tapi bila
kalian memaksa untuk turun tangan lagi, hati hati kalau aku
sampai turun tangan membunuh kalian!"
Terkejut dan ngeri perasaan jago-jago enam partai itu
setelah mendengar perkataan tadi.
"Bun-kim, hayo kita pergi!" bentak Kui-jin suseng
kemudian.
Begitu kata terakhir diucapkan, dengan suatu gerakan
cepat ia telah berkelebat meninggalkan tempat itu.
Ong Bun-kim segera menyusulnya dari belakang, ketika
jago-jago dari enam partai besar mencoba untuk
menyusulnya, tiga dentingan irama khim mencabut nyawa
menahan orang-orang itu untuk melanjutkan
pengejarannya.
Dalam waktu singkat Kui-jin suseng serta Ong Bun-kim
sudah berada puluhan kaki jauh nya, menyusul kemudian
bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan mata . . .
Dalam waktu singkat Kui-jin suseng dan Ong Bun-kim
sudah berada setengah li dari tempat semula, dikala kedua
orang itu sedang melanjutkan perjalanan dengan cepat, tibatiba
serentetan suara tertawa dingin yang menyeramkan
berkumandang memecahkan keheningan.
Mendengar suara tersebut, Kui-jin suseng segera
menghentikan langkahnya dan berpaling ke arah mana
berasalnya suara itu.
"Kui-jin suseng, akhirnya kita bertemu lagi!" suara
menyeramkan itu kembali ber kumandang.
Kui-jin suseng mendongakkan kepalanya dan tertawa
seram.
"Haaaahh . . . haaahhh . . . haaaabbh . .. betul sobat, kita
memang telah berjumpa kembali, kenapa kau tidak
menampilkan diri untuk saling bertemu muka?"
Ong Bun-kim sama sekali tidak memahami apa gerangan
yang telah terjadi, tapi ia dapat menduga kalau orang-orang
itu pastilah musuh tangguh yang selama ini mengejar Kuijin
suseng.
Tapi siapakah orang itu? Kenapa Kui-jin suseng
menunjukkan perasaan takut terhadap lawannya?
Kembali kedengaran orang itu tertawa dingin sambil
berkata:
"Kui-jin suseng, sudah belasan tahun aku mencarimu,
kau memang betul-betul mempunyai kepandaian, ternyata
selama banyak tahun kau berhasil menyembunyikan dirimu
serahasia mungkin."
"Mau apa kau sekarang?"
"Apa lagi? Tentu saja membinasakan kau!"
"Apa pula dendam sakit hati yang terikat di antara kita
berdua?"
"Sudah terlalu banyak yang kau ketahui, aku tidak
membunuhmu akhirnya suatu saat kau pasti akan
mencariku, bukankah begitu?"
Kui jin suseng tertawa dingin. "Betul!" jawabnya.
Selama ini hanya suara pembicaraannya yang
kedengaran tapi tidak nampak batang hidungnya, Ong Bunkim
tidak tahu manusia semacam apakah lawannya itu?
"Orang itu adalah muridmu...?" kembali pihak lawan
membentak dengan suara dingin.
"Betul!"
"Putra Ong See-liat?"
"Tepat!"
"Bagus sekali, nah Kui-jin suseng! Apakah kau ada pesan
terakhir yang hendak kau sampai kan?"
"Tidak ada!"
"Bagus sekali!" kembali orang itu berseru dengan suara
menyeramkan, "aku akan segera membinasakan kau!"
"Lebih baik turun tanganlah secepatnya!"
"Siapakah mereka?" tak tahan Ong Bun kim berbisik.
"Asal aku tidak mampus, semua rahasia ini akan
kuberitahukan kepadamu ... " jawab Kui jin suseng,
"sekarang aku sudah tak punya waktu untuk banyak
berbicara lagi!"
Diam-diam bergidik juga Ong Bun-kim menghadapi
kejadian tersebut.
Sementara itu Kui-jin suseng telah menggenggam harpa
besinya, lalu bentaknya lirih:
"Kau juga harus bersiap sedia, dia pasti akan membunuh
pula dirimu..!"
Sekali lagi Ong Bun-kim merasakan hatinya tercekat, dia
tidak tahu siapakah lawan mereka, dan iapun tidak tahu
kenapa Kui-jin suseng begitu takut menghadapinya ...
Sekarang ia baru tahu, ternyata selama ini Kui-jin suseng
tak berani munculkan diri lantaran dia kuatir berjumpa
muka dengan orang tersebut...
Mendadak Kui-jin suseng membentak keras:
"Sobat, kenapa kau belum juga melancarkan serangan?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba
kedengaran bentakan keras menggelegar di udara,
serentetan cahaya putih dengan kecepatan luar biasa
menyambar ke tubuh Kui-jin suseng.
Ketika cahaya putih itu menyambar lewat, Kui-jin
suseng segera membentak keras:
"Sobat, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Cahaya putih berkelebar lewat, tiba-tiba Kui-jin suseng
mempergunakan harpa besinya untuk menyongsong
tibanya sinar putih itu.
Bayangan manusia berputar mengikuti gerakan cahaya
putih itu, mendadak serentetan jerit kesakitan
berkumandang memecahkan keheningan.
Tubuh Kui-jin suseng menjelat ke belakang dan roboh
terjengkang ks atas tanah.
Sementara itu cahaya putih itu kembali menyambar
lewat, terpaksa ia harus kabur lagi sejauh tujuh delapan kaki
dari posisi semula.
Kecepatan gerak dari cahaya putih itu sungguh
mengerikan hati, selama ini Ong Bun-kim tidak berhasil
mengetahui dengan jelas manusiakah atau kilatkah yang
menyambar-nyambar, sebab kecepatan bergeraknya sinar
putih itu sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Sinar matanya yang penuh rasa kaget dan ngeri itu
dialihkan kembali ke tubuh Kui-jin suseng, ternyata ia
sudah tergeletak tak berkutik lagi, tampaknya cukup parah
luka yang dideritanya...
Ong Bun-kim merasakan denyutan nadinya bertambah
cepat, tak kuasa lagi ia menjerit: "Suhu!"
Tiba-tiba suara yang dingin menyeramkan itu
berkumandang kembali di sisi telinganya: "Ia sudah mati!"
Ong Bun kim merasa dadanya seperti terkena pukulan
martil yang sangat berat, kepalanya pusing telinganya
mendengung keras, nyaris tubuhnya roboh terjengkang ke
tanah.
Pada saat itulah, tiba-tiba suara yang dingin
menyeramkan tadi kembali menggelegar:
"Serahkan juga selembar nyawamu . . ."
Cahaya putih sekali lagi berkelebat lewat dan
menyambar ke arah Ong Bun-kim.
Pada saat cahaya putih itu berkelebat lewat tiba-tiba
sesosok bayangan manusia bergerak ke depan dan
menyongsong datangnya cahaya putih itu..
Suatu bentakan yang memekikkan telinga berkumandang
memenuhi seluruh angkasa, cahaya putih serta bayangan
manusia itu segera saling berpisah ke belakang . . .
Ternyata orang yang melancarkan serangan pertama kali
tadi adalah kakek berambut putih yang pernah dijumpainya
tadi, cuma raut wajahnya kini sudah berubah agak pucat.
Cahaya putih kembali berkelebat lewat dan kabur dari
situ.
Selama pertarungan berlangsung, ternyata Ong Bun-kim
tidak berhasil mengikuti jalannya pertarungan antara si
kakek berambut putih dengan cahaya putih tadi, diapun
tidak tahu sesungguhnya siapa yang berhasil menangkan
pertarungan itu.
Tapi kalau dilihat dari kemampuan si kakek berambut
putih yang sanggup menerima serangan dari cahaya putih
itu tanpa roboh seperti halnya dengan Kui-jin suseng, hal
ini sudah cukup mengejutkan hati, sebab dari sini semakin
membuktikan bahwa ilmu silat yang dimilikinya betu-betul
sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Kakek berambut putih itu berdiri termangu-mangu untuk
sesaat lamanya, kemudian sambil memandang sekejap diri
Ong Bun kim katanya:
"Coba tengoklah dulu gurumu, apakah dia masih hidup
ataukah sudah mati?"
Mendengar perkataan itu dengan perasaan bergetar keras
Ong Bun kim memburu ke sisi tubuhnya lalu merobek kain
cadar yang menutupi wajah Kui jin suseng.
Segera terlihatlah bahwa Kui jin suseng adalah seorang
kakek berusia limapuluh tahunan yang berwajah tampan
dan gagah.
Sementara itu darah segar masih saja mengucur ke luar
dengan derasnya, warna hitam agak menyelimuti wajahnya,
tapi dia belum tewas.
"Suhu . . . . " dengan perasaan yang bergolak keras Ong
Bun kim berteriak memanggil.
Tapi Kui jin suseng sama sekali tak berkutik.
Kakek berambut putih itu segera menghampiri ke
hadapan Kui jin suseng, ia mengeluarkan sebutir pil dan
dijejalkan ke dalam mulutnya, kemudian sambil
mengerahkan tenaga dalamnya ia bantu untuk
menyadarkan kembali jago tersebut.
Dengan perasaan sedih Ong Bun-kim mengawasi
perubahan di atas wajah Kui-jin suseng, kurang lebih
setengah jam kemudian gurunya baru tampak bergerak dan
siuman kembali dari pingsannya.
"Suhu . . ." sekali lagi Ong Bun-kim berteriak dengan
penuh luapan emosi.
Pelan-pelan Kui-jin suseng mengalihkan sinar matanya
ke atas wajah Ong Bun-kim, sikapnya tampak pula
terpengaruh oleh golakan emosi, air mata mengembang
dalam kelopak matanya.
Ong Bun-kim ikut merasa bersedih hati, terlepas apakah
Kui-jin suseng telah membunuh ayahnya atau tidak,
bagaimanapun juga ia telah memeliharanya selama
limabelas tahun dan mewariskan semua kepandaian silat
yang dimilikinya kepadanya.
Rasa sayang dan benci segera berkecamuk dalam hatinya
membuat ia merasa makin sedih dan tersiksa . .
Dengau sinar mata yang redup Kui-jin suseng
memandang sekejap wajah si kakek berambut putih itu,
tiba-tiba serunya dengan terkejut:
"Locianpwe, kau?"
Kakek berambut putih itu mengangguk lirih.
Kembali Kui jin suseng menghela napas panjang,
katanya:
"Bun kim, aku . . . aku merasa telah berbuat salah
kepadamu ..."
"Suhu, mengapa kau membunuh ayahku? Maukah kau
memberitahukan latar belakang kejadian itu kepadaku?"
pinta Ong Bun kim dengan luapan emosi yang berkobarkobar
Dengan sedih Ku jin suseng mengangguk.
"Yaa, aku memang seharusnya memberitahukan
persoalan ini kepadamu... sebelum aku mati, semua rahasia
ini harus kuberitahukan kepadamu, karena aku sendiri
sudah tak sanggup menyelesaikan pekerjaan yang harus
kuselesaikan."
"Kau . . . kau tidak akan mati ... " Kui jin suseng
mendongakkan kepalanya lalu tertawa tergelak - gelak
seperti orang kalap.
"Haaaahhb . . . haaahhh . . haaahhh. . . limabelas tahun
sudah aku bersembunyi dan menghindarkan diri dari
perjumpaan dengannya, tapi pada akhirnya aku tak dapat
meloloskan diri dari tangan kejinya..."
"Siapakah dia?"
"San tian jin (manusia kilat)!"
Mendengar perkataan itu tiba-tiba Ong Bun kim
bergidik, bulu romanya pada bangun berdiri, secara tiba-tiba
ia teringat akan sesuatu, serunya tak tahan:
"San tian jin? Dia . . . bukankah dia adalah "pembunuh
dari Kiam hay lak yu ... "
"Dari mana kau bisa tahu?" tiba - tiba kakek berambut
putih itu menyela dari samping.
"Sesaat sebelum tewas Lui tian jiu berkata bahwa orang
yang membunuh mereka bernama San . . . waktu itu
perkataannya sudah tidak jelas sehingga mungkin yang
dimaksudkan adalah "San" (kilat) bukan san (tiga) seperiti
yang kudengar . . . maklumlah karena dua huruf kata itu
hampir sama suaranya, kecuali dia, ilmu silat dari Sam jiu
hek hou (rase hitam berlengan tiga) masih belum mampu
untuk membinasakan mereka semua."
"Benar!" kata Kui jin suseng, "yang membunuh Kiam
hay lak yu adalah San tian jin si manusia kilat !"
Dengan perasaan teramat pedih dan bingung Ong Bun
kim mengawasi wajah gurunya, lalu setelah termenung
sekian lama katanya:
"Mengapa kau harus membunuh ayahku?"
"Karena cinta!"
"Cinta ....?"
"Yaa, benar. Karena cinta, sebab aku dengan Siau Huiun
pernah terlibat dalam suatu hubungan cinta!"
Perkataan itu sangat mengejutkan hati Ong Bun-kim,
sebab kenyataan tersebut benar-benar amat di luar
dugaannya . . . .
Ketika Kui jin suseng menyasikkan Ong Bun-kim
memandang ke arahnya dengan wajah tertegun, ia lantas
bertanya:
"Kau .... kau tidak percaya?"
"Aku tidak tahu!"
"Yaa, kau tidak akan tahu, sebab persoalan ini justru
menyeretku sehingga membunuh ayahmu...."
"Kenapa kau membunuhnya?"
Kui-jin suseng termenung sebentar, lalu katanya:
"Beginilah kejadiannya.....Aku dengan Siau Hui-un
sesungguhnya adalah sepasang kekasih yang saling cinta
mencintai, persoalan ini jarang diketahui oleh orang-orang
dari dunia persilatan, waktu itu kebetulan sekali kami
berpisah dalam jangka waktu yang cukup lama lantaran
saling mengambek oleh sebab suatu masalah kecil.
Di dalam saat perpisahan tersebut, aku mengikuti guruku
berdiam di atas gunung dan belajar silat selama lima tahun
lamanya, di dalam lima tahun itu, aku selalu merindukan
kekasihku Toan-kiam-giok-jin Siau Hui-un yang kucintai
itu.
-oo0dw0oo-
BAB 26
LlMA tahun kemudian akupun turun gunung, tapi ketika
itu Siau Hui-un telah kawin dengan ayahmu. Atas peristiwa
tersebut aku merasa amat bersedih hati bahkan mengalami
tekanan batin selama banyak waktu, aku mulai membenci
setiap persoalan yang ada di dunia ini, akupun mulai
membenci setiap manusia yang kujumpai, semenjak itulah
aku mulai gemar membunuh orang.
"Suatu hari, aku bertemu dengan Siau Hui un. Setelah
mengalami perpisahan selama lima tahun, kami berdua
sama-sama merasakan bahwa cinta kami sesungguhnya
begitu dalam dan terukir dalam hati kami, dari mulutnya
dapat ku ketahui pula bahwa kehidupannya setelah
perkawinan tidak bahagia.
Seorang suami dengan dua istri memang kebanyakan tak
bisa memperoleh kebahagiaan, itu bukan berarti ayahmu
kurang baik kepadanya, sebaliknya karena ia selalu
beranggapan bahwa cinta yang diperolehnya hanya
separuh.
Karena itu dalam perjumpaan tersebut kamipun
melakukan hubungan suami istri sampai beberapa kali,
kemudian kamipun berpisah dengan penuh kesedihan.
Setelah meninggalkan Siau Hui un, tiba-tiba muncul
sebuah siasat keji dalam benakku, aku ingin membunuh
ayahmu, kebetulan pada waktu itupun aku berkenalan
dengannya.
Ilmu silat yang dimiliki ayahmu memang amat lihay,
hakekatnya tiada tandingan lagi di dunia waktu itu, aku
pernah beradu kepandaian dengannya tapi tak pernah
kulampaui jurus ke delapan.
Untuk mewujudkan tekadku untuk mendapatkan Siau
Hui un kembali, maka secara diam diam kucuri kitab
pusaka ilmu silat dari enam partai besar, setelah berhasil
akupun menyembunyikan diri dan mulai berlatih diri
dengan tekun.
Selama mengasingkan diri, setiap sepuluh hari sampai
setengah bulan, Siau Hui un selalu datang mengunjungiku,
kecuali bermesraan dan melakukan hubungan suami istri,
kami tidak melakukan yang lain, tapi setiap kali setelah
melakukan hubungan sex, iapun pergi meninggalkan aku.
Suatu hari tiba-tiba Siau Hui un datang mencariku, ia
bertanya kenapa aku tidak berusaha untuk melenyapkan
Ong See liat dari muka bumi? Katanya setelah Ong See liat
di bunuh, maka pasti dapat hidup berdampingan terus
hingga tua nanti.
Tentu saja persoalan ini sudah menjadi rencanaku sejak
awal, maka akupun membeberkan rencanaku itu
kepadanya, waktu itu ia bersedia untuk melakukan
serangan lebih dulu secara diam-diam dan minta aku
menetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan rencana
itu.
Pada hari yang telah ditetapkan, Siau Hui un
memasukkan sejenis racun yang kuat dan tidak berbau
dalam air minum ayahmu, ketika ayahmu sudah mulai
keracunan, akupun menyergapnya secara tiba tiba dan
membinasakan ayahmu.
Coba kalau ayahmu tidak keracunan lebih dulu.
mungkin bukan lengan kiriku saja yang dibacok kutung,
bahkan selembar nyawaku mungkin ikut melayang.
Maka akupun memburu kembali ke tempat tinggal
kalian.
Ketika itu ibumu Coa Siok oh sedang berlarian ke luar,
aku segera menghantamnya sampai terluka, tapi ketika aku
tiba dalam ruangan belakang, tiba-tiba kujumpai suatu
peristiwa lain yang sama sekali di luar dugaanku.
Waktu aku masuk ke ruang dalam, dari balik kamar tiba
tiba terdengar suara Siau Hui-un sedang bercakap-cakap
dengan seorang pria. Terdengar pria itu berkata begini:
"Adik Siau, caramu ini memang benar-benar jitu, setelah
Kui jin suseng melenyapkan Ong See liat, lantas kitapun
melenyapkan dirinya, selanjutnya dalam dunia persilatan
tentu akan tersiar kabar yang mengatakan bahwa Ong See
liat berhasil membebaskan sakit hatinya sendiri . . . ."
Ketika mendengar sampai di situ, api amarah yang
berkobar dalam dadaku sudah tak ter-kendalikan, karena
tanpa kusadari ternyata Siau Hui un telah mempergunakan
siasat keji untuk mencelakaiku, dalam kenyataannya ia
sudah mempunyai kekasih gelap yang lain.
Ketika mendengar perkataan laki laki tadi, Siau Hui un
bertanya:
"Apakah dengan ilmu silatmu dapat membunuh Kui jin
suseng?"
"Jangankan baru Kui jin suseng, sekalipun Ong See liat
juga tidak kupandang sebelah matapun!"
"Kalau memang begitu, bagus sekali..."
Belum lagi kata kata dari Siau Hui un habis diutarakan,
tiba tiba kedengaran suara anak kecil menangis
berkumandang memecahkan kesunyian.
Siau Hui un lantas bertanya.
"Bagaimana dengan anak jadah itu?"
"Apa salahnya kalau kita bereskan saja?"
"Jangan, jangan dibunuh, konon Ong See liat
mempunyai sejilid kitab pusaka yang di sembunyikan
dalam tubuhnya."
"Kalau begitu kita bawa saja anak jadah itu, jika kitab
pusaka itu sudah ditemukan baru kita jagal dia!"
"Baik!"
Pada waktu itulah tiba tiba timbul suatu ingatan dalam
hatiku, aku segera memburu ke dalam kamar dan
menyaksikan kau sedang menangis menjerit jerit, tanpa
banyak bicara kau kusambar lalu kubawa kabur dari
ruangan itu.
Rupanya Siau Hui un berhasil mengetahui jejakku,
sambil menyusul dari belakang ia lantas membentak:
"Hei, mau kau bawa ke mana Ong Bun kim?"
Dengan marah aku mendamprat:
"Siau Hui un, aku telah terperangkap oleh siasat kejimu,
kau perempuan berhati bisa, rupanya dengan siasat satu
batu membunuh dua burung kau ingin mencelakai aku
dengan Ong See liat? Hmm, ingat saja! Suatu hari akupun
akan membunuh kau . . . ."
Ketika aku memburu ke luar ruangan, tiba tiba seseorang
telah membentak keras.
"Saudara, meskipun kau telah mengetahui rencanaku,
tapi jangan harap bisa lolos dari cengkramanku!"
Bayangan putih berkelebat lewat, seorang laki laki
berusia tigapuluh tahunan sudah menghadang jalan
pergiku, tak usah ditanya lagi orang itu bukan lain adalah
kekasih gelap kedua dari Siau Hui un yang ia menyebut diri
sendiri sebagai San tian jin, si manusia kilat.
Maka kamipun terlibat dalam suatu pertarungan sengit,
tapi ilmu silat orang itu sungguh mengejutkan hati, dalam
tiga gebrakan saja aku sudah termakan oleh sebuah
pukulannya.
Ketika itu aku cukup menyadari bahwa kalau tidak kabur
lagi, nyawaku pasti akan ludas seketika itu jua, maka secara
nekad kulancarkan tiga buah serangan berantai yang paling
dahsyat lalu melejit dan kabur dari situ.
Ternyata mereka tak mau lepaskan aku dengan begitu
saja, kejar mengejar berlangsung seru, ketika sampai di tepi
sebuah jurang maka sambil menggigit bibir akupun terjun
ke bawah.
Ketika mencapai tanah, sekali lagi aku menahan tanah
dengan tangan kiriku karena tangan kiriku sudah terluka,
sekalipun kutung toh nyawa kita berdua berhasil di
selamatkan.
Tapi dengan begitu akupun berhasil lolos dengan
selamat, maka akupun membawa kau menuju tebing Kui
ong gan, di sana kuwariskan semua ilmu silatku. Rasanya
cerita selanjutnya dapat kau ketahui sendiri bukan?"
Ketika berbicara sampai di situ, keadaan Kui jin suseng
sudah amat payah, nafasnya amat lirih dan jiwanya makin
terancam...
Saking pedihnya air mata jatuh bercucuran membasahi
wajah Ong Bun kim, tanyanya:
"Jadi kalau begitu kematian ayahku di tanganmu
sebetulnya sama sekali tak ada hubungannya dengan Mo
kui kiam jiu itu kwancu dari Hou kwan . . . ?.
"Yaa, sama sekali tak ada hubungannya, kami belum
pernah saling berjumpa muka."
"Kini enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar itu
berada di mana. . . ?"
Kui jin suseng menghembuskan nafas panjang, setelah
berhenti sebentar katanya:
"Setelah kubawa kau menuju ke Kui ong gan, diam-diam
kubalik kembali ke tempat tinggalku semula, ternyata ke
enam jilid kitab pusaka itu sudah dibawa kabur oleh Siau
Hui un serta manusia kilat, sedang ia sendiripun pergi entah
ke mana."
Aku lantas bersumpah akan mendidik kau menjadi
seorang jago yang lihay dalam dunia persilatan, agar kau
dapat membalaskan dendam atas kematian ayahmu.
"Hingga tujuh - delapan tahun kemudian aku baru
muncul sekali dalam dunia persilatan, kukunjungi lembah
Sin li kok untuk mencari Siau Hui un, tapi ilmu silatku
masih bukan tandingannya.
Demi terwujudnya cita-citaku untuk membalas dendam,
akhirnya teringat olehku akan mata uang kematian, sebab
mata uang kematian mungkin bisa menunjukkan tempat
persembunyian Si ong mo ci, kata orang asal mata uang
kematian bisa ditemukan mungkin saja bisa mendapatkan
pula serangkaian ilmu silat tinggi.
Ketika kau sudah tamat belajar, akupun suruh kau pergi
mencari Tui hong pocu, sebab bila kau memperkenalkan
diri sebagai Ong See liat, dia akan menceritakan kejadian
ini kepadamu. Sedang aku untuk sementara waktu tak ingin
berjumpa dulu denganmu, bila iblis cantik pembawa maut
telah kutemukan dan dendamku sudah terbalaskan, aku
baru akan munculkan diri di hadapanmu untuk menebus
dosa ... "
Ong Bun kim menggigit bibir menahan diri, dalam
kesedihan yang tak terhingga ditatapnya Kui jin suseng
dengan termangu-mangu, lama sekali ia membungkam
dalam seribu basa.
Kedengaran Kui jin suseng berkata lagi:
"Kini semua duduknya persoalan telah kau fahami, tugas
membalas dendampun terpaksa harus kuserahkan kembali
ke atas bahumu !"
"Kalau memang begitu, bolehkah aku meng-ajukan
sebuah pertanyaan lagi . . . .?"
"Katakan . . . katakanlah !"
"Ayahku masih mempunyai seorang sahabat yang
bernama Hiat hay ki khek . . apakah kau tahu ?"
"Yaa, aku tahu !"
"Kau pernah berjumpa dengannya?"
"Belum !"
"Sekarang dia berada di mana?"
"Konon sudah jauh pergi ke Lam hay, hingga kini tiada
kabar berita tentangnya !"
"Apakah kau juga tahu kalau aku mempunyai sebuah
Liong bei?"
"Yaa, aku tahu ! Waktu itu ayahmu pernah
memberitahukan persoalan tersebut kepadaku, katanya
sebuah Hong bei yang melukiskan burung hong, ia
hadiahkan untuk seorang sahabat karibnya, diapun bilang
barang siapa mengenakan Hong bei tersebut, dia adalah
istrimu !"
"Kenapa ibuku tak pernah memberitahukan persoalan ini
kepadaku?"
"Soal itu aku kurang begitu tahu!"
Dengan berat hati dan sedih Ong Bun kim
menganggukkan kepalanya, mungkin saja menjelang
kematiannya ibunya hendak memberitahukan persoalan itu,
sayang ia sudah tak sanggup buka suara lagi. . ."
Terdengar Kui jin suseng kembali berkata: "Seandainya
aku tidak mendengar kalau kau sudah terkena pedang
beracun Liu yap kiam dari Mo kui kiam jiu hingga
nyawamu berada di ambang kematian, akupun tak akan
munculkan diri. Nah, apakah kau menghendaki mata uang
kematian itu?"
"Benar !"
Kui jin suseng segera merogoh ke dalam sakunya dan
mengeluarkan dua biji mata uang kematian yang mana
lantas diserahkan kepada Ong Bun kim . .
Dalam pada itu paras muka Kui jin suseng makin lama
semakin menghitam dan keadaannya makin lemah ....
Dalam keadaan"demikian Ong Bun kim betul-betul tidak
tahu bagaimana sikapnya terhadap gurunya itu, dia tak tahu
haruskah merasa dendam ataukah merasa berhutang budi.
Kui jin suseng kembali menghembuskan napas panjang,
katanya:
"Bersedia . . . bersediakah kau untuk . . . untuk
melakukan suatu . . . suatu pekerjaan bagiku . . , ?"
"Katakanlah !"
"Bantu .... bantulah aku un . . . untuk menemukan
kembali ke enam jilid ki . . . kitab pusaka milik enam par . .
. partai besar ... "
"Aku pasti akan melakukannya untukmu, aku pasti akan
merampasnya kembali dan dikembalikan kepada enam
partai besar..."
"Kaa . . . kalau begitu.... ba...baik sekali . . ." nafasnya
amat memburu hingga agak tersengal, terusnya agak
terputus-putus, "ber. .. bersediakah kau un . . . untuk
memaafkan aku . . . ?"
"Aku bersedia memaafkanmu!"
Sekulum senyuman sehingga menghiasi ujung bibir Kui
jin suseng, tapi senyuman itu hanya berlangsung dalam
waktu singkat sebab kepalanya tiba-tiba terkulai dan Kui-jin
suseng yang termashur namanya di mana-mana inipun
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Memandang jenazah gurunya yang membujur di depan
mata, tidak tahan dua titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipi pemuda itu, sekalipun ia telah melakukan
suatu perbuatan yang tak bisa diampuni, tapi
bagaimanapun juga dia mempunyai budi kebaikan
kepadanya.
Cinta dan dendam sudah seharusnya dihapus mengikuti
kematian yang menjelang padan ya... oleh karena itu
diapun memaafkan kesalahannya! Memandang jenazah
Kui-jin suseng yang hitam seperti arang, kakek berambut
putih yang selama ini hanya berdiam diri itu menghela
napas panjang lalu katanya:
"Hidup sebagai seorang manusia, sungguh amat sulit
untuk membedakan mana yang buruk dan mana yang baik
!"
"Benar" gumam Ong Bun - kim pula, "sebagai seorang
manusia, memang sulit untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk ...locianpwe, terima kasih banyak
atas budi pertolonganmu tadi!"
"Aaaah, itu tidak terhitung seberapa!"
Baru selesai kakek berambut putih itu berbicara, tiba-tiba
kedengaran suara langkah hianusia berkumandang
memecahkan kesunyian, ketika Ong Bun-kim coba
berpaling, terlihatlah dua orang dayang berbaju biru sedang
berjalan menghampiri ke arahnya.
Ong Bun-kim agak tertegun, dengan cepat ia menarik
kembali sinar matanya dan dialihkan ke atas jenazah Kuijin
suseng, kemudian dibopongnya jenazah itu untuk
berlalu dari situ.
Mendadak dua orang dayang berbaju biru itu
menghadang jalan perginya ....
Menyaksikan perbuatan mereka itu paras muka Ong
Bun-kim berubah hebat, segera bentaknya:
"Mau apa kalian?"
"Apakah kau beroama Ong Bun-kim?" tarya dayang
berbaju biru yarg ada di sebelah kiri. "Benar!"
"Siocia kami ingin bertemu dengan kau!"
Ong Bun-kim tertegun oleh ucapan tersebut, segera
serunya:
"Aku tak pernah kenal dengan siocia kalian, mau apa dia
mengundangku untuk berjumpa?"
"Tentang soal ini, kau akan mengetahui dengan
sendirinya setelah berjumpa nanti!"
Paras muka Ong Bun-kim agak berubah.
"Siapakah nona kalian itu?" tegurnya.
"Asal kau telah berjumpa dengannya, nanti toh akan kau
ketahui sendiri!"
"Sebelum kalian menerangkan siapakah nona kalian,
jangan harap aku akan mengikuti kalian!"
Akhirnya dayang berbaju biru yang rada di sebelah
kanan itu menjawab sejujurnya:
"Nona kami adalah Gin Lo-sat (iblis perempuan-berbaju
perak) dari pekumpulan Hui-mo pang (iblis terbang)!"
Ong Bun-kim merasa asing dengan nama orang itu, ia
agak tertegun dibuatnya, sedang kakek berambut putih yang
ada di belakangnya agak berubah muka, ditatapnya sekejap
kedua orang dayang berbaju biru itu dengan pandangan jeri.
Ong Bun-kim segera tertawa dingin, katanya.
"Tapi aku tidak merasa kenal dengan nona kalian aku tak
ingin pergi ke sana . . . "
"Tidak, bagaimanapun jua kau harus pergi
menjumpainya!"
Kontan saja Ong Bua kim tertawa dingin. "Apakah nona
berdua hendak memaksaku dengan kekerasan?" ejeknya.
"Setiap orang yang diundang nona kami belum pernah
ada yang berani menolak undangan nya, apalagi tak mau
pergi menemuinya!"
"Tapi kalau aku tak mau ikut, lantas kalian mau apa?"
kembali Ong Bun-kim mengejek.
"Saudara, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan
menolak arak kehormatan dengan me milih arak
hukuman!"
Ong Bun-kim tertawa dingin, mendadak ter dengar ujung
baju tersampok angin, kembali ada puluhan sosok bayangan
manusia melayang datang dari kejauhan.
Mereka segera membentuk barisan dan menghadang
semua jalan mundur dari tempat itu, karena mereka tak lain
adalah anak murid dari enam partai besar"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
Pendeta tua yang menjadi pemimpin rombongan itu
melirik ke arah Ong Bun-kim sekejap, lalu sinar matanya
dialihkan kembali ke atas jenazah Kui-jin suseng,
tampaknya ia merasa terkejut dan sedikit tercengang,
hingga tanpa sadar serunya:
"Suhumu telah mati?"
"Betul!" jawab Ong Bun-kim dingin.
"Di manakah keenam jilid kitab pusaka kami?"
"Kalian tak usah kuatir," jengek Ong Bun kim dingin,
"asal aku Ong Bun-kim tidak mati, dalam waktu setahun ke
enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar pasti akan
kukembalikan!"
Seorang imam tua yang berada di barisan depan segera
mendengus dingin, katanya ketus:
"Lantas, bagaimana pula pertanggungan jawab saudara
atas puluhan lembar nyawa anggota enam partai besar kami
yang tewas di tanganmu?"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat.
"Kalau begitu kalian datang mencari balas denganku?"
serunya lantang.
"Kami cuma berharap agar sicu bersedia mengembalikan
ke enam jilid kitab pusaka itu kepada kami!"
0oodwoo0
BAB 27
"TADI kan sudah kukatakan bahwa pada suatu hari
kitab-kitab tersebut pasti akan kuserahkan kembali kepada
kalian enam partai besar!"
"Kami minta kitab itu detik ini juga!"
"Kalau aku tak sanggup menyerahkannya, maka kalian
hendak menggunakan kekerasan?"
"Benar!"
"Kalau begitu coba saja untuk mempraktekkan kelihayan
kalian!"
Imam tua yang berada di barisan depan itu segera
menggerakkan pedang ditangannya, dengan jurus Hong-siajian
im (angin membuyarkan sisa awan) langsung
menerjang tubuh Ong Bun-kim, sungguh cepat gerakan
serangan tadi.
Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan biru
berkelebat lewat diiringi bentakan nyaring:
"Pingin mampus ... "
Ternyata dia adalah dayang berbaju biru yang ada
disebelah kanan, secepat kilat tubuhnya menerjang ke
depan, seketika itu juga serangan pedang dari imam tua itu
terbendung oleh ancamannya.
Terkesiap juga Ong Bun-kim setelah menyaksikan
kehebatan dayang baju biru itu.
"Kalau kalian berani turun tangan lagi, jangan salahkan
kalau kucabut nyawamu!" demikian dayang baju biru itu
mengancam.
Paras muka pendeta tua itu agak berubah, diapun
menghardik:
"Li-sicu, siapakah kau?"
"Dayang dari Gin lo-sat, perkumpulan Hui mo-pang!"
"Apa? Perkumpulan Hui-mo-pang?"
Hampir dengan suara yang sama kerasnya semua jago
dari enam partai besar berteriak kaget, sekilas rasa kaget
dan tercekat segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa perkumpulan Huimo-
pang bukanlah suatu perkumpulan biasa.
"Betul!" sahut dayang berbaju biru itu dengan dingin,
"Ong Bun-kim adalah orang yang telah diundang oleh
pangcu perkumpulan kami, jika kalian berani menyinggung
seujung rambut nya saja, segera akan kujagal kalian semua,
kalau tidak percaya boleh saja untuk mencoba nya!"
Untuk sementara waktu semua jago dari enam partai
besar tak berani berkutik, mereka dibuat tertegun oleh
kejadian tersebut.
Seorang dayang baju biru yang lain segera berkata pula
kepada Ong Bun-kim dengan suara dingin:
"Hayo berangkat saudara!"
"Sayang aku tidak mempunyai waktu untuk memenuhi
harapanmu itu!" jawab Ong Bun kim dengan paras muka
agak berubah.
"Jadi kau enggan pergi?"
"Tepat sekali, aku memang enggan pergi!"
Baru selesai Ong Bun-kim menjawab, tiba tiba terdengar
bentakan keras menggelegar di angkasa, menyusul pendeta
tua itu berseru:
"Perkumpulan Hui-mo-pang dapat membuat orang lain
jeri, tapi jangan harap bisa menakut kan kami enam partai
besar!"
Belum habis perkataan itu, ia sudah maju ke depan dan
menerjang tubuh Ong Bun-kim.
Ketika pendeta tua itu melejit ke udara sambil
melancarkan terkaman, dayang berbaju biru itu segera
membentak keras:
"Hmm . . . ! Rupanya kau sudah bosan hidup!"
Secepat sambaran petir ia menyongsong datangnya
tubrukan itu, sebuah pukulan dahsyat dilepaskan pula ke
depan.
Bayangan manusia saling menyambar, puluhan sosok
bayangan manusia secara bersamaan meluncur pula ke
depan menyerang Ong Bun-kim.
Dayang berbaju biru lainnya membentak pula dengan
suara nyaring, tubuhnya ikut me nerkam ke depan ...
Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati seketika
memecahkan keheningan malam, keadaan kian lama kian
bertambah seram.
Pada saat itulah, dengan tangan kirinya menjepit tubuh
Ong Bun-kim, tiba-tiba kakek berambut putih itu berseru:
"Hayo berangkat ... "
Tubuhnya melejit ke udara, seperti seekor kelelawar
hijau, ia melayang ke udara dan kabur dari itu.
Sungguh cepat gerakan melayang dari kakek berambut
putih itu, boleh dibilang melebihi kecepatan dari sambaran
kilat, hanya dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya
sudah berada puluhan kaki dari tempat semula.
la kabur terus menuju ke arah sebuah bukit yang tinggi,
satu li kemudian dia baru menghentikan larinya dan
menurunkan tubuh Ong Bun-kim dari dukungan.
Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim mengawasi
sekejap kakek berambut putih itu, lalu katanya:
"Locianpwe, banyak terima kasih atas bantuan mu,
sekali lagi kau telah menyelamatkan jiwa mu!"
"Aaaah . . . cuma urusan sepele kenapa musti kau
risaukan? Kata terima kasih lebih baik tak usah disinggung
kembali!"
"Locianpwe, sesungguhnya apakah yang disebut Huimo-
pang itu? Organisasi macam apakah dia?"
Selapis rasa murung menyelimuti wajah kakek berambut
putih itu, jawabnya sesudah termenung sejenak:
"Organisasi macam apakah sesungguhnya Hui-mo-pang
itu, hingga kini tidak diketahui oleh siapapun, cuma ia
sudah muncul selama beberapa bulan dalam dunia
persilatan."
"Menurut apa yang kuketahui, Hui-mo-pang bukan
didirikan dalam dunia persilatan di daratan Tionggoan kita,
melainkan datangnya dari suatu tempat lain, siapa
pangcunya tidak diketahui orang, bagaimana raut wajahnya
juga tak pernah dijumpai orang, tapi katanya ilmu silat yang
dimilikinya luar biasa lihaynya sehingga boleh dibilang
belum pernah ada orang yang mampu menerima tiga jurus
serangannya."
"Beberapa bulan berselang, Hui-mo pang telah
menciptakan beberapa kejadian berdarah dalam dunia
persilatan, seperti misalnya perkumpulan Cing ih pang (
baju hijau), "Lui hong kau (perkumpulan angin geledek),
lantaran mereka menolak untuk menggabungkan diri
dengan organisasinya, maka akibatnya semua anggota
perkumpulan mereka dibantai oleh orang-orang Hui mo
pang hingga ludas, seorangpun tak ada yang berhasil lolos
dengan selamat . . ."
Menggigil sekujur tubuh Ong Bun kim setelah
mendengar perkataan itu, serunya tertahan:
"Oooh...kiranya sudah berlangsung peristiwa berdarah
yang demikian mengerikan?"
"Benar!" kakek berambut putih itu kembali manggutmanggut,
"malahan ada beberapa orang jago silat kelas satu
dari dunia persilatan, seperti misalnya Tiong ciu siang kiam
(sepasang pedang, dari Tiong ciu), Giok bin koay khek
(tamu aneh berwajah pualam) dan Ngo gak sin kay
(pengemis satu dari panca bukit) sekalian telah tewas pula
di tangan mereka . . . ."
"Oooh.. . . sungguh mengerikan perbuatan mereka itu!"
bisik Ong Bun kim dengan perasaan bergidik.
"Oleh karena itulah bbanyak sekali jdago lihay dari
adunia persilatabn yang dewasa ini terpaksa
menggabungkan diri dengan mereka . . ."
"Tapi, ada persoalan apa ia datang mencariku?"
"Apa lagi? Sudah barang tentu ia hendak menarikmu
agar bergabung dengan organisasinya!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heehh . . heeehhh . . heeehh . . . sayang sekali ia salah
perhitungan, sebab aku Ong Bun kim bukanlah manusia
semacam itu!"
Kakek berambut putih itu kembali manggut manggut,
katanya.
"Kecuali perkumpulan Hui mo pang yang
kemunculannya dalam dunia persilatan telah
menggemparkan seluruh dunia persilatan, aku dengar
sebuah perguruan lain yang hanya kudengar namanya tapi
tak kujumpai anggota perguruannya yang telah muncul juga
dalam dunia persilatan . . ."
"Perguruan apakah itu?"
"Yu leng jin!"
"Manusia tanpa sukma . . .?"
"Betul, Manusia tanpa sukma ini sudah pernah muncul
beberapa kali dalam dunia persilatan, diapun telah
menciptakan beberapa peristiwa berdarah yang mengerikan,
tapi tak seorang manusiapun yang mengetahui bahwa
musuh nya sesungguhnya seorang manusia ataukah sesosok
sukma gentayangan belaka!"
Ong Bun kim menarik napas dingin, sekali lagi tubuhnya
menggigil keras .....
Kakek berambut putih itu menghela napas panjang,
kembali ia berbisik dengan murung:
"Aaaai . . . beberapa organisasi misterius mulai menteror
dunia persilatan kita, tampaknya suatu badai pembunuhan
yang mengerikan segera akan menjelang tiba.. ."
Ong Bun kim tertegun sekian lamanya tanpa mengetahui
apa yang musti dilakukan, lama sekali, ia baru berkata:
"Bolehkah boanpwe mengetahui nama besar dari
locianpwe?"
Kakek berambut putih itu gelengkan kepalanya berulang
kali.
"Tidak perlu tahu, ketika kusambut sebuah pukulan dari
si manusia kilat tadi, lukaku sampai sekarang masih belum
sembuh . . ."
"Apa . .? Locianpwe, kau . . . kau telah ter-luka?" seru
Ong Bun kim sangat terkejut.
"Betul, aku sudah terluka, hanya saja secara paksa
kutekan luka itu di dalam tubuh sehingga tidak kambuh,
jika luka itu tibdak segera kuobdati maka akibatanya
selembar jibwaku juga akan ikut melayang, oleh karena itu
aku harus segera meninggalkan tempat ini!"
"Silahkan Locianpwe!"
Kakek berambut putih itu manggut-manggut, ia lantas
melejit ke udara dan berlalu dari situ.
Sepeninggal kakek berambut putih tadi, Ong Bun kim
mengebumikan jenazah Kui jin suseng di situ, di depan
kuburan ia bersembahyang lama sekali, lalu dengan
termangu mangu dia baru mengeluarkan seluruh mata uang
kematian yang diperolehnya itu.
Bentuk dari keenam buah mata uang itu ternyata berbeda
antara yang satu dengan lainnya, tapi bila digabungkan
menjadi satu secara berurutan, maka terbacalah beberapa
buah huruf kata yang berbunyi demikian:
"Thian san Bwee nia Hong shia,"
Membaca tulisan tersebut, Ong Bun kim menjadi
tertegun dan untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri
termangu seperti orang bodoh..
Kemungkinan besar di atas bukit Thian san tebing Bwe
nia kota Hong shia itulah Si ong mo ci (iblis cantik
pembawa maut) disekap orang. Ooh Thian! Padahal ia
hanya mempunyai kesempatan hidup selama tiga hari lagi,
bagaimana mungkin dalam tiga hari yang amat singkat itu
dia dapat mencapai bukit Thian san?
Dari sana menuju ke bukit Thian san, paling tidak juga
membutuhkan waktu di atas sepuluh hari, pada hakekatnya
suatu hal yang mustahil uptuk mencapai bukit tersebut
dalam tiga hari yang singkat.
Kehidupannya kembali dari harapan terjatuh ke dalam
keputus asaan, ia merasa saat kematian baginya sudah
makin mendekat.
Memandang ke enam biji mata uang kematian tersebut,
untuk sesaat lamanya ia hanya berdiri dengan sedih.
Yaa, kehidupannya sudah tiada harapan lagi, api yang
bisa ia lakukan sekarang hanya menunggu tibanya saat
kematian, kecuali itu ia sama sekali tiada harapan
lainnya....
Tiba-tiba...
Dikala Ong Bun kim sedang berdiri termangu dengan
perasaan amat sedih, dari belakang tubuhnya kedengaran
seseorang memanggil:
"Ong sauhiap!"
Mendengar perkartaan tersebut Otng Bun kim
meraqsakan tubuhnya rbergetar keras, ia berpaling ke
belakang, dilihatnya Lan Siok ling yang telah menyaru
sebagai gurunya "Kui jin suseng" telah berdiri kurang lebih
satu tombak di belakangnya.
Paras muka Lan Siok ling yang diliputi kemurungan dan
kesedihan membuat jantung Ong Bun kim berdebar sangat
keras.
Seandainya bukan lantaran dia, kemungkinan besar Kui
jin suseng tak akan munculkan diri dan .diapun
kemungkinan besar masih belum mengetahui sebab
terbunuhnya ayah dan ibunya.
Terhadap dirinya, kecuali Lan Siok-ling menaruh
perasaan simpatik dan memperhatikan, diapun menaruh
cinta kepadanya.
Sekalipun ia sendiri tidak mencintainya, tapi seseorang
yang dicintai adalah suatu kejadian yang membahagiakan
sekarang, ia baru dapat merasakan betapa berharganya
cinta.
Dengan wajah yang murung, sedih dan layu ia tertawa
lirih.
Lan Siok ling memandang sekejap kuburan dari Kui jin
suseng, kemudian -dengan sedih bisiknya:
"Ia sudah tiada?"
"Yaa, benar!"
"Akulah yaog telah mencelakai jiwanya . ."
"Tidak . . ."
"Ong sauhiap, aku. . .aku merasa amal bersalah
kepadanya ... "
Ketika berbicara sampai di situ, tak bisa dicegah lagi air
matanya jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ong Bun kim sendiripun merasa amat sedih, ia
menjawab:
"Aku tidak menyalahkanmu. lagi pula sepantasnya kalau
kuberterima kasih kepadamu, seandainya kau tidak
mencatut namanya dan menyaru sebagai dia, sampai
sekarang dia tak akan munculkan diri!"
"Kau tidak menyalahkan aku?" bisik ^sang nona dengan
sedih tapi lebih lega perasaannya.
"Tentu saja tidak!"
"Oooh . . . Ong sauhiap . . ."
Dengan sedih ia memanggil nama si anak muda itu, lalu
tidak tahan lagi ia menjatuhkah diri ke dalam pelukannya
dan menangis tersedu-sedu.
Ia sendiripun tak tahu, luapan emosinya itu karena rasa
terima kasihnya ataukah karena ia sudah menaruh bibit
cinta kepadanya.
Ong Bun kim membalas pelukannya dan membelai
rambutnya yang hitam dengan sedih, ia merasa dalam alam
kehidupan yang serba susah dan tersiksa ini, orang yang
dicintainya adalah orang yang paling berbahagia . . .
Lama .. lama sekali, ia baru mendongakkan kepalanya
dan memandang wajah Ong Bun kim, mukanya yang basah
oleh air mata menambah daya pesona gadis itu.
Lama kelamaan Ong Bun kim tidak tahan juga,
dirangkulnya gadis itu dengan mesra lalu diciumnya bibir
yang mungil dan merah merekah itu dengan lembut.
Kejadian di luar dugaan ini disambut kaget oleh si nona,
tiba-tiba saja tubuhnya menggigil keras.
Keadaannya waktu itu persis seperti keadaan dari gadis
manapun di dunia ini ketika untuk pertama kalinya dicium
orang, tubuh yang menggigil menunjukkan luapan rasa
gembira dan senang yang mencekam perasaannya waktu
itu.
Ciuman, membuat ia merasa amat puas.
Ciuman, membuat mereka melupakan semua kebusukan
dan kejelekan yang ada di dunia ini.
Lama-lama kemudian, mereka baru melepaskan diri dari
rangkulan.
Dengan sedih gadis itu bertanya:
"Cintakah kau kepadaku?" Ong Bun-kim memandangnya
dengan tatapan kosong, agaknya belum pernah ia
mempertimbangkan persoalan ini . . . cintakah? Atau tidak
men cintainya?
Yaa, sebelum perkenalan belum pernah ia jumpai gadis
itu . . . satu-satunya orang yang di cintai hanya seorang
gadis yang bernama Bunga iblis dari neraka.
Sekarang, apa yang musti ia jawab? Ia tak tahu
bagaimana caranya mengatasi persoalan itu.
Sekalipun ia mencintainya, ia percaya cinta nya kepada
gadis itu sudah tidak sempurna lagi"
Maka sambil tertawa getir ucapnya:
"Aku . . . aku tidak tahu!"
"Apa? Kau tidak tahu?"
"Kalau ciuman sebagai perlambang cinta, aku telah
mencintaimu . . ."
"Kalau begitu kau mencintai aku?" tanya Lan Siok Ling
dengan wajah yang amat sedih.
"Benar!"
Dengan sedih Lan Siok ling membandang sekejap dke
arah Ong Buna kim, bibirnya bbergetar seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya ia batalkan niatnya itu,
ia merasa sekalipun ada berjuta juta perkataan yang ingin
diucapkan, tapi dia tak tahu dari manakah dia harus mulai
dengan pembicaraannya.
Tiba tiba Ong Bun kim seperti teringat akan sesuatu, dia
lantas bertanya dengan suara keras:
"Nona Lan, apakah kau mencintai diriku?"
"Yaa, aku cinta padamu!"
"Bersediakah kau melakukan suatu pekerjaan! bagiku?"
"Aku bersedia, apa yang kau inginkan? Katakanlah
dengan cepat kepadaku!"
"Kawinlah dengan aku!"
"Apa?"
Tanpa sadar Lan Siok ling menjerit tertahan, lalu dia
mundur dua tiga langkah dengan tindakan lebar;
Ucapan dari Ong Bun kim itu benar benar berada di luar
dugaannya, hal mana membuat hatinya merasa amat
terperanjat.
"Kawin dengan kau?" bisiknya dengan suara gemetar.
"Betul!"
Dengan perasaan tertegun dan sedikit di luar dugaan
gadis itu memandang wajah Ong Bun kim tanpa berkedip,
seakan akan ia sedang bertanya kepadanya: . "Kenapa ., ."
"Tahukah kau bahwa aku sudah hampir mati?" demikian
Ong Bun kim berkata lagi.
"Kau sudah pernah memberitahukan soal ini kepadaku!"
"Aku masih ada kesempatan hidup selama tiga hari,
maka aku minta agar kau bersedia kawin denganku!"
"Kenapa?"
"Sebab aku sangat berharap aku mempuyai seorang
keturunan yang bisa membalaskan dendam bagi sakit
hatiku!"
Setelah menghela napas panjang, pemuda itu kembali
berkata:
"Aku tahu bahwa permintaanku ini adalah suatu
permintaan yang mau menang sendiri dan tidak pakai
aturan, tapi aku tak bisa tidak harus berbuat begini,
seandainya kau bersedia mengorbankan diri demiku,
sekalipun aku sudah berada di alam baka, aku tetap akan
merasa sangat berterima kasih kepadamu . . . "
"Bukankah kau telah berhasil mendapatkan mata uang
kematian?" tanya Lan Siok-ling se sudah termenung
sebentar.
"Benar . .b . "
"Kalau begditu, kau tak akaan mati!"
"Akub sudah tiada waktu sepanjang itu lagi untuk
berangkat ke tempat yang dimaksudkan!"
"Di manakah letak tempat itu?"
"Bukit Thian-san!"
"Thian-san?" Lan Siok ling membelalakkan sepasang
matanya lebar-lebar, kemudian dengan sedih ia menghela
napas panjang, "yaa, kau . . . kau memang tiada cukup
waktu untuk mencapai tempat tersebut, paling tidak kau
membutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk mencapai
bukit Thian-san dari tempat ini..."
"Oleh sebab itulah aku harus kawin denganmu," kata
Ong Bun kim dengan sedih, "aku tahu peristiwa ini
mungkin merupakan suatu peristiwa yang keji bagimu, tapi
aku mohon kepadamu agar kau bersedia mengabulkan
permintaanku ini, bersediakah kau memenuhi keinginanku
ini? Bersediakah kau . . !"
"Aku...."
"Bila kau merasa keberatan, aku tidak akan memaksamu,
katakan saja berterus terang!"
"Engkoh Ong, aku mengabulkan permintaanmu itu!"
Kembali jawaban tersebut membuat Ong Bun kim
tertegun, suatu jawaban yang sama sekali di luar dugaan.
Dengan luapan perasaan terima kasih yang tak terhingga
Ong Bun kim segera berseru:
"Kau benar-benar telah mengabulkan permintaanku?"
Lan Siok ling amat sedih, air matanya jatuh berlinang
membasahi pipinya, ia menubruk ke dalam pelukan Ong
Bun kim, kemudian menangis tersedu-sedu.
"Aku bersedia, aku aku bersedia melakukan pekerjaan
apapun untukmu!"
Sekali lagi Ong Bun-kim merasa amat terharu dan
berterima kasih, tanpa terasa titik air matanya jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Yaa, kejadian ini memang merupakan suatu peristiwa
yang cukup mengharukan, bukan suatu hal yang lumrah
seorang gadis bersedia mengorbankan semua kebahagiaan
hidupnya demi orang lain.
Dengan penuh kasih sayang dibelainya gadis itu,
sementara titik air mata tanpa terasa jatuh menetes
membasahi pipinya.
Lama, lama sekali, dia baru berkata:
"Mari kita pergi!"
"Ke mana?"
"Mencari suatu rtempat yang romtantis, kita harqus
hidup secarar baik-baik dan gembira selama tiga hari ini!"
"Seandainya aku tak dapat memberikan anak untukmu?"
tanya Lan Siok-ling penuh rasa kuatir.
-ooo00dw00ooo-
Bab 28
SEMOGA Thian melimpahkan rahmat dan hidayatnya
untuk diri kita berdua," jawab pemuda itu lirih.
"Kalau begitu mari kita pergi!"
Ong Bun-kim mengambil harpa besinya yang tergeletak
di tanah, merangkul gadis itu dan pelan-pelan berlalu dari
situ.
Ia tidak memperdulikan ke mana mereka akan pergi,
mereka pergi tanpa tujuan, mereka pun tak tahu kemana
harus tinggal.
Tak jauh di depan sana terdapat sebuah gua karang yang
besar, sambil merangkul gadis itu ia masuk ke dalamnya.
Gua karang itu sangat besar, dalam lagi, Ong Bun-kim
berpaling dan memandang gadis itu sekejap, lalu katanya:
"Adik Lan, bersediakah kau tinggal bersamaku selama
tiga hari di sini ....?"
"Aku bersedia . . . . "
"Aku sangat berterima kasih kepadamu, sekalipun berada
di alam baka . . . . "
"Sudahlah engkoh Ong, jangan kau bicarakan lagi kata
kata semacam itu."
Ia menciumnya.... ciuman tersebut pertanda dari
permulaan suatu kematian.
Malam semakin sepi, udara makin gelap gulita.
Di tengah keheningan malam yang panjang dan sepi, di
tengah suasana yang hening dan penuh kemurungan, ia
telah mempersembahkan kesuciannya untuk pemuda yang
ia cintai, sedang yang tersisa hanya kenangan yang penuh
dengan penderitaan.
Ketika mereka telah menyelesaikan hubungan suami
istri, gadis itupun menangis.
Seperti pula gadis gadis lain yang baru kehilangan
perawannya, ia menangis sedih, isak tangisnya membuat
orang merasa terharu dan ikut beriba hati.
Mendadak . . . .
Dikala Lan Siok ling sedang menangis dengan sedihnya,
dari luar gua berkumandang suara langkah manusia,
menyusul kemudian seorang gadis membentak keras:
"Siapa yang berada dalam gua?"
Ong Bu-kim dan Lan Siok ling sama sama merasa
terperanjat, sebelum mereka melakukan suatu tindakan,
bayangan manusia telah berkelebat lewat, seorang gadis
berbaju merah tahu-tahu sudah melayang masuk dan berdiri
di hadapan mereka.
Padahal waktu itu pakaian Lan Siok ling masih acak
acakan tidak keruan, noda darah masih membekas di atas
lantai, tentu saja terhadap kemunculan si nona berbaju
merah yang sangat tiba-tiba itu mereka berdua sama sama
merasa tertegun.
Gadis berbiju merah itu mempunyai raut wajah yang
cantik jelita, dengan biji matanya yang jeli ia menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, lalu dengan paras muka
berubah hebat bentaknya:
"Bajingan cabul!"
Ong Bun-kin terkesiap, ia berdiri melongo.
Lan Siok ling terparanjat pula, saking kagetnya diapun
tak mampu berkata apa apa.
Terdengar gadis berbaju merah itu kembali membentak
marah:
"Bajingan cabul, berani betul menggagahi gadis di tempat
ini, kubunuh kau . . . : "
Tubuhnya menerjang maju ke depan, begitu tiba di
hadapan Ong - Bun kim pergelangan tangannya segera
diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya, membuat orang bukan
saja kaget pun merasa kagum.
"Tahan," Lan Siok ling segera berteriak keras.
Mendengar bentakan itu, tanpa sadar si nona berbaju
merah itu menghentikan gerakan tabuhnya dan
memandang ke arah Lan Siok liag dengan wajah tertegun,
tampaknya ia merasa tidak habis mengerti dengan kejadian
yang sedang berlangsung di hadapan matanya.
"Dia ... dia bukan penjahat cabul!" kata Lan Siok ling
kemudian dengan nada sedih.
"Se . . . sesungguhnya apa yang telah terjadi?"
"Aku bersedia untuk ..... untuk tidur dengannya!"
"Kau bersedia?"
"Yaa, benar!"
"Kalau memang bersedia, mengapa kau musti
menangis?"
"Aku..."
Oleh pertanyaan itu Lan Siok lbing dibikin terdtegun,
gelagapaan dan tak mampub menjawab.
Tampaknya gadis berbaju merah itu belum pernah
merasakan bagaimana perasaan seorang gadis bila selaput
daranya direnggut orang, kalau tidak, tak mungkin dia akan
mengajukan pertanyaan seperti itu.
"Nona, kalau tak ada urusan lagi di tempat ini, aku harap
kau segera pergi tinggalkan tempat ini!" kata Ong Bun kim
kemudian dengan suara dingin.
Si nona berbaju merah itu memandang Ong Bun kini
sekejap, tiba tiba ia beranjak dan maju beberapa langkah
lagi ke depan, tapi secara mendadak ia menghentikan
kembali langkah kakinya.
Tentu saja kejadian itu sangat mencengangkan Ong Bun
kitn maupun Lan Siok ling
"Aku lihat, tampaknya saudara menderita luka yang
cukup parah?" kata gadis berbaju merah lagi.
"Benar, dari mana kau bisa tahu?" seru Ong Bun-kim
dengan perasaan hati yang tercekat.
"Menurut penglihatanku, umurmu tinggal empat hari
lagi, benar bukan?"
"Betul!" jawab si anak muda itu pelan meski sekujur
badannya telah menggigil karena ngeri.
"Kalau demikian kejadiannya, maka aku rasa persoalan
ini tidak sederhana . . . ."
"Persoalan apa yang tidak sederhana?"
"Kau adalah seseorang yang sudah hampir mati, kenapa
nona itu bersedia menyerahkan tubuhnya untukmu?"
"Justru karena dia sudah hampir mati, maka aku baru
bersedia menyerahkan tubuhku kepadanya!" jawab Lan
Siok ling cepat.
"Kenapa?"
"Karena ia membutuhkan seorang keturunan untuk
membalas dendam bagi kematiannya!"
Paras muka gadis berbaju merah itu segera berubah
hebat, serunya tak tahan:
"Jadi kau adalah Ong Bun kim?"
"Benar!"
"Apakah mata uang kematian berada di tanganmu?"
Mendengar pertanyaan tersebut paras muka Ong Bun
kim berubah hebat, sabutnya dengan dingin:
"Benar! Apakah nona datang ke mari lantaran mata uang
kematianku itu?"
"Betul!"
Mencorong sinar tajamb dari balik matda Ong Bun kim
saetelah mendengabr pengakuan tersebut, katanya:
"Akan tetapi, mata uang kematian itu justru berada di
sakuku . . ."
Si nona berbaju merah itu segera tertawa dingin.
"Heeehh . . .heeehhh .... heeehhh . . , kau anggap aku tak
bisa turun tangan untuk merampas mata uang kematian itu
dari tanganmu?"
"Kalau memang demikian, kenapa kau tidak mencoba
untuk merampas sendiri mata uang kematian itu dari
tanganku?"
Si nona berbaju merah itu segera melompat ke udara lalu
menerjang ke tubuh Ong Bun kim.
Sebelum si anak muda itu sempat menghindarkan
dirinya, tahu tahu ia merasa tubuhnya menjadi kaku dan
jalan darahnya sudah kena ditotok secara telak.
Tangannya lantas disambar ke depan, dan tubuh Ong
Bun kim sudah kena dicengkeram oleh gadis baju merah
itu.
"Hei, mau apa kata?" Lan Siok ling segera membentak
gusar.
Sebuah pukulan segera dilontarkan ke muka untuk
membendung tibanya ancaman musuh.
Dengan cepat si nona berbaju merah itu mengebaskan
tangan kirinya ke depan:
"Mundur kau ... . ."
Di bawah kebasan ringan dari si nona berbaju merah itu,
Lan Siok Ling tak mampu berdiri tegak dan secara beruntun
mundur tujuh delapan langkah dengan terhuyung-huyung,
nyaris tubuhnya jatuh tertelentang di atas tanah.
Menggunakan kesempatan itulah si nona berbaju merah
itu melejit ke muka dan melon: pat ke luar dari gua tersebut.
Buru-buru Lan Siok-ling memburu ke Iuar gua, tapi
gerakan tubuh si nona berbaju merab itu cepat seperti
sambaran kilat, dalam sekali kelebatan saja tahu tahu
tubuhnya sudah berada puluhan kaki jauhnya dan posisi
semula.
Mendadak...
Suara bentakan nyaring kembali berkumandang
memecahkan kesunyian, sesosok bayangan hitam
melompat ke luar dari balik kegelapan dan menghadang
jalan perginya.
Karena merasa munculnya bayangan manusia lain, serta
merta nona berbaju merah itu meng-hentikan gerakan
tubuhnya.
Dengan biji matanya yang jeli ia menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian katanya dengan dingin:
-oo0dw0oo--
Jilid 10
"BUNGA iblis dari neraka, lagi-lagi kau!"
"Bertul, memang lagi-lagi aku yang muncul di
hadapanmu. Aku hanya ingin tahu, hendak kau bawa ke
mana adik Ong ku itu?"
"Jangan kuatir, pokoknya aku tidak akan membinasakan
dirinya!"
"Apa yang hendak kau lakukan terhadapnya?"
"Mungkin akan menyelamatkan jiwanya!"
"Kau dapat menolongnya ?" tanya Bunga iblis dari
neraka dengan paras muka berubah.
"Kemungkinan besar! Kau dapat berlega hati bukan?"
Bunga iblis dari neraka mengangguk pelan, sahutnya:
"Dia adalah seorang pemuda yang bernasib jelek, semoga
saja kau tak akan membinasakan dirinya!"
"Jangan kuatir!"
Selesai berkata ia sudah siap meninggalkan tempat itu.
Tapi belum sempat ia berlalu dari situ, tiba tiba terdengar
seseorang membentak lagi:
"Berhenti!"
Mendengar seruan itu, si nona berbaju merah segera
membatalkan niatnya untuk pergi dari situ.
Bayangan manusia berbaju biru segera ber-kelebat lewat,
dua orang dayang berbaju biru yang pernab dijumpainya
tadi, kini sudah menghadang kembali jalan pergi mereka.
"Mau apa kalian berdua datang kemari?"
"Minta kepadamu untuk lepaskan dia!" sahut dayang
baju biru yang ada di sebelah kanan.
"Siapakah kalian berdua?"
"Pesuruh dari Gin Lo sat, perkumpulan Hui mo pang!"
Mendengar nama itu, si nona berbaju merah itu segera
tertawa terbahak bahak.
"Haahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . . apa hubungan
kalian berdua dengan Ong Bun-kim?"
"Nona kami ingin menjumpainya!"
"Kalau aku enggan menyerahkannya kepadamu?"
"Aku pikir nona adalah seorang yang pintar, masa tak
akan kau serahkan orang itu kepada kami?"
Si nona cantik berbaju merah kembali tertawa dingin.
"Heeabhh . . . heeehhh . . . heoehhh . . . secara terus
terang kuberitahukan kepada kalian, nama besar Hui mo
pang mungkin bisa membuat orang lain menjadi takut, tapi
jangan harap bisa memecahkan nyaliku!"
Mendengar perkataan itu, paras muka dua orang dayang
berbaju birupun ikut berubah hebat.
"Jadi kau tetap bersikeras tak akan menyerahkan
kepadaku?"
"Kalau kalian merasa punya kepandaian yang bisa
diandalkan, apa salahnya kalau dicoba sendiri?"
Tampaknya dayang berbaju biru itu sudah tak dapat
menahan sabar lagi, sambil membentak keras ia langsung
menubruk ke arah nona cantik berbaju merah itu, sebuah
pukulan dahsyat langsung ditujukan ke dada lawan.
Serangan itu dilancarkan dengan kecepatan yang luar
biasa dan sulit dilukiskan deogan kata-kata.
"Cari mampus . . . ." bentak nona berbaju merah itu
marah.
Bayangan merah berkelebat lewat, dua serangan gencar
dilepaskan untuk membendung kedua buah serangan
lawan.
Habat juga pukulannya itu, secara tepat ia berhasil
mendesak kedua orang dayang berbaju biru itu untuk
menarik kembali serangan mereka.
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah nona
cantik berbaju merah itu, bentaknya:
"Kalian pingin mampus?"
Belum habis dua orang dayang itu mem-bentak keras,
sambil melompat ke depan sekali lagi mereka telah
melancarkan serangan kilat.
Nona cantik berbaju merah itu tak tahan lagi segera
bentaknya:
"Kurangajar, kubunuh kalian berdua!"
Secepat kilat ia meleparkan tiga buah serangan berantai.
Ilmu silat yang dimiliki gadis cantik berbaju merah itu
memang tinggi dan mengerikan, tampak bayangan merah
berputar kian ke mari, dua orang dayang itu gagal untuk
mendekati musuhnya.
Tiba tiba .....
Sesosok bayangan manusia kembali me-nerjang masuk
ke dalam arena, ternyata orang itu adalah Lan Siok ling,
ketika dilihatnya nona cantik berbaju merah itu sedang
terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit melawan dua
orang dayang berbaju biru itu, mendadak ia ikut menerjang
pula ke depan.
Bungab iblis dari nerdaka segera bertaindak cepat, iab
maju ke depan dan menghadang jalan perginya.
"Mau apa kau?" bentaknya.
"Engkoh Ong berada ditangannya!" teriak Lan Siok ling
penuh kecemasan.
Bunga iblis dari neraka segera tertawa dingin.
"Heehhb . . . hehhh . . . heehh jangan kuatir, dia tak akan
membunuhnya."
"Siapakah orang itu?"
"Dia mempunyai nama julukan yang amat tersohor, aku
pikir kaupun pasti akan terkejut setelah mengetahuinya . ..."
"Siapa dia?"
"Dawi mawar merah . . . . "
"Aaaah...!" dengan perasaan amat terkejut Lan Siok ling
menjerit tertahan, sepasang matanya terbelalak lebar lebar
seperti dua buah gundu, ia benar benar amat terkejut oleh
ke nyataan tersebut.
Sementara itu dua kali dengusan tertahan berkumandang
dari arah gelanggang, dua orang dayang berbaju biru itu
terlempar ke luar dari arena, lalu muntah darah segar dan
tak dapat bangun kembali
Dewi mawar merah tertawa dingin, tubuh-nya segera
melompat ke depan dan berlalu dari situ.
Tak seorang manusiapun yang tahu . . . . atau
menduganya, apa yang hendak di lakukan Dewi Mawar
merah atas Bun kim, menyelamatkan jiwanya? Ataukah
mempunyai tujuan tertentu?
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa Dewi mawar
merah membawa Ong Bun kim berlalu dari situ, sangat
cepat ia berlarian di tengah kegelapan malam, dalam waktu
singkat tubuhnya sudah lenyap dibalik tikungan di depan
sana.
Setelah melewati suatu masa yang lama dan panjang
sekali, akhirnya Ong Bun kim sadar kembali dari
pingsannya, ia merasa tubuhnya masih berada di bawah
ketiak Dewi mawar merah, bahkan sama sekali tak mampu
berkutik.
Paras mukanya segera berubah, segera bentaknya:
"Hei, sebenarnya apa yang hendak kau lakukan?"
Dewi mawar merah menengok pemuda itu sekejap ketika
dilihatnya Ong Bun kim telah sadar, lalu sahutnya ketus:
"Pokoknya aku tak akan membunuhmu, kenapa musti
kuatir?"
"Sebenarnya apa yang hendak kabu lakukan
terhaddapku?"
"Menyelaamatkan jiwamu!b"
"Apa...? Kau .... kau dapat menyelamatkan jiwaku?"
"Benar..."
Ketika kata terakhir selesai diucapkan, ia telah menotok
kembali jalan darah Ong Bun-kim.
Kemudian dengan beberapa kali lompatan Dewi mawar
merah telah melewati tebing bukit itu, kemudian tubuhnya
berputar dan lari menuju ke atas sebuah tebing curam yang
amat terjal letaknya.
Di atas tebing curam yang terjal terdapat sebuah gua
kecil, dengan sekali lompat Dewi mawar merah menerobos
masuk ke dalam gua tersebut.
Baru saja gadis itu menginjakkan kakinya ke atas tanah
dalam gua itu, dari balik gua segera berkumandang suara
bentakan nyaring:
"Siapa di situ?"
"Aku, suhu!" Dewi mawar merah segera menyahut.
"Kau? Muridku?"
Belum selesai perkataan itu, Dewi mawar merah telah
menerobos masuk ke dalam gua.
Jangan dilihat ruangan masuk gua itu sempit sekali,
ternyata ruangan dalamnya mana lebar, bersih lagi:
Kecuali sebuah pembaringan batu dan beberapa buah
kursi batu, dalam gua tersebut tidak tampak perabot lain.
Seorang perempuan tua berbaju hitam yang kira kira
berusia limapuluh tahun pelan-pelan bangkit berdiri dan
menyongsong kedatangan gadis itu.
Dewi mawar merah maju serta memberi hormat, lalu
katanya; "Tecu memberi hormat buat suhu!"
"Tak usah banyak adat, eei siapa yang kau bawa?"
Dewi mawar merah membaringkan tubuh Ong Bun-kim
di atas tanah, lalu ujarnya: "Suhu, ia menderita luka parah!"
Setajam sembilu sinar mata perempuan tua berbaju
hitam itu, diawasinya sekujur tubuh Ong Bun-kim, lalu
secara tiba-tiba ia berseru tertahan.
"Aaah....!" jeritan itu mengadung nada kaget dan heran,
membuat Dewi mawar merah menjadi tertegun.
-ooo0dw0ooo-
BAB 29
"KENAPA suhu?"
Di atas raut wajah perempuan tqua berbaju hitarm yang
penuh berkeriput itu segera menampilkan luapan emosi dan
perasaan keheranan yang sangat tebal, tegurnya. "Siok-cu,
sia... siapakah dia?"
"Ia bernama Ong Bun-kim!"
"Ong Bun-kim ?"
"Betul.... ada apa dengan dia?"
"Aneh, benar-benar sangat aneh."
"Apanya yang aneh?"
"Coba lihatlah, bukankah bukankah raut wajahnya rada
mirip dengan wajahmu sendiri?"
"Apa?" Dewi mawar merah menjerit kaget.
Ucapan tersebut sungguh di luar dugaannya, ia tak
menyangka rampai ke situ maka bisa dibayangkan betapa
terkejutnya setelah mendengar perkataan dari gurunya.
Lama, lama sekali, ia baru bertanya dengan suara
gemetar:
"Suhu, kau . . .kau mengatakan wajahnya agak mirip
dengan wajahku?"
"Benar!"
Tanpa terasa Dewi mawar merah mengamati wajah Ong
Bun kim tajam tajam, benar juga, semakin dipandang ia
merasa wajan Ong Bun kim semakin mirip dengan
wajahnya, untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan
berdiri mematung di situ.
Selang sesaat kemudian, dengan alis mata berkerut
perempuan tua berbaju hitam itu berkata lagi:
"jangan... jangan..."
Jangan jangan kenapa? Ia tidak mengutarakan lebih
lanjut, hanya secara tiba-tiba ia mengalihkan
pembicaraannya ke soal lain.
"Di mana letak lukanya?"
"Di atas punggung!"
"Terluka karena apa?"
"Terkena pedarg beracun Liu yap kiam milik Mo kui
kiam jiu!"
Perempuan tua berbaju hitam iiu seperti
mempertimbangkan sesuatu, lama-lama sekali ia
membungkam dalam seribu basa...
Tiba tiba Dewi mawar merah kerkata lagi.
"Suhu, ada satu persoalan aku lupa mem-beritahukannya
kepadamu..."
"Soal apa?"
"Mata uang kematian berada disakunya!"
Sekujur badan perempuan tua berbaju hitam itu
menggigil keras, lalu dengan suara gemetar bisiknya:
"Sung... sungguhkan perkataanmu itu?"
"Sungguh!"
"Dia memiliki berapa biji?"
"Enam biji!"
"Dari dari mana kau bisa tahu?"
"Setiap umat persilatan sudah mengetahui akan kejadian
ini, aku rasa berita itu tak mungkin bisa salah lagi!"
Sekali lagi sekujur badan perempuan tua berbaju hitam
itu menggigil keras, wajahnya penuh pancaran emosi... di
balik kesedihan yang meliputi wajahnya, dia seakan-akan
sedang memikirkan sesuatu...
"Suhu!" kembali Dewi mawar merah berkata, "Konon
dia membutuhkan mata uang kematian karena katanya
hanya Iblis cantik pembawa maut yang dapat
menyelamatkan jiwanya, bila suhu berhasil menyelamatkan
jiwanya sekarang, aku pikir dia pasti rela untuk
menyerahkan mata uang kematian untuk kita!"
Perempuan tua berbaju hitam itu menghela napas sedih,
katanya kemudian:
"Aaaai... akhirnya mata uang kematian ada juga kabar
beritanya..." setelah menghela, napas lagi, ia baru berkata,
"Balikkan tubuhnya, akan kuperiksa mulut luka pada
punggungnya itu!"
Sambil berkata, pelan-pelan perempuan tua berbaju
hitam itu berjalan menghampiri si anak muda itu.
Dewi mawar merah telah membalikkan tubuh Ong Bun
kim dengan punggungnya menghadapi ke atas, pakaian
bagian punggung yang terluka dirobeknya pula, maka
tampaklah dua bilah pedang Lui yap kiam telah menembusi
tubuhnya hingga tinggal gagangnya, tiga inci diseputar
mulut luka telah berubah menjadi hitam pekat.
"Suhu, kau dapat menolong jiwanya?" tanya Dewi
mawar merah kemudian dengan perasaan cemas.
"Aaai... tampaknya sulit!" jawab perempuan tua berbaju
hitam itu sambil menggelengkan kepalanya.
"Aaaah . . . !" mendengar jawaban tersebut Dewi mawar
merah menjerit keras karena kaget.
"Cuma, untungnya masih ada sedikit harapan!
"Kalau begitu cepat tolonglah jiwanya!" pinta si gadis
cemas.
Tiba tiba perempuan tua barbaju hitam itu bertanya:
"Sudah berapa lama kau kenal dengannya?"
"Baru beberapa jam!"
"Tampaknya kau sangat menguatirkan keselamatan
jiwanya?"
Kontan saja selembar wajah Dewi mawar merah berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
"Suhu, aku berbuat demikian semuanya demi mata uang
kematian!" belanya cepat-cepat.
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa ewa.
"Baiklah!" katanya kemudian, "akan kucoba untuk
menolongnya, tapi seandainya sampai gagal atau dia
sampai mati, aku tak mau menanggung resikonya..."
"Tidak mungkin suhu, aku percaya tenaga dalam suhu
amat sempurna, ilmu pertabibanmu juga tak terkalahkan."
"Cukup, kau tak perlu menyanjung diriku!"
Sambil tertawa perempuan tua berbaju hitam itu
mengeluarkan sebutir pil berwana hitam dari sakunya lalu
dijejalkan ke dalam mulut Ong Bun-kim....
Kemudian ia serahkan pula dua bungkus bubuk obat
kepada Dewi mawar merah sambil pesannya:
"Ingat, ketika kugunakan hawa murni untuk mengisap ke
luar pedang Liu yap kiam yang bersarang di punggungnya
nanti, kau harus menaburkan bubuk obat itu secara terpisah
di atas mulut lukanya!"
"Aku mengerti, suhu!"
Dengan perasaan berat perempuan tua ber-baju hitam itu
mengangguk, tangan kanannya segera bekerja keras untuk
menepuk sadar jalan darah Oag Bun-kim yang tertotok.
Bersamaan waktunya ketika ia menotok bebas jalan
darah tersebut, dengan suatu gerakan yang sangat cepat,
tangan kanannya ditempelkan di atas punggung si anak
muda itu, kemudian pelan-pelan digerakkan naik ke atas...
Pada saat tangannya bergerak naik ke atas itulah, dua
bilah pedang Liu yap kiam yang ber-sarang dalam tubuhnya
itu ikut terdorong ke luar dari dari dalam badan.
Akhirnya dengan mengikuti gerakan tangan kanan
perempuan tua berbaju hitam tadi, pedang itu menongol ke
luar dari kulit badan dan diiringi jerit kesakitan yang
mengakibatkan Ong Bun kim jatuh tak sadarkan diri, kedua
bilah pedang Liu yap kiam tadi dapat dikeluarkan
semuanya...
Darah hitam yang kental dan berbau busuk mengalir
keluar dengan derasnya membasahi seluruh badan.
Djwi mawar merah bertindak cepat, dua bungkus bubuk
obat yang telah dipersiapkan itu segera ditaburkan di atas
mulut luka.
Pada saat itu juga tangan kanan perempuan tua berbaju
hitam itu kembali digerakkan dengan cepat untuk menekan
di atas jalan darah Mia-bun hiat di tubuh Ong Bun kim,
hawa murninya segera disalurkan ke luar dengan dahsyat
untuk menyembuhkan luka yang diderita si anak muda itu.
Dewi mawar merah mengawasi mereka berdua dengan
wajah cemas, ia tak bisa berbuat banyak dalam keadaan ini
kecuali memandang mereka belaka dengan peluh
membasahi tubuh-nya . . .
Kurang lebih satu jam kemudian, paras muka Ong Bun
kim lambat laun berubah semakin merah dan segar....peluh
sebesar kacang kedelai-pun menetes ke luar dengan
derasnya membasahi seluruh badan.
Dua jam kemudian tangan si perempuan tua berbaju
hitam yang menempel di atas jalan darah Mia bun hiat
akhirnya bergeser juga ke bawah....
Dengan mengerahkan segenap kekuatan tenaga dalam
yang dimilikinya, perempuan tua berbaju hitam itu berhasil
memaksa ke luar racun keji yang bersarang dalam tubuh
Ong Bun kim, selembar jiwanya yang sudah berada di tepi
lembah kematian akhirnya berhasil diselamatkan juga.
Pelan-pelan perempuan tua itu membuka matanya dan
memandang Dewi mawar merah sekejap, lala bisiknya:
"Ia sudah tidak berbahaya lagi keadaannya!"
"Terima kasih banyak suhu . . . ."
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir.
"Berilah sebutir obat lagi kepadanya, dalam tiga hari
kemudian, kesehatan tubuhnya tentu akan pulih kembali
seperti sediakala!"
Sambil berkata ia merogoh ke dalam saku-nya dan
mengeluarkan sebutir pil untuk di serahkan kepada Ong
Bun kim.
Tak lama kemudian, Ong Bun kim telah sadar pula... ia
merasakah sekujur badannya nyaman dan segar, mulutnya
harum dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas, tentu
saja ia lantas mengetahui apa gerangan yang telah terjadi.
Sinar matanya dialihkan ke samping untuk
memperhatikan perempuan tua berbaju hitam dan Dewi
mawar merah sekejap, kemudian se-telah tertegun sekian
lamanya dia baru bertanya.
"Kenapa dengan kau?"
"Kau tidak akan mati!" kata Dewi mawar merah.
"Kau....kau telah menolongku?"
"Bukan! Suhuku yang telah menyelamatkan jiwamu!"
"Aku....aku benar-benar tak akan mati?" tiba tiba Ong
Bun-kim bertanya lagi.
"Yaa, kau tidak akan mati, suhuku telah menolong
jiwamu dari ancaman bahaya!"
Tampaknya Ong Bun-kim tidak merasa gembira karena
jiwanya berhasil diselamatkan, sebaliknya ia malah
terjerumus dalam kemurungan, kesengsaraan dan tekanan
batin.
Justeru karena dia menganggap dirinya pasti mati, maka
ia melakukan hubungan suami istri dengan seorang gadis
yang sesungguhnya tidak ia cintai, bukankah kejadian ini
merupakan suatu tragedi yang amat menyedihkan hati?
Berpikir sampai di sini, tanpa sadar ia bergumam seorang
diri:
"Aaai. .terlalu tambat....terlalu lambat..."
"Persoalan apa yang terlambat?" tanya Dewi mawar
merah dengan wajah keheranan.
Ong Bun kim tertawa getir, ia bangun dari atas tanah dan
menyahut dengan pedih:
"Aaah . . . tidak apa apa . . . . "
Jawabannya hampir berbisik sehingga beberapa patah
kata itu sukar didengar dengan jelas . . ."
Kepada Perempuan tua berbaju hitam itu dia memberi
hormat, lalu katanya pelan:
"Locianpwe, terima kasih banyak atas budi
pertolonganmu!"
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir.
"Aaaah . . . hanya urusan sekecil itu bukan terhitung
seberapa, aku lihat sepertinya terdapat banyak persoalan
yang merisaukan hatimu?"
Ong Bun kim hanya tertawa getir, ditatapnya wajah
perempuan tua berbaju hitam itu dengan pandangan
kosong....
Selang sejenak kemudian, perempuan tua berbaju hitam
itu baru bertanya kembali.
"Kau bernama Ong Bun-kim?"
"Betul!"
"Di mana kah ayah ibumu?"
"Mereka sudah berpulang ke alam baka!"
"Siapa nama mereka?"
"Ong See-liat dan Coa Siok-oh!"
"Ooh.......rupanya mereka....tahukah kau, bahwa
wajahmu sangat mirip dengan wajah muridku?"
Ong Bun kim terperanjat, dengan sinar mata sangsi
ditatapnya Dewi mawar merah sekejap, kemudian serunya
tak tertahan:
"Wajahnya mirip sekali dengan wajahku?"
"Benar!"
"Kenapa?"
"Aku sendiripun tidak tahu! "
Ong Bun kim segera tertawa ewas katanya:
"Bukankah nona ini menghendaki mata uang kematian?"
"Benar, sudah banyak tahun ia mencari jejak dari benda
tersebut!"
Ong Bun kim segera merogoh ke dalam sakunya dia
mengeluarkan ke enam biji mata uang kematian itu, sambil
diserahkan kerada Dewi mawar merah katanya:
"Aku membutuhkan mata uang kematian demi
menyelamatkan jiwaku, tapi sekarang jiwaku telah
diselamatkan, itu berarti mata uang kematian sudah tidak
berarti lagi bagiku, nah terimalah mata uang kematian itu,
akupun hendak mohon diri lebih dahulu!"
Selesai berkata dia mengambil harpa besinya dari atas
tanah lalu selangkah demi selangkah berjalan ke luar dari
gua tersebut...
Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan orang, baik
perempuan tua berbaju hitam maupun Dewi Mawar merah
sama sama dibbikin tertegun odleh kejadian tearsebut.
"Tunggub sebentar saudara!" tiba-tiba parempuan tua
berbaju hitam itu membentak keras.
Ong Bun kim berhenti seraya berpaling, tanyanya:
"Masih ada persoalan apa lagi yang hendak locianpwe
katakan?"
"Kenapa kau musti terburu buru pergi meninggalkan
tempat ini?"
"Aku tak ingin terlalu lama mengganggu ketenangan
kalian . . . "
"Tidak menjadi soal, aku masih ada beberapa persoalan
ingin kutanyakan kepadamu!"
Terpaksa Ong Bun - kim menghentikan langkahnya
sambil berjalan balik ke tempat semula.
"Silahkan Locianpwe memberi petunjuk!" katanya.
"Bukankah orang tuamu mati terbunuh?" tanya
perempuan tua berbaju hitam itu kemudian. "Benar!"
"Dibunuh oleh Kwancu dari perguruan Hou kwan?"
"Dia hanya termasuk salah seorang di antaranya, tapi
yang pasti masih ada orang yang lain."
"Siapa?"
"Manusia kilat!"
Tampaknya perempuan tua berbaju hitam itu merasaamat
asing sekali dengan manusia kilat itu, dia agak
tertegun lalu tanyanya lagi.
"Tinggikah ilmu silat yang dimilikinya?"
"Menurut apa yang kuketahui, mungkin agak sulit untuk
menemukan orang yang sanggup menandingi
kepandaiannya!"
"Kalau memang begitu, bukankah harapan-mu untuk
membalas dendam menjadi tipis sekali?"
"Sekalipun agak sulit, tapi boanpwe percaya suatu ketika
aku pasti akan berhasil untuk membalas sakit hati ini!"
"Ehmm. . . punya semangat! Cuma, aku merasa amat
suka dengan dirimu, bolehkah aku tahu berapa usiamu
tahun ini?"
"Tahun ini boanpwe berusia delapan belas tahun!"
"Tahukah kau mengapa selama ini kami selalu berusaha
untuk menemukan mata uang kematian?"
"Boanpwe tidak tahu!
"Engkau ingin tahu?"
"Harap cianpwe memberi penjelasan!"
"Pernahkah kau dengar bahwa puluhan tahun berselang,
dalam dunia persilatan terdapat sebuah perkumpulan yang
bernamba Hui - yan-pandg?"
Agak terkesaiap Ong Bun-kimb ketika mendengar nama
tersebut, sahutnya dengan cepat: "Yaa, aku pernah
mendengar!"
"Aku adalah Hian i-lihiap (pendekar wanita baju hitam)
istrinya Si-hun-kiam-khek (jago pedang pembetot sukma)
pangcu dari perkumpulan Hui-yanpang."
"Bukankah perkumpulan Hui-yan-pang telah dibasmi
orang?" sela Ong Bun-kim tanpa sadar.
"Yaa, benar!"
"Lantas kau......."
"Aku adalah satu-satunya orang yang berhasil
meloloskan diri dari cengkeraman iblis!"
Ketika berbicara sampai di sini, mukanya tampak jelas
terpengaruh oleh emosi, agaknya peristiwa tadi telah
membangkitkan kembali perasaan dendam yang tersimpan
dalam hatinya selama ini.
Ong Bun-kim seperti teringat akan suatu hal, kembali dia
bertanya: "Perkumpulan Hui yang-pang dibasmi oleh siapa
? Kenapa sampai dibasmi orang?"
00odwo00
BAB 30
HIAN-IH-LIHIAP menghela napas sedih, katanya:
"Puluhan tahun berselang, ketika suatu hari mendiang
suamiku pulang dari bepergian, ia muncul dengan
membawa seorang bayi dan bayi itu bukan lain adalah
muridku ini sekembalinya ke rumah, wajahnya tampak
sedikit gugup dan tidak tenang, ia menitahkan kepadaku
agar membawa bayi perempuan ini melarikan diri."
"Kenapa?" tidak tahan Ong Bun-kim menyela lagi.
"Ada orang yang hendak membunuhnya," jawab Hian-ih
lihiap sambil menghela napas panjang, kemudian terusnya,
"pada malam itulah dua sosok bayangan manusia, sukar
bagi kita untuk membedakan apakah dia manusia ataukah
sukma gentayangan...."
"Aaaah....dia adalah Yu leng jiu (manusia tanpa sukma).
. ."seru Ong Bun kim tertahan. Hian ih lihiap agak tertegun,
lalu katanya: "Sebutan itu memang cocok sekali dengan
keadaannya, begitu munculkan diri Manusia tanpa sukma
segera memaksa suamiku agar menyerahkan bayi
perempuan serta enam biji mata uang kematian yang
berhasil diperolehnya itu."
"Tentu saja suamimu tak akan menyerahkan kepada
mereka bukan? Dan kedua orarg Manusia tanpa sukma itu
lantas membunuh suamimu?" tukas Ong Bun kim lebih
jauh.
"Benar ketika itu aku cukup menyadari gawatnya
persoalan maka kami bersembunyi di dalam kamar rahasia
di bawah tanah, ruang bawah tanah itu tidak diketahui oleh
siapapun termasuk anggota perkumpulan kami kecuali aku
dan suamiku.
"Maka aku dan mruridku berhasilt lolos dari benqcana
tersebut, rhingga hari kedua aku baru berani ke luar dari
ruang bawah tanah ini, tapi waktu itu semua anggota
perkumpulanku telah telah di bunuh habis, keadaannya
mengerikan sekali.
"Sementara aku masih menangis karena sedih, tiba tiba
kudengar ada orang tertawa dingin, aku tahu Yu leng jin
pasti sudah mundul kembali di situ, maka akupun
melarikan diri terbirit birit ....
"Manusia manusia tanpa sukma itu mengejar terus
dengan ketat, karena terdesak akupun terjun ke dalam
sungai, untungnya jiwaku masih dapat diselamatkan, maka
akhirnya sampailah aku di sini. Tapi setelah berada di
tempat ini baru kuketahui bahwa mata uang kematian yang
berada dalam bungkusan disaku muridku telah lenyap entah
sedari kapan."
"Apakah mata uang kematian itu sebenarnya berada
dalam sakunya?" tanya Ong Bun kim.
"Benar, oleh karena itulah sebagaimana kukatakan tadi,
mata uang kematian sesungguh-nya erat sekali
hubungannya dengan asal usul muridku ini!"
Kembali merupakan suatu peristiwa, yang sama sekali
berada di luar dugaan Ong Bun kim ditinjau dari kejadian
tersebut, jelaslah sudah bahwa perkembangan peristiwa itu
sesungguhnya tidak sederhana.
Ong Bun kim kembali bertanya: "Tahukah kau kalau
suamimu pernah berjumpa dengan Iblis cantik pembawa
maut?"
"Apa yang kudengar hanya dari cerita orang saja, benar
atau tidak bisa dipercaya, cuma kematian suamiku dan
anggota perguruan di tangan orang-orang tanpa sukma itu
adalah suatu kenyataan."
"Kalau memang demikian, kenapa kau tidak
membalaskan dendam bagi kematian suami dan anggota
perkumpulanmu? Aku lihat ilmu silat yang kau miliki lihay
sekali?"
"Pada waktu itu kepandaian silatku masih belum
sanggup untuk menandingi kelihayan manusia-manusia
tanpa sukma, kemudian setelah masuk ke dalam gua ini,
tanpa sengaja ketemukan sejilid kitab pusaka peninggalan
orang pintar di sini, sekalipun seluruh isi kitab berhasil
kupelajari, sayang manusia manusia tanpa sukma tak
pernah munculkan diri kembali."
Setelah mendengar penjelasan itu, Ong Bun kim baru
berpikir:
"Tak heran kalau ilmu silat yang dimiliki nya lihay
sekali, rupanya ia pernah memperoleh sejilid kitab pusaka. .
. .
Berpikir sampai di situ, kembali dia bertanya.
"Nona ini sangat membutuhkan mata uang kematian,
mungkinkah hal ini ada sangkut pautnya dengan asal
usulnya?"
"Yaa, mungkin sekali benar!"
Ong Bun kim kembali termenung sejenak, akhirnya ia
berkata:
"Locianpwe, kalau tak ada urusan lagi, aku ingin mohon
diri lebih dahulu!"
"Apa salahnya kalau berdiam beberapa hari lagi di sini?
Mungkin saja kau dan aku punya jodoh, aku ingin sekali
menghadiahkan sebutir obat mestika peninggalan jago aneh
itu kepada-mu, konon obat ini kalau di makan seorang pria
dapat menambah tenaga dalamnya sebesar dua puluh tahun
hasil latihan!"
Sekalipun dihati kecilnya Oig Bun kim merasa sangat
girang, tapi ia tetap berkata merendah:
"Boanpwee tidak berani menerima pemberian yang amat
tak ternilai harganya ini!"
"Tak usah menampik lagi!" kata perempuan tua berbaju
hitam itu cepat.
"Bagaimanapun juga tak ada gunanya obat ini disimpan
terus, sebab obat ini Khusus hanya untuk seorang pria, dan
lagi akupun ingin mewariskan isi dan kitab pusaka ilmu
silat itu kepadamu!"
Berdenyut keras jantung Ong Bun kim serunya:
"Tapi boanpwe . . ."
"Sudahlah, kau tak perlu menampik terus menerus,
tinggal saja barang sepuluh hari di sini!"
Niatnya untuk membalas dendam memaksa Ong Bun
kim mau tak mau harus tetap tinggal di situ, dia harus
belajar ilmu silat, dengan bekal ilmu yang tinggi ia baru bisa
membalas dendam, sebab itu diapun menerima tawaran
baik orarg.
Hian ih lihiap kembali menghadiahkan sebutir pil
berwarna kuning emas untuk Ong Bun kim, ketika obat
tersebut telah ditelannya, si anak muda itu segera
merasakan seluruh angota badannya menjadi panas seperti
terbakar menderitanya bukan kepalang.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Hian ih lihiap
turun tangan untuk menguruti jalan darah penting disekujur
tubuh pemuda itu.
Kurang lebih setengah jam kemudian, Ong Bun kim baru
mengeluarkan keringat sebesar kacang kedelai, ia
merasakan semangatnya segar kembali, tenaga dalamnya
juga terasa lebih kuat dan dahsyat.
Terhadap kebaikan hati Hian ih lihiap, di samping rasa
terima kasihnya, Ong Bun kim tak tahu apa yang musti
dikatakan.
Sejabk itulah Hian idh lihiap secaraa sabar dan telibti
mewariskan ilmu silatnya kepada Ong Bun kim...
Sepuluh hari berlalu seperti sekejap mata.
Bukan saja Ong Bun kim berhasil diselamat-kan
selembar jiwanya dari bahaya maut, bahkan lantaran
bencana ia mendapat rejeki, tenaga dalamnya bukan cuma
memperoleh kemajuan yang amat pesat, diapun
memperoleh serangkaian ilmu silat yang amat tinggi.
Sepuluh hari kemudian, dengan air mata barcucuran ia
berpamitan dengan Hian ih lihiap, katanya:
"Seandainya boanpwe berhasil membalas dendam, tak
akan kulupakan budi kebaikan dari locianpwe . . . , "
"Tak perlu berterima kasih, pergilah! Baik baik menjaga
diri.... "
"Selamat tinggal cianpwe!" Hian ih lihiap manggutmanggut,
kepada Dewi mawar merah katanya pula,dengan
lembut.
"Muridku, kau boleh pergi pula dari sini, kunjungilah
tempat seperti yang tercantum di atas mata uang kematian,
coba periksalah tempat macam apakah di sana, jangan lupa
bila kau berjumpa dengan manusia tanpa sukma, segera-lah
kembali untuk melaporkan kepadaku!"
"Aku tahu suhu!"
"Nah, kalian boleh berangkat bersama-sama!"
Maka setelah berpamitan dengan Hian ih lihiap,
berangkatlah Ong Bun kim dan Dewi mawar merah
meninggalkan gua itu.
Sepanjang perjalanan kedua orang itu membisu dalam
seribu basa, lama, lama sekali, Dewi mawar merah baru
berkata:
"Kau hendak ka mana?"
"Akan kucari musuh musuh besarku untuk membalas
dendam, dan kau?
"Menuju ke bukit Thian san?"
"Yaa, aku akan berkunjung ke situ . . . Ong sauhiap,
menurut .... menurut pendapatmu . . . . mungkinkah kita
berdua sebenarnya ada sedikit hubungan?"
"Hubungan?"
"Yaa, benar!"
"Aaaah, mana mungkin?"
"Yaaa, mana mungkin? Cuma wajah kita berdua mirip
sekali antara yang satu dengan lainnya, dan hal ini justru
merupakan sbuatu kenyataan d...."
"Tidak seakitar sedikit mbanusia di dunia ini yang
mempunyai wajah agak mirip antara yang satu dengan
lainnya.!"
"Semoga saja demikian . . . Ong sauhiap, bagaimana
kalau kita berpisah sampai di sini saja?"
"Baiklah, jaga dirimu baik baik!"
"Kaupun harus baik baik pula menjaga dirimu!"
Diiringi ucapan selamat tinggal, kedua orang itupun
berpisah....tentu saja dibalik perpisahan itu tercermin juga
luapan perasaan sedih dan murung.
Sekalipun hanya berkumpul selama belasan hari, siapa
yang bilang tak mungkin timbulkan benih benih cinta di
antara mereka?
Hanya saja rasa cinta di antara mereka masih terbatas
oleh suatu jarak yang cukup jauh, tentu saja mereka berdua
sama sama tak irgin mengutarakannya ke luar.
Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu
perjalanan Dewi mawar merah menuju bukit Thian san.
Dalam pada itu, setelah berpisah dengan Ong Bun kim
segera berangkat menuju ke bukit Cing liong san.
Senja itu, ia telah tiba kembali di lembah Cing liong kok
di atas bukit Cing liong san.
Sekarang dia harus membunuh Mo kui kiam-jin (jago
pedang setan iblis) untuk membalas dendam, seandainya
tiada pertolongan dari Hian ih lihiap, mungkin selembar
jiwanya sudah lama melaporkan diri ke alam baka.
Terbayang semua penderitaan dan siksaan yang
dialaminya selama ini, hawa napsu mem-bunuh yang
sangat tebal segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Ia memandang sekejap dua buah patung harimau batu di
depan pintu gerbang, lalu sambil tertawa dingin ejeknya:
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . perguruan Hou
kwan! Hari ini akan kulenyap-kan kalian semua dari muka
bumi!"
Ketika sepasang telapak tangannya di dorong ke depan,
gulungan angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyambar ke muka.
"Blaang! Blaang!" di tengah dua kali bentur-an keras
yang memekikkan telinga, dua buah patung harimau yang
besar dan berat itu segera terhajar hingga hancur berkeping
keping.
Ong Bun kim tertawa dingin, setelah meng-amati sekejap
hasil karyanya, kembali ia melanjutkan perjalanannya
menuju ke dalam.
Mendadak .... prada saat Ong Butn kim sedang
meqlanjutkan perjarlanannya memasuk" lembah, suatu
bentakan geledek menggelegar memecahkan kesunyian:
"Berhenti!"
Beberapa sosok bayangan manusia berbaju kuning tiba
tiba saja menghadang jalan pergi anak muda itu.
Sebagai pemimpin rombongan tidak lain adalah Mo
huan jiu (tangan sakti gelang iblis).
"Minggir!" bentak Ong Bun kim gusar.
Agaknya baru sekarang Mo huan jiu mengetahui
siapakah musuhnya itu. kontan saja paras mukanya
berubah hebat.
"Aaaah....rupanya kau !" ia menjerit tertahan.
"Yaa, betul! Memang aku . . . . "
Bersamaan dengan selesainya kata "aku", secepat
sambaran kilat Ong Bun kim menerjang ke muka, telapak
tangannya diayunkan berulang kali, tiga kali jeritan ngeri
yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan
keheningan.
Tidak sempat berpikir untuk kedua kalinya, ternyata Mo
huan jiu serta dua orang kakek berbaju kuning itu sudah
terhajar telak oleh serangan Ong Bun kim hingga tewas
seketika itu juga.
Anak muda itu sama sekali tidak menghentikan gerakan
tubuhnya, begitu berhasil dengan serangannya, kembali ia
meneruskan perjalanannya menerobos ke dalam lembah.
Keadaannya sekarang ibarat malaikat bengis yang baru
turun dari khayangan, dengan membawa hawa
pembunuhan yang mengerikan ia menerjang masuk ke
dalam lembah, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah
berhasil melewati dinding pekarangan.
Puluhan orang jago berbaju kuning segera tampilkan diri
dan menghadang di depan pintu.
Salah seorang kakek berbaju kuning yang menjadi
pemimpin rombongan kangsun menegur setelah tertawa
dingin:
"Heeehhh . . . heeehhh ... heeehhh . . sungguh tak
kusangka kau tidak mampus di ujung pedang Liu yap kiam,
kejadian ini benar-benar berada di luar dugaanku..."
"Tidak usah banyak bicara, hayo cepat menyingkir!"
bentak Ong Bun kim sambil menahan geramnya.
"Menyingkir? Hmm! Jangan bermimpi di siang hari
bolong .... "
"Bangsat, rupanya kau sudah pingin mampus."
Di antara bentakan nyaring, secepat petir Ong Bun kim
menerjang ke depan.
Tapi baru saja ia menggerakkan tubuhnya, puluhan
gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak
dilontarkan pula ke arahnya.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan yang terkandung dalam
serangan tersebut, ibaratnya gulungan ombak di tengah
samudra bebas, gelombang angin dahsyat tadi menyapu
tiba.
Ong Bun-kim tidak berani menerima serangan tersebut
dengan keras lawan keras, ia cukup mengetahui kehebatan
ancaman tersebut, dengan suatu gerakan yang gesit ia
mundur ke belakang untuk menghindar.
Tapi begitu mundur, seperti anak panah yang terlepas
dari busurnya ia melompat kembali ke depan, bayangan
manusia berkelebat lewat, jeritan ngeri yang menyayatkan
hati ber kumandang berulang kali.
Napsu membunuh yang berkobar dalam dada Ong Bunkim
betul-betul telah mencapai pada puncaknya, kembali ia
membentak nyaring:
"Hari ini aku Ong Bun-kim akan mencuci seluruh
perguruan Hou-kwan dengan darah...."
Serangan gencar dilancarkan bertubi-tubi, jeritan ngeri
yang menyayatkan batipuh bergema susul menyusul....
Pembunuhan brutal mulai berlangsung.
Sungguh pembunuhan itu merupakan suatu
pembunuhan yang mengerikan.
Puluhan jago perguruan Hou kwan yang kebetulan
berada di situ dalam waktu singkat telah menyurut makin
sedikit, kini tinggal tujuh delapan orang saja yang masih
hidup dan berdiri dengan wajah ngeri serta ketakutan.
"Tahan...!" seru bentakan menggeledek tiba-tiba
menggelegar di angkasa.
Suara tersebut nyaring dan sangat memekikkan telinga,
dari sini dapat terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki
orang itu betul-betul sudah mencapai tingkat
kesempurnaan.
Ong Bun kim menarik kembali serangannya sambil
mundur, sinar matanya yang tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. Tampaklah empat sosok bayangan
manusia meluncur datang ke tengah gelanggang.
Begitu mengetahui siapa yang ditang, paras muka Ong
Bun kim berubah sangat hebat.
Ternyata orang yang berjalan paling duluan tak lain
adalah Kwancu dari perguruan Hou kwan, Mo kui kiam jiu
(jago pedang sbetan iblis), seddangkan di belaakangnya
mengikubti perempuan Cantik baju kuning yang menjabat
sebagai tongcu ruang siksa serta manusia aneh berbadan
bungkuk dan bertubuh cebol.
Mo kui kiam jiu sendiripun berubah wajahnya setelah
bertemu dengan Ong Bun kim, tanpa sadar ia berseru:
"Haaah, kau . . .?"
Ong Bun kim menengadah dan tertawa tergelak-gelak.
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . .betul, memang
aku! Tak pernah kau sangka bukan ?"
"Kau belum mampus ?"
"Mampus? Haaahhh .... haaahhh .... haaahh..." sekali
lagi Ong Bun kim tertawa seram, "Jago pedang setan iblis,
yang bakal mampus sekarang bukan aku melainkan kau,
hayo cabut ke luar pedangmu!"
Seraya membentak nyaring, Ong Bun kim menggenggam
harpa bajanya erat erat, kemudian selangkah demi
selangkah ia maju mendekat ....
Paras maka Mo kui kiam jiu berubah hebat, katanya
dengan suara menyeramkan.
"Tempo hari aku telah mengampuni selembar jiwamu,
tapi kali ini aku tidak akan membiarkan kau tinggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup ....!"
"Crrring!" sebilah pedang baja yang memancarkan sinar
berkilauan segera diloloskan dari sarungnya.
"Mo kui kiam jiu!" bentak Ong Bun kim dengan nada
keras, "sebelum ajalmu tiba, pesan terakhir apa yang
hendak kau sampaikan?"
"Haaahhh..:...haaahhh. haaahhh Ong Bun kim, kau
jangan sombong dulu, siapa menang siapa kalah belum
diketahui, apa guna-nya kau keburu senang lebih dahulu!"
Ong Bun kim tak dapat menahan diri lagi, segera
bentaknya:
"Bangsat, tak usah banyak kerbicara lagi, lihat serangan!"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, harpa
besinya dengan menciptakan selapis cahaya tajam yang
berkilauan langsung menerjang tubuh Mo kui kiam jiu
serangannya amat cepat dan sungguh mengerikan bagi
siapapun yang menghadapinya.
Mo kui kiam jiu tak mau mengalah, dia ikut membentak
keras, pedangnya diputar untuk menangkis serangan harpa
besi itu, kemudian gerakan pedangnya berubah, dan secara
beruntun ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan itupun diblancarkan dengadn
kecepatan yanag luar biasa sebrta tenaga dalam yang hebat.
Dengan dasar kepandaian silat yang dimiliki Ong Bun
kim sekarang, pada hakekatnya ia tidak pandang sebelah
matapun atas kehebatan Mo kui kiam jiu, sambil tertawa
dingin harpa besinya diputar ke sana ke mari, secara
beruntun diapun membalas dengan tiga buah serangan pula.
Bayangan manusia saling menyambar, seketika itu juga
Mo kui kiam jiu kena didesak hingga mundur tujuh delapan
langkah.
Setelah berlangsungnya kejadian ini, si Jago pedang
setan iblis baru merasa terperanjat, ia tak mengira kalau
ilmu silat yang dimiliki Ong bun kim sekarang telah
mencapai taraf sedemikian lihaynya.
Sementara masih tertegun. Ong Bun kim telih bergerak
lebih jauh, kali ini dia melepas-kan empat buah serangan.
Padahal waktu itu Mo kui kbm jiu sudah tidak bertenaga
lagi untuk memberi perlawanan, dengan susah payah ia
bendung semua serangan dari pemuda itu, kemudian
merogoh ke dalam sakunya dan mencabut keluar pedang
Liu yap kiam itu.
Belum lagi pedang Liu yap kiam yang di rogoh dari
sakunya terpegang oleh jari tangan Mo kui kiam jiu,
mendadak Ong Bun kim membentak keras, tangan kirinya
membacok ke bawah, berbareng kaki kanannya melepaskan
sebuah tendangan maut.
Suatu kombirasi serangan yang sangat indah, lihay dan
cepat.
"Blaaang . . . !" serangan bersarang telak di tubuh lawan,
diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati tubuh si Jago
pedang setara iblis mencelat ke belakang sejauh tiga kaki
dan muntah darah segar.
Ong Bun kim melejit ke udara, secepat kilat ia memburu
ke depan lalu dicengkeramnya tubuh jago tersebut.
Ketika Ong Bun kim sedang mencengkeram tubuh Mo
kui kiam jiu, dua bentakan keras menggelegar di udara, dua
orang manusia aneh bungkuk dan cebol itu serentak maju
ke depan melancarkan tubrukan kilat.
Ong Bun kim segera memutar harpa bajanya seraya
membentak:
"Berhenti! Kalian ingin mampus?"
Menyusul putaran senjata harpa besi itu tubuhnya
mundur satu kaki ke belakang, me-nyaksikan hawa
pembunuhan yang menyelimuti wajah si anak muda itu
bergidik juga perasaan dua manusia aneh yarng bungkuk
dan tcebol itu.
Jagoq pedang setan irblis membuka matanya
memandang Ong Bun kim sekejap, diantara wajahnya yang
pucat pasi terlintas warna kelabu yang mengenaskan .....
"Jago pedang setan iblis!" bentak Ong Bun kim dengan
suara tajam, "kau tidak mengira akan mengalami keadaan
seperti ini bukan ?"
"Mau .....mau apa kau?"
"Apa lagi? Dengan cara yang sama aku hendak
membalas kepadamu!"
Selesai berkata mengempit tubuh Mo kui-kiam jiu
dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya merogoh
ke dalam satu dan mengeluarkan tiga bilah pedang Liu yap
kiam.
Ia, tertawa dingin, dengan kaki kirinya Mo-kui kiam jiu
ditendang keras keras.
"Blaaang!" seperti sebuah bola kulit, tubuh jago pedang
setan iblis mencelat ke udara dan meluncur ke depan
dengan cepatnya.
Ong Bun kim tidak berhenti sampat di situ saja, begitu
Mo kui kiam jiu mencelat ke udara, cahaya putih berkelebat
lewat, pedang Liu yap kiam yang berada di tangan pemuda
itu sudah disambit ke depan...
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati sekali lagi
berkumandang di udara, tiga bilah pedang Liu yap kiam
tersebut semuanya menancap di tubuh Mo kui kiam jiu,
pembalasan dendam dengan cara yang samapun berakhir.
Menyaksikan kekejaman serta keteguhan hati pemuda
itu. sedikit banyak manusia bungkuk manusia cebol dan
perempuan cantik berbaju kuning itu begidik juga.
Ong Bun kim segera tertawa tergelak, ia merasa puas
sekali dengan hasil yang diperoleh dari pembalasan dendam
itu...
"Ong Bun kim!" mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara teguran, "sungguh keji perbuatanmu
itu...."
Ong Bun kim berpaling, ketika mengetahui siapa yang
berada di situ, paras mukanya kontan berubah hebat.
"Haaah... Siau Hui un! Kiranya kau....." teriaknya.
"Benar!"
Ong Bun kim menengadah dan tertawa seram.
"Perempuan sundal! Aku memang sedang berusaha
mencarimu, sungguh kebetulan sekali kau mengantarkan
dirimu sendiri..."
Berbareng dengan bentakan itu, tubuhnya langsung
menerjang ke arah Siau Hui un.
Perempuan itu tertawa dingin, ia tak merasa jeri barang
sedikitpun terhadap pemuda itu, tapi sebelum ia sempat
mengucapkan sesuatu, tiba-tiba berkumandang suara
bentakan nyaring:
"Bajingan cilik, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Manusia bungkuk dan manusia cebol dengan gerakan
cepat telah menubruk datang, satu dari kiri yang lain dari
kanan langsung menyergap si anak muda itu dengan
serangan dahsyat.
0oo0dw0oo0
BAB 31
SERANGAN yang dilepaskan manusia bungkuk dan
manusia cebol itu betul-betul amat dahsyat, bayangan
manusia baru saja berkelebat lewat, tahu tahu angin
pukulan sudah berada di depan mata.
"Kalian pingin mampus?" bentak Ong Bun-kim
Harpa bajanya diayun dan sebuah serangan telah
dilancarkan pula.
Sesungguhnya serangan tersebut sudah cukup untuk
mendesak mundur serangan dari dua orang manusia aneh
itu, tapi tampaknya mereka berdua seperti sudah kalap,
tanpa mempedulikan keselamatan sendiri serangan demi
serangan di lancarkan secara bertubi-tubi.
Menghadapi kekalapan orang, hawa napsu membunuh
di hati Ong Bun kim segera berkobar, ia membentak keras
lalu secara beruntun melepaskan dua buah serangan untuk
menghajar kedua orang lawannya.
Jerit kesakitan kembali berkumandang me-mecahkan
kesunyian, ketika bayangan manusia saling berpisah,
tampaklah manusia cebol dah manusia bungkuk itu sudah
roboh terkapar di tanah dengan batok kepala pecah, darah
kental berhamburan ke mana mana.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat,
begitu selesai membereskan dua orang manusia aneh itu,
dengan kecepatan paling tinggi ia menerjang ke hadapan
Siau Hui un.
Rupanya atas kemajuan pesat yang diperoleh Ong Bun
kim dalam ilmu silatnya, Siau Hui un merasa amat
terperanjat, ia tertawa dingin, kemudian katanya:
"Sungguh tak kusangka kepandaian silatmu telah peroleh
kemajuan yang pesat sekali!"
"Heeehhh....heeehhh....heeehhh... Siau Hui un, aku
hendak bertanya kepadamu..."
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Benarkah suhuku Kui jin suseng adalah kekasihmu?"
"Betul!"
"Benarkah Manusia kilbat adalah kekasdihmu yang
keduaa?"
"Tepat sekali!"
"Siapakah manusia kilat itu?"
"Selama hidup jangan harap kau akan mengetahuinya!"
"Lalu di manakah keenam jilid kitab pusaka lari enam
partai besar?" bentak pemuda itu lebih jauh.
"Semuanya berada di sakuku!"
"Serahkan kepadaku!"
"Woouw, Ong Bun kim! Dengan andalkan kepandaian
apa kau berani memaksaku dengan cara begitu!"
"Siau Hui un, dendam orang tuaku bagaimanapun harus
dibalas, hutang darah bayar darah, hutang nyawa buyar
nyawa, lihat serangan . . . ."
Berbareng dengan kata yang terakhir, tubuhnya melesat
ke depan dan menubruk perempuan itu, sebuah serangan
segera dilepaskan.
Setelah berjumpa dengan musuh besarnya, kobaran api
dendam yang berkorbar dalam dada Ong Bun kim tak
terkendalikan lagi, ketika tangan kanan melepaskan
serangan, tangan kiripun digetarkan pula melancarkan
sebuah pukulan.
Tampaknya Siau Hui un tidak bermaksud untuk
melayani Ong Bun-kim dengan suatu pertarungan, ketika
pemuda itu melancarkan serangan, pedang kutungnya
segera diputar untuk membendung tibanya ancaman,
kemudian bentaknya keras keras:
"Tunggu sebentar!"
Ong Bun kim mundur dua tiga langkah, lalu tegurnya:
"Apa lagi yang hendak kau katakan?"
"Jika kau benar benar ingin bertarung, kenapa kita tidak
tinggalkan dulu tempat ini?"
Begitu selesai berkata ia lantas berkelebat meninggalkan
tempat itu, setelah keluar dari lembah Cing liong kok,
tubuhnya masih saja bergerak maju terus tiada hentinya.
Ong Bun kim tertawa dingin, ia percepat langkahnya
untuk menyusul perempuan itu.
Kurang lebih beberapa li kemudian, Siau Hui un baru
menghentikan larinya, ia berhenti sambil memutar badan.
Ong Bun kim tertawa seram, dengan sinar mata
memancarkan hawa pembunuhan yang tebal diawasinya
Siau Hui un tanpa berkedip ..
Kemudian selangkah demi selangkah ia maju
mendekatinya, sambil menggigit bibir katanya:
"Siau Hui un, aku hendak menghbancur lumatkan
dtubuhmu menjadia berkeping kepibng, aku hendak
mempergunakan batok kepalamu untuk bersembahyang di
depan kuburan ibuku."
"Huuuh....! Enak betul perkataanmu" ejek Siau Hui un
sambil tertawa dingin, "aku kuatir yang mati bukan aku
melainkan kau sendiri!"
Mendengar perkataan itu Oag Bun kim segera tertawa
kalap, dengan hawa pembunuhan yang tebal ia tertawa
sekeras-kerasnya, kemudian sambil menarik wajahnya ia
membentak:
"Perempuan sundal, kalau begitu cobalah dulu
kehebatanku ini!"
Di tengah bentakan nyaring tubuh Ong Bun kim
bagaikan sgulung angin puyuh langsung menerjang ke
muka, lalu dengan mempergunakan jurus serangan yang
terampuh ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Dalam keadaan kalap Ong Bun kim sudah tidak
memikirkan apa-apa lagi, semua jurus serangan yang
dipakai rata rata adalah jurus mematikan yang paling keji,
perubahan gerakannya sukar diduga tapi arahnya selalu
tepat dan menggidikkan.
Menghadapi serangan semacam ini, dengan kaget Siau
Hui un mengunci serangan itu lalu dengan tangan kirinya ia
lepaskan sebuah serangan balasan.
Bayangan manusia berputar ke sana ke mari, dalam
waktu singkat Siau Hui un sudah kena didesak hingga
mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Ong Bun kim membentak keras lalu menubruk ke muka,
tapi sebelum pemuda itu sempat meneruskan gerakannya,
mendadak terdengar suara bentakan nyaring yang
mengerikan menggema memecahkan kesunyian;
"Tahan!"
Suaranya dingin dan penuh kewibawaan, dengan
perasaan tercekat Ong Bun kim segera menarik kembali
tubuhnya dan memeriksa ke adaan di sekeliling tempat itu,
tapi suasana tetap sepi dan tak nampak sesosok banyangan
manusiapun.
Paras mukanya berubah hebat, bentaknya.
"Siapa di situ?"
Orang itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, suara
tertawanya persis seperti suara tertawa si Manusia kilat
ketika pertama kali berjumpa dengan gurunya tempo hari..
Terbayang sampai di situ, dengan wajah hijau membesi
Ong Bun kim segera berseru:
"Kau adalah Manusia kilat?"
"Benar!"
Berdebar keras rjantung Ong Bunt kim meng-hadapqi
orang itu, mernyusul kemudian sambil tertawa seram
katanya:
"Manusia kilat, jika kau memang bernyali, kenapa kau
tak berani ujukkan dirimu?"
"Aku memang bertujuan mencarimu, kenapa tidak
berani menampakkan diri ?"
Ketika kata terakhir diucapkan, cahaya putih berkelebat
lewat, dan tahu tahu lima kaki di depan sana telah
bertambah dengan sesosok bayangan berwarna putih.
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahbh . . . Manusia kilat,
akupun sedang mencarimu." seru Ong Bun kini sambil
tertawa seram.
"Mau apa kau mencari aku?"
"Mencincang tubuhmu!"
Kontan saja Manusia kilat tertawa dingin.
"Kau masih belum mampu untuk melakukannya!" ia
mengejek.
"Bisa atau tidak, kita buktikan saja bersama!"
Selesai berkata Ong Bun kim melompat ke depan secepat
kilat, sasarannya adalah si Manusia kilat.
Baru saja pemuda itu bergerak, cahaya putih menyambar
pula bersamaan waktunya, tahu-tahu manusia kilat telah
mendahului serangan dengan menggulung anak muda itu.
Pada hakekatnya gerakan tubuh kedua belah pihak sama
sama cepatnya, tapi sampai di tengah jalan, Ong Bun kim
merasa tubuhnya ditahan oleh segulung tenaga pukulan dan
tak sanggup bergerak lebih jauh.
Cahaya putih berkelebat lewat dan Manusia kilat
kembali telah mundur satu kaki ke belakang, katanya:
"Ong Bun kim, kau ingin mati atau ingin hidup?"
"Kalau mati bagaimana? Kalau hidup bagaimana?"
"Kalau ingin hidup, menjadi muridku..."
"Setelah menjadi muridmu lantas bagaimana?" ejek Ong
Bun kim sambil tertawa dingin.
"Kita bersama-sama akan membangun kerajaan yang
menguasai seluruh dunia persilatan!"
"Boleh saja, tapi ada sebuah syarat!"
"Apa syaratmu?"
"Batok kepalamu dan Siau Hui un harus diserahkan dulu
kepadaku!"
"Jadi kalau begitu, kau lebih suka mampus?" bentak
Manusia kilat.
"Betul!"
"Bajingan cilik, kujagal engkau!"
Dengan geramnya manusia kilat maju ke muka, tampak
selapis cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
menyerang pemuda itu.
Ong Bun kim sedikitpun tidak jeri, sambil membentak
harpa bajanya bekerja pula dengan cepat, sebuah serangan
balas disapu ke depan dengan disertai tenaga dahsyat.
Gerakan yang dilakukan kedua belah pihak sama sama
cepat dan sama sama mematikan, Ong Bun kim merasakan
tenaga pukulan lawan yang menekan padanya amat berat
sekali.
Selain dari pada itu gerakan tubuhnya cepat pula, entah
sampai taraf mana kepandaian yang dimilikinya itu.
Diantara berkelebatnya bayangan manusia, seketika itu
juga ia didesak mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Manusia Kilat tertawa seram, katanya:
"Ong Bun kim, seandainya aku tidak memandang bahwa
tubuhmu masih ada nilainya, tak nanti kuterima kau
sebagai muridku, benar-kah kau masih juga tak sadarkan
diri?"
"Karena ditubuhku terkandung sejilid kitab pusaka?" ejek
Ong Bun kim sambil melancarkan tiga buah serangan.
"Mungkin benar mungkin juga tidak, sesungguhnya kitab
pusaka itu kau sembunyikan di mana? Kalau tidak kau
akui, jangan salahkan kalau aku tidak akan berlaku sungkan
sungkan lagi kepadamu."
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . bukankah sudah
kau katakan bahwa barangnya berada di sakuku? Kenapa
tidak lalu bunuh saja diriku lalu dicari pelan-pelan..."
"Bangsat, rupanya kau sudah bosan hidup..."
Diiringi bentakan marah Manusia Kilat melancarkan tiga
buah serangan berantai.
Ong Bun kim tidak berdiam diri saja, dalam keadaan
terancam bahaya secara beruntun ia lancarkan pula dua
buah serangan untuk menghalau ancaman tersebut.
Tapi hasilnya, kendatipun kedua buah serangan itu
berhasil menggagalkan serangan Manusia kilat, namun
darah di dalam tubuhnya ikut bergelora juga.
Pada saat itulah, suara tertawa dingin yang
menggidikkan hati memecahkan keheningan, lalu seseorang
membentak:
"Tahan!"
Cahaya putih berkelebat lewat, manusia kilat mundur
tiga kaki ke belakang lalu tegurnya: "Siapa di situ?"
Tiada seorangpun yang menjawab.
Suasana menjadi hening dan sepi, suatu keheningan
yang penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.
Tiba - tiba Manusia kilat membentak lagi.
"Sobat, kalau memang sudah datang, kenapa tidak berani
menampakkan diri....?"
Suara tertawa dingin kembali berkumandang dua sosok
bayangan hitam bagaikan sukma gentayangan melayang
tiba dari jarak tiga kaki, ilmu meringankan tubuhnya amat
lihay dan mengejutkan hati.
Menyaksikan kemunculan kedua orang itu. Manusia
kilat segera tertawa dingin.
"Hesehh....heeehhh... .heeehh....kukira siapa yang teiah
datang, rupanya jago-jago dari perguruan Yu leng bun
(sukma gentayangan)..."
Mendengar ucapan tersebut, Ong Bun kim merasa
terperanjat pula, tanpa sadar ia berseru.
"Kalian adalah Yu leng jin (manusia tanpa sukma)?"
"Benar!"
Peristiwa yang dijumpainya hari ini benar-benar hebat,
dalam satu tempat dan satu keadaan secara beruntun ia
telah menjumpai dua jenis manusia paling misterius, yakni
Manusia kilat dan Manusia tanpa sukma, hal ini cukup
menggetarkan perasaannya.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" tegur Ong Bun
kim sambil tertawa dingin.
"Mencari kau!"
"Mencari aku ada persoalan apa?"
"Bukankah mata uang kematian berada di tanganmu?"
"Benar!"
"Berapa banyak yang kau miliki?"
"Enam biji!"
"Serahkan kepada kami sekarang juga!"
"Heeehhh....beeehhh....heeehhh. ...enak benar kalau
omong" ejek Ong Bun kim sambil tertawa dingin, "sayang
semua mata uang kematian telah kuserahkan kepada orang
lain!"
"Kau serahkan kepada siapa?" bentak manusia tanpa
sukma yang berada di sebelah kanan.
"Pemiliknya yang sah!"
"Pemiliknya yang sah?"
"Benar, bukankah mata uang kematian itu mempunyai
pemiliknya yang sah? Puluhan tahun berselang, ketika
kalian hendak membunuh Hian ih li hiap dan seorang bayi
perempuan..."
"Apa? Mereka masih hidup"
"Betul, mereka masih hidup?"
"Bayi perempuan itu...."
"Sekarang sudah menjadi seorang gadis remaja, aku telah
serahkan mata uang kematian tersebut kepada mereka!"
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Tentu saja sungguh!"
Manusia tanpa sukma yang berada di sisi kanan itu
segera menghardik: "Sekarang mereka berada di mana?
Hayo jawab!"
Di balik bentakan itu penuh mengandung nada
mengancam dan hawa pembunuhan yang mengerikan.
Ong Bun-kim tertawa dingin, katanya: "Kalian tak usah
kuatir, dia pasti dapat menemu kan kalian semua!"
"Hayo jawab ! Sekarang mereka berada di mana?"
-oo0dw0oo--
Jilid 11
”KALAU aku enggan menjawab?"
"Memangnya sudah kepingin mampus?"
"Haaahh haaahh haaahh tepat sekali perkataanmu itu!"
Ong Bun-kim tertawa terbahak bahak.
Bayangan manusia berputar kencang seperti sukma
gentayangan saja manusia tanpa sukma itu bergerak maju
ke muka menghampiri Ong Bun kim, sebelum tubuhnya
tiba, segulung angin pukulan yang berhawa dingin telah
menggulung tiba lebih dahulu.
Baru saja Ong Bun-kim hendak menghindarkan diri dari
ancaman itu, manusia tanpa sukma sudah melayang
mundur kembali ke posisi semula, katanya dengan dingin:
"Sebelum pertarungan dilangsungkan, terlebih dulu aku
hendak menanyakan satu persoalan kepadamu!"
"Katakan cepat!"
"Kau pernah membaca isi tulisan yang tertera di atas
mata uang kematian tersebut?"
"Benar!"
"Selain dari pada itu, apakah kau adalah putranya Ong
See-liat?"
"Perkataanmu juga benar!"
"Kalau begitu, kami lebih-lebih tak akan mengampuni
jiwamu!"
Kembali bayangan hitam berkelebat lewat lalu
menerjang ke muka secepat sambaran kilat, tapi berbareng
itu pula cahaya putih menyambar ke tengah gelanggang,
pada saat yang bersamaan Manusia kilat melepaskan
sebuah serangan dahsyat ke tubuh manusia tanpa sukma.
Bayangan putih dan bayangan hitam saling berputar satu
lingkaran di udara kemudian ke duanya sama-sama
melayang mundur satu kaki dari posisi semula.
"Hei, apa-apaan kau?"- tegur Manusia tanpa sukma
dengan nada tak senang, hati.
Manusia kilat tertawa dingin.
"Sobat, kalian jangan bertindak seenaknya sendiri, dia
adalah orang yang kumaui, kalian tak boleh mengganggu
seujung rarhbutnyapun!"
Manusia tanpa sukma berganti tertawa dingin.
"Hieehh. .heeehh.:... .heeehh Orang yang kau maui?"
"Benar!"
"Huuhh ! Besar amat bocotmu......"
"Aku berbicara yang sesungguhnya, barang siapa sudah
kumaui, maka tak seorangpun diantara mereka yang dapat
lolos dari cengkeramanku, mengerti.. !"
"Baah....! Manusia kilat, kamu itu manusia macam apa?
Berani betul bicara sesumbar." ejek Manusia tanpa sukma
yang berada di sebelah kanan sambil tertawa dingin.
Manusia kilat tertawa seram.
"Kalau tidak percaya, silahkan saja untuk mencobanya
sendiri!" demikian dia menantang.
Manusia tanpa sukma tertawa dingin, tubuhnya yang
hitam seperti sukma gentayangan dengan membawa
desingan angin dingin langsung menerjang ke arah Ong
Bun-kim.
Sekali lagi cahaya putih membelah angkasa, Manusia
kilat membawa serentetan cahaya putih melejit ke udara
dan memapaki datangnya terkaman dari Manusia tanpa
sukma.
Di saat manusia kilat itu bertindak, manusia tanpa
sukma lainnya tidak pula menganggur, dengan
menggunakan kesempatan tersebut ia menubruk ke arah
Ong Bun-kim.
Tubrukan itu cepat sekali, mau tak mau si anak muda itu
harus membentak keras, harpa bajanya ikut pula dipakai
untuk melancarkan serangan.
0oo0dw0oo0
BAB 32
BERBARENG dengan serangan dari harpa baja itu,
telapak tangan kirinya diayun pula ke muka melancarkan
sebuah serangan dahsyat.
Pertarungan segera berkobar dengan sengit nya, angin
pukulan menderu deru, bayangan hitam menyambarnyambar.
Di tengah tegangnya suasana, kembali ke-dengaran
seseorang tertawa merdu lalu menegur:
"Kenapa kalian berempat musti bertarung seseru ini?"
Sedemikian mendadaknya suara itu muncul membuat
kawanan jago yang sedang bertempur serta merta
menghentikan pertarungan mereka.
Ong Bun-kim berpaling ke samping, dijumpainya ada
dua orang dayang berbaju biru sambil menggotong sebuah
tandu berwarna biru bergerak cepat mendekati arena.
Dua orang dayang-berbaju biru itu tak lain adalah dua
orang pesuruh dari Hui-mo-pang, terkesiap juga Ong Bunkim
menghadapi kejadian ini, pikirnya:
"Jangan-jangan Gin Lo-sat dari Hui-mo-pang telah
datang pula ke mari?"
Sementara ia masih termenung, tandu itu sudah tiba di
tengah gelanggang pertarungan.
Dua orang dayang berbaju biru ttu melirik Ong Bun-kim
sekejap, lalu serunya:
"Sudah sampai!"
Tandu berhenti, horden segera disingkap dan seorang
gadis cantik berbaju biru berjalan keluar dari balik tandu itu
dengan langkah yang lemah gemulai...
Gagis itu berusia duapuluh satu, dua tahunan, mukanya
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, biji matanya
bening dan jeli, ia memang tak malu disebut seorang gadis
rupawan.
Ong Bun-kim kesemsem dibuatnya menyaksikan
kecantikan dara berbaju biru itu.
Dangan matanya yang jeli dara bberbaju biru itdu
menyapu sekejaap sekeliling gbelanggang, kemudian sorot
matanya berhenti di atas wajah Ong Bun kim, sesudah
tertawa dingin katanya.
"Apakah kau yang bernama Ong Bun kim?"
"Betul!"
Gadis berbaju biru itu tertawa ringan, kembali tanyanya:
"Lantas di manakah sahabatmu itu?"
"Sahabatku yang mana?"
"Orang yang telah melukai dayangku itu!"
"Heeehh...heeehhb...heeehhb.,.mau apa kau mencari
dia?" tegur Ong Bun kim sambil tertawa.
"Membunuhnya!" .
"Huuuh...! Besar amat bacotmu, tidak takut lidahmu
kena disambar geledek sampai putus?"
"Aku tidak membual tidak pula menggertak, aku
berbicara apa adanya!" setelah tertawa dingin ia
melanjutkan, "nah, sekarang kau harus ikut kami pergi!"
"Pergi ke mana?"
"Ke markas besar perkumpulan kami!"
"Siapa kau?"
"Wakil pangcu dari perkumpulan Hui mo pang, orangorang
memanggilku Gin Losat!"
Ong Bun kim kembali tertawa dingin.
"Hmmm....! Kenapa aku musti ke markas perkumpulan
kalian? Aku merasa tak pernah kenal dengan kalian!"
"Soal semacam ini lebih baik tak usah kau tanyakan
dulu, sampai waktunya kau toh akan mengetahui sendiri!"
"Jadi kedatanganmu ke sini adalah secara khusus untuk
mengundang diriku."
"Benar sekali perkataan itu."
Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heehmm...heehhmm...aku merasa berbangga hati
dengan kenyataan ini, sebab ada begini banyak jago
kenamaan yang secara khusus datang mencariku, cuma
...kuatirnya aku tak bisa pergi mengikutimu."
"Kenapa?"
"Tidakkah ..kau lihat ada begini banyak jago yang
berurusan denganku di tempat ini!"
Ong Bun kim cukup jelas denganb keadaan dirinyda,
berbicara daari kepandaian sbilat yang dimiliki dua orang
Manusia tanpa sukma dan Manusia kilat, ia masih bukan
tandingannya, lebih lebih dengan Hu pangcu dari Hui mo
pang ini, dia tahu kepandaian silat gadis itu lihay sekali.
Maka timbullah satu ingatan dalam benaknya untuk
mengadu domba mereka bertiga, asal ketiga pihak itu sudah
bentrok dan tarung sendiri, maka akibatnya dialah yang
akan menjadi nelayan yang beruntung.
Sebab itulah dia lantas berusaha memanasi hati Gin Lo
sat dengan kata - kata yang tak sedap tadi.
Betul juga, paras muka Gin Lo sat berubah hebat setelah
mendengar perkataan itu, katanya:
"Kalau aku menghendaki kau ikut diriku pergi, siapa
yang berani mengatakan tidak?"
Manusia tanpa sukma tidak tahan oleh sindiran tersebut,
ia tertawa dingin lalu serunya:
"Huuuh ! Kau sendiri itu manusia macam apa?"
"Aku tidak terhitung manusia macam apa-apa, kalau
punya keberanian hayo unjukkan saja kepandaianmu!" ejek
Gin Lo sat sambil tertawa cekikikan.
Dengan berlangsungnya perang mulut, situasi dalam
arena berubah menjadi tegang, hawa pembunuhanpun
menyelimuti seluruh angkasa.
Manusia tanpa sukma yang berada di sebelah kanan
segera tertawa dingin, bayangan hitam berkelebat ke depan
tiba-tiba ia menerjang ke tubuh Ong Bun kim.
"Bajingan yang bosan hidup !" jengek seseorang sambil
tertawa sinis.
Bayangan biru melompat pula ke tengah arena, dengan
suatu gerakan manis Gin Lo sat menyongsong kedatangan
manusia tanpa Sukma.
Di kala Gin Lo sat telah turun tangan, Manusia tanpa
sukma lainnya ikut bertindak pula, dia manfaatkan
kesempatan itu sebaik baiknya untuk menerkam Ong Bun
kim.
Cahaya putih berkelebat lewat. Manusia kilat yang kali
ini bertindak untuk menghadang jalan pergi Manusia tanpa
sukma itu.
Empat sosok bayangan manusia hampir pada saat yang
bersamaan terjun ke dalam gelanggang, bentakan-bentakan
nyaring, deruan angin pukulan menciptakan perpaduan
suara yang mengerikan.
Ong Bun kim ssperti teringat akan sesuatu, tiba tiba ia
memutar tubuhnya sambil membentak.
"Siau Hui un, krita jangan hanyta menganggur, hqayo
serahkan jirwa anjingmu kepadaku!"
Ia melompat ke depan dan menubruk ke arah Siau Hui
un.
Berbareng dengan tubrukan itu, tangan kiri-nya
melepaskan sebuah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Siau Hui un menggigit bibirnya, dengan keras lawan
keras ia sambut datangnya serangan dari anak muda itu.
Sementara benturan berlangsung, harpa besi di tangan
kanan Ong Bun kim berkelebat pula melancarkan tiga buah
serangan.
Secara beruntun Siau Hui un didesak hingga mundur
tujuh-delapan langkah dengan sempoyongan, untunglah di
saat yang kritis bayangan biru berkelebat lewat, dua oramg
dayang berbaju biru itu secara tiba tiba melancarkan
serangan ke arah Ong Bun kim.
Serangan dari kedua orang dayang itu cukup keras, ini
membuat anak muda kita naik pitam, dengan geramnya ia
menghardik:
"Dayang sialan, kubunuh dirimu "
Harpanya diputar sedemikian rupa hingga menimbulkan
deruan angin tajam, jurus-jurus serangan mematikan
berhamburan tiada hentinya.
Di tengah berkobarnya pertarungan sengit, tiba tiba Ong
Bun kim mendengar ada suara bisikan lembut seperti suara
nyamuk menggema di sisi telinganya.
"Hei bodoh, kalau sekarang tidak kabur mau menunggu
sampai kapan lagi ....?"
Mendengar bisikan itu Ong Bun kim kaget, betul juga,
kalau sekarang tidak angkat kaki, lain waktu pasti sulit
untuk kabur dari kepungan jago jago lihay itu.
Tapi musuh besar ada di depan mata, harusnya ia
tinggalkan musuhnya untuk melarikan diri? Sudah barang
tentu hal ini merupakan suatu perbuatan yang tak mungkin
bisa dilakukan.
Untuk kedua kalinya bisikan seperti nyamuk itu
berkumandang di sisi telinganya.
"Hei bego, kenapa berdiri mematung terus? Hayo cepat
ambil langkah seribu dari situ!"
Walaupun kali ini Ong Bun kim tertegun lagi, tapi ia
sama sekali tidak meninggalkan tempat itu, malah
sebaliknya sambil membentak ia lepaskan dua serangan
untuk membendung gerak maju dayang dayang berbaju biru
ku, kemudian badannya ber-kelebat ke samping dan
mengejar Siau Hui un yang sementara itu sudah menyingkir
ke belakang.
Pada saat ini Ong Bun kim sudah mempunyai niat untuk
beradu jiwa, begitu menyerang ia kerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya, hebat sekali akibatnya.
Mendadak, bayangan abu abu kembali menyambar
lewat, secepat kilat orang itu meluncur ke arah Ong Bun
kim dan menggunakan kesempatan dikala pemuda itu tidak
siap ia totok jalan darahnya.
Ong Bun kim tidak menyangka bakal ada serangan dari
belakang, baru saja merasa kaget badannya sudah menjadi
kaku dan tahu-tahu ia sudah dibawa kabur dari sana.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu amat
sempurna, dalam beberapa kali lompatan saja tubuhnya
sudah mencapai puluhan kaki, sekali pun jalan darahnya
tertotok Ong Bun kim masih ada dalam keadaan sadar,
segera bentaknya;
"Turunkan aku!"
Manusia berbaju abu abu itu tidak menjawab ia malah
tancap gas untuk kabur dari sana.
Dalam waktu singkat beberapa li sudah di lewatkan,
akhirnya manusia berbaju abu abu itui menurunkan Oog
Bun kim ke atas tanah dan menepuk bebas jalan darahnya
yang tertotok.
Dengan cekatan pemuda itu melompat bangun dan
mengamati orang itu, tapi dengan cepat ia tertegun.
"Lho, kamu?" serunya-tertahan.
"Yaa, memang aku!".
Ternyata orang itu adalah si gadis berbaju-abu abu yang
beberapa kali pernah dijumpai Ong Bun kim, sewaktu
pemuda itu terkena pedang Liu yap kiam, gadis itu pula
yang telah menyelamatkan jiwanya.
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat-bentaknya:
"Sebenarnya apa maksudmu berbuat demikian?"
"Apa lagi? Tentu saja menolongmu!"
"Menolong aku?"
"Yaa, aku melakukannya untuk menolongmu!"
"Siapa yang suruh kau untuk menolongku?" teriak
pemuda itu dengan perasaan tak senang hati. Selesai
berkata dengan ketus ia lantas putar badan dan berjalan
kembali ke arah tempat semula.
Bayangan abu-abu mendadak berkelebat di depan mata,
tahu tahu gadis bsrbaju abu abu itu telah menghadang
kembali di hadapannya.
"Ong Bun-kim, kau sudah kepingbin mampus?"
terdiaknya.
"Aku piangin mampus atabu tidak apa sangkut pautnya
dengan dirimu?" damprat pemuda itu.
Sekujur tubuh si nona berbaju abu - abu menggigil keras,
rupanya ucapan itu telah menyinggung perasaan halusnya,
dengan wajah berubah teriaknya keras-keras:
"Dari pada kau mampus di tangan orang lain, lebih baik
mati di tanganku saja!"
Bayangan abu-abu menyambar ke depan, mendadak ia
menghantam tubuh pemuda tersebut.
Tangan kanannya diayun ke muka dan . . . "Plaaak!"
sebuah tempelengan telah bersarang telak di atas pipi Ong
Bun-kim membuat si anak muda itu mundur tujuh delapan
langkah dengan sempoyongan.
"Kau . . . kau memukul aku?" dengan gemetar ia
bertanya.
Agaknya nona berbaju abu abupun merasa tertegun
sesudah menempeleng Ong Bun-kim, lama, lama sekali,
mendadak ia menutupi muka nya sendiri dan menangis
tersedu-sedu.
"Enyah! Enyah dari sini!" jeritnya keras-keras.
Sebenarnya Ong Bun-kim merasa marah sekali dan
diliputi oleh napsu ingin membalas dendam, tapi setelah
nona berbaju abu-abu itu menangis tersedu-sedu, ia malah
tertegun dibuat nya sehingga berdiri termangu seperti
patung.
Beberapa saat kemudian nona berbaju abu abu itu baru
berhenti menangis, mukanya yang pucat pias memancarkan
kebulatan tekadnya, setelah melemparkan kerlingan
terakhir ke wajah Ong Bun-kim tiba-tiba ia beranjak dari
situ.
Tentu saja tingkah laku gadis itu sangat mencengangkan
bati Ong Bun-kim, serunya tak tertahan:
"Nona!"
Nona berbaju abu-abu itu berhenti lalu berpaling dan
memandang Ong Bun-kim sekejap, setelah itu sambil
tertawa dingin katanya:
"Benar, mati hidupmu memang tak ada sangkut pautnya
dengan aku, kalau toh kau bersikeras ingin mampus, apa
sangkut pautnya dengan aku? Kenapa pula aku musti
mengurusi nya? Ong Bun-kim, silahkan angkat kaki dari
hadapanku!"
Selesai berkata, ia melanjutkan kembali langkahnya
berlalu dari tempat itu.
"Nona ... " sekali lagi Ong Bun-kim berteriak.
"Ong Bun-kim, kau masih ada urusan apa lagi yang
hendak diperbincangkan dengan aku?"
Ong Bun-kim tertawa getir, katanya:
"Aku hanya ingin mengucapkan bbanyak terima kadsih
atas budi paertolongan tempbo hari!"
"Oooh . . itu sih hanya pekerjaan kecil, tak usah kau
ucapkan terima kasih kepadaku!"
Memandang wajah si nona yang murung, sedih dan
pucat pasi; timbul suatu perasaan dalam hati kecil pemuda
itu bahwasanya mereka adalah senasib sependeritaan, hal
ini amat menggetarkan perasaannya hingga tanpa terasa ia
menghela napas panjang.
"Aaaai . . . ketahuilah nona, dendam sakit hati orang
tuaku belum terbalas, tapi kau telah melarikan aku ... "
"Sanggupkah dendammu itu kau tuntut balas?" jengek si
nona berbaju abu-abu itu sambil mendengus.
"Tentang soal ini . . ."
"Ong Bun - kim, kau jangan terlampau tekebur,
ketahuilah bahwa kepandaian silatmu yang amat cetek itu
masih belum cukup sebagai bekalmu untuk membalas
dendam, betul Siau Hui un adalah musuh besarmu, tapi
otak dari pembunuhan yang sesungguhnya adalah Manusia
kilat sendiri, tak usah membicarakan yang lain, sanggup
tidak ilmu silatmu menandingi kelihayan si manusia kilat?"
"Soal ini .... "
"Hmm . . . !" kembali nona berbaju abu abu itu
mendengus, "manusia kilat yang munculkan diri sekarang
tidak lebih hanya salah seorang di antara sekian banyak
anggota perguruan San-tiam-bun, seandainya si Manusia
kilat yang sesungguhnya telah muncul di hadapanmu,
semenjak tadi nyawamu sudah lenyap tak ber bekas..."
"Apa? Manusia kilat itu bukan cuma se orang?"
"Siapa bilang hanya seorang? Jumlahnya paling tidak
juga mencapai puluhan orang, Ketua dari perguruan
Kilatlah yang merupakan musuh besarmu yang
sesungguhnya..."
Bergidik Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan itu,
sekujur tubuhnya menggigil keras.
Seandainya apa yang dircapkan merupakan kenyataan,
keinginannya untuk membalas dendam bukankah jauh
lebih sulit dari pada naik ke langit? Berpikir sampai di situ
tanpa terasa lagi dia menghela napas panjang.
Nona berbaju abu-abu itu tertawa dingin.
"Bagaimana?" ejeknya, "putus asa?"
Ong Bun-kim terrtawa getir.
"Puttus asa sih tidqak ... "
"Lantars mengapa menghela napas panjang?"
"Aku menghela napas lantaran kenyataan yang
sesungguhnya ternyata sama sekali di luar dugaan!"
"Terlepas soal Manusia kilat," kembali nona berbaju abuabu
itu menerangkan, "kelihayan ilmu silat yang dimiliki
Manusia tanpa sukma hanya mungkin di atasmu dan tak
mungkin lebih lemah dari padamu, hal ini merupakan suatu
kenyataan pula, tentunya kau tidak menyangkal bukan?"
"Yaa, aku tidak menyangkal!"
"Hu-pangcu dari Hui-mo-pang lebih-lebih merupakan
seorang gembong iblis perempuan yang menakutkan,
kelihayan ilmu silatnya tidak berada di bawah kemampuan
ketuanya sendiri, baik siapapun yang berhasil menangkan
pertarungan itu, kau toh sama saja tak akan bisa lolos
dengan selamat..."
"Yaa, ucapanmu memang suatu kenyataan!"
"Oleh karena itulah, sekalipun kau ingin membalas
dendam, tapi lebih baik sedikitlah menahan diri!"
Ong Bun-kim tertawa jengah.
"Yaa . . . yaa . . . aku telah memahami maksud hati nona
yang sesungguhnya . . . !" ujarnya lirih.
Pelan-pelan sikap si nona berbaju abu-abu pun menjadi
lebih lembut dan halus, dengan termangu-mangu
diawasinya Ong Bun-kim beberapa kejap, kemudian sambil
tertawa getir ia berkata.
"Kalau begitu, kau pasti sudah memaafkan diriku atas
sebuah tempelenganku tadi bukan?"
"Tamparan itu memang pantas kuterima!"
"Dasar bodoh!" desis si nona.
Ia telah tertawa kembali, malah tertawanya begitu riang
dan gembira.
Ong Bun-kim ikut tertawa, cuma tertawanya begitu getir,
pahit dan terpaksa.
Tiba-tiba nona berbaju abu-abu itu menarik kembali
senyumannya, kemudian dengan wajah serius ia berkata:
"Aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu,
apakah kau bersedia untuk menjawabnya?"
"Katakanlah!"
"Aku dengar kau menyimpan sejilid kitab pusaka,
benarkah berita itu?" tanya si nona.
Dengan cepat Ong Bun - kim gelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak punya kitab pusaka!"
"Kalau begitu kau pasti mempunyai peta penyimpan
harta?"
"Juga tidak ada!"
"Aaaaah, tidak mungkin!"
"Sungguh, aku bicara sesungguhnya, buat apa kubohongi
dirimu?"
"Kalau memang begitu, sesungguhnya di tubuhmu
terdapat benda apa yang berharga?"
Ong Bun-kim tertegun sejenak, kemudian kembali
menggelengkan kepalanya. "Tidak ada! Bsnar-benar tidak
ada!"
"Tidak mungkin, pasti ada, bahkan seratus persen pasti
ada..."
"Tapi benda apakah yang kau maksudkan?"
"Aku sendiripun tak tahu."
Mendengar jawaban itu, Ong Bun-kim segera tertawa.
"Tapi binar, aku betul-betul tak punya apa-apa "
tegasnya.
"Aku tidak percaya."
" Tidak percaya? Bagaimana kalau kulepaskan semua
pakaianku sampai telanjang."
Mendadak ia merasa ucapannya telah salah digunakan,
kontan saja wajahnya berubah jadi merah padam, kata kata
selanjutnyapun ikut ter telan mentah mentah.
Air muka nona berbaju abu-abu itu berubah pula
menjadi merah padam karena jengah.
"Idiih tak tahu malu!" dampratnya.
-oo0dw0oo-
BAB 33
SAKING gelisah dan paniknya, Ong Bun-kim sampai
mendepak-depakkan kakinya berulang kali ke tanah,
serunya: "Aku benar-benar tak punya benda berharga !"
"Aku rasa benda tersebut pasti ada di dalam tubuhmu,
hanya saja hingga kini kau masih belum tahu..."
Ong Bun-kim tertawa lebar.
"Seandainya kitab pusaka itu benar-benar berada di
sakuku, masakah aku tidak mengetahuinya?"
"Tapi mungkin juga barang itu bukan se-jilid kitab
pusaka!"
"Apa?" tanpa sadar Ong Bun-kimb menjerit kagetd dan
menatap sia nona berbaju abbu abu itu dengan termangu.
"Bukan juga benda itu bukan sejilid kitab pusaka!" nona
berbaju abu abu itu mengulangi kembali kata katanya.
"Lantas benda apakah itu?"
"Tentang benda apakah itu, aku rasa orang lain tak ada
yang tahu, tapi aku bisa menunjukkan bukti yang nyata
sekali yakni alasan dari pihak Yu leng bun, San tian jin dan
Hui mopang untuk berusaha mendapatkan kau, konon
dikarenakan di atas tubuhmu terdapat pusakanya!"
"Pusaka?"
"Betul, pusaka!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa tergelak-gelak.
"Haaahh...haaahh...haaahh...di atas tubuhku ada
pusakanya? Sungguh menggelikan, sungguh menggelikan
sekali! Haaahh...haaahh...haaahh...."
"Hei, jangan tertawa dulu!" bentak si-nona. Oag Bun kim
segera menghentikan tertawa nya, lalu dengan serius
berkata lagi:
"Baik, baik, aku tidak akan tertawa lagi, aku tidak akam
tertawa lagi, coba sekarang kau terang kan dulu, pusaka
macam apakah yang mereka maksudkan?"
"Ong Bun kim, jangan kita persoalkan dulu masalah itu"
ujar nona berbaju abu abu dengan serius, "aku ingin
menanyakan satu hal kepadamu."
"Ajukanlah pertanyaanmu itu, akan kudengar kan baik
baik."
"Konon menurut cerita yang tersiar dalam dunia
persilatan, katanya ilmu silat yang dimiliki ayahmu kecuali
Iblis cantik pembawa maut seorang telah tiada
tandingannya lagi, benarkah itu?"
"Benar!"
"Dari mana ia peroleh ilmu silatnya?"
"Mana aku tahu?"
"Nah, itulah dia! Di sini letak teka teki itu!"
"Aku tidak mengerti dengan ucapanmu!"
"Benarkah ayahmu pernah memperoleh sejilid kitab
pusaka atau tidak, untuk sementara waktu kita ke
sampingkan dulu, tapi aliran dari ilmu silat yang dimiliki
ayahmu justru hanya ada satu kemungkinannya saja."
"Kemungkinan apa?"
"Berasal dari warisan seseoranbg!"
"Tapi apa sdangkut pautnya aantara kejadianb itu
dengan pusaka yang berada dalam tubuhku?"
"Kuncinya justru terletak di sini!"
"Waaah...waaah... bagaimana sih urusannya? Kok
makin lama semakin aneh dan makin membingungkan
saja?"
Nona berbaju abu abu itu menarik napas panjang, setelah
berhenti sejenak katanya:
"Sebetulnya kejadian ini memang rada aneh dan
misterius, menurut pendapatku kalau bukan ayahmu
mempelajari ilmu silat itu dari seseorang, maka dia pasti
telah berkunjung ke suatu tempat . . ."
"Yaa, kenapa musti dibicarakan lagi? Kalau ilmu silatnya
bukan berasal dari warisan orang, tentu saja ia menemukan
sejilid kitab ketika pergi ke suatu tempat."
"Yaa betul, memang begitulah maksudku!"
"Tapi kenapa pula dengan persoalan ini?"
"Aku pikir tempat itu tentulah tempat pengasingan dari
seorang tokoh silat yang berilmu tinggi dan ayahmu tentu
sudah memberitahukan letak tempat itu kepadamu . . ."
"Huuuss! Kau jangan ngaco belo tak karuan, sewaktu
ayahku mati dulu, aku masih belum tahu urusan!"
"Bukan, yang kuartikan adalah ia telah memberitahukan
kepadamu lewat "mestika" yang menjadi masalah sekarang
ini!"
"Jadi maksudmu, ayahku telah meninggalkan tempat
misterius itu kepadaku agar suatu ketika aku bisa
berkunjung ke situ untuk mempelajari ilmu silat maha
sakti?"
"Benar, aku memang maksudkan demikian!"
"Tapi hal ini tak mungkin terjadi, aku tidak punya apaapa,
mana mungkin bisa kumiliki mestika tersebut."
"Yaa, benar, memang di sinilah letak keanehannya,
kalau dugaan ini tidak keliru, kemungkinan kejadian ini
bakal ada perkembangan lainnya."
Belum habis si nona berbaju abu abu itu me nyelesaikan
kata- katanya mendadak terdengar suara langkah manusia
berkumandang memecahkan kesunyian, lalu seseorang
berseru:
"Bocah perempuan, analisamu itu memang tepat dan
sangat masuk di akal."
Mendengar ucapan itu dengan perasaan terperanjat Ong
Bun kim mendongakkan kepalanya, maka tampaklah rsi
kakek berambtut putih yang pqernah dijumpainrya itu
sedang berjalan menghampiri ke arahnya.
Ong Bun kim tertegun dan melongo, hingga sekarang ia
masih belum tahu siapa gerangan si kakek berambut putih
itu.
Buru buru dia bangkit dan memberi hormat katanya:
"Locianpwe, rupanya kau....."
"Ya, betul! Memang aku," sesudah berhenti sejenak, ia
berpaling dan memandang nona berbaju abu-abu itu
sekejap, kemudian lanjutnya lebih jauh, "nona, siapakah
kau?"
"Boanpwe bernama Yu Cing!" nona itu
memperkenalkan.
"Bocah perempuan, analisamu tadi sungguh membuat
orang menjadi kagum, sesungguhnya mestika yang berada
di tubuh Ong Bun kim bukan sejilid kitab pusaka,
melainkan suatu "mestika" yang luar biasa hebatnya dan tak
ternilai harganya."
"Sudah....sudahlah....kalian jangan merecoki aku terus
menerus dengan segala macam mestika!" keluh Ong Bun
kim sambil tertawa getir.
"Bocah muda, kami bukan hanya mengigau disiang hari
bolong, apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan!"
"Kalau kenyataan, coba berilah alasan yang cukup kuat
kepadaku agar akupun dapat ikut mempercayainya."
Kakek berambut putih itu memperhatikan Ong Bun kim
sekejap, lalu sinar matanya dialihkan ke wajah Yu Cing
atau si nona berbaju abu abu itu, katanya:
"Bocah perempuan, menurut pendapatmu tadi, masalah
ini bakal muncul kemunculan apa?"
"Boanpwe kuatir salah berbicara."
"Tidak mengapa, coba utarakan saja secara berterus
terang."
"Konon sejak Ong See liat muncul kembali ke dalam
dunia persilatan setelah berita lenyapnya dia selama banyak
tahun, hanya dalam enam-tujuh tahun saja ilmu silatnya
telah mendapat kemajuan yang pesat sekali, ini
menunjukkan kalau ilmu silatnya itu berasal dari ajaran
orang lain."
"Dugaan semacam itu memang masuk diakal!"
"Kalau memang demikian, maka di dunia ini hanya ada
satu orang saja yang sanggup melakukan pekerjaan besar ini
"
"Siapa?" tanpa sadar Ong Bun kim berseru.
"Hek mo im (bayangan iblis hitam)"
"Hek mo im?" Ong Bun kim termangu sejenak, "apakah
diapun berwujud seorang manusia?"
"Tentu saja!"
Ong Bun kim segera berpaling ke arah kakek berambut
putih itu sambil bertanya:
"Siapakah manusia yang bernama Hek mo im itu?"
"Seperti pula julukan yang berhasil diraihnya itu, belum
pernah ada seorang manusiapun yang mengetahui siapakah
dia, tapi dia pernah munculkan diri di depan umum,
sekalipun wujudnya pada saat itu hanya suatu bayangan
hitam yang besar sekali..."
"Kalau begitu dia adalah manusia ?"
"Bukan! Dia manusia biasa!"
"Manusia macam apakah dia itu?"
"Sejak munculkan diri dalam dunia persilatan Hek mo
im hanya muncul sebanyak beberapa kali saja di muka
umum, tapi setiap kali pemunculannya selalu menciptakan
suatu peristiwa besar yang menggemparkan seluruh dunia
persilatan, pada pemunculan yang pertama ia berhasil
melenyapkan Mo hay su pah (empat raja bengis dari
samudra iblis), pada pemunculan kedua ia menyapu lenyap
Tang hay mo ong (raja iblis dari lautan timur) dan pada
pemunculannya yang ketiga ia membubar kan perkumpulan
Im hun kau..."
"Manusia macam apa saja yang telan ia basmi itu?"
"Mo hay su pah adalah empat orang gembong iblis
pembunuh manusia tanpa berkedip, keempat orang itu
pernah menciptakan badai darah dalam dunia persilatan,
tak seorangpun jago persilatan yang sanggup menandingi
kehebatan mereka. Sedangkan Tang hay mo ong serta Im
hun kau adalah manusia-manusia yang menciptakan
pembantaian manusia secara besar-besaran demi
terwujudnya cita-cita mereka untuk merajai dunia
persilatan, andaikata Hek mo im tidak muncul tepat pada
saatnya, entah bagaimana akibat dari ulah mereka itu."
"Kalau begitu Bayangan iblis hitam adalah seorang Bu
seng (malaikat ilmu silat)?"
"Betul, dia adalah seorang malaikat ilmu silat. Setiap
umat persilatan yang menyinggung nama orang ini pasti
akan menunjukkan sikap yang sangat menaruh hormat.
Cuma berbicara kembali, meskipun Hek mo im hanya tiga
kali munculkan diri dalam dunia persilatan, kalau dihitung
dengan jari waktunya sudah mencapai enam tujuh puluh
tahun berselang."
"Apakah selama ini tak pernah bada seorang
mandusiapun yang pearnah bertemu debngan wajah
aslinya?" tanya Ong Bun kim dengan perasaan amat
tercekat.
"Yaa, selamanya belum pernah ada seorang manusiapun
yang pernah menjumpai raut wajah aslinya, cuma menurut
cerita orang, Sin kiam (pedang wasiat) yang bikin hati orang
keder itu bakal muncul kembali dalam dunia persilatan tak
lama kemudian ... "
"Pedang wasiat?"
"Betul, pedang wasiat! Pedang tersebut adalah sebilah
pedang antik yang luar biasa tajamnya, dengan
mengandalkan pedang wasiat inilah Hok mo im telah
menyelamatkan dunia persilatan dari beberapa kali badai
besar ... "
Setelah berhenti sejenak, kepada Yu Cing kembali ia
bertanya:
"Bocah perempuan, mengapa kau mengatakan bahwa
Ong See liat pernah berjumpa dengan Hek mo im?"
"Locianpwe, kau kenal dengan Tiang seng lojin (kakek
panjang usia) . . . ?" Yu Cing balik bertanya.
"Yaa, kenal, aku kenal, masa dia masih hidup!"
"Betul, dia masih hidup, malah aku pernah berjumpa
dengannya, dia bilang ada beberapa jurus serangan yang
dipergunakan Ong See liat rada mirip dengan jurus
serangan yang dipakai Hek mo in, bahkan persoalan di
balik masalah itu katanya amat kacau ..."
"Bagaimana kacaunya?"
"Persoalan ini menyangkut pula diri ayahku!"
Mendengar ucapan tersebut, si kakek be-rambut putih
serta Ong Bun kim sama - sama merasa terperanjat.
Lama sekali, kakek berambut putih itu baru berkata:
"Kalau begitu coba kau terangkan lebih jauh?"
Yu Cing menghela napas sedih, katanya setelah
termenung sejenak:
"Locianpwe, kenalkah kau dengan seorang perempuan
yang bernama Leng po siancu di masa lalu?"
"Lohu pernah mendengar nama orang ini, tapi belum
pernah berjumpa dengan orangnya !"
"Dia adalah ibu kandungku, waktu itu beliau telah jatuh
cinta dengan Giok bin hiap (pendekar berwajah pualam),
tapi sebelum menikah ibuku telah mengandung, suatu hari
Ong See liat datang mencari Giok bin hiap . . ."
"Mau apa ayahku datang mencari ayahmu?" seru Ong
Bun kim dengan perasaan terkejut.
"Ayahmu dengan Giok bin hiap abdalah sepasang
dsahabat karib, asetiap orang pebrsilatan mengetahui
persoalan ini, konon ayahmu mengajak ayahku untuk
bersama-sama pergi mencari mestika, tapi sejak kepergian
itu mereka lenyap tak ada kabar beritanya ... "
"Tapi ayahku telah pulang ke rumah!" sela Ong Bun kim.
"Nah, di sinilah terletak keanehan dari kejadian itu
hingga ayahmu muncul kembali di dalam dunia persilatan,
ibuku ingin pergi mencari ayahmu tapi ayahmu lenyap
kembali tak berbekas!"
"Mungkin ketika itu ayahku sudah berdiam di lembah
Lip jin kok sehingga jejaknya sukar ditemukan ... "
"Tapi ibuku waktu itu menduga bahwa kemungkinan
besar ayahku sudah berubah hati!"
"Berubah hati?"
"Yaa, kalau tidak, tak mungkin dia tak akan kembali ke
rumah untuk berkumpul kembali dengan kami."
Ong Bun-kim benar-benar tidak habis mengerti apa
gerangan yang sesungguhnya telah terjadi, dengan kening
berkerut ia lantas berkata:
"Lantas, apa hubungannya antara persoalan ini dengan
mestika tersebut . . . ?"
"Ini menunjukkan bahwa Ong See-liat dengan Giok-binhiap
benar-benar sudah pernah bertemu dengan Hek-moim,
sedangkan mestika yang dimaksudkan berada di
tubuhmu, ada kemungkinan adalah Pedang mestika milik
Hek mo im tersebut!"
"Jadi maksudnya ayahku telah berhasil mendapatkan
pedang mestika tersebut . . .!" seru Ong Bun kim tertegun.
"Sekalipun pedang mestika itu belum didapatkan
olehnya, paling tidak ia tahu di manakah pedang mestika
tersebut disimpan ... "
"Yaa, aku mengerti sekarang, jadi maksudmu ayahku
telah mencatat tempat penyimpanan mestika itu di suatu
benda dan kemudian benda itu berada ditubuhku?"
"Betul! Memang demikian yang kumaksudkan!"
Ong Bun-kim segera tertawa getir.
"Tapi tak dapat kupikirkan benda apakah yang terdapat
di dalam tubuhku sekarang ini!" katanya.
"Badai pembunuhan berdarah sudah berada di ambang
pintu dunia persilatan, sekarang aku hendak pergi
menyelidiki beberapa persoalan itu, lebih baik masalah
tersebut kau pecahkan sendiri saja, karena sekarang juga
aku harus pergi dari sini!"
"Silahkan lociapwe!"
Beberapa langkarh kemudian mendtadak kakek
beraqmbut putih itu rberhenti lagi, kemudian ujarnya lebih
jauh:
"Aku harap baik-baiklah kau menjaga diri-mu,
kemungkinan besar tugas berat untuk menanggulangi mara
bahaya yang mengancam dunia persilatan dewasa ini sudah
terjatuh di atas pundakmu!"
"Boanpwe tak akan melupakan peringatan maupun
nesehat cianpwe!"
"Bagus, kalau begitu aku akan mohon diri lebih dulu!"
Dengan suatu lompatan kilat kakek berambut putih itu
melejit ke udara lalu melesat ke depan.
Sepeninggal kakek berambut putih itu, Ong Bun-kim
baru bertanya kepada Yu Cing: "Siapakah orang tadi?"
"Kemungkinan besar adalah Thay-khek cin-kun!" jawab
si nona.
Mendengar rama tersebut, Ong bun-kim merasa
terperanjat sekali, mungkinkah kakek berambut putih inilah
yang pernah memberitahukan kepada ibunya bahwa
ayahnya telah dibunuh oleh kui-jin suseng? Benarkah dia
adalah Tay-khek cin kun salah seorang di antara Bu lim
sam lo yang amat tersohor namanya itu?
Kejadian tersebut benar-benar di luar dugaan Ong Bun
kim, bahkan mimpipun tak pernah ia sangka.
Setelah termenung sejenak, ia baru berkata: "Apa?
Masakah dia adalah Tay khek Cin kun?"
"Yaa, kemungkinan besar benar!"
Untuk sesaat lamanya Ong Bun-kim berdiri termangu
mangu, ia tak tahu apa yang musti dilakukan sekarang.
Menyaksikan keadaan dari si anak muda itu, Yu Cing
segera menghela napas panjang, katanya:
"Ong Bun kim, akupun hendak pergi dari sini . . . ."
"Kau hendak pergi ke mana?"
"Pulang ke rumah!"
"Kenapa tidak melakukan perjilanan bersama-samaku
saja . . ." mendadak pemuda itu merasa kata-kata tersebut
tidak pantas diucapkan terhadap seorang gadis muda, maka
buru buru kata selanjutnya ditelan kembali.
Yu Cing tertawa getir, bisiknya: "Melakukan perjalanan
bersamamu ...?"
"Maksudku aku mengajakmu untuk bersama-sama
menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia
persilatan!" cepat-cepat pemuda itu membetulkan kesalahan
bicaranya.
"Sayang sekali kau telah beristri!" Perkataan itu kembali
menggetarkan perasaan Ong Bun-kim, ia sampai terbelalak
karena kagetnya.
Dengan nada yang pedih Lu Cing kembali bertanya:
"Cintakah kau kepada Bunga iblis dari neraka?"
"Yaa, aku pernah mencintainya "
"Dan sekarang?"
"Semuanya sudah lewat, semuanya telah berlalu
bagaikan segulung hembusan angin malam!"
"Kenapa?"
"Sebab kita berdua tak mampu saling memahami
perasaan pihak lainnya, kita tak mempunyai kecocokan
hati!"
"Ong Bun-kim, kau keliru besar!" seru Yu Cing dengan
cepat, "kalau ditanya gadis manakah di dunia ini yang
paling mencintaimu, maka jawabanya hanya dia seorang!"
"Dari mana kau bisa berkata demikian?"
"Karena kau, dia telah..." ketika berbicara sampai di situ,
mendadak Yu Cing menutup mulutnya kembali.
-ooo0dw0ooo-
BAB 34
"HEl, lantaran aku, apa yang telah ia laku kan?" desak
Ong Bun-kim cepat dengan perasaan gelisah.
"Tentang persoalan ini, lebih baik kau tanya kan secara
langsung kepadanya, aaai.....! Aku rasa tak mungkin akan
kau jumpai perempuan kedua yang begitu baik kepadamu
di dunia ini!"
Ong Bun-kim semakin kebingungan dibuatnya, ia sampai
berdiri tertegun dan memandangi wajah Yu Cing dengan
wajah termangu.
"Baik-baiklah menghibur hatinya," kata Yu Cing lebih
lanjut, "dengan demikian ia akan merasa lebih baikan
keadaannya, nah ! aku tak bisa berdiam lebih lama lagi di
sini, akupun harus segera tinggalkan, tempat ini, semoga
saja kau dapat baik-baik menjaga diri..."
Berbicara sampai di situ, pelan-pelan gadis itu memutar
tubuhnya dan berlalu dari sana.
Kali ini Ong Bun kim tidak mencegah kepergiannya, dia
hanya memandangi bayangan punggung Yu Cing yang
makin menjauh dengan wajah termangu, dalam benaknya
kini hanya dipenuhi oleh ucapan terakhir dari si gadis
sebelum pergi tadi . . .
Yaa, perkataan itu sangat membingungkan pikirannya, ia
tak mampu menebaknya, iapun tak sanggup untuk
memecahkannya . . .
Sesudah gundah sekian lama, akhirnya ia menghela
napas panjang. Teringat bahwa dendam sakit hatinya yang
sedalam lautan belum terbalas juga, timbul kembali
perasaan sedih dan dukanya yang amat mendalam.
Mendadak perasaannya agak guncang, mungkinkah
ayahnya Ong See liat benar-benar mempunyai suatu benda
yang disembunyikan dalam tubuhnya?
Ia mencoba untuk pejamkan matanya sambil
membayangkan setiap bagian tubuhnya yang mungkin bisa
digunakan untuk menyembunyikan barang, seperti
misalnya pakaian, sepatu dan lain-lainnya, tapi tak
terbayangkan olehnya benda apakah yang bisa
disembunyikan dalam tubuhnya itu.
Akhirnya dia menghela napas panjang, kemudian
dengan putus asa bangkit berdiri dan pelan-pelan
melanjutkan perjalanannya menuju ke depan.
Dia tak tahu harus ke manakah sekarang, yaa, tempat
manakah yang pantas dikunjunginya?
Terbayang sampai ke sini, sambil menggertak gigi
menahan rasa geramnya ia berbisik:
"Manusia kilat, Siau Hui un, pada suatu hari aku pasti
akan menghancur lumatkan tubuhmu menjadi berkepingkeping..."
Belum habis dia bergumam, tiba-tiba kedengaran suara
tertawa dingin berkumandang dari kejauhan, menyusul
kemudian seseorang berseru nyaring:
"Ong Bun kim, cepat amat kepergianmu itu!"
Ong Bun kim terkesiap dan segera berpaling, tapi dengan
cepat wajahoya berubah hebat, ternyata Gin Lo sat beserta
dua orang dayangnya sedang meluncur datang dengan
kecepatan tinggi.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" dengan geramnya
si anak muda itu membentak:
"Ikut kami pergi dari sini!"
"Hmm . . ! Jangan mimpi disiang hari bolong!"
Air muka Gin Lo sat segera berubah hebat.
"Ong Bun kim!" katanya, "kalau tadi kau berhasil kabur
dari cengkeraman kami, maka sekarang jangan harap kau
bisa melepaskan diri dengan begitu saja!"
"Hmmm! Kenapa tidak segera mencobanya?"
"Ong Bun kim, kalau kau keras kepala terus menerus,
jangan salahkan kalau terpaksa kutindak dirimu dengan
kekerasan!"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, secepat kilat
Gin Lo sat menerjang ke muka menghampiri pemuda itu,
sementara kedua orang dayangnya menghadang jalan
mundur dari tempat itu.
Bentakan keras menggelegar di angkasa, dengan suatu
lompatan ke udara Gin Lo sat menerkam tubuh Ong Bun
kim, telapak tangannya langsung mencengkeram batok
kepalanya.
Sungguh cepat dan luar biasa cengkeramannya itu, Ong
Bun kim tak berani bertindak gegabah, harpa bajanya segera
diputar untuk membendung datangnya ancaman itu.
Tapi sebelum serangannya mencapai sasaran, pukulan
kedua dari Gin Lo sat kembali telah menyambar tiba.
Kali ini serangannya dilancarkan dengan kecepatan yang
makin luar biasa pada hakekatnya tak memberi kesempatan
buat si anak muda itu untuk menghindarkan diri.
Di tengah menggulungnya desingan angin pukulan
kedua dari Gin Lo sat, mendadak menyambar lewat sekilas
cahaya putih yang langsung menyambar ke tubuh Gin Lo
sat.
"Wahai Gin Lo sat, kembali kita berjumpa muka!" seru
orang itu dengan suara lantang.
Ternyata orang yang melancarkan serangan itu bukan
lain adalah Manusia kilat.
Kalau dilihat dari kehadiran jago-jago lihay itu, seakanakan
mereka belum merasa puas sebelum berhasil
membekuk diri Ong Bun kim.
Demikianlah, disaat manusia kilat menyerang Gin Lo
sat, dua sosok bayangan hitam lain secepat sambaran kilat
langsung menerjang ke arah pemuda itu, ternyata mereka
adalah Yu-leng-jin.
Terpaksa Ong Bun-kim harus memutar harpa bajanya
untuk memberi perlawanan, sebuah serangan dahsyat
langsung dilontarkan ke tubuh kedua orang manusia tanpa
sukma.
"Tahan!" suatu bentakan menggeledek kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
Suara itu nyaring sekali memekakkan telinga, ini
membuat semua orang menjadi terperanjat dan serentak
menarik kembali serangannya sambil melompat mundur ke
belakang.
Ketika semua orang berpaling, tampaklah seorang
manusia baju hijau yang berusia empat-puluh tahunan
dengan menggembol sebilah pedang berjalan masuk ke
dalam gelanggang.
Kemunculan yang tak terduga ini sangat mencengangkan
semua orang, hampir setiap jago yang hadir di sana dibikin
tertegun olehnya.
Tapi tak seorangpun yang mengetahui siapa gerangan
manusia berbaju hijau itu, tapi pancaran sinar wajahnya
begitu berwibawa dan agung, membuat siapapun tak berani
mengusiknya secara gegabah.
Pelan-pelan manusia berbaju hijau itu mengalihkan sinar
matanya ke wajah Ong Bun-kim, kemudian tegurnya:
"Apakah kau yang bernama Ong Bun-kim?"
"Benar !"
"Putra dari Ong See-liat?"
"Benar!"
Manusia berbaju hijau itu mengerutkan dahinya, seakanakan
terdapat banyak kemurungan yang berkecamuk dalam
benaknya, setelah menghela napas panjang ia bertanya lagi:
"Apakah kau dilahirkan oleh Coa Siok-oh?"
Tercekat perasaan Ong Bun-kim mendengar perkataan
itu, namun jawabnya juga:
"Benar!"
Dengan tatapan dingin manusia berbaju hijau itu
mengerling sekejap ke atas wajah orang-orang yang hadir di
sana, kemudian katanya lagi dengan suara ketus:
"Sekarang, kalian semua boleh pergi me-ninggalkan
tempat ini!"
"Wouw....! Besar amat lagakmu" seru manusia kilat
sambil tertawa dingin. "siapa kau?"
"Kau. nggak usah banyak bertanya, sekarang kalau kau
betul-betul jantan, hadapilah aku!"
Selesai mengucapkan kata-kata itu, manusia hijau itu
segera meloloskan pedangnya, cahaya tajam segera
berkilauan memancar keempat penjuru.
Manusia kilat segera tertawa dingin, katanya:
"Ingin kulihat sampai di manakah taraf kehebatan yang
kau miliki, sehingga begitu berani mengucapkan kata tidak
senonoh di hadapanku!"
Berbareng dengan selesainya ucapan terakhir, tiba-tiba ia
menerjang ke arah Ong Bun-kim dengan kecepatan luar
biasa.
Manusia berbaju hijau itu membentak pula, pedangnya
langsung disapu ke depan.
Cahaya pedang berkelebat lewat, detik itu juga Manusia
kilat kena didesak mundur sejauh lima-enam langkah dari
posisi semula, sementara ia belum berhasil berdiri tegak,
manusia berbaju hijau itu telah menerjang maju lagi sambil
melancarkan sebuah tusukan.
Serangan yang dilancarkan manusia berbaju hijau ini
sungguh cepatnya luar biasa, bikin orang menjadi bergidik
rasanya, secara beruntun manusia kilat harus mundur
sejauh tujuh-delapan langkah untuk menghindarkan diri
dari ancaman.
Sementara serangan kedua telah selesai, serangan ketiga
kembali menerobos datang.
Cahaya kilat segera memancar ke empat penjuru, tibatiba
terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati
berkumandang memecahkan keheningan, tampak manusia
berbaju hijau itu berkelebat lewat dan melompat kembali ke
samping Ong Bun-kim.
Tampaklah manusia kilat yang ternyata adalah seorang
kakek berambut putih berusia limapuluh tahunan sudah
menggeletak mati di atas tanah dengan dada berlubang.
Darah kental yang berbau amis berhamburan memenuhi
seluruh permukaan tanah, keadaan mengerikan sekali.
Gerakan dari manusia berbaju hijau itu memang hebat
dan luar biasa, untuk sesaat suasana dalam gelanggang
menjadi sepi, hening dan tak kedengaran suara apa apa.
"Siapa lagi yang bermaksud untuk turun tangan?"
tegurnya kemudian sambil memandang sekejap sekeliling
gelanggang.
Kepandaian silat yang dimiliki manusia berbaju hijau itu
terbukti Iihaynya bukan kepalang, kejadian ini sungguh
menggetarkan perasaan setiap orang, untuk sesaat lamanya
tak seorangpun berani berkutik ataupun mengucapkan
sepatah kata.
Karena tiada seorangpun yang bersuara, maka orang itu
memandang sekejap ke arah Ong Bun-kim lalu berkata:
"Ong. Bun-kim, mari kita pergi dari sini!"
Sesungguhnya Ong Bun-kim sendiripun tidak kenal
dengan manusia berbaju hijau itu, ia tak tahu siapa
gerangan orang tersebut, maka ia malah tertegun dibuatnya.
"Tunggu sebentar!" mendadak Gin Lo-sat berseru sambil
munculkan diri menghadang jalan pergi mereka.
"Mau apa kau?" tegur manusia berbaju hijau itu.
Gin Lo-sat segera tertawa dingin.
"Hehh....heehhi...heehh....ilmu silat yang kau miliki
betul-betul membuat orang merasa kagum...."
"Ada apa? Kaupun bermaksud untuk menerima beberapa
buah tusukan pedangku ?" jengek orang itu dingin.
"Beranikah kbau menghadapi sderangan gabungaan
dariku bersamba sahabat dari-Yu-leng-bun ini?"
Manusia berbaju hijau itu segera menengadah dan
tertawa terbahak-bahak. "Haahh haahh haahh siapa bilang
kalau aku takut untuk menghadapi serangan gabungan
kalian bertiga?"
Manusia berbaju hijau itu segera melintangkan
pedangnya sambil berdiri tegak, ia telah bersiap sedia untuk
menghadapi setiap kemungkinan yang bakal menimpa
dirinya.
Gin Lo sat memang seorang perempuan yang cerdik dan
berotak licik, adapun tujuannya untuk menyeret kedua
orang manusia tanpa sukma untuk melangsungkan
pertarungan melawan manusia berbaju hijau itu, tak lain
adalah agar memberi kesempatan bagi kedua orang
dayangnya untuk menyerang Ong Bun-kim.
Maka begitu tantangannya disambut lawan, serta merta
ia memberi tanda kerlingan mata kepada kedua orang
dayangnya, lalu pelan-pelan berjalan masuk ke dalam
arena.
"Tunggu sebentar!" mendadak Manusia berbaju hijau itu
berseru setelah tertawa dingin.
Gin Lo-sat tertegun, ia menghentikan langkah kakinya ke
depan.
Dengan suatu gerakan cepat, manusia berbaju hijau itu
menggeserkan tubuhnya ke samping Ong Bun-kim.
Tindakan itu tentu saja mengejutkan si anak muda itu,
tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu manusia berbaju
hijau tadi telah berbisik dengan suara lirih:
"Ong Bun-kim, sanggupkah kau untuk menghadapi
serangan gabungan dari dua orang dayang tersebut?"
Ong Bun-kim mengangguk.
"Aku ingin bertanya kepadamu lagi," kembali manusia
berbaju hijau itu berkata, "kau tahu, kenapa tenaga
dalammu yang sebesar seratus tahun hasil latihan itu tak
kau gunakan sebagaimana mestinya?"
Baru saja Ong Bun-kim tertegun, orang itu telah berkata
lebih lanjut:
"Tentunya kau tidak tahu, bukan? Nah, dengarkan baikbaik!
Tenaga dahsyat tersebut tak dapat kau gunakan sebab
urat Jin dan tok yang berada dalam tubuhmu belum
tembusl Heran! Kenapa, kenapa kedua buah nadi penting
itu belum pernah ditembusi?"
"Aku juga tidak tahu!" sahut pemuda itu melongo.
"Kau tahu? Seandainya urat nadi Jin-meh dan Tok-meh
yang ada dalam tubuhmu sudah tembus, maka ilmu silat
yang kau milikbi jauh di atas dkepandaian silaat yang
dimilikib orang-orang ini!"
Ong Bun-kim semakin tertegun, ia merasa setengah
percaya setengah tidak terhadap perkataan itu.
"Sekarang berdirilah baik-baik" kata manusia berbaju
hijau itu, "aku hendak mempergunakan gerakan paling
cepat untuk menembusi nadi Jin-meh dan tok-meh mu itu!"
Sudah barang tentu Ong Bun-kim tidak percaya kejadian
itu sebenarnya ada atau tidak, tapi mendengar ucapan
orang itu, dia manggut juga.
Manusia berbaju hijau itu segera membentak keras,
telapak tangan kirinya tiba-tiba berkelebat ke depan dan
secara beruntun melancarkan beberapa buah totokan.
Ong Bun-kim hanya merasakan sekujur tubuhnya
menjadi sakit, tiba-tiba saja badannya roboh terjengkang ke
tanah.
Gin Lo-sat dan Yu-leng-jin bertiga sama-sama tertegun,
sementara mereka belum tahu apa yang musti dilakukan.
Manusia berbaju hijau itu telah menggerakkan kembali
tangan kirinya untuk melancarkan tiga buah totokan kilat
ke atas tiga buah jalan darah penting di tubuh si anak muda
tersebut.
Gerak serangan dari Manusia berbaju hijau itu boleh
dibilang cepatnya sukar dilukiskan dengan kata-kata, begitu
totokannya selesai Ong Bun-kim telah bangkit berdiri
kembali.
Ketika hawa murninya kemudian dicoba, terasalah
begitu besar hawa murni, yang menggulung-gulung dalam
tubuhnya, seakan-akan sebuah bendungan yang jebol
terlanda air bah....
Sebenarnya sejak makan obat aneh, tenaga dalam yang
dimiliki Ong Bun - kim telah mencapai enampuluh tahun
hasil latihan, apalagi setelah msndapat pemberian obat
mestika dari Hian-ih-lihiap, si pendekar berbaju hitam,
hakekat nya tenaga dalam yang ia miliki sudah berada di
atas delapanpuluh tahun hasil latihan, cuma sayang nya
urat penting Jin-meh dan tok-mehnya belum tembus;
sehingga hawa murni yang amat dahsyatpun tak bisa
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Sekarang, urat penting jin-meh dan tok-meh nya sudah
tembus, hawa murni yang terhimpun dalam tubuhpun
bisa.dipakai sebagaimana mestinya, ini semua membuat si
anak muda itu berubah menjadi seorang jago yang sangat
lihay, kehebatan ilmu silatnya sudah jauh di atas
kepandaian beberapa orang di sana.
Demikianlah, sertelah memandangt sekejap ke araqh
Ong Bun-kim, rpelan-pelan manusia berbaju hijau itu
masuk ke arena dan berkata:
"Sekarang kalian sudah boleh melancarkan serangan!"
Gin Lo-sat dan Yu-leng-jin serentak bergerak maju ke
depan, mereka langsung bergerak menghampiri manusia
berbaju hijau itu.
Cahaya kilat segera memancar ke empat penjuru dan
menyilaukan mata, dengan sebuah tebasan pedang ia
bendung serangan gabungan dari kedua orang musuhnya
itu.
Berbareng itu juga....dLpihak lain dua orang dayang
berbaju biru itu membentak nyaring, lalu dengan garang
menerjang tubuh Ong Bun kim sambil melepaskan sebuah
pukulan gencar.
"Kurang ajar, rupanya kalian sudah bosan hidup." bentak
Ong Bun kim dengan geramnya.
Di tengah bentakan gusar, senjita harpa besinya disodok
ke muka melepaskan sebuah serangan balasan.
Kedua orang dayang itu benar benar tak tahu diri, di
bawah serangan harpa besi dari Ong Bun kim, tiba tiba
mereka berpisah ke kiri dan ke kanan lalu menerkam
bersama.
Ong Bun kim menghardik keras, dengan menghimpun
segenap tenaga dalam yang dimiliki-nya ia melepaskan lagi
sebuah serangan dahsyat.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera bergema
memecahkan kesunyian, percikan darah segar berhamburan
ke mana mana.
Dayang berbaju biru yang berada di paling depan
terhajar telak oleh serangan itu, tubuhnya kontan mencelat
ke belakang dan tewas seketika itu juga.
Ong Bun kim kembali membentak nyaring, serangan
kedua dilancarkan sekali lagi.
Dayang berbaju biru yang kedua inipun mencelat ke
belakang sambil menjerit kesakitan, setelah muntah darah
segar ia tergeletak tewas di tempat.
Setelah membereskan dua orang lawannya, Ong Bun
kim menarik kembali serangannya dan mundur ke
belakang, untuk sesaat lamanya ia berdiri termangu di sana,
seakan-akan pemuda itu tercengang dia kaget oleh
kehebatan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang.
"Adik Ong !" mendadak seseorang memanggilnya
dengan suara yang lirih dan memilukan hati.
Dengan perasaan tercekat Ong Bun kim segera
mendongakkan kepalanya, tampaklah Bunga iblis dari
neraka dengan wajah yang sayu sedang berjalan
menghampirinya.
Teringat ucapan dari Yu Cing sebelum pergi tadi, Oag
Bun kim agak tertegun juga oleh per-temuan tersebut.
Suara tertawa dingin kembali berkumandang di sana,
menyusul kemudian seseorang mengejek "Oh...sungguh
merangsang panggilan itu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sesosok
bayangan manusia berbaju perlente melesat masuk ke
dalam arena.
Kemunculan orang itu segera disambut seruan kaget oleh
Ong Bun kim maupun Bunga Iblis dari neraka;
"Haaah...Hiat hay long cu, rupanya kau!" Hiat hay long
cu kembali tertawa dingin.
"Yaa, betul! Memang aku!"
Air muka Bunga iblis dari neraka berubah hebat,
tampaknya ia sedang menahan geram dalam hatinya.
Hawa napsu membunuhpun menyelimuti wajah Ong
Bun kim, segera bentaknya nyaring.
"Hiat,hay long cu, kebetulan sekali aku memang sedang
mencarimu ..."
"Mau apa kau cari aku?"
"Mau apa lagi? Tentu saja membunuhmu "
"Kenapa hendak membunuhku?"
"Masih ingatkah kau dengan hutang sebuah pukulan atas
diriku?"
"Yaa, aku masih ingat!"
"Nah, aku sekarang hendak menagih hutang tersebut."
Hiat - hay - longcu (si romantis dari lautan darah) segera
tertawa dingin.
"Hehha heehhh heeehh boleh saja, cuma ada satu hal
hendak kuberitahukan dulu kepadamu."
-ooo0dw0ooo-
BAB 35
"PERSOALAN apakah, itu?" tanya sang pemuda.
"Mengenai diri Tan Hong-hong..."
Mendengar perkataan itu, paras muka Bunga iblis dari
neraka segera berubah hebat, dengan menahan geram
bentaknya : "Teng Kun, kalau kau berani mengucapkan
sepatah kata saja, segera kurenggut nyawamu!"
"Haaahhh haaahhh haaahhh apa toh salahnya kalau
kuceritakan kepadanya?" ejek Hiat hay longcu sambil
tertawa bergelak.
Menggigil keras sekujur badan bBunga iblis dardi neraka
sakinga geramnya menahban amarah, untuk sesaat ia tidak
sanggup mengucapkan sepatah katapun...
"Sebenarnya persoalan apakah itu:" kembali Ong Bun
Kim membentak dengan nada ingin tahu.
Hiat hay long cu tertawa bangga.
"Haaahbh.. .baaahhb....baaahhh...kau anggap enci Tan
yang kau kenal ini adalah seorang perempuan baik-baik."
"Teng kun, kubunuh kau!" bentak Bunga iblis dari neraka
dengan penuh kemarahan.
Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya melejit ke udara
lalu menerjang ke arah Teng Kun dengan kecepatan luar
biasa, pie-pa bajanya langsung diayunkan ke atas batok
kepalanya.
Pada saat Bunga iblis dari neraka melancarkan serangan
mautnya itu, Ong Bun kim membentak pula dengan
lantang:
"Tahan!"
Di tengah bentakan nyaring tubuhnya me-nerobos ke
tengah arena dan memisahkan kedua orang itu secara
paksa.
Ong Bun kim agak terpengaruh oleh emosi ketika itu,
kembali bentaknya keras keras:
"Teng Kun, rahasia apakah yang terdapat padanya?
Cepat kau beritahukan kepadaku!"
Diam-diam Teng Kun menghimpun tenaga dalamnya
untuk bersiap sedia, kemudian sahutnya dingin:
"Kau anggap dia adalah seorang perempuan baik-baik?"
Ong Bun-kim merasakan hatinya terkesiap, ucapan
tersebut ibaratnya sebilah pedang tajam yang menembusi
ulu hatinya, untuk sesaat si anak muda itu berdiri,bodoh.
"Kau. ......kau " bisiknya agak gemetar,
"Apa yang kuucapkan adalah kata-kata yang
sesungguhnya" sahut Teng Kun lagi sambil tertawa dingin,
"dia adalah seorang perempuan murahan yang bisa
diperoleh siapapun asal bisa memberi sedikit uang
kepadanya, bahkan dengan akupun pernah mempunyai
hubungan yang panas dan luar biasa. ...haahh ...
..haaahhb.,...haaahhh...."
"Apa?" Ong Bun-kim menjerit sekeras-kerasnya, ia
merasa kepalanya seperti dipukul dengan martil berat,
matanya berkunang-kunang dan dadanya menjadi sesak,
dengan sempoyongan ia mundur beberapa langkah.
Dikala Ong Bun-kim sedang amat terperanjat itulah tiba
tiba Hiat hay longcu membentak keras, kipasnya disambar
ke muka dengban kecepatan badgaikan sambarana kilat dan
menobtok beberapa buah jalan darah penting di tubuh anak
muda itu.
Mimpi pun Ong Bun-kim tidak menyangka kalau Hiat -
hay - long cu mempunyai niat sebusuk itu, tahu tahu ia
merasa tubuhnya sakit dan mengejang keras, darah kental
muntah dari mulutnya dan tahu tahu ia sudah dikempit
oleh orang tersebut.
Kemarahan Bunga iblis dari neraka tak terlukiskan lagi
dengan kata-kata segera bentak nya nyaring :
-oo0dw0oo--
Jilid 12
"TENG KUN, bajingan terkutuk, kubunuh kau!"
Dalam gusarnya ia langsung menerjang ke hadapan Hian
hay-lohg-cu, senjata pie-pa bajanya langsung disambarkan
ke atas batok kepala lawan.
"Tahan!" Hiat-hay-long-cu menghardik sambil melejit
mundur beberapa langkah ke belakang.
"Lepaskan dia!"
Hiat-hay-longcu tertawa dingin, hawa napsu membunuh
telah menyelimuti wajahnya, ia berkata: "Tan Hong-hong,
jika kau berani turun tangan, maka yang bakal mampus
duluan adalah Ong Bun-kim!"
Ancaman itu diutarakan dengan penuh kobaran nafsu
membunuh, sehingga kedengaran mengerikan sekali.
Menggigil keras sekujur badan Bunga iblis dari neraka,
saking gusarnya sepasang matanya yang jeli sampai berapiapi,
ia benar-benar dibikin tak berkutik oleh ancaman
musuh.
"Hiat-hay-longcu!" akhirnya ia berkata sambil
menggertak gigi menahan emosi, "apa yang hendak kau
lakukan terhadapnya?"
"Tak usah kuatir, tak nanti kubunuh orang ini!" Selesai
berkata tiba-tiba ia menlejit ke udara dan berlalu dari
tempat itu.
Pada saat Hiat-hay-longcu melompat ke udara dan siap
pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba sesosok bayangan
hijau menghadang jalan perginya.
Bayangan hijau itu tak lain adalah Manusia berbaju hijau
itu.
Sekilas hawa nafsu membunuh yang mengerikan telah
menyelimuti wajah orang itu, katanya dengan suara dingin:
"Kuperintahkan kepadamu untuk lepaskan orang itu!"
Hiat-hay-longcu tertawa dingin.
"Hmm ! Memangnya aku musti turuti perintahmu?
Kalau aku tak mau lantas mau apa kau?"
"Bangsat! Rupanrya kau sudah botsan hidup?"
Sekqali lagi Hiat-hray-longcu tertawa seram.
"Heehhh heehhh....beehhh sebelum terjadi sesuatu yang
tak diinginkan, terlebih dulu hendak kuperingatkan
kepadamu, jika kau berani turun tangan, maka aku kuatir
Ong Bun-kim yang akan mampus lebih duluan !"
"Kau berani?"
"Haahhh haahhh haahhh kenapa tak berani?" jawab
Hiat-hay-longcu sinis, "coba saja melancarkan serangan
kepadaku, nanti kita buktikan bers.ama, aku berani
membunuhnya lebih dahulu atau tidak!" Seraya berkata,
ujung kipasnya lantas ditempelkan di atas ubun-ubun si
anak muda itu.
Air muka manusia berbaju hijau itu berubah hebat, sama
seperti Bunga iblis dari neraka, bidannya menggigil
menahan rasa geramnya, kendatipun ilmu silat yang
dimilikinya terhitung sangat hebat, sayang kemampuannya
itu tak mampu dipergunakan untuk menyelamatkan. jiwa
Ong Bun-kim.
Diiringi suara tertawa dingin, Hiat-hay-longcu kembali
melejit ke udara dan berlalu dari situ.
00OdwO00
Entah berapa lama sudah lewat, pelan-pelan Ong Bunkim
sadar kembali dari pingsannya, ia merasa kepalanya
masih pusing sekali, matanya serasa masih berkunang
ditambah perutnya mual.
Ketika keadaan sudah rada segar, ia mulai mengenang
kembali peristiwa yang telah menimpanya
Ia hanya tahu kalau jalan darahnya ditotok Hiat-hay
longcu secara tiba-tiba, kemudian apa yang terjadi tak
diketahui lagi olehnya Begitu sepasang matanya
dipentangkan, pemuda itu makin terperanjat lagi dibuatnya.
Ternyata ia berada di suatu ruangan yang besar sekali
dengan segala perabot yang indah dan mewah, puluhan
orang manusia berbaju biru berdiri dalam ruangan tersebut,
sedang ia sendiri berbaring di lantai.
Ia menjadi tertegun dan tak tahu apa gerangan yang telah
terjadi atas dirinya sekarang.
Sementara ia masih termangu, tiba-tiba kedengaran
seseorang tertawa dingin lalu menegur:
"Ong tayhiap, rupanya kau telah sadar kembali?"
Pelan-pelan Ong Bun-kim bangkit berdiri, ia merasa
sekujur tubuhnya lemas tak bertenaga.
Sadarlah pemuda kita bahwasanya ia sudah ditotok
orang, maka sinar matanya lantas dialihkan ke sekeliling
ruangan, mendadak ia jumpai Hiat-hay long-cu berada pula
di antara orang-orang itu.
"Hahh kau ..?" seru Ong Bun-kim dengan air muka agak
berubah.
"Betul, memang aku!"
Sepasang gigi Ong Bun-kim gemerutukan menahan rasa
geramnya, kalau bisa dia ingin mencincang tubuh Hiat-haylong-
cu menjadi ber-keping-keping untuk melampiaskan
rasa dendam dihatinya.
Tiba-tiba ia jumpai di sebelah kanan ruangan berdiri
seorang perempuan yang amat di kenal olehnya, orang itu
tak lain adalah Gin Lo-sat kenyataan ini sangat
mengejutkan hati Ong Bun-kim.
"Jadi Hiat hay-long-cu sudah menjadi anggota
perkumpulan Hui-mo-pang?" demikian pikirnya.
Rupanya dugaan tersebut ada benarnya juga dan jelaslah
sudah bahwa Hiat-hay-long-cu sengaja, menggunakan siasat
untuk membekuknya agar bisa diserahkan kepada pihak
Hui-mo-pang.
Berpikir sampai ke situ, menggigil sekujur badan anak
muda itu saking marahnya.
Pada saat itulah seseorang berseru dengan lantang:
"Tay pangcu tiba!"
Seketika itu juga suasana dalam ruangan menjadi sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suarapun, lalu terdengar
suara langkah kaki manusia yang makin lama semakin
mendekat.
Tiba-tiba Ong Bun-kim merasa matanya menjadi silau,
seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan
diiringi empat orang dayang berbaju biru berjalan masuk ke
dalam ruangan.
Serentak semua manusia berbaju biru termasuk juga
Hiat-hay-long-cu di antaranya menjatuhkan diri berlutut di
atas tanah sambil berseru:
"Tecu sikalian menyampaikan salam sejahtera untuk Tay
pangcu!"
Tay pangcu dari Hui-mo pang tertawa hambar,
sahutnya:
"Tak usah banyak adat!"
Suaranya merdu merayu seperti bkicauan burung dnuri,
membuat oarang serasa terbbuai jadinya.
Ong Bun-kim sendiripun merasa terkesima oleh
kecantikan orang, sekalipun demikian iapun merasa agak
heran, kalau gadis tersebut hanya sebagai Tay pangcu
(wakil ketua), lantas siapakah ketua yang sebenarnya ?
Setelah memberi hormat dengan suasana yang hidmat,
puluhan orang manusia berbaju biru itu bangkit berdiri dan
menyingkir ke samping.
Paras muka Tay pangcu dari Hui-mo pang amat hambar
tanpa emosi, dengan matanya yang jeli ia mengerling
sekejap wajah Ong Bun-kim, lalu dengan suara agak
tertegun serunya:
"Jadi kau yang bernama Ong Bun kim?"
Ong Bun kim hanya memandang sekejap ke arahnya, ia
telah membungkam dalam seribu bahasa.
Sekali lagi Tay pangcu dari Hui mo pang itu tertegun.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" tegurnya.
Ong Bun-kim tetap membungkam dan tidak menjawab.
Tindakan anak muda itu segera menggusarkan wakil
ketua dari Hui mo pang ini, bahkan paras muka puluhan
orang manusia berbaju biru yang berada dalam ruangan
itupun berubah hebat.
"Ong Bun kim!" dengan suara dingin Hiat-hay-long cu
segera membentak keras, "kalau kau tidak menjawab juga,
jangan salahkan kalau kau akan kutempeleng beberapa
kali!"
Ong Bun kim tetap tertawa dingin tiada henti-nya, tak
sepatah katapun yang diutarakan.
Paras muka Hiat hay long cu betul betul berubah sangat
hebat, sambil membentak gusar tubuhnya menerjang
kehadapan si anak muda itu, kemudian telapak tangannya
diayun ke atas wajah Ong Bun-kim dan menamparnya
keras keras.
"Piaak....! Plook....!" Ong Bun kim kena di-tampar keraskeras
sehingga pipinya bengkak dan mulutnya berdarah.
Anak muda itu segera tertawa dingin, katanya:
"Teng Kun, ingat ingat saja dengan dua tempelenganmu
sekarang, suatu ketika aku pasti akan membalaskan berikut
bunga...."
"Bangsat, akan kutempeleng kau beberapa kali lagi."
Tangannya segera diayun ke muka siap menempaleng
wajah Ong Bun kim lagi.
"Tahan!" mendadak berkumandang suara bentakan
nyaring.
Mendengar bentakan tersebut, mbau tak mau Hiatd haylong-
cu haarus menarik kembbali serangannya.
Setelah melirik sekejap wakil ketua dari Hui-mo pang itu,
ujarnya dengan penuh rasa hormat: "Baik, tay-pangcu!"
"Bebaskan jalan darahnya yang tertotok!"
"Baik!"
Tanpa berani membangkarg, Hiat-hai-long cu segera
menepuk bebas jalan darah Ong Bun-kim yang tertotok.
Pada dasarnya Ong Bun kim menang sudah terluka dan
luka itu belum sembuh, maka kendatipun jalan darahnya
sudah dibebaskan, akan tetapi kekuatan, hawa murninya
belum berhasil dipulihkan kembali seperti sediakala.
"Ong Bun-kim!" kembali wakil ketua Hui-mo-pang
berkata: "kalautoh sudah sampai di sini, apa salabnya kalau
kita berbicara.secara baik-baik?"
"Soal apa yang mesti kita bicarakan?" jawab Ong Bun
kim dengan suara dingin.
Wakil ketua dari Hui-mo pang itu tertawa ringan,
sungguh besar daya pikatnya.
"Oh....tadinya aku masih mengira kau tak pandai
berbicara, untung kau bukan seorang bisu, tahukah kau
kenapa kuundang kehadiranmu kemari?
"Hmm..! Suatu cara mengundang yang sangat bagus."
"Aku toh sudah mengundang kehadiranmu secara baikbaik,
adalah kau sendiri yang enggan datang."
Ong Bun-kim kembali tertawa dingin.
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh... sekarang kau telah
"mengundangku'" kemari, hayo katakanlah maksud
tujuanmu yang sesungguhnya!"
"Aaah....! Kalau dibilang, sesungguhnya bukan suatu
masalah yang terlampau sulit untuk dilakukan, aku hanya
ingin mengajakmu untuk menjadi anggota perkumpulan
kami!" kata Wakil ketua Hui-mo-pang sambil tertawa
ringan.
"Haaahhh.. haaahhh....haaabhb....rupanya itulah
maksudmu, sayang aku enggan untuk menerimanya!" Ong
Bun-kim terbahak-bahak.
"Kenapa?"
"Kenapa aku mesti masuk menjadi anggota perkumpulan
kalian?"
"Kita akan bersama-sama membangun suatu dunia
persilatan yang berada di bawah telapak kaki kita!"
Kontan sraja Ong Bun kimt tertawa dinginq tiadi
hentinyar.
"Biarlah maksud baikmu itu kuterima dalam hati saja"
katanya, "sayang sekali aku tidak mempunyai rejeki sebesar
itu untuk menikmatinya!"
"Tapi sayang, bagaimanapun juga kau harus masuk
menjadi anggota perkumpulan kami!"
"Kalau aku tetap menolak?"
"Boleh saja, cuma kau harus dapat menyambut tiga buah
tusukan pedangku tanpa kalah, asal kau mampu segera
kami lepaskan dirimu untuk tinggalkan tempat ini!"
Ucapan yang terlalu tekabur dan sama sekali tak
pandang sebelah matapun kepada lawannya ini segera
membangkitkah hawa amarah dalam hati Ong Bun-kim, air
mukanya kontan berubah.
"Menerima tiga jurus serangan pedangmu?" ulangnya.
"Betul!"
"Seandainya aku sanggup menyambut ketiga buah
serangan pedangmu tanpa kalah?"
"Silahkan kau tinggalkan tempat ini, dan selanjutnya
perkumpulan kami tak akan menyulitkan dirimu lagi!"
"Harus ditambah dengan sebuah syarat lagi!" sambung
anak muda itu dengan cepat.
"Syarat apa?"
"Serahkan Hiat-hay long-cu kepadaku!"
"Boleh saja, cuma....andaikata kau yang kalah?"
"Aku siap menerima keputusanmu!"
"Bagus sekali!" seru wakil ketua dari Hui mo-pang itu,
"siapkan pedang . . . .!"
Dengan hormat seorang dayang berbaju biru munculkan
diri dan mempersembahkan sebilah pedang.
Dengan jari-jarinya yang lembut ia menyambut pedang
itu, lalu selangkah demi selangkah berjalan menuju ke
tengah ruangan.
"Apakah kau Tay-pangcu ingin bertarung dengan
seorang yang sedang terluka seperti aku sekarang?" tiba-tiba
Ong Bun-kim berseru.
"Jangan kuatir!" jawab si nona sambil tertawa "tak nanti
akan kumanfaatkan keuntungan itu!"
Seraya berkata ia merogoh sakunya dan menngeluarkan
sebutir pil yang kemudian diserahkan kepada Ong Bun-kim.
Si anak muda itupun tanpa sungkan-sungkan segera
menerimanya, setelah obat ditelan ia duduk bersila untuk
menyembuhkan lukanya itu.
Setengah jam kemudian, luka yang dideritanya itu telah
sembuh sama sekali, pelan-pelan ia bangkit berdiri.
"Sudah mampu untuk berkelahi?" wakil ketua dari Hui
rao pang itu segera bertanya.
"Sudah, tapi ada-satu hal lagi hendak ku-tanyakan lebih
dulu kepadamu!"
"Kalau begitu katakan saja!"
"Kalau kau adalah wakil ketua, maka siapakah ketua
sesungguhnya?"
"Oh...soal ini merupakan rahasia besar bagi
perkumpulan kami, asal kau berhasil menangkan aku,
sudah pasti soal itu akan ku-beritahukan kepadamu . . . !"
"Bagus sekali."
Ong Bun kim tidak berbicara lagi, sekokoh bukit karang
ia berdiri tegak di tempat, harpa bajanya disiap sediakan
untuk melancarkan serangan mematikan.
Wakil ketua dari Hui mo pang itu tidak langsung
melancarkan serangan, dengan nada yang dingin tegurnya:
"Sudah bersiap sedia?"
"Silahkan tay pangcu melancarkan seranganmu!"
Tay pangcu dari Hui mo pang tertawa dingin, sesudah
manggut sekali, pedang yang berada di tangan kanannya itu
pelan-pelan diangkat ke tengah udara . . .
Sinar mata semua orang yang berada dalam ruangan itu
segera ditujukan ke wajah Ong Bun kim serta Tay pangcu,
suasana dalam gelanggang pun seketika tercekam dalam
ketegangan.
Agaknya tak seorangpun yang percaya bahwa Ong Bun
kim sanggup menerima tiga buah serangan maut dari Tay
pangcu, lebih lebih tidak percaya kalau ilmu silat yang
dimiliki anak muda itu sesungguhnya hebat luar biasa.
Sementara itu Ong Bun kim telah mempersiapkan diri
baik-baik, ia beranggapan bahwa lebih baik jiwanya hilang
di tangan orang dari pada tidak menerima ketiga buah
serangan musuh.
Kini segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah
dihimpun ke dalam tubuh untuk bersiap sedia menyambut
tiga buah serangan kilat dari Tay pangcu perkumpulan Hui
mo pang.
Tay pangcu melirik Ong Bun kimb sekejap, kemuddian
sambil tertaawa dingin katabnya:
"Berhati-hatilah, aku siap melancarkan serangan!"
"Silahkan!"
Di tengah bentakan nyaring yang menggeledek bayangan
manusia saling menyambar, cahaya kilat membumbung ke
angkasa dengan membawa desingan angin tajam yang
menggidikkan hati, pedang itu langsung menusuk ke tubuh
Ong Bun-kim.
Dengan sigap anak muda itu memutar harpa besinya
untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Bayangan manusia berputar kencang, dengan suatu
gerakan manis berhasil juga Ong Bun-kim untuk
meloloskan diri dari serangan kilat tay pangcu, tapi pedang
itu mendadak berubah arah, diantara kilatan cahaya yang
menyilaukan mata serangan pedang kedua telah tiba.
Kali ini serangannya jauh lebih cepat dari pada serangan
yang pertama tadi, baru saja Ong Bun-kim melepaskan diri
dari ancaman yang pertama, serangan kedua yang maha
dahsyat itu telah mengancam ke arah dadanya.
-ooo00dw00oooBAB
36
PERUBAHAN jurus serangan itu betul-betul di luar
dugaan, mengucur ke luar peluh dingin saking kagetnya,
cepat-cepat pemuda itu berkelit ke samping sambil
melepaskan sebuah serangan balasan.
Tapi sebelum tubuhnya sempat menghindarkan diri ke
samping, ujung pedang lawan telah mencungkil kearah
tubuhnya, menyusul kemudian tay-pangcu dari Hui-mopang
itu sudah mundur kembali ke tempat semula.
Semua orang menjadi tertegun oleh kejadian itu,
Ong Bun kim sendiripun merasa terperanjat.
Kalahkah si anak muda itu? Ataukah ia berhasil
menghindarkan diri dari ketiga buah serangan lawan ?
"Ong Bun kim!" kata tay pangcu sambil tersenyum,
"terima kasih atas kerelaanmu untuk mengalah!"
Kontan Ong Bun kim merasakan kepalanya pusing dan
dadanya seperti terhantam martil berat, nyaris tubuhnya
roboh terjengkang ke tanah.
Ia sudah kalah? Di manakah letak kekalahannya . . .?
Peristiwa ini benar-benar merubpakan suatu perdistiwa
yang taka pernah diduga bsebelumnya, maka sinar matanya
segera dialihkan ke tubuh sendiri.
Apa yang dilihat? Ternyata baju bagian dadanya sudah
robek besar sehingga tampak kulit dadanya.
Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Ong Bun kim
saat ini, terbukti sudah bahwa ilmu pedang yang dimiliki
gadis itu betul-betul sudah mencapai ke tingkatan yang
menakutkan sekali.
Terbukti bajunya telah tersambar robek tanpa melukai
kulit badannya, dari sini dapat diketahui betapa
menakutkannya ilmu silat yang dimiliki orang itu.
Hiat hay long cu segera tertawa dingin ejeknya.
"Ong Bun kim, kau kalah!"
Pucat pias selembar wajah Ong Bun kim, sekujur
badannya gemetar keras, kenyataan tersebut sangat
menggetarkan perasaannya, bahkan terasa jauh lebih
menakutkan dari pada menghadapi ancaman kematian.
Tiba-tiba saja suasana dalam ruangan besar itu menjadi
hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
"Aku akan beradu jiwa denganmu!" Tiba-tiba Oag Bun
kim membentak kalap.
Dalam sedih dan putus asanya ia telah melupakan janji
sendiri, sambil membentak keras tubuhnya langsung
menerjang ke arah Tay pangcu dari Hui mo pang itu, harpa
bajanya dengan disertai tenaga serangan yang luar biasa
langsung dihantamkan ke tubuh lawan.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan kalap dan
kecewa ini betul-betul disertai tenaga serangan yang maha
dahsyat.
Tay pangcu dari Hui mo pang segera membentak keras.
"Tahan!"
Karena beatakan tersebut, terpaksa Ong Bun kim
menarik kembali serangannya.
"Ong Bun kim!" kata Tay pangcu kemudian dengan
lantang, "apakah kau hendak mengingkari janji?"
Ong Bun kim berdiri bodoh.
Kembali sinar mata Tay pangcu dialihkan ke wajah Ong
Bun kim, mendadak ia berseru kaget lalu air mukanya
berubah hebat, dengan sempoyongan tubuhnya mundur
enam-tujuh langkah dari posisi semula.
Perubahan tersebut amat mengejutkan semua orang yang
hadir dalam ruangan itu, demikian pula dengan Ong Bun
kim sendiri.
Lama, lama sekarli, akhirnya Taty pangcu berhasqil
mengendalikarn luapan emosinya, dengan nada agak
gemetar bisiknya:
"Kau ...."
"Kenapa dengan aku?"
Tiba tiba ia menemukan bahwa sinar mata Tay pangcu
sedang tertuju pada lencana "Liong-bei" yang bergantung di
dadanya itu, bahkan nona itu memperhatikannya tanpa
berkedip.
Tindak tanduk lawannya yang aneh ini segera membuat
Ong Bun kim menjadi tertegun.
"Benda apakah yang berada di dadamu itu?" Tay pangcu
menegur dengan suara gemetar.
"Kenapa? Kau menginginkannya?" jengek si anak muda
itu sinis.
"Aku hanya ingin bertanya benda apakah itu?"
"Lencana Liong bei . . . ."
"Aaah!" sekali lagi Tay pangcu berteriak penuh rasa
kaget.
Aneh sekali tindak tanduk tay pangcu dari perkumpulan
Hui mo pang tersebut, semenjak menjumpai lencana Liong
bei yang tergantung di dada Ong Bun kim itu, sorot
matanya yang jeli selalu diliputi rasa kaget yang luar biasa.
Lama kelamaan Ong Bun kim dibikin tidak habis
mengerti juga oleh sikap lawannya yang aneh itu.
"Hei, kenapa kau?" tegurnya kemudian. "Darimana kau
dapatkan lencana liong bei itu?" bentak Tay pangcu dengan
suara keras.
"Mau apa kau?"
"Aku ingin tahu!"
"Benda ini milikku?"
"Perlihatkan kepadaku!"
Ong Bun kim segera tertawa dingin.
"Heeehbh heeehbh beeehhb itu kan benda milikku,
kenapa aku harus perlihatkan kepadamu?"
Air muka Tay pangcu berubah hebat.
"Berikan kepadaku!" serunya, "bagaimanapun juga aku
harus melihatnya . . ."
"Eeeh jadi kau hendak menggunakan kekerasan?"
Tay pangcu tidak menggubris seruan pemuda itu, dengan
nada memerintah bentaknya:
"Lepaskan dan perlihatkan kepadaku!"
"Mau lihat boleh saja, tapi harus kau terangkan dulu
alasannya yang masuk akal!"
"Eeeh....jadi kau bersikeras tak mau menyerah kannya
kepadaku?" Tay pangcu dari Hui m o pang kembali
membentak.
Ong Bun kim kembali tertawa dingin.
"Asal kau dapat memberi alasan yang masuk di akal
kepadaku, benda ini segera kuserahkan kepadamu untuk
kau lihat, kalau tidak Hmm Kecuali mempergunakan
kekerasan!"
Sekali lagi paras muka tay-pangcu dari Hui-mo pang
berubah hebat, sambil membentak keras tiba-tiba badannya
menerjang ke arah Ong Bun-kim, tangan kanannya segera
diayun ke depan mencengkeram lencana Liong bei didada
si anak muda itu.
Cengkeraman yang dilakukan Tay-pangcu dari Hui-mopang
ini sungguh cepat melebihi sambaran kilat, buru-buru
Ong Bun-kim mengayunkan harpa bajanya untuk
menghantam telapak tangan lawan yang menyambar ke
arah lencananya itu.
Tay-pangcu dari Hui-mo-pang kembali membentak
keras, tangan kirinya berkelebat ke depan kemudian
melompat mundur ke belakang, dalam waktu yang amat
singkat inilah dalam genggamannya telah bertambah
dengan lencana liong-bei milik Ong Bun-kim.
Menyaksikan peristiwa itu. Paras muka anak muda itu
berubah hebat, segera bentaknya:
"Serahkan kembali liong-bei ku itu!"
Ia melejit ke depan dan menerjang ke arah tay-pangcu,
harpa bajanya disertai tenaga serangan yang hebat menyapu
ke tubuh lawan.
Tay-pangcu dari Hui-mo-pang membentak pula, tangan
kanannya diayun ke depan dan secara tiba-tiba Ong Bunkim
merasa datangnya segulung hembusan angin lembut
yang memaksanya mundur beberapa kaki dari situ.
Ong Bun-kim terkejut sekali, akibat dari desakan tersebut
hampir meledak dadanya karena kegusaran, tapi kenyataan
menunjukkan bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih
bukan tandingan lawan, sekalipun marah-marah tapi apa
gunanya?
Sementara itu perhatian Tay-pangcu dari Hui-mo-pang
telah tertuju semua di atas lencana liong-bei, sesaat
kemudian paras mukanya berubah berulang kali,
perasaannya bergolak keras, ia seperti terkejut, seperti
tertegun tapi seperti juga gembira....
Semua anggota Hui-mo-pang membungkam dalam
seribu bahasa, mereka hanya bisa mengikuti perubahan
sikap pang-cu mereka yang jauh berbeda dari hari-hari biasa
itu, mereka tak tahu sesungguh-nya apa yang telah terjadi.
Tapi kalau ditinjau dari sikap serta perhatiannya yang
begitu serius terhadap lencana liong-bei itu, dapat diketahui
bahwa lencana tersebut pasti mengandung suatu rahasia
besar.....
Lama, lama sekali, akhirnya tay-pangcu dari Hui-mopang
kembali bertanya dengan suara gemetar:
"Apakah liong-bei ini benar-benar telah kau pakai
semenjak kecil?"
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu," kata Ong
Bun-kim marah, "kini kau sudah melihat cukup lama, hayo
kembalikan benda itu kepadaku!"
Tay-pangcu dari Hui-mo-pang tidak berbicara apa-apa,
dia hanya berdiri di sana dengan wajah termangu.
Gadis itu seperti mengalami rasa kaget yang kelewat
batas sehingga tak tahu apa yang musti dilakukan.
Untuk sesaat Ong Bun-kim sendiripun dibikin tertegun
oleh sikap tay-pangcu, dengan wajah melongo diawasinya
gadis itu tanpa berkedip.
Lama kemudian, gadis itu baru menghela napas panjang,
sinar matanya kembali dialihkan ke atas wajah Ong Bunkim,
ia seperti memperhatikannya, seperti juga sedang
memikirkan sesuatu...
Suasana dalam ruangan menjadi sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suarapun.
"Siapakah ayahmu?" tiba-tiba nona itu menegur kembali.
Ong Bun-kim agak tertegun, kemudian sahutnya ketus:
"Tentang soal ini lebih baik kau tak usah tahu!"
Gadis itu tidak menjadi gusar oleh sikapnya nya yang
ketus itu, malahan sambil menghela napas sedih katanya
lagi:
"Aku sudah lama sekali mencarimu!"
"Mencari aku? Mau apa kau mencari aku?"
"Karena....karena...." ia menjadi berbata-bata dan tak
sanggup melanjutkan kembali kata-katanya.
Setelah tertegun sejenak akhirnya ia berkata kembali:
"Akupun mempunyai sebuah Hong-bei yang bentuknya
mirip sekali dengan liong-beimu itu...."
"Apa....!" Ong Bun-kim menjerit keras, dadanya seperti
kena dihantam martil berat, kepalanya menjadi pusing dan
tubuhnya mundur dua-tiga langkah dengan sempoyongan.
Mendadak ia teringat dengan perkataan dari Kui-jinsuseng,
dikatakan bahwa Liong-hong-bei sesungguhnya
adalah sepasang, tapi oleh ayahnya hong-bei atau lencana
burung hong itu dihadiahkan kepada seorang temannya,
ditetapkan bahwa barang siapa membawa hong-bei
tersebut, dialah calon istrinya.
Ketika terbayang sampai ke situ, dengan jantung
berdebar keras anak muda itu lantas bertanya: "Kau...kau
mempunyai sebuah Hong-bei?"
"Benar!"
"Kalau begitu kau..."
"Aku..."
Mereka saling berpandangan dengan wajah tertegun,
lama sekali kedua orang itu tak sanggup berkata-kata.
Yaa, kejadian ini memang sama sekali di luar dugaan,
bukan saja membuat mereka tercengang bahkan hampir
tidak percaya dengan apa yang terbentang di hadapannya.
Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim memperhatikan
gadis itu Tay-pangcu dari Hui-mo-pang pelan-pelan
menggeserkan kakinya menuju ke arah ruang tengah.
Sinar mata semua anggota Hui-mo-pang ber-sama-sama
dialihkan ke atas wajah tay-pangcunya, tak seorangpun
yang bersuara atau menggerakkan tubuhnya dari tempat
masing-masing
Setibanya di atas mimbar, tay-pangcu baru berseru:
"Hu-pangcu!"
"Tecu ada di sini!" Gin Lo-sat tampil ke depan: "Kecuali
kau seorang yang tetap tinggal disini, semua anggota
perkumpulan kita dipersilahkan mengundurkan diri dari
sini!"
"Baik!"
Maka di bawah perintah Gin lo-sat serentak semua
anggota perkumpulan Hui-mo-pang me-ngundurkan diri
dari tempat itu.
Sepeninggal orang-orang itu semua, tay-pangcu baru
mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Ong Bun-kim,
katanya.
"Ong siangkong, apakah ibumu pernah memberitahukan
soal Liong-hong-bei (lencana naga dan burung hong)
kepadamu?"
"Yaa, aku tahu!" jawab Ong Bun-kim dengan perasaan
agak bergetar.
Sesungguhnya kedua belah pihak telah mengetahui
dengan jelas bahwa mereka adalah sepasang suami istri,
akan tetapi kedua belah pihak sama-sama tak ingin
mengutarakan persoalan ini lebih dahulu.
"Ong siangkong, kita berdua..."
"Yaa, aku sudah tahu!"
"Lantas kau..." gadis itu tak tahu bagaimana harus
menyambung ucapannya.
"Aku..." anak muda itupun tak tahu apa yang mesti
dikatakan.
"Kau... kau telah mengakuinya?"
"Aku... aku tidak tahu!"
Mendengar jawaban itu, paras muka gadis tersebut
berubah hebat.
"Engkau tahu apa sebabnya kudirikan per-kumpulan
Hui-mo-pang ini?" teriaknya.
"Kenapa?"
"Kau tahu, kenapa perkumpulan kami tidak mempunyai
pangcu?"
"Coba kau terangkan, kenapa tak ada pangcunya?"
"Karena kaulah pangcunya!"
"Apa?" Ong Bun-kim menjerit kaget.
Kejadian itu sungguh berada diluar dugaannya, dengan
terperanjat ditatap gadis itu tanpa berkedip, lama sekali ia
tak mengucapkan sepatah katapun.
Gadis itu tertawa getir, kemudian berkata lebih jauh:
"Aku tak lebih hanya melaksanakan tugas pangcu untuk
sementara waktu, sebab kau adalah suamiku, dan akupun
harus mengangkat dirimu sebagai pangcunya, sebab ketika
kudirikan perkumpulan Hui-mo-pang ini, keadaan tersebut
telah kuterangkan kepada semua anggota..."
"Kau beritahu kepada mereka bahwa suamimu lah
pangcu yang sebenarnya dari perkumpulan Hui mo-pang?"
"Benar!"
"Lantas..."
"Mulai sekarang kau adalah pangcu dari perkumpulan
Hui-mo-pang!"
Ong Bun-kim sama sekali tidak girang oleh kejadian
tersebut, paras mukanya tetap hambar tanpa emosi,
ditatapnya sang "istri" sekejap kemudian katanya dengan
dingin:
"Siapakah ayahmu?"
"Hiat-hay-khi-khek (si penunggang kuda dari hiat-hay)!"
"Apa? Ayahmu adalah Hiat-hay-khi-khek?"
Hiat hay khi khek adalah sahabat karibnya Su hay bong
khek, tentang soal ini ia sudah tahu jelas, tapi ia tidak tahu
kalau ayahnya telah meng hadiahkan "Hong bei" tersebut
untuk Hiat hay khi khek.
Konon si Penunggang kuda dari Hiat hay telah pergi ke
Lam hay, kalau memang gadis cantik ini adalah putrinya,
lantas di manakah Hiat hay khi khek sendiri? Sudah mati?
Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia bertanya.
"Sudah meninggal dunia!"
"Sudah wafat?"
"Benar, sudah wafat! Setelah pergi jauh ke Lam hay
tempo dulu, ayahku telah menikah dengan putrinya Lam
hay kaucu, akulah satu satu-nya anak yang dilahirkan,
setelah kakek meninggal ayah melanjutkan jabatan ketua
Lam hay kau.
Lima tahun berselang ayah dan ibu secara beruntun
meninggal dunia, sebelum menghembuskan napasnya yang
terakhir ayah hanya beritahu kepadaku agar mencari
seseorang yang memakai kalung Liong bei, sebab orang itu
adalah suamiku."
Ia berhenti sejenak untuk mengatur pernapasan,
kemudian terusnya:
"Aku pernah bertanya kepada ayah, siapakah yang
mempunyai liong bei yang mirip dengan Hong bei yang
kukenakan ini? Beliau mengatakan bahwa orang itu sudah
meninggal dunia, tapi benda itu sudah diwariskan kepada
putranya dan aku dipesan agar menyelidiki secara seksama
dikemudian hari..."
"Apakah ia tidak memberitahukan kepadamu siapakah
nama ayahku?"
"Yaa, ia tidak mengatakannya...sebab ketika hendak
mengatakan nama ayahmu, ia keburu menghembuskan
napas terakhir."
Berbicara sampai di sini, ia tak dapat menahan rasa
sedihnya lagi, titik air mata jatuh ber linang membasahi
pipinya.
"Maka, kaupun mendirikan perkumpulan Hui mo pang
ini?" kata Ong Bun kim kemudian.
"Benar, sesampainya di daratan Tionggoan, aku pun
berkenalan dengan adik angkatku sekarang Gin Lo sat, agar
bisa menemukan jejakmu dengan mudah, mau tak mau aku
harus mencari anggota perguruan sambil menyebar orang
untuk mencari orang yang memakai Liong bei, akhirnya
kaupun berhasil kutemukan..."
000odwo000
BAB 37
TERBAYANG kembali pengalamannya hingga tiba di
perkumpulan Hui mo pang, tiba tiba saja hawa amarah
dalam hati Ong Bun kim berkobar kembali dengan
hebatnya.
Sementara itu tay pangcu telah membisikkan sesuatu ke
sisi telinga Gin Lo sat, menyusul kemudian Gin Lo sat
memperhatikan Ong Bun kim beberapa saat lamanya, lalu
ujarnya:
"Ong sauhiap, enci bilang bersbediakah kau untduk
menikah dengaannya?"
"Aku akbu rasa soal ini jangan kita bicarakan dulu untuk
sementara waktu."
"Kenapa?"
"Karena antara kita berdua belum mempunyai saling
pengertian yang mendalam!"
"Lantas sampai keadaan bagaimanakah baru bisa
dikatakan sebagai saling ada pengertian?"
"Wah, soal ini sulit untuk diterangkan!"
Gin Lo sat tersenyum, katanya kemudian:
"Ong sauhiap, kalau kau menyanggupinya maka berarti
pula kau adalah pangcu dari perkumpulan Hui mo pang!"
Mendengar perkataan itu paras Ong Bun kim segera
berubah.
"Hei, rupanya kalian hendak menggunakan kedudukan
pangcu itu sebagai umpan untuk me-mancingku?"
"Oooh....tentu saja bukan!"
"Kalau begitu..."
"Sebab jika kau tidak kawin dengan enciku maka
lantaran sebutannya juga bukan suami istri, tentu saja kau
tak dapat menempati kedudukan sebagai seorang pangcu
dari Hui mo pang!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heeehb..heeehh...heeehh...Meskipun aku Ong Bun kim
hanya seorang tukang silat kasaran yang tidak mempunyai
kedudukan ataupun nama besar, tapi aku masih belum
menganggap kedudukan se bagai "pangcu" itu di dalam
hati, harap kalian berdua jangan salah mengartikan jalan
pemikiranku."
Gin Lo sat tidak mengira kalau Ong Bun kim bakal
mengucapkan kata kata semacam itu, kontan saja paras
mukanya berubah hebat.
"Jadi kalau begitu, kau tidak mengakui akan adanya
ikatan perkawinan ini?" katanya kemudian sambil
tersenyum.
"Aku sama sekali tidak mempunyai maksud demikian , .
. "
"Jadi kalau begitu, kau telah menyetujuinya?"
"Akupun tidak menyetujui!"
"Jadi,sebenarnya bagaimanakah maksudmu itu?"
"Persoalan tentang perkawinan itu lebih baik dibicarakan
dikemudian hari saja, sebaliknya tentang kedudukan
pangcupun terpaksa dibiarkan saja lebih dulu, kita
bicarakan nanti kalau sudah ada penyelesaian dulu
mengenai hubungan kami berdua."
"Apakah Ong sauhiap beranggapabn bahwa enciku
dtidak pantas unatuk menikah denbganmu...."
"Tentu saja bukan demikian maksudku "
"Jadi kau sudah mempunyai istri?"
Mendengar pertanyaan itu, Ong Bun kim me-rasakan
hatinya bergetar keras, setelah termenung sejenak sahutnya:
"Yaa, hal itu merupakan salah satu alasanku...."
Tiba tiba Tay pangcu dari Hui mo pang itu berteriak
keras:
"Aaa...apa...? Kau... kau sudah mempunyai istri?
Si....siapakah dia?"
Suaranya agak gemetar karena menahan emosi yang
berkobar, sepasang matanya yang tajam menatap wajah
Ong Bun kim tanpa berkedip.
Si anak muda itu tertawa hambar, katanya:
"Persoalan ini adalah persoalan pribadi, lebih baik tak
usah kau tanyakan lagi!"
"Kenapa aku tak boleh menanyakannya ke-padamu?"
Paras muka Oag Bun kim berubah.
"Dengan dasar apa kau menanyakan persoalan ini
kepadaku?"
"Aku toh istrimu yang sah!"
"Tapi untuk sementara waktu masih belum kuakui!"
Kemarahan yang berkobar dalam dada Tay pangcu dari
Hui mo pang ini benar-benar sudah meledak, sekujur
badannya gemetar keras, mimpi-pun ia tak mengira kalau
Oag Bun kim sedikitpun tidak memandang sebelah mata
kepadanya.
Setelah tertawa dingin gadis itu lantas berkata:
"Ong siangkong, asal kau bersedia kawin denganku,
maka mulai detik ini kau adalah pangcu dari perkumpulan
Hui mo pang!"
"Sayang sekali, aku Ong Bun kim bukanlah manusia
semacam itu!"
"Akupun bisa membantumu untuk menuntut balas atas
sakit hatimu selama ini!"
"Terima kasih banyak atas maksud baikmu itu, aku Ong
Bun kim seorang diri masih mampu untuk menuntut balas!"
"Hei, jadi kalau begitu bicara pulang pergi sekian lama,
kau masih tetap tidak menyetujui usulku ini."
"Benar! Untuk sementara waktu Ong Bun kim tak dapat
menyanggupi semua permintaanmu itu!"
Sekujur badan Tray pangcu dari tHui-mo-pang ituq
kembali gemetarr keras, kalau bisa dia ingin menggigit si
anak muda itu sampai mampus- sehingga rasa gemas dan
jengkelnya dapat terlampiaskan .
Sekalipun demikian, Ong Bun kim mempunyai pendirian
serta harga diri yang tak dapat diganggu gugat oleh
siapapun, ia mempunyai keangkuhan dan watak jaga gengsi
yang tinggi, dia tak ingin kena terpancing oleh soal nama
dan kedudukan sehingga kehilangan harga dirinya.
Ia lebih lebih tidak berharap untuk memperoleh nama
besar atas dasar pamor dari istrinya, bila kejadian ini
sampai tersiar dalam dunia persilatan dikemudian hari,
orang pasti akan mencemooh dan metertawakan dirinya,
hal inilah yang justru dipikirkan dan dipertimbangkan Ong
Bun kim, ia tak sanggup menerima ejekan ejekan semacam
itu.
Paras muka Tay pangcu dari Hui mo pang kembali
berubah, bentaknya kemudian:
"Ong Bun-kim, sesungguhnya kau menyetujui atau
tidak?"
"Tidak setuju!"
Mendadak Tay-pangcu dari Hui-mo-pang mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram, suaranya tajam
melengking dan terasa sangat mengerikan hati, rupanya
perasaan maupun pikirannya telah diliputi oleh hawa nafsu
membunuh yang amat tebal dan menggunakan gelak
tertawa yang menyeramkan itulah dia hendak
melampiaskan keluar semua perasaannya itu Tiba-tiba gelak
tertawanya itu berhenti di tengah jalan, lalu bentaknya
keras-keras:
"Bagus, bagus sekali, Ong Bun-kim! Kalau toh kau tidak
menganggap diriku di dalam hati, aku harap kau segera
enyah dari sini, hati-hati kalau dikemudian hari kau datang
memohon kepadaku!"
"Heehhh....heeehh....heeehh.....jangan kuatir," sahut
Ong Bun-kim sambil tertawa dingin pula, "selama hidup
aku Ong Bun-kim tidak akan memohon kepadamu!"
"Bagus sekali!" dengan wajah hijau membesi karena
gusar gadis itu berpaling ke arah Gin Losat, lalu serunya
lagi: "Adikku, bawa dia ke luar dari sini!"
"Baik!"
"Serahkan Liong-bei itu kepadaku!" Ong Bun-kim segera
berseru dingin.
Tay-pangcu dari perkumpulan Hui-mo-pang itu tidak
menyahut atau mengiakan, dia segera me-lemparkan Liongbei
tersebut kepada Ong Bun-kim.
Setelah menerima kembali benda itu, si anak muda itu
memasukkannya ke dalam saku, kemudian ia bertanya:
"Kalau begitu, bagaimana dengan pertaruhan diantara
kita berdua ?"
"Sama sekali hapus sampai di sini!"
Ong Bun-kim tertawa dingin, tanpa meng-ucapkan katakata
lagi dia memutar tubuhnya dan berjalan menuju ke
ruang depan, Gin Lo-sat mengikuti di belakangnya.
Sebentar kemudian mereka sudah ke luar dari gedung
besar dan tiba di luar bangunan.
Setelah menembusi kebun bunga di depan bangunan itu,
tak lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah
tebing yang curam, di tepi tebing tersebut terbentang sebuah
jalan kecil yang ber-hubungan langsung dengan bawah
bukit.
Kepada Gin Lo-sat, Ong Bun-kim lantas berkata: "Hu
pangcu, harap berhenti sampai di sini saja, aku hendak
mohon diri lebih dahulu!"
Sehabis berkata ia lantas menutulkan sepasang kakinya
ke atas tanah dan meluncur ke arah jalanan kecil di sisi
tebing itu, sepanjang perjalanan pemuda itu bergerak
dengan kecepatan luar biasa, sasampai-nya di bawah bukit,
ia baru menghentikan langkahnya.
Ketika terbayang kembali kejadian disaat tadi, pemuda
itu menghela napas panjang, pikirnya:
"Aaaai sekarang aku harus ke mana? Ah, benar! Aku
harus pergi mencari Siau Hui-un untuk membalas dendam!"
Setelah mengambil keputusan, diapun merubah arah dan
menempuh jalan raya menuju ke lembah Sin-li-kok.
Keadaan di dalam lembah Sin-li-kok masih seperti sedia
kala, iapun bergerak menelusuri lembah yang memanjang
itu, menembusi hutan lebat dan tiba di luar tembok
pekarangan.
Mendadak...
Sesosok bayangan merah diikuti beberapa orang dara
berbaju merah lainnya menghadang jalan perginya.
Keadaan Ong Bun-kim pada saat ini telah diliputi oleh
hawa nafsu membunuh yang luar biasa, ia lantas
membentak keras;
"Menyingkir kau!"
Di tengah bentakan keras tersebut, harpa besi di tangan
kanannya segera digetarkan untuk me-lancarkan serangan.
Serangan yang dilancarkan Ong Bun-kim secara tiba-tiba
ini sungguh cepat bagaikan sambaran kilat dua orang gadis
berbaju bmerah yang beradda di barisan paaling depan
segbera menjerit kesakitan, lalu roboh binasa di atas tanah.
Begitu berhasil dengan serangannya, Ong Bun-kim
kembali melompat ke tengah udara dan meluncur ke luar
dinding pekarangan tersebut.
Dengan membawa hawa nafsu membunuh yang
menggila, di dalam beberapa kali lompatan saja Ong Bunkim
telah tiba di depan pintu gerbang bangunan loteng yang
indah itu.
Baru saja dia hendak menyerbu ke dalam, tiba-tiba
beberapa orang perempuan berbaju merah yang berdiri di
undak-undakan sebelah depan itu menghadang jalan
perginya.
"Kurangajar, rupanya kalian sudah bosan hidup." bentak
Ong Bun-kim dengan gusarnya.
Harpa besi yang berada di tangan kanannya segera
melancarkan serangan dahsyat, dikombinasi kan dengan
pukulan dari tangan kirinya.
Sekali lagi terdengar dua kali jeritan ngeri yang
memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan,
dua orang perempuan berbaju merah yang kebetulan berada
di barisan terdepan segera kena dihajar dan tewas seketika.
Ong Bun-kim melejit ke udara dan, langsung menyerbu
ke dalam ruangan...
"Berhenti!" suatu bentakan nyaring kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
Bayangan merah berkelebat datang dari empat penjuru,
dalam waktu singkat ada puluhan sosok bayangan manusia
yang bermunculan di sana dan menghadang jalan pergi
anak muda itu. ,
Ong Bun-kim mundur selangkah ke belakang untuk
mengambil posisi, kemudian baru mendongak kan
kepalanya untuk melihat siapakah orang yang berdiri
dihadapannya. Ternyata diaIah Sip-hiat-yau hoa (bunga
siluman penghisap darah) yang memimpin puluhan orang
anak buahnya.
Paras muka Siluman bunga penghisap darahpun agak
berubah setelah mengetahui siapa tamunya itu.
"Ong Bun-kim!" serunya kemudian, "sungguh tak
kusangka kau telah berkunjung kembali ke lembah Sin-likok,
pertemuan kali ini sungguh suatu pertemuan yang tak
pernah disangka!"
Ong Bun-kim enggan banyak berbicara, ia segera
membentak keras:
"Cepat suruh Siau Hui-un ke luar dari tempat
persembunyiannya...."
"Mau apa kau mencarinya?"
"Mencincang tubuhnya menjadi berkeping-keping!"
"Heehh....heehh heehh aku kuatir harapanmu itu tak
akan terlaksana!"
"Kau benar-benar tak mau menyubruhnya ke luar?d"
bentak Ong Buan-kim sambil mebnggigit bibir menahan
diri.
"Benar!"
"Bajingan, rupanya kau sudah bosan hidup!"
Ong Bun-kim segera membentak keras, seperti anak
panah yang terlepas dari busurnya dia me-nerjang maju ke
depan, harpa bajanya secepat kilat menyerang ke depan
dengan membawa kilatan cahaya tajam, yang di arah
adalah bagian mematikan di tubuh Sip-hiat-yau-hoa.
Agaknya Siluman bunga penghisap darah telah menduga
bahwa Ong Bun-kim bakal bertindak demikian, diapun
segera membentak keras, telapak tangan kirinya diayun ke
depan dan balas melancarkan sebuah serangan yang
mematikan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, puluhan orang
perempuan berbaju merah itupun serentak maju ke depan
dan bersama-sama melancarkan serangan untuk
mengerubuti anak muda itu.
Ong Bun-kim membentak nyaring, sebuah pukulan
dilancarkan untuk mendesak pergi serangan gabungan
lawan, sementara tangan kanannya mulai memetik senar
tali harpanya dan memainkan irama pembetot sukma.
"Criing...! Criing...I Criing...!" setelah tiga kali sentilan
lewat, serentak semua orang tersentak mundur ke belakang
dengan sempoyongan.
Menggunakan kesempatan baik itu, Ong Bun-kim
bergerak maju ke depan dengan kecepatan luar biasa, harpa
besinya digunakan untuk melancarkan serangan berulang
kali.
Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan....
Sungguh mengerikan sekali jeritan ngeri tersebut, bunga
darah kental berhamburan ke mana-mana, mayat demi
mayat jatuh bergelimpangan diatas tanah.
Pembunuhan brutal....kejadian ini benar-benar
merupakan suatu pembunuhan yang mengerikan.
Dalam waktu singkat puluhan jago perempuan berbaju
merah itu sudah mati binasa semua di ujung harpa besi Ong
Bun-kim, kecuali Siluman Bunga pengisap darah seorang
yang berhasil kabur kebelakang dengan ketakutan, hampir
semuanya sudah tewas.
Selangkah demi selangkah Ong Bun-kim bergerak ke
depan menghampirinya, sambil menggigit bibir katanya:
"Sekarang jawab, kau hendak memanggil Siau Hui-un ke
luar dari tempat persembunyiannya atau tidak?"
"Aku ..."
"Hayo jawab, maru atau tidak?"
Baru saja perkaqtaan dari Ong Brun-kim itu selesai
diucapkan, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang tak
sedap didengar berkumandang ke luar dari balik pintu
gerbang.
"Heeehh......heeehhh. heeehhh.... Ong Bun-kim!" kata
orang itu, "sungguh tak kusangka kau berani datang ke mari
lagi untuk membuat keonacan dan kekacauan".
Ketika Ong Bun-kim mendongakkan kepalanya, maka
tampaklah wakil kokcu dari Sin-li-kok yakni Tong Wan-tin
diiringi dua orang perempuan tua dan duapuluhan jago
lihaynya telah munculkan diri di depan pintu gerbang.
Ketika menyaksikan mayat-mayat yang ber-gelimpangan
di atas tanah, paras muka Ton Wan-tin kembali berubah
hebat, tegurnya kemudian:
"Kaukah yang telah membinasakan orang-orang itu?"
"Benar!"
"Jadi kedatanganmu ke mari adalah untuk membantai
semua anggota perguruan kami.. "
"Bila Siau Hui-un tidak kau panggil keluar untuk
menerima kematiannya, maka yang mampus mungkin
bukan cuma beberapa orang itu saja."
"Mau apa kau mencari dirinya?"
"Mencincang tubuhnya!"
"Oooh kalau begitu kau datang kemari untuk menuntut
balas?"
"Benar!"
"Tolong tanya dendam sakit hati macam apakah yang
terjalin antara kau dengan kokcu kami?"
"Soal ini lebih baik tak usah kau tanyakan!"
"Kenapa?"
"Yang sedang kucari adalah dia, yang akan kubunuh pun
juga dia!"
Hu-kokcu dari lembah Sin-li-kok Tong Wan-tin segera
tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh hehhh heeehhh tapi sayang kokcu kami tidak
berada dalam lembah saat ini... "
"Apa? Ia tidak berada di sini?"
"Benar!"
Paras muka Ong Bun-kim kembali berubah, hawa napsu
membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
"Sekarang dia berada di mana?"
"Tentang soal ini dari mana aku bisa tahu?"
"Omong kosong!"
"Kenapa aku musti berbohong kepadamu?"
"Masakah kau tidak tahu ke mana ia telah pergi?"
Tong Wan-tin kembali tertawa dingin.
"Benar, ia tidak memberitahukan kepadaku, dari mana
pula aku bisa mengetahuinya."
"Apa? Kau tidak tahu?" bentak Ong Bun-kim semakin
geram, "ia kan seorang kokcu dari suatu perguruan; masa
kau sebagai wakilnya tidak tahu ke manakah ia telah pergi?
Hmmm pada hakekatnya kau cuma ngaco belo tak karuan!
Baiklah, jika kau enggan mengaku, hati-hati kalau aku Ong
Bun-kim terpaksa akan membunuh orang lagi."
Paras muka Tong Wan-tin berubah pula.
"Kalau ingin membunuh orang, mengapa tidak
mencobanya mulai sekarang saja?" tantangnya.
"Haahhh.....haaah....haaahh..." Ong Bung kim
mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. "kalau
memang kalian pingin mati, jangan salahkan kalau aku
akan bertindak keji kepadamu!"
Begitu selesai berkata, si anak muda itu segera menerjang
maju ke depan sambil melancarkan serangan kilat ke arah
Tong Wan-tin, wakil ketua dari lembah Sin-li-kok.
Harpa besinya diayunkan berulang kali melancarkan dua
buah serangan berantai yang maha dahsyat.
Begitu Ong Bun-kim mulai melancarkan serangannya,
dua orang perempuan tua yang berada di belakang Tong
Wan-tin ikut mengayunkan pula toya besinya untuk
mengerubuti si anak muda itu.
Serangan toya dari kedua orang nyonya tua itu
dilepaskan dari kiri dan kanan secara berbarengan,
kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata, di bawah
desakan dahsyat dari kedua orang itu, mau tak mau anak
muda tersebut harus mundur selangkah.
Menggunakan kesempatan itulah secepat kilat Tong
Wan-tin menubruk maju ke depan.
Ong Bun-kim membentak nyaring, ia mengelakkan diri
dari tubrukan Tong Wan-tin itu, kemudian melancarkan
dua buah serangan berantai yang sangat hebat.
Dalam waktu singkat pertarungan berkobar dengan
serunya, kedua belah pihak saling menyerang dan saling
menerjang dengan kehebatan yang luar biasa.
Mendadak terdengar jeritan ngeri berkumandang
memecahkan keheningan, tampaklah nenek di sebelah kiri
itu termakan serabngan dan roboh dterjengkang ke aatas
tanah.
--ooo00dw00ooo-
BAB 38
ONG BUN-KIM segera menerjang maju ke depan
sambil membentak:
"Hayo jawab ! Bersedia tidak kau terangkan di manakah
Siau Hui-un berada sekarang?"
Tong Wan-tin tidak menjawab.
Ong Bun kim merasa gusar sekali sampai tubuhnya
bergetar keras, ia membentak nyaring lalu secepat kilat
menerjang ke arah Tong Wan tin dan secara beruntun
melepaskan dua buah serangan dahsyat.
Dengusan tertahan kembali berkumandang memecahkan
keheningan, tubuh Tong Wan tin mencelat ke belakang dan
muntah darah segar, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup
untuk bangkit kembali.
Ong Bun-kim segera menerjang ke depan, begitu sampai
di hadapan Tong Wan-tin, ia siap mencengkeram tubuhnya.
Tapi pada saat itulah bayangan manusia kembali
berkelebat lewat, cahaya tajam berkilauan menusuk
pandangan, tahu-tahu cahaya pedang itu sudah mengancam
punggung Ong Bun-kim.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, nyaris Ong Bunkim
gagal untuk menghindarkan diri, untunglah disaat yang
kritis ia masih sempat berkelit sejauh satu kaki lebih dari
tempat semula.
Begitu lolos dari ancaman mautdan mengetahui siapa
gerangan orang itu, paras muka Ong Bun-kim berubah,
hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan
suara geram teriaknya:
"Oooh kiranya kau?"
Ternyata orang itu bukan lain adalah Siau Hui-un.
Sambil tertawa dingin perempuan itu menyahut:
"Benar, memang aku!"
Ong Bun kim tertawa seram, katanya kembali.
"Siau Hui-un, aku mengira kau telah bersembunyi dalam
neraka tingkat delapanbelas, dan tak berani menjumpai
diriku lagi, haaahhh haaahhh haahhh kenapa sekarang telah
munculkan diri kembali?"
Suara gelak tertawa dari Ong Bun-kim mengerikan
sekali, membuat orang yang mendengarnya terasa
mengerikan sekali.
Siau Hui-un tertawa dingin.
"Ong Bun-kim, apa yang kau tertawakan?" bentaknya.
"Aku tertawa karena hari ini kau bakal mampus di
tanganku, Siau Hui-un! Sebelum ku-binasakan dirimu,
sebelumnya ada satu pebrsoalan hendak dkuberitahukan
kaepadamu "
"Katakan!"
"Pernahkah ayahku berbuat sesuatu yang merugikan
dirimu?"
"Tidak pernah!"
"Kalau begitu, kenapa kau telah membinasakan dirinya?"
"Entahlah!"
"Kurangajar! Masa kau tidak tahu?"
"Benar, aku tidak tahu!"
"Kalau begitu menjelang saat kematianmu tiba, pesanpesan
terakhir apakah yang hendak kau sampaikan?"
"Tidak ada!"
"Bagus, kalau memang tidak ada, sekarang juga akan
kubunuh dirimu . ..."
"Mengapa tidak mencobanya dengan segera?"
Ong Bun kim membentak nyaring, dengan cepat ia
menerjang ke arah Siau Hui un sambil melancarkan sebuah
pukulan dahsyat.
Ong Bun-kim begitu mulai bergerak, Siau Hui un pun
segera mengambil tindakan, kedua belah pihak sama sama
melayang ke udara dan saling melepaskan dua buah
serangan gencar.
Atas bentrokan yang kemudian terjadi, tubuh Siau Hui
un kena didesak mundur sejauh tiga langkah oleh serangan
dari Ong Bun kim itu, belum lagi ia bersiap itu secara
beruntun pemuda itu telah melancarkan kembali lima
serangan berantai.
Ilmu silat yang dimiliki Siau Hui un nyata bukan
tandingan Ong Bun kim, di bawah desakan gencar dari si
anak muda itu, secara beruntun ia didesak mundur terus
hingga tak punya kekuatan lagi untuk melancarkan
serangan balasan.
"Roboh kau!" tiba-tiba Ong Bun-kim membentak keras.
"Blaaang !" tubuh Siau Hui-un bagaikan-sebutir peluru
mencelat ke belakang dan roboh tak berkutik lagi, Ong Bunkim
segera mejompat ke depan dan tahu tahu Siau Hui-un
telah dicengkeram olehnya.
Semua kejadian ini berlangsung dalam waktu singkat,
begitu berhasil mencengkeram tubuh Siau Hui-un, bahwa
napsu membunuh yang menyelimuti wajah Ong Bun-kim
berkobar semakin tebal.
"Siau Hui-un!" bentak anak muda itu kemudian, "tak kau
sangka bukan, suatu ketika kau bakal terjatuh ke tanganku "
Siau Hui un hanya bisa memandang ke arah musuhnya
dengan sepasang mata melotot besar, katanya kemudiarn
dengan dingint:
"Mau bunuh ceqpatlah bunuh, arpa gunanya kau musti
banyak berbicara ?"
Ong Bun-kim tertawa seram.
"Haahhh .... haahhh . . . haahhh . . . untuk
membunuhmu lebih gampang dari pada membalikkan
telapak tangan sendiri, cuma sebelum kau kubunuh, lebih
dahulu aku ingin menanyakan satu hal kepadamu, kau
taruh di mana kah keenam jilid kitab pusaka dari ko enam
partai besar? Hayo jawab!"
"Euam kitab pusaka dari enam partai besar?"
"Benar!"
"Kalau aku tak mau bicara?" ejek Siau Hui un sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Berkobar hawa amarah dalam hati Ong Bun kim.
"Kau tak mau berbicara?" bentaknya.
"Benar!"
"Kalau begitu, di manakah letak markas besar dari
perguruan San tian bun . . .?"
"Mau apa kau tanyakan tentang persoalan ini?"
"Aku bendak mencari ketua dari perguruan San tian bun,
bukankah dia adalah kekasih gelapmu?"
"Benar!"
"Di manakah letak markas besar San tian-bun? Hayo
cepat katakan!"
"Kalau aku tak mau menjawab?"
Ong Bun kim segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Siau Hui un, kau juga seorang manusia cerdik, karena
seorang manusia kilat kau tega membinasakan ayahku serta
Sastrawan setan harpa, apa yang telah diberikan Manusia
kilat itu kepadamu?"
"Soal ini tak perlu kau ketahui!"
"Benar, aku memang tak usah mengurusinya, cuma aku
hendak memperingatkan dirimu, penghargaan apakah yang
telah diberikan Manusia kilat kepadamu sehingga kau
bersedia untuk berkorban baginya?"
Perasaan Siau Hui-un mulai bergolak, ia mulai diliputi
oleh emosi.
Menyaksikan perempuan itu belum juga menjawab,
dengan wajah berubah dan diiringi suara, tertawa dingin,
Ong Bun-kim berkata lagi:
"Kau toh sudah tahu bahwa kau telah kutawan sekarang,
kenapa Manusia kilat tidak berusaha untuk menolongmu?
Pada hakekatnya ia sama sekali tak pandang sebelah
matapun kepadamu. . . ."
"Kau tak usah banyak berbicara lagi, kalau hendak
bunuh hayolah segera turun tangan!"
"Siau Hui-un, kau benar benar bersikeras tak mau
menjawab?" bentak Ong Bun-kim.
"Benar!"
Sekali lagi Ong Bun kim tertawa dingin.
"Siau Hui un, buat apa kau musti menjadi seorang
bodoh?" katanya, "bilamana kau bersedia untuk
menjelaskan di mana kau simpan ke enam jilid kitab pusaka
dari enam partai besar dan di manakah letak markas besar
dari Perguruan San tian bun, siapa tahu kalau akupun akan
menghadiahkan sesosok mayat yang utuh bagimu!"
"Aaaaah, sudah!-Kau tak usah banyak bicara lagi."
"Jadi kalau begitu, kau tidak bersedia untuk menjawab?"
"Benar!"
Pelan pelan Ong Bun-kim mengangkat telapak
tangannya ke udara, tapi sebelum melancarkan serangannya
mendadak ia teringat akan sesuatu, sambil mengempit
tubuh Siau Hui-un, berangkatlah ia menuju ke luar lebah
Sin li kok.
Dalam waktu singkat, Ong Bun-kim telah berada di luar
lembah Sin li kok...
Siau Hui-un menjadi sangat ketakutan, dengan suara
gemetar tanyanya;
"Ong Bun-kim, kau hendak membawa aku ke mana?"
"Untuk bersembahyang di depan kuburan ibuku!" sahut
Ong Bun kim dingin.
"Aaaah . . . !" Siau Hui un menjerit kaget, paras
mukanya segera berubah hebat.
Sementara itu Ong Bun kim telah berada dalam
perjalanan menuju ke bukit Cing liong san, senja itu
sampailah ia tiba di luar lembah Cing liong kok yang
permai itu.
Dari tempat kejauhan, tampaklah kuburan dari Coa Siok
oh bertengger dengan anggunnya di depan sana.
Dalam sekali lompatan, Ong Bun kim telah tiba di depan
kuburan ibunya, memandang gundukan tanah di
hadapannya, lama, lama sekali pemuda itu berdiri
termangu, akhirnya tak tahan titik air mata jatuh
bercucuran mem basahi pipinya ....
Ia meletakkan tubuh Siau Hui ubn di hadapan kudburan
Coa Siok aoh, kemudian gubmamnya dengan suara lirih:
"Ooooh ibu! Aku telah membawa musuh besarmu ke
hadapan kuburanmu, hari ini aku hendak menggunakan
batok kepalanya untuk bersembahyang di depan nisanmu . .
. . "
Ia merasa sedih sekali, sehingga tak tahan ia menangis
tersedu sedu karena terharu.
Setelah hening sekian waktu, akhirnya Siau Hui un
kembali diangkat ke tengah udara, paras muka perempuan
itu kelihatan pucat pias seperti mayat, keadaannya
mengenaskan sekali.
"Siau Hui-un!" Ong Bun-kim kembali membentak keras,
"hayo jawab, kau simpan ke enam jilid kitab pusaka dan
enam partai besar itu di mana... ?"
"Hmm! Jangan harap aku akan menjawab...."
"Bagus, bila kau tidak berbicara lagi, segera kukutungi
dahulu sepasang tanganmu, akan kulihat kau bersedia
menjawab atau tidak?"
"Aku tetap tak mau bicara!"
Ong Bun kim merasa gusar sekali, cepat ia menyambar
kutungan pedang milik Siau Hui un dan diangkatnya tinggi
tinggi, kemudian bentaknya lagi dengan suara keras:
"Hayo jawab, kau hendak berbicara atau tidak?"
"Tidak . . . ."
Begitu kata "Tidak" meluncur ke luar dari mulutnya,
serta merta Ong Bun-kim mengayun kan kutungan
pedangnya ke bawah ....
"Kraas!" mengikuti tebasan tajam, terdengar suara
dengusan tertahan berkumandang memecahkan
keheningan, tahu tahu lengan kiri Siau Hui un sudah
terputus kutung menjadi dua bagian.
"Mau jawab apa tidak? Ke enam jilid kitab pusaka itu
kau simpan dimana?" sekali lagi Ong Bun kim membentak.
"Aku. . . aku bicara, aku . . aku bicara . . ."
"Di mana ? Hayo cepat jawab !"
Di tangan San-tian-mo-kun (raja iblis bertubuh kilat)"
"Siapakah Raja iblis bertubuh kilat itu?"
"Dia adalah ketua perguruan dari San-tian hml"
"Di mana letaknya markas besar dari San tianbun?"
"Di... aduuuh !"
Belum habis Siau Hui-un menjawab, jeritan ngeri yang
menyayatkan hati telah berkumandang dari mulut
perempuan itu.
Ong Bun - kim merasa sangat terkejut, ia saksikan darah
segar telah berhamburan dari batok kepala perempuan itu,
jelas ia telah tewas dalam keadaan yang mengerikan.
Dengan cepat Ong Bun kim berpaling, terdengar suara
tertawa dingin berkumandang memecahkan keheningan,
menyusul kemudian kurang lebih tiga kaki di sebelah depan
sana muncul sesosok manusia berbaju putih.
Paras muka Ong Bun kim segera berubah, karena orang
itu ternyata adalah Manusia kilat. Terdengar manusia kilat
tertawa dingin, lalu katanya.
"Ong Bun kim, sungguh hebat sekali per-buatanmu kali
ini!"
Ong Bun kim balas tertawa dingin.
"Caramu membunuh orang dari belakang punggung
orang terhitung suatu tindakan yang hebat pula!"
"Apanya yang hebat? Aku tidak lebih hanya
membuatnya agar jangan banyak berbicara!"
"Kau takut ia membocorkan alamat dari markas besar
kalian?"
"Benar!"
"Kalau begitu kau saja yang berbicara, toh sama saja
pula!"
"Aku yang berbicara . . ."
Jelas ia masih belum memahami arti kata yang
sebenarnya dari ucapan Ong Bun kim itu.
Kontan saja si anak muda itu tertawa dingin, katanya
kemudian;
"Benar, kau saja yang berbicara soal ini!"
Akhirnya orang itu mengerti juga maksud pembicaraan
dari Ong Bun kim itu, sambil tertawa seram ejeknya:
"Heeehhh..,heeehhh...heeehhh...aku ingin tahu dengan
cara apakah kau hendak memaksaku untuk berbicara?"
"Sebentar kau akan menjadi paham dengan sendirinya!"
Begitu selesai berkata, secepat sambaran kilat Ong Bun
kim menerjang ke muka dan menyerang Manusia kilat.
Begitu Ong Bun kim melancarkan serangannya cahaya
putih segera berkelebat lewat, dengan gerakan yang tak
kalah cepatnya Manusia kilat balas menerjang ke arah Ong
Bun kim, hawa pukulan panas yang menyengat badan
serasa menyebar ke empat penjuru.
Dua sosok bayangan manusia saling menyambar di
tengah udara, dalam waktu singkat Ong Bun kim telah
melancarkan tiga buah serangan berantai...
Rupanya Manusiar kilat itu tidak menyangka kalqau
Ong Bun kim rmemiliki ilmu silat selihay ini, seketika itu
juga ia kena didesak hingga mundur sejauh tujuh delapan
langkah.
Ong Bun kim tidak sudi memberi kesempatan kepada
musuhnya untuk menghindar, seperti orang kalap secara
beruntun harpa besinya diguna kan untuk melepaskan tiga
buah serangan dahsyat.
Pertarungan ini benar-benar merupakan suatu
pertarungan yang amat seru . . .
-oo0dw0oo--
Jilid 13
MENDADAK bayangan putih kembali berkelebat lewat,
cahaya putih lainnya tiba-tiba menerjang ke tubuh Ong Bun
kim dengan kecepatan luar biasa, dalam sekejap mata di
sekeliling tempat itu bermunculan tiga orang manusia kilat
lagi.
Salah satu di antara manusia kilat itu telah menyerang
Ong Bun kim, serangannya yang hebat serta gerakan
tubuhnya yang lihay membuat si anak muda itu sedikit
merasa kewalahan.
Mendadak terdengar bentakan keras menggelegar di
angkasa, dua orang manusia kilat lainnya serentak maju
pula ke depan, dengan dikerubuti oleh empat orang
manusia kilat, Ong Bun kim makin terdesak dan mundur
tujuh delapan langkah dengan sempoyongan.
Ong Bun kim membentak penuh kegusaran, teriaknya:
"Sungguh tak kusangka dari San tian bunpun bisa
mempergunakan cara rendah yang memalukan semacam ini
untuk mengerubuti musuhnya, tindakan kalian ini sungguh
jauh di luar dugaan orang!"
Salah seorang Manusia kilat di antaranya segera berkata
dengan dingin:
"Bocah keparat, kenapa kau masih belum juga
menyerahkan diri?"
"Hayo majulah dan lancarkan seranganmu!"
Belum habis perkataan si anak muda itu, empat sosok
bayangan putih serentak telah menerjang ke depan dengan
kecepatan luar biasa, mereka mengerubuti Ong Bun kim
secara gencar-
Satu orang manusia kilat sudah cukup membuat Ong
Bun kim kewalahan, apalagi sekarang empat orang turun
tangan bersama, sudah barang tentu si anak muda itu
menjadi terdesak hebat.
Mendadak....dikala empat orang manusia kilat itu
sedang mengerubuti anak muda tersebut, sesosok bayangan
manusia berbaju hijau tanpa menimbulkan sedikit suarapun
telah muncul di tengah gelanggang, bentaknya dengan
suara lantang:
"Manusia yang tak tahu malu, lihat pedang!"
Cahaya tajam berkelebat lewat, dengan suatu gerakan
yang sama- sekali tak terduga manusia berbaju hijau itu
melancarkan dua buah serangan pedang yang sangat hebat,
di mana cahaya pedang nya berkelebat lewat segera
terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan bati
berkumandang memecahkan keheningan.
Salah seorang manusia kilat di antaranya segera
termakan oleh bacokan pedang itu dan tewas seketika.
Kejadian ini sangat mangejutkan tiga orang manusia
kilat lainnya, serentak mereka menarik diri sambil mundur.
Ong Bun kim sendiri merasa amat terkejut, cepat ia
mendongakkan kepalanya, ternyata pendatang itu bukan
lain adalah manusia berbaju hijau yang misterius itu.
-ooo00dw00ooo-
Bab 39
DALAM keadaan dan saat seperti ini, manusia baju
hijau yang misterius itu dapat muncul di sana, kejadian ini
sungguh di luar dugaan siapa pun juga.
Salah seorang manusia kilat itu segera tertawa dingin,
lalu katanya: "Siapakah kau?"
"Hmm.......Kalian masih belum berhak untuk
mengetahuinya!" sahut manusia berbaju hijau itu dengan
wajah tanpa emosi.
"Apakah kau bermaksud untuk mencampuri urusan ini?"
"Benar."
"Hmm...! Agaknya kau sudah bosan hidup!"
"Mungkin memang begitulah!"
"Bangsat, rupanya kau pingin mampus..."
Bayangan manusia berbaju putih berkelebat lewat,
seorang manusia kilat telah menerjang ke depan
melancarkan serangan maut ke arah musuhnya.
Manusia berbaju hijau itu segera meloloskan pedangnya
dan dalam waktu singkat kedua belah pihak telah saling
menyerang sebanyak tiga gebrakan lebih.
Disaat Manusia berbaju hijau itu mulai melancarkan
serangan, Ong Bun-kimpun ikut menerjang pula salah
seorang manusia kilat lainnya dan mengirim dua buah
pukulan gencar.
Pada saat ini Ong Bun-kim sudah mempunyai niat untuk
beradu jiwa, maka semua serangan yang dilancarkan
disertai dengan tenaga penuh, bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya serangan-serangan yang dilancarkan olehnya
itu.
Tiba-tiba terdengar jerit kesakitan berkumandang
memecahkan keheningan, ternyata Manusia kilat yang
sedang bertempur melawan orang berbaju hijau itu sudah
kena ditusuk dadanya hingga tembus ke punggung.
Begitu musuhnya berhasil dibunuh, manusia berbaju
hijau itu segera berkelebat menerjang manusia kilat yang
lain, di antara perputaran bunga-bunga pedang di angkasa,
secara beruntun ia lepaskan dua buah serangan gencar.
Ilmu pedang yang dimiliki manusia berbaju hijau itu
sungguh hebatnya bukan kepalang, di antara gerakan
tangannya yang enteng, secara beruntun ia telah membunuh
dua orang manusia kilat, andaikata bukan dilihat dengan
mata kepala sendiri, siapapun tak akan percaya dengan
kenyataan tersebut.
Kembali terdengar jeritan ngeri yang me-milukan hati
berkumandang memecahkan keheningan, Manusia kilat
yang satu ini pun tewas di ujung pedang si manusia berbaju
hijau yang maha lihay itu.
Tindakannya untuk membunuh tiga orang Minusia kilat
dilakukan hanya dalam sekejap mata, ketika pedangnya
telah disarungkan kembali, air muka manusia berbaju hijau
itu masih tetap tenang seperti sediakala, sedikitpun tidak
menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sudah mengerahkan
tenaga yang cukup besar.
Kini, dengan sinar matanya yang lembut ia sedang
mengawasi jalannya pertarungan antara Ong Bun-kim
melawan manusia kilat.
Dalam pada itu, pertarungan antara Ong Bun-kim
melawan Manusia kilat telah berlangsung hampir tujuh
delapan jurus banyaknya, di bawah serangkaian serangan
gencar dari Ong Bun-kim, dalam waktu singkat si Manusia
kilat telah ke teter hebat sehingga sukar untuk
mempertahankan diri lagi.
Tiba-tiba Ong Bun-kim membentak keras, harpa besi di
tangan kanannya diayun ke muka melancarkan serangan
mematikan, sementara tangan kirinya melepaskan pula
sebuah pukulan dahsyat.
"Blaang !" kontan saja Manusia kilat itu terhajar telak
dan roboh ke atas tanah.
Ong Bun-kim segera melompat ke depan, lalu
dicengkeramnya tubuh orang itu.
Sementara ia sedang mencengkeram manusia kilat,
manusia berbaju hijau itu telah tertawa getir, tiba-tiba ia
berjalan ke depan dan menghampiri pusara dari Coa Siokoh.
Setelah berdiri di depan pusara Coa Siok-oh, selapis rasa
sedih yang amat mendalam segera menyelimuti wajahnya,
kalau dilihat dari gerak geriknya itu jelas ia sedang
berkabung untuk kematian perempuan itu, seperti juga
sedang mengenangkan kembali kenangan masa silamnya.
Tindak tanduk orang itu segera membuat Ong Bun-kim
menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Setelah termenung sejenak, dicengkeramnya tubuh
manusia kilat itu dan berjalan menuju ke hadapan pusara
ibunya.
Manusia berbaju hijau itu masih tetap berdiri tak
berkutik di tempat semula.
Lama kelamaan Ong Bun-kim menjadi tak sabar, ia
segera memberi hormat seraya berkata: "Locianpwe, terima
kasih banyak atas bantuan mu, di mana sebanyak dua kali
kau telah menyelamatkan jiwaku!"
Pelan-pelan Manusia berbaju hijau itu mengalihkan sinar
matanya ke atas wajah Ong Bun-kim, kemudian katanya:
"Hanya urusan kecil semacam itu, kenapa kau musti
berterima kasih kepadaku."
"Locianpwe, bolehkah aku tahu, apakah kau adalah
kenalan lama dari mendiang ibuku?" tanya anak muda itu
kemudian.
Dengan wajah serius Manusia berbaju hijau itu manggutmanggut.
"Yaa, benar! Aku memang kenal dengannya!"
"Bolehkah aku tahu siapa nama dari locianpwe?"
"Nama dan julukan yang sudah lewat, biarkanlah
dimakan masa, buat apa musti disinggung kembali?"
Ong Bun-kim tertawa hambar.
"Apakah locianpwe tidak bersedia mem-beritahukan
namamu kepadaku?" pintanya.
Manusia berbaju hijau itu termenung dan berpikir
sebentar, kemudian sahutnya:
"Aku bernama Phang Pak-bun!"
"Apa?" tanpa sadar Ong Bun-kim menjerit keras dan
mundur dua-tiga depa dengan langkah lebar. "kau... kau
adalah Mo-kui-seng-kiam (pedang malaikat setan iblis)?"
Suaranya penuh kecemasan dan rasa terkesiap yang tak
terkirakan besarnya.
"Benar!" manusia berbaju hijau itu kembali mengangguk.
Untuk sesaat lamanya Ong Bun-kim berdiri tertegun di
situ.
Phang Pak-bun! Bukankah dia adalah kekasih pertama
dari Coa Siok-oh, ibu kandungnya? Tak nyana kalau ia
sudah dua kali menolong dirinya dari ancaman bahaya
maut.
Mo-kui-seng-kiam tertawa sedih, lalu menegur; "Kau
merasa kejadian ini berada di luar dugaanmu?"
"Benar!"
"Kau sudah tahu tentang hubungan antara ibumu dengan
diriku?"
"Yaa, aku tahu!"
Mo kui seng kiam menghela napas panjang, katanya
pelan.
"Aaaai ...sayang kami memang tak berjodoh!"
"Locianpwe, bolehkah kuajukan sebuah per-tanyaan
kepadamu?"
"Persoalan apa yang membingungkan pikiranmu?
Katakanlah!"
"Sejak ibuku kawin dengan ayahku, apakah kau
mengadakan hubungan gelap dengannya?"
"Siapa yang berkata begini?" tanya Phang Pak bun
geram. "Siau Hui uni"
"Hmmm! Dia hanya ngaco belo tidak karuan!" serunya
cepat, tapi sejenak kemudian sambil menghela napas
katanya lebih lanjut. "Yaa,semenjak ia kawin dengan
ayahmu, kami memang pernah berjumpa satu kali, tapi
perjumpaan kami itu ditandai dengan kesucian dan
kebersihan, kita hanya saling mengenang kembali masamasa
silam yang penuh keindahan dan penuh
keharmonisan itu, sisanya kamipun hanya menghela napas
dan bersedih hati."
Setelah menghela napas panjang, kembali katanya:
"Sungguh tak kusangka sekali berpisah puluhan tahun
sudah lewat dan sekarang ia telah tiada!"
"Locianpwe, ibuku telah menyia-nyiakan harapanmu, ia
membuatmu susah dan bersedih hati!"
"Tidak, aku tidak mempunyai pikiran demikian
semuanya ini sudah merupakan suratan takdir!"
"Kalau begitu, kau amat membenci ayahku bukan?"
Kembali Mo-kui-serig-kiam gelengkan kepala nya
berulang kali.
"Tidak, aku tidak membenci kepada siapapun, mungkin
kami memang tidak berjodoh, kami memang pernah
memupuk impian indah, pernah bergembira bersama,
selama ini terdapat pula kenangan yang amat indah dan
syahdu akan tetapi kesemuanya ini sudah lewat, semuanya
telah berakhir."
Ketika berbicara sampai di sini, suaranya kedengaran
amat parau, ini menunjukkan bahwa ia memang benarbenar
sedang bersedih hati.
Tanpa terasa Ong Bun-kim ikut merasakan pula
kepedihan dan kesedihan yang sedang mencskam perasaan
orang itu, ia dapat meresapi bagaimana perasaan hatinya
sekarang.
Ia telah membayar cintanya dengan mahal, tapi
selamanya ia tak dapat merasakan bagaimanakah manisnya
cinta itu.
Ia memandang sekejap ke arah Ong Bun kim, lalu
tanyanya:
"Apakah ayahmu telah dibunuh oleh Kui-jin-suseng?"
"Benar!"
"Apakah Sastrawan setan harpa itu adalah gurumu?"
"Binar, dia memang guruku!"
"Sesungguhnya, apa yang telah terjadi di-antara kalian
semua?"
Secara ringkas Ong Bun-kim segera menceritakan
hubungan cinta dan dendam antara gurunya, ayahnya, Siau
Hui-un dan Coa Siok-oh.
Ketika selesai mendengarkan penurutan tersebut. Phang
Pak-bun segera bertanya lagi:
"Kalau begitu, orang yang telah membunur ayahmu
kecuali Kui-jin suseng, masih ada seorang yang bernama
San-tian-mo-kun?"
"Benar!"
"Kini San-tian-mo-kun berada di mana?"
"Tentang persoalan ini, asal kita tanyakan kepada
Manusia kilat, ini, mungkin saja dia akan mengetahuinya!"
Selapis hawa pembunuhan yang amat tebal segera
menyelimuti wajah Mo-kui-seng-kiam Phang Pak-bun,
bentaknya kemudian:
"Kalau begitu, tanyakan persoalan ini kepada-nya!"
Ong Bun-kim manggut-manggut, telapak tangannya
secara beruntun menotok beberapa buah jalan darah
penting di sekujur badan Manusia kilat itu, beberapa saat
kemudian manusia kilat itupun sadar kembali dari
pingsannya.
Manusia kilat ini berusia antara empatpuluh tahunan,
mukanya cukup tampan.
Dengan wajah menyeringai menyeramkan, Ong Bun-kim
segera membentak nyaring:
"Hei manusia kilat, kau pingin mati ataukah pingin
hidup?"
Manusia kilat itu memandang sekejap sekeliling tempat
itu, mendadak paras mukanya berubah menjadi pucat,
sahutnya.
"Bagaimana kalau ingin hidup? Dan bagaimana pula
kalau ingin mati ?"
"Kalau ingin hidup, kau harus menjawab beberapa buah
pertanyaan yang kuajukan!"
"Pertanyaan apa- yang hendak kau ajukan kepadaku?"
"Benarkah ketua perguruan kalian bernama San-tian-mokun,
si raja iblis bertubuh kilat?"
"Benar!"
"Di manakah letak markas besar perguruan kalian?"
"Pertanyaan ini tak dapat, kujawab!"
"Apa? Kau enggan menjawab?"
"Yaa, benar, aku tak berani menjawabnya!"
Ong Bun-kim segera tertawa seram.
"Heehh....heehh....heehh....buat apa kau musti menerima
siksaan tubuh yang amat menderita? Asal tanganku ini
kuayunkan, aku percaya kau tak akan sanggup untuk
menerima ilmu memisah otot memilin tulangku ini!"
Mendengar ancaman tersebut, paras muka manusia kilat
itu segera berubah hebat.
"Hayo jawab, kau hendak berbicara tidak?" bentak Ong
Bun-kim lagi dengan suara keras.
"Tidak!"
Ong Bun-kim tak dapat menahan diri lagi, diiringi
bentakan lirih tangan kanannya segera diayun kan ke depan
berulang kali, dengan suatu gerakan yang amat cepat ia
menotok beberapa buah jalan darah penting di tubuh
manusia kilat itu.
Mengikuti gerakan tangan dari Ong Bun-kim, manusia
kilat segera mendengus tertahan, peluh sebesar kacang
kedelai mengucur keluar membasahi jidatnya, ia tampak
menderita sekali.
"Kalau kau tidak berbicara lagi, segera akan kusuruh kau
menderita sampai mampus..." bentak Ong Bun-kim lagi.
"Aku... aku bicara..."
Jeritannya itu amat menyayatkan hati, membuat orang
menjadi bergidik rasanya.
Ong Bun-kim segera melancarkan kembali beberapa
buah totokan untuk membebaskan orang itu dari pengaruh
totokan.
"Nah, sekarang bicaralah!" ia berseru.
Manusia kilat menghembuskan napas berulang kali,
setelah ketegangannya agak berkurang dia baru menjawab:
"Perguruan kami letaknya ada di bukit Thian-mo-san,
selat Thian-mo-shia....."
"Berapa banyak seluruh anggota perguruan kalian?"
"Limapuluh orang lebih!"
Ong Bun-kim segera mendengus dingin.
"Hmm! Memandang di atas kejujuranmu, aku Ong Bunkim
akan mengampuni selembar jiwamu, cuma, seluruh
kepandaian silatb yang kau milikdi akan kupunahkaan
sama sekali.b"
Jari tangannya kembali berkelebat lewat, dan seluruh
ilmu silat yang dimiliki Manusia kilat itupun lenyap tak
berbekas.
Kemudian sambil melemparkan tubuhnya ke atas tanah,
ia berkata dengan dingin:
"Sekarang, kau boleh pergi dari sini!"
Setelah memandang sekejap ke arah Ong Bun-kim
dengan penuh kebencian, Manusia kilat itu segera memutar
badannya dan berlalu dari situ dengan sempoyongan.
Sepeninggal manusia kilat tadi, Ong Bun-kim baru
memandang sekejap ke arah Mo-kui-seng-kiam, selanjutnya
sinar matanya dialihkan kembali ke atas mayat Siau Hui un
yang tergeletak di tanah.
Wajahnya kontan berubah menjadi bengis, setelah
tertawa dingin katanya:
"Siau Hui-un, aku hendak mencincang tubuh-mu
menjadi berkeping-keping."
Pada saat itulah suara tertawa dingin kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
"Ong Bun-kim, caramu itu terlampau kejam dan
sedikitpun tidak mengenal akan peri kemanusiaan!" kata
orang itu.
Cahaya lentera tampak berkelebat lewat, tahu-tahu Titeng-
khek (tamu pembawa lampu) yang misterius itu telah
munculkan diri kurang lebih dua kaki di hadapannya.
Waktu itu rasa benci yang berkobar dalam dada Ong
Bun-kim belum terlampiaskan, dengan ketus serunya.
"Kejam ? Haaahhh haaahhh....haaahhh.... masa kau
tidak tahu kalau orang tuaku telah tewas di tangannya...?"
"Ong Bun-kim, kalau memang begitu persoalan-nya
maka tindakanmu itu keliru besar, sekalipun seseorang yang
berhati kejam dan selama hidupnya sudah seringkali
melakukan kejahatan, setelah mati maka semua dendam
sakit hatipun akan ikut punah, tindakanmu mencincang
mayat bukanlah suatu tindakan yang terpuji bagi kaum
persilatan kita!"
Ong Bun-kim masih mencoba untuk membantah, akan
tetapi Phang Pak-bun telah berkata lebih dahulu:
"Benar, apa yang diucapkan saudara ini memang
merupakan kata-kata yang benar!"
Tiba-tiba Manusia pembawa lampu itu berseru.
"Hei ! bukankah kau adalah lo-Phang?"
Mo-kui-seng-kiam Phang "Pak - bun agak tertegun, lalu
sahutnya dengan cepat:
"Benar dan kau...."
"Masa kau tidak dapat menebak diriku dari suara
pembicaraanku ini!"
"Ya, sayang sekali aku tak dapat mengenalinya!"
"Phang lo-heng, kau benar-benar seorang pelupa, aku
kan Ting Lam-tiong !"
"Apa kau adalah lo-Ting?"
"Benar!"
Sementara dalam pembicaraan tersebut, manusia
pembawa lampu telah berada di hadapan Mo-kui-sengkiam,
usia orang itu bternyata seimbadng dengan usia
aPhang Pak-bun, bcuma saja tubuhnya jauh lebih jangkung
dan ceking dari pada rekannya.
Sementara itu Phang Pak-bun telah tertawa terbahakbahak.
"Haahh...haahh..haahh...sungguh tak kusangka setelah
berpisah selama duapuluh tahun, kita dapat saling berjumpa
kembali, kejadian ini sungguh di luar dugaanku, lo-Ting,
apa maksudmu membawa lampu lentera itu?"
"Maksudku adalah untuk menerangi jalan!"
"Huuss ngaco belo tak karuan!"
"Bukan, aku bukannya sedang ngaco belo, aku
membawa lampu memang bertujuan untuk menerangi
jalan, cuma lampu ini sesungguhnya mempunyai kegunaan
lainnya!"
"Lo Ting, sejak berpisah pada duapuluh tahun berselang,
apakah selama ini kau berada dalam keadaan baik-baik?"
"Yaa, baik, baik sekali!"
"Bagaimana dengan keadaan Lo-gou?"
"Sudah belasan tahun tak pernah berjumpa dengannya,
aku rasa mungkin ia sudah mati."
Belum habis perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba
muncul sesosok bayangan manusia yang langsung
menggampar wajah tamu pembawa lampu.
Untung saja Tamu pembawa lampu memiliki ilmu silat
yang cukup tinggi, sekali mengigos tahu-tahu dia sudah
menghindar ke samping.
"Siapa kau?" segera bentaknya.
Tiada seorangpun yang menjawab. Hal mana segera
membuat kemarahan tamu pembawa lampu menjadi
berkobar, dengan wajah memerah serunya lagi:
"Ai, telur busuk dari manakah....." Belum habis
perkataan itu diucapkan, kembali ada segumpal senjata
rahasia yang langsung menghantam ke wajah Tamu
pembawa lampu.
Tapi kali ini Tamu pembawa lampu telah bersiap sedia,
ketika menghindarkan diri dari serangan tersebut, serta
merta tubuhnya meluncur ke depan dan menerjang ke arah
mana datangnya serangan tadi.
Cahaya lampu berkelebat lewat, tahu-tahu Tamu
pembawa lampu sudah menerjang ke muka.
Tapi pada saat yang bersamaan sesosok bayangan hitam
telah menerjang pula ke depan, dua sosok bayangan
manusia itu segera bertemu menjadi satu di udara kemudian
masing-masing berpisah ke arah yang berlawanan.
Ternyata orang itu adalah seorang laki-laki berbaju hitam
yang berusia empatpuluh tahunan, tubuhnya kecil dan
pendek.
Menyaksikan kemunculan orang itu, Tamu pembawa
lampu agak tertegun, kemudian bentaknya.
"Oooh....rupanya kau?"
"Kenapa?" sahut manusia berbaju hitam itu.
Sambil tertawa dingin, "apakah kau merasa di luar
dugaan karena aku belum mampus?"
"Soal ini . . . ."
"Hei, telur busuk tua! Kenapa kau menyumpahi aku
sudah modar? Kau memang kurang ajar !"
Tamu Pembawa larmpu tertawa tertbahak-bahak.
"Hqaaahhh....haaahrhh....haaahhh....orang bilang Cho
co, ternyata Cho co segera datang, untung saja aku bilang
setan yang mau datang maka yang muncul bukan manusia
melainkan setan!"
Kakek berbaju hitam itupun ikut tertawa tergelak
"Ting loji, kau jangan keburu senang lebih dulu, jika aku
mampus maka kakimu akan kuseret pula untuk bersamasama
masuk ke dalam liang kubur ...!"
Mo-kui-seng-kiam Phang Pak-bun segera tersenyum.
"Saudara Gou" demikian katanya, "sudah belasan tahun
tak pernah berjumpa muka, suuggui tak kusangka
kegagahanmu sekarang masin tak kalah dengan
kegagahanmu dulu, apakah selama ini kau berada dalam
keadaan baik-baik saja?"
"Terima kasih banyak, untungnya saja aku selalu sehat
wal'afiat!"
Sekarang Ong Bun-kim baru tahu bahwa ke tiga orang
itu adalah-sahabat kental, hanya saja dia tak tahu siapa
gerangan kakek berbaju hitam ini.
Sementara ia masih termenung, Phang Pak bun telah
berseru. "Ong Bun-kim, kemarilah ! Hayo kau jumpai
kedua orang locianpwe ini !"
"Tak usah, kita sudah pernah bertemu muka!" tukas
kakek berbaju hitam itu tiba-tiba.
Ong Bun-kim menjadi tertegun, pikirnya.
"Tamu pembawa lampu memang pernah ku-jumpai, tapi
sejak kapankah aku pernah berjumpa dengan kakek berbaju
hitam ini "
Oo00dw00oO
BAB 40
KARENA berpikir demikian iapun alihkan kembali sorot
matanya ke arah orang itu.
Rupanya si kakek berbaju hitam itu dapat menebak suara
hati Ong Bun-kim, ia lantas berseru: "Hei bocah muda,
masakah kau sudah lupa dengan suaraku?"
Tiba tiba Ong Bun-kim teringat akan seseorang, dia
lantas berseru dengan terperanjat: "Kau .... kau adalah
Kelelawar malam?"
"Tepat sekali!"
"Waaah .... rupanya kau orang tua yang datang, maaf
kalau boanpwe bersikap kurang hormat!"
"Tak perlu banyak adat!"
Maka Ong Bun-kimpun segera maju ke depan dan
memberi hormat kepada Tamu pembawa lentera . .
Dalam pembicaraan yang kemudian berlangsung, dapat
diketahui bahwa mereka bertiga disebut orang persilatan
sebagai Bu-lim-sam-eng (tiga pahlawan dari dunia
persilatan) dimasa lalu.
Sekarang usia mereka bertiga sudah agak lanjut, akan
tetapi ketika tersohor dalam dunia persilatan dulu, ketiga
orang tersebut masih muda belia, mereka merupakan jago
muda pilihan di waktu itu.
Sementara itu, si Kelelawar malam telah berkata:
"Apakah saudara berdua masih sering melakukan
perjalanan, dalam dunia persilatan?"
Mo-kui-seng-kiam Phang Pak-bun gelengkan kepalanya
berulang kali.
Sedangkan Tamu Pembawa lampu menyahut:
"Aku memang masih sering melakukan perjalanan dalam
dunia persilatan !"
"Kalau begitu coba lihatlah, bukankah badai
pembunuhan yang mengerikan telah menyelimuti dunia
persilatan saat ini?"
"Benar!"
"Siapakah ketua dari perguruan San-tian-bun, hingga kini
masih merupakan suatu teka teki besar," kata Kelelawar
malam lebih jauh, "cuma, kecuali San tian-mo-kun, masih
ada pula perguruan Yu-leng-bun yang akan mendatangkan
badai berdarah bagi dunia persilatan kita!"
"Yaa, kejadian ini memang merupakan suatu kejadian
yang bisa diterka mulai sekarang!"
"Dewasa ini kedua perguruan rahasia itu masih belum
berkutik ataupun melakukan suatu tindak tanduk, entah apa
alasannya sampai mereka berbuat demikian, terutama sekali
pihak Yu leng-bun, tentang perguruan ini lebih-lebih aneh
lagi, sampai sekarang belum ada seorang manusiapun yang
tahu siapa gerangan ketua perguruannya itu." Ketika
berbicara sampai di sini, Kelelawar malam menghela napas
panjang kembali ujarnya:
"Duapuluh tahun berselang, menjelang saat kematiannya
Thian jian cuncu telah meramalkan bahwa dunia persilatan
pada masa ini akan tertimpa suatu badai pembunuhan yang
luar biasa, apabila dugaan ini benar, maka pada masa ini
pula Sin-kiam bakal ketemu dengan pemiliknya."
Sementara penbicaraan sedang berlangsung, tiba-tiba
Ong Bun-kim menyela dari samping:
"Silahkan locianpwe bertiga melanjutkan pembicaraan,
aku hendak mohon diri lebih dahulu!"
"Kau hendak ke mana?" Mo-kui-seng-kiam Phang Pakbun
segera menegurnya dengan rasa ingin tahu.
"Aku hendak berkunjung ke perguruan San-tian-bun."
"Mengunjungi perguruan San-tian-bun?"
"Benar!"
Phang Pak-bun segera mengerutkan alis matanya.
"Berbicara dari ilmu silat yang kau miliki sekarang, jelas
kepandaianmu masih bukan tandingan dari San-tian-mokun,
sehingga kalau berbicara soal membalas dendam, aku
pikir hal ini masih terlalu pagi untuk dibicarakan sekarang."
"Ong Bun kim!" seru Kelelawar malam pula, "menurut
berita yang tersiar dalam dunia persilatan, katanya kau
mempunyai sebuah mestika yang diincar oleh setiap umat
persilatan, aku rasa berita yang tersiar luas itu bukanlah
suatu berita bohong ataukah suatu berita isapan jempol
belaka..."
"Tapi aku benar-benar tidak berhasil menemukan sesuatu
yang aneh di atas tubuhku!"
"Ong Bun kim!" kembali Kelelawar malam bertanya,
"konon sewaktu ayahmu lenyap dari dunia persilatan tempo
hari, masih ada seorang Giok bin hiap yang ikut pula
lenyap dari keramaian dunia, apakah kau mengetahui
tentang persoalan ini?"
"Yaa, aku tahu!"
"Kemudian ayabhmu telah muncudlkan diri kembaali
seorang dirib, sementara sampai kini Giok bin hiap tak
pernah tampak batang hidungnya lagi, aku pikir dibalik
persoalan ini pasti ada sebab-sebab tertentu, hanya saja
untuk sementara waktu hal mana masih sulit untuk
diduga."
Setelah berhenti sebentar, ia berkata lebih jauh: "Coba
kau pikirkan kembali, apakah di atas tubuhmu masih
terdapat tempat atau bagian lain yang aneh?"
Ong Bun kim gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tak dapat menemukannya!" ia berseru.
Si Kelelawar malam segera mengernyitkan sepasang alis
matanya, sesudah berpikir sebentar japun berkata lagi;
"Mungkinkah tempat penyimpanan benda itu telah
ditulis di salah satu bagian dari tubuhmu?" Mendengar
ucapan tersebut, Ong Bun kim segera merasakan hatinya
bergetar keras.
"Ditulis di atas tubuhku?"
"Benar, kecuali demikian rasanya tiada cara lain yang
bisa diterima dengan akal segar, coba kau lepaskan seluruh
pakaianmu, akan kami periksa apa benar ada tulisan di atas
tubuhmu."
"Aaaab hal ini mana mungkin bisa terjadi?"
"Lebih baik kita percaya ada dari pada mengatakan tak
ada, di sini toh tak ada perempuan, apa salahnya untuk
bertelanjang bulat di hadapan kami bertiga?"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Ong Bun kim
harus melepaskan semua pakaian yang dikenakan olehnya.
Akan tetapi walaupun Mo kui seng kiam, Kelelawar
malam dan tamu pembawa lampu sudah melakukan
pemeriksaan yang teliti di atas tubuh Ong Bun kim yang
bugil, hasilnya tetap nihil, mereka tidak berhasil
menemukan sebuah tulisan-pun.
"Yaa, betul-betul tak ada tulisannya!" keluh si Kelelawar
malam kemudian.
Sementara itu Ong Bun kim telah mengenakan kembali
pakaiannya, sambil merentangkan tangan nya ia berseru.
"Sekarang, kalian sudah percaya, bukan?"
Baru habis Ong Bun kim berbicara, tiba tiba terdengar
suara tertawa dingin berkumandang memecahkan
keheningan, lalu muncullah dua sosok bayangan seperti
manusia tanpa sukma pada jarak tiga kaki di hadapannya.
"Apa? Manusia tanpa sukma?" bisik Ong Bun kim pula
dengan air muka berubah.
Dalam pada itu, salah seorang di antara Yu leng jin itu
telah menegur dengan suara dingin: "Siapakah diantara
kalian semua yang bernama Ong Bun kim?"
"Kalau aku, mau apa kau?" sahut Ong Bun kim dengan
paras muka berubah.
"Oooh...! Rupanya kau, tolong tanya kenalkah kau
dengan seseorang yang bernama Dewi mawar merah?"
" Kenapa dia?" tanya pemuda itu dengan perasaan
tercekat.
"Ia telah menjadi tawanan dari perguruan kami..."
Paras muka Ong Bun kim kembalib berubah,
bentadknya:
"Sungguhkaah perkataanmu bitu?"
"Betul, kedatanganku ke mari adalah karena mendapat
perintah dari Bun cu untuk mengundang kehadiran saudara
dalam perguruan kami!"
"Kalau aku enggan pergi?"
"Aku pikir tiada alasan bagimu untuk tidak ke situ, sebab
Dewi mawar merah toh masih berada dalam cengkeraman
kami!"
"Oooh . . jadi kalian hendak menggunakannya sebagai
sandera untuk memaksaku?"
"Yaa, boleh saya kau anggap demikian!"
"Perguruan kalian terletak di mana?"
"Asal ikut kami, kau toh akan mengetahui dengan
sendirinya!"
"Sayang sepanjang hidup aku Ong Bun kim enggan
dipaksa apalagi disuruh menuruti perintah orang, setelah
kalian berdua datang ke mari rasanya akupun tak dapat
membiarkan kalian pergi lagi dengan selamat!"
Di tengah bentakan nyaring, secepat kilat tubuhnya
meluncur ke muka dan menerjang ke dua orang tersebut.
"Bekuk dua orang itu hidup-hidup!" bisik Kelelawar
malam dengan suara lirih.
Berbareng dengan bentakan tersebut, bayangan manusia
berbaju hitam berkelebat lewat, tahu-tahu Kelelawar malam
telah menerjang ke muka lebih duluan.
Ong Bun kim tak ambil diam, sambil memutar senjata
harpa besinya diapun membuka serangan terhadap seorang
Manusia tanpa sukma.
Dalam pada itu, Mo kui seng kiam (pedang malaikat
setan iblis) Phang Pakbun telah meloloskan pedangnya dan
menerjang pula ke tengah arena dengan kecepatan luar
biasa, menyusul kemudian Thi teng khek (Tamu pembawa
lampu) ikut pula menerjang ke arena.
Tiga orang jago lihay ditambah Ong Bun kim segera
membuka serangan dengan ancaman-ancaman yang
mengerikan, sungguh tak terlukiskan kedahsyatan dari
serangan tersebut.
Satu jeritan ngeri memekikkan telinga ber-kumandang
memecahkan kebeningan, salah seorang manusia tanpa
sukma itu roboh terkapar dengan bermandikan darah,
jiwanya langsung melayang tinggalkan raganya.
Dengusan tertahan kembali berkumandang, Manusia
tanpa sukma kedua ikut pula roboh terkapar ke tanah.
Deugan suatu gerakan cepat Phang Pak bun
mencengkeram tubuh Manusia tanpa sukma tersebut,
kemudian bentaknya:
"Hayo bicara, di mana letak markas besar perguruan Yu
leng bun?"
"Mau apa kau tanyakan persoalan itu?"
"Jawab saja, di mana markas besar dari per-guruan Yu
leng bun?"
"Di bukit Thian san!"
Mendengar jawaban tersebut,, Ong Bun kim merasakan
hatinya bergetar keras, serunya tanpa sadar.
"Apa? Berada dir bukit Thian satn?"
"Betul!"
"qSiapakah Bun cur (ketua perguruan) kalian?"
"Yu leng lojin (kakek tanpa sukma)!"
"Di bagian mana dari bukit Thian san?" bentak Phang
Pak bun kembali.
"Maaf, aku tak dapat memberitahukan hal ini
kepadamu!"
"Huuh, kau enggan berbicara?" Phang Pak bun tertawa
dingin tiada hentinya, "memang kau sudah kepingin
mencicipi bagaimana rasanya kalau disiksa?"
Seraya berkata, tangan kanannya bergerak cepat
melepaskan sebuah totokan ke tubuh orang itu.
Ketika termakan totokan dari Phang Pak bun tersebut,
darah kental segera memancar ke luar dengan derasnya dari
mulut Manusia tanpa sukma tersebut, lalu diiringi jeritan
yang memilukan hati, ia putus nyawa dan tewas dalam
keadaan mengenaskan.
Rupanya "Yu leng jin" tersebut telah menggigit lidah
sendiri untuk membunuh diri.
Peristiwa ini sangat menegunkan Phang Pak bun,
ujarnya kemudian setelah termangu-mangu sesaat:
"Aaah, tak kusangka kalau terhitung seorang laki-laki
jantan yang bernyali!"
Sambil berkata, ia lepaskan tubuh lawannya sehingga
roboh terkapar di atas tanah.
"Waab, jika perguruan Yu leng bun terletak di atas bukit
Thian san, kemungkinan besar hai ini ada hubungannya
dengan mata uang kematian," seru Ong Bun kim tanpa
terasa.
"Apa yang ditulis di atas mata uang kematian tersebut?"
"Thian san Bwe nia Hong shia, bila dilihat dari
tertangkapnya Dewi Mawar merah di tempat tersebut, itu
berarti besar dugaan jika tebakanku benar, aku musti cepatcepat
menyusul ke situ."
"Mari kutemanimu!" seru Phang Pak bun cepat.
Kemudian sambil berpaling ke arah Tamu pembawa
lampu dan Kelelawar malam, ujarnya kembali:
"Bagaimana dengan kalian berdua?"
"Silahkan kalian berangkat!" Maka Ong Bun-kim dan
Phang Pak bun berpamitan dengan tamu pembawa lampu
serta kelelawar malam untuk melakukan perjalanan, dalam
waktu singkat mereka telah berada puluhan kaki jauhnya
dari tempat semula.
"Adik Ong ... !." mendadak terdengar seseorang berseru
nyaring.
Mendengar panggilan itu, Ong Bun kim menghentikan
larinya sambil berpaling, tampaklah Bunga iblis dari neraka
sedang berjalan menghampirinya.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, tiba-tiba ia
teringat dengan apa yang telah diucapkan Hiat hay longcu
kepadanya . . . tanpa terasa api kemarahan berkobar dalam
hatinya.
Paras muka Bunga iblis dari neraka kelihatan sangat
masgul dan murung, siapapun dapat melihat bahwa
perasaannya sedang dicekam oleh rasa sedih dan kesal yang
amat sangat.
"Ada urusan apa kau mencariku," tegur Gng Bun kim
kemudian dengan ketusnya.
"Adik Ong . ."
"Tutup mulut! aku bukan adik Ong mu."
"Kau ..."
"Aku membencimu Bunga iblis dari neraka! Aku
membencimu setengah mati karena kau telah
membohongiku ..."
"Aku membohongimu? Aku telah berbohong apa
kepadamu?"
"Kau adalah seorang perempuan lacur yang bisa dijamah
dan dinikmati oleh setiap pria..."
"Apa? Kau ..."
Saking gusarnya sekujur tubuh Bunga iblis dari neraka
menggigil keras, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup
mengucapkan sepatah kata-pun.
"Hiat hay longcu yang mengatakan kesemuanya itu
kepadaku" kata Ong Bun kim lagi dengan ketus, "sekarang
katakanlah, apakah kau adalah seorang perempuan baik
baik?"
Air mata bercucuran dengan derasnya membasahi wajah
Bunga iblis dari neraka yang sayu dan mengenaskan itu,
katanya:
"Ong Bun kim, suatu ketika kau akan tahu aku ini
seorang perempuan baik atau bukan, sekarang aku tak ingin
banyak berdebat denganmu, aku datang hanya ingin
memberitahukan satu hal kepadamu!"
"Apa yang hendak kau katakan? Cepat katakan!"
Bunga iblis dari neraka tak ingin mem-beritahukan soal
ternodanya dia karena ingin menolong pemuda tersebut, ia
merasa penderitaan tersebut lebih baik ditanggung sendiri
dari pada rahasia itu diceritakan, toh belum tentu Ong Bun
kim akan mempercayainya.
Maka sambil mengendalikan rasa sedih yang mencekam
perasaannya, perempuan itu berkata lagi:
"Tentang harta mestika yang tersiar dalam dunia
persilatan, benda tersebut betul-betul berada di atas
tubuhmu ..."
"Darimana kau bisa tahu!"
"Masih ada satu tempat yang belum kau cari!"
"Jangan kuatir!" jengek Ong Bun kim sambil tertawa
dingin, "setiap bagian tubuhku telah kami cari dengan
seksama."
"Aku bilang masih ada satu bagian tempat yang belum
kau periksa!" seru bunga iblis dari neraka lagi dengan tegas.
"Di mana "tanya Phang Pak-bun tak tahan.
"Di atas telapak kakinya!"
Jawaban dari Bunga iblis dari neraka ini segera
menggetarkan perasaan Oig Bun-kim serta Phang Pak bun,
untuk sesaat lamanya mereka hanya bisa memandangi
perempuan tersebut dengan termangu-mangu.
"Sebentar kau bboleh memeriksad sendiri telapaak
kakimu, coba blihatlah benarkah ucapanku itu, nah! Kita
berpisah dulu sampai di sini" bisik Bunga iblis dari neraka
dengan sedih.
Selesai berkata ia putar badan dan barlalu dari situ
dengan wajah lebih murung dan sedih.
Diam-diam ia memberitahu kepada diri sendiri:
"Ong Bun-kim, selamat berpisah . . . kita tak akan
berjumpa lagi untuk selama-lamanya...."
Dengan membawa hati yang hancur tercabik-cabik, dan
rasa sedih yang luar biasa, ia berlalu dari situ dan lenyap di
balik kegelapan sana.
Ong Bun kim hanya memandang bayangan
punggungnya dengan wajah penuh kesedihan, dalam hati ia
merasa hatinya bagaikan dicabik-cabik dengan pisau tajam,
rasanya sakit sekali.
"Ooh Thian . . . !" demikian ia berpekik di hati, "kenapa
aku bisa jatuh cinta kepadanya?"
Tiba tiba Pang Pak bun membentak keras; "Ong Bun
kim, lopaskan sepatumu! Akan kuperiksa telapak kakimu
itu . . . "
Ong Bun kim tersentak bangun dari lamunannya, ia
memandang ke arah Phang Pak bun, kemudian bertanya:
"Kau beranggapan bahwa tulisan tersebut bisa ditulis
pada telapak kakiku."
"Yaa, siapa tahu memang begitu?"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Ong Bun Kim
duduk dan melepaskan sepatunya, kemudian ia sodorkan
telapak kakinya itu ke hadapan Pang Pak bun sambil
berkata:
"Lihatlah sendiri!"
Mo kui sen kiam memandang ke arah telapak kaki
pemuda itu dengan seksama, mendadak ia berseru tertahan,
wajahnya segera menunjukkan rasa kaget, dan terkesiap
yang bukan kepalang . . .
Ong Bun kim merasa terkesiap, paras mukanya segera
berubah hebat.
Waktu itu, sorot mata Phang Pak bun tanpa berkedip
sedikitpun sedang memperhatikan telapak kaki Ong Bun
kim dengan terkesima, ia macam orang yang kehilangan
ingatan.
"Locianpwe, kenapa kau? "seru Ong Bun kim dengan
perasaan terkesiap.
Pelan pelan Pbang Pak bun menenangkan pergolakan
dalam hatinya, kemudian sambil menatap wajah anak
muda itu, bisiknya:
"Di atas telapak kakimu benar-benar ada tulisan!"
"Hitlah . . . . ? !" seperti kena digodam dengan martil
berat, Ong Bun kim merasakan hatinya terkesiap, ia benar
benar kaget dan bingung oleh kenyataan tersebut.
Benarkah di atas telapak kakinya betul-betul ada tulisan
seperti yang barusan dikatakan?
Tapi kalau ditinjau dari perubahan wajah Phang Pak
bun, jelas dapat diketahui bahwa apa-apa yang diucapkan
memang betul, kalau tidak kenapa ia menunjukkan rasa
kaget yang luar biasa?
"Apa bunyi tulisan yang tercantum di situ?" tanya Ong
Bun kim kemudian dengan suara gemetar.
"Pada kaki sebelah kanan tercantum tulisan "Bu cing
tong" (gua tak berperasaan, sedangkan di kaki sebelah kiri
tertulis: "Masuk gua berbelok ke kanan . . . !"
Dengan perasaan sangsi dan setengah percaya setengah
tidak, Ong Bun kim memeriksa telapak kaki sendiri,
ternyata tulisanb yang tercantumd di situ memanga persis
sepertib apa yang diucapkan Phang Pak Bun barusan.
Untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan
mengawasi wajah Phang Pak bun dengan termangu-mangu.
"Tulisan di atas telapak kakimu itu tampaknya sudah
mulai diukir ketika kau masih kecil dulu" kata Pang Pak
bun kemudian, "tampaknya ayahmu menaruh maksud yang
sangat mendalam dengan tulisan tersebut, siapa tahu kalau
disitulah letak harta mestika tersebut diisimpan."
Ong Bun kim merasa perkataan itu ada benarnya juga,
Kemungkinan besar gua Bu cing-tong adalah tempat harta
mestika itu disimpan, kalau tidak, tak mungkin ayahnya
menuliskan kata kata tersebut pada telapak kakinya.
Berpikir demikian, tanpa terasa iapun bertanya:
"Di manakah letak gua Bu cing tong itu?"
Phang Pak bun yang ditanya menjadi tertegun, kemudian
gelengkan kepalanya berulang kali.
"Entahlah, aku sendiripun. tak tahu!"
"Kau tidak tahu?"
"Yaa, sulit juga buat kita untuk mengetahui di mana
letak gua Bu cing tong tersebut, sebab ayahmu sama sekali
tidak mencantumkan nama bukit itu di sana, waah ! Kalau
begini ceritanya, sulit juga buat kita untuk menemukan
tempat itu."
"Sesungguhnya ada berapa banyakkah gua Bu cing tong
di dunia ini?"
"Kebanyakan orang persilatan selalu menyebut nama
tempat atau nama bukit dengan sekehendak hati sendiri,
lalu diberi tulisan sebagai tanda pengenal, sesungguhnya di
manakah letak gua Bu-cing-tong itu, sulit juga buat kita
untuk menduganya."
"Kalau begitu bukankah tulisan ini percuma saja
dicantumkan di atas telapak kakiku?"
Phang Pak-bun kembali gelengkan kepalanya berulang
kali.
"Bukan begitu maksudnya, bila ditinjau dari perbuatan
ayahmu yang mencatat tempat penyimpanan harta mestika
itu di atas telapak kakimu, itu berarti beliau beranggapan
bahwa suatu ketika kau akan mengetahui dengan sendirinya
letak tempat itu. Nah, sekarang lebih baik kita berpisah
untuk melakukan pekerjaan masing-masing!"
"Mengerjakan apa?"
"Kau hendak ke mana? Bukit Thian-san?" tanya Phang
Pak-bun setelah termenung sebentar. "Benar!"
"Kalau begitu, kau pergilah seorang diri, sedang aku!
Hendak kucari beberapa orang cianpwe sekalian
menyelidiki di manakah letak gua Bu-cing-tong tersebut,
bagaimana menurut pendapatmu?"
"Bagus, bagus sekali".
"Kalau begitu, kita berjalan demikian saja!"
Ong Bun-kim manggut-manggut, diapun mengenakan
kembali sepatunya.
Phang Pak-bun kembali berkata kepada si anak muda itu:
"Ong Bun-kim, kralau dilihat tutlisan "Thian-saqn Bwenia
Hong-rshia" tersebut dicantumkan pada mata uang
kematian, kemungkinan besar hal itu ada hubungannya
dengan Si-ong mo-ci (iblis cantik pembawa maut), kau
musti berhati-hati di dalam menghadapi persoalan
tersebut!"
"Boanpwe mengerti!"
"Kalau begitu, kita berpisah sampai di sini saja, baikbaiklah
menjaga dirimu."
"Kaupun musti baik-baik menjaga diri!"
Mereka berduapun saling berpisah untuk melanjutkan
perjalanannya masing-masing.
00OdwO00
Bukit Thian-san
Bunga salju turun dengan derasnya menyelimuti
permukaan tanah, udara terasa amat dingin, tanah
perbukitan dengan puncaknya yang menyeramkan
semuanya terlapis salju yang tebal.
Ong Bun-kim harus membuang waktu yang sangat
banyak, sebelum berhasil menemukan bukit Bwe-nia.
Yang dinamakan bukit Bwe-nia adalah suatu hutan
bunga sakura yang muncul di antara tanah perbukitan yang
dilapisi salju, bunga-bunga sakura itu sedang mekar dengan
indahnya, membuat pemandangan alam di sekeliling
tempat itu tampak menarik hati.
Dengan kecepatan yang luar biasa Ong Bun-kim lari
masuk ke dalam hutan bunga sakura, tapi ia tidak
menjumpai benteng Hong-shia seperti yang tercantum
dalam mata uang kematian.
Untuk sesaat lamanya pemuda itu menjadi tertegun dan
berdiri termangu-mangu sambil mengawasi sekeliling
tempat itu, tapi kecuali tebing yang curam, puncak yang
tinggi serta bunga salju yang melayang-layang di udara,
tiada sesuatu apapun yang terlihat. Sesudah termenung
sebentar, sekali lagi dia menjejak kakinya ke atas tanah dan
berkelebat menuju ke atas tebing.
Dalam waktu singkat, ia telah berada di puncak yang
tertinggi dari bukit Bwe-nia, dengan sorot mata yang tajam
ia celingukan ke sana ke mari, mendadak dari antara tebing
bukit di sebelah depan sana terlihat sebuah bangunan
berloteng yang amat indah.
Di antara bunga bunga salju yang melayang di udara,
membuat orang hampir sukar untuk melihat dengan jelas
apakah bangunan loteng itu betul-betul sebuah bangunan
ataukah hanya khayalan atau fatamorgana saja.
Ong Bun-kim merasa amat girang, dengan sekali
lompatan ia berkelebat menuju ke arah bangunan loteng di
ternpat kejauhan itu.
Setelah menembusi hutan bunga bwe, sampailah ia di
depan sebuah jeram yang lebar sekali, kira-kira luasnya
mencapai puluhan kaki lebih, air jeram mengalir dengan
derasnya.
Ong Bun-kim segera melompat turun ke bawah jeram
tersebut, tapi pada saat itulah mendadak terdengar suara
tertawa dingin berkumandang memecahkan keheningan.
"Datang untuk memenuhi janji?" tegur seseorang.
"Memangnya bukan? Toh pihak kalian telah mengutus
dua orang anggota untuk mengundang kedatanganku?"
Mendadak si anak muda itu teringat bahwa dua orang
Yu-leng-jin tersebut telah dibunuh, maka buru buru serunya
kembali:
"Kenapa kau musti bertanya tanya lagi, tentu saja aku
datang untuk memenuhi janji."
"Kalau memang begitu, kenapa tidak tampak kedua
orang anggota perguruan kami?"
Ong Bun-kim termenung dan berpikir sejenak, kemudian
katanya sambil tersenyum:
"Soal ini cayhe tidak bisa menjawab, sebab aku
sendiripun tak begitu tahu."
"Jangan-jangan mereka sudah tewas ditangan mu ?"
dengus orang itu tiba tiba dengan suara seram.
O000dw000O
BAB 41
"AAAH ! Aku rasa tak sampai demikian, sebab mereka
telah pulang lebih dulu dari pada ku. Apakah Dewi mawar
merah berada di sini?"
"Benar"
"Karena persoalan apa, Bun-cu kalian mengundangku
kemari?"
Manusia tanpa sukma tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehljh . . . Menurut
pengakuan Dewi mawar merah, kau mempunyai hubungan
batin yang sangat akrab dengannya, oleh sebab itu sengaja
Bun-cu kami mengundang kedatanganmu kemari!"
"Kalau begitu, bawalah aku menemuinya!"
Diam-diam tercekat juga perasaan OngBun-kim sesudah
berlangsungnya pembicaraan tersebut, mencoba untuk
mendongakkan kepalanya dan menengok sekeliling tempat
itu, tapi kecuali suara air dalam jeram, tidak terdengar suara
yang lain lagi, tentu saja lebih-lebih tak kelihatan bayangan
manusianya.
Menghadapi kesemuanya itu, si anak muda itu merasa
bergidik, diam-diam ia menghimpun hawa murninya dan
melambung ke udara untuk mendaki ke atas tebing bukit
tersebut.
Sesudah bersusah payah, sampailah dia di atas tebing,
dari mana ditemukan sebuah jalanan bukit yang langsung
menghubungkan tempat tersebut dengan bangunan
berloteng yang amat megah itu.
Dengan sangat berhati-hati Ong Bun kim bergerak
menyelusuri jalanan bukit itu dan meluncur ke depan sana.
Kurang-lebih lima kaki kemudian mendadak
Suara tertawa dingin yang terdengar tadi kembali
berkumandang memecahkan keheningan, suaranya dingin
menyeramkan membuat siapapua bergidik rasanya.
Ong Bun-kim segera berhenti, lalu bentaknya: "Siapa di
sana?"
Mengikuti suara bentakan itu,, tampak bayangan
manusia berkelebat lewat, tahu - tahu muncul empat sosok
bayangan manusia berwarna abu-abu yang bagaikan sukma
gentayangan melayang turun tepat di hadapan mukanya.
"Yu-leng-jin !" hampir saja ke tiga patah kata tersebut
meluncur ke luar dari mulut Ong Bun-kim.
"Engkaukah yang bernama Ong Bun-kim?" terdengar
salah seorang" di antara empat manusia tanpa sukma
menegur dengan nadba dingin.
"Betudl!"
"Apakah kaua datang memenuhbi janji?"
"Benar!"
"Beranikah kau untuk mengikuti aku masuk ke dalam
gedung........?" kembali manusia tanpa sukma menegur.
Ong Bun-kim segera tertawa dingin.
"Heehhh heehhh. heeehh. jangankan cuma sebuah
perguruan tanpa sukma, sekalipun bukit golok atau hutan
pedangpun aku Ong Bun-kim tak akan mengernyitkan alis
mata!"
"Kalau begitu mari ikutlah aku!"
"Silahkan!"
Manusia tanpa sukma itupun memutar badan dan
bergerak maju ke depan sana, sungguh cepat gerakan
tubuhnya ibarat kilat yang menyambar.
Sambil menggertak gigi Ong Bun-kim menghimpun
tenaga dalamnya dan menyusul dari belakang.
Si anak muda itu adalah seorang pemuda yang cerdik,
mana ia tak tahu kalau Yu leng jin sedang menyandera
Dewi mawar merah dan memaksanya untuk menerima
syarat yang mereka ajukan, mungkin juga pihak musuh
hendak memaksanya untuk masuk menjadi anggota
Perguruan Yu leng bun, maka meskipun belum tahu tujuan
musuh, ia sadar bahwa perjalanannya menyatroni
perguruan Yu leng bun kali ini lebih banyak bahayanya dari
pada keberuntungan....
Tapi, bagaimanapun juga dia harus memasuki perguruan
tersebut.... sekalipun kepergiannya mungkin akan
mengakibatkan kematian, tapi bagaimapun jua dia harus
memasukinya juga.
Setelah berjalan sejauh beberapa puluh kaki, sampailah
mereka di depan sebuah tebing batu karang yang sangat
tinggi, di antara tebing karang tersebut terdapat sebuah gua
yang sangat besar. .
Empat orang Yu leng jin tersebut segera menyebarkan
diri ke dua belah sisi dan berdiri angker di situ.
Ong Bun kim memperhatikan sekejap keadaan di
sekeliling tempat itu, ia jumpai bangunan loteng itu
letaknya berada di ujung gua tersebut, jaraknya lebih kurang
duapuluh sampai tigapuluh kaki dari tempat di mana ia
berada sekarang.
"Silahkan masuk!" kata Manusia tanpa sukma tersebut.
Setelah memandang sekejap ke arah bangunan bertingkat
itu, Ong Bun kim kembali mengalihkan sorot matanya ke
wajah Yu leng jin, tapi manusia manusia tanpa sukma itu
sudah memutar badannya dan berlalu dari situ . . .
Sampai detik ini Ong Bun kim masih belum tahu apakah
bangunan berloteng itu adalah perguruan Yu leng bun atau
tidak, cuma sekarang ia telah bertekad untuk memasuki
sarang harimau, ia harus menyelidiki perguruan itu dan
mencari tahu apa tujuan mereka mengundangnya ke mari.
Apalagi Dewi mawar merah telah tertangkap,
bagaimanapun jua ia harus berusaha dangan sekuat tenaga
untuk menolongnya.
Maka mengikuti di belakang Manbusia tanpa sukmda ia
bergerak maenuju ke depan bsana.
Dengan suatu gerakan cepat, manusia tanpa sukma
bergerak maju ke depan, ketika tiba tiga empatpuluh kaki
dari bangunan berloteng itu. mendadak ia berbelok ke
sebelah kiri.
Ong Bun kim tertegun, tanpa terasa ia menghentikan
langkahnya dan celingukan ke sana ke mari.
Rupanya Manusia tanpa sukma merasakan juga gerak
geriknya itu, ia segera ikut berhenti sambil menegur:
"Kenapa kau berhenti?"
"Sebenarnya di manakah letak perguruan kalian?"
"Ikut saja diriku, toh akhirnya kau akan tahu dengan
sendirinya."
Ong Bun kim mengerutkan dahinya dan termenung,
untuk sesaat lamanya ia cuma membungkam diri.
Akhirnya sampailah mereka di depan sebuah gua, ketika
melihat kemunculan manusia tanpa sukma tersebut, empat
orang manusia tanpa sukma yang bertugas di depan gua
tersebut segera memberi hormat dengan sikap yang
munduk-munduk, kemudian katanya:
"Menyambut kedatangan Congkoan pulang ke
perguruan!"
"Tak usah banyak adat!" dengus manusia tanpa sukma
itu dengan suara dingin.
"Terima kasih Congkoan!" Ong Bun kim mencoba untuk
rnenengok keadaan dalam gua tersebut, yang tampak hanya
kegelapan yang mencekam sekeliling tempat tersebut,
apapun tidak terlihat.
Sementara ia masih celingukan, manusia tanpa sukma
yang dipanggil dengan sebutan "Congkoan" itu telah
berkata lagi kepada Ong Bun kim:
"Saudara, mari ikuti aku!"
"Silahkan!"
Congkoan tersebut membawa Ong Bun kim masuk ke
dalam gua, sedang lainnya tetap tinggal di mulut gua
tersebut.
Setelah berjalan sejauh tiga kaki lebih dalam gua itu,
sampailah Ong Bun kim berdua disuatu persimpangan jalan
yang amat rumit sekali, persimpangan itu bercabang-cabang
banyak, entah ke mana saja jalanan itu tertembus.
Berkatalah Congkoan itu kepada Ong Bun kim:
"Baik-baiklah ikuti diriku, jangan sampai salah jalan!"
"Tak usah kuatir, silahkan!"
Tampaknya jalanan dalam gua itu diatur dengan sistim
suatu barisan yang sangat lihay, sedemikian banyak likuliku
dan tikungan yang berada dalam gua itu sehingga
sudah sekian lama mereka berjalan, namun tak terdengar
sedikit suara pun.
Tanpa terasa Ong Bun kim menghela napas panjang,
katanya:
"Sungguh tak kusangka begini megah bangunan di dalam
gua karang ini, sungguh membuat orang merasa kagum!"
"Hm.....! Apanya yang perlu di kagumi?" jengek sang
Congkoan dingin.
Merekapun melanrjutkan perjalantan kembali
meneqmbusi gua terserbut, setelah berjalan sekian lama
akhirnya sampailah dalam sebuah ruang batu yang sangat
lebar, ruangan itu merupakan sebuah istana yang besar
dengan tiang-tiang penuh ukiran yang indah.
Hampir saja Ong Bun kim tidak percaya dengan apa
yaog dilihatnya sekarang, coba kalau tidak disaksikan
dengan mata kepala sendiri, ia tak menyangka kalau dalam
gua karang tersebut bisa terdapat sebuah bangunan istana
yang demikian megahnya.
Butiran mutiara dan permata yang memancarkan sinar
berkilauan menghiasi tiap-tiang penyangga yang besar,
jumlahnya sampai puluhan biji, pancaran sinar yarg
berkilauan tersebut segera menyinari seluruh ruangan dan
membuatnya menjadi terang benderang bagaikan disiang
hari saja.
Menyaksikan kesemuanya itu, Ong Bun-kim menjadi
tertegun dan berdiri terbelalak dengan mulut melongo. . .
"Silahkan mengikuti aku!" kata Congkoan kembali
dengan nada dingin.
Ong Bun kim tertawa ewa, mengikuti di belakang sang
Congkoan mereka masuk ke dalam ruang istana, beberapa
saat kemudian tibalah mereka di sebuah ruangan lain yang
lebih megah, puluhan orang manusia tanpa sukma berdiri
berjejer dikedua belah sisi ruangan.
Semua manusia tanpa sukma itu mengenakan kain cadar
berwarna abu-abu, sehingga sulit buat orang lain untuk
melihat paras muka mereka.
Setelah sampai di ujung ruangan, Ong Bun kin pun tiba
di depan sebuah istana, di belakang meja batu yang panjang
kosong tiada seorang manusiapun, agak berubah wajah Ong
Bun kim menghadapi kejadian tersebut.
"Sobat, apa maksudmu dengan kesemuanya itu?"
tegurnya ketus.
Sang Congkoan agak tertegun menghadapi teguran
tersebut, ia menjadi melongo dan tidak habis mengerti.
"Kalau memang kalian bermaksud mengundang
kedatanganku kemari, kenapa tidak tampak tuan rumah,
yang menjumpai diriku?"
Sang congkoan tertawa dingin.
"Sebentar lagi majikan kami pasti akan munculkan diri!"
sahutnya.
"Apakah aku harus menunggunya ....?" seru Oog Bun
kim sambil tertawa dingin.
Belum habis pemuda itu berbicara, mendadak terdengar
suara bentakan nyaring berkumandang memecahkan
keheningan:
"Hu buncu tiba?"
Mengikuti bentakan nyaring tersebut puluhan orangorang
Yu - leng jin yang berada di depan istana serentak
menjatuhkan diri berlutut ke atas tanah sambil berseru
nyaring.
"Menyambut dengan hormat kedatangan Hu buncu !"
Untuk sesaat lamanya Ong Buri-kjm merasa tercekam
oleh suasana yang dihadapinya itu, suasana dalam
ruanganpun seketika berubah menjadi hening, sepi dan tak
terdengar sedikit suarapun.
-oo0dw0oo--
Jilid 14
SUARA langkah manusia menggema memenuhi seluruh
ruangan, ketika Ong Bun kim mendongakkan kepalanya,
tampaklah seorang kakek berbaju abu-abu dibawah iringan
empat orang Manusia tanpa sukma berjalan masuk ke
dalam ruangan istana tersebut.
Dengan sorot mata tajam wakil ketua perguruan itu
menyapu sekejap sekeliling tempat itu, kemudian serunya
dengan dingin:
"Bangun semua!"
"Terima kasio Hu-buncu!"
Dengan penuh rasa hormat sekali manusia tanpa sukma
bangun berdiri dan mundur ke samping".
Hawa amarah mulai menyelimuti seluruh wajah Ong-
Bun-kim.
Ketika sorot mata Hu-buncu itu dialihkan ke atas wajah
pemuda tersebut, tiba-tiba ia tertawa sambil berkata.
"Kaukah yang bernama Ong Bun-kim?"
"Aku rasa tak akan salah lagi!" sahut pemuda itu sambil
tertawa dingin tiada hentinya.
Hu-buncu pun tertawa dingin, kembali katanya:
"Dengan usia semuda itu ternyata sanggup
menggetarkan seluruh dunia persilatan, kau memang tak
malu disebut seorang jagoan angkatan muda dari dunia
persilatan!"
"Terlalu memuji, tolong tanya apakah Bun-cu kalian
malu untuk berjumpa dengan orang?"
Paras muka wakil ketua itu berubah hebat.
"Saudara apa maksudmu mengucapkan kata kata
semacam itu?" tegurnya dengan nada tak senang.
"Tidak bermaksud apa apa, aku hanya heran, kalau
bukan lantaran malu berjumpa dengan orang, kenapa ia
tidak munculkan diri untuk menjumpai diriku?"
Kontan saja Hu buncu dari Yu leng-bun itu tertawa
dingin tiada hentinya.
"Heeehh heeehh ....heeehh dengan kedudukanmu dalam
persilatan, masih belum pantas untuk berjumpa muka
dengan Bun-cu kami!"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat setelah
mendengar perkataan itu, sambil tertawa dingin jengeknya.
"Lantas siapakah yang pantas untuk menjumpainya?"
"Sulit sekali untuk dibicarakan!" Ong Bun-kim tertawa
sinis, katanya kemudian:
"Kalau begitu ada persoalan apa kalian mengundangku
kemari? Kenapa tidak diutarakan saja secara terus terang?"
Hu buncu dari perguruan Yu leng bun itu tertawa
terbahak bahak.
"Haaah haaahh haaahh.. ...saudara benar-benar seorang
manusia berjiwa terbuka yang bermulut tajam."
Senyuman diujung bibirnya mendadak lenyap tak
berbekas, kemudian ujarnya lagi.
"Adapun maksud kami mengundang kehadiranmu
kemari, karena ada sedikit urusan penting yang hendak
dirundingkan denganmu!"
"Persoalan apa yang hendak dirundingkan"
"Sudah lama Buncu perguruan kami mendengar akan
nama besarmu, maka sengaja beliau mengundang
kedatangan saudara kemari untuk..."
"Minta kepadaku untuk bergabung dengan perguruan
kalian?"
"Bergabung sih tak berani, kami hanya mengharapkan
suatu kerja sama, asal kau bersedia untuk kerja sama
dengan kami, jika suatu ketika usaha kita berhasil maka
hasilnya kita bagi secara adil"
0000OdwO0000
BAB 42
KEMBALI Ong Bun kim tertawa dingin.
"Heeehhh....heeehh....heeehhh.... sayang sekali aku tidak
mempunyai ambisi sebesar ini!"
Agaknya pihak lawan sana sekali tidak dibuat gusar oleh
jawaban dari Ong Bu kim tersebut, sambil tertawa ewa
kembali katanya.
"Penolakan anda sudah berada dalam dugaan Buncu
kami, cuma apakah saudara ingat akan..."
*"Dewi mawar merah masudmu?" tukas pemuda itu
sambil mendengus.
"Betul!"
"Sekarang ia berada dimana?"
"Tentu saja berada dalam perguruan kami!"
"Sudah mati atau masih hidup?"
Orang itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh hsaahhh.. ..haaahhh kau terlalu memikirkan
yang bukan-bukan, masa, ia bakal mati?"
"Aku ingin bertemu dengannya!"
"Boleh saja!"
Dengan suara dalam dan berat Hu Buncu berseru:
"Tongcu bagian penyampaian perintah, siap terima
perintah!"
"Tecu siap menerima perintah!"
Dari depan istana berkelebat keluar seorang manusia
tanpa sukma dan berdiri dengan penuh hormat didepan
wakil ketuanya.
"Sampaikan perintah kepada Tongcu bagian penyiksaan
agar menghadap kemari!"
"Baik!"
Selesai menyahut, ia putar badan dan berjalan menuju ke
ruang batu lainnya.
Ong-Bun-kim yang mendengar ucapan tersebut
merasakan hatinya bergetar keras, rasa ngeri dan seram
melintas diatas wajahnya, siapakah Tongcu bagian siksa
itu? Apakah dia adalah Dewi mawar merah?
Tidak, tidak mungkin, hal ini tidak mungkin terjadi.
Tuan penolong dari Dewi mawar merah ketua
perkumpulan Hui yan pang serta segenap aaggota
perguruannya telan tewas ditangan orang-orang tanpa
sukma, tak mungkin ia akan menggabungkan diri dengan
perguruan Yu leng bun.
Lantas siapa pula Tongcu ruang bagian siksa?
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak Ong
Bun kim, mendadak terdengar suara langkah manusia
berkumandang memecahkan keheningan, ketika ia
berpaling, anak muda tersebut segera menjerit tertahan,
dadanya seperti dihantam dengan martil berat, sekujur
tubuhnya kontan saja bergetar keras.
Terlihatlah si Dewi mawar merah diiringi dua orang
Manusia tanpa sukma dan Tongcu bagian penyampaian
perintah muncul dari balik sebuah ruangan batu dan
berjalan menuju ke ruang tengah.
Peristiwa yang sama sekali diluar dugaan ini segera juga
menggetarkan hati Ong Bun kim.
Dengan langkah yang lemah gemulai Dewi mawar
merah berjalan ke hadapan wakil ketua dari perguruan Yu
leng-bun itu, setelah memberi hormat katanya:
"Lapor Hu-buncu, ada persoalan apa kau mengundang
kehadiranku?"
"Yap tongcu, Sahabatmu Ong tayhiap datang
menjengukku?"
"Oya..."
Pelan-pelan Dewi mawar merah mengalihkan sorot
matanya ke wajah Ong Bun-kim, lalu dengan paras muka
berubah sapanya sambil tertawa.
"Ong Bun-kim kau masih kenal dengan aku Yap Soh
cu?"
Tak terlukiskan rasa kaget dan gusar Ong Bun kim
menyaksikan kejadian tesebut, dia berusaha keras menekan
perasaan marahnya, lalu jawabnya agak ketus:
"Tentu saja aku masih kenalimu!"
"Baik-baikkah selama ini?"
"Terima kasih banyak atas perhatianmu!"
Dewi bunga mawar mulai tertawa cekikikkan, suara
tertawanya membawa nada kalap yang menyeramkan.
Secara tiba-tiba Ong Bun-kim merasa bahwa perempuan
itu se-olah-olah telah berubah menjadi seorang perempuan
yang lain. seorang perempuan keji yang mengerikan.
Senyuman dibibir Dewi mawar merah mendadak lenyap
tak berbekas, kemudian serunya:
"Ong Bun kim, kau tidak menyangka bukan kalau aku
telah menggabungkan diri dengan perguruan Yu leng bun?"
"Kau kau benar-benar telah bergabung dengan perguruan
Yu leng bun ?"
"Benar !"
"Kau..."
Hampir meledak dada Ong Bun kim saking gusarnya,
untuk sesaat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Bukankah aku baik-baik saja?" kata Dewi mawar merah
sambil tertawa lebar.
"Kau... kau..."
"Ehh kenapa kau menjadi marah? Ong Bun kim, kami
sengaja mengundangmu kemari karena ada sedikit
persoalan yang hendak dirundingkan denganmu..."
Ong Bun kim tertawa seram, suara tertawa yang keras itu
segera memotong ucapan Dewi mawar merah yang belum
habis, hardiknya dengan suara seperti geledek.
"Kau suruh akupun bergabung dangan perguruan Yuleng
bun?"
"Betul!"
"Dewi mawar merah, rupanya aku telah salah menilai
akan dirimu!"
"Tidak, kau sama sekali tidak salah menilaiku!"
"Kau sudih mslupakan dendam berdarah dari gurumu?"
Paras muka Dewi mawar merah berubah hebat.
"Tidak melupakan..."
"Lantas kau..."
"Aku telah bertemu dengan Yu-leng lojin, aku tahu
bahwa Yu-ieng lojin adalah seorang yang baik sekali."
"Apa? Kau bilang apa?"
"Yu leng lojin adalah seorang manusia berbakat yang
berilmu tinggi, ia berhati bajik dan penuh welas kasih, apa
yang dipikirkan selama ini hanyalah bagaimana caranya
menolong umat manusia didunia, dia adalah seorang yang
baik sekali, aku mengaguminya, akupun menaruh hormat
kepadanya, oleh karena itu aku bersedia masuk menjadi
anggota perguruannya."
"Dewi mawar merah, kau..." saking marahnya Ong Bun
kim sampai tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Oleh karena itulah aku minta kepadamu untuk
bergabung dengan perguruan Yu leng bun, mari kita
bersama-sama merajai dunia persilatan,.," ujar Dewi mawar
merah lebih jauh.
"Kentut busuk !" bentak Ong Bun kim dengan gusarnya.
Dewi mawar merah sama sekali tidak menjadi marah, ia
masih tetap tertawa lebar.
"Ong Bun kim!" demikian katanya, "Aku berbuat
demikian adalah demi kebaikanmu..."
"Dewi mawar -merah!" bentak Ong Bun kim sangat
gusar, "apakah kau sudah lupa akan budi pemeliharaan dan
didikan dari gurumu selama puluhan tahun ini? Kenapa kau
rela menggabungkan diri dengan perguruan dari musuh
besarmu sendiri ?"
"Padahal berbicara sesungguhnya, dia sendirilah yang
pantas dibunuh bukan ketua perguruan Yu-leng bun..."
"Apa? Kau bilang apa?"
Sekujur badan Ong Bun kim gemetar keras ia sudah tak
dapat mengendalikan lagi kobaran hawa amarah yang
berkobar dalam dadanya.
"Padahal Hian ih li-hiap (pendekar wanita berbaju hitam)
lah. pembunuh yang sesungguhnya." ujar Dewi mawar
merah lagi dengan suara dingin.
"Apa? Kau perempuan rendah yang tak tahu malu..."
Ong Bun kim tak mengendalikan kobaran hawa
amarahnya lagi, sambil membentak gusar ia menerjang ke
arah Dawl mawar merah, telapak tangan kanannya diayun
dan sebuah pukulan telah dilepaskan.
Serangan yang dilancarkan Ong Bun kim dalam keadaan
gusar ini betul-betul cepat seperti sambaran kilat,
kehebatannya tak boleh dianggap enteng. .
"Tahan!" bentak Dewi mawar merah dengan suara
dingin.
Telapak tangan kanannya diayunb ke depan
membedndung serangan adari Ong-bun-kibm, lalu
tubuhnya melompat mundur tujuh delapan langkah dari
tempat semula.
Hawa napsu membunuh yang amat tebal telah
menyelimuti seluruh wajah Ong Bun-kim, kembali
bentaknya.
"Dewi mawar merah, aku hendak mewakili gurumu
untuk membunuh kau!" Dewi mawar merah tertawa dingin.
"Ong Bun kim, apakah kau tidak bersedia mendengarkan
nasehatku yang baik ini..."
"Kau perempuan sialan yang melupakan kebaikan orang,
aku bersumpah hendak membunuhmu sampai mati!"
"Ong Bun-kim, kenapa kau menolak arak kehormatan
dan memilih arak hukuman."
Saking marah dan mendongkolnya, sekujur tubuh Ong
Bun kim bergetar keras, sambil membentak tubuhnya
menerjang ke arah Dewi mawar merah dengan kecepatan
luar biasa, suatu pukulan dahsyat yang mengerikan segera
dilontarkan keluar.
Desingan angin tajam yang luar biasa dan mengandung
hawa pembunuh dari Ong Bun-kim itu secepat kilat
menggulung tubuh Dewi mawar merah, yang mana
membuat gadis itu berubah muka.
Telapak tangan kenanya diputar untuk menangkis
ancaman lawan, sementara tubuhnya berkelebat menyingkir
ke samping.
Ong Bun-kim tak sudi melepaskan kesempatan tersebut
dengan begitu saja... tubuhnya berputar kencang, dua buah
pukulan berantai dilepaskan, serang yangan lebih
mendekati adu jiwa ini membuat Dewi mawar merah tak
mampu lagi melepaskan serangannya.
Mendadak Dewi mawar merah membentak nyaring,
tubuhnya berputar kencang, dalam keadaan terancam
telapak tangan kanannya melancarkan sebuah bacokan,
serangan tersebut kontan memaksa tubuh Ong Bun kim
harus mundur sejauh tiga depa.
Mendadak bayangan manusia barkelebat lewat,
menyusul kemudian seseorang membentak keras:
"Tahan!"
Mengikuti berkelebatnya bayangan manusia itu, tiba-tiba
Ong Bun kim merasakan tibanya segulung angin pukulan
bsrhawa dingin yang memaksanya mundur sejauh tujuh
delapan langkah.
ketika ia mendongakkan kepalanya, tampaklah olehnya
bahwa orang yang melancarkan sergapan itu ternyata bukan
lain adalah Hu buncu, si wakil ketua dari perguruan Yu
leng bun.
"Hei, mau apa kau?" bentak Ong Bun kim dengan gusar.
"Kau anggap tempat ini adalah btempat nenekmu dyang
boleh dibiakin onar seenakbnya?" tegur wakil ketua itu
dengan dingin.
Ong Bun-kim menggertak giginya menahan diri, lalu
bentaknya kembali dengan suara keras.
"Dewi mawar merah, kau betul-betul tak mau sadar dari
pikiran setan mu?"
"Kau sendiri yang tak mau sadar dari pikiran setanmu!"
Ong Bun kim tertawa seram.
"Haahhh... haaahhh... haaahhh... bagus, bagus sekali,
akan kupunahkan semua kalian siluman-siluman bangsat
yang tak tahu diri."
Menyusul bentakan keras, Ong Bun-kim mencabut
keluarkan harpa besinya dan langsung dihantamkan
ketubuh wakil ketua dari perguruan Yu leng bun itu dengan
suatu serangan dahsyat.
"Kau pingin mampus?" bentak Hu buncu marah.
Telapak tangan kanannya diputar dan ia lepaskan sebuah
pukulan dahsyat pula kedepan. Bayangan manusia saling
berputar dengan cepatnya, dalam waktu singkat ke dua
belah pihak telah saling menyerang tiga jurus.
Walaupun Ong Bun kim sedang beradu jiwa tapi tenaga
dalamnya masih tetap bukan tandingannya dari kepandaian
Hu buncu.
Secara beruntun, ia kena didesak mundur sejauh tujuh
delapan langkah dari posisi semula.
"Ong Bun-kim!" bentak Hu buncu kemudian dengan
suara keras, "kenapa kau begitu tak tahu diri?"
"Kentut busuk, sambutlah sebuah pukulan-ku lagi"
Ditengah bentakan keras, harap besinya secara beruntun
melancarkan kembali ke tiga buah serangan berantai.
Hu buncu tertawa dingin, katanya kemudian.
"Kalau memang demikian, kau jangan salahkan aku lagi
bila akan bertindak kejam!"
Secepat kilat ia menubruk ke muka, tubuhnya berputar
kesana kemari, dan secara beruntun dia pun melancarkan
tiga buah pukulan kilat.
Hawa pukulan yang kuat dan berhawa dingin membuat
Ong Bun kim tak kuasa menahan diri, mimpipun pemuda
itu tak mengira kalau ilmu silat yang dimiliki wakil ketua
dari perguruan Yu leng-bun tersebut ternyata sedemikian
lihaynya.
Tak sampai tiga gebrakan lagi, sudah pasti dia akan
terluka oleh pukulan dahsyat yang berhawa dingin itu.
Mendadak. suatu bentakan yang bernada dingin tapi
berat, pelan-pelan berkumandang diudara.
"Tahan!"
Suara rtersebut seakant-akan mengandunqg daya
pengaruhr yang tak terkirakan besarnya, begitu mendengar
seruan tersebut, dengan kekuatan Hu-buncu menarik
kembali serangan nya dan mundur kebelakang.
Untuk sesaat lamanya, suasana dalam ruangan istana itu
menjadi sunyi sepi tak kedengaran sedikit katapun.
"Hu Buncu!" kembali suara itu berkumandang.
"Hamba disini!"
"Kau sebagai seorang wakil tuan rumah dari perguruan
kami. kenapa melayani tamu dengan cara seperti itu?"
"Baik! Baik!"
"Menganiaya orang dengan mengandalkan ilmu silat
merupakan suatu pelanggaran yang tak terampuni dalam
perguruan kita."
"Hamba tahu salah!"
"Apalagi Ong sauhiap adalah tamu yang sengaja
kuundang datang, mana boleh kau bersikap seperti itu
kepada tamuku?"
"Hamba tak akan berani berbuat salah lagi!".
"Baik!" kata suara menyeramkan itu lagi "mengingat
pelanggaran ini baru kau lakukan untuk pertama kalinya,
kuampuni kesalahanmu itu!"
"Terima kasih majikan!"
Setelah sirapnya suara itu, suasana disekitar tempat
tersebut pulih kembali dalam keheningan.
Selama pembicaran tersebut berlangsung tadi, Ong-Bun-
Kim telah pasang telinga baik baik untuk memperhatikan
sumber dari suara itu, tapi ia tak berhasil menentukan dari
arah manakah suara tersebut berasal, ia hanya merasa suara
pembicaraan tadi seakan-akan berkumandang datang dari
empat arah delapan penjuru.
Setelah hening sekian lamanya, tiba-tiba suara berat yang
menyeramkan itu kembali berkumandang; "Yap tongcu!"
"Tecu siap menanti perintah dalam ruangan!" jawab
Dewi mawar merah dengan hormat.
"Bawa Ong sauhiap datang menjumpaiku!"
"Baik!"
Ong Bun-kiam yang mendengar ucapan tersebut segera
berubah wajahnya, dengan dingin ia berkata.
"Yakinkah engkau bahwa aku pasti akan pergi
menjumpaimu?"
"Bukankah kau datang kemari untuk menjumpai diriku?"
suara menyeramkan itu balik bertanya sambil tertawa.
"Benar!"
"Kalau begitu, tentu saja kau akan datang untuk
menjumpai diriku!"
"Tapi sekarang aku telah berubah rencana semula!"
"Tak ingin menjumpaiku? Ataukah tidak berani datang
menjumpaiku?"
"Kenapa aku tak berani menjumpaimu? Aku hanya tak
ingin menjumpai dirimu saja!"
"Apakah kau tak ingin mengetahui manusia macam
apakah aku ini?"
"Tidak ingin!"
"Kau juga tak ingin mengetahui macam apakah raut
wajahku?"
"Tidak ingin!"
"Haaahhh. haaahhh.. ...haaahhh aku tahu sekarang,
rupanya kau merasa takut!"
"Takut?" Ong Bun-kim tertawa dingin tiada hentinya,
"selama hidup aku Ong-Bun-kim tak punah mengenai arti
kata takut, jangan harap kau bisa menakut nakuti diriku!"
"Bagus sekali, aku ingin mengucapkan sepatah kata
kepadamu, apakah kau percaya?"
"Apa yang hendak kau katakan?"
"Seandainya kau berjumpa denganku, aku percaya kau
pasti akan bergabung dengan perguruan kami!"
0000OdwO0000
BAB 43
UCAPAN tersebut kontan saja membuat paras muka
Ong Bun kim berubah hebat. "Aku tidak percaya dengan
perkataanmu itu!" serunya.
"Kalau tidak percaya, apa salahnya-bila kau masuk ke
dalam untuk membuktikannya sendiri?"
Pancingan tersebut kontan saja membangkitkan
kemarahan dihati Ong Bun-kim.
Ia tidak percaya kalau musuhnya memiliki kepandaian
sehebat itu sehingga setelah ia berjumpa dengan lawan,
maka ia akan bersedia masuk menjadi anggota perguruan.
"Kau mempunyai keyakinan tersebut?" tegurnya sambil
tertawa dingin.
"Yaa, seratus persen pasti benar!"
"Andaikata setelah berjumpa denganmu-nanti aku masih
tetap tak bersedia masuk menjadi anggota perguruanmu"
"Terserahblah kau mau berdbuat apa saja!"a
"Bagus sekali!b"
Baru selesai Ong Bun-kim berkata, suara yang berat dan
menyeramkan itu kembali berkumandang.
"Yap tongcu !"
"Tecu siap menerima perintahmu!"
"Bawa Ong Bun-kim masuk lewat pintu nomor tiga!"
"Baik!"
Selesai menjawab, Dewi mawar merah melirik sekejap ke
arah Ong Bun-kim dan berkata kembali. "Ong Bun-kim.
mari kita berangkat !"
Ong Bun-kim memandang sekejap ke arah Dewi mawar
merah, dalam keadaan demikian terpaksa ia harus menekan
kobaran hawa amarahnya, ia memberi tahu kepada diri
sendiri asal bisa keluar dari perguruan Yu leng bun, maka ia
harus berusaha keras untuk membawa serta Dewi mawar
merah keluar dari tempat itu, dan yang paling penting
sekarang adalah menjumpai Yu leng lojin lebih dulu.
Ia tidak percaya kalau Yu leng lojin memiliki
kemampuan yang demikian hebatnya, sehingga dirinya
bersedia masuk menjadi anggota perguruan Yu leng bun
setelah berjumpa dengannya.
Kedengarannya hal tersebut mirip dengan suatu dongeng
saja, tapi ia tak berani bertindak gegabah, sebab dari
pembicaraan Yu leng lojin, dapat diketahui bahwa ia
mempunyai keyakinan seratus persen terhadap kejadian itu.
Ketika Ong Bun kim menyaksikan Dewi mawar merah
berjalan menuju ke belakang istana, terpaksa dia harus
mengikuti pula dibelakangnya, sebab ia ingin tahu kejadian
yang bakal berlangsung selanjutnya .
Pada saat Ong Bun kim sedang berjalan menuju ke
belakang inilah, mendadak terdengar suara gelak tertawa
nyaring berkumandang datang dari luar istana tersebut.
"Haaafah haaah....haahh Ong Bun kim, cepat amat
perjalananmu!"
Ong Bun kim merasa terkesiap mendengar suara itu,
demikian pula dengan kawanan jago dari perguruan Yu
leng bun yang ada di sana, rata-rata merasa terperanjat oleh
datangnya seruan yang muncul secara tiba-tiba itu.
"Siapa disitu?" - Wakil ketua dari perguruan Yu leng bun
segera membentak keras.
Suara langkah kaki yang lamban berkumandang
memecahkan keheningan, tampaklah si kakek berambut
putih yang misterius itu pelan-pelan berjalan masuk
kedalam istana.
Hampir saja Ong Bun-kirn menjerit tertahan setelah
menjumpai kakek misterius itu.
Paras muka Wakil ketua dari pebrguruan Yu-lengd-bun
berubah heabat, lalu bentabknya. "Siapa kau?"
"Haaahhh haaahhh haaahhh kenapa kalian musti
mengurusi siapa aku!" kata kakek berambut putih itu sambil
tertawa terbahak-bahak.
Dengan sekali lompatan, wakil ketua dari perguruan Yu
leng-bun itu menerjang ke hadapan si kakek berambut
putih, kemudian hardiknya.
"Ada urusan apa kau datang kemari?"
"Mencari orang!"
"Siapa yang kau cari?"
"Ong Bun-kim!"
"Locianpwe, kau sedang mencari aku?" tegur Ong Bunkim
dengan wajah berubah.
Kakek berambut putih itu kembali tertawa terbahak
bahak.
"Haaahh........baaahhh ..haaahhh..... benar, bukankah
kita telah berjanji untuk datang kemari bersama-sama?
Kenapa kau nyelonong masuk seorang diri?"
Ong Bun kim agak tertegun, diam diam dampratnya:
"Betul-betul ketemu setan disiang hari bolong, sejak
kapan aku berjanji denganmu?"
Tapi pikiran lain segera melintas dalam benaknya, ia
tahu bahwa ucapan tersebut pasti mengandung maksudmaksud
tertentu.
Maka setelah berpikir sebentar ia berkata.
"Aku tak ingin kau datang sendiri kemari maka aku
datang lebih duluan."
"Mengapa kau kuatir tulang-tulang tuaku ini bakal
berserakan disini? Jangan kuatir: aku kan sudah masuk peti
mati separuh bagian, kalau kau si bocah muda pun tidak
takut, kenapa aku musti takut?"
Tercekat Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan itu.
Dari ucapan kakek berambut putih itu dapat diketahui
bahwa tempat itu berbahaya sekali, jika ia sudah masuk
kesitu, berarti tiada harapan lagi untuk keluar dari situ
dengan selamat.
"Keliru besar bila kau berkata demikian!" kata Hu-buncu
tiba-tiba dengan membentak.
"Bagian mana yang keliru?"
"Jika kau datang ke perguruan kami dengan maksud
mencari orang, kenapa tidak lapor kedatanganmu kepada
anggota perguruan kami?"
Kakek berakibat putih itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh haaahh haaahh rupanya karena soal itu,
saudara keliru besar, adalah mereka yang tidak masuk
untuk memberi laporan, bukannya aku tidak suruh mereka
masuk untuk memberi lapor lebih dulu."
"Arpa maksud perkattaanmu itu?"
"Mqereka terlalu mralas, sekarang mungkin lagi tidur di
mulut gua sana..!"
"Apa? Kau..."
Kakek berambut putih itu masih juga tersenyum, kembali
ujarnya:
"Maaf seribu kali maaf, mereka sudah tertidur pulas
dimulut gua sana."
"Jadi kalau begitu kau masuk kemari seorang diri?"
"Memangnya kenapa?"
Wakil ketua dari perguruan Yu-leng-bun merasa bahwa
hal ini tak mungkin terjadi, sebab semua lorong dalam gua
diatur menurut kedudukan sebuah barisan, kecuali belasan
orang anggota perguruan tingkat atas yang mengetahui
rahasia dari barisan tersebut, boleh dibilang tiada seorang
anggota lain yang memahaminya.
Mungkinkah kakek berambut putih ini bisa masuk keluar
sekehendak hatinya sendiri?
Kemudian kakek berambut putih itu tertawa terbahakbahak.
"Haaahhh haaahhh......haaahhhh..... Hu buncu, kau tak
usah kuatir, kalau cuma barisan Pat kwa-tin sih masih
belum cukup untuk mengurung aku si tua bangka di sini"
Sekali lagi paras muka Hu Buncu berubah hebat,
mimpipun ia tak mengira kalau kakek berambut putih itu
dapat memahami barisan yang di-atur dalam lorong gua
tersebut.
Dari malu ia menjadi gusar, segera katanya:
"Ooh kalau begitu, maksud kedatanganmu memang
mengandung niat yang tidak baik!"
"Darimana kau bisa berkata demikian?"
"Menyusup masuk kedaerah terlarang perguruan kami
dengan cara yang tak tahu diri, aku ingin lihat sampai
dimanakah kelihayan ilmu silat yang kau miliki itu sehingga
berani datang mengacau kemari!"
"Haaahhh....haaahhh...haaahhh.... ada apa? Kau ingin
main kekerasan....?" ejek kakek berambut putih itu sambil
terbahak-bahak.
"Betul!"
"Haahaa... buat apa?"
"Aaah, tutup mulut anjingmu! Lihat serangan !"
Diiringi bentakan nyaring, wakil ketua dari perguruan
Yu leng bun itu menerjang maju ke depan, secepat kilat
tangan kanannya melancarkan sebuah cengkeraman
mencakar wajah kakek berambut putih itu.
Sementara tangan kanannya melancarkan cengkeraman,
tangan kirinya melepaskan pula sebuah pukulan.
"Hey,apakah begini cara kalian menyambut kedatangan
seorang tamu agung ?" bentak kakek berambut putih itu.
Ditengah bentakan yang amat keras, tangan kanannya
diayun ke muka membendung datangnya ancaman tersebut.
Daya kekuatan yang tercantum dalam tangkisan tersebut
kelihatannya biasa dan tiada sesuatu yang aneh! padahal
sesungguhnya dibalik kesederhanaan itu justru tersimpanlah
suatu daya kekuatan yang betul-betul mengerikan hati.
"Bangsat, kau pingin mampus rupanya!" bentak Hu
Buncu dengan suara menggelegar.
Tangan kirinya segera diayunkan ke muka melepaskan
sebuah pukulan untuk menyongsong datangnya ancaman
dari tangan kanan kakek berambut putih itu.
Bayangan manusia saling menumbuk dan berputar
kencang, lalu dua bayangan saling berpisah kesamping.
Tampak wakil ketua dari perguruan Yu leng-bun itu
mundur belasan langkah dengan sempoyongan sebelum
akhirnya dapat berdiri tegak, mukanya pucat pias seperti
mayat, peluh dingin mengucur keluar dengan derasnya
membasahi kening dan jidatnya.
Pertarungan antara dua jago tangguh memang selalu
dilangsungkan dengan kecepatan luar biasa, Ong Bun kim
yang berdiri disamping sama sekali tak sempat melihat jelas
jurus serangan apakah yang dipergunakan kakek berambut
putih itu untuk memukul mundur si wakil ketua.
Sambil tertawa hambar kakek berambut putih itu
berkata:
"Hu Buncu, bila pertarungan ini dilangsungkan lebih
jauh, akhirnya pasti akan terjadi suatu keadaan yang
mengerikan."
"Sii.... siapakah kau?" bentak Hu Buncu dengan
gusarnya.
"Siapakah aku tak perlu kau ketahui, sebab ini tak
penting bagimu!"
"Sebenarnya ada urusan apa kau datang kemari?"
"Waaah.. . waah Hu Buncu, aku lihat telingamu pasti
tuli atau banyak kotorannya, bukankah sudah kukatakan
kepadamu bahwa aku datang kemari untuk mencari Ong
Bun kim?"
"Mau apa kau mencari dirinya?"
"Aaah! Soal itu sih tak perlu bkau ketahui, podkoknya itu
urusaanku dengannya.b..!"
Hu Buncu segera tertawa dingin.
"Saudara, aku harap kau mengerti, sekalipun kau bisa
masuk kemari dengan gampang, waktu pergi tidaklah
semudah apa yang kau bayangkan semula, mengerti...!"
"Oooh, soal itu sih kuketahui" ia melirik sekejap kearah
Ong Bun kim, lalu ujarnya lebih jauh, "Ong Bun kim mari
kita pergi tinggalkan tempat ini!"
"Pergi?"
"Benar! Bukankah kita telah berjanji akan pergi ke
tempat yang lain ?"
Paras muka Ong Bun kim berubah.
"Tapi sekarang aku ingin masuk ke dalam dan
menjumpai Yu leng lojin lebih dahulu, kami telah bertaruh
untuk persoalan itu"
"Tapi kau telah berjanji lebih dulu denganku, kita harus
selesaikan dahulu persoalan diantara kita berdua!"
Diri pembicaraan tersebut. Ong Bun kim segera dapat
menarik kesimpulan kalau kakek berambut putih itu merasa
takut sekali dengan Yu leng lojin, bahkan berusaha dengan
segala kemampuan untuk menghalanginya masuk kedalam.
Maka setelah berpikir sebentar, ujarnya sambil
tersenyum:
"Tapi sekarang aku belum ingin pergi meninggalkan
tempat ini!"
Paras muka kakek berambut putih itu berubah hebat,
teriaknya dengan peauh kegusaran:
"Bocah muda kau tak akan menyesal?"
"Menyesal apa?"
"Dia toh menyetujui syarat syaratku lebih dahulu,
mengapa secara tiba tiba enggan pergi bersamaku?"
"Omong kosong!" bentak Ong Bun kim pula dengan tak
kalah gusarnya.
Bocah muda rupanya kau cari mampus....
Kakek berambut putih Hu membentak gusar, lalu secepat
kilat menerjang kehadapan Ong Bun kim dan
mencengkeram tubuhnya.
Mendadak.... dissat kakek berambut putih itu
melancarkan serangannya, wakil ketua dan congkoan
perguruan Yu-leng bun ikut pula bergerak, dalam waktu
yang bersamaan mereka lompat ke depan menghadang
jalan pergi kakek itu, kemudian masing-masing
melancarkan sebuah pukulan mematikan.
"Kalian cari mampus?" bentak kakek berambut putih
setengah menjerit.
Hu Buncu tertawa dingin.
"Heeebhh... heeehhh..d heeehhh aku kuaatir kau
sendirbilah yang sudah kepingin mampus!."
"Bagus sekali!"
Bersama dengan ucapan itu, tubuh si kakek berambut
putih melompat ke depan sekali lagi, dengan kecepatan luar
biasa ia lepaskan serangkaian pukulan dahsyat.
Wakil ketua dan Congkoan dari perguruan Yu-leng bun
tidak ambil diam, serentak mereka menghadang kembali
perjalanan lawan sambil melancarkan pula pukulanpukulan
untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Bayangan manusia saling berputar dan menyambar,
tampaknya suatu pertarungan sengit segera akan berkobar.
"Tahan !" mendadak bentakan keras dengan suara yang
menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan.
Bentakan tersebut kembali berasal dari mulut Yu-leng
Lojin.
Ong Bun kim merasa hatinya bergetar keras, ia tak tahu
apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Sementara bentakan itu telah berkumandang, ketiga
sosok bayangan manusia yang sedang bertarung itu pun
sama-sama melompat mundur ke belakang dan berdiri
dengan wajah serius.
Kakek berambut putih itu memandang sekejap sekeliling
tempat itu, lalu membungkam dalam seribu bahasa.
"Hu Buncu!" terdengar suara dari Yu leng lojin kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
"Hamba siap menerima perintah?"
"Aku lihat napsu angkara murkamu kian hari kian
bertambah besar?"
Paras muka Hu Buncu berubah hebat, dengan ketakutan
ia membungkam dalam seribu bahasa.
"Hmm! Turun tangan secara sembarangan, lupakah
bahwa dirimu adalah wakil tuan rumah dari perguruan
kita?" kembali suara Yu-leng lojin menegur dengan ketus.
"Hamba tak akan melupakannya!"
"Kalau kau sudah tahu bila orang itu adalah tamu kita,
mengapa kau ucapkan kata-kata yang tak senonoh?"
"Hamba tahu salah!"
"Baik, tadi aku sudah mengampuni kau sekali, maka kali
ini kau musti menampar mulut sendiri empat kali!"
"Terima kasih Buncu!"
Selesai berkatar dia terus mengtayunkan telapakq
tangannya dan rmenggampar mulut sendiri sebanyak empat
kali.
"Plak! Plook! Plaak! Ploooook!" tamparan itu keras,
membuat sepasang pipinya kontan saja menjadi merah dan
membengkak besar.
Tercekat perasaan Ong Bun-kim setelah menyaksikan
adegan tersebut, ia tak mengira kalau lawan akan
menghukum wakil ketuanya dihadapan orang lain.
Sesudah menampar mulut sendiri, bagaikan seekor ayam
jago yang kalah bertarung, wakil ketua dari perguruan tanpa
sukma itu berdiri membungkam di sisi arena dengan
sepasang tangan lurus ke bawah.
"Sobat!" suara dari Yu-leng lojin kembali berkumandang,
"aku telah menghukum anak buahku, rasanya sakit hatimu
telah terlampiaskan bukan?"
"Haaahhh haaahhh haaahhh yaa, bolehlah dikatakan
telah terlampiaskan!" sahut kakek berambut putih itu sambil
tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Sobat, apa maksudmu datang kemari? Benarkah kau
datang hanya untuk mencari Ong Bun-kim?"
"Betul!"
"Tapi sayang Ong sauhiap sudah keburu ada janji
denganku, selamanya, aku bekerja tanpa menyusahkan
siapapun juga, maka begini saja..."
"Bagaimana?"
"Bagaimana jika sobat bersama Ong sau-hiap masuk
kemari berbareng?"
Kakek berbaju putih itu kembali tertawa-terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahh.... haaaahh... begitu pun boleh juga,
sebab bagaimanapun juga aku toh sudah tua dan hampir
masuk liang kubur, jadi soal mati hidupku tak akan terlalu
kupikirkan lagi dalam hati."
Sekali lagi ia menyebutkan kata-kata yang sama, hal ini
membuat bulu kuduk Ong Bun kim pada bangun berdiri.
Bagaimanapun juga ia tidak percaya kalau Yu-leng lojin
adalah seorang manusia super yang berilmu tinggi, sehingga
barang siapa yang berani masuk ke dalam, jiwanya pasti
akan melayang.
"Yap tongcu....!" suara panggilan dari Yu leng-lojin
kembali berkumandang.
"Tecu siapa menerima perintah!"
"Bawa mereka masuk lewat pintu nomor tujuh!"
"Baik!"
Mendengar suara tersebut, sekali lagi Ong Bun-kim
merasa terperanjat, bukankan terang-terangan ia mendengar
kalau mereka dipersilahkan masuk lewat kamar ke tiga?
Kenapa sekarang dirubah menjadi kamar tujuh?
Mungkinkah disekitar tempat ini terdapat berpuluh puluh
buah pintu rahasia yang dipat menghubungkan tempat itu
dengan tempat tinggal Yu- leng-lo-jin?
00000OdwO00000
BAB 44
SEMENTARA ia masih termenung, si Dewi mawar
merah telah beranjak dan menuju ke ruang belakang.
Ong Bun-kim segera melirik sekejap kearah kakek
berambut putih itu, kemudian ikut pula masuk kebelakang:
Kakek berambut putih itu tidak banyak bicara, diapun
segera menyusul dibelakangnya.
Setelah masuk ke istana belakang, Dewi mawar merah
berbelok melalui sebuah lorong rahasia, lebih kurang lima
depa kemudian ia berhenti dan tangannya menekan sebuah
tonjolan batu karang diatas dinding.
Menyusul tekanan itu, terdengarlah bunyi gemerincing
yang amat nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, bersama menggesernya sebuah dinding batu ke
samping, muncullah belasan buah lorong rahasia yang
membentang ke empat penjuru.
Dewi mawar merah berjaian masuk ke dalam lorong ke
tujuh dari sebelah kanan dan menelusurinya dengan cepat.
Tiba-tiba kakek berambut putih ita berseru.
"Nona, kau tak perlu repot-repot menghantar kami, biar
kami berdua masuk sendiri!"
"Begitupun boleh juga!" sambut Dewi mawar merah
sambil tertawa dingin, lalu ia putar badan dan
mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggal dewi mawar merah dari situ, Ong Bun-kim
baru mengalihkan sinar matanya ke wajah kakek berambut
putih itu, betapa tercekatnya dia ketika menjumpai kakek
itu berdiri dengan wajah yang berat dan amat serius.
"Hei locianpwe, kenapa kau?" tanyanya kemudian.
Kakek berambut putih itu menempelkan bibirnya dekat
telinga anak muda itu, lalu tegurnya.
"Ong Bun-kim, apakah kau sedang mencari kematian
buat diri sendiri?"
Sembari berbisik, kskek berambut putih ini
menggerakkan sepasang tangannya terus menerus,
pancaran hawa murni yang berhebmbus disekitai dtempat
itu dengaan cepat memunabhkan suara pembicaraan
mereka hingga tak mungkin buat Yu-leng lojin untuk
menangkap pembicaraan mereka.
Sekali lagi Ong Bun kim meratakan katinya tercekat,
kembali ia bertanya tertegun.
"Kenapa?"
"Aku ingin bertanya," bagaimanakah taraf tenaga dalam
yang kau miliki jika dibandingkan dengan Dewi mawar
merah?"
"Tidak selisih banyak!"
Dewi mawar merah yang mempunyai dendam sakit hati
sedalam lautan dengan Yu leng lojinpun bisa dipengaruhi
sehingga menjadi anggota perguruan Yu leng bun apalagi
kau...."
"Aaah, masakah dia begitu hebat sehingga setiap orang
bisa tunduk kepadanya?"
"Benar, ia memang sangat Iihay karena kemungkinan
besar ia telah berhasil melatih ilmu hipnotis Gi sin tay hoat
(ilmu memindah sukma)"
"Aaaaah..." mendengar keterangan tersebut, Ong Bun
kim tak dapat mengandaikan rasa kagetnya lagi hingga
berseru tertahan.
"Selama banyak waktu, aku selalu melakukan
penyelidikan yang seksama dan orang itu mungkin sekali
adalah dia...."
"Siapa?"
"Sampai waktunya kau akan tahu dengan sendirinya,
dan Yu leng lojin yang sekarang kemungkinan besar adalah
orang itu!"
Sudah barang tentu Ong Bun kira tidak mengerti siapa
yang dimaksudkan oleh kakek berambut putih itu, cuma
kalau ditinjau dari sikap si kakek berambut putih yang
serius dan cemas, dapat diketahui bahwa lawannya pastilah
seorang manusia yang lihay sekali.
Konon menurut berita yang tersebar dalam dunia
persilatan, dikatakan bahwa ilmu Gi sin tay hoat
merupakan sebangsa ilmu sesat yang sangat lihay, ilmu itu
berdasarkan tatapan mata seseorang untuk mempengaruhi
orang lain melakukan kebaikan ataupun kejahatan tanpa
disadari oleh sang-korban sendiri, jadi sifatnya lebih mirip
dengan suatu ilmu Hipnotis.
"Kau mengatakan orang itu juga pandai ilmu hipnotis Gi
sin tay boat ?" seru Ong Bun kim dengan perasaan tercekat.
"Ketika itu dia belum bisa, tapi sekarang sulitlah untuk
dibicarakan..."
"Seandainya dia adalah orang yang sedang kau cari-cari,
bagaimana akibatnya?"
"Yaa, akibatnya sukar untuk dilukiskan lagi dengan katakata!"
sahut kakek itu sambil mengeluh.
Dengan perasaan bergidik Ong Bun kim memandang
wajah kakek berambut putih yang misterius itu tanpa
berkedip, beberapa kbali ia menggeradkkan bibirnya
saeperti hendak mbengucapkan sesuatu tapi setiap kali pula
niat tersebut diurungkan.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Kakek berambut
putih itu berkata lagi:
"Setelah berjumpa deagan Yu leng lojin nanti, aku harap
kau saka mendengarkan semua perkataanku, kalau tidak
maka kemungkinan besar jiwamu dan jiwaku akan lenyap
ditangannya, tahu kah kau?"
"Boanpwe tahu."
"Nah kalau begitu mari kita berangkat!"
Setelah berbicara sampai disitu, kakek berambut putih
itupun menghentikan pula gerakan tangannya, kemudian
setelah memandang ke lorong dikejauhan sana, ia
melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.
Ong-Bun-kim segera mengikuti dibelakangnya dengan
ketat.
Sepanjang perjalanan meski kakek berambut putih itu
berusaha keras memperlihatkan ketenangan dan
kesantaiannya, tapi siapapun dapat mengetahui bahwa hati
kecilnya adalah diliputi oleh ketegangan yang luar biasa.
Ong Bun-kim sendiripun merasakan jantungnya berdebar
keras setelah mendengar perkataan dari kakek berambut
putih itu, ia tahu sedikit salah bertindak maka bukan saja ia
bersama kakek itu tak bisa lolos lagi dari tempat ini, bahkan
kemungkinan besar akan dikendalikan dan dikuasahi
pikirannya oleh pengaruh Yu-leng lojin.
Bila dipikirkan kembali, sesungguhnya kejadian ini
memang merupakan suatu kejadian yang mengerikan
sekali, sudah barang tentu ia merasa terkesiap sekali.
Sementara itu mereka berdua telah tiba dihadapan
sebuah pintu batu yang amat besar.
Kakek berambut patih itu segera menghentikan
langkahnya sambil mendongakkan kepalanya, diatas
dinding karang terbacalah tiga huruf besar yang bertuliskan:
"YU-LENG-BUN"
"Yu-leng buncu!" dengan suara dingin kakek berambut
putih itu segera berkata, "kami sudah berada di sini kenapa
kau tidak membukakan pintu untuk kami?"
"Masuk saja kedalam, pintu itu tidak terkunci!" suara
dari Yu leng lojin kembali berkumandang dari dalam.
Kakek berambut putih itu tertawa dingin, setelah melirik
sekejap ke arah Ong Bun-kim, tiba-tiba dari sakunya ia
mengeluarkan sebutir pil dan memberi tanda kepada si-anak
muda itu agar menelannya.
Sebetulnya Ong Bun-kim ingin bertanya, tapi lantaran
kakek berambut itu telah memberi tanda kepadanya agar
rjangan bertanyat, maka dengan pqikiran penuh tarnda
tanya ia telan pil tersebut ke dalam perutnya.
Kakek berambut putih itu sendiripun menelan sebutir pil,
setelah itu baru mengerahkan tenaganya untuk mendorong
pintu.
Ruangan dibalik pintu adalah suatu tempat yang gelap
gulita, kakek berambut putih itu segera mengerling kembali
memberi tanda kepada Oag Bun-kim, kemudian berjalan
lebih duluan, terpaksa si anak muda itu mengiringi di
belakangnya.
Sekonyong-konyong...pada saat kakek berambut putih
dan Ong Bun-kin hendak masuk ke daiam pintu batu itulah,
bayangan manusia berkelebat lewat diiringi desingan dingin
yang tajam, menyusul kemudian muculnya dua sosok
bayangan hitam yang langsung menggulung ke arah tubuh
mereka berdua.
Sedemikian cepatnya perubahan tersebut berlangsung,
membuat kakek berambut putih iian Ong Bun-kim yang
sudah bersiap sedia-pun merasa agak kewalahan untuk
mengatasinya.
Sambil menggertak gigi, Ong Bu-kim segera
mengayunkan senjata harpa besinya untuk menyongsong
datangnya tubrukan dari bayangan hitam tersebut
Baru saja serangan dahsyat hendak dilancarkan, suara
bentakan dari Yu leng lojin telah menggelegar diruangan:
"Mundur!"
Bayangan hitam kembali berkelebat lewat secepat sukma
gentayangan tahu-tahu sudah lenyap kembali tak berbekas.
Menggigil keras tubuh Ong Bun-kim menghadapi
sergapan aneh tersebut, semenjak munculkan diri sampai
lenyap kembali dari pandangan mata ternyata Ong Bunkiam
tak mampu menangkap dengan jelas bayangan apakah
bayangan hitam tersebut.
"Manusia? Atau sukma gentayangan?" demikian ia
berpikir.
Paras muka si kakek berambut putih itu-pun berubah
hebat, baru saja ia hendak berbicara, tiba-tiba suara dari Yu
leng lojin yang misterius itu kembali telah berkumandang.
"Sobat! Anggota perguruanku tak tahu diri, biar
kumohonkan maaf bagi kelancangannya barusan!"
Kakek berambut putih itu tertawa ewa, lalu berjalan
masuk lebih dulu.
Ong Bun kim menyusul di belakang, ketika tiba dalam
ruangan ia merasa bahwa suasana disitu bukan cuma gelap
gulita saja, bahkan suhu udaranya amat dingin dan
membekukan badan.
Berbicara soal tenaga dalam yang dimiliki Ong Bun-kim
saat ini, boleh dibilang ia sudah memiliki tenaga sebesar
delapan puluh tahun hasil latihan, melihat dalam kegelapan
baginya adalah soal biasa, tapi benda yang berada dalam
ruangan tersebut ternyata tak mampu ia bedakan secara
jelas.
Ternyata keadaan itu dialami pula oleh si kakek
berambut putih, ia merasa kesulitan untuk menyaksikan
benda-benda yang berada disekitar ruangan gua itu.
Walaupun ilmu silat yang dimiliki mereka berdua cukup
lihay, dalam keadaan demikian kedua orang itu tak berani
masuk secara gegabah, maka untuk sesaat lamanya Ong
Bun kim berdua hanya berdiri saja didepan pintu.
Selang sesaat kemudian, suara teguran dari Yu-leng lojin
kembali berkumandang memecahkan keheningan:
"Sobat, kenapa tak berani masuk? Ataukah disebabkan
ruangan itu terlampau gelap?"
"Yaa, memang aku merasa terlampau gelap!" sahut
kakek berambut putih itu sambil tertawa ewa.
"Pengawal kanan!" Yu-leng lojin segera berseru.
"Hamba siap!", dibalik kegelapan segera berkumandang
kembali suara sahutan yang dingin.
"Pasang lampu!"
"Baik!"
Berbareng dengan berkumandangnya sahutan itu, setitik
cahaya tajam meluncur keluar dari balik ruangan, menyusul
kemudian sebuah lentera pun memancarkan cahayanya
menerangi sekeliling tempat itu, dengan cepat
pemandangan dalam ruanganpun tertampak jelas.
Kepandaiannya memercikkan api memasang lampu yang
baru didemonstrasikan itu betul betul mengejutkan hati
setiap orang.
Dengan meminjam sorotan cahaya lentera maka Ong
bun-kim dapat melihat bahwa ruangan tersebut adalah
sebuah ruangan batu yang mungil dan indah, luasnya tiga
empat kaki dengan perabot yang lengkap, pada ruangan
bagian belakang sana duduklah sesosok bayangan hitam.
Sayang sinar lentera itu amat lirih sehingga sukar melihat
jelas raut wajah orang itu meski demikian tanpa ditanyapun
dapat di ketahui bahwa orang itu adalah Yu leng lojin,
Buncu dari perguruan Yu leng bun.
Disekeliling tubuh kakek misterius itu, tampaklah selapis
cahaya berwarna yang aneh sekali.
Dengan suara dingin Ong Bun-kim segera menegur:
"Yu-leng lojin, kami telah tiba disini, ada urusan apa kau
memanggil kami. ?"
"Aku sudah tahu kalau kalian telah tiba disini." jawab
Yu-leng lojin ketus.
Kemudian setelah berhenti sebentar, sambil tertawa
katanya lagi:
"Sobat lama, masih ingatkah dengan aku?"
Ucapan "sobat lama" tersebut dengan cepat
menggetarkan perasaan kakek berambut putih itu, tapi
ketika dilihatnya sinar tajam memancar keluar dari balik
matanya, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
"Haaahhh ..haaahhh.....haaahhh....rupanya memang
kau!" serunya dengan lantang.
"Kenapa diluar dugaanmu?"
"Yaa, sedikit diluar dugaan!"
Paras muka Ong Bun kim ikut berubah, tanyanya tanpa
terasa:
"Locianpwe, siapakah dia?"
"Pak khek sin-mo (iblis sakti dari kutub utara), salah satu
dari Bu-lim sam lo (tiga dedengkot dari dunia persilatan)!"
Mendengar nama orang itu, Ong-Bun-kim kembali
merasakan hatinya bergetar keras, merinding rasanya ia
karena ngeri.
Mimpipun ia tak menyangka kalau Yu-leng lojin
ternyata adalah Pak-khek-sin mo, salah seorang diantara
Bu-lim sam lo. Yu leng lojin tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.. haaahhh haaahhh... setelah berpisah
puluhan tahun, sobat lama, bisa saling bertemu kembali,
kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut
digirangkan." katanya lantang, "wahai Tay-khek Cin kun.
aku lihat ilmu silatmu jauh lebih hebat daripada
kepandaianmu di-masa silam."
"Oooh. ! Jadi locianpwe adalah Tay khek Cinkun dari Bu
lim sam lo ?" sekali lagi Ong Bun kim berseru tertahan.
Kakek berambut putih itu manggut-manggut, mendadak
ia maju ke depan dan meng hampiri Yu leng lojin,
sementara iblis sakti dari kutub utara itu masih tetap duduk
tak berkutik ditempat semula.
Melihat rekannya maju, Ong Bun-kim pun segera
mengikuti dibelakang Tay-khek cinkun maju ke muka.
"Berhenti!" tiba-tiba Yu leng lojin membentak keras.
Menyusul bentakan keras dari Yu leng lojin tersebut, Tay
khek Cinkun dan Ong Bun-kim tanpa sadar ikut
menghentikan langkah kakinya.
Waktu itu, selisih jarak antara kedua belah pihak tinggal
dua kaki, sekarang secara lamat-lamat Ong Bun-kim dapat
melihat bahwa Yu-leng lojin adalah seorang kakek yang
kurus kering, ia duduk diatas sebuah kursi dengan sepasang
mata terbuka sedikit.
Tay-khek Cinkun tertawa ewa, lalu kembali tegurnya:
"Siu buncu, tidak kusangka ambisimu begitu besar,
setelah lewat puluhan tahun kau masih juga menjadi buncu
dari perguruan Yu leng-bun yang misterius..."
Yu leng lojin tertawa seram.
"Haaahh haaahh haaahh. mana, mana" katanya, "aku
orang she Siu tidak lebih hanya seorang murid sesat dari
golongan kiri, manusia semacam aku tidak pantas untuk
berhubungan dengan seorang pendekar besar seperti kau,
cuma heeehh....heeehh...heeehh..."
Setelah tertawa dingin tiada hentinya, ia membatalkan
ucapan selanjutnya dan menghentikan pembicaraannya
sampai diisitu.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, bentaknya.
"Yu leng buncu, aku datang kemari ingin membuktikan
dengan cara apakah kau hendak membuat diriku masuk
menjadi anggota perguruan secara sukarela."
Yu-leng Lojin tertawa terbahak bahak.
"Haaahh haaahh -haaahh .... keangkuhan dan kekerasan
hati Ong sauhiap memang sangat cocok dengan seleraku."
"Sayang sekali kau tidak cocok dengan seleraku." tukas
Ong Bun kim dengan geramnya.
Sekali lagi Yu leng lojin tertawa terbahak bahak.
"Haaah... haaahh... haaahh Ong sauhiap, lohu
bersumpah akan berusaha mendapatkan dirimu, walau
dengan cara apapun juga."
"Ingin kusaksikan dengan cara apakah kau bisa
mendapatkan diriku!"
Tay-khek Cinkun yang berdiam diri disisinya, mendadak
ikut berkata setelah tertawa terbahak-bahak:
"Buncu, apakah aku si sobat karibmu tidak menarik
perhatianmu?"
"Oooh tertarik, tentu saja sangat tertarik, kenapa?
Apakah kau pun berniat untuk masuk menjadi anggota
perguruanku?"
"Benar buncu, sungguh tak kusangka setelah berpisah
puluhan tahun, kau berhasil melatih ilmu hipnotis Gi-sin -
tay hoat yang maha dahsyat itu, mumpung ada kesempatan
lohu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu kepandaianmu
itu?"
"Tentu saja cuma ada satu persoalan ingin kutanyakan
terlebih dahulu kepadamu."
"Katakan!"
"Apa sebetulnya tujuan Buncu dengan mendirikan
perguruan Yu-leng-bun ini ?"
"Sobat, apakah kau tidak merasa bahwa pertanyaan itu
merupakan suatu pertanyaan yang sudah tahu tapi masih
bertanya lagi? Tentu saja Pun-buncu mendirikan perguruan
ini dengan maksud hendak menguasai seluruh dunia
persilatan."
"Ehmm. besar juga ambisimu!"
Yu-leng lojin tertawa hambar.
"Apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan, aku harap
kau suka mempercayainya" setelah tertawa angkuh,
terusnya. "Sobat, dengan tenang hati perguruan ksmi
membuka pintunya lebar-lebar untuk menerima siapapun
yang ingin menjadi anggota perguruan, tidak terkecuali pula
dirimu!"
Tay khek Sinkun tertawa nyaring.
"Buncu, apa salahnya bila kita bertaruh lebih dulu."
"Bertaruh apa?"
"Jika ilmu hipnotis Gi sin tay hoatmu dapat menyuruh
aku melakukan perbuatan di luar kesadaranku, maka aku
dan Ong Bun kira dengan suka rela bersedia masuk menjadi
anggota perguruanmu, bagaimana pendapatmu?"
"Bagus sekali!"
"Tapi sebaliknya jika ilmu Gi sin tay hoat mu gagal
untuk memerintahkan aku melakukan perbuatan diluar
kesadaranku?"
"Tentu saja kalian akan kulepas pergi dari sini"
"Aku menginginkan tambahan sebuah syarat lagi."
"Apa syaratmu?"
"Serahkan Yap tongcu kepadaku!"
"Soal ini..." Yu leng lojin termenung sejenak, akhirnya
setelah tertawa dingin sahutnya, "baiklah!"
Ong Bun kim segera merasakan jantungnya berdebar
keras sekali, walaupun suasana dalam ruangan remang itu
telah dilipiti ketegangan yang mengerikan, tapi taruhan
tersebut jauh lebih membetot perasaannya.
Dua orang tokoh persilatan yang maha dahsyat segera
akan melangsungkan suatu pertarungan yang bakal
mempengaruhi mati hidup mereka, dalam pertarungan
tersebut tiada orang yang saling pukul memukul, tidak pula
dengan senjata, tapi duel tersebut akan berlangsung dengan
biasa, sederhana dan tegang.
Bila dalam duel tersebut ternyata tenaga dalam yang
dimiliki Tay khek Cinkun tak sanggup melawan pengaruh
ilmu Gi sin tay hoat dari Yu leng lojin, maka mereka
berdua akan segera musnah dalam perguruan Yu leng bun
tersebut.
Dalam pertarungan ini Tay khek Cinkun tidak
mengijinkan Ong Bun kim untuk menerima tantangan dari
Yu leng lojin, hal ini tentu saja disebabkan tenaga dalam
yang dimiliki si anak muda itu masih belum cukup untuk
mempertahankan diri dari pengaruh ilmu Gi sin tay hoat
dari musuh.
Terdengar Yu leng lojin tertawa dingin, kemu dian
berkata:
"Sungguh tak kusangka setelah berpisah puluhan tahun,
kita masih punya kesempatan untuk beradu kekuatan,
kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut
digirangkan, betul bukan?"
"Betul!"
"Kemarilah lebih dekat kepadaku!"
oooOdwOooo
BAB 45
PELAN-PELAN Taykhek Cinkun menggeserkan
tubuhnya untuk maju lebih dekat lagi dengan Yu leng lojin.
Ong Bun kim yang mengawasi terus langkah kaki Tay
khek Cinkun, diam-diam merasakan hatinya tercekat, setiap
langkah kaki kakek itu seakan-akan membuat jantungnya
hampir saja melompat keluar dari rongga dadanya.
Akhirnya Tay khek Cinkun berhenti pada jarak tiga depa
dihadapan Yu leng lojin, katanya kemudian:
"Siau Buncu. aku telah bersiap sedia menerima pengaruh
ilmu Gi sin tay hoat mu itu!"
"Tataplah sepasang mataku tanpa berkedip" kata Yu leng
lojin dengan dingin, "dalam setengah jam kemudian, kita
akan mengetahui siapa yang lebih unggul dan siapa yang
lebih asor!"
"Bagus sekali!"
Sepasang mata Yu leng lojin yang terpejam itu
mendadak dipentangkan lebar-lebar, sepasang sinar mata
yang lebih tajam dari sembilu segera terpancar keluar dari
balik matanya dan mendatangkan perasaan bergidikb bagi
siapapun dyang melihatnyaa.
Sinar mata Taby khek Cinkun dialihkah ke atas mata Yu
leng lojin dan menatapnya lekat-lekat, selanjutnya mereka
berdua tak ada yang bergerak lagi...
Sekilas pandangan, cara beradu kekuatan semacam itu
amat sederhana dan biasa, seakan-akan ada dua orang
manusia yang saling bertatapan, tanpa suatu keistimewaan
apapun....
Tapi Ong Bun kim segera merasakan hatinya bergidik,
bulu roma tanpa terasa pada berdiri sendiri...
"Apa yang kau jumpai?" tiba-tiba Yu leng lojin tertawa.
Suara itu berat, rendah dan menyeramkan, membuat
siapapun yang mendengar serasa bergidik.
"Aku melihat sepasang matamu!" jawab Tay khek-
Cinkun dengan suara rendah.
Setelah, bergemanya tanya jawab itu suasana dalam
ruangan pulih kembali dalam keheningan.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa kedua orang itu
saling beradu kekuatan dengan hati yang sungguh-sungguh,
kalau disatu pihak berusaha mengerahkan tenaga sesatnya
untuk memperkuat tenaga pengaruh ilmu Gi-sin tayhoatnya,
maka yang lain berusaha melakukan perlawanan
dengan mengerahkan segenap tenaga dalam yang
dipunyainya.
Tak lama kemudian, dengan suara yang rendah dan
berat Yu leng lojin kembali berkata:
"Sobat, bukankah kau melihat suasana di tahun baru..
laki perempuan tua muda dengan pakaian yang berwarna
warni sedang berjalan disebuah jalan raya, bocah cilik
bermain petasan. yang tua bersalaman penuh- riang
gembira."
"Tidak!"
Setelah sepatah kata yang singkat suasana pulih kembali
dalam keheningan yang mencekam.
Ong Bun-kim tak berani menatap sepasang mata Yuleng-
lojin, sebab sorot matanya yang tajan dan mengerikan
itu cukup mendatangkan perasaan ngeri baginya.
Kurang lebih setengah perminum teh kemudian, suara
dari Yu leng lojin kembali berkumandang;
"Sobat, apakah kau melihat di sebuah jalan raya ada
seorang pengemis cilik?"
"Yaa...,. yaa.... aku melihatnya !" suara jawaban dari Tay
khek Cin kun kedengaran agak gemetar...
Mendengar jawaban tersebut, Ong Bun kim merasaaan
hatinya bergetar keras, hampir saja ia menjerit keras saking
kagetnya.
Mimpipun ia tak menyangka kalau Tay khek Cinkun
ternyata tak tahan menerima pengaruh dari ilmu Gi-sin-tay
hoat lawan, bahkan sekarang sudah mulai menyaksikan
pemandangan khayalan yang diciptakan olehnya.
Kenyataan tersebut sungguh merupakan suatu peristiwa
yang sangat menggetarkan perasaan Ong Bun kim.
-oo0dw0oo--
Jilid 15
SEKULUM senyuman bmulai menghiasid wajah Yuleng
alojin yang kurubs kering...
senyuman itu kelihatan kaku, dingin dan mengerikan
"Dalam musim apakah waktu itu?" dengan suara berat
dan dalam kembali ia bertanya.
"Musim dingin!"
"Pakaian apa yang dikenakan pengemis cilik itu?"
"Baju biru, baju yang dekil dan berlubang, ia kedinginan
hingga tubuhnya menggigil !"
"Lihatkah kau waktu itu muncul tiga empat orang bocah
yang berbaju perlente sedang berjalan menghampirinya."
"Yaa, ya, aku melihatnya!"
"Mereka sedang mencemoohnya, mengejeknya"
"Yaa, benar!"
"Lihatkah kau ada seorang bocah kecil berbaju hijau
mengambil sebutir batu dan menimpuk pengemis cilik itu?"
"Yaa, aku melihatnya."
"Menyusul kemudian, bocah-bocah yang lain mulai
menghajar tubuhnya secara bertubi-tubi?"
Sekujur badan Tay khek Cinkun gemetar semakin keras
wajahnya telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat,
tampak sekujur badannya berputar lalu darah kental mulai
meleleh keluar membasahi ujung bibirnya.
"Yaa, aku melihatnya!" kembali ia menjawab dengan
suara gemetar.
Jawaban tersebut hampir saja membuat Ong Bun kim
menjerit tertahan saking kagetnya.
Yu leng lojin mulai tertawa, tertawanya kelihatan seram
dan mendirikan bulu roma, kembali ia bertanya:
"Coba lihatlah mirip siapakah tampang pengemis cilik
itu?"
"Mirip aku!" Tay khek Cinkun menjawab lirih.
"Oooh !" akhirnya Ong Bun kim tak kuasa menahan diri,
ia menjerit keras.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa
yang sama sekali tidak masuk akal, mimpipun ia tak
menyangka kalau ilmu Gi sin tay-hoat bisa membuat orang
kehilangan kesadarannya dan terpengaruh oleh khayalankhayalan
yang di-diktekan orang lain
"Bukankah mereka sedang memukuli dirimu secara
keji?" kembali Yu leng lojin bertanya dengan suara dingin.
Sekujur badan Tay khek Cinkun bergetar keras beberapa
kali, akhirnya ia muntahkan kembali darah kental untuk
kedua kalinya, makin pucat raut wajahnya...
"Tidak, mereka rtelah pergi!" ttiba-tiba ia menqyahut.
"Apa?"
Kali ini Yu leng lojin yang menjerit sekeras-kerasnya.
Dengan pandangan seram dan ngeri Ong Bun-kim
mengawasi mereka tanpa berkedip, ia saksikan paras muka
Yu leng lojin mulai berubah menjadi pucat pias, darah segar
mulai menyembur ke luar dari mulutnya.
Ong Bun kim semakin terkejut, ditatapnya kedua orang
itu dengan sepasang mata terbelalak lebar, tak terlukiskan
rasa kaget yang menyelimuti hatinya waktu itu.
Suara Yu leng lojin akhirnya berubah menjadi gemetar,
kembali ia berbisik:
"Mereka sedang menganiaya dirimu mereka sedang
menghajar tubuhmu hingga babak belur..."
"Tidak, mereka mereka telah pergi..."
"Tak mungkin tak mungkin... mereka sedang
menganiaya dirimu.... mereka sedang menghajar
tubuhmu.."
Teriakan Yu leng lojin kian lama kian bertambah keras,
kian lama kian bertambah kalap sehingga kedengaran
mengerikan sekali.
"Tidak mereka benar-benar telah pergi!" kali ini Tay khek
Cinkun menjawab dengan tegas.
Suasana pulih kembali dalam keheningan yang luar
biasa, tak terdengar sedikit suara pun.
Hawa kematian serasa makin menyelimuti suasana
disekeliling tempat itu! meskipun Yu leng lojin melakukan
serangan terakhirnya dengan mengerahkan segenap
kekuatan yaag dimilikinya, akan tetapi Tay khek Cinkun
telah memberikan perlawanannya pula dengan gigih...
Setengah jam telah lewat dalam keheningan yang
mengerikan.
Mendadak....
"Uuaak!" Tay khek Cinkun muntah darah segar,
tubuhnya yang besar roboh terjengkang keatas tanah.
Sebaliknya Yu leng lojin muntah pula darah kental,
sepasang matanya segera terpejam rapat-rapat.
Pertarungan gengsipun segera berakhir! Sambil berteriak
keras, Ong Bun kim segera menubruk ke arah Tay khek
Cinkun: "Locianpwe...?"
Darah kental masih meleleh keluar tiada henti nya dari
ujung bibir Tay khek Cinkun, agaknya cukup parah luka
dalam yang dideritanya ketika itu...
"Yu leng lojin!" dengan geramnya Ong Bun kim
membentak. "kau iblis keji yang tak berperasaan aku akan
beradu jiwa denganmu!"
Ditengah bentakan nyaring, sebuah pukulan dahsyat
langsung diayunkan ke tubuh Yu leng lojin.
Serangan Ong Bun kim yang dilancarkan dalam keadaan
marah ini telah disertakan Tenaga dalam yang luar biasa
hebatnya, kekuatan serangan tersebut ibaratnya gelombang
samudra yang menyapa tiba, dengan membawa desingan
tajam langsung menggulung ke tubuh Yu Ieng lojin.
Disaat yang kritis.... bentakan dingin mendadak bergema
membelah angkasa:
"Bangsat, cari mati kau!"
Segulung angin pukulan berhawa dingin yang
mengerikan segera berhembus ke depan menyongsong
datangnya ancaman dari anak muda tersebut.
"Blaaang !" Ong Bun kim tak sanggup berdiri tegak,
termakan benturan keras tersebut, tubuhnya mundur sejauh
tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Sesosok bayangan hitam bagaikan sesosok sukma
gentayangan tiba-tiba berkelebat lewat didepan mata dan
muncul di belakang tubuh Yu leng lojin....
Hawa napsu membunuh telah menyelimuti seluruh
wajah Ong Bun kim, ketika ia hendak melepaskan pukulan
untuk kedua kalinya, tiba-tiba terdengar Tay khek Cinkun
membentak:
"Tahan!"
Ong-Bun-kim tercekat, ketika ia berpaling tampaklah Tay
khek Cinkun telah bangkit berdiri, sambil membesut noda
darah diujung bibirnya, ia berkata dengan dingin.
"Siu Buncu, ilmu Gi sin tay hoat yang kau miliki betulbetul
telah membuka lebar-lebar sepasang mataku, sungguh
mengagumkan! Sungguh mengagumkan !"
"Kesempurnaan tenaga dalammu jauh diluar dugaanku!"
sahut Yu leng lojin seram.
"Hmm, kini pertarungan telah berlangsung, aku rasa
menang kalahpun telah bisa ditentukan bukan?"
"Betul!"
"Kalau begitu mari kita pergi!" kata Tay khek Cinkun
setelah melirik sekejap ke arah Ong Bun kim.
Tanpa membuang waktu lagi ia beranjak dan melangkah
keluar dari pintu ruangan.
Tapi pada saat Tay-khek Cinkun siap beranjak itulah dua
sosok bayangan hitam tiba-tiba menghadang jalan pergi
mereka.b
Dengan wajah bderubah Taykhek aCinkun segera
mbembentak nyaring:
Minggir kalian!"
Salah satu dari kedua bayangan hitan itu mendengus
dingin, kemudian sahutnya:
"Setelah kalian memasuki pintu Yu-leng-bun, maka
jangan harap bisa keluar lagi dari Seng si kwan (batas antara
mati dan hidup) sobat! Tinggalkan dulu nyawa kalian!"
Paras muka Tay khek Cinkun kembali berubah hebat,
perubahan yang terjadi diluar dugaan ini sungguh membuat
hati mereka berdua merasa terperanjat sekali.
Sekalipun ia memiliki kepandaian silat yang amat lihay,
akan tetapi dengan luka yang di deritanya sekarang, jelas
mustahil baginya untuk bertarung melawan orang lain,
betul masih ada Ong Bun-kim disitu, namun tenaga dalam
yang dimiliki anak muda itu masih belum cukup untuk
menandingi dua kekuatan orang musuhnya.
Maka setelah wajahnya berubah hebat, Tay khek Cinkun
menghimpun kembali segenap sisa kekuatan yang
dimilikinya siap untuk melangsungkan pertarungan terakhir
Sementara dimulut diapun menegur dengan sinis:
"Buncu, beginilah caramu menetapi janji."
Yu-leng lojin tidak menjawab, dia hanya mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram. Tak terlukiskan rasa gusar
Ong Bunkim, segera bentaknya dengan penuh kemarahan:
"Bangsat, rupanya kaucari mampus."
Dengan kobaran hawa amarahnya yang berkobar-kobar,
Ong Bun-kim melejit ke udara dan menerjang ke arah dua
sosok bayangan hitam itu, sebuah pukulan dahayat segera
dilepaskan.
Baru saja serangan dari si anak muda itu meluncur ke
depan, bayangan hitam berputar kencang, dua gulung telaga
pukulan yang maha dahsyat segera meluncur ke udara dan
balas menerjang ke arah Ong Bun kim.
Dalam keadaan demikian, terpaksa Tay-khek Cinkun
harus melepaskan pula pukulan satu-satunya yang masih
sanggup ia lancarkan itu.
"Tahan!" mendadak Yu leng lojin membentak dengan
suara yang keras dan menggelegar.
Bayangan hitam berkelebat lewat, tahu-tahu ke dua
orang manusia msterius itu sudah melayang mundur dari
tempat itu.
Tay khek Cinkun dan Ong Bun kim pan bersama sama
menarik kembali serangannya sambil mundur kebelakang.
"Pengawal kiri kanan!" Y u leng lojin kembali
membentak.
"Siap"
"Jangan kalian susahkan sahababt-sahabatku itud,
selamanya akua paling memeganbg janji, maka biarkanlah
kedua orang itu pergi meninggalkan tempat ini."
"Baik!"
Selesai menyahut, kedua orang itu berkelebat kembali ke
samping untuk memberi jalan lewat.
"Siau Buncu" kata Tay khek Cinkun kemudian sambil
tertawa dingin, budi kebaikanmu ini pasti akan kubalas di
kemudian hari!"
Sehabis berkata ia memutar badan dan berlalu dari sini.
Sepeninggal Tay khek Cinkun dan Ong Bon-kim,
pengawal kanan mendadak berbisik:
"Buncu...."
"Tak usah kuatir, mereka pasti akan kem bali lagi."
Ucapan tersebut diutarakan dengan penuh keyakinan,
tapi atas dasar apakah, ia percaya kalau Tay khek Cinkun
dan Ong bun kim bakal kembali lagi ke situ?
Dalam pada itu Tay khek Cinkun dan Ong Bun kim
telah berjalan keluar dari Yu leng bun dan tiba di istana
bagian tengah, sementara itu wakil ketua dari perguruan
Yu-leng bun serta sekalian anggota perguruannya masih
belum pergi meninggalkan tempat itu.
Ketika Wakil Buncu sekalian menyaksikan kemunculan
kedua orang itu kembali dalam keadaan hidup, paras
mukanya segera berubah hebat.
"Engkau hendak pergi?" tegur Hu buncu kemudian
sambil menatap Tay-khek Cinkun tajam-tajam.
"Benar." jawaban Tay khek Cinkun hanya singkat sekali,
lalu sinar matanya yang tajam itu dialihkan ke atas wajah
Dewi mawar merah.
"Dewi mawar merah!" bentaknya kemudian dengan
suara dingin, "hayo ikut kami tinggalkan tempat ini!"
"Kenapa?" tanya Dewi mawar merah dengan wajah
berubah.
"Soal ini tanyakan saja kepada Yu leng lojin!" Belum
habis perkataan dari Tay Khek Cinkun tersebut, suara dari
Yu leng lojin telah berkumandang di ruangan:
"Yap tongcu!"
"Tecu ada disini!"
"Pergilah bersama mereka, mulai sekarang kau adalah
milik mereka."
Air muki Dewi mawar merah segera berubah hebat
sekali, jeritnya keras-keras:
"Buncu, kau jangan biarkan aku pergi bersama mereka,
aku tak mau mengikuti mereka, aku ingin bersamamu....
aku ingin bersamamu menolong mereka yang sengsara... oh
Buncu biarkanlah aku berada disini."r
Jeritan-jeritatnnya itu ternyaqta berubah menjradi isak
tangis yang memedihkan hati.
Keadaan semacam ini sungguh mengejutkan siapa pun
juga, dari sini pula dapat dibuktikan bahwa daya pengaruh
dari Yu leng lojin memang benar-benar mengejutkan hati
orang.
Suara dingin dari Yu leng lojin kembali berkumandang
tiba:
"Pergi, Pergilah mengikuti mereka, jika kau dapat
menampilkan diri secara baik, di kemudian hari mungkin
aku masih bisa menerimamu kembali, tapi kalau kau tak
mau pergi maka selama hidup jangan harap bisa kembali
lagi ke perguruan kita mengerti?"
"Mengerti!"
"Nah, pergilah kau begitu!"
"Baik!"
Tercekat juga perasaan Tay-khek Cinkun setelah
mengikuti berlangsungnya adegan tersebut, pikirnya:
"Iblis sakti dari kutub utara betul-betul tak malu disebut
sebagai iblisnya iblis, manusia sesatnya manusia sesat lain."
Berpikir-demikian, iapun berkata kepada Ong Bun-kim.
"Hayo kita berangkat!"
Ong Bun-kim manggut-manggut, kepada Dewi mawar
merah segera bentaknya:
"Hayo jalan, ikut kami pergi meninggalkan tempat ini!"
Dengan wajah yang sedih dan memelas Dewi mawar
merah berjaIan mengikuti dibelakang Tay-khek Cinkun,
sementara Ong Bun kim berjalan dipaling belakang sendiri.
Dalam perjalanan keluar dari gua, ternyata sepanjang
jalan mereka tidak menjumpai hadangan apapun.
Setelah keluar dari gua, Tay-khek Cinkun melejit
keudara dan meluncur ke depan dengan kecepatan luar
biasa dalam waktu singkat ia telah berada puluhan kaki
jauh nya dari tempat semula, akhirnya berhenti dalam
sebuah hutan.
Dengan tatapan dingin ia melirik sekejap ke arah Dewi
mawar merah, kemudian sambil duduk katanya:
"Ong Bun-kim, bila aku telah selesai menyembuhkan
lukaku nanti, kita baru menyusun rencana berikutnya!"
"Baik!"
Tay khek Cinkun segera memejamkan matanya untuk
mengatur pernapasan, tapi sesaat kemudian tiba-tiba
menjerit kaget, paras mukanya berubah hebat dan peluh
mulai bercucuran membasahi jidatnya.
Ong Bun kim ikut terperanjat oleh jeritan kaget Tay im
Cinkun tersebut, dengan mata terbelalak dan mulut
melongo serunya:
"Locianpwe, kenapa kau?" Tay khek-Cinkun tertawa
getir, sahutnya.
"Kita semua sudah terkena sergapan kejinya, kita berdua
sudah termakan olen racun gilanya yang tak berwujud dan
berbahaya.
"Haaahhh !" Ong Bun kim menjerit tertahan.
"Kalau tidak percaya, cobalah sendiri..."
Ong Bun kim segera duduk bersila sambil mengatur
pernapasannya, tapi begitu hawa murninya dihimpun, ia
segera merasakan ada segulung hawa dingin yang luar biasa
muncul dari pusarnya dan terus naik ke atas....
membekukan sekujur tubuhnya dan membuyarkan tenaga
dalam yang dimilikinya, halmana tentu saja amat
mengejutkan hati.
"Lebih baik pulang dan menjumpai Bun-cu kami!" sela
Dewi mawar merah dengan suara menyeramkan, "kecuali
dia seorang, didunia dewasa ini tiada seorang pun yang bisa
menolong kalian, kalau tidak maka sekujur tubuh kalian
akan merasakan kesakitan yang luar biasa, kemudian akan
semakin bertambah sakitnya, hingga kemudian menjadi
gila..."
Paras muka Ong Bun kim berubah hebat.
"Dewi mawar merah, kubunuh dirimu lebih dulu!"
bentaknya.
Diiringi bentakan keras, tiba-tiba saja ia menubruk ke
arah Dewi mawar merah dan melepaskan sebuah pukulan
dahsyat.
Akan tetapi sebelum serangan tersebut mencapai
sasarannya, tiba-tiba si anak muda itu menjerit kesakitan,
lalu tubuhnya yang berada di udara jatuh ke bawah dan
terguling-guling.
Tampak sekujur tubuh anak muda itu gemetar keras,
dengan suara yang memilukan ia mengeluh:
"Oooh.s.... sakit.. oooh sakit sekali..."
Tay khek Cinkun menjadi amat terperanjat, segera
jeritnya.
"Ong Bun kim, kenapa kau? Aduh..."
Belum habis ucapannya itu, seperti juga Ong Bun kim,
tiba-tiba ia menjerit kesakitan dengan tubuh menggigil
keras, mereka berguling-guling diatas tanah seakan-akan
sekujur tubuh mereka sudah ditembusi oleh beribu-ribu
batang pisau belati, keadaan sungguh mengerikan sekali...
Tiba-tiba... selapis bawa pembbunuhan yang
mendgerikan menyeliamuti wajah Dewib mawar merah
yang cantik itu, kemudian dengan muka menyeringai seram
pelan pelan telapak tangan kanannya diangkat ke udara,
dan selangkah demi selangkah dihampirinya Tay khek
Cinkun serta Ong Bun kim yang masih bergulingan ditanah
penuh kesakitan itu
0000OdwO0000
BAB 46
PADAHAL keadaan Tay khek Cinkun dan Ong Ban
kim ketika itu sangat payah, pada hakekatnya mereka sudah
tak bertenaga lagi untuk melancarkan serangan.
Dalam menghadapi Dewi mawar merah yang secara
tiba-tiba berubah menjadi seorang pembunuh keji ini,
kecuali pasrah memang tiada jalan lagi bagi kedua orang itu
untuk menghindarkan diri.
Bisa dibayangkan, seandainya pukulan itu keburu
dilancarkan, bagaimana mungkin Tay khek Cin kun dan
Ong Bun kim bisa menyelamatkan jiwanya dari kematian?
Sementara itu hawa napsu membunuh yang menyelimuti
wajah Dewi mawar merah kian lama kian bertambah tebal.
Sambil tertawa dingin, ia bergumam.
"Daripada dibiarkan hidup lama-lama, lebih baik
sekarang juga kukirim kalian berdua untuk pulang ke alam
baka!"
Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilepaskan
kearah tubuh Ong Bun kim.
Serangan tersebut akhirnya dilepaskan juga bahkan
dilancarkan secara keji, dengan tenaga pukulannya yang
sebesar sepuluh bagian itu apa yang terjadi bila Ong Bunkim
terhajar telak?
Untunglah disaat yang amat kritis ini, sebuah bentakan
nyaring berkumandang memecahkan keheningan...
"Tahan!"
Menyusul bentakan tersebut, sesosok bayangan manusia
secepat sambaran kilat meluncur masuk ke dalam
gelanggang.
Oleh bentakan yang menggelegar itu tanpa sadar Dewi
mawar merah menarik kembali hawa serangannya yang
dilancarkan kearah Ong Bun-kim itu dan melompat
mundur dari situ.
Sesudah mundur beberapa langkah, ia mendongakkan
kepalanya Seorang perempuan berbaju hitam yang anggun
tahu-tahu sudah berdiri tegak dihadapan mukanya.
Dengan wajah berubah hebat ia menatap perempuan itu
lekat-lekat, kata "Suhu" hampir saja meluncur keluar dari
mulutnya.
Ternyata perempuan yang baru sbaja muncul kan ddiri
itu bukan alain adalah Hiabn ih-lihiap (pendekar perguruan
berbaju hitam).
Dengan wajah tercengang, heran dan sangsi Hian-ih
lihiap memperhatikan sekejap keadaan Ong Bun-kim dan
Tay khek Cinkun yang bergulingan diatas tanah itu lalu
dengan perasaan terperanjat tegurnya:
"Soh cu! Kau sudah edan?"
Air muka Dewi mawar merah berubah hebat, lalu
jawabnya ketus; "Aku belum edan!"
"Kau hendak membinasakan kedua orang itu."
Jelas Hian-ih lihiap masih belum tahu kalau Yap Soh-cu
yang dididik dan dipeliha ranya selama puluhan tahun
bagaikan anak sendiri ini telah terpengaruh oleh ilmu Yuleng
lojin sehingga telah berubah menjadi seorang
perempuan yang lain.
"Betul!" jawab Yap Soh cu dengan dingin.
"Kenapa kau hendak membunuh mereka?"
"Daripada membiarkan mereka hidup dengan
menanggung derita, lebih baik dibunuh saja biar beres."
"Ngaco belo!"
"Ngaco belo apa?!"
"Kita sebagai orang-orang kalangan pendekar harus
turun tangan menolong orang yang menderita, menolong
bukan harus dilakukan dengan cara memusnahkannya,
mengerti?"
"Tapi aku harus membunuh mereka!"
"Kenapa?"
Dengan wajan berubah menjadi seram dan mengerikan,
Dewi mawar merah tertawa dingin tiada hentinya.
"Heehhh....heeeh... heeehh bukan saja aku hendak
membunuh mereka, akupun hendak membunuh kau!"
"Apa?"
Hampir saja Hian ih lihiap tidak percaya dengan
pendengaran sendiri, dengan terkejut ia berseru tertahan
lalu mundur tiga empat langkah dengan sempoyongan,
ditatapnya Dewi mawar merah dengan mata terbelalak
lebar.
Hawa napsu membunuh kembali menyelimuti wajah
Dewi mawar merah, ujarnya lagi:
"Akupun hendak membinasakan dirimu."
"Kau... kau...." Hian ih lihiap dibikin terkesiap oleh
kejadian yang sama sekali diluar dugaannya ini, sehingga
urntuk sesaat lamtanya tak sangguqp mengucapkan
srepatah katapun.
"Aku bilang, aku hendak membunuh kau!", seru Dewi
mawar merah lagi dengan nada menyeramkan.
"Kau... kau sudah gila?"
"Tidak! Sedikitpun aku tidak gila!"
"Lantas, kau...."
"Kenapa aku hendak membunuhmu bukan?" sela Dewi
mawar merah dengan suara yang sinis.
Hian ih lihiap betul-betul merasakan batinnya terpukul,
dengan perasaan sedih dan penuh penderitaan, serunya
dengan suara gemetar:
"Benar!"
"Terus terang kukatakan kepadamu, suamimu-lah
pembunuh keji yang telah membunuh ayah ibuku!"
"Apa.....?" sekali lagi Hian ih lihiap menjerit sekeraskerasnya.
"Buat apa kau musti terkejut? Suamimu adalah
pembunuh yang telah membinasakan ayahku dan ibuku,
karena ia tak tega membunuh aku maka aku dirawanya
pulang ke-rumah."
"Dari mana kau mendengar semua berita tersebut?"
"Aku dapat melihatnya dari tengah ilmu Gi sin-tay-hoat
yang dilakukan khusus oleh Yu-leng lojin bagiku!"
"Kau bilang Yu-leng lojin?"
"Benar, dia adalah Buncu ku sekarang, aku telah masuk
menjadi anggota perguruan Yu-leng bun."
Kontan saja Hian-ih-lihiap merasakan kepalanya seakanakan
dipukul dengan martil yang berat sekali, matanya
menjadi berkunang-kunang, kepalanya menjadi pusing,
dada sesak dan wajah berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, dengan sempoyongan ia mundur ke belakang dan
hampir saja roboh terjengkang ke tanah.
Peristiwa ini sungguh berada diluar dugaannya dan amat
menggetarkan seluruh perasaan Hian ih liap, Yaa!
Bagaimanapun juga, peristiwa ini baginya merupakan suatu
peristiwa yang betul-betul menakutkan sekali.
Dengan suara gemetar diapun bertanya kembali:
"Jadi kau benar-benar sudah masuk menjadi anggota
perkumpulan Yu-leng bun?"
"Benar?"
"Kau?. " saking gemetarnya menahan luapan emosi,
Hian ih lihiap tak sanggup melanjutkan kembali katakatanya.
"Terus terang kuberitahukan kepadamu, setelah
suamimu membunuh ayahku, ia telah memperkosa pula
ibuku kemudian Buncu kami membalaskan dendam bagiku
dengan membunuh suamimu serta seluruh anggota
perguruannya."
"Omong kosong!"
"Tidak! Sama sekali tidak omong kosong, aku berbicara
sesungguhnya"
"Aku ingin bertanya, antara suamiku dengan ayah ibumu
sebenarnya mempunyai dendam sakit hati apa?"
"Sama sekali tak ada."
"Kalau menuang tak ada, kenapa ia dapat membunuh
ayah ibumu?"
"Sebab suamimu terpikat oleh kecantikan ibuku, maka
timbul niat jahatnya untuk membunuh ayahku serta
menodai ibuku"
"Hal ini tak mungkin bisa terjadi." bentak Hian ih lihiap
dengan gusarnya.
"Siapa bilang tak mungkin? Jelas mungkin sekali."
"Sekarang Yu leng lojin berada dimana?" bentak Hian ih
lihiap amat geram.
"Mau apa kau?"
"Ia telah mengirim orang membunuh suamiku
membantai anggota perguruanku, dan sekarang dengan
menggunakan ilmu sesat..."
"Tutup mulut!" bentak Dewi mawar merah. "dia adalah
orang baik, kularang kau menghina dan mencemooh
dirinya."
"Yap Soh cu!" bentak Hian ih lihiap "Perduli ucapanmu
itu merupakan kenyataan atau bukan, yang jelas terhadap
dirimu aku tak pernah memperlakukannya secara jelek, tak
pernah merugikan kau!"
"Yaa tentu saja karena kau punya tujuan!"
"Apa tujuanku?"
"Takut dikemudian hari aku membunuh dirimu!"
"Ucapan mu itu sama sekali tidak beralasan!"
Dewi mawar merah tertawa dingin tiada hentinya.
"Perduli beralasan atau tidak pokoknya aku hendak
membunuh kau!"
"Kau berani?" bentak Hian ih lihiap dengan geramnya.
"Kenapa tak berani? Sambutlah seranganku ini."
Ditengah bentakan yang amat nyaring, Dewi mawar merah
menerjang maju kedepan, kemudian sebuah pukulan
dahsyat dilancarkan ke arah Hian ih lihiap.
Gadis itu benar-benat melepaskban serangan yandg
dahsyat dan maematikan orang.b
Semua kesadaran dan tabiat sesungguhnya telah
dipunahkan oleh pengaruh hipnotis, yang masih tersisa
dalam benaknya saat ini adalah kebiasaan dan kejahatan
yang dipengaruhi hawa sesat.
Hian ih lihiap sama sekali tidak tahu kalau muridnya
telah terpengaruh oleh ilmu hipnotis yang jahat, maka
ketika dilihatnya Dewi mawar merah benar-benar
melancarkan serangan mematikan ke arahnya, dengan
penuh kegusaran dia membentak:
"Yap Soh cu, kau bsraai menyerang aku ?"
Ditengah bentakan nyaring, ia lepaskan pula sebuah
pukulan untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Bayangan manusia saling berputar, dalam waktu singkat
kedua belah pihak telah melancarkan tiga buah serangan.
Sudah barang tentu ilmu silat yang dimiliki Dewi mawar
merah bukan tandingan dari Hian-ih lihiap, selewatnya tiga
gerakan tersebut, ia kena terdesak hingga mundur sejauh
satu kaki lebih dari posisinya semula.
"Yap Soh-cu!" kembali Hian-ih lihiap membentak, "jika
kau berani turun tangan lagi, jangan salahkan kalau aku
benar-benar akan membunuhmu"
"Kalau berani, bunuh saja diriku ini!" bentak Dewi
mawar merah setengah kalap.
Ditengah jeritan keras yang memekikkan teIinga,
kembali ia menubruk kedepan dan secara beruntun
melancarkan tiga buah serangan tersebut.
Habis sudah kesadaran Hian ih lihiap menghadapi
tingkah laku muridnya, ditengah bentakan keras, telapak
tangan kanannya dibabat keluar melepaskan dua buah
serangan kilat yang disertai dengan tenaga pukulan dahsyat.
Yu leng lojin telah menciptakan suatu tragedi yang
memilukan hati bagi kedua orang itu.... yaa, akibat dari
ulahnya, murid dan guru telah terlibat sendiri dalam suatu
pertarungan yang mempengaruhi mati hidup kedua belah
pihak.
Dikala guru dan murid sedang terlibat dalam
pertarungan yang sengit inilah, Tay-khek Cinkun serta Ong
Bun kim tersadar kembal dari pederitaannya.
Mereka menghentikan gerakan tubuhnya yang
bergelindingan di tanah, bagaikan orang yang baru sembuh
dari penyakit parah, kedua orang itu berbaring ditanah
dengan lemas seperti tak bertenaga.
Tapi suara pertarungan antara Hian-ih lihiap dengan
Dewi mawar merah dengan cepat menyadarkan kembali
Ong Bun-kim, cepat cepat dia bangun berduaduk dan
alihkanb sorot matanya ke tengah arena.
Berubahlah wajahnya setelah mengetahui siapa yang
terlibat dalam pertarungan itu.
Serta merta itu pula Tay Khek Cinkun telah duduk pula
sambil menonton jalannya pertarungan, tiba-tiba ia
bertanya:
"Ong Bun-kim, siapakah perempuan yang sedang
bertarung melawati Dewi mawar merah itu?"
"Suhunya !"
"Apa? Dia adalah gurunya Dewi mawar merah?"
"Benar, dia pula nyonya pangcu dari perkumpulan Huiyan-
pang?"
"Waaah, hal ini mana boleh jadi !"
Belum habis ucapan dari Tay-khek Cinkun tersebut,
bentakan keras yang diiringi dengusan tertahan telah
berkumandang memecahkan keheningan, menyusul
kemudian tubuh Dewi mawar merah mencelat ke belakang
dan roboh terjengkang ke atas tanah.
"Kubunuh kau perempuan sialan yang tak tahu budi!"
bentak Hian ih lihiap lagi.
Sambil menerjang maju ke depan, sebuah pukulan
dahsyat segera dilontarkan ke tubuh gadis itu.
"Locianpwe, tahan!" tiba-tiba Ong Bun kim membentak
keras.
Oleh bentakan Ong Bun kim yang keras i tu, serta merta
Hian ih lihiap menarik kembali serangannya sambil mundur
ke belakang, ketika berpaling ke arah anak muda tersebut,
tampak sekali wajahnya diliputi oleh luapan emosi.
Pelan-pelan Ong Bun-kim bangun berdiri, setelah
memandang sekejap ke arah Dewi mawar merah yang
tergeletak di tanah, ujarnya dengan nada sedih:
"Locianpwe, jangan kau bunuh dirinya!"
"Kenapa?"
"Sebab ia sudah terkena pengaruh ilmu sesat!"
"Ia benar-benar sudah menggabungkan diri dengan
perguruan Yu-leng bun ?" tanya Hian ih lihiap.
"Benar !"
"Yaa ampun !" sambil menjerit keras, titik air mata jatuh
bercucuran membasahi pipi perempuan itu.
"Hujin tak perlu bersedih hati" hibur Tay khek Cinkun
dengan cepat, "sebab semua perbuatannya dilakukan tanpa
sadar, ia sudah terpengaruh oleh ilmu sesat yang bisa
menghilangkan kresadaran orang!t"
Hian ih Iihiaqp berpaling ke rOng Bun kim, kemudian
katanya.
"Cianpwe ini adalah.. ?"
"Dia adalah Tay khek Cinkun!" Dengan terkejut Hian ih
lihiap lantas berseru:
"Oooh ! Kiranya adalah locianpwe, terimalah salam dari
Ong Sian bi!"
"Hujin tak perlu banyak adat!"
"Benarkah ia terpengaruh oleh ilmu sesat dari Yu leng
lojin?" tanya Hian ih lihiap kemudian.
"Benar."
"Tak heran kalau dia hendak membunuh kalian berdua!"
"Apa?" Ong Bun kim dan Tay khek Cinkun menjerit
tertahan.
Hian ih lihiap menghela napas panjang, diapun
membeberkan peristiwa yang telah dilihatnya barusan
kepada kedua orang itu, sudah barang tentu Ong Bun kim
berdua merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri
mengingat baru saja mereka lolos dari lubang jarum.
Coba kalau Hian ih lihiap tidak muncul tepat pada
saatnya, bukankah jiwa mereka berdua telah melayang
tinggalkan raga untuk melaporkan diri kepada Raja akhirat?
"Aaah sungguh suatu peristiwa yang mengerikan hati!"
gumam Tay kbek Cinkun kemudian.
"Apakah kalianpun sudah terkena tangan jahat dari Yu
leng lojin?" tanya hian ih lihiap.
"Benar!" jawab Tay khek Cinkun, kemudian sambil
berpaling kearah Ong Bun kim, ujarnya kembali, "sebelum
memasuki Yu leng bun tadi, aku telah menduga kalau Yu
leng lojin bakal mempergunakan racun untuk mencelakai
kita, sebab itu-lah Kuanjurkan kepadamu untuk minum
sebutir pil anti racun"
"Yaa memang begitulah!"
"Aaay ! Tapi tidak kusangka sama sekali kalau racun tak
berujud dari Yuleng lojin ternyata sedemikian lihaynya
sehingga kemanjuran pil anti racunnya tak berdaya sama
sekali"
Saking gemas dan mendendamnya, Ong Bun kim
menggertak giginya keras-keras.
Mendadak Dewi mawar merah yang tergeletak ditepi
arena berteriak keras:
"Hian-ih lihiap, kalau kau punya kepandaian, hayo
bunuhlah aku."
"Kalau anggap aku tak berani membinasakan dirimu?"
bentak Hian-ih lihiap dengan wajah berubah.
"Kalau memang berani, kenapa tidak segera turun
tangan?"
Saking gusarnya sekujur badan Hian-ih li hian gemetar
keras, tapi sebelum pertarungan itu bertindak sesuatu, Ong
Bun-kim telah menerjang lebih dulu sambil membentak.
"Dewi mawar merah, kau ingin mampus?"
Didalam gusarnya ia telah cengkeram tubuh Dewi
mawar merah dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Ong Bun-kim, lepaskan dia!" Tay-khek cin kun segera
membentak.
Ketika kena dibentak, serta merta Ong Bun kim
menurunkan kembali gadis itu keatas tanah.
"Dewi mawar merah!" ujar Tay khek Cinkun kemudian
dengan suara dingin, "bukankah kau amat menyanjung Yu
leng lojin?"
"Benar!"
"Kau berani tidak melanggar ucapannya?"
"Tidak!"
"Nah, bukankah dia telah menyerahkan kau kepada
kami? Memangnya kau berani membangkang
perkataannya?"
"Tidak berani!"
"Kalau memang demikian, maka kau harus
mendengarkan semua perkataan kami, kalau tidak maka
perbuatanmu itu sama artinya dengan bersikap tidak
hormat terhadap Yu leng lojin!"
0000OdwO0000
BAB 47
DENGAN sendiri Dewi mawar merah menundukkan
kepalanya dari tidak berbicara lagi, sementara sinar
matanya yang dialihkan kearah Hian ih lihiap masih tetap
memancarkan hawa napsu membunuh yang amat tebal,
membuat siapapun yang melihatnya merasa hatinya
tercekat.
Tiba-tiba Hian ih lihiap bertanya.
"Dimanakah letak Yu leng bun?"
Ong Bun-kim menggigil keras, serunya tanpa sadar:
"Mau apa kau?"
"Hendak kujumpai dirinya"
Dewi mawar merah segera menuding ke depan sambil
berkata:
"Itu dia, didalam gua ditempat kejauhan sana"
Hian ih lihiap memandang sekejap ketempat kejauhan
sana, setelah itu dengan hawa napsu membunuh
menyelimuti wajahnya ia berkata:
"Aku hendak membunuhnya?"
Selesai berkata ia lantas menggerakkan tubuhnya dan
meluncur kearah gua itu dengan kecepatan tinggi.
Terkesiap Ong Bun kim menyaksikan tindakan
perempuan itu.
"Berhenti!" Tay kbek Cinkun segera membentak.
Ditengah bentakan tersebut, dengan mengerahkan
segenap sisa kekuatan yang dimilikinya ia melompat
kemuka dan menghadang jalan pergi Hian ih li hiap.
"Mau apa kau?" Hian ih lihiap segera berseru dengan
kaget.
"Mau apa pula kau?" Tay khek Cinkun balik bertanya.
"Aku hendak menjumpai Yu leng lojin untuk membalas
dendam!"
"Hujin aku harap sebelum kau laksanakan hal tersebut,
pikirkan dulu tiga kali, camkan dulu bahwa perbuatanmu
itu lebih banyak resikonya dari pada keberuntungan."
"Aah, tidak perlu dipikirkan lagi!"
"Ketahuilah hujin, ilmu silatmu masih jauh ketinggalan
bila dibandingkan dengan kepandaiannya kau masih bukan
tandingan bajingan tua tersebut!"
"Tentang soal ini sudah kupikirkan masak-masak, harap
kau tak usah menguatirkan diriku!"
Tay khek Cinkun segera menghela napas panjang,
katanya kembali:
"Hujin, bukannya aku sengaja menyombongkan diri,
dengan mengandalkan tenaga dalam yang kumilikipun
masih terkena racun gila tak berwujud Bu heng hong bong
ci tok, apalagi kau? Bagaimana seandainya kau berubah
menjadi seperti Dewi mawar merah setelah berjumpa
dengannya nanti?"
Paras muka Hian ih lihiap segera berubah hebat.
Tay khek Cinkun berkata lebih jauh.
"Bukan saja dendam sakit hatimu tak terlampiaskan,
bahkan kau malahan akan dipergunakan olehnya."
"Jadi, kau menyarankan aku jangan membalas dendam?"
"Aku tidak bermaksud demikian, aku hanya
mengingatkan kepadamu agar janganlah disebabkan suatu
masalah yang kecil mengakibatkan masalah besar menjadi
terbengkalai, dengan mengandalkan emosi dan keberanian
saja masih belum cukup untuk mengatasi persoalan, malah
bisa jadi akan berakibat fatal!"
"Lantas bagaimanakah aku musti bertindak menurut
pendapatmu?"
"Seharusnya kau menyusun rencana jangka panjang
lebih dahulu, setelah rencana matang barulah mulai
bertindak"
"Aaai....kalau begitu biar kupertimbangkan kembali
nasehatmu itu."
"Yaa, memang lebih baik hujin berpikir tiga kali dulu
sebelum bertindak!"
Dengan mulut membungkam, perdekar baju hitam
termenung dan berpikir beberapa waktu lamanya.
Sementara waktu, Ong Bun kim yang membungkam
selama ini tiba-tiba berpaling ke arah Dewi mawar merah
sambil menegur:
"Dewi mawar merah, aku ingin bertanya kepadamu..."
"Katakanlah!"
"Siapa yang mampu memunahkan pengaruh racun giia
tak berwujud ini...?"
"Yu-leng lojin!"
"Kecuali dia?"
"Didunia ini tak akan kau jumpai orang kedua!"
"Dalam jangka waktu berapa lama racun gila tak
berwujud itu baru mulai kambuh dan bekerja?"
Setiap satu jam akan kambuh satu kali, setiap kali
kambuh maka tenaga dalam yang dimiliki akan berkurang
dari lima sampai sepuluh tahun hasil latihan, bila sampai
kambuh untuk ketiga kalinya, maka sekujur badan akan
menjadi kering dan tewas."
Bergidik juga Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan
itu, serunya tanpa terasa: "Sungguhkah perkataan itu?"
"Benar!"
Bukan saja Ong Bun-kim dibikin terperanjat oleh
perkataan itu, bahkan Tay khek Cin kun pun merasakan
jantungnya berdebar keras. tak tahan lagi dia berseru:
"Jadi kalau begitu, kami hanya mempunyai waktu hidup
selama dua jam saja?"
"Benar!"
Jawaban tersebut benar-benar menggidikkan hati semua
orang, untuk sesaat lamanya Ong Bun kim dan Tay khek
Cinkun hanya bisa berdiri tertegun tanpa sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
"Cuma..." kata Dewi mawar merah lagi dengan dingin,
tentu saja kalian bisa lolos dari kematian tersebut.
"Apa caranya?" bentak Ong Bun kim.
"Menjumpai Buncu kami Yu leng lojin, hanya dia yang
bisa menyelamatkan kalian dari kematian."
"Apa? Mencarinya?"
"Tentu saja. kalian harus menjumpainya untuk minta
obat penawar racun itu!"
"Kalau kami enggan menjumpainya?"
"Mampuslah kamu berdua!"
Dengan hati bergidik dan wajah memucat, Ong Bun kim
berdiri tertegun ditempat sambil membungkam dalam
seribu bahasa.
Tiba-tiba Tay kbek Cinkhn berpaling ke arah anak muda
itu dan berkata:
"Ong Bun Kim, sekarang hanya ada dua cara buat
kita..."
"Cara apa?"
"Pertama adalah mati, kedua adalah jalan hidup,
menurut penglihatan ku lebih baik kita pergi saja untuk
menjumpai Yu leng lojin dan meminta obat penawar
darinya."
"Apa kau bilang?"
"Asal kita dapatkan obat pemunahnya, maka kita baru
akan terhindar dari kematian."
Ong Ban kim tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehh heeehhh heeehhh sungguh tak kusangka
perkataan semacam inipun bisa kau ucapkan, kalau kau
ingin mencarinya, pergilah menjumpai sendiri!"
"Dan kau?"
"Aku Ong Bun kim lebih rela mati keracunan dari pada
pergi memohon kepadanya!"
"Kau ingin mati?"
"Benar, terus terang kuberitahukan kepadamu, aku tak
akan tuidukkan kepala kepada Yu-leng Lojin, sampai
matipun aku tak akan tunduk, mengertikan kau?"
Tiba-tiba Tay-khek Cinkun mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak.
"Haahhh....haaihhh......haaahhh punya semangat! Punya
semangat! Aku memang tak salah menilaimu, betul!
Sekalipun harus mati keracunan, kita tak akan tundukkan
kepala kepadanya, barisan aku hanya sengaja
mempergunakan kata-kata tersebut untuk menyelidiki
karakter dan watakmu yang sesungguhnya"
Mendengar perkataan tersebut, Ong Bun kim baru
mengerti akan maksud orang, serunya juga:
"Oooh kiranya begitu!"
Tay khek Cinkun menghela napas panjang, ujarnya lagi:
"Kau memang benar-benar seorang manusia berbakat
yang punya jiwa ksatria, cuma sayang kita benar-benar tak
akan hidup lebih dari dua jam lagi."
Ong Bun kim segera berpaling, kemudian bantahnya:
"Dewi mawar merah, ada satu persoalan ingin
kutanyakan lagi kepadamu, kemana larinya ke enam biji
mata uang kematian itu?"
"Sudah kuserahkan kepada Buncu dari perguruan Yuleng
bun."
"Kau sudah berkunjung ke benteng Hong-she?"
"Belum!"
Ong Bun-kim segera berpaling kembali kearah Tay-khek
Cinkun, lalu bertanya:
"Locianpwe, mungkin ia bisa menyelamatkan kita
berdua!"
"Siapa yang kau maksudkan?"
"Iblis cantik pembawa maut!"
Paras muka Tay khek Cinkun segera berubah.
"Yaa. betul!" serunya. "mungkin ia bisa menyelamatkan
jiwa kita berdua"
"Aku tahu dia berada dimana, hayo berangkat, sekarang
juga pergi menjumpainya"
Selesai mengucapkan kata tersebut Ong Bun-kim segera
berangkat lebih dulu meninggal kan tempat itu.
Tay khek Cinkun memandang sekejap ke arah Hian-ih
lihiap berdua, lalu serunya:
"Mari kita ikut pergi!"
Selesai berkata, iapun berangkat menyusul
dibelakangnya sianak muda yang telah berangkat duluan
itu.
Dewi mawar merah tertawa hambar, dia ikut pun
menyusul dibelakang kedua orang ini.
Dalam keadaan demikian mau tak mau Hian-ih Iihiap
harus mengikuti pula kepergian Ong Bun-kim berdua, sebab
jika Ong Bun kim dan Tay-khek Cinkun sampai roboh
kembali karena bekerjanya racun ditubuh mereka, besar
kemungkinan-nya kalau Dewi mawar merah akan
manfaatkan kesempatan tersebut untuk membunuh kedua
orang itu.
Maka diapun menjejakkan kakinya ke tanah dan
meluncur kedepan menyusul rekan-rekan lainnya...
Setelah melakukan perjalanan sekian lama, Ong Bun kim
telah keluar dari hutan lebat itu dan berlarian menuju ke
atas sebuah tebing curam didepan sana.
Sebuah bangunan megah yang indah telah muncul
didepan mata sana, sesaat kemudian mereka-pun telah tiba
dipintu gerbangb diluar dindingd pekarangan yanag tinggi.
Tanpab berpikir panjang. Ong Bun kim segera berkelebat
masuk ke dalam pekarangan rumah itu.
Mendadak dikala Ong Bun kim sedang menerjang masuk
ke halaman itulah, serentetan suara tertawa dingin yang
menggidikkan hati berkumandang memecahkan
keheningan, dari balik kegelapan tahu-tahu muncul tiga
orang manusia tanpa sukma.
Paras muka Ong Bua kim segera berubah hebat, segera
hardiknya keras-keras:
"Siapa disitu?"
"Manusia tanpa sukma!"
"Mau apa kalian disana?" Salah seorang diantara tiga
orang Manusia tanpa sukma itu mendengus dingin, lalu
sahutnya:
"Apakah kau tidak tahu kalau benteng Hong shia ini
sudah menjadi tempat terlarang dari perguruan kami?"
"Daerah terlarang?"
"Benar, siapapun dilarang menaiki daerah Hong shia
ini!"
Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin tiada hentinya.
"Maksud siapakah yang merubah tempat ini menjadi
daerah terlarang...?" tegurnya.
"Buncu kami!"
"Yu-leng lojin?"
"Benar!"
Pelbagai pikiran segera melintas dalam benak Ong Bunkim,
seandainya hal ini merupakan kenyataan, itu berarti
terkurungnya Iblis cantik pembawa maut ada sangkut paut
yang besar sekali dengan Yu-leng lojin.
Berpikir sampai disitu, dia lantas membentak keras:
"Minggir !"
Berbareng dengan bentakan dari Ong Bun kim, Hian-ihlihiap
yang berada dibelakang nya sudah tak tahan lagi, tiba
tiba ia pun membentak amat keras:
"Manusia tanpa sukma, serahkan nyawamu!"
Bayangan manusia berkelebat lewat, ia telah menerjang
lebih duluan kearah Manusia tanpa sukma tersebut, sebuah
pukulan dahsyat segera dilontarkan ketubuh lawan.
Ong Bun-kim membentak juga, secepat kilat ia
menyusulkan pula sebuah pukulan yang tak kalah hebatnya.
Sungguh dahsyat serangan yang dilancarkan Hian ihlihiap
serta Ong-Bun kim, bayangan manusia segera saling
menyambar, ketigba orang manusiad tanpa sukma itaupun
masing-masbing melancarkan sebuah pukulan.
Hian ih-lihiap tidak menaruh belas kasihan lagi terhadap
lawannya, apalagi setelah berjumpa muka dengan musuh
dahsyat, suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema
memecahkan keheningan, seorang manusia tanpa sukma
tahu-tahu sudah terkena pukulan dan tergeletak mati diatas
tanah.
Begitu berhasil merobohkan musuhnya, pendekar
perempuan berambut hitam ini segera putar badan dan
menerjang kearah Manusia tanpa sukma lainnya, suatu
pukulan dahsyat ibaratnya gelombang dahsyat ditengah
samudra segera meluncur ke muka.
Dalam pada itu, Tay khek Cinkun telah berteriak keras,
dalam keadaan seperti ini timbul juga niatnya untuk beradu
jiwa, bayangan manusia segera berkelebat lewat, dengan
mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya dia
menghantam punggung seorang manusia tanpa sukma
tersebut...
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati kembali
berkumandang memecahkan keheningan.
Sementara itu dua orang manusia tanpa sukma kembali
roboh binasa oleh serangan serangan maut mereka..
Ditengah serunya pertarungan yang sedang berlangsung,
tiba-tiba Ong Bun kim melompat kedepan dan langsung
menerjang ke arah pintu gerbang-bangunan besar itu..
Didalam beberapa kali lompatan saja ia sudah tiba
didepan pintu gerbang bangunan tersebut ternyata sudah
kuno sekali, terbukti pintu bajapun sudah banyak karatan.
Diatas pintu baja itu terpancang sebuah papan nama
besar, lamat-lamat masih bisa terbaca huruf-huruf emas
yang sudah mulai luntur warnanya itu:
"BU-LIM HONG-SHIA".
Kalau dilihat dari kekunoan dan keantikan bangunan
berloteng tersebut, bisa diketahui bahwa bangunan itu
sudah berdiri sejak beberapa generasi berselang, paling
tidakpun sudah bersejarah ratusan tahun.
Ong Bun kim memandang pintu baja yang berkarat itu
sekejap, lalu sambil tertawa dingin siap melompat masuk
kedalam
Tapi pada saat itu juga, terdengarlah suara tertawa
dingin yang menyeramkan berkumandang memecahkan
keheningan.
Bayangan hitam berkelebat disana sini, dalam waktu
singkat muncul kembali belasan orang manusia tanpa
sukma yang segera me ngurungnya rapat-rapat ditengah
arena.
Menyaksikan kejadian itu, paras muka Ong Bun-kim
berubah hebat.
Hian-ih lihiap rpun memperlihattkan perubahan
wqajahnya, hawa nrapsu membunuh segera menyelimuti
wajahnya.
Terdengarlah salah seorang manusia tanpa sukma yang
berkumandang tertawa dingin tiada hentinya, kemudian
berkata:
"Sobat, sungguh tak kusangka kalian beberapa gelintir
manusia yang sudah hampir mampuspun masih ada
kegembiraan untuk menyelidiki rahasia benteng Hongshia,
haaahh haaahhh haahhh."
"Minggir!" bentak Ong Bun kim.
"Tidak Segampang itu sobat, paling tidak kalian harus
membayar dulu nyawa dari ketiga orang anggota perguruan
kami yang telah kau bunuh barusan"
"Jadi kalian semua ingin mampus?" bentak Hian ih lihiap
dengan geramnya.
"Aaah, belum tentu demikian!"
Hian in lihiap tak bisa membendung kemarahannya lagi,
sambil membentak keras tubuhnya segera menerkam
kedepan, sebuah pukulan yang maha dahsyat dilontarkan
ke tubuh lawan.
Begitu Hian-lh lihiap mulai unjuk gigi, Ong bun kim pun
tak mau Ketinggalan, ditengah bentakan nyaring, ia
lepaskan harpa besinya dan menerkam ke muka sambil
melepaskan sebuah serangan yang mengerikan.
Tay khek Cinkun tidak ambil diam pula, hawa murninya
segera dihimpun sedemikian rupa untuk bersiap sedia
melangsungkan suatu pertarungan mati-matian.
Setelah melepaskan sebuah pukulan tadi, Ong Bun-kim
mengayunkan pula tangan kirinya untuk melepaskan
sebuah pukulan dahsyat, arah sasarannya adalah salah
seorang manusia tanpa sukma yang melakukan
pengepungan disekitar situ.
Tindakan Ong Bun kim yang nekad dan siap beradu jwa
ini memaksa tiga orang manusia tanpa sukma harus
mundur cepat-cepat untuk menghindarkan diri, saat itulah
tiba-tiba Ong Bun kim berkelebat dan menerjang kearah
pintu gerbang.
Gerakan tubuh yang dilakukan anak muda tersebut
sungguh teramat cepat, tampak bayangan ma nusia
berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah tiba di depan pintu,
tangan kirinya segera diayun ke muka menghantan pintu
baja itu.
"Blaang !" termakan oleh pukulannya yang amat keras
itu, terbukalah piatu gerbang baja itu.
Ketika itulah, lima orang manusia tanpa sukma telah
menerjang tiba dari kiri dan kanan, pukulan-pukulan
mereka ibaratnya angin puyuh yang berhembus lewat itu
sungguh mengerikan hati.
Ong Bun kim membentak keras, sambil putar badan ia
sambut datangnya tenaga gabungan tersebut.
Tapi mana mungkin baginya untuk membendung kelima
gulung angin pukulan itu bersamaan waktunya?"
"Uuuaaakk....begitu bentrokan kekerasan terjadi anak
muda itu mencelat kebelakang dan mundur sejauh beberapa
puluh langkah, kemudian muntah-muntah darah segar.
Hal ini membuktikan kalau isi perut Ong Bun kim sudah
terluka akibat dari serangan gabungan tersebut.
Demikianlah, ketika menyaksikan serangannya berhasil
memaksa musuhnya muntah darah, secepat sambaran kilat
lima orang manusia tanpa sukma itu meluncur kedepan dan
menghampiri Ong Bun kim, rupanya mereka hendak
membinasakan anak muda itu diujuog telapak tangannya.
Tiba-tiba Tay khek Cinkun membentak keras, ia
melompat kedepan dan sebuah pukulan dilontarkan untuk
menyapu tubuh kelima orang manusia tanpa sukma
tersebut.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan...
Dua orang manusia tanpa sukma termakan telak oleh
hantaman keras itu hingga tergeletak ditanah dan tak
berkutik lagi .
Peristiwa ini mencengangkan tiga orang lainnya, mereka
berdiri tertegun untuk sesaat.
Tapi hanya sesaat kemudian, beberapa orang Manusia
tanpa sukma kembali meluncur tiba dan memenuhi arena.
Tay khek Cinkun gusar sekali, segera bentaknya.
"Bangsat rupanya kalian sudah bosan hidup...."
Ditengah bentakan tersebut sekali lagi ia lancarkan
sebuah pukulan yang amat dahsyat.
Ketika angin pukulan itu berhembus lewat, kembali ada
tiga orang Manusia tanpa sukma yang tewas terhajar
serangan tersebut.
OOO0dw0OOO
BAB 48
WALAUPUN serangan demi serangan selalu
mendatangkan hasil yang gemilang, tapi siapa yang mampu
mempertahankan diri setelah terluka parah harus
melancarkan serangan yang begitu hebatnya?
Tak ampun lagi Tay-khek Cinkun muntah muntah darah
segar.
Dalam keadaan demikian, kakek itu sadar bahwa
keadaan mereka bertambah payah, kalau tidak segera
mendapatkan tempat berlbindung, akibatndya mereka
pastia akan tewas sembua.
Maka kepada Ong Bun-kim teriaknya. "Cepat
mengundurkan diri ke dalam loteng."
Ditengah bentakan keras dari Tay khek Cinkun tersebut,
dua sosok bayangan manusia telah meluncur masuk kearah
pintu gerbang dan menghadang jalan pergi mereka.
Menyusul kemudian tujuh bayangan manusia-ikut
menerjang pula ke arah pintu-gerbang.
Ong-Bun kim segera membentak keras, telapak tangan
kanannya diayun ke muka melancarkan sebuah pukulan.
Pada saat yang sama Tay khek Cinkun melepaskan juga
sebuah pukulan yang tak kalah hebatnya, dua gulung tenaga
pukulan yang maha dahsyat itu segera memaksa ke tujuh
orang manusia tanpa sukma itu terdesak mundur kembali
ke belakang.
Dengan napas tersengkal-sengkal, Ong Bun kim
membentak keras:
"Hayo maju lagi, rasakan dulu beberapa, pukulan
dahsyat ini!"
Diluar pintu gerbang, Hian ih lihiap sedang terlibat
dalam suatu pertempuran yang amat seru melawan empat
orang manusia tanpa sukma, sampai waktu itu sudah ada
tiga orang manusia tanpa sukma yang lewas di tangannya.
"Ong Siau bi! cepat mundur!" tiba-tiba Tay khek Cinkun
berteriak memperingatkan.
Tapi napsu membunuh yang berkobar dalam dada Hian
ih Lihiap sudah tak terbendung lagi ditambah pula rasa
dendamnya berkobar kobar, membuat perempuan ini
menjadi mata gelap.
Bukan saja tidak berhenti melancarkan serangan,
malahan sama sekali tidak menggubris terhadap teriakan
dari Tay-khek Cinkun tersebut.
Dipihak lain, Ong Bun-kim telah memperhatikan sekejap
bangunan berloteng itu, ia merasa ruangan tersebut amat
luas, lebar tapi gelap.
Belum lagi selesai memperhatikan keadaan disitu,
bentakan keras telah menggelegar diudara, manusia
manusia tanpa sukma yang sedang memperhatikan kearah
mereka dengan sorot mata tajam tersebut, telah
melancarkan serangan lagi.
Serangan yang dilancarkan ketujuh orang manusia tanpa
sukma saat ini boleh dibilang ibaratnya orang kalap, tujuh
gulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan hebatnya
segera menyambar kemuka.
Tay khek Cinkun membentak keras, sekali lagi diapun
melancarkan sebuah pukulan gencar.
Kendatipun pukulan yang dilancarkan itu sekali lagi
berhasil memaksa mundur kawanan manusia tanpa sukma
itu, tapi ia-pun muntah darah segar dan tubuhnya ikut
terjungkal ke atas tanah.
Betapa terkejutnya Ong Bun kim menyaksi kau keadaan
ini, tangan kirinya segera menyambar ke depan
membopong tubuh Tay-khekb Cinkun yang seddang roboh
ke taanah kemudian bberusaha membimbingnya untuk
mundur.
Tapi pada saat itulah, ketujuh orang manusia tanpa
sukma itu sudah menerjang kembali secara terpisah.
Setelah keadaan berubah menjadi begini, niat untuk
beradu jiwa segera muncul dalam hati Ong Bun-kim, tibatiba
ia membentak keras, harpa bajanya diputar untuk
melindungi badan, kemudian dengan cepatnya ia
menerjang masuk ketengah ruangan.
Sungguh cepat gerakan dari Ong Bun kim ini, bayangan
manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah tiba didepan
ruang utama yang besar dan lebar itu.
Tujuh sosok bayangan manusia segera memburu dari
belakang, salah seorang diantaranya membentak keras:
"Ong Bun-kim, sampai kapan kau baru akan
menyerahkan diri?"
Angin pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan
gelombang ditengah samudra menyambar lagi dengan
hebatnya.
Tapi sekarang Ong Bun kim sudah tidak memikirkan
mati hidupnya lagi, ia lari terus ke pintu ruang belakang.
Tapi belum lagi tubuhnya melejit kemuka...
"Blaang!" pukulan dahsyat itu sudah bersarang telak
diatas tubuhnya, seperti layang-layang yang putus benang
tubuhnya segera terlempar kedepan dan terjungkal diatas
tanah.
"Blaang....!"
Agaknya tubuhnya terbanting ditanah, tapi dikala
menyentuh permukaan tanah tersebut, agaknya tubuh itu
sama sekali tidak berhenti, bahkan meluncur terus ke
bawah.
Menyusul kemudian, terjadi kembali suatu benturan
yang sangat keras, kali ini tubuhnya benar-benar tergeletak
ditanah, darah yang muntah keluar dari mulutnya
berhamburan dimana-mana, sementara ia sendiri jatuh tak
sadarkan diri....
Entah berapa lama sudah lewat akhirnya pelan-pelan ia
sadar kembali dari pingsannya.
Isi perut yang terluka kini makin bertambah parah,
sedemikian hebatnya keadaan itu sehingga tenaga untuk
menggeserkan badanpun hampir tidak dimiliki..
Pelan-nelan ia membuka matanya dan mencoba untuk
memperhatikan keadaan di sekitarnya, tapi hanya
kegelapan pekat yang menyelimuti sana, dibalik kegelapan
bahkan secara lamat-lamat membawa kelembaban dan
keseraman.
"Tempat apakah ini? Apakah aku sudah mati ?
Mungkinkah aku sudah berada di akhirat." demikian
gumannya.
Dia mencoba untruk meraba sekittarnya, ternyataq Tay
khek Cinkurn masih tergeletak di sana, saat itulah dia baru
tahu kalau belum mati, cuma jaraknya dengan kematianpun
jelas sudah tak jauh lagi.
Ong Bun kim hanya bisa tertawa getir setelah berpikir
sampai disitu yaa, apa lagi yang bisa ia lakukan?
Mendadak suatu rasa sakit yang luar
biasa, ibaratnya tubuh disayat sayat dengan pisau
menyerang seluruh tubuhnya, ternyata racun gila tak
berwujud yang derada ditubuhnya sudan mulai kambuh.
Ditengah jeritan yang keras, sekujur tubuhnya menggigil
keras karena kesakitan, tubuhnya berguling guling ditanah
setengah sekarat, keadaannya mengenaskan sekali.
Menyusul kemudian, racun jahat yang me ngeram
ditubuh Tay-khek Cinkun pun ikut bekerja.
Jeritan-jeritan keras yang memilukan hati dengan cepat
memenuhi seluruh ruangan yang gelap gulita itu.
Sampai lama... lama sekali teriakan tersebut baru
berhenti.
Suasana disekitar tempat itupun pulih kembali dalam
keheningan.
Setelah terluka parah, mana mungkin Ong Bun kim
sanggup menahan bekerjanya racun jahat itu?
Seperti dua sosok mayat saja mereka tergeletak tak
berkutik ditempat semula.
Kesadaran merekapun ikut lenyap.
Segala sesuatunya seakan-akan sudah terbang
meninggalkan badan kasarnya.
Beberapa waktu kemudian, kesadarannya pelan-pelan
baru pulih kembali, iapun memberitahu kepada dirinya
sendiri.
"Ong Bun-kim wahai Ong Bun-kim, kau tak boleh
mati...bagaimanapun juga, kau tak boleh mati."
Yaa, jiwanya mulai menjerit, ia tak boleh mati. masih
banyak persoalan yang harus diselesaikan olehnya, dendam
sakit hati orang tuanya belum dibalas, tugas dari Kui jin
suseng belum dilaksanakan, sakit hati dirinya belum
dituntut, mana boleh ia mati dengan begitu saja?
Tapi, ia sudah berada ditepi jurang kematian, bagaimana
mungkin tidak bisa mati?
Mengenai kabar mengatakan bahwa Iblis cantik
pembawa maut tinggal dalam Hong shia, iapun tak berani
terlalu memastikan, sebab benar atau tidaknya sama sekali
tak diketahui olehnya, apalagi jika iblis cantik pembawa
maut benar-benar berada dibangunan ini, tapi dibagian
yang manakah dia? Bagaimana caranya untuk
menemukannya?
Semua persoalan tersebut merupakan masalah yang tak
mungkin bisa diduga tapi Ong Bun kim bertekad
bagaimanapun ju ga dia harus tetap melanjutkan hidupnya
di dunia ini.
Berpikir sampai disitu, diapun mengerahkan sisa tenaga
dalam yang dimiliki dan menarik tubuh Tay khek Cinkun
untuk merambat maju dibalik kegelapan.
Tempat dimana ia lewat agaknya merupakan sebuah
tanah lorong yang sempit tapi memanjang, jalannya berliku
liku dan penuh dengan tikungan
Entah berapa jauh Ong Bun kim telah merangkak, ia
sendiripun tak tahu, tiba tiba....
Dari balik lorong sebelah depan sana berkumandang
suara langkah kaki yang bergeser lirih, suara tersebut mirip
suara langkah manusia, tapi seperti juga ada benda yang
sedang bergerak
Suara tersebut dengan cepat menimbulkan rasa bergidik
dalam hati Ong Bun kim, ia mencoba untuk mendengarkan
dengan seksama, ternyata suara gesekan itu kian lama kian
bertambah dekat, kian lama suaranya kian ber-tambah
mengerikan.
Akhirnya Ong bun-kim tak kuasa untuk menahan diri
lagi, ia segera membentak keras: "Siapa?"
Suara dengungan keras menggema dalam ruang bahwa
tanah yang gelap gulita itu, tapi sesaat kemudian segalanya
berubah kembali menjadi sepi dan hening, sementara
gesekan tadi makin lama makin dekat, sedikitpun tak
pernah berhenti
Ong Bun kim menjadi bergidik sekali, kembali ia
membentak keras.
"Siapa disitu?"
Belum juga terdengar suara jawaban.
Tiba-tiba dari balik ruang bawah tanah itu
berkumandang suara petikan harpa yang memekikkan
telinga suara tersebut sede-mikian seramnya hingga
mendirikan bulu roma siapapun yang mendengarnya
Menyusul berkumandangnya suara irama harpa tersebut,
terdengar pula gelak tertawa seram menggelegar memenuhi
keheningan.
-oo0dw0oo--
Jilid 16
SUARA petikan harpa dan gelak tertawa itu dengan
cepat menciptakan serangkaian irama yang mengerikan
hati, hampir pecah nyali Ong Bun kim menghadapi
keadaan seperti itu.
Irama harpa masih bergema memecahkan keheningan.
Gelak tertawa seram masih berkumandang memekikkan
telinga
Lama, lama sekali, akhirnya irama harpa itu baru
berhenti, suasanapun pulih kembali dalam keheningan.
Ong Bun-kim hanya bisa termangu-mangu saja disana,
setelah melewatkan masa mengerikan yang merobek sukma
ini; dia tak tahu apa yang musti dilakukan sekarang.
Luka dalam yang parah, hawa mubrni yang rusak
dmembuat kesadaraannya mulai kabbur kembali, diantara
sadar tak sadar, tiba tiba ia mendengar lagi suara langkah
manusia tersebut....
Sreek! Srek! Sreek! selangkah demi selangkah berjalan
makin dekat ke arahnya maka ia pun mulai kehilangan
kesadarannya
Ketika mendusin kembali, dijumpai tubuhnya yang
lemas sedang berbaring diatas sebuah pembaringan batu.
Ia membuka matanya untuk melihat sekitar sana tiba tiba
ia menjerit keras, coba kalau tenaganya belum punah,
mungkin ia sudah melompat bangun dari atas pembaringan.
Diantara lamat-lamatnya suasana, ia menyaksikan
sesosok bayangan hitam berdiri di hadapannya.
Orang itu berambut panjang sekali dan menutupi
wajahnya, sekilas pandangan mirip sekali dengan setan
perempuan seperti cerita orang.
Berada dalam keadaan seperti ini. tak urung berdiri juga
seluruh bulu kuduknya, Ong Bun km merasakan sekujur
badannya gemetar keras, tanyanya dengan lirih.
"Sii siapakah kau?"
Bayangan hitam itu masih belum juga bergerak, ia berdiri
saja disitu bagaikan sesosok sukma gentayangan
"Sii siapa kau?" sekali lagi Ong Bua kim bertanya dengan
suara gemetar.
"Siapa pula kau?" tiba-tiba orang itu balik bertanya.
Suaranya dingin bagaikan salju, tapi dapat diketahui
kalau suara itu adalah suara seorang perempuan.
Jantung Ong Bun-kim tiba-tiba bergetar lebih keras,
jangan-jangan perempuan itu adalah Iblis cantik pembawa
maut?
Berpikir sampai disitu, dengan suara gemetar ia
menjawab.
"Aku bernama Ong Bun-kim, apakah kau... kau adalah
Iblis cantik pembawa maut?"
"Benar! Darimana kau bisa tahu kalau aku adalah Iblis
cantik pembawa maut?"
Kejut dan girang Ong-Bun kim setelah mengetahui akan
hal ini, hampir saja jantungnya melompat keluar dari
rongga dadanya, saking kaget dan girangnya, untuk sesaat
dia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Darimana kau bisa tahu kalau aku adalah Iblis cantik
pembawa maut?" sekali lagi orang itu bertanya.
"Aku hanya menerkanya saja!"
"Siapa yang membertahukan hal bini kepadamu?"
d"Mata uang kemaatian."
"Apa? Kabu telah menjumpai mata uang kematian?"
"Benar!"
Mendadak orang itu tertawa geram, suara tertawanya
dingin dan sedikit menyeramkan membuat Ong Bun kim
menggigit keras dan memandang kearahnya dengan seram.
Setelah berhenti tertawa, ia menyingkap rambut
panjangnya yang menutupi wajahnya itu, sekarang Ong
Bun kim dapat melihat raut wajahnya yang cantik dengan
sepasang biji matanya yang memikat hati.
Penghidupannya dalam ruang bawah tanah telah
dilakuinya selama puluhan tahun, meski wajahnya telah
menjadi tua, tapi dari garis-garis mukanya dapat diduga
bahwa dahulu dia adalah seorang perempuan yang cantik
jelita.
"Apakah mata uang kematian tersebut berada
disakumu?" ia menegur dengan dingin.
"Tidak!"
"Apa? Tidak berada disakumu?"
"Benar!"
"Lantas berada dimana?"
Perada ditangan seorang nona...."
"Dimana gadis itu ?" saking bernapsunya ingin tahu,
pertanyaan tersebut sampai diucapkan dengan suara
gemetar penuh luapan emosi.
Ong Bun-kim tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya
malah balik bertanya:
"Dimanakah temanku itu?"
"Tak usah kuatir, ia tak bakal mati!"
Setelah mendengar jawaban tersebut, Ong Bun kim baru
merasakan hatinya amat lega, pelan-pelan ia
menghembuskan napas panjang.
"Dimanakah nona itu?" kembali terdengar Iblis cantik
pembawa maut bertanya dengan cemas.
"Dia berada diperguruan Yu leng bun "
"Apa? Dia berada diperguruan Yu leng bun ? Apakah dia
adalah murid Yu leng lojin?"
"Benar!"
"Sungguh perkataanmu itu?"
"Benar, dimanakah tempatku itu? Sekarang ia berada
dimana?"
la berada dalam ruangan batu yang lain, apakah kau
ingin bertemu dengannya?"
Iblis cantik pembawa maut segera manggut-manggut,
tangannya segera melancarkan sebuah totokan keatas tubuh
anak muda tersebut.
Termakan oleh trenaga totokannyta uu, tiba tibaq saja
Ong Bun krim merasakan segenap tenaga dalam nya telah
pulih kembali seperti sedia kala....
Ia melompat turun dari atas pembariigan dan memberi
hormat kepada Iblis cantik pembawa maut, serunya dengan
penuh rasa terima kasih:
"Terima kasih banyak cianpwe, atas budi pertolonganmu
itu!"
"Tak usah banyak adat lagi, mari ikutilah aku ke ruangan
sebelah !"
Sehabis berkata ia berjalan lebih dulu meninggalkan
ruangan itu, Ong Bun kim segera mengikuti dibelakangnya.
Dengan langkah lebar perempuan itu berjalan memasuki
sebuah pintu batu dan berkelebat masuk...
Itulah sebuah ruangan yang lebar, diatas sebuah
pembaringan berbaringlah Tay khek Cinkun.
Dengan penuh luapan emosi Ong Bun kim segera
menubruk ke depan, lalu teriaknya: "Locianpwe!"
Tampaknya luka yang diderita Tay khak Cin-kun belum
sembuh sama sekali, dia hanya membuka matanya
memandang sekejap ke arah Ong Bun kim, lalu tertawa
getir, katanya:
"Rupanya kita telah menemukan kembali kehidupan kita
ditengah keadaan yang kritis!"
"Yaa, Iblis cantik pembawa mautlah yang telah
menolong kita berdua"
Tay khek Cinkun segera mengalihkan sorot matanya ke
atas wajah iblis cantik pembawa maut, lama, lama sekali, ia
baru menghela napas panjang.
"Maaf kalau lohu tak dapat memberi hormat kepadamu
untuk menyampaikan rasa terima kasih kami atas budi
pertolonganmu itu "
"Tidak usah?" tukas Iblis cantik pembawa maut cepat.
"Aaai... Betul betu! tak kusangka kalau kau memang
terkurung ditempai ini, kalau dihitung dengan jari tentunya
sudah ada dua puluh tahun bukan?"
"Benar sudah dua puluh tahun lebih! Tolong tanya
siapakah diri locianpwe?"
"Lohu adalah Tay khek Cinkun!"
"Oooh.. . kiranya kau!" Iblis cantik pembawa maut
menjerit kaget, "kejadian ini sungguh diluar dugaanku aai
sudah dua puluh tahun lebih, sungguh tak kusangka ada
juga orang yang berhasil membaca tulisan diatas mata uang
kematian dan berhasil tiba ditempat ini."
Sewaktu bergumam sampai disitu, wajahnya berubah
menjadi amat sedih dan murung.
Terharu juga Ong Bun kim oleh kesedihan yang
menyelimuti wajah perempuan itu, maka dia pun bertanya:
"Cianpwe, tolong tanya mengapa kau sampai terkurung
ditempat ini"
"Aaai masalah ini panjang sekali untuk di-ceritakan
rasanya masalah lalu itu tak usah dikenang kembali."
Dengan sinar mata yang memancarkan kesedihan, ia
menatap wajah Tay khek Cinkun, kemudian katanya:
"Cianpwe, ada satu hal ingin sekali kutanyakan
kepadamu, apakah kau bersedia untuk menjawabnya?"
"Katakan saja!"
"Apakah kau kenal dengan Ong See liat?" Begitu
pertanyaan tersebut diutarakan, baik Ong Bun kim maupun
Tay khek Cinkun sama sama merasa terperanjat.
"Kau.... kau menanyakan soal Ong See liat?" seru Tay
khek Cinkun kemudian dengan suara gemetar.
"Benar!"
"Kau...... apakah kau kenal dengannya?"
O000dw000O
BAB 49
PELAN-PELAN Tay khek Cinkun membalikkan sinar
matanya ke wajah Ong Bun kim lalu katanya: "Dialah
putranya Ong See liat!"
"Apa?"
"Iblis cantik pembawa maut menjerit kaget, paras
mukanya berubah hebat, tanpa terasa ia mundur dua
langkah dengan wajah tak percaya.
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanyanya dengan suara
gemetar.
"Benar- See liat memang ayahku!" Ong Bun kim segera
menjawab.
"Dimana ia sekarang?"
"Sudah mati!"
"Apa? Dia... dia sudah mati?"
Dari sikapnya tersebut bisa diketahui bahwa ia merasa
kaget bercampur tercekat, agaknya ia tak percaya kalau hal
tersebut merupakan kenyataan, ditatapnya Ong Bun kim
beberapa saat, kemudian dengan sedih ujarnya:
"Dia sudah mati...?"
"Yaa benar, ia sudah mati... mbati pada enam bdelas
tahun bersaelang...." sahubt Ong Bun kim dengan hati yang
pilu.
Walaupun Ong Bun kim telah lupa dengan "raut wajah
ayahnya", tapi terhadap kematian ayahnya, mau tak mau
diapun merasakan juga kepedihan yang luar biasa.
Mendadak... ia menyaksikan dua titik air mata jatuh
berlinang membasahi pipi Iblis cantik pembawa maut,
sikapnya tampak amat sedih sekali, ini tentu membuat Ong
Bun kim -serta Tay khek Cinkun merasa tertegun...
Mereka memandang ke arahnya dengan tatapan kosong,
mulutnya terbungkam dalam seribu basa, seakan-akan
mulutnya dijahit secara tiba-tiba.
"Sungguhkah kesemuanya ini...?" kembali perempuan itu
bertanya. "benarkah dia dia sudah mati?"
"Apa yang menyebabkan kematiannya."
"Dibunuh orang!"
"Siapa pembunuhnya? Siapa yang telah membunuh
dirinya...?"
Suaranya penuh diliputi oleh luapan emosi dan hawa
napsu membunuh yang sangat tebal, ini membuat Tay khek
Cinkun serta Ong Bun kim merasakan hatinya tercekat,
ditatapnya perempuan itu dengan sinar mata kaget dan
tercengang.
Ong Bun kim menghela napas panjang katanya.
"Panjang sekali ceritanya."
"Coba katakanlah kepadaku ceritakanlah semua kejadian
itu kepadaku!" pinta Iblis cantik pembawa maut dengan
suara gemetar.
Sekali lagi Ong Bun kim menghela napas panjang, secara
ringkas ia menceritakan bagaimana ayahnya terbunuh.
Selesai mendengar kisah cerita itu, air mata jatuh
bercucuran membasahi pipi Iblis cantik pembawa maut...
Ditinjau dari kejadian tersebut, tak salah bila Ong Bunkim
berdua untuk menduga bahwa antara perempuan itu
dengan Ong See-liat sebetulnya mempunyai hubungan cinta
kasih yang mendalam.
Tay khek Cinkun agak tertegun, akhirnya ia bertanya
juga:
"Apakah hubunganmu dengan Ong See-liat akrab
sekali?"
"Benar!"
"Kau..."
"Aku adalah kekasihnya yang pebrtama!"
"Aaah !d" Ong Bun-kim maenjerit tertahabn.
Tiba-tiba saja ia teringat dengan perkataan dari ibunya
Coa Siak-oh tentang hal itu, ibunya pernah bilang bahwa
ayahnya masih mempunyai seorang kekasih lagi, sungguh
tak disangka olehnya kalau kekasihnya dalam cinta pertama
adalah Iblis cantik pembawa maut
Yaa, berbicara sesungguhnya, hal ini benar-benar
merupakan suatu peristiwa yang sama sekali tak disangka
olehnya.
"Aku adalah kekasihnya" kembali Iblis cantik pembawa
maut berkata dengan sedih, aku dan dia telah punya anak."
"Apa? Kau..kau dengan ayahkupun punya anak?" bisik
Ong Bun-kim terkesiap.
"Benar !"
Kembali peristiwa itu merupakan suatu kejadian yang
mengejutkan hatinya, ternyata akibat dari hubungannya
dengan Ong See-liat, telah lahir seorang bocah. Lantas,
dimanakah bocah itu? Sudah mati? Ataukah masih hidup?
Dengan sedih Iblis cantik pembawa maut kembali
berkata:
"Jika putriku belum mati, dia tentu sebesar kau
sekarang."
"Apakah putrimu bernama Yap Soh-cu?" tiba-tiba Ong
Bun-kim berteriak keras.
lblis cantik pembawa maut menjadi tertegun.
"Aku memang she Yap dan seharusnya diapun she Yap,
mengenai namanya sampai saat terakhir aku belum sempat
memberinya."
"Apakah kau telah menyerahkan putrimu kepada ketua
perkumpulan Hui yan-pang?"
"Benar!"
"Ooh.... !" Ong Bun-kim kembali menjerit kaget, menjerit
karena diluar dugaan. "Dia tidak menyangka kalau Iblis
cantik pembawa maut bukan saja merupakan kekasih
pertama ayahnya, bahkan akibat dari hubungan itu mereka
telah mempunyai anak.
Tak heran kalau banyak orang bilang wajah Yap Soh-cu
amat mirip dengan wajahnya, sungguh tak disangka kiranya
mereka saudara seayah lain ibu.
Kalau dibicarakan sesungguhnya peristiwa ini memang
benar-benar merupakan suatu kejadian yang sama sekali
diluar dugaan.
"Bukankah mata uang kematianmu telah kau serahkan
kepada putrimu ?" kembali Ong Bun-kim bertanya.
"Benar, apakah nona yang kau katakan telah bergabung
dsngan perguruan Yu-leng bun itu, adalah putriku?"
"Benar!"
"Oh Thrian...! Mana botleh ia bergabunqg dengan
pergurruan dari musuh besarnya!"
Ucapan itu diutarakan dengan suara yang amat pedih.
"Mengapa kau bisa disekap disini? Apakah kau tak
sanggup keluar dari tempat ini?" tanya Ong Bun-kim.
"Yaa, aku memang tak sanggup keluar dari sini,
maksudku meninggalkan mata uang kematian tersebut pada
putriku adalah agar supaya ketua dari Hui yan pay pergi
mencari ayahmu dan mengajaknya kemari, sungguh tak
kusangka kalau ia telah pergi mendahuluiku."
"Bersediakah kau untuk menceritakan kisah
pengalamanmu itu kepada kami?" tanya Ong Bun-kim
dengan sedih.
"Bersedia saja."
Tapi belum habis Iblis cantik pembawa maut berkata,
tiba-tiba suara harpa yang terdengar tadi berkumandang
kembali dalam ruang bawah tanah yang gelap itu.
Suaranya masih tetap lengking dan amat menusuk
pendengaran
Ketika mendengar suara permainan harpa tersebut, tibatiba
Iblis cantik pembawa maut tertawa terbahak babak
seperti orang gila, tiba-tiba saja tubuhnya ikut menari dan
bergerak mengikuti irama harpa tersebut.
Makin menari ia semakin menggila sehingga sepintas
lalu seperti orang gila yang lagi kambuh penyakitnya.
Irama harpa yang mengerikan, tarian yang
menggidikkan, dengan cepat menciptakan suatu
pemandangan yang seram.
Tay khek Cinkun dibuat terbelalak dengan wajah
tertegun oleh adegan seperti itu.
Ong Bun-kim pun bikin terkesiap sehingga untuk sesaat
lamanya cuma melongo saja tanpa bisa berbuat apa-apa.
Ditengah permainan harpa yang amat nyaring iblis
cantik pembawa maut tertawa seram, menari dengan
gilanya seolah-olah perbuatan seseorang yang telah
kehilangan akal budinya.
Ia seperti seorang dukun perempuan yang sedang
membawakan tarian penyembahan terhadap setan.
Selama hidup, belum pernah Ong Bun kim menjumpai
adegan seperti ini, saking terkejutnya muka sampai berubah
menjadi pucat, sekujur badannya gemetar sangat keras..
Mendadak...permainan harpa itu terhenti.
Iblis cantik pembawa maut yang sedang menari dengan
kalapnya itupun segera terhenti pula bagaikan seorang yang
kehabisan tenaga, ia mendekam ditanah dan sama sekali tak
berkutik lagi...
"See...sesungguhnya apa yang telah terjadi?" seru Ong
Bun-kim kemudian dengan suara terkejut.
"Mungkin ia sudah terkena pengaruh sihir!" bisik Tay
khek Cinkun pula dengan terperanjat.
"Kena pengaruh sihir?"
"Benar!"
Pada saat itulah, suara pembicaraan seseorang dingin
dan berat berkumandang dari balik ruangan tersebut:
"Iblis cantik pembawa maut, kau sudah bisa
mendengarkan perkataanku...?"
"Yaa, sudah kudengar! "jawab lblis cantik pembawa
maut dengan suara yang amat lirih.
"Bersediakah kau untuk menyerahkan?"
"Tii.....tidak akan kuserahkan!"
Menyerahkan apa? Suara yang membetot sukma itu
tidak menjelaskan, sebab selewatnya dua patah kata yang
lirih dan pendek tersebut! suasana pulih kembali dalam
keheningan.
Tay khek Cinkun dan Ong Bun kim segera berpaling
bertatapan sekejap dengan wajah seram, untuk sesaat
lamanya mereka tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Tak lama kemudian, Iblis cantik pembawa maut baru
merangkak bangun dari atas tanah, wajahnya pucat pias
menyeramkan, ditatapnya sekejap wajah Tay khek Cinkun
dan Ong Bun kim dengan sinar mata menyeramkan.
Ia berdiri tertegun disitu seperti seseorang yang
kehilangan ingatannya.
"See sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Sudah kalian saksikan semuanya?" tanya Iblis cantik
pembawa maut.
"Yaa, sudah kami saksikan semua!"
Perempuan itu kembali tertawa, tertawa dengan
seramnya sehingga kembali mendatangkan perasaan ngeri
bagi yang melihatnya.
"Irama harpa apakah yarg berbunyi tadi, sehingga
membuat kau menari seperti orang gila?" kembali Ong Bun
kim bertanya.
"Itulah Si sim ci (irama pembetot hati)!" Ong Bun kim
bergidik mendengar nama itu, kalau didengar dari namanya
maka irama Si sim ci tidak sehebat dengan ilmu Kou hun ci
(irama penggaet nyawa) miliknya tak nyana justru daya
pengaruhnya ternyata jauh lebih dahsyat.
"Marilah kita duduk lebih dahulu, akan kuceritakan
semua peristiwa yang telah menimpa kepadaku itu kepada
kalian!"
"Katakanlah !"
Iblis cantik pembawa maut-segera menghela napas
panjang, katanya.
"Beginilah kisahnya...."
Pada puluhan tahun berselang, aku dengan ilmu silatku
yang tiada tandingannya didunia ini telah membuat
gemparnya seluruh dunia persilatan pada waktu itu tiada
seorang manusiapun didunia ini yang sanggup menerima
tiga buah pukulanku, kecuali Ong See liat..."
"Aku sudah tahu, pernah mendengar kejadian ini" sela
Ong Bun kim.
"Ya, sebelum berlangsungnya pertarungan tersebut,
ayahmu telah berjanji kepadaku, seandainya aku tidak
berhasil menangkan dirinya didalam tiga gebrakan, maka
akn harus menjadi kekasihnya..
"Dan kaupun menyanggupi permintaannya itu?"
"Yaa, aku telah mengabulkan permintaannya, ternyata
ayahmu memang benar-benar sanggup untuk menerima
ketiga buah pukulanku. maka sejak itupun aku menjadi
kekasihnya. Yaa meskipun kalau diceritakan hal inisesungguhnya
mirip suatu adegan dalam sandiwara saja,
akan tetapi memang begitulah kenyataannya yang telah
terjadi tapi justru karena peristiwa ini, ayahmu telah
membuat aku menjadi malu."
"Kenapa?"
"Karena ketidak mampuanku untuk merobohkan
ayahmu dalam tiga jurus merupakan suatu peristiwa yang
amat memalukan bagiku, maka akupun mulai berusaha
untuk menghindarinya."
Suatu waktu, akhirnya aku berjumpa dengan ayahmu,
dalam suatu adegan ciuman yang hangat terjadilah
peristiwa yang tak diinginkan, tapi setelah kejadian itu, akupun
pergi meninggalkannya."
"Kenapa kau harus berbuat demikian?" tanya Ong Bunkim
"Yaa, sesungguhnya aku sedang mencari penyakit buat
diriku sendiri, aku tahu bahwa ayahmu amat mencintaiku,
dia berkelana kemana-mana mencari jejakku, tapi aku tak
ingin berjumpa lagi dengannya.
Karena "perbuatan" yang hanya sekali itu, aku
mengandung, pernah terlintas dalam ingatanku untuk
menggugurkan kandunganku tersebut, tapi aku tak berani
melakukannya, coba kalau bukan lantaran pikiran itu, tak
nanti aku bisa terkurung disini. Maka akupun pergi mencari
Pak khek sin mo."
"Mau apa kau pergi mencarinya?" tanya Tay khek
Cinkun dengan terperanjat.
"Aku ingin menggunakan pengaruh obat untuk
menggugurkan kandunganku, tapi ketika kutemukan Pakkhek-
sin-mo, kebetulan ia sedang menutup diri untuk
melatih semacam ilmu, hal mana membuat aku gagal untuk
berjumpa dengannya."
"Tiga bulan setelah kejadian tersebut, akhirnya ingatan
jahat itu berhasil kuatasi tiba-tiba saja aku mulai berpikir,
anak yang sama sekali tak bersalah itu kenapa harus
kugugurkan? Tapi, pada saat itulah Pak-khek-sin-mo telah
datang mencariku."
"Ia datang mencarimu? Apakah dia hendak
membantumu untuk menggugurkan kandunganmu?" tanya
Ong-Bun kim tanpa sadar.
"Benar! Padahal waktu itu kandunganku telah berumur
delapan bulan, saat kelahiran pun sudah makin dekat,
akupun memberitahukan kepadanya bahwa aku tidak jadi
menggugurkannya.
"Tentu saja ia menyetujui pendapatku itu, bahkan
memberi kuliah kepadaku bahwa anak itu tak bersalahdan
sebagainya. Waktu itu. aku menganggap Pak khek-sin-mo
adalah orang yang baik sekali. Siapa tahu kalau semua
perbuatannya itu justru sedang melancarkan suatu rencana
busuk nya.
Hari itu, akhirnya peristiwa yang sangat mengerikan pun
terjadi."
Berbicara sampai disini, ia seperti lagi menggigil keras
karena merasa ngeri, sampai lama sekali ia baru lanjutkan
kembali ceritanya;
"Ketika ia menjamuku dalam suatu perjamuan, ternyata
secara diam-diam ia mencampurkan sejenis racun didalam
arakku
"Apakah ia hendak menggugurkan anak dalam
kandunganmu ?" kembali Ong Bun-kim menukas.
"Tidak, obat racun tersebut adalah suatu jenis obat racun
yang aneh sekali, setelah kuminum racun itu, sama sekali
tidak kurasakan sesuatu yang aneh, tapi pada saat itulah
tiba-tiba Pak-khek sin-mo mengeluarkar sebuah harpa dan
memainkan irama harpa seperti apa yang telah kalian
dengar tadi"
"Kenapa ia harus memetik irama harpa itu?"
"Karena setelah ia memainkan irama harpa tersebut, aku
jadi seperti orang kesurupan, tiba-tiba saja dari dalam
perutku muncul segulung napsu ingin menari yang tak bisa
dicegah, maka akupun mulai menari-nari seperti orang
gila."
"Peristiwa ini sungguh-sungguh merupakan suatu
kejadian yang sama sekali tidak masuk diakal" pekik Ong
Bun-kim dengan hati bergidik.
"Yaa, peristiwa ini memang merupakan suatu peristiwa
yang menakutkan, tapi bagaimana pun juga aku adalah
seorang yang sempurna dalam tenaga dalam, coba kalau
racun itu berada ditubuh orang lain, setelah mendengar
irama Si-sim-ci tersebut, niscaya semua akal budinya akan
lenyap dan dia akan menggila terus sampai mati."
"Tapi aku tak sampai menjadi begitu rupa, dengan
paksakan diri kukendalikan racun tersebut agar tak sampai
menyambar ke mana-mana....aku berhasil memojokkan
racun itu sehingga kekalapanku tak sampai membuat aku
menjadi tak sadar atau mati"
Setelah menghela napas panjang, katanya lebih jauh:
"Ditengah aku sedang menari dengan kalap itulah, tibatiba
ia bertanya kepadaku: "Apakah kitab Hek-tao kengberada
di tanganmu?"
"Aku menjawab Ya benar, memang kitab itu berada
ditanganku."
Ia memaksa kepadaku untuk menyerahkan kitab itu
kepadanya, dan saat itulah aku sadar dari pengaruh kalap
itu, maka akupun bertekad untuk membunuhnya!
"Sudah barang tentu ilmu silat yang dimilikinya bukan
tandinganku, ketika sudah mulai keteter hebat dan
nyawanya mulai terancam bahaya maut, tiba-tiba ia
gunakan kembali irama harpa tersebut untuk
mengendalikan aku, dan semenjak itulah aku disekap
disini."
00000OdwO00000
BAB 50
APAKAH kau tak sanggup untuk keluar dari sini dan
mencarinya?" tanya Ong Bun Kim.
"Kau keliru besar, bukannya aku tak bisa keluar dari siat,
adalah aku sendiri yang tak dapat meninggalkan tempat ini
karena aku telah makan obat racun itu..."
"Mengapa demikian?"
"Aaai.! Kalau diceritakan mungkin saja kalian tidak
percaya, setiap sepuluh jam satu kali. kalau tidak kudengar
irama harpa tersebut maka racun yang berada dalam tubuh
akan kambuh, ini mengakibatkan aku merasa amat tersiksa,
beberapa kali aku ingin mati saja, tapi setiap kali irama
harpa tersebut telah menolong jiwaku, ia tidak membiarkan
aku mati karena dia berharap bisa mendapatkan kitab
pusaka Hek mo-keng tersebut."
"Jadi kau tak dapat meninggalkan tempat ini, karena kau
harus mendengarkan irann harpa tersebut?"
"Benar!"
"Sungguh suatu perbuatan yaag amat keji!" teriak Ong
Bun kim sambil menggigit bibir.
"Benar aku betul betul ingin mati tak bisa, ingin
hiduppun susah, terpaksa sepanjang tahun aku harus
mendekam dalam ruangan ini dan hidup dijawab kendali
orang lain....Dua bulan kemudian sejak peristiwa itu, putri
ku pun lahir.
"Mata uang kematian adalah senjata rahasia andalanku,
dalam keadaan begitulah aku mulai teringat kembali akan
diri Ong See liat, aku pikir mungkin ia dapat
menyelamatkan jiwaku.
"Tak lama setelah putriku dilahirkan, tiba-tiba seseorang
muncul dalam ruang bawah tanah itu, orang itu adalah
pangcu dari perkumpulan Hui-yan pang"
"Kuserahkan putriku kepadanya, akupun mengatakan
kepadanya agar menyerahkan keenam biji mata uang
kematian itu kepada Ong See liat, sebab aku telah mengukir
tempat sekapanku ini di-atas mata uang tersebut."
"Sungguh kasihan pangcu dari Hui yan pang tersebut,
dia telah mati dibunuh Pak khek sin mo bahkan semua jago
Iihay dalam perkumpulannya ikut dibunuh semua sampai
habis, beruntung sekali istrinya dan putriku berhasil
melarikan diri..."
"Yaa, sesungguhnya hal mana sudah berada dalam
dugaanku. Yu leng lojin pasti akan pergi mencarinya,
sungguh kasihan dia dan para anggota per kumpulannya,
mereka harus mati lantaran aku...."
Berbicara sampai disini, air matanya tak bisa dibendung
lagi segera bercucuran dengan derasnya.
"Sesungguhnya Hek mo keng itu kitab macam apa?"
tanya Ong Bun kim kemudian.
"Sejilid kitab pusaka ilmu silat peninggalan dari Hek mo
im (bayangan Ibiis hitam)!"
"Kitab pusaka itu berhasil kau dapatkan?" tanya Tay
khek Cinkun dengan terperanjat.
"Benar!"
"Lantas dimanakah pedang saktinya?" tanya Tay khek
Cinkun lebih lanjut.
"Soal itu aku kurang begitu tahu!"
"Aaai ! Sungguh tak kusangka kalau perkataan diri Thian
jian Cuncu ternyata bukan kata-kata kosong belaka, ketika
ia mengatakannya kepadaku dulu, aku masih mengira hal
itu sebagai sesuatu lelucon belaka, tak tahunya..."
"Apa yang telah dikatakan Thian jian Cuncu
kepadamu?" tanya Ong Bun kim sambil menghela napas.
"Disaat pedang sakti muncul kembali, pembunuhan
berdarah akan terjadi dalam dunia persilatan, dan..."
Dan apa? Iba tidak melanjudtkan kata-katanaya, selapis
rasba sedih dan murung segera menyelimuti wajahnya.
Sampai lama sekali ia batu bergumam kembali: "Rahasia
langit tak boleh bocor, kalau tidak sukar dilukiskan apa
akibatnya, Thian jian Cuncu benar-benar seorang tokoh
sakti yang tiada bandingannya didunia ini"
Ong Bun-kim tak tahu apa yang telah di-katakan Thian
jian Cuncu kepada Tay khek Cinkun, tapi oleh sebab
persoalan itu menyangkut rahasia langit, maka diapun tidak
bertanya lebih jauh.
Ong-Bun-kim segera mengalihkan pokok penbicaraan itu
ke soal lain, tanyanya kemudian:
"Apakah Yu-leng lojin sendiri yang memainkan irama
harpa tadi?"
"Mungkin benar, kecuali seseorang yang memiliki tenaga
dalam sempurna, jangan harap permainan harpa tersebut
bisa dilakukan-bahkan dengan tenaga dalam yang kau
miliki sekarangpun masih belum cukup!"
Ong-Bun-kim segera menggertak gigi menahan
geramnya, ia berseru dengan penuh luapan emosi.
"Aku pasti akan melumat tubuhnya hingga menjadi
berkeping keping, kalau tidak rasanya dendam kesumat ini
sukar dihilangkan dari dalam hatiku...."
"Aku lihat ruangan ini agaknya diatur menurut suatu
kedudukan ilmu barisan, apa benar begitu?" tiba-tiba Taykhek
Cin kun bertanya.
"Benar, memang diatur menurut barisan Kiu-kiong yang
mengandung unsur Pat-kwa"
Tay-khek Cinkun menggigit bibirnya seperti sedang
memikirkan sesuatu, kemudian sambil tertawa dingin
katanya:
"Aku harus pergi menjumpainya!"
"Menjumpai siapa?"
"Pak-khek sinmo Yu-leng-lojin...!"
Sinar matanya lantas dialihkan keatas wajah Iblis cantik
pembawa maut, lalu tanyanya:
"Bagaimanakah keadaan lukamu sekarang?"
"Tidak terlalu bahaya, asal kusalurkan hawa murniku
untuk penyembuhan, maka semua luka tersebut akan
sembuh dengan sendirinya."
"Kalau begitu, tolong bantulah aku sekali lagi!"
lblis cantik pembawa maut manggut-manggut, diapun
segera menepuk bebas tiga buah jalan darah penting
ditubuh Tay khek Cinkun, lalu menyalurkan hawa
murninya untuk membantu kakek itu menyembuhkan
penyakitnya.
Cara pengobatan yang dilakukanb ternyata cepatd sekali,
hanya adalam waktu sinbgkat pengobatan itu sudah selesai.
Tay-khek Cinkun yang memperoleh bantuan tenaga dari
Iblis cantik pembawa maut pun segera mengerahkan tenaga
sendiri untuk mengobati lukanya, sudah barang tentu luka
tersebut menjadi sembuh kembali jauh lebih cepat daripada
dihari biasa.
Ketika lukanya benar-benar telah sembuh Tay khek
Cinkun segera menghela napas panjang, lalu katanya:
"Budi pertolonganmu ini rasanya tak perlu kuucapkan
terima kasih, tapi budi itu pasti akan kubalas dikemudian
hari."
"Tak usah sungkan sungkan!"
"Eee.h....baiknya aku menyebutkan dengan panggilan
apa?" tiba-tiba Ong Bun-kim bertanya:
"Panggil saja aku dengan sebutan A-ih (bibi).!"
Ong Bun kim manggut-manggut . "A-ih, tahukah kau
kalau kami sudah terkena racun jahat tak berwujud.."
"Tak usah kuatir, racun itu sudah kuusir keluar dari
dalam tubuh kalian, untung saja sebelum kejadian kalian
sudah menelan sebutir pil penawar racun, kalau tidak,
mungkin akupun tak sanggup untuk menyelamatkan jiwa
kalian!"
"Aku akan pergi mencarinya sekarang juga !" Tay-khek
Cinkun kembali berkata dengan tiba-tiba.
"Mencari siapa? Yu leng-lojin?"
"Benar! Barisan Kiu-liong pat kwat-tin tak bakal bisa
mengurungku disini!"
"Baik, mari kita pergi mencarinya!" sahut Ong Bun kim
pula dengan dingin.
"Cianpwe, kau tak boleh berbuat demikian" cegah Iblis
cantik pembawa maut secara tiba-tiba.
Tay khek Cinkun segera tertawa.
"Bagaimanapun juga selembar nyawaku ini berhasil
kupungut kemba'i sekalipun harus mati juga tak mengapa!"
Selesai berkata, ia lantas berjalan lebih duluan keluar dari
ruangan itu.
"Tunggu sebentar!" bentak Iblis cantik pembawa maut.
"Pesan apa lagi yang hendak kau katakan?"
"Apakah kalian bersikeras hendak mencarinya?"
"Benar!"
"Permainan harpa itu belum berkumandang lagi,
tahukah kalian sekarang dia berada dimana?"
Tay khek Cinkun merasa perkataan itu ada benarnya
juga, sampai kini irama harpa belum berkumandang lagi,
mana ia bisa tahu berada dimanakah iblis tua tersebut?
Maka setelah berrpikir sebentart sahutnya dingiqn; "Baik,
kita rnantikan beberapa jam lagi!"
Iblis cantik pembawa maut pun berpaling ke arah Ong
Bun kim, lalu ujarnya:
"Ong Bun kim, sekalipun ayahmu tidak berjodoh
denganku, tapi bagaimanapun juga kau adalah putranya,
untuk membalas dendam, bersediakah kau mempelajari
beberapa jurus silat yang akan kuajarkan kepadamu?"
Ong Bun kim merasa sangat gembira.
"Terima kasih banyak atas kebaikan A ih." sahutnya.
"Akan kuajarkan ilmu pukulan Hek mo sin ci ada
(pukulan sakti iblis hitam) kepadamu, sebab ilmu pukulan
itu hanya terdiri dari empat jurus, Walaupun begitu, aku
rasa belum tentu ada seorang manusiapun dalam dunia
persilatan dewasa ini yang sanggup menghadapinya, nah
jurus pertama bernama Hek ya mo mi (bayangan setan
ditengah kegelapan) jurus kedua bernama Mo im kui jiau
(bayangan iblis cakar setan), jurus ketiga bernama Mo kui ci
ong si (setan iblis berambut mayat) dan jurus terakhir
adalah Mo hong su ki (angin iblis berhembus dari empat
penjuru), sekarang perhatikanlah baik-baik, akan segera
kuajarkan ilmu pukulan itu kepadamu!"
Demikianlah, selanjutnya perempuan itupun mewariskan
ilmu pukulan silatnya sejurus demi sejurus kepada Ong Bun
kim.
Dengan tekun dan penuh semangat Ong Bun kim
mempelajarinya, betul hanya terdiri dari empat jurus
belaka, ternyata tidak gampang untuk dipelajari, apalagi
perubahan yang sedemikian banyaknya, coba pemuda itu
tak berotak encer, niscaya kepandaian itu akan sulit untuk
dipelajarinya.
Lima jam kemudian Ong Bun kim telah berhasil
menguasahi ilmu pukulan maha sakti itu.
Menyaksikan kecerdasan dan kemampuan si anak muda
itu, Iblis cantik pembawa maut menghela napas panjang.
"Aaaai ! Kecerdasanmu benar-benar tak kalah bila
dibandingkan dengan ayahmu dimasa lampau, kejadian ini
sungguh merupakan suatu kejadian yang patut digirangkan,
duduklah..."
"Mau apa disuruh duduk?"
"Akan kuhadiahkan sepertiga dari tenaga dalam ku
untukmu!"
"Aaah! Hal ini......hal ini mana boleh?"
"Jangan kuatir" ujar Iblis cantik pembawa maut,
"sekalipun sepertiga dari kekuatanku telah kuberikan
kepadamu, hal tersebut sama sekali tak akan mempengaruhi
diriku, tenaga kekuatan yang berada dalam tubuhku masih
tetap sebesar seratus tahun hasil latihan"
Terhadap cinta kasih dari Iblis cantik pembawa maut ini,
Ong Bun-kim benar-benar merasa terharu sekali sehingga
tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya dengan air mata bercucuran karena
terharunya, pemuda itu berkata.
"A-ih, aku tak tahu dengan cara apa harus menyatakan
rasa terima kasihku kepadamu!"
"Sudahlah nak, ini belum terhitung seberapa, kau tak
usah berterima kasih kepadaku, yang penting sekarang
duduklah dengan tenang disitu, aku akan segera turun
tangan"
Mendengar perkataan itu, Ong Bun kim segera menurut
dan duduk diatas lantai.
Pelan-pelan Iblis cantik pembawa maut menempelkan
telapak tangan kanannya keatas jalan darah Thian leng kay
diubun-ubun Ong Bun-kim, segulung tenaga murni yang
maha besar dengan cepatnya menyusup masuk lewat ubunubun
dan segera menerjang kedalam tubuh anak muda itu.
Tay khek cinkun yang menyaksikan kejadian itu tak bisa
berbuat lain kecuali berkemak-kemik bergumam seorang
diri;
"Inilah yang dinamakan takdir..inilah yang benar-benar
merupakan takdir..."
Kurang lebih satu jam kemudian, pengerahan tenaga
itupun telah selesai, sambil bangkit berdiri kata Iblis cantik
pembawa maut!
Tenaga dalam yang kau miliki sekarang paling tidak
sudah berada diatas seratus tahun hasil latihan, jika
dikombinasikan penggunaannya dengan ilmu pukulan Hek
mo sin ciang yang ku hajarkan tadi, maka kepandaian
silatmu sekarang sudah cukup untuk menjagoi dunia
persilatan."
"Terima kasih banyak A-ih atas cinta kasihmu yang
bersedia membawaku ke jalan kesuksesan " bisik Ong Bunkim
dengan air mata bercucuran karena terharu.
"Tak usah berterima kasih kepadaku, asalkan kau bisa
mencarikan putriku untuk berjumpa muka denganku, itu
sudah lebih dari cukup."
"A-ih aku pastia kan membawanya datang kemari..." si
anak muda itu berjanji.
Baru habis ia menyelesaikan kata katanya mendadak...
Irama maut Si sim ci ki yang mengalun merdu itu
kembali berkumandang memenuhi seluruh ruangan, begitu
mendengar iramba musik sepertid juga semula Ibalis cantik
pembbawa maut segera tertawa tergelak gelak seperti orang
gila, dan menari nari seperti orang yang sudah tak waras
otaknya.
Tay khek Cinkun segera berbisik kepada Ong-Bun kim:
"Ong Bun kim hayo sekarang juga kita berangkat!"
Begitu selesai berkata, ia telah menerjang lebih dahulu ke
arah pintu depan.
Selapis hawa napsu membunuh menyelimuti wajah Ong
Bun kim, ketika Tay khek Cinkun menerjang keluar dari
mulut gua tadi, diapun ikut pula di belakangnya menerjang
keluar dari sana.
Irama harpa masih saja mengalun dengan merdunya
diseluruh ruangan.
Gelak tertawa kalap dari Iblis cantik pembawa maut,
berkumandang pula tiada hentinya...
Setelah berbelok kedalam sebuah lorong bawah tanah
dan berjalan lebih kurang satu kaki lebih, tiba-tiba Tay khek
Cinkun menghentikan langkahnya lalu bergumam seorang
diri:
"Empat berubah menjadi delapan... delapan kembali
menjadi empat, empat sembilan tiga puluh enam... benar,
benar, pasti beginilah caranya- untuk memecahkan..."
Ia lantas menarik tangan Ong Bun-kim dan mulai
berjalan kian kemari ditengah lorong yang gelap gulita itu,
perjalanan dilakukan makin lama semakin cepat...
Mengikuti arah perjalanan mereka semakin cepat itu,
suara permainan harpa yang mengalun merdu itu
kedengaran kian lama kian bertambah dekat.
Tiba-tiba Ong Bun-kim bertanya:
"Locianpwe, jangan-jagan ruang bawah tanah ini
berhubungan langsung dengan perguruan Yu-leng-bun?"
"Ehmm.... kemungkinan ini memang selalu ada."
"Yu leng Lojin betul betul berkepandaian hebat dan
berkemampuan luar biasa." kata pemuda itu lagi dengan
suara dingin.
"Benar, dia memang seorang manusia yang cerdas dan
berkepandaian yang luar biasa, cuma sayang telah
menempuh jalan yang sesat sehingga menimbulkan badai
pembunuhan berdarah dalam dunia pesilatan, peristiwa ini
sungguh pantas disesali dan disayangkan."
Dalam pada itu mereka telah tiba didepan sebuah
ruangan batu, Ong Bun-kim memperhatikan sejenak
suasana disekitar situ, lalu serunya.
"Locianpwe, suara irama harpa tersebut berasal dari
dalam ruangan ini?"
"Betul!"
Tanpa berpikir panjang lagi Ong Bun-kim segera
melompat ke depan pintu itu dan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat ke arahb pintu batu itud dengan tangan
akirinya.
"Blaaabng !" suatu benturan keras yang memekikkan
telinga berkumandang memecahkan keheningan, sebuah
lubang yang amat besar segera muncul diatas batu itu,
namun pintu itu sendiri sama sekali tidak bergeser dari
posisinya semula.
Kenyataan tersebut sangat mengejutkan Ong Bun kim,
segera pikirnya didalam hati:
"Suatu pintu batu yang betul betul amat tebal......"
Tay-khek Cinkun dengan cepat menghimpun tenaga
dalamnya dan melancarkan pula sebuah pukulan kedepan,
akan tetapi kenyataannya, pintu batu itu sama sekali tak
bergeser juga dari tempat semula, sementara irama harpa
mengalun keluar dari balik pintu itu.
"Pintu ini susah untuk dibuka" keluh Tay-khek Cinkun,
"mari coba kita cari disekitar tempat ini, siapa tahu kalau
ada tombol khusus untuk membuka pintu tersebut!"
Ong Bun-kim segera mengalihkan sinar matanya untuk
menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tapi diluar ruang
batu tersebut kosong melompong tiada suatu benda apapun,
ini membuat anak muda itu menjadi melongo dan tertegun.
Sebaliknya sinar mata Tay-khek Cinkun segera dialihkan
keatas sebuah patung batu berukiran yang berada lima depa
dihadapan mereka dan menatapnya tak berkedip.
Tiba tiba ia maju menghampiri batu berukir tersebut,
kemudaan diamatinya beberapa saat, setelah itu berusaha
untuk menggeserkan patung itu dari sana. tapi patung
batunitu sedikttpun tidak bergeser dari posisinya semula
Mendadak Tay-khek Cinkun menangkap bagian kepala
dari patung tersebut dan memutarnya kesamping kiri.
Berbareng dengan diputarnya kepala patung tersebut,
segera terdengarlah suara bergemerincing yang amat
nyaring berkumandang memecahkan keheningan.
Benar juga, pintu batu itu segera membuka dengan
sendirinya.
Ong Bun-kim menjadi sangat girang sekali, sementara
Tay-khek Cinkun dengan suatu lompatan kilat telah
menerjang masuk kebalik pintu itu, buru-buru Ong Bun-kim
menyusul pula dari belakangnya
Suasana dalam ruangan itu gelap dan lembab, disudut
ruangan situ duduklah sesosok bayangan hitam sedang
memetik senar harpa irama musik yang menyeramkan
itupun berkumandang dari sana.
"Tahan!" bentak Ong Bun-kim dengan suara
menggeledek.
Tapi orang itu sama sekali tidak menggubris bentakan
itu, sebaliknya masih tetap duduk sambil memetik senar
harpanya.
Ong Bun-kim memrbentak keras satmbil menerjang qke
depan, dalamr gusarnya ia telah melancarkan sebuah
pukulan dahsyat kearah bayangan hitam yang sedang
memetik senar harpa tersebut.
"Blaaang...!" suatu benturan yang amat keras
menggelegar memecahkan keheningan
Permainan harpa pun segera terhenti.
Ketika Ong Bun-kim mengalihkan kembali sorot
matanya ke arah bayangan hitam itu, hampir saja ia berseru
tertahan, ternyata orang yang memetik harpa itu bukanlah
Yu-leng Lojin seperti yang diduganya semula, melainkan
adalah seorang manusia aneh berambut panjang yang
bentuk wajahnya amat menyeramkan.
Entah akibat dan pukulan Ong Bun-kim, ataukah pada
dasarnya memang demikian paras muka manusia aneh itu
pucat pias hingga tampak menyeramkan sekali, sepasang
matanya yang dingin dan tajam tiba-tiba dialihkan kearah
wajah Ong Bun-kim dan menatapnya lekat-lekat.
Dipandang secara begini rupa, diam-diam bergidik juga
hati anak muda itu sehingga bulu kuduknya pada bangun
berdiri.
Tay-khek Cinkun segera maju ke depan, tapi tiba tiba
saja ia menjerit kaget setelah menjumpai paras muka orang
itu.
"Haaah... Rupanya kau..."
Sambil menjerit kaget, paras muka Tay khek Cinkun
berubah sangat hebat, kemudian dengan sempoyongan ia
mundur tiga empat langkah lebar.
"Sii....siapakah dia?" tanya Ong Bun-kim dengan cepat.
Tay khek Cinkun tidak menjawab pertanyaan tersebut,
dia hanya bergumam kembali dengan perasaan hampir tak
percaya:
""Hal ini.....hal ini benar-benar tak masuk diakal...
sungguh tak masuk diakal...."
"Sebenarnya siapakah dia?" sekali lagi Ong Bun-kim
mengajukan pertanyaannya:
Seperti baru tersadar kembali dari rasa kagetnya, Tay
khek Cinkun gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai....! Kalau dibicarakan mungkin kau pun tak akan
percaya.."
"Kenapa tak akan percaya? Sesungguhnya siapakah dia?"
Pelan-pelan Tay-khek Cinkun mengalihkan kembali sinar
matanya ke atas wajah si kakek pemetik harpa itu,
kemudian menegur.
"Sobat lama, masih kenal dengan aku orang she Can?"
Dengan sinar mata yang menggidikkan hati orang itu
menuap wajah Tay khek Cinkun lekat-lekat, lama... lama
sekali ia baru menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Apa? Kau tidak kenal lagi denganku?" seru Tay khek
Cinkun terperanjat.
"Locianpwe, sebenarnya siapakah orang ini?" tanya Ong
Bun kim lagi dengan perasaan terperanjat.
"Bu khek lojin, salah seorang diantara Bu lim sam lo!"
"Haah?" Ong Bun kim menjerit kaget pula tanpa terasa,
sebab kejadian itu benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang menggetarkan perasaan orang, sungguh tak disangka
kalau kakek pemetik harpa ini tak lain adalah Bu khek lojin.
oooOdwOooo
BAB 51
"JADI dialah yang bernama Bu khek lojin?" seru anak
muda itu lagi dengan terperanjat.
"Benar!"
"Peristiwa peristiwa ini sungguh merupakan suatu
peristiwa yang sama sekali tak masuk di-akal."
Berbicara sampai disini, tak tahan lagi Ong Bun kim
bersin beberapa kali lantaran ngeri.
"Yaa, tidak kusangka kalau Yu leng lojin sedemikian
lihay dan luar biasanya hingga diapun bisa ditariknya
masuk ke dalam perguruan Yu leng bun, kejadian ini
sungguh mengejutkan hati orang."
Pelan pelan Ong Bun kim mengalihkan kembali sinar
matanya ke wajah Bu khek lojin, tampak dengan sorot mata
yang menggidikkan dan penuh dengan pancaran hawa
napsu membunuh kakek itu sedang menatap wajah Ong
Bun kim lekat lekat.
"Siapa kalian?" tiba tiba ia menegur.
"Aku adalah Tay khek Cinkun!" buru-buru Tay-khek
Cinkun memperkenalkan diri.
"Kau... kau adalah Tay khek Ciakun? Ya..! aku seperti
teringat de......dengan nama ini."
"Sobat lama, apakah kau lupa ketika kita bermain catur
ditengah salju dulu?"
"Lupa. ...lupa..." mendadak hawa napsu membunuh
yang menggidikkan hati memancar keluar dari balik
matanya, kemudian ia membentak keras keras:
"Siapa yang telah menghantam diriku tadi ?"
"Aku!" jawab Ong Bun kim dengan perasaan terkesiap.
"Bocah muda, rupanya kau sudahb bosan hidup?"
d"Aku tidak tahua kalau kau adalbah...."
"Kau anggap siapakah aku ini?"
"Yuleng lojin..."
"Kau berani turun tangan terhadap majikanku?"
"Apa? Yu leng lojin adalah majikanmu?"
"Benar!"
Tay-khek Cinkun dan Ong Bun kim saling berpandangan
sekejap, kemudian mereka sama-sama merinding
dibuatnya.. Dengan perasaan terkesiap Tay-khek Cinkun
segera bertanya lagi:
"Mengapa kau bersedia menggabungkan diri dengan Yu
leng lojin dan menjadi pembantunya?"
"Karena dia adalah seorang yang sangat baik!"
"Jadi kaupun sudah pernah merasakan ilmu hipnotis Gi
sin tay hoatnya."
"Apa itu Gi sin tay hoat? Aku tidak tahu yang kalian
maksudkan itu, cuma kalian begitu berani bersikap kurang
ajar kepada ku, aku tak akan mengampuni kalian dengan
begitu saja."
Begitu selesai berkata, tiba-tiba ia melompat ke hadapan
Ong Bun kim, kemudian dengan harpa besinya yang
disertai dengan tenaga dahsyat, ia hantam tubuh si anak
muda itu.
Tampaknya sifat buas dari Bu khek lojin telah berkobar,
serangan yang dilancarkan ke arah Ong Bun kim ini telah
disertai dengan kekuatan yang luar biasa, tampaknya dia
berniat untuk melenyapkan si anak muda itu dalam sebuah
serangannya.
Pada saat Bu-khek lojin melancarkan serangannya tadi,
Tay-khek Cinkun ikut melejit ke depan dan menerjang ke
arah manusia aneh itu.sebuah pukulan segera dilancarkan
ke arah Bu khek lojin seraya bentaknya keras-keras:
"Tahan..."
Oleh bentakan itu tanpa terasa Bu khek lojin
menghentikan gerakan tubuhnya, dengan sinar mata yang
tajam ia menatap wajah Tay-khek Ciakun tajam-tajam, lalu
serunya:
"Ada urusan apa kau suruh aku berhenti menyerang?"
"Sobat lama, apakah kau sudah tidak mengindahkan lagi
persahabatan kita yang dulu?"
"Persahabatan? Haahh haahh hah hakekatnya aku sama
sekali tidak kenal dengan dirimu!"
Seraya berkata sekali lagi ia menerjang ke depan dengan
amat dahsyatnya.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat hawa
amarahnya telah berkobar dalam dadanya, ia tak tahan
menyaksikan keangkuhan dan kenekatan kakek aneh itu
terhadap dirinya.
Pada saat itulah Tay khek Cinkun telah melancarkan
pula sebuah pukulan dahsyat.
Tampaklnya Tay-khek Cinkun tidak ingin bertarung
sendiri melawan Bu khek lojin, maka sekalipun dalam
serangannya itbu telah disertadkan tenaga penuah, namun
tidak bdisertai ancaman yang mematikan.
Sebaliknya kebuasan Bu-khek lojin telah berkobar,
ditengah bentakan yang sangat keras, secara beruntun dia
melancarkan empat buah serangan kilat yang
keseluruhannya ditujukan ke bagian-bagian yang
mematikan ditubuh Tay-khek Cinkun, sungguh suatu
serangan yang keji dan mengerikan.
Berbicara dalam hal tenaga dalam, agaknya kepandaian
Tay-khek Cinkun masih menang setingkat bila
dibandingkan dengan Bu khek lojin, cuma dia tak ingin
melukai sobat lamanya ini karena dia tahu Bu-khek lojin
sudah terkena pengaruh ilmu hipnotis Gi-sin tay-hoat dari
Yu-leng lojin.
Serangan demi serangan dilangsungkan berulang kali,
pertarungan berjalan amat cepat, dalam waktu singkat
sepuluh gebrakan sudah lewat tanpa terasa.
Tiba-tiba Ong Bun-kim membentak keras:
"Locianpwe, bekuk dirinya..."
Paras muka Tay khek Cinkun berubah hebat diapun
sadar bila sobatnya ini tidak segera dibekuk, maka
pertarungan yang berkepanjangan bukan merupakan suatu
keuntungan bagi pihaknya.
Berpikir demikian, diapun membentak keras, tangan
kirinya segera dibabat ke depan dengan kecepatan luar
biasa.
Dua sosok bayangan manusia saling berputar ditengah
udara lalu memisahkan diri menjadi selapis cahaya tajam,
terasalah angin pukulan menderu-deru amat menyeramkan.
Sungguh pertarungan ini merupakan suatu pertarungan
sengit yang jarang terjadi dalam dunia persilatan, sampai
terbelalak Ong Bun kim menyaksikan jalannya pertarungan
tersebut.
Mendadak terdengar suatu bentakan nyaring
menggelegar di ruangan, menyusul kemudiar. terjadinya
suatu benturan keras, dua sosok bayangan manusia saling
berpisah dan Bu khek lojin sambil muntah darah segera
terjungkal ke atas tanah.
Tay khek Cinkun sendiripun mundur sejauh tujuh
delapan langkah dari tempat semula, tak tahan diapun ikut
muntah darah segar.
Dengan suatu langkah cepat Ong Bun kim menerjang
maju ke depan dan mencengkeram tubuh Bu khek lojin,
kemudian sambil mengangkatnya ke udara ia membentak.
"Bu-khek lojin, kenapa kau bersedia masuk menjadi
anggota perguruannya Yu leng lojin?"
Bu-khek lojin,. melirik sekejap ke arah Ong Bun kim, lalu
tertawa dingin tiada hentinya suara tertawanya masih tetap
begitu sinis dan menyeramkan...
"Hayo cepat menjawab!" kembali Ong Bun-kim
membentak, "mengapa kau bersedia menjadi kaki
tangannya rYu leng lojin dtan menjadi seorqang algojo
disirni?"
"Kalian sendiri baru algojo-algojo yang jahat, kalau
hendak membunuh diriku, hayolah cepat dibunuh" bentak
Bu-khek lojin.
"Hmm! Tidsk sulit buat kami jika ingin membunuhmu,
setiap saat nyawamu bisa ku-cabut!"
"Kalau begitu, hayolah cepat cabut nyawaku." Ong Bunkim
teramat gusar, telapak tangannya sudah diangkat ke
udara siap membunuh kakek aneh tersebut. Tapi pida saat
itulah tiba-tiba terdengar Tay khek Cinkun berseru dengan
nyaring:
"Ong Bun kim, lepaskan dia!"
"Kenapa?" tanya Ong Bun kim dengan wajah tertegun.
"Sekalipun ia dibunuh juga tiada kegunaan apa-apa buat
kita, lagi pula ia sudah terkena ilmu hipnotis Gi sin tay hoat
dari Yu leng lojin sehingga kehilangan ingatannya, dia tak
boleh dibunuh, kasihan dengan nyawanya."
"Jadi maksudmu?"
"Lepaskan dia!"
Ong Bun kim berpikir sebentar, lalu manggut-manggut.
"Baiklah!"
Ia membanting tubuh Bu khek lojin keatas tanah, setelah
itu baru bertanya kepada Tay khek-Cinkun:
"Lukamu tidak terlampau serius bukan?"
"Masih untung agak mendingan, biar kusembuhkan dulu
lukaku ini kemudian kita baru meninggalkan tempat ini!"
Seraya berkata ia berjalan lebih dulu keluar dari pintu
batu tersebut.
Setelah keluar dari pintu, ia menggeserkan kembali
kepala patung batu itu, maka pintu pun pelan pelan
menutup kembali.
Setelah itu dengan wajah serius Tay khek Cinkun baru
duduk bersila untuk menyembuhkan luka yang dideritanya.
Ong Bun-kim sendiripun merasakan juga suatu perasaan
kaget yang luar biasa, sebab salah satu diantara Bu-lim-sam
lo yaitu Bu-khek lojin telah menggabungkan diri dengan Yu
leng lojin, dari sini dapat diketahui bahwa ambisi Yu leng
lojin untuk merajai seluruh dunia persilatan memang telah
direncanakan dengan masak-masak.
Tak lama kemudian Taykhek Cinkun telah selesai
menyembuhkan luka yang dideritanya, pelan-pelan ia
bangkit berdiri dan menengok sekejap ke arah si anak muda
itu lalu katanya:
"Mari kita pergi!"
"Ke mana?"
"Meninggalkan tempat ini!"
Ong Bun kim manggut manggut.
"Kalau begitu kita beritahukan dulu niat ini kepada Iblis
cantik pembawa maut!"
"Baik!!
Maka dibawah pimpinan Tay khek Cinkun, mereka
berjalan kembali menembusi barisan dalam lorong rahasia
itu dan menuju ke ruangan dimana Iblis cantik pembawa
maut disekap.
Tak selang sesaat kemudian, mereka telah tiba kembali
diluar ruangan batu itu.
"Apakah Ong Bun kim yang datang?" terdengar Iblis
cantik pembawa maut menegur.
"Benar." ditengah sahutan tersebut mereka telan melihat
kedatangan iblis cantik pembawa maut yang menyongsong
kedatangan mereka.
"Siapakah pemetik harpa itu?" perempuan itu segera
bertanya.
"Kalau dibicarakan mungkin kaupun tak akan percaya"
kata Tay khek Cinkun, "kau tahu, ternyata dia tak lain
adalah Bu khek lojin, salah seorang diantara Bu lim sam
lo?"
"Bu khek lojin....? Kenapa bisa dia? Jadi si pemetik harpa
itu benar-benar adalah Bu khek-lojin?"
"Benar!"
Iblis cantik pembawa maut menjidi amat terperanjat.
"Aah, hal ini mana mungkin bisa terjadi?" serunya.
"Tapi kenyataannya memang dia!"
"Sungguh tak kusangka kalau ia sudah terjatuh ke tangan
musuh!"
"Oleh sebab itulah peristiwa ini boleh dibilang
merupakan suatu kejadian yang sama sekali tak disangka"
kata Tay-khek Cin kun sambil menghela napas panjang,
tiba-tiba ia bertanya lagi, "dengan tenaga dalam yang kau
miliki sekarang, sanggupkah kau untuk memecahkan
pengaruh ilmu hipnotis Gi-sin tay-hoatnya itu?"
"Masih sulit untuk dilakukan, konon ilmu Gi-sin-tayhoat
adalah suatu ilmu hitam yang bisa menghilangkan
kesadaran maupun watak seseorang disamping dapat
memancing berkobarnya hawa jahat serta kebuasan orang
untuk melakukan hal hal yang tak diinginkan, menurut apa
yang kuketahui, ilmu hitam tersebut bukannya bisa diatasi
dengan bahan obat-obatan."
"Bagaimana kalau menggunakan tenaga dalam?"
"Tentang soal ini sulit untuk bdikatakan, daladm kitab
Hek-mo-akeng pernah dibbicarakan tentang ilmu hitam
tersebut, tapi dengan kemampuan Hek-mo im pribadi pun
akhirnya tak berhasil menyimpulkan sesuatu."
"Jadi kalau begitu, orang yang sudah terpengaruh ilmu
Gi sin tay hoatnya Yu leng lojin, maka selama hidup tiada
kemungkinan untuk menjadi sembuh kembali?"
"Aku tidak maksudkan demikian, cuma aku masih belum
berhasil menemukan sesuatu cara yang jitu untuk
memecahkan hal ini!"
Sampai disitu, Tay khek Cinkun tak dapat
menyembunyikan rasa kecewanya, ia menghela napas
berat.
Ong Bun kim segera berkata:
"Kalau begitu, apakah racun yang kau derita masih bisa
disembuhkan dengan sejenis obat?"
"Ya, benar." " Iblis cantik pembawa maut mengangguk.
"Obat apakah yang bisa memunahkan racun ditubuhmu
itu?"
"Buah Hiatli!"
"Buah Hiatli?"
"Betul, buah itu hanya ada didalam selat hiat-mo-shia
dalam bukit Thian-mo san..."
"Apa? Buah itu hanya ada diselat Thian mo-shia diatas
bukit Thian mo san?"
"Benar!"
Ong-Bun kim segera mengerutkan dahinya rapat-rapat,
dia masih ingat markas besar perguruan San tiam bun
letaknya justru diselat Thian mo shia, itu berarti usahanya
untuk mencari buah Hiat li tersebut masih merupakan suatu
tanda tanya besar yang sukar diramalkan hasilnya mulai
saat ini.
Terdengar Iblis cantik pembawa maut berkata lagi.
"Buah Hiat li seperti juga tumbuhan buah li lainnya,
batangnya amat pendek, paling tidak hanya dua depa saja
dari permukaan tanah, buahnya kecil se ibu jari, tapi amat
beracun sekali. .."
"Buah itu sangat beracun?" seru Ong Bun kim terkejut.
"Benar, oleh karena racun yang bersarang ditubuhku
jauh berbeda dengan racun-racun lainnya, maka kecuali
menggunakan sistim racun melawan racun rasanya tiada
cara lain lagi yang bisa digunakan untuk memunahkan
racun didalam tubuh itu"
Ong Bun kim menggigit bibir menahan luapan emosinya,
lalu berseru.
"Semoga saja demikian, nah sekarang kau boleh pergi."
Ong Bun kim manggut manggut, bersama Tay-khek
Cinkun ia putar bedan dan siap meninggalkan tempat itu.
Tapi bpada saat ituladh tiba tiba teradengar suara
tebrtawa dingin yang menyeramkan barknmandang
memecahkan keheningan.
Suara tertawa itu dingin sekali, sehingga menggidikkan
hati siapapun yang mendengarnya.
"Siapa disitu?" Tay khek Cinkun segera membentak keras
"Sobat lama" suara dingin yang menggidikkan kembali
menggema, "tak kusangka kepandaianmu cukup hebat,
ternyata kaupun seorang ahli ilmu barisan yang tak boleh
dianggap remeh!"
Setelah mendengar perkataan itu paras muka Tay khek
Cinkun serta Ong Bun kim berubah hebat, sebab merela
kenali orang itu sebagai Yu leng lojin, musuh besar mereka
bersama.
Tay khek Cinkun segera tertawa dingin.
"Yu leng lojin kau jangan terlalu pandang rendah orang
lain, jangan kau anggap hanya kau seorang yang mengerti
tentang ilmu barisan, Hma! Kalau cuma ilmu barisan Kiu
liong pat kwa tin sih masih belum cukup tangguh untuk
mengurung diriku!"
"Benar-benar! perkataan itu memang benar! Tapi
seandainya aku tutup pintu kehidupan tersebut?"
"Pintu kehidupan?"
"Benar! Setiap barisan tentu ada jalan tembus yang bisa
dilewati, seandainya kututup pintu kehidupan tersebut,
bukankah tempat itu akan segera berubah menjadi sebuah
pintu kematian?"
"Benar, tapi aku percaya kau tak akan memiliki
kemampuan tersebut!"
-oo0dw0oo--
Jilid 17
TAY-KHEK CINKUN adalah seorang ahli dalam ilmu
barisan, dalam kenyataannya dalam setiap barisan memang
selalu terdapat jalan kehidupan yang bisa dilewati, akan
tetapi kalau dikatakan jalan kehidupan itupun bisa
disumbat, hal ini sungguh merupakan suatu kejadian yang
sama sekali tak masuk diakal...
Terdengar Yu-leng lojin tertawa dingin tiada hentinya,
kemudian berkata lagi:
"Adakah kemampuan bagiku untuk melakukan
perbuatan tersebut, sebentar lagi bakal tahu sendiri, cuma
sekarang aku sih ingin berbicara dulu dengan Iblis cantik
pembawa maut.
Iblis Cantik pembawa maut segera tertawa dingin, segera
bentaknya.
"Persoalan apa lagi yang hendak kau bicarakan
denganku?"
"Kitab pusaka Hek mo keng!"
"Heehh heehh heehh jangan bermimpi disiang hari
bolong!" jengek Iblis cantik pembawa maut sambil tertawa
dingin tiada hentinya.
Yu-leng lojin ikut tertawa dingin, terasa hembusan angin
menyambar lewat, tahu-tahu ada dua sosok bayangan
rhitam telah muntcul disana.
Ia qduduk diatas serbuah kursi, mukanya masih juga
diliputi hawa sesat yang menggidikkan hati.
00000OdwO00000
BAB 52
MENCORONG sinar berapi api setelah Ong-Bun kim
berjumpa dengan musuh besarnya ini, segera bentaknya:
"Yu leng lojin, rupanya kau adalah seorang manusia
cacad!"
"Benar, aku memang seorang yang cacad, tapi kalau aku
berhasil mendapatkan kitab pusaka Hek mo keng tersebut,
maka aku akan memperoleh harapan untuk sembuh
kembali"
Tay khek Cinkun segera tertawa dingin. "Tak heran
kalau sampai sekarang kau masih belum melakukan
pembantaian secara besar-besaran dalam dunia persilatan,
rupanya sepasang kakimu lumpuh dan tak sanggup
melakukan perjalanan sendiri."
Mendengar perkataan itu, Yu leng lojin sementara
tertawa seram.
"Heeehhh heeehhh heeehhh....Iblis cantik pembawa
maut! Hampir saja melupakan sesuatu hal yang amat
berharga, ketahuilah bahwa putrimu telah terjatuh
ketanganku."
"Apa? Kau..."
"Sekarang, aku hendak mempergunakan nyawa putrimu
untuk ditukarkan dengan kitab pusaka Hek-mo-keng
tersebut!" lanjut Yu-jeng lojin dengan dingin.
Ucapan tersebut segera membuat paras muka Iblis cantik
pembawa maut berubah sangat hebat, rasa ngeri segera
menyelimuti seluruh wajahnya, untuk sesaat ia menjadi
tergagap dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun
juga....
"Kau berani?" akhirnya setelah lewat, ia membentak
dengan suara gemetar.
"Kenapa tidak berani? Jika kau bersedia akupun bisa
memberi sebuah hadiah lain ke kepadaku, nyakni selembar
nyawa dari Hian ih-lihiap (pendekar perempuan berbaju
hitam) Ong Siau-bi!"
"Apa? Hian ih lihiap juga sudah jatuh ke tanganmu?"
bentak Ong Bun kim dengan wajah berubah.
"Betul!"
Setelah berhenti sejenak, Yu leng lojin mengalihkan sinar
matanya yang dingin menyeramkan itu ke atas wajah Iblis
cantik pembawa maut, katanya lebih lanjut dengan dingin:
"Bagaimana keputusanmu?"
"Kalau aku tidak bersedia memenuhi keinginanmu itu?"
"Satu jam kemudian.. heeehhh... heeehhh heeehhh. kau
bakal tahu sendiri akibatnya!"
Saking gusarnya sekujur tubuh Ong Bun kim sampai
gemetar keras, ia tak sanggup berkata apa-apa.
Mendadak Tay khek Cinkun bertanya:
"Seandainya kami bersedia untuk menyerahkan kitab
Hek-mo-keng tersebut kepadamu?"
"Maka dua orang itu akan segera kuserahkan kepada
kalian!"
"Tapi kau jangan lupa, Dewi mawar merah sudah
terkena ilmu hipnotis Gi-sin tay hoat mu!"
"Aku sanggup untuk memunahkan pengaruh ilmu
tersebut!"
"Tapi menurut apa yang kuketahui, kau masih belum
berhasil memiliki cara untuk menarik kembali pengaruh
ilmu Gi-sin tay hoat itu..."
Mendengar perkatanku itu paras muka Yu leng lojin
agak berubah, dengan cepat dia berseru.
"Apa yang hendak kukatakan telah selesai kaucapkan,
mau serahkan kitab itu atau tidak terserah pada keputusan
kalian sendiri!"
Sehabis berkata, tiba tiba ia melayang kembali ke arah
jalan semula.
"Berhenti!" bentak Ong Bun kim dengan keras.
Mendengar bentakan tersebut, tiba-tiba saja Yu leng lojin
menghentikan gerakan tubuhnya, ditatapnya sekejap wajah
si anak muda itu, kemudian ujarnya dengan dingin.
"Masih ada pesan apa lagi yang hendak kau sampaikan?"
"Mau anggap bisa pergi dari sini dengan begitu mudah?"
teriak pemuda itu dengan seramnya.
Yu leng lojin segera tertawa dingin. "Jadi kau hendak
menahan aku disini?" balik bertanya.
"Benar!"
Kontan saja Yu leng lojin tertawa seram.
"Haaahhh haaahnn haaahhh kau anggap dengan
kepandaianmu itu sudah mampu untuk menghalangi
kepergianku...."
Belum lagi ia menyelesaikan kata-katanya, Ong Bun kim
telah membentak keras, tiba-tiba tubuhnya bergerak maju
kedepan dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh
Yu leng lojin.
Didalam melancarkan serangannya itu Ong Bun Kim
telah mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya,
sungguh suatu ancaman yang luar biasa hebatnya.
Buru-buru Yu leng lojin mengayunkan telapak tangan
kanannya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Bersamaan waktunya ketika Yu leng lojin melancarkan
serangannya tadi, dua sosok bayangan hitam secepat kilat
telah menerjang pula ke arah Ong Bun kim, dua gulung
angin pukulan yang tak kalah dahsyatnya ikut meluncur
tiba.
"Blaaang...!" suatu benturan keras yang memekikkan
telinga berkumandang memecah keheningan.
Akibat dari bentrokan kekerasan antara Ong Bun kim
dengan Yu leng lojin itu, si anak muda itu terdesak mundur
sejauh tujuh delapan langkah, sementara dua sosok
bayangan hitam lainnya telah menerjang tiba.
Tay khek Cinkun buru-buru melancarkan pula sebuah
pukulan untuk membendung datangnya serangan dari
kedua sosok bayangan hitam itu, dalam waktu yang amat
singkat itulah, ternyata Yu leng lojin telah
memanfaatkannya untuk kabur ke dalam lorong rahasia
yang gelap gulita itu.
Ong Bun kim bermaksud untuk mengejar dari belakang,
sayang tindakannya itu terlambat selangkah.
Pada saat itulah dua sosok bayangan hitam itupun secara
diam-diam telah mengundurkan diri pula dari situ.
Ong Bun kim menjadi marah sekali sehingga menggertak
giginya kencang-kencang, teriaknya dengan penuh rasa
mendongkol.
"Manusia licik yang tak tahu malu !"
Tay khek Cinkun pun berdiri dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dengan gemas
teriaknya.
"Perbuatannya itu betul-betul keji dan tak tahu malu!"
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya
Ong Bun kim kemudian.
Tay khek Cinkun berpaling ke arah Iblis cantik pembawa
maut, lalu tanyanya:
"Iblis cantik pembawa maut, betulkah kitab pusaka Hek
mo keng tersebut berisikan ilmu sakti peninggalan dari Hek
mo im?"
"Benar, ilmu sakti peninggalannya itu terdiri dari dua
bagian, yang satu bagian untuk melatih ilmu sakti Sin kim
kiam boh, sedangkan bagian yang lain merupakan ilmu silat
maha sakti miliknya sendiri!"
"Tampaknya sebelum mendapatkan kitab tersebut, Yu
leng lojin tak akan berpeluk tangan belaka, sekarang aku
baru tahu, kiranya sampai kini ia belum meresmikan
perguruannya oleh karena sepasang kakinya lumpuh dan
tak sanggup berjalan, andaikata dalam kitab pusaka Hek mo
keng tersebut benar-benar tercantum kepandaian sakti yang
dapat menyembuhkan kelumpuhannya itu, maka hal ini
harus kita pikirkan juga akibatnya."
"Betul, kalau kelumpuhan pada kakinya berhasil
disembuhkan, maka akibatnya akan sukar lagi untuk
dilukiskan dengan kata-kata, atau tegasnya sekali Yu leng
lojin berhasil mendapatkan kitab pusaka Hek mo keng,
banjir darah akan segera melanda seluruh dunia persilatan."
"Seandainya dia sampai membunuh kedua orang itu?"
tanya Iblis cantik pembawa maut dengan perasaan kuatir.
"Aku rasa ia tak akan sampai berbuat demikian!"
"Kenapa?"
"Aku percaya tindakannya tak akan sampai sekeji ini!"
"Aku rasa hal ini sukar untuk dikatakan" ujar Ong Bun
kim, "seandainya ia sampai melakukan tindakan yang jauh
lebih keji lagi, lantas bagaimana baiknya? Apakah kitab
pusaka Hek mo keng tersebut harus diserahkan
kepadanya?"
"Tentu saja tidak!"
"Kalau begitu lantas bagaimana baiknya?"
"Yaa, apa yang musti kita lakukan? Peristiwa ini benarbenar
membuat orang merasa amat kuatir, sebab kalau kitab
pusaka Hek mo keng tersebut sampai diserahkan
kepadanya, jelas akibat yang bakal ditimbulkan akan sukar
dilukiskan dengan kata-kata"
Sinar mata Tay khek Cinkun segera dialihkan ke atas
wajah Iblis cantik pembawa maut yang diIiputi
kemurungan itu lalu tanyanya:
"Bagaimana ilmu silat yang dimiliki Yu leng lojin?"
"Dia masih bukan tandinganku, kecuali sewaktu
pertarungan sedang berlangsung, tiba-tiba ia mainkan irama
Si sim-ci ki tersebut."
"Kalau memang demikian adanya, maka kita akan
beradu jiwa dengan dirinya !"
"Hal ini jelas tak mungkin bisa dilakukan jangan lupa
kalau kita masih mempunyai dua orang rekan yang terjatuh
ditangannya!"
"Benar Dewi mawar merar dan Hian-ih lihiap telah
berada ditangan lawan, itu berarti pihak musuh memiliki
kondisi yang jauh lebih menguntungkan, salah-salah
kemungkinan besar mereka akan membunuh Dewi mawar
merah berdua lebih dulu.. Tidak menyerahkan kitab pusaka
Hek-mo-keng tersebut jelas tak mungkin, mau diserahkan
juga rasanya tak mungkin, apa lacur mereka pun tidak
berhasil mendapatkan suatu cara yang jauh lebih baik lagi
untuk menghadapi kejadian yang bisa berakibat fatal ini.
Mereka jadi termenung dan termangu-mangu seperti
orang bodoh....
Walaupun berlalu dalam suasana yang secara tegang dan
mengerikan itu...
Tiba-tiba Tay khek Cinkun berkata dengan suara berat,
memecahkan keheningan yang mencekam.
"Tampaknya kita harus menghadapi masalah ini setelah
saatnya tiba nanti ....."
"Benar, keadaan tersebut memang harus di tunggu
sampai terjadinya perkembangan selanjutnya, kalau tidak,
mereka tak akan berhasil mendapatkan cara lain yang jauh
lebih baik untuk menghadapinya.
Mendadak.. terdengar suara tertawa dingin yang
menyeramkan berkumandang datang memecahkan
keheningan, dari luar pintu berkelebat bayangan hitam, lalu
tahu-tahu muncul belasan sosok bayangaa manusia didepan
pintu batu tersebut.
Sebagai pimpinan dari rombongan itu adalah Hu buncu
dari perguruan Yu Ieng bun, sedangkan sisanya adalah
Manusia-manusia tanpa sukma yang mengenakan kain
cadar pada wajahnya.
Mendadak terdengar kembali suara tertawa dingin untuk
kedua kalinya berkumandang memecahkan keheningan,
kawanan jago dari Yu leng bun yang berdiri didepan pintu
serentak memisahkan diri, ke kedua belah samping.
Bayangan hitam kembali berkelebat lewat, tiga Sosok
bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa telah
menerobos masuk kedalam ruangan, ketiga orang ini
ternyata bukan lain adalah Yu leng lojin serta utusan kiri
dan kanan.
Menyaksikan kesemuanya itu, hawa napsu membunuh
yang mengerikan segera menyelimuti seluruh wajah Ong
Bun kim sekalian bertiga, dengan penuh kegusaran mereka
awasi Yu leng lojin yang dingin dan menyeramkan itu
tanpa berkedip.
Yu leng lojin tertawa seram.
"Heeehhh.heeehhh...heeehhh... satu jam yang di
tetapkan sudah lewat, bagaimanakah pertimbangan kalian
bertiga?"
Iblis cantik pembawa maut tertawa dingin.
"Heeehhh heeehhh heeehhh......kalian jangan bermimpi
disiang hari bolong" teriaknya, "aku tak akan menyanggupi
permintaan dari kalian itu..."
"Benar-benar tidak menyanggupi?"
"Benar!"
Yu leng lojin menengadah lalu tertawa terkekeh-kekeh
dengan seramnya.
"Petugas hukuman, dimana kau?" Teriaknya.
"Tecu siap menjalankan perintah !"
"Gusur kemari Hian ih lihiap!"
"Baik!"
Ketika mendengar perintah tersebut, paras muka Tay
khek Cinkun serta Ong Bun kim segera berubah hebat,
tanpa sadar mereka alihkan sorot matanya kedepan.
Dari balik kegelapan sana segera berkelebat lewat
sesosok bayangan hitam, ditangannya ia mencengkeram
tubuh Hian ih lihiap yang terluka itu.
Ong Bun kim yang menjumpai keadaan itu, paras
mukanya untuk kedua kalinya berubah.
Dalam pada itu, bayangan hitam tadi telah menyerahkan
Hian ih lihiap Ong Siau bi ke tangan Yu leng lojin.
Yu leng lojin segera tertawa dingin.
"Diakah yang bernama Hian-ih lihiap?" tanyanya.
"Apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya?"
bentak Ong Bun-kim dengan marah.
"Soal ini sulit untuk dikatakan, sekarang jawab dulu!
Sebenarnya kalian bersedia untuk menyerahkan kitab
pusaka Hek-mo-keng tersebut kepadaku atau tidak?"
"Tidak!"
Yu leng lojin kembali tertawa dingin.
"Iblis cantik pembawa maut! Kau jangan lupa bahwa dia
adalah tuan penolong putri mu" serunya keras, "demi
menyelamatkan jiwa putrimu, suamimu serta anggota
perguruannya telah mati semua."
Air muka Iblis cantik pembawa maut mengalami
perubahan yang sangat hebat, perasaannya benar-benar
bergoncang keras, ini membuat paras muka perempuan itu
berubah menjadi mengerikan sekali.
"Iblis cantbik pembawa mautd, sebetulnya kiatab itu
hendak bkau serahkan kepadaku atau tidak?" desak Yu leng
lojin lagi.
"Tidak!"
Paras muka Yu leng lojin yang pucat pasti tak berdarah
itu tampak semakin menyeramkan, ia tertawa seram, tibatiba
ia menepuk bebas jalan darah Hian-ih lihiap yang
tertotok itu.
Ong Bun kim yang menyaksikan kejadian itu sungguh
merasa mendendam, sepasang matanya berapi-api, kalau
bisa dia ingin mener kam lawannya itu bulat-bulat.
Setelah jalan darahnya ditepuk bebas, pelan-pelan Hian
ih-lihiap pun tersadar kembali, segera bertanya keras-keras:
"Yu-leng lojin, kalau kau punya kepandaian, hayolah
bunuh aku sampai mati..."
"Jangan bicara dulu yang bukan-bukan" tukas Yu leng
lojin sambil tertawa sinis, "Coba kalau lihat dulu, siapakah
yang berdiri dihadapanmu?"
Ketika sorot mata Hian ih lihiap bertemu dengan Ong
Bun kim serta Tay khek Cinkus paras mukanya segera
berubah hebat, tak terkirakan rasa kaget yang dialaminya
saat ini. Yu leng lojin kembali tertawa seram katanya "Aku
rasa kau pasti sudah kenal bukan dengan Tay khek Cinkun
maupun Ong Bun kim? Maka akupun tak usah
memperkenalkan dengan dirimu, lagi tapi perempuan yang
itu, aku rasa kau masih belum tahu akan dirinya bukan?"
"Siapa dia?" tanya Hian ih lihiap tanpa terasa.
"Iblis cantik pembawa maut!"
"Apa..? Dia adalah Iblis cantik pembawa maut?"
Dengan sedih Iblis cantik pembawa maut manggutmanggut,
dalam keadaan dan suasana seperti ini, ia betulbetul
tak sanggup berbicara sepatah katapun juga.
Yu Jeng lojin kembali tertawa dingin katanya lagi.
"Sekarang, hanya dia seorang yang bisa menyelamatkan
jiwamu, tapi ia tak bersedia menolongmu.
"Yu leng lojin permainan busuk apakah yang sebenarnya
sedang kau persiapkan?" bentak Hian-ih lihiap gusar.
"Sederhana sekali! Asal ia bersedia menyerahkan kitab
pusaka Hek mo keng kepadaku, maka akupun akan
membebaskan dirimu, kalau tidak heeeh heeeh heeh.... ada
kemungkinan aku hendak membinasakan dirimu."
Mendengar itu Hian ih lihiap segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahh haaah haaah, jangan kau menganggap aku Ong
Siau bi adalah seorang manusia yang takut mati, sudah ada
lima belbas orang anggotda perguruanmu yaang tewas
ditanbganku, sekalipun aku mati, modalku juga telah
kembali"
Hawa nafsu membunuh seketika menyelimuti seluruh
wajah Yu leng lojin, pelan-pelan dia menatap wajah Iblis
cantik pembawa maut itu lekat-lekat, kemudian tanyanya
dengan dingin:
"Iblis cantik pembawa maut sekali lagi kuberi
kesempatan kepadamu untuk membalas budi kepadanya."
"Jangan kau penuhi ancamannya itu ! Jangan! Jangan
kau penuhi!" teriak Hian ih lihiap cepat-cepat.
Iblis cantik pembawa maut betul-betul dipengaruhi oleh
pergolakan emosi yang sangat hebat, baginya Hian ih lihiap
adalah tuan penolong yang menaruh budi sebukit
kepadanya, sudah barang tentu ia tak akan membiarkan
tuan penolongnya itu tewas secara mengerikan ditangan Yu
leng lojin.
Akan tetapi kitab pusaka Hek mo keng yang dituntut
mempengaruhi situasi dalam dunia persilatan, iapun tak
ingin lantaran menolong jiwa Hian ih lihiap, ia sampai
menimbulkan badai pembunuhan berdarah dalam dunia
persilatan.
Mendadak, satu ingatan melintas dalam benaknya,
pancaran sinar membunuh mencorong dari balik matanya,
ia hendak turun tangan untuk beradu jiwa dengan Yu leng
lojin.
"Hayo cepat dijawab, kau mengabulkan tidak
permintaanku itu?" desak Yu leng lojin lagi lebih jauh.
"Jangan kau kabulkan permintaannya!" teriak Hian ih
lihiap.
"Kurangajar, rupanya kau cari mampus!" teriak Yu leng
lojin dengan geramnya.
Tiba-tiba tangan kanannya berkelebat lewat, jeritan ngeri
yang memilukan hati segera berkumandang memecahkan
keheningan, ketika semua orang menengok ke arah arena,
seketika itu juga mereka menjerit keras karena kaget dan
ngerinya.
Tampaknya lengan kiri Hian ih lihiap, tahu-tahu sudah
dirobek Yu leng lojin hingga kutung menjadi dua bagian.
Kekejamannya didalam melakukan perbuatan itu
sungguh cukup mengejutkan setiap orang.
Iblis cantik pembawa maut tak tahan lagi menyaksikan
kekejaman orang, mendadak ia membentak keras:
"Yu. leng lojin, aku akan beradu jiwa denganmu."
Bayangan manusia berkelebat lewat, dengan suatu
kecepatan yang luar biasa ia menerjang ke arah Yu leng
lojin.
Kegesitan maupun gerakan tubuh yang diguna kan betul
betul jarang sekali dijumpai dalam dunia persilatarn.
0000OdwO0000
BAB 53
PADA saat ini Iblis cantik pembawa maut telah
dipengaruhi oleh hawa napsu, sambil menerkam kedepan,
sebuah pukulan yang amat dahsyat ikut pula dilontarkan ke
depan.
Mimpipun Yu leng lojin tak menyangka kalau Iblis
cantik pembawa maut bakal turun tangan kepadanya,
dalam kejutnya buru-buru tangan kirinya dikebaskan ke
depan melepaskan sebuah pukulan.
Tapi gerakan dari Iblis cantik pembawa maut sungguh
amat cepat- sekali, bayangan hitam berkelebat beberapa
kali, dua buah pukulan mematikan hampir bersamaan
waktunya telah dilancarkan bersama.
Yu-leng lojin-berikut tempat duduknya segera
melambung ke tengah udara, dengan gerakan beradu-jiwa ia
sambut datangnya serangan dari Iblis cantik pembawa maut
itu dengan keras lawan keras..
Tay-khek cinkun maupun Bun-kim tidak diam belaka,
dikala Yu leng lojin melejit keudara, serentak mereka
berdua ikut menerjang ke muka sambil masing-masing
melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Gerakan tubuh dari Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim
pun betul-betul amat cepat sekali tapi bayangan hitam
berkelebat lewat tahu-tahu pengawal kiri dan kanan telah
menghadang jalan pergi mereka berdua.
"Kalau kalian tidak segera menghentikan serangan,
kubunuh Dewi mawar merah sekarang juga." mendadak
terdengar seseorang membentak keras.
Begitu ancaman itu berkumandang, semua orang
menjadi terkejut dan tercekat dihatinya, pertama-tama Iblis
cantik pembawa maut yang menarik dulu serangannya
sambil mundur kebelakang.
Ong Bun-kim serta Tay-khek Cinkun pun bersama-sama
mundur pula sejauh satu kaki dari posisi semula.
Ketika mereka menengok kembali ke arah pintu ruangan,
maka nampaklah dua orang manusia tanpa sukma sedang
maju ke dalam ruangan sambil mencengkeram tubuh Dewi
mawar merah.
Air muka Iblis cantik pembawa maut berubah hebat
melihat itu.
Batinnya betul-betul bergolak keras, seperti juga setiap
ibu yang selalu merindukan anaknya, tiba tiba saja
berjumpa kembali dengan putra putrinya.
Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim merasakan juga
pergolakan dalam hati kecilnya.
Darah kental tampak jatuh bercucuran dari ujung bibir
Yu leng lojin, jelas didaIam pertarungan tadi ia telah
menderita luka yang cukup parah.
Ini semua semakin membangkitkan hawa amarah
dihatinya, hawa pembunuhan lebih tebal menyelimuti
seluruh wajahnya.
la tertawa dingin tiada hentinya, kemudian berkata:
"Iblis cantik pembawa maut! Ternyata kehebatan ilmu
silatmu sedikitpun tidak berkurang dari pada tahun lampau
jika kau tidak mengabulkan lagi permintaanku, ini segera
akan ku cabik-cabik keempat anggota badan Hian-ih lihiap
sebelum pada akhirnya membereskan putrimu ini."
Dengan suara gemetar karena luapan emosi, Iblis cantik
pembawa maut mengalihkan sinar matanya ke wajah Dewi
mawar merah lalu bertanya.
"Apakah kau kau adalah Dewi mawar merah Yap Sohcu?"
"Benar!" jawab Dewi mawar merah.
"Putriku oh putrilu ksu abalah putriku." teriak Iblis
cantik pembawa maut dengan emosi yang meluap-luap.
Seperti orang gila ia hendak menubruk ke depan.
"Mundur!" bentak manusia tanpa sukma yang berada
disebelah kiri dengan suara menggeledek, "kalau tidak,
jangan salahkan kalau segera ku bunuh putrimu ini!"
Dengan perasaan terkesiap, buru-buru Iblis cantik
pembawa maut menarik mundur tubuhnya, dua titik air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang pucat.
"Tidak, tidak, dia bukan ibuku." jerit Dewi mawar merah
seperti orang kalap.
"Apa.... apa kau bilang?" seru iblis cantik pembawa maut
dengan suara gemetar.
"Kau bukan ibuku!"
"Tidak, aku adalah ibu kandungmu!"
"Jikalau kau adalah ibuku, kenapa tidak kau selamatkan
Jiwaku?"
"Aku..."
"Tiada seorang ibu didunia ini yang tidak menyayangi
putrinya, kenapa kau biar-kan aku mati tanpa berusaha
untuk menolongnya..."
Merinding Tay-khek Cinkun dan Ong Bun kim setelah
menyaksikan adegan tersebut, cara siasat yang digunakan
Yu-leng lojin kbali ini benar-bdenar merupakan asuatu
siasat yabng sangat keji, hal mana membuat Iblis cantik
pembawa maut menjadi sangat menderita sekali, sehingga
sekujur tubuhnya gemetar keras.
"Iblis cantik pembawa maut!" kembali Yu-leng lojin
mengancam, "jika kau tidak mengabulkan lagi
permintaanku ini, jangan salahkan kalau kurobek pula
lengan kanan Hian ih lihiap."
Sambil berkata, tangan Hian ih lihiap benar-benar di
angkat keatas.
Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim yang menyaksikan
kejadian itu menjadi gusar sekali hingga menggertak giginya
kencang kencang, sekalipun demikian, mereka tak sanggup
berbuat banyak terhadap diri Yu leng lojin.
Mendadak Yu leng lojin membentak keras, telapak
tangannya dengan kecepatan luar biasa segera membacok
kebawah.
"Tahan!" bentak Iblis cantik pembawa maut.
Bentakan tersehut jauh diluar dugaan siapapun juga,
paras muka Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim pun ikut
berubah hebat.
Yu leng lojin menghentikan gerakan tangannya, sekulum
senyuman segera tersungging diujung bi birnya.
"Apakah kau mengabulkan permintaanku itu?" tanyanya.
Iblis cantik pembawa maut mendongakkan kepalanya
dan tertawa seram.
"Benar, aku mengabulkan permintaanmu!" sahutnya.
"Apa? Kau mengabulkan permintaannya?" teriak Ong
Bun kim tertahan.
"Benar!"
"Kau..."
Saking kagetnya, untuk sesaat lamanya Ong Bni-kim tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya Iblis cantik pembawa maut tak sanggup
menghadapi jurus tangguh dari Yu-leng lojin, ia telah
bersiap menyerahkan kitab pusaka Hek-mo keng tersebut
kepada musuhnya.
Peristiwa ini benar-benar mengejutkan semua orang.
Yu leng lojin tertawa bangga, katanya.
"Oooh ...!" Tadinya aku masih mengira kau sudah tidak
mau lagi nyawa putri mu itu!"
Iblis cantik pembawa maut tertawa dingin.
"Yu leng lojin!" katanya, "bila kuserahkan kitab pusaka
Hek-mo keng tersebut kepadamu, apakah kaupun akan
menyerahkan mereka berdua kepada kami?"
"Benar!"
"Kalau begitu, serahkan dulu mbereka berdua
kedpadamu!"
"Tidaka, kau harus serbahkan dulu kitab pusaka Hek mo
keng tersebut kepadaku!"
Sekali lagi Iblis cantik pembawa maut tertawa seram.
"Seandainya kitab pusaka Hek mo-keng telah kuserahkan
kepadamu, tapi kau tak mau menyerahkan mereka berdua?"
"Oooh.....hal ini Jelas tak mungkin."
"Apa yang menjamin kebenaran perkataanmu itu?"
"Harga diriku!"
Sekali lagi Iblis cantik pembawa maut mendongakkan
kepalanya sambil tertawa seram..
"Haaah....haaahh...haaahh.... Yu leng lojin masih punya
harga diri- Hmm sungguh suatu kejadian yang sangat lucu,
dan cukup mencopotkan gigi orang karena gelinya"
"Lantas bagaimana baiknya menurut pendapatmu?"
"Kau harus menyerahkan mereka lebih dulu kepadaku!"
"Jika. kau enggan menyerahkan kitab pusaka itu?"
"Selama hidup, aku Iblis cantik pembawa-maut belum
pernah berbohong kepada siapa pun juga."
"Bagus sekali, aku tidak kuatir kau akan mengingkari
janji, nah sambutlah mereka berdua!"
Sambil berkata ia melemparkan-tubuh Hian ih lihiap
kearah Iblis cantik pembawa maut.
Buru-buru perempuan itu menyambut datangnya
lemparan tadi dan meletakkan tubuh Hian ih lihiap tanah.
"Lepaskan Yap tongcul" tiba-tiba Yu leng lojin membentak
lagi.
Dua orang manusia tanpa sukma itu sepeta melepaskan
cengkeraman mereka.
"Yap tongcu!" ujar Yu leng lojin kembali, "mulai
sekarang aku akan menyerahkan kembali dirimu pada
ibumu, cuma kalau ada kesempatan, aku masih tetap akan
menerimamu kembali?"
Keadaan Dewi mawar merah amat layu dan sedih sekali,
dengan kepala tertunduk ia berjalan mendekati Iblis cantik
pembawa maut.
"Iblis cantik pembawa maut, kenapa kau masih belum
menyerahkan kitab pusaka Hek mo keng tersebut
kepadaku?" teriak Yu-leng lojin kemudian.
Seperti baru sadar kembali dari lamunan, buru-buru Iblis
cantik pembawa maut merogoh kedalam sakunya, dan
mengeluarkan sejilid kitab kecil sepanjang tiga inci dan
tebal satu inci, kemudian serunya."
"Sambutlah ini!"
Ia lantas melemparkan kitab pusaka Hsk m o-keng
tersebut kedepan.
Setelah menyambut kitab pusaka Hek mo keng tersebut,
Yu leng lojin mendongakkan kepalanya dan tertawa
terrbahak-bahak.
”Hahahh haah haahh benar-benar kitrab pusaka Hek mo
keng haahh haahh..."
Ditengah gelak tertawa yang sangat keras, ia segera
melayang pergi meninggalkan tempat itu.
Para anggota perguruannya segera mengikuti puIa
dibelakangnya, mengundurkan diri dari sana.
Dalam waktu singkat, suasana didalam lorong bawah
tanah itu pulih kembali dalam keheningan.
Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim berdiri tertegun
seperti orang bodoh, semua kejadian yang barusan
berlangsung betul-betul mengejutkan hati mereka sehingga
untuk sesaat mereka tak tahu apa yang musti dilakukannya.
Tiba-tiba terdengar suara dari Yu leng lojin
berkumandang kembali:
"Sobat lama Can, didalam adu kepandaian babak yang
pertama ini akulah pemenangnya, bagaimana dalam
pertarungan babak kedua nanti aku rasa menang kalah akan
segera diketahui pula, nah nantikan saja sampai waktunya
heeehh heeehh...heeehh."
Tay khek Cinkun mendengus dingin, tentu saja ia tahu
yang dimaksudkan dengan pertarungan babak kedua adalah
tindakannya menyumbat mati jalan kehidupan yang ada
dalam barisan tersebut.
Dengan suara dalam Tay khek Cinkun segera tertawa
dingin.
"Heeehh heeehh heeehh.... kalau begitu, kita jumpa lagi
dalam pertarungan babak kedua nanti."
Yu leng lojin tidak memberi jawaban lagi, suasana dalam
ruangan bawah tanahpun segera pulih kembali dalam
keheningan.
Entah berapa saat sudah lewat, tiba tiba Ong-Bun kim
berseru dengan luapan emosi:
"Aah. kenapa kau serahkan kitab pusaka Hek mo keng
tersebut kepadanya ?"
"Apakah kau suruh aku menjadi seorang manusia yang
berdosa?" tanya Iblis cantik pembawa maut dengan suara
tegas.
"Manusia dosa?"
Tak terkirakan besarnya budi yang telah diberikan Hian
ih lihiap kepadaku, apakah aku harus membiarkan dia mati
dihadapanku?"
Suaranya penuh diliputi luapan emosi.
"Yaa benar, bagaimanapun juga ia tak bisa membiarkan
Hian-ih lihiap tewas secara mengerikan ditangan Yu leng
lojin hanya dikarenakan sejilid kitab pusaka.
Mendengar itu, Ong Bun-kim menghela napas panjang.
"Aaaai tapi selanjutnya, mungkin ada beratus-ratus
bahkan beribu-ribu umat persilatan yang bakal tewas
ditangannya!"
"Aku tak bisa berpikir sejauh ini, aku harus bertindak
mengatasi kenyataan yang sedang kuhadapi sekarang."
Tay-khek Cinkun segera menghela napas panjang.
"Aaai.... Didalam persoalan ini. kita tak bisa
menyalahkan dirinya" ia berkata, "sebab apa yang
dilakuksnnya sekarang, bukanlah suatu tindakan yang
salah, aai..."
Setelah menghela napas panjang ujarnya kepada Iblis
cantik pembawa maut.
"Serahkan Hian ih lihiap kepadaku, biar kuperiksa
keadaan luka yang dideritanya itu."
Kemudian disambutnya tubuh Hian ih lihiap yang
terpapas kutung sebilah tangannya itu, tampak olehnya
perempuan itu berada dalam keadaan payah, paras
mukanya pucat pias seperti mayat, maka ia salurkan hawa
murninya untuk menyembuhkan lebih dulu luka yang
dideritanya.
Pada saat itulah, tiba tiba Iblis cantik pembawa maut
menubruk ke tubuh Dewi mawar merah sambil serunya
keras keras:
"Oooh putriku !"
Dipeluknya tubuh Yap Soh cu dengan penuh
kemesrahan, seakan-akan ia berhasil mendapatkan barang
yang disayangnya isak tangis yang mengiringi perjumpaan
itu sungguh membuat orang merasa terharu.
Tapi keadaan Dewi mawar merah ibaratnya sebuah
patung yang terbuat dari kayu, sekalipun dipeluk mesrah
oleh Iblis cantik pembawa maut, ia sama sekali tidak
memberikan reaksi apapun, malahan sebaliknya rasa marah
dan mendongkol jelas tercermin diatas wajahnya.
Diam-diam semua orang merasa amat terharu juga oleh
cinta kasih Iblis cantik pembawa maut terhadap putrinya,
namun merekapun merasa marah kepada Dewi mawar
merah karena gadis itu sama sekali tak mau mengakui Iblis
cantik pembawa maut sebagai ibunya.
Mendadak...
Disaat Iblis cantik pembawa maut sedang memeluk
Dewi mawar merah sambil menangis tersedu-sedu itulah,
tangan kanan si Dewi mawar merah yang berada
dibelakang punggungnya itu di-angkat secara tiba-tiba,
kemudian dihantamkan keras-keras ke atas jalan darah Mia
bun hiat dari Iblis cantik pembawa maut.
"Bangsat, kau berani..." bentak Ong Bun kim dengan
marah.
Secepat kilat ia menyambar tangan kanan Dewi mawar
merah dan dicengkeramnya erat erat.
Tindakan dari Ong Bun kim yang dilakukan secara tiba
tiba ini sangat mengejutkan Iblis cantik pembawa maut,
buru-buru ia menbdorong tubuh Dedwi mawar merah ake
belakang.
Tabngan kiri Ong Bun kim segara diayunkan ke bawah
dan... "Plok!" ia sudah menghadiahkan sebuah tamparan
keras ke wajah gadis tersebut, bentaknya:
"Dewi mawar merah, sungguh tak kusangka kalau
hatimu begitu keji dan tak berperasaan, apakah kau hendak
membunuh ibumu sendiri?"
"Dia bukan ibuku!" teriak Dewi mawar merah." sambil
menahan geramnya.
Sekujur tubuh Iblis cantik pembawa maut bergetar keras,
dengan suara gemetar ia berbisik:
"Apa apa kau bilang?"
"Kau bukan ibuku, ibuku telah mati, kau adalah orang
yang mengaku-ngaku sebagai ibuku!"
Iblis cantik pembawa maut tak sanggup menerima
kenyataan tersebut, saking sedihnya tiba-tiba ia menutupi
wajah sendiri dengan kedua belah tangannya dan menangis
tersedu-sedu.
Ong Bun-kim yang menyaksikan kejadian itupun ikut
naik pitam, bentaknya dengan geram:
"Dia adalah ibu kandungmu mengerti? Bagaimanapun
juga kau harus mengakuinya."
"Tidak, aku tak mau mangakuinya! Mau apa kau?"
Ong Bun-kim semakin naik darah.
"Kau ingin mampus?" teriaknya keras-keras.
Hawa napsu membunuh yang bengis dan mengerikan
sekali.
Dewi mawar merah sama sekali tak menjadi jeri, dia
malah tertawa dingin sambil menantang:
"Hei bangsat, kalau kau memang jagoan, hayo bunuhlah
aku!"
Hampir meledak dada Ong Bun-kini karena gusarnya,
sambil mengerang gusar ia mengayunkan tangannya siap
menghajar gadis itu.
Mendadak Tay khek Cinkun berteriak;
"Ong Bun-kim, lepaskan dia! Jangan lupa, dia adalah
korban ilmu hipnotis Gi-sim-tay hoat!"
Mendengar itu, dengan gemas Ong Bun kim mendorong
tubuh Dewi mawar merah ke belakang, sehingga membuat
gadis itu mundur sejauh tujuh delapan langkah dengan
sempoyongan.
Tay khek Cinkun menghela napas sedih kembali ujarnya:
"Iblis cantik pembawa maut, kaupun tak usah terlalu
bersedih hati, inilah yang dinamakan sudah suratan takdir."
"Tapi tapi.... mengapakah Thian bersikap begitu tak adil
kepadaku ?" keluh perempuan itu sambil menangis tersedusedu.
Tay khek Cinkun merasa hatinya menjadi kecut
bercampur sedih, katanya kemudian:
"Kami pasti mempunyai akal untuk membuatnya pulih
kembali seperti sedia kala, cuma kitab pusaka Hek mo keng
telah terjatuh ketangan musuh, bagaimanapun juga kita
harus mencari suatu akal untuk menanggulangib persoalan
ini d"
Iblis cantik apembawa maut sebgera berhenti menangis,
ditatapnya wajah Tay khek Cinkun tajam-tajam, wajahnya
segera menampilkan tekadnya yang membara.
Tanya Tay khek Cinkun kemudian:
"Semua ilmu silat yang tercantum didalam kitab pusaka
Hek mo keng tersebut apakah sudah kau pahami semua?"
"Tidak, hanya dua pertiganya saja, ilmu silat yang
tercantum didalam kitab itu sangat mendalam sekali
pelajarannya, bila orang memahami seluruh isi kitab pusaka
itu, walaupun selama hidupnya berlatih terus pun belum
tentu bisa tercapai keinginannya, sebab pelajaran tersebut
bukan suatu pelajaran silat yang mudah dipahami"
"Dengan kemampuan yang dimiliki Yu-leng lojin, berapa
lama yang dia butuhkan untuk memahami segenap ilmu
silat yang tercantum didalam kitab pusaka itu?"
"Tentang soat ini rasanya sulit untuk dikatakan, sebab
Yu leng lojm memiliki bakat alam yang sangat bagus, aku
pikir dalam sebulan yang singkat, mungkin ia bisa
memahami separuh bagian diantaranya"
Tay-khek Cinkun segera manggut-manggut.
"Kalau begitu itulah saatnya pedang sakti munculkan
diri.... kita harus segera berangkat!" katanya kemudian.
Ong-Bun kim memandang sekejap ke arah Hian ih lihiap
yang tergeletak ditanah itu lalu tanyanya.
"Bagaimana dengan dia?"
"Aaaai bukan saja isi perutnya terluka parah, tubuhnya
keracunan hebat, aku rasa sulit baginya untuk pulih kembali
seperti sedia kala!" keluh Tay-khek Cinkun sambil
menghela napas panjang.
"Biar kucoba untuk menyembuhkah lukanya itu!" kata
Iblis cantik pembawa maut tiba-tiba.
"Baiklah!"
Maka Iblis cantik pembawa mautpun mengerahkan
tenaga dalamnya ke dalam telapak tangannya, kemudian
pelan-pelan duduk bersila ditanah, sepasang tangannya
mencengkeram diatas jalan darah Hian ih lihiap dan mulai
menyalurkan segumpal hawa murninya ke tubuh
perempuan itu.
Lebih kurang setengah jam kemudian, pengobatan telah
selesai dilakukan, Hian ih lihiap pun telah sadar kembali.
Sesudah menyapu sekejap sekeliling gelanggang, ia
bertanya kepada Iblis cantik pembawa maut.
"Kau yang telah menyelamatkan jiwaku?"
"Benar!" perempruan itu manggutt-manggut.
"Danq kau telah menurkar jiwaku dengan kitab pusaka
Hek-mo keng"
"Benar!"
"Aaaah! Hal ini mana boleh jadi?" keluh Hian ih lihiap
kemudian sambil menangis.
"Aku telah berhutang budi setinggi bukit kepada diri
hujin, apakah kau suruh aku berpangku tangan belaka
membiarkan kau mati lantaran aku ? Apalagi lantaran
putriku, suamimu dan segenap anggota perguruanmu telah
dibantai orang."
"Itulah yang dinamakan takdir, kau mana boleh
disalahkan?"
ooooOdwOoooo
BAB 54
TAPI bagaimanapun juga aku merasa bertanggung jawab
atas terjadinya peristiwa ini" seru Iblis cantik pembawa
maut.
Hian ih lihiap menggertak giginya kencang-kencang
menahan pergolakan emosi dalam hatinya setelah itu dia
berseru:
"Selama aku masih bisa hidup didunia ini, aku
bersampah akan menuntut balas atas sakit hari ini atas diri
Yu leng lojin, lengan kiriku ini akan kutuntut kembali
dengan sepuluh lembar nyawa manusia..."
"Sampai sekarang tubuhmu masih mengandung racun
jahat." kata Iblis Cantik pembawa maut, "oleh karena aku
tidak memiliki obat pemunah racun maka aku tak sanggup
menyelamatkan jiwanya"
"Aku merasa sangat berterima kasii sekali, budi
kebaikanmu yang telah menyembuhkan luka dalamku."
Mendadak Ong Bun kim seperti menyadari akan sesuatu,
kepada Tay khek Cinkun segera katanya:
"Locianpwe, bukankah kau memiliki obat pemunah
racun yang berkasiat tinggi?"
"Tidak ada..." Tay khek Cinkun segera menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Bukankah kau pernah memberi sebutir kepadaku?"
"Obat itu adalah pemberian orang lain, kebetulan sekali
tinggal dua biji, tapi aku dapat membawanya untuk
memohon pengobatan dari seseorang."
"Bagus sekali kalau begitu mari kita segera berangkat!"
"Baik. berangkatlah kalian" ucap Perempuan cantik
pembawa maut. "baik-baiklah merawat putriku!"
"Jangan kuwatir, pasti akan kami rawat putrimu dengan
sebaik baiknya " Tay khek Cinkun berjanji.
Sesuai berkata, ia membimbing bangun Hian-ih-lihiap
yang berbaring ditanah dan berangkat lebih dulu
meninggalkan tempat itu.
Ong Bun kim lantas berpaling ke arah Dewi mawar
merah sembari serunya dengan dingin:
"Hayo, kaupun harus ikut berangkat!"
Mereka berempat dengan mengikuti dibelakang Tay
khek Cinkun segera berangkat meninggalkan tempat
tersebut.
Mendadak terdengar suara tertawa yang menyeramkan
berkumandang memecahkan kesunyian dari balik tanah
rahasia itu berkumandang suara gemerincing yang
memekikkan telinga...
"Yu leng lojin telah menutup mati jalan kehidupan!" seru
Ong Bun kim tanpa terasa.
Paras muka Tay khek Cinkun berubah hebat.
"Betul!" sahutnya, "cuma kau tak perlu kuatir kita masih
tetap bisa keluar meninggalkan tempat ini!"
Seraya berkata, ia lantas beranjak dan berangkat lebih
dulu meninggalkan tempat itu.
Sesudah berjalan putar kesana membelok kemari,
sebentar berjalan sebentar berhenti, akhirnya lebih kurang
setengah peminum teh kemudian Tay khek Cinkun baru
menghentikan perjalanannya.
"Disinilah letak jalan keluarnya!" ia berkata.
"Apakah jalan itu sudah disumbat mati?" tanya Ong Bun
kim.
"Betul!"
"Lantas apa yang musti kita lakukan?"
"Tak usah kuatir, dengan tenaga dalam yang kita miliki
sekarang, aku rasa dinding batu ini masih belum bisa
menyusahkan diri kita semua."
"Maksudmu, kita harus menjebolkan dinding batu ini
untuk keluar dari kurungan?"
"Betul kecuali berbuat demikian, rasanya memang tiada
cara lain yang lebih praktis"
"Baiklah kalau begitu!"
Setelah menjawab, Ong Bun kim segera menghimpun
tenaga dalamnya ketangan kanan, lalu melepaskan sebuah
pukulan sangat dahsyat ke arah dinding batu itu.
"Blaaam....!" ditengah ledakanb dahsyat yang
mdemekikkan telinaga, hancuran babtu berhamburan ke
mana-mana, diatas dinding batu itu segera muncul sebuah
lubang yang besar sekali.
Tay-khek Cinkun menghimpun pula tenaga dalamnya ke
dalam telapak tangan, lalu melepaskan pula sebuah babatan
kilat kedepan.
"Blaam....! Blaam !" ledakan demi ledakan
berkumandang memecahkan keheningan, tak lama
kemudian, dinding batu setebal tiga depa itu sudah kena
dihajar oleh tenaga gabungan mereka sehingga muncul
sebuah lubang yang besar sekali.
Ong Bun kim menjadi sangat girang, segera teriaknya:
"Hooree.... sudah jebol!"
"Betul sudah jebol! Hayo kita terjang keluar dari tempat
ini...!" seru Tay-khek Cinkun tak kalah girangnya.
Tidak membuang waktu lagu dia lantas berjalan lebih
dulu meninggalkan lorong rahasia tersebut.
Setelah keluar dari lorong tanah itu, mereka berjalan
menaiki anak tangga batu dan menerobos keluar dari gua
itu, tak lama kemudian mereka sudah keluar dari dalam
tanah, itulah suatu tempat dibelakang sebuah meja
sembahyangan dalam ruang Istana sebelah belakang.
Tay-khek cinkun yang menyaksikan kejadian itu segera
tertawa dingin tiada hentinya.
"Akhirnya kita berhasil juga lolos dari kurungan didalam
ruangan bawah tanah!"
Sembari berkata, dia maju kedepan dan melangkah
keluar dari ruangan Istana tersebut.
Setelah keluar dari ruangan itu, tiba-tiba Tay-khek
Cinkun menghentikan langkahnya dan berseru.
"Dewi-mawar merah, lebih baik kau pulang saja ke
perguruan Yu leng bun."
"Kenapa?"
"Kami tidak membutuhkan dirimu lagi. lebih baik kau
kembali ke samping Yu leng lojin saja !".
"Baiklah!" jawab Dewi mawar merah.
Kemudian tanpa membuang waktu lagi, ia melejit ke
udara dan keluar dari pintu gerbang.
Ong Bun-kim yang menyaksikan kejadian itu menjadi
amat terperanjat sekali serunya dengan cepat:
"Locianpwe, kenapa kau membiarkan dia pergi dari
sini?".
Dengan suara dalam Tay-khek Cin-kuni menjawab.
"Membiarkan ia berada disisi kita justru malah tidak
menguntungkan, jangan lupa setiap saat dan kesempatan
dia hendak membunuh kita semua, sedikit bertindak kurang
hati-hati, bisa jadi kita semua akan tewas secara
mbengenaskan ditadngannya, lebih abaik suruh sajab dia
balik ke Yu-leng bun, kemudian baru mencari akal lain"
Setelah termenung sejenak Ong Bun-kim merasa apa
yang dikuatirkan Tay khek Cinkun memang ada benarnya
juga, maka diapun bertanya:
"Sekarang, kita hendak kemana?"
"Mencari seseorang, ikutilah aku!"
Setelah berkata, dia berkelebat lebih dulu menuju ke
depan.
Selesai keluar dari kota Bu-lim hong-shia, Ong Bun kim
dengan ketat mengikuti dibelakang Tay-khek Cinkun
bergerak kedepan dalam waktu singkat mereka sudah
berada satu li lebih.
Mendadak Tay khek Cinkun menghentikan
perjalanannya, kemudian berseru tertahan:
"Aaaah.... tidak benar!"
"Aneh!" Ong Bun kim merasakan pula sesuatu yang
aneh.
Dua orang itu segera saling berpandangan sekejap
dengan rasa terkesiap yang sukar dilukiskan dengan katakata.
untuk sesaat lamanya, mereka berdua hanya berdiri
mematung tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Beberapa saat kemudian, Tay khek Cinkun baru
bertanya.
"Apakah kau merasakan isi perutmu kurang beres?"
"Benar, aku merasa dari dalam delapan nadi pentingku
seakan-akan muncul segumpal hawa panas yang amat
menyengat badan, bahkan makin lama kobaran api itu
semakin tinggi dan bergerak cepat..."
"Akupun merasakan demikian pula!"
"Jangan-jangan kita..."
"Kita sudah terkena racun tanpa wujud lagi?"
Paras muka Ong Bun kim kontan saja berubah hebat.
Sambil menggertak gigi menahan rasa benci yang
meluap, Tay-khek Cinkun berkata kembali:
"Yu leng lojin betul-betul cukup keji, ternyata tanpa kita
sadari ia telah melepaskan kembali racun jahatnya untuk
meracuni kita berdua, dalam keadaan demikian, sekali pun
kita berhasil lolos dari ruang bawah tanah, sulit juga untuk
meloloskan diri dari kekejiannya, bahkan racun yang kita
derita sekarang tampaknya jauh lebih lihay daripada yang
lalu."
Ong Bun kim benar-benar merasa bencinya merasuk
tulang, sepasang giginya sampat saling menggertak dan
berbunyi gemerutukan...
"Kenapa kalian?" tanya Hian ih lihiap kemudian
keheranan.
"Kami berdua surdah keracunan!"
"Keracunan... ?"
"Benar.... "
Belum habis Tay khek Cinkun berkata, tiba-tiba
berkumandang dua kali jeritan tertahan yang amat nyaring,
menyusul kemudian bersamaan waktunya Ong Bun kim
serta Tay khek Cinkun roboh terjengkang ke atas tanah dan
berguling-guling.
Menyaksikan kejadian itu, Hian ih lihiap menjerit
tertahan.
Tampak olehnya Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim
sedang memegangi perut sendiri sambil berguling-guling
penuh penderitaan, peluh sebesar kacang kedelai mengucur
keluar tiada hentinya membasahi jidat mereka.
Kalau dilihat dari keadaan tersebut, bisa dibayangkan
betapa menderitanya kedua orang itu.
Mendadak segumpal darah kental mengucur keluar dari
ujung bibir Tay khek Cinkun serta Ong Bun kim,
menyaksikan kejadian itu Hian ih lihiap merasa terperanjat
sekali sehingga sekujur tubuhnya gemetar amat keras.
Mendadak sesosok bayangan hitam berkelebat lewat
dengan kecepatan luar biasa, bayangan itu langsung menuju
ke arah Tay khek Cinkun dan Ong Bun kim menggeletak,
setelah itu dengan suatu gerakan yang cepat ia menotok
jalan darah kedua orang itu.
Begitu jalan darahnya tertotok kedua orang itu segera
tertidur dengan nyenyaknya.
Dalam rasa kejut dan terkesiap yang luar biasa Hian ih
lihiap segera tersadar kembali, ia memandang tajam
pendatang tersebut, ternyata dia adalah seorang gadis
berbaju hitam yang membawa sebuah pie-pa ditangannya.
Orang itu ternyata bukan lain adalah Bunga iblis dari
neraka.
Dengan wajah yang diliputi kepedihan dia berkata.
"Kenapa mereka berdua?"
"Keracunan!"
"Terkena racun siapa?"
"Yu leng lojin!"
Paras muka Bunga iblis dari neraka segera berubah
hebat, sambil menggigit bibirnya dia berseru.
"Jagalah mereka berdua baik-baik, aku akan mintakan
obat pemunah bagi mereka."
Sehabis berkata dia lantas bergerak menuju ke arah
markas besar perguruan Yu leng bun dengan kecepatan luar
biasa.
"Tunggu sebentar!" teriak Hian ih lihiap tiba-tiba dengan
suara lantang.
"Pesan apalagi yang hendak kau sampaikan?"
"Kau tak boleh kesitu!"
"Kenapa?"
"Tolong tanya bagaimanakah tenaga dalammu jika
dibandingkan dengan dua orang ini?" Mendengar perkataan
itu, Bunga iblis dari neraka segera tertawa dingin tiada
hentinya.
"Heehh....heehh...heeeh.. tentang soal ini kau tak perlu
kuatir.
Sehabis berkata, dia melompat kedepan dan dalam
beberapa kali lompatan saja tubuhnya sudah lenyap
beberapa kaki didepan sana. Menunggu Hian ih lihiap
hendak mencegat si gadis lagi, keadaan sudah terlambat.
Dalam anggapan Hian ih lihiap, kepergian Bunga iblis
dari neraka kali ini pasti akan mengakibatkan kematian
yang mengenaskan dari sigadis tersebut.
Maka, Hian ih lihiap pun mencoba untuk meraba tubuh
Ong Bung kim, tiba-tiba ia merasakan suhu badan pemuda
tersebut meninggi sehingga sedemikian panasnya sampai
menyengat badan rasanya.
"Apa dayaku sekarang ?" gumamnya kemudian sambil
menggertak giginya kencang-kencang.
Lebih kurang selama setengah jam kemudian, Bunga
iblis dari neraka tiba-tiba muncul kembali disana, kenyataan
tersebut sangat mengejutkan Hian ih lihiap, karena hal itu
sama sekali berada diluar dugaannya.
Dan dalam sakunya Bunga iblis dari neraka
mengeluarkan dua butir pil berwarna putih kemudian
masing-masing dijejalkan ke mulut Tay khek Cinkun serta
Ong Bun kim.
"Kau benar-benar telah berhasil mendapatkan obat
pemunahnya?" tanya Hian ih lihiap dengan penuh
pengharapan.
"Sekalipun bukan obat untuk memunahkan racun itu,
tapi bisa membuat mereka mempertahankan diri selama
satu jam tanpa mati."
"Dengan cara apakah kau berhasil mendapatkan nya ?"
"Sebentar akan kuceritakan hal ini kepadamu"
"Dikala pil mustika itu dinjejalkan ke mulut mereka
berdua, bjrsamaaa waktunya pula menepuk bebas jalan
darah kedua orang-itu, kemudian mulai menguruti jalan
darah serta urat-urat nadinya
Lebih kurang setengah perminum teh kemudian Bunga
iblis dari neraka telah menyelesaikan pekerjaannya, sambil
melompat bangun diapun berkata:
"Sebentar mereka akan mendusin kembali?"
"Dengan cara apakah kau berhasil mendapatkan obat
pemunah tersebut.." desak Hian ih lihiap kembali.
"Kalau diceritakan sesungguhnya panjang sekali, cuma
aku bisa memberitahukan hal ini secara ringkas kepadamu,
ayahku sesungguhnya adalah sahabat karibnya Yu leng
lojin, menurut Yu leng lojin katanya ibuku mengidap suatu
penyakit yang aneh, kemudian ayah telah membunuh ibu,
sedangkan berita ayahpun semenjak itu lenyap tak berbekas,
Oleh karena itu, tampaknya Yu leng lojin merasa bersalah
kepadaku, apa yang kuucapkan selamanya tak pernah
dibantah olehnya, oleh sebab itu juga kita berhasil
mendapatkan obat pemunah ini."
"Oooh kiranya begitu!"
"Cuma, obat pemunah yang telah mereka telan
sebelumnya sama sekali bukan obat pemunah?"
"Kalau bukan, lantas apa?"
"Menurut Yu leng Io jin, racun yang bersarang di tubuh
Tay khek Cinkun serta Ong Bun-kim adalah racun Ciu-simji-
tok (racun pembakar hati) barang siapa terkena racun ini
maka dalam satu jam kemudian seluruh badannya akan
terasa bagaikan di bakar dengan api sebelum akhirnya tewas
dia hanya tahu mempergunakan racun itu tapi belum tahu
bagaimana cara untuk memunahkannya."
"Kalau begitu bukankah sama artinya dengan mereka
sedang menunggu kematian?"
"Tidak, obat yang tadi mereka telan adalah semacam
obat pemunah racun yang keras sekali, paling tidak mereka
tak akan sampai mati secara mengenaskan."
"Selanjutnya..."
""Jika dalam sepuluh hari racun itu belum bisa
dipunahkan, maka segenap tenaga dalam yang dimilikinya
akan punah tak berbekas."
Dalam pada itu pelan-pelan Ong Bun kim dan Tay khek
Ginkun telah sadar kembali dari pingsannya, dengan cepat
pemuda itu mengalihkan sorot matanya menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, ketika menjumpai kehadiran
kehadiran Bunga Iblis dari neraka disana, kontan saja paras
mukanya berubah hebat.
Pada hakekatnya rasa cintanya terhadap Bunga iblis dari
neraka, kini telah berubah menjadi kebencian.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia bangkit berdiri
dari atas tanah.
"Bagaimana perasaanmu sekarang.,...?" tanya Bunga iblis
dari neraka dengan sedih.
"Kaukah yang telah menyelamatkan jiwaku?" bentak
Ong Bun kim dengan suara keras.
" Benar!.."
"Siapa yang suruh kau menolong jiwaku? Enyah kau dari
hadapan mukaku.... !" hardik pemuda itu.
Paras muka Bunga iblis dari neraka segera berubah
menjadi pucat pias seperti mayat, hatinya amat sakit
bagaikan diiris-iris dengan pisau, serunya:
"Apakah aku tak boleh menolong dirimu?"
"Aku tak sudi menerima pertolongan dari mu!"
Sekali lagi Bunga iblis dari neraka gemetar keras karena
luapan emosi, katanya.
"Ong Bun kim, tidak kusangka kalau kau adalah seorang
manusia yang lupa budi seperti ini.".
"Kurangajar, kau berani memaki aku?"
"Aku bukan hanya memakimu saja. aku-pun hendak
membunuh kau manusia yang lupa budi, Ong Bun kim,
dibagian manakah aku Tan Hong-hong telah merugikan
dirimu?"
"Tidak ada!"
ooooOdwOoooo
BAB 55
"KALAU tidak ada, kenapa pula tak mau menerima
uluran pertolongan dariku?"
"Aku tak sudi menerima budi kebaikan darimu!"
"Apakah perkataanmu itu keluar dari dasar hatimu
sendiri?"
"Benar!"
"Kalau begitu aku hendak membunuh kau!"
Tak terlukiskan luapan hawa amarah yang berkobar
didalam dada Bunga Iblis dari neraka, sambil melompat ke
depan, sebuah pukulan segera dilancarkan ke arah Ong
Bun-kim.
Tenaga serangan yang disertakan didalam serangannya
itu sungguh dahsyat dan kuat.
Ong Bun-kim melejit kesamping dan menghindarkan
diri.
Walaupun dia adalah seorang yang keracunan hebat,
akan tetapi bagaimanapun juga tenaga dalam yang
dimilikinya jauh lebih lihay dibandingkan dengan Bunga
iblis dari neraka, hanya sekali berkelebat saja, tubuhnya
sudah berada satu kaki jauhnya dari tempat semula, Bunga
iblis dari neraka segera melejit ke depan dan menyusul lebih
lanjut.
"Tahan!" Tay khek Cinkun segera membentak keras.
Dibentak oleh Tay khek Cinkun, mau tak mau terpaksa
Bunga iblis dari neraka harus menahan gerakan tubuhnya,
selapis hawa napsu membunuh yang tebal telah
menyelimuti seluruh wajahnya.
Pelan-pelan Tay khek Cinkun mengalihkan sinar
matanya ke wajah Ong Bun kim kemudian serunya:
"Kau toh tahu bahwa nona ini telah menyelamatkan jiwa
kita berdua, kenapa kau tidak berterima kasih kepadanya?"
"Aku tak sudi menerima budi kebaikannya!" sahut Ong
Bun kim dengan luapan emosi.
"Ong Bun kim kalau kau sampai bersikap demikian,
maka hal ini merupakan kesalahanmu!"
"Membiarkan manusia tak kenal budi semacam ini hidup
terus didunia ini, lebih baik kubunuh saja dirinya." bentak
Bunga Iblis dari neraka dengan penuh kemarahan.
Belum habis perkataan itu, suara, seorang perempuan
telah menyambung dari belakang.
"Betul, bunuh saja dirinya."
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, untuk
kesekian kalinya Bunga Iblis dari neraka telah menerjang
kembali ke arah Ong Bun-kim, senjata Pie-pa bajanya
dengan membawa desingan angin tajam langsung
diayunkan ke muka.
"Tan Hong-hong, kau benar-benar hendak mengajak aku
turun tangan?" teriak Ong Bun kim sangat marah.
Bunga Iblis dari neraka tidak menjawab lagi, dengan
suatu gerakan yang menggila dia telah melepaskan tiga kali
serangan dahsyat.
Anda sedang membaca artikel tentang Setan Harpa 1 dan anda bisa menemukan artikel Setan Harpa 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/setan-harpa-1_12.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Setan Harpa 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Setan Harpa 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Setan Harpa 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/setan-harpa-1_12.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

Unknown mengatakan...

Pendekarnya sakti tapi bodoh, dan temperamen, dungu, tak pakai otak/akal. Bisanya cuma marah2 melulu....banyak manusia macam begini di dunia...

Posting Komentar