Pendekar Bayangan Setan 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Karya : Khu Lung Saduran Tjan ID
Sumber DJVU : BBSC
Convert : Margareth dll di ecersildejavu web
Kiriman Lavilla di dimhad
Ebook : Dewi KZ
Tiraikasih website
http://kangzusi.com/ http://kang-zusi.info/
http://dewikz.byethost22.com/ http://ebook-dewikz.com/
http://tiraikasih.co.cc/ http://cerita-silat.co.cc/
---0-dewi-0---
J
SlNAR SA
ur, suasana kota Tiang-sah yang semula sunyi dengan perlahan hidup kembali. Awan yang melayang j
ng memerah dengan cepatnya menembus seluruh permukaan kota itu dan menyinari pintu loteng sebuah bangunan yang amat besar sekali. Di atas pilar bangunan itu terpan
ma dengan terukir ‘Cu Ong Hu’, tiga kata emas, walaupuwarnanya sudah luntur di bawah sorotan sinar sang surya tetapi tetap memantulkan cahaya yang menyilaukan mata. Tetapi bangunan rumah yang demikian besarnya suasana
lamnya sangat sunyi sekali, sedikit suara manusiapun tidak kedengaran sehingga membuat keadaan amat menyeramkan. Di dalam rumah tersebut apakah memangnya tidak
rpenghuni? Tidak seoran
Mendadak suara langkah kali m
rgema memecahkan kesunyian yang mencekam, di sekeliling tempat itu dari pintu depan berjalanlah masuk seorang pemuda berusia enam tujuh belas tahun denganmenyoren sebuah pedang pada pinggangnya. Pemuda itu mempunyai bentuk badan yang
n kuat sekali, cuma sayang dandanannya sedikit tidak genah dan menggelikan, secarik baju berwarna biru yang dipakai terlalu lebar dan besar diikat dengan sebuah kain yterbuat dari bahan kasar, dandanannya persis seperti seorang
desa, cuma saja bedanya pada pinggangnya tersoren sebilah pedang yang sudah amat kuno sekali.
Dengan langkah yang sangat perlahan dia berjalan menuju ke depan pintu bangunan rumah itu, dengan perlahan kepalanya di dongakkan ke atas membaca sekejap ke arah kata-kata pada papan di atas pilar itu, gumamnya, "Benar, tidak salah lagi memang rumah ini...."
"Siapa?" mendadak suara yang amat kasar berkumandang dari belakang tubuhnya. "Di siang hari bolong seperti ini buat apa kamu orang bersembunyi-sembunyian disini?"
Dengan amat cepatnya pemuda itu memutar badannya terlihat seorang pemuda dengan alis yang amat tebal, mata besar dan memakai baju singkat berwarna merah darah sedang memandang dirinya dengan pandangan menyeramkan.
"Ooh..." serunya dengan cepat sambil tertawa paksa, “Cayhe She Tan bernama Kia-beng, ini hari baru saja sampai di sini."
Tidak menanti dia selesai berbicara orang itu sudah membentak kembali memotong ucapannya, "Tempat ini tidak memperkenankan orang lain untuk tinggal lebih lama, cepat kau menggelinding pergi dari sini."
Mendengar perkataan yang amat kasar itu si pemuda segera mengerutkan alisnya, dengan wajah penuh perasaan gusar dia melototi orang itu, tapi sebentar kemudian sudah lenyap kembali dari wajahnya.
"Aaah, entah siapa nama besar dari Heng-thay?" tanyanya sembari tertawa paksa. "Kenapa tempat ini tidak memperkenankan orang lain untuk berdiam lebih lama?"
"Thay-yamu adalah si "Chiet Ciat Hong Wie Pian" atau si cambuk ekor burung Hong Ting-hong dari partai Tiam-cong-pay, tidak memperkenankan kau di sini yah tidak boleh buat apa kamu orang banyak omong. Hmmm, aku lihat lebih baik kau cepat-cepat pergi dari sini."
"Jika aku tidak mau pergi?"
"Haa.... haa mudah, mudah sekali!” teriak Ting-hong sambil tertawa terbahak-bahak.
"Geleger....!" tangannya dengan cepat menyambar ke arah pinggangnya mencabut keluar sebuah cambuk lemas sepanjang tujuh depa, dengan perlahan pergelangan tangannya digetarnya sehingga membuat cambuk itu berdiri tegak laksana sebuah pit.
Pemuda itu segera angkat bahunya sendiri dan tertawa, "Hee.. he bilamana kamu orang mau mengandalkan barang itu untuk menakut-nakuti aku, hee.... hee belum sanggup. cuma saja kamu mau gerakan golok main pedang di tengah jalan raya apakah tidak akan mengejutkan rakyat lainnya"
Ting-hong menjadi sadar kembali, mendadak dia mengaum dengan amat kerasnya, "Sekarang aku tahu sudah asal usul kamu orang!" teriaknya dengan keras, "Malam ini pada kentongan ketiga Thay-yamu menunggu kau di pinggir sungai jika kau tidak berani pergi maka kau adalah si cucu kura kura?"
"Hmm.... jika kamu orang pingin di gebuk boleh saja, terserah kamu," jawab pemuda itu kemudian sambil tertawa dingin.
Sekali lagi Ting-hong mendengus dengan amat beratnya sesudah menyimpan kembali cambuknya dia melangkah pergi dari sana.
Seperti belum pernah terjadi sesuatu urusan pemuda itu mengitari kembali bangunan besar itu, sepasang matanya yang jeli dengan tak berkedipnya memperhatikan keadaan seluruh bangunan rumah itu.
Mendadak....
Dari hadapannya muncul kembali seorang sastrawan muda yang pada tangannya memegang sebuah kipas yang terbuat dari kertas, matanya dengan amat tajam memperhatikan dirinya lalu terdengar dia berkata dengan amat dingin, "Hei kawan sepagi ini kau sudah datang mengadakan penyelidikan bukankah kau sudah terlalu memandang tingginya ilmu?"
Sang pemuda cuma melirik sekejap ke arahnya dia tidak mau perduli padahal dalam hati pikirnya, “Kenapa ini hari aku begitu sial sudah bertemu dengan manusia manusia tanpa pendidikan semacam ini?”
Si sastrawan berbaju hijau itu ketika melihat sang pemuda sama sekali tidak perduli terhadap dirinya, tiba-tiba berjalan maju ke depan untuk menghalangi perjalanannya.
"Hey kawan!" teriaknya dengan gusar, "Lebih baik kau sebutkan asal usulnya lebih jelas lagi bilamana kamu orang mau mencari gara gara di depan aku si Pek Lok Suseng atau si sastrawan tunjangan putih Sie Cu-peng, Hee.. hee.. tidak ada baiknya kawan,"
Siapa tahu bukannya jeri, pemuda itu malah tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya, "Haaa.... seorang manusia lagi yang tidak ingin nyawa sendiri, kaupun ingin orang untuk bertempur di pinggir sungai?"
Air muka Sie Cu-peng yang memangnya putih, memutih kini berubah semakin jelek lagi, sekilas hawa napsu membunuh memenuhi wajahnya.
"Kawan, kau berasal dari pantai mana?" ujarnya sambil menantang aku si Pek Lok Suseng untuk diajak bertanding? baiklah aku tunggu pada kentongan ke tiga nanti malam."
"Siauw ya Tan Kia-beng tidak punya partai, sebetulnya aku punya sedikit urusan untuk diselesaikan di kena mi.... hee siapa sangka manusia dari kota Tiang-sah ini selain pandai cari gara-gara apapun tidak bisa, sungguh manusia buas yang tak berotak."
Sehabis berkata pemuda itu gelengkan kepalanya berulang kali, agaknya dia betul-betul merasa sayang atas keadaan itu.
Pek Lok Suseng merupakan jago Heng-san-pay yang paling diandalkan dari angkatan muda, bukan saja kepandaiannya tinggi, bakatnyapun baik, dia merupakan penduduk asli dari kota Tiang-sah ini sejak kakek moyangnya, kini mendengar suara sindiran dari sang pemuda sudah tentu ia amat marah sekali.
Seluruh tubuhnya gemetar dengan amat keras, mendadak pergelangan tangannya di getarkan, kipas di tangannya dengan menimbulkan sambaran angin pukulan yang amat dahsyat mengancam jalan darah Kie Bun Sian Kie dua buah jalan darah.
Air muka sang pemuda berubah sangat hebat, kakinya dengan amat ringannya melayang menghindarkan diri tiga depa dari tempat semula.
Pada saat itulah secara tiba-tiba terdengar suara bentakan yang amat nyaring dan merdu memecahkan kesunyian.
"Hmm, bocah liar dari mana berani datang kemari cari gara-gara, kota Tiang-sah bukankah tempat yang seenaknya bisa kau ganggu."
Sang pemuda cuma merasakan pandanganannya agak kabur dihadapannya sudah bertambah dengan seorang nona berbaju singsat berwarna hijau dengan sepasang pedang tersoren pada punggungnya, wajahnya yang memancarkan sinar buas, saat ini nona itu sedang melotot ke arahnya dengan amat tajam.
Sejak kecil sang pemuda sangat jarang bergaul dengan kaum gadis, kini melihat seorang nona mengajak bicara dengan dirinya, tak terasa lagi wajahnya berubah merah dadu, jawabnya dengan gugup, "Cayhe baru pertama kali datang kemari dan selanjutnya belum pernah menyalahi orang lain, dia yang sengaja mencari gara-gara dengan aku dan memaksa berkelahi.”
Sembari berkata dia menuding ke arah Pee Lok Suseng Sie Cu-peng.
Gadis itu melirik sekejap ke arah Pek Lok Suseng ujarnya sambil tertawa.
"Oh kiranya Pek Lok Suseng Sie Siauwhiap, Siauw moay Ong Ceng-ceng dari benteng Hwee Im poo!"
Agaknya Pek Lok Suseng di buat kaget oleh nama besar dari gadis itu, tampaklah dengan gugup dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Selamat bertemu, selamat bertemu, nama benteng Hwee Im Poo sudah menggetarkan seluruh daerah Sie Lace cayhe sangat kagum sekali."
Gadis itu segera tersenyum dengan perlahan dia menoleh kembali ke arah pemuda itu dan bentaknya, "Apa tujuanmu datang kekota Tiang-sah tidak usah kau beritahupun nonamu sudah tahu, Hmm, cuma mengandalkan kamu orang sudah punya janji dengan Me Siauwhiap? Nonamu ikut satu bagian.
Kedatangan sang pemuda kekota Tiang-sah ini memangnya mempunyai satu tugas yang harus diselesaikan, kini mendengar perkataan dari Ong Ceng yang memecahkan rahasianya, dia sudah salah menganggap si Pek Lok Suseng serta Ong Ceng-ceng ini berdiri dipihak lawan, tak terasa darah panas bergolak di dalam hatinya, napsu membunuhpun terlintas pada wajahnya.
"Haa.... haa.. ha....” dia tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya, “Tidak perduli kalian akan mendatangkan berapa banyak orang, Siauw yamu tidak akan menganggap selamat.”
Sepasang tangannya dirangkap memberi hormat kemudian putar badannya berjalan meninggalkan tempat itu.
Pemuda itu She Tan bernama Kia-beng dia adalah anak murid dari seorang pendekar berkelana karena suhunya Ban lie Im Yen atau si Asap Selaksa Li Tok Tong masih ada satu urusan penting yang harus diselesaikan ke arah utara dia sudah memerintahkan muridnya untuk mewakili dia menguruskan peristiwa yang ada di kota Tiang-sah ini.
Tan Kia-beng baru untuk pertama kali berkelana di dalam Bulim, apapun dia tidak tahu ditambah suhunyapun tak memberikan penjelasan yang lebih lengkap, dia tidak memberi tahu siapa orang dan waktu kapan mau mencelakai putri dari Cun Ong-hu sini, sehingga baru saja dia datang ke kota Tiang-sah sudah mendatangkan bermacam macam kesalah pahaman.
Setelah meninggalkan bangunan, Cun Ong-hu ini dengan langkah yang perlahan dia berjalan masuk ke dalam sebuah rumah makan, setelah meminta bermacam-macam sayur dengan perlahan dia mulai makan.
Sekonyong-konyong suara tindakan kaki yang amat ramai menaiki tangga loteng, terlihatlah tiga orang lelaki kasar dengan wajah yang amat kejam berjalan mendatangi.
Orang yang ada dipaling depan merupakan seorang lelaki kasar dengan matanya sedikit juling, sekerat daging lebih menonjol keluar pada wajahnya diikuti sebuah bekas bacokan dipipi kirinya sampai di atas bibirnya kelihatan sekali wajahnya sangat menyeramkan.
---0-dewi-0---
Begitu mereka bertiga naik ke atas loteng lantas dengan suaranya yang amat kesar berteriak, "Hey pelayan, cepat ambil arak."
Waktu itu si pelayan sedang membereskan rekening dengan seorang tamu jawabnya dengan cepat.
"Baik, baik sebentar...."
"Cucu kura-kura.... makannya telur busuk!" mendadak si lelaki kasar bercodet itu memukul meja sambil berteriak gusar, "Bila mana kamu orang bekerja perlahan-lahan nanti aku tua cabut nyawamu,"
Dari nada ucapannva jelas dia menggunakan logat daerah Chuan Lam.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu segera merasa kalau ketiga orang ini pastilah bukan manusia baik-baik, cuma saja karena urusan panting yang di bebankan di atas pundaknya dia tidak ingin banyak menyampuri urusan orang lain.
Waktu itu sang pelayan sudah menyuguhkan sayur certa arak ke atas meja mereka tampaklah ketiga orang lelaki kasar itu dengan rakusnya menyikat habis seluruh makanan yang
dihidangkan bahkan kadang kala memperdengarkan suara tertawa kerasnya yang amat menyeramkan.
Terdengarlah salah satu lelaki kasar yang mempunyai bentuk badan kecil pendek dengan kumis tikus yang tebal memperlihatkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.
"Heee.....hii.. hii aku dengar gadis cilik itu sangat cantik sekali," ujarnya keras-keras, "jika sudah berhasil kita bertiga harus merasakan sepuas-puasnya dulu apalagi pemimpin kitapun cuma menginginkan agar kita membasmi keluarganya sampai keakar-akarnya."
Seorang lain dengan kening yang lebar dan wajah yang pendiam tapi menyeramkan segera menyikut lambungannya ujarnya dengan suara yang amat serak, "Hee, kalau bicara perlahan sedikit, aku dengar katanya si setan tua itu sewaktu masih hidup masih mempunyai beberapa orang kawan Bulim, kemungkinan sekali ada orang yang sengaja datang menjadi pengawalnya."
"Sekalipun ada orang yang mengawal dia dengan nama Khuan Lam Sam Kiat siapa lagi yang berani mengganggu?" seru lelaki bercodet itu tertawa seram.
Mendengar perkataan itu si lelaki berkening lebar segera berteriak tidak puas, "Walaupun kita bersaudara tidak takut kepada siapapun jauh lebih baik sedikit berhati-hati.
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu dalam hati segera terasa tergerak, dengan cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar.
Tetapi waktu itu mereka bertiga cuma makan dan minum dengan lahapnya diselingi suara tertawanya yang amat menyeramkan, sepatah katapun mereka tidak berbicara kembali.
Satu hari dengan cepatnya berlalu, di dalam sekejap saja sang surya sudah lenyap disebelah barat, kota Tiang-sah diliputi kembali suasana gelap yang diterangi oleh lampu-lampu disetiap rumah suasana sangat ramai sekali.
Dengan diam-diam Tan Kia-beng berjalan ke arah bangunan "Cun Onghu" itu untuk menjenguk sebentar terlihatlah suasana di dalam sana sunyi senyap tak terdengar sedikit suara pun.
Sebuah bangunan rumah yang amat besar cuma diterangi oleh beberapa buah lampu yang memancarkan sinar remang-remang suasana begitu menyeramkan sekali membuat keadaan disana tidak mirip lagi dengan sebuah bangunan Cun Ong-hu, melainkan mirip sebuah kelenteng bobrok yang sudah tidak diurus.
Setelah mengelilingi sekitar tempat itu satu kali, pikirnya dalam hati, "Waktu masih sangat pagi sekali, tempat ini tak mungkin akan terjadi urusan, lebih baik aku pergi ketepi sungai dulu untuk menyelesaikan janji yang sudah di buat tadi pagi"
Begitu pikiran tersebut berkelebat dalam hatinya, tubuhnya dengan cepat laksana menyambarnya kilat berkelebat dan melayang menuju ke tepi sungai. Mungkin karena baru untuk pertama kalinya dia menghadapi pertempuran tak tertahan hatinya terasa tegang juga, sesampainya ditepi sungai terlihatlah air mengalir dengan amat derasnya disertai deburan ombak yang sangat besar, suara air serta angin yang menderu membuat suasana amat membisingkan telinga, tapi tidak tampak sesosok bayangan manusia pun disana.
Setelah keadaan pikirannya menjadi tenang kembali waktu itulah dia baru merasa geli sendiri, kiranya waktu itu masih kentongan kedua jadi waktu itu masih ada satu jam lagi.
Lama sekali dia berdiri seorang diri di tepi sungai akhirnya dari tempat kejauhan terlihatlah sesosok bayangan menusia dengan amat cepatnya berlari mendatang.
"Hey bocah cilik!" teriak orang itu dari tempat kejauhan "maaf aku sudah datang terlambat satu tindak"
Ketika Tan Kia-beng melihat wajah orang itu sudah berubah merah padam napasnya ngos-ngosan tak terasa lagi tersenyum. "Silahkan Heng thay beristirahat dulu," ujarnya perlahan. "Tidak usah terlalu buru-buru bergebrak."
Si Hong Wie Bian tidak mau perduli atas omongannya, mendadak tangannya digetarkan sebuah cambuk panjang sudah dicabut keluar dari pinggangnya.
"Thay yamu masih punya urusan lain, tidak ada waktu lagi buat omong kosong sama bambu orang."
Cambuk panjangnya digetarkan dengan menggunakan jurus "Leng Coa Jut Tong" atau ular cerdik keluar dari gua cambuk panjangnya menghajar depan wajah Tan Kia-beng walaupun sifatnya amat kasar tetapi tenaga dalam yang dimiliki tidak jelek.
Cambuk panjangnya dengan menimbulkan sambaran angin yang amat santer dengan cepat meluncur menghajar dadanya.
Dengan cepat Tan Kia-beng menggeserkan kakinya ke samping, pedang panjangnya dicabut keluar dari dalam sarungnya. Terlihatlah serentetan sinar tajam yang menyilaukan mata berkelebat di depan tubuhnya membuat segulung kabut keperak-perakan yang amat ketat melindungi seluruh badannya seketika itu juga cambuk panjang itu terpukul balik.
Melihat serangannya terpukul balik dengan perasaan amat terkejut Ting-hong menjerit kaget, “Bocah ciIik! tidak disangka lihay juga ilmumu." pergelangan tangannya dengan cepat digetarkan kembali, ilmu cambuk Ciet Chiat pian Hoat yang paling diandalkan segera dikerahkan keluar, dengan menggunakan gaya-gaya menotok melihat memukul menarik di dalam sekejap saja sudah menggunakan tujuh gaya yang berbeda, terasa angin pukulan laksana menderunya angin topan dengan amat santarnya menggulung mendatang.
Pertempuran ini merupakan yang pertama kali dihadapi Tan Kia-beng sejak terjun di dalam dunia kargouw melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat dan santarnya dari pihak lawan dalam hati tak terasa gugup juga dibuatnya, dengan cepat dia pusatkan seluruh ilmu pedang ajaran suhunya untuk mengadakan perlawanan, untuk sesaat lamanya mereka berdua berada di dalam keadaan seimbang.
Semakin lama bergebrak dia semakin merasa cara bertempur seperti ini bukanlah cara yang bagus, dia tahu setelah menghadapi orang ini dia harus menghadapi juga Pek Lok Suseag serta Ong Ceng-ceng kemudian balik kembali kebangunan "Cun Ong-hu" untuk melakukan perondaan.
Karenanya gerakan pedangnya dengan cepat diubah, mendadak teriaknya keras, "Heng thay harap bersiap-siap, aku orang she Tan mau berbuat salah kepada dirimu,"
Secara tiba-tiba terlihatlah sinar keperak-perakan yang memecahkan kesunyian.
"Sreet." mantel berwarna merah darah dari Tong Wie Pian Ting-hong sudah terobek beberapa bagian terkena sambaran sinar pedang yang menyilaukan mata itu.
Dalam keadaan yang amat terperanjat dengan cepat dia mengobat-abitkan cambuk panjangnya di sekeliling tubuhnya lalu dengan cepat mengundurkan diri ke belakang sejauh delapan depa lebih ketika di ketahui mantelnya sudah terobek air mukanya segera berubah menjadi merah padam.
Lama sekali dia berdiri tertegun, akhirnya sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya dengan terputus-putus, "llmu.... ilmu pedang.... ilmu pedang Heng thay sung.... sunggguh hebat sekali, per.... pertempuran ini biarlah anggap.... anggap aku yang kalah."
Telapak tangannya dibalik menggulung kembali cambuk yang ada ditangannya kemudian putar badannya berlari dengan amat cepatnya menuju ke dalam kota.
Tan Kia-beng yang berhasil menyayat ujung mantel dari "Hong Wie Pian" Ting-hong dalam hati sedikit merasa menyesal, ditambah lagi sesudah dilihatnya sikap dari Ting-hong sama sekali tidak menunjukkan sikap mendendam atau membenci seperti biasa yang terjadi di dalam dunia kangouw walaupun bara saja dia dikalahkan, segera dia merasa kalau orang itu tidak malu disebut sebagai seorang enghiong-Hoohan.
Perlahan-lahan dia memajukan kembali pedangnya ke dalam sarung baru saja mau beristirahat mendadak terasa segulung angin menyambar datang dihadapannya, terlihatlah Pek Lok suseng dengan amat tenangnya sudah muncul di depan tubuhnya, sambil menudingkan kipasnya ke arahnya ujarnya dengan amat congkak, "Hmra hmm kau boleh mulai menyerang, thay yamu harus cepat-cepat mengusir kau pergi untuk kemudian masih ada urusan lainnya,"
Tan Kia tertawa dingin, “Kamu orang sudah merasa punya pegangan untuk memenangkan diriku?" tanyanya sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Bila tidak percaya kita boleh coba-coba.”
Kipas di tangannya secara tiba-tiba di pentangkan kemudian dengan kecepatan luar biasa melancarkan serangan dahsyat menotok kewajah Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga dia bisa turun tangan secara mendadak dengan tergesa-gesa dia mengundurkan diri sejauh lima depa lebih ke arah belakang.
Pek Lok Suseng tertawa panjang dengan sombongnya bagaikan memutarnya.
Kereta kipas yang ada ditangannya dengan gencarnya melancarkan serangan totokan mengancam seluruh tubuh dari Kia-Beng. di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan serangan dahsyat.
Tan Kia-beng sama sekali tidak mempunyai pengalaman di dalam dunia persilatan, begitu kehilangan kesempatan yang baik dia benar-benar terdesak oleh serangan yang bertubi-tubi itu membuat dia terpaksa mundur terus berulang kali, sampai tak ada kesempatan buat mencabut kl1uar pedangnya.
Dalam keadaan yang teikejut dan bercampur cemas dia siap-siap melancarkan satu jurus yang berbahaya untuk merebut kemenangan tiba-tiba, sesosok bayangan merah dengan amat cepatnya sudah meluncur mendatang.
"Sie heng cepat pergi," teriak orang itu dengan amat merdu, "Kita sudah terkena siasat memancing harimau meninggalkan gunung dari pihak musuh."
Sehabis berkata ujung kakinya sekali lagi menutul permukaan tanah dengan cepatnya dia meluncur kembali ke arah dalam kota. Dengan cepat Pek Lok Suseng Sie Cu Feng menarik kembali serangannya dia tertawa seram.
"Bangsat cilik bagus sekali siasatmu hampir-hampir Thay yamu tertipu oleh kau. Kau tunggu saja, ada satu hari jika sampai bertemu kembali dengan aku, jangan salahkan aku mau menyayati seluruh kulit badanmu."
Kipasnya dilepit dan dengan amat cepatnya dia melayang menuju ke dalam kota.
Tan Kia-beng betul-betul dibuat kebingungan oleh kejadian yang ditemuinya baru ini.
Dia tidak tahu siapa merekapun, tidak tahu mereka sedang mengertikan peristiwa apa, setelah berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya mendadak dia menjadi sadar kembali.
"Aku masih ada tugas yang amat penting, kenapa harus berdiri termangu-mangu di sini seperti orang tolol?" pikirnya dalam hati.
Dalam keadaan yang amat cemas, tubuhnyapun dengan cepat berkelebat menuju ke dalam kota.
Sesampainya di depan pintu bangunan "Cun Ong-hu" itu terdengarlah suara teriakan ngeri serta jeritan yang menyayatkan hati berulang kali bergema memecahkan kesunyian dengan cepat dia meloncat ma suk ke dalam.
Tampakiah Chuan Lem Sam Su atau tiga tikus dari Chuan Lam yang ditemuinya siang tadi diloteng rumah makan kini sedang bertempur dengan amat sengitnya me lawan "Hong
Wie Pian" Ting-hong, Pek Lok Suseng, Sie Cu-peng serta Ong Ceng-ceng dari Beateng Hwee Im Poo.
Disamping itu terlihatlah tujuh delapan oiang lelaki kasar dengan pakaian singkat sedang menjagal kaum pelayan serta penjaga rumah yang sedang melarikan diri ke belakang rumah dengan mengawal seorang gadis berpakaian keraton.
Sejak tadi Tan Kia-beng sudah memikirkan sampai disini dengan segera dia menarik kembali pedangnya berganti dengan melancarkan satu pukulan dahsyat, terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati seorang penjahat lagi rubuh binasa di atas tanah.
Tiga tikus yang sedang bertempur dengan amat sengitnya ketika secara tiba-tiba melihat dari tengah udara muncul seorang pemuda yang berani laksana seekor harimau tfcsiiiib bahkan memukul kocar-kacir anak buahnya, saking marahnya si lelaki bercodet itu sudah mengaum dengan amat kerasnya, sepasang matanya berkilat kilat buas dengan kejamnya dia melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar tubuh Hong Wie Pian Ting-hong membuat dia seketika itu juga memuntahkan darah segar dan mundur ke belakang dengan terhuyung-huyung.
Begitu melihat serangannya mencapai pada sasaran tubuhnya dengan cepatnya menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Bluuum.... Bluuumm...." dengan ngawurnya dia melancarkan delapan serangan sekaligus, dengan tenaga dalam yang dimilikinya dari hasil latihan dua tiga puluh tahun lamanya segera terasalah angin pukulannya laksana menggulungnya ombak dahsyat di tengah samudra dengan hebatnya menggulung tubuh Tan Kia-beng.
Walaupun gadis berpakaian keraton itu dikepung rapat-rapat oleh kaum penjahat dia sama sekali tidak memperlihatkan perasaan yang terkejut atau kaget, sambil menuding ke arah para penjahat itu dia memaki tak henti-hentinya.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng segera merasakan daiah panas di dalam badannya bergolak dengan amat kerasnya, dia membentak keras sedang tubuhnya menubruk ke arah bawah.
Pedangnya dengan disertai serentetan sinar merah yang memancang dengan cepatnya menggulung di tengah udara terdengarlah satu jeritan ngeri berkumandang ke luar seorang lelaki kasar sudah tertusuk mati dan roboh ke atas tanah.
Baru saja ujung kakinya mencapai permukaan tanah mendadak dia mumbul kembali ke atas udara, pedang panjangnya dengan depat berkelebat ke arah dua orangþ penjahat yang sedang mengancam gadis itu.
Tampaklah sinar keperak-perakan berkelebat menggulung ke arah kedua penjahat itu.
Mereka berdua yang diserang tidak menjadi gugup mendadak salah seorang penjahat itu mendorong tubuh gadis tersebut ke depan sedang dirinya sendiri berjumpalitan mundur ke arah belakang.
Tan Kia-beng tidak berani menyambut datangnya serangannya itu secara berhadap-hadapan pedang panjangnya dengan cepat digetarkan sehingga menimbulkan segulung bunga-bunga pedang yaag mengurung sekeliling tempat itu.
Tubuhnya miring ke samping kemudian secara tiba-tiba memutar laksana berkelebatnya sambaran kilat di dalam sekejap saja dia melancarkan delapan tusukan yang mengancam samping badan orang itu.
Tak terasa lagi lelaki kasar bercodet itu menjerit kaget dengan cepat dia menarik kembali serangannya sambil putar badannya.
Selagi dia melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan membacok tubuh Tan Kie Beng perubahan yang dilakukan sungguh amat cepat sekali.
Tetapi ilmu pedang dari Tan Kia-beng ini mengutamakan kecepatan bahkan memiliki perubahan yang amat banyak dan aneh, terdengar suara terobeknya pakaian baju luar lelaki kasar bercodet itu sudah terbabat seluas tiga Cun.
Ketika si lelaki itu melihat kesempatan buat dirinya sudah lenyap dia semakin gusar lagi bagaikan menderunya angik topan berturut-turut dia melancarkan dua puluh serangan dasyat mengancam tubuh musuhnya.
Demikianlah, sekali lagi terjadi suatu pertempuran yang amat sengit di tempat itu.
Pek Lok Suseng" Sie Cu-peng dengan mengandalkan sebuah kipasnya dia meneter þterus dari Lo djie dari Chuan Lam Sa Sja ifu, dua orang sama-sama bersifat kejam dan ganas kini bertemu, sudah tentu terjadilah suatu pertempuran yang benar-benar samat sengit, di dalam sekejap saja seratus jurus sudah dilewatkan dengan cepat.
Mendadak suara teriakan gusar memecahkan kesunyian, kiranya Pek Lok Suseng sudah berhasil terhajar pundaknya oleh senjata Poan Koan Pit yang ada ditangan Djie su membuat dia dengan terhuyung-huyung mundur sejauh delapan depa ke belakang.
Tetapi Pek Lok Suseng pun berhasil menyayat sebuah telinga kanan dari Djie su sehingga darah segar memancar keluar de ngan amat derasnya.
Pada saat yang amat tegang itulah mendadak terdengar Ong Ceng-ceng menjerit kaget, pedang panjang di tangannya berhasil dipukul lepas oleh golok bergerigi dari Sam su itu sehingga tertancap di atas wuwungan rumah.
Tan Kia-beng yang sedang menggunakan seluruh tenaganya untuk melawan lelaki codet itu ketika mereka berdua menemui kekalahan total dia menjadi sangat gusar sekali, dengan mendadak pedangnya laksana mengalirnya awan diangkasa dengan dahsyat melancarkan tiga serangan hebat.
Di tengah hawa pedang yang mengerikan terdengar suara teriakan ngeri yang menyayatkan hati, lengan kiri si lelaki bercodet itu sudah terpapas putus oleh sambaran pedang sehingga darah segar memancar keluar bagaikan sumber air dan mengotori seluruh permukaan tanah.
Lelaki bercodet itu tidak malu disebut sebagai seorang Ielaki bersemangal tinggi, cepat-cepat dia ulur tangannya yang sebelah untuk menutupi mulut luka lalu dengan diiringi suara jeritan ngeri yang mengandung perasaan gusar bentaknya, “Malam ini aku mengaku kalah, hey bangsat jika kau benar-benar jago sebutkan namamu."
"Siauw ya bernama Tan Kia-beng."
"Baik aku si orang tua akan selalu mengingat dirimu, kau tunggu saja, Chuan Tiong Ngo Kui tidak akan mengampuni dirimu.
Bersamaan dengan selesainya dia berbicara tubuhnya dengan cepat melayang naik ke atas genting rumah dengan disertai suara teriakan ngeri yang mengerikan dia melarikan diri terbirit-birit, hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tak berbekas.
Hong Wie Pian Ting-hong, serta Pek Loi Suseng" Sie Cu Beng yang sedang berdiri tertegun ketika mendengar disebutnya nama Chuan Tiong Ngo Kui" tak terasa perasaan berdesir memancar di dalam hatinya membuat seluruh bulu kuduknya pada berdiri.
Cuma Tan Kie Beng seorang yang memang belum pernah mendengar nama Chuan Tiong Ngo Kui manusia macam apa masih tetap berdiri tenang-tenang saja tanpa memperlihatkan perubahan apapun.
Saat itu Ong Ceng-ceng sudah berjalan ke depan gadis berpakaian keraton itu sambil menggandeng tangannya dia berkata, "Cuncu, kau sudah menemui kaget, Siauwli Ong Ceng-ceng sudah menerima perintah dari ayahku Hwee Im Poocu sengaja datang menolong Cuncu."
Ting-hong serta Sie Cu-peng pun dengan paksakan diri menahan perasaan sakit dari lukanya pada maju memberi hormat.
"Cayhe Ting-hong menerima perintah dari Tiam cong Sam Cu sengaja datang melindungi nona:"
"Cayhe Sie Cu-peng mendapat perintah dari suhu Heng-san It-hok sengaja datang menjaga diri nona.”
Cuma Tan Kia-beng seorang saja yang mengerutkan alisnya sambil memandangi mayat-mayat yang pada menggeletak di atas tanah, sepatah katapun tidak diucapkan.
Pada wajah gadis berpakaian keraton itu walaupun masih sangat murung tetapi dengan luwesnya menerima seluruh penghormatan dari jago, lalu ujarnya sesudah menghela napas panjang, "Hey, iblis ganas ini sungguh amat kejam sesudah membinasakan ayahku mereka tidak puas malah sengaja datang membabat rumput sampai keakar-akarnya, untung
saja saudara sekalian pada datang semua sehingga akibat yang tidak diinginkan bisa terhindar"
"Nona!" Tiba-tiba Tan Kia-beng yang berdiri dikejauhan menimbrung, "Walaupun malam ini kita berhasil menolong kau lepas dari bencana tapi bagaimana keadaan hari selanjutnya?"
"Benar, kita cuma bisa menolong kau untuk sekali dua kali, tidak mungkin bisa melindungi kau untuk selamanya"
"Bahkan.... bahkan Chuan Tiong Ngo Kui bukanlah manusia yang bisa kita lawan dengan kekuatan kita beberapa orang saja,"
Dengan perkataan dari Tan Kia-beng tadi, seketika itu juga suasana menjadi ramai untuk membicarakan persoalan ini.
Dengan amat sedihnya gadis berpakaian keraton itu menghela napas panjang.
"Hey urusan sudah begitu, aku tidak punya pemikiran yang lain lagi"
"Apa kau masih punya sanak saudara untuk diminta perlindungannya?" tiba-tiba Ong Ceng-ceng menimbrung.
"Pamanku sekarang ada di ibu kota dan menjabat sebagai menteri, tetapi perjalanan yang begitu jauh tidak mungkin bisa dilakukan, heey...."
"Biar aku yang menghantar kau kesana " Sekali lagi suara dari Tan Kia-beng memecahkan kesunyian selama ini dia cuma berbicara sepatah dua patah kata saja tapi di dalam ingatan Cuncu itu sangat mendalam sekali, dengan perlahan dia angkat kepalanya dan melirik sekejap ke arahnya.
"Haruskah kita paksakan diri untuk menerjang keluar?"
"lnilah satu-satunya cara untuk meloloskan diri dari kematian, tidak bisapun kita harus mencoba untuk menerjang keluar."
Perkataannya amat tegas sekali sukar sekali untuk dibantah.
Air muka dari Pek Lok Suseng yang pucat pasi sepintas lalu berkelebat suatu senyuman yang amat menyeramkan, diam-diam makinya, "Burung goblok yang tidak tahu kekuatan sendiri, sebelum kau berhasil keluar dari daerah Siang Keng mungkin sudah menggeletak di atas tanah sebagai sesosok mayat."
Tetapi pada wajahnya dia tetap menjawab dengan amat halus.
"Demikianpun sangat bagus sekali, bila ada Heng thay ini yang menghantar di tengah perjalanan tentu tidak akan menemui kesulitan."
Segera dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Cayhe sudah menderita sedikit luka, untuk sementara minta diri terlebih dulu" ujarnya, selesai berbicara kipasnya dengan perlahan digoyangkan kemudian dengan amat cepatnya dia melompat meninggalkan tempat itu.
Chie Chian Hong Wie Pian yang jadi orang mempunyai semangat pendekar dan hati welas segera berkata pula sambil menatap tajam wajah Tan Kia-beng.
"Walaupun sekarang cuma ada satu cara ini saja tetapi Chuan Tiong Ngo Kui bukanlah manusia-manusia yang mudah diganggu, selama di dalam perjalanan harap heng thay mau sedikit berhati-hati karena cayhe kini sedang menderita luka
dalam yang amat parah tidak sempat untuk ikut menghantar terpaksa minta diri terlebih dulu."
Ong Ceng-ceng pun dengan mengambil kesempatan ini mendorong perahu mengikuti aliran sungai.
"Semoga kalian bisa cepat sampai ditujuan, dan dengan selamat tiba di ibukota."
Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah lenyap tak berbekas lagi. Tak terasa lagi gadis berpakaian keraton itu melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng sambil memperlihatkan senyuman pahitnya.
Sebaliknya air muka Tan Kia-beng malah berubah menjadi amat serius, sepasang bibirnya ditutup rapat-rapat dengan berdiam diri dia berdiri tak bergerak disana.
Lama sekali baru terdengar secara tiba-tiba dia berkata.
"Bila mana nona sudah ambil kepututan untuk berangkat silahkan capat-cepat mempersiapkan diri"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan mendadak dari tengah kegelapan muncul seorang tua yang berbadan tegap.
"Tidak bisa, tidak bisa!" teriaknya berulang kali sambil menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengan kedudukan sebagai Cuncu kau tidak mungkin bisa menempuh perjalanan sebegitu jauhnya, lebih baik kirim surat saja ke ibukota agar pamanmu kirim orang datang kemari untuk menjemput dirimu"
"Jadi maksudmu agar paman dia orang tua sengaja datang membantu aku membereskan mayat ini?" serunya sambil menuding ke arah mayat-mayat yang menggeletak simpang siur di atas permukaan tanah.
Selesai berkata dengan lenggang-lenggok dia berjalan ke depan kamar.
Si orang tua yang terkena abu pada hidungnya tidak berani banyak berbicara lagi, dia memandang sekejap ke arah mayat-mayat yang bergelimpangan di atas tanah, mendadak dengan badan gemetar dia menjerit tertahan kemudian dengan tergesa-gesa berjalan ke depan Tan Kia-beng.
"Kau sudah punya pegangan yang kuat untuk melindungi Cun itu?" tanyanya dengan gemetar.
"Dengan perjalanan yang begitu jauh ditambah musuh-musuh yang selalu mengincar di sepanjang jalan, siapa yang berani berkata punya pegangan dua kata?"
"Lalu.... lalu bukankah sangat berbahaya sekali?"
"Daripada sambil duduk menanti saat kematian, lebih baik kita mencari jalan hidup dari kematian, cayhe tidak sanggup mengatakan punya pegangan dua kata dalam hati aku cuma punya maksud unfuk menolong orang saja."
"Tetapi aku bisa beritahu padamu, asalkan nyawa aku orang she Tan masih ada, aku akan melindungi Cuncu dalam keadaan segar bugar, tetapi bilamana secara tidak beruntung nyawa aku orang she Tan menemui bencana.... yaaah tidak ada perkataan lain."
Agaknya si orang tua sudah dibikin tergerak hatinya oleh perkataan ini, tak tertahan titik-titik air mata menetes keluar membasahi wajahnya.
"Kalau.... kalau begitu aku sibudak tua segera.... segera siapkan kereta!" ujarnya dengan gemetar.
Dengan pandangan tajam Tan Kia-beng memperhatikan bayangan si orang tua yang tinggi besar itu berlalu, dalam hati dia merasakan suatu perasaan yang sangat aneh sekali.
Walaupun dia masih tidak tahu siapakah Cuncu ini tetapi jika dilihatnya banyaknya para jago serta pendekar yang mempunyai hubungan dengan dia sudah tentu dia adalah seorang pembesar budiman.
Tetapi entah dikarenakan urusan apa hingga menyalahi Ciuan Tiong Ngo Kui sehingga mengakibatkan dia mendapatkan bencana seperti ini.
Ong Hu yang pada masa lalu amat megah dan sangat terhormat kini cuma tertinggal seorang gadis yang lemah lembut serta seorang tua penjaga rumah yang sudah lanjut usia.
Kurang lebih setengah jam kemudian terlihatlah gadis berpakaian keraton itu sudah berjalan keluar kembali sambil menjinjing sebuah buntalan besar sedang pada tangan yang satu membawa sebuah pedang pendek sepanjang satu depa yang memancarkan sinar kebiru-biruan yang menyilaukan mata.
Ujarnya kemudian sambil menyerahkan pedang itu ke tangan Tan Kia-beng, "Keluhuran budi Siauwhiap, siauw li tidak bisa membalasnya, biarlah pedang pusaka leluhur ini siauw li hadiahkan kepadamu."
"Ini.... ini.... tidak bisa jadi, tidak bisa jadi!" seru Tan Kia-beng berulang kali.
Gadis berpakaian keraton itu segera memperlihatkan senyuman sedihnya, "Pedang pusaka harus dihadiahkan kepada kaum pendekar apalagi dengan adanya senjata ini bisa digunakan juga untuk menghadapi sesuatu di tengah jalan."
Tan Kia-beng tidak menolak lagi, dia meneima pemberian pedang itu cuma dalam hati diam-diam dia tertawa geli pikirnya, "Barang perhiasan semacam ini cukup terbentur saja sudah putus, mana mungkin digunakan untuk bertempur"
Dengan perlahan-lahan dia menyentil sebentar tubuh pedang itu, "Crinngg!" ternyata sangat kuat sekali, lalu tanpa dilihat lebih teliti lagi dia selipkan pedang tersebut pada pinggangnya.
"Cuncu, kita apa mau berangkat sekarang juga?" tanyanya kemudian.
Sekali lagi gadis berpakaian keraton itu tertawa pahit.
"Siauw li bernama Mo Tan-hong, lain kali harap Siauwhiap jangan memanggil aku dengan sebutan Cuncu lagi."
Tan Kia-beng segera mengangguk, dengan membimbing tangannya dengan perlahan mereka berjalan keluar dari pintu.
Saat itu si orang tua sudah mempersiapkan kereta buat mereka, kereta itu bukan lain adalah kereta yang amat mewah sekali yang di tarik oleh dua ekor kuda, keadaannya amat mewah dan agung sekali.
Sesudah membimbing Cuncu duduk di dalam kereta dan memesankan beberapa patah kepada si orang tua itu, Tan Kia-beng baru menjalankan kereta kudanya menuju ke ibu kota.
Tan Kia-beng yang melarikan kudanya ke luar kota, baru saja melakukan perjalanan sejauh puluhan lie dengan menggunakan jalan raya tiba-tiba dia sudah menemukan kembali jejak musuh dihadapannya, tetapi waktu ini dia sudah bulatkan tekad untuk melindungi gadis itu karenanya hatinya terasa semakin mantap, tanpa memperdulikan mereka lagi dia lalu melarikan kudanya melanjitkan perjalanan ke depan.
Tiba-tiba terdengarlah suara derapan kuda yang amat ramai sekali berkumandang dari belakang kereta, tampaklah dua ekor kuda sangat cepatnya lewat disamping kereta tersebut.
Di atas kereta itu duduklah dua orang lelaki kasar yang memakai pakaian singkat dengan menggembol pedang pada pinggangnya, sinar matanya berkedip dengan amat tajamnya melirik sekejap ke arah kereta yang ditumpangi Cuncu, jelas sekali pada air muka mereka terlintas suatu perasaan terperanjat, kakinya menjepit perut kudanya semakin kencang sehingga larinya kudapun semakin pesat pula.
Melihat keadaan itu dalam hati diam-diam Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat, pikirnya, "Jejak musuh sudah kelihatan di depan, kemungkinan sekali sukar untuk meloloskan diri."
Tetapi dengan keadaan yang dihadapannya sekarang ini dia cuma ada satu jalan ini saja, dengan terpaksa dia sambarkan cambuknya ke atas kudanya membuat kedua ekor kuda itu dengan kecepatan yang tinggi berlari ke depan"
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian sampailah mereka di depan sebuah hutan di-bawah bukit kecil, keadaan di sekeliling sana sunyi senyap, tak terdengar sedikit suarapun, diam-diam Tan Kia-beng meraba pedang pada pinggangnya.
Sekali lagi cambuknya dipukulkan ke depan sedang dalam hati pikirnya, “Asalkan aku berhasil melewati hutan di depan ini, disebelah sana akan ada rumah tinggal.”
Sekonyong-konyong dari tengah hutan berkumandang keluar suara tertawa yang amat keras sekali disusul dengan munculnya sepuluh ekor kuda dengan amat cepatnya.
“Haa haa haa.... hey bangsat cilik dengan kepandaian semacam itu kau ingin jadi pengawal sang gadis, haa haa haa.... lebih baik menyerah saja.”
Dalam keadaan yang amat terperanjat Tan Kia-beng dengan cepat pukul kudanya agar berlari lebih cepat lagi, kemudian menarik tali les kudanya kencang-kencang membuat dua kuda pada meringkik dan seketika itu juga mundur tujuh delapan langkah ke belakang, untung saja jalan raya itu sangat lebar sehingga tidak sampai membuat kereta tersebut terguling.
Saat itulah ke sepuluh ekor kuda itu sudah berpencar dan berdiri di sekeliling kereta tersebut, tampak seorang kakek tua yang amat kurus dengan membawa Huncwe menuding ke arah dirinya sambil tertawa seram.
“Hee hee.... bocah orok, kau berasal dari partai mana? sungguh besar nyalimu berani melukai Couan Tong Ngo Kui bahkan menculik pergi putri dari bajingan tua itu, haaa haa.... menurut aku.... kau sungguh tidak tahu kekuatan sendiri he hee he.... kalau mau cari mati bolehlah."
Tan Kia-beng menggigit kencang bibirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun juga, dia melirik sekejap ke arahnya kemudian dengan amat cepat mencabut keluar pedangnya.
Dengan perlahan-lahan dia bangkit berdiri dari atas kereta sedang sepasang matanya dengan amat tajam memperhatikan penjahat yang sudah mengurung rapat-rapat kereta tersebut.
Sekali lagi kakek tua itu tertawa terbahak.
"Bilamana sekarang juga kau pergi meninggalkan dia disini mungkin kau masih bisa hidup lebih lama lagi, tapi jika kau
berani melawah, hee.... heee.... jangan salah si orang tua turun tangan terlalu kejam."
Dengan cepat Tan Kia-beng menggetarkan pedang panjangnya, dengan amat gusar teriaknya, "Siapa yang bakal mati tidak bisa ditentukan sekarang juga buat apa kau banyak bacot."
Orang tua itu segera menyengir kejam, huncwee ditangannya dengan cepat diangkat siap memberi tanda untuk menyerang, pada saat yang bersamaan pula tampaklah kedua orang lelaki kasar yang ditemuinya semula di tengah jalan secara tiba-tiba sudah muncul kembali di sana dia membisikkan sesuatu disamping telinga si kakek tua.
Air muka si kakek tua itu segera memperlihatkan perasaan yang amat terperanjat, sinar matanya yang seperti tikus berkelebat tak henti-hentinya di atas kereta itu kemudian dengan amat tegangnya dia berdiri melongo.
Lama sekali baru terdengar dia membentak nyaring sambil mengibaskan tangannya memberi tanda bubar.
Dengan cepat dia putar kudanya kemudian melarikan diri dengan amat cepatnya dari sana.
Pertempuran sengit yang bakal terjadi di dalam sekejap mata sudah lenyap tanpa bekas, dengan perlahan Tan Kia-beng menghembuskan napas lega dan memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung.
Mendadak teringat olehnya sewaktu orang-orang itu siap hendak mulai melancarkan sepertinya pernah melirik sekejap ke atas keretanya kemudian dengan wajah penuh perasaan terkejut melarikan diri, apakah di atas kereta ini ada sesuatu yang aneh?
Berpikir sampai disini tidak terasa Iagi dia sudah memeriksa dengan amat teliti sekitar kereta berkuda ini. terlihatlah pada kiri kanan kereta itu masing-masing tertancap dua kuntum bunga mawar merah yang menyilaukan, maka apapun tidak terlihat lagi, karenanya dia tidak perduli dan melanjutkan kembali keretanya menuju ke depan.
Sejak saat itu di dalam perjalanan tidak menemukan tanda-tanda yang mencurigakan lagi anak buah dari Cuan Tiong Ngo Kui pun tidak ada seorangpun yang menampakkan diri mereka.
Tetapi.... ketika kereta berkuda itu memasuki jalan besar menuju ke daerah Citig Siang secara tiba-tiba keadaan berubah amat hebat bahkan terasa amat aneh, hampir-hampir setiap hari ada saja orang yang melakukan pengintaian terhadap kereta tersebut, tetapi bagaimanapun dia melakukan penjagaan yang ketat selama ini tidak dapat diketahui juga siapakah orang-orang yang sudah melakukan pengintaian tersebut.
Dalam hatinya kecilnya Tan Kia-beng merasa sedikit gugup juga, tetapi dia tahu jika orang-orang yang melakukan pengintaian itu hendak turun tangan terhadap Cuncu dia tidak akan bisa melakukan perlawanan apapun sekali pun sampai saat itu di dalam hatinya dia merasa tidak tenang tapi dia tidak berani berterus terang mengutarakan perasaan hatinya ini kepada Sang Cuncu.
Berturut-turut tiga hari berlalu dengan amat cepatnya, keadaan semakin lama semakin tegang, hampir boleh di kata setiap gerak-gerik mereka selalu ada saja orang yang mengawasi, siksaan semacam ini jauh lebih hebat terasa oleh mereka daripada harus bertempur melawan musuh dengan amat serunya.
Bagi Tan Kia-beng sendiri dia boleh dikata tak dapat tidur nyenyak baik pada siang hari maupun pada malam hari, dia hanya mengharapkan bisa tiba di ibukota secepatnya sehingga beban yang dipikulnya bisa dibebaskan.
Sedari bergeraknya roda kereta tak kunjung berhentinya berputar, suara ringkikan kuda tak putus-putusnya bergema....
Perjalanan makin hari makin mendekati di hadapan matanya.
Hari itu mereka sedang berhenti di sebuah padang rumput yang luas sebelum melanjutkan perjalanan untuk beristirahat di dalam kota.
Sekonyong-konyong....
Tersampoknya ujung baju terkena angin, dari atas sebuah bukit padang rumput secara tiba-tiba bermunculan berpuluh orang jago Bulim yang amat gagah.
Para jago itu bukanlah seperti jago biasa yang pernah kutemui sebelumnya, setiap langkah kakinya amat mantap, sikapnya berwibawa, ada pendeta, ada Toosu ada pula jago-jago muda dari partai-partai besar lainnya, keadaanya amat keren dan mengerikan sekali.
Orang-orang itu tak hentinya pada bermunculan sehingga sebuah bidang tanah rerumputan yang luas sudah dipenuhi dengan manusia. Tan Kia-beng tahu suatu pertempuran sengit akan terjadi, mati hidup hanya tergantung pada beberapa saat saja....
Walaupun begitu hatinya bukan terasa takut lagi malahan terasa semakin tenang.
Dengan segera dia menarik tali les kuda untuk menahan larinya kuda, sehingga sesaat kemudian kereta kuda itu sudah tidak bergerak.
Dikarenakan baru untuk pertama kali dia menerjunkan dirinya ke dalam dunia Kangouw, terhadap para jago yang ada di dalam Bulim dia sama sekali tidak kenal bahkan sampai Hwi Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay Miauw Ing Su thay dari Lam Hay, si Thay Khek Kiam Tan Ih, Thiat Ciang Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang, Mo Im Kiam Khek"
Mo Yong Cen, Siauw-lim-si, tak Su-Suseng sekalian yang merupakan jago-jagornya Bulim dia sudah salah menganggap mereka sebagai anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui.
Berpuluh-puluh orang itu bersama-sama mengalihkan pandangan matanya memperhatikan kereta yang ditumpangi oleh Mo Tan-hong itu, beberapa saat kemudian menddak....
"Benar, sedikitpun tidak salah?" Terdengar Ciat Ceng Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang berteriak dengan suara keras. Ke dua kuntum bunga mawar merah merupakan tanda dari siluman-siluman itu.
"Omitohud....?" Hwee Gong Thaysu segera berseru memuji keagungan Budha, Lebih baik kita tanyai lebih jelas dulu baru turun tangan apakah orang yang ada di dalam kereta itu memang betul-betul dia.
Mo Im Kiam Khek yang ada di samping segera tertawa dingin.
"Buat apa banyak membuang waktu, biarlah lohu seorang tua pergi mencoba kekuatannya."
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan laksana seekor elang raksasa dengan dahsyat menubruk ke atas kereta.
Melihat hal itu Tan Kia-beng menjadi amat gusar.
"Pergi!?"
Pedang panjangnya digetarkan dengan mendatar pada pinggang dia melancarkan satu babatan ke depan.
Selama ini "Nbsg Yoae Kiam" Mong Yong Cang mengutamakan ilmu pedang menggetarkan seluruh dunia kangouw, terhadap beberapa jurus ilmu pedang yang dilancarkan oleh Tan Kia-beng ini sudah tentu dia tidak memandang sebelah mata pun, tubuhnya yang masih ada di tengah udara mendadak melayangkan sepasang kakinya kesamping, telapak tangannya dibalik mencengkeram pergelangan tangan Tan Kia-beng sedang jari teIunjuk tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya menotok jalan darah "Cian Cing"
Jalan darah "Cian Cing " pada pundaknya Tan Kia-beng yang masih ada di atas kereta ketika melihat serangannya tertutup oleh gerakan musuh dan melijat jalan darah "Cian Cik" nya terancam, di dalam keadaan yang amat terdesak mendadak dia menggigit kencang bibirnya, pedang yang sedang melancarkan serangan sampai di tengah jalan dengan cepat ditarik kembali sedang telapak kiri kembali sedang telapak kirinya menerobos ke bawah dengan keras lawan keras menerima datangnya serangan dari Mo In Ki.Ji Kaea itu,
"Bluuum...." dua tenaga dalam dari Mong Yong Ceng yang dilatih selama puluhan tahun Iamanya sudah tentu Tan Kia-beng tidak akan sanggup menerimanya.
Terasa segulung angin pukulan yang dahsyat laksana menggulungnya ombak di tengah samudra dengan dahsyatnya mendorong tubuh Tan Kia-beng sehingga terguling jatuh dari atas kereta.
Tetapi saat ini dia sudah melupakan mati hidup dirinya, sekali lagi tubuhnya meloncat naik ke atas kereta menubruk ke arah Mo Im Kiam Khek yang sudah ada di atas kereta itu.
Mo Im Kiam Khek ymg melihat serangannya berhasil menghajar jatuh tubuh Tan Kia-beng segera meloncat mendekati horden kereta itu siap untut membukanya.
Tiba-tiba.....
Segulung angin pukulannya yang amat dingin merasa menusuk tulang dengan dahsyat mengbajar dadanya, belum sempat pikirannya berkelebat dengan disertai suara teriakan ngeri yang amat mengerikan tubuhnya terpental sejauh satu kaki jauhnya, terdengar suara dengusan berat yang terakhir begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah dan panca indranya segera memancar keluar darah segar.... tak terhindar lagi jiwanya melayang seketika itu juga.
Tan Kia-beng yang sedang menubruk dari arah belakang tidak tempat menghindar pula, dia merasakan segulung angin pukulan yang amat dingin memukul pundaknya, tak kuasa lagi tubuhnya sekali lagi terpukul jatuh dari atas kereta.
Perubahan yang mendadak ini membuat saking terkejutnya dia terdiri tertegun.
Sungguh aneh sekali, pikirnya di dalam hati. Apa mungkin di dalam kereta itu sudah bersembunyi siluman sakti?
Saat ini dan tengah lapangan rumput itu sudah terdengar suara teriakan serta bentakan menggeledek yang memekakkan teIinga.
Thiat Ciang Ceng Sam Siang, Gak Tiong-yang bekerja Lak Su Suseng bersama-sama melancarkan pukulan menubruk ke arah kereta tersebut.
Kehebatan dari tenaga pukulan Gak Tiong-yang ini sudah terkenal dan menggetarkan seluruh dunia kangouw, tampak sepasang telapaknya berputar setengah lingkaran ke depan dada kemudian dengan mendatar kirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Lak Su Suseng, Ho Hm menggunakan pukulan hawa dingin mengangkat nama di dalam Bulim sepasang telapak tangannya melancarkan satu serangan dahsyat pula ke depan.
Satu tenaga Im yang Ialu tenaga Yang bersama-sama bergabung menjadi satu menghajar kereta tersebut secara bersama-sama, terdengar juga suara guntur yang memecahkan bumi diselingi angin pukulan laksana menggulungnya angin topan di tengah samudra dengan dahsyat nya menekan ke depan.
Kelihatan sekali kereta yang terbuat dari kayu ini bila terkena angin pukulan tersebut akan hancur lebur, jangan dikata kayu sekali pun batu cadas juga akan hancur terkena angin pukulan itu.
Tan Kia-beng yang merasa kuatir atas keselamatan dari Cuncu yang ada di dalam kereta tanpa memperdulikan keselamatan sendiri segera menubruk kedepas sembari berteriak keras, “Jangan.... jangan.”
Tetapi dengan cepat Hwe Gong Thaysu dari Siau lim pay mengebutkan ujung bajunya menahan tubuhnya yang hendak menubruk ke depan.
Pada saat yang bersamaan pula terdengar suara dengusan berat dan Thiat Ciang Ceng Sam Siang serta Luk Su suseng dengan terhuyung-huyung mereka mundur enam tujuh tindak ke belakang sedang dari mulutnya memuntahkan darah segar
berwarna merah tua, kelihatan sekali kalau mereka sudah menderita luka dalam yang amat parah.
Orang-orang yang hadir di dalam kalangan saat ini semua merupakan jago-jago Bulim yang memiliki ilmu yang sangat tinggi, ketika kini melihat tenaga gabungan dari Thiat Ciang Cang Sam Siang, serta Lak Su Suseng yang begitu dahsyatnya pun tilak sanggup menahan satu pukulan dari orang di dalam kereta itu, tak terasa lagi perasaan berdesir meliputi seluruh tubuhnya.
Dalam hati mereka semua tahu jelas, jikalau mereka diharuskan bertempur satu lawan satu dengan Thiat Ciang Tieng Sam Siang, jangan dikata menang untuk mengalahkan sulit, kini belum sampai setengah jurus Thiat Ciang Ceng Sam Siang sudah terpukul rubuh, bukankah bilamana dirinya harus maju hanya menghantarkan nyawa dengan sia-sia belaka?
Di dalam sekejap mata suasana di tengah lapangan rumput itu sudah berubah menjadi sunyi senyap, tak terdengar sedikit suara berisikpun.
Tan Kia-beng pun merasa heran atas terjadinya peristiwa ini, dengan perasaan terperanjat dia berdiri termangu-mangu di sana, pikirnya di dalam hati, "Apakah Cuncu adalah seorang jagoan berkepandaian tinggi yang tidak suka menonjolkan diri?"
"Tetapi dengan cepat dia sudah meragukan kembali pendapatannya ini."
"Tidak mungkin.... tidak mungkin, jikalau Cuncu memiliki ilmu silat bagaimana dia tidak turun tangan sendiri membalaskan dendam sakit hati atas terbunuhnya ayahnya? sedang dirinya saja berusaha untuk jauh-jauh menghindari tempat kelahirannya?"
Cuaca semakin lama semakin menggelap, segulung angin malam yang amat dingin membuat para hadirin yang ada di tengah kalangan itu tak terasa pada bergidik bulu roma mereka pada berdiri semua.
K:seii maut, angin aneh, kematian berturut-turut bergabung menjadi satu membentuk suatu bayangan yang mengerikan, bahkan setiap waktu setiap saat bisa mencabut nyawa setiap manusia....
Para jago-jago Bulim yang mengadakan pertempuran di tempat ini dalam hati mereka masing-masing punya suatu tujuan tertentu.
Sudah tentu mereka tidak akan melarikan ketakutan cuma dikarenakan angin aneh itu.
Suasana menjadi hening beberapa waktu lamanya, tiba-tiba terdengar Hwee Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay segera memuji keagungan Budha dengan perlahan dia maju ke depan sambil serunya,
---0-dewi-0---
Jilid 2
JAGOAN DARI MANA YANG bersembunyi didalarn kereta, silahkan keluar untuk bertemu"
Suasana tetap sunyi senyap tak terdengar sedikit suara pun kecuali kedua ekor kuda yang tak hentinya memperdengarkan suara ringkikan yang memecahkan kesunyian tak terdengar sedikitpun suara jawaban dari dalam kereta dengan perlahan dia memuji kembali keagungan Budba.
Tiba-tiba ujung bajunya dikebut ke depan menyambar kain hordin yang menutupi kereta tersebut.
Dengan tingkatan dari Hwee Gong Thaysu di dalam partai Siauw lim ditambah dengan tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun lamanya, dengan tenaga sambaran ini tnleh dikata sudah mencapai ribuan kati beratnya.
Mendadak segulung angin pukulan yang amat dingin menyambar keluar pula dari dalam kereta menyambut datangnya angin pukulan dari Hwee Gong Thaysu
Bagaikan baru saja terpagut ular dengan perasaan amat terkejut Hwee Gong Thaysu menjerit tertahau kemudian meloncat mundur dua kaki jauhnya dari tempat semula teriaknya dengan ketakutan, “Ilmu sakti Sian Im Kong Sah?”
Miauw Ing Suthay yang selama ini tidak angkat bicara begitu mendengar suara jeritan tertahan dari pendeta Siauw-lim-pay ini segera berkelebat melayang ke samping badannya.
"Thay su kau tidak mengapa bukan?” tanyanya dengan rasa kuatir....
Sambil pejamkan matanya rapat rapat Hwee Gong Thaysu gelengkan kepalanya sedang air mukanya sudah berubah pucat pasi,
Sekali lagi Miauw Ing Su thay menghela napas panjang. ujarnya perlahan;
”Kalau memang betul ilmu iblis Sian-Im Kong Sah Mo Kang sudah tentu dia pula orangnya, seluruh perempuan ini jika tidak dibasmi kita dunia kangouw tidak akan ada hari hari tenang Thaysu lebih baik untuk sementara waktu kita bubar dulu Hwee Gong Thaysu."
Mendadak....
Suara jeritan panjang yang tinggi melengking memecahkan kesunyian membawa suasana semakin menyeramkan suara itu
bergema tak henti hentinya membuat semua orang serasa bulu kuduknya berdiri
Para jago yang ada ditanah lapang begitu mendengar suara suitan yang aneh itu pada menjerit kaget, Siauw Sang Yu tanpa mengucapkan sepatah katapun sudah putar badan melarikan diri terbirit birit diikuti dengan Thay Khek Kian Tan Ie sekalian pada melarikan diri terpontang panting,
Miauw Ing Su thay pun dengan cepat menarik tangan Hwee Gong Thaysu sambil berkata dengan cemas
"Thaysu. kitapun harus menghindar untuk sementara waktu'
Sipendeta serta si Nikouw dengan amat cepatnya berkelebat pergi dari sana, di dalam sekejap saja para jago yang semula memenuhi lapangan kita tidak tertinggal barang sesosokpun.
Waktu itulah Tan Kia merasa seperti baru saja sadar dari impian. dengan cepat ia meloncat bangun mendekati kereta kuda iui
"Cuncu....Cuncue!” teriaknya berulang kali,
Dia benar-benar merasa kuatir kalau si gadis sampai menemui bencana. Mendadak hordin yang menutupi kereta itu disingkap, tampaklah Mo Tan-hong memoncolkan kepalanya keluar, sambil mengucap berulang kali tanyanya.
Tan heng ada urusan apa kau manggil aku?
”Haii, sungguh pandai kau berpura pura” Pikirnya di dalam hati, tetapi pada mulutnya dia tetap menjawab.
''Peristiwa yang baru saja terjadi apa kau sama sekali tidak tahu?"
"Aku selama ini tertidur terus, baru saja aku bangun dari pules
”Aah.... sungguh aneh sekali."
"Sebetulnya sudah terjadi urusan apa? Aah... oooh tidak mengapa, tidak mengapa.”
Dengan sedikitpun tidak bertenaga dia memberikan jawabannya, cambuk panjangnya disambar kembali ke depan, terdengar ringkikan kuda yang memasang roda roda kereta berkuda itu berputar kembali meninggalkan debu yang melayang memenuhi angkasa di dalam sekejap saja.
Mereka sudah jauh meninggalkan lapangan rumput itu.
Saat ini dalam hati Tan Kia-beng penuh diliputi oleh pertanyaan pertanyaan yang mcmbingungkan hatinya, jika dilihat orang-orang yang baru saja datang itu kelihatan sekali kalau kepandaian silat mereka sudah mencapai pada taraf kesempurnaan tetapi angin pukulan yang keluar dari dalam kereta itu?
Selang di dalam keretapun cuma ada Mo Tan-hong seorang saja lalu siapa yang sudah melancarkan angin pukulan yang amat hebat tersebut?
Yang mereka sebut sebagai siluman perempuan sebenarnya siapa" dan siapa pula orang yang sudah memperdengarkan suara suitan aneh itu? Kenapa orang-orang itu bisa begitu takut terhadap dia? walaupun sudah dipikir bolak balik dia tidak memperoleh jawabannya juga.
Mo Tan-hong dengaa perlahan menyingkap hordinnya kembali, tetapi ketika melihat wajah Tan Kia-beng yang amat murung dia tidak jadi berbicara dan menutup kembali hordinnya.
Kini mereka cuma tinggal melewati sebuah kota kecil lagi. besok lusa sudah akan tiba diibu kota, Tan Kia-beng yang teringat beban beratnya hampir selesai dipikul merasakan hatinya lega juga tanpa dia rasa sudah menghembuskan napas panjang.
Kini ibu kota sudah tampak terlihat di hadapan mereka, walaupun di dalam hati Mo Tan Wong merasa bersyukur atas lolosnya dia dari mulut macan tetapi suatu pikiran yang memurungkan hatinya kembali menyerang dalam hati.
Kiranya hubungannya selama beberapa hari dengan Tan Kia-beng sudah mcnghasilkan suara perasaan yang amat aneh sekali terhadap sang pemuda, walaupun mereka semua mempunyai perasaan semacam ini tetapi dengan kedudukan sebagai Cuncu serta pendekar yang berkelana di dalam Bulim untuk bersatu padu bukanlah merupakan suatu urusan yang mudah.
Tetapi Cinta dua kata memang umat aneh sekali, semakin tidak bisa perasaan cinta yang tertanam di dalam hati mereka semakin menebal bahkan makin lama semakin mendalam.
Dalam hati Mo Tan-hong tahu bilamana dirinya sudah sampai di rumah pamannya jikalau pingin bertemn kembaii dengan pemuda dihadapannya yang mempunyai keberanian serta sifat yang jujur ini bukanlah pekerjaan yang gampang
Akhirnya tak tertahan lagi dia menyingkap kembali hordinnya, ujarnya sambil menghela napas perlahan, “Sesudah sampai di ibu kota kau bersiap-siap hendak pergi kemana?”
“Empat penjuru sebagai rumah tak tentulah."
"Jikalau kau mau berdiam dirumah pamanku, biarlah aku suruh paman jadikan kau sebagai seorang pengawal.”
"Terima kasib atas maksud baikmu, tetapi aku tidak dapat melakukannya"
“Apa kau ingin mengembara ke semua tempat?"
“Heeey bakatku memang jadi seorang pendekar yang mengembara bebas kemana saja”
“Lalu dengan menempuh selaksa li kau menghantarkan aku sampai di ibu kota, semuanya apa dikarenakan kependekaranmu?”
“Sedikitpun tidak salah.”
“Tidak punya maksud lainnya lagi?”
“Semula memang tidak ada, tapi kini....”
Tak tertahan dalam hati Mo Tan-hong merasakan hatinya berdebar juga, dengan cernas tanyanya, “Sekarang kenapa?”
“Sekarang sekarang mungkin dikarenakan kau.”
Akhirnya Tan Kia-beng mengutarakan juga isi hatinya.
“Kalau betul dikarenakan aku, seharusnya kau tidak boleh meninggalkan aku lagi."
“Tetapi sayang urusan ini tidak bisa aku lukiskan omong terus teraug saja sampai saat ini siapakan ayah ibuku yang sebenarnya aku masih tidak tahu.”
“Hey, sayang aku cuma seorang perempuan yang sangat lemah kalau tidak kemungkinan sekali ak u bisa membantu sedikit buat kau."
“Haa....haa.... jangan pikirkan yang bukan bukan cukup sakit hatimu sendiri kaupun tidak punya kekuatan untuk membalas”
Suara cambuk yang nyaring memutuikan kembali percakapan mereka berdua
Akhirnya sampai juga mereka di ibu kota Tan Kia-beng segera menghentikan kereta kuda itu di depan rumah mentri negara pamannya Mo Tan-hong terhadap tentara yang menjaga di depan pintu sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya, “Tolong Lo heng laporkan ke dalam. katakan saja Cuncu dari Cong Ong Hu kota Tiang San hendak bertemu dengan Ong Loo ya”.
Tentara itu segera menyahut dan masuk ke dalam tidak lama kemudian dari balik pintu tnuncuiah seorang kakek tua dengan memakai topi berwarna hijau, sesudah memperhatikan Tan Kia-beng beberapa waktu tanyanya, “Toako inikah yang mengantarkan Cu ca datang kemari?”
Dengan perlahan Tan Kia-beng mengangguk
Saat itu Mo Tan-hong sudah tidak sabar lagi cepat-cepat dia menyingkap horden, sambil berseru, ”Ah Hok Loo ya ada dirumah tidak?"
“Ada, ada, baru saja pulang dari istana?” sahut Ah Hok dengan amat gugup sambil berulang kali membungkukkan badannya memberi hormat.
Lalu dengan cepat pula dia putar badannya berkata terhadap Tan Kia-beng.
“Toako ini silahkan membawa kuda masuk ke dalam."
Kereta berhenti di halaman dalam. Tan Kia-beng segera menuntun Mo Tan-hong turun dari kereta kuda dan dengan perlahan berjalan menaiki tangga.
Diri dalam raangan segera terdengarlah tindakan kaki yang ramai sekali Ah Hok sudah datang kembali dengan memimpin seorang lelaki dengan memakai jubah kebesaran
Ketika pembesar itu melihat tangan halus dari Mo Tan-hong dengan seenaknya ditaruhkan ke atas pundak Tan Kia-beng kelihatan sekali dia mengerutkan alisnya rapat rapat.
Saat itulah Mo Tan-hong sudah berebut maju ke depan sembari berteriak;
“Paman....” Tak kuasa lagi dia menangis tersedu sedu
Pembesar itupun segera memeluk kencang kencang pinggang sang gadis
"Bocah. selama ini tentu kau menderita bukan?' ujarnya gemetar.
Mereka bersama-sama mengerubungi Cuncu dan berjalan masuk keruangan dalam. kini cuma Tan Kia-beng seorang saja yang tinggal seorang diri diluar ruangan, bahkan tidak seorangpun yang menggubris dirinya.
Sejak tadi dia sudah pingin sekali meninggalkan tempar itu tetapi ketika teringat kembali perpisahannya kali ini dengan sang gadis entah sampai kapan baru bisa berjumpa lagi dia memaksakan dirinya untuk bersabar.
Bagairnana pun juga dia masih merupakan seorang yang buta terhadap pengetahuan Bulim, coba bayangkan saja dibawah lingkungan adat pembesar negeri mana mungkin membiarkan seorang putri raja muda berlaku seperti anak dunia persilatan? apa lagi mereka cuma menganggap dirinya sebagai kusir kereta saja.
Beberapa saat kemudian tampaklah si pelayan tua Ah Hok berjalan keluar dengan membawa sebuah kepingan emas
yang amat besar sekali, ujarnya kepada Tan Kia-beng sambil tertawa, “Loo ya kami bilang katanya kali ini kau bersusah payah menghajar Cuncu kami sampai disini harap menerima sedikit uang emas ini untuk beli pakaian”
Tan Kia-beng cuma memandang sekejap ke arah emas itu dia tertawa.
“Uang itu aku tidak mau menerima, uang yang aku punya masih lebih dari cukup buat beli pakaian, tolong saja beri tahukan sama Cuncu katakan aku ada sedikit perkataan mau disampaikan kepadanya harap dia mau keluar sebentar.”
“Tentang hal ini aku kira tidak mungkin" Potong Ah Hok sambil tertawa. “Ada perkataan apa katakanlah, biar nanti aku yang sampaikan kepadanya"
Pada wajah Tan Kia-beng segera terlintaslah suatu bayangan kecewa yang atnat sangat, dia gelengkan kepalanya.
”Kalau begitu tak usahlah."
Segera dia merangkap tangannya memberi hormat kemudian dengan langkah lebar berjalan keluar dari bangunan rumah itu.
Dengan cepat Ah Hok mengejar dari belakang, teriaknya berulang kali, "Hei, uangmu, hey uangmu hey belum kau ambil”.
Tan Kia-beng mana mau menoleh, segera dia mempercepat langkahnya berjalan ke depan, di dalam sekejap saja sudah lenyap dari pandangan.
Tan Kia-beng yang sudah berada di luar rumah pembesar negara itu lalu hatinya terasa amat tawar dan murung sekali
dia merasakan dirinya seperti seekor burung yang terbang seorang diri di tengah udara.
Walaupun selama dua bulan ini setiap hari dia rnerasa kuatir dan berdebar debar hatinya karena ingin menyelamatkan nyawa sang gadis dia tetapi, manusia tidaklah luput dari cinta. Sekalipun Mo Tan-hong dibesarkan dalam lingkungan orang kaya tetapi dia sama sekali tidak mempunyai sifat manja dari seorang putri raja muda dia mengetahui jelas keadaan dirinya yang sangat berbahaya dan memahami pula perasaan kuatir yang meliputi seluruh hati Tan Kia-beng dia pabam dirinya harus menggunakan kata-kata yang sederhana untuk menghibur dirinya bahkan menganggap dia sebagai kakeknya sendiri.
Sejak kecil Tan Kia-beng hidup luntang lantung seorang diri, walaupun dia di besarkan oleh suhunya Ban Lie lu Ien Lok Tong tetapi selama ini dia hidup dengan amat sederhana seorang diri, kini secara tiba-tiba mendapatkan kawan seorang gadis yang begitu cantik dan setiap hari mengajak guyon serta hidup berdampingan dalam menghadapi bahaya, apalagi sama-sama merasakan penderitaan selama dua bulan lamanya. mana mungkin dia tidak menaruh cinta terhadap dirinya?
Kini mereka harus berpisah kembali dalam hatirya sudah tentu akan timbul kembali suatu rasa sepi dan murung yang jauh lebih bebat.
Seperti seorang yang kehilangan akal dengan seenaknya dia berjalan di tengah jalan, dia sedikit benci dan gusar terhadap ketidak berbudinya Mo Tan-hong, kenapa dia sesudah masuk kenangan dalam sudah tidak ingin keluar menemui dia lagi, bahkan sepatah katapun tidak mau diucapkan. Hemm,
sesudah lolos dari bahaya apa dia mau memperlihaikan kedudukan sebagai seorang putri raja muda?
“Setiap ujung dunia tentu ada rumput liar. Hey, biarlah anggap aku orang she Tan sudah salah melihat orang”
Karena dia, tidak jelas keadaan pihak lawan dia tidak pernah berpikir lebih teliti lagi kedudukan dirinya dia cuma tahu bergusar dan mendongkol atas sikap sang gadis yang tidak berbudi.
Untuk menghilangkan rasa mangkel dan murung di dalam hatinya. dia lalu masuk ke dalam sebuah kedai arak untuk mengbilangkan kesalnya.
Tiba-tiba....suatu berita yang sangan mengejutkan masuk ke dalam telinganya.
Kereta maut yang menggetarkan dunia persilatan sudah muncul kembali....
Untuk pertama kali kereta maut itu muncul dijalan raya Cing Siang kemunculannya waktu itu sudah membinasakan Mo Im Kiam Khek memukul rubuh Chiet Ciang Ceng Sam Siang Gak Tiong-yang serta Lac Su Suseng, bahkan Hwie Gong Thaysu dari Siauw-lim-pay hampir hampir terluka dibawah serangan ilmu iblis Sian Im Kong Sah Mo Sob. Mo Kang
Kemunculannya yang kedua katanya di daerah Kang Lam. menurut berita yang tersiar kereta maut itu muncul dari Ho Pak terus menuju ke Kang Lam, seluruh jalan yang dilaluinya banyak pemandangan indah yang dihancurkan bahkan jago-jago dari kalangan Pek-to maupun dari kalangannya Hek-to banyak yang binasa dan terluka ditangannya jumlah dari seluruhnya ada dua ratus orang lebih, di dalamnya termasuk tiga bagian merupakan jago-jago muda yang tampan.
Dengan adanya berita ini Tan Kia-beng merasakannya hatinya amat terperanjat, dengan cepat dia angkat kepalsnya memandang. Kiranya orang yang baru saja membicarakan perisiiwa itu bukan lain adalah dua piauwsu.
Segera dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengarkan lebih laniut, terde ngar Piauwsu berusia pertengahan yang me makai baju berwarna kuning telur sedacg mendesak lebih lanjut.
”Kau mendapatkan berita ini dari mana?” Piauwsu dengan wajah berpenyakitan yang ada dihadapannya tldak langsung memberikan jawabannya dia angkat cawan araknya meneguk habis isinya terlebih dulu.
”Aku dengar dari Hauw tauw kami yang baru saja pulang dari daerah Kang Lam, katanya peristiwa ini sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw, banyak cianpwee-cianpwee Bulim yang sudah mengundurkan diri pada munculkan dirinya kembali karena adanya peristiwa ini”
“Ci Sie Thaysu dan Siauw-lim-pay sudah ambil sumpah untuk membasmi siluman ini dengan dipimpin sendiri oleh dirinya, dia sudah sampai di Kang Lam dengan memba wa kedelapan belas Cap pivee Lu Han nya. Selain itu Kuang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay, Heng-san It-hok Hwee Im tocu Kwan Tiong It Khei, serta Kouw Lo Sam Sah sudah pada munculkan diri kembali di dalam dunia kangouw keramaian ini patut kita pergi nonton."
“Sekallpun begitu kau kira pemilik kereta maut itu mudah dihancurkan?” ujar Piauw su berusia pertengaban itu sanbil geleng kan kepalanya berulang kali.
“Pada beberapa tahun yang lalu berita munculnya kereta maut ini sudah sering tersiar di dalarn Bu Iim. Setiap kali ada
orang yang berani melawan kereta maut itu tentu sukar untuk loloskan diri dari kematian, bahkan sampai siapa pemilik kereta maut itu tak seorang pun yang tahu”.
“Cukup kita ambil contnh Mo Im Kiang Khek serta Thiat Ceng Sam Siang beberapa orang saja, coba kau bilang siapa yang tidak dapat disebut sebagai jagoan suatu daerah tertentu? tidak disangka dalam satu gebrakan saja sudah keok coba kau bayangkan bagaimana tingginya kepandaian silat dari pemilik kereta maut itu?"
Piauw su yang kurus kering itu segera gelengkan kepalanya tertawa pahit.
“Aku cuma berbicara saja, keramaian semacam itu siapa yang berarti pergi lihat?”
Demikianlah perkataan merekapun terputus sampai disini berganti dengan membicarakan urusan urusan pengawalan barang.
Tan Kia-beng yang tidak mendengar adanya urusan yang lebih penting lagi segera membereskan rekeningnya dan menginap di sebuah penginapan dalam hati dia terus berpikir soal kereta maut itu, pikirnya, “Menurut perkataan mereka tadi jelas sekali sedang membicarakan kereta yang aku kemudi. tapi mana mungkin di daerah Kang Lam juga sudah terjadi peristiwa ini? apa mungkin masih ada sebuah kereta lagi yang mendatangkan kegemparan?. Jika-betul-betul ada maka pemilik kereta tersebut tentulah seorang penjahat yang berhati kejam. jika ada kesempatan tentu aku akan pergi cari-cari dia untuk mengetahui macam apakah sebetulnya orang itu?”
Setelah berpikir kalau di dalam ibu kota tidak ada pekerjaan lagi segera dia menetapkan keesokan harinya berangkat ke
daerah Kang Lam bersamaan pula dia teringat kalau perintah suhunya cuma meminta dia menguruskan sedikit urusan di kota Hang san dan tidak menyuruh dia menyusul ke utara, karena dia putuskan untuk berangkat ke daerah Kang Lam.
Berpikir kalau besok pagi dia mau ber angkat menuju ke Kang Lam mendadak bayangan dari Mo Tan-hong muncul kembali di dalam benaknya, tak terasa lagi dia menghela napas panjang, gumamnya seorang diri. “Hey, bertemu kenapa harus berkenalan....”
Tiba-tiba dia teringat kembali pada pedang pusaka hadiah dari Mo Tan-hong itu di dalam perjalanan karena hatinya selalu merasa tegang selama ini dia belum pernah sungguh-sungguh memeriksa keadaan dari pedang tersebut.
Karenanya dengan perlahan dia cabut keluar pedang tersebut dan dipandangnya dengan amat teliti
Pedang itu ada satu depa lim cpen panjangnya, lebar tubuh pedang cuma ada empat jari kelihatan sekali seluruh tubuh pedang itu terbuat dari pualam yang memancarkan sinar terang dan amat kuat sekali, dengan cepat dicobanya membabat ke ujung meja, tanpa buang banyak tenaga lagi meja tersebut sudah terpapas putus menjadi dua bagian, jelas sekali pedang itu amat tajam.
Dia menjadi amat heran sekali, teriaknya, “Barang dari batu pualam ternyata bisa digunakan jadi senjata pula sungguh aneh sekali.”
Tan Kia-beng mengambil pula sarung pedang tersebut, terlihatlah sarung pedang itu terbuat dari bahan perak yang amat tua dan diukir dengan penuh lukisan aneh yang sukar di mengerti karena dia tidak tahu apa arti lukisan aneh itu dengan malasnya diletakkan kembali ke atas meja.
Sekonyong konyong.... dia rnenemukan kembali sesuatu, di ujung sarung pedang itu tersembul sebuah mutiara yang memancarkan sinar yang menyilaukan mata, segera dia memegang mutiara itu dan diputarnya. "Criing....mendadak sarung pedang tersebut terbuka suatu ruangan yang amat sempit itu terukirlah berpuluh puluh tulisan kecil yang amat rapat sekali.
Empat tulisan agak besar yang ada di paling depan bertuliskan, Ceng Kong Mie Cie dari emas kemudian di belakangnya bertuliskan rahasia rahasia belajar ilmu tenaga dalam yang bernama ‘Pek Tiap Sin kang’ disamping itu termuat juga rahasia belajar ilmu telapak tujuh jurus yang dinamakan Siauw Siang Chit Ciang serta empat jurus ilmu pedang.
Tan Kia-beng saat ini sudah mempunyai dasar belajar tenaga dalarn selama sepuluh tahun lamanya, sedang tenaga dalam yang dipelajari pun merupakan ilmu dari golongan lurus, setelah dicobanya berlatih dengan menggunakan ilmu rahasia "Pek Tiap Sin Kang" segera terasalah olehnya tenaga dalam ini jauh lebih hebat dan lebih mendalam dari pada apa yang dipelajarinya dahulu, sungguh merupakan sebuah ilmu tenaga dalam tingkat yang teratas.
Ketika dia memperhatikan pula ilmu telapak itu, tampaklah walaupun ketujuh buah jurusnya sangat sederhana tetapi mempunyai perubahan yang amat rumit dan banyak sekali, lama sekali dia coba menyelami tetapi tidak lebih baru bisa mamahami jurus pertama "Lok Djiet Tiong Thian" atau matahari di tengah udara saja.
Setiap orang yang berlatih silat selalu menganggap ilmu silat seperti nyawanya sendiri. Tan Kia-beng yang secara tidak sengaja sudah menemukan rahasia ini sudah tentu tidak mau
melepaskan begitu saja, semalaman hampir hampir dia tidak pernah pejamkan matanya.
Sesudah lelah berlatih ilmu tenaga dalam Pek Tiau Sin Kang untuk mengembalikan kesegaran badannya dan berlatih kembali ilmu telapak, selama ini hampir boleh dikatakan tidak mempunyai waktu lebih untuk memperhatikan di jurus ilmu pedang itu.
Semalaman liwat dengan amat cepatnya baru saja sang surya muncul diupuk sebelah Timur dia sudah berangkat menuju ke arah Kang Lam
Saat ini merupakan bulan ketiga dari musim semi, rerumputan tumbuh dengan subur nya diiringi secara samar-samar dan tanah yang amat keras membuat dia yang sedang melakukan perjalanan merasakan suatu perasaan yang amat aneh,
Sewaktu tempo bari Tan Kia-beng melakukan perjalanan ke arah Utara karena hatinya selalu merasa tegang maka dia tidak sampai memperhatikan akan hal ini tapi kini dia harus melakukan perjalanan seorang diri tak urung hatinya diliputi perasaan sedih juga, matanya dengan senduh memandang ke arah kejauhan di mana burung terbang berpasangan.
Teringat akan nasib sendiri yang sial tak tertahan lagi dia menghela napas panjang. Tiba-tiba....
Suara tertawa cekikikan yang amat merdu berkumandang dari belakang badannya disusul serangkaian kata-kata memecahkan kesunyian
"Hey orang sebesar kau tidak ada urusan apa apa kenapa menghela nepas panjang? Cis tidak lebih dari seorang goblok”.
Suaranya seperti burung seruni keluar dari sarangnya, lembut tapi mengandung kegenitan membuat Tan Kia Heng yang sedang melamun menjadi terkejut dibuatnya.
Dia sama sekali tidak menyangka dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini ternyata sama sekali tidak merasakan kedatangan seseorang di belakang badan sendiri dari hal ini saja bisa ditinjau kalau kepandaian silat orang ini jauh lebih tinggi beberapa kali lipat dari dirinya.
Dengan terperanjat dia memutar badan nya menoleh ke belakang.
Entah sejak kapan di belakang tubuhnya sudah kedatangan seorang nona berbaju putih yang usianya kurang lebih delapan sembilan belas tahunan kecantikan nona ini persis sekuntum bunga teratai putih, tidak ada sedikit cacadpun yang terlihat. Ketika dia melihat perubahan wajah dari Tan Kia-beng yang memperlihatkan perasaan terkejutnya segera tertawa manis sehingga terlihatlah kedua buah sujennya yang menghiasi pipinya.
“Siapa orang yang sudah bermusuhan dengan kau? Kenapa kau begitu terkejut dan merasa tegang?"
Tan Kia-beng yang di katai dengan perkataan tersebut benar-benar dibuat serba salah, mau tertawa tidak bisa, mau menangis pun sungkan, sepasang matanya dengan terbelalak lebar memandang terpesona ke arahnya.
Terdengar nona berbaju putih itu memperdengarkan suara tertawanya yang merdu kembali
"Hey, siapa namamu? Dimana kawanmu sekarang?”
“Cayhe Tan Kia-beng tak mempunyai kawan barang seorang pun.”
“Sungguh aneh sekali” teriak nona berbaju putih keheranan “yang aku maksudkan sinona yang amat genit cantik dengan pinggang yang ramping sehingga hampir hampir tertiup rubuh oleh angin itu,”
Sembari berkata dia menirukan lagaknya pinggangnya dilenggang lenggokan dengan amat genit tapi menggiurkan.
Melihat gerak geriknya yang amat lincah dan menggelikan itu tak terasa lagi Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Oh.... kiranya dia yang kau maksudkan orang lain adalah putri raja muda dari Mo Cuncu, mana mungkin mau menjadi kawan karib cayhe?"
“Cis, kau sedang berbohong terang terangan dia adalah kawan karibmu kini kau bilang bukan sejak semula aku sudah bisa melihatnya dengan jelas "
Mendengar perkataan ngotot dari sang nona berbaju putih ini tak terasa lagi dalam hati Tan Kia-beng merasa mendongkol juga, pikirnya, “Kawanku atau bukan ada sangkut paut apa dengan kau? Apa lagi akupun sama sekali tak kenal dengan kau.”
Walaupun di dalam hatinya dia berpikir demikian tapi ia tak tega untuk mengucapkannya keluar.
“Maukah kau jangan bicara sembarangan?” pintanya dengan hati cemas.
“Hiii, sekarang aku tahu sudah!” teriak si nona berbaju putih itu sambil tertawa cekikikan kembali.
“Pada luarnya kau bicara begitu menarik padahal dalam hati sedang merindukan dirinya bukan begitu?! Sayang sekali begitu dia itu masuk ke dalam rumah pamannya sudah tak mau keluar berjumpa kembali dengan kau."
Mendengar omongannya sama seperti apa yang dialami olehnya Tan Kia Beag menjadi amat heran. pikirnya.
"Urusan ini mana mungkin dia bisa tahu? Aku harus mencari keterangan dari dirinya”
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan dengan disertai cengkeraman ke arah pergelengan tanganaya teriaknya dengan keras.
"Urusan ini bagaimara kau bisa tahu? cepat bicara"
“Hii. hii.... buat apa kau begitu galak?,”
Sekonyong konyong....
Dari tempat jauh berkumandang suara suitan yang amat tinggi melengking dan menyeramkan sekali membuat bulu kuduk pada berdiri suara itu semakin lama semakin mendekat....
Air muka sinona berbaju putih itu segera berubah sangat hebat, dengan cemas teriaknya, “Cepat bersembunyi, cepat....!“
Tan Kia-beng menurut perkataannya, tubuh dengan cepat berkelebat bersembunyi di di tengah-tengah alang-alang yang amat lebat ketika dia menoleh kembali ke tempat semula bayangan dari gadis berbaju putih itu sudah lenyap tanpa bekas tak tertaban diam-diam serunya.
“Huuh... sudah ketemu dengan setan.”
Mendadak dia merasakan suara suitan itu sangat dikenal olehnya, dia berpikir keras akhirnya dengan setengah teriak ujarnya;
"Apa benar, bukankah orang itu adalah orang yang sudah mengusir pergi Hwee Gong Thaysu sekalian dari Siauw-lim-pay
tempo hari malam? tetapi entah siapakah gadis berbaju putih itu?”
Dengan adanya hadangan dari gadis berbaju putih itu saat ini cuaca semakin lama berubah menjadi menggelap kembali, karena harus menempuh beberapa puluh li lagi baru ada tempat penginapan terpaksa dengan melemparkan jauh jauh perasaan heran serta curiganya dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan mengikuti jalan raya melanjutkan perjalanan menuju ke depan
Kurang lebih sepenanak nasi. Kemudian, mendadak di depan jalannya terdengar suara seperti ada orang yang sedang bertempur, dalam hati dia merasa amat terperanjat dengan segera dia mempercepat langkahnya menuju ke arah dimana berasalnya suara itu.
Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di tempat tersebut:
Terlihatlah sebuah kereta yaog amat mewah dan agung sekali berhenti di tengah jalan bentuk serta segala sesuatunya mirip sekali dengan kereta kuda yang digunakan untuk mengantar Cuncu tempo hari, di atas tirai kereta tersebut dengan angkernya tertancap dua kuntum bunga mawar merah yang memancar sinar berkilauan yang menusuk pandangan mata,
Disekeliling kereta mewah ini berkumpullah jago-jago Bulim dalam jumlah yang amat banyak sekali pada barisan yang paling depan berjajarlah delapan belas hwesio dengan memakai baju biasa berwarna kuning emas, dengan membentuk gerakan kipas mereka mengepung rapat-rapat kereta tersebut.
Air muka mereka semua sudah berubah merah padam, tetapi sikapnya masih tenang dan berwibawa sekali.
Disebelah kanan dari mereka itu berdirilah seorang Toosu berjubah lebar dengan sikap yang amat angker, dibelakaninya berdiri empat orang toosu yang pada menggembol pedang semua.
Barisan disebelah kiri dari kereia itu berdirilah tiga orang kakek tua dengan wajah yang jelek meringis kejam, disamping itu masih ada lagi dua tigapuluh orang yang secara berkeJompok tersebar diempat penjuru.
Suasana disekitar tempat itu amat tegang sekali. sekilas napsu membunuh berkelebat pada wajah tetiap orang. Agaknya suatu pertempuran yang amat senglt bakal terjadi kembali,
Orang yang mengemudikan kereta mewah itu merupakan seorang kakek tua berjubah hitam yang kurus kering sehingga mirip dengan sesosok mayat hidup.
Terdengar dia memperdengarkan suara tertawa yang mirip dengan jeritan iblis seru nya.
“Hee.... heee.... jagoan dari seluruh Bulim tentu sudah hadir disini semua bukan? Kalian mengbayangi perjalanan Loohu sebenarnya punya petunjuk apa yang mau disampaikan? “
Si hweesio tua yang berdiri pada barisan paling depan bukan lain adalah ciangbun djia dari Siauw-lim-pay, Ci Si Thaysu, telapak tangannya dengan perlahan dilintang di depan dada kemudian dengan suara lantang memuji keagungan Buddha.
“Omitobud..... omitobud Saudara sebenarnya siapa? Kenapa setiap tahun kau melakukan perjalanan dari Utara ke Selatan kemudian dari Selatan menuju ke Utara? setiap perjalanan yang kau lewati kenapa kau membunuh begitu banyak orang
sehingga keadaan amat mengerikan? Loohu benar-benar merasa tidak betah untuk menonton terus tanpa ikut campur.”
“Hmmm, siapa yaog melawan aku binasa yang menyanjung aku hidup itulah sifat dari Loohu teriak si Kakek tua berjubah hitam itu sambil mendengus dingin jika, Loohu merasa tak senang sekalipun itu istana kaisar Loohu juga akan menghancurkan, tidak perduli dia seorang kaisar yang agung jika Loohu benci akan kubunuh juga, sedang mengenai orang-orang yang sudah aku binasakan he he he aku kira mereka jauh lebih baik dibunuh daripada dibiarkan hidup lebih lama lagi.”
Beberapa perkataan ini seketika itu juga membuat suasana disekitar tempat itu menjadi gempar
Kouw Lo Sam Sah atau si tiga iblis dari Kouw Lo san yang berdiri pada barisan sebelah kiri segera maju ke depan mendekati kereta iblis tersebut teriaknya dengan amat gusar;
”Manusia busuk besar juga omonganmu Yayamu hajar dulu bacotmu yang busuk ”.
Enam buah telapak tangan bersama-sama mendorong ke depan, segulung angin pukulan dahsyat yang secara samar-samar mengandung bau amis memuakkan bagaikan kilat cepatnya menggulung ke arah kereta tersebut.
Sifat si iblis ketiga Hek Boan Koang jauh lebih kejam lagi, angin pukulannya yang amat dahsyat itu ternyata sudah diarahkan pada gerbong kereta tersebut.
Kouw Lo Sam Sah merupakan jagoan iblis dari kalangan Hek-to dengan mengandalkan ilmu pukulan "Pek-tok In Hong Ciang'nya mereka sudah menjagoi seluruh Bulim buktinya sifatnya amat ganas dan kejam bahkan setiap jago yang terkena angin pukulannya yang beracun ini pasti rubuh binasa.
Tan Kia-beng yang secara diam mengintip jalannya pertempuran itu tak terasa ikut merasa kuatir juga terhadap keselamatan dari si kakek tua ber jubah hitam itu.
Mendadak.... terdengar suara auman yang menggetarkan seluruh bumi, kakek tua berjubah hitam itu mengayunkan cambuk kudanya berputar satu lingkaran di tengah udara kemudian dengan dahsyatnya menyambar badan ketiga orang iblis tersebut bagaikan sebuah layang layang yang putus talinya tubuh mereka bertiga sudah berhasil disambar dilemparkan sejauh dua tiga kali jauhnya dan tubuh telungkup di atas tanah
Gerakannya amat cepat laksana menyambarnya sinar kilat menyambar bumi sampai Ci Si Thaysu yang memiliki tenaga dalam amat sempurna pun belum sempat melihat lebih jeIas bagaima gerakannya tubuh ketiga orang iblis tersebut sudah terlempar ke tengah udara. di dalam keadaan yang amat terperanjat bercampur ngeri dia menundukkan kepalanya rendah-rendahnya sambil memuji keagungan Budha.
Sepasang mata dari si kakek tua berjubah hitam yang memancarkan sinar hijau dengan amat dinginnya menyapu kembali ke arah para jago kemudian dengan sinisnya dia tertawa dingin.
Kwan Tioog It Khei atau si manusia aneh dari Kwan Tiong dengan langkah lebar segera menerjang ke depan kereta iblis tersebut. dia tertawa dingin tak henti hentinya.
“Hee... bee.... aku mau lihat sebenarnya di dalam gerbong kereta itu sudah bersembunyi manusia kura kura semacam apa?”
Telapak tangannya dengan disertai sambaran angin pukulan laksana gemuruhnya guntur dengan kecepatan yang luar biasa menghajar godin kereta itu
Si kakek tua berjubah hitam itu menjadi amat gusar sekali.
"Kau cari mati?' bentaknya,
Telapak tangannya dengan mendatar melancarkan satu pukulan hawa dingin yang tak bersuara, dengan dahsyatnya menggulung ke arah tubuhnya orang itu.
Tenaga dalam dari Kwan Tiong It Khei amat dahsyat jadi orang pun amat dinginrya, mendadak pukulan telapaknya diubah menjadi kepalan menyambut datangnya serangan dari si kakek tua berjubah hitam tersebut.
'Bluum!" dengan keras lawan keras dia menerima satu pukulan diri seorang tua berjubah hitam itu,
Terdengar suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma tubuhnya bagaikan layang layang yang putus tail dengan kerasnya terpental ke tengah udara kemudian terlempar ke dalam tumbuhan alang alang yang amat lebat.
Kelihatan sekali ilmu silat dari seorang tua berjubah hitam itu memang amat lihay bahkan jadi orang kejam dan ganas. di dalam sekejap saja dia sudah membinasakan empat orapg jagoan berkepandaian tinggi dari Bulim, saking terkejutnya oleh kejadian ini. suasana disekitar tempat itu menjadi sunyi senyap, suatu perasaan bergidik muncul pada dasar hati kecil masing-masing membuat napas mereka serasa menjadi amat sesak;
Sembilan orang Loohu han ceng yang ada di sebelah kiri dari Ci Si Thaysu segera memuji keagungan Buddha, suara keras bagaikan sambaran geledek kemudian bersama-sama
mendorongkan telapak tangannya masing-masing menghajar tubuh si orang tua berbaju hitam itu.
Kedelapan belas orang Loo han dari Siauw-lim-pay ini sungguh hebat sekali bukan saja tenaga dalamnya sudah terlatih mencapai taraf kesempurnaan bahkan ilmu silatnya pun amat lihay.
Kini kesembilan orang bersama-sama menggabungkan tenaganya melancarkan pukulan ke arah musuh, segera tampaklah gulungan angin pukulan bagaikan menggulungnya ombak di tengah tiupan angin taupan dengan amat dahsyatnya melanda ke depan.
Kakek tua berjubah hitam itu segera tertawa dingin, cambuk panjang ditangan kanannya bagaikan menarinya seekor naga sakti, dengan cepat digulung kemudian disambar ke arah luar menghilangkan sebagian besar dari tenaga pukulan tersebut, diikuti ujung bajunya dikebutkan ke depan segulungan angin pukulan bawa dingin yang menusuk tulang dengan amat hebatnya menyambut datangnya serangan tersebut.
Bluuummmn... suara gemuruh yang begitu dahsyat meletus di tengah udara diikuti menyebarnya tangan yang amat dahsyat Itu keempat penjuru membuat batu serta pasir pada terbang keangkasa...
Tak kuasa lagi tubuh kesembilan hweesio itu terdesak mundur dua langkah ke belakang pada ujung bibirnya masing-masing menetes keluar darah segar berwarna merah tua. Sebalikrya kereta mewah itu sendiri cuma sedikit bergoyang saja terkena sambaran angin pukulan tersebut.
Kesembilan orang hwaesio lainnya yang ada disebelah kanan Ci Si Thaysu segera maju dua langkah kedepen sesudah
memuji keagungan Buddha telapak tangan mereka sama-sama diangkat siap melancarkan serangan ke arah musuhnya.
Mendadak....
Si orang tua berjubah hitam itu memperdengarkan suara suitannya yang amat nyaring tapi tinggi melengking mengerikan, cambuknya dibabat ke depan, kedua ekor kudanya segera meringkik panjang kemudian meloncat sejauh tiga kaki ke depan dengan tanpa banyak susah lagi lagi kereta maut tersebut dengan melayang keangkasa melewati di atas kepala Cie Sie Thaysu sekalian melarikan diri ke arah depan.
Terdeagar suara berputarnya roda kereta yang amat membisingkan telinga di dalam sekejap saja sudah lenyap dibalik pepobonan.
Ci Si Tiuysu segera rnenghela napas panjang ujarnya dengan suara berat;
"Gotong kemari mereka yang terluka, biar aku periksa keadaannya".
Beberapa orang hwaesio itu segera menyabut dan menggotong tubuh Kwan Tiong It Khei serta Kow Lo Sin Sah ke depan Ci Si Thaysu
Tampaklah dari panca indra Kwan Tiong It Kwai mengalir keluar darah marah yang menghitam, kelihatan sekali kalau jantung serta urat nadinya terputus.
Sedangkan pada tubuh Kouw Lo Sam Sah masing-masing sudah tertotok kurang lebih lima buah jalan darah pentingnya, kini merekapun sudah pulang keakhirat.
Tidak disangka sama sekali si kakek tua berjubah hitam itu dengan mengandalkan sebuah cambuk kuda hanya di dalam sekejap saja berhasil menotok jalan darah penting pada tubuh
tiga orang jagoan berkepandaian tinggi dari kalangan Hek-to bahkan bisa melemparkan pula tubuhnya sejauh dua kaki, kecepatan gerak serta kecepatan menotok jalan darah sungguh amat lihay sekali dan jarang di temui.
Para jago lainnya yang menonton jalannya pertempuan itu cuma bisa gelengkan kepalanya berulang kali, jelas sekali mereka ketakutan oleh peristiwa tersebut.
Sedangkan Ci Si Thaysu dengan tenangnya memeriksa keadaan luka dari empat sosok mayat itu air mukanya berubah amat tegang lama sekali dia termenung akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan memimpin kedelapan belas orang Loo Hanya melenyap diri di tengah kegelapan.
Para jago lainnya terpaksa dengan hati sedih menundukkan kepalanya pada bubaran,
Suasana di tengah kalangan menjadi sunyi kembali, kecuali suara koakan katak sarta sinar kunang kunang yang beterbangan di angkasa tak terdengar suara begitu sunyi, senyap, tapi menyeramkan.
Dengan perlahan Tan Kio Beng berjalan keluar dari balik pohon. kini dia merasa amat kagum sekali atas kedahsyatan dan kelihaian dari ilmu silat si kakek tua berjubah hitam itu bersamaan pula dia merasa gemas dan benci atas kekejaman hatinya.
Terhadap keempat sosok mayat yang menggeletak menyeramkan, dia cuma memandang sekejap saja kemudian tanpa mengucapkan. sepatah katapun siap meninggalkan tempat tersebut....
Mendadak tercium olehnya bau harum dari bunga mawar yang amat sama tapi menusuk hidung, bersamaan pula
dibelakang badannya terdengar suara tindakan yang amat perlahan sekali.
Dengan cepat dia putar badannya, terlihatlah seorang berbaju putih yang ditemui tadi sudah berdiri dihadapannya sambil tersenyum. Pada genggamannya sekuntum bunga mawar yang berwarna merah darah.
Dibawah sorotan sinar rembulan, kelihatan sekali sikapnya yang begitu agung dan cantik membuat dia betul-betul terpesona dibuatnya.
Tak terasa lagi Tan Kia Bang sudah berdiri termangu-mangu disana, matanya terbelalak besar sedang mulutnya melongo
Melihat hal ini tak terelakan lagi si nona berbaju putih itu tertawa ringan.
“Hi.... hii... sungguh lucu sikapmu.”
Tiba-tiba dia merasakan si nona berbaju putih ini rada sedikit aneh dan misterius, kenapa dia seIalu menguntitnya dengan bersembunyi sembunyi apa mungkin dia adalah siluman rase? berpikir sampai disitu cepat-cepat tangannya meraba gagang pedangnya sambil membentak keras.
“Kau seorang manusia atau setan? kenapa terus menerus membuntuti diriku?”
Gadis berbaju putih iiu tetap memandang dirinya sambil tertawa, terhadap perkataan yang yang diucapkan sama sekali tidak mengambil gubris,
“Jika kau tidak mau bicara, jangan salahkan cayhe berlaku kurang ajar terhadap dirimu.”
Cring..! pedang panjangnya segera dikeluarkan dari sarungnya, dibawah sorotan sang rembulan pada tubuh
padang tersebut. Tampak keluar sinar keperak perakan yang menyilaukan mata.
Gidis berbaju putih itu tetap berdiri tak begerak sedikitpun, sepatah katapun tidak diucapkan keluar. agaknya dia sedang menonton suatu pertunjukan yang menarik hatlnya.
Tan Kia-beng menjadi mendongkol, pedang panjangnya dibabat sejajar dengan dada menghajar tubuh sang gadis, gerakan pedangnya ini cuma sebuah serangan gertakan saja walaupun gerakannya mantap dan amat kuat tetapi tak mangandung sedikit tenagapun.
Siapa tahu dia cuma merasakan pandangannya menjadi kabur. sang nona berbaju putih itu masih tetap berdiri di tempat semula tak bergerak.
“Hii..... hiii... buat apa main gertak sambal?” ujarnya sambil tertawa merdu.
“Bilamana kau sungguh sungguh mau turun tangan gunakan seluruh ilmu silat yang kau miliki.”
Tan Kia-beng benar-benar dibuat mendongkol, mendadak pergelangan tangannya digetarkan, bagaikan kilat cepatnya dia melancarkan delapan tusukan mengancam seluruh tubuh si gadis itu. kecepatan gerakannya bagaikan meluncurnya bintang bintang dilangit kemantapannya bagaikan baja murni.
Tetapi... perduli dia menggerakan pedangnya laksana pelangi tubuh si gadis berbaju putih ltu tetap seperti melengket dengan pedangnya, dengan amat lemahnya berkelebat mengikuti bayangan pedang tersebut.
Jangan dikata tubuhnya sekalipun menjawil ujungnya bajunyapun tak sanggup.
Dalam keadaan gusar bercampur gemas mendadak dia menarik kembali pedangnya kemudian balik tubuhnya meninggalkan tempat itu, dia merasa dirinya sebagai seorang lelaki sejati tidaklah patut untuk menggunakan pedang menyerang seorang gadis yang memberikan perlawanan dengan tangan kosong apalagi untuk menjawil ujang bajunya musuhpun tidak sanggup, di dalam keadaan gusar cepat-cepat meninggalkan tempat itu
Agaknya hal ini berada diluar dugaan nona berbaju putih itu, teriaknya, “Hay, cepat kau kembali! aku ada perkataan yang mau kusampaikan kepadamu!"
“Hmmm, ada perkataan apa lagi yang bisa dikatakan? aku tidak sanggup mengalahkan dirimu apakah aku tidak boleh mengalah?'
"Lalu apakah sudah kalah harus pergi?”
"Kau bermaksud hendak melakukan apa lagi terbadap diriku?"
Tan Kia-beng dengan amat gusarnya membalikkan badannya kemudian meloroti gadis itu.
"Hiii.... hii.... kau sungguh menyenangkan sekali....”
Tiba-tiba, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun kakek tua berjubah hitam itu sudah munculkan dirinya dihadapan mereka.
"Cian dje kau sedang guyon dengan siapa?” tanyanya dengan suara berat,
Tetapi begitu dilihatnya Tan Kia-beng berdiri disana mendadak dari sepasang matanya memancarkan sinar hijau yang membuat banyak orang terasa bergidik.
Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat, dengan tubuh gemetar dia mundur satu langkah ke belakang
Sewaktu si gadis berbaju putih itu melihat si orang tua berbaju hitam secara tiba-tiba sudah munculkan dirinya disana tak kuasa lagi air mukanya berubah amat hebat sambil menuding ke arah Kia-beng serunya, "Bangsat ini memaki aku sebagai gadis jelek, bahkan baru saja menggunakan pedangnya menusuk aku"
“Hmmm, benarkah?“ dengus kakek tua berjubah hitam itu dengan amat dinginnya.
Sinar matanya dengan amat teliti memperhatikan ujung kepala Tan Kia-beng sampaikan pada ujung kakinya, air mukanya yang amat dingin kaku itu secara tiba-tiba terlintas suatu senyuman yang amat tawar sekali
Juga hati Tan Kia-beng merasa sangat tidak puas pikirnya;
"Nona ini kenapa berbohong di depan dia orang tua? kapan aku pernah memaki dia sebagai gadis jelek?"
Mendadak dia teringat kembali peristiwa dimana Mauw lng Suthay sekalipun pernah mengungkat seorang siluman perempuan, pikirannya dengan cepat berputar.
"Hah kau adalah siluman perempuan?" serunya tanpa terasa,
Gadis cantik berbaju putih yang secara mendadak mendapat makian, semula dibuat tertegun kemudian dengan amat gusarnya membentak.
“Kau berani maki aku?“
Tubuhnya dengan cepat melayang ke depan kirim satu tamparan ke atas wajah Tan Kia-beng membuat pipinya menjadi merah.
Gerakannya ini dilakukan amat cepat sekali bagaikan hembusan angin berlalu belum sempat Tan Kia-beng melibat gerakanrya tahu-tahu pipinya sudah diperseni satu gaplekan keras.
Walaupun tamparannya kali ini menimbulkan suara yang amat nyaring tetapi rasa sekali tidak terasa sakit bahkan terasa amat empuk dan halus.
Tan Kia-beng yang merupakan seorang bersifat sombong mana mau menerima hinaan seperti ini, dia membentak keras pedang panjangnya dengan disertai serenteran bunga bunga pedang yang amat banyak membabat ke arah pinggangnya, serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar sudah tentu kekuatannya amat hebat.
Mendadak.... terasa segulung angin berkelebat terasalah olehnya pergelangan tangannya sudah dicengkeram kencang oleh kakek tua berjubah hitam itu. ujarnya berulang kali.
“Sudah.... sudahlah, jangan ribut lagi, aku mau tanya padamu siapa suhumu?”
Nada suaranya amat ramah dan halus jauh berbeda sekali dengan sikapnya setiap hari.
Gadis berbaju putih yang berdiri disamping diam-diam merasa juga melihat perubahan sikapnya yang amat sangat.
Sebaliknya Tan Kia-beng dengan perasaan amat gusar sudah mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Suhuku ialah Bun Li Im Yen, Lok Tong, cepat kau lepaskan tanganku, siluman perempuan ini terlalu menghina aku jika tidak diberi sedikit hajaran hatiku merasa tak puas.”
Si orang tua berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Sudah..... sudahlah sekalipun suhumu si Bin Lim In Yen Lok Tong datang sendiripun belum tertu bisa menangkis tiga jurus serangannya.”
Wajahnya mendadak berubah amat keras, tambahnya, “Hey bocah cilik, aku mau bertanya padamu maukah kamu orang mengangkat loohu sebagai gurumu? jikalau kau mau aku jamin di dalam tiga bulan saja kau akan berubah menjadi seorang jagoan Bulim yang tak terkalahkan.”
Gadis berbaju putih yang berdiri disamping sekali lagi dibuat keheranan melihat sikap nya itu pikirnya.
“Sungguh aneh sekali, bagaimana Tia bisa begitu ramah terhadapnya, bahkan mau mengangkat dia sebagai muridnya?”
Walaupun dalam hati dia merasa amat girang tetapi pada mulutnya tetap dengan suara yang tinggi melengking berteriak, “Tidak mau... tidak mau, jika setiap hari harus seorang telur busuk yang mendamping aku, tentu saking mangkelnya aku muntah-muntah tak hentinya,”
Tan Kia-beng yang secara tiba-tiba mendengar si orang tua berjubah hitam itu mau mengangkat dirinya sebagai muridnya terasa berdebar debar, tetapi ketika teringat akan keganasan dan kekejaman dari si kakek tua berjubah hitam itu ditambah lagi mengkhianati guru merupakan suatu pantangan Bulim dengan cepat dia mencabut keluar pedangnya kembali.
“Hee heee heee... lebih baik kau menarik kembali niatmu itu” ujarnya sambil tertawa dingin. Sekalipun ilmu silat yang kau milili amat liehay tapi siauw ya mu tak akan mau mengangkatmu sebagai gurumu.
Si orang tua berjubah hitam yang selalu berlontang-lantung seorang diri selamanya belum pernah menerima seorang
muridpun kini melihat bakat Tan Kia-beng yang amat bagus untuk belajar silat ditambah lagi sifat dia yang amat cocok dengan apa yang di kehendaki membuat dia benar-benar tertarik semakin Tan Kia-beng menolak niatnya untuk menerima dia sebagai murid semakin menebal.
Terdengar dia tertawa terbahak-bahak kernbali dengan kerasnya.
“Hey bocah orok. inilah suatu kesempatan yang amat bagus buat dirimu, janganlah kau membuang kesempatan baik ini dengan sia-sia.”
“Haa haa haa.... sekalipun kau sekarang juga membinasakan aku Siauw yamu juga akan menolak,” Seru Tan Kia-beng tetap ngotot.
Air muka kakak tua berjubah hitam itu segera berubah menghambar, sekilas perasaan yang amat dingin kaku muncul kembali menghiasi wajahnya.
"Heee.... hee.... kau tidak akan menyesal?” ujarnya seram.
"Tidak?"
Dengan melintangkan pedangnya di depan dada Tan Kia-beng berdiri disana dengan amat angkernya.
Saking gusarnya orang tua berjubah hitam itu segera memperdengarkan suara pekikannya yang amat nyaring sehingga membuat suasana menjadi amat seram,
Gadis berbaju putih itu menjadi amat terkejut. dia tahu inilah tanda tanda ayahnya sudah diliputi oleh napsu membunuh.
"Tahan,” Teriakrya cepat, “aku saja yang turun tangan.”
Selesai berbicara tubuhnya dengan cepat menerjang kehadapan Tan Kia-beng yang cepat menutupi tubuh Tan Kia-beng dari serangan kakek berjubah hitam itu.
Pada saat itu.... diseluruh lapangan bergema suara pujian keagungan Buddha yang amat ramai sekali.
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay dengan memimpin kedelapan belas orang Loohannya dengan langkah perlahan muncul di tempat itu.
Dengan pandangan yang amat dingin kakek tua berjubah hitam itu melirik sekejap ke arahnya kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.
“Bu lang su hud, iblis durhaka ini akan melarikan diri kemana lagi?"
Dari hutan sebelah kiri tampak bayangan merah berkelebat, delapan orang tosu dengan memakai jubab Pat kwa dan pedang tersoreng pada punggungnya bagaikan awan merahnya dengan cepat melayang turun ke atas permukaan tanah kemudian mendesak ke tengah kalangan
Belum sempat Tan Kia-beng melihat je!as wajah mereka mendadak terdengar kembali suara bentakan yang amat keras memecah kesunyian,
“Sret, sreet... seret!" di tengah kalangan secara tiba-tiba sudah bertambah kembali dengan serombongan jago Bulim dengan dandanan yang amat aneh aneh setiap orang dengan pandangan mata mengandung perasaan dendam yang berapi api dengan gemasnya melototi si kakek tua berjubah hitam serta gadis berbaju putih yang ada di tengah kalangan itu.
Jika dilihat dari situasi sekarang ini jelas sekali kalau para jago di dalam Bulim sudah mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk menghadapi si kakek berjubah hitam serta si gadis baju putih,
Tan Kia-beng yang terkepung di tengah-tengah kalangan tak terasa terperanjat juga terlibat kejadian ini, diam-diam pikirnya;
'Saat ini bilamana aku tidak cepat-cepat mengundurkan diri dari sini bilamana nanti mereka mulai melancarkan serangannya bukankah aku akan tergencet di tengah-tengah?"
Karenarya dengan cepat dia menggerakkan kakinya hendak mengundurkan diri dari sana,
Mendadak....
Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat, si Lik So Suseng Ho Hauw sudah menghadang di depan tubuhnya. sambil menudingkan kipas emasnya dia membentak keras, "Tempo hari orang yang mengemudikan kereta kuda dijalanan Cing Siang adalah bangsat cilik, jangan biarkan dia melarikan diri dari sini "
Tan Kia-beng menjadi gusar, bentaknya, "Kenapa tanpa membedakan putih atau merah kau sudah menfitnah aku?"
"Manusia tidak berguna!" tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin bergema di belakang badannya, “Cepat kesini, aku mau lihat kau akan berbuat bagaimana menghadapi mereka?"
Dengan perkataan diri kakek tua berjubah hitam ini tanpa sengaja sudah melibatkan Tan Kia-beng ke dalam jurang tersebut, sekalipun dia akan menjelaskan juga tidak akan berguna
Waktu itu si kakek tua berjubah hitam sudah berjalan mendekati para jago, terdengar dengan nada amat seram serunya, “Kalian dua tiga kali terus menerus mendesak aku si orang tua, apakah kalian benar-benar menyuruh Loohu membuka pantangan untuk membunuh?”
“Loolap sudah lama sekali tidak terjun ke dalam dunia kangouw terdengar Ci Si Thaysu dengan air muka amat dingin berteriak. Sampai ini hari kurang lebih ada dua puluh tahun lamanya, tapi di dalam dua puluh tahun yang singkat ini kau sudah mencelakai beribu ribu jago Bulim.... jika kini Loolap tidak terjun kembaii ke dalam Bulim bagaimana hatiku bisa tega terhadap mereka yang sudah mati?”
“Hiee... heee... kau kira dengan mengandalkan ilmu Thay Djao Bu Siang Tan Kang mu itu sudah cukup untuk meringkus looho? haa... haa... sungguh menggelikan.”
Ci Si Thaysu segera mengerutkan keningnya rapat, dengan menundukkan kepalanya dia memuji keagungan Buddha
Pada saat inilah mendadak terdengar suara berbenturnya senjata tajam, sebilah pedang panjang sudah terpental jatuh ke tengah udara.
Kiranya Tan Kia-beng sudah menggubris peringatan dari kakek tua berjubah hitam itu dengan langkah yang lebar dia melanjutkan perjalanannya ke kanan tetapi sudah terhalang oleh sambaran kipas emas dari Lak So Suseng Ho Hauw, membuat dia saking mendongkolnya berteriak keras, “Kenapa kalian menghalangi aku? aku kan bukan satu rombongan dengan dia?”
Sreet... sreet... berturut-turut dia melancarkan tiga serangan dahsyat membabat tubuh musuhnya. Si Lak So Suseng Ho Hauw mana memandang sebelah matapun
kepadanya, kipasnya dibabat ke depan menutup kembali serangannya membuat pedang panjang tersebut tergetar amat keras dan harnpir hampir terlepas dari tangannya kemudian ditusuk kipas emasnya dengan amat cepatnya berkelebat menotok jalan darah Ci Bun serta Chiet Kan dua buah jalan darah penting.
Tan Kia-beng yang tidak membawa senjata melihat datangnya serangan kipas itu di dalam keadaan yang amat gugup sudah meloncat ke atas udara kemudian berjumpalitan melancarkan satu pukulan dahsyat ke bawah.
Kiranya tanpa disadari jurus Lok Djiet Tiong Thian dari ilmu telapak Siauw Ciat Cang sudah dikerahkan keluar.
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Si Lak So Suseng sudah menghajar oleh datangnya serangan itu sehingga terpental ke tengah udara rubuh di tengah rumput.
---0-dewi-0---
JILID: 3
Dengan kepandaian silat yang dimiliki Lak So Suseng dia sudah merupakan seorang jagoan aneh di dalam Bulim karena dia berlaku sedikit gegabah pukulan tersebut dengan menghajar dadanya membuat dia terluka amat parah.
Untung saja Tan Kia-beng baru saja belajar ilmu silat sehingga tenaga dalamnya yang diperolehpun belum tinggi, kalau tidak mana mungkin dia bisa hidup lama lagi.
Peristiwa yang terjadi diluar dugaan ini membuat para jago merasa amat terperanjat, kemudian disusul dengan suara
bentakan yang amat keras tiga orang jagoan berkepandaian tinggi sudah menabrak ke arah Tan Kia-beng.
Kini Tan Kia-beng bisa menghajar tubuh Lak So Suseng hal itu didapatkan secara kebetulan saja, kini melihat tiga orang jago dengan amat cepatnya menubruk ke arah tubuhnya dengan cepat melayang ke samping sedang tangannya dengan gerakan cepat mencabut keluar pedang pualam hadiah Mo Tan-hong.
Seketika itu juga hawa pedang yang amat dingin memancar keluar disertai warna biru yang menyilaukan mata berkelebat memenuhi seluruh angkasa, walaupun pedang itu amat pendek tetapi dengan sedikit gerakan saja ujung pedangnya segera memancarkan suatu sinar setebal setengah depa.
Traaang.... traaang. Senjata tajam di tangan ketiga orang itu segera ada dua yang sudah terbabat putus.
Bersamaan waktunya pula ada beberapa orang diantara para jago sudah berteriak kaget.
"Pedang Kiam Ceng Giok Hun Kiam?
Betul, suara teriakan itu berkumandang keluar suasana seluruh kalangan menjadi amat kacau para jago mulai menggerakkan badannya masing-masing mendesak ke depan.
Suasana tersebut seketika itu juga memecahkan suasana tegang yang meliputi para hweesio Siauw-lim-pay serta diri kakek tua berbaju hitam itu.
Mereka bersama menoleh ke arah Tan Kia-beng kemudian dengan sinar mata penuh perasaan terkejut memperhatikan dirinya.
Pedang pusaka yang sudah menggetarkan seluruh Bulim pada seratus tahun yang lalu mana tidak membuat para jago pada menggila?
Menurut berita yang tersiar katanya pedang itu semula merupakan pedang milik seorang sakti yang sudah menggunakan dua puluh tahun lamanya menciptakan serangkaian ilmu pedang yang diukir di dalam sarung pedang tersebut, bahkan di atas sarung pedang itu sudah tersimpan suatu rahasia istana terpendam yang amat misterius sekali.
Selama ini siapapun tidak pernah memecahkan rahasia ini, siapa tahu pada seratus tahun yang lalu pedang ini muncul kembali di dalam Bulim membuat seluruh dunia kangouw menjadi gempar karena perubahan pedang pusaka itulah beratus ratus jago Bulim sudah menemui ajalnya.
Banyak jago-jago yang paling diandalkan oleh setiap partai kebanyakan sudah binasa di dalam badai hujan yang amat dahsyat itu.
Tetapi akhirnya siapapun tidak ada yang mendapatkannya dan sejak itu pula pedang tersebut dengan amat misterius lenyap dari kalangan dunia persilatan.
Ini hari secara tiba-tiba pedang itu sudah muncul kembali ditangan Tan Kia-beng, bahkan munculnya di tengah berkumpulnya para jago berkepandaian tinggi baik dari golongan Hek-to maupun dari golongan Pek-to coba bayangkan saja suasana pada saat itu mana mungkin tidak tegang?
Terdengar si kakek tua berjubah hitam itu tiba-tiba memperdengarkan suara jeritan panjang yang amat dingin dan menyeramkan, laksana segulung asap hitam dengan amat cepatnya dia menyambar ke arah Tan Kia-beng.
Tiba-tiba bayangan abu abu berkelebat Ci Si Thaysu pada saat yang bersamaan berkelebat juga menghadang di depan badan Tan Kia-beng sambil kebutkan ujung bajunya dia bersabda, "Sicu tahan, tarik kembali pedangmu"
Di tengah suitan yang gegap gempita terdengarlah suara benturan yang amat dahsyat berturut turut tubuh Ci Si Thaysu mundur dua langkah ke belakang di atas permukaan tanah kuning yang amat keras segera terbekaslah dua buah telapak kaki yang amat dalam sekali.
Si kakek tua berjubah hitam itupun sambil menggerakkan pundaknya melayang turun kembali ke atas tanah.
Pada saat kedua orang jago berkepandaian tinggi menerjang ke arah Tan Kia-beng itulah tanpa bayangan manusia berkelebat memenuhi empat penjuru kurang lebih sepuluh sosok bayangan hitam bersama-sama menubruk ketubuh Tan Kia-beng membuat suasana di tengah lapangan menjadi amat kacau.
Tan Kia-beng yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman untuk menghadapi musuh tangguh melihat begitu banyak jago berkepandaian tinggi menerjang ke arahnya dalam hati sejak tadi sudah menjadi gugup, dia menjadi bingung harus berbuat bagaimana untuk mengundurkan orang-orang itu.
Mendadak....
Dari samping tubuhnya menggulung datang serentetan angin pukulan dingin yang menusuk tulang menghajar tubuh para jago, seperti ada sebuah dinding kuat yang menahan tubuh mereka, para jago yang menerjang ke arah Tan Kia-beng itu segera terpental balik ke belakang disusul dengan jeritan kesakitan.
Tan Kia-beng menjadi melengak, pada saat itulah terdengar suara yang amat halus dan merdu berkumandang masuk ke dalam telinganya.
Cepat simpan pedang pualam itu dan ikuti aku menerjang keluar dari tempat ini.
Tidak salah suara itu berasal dari si gadis berbaju putih itu, saat ia sudah benar-benar dibuat bingung oleh suasana disana tanpa pikir panjang lagi pedang pualamnya yang berturut turut melancarkan tiga kali serangan ke depan sedang tubuhnya dengan cepat mengikuti diri sinona berbaju putih itu menerjang ke depan.
Tetapi.... jago-jago yang ada dilakangan bukanlah cuma tujuh delapan orang saja, mana meraka mau membiarkan dirinya melarikan diri?
Tampaklah serentetan sinar merah berkelebat delapan bilah pedang dari Kun lun Pat to atau sidelapan toosu dari Kun-lun-pay bersama-sama membentuk jaringan hawa pedang yang amat kuat dengan menyebarkan diri pada delapan penjuru mereka bersama-sama menerjang tubuh gadis berbaju putih itu.
Seketika itu juga suatu pertempurang yang amat sengit terjadi di tempat tersebut.
Begitu para toosu dari Kun-lun-pay mulai menggerakkan pasukannya mengerubuti diri gadis berbaju putih itu, Ci Si Thaysu pun segera mengebutkan ujung jubahnya dengan memimpin kedelapan belas loahan nya mereka bersama-sama menubruk ke arah kakek tua berjubah hitam tersebut.
Baik Kun lun Pat To maupun Cap Pwee Loohan dari Siauw-lim-pay semuanya merupakan jago-jago yang sudah mendapan didikan yang bertahun tahun lamanya kini mereka
bersama-sama turun tangan mengerubut membuat si kakek tua berjubah hitam serta gadis cantik berbaju putih yang memiliki kepandaian silat amat tinggi pun untuk beberapa saat lamanya dibuat kalang kabut juga.
Kini musuh tangguh sudah terhadang maka seluruh tekanan dari para jago Bulim mulai ditujukan pada Tan Kia-beng.
Jka ditinjau dari kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sekarang ini boleh dikatakan ilmu silatnya dari setiap jago yang hadir disana jauh lebih hebat beberapa tingkat dari dirinya, kini dia bisa bertahan dengan payah semuanya bukan lain dikarenakan mengandalkan pedang pualam yang amat tajam serta jurus Lok Jiet Tiong Thian yang sudah berhasil dipahami itu.
Untung saja niat semua jago cuma tercurah pada pedang pualam ditangannya saja bersamaan pula diantara para jago sendiri pun saling curiga mencurigakan saling desak mendesak membuat Tan Kia-beng untuk sementara waktu berhasil mempertahankan nyawanya.
Sejak lahir Tan Kia-beng memang sudah mempunyai sifat ketus dan congkak yang berlebih lebihan, kini didesak oleh para jago membuat hatinya merasa sangat ganas sekali.
Terdengar diantara para jago sudah mulai berteriak teriak.
Cepatnya serahkan pedang itu kepadaku kami sekali tidak akan melukai nyawamu"
Mendengar teriakan tersebut Tan Kia-beng semakin dibuat gusar, berturut turut dia melancarkan dua kali babatan ke depan sembari membentak keras, "Bajingan, perampok, kalian jangan mimpi bisa mendapatkan pedang ditangan siauw ya mu ini!"
Bagaimanapun juga Siauw-lim-pay sebagai pimpinan Bulim mempunyai perasaan pendekar yang lebih besar. terlihatlah Ci Si Thaysu mengebutkan ujung bajunya kemudian meloncat masuk ke tengah kalangan.
"Berhenti!" bentaknya keras.
Ujung jubahnya dikebutkan kembali, terasalah segulung angin pukulan Bu Siang Tan Kang dengan hebatnya menghantam tubuh para jago yang sedang mengurung tempat itu sehingga pada mundur terhuyung huyung setelah itu barulah dia bertanya dengan suara perlahan
"Siauw sicu berasal dari perguruan mana? siapakah gurumu? Pedang ini kau dapatkan dari mana?
“Siauwya tidak punya partai, suhuku adalah Ban Li Im Yen Lok Tong sedang pedang ini adalah hadiah dari orang lain. Hmm, barang ini bukanlah milik kalian kenapa kalian begitu ngotot mau merebutnya dari tanganku?”
“Oooh.... kiranya anak murid dari Lok Thay hiap, suhumu mempunyai hubungan baik dengan loolap. Kau serahkan saja pedang pualam itu kepada loolap menanti setelah suhumu datang nanti aku kembalikan lagi kepadamu.”
Sesungguhnya perkataan dari Ci Si Thaysu ini bermaksud baik, dia merasa sayang kalau dia binasa cuma dikarenakan menurut hawa amarah dihatinya.
Tan Kia-beng tidak lebih cuma seorang bocah yang ilmu silatnya belum mencapai keberhasilan, jika kini harus menggembol barang pusaka bukankah cuma memancing datangnya api yang bakal membakar badan sendiri karena itulah dengan paksakan diri dia membebaskan dia dari kepungan para jago kemudian mengajukan maksud baiknya untuk mewakili dia menyimpan barang pusaka tersebut.
Tetapi saat ini Tan Kia-beng sedang merasa gusar atas kerakusan para jago mana dia mau mendengarkan nasehat tersebut?
Sesudah mendengus dingin teriaknya, “Hmm kalian semua manusia manusia yang tidak malu sudah melihat barang milik orang lian lalu turun tangan merebut, sekalipun ini hari siauwya mu harus binasa juga tidak akan menyerahkan pedang pualam ini kepada kalian.”
“Omintohud omintohud.... Ci Si Thaysu cuma bisa menghela napas panjang saja. Dosa.... dosa.... dosa Loolap bermaksud baik kepada kau.”
“Hmm, bermaksud baik? Musang memberi selamat tahun baru kepada ayam. Hee hee maksud baikmu ini sejak tadi siauwya sudah paham”
Mendengar perkataan itu air muka Ci Si Thaysu segera berubah amat hebat, dia menundukkan kepalanya menyebut keagungan Budha.
“Omintohud.... untuk menolong nyawamu terpaksa loolap menggunakan kekerasan.”
Mendadak tubuhnya bertindak maju ke depan menyambar ke arah pedang pualam di tangan Tan Kia-beng, serangan ini bukan lain menggunakan ilmu mencengkeram Djien Nah so Hoat yang lihay dari Siauw-lim-pay, bukan saja ilmu ini memiliki perubahan yang amat banyak bahkan serangan ini amat cepat sekali bagaikan sambaran kilat.
Tiba-tiba.... terasa segulung angin pukulan yang amat keras menggulung ke arah pergelangan tangan Ci Si Thaysu yang sedang melancarkan serangan cengkeraman itu, terlihatlah Heng-san It-hok sambil tertawa dingin sudah memaki.
“Ooh, kiranya Thaysu mencegah kita semua bertindak ternyata sudah memikirkan maksud tertentu. Hee.... hee.... tidak kusangka Thaysu punya minat untuk menyingkirkan barang tersebut.”
Ci Si Thaysu sama sekali tidak menduga adanya serangan bokongan dari orang lain melihat datangnya serangan mendadak dari Heng-san It-hok yang hendak menghajar pergelangan tangannya terpaksa dengan terburu-buru dia kembali menarik barang tersebut.
"Apakah Ouw Thay hiap juga tak percaya terhadap diri loolap?" tanyanya dengan air muka berubah sangat hebat.
"Ha ha ha.... tahu manusianya, tahu mukanya belum tentu tahu hatinya. Hee hee.... sulit.... sulit untuk mempercayai omonganmu"
Dengan beberapa perkataannya ini hampir hampir membuat kedudukan Ci Si Thay tak berharga sama sekali. Ci Si Thay yang merupakan seorang pendeta beribadat tinggi walaupun imannya tak urung merasa gusar juga
“Lalu bagaimana menurut maksud Ouw Thay hiap?" tanyanya dingin.
“Menurut pendapat cayhe? heee.... heee.... mudah sekali.... siapa yang bakal menangkan sang menjangan harus mengandalkan kepandaian sendiri."
“Bagus, bagus sekali." sahut Ci Si Thay su sambil tersenyum. "Malam ini loolap sangat mengharapkan bisa mendapatkan sedikit pengajaran dari ilmu sakti Tuw Thay hiap."
Walaupun Heng-san It-hok jadi orang amat sombong dan tak pandang sebelah matamu kepada orang lain tapi terhadap
Ci Si Thaysu yang merupakan musuh tangguh dalam hati merasa bergidik juga diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya yang cepat-cepat disalurkan kesepasang telapak tangannya siap menanti serangan musuh.
Sekalipun begitu air mukanya masih tengan tenang saja, serunya sambil tertawa, "Thaysu terlalu memuji"
Pada saat kedua orang sedang siap-siap mulai bergebrak itulah tiba-tiba....
Dengan disertai suatu bentakan yang amat keras, dari tengah lapangan tampaklah sesosok bayangan hitam dengan amat cepatnya meluncur ke arah Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang sudah berada di tengah kurungan para jago sejak tadi sudah pasang mata pentang telinga memperhatikan seluruh gerak gerik para jago, kini dilihatnya ada orang yang menerjang ke arahnya pedang panjangnya mendadak dibabat ke tengah udara kemudian dengan mendatar disambar keluar. Dalam keadaan yang amat gugup dia sudah menggunakan jurus Lok Jiet Thiong Thian melancarkan tusukan menggantikan telapak tangannya.
Jurus ini sebenarnya memang sudah agak aneh kini dia menggantikan telapak menjadi pedang sudah pasti jauh lebih dahsyat.
Terlihatlah sinar kebiruan yang menyilaukan mata berkelebat disertai suara jeritan kesakitan, orang tersebut berhasil ditusuk perutnya sehingga tembus ke belakang punggungnya, seketika itu juga orang tersebut menggeletak binasa.
Tan Kia-beng yang melihat serangannya mencapai sasaran semangatnya menjadi berkobar kembali, pikirnya, “Jika aku
tidak menggunakan kesempatan ini melarikan diri apakah harus menanti kematian disini?"
Begitu pikiran ini berkelebat di dalam benaknya dengan cepat pedang pualamnya dibabat ke depan, pergelangan tangannya digetarkan dan melancarkan dua tusukan, sedangkan tubuhnya pun dengan mengikuti gerakan tersebut meloncat ke depan.
Begitu tubuhnya mencapai tengah udara sekali lagi pedang pualamnya dibabat keluar membentuk serentetan sinar kebiru biruan yang menyialukan matanya, tubuhnya segera meluncur keluar dari tengan kalangan
Terjangannya yang secara mendadak ini membuat para jago yang ada di empat penjuru menjadi sangat gempar, bersama-sama mereka berlari mengejar.
Ilmu meringankan tubuh dari Tan Kia-beng memangnya belum mencapai pada kesempurnaan, kini iapun sudah bertempur selama semalaman penuh membuat tenaga dalamnya mendapatkan kerugian yang amat besar.
Dalam keadaan yang amat gugup dengan tidak memandang situasi di sekelilingnya lagi dia meluncur terus ke depan dan sampailah di atas tebing yang dikelilingi oleh jurang sedalam ratusan kaki. saat itulah tubuhnya sudah berada di tengah batu batu cadas yang amat banyak.
Aduh celaka" serunya keras
Kiranya jalan di depan sudah terhalang oleh sebuah jurang yang amat dalam sedangkan para jago yang mengejar dari arah belakangpun dengan amat cepat sudah sampai disitu.
Heng-san It-hok yang mempunyai ilmu meringankan tubuh paling tinggi dialah yang paling terlebih dulu sampai disana, segera bentaknya;
"Bangsat cilik, kau mau melarikan diri kemana lagi?”
Telapak tangannya dengan disertai angain pukulan yang amat keras menghajar batok kepalanya.
Heng-san It-hok merupakan satu satunya jagoan yang paling diandalkan oleh partai Heng-san-pay pukulan telapaknya kali ini sudah tentu amat mengejutkan sekali.
Baru saja tubuh Tan Kia-beng bergerak siap berputar kesebelah kanan untuk melarikan diri mendadak terasalah segulung angin pukulan yang amat keras sekali menghajar pundaknya membuat dengan terhuyung huyung dia mundur ke belakang.
Tapi dia segera menjerit kaget kiranya tubuhnya sudah menginjak tempat kosong dan terjatuh ke dalam jurang yang amat gelap tak tampak dasarnya itu....
Dalam keadaan yang aga samar-samar dia hanya dapat mendengarkan suara suitan aneh dari kakek tua berjubah hitam serta jeritan kaget dari gadis berbaju putih itu....
---0-dewi-0---
Tan Kia-beng yang terjatuh dari atas puncak gunung itu merasakan tubuhnya bagaikan kilat cepatnya meluncur turun ke bawah, semakin lama dia semakin terjatuh ke bawah terus.... terus....
Dikarenakan kecepatan meluncurnya amat pesat sekali membuat saking goncangnya dia jatuh tak sadarkan diri.
Mendadak.... suatu daya tarik yang amat keras menerjang badannya membuat daya luncurnya menjadi sedikit berkurang seketika itu juga dia sadar kembali dari pingsannya.
Tampaklah olehnya dari sebuah goa batu yang amat besar mencukul keluar seekor ular raksasa yang amat besar sekali sedang mementangkan mulutnya lebar-lebar menghisap tubuhnya.
Mungkin karena daya luncur yang begitu keras dari badannya membuat daya hisap dari ular raksasa itu cuma berhasil sedikit menahan tubuhnya saja tanpa berhasil menghisap badannya ke dalam mulut.
Sakin terperanjatnya dia menjerit keras dengan seluruh tenaga dia meronta sedang pedang ditangannya dengan cepat disambar ke depan sehingga tampaklah serentetan sinar kebiru biruan yang menyilaukan mata memenuhi seluruh angkasa.
Ular raksasa itu menjadi amat terkejut terburu-buru ia menarik kembali kepalanya ke dalam goa.
Begitu daya hisapnya hilang tubuh Tan Kia-beng pun segera meluncur kembali ke bawah dengan rasa cemasnya, cuma kali ini dia sudah berada di atas tanah kurang lebih sepuluh kaki saja.
Suatu keinginan untuk hidup meliputi seluruh hatinya, dengan cepat dia menarik hawa murninya dari pusar disalurkan ke seluruh tubuhnya dengan paksakan diri dia berusaha sedikit mengerem daya luncur yang keras itu.
Segera tubuhnya sedikit tertahan, dengan perlahan-lahan dia melayang turun ke atas permukaan tanah
Sekalipun secara kebetulan tubuhnya tadi terhisap oleh ular raksasa sehingga daya luncur badannya pun menjadi jauh berkurang ditambah pula permukaan tanah dimana dia melayang turun merupakan sebidang tanah rumput yang amat tebal tapi dikarenakan goncangan yang begitu besar dan perasaan tegang yang amat sangat menerjang pikirannya membuat dirinya begitu terhuyung huyung maju beberapa langkah kemudian jatuh tidak sadarkan diri
Entah lewat beberapa saat kemudian dengan perlahan dia baru sadar kembali dari pingsannya, dia merasakan seluruh tulang-tulang, badannya amat sakit serasa sudah pada copot, sedangkan pundak kiri yang terkena hajaran pukulan Heng-san It-hok tadi kini sudah membengkak besar.
Dengan sekuat tenaga dia paksakan diri meronta bangun, akhirnya tak kuasa lagi tubuhnya sekali lagi rubuh ke atas tanah dengan amat kerasnya.
Cuaca pada saat ini walaupun berangsur angsur menjadi terang kembali tetapi keadaan di dalam lembah tersebut amat gelap sekali sehingga sukar untuk melihat lima jarinya sendiri
Terasa hembusan angin yang amat lembab memancar keluar dari atas permukaan tanah yang basah, di tengah kabut yang amat gelap dia cuma merasakan adanya berpuluh puluh sinar hijau berkedip kedip seperti sembunyi disana, secara samar-samar terdengar pula suara desisan aneh dari ular serta binatang berbisa lainnya.
Suasana yang amat sunyi dan menyeramkan meliputi sekeliling tempat itu, diam-diam Tan Kia-beng menjerit sendiri, “Ooh, Tan Kia-beng, Tan Kia-beng, tidak disangka sikap kependekaranmu yang konyol memaksa kau harus menemui kematian pada malam ini juga di tempat seperti ini."
Lewat beberapa saat kemudian dia membakar sendiri hatinya, "Aku tidak boleh mati, asal usulku sendiripun aku tidak jelas bagaimana aku bocah keturunan keluarga Tan membutuhkan aku untuk menyambung keturungan dan aku dibutuhkan untuk membalas dendam sakit hati orang tuaku, bila aku mati bukankah semuanya akan berantakan?
Pada saat hatinya merasa amat gelisah itulah mendadak di dalam benaknya berkelebat suatu bayangan pikirnya, “Menurut perkataan suhu jikalau seseorang memiliki tenaga dalam dia bisa menggunakan tenaga dalam yang dimilikinya untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri, kenapa aku tidak mau coba-coba?”
Demikianlah secara diam-diam dia segera mencoba untuk mengeluarkan tenaga dalamnya mengelilingi seluruh tubuh, untung saja hawa murninya belum buyar sehingga sesudah mengalami perjuangan yang keras dia berhasil juga menyalurkan hawa murninya keseluruh tubuh.
Dengan mengikuti ajaran ilmu tenaga dalam Pek Tiap Sin Kang dia terus berlatih, dengan perlahan mengulurkan hawa murninya mengerlilingi ke seluruh tubuh.
Demikianlah sesudah ada satu jam lamanya perasaan sakit yang menyerang seluruh tubuhnya sudah jauh berkurang, dengan cepat dia meloncat bangun dan memandang keadaan di sekelilingnya.
Tampaklah di sekeliling tempat itu hanya ada puncak gunung yang menembus awan sedangkan di sekelilingnya merupakan hutan alas yang sangat lebar sekali.
Dimana dia sekarang berdiri merupakan sebuah tanah lapang rumput seluas setengah hektar, kecuali itu di
sekelilingnya merupakan batu aneh yang tersebar tidak merata.
Lama sekali dia memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, tiba-tiba secara samar-samar tampaklah olehnya ada sebuah jalanan sempit yang menghubungkan tempat itu dengan sebuah lembah
Kini dia sudah berada di tempat yang sangat berbahaya kecuali menempuh bahaya untuk menerjang keluar tidak ada cara lain lagi buat dirinya, demikianlah dengan mengandalkan pedang pualam Kiem Ceng Giok Hun Kiam dengan terhuyung huyung dia melanjutkan perjalanannya menuju ke dalam lembah.
Setelah melewati sebuah jalanan kecil yang amat sempit dan curam sekali sejauh ratusan kaki sampailah di sebuah lembah yang amat sempit kedua belah dinding yang berdiri disana amat tinggi hingga menembus awan, dan amat curam sekali.
Tiba-tiba terlihatlah serentetan sinar terang memancar masuk dari atas puncak sehingga pandangannya menjadi terang kembali kiranya tempat itu merupakan sebuah lembah yang jauh berbeda dengan lembah semula.
Dimana mana tumbuh rumput serta bunga yang beraneka warna, sebuah selokan mengalirkan air yang amat jernih ke bawah gunung sedikitpun tidak ada hutan yang menutupi sinar sang surya di atas permukaan tanah berjejerlah batu batu putih yang sangat rata dan indah sekali.
Pikirnya dalam hati, “Jika aku bisa mendapatkan sebuah gua yang bersih disekitar tempat ini untuk berlatih ilmu silat, sungguh bagus sekali."
Tetapi kini dia merasa lapar dan dahaga sekali sedang seluruh tubuhnya pun sudah terluka mana ada minat untuk menikmati keindahan alam tersebut. Dengan mengikuti sebuah jalanan berbatu yang sepertinya sering dilewati orang dia melanjutkan perjalanannya maju ke depan.
Setelah berbelok belok selama seperminum lamanya akhirnya dia menemukan kalau jalanan berbatu itu menghubungkan lembah semula dengan sebuah gua yang ada dibawah puncak gunung yang amat tinggi.
Bersamaan pula dia merasa terperanjat sekali, kiranya di depan gua tersebut terdapat serangkaian tulang-tulang ular raksasa sebesar mangkok yang menembus terus ke dalam gua.
Kerangka ular itu sangat mengejutkan sekali walaupun kepalanya sudah menyusup ke dalam gua tetapi ekornya masih ada lima atau enam kaki panjangnya yang tertingal diluar gua sampai di pinggir selokan diam-diam pikirannya berputar;
Huuu.... sangat hebat sekali ular ini jika masih hidup tentu tubuhnya sebesar gentong air.... tapi kenapa ia sudah binasa di situ?"
Saat ini dia sudah berada disebuah lembah buntu yang sekelilingnya cuma ada puncak gunung yang jauh tinggi menembus awan, pikirnya kembali;
"Mati atau hidup berada ditangan Thian kenapa aku tidak masuk ke dalam gua itu untuk lihat lihat?"
Boleh dikata dikarenakan suatu perasaan ingin tahu mendesak hatinya membuat dia kepingin sekali masuk ke dalam gua tersebut.
Segera dia kerahkan tenaga dalamnya dengan menggembol pedang Giok Hu Kiam dengan perlahan dia mulai berjalan masuk ke dalam gua tersebut
Dengan mengikuti kerangka ular raksasa itu, dia berbelok belok menghabiskan sebuah jalan lorong yang panjang kemudian naik kembali ke atas tangga memasuki sebuah gua yang jauh lebih lebar, mendadak pandangannya terbentur dengan sesuatu yang amat mengejutkan hatinya tak tertahan lagi dia menjerit kaget.
Terlihatlah dari dalam sebuah gua yang luasnya tak ada dua kaki memancarlah keluar sebuah sinar berkilauan yang amat terang sekali, bahkan terasa segulung demi segulung hawa dingin yang menusuk tulang muncul dari balik gua.
Di tengah gua itu terdapatlah sebuah benda yang memancarkan sinar kemerah merahan yang menyilaukan mata dikeliling oleh segulung kabut putih yang menusuk tulang di atas kabut tersebut tergantunglah dua buah lentera yang memancarkan sinar berkedip kedip setelah dipandangnya lebih teliti dia baru bisa melihat keadaan di dalam gua itu sejelas jelasnya.
Di dalam gua itu terdapatlah meja kursi dan barang-barang lain dari batu yang masih sempurna, dia atas sebuah pembaringan batu duduk bersila si kakek tua yang wajahnya sudah mengering dan memakai baju warna ungu.
Kelima jari kakek tua yang amat tajam kuat itu sedang mencengkeram batok kepala ular raksasa tersebut sedangkan telapak tangan kanannya menghadap ke atas menahan sebuah mutiara merah yang menyilaukan mata sebesar telur itik
Mutiara merah itu jelas berwarna merah berapi yang melekat pada lidah sang ular raksasa yang panjangnya mencapai tiga empat depa itu.
Pada lapisan luar dari mutiara ular berwarna merah itu terdapat selapis kabut putih yang dengan perlahan berputar mengitari mutiara tersebut.
Karena waktu yang sudah berlalu sangat lama kini baik manusia maupun sang ular sudah berubah menjadi kerangka semuanya jika dilihat dari situasi sekarang ini kemungkinan sekali sewaktu kakek tua itu bersemedi mendadak menerima serangan dari ular raksasa tersebut sehingga dia mencengkeram bagian tubuh cun dari ular tersebut sebaliknya tangan yang sebelah menahan mutiara yang meloncat keluar, demikianlah karena saling bertahan akhirnya saking lelahnya mereka berdua sama-sama menemui kematiannya.
Ditinjau dari hal ini jelas sekali kalau si kakek tua ini bukanlah manusia biasa, coba bayangkan saja kalau panjang ular raksasa ini ada puluhan kaki bahkan sudah berhasil mengeluarkan mutiara mungkin usianya ada ribuan tahun ke atas si kakek tua bisa menguasai dia di dalam keadaan tidak bersiap sedia bahkan berhasil binasa bersama-sama sang ular ini membuktikan kalau tenaga dalamnya sudah amat tinggi sekali.
Ketika memandang kembali ke arah dua buah lentera itu ternyatalah benda tersebut bukan lain adalah sepasang mata dari ular raksasa tersebut yang memancarkan sinar kehijau hijauan sebesar telur itik.
Sebetulnya dia masih punyai sifat kebocah kini melihat sepasang mata ular yang begitu besar dan memancarkan sinar amat terang timbullah niatnya untuk mengambil.
Tubuhnya meloncat ke atas dengan sebelah tangan dia menahan kepala ular itu sedang tangannya yang sebelah menyambar sepasang mata itu
Terasalah segulung hawa dingin yang menusuk tulang membuat seluruh tubuhnya terasa menggigil, setelah dilihatnya beberapa saat masih tidak menemukan juga keistimewaan dari benda itu segera dimasukkannya kembali benda itu ke dalam saku tanpa dilihat kembali
Ketika dia mendongakkan kepalanya kembali memandang ke arah mutiara ular tersebut, terpikir olehnya kemungkinan sekali benda itu merupakan senjata ular raksasa yang sangat berharga.
Dengan perlahan dia melepaskan genggaman tangan orang tua itu dan mengambilnya ketangan sendiri.
Terasa hawa dingin yang aneh membuat seluruh tubuhnya bergidik, tak tertahan lagi dia bersin beberapa kali.
Pada saat dia menarik napas panjang itu, "Sreet...." mutirara tersebut sudah terhisap masuk ke dalam tenggorokannya.
Perasaan terkejutnya bukan kepalang cepat-cepat dia pentangkan mulutnya lebar-lebar berusaha untuk mengeluarkan kembali, siapa sangka keadaan sudah terlambat.
Seluruh tubuhnya terasa amat gatal sekali membuat hawa dingin menyusup masuk ke dalam pusarnya kemudian menyebar keseluruh tubuh, hampir hampir membuat dia mati kaku.
Dalam keadaan yang amat gugup dengan sekuat tenaga dia mempertahankan diri, sedang dalam hati diam-diam merasa amat takut.
Kurang lebih seperminum teh lamanya mendadak segulung hawa yang amat panas sekali mengalir dengan amat cepatnya dari pusar menuju keseluruh badan terus naik ketingkat kedua belas dan menyebar masuk ke dalam urat nadi.
Rasanya hawa panas ini jauh lebih sukar ditangani dari pada rasa dingin yang membekukan badannya tadi. membuat dia saking panasnya berkeringat sebesar kedelai mengucur keluar dengan amat derasnya.
Diam-diam pikirnya di dalam hati, “Kali ini aku pasti mati.... aduh, satu panas yang lain dingin dua tenaga bersama-sama mengacau tubuhku, mana aku bisa tahan lebih lama lagi?”
Barang siapa yang sudah mendekati ajalnya dia tentu berusaha mencari jalan kehidupan buat dirinya, kini dua buah tenaga yang berlainan jenis bersama-sama menerjang badannya sehingga membuat dirinya setengah mati, pada saat pikirannya mulai kabur itulah mendadak teringat kembali olehnya keadaan sewaktu tadi dia menyembuhkan penyakit luka dalamnya dengan mengerahkan tenaga lweekang Pek Tiap Sin Kang.
Saat ini hawa panas serta hawa dingin sudah mulai bercampur aduk membuat seluruh tulangnya hampir meledak rasanya, kenapa pada saat ini dia tidak menggunakan ilmu lweekang itu untuk menahannya.
Untung saja dia masih punya rejeki segera dengan paksakan diri dia meronta bangun dan duduk bersila untuk kemudian mulai menyalurkan tenaganya mengikuti petunjuk ilmu lweekang itu.
Hawa panas serta hawa dingin yang sebetulnya sedang mengalir tidak keruan di dalam tubuhnya dengan mendapatkan petunjuk dari hawa murninya dengan perlahan-lahan mulai mengalir sesuai dengan jalan yang sebetulnya.
Cuma saja dikarenakan tenaga dalam dari Tan Kia-beng yang masih sangat rendah, untuk beberapa saat lamanya dia masih belum sanggup untuk menggabungkan kedua tenapa tersebut menjadi menunggal.
Kiranya hawa panas tadi berasal dari mutiara ular berwarna merah darah itu sedang hawa dingin berasal dari kabut putih yang melapisi di atas mutiara tersebut yang bukan lain merupakan tenaga murni hawa dingin yang dilatih kakek tua tersebut hampir mendekati seratus tahun lamanya.
Mutiara ular yang berusia ribuan tahun itu merupakan tenaga Yang amat panas sekali sebaliknya ilmu "Sian Im Kong Sah No Kang yang dilatih si orang tua merupakan hawa Im yang amat dingin, karena hendak menahan penyerangan dari mutiara yang panas pada waktu dulu si orang tua sudah mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya untuk bertahan sampai mereka berdua sama menemui ajalnya.
Walaupun manusia maupun ular raksasa sudah binasa tetapi mutiara ular itu masih tetap dihisap oleh tenaga murni dari si kakek tua yang dilatihnya hampir mendekati seratus tahun lamanya tanpa buyar sedikitpun.
Walaupun kedua benda tersebut sama-sama melengket menjadi satu tapi pemiliknya sama-sama sudah kehilangan nyawa sehingga tak ada faedahnya buat mereka, sebaliknya Tan Kia-beng yang merupakan seorang manusia hidup yang ada daging dan darah apalagi mendapatkan berkah yang besar tanpa dia sengaja benda tersebut sudah dihisap masuk ke dalam perutnya.
Atau dengan perkataan lain di dalam keadaan tidak sadar dia sudah menerima bantuan tenaga dalam si orang tua yang sudah dilatihnya hampir mendekati seratus tahun itu bahkan sampai mutiara ular yang sudah berusia ribuan tahunpun ikut terhisap masuk
Keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan seekor ular yang menelan seekor gajah besar bagaimana tubuhnya sanggup bertahan? Untuk sekali ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang merupakan ilmu sakti yang amat hebat dari Ceng Kong Mie Ci sehingga sesudah dia duduk bersila selama sepuluh hari lamanya dengan perlahan-lahan tubuhnya berhasil menahan bentrokan dari kedua buah hawa murni tersebut.
Dengan begitu tanpa dia sadari tenaga dalamnya sudah mendapatkan kemajuan yang sama sekali tak pernah diimpikan olehnya, cuma saja saat ini dia masih belum tahu;
Ketika dia sadar kembali dari semedinya terasalah rasa sakit yang menyelimuti seluruh tubuhnya sudah lenyap tanpa bekas bahkan tubuhnya merasa amat segar sekali
Dengan cepat dia bangkit berdiri dan mengebut ngebutkan debu yang menempel pada tubuhnya, dia sama sekali tidak sadar seberapa lama dia sudah duduk di tempat itu, dengan langkah perlahan dia berjalan mendekati si orang tua tersebut.
Terlihatlah disamping kiri dari pembaringan batu itu terdapat sebuah meja batu yang di atasnya bertumpuk kitab kitab tebal.
Selain berisikan kitab suci, sejarah syair dan buku lainnnya masih ada pula kitab kitab ilmu silat dari setiap partai yang ada di dalam Bulim.
Dengan hati yang mantap dia membuka salah satu dari kitab itu, terlihatlah dalam kitab itu penuh bertuliskan jurus
jurus mana yang paling lihay dan jurus apa untuk memecahkannya, jurus mana yang ada kelemahannya dan bagaimana cara menutupnya kembali semuanya tertuliskan dengan jelas sekali.
Tak terasa lagi dengan perasaan amat kagum pujinya, “Orang tua ini sungguh seorang aneh, cukup dalam hal ini saja sudah jarang ada orang yang menandingi dirinya.”
Perlahan-lahan dia meletakkan kembali kitab ilmu pedang itu dan melihat kitab kitab yang lain, bukan saja di dalam kitab ilmu pedang maupun ilmu pukulan saja yang ada penjelasannya bahkan sampai kitab kitab suci pun sudah dipenuhi oleh pemecahanya, dalam hati dia semakin lama semakin kagum terhadap orang tua tersebut.
Mendadak.... dibawah kitab tersebut terselempitlah sebuah kotak batu giok yang amat kecil, dengan cepat dia mengambilnya dan membuka kotak tersebut.
Didalamnya terdapatlah sebuah sampul surat yang sudah amat kuno. Tan Kia-beng yang sejak kecil sudah mendapat didikan Bun maupun Bu sudah tentu tidak terlalu sukar untuk mengetahui isinya segera dibacanya surat tersebut.
“Cayhe Te Leng Kiauw cu Lie Mong Hwee pada masa lalu memiliki serangkaian ilmu silat yang lihay dan membuka sebuah perkumpulan, siapa sangka aku sudah salah mendapatkan ahli waris yang tidak becus.
Murid pertama bersifat ganas ganas dan dingin kaku bahkan menculik putriku lari menjauh, murid kedua berhati kejam, licik dan berhati srigala sukar untuk dijabatkan sebagai Kiauw cu.
Dalam keadaan kecewa aku sudah mengasingkan diri disini dan bersumpah tidak akan terjun kembali ke dalam Bulim.
Sekalipun cayhe berhasil melatih ilmu silatku mencapai pada taraf yang paling tinggi tapi manusia tidak seperti malaikat yang tak akan mati, pada beberapa hari ini hatiku mendadak terasa amat kacau dan sadar saat ajalku sudah hampir tiba.
Meninggal dunia bukanlah suatu peristiwa yang patut disayangkan, tapi tidak memperoleh seorang pengganti Kiauw cu membuat hatiku merasa amat susah.... sedih apakah Thian tidak menghendaki partai Tek Leng Sun muncul kembali di dalam Bulim?
Bilamana pada kemudian hari ada orang yang beruntung masuk ke dalam gua ini harap mau menguburkan kerangkaku ke dalam tanah disamping gua ini, atas jasa itu kitab yang ada di atas meja boleh diterima sebagai balas jasa.
tertanda.
Han Tan Loodjien Lie Mong Hwee.”
Selesai membaca surat itu dalam hati Tan Kia-beng segera merasa geli pikirnya, “Untung saja kau orang tua sudah bertemu dengan aku, jikalau berganti dengan orang lain sesudah mereka mengambil kitabmu kemudian tidak mau perduli untuk menguburkan kerangkamu bukankah kau tidak bisa berbuat apa apa?”
Berpikir sampai disitu segera dia angkat kepalanya memandang, terlihatlah disamping kiri memang terdapat sebuah pintu kecil yang cukup untuk dilalui oleh seorang saja dia segera berjalan masuk ke dalam ruangan itu.
Terlihatlah luas tempat tersebut tidak lebih cuma lima depa saja sedangkan di atas tanah sudah disediakan pula sebidang tanah kuning yang cukup untuk mengubur jenasah seseorang, dia segera mengangguk.
Agar sukmanya tengang biarlah aku membantu dia untuk menguburkan kerangkanya.
Dia segera mencabut pedang pualamnya dan mulai menggali tanah disekitar tempat itu
Pedang Kiem Cing Giok Han Kiam yang merupakan senjata pusaka yang amat tajam sudah tentu merupakan alat yang tepat untuk menggali tanah tersebut, di dalam sekejap saja dia sudah berhasil menggali sedalam empat lima depa dalamnya.
Mendadak.... ujung pedangnya sudah terbentur dengan sesuatu, kiranya didasar tanah itu masih terdapat sebuah batu yang halus.
Sedikitpun tidak salah, dibawah sana memang telah disediakan sebuah peti mati yang terbuat dari batu: di dalam peti mati itu terdapatlah sebuah kotak pualam sepanjang satu depa.
Tanpa pikir panjang dan memperhatikan lebih teliti lagi dengan langkah lebar dia berjalan ke depan si kakek tua kemudian memberi hormat.
Setelah itu barulah dia mengangkat jenasah tersebut dan dimasukkan ke dalam peti mati untuk kemudian ditutup kembali dengan tanah.
setelah semuanya beres dia baru membuka kotak pualam itu, ternyata isinya merupakan sejilid kitab tebal yang berwarna kuning di atas kitab itu bertuliskan Teh Leng Cin Keng empat kata amat besar.
Pada halaman pertama dari kitab itu terseliplah sepucuk surat yang bertuliskan,
"Barang siapa yang mendapatkan kitab pusaka ini dialah kauwcu Teh-leng-bun saat ini, kitab ini boleh dipelajari lebih masak lagi.
Walaupun kitab ini berisikan ilmu silat dari golongan hitam tapi jika dilatih benar-benar maka ilmu tersebut akan berubah menjadi ilmu silat dari kalangan lurus.
"Teh Leng Kiem Tan" dibuat dari bahan obat obatan yang sulit dicari, siapa yang makan pil tersebut dapat membantu tenaga dalamnya seperti latihan tiga puluh tahun, “Jikalau tenaga dalam dari penemu kitab ini tidak tinggi sukar untuk mempelajari kitab "Teh Leng Cin Keng"
Seruling perak merupakan senjata andalan Kauwcu yang terdahulu juga merupakan tanda kepercayaan seseorang Kauwcu, harap disimpan baik-baik.
tertanda;
"Teh Leng Kauwcu Lie Mong Hwe"
Sehabis membaca surat ini diam-diam Tan Kia-beng memuji ketelitian diri si orang tua, jikalau orang yang menemukan kerangkanya tidak mau membantu menguburkan jenasahnya maka orang itu tidak akan mendapatkan kitab pusaka ini.
Sesudah menyimpan pil emas serta seruling perak itu dengan perlahan dia mulai membuka kitab pusaka itu.
Pada halaman pertama termuatlah cara cara ilmu lweekang Sian Im Kong Sah Im Kang. tak tertahan dia menjerit kaget
Eeeeh? ini agaknya aku pernah mendengar"
Tetapi dia tidak sempat memikirkan lebih teliti lagi, karena seluruh perhatiannya sudah tercurahkan pada ilmu ilmu rahasia yang aneh dan sakti yang termuat kitab tersebut tak
terasa lagi dia segera menggerak gerakan tangannya mulai belajar.
Saat ini jalan darah pentingnya sudah tertembus bahkan tenaga dalamnya sudah bertambah lipat ganda membuat pikirannya semakin tajam.
Demikianlah setiap hari Tan Kia-beng berlatih dengan amat gesitnya mempelajari seluruhan isi dari kitab pusaka itu
Setengah tahun lewat dengan cepatnya, saat itu dia sudah berhasil menghapalkan seluruh ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka.
Teh Cin Keng sampai kitab ilmu pedang serta ilmu pukulan yang ada dimeja depan dia sudah memahami seluruhnya.
Bersamaan itu pula beberapa jurus siauw Siang Ciang Hoat di dalam pedang Kiem Ceng Giok Han Liam berhasil dipamani pula.
Hari itu mendadak dia merasa bahwa terus menerus berdiam disana bukanlah suatu cara yang bagus, jikalau suhunya mendengar berita tentang jatuhnya dia ke dalam jurang tentu dia orang tua akan sangat sedih sekali, bahkan karena peristiwa ini kemungkinan sekali bisa mengakibatkan berpuluh puluh peristiwa yang tidak diinginkan.
Akhirnya dia mengambil keputusan untuk meninggalkan lembah yang amat sunyi itu, setelah membereskan semua barang yang ada di dalam gua dia segera berlalu dari sana.
Tetapi suatu persoalan yang amat menyulitkan hatinya memenuhi otaknya kembali, lembah itu dikitari oleh tebing tebing curam yang puncaknya menembus sampai diawan, dia harus melalui tempat mana untuk naik ke atas? matanya dengan tajam memperhatikan keadaan di sekeliling tempat
itu; akhirnya ditemui juga pada suatu tebing yang amat terjal terdapatlah sesuatu benda hitam yang menghubungkan dasar lembah dengan puncak tebing.
Serat hitam itu ada kurang lebih sepuluh kaki di atas permukaan tanah bilamana bukannya pandangan mata yang sangat tajam tidak mungkin orang lain bisa menemukannya, segera pikirnya di dalam hati.
Tali itu mungkin digunakan oleh Teh Ling Kauwcu untuk memasuki lembah ini tempo hari?
Sampai saat ini dia sama sekali tidak tahu ilmu silat yang berhasil dipelajari ini sudah mencapai seberapa tingginya, bahkan tidak mengetahui juga tali hitam itu sudah tergantung disana beberapa tahun lamanya? berapa kali terkena serangan angin dan hujan?
Karena kepingin cepat-cepat meninggalkan lembah itu terpaksa dengan menempuh bahaya dia pergi mencoba, hawa murninya ditarik dari pusar kemudian disalurkan ke seluruh tubuh sesudah bersuit nyaring tubuhnya mendadak dengan amat cepatnya meloncat naik ke atas menurut perkiraannya, loncatannya kali ini akan mencapai setinggi tiga empat kaki lalu dengan cepat tubuhnya akan menempel ke atas dinding dengan gaya cecak merayap dia mulai memanjat naik ke atas puncak tebing tersebut.
Siapa tahu loncatannya kali ini bukan cuma mencapai tiga empat kaki saja, bahkan bagaikan anak panah yang terlepas tubuh Tan Kia-beng dengan cepatnya meluncur setinggi puluhan kaki, hal ini benar-benar berada diluar dugaannya semula di dalam keadaan yang terperanjat mendadak matanya tertumbuk pada benda hitam yang berada kurang lebih satu kaki jauhnya dari tempat dia berada.
Sepasang tangannya segera dipentangkan ke samping sedang kakinya menjejak tengah udara, dengan hebatnya tubuhnya meluncur ke arah benda tersebut.
Tali hitam itu tentah terbuat dari bahan apa ternyata sangat kuat sekali, hanya di dalam dua tiga kali panjatan dan akhirnya Tan Kia-beng berhasil juga keluar dari dasar jurang itu.
Sesudah berdiam beberapa bulan di dalam sebuah gua yang gelap dan amat lembab dan kini muncul kembali di atas alam yang berhawa segar membuat kemurungan di dalam dadanya seketika itu juga tersapu bersih, mendadak dia angkat kepalanya bersuit panjang, suara suitan itu persis seperti pekikan naga yang baru saja keluar dari sarangnya.
Saat ini tenaga dalam yang berhasil dimiliki dirinya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan, suara suitan itu sudah tentu amat nyaring sekali sehingga menggetarkan seluruh permukaan bumi membuat binatang kecil pada melarikan diri serabutan saking kagetnya.
Mendadak sesuatu ingatan berkelebat kembali pada benaknya tak terasa lagi dia bergumam seorang diri.
“Hmmm. Heng-san It-hok, kau bajingan tua, siauw ya tidak ada dendam sakit hati apapun dengan kau ternyata kau sudah begitu tega turun tangan kejam kepadaku dan pukul aku jatuh ke dalam jurang. Hmm, perhitungan ini aku harus tuntut kembali sekarang juga aku mau mencarinya lebih dulu untuk kemudian menagih hutang ini sama-sama dengan bunganya.”
Semakin teringat akan peristiwa itu Tan Kia-beng semakin sengit, akhirnya dengan hati penuh rasa gusar dia bersuit nyaring, tubuhnya dengan amat cepatnya berkelebat menuruni puncak gunung itu.
Musim rontok diambang pintu, angin bertiup dengan kencangnya membuat dedaunan pada berguguran di atas tanah.
Di depan pintu kuil Sam Yang Koan di atas gunung Heng-san yang amat sunyi mendadak sudah kedatangan seorang pemuda berbaju biru berwajah tampan, pemuda itu amat gagah sekali sedang air mukanya memancarkan sinar kemerahan yang menyilaukan mata.
---0-dewi-0---
Walaupun saat ini musim gugur sudah tiba tetapi pemuda itu masih tetap hanya memakai seperangkat pakaian singsat berwarna biru yang amat tipis sekali.
Sesampainya di depan pintu kuil, dengan pandangan yang amat tawar dia melirik sekejap ke atas pilar yang bertuliskan Sam Yan Koan tiga kata dari emas, kemudian dia tertawa dingin.
“Hey.... di dalam ada orang tidak?” teriak keras.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat dua orang Toosu cilik yang menggembol pedang sudah muncul di depan pintu, sinar mata mereka dengan amat dinginnya menyapu sekejap ke arah sang pemuda.
Ketika dilihatnya tamu itu cuma seorang dusun yang sama sekali tidak terpandang mata kedua orang toosu cilik itu segera memperlihatkan sikapnya amat congkak.
“Kau mau cari apa?” tanyanya ketus.
Suaranya amat kasar dan sangat kurang ajar sekali, sedikitpun tidak mengindahkan peraturan.
Pemuda yang sekarang ada di depan pintu kuil itu bukan lain adalah Tan Kia-beng yang sedang gusar dan sengaja datang mencari satori dengan Heng-san It-hok Ouw Ceng
Melihat sikap yang amat kurang ajar dan sombong dari kedua orang toosu cilik itu hawa amarah Tan Kia-beng semakin berkobar lagi, tangannya sedikit diangkat dan menuding ke arah tulisan Sam Yan Koan yang tergantung di atas pilar sedang mulutnya berseru.
“Cepat suruh Hek san It Hok keluar untuk bertemu dengan aku.”
Semula kedua orang toosu cilik itu melengak, akhirnya tak tertahan lagi tertawa terbahak-bahak.
“Kau bangsat cilik sungguh tidak tahu diri, coba kau bercermin dulu mukamu, dengan model wajahmu semacam ini apakah punya hak untuk bertemu dengan Supek couw? ha ha ha....”
Belum habis mereka tertawa mendadak, Braak....! papan pada hancur beterbangan tulisan Sam Yan Kuan tiga kata dari emas yang tergantung dipilar mendadak sudah runtuh menjadi kayu hancuran yang amat tipis.
Kedua orang toosu itu menjadi amat terkejut, mereka cepat melompat mundur delapan langkah ke belakang, apa yang sudah terjadi disana?
Tapi begitu mata mereka tertumbuk dengan apa yang dilihatnya di depan mata tidak kuasa lagi hawa amarah sudah memenuhi seluruh benak mereka.
Sreet.... pedang panjang sudah dicabut keluar dari dalam sarung mereka kemudian bersama-sama membentak, “Bangsat liar, nyalimu sungguh amat besar.”
Dua bilah pedang panjang bagaikan naga yang keluar dari gua bersama-sama membabat ke arah pinggangnya.
Dengan cepat Tan Kia-beng berkelebat menghindarkan diri dari sana, dia mendengus dingin.
“Hmm, cepat panggil Heng-san It-hok keluar kalau tidak jangan salahkan aku turun tangan jahat kepada kalian.”
Kedua orang Toosu itu mana mau tahu pergelangan tangan mereka bersama-sama digetarkan terlihatlah sinar hijau berkelebat memenuhi angkasa sekali lagi mereka menubruk maju ke depan.
Air muka Tan Kia-beng berubah amat hebat, tubuhnya berputar dengan amat cepatnya menerjunkan diri ke dalam bayangan pedang tersebut.
Terdengar suara jeritan kaget yang amat keras, kedua orang toosu itu dengan wajah penuh perasaan terperanjat pada mengundurkan diri dengan cepat.
Kiranya kedua bilah pedang mereka sudah berhasil direbut oleh Tan Kia-beng hanya di dalam satu kali gerakan saja.
“Hmm, itulah penghormatan dari kalian Heng-san-pay untuk menyambut datangnya seorang tamu?” sindirnya dengan wajah sinis.
Tangannya sedikit digetarkan, kedua bilah pedang yang terbuat dari baja murni itu dengan amat mudahnya berhasil dipatahkan menjadi empat, lima bagian, mendadak dia membentak lagi dengan amat keras.
“Jika kalian tidak pergi mengundang Heng-san It-hok keluar lagi, segera aku mau bongkar kuil bobrok kalian ini.”
Telapak tangannya didorong ke depan segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan cepat menggulung ke depan dengan dahsyatnya.
Braak....! Pintu kuil serta sebagian besar dari tembok merah disampingnya bersama-sama dengan separuh pintu loteng segera terpukul hancur dan roboh ke atas tanah dengan menimbulkan suara gemuruh yang amat keras.
Kekuatan dari ilmu iblis "Sian Im Kong Sah Im Kang" ini memang sangat mengejutkan sekali, sampai Tan Kia-beng sendiripun merasakan peristiwa ini terjadi jauh diluar dugaannya.
Secara tidak ia sadari dia sudah menerima hawa murni dari Han Tan Loo djien yang dilatih selama hampir mendekati seratus tahun lamanya kemudian menelan juga mutiara dari ular raksasa yang sudah ribuan tahun lamanya walaupun semuanya belum berhasil mencair dan bersatu padu dengan hawa murninya sendiri tetapi ketinggian dan kesempurnaan dari tenaga dalamnya sudah amat mengejutkan sekali.
Atap dan pasir pada beterbangan.... di tengah robohan tembok yang amat ramai itu dari dalam kuil "Sam Yan" segera berkelebatlah keluar segerombol toosu toosu yang penuh diliputi oleh hawa kegusaran.
“Bangsat dari mana yang begitu bernyali berani mencari satori dengan kami Heng-san-pay? cepat sebut nama serta asal usul perguruanmu.”
Tan Kia-beng tetap tenang-tenang saja, sambil menggendong tangan dia menuju dua langkah ke depan.
“Siauw yamu Tan Kia-beng, tidak punya perguruan juga tidak berpartai siauw yamu sengaja datang mencari Heng-san It-hok untuk sedikit membereskan hutang diantara kita, kalian
Heng-san-pay lebih baik jangan ikut campur di dalam urusan ini....”
“Kau cari dia orang tua, ada urusan apa?” tiba-tiba sela seorang toosu berusia pertengahan yang berdiri di tengah-tengah gerombolan para toosu itu.
Toosu berusia pertengahan itu bernama Thian Kang Tootiang dan merupakan murid tertua dari Siong Hok Tootiang itu ciang-bundjin dari Heng-san-pay.
Tan Kia-beng yang mendengar diungkatnya kembali nama Heng-san It-hok hawa amarahnya segera berkobar kembali memenuhi benaknya, sekilas hawa membunuh berkelebat di dalam wajahnya sedang sepasang alisnya dikerutkan rapat"
“Hutang uang bayar uang, hutang nyawa bayar nyawa, siauw yamu sengaja datang ke sini untuk mencabut nyawa anjingnya!” teriaknya dingin.
Thian Kan Toodjien jadi orang sangat pendiam tapi pikirannya cermat. walaupun mulutnya masih bertanya tetapi hatinya merasa amat terkejut pikirnya.
“Supek, dia orang tua memiliki nama besar yang amat terkenal di dalam Bulim, ternyata ini pemuda berani datang cari balas dengan dia orang tua, sudah tentu ada sesuatu kesengajaan, jika dilihat dari pukulan yang berhasil menghancurkan pintu serta sebagian tembok loteng jelas sekali kalau tenaga dalamnya sudah mencapai pada taraf kesempurnyaan, lebih baik kau hadapi dirinya lebih berhati-hati lagi.”
Berpikir sampai disitu dengan wajah serius segera sahutnya, "Heng-san It-hok adalah supek dari pinto, dia orang tua seperti juga dengan nama julukannya bagaikan seekor
burung bangau liar terbang diangkasa tak menentu sudah lama dia orang tua tidak kembali ke dalam kuil".
"Hmm. kau bukan sedang berbohong?”
“Orang beribadat selamanya tidak pernah berbohong.”
“Hmm, kalau begitu aku lepaskan dirinya ini hari.”
Ketika Tan Kia-beng mendengar kalau Heng-san It-hok tidak ada di dalam kuil Sam Yuan Koan segera dengan langkah lebar dia berlalu dari atas gunung.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat Thian Kang, Tootiang, dengan angkernya sudah berdiri dihadapannya, dia tertawa dingin tak henti hentinya.
“Sicu, kau jangan terlalu menghina Heng-san-pay kami, tanpa sebab kau sudah menghancurkan papan nama kami bahkan sudah menghancurkan pula pintu teras serta tembok loteng kami, kau ingin meninggalkan tempat ini dengan begitu saja? heee.... heee kiranya tidak semudah itu.”
Tan Kia-beng segera menghentikan langkahnya.
“Kalian ingin berbuat apa?” tanyanya dengan nada dingin sedang kepalanya dengan perasaan amat tawar, mendongak ke atas udara.
“Sicu sudah terlalu menghina orang lain, terpaksa kami minta sicu mau meninggalkan beberapa jurus ilmu silatmu yang liehay.
“Aaaoou.... kalian bermaksud mau berkelahi? Heee.... heee kalau aku mau pergi kalian bisa berbuat apa?”
Seketika itu juga dari empat penjuru berkumandang suara teriakan yang amat ramai sekali.
"Mau pergi boleh, cuma batok kepalamu tinggalkan disini.”
Criing.... criing.... terlihatlah sinar terang yang sangat menyilaukan mata berkelebat memenuhi seluruh angkasa berpuluh puluh orang toosu bersama-sama mencabut keluar pedangnya kemudian mengepung Tan Kia-beng rapat rapat.
Tan Kia-beng tetap berdiri dengan tawarnya, dia sedikit mengangkat kepalanya melirik sekejap ke arah mereka kemudian ujarnya.
"Untuk tinggalkan batok kepalaku sih boleh saja, cuma aku rasa kalian toosu kau belum punya kepandaian sebegitu tinggi untuk berbuat terhadapku.”
Walaupun thian Kang Toodjin merasa bahwa ilmu silat masih sukar untuk diketahui bahkan asal usulnyapun belum jelas tetapi dirinya sebagai murid tertua dari ciangbundjin Heng-san-pay tidak mungkin bisa mengundurkan diri karena jera terhadap ilmu silatnya sekalipun ini hari harus bisa di tengah kalangan dia juga harus memberi perlawanannya sampai titik darah penghabisan.
Kini melihat Tan Kia-beng dengan amat tawarnya berdiri di tengah kalangan bahkan sedikitpun tidak pandang sebelah mata kepada mereka, hal ini membuat hatinya merasa panas juga bentaknya kemudian;
"Kalau begitu jangan salahkan pinto berbuat kurang sopan kepadamu".
Pedangnya diangkat sejajar dengan dada. mendadak dengan disertai desiran angin tajam pedangnya dengan merendah melancarkan gulungan angin hawa pedang yang amat dahsyat sekali.
---0-dewi-0---
JILID: 4
Tan Kia-beng segera mengenal kalau jurus ini merupakan jurus Jan Kiang cap leng atau menutup tenaga membendung ombak dari ilmu pedang Hwee Liong Kiam Hoat di tengah jurus serangan secara diam-diam tersembunyi suatu perubahan yang amat hebat, tetapi dia memiliki nyali besar sudah tentu tidak pandang sebelah matapun.
Telapak tangannya disambar ke depan kemudian dibacok, dibabat, ditabok ditusuk sehingga timbullah angin pukulan yang amat dingin memenuhi seluruh angkasa membuat pedang panjang Thian Kan Toodjien hampir tergetar lepas dari genggamannya.
Thian Kang Toodjien menjadi amat terkejut, pedangnya dengan cepat diputar, berturut turut dia melancarkan tiga bacokan keras ketubuh musuhnya.
Pada saat itulah terdengar suara bentakan yang amat keras, para toosu yang berdiri disamping bersama-sama mencabut keluar pedangnya dan melancarkan serangan bersama-sama mengerubuti Tan Kia-beng.
Tampaklah sinar terang yang menyilaukan mata, hawa pedang memenuhi seluruh angkasa seketika itu juga membuat Tan Kia-beng terkepung rapat di dalam lautan pedang yang amat dahsyat.
Setelah Tan Kia-beng menghancurkan pintu tembok loteng kuil kemudian mendengar juga kalau Heng-san It-hok tidak ada di dalam kuil hawa amarahnya sudah jauh berkurang sebenarnya dia tidak ingin banyak mencari urusan lagi disana, tetapi ketika dilihatnya para toosu itu dengan kurang ajar sekali mengerubuti dirinya hawa amarah yang semula sudah padam sekali lagi berkobar memanasi hatinya.
Mendadak tampaklah berkelebatnya sinar kebiru biruan yang menyilaukan mata membumbung keangkasa kemudian disusul dengan suara beradunya senjata tajam dengan ramai sekali
Seketika itu juga darah segar berceceran memenuhi seluruh permukaan diselingi suara ngeri yang menyayatkan hati, pedang panjang yang menyerang dirinya dari empat penjuru seluruhnya sudah berhasil ditabas putus, dua puluhan toosu hampir separuhnya sudah terluka atau binasa oleh pedangnya itu. potongan lengan serta kaki bertumpuk tumpuk memenuhi tanah bahkan jenggot Thian Kan Toodjie pun berhasil disayat separuh.
Akibat yang terjadi kali ini betul-betul membuat Tan Kia-beng merasa sangat terkejut sekali kiranya dia sama sekali tidak tahu atas kalihayan dari dirinya sendiri dan tidak tahu pula bagaimanakah kedahsyatan dari pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam ditangannya sendiri, melihat datangnya serbuan para toosu secara bersama-sama dia menjadi amat gugup sekali, di dalam keadaan itulah dengan sepenuh tenaga dia melancarkan serangan tadi.
Jurus yang digunakan bukan lain adalah jurus Leng Koan To Gouw atau sinar terang menyoroti sapi yang paling lihay dari ilmu pedang teh Teng Kiam Hoat.
Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam sebetulnya sudah merupakan suatu pedang pusaka yang sangat berharga sekali sinar tajam yang muncul diujung pedang tersebut dapat panjang dapat pendek sesuai dengan tenaga dalam yang disalurkan kesana kini tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah memperoleh kemajuan yang amat tajam yang memancarkan keluarpun bisa mencapai tiga depa jauhnya apalagi tadi dia
mengerahkan seluruh tenaganya, coba bayangkan para toosu itu mana bisa kuat menahan serangannya tersebut?
Kesalahan yang diperbuat ini membuat hatinya merasa sangat menyesal sekali, Heng-san-pay merupakan sebuah partai dari kalangan lurus, kini sudah membunuh begitu banyak orang, bilamana suhunya pada kemudian hari meminta pertanggungan jawabnya dia akan menggunakan cara apa untuk memberi keterangan?
Pada saat darah serta putusan lengan dan kaki pada beterbangan di tengah udara itulan mendadak dari dalam pintu kuil berkelebat keluar seorang toosu tua yang rambut serta jenggotnya sudah pada memutih semuanya, disamping toosu tua itu berjalanlah keluar seorang pengemis tua yang bajunya sudah amat kotor dan compang camping sekali.
Dari tempat kejauhan toosu tua itu sudah berteriak, dengan amat kerasnya, “Hey pembunuh kejam, kami Heng-san-pay tidak ada ganjalan sakit hati apapun dengan kau, mengapa turun tangan kejam kepada kami?"
Bersamaan dengan selesainya ia berbicara terlihatlah dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya melayang turun ke samping kanan kiri dari Tan Kia-beng dan mengepunyanya rapat rapat.
Kelihatannya toosu tua itu sangat marah sekali, sepasang matanya yang memancarkan sinar yang amat tajam, sambil menuding ke arahnya dia memaki maki tak hentinya, "Kawan kau siapa? sudah menerima perintah dari siapa sengaja datang kekuil Sam Yuan Koan kami untuk mencari setori? pinto Siong Hok sejak menjabat sebagai ciangbunjin Heng-san-pay belum pernah berbuat dosa atau kesalahan kepada kawan Bulim, sebetulnya kau mau cari siapa?”
“Siauw yamu Tan Kia-beng tidak menerima dari siapapun,” seru Tan Kia-beng sambil tertawa panjang. “Ini hari aku sengaja datang kesini untuk mencari itu bangsat Heng-san It-hok Ouw Ceng yang sudah mencelakai siauw yamu bahkan mau merebut pedang pusaka kepunyaanku.”
“Merebut pedang pusakamu? tidak mungkin, suhengku bukanlah manusia semacam itu.”
“Hmm, lalu kau kira siauw yamu sedang memfitnah dirinya? karena dia sudah timbul rakusnya untuk merebut pedang pusaka milikku ternyata dengan tanpa sungkan sungkan dia sudah mencari kawan untuk bersama-sama turun tangan kepadaku.... Hmm, dia sudah hadiahkan suatu pukulan kepadaku sehingga aku terjatuh ke dalam jurang, kalau bukannya Hmm, sudahlah coba kau pikir haruskah aku membalas dendam ini?”
Mendadak nada ucapannya berubah menjadi amat keras dan kasar sekali, sambungnya, “Hutang darah harus dibayar dengan darah dendam satu pukulan ini siauw yamu bersumpah akan menuntut balas.”
Pengemis yang memakai baju compang camping dan amat kotor itu sejak muncul di tengah kalangan sampai saat ini terus menerus dengan menggunakan wajah yang keheran heranan memperhatikan Tan Kia-beng, dia merasa gusar juga tidak ada senyuman yang menghiasi bibirnya.
Kini mendengar Tan Kia-beng berbicara dmeikian dan melihat pula pedang Kim Ceng Gok Hun Kiam yang digoyang goyangkan di atas tangannya tak terasa sudah membelalakan matanya lebar-lebar dengan perasaan terkejut teriaknya;
“Haaa? pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam?”
“Tidak salah, pedang ini memang pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam”
Sehabis berkata dia mengangkat pedangnya ke tengah udara dan digoyang goyangkan
“Kau juga ingin merebutnya?” ejeknya sembari melirik dengan amat dingin ke arah sang pengemis
“Haaa.... haaa.... jangan dikata pedang pusaka yang cuma mendatangkan bencana ini sekalipun barang yanglebih berharga pun tidak akan bisa menggerakkan hati aku si orang pengemis.”
Tiba-tiba terdengar suara dengusan yang amat berat dari Siong Hok Tootiang memutuskan pembicaraan mereka, ujarnya dengan berat, “Sekalipun benar-benar sudah terjadi urusan ini, apa kau tidak dapat langsung mencari dirinya? bahkan sudah merusak pintu dan tembok loteng kami dan melukai para toosu? kurang ajar....”
Mendadak air mukanya berubah amat hebat, dengan mata melotot lebar-lebar dia membentak kembali.
“Selama ratusan tahun ini tidak ada orang yang begitu bernyali berani mencari satori dengan kami golongan Heng-san-pay. Jika ini hari aku tidak beri pelajaran kepadamu tentu kau sudah menganggap kalau pinto tidak becus.”
Telapak tangannya dengan putar setengah lingkaran di depan dada tiba-tiba melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan.
Ilmu silat dari salah satu ciangbunjin tujuh partai besar ini memang luar biasa sekali, angin pukulannya laksana gempa yang membelah bumi... terasa segulung hawa khie kang yang
amat kuat dengan tak henti hentinya mengalir dan menggulung ke arah tubuh Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang terlanjur turun tangan sehingga mengakibatkan banyak hatinya sudah merasa sangat menyesal sekali, kini dia tidak ingin berkelahi kembali dengan Siong Hok Tootiang.
Tetapi ketika dilihatnya serangan pihak lawan amat dahsyat hatinya terasa gatal-gatal juga kepingin turun tangan pikirnya.
“Aku sudah berhasil memahami isi dari seluruh kitab pusaka Teh Leng Cin Keng berarti pula sudah menjabat sebagai Teh Leng Kauwcu.”
“Sebagai seorang ketua dari suatu partai besar kedudukan tidaklah berada dibawahnya, aku tidak boleh terlalu memperlihatkan kelemahanku di depan orang lain.”
Mendadak tangannya berkelebat menyimpan kembali pedangnya telapak tangannya dibalik lalu mendorong ke depan terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin bagaikan menggulungnya ombak besar dengan cepatnya menyambut datangnya hawa khei kang dari Siong Hok Toodjien
Yang satu hawa Yang yang lain hawa Im dengan cepatnya terbentur menjadi satu sehingga mengakibatkan suara letusan yang memekikkan telinga pasir dan abu pada beterbangan sedang para toosu yang berdiri di pinggiran kalangan segera merasakan dadanya menjadi amat sesak susah untuk bernapas
Air muka Siong Hok Tootiang berubah menjadi merah darah rambut serta jenggotnya pada berdiri dengan sempoyongan tubuhnya mundur dua langkah ke belakang
Tan Kia-beng sendiripun merasakan hatinya sedikit tergetar, kakinya dengan cepat bergeser mundur tiga depa ke belakang.
Mendadak pengemis berkipas robek itu memutarkan sepasang matanya yang bulat aneh itu, sambil maju ke depan bentaknya keras.
“Kau adalah murid iblis sakti itu?"
“Omong kosong, siauw yamu adalah anak murid dari Ban Li Im Yen Lok Tong.”
“Ban Li Im Yen Lok Tong? sungguh aneh sekali.”
Pengemis yang membawa kipas butut itu gelengkan kepalanya dengan keras sedang air mukanya memperlihatkan perasaan bingungnya, agaknya dia menjadi bingung dibuatnya.
Kiranya pengemis ini merupakan seorang pendekar yang punya nama terkenal di dalam Bulim, dia merupakan salah satu dari anggota Koan Kiauw Hoa atau si pengemis aneh Sun Lam Kea.
Pengemis aneh ini merupakan kawan yang paling karib dari Ban Li Im Yen Lok Tong suhunya Tan Kia-beng.
Siong Hok Tootiangpun mempunyai hubungan yang baik dengan Lok Tong, mendengar perkataan itu dia tertawa.
“Omonganmu kosong belaka! Lok Thayhiap mana mungkin mempunyai anak murid seperti kau? lagi pula ilmu silatmu yang terang terangan berbau iblis tidak mungkin bisa menipu pandangan mata pinto.”
Tubuhnya segera meloncat kembali ke depan sedang sepasang kepalannya berturut turut melancarkan delapan belas kali serangan gencar meneter Tan Kia-beng, terbianasanya beberapa orang anak murid Heng-san-pay
ditangannya membuat hawa amarahnya berkobar sehingga tanpa memperdulikan kedudukannya sebagai seorang ciangbunjin dari sebuah partai besar dia sudah melancarkan serangan ke arah pemuda yang masih amat muda sekali.
Tan Kia-beng segera tertawa dingin.
"Kau kira aku takut kepadamu?" serunya.
Badannya maju ke depan menubruk ke dalam kurungan bayangan telapak laksana gunung itu dia segera melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu sakti yang berhasil dipelajari dari kitab pusaka, Teh Leng Cin Kang, tidak seberapa lama dia sudah balas melancarkan delapan belas kali serangan dan melancarkan tujuh kali tendangan kilat.
Dengan mengambil kesempatan sewaktu Siong Hok Tootiang terdesak mundur ke belakang itulah mendadak tubuhnya meloncat ke atas, teriaknya, "Kalau memangnya kau kenal dengan suhuku, aku tidak ingin berkelahi dengan kau.”
Suaranya terdengar amat jelas sekali, padahal tubuhnya bagaikan menggulungnya asap hijau dengan cepatnya sudah meluncur sejauh puluhan kaki?
Siong Hok Tootiang benar-benar dibuat gusar oleh kelakuannya ini.
“Bangsat! kau mau lari kemana?” teriak sekeras kerasnya.
Tubuhnya cepat bergerak siap mengejar ke arah Tan Kia-beng, tetapi keburu dicegah si pengemis aneh itu.
“Sudah.... sudahlah” hiburnya. “Sekalipun kau mengejar dia dengan ilmu iblis yang dimilikinya sekarang ini bukannya aku si pengemis berbicara kau belum tentu bisa mengapa apakan dirinya. Lebih baik kita tunggu saja sampai Ouw heng kembali juga kalau memang dia benar-benar punya niat untuk merebut
pedang pusaka milik orang lain dan bermaksud mencelakai dirinya. Hmm.... aku si pengemis busuk terpaksa cuci tangan di dalam urusan ini," kipas bututnya dikebaskan kemudian putar badan berlalu dari sana.
Siong Hok Tootiang pun terpaksa cuma bisa menghela napas panjang kemudian memerintahkan anak muridnya untuk menolong kawan kawannya yang terluka.
Setelah semuanya selesai, dia mengundang beberapa orang tootiang yang tingkatannya rada tinggi untuk bersama-sama merundingkan urusan ini di dalam kuil.
---0-dewi-0---
Kita balik pada Tan Kia-beng, setelah dia meninggalkan Sam Yuan Kuan segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, bagaimanapun juga dendam pukulannya dari Heng-san It-hok berhasil dibalasnya ini hari, tetapi terhadap terlukanya para toosu karena dirinya dalam hati dia merasa sangat menyesal
Setelah berlari kencang beberapa saat lamanya akhirnya dia perlambat gerakannya, pikirnya dalam hati, “Sekarang aku harus pergi kemana? pergi mencari suhu? Dia orang tua sudah menjanjikan diri untuk bertemu dengan aku di kota Tiang San, kini aku sudah buang waktu amat lama sekali, apakah dia orang tua masih menunggu aku?"
Tetapi gerakan kakinya tak berhenti tubuhnya dengan cepat bergerak menuju ke kota Tiang-sah
Beberapa hari kemudian dia sudah tiba di kota Tiang-sah, mendadak dia merasakan keadaan sedikit tidak beres, orang yang melakukan perjalanan di tengah jalan raya kebanyakan adalah jago-jago Bulim yang berlalu dengan tergesa gesa bahkan di antara orang-orang itu dalam sepuluh bagian ada
sembian orang yang menaruh perhatian istimewa terhadap dirinya.
Melihat hal itu diam-diam Tan Kia-beng mendengus dingin pikirnya, “Orang-orang itu kemungkinan sekali sedang menaruh minat terhadap pedang pualamku ini. Hmm, kalau benar-benar begitu janganlah menyalahkan kalau Siauw yamu akan turun tangan kejam terhadap kalian."
Sesampainya di dalam kota Tiang-sah, selama dua hari lamanya dia terus menerus mencari jejak dari suhunya Ban Li Im Yen Lok Tong tetapi tidak menemukannya juga, membuat hatinya merasa sangat cemas sekali
Dengan hati tak senang dan pikiran penuh diliputi oleh berbagai macam persoalan dia berjalan masuk ke dalam sebuah rumah makan dan mencari sebuah tempat yang agak sunyi untuk minum arak.
Suasana di dalam rumah makan itu amat ramai sekali sehingga hampir seluruh tempat sudah terisi penuh, di antara mereka mereka itu mendadak pandangan Tan Kia-beng tertarik dengan seorang hweesio gemuk yang kepalanya penuh ditumbuhi rambut pendek, pakaian jubahnya sudah amat kotor dan bau sekali sehingga terlihatlah perutnya yang besar menonjol keluar, sebaris giginya yang kuning seperti jagung mengeluarkan bau yang tidak sedap membuat orang yang melihat merasa amat muak sekali. Di hadapannya duduklah seorang Toosu kurus yang badannya dilapisi oleh minyak wajahnya kotor bajunya pun amat kusut sekali
Saat ini mereka sedang membicarakan sesuatu dengan amat ramainya. Terdengar si hweesio gemuk itu dengan wajah penuh kegusaran berteriak teriak, “Aku tak percaya iblis itu mempunyai kehebatan sebegitu dahsyatnya kalau ada
kesempatan tentu pinceng akan coba-coba untuk menjajal kepandaian silatnya”
“Haaa haaa.... kaupun tak usah begitu keburu napsu," terdengar si toosu kurus tertawa terbahak-bahak, “pertempuran berdarah ini sudah ada di ambang pintu, cepat atau lambat di dalam Bulim bakal terjadi suatu penjagalan besar besaran”
Tiba-tiba suara pembicaraan mereka terputus oleh suara tertawa besar seseorang yang amat keras sembari berkata
“Tidak usah kemudian hari, sekarang juga pembunuhan secara besar besaran sudah dimulai.”
Terdengar suara langkah manusia yang menaiki tangga. si pengemis aneh yang membawa kipas butut dan ditemui Tan Kia-beng sewaktu ada di atas gunung Heng-san dengan langkah terhuyung huyung sudah menerjang kehadapan hweesio serta toosu itu.
"Ada peristiwa aneh apa lagi yang sudha terjadi?" tanya si hweesio gemuk sambil melototkan matanya.
“Hehey.... sukar dibicarakan....”
Dengan perlahan-lahan si pengemis aneh itu mulai diceritakan seluruh peristiwa yang sudah terjadi baru baru ini di dalam Bulim.
---0-dewi-0---
Kereta maut yang paling ditakuti oleh orang-orang Bulim sudah muncul kembali di dalam dunia persilatan pada tempo dulu kereta maut itu cuma muncul setiap musim semi saja, tetapi tahun ini berturut turut kereta maut itu sudah munculkan diri sebanyak tiga kali.
“Kemunculannya yang pertama kali dikendalikan oleh seseorang pemuda berbaju biru kemunculannya yang kedua kali dikendarai oleh kakek tua berjubah hitam, dan kemunculan yang ketiga dikendarai oleh seorang kakek tua berjubah hitam pula tetapi wajahnya berkerung.”
“Kalau pada tahun tahun yang lalu dimana kereta maut itu walaupun banyak jago-jago yang terbinasa tetapi boleh dikata siapa yang tak mengganggu orang lain, tetapi keadaan kali ini sama sekali berbeda kereta maut itu ternyata khusus mencari gara gara dengan orang-orang dari tujuh partai besar dan khusus membunuh orang dari tujuh partai besar.”
“Sewaktu kereta maut itu melewati gunung Siang San, iblis itu sudah memukul hancur arca batu yang ada di depan kuil, bahkan sewaktu penerima tamu dari kuil itu Hoat Siang Thaysu keluar untuk minta pertanggungan jawabnya dia sudah dipukul binasa, akhirnya setelah jago-jago Siauw-lim-si pada keluar semua kereta maut itu sudah melarikan diri entah ke mana.”
“Dan pada saat yang bersamaan pula Ci Si Thaysu sedang melakukan perjalanan balik ke dalam kuil, di tengah jalan dia sudah bertemu dengan kereta maut itu dan masing-masing menyerang sebanyak tiga jurus.”
“Bagaimana kesudahan dari pertandingan tersebut siapapun tidak tahu tetapi sejak terjadinya peristiwa itu Ci Si Thay su sama sekali tak pernah mengungkat kembali persoalan itu di depan para hweesio lainnya”
“Baru saja peristiwa di atas Siauw-lim-si selesai kereta maut muncul kembali di atas gunung Go-bie, Ciang bunjin dari Go-bie pay, Lo Hu Cu dengan menggunakan sebilah pedang Cing Ming Kiam masing-masing saling menyerang sebanyak lima jurus banyaknya kemudian berhenti. bagaimana akhir dari
pertempuran ini? Cuma di dalam hati masing-masing saja yang tahu.”
“Tetapi setelah kereta maut itu meninggalkan gunung Go-bie mendadak batu nisan di depan kuil Cing Liang sie secara mendadak hancur lebur menjadi bubuk yang amat halus sekali.”
Bercerita sampai disini mendadak si pengemis aneh itu menutup mulutnya, sesudah menghabiskan secawan arak barulah sambungnya kembali, “Masih ada lagi satu peristiwa yang sangat mengherankan sekali, kemarin hari sewaktu aku si pengemis tua berada di atas gunung Heng-san mendadak datanglah seorang pemuda yang memiliki hawa pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang yang sengaja datang mencari gara gara dengan Heng-san It-hok, di dalam satu kali pukulan saja dia berhasil merubuhkan pintu serta tembok depan pintu loteng kuil Sam Yuan Koan bahkan sudah menghancurkan pula papan nama emas Sam Yuan Koan yang terpampang di atas pilar kuil, murid yang paling tua dari Siong Hok Tootiang itu adalah Thian Kiang Toodjien dengan memimpin dua puluhan orang toosu pada mengerubuti dirinya siapa tahu belum ada satu jurus sudah ada sepuluh orang yang terluka atau terbinasa, bukan begitu saja bahkan ditangannya sudah membawa itu pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang sudah memancing kegaduhan di dalam Bulim pada seratus tahun yang lalu.”
“Setelah urusan itu aku si pengemis dengan Siong Hok sama-sama keluar untuk menjenguk sihidung kerbau akhirnya saling bertukar satu pukulan dengan dia, ketika aku melihat sihidung kerbau bakal rugi maka cepat-cepat aku suruh mereka berhenti coba kalian berpikir ternyata dia sudah mengaku sebagai muridnya si Ban Li Im Sen, Lok Tong bukankah urusan ini sangat aneh sekali.”
Selesai mendengar perkataan itu si toosu kurus itu segera angkat cawannya meneguk habis isinya lalu barulah tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
Buat apa kita ikut campur di dalam urusan yang menyangkut kereta maut atau kereta rejeki itu pokoknya jika persoalan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita Hong Jen Sam Yu buat apa kalian banyak buang waktu dan tenaga utnuk ikut campur di dalam urusan orang lain.
Air muka si pengemis aneh itu segera berubah menjadi amat serius Kita jangan berbicara demikian, suatu pertempuran sengit yang bakal mencecerkan banyak darah akan terjadi di dalam dunia persilatan kita sekalian sebagai anggota Bulim sudah seharusnya ikut campur di dalam urusan ini Baiklah sekarang begini saja, aku mau pergi cari itu Ban Lim Im Yen dulu untuk mencari tahu asal usul dari bocah cilik tersebut, kemudian dengan mengambil dasar ilmu pukulan Siam Im Kong Sah Mo Kang nya kita berusaha untuk menjadi tahu suhunya, Dengan demikian teka teki kereta maut ini tidaklah sukar untuk dipecahkan.
Tan Kia-beng yang mendengarkan ceritanya itu diam-diam dalam hati merasa amat geli, pikirnya.
“Hmm.... sekalipun kau menyelidiki sampai setengah mati juga tidak berguna, kecuali kau pergi keakhirat untuk bertemu sendiri dengan Han Tan Loodjin kemungkinan sekali hal ini masih bisa terjadi.”
Agaknya si hweesio gemuk serta si toosu kurus sudah dapat dikuasai oleh perkataan dari pengemis aneh itu, mereka cuma makan dan minum dengan lahapnya tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Saat itu Tan Kia-beng kepingin sekali untuk maju bertanya dengan si pengemis tetapi ketika teringat kalau merekapun sudah menganggap dirinya sabagai anak murid golongan hitam dia jadi membatalkan kembali niatnya tersebut.
Akhirnya dengan diam-diam dia meninggalkan tempat itu dan membereskan rekeningnya kemudian berjalan meninggalkan rumah makan tersebut,
Ketika teringat akan jejak suhunya Ban Li Im Yen, Lok Tong yang amat sukar dia menjadi amat murung mau pergi cari dirinya harus kemana mencari kalau tidak pergi hal inipun tidak boleh jadi.
Pikirannya benar-benar menjadi amat bingung sekali.
Hatinya terasa amat cemas, bimbang ragu ragu dan bingung bercampur aduk di dalam hatinya, kemana dia sekarang harus pergi.
Mendadak dia teringat kembali akan seseorang dia bukan lain adalah si Cuncu Mo Tan-hong yang sudah bergaul dengan dirinya selama dua bulan lamanya, walaupun dia sekarang berada di dalam kurungan adat seorang pembesar negeri tetapi dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini bukankah masih bisa bertemu dengan dia pada waktu malam hari? dengan ilmu meringankan tubuhnya saat ini dirinya tidak mungkin bisa ditemuinya oleh kaum penjaga istana tersebut
Setelah bertemu dengan dia, dia akan menurunkan ilmu Lweekang Pek Tian Sin Kang yang didapat dari sarung pedang pualam itu kepadanya kemudian memberikan pula pil sakti dari Han Tan Loodjien, dengan demikian bukankah diapun akan berilmu kepandaian pula? sejak saat itu dia tidak usah takut dengan Chuan Tiong Ngo Kui lagi bahkan jika ilmunya berhasil dilatih lebih sempurna lagi dia bisa pergi mencari
Chuan Tiong Ngo Kui untuk menuntut balas atas kematian ayahnya.
Walaupun dia tidak paham sifat sifat Mo Tan-hong tapi jika dilihatnya dari banyaknya jago-jago dari kalangan lurus yang melindungi dirinya boleh dikata pembesar she Mo ini pastilah merupakan seorang pembesar jujur
Berpikir sampai disini tanpa ragu ragu lagi dia segera meninggalkan kota Tiang-sah untuk melanjutkan perjalanan menuju ke ibukota.
Dengan mengandung suatu perasaan yang amat gembira sekali Tan Kia-beng melakukan perjalanan siang malam menuju ke arah Utara, tetapi dia sama sekali tidak tahu bahwa bahaya sudah mengincer dirinya, banyak jago-jago Bulim yang sudah mulai membuntuti dirinya.
Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang pernah menggemparkan Bulim pada ratusan tahun yang lalu kini muncul kembali di dalam dunia kangouw bahkan pedang pusaka yang diimpikan oleh setiap jago Bulim sudah terjatuh ketangan seorang pemuda hal ini membuat para jago Bulim semakin bernapsu lagi untuk mendapatkan pedang pusaka itu. Siapa tahu akhirnya pemuda itu berhasil dipukul jatuh ke dalam jurang oleh Heng-san It-hok hal ini membuat para jago menjadi amat kecewa sekali.
Tetapi.... jurang yang amat curam bukanlah suatu lautan luas, asalkan masih ada didaratan maka untuk menemukannya kembali tidaklah susah;
Demikianlah, para jago dari setiap pertai mulai berlomba lomba untuk menuruni jurang tersebut guna mencari jejak dari pedang pusaka itu.
Dan karena peristiwa itu banyak pula kaum manusia aneh yang sudah mengasingkan diri dan para iblis dari kalangan Hek-to pada meninggalkan rumah kediamannya.
Mendadak.... seuatu berita yang sangat mengejutkan tersiar kembali di dalam Bulim. berita ini bagaikan mengalirnya listrik dengan cepatnya sudah tersebar ke dalam seluruh persilatan.
Pemuda yang memiliki pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam ternyata tidak mati bahkan berhasil mempelajari ilmu silat hitam yang amat sakti, dengan seorang diri dia naik ke gunung Heng-san untuk mencari Heng-san It-hok, dengan pukulan hawa dinginnya dia menghancurkan papan nama kemudian menghancurkan pula pintu serta tembok kuil, kanya dalam satu gebrakan saja dia sudah berhasil melukai dan membinasakan puluhan orang toosu.
Tidak sampai dua tiga hari kemudian para jago yang sudah berkumpul pada daerah Kiang Han serta Chu Cing sudah pada berkumpul menjadi satu, secara diam-diam mereka mulai membuntuti terus pemuda yang menggembol pedang pusakan Giok Hun Kiam itu.
Tan Kia-beng yang baru untuk pertama kali terjun ke dalam Bulim pengalamannya masih amat cetek dengan seenaknya saja ia melanjutkan perjalanannya ke arah utara.
Hari itu dia melewati daerah Siang Yang memasuki daerah Ho Lam dan beristirahat disebuah dusun kecil.
Malam harinya dengan seorang diri duduk dibawah sinar lilin dia memandangi terus pedang pualam pemberian Mo Tan-hong itu sedangkan pikirannya mulai melayang melamunkan senyuman Mo Tan-hong yang terus menerus teringat di dalam benaknya itu
Saking tak kuat menahan golakan hatinya tak terasa lagi dia sudah berseru, “Oooh.... Mo Tan-hong....”
Mendadak....
Suara tertawa yang amat merdu berkumandang dari luar jendela, dia yang mempunyai pendengaran yang amat tajam segera merasakan akan hal ini, di dalam keadaan yang amat terperanjat bentaknya, “Siapa?”
Tubuhnya dengan cepat sudah berkelebat keluar jendela dan meloncat naik ke atas atap rumah, terlihat suasana di sekeliling tempat itu amat sunyi tak terlihat sesosok bayangan manusiapun.
Terpaksa dengan hati yang murung dia berlik kembali ke dalam kamar. Haaa? di atas meja sudah terselempit sepucuk surat yang bertuliskan beberapa hurup.
Musuh tangguh membuntuti dirimu, harap bertindak lebih berhati-hati.
Tulisannya amat halus dan gayanya luwes agaknya ditulis dalam keadaan tergesa gesa dengan menggunakan gincu atau sebangsanya.
Hatinya menjadi semakin ragu ragu lagi, pikirnya, “Aku tidak punya kawan putri, tapi siapa yang sudah menulis surat peringatan buatku?”
Tetapi tidak perduli bagaimanapun juga maksud orang lain adalah baik yaitu memberi peringatan buat dirinya, karena itu dia tidak ambil pikir panjang lagi segera dimasukkannya surat itu ke dalam saku lalu tertawa dingin tak henti hentinya.
“Hee hee.... tidak usah banyak pikir lagi orang-orang itu tentulah manusia manusia tak tahu malu yang ingin merebut pedangku.”
---0-dewi-0---
Malam hari dengan cepatnya berlalu, pada keesokan harinya pagi sekali dia sudah melanjutkan perjalanannya menuju ke ibu kota
Karena sudah memperoleh peringatan dari orang lain gerak geriknya sekarang bertambah hati-hati lagi, ternyata sedikitpun tidak salah secara samar-samar memang ada orang yang membuntuti dirinya secara tersembunyi, hatinya semakin mendongkol lagi tak terasa dia sudah memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin
Kali ini tidak seperti keadaan pada tahun yang lalu sewaktu dia melindungi Mo Tan-hong menuju ke ibukota, sesudah dia berhasil mempelajari ilmu silat yang amat tinggi, kepingin sekali dia mencari suatu kesempatan untuk menjajal kepandaian silat yang sudah diperoleh sebenarnya sudah mencapai seberapa tinggi kalau misalnya ada orang yang benar-benar hendak mencari satori denngan dirinya hal itu malah semakin bagus lagi.
Musuh buyutan memang akan meraskan jalan di dalam dunia teramat sempit tiba-tiba.
Seekor kuda dengan amat cepatnya berlari memandang dari arah depan orang yang duduk di atas tunggangannya itu bukan lain adalah Heng-san It-hok yang sedang dicari cari olehnya, melihat musuh buyutannya muncul di depan mata tak terasa lagi sepasang mata Tan Kia-beng sudah berubah menjadi merah darah, mendadak dia pentangkan tangannya menghalangi perjalanan orang tersebut sembari membentak keras.
“Berhenti!”
Saat ini tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan, dengan bentakannya ini seketika itu juga laksana guntur yang membelah bumi membuat suasana terasa goncang dengan amat kerasnya bersamaan pula terasa segulung angin pukulan yang amat dingin sekali serasa menusuk tulang dengan amat cepatnya menggulung ke depan.
Kuda tunggangan itu menjadi amat terperanjat, sambil meringkik panjang kedua kaki depannya segera meloncat naik ke atas, disertai dengan suatu ringkikan panjang yang mengerikan kuda itu tanpa banyak rewel lagi sudah rubuh binasa seketika itu juga.
Heng-san It-hok yang sudah menaruh perhatian untuk memperoleh pedang pualam itu sehabis memukul rubuh Tan Kia-beng ke dalam jurang berturut turut selama beberapa bulan lamanya dia sudah mengadakan pencarian yang amat teliti disekitar lembah tersebut.
Tetapi jurang yang begitu dalam dan curamnya walaupun sudah menghabiskan seluruh akal busuknya tidak berhasil juga dia untuk menuruni lembah tersebut akhirnya dia mendengar kalau dari kuil Sam Yuan Koan di atas gunung Heng-san mengeluarkan tanda bahaya terpaksa dia cepat-cepat kebutkan kudanya untuk kembali ke atas gunung
Siapa tahu di tengah jalan dia sudah bertemu dengan musuh tangguh yang memukul rubuh kuda tunggangannya. untung saja kepandaian silatnya cukup tinggi sehingga di dalam keadaan gugup pikirannya tidak sampai kacau, dengan cepat tubuhnya melayang ke tengah udara kemudian melayang turun kembali ke atas permukaan tanah dengan tenangnya.
Sinar matanya dengan berkelebat, tetapi setelah diketahuinya orang yang baru saja melancarkan serangan itu bukan lain adalah Tan Kia-beng yang sudah dipukul jatuh ke dalam jurang oleh dirinya tak terasa lagi dengan perasaan amat terperanjat dia berseru,
“Haaa.... kau belum modar?”
“Hmmm, siauw ya tidak akan mati, tapi aku takut kalau ini hari kau yang akan bakal menerima kematian.”
Bagaimanapun juga Heng-san It-hok merupakan seorang jagoan kawakan, sekalipun baru saja dia kehilangan muka tetapi dengan cepat sikapnya yang angker berwibawa sudah pulih kembali, segera dia tertawa terbahak-bahak.
“Cuma mengandalkan kau seorang? haaa....”
Belum habis dia tertawa, mendadak terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan amat dahsyatnya sudah menghantam tubuhnya.
Dalam keadaan terkejut dengan terburu-buru dia balas melancarkan satu pukulan dengan menggunakan hawa khie kangnya menyambut datangnya serangan angin pukulan yang amat dingin itu.
Heng-san It-hok yang kedudukannya sejajar dengan para cianbundjin dari tujuh partai besar ditambah pula jadi orang amat congkak menurut maksud hatinya untuk menghadapi seorang bocah cilik yang masih ingusan ini cukup hanya menggunakan tenaga lima bagian saja sudah cukup untuk memukul dirinya.
Siapa tahu, begitu kedua buah angin pukulan terbentur menjadi satu, dia segera merasakan bahwa angin pukulan
dingin itu dibalik kelunakan membawa kekerasan tenaga dorongnya amat aneh sekali.
Dia menjadi amat terperanjat, di dalam keadaan gugup dia menambah lagi hawa pukulannya dengan tiga bagian. Tubuhnya dengan cepat mundur satu langkah ke belakang kemudian dengan wajah penuh dengan perasaan terkejut dia pandangi wajah Tan Kia-beng.
Lama dia termangu-mangu, dia sama sekali tidak percaya kalau pemuda yang ada di hadapannya sekarang ini mempunyai tenaga dalam yang begitu sempurnanya.
Tan Kia-beng yang melihat jurus pertamanya sudah berhasil memukul mundur pihak musuh serangan berikutnya segera dilancarkan keluar.
Dia tertawa panjang dengan amat kerasnya.
"Hey bajingan tua, kau serahkan saja nyawamu, dendam satu pukulanmu tempo hari ini hari juga siauw yamu hendak menagih.
Ilmu silat dari Teh Ling Bun yang amat sakti segera dilancarkan keluar, tangannya sedikit digetarkan berturut turut dia melancarkan dua puluh satu kali pukulan dahsyat ke arah musuh, di dalam sekejap saja bayangan telapak laksana gunung angin dingin yang menusuk tulang bagaikan tiupan angin topan dengan hebatnya melanda tubuh Heng-san It-hok membuat dia benar-benar tidak dapat berkutik lagi.
Heng-san It-hok yang merupakan Tiong Loo dari suatu partai besar, walaupun kini berada di dalam keadaan yang amat membahayakan nyawanya tetapi dia tidak menjadi gugup, tenaga dalamnya yang sudah dilatih selama puluhan tahun lamanya segera dikerahkan keluar semua dengan disertai suara auman keras yang memekikkan telinga
tubuhnya menubruk maju ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
Braaak.... Braaak....! Suara benturan telapak tangan yang amat nyaring bergema tak putus putusnya membuat suasana menjadi amat ramai sekali.
Tiba-tiba Heng-san It-hok bagaikan kilat cepatnya sudah mengundurkan diri delapan depa ke belakang, teriaknya dengan keras.
“Tahan, Apakah kau anak muridnya iblis tua itu?”
Tan Kia-beng menjadi tertegun dibuatnya, tetapi di dalam sekejap saja dia sudah sadar kembali siapa orang yang sudah dimaksudkan olehnya.
“Omong kosong!” teriaknya gusar. “Siauwyamu adalah....”
Karena cepat-cepat ingin membangkang akan pertanyaan tersebut hampir saja dia hendak menyebutkan nama Teh Ling Lauw.
Heng-san It-hok mana mau mengurusi akan hal ini, mendadak dari dalam saku mengambil sepucuk surat kemudian dilemparkan ke arahnya.
Iblis tua itu sudah ada janji dengan kami tujuh partai besar dari daerah Tionggoan, pertempuran diantara kita lebih baik kita selesaikan saja pada saat itu juga
Selesai berkata tubuhnya dengan cepat meloncat pergi dan kabur dari sana.
Tan Kia-beng tidak mengejar lagi, dia segera membuka surat tersebut dan dibaca isinya, Dipersembahkan untuk seluruh Ciangbundjin tujuh partai besar: Partai kalian semua selama ratusan tahun ini selalu saja menjagoi seluruh Bulim dengan mengganggap ilmu silat kalian sebagai ilmu silat
golongan lurus dan menganggap ilmu yang lain merupakan ilmu hitam.
Hal ini sungguh membuat orang lain merasa gemas dan gusar sekali, jika kalian dari tujuh partai benar-benar merupakan sebuah partai lurus, harap pada tanggal tujuh bulan sepuluh yang akan datang berkunjung ke atas gunung Thay-san untuk bertemu.
Saat itu bilamana kalian kalah dan ilmu silatku jauh lebih tinggi maka.... Heee.... Heee.... kalian tentu sudah tahu apa akibatnya bukan?
Tertanda, Pemilik kereta maut.
Disamping isi surat itu masih ada lagi beberapa kalimat tulisan kecil kecil yang menerangkan kecuali mengundang ciangbundjin dari tujuh partai besar berita ini juga disiarkan kepada para jago lainnya baik dari golongan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to.
Sehabis membaca surat itu diam-diam Tan Kia-beng mulai menghitung harinya, ini hari adalah bulan sepuluh tanggal lima, untuk memenuhi janji tersebut hanya kurang dua hari saja tanpa terasa pikirannya segera berputar.
Sebenarnya siapakah pemilik kereta maut itu? begitu berani dia menantang tujuh partai besar untuk diajak bertanding. Hmm, sombong benar orang itu.
Tetapi ketika teringat kalau orang itu begitu berani mengundang ciangbundjien dari tujuh partai untuk bertanding sudah tentu kepandaian silat yang dimiliki amat tinggi sekali, kesempatan yang bagus sekali ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.
Siapa tahu pada saat ini dia sedang membaca surat itu secara tidak terasa sekeliling tubuhnya sudah muncul berpuluh puluh orang jagoan dari Bulim yang dengan perlahan mulai mendekati tubuhnya.
Saat itu dia sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk memikirkan surat undangan tersebut sehingga sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap orang-orang tersebut.
Menanti setelah dia sadar kembali apa yang bakal terjadi disana dengan perasaan penuh terkejut dia dongakkan kepalanya tetapi sebentar saja dia sudah tertawa terbahak-bahak.
“Aku orang she Tan tidak punya nama di dalam Bulim. tetapi saudara sekalian begitu pandang tinggi diriku sungguh merupakan suatu penghormatan bagi diriku.”
Selesai berkata dia tertawa dingin kembali.
“Heee.... heee.... aku tahu kalian inginkan tentu adalah pedang pualam yang tergantung pada pinggang siauw yamu ini, heee heee.... kalau kalian boleh saja maju kesini siapa yang kepandaiannya tinggi boleh maju terlebih dulu.”
Selesai berkata sepasang matanya yang amat tajam dengan amat dinginnya menyapa sekejap keseluruh penjuru.
Dia merupakan seorang pemuda yang baru saja terjunkan diri ke dalam dunia kangouw, seperti juga harimau yang untuk pertama kali turun gunung dia tidak takut kepada siapapun dia tidak mau tahu siapa yang sudah munculkan dirinya disana, baik itu dari golongan Hek-to maupun dari golongan Pek-to, sekalipun para iblis iblis sakti serta jago-jago aneh dari Liok lim diapun tidak terasa gentar sedikitpun juga.
Ternyata diantara jago-jago yang hadir pada hari ini antara lain ada: Siauw Ban yen Loh atau si Raja Akhirat Berwajah Riang, Siong Thjie; Chiet Poh Tui Hun atau situjuh tindak pencabut nyawa, Tiauw Tong; Leng Tiong Siang Hong atau sepasang manusia ganas dari daerah Leng Tiong, Ui Sie, Ui Liem, Auw Hay Sam Cho dari daerah Leng Tong, Ui sie serta Ui Lim, Auw Sam Cho Im Yang Su thay; Siauw Siang Yu Su serta Thiat Ciang Ceng Sam Siang sekalian berpuluh puluh orang.
Sudah tentu para jago-jago kenamaan ini walaupun di dalam hati masing-masing mempunyai perhitungan tetapi siapapun tidak ada yang mau mengaku terus terang kalau kedatangan mereka bertujuan pada pedang pualamnya itu.
Terdengar si Raja Akhirat Berwajah Riang tertawa terbahak-bahak. Haaa.... haa siauw ko, kau jangan begitu sombong tidak salah kedatangan kami sekalian memangnya bertujuan pada pedang pualam Giok Hun Kiam mu itu aku dengar senjata senjata tajam itu amat berharga sekali dan biasanya cocok untuk manusia manusia budiman.... heee manusia seperti kalian guru dan murid yang begitu ganas, kejam dan berhati binatang aku kira tidaklah cocok untuk memegang pedang tersebut,
“Jadi menurut perkataanmu, hanya saudara saja yang cocok untuk mendapatkan ini?” tanya Tan Kia-beng dengan amat dinginnya.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang segera berbatuk batuk, baru saja dia hendak membuka mulut untuk memberikan jawabannya tiba-tiba....
Chie Poh Tui Hun atau situjuh tindak pencabut nyawa sudah maju dua langkah ke depan sambil berteriak.
“Dengan si iblis terkutuk ini buat apa kita bicara terlalu sungkan sungkan? kita bereskan dulu dirinya kemudian baru berusaha membagi pedang Giok Hun Kiam tersebut!”
“Tunggu sebentar.... tunggu sebentar!” terdengar Im Yang Su cay sambil goyangkan kipasnya sudah bertindak maju ke depan. “Kita harus merundingkan urusan ini baik-baik. Hee heee manusianya sudah kita kurung rapat rapat, kita baik rundingkan soal pedang tersebut terlebih dulu baru beresin nyawanya, apa kalian takut dia bisa terbang ke atas langit?”
Tiba-tiba terdengar suara tertawa aneh yang amat menusuk telinga. Auw Hay Sam Cho atau tiga manusia jelek dari daerah auw Hay sudah bersama-sama menerjang ke depan, teriaknya dengan keras.
“Kita sekalian sudah membututi dirinya dari kota Tiang Sam sampai di tempat ini, kalian manusia manusia busuk tidak punya bagian di dalam hal ini tahu tidak?”
Mendengar perkataan tersebut air muka Im Yang Siucay segera berubah amat hebat.
“Lalu kalian bertiga ingin memilikinya sendiri?” ejeknya dengan suara amat dingin.
“Itupun kurang lebih demikian, selamanya kalau kami Auw Hay Sam Hiong sudah turun tangan ikut campur, orang lain tidak punya hak lagi untuk ikut.”
Im Yang Siucay jadi orang amat licik, kejam dan ganas sekali kini melihat para jago pada merasa gusar oleh perkataan dari Auw Hay Sam Cho ini diam-diam dalam hatinya merasa amat girang, dia tahu sekalipun ilmu silat dari Auw Hay Sam Cho lebih tinggi lagipun belum tentu bisa bertahan diri dari kerubutan para jago buat apa kini dia harus cari gara gara sendiri
Sambil tertawa terbahak-bahak dia segera menganggukkan kepalanya.
“Betul.... betul.... memang beralasan, memang beralasan, saudara bertiga silahkan untuk mulai bekerja.”
Tubuhnya dengan cepat berkelebat lima depa ke belakang, sedangkan matanya yang seperti tikus dengan tajamnya melirik sekejap ke arah para jago lainnya.
Auw Hay Sam Cho yang mengandalkan jumlah banyak mengira orang lainnya benar takut kepada mereka membuka saking senangnya sudah tertawa terbahak-bahak
Tiba-tiba si Setan Buruk Ting Cian dengan mengerahkan seluruh tenaganya menubruk maju ke depan, dengan mementangkan lima jarinya yang seperti kuku garuda dengan amat cepatnya dia mencengkeram tubuh Tan Kia-beng.
Segeralah lima gulung angin serangan yang disertai bau amis yangmemuakkan dengan cepatnya meluncur ke depan
Walaupun Tan Kia-beng dengan sombongnya berdiri di tengah lapangan, tapi sejak tadi dia sudah menyalurkan hawa murninya keseluruh tubuh siap menerima datangnya serangan.
Kini melihat datangnya dari si setan jelek, telapak tangannya dengan cepat dibalik segulung angin pukulan yang amat dingin segera meluncur dengan cepatnya ke depan.
Pada saat si Setan Buruk menyerang ke arah Tan Kia-beng itulah mendadak dari tengah lapangan berkumandang datang suara bentakan yang amat ramai sekali. Leng Tiong Siang Hiong, Ui Sia serta Ui Liem dua orang bersama sudah melancarkan serangan menyerang Tan Kia-beng serta si Setan Buruk itu.
Segera terlihatlah bayangan manusia berkelebat. Braak, Bluuum, suatu ledakan yang amat dahsyat bergema memecahkan kesunyian.
Tubuh si Setan Buruk bagaikan kereta angin yang berputar segera melayang ke tengah udara, dari mulutnya memancar keluar darah segar berwarna merah tua, baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah dia sudah menjerit ngeri kemudian tubuhnya tak bergerak lagi.
Leng Tiong Siong Hiong pun bagaikan kilat cepatnya sudah mengundurkan diri kembali tujuh tindak ke belakang.
Kiranya si Setan Buruk itu terlalu memandang rendah tenaga dalam dari Tan Kia-beng sehingga dia sama sekali tidak bersiap sedia terhadap datangnya serangan bokongan dari Ui Si.
Ketika baru saja dia melancarkan serangannya mengancam tubuh Tan Kia-beng mendadak dari belakang tubuh dia merasakan adanya segulung angin yang mengancam tubuhnya.
Dalam keadaan terperanjat cengkeramannya diubah menjadi pukulan dengan tergesa gesa ia menyambut datangnya serangan
Dua gulung angin pukulan dengan cepatnya terbentur menjadi satu, dia cuma merasakan dadanya amat panas telapak tangan dari Ui Sie pada saat yang bersamaan pula sudah menghajar dadanya dengan amat keras sehingga tidak ampun lagi tubuhnya terpental untuk kemudian rubuh binasa di atas tanah.
Tan Kia-beng yang berhasil memukul mundur serangan dari si Setan Buruk mendadak melihat datangnya serangan dari Ui Liem dia segera membentak keras tubuhnya dengan cepat
berputarm di tengah berkelebatnya bayangan telapak dia sudah melancarkan tiga serangan dahsyat sekaligus. Segera terasalah gulungan angin dingin yang amat membekukan dengan gencarnya menghantam tubuh Ui Liem membuat dia saking terkejut mundur ke belakang tak henti hentinya.
Pertempuran baru baru ini jika diceritakan memang panjang tetapi terjadinya hanya di dalam sekejap mata saja.
Pemimpin dari Auw Hay Sam Cho itu si Setan Buruk yang terkena serangan bokongan sehingga menemui ajalnya seketika itu juga membuat Djie cho siluman beruang serta Sam cho siluman itik menjadi amat gusar sekali bagaikan harimau yang terluka dengan kalapnya mereka menubruk ke arah Leng Tiong Siang Hiong.
Seketika itu juga suara angin pukulan menderu suatu pertempuran yang amat sengit segera berlangsung dengan serunya.
Im Yang siucay yang tadi mengundurkan diri segera berjalan maju kembali ke depan, dia melirik sekejap ke tengah kalangan kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin
Dengan cepat dia berkelebat mendekati Tan Kia-beng sambil menggoyang goyangkan kipasnya dia berkata
"Hey bocah cilik, jikalau ini hari kau kepingin loloskan diri dari sini dalam keadaan selamat, hal ini tidak mungkin bisa terjadi. tapi bila mana kau mau bekerja sama dengan aku hee.... hee kemungkinan masih ada kesempatan untuk hidup"
Pikiran orang ini paling licik, dia tahu jikalau ini hari dia hendak memperoleh pedang pualam itu hal ini merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit sekali dilihatnya pula sikap yang amat gagah dari Tan Kia-beng, dia semakin tahu kalau
kepandaian silatnya merupakan sejalan dengan iblis sakti pemilik kereta maut itu.
Jikalau dia harus bertempur satu lawan satu dirinya masih bukanlah tandingannya karena itu terpaksa dia memikirkan ini untuk bersama-sama meloloskan diri dari kepungan para jago kemudian denganperlahan-lahan baru berusaha untuk mendapatkan pedang itu dari Tan Kia-beng
“Haa haa Hoo heng bermaksud mau jadi pengawal? Tiba-tiba terdengar suara yang amat keras memutuskan pembicaraannya. Aku kira tidaklah semudah itu haa.... haa....”
Dengan cepat Im Yang siucay menoleh ke belakang terlihatlah Hwee Im Poocu bersama-sama dengan Siauw Siang Yu Su sudah berjalan mendatangi, dia segera tertawa dingin.
“Apakah Ong heng serta Yu Su juga bermaksud menyusahkan diriku?”
Air muka Siauw Siang Yu Su segera berubah menjadi kehijau hijauan, diapun mendengus dengan amat dingin.
“Hmm, Pinto tidak bermaksud memperebutkan pedang miliknya itu cuma si iblis cilik ini kita tidak bisa melepaskan kembali.”
Pada saat itu tampaklah Miauw Ing Su thay sambil mengebutkan Hut timnya berjalan mendekati.
“Omintohud, perkataan dari Yu su sedikitpun tidak salah, jikalau pedang tersebut sampai terjatuh ketangan iblis tua bukankah seperti juga harimau yang tumbuh sayap? Bulim bakal akan terjadi suatu pembunuhan masal yang mengerikan sekali.”
“Bagaimanapun juga pandangan dari orang-orang golongan lurus jauh berbeda sekali mereka tidak bermaksud
memperebutkan pedang itu cuma merekapun tidak menginginkan kalau sampai pedang pusaka itu terjatuh ketangan iblis tua pemilik kereta maut tersebut.”
Sehabis mendengar perkataan itu dalam hati diam-diam Im Yang siucay merasa sangat girang sekali, biji matanya berputar putar lalu tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha. urusan ini masih membutuhkan bantuan dari Su thay sekalian.”
Miauw Ing Su thay pun segera tersenyum pula, padahal diam-diam dalam hatinya dia memaki tak henti hentinya.
“Sungguh manusia berhati licik. Hmm, pingin minta bantuan orang lain padahal untuk mencari keuntungan buat diri sendiri?”
Pertempuran kali ini benar-benar amat menarik sekali, setiap orang pada saling menaruh curiga terhadap kawan kawannya sendiri dan semua orangpun tidak ingin turun terlebih dulu tetapi siapapun tidak ingin melepaskan kesempatan untuk memperoleh pedang pusaka ini.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang serta tujuh tindak pencabut nyawa tidak mau perduli terhadap urusan yang sudah terjadi di sekitar tempat itu, sepasang mata mereka dengan amat tajam terus menerus memperhatikan Tan Kia-beng setiap saat mereka bersiap sedia untuk turun tangan melakukan pekerjaannya.
Tan Kia-beng yang sudah dikurung amat lama hatinyapunmulai terasa gelisah sifat sebenarnya yang amat sombong dan memandang tinggi diri sendiri membuat hatinya merasa amat gusar tetapi dikarenakan dia tahu kalau para jago yang ada disana bukanlah berasal dari satu jalan yang sama maka dia sengaja berdiri tenang sedikitpun tak bergerak
dia ingin menunggu sampai masing-masing pihak pada berebut dan bergebrak sendiri.
Tetapi setelah ditunggu tunggu tetap tidak melihat mereka turun tangan juga, hatinya menjadi sangat gelisah sekali, tidak tertahan lagi dia mulai pentangkan langkahnya lebar-lebar berlalu dari sana.
Siapa sangka.... baru saja langkah kakinya sedikit dari empat penjuru segera terdengarlah suara bentakan yang amat keras berpuluh puluh gulung anign yang tidak sama dengan amat cepatnya bergulung menghajar tubuhnya.
Tan Kia-beng tidak berani menyambut serangan itu dengan keras melawan keras, dengan tergesa gesa dia kirim satu pukulan hawa dingin sedangkan tubuhnya dengan cepat meloncat ke tengah udara kemudian menerjang ke arah sebelah kiri
Miauw Im Suthay yang ada disebelah kiri segera memuji keagungan Budha serunya, “Pinnie tidak ingin melukai dirimu, cepat kau tinggalkan pedang pualam tersebut.”
“Kau jangan mimpi!” bentak Tan Kia-beng dengan amat gusarnya.
Telapak tangannya dengan membentuk satu lingkaran mendadak melancarkan pukulan ke depan.
Pukulannya kali ini bukannya menggunakan hawa dingin melainkan sebaliknya menggunakan hawa yang amat panas, segera tertampaklah sesuatu pukulan yang dahsyat laksana mengamuknya ombak besar di tengah samudera dengan derasnya melanda tubuh pihak musuh.
Hut tim ditangan Miauw Ing Suthay dengan cepat digetarkan ke depan sehingga membuat bulu putih itu menjadi
terang bagaikan serat serat perak, dengan cepat tubuhnya maju ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
“Iiih....?” suara teriakan tertahan segera meliputi dalam hatinya.
Tampak bayangan abu abu berkelebat menghindar kurang lebih lima depa kesamping, dengan pandangan penuh perasaan terperanjat Miaue Ing Su thay memandang dirinya dengan melongo longo.
Kiranya di dalam keadaan gusar tadi Tan Kia-beng sudah menggunakan jurus Lok Djie Tiong Thian dari ilmu telapak Siauw Siang Chiet Ciang yang amat dahsyat itu.
Kepandaian silat dari Lam Hay Sin Nie ini tidak ada dibawah kepandaian silat ciangbundjin dari tujuh partai besar lainnya selama ini dia sama sekali belum pernah bertemu dengan ilmu silat yang demikian aneh dan saktinya bahkan dia merasa bahwa jurus serangan ini jelas merupakan suatu serangan dari aliran lurus karenanya dengan perasaan amat terperanjat dia mengundurkan dirinya ke belakang
Bersamaan itu pula dia merasa amat terkejut atas kehebatan dan kesempurnaan dari tenaga dalam sang pemuda.
Karena teriakan dari Miauw Ing su thay inilah seketika itu juga membuat para jago-jago yang sedang menubruk ke depan segera menghentikan gerakannya, mereka semua tahu bahwa kepandaian silat dari mereka semua tidak bisa menandingi Miauw Ing Suthay, kini dia merasa terkejut sudah tentu orang lain harus lebih hati-hati lagi.
Tetapi dengan adanya kejadian ini seketika itu juga membuat perasaan ingin menang yang timbul di dalam hati para jago untuk sementara tersapu bersih dari benak mereka,
bahkan sampai Auw Hay Djie Cho yang melancarkan serangan dengan tidak mengindahkan mati hidupnya sendiripun untuk sementara waktu menghentikan gerakannya, kini semua perhatian dicurahkan pada Tan Kia-beng, pandangan mata setiap jago dengan tak berkedip sedikitpun juga memandang tajam ke arahnya.
---0-dewi-0---
Sang surya dengan perlahan lenyap diarah sebelah barat, burung-burung pada terbang kembali ke sarangnya.
Sinar terakhir yang tak bertenaga sama sekali itu dengan perlahan mulai menyorot setiap wajah yang diliputi oleh hawa napsu untuk membunuh membuat suasana terasa begitu seram, begitu ngeri dan begitu menakutkan.
Tan Kia-beng yang terkepung rapat rapat diengah kalangan mulai merasa amat gusar, sepasang matanya yang jeli dengan perlahan menyapu sekejap kesekeliling kalangan terlihatlah selapis hawa membunuh sudah meliputi seluruh wajahnya.
Dengan diam-diam dia mulai menyalurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali telapak tangannya diangkat ke depan dada siap melancarkan satu serangan.
Tiba-tiba....
Sesosok bayangan putih dengan amat cepatnya berkelebat dibawah sorotan sang surya yang hampir lenyap dibalik gunung itu, segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi seluruh angkasa.
Leng Tiong Siang Hiong yang sedang memperhatikan Tan Kia-beng dengan seluruh perhatian mendadak melayang dua kaki tingginya meninggalkan tanah kemudian roboh ke atas tumpukan rerumput dengan amat kerasnya.
Seketika itu juga suasana sangat gaduh sampai Tan Kia-beng sendiri yang sedang siap-siap melancarkan seranganpun menarik kembali telapak tangannya.
Ketika dia menoleh ke arah mana berasalnya suara jeritan ngeri itu segera tampaklah sesosok bayangan putih dengan amat merdu sekali.
Saat itu semua orang baru bisa melihat jelas kalau orang yang baru saja membopong Leng Tiong Siang Hiong itu bukan lain adalah gadis berbaju putih yang amat cantik dan terasa amat agung itu.
Aaa.... siluman perempuan.... siluman perempuan sudah datang.... awas.... awas bersiap-siap semua siluman perempuan sudah datang.
Suasana menjadi amat gaduh sekali semua jago pada mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan tetapi tidak seorangpun yang berani turun tangan melancarkan serangannya.
Hal ini bukanlah dikarenakan merasa sayang turun tangan terhadap seorang gadis yang amat cantik, tetapi mereka amat jeri atas kemisteriusan gadis tersebut.
Tan Kia-beng pun dengan cepat sudah mengenal kembali gadis tersebut bukan lain adalah gadis berbaju putih yang tempo hari sudah perseni satu tamparan kepada dirinya. tak terasa lagi dia mendengus dengan amat dinginnya.
---0-dewi-0---
JILID: 5
Terhadap sikapnya yang amat dingin ini gadis berbaju putih itu sama sekali tidak ambil peduli, sambil menarik narik ujung bajunya dia mencibirkan bibirnya.”
“Hmm, buat apa kau terus menerus bentrok dengan orang macam itu, mari kita pergi saja.”
Sejak tadi Tan Kia-beng memangnya sudah punya maksud untuk meloloskan diri dari kepungan tersebut dengan cepat dia mengangguk.
Demikianlah segera tampaklah dua sosok bayangan biru dan putih dengan amat cepatnya melayang ke tengah udara kemudian berkelebat menuju ke arah kanan.
Sewaktu Tan Kia-beng tidak bergerak semua tidak berani berlaku gegabah untuk menempuh bahaya, kini begitu dia bergerak semua jago menjadi amat cemas, terdengar suara bentakan keras sepuluh sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat menghajar dari belakangnya.
Melihat hal itu, Tan Kia-beng menjadi sangat mendongkol, tubuhnya yang ada di tengah udara mendadak berputar kemudian membentak keras dan kirim sebuah pukulan jahat ke belakang
Hampir pada waktu bersamaan pula gadis berbaju putih itupun membentak nyaring: ujung bajunya dikebutkan ke depan segera terasalah segulung angin pukulan dingin yang menusuk tulang menggulung ke arah depan.
Ilmu pukulan yang digunakan Tan ia Beng adalah ilmu pukulan Siauw Siang Chiet ciang, dari Hek Tiap Sin Kang.
Sedang ilmu pukulan dari gadis berbaju putih itu adalah ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang dari ilmu telapak Tok Yen Mo Ciang atau ilmu pukulan api beracun.
Yang satu keras yang lain lunak dua gulung angin pukulan dengan cepat bersatu padu membentuk sebuah jala yang amat besar sekali mengurungi kepala Djie cho serta Sam cho dari Auw hay Sam cho yang paling rakus dan berjalan dipaling depan,
Melihat datangnya serangan dahsyat tersebut, mereka berdua dengan gusarnya membentak keras kemudian secara tergesa gesa balas melancarkan satu serangan menyambut datangnya serangan tersebut.
“Aduuh....” suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma segera memenuhi seluruh angkasa tubuh mereka berdua bagaikan buah yang sudah masak menggelinding sejauh dua tiga kaki jauhnya dan binasa seketika itu juga, dari mulut mereka tak henti hentinya mengeluarkan darah segar yang sudah matang.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang serta tujuh tindak pencabut nyawa yang berada di belakang tubuh kedua orang manusia jelek itu menjadi amat terperanjat. dengan cepat mereka menjatuhkan diri ke samping kemudian berguling beberapa jauh dengan amat tepat sekali mereka berhasil menghindarkan diri dari bahaya elmaut itu
Begitu Tan Kia-beng selesai melancarkan serangan dengan tanpa menoleh lagi dia berlari ke depan dengan amat cepatnya.
Kurang lebih dua puluh li kemudian akhirnya mereka berdua baru menghentikan langkahnya.
Terdengar gadis berbaju putih tertawa dan menoleh ke arahnya,
“Hiii.... hiii.... untung sekali kau berhasil meloloskan diri dari kematian.”
“Ouw, kau mengharapkan aku cepat mati?”
“Maukah kau jangan berbicara demikian? hari itu jikalau bukannya para toosu bau itu mengerubuti diriku akupun tidak akan melepaskan bajingan tua itu”
“Hmm, pada satu hari aku pasti akan mencabut nyawanya.”
“Agaknya kau sudah memperoleh kejadian aneh, keadaanmu sama sekali lain dari waktu yang lalu?”
“Heee heee.... sedikitnya tidak akan bisa kena tempeleng orang lain lagi.”
Mengungkat soal tempelengan tempo hari membuat hawa amarahnya seketika itu juga berkobar kembali dalam hatinya, sepasang matanya dengan amat dingin sekali menyapu sekejap ke arah gadis cantik berbaju putih itu.
Jika dibicarakan memang amat aneh sekali, gadis yang biasanya amat sombong seperti putri kaisar saja ini ternyata sama sekali tidak dibuat omongan Tan Kia-beng yang amat kasar itu, dengan perlahan dia menundukkan kepalanya rendah rendah dan ujarnya dengan sedih.
“Tempo hari aku tempeleng pipimu semuanya demi kebaikanmu sendiri.”
“Kaupun bukan angkatan tuaku, kenapa kau harus menempeleng diriku? lagi pula aku pun tidak menyalahi dirimu, coba aku mau tanya apa kesalahanku sehingga kau perseni satu tamparan pada pipiku? ayo jawab.”
“Hey! apakah kau tidak tahu sifat dari ayahku?”
“Aku sama sekali tidak kenal dengan dia kenapa aku harus mengetahuinya.”
“Eeey.... urusan ini pada kemudian hari aku akan mengetahui dengan sendirinya sekarang aku tidak punya waktu untuk menceritakan lebih jelas lagi kepadamu. pokoknya yang tegas maksudku adalah baik.”
Sehabis berkata dia menghela napas panjang, terlihat bayangan putih berkelebat tubuhnya dengan amat cepat sudah berlalu dari sinar.
Tan Kia-beng adalah seorang manusia keras yang hanya mau makan yang lunak saja, hatinya yang sebenarnya amat gusar sehabis mendengar perkataan dari gadis berbaju putih itu membuat hawa amarahnya menjadi reda kembali ketika dilihatnya dia meninggalkan tempat itu dia hanya bisa memandangnya saja dengan melongo;
Beberapa saat kemudian mendadak pada benaknya terbayang kembali suatu ingatan kakek berjubah hitam itu sudah mengadakan perjanjian dengan orang-orang tujuh partai besar keramaian ini jika tidak ditonton tentu sayang sekali, apalagi Heng-san It-hok pun bakal hadir pula disana.
Demikianlah tanpa merasa lelah dia segera melakukan perjalanan siang malam menuju ke gunung Thaysan untuk memenuhi undangan.
Karena adanya hadangan hadangan dari musuh yang membuang banyak waktu, sesaat dia tiba dibawah kaki gunung Thaysan waktu sudah menunjukkan kentongan ketiga tanggal tujuh.
Mendadak dari punggung gunung berkelebat bayangan manusia sebuah bayangan putih dan sebuah bayangan hitam berkelebat dengan amat cepatnya di depan tubuhnya.
Hanya di dalam beberapa kelebatan saja bayangan tersebut sudah lenyap dibalik hutan tidak jauh dari mana dia berada
Dengan ketajaman pandangan matanya sekali pandang saja dia sudah bisa tahu orang itu bukan lain adalah kakek tua berbaju putih, hatinya menjadi bergerak kakinya dengan kecepatan yang luar bisa mengejar terus ke arah atas gunung.
Sesampainya pada puncak gunung itu tampaklah di atas sebidang tanah batuan yang rata sudah berdiri berpuluh puluh orang jago, dia tahu tempat bertanding tentunya ada di tempat ini
Dia tidak ingin munculkan dirinya secara terang terangan, tubuhnya dengan cepat berkelebat melompat kebalik tumpukan batu batu cadas kemudian berjongkok disana mengintip semua gerak gerik orang-orang itu.
Tampak kakek tua berjubah hitam itu dengan wajah amat dingin berdiri berpangku tangan, dihadapannya berdirilah sejajar dua orang hweesio, empat orang toosu dan seorang kakek tua berjubah kuning yang dari sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam sekali.
Sekali pandang saja segera bisa diduga orang itu tentunya para ciangbujin dari tujuh partai besar.
Selain orang-orang itu disamping kanan maupun kiri berdirilah berpuluh puluh orang jago yang mengepung kalangan itu.
Agaknya orang itu semuanya mempunyai dendam sakit hati yang amat mendalam dengan kakek tua berjubah hitam itu cukup dari sinar mata mereka yang mengandung kebuasan dan kebencian yang berlebihan jelas sekali orang itu sudah sukar untuk menahan golakan di dalam hatinya.
Tapi diantara mereka itu Tan Kia-beng tidak dapat menemukan gadis berbaju putih itu.
Hatinya menjadi terasa amat heran sekali, pikirnya.
Terang terangan tadi aku melihat dia datang bersama dengan kakek berjubah hitam itu kemana dia pergi?
Waktu itu suasana sudah mulai menjadi gaduh, terdengar kakek tua berjubah hitam itu dengan amat dinginnya berkata, "Kalian mengundang loohu datang kemari kemungkinan sekali hendak mempamerkan beberapa jurus ilmu silat kalian bukan?
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay segera maju ke depan dia tundukkan kepalanya memuji nama keagungan Buddha.
Omintohud.... omintohud, di dalam dunia kangauw memang banyak sekali tersebar partai partai besar mapuan kecil selama ini pinceng sekalian sama sekali belum pernah menganggap ilmu silat tujuh partai besar merupakan ilmu yang benar-benar lurus dan menganggap ilmu lainnya merupakan ilmu iblis jikalau saudara berbicara seperti hal ini benar-benar membuat Pinceng sekalian merasa berdosa sekali.
Dari air muka kakek tua berjubah hitam itu jelas sekali memperlihatkan kebingungan hatinya, dia tak tahu apa yang sedang dimaksudkan oleh Ci Si Thaysu itu tetapi dia yang merupakan seorang yang amat congkak sekalipun tidak tahu apa yang sedang diartikan oleh Ci Si Thaysu tetapi diapun tidak ingin banyak tanya segera dia tertawa terbahak-bahak.
Kalau kalian bermaksud menantang loohu untuk bertanding, perkataan yang tidak berguna itu tidak usah kita bicarakan lagi jika kalian mau bergebrak sepatlah bergebrak, buat apa banyak membual.
Tahan dulu tiba-tiba Siong Hok Tootiang dari Heng-san-pay maju satu tindak ke depan. Pinto ada satu urusan hendak ditanyakan kepadamu, apakah kau mempunyai seorang murid yang bernama Tan Kia-beng?
Kentut makmu, diam-diam Tan Kia-beng yang bersembunyi dibalik batu memaki dengan gusarnya.
Pada air muka kakek tua berjubah hitam itu segera terlintas suatu senyuman kaget tetapi sebentar kemudian sudah berubah kembali dengan amat dinginnya.
"Ada urusan apa dengan dia?" tanyanya dingin.
Dia agaknya mau mengaku, tetapi juga tidak mengetahui hal ini membuat lain orang tetap menduga duga.
Dia sudah menghancurkan papan nama Sam Yuan Koan kami memukul rubu pintu loteng kami bahkan sudah melukai berpuluh puluh orang anak murid kami. hutang ini sekarang juga aku mau menagihnya dari tanganmu.
“Oooh, ada urusan seperti ini? haa.... haa.... bagus.... bagus sekali, kalau dia adalah anak murid loohu, biarlah seluruh hutangnya aku tanggung”
Dari pada ucapannya si kakek tua itu jelas sekali menunjukkan kalau dia merasa kegirangan
Suara yang hampir mendekati tidak berperasaan sedikitpun ini seketika itu juga memancing kegaduhan diantara para jago yang hadir disana, bahkan ada pula yang tak tahan mulai memaki dengan kata-kata kotor.
Lama kelamaan kakek tua berjubah hitam itu dibuat gusar juga mendengar suara teriakan serta makian yang semakin lama semakin tidak genah, dari sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam sekali dengan dinginnya dia menyapu sekejap ke arah para jago yang hadir disana.
Seketika itu juga suasana menjadi sunyi kembali. Tan Kia-beng yang melihat hal itu diam-diam merasa geli juga.
Ciangbundjin dari Tiam-cong-pay, si It Cie Hwee Hiap anak Pendekar Satu Jari Ko Cian Djin yang selama ini selalu tidak akur dengan Heng-san It-hok mendadak maju dua langkah ke depan, teriaknya keras
Ini hari tujuh partai besar pada berkumpul di atas gunung Thay-san bukannya khusus untuk membereskan dendam sakit hati diantara pribadi masing-masing melainkan tempat berkumpulnya para jago untuk membereskan urusan yang besar, apalagi merebut pedang pusaka orang lain, melukai nyawa orang bukanlah perbuatan dari seorang pendekar sejati bukan sifat dari anak murid suatu partai besar.
Peristiwa Heng-san It-hok hendak merebut pedang pusaka milik Tan Kia-beng dan memukulnya jatuh ke dalam jurang sudah tersebar luas ke dalam Bulim kini si Pendekar Satu Jari mengungkat kembali peristiwa itu membuat siong Hok Tootiang tak terasa lagi dibuat kemalu maluan, air mukanya berubah merah padam.
Tiba-tiba....
Sesosok bayangan manusia berkelebat tampak orang itu dengan amat dinginnya menuding Ko Cian Djien sambil berteriak,
“Apakah ciangbundjien kau mempunyai maksud untuk mengeloni bangsat cilik itu?”
Si Pendekar Satu Jari yang melihat Heng-san It-hok dengan amat gusar menerjang tubuhnya, tidak terasa lagi sudah tertawa terbahak-bahak.
“Sampai waktunya tentu ada orang yang sengaja mencari satori dengan dirimu, buat apa loohu turun tangan sendiri?”
Leng Hong Tootian dari Bu-tong-pay yang melihat mereka berdua sudah pada gusar dengan cepat maju melerai.
“Musuh tangguh ada di depan mata, harap kalian berdua untuk sementara waktu jangan ribut sendiri!”
Heng-san It-hok tetap diumbar hawa amarahnya, dia tertawa dingin tak hentinya.
Pada saat itulah tampak bayangan manusia berkelebat kakek tua berjubah hitam itu bagaikan sekuntum mega yang turun dari langit mendadak menerjang ke arah Heng-san It-hok, serangannya dilancarkan amat cepat angin pukulannya pun amat dahsyat sehingga tampaklah segulung angin yang disertai dengan debu menyambar ke arahnya.
Heng-san It-hok yang segara tiba-tiba mendapatkan serangan segera berteriak keras, tubuhnya bagaikan gangsing berputar sedang sepasang telapak tangannya berputar berturut turut melancarkan delapan kali serangan gencar.
Segulung angin topan dengan amat cepatnya menggulung ke depan,
Orang-orang yang hadir di tengah kalangan cuma yang melihat adanya dua sosok bayangan hitam yang bagaikan kilat cepatnya saling berputar dan semakin lama semakin cepat.
Mendadak terdengar suara dengusan yang amat berat tubuh Heng-san It-hok dengan terhuyung huyung terlepas dari kalangan kemudian sempoyongan mundur beberapa langkah ke belakang tak kuasa lagi tubuhnya rubuh ke atas tanah dengan amat kerasnya.
Siong Hok Tootiang menjadi amat terperanjat tubuhnya dengan cepat maju ke depan membimbing dia bangun.
“Suheng... suheng!” teriaknya gemetar. “Kau kau.... kau kenapa....?"
“Aaa.... aaku.... aku tidak sanggup tidak sanggup lagi aku sudah terkena, pukulan.... pukulan api beracun.”
Kakinya diluruskan ke depan. semikianlah jagoan yang sudah mempunyai nama terkenal di dalam Bulim hanya dikarenakan tertarik oleh sebilah pedang pusaka harus menemui ajalnya ditangan kakek tua berjubah hitam itu.
Siong Pok Tootiang menjadi amat gusar sekali, tubuhnya gemetar dengan amat keras teriaknya dengan sedih, “Sukma suheng tidak jauh dari sini malam ini juga siauwte bersumpah akan membalaskan dendam sakit hatimu.”
Mendadak tubuhnya meloncat bangun, pedangnya dengan cepat dicabut keluar dari sarungnya, dengan disertai suara pekikan nyaring yang menggetarkan hati sepasang matanya memancarkan sinar tajam.
"Bajingan iblis!” bentaknya keras, “aku adu jiwa dengan kau....!”
Di tengah suara dengungan pedang uang amat nyaring pedang panjangnya tergetar amat keras dengan membentuk bunga bunga pedang yang amat bagus pedangnya dengan sejajar dada dengan perlahan mulai mendesak maju ke depan.
Setelah berhasil membinasakan Heng-san It-hok, si kakek tua berjubah hitam itu dengan wajah beku dingin tetap berdiri tegak disana terhadap seluruh gerak gerik dari siong Hok Tootiang dia tidak mau perduli
Sejak kematian Heng-san It-hok suasana di tengah kalangan seketika itu juga berubah menjadi sunyi suasana
yang menyeramkan segera meliputi tempat itu membuat setiap jago merasakan napasnya amat sesak.
Ci Si Thaysu dengan perlahan memuji keagungan Buddha, cepat tubuhnya bertindak maju mencegah Siong Hok Tootiang ujarnya.
“Tootiang harap sedikit bersabar...."
Diikuti pula Lo Hu Cu dari Go-bie pay, Kuang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay, Hu Cing Thaysu dari Ngo Thay-san pada merubung maju ke depan dan mengadakan perundingan dengan suara perlahan.
Tan Kia-beng yang ada di tempat agak jauh dari mereka ternyata tidak berhasil mengetahui apa yang mereka bicarakan.
Terdengar kakek tua berjubah hitam itu memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan ujarnya, “Hee.... hee.... tidak perlu dirundingkan lagi, ayoh pada maju bersama-sama bukankah hal itu lebih bagus lagi?"
Dikarenakan pihak musuh amat tangguh sekali tidak perduli siapa saja yang maju ke depan semuanya merasa tidak punya pegangan yang kuat untuk merebut kemenangan, jikalau mereka diharuskan bekerja sama hal ini sudah tentu akan membuat mereka kehilangan muka Ciangbunjin dari tujuh partai besar harus bekerja sama untuk menyerang seorang kakek tua bukankah hal ini akan dibuat bahan tertawaan Bulim?
Dengan diungkpanya rahasia ini oleh si kakek tua berjubah hitam itu masing-masing segera tergerak Loo Hu Cu dari Go-bie pay mendadak mengerutkan alisnya. dengan pandangan aneh dia bergetar
“Saudara begitu berani menantang pinto sekalian, untuk melawan secara bersama-sama baiklah kau jangan salahkan lagi kalau kami akan merebut kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak
Bagaimanapun juga dia baru saja mengatakan sesuatu pekerjaan yang tidak terlalu hormat, selesai berkata wajahnya segera berubah menjadi merah padam.
Si kakek tua berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haa.... kalian tidak usah berpura pura lagi, sejak tadi lo hu sudah tahu kalau kalian kepingin berbuat demikian, cuma saja untuk melindungi sedikit muka bau kalian kamu semua tidak enak untuk mengucapkannya keluar
Perkataan yang memecahkan rahasia hati mereka membuat wajah Lo Hu Cu segera berubah menjadi merah padam.
Sekonyong konyong....
Di tengah gerombolan para jago terdengar seseorang berteriak.
Malam ini mau membasmi kaum iblis dari muka bumi kita harus bekerja sama untuk membinasakan dirinya, harap Ciangbunjin sekalian memegang pucuk pimpinan ini.
Baru saja suara teriakan itu berhenti terasalah sambaran angin yang amat ringan.
Ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar sudah pada menyebarkan diri masing-masing mengambil posisinya sendiri sendiri untuk kemudian bersama-sama mengepung kakek tua berjubah hitam itu di tengah kalangan.
Empat ciangbunjin menggunakan pedang panjang dua orang pendeta dengan merangkap tangannya di depan dada
berdiam diri tidak bercakap, sedangkan itu si Pendekar Satu Jari Ke Cian Djien berdiri di tengah-tengah kalangan seorang diri.
Air muka kakek tua berjubah hitam itu semakin lama perubahan semakin tenang setiap gerakan dari ciangbunjin dari tujuh partai itu membuat wajahnya semakin bertambah serius. tangannya mendadak diangkat membentuk gerakan busur kemudian dengan perlahan dilintangkan di depan dadanya.
Tan Kia-beng yang diam-diam mencuri lihat saat itu benar merasa sangat terperanjat sekali teriaknya, “Aah bukankah jurus itu merupakan jurus pembukaan dari perguruan Teh-leng-bun kami? apa mungkin dia adalah....”
Pada saat itulah ujung baju kakek tua berjubah hitam itu sudah dikebut ke depan dengan disertai gulungan angin yang menotok wajah si Pendekar Satu Jari bersamaan wakutnya pula tubuhnya berputar tangan di dalam sekejap saja sudah melancarkan tujuh buah serangan yang masing-masing menyerang ke arah Ci Si Thaysu serta Po Cing Thanysu kemudian menyerang pula Leng Hong Tootiang, Lo Hu Cu, Kuang Hoat Tootiang serta Siong Hok Tootiang, gerakannya amat cepat sekali, hanya terlihat segulung asap hitam yang berkelebat dia sudah berputar satu lingkaran dalam kalangan tersebut.
Ketujuh orang yang ada di dalam kalanan itu semuanya sudah memperoleh serangan yang dilancarkan amat gencar sekali.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu tak terasa lagi semangatnya menjadi berkobar, diam-diam pikirnya, “Itulah baru kepandaian silat yang benar-benar ilmu silat yang lihay.”
Terdengar Ci Si Thaysu memuji keagungan Budha, ujung jubahnya berkibar tertiup angin mendadak dia menggunakan telapaknya membabat ke depan melancarkan serangan dahsyat ketenangannya melebihi gadis perawan kelincahannya mirip kijang melompat, bersamaan itu pula keenam orang ciangbunjin sudah mulai bergerak melancarkan serangan.
Seketika itu juga hawa pedang memenuhi seluruh angkasa suara desiran angin serangan yang tajam disertai suara angin pukulan laksana menggulungnya ombak di tengah lautan membuat suasana disekitar tempat itu menjadi amat tegang sunyi dan penuh diliputi oleh hawa membunuh yang tebal.
Ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar ini begitu mulai melancarkan serangannya segeralah angin pukulan yang mendebarkan hati menggulung terus tak henti hentinya ke depan membuat orang yang menonton menjadi amat terperanjat sekali.
Di dalam sekejap mata seluruh tubuh kakek tua berjubah hitam itu sudah terkurung di dalam hawa pedang serta angin pukulan yang selapis demi selapis.
Terdengar suara suitan aneh yang mengerikan dan membuat bulu roma pada berdiri, dari tengah kalangan mendadak meloncat keluar sesosok bayangan hitam yang dari atas melayang turun ke bawah, di dalam sekejap saja bagaikan bayangan setan orang itu berputar dengan amat cepatnya, seketika itu juga dari tengah kalangan tak henti hentinya terdengar suara letusan yang amat keras sekali.
Pertempuran yang amat mengejutkan dan mendebarkan hati ini berlangsung semakin lama semakin sengit dan merupakan yang belum pernah terjadi selama ratusan tahun ini angin pukulan memancar empat penjuru hawa pedang meliputi seluruh udara membuat para jago yang menonton
jalannya pertempuran itu masing-masing terdesak mundur ke belakang.
Sekalipun begitu dari empat penjuru sedikit tidak terdengar suara berisik masing-masing pada menahan napas tangannya dikepal kencang matanya melotot keluar mulut melongo mereka memperhatikan terus perubahan yang terjadi di tengah kalangan
Tan Kia-beng yang bersembunyi merasakan hatinya amat tegang, disamping dia memperhatikan jurus jurus serangan yang digunakan kakek tua berjubah hitam itu dia terus menerus berpikir keras bagaimana caranya bisa memecahkan jurus jurus serangan yang digunakan oleh ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar itu atau dengan perkataan lain juga dia sendiri yang terkurung di dalam kalangan itu.
Sejak dia mendapatkan kitab pusaka "Teh Leng Cin Keng sampai saat ini sudah ada setengah tahun lamanya. walaupun dia sudah menghapalkan seluruh isi kitab hingga hapal betul-betul tapi bagaimanapun juga masih tetap merupakan barang mati, dia belum pernah mencobanya sehingga banyak gerakan yang sempurna dan lihay dia belum memahaminya.
Setelah saat ini dilihatnya jurus jurus serangan yang digunakan kakek tua berjubah hitam itu membuat dia memperoleh banyak kemajuan serangan yang semula tidak mengerti kini banyak yang sudah dipahami, sehingga tak terasa lagi semakin melihat dia semakin tertarik.
Saat ini gerakan dari orang-orang yang ada dikalangan semakin lama semakin perlahan tetapi suasanapun semakin lama semakin tegang.
Sikap kakek tua berbaju hitam itu tidak sedingin dan setenang tadi wajahnya yang dingin kaku kini penuh diliputi
oleh ketegangan, rambut serta jenggotnya pada berdiri sedangkan dadanya naik turun tak menentu, jelas dia sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan serangan gencar dari pihak musuh
Ketika melihat ke arah ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar keadaannyapun tak seberapa baik, wajah Ci Si Thaysu yang semula merah kini sudah berubah menghijau, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh bajunya.
Pada jubah keempat orang toosu itupun sudah kelihatan banyak lubang serta sobekan yang tak keruan, sebaliknya dari kepala si Pendekar Satu Jari dengan tak hentinya mengepul keluar kabut putih.
Tetapi orang itu sama sekali tidak berani berlaku gegabah, masing-masing orang dengan mengambil arahnya sendiri mulai mendesak ke arah kakek tua berjubah hitam itu
Braak.... bluumm pasir dan batu kerikil pada melayang memenuhi angkasa masing-masing pihak kini sudah mulai melancarkan serangan yang menentukan mati hidup mereka.
Tan Kia-beng yang bersembunyi dibelakang batu sekarang dapat melihat ketujuh orang ciangbunjin itu bagaikan tujuh ekor anjing pemburu dengan rapatnya sedang menguurng seekor binatang buas yang melancar perkataan dengan sekuat tenaga membuat hatinya merasa tidak senang dia merasa pertandingan ini tak adil, makinya diam-diam
Cara bertempur mengerubut ini mana bisa dikatakan sebagai suatu pertandingan ilmu silat, sungguh tidak tahu malu
Mendadak suatu ingatan berkelebat di dalam benaknya, dia mendengus dengus dengan amat dinginnya, pikirnya dalam hati, “Orang ini menggunakan ilmu silat Teh-leng-bun kami
sudah tentu diapun merupakan orang dari Teh Leng Kauw. Hmmm.... orang-orang Teh Leng Kauw tidak dapat diganggu orang lain seenaknya, aku harus maju untuk membantu dirinya.”
Berpikir sampai disitu tubuhnya dengan cepat melayang ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dengan cepat tubuhnya meluncur ke depan.
Pada saat itu pula si Pendekar Satu Jari sedang melancarkan satu serangan ke depan sedang pedang dari Leng Hong Tootiang serta Siong Hok Tootiang dengan disertai desiran pedang yang amat tajam menggulung ke arah kakek tua berbaju hitam itu.
Begitu tubuh Tan Kia-beng mencapai atas tanah segera bentaknya dengan keras, "Tahan"
Dengan menggunakan jurus Jiet Tiang Thian dia memukul mundur si Pendekar Satu Jari, kemudian tangannya dibalik dengan disertai angin pukulan yang amat kuat dia mengetuk urat nadi dari Leng Hong Tootiang tubuhnya dengan cepat berputar ujung kakinya menutul permukaan tanah lalu dengan amat tepat sekali dia menggetar pergi pedang dari Siong Hok Tootiang.
Gerakannya amat cepat sekali, jurus yang dilancarkan dikerahkan keluar bagaikan kilat, hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan tiga jurus yang di dalam waktu yang hampir bersamaan berhasil memukul tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar membuat mereka dengan perasaan terperanjat pada mengundurkan dirinya.
Menanti setelah mereka menemukan kalau orang yang baru saja datang bukan lain adalah seorang pemuda yang kelihatannya lemah mereka baru pada melengak.
Ci Si Thaysu serta Siong Hok Tootiang yang mengenal dia segera dibuat tertegun kemudian dengan perlahan memuji keagungan Budha.
Tan Kia-beng yang berhasil menggetarkan seluruh jago dengan mengandalkan jurus Jiet Ceng Tiong Thian segera tertawa keras dengan amat seramnya.
“Haaa.... haa.... aku mau menyiarkan berita malam ini keseluruh dunia kangouw, kiranya tujuh orang ciang bunjin dari tujuh partai besar tidak lebih cuma manusia manusia rendah yang mengandalkan jumlah banyak.”
Semprotan yang amat tajam ini seketika itu juga membuat air muka ketujuh orang ciangbunjin terasa menjadi panas rasanya Kuang Hut Tootiang dari Kun-lun-pay segera maju ke depan, bentaknya, “Perkataan itu adalah hasil ucapan dari si cu sendiri, pinto sekalian tidak bisa berbuat apa apa.”
“Haa.... haa bagus bagus....” sekali lagi Tan Kia-beng tertawa tawa terbahak-bahak. “Aku mau menyuruh kalian maju satu demi satu jikalau aku tidak bisa mengalahkan kalian di dalam sepuluh jurus haa.... haa kalian boleh anggap aku yang kalah.”
Perkataan yang amat sombong ini diucapkan seenaknya saja membuat para hadirin menjadi gempar cukup orang Ciangbunjin saja munculkan dirinya sudah lebih dari cukup untuk menggentarkan seluruh dunia kangouw bagaimana dia berani menantang mereka bahkan menentukan batas jurusnya bukankah perkataannya terlalu ngibul?
Tetapi ketujuh orang cianbunjien dari tujuh partai besar sama sekali tidak merasakan kalau perkataannya itu berlebihan, karena munculnya pemuda ini terlalu aneh dan mendadak sekali, bahkan sikapnya agak menyeramkan cukup
dilihat dari beberapa jurus serangannya tadi sudah cukup membuat hati terasa amat terkejut perkataan besar yang baru saja diucapkan itu sudah tentu bukan omong kosong belaka.
Mereka saling berpandang pandangan, tak seorangpun yang membuka mulut memberikan jawabannya.
Urusan ini bukan saja membuat ketujuh orang ciangbunjin itu menjadi terperanjat bahkan sampai kakek tua berjubah hitam itupun merasa terperanjat.
Dia yang sudah menyelami ilmu silat selama hidupnya ini ternyata sama sekali tidak bisa tahu jurus serangan apa yang baru saja digunakan oleh pemuda itu, tetapi dia yang mempunyai sifat sombong dingin dan suka menyendiri tidak menjadi girang karena bantuan dari Tan Kia-beng ini, mendadak dan meloncat maju ke depan sambil bentaknya dengan suara berat.
Ini adalah urusanku biar aku sendiri yang membereskan, baiklah aku akan ikuti perkataan dari Siauw ko barusan ini siapa yang bisa bertahan sebanyak sepuluh jurus dibawah serangan Loohu biarlah anggap aku yang kalah.
Ketujuh orang Ciangbunjin dari tujuh partai besar ini semuanya merupakan jago-jago yang mempunyai nama besar di dalam dunia persilatan, saat ini mereka benar-benar tidak sanggup untuk mempertahankan ketenangannya.
Tampak Pu Cing Thaysu dari Ngo Thay-san mendadak berseru memuji keagungan Buddha kemudian berjalan masuk ke tengah kalangan, ujarnya sambil merangkap tangannya di depan dada, “Pu Cing menanti petunjuk dari saudara.”
“Hmm, bagus sekali lihat serangan.”
Ujung jubahnya dikebutkan ke depan, segera terasakan segulung angin pukulan yang amat keras dengan disertai desiran yang amat keras dengan cepatnya meluncur ke depan.
Jurus Han sah Si Im atau memanah pasir memanah bayangan yang amat bagus sekali" puji Tan Kia-beng tak tertahan lagi.
Tubuh Pu Cing Thaysu yang gemuk benar dengan cepat berkelebat menghindarkan diri ke samping tampak bayangan telapak tangan berkelebat berturut turut dia melancarkan tiga serangan.
Angin pukulannya yang bagaikan amukan ombak dengan cepat menggulung ke depan tubuhnya mendadak berputar di tengah udara secara kilat kepalannya kirim lagi satu pukulan ke depan
Inilah yang dinamakan jurus Lik Han Thian San atau sekuat tenaga menggoyangkan gunung yang merupakan jurus untuk menolong diri dari Ngo Thay pay, kecepatan kehebatan membuat orang lain sama sekali tidak menduga.
Kakek tua berjubah hitam itu tertawa dingin, mendadak dadanya disedot ke dalam sehingga berbentuk busur. tangannya dengan cepat laksana kilat mencengkeram pergelangan tangan Pu Cing Thaysu.
Perubahan yang secara tiba-tiba ini membuat Pu Cing Thaysu menjadi kaget, dengan cepat dia menarik hawa murninya dari pusar terus mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali dengan disertai suara bentakan yang amat keras tangannya ditarik ke belakang
"Breeet...." tak urung jubahnya terkena cengkeraman juga hingga robek sebagian besar.
Kakek tua berjubah hitam itu tidak mengejar lagi, sinar matanya dengan amat tajam menyapu sekejap ke arah Pu Cing Thaysu kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin.
Air muka Pu Cing Thaysu segera berubah menjadi merah padam, dengan terburu-buru dia mengundurkan diri.
Tiba-tiba.... sinar pedang yang menyilaukan mata berkelebat, Siong Hok Tootiang dengan wajah gusar berjalan maju ke depan, tanpa mengucapkan kata-kata lagi mendadak pedangnya dengan membentuk sinar pelangi dengan amat cepatnya ditotok ke arah kakek tua berjubah hitam itu
Air muka kakek tua berjubah hitam itu segera berubah amat hebat, sekilas hawa membunuh meliputi wajahnya.
"Tunggu dulu; pertempuran kali ini seharusnya adalah giliranku, tiba-tiba terdengar Tan Kia-beng berteriak sambil maju ke depan.
Ujung bajunya dengan cepat dikebutkan segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan cepat menggetarkan pedang panjang tersebut sehingga terpental balik, bersamaan pula lima jarinya disentil ke depan segera terasalah segulung angin yang amat dingin dengan amat cepatnya menghajar dadanya.
Kehebatan dari tenaga dalamnya serta ketepatan dari jurus serangannya sedikitpun tidak berada dibawah kakek tua berjubah hitam itu.
Siong Hok Tootiang yang terus menerus mengincar diri kakek tua berjubah hitam itu sama sekali tidak menyangka Tan Kia-beng bisa melancarkan serangan mengancam dirinya, di dalam keadaan yang amat gugup pedangnya digetarkan sehingga tampaklah bayangan pedang yang amat tebal
meliputi seluruh tubuhnya. kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah meloncat mundur sejauh tiga depa.
Tan Kia-beng tertawa panjang, bagaikan bayangan saja dia mengikuti terus di belakang tubuhnya. Telapak kirinya dengan sangat cepatnya dibabat ke depan sedang tangan kanannya diulur ke depan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Siong Hok Tootiang.
Gerakannya kali ini jauh lebih cepat dan lebih ganas dari gerakan kakek tua berjubah hitam tadi.
Siong Hok Tootiang tadi menjadi sangat terperanjat, dia tertawa dingin dan telapak tangannya dengan cepat melancarkan satu serangan dahsyat ke depan sedangkan kakinya bagaikan berputarnya roda kereta berturut turut melancarkan tiga buah tendangan kilat menyapu kaki lawan.
Dengan mengambil kesempatan itulah Tan Kia-beng mendadak melepaskan tangannya, kedua buah jarinya dengan cepat digapit kemudian ditarik ke belakang
Breet, Sebagian besar dari jubah toosunya sudah terobek oleh tarikan tadi. badannya dengan amat cepat dan ringannya sudah melayang turun kembali ke samping tubuh kakek tua berjubah hitam itu.
Gerakan jurus yang baru saja digunakan olehnya ternyata sama dengan apa yang digunakan kakek tua berjubah hitam tadi.
Para jago yang sejak semula sudah menganggap Tan Kia-beng sebagai anak muridnya si kakek tua yang berjubah hitam itu tidak begitu merasakan keheranan, sebaliknya kakek tua berjubah hitam itu benar merasa sangat terperanjat, mendadak tubuhnya meloncat ke depan menerjang ke
hadapan Tan Kia-beng, bentaknya keras, “Kepandaian silatmu itu kau pelajari dari mana?”
“Baru saja belajar dari kau.”
"Omong kosong!"
Kakek tua berjubah hitam itu menjadi mendongkol, sepasang matanya melotot lebar sehingga memancarkan sinar kehijau hijauan yang menyilaukan mata dia mendengus dengan amat dinginnya.
“Aku mau lihat kau hendak berterus terang tidak!”
Tangannya dipentangkan lebar kemudian menubruk ke depan, kecepatannya laksana berkelebatnya sinar kilat di tengah udara, berturut turut dia melancarkan dua puluh tiga serangan gencar sekaligus.
Seketika itu juga terasalah angin dingin yang amat santar bergolak memenuhi seluruh angkasa sehingga membuat pasir dan batu kerikil pada beterbangan, kehebatannya sungguh luar biasa sekali.
Tan Kia-beng yang sudah memperoleh ilmu silat peninggalan dari Han Tan Loojien bukan saja sudah memahami seluruh isi dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng bahkan memahami juga ilmu silat dari seluruh partai yang ada diseluruh Bulim baik itu ilmu pukulan, ilmu telapak maupun ilmu pedang.
Karena kepingin mempermainkan dirinya dia segera mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkan keseluruh telapak tangannya untuk menyambut datangnya serangan tersebut, sebentar dia menggunakan ilmu telapak Bian Ciang dari Bu-tong-pay sebentar lagi menggunakan ilmu tendangan Tau Tui dari Ngo Thay Pay ilmu telapak dari Khung tong pay
semuanya tersebut sebagai jurus sakti yang amat dahsyat sekali.
Kakek tua berjubah hitam itu sudah melancarkan tiga puluh jurus banyaknya masih belum berhasil juga mendesak dia untuk menggunakan ilmu perguruan yang sebenarnya dalam hati semakin lama terasa semakin bergidik.
Para jago yang hadir di tengah kalangan sewaktu melihat si Iblis Tua dan siiblis kecil saling bertempur sendiri dalam hati merasa amat girang sekali tetapi ketika mereka melihat ilmu silat yang digunakan oleh Tan Kia-beng semuanya merupakan jurus sakti dari partai mereka yang tidak pernah dilancarkan kepada orang lain hati mereka sangat keheranan bagaimana pemuda itu bisa menggunakan jurus tersebut.
Bahkan setiap jurus yang dilancarkan olehnya jauh lebih dahsyat, jauh lebih sempurna dari dirinya sendiri terhadap asal usul dari pemuda ini tak terasa lagi mereka merasa semakin bingung semakin curiga.... sungguh amat misterius.
Tan Kia-beng yang saling bergebrak dengan kakek tua berjubah hitam itu ketika mencapai jurus yang keempat puluh mendadak dia meloncat mundur ke belakang
Sudah cukup. Teriaknya keras. Kini musuh tangguh ada di depan mata kita orang harus sedikit tinggalkan tenaga buat melawan mereka, asal usulku cepat atau lambat kau bakal tahu
Sepasang mata kakek tua berjubah hitam itu bagaikan kilat tajamnya dengan gemas melototi dirinya sekejap kemudian mendengus dingin.
Tubuhnya dengan cepat berputar menghadap ke arah tujuh orang ciangbundjin dari tujuh partai besar itu. bentaknya
keras, “Masih ada orang yang mau maju? kalau terlambat maaf loohu tidak akan melayani lagi”
Pada saat itulah mendadak dari belakang tumpukan batu cadas dimana Tan Kia-beng bersembunyi tadi berkelebat keluar beberapa sosok bayangan manusia yang secara diam-diam mencampurkan diri ke tengah para jago.
“Hey kawan jawan!” teriak mereka dengan keras. “Jikalau kedua orang iblis ini tidak dibasmi hancur maka di dalam dunia kangouw tidak akan mendapat ketenangan untuk selamanya. mari kita sama-sama bergerak maju untuk menghancurkan mereka menghadapi bajingan bajingan semacam itu kita tidak usah memakai aturan lagi ayoh serbu.”
Segera terdengarlah suara jeritan dan teriakan yang amat keras sehingga menggetarkan seluruh puncak gunung itu, hati para jago itu yang semula memangnya sudah panas kini dibakar lagi dengan kata-kata tersebut seketika itu juga membantu mereka benar amat marah sakali.
Diantara para jago yang hadir disana ada sebagian besar merupakan kaum iblis dari kalangan Hek-to dari kalangan Liok Iim ada pula dari orang kalangan lurus, selama sepuluh tahun ini orang yang terluka dan terbinasa dibawah tangan kakek tua berjubah hitam itu ada beratus ratus orang banyaknya, dan sebagian orang yang hadir disini mempunyai hubungan dengan orang-orang tersebut.
Dahulu, mereka yang melihat kehebatan dan kekejaman dari kakek tua berjubah hitam itu pada tidak berani mencari gara gara sendiri, kini melihat jumlah orang yang hadir amat banyak ditambah pula ada ketujuh orang ciangbundjin dari tujuh partai besar hadir disana membuat nyali mereka bertambah besar, kini dibakar pula hatinya oleh orang lain
membuat para jago itu segera menjadi gempar dan mulai bergerak maju ke depan.
Di tengah suara bentakan yang amat keras tampak bayangan manusia, berkelebat memenuhi angkasa, kurang lebih ada empat, lima puluh orang banyaknya sudah pada melayang ke depan menubruk ke tengah kalangan pertempuran, sinar mata mereka berkelebat dengan mengundang perasaan dendam yang menyala, tanpa berkedip sedikitpun mereka memperhatikan seluruh gerak gerik dari kakek tua berjubah hitam itu.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini membuat kakek tua berjubah hitam itu diam-diam merasa terperanjat, sedangkan Tan Kia-beng pun diam-diam merasa bergetar hatinya melihat suasana yang amat tegang ini.
Tetapi, mereka berdua yang satu merupakan jago kawakan yang sudah mempunyai pengalaman amat luas di dalam Bulim sedang yang lain merupakan anak harimau uyang baru turun gunung, walaupun para jago sudah mengepung rapat rapat seluruh kalangan mereka tetap dengan amat tenang memandang ke arah mereka. pada air mukanya sedikitpun tidak terjadi perubahan, agaknya mereka sama sekali tidak tergetar oleh suasana yang amat tegang ini.
Mendadak kakek tua berbaju hitam itu tertawa dingin tak henti hentinya.
“Bagus, bagus.... semua dendam sakit hati kalian boleh dibereskan malam ini juga. jikalau kalian punya nyali ayoh pada maju semua!”
Walaupun para jago dengan mengandung hawa amarah yang berkobar kobar pada menerjang maju ke depan tetapi mereka tetap menganggap ketujuh orang ciangbundjin dari
tujuh partai besar merupakan pemimpin mereka, jikalau dari pihak ketujuh orang cianbundjin dari tujuh partai besar itu tidak mengadakan gerakan apa apa merekapun untuk sementara tidak akan mengadakan gerakan apapun.
Ketika kakek tua berjubah hitam itu melihat lama sekali para jago tetap tidak mengadakan gerakan apapun sinar matanya yang amat tajam segera menyapu sekejap keempat penjuru, serunya dengan suara yang amat berat, “Loohu selamanya mundar mandir seorang diri, jikalau kalian punya nyali cari saja dengan aku si Hu Hong untuk bereskan semua dendam sakit hati kalian, sedangkan mengenaik siauw ko ini aku sama sekali tidak mengenalnya, dia juga bukan anak muridku, lebih baik kalian melakukan tindakan sedikit dengan memakai otak kalian”
Karena wayangnya terhadap bakat dan sifat Tan Kia-beng kakek tua berjubah hitam itu tidak mau berbicara sembarangan sehingga mengikut sertakan dia di dalam persoalan ini, karena itu sebelumnya terjadi pertempuran dia sudah berbicara untuk memberi keterangan.
Siapa sangka Tan Kia-beng mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan apa yang dipikirkan di dalam benaknya, dia sekarang sudah menjabat sebagai Teh Kauwcu mana dia mau membiarkan anggota perkumpulannya mendapat hinaan dari orang lain? walaupun mereka itu mendapatkan kesalahan terletak pada diri kakek tua berjubah hitam itu tetapi pertempuran semacam ini dia rasa sangat tidak adil cara bertempur secara mengerubut bukanlah tindakah seorang enghiong hoohu.
Segera dia mendengarkan suara tertawa kerasnya yang amat menyeramkan.
“Heee.... jikalau malam ini ada orang yang mau menantang dia orang tua dengan satu lawan satu, sekalipun dia berhasil dibinasakan, aku tidak akan perduli, cayhe akan menganggap ilmu silatnya sendiri yang tidak sempurna, tetapi bila mana kalian mengandalkan jumlah banyak untuk mencari kemenangan. Hmm; bersiaplah kalian untuk menghadapi tenaga gabungan kami berdua, bersamaan pula pedang pusaka "Kiem Ceng Giok Hun Kiem" di tanganku ini akan melakukan pembunuhan secara besar besaran.”
Beberapa patah perkataan ini seketika itu juga membuat suasana semakin gaduh. mereka menjadi gempar. Bukan saja orang-orang yang merasa dendam terhadap kakek tua itu sekalipun orang yang tidak ikut ikutan kini pada maju ke depan, mereka menaruhmaksud untuk merebut pedang tersebut.
Para jago yang semula cuma ada dua bagian saja yang mengepung kalangan itu kini pada berebut maju ke depan semuanya, jumlah para jago yang munculkan diri tidak kurang dari ratusan orang banyaknya.
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay yang melihat tindak tanduk dari para jago itu diam menundukkan kepalanya memuji keagungan Budha.
“Omintohud, pembunuhan besar besaran kali ini entah akan melukai berapa banyak orang lagi? Tetapi bilamana inilah yang dinamakan takdir yaah, apa boleh buat.”
Sinar matanya dengan perlahan menyapu ke arah keenam orang ciangbunjin lainnya.
Bagaimana pendapat dari pada Too su?
Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay segera menggetarkan pedangnya sehingga mengeluarkan dengusan yang amat keras.
“Membasmi kaum iblis merupakan tugas kita, keadaan sudah jadi begini kitapun tidak usah memakai peraturan Bulim lagi”
“Perkataan dari Keng Hong Toosu sedikitpun tidak salah,” timbrung Pu Cing Thaysu dari Ngo Thay Pay sambil menghajarkan senjatanya ke atas tanah. “Mari kita turun tangan bersama-sama”
Demikianlah tujuh ciangbunjin dari tujuh partai besar segera bersama-sama berdiri sejajar kemudian dengan perlahan mendesak ke tengah kalangan.
Malam sekian kelam, angin gunung bertiup menderu membuat hawa disekitar tempat itu terasa amat dingin sekali
Suasana di atas puncak gunung Thay-san amat sunyi.... sunyi sekali seperti sebidang tanah perkuburan di tengah malam buta.
Tidak terdengar suara berisik tidak terdengar suara mengkiriknya binatang kecil.
Dibawah sorotan rembulan hanya terlihat sinar pedang dan golok yang melancarkan sinar yang menyilaukan mata.
Cuma terdengar suara mengkerutnya tulang itulah suara dari para jago yang secara diam-diam mulai menyalurkan tenaga dalamnya.
Suatu pertempuran sengit yang bakal menimbulkan bajir darah bakal berlangsung di atas puncak itu.
Suatu pertempuran yang amat sengit dan seru segera akan dimulai suasana yang begitu tenang merupakan pertanda
hendak berlangsungnya suatu hujan badai yang amat mengerikan.
Diluar kalangan pertempuran itu pada saat ini terlihatlah empat buah mata yang memancarkan sinar kehijau hijauan sedang memandang ke tengah kalangan, mereka merasa gembira karena rencana busuk yang mereka rencanakan akhirnya berhasil juga.
Tan Kia-beng yang melihat para jago dengan perlahan mulai menggeserkan badannya untuk bergerak maju ke arah mereka saking tegangnya sudah menelan ludah berkali kali dia mencabut pedang Giok Hun Kiam nya kemudian diintangkan di depan dada siap menantikan serangan dari pihak musuh.
Ujung pedangnya berwarna kebiru biruan bagaikan lidah ular menjulur keluar dengan tak henti hentinya, membuat suasana kalangan yang amat sunyi terasa diliputi oleh beberapa lapis nafsu membunuh yang amat hebat.
kakek tua berjubah hitam itu tetap dengan wajah yang tak berubah berdiri disana, perlahan-lahan dia putar badannya dan menempelkan tunggungnya sendiri ke atas punggung Tan Kia-beng.
---0-dewi-0---
Pada saat yang genting itulah mendadak dari punggung gunung berkumandang datang dua buah suara suitan yang amat kuat laksana pekikan naga sakti, berat tapi tajam sehingga menambus awan membuat para jago terasa amat kaget sekali.
Baru saja suara suitan itu bergema datang tampaklah bayangan manusia bagaikan kilat cepatlah sudah melayang mendekat.
Tubuh mereka berdua bagaikan daun kering saja dengan amat ringannya tanpa mengeluarkan sedikit suarapun sudah melayang turun ke tengah kalangan pertempuran yang penuh diliputi oleh hafsu pembunuh itu
Mereka berdua tidak lain adalah seorang kakek tua berwajah merah dengan seorang Ni kouw tua yang wajahnya berwarna kemerah merahan pula.
Yang paling aneh ketika mereka berdua melayang turun ke tengah kalangan para jago yang ada di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi sudah pada mengundurkan diri satu langkah ke belakang, senjata tajam maupun telapak tangan yang semula sudah diangkat siap-siap melancarkan serangan dengan perlahan diturunkan kembali ke bawah. Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay dengan cepat maju ke depan, sambilmerangkap tangannya di depan dada dia memberi hormat, disusul dengan Leng Tootiang sekalian pada maju memberi hormat kepada mereka berdua.
Tan Kia-beng tidak kenal dengan mereka berdua tetapi jika ditinjau dari sikap yang demikian hormatnya dari para jago jelas sekali kalau kedudukan mereka berdua di dalam Bulim sangat tinggi dan amat dihormati sekali.
Dengan perlahan kakek tua berwajah merah itu menyapu sekejap keseluruh kalangan, dia tertawa dingin.
“Hee.... hee suatu tempat penjagalan manusia yang amat mengerikan.
Dengan perlahan Ci Si Thaysu tundukkan kepalanya memuji keagungan Budha. dia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sekali lagi kakek tua berwajah merah itu menghela bapas panjang, ujarnya, “Kelihatannya angin berbau amis sudah
bertiup dari empat penjuru, hujan darah bakal menyirami seluruh permukaan bumi. Hey, suatu penjagalan manusia secara besar besaran bakal terjadi dengan amat mengerikan. Hey.... tidak kusangka tujuh orang cianbundjin dari tujuh partai besar yang bertindak sebagai pemimpin Bulim ternyata begitu gegabah dan begitu bodoh untuk menciptakan suatu pembunuhan yang amat mengerikan ini, sungguh membuat orang sedih.... sungguh membuat orang menghela napas....”
Mendengar perkataan itu Ci Si Thaysu menjadi terperanjat.
“Apa maksud dari perkataan loocianpwee ini?” tanyanya melengak.
“Orang yang membagi undangan untuk mengadakan pertemuan ini apakah kalian ciangbundjin dari tujuh partai besar?” ujar kakek tua itu perlahan. “Kalau memangnya pertemuan ini merupakan suatu pertemuan puncak para jago di dalam Bulim kenapa kalian mengandalkan jumlah begitu banyak untuk mengerubuti dua orang? coba kalian bayangkan jikalau pertemuan yang mengerikan ini benar terjadi harus ada berapa banyak orang yang menemui ajalnya? menanti setelah kalian masing-masing pihak bertempur sampai lelah, sampai semua tenaga kalian habis pada saat itulah akan datang lagi segerombolan manusia yang khusus menyerang kalian, menjagali kalian, aku mau tanya sampai saat itu kalian hendak memberikan perlawanan dengan apa?”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas, lalu tambahnya, “Dari tempat ribuan li jauhnya Loociap serta Sin nie datang kemari sebenarnya tidak mengandung maksud yang lain, kami cuma takut para jago-jago lihay yang merupakan orang-orang pilihan dari Bulim harus menemui ajalnya di atas puncak gunung Thay-san hanya di dalam satu malaman sama.”
Ci Si Thaysu menjadi sangat terkejut lagi.
"Apa maksud dari perkataan loo cianpwe ini?" serunya keras, apakah secara diam-diam ada orang yang sengaja menyusun rencana busuk terhadap kami?
Pada saat itu sepasang mata dari kakek tua berwajah merah yang sipit sedang memperhatikan Tan Kia-beng, terhadap perkataan dari Ci Si Thaysu agaknya sama sekali tidak mendengarnya.
Loo Hu Cu dari Go-bie pay mendadak mengambil keluar undangannya dari dalam saku kemudian dengan perasaan tidak senang dia berjalan ke depan dengan langkah lebar.
“Pertempuran kali ini terang terangan merupakan ajakan dari pemilik kereta maut kepada para jago di dalam Bulim, untuk menjajal ilmu silat bagaimana kau bisa berkata dari pihak tujuh pertailah yang mengadakan perjanjian ini?”
Ni kouw tua yang selama ini berdiam diri disamping tanpa mengucapkan sepatah kata pun mendadak tersenyum, ujarnya, “Coba Tooyu pikirkan hal ini lebih masak lagi, pemilik kereta maut itu sudah menaruh dendam dengan para jago diseluruh Bulim apakah dia mau mencari gara gara buat dirinya sendiri? dan mencari penyakit dengan mengundang begitu banyak orang untuk khusus mencari balas kepada dirinya? apalagi kini mengundang kalian ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar untuk mengadakan bersama-sama pertemuan ini samakin lama tidak bisa jadi lagi, pendapat dari Loo nie ini Toaya kira bagaimana?”
Wajah Loo Hu Cu segera diliputi oleh perasaan kebingungan.
“Lalu apakah undangan ini bukan dia yang menulis? Lalu siapa yang mengadakan permainan ini?”
---0-dewi-0---
JILID: 6
“Maksud dari Pinnie" sambung Ni kouw tua itu lagi. “Jarak waktu dari sekarang sampai pertemuan puncak para jago di atas gunung Huang san sudah tidak jauh lagi bilamana pemilik kereta maut itu hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk mengangkat namanya dia bisa menunggu sampai waktu diadakannya pertemuan para jago digunung Huang san dan merebut nama julukan sebagai jagoan nomor wahid di dalam seluruh dunia kangouw. buat apa orang mengadakan pertemuan semacam ini? Disamping itu Pinnie mau mengingatkan kepada Taatiang akan satu urusan tentunya kalian masih ingat dengan Chu Swee Tiang Ching, Tan Cu Liang yang berhasil merebut julukan jagoan nomor wahid di dalam Bulim pada pertemuan puncak di atas gunung Huang san tempo hari bukan?”
“Tan Thay hiap yang sudah berjanji dengan Thiat Bak Thaysu dari Cing Jan pay untuk pergi ke gunung pasir ternyata sejak itu tak ada kabar beritanya lagi.”
“Orang lain mungkin sudah melupakan akan hal ini sebaliknya Pinnie serta Liok lim Sin Ci merasakan urusan ini mungkin ada hubungannya dengan....”
Pada saat itulah si kakek berwajah merah sudah memutar tubuhnya menghadap ketujuh orang ciangbunjin dari partai besar, ujarnya dengan keras, “Urusan malam ini tak perduli disebabkan apapun harap dengan memandang wajah dari sin nie serta loolap kalian semua mau menganggapnya selesai, semua dendam sakit hati kalian sebaiknya kita bicarakan kembali pada pertemuan puncak di atas gunung Huang san dikemudian hari, kita akan mengambil keputusan kembali pada saat itu.”
Tan Kia-beng yang selama ini berdiam terus setelah mendengar perkataan itu diam-diam sudah memahami sebagian besar mendadak dari dalam sakunya dia mengambil keluar surat undangan yang diberikan Heng-san It-hok kepadanya tempo hari lalu disusupkan ke tangan si kakek tua berjubah hitam, ujarnya ,“Undangan ini apakah kau yang menyebarkan?”
Kakek tua berjubah hitam itu menyambut surat undangan tersebut dan dilihatnya sebentar, mendadak dengan wajah amat gusar teriaknya, “Kurang ajar, siapa yang begitu bernyali berani mempermainkan diri loohu? Loo hu Hu Hong mana mungkin adalah pemilik kereta maut itu?”
“Ehmm.... kalau begitu di dalam urusan ini tentu ada hal yang tidak beres” seru Tan Kia-beng kemudian sambil mengangguk.
Mendadak kakek tua berjubah hitam itu angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
“Lo hu yang bertempat tinggal diperkampungan Cui-cu-sian selama puluhan tahun lamanya tidak pernah ikut campur dengan urusan dunia lain, tidak kusangka ternyata ada orang yang tidak mau melepaskan diriku. Hmmm, loohu mau lihat siapakah sebetulnya bajingan yang sudah mengacau urusan ini dari tengah.”
Di tengah suara tertawanya yang amat menyeramkan tubuhnya meloncat ke atas kemudian bagaikan segulung asap hitam dengan amat cepatnya melayang dari atas ke para jago, di dalam sekejapnya dia sudah lenyap tak berbekas.
Mendadak dalam hati Tan Kia-beng berkelebat suatu ingatan dengan cepat dia berteriak, “Hey orang tua tunggu dulu, aku ada perkataan yang hendak kutanyakan kepadamu.”
Ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah kemudian dengan sama cepatnya mengejar dari belakang, saat ini kedua buah jalan darah terpentingnya sudah tertembus, tenaga dalamnya pun sudah berhasil mengalir memenuhi seluruh tubuhnya hanya di dalam satu kali loncatan saja dia sudah mencapai pada ketinggian tujuh delapan kaki, tubuhnya dengan cepat berjumpalitan beberapa kali di tengah udara kemudian begaikan elang raksasa dengan cepatnya meluncur ke depan.
Siapa sangka sewaktu sampai di atas puncak bayangan dari kakek tua berjubah hitam itu sudah lenyap tak berbekas, diam-diam dalam hati dia merasa amat kagum sekali atas kehebatan dari ilmu meringankan tubuh yang dimiliki dia orang tua.
Dia yang tidak berhasil menyandak si kakek tua berjubah hitam itu berarti pula tidak dapat membuktikan apa yang sedang dipikirkan di dalam hatinya, dalam hati merasa sedikit kecewa, dia merasa amat heran sekali siapakah sebenarnya si kakek tua serta ni kouw tua itu? kenapa cuma sepatah dua patah kata dari mereka sudah cukup untuk mencegah suatu pertempuran yang mengerikan?"
Saat ini sang surya dengan perlahan sudah mulai muncul diupuk sebelah Timur membuat pemandangan di atas gunung Thay-san kelihatan amat indah sekali. terpaksa untuk sementara dia menyampingkan dahulu berbagai persoalan yang mencurigakan hatinya ini, dengan mengikuti rencana semula dia mulai melakukan perjalanannya kembali menuju ke kota.
Dia pingin cepat-cepat menyerahkan pil sakti milik Han Tan Loo djien itu kepada Mo Tan-hong bersamaan pula hendak mengajarkan ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang kepadanya
agar dikemudian hari dia berhasil membalas dendam atas kematian orang tuanya.
Sesampainya di kota dia mencari sebuah rumah pernginapan untuk beristirahat
Malam harinya dengan perasaan hati penuh kegembiraan dan hati berdebar debar dia berjalan menuju kerumah pamannya Mo Tan-hong semakin mendekat hatinya terasa berdebar semakin keras.
Dia takut Mo Tan-hong sudah dijodohkan dengan orang lain, jika sampai begitu lalu bagaimana baiknya? jikalau setelah bertemu dengan Mo Tan-hong dia pura pura tidak kenal apa yang harus dia perbuat? Pil mujarab itu diberikan kepadanya? atau tidak?
Bangunan rumah dari pembesar negeri ini amat besar dan megah sekali, disamping loteng, gapura kebun, kebun, gunung gunungan dan lain lain bangunan yang indah banyak terdapat juga serambi serambi yang membingungkan.
Tan Kia-beng yang sudah lama berputar putar di dalam bangunan rumah itu masih belum menemukan juga kamar dari Mo Tan-hong dalam hatinya terasa mulai menjadi cemas.
Mendadak.... dari dalam sebuah kebun terlihatlah sebuah kamar kecil yang amat indah sekali, sinar lilin dengan samar-samar memancarkan sinarnya keluar
Dengan cepat dia berjalan mendekat, barang-barang yang ada di dalam kamar itu diatur dengan amat indahnya agaknya tempat itu merupakan sebuah kamar wanita tetapi seperti juga kamar buku dari seorang Kongcu. saat ini ruangan itu kosong melompong tak tampak sesosok manusiapun
Sedang dia melamun mendadak terasalah suara hawa pedang yang amat tajam berkumandang masuk ke dalam telinganya, dia menjadi terperanjat pikirnya, “Apakah di dalam rumah seorang pembesar negeri masih ada orang yang sedang berlatih ilmu pedang?”
---0-dewi-0---
Orang yang berlatih silat pendengaran serta pandangan matanya paling tajam. begitu dia berhasil membedakan berasalnya suara pedang itu sepasang tangannya dengan cepat ditekan ke atas permukaan tanah kemudian meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Bagaikan sebuah dedaunan dengan amat ringannya dia melayang ke belakang kamar itu terlihatlah di tempat sana merupakan sebuah kebun bunga yang amat luas sekali.
---0-dewi-0---
Di atas tanah lapangan tampaklah sesosok bayangan yang kecil ramping sedang berlatih ilmu pedang begitu matanya berhasil melihat potongan tubuhnya dia yang amat ramping menggiurkan itu tiba-tiba hatinya terasa berdebar dengan amat keras sekali hampir hampir dia berteriak
Tapi dengan cepat dia berhasil menutup mulutnya sendiri dengan menggunakan tangannya kata yang semula hendak diteriak keluar dengan mentah mentah ditelan kembali ke dalam perutnya.
Tampaklah gadis itu dengan memusatkan seluruh perhatiannya sedang berlatih ilmu silat. satu jurus demi satu jurus dengan cepatnya dipentangkan keluar sampai akhirnya tampaklah serentetan sinar keperak perakan melapisi seluruh tubuhnya membuat pandangan menjadi kabur sekali
Tan Kia-beng yang mengenal hampir sebagian besar ilmu pedang dari pelbagai partai untuk beberapa saat lamanya dibuat bingung oleh ilmu pedang yang sedang dilatih oleh gadis itu, dia cuma merasakan ilmu pedang gadis ini amat lincah dan gesit mungkin karena tenaga dalamnya yang belum berhasil
Saat ini gerakan pedang dari si gadis itu sudah mulai melambat dan akhirnya dia menarik kembali pedangnya.
Tangannya yang halus dengan perlahan merapikan rambutnya yang panjang terurai sedang dari ujung bibirnya tersungginglah suatu senyuman manis
Mendadak dia menemukan seorang pemuda yang amat kekar sedang berdiri dengan tenangnya dibawah pohon bwee dan memandang ke arahnya sambil tersenyum dia menjadi amat terperanjat.
“Siapa?” bentaknya keras.
Pedang panjangnya dengan cepat diputar membentuk suatu lingkaran kemudian digetarkan sehingga menimbulkan bunga bunga pedang yang amat banyak, tetapi sebentar kemudian dia sudah membuang pedangnya ke atas tanah lantas berteriak kegirangan
“Ooh.... Beng ko....”
Dengan amat cepatnya dia berlari dan menubruk masuk ke dalam pelukan Tan Kia-beng, sepasang tangannya yang halus putih bagaikan seekor ular dengan cepatnya merangkul leher pihak lawan, sebaliknya sepasang lengan yang kuat dari Tan Kia-beng pun dengan amat kencangnya merangkul pinggangnya yang ramping.
Mereka berdua pada berdiam diri tak mengucapkan sepatah katapun, seluruh rindu dan kasih sayang mereka ditumpahkan ke dalam pelukan yang mesra ini. mereka saling berpeluk.... hati saling berdetak.... siapapun tidak ingin melepaskan kenikmatan yang amat mendebarkan hati ini.
Lama, lama sekali, gadis berbaju merah itu baru sadar kembali dari impiannya.
“Beng ko,” ujarnya perlahan. “Aku benar-benar rindu padamu, kenapa kau sudah lama tidak datang melihat aku?”
---0-dewi-0---
Tidak usah dibicarakan, saudara saudara pembacapun tahu, Beng ko itu bukan lain adalah Tan Kia-beng sedangkan gadis berbaju merah itu tidak bukan adalah Mo Tan-hong.
Di dalam sesaat itulah Tan Kia-beng merasakan seluruh dunia ini adalah miliknya dengan hati penuh kasih sayang dia membelai rambut Mo Tan-hong yang panjang dan hitam pekat itu
“Heey, akupun amat merindukan dirimu, cuma saja kedudukanmu sebagai putri seorang raja muda membuat aku seorang gelandangan dari Bulim merasa tidak enak untuk bertemu muka dengan dirimu, bagaimana aku bisa bertemu muka dengan dirimu yang tinggal diistana seorang pembesar negeri?”
Tak tertahan lagi Mo Tan-hong tertawa cekikikkan.
“Bukankah sekarang kau bisa sampai disini?”
“Aku, aku terpaksa menempuh bahaya....”
“Kepandaian silatmu agaknya sudah mendapatkan kemajuan yang amat pesat sekali”
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Dari biji matamu yang hitam bulat serta ilmu meringankan tubuhmu yang baru saja kau perlihatkan tadi aku rasa tentu dugaanku ini sedikitpun tidak salah.”
“Lalu bagaimana kau sendiri bisa berlatih ilmu silat?”
“Aku? untuk sementara aku tidak akan memberitahukan kepadamu.”
Bola mata dari Mo Tan-hong yang indah dan amat jeli itu sedikit berputar kemudian dengan genitnya memperdengarkan suara tertawanya yang amat merdu.
Tan Kia-beng pun tertawa tawar.
“Kau tidak mau beritahu kepadaku yaah sudah ini hari aku datang khusus untuk memberikan hadiah kepadamu.”
“Hadiah apa?"
Sepasang mata dari Mo Tan-hong berkelebat tak hentinya dengan pandangan terkejut bercampur heran dia memperhatikan terus dirinya.
Tan Kia-beng tidak mau membuang banyak waktu lagi dari dalam sakunya dia mengambil keluar pil mujarab itu dan diberikan kepadanya.
“Pil mujarab ini adalah barang penting kata suhuku,” ujarnya, “dengan perlahan kau makanlah pil ini maka tenaga dalammu akan memperoleh kemajuan seperti latihan selama tiga puluh tahun lamanya”
"Kenapa tidak kau makan sendiri?"
Tan Kia-beng tersenyum, dia gelengkan kepalanya.
“Aku sendiri tidak membutuhkan barang ini.”
Sesudah itu dia menempelkan ke samping telinganya, dengan perlahan sepatah demi sepatah mulai memberi pelajaran rahasia belajar ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang kepadanya, menanti sesudah dia berhasil memahami seluruhnya waktu sudah menunjukkan kentongan keempat.
Tan Kia-beng segera meloncat bangun.
“Sekarang aku harus pergi,” ujarnya setengah berbisik, “bilamana pada kemudian ada kesempatan aku akan kembali lagi kesini untuk menjengukmu.”
Mereka berdua saling berpegangan tangan dengan eratnya, lama sekali mereka saling berpandangan tapi tak seorangpun yang mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya dengan kuatkan hatinya Tan Kia-beng melepaskan genggaman tangannya dan meloncat melewati tembok pekarangan untuk kembali kerumah penginapan
Keinginannya kini sudah terkabul, dengan terburu-buru Tan Kia-beng melanjutkan perjalanannya kembali ke arah Barat, pada pikirannya kini sudah bertambah kembali dengan berbagai persoalan yang meragukan dan mencurigakan hatinya, persoalan persoalan rumit yang membutuhkan jawaban selekasnya.
Pertama, kakek tua berjubah hitam itu apakah benar merupakan anak murid dari Teh Leng Kau cu? si gadis berbaju putih itu sudah tentu adalah putrinya kenapa setiap tahun pada musim semi dia harus munculkan diri dengan menunggang kereta mautnya?
Kedua siapakah orang yang sudah menghasut orang dari tujuh partai besar serta para jago lainnya untuk bentrok dengan mereka berdua, agaknya orang itu amat misterius
sekali bahkan mengandung suatu maksud tertentu yang amat kejam.
Ketiga, menurut surat peninggalan dari Han Tan Loo djien dia diharuskan mendirikan kembali partai Teh-leng-bun, perlukah dia menyiarkan kedudukannya sekarang ini ataukah menanti sesudah bertemu muka dengan suhunya si Bun Li Im Yen Lok Tong untuk mengadakan perundingan dahulu.
---0-dewi-0---
Dengan seorang diri dia berpikir, keras, lama sekali dia berpikir tetapi tak sebuah pertanyaan pun yang berhasil dicarikan jawabannya yang memuaskan hati.
Mendadak....
Terdengar suara berputarnya roda kereta dengan cepatnya menerjang datang, menanti sesudah dia sadar kembali dari lamunannya tampaklah debu mengepul dengan amat tebalnya.
Sebuah kereta yang amat mewah dengan amat cepatnya sudah lewat dari samping tubuhnya, secara samar dia bisa melihat orang yang mengemudikan kereta tersebut bukan lain adalah seorang kakek tua berjubah hitam yang wajahnya memakai kerudung.
Tak tertahan lagi dia berteriak.
"Haah.... kereta maut lagi?"
Dengan cepat dia melarikan kudanya mengejar dari belakang, walaupun kuda tunggangannya merupakan seekor kuda tunggangan yang jempolan tetapi jika dibandingkan dengan kereta berkuda itu bukanlah apa apanya.
Tampaklah kereta berkuda itu semakin lama berlari semakin kencang, hanya di dalam sekejap saja sudah lenyap dibalik sebuah tikungan jalan.
Tan Kia-beng menjadi benar-benar mendongkol dengan cepat dia meloncat turun dari atas tunggangannya, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat tinggi dia meluncur ke arah mulut gunung itu.
Ketika dia berhasil mencapai mulut gunung itu bayangan dari kereta maut tersebut sudah lenyap tak berbekas bahkan sampai suara berputarnya roda serta ringkikan kudapun sama sekali tak kedengaran.
Tan Kia-beng benar-benar dibuat keheranan pikirnya.
Apakah kereta itu sudah berhenti dalam gunung ini? Kalau tidak kenapa tidak terdengar sedikit suarapun?
Sewaktu dia menaiki gunung Thay-san tempo hari pada punggung gunung dia pernah menjumpai seorang kakek tua berjubah hitam yang berkerudung dengan seorang gadis berbaju putih sedang berkelebat menuju ke atas gunung dikarenakan pada waktu itu dia sudah menganggap dia adalah Hu Hong sendiri karenanya tak terlalu mengambil perhatian.
Tetai setelah kejadian itu dia teringat kembali kalau pertemuannya dengan Hu Hong selama dua tiga kali sama sekali tak pernah melihat dia oran gmemakai kain kerudung, menanti sesudah dia teringat akan urusan ini dan hendak ditanyakan kepada dia saat itulah Hu Hong sudah pergi dari sana.
Secara tak sengaja ini hari dia bertemu kembali dengan kakek tua berjubah hitam yang berkerudung itu membuat hatinya benar-benar tertarik dia ingin memecahkan teka teki yang penuh diliputi oleh tanda tanya ini.
Gunung tersebut merupakan sebuah gunung yang amat tandus sekali seluruh bukit serta tanah tebing merupakan tanah kuning yang amat kering
Dengan mengkuti jalan kecil yang ada di atas gunung itu dengan cepat dia terus mengejar ke atas
Semakin lama jalan gunung itu semakin sempit dan akhirnya berubah menjadi sebuah jalan kecil usus kambing yang cukup dilalui oleh seorang saja, jangan dikata kereta, sekalipu kuda tunggangan biasapun tak mudah untuk melewati tempat itu.
Cuaca semakin lama semakin menggelap sedangkan jejak dari kereta maut itu lenyap tak berbekas.
Dia yang mempunyai sifat pantang mundur segera berpikir dalam hati.
“Hmmm, aku tak percaya dia bisa terbang ke atas langit”
Dengan cepat dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh dengan menempuh jalan gunung terus naik ke atas tak selang lama sampailah dia di dalam sebuah hutan pohon song yang amat gelap.
Hutan pohon Song ini tidak terlalu lebat tetapi amat luas sekali sekalipun Tan Kia-beng sudah mengadakan pemeriksaan dengan amat teliti tetapi tak terlihat hal hal yang mencurigakan
Tan Kia-beng menjadi keheranan, baru saja dia hendak putar badannya meninggalkan tempat itu mendadak tampak bayangan putih berkelebat.
Sekali pandang saja dia sudah dapat melihat kalua orang itu bukan lain adalah sesosok bayangan yang amat ramping sekali.
Pikirannya dengan cepat berputar, dengan cepat ilmu meringankan tubuhnya disalurkan keluar sepasang kakinya bergerak hanya di dalam sekejap saja bagaikan kilat cepatnya dia sudah meluncur mengejar ke arah bayangan putih itu.
Inilah yang dinamakan Poh Poh Cing Im yang merupakan ilmu meringankan tubuh yang amat lihay dari perguruan Teh-leng-bun
Walaupun tubuhnya meluncur dengan amat cepatnya ke depan tetapi tubuhnya sama sekali tidak membawa desiran angin yang amat membisingkan telinga
Sekalipun gerakannya ini amat cepat dan tanpa menimbulkan suara yang berisikpun tetapi sewaktu dia tiba di tempat mana berkelebatnya bayangan putih tadi, jangan dikata bayangan putih itu sekalipun bekasnyapun tidak kelihatan, hatinya menjadi semakin heran diamdiam makinya;
Malam ini aku benar-benar sudah bertemu dengan Setan.
Dia memeriksa kembali keadaan di sekeliling tempat itu dengan amat teliti, tetapi tak tampak gejala yang mencurigakan.
Sekonyong konyong....
Suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma bergema datang dari arah sebelah kanan, di dalam keadaan terperanjat sepasang tangannya dengan cepat dipentangkan tubuhnya dengan amat cepatnya melayang udara setinggi lima enam kaki, ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan ranting kemudian dengan amat cepatnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur dia berkelebat menuju ke arah mana berasalnya suara jeritan tadi.
Ketika tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tanah terlihatlah empat sosok mayat toosu menggeletak di atas tanah dalam keadaan yang amat menyeramkan sekali.
Dengan perlahan tangannya merabah tubuh mayat tersebut terasalah hawa panas masih meliputi badannya dia segera tahu oran gorang itu belum mati lama, dengan meminjam sinar rembulan yang menerangi sinarnya kepermukaan tanah, dia mengadakan pemeriksaan yang amat teliti pada mayat mayat tersebut.
Terlihatlah pada setiap alis mayat tersebut tergoreslah sebuah belang sebesar jari telunjuk yang berwarna merah darah memanjang sampai pada pipinya.
Melihat hal itu dia menjerit kaget.
“Haa? pukulan api beracun inilah tunggal dari Tah Ling Kauw kami....”
Dengan cepatnya dia teringat kembali dengan si kakek tua berjubah hitam itu, karena menurut dugaannya orang yang ada di dalam Bulim pada saat ini cuma dia seorang saja yang bisa menggunakan ilmu silat dari pihak Teh Ling Bun, tak terasa lagi hawa amarah bergolak di dalam hatinya dengan perasaan amat gusar, makinya, “Iblis bajingan! sungguh kejam kau ada satu hari jika bertemu kembali dengan kau aku pasti akan mewakili suhu untuk membasmi dirimu dari muka bumi ini.”
Dengan penuh kegusaran dia bertindak keluar dari hutan mendadak terdengar suara tersampokannya ujung baju bertiup angin yang bergema dari tempat kejauhan semakin lama semakin mendekat disusul suara langkah manusia yang amat ribut sekali.
Sreet.... sreet....! tampak dua sosok bayangan hitam dengan amat cepatnya berkelebat lewat. gerakan tubuh mereka amat cepat sekali hanya di dalam sekejap saja sudah berada sejauh sepuluh kaki lebih.
Tetapi cukup di dalam sekali kelebatan itulah Tan Kia-beng bisa melihat kalau kedua sosok bayangan manusia itu tidak lain adalah seorang hweesio dengan seorang toosu
Pada saat yang bersamaan pula tampaklah lima sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya menyusul dari belakang gerakan mereka bagaikan anak panah terlepas dari busur dengan amat cepatnya sudah berkelebat ke depan mengejar dua sosok bayangan sebelumnya.
Melihat hal itu diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terperanjat pikirnya, “Apa mungkin malam ini sudah diadakan pertemuan puncak juga di atas gunung yang amat tandus ini? kalau tidak bagaimana sebegitu banyak jago yang pada bermunculan disini.”
Tidak usah dipikir lagi para jago berkepandaian tinggi itu sudah tentu sedang mengejar jejak dari kereta itu dengan adanya kejadian ini dia semakin kepingin mengadakan penyelidikan sehingga urusan menjadi jelas kembali.
Sedang dia termenung berpikir keras mendadak terasalah segulung angin yang amat perlahan sekali berkelebat dari belakang tubuhnya bersamaan dengan sambaran angin terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin sekali serasa menusuk tulang dengan amat dahsyatnya menekan seluruh tubuhnya.
Saat ini Tan Kia-beng sedang merasa amat gusar sekali, merasa adanya serangan dengan amat keras dia membentak. sepasang tangannya berkelebat dengan menggunakan hawa
pukulan Siam Im Kong Sah Im Lang bagaikan kilat cepatnya dia menyambut dengan serangan angin pukulan berhawa dingin itu.
"Braaak!” Di tengah suara ledakan yang amat keras daun dan ranting pada berguguran, pasi, batu kerikil melayang memenuhi angkasa hampir boleh dikata pepohonan yang tumbuh di dalam lingkungan satu kaki di sekeliling tempat itu pada tumbang sehingga menimbulkan suara gemuruh yang memekikkan telinga.
Di tengah suara ledakan keras itulah terdengar suara jeritan kaget yang amat keras. “Iiiihh?....”
Sesosok bayangan putih secara mendadak meloncat keluar dari antara pepohonan kemudian dengan amat cepatnya melayang ke depan, dalam sekejap saja dia sudah menyusup ke dalam hutan.
"Berhenti" bentak Tan Kia-beng dengan amat keras.
Satu telapaknya dilintangkan di depan dada sedang yang lain diluruskan ke depan, tubuhnya dengan amat cepatnya ikut menerobos ke dalam hutan tersebut
Terasa angin dingin bertiup dengan amat kencangnya membuat suasana amat menyeramkan, di dalam hutan ini tak tampak sesosok bayangan manusiapun, suasana sunyi senyap.
Urusan yang demikian anehnya terjadi berulang kali dihadapan matanya terang tangan melihat adanya bayangan yang berkelebat tetapi sewaktu dikejar tak tampak sesosok manusiapun, jika berganti dengan orang lain mungkin sejak tadi sudah mengundurkan dirinya. tetapi Tan Kia-beng adalah seorang yang keras kepala, dia sudah ambil putusan untuk menyelidiki urusan ini sampai jelas.
Demikianlah dengan menyalurkan tenaga dalamnya pada telapak tangan dengan perlahan dia mulai mengadakan permeriksaan dengan amat telitinya, dia mulai melakukan pemeriksaan pada hutan yang tak tampak sedikit sinarpun.
Sekeluarnya dari hutan yang lebat itu sampailah dia de sebuah bukit kecil
Dibawah bukit itu terlihatlah sebuah tanah lapangan rumput yang amat lebab agaknya sebuah tanah rawa rawa yang penuh ditumbuhi dengan alang alang yang amat lebat.
Tumbuhan alang alang memenuhi seluruh tanah, membuat bayangan hitam menutupi seluruh angkasa, jelas sekali tempat itu merupakan tempat yang berbahaya.
Tiba-tiba....
Bayangan putih itu muncul kembali dari antara tumbuhan alang alang bersamaan dengan munculnya bayangan putih itulah dari bukit seberang terdengar beberapa kali suara teriakan kesakitan yang menyayatkan hati.
Di tengah gunung yang sunyi bayangan iblis berkelebat tak hentinya membuat orang merasakan hatinya bergidik, bulu roma serasa pada berdiri.
Tan Kia-beng dibuat sedikit tertegun, kemudian sambil menggigit kencang bibirnya dia berpikir.
Suara jeritan ngeri yang terdengar barusan ini sudah tentu berasal dari beberapa sosok bayangan manusia yang baru saja berkelebat kini bahaya sudah ada di depan mata kenapa aku tidak pergi memberi pertolongan?
Dengan amat cepatnya dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay Poh Poj Cing Im dengan cepatnya menerjang ke bukit seberang, ujung kakinya sedikit menutul
permukaan tanah, tubuhnya dengan cepat sudah berkelebat sejauh puluhan kaki hanya di dalam beberapa kali loncatan saja dia sudah berada di dalam tumbuhan alang alang yang amat lebat.
Tiba-tiba dari dalam rawa yang amat lembab itu berkelebat keluar suara dengungan yang amat keras sekali, tampaklah segerombolan binatang binatang kecil dengan amat cepatnya menyerbu keseluruh tubuh dengan amat ganas
Di dalam sekejap mata tangannya sudah ada beberapa tempat yang tergigit oleh binatang kecil itu sehingga menimbulkan bintik bintik kecil yang berwarna merah dan amat gatal sekali.
Dia menjadi amat gusar, sepasang telapak tangannya berturut turut melancarkan dua buah serangan dahsyat ke depan. segera terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin sekali bagaikan pecahnya ombak menggulung ke arah depan membuat binatang binatang kecil itu terpukul buyar kesamping.
Saat itulah dia baru bisa melihat jelas binatang binatang kecil yang baru saja menyerbu badannya bukan lain adalah nyamuk nyamuk beracun yang amat berbahaya
Sambil melancarkan serangan menghalau pergi nyamuk nyamuk beracun yang mengerubuti badannya semakin banyak lagi, kurang lebih beribu ribu ekor nyamuk bersama-sama menerjang badannya hampir hampir membuat dirinya saking tidak tahannya terjatuh ke dalam sarang nyamuk tersebut
Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat dia merasakan hatinya sedikit bergidik serangannya semakin lama dilancarkan semakin cepat hanya di dalam sekejap saja kurang lebih dia
sudah berhasil membinasakan nyamuk nyamuk itu ratusan ekor banyaknya.
Saat ini bukan saja dia sudah berada di sebuah jalan buntuk bahkan suasana amat gelap sekali sehingga sukar untuk melihat lima jarinya sendiri, hatinya menjadi semakin cemas lagi, pikirnya, “Heeey sekalipun malam ini aku tak berhasil dibinasakan oleh nyamuk-nyamuk terkutuk ini, mungkin aku bisa modar saking lelahnya.”
Dia baru saja menerjunkan diri ke dalam dunia kangouw membuat semua urusan yang ada di dalam Bulim itu belum dia ketahui sama sekali rawa rawa yang terletak dekat dengan telaga Thay Auw ini bukan lain adalah Telaga nyamuk yang sangat terkenal sekali bila mana orang yang tidak tahu diri dan menerjang masuk kesana maka dia boleh dikata sukar untuk meloloskan diri kembali dari kematian.
Tan Kia-beng yang harus mengasih nyamuk sambil mengerahkan tenaga jalannya melancarkan perjalanan, beberapa kali hampir hampir terjatuh ke dalam telaga maut itu, dalam hati semakin lama ia merasa semakin cemas.
Mendadak dalam pikirnya berkelebat satu ingatan pikirnya, “Kenapa aku tidak menggunakan sepasang mata dari ular raksasa itu segera terasalah segulung sinar merah yang amat dingin dan menyilaukan mata menerangi sekitar tempat itu seluas dua kaki lebih bahkan disertai juga suatu hawa dingin yang membuat seluruh tubuh menjadi gemetar, saking tak tertahan akhirnya Tan Kia-beng bersin beberapa kali.”
Peristiwa aneh segera terjadi, begitu mutiara tersebut dikeluarkan nyamuk nyamuk beracun itu pada tersapu pergi dengan amat cepatnya tanah dihadapannya kini menjadi terang kembali membuat Tan Kia-beng menjadi kegirangan,
teriaknya, “Haa.... haah.... kiranya kalian takut dengan hawa dingin.”
Dengan cepat tubuhnya berkelebat ke depan tidak selang lama kemudian dia sudah berhasil mencapai pada tepi rawa rawa tersebut.
Dengan cepat dia menyimpan kembali mutiara ularnya dan bergerak maju kembali ke depan.
Tampaklah olehnya kurang lebih seluas ratusan hektar di depannya penuh ditumbuhi dengan pohon bambu yang amat rapat, dengan mengambil arah dimana berasalnya suara jeritan ngeri tadi Tan Kia-beng berkelebat terus ke depan.
Sekonyong konyong dari belakang badannya terdengar suara teriakan keras bagaikan guntur yang membelah bumi.
Ouww untung.... untung sekali, sungguh lihay, kurang sedikit saja nyawaku si hweesio ikut melayang
Sreet.... seret! tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat keluar dari antara rawa rawa.
Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat telapak tangannya dengan cepat dilintangkan di depan dada siap menghadapi segala kemungkinan
Tampaklah ketiga sosok bayangan manusia itu bukan lain adalah si pengemis tua si hweesio gemuk serta si toosu kurus yang disebut sebagai Hong Jen San Yu itu.
Ketika memperhatikan lebih teliti lagi hampir hampir dia dibuat tertawa tergelak saking geliya kiranya dengan laga mereka bertiga yang amat aneh dan lucu itu kini berjalan keluar dengan baju yang amat kotor dan terkoyak koyak pada kulit tubuh mereka penuh ditumbuhi bintik bintik merah
membengkak kelihatannya amat lucu dan menggelikan pastilah merekapun baru saja keluar dari telaga nyamuk itu
Mereka bertiga yang melihat Tan Kia-beng berdiri pun disana menjadi sangat kaget.
“Iii.... iblis cilik kaupun ada disini?” seru mereka hampir berbareng
Air muka Tan Kia-beng segera berubah amat hebat.
“Kalau berbicara harap sediki memperhatikan sopan santun,” serunya dengan mendongkol.
Si pengemis tua itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Apa kau kira aku si pengemis tua sudah salah memanggil?"
“Bilamana kalian tidak mau menghormati dirimu jangan salahkan aku orang she Tan akan mencari keonaran dengan kalian.”
Si hweesio gemuk yang terkenal dengan sifatnya yang kasar dan berangasan mendadak maju ke depan, bentaknya, “Bagus, biar aku jagal kau dulu kemudian baru mencari yang tua bangka.”
Telapak tangannya dengan cepat dibabat ke depan segera terasalah segulung angin pukulan yang amat kuat menggempur ke depan.
Tan Kia-beng segera mendengus dingin tenaga dalam yang sejak tadi sudah dipersiapkan pada tangannya dengan cepat dikirim ke depan.
Brak, blumm! dengan keras lawan keras dia menerima datangnya serangan tersebut.
Dengan benturan ini masing-masing pihak segera munduk dua langkah ke belakang tetapi dalam hati Tan Kia-beng
sudah punya perhitungan dia tahu tenaga pukulannya tak akan mencari keonaran dengan diri kalian.
Si hweesio gemuk yang mengangkat nama di dalam Bulim dengan mengandalkan kekuatan pukulan serta kehebatan dari hawa serangannya ketika melihat pemuda itu sama sekali tidak menemui cidera karena menerima serangan yangmenggunakan tenaga enam tujuh bagian itu tak terasa lagi sudah menjerit kaget.
“Aah....?”
Telapak tangannya menyambar kembali ke depan. Serangannya kali ini sudah menggunakan tenaga sebanyak delapan bagian.
Tan Kia-beng yang sedang terburu-buru lari masuk kehutan bambu untuk melihat keadaan yang sudah terjadi disana kini mendapatkan serangan dari si hweesio gemuk yang tolol itu dalam hati benar-benar merasa sangat mendongkol, sepasang telapak tangannya diputar kemudian digetarkan dan didorong ke depan dengan sejajar dada.
Segulung angin pukulan yang amat dingin laksana menderunya ombak di tengah samudra dengan amat dahsyatnya menghajar tubuh si hweesio gemuk itu sehingga tubuhnya tak tertahan munduk sempoyongan sebanyak enam tujuh langkah.
Sewaktu melewati telaga nyamuk tadi si hweesio gemuk itu sudah banyak mengorbankan tenaga murninya, kini mendapat pula satu serangan yang begitu dahsyat membuat darah di dalam rongga dadanya bergolak dengan amat keras, darah segar hampir hampir memancar keluar dari mulutnya.
Ketika si toosu dengkil itu melihat si hweesio gemuk menemui kerugian besar dengan amat gusarnya dia membentak keras.
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas sepasang telapak serta kakinya berturut turut melancarkan tujuh belas serangan dahsyat.
Si toosu yang terkenal di dalam Bulim karena ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurnya membuat serangan yang dilancarkan keluarnya amat cepat sekali laksana bertiupnya angin berlalu.
Tampaklah sesosok bayangan abu abu dengan amat cepatnya berputar kemudian melayang ke atas ke bawah membuat pandangan orang terasa menjadi kabur dibuatnya.
Tan Kia-beng tertawa dingin, kakinya tetap terpantek di atas tanah dengan amat kencangnya, tenang bagaikan sebua gunung tay san, sedangkan telapak tangannya berturut dikebaskan ke depan sehingga menyambarlah segulung angin dingin yang memaksa Toosu kurus itu terdesak mundur satu langkah ke belakang.
Si toosu dengkil menjadi gusar bercampur mendongkol. teriaknya berulang kali, “Aku tidak percaya cuma kau iblis cilik pun aku tidak bisa membereskan.”
Telapak tangannya dengan cepat melancarkan serangan kembali sebanyak duapuluh satu jurusan, kecepatannya luar biasa membuat angin pukulan menderu deru memenuhi seluruh angkasa.
Dia yang sudah melancarkan serangan dengan menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimiliki membuat kekuatan serangan tersebut bertambah hebat.
Tampak bayangan telapak berkelebat memenuhi sekeliling tempat itu, hawa Khie kang dengan cepatnya berputar keseluruh tempat seketika itu juga membuat seluruh tubuh Tan Kia-beng terbungkus di tengah bayangan telapaknya.
Pada saat itulah mendadak dari dalam hutan bambu itu berkumandang datang dua buah jeritan ngeri yang amat mengerikan di tengah malam yang buta ini suara tersebut sangat menusuk telinga dan membuat hati terasa bergidik.
Tan Kia-beng menjadi sangat terperanjat, mendadak dari kedudukan bertahan dia mengubah diri menjadi kedudukan menyerang, berturut turut dia melancarkan tujuh serangan mendesak si toosu dengkil itu mundur terus ke belakang.
Pada saat dia dibuat tertegun itulah mendadak tubuhnya meloncat keluar dari kalangan kemudian bagaikan anak panah cepatnya meluncur ke dalam hutan bambu itu.
Ilmu meringankan tubuh Poh Poh Cing Im merupakan ilmu yang paling sakti, hanya di dalam beberpa kali kelebatan saja dia sudah tiba di pinggir hutan bambu itu. kemudian tanpa pikir panjang lagi tubuhnya dengan cepat menerobos masuk ke dalam hutan tersebut.
Setelah melewati hutan bambu mendadak pandangannya menjadi terang, sampailah dia di suatu kebun bunga yang penuh ditumbuhi dengan berbagai macam bunga yang aneh aneh, gardu kecil, gunung gunungan sebuah jembatan kecil yang melintang di atas sungai yang mengalirkan air dengan sangat jernihnya, pandangannya di sana sini indah sekali.
Di tengah-tengah kebun itu beridirlah sebuah bangunan kecil mungil yang amat indah sekali sekeliling tempat itu penuh ditumbuhi pohon bambu agaknya tempat itu
merupakan tempat tinggal dari seorang cianpwee yang sudah mengasingkan diri.
Saat ini hatinya cuma ada satu tujuan yaitu menolong orang lain, dengan tidak berpikir panjang lagi dia menerjang masuk ke dalam kebun bunga itu dengan jalan meloncat tembok pagar.
Mendadak dia menemukan si hweesio serta si toosu yang ditemuinya sewaktu masih ada dibukit tadi kini sudah menggeletak di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi.
Dengan teliti dia melakukan pemeriksaan pada mereka berdua, kecuali baju serta sepasang kakinya yang amat kotor terkena lumpur seluruh muka dan kulit badannya sudah dipenuhi dengan noda noda merah yang mulai membengkak, pada bagian alis sampai pada pipinya pun terdapat sebuah goretan bekas yang berwarna merah darah.
Dengan keaddaan seperti ini satu kali pandang saja dia sudah tahu mereka tentunya baru saja melewati telaga nyamuk itu dan menerjang masuk ke dalam hutan bambu ini.
Siapa tahu tanpa mereka sadari sudah terkena bokongan orang lain yang menggunakan ilmu pukulan api beracun yang amat dahsyat itu sehingga menemui ajalnya.
Melihat hal itu Tan Kia-beng menjadi sangat gusar sekali, tiba-tiba dia berseru kaget, “Haaa, kereta maut?”
Disebelah kiri dari halaman kecil itu sedikitpun tidak salah, berdirilah sebuah kereta kuda yang amat megah dan mewah sekali. pada dinding kiri kanan dari kereta itu tertancaplah dua kuntum bunga mawar yang berwarna merah. apa yang dilihatnya persis seperti apa yang dilihatnya dahulu.
Kalau keretanya ada disini sudah tentu majikanpun ada di dalam pula, dia tidak ada niat untuk mengadakan pemeriksaan lagi sepasang telapak tangannya dengan cepat disilangkan ke depan dada kemudian menerjang masuk ke dalam rumah yang kecil mungil itu.
Mendadak dia menjerit tertahan dengan amat keras, kiranya di dalam ruangan itupun sudah menggeletak tiga sosok mayat.
Dua sosok mayat dari toosu dan sesosok mayat dari seorang kakek tua berjubah kuning, keadaaan diri mayat itu sangat mirip sekali dengan keadaan dari mayat sehweesio serta toosu yang menggeletak di depan rumah.
Walaupun dia tidak kenal dengan mereka tetapi menurut dugaannya, mereka mereka ini tidak lebih pasti orang dari tujuh partai besar.
Saat ini si pengemis hweesio gemuk serta Toosu dengkil sudah pada datang semua.
“Aduh mak!” teriak hweesio gemuk itu, “begitu masuk ke dalam rumah iblis itu sungguh amat kejam. ayoh cepat kita cari, lalu suruh dia menggelinding keluar dari sini.”
Sreet, sreet! tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya menerjang masuk ke dalam ruangan itu, tapi ketika melihat mayat mayat yang menggeletak di atas tanah mereka menjadi tertegun.
Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke arah mereka bertiga lalu tanpa berbicara sepatah katapun melanjutkan kembali pemeriksaannya.
Dia merasa walaupun bangungan rumah ini amat kecil tetapi barang-barang yang diatur di dalam ruangan tersebut
amat mewah dan teratur sekali, tidak salah lagi mereka tentu dari keluarga kaya.
Tulisan tulisan, lukisan lukisan serta barang-barang kuna yang diatur disana tidak sebuah pun yang bukan barang berharga, pada dua deret disamping ruangan itu terdapatlah rak rak buku yang besar dan kecil, didalamnya tersusun beratus ratus judul kitab kenamaan, sedang di dalam kamar baca yang ada di pinggirnya tergantunglah sebuah lukisan wanita cantik yang tingginya kurang lebih dua depa.
Lukisan itu amat hidup sekali membuat orang yang memandang terasa sangat tertarik wajah dari lukisan perempuan cantik itu rada mirip mirip dengan wajah dari gadis berbaju putih cuma saja usianya sudah lanjut sehingga jelas membuktikan kalau lukisan itu bukanlah lukisan dari wajah gadis berbaju putih itu.
Tan Kia-beng dengan perlahan berjalan masuk keruangan dalam. dibelakang kamar buku terletaklah sebuah halaman kecil cuma saat ini tidak tampak sesosok bayangan manusiapun.
Dengan meminjam sinar dari rembulan dia mengadakan pemeriksaan kembali ke sekeliling tempat itu, tidak jauh dari sana kembali terlihat sebuah kamar kecil yang agaknya kamar dari seorang perempuan tapi saat ini dalam keadaan kosong pula karena tidak memperoleh hasil apa apa terpaksa dia balik kembali keruangan depan.
Saat itu si pengemis sekalian sedang menanti dirinya diluar ruangan ketika melihat Tan Kia-beng berjalan keluar dengan sinar mata yang penuh keheranan mereka memendang tajam ke arahnya.
Tan Kia-beng tidak ambil gubris, dia melanjutkan langkahnya terus sambil terus tundukkan kepalanya dalam hati pikirnya, “Karena maut ilmu pukulan api beracun serta lukisan dari perempuan cantik muncul di semua tempat, ini jelas disinilah tempat tinggal dari kakek tua berjubah hitam itu, tapi kenapa tidak tampak orangnya?”
Mendadak di dalam benaknya berkelebat satu ingatan.
“Oooh benar pasti begitu,” mendadak dia berteriak keras, “Tentu Si iblis tua itu merasa banyaknya orang yang mengejar dirinya lalu memancing mereka kesini dan turun tangan membasmi mereka. Hmm, sungguh kejam perbuatannya.”
Suara bentakannyayang amat keras ini seketika itu juga membuat ketiga orang yang ada di dalam ruangan itu menjadi amat terperanjat.
Si pengemis tua dengan sinar mata penuh kecurigaan memandang ke arah Tan Kia-beng, mendadak ujarnya.
“Hey bocah cilik sebetulnya kau muridnya iblis tua itu atau bukan?”
“Omong kosong, bukankah sejak tadi aku sudah jelaskan? suhuku adalah Ban Li Im Yen Lok Tong.”
“Waah, kali ini benar-benar membuat aku si pengemis menjadi bingung teriak si pengemis sambil garuk garuk kepalanya Lalu kenapa ilmu silatmu bisa persis dengan ilmu silatnya si iblis itu?”
“Ilmu silat yang ada di dalam dunia memangnya berasal dari satu sumber, apakah dia bisa lalu aku harus tidak bisa?”
“Bagus. sekarang kita tidak usah membicarakan persoalan ini, aku mau tanya kenapa kau datang kemari?”
“Karena di tengah jalan aku sudah menemukan kereta maut maka sengaja aku datang kemari untuk mengadakan penyelidikan.”
"Tidak salah".
“Aduh kalau begitu kita terkena tipunya, teriak si pengemis itu mendadak. Coba kalian pikir, telaga nyamuk itu merupakan sebuah rawa yang penuh dengan lumpur bagaimana kereta berkuda itu bisa meloncati kemari?”
“Lalu kereta yang ada di halaman itu bagaimana bisa sampai disini?” Tang Yan Kia-beng kebingungan.
Si pengemis tua itu tidak memberikan jawaban, sambil menuding ke arah hweesio gemuk itu dia memperkenalkan kepadanya.
“Saudara ini adalah Mang Touw Tou atau si hweesio berangasan, sedang yang ini Cung toosu atau si toosu dengkil sedang aku sendiri karena sifatnya yang aneh dan kukoay orang-orang Bulim menyebut diriku sebagai Hong Jen Sam Yu, Lok Tong itu suhumu merupakan kawan karibku, kini kau adalah muridnya berarti juga kitapun bukan orang luar lagi.”
Tan Kia-beng segera maju memberi hormat kepada mereka, lalu sambil menuding toosu yang sudah menggeletak menjadi mayat itu tanyanya.
“Loocianpwee apakah kenal dengan orang yang sudah binasa ini?”
Si pengemis aneh segera menghela napas panjang.
“Hweesio yang ada di halaman luar itu bernama Pu Cing Thaysu itu ciangbunjin dari Ngo Thay Pay, sedang Toosu tersebut adalah salah satu dari Go-bie Ngo Cu yang bernama Lay Yang Cu.”
Dia memandang pula ke arah dua orang toosu serta seorang kakek tua berjubah kuning yang ada di dalam halaman itu, lalu sambungnya, “Mereka bertiga adalah jago-jago berkepandaian tinggi dari tujuh partai besar, heey tidak disangka sudah mati di sini semua.”
“Heey nanti dulu!” tiba-tiba si hweesio berangasan memotong di tengah jalan. “Jika kau bilang bukan pekerjaan dari iblis tua itu lalu siapa yang melakukannya?”
“Heeeey, perkataan sepatah dua patah bisa menerangkan seluruh kejadian ini, biarlah kau bercerita perlahan-lahan nanti, tentu kau pun akan paham sendiri.”
Si pengemis aneh itu menarik napas panjang dahulu baru sambungnya.
“Tadi aku sudah memeriksa kereta maut itu di las di atas kereta sudah penuh dengan debu bahkan rodanyapun amat bersih hal ini memperlihatkan kalau barang itu sudah lama tidak digunakan, hal ini yang pertama. Yang kedua, menurut apa yang aku ketahui selama sepuluh tahunan iblis tua cuma munculkan diri setiap tahun satu kali pada musim semi yang ditempuh selamanya tidak pernah berubah, kenapa hanya ini tahun saja yang berubah? bahkan terjadi secara tiba-tiba bukankah hal ini amat mencurigakan sekali.”
“Apalagi sifat iblis tua itu amat congkak asalkan dia menemukan jejak musuh yang membuntuti dirinya dia pasti menghentikan kereta untuk mengajak bertempur, bagaimana kali ini dia sudah mengubah sifatnya dengan memancing orang lain memasuki perkampungan Cui-cu-sian ini?”
“Haruslah kalian ketahui perkampungan ini sama sekali tidak ada jebakan dan tempat tempat yang berbahaya, mana mungkin dia bisa membiarkan orang lain mengetahui tempat
ini sehingga mendatangkan kesulitan buat dirinya sendiri? aku kira iblis tua itu tentu sudah mengosongkan rumah ini dikarenakan sesuatu urusan yang amat gawat.”
“Jadi menurut perkataanmu ada orang ini yang sengaja memfitnah dirinya?” Timbrung si toosu dengkil itu.
“Benar,” seru si pengemis aneh mengangguk. “Maksud aku pengemis, di dalam hal ini kemungkinan ada orang yang sengaja mencari gara gara dengan meminjam namanya.”
“Tidak mungkin begitu!” tiba-tiba potong Tan Kia-beng sambil berteriak keras. “Ilmu pukulan api beracun dari Teh-leng-bun tidak mungkin bisa palsu.”
“Teh-leng-bun?” Teriak si pengemis aneh hweesio berangasan serta si toosu dengkil dengan kagetnya.
Kiranya pada lima puluh tahun yang singkat, kemudian secara tiba-tiba lenyap tak berbekas sehingga siapapun tidak pernah menemukannya kembali, siapa sangka ini hari Tan Kia-beng sudah menyebutnya kembali, bagaimanapun mereka itu tidak menjadi terkejut?
Tan Kia-beng tahu dirinya sudah terlanjur bicara, cepat-cepat tambahnya.
“Urusan ini bila mana bukannya suhu yang memberitahukan kepadaku aku sendiripun tidak tahu.”
Si pengemis aneh bertiga semuanya merupakan jago-jago kawakan yang mempunyai pengalaman yang amat luas di dalam Bulim sekali pandang saja mereka segera merasa pemuda yang ada dihadapan mereka saat ini tentu mempunyai hubungan yang amat erat sekali dengan Teh-leng-bun karena mereka tahu sekalipun Ban Li Im Yen, Lok Tong merupakan seorang pendekar yang suka berkelana tetapi
pengalamannya tidak bisa memadahi Hong Jen Sam Yu, urusan yang Hong Jen Sam Yu tidak diketahui sudah tentu dia semakin tidak tahu
Tapi dia tidak mau memecahkan rahasia ini.
“Oooh begitu?” ujarnya tersenyum.
Tiba-tiba di dalam benak Tan Kia-beng berkelebat kembali suatu bayangan yang mencurigakan hatinya, ujarnya dengan cepat, “Lalu siapakah gadis berbaju putih yang membokong diriku sewaktu ada di dalam hutan? apa mungkin dia?....”
“Apa bayangan putih itu yang kau maksud?” sela si pengemis aneh itu. “Kami dipancing datang oleh dia.”
“Wajahnya apa mirip dengan lukisan yang ada di dalam kamar baca itu?”
Sepasang mata dari si toosu dengkil berputar tak henti hentinya, ujarnya, “Kami cuma melihat sesosok bayangan putih berkelebat dengan amat cepatnya di depan kita, bagaimana dengan wajahnya, aku kira cuma Thian saja yang tahu.”
“Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hong Jen Sam Yu sebagai jago nomor satu dalam Bulim saja tidak berhasil menyandak orang itu, sudah tentu orang lain semakin tidak mampu.”
Suasana menjadi hening untuk beberapa lamanya, tiba-tiba si pengemis aneh membuka mulut.
“Hey, bocah cilik, apakah baru baru ini kau pernah bertemu dengan suhumu?”
“Sejak dia pergi ke gurun pasir sampai kini tidak ada kabar beritanya lagi” jawab Tan Kia-beng sambil gelengkan kepalanya dengan sedih.
“Pernahkah dia membicarakan sesuatu urusan dengan dirimu?”
“Katanya dia harus pergi kesana untuk mengurusi suatu urusan yang mempunyai sangkut paut dengan penjagalan yang bakal terjadi di dalam Bulim”
“Apa?”
Mendadak si pengemis aneh itu loncat bangun dengan amat kagetnya, tapi sebentar kemudian sambil menghela napas panjang dia duduk kembali ke atas tanah.
“Kalau begitu keadaan dari Lok Loodjie sangat berbahaya, mungkin dia sudah ketimpa maut.”
Kali ini Tan Kia-beng yang dibuat terperanjat, dengan cepat dia mencekal tangan si pengemis aneh itu.
“Kau bicara apa?” serunya cemas.
“Heey. apakah kau balum tahu? jago nomor satu dari Bulim tempo hari si Chu Swee Tiang Cing Tan Cu Liong beserta Thiat Bok Tootiang dari Bu-tong-pay serta Seng Siauw Kiam Khek dari Cing Djan bersama-sama berangkat menuju ke gurun pasir. siapa tahu sejak itu mereka tidak ada kabar beritanya lagi, aku kira suhumu tentu sedang menyelidiki urusan ini, coba bayangkan tiga orang saja lenyap apalagi dia cuma seorang saja sudah tentu keadaannya sangat berbahaya.”
Tan Kia-beng segera melepaskan cekalan tangannya, dia berteriak keras.
“Sekarang juga boanpwee akan berangkat menuju ke gurun pasir. aku mau cari dia.”
“Jangan gegabah,” seru si pengemis aneh dengan wajah berubah amat hebat, “gurun pasir berada jauh ribuan li dari sini, kau mau pergi kemana mencari dirinya? apalagi suhumu
berani berangkat seorang diri kesana sudah tentu dia mempunyai pegangan yang kuat, bilamana kau pergi ke sana bukan saja tidak berguna bahkan kemungkinan sekali sudah mengganggu rencananya, lebih baik menunggu beberapa waktu lagi baru kita bicarakan kembali.”
Baru saja Tan Kia-beng hendak berkata kembali mendadak terdengar si toosu dengkil suah berteriak teriak.
"Iblis tua sudah pergi dari sini, buat apa kita berdiam diri saja disini?”
Pada saat itu si hweesio berangasanpun sudah berdiri sambil memegang perutya yang besar, diapun berteriak teriak hendak pergi dari sini.
Agaknya diantara Hong Jen Sam Yu kecuali si pengemis aneh kedua orang lainnya hampir hampir tidak menaruh rasa simpatik sedikitpun terhadap Tan Kia-beng.
Ketika si pengemis aneh melihat mereka semua ribut mau pergi dari sana terpaksa diapun ikut bangkit berdiri, pesannya kembali kepada Tan Kia-beng.
“Masa pembunuhan secara besar besaran sudah mulai timbul di dalam Bulim harap kau sedikit berhati-hati salah sedikit saja kau akan menyesal seumur hidupmu dengan kepandaian silat yang Siauwhiap miliki sekarang sebetulnya tidak sukar untuk mencari nama di dalam Bulim tetapi sampai itu waktu kau harus ingat benar-benar terhadap semua nasehat dari suhumu dan seluruh peraturan dari perguruan, ingat.... jangan sampai melupakan hal ini.”
Tan Kia-beng yang dinasehati segera mendengarkannya.
Selama hidupnya si pengemis aneh itu selain berlagak masa bodoh dan jadi orang suka guyon, tetapi ini hari ternyata
sudah berubah begitu seriusnya membuat si toosu dengkil yang nampak akan hal ini tak akan tertahan lagi tertawa terbahak-bahak.
“Hey sungguh aneh sekali, bagaimana malam ini kau bisa bicara begitu banyak? ayoh jalan.
Sambil berbicara dia berlari terus ke depan menanti setelah pengemis aneh mulai menggerakkan tubuhnya dia sudah berada dua puluh kaki jauhnya, si pengemis dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuh untuk menyusul.
Hanya di dalam sekejap saja mereka sudah lenyap dari pandangan.
Tan Kia-beng yang sejak ditinggal pergi oleh suhunya Ban Li Im Yen, Lok Tong tak ada satu haripun tidak rindu kepada suhunya kini mendengar perkataan dari si pengemis aneh itu diam-diam hatinya mulai merasa kuatir terhadap nasib suhunya. sebenarnya dia pingin sekali pergi menyusul suhunya tetapi perkataan dari si pengemis aneh itu sedikitpun tidak salah, gurun pasir amat luas sekali dia mau menuju kemana untuk menemukan suhunya.
---0-dewi-0---
JILID: 7
Teringat kembali olehnya peristiwa yang sudah sering terjadi dalam dunia kangouw baru baru ini sekalipun pengalaman dibidang Bulim masih rendah tapi dia merasa urusan sudah berubah menjadi amat tegang, pikirnya, “Kini aku sudah memperoleh kitab pusaka Teh Leng Ciu Keng serta pedang Giok Hun Kiam. Han Tan Loojienpun memerintahkannya aku untuk mencabut sebagai Teh Leng
Kaucu seharusnya di dalam waktu semacam inilah aku berbuat beberapa pekerjaan yang menguntungkan dunia kangouw kemudian merebut gelar jago nomor wahid sewaktu diadakannya pertemuan puncak para jago di atas gunung Huang san dikemudian hari, bukankah hal itu merupakan suatu kesempatan yang bagus untuk mendirikan kembali perkumpulan Teh Ling Kau?”
Berpikir sampai disini tak terasa lagi semangatnya berkobar kobar, rasa lelah karena menempuh perjalanan semalaman segera tersapu bersih dari badannya dengan meminjam sinar rembulan yang remang remang dia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari ke arah depan.
Demikianlah dengan berlari pesat dia melanjutkan perjalanannya kurang lebih selama satu jam, akhirnya sampailah dia disebuah lembah yang amat dalam sekali, disamping lembah itu terdapatlah sebuah jalan raya yang amat lebar.
Baru saja tubuhnya hendak meloncat turun, tiba-tiba....
Sreet! sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya meloncat keluar dari balik sebuah batu besar kemudian membentak dengan suara yang amat keras;
“Hey bocah cilik, kau sudah melihat Cian jia ku tidak?”
Tan Kia-beng menjadi terperanjat, terburu-buru dia mundur dua langkah ke belakang.
Tampaklah si kakek tua berjubah hitam Hu Hong dengan dinginnya sudah berdiri dihadapannya dia menjadi melengak tetapi sebentar kemudian sudah sadar kembali, bukankah Cian jie yang sedang dicari adalah gadis berbaju putih itu?
“Ooh, kau cari budak liar yang sama sekali tidak berpendidikan itu?” tanyanya dengan suara amat gusar. “Kemarin malam tanpa sebab dia sudah membokong diriku lalu memancing aku melewati telaga nyamuk sehingga hampir hampir nyawaku melayang sekarang aku sedang mencari dia untuk bikin perhitungan.”
“Apa?.... telaga nyamuk?"”
Dengan mantap Tan Kia-beng menganggukkan kepalanya, baru saja dia hendak memaki atas kekejamannya kemarin malam mendadak tampak olehnya kakek tua berjubah hitam itu bagaikan segulung asap hitam dengan amat cepatnya berlari menuju ke arah gunung, dari air mukanya jelas sekali tampak sikapnya amat cemas dan kuatir sekali.
Tan Kia-beng menjadi keheran heranan tapi dia tidak melakukan pengejaran.
Dengan mengambil jalan raya semula ia melanjutkan perjalanan ke depan dan akhirnya sampailah disebuah dusun kecil.
Saat ini dia benar-benar merasakan perutnya amat lapar dan cepat-cepat diisi, setelah masuk ke dalam dusun dengan cepat mencari sebuah rumah makan dan mencari tempat yang sunyi untuk minta beberapa macam makanan lantas berdahar dengan perlahan.
Tiba-tiba.... suara berderingnya bel yang amat nyaring bergema datang, tampak seekor kuda dengan amat cepatnya menerjang datang dan tepat berhenti di depan pintu rumah makan
Seorang lelaki berdandan silat dengan terburu-buru meloncat turun dari kudanya kemudian masuk ke dalam rumah makan itu dengan langkah lebar.
Tan Kia-beng segera mengenal kembali orang itu yang bukan lain adalah Chiet Ciat Hong Wie Pian, Ting-hong dari partai Tiam-cong-pay.
Tan Kia-beng tidak mau mencari gara gara, cepat-cepat dia melengos ke samping tetapi sudah terlihat olehnya.
Tidak malu orang itu disebut sebagai seorang lelaki sejati, dari tempat kejauhan dia segera merangkap tangannya memberi hormat.
Selamat bertemu, selamat bertemu kiranya Tan heng pun ada disini. Terpaksa Tan Kia-beng mempersilahkan dia duduk satu meja dengan dirinya, orang itu teryata tanpa sungkan sungkan lagi sudah duduk di hadapannya. terdengar dia bertanya kembali
“Sejak kapan Tan heng kembali ke daerah selatan lagi? perbuatanmu waktu itu sungguh membuat siauwte merasa sangat kagum.”
“Aaah sedikit urusan buat apa dibicarakan kembali?” seru Tan Kia-beng merendah.
Ting-hong tanpa sungkan sungkan sudah meneguk habis tiga cawan arak dan menghabiskan satu mangkok mie ujarnya sambil dahar.
“Kepandaian dari Tan heng sungguh hebat sekali entah pada tahun besok kau punya maksud untuk merebut gelar jagoan nomor satu tidak?”
“Aaah, Ting heng sudah berguyon siauwte mana punya kepandaian sebegitu tinggi?”
“Sekalipun tidak ingin merebut gelar tersebut tetapi pertemuan besar yang sukar untuk ditemui kembali pada kemudian hari Ting heng seharusnya ikut hadir setidak
tidaknya menonton keramaian sehingga bisa menambah pengetahuan buat kita.”
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng segera merasa tertarik.
“Berita dari Ting heng amat cepat pengetahuan amat luas tahukah kau jagoan dari mana yang kelihatan paling punya harapan untuk memperoleh gelar jagoan nomor wahid.”
Mungkin dikarenakan rasa hormat yang diperlihatkan Tan Kia-beng kepadanya membuat teramat girang. Terdengar Ting-hong tertawa terbahak-bahak dengan gembiranya lantas menjawab;
“Jika membicarakan dalam soal ilmu silat tidak usah dipikir siauwte terasa bukanlah tandingan dari Tan heng jika membicarakan soal berita berita siauwte mungkin punya sedikit kelebihan.”
Dia menarik napas panjang lalu baru sambungnya, “Sebetulnya ilmu silat dari setiap partai yang ada di dalam Bulim siauwte rasa seimbang semua, cuma sekarang Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay serta Lo Hu Cu dari salah satu Go-bie Ngo Cu merupakan yang tertinggi ilmu silatnya tetapi sejak munculnya pemilik kereta maut itu urusan menjadi agak sukar. Pada beberapa hari yang lalu ciangbunjin dari tujuh partai besar sudah menantang pemilik kereta maut untuk bertanding ilmu silat di atas gunung Thay-san, ternyata iblis tua itu hendak dengan seorang melawan tujuh orang sekaligus hooo. kalau bukannya pada saat yang kritis datang seorang iblis cilik keadaan entah sudah terjadi bagaimana? katanya ilmu silat dari iblis itu tidak ada dibawah kepandaian iblis tua bahkan memiliki juga pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang amat berharga.”
“Menurut berita yang tersiar katanya keadaan dari iblis cilik itu hampir sama dengan Tan heng orang itu pernah menyerbu ke atas gunung Heng-san dan menghancurkan pintu loteng kuil Sam yuan Koan, melumurkan papan nama dari Heng-san-pay bahkan melukai dua puluh orang anak murid Heng-san-pay keadaannya jauh lebih ganas daripada iblis tua itu.”
Semakin bercerita Ting-hong semakin bersemangat, dia meneguk habis tiga cawan teh lagi lalu sambungnya kembali;
Karena munculnya iblis cilik ini seketika itu juga membuat para jago menjadi marah dan siap-siap menyerang mereka berdua dengan cara mengerubuti pada saat itulah tiba-tiba Liok Lim Sin Ci, Sam Koan Sin Nie muncul disana sehingga suatu badai hujan yang akan terjadi dapat dicegah kembali, waktu itu karena siauwte punya urusan harus menuju ke daerah Chuan Cin tak ada kesempatan untuk hadir sendiri berita yang aku dengar ini Siauwte dapatkan dari beberapa orang kawanku
Tan Kia-beng yang mendengar semua orang kangouw memanggil dia sebagai iblis cilik keningnya dikerutkan rapat rapat diam-diam pikirnya, “Jika didengar dari pembicaraannya perebutan jago nomor wahid ini cuma ada aku serta si kakek tua berjubah hitam itu saja yang paling menonjol.jika dia pun merupakan anggota dari Teh-leng-bun aku harus berbuat bagaimana?”
Tetapi pikirannya segera berubah kembali, teringat kalau dunia ini amat besar, diluar langit ada langit, diluar manusia masih ada manusia lagi keadaan tidak mungkin bisa begitu sederhananya masih ada juga Liok Lom Sin Ci serta Sam Koang Sin nie itu manusia macam apa? Agaknya orang-orang Bulim pada menaruh hormat kepadanya, dirinya tidak mungkin berbuat terlalu gegabah.
Dia segera tersenyum ujarnya, “Kepandaian silat Liok Lim Sin Ci serta Sam Koang Sinnie itu tentunya amat tinggi sekali?”
“Haa haa, Tan heng pura pura tidak tahu atau memang benar-benar tidak tahu?” seru Ting-hong sambil tertawa tergelak. orang-orang dalam Bulim sekarang ini ada siapa yang tidak kenal dengan kedua orang manusia aneh itu? Jangan dikata ilmu khie kang Sian Thian Sian Bun Kang Khie serta Hu Bun Bun Siang Sin Kang mereka sudah berhasil dilatih hingga mencapai kesempurnaan. Cukup membicarakan soal umur saja, heheeeheee.... mungkin menjadi cucu buyutnya pun tak sepadan.
Tan Kia-beng cuma memperlihatkan senyuman tawarnya, dia sama sekali tak memberikan komentar apa apa
“Aaah.... waktu sudah tidak pagi siauwte harus berangkat ke gunung Sang san untuk mengirim surat" ujar Ting-hong mendadak sambil bangkit berdiri. "Aku harus memberi kabar kepada Ci Si Thaysu serta suhuku Pendekar Satu Jari untuk berkumpul dikuil Kun-yan-koan di atas gunung Go-bie guna merundingkan suatu urusan yang amat penting.”
“Urusan apa yang begitu pentingnya? Mari silahkan Ting heng duduk sebentar lagi” seru Tan Kia-beng cepat.
Sepasang mata dari Ting-hong dengan tajam menyapu sekejap keseluruh ruangan kemudian dengan suara yang amat lirih rendah, ujarnya, “Putri dari pemilik kereta maut itu sudah berhasil ditawan oleh Go-bie Su Cu dan kini dikurung di dalam kamar bawah tanah dari kuil Kun Yen Koan, maksud dari Lo Ha Cu dia ingin menggunakan perempuan itu sebagai umpan untuk memancing datangnya pemilik kereta maut lalu dengan mengambil kesempatan ini melenyapkan dia dari muka bumi, tetapi pihak Go-bie takut kekuatannya tidak cukup makanya segera kirim orang untuk mengundang Ciangbunjin dari enam
partai lainnya untuk bersama-sama kumpul di atas gunung Go-bie sehingga demikian kemungkinan gagal jauh berkurang.”
Tan Kia-beng segera mengangguk pura pura merasa kagum, padahal setelah bayangan dari Ting-hong lenyap dalam hati segera mengambil perhitungan dengan teliti.
“Walaupun si kakek tua berjubah hitam itu jadi orang amat kejam, tetapi jika mereka harus turun tangan dengan menggunakan cara seperti itu, sebenarnya kurang jujur.”
Dia berhenti sebentar, suatu bayangan mendadak berkelebat di dalam benaknya.
“Sekalipun kakek tua berjubah hitam itu jahat tetapi diapun merupakan anggota dari Teh-leng-bun, jikalau aku berhasil menyelidiki kejelekan kejelekan serta kejahatan yang diperbua,t lain kali dengan menggunakan seruling perak peninggalan Han Tan Loojien, aku bisa membersihkan perguruan dari nama nama kotor, di dalam hal ini aku tidak seharusnya melihat orang lain mencelakai dirinya tanpa campur tanganku, aku harus ikut campur dalam urusan ini dan menolong dia keluar dari bahaya. Apalagi gadis berbaju putih itupun cuma seorang gadis yang baru saja menanjak dewasa dia punya dosa apa sehingga harus dikurung sehingga menderita?”
Kebanyakan manusia mempunyai sifat serakah dan mau hanya buat kepentingan sendiri, Tan Kia-beng bukan malaikat sudah tentu tak terkecuali, saat ini dia sebagai Kauwcu dari Teh-leng-bun mana mau membiarkan orang lain mencelakai orangnya sendiri tanpa ikut campur dari dirinya? Apa lagi dengan mata kepala sendiri dia belum pernah melihat si kakek tua berjubah hitam itu pernah melakukan kejahatan yang berlebih lebihan.
Akhirnya dalam hati dia mengambil keputusan untuk berangkat kekuil Kun-yan-koan di atas gunung Go-bie pada hari itu juga dia hendak menolong gadis berbaju putih itu keluar dari kurungan mereka lalu menyuruh dia memberitahukan urusan ini kepada si kakek tua berjubah hitam agar dia jangan sampai terpancing.
Dalam Bulim pada saat ini kecuali partai Siauw-lim-pay boleh dikata cuma ada partai Go-bie serta Kun-lun-pay saja yang memiliki jago-jago berkepandaian tinggi paling tinggi paling banyak, kini Tan Kia-beng secara gegabah hendak naik ke gunung Go-bie untuk menolong orang bukankah keadaanya seperti kambing yang menghantarkan diri kemulut harimau? Keadaannya sangat berbahaya sekali
Tetapi karena desakan perasaan hatinya serta pandangan dari segi Teh-leng-bun mau tidak mau dia harus melakukan hal ini.
Dia sama sekali tidak pernah menduga kalau sebutannya sebagai Si iblis cilik yang pernah mengobrak abrik Heng-san-pay serta menemui para jago di atas gunung Thaysan sudah tersebar luas dalam seluruh Bulim.
Seluruh jago dari kalangan Pek-to pada mencari dia untuk cepat-cepat membasmi dirinya dari muka bumi sedang dari jago-jago kalangan Hek-to banyak pula kaum iblis yang bermunculan dan terus menerus mengikuti jejaknya di dalam pandangan mereka sudah tentu tertarik pada pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang ada ditangannya.
Sampai saat ini dia belum pernah menemui urusan, semuanya dikarenakan perjalanannya yang tidak menentu, sebentar dari Utara menuju ke Selatan mendadak mengikuti jejak kereta maut balik kembali ke tempat semula membuat
jejaknya membingungkan selalu dengan demikian para jago yang mengikuti dirinyapun menjadi kalang kabut dibuatnya.
Kemunculannya secara terang terangan untuk melakukan perjalanan menuju ke daerah Chuan Cing segera mengejutkan semua orang, sewaktu di kota Wu Han dia pernah muncukan dirinya satu kali begitu berita tersebut tersebar maka keseluruh daerah sana sudah dipenuhi dengan para jago dari segala penjuru
---0-dewi-0---
Siapa tahu di kota Wu Han dia tidak menginap, pada malam itu juga dia melanjutkan perjalanan dengan menunggang perahu sehingga para jago yang pada berkumpul di sana pada menubruk tempat kosong.
Sekalipun begitu ada beberapa orang iblis juga yang berhasil membuntuti dirinya Tetapi sampai saat itu Tan Kia-beng masih tidak sadar sesampainya dikeresidengan Go-bie dia segera cari rumah penginapan untuk beristirahat guna mengumpulkan tenaga buat pekerjaan nanti malamnya.
---0-dewi-0---
Malam semakin kelam seluruh permukaan tanah diliputi oleh kegelapan....
Dibawah kaki gunung Go-bie yang amat tinggi melayang datang sesosok bayangan hitam yang bagaikan kilat cepatnya berkelebat menuju kekuil Kun-yan-koan di atas gunung Go-bie ilmu meringankan tubuhnya amat tinggi cuma dalam satu kali tutulan saja dia sudah mencapai tujuh, delapan kaki jauhnya hanya di dalam beberapa kali lompatan seratus kaki sudah dilalui tanpa terasa,
Baru saja bayangan pertama berkelebat lewat.... sreet sreet dari kaki gunung muncul kembali beberapa sosok bayangan hitam yang dengan amat lincahnya membuntuti bayangan hitam yang pertama.
Sreet.... sreet dari samping kiri dan kanan pun dengan amat cepatnya meluncur keluar berpuluh puluh sosok bayangan hitam di dalam sekejap saja mereka sudah lenyap di tengah kegelapan
Pada saat itulah bagaikan bayangan setan saja mendadak melayang turun sesosok bayangan hitam dari seorang kakek tua yang berkerudung, bagaikan seekor burung bangau sakti di dalam satu kali loncatan saja dia sudah berhasil mencapai ketinggian puluhan kaki kemudian bagaikan kilat cepatnya melompati sebuah selokan yang agak dalam sekejap mata dia pun lenyap di dalam kegelapan.
Bayangan hitam yang bekelebat dipaling depan itu bukan lain adalah Tan Kia-beng yang sengaja datang kekuil Kun-yan-koan untuk menolong gadis berbaju putih lolos dari kurungan orang-orang Go-bie Pay dengan amat ringan dan lincahnya dia melewati bukit bukit terjal dan berhasil tiba di depan kuil Kun-yan-koan tanpa menimbulkan sedikit suara yang berisik.
---0-dewi-0---
Kuil Kun-yan-koan ini didirikan dengan mengambil bentuk sesuai dengan keadaan bukitnya, kamar dan bilik banyak sekali tersebar diseluruh penjuru, ruangan tengah kuil berdiri dengan megahnya di tengah bangunan lain membuat sebuah tanah yang amat luas hampir dipenuhi dengan bangunan yang amat megah itu.
Tan Kia-beng yang sudah munculkan dirinya di depan kuil segera mengadakan pemeriksaan dengan amat telitinya di
sekeliling tempat itu lalu melayang naik melalui sebuah ruangan yang agak rendah dibelakang bangunan tersebut, dalam anggapannya ruangan bawah tanah atau ruangan rahasia tentu sebagian besar terletak pada kuil bagian belakang.
Siapa tahu ketika dia meloncat naik ke atas atap rumah, disekitar sana cuma kelihatan berderet deret kamar para toosu yang amat rapi sekali, cepat-cepat dia mengundurkan diri dari sana dan meloncat naik dari halaman lain.
Tempat ini merupakan sebuah kamar pertemuan yang amat tenang, dedaunan serta ranting pada berguguran diluar halaman bunga yang beraneka warna serta menyiarkan bau yang semerbak tumbuh memenuhi sekeliling ruangan tersebut.
Secara samar-samar dari ruangan tengah memancar keluar sinar lampu yang amat terang, dengan cepat dia berkelebat dan loncat naik ke atas sebuah pohon siong untuk melakukan pengintaian.
Di dalam ruangan itu sudah duduk banyak orang yang kini sedang bercakap-cakap selain Lo Hu Cu itu ciangbunjin dari partai Go-bie yang pernah bertemu muka dengan dia para jago lainnya dia sama sekali tidak kenal.
Terdengar seorang toosu tua yang berwajah kuning dengan jenggot bercabang tiga mengerutkan alis.
“Di dalam Bulim saat ini keadaan amat berbahaya,” ujarnya dengan suara yang serak. “Dalam keadaan yang tidak terlalu aman buat semua partai jika kita tetap menahan siluman perempuan itu disini cepat atau lambat hal ini merupakan bencna juga bagi kita, jikalah Ci Si Thaysu sekalian tidak
berani meninggalkan partainya lalu kita harus berbuat bagaimana untuk mengambil pencegahan?”
Tan Kia-beng yang secara diam-diam mencuri dengar percakapan mereka saat ini benar-benar merasa semangatnya berkobar kembali, pikirnya, “Ehm, sedikitpun tidak salah, perempuan berbaju putih itu memang benar ada disini”
“Perkataan dari sute sangat beralasan sekali,” terdengar Lo Hu Cu sudah menjawab sambil mengangguk. “Tetapi kau harus tahu semua bencara ditimbulkan oleh iblis tua itu jikalau kita berhasil menguasai diri iblis tua itu apa mungkin mereka tidak mau melakukannya? menurut pendapat Ie heng mereka pasti datang.”
“Sedangkan terhadap si iblis tua itu menurut Ie heng diapun pasti akan datang kemari, karena dia sudah memandang siluman perempuan itu seperti nyawanya sendiri bahkan jauh lebih penting dari segalanya.”
“Suheng, tahukah kau sebetulnya iblis tua itu berasal dari aliran mana?” timbrung salah seorang toosu yang hadir disana. “Siauwte sudah menyelidiki seluruh ilmu silat yang ada di dalam Bulim pada saat ini tetapi siauwte masih belum tahu juga kepandaian silatnya itu berasal dari golongan mana?”
Lo Hu Cu termenung sebentar lalu jawabnya sambil mengelus ngelus jenggotnya,
“Tentang persoalan ini Ie heng pernah minta penjelasan dari seorang loocianpwee katanya pada lima enam puluh tahun yang lalu di dalam Bulim pernah ada satu aliran yang bernama Teh Leng Kauw ilmu silat dari aliran tersebut amat aneh sekali tetapi dahsyat sukar untuk dilawan, kedudukannya pada saat itu amat tinggi sehingga semua orang sudah mengira jagoan nomor satu di dalam Bulim waktu itu tentu
akan direbut oleh partai tersebut, siapa tahu mendadak namanya lenyap dari Bulim dan sejak saat itu tidak pernah muncul kembali apakah benar ilmu silat dari iblis tua itu berasal dari aliran ini.... hey Ie heng sendiri juga kurang pasti.”
“Suheng,” seru seorang toosu dengan lucunya, “Jika pada pertemuan puncak para jago digunung Huang san tahun besok si iblis tua itupun ikut serta, apakah dia mempunyai harapan untuk memperoleh gelar tersebut?”
Air muka Lo Hu Cu segera berlintas suatu perasaan hati yang amat sedih, dia tertawa pahit.
“Soal itu sukar untuk dibicarakan."
Sekonyong konyong....
Sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam sambil memandang keluar ruangan bentaknya dengan suara yang amat nyaring;
“Too yu dari aliran mana yang sudah tiba kenapa tidak munculkan diri untuk bertemu dengan aku?"
Tan Kia-beng yang sedang mendengarkan pembicaraan mereka dengan penuh perhatian mendadak mendengar suara bentakan yang amat keras dia menjadi amat terperanjat, dikira kehadirannya sudah diketahui oleh pihak lawan.
Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat, seorang siucay berusia pertengahan sambil tertawa terbahak-bahak melayang masuk ke dalam ruangan lalu merangkap tangannya memberi hormat kepada Lo Hu Cu serta para hadirin lainnya.
Kipas emasnya dipentangkan lebar-lebar dan digoyang goyangkan dengan perlahan. mendadak dengan langkah lebar
dia berjalan kehadapan Lo Hu Cu dan membisikkan sesuatu kepada dirinya.
Air muka dari Lo Hu Cu segera berubah sangat hebat, dia mendengus dengan amat dinginnya.
“Hmm, ada urusan semacam ini?”
Tubuhnya dengan cepat bangkit berdiri dalam satu kali sambaran dia segera memadamkan lampu yang menerangi seluruh ruangan sehingga membuat suasana disana menjadi gelap sekali.
Sreeet, Sreeet.... bayangan manusia bagaikan kilat cepatnya berkelebat keluar dari ruangan tampak berpuluh puluh sosok bayangan dengan amat cepatnya memencarkan diri keempat penjuru
Di dalam sekejap mata seluruh bayangan manusia itu sudah lenyap ditelah kegelapan.
Karena terlalu tertarik oleh pembicaraan Lo Hu Cu hampir hampir membuat Tan Kia-beng mengulapkan tangannya yang pertama datang kekuil Koan Yan Koan ini, kini melihat pemimpin dari kuil Koan Yan Koan sudah pergi diapun tidak berani berada di sana terlalu lama lagi.
Mendadak sinar matanya terbentur dengan berkelebatnya dua sosok bayangan hitam serta putih yang dengan amat cepatnya berlari keluar dari bangunan rumah itu gerakannya amat ringan dan amat lincah sekali cuma gerak gerik sangat berhati2 agaknya mereka takut sampai diketahui oleh pihak musuh
Tan Kia-beng yang melihat bentuk tubuh bayangan tersebut amat mirip dengan si kakek tua berjubah hitam itu hatinya terasa bergerak ujung kakinya menutul permukaan tanah
kemudian dengan amat cepatnya dia meluncur ke depan membuntuti diri mereka dari belakang.
Tetapi sewaktu tubuhnya melewati tembok terlihatlah di sekelilingnya amat sunyi sesosok bayangan manusiapun tidak tampak.
Dia menjadi tertegun, jika ditinjau dari keadaan ini jelas ilmu meringankan tubuh mereka sudah mencapai pada taraf kesempurnaan pikirnya, “Apakah si kakek tua berjubah hitam itu sudah berhasil menolong dia terlepas dari kurungan?”
Sewaktu dia mau melompati tembok pagar untuk melakukan pengintaian kembali suasana sudah berubah sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan para jago yang memenuhi seluruh tempat sedang orang yang menguntit dirinya sudah pada berdatangan
Siucay berusia pertengahan yang muncul tadi bukan lain adalah suhu dari Hek Lok Su eng Sie Cu-peng dari Heng-san-pay yang bernama Sam Liem Ci Cu dan merupakan salah seorang yang mengadakan pengintaian sejak dari kota Wu Han, karenanya pihak Go-bie sejak semula sudah tahu kehadiran Tan Kia-beng di atas gunung mereka.
Pada saat itulah mendadak dari belakang badannya terdengar suara dingin yang amat menyeramkan sekali
Tan Kia-beng menjadi amat terperajat cepat dia putar badannya terlihatlah empat orang Tootiang berjenggot panjang dengan berdiri sejajar sedang memandang ke arahnya dengan amat dingin
Dalam hati dia terasa amat terperanjat setelah hatinya tenang kembali diapun angkat kepalanya memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan.
Keempat orang Tootiang yang menghadang perjalanannya ini bukan lain adalah anggota dari Go-bie Ngo Cu yaitu Lo Hu Cu, Ci Yang Cu Cing Yang Cu serta Im Yang-cu.
“Hei iblis cilik!” seru Loo Hu Cu dengan wajah adem, sedangkan tangannya membelai jenggotnya yang panjang. “Di tengah malam buta seperti ini apa maksudmu menerobos masuk ke dalam kuil Ku Yan Koan kami?
Dengan pandangan yang amat dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya.
“Aku sengaja datang untuk menolong nona yang kau kurung itu, kalian sebagai kaum peribadat kenapa begitu kurangajar dengan tanpa sebab sudah mengurung perempuan orang lain?”
Dia yang mendengar dirinya dipanggil sebagai iblis cilik membuat hatinya merasa gusar sekali karena itu dengan terus terang dia mengutarakan maksudnya untuk menolong gadis berbaju putih itu.
Tak terasa Lo Hu Cu merasa amat terperanjat dari perkataan ini jelas membuktiakn dirinya kalau bukan anak murid dari iblis tua itu sudah tentu sutenya seorang iblis tua saja sudah sukar untuk dihadapi kini mendadak muncul kembali seorang pemuda yang memiliki kepandaian silat amat dahsyat, urusan semakin sukar lagi untuk membereskannya.
“Hmm, sebetulnya pinto tidak ingin menyusahkan seorang perempuan dengusnya kemudian dengan amat dingin, tetapi sifat dari iblis tua itu terlalu ganas dan kejam jika kau tidak memberikan sedikit balasan kepadanya dia tentu mengira deari pihak tujuh partai besar sudah tidak berkekuatan lagi untuk menghadapi dirinya”
“Haaa.... haaa.... haaa.... kau tidak usah menggunakan nama tujuh partai besar untuk menakuti diriku!” seru Tan Kia-beng terbahak-bahak. “Orang-orang yang kau undang belum pada datang semua.”
Sekali lagi Lo Hu Cu dibuat terperanjat oleh perkataan ini pikirnya, “Urusan aku pergi mengundang datang ciangbundjin dari tujuh partai besar bagaimana diapun tahu?”
Tetapi air mukanya tetap tidak berubah jawabnya tenang, “Tidak salah pinto memang pernah mengirim orang untuk mengundang datang ciangbunjin dari enam partai lainnya untuk sama berkumpul di dalam kuil Kun Yoan Koan guna menghadap iblis tua itu ini hari kau sudah datang kesini pinto kira hee.... hee pinto kira kaupun tidak usah pergi lagi dari sini untuk selama lamanya.”
Tan Kia-beng tertawa semakin keras lagi, “Kaki ada ditubuhku, kau punya kepandaian apa sehingga bisa membuat aku tidak dapat berjalan lagi?”
"Hmm, jika kau tidak percaya boleh coba-coba" teriak Im Yang-cu dengan amat gusarnya sambil maju dua langkah ke depan.
“Oooh begitu? Haa.... haaa....”
Tubuhnya segera berbalik meninggalkan tempat tersebut.
Im Yang-cu benar-benar dibuat amat gusar, bentaknya keras, “Kau berani pergi?”
Telapak tangannya dengan miring ke samping melancarkan serangan dahsyat ke depan.
Pada mulutnya Tan Kia-beng berbicara seenaknya padahal hawa murninya sudah disalurkan kesepasang telapak tangannya, baru saja telapak tangan Im Yang-cu melancarkan
serangan, telapak tangannya sudah dibalik mengirim satu bogem mentah ke belakang.
Braaak, air muka Im Yang-cu segera berubah amat hebat, dengan sempoyongan dia mundur beberapa tindak ke belakang.
Sebaliknya Tan Kia-beng dengan amat tenangnya masih tetap melanjutkan perjalanan menuju ke depan.
Tiba-tiba sinar pedang yang menyilaukan mata berkelebat memenuhi angkasa, dua bilah pedang dari Ci Yang Cu serta Cing Yang Cu sudah dilintangkan di depan tubuhnya.
“Tarik keluar pedangmu!" teriak mereka berdua dengan amat gusarnya. “Pinto sekalian ingin minta beberapa petunjuk darimu.”
Tan Kia-beng menghentikan langkahnya dengan pandangan yang amat dingin dia melirik sekejap ke arah mereka cuma mulut tetap membungkam, dia benar-benar tak bergebrak dengan orang lain tanpa sebab.
Pada saat itulah dari dalam ruangan kuil Kun-yan-koan berkelebat kedua sosok bayangan, dengan amat cepatnya mereka tiba di depan Lo Hu Cu lalu melapor, “Lapor kepada ciangbunjin, perempuan yang berbaju putih yang ditawan di dalam ruangan bawah tanah sudah ditolong orang."
Lo Hu Cu menjadi amat terperanjat, dia segera mengulapkan tangannya mengundurkan mereka berdua.
"Aku sudah tahu."
Tubuhnya dengan cepat maju dua langkah ke depan kepada Tan Kia-beng teriaknya dengan amat gusar.
Iblis cilik bagus sekali siasatmu. bagus sekali siasat memancing harimau turun gunung yang kau gunakan
Dalam hati Tan Kia-beng paham dia tahu yang dilihatnya sebagai bayangan hitam serta bayangan putih itu tentu adalah mereka berdua, segera dia tertawa dingin
Terang terangan aku melihat sewaktu kalian meninggalkan ruangan dalam orang itu berhasil ditolong bagaimana kau bisa menyalahkan kesalahan ini kepada diriku? Haa.... haa.... sungguh menggelikan sekali siauw ya cuma seorang saja.
Lo Hu Cu benar-benar dibuat malu bercampur gusar, tetapi dengan kedudukannya sebagai seoran ciangbunjin dari suatu partai dia merasa malu untuk turun tangan sendiri, sinar matanya dengan cepat disapu ke arah ketiga orang sutenya.
“Buliansohud Buliangahud....” serunya perlahan, “Kau tak usah banyak bicara lagi terpaksa malam ini kau harus tinggal di dalam kuil kami sebagai barang tanggungan....”
Baru saja dia selesai berbicara ketiga pedang dari Ci Yang Cu sekalian sudah berkelebat membentuk sinar terang di sekeliling tubuh Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang melihat mereka sudah memasang barisan pedang disana, tidak tertahan sudah tertawa seram kembali dengan kerasnya.
Di tengah udara tertawanya yang amat keras menyeramkan itu mendadak terdengar suara pujian keagungan Buddha yang keras bergema datang, Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay serta si Pendekar Satu Jari dari Tiam-cong-pay dengan berjalan sejajar keluar dari dalam hutan, Tan Kia-beng menjadi melengak, suara tertawanya segera sirap kembali.
Pada saat itulah sreet.... sreet.... tiga sosok bayangan manusia bagaikan burung elang dengan amat cepatnya berkelebat mendatangi lagi
Mereka merupakan dua orang Toosu serta seorang pendeta yang bukan lain adalah ciangbunjin dari Ngo Thay Pay, Pu Cing Thaysu, Koan Hoat Tootian dari Kun-lun-pay serta Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay.
Diikuti suara tertawa yang amat aneh wakil dari Heng-san-pay, San Liem Ci Cu sambil menggoyang goyangkan kipasnya berjalan keluar dari dalam hutan
Dengan demikian suasana mereka menjadi semakin tegang tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai ditambah dengan Go-bie Sam Cu seluruhnya ada sepuluh orang jago berkepandaian tinggi yang bersama-sama mengepung Tan Kia-beng rapat rapat.
Walaupun dalam hati Tan Kia-beng merasa amat tegang sekali tetapi air mukanya masih tetap tenang sama, sembari diam-diam menyalurkan hawa murninya mengadakan persiapan dengan wajah kurang senang, serunya, “Heee.... heee tidak kusangka tujuh orang Ciangbunjin dari tujuh partai besar beraninya cuma mengerubuti seorang pemuda saja. Hm, Cayhe benar-benar merasa malu buat diri kalian”
Ci Si Thaysu segera tundukkan kepalanya memuji keagungan Buddha.
“Pinceng sama sekali tidak punya maksud untuk berbuat jahat kepadamu, asalkan kau mau menceritakan asal usulmu maka Loolap tanggung dengan selamat kau bia meninggalkan kuil Kun-yan-koan ini tanpa memperoleh gangguan.”
“Tetapi cayhe rasa tidak punya begunaan untuk menceritakan asal usulku kepada kalian.”
San Liem Cu segera maju ke depan, sambil menuding dengan menggunakan kipasnya tertawa dingin.
“Dunia Bulim di daerah Tionggoan bukanlah tempat kalian kaum iblis main malang melintang sesukanya, malam ini juga kau jangan berharap bisa lolos dari kuil Kun-yan-koan dalam keadaan selamat”
“Jikalau misalnya secara beruntung cayhe bisa lolos dalam keadaan selamat apakah kau bersedia untuk bunuh diri?”
Sam Liem Cu menjadi amat gusar, kipasnya dipentang tubuhnya maju ke depan siap melancarkan serangan.
Tiba-tiba terasalah segulung angin dingin berdesir mendatang, tampak sesosok bayangan manusia dengan amat lincahnya berkelebat ke tengah kalangan.
Sinar mata orang itu melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng kemudian kepada Lo Hu Cu bentaknya dengan amat gusar.
“Hey, kau hidung kerbau, kau sudah melarikan Cian ji ku kemana? cepat bicara!”
Ketika Lo Hu Cu melihat orang yang baru saja datang itu ternyata bukan lain adalah iblis tua berjubah hitam yang sudah menggetarkan seluruh kangouw, tak terasa hatinya merasa sangat terperanjat.
“Iiih?” Tan Kia-beng yang ada disamping pun segera menjerit tertahan. “Bukankah tadi kau sudah menolongnya keluar dari kurungan?”
“Loohu yang menolong?” tiba-tiba kakek berjubah hitam itu putar badannya dan memaki dengan amat gusar, “Cuh! kau sudah melihat setan!”
“Siapa yang bilang? Tadi terang terangan aku melihat ada seorang kakek tua berjubah hitam yang berkerudung menolong dia keluar, kalau kau tidak mau percaya yaah sudahlah.”
Jelas sekali dari nada ucapan Tan Kia-beng terlintas perasaan kurang senangnya.
---0-dewi-0---
Kakek tua berjubah hitam yang berkerudung?
Agaknya secara tiba-tiba kakek tua berjubah hitam itu menjadi sadar kembali, dia segera mengaum keras.
Nyalinya sungguh besar, dia berani main setan dengan loohu.
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas bagaikan seekor burung bangau dia menerjang ke tengah udara kemudian melayang melewati kepala para jago dan berlari pergi.
Pada saat si kakek berjubah hitam meloncat itulah segera terdengar San Liem Ci Cu sudah membentak keras, “Malam ini kau kepingin melarikan diri? Terimalah satu seranganku.”
Braak! dengan cepat dia melancarkan satu pukulan menghajar punggungnya.
Kakek berjubah hitam itu tanpa menoleh lagi sudah tertawa dingin, tangannya dibalik menyambar ketubuhnya segera terasalah segulung angin dingin menekan ke bawah.
Bagaikan ditimpa benda berat tubuh San Liem Ci Cu dengan sempoyongan mundur dua. tiga langkah ke belakang kemudian jatuh terduduk ketanah.
Pada saat itu pula Tan Kia-beng sudah meresakan dalam urusan ini tentu ada hal hal yang tidak beres, dari kata-kata kakek berjubah hitam itu jelas menunjukkan ada orang lain yang sedang berbuat sesuatu dengan meminjam namanya, kini dia sebagai ciangbundjin dari Teh-leng-bun sudah seharusnya membikin terang kembali persoalan ini, buat apa
dia tinggal lebih lama di atas gunung Go-bie dengan mencari gara gara terhadap manusia itu?
Setelah mengambil keputusan dia lantas berteriak, “Hey orang tua tunggu dulu, aku ada pertanyaan yang mau aku tanyakan.”
Dengan cepat tubuhnya meloncat ke atas udara lalu bagaikan segulung asap putih dengan cepat meluncur keluar dari kalangan untuk mengejar si kakek berjubah hitam yang sudah menjauh itu.
---0-dewi-0---
Kepergian yang secara tiba-tiba ini segera menimbulkan kegaduhan dari para jago, suara bentakan segera bergema memenuhi seluruh angkasa.
Tiga bilah pedang dari Go-bie Sam Cu dengan cepat berkelebat berubah menjadi tiga rentetan sinar pelangi yang amat tajam bagaikan kilat cepatnya mereka berkelebat menerjang ke arah Tan Kia-beng disusul ciangbunjin dari tujuh partai pun melayangkan tubuhnya mengejar dari belakang
Tetapi ilmu meringankan tubuh dari Tan Kia-beng jauh lebih lihay dan lebih sempurna, hanya dalam sekejap itulah dia sudah berhasil mencapai sejauh enam tujuh puluh kaki dari mereka.
tiba-tiba....
Di tengah suara bentakan yang amat keras tampak tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya menubruk datang.
Sreet.... sreet.... sreet tiga gulung angin pukulan yang menyesakkan napas bagaikan air bah dengan kerasnya menggulung mendatang menghajar tubuhnya.
Dalam keadaan yang amat gugup dengan cepat Tan Kia-beng menyalurkan tenaga murninya dari pusar menyebar keseluruh tubuh, kepalanya dimiringkah ke samping sedang tubuhnya secara mendadak meloncat naik setinggi lima kaki
Telapak tangannya dengan cepat diputar ke depan dada lalu menyambut datangnya serangan tersebut.
Bluumm! Di tengah suara ledakan yang sangat keras hawa pukulan yang menggulung datang segera tersapu lenyap. tubuhnyapun dengan cepat melayang kembali ke atas tanah.
Sreett.... Sreett! Tiga sosok manusia yang baru saja melancarkan seragnan bokongan kepadanyapun pada melayang turun tepat di hadapannya.
Ternyata mereka adalah tiga orang lelaki kasar yang memakai pakaian singsat berwarna abu abu. Tan Kia-beng menjadi amat gusar sekali sekilas hawa membunuh segera meliputi seluruh wajahnya.
“Kalian siapa? sungguh besar nyalimu berani membokong siauw yamu!” bentaknya keras.
Baru saja dia berbicara sampai disitu mendadak dari dalam hutan meluncur keluar kembali beberapa sosok bayangan manusia.
Terdengar salah satu dari bayangan itu tertawa seram.
“Hey iblis cilik,” teriaknya. “Kenapa kamu orang baru tiba saat ini? Loohu sudah lama menunggu dirimu disini.”
Orang yang baru saja bicara itu bukan lain adalah seorang kakek tua yang pada kepalanya tumbuh bisul besar, rambutnya panjang terurai ke bawah, sebaris giginya yang putih runcing kelihatan tersudut keluar diantara bibirnya yang suing, sepasang matanya memancarkan sinar kehijau hijauan
yang sangat menyeramkan, jika dilihat potongannya orang itu kelihatannya amat menyeramkan sekali.
Terdengar kakek berjubah hijau yang aneh itu berkata kembali.
“Loohu adalah Ku Ling Shia Sin atau si malaikat iblis dari Ku Ling, peraturanku kukira kaupun tahu, asalkan urusanku yang aku sudah ambil bagian lebih baik kau serahkan saja dengan sebaik-baiknya”
Tidak usah dijelaskan yang dimaksudkan bagai barang olehnya sudah tentu pedang pusaka Giok Hua Kiam itu, dalam hati semakin dirasa Tan Kia-beng semakin mendongkol dia tertawa dingin tak henti hentinya, tetapi mulutnya tetap membungkam.
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap keseluruh tanah lapang, kecuali si kakek berjubah hitam yang menyebut dirinya sebagai Malaikat Iblis dari Ku Ling pada sebelah kirinya berdirilah seorang lelaki berusia pertengahan yang amat perlente sekali, dandanannya dengan wajah yang putih bersih, di barisan terbelakang berdirilah keempat lelaki kekar berbaju abu abu tadi
Pada sebelah kanan dari dirinya berdirilah seorang kakek berjubah kuning dengan wajah yang aneh dan amat dingin sekali membawa sebuah hun cwee, di sampingnya tampaklah seorang toosu kurus yang raut wajahnya amat kurus kering sehingga mirip.... punggungnya tersoren sebilah pedang yang amat panjang dan tipis sekali sinar mata mereka dengan amat tajamnya sedang memperhatikan dirinya.
Dengan adanya halangan dari orang-orang itu maka Go-bie San Cu beserta cianbundjin dari tujuh partaipun dengan cepat sudah tiba di tempat itu.
Terdengarlah Sam Liem Ci Cu sambil goyangkan kipasnya tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
“Haaa.... haaa.... selamat bertemu, selamat bertemu serunya berulang kali. Haa.... haa.... tidak kusangka Hwee Im Poocu yang namanya sudah menggetarkan daerah Sam Siang "Kwang Tiong It Khui" yang merajai daerah Kwan Tiong Hiu Thian Put Tiauw yang namanya menggetarkan seluruh dunia persilatan serta Khu Ling Shia Sin semuanya pada berdatangan kepuncak gunung Go-bie ini haaa.... haaa.... sungguh menyenangkan sungguh menyenangkan.”
Baru saja perkataannya selesai diucapkan segera terdengarlah Ku Ling Shia Sin sudah mendengus dengan beratnya, mungkin karena Sam Liem Ci Cu sudah menyebutkan namanya paling belakang membuat dia merasa kurang senang
Mendadak Hau Thian Put Tiauw tertawa dingin serunya.
“Tidak usah banyak pakai perkataan omong kosong semacam itu, mungkin kita masih bisa menyerahkan barang itu dengan selamat kepada kalian; tetapi setelah keluar dari kuil Kun Yan Kun hee.... hee.... kalian jangan harap bisa mendapatkan barang itu dengan selamat.”
Go-bie Sam Cu yang mengandalkan jumlah banyak tampak pula tujuh orang cianbundjin dari tujuh partai besar pada hadir disana semua sekalianpun dalam hati merasa amat terkejut terhadap kehadiran para iblis ini tetapi mereka sama sekali tidak merasa kuatir.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring pedang panjang mereka bagaikan tiga ekor naga sakti secara tiba-tiba melancarkan serangan mengancam tiga buah jalan darah dari Tan Kia-beng.
Mendadak.... ditangah suara bentakan yang amat nyaring tampak sekilas sinar yang amat gelap berkelebat.
Traang.... traang....! Tiga gulung sinar terang yang memancarkan sinar keperak perakan itu sudah berhasil dipunahkan oleh datangnya serangan tersebut diikuti berkelebatnya sambaran angin tajam yang mengerikan membuat Go-bie Sam Cu dengan perasaan amat terkejut pada mengundurkan diri ke belakang
Begitu mereka bertiga mundur sinar yang remang remang itupun lenyap kembali.
Hau Thian Put Tiauw dengan wajah amat dingin dan meluruskan pedangnya yang aneh ke bawah berdiri tepat dihadapan Tan Kia-beng.
Nama dari Go-bie Ngo Cu sudah amat menggetarkan dunia persilatan, kini dengan tenaga gabungan tiga orang ternyata berhasil dipukul mundur dalam satu jurus saja oleh orang lain, membuat mereka saking malunya menjadi amat gusar, di tengah suara bentakan yang amat nyaring sekali lagi mereka melancarkan serangan ke depan.
“Tunggu dulu,” tiba-tiba bentak Lo Hu Cu mencegah, “Kalian mundur dulu untuk beristirahat.”
Lalu dengan wajah penuh kegusaran dia menjura kepada Ho Thian Put Tiauw ujarnya, “Apakah Tooyu betul-betul mau ikut campur di dalam urusan ini?”
“Hmm, segala macam adat yang kau maksudkan Tooyamu sama sekali tidak tau!” teriak Hau Thian Pu Tiauw sambil mendengus dingin, “Yang Tooyamu ketahui cuma barang yang dipinggang bangsat cilik itu.”
Sikapnya yang amat kasar dan tidak memakai aturan ini membuat Lo Hu Cu yang mempunyai iman amat tinggipun merasa tidak kuat untuk berdiam diri, tak tertahan lagi dia tertawa keras dengan amat seramnya.
“Tooyu sengaja berbuat demikian, apakah kau sudah tidak memandang partai Go-bie kami?”
Ilmu hawa khei kang yang dilatih selama puluhan tahun lamanya saat ini segera dipancarkan keluar melalui suara tertawanya yang amat keras ini membuat seluruh tebing dan lembah mendengung dengan amat kerasnya, burung-burung pada beterbangan keangkasa ketakutan sedang telinga para jago terasa berdesing tidak enak
Sehabis tertawa sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam melotot Hau Thian Tiauw tak berkedip tangannya dengan perlahan mencabut keluar pedang berukiran naga yang tersoren pada punggungnya.
Tetapi Hau Thian Pu Thian masih tetap berdiri tak berubahpun dari tempat ssemula dia tidak mau perduli terhadap kemarahan dari Loo Hu Cu, sepasang matanya yang amat tajam menyeramkan mulai berputar memperhatikan Tan Kia-beng.
Saat ini Tan Kia-beng sudah mulai sadar bahwa suatu pertempuran yang amat sengit tidak bisa terhindar lagi, tetapi dia tidak menjadi gugup dengan situasi yang amat membahayakan jiwanya ini dia ingin dengan meminjam kesempatan ini untuk menjajal kepandaian silat yang dimiliki sebetulnya sudah mencapai tingkat yang berapa tinggi?
Karenanya dia sama sekali tidak mengerti kesempatan untuk meloloskan diri dari tangannya dengan perlahan mulai meraba seruling batu giok yang terselip dipinggangnya.
Setelah ada pengalaman sewaktu menyerbu kekuil Sam Yuan Koan di atas gunung Heng-san dia tidak berani secara gegabah menggunakan pedang pualamnya lagi.
Situasi di tengah kalangan saat ini benar-benar amat tegang sekali. Lo Hu Cu yang mempunyai kedudukan sebagai seorang ciangbunjin dari suatu partai besar mana bisa menerima penghinaan dari orang lain? pedang panjangnya digetarkan sehingga menimbulkan bunga pedang yang amat banyak.
“Too ya!” bentaknya dengan suara berat. “Ayoh putar badanmu, kau kira pinto betul-betul tidak berani mencari gara gara dengan kau?”
Tetapi saat ini Hau Thian Hut Tiauw sudah bentrok dengan Ku Ling Shia Sin tampak sepasang matanya memancarkan sinar yang berapi api sepasang tangannya mengulur keluar makin lama semakin panjang dan dengan perlahan mulai mendesak Hau Thian Put Tiauw;
Mereka berdua yang berbeda aliran dan bukan satu jalan sudah tentu tidak ingin membiarkan lawannya mendapatkan pedang pusaka itu, suatau pertempuran yang amat sengit bakal berlangsung kembali.
Hau Thian Put Tiauw tidak sempat mencabut keluar pedang akhirnya sepasang telapak tangannya yang kurus kering dan runcing bagaikan cakar burung elang itu dengan perlahan disilangkan di depan dada.
Dalam keadaan seperti ini sekalipun gusar Lo Hu Cu pun tidak bisa mengandalkan jumlah banyak menyerang dia itu orang, terpaksa sambil menahan hawa amarah dia mengundurkan diri ke belakang.
Hwee Im Poocu yang selama ini terus berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun ketika dilihatnya seluruh perhatian dari para jago sudah tercurahkan pada Ku Ling Shia Sin, Hao Thian Put Tiauw juga yang hendak bertempur secara diam-diam menoleh ke arah keempat orang lelaki kasar berpakaian singsat yang ada dibelakangnya itu dan memberi tanda dengan kedipan mata.
Keempat orang lelaki kekaar itu segera mengangguk, tanpa mengucapkan kata-kata lagi mendadak mereka bersama-sama menubruk ke arah Tan Kia-beng, kecepatan gerak mereka bagaikan segulung angin santer yang bertiup saja hanya di dalam sekejap saja mereka sudah berada dekat sekali dengan tubuhnya.
Tan Kia-beng sejak dikepung rapat rapat oleh para jago secara diam-diam dia sudah mempersiapkan diri, ketika mendengar suara menyambarnya angin di belakang tubuhnya dia tertawa dingin.
Mendadak....
Segulung angin pukulan yang amat dingin menggulung datang dengan dahsyatnya disusul sesosok bayangan putih dengan cepatnya melayang diatas.
Suara jeritan ngeri yang menyeramkan segera bergema memenuhi tebing dua orang diantara lelaki kasar itu sudah terpental ke tengah udara dan muntahkan darah segar, sedangkan kedua orang lainnya terpukul mundur sejauh tujuh delapan depa.
Bayangan putih berkelebat kembali, tampak di tengah kalangan sudah bertambah dengan seorang gadis berbaju putih yang amat cantik berdiri disamping Tan Kia-beng.
Dia tersenyum sebentar kepadanya lalu dengan wajah cemas tanyanya,
"Eeh, kau melihat ayahku tidak?
Tan Kia-beng yang melihat kemunculan dirinya yang sangat mendadak ini membuatnya menjadi melengak juga, saat ini mendengar dia bertanya soal ayahnya dia segera paham tentu yang dimaksud adalah kakek berjubah hitam itu.
“Baru saja dia datang kemari mencari kau, sahutnya perlahan. Sekarang entah sudah ke mana?”
“Cari aku? sungguh aneh sekali”
“Benar. karena dia tidak tahu kalau kau sudah berhasil ditolong keluar oleh kakek berjubah hitam yang berkerudung itu.”
“Kau jangan melamun kapan aku pernah ditawan orang? siapa kakek berjubah hitam yang menolong aku itu? aku tidak pernah ditolong oleh siapapun.”
Dengan wajah penuh kebingungan gadis berbaju putih itu mengedip ngedipkan sepasang biji matanya yang hitam menarik
Braak.... bluum, mendadak Tan Kia-beng melancarkan serangan menahan datangnya serangan membokong dari Hwee Im Poocu sedang mulutnya tetap berteriak.
“Jika kau berkata begitu malah sampai aku pun dibuat menjadi kebingungan.”
Braak, sekali lagi dia menyambut datangnya serangan Hwee Im Poocu dengan keras lawan keras.
“Sungguh membosankan, orang lain sedang berbicara kau justru sengaja cari gara gara aku mau cabut nyawamu.”
Tampak bayangan putih berkelebat gadis berbaju putih mendadak menerjang ke depan melancarkan serangan menghajar tubuh Hwee Im Poocu.
Ujung bajunya berkibar tertiup angin bagaikan kilat cepatnya berturut turut dia melancarkan lima belas pukulan dahsyat ke depan segera terlihatlah titiran angin pukulan laksana cucuran hujan dari tengah udara dengan gencarnya menutupi seluruh tubuh musuh.
Hwee Im Poocu sebagai seorang jagoan yang merajai suatu daerah seketika itu juga didesak mundur sejauh satu kaki dua depa.
Sejak lelaki berbaju singkat mencari gara gara sampai gadis cantik berbaju putih ini turun tangan waktu berlangsung hanya di dalam sekejap saja pertempuran ini berlangsung para jago yang semula saling merebut pada menghentikan serangannya.
Ku Ling Shia Sin yang semula sudah bersiap sedia melancarkan serangan ke arah Hau Thian Put Tiauw mendadak membalikkan badannya tangannya dipentangkan lebar-lebar lalu membabat ke arah dada Tan Kia-beng.
Tenaga dalam dari iblis ini amat hebat sekali, telapak tangannya belum mencapai sasaran lima jalur angin pukulan yang amat keras sudah terasa menghantam dadanya.
Dengan cepat Tan Kia-beng dadanya dengan ke belakang, lalu berkelebat menghindar ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut.
Tetapi baru saja dia berhasil menghindarkan diri dari serangan pertama serangan kedua menyusul datang kembali.
Begitu Ku Ling Shia sin bergerak tadi, Hu Thian Put Tiauw dengan gemasnya mendengus, tubuhnya bagaikan kilat cepatnya sudah melayang ke depan lalu melancarkan satu serangan menghajar punggung Tan Kia-beng
Tan Kia-beng menjadi terkejut, dengan cepat tubuhnya dibalik menangkis datangnya serangan itu.
Bluuk! masing-masing pihak dengan keras lawan keras menerima datangnya serangan tersebut.
Sreet, seret! putaran angin keras memenuhi seluruh angkasa membuat tubuh Hau Thian Put Tiauw serta Tan Kia-beng tak kuasa lagi pada mundur dua langkah kesamping.
Di tengah kesunyian yang mencekam itu, agaknya Kwan Tiong it Khei sudah melihat kesempatan baik buat dirinya, tubuhnya tiba-tiba menubruk ke depan tangannya dengan cepat melancarkan cengkeraman mengancam pundaknya.
Tan Kia-beng segera tertawa dingin, lengannya berputar lalu dibalik ke belakang dia balas melancarkan cengkeraman mengancam urat nadinya.
Jurus ini bukan lain adalah jurus Huan Im Hu Yu atau mendobrak awan membanjirkan hujan dari Teh Leng Cin Keng.
Kwan Tiong It Khei yang melihat datangnya serangan aneh ini menjadi amat terperanjat, tangannya dengan cepat ditekan ke bawah. tangan kirinya bagaikan sebilah golok dengan mengikuti putaran badannya membacok ke bawah.
Pada saat itulah angin serangan dari Ku LIng Shia Sin serta Hau Thian Put Tiauw sudah menggulung datang dari kiri ke kanan.
Kedua orang iblis dari kalangan Hek-to ini merupakan iblis iblis terkenal yang ditakuti oleh orang banyak, bukan saja tenaga dalamnya amat tinggi bahkan ilmu silatnya amat aneh sukar diraba.
Kini mereka dua orang bersama-sama menggencet Tan Kia-beng memnuat dia seketika itu juga terkurung di dalam bayangan telapak serta sambaran angin pukulan yang memenuhi seluruh angkasa.
Tan Kia-beng yang mendapatkan serangan bersama-sama dari tiga orang musuh tangguh dalma hati merasa berdebar juga, bagaikan seekor ular dengan amat lincahnya dia balas melancarkan serangan ke arah Kwan Tiong It Khei, sepasang tangannya bagaikan berputarnya roda kereta berturut turut melancarkan tujuh serangan menangkis datangnya serangan dari musuh, tubuhnya berputar cepat di tengah udara lalu meloncat keluar dari kepungan angin pukulan.
---0-dewi-0---
Ditangah suara bentakan serta tertawa seram yang amat keras ketiga orang iblis itu bagaikan bayangan iblis saja mengikuti terus dari belakang dan sekali lagi mengepung tubuhnya dengan mengambil kedudukan segi tiga.
Di dalam sekejap saja mereka berdua masing-masing sudah melancarkan kembali tujuh serangan dahsyat.
Terasalah angin pukulan menyambar dengan amat santer, hawa yang amat dingin terasa menusuk tulang dengan mengerahkan tiga jurusan yang berbeda membendung seluruh angin pukulan yang menyambar dari empat penjuru.
---0-dewi-0---
JILID: 8
Karena dari berita yang tersiar di dalam Bulim orang-orang mengatakan iblis kecil yang mempunyai pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam itu memiliki kepandaian silat yang amat dahsyat sekali. Karenanya begitu bertempur ketiga orang iblis itu sudah mengerahkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya untuk berusaha merebut kemenangan.
Tan Kia-beng yang dikepung di tengah-tengah kalangan, dalam hati merasa gusar bercampur mendongkol telapak tangannya dengan dahsyat melancarkan pukulan dengan menggunakan jurus Jiht Ceng Tiong Thian menahan datangnya serangan Kwan Tiong It Khei dari arah depan lalu tubuhnya dengan santar berputar kesamping, sret sreet.... di dalam satu kali pukulan dia sudah mengeluarkan ilmu yang paling dahsyat dari Tok Yen Mo Cian atau ilmu pukulan api beracun yang bernama "Swee Oh Peng Hun Sam Liap Sie seketika itu juga angin berhawa dingin yang membekukan badan laksana menggulungnya ombak di tengah samudra dan bertiupnya angin topan melanda dengan dahsyatnya ketubuh Hau Thian Put Tiauw serta Ku Ling Shia Sin yang berada disebelah kanan kirinya.
Ketiga orang iblis itu segera terkena hantaman dari tiga jurus serangan yang amat dahsyat itu sehingga pada mengundurkan diri dengan amat terkejut.
Pada saat itulah jurus kedua dari Tan Kia-beng, Jan Ho Tay Yu atau teratai hancur membawa hujan sudah dilancarkan ke depan dalam satu jurus ada tiga gerakan dahsyat masing-masing secara berpisah menyerang mereka bertiga bahkan gerakannya amat cepat sekali bagaikan segulung asap hitam yang berkelebat di tengah kalangan.
Terdengar suara desiran angin pukulan yang amat tajam hawa dingin mengamuk memenuhi angkasa, mendadak ketiga orang iblis itu bersama membentak keras lalu maju mendesak ke depan Di dalam sekejap saja bayangan manusia berkelebat memenuhi angkasa laksana roda kereta yang berputar cepat sekali.
Sehingga suatu pertempuran sengit yang menentukan mati hidup masing-masing sudah berlangsung dengan dahsyatnya.
Ketiga orang iblis ini semuanya merupakan jago yang ditakuti di daerah tertentu, biasanya asalkan seorang saja munculkan dirinya di dalam Bulim maka awan gelap segera meliputi seluruh dunia kangouw kini tidak disangka mereka bertiga bersama munculkan dirinya bahkan bekerja sama untuk mengerubuti seseorang kehebatan serta kedahsyatan dari pertempuran ini sudah tentu amat mengerikan sekali.
Tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang berdiri disamping menonton jalannya pertempuran ini sekalipun mereka semua merupakan pemuka pemuka partai yang kedudukannya amat tinggi tidak urung dalam hati merasa sangat terperanjat juga, dalam hati mereka masing-masing merasa pada bingung apa tindakan mereka di dalam menghadapi urusan ini?
Karena tujuan dari pertempuran ini masing-masing pihak hanya tertuju pada pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam tetapi tidak perduli siapa saja yang bakal mendapatkan pedang itu semuanya tidak mendatangkan keberuntungan buat Bulim. karenanya di dalam hati kecil masing-masing sangat mengharapkan kedua belah pihak bisa menderita luka yang amat parah.
Karena itulah tidak perduli mereka bergebrak semakin lama semakin sengit keenam orang ciangbunjin dari enam partai
besar itu tak ada yang mau ambil gubris, masing-masing dengan amat tenangnya berdiri disamping kalangan menonton jalannya pertempuran tersebut, mereka tidak mau ikut terjun ke dalam kalangan ataupun mempunyai rencana untuk membantu salah satu pihak maupun lainnya.
Waktu sedetik demi sedetik mereka berlalu dengan amat cepatnya keadaan pun semakin lama semakin tidak menguntungkan bagi Tan Kia-beng keadaannya saat ini benar-benar kritis dan bahaya sekali
Sejak dia menerjunkan dirinya ke dalam kalangan dunia persilatan baru kali ini benar-benar menemui musuh yang demikian ganas kejam dan lihay, sekeliling tubuhnya terasa dipenuhi oleh sambaran angin pukulan ataupun telapak laksana menggulung ombak serta bertiupnya angin taupan segulung demi segulung menekan tubuhnya semakin berat ketiga orang iblis itu masing-masing dengan mengerahkan jurus serangan yang paling ganas dan paling aneh pada menghantam dan mengancam seluruh jalan darah terpenting pada tubuhnya.
Walaupun dia sudah memperoleh tenaga murni dari Han Tan Loodjien yang dilatihnya selama ratusan tahun lamanya serta pil ular sakti yang sudah berumur ribuan tahun tetapi dikarenakan waktu yang terlalu pendek, baik hawa murni dari Han Tan Loodjien maupun pil ular sakti yang termuat di dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng pun belum benar-benar dipahami sehingga dengan begitu tidak dapat digunakan untuk bertempur.
Oleh karena itulah setelah bertempur sebanyak seratus jurus lebih dia lebih banyak bertahan daripada menyerang, keadaannya benar-benar amat terdesak.
Sebaliknya ketiga orang iblis tua itu tetap bungkam diri sedangkan serangannya semakin lama semakin gencar kini sewaktu dilihatnya pertahanan dari Tan Kia-beng semakin lama semakin lemah tidak terasa lagi semangat mereka berkobar kembali. jurus serangannya dilancarkan semakin gencar.
Gadis berbaju putih yang sedang bertempur melawan Poocu dari Hwee Im poa mendadak membentak keras, tiba-tiba dia melancarkan tiga serangan sekaligus, ketiga buah jurus serangan ini sangat aneh sekali, bahkan boleh dikatakan tidak mirip dengan satu jurus serangan yang benar.
Tidak tertahan lagi Hwee Im Poocu berturut turut mundur lima langkah ke belakang terlihat bayangan putih berkelebat ke depan mendadak Hwee Im poocu mendengus berat tubuhnya dengan terhuyung huyung mundur sejauh delapan depa. darah segar muncrat keluar dari mulutnya sehingga sejauh satu depa, tubuhnya gencangan hampir hampir terbanting jatuh ketas tanah.
Ternyata orang ini tidak malu disebut sebagai jagoan dari satu daerah yang sudah amat terkenal, sambil menahan rasa sakit dari luka dalamnya dia tertawa seram
“Hadiah satu pukulanmu, aku orang she Ong selamanya tidak akan terlupakan kembali,” serunya keras
Dengan cepat tubuhnya berpusar lalu meloncat berlalu dari sana, di dalam sekejap saja bayangannya sudah lenyap di tengah kegelapan.
Gadis berbaju putih yang berhasil memukul rubuh Hwee Im Poocu tanpa memandang dirinya lagi dia berpaling ke tempat lain, terhadap kata-kata yang diucapkan olehnya dia tidak mau perduli, sekonyong konyong bentaknya keras.
"Kalian tidak tahu malu.
Segulung angin pukulan yang amat dingin berputar dengan santarnya di sekeliling tempat itu tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur menyusup diantara bayangan telapak yang memenuhi angkasa menerjang ke arah depan
Dia yang sejak kecil sudah memperoleh didikan keras dari orang tuanya bahkan berkali kali menghadapi pertempuran sengit membuat pengalamannya jauh lebih luas dari pada Tan Kia-beng telapak tangannya yang halus bagaikan putaran roda berkelebat di tengah udara hanya di dalam sekejap saja dua puluh satu jurus sudah dilancarkan keluar dan tepat tidak kebanyakan atau kekurangan masing-masing musuhnya mendapat tujuh pukulan dahsyat.
Dia yang mempunyai julukan sebgai Pek Ih Loo Sat atau iblis wanita berbaju putih, namanya sejak semula sudah tersiar di dalam dunia persilatan, dengan campur tangan dari dirinya ke dalam pertempuran ini seketika juga membuat ketiga orang iblis itu diam-diam merasa sangat terperanjat sekali.
Mendadak Ku Ling Shia Sin atau simalaikat iblis dari Ku Ling meraung keras, sepasang telapak tangannya membalik dengan diikuti oleh desiran angin pukulan yang berbau amat memuakkan dengan dahsyatnya menghantam tubuh gadis berbaju putih itu.
Dengan cepat gadis berbaju putih itu miring ke samping ujung bajunya sedikit digetarkan lalu dikebut ke depan, tangannya yang halus dan lembut itu dengan keras lawan keras menerima datangnya serangan tersebut.
Sejak campur tangannya si gadis berbaju putih itu ke dalam kalangan pertempuran Tan Kia-beng segera merasakan tekanan pada dirinya jauh berkurang, kini melihat dia sudah
siap untuk pukul keras lawan keras dengan Ku Ling Shia Sin hatinya segera merasa amat cemas sekali.
Jangan bentaknya keras.
Bagaikan seekor harimau gila tubuhnya mendadak menubruk maju ke depan, dia yang merasa sangat kuatir kalau gadis berbaju putih itu mendapatkan luka dikarenakan menerima pukulan musuh dengan keras lawan keras, tanpa berpikir panjang lagi dengan taruhan nyawa sudah menerjang ke arahnya.
Tetapi sia-sia dia merasa kuatir begitu desiran angin pukulan yang amat dahsyat it mendekati badannya ternyata pukulan tersebut sudah dipunahkan sama sekali diikuti dengan suara yang amat keras sekali bergema memenuhi seluruh tempat masing-masing pihak mengundurkan diri satu langkah ke belakang, ternyata kedudukan mereka seimbang.
Sedangkan tubuh Tan Kia-beng yang dengan amat cepatnya menerjang ke depan baru saja sampai di tengah jalan dia sudah tertahan oleh dua gulung angin pukulan yang menghantam tubuhnya.
Tan Kia-beng melihat gadis berbaju putih itu sudah menggunakan ilmu saktinya tidak terasa semangatnya berkobar kembali mendadak tangannya menyambar ke belakang mencabut keluar seruling pualam putih yang selama ini belum pernah digunakan
Dia yang untuk pertama kalinya menggunakan senjata andalan Han Tan Loojien sewaktu tempo hari dia orang tua menggetarkan seluruh dunia Kangouw, sama sekali tidak tahu bagaimana kedahsyatan dari senjata tersebut. baru saja tubuhnya menubruk maju ilmu sakti Uh Yah Cing Hun yang paling dahsyat sudah dikerahkan keluar.
Tampaklah sinar berkilauan memenuki angkasa Sreet, sreet bagaikan sepuluh ekor naga sakti yang muncul dari balik seruling dengan disertai suara aneh yang amat menusuk telinga secara berpisah menghantam tubuh ketiga orang itu
Seketika itu juga angin dingin berkelebat di sekeliling mereka
Sreet.... sreet suaranya amat tidak enak didengar membuat perasaan hati seperti diiris iris dengan beribu ribu golok.
Di tengah suara suitan yang aneh amat panjang yang mendadak Hau Thian Put Tiauw menjerit kaget dengan amat kerasnya.
Aah.... Uh Yeh Cing Hun?"
Dengan rambut yang awut awutan tidak keruan dengan cepat tubuhnya berputar lalu melarikan diri dari sana.
Kwan Tiong It Khei serta Ku Ling Shia Sin pun bagaikan kilat cepatnya pada mengundurkan diri sejauh satu kaki lima enam langkah.
Hau adalah ahli waris dari Teh-leng-bun bentaknya berbareng. Dengan melintangkan seruling pualam putihnya di depan dada Tan Kia-beng tertawa panjang dengan congkaknya, orang tak menjawab, juga tidak mengakui atas pertanyaannya itu.
Sedangkan Ku Ling Shia Sin serta Kwan Tiong It Khui dengan beratnya mendengus lantas putar tubuhnya dan berlalu.
Di dalam sekejap saja suasana di tengah kalangan kembali jadi sunyi, tak terdengar sedikit suarapun, ciangbunjin dari tujuh partai besar yang melihat kejadian ini diam-diam merasa amat terperanjat sekali, walaupun merekapun tahu kalau pada
tempo dahulu di dalam Bulim ada perkumpulan Teh-leng-bun ini tetapi mereka tidak paham bagaimana ketiga orang iblis ganas yang biasanya tak takut langit tidak takut pada bumi ternyata demikian takutannya setelah melihat seruling pualam itu. Untuk sesaat lamanya mereka cuma bisa saling berpandangan tanpa seorangpun yang membuka mulut berbicara.
Tan Kia-beng yang tertawa keras dengan amat seramnya kini merasakan benaknya rada dingin kembali, dia merasa dirinya memang sedikit keterlaluan sehingga tanpa terasa dari sinar matanya menunjukkan rasa menyesalnya dengan perlahan-lahan seruling pualam putihnya dimasukkan kembali ke dalam sakunya.
Hati gadis berbaju putih itu masih amat polos bagaikan selembar kertas putih, dia selamanya belum pernah menaruh perhatian terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam Bulim, Tan Kia-beng barhasil mengundurkan diri ketiga orang iblis dengan adanya seruling pualam putih itu baginya dia cuma merasakan kalau seruling tersebut mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk mengundurkan musuh dia sama sekali tidak memikirkan yang lainnya.
Sewaktu dilihatnya wajah Tan Kia-beng penuh diliputi rasa menyesal, tak terasa lagi dengan manjanya dia berseru
"Eeee.... kau sedang melamunkan apa? Ayoh pergi, sama-sama aku pergi cari Ca
Mendadak dia bergerak maju menarik tangan Tan Kia-beng dan berlalu dari sana
Ternyata kejadian aneh itu terulang kembali di depan mata mereka. jago-jago yang pada bersembunyi dibalik batu cadas serta di dalam hutan yang pada memandang mereka dengan
pandangan rakus ternyata tidak ada yang berani maju ke depan menghalangi perjalanannya.
Orang-orang dari tujuh partai besarpun bagaikan patung saja tak bergerak, tak ada seorang pun yang berani maju menghalangi perjalanan mereka, mereka pada memandang orang itu berlalu dari sana dengan mata terbelalak mulut melongo.
Ketika mereka berdua tiba di bawah gunung hari sudah terang tanah, sinar sang surya yang terang bagaikan emas menyinari wajah gadis berbaju putih yang amat manja itu membuat dirinya kelihatan sangat menarik sekali.
Melihat ini tak terasa lagi Tan Kia-beng merasakan hatinya berdebar debar dengan amat kerasnya, diam-diam pikirnya, “Seorang nona yang demikian cantik dan sucinya bagaimana bisa memperoleh nama jelek sebagai seorang siluman perempuan?”
Sang gadis berbaju putih yang melihat dia memandang dirinya dengan mata terbelalak, tidak terasa lagi sudah berseru dengan suara yang amat halus, “Kenapa kau melihat aku terus menerus, kenapa kau tidak beritahu kepadaku siapakah namamu?"
“Cayhe she Tan bernama Kia-beng.”
“Eehmm, aku belum pernah mendengar namamu ini."
“Cayhe memangnya tidak punya nama di dalam dunia kangouw.”
“Aku bernama Hu Siauw-cian, orang-orang Bulim semuanya memanggil aku sebagai Pek Ih Loosah, adakalanya juga memanggil aku sebagai Bidadari bunga mawar....”
Berbicara sampai disini mendadak dia tertawa geli sambil membereskan rambutnya yang terurai ke bawah tanyanya lagi, “Eeei kau bilang namaku ini baik tidak?"
"Ehm, baik, baik sekali." sahut Tan Kia-beng, wegah wegahan.
"Heeei kau sedang pikirkan apa?” teriak Hu Siauw-cian dengan gusar. “Orang lain memaki aku kau malah bilang bagus, bagus aku tak mau gubris kau lagi.”
Dengan cepat ia putar badan lalu dengan cepatnya berlari ke depan meninggalkan Tan Kia-beng seorang diri.
Padahal pada saat itu di dalam hati Tan Kia-beng sedang merasa kebingungan banyak urusan yang menyulitkan dan membingungkan hatinya saat ini pada mengalir memenuhi benaknya karenanya mana dia punya minat untuk berbicara yang tak berguna dengan dirinya.
Kini melihat dia pergi dari sana dan merasa pula dari mulutnya kemungkinan sekali bisa memperoleh banyak petunjuk petunjuk yang berguna dengan cepat dia menoleh ke arahnya lalu mengejar dengan amat cepatnya dari belakang.
“Hei, Siauw Cian.... Siauw Cian" teriaknya dengan keras. "kau jangan pergi dulu aku ada perkataan yang hendak dibicarakan dengan kau."
Tetapi Hu Siauw-cian sama sekali tidak menggubris teriakannya, dengan amat cepatnya dia berlari terus ke depan.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sebetulnya sudah amat sakti apalagi dia berlari terlebih dahulu, tidak perduli Tan Kia-beng sudah mengejar dengan mengerahkan seluruh tenaganya bukan saja tak berhasil menyandak dirinya bahkan sampai bayangannyapun telah lenyap tak berbekas.
Dalam keadaan yang amat cemas larinya semakin cepat lagi, laksana sebatang anak panah yang lolos dari busurnya dengan amat cepat meluncur ke depan.
Tiba-tiba....
Dari tengah hutan cemara tampak berkelebatnya bayangan putih, dia segera, sreet! bagaikan segulung angin berlalu tubuhnya dengan cepat menerobos ke dalam hutan menubruk ke arah bayangan putih itu, karena dia takut dia lolos kembali dari kejarannya dari tempat kejauhan dia sudah pentangkan lima jarinya lalu mencengkeram ke arah lengannya.
Pada saat tangannya hampir berhasil menyandak lengan bayangan putih itu memaksa pikirannya harus berputar dengan cepat
Mendadak dia membentak keras tangannya dari gaya mencengkeram, dengan cepat dipukul ke depan segulung tenaga pukulan yang lembut tapi mengandung hawa dingin yang menggigilkan dengan cepat menyambut datangnya serangan tersebut.
Dia yang takut angin pukulan itu melukai tubuh Hu Siauw-cian memaksa dia melancarkan pukulannya kali ini tidak tanggung lagi dia sudah menggunakan delapan bagian hawa murninya.
Braak.... Blumm bagaikan meletusnya ugnung api seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan angin taupun yang melanda seluruh permukaan.
Braaak.... tubuh Tan Kia-beng bagaikan sebuah batu besar saja terjatuh kembali ke atas tanah lalu dengan sempoyongan berturut turut mundur dua tiga langkah ke belakang.
Orang itupun dengan gentayang mundur sejauh tiga depa, kiranya orang itu bukan lain adalah si iblis tua berjubah hitam Hu Hong adanya.
Tampak dia dengan rambut pada berdiri mata melotot gusar berdiri tegak di sana dengan amat seramnya.
“Heei.... kau sedang berbuat apa disana?” bentaknya gusar.
“Kenapa tanpa sebab kau hendak melukai dirinya?” balas teriak Tan Kia-beng sambil kerutkan alisnya rapat2.
Maksudnya dia memaki dirinya kenapa sudah turun tangan jahat terhadap putrinya sendiri.
Tetapi si kakek aneh berjubah hitam itu sudah salah mengertikan perkataanya, mendadak dia terasa keras dengan seramnya.
“Bangsat cilik! kiranya kau adalah satu golongan dengan dia.”
Mendadak tubuhnya maju ke depan, sepasang telapak tangannya yang amat gencarnya melancarkan delapan pukulan dahsyat.
Tan Kia-beng betul-betul dibuat khe ki. dia pun membentak keras, “Kau sungguh tidak pakai aturan Hm aku mau lihat beberapa tinggi kepandaian silat yang kau miliki”
Tangannya dengan perlahan diangkat ke tengah udara lalu membuat gerakan setengah busur, tubuhnya dengan tiba-tiba menerjang masuk ke tengah bayangan telapak lalu melancarkan serangan dengan ilmu telapaknya tersebut mencari posisi yang baik.
Dengan terjadinya pertempuran ini Tan Kia-beng segera mengetahui kalau nama besar dari kakek berjubah hitam ini memanglah bukanlah nama kosong belaka jika dibandingkan
dengan pertempurannya sewaktu ada di gunung Thay-san ternyata sama sekali tidak sama, dia merasakan setiap jurus serangan yang digunakan olehnya merupakan jurus jurus aneh yang belum pernah ditemui.
Bahkan kedahsyatan dari tenaga dalam jauh melebihi apa yang dibayangkan semula, boleh dikata dia harus mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya baru berhasil menerima datangnya serangan musuh yang amat dahsyat itu
Oleh karenanya tidak sampai sepuluh jurus darah yang bergolak di dalam dadanya semakin mencepat, langkahnyapun semakin mulai bergeser ke belakang semakin jauh.
Tampaklah kakek tua berjubah hitam itu dengan wajah menyengir kejam memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin.
“Heee.... hee.... sebetulnya loohu tidak ingin menyusahkan kalian dari angkatan muda, tetapi kau sudah cari gara gara dengan loohu bahkan berani bergerak melawan loohu.... hee.... hee.... hal ini tidak bisa dikatakan lagi....”
Mendadak matanya amat aneh melotot lebih besar lagi sehingga memancarkan sinar yang kehijau hijauan bentaknya keras, “Aku bacok badanmu lebih dulu.”
Telapak tangannya diangkat dengan membentuk gerakan busur dengan dahsyatnya, dia membacok ke depan, serangannya ini ternyata sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Tan Kia-beng pun dibuat gusar juga oleh sikap kakek tua itu mendadak dia tertawa keras dengan sombongnya.
“Hmmm hmmm belum tentu!” teriaknya.
Hawa murninya segera disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali telapaknya dengan perlahan didorong ke depan menyambut datangnya serangan tersebut
Angin pukulan yang semula lunak dan berhawa dingin mendadak berubah menjadi keras dan merupakan hawa yang amat dahsyat.
Bagaikan menggulungnya ombak seperti juga bertiupnya angin topan yang amat dahsyat dengan cepatnya angin pukulan itu menggulung ke arah musuh.
Braak.... blummm! dua gulung tenaga pukulan bentrok di tengah udara tubuh Tan Kia-beng bagaikan seorang mabok dengan terhuyung huyung mundur tujuh delapan langkah ke belakang
Sebaliknya rambut serta jenggot kakek tua berjubah hitam itu pada berdiri semua di tengah gemetarnya Sang jenggot yang amat keras tubuhnya melayang mundur sejauh lima depa ke belakang. sepasang matanya yang aneh bulat terbelalak besar dengan perasaan amat terperanjat dia memandangi pemuda yang ada dihadapannya ini
Sejak dia terjunkan dirinya ke dalam Bulim selama ini dia belum pernah melihat ilmu telapak yang demikian saktinya dilancarkan oleh seorang pemuda yang berusia sangat muda jika ditinjau dari hal ini entah bagaimana tingginya kepandaian silat yang dimilikinya oleh suhunya?
Bentrokan kali ini bisa membuat Tan Kia-beng segera merasakan darah yang ada di dalam dadanya bergolak dengan amat kerasnya darah segar hampir muncrat keluar dari mulutnya dengan cepat dia pusatkan pikirannya untuk mengatur pernapasan dan berusaha menekan kembali darahnya yang bergolak amat keras.
Mendadak, di tengah mengalirnya darah murni muncullah segulung hawa yang panas dari pusar mengalir keseluruh tubuh jalan darah di dalam tubuhnya seketika itu juga perasaan sakit serta muak yang menyumbat di dalam dadanya lenyap tak berbekas bahkan pikirannya bertambah terang kembali.
Sekonyong konyong tubuhnya sekali lagi menubruk ke depan, telapak tangan serta kakinya berturut turut melancarkan serangan gencar sebanyak dua belas jurus saking aneh serta sakti jurus serangan itu membuat dia sendiri merasa kebingungan dia tidak tahu dengan cara bagaimana tangan serta kakinya bisa menggunakan jurus tersebut.
Tampaklah angin pukulan bagaikan ombak mengamuk di tengah samudra menggulung ke depan, bayangan telapak sudah memenuhi seluruh angkasa mengaburkan pandangan, seluruh jalan darah penting yang ada diseluruh tubuh kakek tua berjubah hitam itu seketika itu juga berada dibawah kurungan angin pukulan serta bayangan jari yang memenuhi angkasa.
Sepasang mata yang aneh dan memancarkan sinar yang kehijauan dari kakek tua berjubah hitam itu dengan terpesonanya memandang dirinya tanpa berkedip sedikit pun ketika dilihatnya dia secara tiba-tiba melancarkan serangan dengan menggunakan jurus jurus yang demikian anehnya tidak terasa lagi semangatnya berkobar kembali.
Di tengah suara bentakan serta suitan panjang yang memekikkan telinga tubuhnya mendadak menerjang kembali di tengah berkelebatan bayangan telapak, sekali lagi mereka berdua bertempur dengan amat sengitnya.
Keadaan dari pertempuran kali ini jauh berbeda dengan keadaan semula, dia merasa pemuda yang ada dihadapannya
sekarang ini hanya di dalam waktu yang amat singkat saja sudah memperoleh kemajuan di dalam hal tenaga dalamnya bahkan kepandaian ilmu silatnyapun bertambah sempurnya satu tingkat lagi.
Jurus aneh serta gerakan yang mengherankan semakin lama dilancarkan semakin membingungkan hatinya, tenaga dalam yang disalurkan keluar tidak ada putus putusnya menghantam tubuhnya terus semakin bertempur kakek tua berjubah hitam itu merasakan hatinya semakin berdesir, keragu raguan serta rasa curiga yang meliput hatinyapun semakin lama semakin menebal.
Tetapi dengan sikapnya yang congkak dan tidak suka pandang orang lain sudah membuat dia tidak ingin minta berhenti di tengah jalan, semakin tidak mau lagi menunjukkan kelemahan di depan seorang pemuda yang usianya masih amat kecil, dengan sekuat tenaga dia mengeluarkan seluruh ilmu silat yang dipelajari dan diyakinkan selama tiga puluh tahun lamanya.
Pertempuran kali ini benar-benar sangat dahsyat dan amat sengit sekali, tampaklah pasir serta batu pada beterbangan memenuhi seluruh angkasa, pohon bambu pada roboh berserakan di atas tanah, tiga kaki dikeliling tempat itu sudah dikurung dengan angin pukulan yang menderu dan menyesakkan napas.
Dari tengah hutan bambu yang lebat tampak bayangan putih bagaikan kilat cepatnya berkelebat mendatang lalu meluncur dengan cepatnya ke tengah kalangan
Si kakek tua berjubah hitam yang mempunyai pengalaman amat luas sinar matanya jauh lebih tajam, walaupun berada di tengah pertempuran yang amat sengit sekali tetapi sepasang matanya tetap melirik kesekeliling tempat itu, telinganya
dipentangkan lebar-lebar mendengarkan seluruh gerak gerik yang ada disekitar tempat tersebut.
Kini di dalam keadaan gusar mendadak dia melihat berkelebatnya sesosok bayangan putih yang dikejarnya tadi.
Di tengah suara bentakan yang amat nyaring mendadak tubuhnya meloncat ke atas, bagaikan seekor elang raksasa tubuhnya yang melayang ke depan segera dibarengi dengan melancarkan satu pukulan yang mematikan.
Suara jeritan kesakitan yang amat menyayat hati segera bergema memenuhi seluruh angkasa tampak bayangan putih itu berputar beberapa kali di tengah udara lalu jatuh terlentang di atas tanah.
Tan Kia-beng yang melihat keadaan itu tidak terasa lagi menjadi sangat terkejut
Kakek tua berjubah itupun menjerit pedih, dengan tidak perduli lagi keadaan disekitarnya dia menubruk maju ke depan sewaktu Tan Kia-beng serta kakek berjubah hitam itu mengadakan pertempuran sengit dengan masing-masing mengeluarkan ilmu sakti yang paling diandalkan mendadak tampak sesosok bayangan putih bagaikan kilat cepatnya meluncur ke tengah kalangan.
Dalam keadaan amat gusar tanpa berpikir panjang lagi kakek tua berjubah hitam itu sudah melancarkan satu pukulan yang dengan tepat menghajar tubuhnya.
---0-dewi-0---
Siapa tahu ketika dilihatnya bayangan putih tersebut ternyata adalah putrinya sendiri tidak terasa lagi dia menjerit sedih dan menubruk maju ke depan memeluk tubuhnya rapat
rapat, lama sekali dia berdiri termangu-mangu disana tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tenaga dalam dari kakek tua berjubah hitam itu amat sempurna sekali apalagi serangan tadi dilancarkan di dalam keadaan amat gusar, dalam keadaan sama sekali tidak bersiap sedia walaupun gadis berbaju putih itu sudah berusaha untuk menghindarkan diri dengan menggunakan ilmu sakti Mat Hoo Sie sehingga berhasil menghindari tubrukan yang tepat menghajar dadanya tetapi luka yang dideritanya saat ini tidaklah ringan.
Tampak pipinya yang halus dan lembut itu kini sudah berubah menjadi kuning bagaikan lilin, bibirnya yang kecil mungil dibasahi oleh titik titik darah segar yang muncrat keluar dari mulutnya, dia sudah jatuh tidak sadarkan diri.
Tan Kia-beng yang melihat tindakan dari kakek tua berjubah hitam itu amat ganas dan kejam sekali, ternyata sampai terhadap putrinya sendiripun turun tangan sedemikian ganasnya tidak terasa lagi hawa amarah memenuhi seluruh benaknya, dengan memancarkan sinar yang berkilauan bentaknya dengan amat gusar
“Kau sebenarnya manusia atau binatang? ada pepatah mengatakan, sekejam kejamnya harimau tidak bakal memakan anaknya sendiri kenapa sampai putrimu sendiripun kau tidak mau melepaskannya? kau tidak ada bedanya dengan seekor binatang!”
Mendadak kakek tua berjubah hitam itu angkat kepalanya lalu tangannya dengan keras menghajar pipinya sendiri sebanyak puluhan kali banyaknya.
“Aku harus mati.... aku harus mati....” serunya dengan nada amat sedih. “Aku memang mirip dengan seekor binatang....”
Dia turun tangan amat keras bahkan tidak mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan beberapa kali tabokannya ini seketika itu juga membuat darah segar memancar keluar dengan amat derasnya dari hidungnya.
Gerak geriknya yang amat aneh dan mengherankan ini segera membuat Tan Kia-beng berdiri kebingungan hawa amarah yang semula memuncak dengan perlahan reda kembali bahkan sebaliknya dia malah menaruh rasa simpatik kepadanya.
Dengan cepat dia berjongkok ke samping tubuh gadis berbaju putih itu dan memeriksa dadanya.
“Jikalau kau orang tua sudah salah turun tangan lebih baik jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri,” hiburnya dengan suara perlahan, “biarlah cayhe periksakan bagaimana dengan keadaan lukanya.”
Sepasang mata kakek berjubah hitam itu segera melotot keluar bulat bulat sinar mata yang berwarna kehijau hijauan dengan tajamnya memandangi wajahnya mendadak dia melancarkan satu pukulan ke arahnya bersamaan pula bentaknya dengan gusar.
“Siapa yang suruh kau banyak urusan? cepat menggelinding jauh jauh dari sini!”
Tan Kia-beng tidak sempat untuk menghantar lagi, hampir hampir tubuhnya terkena pukulan tersebut, dengan cepat pinggangnya ditarik ke belakang dengan jurus Kiem Li Cuan Poo atau Ikan leleh meletik ke atas, tubuhnya berturut turut mengundurkan diri sejauh lima depa.
“Hey apa artinya ini?” bentaknya gusar.
“Urusanku tidak perlu orang lain ikut campur
“Aku bermaksud sungguh untuk memeriksakan keadaan lukanya kenapa kau begitu tidak tahu diri?
“Heee.... heee.... hati Suma Cau orang jalan pun tahu, kau kira maksud hatimu aku tidak mengetahui? apalagi loohu pun tidak membutuhkan bantuan orang lain.... hmm, hmmm sungguh sesuatu lelucon yang amat menggelikan”
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka maksud baik dirinya bisa disalah artikan oleh dirinya, saking khekinya dia tidak bisa bicara lagi.
Lama sekali baru mendepakkan kakinya ke atas tanah.
“Kau jangan omong sembarangan, aku orang she Tan bukanlah manusia semacam itu. bentaknya semakin marah.”
“Loohupun tahu kau bukanlah manusia semacam itu, tetapi kau terlalu romantis”
Mendadak air mukanya berubah adem bentaknya lagi, “Bukankah kau menaruh cinta kepadanya?”
Mendengar perkataannya tersebut Tan Kia-beng segera tertawa terbahak-bahak
“Aku mengakui terus terang dia memang amat cantik dan menarik sekali, tetapi rasa simpatik yang aku perlihatkan kepadanya dikarenakan dorongan hati naluriku saja, terus terang aku beritahu kepadamu, sekalipun dia adalah bidadari yang turun dari kahyangan aku orang she Tan juga tidak bakal tertarik, kalau memangnya aku memandang dirinya seperti barang pusaka akupun tidak ingin turut campur banyak urusan lain waktu kita bertemu kembali, selamat tinggal.”
“Kau kembali,” tiba-tiba bentak kakek tua berjubah hitam itu lagi, “Loohu ada perkataan yang hendak aku tanyakan kepadamu”
Sebetulnya Tan Kia-beng pun mempunyai banyak urusan yang mencurigakan hatinya dan hendak ditanyakan kepadanya, tetapi berhubung luka yang diderita gadis berbaju putih itu amat parah dan membutuhkan pengobatan dengan cepat maka dia tidak ingin bertanya pada saat ini, kini mendengar kakek tua berjubah hitam itu memanggil dirinya kembali dengan cepat dia menghentikan langkahnya.
“Ada perkataan apa? cepat sebutkan! siauw ya mu tidak akan sabaran menunggu lebih lama lagi,” serunya ketus.
“Siapa suhumu?”
“Bukankah aku saja beritahukan kepadamu. Ban Li Im Yen, Lok Tong adalah suhuku.”
“Hmm, kau tidak usah menjual kembangan yang tidak karuan dihadapan loohu. Sewaktu untuk pertama kalinya aku bertemu dengan dirimu aku mengakui kau memang betul-betul muridnya sekarang yang aku tanyakan adalah perguruanmu setelah kau dipukul jatuh oleh Heng-san It-hok dari atas tebing tersebut.”
“Soal ini maafkan aku tidak bisa memberitahu.”
“Haaa.... haa.... kau tidak mau bicarapun loohu sedikit mengetahui, seru kakek tua berjubah hitam itu sambil tertawa terbahak-bahak Sekarang aku bertanya lagi suhumu itu seorang yang masih hidup atau seorang yang sudah mati? dia punya pesan terakhir apa yang diberikan kepadamu misalnya saja sejarah dari perguruan itu serta persoalan persoalan tentang suheng te bekas seperguruan.”
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau dia bisa membicarakan persoalan itu, pikirnya diam-diam di dalam hatinya.
“Apa mungkin dia? Hmmm, tentu dia sedang memancing diriku untuk menyebutkan perguruanku, sebelum aku menetahui keadaanmu yang sesungguhnya kau jangan mimpi bisa mengetahui sesuatu tentang diriku.”
Setelah termenung berpikir keras beberapa saat lamanya dia baru menjawab dengan suara yang lantang.
“Aku orang she Tan tidak akan berbohong terhadap dirimu, telah terjatuh ke dalam jurang aku memang pernah mengalami suatu kejadian yang aneh tetapi belum pernah secara resmi mengangkatnya sebagai guru, sampai saat ini aku cuma mendapatkan barang-barang peninggalan dari dia orang tua saja.”
Tiba-tiba terlihatlah air muka kakek tua berjubah hitam itu berubah amat sedih sekali gumamnya seorang diri....
“Ooooh suhu.... tidak kusangka kau orang tua sudah menemui ajalnya sehingga membiarkan manusia berdosa dari perguruan merasakan penyesalan untuk seumur hidup.”
Mendadak dia maju ke depan mencekal pergelangan tangan dari Tan Kia-beng ujarnya lagi dengan mata terharu
“Saudara cilik.... suhu.... suhumu itu di dalam surat wasiatnya apakah pernah mengungkat.... mengungkat persoalan tentang kakek seperguruanmu?”
Mendengar perkataan itu tidak terasa lagi di dalam benak Tan Kia-beng teringat akan sesuatu urusan dia melirik sekejap ke arahnya lalu mendengus dingin, “Menurut surat wasiatnya dia memang mempunyai seorang murid tertua yang sudah diusir keluar dari perguruan.”
Air muka kakek tua berjubah hitam amat mengerikan sekali mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan amat seramnya
suaranya tinggi keras dan nyaring laksana pekikan hantu malam, seperti juga suara auman srigala kelaparan sedih.... seram.... dan mengerikan sekali, jika didengar dari suara tertawanya itu agaknya jauh lebih mirip dengan suara tangisan yang tidak sedap didengar.
Sebetulnya Tan Kia-beng adalah seorang berhati welas asih, melihat suara tertawa seramnya yang sama sekali tidak mirip manusia, ini hidungnya terasa menjadi terkejut hampir butiran air mata menetes keluar membasahi wajahnya.
Kakek tua berjubah hitam itu setelah tertawa tergelak dengan amat seramnya beberapa saat lamanya mendadak dia menutup mulutnya kembali.
Selang tidak lama kemudian dia gembar gembar pula sambil memaki dirinya sendiri
“Bagus sekali hukuman ini, bagus sekali ha haa haa.... hukuman yang paling tepat manusia yang berani menghianati perguruan memang seharusnya dijatuhi hukuman yang paling berat, haa, haaa, haaa, hukuman yang paling berat, haaa....”
Tan Kia-beng yang ada di samping tahu, kenapa dia bisa demikian hapalnya dengan mata terbelalak dia berdiri termangu-mangu memandang ke arahnya.
Agaknya kakek tua berjubah hitam itu segera merasakan dirinya sudah ketelanjuran mengumbar kesedihannya, air mukanya dengan cepat berubah menjadi tenang kembali bahkan jauh lebih adem dan kaku.
“Hey bocah cilik,” serunya dingin. “Apakah kau tidak mengetahui kalau aku sedang meneteskan air mata membaca cerita menaruh rasa sedih buat orang dahulu?”
Mendengar perkataan itu diam-diam Tan Kia-beng merasa amat geli pikirnya, “Kau kira aku tidak tahu siapakah kau?”
Tetapi wajahnya sama sekali tidak berubah dia cuma tersenyum.
“Semoga saja penampakan rasa sedih yang baru saja kau perbuat ini merupakan urusan yang benar-benar keluar dari hati kecilnya, sehingga dengan demikian tidak menghilangkan semangat kejantananmu.”
Dengan gemasnya kakek tua berjubah hitam itu melotot sekejap ke arahnya, tetapi Tan Kia-beng tetap tenang-tenang sja tanpa memperlihatkan sedikit perubahan.
Tiba-tiba....
“Siapa?” bentak kakek tua berjubah hitam itu dengan keras.
Di tengah suara sambaran pedang ujung baju yang tersampok angin dengan amat cepatnya dia terus menerjang keluar dari hutan hampir hampir pada waktu yang bersamaan pula tubuh Tan Kia-beng bagaikan bertiupnya angin ringan yang ikut menubruk keluar dari hutan tersebut. Ketika mereka berdua tiba di luar hutan segera terlihatlah Sam Koang Sin nie yang membantu mereka meloloskan diri dari kepungan sewaktu berada digunung Thay-san tempo hari dengan memegang sebuah hut tim yang sedang berjalan masuk ke dalam hutan itu dengan langkah perlahan.
Tetapi mereka berdua yang sudah mempunyai kepandaian amat tinggi segera mengetahui kalau apa yang didengarnya tadi bukanlah suara langkah kaki melainkan suara tersampoknya ujung pakaian yang amat perlahan sekali, tidak terasa lagi mereka pada saling bertukar pandangan Air muka Sam Koang Sin nie amat tenang sekali, dengan perlahan dia
berjalan mendekati gadis berbaju putih itu ujarnya dengan suara yang halus
“Ouw, sungguh kasihan.... sungguh kasihan sekali, siapa yang sudah melukai dirinya sehingga sedemikian rupa?”
Dengan cepat kakek tua berjubah hitam itu berkelebat menghalangi perjalanannya.
“Dia adalah putriku tidak perlu kau banyak cakap atau ikut campur di dalam urusan ini” teriaknya dingin.
Tidak menunggu Sam Koang Sin nie berbicara dia sudah menambah lagi.
“Luka dari Siauw li amat parah sekali loohu harus cepat-cepat membawanya pulang untuk diobati, apa maksud tujuanmu datang kemari? Cepat katakan loohu tidak punya waktu untuk menunggu lebih lama lagi.”
Selesai berkata dengan sinar mata yang amat tajam dia memandang wajah Sam Koang Sin nie itu, agaknya sedikit ada pembicaraan yang tidak cocok dia segera turun tangan melancarkan serangannya.
Sam Koang Sin nie segera merangkap tangannya memberi hormat, ujarnya dengan suara yang amat halus, "Pinnie sengaja datang kemari untuk minta petunjuk beberapa persoalan dari saudara berdua, jikalau luka dari putri kesayanganmu untuk sementara tidak menguatirkan harap kalian mau berdiam disini beberapa saat lagi."
Berbicara sampai disini sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah mereka berdua, kemudian sambungnya lagi, “Pinnie bukanlah seorang manusia yang tidak tahu aturan, dikarenakan keadaan yang sangat berbahaya saat ini, sedikit tidak ada kecocokan paham segera
akan terjadi suaru pertempuran sengit yang bakal menimbulkan banjir darah maka.... Oouw, benar, biarlah Pinnie turun tangan menolong menyembuhkan luka nona itu terlebih dahulu.”
Mendadak kakek tua berjubah hitam itu putar badannya mendekati badan gadis berbaju putih itu lalu bagaikan sambaran kilat cepatnya berturut turut dia menotok beberapa buah jalan darah.
Tan Kia-beng serta Sam Koang Sin nie yang berdiri disampingnya cuma melihat sepasang tangannya bergerak tidak henti hentinya, hanya di dalam sekejap saja serluruh jalan darah penting dibadannya sudah kena tertotok.
Kemantapan serangannya serta ketepatan arah totokannya sangat hebat sekali membuat kedua orang itu diam-diam merasa sangat kagum.
Si kakek tua berjubah hitam itu yang baru saja menggunakan ilmu tunggal perguruannya untuk melancarkan jalan darah putrinya dalam hati dia tahu untuk beberapa saat lamanya gadis berbaju putih itu tidak akan mendapatkan perubahan yang menguatirkan, karenanya dengan cepat dia putar tubuhnya.
“Kau ada perkataan apa? cepat katakanlah!” ujarnya dengan amat dingin. “Loohu tidak punya waktu yang lebih banyak.”
Sam Koang Sin nie pun tahu kalau perkataan ini tidak bohong, dia segera tersenyum ramah.
“Setiap tahun satu kali sicu dengan membawa putri kesayanganmu berpencar ke daerah Kang Lam dengan menunggang kereta kencana, hal ini sudah Pinnie ketahui benar-benar walaupun setiap tahunnya ada banyak jago yang
terbinasa dengan amat mengerikan ditanganmu tetapi hal ini adalah urusan yang jamak, Pinnie tidak mau mengungkat ungkatnya kembali.”
“Oouw, jadi kau sengaja datang kesini untuk membicarkan dosa yang telah loohu perbuat?” mendadak potong kakek tua berjubah hitam dengan tidak sabaran, “hee.... heee.... loohu kalau sudah berani berbuat tidak akan takut pula ada orang yang mencari diriku. Hmm, jikalau ada yang mau membalas dendam silahkan datang kemari, loohu akan menerimanya semua.”
Dengan gusar Sam Koang Sin nie goyangkan tangannya berulang kali. Untuk sementara waktu sicu jangan memotong dahulu omonganku, dengarlah omongan dari Tiu nie dulu.
Dia menghela napas panjang, kemudian sambungnya.
“Persoalan yang mencurigakan hati Pinnie dan ingin minta penjelasan dari sicu adalah pertama, jika mengikuti pengalaman sejak dahulu kecuali setiap tahun pada musim semi sicu melakukan perjalanan satu kali salamanya tidak pernah keluar lagi dari perkampungan Cui-cu-sian, kenapa tahun ini kereta kencana itu berturut turut sudah munculkan dirinya berulang kali?”
“Kedua, walaupun kepandaian silat dari sicu amat tinggi tetapi selamanya tidak ingin merebut nama besar di dalam Bulim kenapa tahun ini sudah mengirim surat undangan yang menantang para ciangbunjin dari partai partai besar? apakah kau mempunyai minat untuk merebut julukan sebagai Bulim Tat It Kiam?”
Alis yang dikerutkan kakek tua berjubah hitam itu semakin mengencang lagi kemudian tak tertahan lagi dia tertawa panjang dengan amat kerasnya.
“Kalau memangnya Sinnie sudah menyelidiki perbuatan aku orang she Hu sehingga demikian jelasnya buat apa bertanya lagi?” serunya keras. “Munculnya kereta kencana di jalan raya Cing Sian pada waktu itu adalah hasil perbuatan dari saudara kecil ini, sebaliknya tentang undangan yang mengajak tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar untuk bertemu di atas gunung Thay-san tidak lain merupakan siasat yang sedang mereka susun waktu itu dan bermaksud hendak mengandalkan jumlah yang banyak bersama-sama mengerubuti diriku, sedangkan mengenai julukan Bulim Tat It Kiam? hee hee aku orang she Hu sama sekali tidak tertarik”
“Terhadap urusan ini Pinnie pun mengetahui amat jelas, sekarang Pinnie masih ada satu pertanyaan lagi, apakah pada musim guguran ini sicu pernah menunggang kereta kencana menyerbu kuil Siauw-lim-si dan kuil Kun Yen Koan di atas gunung Go-bie? nona yang berhasil ditawan Go-bie Ngo Cu apakah putri kesayanganmu?”
Dengan sombongnya kakek tua berjubah hitam itu gelengkan kepalanya berulang kali.
“Siauw lim serta Go-bie walaupun orang-orang Bulim menganggapnya amat tinggi tetapi aku orang she Hu sama sekali tidak memandang sebelah matapun, sedang Go-bie Ngo Cu itu sekalipun terhitung jago nomor wahid di dalam dunia kangouw tetapi jikalau ingin menawan putriku.... haaa.... haaa.... bukannya Loohu bicara membual mereka masih ketinggalan jauh aku kira tentunya mereka sengaja menyiarkan berita ini agar aku menghantarkan diri kemulut macan.”
“Urusan ini memang benar-benar terjadi” tiba-tiba timbrung Tan Kia-beng dengan keras, “Cayhe melihat hal itu dengan mata kepala sendiri bahkan ada orang kakek tua berjubah
hitam dan berkerudung sudah menolong juga lolos dari tawanan mereka.”
“Kakek tua berjubah hitam yang berkerudung?”
“Benar,” sahut Tan Kia-beng mengangguk. “Sewaktu diadakannya pertemuan para jago di atas gunung Thay-san cayhepun pernah melihat dirinya naik ke atas gunung bersama-sama dengan seorang perempuan berbaju putih akhirnya setelah bergebrak aku tidak melihat dia muncul muncul juga sehingga dalam hatiku sudah menaruh rasa curiga, menanti aku mau tanyakan urusan ini kepadamu saat itu kau sudah pergi dari sana.”
“Manusia busuk, ternyata dia berani mempermainkan aku Hu Hong. Hm.... aku pingin mengetahui siapakah sebenarnya orang itu?”
Mendadak dia menghela napas panjang, ujarnya lagi, “Sejak istriku menuju kedunia Barat Loohu sudah pusatkan seluruh perhatianku kepada Siauw li, loohu tidak ingin dia merasakan kesedihan atau siksaan yang menambat hatinya. Persoalan adanya pertemuan di atas gunung Thay-san loohu sama sekali tidak membiarkan dia tahu perempuan mana yang pergi kesana bukanlah Siauwli, dia tentulah orang lain yang sengaja menyamar sebagai putriku.”
Sam Koang Sin nie yang mendengar tanya jawab diantara mereka di dalam hati merasa semakin jelas lagi.
“Di dalam hati Pinnie sejak semula sudah menaruh curiga kemungkinan sekali masih ada kereta kencana yang lain ujarnya dengan perlahan, dan orang itu sengaja munculkan dirinya di dalam Bulim dengan menyamar sebagai Hu sicu hanya orang ini amat sukar diduga, maksud dan tujuannyapun
tidak jelas, Pinnie menduga tentunya dia mempunyai suatu rencana tertentu disamping hendak mencelakai diri sicu.”
“Urusan ini loohupun sudah merasa, ini hari loohu bisa salah melukai siauw li hal inipun disebabkan sedang mengejar siluman perempuan berbaju putih itu.”
Berbicara sampai disini mendadak sepasang matanya melotot keluar dan menoleh ke arah hutan,
Bagaikan sambaran angin cepatnya Tan Kia-beng segera meluncur ke depan, sewaktu dia tiba disamping hutan tampaklah sesosok bayangan putih dengan amat cepatnya berkelebat masuk ke tengah gerombolan pepohonan.
Dia tidak mau melepaskan begitu saja orang itu dengan cepat dia melakukan pengejaran terus ke depan tetapi beberapa saat kemudian selain semak belukar yang amat lebat tidak tampak sesosok bayangan manusiapun disana. dia tahu sekalipun mengejar lebih lanjut juga tidak berguna karenanya terpaksa dia kembali lagi ke tempat semula.
Sam Koang Sin nie segera merangkap tangannya memuji keagunagn Buddha.
“Jikalau dugaan Pinnie tidak meleset, tentunya siluman perempuan berbaju putih itu sedang mencuri dengar dari hutan sebelah sana,” ujarnya.
Tan Kia-beng segera mengangguk.
Perempuan ini kemungkinan sekali adalah perempuan berbaju putih yang ditawan Go-bie Ngo Cu.
Kakek tua berjubah hitam itu mendengus berat berat, mendadak dia mengempit tubuh gadis berbaju putih yang mengeletak di atas tanah dan meloncat pergi dari sana.
Menanti setelah bayangannya lenyap dari pandangan Sam Koang Sin nie baru menoleh ke arah Tan Kia-beng, tanyanya sambil tersenyum, “Siauw sicu, apakah satu perguruan dengan dirinya?”
“Sama sekali tidak kenal, ini hari cayhe baru saja bertemu muka dengan dirinya.”
“Kalau begitu terhadap segala galanya kau sama sekali tidak tahu?”
“Sampai namanyapun cayhe tidak tahu?”
“Orang ini she Hu bernama Hong kenapa dalam silat yang dimilikinya sangat tinggi sekali, entah dia termasuk dari perguruan mana, tetapi jadi orang suka marah, suka senang tak menentu sifatnya amat kukoay dan paling gemar membunuh.”
“Katanya dia mempunyai seorang istri yang sangat cantik sekali, cuma sayang usianya pendek, pada suatu saat dia meninggal dunia karena menemui kesukaran sewaktu melahirkan, karena itu cinta kasihnya lantas dialihkan seluruhnya kepada putrinya ini, dia mengunci putrinya itu di dalam perkampungan Cui-cu-sian, setiap tahun pada musim semi saja dengan mengendarai kereta kencana mereka melakukan perjalanan satu kali.”
“Dia bertempat tinggal di perkampungan Cui-cu-sian dan jarang sekali melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw bagaimana dia bisa mengikat permusuhan yang demikian banyaknya?” tiba-tiba tanya Tan Kia-beng.
Sam Koang Sin nie segera menghela napas panjang.
“Urusan ini salah terletak ditangan gadis berbaju putih itu, karena kepandaian silat yang dimilikinya sangat tinggi bahkan
sifatnya amat sombong sekali bahkan wajahnya amat cantik bagaikan bidadari, maka setiap kali muncul dalam dunia kangouw, tentu akan menimbulkan banyak urusan yang merepotkan, Hu Hong yang menyintai putrinya seperti menyintai nyawanya sendiri, sama sekali tidak membiarkan dia menaruh cinta atau sayang terhadap seseorang, misalnya menaruh rasa simpatik terhadap dirinya maka orang itu tentu akan segera menemui ajalnya, jikalau dia menaruh rasa sayang dan senang dengan sebuah kuil atau sebuah hutan yang berpemandangan indah, maka hutan itu ataupun kuil tersebut pasti akan dihancur lumurkan, bahkan sampai seekor anjing atau seekor kucing pun jikalau putrinya menaruh rasa sayang kepadanya dia tentu turun tangan membinasakannya.”
Dikarenakan setiap tahun kereta kencana itu melakukan perjalanan yang amat jauh sekali maka semua orang dunia kangouw memberikan julukan kepadanya sebagai si Penjagal Selaksa Li.
Saat itulah Tan Kia-beng baru paham kembali kenapa si kakek tua berjubah hitam itu sudah menanam rasa dendam yang demikian banyak orang Bulim, di dalam hatinya tidak terasa lagi sudah timbul rasa anti patinya, seketika itu juga alisnya dikerutkan rapat rapat, serunya, “Orang ini amat bengis dan kejam sekali, bagaimana kita boleh membiarkan dirinya berbuat jahat lagi terhadap Bulim.”
“Walaupun dia gemar membunuh tetapi selamanya asalkan tidak ada orang yang mengganggu dirinya dia tidak akan mengganggu orang lain sifat sebetulnya tidak jelek Pinnie serta Loa Lim Sin Ci mempunyai maksud untuk melenyapkan peristiwa ini dari dalam dunia kangouw, disamping itu Pinnie masih ada satu urusan yang benar-benar menyedihkan hatiku.”
Berbicara sampai disini sinar matanya dengan perlahan beralih ke atas wajah Tan Kia-beng, ujarnya setelah berseru memuji keagungan Buddha, “Usia siauw sicu masih sangat muda sekali, kepandaian silatnyapun sudah mencapai pada taraf kesempurnaan, harap kau bisa baik-baik berjaga diri.”
Tan Kia-beng yang melihat dia tak melanjutkan perkataannya, segera tahu kalau dia sudah menaruh rasa curiga terhadap asal usulnya. karenanya diapun tidak bertanya lebih lanjut segera dia tersenyum.
“Terima kasih atas perhatian dari Sin nie boanpwee merasa diriku tidak akan sampai terjerumus ke dalam jalan yang tidak benar.”
“Semoga saja Sicu mengikuti perkataan tersebut, sehingga tidak mensia-siakan pelajaran ilmu silatmu....”
Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat dan berlalu dari sana dengan cepatnya.
---0-dewi-0---
JILID: 9
Sam Koang sin Nie ini merupakan salah satu manusia aneh yang paling dihormati di dalam Bulim saat ini, kali ini dia sengaja menguntit diri kakek tua berjubah hitam serta Tan Kia-beng sebenarnya hanya bertujuan untuk membuktikan keragu raguan serta kecurigaan yang memenuhi hatinya.
Karena munculnya seorang pemuda yang berkepandaian sangat tinggi semacam Tan Kia-beng ini amat mengherankan sekali hati mereka, apalagi kepandaian seilatnya yang dimiliki si Penjagal Selaksa Li Hu Hong, dia segera menaruh curiga kalau dia adalah tunggal seperguruan dengan Hu Hong ini.
Siapa tahu ternyata orang itu sama sekali tidak saling mengenal. hatinya semakin curiga lagi dia menduga kemungkinan sekali Tan Kia-beng termasuk di dalam salah satu partai yang bersembunyi karena itu baru saja berkata sampai di tengah jalan ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya dan dengan tergesa gesa berlalu dari sana.
Tan Kia-beng yang baru untuk pertama kali terjun ke dalam dunia kangouw terhadap urusan Bulim boleh dikata sama sekali tidak tahu ditambah lagi dengan persoalan dari saudara seperguruan yang banyak ini membuatnya dia semakin bingung lagi dibuatnya.
Saat itu dia merasa urusan harus cepat-cepat diselidiki pada saat ini adalah soal kereta rencana yang satunya itu beserta si kakek tua berjubah hitam dan perempuan berbaju putih itu karena dia berani menyamar sebagai Hu Hong sudah tentu kepandaian silatnya rada mirip lalu apakah diapun merupakan anak murid dari Teh-leng-bun?
Baru saja dia berpikir keras dan kebingungan mendadak telinganya dapat menangkap suara gerakan yang aneh dan mencurigakan sekali bahkan secara diam-diam mulai bergerak mendekati dirinya, tidak terasa lagi dia tertawa dingin.
“Saudara sekalian, bilamana khusus datang kemari untuk mencari gara gara dengan aku orang she Tan, silahkan cepat munculkan dirinya untuk bertemu, bersembunyi seperti cucu kura kura boleh dihitung manusia macam apa? Hmm.”
Suara bentakannya baru saja selesai diucapkan dari empat penjuru mendadak berkumandang keluar suara tertawa seram yang mengerikan sekali....
Mendadak....
Dari empat penjuru bermunculan segerombolan manusia berbaju hitam yang memakai kerudung hitam dan dengan perlahan mendekati dirinya.
Dandanan serta tindak tanduk dari orang-orang ini aneh sekali, gerak geriknyapun amat misterius, kecuali memperdengarkan suara tertawa aneh yang amat menyeramkan ternyata tak seorangpun di antara mereka yang berbicara, bahkan tidak tahu pula siapakah pemimpinnya diantara orang tersebut.
Di tengah kegelapan mejelang pagi hari terlihatlah segerombol bayangan hitam bergerak maju selangkah demi selangkah, gerakannya persis seperti setan gentayangan yang sedang mencari mangsa, membuat setiap orang merasa bergidik bulu romanya pada berdiri.
Sekalipun Tan Kia-beng memiliki kepandaian silat yang amat tinggi tetapi diapun dibuat terkejut juga oleh gerak gerik orang yang sangat aneh ini
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap kesekeliling tempat itu lalu bentaknya dengan suara nyaring, “Kalian segerombol manusia tidak mirip manusia, setan bukan setan sebetulnya mau berbuat apa terhadap diriku?”
Tetapi jawaban yang diperoleh cuma suara tertawa aneh semakin menyeramkan.... suara tertawa yang mendirikan bulu roma.
Saking khekinya tidak terasa lagi alisnya dikerut rapat rapat, diapun segera memperdengarkan suara tertawanya yang amat keras sekali.
Mendadak dia membentak keras, telapak tangannya dibabat melancarkan satu pukulan dahsyat yang disertai hawa dingin yang membekukan seluruh tubuh
Lelaki berbaju hitam yang berada dibarisan paling depan segera terkena gulungan dan hantaman hawa pukulan itu
Agaknya orang itu sudah mengetahui kalau tenaga dalamnya sangat sempurnya sekali, tubuhnya dengan cepat miring ke samping lalu meloncat ke atas berturut-turut dia melancarkan tiga buah serangan gencar yang semuanya menggunakan jurus jurus serangan dari aliran Teh-leng-bun
“Iiih?”
Tak kuasa lagi Tan Kia-beng berteriak kaget.
Dari belakang badannya segera terasalah angin pukulan yang menderu menghantam tubuhnya, ada dua orang lelaki berbaju hitam lagi yang bergerak menyerang dari samping kiri serta samping kanan jurus2 serangan dari aliran Teh-leng-bun.
Tan Kia-beng segera kilatkan tangan miringkan tubuh ke samping dengan gerakan serangan dibalas serangan dia memunahkan datangnya serangan dari kedua orang yang ada dibelakang badannya itu.
Di dalam hati diam-diam dia merasa sangat terperanjat sekali, bukankah di dalam surat wasiat dari Han Tan loojien dia pernah mengungkat kalau aliran Teh-leng-bun yang pernah berdiri di dalam dunia kangouw beberapa saat lamanya cuma mempunyai dua orang ahli waris saja tetapi bagaimana saat ini bisa muncul begitu banyak orang yang bisa menggunakan ilmu silat dari aliran Teh-leng-bun?
Pada waktu dia berdiri tertegun nan memikirkan banyak urusan itulah manusia manusia berbaju hitam yang ada diempat penjuru sudah mulai melancarkan serangan gencar dan pada mengerubut ke depan, serangannya sama sekali tidak mengandung belas kasihan arah yang diserang pun merupakan jalan darah penting yang mematikan. Bahkan jurus
serangan yang mereka gunakan adalah jurus-jurus serangan ganas dari aliran Teh-leng-bun.
Sebenarnya semula dia masih mengira secara kebetulan saja jurus serangan mereka hampir mirip dengan jurus serangan dari alirannya tetapi sekarang ini dia sudah bisa membuktikan kalau jurus serangan yang digunakan pihak lawan memang benar merupakan ilmu silat dari aliran Teh-leng-bun.
Dikarenakan dia sangat takut sampai serangannya sudah salah melukai orang-orang dari Teh-leng-bun mendadak sepasang telapak tangannya melancarkan dua serangan gencar menghantam mundur musuh musuh yang sudah semakin mendesak ke depan tubuhnya itu
Mendadak tubuhnya meloncat ke atas lalu putar setengah lingkaran dan kembali melancarkan dua serangan dahsyat.
“Tahan!” bentaknya dengan keras.
Suara benturan laksana guntur yang membelah bumi membuat seluruh lembah tergetar denagn amat kerasnya, dedaun serta ranting pada rontok dan berguguran ke atas tanah
Saking terkeutnya manusia berbaju hitam itu pada menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke belakang tidak ada seorangpun dianatara mereka yang berbuka mulut mengucapkan sesuatu
Sepasang mata dari Tan Kia-beng segera memancarkan sinar kemilauan yang sangat tajam dan menyapu para manusia berkerudung hitam itu dengan amat dinginnya.
“Hmmm, kalian berasal dari perguruan mana?” bentaknya dengan suara yang amat berat. “Cepat katakan sehingga jangan sampai aku melukai orang”
Sewaktu berkata dia sudah menyambut keluar seruling pualam putih peninggalan Han Tan Loojien dan diangkatnya tinggi tinggi
Seruling ini merupakan senjata yang paling diandalkan Teh Leng Kauwcu tempo hari juga merupakan tanda kepercayaan dari Kauwcu aliran Teh-leng-bun bilamana gerombolan manusia berbaju hitam betul-betul merupakan anak murid dari Teh Leng Kauw maka sudah seharusnya mengenali barang tersebut
Tetapi setelah dia mengangkat tinggi tinggi seruling pualam putih itu bukannya berhasil mengejutkan orang-orang itu sebaliknya malah memancing keinginan para penjahat tersebut untuk merebut seruling itu terengar suara tertawa aneh yang amat menyeramkan kembali memenuhi angkasa sekali lagi mereka bergerak maju melancarkan serangan gencar
Bayangan telapak serta angin pukulan segera memenuhi seluruh permukaan haaw pukulannya kali ini jauh lebih dahsyat lagi dari keadaan semula.
Tan Kia-beng menjadi betul-betul mendongkol, diapun segera tertawa dingin
“Hmmm.... hmmm.... bilamana kalian mengandung maksud tidak baik janganlah siauw yamu akan turun tangan telengas”
Dia menyelipkan kembali seruling pualam putihnya ke arah pinggang lalu bergerak maju menyambut datangnya serangan tersebut
Dan tidak ingin menggunakan jurus jurus serangan dari aliran lain untuk mengalahkan orang-orang itu serangan yang dilancarkan keluar semuanya merupakan jurus serangan dahsyat yang termuat di dalam kitab pusaka Teh leng Cin Keng.
Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan gulungan angin pukulan berhawa dingin yang menggulung laksana ombak di tengah samudra dan mendesak orang-orang berbaju hitam sehingga pada kalang kabut dan sukar untuk maju lebih dekat lagi
Dengan tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng sekarang ini dimana dia bisa bertempur sebanyak tiga, lima ratus jurus dengan iblis nomer wahid, saat itu Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong tanpa terkalahkan bahkan di dalam jurus jurus seranganpun sudah memperoleh keuntungan yang luar biasa, sudah cukup membuktikan kalau dia bukanlah manusia sembarangan.
Kini menghadapi serangan dari orang berkerudung itu, dia tidaklah merasa terlalu berat karena setiap jurus serangan yang dilancarkan pihak lawan dia sudah memahami benar seluk beluknya menanti dia menggunakan salah satu jurus serangan untuk memusnahkan pihak lawan tentu akan dibuat kelabakan tidak keruan.
Untung saja Tan Kia-beng tidak mau melukai orang lain secara sembarangan sehingga tidaklah terjadi suatu pertempuran berdarah yang mengalirkan darah
Orang berkerudung hitam itu sewaktu melihat kepungan mereka sama sekali tidak membawa hasil mendadak bersama-sama bersuit panjang yang saling menyahut keluar senjata tajamnya dan bergerak maju lagi tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri.
Serbuannya kali ini jauh lebih ganas dan lebih hebat dari semua bahkan boleh dikata hampir menyerupai suatu pertempuran ngawur ngawuran yang mengadu jiwa
Di dalam sekejap saja sinar golok serta bayangan pedang berkelebat dengan rapatnya memenuhi seluruh angkasa sekeliling tempat itu seketika itu juga terbentuk sebuah dinding bayangan yang amat kuat dan memancarkan sinar berkilauan yang menusuk mata.
Sebenarnya Tan Kia-beng masih menaruh belas kasihan terhadap mereka dan tidak ingin melukai orang-orang dari perguruannya sendiri tetapi saat ini dia tidak bisa berbuat begitu terus tekanan yang menghantam tubuhnya semakin lama terasa semakin berat sedikit tidak waaspada saja nyawanya terancam berbahaya maut.
Diam-diam pikirnya dalam hati, “Orang-orang ini tidak mau berbicara merekapun tahu kalau ilmu silat yang aku gunakan adalah ilmu silat alirang Teh-leng-bun tentu ada sebab yang lain memaksa mereka tetap membisu dan melancarkan serangan gencar ini.”
Berpikir sampai disitu seruling pualam putihnya segera dicabut keluar lagi bentaknya keras, “Bilamana kalian tak tahu diriku terus menerus janganlah salahkan siauw yamu, akan menggunakan senjata dari Kauwcu untuk memberi hajaran kepada kalian”
Tetapi jawaban yang diperoleh adalah semakin gencarnya serangan yang menghajar dan menekan badannya. Tan Kia-beng benar-benar dibuat gusar dia tertawa dingin serulingnya bagaikan kitiran berebut maju menyerang ke depan.
Seketika itu juga ilmu seruling Uh Yeh Cing Hun sam Ciat Can yang paling diandalkan Han Tan Loojien tempo hari
bagaikan berkelebatnya malaikat iblis dengan dahsyatnya melanda keluar.
Tampaklah pelangi putih menembus angkasa berubah menjadi bayangan seruling yang menyilaukan mata disertai dengan suara sambaran angin dan guntur yang memekikkan telinga serangannya dengan dahsyat mengurung kepala orang-orang itu.
Begitu jurus pertama Hong Bok Ci Pei atau angin kayu membawa kesedihan dilancarkan keluar, suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera bergema memenuhi angkasa seketika itu juga ada empat, lima orang yang bergeilnding di atas tanah tidak berkutik lagi.
Saat ini napsu untuk membunuh sudah meliputi Tan Kia-beng, dia tak menaruh belas kasihan lagi terhadap orang-orang itu, di tengah suara tertawa panjangnya yang amat nyaring seruling pualamnya dibabat ke depan dengan menggunakan jurus Kiam Kong Nu Bok atau malaikat sakti melirik gusar lalu beralih dengan menggunakan jurus Cun Lok Ciu Siang atau Semi bermunculan gugur kedinginan.
seketika itu juga suara angin dan sambaran geledek memenuhi angkasa disertai suara desiran angin serangan yang menggoncangkan hati setiap orang....
Sekali lagi suara teriakan ngeri yang sangat menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa darah segar memancur mengotori seluruh permukaan, kembali ada lima enam orang pada menggeletak ke atas tanah.
sebetulnya kawanan manusia berbaju hitam ini sengaja diperintah kesana untuk menyelidiki aliran ilmu silat dari Tan Kia-beng dan bukanlah membiarkan mereka mengerubuti secara sungguh sunggh tetapi orang yang berlatih silat
kebanyakan memiliki sifat ingin menang melihat Tan Kia-beng cuma seorang pemuda yang kelihatannya amat lemah mereka segera mengira kalau dia gampang dipermainkan mana mereka mau memandang tinggi dirinya lagi!
Karenanya mereka segera mengambil keputusan untuk bersama mengeroyok dan sekaian menawan dirinya siapa sangka begitu pihak lawannya turun tangan ternyata sudah puluhan orang yang menggeletak di atas tanah tak terasa nyali mereka pada pecah. saking ketakutannya orang-orang itu pada putar badan dan melarikan diri terbirit birit ke dalam hutan.
Kejadian ini benar-benar membuat Tan Kia-beng kebingungan dan tidak mengerti maksud tujuan mereka segera berjongkok untuk membuka kain kerudung yang menutupi wajah wajah orang berbaju hitam itu
Terlihatlah wajah mereka amat buas dan kejam sekali yang kini binasa dengan meringis menyeramkan tetapi tidak seorangpun dari antara mereka yang dia kenal
Mendadak.... Criiing dari dalam saku itu menggelinding jatuh sesuatu barang dengan cepat dia memungutnya.
Terlihatlah sebuah tanda pengenal yang terbuat dari tembaga dengan di atasnya terukir sebuah naga hitam yang mementangkan cakarnya tetapi separuh badan tertutup di tengah awan tebal muncul dihadapannya dia tidak tahu apa kegunaan dari benda itu merupakan tanda pengenal dari orang-orang tersebut karenanya dia segera memasukkan barang tersebut ke dalam sakunya.
Kejadian yang ditemuinya malam ini benar-benar sangat banyak sekali untuk sesaat lamanya dia tidak tahu bagaimana pula dia merasa badannya sedikit lelah karena itu dengan
cepat dia berarti turun gunung dan beristirahat di dalam rumah penginapan di dalam kota Go kie san itu.
---0-dewi-0---
Kita balik pada tujuh ciangbunjin yang pada berkumpulan dikuil Kun Yen Koan di atas gunung Go-bie mereka yang secara mendadak mengetahui kalau seruling pualam putih yang merupakan senjata andalan dari Teh Leng Kauwcu tempo hari ternyata sudah muncul ditangan Tan Kia-beng dalam hati pada merasa amat terkejut sekali.
Sekembalinya ke dalam kuil Kun Yen Koan mereka pada saling berpandangan. tak seorangpun yang mengucapkan kata-kata apalagi untuk menyelesaikan persoalan ini.
Pada waktu semula mereka semua tidak tahu berasal dari manakah ilmu silat dari kakek tua berjubah hitam itu, setelah mengalami kejadian ini mereka baru sadar kalau ilmu silat yang digunakan oleh dia bukan lain adalah ilmu silat dari aliran Teh-leng-bun
Air muka Ci Si Thaysu dari partai Siauw lim berubah amat serius sekali terdengar dia memuji keagungan Buddha dengan perlahan lalu berkata.
Urusan ini memang membuat orang sukar untuk mempercayainya, pada beberapa bulan yang lalu sewaktu Loolap bersama-sama dengan anak murid dari Kun-lun-pay bersama-sama mencegat sipenjegal selaksa Li Hu Hong di daerah Hoo Lam waktu itu loolap melihat pedang pusaka Kiam Cian Giok Hun Kiam yang ada di tangannya diperebutkan oleh orang banyak walaupun kepandaian silatnya waktu itu lumayan juga, tetapi dibandingkan dengan saat ini sangat berbeda jauh.
Bagaimana hanya di dalam setengah tahun saja dia sudah berhasil memperoleh seluruh ilmu silat dari aliran Teh Leng Kauwcu yang tempo hari pernah menggetarkan seluruh dunia kangouw masih hidup dunia"
Urusan ini memang ada kemungkinan demikian sambung Pau Cing thaysu dari Ngo Thaysan sambil mengangguk. Kalau tidak sekalipun bocah itu memperoleh penemuan aneh tidaklah mungkin cuma di dalam setengah tahun saja tenaga dalamnya berhasil memperoleh tambahan seperti hasil latihan selama puluhan tahun lamanya. Pin ceng kira di dalam aliran Leng Kauw tentunya secara tersembunyi sudah muncul seorang manusia aneh yang mengatur kesemuanya ini, jikalau orang itu bukan Teh Leng Kauwcu sendiri kemungkinan juga orang lain yang kepandaian silatnya lumayan juga.
Sedangkan soal penyerbuan ke atas kuil Siauw-lim-si serta pameran kekuatan di atas gunung Go-bie pinceng kira tentunya mereka sedang menjajal kekuatan sendiri Pinceng berani memastikan pertemuan puncak para jago digunung Huang san yang akan datang dari pihak Teh Leng Kau tentu ada orang yang bagaikan Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien sambil mengelus jenggotnya tiba-tiba menghela napas pajang.
Beberapa tahun ini dikarenakan peristiwa kereta maut sudah menimbulkan angin topan serta banjir darah di dalam dunia kangouw, ujarnya perlahan, "Tidak disangka baru saja, peristiwa kerea maut yang kedua sudah munculkan dirinya kembali bahkan bertambah pula dengan seorang pemuda, yang asal usulnya tidak jelas tetapi memiliki kepandaian silat yang begitu dahsyatnya. Jika ditinjau dari gerak gerik serta tindak tanduknya agaknya pemuda tersebut, bukan satu jalan dengan iblis tua itu teapi aliran ilmu silatnya mirip sekali bahkan sampai kereta maut yang menyerbu kekuil Siauw-lim-
si pun mempunyai ilmu silat yang selairan pula perkataan dari Phu Cing thay su tadi Loohu rasa ada kemungkinan demikian.”
Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay yang selama ini angkat kepalanya berpikir keras saat ini dengan perlahan berkata, “Bilamana beberapa orang iblis itu memangnya bertujuan utnuk merebut julukan sebagai jagoan nomor wahid dikolong langit hal itu tidaklah perlu terlalu dikuatirkan Pinto kuatir maksud tujuan mereka tidak terletak dalam hal ini”
“Di dalam Bulim saat ini cuma bakat kita orang tujuh partai saja yang paling bagus hubungan persahabatanpun paling erat pihak ternyata selalu sengaja menunjukkan kalau mereka sama sekali tdiak pandang sebelah matapun kepada kita orang-orang dari tujuh partai besar, lalu ini kita mau tidak mau harus mengadakan persiapan juga.”
“Sedangkan mengenai pemuda she Tan ini, dia membawa pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kam yang diingini oleh setiap jago di dalam Bulim dan ternyata begitu berani munculkan dirinya di dunia persilatan secara terang terangan hal ini jelas menunjukkkan kalau dia tidak takut ada orang yang sengaja datang merebut disamping itu menurut apa yang pinto ketahui seruling pualam putih itu merupakan tanda atau bukti kepercayaan dari Kauwcu dari aliran Teh Leng Kauw tempo hari kini benda tersebut sudah terjatuh ketangannya hal ini berarti juga dia sudah menjabat sebagai kauwcu dari Teh Leng Kauw.”
“Haaa.... haaa buat apa tentang soal ini saudara sekalian berpikir keras?” tiba-tiba teriak Loo Hu Cu sambil tertawa terbahak-bahak, “coba kalian bayangkan, Teh Leng Kauwcu itu yang mempunyai nama sudah enam puluh tahun lamanya jika dihitung hitung sampai sekarang usianya sudah lebih dari seratus tahun lamanya mana mungkin dia masih hidup di
dalam dunia? bahkan muncul seorang muridnya yang masih begitu muda?”
“Pinto berani memastikan kalau bangsat cilik itu pastilah anak murid dari iblis tua itu, sedangkan kereta maut yang digunakan pun tentunya hasil permainan busuk dari dilaut larut kembali, harap dari setiap partai segera mengirim jago berkepandaian tinggi untuk bersama-sama menyerbu perkampungan Cui Cu Sian dan membasmi iblis tua itu sehingga tidak meninggalkan bencara dikemudian hari!”
Leng Hong Tootiang yang mendengar perkataan ini cuma bungkam diri tidak berbicara.
Siok Hok Tootiang dari Heng-san-pay yang teringat kembali akan kematian suhengnya Heng-san It-hok ditangan si Penjagal Selaksa Li Hu Heng sebenarnya dalam hati sudah merasa mendendam, kini mendengar usul dari Loo Hu Cu ini dia segera berteriak keras, “Perkataan dari Loo Hu Too heng sedikitpun tidak salah, kalau anak iblis itu adalah anak muridnya sudah tentu saat ini dia ikut iblis tua itu kembali keperkampungan Cui Cu Sian, Tujuh partai besar dari daerah Tionggoan selamanya memimpin dan menjagoi seluruh Bulim. Kita tidak bisa melihat kaum iblis malang melintang dan unjuk gigi tanpa campur tangan dari kita, kita harus cepat-cepat turun tangan memberikan tindakan yang keras kepada mereka.”
Selama puluhan tahun ini para jago dari setiap partai yang binasa ditangan si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong berada dalam jumlah yang tidak sedikit, Partai Siauw Lim, Bu tong serta Ngo thay sekalipun biasanya melakukan tindakan dengan sangat berhati-hati sekali, tetapi mereka tidak bisa menolak usul dari partai lain yang hendak membalas dendam atas dari kematian murid muridnya.
Demikianlah akhirnya tujuh partai besar segera merundingkah soal penyerbuan keperkampungan Cui Cu sian ini dan mengambil ketetapan.
Tetapi dengan adanya rencana inilah di dalam Bulim sekali lagi akan terjadi pergolakan yang amat dahsyat kerugian yang bakal diterima oleh setiap partai amat besar sekali dan tidak pernah ditemui selama ratusan tahun ini. tentang urusan tersebut untuk sementara tidak kita bicarakan dulu.
---0-dewi-0---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang kembali ke dalam rumah penginapan dan tertidur dengan pulasnya sampai sore hari setelah bangun tidur dia segera meminta beberapa macam sayur untuk berdahar seorang diri di dalam kamar, otaknya dengan tiada henti hentinya berputar memikirkan beberapa persoalan.
Pertama. Menurut kepandaian silat yang dimiliki si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta perubahan mimik wajahnya kemarin malam jelas sekali menunjukkan kalau orang ini adalah salah satu murid yang diterima Teh Leng Kauwcu tempo hari hal ini tidak bisa diragukan kembali
Jika dilihat sifat serta tindak tanduknya walaupun dia agak sombong, keras kepala dan kasar tetapi agaknya tidak terlalu dingin, entah apakah dia menantu dari Han Loodjie.
Kedua. Manusia manusia berkerudung hitam yang secara tiba-tiba menyerang dirinya itu sebetulnya berasal dari golongan mana? Jika ditinjau dari sikapnya jelas mereka mencari satori dengan dirinya lalu merekapun tentu tahu asal usul dari perguruannya, jika demikian adanya maka gerak geriknya mulai hari ini harus lebih berhati-hati lagi.
Ketiga. sekalipun seluruh orang dan jago di dalam dunia kangouw menganggap si Penjagal Selaksa Li itu sebagai seorang iblis yang amat kejam dan ganas tetapi dia merasa orang itu sama sekali tidak menaruh permusuhan dengan dia kenapa dirinya tidak secara terang terangan pergi membicarakan persoalan ini dengan dirinya? kemungkinan sekali dari mulutnya bisa diperoleh sedikit titik terang mengenai keadaan Teh Leng Kauw tempo hari
Setelah mengambil keputusan ini dia segera merasa semangatnya sudah pulih kembali apa lagi selama satu harian penuh dia sudah tidur nyenyak kenapa dia tidak mau melakukan perjalanan malam menuju keperkampungan Cu Cu Siang?
Demikianlah pada malam itu juga dia melanjutkan perjalanannya menuju ke perkampungan Cu Cu sian, dia yang selama satu harian penuh sudah tertidur pulas dan kini melakukan perjalanan pula dimalam hari, secara tidak sengaja dia sudah meninggalkan banyak kesulitan dari gangguan orang-orang kangouw yang membuntuti dirinya.
Berita tentang dirinya yang memiliki pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam sejak dulu sudah tersiar luas di dalam Bulim senjata tersebut memangnya sejak dulu sudah diincar oleh banyak orang Bulim sudah tentu pada saat ini mereka pun tidak mau melepaskan begitu saja
Orang-orang yang pada bermunculan kuil Kun Yen Koan tempo hari sebetulnya tidak lebih cuma sebagian kecil saja yang mengincar pedang pusakanya, dibalik semuanya masih ada beberapa banyak orang yang mengawasi dirinya secara bersembunyi diapun tidak tahu.
Sewaktu dia meninggalkan Kun Yen Koan dan di tengah perjalanan secara kebetulan bertemu dengan Si Penjagal
Selaksa Li sehingga sudah tertunda satu malaman kata itu membuat orang-orang yang membuntuti dirinya terus itu langsung mengejarnya ke bawah gunung, ditambah pula selama satu harian penuh sekembalinya di kota Go-bie dia sudah tertidur pulas membuat orang-orang yang mengejar dirinya semakin tertinggal jauh lagi. ada diantara mereka yang sudah berangkat lebih dulu ada pula yang malah ketinggalan semakin jauh dari Tan Kia-beng
Karenanya selama di dalam perjalanan ini dia sama sekali tidak mendapatkan gangguan apapun, hari itu dia tiba kembali di kota Tiang-sah.
Mendadak di dalam benaknya teringat kembali dengan gedung Cun Ong-hu itu diam-diam pikirnya, “Orang tua itu entah ada disana tidak? jikalau misalnya masih ada aku mau mencari kabar tentang bagaimana tempo hari Cun ong dibinasahkan oleh orang lain”
Dikarenakan dia setiap saat memikirkan Mo Tan-hong terus membuat dirinya kepingin sekali memberikan suatu bantuan yang amat berharga buat dirinya.
Jikalau dari mulut si orang tua itu bisa mendapat tahu bagaimana Mo Cun ong atau si raja muda she Mo itu mengikat permusuhan dengan orang lain tempo hari, di kemudian hari bilamana dia berhasil membantu Mo Tan-hong belajar silat dia bisa juga membantu dirinya untuk membalas dendamnya.
Sesampainya di depan pintu bangunan Cun Ong-hu itu terlihatlah pintu depan tertutup rapat rapat dan penuh dikotori oleh sarang laba laba yang amat banyak, debu menempel entah beberapa tebalnya, tidak terasa lagi dalam hati dia rada merasa kecewa.
“Sesampai di tempat ini kenapa aku tidak masuk untuk melihat?” pikirnya dalam hati
Demikianlah akhirnya dengan amat ringannya dia meloncat masuk melalui tembok pekarangan, terlihatlah di dalam bangunan itu sudah sama sekali tidak terawat, rumput tumbuh dengan lebatnya memenuhi seluruh tempat. rontokan dedaunan serta ranting dan debu yang melengket disemua tempat menambahkan suasana yang menyeramkan dan mengerikan di sekeliling tempat itu
Dengan bergendong tangan Tan Kia-beng berjalan dengan perlahannya melalui halaman tengah di dalam benaknya sekali lagi teringat keadaan dimana tempo hari dia bertempur dengan Chuan Lam Sam Koay
Tiba terdengar suara tangisan yang amat menyayatkan hati berkumandang masuk ke dalam telinganya, dia menjadi sangat terperanjat sekali
Bukankah bangunan rumah itu sudah dikunci dari depan, bagaimana bisa muncul suara tangisan di tempat itu? Jikalau suara tangisan itu benar-benar ada tentunya kalau bukannya hantu pastilah sebangsa siluman.
Dengan cepat dia mencabut keluar seruling pualam putihnya lalu berjalan ke arah dimana berasalnya suara tangisan tersebut
Tampaklah dibelakang sebuah gunung gunungan seorang perempuan berbaju merah sedang menangis tersedu sedu, kemungkinan ada sesuatu yang memancing kesedihan hatinya disana.
Tan Kia-beng yang melihat adanya seorang perempuan sedang menangis disana. hatinya merasakan semakin kaget. tubuhnya yang meluncur ke depan pun semakin cepat lagi,
sehingga membuat ujung bajunya yang tesempok angin mengakibatkan bergugurannya bunga serta dedaun disekitar tempat itu
Hanya sedikit suara angin yang amat ringan saja perempuan berbaju merah itu sudah merasakannya dia menjadi kaget dan menolak ke belakang.
Ketika melihatnya Tan Kia-beng muncul disana agaknya dia merasa urusan ada diluar dugaannya, dengan cepat tubuhnya meloncat ke atas lalu berkelebat menuju ke belakang gunung gunungan hanya di dalam sekejap saja dia sudah lenyap dari pandangan.
Di dalam sekejap pandang inilah Tan Kia-beng segera mereasakan kalau potongan badan gadis itu sangat dikenal olehnya cuma sayang wajahnya tertutup oleh secarik kain hijau tipis sehingga tak bisa melihat jelas wajahnya.
Dengan cepat dia mempertambah kecepatan larinya bagaikan sebatang anak panah yang lepas dari busurnya dengan cepat tubuhnya menerjang ke belakang gunung gunungan tersebut
Siapa tahu, baru saja dia tiba disamping gunung gunungan itu.... tiba-tiba....
Segulung angin pukulan dingin yang menusuk tulang dengan dahsyatnya menghantam ke atas tubuhnya, tidak terasa lagi Tan Kia-beng jadi amat terkejut sekali. di dalam keadaaan yang amat gugup kakinya menyapu di tengah udara bersamaan pula pinggangnya ditarik ke belakang tangannya membabat ke depan, tubuhnya dengan meminjam kesempatan itu melayang mundur lima depa ke belakang
Pada saat ini di depan benaknya sudah dipenuhi dengan pikiran tentang setan, iblis serta sebangsanya, sehingga tak
terasa dia sudah dibuat berdiri tertegun oleh tiupan angin dingin itu.
Aaah.... apa mungkin betul-betul ada setan di tempat ini? pikirnya dalam hati
Setelah berdiri tertegun beberapa waktu lamanya mendadak di dalam benaknya berkelebat satu bayangan
“Setan.... kurang ajar,” serunya di dalam hati, “Bukankah jelas hawa pukulan dingin tadi adalah ilmu pukulan sakti Sian Im Kong Sah Mo Kang dari alirang Teh-leng-bun?”
Nyalinya jadi bertambah besar kembali sambil menyilangkan telapak tangannya melindungi dada untuk kedua kalinya dia menubruk ke depan.
sesampainya dibelakang gunung gunungan itu ternyata suasana amat sunyi dan tenang sekali, seorangpun tidak tampak untuk kedua kalinya dia dibuat tertegun.
Lama sekali dia baru melanjutkan langkahnya ke depan, baru saja matanya mulai menyapu sekeliling tempat itu untuk melakukan pemeriksaan mendadak dari atas kepalanya berkumandang datang suara tertawa merdu yang amat nyaring sekali.
Dengan terburu-buru dia dongakkan kepalanya ke atas, tampak gadis berbaju putih itu dengan gaya yang menggiurkan sedang berdiri di atas gunung gunungan itu ujung bajunya berkibar ditiup angin membuat keadaannya mirip sekali dengan bidadari yang turun dari kahayangan
Tan Kia-beng yang berkali kali digoda olehnya lama lama hatinya merasa gusar juga dibuatnya tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas gunung gunungan itu lalu serunya dengan
suara kurang senang, “Tadi kau sudah melancarkan serangan kepadaku”
“Ehmm....”
“Kenapa?”
“Mengajak kau guyon"
“Kau melihat seorang gadis berbaju merah yang berkerudung?”
“Hmm, tentu kau sedang membohong bukan? Kalau memangnya kau berada di belakang gunung gunungan ini kenapa tidak melihatnya.”
"Kalau begitu anggap saja aku sudah melihat!"
"Kau tau siapakah dia?"
Mendadak gadis berbaju putih itu tertawa cekikikkan dengan gelinya.
“Agaknya kau menaruh perhatian khusus kepadanya, bukan begitu?” serunya keras.
"Cuma sayang wajahnya berkerudung, entah wajahnya jelek atau cantik? Hii.... hii....”
Selesai berkata dari wajahnya sekali lagi terlintas satu senyuman yang amat misterius sekali.
Tan Kia-beng sebetulnya adalah seorang budiman dan lelaki sejati.
Walaupun pada mulutnya dia bercakap-cakap dengan gadis tersebut tetapi sinar matanya tidak berani memperhatikan dirinya terus menerus, karena itu diapun tidak bisa melihat air muka dari dia
Saat itu dia merasa tidak enak untuk mendesak lebih lanjut lagi. karenanya dia cepat-cepat dia sudah berganti bahan pembicaraan.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" tanyanya kemudian
Gadis berbaju putih itu dengan perlahan membenahkan rambutnya yang awut awutan tertiup angin, setelah bergesar beberapa langkah lalu dia duduk di atas sebuah batu besar, ujarnya sambil menepuk nepuk batu yang besar disampingnya, “Kebun bunga ini amat sunyi dan aneh sekali, bagaimana kalau kita ngomong ngomong sambil duduk disini?”
Tan Kia-beng segera gelengkan kepalanya dia selama ini merasa gadis ini amat lincah tetapi ada beberapa bagian membawa hawa kemisteriusan yang membuat orang merasa bingung dan ragu ragu.
Sewaktu gadis berbaju putih itu melihat dia tidak mau duduk, dia segera mencibirkan bibirnya.
“Hmm, kau sungguh aneh sekali, usiamu masih begitu muda tapi jadi orang mirip dengan kakek kakek tua bangka.”
“Siapa yang bilang aku seperti tua bangka?” teriak Tan Kia-beng tidak senang. “Dengan orang lain mungkin aku masih mau berkawan, tetapi dengan kau? cayhe lebih baik pergi berkawan dengan setan malaikat saja dari pada berkawan dengan kau”
“Kenapa?”
“Ayahmu bisa mencabut nyawaku.”
Mendengar perkataan itu air muka gadis berbaju putih itu segera berubah sangat hebat dengan gemasnya dia menangis tersedu sedu.
“Oooh Tia, kau patut dikasihani, ooh Tia kau sungguh amat kejam, kenapa sifatmu yang buruk itu selamanya tidak mau diubah, kenapa untuk selamanya kau melarang aku bermain dengan siapapun tetapi kaupun tidak ingin sering membawa aku keluar untuk bermain..... coba kau lihat menjengkelkan hatiku tidak? uuh.... uuh.”
Dia menangis dengan amat sedihnya, membuat Tan Kia-beng yang ada disana dibuat garuk garuk rambutnya yang tidak gatal. dia bingung harus berbuat bagaimana baiknya untuk menghadapi sang gadis.... akhirnya dia maju mendekati badannya dan menepuk pundaknya.
"Sudah sudahlah kau jangan menangis lagi hiburnya dengan suara yang halus. Walapun sifat dari ayahmu sangat dingin dan tidak suka bergaul tetapi dia amat sayang sekali terhadap dirimu."
"Sekarang kau mau bermain dengan aku bukan? Tiba-tiba gadis berbaju putih itu tertawa lagi dengan manisnya. Kau tidak takut dengan ayahku lagi bukan?"
"Kita bergaul dengan tenang dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi dibalik kita masing-masing, kenapa aku harus takut kepadanya?" tiba-tiba Tan Kia-beng tertawa dengan amat kerasnya. "Sekalipun saat ini dia muncul disini aku orang she Tan juga tidak akan takut.
Dengan perlahan-lahan gadis berbaju putih itu menjatuhkan diri ke dalam pelukan Tan Kia-beng.
"Kau sungguh baik sekali." ujarnya dengan rasa penuh berterima kasih. "Sudah banyak orang yang aku temui tetapi mereka selalu mengucapkan kata-kata yang galak sekali bukannya bilang mau membinasakan ayahku mereka tentu bilang mau membawa aku kabur ke tempat yang jauh sekali,
akhirnya mereka semua pada binasa dibawah serangan ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Moh Kang dari ayahku;
Dia sebetulnya adalah seorang nona yang suci bersih dan amat lincah sekali, tetapi dikarenakan dibesarkan ditanah pegunungan yang sunyi dan tidak ada yang mengajak dia bermain maka dia selalu mengharapkan ada orang yang mau bermain main dengan dirinya sehingga sama sekali tidak tahu batas kesopanan antara lelaki dan perempuan, semakin tidak tahu lagi persoalan diantara lelaki dan perempuan
Perasaan terima kasih yang dipancarkan olehnya terhadap Tan Kia-beng inipun muncul dari dasar lubang hatinya tanpa ada perasaan lainnya.
Tetapi beberapa patah perkataannya tadi seketika itu juga membuat Tan Kia-beng merasa bergidik dia merasakan bulu kuduknya pada berdiri semua.
Jika menurut omongannya ini, entah ada berapa banyak orang yang sudah menjadi korbannya dalam hatinya berpikir. Perempuan cabul seperti ini tidaklah kalau harus mendapatkan penjagaan dan pengawaasan yang lebih ketat dari ayahnya.
Seketika itu juga dari dalam hatinya sudah muncul satu perasaan benci yang tidak terhingga, dengan kasar dia mendorong tubuhnya bangun.
Jikalau kau mau berbicara haruslah berbicara dengan sedikit tahu aturan serunya kurang senang. Janganlah berbuat begitu mesra dengan kulit dan tubuh berdempetan.
Mendengar perkataan tersebut gadis berbaju putih itu menjadi melengak.
“Kau bilang apa?” tanyanya keheranan.
“Kau sudah berbuat baik dan mesra mesraan dengan banyak orang bukan?” tiba-tiba tanya Tan Kia-beng dengan suara amat dingin sekali.
"Ehemm.... cuma sayang orang-orang itu tidak bisa diajak bermain lebih lama lagi, karena sebentar saja mereka sudah pada mati”
“Haa.... haa.... inilah yang dinamakan mati dibawah bunga mawar, sekalipun mati juga tidak merasa rugi.”
Mendadak dia teringat kembali sewaktu menghantar Cuncu Mo Tan-hong menuju keibu kota pernah di atas keretanya tertancap dua kuntum bunga mawar serta munculnya angin pukulan San Im Kong Sah Mo Kang secara misterius dari dalam kereta tersebut, tidak terasa lagi dia segera bertanya.
"Hey, aku mau tanya sewaktu aku menghantar Mo Tan-hong menuju ke Ibu kota apakah permainan permainan yang sudah terjadi adalah hasil perbuatanmu?"
Tidak tertahan lagi Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan kegelian.
"Kau membantu orang jadi pengawal, aku pun bisa membantu kau jadi pengawal mu ada apa? apa kau tidak ingin menerima budiku itu?"
“Sudah seharusnya aku menerima budi kebaikanmu, tetapi ini hari ada urusan apa kau datang kemari lagi?"
Setelah Tia berhasil menyembuhkan lukaku dia orang tua lantas pergi lagi, katanya dia mau pergi mencari kakek tua berjubah hitam yang berkerudung itu serta gadis berbaju putih untuk bikin perhitungan, aku yang seorang diri ada di dalam rumah segera merasa amat kesal sekali, lalu diam-diam aku keluar untuk mencari dirimu Tidak disangka di tengah jalan
aku sudah bertemu dengan beberapa orang dunia kangouw yang secara diam-diam berunding untuk mencari sesuatu barang di dalam Ong Hu ini, karena hatiku tertarik maka sengaja aku menguntit mereka datang kemari.
"Sesampainya di tempat ini bukannya aku menemukan kedua orang dari dunia kangouw itu sebalinya malah menemukan dia sedang menangis disana, lalu kaupun datang kemari"
"Iiihh?!" kedua orang dari Bulim itu ada apa mau datang kesini?" tanya Tan Kia-beng keheranan
Tapi sebentar kemudian dia sudah menjelaskan buat dirinya sendiri, "Aaai.... kemungkinan sekali maksud mereka pun sama dengan maksud datang mencari orang tua itu?"
Dengan cepat dia memikirkan urusan itu sepintas lalu, karena terhadap Hu Siauw-cian dia sudah mempunyai bayangan yang kurang sedap, maka dia tidak ingin banyak berbicara lagi dengan dirinya, dengan cepat dia bangkit berdiri.
"Aku ada urusan penting yang harus cepat-cepat diselesaikan, aku tidak dapat menemani kau lebih lama lagi, selamat tinggal!"
Sehabis berkata dia berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar, dengan cepat Hu Siauw-cian menarik tangannya.
"Maukah kau menemani aku duduk sebentar lagi disini?" tanyanya dengan suara yang sangat sedih.
Dengan cepat Tan Kia-beng mengebutkan ujung bajunya melepaskan cekalannya.
“Aku tidak punya waktu yang banyak untuk menemani kau bermain main,” serunya dingin.
Sehabis berkata tubuhnya segera meloncat ke tengah udara, dengan melewati tembok pekarangan dia berlalu dari sana.
"Hmm, aku tahu tentu kau terus menerus sedang memikirkan dia, teriak Hu Siauw-cian dengan gemas sembari mendepakkan kakinya ke atas tanah dengan keras, kau kira aku tidak tahu justru aku sengaja akan mengacau agar kalian tidak bisa bisa akur, agar kalian tidak bisa bersatu terus
Dengan cepat dia meloncat ke atas dan lenyap dibalik pepohonan
---0-dewi-0---
Kita balik pada Tan Kia-beng, setelah meloncat keluar dari kebun bunga Cun Ong-huo itu dengan mengambil jalan besar dengan cepatnya dia melakukan perjalanan menuju ke perkampungan Cui-cu-sian.
Kebiasaan dari manusia adalah bilalmana ada seseorang sudah menaruh ingatan busuk terhadap seseorang maka biasanya terhadap segala perkataannya sering tidak mau mempercayainya.
Terang terangan dia mendengar Hu Siauw-cian bilang ayahnya, Si Penjagal Selaksa Li tidak ada di dalam perkampungan Cui-cu-siang tetapi dia tidak ingin mengubah rencananya tersebut.
Dengan cepatnya Tan Kia-beng melakukan perjalanan terus, sampai pada tengah malam hari ketujuh akhirnya sampai juga dia di perkampungan Cui-cu-sian.
Saat ini suasana di sekeliling tempat itu amat sunyi sekali, kecuali beberapa pekikan burung malam yang memecahkan kesunyian tidak terdengar suarapun di sekeliling tempat itu.
Mendadak satu keadaan yang sama sekali berbeda dari keadaan biasanya membuat hatinya merasa amat terperanjat sekali, menurut apa yang diketahui olehnya perkampungan Cui-cu-sian ini cuma ditinggali oleh Si Penjagal Selaksa Li serta putrinya berdua saja kenapa saat ini diempat penjuru dan depan pintunya sudah berkumpul demikian banyak orang?
Bahkan orang-orang itu pada berdiri di tempatnya masing-masing seperti patung arca, sedikitpun tidak bergerak?
Dalam hati dia merasa curiga, dengan segera dia mempercepat langkahnya, Bagaikan kilat cepatnya menubruk ke arah depan pintu
Tetapi sebentar saja dia sudah dibuat melongo-longo dengan mata terbelalak lebar seluruh bulu kuduknya pada berdiri....
Tampak bambu bambu yang tumbuh di depan pintu rumah sudah dibabat orang setinggi satu kaki, pada tiap ujung bambu itu diruncingi dan tertancaplah sebutir batok kepala manusia, darah segar membasahi seluruh batok kepala manusia itu bahkan disetiap bambu tersebut terukirlah nama serta sebutan atau gelar dari sang korban.
Walaupun terhadap orang-orang dunia kangouw dia sama sekali tidak paham tetapi menurut dugaannya orang-orang itu tentunya jago-jago Bulim yang sudah mempunyai nama yang terkenal sekali
Untuk sesaat lamanya terasa darah panas berontak dengan amat kerasnya di dalam hati. seluruh rambutnya pada
berdiri.... matanya melotot membara, tak kuasa lagi dia berpekik panjang dengan amat kerasnya.
"Iblis bajingan... hatimu sungguh kejam.... kau binatang buas.... aku bunuh kau!"
Dengan cepat tubuhnya berkelebat menubruk ke dalam halaman, terlihatlah di dalam rumah itu tersulutlah sebuah lilin berukirkan naga serta burung hong yang amat besar sekali, ditangahnya sudah teratur sebuah meja perjamuan dengan di atas tanah berselimutkan sebuah permadani berwarna merah darah, agaknya di tempat itu sedang berlangsung satu perayaan!
Ketika dia berjalan mendekati meja perjamuan itu terlihatlah di atas meja sudah diatur tiga pasang sumpit yang terbuat dari gading, disamping setiap sumpit terletaklah sebuah batok kepalanya yang masih mengalirkan darah segar, bagian tengah dari batok kepala itu sudah dilubangi dan diisi penuh dengan arak.
Segulung bau amis darah yang memuakkan bercampur dengan bau arak yang keras berkelebat yang menusuk kehidung Tan Kia-beng membuat dia terasa begitu terangsang, hampir hampir matanya dibuat memerah dan tak henti hentinya bersin.
Ketika memandang lagi ke arah sayur yang dihidangkan di tengah meja hatinya semakin bergidik lagi, mana mungkin benda benda tersebut disebut sebagai sayur? yang ada di dalam piring tidak lebih adalah otak manusia jantung, hati, usus, serta ginjal yang masih berlepotan darah.
Keadaan yang amat mengerikan dan menyeramkan ini seketika itu juga membuat urat sarafnya terangsang hebat, sambil mengaum keras dia melancarkan satu pukulan dahsyat
menghancurkan meja tersebut lalu meloncat masuk ke dalam rumah sambil gembar gembor dengan keras, “Hey Hu Hong.... kau bajingan iblis terkutuk, ayoh cepat menggelinding keluar.”
Sesampainya di dalam ruangan itu tampaklah lampu dengan amat terangnya menyinari seluruh tempat bahkan sampai kamar tidur dari Hu Siauw-cian kelihatan terang benderang cuma saja tidak tampak sesosok bayangan manusiapun yang ada disana.
Bagaikan seekor harimau kalap dengan kawannya dia mencari dibeberapa buah kamar lagi tetapi tidak tampak sesosok bayangan manusia yang ada disana, dengan cepat dia melayang keluar dari dalam ruangan.
Tampaklah kereta kencana tersebut masih berada ditempatnya semula bahkan di depannya kereta itu sudah berikat seekor kuda jempolan yang siap berangkat, hal ini membuktikan kalau mereka asan beranak memang ada di dalam rumah tersebut, hal ini membuat hatinya semakin lama terasa gusar lagi.
“Hmmm, betul Hu Siauw-cian pernah bilang kalau ayahnya tidak ada dirumah dan sedang pergi membunuh orang-orang ini. pikirnya dalam hati, ini hari jikalau aku tidak bisa mencuci bersih perguruanku dan membasmi bajingan ganas ini aku tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan suhu yang ada ditanah baka.”
Dengan amat gusar dan buasnya dia berjalan keluar lagi dari rumah tersebut.
Mendadak....
Suara pujian kepada Sang Buddha yang amat nyaring bergema memenuhi seluruh tempat tampaklah diluar halaman berdiri sejajar tujuh orang yang bukan lain adalah tujuh orang
ciangbunjin dari tujuh partai besar yang namanya sudah amat terkenal di dalam Bulim.
“Hu sicu ada dirumah?” terdengar Ci Si Thaysu dengan wajah yang amat angker dan berwibawa bertanya dengan suara yang amat berat.
Terhadap ciangbunjin dari Siauw-lim-pay ini sejak semula Tan Kia-beng sudah menaruh rasa simpatiknya. karena itu dengan cepat dia menjura.
“Boanpwee pun sedang mencari dirinya sahutnya dengan hormat”
“Hee.... hee kau sedang menipu siapa?” tiba-tiba Loo Hu Cu nyeletuk dengan suara yang amat dingin, ”Jika dia tidak ada dirumah bagaimana kereta kencananya ada di dalam halaman dalam?”
Tak Kia-beng melirik sekejap ke arahnya lalu tertawa dingin tak henti hentinya.
"Kalau kau tahu dia ada dirumah kenapa tidak masuk sendiri untuk pergi mencari sendiri? ada sangkut pautnya apa di dalam urusan ini dengan aku orang she Tan?" ujarnya ketus.
Mendadak Siong Hok Tootiang dari Heng-san-pay maju satu langkah ke depan sambil mengaum keras;
"Tidak perduli iblis tua itu ada atau tidak, kita tangkap dulu Anakan iblis itu!"
Sebetulnya Tan Kia-beng sendiri juga sedang merasa mendongkol gemas dan gusar terhadap peristiwa yang telah terjadi pada malam ini, kini mendengar Siong Hok Tootiang dengan tanpa membedakan mana yang putih mana yang hijau
sudah mendesak terus dirinya, tidak terasa lagi seperti api yang terkena bensin hawa amarahnya semakin berkobar.
Dia segera angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.
“Haa.... haa.... haa.... kau rasa dengan tenagamu sudah cukup untuk melawan diriku?" ejeknya.
Diejek dengan kata-kata ini Siong Hok Tootiangpun menjadi amat gusar, dengan mata melotot, mendadak dia maju dua langkah ke depan.
“Hutang lama belum diberesi dendam baru bertumpuk kembali, malam ini jikalau pinto tidak berhasil menghancur lebiurkan kau anakan iblis rasa benci di dalam hatiku tak akan lenyap!"
"Sreet....!" pedang Ciang Kan Kiam yang tersoren dipunggungnya segera dicabut keluar dari dalam sarungnya lalu dengan amat buasnya setindak demi setindak mendesak maju ke depan.
Pada saat itulah dari luar tembok pekarangan terdengar suara pujian kepada Budha laksana guntur yang membelah bumi disusul usara desingan ujung baju yang tersampok oleh angin, bagaikan kawanan burung elang tampak dengan cepatnya orang-orang itu melayang turun ke atas tanah dan berdiri berjajar,
Orang-orang itu bukan lain adalah kedelapan belas Loo Han dari Siauw-lim-pay yang amat terkenal itu.
Baru saja hwesio hwesio ini berdiri tegak di atas tanah mendadak....
"Sreet.... sreet.... dari tembok sebelah kanan terasa sampokan angin yang amat keras, Kun lun Pat Too dari Kun-
lun-pay laksana delapan kuntum teratai merah sudah melayang masuk ke dalam kalangan.
Walaupun kepandaian silat dari Tan Kia-beng amat lihay nyalinyapun amat tebal, tetapi sewaktu melihat barisan musuh yang demikian banyak dan rapatnya tidak terasa diam-diam merasa terkejut juga.
Saat ini Siong Hok Tootiang sudah semakin mendesak ke depan sehingga tidak lebih tiga depa di depan tubuhnya, bagaimanapun juga dia yang berkedudukan sebagai seorang ciangbunjin tidak mau menggunakan kesempatan sewaktu orang tidak bersiap siaga untuk melancarkan serangan bokongan, segera bentaknya dengan gusar, “Hey anak iblis cepat cabut senjatamu aku mau bunuh kau bajingan cilik.”
Tan Kia-beng sebenarnya memang tidak memandang sebelah matapun terhadap dirinya, mendadak dari sepasang matanya memancar keluar sinar yang berapi api pertanda hawa amarahnya sudah mencapai pada puncaknya, dengan dinginnya dia menyapu sekejap keseluruh kalangan lalu memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan.
"Hemm.... kalian mau berkelahi dengan aku.... hee.... aku orang she Tan tidak akan jeri, tetapi haruslah kalian ketahui terlebih dahulu, peristiwa ngeri yang terjadi malam ini adalah hasil perbuatan dari si Penjagal Selaksa Li Hu Hong seorang diri tanpa ada bantuan dari orang lain, aku orang she Tan pun sengaja datang kemari untukmenyelidiki urusan ini.
Saat ini semua orang dari tujuh partai besar sudah merasa amat gusar sekali atas kekejaman dari kedua orang iblis guru dan murid yang telah melakukan pembunuhan masal ini, mereka mana mau mendengarkan perkataannya lagi, belum
habis dia berkata terdengar suara bentakan gusar yang amat ramai sudah memutuskan perkataannya.
Tidak perduli dia benar atau bukan yang sudah melakukan permbunuhan ini, iblis ganas semacam ini buat apa dibiarkan hidup terus dalam dunia kangouw? buat apa dia dibiarkan hidup jika selalu jadi penyebab bencana? malam ini bilamana kembali kita membiarkan dia oran glolos dari cengkeraman kita maka dikolong langit bakal sukar untuk mencari seorang yang bisa menandingi dirinya. silahkan ciangbunjin segera memberi perintah kita segera basmi anaknya iblis ini.
Mendadak Ci Si Thaysu pun berseru dengan suara lantang, “Batok kepala sebagai cawan, darah segar sebagai arak sungguh suatu perbuatan yang sangat ganas dan amat kejam sekali, sekalipun pinceng mempunyai hati yang welas kasih tetapi terhadap pekerjaan yang sama sekali tidak berperi kemanusiaan ini pinceng pun tidak bisa berbuat apa apa lagi.”
Ujung jubahnya dengan perlahan segera dikebut ke depan. dari tengah kalangan seketika itu juga terdengar suara pujian kepada sang Buddha yang amat nyaring sekali, tampak kepala gundul pada bergoyang memenuhi kalangan kedelapan belas Loo Han dari Siauw-lim-pay itu dengan cepat sudah mengurung Tan Kia-beng di tengah kalangan.
Siong Hok Tootiang yang melihat dari pihak Siauw-lim-pay sudah turun tangan terpakasa diapun cepat-cepat menarik kembali pedangnya dan mengundurkan diri dari sana.
Tan Kia-beng yang melihat penjelasannya sama sekali tidak mendatangkan hasil bahkan sebaliknya memperoleh kepungan rapat dari pihak Siauw-lim-pay seketika itu juga sifat sombongnya muncul kembali dengan jumawanya dia angkat kepala dan tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Pada mulanya aku orang she Tan masih menaruh beberapa bagian rasa hormat terhadap tujuh partai besar yang memimpin dunia Bulim" ujarnya ketus. "Sungguh tidak kusangka kalian tidak lebih cuma orang-orang kerdil yang dungu dan tidak punya otak, kalian beraninya mengandalkan jumlah banyak untuk mengerubuti seseorang! naaah, haah.... ayoh cepat kalian pada maju semua. Lebih baik kalian semua maju bersama-sama saja! siapa yang lemah dialah yang mati terlebih dulu siapa yang kuat dia akan tetap bertahan, kita masing-masing boleh menggunakan seluruh kepandaian kita untuk bergebrak. kalianpun boleh menjajal kelihayan dari ilmu sakti aliran Teh Leng Bun."
Semula dia tidak ingin di dalam waktu yang singkat ini mengutarakan asal usul yang sebenarnya tetapi dikarenakan banyaknya urusan yang terjadi mempunyai sangkut paut dengan Teh Leng Bun membuat dia mau tidak mau harus menyebutnya juga, dia takut jikalau dia tidak mengutarakan asal usulnya yang sebenarnya maka hal ini bakal memancing banyak kesealahan paham terhadap dirinya.
"Tetapi.... sekalipun dia sudah mengatakan kedudukan yang sebenarnya tetapi hal ini sama sekali tidak memancing perhatian khusus dari orang-orang yang hadir di tengah kalangan pada saat ini, karena mereka semua sejak semula sudah menganggap dia sebagai anak murid dari Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong. bersamaan pula merekapun menemukan kalau kepandaian silat dari Penjagal Selaksa Li ini berasal dari aliran Teh Leng Bun.
Baru saja Tan Kia-beng tertawa seram mendadak terasalah segulung angin.
Pukulan yang amat dahsyat melanda datang.
Dia pernah melihat Cap Pwee Loo Han ini mengurung Si Penjagal Selaksa Li tempo hari dimana mereka memperlihatkan kedahsyatan serta kehebatan dari barisannya karena itu melihat datangnya serangan dia tidak berani berlaku gegabah.
Dengan cepat serluruh perhatiannya dipusatkan jadi satu titik. tenaga murninya disalurkan kesepasang lengannya lalu dengan perlahan didorong ke depan melancarkan satu pukulan gencar memunahkan datangnya serangan lawan bersamaan pula tubuhnya miring ke samping mendadak berubah ke arah kanan mengancam keenam orang hwesio yang berada disana.
Gerakannya ini dilakukan amat cepat sekali laksana kilat yang menyambar. terlihatlah bayangan telapak berkelebat memenuhi angkasa setiap jalan darah dibadan keenam orang hweesio itu tidak ada yang lolos dari ancaman bayangan telapaknya. suasananya sungguh amat hebat dan menegangkan sekali.
Kedelapan belas orang hweesio ini semuanya merupakan hweesio hweesio Siauw lim dari angkatan Teh Leng yang mempunyai bakat yang amat bagus dan memiliki tenaga dalam hasil latihan selama tiga, empat puluh tahunan kelihayan mereka yang terutama di dalam menghadapi musuh musuhnya yang tangguh adalah mengutamakan ilmu serangan gabungan.
Begitu serangan tersebut berkelebat memenuhi angkasa segera terasalah tiupan angin yang amat santer menghantam ke depan, baru saja tenaga pukulan dari Tan Kia-beng mencapai di depan tubuh keenam orang hwesio tersebut mendadak dari arah samping menggulung datang kembali serentetan angin pukulan yang dengan cepatnya memunahkan datangnya serangan itu, sedang dua gulung angin pukulan
lainnya yang amat kuat dengan diikuti suara berkelebatnya kilat dan bergetarnya guntur mendesak ke arah tubuhnya.
Terpaksa dia mengubah gerakan serangannya ditangah jalan, badannya laksana sebuah kitiran dengan cepat berputar beberapa kali di tengah kalangan lalu kirim kembali satu pukulan yang amat lihay.
Sreet.... bagaikan segulung angin taupan tenaga pukulan itu menggulung dari atas tanah menuju ke atas mencapai pada sasaran yang kosong, dalam hati Tan Kia-beng segera tahu keadaan tidak beres sehingga dengan cepat lengannya dikebaskan ke depan lalu mundur ke belakang.
Bersamaan itu pula berturut turut dia melancarkan tiga serangan berantai mengancam seluruh tubuhnya, mendadak dia merasakan isi perutnya tergetar amat keras telinganya berdengung disertai suara dengusan yang sangat berat, tak kuasa lagi badannya mundur dua langkah ke arah samping.
Kiranya ketiga pukulan berantainya tadi dengan amat cepat sekali suah terbentur dengan serangan bokongan yang mengancam dari sisi punggungnya, karena kesalahan satu gerakan inilah seketika itu juga tubuhnya terjerumus ke dalam kepungan angin pukulan dan bayangan telapak yang menyilaukan mata.
Terlihatlah seluruh kalangan sudah dipenuhi dengan kepala kepala gundul yang berkelebat tak henti hentinya, angin pukulan sebentar keras sebentar lunak mengalir dengan derasnya dari empat penjuru sehingga terasa amat berat laksana bayangan gunung Thaysan yang menindih seluruh badannya.
Tan Kia-beng cuma merasakan semua pukulan yang dilancarkan keluar olehnya sudah berhasil dipunahkan semua
oleh pihak lawan, perduli dia menggunakan tenaga pukulan yang bagaimana dahsyatnyapun setelah terjerumus ke dalam lingkungan angin pukulan yang serasa membabi buta seketika itu juga hilang lenyap tak berbekas seperi sebuah batu besar yang tenggelam ditangan samudra bebas.
---0-dewi-0---
JILID: 10
Tidak sampai seperminum teh kemudian dia sudah benar-benar terdesak suatu keadaan yang benar-benar kepepet, hampir hampir seluruh serangan yang mengancam tubuhnya tak sebuahpun yang berhasil dibalas, di dalam keadaan seperti ini siapa saja yang melihat segera akan tahu, bilamana waktu lebih lama lagi Tan Kia-beng tentu akan terluka ditangan kedelapan belas Loo Han dari Siauw-lim-pay ini.
Haruslah diketahui Cap Pwee Loo Han dari Siauw-lim-pay ini masing-masing orang boleh dihitung sebagai jagoan nomor satu di dalam Bulim orang yang bisa menahan serangan gabungan dari delapan belas orang secara bersama-sama sampai saat ini boleh dikata belum bisa dicari berapa orang yang benar-benar mau, apalagi Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang terkurung di dalam kepungan yang amat rapat itu semakin bertempur hatinya semakin cemas, pikirnya, "Jika cuma jago-jago aliran kedua, ketiga dari Siauw-lim-pay saja aku tidak bisa memperoleh kemenangan, lalu apa gunanya aku ikut merebut gelar jagoan nomor wahid di dalam kolong langit?"
Dalam keadaan yang amat cemas sekali mendadak dia menyadari akan sesuatu, tiba-tiba hawa murninya dikerahkan ke arah bawah dan berdiri sepasang matanya dengan amat
tajamnya memperhatikan para hwesio yang berputar terus menerus itu.
Kedelapan belas Loo Han yang sedang mulai mempersempit lingkaran barisan mereka melihat Tan Kia-beng menjadi tenang kembali hal ini sungguh sungguh berada di luar dugaan mereka, tanpa terasa gerakan dari barisan merekapun menjadi sedikit mengendor.
Pada saat yang amat kritis dan cepat itulah tiba-tiba Tan Kia-beng membentak keras, sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan dengan menggunakan jurus Jiet Tiong Ceng Thian segulung angin Khie kang yang amat dahsyat disertai suara gemuruhnya guntur yang membelah bumi dengan amat hebatnya menerjang ke arah enam orang hwesio yang berdiri dihadapannya.
Keenam orang hwesio itu dengan cepat menyalurkan hawa murninya ke arah tangan lalu enam buah telapak bersama-sama didorong ke depan menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras melawan keras.
Tan Kia-beng segera tertawa terbahak-bahak tubuhnya berputar di tengah udara, jurus kedua Thiat Bhe Kiem Ko atau kuda baja tombak emas berbareng dihantam ke depan.
Ilmu sakti dari Ceng Kong Mie yang berhasil dipelajari dari sarung pedang Giok Hun Kiam ini ternyata mempunyai kedahsyatan yang sukar diduga, walaupun keenam orang hwesio itu bersama menyambut datangnya serangan secara gabungan tetapi dikarenakan gerakan serangan mereka yang agak perlahan dan setiap serangan tentu ada terpaut siapa depan siapa belakang seketika itu juga membuat dua orang hwesio yang ada dipaling depan terkena sapuan dari segala angin pukulan itu mencelat sejauh tujuh delapan depa dari tempat semula.
Menanti hwesio dari kedua belah samping bersama-sama melancarkan serangan gabungan yang jauh lebih dahsyat Tan Kia-beng sudah berhasil berkelebat lolos dari kepungan mereka.
Seluruh kejadian ini hanya berlangsung di dalam sekejap mata saja baru saja ujung kaki dari Tan Kia-beng mencapai di atas permukaan tanah tiba terasalah desiran angin pedang yang amat tajam mengancam dari empat penjuru, kedelapan bilah pedang dari Kun lun Pat to bagaikan sambaran kilat sudah mengancam seluruh tubuhnya.
“Hmm.... sebaik kalian maju bersama-sama saja,” seru Tan Kia-beng sambil tertawa dingin alisnya dikerutkan rapat rapat.
"Sreeet....!" dengan disertai satu pukulan dahsyat dia memukul ke samping datangnya dua serangan pedang dari pihak musuh. tubuhnya dengan meminjam gerakan ini berputar satu lingkaran ujung kakinya menutul ke depan menendang miring datangnya serangan pedang dari arah kanan
Tetapi tenaga serangan gabungan dari Kun lun Pat To bukanlah mudah dipecahkan dengan begitu mudahnya bahkan kehebatannya hanya terpaut sedikit saja dengan kehebatannya dari Cap Pwee Loo Han dari pihak Siauw-lim-pay.
Begitu serangan mereka mulai melanda seketika itu juga terasalah angin dan guntur bergema memenuhi sekeliling tempat itu, segulung tembok pedang yang amat tajam berkelebat memenuhi angkasa sehingga terasalah angin yang menusuk tulang menggulung dan melanda tubuh sang pemuda, delapan bilah pedang bagaikan sarang laba laba dengan amat rapatnya menutup serluruh jalan mundurnya.
Tan Kia-beng yang melihat serangannya tidak mencapai hasil bahkan sebaliknya sang badan terjerumus ke dalam barisan pedang yang kuat dia menjadi cepas bercampur gusar, napsu membunuh mulai menyelimuti wajahnya, diam-diam pikirnya dengan mendongkol
Mereka ini tidak ada ada yang pakai aturan semua! agaknya malam ini aku tidak bisa berlaku ramah lagi terhadap mereka, sedikit aku mengalah keadaanku akan bertambah payah....
Sifatnya yang sebetulnya dari Tan Kia-beng ini memang ada sedikit sombong dan dingin kaku, kini dia melihat tujuh partai besar terus menerus ingin mencabut nyawanya di dalam hati dia lantas mengambil keputusan untuk mengadakan satu pengacauan secara besar besaran tanpa memperdulikan bagaimana akibatnya.
Dengan cepat dia melancarkan sembilan buah serangan berantai yang mengakibatkan menderunya angin pukulan memenuhi angkasa, debu serta kerikil pada terbang melayang memenuhi angkasa, daun dan ranting pada berguguran ke atas tanah
Kecepatannya luar biasa kedahsyatannya menggetarkan hari seketika itu juga terdengarlah suara dengungan pedang yang menggetarkan seluruh ruangan, sinar yang menyilaukan mata berkelebat mengacaukan mata, delapan bilah pedang bersama-sama terpental mundur ke belakang
Pada waktu delapan orang toosu itu terdesak mundur itulah Tan Kia-beng sudah mencabut keluar suling pualam putihnya saat ini napsu membunuhnya sudah sungguh sungguh meliputi seluruh wajah Tan Kia-beng
Terdengar dia bersuit nyaring, seruling pualam ditangannya laksana seekor naga yang membelah angkasa dengan
menotok, memukul, membabat, menusuk di dalam sekejap saja sudah melancarkan dua belas serangan gencar.
Ilmu sakti dari Teh Leng Kauwcu yang pernah digunakan tempo hari sewaktu mengetarkan dunia Bulim ini sungguh sungguh mempunyai kedahsyatan yang sukar untuk dipikirkan, di tengah suara dengungan yang amat santar sinar pedang bagaikan ombak memecah kedua belah samping delapan orang toosu bersama-sama terpencar mundur sedang lingkaran kepungan hanya di dalam sekejap saja dari satu kaki kini meluas menjadi dua kaki.
Terdengar suara jeritan yang gegap gempita menggetarkan seluruh angkasa disusul suara benturan senjata tajam yang amat ramai, diantara delapan bilah pedang panjang sudah ada lima batang yang terpukul patah bahkan tangan ketiga orang toosu sudah terkena sambaran sehingga terluka
Tetapi kedelapan orang toosu dari Kun-lun-pay ini bukanlah manusia yang mudah dipukul mundur sekalipun pedang yang ditangannya sudah terpapas putus tetapi mereka dengan cepat membuang potongan pedang dan menggunakan sepasang kepalannya kembali melancarkan serangan gencar. angin pukulan laksana menderunya ombak di tengah samudera dengan amat dahsyatnya menerjang kenerjang ke depan kehebatannya tidak dapat dipandang remeh."
Tan Kia-beng yang ada seruling pualam ditangan keadaannya mirip dengan harimau yang tumbuh sayap, jurus jurus serangan yang dilancarkan ke depan kecepatannya laksana kilat menyambar, berturut turut dia melancarkan sembilan jurus serangan diikuti dengan suara suitan panjang yang memekikkan telinga tubuhnya meloncat ke tengah udara lalu menerjang ke arah pintu halaman.
Sekonyong konyong, sekali lagi terdengar suara pujian kepada Sang Buddha yang gegap gempita laksana menggelegarnya guntur, delapan belas orang Loo Han dari Siauw-lim-pay masing-masing dengan membawa sebatang toya yang memancarkan sinar keemasan yang menyilaukan mata sudah mengehalangi perjalanannya.
“Bajingan ganas! malam ini kau masih ingin pergi?” bentak mereka berbareng
Sinar mata Tan Kia-beng dengan cepat berkelebat, terlihatlah toya yang ada ditangan para hweesio itu sama sekali berbeda dengan toya yang dilihat biasanya Toya yang biasa digunakan paling panjang ada enam depa sebaliknya toya yang digunakan kedelapan belas orang hwesio ini cuma ada dua depa delapan cun saja, di tengah berkelebatnya sinar emas yang menyilaukan mata jelas menunjukkan benda tersebut, bukanlah barang sembarangan
Sebetulnya dia tidak bermaksud untuk melarikan diri dari tempat itu, ia cuma tidak ingin bentrok dengan orang dari tujuh partai besar, ia akan menerjang ke depan tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar itu untuk menjelaskan persoalan yang sebenarnya.
Kini mendengar perkataan yang amat menyakitkan hati dari para hweesio itu seketika itu juga membuat hawa amarahnya memuncak, dia segera tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
“Aku orang she Tan bukanlah seorang pembunuh, juga tidak punya maksud untuk meloloskan diri, kalian terus menerus mendesak diriku.... Hmmm.... hmm, mungkin mau mendesak aku orang she Tan melakukan pembunuhan secara masa?”
Seruling pualam putihnya digetarkan sehingga seketika itu juga berubah menjadi beribu ribu batang seruling bersama-sama menerjang ke arah para jago setelah ada pengalaman yang terdahulu dia sama sekali tidak mau memberi kesempatan lagi bagi para hwesio untuk mengerubuti dirinya.
Dengan cepat dia menggunakan ilmu langkah Mao Hoo Sin Li yang digabungkan dengan ilmu seruling Ut Yeh Jing Hu yang amat hebat dengan gesit dan lincahya dia meloncat kekiri menghantam kekanan dan menotok ketimur babat kebarat di dalam sekejap saja jurus aneh yang tiada pernah ditemui sudah memenuhi seluruh angkasa.
Para hwesio Siauw lim yang terkena ribut kesempatan baiknya untuk beberapa saat lamanya cuma bisa memainkan toyanya masing-masing menjadi segulung sinar berkilauan untuk melindungi dirinya sendiri untuk sementara waktu mereka tidak punya kesempatan untuk balas melancarkan serangan
Bagaimanapun juga pengalaman dari Tan Kia-beng masih amat cetek jikalau waktu ini cepat-cepat dia menerjang keluar dari dalam kalangan tentunya tidak bakal terjadi urusan, tetapi dikarenakan dia terlalu memandang rendah kehebatan dari kedelapan belas orang Loo Han itu ditambah lagi dalam hatinya dia sudah bermaksud untuk mengobrak abrik mereka terlebih dahulu baru mau berhenti maka bukannya melarikan dirinya sebaliknya serangan yang dilancarkan semakin gencar.
Makin lama akhirnya di tengah serangan angin pukulan yang amat gencar dan menyesakan napas itulah mereka berhasil mendapatkan satu kesempatan untuk balas melancarkan serangan
Sekonyong konyong suara pujian kepada Budha kembali memenuhi angkasa dari kedudukan bertahan mereka berubah
menjadi kedudukan menyerang, delapan belas buah toya yang memancarkan sinar keemasan yang meyilaukan mata dengan disertai menderunya angin pukulan yang menyakiti badan bagaikan mengamuknya gelombang menghantam tepi pantai menggulung datang dengan mengerikan.
Seketika itu juga sinar yang meyilaukan mata memenuhi seluruh tempat diikuti suara guntur membelah bumi yang menekan dari empat penjuru, rentetan serangan kali ini kalau dibandingkan dengan serangan dengan menggunakan kepalan tadi jauh lebih hebat.... jauh lebih menyeramkan.
Tenaga dalam dari kedelapan belas orang Loo Han itu rata rata sudah mencapai pada taraf kesempurnaan semua, ditambah lagi senjata toya yang ada ditangan mereka merupakan salah satu senjata yang berat apalagi melancarkan serangan sevara bersama-sama segera terasalah bagaikan berjuta juta ekor kuda bersama-sama menerjang ke depan jurus jurus serangannya mengacaukan pandan angin pukulannya memekikkan telinga sehingga dada terasa sesak seperti ditindih dengan sebuah gunung Thay-san
Tan Kia-beng menjadi cemas bercampur gusar, hawa murninya ditarik dari pusar lantas disalurkan keseluruh tubuh, seruling pualam putih yang ada ditangannya menyerang semakin kencang, sekali lagi ilmu seruling Uh Yet Cing Hun dilancarkan keluar, seruling pualamnya laksana seekor ular putih dengan gesit dan lincahnya bergulung dan berkelebat di tengah sinar emas yang kemilauan.
Pertempuran yang terjadi kali ini benar-benar amat seru dan sengit sekali, mau tidak mau Tan Kia-beng terpaksa mengeluarkan semua jurus lihay yang diketahui untuk mendesak pihak musuh, telapak kirinya diputar dan dimainkan sehingga mengakibatkan timbulnya bayangan tangan laksana
gunung, dengan terpaksa ia menahan dan menutup seluruh sinar berkilauan dari tenaga gabungan kedelapan belas buah toya emas itu sebentar saja suara bentrokan besi yang amat ramai berkumandang tak henti hentinya.
Di dalam sekejap saja masing-masing pihak sudah sama saling serang menyerang sembilan puluh jurus banyaknya, walaupun kedelapan belas orang Loo Han itu sudah menggabungkan seluruh tenaga mereka tetapi mereka masih belum juga sanggup untuk mengalahkan Tan Kia-beng, sedangkan Tan Kia-beng sendiripun untuk beberapa saat lamanya berlum berhasil juga untuk memperoleh kemenangan
Saat ini Kun lun Pat to sudah berganti dengan pedang yang baru lengan yang luka pun sudah dibalut rapat rapat, dengan perlahan mereka mulai menyebar kembali kesekeliling tempat itu siap-siap menggantikan kedudukan dari hwesio hwesio Siauw-lim-pay.
Sebalik perhatian dari tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar kini betul-betul terhisap oleh keanehan serta kesaktian dari ilmu silat Tan Kia-beng
Terdengar Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay menundukkan kepalanya memuji keagungan Buddha, ujarnya, “Dengan kepandaian silat yang dimiliki bocah ini digunakan dengan baik-baik dan lurus pinceng berani tanggung tidak sampai sepuluh tahun dia pasti berhasil memimpin dunia kangouw dan jadi seorang manusia aneh yang sukar ditemui selama ratusan tahun mendatang ini.”
Air muka dari Leng Hong Tootiang itu ciangbunjin dari Bu-tong-pay berubah amat berat dan tegang sekali, lama sekali ia memandang ke tengah kalangan lalu mendadak menhela napas panjang
“Dengan bakatnya yang sedemikian aneh bagaimana mungkin dia bisa terjerumus ke dalam aliran iblis? Pinto kira di dalam hal ini tentu ada hal hal yang tidak beres.”
Pada saat itulah dari tengah kalangan mendadak terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati disusul muncratnya darah segar mengotori empat penjuru dua batok kepala gundul dengan membawa serentetan darah yang memancur keluar laksana sumber air melayang ke tengah udara lalu menggelinding di atas tanah
Ci Si Thaysu serta Leng Hong Tootiang yang melihat hal itu tidak terasa lagi sudah menjerit kaget.
Kiranya di dalam keadaan yang amat gusar Tan Kia-beng sudah mencabut keluar pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam nya pedang yang amat kuno dan sangat antik ini amat tajam sekali, terlihatlah sinar yang amat dingin berkelebat di tengah angkasa, segera tampak darah segar muncrat ke tengah udara dan berceceran mengotori permukaan tanah, kembali ada tiga orang hwesio yang dengan beserta toyanya terpapas putus menjadi dua bagian....
Diantara kedelapan belas orang Loo Han kini sudah ada dua yang binasa dan tiga orang yang terluka parah sebentar saja suasana menjadi kalut sedangkan barisanpun menjadi kocar kacir tidak karuan.
Melihat kejadian yang mengerikan itu tidak kuasa lagi Ci Si Thaysu menghela napas panjang.
“Menurut keadaan saat ini mau tidak mau pinceng harus turun tangan sendiri"
Ujung jubahnya dikebutkan ke depan laksana seekor bangau yang menembus awan tubuhnya dengan amat cepatnya menerjang ke tengah kalangan.
"Kalian cepat menyingkir!" bentaknya nyaring. "Biar pinceng coba-coba menerima beberapa jurus serangannya."
Sewaktu para hwesio dari Cap Pwee Loo Han melihat ciangbunjin mereka mau turun tangan sendiri segera pada menarik kembali toyanya dan mengundurkan diri ke belakang
Ci Si Thaysu tidak malu disebut sebagai seorang pendeta yang beribadat tinggi, walaupun dalam hati dia merasa amat gusar tetapi air mukanya masih tetap tenang, perlahan-lahan dia merangkap tangannya di depan dada, lalu ujarnya, "Sicu turun tangan dengan begitu kejamnya apa tidak takut mendapat hukuman dari Thian?"
"Jikalau cayhe yang terluka ditangan para hwesio itu mungkin kalian akan menganggapnya sebagai takdir bukan?" sambung Tan Kia-beng sambil tertawa dingin
Air muka Ci Si Thaysu tidak terasa lagi sudah berubah memerah yang dimaksudkan dengan "keadilan" oleh Tan Kia-beng ini sudah tentu diapun merasakannya.
Cukup dilihat dari kejadian yang baru terjadi dimana delapan belas orang loo Han dari Siauw-lim-pay yang sudah mempunyai punya nama besar di dalam Bulim harus bersama-sama menyerang seorang pemuda dari angkatan muda hal ini sudah merupakan satu peristiwa yang sama sekali tidak adil ditambah lagi ucapan dari Tan Kia-beng, yang bernadakan tajam seketika itu juga membuat dia bungkam diri
Lama sekali baru dia berkata lagi
"Ilmu kepandaian silat dari sicu betul-betul mengejutkan sekali Pinceng akan menggunakan sepasang telapak besi ini untuk coba-coba menjajal kedahsyatan dari pedang pusaka itu."
"Haaaahh....haaahh. kepandaian silat Siauw-lim-pay sudah menjagoi Bulim hampir ratusan tahun lamanya” ujar Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak dan memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung. "Ini malam cayhe bisa memperoleh petujuk dari Thaysu benar-benar merupakan satu kejadian yang patut dibanggakan. kenapa harus memaksa aku memainkan golok menggerakkan pedang?"
Ci Si Thaysu kembali memuji keagungan Budha sepasang telapak tangannya dengan perlahan disilangkan di depan dadanya....
Tiba-tiba....
Suara bentakan keras memecahkan kesunyian sambil menenteng pedang tahu-tahu Siong Hok Tootiang sudah muncul disamping badan dari Ci Si Thaysu.
“Hmm, orang ini terlalu menghina kami dari golongan Heng-san-pay ujarnya dengan gemas. Harap untuk sementara waktu thaysu menyingkir sebentar. biar pinto mencari balas atas hutang hutang yang dahulu terlebih dulu”
Dengan cepat dia alihkan pedangnya menuding ke depan wajah Tan Kia-beng, bentaknya lagi, “Cepat cabut keluar pedangmu!”
Tan Kia-beng segera angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.
“Kau silahkan melancarkan serangan sesukamu,” ujarnya dengan amat dingin. “Bilamana aku merasa aku harus mencabut pedang, buat apa kau banyak bacot lagi?”
Perkataannya ini amat menghina sekali atas dirinya, Siong Hok Tootiang sebagai seorang ciangbunjin dari Heng-san-pay mana bisa tahan atas ejekan dan hinaan ini pedang
panjangnya digetarkan dengan disertai suara desiran yang amat tajam lalu dengan amat hebatnya dia menusuk ke arah dadanya.
Bagaimanapun juga permainan pedang dari seorang ahli pedang jauh lebih hebat dari orang lain, serangan ini ternyata sama sekali tidak mengandung keganasan dan kedahsyatan kelihatannya hanya biasa saja tidak ada yang aneh mirip pula dengan satu serangan main mainan saja.
Tetapi di dalam pandangan Tan Kia-beng dia tahu justru serangan inilah sudah mengandung satu tenaga serangan yang amat lihay yang mengancam seluruh jalan darah penting pada bagian atas tubuhnya, saat ini ia tidak berani berlaku gegabah lagi.
Tubuhnya segera miring ke samping menghindarikan diri dari hadapan ujung pedangnya, telapak tangan kanannya sedikit digetarkan menutup datangnya serangan pedang itu sedang tangan yang lain bagaikan kilat cepatnya mengecengkeram urat nadinya.
Orang yang bergebrak dengan menggunakan senjata tajam paling takut diserang dengan jarak dekat, Siong Hok Tootiang yang melihat baru saja jurus pertama dia sudah didesak oleh musuhnya dalam hati merasa hatinya bergidik, dengan cepat dia mendengus dingin pedangnya diayun dengan disertai sinar pelangi yang menyilaukan mata dia balas membabat jalan darah Chi Tien ditubuh pihak musuhnya, sedangkan tangan kirinya dengan menggunakan rahasia ilmu pedang berturut turut menotok jalan darah "Thian Tuh" serta "Chian Cing" dua buah jalan darah.
Dengan gesitnya Tan Kia-beng melayang tiga langkah kesamping, mendadak sambil putar tubuh dia melancarkan serangan kembali dengan menggunakan telapak serta kakinya,
di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan buah pukulan serta menendang lima kali tendangan kilat, keanehan dari jurus serangannya serta kecepatan dari gerakan tubuhnya benar-benar membuat orang menjadi bingung dan sukar untuk menduga
Karena masih ada banyak musuh tangguh yang mengawasi dirinya disamping kalangan dia harus berusaha untuk membereskan musuh yang dihadapannya di dalam waktu yang sesingkatnya mungkin sebab itulah begitu melancarkan serangan dia sudah menggunakan seluruh kepandaiannya.
Terasa angin dingin menderu deru memenuhi angkasa. seketika itu juga seluruh tubuh dari Siong Hok Tootiang tergulung di dalam bayangan telapak yang membingungkan.
Siong Hok Tootiang sebagai ciangbunjin dari Heng-san-pay mempunyai pengalaman yang amat luas sekali sejak semula dia sudah menduga maksud hati yang mengandung di dalam benak Tan Kia-beng, saat ini seluruh nama besar dirinya serta kejayaan dari partainya tergantung di dalam pertempuran kali ini membuat hatinya terasa amat berat sekali
Saat ini dia hendak menyerang dulu tapi mempertahankan dirinya terus menerus pedangnya dengan cepat digerakkan sehingga seluruh tubuhnya terbungkus di dalam selapis hawa pedang yang amat tajam dan sukar untuk ditembus
Seketika itu juga suatu pertempuran sengit antara naga dan harimau sudah berlangsung, masing-masing menggunakan kepandaian silat yang paling lihay untuk berusaha menundukkan pihak lawannya, semakin bertempur semakin cepat dan semakin rapat, tidak selang seperminum teh lamanya, keadaan sudah mencapai pada puncaknya. bayangan manusia berkelebat dengan kaburnya sehingga
sukar dibedakan mana Tan Kia-beng mana Siong Hok Tootiang.
Tan Kia-beng yang mempunyai rejeki bagus, bukan saja sudah memperoleh tenaga murni dari Han Tan Loojin yang dilatihnya selama hampir mendekati seratus tahun serta pil ular yang usianya sudah mendekati ribuan tahun lamanya bahkan mendapatkan pula seluruh inti sari dari ilmu silat yang dimuat dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng walaupun untuk sementara waktu dia tidak berhasil menggabungkan keseluruhannya tetapi tenaga dalam yang dimiliki saat ini benar-benar sudah amat tinggi sekali;
Sejak terjunkan dirinya ke dalam Bulim dia sudah berulang kali menemui pertempuran pertempuran sengit yang menegangkan hal itu membuat pengalamannya di dalam menghadapi musuh semakin bertambah semakin bergebrak dia semakin lancar, setiap serangan yang digunakanpun tentu amat tepat sekali.
Keenam orang ciangbunjin lainnya yang menonton jalannya pertempuran dari samping semuanya merupakan para ahli ilmu silat yang sudah mengadakan penyelidikan dan latihan selama hidupnya sudah tentu pandangan mereka amat tajam sekali.
Mereka merasa Tan Kia-beng yang berturut turut harus bertempur melawan Kun lun Pat Too serta kedelapan belas Loo Han dari Siauw-lim-pay bukan saja tenaga dalamnya tidak berkurang malah sebaliknya semakin lama semakin bertambah dahsyat, jurus jurus serangan lihay yang digunakan pun semakin lama semakin banyak bahkan banyak diantaranya yang belum pernah melihatnya untuk selamanya.
Melihat kejadian itu dalam hati mereka semua amat terperanjat sekali, terdengar Ci Si Thaysu gelengkan kepalanya berulang kali sambil memuji keagungan Budha.
"Sungguh aneh! sungguh aneh...." serunya perlahan.
Wajah dari Loo Hu Cu yang berkeriput pun kelihatan sedikit bergerak gerak.
"Bilamana orang ini tidak dibasmi secepatnya keadaan dari tujuh partai tentu amat berbahaya sekali" ujarnya dingin. Di kemudian hari mungkin sekali kita tidak berdaya untuk tetap tancapkan kaki di dalam dunia kangouw"
Mungkin dikarenakan di dalam hati mereka sudah timbul rasa serakah dan rasa iri hati yang berlebih lebihan ternyata keenam orang ciangbunjin dari keenam partai besar itu diam-diam sudah mengambil keputusan untuk membinasakan Tan Kia-beng, bahkan sampai Ci Si Thaysu, yang merupakan seorang pendeta yang beribadat tinggi pun tidak terkecuali
Sudah tentu di dalam hati ini ada sangkut pautnya juga dengan peristiwa berdarah yang baru saja terjadi diperkampungan Cui-cu-sian ini dimana keadaan yang amat mengerikan itu
Air muka Ci Si Thaysu ebrubah tidak henti hentinya lalu sedikit menganggukkan kepalanya, tiba-tiba....
"Sicu jangan turun tangan kejam." teriak dengan keras.
Ujung jubahnya dikebut ke depan, bagaikan meluncurnya bintang bintang di langit dia berkelebat menuju ke tengah kalangan
Tetapi keadaan sudah terlambat, terdengar suara dengusan yang amat berat pundak dari Siong Ho Toojien sudah kena hantam dari pukulan Tan Kia-beng yang amat dahsyat itu
sehingga tergetar mundur ke belakang sejauh lima enam depa dengan sempoyongan. Traaang.... dengan menancapkan pedangnya ke atas tanah dia berusaha mempertahankan dirinya.
Dengan tergesa gesa Ci Si Thaysu mengejar datang dan membimbing dirinya.
“Bagaimana dengan keadaan luka Too-heng?” tanyanya cemas.
Air muka dari Siong Hok Tootiang berubah menjadi pucat pasi bagaikan mayat, ia cuma menghela napas panjang saja tanpa memberikan jawaban mendadak dari mulutnya dia muntahkan darah kental yang berwarna merah kehitam hitaman.
Dengan Ci Si Thaysu merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar sebutir pil lantas diangsurkan kepadanya.
“Pil ini adalah pil mujarab dari kuil kami, kemampuannya sangat mujarab sekali, harap Tooheng mau menerimanya,” ujarnya dengan halus.
Dengan sedih dan kepayahan Siong Hok Tootiang gelengkan kepalanya.
Traaang....! pedangnya mendadak dipatahkan menjadi tiga bagian lalu dilemparkan ke atas tanah, terhadap Tan Kia-beng dengan wajah meringis menyeramkan dia berteriak, “Jikalau kau tidak mati aku Siong Hok sejak ini hari bersumpah tidak akan menggunakan pedang, tiga tahun kemudian dari pihak Heng-san-pay akan ada orang yang datang membereskan hutang hutang ini.”
Selesai berkata dengan terburu-buru dia menjura kepada Ci Si Thaysu dan berkelebat meninggalkan tempat tersebut.
Sejak kejadian itulah di dalam dunia kangouw tidak pernah mendengar jejak dari Heng-san-pay lagi, tetapi seperti juga sebuah bahan peledak yang ditanam di dalam tanah pada suatu hari akan terjadi ledakan kembali yang menggetarkan seluruh dunia kangouw.
Tan Kia-beng yang melihat bayangan badan dari Siong Hok Tootiang berlalu dari sana di dalam hatinya dia merasa satu perasaan yang amat tidak enak sekali, pikirnya, "Orang-orang dari Bulim sungguh sulit sekali untuk diajak bicara terang terangan dia terus menerus mencari aku untuk mencari balas tetapi setelah dikalahkan sakit hati yang terikatpun semakin menebal, jikalau sebaliknya aku yang kalah dia akan bersikap bagaimana? Mungkin mereka tidak akan melepaskan aku dengan amat mudah"
Berpikir sampai disini dia segera merasakan orang-orang yang disebut sebagai golongan lurus sebenarnya tidak ada tempat yang patut dikagumi oleh orang lain malam ini dia sudah ada di dalam keadaan yang sangat berbahaya sekali dia mau tidak mau harus lebih berhati-hati lagi!
Waktu ini Ci Si Thaysu dengan langkah perlahan telah berjalan ke depan tubuhnya.
“Sicu, silahkan mulai melancarkan serangan!” ujarnya sambil melintangkan tangannya di depan dada.
Saat ini Tan Kia-beng telah salurkan hawa murninya mengelilingi tubuh, dia tahu kepandaian silat dari ciangbunjin dari Siauw-lim-pay ini bukan sembarang bahkan jadi orang amat budiman dan tak malu disebut sebagai seorang pendeta beribadat tinggi, karenanya dengan cepat dia bungkukkan badannya memberi hormat.
"Boanpwee mana berani berlaku kurang ajar!” ujarnya cepat
“Omintohud! Omintohud! Keadaan malam ini tidak seperti biasanya, harap sicu tidak menaruh sungkan sungkan lagi terhadap pinceng!" ujar Ci Si Thaysu dengan tenang.
Tan Kia-beng tahu apa yang diucapkan sedikitpun tidak salah, karenanya dia segera berseru dengan lantang, "Kalau memangnya begitu, maaf boanpwee akan berlaku kurang ajar! Lihat serangan!"
Telapak tangannya dengan mengarah dada pihak lawan dihantam ke depan, segulung hawa pukulan yang amat dingin dan tajam dengan mengikuti gerakan tangannya menggulung keluar.
Ci Si Thaysu mengenal inilah ilmu pukulan hawa dingin "Sian Im Kong Mo Kang" dari Teh-leng-bun yang amat dahsyat, dia tidak berani berlaku ayal, ujung bajunya dikebut ke depan sehingga menimbulkan hawa khie kang yang dahsyat menyambut datangnya serangan tersebut bersamaan dengan gerakan otu pula dari tengah jubahnya meluncur keluar pula segulung angin tajam mengancam urat nadi Tan Kia-beng.
---0-dewi-0---
Tan Kia-beng yang harus menghadapi musuh amat tangguh segera memusatkan seluruh perhatiannya malam ini dia hendak menggunakan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya untuk mengalahkan ilmu silat dari daerah Tionggoan jikalau ciangbunjin dari Siauw-lim-pay ini bisa dikalahkan maka perkembangan aliran Teh-leng-bun untuk selanjutnya tidak akan begitu sulit lagi.
Begitu serangan kebutan dari Ci Si Thaysu menyerang datang tidak terasa lagi dia menjadi keras.
Ilmu Tan Mo Hwee atau jubah penghancur iblis dari thaysu sungguh amat dahsyat sekali.
Telapak tangannya membalik mendadak lima jarinya bersama-sama disentil di depan.
"Sreeet.... sreeet.... lima gulung angin serangan yang amat tajam dengan kecepatan yang luar biasa menyambut datangnya serangan kebutan tersebut
"Siauwhiap terlalu memuji!" sahut Ci Si Thaysu sambil tertawa perlahan. "Gerakan Ngo Ing Lian Tan atau lima suaru menyentil bersama ini baru betul-betul merupakan ilmu sakti yang jarang terlihat di dalam kolong langit.
Walaupun pada mulutnya dia berbicara begitu merendah padahal tangannya sejak tadi sudah berubah jurus, kakinya maju ke depan sedang tubuhnya berputar ke belakang punggungnya ujung jubahnya bagaikan sambaran kilat berturut turut melancarkan lima buah serangan gencar.
Kelima buah serangan ini dilancarkan begitu cepat bagaikan berkelebatnya kilat membelah langit, tampaklah bayangan jubah berkelebat memenuhi angkasa dan mengancam seluruh jalan darah penting pada tubuh Tan Kia-beng
Dalam hati Tan Kia-beng merasa sangat terperanjat sekali, dia merasa nama besar dari ciangbunjin Siauw-lim-pay ini bukanlah nama kosong belaka kepandaian silatnya jauh lebih tinggi beberapa kali lipat dari Siong Hok Tootiang sekalian.
Tidak terasa lagi semangatnya berkobar kembali, dengan cepat dia bersuit panjang tubuhnya menerjang kembali ke dalam kurungan bayangan telapaknya, jurus jurus aneh dari
Teh-leng-bun segera dilancarkan keluar dengan sengitnya, berebut serang menyerang dengan dirinya.
Suatu pertempuran yang sengit menyeramkan seketika itu juga sudah berlangsung dengan amat ramainya.
Tua muda dua orang ini yang satu adalah gunung Thay-san dari Bulim, ciangbunjin dari Siauw-lim-pay yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan sedang yang lain adalah manusia berbakat aneh yang merupakan jelmaan dari Han Tan Loojien itu Kauwcu dari Teh Leng Bun.
Disatu pihak berusaha mempertahankan nama baik dari Siauw-lim-pay yang sudah ada ratusan tahun lamanya menjagoi Bulim dilain pihak hendak menggunakan pertempuran ini untuk merebut kedudukan bagi Teh Leng Kauw nya di dalam dunia kangouw, membuat pertempuran ini semakin beruntung semakin dahsyat, ilmu ilmu silat yang ditemui semuanya sudah dikerahkan keluar.
Tetapi pertempuran diantaramereka sama sekali berbeda dengan pertempuran yang terjadi seperti biasanya masing-masing pihak berganti jurus serangan dengan amat cepatnya belum sempat satu jurus digunakan habis di tengah perjalanan sudah berganti lagi dengan jurus yang lain, adakalanya pula satu jurus belum sampai digerakan masing-masing pihak sudah menggunakan sembilan gerakan yang berbeda, bahkan serangan yang digunakanpun merupakan gerakan yang amat aneh.
Ci Si Thaysu mempunyai tenaga dalam yang dilatih hampir mendekati seratus lamanya, apalagi mendapatkan pula seluruh inti sari dari ilmu silat Siauw-lim-pay, setiap jurus jurus yang digunakan tidak ada yang bukan jurus jurus sakti yang menggetarkan dunia kangous, setiap gerakannya mempunyai perubahan yang amat banyak sekali
Sedangkan Tan Kia-beng yang dikarenakan waktu yang amat singkat buatnya untuk memperdalam ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng membuat banyak rahasia yang belum sempat dipahami olehnya dengan adanya pertempuran ini maka sama saja artinya memberi satu kesempatan yang paling bagus buat dirinya untuk mendalami ilmu silat tersebut.
Ci Si Thaysu tidak malu disebut sebagai seorang ketua partai besar, serangan yang digunakan semuanya dilakukan dengan benar-benar dan sungguh sungguh, tidak perduli jurus serangan itu bagaimana ganas serta dahsyatnya disemua tempat dia menaruh belas kasihan yang berlebih lebihan, membuat keadaan pertempuran itu tidak mirip dengan suatu pertempuran sengit yang sering terjadi.
Dengan demikian hal ini merupakan satu kesempatan yang paling baik bagi Tan Kia-beng untuk memahami jurus silatnya.
Pada permulaannya dan masih ada sedikit gugup dan kacau, ada beberapa kali dia kena terserang oleh gerakan yang amat aneh dari Ci Si Thaysu sehingga membuat dia terdesak mundur dalam keadaan yang menggemaskan.
Tetapi bagaimanapun juga dia adalah seorang yang cerdik, setiap kali keadaanya terdesak, dari dalam benaknya yang sudah betul-betul hapal terhadap seluruh isi kitab pusaka Teh Leng Cin Keng itu dia bisa memperoleh jawaban yang memuaskan, setiap menghadapi keadaan yang sangat berbahaya cukup dengan satu dua gerakan yang amat aneh dia sudah berhasil mendesak Ci Si Thaysu untuk kembali
Setelah lewat seratus jurus kecerdasan dari Tan Kia-beng pun semakin bertambah tajam, jurus jurus serangan yang dipahami pun bertambah banyak sehingga setiap kali melancarkan serangan dia bisa memunahkan serangan lawan
dengan amat mudah bahkan serangannyapun semakin lama semakin cepat
Ci Si Thaysu yang melihat lawannya makin lama makin bertambah lihay hatinya menjadi amat terperanjat, sewaktu turun tangan tadi dia sudah merasakan pemuda ini sekalipun tenaga dalamnya amat tinggi tapi jurus serangannya terbatas dan tidak begitu hapal, dia percaya tidak membutuhkan waktu yang lama dia sudah berhasil menawan dirinya.
Siapa sangka pekerjaan yang kelihatannya gampang ini ternyata amat sukar sekali, sewaktu keadaannya sudah berhasil dia desak sehingga amat berbahaya ternyata dia pandai menggunakan jurus jurus aneh yang belum pernah ditemuinya untuk mematahkan jurus serangannya sendiri.
Berbarengan pula dia merasa terkejut juga atas kedahsyatan dari tenaga dalam pemuda itu yang seperti mengalirnya air di tengah samudra yang mengalir keluar tidak ada habis habisnya.
Waktu makin lama tenaga dalam yang dimilikinya bukannya bertambah lemah sebaliknya semakin menghebat, pukulannya pun makin lama makin dahsyat.
Di dalam sekejap saja dua ratus lima puluh delapan jurus sudah berlalu dengan cepatnya, Tan Kia-beng makin lama makin lancar di dalam melancarkan serangannya, hawa pukulan yang ditimbulkan oleh serangannya pun laksana angin topan yang mengamuk, jurus serangannya selalu berhasil merebut posisi penyerangan terlebih dahulu membuat tubuh Ci Si Thaysu yang tinggi besar seketika itu juga terkurung di dalam bangunan telapak yang mengaburkan pandangan.
Ci Si Thaysu yang melihat nama baiknya terancam bahaya, sekalipun dia adalah seorang pendeta beribadat tinggi yang
napsu ingin menangnya sudah lenyap tetapi pada saat ini dia mau tidak mau harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya juga untuk melakukan perlawanan.
Tiba-tiba terdengar suara pujian Buddha yang amat keras, seluruh tubuhnya mendadak berkeruduk dengan amat keras, tubuhnya yang sudah tinggi besar membesar lagi sebanyak lima cun. Telapak tangannya yang putih halus dengan perlahan-lahan diulur keluar dari balik jubah.
Di tengah berkelebatnya telapak serta tendangan kilat yang tajam hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan dua puluh satu pukulan serta tujuh buah tendangan maut
Kehebatannya kali ini sama sekali berbeda dengan keadaan semula hampir hampir setiap jurus serangannya tentu mengakibatkan hawa pukulan yang membelah bumi, dimana serangan melanda suara menderunya angin pukulan segera memekikkan telinga membuat para penonton yang ada disamping kalangan pada mengundurkan diri ke belakang terburu-buru.
Saat ini Tan Kia-beng merasakan semangatnya berkobar kobar, melihat datangnya serangan dari sang hweesio yang begitu lihay dia segera tertawa panjang, tubuhnya meloncat ke atas menyambut datangnya serangan musuh.
Demikianlah mereka berdua dari pertempuran jurus melawan jurus kini telah berubah menjadi adu tenaga dalam untuk berusaha merebut kemenangan
Semula perhatian para jago yang hadir disamping kalangan terkena sedot oleh keanehan dan kesaktian dari jurus serangan mereka berdua bahkan menaruh harapan terhadap Ci Si Thaysu, tetapi sewaktu melihat semangat dari Tan Kia-beng semakin lama bertambah hebat tidak terasa mereka
mulai menaruh rasa kuatir atas keselamatan dari Ci Si Thaysu itu ciangbunjin dari Siauw-lim-pay.
"Bagaimana?" tiba-tiba yang LOo Hoo Cu kepada Si Pendekar Satu Jari, Ko Cian Sim sambil menggerak gerakkan jarinya, dia yang jadi orang amat licik dan banyak akal, saat ini wajahnya sudah diliputi oleh napsu membunuh yang membara.
Maksudnya dia hendak mengundang keenam orang cianbunjin lainnya untuk bersama-sama bergebrak maju mengerubuti Tan Kia-beng seorang, cuma saja dia merasa tidak enak untuk berbicara terang terangan.
si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djen adalah seorang yang bersifat pendekar, dia merasa dengan kedudukannya sebagai seorang ciangbunjin satu partai besar bila mana diharuskan bertempur melawan seorang angkatan muda hal ini sudah sangat memalukan sekali, apalagi harus mengerubuti bersama-sama? dengan hati kurang senang dia gelengkan kepalanya perlahan, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke arah Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay.
Leng Hong Tootiang segera menghela napas panjang, ujarnya, "Dia bukanlah Si Penjagal Selaksa Li.... apalagi Ci Si Thaysu pun tidak akan menyetujui.”
Dengan langkah perlahan dia mendekati ke tengah kalangan.
---0-dewi-0---
Ketua partai dari sebelah Selatan ini jadi orang paling cermat dan berbudi, kini dia merasakan hatinya amat murung sekali dia kuatir nama baik dari Ci Si Thaysupun harus menemui kehancuran di dalam pertempuran kali ini, tetapi diapun menaruh rasa kasihan terhadap pemuda itu karena dia
selalu menganggap bahwa peristiwa pembunuhan berdarah yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian ini pasti bukan hasil pekerjaan dari pemuda ini.
Phu Cing Thaysu serta Kuang Hoat Tootiang yang melihat Leng Hong Tootiang sudah maju ke depan segera sudah salah menganggap dia sudah menyetujui maksud hati dari Lo Hu Cu maka merekapun mulai bergeser mendekati tengah kalangan terpaksa Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djin pun mengikuti dari belakang Loo Hu Cu mulai bergerak maju ke depan....
Begitu kelima orang ciangbunjin itu bergerak Cap Pwee Loo Han dari Siauw-lim-pay kecuali dua orang yang terbunuh dan tiga orang kehilangan lengan, tiga belas orang hweesio dengan mencekal toyanya masing-masing dengan pusatkan seluruh perhatiannya memperhatikan gerak gerik di tengah kalangan mereka siap turun tangan bilamana melihat ciangbunjin mereka sudah tidak tahan lagi
Sedangkan Kun lun Pat To untuk membalas rasa malu dimana pedang mereka sudah terbabat putus dan lengan pada terluka sejak semula dengan mencekal kencang kencang delapan bilah pedang sudah tersebat di sekeliling kalangan dan membentuk satu barisan pedang yang amat kuat, atau tidak perduli Tan Kia-beng menang atau kalah mereka sudah siap-siap melancarkan serangannya.
Waktu ini keadaan dari Tan Kia-beng benar-benar sangat berbahaya sekali.
TEtapi kedua orang yang sedang bertempur di dalam kalangan itu sama sekali tidak memperhatikan akan hal ini, seluruh perhatian mereka dipusatkan untuk berusaha merebut kemenangan
Sebetulnya buat Ci Si Thaysu sendiri dia sejak semula sudah tidak mempunyai keinginan untuk merebut kemenangan, tetapi dikarenakan untuk menjaga Nama besarnya terpaksa dia harus berbuat demikian.
Sejak dua puluh tahun yang lalu untuk pertama kalinya dia menjabat sebagai ciangbunjin belum pernah bergebrak melawan seseorang, pertempuran malam ini boleh dikata untuk kedua kalinya dia bertempur secara kekerasan melawan musuhnya bahkan pihak lawanpun tidak lebih cuma seorang pemuda yang kelihatannya amat lemah.
Sampai saat ini jurus serangan yang mereka berdua lancarkan sudah ada di atas lima ratus jurus banyaknya, Ci Si thaysu yang tidak berhasil menguasahi pihak lawannya makin lama kesempatannya makin berkurang sedang posisinyapun makin terdesak hatinya tidak terasa lagi mulai merasa cemas bercampur kaget, kelihatannya dia sudah tidak punya harapan lagi untuk memperoleh kemenangan bahkan kemungkinan sekali bakal menemui kekalahan ditangan pemuda itu.
Pikirannya dengan cepat berputar di dalam hati dia segera mengambil keputusan untuk memperoleh kemenangan dengan cara bagaimanapu. Jurus serangannya dengan cepat berubah.
Telapak tangannya dengan mendatar dada mendesak didorong ke depan dengan hebatnya, segera terasalah segulung tenaga hawa yang amat santer disertai suara menggeletarnya guntur menyambut datangnya Tan Kia-beng dengan dahsyat.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka di dalam keadaan seperti ini, dia bisa secara tiba-tiba mau mengadu kekerasan dengan dirinya, di dalam keadaan gugup kecuali
menerima serangan tersebut dengan kekerasan satu satunya jalan cuma mundur ke belakang
Dengan sifatnya yang jumawa dia mana mau memperhatikan kelemahannya? dengan cepat hawa murninya disedot lalu disalurkan satu lingkaran mengelilingi tubuhnya, sepasang telapak tangannya dengan membuat lingkaran dengan cepat didorong ke depan dengan mendatar.
Dengan santaranya tenaga Im serta tenaga Yang itu bentrok menjadi satu sehingga mengakibatkan suara ledakan yang amat keras masing-masing pihak tidak kuasa lagi pada mundur dua langkah ke belakang.
Ci Si thaysu segera memuji keagungan Buddha, "Omintohud.... omintohud, Siauwhiap apakah berani menerima jurus "Djin Mo Kiam Ci" dari Loolap?" serunya. Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Napsu membunuh sudah timbul, cayhe memangnya sudah terjerumus ke dalam golongan iblis kenapa takut jurus kawanan iblis hilang lenyap dari dirimu itu?" teriaknya mengejek.
"Bluum....!" di tengah kalangan segera menggulung datang rentetan hawa pukulan yang amat keras
Ci si thaysu berturut turut mundur tiga langkah ke belakang sebuah jubah hwesionya yang amat besar mendadak bergelembung seperti bola menahan datangnya serangan itu.
Air muka dari Tan Kia-beng segera berubah memerah, tubuhnya dengan amat cepatnya mengundurkan diri tiga langkah ke belakang
Mendadak dia membentak kembali.
Silahkan Taysu merasakan jurus Can Pek Put Hun ku yang lihay.
Tubuhnya sekali lagi menubruk maju ke depan, dari tengah udara dia kirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Jurus pukulan ini datangnya laksana angin topan yang bertiup di tengah udara, kecepatannya luar biasa, ternyata dari hawa pukulan Im dia sudah mengubah jadi pukulan hawa Yang yang amat hebat.
"Iiihh....." tiba-tiba Ci si taysu menjerit tertahan.
Karena dia segera merasakan datangnya serangan ini amat kuat bahkan tenaga pukulannya merupakan hawa khe kang dari aliran lurus yang amat hebat, ilmunya ini sama sekali berlainan dengan jurus jurus serangan yang termuat di dalam aliran Teh-leng-bun, karena itulah dia merasa amat keheranan bercampur terperanjat.
Tetapi saat ini hawa Khie kang yang amat dahsyat itu sudah melanda datang laksana tindihan gunung Thay-san, hal ini tidak memberikan dia berpikir panjang lagi, tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping sepasang telapaknya bagaikan berputarnya roda kereta melancarkan bayangan telapak yang amat banyak menyambut serangan tersebut.
Dua gulung angin pukulan yang amat dahsyat bertemu di tengah udara dan meledak dengan amat kerasnya, pasir serta debu pada beterbangan memenuhi angkasa membuat pandangan menjadi kabur.
Pada saat itulah tubuh Tan Kia-beng sudah terpental oleh tenaga pukulan dari Ci si taysu sehingga tergetar mundur tida depa ke tengah udara, dia cuma merasakan dadanya amat sesak sehingga sukar untuk bernapas, dengan meminjam kesempatan ini tubuhnya dengan cepat berputar mengelilingi
udara mendadak dia membentak keras lalu menerjang ke bawah dengan amat cepatnya.
Bersamaan pula waktu itu tubuh Ci si Taysu sedang meloncat ke atas sehingga serangan mereka kembali bertemu di tengah udara....
"Braakk.... empat telapak bertemu kembali sehingga mengakibatkan getaran yang amat keras, tubuh mereka berdua sama-sama melayang turun kembali ke atas tanah.
Para jago lainnya yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi menjadi sangat terkejut sekali, Cap Sah Loo Han dari siauw lim pau yang mengira Ciangbunjin sudah menemui bencana bersama-sama dengan gusarnya membentak keras lalu menerjang ke depan.
Terlihatlah Ci Si thaysu dengan duduk bersila meninggalkan permukaan kurang lebih setengah depa, sepasang tangannya disilangkan di depan dada membentuk gaya seperti pagoda, kini sepasang telapaknya menempel rapat rapat dengan tangan kiri Tan Kia-beng.
Sebaliknya tubuh dari Tan Kia-beng laksana seekor capung dengan sepasang kakinya berada di tengah udara. tetapi sepasang telapaknya dengan kencangnya merapat dengan sepasng telapak dari Ci si Thaysu.
Melihat kejadian ini walaupun di dalam hati Ca Sah Loo Han merasa rada lega tetapi toja yang ada ditangannya bagaikan titiran air hujan tetap melancarkan serangan gencar menghajar ketubuh Tan Kia-beng.
Pada saat ini jangan dikata toja yang amat berat apalagi disertai tenaga pukulan yang hebat, sekalipun sebuah kayu kecil saja jikalau dipukulkan ke atas tubuhnya dia tentu akan
terkejut dan dengan demikian dirinya akan terpukul binasa oleh getaran tenaga dalam Ci si thaysu.
Kelihatan sekali ketiga belas toja yang memancarkan sinar keemasan dan menyilaukan mata itu desertai suara desiran angin pukulan yang amat keras hampir mendekati tubuh Tan Kia-beng.
Mendadak....
Terlihatlah serentetan sinar keperak perakan bagaikan kilat cepatnya berkelebat dari arah samping.
"Traaang.... traang....!" seluruh toya tersebut sudah berhasil dipukul pental. tampaknya Leng Hong tootiang dari Bu-tong-pay dengan wajah angker berdiri didamping tubuh kedua orang itu.
“Siauw-lim-pay adalah sebuah partai yang lurus bagaimana kalian bisa melakukan pekerjaan seperti ini dengan meminjam kesempatan orang sedang menghadapi bahaya melancarkan serangan bokongan?" ujarnya dingin. "Apa kalian tidak takut dibuat bahan tertawaan oleh jago-jago Bulim lainnya? Walaupun orang ini bisa berbuat banyak kejahatan, tetapi kalian bisa menunggu setelah menang kalah sduah terlihat kalian baru bersama-sama melancarkan serangan gabungan, saat ini kalian dilarang mengganggu seujung rambutnyapun."
Cap sah Loo Han yang tadi merasa kuatir atas keselamatan dari ciangbunjinnya tanpa berpikir panjang sudah mengikuti nafsu melancarkan serangan. kini setelah mendapatkan tegoran dari Leng Hong Tootiang tidak terasa lagi dengan perasaan menyesal pada menundukkan kepalanya menjura, dengan perlahan-lahan mereka mengundurkan diri kembali ke tempat semula
Tiba-tiba terlihat Loo Hu Cu dari Go-bie Pay dengan wajah yang menyengir licik berjalan mendekati Leng Hong Tootiang yang masih berdiri di tengah kalangan dengan angkernya itu.
Perkataan dari Leng Hong Too heng sedikitpun tidak salah, kita orang mana boleh beruntungan dengan menggunakan kesempatan orang lain lagi dalam keadaan bahaya?
Dia jadi orang amat licik sekali, dia tahu pertempuran mengadu tenaga dalam semacam ini keadaannya sangat berbahaya sekali, sedikit lengah saja pihak yang menderita kalah akan menemui suatu akibat yang sangat berat sedang pihak yang lain menang pun akan kehilangan tenaga murninya dalam jumlah yang besar.
Misalnya mereka berdua sedang seimbang maka akhirnya kedua belah pihak pun sama-sama akan menderita kekalahan
Di dalam hati dia paham kalau diantara tujuh partai besar tenaga dalam dari Ci Si Taysu paling sempurna, dia adalah satu satunya musuh tangguh di dalam perebutan gelar jagoan nomor wahid dikemudian hari.
Bilamana pada saat ini kedua duanya dibiarkan menemui kerugian maka tanpa bergebrak secara langsung dia sudah kehilangan dua orang musuh tangguh, karena itulah dia pun tidak mau mengusulkan kepada yang lain untuk melukai Tan Kia-beng sebelum mereka berdua memperoleh keputusan tiap menang tiap kalah.
Pada saat ini begitu tubuh Tan Kia-beng mencapai di atas permukaan tanah dengan cepat dia duduk bersila saling berhadap hadapan dengan Ci Si Taysu.
Selama semalaman in berturut turut Tan Kia-beng harus melawan Cap Pwee Loo Han dari Siauw-lim-pay kemudian Kun-lun-pay To serta Siong Hok Tootiang. tenaga murninya
sudah banyak berkurang. Saat ini diapun diharuskan beradu tenaga dalam lagi dengan Ci Si Taysu membuat dia akan mereka badannya amat lelah sekali.
Apalagi para jago yang berdiri diluar kalangan pada saat ini sedang memandangi dirinya dengan mata melotot, hal ini membuat pikirannya tambah terbayang dan tidak dapat memusatkan perhatiannya.
Dengan demikian dia semakin merasa tenaga dalam dari pihak lawan semakin berat laksana tindihan gunung Thay-san, hawa murninya sendiri yang ada di dalam pusar hampir hampir terasa mau buyar dibuatnya.
Di dalam hati dia merasa amat cemas, mendadak hawa murninya disalurkan keluar sesuai dengan ajaran ilmu Lweekang "Pek Tian Sin Kang." hawa murninya dari golongan Im kini berubah jadi tenaga Yang yang amat dahsyat.
Tetapi karena dia menarik hawa murninya terlalu keras itulah mendadak dia merasakan dadanya bergolak keras, hawa Im serta hawa Yang yang ada di dalam tubuhnya bersama-sama mencampur jadi satu dengan hawa murninya yang sebenarnya.
Laksana gulungan ombak yang dahsyat dengan tidak henti hentinya hawa murninya mengalir keluar dan menerjang kebadan musuh.
Dia sudah ada pengalaman satu kali, sekalipun dia tidak tahu hal ini diakibatkan oleh pil sakti dari ular ribuan tahun serta tenaga murni dari Han Tan Loodjin yang belum mencair dan bergabung menjadi satu tetapi dia tahu hal ini tentu ada sebab sebabnya,
Sembari mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan pihak musuh diam-diam dia mulai menyalurkan hawa
murninya dengan perlahan-lahan mencairkan kedua buah tenaga murni itu sehingga bersatu dengan tenaga murninya sendiri.
Begitu mulai melancarkan serangannya Ci Si Thaysu sudah memperoleh posisi yang amat baik membuat hatinyapun semakin manatap;
Dengan cepat dia mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun ini untuk mendesak pihak lawannya.
Mendadak dia merasakan tenaga dalam dari pihak lawan semakin dahsyat lagi, sebentar keras sebentar lunak dengan dahsyatnya mengalir keluar menerjang badannya membuat dia tak terasa lagi menjadi sangat terkejut.
Dia segera menggigit kencang bibirnya sendiri tenaga dalamnya dikerahkan jadi sepuluh bagian untuk menahan datangnya serangan yang bertubi tubi itu. Walaupun untuk sementara dia bisa menahan serangan itu tetapi badannya terasa amat tersiksa.
Tidak sampai seperminum teh kemudian dari keningnya mulai mengucur keluar keringat sebesar kacang kedelai wajahnya berubah jadi merah darah jubahnya yang dipakai seketika itu juga sudah dibuat basah kuyup.
Sebaliknya pada saat ini Tan Kia-beng duduk bersila dengan amat tenangnya, satu senyuman manis menghiasi bibirnya. bahkan kelihatan tidak ngotot hal ini menunjukkan kalau tenaga dalamnya jauh lebih tinggi satu tingkat dari pihak lawannya.
Semua jago yang ada di dalam kalangan ketika dapat melihat keadaan seperti ini tidak terasa lagi pada menaruh rasa kuatir juga bagi keselamatan Ci Si thaysu apalagi ketiga
belas Loo han itu dengan mencekal toyanya kencang kencang mereka mulai bergerak menerjang masuk ke tengah kalangan.
Toyanya diangkat ke atas siap-siap melancarkan serangan, agaknya mereka sudah mengambil keputusan sedikit Ci Si taysu kelihatan berbahaya maka mereka bersama-sama akan turun tangan membinasakan Tan Kia-beng.
Pada saat semua orang merasakan hatinya berdebar debar dan suasana semakin tegang itulah....!
Mendadak....
Dari tengah udara tiba-tiba berkumandang datang suara tertawa aneh yang amat menyeramkan sehingga mirip dengan suara gekikan burung hantu yang mendirikan bulu roma, sesosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat cepatnya melayang turun ke tengah kalangan kemudian menerjang masuk mendekati kedua orang itu.
Secara samar-samar para jago dapat melihat orang ini agaknya adalah seorang kakek tua berjubah hitam mukanya berkerudung.
Ketiga belas orang Loohan segera bersama-sama membentak keras, tiga belas buah toya yang memancarkan sinar keemas emasan mendadak berkelebat membentuk satu dinding sinar yang amat kuat dihadapan kedua orang itu dan menahan datangnya terjangan dari orang tersebut.
Orang itu segera tertawa dingin, tubuhnya bagaikan bayangan setan dengan amat cepatnya berputar di tengah udara untuk menerjang masuk ke dalam dinding sinar itu kemudian dengan mengayunkan tangannya dia melancarkan satu pukulan dahsyat yang amat dingin dan laksana ambruknya gunung Thay-san menekan Ci si Thaysu berdua
agaknya dia bermaksud untuk membinasakan kedua orang itu sekaligus.
---0-dewi-0---
JILID: 11
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini berlangsung terlalu mendadak, sekalipun di tengah kalangan berdiri berpuluh puluh orang jagoan berkepandaian tinggi ternyata tak seorangpun yang sempat menghalangi datangnya angin pukulan itu.
Pada saat itulah dari luar kalangan mendadak berkumandang datang suara pujian kepada Sang Buddha, sesosok bayangan abu abu dengan cepatnya melayang masuk ke tengah kalangan kemudian, diikuti segulung angin pukulan yang lunak mengalir keluar menyambut datangnya angin pukulan si orang tua berjubah hitam itu.
Seketika itu juga suara ledakan yang amat bergema memenuhi seluruh angkasa, terdengar kakek tua itu mendengus berat mendadak tubuhnya meloncat setinggi tujuh delapan kaki kemudian bagaikan seekor burung elang dengan cepatnya berkelebat meninggalkan tempat itu.
Kedatangan maupun kepergiannya amat cepat bagaikan tiupan angin berlalu, semua jago yang ada disana ternyata tidak sempat untuk melihat siapakah bayangan manusia yang baru saja berkelebat itu.
Bayangan abu abu yang datang terakhir pun agaknya tergetar olah angin pukulan tersebut, tubuhnya berturut turut mundur beberapa depa ke belakang baru berhasil berdiri tegak
kiranya orang itu bukan lain adalah Sam Koan Sin nie yang namanya sudah menggetarkan seluruh Bulim.
Dengan wajah yang amat murung sekali dia gelengkan kepalanya lalu menghela napas panjang, mendadak tubuhnya mencelat kembali ke atas diantara berkibarnya ujung baju tubuhnya dengan cepat meluncur ke depan mengejar ke arah bayangan hitam yang meninggalkan tempat itu terlebih dulu.
Untung sekali Ci Si Thaysu serta Tan Kia-beng yang sedang mengadu tenaga dalam tidak sampai terpukul oleh angin pukulan yang dilancarkan kakek tua berjubah hitam yang berkerudung itu, sekalipun begitu mereka pun tergetar juga oleh dorongan angin pukulan tersebut sehingga pada mendengus berat kemudian berpisah dan masing-masing menggelinding di atas tanah sejauh dua kaki.
Sewaktu semua orang merasa sangat terkejut dan bingung dengan kejadian yang sudah berlangsung barusan ini. kembali terlihat sesosok bayangan merah bagaikan kilat cepatnya berkelebat masuk ke tengah kalangan kemudian bungkukkan badan mengendong tubuh Tan Kia-beng.
Sedikit ujung kakinya menutul permukaan tanah tubuhnya dengan amat ringannya sudah meloncat keluar dari tembok pekarangan dan melayang ke arah hutan diluar perkampungan Cui-cu-sian.
Loo Hu Cu yang melihat Tan Kia-beng berhasil ditolong oleh dia jadi amat gusar sekali, dengan cepat dia membentak keras tubuhnya dengan dahsyatnya menubruk ke arah tembok pekarangan itu.
Tetapi pada waktu dia menubruk ke depan itulah sinar pedang dari Kun lun Pat To sudah berkelebat memenuhi angkasa kemudian bersama-sama mengejar dari belakangnya.
Pada saat itu kembali terasa segulung angin pukulan berhawa dingin menggulung datang, terlihat sesosok bayangan putih diiringi suara tertawanya yang amat merdu meloncat keluar dari balik tembok kemudian dahsyat ke arah para jago
Melihat datangnya serangan yang amat gencar itu mereka semua pada terdesak turun dari atas tembok.
"Pek Ih Loo Sut!" seru mereka berbareng dengan terkejut.
Tetapi di dalam sekejap mata itu pula bayangan putih itu sudah lenyap tak berbekas.
Ilmu pukulan yang digunakan kakek berjubah hitam yang berkerudung tadi adalah ilmu pukulan "Teh Yang Mo Ciang" yang merupakan ilmu tunggal dari si "Penjagal Selaksa Li" H Hong, sedang orang yang menahan kejaran para jago pun adalah putrinya si Pek Ih Loo Sat" Hu Siauw-cian adanya.
Dengan adanya kejadian ini maka para jago dari tujuh partai besar semakin menganggap kalau pembunuhan berdarah yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian adalah perbuatan dari si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta Tan Kia-beng.
Setelah rasa terkejut yang mencekam di hati para jago dapat diredakan terdengarlah dari Lo Hu Cu memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan
Semula pinto masih menaruh sembilan bagian rasa welas asih kepada mereka, tetapi kini loohu tidak bisa berbicara lagi kami Go bi pay bersumpah akan menggunakan cara apapun untuk bergebrak dan mencari gara gara dengan kawanan iblis itu.
Leng Hong Tootiang dengan termenung menundukkan kepalanya rendah rendah dia merasa amat malu sekali dengan kejadian yang baru saja terjadi ini.
Tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar ada lima orang yang hadir dikalangan tetapi tidak disangka mereka berlima tidak berhasil mencegah orang lain untuk melukai dan menolong kawannya.
Semula si kakek tua berkerudung itu yang ada kemungkinan adalah si Penjagal Selaksa Li Hu Hong munculkan dirinya kalau dia sih masih mendingan tetapi kemudian orang yang menolong Tan Kia-beng jelas adalah dua orang gadis yang usianya masih muda.
Bilamana peristiwa ini sampai tersiar di dalam Bulim mau kemanakan wajah dari tujuh partai besar? Bagaimana mereka bisa memimpin Bulim lagi? dengan sangat menyesalnya dia menghela napas panjang kemudian tubuhnya meloncat melewati tembok pekarangan seorang diri dia meninggalkan perkampungan Cui Cu Sian itu terlebih dulu.
Ketiga belas orang Loo Han dari Siauw-lim-pay pun segera menggotong pergi Ci Si Thaysu yang sudah jatuh tidak sadarkan diri saking kagetnya, bersama-sama dengan ketiga orang hwesio yang terluka mereka meninggalkan tempat itu dengan hati yang murung.
Diikuti para jago dari partai lainnyapun berturut turut saling susul menyusul meninggalkan tempat tersebut.
Demikianlah peristiwa pembunuhan massal yang terjadi diperkampungan Cui Cu Sian dengan amat cepatnya sudah tersiar di seluruh kalangan dunia persilatan bagaikan api yang membakar lapangan siang siang dengan cepatnya berita itu sudah menjalar keseluruh pelosok tempat bahkan sudah
menggemparkan para jago baik dari kalangan Pek-to maupun dari kalangan Hek-to.
Para partai yang kehilangan orangnya di dalam pembunuhan itu semakin dibuat gusar lagi mereka bersumpah hendak membunuh iblis ganas penyebab kekacauan di Bulim ini.
Si Penjagal Selaksa Li yang namanya sudah menggetarkan seluruh sungai telaga saat ini sudah dianggap sebagai duri di depan mata, dimana saja dia sampai tentu ada orang yang mengejar dan hendak membunuh dia, sebaliknya Tan Kia-beng yang dikarenakan memiliki pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam memancing pula keinginan orang lain untuk merebutinya.
Dengan demikian hampir boleh dikatakan dimana mana berkelebat bayangan iblis setiap langkah bergerak maju keadaan situasi sangat berbahaya sekali setiap kali ada ancaman bahaya maut
Tetapi sejak Tan Kia-beng ditolong pergi oleh bayangan merah itu ternyata lama sekali dia tidak munculkan dirinya kembali di dalam Bulim, sebetulnya dia pergi ke mana? Dan bagaimana dengan keadaan lukanya?
---0-dewi-0---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang berada di dalam keadaan tidak sadar sudah ditolong oleh orang lain dan dibawa lari meninggalkan perkampungan Cui Cu sian itu.
Entah sudah berlari seberapa lamanya akhirnya gadis berbaju merah itu baru berhenti berlari dan dengan perlahan meletakkan badan Tan Kia-beng ke atas tanah.
Sepertanakan nasi kemudian Tan Kia-beng baru sadar dari pingsannya, dia membuka matanya dengan perlahan tampaklah orang yang menolong dirinya ternyata adalah gadis berbaju merah yang mukanya berkerudung.
Gadis ini pernah ditemuinya satu kali di dalam kebun bunga dibelakang bangunan "Cun Ong Hu" waktu itu dia merasa potongan badannya sangat dikenal olehnya.
Saat ini setelah berhadap hadapan mata dia merasa potongan badannya semakin terasa pernah dikenal olehnya, tetapi pada waktu itu tidak ada kesempatan buatnya untuk banyak bertanya.
Diam-diam dia menyalurkan hawa murninya untuk mengitari seluruh tubuhnya satu kali saat itulah dia baru merasa kalau hawa murninya mulai membuyar, ada beberapa buah urat nadi serta jalan darahnya yang tersumbat Tidak terasa lagi dia menghela napas panjang
Mendadak terdengar gadis itu membuka mulutnya bertanya dengan suara yang amat halus sekali, "Bagaimana dengan keadaan lukamu?"
"Tiga urat nadi tersumbat delapan jalan darah sukar ditembusi"
"Lalu bagaimana sekarang?"
"Soal ini aku percaya masih ada cara untuk mengeatasi cuma saja aku membutuhkan waktu tiga hari baru bisa menembusi kembali urat nadi serta jalan darah tersebut....”
Selesai berkata dengan terhuyung huyung dia merangkak bangun menjura kepada gadis itu.
“Budi pertolongan dari nona untuk selamanya cayhe tidak bakal lupakan, dapatkah cayhe mengetahui nama besar dari nona?" ujarnya.
Gadis itu segera tersenyum.
“Bertemu kenapa harus berkenalan?" ujarnya kemudian dengan nada yang penuh rasa kuatir sambungnya lagi.
“Saat ini jejak musuh tersebar di seluruh penjuru dunia badanmupun sedang menderita luka walaupun boleh dikata tiga hari kemudian badanmu bisa pulih kembali seperti sedia kala tetapi bilamana tidak ada orang yang menjaga dirimu bagaimana hal ini bisa terjadi? Heei sungguh membuat hatiku cemas, suhukupun melarang aku....”
Bicara sampai disini mendadak dia menelan kembali kata-katanya kemudian menghela napas panjang.
“Nona sudah menolong cayhe meloloskan diri dari mulut macan. budi tersebut aku tidak dapat melupakan untuk selamanya bagaimana sekarang cayhe berani minta nona untuk susah susah menjagakan diriku lagi?” ujarnya Tan Kia-beng sambil tertawa pahit Bilamana nona ada urusan silahkan berlalu"
Sehabis berkata dia merangkap tangannya siap berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan cepat gadis berbaju merah itu melayang ke depan menghalangi perjalanan.
"Kau tidak boleh berlari seenaknya!" teriaknya dengan cemas. "kita pergi mencari satu tempat persembunyian yang baik dulu kau lantas mengobati lukamu disana sedang aku pergi mengerjakan perintah dari suhu, setelah urusan selesai aku segera akan kembali lagi bagaimana? Kau rasa baik tidak cara ini"
Tan Kia-beng cuma merasakan nada ucapan itu amat halus dan mesra sekali membuat orang merasa hatinya sedikit berdebar debar disamping itu diapun merasa suara itu sangat dikenal olehnya membuat dia semakin tertegun dibuatnya.
Sepasang matanya terbelalak lebar-lebar dan memperhatikan dirinya mulut melongo, untuk sesaat lamanya ternyata dia sudah lupa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Ketika gadis itu melihat dia berkesikap demikian, tidak terasa senyuman manis kembali menghiasi bibirnya.
“Eeei kau kenapa?” tanyanya perlahan, “Kenapa memandang aku terus tanpa berbicara apakah dibadanku ada gulanya?
Saat itulah Tan Kia-beng baru merasa kalau sikapnya sekali tidak sopan, air mukanya seketika itu juga berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus.
Sekonyong konyong....
Terdengar suara yang amat merdu bergema datang disusul dengan suara ketawa cekikikan yang amat ramai.
“Walaupun badanmu tidak bergula tapi mulutmu ada madunya.... hiii.... hii....”
Mendengar perkataan tersebut si gadis berbaju merah yang berkerudung itu jadi sangat terperanjat.
"Kau siapa?” bentaknya dengan keras.
Tampaknya bayangan merah berkelebat dengan cepat menubruk ke arah mana berasalnya suara tadi.
Baru saja gadis berbaju merah itu menubruk keluar dari hutan tersebut kembali tampak bayangan putih dengan cepat
bagaikan kilat sudah menerjang kehadapan Tan Kia-beng kemudian menotok jalan darah tidurnya. Setelah itu ia menggandeng tubuhnya ke dalam pelukan dan kembali melayang meninggalkan tempat itu Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua sudah lenyap tak berbekas.
Tan Kia-beng yang urat nadinya serta jalan darahnya tersumbat pendengaran serta ketajaman matanya sudah tidak tajam lagi, menanti dia merasa adanya serangan bokongan dan siap hendak meronta waktu sudah terlambat dengan mudahnya dia berhasil ditawan oleh orang tersebut.
Entah lewat beberapa saat lamanya dia baru sadar kembali dari pingsannya, dengan cepat dia membuka matanya, dia menemukan dirinya berbaring disamping sebuah hutan bambu.
Si iblis wanita berbaju putih Hu Siauw-cian dengan mencekal tangannya.
Ketika Tan Kia-beng melihat dirinya tidak kuasa hawa amarahnya sudah berkobar kembali, dengan cepat meloncat bangun.
“Hmm tidak aneh kalau orang-orang kangouw pada siap sedia hendak bunuh kalian ayah beranak,” makinya dengan gusar. “Kiranya kalian beranak memang berhati kejam dan buas.”
“Eeeei.... kau bertemu dengan ayahku?” balik tanya Hu Siauw-cian dengan keheranan, sepasang biji matanya yang hitam dan jeli itu dengan amat menggiurkan memandang tajam dirinya.
“Hmm, bilamana aku bertemu dengan dirinya dia tidak bakal bisa lolos dengan begitu mudah dari tanganku”
“Heee heee, kau jangan mengira dengan kepandaianmu yang tidak seberapa itu lalu boleh bersikap sombong, kau kira ayahku mudah diganggu?” seru Hu Siauw-cian tertawa dingin
“Perduli dia mudah diganggu atau tidak, aku orang she Tan bersumpah akan bunuh dirinya.”
“Kau.... kau.... kau manusia tidak berbudi....”
Di tengah sembarang angin yang amat tajam mendadak Hu Siauw-cian meloncat maju ke depan kemudian ayunkan tangannya persen beberapa gaplokan ke atas pipinya.
Tan Kia-beng yang sekarang bukanlah seperti Tan Kia-beng dahulu, mana dia mau membiarkan dirinya terkena gaplokan tersebut?
“Kau cari gara gara....” bentaknya dengan keras
Kakinya sedikit bergerak.... Sreet.... dengan disertai suara desiran yang amat keras dia melancarkan satu pukulan dahsyat ke arah depan....
Tetapi sebentar kemudian dia sudah dibuat tertegun
Bukankah urat nadi serta jalan darahku sudah tersumbat? bagaimana sekarang aku bisa mengerahkan tenaga kembali? pikirnya dalam hati.
Diam-diam dia segera menyalurkan hawa murninya untuk mengitari seluruh tubuh dia segera merasakan badannya sangat nyaman tidak terasa ada sedikit gangguan pun seketika itu juga dia jadi paham kembali.
Dia tahu tentunya setelah si iblis wanita berbaju putih Hu Siauw-cian menotok jalan darahnya yang tersumbat.
Ketika akan teringat sikapnya yang berangasan barusan ini di dalam hati dia jadi merasa riku dengan sendirinya, dengan perlahan-lahan dia angkat kepalanya memandang ke arahnya.
Tampak Hu Siauw-cian seperti juga keadaan semula sambil menyekal bambu dia memandang dirinya sambil tersenyum, sikapnya yang polos dan nakal itu benar membuat orang jadi kewalahan, mau marah pun dibuat tidak jadi.
Dengan langkah yang lebar dia segera berjalan maju ke depan lalu mengangkat tangannya menjura
“Cayhe Tan Kia-beng mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaiakn dari nona yang menolong jiwaku” ujarnya halus
Hu Siauw-cian segera menutup mulutnya dan tertawa cekikikan
“Aduuhh.... aduhh.... dari mana datangnya begitu banyak adat yang konyol?” ejeknya.
Tan Kia-beng tidak mau menggubris ejekannya itu, dengan kata-kata yang serius itu kembali ujarnya, “Seorang lelaki sejati dapat membedakan mana yang berbudi mana yang dendam, walaupun nona ada budi terhadap cayhe tetapi peristiwa pembunuhan berdarah yang sudah terjadi dalam perkampungan Ciu Cu Sian cayhe tidak bisa untuk tidak bertanya kalau tidak berbuat berbuat demikian, bagaimana cayhe bisa bertanggung jawab terhadap orang-orang yang sudah mati itu?”
“Eeei kau sedang main sandiwara apa apa itu dendam.... apa itu sakit.... aku sama sekali tidak paham, baiknya kau bicara lebih jelas lagi.”
“Apa kau tidak melihat sendiri kepala kepala manusia yang tergantung di depan pintu masuk perkampungan Cui-cu-sian? aku mau tanya padamu orang-orang itu sebenarnya ada dendam sakit hati apa dengan kalian ayah beranak? Kenapa kalian hendak menggunakan cara yang begitu kejam dan ganas untuk menghadapi mereka?”
“Aku minta kau jangan bicara sembarangan teriak Hu Siauw-cian tiba-tiba dengan gusar sedang badannya dengan cepat menerjang kehadapannya Ayahku sejak kembali dari gunung Go-bie sudah mengambil keputusan mau pergi cari perhitungan dengan si kakek berkerudung yang memalsu kami ayah beranak, sampai saat ini beritanya sama sekali tidak kedengaran.”
Berbicara sampai disini dia merasa hidungnya jadi kecut dia titik air matanya menetes keluar membasahi pipinya, kemudian ujarnya lagi dengan sedih.
Dia takut kepergiannya kali ada bahaya maka dia ngotot tidak memperkenankan aku ikut serta bahkan menitipkan aku disuatu tempat yang tersembunyi aku yang harus berada di tempat yang begitu sunyi seorang diri lama kelamaan merasa tidak kerasan juga karena itu secara diam-diam aku kembali lagi keperkampungan Cui-cu-sian, siapa tahu tepat aku sudah bertemu dengan peristiwa berdarah tersebut akhirnya karena ingin melindungi dirinya aku tidak sempat lagi untuk menanyakan peristiwa ini lebih lanjut.
“Lalu apa kau tahu ayahmu sudah pergi ke mana?” tanya Tan Kia-beng keheranan.
“Bilamana aku tahu dia hendak pergi ke mana sekalipun dia tidak memperkenankan aku ikut akupun bisa secara sembunyi sembunyi mengikutinya.”
“Kalau begitu urusan ini amat aneh sekali.”
“Apanya yang aneh? urusan ini pastilah perbuatan dari orang yang mau mencelakai dan memfitnah kami, kau jangan mengira ayahku suka membunuh orang, padahal dia adalah seorang yang berperasaan halus, cuma saja sifatnya memang rada keras kukoay sekali. Selama ini dia selalu menganut: kau tidak mengganggu akupun tidak mengganggu orang lain. bilamana bukannya pihak lawan terlalu mendesak dirinya diapun tidak bakal mau turun tangan membunuh orang lain, aku berani memastikan kalau peristiwa yang terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian bukanlah hasil pekerjaannya.”
Tan Kia-beng sudah ada dua tiga kali bertemu muka dengan si penjagal sekasa li Hu Hong, dia pun merasa perkataan dari Hu Siauw-cian ini bukannya sedang membela ayahnya, sikap serta tindak tanduk dari Hu Hong agaknya memang seperti apa yang dikatakan ulhnya tidak terasa lagi di dalam hati dia mulai merasa ragu ragu.
Orang yang secara diam-diam mengacau dan sengaja memfitnah dirinya pasti bukan dikarenakan ada dendam sakit hati dengan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong sasa pikirnya di dalam hati. Dia tentu masih ada tujuan lain yang lebih besar bilamana dia mau memintah saja kenapa dia harus harus membunuh orang sebegitu banyaknya? apakah dia tidak takut setelah peristiwa ini terseingkap maka dirinya bakal mengikat permusuhan dengan banyak orang?
Hu Siauw-cian yang melihat lama sekali dia tidak menjawab dengan perlahan lantas berjalan kehadapannya dan goyang goyangkan pundaknya.
“Eeei apa kau tidak percaya dengan omonganku?” tanyanya sambil mencibirkan bibirnya.
“Bukannya tidak percaya,” ujar Tan Kia-beng sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku sedang berpikir apa tujuan dia sengaja memfitnah kalian berdua?”
"Apanya yang perlu dipikirkan lagi?" seru Hu Siauw-cian secara tiba-tiba dengan amat gusarnya. "Dia tentu sedang berusaha untuk menimbulkan berbagai persoalan agar orang lain pada datang mencari balas dengan ayahku. Hmm! aku tidak akan takut kita lihat saja bagaimana akhirnya."
"Sekarang bukan persoalan takut atau tidak takut" bantah Tan Kia-beng dengan cepat. "Bilamana kita diharuskan menerima angus dari pantat kuali bukankah hal ini sangat menyakitkan hati sekali? apalagi nama kalian ayah beranak di dalam dunia kangouw pun sudah tidak terlalu baik, apa kalian tidak ingin mencuci bersih noda tersebut?
"Heei.... kita jangan membicarakan soal ini lagi, hatiku benar-benar jadi murung setiap kali mendengar soal itu baiknya kita bicarakan lagi persoalan tersebut sesudah ayahku kembali"
Walaupun dimulutnya Tan Kia-beng mengatakan demikian tetapi untuk beberapa saat lamanya diapun tidak memperoleh satu cara yang bagus untuk mengatasi persoalan tersebut.
Hal inipun dikarenakan waktu baginya untuk berkelana di dalam dunia kangouw masih terlalu pendek, situasipun tidak begitu paham ditambah lagi diapun tidak mempunyai kawan erat yang dapat dimintai kabar maka itu satu satu cara buatnya untuk mencari berita adalah terjun kembali kedunia kangouw dan menerjang kesana kesini dengan ngawur.
Kini setelah Hu Siauw-cian berbicara demikian diapun merasa pada waktu ini cara tersebut adalah satu cara yang baik.
Kemungkinan sekali dikarenakan dia sudah menerima pandangan yang jelek terhadap Siauw Cian sewaktu ada dikebun bunga dibelakang bangunan Cun Ong Hu walaupun pada saat ini dia merasa Hu Siauw-cian bukanlah seorang gadis yang tersesat tetapi di dalam hati kecilnya dia tidak ingin bergaul lebih rapat dengannya.
Selesai berkata dia segera merangkap tangannya siap meninggalkan tempat itu.
“Eeei! kau hendak kemana?” teriak Hu Siauw-cian tiba-tiba dengan suara keras
Terpaksa Tan Kia-beng menghentikan langkahnya.
"Manusia gelandangan seperti aku ini mana ada tempat tinggal yang bisa dituju, aku suka kemana segera akan menuju kemana!" sambungnya sambil tertawa nyaring.
“Jikalau kau tidak mempunyai urusan yang penting, bagaimana kalau aku temani kau pergi melihat satu keramaian?”
Secara tiba-tiba saja aku merasa kedua orang kangouw yang hendak pergi kebangunan Cun Ong Hu itu pasti ada sebab sebabnya bagaimana kalau kita pergi menyelidiki secara diam-diam?
Setelah disadarkan oleh perkataan dari Hu Siauw-cian ini Tan Kia-beng pun segera merasakan juga kalau peristiwa ini sangat mencurigakan sekali, atau paling sedikit urusan ini pasti ada hubungannya dengan peristiwa dibunuhnya Cun Ong
oleh orang-orang Bulim
Ketika teringat akan peristiwa inilah mendadak dia teringat pula akan si gadis berbaju merah itu karenanya dia lantas tertawa.
“Menemani kau pergi akupun bisa menyetujui, asalkan kau sanggup untuk menerima satu pekerjaanku,” ujarnya.
“Coba kau katakanlah bilamana aku merasa bisa dikerjakan tentu aku boleh menerimanya.”
“Kau tahu siapakah gadis berbaju merah itu?”
“Aku boleh menjawab separuh buatmu, tetapi kau dilarang bertanya lebih jelas lagi”
“Asal aku tahu siapakah namanya sudah lebih dari cukup, buat apa aku tanya yang lainnya?” pikir Tan Kia-beng di dalam hati.
Karenanya dia segera mengangguk.
“Baiklah separuhpun sudah lebih daripada cukup.”
Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan.
“Dia adalah anak murid dari si Ni kouw tua itu, dia bernama....”
“Kenapa kau tidak katakan sekalian siapakah namanya?” seru Tan Kia-beng dengan cemas
“Janji kita tadi aku cuma dapat menjawab separuh saja, separuhnya lagi pada kemudian hari tentu kau bakal tahu dengan sendirinya”
Saking khekhinya Tan Kia-beng tidak dapat berbuat apa apa lagi, terpaksa dengan menahan rasa mendongkol dia segera berteriak, “Sudah.... sudahlah, ayoh jalan.”
Dengan langkah yang lebar dia segera berjalan terlebih dulu Hu Siauw-cian yang ada dibelakangnya dengan kencangnya segera menyusul dan menarik tangannya.
"Eeei, agaknya kau sangat marah sekali yaa? Aku beritahu saja padamu, kepergian kita kali ini ke rumah Cun Ong-hu ini ada kemungkinan bisa bertemu dengan dirinya."
Tan Kia-beng termenung tidak menjawab tetapi setelah mendengar perkataan tersebut sikapnyapun jauh berubah, dia tidak lagi mendongkol seperti tadi.
Segera terlihatlah dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat ke depan, bagaikan sepasang kekasih mereka saling bergandengan tangan melakukan perjalanan menuju ke kota Tiang An.
---0-dewi-0---
Kota Tiang-sah kuno keadaannya seeprti juga keadaan semula tidak ada sedikit perbedaan pun, yang berbeda adalah pada beberapa hari ini mendadak di dalam kota tersebut sedang kedatangan dengan berpuluh puluh orang jagoan Bulim dengan dandanan yang aneh aneh dan mengerikan ada yang berdandan dengan pakaian singsat dengan menggembol senjata tajam ada pula dengan berjubah yang lebar dengan ujung baju yang besar bahkan ada pula kaum toosu hweesio maupun nikouw sampai pengemis pun secara tiba-tiba bertambah banyak hal ini membuat rumah penginapan jadi penuh sesak tak ketinggalan sebuahpun.
Para jago Bulim yang mempunyai perasaan lebih tajam segera sadar kalau suatu hujan badai yang amat deras bakal
melanda kota Tiang-sah Bahkan ada kemungkinan suatu pembunuhan berdarah secara besar besaran akan berlangsung disana.
Tan Kia-beng serta si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian dengan cepatnya sudah tiba di kota Tiang-sah, dengan keadaan mereka berdua yang jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan sama sekali tidak mereka ketahui kalau mereka harus menyembunyikan jejak dengan terang terangan mereka berjalan masuk ke dalam kota
Dengan munculnya kedua orang iblis ganas yang sudah diincar terus oleh para jago Bulim seketika itu juga menimbulkan kegadahan di dalam kota Tiang-sah tersebut. Jago dari setiap partai yang ada di dalam kota tersebut segera pada mengumpulkan orang untuk merundingkan siasat menghadapi kedua orang iblis itu bahkan ada pula yang sudah mulai mengirim orang untuk membuntutinya dari tempat kejauhan.
Masih untung saja kaum jagoan dari kalangan Hek-to tidak menaruh perhatian kepada mereka sehingga untuk sementara waktu tidak sampai terjadi suatu peristiwa apapun.
Mereka berdua berputar agak lama di dalam kota itu dan akhirnya setelah membuang banyak waktu mereka baru berhasil mendapakan sebuah penginapan setelah semuanya beres mereka baru pergi kesebuah rumah makan untuk bersantap.
Rumah makan ini adalah satu satunya rumah yang paling terkenal di seluruh kota Tiang-sah dengan menggunakan merek Ciu-sian-kie
Pada saat ini keadaan sangat ramai sekali semua tempat duduk yang ada di dalam ruangan sudah penuh sesak dengan
jago-jago Bulim, tetapi jago-jago tersebut kebanyakan memakai baju dengan dandanan yang sangat aneh aneh.
Walaupun Tan Kia-beng tidak kenal dengan orang-orang yang ada disana tetapi sekali pandang saja dengan ketajaman matanya dia bisa melihat diantara para jago-jago itu kebanyakan merupakan jago-jago yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi.
Tidak terasa lagi di dalam hatinya dia mulai menaruh rasa curiga, walaupun kota Tiang-sah besar tetapi biasanya tidak tampak orang Bulim dalam jumlah yang begitu banyaknya. di dalam hal ini tentu ada soal soal lain yang tidak beres.
Pada saat itulah dari bawah loteng mendadak berkumandang datang suara tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring sekali, diikuti suatu langkah manusia yang naik melalui anak tangga tampaklah seorang pengemis dengan pakaian yang dekil dan rambut yang awut awutan sudah berjalan mendatang.
Begitu sampai di atas loteng matanya yang amat tajam segera menyapu kesekeliling loteng itu, kemudian dengan langkah yang lebar berjalan mendekati ke depan meja Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng kenal dengan orang ini yang bukan lain adalah si pengemis aneh dari antara "Hong Jen Sam Yu dengan tergesa gesa dia bangkit berdiri dan merangkap tangannya memberi hormat.
"Loocianpwee selama ini apakah baik-baik saja?" tanyanya.
Sinar mata dari si pengemis aneh itu melirik sekejap ke arah si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian kemudian dia baru tertawa terbahak-bahak.
Setiap hari aku si pengemis tua bekerja untuk orang lain hampir hampir sepasang kakiku terasa mau putus saking lelahnya, bila dibilang repot memang repot sekali, bilamana dikata nganggur yaa.... nganggur sekali!" sahutnya keras
Dengan terburu-buru Tan Kia-beng segera memperkenalkan Hu Siauw-cian kepadanya.
Hu Siauw-cian yang selamanya paling suka kebersihan waktu itu melihat keadaan dari pengemis yang amat dengkil dan bau itu tidak terasa sudah mengerutkan alisnya.
Tetapi si pengemis aneh itu tidak mengambil urusan itu.
"Ha ha ha.... tidak usah dikenalkan lagi, tidak usah dikenalkan lagi," sahutnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Sejak semula aku pengemis tua sudah mendengar nama besarnya?"
Sehabis berkata tanpa permisi lagi dia lalu jatuhkan pantatnya ke atas kursi dan menyikat teko arak yang ada dimejanya kemudian dengan lahapnya meneguk hingga habis hanya di dalam sekejap arak yang semula masih penuh itu sudah diteguk hingga habis tak berbekas.
Setelah benar-benar merasa puas dia baru menyeka mulutnya dengan ujung jubah dan kemudian menghembuskan nafas panjang.
Tan Kia-beng, tahu, Hong Jen Sam Yu yang sudah lama berkelana di dalam dunia kangouw pengalamannya serta hubungannya sangat luas, apalagi jadi orang pun paling mengutamakan kejujuran karena itu banyak urusan yang tidak diketahui sebetulnya ditanyakan kepadanya, karena itulah begitu dia selesai menyikat habis arak tersebut dia terburu-buru membuka mulutnya.
“Eeei perkataan lain bagaimana kalau kita bicarakan nanti saja?” seru si pengemis aneh sambil melemparkan satu lirikan kepadanya kemudian tertawa terbahak-bahak. “Arak serta sayur yang begitu lezat kalau tidak disikat lebih dulu bukankah amat sayang sekali.”
Tan Kia-beng segera mengerti maksud hatinya, dengan cepat dia tutup mulutnya tidak berbicara lagi.
Si pengemis aneh tidak sungkan sungkan lagi dengan tanpa banyak komentar dia melalap semua sayur yang dihidangkan di atas meja, setelah semuanya ludas dia berulah bangkit berdiri.
“Arak sudah cukup perut sudah kenyang, kita harus segera pergi dari sini,” serunya dengan cepat.
Dari dalam sakunya Tan Kia-beng segera mengambil keluar setahil perak dan dilemparkan ke atas meja, dan bersama-sama dengan kedua orang lainnya mereka berjalan keluar meninggalkan rumah makan Cui Sian Kie itu.
Baru saja berjalan beberapa puluh langkah mendadak si pengemis aneh membawa mereka memasuki sebuah lorong yang kecil dan berliku liku, semakin berjalan semakin sepi suasana disekitar sana, akhirnya setelah hampir jauh meninggalkan kota dia baru membawa mereka ke dalam kuil bobrok.
Tindak tanduk dari si pengemis aneh yang amat membingungkan ini segera membuat Tan Kia-beng mereasa murung sekali, tetapi dia tahu dia berbuat demikian tentulah ada sebabnya karenanya selama di dalam perjalanan dia tidak pernah mengucapkan sepatah katapun.
Sebaliknya siiblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian mulai merasa rada tidak sabaran, bibirnya yang kecil segera dijibirkan.
Setelah memasuki ke dalam kuil bobrok itu kembali si pengemis aneh menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya suasana disana amat tenang tidak tampak bayangan yang mencurigakan dia baru mengehembuskan napas lega.
Nyali kalian berdua sungguh terlalu besar, omelnya dengan perlahan. Kini keadaan lagi tegang tegangnya, para jago dari kalangan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to pada bersiap-siap berusaha untuk membinasakan diri kalian, kenapa kalian tidak menyamar saja untuk menghindari pandangan mereka?
Tan Kia-beng rada tertegun dibuatnya tetapi sebentar kemudian dia sudah tertawa panjang.
"Jejak dan tindak tanduknya cayhe selamanya terus terang tanpa tedeng aling aling dan belum pernah menyalahi rel kebenaran buat apa aku harus menghindari orang-orang lain?" bantahnya. "Bilamana semisalnya sungguh sungguh ada orang yang tidak tahu diri dan mau berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan cayhe. cayhe pun tidak bakal mau menyerahkan diri dan menerima hinaan dari orang lain tanpa membalas."
"Heeei.... aku si pengemis tuapun tahu dengan kepandaian silat yang kalian berdua miliki pada saat ini bilamana para jago-jago lainnya ingin mengganggu kalian bukanlah urusan yang gampang" ujar si pengemis aneh itu sambil menghela napas panjang. "Tetapi sepasang telapak sukar menandingi empat tangan, apalagi musuh yang mencari kalian bukanlah satu dia saja seharusnya kalian menghindarkan diri dulu untuk sementara waktu".
Tan Kia-beng tahu dikarenakan peristiwa pembunuhan berdarah yang sudah terjadi di dalam perkampungan Cui-cu-sian, semua orang-orang Bulim sudah menaruhkan dendam dan benci yang sedalam lautan terhadap "Si Penjagal Selaksa Li" Hu Hong ayah beranak beserta dirinya bilamana dia tidak berhasil membuka kedok dan tabir rahasia yang menyelimuti peristiwa pembunuhan massal tersebut sehingga kesalah pahaman ini dapat dibikin terang maka dirinya tidak mungkin dapat berhasil melepaskan diri dari persoalan ini
Dengan mengerutkan alisnya rapat rapat dia lantas berkata.
"Aku tahu mereka bersikap demikian terhadap kami hal ini disebabkan oleh peristiwa pembunuhan berdarah yang terjadi diperkampungan Cui-cu-sian, tetapi aku berani bersumpah kalau perbuatan ini bukanlah dilakukan oleh si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong. sekalipun misalnya dia yang berbuat hal inipun tidak ada sangkut pautnya dengan aku!"
"Walaupun aku Si pengemis tua juga berpandangan demikian, tetapi orang lain tidak mau berpendapat demikian!" ujar Sipenegmis aneh sambil mengangguk. "Maksud dari aku Sipenegmis tua lebih baik untuk sementara waktu kalian menghindar dulu, pada suatu hari peristiwa ini pasti dapat dibikin terang. Menurut apa yang aku si pengemis tua ketahui bukan saja cuma kami "Hong Jen sam Yu" saja yang sudah munculkan diri untuk menyelidki urusan ini bahkan "Liok Lim Sin Cu" serta "Sam Koan Sin nie" itupun sudah terjunkan diri ke dalam dunia persilatan, bila ada dua orang manusia aneh ini yang turun tangan sekalipun urusan itu maha besar dan maha sulit aku rasa tidak sukar untuk memecahkan.
Ketika dia berbicara sampai disini dan melihat sepasang alis dari kedua orang pemuda itu sudah dikerutkan rapat rapat bahkan secara samar-samar terlintas hawa membunuh dia
lantas tahu kalau perkataannya ini tidak sesuai dengan cara berpikir mereka berdua. dengan tergesa gesa dia lantas berganti bahan pembicaraan.
Kalian berdua datang kekota Tiang-sah ini ada urusan apa? apakah dikarenakan persoalan yang terjadi dirumah bangunan Cun Ong-hu itu"
Tidak salah sahut Tan Kia-beng mengangguk. kedatangan kami berdua memang dikarenakan peristiwa yang sudah terjadi di dalam bangunan Cun Ong-hu itu, tetapi tujuan kami tidak lebih cuma ingin menonton keramaian saja, hal yang sebenarnya terjadi kami sendiripun tidak tahu.
Mendengar perkataan itu si pengemis aneh segera tertawa tergelak.
Kalalu begitu soal ini sungguh aneh sekali peristiwa ini sudah tersiar merata di dalam Bulim, bagaimana kalian bisa tidak tahu?"
"Kalau tidak ada yang memberitahu kepada kita bagaimana kita bisa tahu? Nyeletuk si iblis perempuan berbaju putih Hu Siauw-cian secara tiba-tiba. "Bilamana kau sudah jual mahal dengan kita!"
Air muka pengemis aneh segera berubah jadi sangat serius, ujarnya dengan perlahan-lahan, "Tempo hari waktu raja muda she Mo ini mendapat perintah dari kaisar untuk menindas pemberontak yang terjadi di daerah Biauw secara kebetulan saja di dalam sebuah kuburan tua dia sudah mendapatkan sejilid kitab pusaka bertuliskan huruf Cian Tok (kini india) sebuah pedang Pualam serta seutas bahan obat obatan”
"Karena waktu itu lagi dalam keadaan perang dia tidak terlalu memeriksa lebih dulu barang-barang tersebut disimpan di dalam saku akhirnya setelah tugasnya selesai dan kembali
kerumah berkat bimbingan dari seorang manusia aneh dari kalangan kaum agama Ui Liong Tootiang, Mo Cun Ong baru tahu kalau kitab pusaka tersebut sebetulnya bernama "Sian Tok Poo Liok" dan merupakan satu kitab ilmu silat yang amat lihay dan tak ada tandingannya dari kalangan beragama, sedangkan pedang pualam itu adalah sebilah pedang Pusaka yang amat tajam sekali sedangkan mengenai bahan obat itu boleh dibilang merupakan bahan obat yang paling mujarab dan sangat berharga.”
“Raja muda she Mo ini paling gemar berlatih silat, waktu itu dia lantas suruh Ui Liong-ci untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Han Ui Liong Tootiang ini adalah seorang pandai yang amat aneh dan merupakan kawab akrab dari Mo Cun-ong, dia lantas menyuruh raja muda Mo yang mau belajar ilmu silat ini untuk menunggu tiga tahun lagi setelah dia selesai menterjemahkan seluruh kitab tersebut dan menanti pula setelah dia berhasil membuat semacam pil pencuci tulang pembersihan otot baru mulai belarjar ilmu silat tersebut.”
“Raja muda she Mo ini mempercayai Ui Liong Tootiang itu, dengan rasa gembira dia segera menyanggupi dan menyerahkan kitab pusaka tersebut beserta bahan obatnya untuk dibawa pulang olehnya ke gunung.”
“Janji tiga tahun yang sudah ditetapkan jatuh pada malam ini, siapa sangka pada setahun yang lalu Raja muda she Mo ini sudah dibunuh orang, maka kedatangan dari Ui Liong Tootiang ini malam boleh dikata bakal sia-sia belaka.”
"Baah.... sekarang aku paham sudah!” tiba-tiba Tan Kia-beng berseru dengan suara yang keras. “Orang-orang ini datang ke kota Tiang-sah tentunya sedang berusaha untuk merebut kitab pusaka sian Tok Poo Liok serta obat pencuci tulang pembersih otot itu.”
Si pengemis aneh segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa ha haa.... boleh dihitung kau pandai sekali.”
Tetapi sebentar kemudian dia sudah menghela napas panjang.
“Beberapa tahun mendatang ini di dalam Bulim selalu saja terjadi pergolakan dan pertumpahan darah yang melanda dimana mana. Heeh.... dengan adanya kejadian ini entah ada berapa banyak orang lagi yang bakal menemui ajalnya di dalam bangunan raja muda itu.”
"Heeeh.... heeeh.... sekalipun mereka mati semua juga lebih bagus lagi, tiba-tiba saja nimbrung dengan dinginnya. Siapa yang suruh mereka begitu serakah ingin mendapatkan barang milik orang lain?”
Tan Kia-beng jadi orang amat perasa dan tidak bakal melupakan kejadian yang lalu, kini setelah mendengar perkataan tersebut dia teringat kembali dengan situasi sewaktu para jago hendak merebut pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiamnya, semakin dipikir dia merasa semakin gemas dan merasa tak terima terhadap sikap para jago yang hendak menghadapi Ui Liong Tootiang itu.
Sepasang alisnya dikerutkan rapat rapat, kemudian dengan amat gusarnya dia berseru, "Sekalipun raja muda she Mo sudah meninggal tetapi dia masih ada keturunannya, bilamana mereka bermaksud hendak merampas barang itu bukankah tidnakan mereka seperti tindakan dari kaum penjahat? Sekalipun kepandaian aku orang she Tan tidak becus tetapi urusan ini aku telah ambil keputusan untuk ikut campur."
Saat ini dalam hati Hu Siauw-cian merasa semakin cemas lagi daripada yang lain mendadak dia meloncat ke atas dan berteriak teriak;
"Eei, waktu sudah tidak pagi lagi ayoh cepat kita berangkat kesana!"
"Kenapa kau begitu tergesa gesa mau ke sana?” seru si pengemis aneh sambil tertawa. "Teringat akan si Ui Liong-ci adalah seorang manusia aneh apalagi selama tiga tahun ini dia telah memahami isi kitab dari "Sian Tok Poo Liok" itu pula, apa kau kira dia adalah manusia yang dapat diganggu seenaknya? soal ini lebih baik kau berlega hati saja."
Pada saat ini kentongan kedua sudah berlalu, rembulan memancarkan sinarnya dengan amat jernih laksana menyinari seluruh pelosok jagat.
Dengan perlahan sepasang mata dari pengemis aneh berkelebat memandang sekejap ke arah sepasang muda mudi ini, tampaklah olehnya yang memiliki wajah yang tampan dengan sikapnya yang amat gagah sebaliknya yang perempuan cantik bagaikan bidadari sepasang matanya memancarkan sinar yang berkilauan tidak terasa di dalam hati diam-diam dia memuji.
"Kedua orang ini boleh dikata merupakan kekasih yang amat cocok dan sukar untuk ditemui di dalam u lim" pikirnya di dalam hati Aku pengemis tua ada sedikit hubungan persahabatan dengan "Ban Li Im Yen" Lok Tong kemungkinan sekali walaupun harus kehilangan nyawa akupun sedikit berusaha buat kawan lamaku ini"
Di dalam hati dia dapat menduga dengan munculnya Tan Ka Beng serta Hu Siauw-cian pada malam ini maka urusan ini
pasti akan jadi semakin kacau bahkan ada kemungkinan sekali badai akan melanda kembali terhadap diri mereka.
Apalagi dibadan Tan Kia-beng sudah menyimpan sebilah pedang pusaka "Kiem Cing Giok Hun Kiam" bukankah benda itu sduah lama diincer oleh jago dari kalangan sungai telaga?
Setelah si pengemis tua itu memikirkan urusan tersebut dengan amat teliti dia baru berseru dengan suara yang amat gagah.
Ayoh cepat kita berangkat, sekalipun ada selaksa tentara malam ini kita bertiga juga harus coba-coba bertahan.
Selesai berkata kembali dia tertawa seram.
Mendengar perkataan itu Hu Siauw-cian segera tertawa cekikikan.
Naah begitu baru mirip dengan perkataan seorang yang sudah punya nama di dalam dunia kangouw serunya.
Sungguh tajam perkataan budak ini, diam-diam maki sipenegmis aneh di dalam hatinya.
Pakaian bututnya sedikit bergerak tubuhnya bagaikan segulung asap hitam sudah berkelebat menuju ke arah bangunan Cun Ong-hu itu.
Sekali lagi Hu Siauw-cian tertawa cekikikan, tampak bayangan putih berkelebat dengan cepatnya dia membuntuti si pengemis itu dari belakang agaknya dia bermaksud hendak bertanding ilmu meringankan tubuh dengan si pengemis aneh salah satu dari anggota Hong Jen Sam Yu ini.
Karenanya begitu tubuhnya bergerak dia segera melancarkan ilmu meringankan tubuh Mo Ho Sin Li yang amat dahsyat itu tidak selang beberapa kaki jauhnya dia sudah berhasil menyandak dirinya, diikuti sedikit kakinya merambahi
dengan beberapa bagian tenaga dengan disertai suara desiran tajam tubuhnya sudah berhasil melewati dirinya.
Walaupun si pengemis aneh itu tidak bermaksud untuk bertanding ilmu meringankan tubuh dengan angkatan muda tetapi di dalam keadaan sadar diapun sudah mempercepat lagi gerakan kakinya.
Dibawah sorotan bayangan rembulan tampaklah dua sosok bayangan hitam satu besar yang lain kecil bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dengan kecepatan yang luar biasa sudah meluncur ke depan.
Tan Kia-beng yang melihat mereka berdua secara diam-diam sudah saling beradu ilmu dalam hati dia merasa amat geli sekali.
Jarak antara kuil bobrok itu dengan bangunan Cun Ong-hu cuma ada tiga lima li saja, dengan kecepatan gerak dari mereka bertiga yang sedang beradu ilmu itu hanya di dalam sekejap saja sudah tiba.
Hu Siauw-cian segera menarik kembali tenaganya dan tertawa cekikikan kemudian menoleh ke belakang,
Tampaklah dengan disertai suara sampokan angin si pengemis aneh dengan cepatnya sudah tiba disisinya, sambil menggaruk garuk kepalanya dia gelengkan kepalanya berulang kali, "Waah.... tidak bisa jadi. tidak bisa jadi. kalau berlari lebih jauh lagi aku Si pengemis tua akan kecapaian!"
Tan Kia-beng tahu dia sengaja berbuat demikian, padahal bilamana membicarakan soal soal tenaga dalam Hu Siauw-cian masih kalah satu tingkat dengan Si pengemis aneh itu, karenanya dia segera tersenym.
"Kepandaian silat dari Loocianpwee sudah mencapai pada taraf kesempurnaan buat apa kau begitu merendahkan diri?" ujarnya.
"Siapa yang bilang aku sengaja merendahkan diri?" teriak si pengemis aneh sambil mendelik. Selama dua puluh tahun ini baru untuk pertama kali ini aku Si pengemis tua mengerahkan seluruh tenagaku apa kau kira masih kurang konyol?"
Tiba-tiba dia mempertajam pendengarannya kemudian mengerem perkataan selanjutnya setelah itu dia menggape kepada mereka berdua dan meloncat melewati tembok pekarangan untuk bersembunyi disebuah pohon song.
Tan Kia-beng serta Hu Siauw-cian dengan cepat mengikuti dari belakangnya dan pada bersembunyi dibalik sebuah pohon besar
Karena mereka berempat terlalu dekat Tan Kia-beng segera merasakan bau harum yang amat aneh dari sang gadis menusuk hidungnya membuat hatinya jadi sedikit tidak tenang.
Tidak terasa lagi dia sudah menoleh memandang sekejap ke arahnya, tampak Hu Siauw-cian dengan pandangan mata yang amat polos sedang memandang ke arah dirinya pula, hatinya masih suci bersih abgaikan secarik kertas putih, dia cuma tau asal apa yang dia sukai maka dia akan memperhatikan perasaannya tersebut, sikapnya ini tidak lebih menunjukkan sikap dari seorang bocah cilik.
Dia cuma merasa setiap kali dia bisa berkumpul dengan Tan Kia-beng dalam hatinya tentu merasa amat tenteram sekali, sehingga tak terasa lagi dia sudah menarik tangannya.
“Beng ko, kau pikir Ui Liong Tootiang bisa datang menepati janji tidak?” tanyanya.
Tan Kia-beng yang tangannya dipegang segera merasakan bagaikan terkena strom tegangan tinggi badannya tergetar dengan sangat keras, gadis ini adalah gadis yang kedua memanggil dia dengan sebutan Beng ko atau kakak Beng, bahkan dia merasa nada suaranya mengandung daya sembrani yang amat sehingga membuat hatinya rada gugup.
Dengan termangu-mangu dia memperhatikan dirinya lama sekali, tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.
Hu Siauw-cian yang melihat dia termangu-mangu tak terasa lagi sudah goyang goyangkan tangannya.
"Eei, kau sedang pikirkan apa? kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?” tanyanya dengan manja.
“Ooo...." seketika itu juga Tan Kia-beng sadar kembali dari lamunannya. "Aku pikir Ui Liong Tootiang sebagai seorang pendekar yang sudah punya nama di dalam Bulim tidak bakal akan melanggar janjinya sendiri.”
Mendadak Hu Siauw-cian mengangguk agaknya dia sudah teringat akan sesuatu.
"Hi hi hi hi.... sekarang aku paham sudah!" serunya manja. "Tentu kau lagi merasa sedih dan merindukan kawannya bukan?"
"Kawanku? kau bilang aku sedang merindukan Cuncu? Hmm! tidak ada urusan ini!"
"Hmm.... kau mau menipu aku?"
"Kalau ada ya ada, kalau tidak ada yang tidak ada, untuk apa aku menipu dirimu"
Belum sempat Hu Siauw-cian mengucapkan kata-kata lagi mendadak Tan Kia-beng sudah goyangkan tangannya mencegah.
Tampaklah sesosok bayangan manusia bagaikan seekor burung elang dengan amat cepatnya sudah menubruk masuk ke dalam pekarangan, setelah memeriksa sebentar keadaan di sekeliling tempat itu di dalam sekejap saja dia sudah bersembunyi dibalik kegelapan.
Tan Kia-beng lalu menempelkan mulutnya kedekat telinganya dan berbisik dengan suara perlahan, "Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dari partai Thian cong."
Baru saja dia selesai berbicara mendadak kembali tampak bayangan manusia berkelebat tak henti hentinya, berturut turut kelihatan berpuluh puluh bayangan hitam kembali melayang masuh ke dalam pekarangan dan bersembunyi dibalik kegelapan.
Serombongan orang-orang ini walaupun jelas sudah bertemu dengan pihak lawan tetapi tak seorang pun yang buka mulut untuk berbicara.
Mulai saat itulah tidak ada henti hentinya ada orang yang meloncat masuk ke dalam pekarangan itu, tetapi seperti juga dengan keadaan orang terdahulu setelah sampai di dalam pekarangan mereka lantas mencari tempat untuk menyembunyikan dirinya, tak seorang pun diantara mereka yang mengucapkan sepatah katapun.
Orang-orang ini apakah semuanya datang untuk menanti kehadiran dari Ui Liong-ci? pikir Tan Kia-beng di dalam hati dengan keheranan Jika ditinjau dari keadaan ini jelas sekali sifat serakah sukar terhindar dari hati setiap manusia. eeei.... sungguh menyesal sekali entah ada berapa banyak orang lagi yang bakal mati di dalam pekarangan ini dikarenakan pertempuran untuk memperebutkan kitab pusaka tersebut.
Sewaktu seorang diri dia sedang berpikir itulah mendadak terdengar dari tembok kota berkumandang datang suara kentongan tiga kali yang amat nyaring.
Dan pada saat itu pula mendadak di tengah anak tangga ruangan tengah sudah menanti seorang Toosu tua dengan rambut serta jenggot laksana perak dan mempunyai perawakan badan yang sangat gagah.
Terdengar dengan suara yang rendah toosu tua itu berseru, “Iiih? apakah raja muda Mo sudah pada pindah rumah?”
Tan Kia-beng yang secara tiba-tiba mendengar suara tersebut di dalam hati tidak urung merasa terkejut juga, pohon siong dimana dia menyembunyikan diri tubuh tepat dihadapan ruangan besar tersebut. bagaimana kedatangan dari Toosu tua ini sama sekali tidak dia rasakan?
Ditinjau dari hal ini saja sudah jelas menunjukkan kalau kepandaian silat dari toosu itu amat tinggi sukar diukur dan jika di dengar dari nada suaranya tadi bukankah dia adalah Ui Liong Tootiang yang sengaja datang kemari untuk menghantar kitab pusaka tersebut?
Agaknya Ui Liong Tootiang sama sekali tidak mengetahui kalau keluarga raja muda She Mo ini sudah menemui bencana dia masih mengira mereka telah berpindah rumah sehingga dengan seorang diri sudah berdiri termangu-mangu di tengah ruangan.
Terdengar dia menghela napas panjang lagi, kemudian gumamnya seorang diri.
"Perpisahan selama tiga tahun ini tidak kusangka telah menghasilkan pemandangan yang berbeda di tempat ini apakah kawan kawan sudah tiada lagi?.... Heeei."
"Dugaan dari Tootiang sedikitpun tidak salah" mendadak terdengar suara seseorang menyambung dengan nyaring Raja muda She Mo sudah dibunuh oleh musuh besarnya!"
Mendengar perkatan itu Ui Liong Tootiang jadi sangat terkejut sekali mendadak tubuhnya sedikit bergerak menerjang kehadapan orang itu kemudian mencengkeram pergelangan tangannya.
"Kau bilang apa?"
Orang tersebut bukan lain adalah Sute dari Siong Hok Tootiang itu Ciangbunjin dari Heng-san-pay. Si "Jagoan dari Pegunungan"
Semula dia berjalan mendekati toosu tua tersebut sambil menggoyang goyangkan kipasnya. tetapi siapa sangka secara tiba-tiba pergelangan tangannya sudah dicengkeram oleh Ui Liong Tootiang sehingga badannya terasa kaku dan pergelangannya amat sakit membuat dia jadi gusar.
"Apakah ini caramu untuk menghormat kawan lama?" bentaknya keras.
Waktu itulah Ui Liong Tootiang baru sadar kembali kalau tidnakannya rada kasar dengan cepat dia lepaskan tangannya dan minta maaf.
"Ooo.... maaf.... maaf.... Pinto terlalu cemas mendengar berita tersebut sehingga berlaku kurang hormat kepadamu entah raja muda Mo sudah dibunuh oleh siapa?"
Sembari mengerut pergelangan tangannya yang tercengkeram sakit.
"San Liem Ci Cu" gelengkan kepala.
"Tentang hal ini cayhe sendiripun tidak tahu"
Padahal di dalam soal ini dia mengetahuinya paling jelas, cuma saja dia tidak ingin berbuat dosa terhadap diri "Couan Tiong Ngo Kui".
Mendadak sepasang mata dari Ui Liong Tootiang melotot lebar-lebar dengan sinar mata yang amat tajam dia memeperhatikan San Liam Ci Cu dengan amat tajamnya.
"Orang lain mungkin bilang tidak tahu karena ada sebabnya tetapi kau pun merupakan tamu yang sering mengunjungi raja muda Mo bagaimana di dalam hal ini kau sudah tidak mengadakan penyelidikan? omelnya dengan keras.
Perkataan dari Tootiang sedikitpun tak salah aku sudah mengadakan penyelidikan dengan teliti. urusan ini adalah hasil perbuatan dari Couan Liong Ngo Kui.
Ui Liong Tootiang segera angkat kepalanya memandang, terlihatlah orang baru saja menjawab itu adalah si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dari Thiam Cong Pay. tidak terasa dia segera tertawa dingin serunya kembali.
Ko heng sebagai seorang ciangbunjin satu partai besar. apakah kau pun tidak mau membalaskan dendam buat sahabat lama dan membiarkan pembunuhnya main pentang sayap di tempat luaran?
Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien yang kena disemprot dengan kata-kata yang sangat tajam itu air mukanya segera berubah jadi merah padam.
“Bukannya aku tidak ingin membalaskan dendam bagi Raja muda She Mo, tetapi pengaruh dan kekuatan pihak lawan amat besar sekali dan sukar untuk dibereskan dalam waktu yang singkat,” sahutnya dengan gugup.
---0-dewi-0---
JILID: 12
Mendengar perkataan tersebut Ui Liong Tootiang segera tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya.
"Lima ekor tikus dari Chuan Tiong itu manusia manusia rendah terhitung barang macam apa? Bilamana Pinto tidak berhasil membasminya sehingga bisa membalaskan dendam buat kawan lama, dihadapan langit dan bumi aku bersumpah tidak akan kebali lagi ke atas gunung....!"
Ujung jubahnya segera dikebut ke depan sehingga menimbulkan segulung angin pukulan yang amat dahsyat melanda ke arah depan.
"Braaak" dengan menimbulkan suara ledakan yang amat keras sekali, sebuah tugu batu cadas yang setinggi manusia segera terkena hantaman tersebut sehingga hancur berantakan bagaikan bubuk halus dan berceceran di atas tanah
Pendekar berkepandaian tinggi dari golongan agama ini dikarenakan merasa sedih karena kawan lamanya sudah binasa membuat dia seketika itu jadi gusar sekali sikapnya yang tenang dan berwibawa pada biasanya ini sudah lenyap.
Rambutnya berdiri berdiri seperti kawat jenggotnya yang berwarna keperak perakan bergoyang tidak henti hentinya jelas sekali dia sudah merasa gusar sehingga mencapai pada keadaan yang memuncak.
Dia secara tak sengaja sudah memperlihatkan kepandaian ternyata seketika itu juga membuat si Pendekar Satu Jari berdiri terbelalak, sama sekali tidak disangka olehnya perpisahan selama tiga tahun ini dia sudah berhasil melatih
tenaga dalamnya sehingga mencapai pada taraf yang demikian tingginya.
Setelah mengumbar hawa amarahnya tadi Ui Liong Tootiang jadi rada tenang kembali.
“Entah Cuncu apakah ikut menemui bencana?” tanyanya lagi.
“Soal ini lebih baik Tootiang tanya dengan siauw li Ong Ceng-ceng saja dia tahu urusan ini dengan amat jelas”
Secara tiba-tiba tampak Hwee Im Poocu berjalan keluar dari balik kegelapan, kemudian sambunya lagi, "Chuan Tiong Ngo Kui sebenarnya memang punya rencana untuk membasmi keluarga Mo Cun-ong sampai keakar akarnya bahkan sudah kirim Chuan Lam Sam Sah untuk turun tangan, tetapi berkat siauw li beserta murid kesayangannya dari San Liem Ci Cu Cek Lok Suseng dan anak murid dari Lo heng si cambuk burung Hong Ting-hong yang bekerja sama mereka berhasil dipukul mundur."
Ui Liong Tootiang segera melirik sekejap ke arahnya kemudian tertawa dingin dengan nyaringnya.
"Siancay! Siancay!" serunya "Bagaimana malam ini saudara saudara sekalian dapat bersama-sama datang kerumah Ong hu yang sudah lama ditutup ini? Apa mungkin kalian sudah mengandung rencana rencana tertentu?
Sehabis berkata sepasang matanya dengan amat tajamnya menyapu sekejap kesekeliling tempat itu kemudian tertawa panjang dengan amat nyaringnya.
"Haaa haaa. saudara saudara sekalian yang bersembunyi di tempat kegelapan silahkan pada keluar untuk bertemu, haaa.... yang pinto baru tahu, kiranya kalian telah menduga
akan kedatangan dari pinto malam ini dan sekarang sudah mempunyai maksud untuk merebut kitab pusaka Sian Tok Poo Liok serta sebotol pil pencuci tulang pembersih otot yang ada di dalam sakuku. Hm! ingatan ini sangat jahat sekali, kalian harus dihajar masuk ke dalam neraka tingkat ke delapan belas, agar selamanya tidak bisa bahagia lagi."
Tan Kia-beng yang bersembunyi di atas pohon Siong tua cuma merasakan sepasang matanya laksana dua batang anak panah yang menancap dihatinya, diam-diam di dalam hati segera pikirnya, “Kepandaian silat dari Ui Liong Tootiang ini benar-benar mengejutkan sekali, cukup dengan demonstrasinya ini saja suah dapat menundukkan para jago, jelas sekali maksud hati dari orang-orang ini tidak bisa mendapatkan hasil"
Para jago yang bersembunyi di sekeliling tempat itu setelah mendapat bentakan dari Ui Liong tootiang ternyata untuk sementara waktu tidak ada seorang pun yang buka mulut untuk menjawab. sebaliknya Hwee Im Poocu bertiga walaupun di dalam hati mempunyai rencana tertentu tetapi mereka pun tidak berani tangan.
Ui Liong Tootiang yang melihat semua orang tidak mau munculkan dirinya sekali lagi dia tertawa dingin kepada Hwee Im Poocu dia segera merangkap tangannya menjura.
“Pinto mengucapkan terima kasih kepada Poocu yang suka turun tangan melindungi Cuncu tapi entah dimanakah Mo Cuncu sekarang berada?” ujarnya.
Hwee Im Poocu segera tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Dikarenakan keadaan pada saat ini sangat berbahaya dan setiap kali terancam bahaya pembasmian dari pihak musuh,
maka demi keselamatannya terpaksa cayhe sudah kirim orang untuk sementara waktu berdiam di dalam Benteng cayhe."
"Kentutmu!" maki Tan Kia-beng di dalam hati Dari tindakanmu yang sedang berbohong ini jelas sekali memperlihatkan kalalu maksud hatimu amat jahat."
"Dia sekarang ada di dalam Benteng Hwee Im Poo?” tanya Ui Liong Tootiang dengan ragu ragu, agaknya dia merasa tidak terlalu percaya.
Dia tahu dengan tepat kalau pengaruh dari Hwee Im Poo di daerah Si Lam dan sekitarnya sangat luas dan merupakan markas besar dari orang-orang kalangan Liok lim Pan sering sekali mereka mengadakan hubungan dengan Chuan Tiong Ngo Kui.
Sedangkan Hwee Im Poocu sendiri pun jadi orang tidak terlalu bersifat pendekar, bagaimana dia mau arang melindungi Mo Cuncu sehingga mengakibatkan terikatnya permusuhan dengan Chuan Tiong Ngo Kui?
Dia sekarang bersama-sama dengan Siauw li berdiam di dalam Benteng" terdengar Hwee Im Poocu berkata lagi. "Bilamana Tootiang bermaksud hendak bertemu dengan dirinya, bagaimana kalau Tootiang ikuti cayhe menunjuk ke benteng Hwee Im Poo?"
Ui Liong Tootiang yang sedang merasa sedih karena kehilangan sahabat lamanya saat ini bermaksud ingin cepat-cepat menemui Cuncu kemudian membawanya serta meninggalkan tempat itu untuk kemudian diberikan kepada seorang pendekar wanita sebagai muridnya.
Karenanya setelah mendengar perkataan tersebtu dia lantas mempercayainya seratus persen.
“Kalau begitu kita berangkat sekarang juga!” ujarnya kemudian.
Dalam hati diam-diam Hwee Im Poocu merasa girang karena siasatnya sudah termakan oleh pihak lawan dengan bangganya di dalam hati dia mengambil perhitungan.
Dia menganggap sekalipun ilmu silat dari Ui Liong Tootiang amat tinggi tetapi setelah berada di dalam benteng Hwee Im Poo yang sudah dipasangi alat alat rahasia sekalipun mempunyai sayap juga tidak bakal bisa lolos lagi dari dalam perangkapnya sudah tentu oleh karena hal ini di dalam hati dia merasa dangat senang.
Siapa sangka baru saja mereka berdua berjalan tidak jauh, dari pintu sebelah luar tiba-tiba terdengar suara menggelindingnya roda kereta yang amat berisik sekali berkumandang datang
Tampaklah sebuah kereta kencana yang amat megah sekali berjalan mendatang dua orang lelaki berbaju hitam yang sudah ada di dalam halaman tersebut terlebih dulu segera meloncat mendekati pintu dan menyambut kedatangannya.
Dibelakang kereta kencana itu tampaklah seorang kakek tua yang memakai baju sutra dengan mata elang hidung bengkok memimpin dua belas orang bocah cilik yang menggembol senjata berjalan masuk dengan langkah lebar.
Kepada Ui Liong Tootiang dia segera rangkap tangannya menjura.
“Sikap Tootiang semakin mantap sebagai gunung Thay-san kepandaian silatnya tentu menambah kemajuan, cayhe benar-benar merasa amat kagum sekali" ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tidak terasa Ui Liong Tootiang jadi melengak tapi diapun dengan cepat balas memberi hormat.
"Sicu terlalu memuji" sahutnya perlahan.
“Dia sama sekali tidak kenal dengan dia, siapakah orang ini?”
Tampak Ko Cian Djien Sam Liem Ci Cu serta Hwee Im Poocu segera berebut maju ke depan untuk menjura.
"Cungcu selamanya tidak mencampuri urusan dunia kangouw tidak disangka malam inipun bisa muncul disini?
Kepada Ui Liong Tootiang mereka segera memperkenalkannya.
"Tootiang, dia adalah Thay Gak Cungcu yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, orang lain menyebutnya sebagai "Cun Hong Hua Yu" atau Siangin semi melenyapkan hujan Bok Toa Cungcu!
Terdengar Siangin semi melenyapkan hujan, Bok Thian-hong tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Aaah.... mana.... mana...." ujarnya dengan cepat. “Cayhe tidak becus, bagaimana berani menggunakan julukan sebagai Siangin semi melenyapkan hujan? kawan kawan Bulim terlalu memuji!"
Ui Liong Tootiang agaknya menaruh simpatik terhadap Thay Gak Cungcu ini, setelah diperkenalkan oleh ketiga orang itu dia segera merasa kalau orang yang mendapatkan penghormatan luar biasa sekali merupakan seorang pendekar yang suka menolong orang
Pandangannya terhadap diapun dengan cepat berubah, sekali lagi dia merangkap tangannya memberi hormat.
“Entah ada keperluan apa malam ini Cungcu datang kemari?” tanyanya dengan perlahan.
Bok Thian-hong segera menghela napas panjang.
“Kau, aku semuanya adalah teman, karena aku dengar Tootiang ada perjanjian tiga tahun dengan Mo Cun-ong, maka sengaja ini malam cayhe menghantar Cuncu datang kemari untuk menyambangi kau orang tua, sekalian membawa serta pula batok kepala dari pembunuh orang tuanya untuk bersembahyang dihadapan makam Mo Cun-ong....”
Selesai berkata dia lantas memberi perintah, “Silahkan Mo Cuncu turun dari kereta. barang keperluan sembahyang sekalian dipersiapkan”
Dengan beberapa patah kata dari Bok Thian Mong ini seketika itu juga membuat Ui Liong Tootiang jadi kebingungan setengah mati tidak terasa lagi dia sudah memandang tajam Hwee Im Poocu.
“Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?” bentaknya dengan keras, “Bagaimana dari perkampungan Thay gak Cung pun muncul kembali seorang Cuncu?”
Hwee Im Poocu yang rencana busuknya terbongkar dan ketahuan pihak lawan di dalam hati diam-diam merasa sangat terperanjat, tetapi dia tidak malu disebut sebagai jagoan yang sudah berpengalaman. air mukanya sedikitpun tidak menunjukkan perubahan apapaun, mendengar suara bentakan dari Ui Liong Tootiang ini dia lantas tertawa dingin.
“Siapa yang benar siapa yang palsu sebentar lagi bisa ketahuan buat apa kau merasa cemas?” serunya.
Si Pendekar Satu Jari Ko Cien Djien serta Sam Liem Ci Cu semuanya adalah tetamu tetamu dari Mo Cun-ong sudah tentu
mereka masih ingat selalu wajah dari Mo Tan-hong sejak dia masih kecil kini mendengar dari perkampungan Thay Gak Cung pun secara tiba-tiba muncul kembali seorang Mo Tan-hong di dalam hati diam-diam merasa sangat geli.
“Hm, aku mau lihat kau Hwee Im Poo cu akan taruh kemana wajah tuamu itu,” pikirnya di dalam hati.
Pada saat ini tampaklah seorang gadis berbaju merah yang memancarkan sinar berkilauan dengan genitnya berjalan keluar dari dalam sebuah kereta kencana tersebut dibelakangnya berjalanlah tiga orang lelaki yang masing-masing membawa sebuah nampan yang berisikan batok kepala manusia yang masih berdarah.
Tan Kia-beng yang ada di atas pohon dapat melihat kejadian yang berlangsung di bawah dengan amat jelas sekali, sewaktu melihat munculnya gadis berbaju merah itu diam-diam di dalam hatinya merasa terperanjat bukankah dia adalah Mo Tan-hong Mo Cuncu?
"Iiii....?" tiba Hu Siauw-cian berteriak tertahan dengan kerasnya. "Bagaimana dia bisa ada di dalam perkampungan Thay Gak Cun, bukankah soal ini sangat aneh sekali?
Dia yang sudah beberapa kali bertemu dengan Mo Tan-hong pun pada saat ini ternyata tidak dapat membedakan mana yang benar mana yang palsu.
Hampir hampir boleh dikata Tan Kia-beng sudah mencurahkan seluruh perhatiannya untuk memandang perkembangan selanjut dari keadaan dibawah, terhadap seluruh gerak gerik dari Hu Siauw-cian dia sama sekali tidak perhatian.
Tampak gadis berbaju merah itu dengan lemah lembutnya berjalan kehadapan Ui Liong Tootiang kemudian sedikit membungkukkan memberi hormat.
Keponakan perempuan Mo Tan-hong menemui Tootiang
sepasang sinar mata yang tajam dari Ui Liong Tootiang memandang ke arah gadis berbaju merah itu tanpa berkedip sedikit pun lama sekali baru dia menampik, “Cuncu tidak perlu banyak adat pinto tidak kuat untuk menerimanya"
Nada ucapannya amat dingin sekali sedikitpun tidak disertai nada mesra yang menghangatkan.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini diam-diam di dalam hati merasa keheranan teringat akan hubungan antara Ui Liong Tootiang serta Mo Cun-ong tempo hari bagaimana mungkin setelah bertemu dengan putri kawan lamanya ternyata dia sedikitpun tidak memperlihatkan rasa terharu?
Kiranya Ui Liong Tootiang yang dahulu dikarenakan merasa tulang dari kawan karibnya Mo Cun-ong sudah tua dan sukar untuk bertaktik silat tanpa terasa dia telah menaruh perhatian yang khusus terhadap putrinya Mo Tan-hong.
Dia merasa walaupun Mo Tan-hong lahir di tengah keluarga kaya tetapi dia memiliki tulang serta bakat yang bagus buat berlatih ilmu silat.
Karenanya setelah membuang tempo tiga tahun dia berhasil membuat sebotol pil pencuci tulang pembersih otot siap-siap hendak diberikan kepadanya sehingga menciptakan dirinya sebagai sekuntum bunga yang menggetarkan seluruh Bulim.
Tidak disangka malam ini sekalipun dia bisa melihat wajah serta bentuk badan dari Cuncu yang ada dihadapannya ini mirip sekali dengan Mo Tan-hong tetapi tulang serta bakatnya
sama sekali berbeda, di dalam hati dia lantas mengetahui kalau urusan ada sedikit tidak beres, tidak terasa lagi perasaan curiga dihatinya itupun sudah diperlihatkan pada air mukanya.
si Kun hong Hoa Yu Bok Thian-hong ternyata memiliki sepasang mata yang amat tajam pula, sekali pandang saja dia sudah tahu kalau di dalam hati Ui Liong Tootiang sudah timbul rasa curiga, tetapi dia sama sekali tidak mengambil tindakan terhadap hal ini.
“Siapkan meja sembahyang dan bawa kemari papan nama dari Mo Cun-ong!” perintahnya lebih lanjut.
Si Pendekar berbaju satu Hwee Im Poocu serta San Liem Ci Cu semuanya adalah jago-jago Bulim yang sudah kawakan apa lagi merupakan tamu tetap pula dari Mo Cun-ong serta Thay Gak Cungcu tidak pernah mendengar kalau diantara Mo Cun-ong serta Thay Gak Cungcu tidak pernah ada ikatan persahabatan.
Walaupun Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong ini mempunyai nama yang baik di dalam dunia persilatan tetapi diapun membawa sedikit suasana yang misterius semakin tak ada orang yang tahu pula asal usulnya yang sebetulnya.
Karena itulah walaupun mereka bertiga tidak mengucapkan sepatah katapun tetapi di dalam hati mereka menaruh rasa curiga yang amat sangat terutama sekali Hwee Im Poocu sendiri. Sepasang matanya dengan amat tajamnya memperhatikan nona berbaju merah yang disebut sebagai Cuncu tersebut.
Cuncu tersebut waktu melihat banyak orang sedang memperhatikan dirinya tidak urung sikapnya rada rikuh juga, dengan perlahan-lahan menundukkan kepala rendah rendah.
Pada saat ini anak buah dari Thay Gak Cungcu sudah mulai mengatur meja sembahyang di tengah-tengah ruangan kemudian membawa pula sepasang lilin mengapit papan nama dari Mo Cun-ong Suasana amat ribut sekali kelihatannya.
Tiga butir batok kepala manusia yang masih meneteskan darah segar menggantikan sebagai sesajen di atas meja sembahyang, setelah semuanya beres tiba-tiba tampaklah seorang perempuan dengan dandanan pakaian keraton bagaikan kilat cepatnya melayang datang
"Semuanya sudah siap harap Cuncu mulai memasang hio!” ujarnya terhadap Cuncu tersebut.
Menurut keadaan yang seharusnya, pada saat ini dihadapan kawan kawan lama serta sahabat sahabat karib ayahnya almarhum Mo Cuncu harus merasa amat sedih sekali.
Tetapi air muka gadis itu sama sekali tidak kelihatan bersedih hati sebaliknya malah merasa amat takut terhadap si perempuan berpakaian keraton itu.
Mendengar perkataan tersebut dengan gugupnya dia lantas menyahut, “Baik.... baik.... sekarang juga aku pergi melakukannya!"
Di tengah goyangan pinggul yang amat menggiurkan dia berjalan ke depan meja sembahyangan itu.
Ui Liong Tootiang yang melihat kesemuanya ini, diam-diam mendengus dingin.
“Boh heng tolong tanya ketiga butir batok kepala ini milik siapa?” tanyanya secara tiba-tiba.
Bok Thian-hong melirik sekejap ke arah setelah itu wajahnya berubah amat keren sekali.
"Ketiga orang itulah Khun Lam Sam Sah yang merupakan bibit bencara pembunuh Mo Cu Ong!" sahutnya dengan suara yang amat keras.
Dengan meminjam sinar lilin yang memancar Tan Kia-beng pun bisa melihat kalau ketiga butir batok kepala manusia itu memang betul-betul adalah batok kepala dari Chuan Lam Sam Sah, hal ini memaksa dia tidak punya alasan untuk menaruh curiga atas kepura puraan dari Bok Thian-hong ini.
Setelah memasang hio Mo Cuncu berdiri disamping dengan termangu-mangu dia sama sekali tidak menangis maupun bersembahyangan.
Ui Liong Tootiang dengan langkah yang lebar segera berjalan ke depan meja sembahyangan itu lalu jatuhkan diri berlutut dan menjalankan empat kali penghormatan besar.
"Cun-ong! teriaknya dengan suara yang amat sedih "Kedatanganku kali ini hendak memenuhi janji dengan Hian ong.... tidak disangka perjanjian tiga tahun diantara kita selamanya tak bakal terjadi lagi, sukma Hian ong tidak jauh dari sini. Pinto bersumpah pasti akan menyuruh Cuncu turun tangan melaksanakan pembalasan dendam ini sendiri sehingga Hian ong bisa beristirahat dengan tenang di dalam tanah...."
Ui Liong Tootiang ini termasuk orang yang bersifat terbuka, suara tangisannya yang amat menyayatkan hati itu seketika itu juga membuat para jago lainnya ikut merasa kecut hati.
Sebaliknya Mo Cuncu dengan termangu-mangu berdiri disisi meja sembahyangan, dia menundukkan kepalanya tidak mengucapkan sepatah katapun.
Menurut adat yang berlaku, maka Mo Cuncu pada saat ini adalah Putrinya yang lagi berkabung, seharusnya dia berlutut,
di depan meja sembahyangan untuk membalas hormat, tetapi dia tidak berbuat demikian.
Peristiwa ini seketika juga mendatangkan rasa curiga yang lebih tebal baginya.
Mereka berdua adalah San Lim Ci Cu serta si pengemis aneh yang bersembunyi di atas pohon siong, menurut pemikiran mereka Mo Tan-hong yang menginjak dewasa di tengah didikan yang amat keras bagaimana cuma soal itupun dia tidak tahu?
Setelah Ui Liong Tootiang selesai bersembahyang maka disusul Bok Thian-hong, Hwee Im Poocu dan lainnya saling susul menyusul untuk bersembahyang
Demikianlah, suatu sembahyangan terhadap kawan lama yang sudah tiada berlangsung hingga selesai dibawah situasi yang saling curiga mencurigai
Mendadak Ui Liong Tootiang maju ke depan memberi hormat kepada Thay Gak Cungcu itu.
“Pinto dengan membawa serta Cungcu segera akan berpamit dulu" ujarnya.
"Tootiang silahkan berlalu!" jawab Bok Thian-hong sambil membalas hormatnya.
Mendadak perempuan berpakaian keraton itu maju ke depan menimbrung;
"Aku rasa di dalam urusan ini kita harus meminta persetujuannya dahulu dari Cuncu sendiri!"
"Siapa kau?" tanya Ui Liong Tootiang dengan dingin, sepasang matanya dipentangkan lebar-lebar.
"Dia adalah istriku!” sambung Bok Thian-hong dengan gugup.
"Haaa.... haa.... maaf.... maaf, kiranya Bok Hujien!" seru Ui Liong Tootiang sambil tertawa terbahak-bahak.
Dia lantas menoleh ke arah gadis berbaju merah itu dan tanyanya, “Pinto bermaksud hendak membawa Cuncu pergi menemui seorang pendekar sakti entah bagaimana maksud hati dari Cuncu?"
Dengan ragu ragu sinar mata gadis berbaju merah itu dialihkan sekejap ke arah perempuan berpakaian keraton itu.
“Aku sudah mengangkat guru, bagaimana berani memutuskan di tengah jalan?” katanya.
“Entah kau sudah angkat siapa sebagai gurumu?”
“Boh Hujien ini"
“Oooh....!! Soal ini adalah maksud Cuncu sendiri ataukah maksud dari Thay Gak Cungcu?"
“Maksudku sendiri kalau memangnya sudah angkat guru maka selamanya aku harus berbakti kepadanya”
"Haaa.... haaa.... kalau begitu terserah maksud dari Cuncu sendiri!" teriak Ui Liong Tootiang sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendadak dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebuah botol perselin serta sebuah kitab tebal yang dijilid dengan kulit berwarna kuning lalu diangsurkan ketangan Cuncu itu.
“Kitab ini adalah pusaka Sian Tok Poo Liok yang diserahkan Mo Cun-ong kepada pinto pada tiga tahun yang lalu setelah mengalami susay payah akhirnya buku ini sudah pinto terjemahkan semua ke dalam bahasa Han, sedang sebotol
obat inipun merupakan obat pencuci tulang pembersih otot yang khusus pinto buat untuk Cuncu, harap cuncu suka menerimanya semua!”
Si gadis berbaju merah itu lantas bermaksud untuk menerima barang-barang tersebut mendadak....
"Tunggu dulu! Aku orang she Than mau menanyai sesuatu kepadanya."
Dari atas pohon Siong dengan amat cepatnya Tan Kia-beng meloncat turun ke bawah.
Dari antara para jago yang hadir di dalam kalangan pada saat ini tiada seorangpun diantara mereka yang lebih mengenali Mo Tan-hong dari pada Tan Kia-beng sendiri, selama beberapa bulan ini sering sekali dia berpegangan tangan sambil bercakap-cakap dikebun binatang dari menteri negara. bahkan dia sendirilah yang mengantarkan gadis itu ke ibu kota, bagaimana mungkin secara tiba-tiba Mo Cuncu ini sudah munculkan dirinya di perkampungan Thay Gak Cung?
Sewaktu untuk pertamanya gadis itu munculkan dirinya di dalam hati dia sudah curiga, karena walaupun dandanan serta wajahnya mirip dia menganggap mereka semua adalah asal satu perguruan dengan dirinya Mo Cuncu yang belajar silat sama sekali tidak memberitahu kepadanya dari mana perguruannya itu, karena hal itu dengan bersabar dia selalu bersembunyi
Tetapi akhirnya sewaktu dia merasa nada suara dari Mo Cuncu ini berlogat Hoo Lam sedang Mo Cuncu yang sering ditemui berlogat ibukota, saat itulah dengan rasa tidak sabar lagi ia munculkan dirinya untuk mencegah.
Dengan kemunculannya ini suasana seketika itu juga berubah sangat sunyi, tetapi sebentar kemudian bagaikan
meledaknya sebutir bom belum sempat dia mengucapkan sepatah katapun tampak bayangan hitam menyambar bagaikan kilat disusul berkelebatnya sinar golok memenuhi angkasa.
Tan Kia-beng sama sekali tidak memperdulikan akan hal itu begitu tubuhnya tiba di tengah kalangan dia segera mereangkap tangannya memberi hormat kepada gadis berbaju merah itu.
"Cuncu, kenalkan kau dengan cayhe?” tanyanya.
"Siapa kau?" teriak gadis berbaju merah itu dengan terkejut sehingga matanya terbelalak lebar-lebar.
"Haaa, haaa, bilamana sampai akupun kau tidak kenal, maka Cuncu ini pasti adalah Cuncu yang palsu!” seru Tan Kia-beng sembari tertawa bergelak.
Sejak munculnya Tan Kia-beng di tengah kalangan air muka Bok Thian-hong sudah terlintas hawa membunuh yang amat tebal. tetapi hanya sekejap saja wajahnya sudah menjadi tenang kembali.
Dia segera maju ke depan memberi hormat.
“Cayhe mengucapkan banyak terima kasih kepada Siauwhiap atas bantuan yang diberikan sewaktu tempo hari Chuan Lam Sam Sah yang datang mengacau istana, saat itu ada kemungkinan hatinya lagi merasa kaget sehingga sekarang sudah terlalu ingat lagi dengan dirimu."
Dia lantas menoleh ke arah gadis berbaju merah itu dan sambungnya, "Malam itu orang yang melawan Toa tah dari Chuan Lam Sah adalah Tan tay hiap ini, dia adalah anak murid dari Ban Li Im Yen Lo Tay hiap, Cuncu. apakah kau sudah lupa?"
Dengan gugupnya si gadis berbaju merah itu segera maju ke depan memberi hormat.
"Aaah, kiranya Tan Siauw moay sudah melupakan dirimu" katanya perlahan.
Dengan dinginnya Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya setelah itu kepada Ui Liong Tootiang ujarnya sambil menjura.
"Dibawah perlindungan cayhe Mo Cuncu pada saat ini sudah ada dirumah pamannya di ibukota pamannya itu adalah seorang menteri negara Ong Sian Seng harap Tootiang jangan sampai ditipu mentah mentah oleh orang lain"
Terhadap dirinya Ui Liong Tootiang segera memperhatikan dengan amat teliti, setelah itu dia tertawa dingin tak ada henti hentinya, terhadap perkataannya itu toosu ini tidak mengatakan kepercayaannya juga tidak menanyakan lebih lanjut. Kepalanya didongakkan ke atas dan berpikir dengan keras.
Hwee Im Poocu yang selama ini berdiri didamping walau sudah lewat beberapa waktu lamanya masih belum juga mendapatkan satu akal untuk mencegah Ui Liong Tootiang menyerahkan kitab pusaka tersebut kepada Cuncu palsu itu.
Walaupun dia mengetahui kalau urusan ini sangat mencurigakan tetapi Thay Gak Cuncu yang nama besarnya sudah terkenal diseluruh Bulim dan jadi orang adil dan pernah membuat dia tidak berani turun tangan mengganggu pekerjaannya.
Saat itu melihat Tan Kia-beng munculkan diri untuk memecahkan rahasia tersebut di dalam hati diam-diam merasa girang.
"Haa.... pengacau ini paling sukar untuk dicegah, biarlah aku pancing mereka sehingga saling bergebrak dengan seru”
Berpikir sampai disini dengan wajah yang memperlihatkan rasa gusar dia lantas membentak, "Nama besar dari Boh Cuncu sudah terkenal diseluruh Bulim bagaimana mungkin dia berani melakukan pekerjaan yang sangat memalukan ini? Terang terangan kau anak iblis yang berniat untuk mendapatkan kitab pusaka Sian Tok Poo Liok itu, sekarang kau sengaja mendatangkan kekacauan saja disini!"
Baru saja dia selesai berkata mendadak terasa ada segulung angin keras yang menyambar datang, di pengemis aneh sambil tertawa terbahak-bahak sudah melayang turun di tengah kalangan.
“Kalau memangnya Cuncu yang ini sungguh sungguh maka Cuncu yang ada di dalam benteng Hwee Im Poo tentunya palsu bukan?" ejeknya.
Mendengar perkataan tersebut air muka Hwee Im Poocu segera berubah memerah.
"Siapa yang benar siapa yang palsu apa sangkut pautnya dengan dirimu?" teriaknya sambil tertawa dingin.
"Aku si pengemis tua yang hidup di dalam Bulim merasa sangat mual sekali melihat manusia manusia yang rakus seperti kalian bukan barang miliknya juga diperebutkan. Hmm, sungguh tidak tahu malu!" teriak si pengemis aneh itu sambil melotot lebar-lebar.
Dengan dinginnya Hwee Im Poocu segera mendengus dengan pakasa dia menahan rasa gusar hatinya.
Dikarenakan beberapa orang otaknya tidak melakukan gerakan apapun maka suasana di tengah kalangan untuk
sementara waktu menjadi tenang kembali, sebaliknya Ui Liong Tootiang sambil memegang kitab pusaka dan botol pualam masih tetap berdiri termenung disana
Sekonyong konyong....
Di tengah suara bentakan yang amat nyaring perempuan berpakaian keraton itu bagaikan serentetan sinar keemas emasan dengan cepatnya berkelebat dari hadapan Tan Kia-beng menubruk ke arah punggung dari Ui Liong Tootiang.... disusul satu jeritan ngeri segera berkumandang datang memecahkan kesunyian dimalam yang tenang itu
“Braaak!" seorang jagoan dari kalangan Hek-to yang secara diam-diam hendak membokong Ui Liong Tootiang dari belakang sudah terkena hajaran dari perempuan berpakaian keraton, itu sehingga seketika itu juga menemui ajalnya.
Pada saat untuk kedua kalinya si perempuan berpakaian keraton itu berkelebat dari depan tubuh Tan Kia-beng itulah mendadak di dalam hati sang pemuda rada merasa bergerak.
"Iiih? bukankah gerakan tubuh yang ia gunakan adalah ilmu meringankan tubuh dari aliran Teh-leng-bun." pikirnya.
Terhadap peristiwa yang sudah terjadi di belakang punggungnya Ui Liong Tootiang sama sekali tidak perduli, seperti juga urusan itu tiada sangkut pautnya dengan dirinya sampai menoleh pun dia tidak melakukannya.
Terhadap Cuncu yang ada dihadapannya mendadak dia merangkap tangannya memberi hormat.
"Siauw sicu ini bilang kau adalah palsu pinto rasa perkataannya ini tidak dapat dipercaya sepenuhnya. tetapi ada
beberapa urusan pinto harap Cun-cu suka menjawabnya dengan benar" katanya dengan angker.
"Tootiang silahkan berbicara! asal boanpwee mengetahui tentu boanpwee akan menjawab dengan sebenarnya"
"Tahukah kau darimana asalnya kitab pusaka Sian Tok Pit Liong ini?
"Ayahku mendapatkannya sewaktu menumpas pemberontakan di daerah suku Biauw!
“Semuanya ada berapa macam?"
“Sejilid kitab pusaka, setumpukan bahan obat obatan dan sebilah pedang pualam”
"Apakah nama pedang pualam itu dan sekarang berada dimana?"
"Pedang pualam itu bernama Kiem Ceng Giok Hun Kiam saat ini sudah diperoleh seorang anakan iblis dari aliran Teh Leng Kauw!"
"Kau jangan sembarangan bicara. siapa yang jadi anakan iblis?" Timbrung Tan Kia-beng tiba-tiba.
Mendadak Ui Liong Tootiang melototkan sepasang matanya yang tajam memperhatikan Tan Kia-beng lalu bentaknya, "Pedang pualam ini sudah kau dapatkan bagaimana kau bisa dapatkan pedang itu? cepat katakan".
"Kenapa tidak kau tanyakan saja kepada Cuncu sendiri" sela Tan Kia-beng sambil tertawa.
"Kalua begitu silahkan Cuncu memberikan jawabannya.”
“Malam itu sewaktu kau hendak berangkat dia bantu aku membereskan buntalan siapa tahu pedang itu sekalian dia
selipkan ke dalam pinggangnya hingga sekarang belum dikembalikan kepadaku?"
"Apakah perkataanmu itu sungguh?"
Air muka Tan Kia-beng segera berubah sangat hebat.
“Oooh sungguh?" serunya dengan dingin
Mendadak Ui Liong Tootiang maju ke depan melancarkan satu serangan mencengkeram pergelangan tangan dari Tan Kia-beng serangan kali ini dilancarkan cepat laksana menyambarnya kilat
Mendadak terlihatlah sesosok bayangan manusia berkelebat, Tan Kia-beng sudah lolos dari kalangan
"Lebih baik untuk sementara waktu kau jangan sembarangan turun tangan dulu ujarnya sambil mengerutkan alisnya rapat rapat, Biarlah urusan dibikin jelas dulu kemudian baru dibicarakan lagi.
Ui Liong Tootiang yang melihat serangannya mencapai pada sasaran yang kosong dalam hati diam-diam merasa sangat terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau pemuda ini memiliki kepandaian silat yang jauh lebih tinggi dari apa yang diduga semula.
Pada saat dia hendak melancarkan serangannya kembali itulah mendadak....
Sreeet, sreeet, sreet, diantara bertiupnya angin sambaran yang amat tajam berturut turut berkelebat mendatang puluhan sosok bayangan hitam yang bersama-sama menubruk ke arah Tan Kia-beng
“Semuanya menggelinding dari sini!” bentak Ui Kiong Tootiang secara tiba-tiba
Ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepatnya melanda ke depan.
Bayangan bayangan hitam yang semula bermaksud hendak menubruk ke arah Tan Kia-beng saat ini mau tidak mau harus melancarkan satu pukulan kemudian mengundurkan diri kesamping.
Beberapa orang itu sebetulnya sedang menanti saat kedua orang itu bergebrak dengan serunya lalu bersama-sama maju merebut pedang, siapa tahu ketika dilihat Ui Liong Tootiang setelah melancarkan satu serangan ternyata tidak mencapai pada sasarannya di dalam anggapan mereka ke tempat yang baik sukar untuk didapatkan lagi karena itu mereka lantas bersama-sama maju menyerang Tan Kia-beng
Setelah Ui Liong Tootiang berhasil menggetarkan mundur para jago dengan satu pukulannya dia segera tertawa dingin
“Urusan ini adalah urusan pribadi keluarga Mo yang akan pinto putuskan sendiri, buat apa kalian bermaksud untuk merebut?” bentaknya.
Pada saat para jago menubruk ke arah Tan Kia-beng itulah tiba-tiba terdengar gadis berbaju merah itu sudah berteriak kepada kedua belas bocah cilik yang membawa pedang dibelakang Bok Thian-hong itu.
“Pedang itu adalah milik keluarga kami, harap kalian suka mewakili aku untuk merebutnya kembali.”
Kedua belas bocah cilik itu segera menyahut kemudian bersama-sama mencabut keluar pedangnya dan menerjang ke depan.
Seketika itu juga Tan Kia-beng terkurung rapat rapat di tengah kalangan tersebut.
Si pengemis aneh yang selama ini berdiam diri dengan gusarnya lantas meloncat kehadapan Bok Thian-hong.
“Boh heng.... permainanmu kali ini sungguh persis sekali” teriaknya sambil tertawa seram.
Dengan gemasnya Bok Thian-hong melotot sekejap ke arahnya, setelah itu sambil tersenyum paksa ujarnya, “Apakah kau si pengemis sakti juga menaruh curiga kalau aku orang she Boh bermaksud tertentu kau sendiri tentu tahu, haruslah kau ketahui, walaupun kau sudah atur permainan macam apapun jangan harap bisa lolos dari sepasang mata aku si pengemis tua.”
“Kalau Sin Kay sudah menaruh kesalah pahaman yang begitu mendalam dengan aku orang she Boh, hal ini membuat diriku sulit untuk membantah. heei.... maksud baik dari cayhe untuk melindungi Cuncu boleh dibuktikan kemurniannya dihadapan para jago persilatan.”
Sehabis berkata tidak kuasa lagi kembali dia menghela napas panjang.
Tay Gak Cungcu Bok Thian-hong ini merupakan satu jagoan yang sudah menanam pengaruh yang amat luas diseluruh Tionggoan pada beberapa tahun ini, semua jago yang ada di Bulim pada mengetahui kalau dia adalah seorang yang suka memutuskan suatu persoalan dengan adil, orangnyapun ramah dan suka menolong karenanya sengaja menghadiahkan julukan sebagai Cun Hong Miauw Hoa atau si angin semi yang melenyapkan hujan walaupun begitu tetapi tak seorangpun yang tahu dari mana asal usulnya bahkan seberapa tinggi
kepandaian silat yang dimiliki siapapun tidak ada yang mengetahuinya.
Setiap jago Bulim pada mengetahui akan perkampungan Thay Gak Cung ini, tetapi siapapun tidak pernah pergi keperkampungan Thay Gak Cung tersebut sehingga boleh dikata letak yang sebenarnya dari perkampungan itu masih diliputi oleh kemisteriusan.
Sewaktu si pengemis aneh lagi bercakap-cakap dengan Bok Thian-hong itulah mendadak terdengar suara pujian yang amat gegap gembira, dari luar ruangan tersebut muncullah Go-bie Nio cu, serta Ci Yang Cu dengan memimpin berpuluh puluh orang Toosu menerjang masuk ke dalam ruangan dan mengepung Tan Kia-beng dari empat penjuru
Dengan langkah yang perlahan Im Yang-cu segera maju ke depan, kemudian memberi hormat kepada Bok Thian-hong.
"Oooh, kiranya Bok Toa cungcu pun ada disini,” ujarnya. “Aaah sungguh bagus sekali.... sungguh bagus sekali. untuk sementara waktu silahkan anak muridmu beristirahat dahulu, biarlah pinto sekalian membereskan sedikit utang lama dengan bajingan kecil ini.”
Bok Thian-hong dengan gugup segera balas menghormat.
"Aaa.... silahkan.... silahkan, Tootiang sekalian silahkan mulai terlebih dulu, biarlah cayhe perintah mereka mengundurkan diri.”
Selesai berkata dia segera mengulapkan tangannya kedua belas bocah cilik itu bersama-sama lantas menarik kembali posisinya dan meloncat mundur ke belakang tubuhnya.
Tan Kia-beng yang melihat kemunculan dirinya segera memancing perhatian dari semua orang tidak terasa dalam hati merasa amat gusar sekali. dalam hati dia lantas mengambil satu keputusan.
"Haa.... haa haa.... teriaknya sambil tertawa tergelak. Sejak aku orang she Tan munculkan dirinya di dalam dunia kangouw selamanya belum pernah mencari gara gara dengan orang lain sebaliknya para jago dari semua partai memandang demikian rendah dan bencinya terhadap cayhe hal ini membuat cayhe benar-benar merasa amat tercengang, tetapi menurut penglihatan dari cayhe.... hee.... hee.... kalian meminjam kata-kata hendak membalas dendam sebagai alasan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya bermaksud hendak merebut pedangku.... haa.... ha.... pedang pualam ini adalah hadiah dari Mo Cuncu kepadaku bilamana kalian ingin merebutnya hal itu boleh dikata sama dengan impian disiang hari bolong cayhe cuma takut setelah bergebrak tangan kaki tidak bermata dan menyalahi saudara waktu itu kalian akan memaki aku tidak mengerti sopan santun....”
“Omong kosong!” bentak Im Yang-cu dengan gusar, “siapa yang bilang kami bermaksud hendak merebut pedang pualam itu? kalian guru bermurid memiliki sifat kejam dan membunuh orang sebagai kegemaran, bilamana bajingan bajingan iblis semacam ini tidak cepat-cepat dibasmi bagaimana kami harus bertanggung jawab dengan para jago? dimanakah keadilan yang harus ditegakkan?”
Selesai berkata dengan gusarnya dia mencabut keluar pedang panjangnya disusul kawan kawan serta anak muridnya bersama-sama meggerakkan senjata dan bergerak maju ke depan.
Terhadap gerakan mereka ini Tan Kia-beng sama sekali tidak mengambil gubris, dengan dinginnya dia melengos ke atas.
Si pengemis aneh yang melihat orang Go-bie pay secara mendadak bermaksud hendak turun tangan menyeroyok dengan terburu-buru dia lantas menerjang dengan suara yang keras, “Peristiwa benar atau palsunya Mo Cuncu belum diselesaikan, buat apa kalian hidung hidung kerbau mencari gara gara di tempat ini.”
“Hmm, urusan lalu masih bisa dirundingkan tetapi di dalam urusan ini lebih baik sin Kay jangan ikut campur!” teriak Im Yang-cu dengan gusarnya,”Nyawa berpuluh puluh orang dari tujuh partai besar apakah harus dibikin beres dengan demikian saja?”
“Apakah kalian sudah memastikan pembunuh berdarah yang terjadi diperkampungan Cui-cu-sian adalah perbuatannya?”
“Soal ini buat apa dibicarakan lagi?”
“Hmm, tidak disangka orang-orang dari tujuh partai besar ternyata pada goblok semua, dikibuli orang lain juga tidak tahu...”
“Hmm, sekalipun peristiwa berdarah yang terjadi diperkampungan Cui-cu-sian itu bukan hasil perbuatannya, pinto tidak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja.”
Mendengar perkataan tersebut si pengemis aneh tertawa tergelak.
“Nama besar dari Go-bie Ngo cu sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw. ini hari aku si pengemis tua mau
melihat kalian hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi dirinya.”
Air mukanya berubah sangat adem, dengan perlahan-lahan tambahnya lagi, “Tetapi.... hee.... hee.... di dalam Bulim orang mengutamakan kejujuran aku si pengemis akan menerangkan terlebih dahulu, bilamana kalian bertempur satu lawan satu aku si pengemis tua tidak akan ikut campur tetapi bilamana ada orang yang mau main keroyok dengan saudara cilik ini.... Hemm waktu itu janganlah mengalahkan aku si pengemis akan ikut campur di dalam urusan ini.”
Sejak munculnya dirinya, orang-orang dari partai Go-bie pay ini sudah bermaksud untuk main keroyokan, tetapi setelah mendengar perkataan dari si pengemis aneh tersebut seketika itu juga Go-bie Sam Cu jadi melengak dibuatnya.
Ui Liong Tootiang yang melihat urusan semakin kacau, dia tidak dapat menahan sabar lagi, mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan sambil membentak keras, “Pada waktu yang lampau kalian tidak mau cari balas. kenapa justru pada ini waktu baru bermaksud mencari balas.... sungguh kurang ajar....”
“Siapakah nama besar dari Too yu ini?” tanya Im Yang-cu melengak.
Ui Liong Tootiang segera mendengus, dia tidak menggubris dirinya lagi, kepada Tan Kia-beng lantas bentaknya kembali, “Cepat serahkan pedang itu kepadaku.”
Dari nada suaranya jelas kedengaran mengandung sifat memerintah.
“Heee, hee.... pedang ini adalah Cuncu sendiri yang menghadiahkan kepadaku seru Tan Kia-beng sambil tertawa
dingin kecuali dia datang sendiri jangan harap kau bisa memintanya dari tanganku.”
“Kau sungguh sungguh tidak mau serahkan kepadaku?”
“Benar.”
“Hmm, sampai waktunya kau akan menyesal sendiri, walaupun Too ya adalah seorang dari kalang beragama tetapi sifatku tidak akan seramah yang kau duga.”
“Haa.... haah.... haaa.... soal itu aku tidak akan takut. aku nasehatkan kepadamu lebih baik bikin jelas dulu persoalan Mo Cuncu ini kemudian baru membicarakan soal pedang pualam, kalau tidak kau bakal menerima akibat yang tidak kau inginkan, aku orang she Tan yang bersifat sombong, tidak akan melarikan diri dari sini.”
Tiba-tiba terlihatlah Thay Gak Cungcu maju ke depan dan berhenti di tengah-tengah antar kedua orang itu.
"Cuncu dengan kau cuma ada jodoh sekali bertemu saja, bagaimana mungkin dia bisa menghadiahkan pedang pusaka yang sangat berharga itu kepadamu?" ujarnya kepada Tan Kia-beng. "Jelas di dalam persoalan ini kaulah yang sengaja mencuri. Hee.... hee.... orang muda! tidak seharusnya kau mempunyai maksud serakah aku lihat lebih baik kau ambillah keluar pedang itu dan serahkan kembali kepada Tootiang!"
Dengan dinginnya Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya tetapi sepatah katapun tidak diucapkan keluar.
Sejak kemunculannya di dalam Bulim apa yang dialaminya selama ini bilamana bukannya menemui pembunuhan kejam tentulah bertemu dengan peristiwa saling rebut merebut barang milik orang lain, dan selamanya belum pernah bertemu dengan seorang yang jujur. karena itu secara tidak sadar dia
sudah memiliki satu sifat yang tidak percaya terhadap siapapun juga.
Kedatangan dari Bok Thian-hong kali ini sebenarnya ada suatu maksud tertentu, sewaktu dilihatnya dia tidak mengucapkan sepatah katapun dia lantas menyambung kembali, "Barang pusaka hanya cocok buat orang yang berbudi. bilamana kau masih ngotot saja hendak menyimpan benda tersebut maka hal ini tidak lebih cuma bakal mendatangkan bencana saja saudara cilik aku lihat lebih baik kau serahkan saja pedang itu kepada Tootiang itu, buat apa kau mendatangkan kerepotan buat dirimu sendiri?
Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong ini wajahnya kelihatan jujur padahal dihati kecilnya mengandung sifat yang amat licik dan jadi orang sangat kejam, karena hal hal itulah maka orang-orang kangouw memberi julukan sebagai "Cun Hong Hoa Yu" kepadanya.
Terhadap ketiga macam barang pusaka itu dia sudah lama sekali mengincer. cuma saja dikarenakan dia mendengar kabar kalau ketiga macam barang itu sudah dibawa pergi oleh Ui Liong Tootiang untuk diterjemahkan maka sela ini dia tidak pernah melakukan gerakan apapun.
Kini melihat ketiga macam barang pusaka itu sudah muncul semua di tengah kalangan hal ini membuat dia sejak tadi sudah mengiler. tapi pada wajahnya masih sengaja memperlihatkan kejujuran hatinya sehingga rasa serakah dihatinya jadi tidak kentara.
Im Yang-cu yang disemprot oleh si pengemis aneh dan kini menerima penghinaan pula dari Ui Liong Tootiang, dalam hai merasa amat gusar sekali.
Pada saat ini mana dia bisa bersabat lagi, mendadak tubuhnya maju dua langkah ke depan lalu membentak keras;
Dengan bajingan bajingan ganas semacam ini buat apa Cungcu banyak berbicara, biarlah pinto sekalian cepat-cepat beresin nyawanya.
Pedangnya digetarkan sehingga terjadilah bunga bunga pedang yang amat banyak, diselingi suara desiran yang amat keras pedangnya itu sudah membabat ke arah tubuh Tan Kia-beng
Pada waktu ini Tan Kia-beng pun sedang merasa amat gusar, terhadap datangnya serangan pedang itu dia sama sekali tidak menghindar, mendadak tangan kirinya menyabet ke depan sedang telapak tangan kanannya dengan disertai satu pukulan yang maha dahsyat menghantam ke depan
Dengan kedahsyatan dari tenaga dalamnya seketika itu juga Im Yang-cu terdesak mundur tiga depa ke belakang sambil dengan terburu-buru menarik pedangnya kembali.
Dimana jagoan berkepandaian tinggi sekali pandang saja sudah dapat diketahui kalau pukulannya tadi mempunyai kekuatan tenaga dalam sebesar seratus tahun latihan Ui Liong Tootiang yang melihat kejadian itu diam-diam menganggukkan kepalanya memuji, sebaliknya Bok Thian-hong yang di dalam hatinya mempunyai rencana tentu merasa amat terperanjat.
Hwee Im Poocu San Liem Ci Cu serta It Ci Hwee Hiap sekali yang bersama-sama melihat kedahsyatan tenaga pukulannya itu pun pada menjerit kaget.
Im Yang-cu yang mempunyai kedudukan sebagai pimpinan di dalam Go-bie Ngo Cu ternyata dihadapan orang pada saat
ini sudah dipukul mundur oleh seorang pemuda tidak terasa dari rasa malu dia menjadi amat gusar.
Di tengah suara auman yang amat keras tubuhnya kembali maju ke depan, pedang berkelebat laksana lautan ambruk, hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan dua belas serangan gencar.
Terlihatlah hawa pedang memenuhi angkasa, sinar keemas emasan kelebat laksana kilat menyambar.... sinar lilin menerangi ruangan seketika itu juga menjadi redup.
Tan Kia-beng tertawa dingin, telapak tangannya membabat tiada hentinya diselingi tendangan kilat yang menyambar, di dalam waktu yang amt singkat diapun sudah melancarkan tujuh pukulan serta ilmu tendangan dahsyat, sekali lagi Im Yang-cu berhasil didesaknya sehingga mundur keujung ruangan
Pertempuran sengit berlangsung, para jagoan dari Go-bie pay pun sambil mencekal pedangnya erat erta siap mengeroyok ke arah depan.
Si pengemis aneh yang melihat kejadian ini air mukanya segera berubah amat gusar sambil maju ke depan sepasang matanya dengan amat gusarnya melototi para toosu itu.
Sikapnya ini jelas sekali bersikap menantang, asalkan ada toosu yang bermaksud untuk melakukan suatu gerakan yang merugikan Tan Kia-beng dia tentu akan segera menerjang ke dalam kancah pertempuran iu.
Selamanya "Hong Jen Sam Yu" tidak pernah berpisah. kini si pengemis aneh sudah munculkan dirinya, sudah tentu si Hweesio berangasan dan si Toosu dengkilpun ada di sekeliling tempat ini.
Cin Yang Cu serta Ci Yang Cu yang melihat situasinya sangat tidak menguntungkan dalam hati mulai merasa menyesal kenapa mereka turun tangan terlalu keburu-buru bilamana menanti kedatangan dari tujuh partai besar yang lain bukankah pada waktu itu pihaknya sudah pasti memegang posisi kemenangan?
Waktu ini keduanya sudah terlambat sekalipun mereka harus membuat dosa dengan Hong Jen Sam Yu hasil yang didapatkan pun tidak akan seberapa banyak, karenanya sambil mencekal pedang tanpa menggubris perkataan dari si pengemis aneh lagi mereka bersama-sama mendekati kalangan pertempuran.
Hu Siauw-cian yang bersembunyi dibalik pepohonan, bilamana menuruti sifatnya sejak semula dia sudah kepingin munculkan dirinya dan berdampingan dengan Tan Kia-beng melawan musuh musuhnya, tetapi dia yang merupakan seorang cerdik, sejak mendengar perkataan dari sipengamis aneh sewaktu ada di dalam kuil bobrok di dalam hati kecilnya telah mengetahui kalau orang-orang Bulim sudah pada benci mereka ayah beranak, karenanya bilamana dia berani munculkan dirinya maka bukannya memberi bantuan kepada Tan Kia Bneg mungkin malah mendatangkan kerepotan.
Bersamaan itu pula dia merasa kedatangan dari Cuncu palsu ini sangat mendadak, terang terangan dia pernah beberapa kali main petak dengan Cuncu yang asli bagaimana di tempat inipun bisa muncul kembali seorang Cuncu? karenanya dalam hati dia lantas mengerti kalau di dalam persoalan ini pasti ada hal hal yang tak beres
Disamping itu diapun menemukan kalau wajah Thay Gak Cuncu, suami istri itu walaupun amat jujur tetapi hatinya amat licik sekali, oleh sebab itu dia lantas mengambil keputusan
untuk melihat perubahan yang terjadi itu dengan hati terang, kalau Tan Kia-beng tidak menemui bahaya dan tidak akan munculkan dirinya.
Tan Kia-beng sendiripun tidak ingin bergebrak dengan Im Yang-cu, dia kepingin cepat-cepat menyelidiki persoalan Cuncu palsu ini, karena itu setelah menerjang Im Yang-cu sehingga mundur berulang kali mendadak tubuhnya berkelebat menubruk ke arah si gadis berbaju merah tersebut.
Sewaktu si perempuan berbaju keraton itu melihat gerakannya ini dengan cepat diapun melayang ke depan menghalangi perjalanannya.
“Kau mau berbuat apa?” bentaknya.
Tan Kia-beng yang melihat gerakan badannya itu kembali hatinya jadi bergerak mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan sangat kerasnya.
Mo Cuncu dengan cayhe saling kenal mengenal, aku mau berbicara beberapa patah kata dengan dirinya.
Air muka perempuan berbaju keraton itu segera berubah sangat adem.
“Mo Cuncu adalah putri raja muda yang hidup di tengah didikan kesopanan, bagaimana mungkin dia bisa berkenalan dengan kau anakan iblis?” bentaknya dengan dingin.
“Soal ini tentu kalian tidak pernah menyangka bukan?” teriak Tan Kia-beng sambil tertawa keras kembali.
Bilamana sejak dulu kalian mengetahui akan hal ini maka cerita bohong ini pasti akan mencapai tujuan dengan lancar.
---0-dewi-0---
Mendengar perkataan tersebut air muka si perempuan berbaju keraton itu segera berubah sangat hebat, nafsu membunuh mulai meliputi seluruh wajahnya.
Thay Gak Cungcu yang melihat sikapnya ini karena dia takut urusan jadi kacau dengan gugup lantas maju ke depan
"Siauwhiap lebih baik jangan sembarangan memfitnah orang, aku orang she Bok selamanya melakukan pekerjaan dengan terus terang dan diketahui pula oleh orang-orang Bulim, bagaimana mungkin aku orang she Bok bisa melakukan pekerjaan yang sangat memalukan ini?" katanya.
Si pengemis aneh yang ada disampingnya segera tertawa terbahak-bahak.
“Ha.... haa.... haa.... tahu orangnya tahu mukanya belum tentu tahu hatinya sekarang dunia sudah berubah! jika dipandang dari luar kelihatannya seperti orang baik tetapi di dalam dadanya sudah penuh dengan siasat siasat yang licik.... haa.... ha.... Bok Toa Cungcu, bukankah perkataanku ini sedikitpun tidak salah?"
Pada wajah Bok Thian-hong segera terlintaslah satu senyuman yang amat menyeramkan kemudian mengangguk.
"Perkataan dari Sin Kay sedikitpun tak salah" jawabnya. "Tetapi aku orang she Bok tidak menginginkan apa dan tidak meminta apa apa dari Cuncu kesemuanya ini aku berjalan cuma dikarenakan hubungan perasahabatan antara cayhe dengan Mo Cun-ong sejak tempo hari sehingga mau tidak mau aku harus bantu putrinya untuk membalaskan dendam ayahnya ini Bilamana kawan kawan Bulim menaruh curiga kalau ak uorang she Bok memelihara Cuncu karena ada maksud yang laink bukankah hal itu sama saja dengan memfitnah diriku"
Si pengemis aneh segera tertawa terbahak-bahak
"Tempat ini tiada uang perak tiga ratus tahil aku si pengemis tua sama sekali tak menuduh dirimu! buat apa kau merasa begitu tegangnya?"
Ui Liong Tootiang sebenarnya adalah seorang yang bersifat berangasan, walaupun selama puluhan tahun lamanya dia memperlajari soal keagamaan tetapi sifatnya itu tidak dapat berubah juga.
Melihat mereka berdua bersilat lidah tiada hentinya dalam hati sudah merasa amat marah sekali. dengan langkah yang lebar dia segera menerjang ke depan sambil tertawa dingin.
"Tempat ini bukan rumah makan atau kedai minum, perkataan yang tiada berguna itu lebih baik kalian hentikan saja" bentaknya dengan keras.
Setelah itu dia menoleh kembali ke arah Tan Kia-beng dan ujarnya lagi, "Tidak perduli pedang itu adalah hadiah dari Cuncu atau bukan tetapi pedang yang berharga jikalau dibawa terus dibadan bakal mendatangkan bencana saja, demi keselamatan sicu sendiri lebih baik kau serahkan saja pedang tersebut kepada pinto untuk aku simpan, lain kali setelah urusan ini menjadi jelas kembali atau kepandaian silat sicu sudah mencapai taraf kesempurnaan aku baru kembalikan lagi kepadamu".
"Hmm! aku sudah sering sekali menjumpai orang yang berbicara seperti apa yang kau katakan itu, hee.... hee.... omong pulang pergi tidak lebih cuma ingin merebut pedang ini. Walaupun aku orang she Tan tidak becus tetapi bilamana kau inginkan pedang ini lebih baik turun tangan sendiri, jikalau kau suruh aku angsurkan kepadamu dengan rela.... haa....
haa.... itu kau mimpi" seru Tan Kia-beng sambil tertawa dingin.
Mendengar perkataan tersebut Ui Liong Tootiang jadi amat gusar, bentaknya dengan keras, "Aku beri kau arak kehormatan kau tidak mau sebaliknya malah minta arak hukuman. Hmm, kalau begitu kau janganlah menyalahkan Too yamu akan memberi sedikit hajaran kepadamu"
"Haa, haa.... di dalam ilmu silat siapa yang mencapai dulu dialah jago, bilamana kau ingin mengerahkan senjata bicarakan terus terang saja buat apa pura pura tidak karuan." ejek Tan Kia-beng sambil tertawa keras.
---0-dewi-0---
JILID: 13
Walaupun dia bicara dengan seenaknya tetapi diam-diam tenaga murninya sudah disalurkan keseluruh tubuh siap-siap menanti datangnya serangan dari pihak musuh.
“Coba bayangkan, dengan sifat yang berangasan dari Ui Liong Tootiang mana mungkin dia kuat menahan diri setelah mendengar kata yang sangat menghina itu?”
Sambil tertawa dingin ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan, segulung angin pukulan berhawa khie kang yang amat keras dengan cepatnya menggulung keluar.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang dari kalangan lurus, walaupun hatinya teramat gusar, tetapi pukulannya ini cuma menggunakan lima bagian saja.
Walaupun begitu angin pukulannya sudah menderu deru dengan sangat hebat kedahsyatannya benar-benar mengejutkan sekali.
Dalam keadaan yang amat terperanjat, dengan terburu-buru Tan Kia-beng menyingkir ke samping, telapak tangannya sambil putar satu lingkaran ke depan segera menyambut datangnya serangan tersebut.
"Braak! dari tengah kalangan segera meledak satu pusaran angin yang amat keras sekali, masing-masing pihak laksana mantapnya gunung Thay-san sama sekali tidak bergetar sedikitpun dari tempatnya semula, untuk sementara waktu mereka dalam keadaan seimbang.
Orang yang berada di dalam kalangan pada saat ini semuanya merupakan jago-jago Bulim nomor satu, apalagi Thay Gak Cungcu yang tidak pernah menampakkan ilmu silatnya itu, diam-diam dia dapat menduga kalau kebutan dari Ui Liong Tootiang itu disertai dengan tenaga pukulan empat lima puluh tahun latihannya semula dia menganggap Tan Kia-beng tidak bakal kuat menerimanya siapa tahu mereka berdua ternyata seimbang. Dengan kejadian ini hatinya jadi benar-benar merasa sangat terperanjat sedangkan maksud hati untuk melenyapkan Tan Kia-beng pun semakin mantap lagi.
Kepandaian silat dari Ui Liong Tootiang ini sebenarnya boleh dikata termasuk ilmu silat dari kalangan kaum agama, setelah berlatih rajin selama tiga tahun lamanya menurut apa yang termuat di dalam kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" tenaga dalamnya saat ini benar-benar sudah mencapai taraf yang paling sempurna.
Serangannya tadi sebenarnya hanya bermaksud memberi peringatan saja agar Tan Kia-beng suka menyerahkan pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam itu kepadanya siapa tahu ternyata sang pemuda itu malah menerima datangnya serangan dengan keras lawan keras.
Dengan benturan itu dia tahu merasa kalau tenaga dalam yang dimiliki pemuda ini luar biasa sekali dalam hati dia merasa amat terkejut bercampur heran
Tidak kuasa lagi sambil mengangguk dia memuji, "Tidak heran kalau kau bocah cilik begitu sombong tidak disangka ilmu yang kau miliki lumayan juga. mari. mari....! Pinto akan mencoba lagi jurusmu yang kedua!
Kakinya dengan amat ringannya berkelebat ke depan hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan tiga serangan yang amat dahsyat.
Tan Kia-beng segera merasakan ketiga buah jurus serangannya itu amat cepat dan amat lihay, masing-masing jalan darahnya tidak terasa sudah berada dibawah ancaman jari jari tangannya hal ini membuat dia jadi amat terkejut.
Dengan gugup tubuhnya menyingkir ke samping sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan melancarkan tujuh serangan sekaligus.
Akhirnya dengan susah payah dia berhasil pula memecahkan ketiga buah jurus dari Toosu tua itu, tetapi tubuhnyapun sudah kedesak mundur sejauh lima depa.
Setelah Ui Liong Tootiang melancarkan tiga jurus serangan itu dia tidak mengejar lebih lanjut.
"Haa haaa sekarang seharusnya kau tahu bukan kalau dengan kepandaianmu yang sangat cetek itu masih belum bisa mempertahankan pedang pualam itu dari rebutan orang lain?" ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tan Kia-beng yang kehilangan kesempatan baik sehingga berturut turut sehingga terdesak mundur ke belakang dalam hati merasa amat malu, kini sesudah mendengar kata-kata Ui
Liong Tootiang hatinya seperti terbakar, dengan gusarnya dia lantas tertawa dingin.
"Hmm! Aku rasa belum tentu harus begitu" serunya.
Sekali lagi tubuhnya menubruk ke depan pukulannya laksana gunung ambruk tanah merekah dengan cepatnya melancarkan sembilan pukulan gencar, kesembilan pukulan itu dilancarkan bagaikan sambaran kilat cepatnya amat cepat dan amat ganas! Bahkan mengandung pula sembilan macam gaya yang berbeda beda.
Seketika itu juga terasalah angin pukulan yang amat dingin mengalir keluar tiada henti hentinya, laksana mengemukan ombak serta tiupan angin taupan dengan cepat tubuh Ui Liong Tootiang sudah terbungkus di dalam kurungan telapak yang memeningkan kepala.
Ui Liong Tootiang sama sekali tidak menyangka kalau pemuda itu bisa melancarkan serangan dengan demikian mendadak.
Dengan amat gusar ia segera membentak diantara berkibarnya ujung jubah terdengar suara ledakan yang memekikkan telinga memenuhi angkasa kedua orang itu segera terpisah dan masing-masing mundur setengah langkah ke belakang.
Tan Kia-beng mengerutkan alisnya rapat rapat wajahnya sudah berubah memerah bagaikan kepiting rebus di dalam hati dia bernar benar merasa sangat terperanjat.
Sejak terjunkan diri ke dalam dunia kangouw, musuh tangguh yang pernah ditemuinya cuma si "penjagal seribu lie" Hu Hong seorang saja boleh dikata kecuali dia yang bertempur seru melawan dirinya sisanya yang lain dia sama sekali tidak pandang sebelah matapun!
Tetapi kepandaian silat dari Ui Liong Tootiang ini sungguh luar biasa sekali dahsyatnya dalam hati dia benar-benar merasa sangat terperanjat.
Sebaliknya Ui Liong Tootiang seketika itu juga terjerumus ke dalam lamunan, lama sekali dia baru angkat kepalanya kembali dan memandang ke arah Tan Kia-beng dengan sinar mata yang amat tajam
"Hey bocah cilik, kau anak murid yang keberapa dari Han Tan Loojien?” tanyanya.
Pertanyaan ini diajukan sangat mendadak sekali, kecuali Tan Kia-beng seorang siapapun tidak mengerti siapakah Han Tan Loodjien itu, karena semasa Han Tan Loodjien mengembara di dunia kangouw tempo hari hari kebanyakan dia munculkan dirinya sebagai Teh Leng Kauwcu karena siapapaun tidak kenal siapakah Han Tan Loodjien itu.
Karenanya sewaktu Ui Liong Tootiang menanyakan soal Han Tan Loodjien semua orang jadi dibuat kebingungan kecuali seorang yaitu si Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong, kelihatan tubuhnya tergetar amat keras sedangkan air mukanya sudah berubah sangat hebat.
Tetapi.... seluruh perhatian orang lain lagi ditujukan pada Tan Kia-beng sehingga perubahan wajahnya itu sama sekali tidak diketahui oleh semua orang.
Sewaktu Tan Kia-beng mendengar Ui Liong Tootiang menyebut nama dari Han Tan Loodjien, dengan sangat hormatnya dia lantas menyahut, "Dia adalah suhuku yang telah meninggal dunia...”
“Aaah....!"
Tiba-tiba Ui Liong Tootiang tertawa, kemudian dengan langkah lebar dia berjalan mendekati Tan Kia-beng dan menepuk nepuk pundaknya.
"Pinto percaya apa yang tadi kau ucapkan bukankah kata-kata yang bohong, kecuali dia si orang tua tidak mungkin bisa muncul seorang anak muridnya yang begitu bagus"
"Heeei, cuma sayang nasib boanpwee tak mujur, cayhe sama sekali tak pernah menerima pelajaran dari orang tua dan apa yang aku pelajari bukan lain berasal dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng pengalaman dia orang tua saja" serunya Tan Kia-beng dengan sedih
"Haaa....! Soal ini semakin luar biasa lagi, tempo hari berkat dia orang tua yang tidak pendang rendah aku, pinto sudah mengikat persahabatan dengan dirinya. Bilamana Loo te ada waktu luang datanglah ke tempatku, mari kita bersama-sama menyelidiki kembali ilmu silat kita masing-masing ajaknya dengan gembira.
Saat ini Ui Liong Tootiang benar-benar sangat gembira, sifatnya yang congkak tadi sekarang sama sekali sudah lenyap bahkan dia telah berubah menjadi seorang Toosu tua yang baik hati.
Tan Kia-beng yang mengetahui Toosu tua ini adalah kawan lama dari Han Tan Loojin sikapnyapun jadi semakin hormat.
"Perbuatan boanpwee tidak keruan harap sejak ini hari loocianpwee suka banyak memberi pentunjuk," ujarnya sambil bungkukkan badannya menjura.
Dengan baiknya hubungan antara kedua orang ini maka Thay Gok Cungcu yang ada disamping jadi sedemikian cemas lagi, walaupun dia memiliki kecerdikan yang luar biasa tetapi
pada saat ini tak sebuah akal pun berhasil dia dapatkan untuk mendapatkan kitab pusaka serta pedang pualam tersebut.
Si perempuan berbaju keraton itu segera mengerutkan alisnya rapat rapat, mendadak dia maju ke depan memberi hormat kepada Ui Liong Tootiang
"Lama sekali aku mengagumi nama Tootiang kenapa ini hari kau tidak memanjakan kembali barang pusaka keluarga Mo Cun-ong yang didapatkan orang lain?"
Ui Liong Tootiang melirik sekejapnya setelah itu dengan dinginnya dia menyahut, “Walaupun hubungan persahabatan antara pinto dengan Mo Cun-ong sangat rapat tetapi pinto tak ada kekuasaan melarang Mo Cun-ong untuk menghadiahkan barang itu kepada orang lain."
"Bagaimana kau bisa membuktikan kalau pedang pualam itu Cuncu yang hadiahkan kepadanya?" teriak si perempuan berbaju keraton itu sambil tertawa dingin. "Apalagi Cuncu sekrang ada disini, kau boleh tanya lebih jelas lagi kepadanya. karena aku kagum atas kejujuran Tootiang maka sengaja mempersilahkan dirimu untuk membereskan urusan ini tetapi bilamana Tootiang tak mau melaksanakan pekerjaan ini dengan baik aku sebagai suhu dari Cuncu mau tak mau harus menanyakan juga"
"Kapan Pinto pernah berkata kalau pinto sama sekali tak menanyakan urusan ini?" bentak Ui Liong Tootiang dengan gusar.
Dengan langkah lebar dia segera berjalan kehadapan gadis berbaju merah itu, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan wajahnya.
"Lebih baiknya kau berterus terang saja mengaku sudah menerima perintah dari siapa datang menyamar sebagai
Cuncu?" bentaknya dengan keras. "Haruslah kau ketahui pinto sudah lama berkelana di dalam Bulim, hatiku tidak mungkin bisa kalian lamuri dengan sedikit permainan setan ini
Si gadis berbaju merah yang dibentak oleh Ui Liong Tootiang itu seluurh tubuhnya segera gemetar amat keras
"Tootiang bagaimana bisa berbicara demikian?" katanya.
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia berkelebat datang, Thay Gak Cungcu sambil tertawa terbahak-bahak sudah maju ke depan.
"Tootiang! kenapa kau berbicara demikian?" serunya, “Coba kau ingat ingat akan dendam berdarah dari Cungcu, apalagi musuh musuhnya tersebar diseluruh pelosok tempat siapa yang berani menembus bahaya dengan menyamar? Apalagi urusan ini bisa mengikat banyak permusuhan dengan orang Bulim siapa yang mau ikut banyak urusan? haa.... haa.... mungkin cuma aku orang she Bok seorang saja"
"Perkataan dari Cungcu walaupun benar tetapi apakah kau tidak takut dirimu sudah ditunggangi orang lain?” ujar Ui Liong Tootiang sambil mengangguk. "Apalagi menurut perkataan dari Tan Si heng ini katanya dia sudah mengantarkan Cuncu ke ibu kota bagaimana mungkin disini pun bisa muncul kembali seorang nona yang mengaku sebagai Cuncu? apakah Cungcu pernah menyelidikinya dengan teliti?"
Thay Gak Cungcu pura pura termenung sebentar, setelah itu baru menjawab, "Cayhe selalu bekerja dengan teliti rasanya tidka bakal ada orang bernyali begitu tinggi untuk main gila di depan mata aku orang she Bok, apalagi Cuncu itu pun sengaja caye kirim orang untuk mengundangnya keperkampungan kami bagaimana urusan ini bisa salah lagi?"
Belum sempat Ui Liong Tootiang melanjutkan katanya, si perempuan berpakaian keraton itu sudah menyambung lagi sambil tertawa dingin.
"Terang terangan ada orang sengaja hendak merebut kitab pusaka itu, kini sengaja hendak menggunakan kesempatan ini untuk menipu dirinya apa kau kira aku tidak tahu?
Selesai berkata dia segera menoleh ke arah gadis berbaju merah itu dan berkata kembali, "Mo Tan, kau tidak usah cemas pihak Thay Gak Cung akan membantu untuk menyiarkan urusan ini seluruh Bulim, sampai saatnya tentu ada orang yang akan mengambil jalan keadilan Hmm! Kau jangan takut kalau barang itu tidak sampai dikembalikan kepadamu."
Beberapa perkataan ini seketika itu juga membuat Ui Liong Tootiang jadi amat gusar sekali, sepasang alisnya dikerutkan rapat rapat, sedang sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam
"Kau tidak usah banyak omong kosong" bentaknya dengan keras "Bilamana pinto punya maksud ini maka perjanjian tiga tahun ini tidak akan pinto hadiri, urusan malam ini bukanlah terletak pada menyerahkan barang itu atau tidak tetapi asal usul dari Cuncu yang asli harus diselidiki sampai jelas".
Bok Thian-hong yang melihat suasana mejadi semakin panas dengan cepat dia maju setindak ke depan
"Tootiang.... sudah.... sudahlah!" ujarnya. "Maaf perkataan dari isteriku terlalu kasar. harap kau suka sedikit sabar! Mengenai kebenaran asal usul dari Cuncu ini mumpung sekarang banyak terdapat kawan kawan erat Mo Cun-ong tempo hari, bagaimana kalau suruh mereka saja yang menentukan apakan dia palsu atau aslinya?"
"Itupun bagus sekali" sahut Ui Liong Tootiang mengangguk.
Setelah itu dia lantas menoleh ke arah San Liem Ci Cu, tanyanya, "She heng tempo hari sering sekali berjalan pulang pergi dari istana raja muda Mo, terhadap Cun-cu tentunya kenal bukan?”
Sambil menggoyangkan kipasnya San Liem Ci Cu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah haaahh, aku si siucay miskin cuma bisa membuat syair dan sama sekali tidak pernah memperhatikan anak gadis orang lain. Bukankah Ong Poocu dari benteng Hwee Im Poo juga ada seorang Cun-cu lagi, kenapa tidak suruh dia saja yang menebak?”
San Liem Ci Cu ini jadi orang amat licik dan berakal, terang terangan dia tahu kalau di dalam urusan ini ada hal hal yang tidak beres, tetapi dikarenakan dia merasa kalau urusan ini tidak mendatangkan keuntungan baginya maka dia tidak ingin menyalahi siapapun sehingga dengan terburu-buru sudah mengalihkan persoalan ini kepada Hwee Im Poocu.”
Hwee Im Poocu yang melihat dia mengalihkan persoalan tersebut kepada dirinya, walaupun dalam hati merasa rada kelabakan tetapi karena dalam hati dia pun sudah punya maksud tertentu maka sambil tertawa bergelak lantas jawabnya;
"Haaa haaa sulit, jikalau aku orang she Ong mengatakan Cuncu ini adalah palsu maka semua orang akan menganggap aku orang she Ong punya suatu tujuan tertentu di dalam hati, jikalau mengatakan Cuncu itu benar, maka bukankah dengan demikian mengartikan pula kalau Cuncu yang ada di dalam Bentengku adalah palsu? Karena itu.... heee.... heee.... lebih baik usah dibicarakan lagi.
Ui Liong Tootiang jadi orang amat jujur dan suka terbuka, dia paling tidak terbiasa dengan cara cara manusia kerdil seperti ini, melihat mereka berbicara dengan amat waspada dan liciknya maka dia tidak suka bertanya lebih lanjut lagi sebaliknya dengan dingin segera mendengus
“Tidak perduli Cuncu ini palsu atau benar, kitab pusaka ini akan pinto simpan terlebih dahulu, setelah urusan dibikin jadi jelas kita baru bicarakan kembali" ujarnya.
“Keputusan dari cianpwee ini boanpwee setuju penuh,” sambung Tan Kia-beng dengan cepat, “Aku bertanggung jawab di dalam waktu singkat akan mengajak Cuncu yang asli untuk menyambangi Tootiang”
Ui Liong Tootiang segera mengangguk.
"Aku percaya dengan dirimu, mari kita pergi saja" katanya.
Toosu yang sudah mengikuti pelajaran agama ini walaupun sudah memisah diri dari keramaian dunia tetapi rasa persahabatannya dengan mendiang Han Tan Loojin membuat sikapnya terhadap Tan Kia-beng amat mesra dan ramah sekali.
Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong yang sudah membuang banyak waktu dan tenaga untuk melaksanakan cita-citanya kini melihat susah payahnya ternyata ludes di tengah jalan sudah tentu tidak mau melepaskan dirinya dengan begitu saja
Dia lantas memberi tanda kepada perempuan berbaju keraton itu setelah itu sambil tertawa keras lantas menyambung kata-kata dari Ui Liong Tootiang tersebut.
Pekerjaan dari Tootiang sungguh sungguh luar biasa sekali, cuma saja dengan kejadian ini maka nama besar dari aku she Bok di dalam Bulim akan mengalami sedikit gangguan, apakah
Tootiang bermaksud hendak mengundurkan diri tanpa memikirkan keadaan dari aku orang she Bok?"
"Apa maksud dari perkataanmu itu?" tanya Ui Liong Tootiang melengak.
"Buat apa kau pura pura berlagak pilon?" teriak si perempuan berbaju keraton itu sambil menjerit keras, "Kami dari orang-orang perkampungan Thay Gak Cung selamanya boleh dipercaya, kejujuran dari Bok Cuncu pun sudah dihormati oleh semua jagoan di dalam Bulim, tidak disangka karena urusan Mo Cuncu harus mengalami kegagalan dan nama besarnya jadi berantakan, bilamana urusan ini sampai tersiar di dalam Bulim bukankah kami tidak punya muka lagi untuk tancapkan kaki terus di dalam sungai telaga?"
"Aku "Lie Hun Hwee cu" atau Permaisuri pencabut sukma walau pun dari seorang kaum wanita tetapi menghadapi setiap urusan tidak pernah mungkin, ini malam bilamana Tootiang tidak suka menyerahkan kitab pusaka itu kepada Cuncu maka aku sebagai pelindungnya terpaksa akan membuat dosa dengan dirimu."
Semula setelah mendengar perkataan itu Ui Liong Tootiang agak melengak tetapi sebentar kemudian dia sudah tertawa, karena saat ini hatinya sudah mengetahui apa maksud yang sebenarnya.
"Haaa.... bagus! Bagus sekali! Bilamana bukannya ada teman cilik ini aku, Ui Liong hampir-hampir kena tipu olehnya! Pada saat itulah dari ruangan sebelah dalam mendadak berjalan keluar dua orang.
Yang seorang memakai jubah panjang yang amat kasar dengan sebuah Sie poa besi ditangannya sedang yang lain mempunyai perawakan yang tinggi besar dan sangat berotot,
jika ditinjau dari wajahnya mungkin dia sudah berusia setengah abad.
Baru saja kedua orang itu berjalan masuk ke dalam ruangan, San Liem Ci Cu sambil goyang goyangkan kipasnya sudah tertawa terbahak-bahak.
"Haaa haaa selamat bertemu! Selamat bertemu! Sin poa Lie heng serta 'Cin Liong To' Ong heng selama ini mencari nama di tempat mana?” katanya.
Si pengemis aneh yang selama ini berdiri disamping mendadak merasakan hatinya tergetar keras, pikirnya, “Kedua orang iblis ini selamanya tidak pernah munculkan dirinya di dalam Bulim, malam ini kenapa secara tiba-tiba bisa munculkan dirinya disini? Apakah mereka sudah menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Thay Gak Cung?”
Si pengemis aneh yang sering berkelana di Bulim sudah tentu pengalaman yang didapat amat luas. Sekali pandang saja dia sudah mengerti akan duduknya persoalan.
---0-dewi-0---
Beberapa tahun ini secara tiba-tiba pihak perkampungan Thay Gak Cung menggerakkan dunia kangouw walaupun cuma dengan orang memuji muji perbuatan baiknya tetapi jejak manusianya tidak kelihatan, karena soal ini dalam hati ia sudah merasa kuatir, karena menurut anggapannya orang kalangan lurus setiap gerak geriknya tentu terang terangan, perbuatan yang secara sembunyi sembunyi dan misterius kebanyakan mengandung satu maksud tertentu
Ditambah pula walaupun Bok Thian-hong memiliki gelar sebagai Cun Hong Hua Yu tetapi tak seorangpun yang
mengetahui asal usulnya cukup beberapa soal ini saja sudah patut menaruh rasa waspada terhadapnya.
Saat itu si Sin Sie-poa atau sisiepoa sakti sambil menggoyang goyangkan Siepoa besinya sudah tertawa terbahak-bahak.
“Cayhe pun sama seperti keadaan Sieheng walaupun julukanku adalah Thiat Sie poa tetapi bukannya mencari keuntungan dipasaran dagang sebaliknya sengaja mencari balas dengan manusia manusia kerdil....”
Sembari berkata dia sudah berjalan ke depan Ui Liong Tootiang.
“Heeee.... hee.... aku orang she lie sudah pernah mendengar nama Ui Liong dari kawan kawan Bulim, tetapi persoalan malam ini cayhe rasa kurang sedikit cemerlang, katanya sambil mengerutkan alisnya rapat rapat.”
Walaupun Ui Liong Tootiang mengerti perkataannya satu lagi menyindir dirinya tetapi dia tidak menjawab, sambil mendengus dia lantas menoleh ke arah Tan Kia-beng.
“Malam ini pinto mewakili Han Tan Loo Jien hendak melihat kepadamu apakah sudah sempurna atau belum aku mau melihat kau sudah memahami berapa bagian dari ilmu yang kau dapatkan dari dia orang tua,” katanya.
Tan Kia-beng segera mengerti akan maksud perkataannya, dia lantas tertawa keras.
“Perintah dari angkatan tua tak dapat dibantah, terhadap urusan lain mungkin boleh dibangkang tetapi untuk menggebuk pergi beberapa ekor anjing, cayhe rasa bukan persoalan yang berat.”
Sejak Lie Hun Hwee cu mengatakan bebarapa perkataan itu, air mukanya seperti juga sudah berganti dengan orang yang lain wajahnya menyengir seram, sambil menjerit keras perintahnya, "Cin Liong serta Sin Sie-poa kalian berdua cepat turun tangan tangkap kedua orang yang bermaksud hendak memiliki barang pusaka dari orang lain itu, kalau turun tangan tidak usah ragu ragu lagi!”
Sin Sie-poa segera menyahut, sambil menggetarkan sie poa besinya sehingga mengeluarkan suara yang berisik dengan dahsyatnya segera melancarkan satu pukulan dahsyat menghantam tubuh Pei Liong Tootiang.
Saat ini Tan Kia-beng sudah menyalurkan hawa murninya ketangan begitu tubuh Thian Sie Poa bergerak sambil membentak keras sepasang telapaknya segera didorong ke depan.
Segulung angin pukulan yang amat dahsyat dengan santernya menerjang ke depan.
Sin Sie-poa ini sesungguhnya bernama Lie Ih Sian yang merupakan seorang jagoan aneh dari Bulim sifatnya yang setengah lurus setengah jahat membuat dia banyak melakukan pekerjaan menuruti kemauan hatinya saja, selama ini dia cuma pernah mendengar nama dari Ui Liong Tootiang saja sedang terhadap Tan Kia-beng sama sekali tidak kenal.
Kini melihat datangnya serangan dari pemuda itu amat dahsyat dan lihay dalam hati merasa sangat terkejut, pergelangan tangannya cepat diputar ke depan tangan kirinya dengan menggunakan jurus Nan Bun khie hauw atau menghalangi pintu menangkap macan melancarkan satu pukulan gencar terdengar suara ledakan yang amat keras, pukulan dari Sin Sie-poa ini terkena pantulan sehingga membuat tubuhnya melayang sejauh lima enam depa,
sedangkan Tan Kia-beng sendiri berturut-turut mundur, dua langkah ke belakang.
Kerugian yang diderita oleh Sin Sie-poa kali ini tidak lebih karena dia terlalu memandang enteng musuhnya, bersamaan pula melancarkan serangan dalam keadaan tergesa gesa.
Begitu tubunya mencapai permukaan tanah dia lantas merasakan dadanya bergolak amat keras, dengan gugup hawa murninya segera disalurkan kedada untuk menekan pergolakan tersebut, setelah itu disertai dengan suara bentakan yang amat gusar sekali lagi dia menerjang ke arah Tan Kia-beng.
Selama berkelana di dalam Bulim dia belum pernah merasakan kerugian seperti ini hari, di dalam keadaan gusar senjatanya diputar sedemikian rupa sehingga menyerupai mega di tengah awan, hanya di dalam sekejap saja dia telah melancarkan serangan cengkeramannya dengan amat gencar.
Seketika itu juga seluruh ruangan itu dipenuhi dengan angin dingin yang menyambar nyambar di sekeliling suara bentakan yang memekikkan telinga.
Tan Kia-beng yang selama satu malaman harus menahan rasa kesal saat inipun segera melancarkan serangannya dengan seluruh tenaga, di tengah suara suitannya yang amat nyaring mendadak tubuhnya menerjang masuk ke tengah kurungan bayangan senjata itu, sepasang telapak tangannya bagaikan jeratan besi sebentar merontok sebentar membabat dengan amat gencarnya meneter pihak musuh.
Pada saat Sin Sie-poa lagi menerjang Tan Kia-beng itulah, Cin Liong-so Ong Ci mendadak berkelebat ke samping tubuh Ui Liong Tootiang dan melancarkan serangan cengkeramannya dengan amat gencar.
Ui Liong Tootiang yang sedang bergendong tangan memandang jalannya pertempuran antara Tan Kia-beng dengan Sin Sie-poa, kini melihat Ciu Liong So melancarkan serangan bokongan kepadanya membuat hawa amarahnya segera berkobar.
“Kau cari mati!” bentaknya sambil mendengus dingin.
Ujung jubahnya segera dikebutkan ke depan segulung hawa khie kang yang amat dahsyat dengan cepatnya menghantam dada Cin Liong-so tersebut.
Cin Liong-so benar-benar memiliki kepandaian yang amat tinggi sekali, baru saja dia melancarkan satu serangan tubuhnya dengan amat gesitnya sudah molos ke belakang punggung Ui Liong Tootiang sepasang kepalnya bagaikan pancingan dengan cepatnya mencengkeram jalan darah Kwie Pang Hing Wie, serta Cing Toh tiga buah jalan darah penting.
Selama puluhan tahun ini tak seorangpun yang berani melancarkan serangan bokongan terhadap Ui Liong Tootiang dengan demikian bernyalinya hawa amarahnya benar-benar meledak.
“Heee.... heee.... kalian manusia manusia yang tidak takut mati?” bentaknya sambil tertawa dingin tak ada hentinya.
Setelah mendalami ilmu silat andalan kitab pusaka Sian Tok Poo Liong kepandaian silatnya pada saat ini benar-benar sudah mencapai pada taraf yang sangat tinggi di tengah suara tertawa dinginnya yang amat seram tahu-tahu tubuhnya sudah berkelebat lenyap dari pandangan.
Ong Hong Ci juga merupakan satu jagoan yang memiliki pengalaman amat banyak di dalam Bulim, ketiga dia merasakan serangannya tidak mencapai sasarannya, dia lantas mengerti keadaan sangat berbahaya.
Tanpa berpikir panjang lagi tubuhnya dengan cepat berputar ke belakang, sedangkah sepasang telapak tangannya bersama-sama melancarkan satu serangan ke depan.
Walaupun dia merasa dengan cepat, tetapi gerakan tubuh dari musuh jauh lebih cepat lagi, terasa olehnya satu hawa Khie kang yang amat dahsyat laksana ambruknya gunung Thay-san dengan hebatnya membentur angin pukulan yang baru saja dilancarkan ke depan itu
Seketika itu juga dia merasakan dadanya seperti ditekan dengan sebuah godam besi yang beratnya ada ribuan kaki, saking tak tertahannya sambil menjerit keras tubuhnya terlempar sejauh satu kaki lebih, darah segar yang dimuntahkan keluar dari mulutnya pun segera berceceran mengotori seluruh lantai.
Mendadak....
Tampak bayangan manusia berkelebat, tubuh Ong Hong Kie yang sedang melayang di tengah udara itu sudah diterima oleh Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong kemudian bagaikan kilat cepatnya dia menotok beberapa buah jalan darahnya dan memasukkan sebutir pil mujarab ke dalam mulutnya.
Setelah itu barulah dia perintah untuk duduk mengatur pernapasan.
Disini Cin Liong-so hanya di dalam satu jurus berhasil dipukul pental oleh tenaga khie kang dari Ui Liong Tootiang sehingga terluka parah disebelah sana Sin Sie-poa pun sudah berhasil kena dihajar pundaknya oleh Tan Kia-beng dengan menggunakan jurus Djie Ceng Tiong Thian seketika itu juga tubuhnya dengan sempoyongan mundur tujuh atau delapan
depa jauhnya, wajahnyapun sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat.
Senjata Sie poa yang ada ditangannya tidak kuasa lagi terjatuh ke atas tanah, sambil muntahkan darah segar teriaknya dengan seram
"Heee.... heee.... karena Loohu tersebut gegabah kali ini menderita kekalahan ditangan kau bangsat cilik" bilamana malam ini tidak mati aku Sin Siepoa pada suatu hari akan mencari dirimu lagi untuk menuntut ganti rugi beserta bunganya.
Sehabis berkata tanpa menyapa Thay Gak Cungcu lagi dengan terhuyung huyung dia meninggalkan tempai itu!
Lie Hun Hwei cu yang melihat kedua orang jagoannya hanya dalam beberapa jurus saja sudah menemui kerugian hawa napsu membunuh mulai meliputi wajahnya pergelangan tangannya segera diulapkan ke depan, kedua belas bocah cilik sambil menggerakkan pedangnya dengan dahsyat segera menggulung tubuh Tan Kia-beng.
Tan Kia-beng yang melihat gerakan tubuh dari kedua belas bocah cilik itu hatinya jadi sedikit bergerak, seruling pualam putih yang semula diselempitkan dipinggangnya lantas dicabut keluar.
Belum sempat dia mengucapkan sesuatu mendadak....
Terasa hawa pedang memenuhi angkasa, dua sosok bayangan putih serta merah dengan membawa segulung sinar pedang yang menyilaukan mata berkelebat datang dari tengah udara menerjang ke arah kedua belas bocah cilik itu.
Gerakannya amat cepat dan ganas, membuat seluruh jago yang ada disitu jadi merasa terkejut.
Kedua belas bocah cilik yang sudah menerima didikan amat lama dibawah pengawasan Thay Gak Cungcu walaupun secara tiba-tiba diserang oleh musuh barisannya tidak sampai menjadi kacau balau.
Tampak bayangan tubuh berkelebat, di tengah berkelebatnya sinar pedang kedua sosok bayangan manusia yang baru datang itu sudah terjerumus di dalam lautan pedang yang amat rapat.
Walaupun gerakan tubuh dari bayangan putih serta merah itu amat cepat tetapi tak dapat mengelabuhi ketajaman mata dari Ui Liong Tootiang maupun Tan Kia-beng.
Tampak sambil menoleh ke arah sang pemuda tanya Ui Liong Tootiang dengan perlahan, “Kenalkah kau dengan kedua bocah perempuan itu?”
Sejak tadi Tan Kia-beng sudah dapat melihat kalau orang berbaju putih itu adalah Hu Siauw-cian sedangkan gadis berbaju merah itu adalah orang yang pernah menolong dirinya dari bahaya.
Selama ini dia selalu merasa kalau potongan badan dari gadis itu sangat dikenal olehnya walaupun dia sudah peras tenaga tak berhasil juga mengetahui siapakah dia.
Kini setelah ditanya demikian oleh Uk Liong Tootiang hatinya jadi sadar kembali bukankah ilmu pedang yang digunakan gadis berbaju merah itu adalah serangkaian ilmu pedang yang dilatih Mo Tan-hong sewaktu ada dibelakang kebunnya?
Tak kuasa lagi dia lantas berseru, "Dialah Cuncu Mo Tan-hong."
Mendengar perkataan itu Ui Liong Tootiang jadi melengak, tetapi sebentar kemudian sambil membentak keras tubuhnya sudah menubruk ke depan.
Para jago cuma merasakan sesosok bayangan abu abu berkelebat dengan tiada hentinya diantara kepungan dari kedua belas bocah itu hanya di dalam sekejap saja barisan itu sudah dipukul pecah sehingga membuat mereka dengan rasa terkejut pada menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke belakang.
Si Pek Ih Loo Sat yang sudah mengetahui asal usul dari Ui Liong Tootiang dengan terburu-buru diapun lantas menarik kembali serangannya sebaliknya gadis berbaju merah yang wajahnya berkerudung itu sambil melintangkan pedangnya di depan dada sudah memaki dengan amat gusarnya.
"Siapa kau? Bilamana ingin bergebrak cepatlah turun tangan! Buat apa mata anjingmu selalu memperhatikan diriku?"
"Hiat tit li!” seru Ui Liong Tootiang dengan nada gemetar. "Apakah sampai pinto pun kau sudah tidak kenal?"
Mendengar perkataan tersebut gadis berbaju merah itu jadi tercengang, sebentar kemudian sambil melemparkan pedangnya ke atas tanah dia maju menubruk ke depan.
“Supek, kiranya kau orang tua adanya! kau sungguh sungguh membuat Hong jie merasa sedih" teriaknya sambil menangis.
Dengan terharunya Ui Liong Tootiang membelai rambutnya kemudian dengan perlahan membuka kembali kerudung yang menutupi wajahnya sehingga terlihatlah wajahnya yang sangat menarik itu.
Setelah wajah dari Mo Tan-hong ini terbentang dihadapan mata para jago suasana dengan cepatnya berubah jadi amat tegang, setiap orang merasa hatinya berdebar debar, mereka menantikan perubahan selanjutnya dengan hati cemas.
Sudah tentu orang yang paling merasa kuatir adalah Tan Kia-beng, Thay Gak Cungcu, Bok Thian-hong serta Mo Thian-hong palsu tersebut.
Saat ini keadaan sudah dibikin jelas, si pengemis aneh ini sambil tertawa terbahak-bahak, segera berseru, "Haa.... haa.... haa.... sungguh tidak disangka di dalam kolong langit pada saat ini masih ada orang yang begitu tidak tahu malu, dihadapan orang banyak mengaku sebagai putri orang lain dan sandiwara dihadapan cian pwee orang lain pula."
San Liem Ci Cu pun hatinya jadi terang saat ini sambil menggoyang goyangkan kipasnya diapun tertawa tergelak.
"Bagus.... bagus sekali," serunya. "Di tempat ini ternyata sudah muncul sebegitu banyak orang yang mau bergabung.... ha.... sukma Mo Cun-ong yang ada diakherat tentunya merasa amat senang sekali
Saat itulah dengan cepatnya Tan Kia-beng sudah berkelebat ke samping Mo Cuncu, dengan membawa nada mengomel serunya, “Bagus, kau berani mengelabuhi diriku! kiranya kau sudah berkelana di dalam Bulim
Dengan perasaan malu Mo Tan-hong segera menundukkan kepalanya dan tertawa.
“Aku ada keberatan sendiri, bukannya maksudku sengaja menipu dirimu!"
Ui Liong Tootiang yang melihat putri kawan lamanya sewaktu bertemu dengan murid kawan lamanya pula bersikap
demikian mesra dan rasa cinta itu diperlihatkan dari kata-katanya tak kuasa lagi merasa amat girang, dia lantas tertawa terbahak-bahak.
Sejak Tan Kia-beng menghantarkan Cuncu keutara hingga ini hari Pek Ih Loosat terus menerus memperhatikan sikap dari kedua orang itu sudah tentu hal inipun dikarenakan rasa cintanya pada pandangan pertama terhadap Tan Kia-beng.
Cuncu yang kepandaiannya sudah jadi dan berkelana di dalam Bulim, dengan kedudukan sebagai lihiap berkerudung dia pun mengetahui dengan jelas, tetapi justru tidak dia ceritakan kepada Tan Kia-beng, dia selalu berharap dengan rasa harusnya hati Tan Kia-beng bisa tertarik kepadanya, lalu merebutnya dari tangan Mo Tan-hong.
Saat ini melihat terhadap kemunculannya Tan Kia-beng sama sekali tidak menggubris, sebaliknya bersikap begitu mesranya terhadap Mo Tan-hong dalam hati tidak terasa sedikit merasa sedih.
Dia sebetulnya adalah seorang yang bersikap congkak dan biasanya bersikap seperti ratu, orang-orang Bulim banyak yang tertarik terhadap dirinya, tetapi semua orang itu tak dipandang sebelah matapun olehnya kecuali Tan Kia-beng seorang dia sama sekali tidak menaruh rasa tertarik.
Sebaliknya Tan Kia-beng yang sudah berkenalan dengan Mo Tan-hong terlebih dulu ditambah pula nama mereka ayah beranak sangat jelek di dalam Bulim membuat sikap Tan Kia-beng terhadap dirinyapun tidak begitu cemerlang lagi.
Dengan sorang diri dia berdiri termangu-mangu disana, hatinya benar-benar merasa amat sedih sekali.
Dengan mengambil kesempatan sewaktu seluruh perhatian orang lain tertuju pada Mo Tan-hong, dengan pelahan dia mengundurkan diri dari situ dan lenyap di tengah kegelapan.
Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong yang melihat munculnya Mo Tan-hong di sana dalam hati segera mengerti kalau usahanya ini telah mengalami kegagalan, kini melihat pula kata-kata sindiran dari pengemis aneh, serta San Liem Ci Cu dalam hati merasa semakin gemas lagi.
"Kalian berdua jangan merasa bagga dulu" pikirnya dihati, "Ada satu hari kalian bakal mengetahui bagaimana lihaynya aku orang she Bok."
Tetapi dia yang jadi orang amat licik, walaupun gusar tidak diperlihatkan di atas wajahnya, dengan wajah yang amat tenang dia bertindak maju mendekati Mo Tan-hong.
"Kaukah Mo Tan-hong Tit li?” tanyanya. "Dapatkan kau mengajukan bukti yang kuat untuk dibuktikan kalau kau benar-benar adalah Mo Tan-hong yang asli?
Mendengar perkataan tersebut Mo Tan-hong jadi melengak, dia tidak kenal dengan Bok Thian-hong dengan sendirinya tidak mengerti pula apa maksud dari perkataannya itu.
Tan Kia-beng yang ada disamping lantas tertawa.
“Dia adalah Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong katanya dengan menggunakan kereta kencana dia pun sudah membawa datang seorang Cuncu karena niatnya menaruh curiga kalau kau adalah yang palsu maka dia minta bukti dari dirimu."
Tidak kuasa lagi Mo Tan-hong segera tertawa dingin.
"Hmmm! aku kepingin melihat Cuncu yang dia bawa itu bagaimana macam mukanya.
Pada saat itulah Hwee Im Poocu, si pengemis aneh, San Liem Ci Cu sudah pada berdatangan ke depan.
Terdengar tiba-tiba Hwee Im Poocu tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... aku mengakui nona ini lah baru putri yang sesungguhnya dari Mo Cun-ong sisanya palsu" katanya.
"Omong kosong!" bentak Lie Hun Hwieku dengan amat gusar. "Dengan mengandalkan bukti apa kau mengatakan Hong djieku adalah palsu?"
Hwee Im Poocu sebagai majikan suatu benteng besar mana mau menerima makian itu dengan senang hati, mendadak air mukanya berubah sangat hebat.
"Mulutmu kalau berbicara lebih baik sedikit tahu adat" tegurnya dengan dingin. Aku orang she Ong bukanlah seperti anjing anjing yang ada diperkampunganmu itu."
Sebetulnya Lie Hun Hwie cu lagi merasa mangkel dan gemas, kini mendengar perkataan tersebut dengan gusarnya mendadak maju ke depan.
"Kau mau apa?" bentaknya.
"Haa.... haa.... aku orang she Ong tak akan bertempur melawan kaum wanita, bila mana sungguh sungguh ingin bergebrak lebih baik kau panggil saja Bok Cungcu untuk mewakili dirimu."
"Hmm! kau kira dengan kepandaian silatmu itu berhak untuk bergebrak sendiri dengan Cungcu."
"Haa.... haa.... kalau memangnya kau berbicara demikian aku orang she Ong malah kepingin sekali meminta beberapa jurus petunjuk dari ilmu silat Thay Gak Cungcu"
Hwee Im Poocu pada saat ini benar-benar sudah teramat gusar, dengan langkah lebar dia segera menerjang ke hadapan Bok Thian-hong
Bok Thian-hong yang berakal licik mana mau mencari gara-gara dengan orang pada saat begitu, dengan cepat dia mengulapkan tangannya dan tertawa paksa.
"Bila mana Ong heng ingin minta petunjuk ada seharusnya cayhe melanjutkan, tetapi pada saat ini maaf aku tidak bisa mengiringi maksud hatimu itu, lebih baik kita membereskan dulu urusan yang menyangkut keluarga Mo ini.
Waktu ini Ui Liong Tootiang sudah dapat menentukan kalau Mo Tan-hong benar-benar adalah putri dari raja muda Mo, kini melihat kepandaian silatnya pun sudah menjadi dalam hatinya merasa semakin girang lagi.
Tanpa perduli orang, lalu sembari menggandeng tangan Mo Tan-hong, ujarnya, "Hian tit li bilamana tidak ada urusan lagi disini, mari kita pergi saja?"
Dengan pandangan yang mesra dan penuh cinta kasih, Mo Tan-hong melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng.
"Tit li turut perintah!" sahutnya dengan malu malu.
Pada saat itulah mendadak dari tengah kalangan terdengar suara bentakan yang amat keras disusul meloncatnya Lie Hun Hwee cu ke tengah kalangan dengan wajah pucat kehijau hijauan menghalangi perjalanan dari Ui Liong Tootiang.
"Tunggu dulu!" Bentaknya dengan keras urusan belum diselesaikan, kau mana boleh pergi!"
"Jadi kau ingin menghalangi jalan pergi dari Pinto?" teriak Ui Liong Tootiang dengan marah.
"Bila mana kau tidak jelaskan dulu urusan ini hee.... hee.... hee mau pergi boleh, tapi barang-barang itu harus kau tinggalkan disini."
Mendengar perkataan tersebut Oie Liong Tootiang segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa yang asli dan yang palsu bukankah sudah dibedakan di depan para jago, apanya yang tidak beres lagi? sandiwara dari perkampungan Thay Gak Cungpun sudah bubaran!? Hmm.... lebih baik kalian jangan terlalu memaksa pinto sehingga jadi marah, waktu itu kalian tidak bakal lolos dari sini dalam keadaan hidup!
Selama ini Bok Thian-hong selalu munculkan diri di dalam dunia kangouw dengan wajah yang halus, berbudi dan jujur, kini melihat rencana busuknya terbongkar dihadapan orang banyak dalam hati lantas merasa bilamana urusan ini dilanjutkan lebih panjang ada kemungkinan malah merugikan dirinya sendiri.
Karena itu alisnya segera dikerutkan rapat rapat, mendadak dengan wajah penuh rasa gusar teriaknya dengan keras.
"Tootiang serta para saudara saudara dari Bulim harap tunggu sebentar, biarlah aku orang she Bok menyelesaikan dahulu urusan ini!"
"Hong jie kau kemarilah! teriaknya kemudian sambil putar badannya.
Si Cuncu palsu tidak mengetahui dikarenakan urusan apa Bok Thian-hong jadi marah marah dengan hati berdebar debar dia lantas maju ke depan.
"Cungcu memanggil Hong jie ada keperluan apa?" tanyanya.
"Siapa yang sudah perintahkan kau untuk datang kemari?" bentak Bok Thian Bong dengan suara yang dingin dan wajah yang penuh napsu membunuh. "Siapa yang suruh kau menyamar sebagai Cun dan pura pura datang keperkampunganku? Ayoh cepat bicara"
Cuncu palsu itu sama sekali tidak menyangka kalau dia bisa mengajukan pertanyaan seperti ini, dalam hati dia masih mengira majikannya sengaja berbuat itu.
Karenanya dengan amat sedih dia lantas tundukkan kepalanya rendah rendah dan menjawab dengan suara yang perlahan.
"Hong jie adalah Cuncu yang sebenarnya, mana mungkin aku adalah palsu? urusan ini pastilah...."
"Omong kosong!"
Tidak menanti dia selesai ebrbicara mendadak Bok Thian-hong angkat telapak tangannya ke atas lalu ditekan ke depan.
Segulung angin pukulan berhawa dingin yang amat dahsyat cepatnya menghajar ke atas kepalanya.
Gadis berbaju merah itu sama sekali tidak menyangka kalau Bok Thian-hong bisa turun tangan kejam terhadap dirinya.
Tidak sempat menjerit lagi dengan beratnya dia jatuh rubuh ke atas tanah dan binasa seketika itu juga.
"Hmm! aku orang she Bok selamanya bekerja dengan terus terang, tidak disangka ini hari hampir hampir terkena tiupan dari budak kurang ajar" teriak Bok Thian-hong dengan amat gusarnya sehabis membinasakan dara berbaju merah itu "Karena dia, nama bersihku jadi ikut ternoda, bilamana aku tidak kasi sedikit hajaran kepadanya bagaimana aku orang she
Bok punya muka untuk bertemu dan bergumul kembali dengan kawan kawan Bulim lainnya!"
Para jago yang hadir disana sewaktu melihat Bok Thian-hong turun tangan yang begitu kejam terhadap dara berbaju merah itu, tidak kuasa lagi pada tertegun dibuatnya.
Sebaliknya, Ui Liong Tootiang sendiri sama sekali tidak menggubris akan hal tersebut sampai melirikpun tidak, sambil menarik tangan Mo Tan-hong dia lantas enjotkan tubuhnya meloncat ke atas lalu dengan cepatnya berkelebat lenyap dari pandangan
Bok Thian-hong sendiripun dibuat tidak ada kegembiraan, dengan gemasnya dia melirik beberapa kejap ke arah Tan Kia-beng kemudian dengan memimpin Lei Han Hwee cu serta kedua belas bocah cilik pengawalnya dan membawa pula Djien Liong Lo yang terluka berlalu dari sana dengan lemas.
Tan Kia-beng yang karena perhatiannya ditujukan pada Ui Liong Tootiang serta Mo Tan-hong saja sama sekali tidak sampai perhatikan keadaan si pengemis aneh yang lagi merasa keheranan.
Terlihatlah pengemis aneh itu berturut-turut bergumam seorang diri, lalu pikirnya, "Bok Thian-hong ini terang terangan datang kemari dikarenakan barang-barang pusaka tersebut, kenapa sekarang pergi dengan begitu mudahnya? Misalnya dikarenakan dia takut terhadap kepandaian silat yang amat dahsyat dari Ui Liong Tootiang hal ini masih bisa dimaklumi, tetapi terhadap Tan Kia-beng? kenapa dia sudah tidak maui lagi terhadap pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam yang ada dipinggangnya?"
Walaupun si pengemis ini bersifat amat ku koay tetapi terhadap segala urusan dia bisa berpikir dengan amat teliti,
sekali pandang saja dia lantas bisa mengetahui kalau di dalam urusan ini pasti ada sesuatu siasat sehingga tak kuasa lagi dia lantas mendengus.
"Hm! orang lain ada kemungkinan bisa kau tipu dengan wajahmu yang pura pura sok suci, ramah dan jujur, tetapi aku si pengemis tua tidak bakal dapat kau tipu bila mana ada Hong Djien Sam Yu disini maka kau jangan harap bisa melaksanakan seluruh siasatmu dengan lancar"
Setelah berpikir bolak balik beberapa saat lamanya dia baru angkat kepalanya memandang keadaan di sekeliling ruangan tersebut.
Saat ini tampaklah Tan Kia-beng sedang berdiri termangu-mangu di sana, sedangkan Hwee Im Poocu, San Liem Ci Cu beserta para jagoan dari partai Go-bie pun sudah pada lenyap tak berbekas.
Tidak kuasa lagi dia lantas tertasa terbahak-bahak dan maju menepuk nepuk pundak sang pemuda.
"Hey! semua orang sudah pada pergi, kau lagi pikirkan apa?" tegurnya sambil tertawa. "Apa mungkin sukmamu juga ikut terbang dengan bocah perempuan itu?"
Padahal yang sebenarnya di dalam benak Tan Kia-beng pada saat ini bukanlah lagi memikirkan Mo Tan-hong, sebaliknya sedang memikirkan sikap yang aneh dan mencurigakan dari orang-orang aliran perkampungan Thay Gak Cung beserta Cungcu nya "si Cun Hong Hoa Yu" Bok Thian-hong.
Hal ini bisa munculnya dihatinya dikarenakan setelah mengadakan pengawasan serta pengamatan selama beberapa hari ini dia merasa ada banyak kepandaian silat dari orang-orang perkampungan Thay Gak Cung mempunyai kemiripan
dengan ilmu silat aliran Teh-leng-bun, hal ini membuat di dalam hatinya lantas timbul satu pikiran untuk menyelidiki sampai jelas.
Kini mendengar suara ejekan dari si pengemis aneh tidak kuasa lagi wajahnya segera berubah merah.
"Loocianpwee, kau jangan menggoda aku!" serunya malu. "Boanpwee bukannya lagi memikirkan dirinya, aku sedang berpikir Cungcu dari perkampungan Thay Cung itu Bok Thian-hong ada berapa banyak tempat yang amat mencurigakan, tahukah kau dimana letaknya perkampungan Thay Gak Cung?"
Mendadak senyuman yang semula menghiasai bibir si pengemis aneh itu lenyap tak berbekas kemudian baru mengangguk.
"Jikalau kau sudah menaruh curiga terhadapnya, hal ini membuktikan kalau pandanganmu samat tajam. Orang-orang Bulim pada menyebut Bok Thian-hong merupakan seorang manusia yang suka menolong, adil dan bersifat jujur, sedangkan kau bisa melihat kepura puraan di balik semuanya itu.... haa.... haa.... bocah! kaupun ternyata sangat cerdik sekali."
Tan Kia-beng yang takut dia memuji lebih lanjut dengan cepat memotong pembicaraan di tengah jalan.
"Loocianpwee terlalu memuji" serunya, "Kau masih belum beritahukan kepadaku dimanakah letak perkampungan Thay Gak Cung tersebut?"
"Soal ini aku si pengemis tidak tahu."
"Kalau memangnya orang-orang dari perkampungan Thay Gak Cung menjagoi seluruh Bulim kenapa sampai alamatpun tidak punya?"
"Ehmm.... sikap serta gerak geriknya yang amat misterius ini benar-benar mendatangkan rasa curiga bagi orang lain."
Boanpwee pasti akan berusaha untuk mencari apat alamat dari perkampungan tersebut"
"Kini musuh musuh besarmu sudah pada tersebar diempat penjuru, lebih baik untuk sementara waktu kau berjaga diri baik-baik dan selalu waspada."
Dengan seriusnya si pengemis aneh itu lantas memberikan pesan serta petuah petuahnya kepada sang pemuda.
Ketika teringat akan musuh musuhnya mendadak Tan Kia-beng teringat kembali dengan orang-orang yang siap melancarkan serangan terhadap dirinya tadi. kenapa saat ini pada tidak kelihatan?
Berpikir sampai disini tidak terasa lagi dia lantas menoleh dan memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, terlihatlah sang surya sudah memancarkan sinarnya kembali, cuaca pun sudah terang tanah sehingga seluruh jagat pun telah punah dari kegelapan.
Waktu itulah dia baru sadar kembali dari impiannya, dia tahu dikarenakan bangunan Cun Ong-hu ini walaupun amat besar tetapi terletak di tengah keramaian kota bilamana sampai terjadi pertempuran pasti akan mengejutkan orang banyak sehingga membuat suasana lebih tidak leluasa, karena itu mereka padapergi meninggalkan tempat tersebut.
Si pengemis aneh jadi orang paling terbuka, kini rasa curiganya terhadap Tan Kia-beng sudah bisa dipunahkan mendadak dari badannya mengambil keluar sebuah baju yang sudah compang camping beserta sebuah karung dekil kepada Tan Kia-beng.
"Untuk menghindarkan diri dari pertempuran pertempuran yang tidak berguna lebih baik untuk sementara waktu kau menyamar saja" ujarnya sambil tertawa perlahan. "Menanti setelah urusan jadi jelas bagaimana kalau waktu itu kau baru pulihkan kembali wajah aslimu?"
Tan Kia-beng termenung dan berpikir sebentar, akhirnya sambil tersenyum dia mengangguk.
"Demikianpun baik juga, tetapi dengan dandananku semacam ini apakah tidak akan menimbulkan rasa curiga dari anak murid partaimu?" tanyanya.
Mendengar pertanyaan tersebut si pengemis aneh itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaa.... haa.... haaa.... soal ini tidak usah kau kuatirkan, sudah tentu aku si pengemis tua punya cara."
Dari dalam sakunya dia mengambil keluar sekeping uang kuno yang bercahaya amat tajam untuk diserahkan ketangan sang pemuda.
"Bilamana ada kesulitan kau ambillah keluar barang ini dan serahkan kepada mereka untuk dilihat maka urusan akan jadi punah kembali" pesannya, “Bersamaan pula bilamana kau ingin perintahkan mereka untuk mengerjakan sesuatu bolehkah aku gunakan tanda tersebut untuk beri perintah, mereka pasti akan melaksanakan apa yang kau inginkan."
Waktu itulah Tan Kia-beng sudah selesai menyamar dan berubah menjadi seorang pengemis cilik yang wajahnya sembab kuning dengan memakai pakaian yang sudah butut dan dengkil pemuda itu tiada hentinya berjalan bolak balik di dalam ruangan, setelah itu dengan bangganya tertawa terbahak-bahak.
Kembali si pengemis aneh itu memeriksa seluruh tubuhnya, setelah dilihatnya tak ada tempat yang mencurigakan dia baru berpesan kembali dengan nada serius, "Tempo hari aku si pengemis tuapun pernah memperoleh banyak kebaikan dari Han Tan Loodjien dia orang tua" mulai saat ini lebih baik kita panggil dengan tingkatan yang sama saja bilamana kau panggil dengan Loocianpwee.... Loo Cianpwee terus hati aku jadi merasa rada gatal gatal."
Tidak menanti Tan Kia-beng memberi jawaban dia menyambung kembali, "Kini keadaan sudah amat gawat, aku si pengemis tuapun masih banyak urusan yang harus diselesaikan kalau begitu kita pisahkan diri saja disini. dan harap kau suka baik-baik berjaga diri!"
Sehabis berkata dengan cepatnya dia berlari keluar dari ruangan tersebut dan berlalu dengan melompati tembok pekarangan
Setelah beribut satu malaman penuh saat ini, Tan Kia-beng merasakan perutnya rasa lapar sedang badanpun amat lelah, dengan perlahan dia lantas keluar dari kebun tersebut kemudian dengan meloncati tembok pekarangan berjalan menuju kepusat kota.
Jalan raya di kota Tiang-sah tetap sangat ramai, rumah makanpun tetap ramai dikunjungi orang sehingga penuh.
Dengan berbagai persoalan menyumbat otaknya Tan Kia-beng berjalan menuju kerumah makan "Cui Sian Khie" tersebut.
Sewaktu dia naik ke atas loteng tampaklah keadaan di tempat itu sudah amat penuh, terlihat olehnya diantara orang-orang itu terdapat si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien, Pau Cing Thaysu dari Ngo Thay-san, Kuang Hoat tootiang dari
Kun-lun pay Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay Go-bie Ngo Cu beserta orang-orang dari tujuh partai besar.
Disamping itu terlihat pula orang-orang dari kalangan Hek-to yang pernah turun tangan terhadap dirinya yaitu "Ku Ling Shia Sin" atau si malaikat iblis dari Ku Ling Kwan Tiong I Khei, Han Thian Put Tiauw serta beberapa orang iblis lainnya.
Tidak kuasa lagi dalam hati dia merasa sangat keheranan, pikirnya, "Kitab pusaka Sian Tok Poo Liok sudah dibawa pergi oleh Ui Liong Tootiang, bukannya pergi mengejar jejak dari toosu itu buat apa mereka tetap berdiam di kota Tiang-sah ini?"
Saat ini dia sudah menyamar sebagai seorang pengemis sudah tentu tiada yang kenal terhadap dirinya, dengan langkah yang lebar dia lantas memilih satu tempat dan duduk.
Selama beberapa hari ini jago-jago Bulim yang datang terlalu banyak sekali, sehingga walaupun Tan Kia-beng saat ini menyamar sebagai seorang pengemis, tetapi para pelayan di sana tidak ada yang berani memandang rendah dirinya sambil tersenyum senyum mereka menyambut kedatangannya dan melayani dengan hormat.
Dengan cepat dia minta beberapa macam sayur dan arak lalu bersantap seorang diri sinar matanya dengan tiada hentinya melirik ke arah orang-orang dari tujuh partai besar tersebut.
Terdengar si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien berbicara dengan suara yang perlahan.
"Secara mendadak Thay Gak Cungcu mengundang seluruh jago yang ada di dalam kolong langit untuk sama-sama berkumpul digunung Gak Lok San, sebenarnya dikarenakan urusan apa?
---0-dewi-0---
JILID: 14
"Soal ini tidak usah ditanyakanpun sudah teramat jelas" jawab Cing Yang Cu dengan cepat. Jelas dia bermaksud hendak menyusun suatu rencana untuk menghadapi iblis tua beserta muridnya itu, Hmmm! bilamana iblis ini tidak cepat-cepat dibasmi ada kemungkinan dunia kangouw tidak bakal aman."
Dengan suara yang perlahan Phu Cing Thaysu segera berseru memuji keagungan Sang Buddha
"Nama besar dari Thay Gak Cungcu sudah terkenal diseluruh dunia persilatan dan memperoleh penghormatan dari setiap orang tetapi pinceng rasa gerak geriknya terlalu misterius hal ini tidak terlalu menunjukkan kalau dia berasal dari kalangan lurus,” katanya.
"Perkataan dari Thay su ini bukankah sedikit keterlaluan" tegur Loo Hu cu sambil tertawa, “Manusia berbakat dari setiap partai amat banyak sedang Bok Thian-hong bisa memimpin para jago tersebut untuk bersama-sama menegakkan keadilan, bilamana dia tidak memiliki kepandaian silat yang tinggi serta hati yang benar-benar bisa dipercaya bagaimana para jago ada di dalam persilatan bisa tunduk semua kepadanya?”
Sewaktu Tan Kia-beng sedang enak enaknya mendengarkan percakapan diantara mereka itulah mendadak terdengar langkah seseorang sedang naik ke atas tangga.
Tidak lama kemudian muncullan seorang siucay muda yang usianya kira-kira ada dua puluh tahunan
Potongan tubuh si sastrawan tersebut amat ramping, wajahnya halus dan berbedak sehingga mirip sekali dengan dandanan seorang perempuan. Cuma saja wajahnya amat dingin dan sombong
Tan Kia-beng yang tiba-tiba merasa wajahnya amat dikenal tak terasa lagi sudah memandang beberapa kejap lebih lama, cuma saja tak teringat olehnya siapakah dia.
Sinar mata si sastrawan tersebut menyapu sekejap kesekeliling loteng itu sewaktu dilihatnya disamping Tan Kia-beng ada satu tempat kosong dia lantas mengambil tempat duduk disana.
Tetapi sewaktu dilihatnya orang yang ada dihadapannya pada saat ini adalah seorang pengemis cilik yang wajahnya sumbab kuning dia agak tertegun sebentar akhirnya sambil tertawa tundukkan kepalanya tertawa cekikikan.
Dengan cepat dia merangkap tangannya memberi hormat kepada Tan Kia-beng, sapanya, "Saudara bersantap seorang diri apakah tidak merasa kesepian? Bilamana sudi kiranya bagaimana kalau pindah saja?
Tan Kia-beng termenung berpikir sebentar, akhirnya dia merangkap tangannya memberi hormat.
“Undangan dari siangkong lebih baik aku si pengemis penuhi meja."
Dengan mengambil sumpit serta cawannya dia lantas pindah saja.
Sejak pertama kali terjunkan diri ke dalam dunia kangouw dia sangat mengharapkan bisa berkawan dengan beberapa orang teman, apalagi kini lagi menyamar sebagai pengemis, dia kepingin sekali berteman lebih banyak.
Si sasterawan tersebut ketika melihat Tan Kia-beng benar-benar sudah pindah ke mejanya segera tampak tertawa senang.
"Siapakah namamu? Anak murid dari jagoan mana dari Kay-pang?" tanyanya kemudian.
Beberapa pertanyaan ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng menjadi bungkam, karena waktu berpisah dengan pengemis aneh sangat tergesa gesa sekali sehingga terhadap keadaan dari Kay-pang sebenarnya dia sama sekali tidak mengerti.
"Cayhe Ke Beng sedang soal perguruan maaf aku tidak bisa memberitahu," sahutnya kemudian dengan gugup.
"Oooh, kirannya Ke heng." sahut sasterawan tersebut sambil tersenyum "Siauwte bernama Hu Siauw Sian dan merupakan seorang Bulim yang belum tamat belajar silat"
Justeru Tan Kia-beng paling takuti bila orang lain menanyakan soal perguruannya, kini dia tidak suka membicarakan tentang perguruan hal ini malah merasa kebetulan sekali baginya.
Setelah saling bercakap-cakap beberapa saat lamanya akhirnya bahan pembicaraan mereka pun sudah beralih tentang berbagai dari berbagai aliran yang pada berdatangan di kota Tiang-sah ini.
Apakah Ke heng hendak pergi melihat keramaian?" tanya si sastrawan tersebut secara tiba-tiba.
Tan Kia-beng meneguk beberapa cawan arak terlebih dahulu sehingga semangatnya kembali berkobar setelah itu tertawa terbahak-bahak.
“Cayhepun mempunyai maksud begini cuma saja aku tak memperoleh undangan dari pihak perkampungan Thay Gak Cung.”
Si sastrawan tersebut lantas tertawa dengan menggunakan arak tulisnya sepatah kata di atas meja.
Masuk secara bersembunyi.
"Bukankah kita dapat berbuat demikian?" tanyanya.
Tan Kia-beng segera bangun berdiri dan tertawa senang.
"Baik, kita tentukan demikian saja mari kita kembali kekamar masing-masing untuk beristirahat.
Setelah membayar rekening mereka berdua bersama-sama kembali Tan Kia-beng semula
Si sastrawan yang baru saja meneguk beberapa cawan arak pada saat ini wajahnya sudah berubah jadi merah padam, dengan rapatnya dia jatuhkan diri ke dalam pelukan Tan Kia-beng lemas bagaikan pohon Liuw yang tertiup angin.
Tan Kia-beng yang takut dia benar-benar terjatuh menggunakan sepasang tangannya segera memeluk tubuhnya kencang kencang
Terasalah olehnya segulung bau harum yang semerbak laksana bunga seruni bercampur dengan bau arak tiada hentinya tersiar keluar dari badannya dan amat menusuk hidung.
Karena bau harum inilah di dalam hati dia jadi keheranan.
Bagaimana mungkin dari badan Hu heng ini bisa tersiar bau harum seperti seorang dara?
Setelah masuk ke dalam kamar si sastrawan itu dengan lemasnya lantas jatuhkan diri di atas pembaringan.
“Pintu kamar apa sudah kau tutup?” tanyanya kemudian sambil memandang sang pemuda dengan sepasang biji matanya yang amat indah dan jeli
Diam-diam di dalam hati Tan Kia-beng merasa kegelian pikirnya kembali.
“Hmmm.... kongcu ini sungguh lucu sekali, di tengah siang hari bolong kenapa harus menutup pintu?
Tetapi dia menurut saja untuk pergi menutup pintu sewaktu dia berjalan mendekati pembaringan untuk bantu dia membukakan sepatunya, mendadak si sastrawan itu menarik kakinya ke belakang.
“Tidak usah” serunya dengan wajah yang berubah jadi merah padam, “sebentar lagi bakal segar dengan sendirinya.”
Setelah itu dia lantas menepuk samping pembaringan menyuruh sang pemuda untuk duduk
“Hey kau punya kawan perempuan tidak?” tanyanya.
Tan Kia-beng segera tertawa terbahak-bahak.
“Haa.... haa.... manusia seperti aku ini untuk makan sehari tiga kalipun tidak kenyang, darimana bisa datangnya kawan perempuan?”
Mendengar perkataan di dalam hati diam-diam Hu Siauw Sian memaki dengan gemasnya,
“Hmmm, terang terangan Mo Tan-hong Mo Cuncu adalah kawan perempuannya, dia masih bisa bicara begitu....?”
“Oooh sungguh?” tanyanya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Eei bagaimana kalau kita membicarakan soal yang lain saja? buat apa urusan yang tak berguna itu kita bicarakan?” seru Tan Kia-beng dengan wajah kurang sabaran.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita membicarakan soal yang benar-benar serius?”
“Ehmm, baiklah, apa kerjamu datang kekota Tiang-sah ini?”
Karena mendengar Thay Gak Cungcu mengundang seluruh partai serta jago di dalam Bulim untuk bersama-sama merundingkah cara untuk menghadapi Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta anakan iblis she Tan karena dengan menempuh perjalanan siang malam aku sengaja datang kemari untuk melihat keramaian.
“Menurut apa yang aku ketahui, katanya Thay Gak Cungcu itu sangat dihormati dan disanjung di dalam Bulim, apakah benar-benar ada urusan ini?"
“Hmm menurut apa yang kuketahui orang ini ada kemungkinan merupakan seorang lelaki sejati yang palsu sebenarnya dia adalah seorang manusia licik yang berarti ular kali ini diluarnya kumpulkan para jago Bulim dengan alasan untuk menegakkan keadilan padahal di dalam hati sebenarnya kepingin merebut sebilah pedang pualam serta sebuah seruling pualam dari bocah cilik she Tan itu.”
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut jadi teramat gusar dibuatnya, dengan dinginnya dia lantas mendengus.
"Hmmm, jangan mimpi."
Hu Sian yang melihat sikapnya yang sangat gusar dan gemas itu tidak kuasa lagi lantas tertawa cekikikkan, sambungnya, "Bilamana aku si bocah goblok she Tan itu maka akupun akan berbuat seperti kau, untuk sementara waktu berganti baju dan menyamar kemudian pergi mencari si Penjagal Selaksa Li beserta putrinya untuk bersama-sama
merundingkan cara untuk menghadapi para jago Bulim itu, tidak seharusnya berkelana seorangnya tanpa arah tujuan
Mendengar perkataan itu dalam hati Tan Kia-beng rada sedikit bergerak belum sempat dia mengucapkan sesuatu terdengar Hu Siauw Sian sudah berkata kembali, “Menyamar sebagai apa, harus mirip seperti apa, misalnya saja seperti kau yang ada di dalam perkumpulan Kay-pang, seharusnya mengetahui kalau ciangbunjin dari Kay-pang pada saat ini adalah Leng Lam Coa Sin, atau si malaikat ular dari daerah Leng Lam, bersamaan pula di dalam Kay-pang ada dua orang Tiang loo, yang satu adalah si pengemis aneh Liauw Liok sedang yang lain adalah Gien Cang Shu atau si kakek tongkat perak Thio Cau.”
"Eeei.... bukankah dia lagi memberi peringatan kepadaku?" pikir Tan Kia-beng secara tiba-tiba
Tanpa sadar diapun sudah melirik ke arahnya dengan pandangan penuh berterima kasih, tetapi bagaimana dia bisa mengetahui tentang penyamarannya?
Tubuhnya mendadak berputar, dengan cepat bagaikan kilat, dia melancarkan satu serangan mencengkeram pergelangan tangannya.
“Siapakah kau?” bentaknya dengan keras, "Cepat katakan, kalau tidak jangan salahkan aku kurang sopan terhadap kawan."
Si Sastrawan itu membiarkan pergelangan tangannya sendiri dicengkeram, dia sama sekali tak meronta barang sedikitpun.
“Heei, siapakah aku, dilain waktu kau bakal mengetahui dengan sendirinya,” jawabnya kemudian sambil menghela napas panjang. “Pokoknya keadaanmu pada saat ini sangat
berbahaya sekali sedang kau masih saja berbuat gegabah, umpama saja kau lagi menyamar sebagai seorang pengemis kenapa seruling pualam yang paling mudah menjadi incaran orang sudah kau selipkan pada pinggang? Disamping itu sewaktu berbicara tetap menggunakan dialek tersebut, coba bayangkan bilamana sampai bertemu dengan jago-jago kawakan yang lihay apakah mereka tidak bisa pecahkan samaranmu ini?”
"Masih ada lagi kau berbuat terlalu gegabah dan tidak pikir kelicikannya serta kekejaman yang ada di dalam Bulim kita baru saja berkenalan bagaimana kau boleh begitu percaya terhadap diriku? bilamana di dalam arakmu aku beri racun atau dengan meminjam kesempatan sewaktu aku pura pura mabok dan bersandar dibadanmu lalu turun tangan apa yang bakal terjadi? kita sebagai orang-orang dari dunia kangouw haruslah selalu waspada coba kau pikir benarkah perkataanku itu?”
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut segera merasakan bulu kuduknya pada berdiri, dengan cepat dia menarik kembali tangannya dan memberi hormat.
"Perkataan dari Hu heng membuat pikiranku jadi terbuka, cayhe benar-benar merasa sangat berterima kasih sekali."
Hu Siauw Sian segera tertawa, mendadak dia bangun berdiri dan putar badan.
“Aku masih ada sedikit urusan, malam nanti kita bertemu kembali!” serunya kemudian.
Tubuhnya dengan cepat berkelebat ke pintu kemudian berlalu dengan amat cepatnya.
Seperginya sastrawan muda itu Tan Kia-beng mulai meresapi setiap perkataan yang diucapkan oleh orang itu dia
merasa setiap kata yang dia katakan adalah satu pengalaman yang benar-benar amat sempurna, tetapi siapakah sebenarnya orang itu? kenapa dia sengaja datang memberitahukan urusan ini kepadanya?
---0-dewi-0---
Malam semakin kelam membuat suasana di sekeliling tempat itu diliputi oleh kegelapan....
Di atas puncak gunung Gak Lok San yang tenang dan sunyi berturut turut saling susul menyusul berdatangan berbagai macam jago Bulim dari tua sampai muda semuanya ada.
Baru itu seorang ciangbunjin dari partai atau aliran maupun jagoan dari satu daerah bahkan sampai para pendekar yang telah mengasingkan diri serta iblis iblis sakti dari kalangan Hek-to yang terkenal akan kekejamannyapun pada hadir disana
---0-dewi-0---
Bilamana pada hari biasanya beberapa golong orang-orang ini bilamana berkumpul pasti akan terjadi pertempuran yang amat sengit.
Tetapi keadaan pada hari ini sama sekali berbeda, walaupun mereka sama-sama bertemu muka tetapi tiada seorangpun yang mencari keributan masing-masing dengan amat tenangnya berdiri di atas puncak seperti lagi menantikan sesuatu!
Malam semakin kelam.... angin dingin bertiup membuat dedaunan serta ranting pada bergoyang tiada hentinya sehingga mengeluarkan suara yang berisik.
Sang rembulan memancarkan sinarnya redup redup di tengah awan awan yang penuh dengan mega hitam.
Dari bawah kaki gunung mendadak muncullah sesosok bayangan hitam yang gerakan tubuhnya amat cepat sekali hanya di dalam beberapa kali loncatan saja laksana anak panah yang terlepas dari busurnya dia meluncur ke atas gunung
Dibawah sorotan sinar rembulan yang samar-samar dapat dilihat kalau orang itu bukan lain adalah seorang pengemis muda yang wajahnya sembab kuning.
Tidak usah ditanya lagi jelas pengemis itu adalah Tan Kia-beng yang lagi menyamar, dengan amat gesitnya dia meluncur ke atas puncak gunung hanya gerak geriknya amat berhati-hati sekali.
Pada saat ini di atas puncak gunung itu sudah berkumpul empat lima puluh orang banyaknya termasuk juga ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar beserta beberapa orang berwajah seram yang sebelumnya tidak pernah kelihatan.
Si Cun Hong Hoa Yu Bok Thian-hong dengan memimpin kedua belas bocah pemunah hujannya dengan perlahan muncul di atas puncak gunung itu
Kepada para jago yang ada disana dia lantas menjura, dan ujarnya dengan suara yang ramah, "Dikarenakan cayhe masih ada satu urusan kecil sehingga datang ada terlambat harap saudara sekalian tidak jadi marah."
Para jago yang bergerombolan jadi beberapa kelompok sewaktu melihat munculnya dia segera menjadi tenang kembali masing-masing memandang ke arahnya dengan wajah serius.
Selama ratusan tahun ini seluruh partai yang ada di dalam Bulim bisa hidup berdampingan, walaupun ada sedikit kesalah
pahaman sehingga terjadi bentrokan bentrokan tetapi tidak sampai jadi amat parah" ujar Thay Gak Cungcu lagi. Siapa tahu pada sepuluh tahun mendekat ini dari dalam dunia kangouw sudah muncul seorang iblis tua si Penjagal Selaksa Li yang kegemarannya membunuh orang sehingga membuat suasana di dalam dunia kangouw jadi kacau dan penuh dengan bau amis darah.
"Cayhe rasa bilamana urusan ini didiamkan terus maka keadaan akan berubah semakin kacau lagi, karena itu sengaja cayhe undang saudara saudara sekalian untuk datang kemari mengadakan perundingan. karena tempat ini jauh dari keramaian, maaf cayhe tak dapat melayani lebih baik lagi"
Sehabis berkata kembali dia menjura dengan hormatnya.
Begitu Bok Thian-hong selesai berkata, maka suasana di dalam kalangan seketika itu juga dibuat amat gaduh masing-masing orang pada beribut membicarakan soal ini.
Tiba-tiba terdengar Loo Hu Cu dari Go-bie pay berteriak dengan suara yang amat keras, “Orang ini bersifat kejam dan tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi Menurut pendapatku yang bodoh lebih baik kita bekerja sama untuk basmi bajingan tua iblis pembunuh manusia itu Untuk menghadapi orang tersebut kita tidak perlu menggunakan peraturan lagi.”
Baru saja dia selesai berbicara dari antara gerombolan orang-orang itu terdengar suara seseorang yang seperti gembrengan bobrek sudah berteriak, "Di dalam urusan ini kita harus memiliki seorang pemimpin untuk mengurusi di dalam pekerjaan yang maha besar ini."
Thay Gak Cungcu adalah seorang jagoan yang namanya telah terkenal diseluruh Bulim, lebih baik dia saja yang
bertindak sebagai pemimpin" sambung seseorang pula dengan suara yang amat aneh.
Dengan terburu-buru Bok Thian-hong segera merangkap tangannya menjura, "Aku orang she Bok tidak berbudi dan tak ada gunanya bagaimana boleh menerima kedudukan sebagai pemimpin di dalam kerja sama ini serunya cepat.
"Bilamana Cungcu menolak kedudukan ini maka menurut pendapatku lebih baik Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay saja yang menerima kedudukan ini" seru si Pendekar Satu Jari kemudian sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendadak si Han Thian Put Tiauw melayang keluar dari antara gerombolan para jago, serunya dengan suara yang amat seram, "Perduli siapa saja yang ingin menduduki sebagai pucuk pimpinan, dia harus terima dulu dua jurus serangan pinto."
"Heee.... heee.... sangat beralasan, loohupun setuju dengan cara ini,” sambung Ku Ling Shia Sin pula sambil tertawa seram.
Dengan munculnya kedua orang manusia aneh ini maka suasana menjadi semakin gaduh, tidak terasa para jago mulai berunding sendiri dengan amat ramainya.
Bok Thian-hong yang melihat suasana dirusak oleh munculnya kedua orang manusia aneh itu dalam hati merasa rada jengkel. dia tahu bilamana hendak menggertak para jago satu satunya jalan adalah kuasahi dulu kedua orang manusia aneh itu.
Karenanya dengan langkah perlahan dia maju ketengan lapangan kemudian menjura ke arah Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay.
"Kalau memangnya kedua orang itu berkata demikian, maka persilahkan thaysu untuk tunjukkan beberapa jurus kepandaian!"
"Omintohud! orang beribadat cuma tahunya bersembahyang saja selamanya paling pantang ikut campur di dalam perebutan nama kosong,” tolak Ci Si Sangjien dari Siauw-lim-pay sambil merangkap tangannya menjura.
"Tahysu terlalu memuji?” seru Bok Thian-hong sambil tertawa.
Dengan perlahan dia lantas menoleh ke arah Han Thian Poa Tiauw.
“Berkumpulnya para jago malam ini tujuannya adalah hendak menghadapi Si Penjagal Selaksa Li" ujarnya sambil menjura. "Kenapa Totoiang selalu menghalangi maksud para jago untuk mengangkat Ci Si Sangjien sebagai pemimpin?”
"Hee.... heee.... apa itu pemimpin, pemimpin tidak lebih cuma ingin merebut nama kosong." ejek Han Thian Put Tiauw sambil tertawa dingin. "Pinto merasa paling tidak betah melihat cara cara tersebut, bilamana ingin benar-benar menjagoi seluruh kepandaian silat yang dimiliki"
Bok Thian-hong yang mendengar nada suaranya penuh sindiran wajahnya segera menyengir kejam tetapi sebentar kemudian sudah tersenyum kembali.
"Perkataan dari Tootiang terlalu berlebih lebihan" bantahnya, “Coba bayangkan aku orang she Bok tidak lebih cuma seorang kuli sila yang kasar, mana ada niat untuk menjagoi seluruh Bulim.... tetapi bilamana Tootiang benar-benar bermaksud hendak turun tangan cayhe pun terpaksa harus melayaninya beberapa jurus."
"Heee.... hee.... begitulah baru mirip seorang lelaki jantan terimalah seranganku!"
Begitu selesai berkata lima jarinya laksana jepitan besi dengan dahsyatnya berubah jadi berpuluh puluh bayangan telapak bersama-sama mencengkeram dada pihak lawannya.
Siluman tua ini berkepandaian amat tinggi dan aneh sekali, para jago yang melihat datangnya serangan tersebut pada merasa kuatir buat keselamatan dari Bok Thian-hong
Thay Gak cungcu ini pada biasanya jarang sekali munculkan diri dan perlihatkan kepandaian silatnya sehingga boleh dikata jarang sekali ada orang yang mengetahui seberapa tinggi kepandaian yang dimilikinya.
Kini melihat dia hendak bergebrak dengan Han Thian Put Tiauw tidak terasa lagi para jago yang hadir disana pada pentangkan matanya lebar-lebar untuk memperhatikan situasi di tengah kalangan.
Bok Thian-hong masih tetap berdiri tak bergerak di tengah kalangan menanti serangan dari Han Thian Put Tiauw hampir mengenai dadanya mendadak dia menarik dadanya ke belakang telapaknya dengan sedikit memabas menghajar ke arah depan.
Pada mulanya serangan itu tidak kelihatan adanya kedahsyatan apa apa tetapi sewaktu serangan mencapai di tengah jalan mendadak laksana beribu ribu buah bayangan telapak berasama-sama membacok ke atas kepalanya.
Han Thian Put Tiauw segera mendengus dingin sepasang telapak tangannya berputar satu lingkaran lalu dengan disertai dengungan yang amat keras membabat ke arah depan.
Seketika itu juga terasalah segulung angin pukulan yang amat dahsyat bagaikan putaran roda menggulung ke depan dengan diselingi suara desiran yang memekikkan telinga.
"Braaak!" suara ledakan yang amat keras segera memenuhi angkasa sehingga menimbulkan pusaran yang amat keras, sambil mendengus berat Han Thian Put Tiauw terpukul mundur tiga empat langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Sebaliknya Bok Thian-hong sendiri sama sekali tidak bergeming, dengan kejadian ini seketika itu juga membuat sifat buas dari Han Thian PUt Tiauw berkobar kembali.
Dengan gusarnya dia bersuit panjang bagaikan seekor burung elang tubuhnya dengan dahsyat menubruk ke depan hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan dua belas serangan sekaligus.
Air muka Bok Thian-hong berubah sangat, bentaknya dengan nyaring, "Bajingan yang tidak tahu diri, bilamana aku tidak kasi sedikit hajaran kepadamu, kau pasti akan menganggap aku orang she Bok tidak becus!"
Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah tubuhnya dengan disertai hawa pukulan yang amat keras menerjang masuk ke dalam lingkungan bayangan telapak yang mamenuhi angkasa.
Beberapa saat kemudian mereka bergumul jadi satu lalu pada berpisah, terdengar Bok Thian-hong tertawa terbahak sambil menjura. "Maaf.... maaf...." serunya.
Sewaktu melihat pula ke arah Han Thian Put Tiauw, terlihatlah beberapa utas rambutnya yang berwarna abu abu sudah pada rontok, wajahnya amat seram sedang dari mulutnya muntahkan darah segar tiada hentinya.
Setelah melototi Bok Thian-hong beberapa saat lamanya dengan tubuh sempoyongan dia lantas berlari dari sana, hanya di dalam sekejap mata sudah lenyap dari pandangan.
Ku Ling Shia Sin yang melihat kejadian itu segera tertawa dingin, "Hee.... hee.... tindakanmu ternyata sangat kejam, biarlah loohu menjajal beberapa jurus kepandaian silatmu!"
Telapak tangannya dengan cepat diayunkan ke depan, dengan tanpa berpikir panjang dia sudah melancarkan kedelapan belas pukulan ke arah depan membuat suasana di sekeliling tempat itu jadi tegang.
Bok Thian-hong sungguh sungguh tidak malu sebagai seorang jago nomor wahid, walaupun menghadapi serangan yang boleh dibilang kalap ini dia tidak menjadi gugup
Tidak perduli Shia Sin melancarian serangan yang bagaimana dahsyat serta gencar dia cukup gerakan badannya saja sudah berhasil punahkan serangan itu, hal ini seketika itu juga membuat Shia Sin jadi semakin gusar.
Hanya di dalam sekejap saja mereka sudah bertempur puluhan jurus banyaknya tanpa bisa ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Bok Thian-hong yang kepingin cepat-cepat menyelesaikan pertempuran ini mendadak dari kedudukan berjaga berubah menjadi kedudukan menyerang.
Sepasang telapak tangannya dengan tiada hentinya berkelebat membabat kesana menyambar kemari, ketika itu juga angin topan datang sedang tubuh Shia Sin terbungkus di dalam bayangan telapak yang mengaburkan mata itu.
Ku Ling Shia Sin hanya merasakan sekeliling tempat itu sudah berubah menjadi tempat mereka yang amat menyiksa
diri badannya, sepasang telapak tangan musuh bagaikan ular saja tiada hentinya mengancam seluruh jalan darah ditubuhnya.
Hatinya benar-benar amat terperanjat, inilah pertempuran sengit yang ditemuinya untuk pertama kali sejak terjunkan diri ke dalam dunia kangouw
Sambil menggigit kencang bibirnya berturut turut dia melancarkan tiga pukulan sekaligus ke arah depan menghajar dada pihak lawan.
Tetapi begitu tangannya bergerak segera terasalah segulung angin berhawa dingin sudah melanda datang.
"Braaak! di tengah suara ledakan yang memekikkan telinga serta tiupan angin kencang yang menyebabkan pasir dan debu pada beterbangan, dengan wajah yang berubah pucat pasi bagaikan mayat Ku Ling Shia Sin mengundurkan diri satu kaki ke belakang.
Setelah itu dengan disertai suara suitan aneh yang menyeramkan dia meloncat ke depan dan kabur dari atas puncak dengan terburu-buru.
Hal ini jelas menunjukkan kalau di dalam bentrokan yang terakhir dia sudah menerima kerugian.
Bok Thian-hong yang berturut turut berhasil mengalahkan dua orang iblis sakti dari dunia kangouw benar-benar membuat para jago lainnya jadi amat terkejut, saat itulah semua orang baru sadar kalau Thay Gak Cungcu sebenarnya adalah seorang jagoan yang benar-benar memiliki kepandaian silat yang amat tinggi sehingga sukar diukur.
Tan Kia-beng yang secara sembunyi sembunyi memperhatikan gerakan ilmu silatnya lantas merasakan kalau
gerakannya amat li**ik ganas, telengas dan kejam bahkan hampir mendekati ilmu silat aliran Teh-leng-bun, cuma saja dia tidak mengetahui dengan pasti ilmu silat berasal dari aliran mana yang dia gunakan.
Saat ini Bok Thian-hong seperti tidak pernah terjadi urusan segera menjura kepada ketujuh orang Ciangbunjin dari tujuh partai besar
"Untung cayhe tidak sampai kehilangan nyawa dan memaksa kedua orang kawan untuk melarikan diri" ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak. Sekarang harap Ci Si Sangjien suka munculkan diri untuk memimpin urusan ini. Waktu sudah tidak pagi lagi!"
"Omintohud! kepandaian silat Cungcu amat dahsyat dan dapat digunakan untuk menguasai keadaan, seharusnya kau sendirilah yang memimpin pekerjaan besar ini guna bersama-sama membasmi kaum laknat dari Bulim."
"Soal ini.... soal ini mana boleh jadi seru Bok Thian-hong sambil gelengkan kepalanya berulang kali!
"Soal ini adalah tugas penting, buat apa kau terus menerus menolak? tegur Lei Hun Hwee cu yang ada disampingnya secara tiba-tiba.
"Kalau memang begitu terpaksa cayhe menerimanya dengan hati berat sahut Bok Thian-hong kemudian dengan wajah keberatan.
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian baru teriaknya kembali.
"Kalau memangnya saudara saudara bermaksud demikian terpaksa akan cayhe lakukan juga, demi lancarnya pekerjaan dikemudian hari maka sabagai bengcu aku akan mengeluarkan
sebuah panji perintah sebagai tanda kepercayaan, dimana saja panji tersebut muncul maka sama saja dengan mendapat perintah dari perserikatan harap saudara saudara suka menurut dan bersama-sama membasmi kaum iblis dari muka bumi."
Sehabis berkata dia lantas menoleh dan perintahnya.
"Sediakan meja sembahyang dan panji persekutuan!" kedua belas bocah pelenyap hujan segera bersama-sama menyahut dan dengan cepatnya menyediakan meja sembahyangan dan mengambil keluar sebuah panji segitiga berwarna merah dan kuning diletakkan di tengah-tengah meja sembahyangan.
Disamping itu tersedia pula sebuah kitab serta alat tulis menulis, agaknya sejak semula mereka sudah sediakan janji sumpah dan tempat kosong untuk tanda tangan.
Para jago yang cuma ingin melenyapkan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong dari muka bumi ternyata sudah menerima usul tersebut tanpa memikirkan akibat lainnya.
Segera terlihatlah beberapa orang sudah mulai maju ke depan sambil berkata, "Urusan ini memang ada seharusnya diatur secara begini, dengan demikian iblis tua itu bisa dibasmi lenyap.
Dengan tanpa pikir panjang lagi mereka mulai angkat pit dan menulis namanya di atas kitab yang sudah disediakan.
Haruslah diketahui jikalau seseorang telah menuliskan namanya di atas kitab itu maka untuk selamanya dimana panji itu masih berlaku baik dirinya tunduk terus untuk selamanya, padahal orang yang hadir di sini kebanyakan merupakan jago-jago Bulim yang mempunyai nama serta kedudukan yang sangat terkenal di dunia persilatan, bukankah hal ini sangat berbahaya sekali?
Walaupun saat ini sudah ada beberapa orang yang menuliskan namanya di atas kitab tetapi sisanya masih saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, apalagi tujuh partai besar yang kebanyakan ciangbunjin ciangbunjinnya merupakan jago-jago kawakan yang punya pengalamanan luas, bagaimana mereka suka mengambil keputusan dengan begitu mudah?
Mendadak terlihatlah Leng Hong Tootiang maju ke depan, ujarnya sambil menuding ke arah panji persekutuan tersebut, “Kalau memangnya sudah setuju kenapa harus menggunakan barang itu? kalau memangnya ada urusan boleh kau gunakan secarik kertas saja sebagai pemberitahukan masing-masing partai pasti akan kirim orang cepat. apalagi persekutuan inipun bersifat sementara, benar apa pakai segala macam perbuatan yang tak berguna?”
"Haa.... haaa.... betul siasat mengelabuhi lautan yang kau gunakan memang sangat lihay, cayhe benar-benar merasa kagum,” sambung San Liem Ci Cu pula sambil tertawa terbahak-bahak.
Terdengar perkataan tersebut air muka Bok Thian-hong segera berubah sangat hebat, dia tertawa dingin tiada hentinya.
"She heng kenapa bicara demikian?” teriaknya gusar. “Perbuatan dari aku she Bok adalah bertujuan demi keselamatan dari semua partai, apalagi begitu ini adalah hasil pilihan semua orang bilamana sauara tidak puas kenapa tidak coba rebut kedudukan sebagai Beng cu ini?"
Setelah disadarkan kembali oleh perkataan orang tujuh partai ini tidak bisa ditahan lagi dari antara para jago mulai terjadi perdebatan yang sengit, ada yang setuju tanda tangan ada pula yang merasa hal ini tersebut tidak ada gunanya.
---0-dewi-0---
Bok Thian-hong yang melihat rencana yang disusun masak masak sewaktu hendak mencapai keberhasilan mendadak kacau di tengah jalan air mukanya segera berubah jadi amat seram, mendadak dia dongakkan kepalanya ke atas dari sepasang matanya memancarkan sinar buas yang menyeramkan.
Baru saja dia mengatakan sesuatu....
Sekonyong konyong....
Dari jarak kejauhan berkumandang datang suara suitan panjang yang keras dan menyeramkan.
Tan Kia-beng yang merasa sangat mengenal dengan suara suitan tersebut dalam hati merasa rada bergerak. sinar matanya dengan cepat berputar memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Tampaklah dari tempat kejauhan berkelebat mendatang sesosok bayangan hitam yang melayang datang dengan kecepatan bagaikan tiupan angin berlalu.
Para jago di atas puncak gunung itu sewaktu mendengar munculnya suara suitan secara tiba-tiba pada melengak dibuatnya, menanti mereka sadar kembali bayangan hitam itu sudah muncul di atas puncak gunung dan orang itu bukan lain adalah musuh bebuyutan dari partai jago Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong adanya.
Tampak sepasang matanya melotot lebar-lebar dan memandang sinar yang amat tajam, rambut serta jenggotnya pada berdiri dengan seramnya, sambil menuding ke arah Bok Thian-hong bentaknya keras, “Bajingan tua! bagus sekali perbuatanmu!”
Sreet....! dengan disertai suara desiran yang amat tajam dia melacarkan satu pukulan laksana gunung Thay-san menggulung dari tengah udara menuju ke arah bawah.
Bok Thian-hong yang melihat munculnya dia disana sejak semula sudah mengadakan persiapan, kakinya dengan cepat berkelebat menyingkir sejauh lima depa untuk menghindarkan diri dari datangnya pukulan tersebut.
"Braaakk....! dengan disertai suara ledakan yang amat keras tanah di tempat mana dia berpijak segera terhantam satu liang yang amat besar.
Para jago dari dunia persilatan sudah merasa amat benci sekali terhadap Hu Hong terutama orang-orang dari tujuh partai besar kini melihat munculnya dia disana segera pada gigit kencang bibir masing-masing.
Suara bentakan memenuhi angkasa, para jago sambil mencabut keluar senjata tajamnya masing-masing bagaikan titiran air hujan pada menerjang ke arah tubuhnya.
Hu Hong yang lagi marah melihat datangnya serangan yang membuta itu semakin gusar sekali, sepasang telapak tangannya berputar amat cepat mengirim tiga pukulan ke depan untuk memunahkan datangnya serangan tersebut.
Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan kalian biar aku hancurkan dulu bajingan berfitnah ini setelah itu urusan baru kita bicarakan lagi, teriaknya keras.
Tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai pada taraf kesempurnaan, apalagi ketiga pukulannya tadipun dilancarkan dengan menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya, seketika itu juga membuat para jago terpukul mundur ke belakang,
Tetapi para jago yang lagi diliputi oleh kemarahan ini mana mau mendengar perkataannya, setelah mundur kembali mereka menerjang ke depan seketika itu juga empat arah delapan penjuru sudah dipenuhi dengan sambaran angin pukulan yang menyesakkan napas.
Sifat Hu Hong sendiri sebenarnya adalah berangasan dan sombong, semula dia memang lagi kheki, kini melihat para jago mendesak terus tiada hentinya membuat hawa amarahnya semakin berkobar.
Di tengah suara bentakan yang amat keras berturut turut dia melancarkan beberapa kali pukulan ke depan, diantara berputarnya tubuh dengan gencarnya dia melancarkan sembilan kali tendangan dahsyat.
Suara jeritan ngeri memenuhi angkasa, tampaklah ada beberapa orang jago yang terkena hajarannya sehingga roboh tak berkutik di atas tanah.
Begitu di tengah kalangan tubuh terdapat orang yang mati dan terluka, suasana makin menegang lagi, para jago yang mengetahui dirinyapun semakin gusar lagi dibuatnya.
Kepalan, senjata tajam, telapak berkelebat bagaikan curahan hujan, dengan nekadnya mereka menerjang terus ke depan membuat pertempuran itu berubah semakin sengit lagi.
Tan Kia-beng yang bersembunyi dibalik batu merasakan hatinya amat kacau, dia merasa para jago yang mencabut dirinya sebagai jagoan Bulim dan pimpinan partai tidak lebih adalah manusia manusia kerdil yang berpikiran licik, sedikit bergerak lantas turun tangan dan mencari kemenangan andalkan jumlah banyak.
Dia merasa gemas mereka mereka ini tidak mau berpikir dengan menggunakan otaknya, hal ini membuat
pandangannya terhadap Hu Hong segera berubah seratus delapan puluh derajat.
Pemuda ini merasa walaupun sifat Hu Hong amat aneh, berangasan dan sombong tetapi merupakan seorang manusia yang patut dihargai dan diajak untuk berteman.
Kini melihat dia dikerubuti oleh begitu banyak jago dalam hati merasa rada jengkel juga, tidak perduli dipandang dari sudut sesama perguruan Teh-leng-bun maupun memandang dari sudut keadilan, mau tidak mau dia harus turun tangan juga untuk memberi bantuan.
Sewaktu dia berpikir keras dengan ragu ragunya itulah mendadak matanya dapat melihat Thay Gak Cungcu sambil bergendong tangan sedang berdiri disamping menonton jalannya pertempuran itu dengan amat tenang.
Dalam hati dia merasa amat gusar mendadak tubuhnya bergerak siap meloncat keluar.
Tetapi dengan cepat teringat kembali akan penyamaran dirinya, seorang lelaki sejati tidak akan bersembunyi sembunyi di dalam melakukan pekerjaannya karena itu dengan tergesa gesa dia melepaskan pakaian butut serta menghapus penyamarannya setelah itu barulah sambil enjotkan badannya ke depan bentaknya keras.
Bok Thian-hong, bagus sekali perbuatanmu
Begitu tubuhnya melayang datang, bagaikan kilat cepatnya lantas menerjang ke depan tubuh Thay Gak Cungcu dan kirim satu pukulan dahsyat menghajar kepalanya.
Mendadak....
Sinar pedang menyilaukan mata, kedua belas bocah pelenyap hujan dengan masing-masing mencekal sebilah pedang pendek menyambut kedatangannya.
Angin pukulan yang amat dahsyat itu begitu terkena kebutan angin pedang dari kedua belas bocah tersebut segera jadi punah tak berbekas, diikuti berdesirnya angin tajam, sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan hawa pedang yang menyeramkan.
Tan Kia-beng yang tubuhnya masih ada di tengah udara dengan cepatnya menarik hawa murninya panjang panjang, tubuhnya bergelinding ke samping lalu meloncat berdiri kembali.
Di tengah suara bentakannya yang amat keras sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan melancarkan pukulan dahsyat.
Segulung angin pukulan laksana menderunya angin topan serta menggulungnya ombak di tengah samudra meluncur ke arah depan.
Walaupun kedua belas bocah pelenyap hujan itu sudah mendapatkan latihan yang amat lama tetapi selamanya belum pernah menemui angin pukulan yang demikian dahsyatnya.
Dalam keadaan terkejut mereka masing-masing memutar pedang pendeknya membentuk bayangan tajam lalu bersama-sama mengundurkan diri ke arah belakang.
Dengan mengambil kesempatan yang luang itulah Tan Kia-beng bersuit panjang, tubuhnya maju menyerang ke depan telapak serta kakinya hanya di dalam sekejap saja sudah melancarkan sembilan pukulan serta tujuh tendangan sekaligus.
Hanya di dalam sekejap saja angin pukulan menyambar menderu deru, kedua belas bocah itu dihajar kocar kacir tidak keruan dan masing-masing pada menyingkir serabutan.
Tetapi pada saat itulah mendadak terdengar suara yang amat gaduh sekali dari suara para jago yang hadir disana....
Awas.... anakan iblis itu sudah tiba, cepat maju.... malam ini jangan biarkan dia melarikan diri kembali.
Sreet.... sreeet.... berturut turut sudah meloncat datang puluhan sosok bayangan manusia yang tanpa mengucapkan sepatah katapun segera menyerang ke arahnya dengan gencar.
Jelas incaran orang-orang itu jauh lebih tertarik kepada Tan Kia-beng dari pada si Penjagal Selaksa Li, karena tujuan mereka selain membalas dendam masih ada satu tujuan yang lain yaitu memperebutkan pedang pusaka miliknya.
Karena itu walaupun jumlah orang yang mengerubuti dirinya tidak begitu banyak juga jika dibandingkan dengan orang-orang yang mengerubuti Si Penjagal Selaksa Li, tapi masing-masing memiliki kepandaian silat yang amat tinggi dan merupakan jago-jago kelas satu.
Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong yang melihat begitu Tan Kia-beng munculkan dirinya ke dalam kalangan ternyata sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap jago-jago berkepandaian tinggi yang mengerubuti dirinya dalam hari merasa sangat terperanjat pikirnya, "Hmm! bangsat cilik ini bilamana tidak dihasut malam ini juga, lain waktu akan jauh lebih menakutkan dari pada Si Penjagal Selaksa Li ini"
Berpikir sampai disitu nafsu untuk membunuh segera bermunculan dihatinya, diam-diam dia lalu kirim satu kerdipan mata kepada Lie Hun Hwee cu.
Lei Hun Hwee cu mengangguk, dari tangan seorang budak dia menerima sebuah sangkar dan melepaskan dua ekor burung merpati berwarna putih yang amat kuat ke arah sebelah Timur.
Cuma sayang burung merpati itu sewaktu melewati sebuah lembah sudah dipukul jatuh oleh seorang manusia aneh, soal ini sementara tidak kita ungkap dulu.
---0-dewi-0---
Mari kita balik pada Si Penjagal Selaksa Li yang kena dikeroyok oleh para jagoan Bulim, dalam hati dia merasa khe ki bercampur cemas, sehingga tanpa terasa sifatnya yang buas muncul kembali.
Pukulan yang dilancarakan pun semakin ganas, laksana menggulungnya ombak di samudra berturut turut dia melukai puluhan orang kembali.
Tetapi para jago yang mengerubuti dirinya saat ini adalah jago-jago kelas satu dari partai partai besar, mana mungkin mereka bisa dilukai dengan amat mudah.
Dengan ganas dan serunya masing-masing pihak kembali bertempur sebanyak dua ratus jurus, lama kelamaan Hu Hong merasakan tenaganya mulai berkurang untung saja waktu itu Tan Kia-beng munculkan dirinya sehingga dia sudah kekurangan beberapa orang musuh tangguh.
Dengan rasa terharu dia lantas melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng, teriaknya dengan keras.
"Saudara cilik, terhadap manusia manusia yang tidak pakai aturan ini kita tidak musah sungkan sungkan, gunakan saja senjata tajam dan tidak perlu mengasihani mereka lagi."
Dia tahu di dalam tubuh Tan Kia-beng ada tersimpan pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam serta seruling Pek Giok Siauw karenanya sengaja dia berteriak untuk memberi peringatan.
Tan Kia-beng mengerti maksud hatinya, dia lalu tertawa panjang.
"Haaa.... sekarang masih tak berguna sampai saatnya aku pasti akan suruh mereka merasakan kepandaianku"
Para jago-jago yang mengerubuti si Penjagal Selaksa Li, saat ini kebanyakan merupakan jago-jago dari tujuh partai besar sedang orang-orang yang bertempur melawan Tan Kia-beng kecuali kedua belas bocah pelenyap hujan masih ada pula jago-jago dari kalangan Hek-to maupun Pek-to atau dengan perkataan lain seluruh jago yang hadir di tempat sudah pada turun tangan semua kecuali Thay Gak Cungcu serta Lie Hun Hwee cu sampai Ci Si Sangdjien dari Siauw-lim-pay tidak terkecuali.
Semakin bertempur Tan Kia-beng semakin marah, mendadak dia membentak keras dengan menggunakan jurus "Djie Ceng Tiong" dia menghajar pental dua orang bocah pelenyap hujan sehingga mencelat setinggi dua kaki dan kemudian jatuh di atas batu cadas sehingga binasa seketika itu juga.
Dengan mengambil kesempatan luang ini badannya dengan buru-buru meloncat ke atas kemudian menerjang ke arah Si Penjagal Selaksa Li.
Thay su!" teriaknya kepada Ci Si Sang djien dari Siauw-lim-pay sambil tertawa dingin. "Kau adalah seorang ciangbundjien dari satu partai besar, bagaimana terhadap omongan orangpun begitu gampang percaya kenapa kalian tanpa tanya
jelas dulu persoalannya sudah turun tangan main kerubut? heee.... heee.... sungguh sayang nama suci dari Siauw-lim-pay selama ratusan tahun ini harus hancur di tanganmu!"
Ci Si Sangdjien yang dimaki Tan Kia-beng seketika itu juga air mukanya berubah memerah, dengan suara yang perlahan dia memuji keagungan Buddha lalu mengundurkan dirinya ke belakang disusul Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay pun sambil menghela napas panjang menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri ke belakang.
Walaupun mereka berdua sudah mengundurkan diri dari kalangan pertempuran tetapi jago-jago lainnya masih tetap berteriak kalap, dengan tanpa pikirkan nyawanya sendiri dengan ganasnya menerjang terus ke depan.
Hawa pedang berkelebat memenuhi angkasa, angin pukulan menderu deru memekikkan telinga, segulung demi segulung semakin ganas menekan ketubuhnya, sehingga akhirnya berat laksana tindihan gunung Thay-san.
Walaupun tenaga dalam yang dimiliki oleh Si Penjagal Selaksa Li dan Tan Kia-beng sangat lihay, tetapi terhadap kerubutan yang membabi buta ini akhirnya dibuat rada kewalahan juga.
Demikianlah sesudah bertempur salama dua jam lamanya di atas kening mereka berdua mulai dibasahi oleh keringat.
Sedang orang-orang yang main kerubutan sudah ada separuh bagian yang mati atau terluka, tetapi orang yang sudah benar-benar diliputi oleh dendam serta rasa benci itu tak dapat menguasahi dirinya kembali, semakin bertempur semakin nekad sehingga akhirnya mulai mengeluarkan jurus jurus yang mengajak gugur bersama.
Si Penjagal Selaksa Li yang berhati keras dan ganaspun lama kelamaan mulai keder juga dibuatnya. Sreet! dengan gencarnya dia pukul getar dua bilah pedang yang menyambut dari belakang tubuhnya lalu sambil meloncat ke atas udara bentaknya keras, "Saudara cilik! kita bubaran...."
"Hee.... hee.... heee.... kalian kira malam ini bisa lari?" seru Kwan Tiong It Khei sambil tertawa dingin.
Sepasang telapak tangannya berputar setengah lingkaran, bagaikan putaran roda dengan menembus angkasa membabat ke depan.
Melihat datangnya serangan tersebut Si Penjagal Selaksa Li segera melototkan matanya lebar-lebar.
"Apakah kau cuma mengandalkan sedikit kepandaian ini saja?" bentaknya keras.
"Sreet....!" dengan dahsyatnya dia kirim satu tonjokan ke arah depan.
Dengan menimbulkan suara yang keras diselingi suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Kwan Tiong It Khei terpukul pental sejauh satu kaki lebih dan rubuh ke atas tanah.
Sedang Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong sendiripun tak kuasa mundur dia langkah ke belakang.
Pada saat saat yang amat kritis itulah sinar pedang sudah berkelebat datang, pedang panjang Cing Yang Cu serta Im Yang-cu dari kiri dan kanan menggencet datang, sedangkan totokan jari tangan dari si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien dengan dahsyatnya mengancam jalan darah "I* Liang" dan Hong Wie dua tempat.
Si Penjagal Selaksa Li segera mendengus dingin, tubuhnya berputar laksana roda kereta, dengan cepat dia berhasil menghindarkan diri dari totokan atas jalan darah kematiannya, sepasang telapaknya berturut turut dibabat ke depan menggetarkan datangnya serangan pedang yang menggencet dari kiri serta kanan itu.
Tetapi keadaan tetap terlambat satu tindak, pundaknya sudah terkena sapuan dari jari tangan si Pendekar Satu Jari sehingga bajunya robek dan kulit badannya terluka sepanjang lima cun.
selama hidupnya belum pernah dia menerima kerugian semacam ini, saking khe kinya dia lantas meloncat tinggi ke atas, rambut putih pada berdiri sedang jenggotnya bergoyang tiada hentinya.
Di tengah suara auman yang amat keras telapak maupun kakinya berturut turut melancarkan serangan serangan gencar.
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan belas pukulan dan dua belas sapuan.
Serangan yang dilakukan di dalam keadaan gusar dan menggunakan seluruh tenaga yang dimiliki ini benar-benar amat dahsyat sekali.
Suara jeritan ngeri kembali bergema memenuhi angkasa, tubuh Cing Yang Cu terkena sapuan kakinya sehingga berguling ke arah bawah gunung dengan cepatnya.
Dengan menggunakan saat sewaktu para jago yang mengerubuti dirinya pada mengundurkan diri mencari keselamatan itulah dia meloncat setinggi tujuh delapan kaki kemudian teriaknya.
"Saudara cilik, kita bubaran dulu"
Dengan disertai suara desiran yang keras bagaikan seekor burung elang dengan cepatnya meluncur ke arah bawah gunung.
Sewaktu untuk pertama kalinya Si Penjagal Selaksa Lie berteriak untuk bubaran Tan Kia-beng pun sudah merasa bahwa waktu itu lebih baik bubaran untuk sementara karena sekalipun memperoleh kemenangan tetapi orang yang membunuhpun pasti banyak jumlahnya.
Oleh karenanya setelah mendengar suara teriakan dari Si Penjagal Selaksa Li dia lantas menyahut.
"Kau pergilah terlebih dahulu, aku akan memotong dari belakang!"
Karena tanya jawab inilah menyebabkan perhatian dari para pengeroyok tersebut.
"Awas....! bang cilik ini bersiap-siap mau molos" teriak mereka dengan keras "Kepung biar rapat jangan kasih lolos hajar sampai mati anakan iblis ini!"
Angin pukulan menyambar semakin kencang hawa pedang sinar golok berkelebatan menyilaukan mata hampir hampir boleh dikata mereka sudah serahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk menghajar pemuda tersebut.
Hal yang merugikan dari Tan Kia-beng daripada Si Penjagal Selaksa Li adalah dia tidak ingin melukai orang sering sekali kesempatannya untuk melukai seorang musuh hdibuang dengan begitu saja tanpa tidak mencari hasil.
Saat ini melihat orang yang mengepung dirinya semakin lama semakin merapat hatinya mulai merasa rada tidak
sabaran lagi, mendadak dengan dinginnya dia tertawa panjang.
"Haa.... haa.... haa.... karena di dalam urusan ini ada sedikit kesalah pahaman maka siauw yamu benar-benar merasa jeri terhadap kalian?" ejeknya.
Mendadak hawa murninya yang ada dipusar disalurkan keluar memenuhi seluruh tubuh, sepasang telapaknya berkelebat tiada hentinya melancarkan serangan gencar ke depan.
Laksana menggulungnya ombak di tengah amukan taupan berturut turut dia melancarkan dua puluh satu pukulan sedang kakinya melancarkan tendangan berantai sebanyak sembilan serangan.
Serangan gencarnya kali ini hampir hampir boleh dikata menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimiliki, tenaga pukulannya sebentar keras sebentar melunak, di dalam waktu yang bersamaan dia menggunakan dua macam hawa pukulan yang berbeda untuk mendesak musuh muushnya.
Hanya di dalam sekejap saja tenaga amukan angin pukulan melanda memenuhi angkasa hawa dingin menyambar nyambar memerikan muka.
Dua orang jagoan berkepandaian tinggi dari Khong tong pay yang baru saja melancarkan pukulan ke depan mendadak terasa adanya segulung angin pukulan hawa dingin yang menggulung datang, dengan gugup mereka lantas balik telapaknya menangkis.
Tetapi keadaan terlambat, dadanya merasa seperti digodam dengan martil besar, darah segar tidak kuasa lagi menyembur keluar dari mulutnya, dengan diiringi suara teriakan ngeri yang
menyayatkan hati kedua orang itu mencelak setinggi satu depa jauhnya dan rubuh tak bergerak di atas tanah.
Dengan menggunakan kesempatan sewaktu para jago dibuat tertegun itulah tiba-tiba Tan Kia-beng membentak keras, sepasang telapak tangannya membalik dan mendorong ke depan dengan sejajar dada.
Segulung angin pukulan khie kang berhawa Yang bagaikan ambruknya gunung Thay-san melanda keseluruh kalangan.
Para jago sama sekali tak menyangka kalau pemuda yang sudah bertempur lama ini tenaga pukulannya masih dahsyat, tak seorang pun diantara mereka yang berani menyambut datangnya pukulan tersebut dengan keras lawan keras.
Para pengeroyok dengan cepatnya menyingkir ke samping untuk menghindarkan diri dari datangnya pukulan itu, dengan demikian terpukullah sebuah lubang kelemahan.
Sreet....! laksana anak panah yang terlepas dari busurnya Tan Kia-beng meluncur sejajar ke depan mengikuti dimana lenyapnya bayangan tubuh Si Penjagal Selaksa Li.
Hanya di dalam beberapa kali kelebatan saja tubuhnya sudah lenyap di tengah kegelapan malam.
Suatu pertempuran yang amat serupun dengan demikian berakhir, puncak gunung Gak Lok san pun dengan perlahan pulih kembali ke dalam kesunyian yang mencekam.
Para jago pilihan dari partai partai besar Bulim yang mengerubuti dua orang "iblis tua" dan "anakan iblis" dari tiga kelompok kini tinggal sekelompok orang saja bahkan masih belum terhitung yang menderita luka luka.
Dengan wajah amat serius Ci Si Sang jien memandang ke tengah kalangan yang penuh berceceran darah serta mayat
mayat yang bergelimpangan, tidak terasa dia sudah tundukkan kepalanya membaca doa....
Ketika menolak lagi ke atas puncak, Thay Gak Cungcu itu manusia kerdil yang diangkat para jago sebagai Bengcu saat ini sudah tak berbekas dan kini cuma jago-jago dari tujuh partai besar saja yang masih tertinggal disana.
Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay yang melihat kejadian itu mendadak menghela napas panjang.
"Heei.... ada kemungkinan kita sudah kena tertipu oleh orang lain"
"Loolap pun mempunyai perasaan yang sama" sahut Ci Si Sangdjin sambil mengangguk dengan sedihnya. Karena perasaan para jago pada waktu tadi bergolak hal ini membuat Loolap tak ada kesempatan untuk menanyai lebih jelas lagi terhadap Si Penjagal Selaksa Li...."
---0-dewi-0---
JILID: 15
Padahal orang yang mengerubuti kedua orang Iblis tadi bukanlah manusia-manusia dungu, setelah mendapatkan peringatan dari Ci Si Sangjien ini segera pada merasa kalau di dalam urusan ini ada sedikit mencurigakan.
Bok Thian-hong mengundang jago-jago seluruh partai untuk sama-sama menghadapi Si Penjagal Selaksa Li, tetapi kenapa dia sendiri tidak turun tangan? persekutuan kali ini untuk menghadapi Si Penjagal Selaksa Li adalah bersifat sementara tetapi kenapa dengan mengambil kesempatan tersebut dia hendak memaksa para ciangbunjin dari setiap partai untuk menanda tangani panji persekutuan tersebut?
Kini pertempuran sudah berakhir, kenapa mereka suami istri berdua secara tiba-tiba sudah lenyap? Seharusnya sebagai seorang Bengcu yang memimpin di dalam urusan ini dapat mengatur segala galanya atau sedikit dikitnya mewakilkan kepada orang lain.
Beberapa persoalan yang mencurigakan ini segera membuat hati setiap jago jadi ragu ragu.
Si Pendekar Satu Jari Ko Cian Jin sehabis mendengar perkataan dari Leng Hong Tootiang segera mengalihkan pandangannya ke arah Loo Hu Cu dari Go-bie pay, lalu ujarnya dengan gemas bercampur sedih.
"Selama beberapa tahun ini tujuh partai besar di dalam Bulim selalu bersatu padu, tetapi sejak malam ini kami dari partai Thian cong pay akan berdiri sendiri, selamanya tidak akan ikut campur lagi di dalam perbuatan kalap dan gila yang tak memakai pikiran ini."
“Hee hee, kenapa secara tiba-tiba Ko heng berkata demikian?” sambung Loo Hu cu dengan dingin.
Si Pendekar Satu Jari segera tersenyum.
"Bilamana setiap kali tujuh partai besar dari Bulim harus melakukan perbuatan yang kasar dan berangasan menerjang kesana kemari dengan main seruduk akan kemanakan kecemerlangan serta kewibawaan dari tujuh partai besar? Apakah soal ini tidak akan ditertawakan oleh para jago dari kalangan Hek-to?"
“Haa, jadi maksudmu kau menaruh rasa simpatik terhadap si Iblis Tua serta anakan iblis tersebut?" ejek Loo Hu cu sambil tertawa.
"Benar atau bukan kau tak usah ikut campur, pokoknya partai Thian Cong mempunyai maksud dan tujuan dari partai Thian Cong pay sendiri."
Sehabis berkata dia lalu meloncat pergi dari sana.
Ci Si Sangjin serta Leng Ho Tootiang yang merasa menyesal pula dengan terjadinya peristiwa saat itu ketika dilihatnya Ko Cian Jien dibuat gusar sehingga berlalu, merekapun tanpa mengucapkan sepatah kata pun bersama-sama berkelebat meninggalkan puncak gunung Gak Lok san.
Sejak saat itulah tujuh partai besar dari Bulim pada berjalan sendiri sendiri sesuai dengan cara dan maksudnya sendiri sejak itu pula mereka tidak lagi bersatu padu dan bekerja sama seperti yang lalu lalu.
---0-dewi-0---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang molor pergi bersama-sama dengan si Penjagal Selaksa Li Hu Hong, setelah berlari puluhan li jauhnya mereka baru menghentikan langkahnya dan beristirahat di atas sebuah tanah kuburan.
Dengan napas agak tersengkal sengkal dan menyeka keringat yang membasahi keningnya Tan Kia-beng putar kepalanya bertanya, "Loocianpwee, apa kau terluka?"
"Haa haa haaa luka ringan seperti ini tak akan menggangug diriku." sahut si Penjagal Selaksa Li sambil tertawa panjang. "Cuma saja manusia picik yang tak berguna itu sungguh menggelikan sekali!"
Padahal yang sebenarnya saat ini dia merasa hawa murninya menemui kerugian, sedang pundaknya yang terkena sapuan jari serangan dari si Pendekar Satu Jari Ko Cian Jienpun mulai terasa agak sakit.
Tan Kia-beng sendiripun secara diam-diam menyalurkan hawa murninya mengelilingi satu kali seluruh tubuh, setelah terasa menjadi segar kembali dia baru bertanya.
"Kali ini apakah kau sudah menemukan sedikit keterangan?"
"Sejak dahulu Loohu sudah menaruh curiga kalau di dalam hal ini pasti ada orang yang mengacau secara diam-diam, cuma saja untuk sesaat tak bisa mengetahui siapakah sebenarnya orang itu, tetapi setelah loohu selidiki siang malam dengan amat teliti segera dapat loohu temui, kalau Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong walaupun diluarnya kelihatan ramah dan jujur padahal dia adalah manusia kejam dan berhati licik, ada kemungkinan dialah yang melakukan pekerjaan ini.
Kali ini dia mendadak menyebar undangan kepada seluruh partai besar untuk sama-sama bersatu padu untuk menghadapi kau serta aku walaupun tidak jelas apa maksud tujuannya tetapi dari sifatnya bisa diduga kalau perbuatannya kali ini sangat mencurigakan sekali.... Heei cuma sayang orang-orang yang menyebut dirinya sebagai kaum lurus itu ternyata tidak lebih adalah manusia manusia yang tidak pakai aturan, sungguh mambuat orang merasa jengkel!
Mendadak di dalam benak Tan Kia-beng berkelebat satu ingatan.
“Apakah kau adalah anggota dari perkumpulan Teh Leng Kauw?” tanyanya tiba-tiba.
Mendengar perkataan tersebut bagaikan terkena aliran listrik seluruh tubuh Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong tergetar amat keras dengan sedihnya dia menggelengkan kepalanya.
Tan Kia-beng jadi merasa keheranan.
"Kau bukan anggota Teh-leng-bun?" tanyanya tercengang. “Lalu ilmu silatmu kenapa sama dengan kepandaianku? kau tidak usah menipu aku lagi aku tahu siapakah dirimu!"
"Bukannya Ie heng tidak mengakui perguruan, adalah Ie heng yang tidak berbakti sehingga sudah diusir dalam perguruan!" sahut Hu Hong sambil menghela napas panjang. Heei.... urusan yang telah silam berlalu seperti segulung asap lebih baik tidak usah kita bicarakan lagi."
Tan Kia-beng hanya merasakan si iblis tua yang paling ditakui oleh orang-orang kangouw ini hanya di dalam sekejap saja sudah berubah menjadi seseorang yang lain, wajahnya penuh diliputi oleh rasa sedih dan murung, tidak terasa dalam hatinya timbul rasa simpatik dan terharunya.
"Lepaskan golok pembunuh dan bertobatlah kepada sang Buddha, asalkan kau sudah benar-benar tobat dan tidak ingin membunuh orang lagi maka sifatmu masih tetap merupakan seorang lelaki sejati.... waktu itu aku rela menyerahkan kedudukan Kauwcu kepadamu!"
Mendadak Hu Hong melototkan sepasang matanya lebar-lebar dan memperhatikan wajahnya tak berkedip, lama sekali dia baru mengangguk dan menghela napas panjang gumamnya seorang diri, "Sukma Couw su ada di atas dan memberkahi seorang ahli waris buat aliran Teh-leng-bun, sekalipun mati aku orang she Hu juga akan meramkan mata!"
Sebenarnya Tan Kia-beng adalah seorang yang mudah menaruh simpatik pada orang lain, sewaktu dilihatnya dia begitu mencintai perguruan hatinya semakin menaruh simpatik kepadanya.
Dengan perlahan dia maju mendekan dan hiburnya dengan suara yang amat halus.
"Suheng, dikarenakan urusan apa kau sampai menggusarkan suhu dan diusir dari perguruan? Dan karena soal apa pula sampai mengikat permusuhan dengan jago-jago Bulim sehingga mengakibatkan timbulnya peristiwa semacam ini? Apakah kau suka menceritakan urusan tersebut kepada sutemu?"
Hu Hong segera menepuk batu yang ada disampingnya menyuruh dia duduk.
"Sebenarnya dalam soal ini aku sudah tidak ingin membicarakannya lagi dengan orang lain" katanya Tetapi kalau memangnya kau ingin aku ceritakan juga, baiklah baiklah aku ceritakan kepadamu!"
Dia termenung berpikir sebentar, setelah itu baru sambungnya.
"Tempo hari sewaktu Ie heng masih ke dalam perguruan suhu amat memperhatikan diriku, dia sudah wariskan seluruh kepandaian silatnya kepadaku bahkan ilmu simpanannyapun sudah diturunkan kepadaku.
"Waktu itu Ie heng benar-benar merasa sangat berterima kasih sekali atas budi dari suhu sehingga terhadap ilmu silatnya itu aku berlatih semakin giat lagi
"Walaupun pada saat itu suhu berhasil mendirikan partai Teh Leng Kauw tetapi anggotanya tidak banyak, orang yang sering berkumpul dengan suhu kecuali Ie heng sendiri hanya ada sumoay saja yang merupakan putri kandung suhu pula kami bergaul dengan sangat rapat dan saling cinta mencintai.
"Heeei....! Mungkin ini nasib sial dari aku, di tengah suatu malam buta yang tak berbintang kami sudah melakukan hubungan gelap yang amat memalukan, tak tersangka tidak kemudian kejadian ini sudah diketahui oleh suhu sehingga di
dalam keadaan gusar dia lantas usir aku keluar dari perguruan dan selamanya tidak boleh balik kembali ke dalam perguruan, kepada sumoay sendiri ia paksa untuk bunuh diri agar menjaga kebersihan nama nenek moyang sebelumnya coba kau bayangkan bagaimana ngeri dan sedihnya keadaanku pada waktu itu!
Waktu itu sekalipun aku sudah diusir keluar dari perguruan tetapi dalam hati mana tega untuk mendinggalkan dia pergi? Sekalipun ia benar-benar mau bunuh diri akupun harus melihat wajahnya untuk terakhir kali. Malam itu dengan mengambil kesempatan sewaktu suhu lagi bersemedi aku memasuki rumah kediaman suhu dan paksa sumoay untuk pergi. Demikianlah akhirnya kami berdiam diperkampungan Cui-cu-sian dan tidak mencampuri urusan lain lagi.
"Tetapi dia yang setiap hari memikirkan ayahnya dan tidak berani pergi menemui dia orang tua, akhirnya karena sakit lalu binasa meninggalkan seorang puteri yaitu Siauw Cian yang kau temui itu! Karena pukulan itulah sifatku mulai berubah, bahkan jadi kejam dan suka membunuh. Benci kepada orang lain dan alihkan seluruh cinta kasihku dari ibunya ke atas tubuh Siauw Cian.
"Kami ayah beranak berdua hidup berdampingan dan tidak ingin diganggu oleh siapapun bahkan sampai binatang pun aku merasa tidak senang.... heeei....! Sekarang aku baru tahu kalau manusia tetap manusia dia tetap harus berkumpul dengan manusia manusia lainnya!
"Sewaktu Siauw Cian mulai menginjak dewasa dia selalu saja ribut ingin berpesiar keluar akhirnya aku mendapat akal untuk membuat kereta kencana dan melatih beberapa ekor kuda jempol untuk setiap kali musim semi membawa dia menunggang kereta berpesiar satu kali ke daerah Kang Lam
"Nah.... persoalan terjadi disinilah Siauw Cian yang baru untuk pertama kali terjun ke dalam Bulim terhadap barang apapun dia merasa keheranan, apalagi membutuhkan kawan karib di dalam keadaan gusar aku lantas membenci barang-barang dan orang tersebut yang hendak memecahkan kecintaanku, aku dengan ganasnya lantas membasmi barang-barang serta orang-orang itu"
“Kau berbuat demikian apakah tidak terlalu menyalagi perikemanusiaan....?" sela Tan Kia-beng tiba-tiba.
"Perkataanmu itu kemungkinan ada benarnya tetapi aku sudah berbuat demikian, tahun menjelang tahun Siauw Cian menginjak semakin dewasa dan dia mempunyai potongan yang amat cantik dan menarik seperti ibunya hampir-hampir boleh dikata jelmaannya, karena itu aku mencintai dan menyayangi dia jauh lebih berharga dari nyawaku sendiri, sedang dia sendiri? Bukan saja dia membutuhkan sahabat bahkan membutuhkan cinta kasih pula. Karena tekanan aku semakin besar diapun semakin menginjak dewasa"
"Perempuan harus menikah, kau jangan terlalu mementingkan dirimu sendiri!"
"Ada kemungkinan memang demikian, karena dia benar-benar berwajah sangat cantik, maka setiap tahun berpesiar tentulah memancing datangnya berbagai kerepotan, saat itu dendam yang aku ikat di dalam dunia persilatanmu semakin lama semakin mendalam bahkan boleh dikata dimana setiap kali kereta kencana tersebut lewat di sanalah pasti akan terjadi banjir darah.
"Karena itu orang-orang Bulim pada memberi gelar "Penjagal Selaksa Li kepadaku, tetapi tidak suka mengurusi persoalan tersebut, setiap tahun aku tetap berpesiar satu kali.
"Soal ini mungkin tidak benar bukan? kacuali setiap tahun sekali berpesiar apakah kalian tidak pernah keluar lagi dari perkampungan Cui-cu-sian?"
--------------------
Dahulu memang demikian setelah itu makin hari usia-siauw Cian makin menanjak, kepandaian silatnyapun sudah memperoleh warisan dari diriku, ada kalanya memang secara sembunyi sembunyi dia keluar sendiri cuma yang jelas berpesiar dengan menunggang kereta hanya sekali di dalam setahun
Saat ini Tan Kia-beng sudah berani memastikan kalau disamping kereta kencana dari si "Penjagal Selaksa Li" ini masih ada kereta kencana lainnya yang sengaja mengacau.
Karena itu dia lantas mengalihkan pembicaraan.
"Kalau begitu kereta kencana yang menyerbu ke atas gunung Siong san mengacau kuil Siau lim si serta menyerang kuil Kun Yuan Koan di atas gunung Go-bie adalah kereta kencana yang lain?” tanyanya.
Mendengar perkataan itu "si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong mendadak tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Walaupun dengan sepasang tangan aku Hu Hong sudah berlumurkan daram manusia tetapi selama orang tidak akan mengganggu aku, akupun tidak akan mengganggu orang-orang itu berulangkali mencelakai diriku.... bilamana mengijinkan pada suatu hari pasti dia terjatuh ketanganku.... heee.... hee.... aku tidak akan mengampuni dirinya."
Tiba-tiba....
Suara tertawa aneh yang amat menyeramkan berkumandang datang dari belakang tubuhnya.
“Heee.... heee.... tidak usah lain kali malam ini saja kita selesaikan!"
Mereka berdua jadi amat terperanjat kemudian meloncat bangun dan menoleh ke belakang Hu Hong berdua benar-benar kaget karena selagi bercakap-cakap dibelakang mereka sudah kedatangan musuh tanpa terasa.
Tampaklah seorang kakek tua berjubah hitam dengan seorang anak perempuan berbaju putih yang berkerudung pula bagaikan bayangan iblis sudah melayang datang dibelakang mereka, bersamaan pula di tengah hutan berkelebat tiada hentinya bayangan hitam, jelas di tempat itupun sudah bersembunyi berpuluh puluh orang jagoan berkepandaian tinggi.
Hu Hong yang melihat munculnya si kakek tua berjubah hitam itu dalam hati merasa amat gusar sekali.
"Kiranya bajingan kerdil yang berulang kali memalsukan namaku untuk berbuat jahat adalah kau sikura kura tua!" bentaknya.
Si kakek tua berkerudung hitam itu segera memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat seram.
"Kejayaan serta kecemerlangan nama besarmu selama beberapa tahun ini kiranya sudah lebih dari cukup, malam nanti aku sengaja datang untuk menghantarkan kau pulang kerumah nenekmu".
Setelah itu kepada Tan Kia-beng serunya, “Cepat lepaskan pedang pusaka Kiem Cing Giok Hun Kiam serta seruling pualam Pek Giok Siauw kemudian serahkan kepadaku setelah itu bersumpahlah untuk mulai sekarang berbakti kepada yayamu! bilamana kau suka berbuat demikian ada
kemungkinan aku mau melepaskan satu nyawa kecilmu bilamana sedikit terlambat.... heee.... heee....
Hu Hong benar-benar amat gusar sekali dibuatnya, tanpa banyak cakap lagi telapak tangannya diangkat sejajar dada segera didorong ke depan melancarkan pukulan dahsyat.
Si kakek berkerudung hitam itu tertawa tergelak dengan amat seramnya.
"Dihari hari biasa ada kemungkinan aku suka mengalah tiga bagian kepadamu, tetapi malam ini.... hmm! hmm! jangan harap kau bisa memperlihatkan kegalakanmu lagi"
Telapak tangannya berputar satu lingkaran lalu menerima datangnya serangan pihak lawan dengan keras lawan keras.
Hu Hong yang baru saja mengalami pertempuran sengit selama satu malaman pada saat ini tenaga dalamnya sudah jauh berkurang, tubuhnya segera tergetar mundur dua langkah ke belakang karena bentrokan tersebut.
sebaliknya si kakek tua berkerudung hitam itu tetap berdiri tegak di tempat semula
"Hee.... hee.... bagaimana rasanya, ejeknya sambil tertawa bangga.
Tubuhnya kembali mendesak maju ke depan sepasang telapak tangannya berkelebat tiada hentinya melancarkan tiga pukulan mematikan, seketika itu juga tenaga pukulan laksana menggulungnya ombak serta angin taupan yang melanda gunung menyambar nyambar seluruh angkasa.
Hu Hong benar-benar dibuat gusar oleh perbuatan musuhnya ini, sepasang matanya melotot lebar-lebar sedang giginya beradu keras.
"Sreeet! sreeet! berturut turut dia melancarkan tiga buah pukulan gencar pula menyambut datangnya serangan musuh dengan keras lawan keras pula.
"Braaaak! braaak bluuumm...."
"Braak! braak! blumm....!
Air muka Hu Hong berubah merah padam bagaikan darah tubuhnya kembali tergetar mundur sejauh tiga empat langkah.
Tan Kia-beng tahu tenaga murninya sudah menderita kerugian yang amat besar apalagi pundaknya menderita luka, maka tubuhnya dengan cepat bergerak siap memberi bantuan kepadanya.
Sekonyong konyong....
Bayangan putih berkelebat, si gadis berbaju putih yang berkerudung itu sudah melayang ke depan menghalangi perjalanannya sepasang telapak tangannya yang halus dan putih laksana salju berkelebat tiada hentinya melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Setiap gerakan maupun serangan semuanya menggunakan jurus dahsyat dari aliran Teh Len gBun. bahkan tenaga dalam yang dimilikipun amat dahsyat sekali.
Tan Kia-beng jadi terkejut bercampur gusar.
"Siapa kau?” bentaknya keras.
Tubuhnya segera miring ke samping balas melancarkan serangan sebanyak tujuh jurus sekaligus, tetapi dikarenakan tenaga dalamnya sudah memperoleh kerugian yang amat besar maka kedahsyatannya tidak dapat menandingi keadaan biasa.
Gadis berkerudung itu sama sekali tidak menghindarkan diri telapak tangannya yang halus berturut turut digerakkan menerima dua buah serangannya dengan keras lawan keras.
Bentrokannya kali ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng tergetar amat keras dadanya bergolak tiada hentinya.
"Eei, tak kusangka seorang gadispun bisa memiliki tenaga dalam yang demikian sempurna, sungguh aneh! Sungguh aneh!" pikirnya.
Si gadis berkerudung putih itu sama sekali tidak memberi kesempatan buat pemuda itu untuk berganti napas tampak bayangan putih kembali berkelebat. Di tengah melayangnya bayangan telapak tangan berturut turut dia mengancam seluruh jalan darah mematikan ditubuh pemuda tersebut.
Hal ini membuat Tan Kia-beng seketika itu juga jadi gusar dia bersuit panjang telapak tangannya dengan mengerahkan seluruh kepandaian yang dimilikinya menyambut datangnya serangan tersebut.
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah terlibat dalam suatu kancah pertempuran yang amat seru sekali dengan gadis berkerudung itu.
Sembari bertempur diam-diam pemuda itu melirik sekejap ke arah Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong.
Tampaklah olehnya seluruh rambut serta jenggotnya bergetar keras, sepasang matanya melotot sedang keringat sebesar kedelai mengucur keluar tiada hentinya dari kening agaknya dia benar-benar terdesak oleh serangan gencar si kakek tua berkerudung hitam sehingga tubunya mundur berulang kali.
Sembari bergebrak si kakek tua berkerudung hitam itu tiada hentinya mengejek.
"Hey iblis tua! Dimana kedahsyatan tempo hari? Ayoh keluarkan!
"Kau tak usah keburu merasa bangga," teriak Hu Hong sambil tertawa seram. "Malam ini belum tentu loohu yang harus mati di tengah ceceran darah segar.
Sepasang telapak tangannya menyambar ke tengah udara berturut turut melancarkan tiga buah serangan kemudian bersama-sama dibabat ke arah depan.
Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan angin pukulan yang menderu deru bayangan telapak memenuhi angkasa laksana kabut selapis demi selapis saling susun menyusun.
"Heee.... hee.... iblis tua," ejek si kakek tua berkerudung hitam itu lagi sambil tertawa seram. "Di hari hari biasanya ada kemungkinan ilmu pukulan Swee Oh Peng Hun Sam Cap Sih' mu ini bisa menunjuk kedahsyatan, tapi malam ini heee heee, kemauan ada hanya sayang tenaga kurang, ha ha ha, lebih baik kau tarik kembali saja seranganmu."
Braaak! Braaak! Suara ledakan bergema datang saling susul menyusul Hu Hong yang serangannya terkunci oleh pihak lawannya segera tergetar hebat sehingga darah segar muncrat keluar dari mulutnya sedang tubuhnya terhuyung huyung jatuh sejauh delapan depa.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng jadi amat gusar, dia melancarkan dua buah serangan menghajar gadis berbaju putih itu, kemudian tubuhnya meloncat ke atas dan menyambar ke arah Hu Hong
"Menyerang dengan menggunakan kesempatan sewaktu orang lagi bahaya, kau terhitung enghiong macam apa?" bentaknya keras.
Telapak tangannya dengan cepat dibabat ke depan menghajar ke atas batok kepala si kakek tua berkerudung itu, walaupun serangannya itu kelihatan dahsyat padahal tenaga murninya sudah jauh berkurang, pukulan tersebut sudah tak berarti lagi.
Si kakek tua berkerudung yang mempunyai sepasang mata amat tajam itu sekali pandang sudah dapat mengetahui titik kelemahan tersebut, dia lantas tertawa dingin.
"Heee heee, malaikat lumpur ingin menyeberangi sungai, untuk berjaga diri saja sudah susah kau masih ingin menolong orang lain sungguh tidak tahu kekuatan sendiri!"
Menanti angin pukulan tersebut hampir mengenai tubuhnya, mendadak sepasang telapak tangannya didorong ke luar dengan menggunakan jurus Thian Ong Tuo Tha' atau raja langit menyungging pagoda menyambut datangnya serangan tersebut.
Bummmm! di tengah udara segera tergetar amat keras tubuh Tan Kia-beng yang masih ada di tengah udara berjumpalitan beberapa kali lalu melayang sejauh tujuh delapan depa dari tempat semula
Dadanya terasa amat sakit seperti digodam martil besar darah di dalam tubuhnya bergejolak amat keras.
Dengan terburu-buru dia menenangkan hatinya dan salurkan hawa murninya untuk menahan golakan tersebut, ketika dia membuka matanya kembali tampaklah si kakek tua berkerudung hitam sedang berdiri sejajar dengan gadis berkerudung putih dan pada saat itu sedang memandang ke
arah mereka berdua dengan amat bangga dengan mengejek dan suara tertawa tergelak bergema tiada hentinya.
Ketika matanya dialihkan ke arah si "Penjagal Selaksa Li Hu Hong tampaklah air mukanya kini sudah berubah jadi pucat pasi, pada ujung bibirnya masih menetes keluar darah segar yang amat kental matanya dipejamkan rapat rapat dan duduk di tempat itu tak bergerak.
Jelas sekali dia sudah menderita luka dalam yang amat parah masih untung dirinya sekalipun terluka tapi masih bisa meronta untuk bangun
Hawa amarahnya kembali berkobar, dengan perlahan dia mulai geserkan kakinya mendekati si kakek tua berkerudung hitam itu.
Mendadak....
Suara tertawa yang amat aneh bergema memenuhi empat penjuru, dari antara hutan yang amat lebat muncullah segerombolan manusia manusia berpakaian ketat yang pada wajahnya berkerudung semua. Masing-masing orang aneh itu mencekal senjata tajam selangkah demi selangkah berjalan mendekati dirinya.
Bilamana dihari hari biasa terhadap beberapa orang itu sudah tentu Tan Kia-beng tidak bakal memandangnya dihati, tetapi pada saat ini tubuhnya sudah menderita luka parah apalagi tenaga murninya sudah memperoleh kerugian yang amat besar membuat hatinya segera jadi amat terperanjat, apalagi pada saat ini masih ada Hu Hong yang lagi menderita luka parah.
"Sreet!" seruling pualam Pek Giok Siauw nya dicara keluar, tubuhnya maju dua langkah ke depan dan berdiri berjajar dengan Hu Hong.
"Heee heee heee," kembali si kakek tua berkerudung hitam itu tertawa dingin tiada hentinya. Bilamana kau sayang dengan nyawamu maka cepat-cepatlah serahkan pedang pualam serta seruling pualam tersebut kepadaku. Aku akan ampuni jiwamu sekalian lepaskan iblis tua tersebut dari kematian"
"Kau jangan omong kosong!” bentak Tan Kia-beng dengan amat gusarnya. “Siapakah yang bakal mati malam ini masih belum bisa dipastikan!”
Seruling Pek Giok Siauw nya segera digetarkan kemudian dengan dahsyatnya menubruk ke arah depan.
Mendadak suara bentakan bergema memenuhi angkasa orang-orang berbaju merah yang ada di empat penjuru bersama-sama menggerakkan senjata tajamnya menyerang kedua orang itu.
Serentetan sinar golok yang menyilaukan mata segera beterbangan memenuhi angkasa, keadaannya amat menyeramkan sekali
Tubuh Tan Kia-beng yang ada di tengah udara segera berjumpalitan beberapa kali seruling pualamnya digetarkan satu lingkaran tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki di atas seruling pualamnya dengan membentuk sinar tajam yang berkilauan menyambut datangnya lelaki berbaju merah itu.
Seketika itu juga ilmu seruling Uh Yeh Bing Hun Sam Sih yang amat dahsyat dan pernah menggetarkan seluruh Bulim dilancarkan ke depan.
Dimana berkelebatnya bayangan terang suara teriakan ngeri yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, dua orang lelaki berbaju merah yang berada dipaling depan dengan cepat terhajar hancur batok kepalanya otak pada
tersebar memenuhi permukaan tanah sedang darah segar muncrat memenuhi angkasa
Si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong yang selama ini lagi bersemedhi mendadak melototkan sepasang telapak tangannya dengan disertai angin pukulan yang amat dahsyat membabat ke arah depan.
Walaupun pada saat ini dia lagi menderita luka dalam yang amat parah tetapi kedahsyatan ilmu pukulannya masih belum berkurang, beberapa orang lelaki berbaju merah yang ada dipaling depan dengan segera terpukul mundur hingga bubaran
Tetapi orang-orang berbaju merah yang dihadapi mereka pada saat ini sangat berlainan sekali dengan para jago-jago berbaju merah yang pernah ditemui Tan Kia-beng sewaktu berada di atas gunung Go-bie.
Walaupun saat ini mereka lagi menghadapi musuh tangguh tetapi barisannya tak sampai menjadi kacau hawa pedang dengan tiada hentinya berdesir memenuhi angkasa menerjang ke arah Hu Hong berdua.
Kedua orang itu dengan cepatnya sudah terjerumus di dalam kelebatan sinar golok serta bayangan pedang, sekalipun Tan Kia-beng ada seruling di tangannya sehingga semangat berkobar tetapi tidak berhasil juga menembusi kepungan yang amat ketat itu. Semakin lama hawa murninya semakin berkurang sekalipun senjata yang ada ditangannya sangat luar biasa, akan tetapi sukar juga baginya untuk menunjukkan kedahsyatannya.
Terakhir kepungan itu makin lama makin mengecil dan makin menyempit, serangan serangan mereka berduapun dari gerakan menyerang kini berubah jadi bertahan.
Demikianlah kurang lebih selama setengah jam lamanya mereka bertahan terus dengan keadaan amat payah.
Si kakek tua berkerudung hitam yang berdiri disamping kalangan saat ini tidak bisa menahan sabar lagi, di tengah suara suitannya yang amat aneh bersama-sama dengan si gadis berbaju putih itu segera menerjang ke dalam kalangan pertempuran.
Tan Kia-beng sebetulnya sudah mulai merasakan darah panas didadanya berkobar amat keras dan payah untuk bertahan lebih lama. Kini dengan ikut sertanya si kakek berkerudung hitam serta si gadis berbaju putih terjun ke dalam kalangan pertempuran tekanan yang mendesak merekapun terasa semakin erat.
Dengan susah payah Hu Hong melancarkan dua buah serangan ke depan, tetapi tubuhnyapun sudah mulai bergoyang tiada hentinya.
Dengan mengambil kesempatan yang sangat baik inilah si kakek berkerudung hitam itu tertawa aneh, sepasang telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya sudah mencengekeram ke arah dadanya.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng jadi amat cemas, di tengah suara bentakan yang keras seruling pualam ditangannya digetarkan ke depan dengan sekuat tenaga ia menghajar jalan darah Ci Tie Hiat di atas tubuh kakek berkerudung hitam itu.
Jalan darah Ci Tie Hiat merupakan salah satu jalan darah yang penting ditubuh manusia dari antara ketiga puluh enam jalan darah lainnya.
Melihat datangnya serangan yang amat dahsyat dari Tan Kia-beng ini si kakek tua berkerudung hitam itu segera
terdesak muncur mau tidak mau terpaksa dia harus goyangkan tangannya balik melancarkan satu pukulan menggetarkan seruling pualam tersebut.
Tetapi, walaupun si kakek tua berkerudung itu terdesak mundur si gadis berbaju putih yang ada disisinya dengan cepat laksana segulung asap sudah menggerakkan tangannya yang putih halus menotok jalan darah Khie Bun' serta "Sian Khie" dua buah jalan darah kematian.
Jelas kelihatan jari tangannya sudah beberapa depa di atas jalan darah tersebut
Pada saat yang kritis dan menegangkan hati itulah mendadak dari tengah udara berkumandang datang suara bentakan yang sangat keras, seorang sastrawan berbaju biru dengan amat cepat sudah menerjang ke arah gadis berbaju putih itu.
Tangannya dengan menggunakan jurus "To Coan Seng Peng" membabat pergelangan tangannya, disusul telapak kirinya didorong ke depan mengirim segulung angin pukulan berhawa dingin menggulung ke arah dua orang lelaki berbaju merah yang menyerang ke arahnya.
Satu jurus dua gerakan dilakukan bagaikan kilat cepatnya si gadis berkerudung yang perhatiannya hanya ditujukan untuk melukai Hu Hong hampir hampir termakan oleh pukulan tersebut.
Dengan amat terperanjatnya dia lantas menarik kembali serangannya dan mengundurkan diri sejauh lima depa ke arah belakang.
Terdengar suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma bergema memenuhi angkasa dua orang lelaki berbaju merah yang menerjang ke depan itu sudah terhajar oleh angin
pukulan berhawa dingin sehingga terpental satu kaki dua depa.
Bintang penolong yang tiba secara mendadak ditambah lagi dengan perubahan yang terjadi diluar dugaan membuat si kakek tua berkerudung hitam itu saking terkejutnya berdiri termangu-mangu.
Dan pada saat yang bersamaan itu pula dari tengah udara mendadak berkumandang datang suara suitan yang amat nyaring mengalun tiada hentinya diseluruh angkasa.
Sekonyong konyong.
Di tengah kalangan kembali melayang datang empat orang perempuan berusia pertengahan yang memakai baju amat mewah sambil mengebutkan ujung jubahnya masing-masing ke arah depan.
Suara jeritan kesakitan yang mendebarkan hati berkumandang saling susul menyusul, orang-orang berbaju merah itu bagaikan buah yang sudah matang pada bergelinding memenuhi permukaan tanah.
Sekali lagi si kakek tua berjubah hitam itu merasa terkejut.
"Cepat menggelinding dari sini!" mendadak terdengar suara bentakan yang amat nyaring dari seorang perempuan berbaju sutra yang usianya paling tua.
Tangannya yang putih halus dikebutkan ke depan mencengkeram kain kerudungnya sedang tangan yang lain menyodok perutnya.
Dengan tergesa gesa kakek tua berkerudung hitam itu menggerakkan kakinya untuk menghindar sejauh lima depa
Tetapi dia cepat orang lain jauh lebih cepat lagi, kakinya belum sempat berdiri tegak tampak bayangan hitam
berkelebat tangan yang halus dari perempuan berbaju sutra itu sudah tiba di depan dadanya lalu melemparkan dia ke arah luar,
"Pergi!" bentaknya.
Si kakek tua berkerudung hitam yang memiliki tenaga dalam amat dahsyat setelah mendapatkan dorongan yang amat ringan dari perempuan berbaju sutra itu segera tergetar mundur tujuh delapan kaki jauhnya,
Dengan amat mengenaskan dia melototi sekejap ke arah empat orang perempuan berbaju sutera itu kemudian dengan membawa serta si gadis berkerudung putih itu cepat-cepat berlalu dari sana
Saat ini si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong setelah mendapatkan bantuan dari sastrawan berbaju biru itu kini lagi duduk bersila mengatur pernapasannya.
Sebaliknya Tan Kia-beng dengan melintangkan seruling pualamnya di depan dada berdiri termangu-mangu disana, dia tidak tahu siapakah keempat orang perempuan berbaju sutera itu dan datang dari mana?
Keempat orang perempuan berbaju sutera itu pada berkumpul menjadi satu lalu merundingkan sesuatu dengan suara yang amat rendah.
Akhirnya dengan wajah serius mereka bersama-sama berjalan mendekati diri sang pemuda lalu jatuhkan diri berlutut.
"Teh Leng Su Ci menghunjuk hormat buat Kauwcu!" serunya berbareng.
"Heeei.... cepat bangun, cepat bangun, tentu kalian sudah salah melihat orang!" seru Tan Kia-beng dengan amat terkejut
sehingga matanya melotot lebar-lebar, cepat-cepat dia menyingkir ke samping.
"Kauwcu jangan menaruh ragu ragu lagi kepada kami" seru Teh Leng Su Ci kembali berbareng, “Tadi nona Cian sudah memberitahukan kepada kami, apalagi seruling pualam dari Loo Kauwcu yang terdahulu ada di tanganmu, dikolong langit pada saat ini cuma ada sebuah seruling Pek Giok Siauw saja, hal ini tidak bakal bisa salah lagi."
Setelah mendengar perkataan itu Tan Kia-beng baru menjadi sadar kembali apa yang sudah terjadi.
"Kalau begitu kalian semua adalah anggota dari Teh Leng Kauw pada masa yang lalu?" tanyanya.
Pada tempo dahulu kami semua adalah pengikut pengikut dari Kauwcu, cuma akhirnya entah karena apa Kauwcu mendadak bosan untuk ikut campur di dalam urusan dunia kangouw dan meninggalkan kami, karena tidak mengetahui kemana perginya, akhirnya kami jadi terpencar.
Tan Kia-beng segera termenung berpikir sebentar, mendadak dia membuka suara dan ujarnya, "Kalau memangnya dari aliran Teh-leng-bun masih cianpwee cianpwee dalam keadaan sehat sehat apalagi masih ada Toa suheng pula maka seharusnya tecu mengundurkan diri dari kedudukan ini, apalagi usia tecu pun masih muda untuk menerima jabatan sebagai Kauwcu kiranya tidak sesuai."
Teh Leng Su Ci atau empat orang perempuan cantik dari Teh-leng-bun adalah empat orang dayang dari nyonya Tek Leng Kaus cu masa yang lalu, mereka semua sudah memperoleh ajaran ilmu silat aliran Teh Leng Kauw.
Dikarenakan Kauwcu hujien meninggal pada usia yang masih muda maka seluruh persoalan dari perkumpulan Teh
Leng Kauw maupun urusan tentang jawaban Teh Leng Kauwcu berada ditangan keempat orang itu.
Sudah tentu terhadap segala macam urusan tersebut Teh Leng Su Ci jadi amat paham sekali.
Akhirnya mendadak Teh Leng Kauwcu bosan hidup di dalam dunia kangous dan meninggalkan mereka tanpa memberi kabar Teh Leng Su Ci lantas mengadakan pencarian ke manapun, akhirnya karena tidak ketemu lantas pada mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Pada waktu baru baru ini mendadak mereka munculnya kembali seruling Pek Giok Siauw di dalam dunia kangouw, karena itu mereka lantas bersama-sama terjunkan diri ke Bulim untuk mencari tahu siapakah peregang seruling tersebut dan sekalian menanyakan jejak dari Kauwcu mereka.
Kebetulan sekali sewaktu terjunkan diri ke dalam Bulim mereka sudah bertemu muka dengan Hu Siauw-cian dan kebetulan pula di tempat ini mereka sudah berhasil menolong Tan Kia-beng serta Hu Hong dari mara bahaya.
Kini secara tiba-tiba mereka mendengar Tan Kia-beng mengungkat kembali soal dia hendak mengalah dari kedudukan sebagai Kauwcu, tak tertahan lagi lalu serunya, "Perintah yang ditinggalkan oleh Kauwcu mana boleh diubah? apalagi murid durhaka itu sekarang bukan anak murid dari perkumpulan Teh-leng-bun!"
"Perkataan dari bibi berempat sedikitpun tidak salah" Tiba-tiba sambung si "Penjagal Selaksa Li" Hu Hong yang lagi bersemedi di atas tanah. Aku orang she Hu yang sudah berbuat dosa terhadap perguruan ini tidak ditanyai dosanya sudah merasa beruntung, bagaimana berani mengharapkan untuk kembali ke dalam perguruan."
Tan Kia-beng segera berpikir sebentar mendadak dia mengangkat seruling Pek Giok SIauw itu tinggi tinggi dan berjalan kehadapan Hu Hong, teriaknya dengan keras.
"Tan Kia-beng mewakili suhu yang sudah tiada mengambil keputusan: mulai saat ini Hu Hong diijinkan menjadi anggota perguruan lagi dan seluruh dosanya pada masa yang lalu diampuni."
Mendengar perkataan tersebut si Penjagal Selaksa Li Hu Hong segera merasakan tubuhnya tergetar amat keras, tidak memperdulikan luka dalam yang lagi dideritanya cepat-cepat dia bangun berdiri dan jatuhkan diri.
“Tecu Hu Hong mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaikan Kauwcu”
Tetapi kau sudah banyak melakukan pembunuhan sehingga menggusarkan semua orang, mulai malam ini juga selama tiga tahun mendatang kau harus bisa mengumpulkan seratus buah pekerjaan yang berjasa untuk menebus dosamu itu disamping itu tiga tahun kemudian tepatnya hari ini kau harus melaporkan juga setiap pekerjaan berjasa yang pernah kau lakukan dihadapan meja abu suhu mendiang.
“Tecu menerima seluruh petuah dari Kauwcu!”
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau hanya sebuah seruling pualam ternyata mempunyai pengaruh yang demikian besarnya, bahkan bisa menguasahi seorang iblis tua yang sombong, dingin dan kejam dalam hati tidak terasa lagi jadi girang.
Cepat-cepat dia menyimpan kembali seruling pualam tersebut lalu bungkukkan badannya menuju ke arah Hu Hong.
“Siauwte Tan Kia-beng menghunjuk hormat buat Toa suheng” serunya.
Dengan gugup Hu Hong bangun berdiri dan menepuk nepuk pundaknya.
"Haa.... haa.... hian te kau tidak usah banyak adat" serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Selama beberapa tahun ini ie heng selalu merasa sukar untuk membalas budi kebaikan dari suhu, ini hari boleh dikata niatku itu bisa terkabul dan semua ini justru berkah yang diberikan hian te kepadaku."
Seorang Iblis pembunuh manusia tanpa berkedip yang memiliki sifat amat aneh hanya di dalam sekejap saja sudah berubah jadi begitu ramah dan menyenangkannya, hal itu segera membuat sastrawan berbaju biru yang berdiri disamping jadi termangu-mangu dibuatnya, dia merasa amat keheranan sekali.
"Ayah, apakah lukamu tidak mengapa?” tanyanya, kemudian sambil berlari maju membimbing dirinya.
Sebenarnya Hu Hong lagi menderita suatu luka dalam yang amat parah sekali, cuma dikarenakan hatinya lagi amat girang sehingga semangatnya berkobar kobar dan melupakan keadaannya untuk sementara.
Kini setelah diungkap oleh sastrawan berbaju biru itu dia lantas merasakan golakan darah dalam dadanya sukar untuk ditahan lagi.
Tak tertahan lagi dia muntahkan darah segar, dengan susah payah dan sedikit memaksa dia berusaha untuk menekan rasa sakit tersebut.
"Haa.... haa luka yang sekecil ini tidak akan sampai mencabut nyawaku" serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
Waktu itulah Tan Kia-beng baru memperhatikan kalau si sastrawan yang masih muda itu ternyata bukan lain adalah hasil penyamaran dari Hu Siauw-cian, tidak terasa lagi dia lantas kirim satu senyuman kepadanya.
Hu Hong lantas merasa tidak ada kepentingan untuk berdiam lebih lama lagi disana, dia lantas menarik tangan putrinya sambil berseru, "Cian jie, mari kita pergi!"
Terhadap Teh Leng Su Ci dia lantas memberi hormat dan menyapa pula Tan Kia-beng setelah itu sambil kerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlalu dari sana.
Menanti setelah Hu Hong berlalu Teh Leng Su Ci pun lantas berpamitan.
"Kamipun seharusnya pergi jauh dari sini! mulai saat ini hari bilamana Kauwcu memerlukan bantuan kirimlah orang kedusun Tau Siang Cung untuk kasih kabar, kami pasti akan tiba."
Dengan termangu-mangu Tan Kia-beng memperhatikan bayangan punggung dari Teh Leng Su Ci lenyap dari pandangan, dia merasa seperti baru saja berjaga dari suatu impian yang amat buruk.
Mendadak dia teringat kembali akan ilmu silat dari si kakek tua berkerudung hitam serta si gadis berkerudung putih itu, dia merasa kepandaiannya mirip sekali dengan jurus jurus serangan aliran Teh-leng-bun bahkan mengerti pula akan ilmu Swee Soat Peng Hun Sam Cap Sih, dengan begitu asal usulnya jadi semakin mencurigakan lagi.
Walaupun dia sudah peras otak untuk mencari jawabannya tetapi hasilya sia-sia saja waktu itu cuaca sudah mulai terang tanah dan waktu itulah Tan Kia-beng baru teringat kalau dia
sudah bergerak semalam suntuk sehingga tenaga dalamnya memperoleh rugi yang amat besar.
Teringat olehnya untuk mencari sebuah gua untuk memulihkan kembali tenaganya, tetapi kini dia seorang diri akan kemana dirinya pergi untuk berlatih? bilamana tak ada orang yang melindungi dirinya di dalam berlatih adalah sangat berbahaya sekali.
Maka dengan langkah yang amat perlahan dia lalu melanjutkan perjalanannya mengikuti jalan raya, sinar matanya dengan tiada hentinya berkelebat kekanan menengok kekiri memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Mendadak di tengah jalan raya berkelebat mendatang sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya, hanya dalam sekejap saja bayangan itu sudah berada dihadapan matanya.
Orang itu bukan lain adalah si penemis aneh The Liok adanya.
Terlihatlah wajahnya dengan debu dan pasir, nafasnya tersengal sengal, jelas dia baru saja melakukan perjalanan jauh.
"Ooh.... terima kasih Thian, terima kasih Teh, untung sekali kau tidak menemui cidera!” serunya sambil menghembuskan nafas panjang.
Tan Kia-beng yang melihat sikapnya yang amat aneh itu jadi kebingungan dibuatnya, dengan rasa heran dia memandang ke arahnya.
“Ada urusan apa kau begitu gugupnya?”
Si pengemis aneh itu lantas menyeka keringatnya dengan menggunakan ujung baju yang sudah dengkil katanya, "Aku si
pengemis tua sudah melakukan perjalanan satu malam penuh, hatiku benar-benar merasa amat cemas sekali, untung sekali kau masih belum menemui bencana.”
“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”
“Sewaktu aku si pengemis tua mengetahui kalau Thay Gak Cungcu menyebar undangan mengundang para partai besar untuk berkumpul di atas puncak gunung Gak Lok San, aku lantas tahu kalau dia tentu mempunyai satu siasat yang licik dan dapat menduga pula kalau kalian pasti akan pergi ke sana. Setelah kejadian ternyata sedikitpun tidak salah aku melihat kau serta si iblis tua munculkan diri untuk bertempur, aku si pengemis tua yang menonton jalannya pertempuran disamping, lantas menemukan kalau si manusia laknat itu mengandung maksud yang tidak baik, mereka suami isteri menonton jalannya pertempuran dengan tenang-tenang saja tanpa maksud untuk ikut campur, bahkan secara diam-diam dia melepaskan dua ekor burung dara dari atas puncak.”
"Aku si pengemis tua yang mengetahui akan hal ini segera merasa bilamana kedua ekor burung dara itu dibiarkan mencapai pada tujuannya maka keadaanmu serta si Iblis Tua akan sangat berbahaya karena itu secara diam-diam aku lantas pukul jatuh kedua ekor burung dara tersebut dan menonton jalannya pertempuran hingga selesai.”
"Menanti kau serta si Iblis Tua berhasil meloloskan diri dari kepungan mendadak aku si pengemis tua menemukan kembali kalau Bok Thian-hong suami istri sudah munculkan dirinya untuk mengejar kalian dari belakang puncak.”
“Heeei, cuma sayang sepasang kaki aku si pengemis tua terlalu perlahan, di tengah perjalanan aku sudah ketinggalan, sehingga harus mengejar dengan susah payah. Walaupun begitu tidak temukan juga dirimu serta si Iblis Tua itu bahkan
kehilangan pula jejak dari Thay Gak Cungcu. kurang....! kurang ajar. selama satu malaman ini aku si pengemis tua harus lari secara serampangan di atas gunung ini."
“Tetapi kamipun sama sekali tidak menemukan Thay Gak Cungcu!" ujar Tan Kia-beng keheranan
Dia lantas menceritakan bagaimana di tengah perjalanan sudah bertemu muka dengan si kakek tua berkerudung hitam itu serta si gadis berbaju putih lalu bagaimana terjadi suatu pertempuran yang amat sengit mendebarkan hati
Si pengemis aneh termenung berpikir sebentar setelah itu mendadak tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya, "Haaaaa.... haaaaa.... haaaa.... di dalam peristiwa aku si pengemis tua sudah memahami beberapa bagian. Hmm! bilamana aku tidak bisa membongkar urusan ini hingga jadi jelas maka namaku sebagai Hong Djien Sam Yu tidak akan terhitung."
"Eei bocah" ujarnya lagi kepada Tan Kia-beng. "Kau hendak melakukan perjalanan seorang diri ataukah menyamar sebagai seorang pengemis cilik dan jalan bersama-sama diriku?"
Tan Kia-beng yang merasa dirinya pada saat ini lagi menderita luka dalam yang parah sehingga tenaga murninya buyar, ada baiknya menyamar dahulu sebagai seorang pengemis cilik sehingga banyak kerepotan dapat dihindari.
Karenanya dia lantas mengangguk sambil tertawa
“Lebih baik aku menyamar sebagai seoarang pengemis cilik saja dan melakukan perjalanan bersama-sama dengan Loocianpwee ada banyak urusan aku masih membutuhkan petunjuk dari kau orang tua.”
Mendengar perkataan tersebut si pengemis aneh itu lantas tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haa.... bilamana membicarakan soal kepandaian silat ada kemungkinan aku si pengemis tua tidak bisa menandingi dirimu bilamana membicarakan soal urusan yang ada di dalam dunia persilatan kau memang ada seharusnya banyak minta petunjuk dari aku si pengemis tua....”
Loocianpwee buat apa banyak merendah jauh memang seharusnya tambah tua tambah pedas goda Tan Kia-beng sambil tertawa tergelak pula.
Mendadak si pengemis aneh mengerutkan alisnya rapat rapat.
“Bagaimana kalau sebutan kepadaku sedikit diubah? Loocianpwee terus menerus sungguh tidak aneh kedengarannya haruslah kau ketahui tahun ini aku si pengemis tua baru berusia enam puluh lewat lima.”
"Si orang tua ini sungguh lucu sekali diam-diam Tan Kia-beng tertawa geli. "Dia melarang orang lain memanggil dirinya dengan sebutan Loocianpwee lalu kenapa dia menyebut dirinya sendiri dengan sebutan pengemis tua? sungguh manusianya aneh sikapnya pun aneh"
Sekalipun begitu di tempat luarannya dia menjawab juga dengan serius.
"Tua dan muda ada urutannya, peraturan tidak boleh dihilangkan"
"Apa itu tua muda ada urutannya bilamana dibicarakan dari kedudukanmu sebagai Teh Leng Kauwcu maka aku seharusnya memanggil dirimu dengan sebutan Susiok! Demikian saja bagusnya kau panggil aku dengan sebutan
Toako sedang aku memanggil kau dengan sebutan Tan Loote dan lenyapkan seluruh adat yang membosankan."
Tan Kia-beng tahu adat si pengemis tua ini sangat aneh sekali, karena itu dia lantas mengangguk,
"Siauwte akan mengikuti terus petunjuk dari toako ini!" sahutnya.
Demikianlah mereka berdua sambil bercakap-cakap dan tertawa melanjutkan perjalanannya ke depan, untuk sementara waktu segala urusan penting sudah terlupakan dari hati mereka.
Tiba-tiba....
Di tengah suara bentakan yang amat keras laksana menggeletarnya guntur disiang hari bolong bagaikan kilat cepatnya sudah menubruk datang dua orang.
Tan Kia-beng yang sudah berulang kali mendapatkan serangan bokongan pada saat ini perasaannya sudah jadi amat tajam, kakinya dengan cepat bergerak mengundurkan diri sejauh tujuh depa.
Terlihatlah bayangan tubuh berkelebat, si pengemis aneh tahu-tahu sudah berhasil dicengekeram dadanya oleh orang tersebut.
“Eeeei.... sehari semalam kau ribut terus buat urusan orang lain, kini urusan sudah terjadi dirumahmu sendiri, ayoh cepat pergi,” bentaknya keras.
Dengan cepat Tan Kia-beng mempertajam pandangannya, kiranya orang yang baru datang itu bukan lain adalah sihwesio berangasan serta si Toosu dengkil
Agaknya si pengemis aneh itu sudah mengerti sekali atas keberangasan dari hweesio tersebut, dia tetap tenang-tenang saja seperti tidak terjadi urusan apapun.
“Ada urusan apa? mengapa harus begitu ribut dan cemas?” tanyanya kalem.
“Markas besar perkumpulan Kay-pang diserbu orang, pangcu berada di dalam keadaan gawat!”
Sekali ini si pengemis aneh tidak dapat menguasahi hatinya lagi rambut yang pendek di atas kepalanya pada berdiri bagaikan kawat, dengan amat gusarnya dia membentak keras, “Siapa yang begitu bernyali....?”
Dengan cepatnya dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, laksana segulung angin tajam cepat pengemis tersebut berlari ke arah depan.
Si hwesio berangasan serta si Toosu dengkil menoleh dan melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu menjerit tertahan. Kemudian bagaikan kilat cepatnya berlalu dari sana membuntuti diri si pengemis aneh.
Agaknya suara jeritan kaget tadi disebabkan oleh karena mereka belum pernah melihat adanya pengemis cilik seperti itu hingga dalam hati menaruh rasa keheranan.
Bilamana dihari hari biasa Tan Kia-beng tentu akan ikut mengejar untuk melihat keramaian disamping menggunakan kesempatan tersebut memberi bantuan kepada pihak Kay-pang, tetapi kini keadaan tidak mengijinkan tenaga murninya sudah memperoleh kerusakan hebat, apalagi luka dalamnya yang parah belum sembuh, bilamana tidak cepat-cepat mencari suatu tempat yang sunyi untuk bersemadi mengobati lukanya, paling sedikit selama satu bulan tidak boleh bergebrak dengan orang lain.
Tetapi untuk mengobati luka tidak mungkin bisa dilakukan di dalam rumah penginapan di dalam kota melainkan harus disebuah kuil kuno yang sunyi dan jauh dari keramaian.
Karenanya pemuda tersebut kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke arah depan dengan langkah yang amat perlahan.
Beberapa hari kemudian disebuah tebing mendadak pemuda itu sudah menemukan sebuah kuil yang berdiri dengan angkernya disana, dalam hati dia merasa amat girang dan cepat-cepat lari mendekat.
Siapa tahu setelah berada dekat dengan tempat itu dia menemukan kalau kuil tersebut tidak lain hanyalah sebuah kuil bobrok.
Pintu kuil itu sudah rubuh sedang ruanganpun sudah ambruk sebagian besar. kini cuma tinggal beberapa buah ruangan disisi kuil serta bagian belakang dari kuil tersebut berada di dalam keadaan utuh.
Walaupun begitu beberapa buah patung arca yang ada diruangan tengah masih berdiri dengan angkernya.
Dengan mengambil setangkai kayu Tan Kia-beng mulai membersihkan sarang laba laba yang mengotori tempat itu dan dengan perlahan berjalan menuju keruangan bagian belakang, dia merasa walaupun tempat itu amat kotor dan tidak karuan tetapi merupakan satu tempat yang baik untuk mengobati lukanya, hanya di dalam dua tiga hari ini kiranya tidak mungkin demikian kebetulan ada orang yang mendatangi tempat tersebut.
Dibawah sebuah meja sembahyang dibagian belakang kuil pemuda itu lantas mencari satu tempat duduk setelah
membersihkan debu yang mengotori tempat tersebut itu dia lalu mulai duduk bersila dan pusatkan pikirannya berlatih ilmu.
Sejak munculkan dirinya di dalam dunia kangouw dan mengawasi berbagai pertempuran yang sengit, bukan saja pengetahuan maupun pengalamannya memperoleh kemajuan yang amat pesat bahkan tenaga dalam yang ada di dalam tubuhnya semakin hari semakin bertambah dahsyat.
---0-dewi-0---
JILID: 16
Setelah mengalami pertempuran sengit di atas gunung Gak Lok san bilamana berganti dengan orang lain paling sedikit tenaga dalam hasil latihan selama sepuluh tahun akan ikut musnah, bahkan ilmu silat yang dimilikipun terancam menjadi musnah sebaliknya bagi pemuda ini tidak lebih hanya mengalami sedikit kerugian saja di dalam hal tenaganya.
Hawa murni yang dilatih Han Tan Loojien selama seratus tahun serta pil sakti ular raksasa berusia seribu tahun yang mengeram di dalam tubuhnya paling sedikit masih ada separuh bagian belum lumer dan bergabung dengan tenaga murninya.
Saat ini kesadarannya sudah pulih kembali. Di tengah kesunyian yang mencengkam serta pikiran yang kosong Tan Kia-beng dengan perlahan mulai mengumpulkan kembali hawa murninya yang terbesar diseluruh tubuh untuk dipusatkan di bagian pusar setelah itu mengaliri seluruh bagian tubuh
Dia merasakan aliran darah di badannya semakin berputar semakin segar, tenaga dalamnyapun laksana mengalirnya air disungai Tiang Kang mengalir semakin lama semakin cepat
membuat seluruh tubuhnya jadi segar hingga menembus keloteng tingkat kedua belas....
Hanya di dalam sekejap saja dia sudah berada di dalam keadaan lupa segala galanya.
Dan pada saat itu pula mendadak dari luar kuil berkumandang datang suara suitan aneh yang menyeramkan, dua sosok bayangan tubuh yang tinggi besar satu di depan yang lain di belakang bagaikan kilat cepatnya berkelebat ke arah kuil tersebut dengan gerakan yang amat ringan.
---0-dewi-0---
Sewaktu Tan Kia-beng lagi duduk bersemedi untuk menyembuhkan luka, di dalam kuil bobrok itu mendadak tampak dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya meluncur datang.
Kiranya kedua orang itu adalah kakek tua yang sudah berusia lanjut.
Si kakek tua yang berada di depan berwajah seram dingin dan kaku dengan jubah warna hijau, jenggotnya yang hitam panjang terurai setinggi dada.
Si kakek tua yang ada di belakang berwajah putih dan kurus dengan jenggot kambing menghiasi janggutnya, sepasang matanya tajam bercahaya dan dengan perlahan menyapu sekejap keseluruh ruangan bagian belakang dari kuil itu.
“Ehmm.... ternyata benar-benar ada disini” tampak si kakek berjubah hijau itu mengangguk dengan seramnya.
"Haah.... haaah.... aku si pencuri tua kapan pernah salah melihat" sambung si kakek kurus sambil tertawa terbahak-bahak.
Kakinya digerakkan semakin keras, laksana segulung asap hijau saja meluncur ke arah ruangan kuil bagian belakang.
Mendadak terasa sambaran angin tajam berkelebat si kakek tua berjubah hijau itu pun dengan cepat menyusul dari sampingnya.
Mereka berdua dengan jalan bersama-sama melayang menuju ke arah kuil dimana Tan Kia-beng lagi bersemedhi.
Sewaktu mereka berdua memasuki kuil bagian belakang terlihatlah seorang pengemis cilik sedang duduk bersila dengan amat angkernya dibawah meja sembahyang, di atas ubun ubunnya secara samar-samar tampaklah selapis kabut berwarna merah yang amat tipis inilah tanda seorang jagoan berkepandaian tinggi sudah berada pada puncak latihannya.
Dengan rasa terperanjat si kakek tua berjubah hijau itu menghela napas panjang
"Heei.... tidak kusangka tenaga dalam dari bocah ini berhasil dilatih hingga mencapai pada puncak kesempurnaan, sungguh membuat orang sukar untuk mempercayainya.
Si kakek tua yang bertubuh kurus itu dengan amat dinginnya segera melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu sambil memandang si kakek berjubah hijau itu, serunya, "Bagaimana? turun tangan?"
"Heee heee bagaimanapun aku si Pek-tok Cun-cu atau si Rasul Selaksa Racun mempunyai nama juga di dalam Bulim. bagaimana mungkin aku boleh menyerang orang lain dengan menggunakan kesempatan sewaktu dia lagi tidak siap?" seru si kakek tua berjubah hijau itu sambil tertawa dingin. Bilamana kau tahu setelah dia sadar sukar untuk dibereskan maka kau silahkan turun tangan lebih dahulu
Mendengar perkataan itu si kakek tua berbadan kurus ini segera tertawa.
“Haa ha ha kau demi naik serta kedudukanmu di dalam Bulim tidak suka turun tangan, apa kau kira aku si Su Hay Sin Tou atau si pencuri sakti empat penjuru bisa melakukan pekerjaan yang begitu rendah? Baiknya kita dua orang tua yang tidak mati mati untuk sementara waktu jadi pengawal keselamatannya terlebih dulu."
Dengan pandangan yang tajam Pek-tok Cuncu mengawasi Tan Kia-beng beberapa saat lamanya kemudian dengan usara yang dingin dan berat katanya.
"Aku berani mengambil kesimpulan bahwa bocah ini pernah menemui penemuan aneh, dan kini tidak mempan terhadap segala macam racun."
"Aku si pencuri tuapun berani memastikan kalau dibadan bocah cilik ini paling sedikit disembunyikan dua macam barang pusaka" sambung Su Hay Sin Tou pula sambil tertawa keras.
Perduli ada semacam atau dua macam bahkan sampai delapan atau sepuluh macam pun aku tidak akan maui loohu cuma menginginkan pedang pualam itu saja kata Pek-toa Cun-cu dengan air muka tawar
Su Hay Sin Tou jadi tidak senang dengan dinginnya dia lantas mendengus
"Omonganmu sungguh enteng sekali"
"Apakah kau tidak setuju?"
"Perkataan itu buat apa diucapkan lagi? Setiap benda yang aku pencuri tua sudah temui pasti tidak akan lolos dari tanganku"
"Kau berani?"
"Kenapa tidak berani? Beberapa macam kepandaian jaga rumah yang kau miliki itu aku si pencuri tua sudah pernah mencobanya! Setahun tidak bertemu apa kau sudah berhasil melatih kembali beberapa macam ilmu yang dahsyat?"
"Hmm! Bilamana kau merasa tidak puas, bagaimana kalau coba-coba!"
"Aku si pencuri tua sudah tentu akan melayani kemauanmu itu"
Mereka berdua saling berkata dan saling membantah akhirnya sudah kepepet dipojokan harus dibereskan dengan suatu pertempuran
Mendadak kabut tipis yang mengelilingi seluruh ubun ubun Tan Kia-beng lenyap tak berbekas.
"Aah, bocah itu sudah sadar," seru Pek-tok Cuncu sambil maju dua langkah ke depan.
Su Hay Sin Tou yang takut pihak lawannya turun tangan lebih dahulu dengan buru-buru maju pula dua langkah ke depan siap melancarkan serangan.
Pada saat itulah dengan perlahan-lahan Tan Kia-beng membuka matanya dan bangun berdiri.
Tetapi sewaktu dilihatnya ada dua orang kakek tua dengan sinar mata rakus lagi memandang dirinya dalam hati jadi amat terperanjat.
"Eei siapakah kalian berdua? Kenapa terus menerus kalian melototi diriku?" bentaknya keras.
Pek-tok Cun-cu segera mengerutkan alisnya.
"Apakah kau adalah anakan iblis yang sudah tersiar luas di dalam Bulim?" serunya dengan dingin. "Pedang Pualam Giok Hun Kiam mu itu aku Pek-tok Cun-cu sudah maui"
Tan Kia-beng jadi melengak.
"Hm! Tidak bisa jadi." teriak Su Hay Sin Tou pula sambil mendengus dingin. "Barang itu sudah aku bayar uang mukanya kau tidak usah ikut campur lagi."
Waktu itulah Tan Kia-beng baru mengerti kejadian apa yang sebenarnya sudah terjadi diam-diam dia lantas kerahkan tenaga dalamnya mengitari satu kali seluruh tubuhnya ketika dirasakan badannya jadi amat segar semangat maupun nyalinya bertambah besar.
Mendadak dia tertawa panjang dengan amat kerasnya....
"Haaa.... haa.... perduli kau maui atau tidak dan kau sudah membayar uang muka atau belum, seharusnya kalian tanya dulu kepada aku orang she Tan dari pada mengabulkan atau tidak."
“Haa....! haa.... cengli, cengli!" sambung Pek-tok Cuncu tertawa terbahak-bahak, "Aku Pek-tok Cuncu tidak bakal menyusahkan orang lain baiklah kau boleh jajal jajal dulu kepandaian silatku!"
Diam-diam Tan Kia-beng lantas kerahkan tenaga murninya siap-siap menghadapi sesuatu sedang dalam hati diam-diam merasa keheranan.
"Saat ini aku lagi menyamar sebagai pengemis cilik, bagaimana mungkin mereka bisa mengetahui keadaanku yang sebenarnya? sungguh aneh sekali" pikirnya di hati.
Dia tidak mengetahui kalau kedua orang ini adalah "Si pencuri sakti" serta Si Rasul Racun" yang paling memusingkan kepala orang-orang dunia persilatan.
Yang satu ahli di dalam menggunakan beratus ratus macam racun sedang yang lain lihay di dalam melakukan pencurian apalagi sepasang matanya sangat tajam sekalipun memiliki ilmu mengubah wajah yang bagaimana dahsyatnyapun asal dia sekali pandang tidak bakal lolos dari penglihatannya.
Kedua orang ini bukan dari golongan hitam maupun dari golongan lurus, bukan iblis juga bukan kaum pendekar semua pekerjaan dilakukan menurut keinginannya sendiri sifatnya amat exentrik (aneh dan kukoay).
Belum sempat Tan Kia-beng memberikan jawabannya terdengar Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu sudah mengulangi kembali pertanyaannya.
"Kau sudah mengambil keputusan belum? setuju atau tidak serahkan barang itu kepadaku?"
"Berdasarkan hal apa aku harus menyerahkan barang itu kepada kalian sudah tentu aku tidak bakal mengabulkan"
"Kalau begitu janganlah menyesal!"
Mendadak "Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti itu maju dua langkah ke depan siap-siap melancarkan serangan.
Dengan cepat Pek-tok Cuan cu si Rasul Racun maju menghalangi
"Eeei.... tunggu dulu!" teriaknya keras. "Kita harus jelaskan dulu sampai terang, coba bayangkan kedudukan kita di dalam dunia persilatan, kita orang tidak boleh menggunakan kata-kata merampas untuk paksa dia menyerahkan barang tersebut sekalipun kita menginginkan barang itu seharusnya pula
berusaha agar saudara cilik ini menyerahkan barang tersebut dengan rela.
Mendengar perkataan tersebut sambil mengelus elus jenggot kambingnya Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti tertawa ter-bahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... betul! betul! biarlah aku si pencuri tua turun tangan dulu kita harus saling menghitung, di dalam angka kesepuluh aku harus bisa mendapatkan pedang pualam yang ada dialam sakunya.
"Baik, menurut padamu saja" ujar "Pek-tok Cun-cu" si Rasul Racun dengan dingin. "Di dalam angka kesepuluh loohupun harus berhasil memperoleh barang tersebut, di antara kita siapa yang hendak mulai terlebih dulu?"
"Bagaimana kalau kita tebak kepalan saja?"
"Bagus kita kerjakan begitu saja"
Mereka berdua lantas main tebakan kepalan akhirnya Su Hay Sin si pencuri sakti yang menang.
Dengan amat bangga dan gembiranya ia tertawa terkekeh kekeh dia mengira dengan kepandaian mencurinya yang sudah terkenal sakti pasti akan berhasil mendapatkan barang tersebut.
Dengan pandangan yang amat dingin Tan Kia-beng menyapu sekejap ke arah dua orang itu lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmm! kalian bicara seenaknya saja! bagaimana kalau aku yang menang? coba aku mau tanya, bilamana kalian berdua gagal memperoleh barang tersebut di dalam hitungan kesepuluh maka apa keputusannya yang terkahir?"
Mendengar perkataan dari pemuda tersebut kedua orang itu jadi melengak dibuatnya.
“Ayoh bicara,” desak Tan Kia-beng sambil tertawa keras. “Urusan di dalam dunia ini bilamana tidak ada untung tentu celaka, keadilan kalian bilamana berhasil maka benda pusakaku harus diserahkan kepada kalian dengan percuma sebaliknya bagaimana kalian yang kalah sambil tepuk tepuk pantat lantas pergi urusan tidak bakalan begitu mudahnya.”
Air muka Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu jadi merah, dia merasa amat jengah sekali.
“Kurang ajar!” teriaknya dengan gusar. “Kapan aku si pencuri tua pernah membohongi seorang bocah cilik, bilamana di dalam hitungan kesepuluh aku tidak berhasil memperoleh barang itu maka aku berani potong sepasang tanganku dan sejak ini hari mengundurkan diri dari keramaian dunia kangouw, dengan berbuat begitu kemudian hari bilamana berita ini sampai tersiar di tempat luaran maka orang-orang dunia kangouw tidak akan mengutuk aku si pencuri tua merebut barang seorang angkatan muda bukan?”
“Haaa haaa urusan tidak usah jadi begitu seriusnya” ujar Tan Kia-beng sambil tersenyum. “Begini saja, bila kalian kalah maka kalian berdua harus menyanggupi diriku untuk melakukan suatu pekerjaan yang selamanya tidak akan disesali kembali bagaimana?”
"Bagus! Perkataan seorang lelaki budiman."
"Laksana kuda dicambuk keras!" sambung Pek-tok Cun-cu si Rasul Racun dengan cepat.
Demikianlah setelah mengadakan permufakatan mereka pun mulai bersiap sedia. Tan Kia-beng dengan cepat melayangkan tubuhnya ke tengah ruangan besar.
"Mari sekarang kita harus mulai, waktu sudah tidak pagi lagi!"
Sewaktu pertama kalinya Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu memasuki ke dalam kuil dia sudah menemukan kalau dasar bakat dari pemuda ini amat bagus, ditambah lagi setelah bertemu dengan mereka berdua yang telah memiliki nama besar sekali tidak jeri, dalam hatinya lantas mengerti kalau kepandaian silat yang dimilikinya tentu amat dahsyat sekali karena itu tindakannyapun mulai berhati-hati
Saat itulah terdengar suRasul Racun sudah mulai menghitung dengan suara yang amat keras.
"Satu...."
Baru saja perkataan itu diucapkan keluar tubuh Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu laksana segulung angin sudah menerjang ke tubuh Tan Kia-beng.
"Dua.... tiga...."
Di tengah sambaran angin yang amat tajam tubuh si pencuri sakti sudah berputar kemudian bagaikan kilat cepatnya mengitari tubuh pemuda itu sebanyak lima kali.
Di dalam gesekan yang kedua ini paling sedikit si pencuri sakti sudah turun tangan seratus kali, tetapi semuanya telah mencapai pada sasaran yang kosong.
Kiranya Tan Kia-beng yang pernah mendengar pula akan kelihayan ilmu mencopet dari si pencuri sakti ini diam-diam sudah kerahkan seluruh tenaga khie kang Liam Im Kong Sah Mo Kang" untuk melindungi tubuhnya.
Pakaian bututnya yang kotor kini sudah menggelembung seperti bola ditambah lagi dia memainkan ilmu telapak Cun
Hoa Ciu Si dari aliran Teh-leng-bun pertahanannya semakin kuat.
Setiap kali si pencuri sakti ulurkan tangannya ke depan maka tangannya tentu terasa seperti membentur suatu tembok yang tak terwujud, dingin dan mengerikan.
Saat itulah si Rasul Racun sudah melanjutkan lagi hitungannya dengan suara keras.
“Empat, lima, enam....”
Semakin lama si pencuri sakti merasa hatinya semakin cemas, tubuhnya kembali berkelebat ke atas lima jarinya bagaikan jupitan besi dengan dahsyatnya menembusi hawa khie kang yang melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng itu kemudian meneruskan gerakannya mengancam jalan darah Sian Khie Ci Bun, serta Ciet Kan tiga buah jalan darah penting didada bagian depan
Rasa terkejut Tan Kia-beng kali ini bukan alang kepalang, tubuhnya dengan cepat berkelebat menghindar sedang telapak tangannya dibabat ke depan menyambar musuhnya.
Si pencuri sakti segera tertawa dingin, tubuhnya mendadak berputar dan maju mendekat, telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya merogoh ke dalam sakunya.
Sewaktu jari tangannya hampir menempel dengan gagang pedang pualam itulah mendadak terasa ada segulung keiga sebelah kanan memaksa dia mau tak mau harus menarik kembali tangannya ke belakang sambil melancarkan satu pukulan.
Dengan mengambil kesempatan itu pula tubuhnya loncat mundur sebanyak lima depa dengan demikian usahanyapun
mencapai kegagalan sehingga tak kuasa lagi ia menghela napas panjang.
Dan pada saat yang bersamaan pula si Rasul Racun sudah menghitung sampai pada angka yang kesepuluh.
selama ini si pencuri tua selalu mengandalkan ilmu mencurinya untuk menggetarkan seluruh dunia kangouw, tidak disangka ini hari harus menemui kegagalan ditangan seorang pemuda, hal ini benar-benar membuat hatinya merasa amat sedih.
Tan Kia-beng sendiripun dibuat terkejut pula oleh serangan yang terakhir itu keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.
Bilamana bukannya di dalam keadaan yang amat kritis itu dia memahami kembali kesebuah tubuh jurus sakti Hu Teh Cuo Sin dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng ada kemungkinan pedang pualamnya berhasil dicuri oleh si pencuri sakti itu.
Kini tibalah giliran si Rasul Racun untuk turun tangan, dia yang melihat kegagalan dari si pencuri sakti saat inipun dia tidak terlalu gegabah lagi seperti keadaan semula.
Di atas wajahnya yang berwarna hijau berubah jadi semakin tegang hampir hampir dia suka melepaskan taruhan ini daripada nama besar yang dipupuk selama ini harus lenyap ditelan sang pemuda.
Sun Hay Sin Tou si pencuri sakti itu setelah bersedih hati beberapa saat lamanya mendadak dia dongakkan kepalanya ke atas.
"Sekarang aku mau mulai menghitung hei si ular racun aku mau peringatkan dulu kepadamu, kau tak boleh menggunakan racun"
"Hmm! Kau janganlah menggunakan hati kecil seorang kerdil untuk merogohi lambung manusia budiman" teriak si Rasul Racun sambil mendengus dingin.
Sehabis berkata dia kerahkan tenaga murninya dan mulai bergeser mengitari sekeliling tempat itu.
Si pencuri sakti berkata demikian sudah tentu bukan dikarenakan demi kebaikan dari Tan Kia-beng melainkan dikarenakan dirinya menderita kekalahan maka diapun tidak ingin membuat si Rasul Racun mendapat hasil.
Tan Kia-beng yang berhasil melampaui diri si pencuri sakti semangatnyapun semakin berkobar, dia merasa walaupun kepandaian silat yang dimiliki si Rasul Racun ini jauh lebih tinggi dari kepandaian silat si pencuri sakti tetapi kepandaian mencopetnya tidak bakal bisa menandingi pencuri sakti itu.
Pada saat dia lagi termenung berpikir keras itulah si Su Hay Sin Toa sudah berteriak
"Siap! satu.... dua...."
Dengan disertai desiran tajam si Rasul Racun cepat-cepat menggerakkan sepasang tangannya mengancam pergelangan tangan Tan Kia-beng serta jalan darah pingsannya, kecepatan gerakannya itu laksana menyambarnya kilat.
Di dalam hati dia sendiripun tahu kalau dirinya tak memiliki kepandaian mencopet setinggi si pencuri sakti, karena itu dia hendak menggunakan ilmu silat yang aneh untuk berusaha menguasai Tan Kia-beng lebih dulu kemudian baru meminta barangnya.
Tan Kia-beng yang setiap hari mengalami pertempuran baik itu pertempuran besar maupun kecil terhadap ilmu silat yang termuat di dalam kitab pusaka Teh Leng Cun Keng sudah memahami beberapa bagian, dengan tidak gugup dia gerakkan lengannya dengan gerakan serang balas menyerang telapak tangannya dibalik diputar balas membabat ke arah jalan darah Ci Tie Hiat di atas tubuh si Rasul Racun.
Diikuti sepasang tangannya berputar dan membabat, dengan menggunakan ilmu pukulan "Swee Soat Peng Hun Sam Tiap Ciang" meneter pihak musuhnya.
Bayangan telapak berkelebat memenuhi angkasa, bagaikan deburan ombak segulung demi segulung melanda datang
Si Rasul Racun yang sudah kepingin sekali mendapatkan pedang itu, terburu-buru menarik kembali telapaknya sedang sang tubuh sudah bergeser ke arah samping.
Waktu itulah Tan Kia-beng bisa mendengar si pencuri sakti Su Hay Sin Tou sudah menghitung dari angka yang kelima pikirannya dengan cepat berputar.
Kenapa aku tidak gunakan kesempatan ini untuk menyerang beberapa jurus kepadanya sehingga waktu bisa terulur lebih panjang pikirnya.
Sambil bersuit dia lantas melancarkan serangan serta tubrukan dengan menggunakan ilmu pukulan Siauw Siang Ciet Ciang yang amat aneh itu.
Gerakannya dilakukan cepat bagaikan berkelebatnya bintang dilangit, hanya di dalam sekejap saja kedua puluh delapan gerakan dari Siauw Siang Chit Ciang sudah habis digunakan.
Ilmu silat aneh yang maha sakti ini begitu dikeluarkan kedahsyatannya sungguh-sungguh mengejutkan hati, apalagi dengan tenaga dalam yang sudah mencapai pada taraf kesempurnaan, seketika itu juga bayangan telapak memenuhi angkasa laksana menggulungnya ombak di tengah samudra dengan dahsyatnya menyambar ke depan.
Walaupun si Pek-tok Cuncu memiliki kepandaian yang dahsyat pula untuk beberapa saat lamanya tidak dapat menggunakannya. Tubuhnya berturut turut didesak ke belakang,
Menanti kedua puluh delapan jurus ilmu Siauw Siang Chiet Cing tersebut selesai digunakan dan dia siap-siap balas melancarkan serangan Su Hay Sin Tou si pencuri sakti sudah habis menyebutkan angka yang kesepuluh.
Kesemuanya itu habis pada angka yang kesepuluh membuat kedua prang jagoan aneh yang memiliki nama besar di dalam dunia kangouw ini pada saling berpandangan dengan mulut melongo
Hampir hampir peristiwa ini membuat mereka menangis tak bisa tertawapun sukar sudah tentu terhadap perkataan yang sudah dikatakan mereka berdua tidak akan mengingkari lagi.
Tan Kia-beng yang berhasil meliwati kedua rintangan tersebut dengan sukses segera menghembuskan napas panjang.
“Terima kasih, cianpwee berdua suka turun tangan ringan kepada boanpwee, untuk itu aku merasa berterima kasih sekali. Bilamana kalau kita sudahi saja perjanjian kita yang terdahulu, katanya sambil merangkap tangan memberi hormat.”
“Omong kosong!” teriak Pek-tok Cun-cu si Rasul Racun dengan gusarnya.
"Kau berani menghina diri loohu? kau ada urusan apa ayoh cepat katakan aku pasti akan mengerjakannya, loohu tidak suka untuk mengingkari janji."
"Haa.... haa.... kalau memangnya kalian begiru serius, akupun tidak akan menolak lagi, kata Tan Kia-beng sambil tertawa, "Syaratku cukup sederhana asalkan lain kali setiap bertemu dengan aku panggil saja Toa kepadaku sudah cukup."
"Apa?" teriak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti dengan hati mendongkol, "Kau suru aku mengundang dirimu dengan sebutan Toako? hal itu tidak mungkin bisa terjadi!"
“Belajar kepandaian tidak memandang tua atau muda, siapa yang mencapai tujuan terlebih dulu dialah yang tertua, kini kalian sudah mengaku kalah terhadap diriku adalah seharusnya panggil aku dengan sebutan Toako tetapi bilamana kalian tidak suka aku pun tidak akan memaksa” kata pemuda itu lagi sambil tertawa keras.
Air muka si Pek-tok Cuncu jadi berubah semakin dingin, dengan langkah lebar dia berjalan ke depan dan menjura dengan amat hormatnya.
"Toako ada diatas, Siauwte Pek-tok Cun-cu memberi hormat!"
"Haa haa, jiete tidak usah banyak adat!" seru Tan Kia-beng sambil ulapkan tangannya.
Su Hay Sin Tou si pencuri sakti yang melihat Pek-tok Cuncu sudah memanggil dia pun dengan uring uringan terpaksa maju pula ke depan untuk memberi hormat.
"Su Hay Sin Toa mengunjuk hormat buat Toako"
"Haa haa Samte sudahlah.... sudahlah...."
Geguyon yang benar-benar amat lucu ini segera membuat kedua orang siluman tua itu jadi gemas sehingga dari sepasang matanya memancar keluar sinar berapi api.
Beberapa saat kemudian baru terdengar si pencuri sakti membuka mulut berkata, "Toako, kita sekarang sudah jadi satu keluarga ada seharusnya kau memberitahukan asal usul perguruanmu."
Mendengar perkataan tersebut senyuman yang semula menghiasi bibir pemuda tersebut segera lenyap tak berbekas diganti dengan wajah yang amat serius.
"Guruku yang pertama tama memberi pelajaran ilmu silat kepadaku adalah Ban Li Im Yen, Lok Tong adanya. kemudian aku angkat Teh Leng Kauwcu, Han Tan Loojin pula sebagai guru!"
"Han Tan Loojien?" teriak Pek-to Cun-cu dengan amat terperanjat
Dia agak tertegun sebentar setelah itu disusul oleh ketawa tergelak yang amat keras
"Demikian kalau begitu aku menyebut dirimu sebagai Toako pun tidak merasa rugi."
Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu pun segera menarik napas panjang panjang.
“Ouw, kiranya toako adalah anak murid dari dia orang tua, tidak aneh kalau kau begitu lihay.”
Usia Han Tan Loojien sudah berada di atas seratus tahun dan namanya sudah terkenal seram enam tujuh puluh tahun
yang lalu bahkan hampir boleh dikata satu tingkat dengan sucouw dari Pek-tok Cuncu, bilamana membicarakan soal tingkatan seharusnya Tan Kia-beng adalah susioknya karena itu untuk menyebut Toako kepada pemuda tersebut sudah tentu amat sesuai.
Dengan kejadian ini kedua orang siluman tua itu bukannya merasa murung sebaliknya jadi girang.
"Toako, kini kau hendak pergi kemana?" tanyanya berbareng.
Tan Kia-beng termenung berpikir sebentar, dia merasa seharusnya dia pergi ke perkumpulan Kay-pang untuk memberi bantuan kepada si pengemis aneh The Liok, karena itu dia lantas menyahut, “Aku dengar perkumpulan Kay-pang lagi diserang oleh musuh tangguh sedang aku serta si pengemis anehpun mempunyai ikatan persahabatan, aku rasa lebih baik kita pergi kesana sebentar.”
Si Rasul Racun Pek-tok Cuncu serta si pencuri sakti Su Hay Sin Tou walaupun pada kenal dengan si pengemis aneh tetapi dengan sikap mereka berdua biasanya paling tidak suka mencampuri urusan orang lain, tetapi berhubung kali ini memandang pada hubungannya dengan Tan Kia-beng maka mereka menyetujui juga.
“Kalau memangnya Toako bermaksud untuk memberi bantuan maka ada baiknya kita berangkat bersama-sama,” seru mereka kemudian berbareng
Melihat kedua orang siluman tua itu suka tunduk kepadanya Tan Kia-beng jadi teramat girang.
“Kalau begitu sekarang juga kita berangkat.”
Sebetulnya Tan Kia-beng adalah seorang pemuda yang masih belum hilang sifat kanak kanaknya orang lain memanggil dia dengan sebutan Toako maka sikap serta gerak geriknya memperlihatkan kalau dia adalah seorang toako.
Jika dibicarakan memang sangat aneh sekali kedua orang siluman tua itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di dalam dunia persilatan biasanya sekalipun seorang ciangbunjin dari suatu partai besarpun mereka tidak akan memandangnya dihati.
Tidak disangka ini hari mereka harus memanggil seorang pemuda seperti Tan Kia-beng ini sebagai Toakonya, bukankah hal ini sangat aneh sekali?
Dua orang tua aneh membawa seorang pengemis cilik pemandangan ini sudah sangat aneh sekali apalagi kedua orang kakek tua itu memanggil pengemis cilik itu dengan sebutan Toako hal ini semakin aneh lagi buat orang-orang biasa sudah tentu hal ini menggelikan sekali.
Keadaan seperti ini jika dipandang dari penglihatan orang-orang Bulim boleh dikata merupakan suatu berita yang amat aneh
Sebabnya pada masa yang lalu kedua orang siluman tua ini selalu berluntang lantung seorang diri dan jarang sekali berkenalan dengan orang lain tetapi ternyata kali ini sudah berbeda dengan kebiasaan tersebut bukan saja mereka berdua bergabung jadi satu bahkan masih menghormati pula seorang pengemis cilik, sudah tentu hal ini sangat menyolok sekali.
Tetapi siapapun tidak ada yang bisa menebak siapakah pengemis cilik itu? Semua orang cuma bisa menebak semaunya saja.
Tetapi mereka berdua sama sekali tidak mau mengambil gubris dengan tenangnya mereka bertiga melanjutkan perjalanan mereka kekota Kiem Leng markas besar dari perkumpulan Kay-pang.
Angin bulan lima bertiup sepoi sepoi membawa keharuman bunga yang semerbak
Kereta kencana yang amat misterius itu kembali muncul di dalam dunia kangouw, dimana bekas roda tersebut lewat darah segar berceceran memenuhi permukaan....
Darah segar dan berwarna merah itu laksana bunga bwee yang merah merekah, merah membanjiri seluruh kolong langit.... seluruh Bulim!
Bila kereta kencana menyerbu kebenteng Hwee Im Poo di kota Siang Yang, benteng tersebut segera penuh berceceran darah segar.
Dan kini kereta kencana menyerbu markas besar perkumpulan Kay-pang pada menggeletak jadi mayat.
Mendadak kereta kencana muncul di kuil Sam Cing Kong kembali terjadi badai yang dahsyat.
Bayangan iblis berkelebat memenuhi angkasa, darah segar bercucuran laksana hujan deras, hari kiamat bagi Bulim pun semakin mendekat!
San Lin Ci Cu menggeletak jadi mayat di tengah hutan belantara, Cap Hwee Loo Han dari Siauw-lim-pay rubuh di atas tanah bermandikan darah, Go-bie Sam Cu menemui bencana dan menemui ajalnya. Disamping itu masih banyak lagi jago-jago berkepandaian tinggi yan gmempunyai nama terkenal di dalam Bulim pada menggeletak mati di tengah jalan.
Siapakah pembunuhnya? Siapapun tidak tahu....
---0-dewi-0---
Kereta kencana bayangan iblis hujan darah, angin berbau amis laksana angin topan yang melanda dan membasmi seluruh dunia persilatan
Karena itu, kereta kencana yang tertancapkan dua kuntum bunga mawar merah telah berubah jadi pertanda munculnya malaikat maut, tanda dari suatu kematian!
Setiap seorang Bulim yang membicarakan soal "kereta air muka mereka tentu berubah mereka takut malaikat elmaut menghampiri mereka....
Tan Kia-beng dengan mengajak kedua orang siluman tua itu sewaktu tiba di kota Kiem Leng tepat pada saat saat tegangnya suasana di dalam Bulim.
Disepanjang mereka melihat berpuluh puluh bahkan beratus ratus orang jagoan Bulim pada melakukan perjalanan dengan tergesa gesa.
Bahkan diantara mereka ditemukan juga para jago-jago serta iblis iblis tua yang jarang munculkan diri di dalam Bulim
Mendadak terdengar Pek-tok Cuncu tertawa dingin.
"He he he hey pencuri tua, kau merasakan sesuatu?" tanyanya.
"Haaa haaa maksud dari aku si pencuri tua bagaimanapun kita tidak punya kerja, bagaimana kalau kita ikut melihat keramaian?"
"Hm! Aku tahu kau si pencuri tua paling banyak berakal setan, kali ini aku akan melanggar kebiasaan, semuanya ikuti dirimu saja."
Tan Kia-beng tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, karena itu dia tidak ikut mengambil pendapat.
Kiranya Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou sudah salah menganggap para jago yang ditemuinya selama di dalam perjalanan ini bertujuan hendak mencelakai Tan Kia-beng karena itu dalam hati mereka merasa sangat tidak puas.
Mereka berdua semuanya adalah manusia manusia yang paling suka mencari gara gara setelah mengambil keputusan itu si pencuri sakti pun telah memikirkan satu akal.
Sewaktu mereka tiba di kota Wu Han dan beristirahat di dalam rumah penginapan mendadak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu berkata, "Kalian cuci cuci lah muka terlebih dulu aku si pencuri sakti mau pergi sebentar!"
Tidak lama kemudian dia sudah berjalan kembali dengan membawa sebuah buntalan besar.
"Toako!" ujarnya sambil memandang ke arah Tan Kia-beng dengan mengerutkan alisnya rapat rapat. "Baju pengemismu yang dekil dan bau ini sungguh memuakkan sekali lebih baik kau berganti pakaian saja!"
Tan Kia-beng lantas tundukkan kepalanya memandang sekejap ke atas pakaian yang dipakaian itu belum sempat dia mengucapkan kata-kata Pek-tok Cuncu yang ada di sisinya sudah menyambung, "Kau tidak usah kuatir lagi, bilamana ada orang yang mencari gara gara lagi dengan dirimu biarlah aku si siluman tua berdua yang bereskan, aku mau lihat mereka sebetulnya mempunyai nyali yang seberapa besar"
"Benar! Toa ko coba kau bayangkan bagaimana gagah dan kerennya Han Tan Loojien pada tempo hari." sambung si pencuri sakti lagi dengan cepat. "Toako adalah ahli warisnya, seharusnya kau membangun kembali kekayaan serta
kecemerlangan dari nama perkumpulan Teh Leng Kauw; kau tidak boleh selalu bersembunyi sembunyi saja seperti cucu kura kura?"
Tan Kia-beng yang dikatai sana sini tiada hentinya lama kelamaan tertarik juga dia lantas tertawa tergelak.
"Haa.... haa kalian ingin kata aku orang she Tan benar-benar adalah seorang manusia yang takut akan gara gara? cuma saja di dalam urusan ini ada sedikit kesalah pahaman maka aku tidak ingin mencari kerepotan buat diri sendiri."
"Kalau memangnya tidak takut urusan ada seharusnya kau cepat-cepat berubah kembali dengan wajah semula" teriak Su Hay Sin Tou sambil tertawa keras, "Setelah berganti pakaian kita harus cepat-cepat bersantap"
Demikianlah dengan cepat dan tergesa gesa Tan Kia-beng berdandan sehingga akhirnya berubah kembali dengan wajahnya yang tampan.
Setelah berganti pakaian dengan sebuah jubah dandanan seorang kongcu yang amat perlente keadaannya pada saat ini benar-benar amat gagah dan menarik sekali.
Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu lantas sengaja selipkan itu pedang pusaka Kim Ceng Giok Hun Kiam yang selama ini diincer oleh orang, pada pinggang sebelah kiri sedang seruling Pek Giok Siauw dari Han Tan Loojin diselipkan pada pinggang kanan, setelah itu dia lantas bertepuk tangan dan tertawa keras.
"Haa haa.... demikian baru mirip dengan seorang enghiong yang mengerti Bun maupun Bu." serunya.
Pek-tok Cuncu pun dengan pandangan girang memperhatikan sang pemuda yang tampan, perlente dan baru saja ia kenali ini.
"Ayoh kita pergi!" serunya keras. Kita harus mengadakan pesta untuk merayakan persahabatan kita bertiga, tidak mabok jangan berpisah."
Sejak munculkan dirinya di dalam dunia kangouw Tan Kia-beng sangat jarang berkenalan dengan orang kini setelah bertemu dan bersahabat dengan dua orang siluman tua yang sangat luas pengalamannya di dalam dunia kangouw membuat hatinya benar-benar amat girang.
Mereka bertiga dengan langkah terburu-buru berjalan keluar dari rumah penginapan menuju ke rumah makan dan yang terbesar di kota itu kemudian mencari satu meja pesan sayur dan arak mulai bersantap dengan girangnya.
Saat ini angin topan yang melanda dunia kangouw semakin santer, para jago-jago Bulim yang berkepandaian tinggi rata rata sudah pada terjun ke dalam dunia kangouw untuk cari sejak kereta kencana tersebut.
Karena hampir sebagian besar jago menganggap pemilik kereta kencana itu adalah si Penjagal Selaksa Li Hu Hong dan mengetahui pula Tan Kia-beng adalah anak murid dari iblis tua itu sudah tentu tujuan merekapun dialah pula pada pemuda tersebut.
Munculnya Tan Kia-beng secara terang terangan di kota Wu Han ini segera memancing kegaduhan seluruh jago Bulim yang ada di kota tersebut.
Terutama sekali anak murid dari perkumpulan Kay-pang, sejak semula mereka sudah menyebar mata matanya untuk mengawasi terus gerak gerik mereka.
Pek-tok Cuncu serta Su Sin Tou yang mempunyai sepasang mata yang amat tajam sekali pandang saja sudah mengetahui seluruh kejadian tersebut.
Mereka lantas saling bertukar pandangan sejenak kemudian tertawa terbahak-bahak.
Sambil angkat cawan masing-masing teriaknya dengan keras.
"Malam ini kita harus banyak banyak membagi rejeki, kita berdua harus baik-baik keringkan cawan arak"
Pada saat itulah di atas loteng rumah makan itu mendadak muncul seorang pengemis tua yang berambut keperak perakan dengan membawa sebuah toya dari perak pula dengan perlahan dia berjalan mendekati mereka bertiga dengan langkah tegap.
Si pencuri sakti yang berpengetahuan luas, sekali pandang segera mengenal kembali orang itu bukan lain adalah salah satu tianglo perkumpulan Kay-pang si kakek toya perak Thio Cau adanya.
Walaupun begitu dia masih berpura pura tidak melihat bahkan melanjutkan kembali ge***nya dengan si Pek-tok Cuncu.
sitongkat perak sama sekali tidak mengganggu kedua orang siluman tua itu, sebaliknya kepada Tan Kia-beng sambil merangkap tangannya menjura berkata, "Apakah saudara adalah si.... sii...."
"Siapakah iblis" sambung seseorang dengan suaranya yang halus merdu.
Si kakek tongkat perak adalah seorang cianpwee yang mempunyai kedudukan tinggi di dalam Bulim, untuk
mengatakan anak iblis dan kata ini dia merasa rada canggung sehingga seolah olah selama setengah harian lamanya tak sanggup untuk mengucapkan sepatah katapun, siapa sangka perkataan selanjutnya sudah disambungkan orang lain.
Sepasang mata Tan Kia-beng yang amat tajam bagaikan kilat dengan cepat menyapu sekejap keseluruh loteng, mendadak dia menemukan seorang gadis berbaju hijau muda sedang bersantap didekat jendela, karena dia membelakangi dirinya maka pemuda tersebut tak dapat melihat jelas wajahnya.
Hanya sebentar saja dia sudah berdiri dan menjura balas memberi hormat,
"Cayhe Tan Kia-beng, kau orang tua ada petunjuk apa?" tanyanya.
Sepasang mata yang amat tajam dari si kakek tongkat perak itu segera berkelebat memperhatikan sekejap ke arahnya.
"Loolap ada beberapa perkataan yang hendak minta petunjuk dari saudara, apakah aku boleh membuka bicara?"
"Silahkan!" seru pemuda itu sambil tertawa nyaring.
Mendadak Pek-tok Cuncu menoleh dan tertawa dingin.
"Hee.... hee.... aku kira siapa yang begitu bernyali berani mengganggu kesenangan kami bersaudara minum arak, kiranya kau si pengemis"
"Eeei.... eei.... kau jangan menghina! dia adalah Djie Tianglo dari Kay-pang, bagaimana mungkin dia tak suka memandang sebelah mata kepada kita dua orang siluman tua! sambung Su Hay Sin Tou sambil tertawa.
Padahal sejak semula si kakek tongkat perak sudah melihat adanya kedua orang siluman tua itu, cuma saja dikarenakan mereka berdua berpura pura tidak melihat maka itu diapun tidak menyapa
Kini mendengar mereka berdua saling berbicara sambung menyambung mukanya segera berubah hebat.
"Kalian berdua tidak usah menggoda lagi" serunya dingin, "Terang terangan tadi kalian melihat munculnya aku si pengemis tua, tetapi kalian sengaja berpura pura tidak melihat, coba kalian pikir siapa yang sudah jual mahal, kalian apa aku si pengemis tua?"
“Haa.... haa.... baiklah akan aku anggap perkataanmu ceng li!" seru Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu sambil tertawa terbahak-bahak, "Sekarang aku mau tanya padamu kau datang datang mau mencari balas dengan Toa ko ku tanpa memberitahu kepada kami dua orang siluman tua, apa inipun salah kami?"
"Siauwhiap ini adalah Toako kalian?" katanya dengan menyindir.
Dalam hati si kakek tongkat perak merasa kheki bercampur geli, tetapi dia tahu seluruh perbuatan dari kedua orang siluman tua ini amat aneh dan sukar untuk dihadapi maupun dilayani, dia tidak berani mencari gara gara dengan mereka justru diriya karena tidak ingin mengikat permusuhan dengan manusia manusia yang tidak suka pakai aturan ini.
Karena itu walaupun dalam hati dia merasa geli tapi tak berani ditunjukkan keluar, diapun rada tertegun sesaat kemudian baru tertawa tergelak gelak.
"Soal ini kau tidak usah kuatir lagi, aku si pengemis tua datang mencari Siauw ko ini bukannya hendak mencari balas
tetapi mempunyai suatu urusan penting yang hendak dirundingkan dengan dirinya."
Tan Kia-beng yang kuat dia banyak rewel disana lantas mengambil keluar sekeping perak dan dilemparkan ke atas meja.
"Kalau memangnya Loocianpwee ada urusan lebih baik kita cari suatu tempat yang aman, tempat ini bukan tempat yang baik untuk berbicara."
"Kalau begitu aku si pengemis tua akan menunjuk jalan buat saudara saudara sekalian, mari ikut aku"
Tiga orang tua dan seorang pemuda segera meninggalkan rumah makan itu.
Dengan dipimpin oleh si kakek bertongkat perak mereka berjalan keluar kota dan menuju kesebuah gardu yang sudah hancur di tengah sebuah bangunan bobrok.
"Pada waktu dekat ini apakah Siauwhiap pernah bertemu dengan suhumu?" tanya si kakek bertongkat perak itu sambil menghela napas panjang.
"Suhuku? apakah yang kau maksudkan si "Ban Li Im Yen" Lok Tong....?"
"Yang loolap maksudkan adalah Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong."
“Ooouw.... kau sudah salah sangka, dia bukan suhuku melainkan adalah suhengku, aku berani menjamin sejak kini dia tidak bakal berbuat jahat lagi."
"Perkataanmu ini apakah sungguh?"
"Hmm! dengan seruling Pek Giok Siauw dari suhuku aku sudah hukum dirinya selama tiga tahun ini melakukan seratus
perbuatan mulia untuk menebus dosanya, aku rasa dia kini tidak bakal berani membunuh orang"
"Hmm! cuma sayang dia tidak suka berubah sebaliknya malah semakin ganas lagi, perbuatannya semakin buas dan kejam."
"Aakh.... ada urusan begini."
Mendadak Tan Kia-beng meloncat bangun dan memandang ke arah pengemis tersebut dengan sinar mata berkilauan.
"Tanpa sebab loolap tega akan mencela orang lain."
Diapun lantas menceritakan seluruh kejadian yang baru saja terjadi di dalam dunia persilatan.
Tan Kia-beng tahu dengan kedudukan serta nama besar dari si kakek bertongkat perak dia tidak bakal bicara sembarangan setelah termenung sebentar mendadak dengan marahnya dia berseru;
"Hmm! sekarang aku paham sudah. perbuatan ini pastilah dilakukan oleh mereka berdua, yang asli jadi kabur yang kabur jadi asli"
"Siapa?...."
Bukan si kakek bertongkat perak saja yang bertanya dengan kaget sekalipun Pek-tok Cuncu si Rasul Racun serta Su Hay Sin Tou si pencuri saktipun pada menengok ke arahnya dengan mata melotot.
Tan Kia-beng pun lalu menceritakan seluruh pengalamannya sewaktu pertama kali bertemu muka dengan si kakek tua berkerudung hitam serta gadis berbaju putih yang berkerudung pula, bahkan mengutarakan sekalian rasa curiga yang terpendam dihati.
"Toako, tempo hari kau sudah membuang suatu kesempatan yang baik" sela Su Hay Sin Tou si pencuri sakti secara mendadak, "kalau memangnya Teh Leng Su Ci adalah dayang yang melayani Teh Leng hujien pada masa yang lalu kenapa kau tidak sekalipun bertanya dahulu Han Tan Loojien kesemuanya menerima berapa orang murid? menurut penglihatan aku si pencuri tua ada kemungkinan si kakek tua berkerudung hitam itupun adalah murid dari Han Tan Loojien."
"Kalau memangnya begitu" sambung Pek-tok Cuncu si Rasul Racun dengan cepat. "Kita harus cepat-cepat mencari dan menangkap si kakek tua berkerudung hitam maka urusan tidak sukar untuk diselidiki sampai jelas."
Dengan perlahan Tan Kia-beng mengelengkan kepalanya.
"Sekalipun kita bisa berkata demikian tetapi bagaimanakah si kakek tua berkerudung itu akupun belum pernah menemuinya kita harus pergi kemana mencari dia?" katanya.
Semua orang kini jadi terpenting untuk bersama-sama ikut peras otak memecah persoalan ini.
Mendadak Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya kembali dan ujarnya kepada si kakek bertongkat perak itu.
"Mata mata Kay-pang tersebar diseluruh penjuru, tahukah kau dimana letaknya perkampungan Thay Gak Cung tersebut? Aku rasa Thay Gak Cungcu rada mencurigakan".
"Ehmm benar!" jawab si kakek bertongkat perak sambil mengangguk. "Bilamana kita tinjau dari nama serta kedudukannya di dalam Bulim memang Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong rada mencurigakan, tetapi orang ini pandai menyembunyikan dirinya bahkan siapapun tidak pernah tahu dimanakah letaknya perkampungan Thay Gak Cung serta tak seorangpun yang pernah mendatangi perkampungan tersebut.
cukup ditinjau dari hal ini sudah membuat hati kita mau tak mau harus menaruh curiga, sejak ini loolappun harus lebih berhati-hati lagi menghadapi dirinya.
Dia berhenti sebentar untuk menghela napas panjang lalu sambungnya.
Kebanyakan orang-orang Bulim semua menganggap si Penjagal Selaksa Li Hu Hong adalah seorang pembunuh manusia, sekalipun banyak hal yang mencurigakan terpancang di depan mata, mereka tak mau merewesinya dan hal ini memang merupakan kesempatan yang amat bagus buat seorang yang bermaksud mengacau untuk lebih mengeruhkan suasana. Kini para jago dari setiap partai sudah dikirim keempat penjuru untuk mencari tahu jejak kalian berdua engkoh cilik! untuk menghindarkan diri dari keributan yang tak ada gunanya lebih baik untuk sementara waktu kau menyingkir lah."
Dia mendehem beberapa kali, terakhir tambahnya.
"Pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam adalah barang berharga yang diincer incer oleh orang banyak, seharusnya kau jangan berbuat gegabah dengan menyorenkan pedang itu dipinggangmu, nasehat loolap lebih baik kau simpan saja benda tersebut di dalam saku!"
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Bayangan Setan 1 dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Bayangan Setan 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-bayangan-setan-1_13.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Bayangan Setan 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Bayangan Setan 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Bayangan Setan 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-bayangan-setan-1_13.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar