Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 12 September 2011

"Masa kau tidak kenal siapa diriku?" tanya orang aneh itu. Dia menggeleng kepala dan
menyambung dengan gegetun, "Jika orang lain tidak tahu siapa diriku masih dapat
dimaklumi, tapi kalau kalian juga tidak kenal siapa diriku, wah sungguh aku sangat sedih,
sanagat berduka...."
Bicara sampai di sini, mendadak dari dalam bajunya yang kedodoran itu dirogohnya keluar
sepotong paha ayam goreng. Memandangi paha ayam ini, sorot matanya menampilkan rasa
rakusnya, akan tetapi paha ayam itu hanya dipandang, lalu diendusnya beberapa kali,
kemudian ia menghela nafas panjang dan menyimpan kembali paha ayam itu kedalam
bajunya.
Melihat kelakuan orang itu, kulit muka Hu-patnaynay seketika berkerut-kerut, ucapnya
dengan suara gemetar, "Oo....Thian....Thian....."
399
Sekaligus ia berucap belasan kata "Thian", tapi sukar melanjutkannya.
Tergerak pikiran Pwe-giok, tiba-tiba teringat satu orang olehnya serunya, "He, bukankah
Cian-pwe ini Thian-sip-sing?"
"Hahahaha! Memang betul," seru orang aneh itu sambil tergelak: "Tak tersangka bocah ini
malah kenal diriku, sungguh tidak gampang."
Baru sekarang Pwe-giok tahu apa sebabnya kulit muka orang begitu kendur dan mengapa
bajunya begitu longgar tidak sesuai dengan tubuhnya, karena sebagaimana sudah diketahui.
Thian-sip-sing ini tadinya adalah seorang gemuk, bahkan maha gemuk.
Kalau orang gemuk mendadak menjadi kurus, tentu saja akan berubah seperti balon gembos.
Mengapa Thian-sip-sing yang gemuk seperti gajah bengkak itu dalam waktu tidak sampai tiga
bulan telan berubah menjadi sekurus ini? Padahal orang gemuk kalau ingin kurus bukanlah
suatu pekerjaan yang mudah.
"Meng...,mengapa Cianpwe ber....berubah menjadi sekurus ini?" tanya Hu-patnaynay dengan
tergagap.
Thian-sip-ping menghela nafas, ucapnya, "Masakah tidak kau lihat? Sekarang barang apapun
tidak berani kumakan, jika kumakan, segera perut terasa mules. Nah, kalau orang tidak
makan, kan mustahil jika tidak cepat kurus?"
Ia berhenti sejenak, lalu menghela nafas gegetun dan berkata pula, "O, agaknya aku harus
ganti nama menjadi Thian-go-sing (si binatang kelaparan)."
Padahal Thian-sip-sing biasanya suka menganggap perutnya sebagai mesin pabrik, apapun
dimakannya segala dilalap, apapun dicerna, mungkin hanya mayat dan lalat saja yang tidak
pernah dimakannya.
Dan seorang pelahap begitu masakah sekarang tidak berani makan paha ayam, sungguh sukar
untuk dimengerti dan mengherankan. Tapi tiada seseorang pun berani bertanya.
Hanya Pwe-giok saja yang lantas berkata "Cianpwe sudah digoda sekian lamanya oleh Hwesing-
diong, selama itu tentu sangat kapiran bukan?"
Mata Thian-sip-sing terbelalak lebar, tanyanya dengan heran. "He, kaupun tahu kejadian itu?"
"Ya, tahu sekedarnya," jawab Pwe-giok.
"Wah, tidaklah sedikit pengetahuan anak muda ini," gumam Thian-sip-sing dengan melotot.
Pwe-giok tertawa, katanya, "Barang siapa kalau sudah digoda oleh Hwe-sing-diong, maka
hidupnya pasti konyol, makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, kalau digoda hingga dua-tiga
bulan lamanya, betapapun gemuk juga akan berubah menjadi kurus."
Thian-sip-sing menghela napas, ucapnya, "Memang betul, sedikitpun tidak salah. Selama duatiga
bulan ini sungguh aku ingin mati saja lebih baik, untunglah setelah aku digoda hingga
400
lebih dua bulan, mendadak mereka menghilang tanpa bekas. Tapi selera makanku juga sudah
kadung rusak, apapun tidak menarik lagi bagiku, biarpun santapan yang paling lezat ditaruh di
depan hidungku juga tidak akan menimbulkan nafsu makanku."
Bicara dan bicara, begitu sedih hingga hampir saja ia meneteskan air mata.
Maklumlah, seorang pelahap kalau sekarang tidak dapat makan enak lagi, maka dapat
dibayangkan betapa tersiksa lahir batinnya.
Pwe-giok melototi patung yang dipegang Thian sip-sing, katanya kemudian, "Makan enak
dan main perempuan adalah watak pembawaan manusia, sekarang Cianpwe tidak doyan
makan lagi makanya kau lantas berganti kesenangan."
Thian-sip-sing tertawa, katanya, Aha, dalam hal ini salahlah kau. Maksudku mencari patung
ini adalah karena aku ingin mencari satu orang."
"Mencari satu orang?" Pwe-giok menegas sambil berkerut kening.
"Apapun juga dia juga salah seorang Bu-lim-pat-bi, patungnya pasti juga terdapat di antara
patung-patung indah ini," kata Thian-sip-sing. "Karena aku tidak dapat melihat orangnya,
juga tidak berani melihatnya bila berhadapan, kan lumayan jika dapat kulihat patungnya."
"Memang siapa dia?" tanya Pwe-giok.
Jilid 14________
Thian-sip-sing berkedip-kedip, dia tidak berkata apa-apa melainkan cuma memberi isyarat
dengan tangan.
Melihat isyarat tangan itu, seketika berubah air muka Pwe-giok, serunya, "He, apakah...
apakah isyarat tangan yang diberikan kepada Cianpwe oleh Ji-bengcu tempo hari itu juga
isyarat ini?"
"Hah, kaupun tahu kejadian itu?.... Aneh, sungguh aneh?!" kata Thian-sip-sing dengan
tercengang.
"Setahuku, isyarat tangan ini kan dimaksudkan sebagai Tangkwik-siansing?" kata Pwe-giok.
"Tangkwik-siansing? Siapa bilang isyarat tangan ini menandakan Tangkwik-siansing? Hah,
masakah Tangkwik-siansing telah berubah menjadi wanita maha cantik?" ujar Thian-sip-sing.
Pwe-giok melonjak kaget, serunya, "He, kalau bukan Tangkwik-siansing, habis siapa yang
dimaksudkan dengan isyarat tangan ini?"
Sorot mata Thian-sip-sing menampilkan rasa kejut dan takut, katanya dengan suara parau,
"Jika kau tidak tahu, darimana pula ku tahu...."
Baru omong sampai di sini, mendadak ucapannya terputus, sebab entah kapan dan darimana
datangnya, tahu-tahu mulutnya telah dijejal dengan sebuah jeruk, dengan tepat mulutnya
tersumbat.
401
Padahal orang yang hadir di sini tidaklah sedikit, kalau Thian-sip-sing sendiri tidak tahu
darimana datangnya jeruk itu, apalagi orang lain.
Menyusul lantas terdengar seorang berkata dengan menyesal, "Ai, jaman ini memang serba
susah, ingin mencari suatu tempat untuk tidur senyenyaknya saja tidak gampang."
Suaranya ternyata berkumandang dari langit-langit rumah.
Serentak semua orang sama mendongak ke atas, maka tertampaklah di belandar tengah entah
sejak kapan bergelantungan sebuah karung besar, suara orang itu timbul dari dalam karung
besar itu.
Sungguh aneh, masakah di dalam karung itu ada orangnya? Kalau di dalam karung terisi
orang mengapa pula karung itu bisa tergantung di atas belandar? Tanpa sebab mengapa orang
itu mengurung dirinya di dalam karung?
Selagi Pwe-giok merasa heran, mendadak orang banyak sama berteriak kaget, "Hah! Tay-tekian-
kun-it-te-ceng (bumi dan langit masuk satu karung)... Itulah dia Poh-te Siansing (Tuan
karung)!"
Di tengah jerit kaget dan takut itu, berpuluh orang yang hadir di situ lantas berlari sipat
kuping, semuanya kabur pontang-panting, hanya sekejap saja sudah bersih, seorang pun tak
ketinggalan, kecuali Ji Pwe-giok.
Malahan Thian-sip-sing tidak sempat mengeluarkan dulu jeruk yang menyumbat mulutnya
itu, hanya kotak berisi patung itu yang ditinggalkan, sebab ia tahu untuk lari akan lebih
leluasa bertangan kosong daripada membawa barang.
Seorang kalau kepergok Poh-te Siansing, tentu saja lebih baik lari secepatnya.
Suasana di ruangan besar itu menjadi sunyi, hanya Ji Pwe-giok saja yang masih berada di situ.
Setelah terjadi serentetan hal-hal yang aneh dan misterius itu, lalu seorang berdiri di tengah
ruangan sebesar itu dalam keadaan sunyi senyap, di atas kepala malahan bergelantung sebuah
karung besar yang tampak bergontai kian kemari, keadaan ini sungguh membuat orang
merasa ngeri.
Hampir saja Pwe-giok juga ingin angkat kaki saja.
Tapi pada saat itulah dari dalam karung lantas timbul pula suara orang, "He, anak muda, jika
kau tidak pergi, mengapa tidak lekas kau turunkan aku si orang tua?"
Seketika Pwe-giok hanya melenggong, sebab iapun tidak tahu apa yang harus dilakukannya?
Segera orang di dalam karung berseru pula, "He, cepatlah sedikit, memangnya kau lebih suka
menyaksikan orang tua mati sesak napas terkurung di dalam karung ini?"
Pwe-giok berpikir sejenak, katanya kemudian, "Jika kau dapat masuk sendiri ke situ, mengapa
kau tidak dapat keluar sendiri pula?"
402
Orang tua di dalam karung itu tidak bicara lagi, tapi terus mengeluh seperti orang yang benarbenar
hendak mati sesak napas. Sampai akhirnya suara keluhan pun tidak terdengar lagi.
Setelah menunggu lagi sekian lamanya, akhirnya Pwe-giok tidak tahan, segera ia meloncat ke
atas.
Siapa tahu baru saja tubuhnya mengapung, mendadak "bluk", karung besar itu terus jatuh ke
bawah.
Cepat Pwe-giok melayang turun pula dan membuka karung itu, tapi.... mana ada orangnya?
Yang terdapat di dalam karung hanya beberapa jilid buku saja.
Pwe-giok jadi melongo, hampir saja ia tidak percaya kepada matanya sendiri.
Padahal jelas-jelas suara orang tua itu tadi timbul dari dalam karung, mengapa di dalam
karung ini tidak terdapat orang?
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar orang tertawa di atas belandar. Keruan Pwe-giok terkejut.
Cepat ia menengadah, maka tertampaklah dua kaki dan segumpal jenggot panjang bergontai
kian kemari di atas.
Kedua kaki itu sangat kecil, sebaliknya jenggot itu sangat panjang dan subur. Cahaya lampu
tak dapat mencapai langit-langit rumah, maka sukar terlihat bagaimana bentuk orangnya
kecuali kedua kaki dan jenggotnya yang panjang itu.
Pwe-giok menarik napas panjang. Kalau orang lain mungkin akan lari terbirit-birit ketakutan
karena menyangka telah ketemu hantu atau siluman. Tapi Pwe-giok tahu orang tua ini pasti
menerobos keluar dari karungnya pada saat dia melayang ke atas tadi, lalu pada waktu karung
itu jatuh ke bawah dan selagi perhatian Pwe-giok tertarik kepada karung yang jatuh itu, segera
orang tua itu melayang lagi ke atas belandar. Sudah barang tentu semua ini dilakukan dengan
sangat cepat.
Apa yang terjadi ini kalau sudah dijelaskan tentu tidak perlu dibuat heran, hanya saja kalau
Ginkang orang tua itu tidak maha tinggi, mana bisa mata-telinga Pwe-giok dikelabui?
Begitulah Pwe-giok tetap menahan perasaannya, ia tertawa, ucapnya dengan hambar,
"Sungguh tak tersangka Lo-siansing masih suka main kucing-kucingan seperti anak kecil.
Tapi Cayhe tidak berminat main sembunyi-sembunyi denganmu, maaf, aku mau pergi saja."
"He, kau mau pergi? Apakah kau tidak ingin melihat barang ini?" tiba-tiba si kakek berseru.
Belum lagi Pwe-giok bersuara pula, mendadak sesuatu barang jatuh dari atas belandar. Ia
tidak berani menangkapnya dengan tangan, sedikit mengegos, dengan lengan bajunya ia tadah
barang itu.
Di bawah cahaya lampu terlihat benda ini kemilauan, nyata barang ini pun sebuah patung ukir
batu kemala, patung wanita cantik. Waktu ia pandang ke sana, kotak besi dan patung yang
ditinggalkan Thian-sip-sing di atas meja tadi seluruhnya sudah hilang.
403
Nyata, pada saat Pwe-giok sibuk membuka karung tadi, sekejap itu telah digunakan oleh si
kakek untuk melayang turun dan mengambil kotak besi dan patung di atas meja, semua itu
hanya dilakukan dalam sekejap saja, maka dapat dibayangkan betapa hebat ginkangnya.
Betapapun tabahnya Pwe-giok, sekarang ia merasa ngeri juga.
Didengarnya si kakek lagi berkata dengan tertawa, "Eh, anak muda. si cantik dalam
pelukanmu, kenapa tidak kau pandang dengan cermat? Kan sayang jika kesempatan baik ini
kau sia-siakan?"
Kalau patung batu pada umumnya hanya kelihatan warna aslinya, tapi pakaian pada patung
kemala ini ialah selapis warna hitam dari bahan poles yang aneh, sebab itulah meski warna
bajunya hitam, tapi lamat-lamat kelihatan badan patung si cantik yang putih bersih.
Kecantikan wajah patung kemala inipun bak bidadari dari kahyangan, hanya di antara mata
alisnya membawa semacam sifat dingin yang sukar di jelaskan sehingga membuat orang
segan mendekatinya.
"Apakah kau kenal dia?" terdengar si kakek bertanya.
"Tidak," jawab Pwe-giok.
Kakek itu menghela nafas, ucapnya, "Ya, kau lahir terlalu lambat, makanya tidak kenal dia.
Tapi pada 30-40 tahun yang lalu, apa bila orang Kangouw menyebut Bak-giok Hujin,
sedikitnya berlaksa lelaki akan sukarela mati baginya."
"Kurasa wanita ini sangat sulit didekati," kata Pwe-giok dengan tak acuh.
"Ya, justeru lantaran sikapnya terhadap orang lain selalu dingin seperti es, maka orang lain
pun semakin tertarik dan ingin berdekatan dengan dia", tutur si kakek dengan tertawa.
"sembilan diantara sepuluh orang lelaki umumnya berwatak rendah masakah kau tidak paham
akan hal ini?"
Pwe-giok tertawa, katanya, "Biarpun wanita ini maha cantik, akhirnya juga masuk liang kubur
dan menjadi tanah kembali. Apa sangkut-pautnya wanita cantik 40 tahun yang lalu dengan
diriku?"
"Kalau tidak ada sangkut-pautnya tentu tidak ku suruh kau pandang dia," ujar si kakek.
"Oo?" Pwe giok bersuara heran.
"Yang di maksudkan oleh isyarat tangan Thian sip-sing tadi ialah si dia ini," kata kakek.
Jantung Pwe-giok berdetak, sedapatnya ia menahan perasaan dan menjawab, "Tapi aku
memang tidak kenal dia."
"Coba ingat-ingat lagi, apakah kau benar-benar tidak kenal dia?" ujar si kakek. "Setahuku
sedikitnya kau pernah bertemu satu kali dengan dia."
404
Kembali jantung Pwe-giok berdebar keras, tiba-tiba teringat olehnya guru Hay Tong-jing dan
Yang cu-kang, wanita bercadar sutera hitam yang maha cantik dan anggun itu.
Serentak juga teringat olehnya sepotong bambu kecil itu, pada bambu kecil itu terukir sebuah
karung atau kantung.
Sampai di sini, Pwe-giok tidak tahan lagi, mendadak ia tanya, "Jangan-jangan engkau inilah
Tangkwik-siansing?"
"Tangkwik-siansing", nama ini seakan-akan mempunyai semacam kekuatan gaib, setelah
menyebut nama ini, Pwe-giok sendiripun terkejut.
Sungguh sama sekali tak terpikir olehnya bahwa dirinya bisa mendadak bertemu dengan
Tangkwik-siansing.
Kakek itu tertawa, ucapnya. "Padahal kita sebenarnya juga sahabat lama, seharusnya kau
kenal padaku."
Di tengah gelak tertawanya, dengan enteng ia melayang ke bawah.
Begitu ringan seolah-olah segumpal kapas, seperti sehelai daun jatuh, jenggotnya yang
panjang bertebaran seperti titik-titik air hujan mencurah dari langit.
Perawakan pendek kecil dan kurus sehingga seluruh tubuh seakan-akan terbungkus oleh
jenggotnya yang lebat dan panjang itu.
"He, kiranya kau!" seru Pwe-giok dengan melenggong.
*****
Pwe-giok memang betul pernah bertemu dengan kakek ini, bahkan tidak cuma satu kali saja
melainkan dua kali.
Pertama bertemu pada waktu dia tertimpa musibah, ayahnya terbunuh dan rumah hancur,
untung dia dapat menyelamatkan diri, namun dia menjadi putus asa dan tiada keberanian
untuk hidup lagi. Pada saat demikian itulah dia bertemu dengan si kakek.
Waktu itu dipergokinya si kakek hendak menggantung diri.
Pwe-giok telah menyelamatkan jiwa orang lain tiba-tiba timbul juga semangatnya untuk
mencari hidup.
Pertemuan yang kedua adalah pada waktu dia kehilangan kepercayaan atas ilmu silatnya
sendiri, dalam keadaan pikiran kusut itulah dia bertemu pula dengan si kakek.
Tatkala mana si kakek sedang melukis, yang hendak dilukisnya adalah gunung, tapi yang
muncul pada kanvasnya ternyata bukan gunung.
Dia masih ingat ucapan si kakek itu, "Jelas-jelas gunung yang kulukis, tapi lukisanku justeru
tidak mirip gunung, jelas tidak mirip gunung, tapi setelah kau pandang dengan cermat
405
ternyata memang gunung yang kulukis. Hal ini karena apa yang kulukis ini meski belum
tampak berbentuk gunung, tapi intinya, jiwa daripada obyek yang kulukis sudah kutonjolkan
dengan jelas. Mungkin orang lain tidak paham melihat lukisanku ini, tapi perduli amat,
asalkan yang kulukis adalah gunung, asalkan dalam pandanganku dan perasaanku lukisanku
ini adalah gunung, kan cukup dan terlaksanalah tujuanku? Jika aku sendiri dapat menangkap
intisari dari lukisan ini dan orang lain justeru tidak paham, hal ini kan terlebih baik?"
Begitulah, justeru ucapan si kakek yang berfalsafah itulah sehingga ilmu silat Pwe-giok dapat
melangkah lebih tinggi lagi (tentang pertemuan Pwe-giok dan Tangkwik siansing hendaklah
baca "Renjana pendekar".)
Maklumlah, kungfu aliran Bu-kek-bun keluarga Ji justeru cocok dengan uraian si kakek itu
bermakna tapi tak berbentuk, terlepas dari bentuk yang terbatas dan masuk ke alam yang tak
berkutub, (Bu-kek artinya tak berkutub).
Sejak itulah kungfu Bu-kek-bun benar-benar dikuasai Pwe-giok dengan baik, meski belum
mencapai tingkatan yang sempurna, tapi sudah dekatlah dengan tingkatan tersebut.
Makin dipikir makin terasa oleh Pwe-giok bahwa si kakek ini sama sekali tiada bermaksud
jahat padanya, bahkan si kakek selalu muncul pada saat dia menghadapi bahaya sehingga dia
terlepas dari kesukaran.
Jika si kakek dikatakan sebagai iblis yang diam-diam hendak membikin celaka padanya
seperti apa yang diceritakan "Bak-giok Hujin", sungguh sukar untuk dipercaya, tapi apa yang
dikatakan Bak-giok Hujin itu rasanya juga sulit untuk tidak dipercaya.
Waktu ia angkat kepalanya, dilihatnya si kakek alias Tangkwik-siansing sedang
memandangnya dengan tersenyum.
"Sekarang sudah kau kenal diriku bukan?" tanya si kakek.
Dengan hormat Pwe-giok menjawab, "Ya, berulang-ulang Tecu menerima petunjuk dan
petuah Cianpwe, sungguh Tecu sangat berterima kasih."
Dengan jarinya Tangkwik-siansing menjentik patung Bak-giok Hujin dan berkata, "Dengan
sendirinya kaupun pernah melihatnya bukan?"
Pwe-giok membenarkan.
"Aneh juga bahwa dia ternyata tidak membunuh kau." gumam Tangkwik-siansing.
"Kenapa dia perlu membunuh diriku?"
"Sebab, bisa jadi kau adalah satu-satunya orang di dunia ini yang dapat membongkar rahasia
pribadinya."
"Rahasia pribadi bagaimana?" tanya Pwe-giok.
"Apakah kau tahu siapa namanya?" tiba-tiba Tangkwik siansing balas bertanya.
406
Tanpa menunggu jawaban Pwe-giok segera ia menyambung. "Ya, dengan sendirinya kau
tidak tahu siapa namanya, sebab di dunia ini hakekatnya cuma beberapa orang saja yang tahu
namanya, Namanya sendiri juga merupakan rahasia besar."
"Masakah namanya saja mengandung rahasia besar?" Pwe-giok menegas dengan heran.
"Ya, sebab namanya Ki Pi-ceng!"
"Ki Pi-ceng? Masakah dia ada sesuatu hubungan dengan Ki Go-Ceng?"
"Tentu saja ada hubungannya, bahkan sangat erat hubungan antara mereka," tutur Tangkwik
siansing. "Sebab dia bukan saja saudara Ki Go-ceng adik perempuannya, bahkan juga
isterinya."
Seketika Pwe-giok melenggong dan tidak sanggup bersuara.
Tangkwik siansing menghela nafas, katanya "Kualat..... memang begitulah mereka kena
itulah," ia tersenyum getir, lalu menyambung, "sebab keluarga Ki mempunyai pikiran yang
gila, yaitu selalu menganggap di dunia ini hanya keturunan keluarga Ki saja yang maha
pintar, maha cerdik, superior yang teratas, yang paling unggul, orang dari keluarga lain tak
dapat menimpali mereka."
"Jadi demikian, jadi....jadi telah berlangsung perkawinan antar anggota keluarga mereka
sendiri?" tanya Pwe-giok dengan melengak.
"Betul" jawab Tangkwik-siansing, "justeru lantaran jalan pikiran mereka yang gila itu, karena
menganggap hanya anggota keluarga mereka sendiri saja bibit unggul, maka turun temurun
terjadi perkawinan antara kakak dan adik sendiri dan putera-puterinya yang dilahirkan kalau
tidak gila tentulah linglung, seperti Ki Pi-ceng, meski lahiriah kelihatan secantik bidadari,
padahal dia juga tidak terkecuali juga seorang gila."
Pwe-giok memandang sekejap patung cantik itu, tanpa terasa tangannya berkeringat dingin.
"Tapi dia adalah seorang gila yang angkuh," sambung Tangkwik siansing. "Ketika
mengetahui Ki Cong-hoa yang dilahirkan itu ternyata abnormal, berbentuk kerdil dan berotak
miring, ia sangat kecewa, tanpa pikir ia tinggalkan rumah dan putus cinta dengan Ki Go-ceng,
makanya sampai dengan tingkatan Ki Cong-hoa hanya terdapat dia saja putera satu-satunya
dan terpaksa pula kawin dengan perempuan dari keluarga luar. Walaupun demikian, sejak
awal hingga akhir Ki Cong-hoa tetap tidak mau meniduri isterinya."
Baru sekarang Pwe-giok tahu duduknya perkara mengapa Ki Leng-hong sejauh itu tidak mau
mengakui Ki Cong hoa sebagai ayahnya, baru diketahuinya pula betapa penderitaan Ki-Hujin,
isteri Ki Cong hoa.
Tapi kalau Ki Cong-hoa bukan ayah Ki Leng hong, lantas siapa ayahnya?
Mungkinkah "orang she Ji" yang bersembunyi di lorong bawah tanah itu?
Jangan-jangan "orang she Ji" itu ialah......
407
Makin dipikir makin ngeri Pwe-giok, sungguh ia tidak berani berpikir lagi.
Cuma ada beberapa hal di antaranya yang mau tak mau harus dipikirnya.
Antara lain tentang Bak-giok Hujin, apabila benar wanita cantik ini adalah istri Ki Go-ceng
kenapa dia membunuh Ki Go-ceng? Kejadian ini disaksikannya dengan mata kepala sendiri,
tidak bisa tidak dia harus percaya apa yang terjadi itu.
Didengarnya Tangkwik-siansing berkata pula: "Sejak itu Ki Go-ceng berubah semakin gila.
Waktu itu di dunia Kangouw mendadak terjadi beberapa peristiwa kejahatan yang
menggemparkan dan tidak diketahui pula siapa pelakunya. Ada harta benda partai besar yang
dirampok secara misterius. Beberapa tokoh ternama secara misterius pula terbunuh.
Pelakunya diketahui sangat tinggi kungfunya, setiap peristiwa dilakukan dengan cermat tanpa
meninggalkan jejak apapun. Siapapun tidak menyangka bahwa penjahat itu bukan lain ialah
Ki Go-ceng.
Ceritera ini sudah pernah didengar Pwe-giok dari si kakek Ko di lorong bawah tanah di Satjin-
ceng dahulu, maka terbuktilah bahwa cerita Tangkwik-siansing ini bukan karangan belaka.
Terdengar Tangkwik-siansing menyambung lagi: "Waktu itu meski dunia persilatan telah
dibikin heboh dan mengerahkan berpuluh-puluh tokoh terkemuka untuk mencari si penjahat,
tapi tetap tidak dapat menemukan jejaknya, hanya seorang saja yang mengetahui bahwa
pelakunya ialah Ki Go-ceng, tapi sayang, pikirannya ternyata tidak dipercaya oleh orang
lain".
"Apakah Cianpwe kenal orang ini?" tanya Pwe-giok tiba-tiba.
Tangkwik Sian-sing tertawa, jawabnya: "Dengan sendirinya kukenal dia, sebab dia adalah
adikku Ban-li-hui-eng Tangkwik Ko"
Sejak mula Pwe-giok memang sudah membayangkan "Kakek Ko" yang misterius itu pasti
mempunyai sejarah yang gemilang pada masa lampau, tapi tak pernah terpikir olehnya bahwa
kakek Ko itu adalah saudara Tangkwik-siansing yang berjuluk Ban-li-hui-eng atau si Elang
terbang berlaksa li.
Dengan tajam Tangkwik-siansing memandang Pwe-giok, tanyanya kemudian dengan tertawa:
"Ku tahu, pasti kau kenal dia bukan?"
"Wanpwe menerima budi kebaikan yang amat besar dari Locianpwe itu, sungguh jiwa Tecu
boleh dikatakan atas berkahnya sehingga dapat hidup sampai sekarang" tutur Pwe-giok
dengan gegetun.
"Adikku itu bukan saja Ginkangnya sangat tinggi sesuai nama julukannya, juga pandang
kejahatan sebagai musuhnya, ilmu pertabibannya juga sangat tinggi dan hampir tiada
bandingannya di dunia ini. Sekalipun Hoa To (seorang tabib terkemuka di jaman Sam Kok)
lahir lagi juga belum tentu dapat melebihi dia, terutama dalam hal ilmu bedah."
Pwe-giok jadi teringat kepada muka sendiri yang pernah dipermak oleh kekek Ko itu, tanpa
terasa ia meraba pipi sendiri dan timbul rasa terima kasih dan hormatnya.
408
Tangkwik-siansing bercerita pula, karena diuber dan dicari terus oleh saudaraku itu, Ki Goceng
kehabisan akal, terpaksa ia pura-pura mati dan meninggalkan Sat jin-ceng dan
mengasingkan diri di pegunungan terpencil, dicarinya isterinya Bak-giok Hujin Ki Pi ceng."
"Waktu itu Ki Pi ceng juga jauh berada di luar perbatasan?" tanya Pwe-giok.
"Betul. Setelah suami-isteri ini berkumpul kembali di Kwan-gwa (di luar tembok besar yang
merupakan perbatasan antar negara), namun ambisi mereka masih tetap besar, senantiasa
mereka bersiap-siap untuk muncul kembali dan merajai dunia persilatan. Tapi mereka tetap
jeri terhadap kami bersaudara, sebegitu jauh mereka tidak berani menampakkan diri di depan
umum, terpaksa mereka harus menggunakan tipu muslihat, mereka memakai seorang yang
ternama dan disegani di dunia persilatan sebagai boneka."
Kulit muka Pwe-giok berkerut-kerut, ucapnya dengan parau, "Yang dimaksudkan Cianpwe
tentunya orang.... orang she Ji itu?!"
Sorot mata Tangkwik-siansing menampilkan perasaan kasihan dan simpatik, ucapnya dengan
suara halus, "Hong-ho Lojin adalah ksatria pilihan yang jarang ada di dunia persilatan, mana
dia mau membantu kejahatan mereka. Dengan sendirinya merekapun cukup tahu bagaimana
pribadi Hong-ho Lojin, maka mereka harus menggunakan muslihat keji untuk melenyapkan
Hong-ho Lojin dari pergaulan ramai ini, lalu dicarinya seorang yang menyamar sebagai
Hong-ho Lojin, mereka bertekad akan memperalat nama baik Ji Hong-ho, dengan sendirinya
tindakan mereka tidak kenal cara, yang penting tercapainya cita-cita mereka."
Mendengar sampai di sini, hati Pwe-giok menjadi pedih, gemas dan juga terharu.
Yang membuatnya pedih dan gemas karena teringat kepada berantakannya keluarga serta
kematian ayahnya.
Dia terharu karena untuk pertama kalinya sekarang ada orang membela kemalangannya ini,
untuk pertama kalinya ada orang menyatakan simpati kepada nasib mereka ayah dan anak,
untuk pertama kalinya ada orang mau bicara baginya.
Tangkwik-siansing menepuk pundak anak muda itu, katanya pula dengan suara lembut,
"Jaring langit cukup ketat, setiap perbuatan berdosa tidak nanti lolos begitu saja. Meski
sekarang kau kenyang merasakan kegetiran orang hidup, pada suatu hari kelak segala sesuatu
pasti dapat dibikin jelas, pada waktu itulah bolehlah kau kembangkan kemahiranmu dan
berbuat kebaikan bagi sesamanya."
Hati Pwe-giok merasa terbakar oleh hawa panas, air mata hampir saja bercucuran, ia berlutut
di depan kakek dan berkata, "Jangan-jangan Cianpwe sudah tahu asal-usul Tecu?"
Tangkwik-siansing membangunkan anak muda itu, katanya, "Ya, dengan sendirinya sudah ku
ketahuinya sejak dulu. Masih ingatkah kau, pada hari pertama kau tertimpa musibah itulah
kita bertemu tatkala mana sudah kuketahui kau mempunyai keberanian menanggung
penderitaan dan menahan hinaan."
Pwe-giok menghela napas panjang agar perasaan menjadi lapang dan tenang, lalu berkata
dengan muram, "Hanya masih ada suatu hal yang sampai saat ini tetap tidak kuketahui."
409
"Hal apa?" tanya si kakek.
Dengan gregetan Pwe-giok berkata, "Sesungguhnya siapakah bangsat yang menyaru sebagai
ayahku itu? Mengapa dia juga mahir kungfu Bu-kek-bun? Bahkan dapat menirukan suara dan
gerak-gerik ayahku dengan begitu persis?"
Tangkwik-siansing termenung sejenak, lalu menghela nafas panjang, katanya, "Naga
melahirkan sembilan anak dan semua tidak ada yang sama, Hong-ho Lojin terkenal berbudi
luhur dan berhati mulia, tapi saudaranya, Ji Tok-ho, justeru seorang terkutuk, binatang yang
maha jahat dan tak terampunkan."
Pwe-giok jadi teringat kepada catatan di dalam buku harian tinggalan Siau-hun-kiongcu itu,
tanpa terasa tubuhnya menggigil, kaki dan tangan menjadi dingin juga, ucapnya dengan
gemetar, "Apakah....apakah bangsat itu ialah... ialah pamanku sendiri?"
Tangkwik-siansing tidak segera menjawab, ia menghela nafas, lalu berkata, "Ada beberapa
hal rasanya tidak enak kukatakan padamu secara terus terang, cuma harus kau maklumi,
meski pamanmu itu dikabarkan minggat dari rumah karena terpaksa, padahal ayahmu tidak
pernah bertindak sesuatu yang tidak baik padanya."
Pwe-giok menunduk dengan berduka dan hanya mengangguk saja.
"Setelah Ji Tok-ho berpisah dengan ayahmu, seperti harimau lepas dari kurungan, dia berbuat
sesukanya, segala kejahatan dilakukannya, tangannya berlumuran darah, juga mengikat
musuh yang tidak sedikit. Cuma ilmu silatnya sangat tinggi, jejaknya sukar dicari, meski
orang membencinya dan ingin mencincangnya kalau bisa, tapi sayang sukar menemukan
jejaknya."
Kakek itu berhenti sejenak, lalu menyambung pula dengan perlahan. "Sampai akhirnya tiba
suatu hari yang naas baginya, yaitu pada hari Tahun baru, dia sedang makan dan minum di
rumah pelacur terkenal langganannya, di kota Lok-yang, tanpa terasa dan juga tidak curiga ia
minum hingga mabuk, ia tidak menduga bahwa perempuan langganannya yang sudah
berlangsung sekian tahun itu telah membelot, telah diperalat pihak musuh."
"Tahun baru?....." Pwe-giok bergumam, teringat olehnya apa yang didengarnya di lorong
bawah tanah di Sat jin-ceng dahulu, yaitu "Waktu orang she Ji itu datang ke Sat jin-ceng
adalah hari ketiga sesudah tahun baru...
Didengarnya Tangkwik siansing lagi menyambung ceritanya, "Tapi Ji Tok-ho memang
seorang jagoan lihay yang jarang ada di dunia persilatan, meski dikerubuti belasan tokoh Bulim
terkemuka dalam keadaan mabuk, dia tetap mampu membobol kepungan dan lari masuk
ke Sat-jin-ceng...."
Dia menghela nafas, lalu menyambung, "Ia tahu dalam perkampungan pembunuh itu pasti ada
yang akan melindunginya, apa lagi dia juga sudah biasa masuk keluar kampung itu, jelas
orang lain tidak sanggup menemukan dia."
"Apakah kejadian itu bukan untuk pertama kalinya dia lari masuk ke Sat-jin-ceng?" tanya
Pwe-giok.
410
"Sudah tentu bukan," jawab Tangkwik-siansing. "Sudah lama dia mempunyai hubungan gelap
dengan isteri Ki Cong-hoa, kau tahu Ki Leng-hong dan Ki Leng-yan kakak beradik itu justeru
adalah anaknya dari hasil berhubungan gelap dengan Ki-hujin."
Sekujur badan Pwe-giok terasa dingin.
Segera teringat olehnya lorong di bawah tanah yang ditemukannya di Sat-jin-ceng dahulu,
disanalah dia menemukan sepotong batu Giok waktu itu ia merasa sangat heran, sebab batu
jade atau kemala itu dikenalnya sebagai benda pusaka Bu-kek-bun, perguruan keluarga Ji
sendiri, mengapa bisa muncul di Sat-jin-ceng?
Selain itu ditemukan sebuah dompet bersulam dan potret sulaman serta dua bait tulisan yang
berbunyi: "Senantiasa mendampingi Anda, semoga jangan ditinggalkan".
Cuma waktu itu sama sekali tak terpikir olehnya bahwa kekasih Ki-hujin yang dimaksudkan
ia adalah pamannya.
Lalu teringat pula olehnya kakak beradik Ki Leng-hong dan Ki Leng-yan, kedua nona itu
selalu menaruh perhatian padanya secara misterius. Kiranya didalam tubuh mereka memang
mengalir darah keluarga Ji, sebab antara Pwe-giok dan mereka adalah saudara sepupu.
Didengarnya Tangkwik-siansing telah berkata "Ki-hujin telah menyembunyikan Ji Tok-ho di
lorong bawah tanah, ia mengira perbuatan mereka pasti tidak diketahui oleh siapapun. Tak
tersangka setelah pura-pura mati dan menghilang dari pergaulan umum, Ki Go-ceng juga
sembunyi ke dalam lorong bawah tanah itu dan kebetulan memergoki Ji-Tok-ho."
"Jika begitu, meng...mengapa dia tidak...tidak......."
Tangkwik siansing tahu apa yang hendak ditanyakan anak muda itu, maka sebelum orang
mengejutkan ia telah menyambung dengan menghela nafas, "Sebenarnya Ki Go-ceng hendak
membunuh "Ji Tok-ho untuk menutup mulutnya agar rahasia pura-pura matinya tidak
ketahuan orang. Tapi kemudian terpikir olehnya bahwa orang ini cukup berharga untuk
diperalat bagi muslihatnya, mungkin juga dia menganggap Ji Tok-ho sehaluan dan sepaham
dengan dia, maka dia hanya menculik dan membawanya pergi dan tidak membunuhnya."
Hal ini sudah lama terfikir oleh J Pwe-giok, sebab kalau Ji Tok-ho tidak dibawa pergi orang
secara mendadak dan tergesa-gesa, tentu dia takkan meninggalkan dompet bersulam dan batu
Giok itu di lorong bawah tanah di Sat-jin-ceng sana.
Terdengar Tangkwik-siansing berkata pula, "Namun tampaknya langkah Ki Go-ceng itu
tidaklah percuma, sebab Ji Tok-ho dan Hong-ho Lojin adalah saudara, dengan sendirinya
lahiriah mereka hampir sama, cukup dipermak lagi sedikit sana sini, tentu sukar lagi untuk
dibedakan tulen dan palsunya. Apalagi sejak kecil kedua bersaudara itu selalu berkumpul,
dengan sendirinya setiap gerak-gerik dan tutur kata Hong-ho lojin cukup dikuasai oleh Ji Tokho,
maka selain wajahnya telah dibedah dan dipermak, iapun dapat menirukan suara dan
gerak-geriknya dengan persis"
Dia menghela napas lalu melanjutkan: "Sebab itulah, semua persoalan ini bukanlah karena
terjadi secara kebetulan, tapi setiap langkah boleh dikatakan sudah mengalami pertimbangan
411
dan pengaturan yang cermat. Kalau tidak kebetulan diketemukan Ji Tok-ho, bisa jadi mereka
takkan memilih Hong-ho lojin sebagai sasaran utama.
Lama juga Pwe-giok termenung, tanyanya kemudian: "Apakah Ki Go-ceng juga mahir ilmu
bedah?"
"Bukan dia, tapi istrinya, Bak-giok Hujin" jawab Tangkwik-siansing. "Konon ilmu bedahnya
dipelajarinya dari seorang Persi dari wilayah barat, meski kepandaiannya tidak sama dengan
ilmu bedah Tangkwik Ko, tapi keduanya mempunyai hasil kerja yang hampir sama"
"Apakah Cianpwe juga tahu kedua murid Bak-giok hujin?" tanya Pwe-giok.
"Maksudmu Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing berdua?" sahut si kakek.
"Betul" kata Pwe-giok
Tangkwik-siansing menghela napas menyesal, ucapnya: "Pada dasarnya jiwa kedua anak
muda itu sebenarnya tidak jelek, cuma sayang, tanpa sadar mereka telah diperalat oleh
gurunya. Menurut pendapatku, mungkin sekali kedua orang itupun tidak tahu rahasia sang
guru, terutama mengenai asal-usulnya dan rencana kejinya"
"Betul, sampai-sampai akupun percaya penuh kepada ocehan perempuan itu, apalagi kedua
muridnya, tentu mereka percaya kepada sang guru" kata Pwe-giok. "Cuma.... jika demikian
halnya, lalu atas perintah siapakah tokoh yang disebut sebagai Lengkui itu?"
"Dengan sendirinya juga atas perintah Ki Pi-ceng" kata si kakek.
"Sungguh aneh" Pwe-giok merasa heran. "Jika begitu, mengapa Ki Pi-ceng sengaja menyuruh
Lengkui membunuh Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing, mereka kan muridnya?"
"Ya, bisa jadi disebabkan Bak-giok Hujin juga mulai ragu terhadap kesetiaan murid sendiri,
sebab lambat laun Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing mulai banyak mengetahui rahasianya,"
tutur Tangkwik-siansing. "Menjadi anak murid orang gila seperti Bak-giok Hujin, jika terlalu
banyak urusan yang diketahuinya, bukannya beruntung sebaliknya malah akan buntung dan
mendatangkan petaka baginya. Mungkin juga Bak-giok Hujin merasa usahanya kini sudah
mencapai sukses besar, sebentar lagi dia akan menjadi tokoh utama yang paling berkuasa di
dunia persilatan, maka dia merasa Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing sudah tidak diperlukan
lagi."
Dia berhenti sejenak dan menghela napas, lalu menyambung. "Apapun juga, kan sejak awal
sudah kukatakan bahwa mereka kakak beradik adalah orang gila semua, tindak tanduk mereka
tidak dapat diukur dengan akal sehat ."
"Kecuali Lengkui yang asli, bukankah ia masih mempunyai beberapa duplikat Lengkui yang
lain?" tanya Pwe-giok.
Tangkwik-siansing tertawa, ucapnya, "Ah, semua itu adalah permainan belaka, dia sengaja
membesar-besarkan hal itu untuk menakuti orang lain. Membuat orang menjadi setan
bukanlah pekerjaan yang mudah."
412
Pwe-giok termenung sejenak, gumamnya kemudian, "Wah, jika demikian, jadi selama ini
Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing juga selalu dikelabui oleh gurunya sendiri. Bahwa aku
disuruh bersembunyi ke gua di bawah tanah di pinggang gunung itu bukankah karena dia
sengaja hendak mencelakai aku. Apa yang dikatakannya kepadaku itupun dipercaya penuh
oleh mereka sendiri."
Berpikir sampai di sini, tanpa terasa ia merasa ngeri bila membayangkan apa yang dialaminya
itu, telapak tangannya kembali berkeringat dingin.
Sebab faktanya memang begitu, sekarang bukan saja Yang Cu-kang dan Hay Tong-jing dalam
keadaan bahaya, bahkan Cu Lui-ji dan Thi-hoa-nio juga sudah masuk ke mulut harimau dan
sukar dibayangkan bagaimana nasib mereka saat ini.
Seumpama sekarang juga Pwe-giok pergi menolong mereka, tetap tiada gunanya, sebab pada
hakekatnya dia tidak tahu mereka telah dibawa ke mana oleh Bak-giok Hujin?
Lalu, apa yang diuraikan Tangkwik-siansing apakah seluruhnya benar?
Didengarnya kakek itu berkata pula, "Meski berbagai kejadian rahasia ini adalah hasil
penyelidikanku selama bertahun-tahun dan tentu saja telah banyak memakan tenaga dan
pikiranku, tapi ada juga sebagian adalah hasil perkiraanku berdasarkan semua fakta yang telah
terjadi, boleh dikatakan tak dapat kubuktikan, tentu juga tidak seluruhnya dapat membuat
orang percaya, umpama saja...kalau sekarang kukatakan Ji Hong-ho adalah samaran Ji Tokho,
coba, siapakah yang mau percaya?"
Pwe-giok menghela napas, diam-diam ia membatin, "Memang betul. Kalau aku saja tidak
percaya penuh terhadap keteranganmu, apalagi orang lain?"
Tangkwik-siansing memandang anak muda itu dengan lekat-lekat, katanya kemudian dengan
tenang, "Ku tahu, dalam hati tentu juga kau sangsi terhadap apa yang ku uraikan ini, sebab
itulah..... sekarang juga akan kubawa kau menemui satu orang."
"Menemui siapa?" tanya Pwe-giok heran.
Tangkwik-siansing tertawa, jawabnya, "Setelah bertemu nanti, tentu kau akan tahu sendiri."
Begitulah mereka lantas meninggalkan gedung itu, meninggalkan jalan raya dan menyusur
jalan gili-gili sawah, di depan kelihatan sebuah sungai kecil.
Ada sebuah jembatan kecil dengan embun yang belum kering, di seberang jembatan tampak
pagar bambu mengelilingi tiga buah rumah gubuk beratap rumput alang-alang kering.
Terdengar suara ayam dan anjing berisik di balik gubuk sana.
Cerobong asap di atas rumah tampak sedang mengepulkan asap dan buyar terbawa angin.
Dari jauh Pwe-giok sudah mencium bau harum obat yang sedang dimasak.
Kalau ada orang menyeduh obat, tentu di dalam rumah gubuk ada orang sakit. Dan siapakah
yang sakit? Siapa pula yang sedang masak obat?
413
Pintu pagar tampak setengah tertutup, di bawah pagar tampak terletak sebuah anglo kecil
dengan pot kecil tempat masak obat, agaknya air obat sudah mulai mendidih dan
menyebarkan bau obat yang keras.
Seekor kucing hitam mendekam di samping anglo dengan setengah mengantuk. Di sekeliling
situ tak tampak seorangpun. Di manakah orang yang memasak obat? Untuk apakah
Tangkwik-siansing membawa Pwe-giok ke tempat ini?
"Meong", mendadak kucing itu berbunyi sambil meloncat ke atas, ke dalam pangkuan
Tangkwik-siansing.
Perlahan Tangkwik-siansing membelai bulu kucing hitam yang halus bagai sutera itu,
ucapnya dengan tertawa, "Haha, si Hitam sayang, jangan mencakar jenggot kakek!"
Pwe-giok tidak berminat terhadap anjing atau kucing, maka ia tidak tertarik kepada kucing
hitam kesayangan Tangkwik-siansing.
Selagi ia merasa kesepian, tiba-tiba terdengar seorang menegur, "Apa kabar, Ji-kongcu? Baikbaikkah
selama ini?"
Suara itu timbul dari belakangnya. Keruan Pwe-giok terkejut, cepat ia berpaling, maka
terlihatlah seraut wajah yang sudah dikenalnya.
Wajah yang sudah tua, penuh keriput dan bekas-bekas penderitaan kehidupan yang panjang,
namun sinar matanya yang menampilkan senyuman simpatik tampak jernih bagai air telaga
yang bening.
Kejut dan girang Pwe-giok demi mengenal siapa gerangan si kakek, serunya, "He, kiranya
engkau berada di sini ? "
Di sini dan dalam keadaan demikian ia dapat bertemu lagi dengan "si kakek Ko", sungguh
rasanya seperti mimpi atau sudah pada penjelmaan hidup baru.
Kakek itu memang betul si kakek Ko alias Tangkwik Ko yang sudah dikenalnya dan pernah
menyelamatkan jiwanya di Sat-jin-ceng dahulu.
Tangkwik Ko sedang menjinjing sebuah ember kayu yang penuh terisi air. Meski dengan
membawa ember sebesar itu dengan air penuh, ternyata Pwe-giok sama sekali tidak tahu akan
munculnya orang tua itu, dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya.
Melihat codet pada muka Pwe-giok itu, seketika air muka Tangkwik Ko berubah, ia
memandangnya lagi beberapa kejap, segera sorot matanya memancarkan senyuman pula,
gumamnya, "Tampaknya segala sesuatu di dunia ini tidak boleh terlalu sempurna, akan lebih
baik jika ada sedikit cacat atau sesuatu kekurangannya."
Pwe-giok merasa kerongkongannya tersumbat, ingin bicara, tapi sukar bersuara. Seketika ia
hanya melenggong saja.
414
Tangkwik Ko menepuk-nepuk bahunya, ucapnya dengan tertawa cerah, "Kutahu apa yang
hendak kau katakan. Lebih baik tidak kau katakan saja. Di dalam rumah masih ada satu orang
yang senantiasa memikirkan dirimu, lekas kau masuk menjenguknya."
Siapakah orang di dalam rumah yang dimaksudkan Tangkwik Ko? Siapakah yang sakit dan
perlu dimasakkan obat? Jangan-jangan Ki Leng-yan? Atau Cia Thian-pi? Atau Lim Tay-ih?
Tangan Pwe-giok terasa agak gemetar, tidak urung ia mendorong pintu dan masuk ke dalam
rumah gubuk itu.
Dilihatnya seorang berbaju putih berbaring miring di atas tempat tidur, mukanya pucat
kekuning-kuningan dan agak kurus, matanya setengah terbuka dan setengah terpejam, namun
sinar matanya tampak gemerlapan.
Begitu melihat orang ini, tak terkatakan rasa girang Pwe-giok, mendadak ia berteriak sambil
menubruk maju, "Hong-samko! Mengapa engkaupun berada di sini, Hong-samko?"
Yang berbaring di situ, orang sakit yang perlu minum obat, ternyata Hoang Sam adanya.
Demi melihat Hong Sam dan Tangkwik Ko berada bersama di sini, seketika kepercayaan Ji
Pwe-giok terhadap Tangkwik-siansing bertambah kuat, walaupun masih ada beberapa hal
dirasakannya masih sukar mendapat penjelasan.
Lebih-lebih tentang kejadian di gua bawah tanah itu, di mana disaksikannya dengan jelas
Bak-giok Hujin Ki Pi-ceng telah membinasakan Ki Go-ceng, peristiwa ini dilihatnya dengan
mata kepala sendiri dan bukan kabar berita.
Begitulah, secara ringkas ia ceritakan kepada Hong Sam pengalamannya selama berpisah ini.
Waktu menuturkan cara bagaimana Cu Lui-ji tertipu dan dibawa pegi oleh Ki Pi-ceng,
sungguh tidak kepalang rasa sedih Pwe-giok dan juga merasa malu karena dirinya gagal
melindungi anak dara itu.
Tapi Hong Sam lantas menghiburnya malah, katanya, "Ki Pi-ceng pasti tidak akan membikin
susah Lui-ji, sebabnya dia membawa pergi Lui-ji hanya digunakan sebagai sandera saja agar
kau tunduk kepada segala perintahnya, supaya kau tidak berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan kehendaknya, supaya kau tidak memusuhi dia."
"Ya, seharusnya sejak semula kupikirkan hal ini, mengapa kubiarkan Lui-ji dibawa pergi
olehnya?" kata Pwe-giok dengan menunduk.
"Padahal kaupun tidak perlu berkuatir bagi Lui-ji," ujar Hong Sam dengan tertawa. "Anak
dara ini cukup cerdik dan licin, kuyakin Ki Pi-ceng belum tentu dapat mengatasi dia. "
Pwe-giok pikir urusan sudah kadung begitu, biarpun kuatir juga tiada gunanya. Terpaksa
untuk sementara dia harus melapangkan dada dan kesampingkan dulu urusan Cu Lui-ji.
Segera ia mengeluarkan buku harian dan potongan bambu itu, katanya kepada Hong Sam,
"Barang-barang inilah yang kutemukan di bawah loteng kecil di Li-toh-tin itu..."
"Sungguh aneh, mengapa buku kecil catatan begini sedemikian mendapat perhatian Siau-hunkiongcu
dan disimpan secara rahasia ? "kata Hong Sam sambil berkerut kening.
415
Dengan serius Pwe-giok berkata, "Sebab buku ini adalah buku hutang-piutang yang disebut
Giam-ong-ceh ( piutang raja akherat). Di sini tercatat segala perbuatan jahat setiap tokoh
dunia persilatan. Dengan memiliki buku ini, sama halnya Siau-hun kiongcu memegang
semacam jimat, sebab siapapun pasti kuatir rahasia buruknya akan dibongkar dan disiarkan
olehnya, mau-tak-mau mereka merasa jeri dan segan padanya. "
Hong Sam mengangguk, tapi lantas menggeleng-geleng pula, katanya, "Tidak, alasan ini
memang betul juga, tapi masih ada juga segi kebalikannya, maksudku, buku Giam-ong-ceh ini
justru merupakan sumber bencana."
Pwe-giok termenung sejenak, katanya kemudian, "Ya, ku paham maksud Samko. Setiap
tokoh Kangouw yang perbuatan buruknya tercatat di dalam Giam-ong-ceh, tentu dengan
segala upaya ingin memiliki buku catatan ini, sebab kalau buku ini sudah dipegangnya, di
samping perbuatan buruk sendiri dapat ditutupi atau dihapus, sekaligus dapat digunakan
sebagai alat pemeras kepada orang lain. Betul tidak ?"
Hong Sam mengangguk, katanya "Betul, sebab itulah jika dari buku Giam-ong-ceh ini sudah
sekian banyak rahasia orang lain yang kau ketahui, maka sekarang tidak perlu lagi kau
pertahankan buku ini, supaya tidak mendatangkan kesukaran yang tidak kau harapkan."
Pwe-giok tersenyum, jawabnya, "Dalam hal ini jalan pikiranku justru berlawanan dengan
pendapat Samko. Sebab bila orang lain mengetahui buku Giam-ong-ceh ini berada padaku,
biarpun buku ini kumusnahkan juga tetap sukar menghindari gangguan serta kesukaran yang
akan timbul. "
"Memangnya kenapa ?" tanya Hong Sam dengan heran.
"Sebab pasti tidak ada orang mau percaya buku ini telah kumusnahkan dengan begitu saja,"
jawab Pwe-giok. "Jadi kesukaran yang akan timbul tetap sukar dihindari, malahan aku sendiri
berharap semoga gelombang perkara ini bisa lekas timbul."
Tangkwik-siansing menyabetkan jenggotnya yang panjang itu dan menyela, "He, anak muda,
dari nada ucapanmu ini agaknya kau sangat menghendaki kekacauan di dunia ini , begitu
bukan?"
Pwe-giok mengangguk, jawabnya, "Betul, karena itulah besok juga ku siarkan berita tentang
Giam-ong-ceh, tentang macam-macam perbuatan jahat tokoh-tokoh kangouw itu. Tujuan
daripada tindakanku ini bukan saja hendak menuntut balas bagi kematian ayahku, bahkan
lebih dari itu, ingin kubersihkan dunia kangouw, hendak ku perbaharui dunia persilatan, tata
tertib dunia kangouw harus dipulihkan, tidak boleh lagi dikotori oleh sekelompok manusia
munafik yang bermantelkan bulu domba, tapi berhati serigala, setiap perbuatan yang
mengelabui mata umum dan merugikan harus disikat bersih secara tuntas."
Ucapan Pwe-giok ini membuat semua orang yang berada di dalam ruangan ini sama
terbelalak dan juga merasa kagum dan memuji.
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang panjang itu sambil terus menerus mengangguk,
akhirnya iapun berkata dengan air muka kereng, "Anak muda, sungguh besar cita-citamu,
sungguh gagah pendirianmu. Tapi tekadmu yang terpuji itu perlu juga disertai tindakan yang
416
berencana. Jika sekarang juga secara gegabah kau bongkar apa yang tercatat dalam buku
Giam-ong-ceh itu, maka dapat kuberikan suatu tamsil padamu......"
"Tamsil bagaimana ?" tanya Pwe-giok dengan mengulum senyum.
"Dapat ditamsilkan seperti orang tidak sakit tapi minum obat, mencari penyakit sendiri,
barangkali sudah bosan hidup," ujar si kakek.
"Oo, apakah maksud Cianpwe hendak bilang kungfuku sekarang ini belum cukup mampu
untuk menghadapi tokoh-tokoh Kangouw, belum kuat dikerubut oleh gembong-gembong
dunia persilatan. Begitu?" jawab Pwe-giok.
"Betul," Tangkwik-siansing mengangguk. "Pintar juga kau, memang tepat tebakanmu."
"Site, hal ini memang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan," sela Hong sam. "Meski citacitamu
setinggi langit, segala sesuatu juga harus dilakukan sesuai kemampuanmu. Jangan
sampai terjadi napsu besar tapi tenaga kurang."
Dengan tertawa Pwe-giok menjawab, "Ya, ucapan Samko memang betul, dengan sendirinya
ada keyakinanku, ada sesuatu peganganku, makanya berani kukemukakan jalan pikiran yang
latah ini, dan bukan omong kosong belaka."
Semua orang menjadi saling pandang dengan melongo, mereka tidak percaya anak muda itu
mempunyai sesuatu andalan yang bisa membantunya melaksanakan cita-citanya itu.
Dengan terbelalak Hong Sam lantas bertanya, "Memangnya apa peganganmu? Memangnya
berdasarkan apa kau berani bicara sebesar itu? Coba jelaskan, supaya kamipun
mengetahuinya."
Segera Pwe-giok mengeluarkan potongan bambu kecil itu dan diacungkan ke atas, katanya,
"Inilah Po-in-pay (tanda balas budi) Tangkwik-siansing, dengan pegangan benda ini, tidak
perlu lagi kukuatirkan apapun."
Tangkwik-siansing melonjak kaget, serunya , "He, anak muda, kenapa Po-in-pay itu juga
berada padamu: Keji amat kau, masakah kakek hendak kau seret ke medan jurang yang
mungkin akan banjir darah itu?"
"Janganlah Lo-cian-pwe salah paham," kata Pwe-giok dengan khidmat. "Bukan maksudku
dengan menonjolkan Po-in-pay untuk memaksa Locianpwe tampil ke depan untuk mengadu
jiwa dengan mereka, tapi tujuanku hanya memohon agar Cianpwe suka mengajarkan Busiang-
sin-kang padaku agar dengan ilmu sakti ini dapat kubersihkan kaum munafik dan
menegakkan orde baru di dunia persilatan."
Kembali Tangkwik-siansing melengak, tanyanya, "Darimana kau tahu aku memilik ilmu sakti
Bu-siang-sin-kang?"
"Bak-giok Hujin Ki Pi-ceng sendiri yang memberitahukan hal ini kepadaku," jawab Pwegiok.
"Menurut keterangannya, hanya Bu-siang-sin-kang inilah ilmu sakti yang dapat
mengatasi kungfu andalannya, yaitu Sian-thian-ceng-gi."
417
"Makanya akulah yang menjadi sasaranmu, dengan Po-in-pay hendak kau peras diriku?" kata
Tangkwik-siansing.
Dengan hormat Pwe-giok mengangsurkan Po-in-pay dengan kedua tangannya, ucapnya,
"Harap Cianpwe jangan marah, sungguh Wanpwe tidak ada niat hendak memeras orang
dengan barang yang ku pegang ini. Yang kuharapkan adalah sudilah cianpwe mengingat
keselamatan dunia Kangouw umumnya di kemudian hari dan bantulah terlaksananya cita-cita
Wanpwe ini."
Tangkwik-siansing mendengus, mendadak ia merampas Po-in-pau itu, menyusul sebelah
tangannya terus menyodok ke dada Pwe-giok.
Keruan Hong sam dan Tangkwik Ko berseru kaget.
Tapi sayang, sudah terlambat, ketika mereka mengetahui yang digunakan Tangkwik-siansing
adalah tenaga Bu-siang-sin-kang, terdengar Pwe-giok telah menjerit ngeri, tubuhnya terus
mencelat dan melayang jauh ke sana seperti layangan yang putus benangnya, seperti dibawa
angin lesus tubuh Pwe-giok menerobos rumah gubuk dan melayang ke tepi sungai.
Hong Sam melenggong, teriaknya kuatir, "Tangkwik-siansing tua bangka, kenapa kau turun
tangan sekeji itu kepadanya?"
Tapi kakek itu tertawa sehingga matanya menyipit, ucapnya, "Haha, jangan-jangan karena
kau terlalu lama berbaring di tempat tidur sehingga matamu sudah rabun!"
Hanya mengucapkan kata-kata yang tidak keruan juntrungannya itu, lalu dia melayang pergi
secepat terbang.
Waktu Hong Sam memburu keluar, dilihatnya Tangkwik-siansing dan Pwe-giok sudah lenyap
dari pandangan, hanya di kejauhan kelihatan sesosok bayangan kelabu berlari ke depan
secepat terbang, hanya sekejap saja lantas menghilang.
Tentu saja Hong Sam kelabakan, segera ia bermaksud memburu kesana.
Pada saat itulah terdengar suara Tangkwik Ko bicara di belakangnya, "Jangan kau kuatir dan
tidak perlu mengejarnya, dengan kecepatan lari kita jelas tidak dapat menyusulnya. Ku tahu
tempat sembunyinya, nanti kalau kesehatanmu sudah pulih seluruhnya, akan kubawa kau
kesana."
Mendadak Hong Sam membalik tubuh dan menegas, "Harus menunggu sampai kesehatanku
pulih sama sekali ... tatkala mana Site sudah ...."
"Jangan kuatir," cepat Tangkwik Ko memberi tanda agar Hong Sam tidak melanjutkan
ucapannya. "Kukira tidak perlu kau cemas baginya, Ji Pwe-giok bukanlah anak muda yang
berpotongan cekak umur, dia takkan mati."
Tapi Hong Sam masih tetap sangsi, ia pandang kawannya dengan perasaan bimbang ...
418
Sang surya sudah mulai terbit, cahayanya yang gemilang menyinari sawah ladang sehingga
alam ini kelihatan kuning emas. Di bawah cahaya subuh itulah Hong Sam seperti menyadari
sesuatu, air mukanya berubah cerah.
*****
Pada suatu tempat lain saat itu keadaannya hanya kegelapan belaka, kegelapan yang sunyi
dengan angin dingin menyeramkan dan bau apek yang menusuk hidung.
Jalan lorong di bawah tanah yang panjang itu masih tetap sama seperti waktu datangnya, tetap
sangat panjang seolah-olah tidak berujung.
Tiga sosok bayangan sedang merayap ke depan di dalam lorong panjang dan gelap itu.
Mereka ialah Cu Lui-ji, Thi-hoa-nio dan Hay Tong-jing.
Sesuai perintah gurunya, yaitu yang kini telah diketahui sebagai Bak-giok Hujin alias Ki Piceng,
adik perempuan merangkap isteri Ki go-ceng, Hay tong-jing hendak membawa Cu Luiji
dan Thi-hoa-nio pulang ke gunung.
Ketiga orang itu terus merayap ke depan dalam kegelapan tanpa bicara Cu Lui-ji memegang
Hay Tong-jing, dengan beriring-iring demikianlah mereka terus menggeremet ke depan, hati
mereka terasa berat, seperti tertekan oleh batu yang berat.
Kini ketiga orang itu sama merasakan seolah-olah baru hidup kembali dari malapetaka, ketika
di dalam gua tadi, pada detik terakhir yang berbahaya itu, kalau Bak-giok Hujin alias Ki Piceng
tidak muncul tepat pada waktunya, tentu mereka bertiga sekarang sudah mati tersiram
lilin panas dan telah dijadikan patung penghias kamar batu yang penuh patung lilin itu.
Keadaan mereka sekarang tidak banyak berbeda daripada waktu masuknya tadi, tapi lantaran
kekurangan seorang, yaitu Ji Pwe-giok, hal ini jelas lebih menekan perasaan Cu Lui-ji,
baginya, kehilangan Ji Pwe-giok sama halnya kehilangan pelita, membuatnya merasa lorong
di bawah tanah itu lebih gelap daripada semula, juga membuatnya bingung dan waswas.
Jarak mereka sekarang dengan ke-39 buah lentera itu masih sangat jauh.
Agaknya Hay Tong-jing tidak mau kesepian, dia yang membuka mulut terlebih dulu dan
bertanya, "Kalau tidak salah ingat, pernah ada orang bilang, "tidak bicara lebih susah daripada
mati". Tapi pada saat diperlukan orang bicara seperti sekarang, ternyata tenggorokannya
seperti keluar bisul dan tidak mau bersuara. Coba aneh tidak?"
Mendadak Lui-ji berhenti berjalan, katanya. "Ucapanmu ini kau tujukan kepadaku, bukan?"
"Tertuju siapa ucapanku ini kukira kita sama-sama tahu, masa perlu kujelaskan lagi?" jawab
Hay Tong-jing.
"Hatiku lagi kesal, cara bicaramu hendaknya jangan berduri dan menusuk perasaan." kata
Lui-ji.
419
"Hatimu kesal? Memangnya kenapa merasa kesal?" tanya Hay Tong-jing dengan
melenggong.
Karena pertanyaan ini, seketika Lui-ji juga melengak dan tak dapat menjawab.
Thi-hoa-nio lantas menimbrung, "Masakah perlu kau tanya lagi? Lantaran harus berpisah
dengan Ji Pwe-giok, tentu hati nona Cu merasa kesal dan seperti kehilangan sukma, perasaan
demikian tentu saja sukar dipahami oleh kaum lelaki seperti dirimu ini."
Muka Lui-ji menjadi merah karena isi hatinya dengan tepat dibongkar oleh Thi-hoa-nio,
untung di tengah lorong bawah tanah itu gelap gulita sehingga rasa likatnya itu tidak dilihat
orang.
"Betapapun kesalnya kan juga tidak perlu murung begini," ujar Hay Tong-jing, "perpisahan
ini kan cuma untuk sementara waktu saja, bahkan guruku ada maksud menerima nona Cu
sebagai murid, ini kan rejeki besar dan menggembirakan, kalau aku tentu sudah berjingkrak
kegirangan sejak tadi."
"Itukan jalan pikiranmu, tentu berlainan dengan jalan pikiran nona Cu," kata Thi-hoa-nio.
"Memangnya kau tahu apa yang sedang dipikirkan dia?"
Hay Tong-jing menjadi bungkam dan tak dapat menjawabnya.
Mereka terus merambat ke depan dengan diam, sungguh mereka ingin cepat-cepat
meninggalkan tempat yang serupa neraka ini.
engah berjalan, mendadak Lui-ji berhenti, desisnya dengan perasaan tegang, "Ssst, coba
dengarkan .... suara apakah ini?"
Di lorong bawah tanah ini tidak cuma gelap gulita, bahkan juga sunyi senyap dan
menyesakkan napas. Tapi di tengah keheningan yang amat luar biasa itu, sayup-sayup
terdengar suara "srak-srek" yang berkumandang dari kejauhan.
Suara ini dapat diketahui sebagai suara berkibarnya kain baju ketika orang melompat tinggi
atau melayang jauh, atau bisa jadi suara langkah orang yang sedang berjalan, tapi lantaran
daya kumandang di lorong ini terlalu keras sehingga sukar dibedakan dengan jelas.
Suara "srak-srek" itu sangat lirih, seperti terjadi di tempat yang sangat jauh, yang didengar
mereka adalah gema suaranya saja, kalau tidak, tentu merekapun takkan mengetahui apa-apa.
Cuma ada satu hal dapat dipastikan, yakni di lorong bawah tanah ini telah muncul orang lain
lagi, dan orang ini sedang melayang ke arah sini.
Cu Lui-ji terlebih cermat daripada orang lain, cepat ia menarik Thi-hoa-nio dan Hay Tongjing
agar berjongkok di kaki dinding, mereka mendengarkan dengan menahan napas untuk
menunggu kejadian selanjutnya.
Benarlah, pada saat lain, sesosok bayangan hitam secepat terbang melayang tiba.
Sungguh cepat luar biasa, seperti angin lalu saja cepatnya.
420
Cuma sayang, mereka bertiga tidak ada yang dapat membedakan potongan tubuh bayangan
itu, bayangan itu seperti seekor burung raksasa dan juga seperti seekor kelelawar besar.
Setelah bayangan itu berkelebat dan menghilang, mereka bertiga masih terus berjongkok di
situ hingga sekian lama lagi.
Selang sejenak pula, mendadak Lui-ji berucap dengan suara tertahan, "Aneh! Sungguh
aneh!?"
Pelahan Thi-hoa-nio menarik lengan baju si nona dan bertanya, urusan apa yang membikin
kau terheran-heran? Jangan-jangan ada kau temukan lagi sesuatu yang mencurigakan?"
"Aku tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan," jawab Lui-ji. "aku cuma merasakan
bayangan yang lewat tadi seperti Ji Hong-ho, Bu-lim-bengcu sekarang. Mungkin inilah yang
dikatakan orang sebagai perasaan ke enam."
"Ji Hong-ho katamu? Memangnya untuk apa dia datang ke sini?" ujar Thi hoa-nio.
"Sudah tentu tidak ada yang tahu, kecuali sekarang juga kita putar balik kesana dan mengintai
secara diam-diam," kata Lui-ji.
"Aku tidak berminat untuk merayap kian kemari di dalam lorong yang gelap dan pengap ini"
ujar Thi hoa-nio.
"Tapi aku mendukung usul nona Cu ini," tukas Hay Tong-jing. "Bukankah makhluk aneh
yang suka menyiram manusia hidup dengan lilin panas itu sudah dibinasakan oleh ilmu sakti
guruku, di sana tentu takkan timbul lagi adegan yang menakutkan seperti tadi, apalagi yang
perlu kita takuti?"
Lui-ji juga berkeras pada sarannya, ucapnya, "Jika secara diam-diam Ji Hong-ho menyusup ke
sini, bisa jadi sangat besar sangkut-pautnya dengan urusan Ji Pwe-giok, apapun juga aku
harus kembali kesana untuk mengintipnya, inilah kesempatan baik yang sukar dicari."
Karena dua suara melawan satu suara, terpaksa Thi hoa-nio tunduk kepada suara yang lebih
banyak, akhirnya iapun setuju dan ikut putar balik ke arah datangnya tadi.
*****
Di dinding ruangan gua sana menyala beberapa pelita minyak, di bawah cahaya yang redup,
ada sebuah kursi batu kelihatan berduduk seorang perempuan berbaju hitam mulus, dan dia
inilah Bak-giok Hujin Ki Pi-ceng.
Di ruangan gua batu itu sunyi senyap, tiada terdengar suara apapun. Ki Pi-ceng juga duduk
tepekur di situ seperti menanggung tekanan batin yang amat berat.
Watak Bak-giok Hujin suka unggul, berkukuh kepada pendiriannya sendiri. Tapi setelah
diberitahu dan diingatkan oleh Ki Go-ceng, akhirnya ia merasa caranya terhadap Ji Pwe-giok
memang rada-rada kurang aman.
421
Namun sesuai wataknya yang kepala batu, ia suka meneruskan kesalahannya itu daripada
mengaku salah di depan orang lain.
Dinding batu ruangan itu sangat dingin, tapi raut muka Bak-giok Hujin tampak lebih dingin,
lantaran dalam hati merasa tidak aman, tanpa terasa tercetus pada mulutnya, "Masakah aku
salah?... Masakah aku keliru....?
Ia menyangka di dalam gua rahasia ini, bahkan di seluruh lorong bawah tanah itu tiada
terdapat orang lagi, biarpun dia berteriak mengutarakan segenap isi hatinya juga takkan dilihat
dan didengar orang.
Tapi pikirannya ternyata keliru!
Justru pada saat suara ucapannya hampir lenyap, tiba-tiba dari luar pintu ruangan itu
berkumandang suara seorang, "Kau memang keliru, bahkan keliru besar, tidak kepalang
tanggung kesalahanmu!"
"Siapa?" bentak Ki Pi-ceng terkejut.
"Masakah suaraku saja tidak kau kenal lagi?" ucap suara di luar pintu itu. "Wah, tampaknya
pikiranmu saat ini benar-benar sangat kusut."
Berbareng dengan lenyapnya suara itu, serentak melayang tiba sesosok bayangan orang,
kiranya Ki Go-ceng adanya.
Ki Pi-ceng memandang dengan dingin, lalu bertanya, "Kenapa kau kembali secepat ini?"
Air muka Ki Go-ceng kelihatan juga masam, jawabnya, "Pertanyaanmu ini salah alamat,
seharusnya kau tanya kepada bocah itu kenapa dia mengambil keputusan secepat itu."
"Kau maksudkan Ji Pwe-giok?" tanya Ki Pi-ceng dengan heran.
"Siapa lagi kalau bukan dia? Bocah ini benar-benar sukar dilawan."
"Memangnya keputusan apa yang telah diambilnya?" tanya Ki Go-ceng tak sabar.
"Urusah yang paling kita takuti," tutur Ki Go-ceng. "Ia telah menyiarkan secara terbuka ke
dunia Kangouw segenap apa yang tercatat dalam Giam-ong-ceh."
Tergetar hebat hati Ki Pi-ceng, serentak ia melonjak bangun dan berteriak, "Apa katamu?
Coba ulangi lagi sekali?"
Ki Go-ceng menyengir, ucapnya, "Ulangi lagi sekali atau seratus kali juga tetap begitu.
Diantara catatan Giam-ong-ceh itu tidak cuma meliputi rahasia hubungan kita, bahkan juga
mengenai hubungan gelap orang kita dan Ji Tok-ho."
Tubuh Ki Pi-ceng tampak rada gemetar, gumannya, "Harus kubunuh dia... Akan kubinasakan
dia secara mengerikan..."
422
"Baru sekarang teringat olehmu harus membinasakan dia, kukira sudah agak terlambat," ucap
Ki Go-ceng. "Sebab berita dalam Giam-ong-ceh sudah terlanjur tersiar, siapapun tak dapat
menariknya kembali dan menghapusnya."
"Dan kalau urusan sudah kadung begini, masakah kau malah menyesali diriku?" teriak Ki Piceng
dengan gusar.
Ki Go-ceng menggeleng, ucapnya dengan menghela napas, "Bukannya aku menyesali dirimu,
tapi kenyataannya memang demikian. Malahan bocah she Ji itu sangat licik dan licin, saat ini
dia telah menghilang, entah sembunyi dimana, sudah beberapa tempat kucari dan tetap tak
dapat menemukan dia."
"Ah, itu hanya soal waktu saja," ujar Ki Pi-ceng dengan suara gemas, "Aku pasti akan
membinasakan dia dengan tanganku sendiri, bahkan harus kubunuh dia dengan cara yang
paling kejam dan paling mengerikan."
"Tapi berbareng itu kita masih perlu juga membinasakan seorang lagi," tukas Ki Go-ceng.
"Sebab orang ini jauh lebih menggemaskan daripada bocah itu."
"Memangnya siapa yang kau maksudkan?" tanya Ki Pi-ceng dengan melengak.
"Ialah musuh bebuyutan kita, si tua bangka Tangkwik-siansing," tutur Ki Go-ceng.
"Hah, dia? Masakah urusan inipun ada sangkut-pautnya dengan dia?" tanya Ki Pi-ceng
dengan heran.
Sinar mata Ki Go-ceng seperti mengeluarkan api, katanya dengan gregetan, "Justru setan tua
itulah yang menjadi tulang punggung anak muda itu sehingga dia berani menantang kita. Ku
tahu maksud tujuanmu semula adalah hendak memperalat Po-in-pay yang berada pada bocah
itu untuk memeras dan mengancam setan tua Tangkwik itu, siapa tahu sekarang malah senjata
makan tuan, kita yang menerima akibatnya. Siapa pun tidak menyangka urusan ini akan
berubah menjadi begini buruk."
"Kembali kau menyesali diriku lagi?" tanya Ki Pi-ceng dengan melotot.
"Apa gunanya sekarang kita bicara tentang kesalahan siapa, toh tak dapat menyelesaikan
persoalan pokoknya," ujar Ki Go-ceng. "Yang penting sekarang harus kita pikirkan akal yang
baik untuk menghadapi mereka."
"Kuyakin persoalan Ji Pwe-giok mudah dibereskan, yang sulit ialah si setan tua Tangkwik
itu," kata Ki Pi-ceng.
"Jika begitu, terpaksa kita harus membuka kartu terakhir," kata Ki Go-ceng sambil
menyengir. "Terpaksa kita tonjolkan Ji Hong-ho gadungan hasil karya bedah kita. Biarkan dia
melaksanakan tugasnya selaku Bu-lim-bengcu yang berkuasa, biarkan dia mengumumkan
kedua orang, yang satu tua dan yang lain muda itu sebagai musuh bersama dunia persilatan.
Dengan begitu kita lantas tidak perlu kuatir lagi dan juga tidak perlu turun tangan sendiri."
423
Ki Pi-ceng mendengus, katanya, "Tapi jangan kau lupa bahwa aslinya dia adalah bandit di
daerah gurun yang terkenal dengan julukan It-koh-yan. Pada saat yang belum cukup masak,
masakah dia mau diperalat oleh kita semudah itu?"
"Kukira tidak ada soal, "ujar Ki Go-ceng. "Sebab jelek-jelek dia kan sudah berbau anggota
keluarga kita, Kalau bicara tentang untung rugi pribadinya, tentu juga dia tak bisa tinggal
diam, sebab di dalam Giam-ong-ceh itu juga tidak terlepas dari hutangnya yang masih wajib
dibayar."
Ki Pi-ceng tidak bersuara, dia seperti sedang merenungkan gagasan Ki Go-ceng itu.
Pada saat itulah, mendadak sinar mata Ki Go-ceng memancar tajam seperti sinar kilat yang
menyorot ke arah pintu, dengan suara bengis ia menegur, "Siapa itu yang berada di luar?!"
Segera di luar pintu berkumandang suara ketus seseorang, "Kawan atau lawan, selanjutnya
terserah kepada pilihanmu!"
Suara itu sudah sangat dikenal oleh Ki Go-ceng maupun Ki Pi-ceng, segera pula pembicara
itu menyelinap masuk. Siapa lagi dia kalau bukan Ji Hong-ho tiruan, Bu-lim-bengcu
gadungan, Ji Tok-ho tulen.
Melihat kedatangan Ji Tok-ho, kedua orang she Ki itu menjadi rada kikuk malah.
Sikap Ji Tok-ho ternyata sekarang tidak sungkan-sungkan lagi terhadap mereka, ia hanya
melirik sekejap kepada mereka, lalu berkata, "Hah, lakon sandiwara yang kalian sutradarai
selama ini sungguh amat bagus dan menarik, baru sekarang ku tahu jelas wajah asli kalian."
Ki Go-ceng mendelik, ucapnya, "Jika demikian, jadi maksudmu kau telah dirugikan, begitu?"
"Antara kita sebenarnya tidak perlu bicara tentang untung dan rugi, "jengek Ji Tok-ho. "Sebab
kalau mau menyusun neraca, biarpun seratus tahun juga sukar dihitung."
"Jika begitu, baik neraca untung maupun rugi boleh kita kesampingkan," kata Ki Go-ceng.
"Cuma, sudah sekian tahun keluarga Ki kami telah kau nodai, masakah kau malah menyesal
kepada kami?"
"Kentut anjing! Hal-hal ini masakah pantas kau kemukakan?" damprat Ji Tok-ho dengan
gusar.
"Keluarga Ki sekarang sudah tercemar dan berantakan, untuk apalagi ku tinggal di sini!"
teriak Ki Go-ceng dengan gusar, mendadak ia melayang keluar dengan cepat.
Setelah terdiam sejenak, kemudian Ki Pi-ceng berkata, "Sepantasnya tidak boleh kau datang
ke sini, sehingga membikin urusan tambah runyam."
"Pergolakan sudah timbul di dunia kangouw, dan itu memerlukan tindakanku, masa aku tidak
perlu berunding dengan kau?" kata Ji Tok-ho.
424
"Apakah kau maksudkan pergolakan yang timbul akibat tersiarnya Giam-ong-ceh?" tanya Ki
Pi-ceng.
"Betul," Ji Tok-ho mengangguk. "Tak terduga berita yang kau terima ternyata tidak lebih
lambat daripadaku. Sekarang urusan lain tidak perlu kita persoalkan, marilah kita mendahului
turun tangan, mungkin segala sesuatu masih dapat kita pertahankan."
"Kukira sukar untuk dipertahankan, hanya setan tua dan bocah keparat itu harus kita tumpas
untuk melampiaskan dendam kita."
"Kukira masih belum terlambat, asalkan kita turun tangan selekasnya, bisa jadi segala sesuatu
masih dapat berubah," ujar Ji Tok-ho.
"Kan Giam-ong-ceh sudah disebar-luaskan di dunia Kangouw, masakah pamor kita masih
dapat dipertahankan?" tanya Ki Pi-ceng dengan heran.
"Betul, sebab sampai saat ini, berita yang tersiar itu hanya terbatas pada percakapan orang di
tepi jalan saja dan belum ada orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri catatan
dalam buku Giam-ong-ceh itu, jadi pada umumnya orang Kangouw masih diliputi kesangsian,
setengah percaya setengah ragu."
"Jika menurut penuturanmu, jadi masih ada setitik harapan, "kata Ki Pi-ceng. "Apa
maksudmu hendak mengajak aku berangkat bersama sekarang juga?"
"Betul, "jawab Ji Tok-ho. "Ku tahu tempat sembunyi si tua bangka Tangkwik Ko, bila
beruntung, bisa jadi kita akan menemukan mereka di sana."
Biji mata Ki Pi-ceng berputar, katanya tiba-tiba: "Tidak, aku perlu pulang dulu ke gunung"
"Pulang ke gunung?" Ji Tok-ho menegas dengan heran. "Ada urusan apa yang bisa lebih
penting daripada pergolakan yang ditimbulkan oleh berita Giam-ong-ceh itu?"
"Akan ku kurung dulu Cu Lui-ji di sana, sebab anak dara itu telah dibawa pulang ke gunung
oleh Hay Tong-jing atas perintahku" tutur Ki Pi-ceng. "Jika anak dara itu tetap dalam
genggaman kita, tentu akan besar manfaatnya untuk kita gunakan sebagai alat pemeras
terhadap Ji Pwe-giok"
"Jika demikian boleh kutemani kau pulang ke gunung dulu, habis itu barulah kita bersatu
untuk membikin perhitungan dengan mereka" kata Ji Tok-ho.
Ki Pi-ceng mengangguk setuju, segera mereka meninggalkan gua di bawah tanah itu.
*****
Mungkin disebabkan pikiran yang sedang resah dan hati gelisah, maka ketika Ki Pi-ceng dan
Ji Tok-ho meninggalkan ruangan gua itu dan masuk ke lorong, mereka ternyata tidak
memergoki Cu Lui-ji bertiga yang bersembunyi di sekitar situ.
Lui-ji bertiga segera menyusul ke situ setelah Ji Tok-ho masuk ke lorong itu tidak lama
kemudian, sebab itulah semua percakapan antara Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho dapat didengar
425
oleh mereka, mereka mendekam di tempat sembunyinya dan tidak berani bergerak sedikitpun,
bahkan bernapas tidak berani keras-keras.
Sekarang, setelah bayangan Ji Tok-ho dan Ki Pi-ceng menghilang di ujung lorong sana, demi
menjaga segala kemungkinan, mereka bertiga masih terus mendekam sekian lamanya di
tempat sembunyi itu, setelah semuanya terasa aman barulah pelahan mereka berdiri.
Hay Tong-jin menghentakkan kaki ke tanah dan berucap dengan menyesal: "Sungguh aku
menyesal! Aku menyesal mengapa aku mempunyai guru sekotor ini? Aku menyesal mengapa
tidak sejak dulu kuketahui rahasia mereka"
"Kita boleh dikatakan sangat mujur" kata Lui-ji. "Untung mendadak timbul semacam
firasatku dan tidak langsung ikut kau ke gunung, tapi memutar balik ke sini. Kalau tidak,
tentu sampai saat ini kita masih tidak tahu apa-apa, jelas akupun akan dijadikan sandera oleh
mereka"
"Sudahlah, sekarang bukan waktunya untuk mengobrol, kita harus lekas-lekas meninggalkan
lorong ini," kata Thi-hoa-nio. "Apapun juga kita harus berdaya untuk mengadakan kontak
dengan Ji-kongcu."
"Tapi siapakah yang tahu dimana jejak mereka sekarang?" ujar Lui-ji dengan sedih, hampir
saja mengucurkan air mata.
"Bukankah tadi Ji Hong-ho gadungan itu mengatakan Ji-kongcu sangat besar kemungkinan
berada di tempat kakek Ko?" tukas Thi-hoa-nio. "Maka bolehlah kita mengusut dan
mencarinya melalui garis petunjuk ini."
"Tapi siapa pula yang tahu letak tempat kediaman kakek Ko?" sela Hay Tong-jing. "Mencari
sesuatu yang tidak jelas kan sama saja seperti omong kosong?"
Seketika semangat Lui ji terbangkit, katanya, "Mari, kita keluar dulu dari lorong pengap ini,
apapun juga kita harus berusaha mendahului menemukan Toako, kalau tidak, tentu dia akan
terjebak oleh kelicikan musuh."
Segera mereka mempercepat langkah menuju ke lubang keluar lorong itu. Mereka sudah tidak
menghiraukan lagi bahaya apa yang mungkin timbul.
*****
Kabut telah menyelimuti lereng-lereng gunung yang terjal dan berderet-deret. Indah sekali
pemandangan alam ini.
Tidak lama kemudian kabut pagi itupun buyar, sang surya sudah terbit, di bawah cahayanya
yang gilang gemilang tertampak puncak gunung menjulang tinggi menghijau segar,
pepohonan lebat masih basah oleh embun dilingkupi awan tipis laksana kepulan asap...
Sungguh pemandangan permai seperti tempat kediaman malaikat dewata dalam dongeng.
Terdengar suara gemuruh air terjun, di pinggang gunung sana yang berkumandang hingga
jauh, selain itu lereng gunung ini boleh dikatakan sunyi senyap.
426
Pada saat itulah, di tengah semak pepohonan yang rindang di kaki gunung sana muncul dua
sosok bayangan kelabu, kedua orang itu sama memiliki Ginkang kelas satu, mereka terus
berlari, dengan cepat sepanjang jalan melayang dan meloncat dengan enteng sekali, melintasi
gunung dan memanjat puncak, menyeberangi sungai dan menyusuri kali, hanya sebentar saja
mereka sudah melayang tiba di tempat air terjun yang gemerojok dengan kerasnya!.
Pemandangan di sekitar air terjun terlebih permai, batu karang yang beraneka ragamnya,
tebing yang curam dengan dinding yang berlumut dan air pun berhamburan dari atas sana.
Kedua sosok bayangan orang itupun turun dari puncak sana dan berhenti tidak jauh di depan
air terjun.
Kedua orang ini bukan lain daripada Tangkwik Ko dan Hong Sam.
Setelah memandang sekitarnya sejenak, lalu Tangkwik Ko berkata, "Ya, betul, inilah
tempatnya. Pasti di sini, tidak nanti dia bersembunyi di tempat lain."
Hong Sam kelihatan sangat kagum, katanya, "Sungguh suatu tempat yang indah, bilakah dia
menemukan tempat tirakat sebagus ini?"
"Belum lama berselang, tanpa sengaja dia bercerita tentang tempat baik ini," tutur kakek Ko
dengan tertawa "Kecuali diriku, di dunia ini mungkin tidak ada orang lain lagi yang tahu akan
tempat ini."
Hong Sam lantas memandang sekitarnya dengan cermat, katanya kemudian, "Lantas
dimanakah dia? Mengapa tidak kelihatan?"
Pada saat itulah, ditengah gemuruh suara air terjun itu mendadak berkumandang suara orang
tua berteriak, "Hai, mengapa kalian seperti setan gentayangan saja, kemana pun ku pergi
selalu kalian kuntit. Tempat sembunyiku yang terpencil ini akhirnya dapat kalian temukan
juga."
Suara itu timbul dari balik gerombol pohon cemara yang lebat sana.
Dari suaranya segera Hong Sam berdua dapat mengenalinya sebagai suara Tangkwiksiansing.
segera mereka berlari kesana mengikuti arah suara itu.
Setiba di tempat, hanya sekilas pandang saja mereka lantas melihat Tangkwik-siansing lagi
bersantai di atas pohon.
Cara bersantai kakek kurus kecil itu sangat istimewa, kedua kakinya yang kecil itu
menggantol pada dahan pohon, kepalanya menjungkir ke bawah sehingga wajahnya tertutup
seluruhnya oleh jenggotnya yang panjang, apabila orang melihatnya secara mendadak,
mustahil kalau tidak menyangka ketemu siluman.
"Eh, semangat kau orang tua benar-benar harus dipuji, tampaknya dari tua telah kembali
muda sehingga berhasrat main ayun-ayunan di tempat tersembunyi ini," dengan tertawa Hong
Sam berseloroh.
427
"Kalau berminat, boleh juga kaupun naik kemari untuk mencobanya," jawab Tangkwiksiansing.
"Aku berani menjamin, inilah cara bersantai yang paling menyenangkan apabila kau
habis berlatih kungfu."
Sungguh Hong Sam ingin tertawa, sedangkan kakek Ko hanya berdiri disamping sambil
menggeleng-geleng kepala.
Mendadak Tangkwik-siansing mengayun tubuhnya, sekali melejit, seperti putaran roda saja,
belum lagi orang sempat melihatnya bagian mana kepalanya dan bagaimana kakinya, tahutahu
ia sudah melayang turun dan berdiri tegak di depan Hong Sam.
"He, dimanakah saudaraku?" seru Hong Sam dengan tak sabar lagi.
"Untuk apa kau tegang begini? ujar Tangkwik-sian-sing, "Memangnya kalian kuatir kubunuh
dia dan kurampas harta bendanya?"
"Sekalipun kami berpendapat begitu juga tidak keterlaluan," ujar Hong Sam. "Coba jawab apa
maksudmu merampas Po-in-pay, lalu menghantam bocah itu hingga mencelat, memangnya
semua itu bermaksud baik? Dapatkah kau sangkal semua fakta ini?"
"Justru itulah peraturanku yang khas dan sudah berlaku sejak dulu," teriak Tangkwiksiansing.
"Barang siapa ingin belajar kungfuku, maka dia harus kucoba dengan Bu-siang-sikang,
supaya ku tahu sampai dimana tingkat kekuatannya menahan pukulanku?"
"Busyet!" seru Hong Sam. "Masakah pakai dicoba dengan pukulan segala?... Sungguh aneh
dan ajaib, di dunia ini ternyata ada cara menerima murid dengan syarat selucu ini."
"Apanya yang aneh? Apanya yang lucu? Kau sendiri yang sedikit pengalaman dan dangkal
pengetahuan, maka segalanya kau rasa aneh," omel Tangkwik-siansing dengan mencibir.
"Padahal waktu kucoba dia hanya kugunakan tiga bagian tenaga ku saja, apabila dia tidak
cukup memenuhi syarat, tentu kontan dia akan mati ku pukul. Tapi bocah itu memang lain
daripada yang lain, sekumur darah saja tidak tumpah."
"Sudahlah, tidak perlu banyak membual lagi," si kakek Ko menyeletuk: "Yang penting
sekarang, Ji-kongcu berada di mana?"
Tangkwik-siansing menuding ke arah air terjun dan berkata: "Di balik air terjun itu ada
sebuah panggung batu alam, di sanalah dia berduduk untuk berlatih"
Hong Sam merasa heran, tanyanya: "Air terjun sekeras itu dengan suara gemuruh terus
menerus tanpa berhenti, suaranya memekak telinga, masakah kau biarkan dia berduduk dan
berlatih di sana"
"Tampaknya kau memang dangkal pengetahuan, makanya segala apa membuat kau heran"
kata Tangkwik-siansing. "Ketahuilah, di sinilah terletak perbedaan Bu-siang-sing-kang
dengan kungfu lain"
"Baiklah, anggaplah memang dangkal pengetahuanku, maka sekarang kuminta penjelasanmu
supaya ku tahu rahasia apa di balik cara berlatih yang luar biasa ini?" kata Hong Sam.
428
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang panjang, tuturnya kemudian: "Bu-siang-sinkang
dapat diyakinkan atau tidak bergantung kepada kekuatan batin dan kecerdasan otaknya.
Apabila kekuatan batinnya sudah terpupuk dengan baik, biarpun gunung ambruk di
hadapannya juga takkan membuatnya terkejut, apalagi cuma air terjun dan suaranya yang
gemuruh. Jika yang berlatih tidak tahan oleh suara gemuruh yang berlangsung terus menerus,
maka hal ini berarti kekuatan batinnya belum cukup, kalau kekuatan batin tidak kuat, berarti
sukar membangkitkan kecerdasannya, ini berarti tidak memenuhi syarat untuk berlatih Busiang-
sin-kang, sebab itulah bocah itu harus lulus dulu dari ujianku ini, habis itu baru dapat ku
tentukan dia dapat berlatih Bu-siang-sing-kang atau tidak"
"Dan sekarang apakah dia sudah memberi reaksi akan kekuatan batinnya atau belum?" tanya
Hong Sam.
"Dia memang hebat" kata Tangkwik-siansing dengan tertawa. "Bahkan sama sekali di luar
dugaanku. Kuberani bertaruh dengan siapapun, sebelum lewat tujuh hari dia pasti akan
berhasil meyakinkan Bu-siang-sin-kangku"
"Masa begitu pesat kemajuannya?" Hong Sam menegas dengan melongo.
"Ya, kalau orang lain, tidak mungkin berhasil secepat ini" ujar Tangkwik-siansing.
"Pembawaan bocah ini memang lain daripada yang lain, ditambah lagi kegiatan berlatih
secara pondasi yang telah dimilikinya sebelum ini, maka dia memang pemuda yang sukar
dicari bandingannya. Cuma dalam waktu tujuh hari, siapa pun tidak boleh mengejutkan dia,
kalau tidak, bukan saja Bu-siang-sin-kang akan gagal dilatihnya, akibatnya akan membuatnya
mengalami kelumpuhan dan tamatlah segalanya."
"Masa kami memandangnya dari jauh juga tidak boleh?" tanya Hong Sam.
Untuk sejenak Tangkwik-siansing melenggong, katanya kemudian, "Baiklah, kalau tidak
kululuskan permintaanmu, bisa jadi kau masih mencurigai diriku telah membunuh dan
merampas harta bendanya."
Jilid 15________
Di belakang air terjun yang airnya berhamburan dengan derasnya itu memang ada sebuah
tebing miring, di situ mencuat sepotong batu karang yang rata sehingga mirip sebuah
panggung alam terapung. Batu itu seluas meja, karena teraling-aling oleh air terjun, maka
tidak kelihatan bila dipandang dari depan. Untuk bisa melihat dengan jelas orang harus
mengitar dari sisi kanan atau kiri air terjun.
Hong Sam dan Tangkwik Ko ikut di belakang Tangkwik-siansing, di bawah hamburan air
terjun, akhirnya mereka dapat menerobos ke sisi kiri dan menemukan panggung alam yang
mencuat di dinding tebing secara aneh itu.
Itulah dia, Ji Pwe-giok lagi duduk bersila di atas panggung.
Gaya duduknya adalah semedi agama Buddha, sikapnya khidmat, wajahnya tenang, kelopak
matanya setengah tertutup, keadaannya seperti sudah melupakan segalanya.
429
Kalau tidak mengalami sendiri memang sulit dibayangkan. Tokoh yang bertenaga dalam kuat
seperti Hong Sam dan kakek Ko saja merasakan hati berdebar menghadapi suara gemuruh air
terjun laksana gelegar guntur itu. Tapi Ji Pwe-giok sedikitpun tidak terpengaruh, bahkan tetap
bersemedi dengan tenangnya, sungguh suatu keajaiban.
Ketiga orang itu berdiri di situ sampai sekian lamanya tanpa bersuara, lalu Tangkwik-siansing
mengajak mereka mundur kembali ke bawah pohon raksasa tadi.
Tiba-tiba Hong Sam ingat sesuatu, katanya, "Setelah kau lukai dia dengan Bu-siang-sin-kang,
lantas kau bawa dia langsung ke sini?"
"Ya, memangnya ku gendong dia pelesir kemana-mana, kemudian datang ke sini?" sahut
Tangkwik-siansing.
"Di tengah jalan dia terus berada dalam keadaan tidak sadar dan tidak pernah kontak dengan
siapa pun?" tanya pula Hong Sam.
"Apa maksudmu tanya hal-hal ini?" Tangkwik-siansing merasa heran.
Tiba-tiba Tangkwik Ko menimbrung, "Waktu kami memburu ke sini, kami mendengar Giamong-
ceh sudah tersiar luas di dunia Kangouw, entah betul tidak hal ini?"
Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya, "Masa tidak betul, meski bocah ini dalam keadaan
tak sadar, apakah tidak dapat ku bekerja bakti baginya?"
"Wah, celaka!" seru Hong Sam dengan gegetun. "Tindakanmu ini hakekatnya ingin
berjangkitnya kekacauan dunia."
"Memangnya ada kejadian apa sehingga membikin tegang padamu?" tanya Tangkwiksiansing.
"Sedikitnya tujuh hari lagi barulah ilmu sakti Pwe-giok berhasil diyakinkan, tapi dalam duatiga
hari ini dunia kangouw pasti akan bergolak, mengapa buru-buru kau siarkan Giam-ongceh
kepada umum?"
Melengak juga Tangkwik-siansing, "Ah, rupanya karena terdorong oleh hasratku akan
membikin gempar sehingga tidak kupikirkan hal-hal ini. Wah, kan bisa celaka!"
Dengan prihatin kakek Ko ikut bicara, "Harapan kita sekarang, mudah-mudahan tempat ini
tidak diketahui orang."
"Biasanya tempat rahasia begini tentu sukar ditemukan orang," kata Hong Sam. "Tapi setelah
suasana bergolak akibat tersiarnya Giam-ong-ceh keadaan tentu saja berubah, tentu tokohtokoh
yang merasa dirugikan oleh berita Giam-ong-ceh itu akan mencari kemana pun, dan
tiada yang berani menjamin bahwa tempat ini takkan ditemukan oleh mereka."
Tangkwik-siansing sampai garuk-garuk kepala saking kelabakan, katanya, "Apa mau
dikatakan lagi, Giam-ong-ceh sudah terlanjur tersiar dan sukar ditarik kembali, kukira boleh
kau...."
430
Sampai di sini mendadak ia merandek sambil melirik air muka kedua rekannya.
"Katakan terus, "Ujar Hong Sam. "Yang penting kita harus menjaga keselamatan Pwe-giok
agar tidak terganggu, untuk ini sekalipun jiwaku harus melayang juga takkan kusesalkan."
"Bagus!" Tangkwik-siansing berkeplok gembira, "memangnya sedang kutunggu ucapanmu
ini. Sekarang kita tidak perlu banyak omong. pokoknya beberapa kerat tulang rapuh kita
bertiga sudah siap berserakan di sini."
"Berserakan di sini tidak menjadi soal, tapi perlu juga kita memperkirakan kemungkinan apa
yang akan terjadi," sela kakek Ko. "Coba pikirkan, siapa-siapa di antara orang-orang itu yang
mungkin akan mengadu jiwa ke sini?"
"Wah, tentu saja banyak," kata Tangkwik-siansing, "Kecuali Ji Hong-ho gadungan itu, tentu
masih ada Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng, lalu si Hu-patya yang celaka itu, Lo-cinjin dan...
pendek kata, setiap orang kangouw yang menonjol pasti tersangkut, bahkan kau Hong Sam
sendiri juga tidak terkecuali."
"Aku?" teriak Hong Sam dengan kaget sambil menuding hidung sendiri. "Masakah dalam
Giam-ong-ceh itu juga menyebut diriku? Memangnya perbuatanku mana yang memalukan?"
"Kalau tidak ditunjukkan, mungkin kau sendiri sudah lupa," ujar Tangkwik-siansing. "Tapi
dalam Giam-ong-ceh tercatat dengan gamblang, aku sendiri sudah membacanya, tidak
mungkin keliru."
"Coba kulihat," pinta Hong Sam sambil mengulurkan tangannya, "kalau tidak ada bukti, akan
kutangkap kau sengaja memfitnah."
"Buku itu sudah ku masukkan lagi ke saku bocah itu," kata Tangkwik-siansing. "Jika kau
ingin tahu, bolehkah kukatakan terus terang?"
"Baik, coba katakan." Hong Sam memandangnya dengan terbelalak.
Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya, "Ingat tidak sepuluh tahun yang lalu kau tergilagila
pada seorang pesinden, namanya si Mirah, akhirnya dompetmu kempes dan didepak
orang, betul tidak?"
"Omong kosong, masakah aku didepak orang." cepat Hong Sam membantah. "Soalnya aku
sudah bosan dan kutinggalkan dia."
"Pokoknya pernah terjadi hal begitu, soal didepak orang adalah sengaja kubumbui untuk
memancing pengakuanmu," kata Tangkwik-siansing dengan tertawa.
Seketika muka Hong Sam menjadi merah.
Cepat Tangkwik-siansing menyambung lagi, "Tidak perlu malu, urusan begituan adalah
jamak bagi kaum lelaki. Malahan namaku sendiri pun tercatat di dalam Giam-ong-ceh, kalau
kuceritakan persoalannya tidak banyak berbeda dengan perbuatanmu."
"Masa waktu muda kaupun suka main perempuan," tanya Hong Sam.
431
Tangkwik-siansing menggeleng kepala, jawabnya, "Aku tidak sembarangan main perempuan,
soalnya secara diam-diam kucintai seorang nikoh jelita, tapi sayang, aku hanya bertepuk
sebelah tangan, cintaku tidak mendapat sambutan yang memuaskan, akhirnya aku hampir saja
membunuh diri."
Hong Sam dan Tangkwik Ko saling pandang sekejap, lalu ketiga orang sama bergelak
tertawa.....
*****
Sang surya sudah hampir tenggelam di ufuk barat, di bawah cahaya senja yang keemasan itu
sesosok bayangan orang tampak berjalan di antara pematang sawah menuju ke sebuah sungai
kecil di depan sana.
Bayangan kecil itu adalah Cu Lui-ji, setelah keluar dari lorong bawah tanah itu ia lantas
berpisah dengan Thi-hoa-nio dan Hay Tong-jing, tujuannya mencari Pwe-giok.
Akan tetapi dunia seluas ini, kemanakah perginya Ji Pwe-giok?
Namun Lui-ji tidak perduli, setiap tempat yang mungkin disinggahi Pwe-giok pasti berusaha
dicarinya. Demi Pwe-giok dia tidak menghiraukan capek lelah segala.
Bicara sesungguhnya, selama dua hari ini dia benar-benar susah payah dan kehabisan tenaga,
namun jejak Pwe-giok tetap tidak diketahui.
Bahkan gerak-geriknya sekarang perlu hati-hati, dia sudah tahu Ki Pi-ceng bermaksud
menawannya untuk dijadikan sandera. Sekarang rahasia keluarga abnormal itu sudah
terbongkar, sepanjang jalan ia harus waspada agar tidak tersusul oleh Ki Pi-ceng.
Selama dua hari ini iapun mendengar berita Giam-ong-ceh yang ramai dibicarakan orang
kang-ouw itu, ini membuktikan bahwa percakapan antara "Ji Hong-ho" dan Ki Pi-ceng di gua
bawah tanah itu memang tidak salah, iapun tahu dunia kang-ouw sudah mulai bergolak
sehingga dia tambah kuatir akan keselamatan Pwe-giok.
Terutama pada siang hari ini, dilihatnya berturut-turut rombongan orang Kang-ouw yang
berlalu-lalang di jalan raya, dari suara yang didengarnya tanpa sengaja, diketahuinya bahwa
tujuan orang-orang itu adalah hendak mencari Ji Pwe-giok.
Dari kenyataan ini, dia tidak berani lagi berspekulasi, ia harus berusaha menemukan Pwe-giok
selekasnya untuk menyampaikan segala rahasia yang didengarnya di gua rahasia itu serta
kejadian yang dilihatnya sepanjang jalan.
Semua ini jelas ada hubungan erat dengan Ji Pwe-giok, kalau tidak disingkapnya, tentu Pwegiok
akan mudah tersesat ke arah yang tidak tepat.
Padahal persoalan yang paling penting adalah kematian Ki Go-ceng yang palsu itu, kalau hal
ini tidak dibongkar, tentu Pwe-giok sukar membedakan "Bak-giok Hujin" Ki Pi-ceng itu
sesungguhnya kawan atau lawan.
432
Pada saat Lui-ji sudah putus asa untuk menemukan Pwe-giok itulah, tiba-tiba teringat olehnya
cerita Hong Sam yang pernah menyebut tempat tinggal kakek Ko, kalau tidak salah rasanya
seperti terletak di sekitar tempat ini, hanya letaknya yang persis belum diketahui. Sebab itulah
terpaksa ia mencari sedapatnya secara untung-untungan.
Sekarang Lui-ji benar-benar sangat payah, terasa punggung pegal dan kaki linu, kalau tidak
mendapatkan makanan dan istirahat yang cukup, sungguh dia tidak tahan lagi.
Ditengah remang senja itulah dia masih terus mencari ke depan...
Dengan langkah lemah ia masuk ke pintu pagar bambu itu dan berseru, "Sepada?"
Namun tidak terdengar jawaban, suasana sunyi senyap. Sampai beberapa kali Lui ji berteriak
dan tetap tiada suara lain. Sialan, rupanya rumah ini kosong.
"Perduli amat, masuk saja, syukur bila dapat menemukan sedikit makanan, makan kenyang
dulu dan perkara urusan belakangan," karena pikiran inilah Lui-ji mendorong pintu rumah itu.
Pintu terbuka, "Ngeongng", mendadak sesosok bayangan meloncat ke pangkuannya.
Lui-ji terkejut. Akan tetapi rasa kaget itu segera lenyap dalam sekejap. sebab diketahuinya
yang melompat ke pangkuannya itu seekor kucing hitam.
Pelahan Lui-ji membelai bulu kucing yang halus itu dan berucap, "O, kucing sayang,
dimanakah majikanmu?"
"Meong, meong!" kucing hitam itu memandang si nona dengan matanya yang mengkilap.
Lui-ji seperti lupa bahwa kucing itu tak dapat bicara, seperti menimang anak kecil ia berkata
pula, "Ah, tentunya kau lapar, kucarikan sedikit makanan bagimu."
Segera ia mengetik api dan menyalakan lentera minyak di atas meja.
Mendadak perhatian Lui-ji tertarik oleh sepotong baju di amben sana, itulah baju yang dijahit
untuk Hong Sam, jelas, tidak mungkin keliru.
jangan-jangan disinilah tempat kediaman kakek Ko? Sungguh sangat kebetulan!
Tapi kemana perginya Hong-sacek dan kakek Ko?
Saking girangnya sampai Lui-ji lupa lapar dan lelah. pada saat itulah kucing hitam dalam
pangkuannya itu mendadak melompat keluar dan berlari ke arah sawah sana.
Kepergian kucing itu seperti mengandung maksud tujuan tertentu, Lui-ji menjadi curiga,
segera ia membuntuti kucing itu.
Sementara itu kelam malam sudah meliputi bumi, di ujung langit timur sana mulai menongol
sang dewi malam.
Kucing hitam tadi masih terus berlari ke depan, terkadang menoleh dan memandang Lui-ji
seakan-akan kuatir Lui-ji tidak dapat menyusulnya, maka sengaja menunggunya.
433
Heran sekali Lui-ji, dia lebih-lebih yakin bahwa lari si kucing hitam ini pasti mempunyai
tempat tujuan. Seketika semangatnya terbangkit, cepat ia mengejar dengan kencang, ia ingin
tahu selekasnya ke mana kucing hitam itu hendak membawanya.
Di bawah sinar bulan yang mulai terang, dapatlah Lui-ji mengikuti kucing itu melintas sungai
kecil dan menyusuri hutan, mendaki lereng bukit, dan kucing hitam itu masih terus berlari ke
depan.
Sekonyong-konyong Cu Lui-ji merasa ada sesuatu di belakangnya, waktu ia berpaling,
ternyata tiada sesuatu yang dilihatnya.
Ia tidak menaruh perhatian dan tetap berlari ke depan agar tidak kehilangan jejak si kucing
hitam.
Setelah berlangsung dua-tiga jam, tertampaklah lereng gunung terjal menghadang di depan.
Kucing itu menoleh dan bersuara "meong-meong" dua kali, habis itu mendadak mempercepat
larinya ke atas gunung.
Lui-ji sendiri sudah kepayahan, sesungguhnya ia tidak sanggup lagi mengejar kucing itu, tapi
sekuatnya ia tetap memanjat ke atas.
Tapi sebelum tiba di pinggang gunung, hanya sekejap saja kucing hitam itu sudah menghilang
entah kemana, lalu didengarnya suara gemuruh air terjun.
Ditengah gunung seluas ini dan suara gemuruh air terjun yang menggelegar menimbulkan
kumandang suara yang tiada hentinya itu, Lui-ji menjadi bingung dan tak dapat membedakan
arah letak air terjun.
Dalam keadaan demikian, Lui-ji merasakan dirinya benar-benar sangat kecil di alam ini,
memanggil langit tidak terjawab, menyebut bumi tidak digubris.
Tapi dia tidak menyesal sedikitpun. Baginya, asalkan dia sudah dekat dengan Ji Pwe-giok
yang dicarinya itu, sedikit capek lelah ini sama sekali tidak ada artinya.
Begitulah ia membangkitkan semangat dan bertekad terus mendaki ke atas, paling tidak
kucing hitam tadi harus ditemukan.
Pada saat itulah baru saja dia hendak melangkah pula, tiba-tiba dari belakang terjulur tiba
sebuah tangan yang indah, seketika pergelangan tangan Lui-ji terpegang.
Ditengah malam sunyi, di pegunungan sepi, kejadian ini sungguh sangat mengejutkan.
Tentu saja Lui-ji merinding, tanpa kuasa tubuhnya terus ditarik memutar balik oleh tangan
yang indah itu.
Sekilas pikir Lui-ji mengira dirinya bertemu dengan hantu. Tapi baru saja pikiran demikian
terlintas dalam benaknya, apa yang dilihatnya segera ternyata seorang perempuan yang amat
cantik dengan gayanya yang anggun.
434
"Haya!" Lui-ji berteriak kaget.
Sungguh tak terduga, setelah melihat jelas orang yang memegang tangannya adalah seorang
perempuan cantik berbaju hitam, sungguh kagetnya melebihi melihat setan iblis, saking
kagetnya, dan juga lantaran lelahnya, ia jatuh terduduk.
"kau..." terbelalak mata Lui-ji dan tidak sanggup bersuara lagi.
"Betul, aku. Tak kau duga bukan?!" kata perempuan cantik itu, siapa lagi dia kalau bukan Ki
Pi-ceng.
Lui-ji gelagapan dan tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Ki Pi-ceng lantas berkata pula, "Pernah ku puji kau ini anak perempuan yang baik, mengapa
mendadak kau tidak penurut lagi?"
Setelah berhenti sejenak, lalu ia menyambung, "Tadinya kukira kau ikut Hay Tong jing
pulang ke gunung, siapa tahu kau kabur ditengah jalan sehingga aku kecelik."
Mendadak Lui-ji meronta bangun dan berteriak. "Mengapa aku harus tunduk kepada
kehendakmu?"
Suara cukup keras dan sikapnya tegas, mendadak ia menjadi tabah.
"Sebab orang yang tunduk kepadaku tentu takkan susah, tapi kau ternyata tidak mau
menurut." Kata Ki pi-ceng.
Lui-ji tambah berani, ia bertolak pinggang dan mendengus, "Hm, sekarang juga aku tidak
merasa susah, bahkan pasti tidak akan tunduk kepada perintahmu, selamanya jua aku tidak
pernah susah."
"Itu kan belum kau rasakan," ujar Ki Pi-ceng dengan tertawa. "Apabila kau mulai merasa
susah, tentu kau akan menyesal."
Lui-ji melengak, katanya, "Aku tidak mengerti apa arti ucapanmu ini?"
"Masa perlu kujelaskan?" kata Ki Pi-ceng. "Baiklah, biar kau tambah pengalaman."
Mendadak Lui-ji merinding, lamat-lamat ia merasakan gelagat tidak enak.
Terdengar Ki Pi-ceng menyambung lagi. "Petang tadi jejakmu sudah ku ikuti, bahkan
mengikut pula banyak kawanku"
"Apa? kawanmu? Siapa? Di mana?" Teriak Lui-ji dengan gugup.
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Wah, banyak sekali jumlah mereka. ada diantaranya Ji Hongho,
Ki Go-ceng, Lo-cinjin, Hu-patya dan lain-lain lagi, sukar dihitung satu persatu. Mereka
sudah menuju ke air terjun sana. Tahukah kau untuk apa mereka pergi ke sana?"
Lui-ji tidak menjawab, tapi mukanya menjadi pucat.
435
Ki Pi-ceng berkata pula, "Kepergian mereka ke sana adalah untuk menjenguk seorang tamu
terhormat, sedangkan tamu terhormat itu adalah orang yang sedang kau cari dengan segala
daya upaya, tanpa petunjukmu tentu sukar bagi kami untuk menemukan dia. Coba bayangkan,
bukankah yang rugi dan bakal susah ialah dirimu?"
Seketika kepala Lui-ji seperti dikemplang satu kali, ia berdiri mematung dan tak sanggup
bersuara.
"Nah, ucapanku tidak salah bukan?" kata Ki Pi-ceng pula. "Anak perempuan yang tidak
menurut tentu akan susah sendiri, semoga kejadian seperti ini jangan terulang pula."
Lui-ji tidak menghiraukan ejekan orang, mendadak ia berpaling ke sana dan berteriak sekeraskerasnya,
"Ji-Kongcu, akulah yang membikin susah padamu!"
Menyusul ia terus melompat ke sana. Tapi peristiwa aneh segera terjadi.
Baru saja ia berlari dua-tiga langkah, dari belakang tiba-tiba timbul semacam daya isap yang
sangat kuat, kontan dia tertarik balik mentah-mentah.
Jelas itulah perbuatan Ki Pi ceng.
Air mata Lui-ji bercucuran, ucapnya, "Cianpwe, akulah yang menyiarkan Giam-ong-ceh, jika
mau membunuh boleh bunuhlah diriku, tapi jangan membikin susah Ji-kongcu."
Ki Pi-ceng menggeleng, katanya, "Tampaknya kekuatan cinta memang maha besar, bahkan
orang rela mati baginya."
"Memang, ku rela mati asalkan tidak membikin susah dia," seru Lui-ji dengan menangis.
"Biarlah aku mati seratus kali... seribu kali... ku rela..."
Mendadak nada ucapan Ki Pi-ceng berubah menjadi ketus "Hm, urusan di dunia ini memang
serba aneh, orang yang pantas mati biarpun ingin lari juga tidak bisa lolos, orang yang tidak
harus mati, ingin matipun sukar."
Lui-ji melengak pula, tanyanya, "Cianpwe, kau bilang siapa tidak pantas mati?"
"Kau anak perempuan yang pintar, tentunya dapat kau bedakan," kata Ki Pi-ceng.
Seketika Lui-ji seperti terperosot ke jurang, ia menyadari tiada gunanya memohon belas
kasihan orang, ia menangis keras-keras, mendadak ia berlari pula ke pinggang gunung.
"Blang", tahu-tahu ia menyeruduk sesuatu, kontan ia terpental balik.
Rupanya dia terlalu gugup dan tergesa-gesa, yang dipikir hanya lari secepat-cepatnya
sehingga entah apa yang ditubruknya, tapi begitu ia menengadah dan melihat jelas, seketika ia
menjerit tertahan.
Hah, Leng-kui adanya!
436
Betul, inilah Leng-kui yang ajaib dan tidak pernah mati itu, senyumannya yang seram,
pakaian hitam yang ketat, ikat pinggangnya yang merah dan sebilah golok melengkung
terselip di ikat pinggangnya...
Saking kagetnya Lui-ji mendekap mukanya dan tidak berani memandang pula.
"Bawalah dia pulang ke gunung," demikian pesan Ki Pi-ceng kepada Leng-kui.
Baru lenyap suaranya, serentak Ki Pi-ceng melayang ke atas, gerakannya jauh lebih cepat dari
pada Leng-kui, dalam sekejap saja sudah menghilang.
Segera Leng-kui mencengkeram Lui-ji. Kalau Leng-kui ibaratnya elang, maka Lui-ji tepat
seperti anak ayam.
Mendingan jatuh dalam cengkeraman orang lain, tapi Lui-ji jatuh dalam cengkeraman
makhluk aneh ini, keruan ia ketakutan setengah mati.
Leng-kui menyeringai sehingga kelihatan barisan giginya yang putih, katanya, "Anak
perempuan harus menurut, marilah kita pulang ke gunung."
Saking seramnya, pikiran Lui-ji menjadi jernih malah, ia sempat melolos belati terus
menikam tubuh Leng-kui.
"Crat", darah muncrat, dada Leng-kui berlubang.
Akan tetapi Leng-kui tetap menyeringai seram, ucapnya, "Eh, kenapa kau lupa lagi,
selamanya Leng-kui takkan mati."
Hampir saja Lui-ji semaput saking ngerinya.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berteriak, "Lui-ji! Lui-ji!..."
Lamat-lamat Lui-ji merasa suara itu seperti suara Hong-saceknya, hati tergetar, serentak ia
siuman kembali.
Cepat iapun berteriak, "Sacek... Sacek..."
Baru berteriak dua-tiga kali, tahu-tahu ia merasa dirinya sudah berubah seperti sehelai kertas
yang tertiup angin dan melayang di udara.
Iapun melihat sesosok bayangan kelabu secepat terbang lagi melayang ke arah sini, lamatlamat
dapat dikenalnya pendatang ini ialah Hong-saceknya.
Dengan Ginkang secepat terbang memang betul Hong Sam sedang memburu ke sini, tapi dia
hanya sempat melihat Lui-ji dipanggul oleh sesosok bayangan hitam, lalu seperti asap buyar
tertiup angin, dalam sekejap saja sudah menghilang.
Keruan Hong Sam terkesiap, sungguh ia tidak tahu Ginkang apakah bisa secepat itu?
437
Tak terpikir oleh Hong Sam bahwa yang membawa lari Lui-ji itu ialah Leng-kui, tapi ia
merasa bingung untuk mengejarnya.
Pada saat itulah, terdengar angin berkesiur, beberapa bayangan orang melayang keluar dari
kaki gunung dang menuju ke air terjun.
Hong Sam tahu gelagat tidak enak, tidak sempat lagi memikirkan Lui-ji, sekali lompat,
secepat terbang ia menuju ke tempat Pwe-giok berlatih kungfu itu.
Sesudah dekat, dilihatnya beberapa tombak di luar air terjun sana berdiri tiga orang, Ki Piceng
berdiri ditengah diapit oleh Ki Go-ceng dan Ji Hong-ho. Dengan tiga pasang mata yang
jelalatan mereka sedang mencari orang yang membentak agar mereka jangan maju lebih jauh
lagi.
Sedetik, dua detik, tiga detik... Sungguh aneh, dengan ketajaman mata mereka, jangankan
malam ini di cakrawala dihiasi sang dewi malam, sekalipun tanpa sinar bulan, seekor tikus
ditengah semak pohon saja dapat mereka temukan dengan cepat. Tapi sekarang sinar mata
mereka telah menjelajahi segenap pelosok air terjun itu dan tetap tidak melihat sesuatu.
Ki Go-ceng tidak tahan, dengan gusar ia berteriaknya, "Siapa itu yang bicara tadi? kalau tidak
perlihatkan dirimu segera akan kumaki kau!"
Mendadak seorang dengan suara melengking berteriak, "Orang tua berada tidak jauh di depan
kalian, apakah mata kalian sudah buta semua, masakah tiada seorangpun melihat diriku?"
Sekali ini ketiga orang itu dapat mendengar dengan jelas, suara itu bergema dari onggokan
batu yang terletak beberapa tombak di depan mereka sana.
Dengan pandangan setajamnya mereka mencari pula, tapi tetap tidak menemukan orang
bersembunyi didalam onggokan batu itu, hanya tertampak sepotong batu raksasa seperti
sedang bergerak-gerak.
"Huh, kiranya dia!" jengek Ki Pi-ceng.
"Siapa?" tanya Ki Go-ceng dengan heran.
"Coba kau perhatikan batu yang bergerak itu, apakah betul-betul batu?" ujar Ki Pi-ceng.
Waktu Ki Go-ceng memandang secermatnya, lalu berkata, "Ya, batu itu lebih mirip sebuah
karung warna kelabu."
"Betul, warnanya serupa batu, kalau tidak bergerak, hakekatnya tak ketahuan bahwa benda itu
adalah sebuah karung yang ada isinya," kata Ki Pi-ceng. "Kecuali orang goblok yang melebihi
babi, kalau tidak tentu dapat kau pikirkan siapa yang kita hadapi ini."
Setelah termenung sejenak, akhirnya Ki Go-ceng menepuk dahi sendiri dan berteriak, "Ah,
betul, rupanya kita sedang berhadapan dengan Po-te Siansing."
"Hahaha, kawan kerdil, hanya separuh tepat terkaanmu!" mendadak seorang bergelak tertawa
di sana. "Awas, tangkap!"
438
Baru lenyap suaranya, isi karung itu menggelinding keluar dengan cepat luar biasa, secara
tepat benda itu lantas berhenti setelah menggelinding sampai di depan ketiga orang.
Hah, karung itu terikat erat mulutnya, isinya pasti manusia, hal ini terbukti karena dapat
bergerak-gerak.
Ki Go-ceng yakin isi karung itu pasti si tua bangka Tangkwik, memang cara beginilah
biasanya Tangkwik-siansing main sembunyi dan menggoda orang. Tanpa pikir segera ia
hantam karung itu, "blang-blang", kontan terdengar suara jeritan di dalam karung. Mulut
karung yang terikat juga pecah dan meluncur keluar satu orang dengan mulut tumpah darah.
Seketika air muka Ki Go-ceng berubah, sikapnya menjadi serba susah seperti kera makan
terasi.
Ki Pi-ceng dan Ji Hong-ho terkejut.
Isi karung itu memang benar-benar sangat mengejutkan dan di luar dugaan siapapun. Yang
menggelinding keluar ini bukanlah Po-te Siansing alias Tangkwik-siansing melainkan Thiansip-
sing, si tukang gegares, yang kini terluka parah karena pukulan Ki Go-ceng.
Ki Pi-ceng bertiga bukan cuma terkejut saja, bahkan melongo tak mengerti. Sebab Thian-sipsing
adalah komplotan mereka yang datang bersama untuk membikin perhitungan dengan Ji
Pwe-giok, beberapa saat yang lalu bahkan masih bersembunyi bersama kawan yang lain,
siapa tahu sekarang telah ditawan oleh Tangkwik-siansing dan dimasukkan ke dalam karung,
malahan dengan meminjam tangan Ki Go-ceng si tukang gegares ini dihantamnya hingga
terluka parah.
Maka terdengar gelak tertawa pula dibalik onggokan batu, waktu semua orang memandang
kesana, tertampaklah Tangkwik-siansing lagi nongkrong di atas batu dan sedang tertawa
terkial-kial.
Ukuran jenggot Tangkwik-siansing yang luar biasa memang tidak sebanding dengan
tubuhnya yang kecil, sekarang menongkrong di atas batu dan terkial-kial sehingga
kelihatannya menjadi sangat lucu.
Tapi ketiga orang di hadapannya ini tiada satupun dapat tertawa, sebaliknya mereka melotot
gusar ke arah Tangkwik-siansing.
Tapi dengan santai Tangkwik-siansing lagi membetulkan jenggotnya yang panjang itu,
katanya: "Eh, tumben kalian bertiga pesiar bersama, mengapa kalian suami istri bertiga tidak
mengeram di dalam kamar, tapi jauh-jauh datang ke pegunungan sepi ini untuk mencari
diriku? Memangnya kalian ingin cari lawan berkelahi?"
Sindiran Tangkwik-siansing itu benar-benar sangat menusuk perasaan Ki Pi-ceng. Muka Ki
Go-ceng dan Ji Hong-ho juga merasa panas, sungguh kalau bisa mereka ingin membinasakan
Tangkwik-siansing dengan sekali hantam.
439
Sejenak kemudian, setelah menenangkan diri, Ki Pi-ceng berkata: "Tangkwik-siansing adalah
tokoh terkemuka dan terhormat, apabila kutanya sesuatu padamu, tentunya engkau akan
bicara terus terang dan takkan berdusta"
"Hah, betapapun Bak-giok Hujin memang lihay, dengan satu kata saja aku lantas terikat untuk
tidak berdusta" ujar Tangkwik-siansing.
"Sekarang ingin kutanya, apakah Ji Kongcu berada di tempatmu ini?"
"Jika kalian mencari ke sini, apakah aku dapat menyangkal lagi?"
"Bagus jika kau sudah mengaku" kata Ki Pi-ceng. "Sekarang ingin ku bicara beberapa kata
langsung dengan dia"
Tangkwik-siansing tampak melengak, katanya: "Eh, jangan-jangan kau suruh dia
membunuhku lagi?"
Ki Pi-ceng tampak kikuk, katanya kemudian: "Hal ini adalah kesalahan siasatku, seharusnya
kubunuh dia, dengan memegang Giam-ong-ceh dan Po-in-pai, maka seluruh dunia persilatan
akan berada dalam genggamanku"
"Wah, sungguh aku sangat beruntung, untuk pertama kalinya selama hidupmu kau mau
mengaku salah di depan orang"
Ki Pi-ceng tersenyum kecut, ucapnya: "Tapi sudah terlambat, segalanya sudah terlambat.
Hanya ada sesuatu persoalan yang belum lagi terlambat."
"Oo, persoalan apa?" tanya Tangkwik-siansing.
"Bunuh dia!" ucap Ki Pi-ceng dengan penuh dendam.
Keras dan tegas ucapannya ini, jelas tidak kepalang bencinya terhadap Ji Pwe-giok.
"Jika demikian, tentu kau akan menyesal satu kali lagi," kata Tangkwik-siansing.
"Memangnya kenapa?" tanya Ki Pi-ceng.
"Sebabnya akulah yang menyiarkan Gian-ong-cek ke dunia Kangouw."
"Apakah betul?" Ki Pi-Ceng menegas dengan melengak.
"Tindakan ini kan tidak mendatangkan hadiah, untuk apa kau mencari muka?" jawab
Tangkwik-siansing.
"Jika demikian, paling-paling kaupun cuma perantara saja, yang ingin kucari adalah biang
keladinya."
"Jadi sudah pasti kau tuduh bocah itu?"
"Ya, tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini yang dapat mengubah penderitaanku."
440
"Jika kupaksakan diri memikul tanggung jawab ini?" tanya Tangkwik-siansing.
Semoga ucapan ini karena Tangkwik-siansing salah omong atau aku salah dengar, kalau
tidak, silahkan kau tarik kembali ucapanmu."
"Maaf kalau boleh kusitir ucapanmu, tidak ada kekuatan apa pun di dunia ini dapat mengubah
penderitaanku." kata Tangkwik-siansing.
"Jika demikian, urusan menjadi rada ruwet," kata Ki Pi-ceng dengan menyesal.
"Persoalan ini juga tidak sederhana," ujar Tangkwik-siansing. "Sekalipun kau mau menyudahi
urusan ini juga tidak dapat lagi."
Ki Pi-ceng melengak, tanya, "Agaknya ada maksud tertentu ucapanmu ini, dapatkah kau
bicara dengan lebih jelas?"
"Kukira ada baiknya kau linglung untuk sementara, selekasnya tentu kau paham
persoalannya."
Jika tidak mau kau lakukan, aku pun tidak perlu mendesak lagi. Mengingat sesama orang
persilatan, biarlah kugariskan dua jalan bagimu dan silahkan Tangkwik-siansing
memilihnya."
"Coba katakan," jawab Tangkwik-siansing.
Mendadak suara Ki Pi-ceng berubah kereng, katanya, "Pertama, serahkan Ji-kongcu dengan
segera, persoalannya akan diputuskan oleh sidang umum dunia persilatan."
"Bandit besar dari gurun utara It-koh-yan, dengar tidak kau?" teriak Tangkwik-siansing
mendadak.
Ji Hong-ho kelihatan melengak, tanyanya, Siapa yang kau maksudkan?"
"Yang kumaksudkan ialah Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho, Anda sendiri!" seru
Tangkwik-siansing.
"Hm, tampaknya Anda sudah linglung sehingga tidak kenal orang lagi?" jengek Ji Tok-ho.
"Ji Tok-ho," kata Tangkwik-siansing, "di dalam Giam-ong-ceh, seluk beluk dirimu tercatat
dengan jelas, kukira tidak perlu lagi kau berlagak pilon, kalau terus berlagak lagi bisa segera
kujadikan kau asap buyar benar-benar."
Air muka Ji Tok-ho tampak merah padam dan tidak dapat bersuara lagi.
"Apa yang dikatakan Ki-hujin tadi sudah kaudengar tidak?" tanya Tangkwik-siansing.
"Tentu, itulah usul yang tepat dan pantas," kata Ji Tok-ho.
441
"Tapi usulnya dapat kuberi tamsil mengadukan perampok di sarang bandit," kata Tangkwiksiansing.
"Maka jalan ini tidak kutempuh, coba saja jalan kedua?"
"Nah, Ki-hujin, sekarang boleh kau sebutkan jalan kedua," ujar Ji Tok-ho.
"Mati!" hanya satu kata saja diucapkan Ki Pi-ceng.
Tangkwik-siansing bergelak tertawa sambil mengelus jenggotnya yang panjang, ucapnya,
"Usul ini lebih lebih tidak dapat kuterima. Setua ini belum pernah kunikah, kalau harus mati
sekarang, cara bagaimana aku akan bertanggung jawab terhadap Giam-lo-ong? Kedua jalan
yang digariskan Ki-hujin jelas tak dapat kuterima. Bagaimana kalau kita bicara saja tentang
jalan ketiga."
"Jalan ketiga apa?" Ki Pi-ceng melengak.
"Setiap suka duka, setiap dendam dan benci orang Kangouw memang perlu diselesaikan
secara tuntas," kata Tangkwik-siansing. "Maka berikan waktu tujuh hari padaku, sesudah itu,
andaikan kalian tidak mencari bocah itu, tentu juga dia akan mencari kalian, tatkala mana
segalanya tentu dapat dibereskan seluruhnya."
Mendadak Ki Go-ceng meraung, "Setan tua Tangkwik, jangan kau main siasat ulur waktu?"
"Eh, yang bicara apakah sahabat kerdil? Kenapa baru sekarang kau bicara?" ejek Tangkwiksiansing.
Mendadak sesosok bayangan menubruk tiba, menerjang Tangkwik-siansing. Siapa lagi dia
kalau bukan Ki Go-ceng yang murka itu.
Daya tubruknya sungguh sangat dahsyat, tertampak Tangkwik-siansing mengebutkan
jenggotnya yang panjang, menyusul tubuhnya lantas mengapung ke atas. "Blang" ia sambut
pukulan lawan dengan tepat.
Angin keras berjangkit, adu pukulan itu dilakukan kedua orang dengan sama terapung di
udara, seketika timbul damparan angin keras, waktu turun ke bawah tubuh Tangkwik-siansing
terhuyung mundur dua tiga tindak, sebaliknya Ki Go-ceng tergulung oleh angin dahsyat itu
dan berputar-putar beberapa kali di udara dan "brak”, ia terbanting jatuh di tempat semula.
Wajah Ki Go-ceng pucat seperti mayat, ujung mulut juga berdarah, seketika tidak sanggup
merangkak bangun.
"Hm, hebat benar Bu-siang-sin-kang Tangkwik-siansing kita," jengek Ki Pi-ceng. "Tapi perlu
kuperingatkan padamu, malam ini selain hadir kami bertiga, di sekitar sini sedikitnya
bersembunyi belasan tokoh kelas tinggi, mungkin tidak mudah kau bereskan sebagaimana kau
duga."
Sinar mata Tangkwik-siansing gemerdep dan menyapu pandang sekelilingnya.
Memang betul, bayangan orang bergerak di sana-sini, belasan tokoh Bu-lim serentak muncul
dari tempat gelap seperti badan halus saja.
442
"Masih ada tidak? Biarlah kubereskan saja sekalian supaya anak itu tidak perlu repot lagi,"
kata Tangkwik-siansing.
"Jika demikian, tampaknya kalau belum sampai di tepi jurang, Tangkwik-siansing belum juga
putus asa?" ujar Ki Pi-ceng.
"Anggaplah kau bicara bagiku, sebelum tahu bagaimana lihainya Bu-siang-sin-kang, agaknya
kalian pun tidak mau pergi," jawab Tangkwik-siansing dengan sama tajamnya.
Dalam pada itu belasan bayangan orang ini sudah semakin dekat, semuanya berdiri di
belakang Ki Pi-ceng. Sungguh luar biasa, hampir segenap tokoh ternama telah hadir.
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Tangkwik-siansing tampaknya yakin benar akan kelihaian
sendiri, mungkin kau kira kami tak dapat menemukan Ji-kongcu, jika demikian halnya, maka
salahlah kau."
Tangkwik-siansing melengak, sorot matanya yang tajam menatap wajah Ki Pi-ceng.
Segera Ki Pi-ceng menyambung, "Biarlah kita buka kartu saja secara terus terang, supaya
urusan bisa lekas diselesaikan. Memangnya kau kira kami tidak tahu Ji-kongcu bersembunyi
di belakang air terjun sana?"
Kembali Tangkwik-siansing melengak, mau tak-mau ia merasa kagum terhadap ketajaman
mata lawan.
"Tangkwik-siansing," kata Ki Pi-ceng pula. "Sekarang kuberi lagi suatu kesempatan padamu,
bermusuhan dengan setiap tokoh Bu-lim bukanlah sesuatu yang menguntungkan."
Waktu Tangkwik-siansing menoleh, dilihatnya Hong-sam dan Tangkwik-ko sudah berjaga di
samping air terjun itu, maka hatinya tambah tabah.
Dengan tiga orang harus menghadapi tokoh Bu-lim sebanyak ini, jelas kekuatan mereka terasa
sangat tipis, tapi keadaan sudah kadung begini, tiada pilihan lain baginya.
Tangkwik-siansing menjadi nekat, teriaknya, "Ayolah maju! Boleh kalian bertiga maju
sekaligus! Tapi ingin kuperingatkan lebih dulu, jangan lupa julukanku yang sebuah karung
dapat mengisi seluruh jagat ini, jika cuma kalian bertiga saja tentu belum dapat memenuhi
karungku."
Jangan dikira kata-kata Tangkwik-siansing ini seperti banyolan belaka, secara tidak kelihatan
justru menimbulkan pengaruh psikologis terhadap kawanan tokoh Bu-im itu.
Seperti diketahui, dalam perjamuan ulang tahun Hu-patya tempo hari, ketika mendengar
munculnya "si tuan karung", seketika semua orang lari terbirit-birit, apalagi sekarang
berhadapan langsung dengan orangnya.
Walaupun keadaan sekarang belum sampai terjadi seperti tempo hari, tapi sudah ada sebagian
hadirin itu merasa ngeri dan diam-diam sudah ambil keputusan akan putar haluan apabila
keadaan berbahaya.
443
Sampai di sini, pertempuran tidak mungkin bisa dihindarkan lagi.
Mendadak Ji Tok-ho berteriak, "Lo-cinjin, bawalah beberapa kawan dan menghadapi
Tangkwik-ko."
kini Ji Tok-ho telah memperlihatkan wibawanya selaku Bu-lim-bengcu, ketua perserikatan
dunia persilatan yang berkuasa.
Lo-cinjin mengiakan, segera ia berlari pergi membawa beberapa orang temannya.
Lalu Ji Tok-ho berpaling dan berteriak pula, "Hi Soan!"
"Siap!" seru Hi-soan.
"Bawalah beberapa kawan dan hadapi Hong Sam, Ji Pwe-giok harus ditawan hidup-hidup
untuk diadili atas segala perbuatannya selama ini," kata Ji Tok-ho.
Hi Soan juga mengiakan dan berlari pergi dengan beberapa kawannya.
Sekarang di tengah kalangan hanya tersisa dua setengan orang, kecuali Ki Pi-ceng dan Ji Tokho,
Ki Go-ceng sudah terluka, maka dia hanya dapat dihitung setengah orang.
Dengan sorot mata membara Ji Tok-ho melototi Tangkwik-siansing, katanya, "Asalkan
karungmu cukup longgar, malam ini kurela terisap ke dalam karungmu, pendek kata, antara
kita harus ada penyelesaian yang tuntas."
Belum lenyap suaranya, serentak ia mengapung ke atas terus menubruk maju, "Brak-brekbrak"
kontan dia menghantam tiga kali.
Tapi dia sangat licin, waktu Tangkwik-siansing balas menyerangnya, cepat ia melompat
mundur lagi.
Jelas kelihatan ia sangat jeri terhadap kelihaian Bu-siang-sin-kang, sebab itulah dia tidak
berani menangkisnya dengan keras lawan keras.
Pukulan Tangkwik-siansing memang sangat mengejutkan, angin mendampar sekeliling
kalangan, debu pasir beterbangan, seketika di sekitar orang tua ini seakan-akan terbentuk
selapis dinding hawa yang sukar ditembus.
Diam-diam Ki Pi-ceng terkejut, mau tak-mau ia harus mengakui kelihaian setan tua tangkwiksiansing,
jelas orang sudah nekat dan siap mengadu jiwa.
Di tengah deru angin yang keras, "brek-brek", terjadi beberap kali gebrakan, tapi Ji Tok-ho
tidak mampu menangkis, untung dia mengutamakan berkelit dan menghindar, kalau tidak
tentu dia sudah roboh terluka oleh Bu-siang-sin-kang.
Pada saat itulah, tiba-tiba sesosok bayangan orang menerjang ke tengah medan pertempuran.
Itulah Bak-giok hujin Ki Pi-ceng.
444
Begitu kedua tangannya ditarik ke depan dada, menyusul lantas ditolak ke depan. "Blang",
terdengar suara benturan keras, terjadi kontak langsung antara kedua tokoh utama itu.
Ki Pi-ceng telah mengeluarkan kungfu andalannya "Sian-thian-ceng-gi" beradu dengan Busiang-
sin-kang.
Dua bayangan segera terpencar lagi, berturut-turut Ki Pi-ceng menyurut mundur, sedangkan
Tangkwik-siansing juga bergeliat, jenggotnya yang panjang bergoyang terdampar angin
pukulan sehingga mirip boneka si kakek di toko mainan anak-anak.
Dengan pandangan tercengang Ki Pi-ceng menatap orang tua itu.
Sebaliknya Tangkwik-siansing juga sedang melotot dengan matanya yang kecil itu.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong serangkum angin pukulan dahsyat menyambar tiba dari
belakang Tangkwik-siansing.
Tapi mendadak orang tua itu membentak, "Huh, terhitung Bu-lim-bengcu macam ini?
Pandainya cuma main sergap dari belakang?!"
Berbareng dengan ucapannya itu, serentak ia berputar, Bu-siang-sin-kang bekerja cepat, suatu
pukulan dahsyat dilontarkan ke belakang.
"Brak", berjangkit suara orang jatuh.
Rupanya Ji Tok-ho tidak sempat menarik kembali serangannya sehingga tepat kena ditolak
oleh Bu-siang-sin-kang, kontan ia terpental dan jatuh tersungkur.
Untung baginya, hanya terluka ringan saja dan tidak sampai mati.
Selagi Tangkwik-siansing hendak menambah sekali pukulan lagi, pukulan Sian-thian-ceng-gi
Ki Pi-ceng keburu menyambar tiba pula.
Dan begitulah, dengan satu lawan dua, Tangkwik-siansing menghadapi kerubutan Ki Pi-ceng
dan Ji Tok-ho tanpa gentar.
Sembari bertempur, Ki Pi-ceng sembat memberi pesan kepada Ji Tok-ho, "Ji-bengcu, tempur
dia dengan gerak cepat, sedapatnya menguras tenaganya."
Sungguh celaka! Justru inilah yang dikuatirkan Tangkwik-siansing.
Maklumlah, Bu-siang-sin-kang paling banyak makan tenaga, sedangkan lawannya adalah
tokoh besar kelas wahid, tanpa menggunakan Bu-siang-sin-kang jeas tidak mampu
menandinginya.
Pada suatu kesempatan Tangkwik siansing coba mamandang ke sana......
Ternyata di samping kanan-kiri air terjun sana juga mulai terjadi pertempuran. Tangkwik-ko
dan Hong Sam masing-masing menghadapi kerubutan beberapa tokoh bu-lim, berbareng itu
445
mereka harus menjaga Ji Pwe-giok yang asyik berlatih Bu-siang-sin-kang, tentu saja mereka
agak kerepotan dan berulang-ulang terancam bahaya.
Biji mata Tangkwik-siansing berputar, sedapatnya ia mencari akal.
Mendadak ia menghimpun tenaga murni pada kedua tangannya, sekonyong-konyong ia
mendorong pada gundukan tanah yang terletak tidak jauh di sebelahnya.
"Blang", terjadi guncangan keras seperti gempa bumi.
Karena getaran keras itu, mendadak gundukan tanah itu muncrat ke udara sehingga berubah
menjadi segulung kabut tebal, mirip angin badai yang berjangkit di gurun pasir.
Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho sama terkejut.
Kesempatan itu segera digunakan oleh Tangkwik-siansing untuk lolos dari kabut tanah itu,
secepat terbang ia memburu ke arah air terjun.
Selagi orangnya melayang tiba, segera terdengar suara bentakannya yang menggelegar, "Ini
dia Po-te Siansing, yang takut mati lekas lari, yang tidak takut mati boleh pergi menghadapi
Giam-lo-ong!"
Baru lenyap suaranya; segera orangnyapun tiba di tempat itu, seperti burung elang
menyambar anak ayam, lebih dulu ia menerjang Hi Soan.
Saat itu Hong Sam sedang menghadapi keroyokan rombongan Hi Soan, karena bentakan
Tangkwik-siansing yang keras itu, ia menjadi bingung malah.
Bentakan Tangkwik-siansing itu tiada ubahnya sengaja memeberitahukan kepada musuh agar
lekas lari. Padahal memang inilah maksud tujuan Tangkwik-siansing.
Nama "Po-te Siansing" yang gilang gemilang dan dapat membikin gentar atau merontokkan
nyali setiap jago persilatan, sudah tentu tidak kecil efeknya bilaman nama itu ditonjolkan.
Padahal rombongan Hi Soan yang mengerubuti Hong Sam itu cukup kuat, tampaknya mereka
sudah berada di atas angin. Tapi karena bentakan Tangkwik-siansing itu, seketika kuncup
nyali mereka seperti tikus ketemu kucing, sekali berteriak, kontan mereka lari tunggang
langgang.
Malahan tidak terbatas pada rombongan Hong Sam saja, bahkan rombongan Lo-cinjin juga
terpengaruh dan sama lari ketakutan.
Hanya Lo-cinjin dan Hi Soan yang masih tertinggal disitu. Sebagai kepala rombongan,
dengan nama mereka yang menonjol, kalau merekapun lari terbirit-birit oleh gertakan Tang
Kwik- sian sing itu, kan bisa ditertawakan orang.
Dalam pada itu, seperti burung saja Tang Kwik- sian sing telah menubruk dari udara, belum
lagi orangnya turun, lebih dulu tenaga Bu-siang-sin-kang sudah mendampar tiba.
446
Hi Soan yang menghadapi terjangan Tang Kwik- sian sing itu, terpaksa mengerahkan tenaga
untuk menyambut pukulan lawan.
"Bluk," terjadi benturan keras tenaga pukulan kedua orang itu, Hi Soan terpental dan jatuh
terguling beberapa tombak jauhnya dan tidak dapat bangun lagi.
Dengan demikian tekanan terhadap Hong Sam menjadi longgar. Sedangkan di pihak Tang
Kwik Ko sana, karena yang dihadapapinya sekarang juga tinggal Lo-cinjin saja, ia pun merasa
ringan.
"Lihat pukulan, setan tua Tang Kwik!" mendadak bergema suara bentakan dari atas.
Suaranya berasal dari satu orang, tapi yang melayang tiba ada dua orang. Yang sebelah kiri
adalah Ki Pi-ceng dan yang kanan Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho.
Dengan sepenuh tenaga kedua orang menghantam, apalagi dari atas menghantam ke bawah,
tentu saja luar biasa dasyatnya.
Agaknya mereka pun sudah mempertaruhkan segalanya, hidup atau mati bergantung pada
serangan ini.
Tang Kwik- sian sing prihatin, iapun mengerahkan segenap tenaganya dan memapak serangan
lawan.
Waktu tenaga pukulan kedua pihat kebentur lagi, kembali terbit suara keras dan damparan
hawa yang dahsyat laksana badai mengamuk di tengah debu pasir yang berhamburan
kelihatan bayangan orang berseliweran.
Sungguh luar biasa! Tang Kwik- sian sing tergetar mundur tiga empat tindak, setelah berdiri
tegak, darah terasa bergolak dalam rongga dada, air muka pun sebentar merah dan sebentar
pucat.
Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho menyerang dari atas, jelas posisi mereka lebih menguntungkan,
walaupun begitu, menghadapi Bu-siang-sin-kang yang maha sakti itu merekapun tidak banyak
menarik keuntungan, merekapun tergetar mundur beberapa tindak.
Sementara Hi Soan belum lagi merangkak bangun, ia berduduk di tanah dengan wajah pucat
seperti mayat, jelas terluka parah.
Dengan murka Ji Tok-ho hendak menubruk maju lagi, tapi mendadak Ki Pi-ceng berteriak
mencegahnya.
Dengan sorot mata tajam ia tatap Tangkwik-siansing, katanya: "Selama 40 tahun ini belum
pernah ada orang berani main gila padaku"
"Dan orang tua ini harus dikecualikan bukan?" ujar Tangkwik-siansing.
"Permusuhan kita jelas sudah terikat erat", kata Ki Pi-ceng. "Tapi tidak ingin kubereskan
sekarang ini"
447
Tangkwik-siansing tertawa lebar, ucapnya: "Haha, kukira bukannya tak ingin, soalnya hasrat
besar tenaga kurang, kenapa tidak kau katakan terus terang bahwa keadaanmu malam ini
sudah tamat segalanya?"
"Terserah cara bagaimana akan kau katakan" kata Ki Pi-Ceng, "Hanya kau katakan kepada Jikongcu
agar dalam waktu tiga hari dia datang ke tempatku untuk membereskan segala
urusannya"
"Kalau dia tidak memenuhi waktu yang kau tentukan, lalu bagaimana?" tanya si kakek.
"Jika dia tidak datang menurut waktu yang kutentukan, terpaksa kami yang akan mencarinya
lagi, dan untuk itu mungkin dia harus mengorbankan suatu nyawa lain yang perlu
disayangkan" kata Ki Pi-ceng.
Tangkwik-siansing melengak, tanyanya: "Apa artinya ucapanmu ini?"
"Harus kau pikirkan sebaik-baiknya bahwa saat ini Lui-ji berada dalam cengkeramanku"
jawab Ki Pi-ceng.
"He, telah kau apakan anak dara itu?" teriak Hong Sam dengan kuatir.
"Jangan cemas" ujar Ki Pi-ceng dengan tak acuh, "Sekarang dia berada dalam pengawasan
Lengkui, dalam waktu tiga hari dia tidak akan diganggu, selewatnya tiga hari tentu tidak
kujamin lagi keselamatannya"
Berkata sampai di sini, ia lantas memberi tanda kepada Ji Tok-ho. Segera Ji Tok-ho
memanggul Hi Soan dan dibawa pergi dengan cepat.
Selagi Ki Pi-ceng hendak pergi juga, sekonyong-konyong angin pukulan dahsyat menyambar
tiba. Tanpa pikir tenaga Sian-thian-ceng-gi lantas dikeluarkan untuk menangkis, kontan
Hong-sam yang menyerang itu tergetar mundur dus-tiga tindak.
"Hm, kau juga ingin bergebrak denganku?" jengek Ki Pi-ceng.
Hong Sam mendelik, "Pendek kata, kalau Lui-ji tidak kau serahkan, jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini."
"Huh, memangnya kau mampu menahanku disini?" jengek Ki Pi-ceng. "Sudah tentu, jika kau
minta bantuan Tangkwik-siansing tentu adalah soal lain. Cuma perlu kuperingatkan kau lebih
dulu sebelum kau bertindak sesuatu."
"Peringatan pa?" tanya Hong Sam.
"Jangan lupa, Lengkui adalah ciptaanku, aku lah yangmengemudkikan dia, antara dia dan aku
ada kontak batin (semacam telepati), asalkan timbul sesuatu pikiran ku, seketika Leng-kui
akan membinasakan Cu Lui-ji."
"Kau berani?!" teriak Hong sam dengan murka.
448
"Memangnya aku tidak berani?" jengek Ki Pi-ceng. "Berani atau tidak, jika perlu boleh kau
coba serang lagi diriku."
Serentak Hong Sam angkat tangannya dan siap menyerang pula.
Tapi pada saat terakhir, mendadak ia urungkan maksudnya, sorot matanya yang membara itu
seakan-akan ingin membakar musuhnya, ia pandang Ki Pi-ceng dengan murka.
Ki Pi-ceng tertawa senang, tertawa kemengangan, ia tahu lawan benar-benar mati kutu oleh
ancamannya.
Dengan mengejek Ki Pi-ceng berkata pula, "Wah, sungguh bijaksana dan harus dipuji bawa
Hong-siansing dapat mengendalikan diri pada detik terakhir menghadapi maut. Baiklah,
hendaknya jangan kau lupa menyampaikan pesanku kepada Ji-kongcu tentang batas waktu
tiga hari, pada saatnya nanti akan kusambut dengan hormat kedatangannya."
Habis berkata, dengan gemulai ia memutar tubuh dan menghilang dalam kegelapan.
Dalam pada itu Lo-cinjin dan Tangkwik Ko masih saling labrak dengan sengit.
Tidak kepalang dahsyat pukulan Lo-cinjin, berbareng mulutnya juga berteriak dan
membentak terus-menerus.
Sekonyong-konyong dilihatnya di belakang terlah bertambah dua orang, mereka ialah Hong
Sam dan Tangkwik-siansing.
Lo-cinjin terkejut dan berhenti menyerang sambil melompat mundur.
"He, hidung kerbau, apakah benar-benar hendak kau jual nyawa bagi Ki Pi-ceng?" tanya
Tangkwik-siansing dengan tertawa.
"Siapa bilang kubela dia? Aku kan tidak menaksir dia," jawab Lo-cinjin dengan mendelik.
"Jika begitu, jadi kau berjuang membela Bilim-bengcu?" tanya pula si kakek.
Tambah besar mata Lo-cinjin mendelik, ucapnya, "Huh, lelbih-lebih tidak bisa jadi,
memangnya kau kira Lo-cinjin orang yang suka menjilat dan mengekor?"
"Jika demikian, aku menjadi bingung, memangnya untuk apa kau tinggal disini dan mengadu
jiwa ?"
"Hm, kenapa kau perlu bertanya lagi?" jengek Lo-cinjin. "Soalnya, mengapa bocah she Ji itu
membeberkan urusanku yang memalukan di masa lampau, itu yang tercatat dalam buku
Giam-ong-ceh?"
Biji mata Tangkwik-siansing yang kecil itu berputar, katanya, "Oya, rasanya aku juga
membaca catatan mengenai dirimu di dalam Giam-ong-ceh itu, kalau tidak salah, konon kau
pernah berlutut di hadapan Siau-hun-kiongcu, bukan kau minta ampun padanya, tapi kau
ingin melamarnya sebagai isterimu."
449
"Betul," kata Lo-cinjin.
"Huh, masakah untuk persoalan sekecil ini pantas bagimu untuk mengadu jiwa?" jengek
Tangkwik-siansing.
"Bagiku, kejadian itu adalah noda besar dan memalukan," kata Lo-cinjin. "Kau tahu, nama
atau kehormatan adalah jiwaku yang kedua."
"Kukira urusan ini tidak perlu dipersoalkan lebih lanjut." kata Tangkwik-siansing. "Kau tahu,
aku pun pernah jatuh cinta kepada seorang nikoh jelita, lelaki cinta kepada perempuan, ialah
kodrat, kenapa mesti malu."
"Sungguh tidak kusangka kau bisa bicara blak-blakan begini," ujar Lo-cinjin dengan heran.
"Biarlah kukatakan lagi terus terang, sesungguhnya akulah yang mewakili Ji-kongcu
menyiarkan catatan dalam buku Giam-ong-ceh itu," tutur Tangkwik-siansing.
"Jika betul demikian, aku menjadi lebih tidak mengerti apa maksud tujuanmu?" tanya Locinjin.
"Masakah kaupun tidak segan-segan menyiarkan perbuatanmu sendiri yang kurang
terpuji itu?"
"Hal ini sangat sederhana jika kujelaskan, " kata Tangkwik-siansing. "Segala sesuatu ini
adalah demi pembaharuan Bu-lim secara tuntas."
"Demi pembaharuan dunia persilatan masakah termasuk urusan tetek bengek yang brengsek
ini? " kata Lo-cinjin.
"Betul, untuk pembaharuan seluruh Bu-lim secara tuntas harus dimulai dengan memperbaiki
karakter, moral dan tindak-tanduk setiap orang Bu-lim, "tutur Tangkwik-siansing, " Dengan
menyebar-luaskan isi Giam-ong-ceh itu, diharapkan selanjutnya akan memaksa para anggota
Bu-lim supaya mengoreksi tindak-tanduk sendiri di masa lampau. Dengan demikian tentu
akan besar efeknya bagi ketentraman dunia persilatan. Tidak terlalu lama lagi seluruh dunia
persilatan pasti akan lebih segar dan teratur dengan baik, selamanya takkan terjadi lagi bunuhmembunuh
tanpa bermoral. "
"Akan tetapi kerugian nama baikku…" Lo-cinjin masih juga kurang mantap.
"Apa artinya kejadian itu?" ujar Tangkwik-siansing, "Pada waktu muda, siapa yang tidak
pernah berfoya-foya?"
Lo-cinjin menunduk, ia bergumam, "Ehm, kedengarannya perkataanmu cukup beralasan."
"Tapi pembaharuan Bu-lim secara tuntas sekali ini, sudah barang tentu ada sementara orang
yang tidak terlepas dari pembersihan, dosa mereka tidak dapat diampuni sehingga mereka
harus mendapat ganjaran yang setimpal," demikian Tangkwik-siansing menambahkan.
"Siapa-siapa saja yang kau maksudkan?" tanya Lo-cinjin.
"Apakah kau tahu persoalan Bu-lim bengcu sekarang, si Ji Hong-ho?" tanya Tangkwiksiansing.
450
"Tentu saja tahu, kan cukup jelas catatan dalam Giam-ong-ceh yang sudah tersiar itu?" jawab
Lo-cinjin.
"Bagus, tapi sekarang kuharap dengan mulutmu sendiri dapat kau sebutkan bagaimana duduk
perkaranya mengenai orang she Ji itu?"
"Aslinya dia adalah bandit gurun pasir yang berjuluk It-koh-yan, nama aslinya Ji Tok-ho,
sudah banyak perbuatan terkutuk yang dilakukannya, lebih-lebih setelah dipermak oleh Ki Piceng,
sehingga wajahnya telah berubah dan dipalsu menjadi Ji Hong-ho, dia rela menjadi
boneka Ki Pi-ceng."
"Bagus, jika kau tahu semua ini, urusan tentu akan lebih mudah diselesaikan," ujar Tangkwiksiansing.
"Orang semacam Ki Pi-ceng dan Ki Go-ceng yang serba aneh dengan jiwa yang
tidak normal, bilamana mereka berhasil menguasai dunia persilatan ini, coba , dapatkah kau
bayangkan bagaimana akibatnya nanti?"
Lo-cinjin menggeleng kepala, katanya, "Ya, memang sangat menakutkan dan mengerikan."
"Sebab itulah penyiaran catatan dalam Giam-ong-ceh itu, sasaran yang sesungguhnya adalah
sekelompok manusia abnormal seperti mereka itu," kata Tangkwik-siansing. "Sedangkan kau,
hanya disebabkan sedikit urusan tetek-bengek yang tidak berarti, tanpa sadar kau ikut terlibat
oleh persoalan ini dan tanpa sadar telah diperalat oleh mereka. Coba pikirkan, apakah kau
tidak merasa malu diri?"
Seketika Lo-cinjin tak dapat bersuara, ia menunduk kikuk.
Tangkwik-siansing lantas berkata pula, "Persoalannya sudah kubeberkan dengan gamblang,
bagaimana sikap dan pendirianmu selanjutnya, boleh terserah kepada keputusanmu sendiri.
Yang pasti, malam ini takkan ku persulit dirimu, biarlah kita berjumpa lagi kelak."
Muka Lo-cinjin merah jengah, cepat ia berputar tubuh dan berlari pergi.
Begitulah kegemparan tadi telah dapat diselesaikan, tapi lantaran Cu Lui-ji berada dalam
cengkeraman Ki Pi-ceng, hati Hong Sam merasa tidak tenteram.
"Sementara ini tidak perlu kau kuatir," kata Tangkwik-siansing. "Dalam waktu tiga hari ini
jelas anak dara itu takkan berbahaya, kuberani menjamin dengan jiwaku yang sudah lapuk
ini."
"Tapi jangan lupa, dia berada dalam cengkeraman Leng-kui, setelah lewat tiga hari, dengan
cara bagaimana akan kita hadapi makhluk yang tidak dapat dibunuh mati itu?" jawab Hong
Sam.
"Alam menciptakan berjuta jenis makhluk, satu dan lain saling anti dan saling mengatasi, jika
ada Leng-kui, tentu ada cara menghancurkan dia, biarlah perlahan kita mencari jalan untuk
menghadapinya," sela Tangkwik Ko tiba-tiba.
"Tapi jangan lupa, dia bukan manusia, juga bukan makhluk, tapi Leng-kui, setan, hantu yang
tidak pernah ada sebelum ini," tukas Hong Sam.
451
"Itupun tidak terkecuali," ujar Tangkwik Ko. "Jangankan dia cuma semacam makhluk aneh
yang dikendalikan oleh Ki Pi-ceng, sekalipun setan sungguhan juga ada cara untuk
menghadapinya."
"Ucapan adik memang tepat," kata Tangkwik-siansing. "Biarlah urusan ini sementara kita
kesampingkan dulu, yang paling penting tidak boleh kita abaikan keadaan di sini, harus kita
jaga ketat, hati-hati terhadap kemungkinan serbuan Ki Pi-ceng secara pengecut."
Hong Sam dan Tangkwik Ko setuju atas jalan pikiran Tangkwik-siansing, maka mereka
bertiga tetap berjaga di situ, tiada seorangpun berani meninggalkan air terjun.
Semalam berlalu dengan aman, fajar sudah menyingsing, cahaya sang surya yang keemasan
menyinari bumi raya yang luas ini.
Baru tiga hari Ji Pwe-giok bersemedi mendalami Bu-siang-sin-kang.
Menurut perkiraan Tangkwik-siansing, perlu tujuh hari barulah Pwe-giok mampu menguasai
Bu-siang-sin-kang dengan baik, kini baru tiga hari, jadi masih perlu empat hari lagi.
Sedangkan batas waktu tiga hari yang diberikan Ki Pi-ceng kini sudah lewat satu hari, jadi
masih ada waktu dua hari saja.
Jika menurut perhitungan tersebut, jelas Pwe-giok tidak keburu memenuhi batas waktu Ki Piceng,
bila dia harus pula menamatkan pelajarannya, sebab itulah semua orang sangat prihatin
terhadap soal ini.
Sudah barang tentu, yang paling gelisah ialah Hong Sam. Sebab Ji Pwe-giok bukan saja
saudara angkatnya, dapat tidak anak muda itu memenuhi batas waktu yang diberikan Ki Piceng
itu juga menyangkut mati-hidup Cu Lui-ji.
Dengan air muka prihatin, ia pandang Tangkwik-siansing, katanya, "Bagaimana, menurut
pandanganmu, dapatkah Pwe-giok menyelesaikan pelajaran Bu-siang-sin-kang lebih cepat
daripada perkiraan semula? Mungkinkah?"
"Sulit, sangat sulit," jawab Tangkwik-siansing. "Ya, kecuali terjadi keajaiban."
"Apa yang kau maksudkan dengan "keajaiban" dan cara bagaimana mendapatkannya?" tanya
Hong Sam.
Tangkwik-siansing jadi melenggong, jawabnya, "Wah, pertanyaanmu ini membikin bungkam
lagi padaku. Soalnya keajaiban hanya dapat dialami secara kebetulan dan tidak mungkin
dicari."
Keterangan ini membuat perasaan Hong Sam tambah tertekan. Betapapun ia sangat
menguatirkan keselamatan Lui-ji.
Tak lama, mereka coba mengitari air terjun dan menuju ke depan panggung alam itu. Tampak
Pwe-giok masih asyik duduk bersila di atas sana, sikapnya tenang seperti orang yang sudah
melupakan segalanya, alam dianggapnya kosong belaka.
452
Keadaan anak muda itu hanya ada setitik perbedaan yang menyolok dibandingkan kemarin,
yaitu air mukanya yang bercahaya, bersemu merah mengkilap.
"Aha, aneh… ajaib…." teriak Tangkwik-siansing mendadak.
"He, ada apa, kenapa terkejut dan gembar-gembor?" tanya Hong Sam cepat.
Mendadak Tangkwik-siansing menarik lengan baju Hong Sam dan mendesis, "Ssst, jangan
kita ganggu dia, marilah kita pergi, bicaralah di luar sana."
Segera ia mengajak kedua rekannya kembali ke tempat tadi, yaitu di tengah onggokan batu
karang yang berserakan di luar air terjun sana.
Setelah masing-masing mengambil tempat duduk di atas batu, berkatalah Tangkwik Ko, "Tadi
toako menyebut aneh dan ajaib, apakah karena engkau melihat perubahan cahaya muka Jikongcu
yang berbeda dengan kemarin itu?"
Tangkwik-siansing mengangguk, jawabnya, "Betul, inilah tanda yang luar biasa dan tak
terduga."
"Tanda baik atau buruk?" cepat Hong Sam ikut bertanya.
"Dengan sendirinya baik," tutur Tangkwik-siansing. "Itulah pertanda pelajaran Bu-siang-sinkang
hampir diselesaikan, nyata dia dapat menyelesaikan pelajarannya tiga hari lebih cepat
daripada perkiraanku semula."
"Hah, tiga hari lebih cepat katamu?" seru Hong Sam kejut dan girang, "jika begitu, artinya
hari ini juga ilmu sakti itu dapat diselesaikan olehnya?"
"Betul," kata Tangkwik-siansing. "Sekarang sudah mendapatkan jawabannya, dan inilah
keajaiban yang kukatakan itu. Cuma seketika akupun tidak tahu sebab musabab terjadinya
keajaiban ini."
"Ku tahu," tukas Tangkwik Ko, "Pasti disebabkan Ji-kongcu sudah memiliki ilmu sakti
keluarganya, yaitu Lwekang bu-khek-bun yang hebat, maka untuk meyakinkan lagi Bu-siangsin-
kang menajdi lebih mudah daripada orang lain dan lebih pesat kemajuan yang
dicapainya."
"Aha, ucapan Jite memang betul," seru Tangkwik-siansing dengan gembira, "Sungguh aku
malah tidak pernah berpikir sampai ke situ."
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Hong Sam, "Sekarang tentu kau tidak perlu kuatir lagi,
paling tidak, kita dapat maju satu hari untuk memenuhi janji pertemuan dengan Ki Pi-ceng."
Seketika air muka Hong Sam yang muram itu tersapu bersih, katanya, "Agaknya jiwa Lui-ji
ditakdirkan belum tiba ajalnya, akan tetapi ......"
"Akan tetapi entah cara bagaimana harus menghadapi Leng-kui pula, begitu maksudmu
bukan?" tukas Tangkwik Ko.
453
"Ya," Hong Sam mengangguk.
"Jangan kuatir." kata Tangkwik Ko dengan penuh keyakinan. "Sekarang sudah kutemukan
cara bagus untuk menghadapi Leng-kui, kuyakin segalanya takkan menjadi soal dan tidak
perlu diragukan lagi."
"Bagaimana caranya? Coba lekas katakan," pinta Hong Sam dengan cemas-cemas girang.
"Untuk menghadapi Leng-kui, kuncinya terletak pada Ki Pi-ceng," tutur Tangkwik Ko. "Coba
kau pikir, segala sesuatu Leng-kui itu berada di bawah kemudi Ki Pi-ceng, atau dengan kata
lain, jiwa Ki Pi-ceng seolah-olah melengket pada tubuh Leng-kui dan dapat melakukan segela
kehendak hatinya. Maka sekarang asalkan kita dapat menaklukan Ki Pi-ceng, dengan
sendirinya pula Leng-kui akan kehilangan daya gunanya, akan kehilangan kemampuannya."
"Tepat!" seru Tangkwik-siansing sambil berkeplok. "ya, pasti begitulah halnya. Agar Lui-ji
tidak mengalami sesuatu cedera, kita harus menundukkan Ki Pi-ceng lebih dulu."
"Jika betul demikian, aku ingin pergi dulu dari sini," kata Hong sam tiba-tiba.
"Hendak kemana kau?" tanya Tangkwik-siansing dengan heran.
"Harus kuawasi gerak-gerik Ki Pi-ceng, perlu dijaga kemungkinan dia akan kabur," tutur
hong sam.
"Hanya perlu menunggu satu hari lagi, masakah tidak dapat kau tunggu disini?" ujar
Tangkwik-siansing. "Sebelum magrib latihan nanti, latihan Bu-sian-sin-kang bocah itu tentu
dapat selesai, kenapa kita tidak menunggu, lalu pergi bersama, bukanlah jauh lebih kuat."
"Akan tetapi, dalam satu hari segala kemungkinan dapat terjadi." Hong Sam. "Bukan mustahil
akan terjadi perubahan besar di sana, sebab itulah aku sangat gelisah, betapapun aku harus
berangkat lebih dulu."
"Baiklah," kata Tangkwik Ko, "boleh kau berangkat lebih dulu, cuma harus hati-hati, tidak
obleh kau berindak sendiri-sendiri. Jika secara gegabah kau bertindak, bisa jadi takkan
mendatangkan manfaat bagi pekerjaan kita, sebaliknya akan membahayakan keselamatan Luiji."
"Ya, kutahu, akan kutunggu kalian disana," kata Hong Sam.
Selesai berkata segera ia melayang ke sana, hanya beberapa kali naik turun saja bayangannya
lantas menghilang di balik lereng sana.
*****
Sehari berlalu dengan cepat, selama sehari ini, dirasakan jauh lebih panjang daripada biasanya
oleh kedua saudara Tangkwik itu. Begitu panjang sehingga rasanya seperti setahun lamanya.
Syukurlah sehari itu tidak terjadi ganguan apa pun, hal ini membuktikan bahwa sebelum lewat
batas waktu yang diberikan, Ki Pi-ceng tidak lagi merencanakan penyergapan dan sebagainya.
454
Tangkwik-siansing berduduk di tepi sumber air sana, sambil menikmati pemandangan alam
menjelang senja itu, mereka pun mengobrol ke barat dan ke timur.
Kalau menuruti apa yang terlihat pagi tadi, latihan Bu-siang-sin-kang paling lambat besok
pagi pasti dapat diselesaikan oleh Pwe-giok, bahkan ada kemungkinan akan lebih cepat
daripada perkiraan itu.
Oleh karena itu, kedua kakek tidak berani meninggalkan tempat ini untuk menjaga segala
kemungkinan atau kejadian yang tak terduga.
Mendadak terdengar suara "bar .. ber..bar..ber" suara gemuruh yang aneh.
Tentu saja kedua kakek ini terkejut, mereka coba mendengarkan dengan lebih cermat, suara
gemuruh air terjun.
Tentu saja kedua Tangkwik bersaudara terkejut dan heran, mereka memandang ke arah
datangnya suara.
Busyet! Sungguh luar biasa!
Air terjun yang dituangkan dari ketinggian ribuan tombak itu kini terputus di bagian tengah,
bagian yang bawah bahkan terus muncrat balik ke atas sehingga berbentuk tiang air yang
menjulang tinggi ke langit.
Sungguh pemandangan yang ajaib, pemandangan yang indah dan megah!
Saking kegirangan Tangkwik-siansing sampai berjingkrak, teriaknya, "Aha! Sungguh luar
biasa. Sungguh hebat! Inilah hasil permainan anak itu!"
Segera Tangkwik Ko juga paham duduknya perkara, iapun tertawa gembira.
Kiranya apa yang terjadi itu adalah pertanda Bu-siang-sin-kang yang diyakinkan Ji Pwe-giok
sudah selesai, air terjun yang mucrat balik ke atas itu adalah akibat tolakan tenaga dalam Pwegiok,
dimana air terjun itu dijadikannya sebagai sasaran percobaan ilmu saktinya.
Air terjun itu mengguyur dari ketinggian ribuan tombak, sahsyatnya dapat dibayang kan. Tapi
tenaga pukulan Pwe-giok ternyata mampu menolak guyuran air terjun itu hingga muncrat
balik ke atas, maka kekuatannya sungguh sangat mengejutkan.
Mendadak terdengar suara siulan nyaring terseling di tengah gemuruh air terjun, begitu
nyaring suara itu laksana guntur menggelegar. Menyusul sesosok bayangan putih mengapung
ke udara.
Sungguh indah sekali gaya melayang itu, cepatnya juga luar biasa.
Pada ketinggian tertentu, bayangan itu lantas berjumpalitan terus menukik ke bawah laksana
orang mendadak terjerumus ke dalam jurang, seperti batu meteor jatuh, tahu-tahu bayangan
orang itu hinggap di depan kedua kakaek.
Siapa lagi dia kalau bukan Ji Pwe-giok!
455
Dengan enteng ia turun di permukaan tanah, tenang dan ringan, seperti gerakan mengapung
tadi, sedikitpun tidak memakan tenaga.
Tidak kepalang senang Tangkwik-siansing, ia tertawa lebar sehingga hampir saja mulutnya
tidak dapat terkatup kembali. Jenggotnya yang panjang itu ikut tergoyang-goyang dan
berucap, "Terima kasih atas bantuan Cianpwe yang tak ternilai ini."
Tangkwik-siansing menariknya bangun, lenyap tertawanya, sebaliknya berkata dengan
kereng. "Eh, sejak kapan kau belajar menyembah begini?"
Dengan tulus Pwe-giok berkata: "Cianpwe telah mengajarkan Bu-siang-sin-kang padaku,
sepantasnya Wanpwe memberi sembah hormat ini"
Dengan muka kecut Tangkwik-siansing berkata pula: "Eh, tidak perlu kau bicara tentang
terima kasih segala padaku, kuajarkan Bu-siang-sin-kang padamu karena kau pegang Po-inpay,
jadi Bu-siang-sin-kang kutukarkan dengan Po-in-pay, selanjutnya lunas, kedua belah
pihak tidak ada yang utang, hakikatnya tidak perlu kau terima kasih padaku"
"Meskipun demikian, namun....."
"Namun apa? Sudahlah, tidak perlu banyak cingcong, kau asyik belajar ilmu sakti selama
empat hari, apakah kau tahu selama empat hari ini telah terjadi peristiwa yang mengejutkan?"
Pwe-giok garuk-garuk kepala, jawabnya: "Ya, wanpwe memang tidak tahu"
"Nah, jika kukatakan, tentu akan kau sangka aku sengaja menonjolkan jasaku, biarlah kau
tanyakan kepada saudaraku saja" kata Tangkwik-siansing.
Tanpa menunggu perintah lagi atau diminta oleh Pwe-giok, segera Tangkwik Ko
menguraikan apa yang terjadi selama beberapa hari ini.
Tentu saja Pwe-giok merasa sangat berterimakasih, selain itu dia sangat menguatirkan
keselamatan Lui-ji yang berada dalam cengkeraman Ki Pi-ceng dan dijadikan sandera itu.
Apalagi anak dara itu diawasi oleh Leng-kui, sungguh sukar dibayangkan keadaannya
sekarang.
"Biar sekarang juga kupergi membikin perhitungan dengan Ki Pi-ceng" teriak Pwe-giok
dengan tak sabar.
"Untuk apa tergesa-gesa?" ujar Tangkwik-siansing. "Berangkat saja besok dan tepat menurut
waktu yang dijanjikan Ki Pi-ceng. Sekarang Bu-kang-siang-sin-kang baru saja selesai kau
latih, kukira paling tidak kau perlu istirahat satu hari"
Pwe-giok berkerut kening dan merasa serba susah, ucapnya: "Akan tetapi...."
"Yang pasti, sebelum lewat batas waktu yang diberikan Ki Pi-ceng, Lui-ji pasti takkan
mengalami gangguan apapun" sela Tangkwik Ko. "Ucapan toako memang betul, setelah
digembleng lahir batin selama beberapa hari, kau perlu istirahat dulu"
456
Meski dalam hati seperti dibakar dan tidak sabar lagi, terpaksa Pwe-giok harus menurut
nasihat kedua kakek itu.
"Meong", mendadak sesosok bayangan hitam melayang ke pangkuan Tangkwik Ko.
Kiranya si kucing hitam yang memancing Lui-ji ke arah air terjun itu.
Pelahan Tangkwik Ko membelai bulu kucing yang hitam mulus itu. Ucapnya dengan
tersenyum "Kucingku sayang, kemana kau sembunyi semalam?"
"Meong, meong!" kucing itu bersuara pula beberapa kali sambil memandang sang majikan
dengan matanya yang kecil gilap, seperti anak yang manja dan mendekap dalam pangkuan
sang ibu.
*****
Awan mendung memenuhi angkasa, malam kelam, angin kencang. Lereng gunung yang
memang sunyi itu bertambah suram oleh gumpalan awan tebal yang menyelimuti seluruh
lereng gunung, di tengah kesuraman tersebar pula semacam suasana yang seram.
Angin menderu-deru dengan keras menambah ngerinya suasana yang mencekam.
Di pinggang gunung sana ada sepotong batu besar yang rata permukaannya, di bawah batu itu
adalah sebuah liang di bawah tanah, mulut liang itu tertutup rapat oleh batu besar itu sehingga
tidak kelihatan apapun dari luar.
Di dalam gua bawah tanah itu menyala lampu minyak yang hijau suram.
Sungguh aneh sekali, mungkin di dunia ini hanya lampu minyak ini saja yang mengeluarkan
sinarnya yang kehijau-hijauan.
Pada ujung dinding gua sana ada sebuah dipan batu, di bawah cahaya lampu yang suram itu
kelihatan seorang anak dara terlentang di situ.
Siapa lagi dia kalau bukan Cu Lui-ji.
Sejak kemarin malam Lui-ji sudah dikurung di dalam gua ini.
Hanya satu hari yang singkat saja, keadaan Lui-ji sudah banyak lebih kurus, pukulan batin
yang dirasakannya paling berat ialah dia merasa dirinya terjatuh dalam cengkeraman Lengkui,
makhluk aneh yang tak dapat dibinasakan itu.
Bila Lui-ji terkenang kepada wajah yang senantiasa mengulum senyum kaku itu, segera pula
anak dara itu akan merinding, berdiri bulu romanya.
Mendingan, sejak Leng-kui mengurungnya di dalam gua ini, lalu Leng-kui sendiri tinggal
pergi. Hal ini jauh mengurangi rasa seram yang mencekam hati Lui-ji.
457
Pernah juga anak dara itu memikirkan agar melarikan diri dari gua ini, tapi sampai sekarang
belum lagi ditemukan peluang itu, maklumlah, tipis sekali kemungkinan itu. Oleh karenanya,
tiba-tiba timbul keinginannya untuk mati.
Manusia yang menghadapi keputus-asaan dan tidak tahan menghadapi pukulan batin yang
dahsyat, seringkali mencari pelepasan melalui jalan ini.
Lebih-lebih keadaan Cu Lui-ji sekarang, selagi pikirannya merasa kusut dengan penyesalan
yang tak terperikan, sebab ia merasa tindak-tanduk sendiri terlalu gegabah, kurang hati-hati,
sepanjang jalan di ikuti Ki Pi-ceng ternyata tidak tahu sama sekali, ini sama artinya dia yang
memberi petunjuk jalan bagi musuh untuk membikin celaka Ji Pwe-giok.
Lantas bagaimanakah keadaan Ji pwe-giok sekarang?
Inilah tanda tanya besar yang ingin diketahuinya, dia menduga keadaan Pwe-giok besar
kemungkinan lebih banyak celaka daripada selamatnya.
Maklumlah, lawannya adalah tokoh-tokoh besar seperti Ki Pi-ceng, Ki Go-ceng, Ji Tok-ho
dan sebagainya, semuanya maha sakti dan sukar diukur kepandaiannya, apalagi ditambah
tokoh Bu-lim kosen yang lain seperti Thian-sip-sing dan sebagainya.
Bila terpikir semua ini, Lui-ji lantas merasa sedih, hati serasa disayat-sayat, ia menyesal dan
merasa berdosa, sebab ia tidak sempat membantu apapun bagi Pwe-giok, sebaliknya malah
mendatangkan petaka baginya.
Lui-ji sangat menyesal karena kecerobohannya, sehingga akibatnya terjadi keadaan yang
celaka ini.
Akan tetapi apa gunanya kalau cuma menyesal saja?
Banyak persoalan di dunia ini mestinya dapat dicegah atau dihindarkan sebelum terjadi. Kalau
menyesal setelah terjadi, jelas takkan menyelesaikan persoalan apapun dan juga takkan
menarik kembali apa yang sudah kadung terjadi.
"Mati! Kau harus segera mati! Sekalipun nanti Ji Pwe-giok ternyata selamat tanpa kurang
sesuatu apapun rasanya kaupun malu untuk bertemu lagi dengan dia."
Beginilah Lui-ji terus berpikir dan menyesali dirinya sendiri, bahkan keberanian untuk hidup
lebih lama lagipun tidak sanggup.
Makin dipikir makin sedih, makin sakit hatinya.
Ia berbaring sendirian di dipan batu ini dan mulai menangis, dan tentu saja, melulu menangis
pun takkan memecahkan persoalan.
Selang sejenak, mendadak ia berhenti menangis dan melompat bangun.
Sinar matanya tampak buram, mukanya kurus pucat, dia seperti habis jatuh sakit keras.
Akhirnya dia mengambil keputusan, ia bertekad akan mati.
458
Mendadak ia menundukkan kepala dan menyeruduk dinding gua sekuatnya.
Dinding gua itu tidak mengalami perataan oleh tenaga manusia sehingga menonjol dan
mendekuk tidak rata, yang menonjol jelas sangat tajam mirip gigi binatang.
Jika diseruduk secara keras seperti Lui-ji sekarang, jelas kepalanya pasti akan pecah dan jiwa
melayang.
Di luar dugaan, terjadilah keajaiban!
"Bluk!"
Dengan tepat kepala Lui-ji menumbuk dinding, tapi bukan dinding batu melainkan dinding
sesuatu yang terasa halus dingin, juga tidak terlalu keras, rasanya seperti menumbuk lapisan
es yang tipis.
Tentu saja Lui-ji terkejut, pelahan ia angkat kepalanya.
Sialan!
Kembali ia melihat lagi seraut wajah kaku pucat dan senyuman abadi itu. Nyata tadi
serudukannya ini tepat menyeruduk pada perut Leng-kui.
Leng-kui masih tetap dengan dandanannya yang khas itu, baju hitam ketat, ikat pinggang
merah darah, golok melengkung terselip pada ikat pinggangnya, sekujur badan seolah-olah
memancarkan semacam hawa seram, di bawah cahaya lampu yang hijau redup tampaknya
menjadi lebih mengerikan.
Jilid 16________
Sekilas melihat Lengkui, sukma Cu Lui-ji seakan-akan terbang meninggalkan raganya, ia
menjerit ngeri dan takut, cepat ia memutar balik dan menjatuhkan diri di atas dipan batu.
Ia mendekap mukanya dan tidak berani memandang lagi, tapi suasana di dalam gua sunyi
senyap, tiada suara apa pun.
Lama-lama ia merasa heran, perlahan ia merenggangkan jarinya dan coba mengintip ke sana
melalui sela-sela jari...ia merasa pandangannya tidak terhalang oleh barang apapun, apalagi
makhluk aneh yang menakutkan itu.
Mau tak mau ia menjadi ragu dan menyaksikan apa yang dilihatnya tadi hanya khayalan
belaka. Padahal ia sudah bertekad akan mati untuk menebus kesalahannya.
Maka untuk kedua kalinya ia berbangkit, dengan nekat ia menerjang lagi ke dinding sana.
Akan tetapi, sama juga seperti tadi, yang tertumbuk olehnya tetap benda dingin serupa es tipis
itu, waktu ia menengadah, kembali dilihatnya wajah seram Lengkui sedang menyeringai
padanya.
459
Bedanya sekali ini adalah Lengkui itu telah buka suara, "Lengkui paling takut mati, sebab
itulah iapun tidak menghendaki orang lain mati, lebih-lebih anak perempuan cantik semacam
kau ini."
Sedapatnya Lui-ji menabahkan hati, ia mendongak dan berkata, "Tadi jelas-jelas kau tidak
berada dalam goa, mengapa sekarang kau berada di sini? Darimana kau muncul secara
mendadak begini?"
Lengkui tertawa, katanya, "Rupanya kau lupa siapa diriku, aku ini Lengkui, setan ajaib, kalau
mau datang segera bisa datang, jika mau pergi seketika dapat pergi. Kalau tidak percaya,
boleh coba kau lihat lagi, sekarang."
Habis berkata, benarlah, mendadak ia menghilang tanpa bekas, seperti telah berubah menjadi
kabut asap yang sukar diraba dan dilihat.
Tapi hanya sekejap kemudian, tahu-tahu Lengkui sudah muncul kembali di bawah remang
cahaya lampu yang seram itu, berdiri di situ dengan tertawanya yang mengerikan itu.
"Jangan tertawa, jangan tertawa" jerit Lui-ji terkejut. "Aku paling takut melihat tertawamu
itu."
"Tapi Lengkui hanya bisa tertawa, kalau menangis tambah menakutkan," kata Lengkui tetap
dengan menyeringai.
"Jika begitu, lekas pergi kau, lekas enyah!" teriak Lui-ji sambil mengucurkan airmata. "Ku
jemu melihat mukamu, muak melihat cecongormu!".
"Apakah kau tetap ingin mati?" tanya Lengkui.
"Itu urusanku, perduli apa dengan kau? Lekas enyah!" teriak Lui-ji.
"Tapi Lengkui harus perduli, kalau tidak bila kepalamu hancur menumbuk dinding, kan
segalanya bisa runyam?"
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara "grat-gret" di atas gua, suara batu besar digeser.
"Siapa itu di luar?" bentak Lengkui sambil mendongak.
Akan tetapi suasana lantas sunyi senyap, tiada suara jawaban apapun.
Lengkui berpaling dan memandang Lui-ji sekejap, dilihatnya anak dara itu juga lagi pasang
telinga dan mendengarkan dengan cermat, tampaknya juga heran dan terkejut.
Cepat Lengkui melompat keluar gua untuk memeriksa apa yang terjadi. Tapi secara cerdik
mendadak ia mendongak dan menjengek, "Aha, sahabat jangan kau main licik, kau kira
dengan akalmu memancing harimau meninggalkan sarangnya, lalu dengan leluasa akan kau
tolong anak dara ini dan dibawa lari. Tapi nyatalah salah besar perhitunganmu, kaupun salah
sasaran, sebab selamanya Lengkui tidak dapat ditipu."
460
"Bagus, jika begitu, biarlah ku turun ke situ dan coba-coba menempur kau," mendadak
seseorang menanggapi dengan suara ketus dibagian atas sana.
Tidak kepalang girang Lui-ji, sebab segera dikenalnya suara itu, jelas itu suara Hong Sam,
Hong saceknya.
Pada saat itulah sekonyong-konyong menyambar tiba angin kencang, pelita minyak yang
guram itu hampir saja padam, lalu terang lagi. Habis itu didalam gua tahu-tahu sudah
bertambah satu orang lagi.
Memang betul, Hong Sam telah muncul di situ.
"Sacek!....." teriak Lui-ji dengan kegirangan meski air mata pun bercucuran.
Segera ia bermaksud menubruk ke pelukan Hong Sam, akan tetapi Lengkui telah
merintanginya sambil menyeringai.
"Creng", Hong Sam melolos pedangnya.
"Lekas kau lepaskan dia dan akan kubawa pergi dia, kalau tidak, kau yang akan kubinasakan."
bentak Hong Sam sambil menuding Lengkui.
"Hahaha, rupanya kau hendak menipu diri sendiri," jengek Lengkui, bukankah kau tahu
dengan jelas, Lengkui tidak mungkin mati, selamanya Lengkui tak dapat dibunuh mati."
Lui-ji sangat cemas dan gelisah, iapun lupa akan rasa takut, "bret", mendadak ia merangkul
Lengkui dari belakang sambil berteriak, "Lekas, Sacek, lekas turun tangan, tabas kepalanya."
Tanpa ayal Hong Sam angkat pedangnya dan menabas.
"Crat!" pedang Hong Sam bekerja secepat kilat, dan kepala Lengkui lantas menggelinding ke
tanah di bawah berkelebatnya sinar pedang.
Tapi aneh benar, meski kepala sudah jatuh di tanah, senyuman pada wajahnya itu tetap tidak
berubah, masih menyeringai terhadap Cu Lui-ji.
Tidak kepalang takut Lui-ji, ia menjerit dan menubruk ke dalam rangkulan Hong Sam.
Sambil menepuk bahu anak dara itu, Hong Sam berkata, "Lekas, kita harus cepat
meninggalkan tempat ini."
Lui-ji mengangguk dengan rada gemetar, nyata rasa takutnya belum lagi hilang.
Segera Hong Sam menarik Lui-ji dan melompat keluar gua, di luar dugaan, mendadak
sesosok bayangan hitam sudah menghadang lagi dimulut gua.
Kaget mereka tidak terperikan ketika bentuk penghadang jalan itu dapat dilihat jelas oleh
mereka.
461
Bajunya yang ringkas ketat berwarna hitam dengan ikat pinggang berwarna merah darah,
terutama wajahnya yang seram dan selalu menyeringai itu.
Siapa lagi dia kalau bukan Lengkui? Padahal jelas-jelas kepala Lengkui tadi sudah tertabas
putus.
Hong Sam menyurut mundur dua-tiga tindak, ia tuding Lengkui dan membentak, "Kepalamu
tadi....."
"Kepalaku berada di sini!" jawab Lengkui sambil menuding kepala sendiri dan menyeringai
sehingga kelihatan baris giginya yang putih, "Kepala Lengkui selalu tumbuh di atas lehernya,
memangnya kau kira kepala Lengkui mudah dipenggal? Haha, apa yang kau lihat tadi tidak
lebih hanya khayalan belaka."
Mau-tak-mau Hong Sam jadi melengak, menghadapi makhluk yang tak dapat dibunuh mati
selama ini, sungguh ia kehabisan akal dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi.
Hong Sam coba membawa lari Lui-ji dengan Gingkangnya yang tinggi, tapi usahanya tetap
gagal, Lengkui tetap masih membayanginya dari belakang, tetap sukar melepaskan diri dari
kejarannya.
Dalam keadaan demikian, meski menyadari ilmu pedangnya juga tiada gunanya menghadapi
makhluk yang serba aneh ini, terpaksa Hong Sam melakukan segala apa yang dapat
dilakukannya dengan harapan akan timbul keajaiban dan akhirnya dapat melepaskan diri dari
penguntitan lawan.
Ilmu pedang Hong Sam sekarang sudah mencapai tingkatan yang paling sempurna,
tertampaklah sinar pedang gemerlapan berkelebat ke sana sini, hanya sekejap saja Lengkui
sudah terkurung rapat di bawah sinar pedangnya.
Akan tetapi Lengkui tetap melayani ilmu pedangnya dengan cekatan, iapun memutar
goloknya dengan sama kencangnya. Bahkan jika kewalahan, iapun tidak segan-segan
menerima tusukan dan tebasan pedang Hong Sam.
Melihat pertarungan yang berlangsung dengan sengit itu, Lui-ji juga cukup cerdik, pada
waktu Lengkui harus melayani serangan Hong Sam, diam-diam ia menggeser ke samping,
lalu kabur ke bawah gunung secepat terbang.
Tapi meski sedang bertempur sengit, Lengkui tetap sempat berkata, "Hah, kau ingin lari di
depan hidung Lengkui? Hm, sungguh kau terlalu meremehkan Lengkui."
Baru habis ucapannya, seketika bayangan Lengkui lantas lenyap di bawah kurungan sinar
pedang Hong Sam, tahu-tahu Lengkui sudah menghadang pula di depan Lui-ji.
Dalam keadaan demikian, ngeri juga Hong Sam, makin lama bertempur makin seram rasanya.
Sekarang timbul semacam pikirannya yang melemahkan semangat, jelas Lengkui tidak dapat
ditumpas, dalam hal ini berarti pula selamanya Lui-ji tak bisa ditolong, biarpun Tangkwiksiansing
datang sendiri juga tak berdaya.
462
Lalu dengan cara bagaimana agar Lengkui dapat dibasmi? Apakah tidak ada jalan lain lagi?
Betapapun Hong Sam juga tahu untuk menumpas Lengkui, yang utama harus menundukkan
dulu Ki Pi-ceng yang mengendalikan Lengkui ini.
Akan tetapi ia menyadari kekuatan sendiri hanya dengan ilmu pedangnya jelas bukan
tandingan Ki Pi-ceng alias Bak-giok Hujin.
Mendadak didengarnya Lui-ji menjerit, "Tolong... Sa ... Sacek ... tolong!..."
Kiranya waktu itu Lui-ji lagi berusaha lari, tapi telah kena dibekuk oleh Lengkui dengan cara
seperti elang mencengkeram anak ayam. Bahkan dengan kecepatan luar biasa anak dara itu
terus dibawa lari ke atas gunung.
Keruan Hong Sam terkejut, sekuatnya ia mengerahkan Ginkangnya dan menguber kesana.
Akan tetapi sayang Hong Sam memang cepat. Lengkui ternyata terlebih cepat, seperti angin
puyuh saja, hanya dalam sekejap bayangannya sudah hilang tanpa bekas.
Kembali Hong Sam melengak.
Sayup-sayup ia mendengar suara tangisan Lui-ji dari kejauhan suaranya sangat kecil, baru
terdengar segera hilang pula terbawa angin sehingga sukar baginya untuk menemukan
arahnya yang pasti.
Dengan cemas Hong Sam memandang sekelilingnya sambil berlari.
Angin meniup kencang, malam tambah kelam tiada terlihat sesuatu yang mencurigakan, juga
tidak mendengar sesuatu suara apa pun.
Semakin gelisah hati Hong Sam, perasaannya tertekan dan mirip terjerumus ke dalam jurang
yang tak terhitung dalamnya.
Pada saat itulah, ditengah tiupan angin terdengar suara Ki Pi-ceng, "Hong-sam siansing,
apakah tidak kau rasakan agak kurang sopan main seruduk dan terjang tanpa aturan di
tempatku ini?"
Hanya terdengar suaranya, tapi tidak kelihatan orangnya.
"Ki-hujin," seru Hong Sam dengan suara lantang. "Kuharap kau perlihatkan dirimu dan bicara
berhadapan denganku."
"Hm, apakah kau kira hal ini perlu?" jawab Ki Pi-ceng sambil mendengus.
"Sudah tentu perlu," kata Hong Sam, "Kuharap kau mau menjelaskan apa alasanmu menahan
Lui-ji?”.
"Alasannya sangat sederhana," kata Ki-Pi-ceng, "Karena ku kuatir Ji-kongcu tidak menepati
janji menurut waktu yang telah ditentukan"
463
Hong Sam menjengek, "Hm, dengan nama kebesaran Ki-hujin di dunia persilatan sekarang,
tapi perlu menahan seorang anak perempuan sebagai sandera, apakah tindakanmu ini takkan
ditertawakan orang Kangouw?"
"Inipun perlu melihat keadaan dan persoalannya," jawab Ki Pi-ceng. "Sekarang kuperlakukan
Cu Lui-ji sebagai tamu, sama sekali tidak kuperlakukan dia dengan kasar dan juga tidak
mengganggu seujung rambutnya, kenapa mesti takut ditertawakan orang lain? Apalagi ...."
"Apalagi segala perbuatanmu yang busuk sudah diketahui umum," tukas Hong Sam. "Apa
artinya jika sekarang kau lakukan lagi beberapa perbuatan busuk lainnya. Begitu bukan?"
Ki Pi-ceng tertawa, katanya, "Baiklah, anggaplah kau benar. Dan kalau kau tahu
persoalannya, sekarang lekas kau pergi saja. Asalkan Ji-kongcu sudah menepati janji, tentu
anak dara itu takkan kuganggu."
"Baiklah," teriak Hong Sam dengan gemas, semoga ucapanmu dapat dipercaya, kuberani
menjamin Ji Pwe-giok pasti akan menepati janji pada waktunya nanti."
Habis berkata, sekali melayang pergi, maka sekejap saja sudah menghilang.
*****
Tepat lohor, sang surya memancarkan cahayanya yang panas.
Di atas puncak gunung muncul sesosok bayangan putih melayang kian kemari melintasi
lereng dan menyusuri selat, setelah melayang sekian lamanya, akhirnya bayangan putih itu
hinggap di sebuah tanah yang datar dipinggang gunung.
Itulah seorang pemuda berbaju putih, siapa lagi kalau bukan Ji Pwe-giok.
Dia berdiri tegak di tanah datar itu dan memandang sekelilingnya dengan sinar mata yang
tajam.
Sunyi senyap suasana di sekitarnya.
Pegunungan ini tandus, gundul, tiada tetumbuhan apapun, yang terlihat hanya batu padas
belaka, di sana sini di kaki bukit sana berserakan gundukan pekuburan.
Sampai sekian lama Ji Pwe-giok memandang sekitarnya dengan cermat, tapi tiada
menemukan sesuatu yang mencurigakan, musuh ternyata tidak memasang perangkap apapun.
Hal ini rada di luar dugaan Pwe-giok, bahwa Ki Pi-ceng telah berjanji padanya akan
menyelesaikan segala persoalan pada lohor ini, adalah aneh kalau tidak melakukan persiapan
dan penjagaan seperlunya.
Pada saat Ji Pwe-giok merasa sangsi itulah, dari kaki gunung kembali muncul tiga sosok
bayangan kelabu, semuanya menggunakan Ginkang yang tinggi, secepat terbang mereka
berlari, hanya sekejap saja mereka sudah mendekati Ji Pwe-giok dan berdiri tegak
disampingnya.
464
Ketiga orang ini adalah kedua Tangkwik bersaudara dan Hong-samsiansing.
Tangkwik Ko tidak lupa membawa kucing hitam kesayangannya, binatang itu dipondongnya
dan dibelai bulunya.
"Anak muda," tegur Tangkwik-siansing kepada Pwe-giok, "Apakah kau periksa dengan teliti
keadaan di sekeliling sini?"
"Sudah, sudah ku periksa," jawab Pwe-giok, "tapi tidak kutemukan sesuatu yang
mencurigakan"
Tangkwik siansing berkerut kening, katanya, "Wah, kalau begitu kita harus tambah hati-hati,
bisa jadi mereka bertiga sedang main gila dan mengatur sesuatu."
Pwe-giok mengangguk, lalu ia berseru dengan suara lantang ke atas puncak, "Ji Pwe-giok
telah datang menurut waktunya, silahkan kalian keluar saja."
Baru senyap suaranya, segera sesosok bayangan orang muncul di puncak gunung, itulah dia Ji
Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho.
Menyusul dari balik batu karang sana melayang keluar pula Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng,
keduanya melayang secepat terbang menuju ke sini.
Dengan suara tertahan Tangkwik-siansing mendesis, "Kau tahu, di atas gunung ini tidak
sedikit liang tikus, dari liang tikus itulah mereka muncul."
Tidak lama, Ki Go-ceng dan Ku Pi-ceng telah melayang tiba di hadapan mereka.
Dengan sorot mata tajam Ki Pi-ceng memandang Ji Pwe-giok, ucapnya, "Apakah masih ingat
apa yang kukatakan padamu, di lorong bawah tanah sana ?"
"Maksudmu tentang perintahmu agar kubunuh Tangkwik-siansing?" tanya Pwe-giok.
"Ya, kecuali itukan masih ada urusan lain lagi," kata Ki Pi-Ceng.
"Tentu saja kuingat dengan baik," ujar Pwe-giok, "kalau saja permainan sandiwara suamimu
yang pura-pura sudah mati itu tidak terbongkar dan juga catatan dalam buku Giam-ong ceh
yang cukup terang dan gamblang itu, mungkin sampai saat ini aku tetap tidak dapat
membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
"Hm," dengus Ki Pi-ceng, "kau masih muda belia, apakah urusan Giam ong ceh itu tidak kau
rasakan sebagai tindakan yang keterlaluan?"
"Tapi kalau dibandingkan dengan cara kalian mengerjai ayahku yang kini sudah almarhum,
kukira masih selisih sangat jauh," jawab Pwe-giok dengan ketus.
"Juga tidak kau pikirkan bahwa perbuatanmu itu akan menimbulkan rasa gusar setiap orang
bulim yang bersangkutan?" jengek pula Ki Pi-ceng.
465
"Sudah barang tentu telah kupikirkan," kata Pwe-giok, "demi kebenaran dan keadilan,
hakekatnya tidak pernah kupikirkan apa akibatnya."
"Ya, apapun juga, lebih dulu harus kukagumi kegagahanmu dan keberanianmu," kata Ki Piceng.
"Tapi, sekarang dosamu sudah tak terampunkan, hari ini juga tidak dapat kau lolos dari
peradilan umum."
"Justru kuharap akan mendapatkan peradilan umum," ujar Pwe-giok dengan tersenyum,
"cuma, segala urusan kalau sudah ada prasangka, tentu juga perlu dipikirkan kemungkinan
yang paling buruk. Untuk itu kukira Ki-hujin sudah memahami maksudku."
"Maksudmu, apa bila hari ini kami tidak dapat mengalahkan kau, lalu apa yang harus kami
lakukan, begitu?" tanya Ki Pi-ceng.
"Betul," jawab Pwe-giok.
Ki Pi-ceng mendengus, "Hm, itu kan urusan kami dan tidak perlu kau kuatir."
Sampai di sini ia lantas berpaling ke arah Tangkwik siansing dan berkata padanya, "Pokoknya
urusan hari ini adalah perkara yang harus diselesaikan secara tuntas, betul tidak, Tangkwiksiansing?"
"Tentu saja," jawab Tangkwik-siansing, "memangnya kau kira aku sudah pikun sehingga
tidak dapat melihat keadaan?"
"Sebab itulah pada saat terakhir masih ingin ku peringatkan padamu, mudah-mudahan kau
tidak terlibat dalam perkara yang tidak enak ini, hendaklah camkan dengan baik," kata Ki Piceng.
"Aku tidak perlu pikir, juga tidak perlu mencamkan apa pun," jawab Tangkwik-siansing,
"pendek kata, urusan ini sudah pasti aku akan ikut campur."
"Baiklah jika begitu," kata Ki Pi-ceng, "Yang pasti hari ini tiada satupun diantara kalian yang
dapat lolos."
Tangkwik-siansing tertawa lebar, katanya "Orang tua semacam diriku ini masakan dapat
digertak, kau kira ucapan Ki-hujin barusan ini agak terlalu berlebihan."
Ki-Pi-ceng mendengus dan tidak menghiraukannya lagi. Ia berpaling dan memberi isyarat
tangan kepada Ji Hong-ho gadungan yang berdiri diatas puncak sana.
Seketika Ji Hong-ho gadungan alias Ji Tok-ho mengibarkan sebuah panji dan diayun tekanan
dan ke kiri.
Itulah panji kebesaran Bu lim-bengcu, ketua perserikatan dunia persilatan, panji kebesaran
hanya digunakan pada waktu perlu memberi perintah kepada para jago dunia persilatan. Panji
ini mewakili kekuasaan Bu-lim-bengcu, pada waktu panji itu berkibar dan digoyangkan,
setiap jago silat harus tunduk dan menurut perintah, disuruh matipun tidak boleh menolak.
466
Dalam sekejap itu, berbareng dengan berkibarnya panji kebesaran itu, serentak terompetpun
berbunyi sahut menyahut di sana sini, suasana pegunungan yang tadinya sunyi serentak
bergemuruh dengan munculnya jago silat yang tak terhitung banyaknya, mereka muncul
secara aneh seperti badan halus saja, entah muncul dari mana, jumlahnya tampaknya tidak
kurang daripada tiga-empat ratus orang.
Jago silat yang muncul ini sangat lengkap, meliputi para ketua dari ke-13 aliran besar dunia
persilatan yang dahulu ikut hadir dalam pertemuan besar Wi-ti-tayhwe, inilah adegan paling
ramai semenjak pertemuan Wi-ti dahulu.
Air muka Ki-Pi-ceng menampilkan perasaan senang dan bangga, katanya, "Nah sudah kau
lihat sendiri bukan, Tangkwik-siansing? Dalam keadaan demikian, bagaimana akibatnya nanti
tentu dapat kalian bayangkan sendiri."
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya yang lebat itu, katanya seperti berguman, "Wah,
tampaknya pengaruh kalian masih cukup besar juga, sungguh sangat mengejutkan."
"Bisa jadi kau akan menyesal nanti," ujar Ki Pi-ceng, "tapi akupun merasa menyesal bagimu,
sebab sekarang pun sudah terlambat"
Habis berkata, panji kebesaran Bu-lim tadi diayun pula berapa kali.
Inilah tanda memberi perintah agar para jago Bu-lim siap bergerak, atau dengan perkataan
lain perintah melancarkan serangan, hanya boleh maju dan tidak boleh mundur.
Diam-diam pihak Ji Pwe-giok sendiri sama terkejut. Apabila kawanan jago Bu-lim itu
bergerak serentak dan membanjir tiba, sungguh sukar dibayangkan entah betapa akan terjadi
banjir darah.
Akan tetapi, kejadian di luar dugaan telah timbul.
Jago silat yang muncul membanjiri lereng pegunungan itu ternyata tidak memperdulikan
tanda kibaran panji kebesaran itu, semuanya anggap sepi saja, seperti kedatangan mereka
hanya untuk menonton keramaian saja dan tiada sangkut paut apapun dengan keadaan ini,
Dengan kuat Ji Tok-ho telah mengayun panjinya lagi dengan lebih keras sehingga
menimbulkan suara menderu.
Akan tetapi, biarpun Ji Tok-ho telah mengerahkan segenap tenaga dalamnya sehingga panji
itu hampir saja tergetar patah, namun para jago silat yang muncul itu tetap tidak
menggubrisnya.
Mendadak Ji Tok-ho menggulung panjinya dan meraung gusar, "Kurang ajar! Kalian berani
membangkang terhadap perintah Bu-lim-bengcu dan meremehkan panji kebesaran ini?"
Keras suaranya dan mendengung-dengung sampai sekian lama diangkasa pegunungan, tentu
saja dapat didengar oleh setiap orang.
Namun semua orang tetap tidak menghiraukan teriakan Ji Tok-ho itu, sejenak kemudian
bahkan seorang menanggapi dengan suara lantang ditengah orang banyak itu.
467
"Tapi sayang, kau bukan Hong-ho Lojin yang tulen melainkan Ji Tok-ho, adiknya yang sudah
diusir dan terkenal sebagai bandit It-ko-yan di gurun pasir, malahan kau rela menjadi boneka
Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng suami-istri. Setelah kami tahu duduknya perkara dan dapat
membongkar rahasia dirimu yang sebenarnya, memangnya kau kira kami masih dapat kau
perintah dan kau peralat sesukamu?"
Seketika Ji Tok-ho melenggong dan tidak sanggup bersuara.
Ki Pi-ceng dan Ki Go-ceng juga melengak dengan air muka pucat, entah kejut entah gusar,
yang jelas tubuh mereka agak gemetar.
Semua ini menandakan bahwa segala urusan Kangouw yang misterius dan serba rahasia,
namun kebenaran dan keadilan selalu hidup dengan abadi, pada detik yang paling gawat
kebenaran dan keadilan pasti akan muncul.
Tidak kepalang terharu Ji Pwe-giok, emosinya bergolak, air matanya bercucuran, sudah cukup
lama ia menderita, sudah kenyang ia tersiksa lahir dan batin, dan baru sekarang semua siksa
derita itu mendapatkan keadilan.
Tangkwik-siansing mengelus jenggotnya, sambil bergelak tertawa, katanya, "Nah, Ki-hujin,
perubahan yang luar biasa ini bukan saja bagiku, bahkan juga sangat diluar dugaanmu
bukan?"
Ki Pi-ceng mendengus, katanya "Hm, kaupun tidak perlu bergembira dulu, kecuali darah Bakgiok
Hujin berhamburan di sini, berapapun utang-piutang ini tetap harus ku tuntut dan perlu
diselesaikan secara tuntas."
Mendadak Ki Go-ceng meraung murka, ia menubruk maju terus menghantam Tangkwiksiansing
sepenuh tenaga.
Tangkwik-siansing tidak menangkis juga tidak balas menyerang, ia melayang mundur cukup
jauh, matanya yang kecil bulat itu mendelik, ejeknya "Eh, anak kecil, utang piutang ada yang
bertanggung jawab, kalau sekarang anak muda ini sudah tampil sendiri, mengapa diriku yang
kau jadikan sebagai sasarannya?"
Ucapan Tangkwik-siansing ini membikin Ki Go-ceng melengak dan serba salah.
Pwe-giok lantas melangkah maju dan berkata, "Ucapan Tangkwik-locianpwe memang betul,
yang bertanggung-jawab dalam urusan ini ialah diriku, silahkan kau serang saja padaku."
Ki Go-ceng menyeringai, ucapnya, "Baik, tidak nanti kumampuskan kau sekarang juga, pasti
akan kubawa kau kembali ke gua dan akan ku kerjai kau di sana, tempo hari aku telah satu
kali kehilangan kesempatan, sekali ini tidak nanti kusia-siakan lagi."
Habis berkata, mendadak kedua tangannya menolak ke depan, begitu keras tenaga pukulannya
sehingga menimbulkan deru angin yang dahsyat, kontan ia hantam lawan tanpa kenal ampun
lagi.
468
Akan tetapi Pwe-giok sudah siap, segera ia sambut pukulan orang, kedua telapak tangannya
juga mendorong ke depan.
"Blang!"
Dua tenaga tak kelihatan beradu dan menimbulkan getaran dahsyat......
Apa yang itu hanya berlangsung dalam sekejap saja, terdengar jerit ngeri Ki Go-ceng seperti
layangan yang putus benangnya, tubuhnya mencelat ke sana dan jatuh terjungkal beberapa
meter jauhnya dengan tumpah darah dan binasa.
Pada waktu putus napasnya dia masih juga mendelik, seakan-akan merasa penasaran mati
terkena pukulan Ji Pwe-giok itu.
Seketika Ki Pi-ceng berdiri melenggong, terkesima seperti mendengar bunyi geledek disiang
bolong.
Meski resminya dia dan Ki Go-ceng adalah saudara sekandung, tapi juga ada hubungan erat
sebagai suami-istri, tentunya pedih hatinya menyaksikan kematian Ki Go-ceng yang
mengerikan itu.
Tapi ketenangannya sungguh luar biasa dan mengherankan, kecuali kelihatan pundaknya
gemetar sejenak, sama sekali tidak ada pergolakan perasaan lagi.
Dia pandang Ji Pwe-giok dengan penuh rasa benci dan dendam, ucapnya, "Baru berpisah
beberapa hari, ternyata kau sudah lain daripada dulu agaknya Bu-siang-sin-kang sudah
berhasil kau kuasai."
Betul, semua ini berkat bantuan Tangkwik-lociapwe," jawab Pwe-giok.
"Wah, anak muda," teriak Tangkwik-siansing "masa sengaja kau alihkan urusanmu kepadaku,
kalau dia marah padaku dan mendadak melancarkan serangan dengan ilmu kebanggaannya
Sian-thian-ceng-gi, sekali pukul aku bisa dibuatnya mencelat."
Pwe-giok dapat menangkap maksud ucapan si kakek, yaitu sama dengan memperingatkan dia
agar waspada terhadap serangan mendadak Ki Pi-ceng.
Benar juga, seperti apa yang diduga Tangkwik-siansing, pada saat itu Ki Pi-ceng telah
mengerahkan tenaga dalam Sian-thian-ceng-gi, dengan dahsyat ia hantam Pwe-giok.
Akan tetapi karena lebih dulu sudah diperingatkan oleh Tangkwik-siansing, diam-diam Pwegiok
sudah siap, segera ia sambut serangan lawan.
"Blang", terjadi benturan keras antara dua tenaga yang maha dahsyat, suara yang menggelegar
memekak telinga.
Adu kekuatan ini jelas tidak sama dengan serangan Ki Go-ceng tadi.
Sian-thian-ceng-gi dan Bu-siang-sin-kang adalah tenaga dalam yang sama-sama maha
dahsyat, kekuatan benturan itu sungguh luar biasa seakan-akan menggoncang bumi, getaran
469
yang timbul juga sangat hebat dengan arusnya yang menyerupai angin lesus, debu pasir
bertebaran meliputi belasan meter di sekitar situ.
Perlahan kabut debu mulai buyar, di tengah kabut yang mulai menipis itu kelihatan dua sosok
bayangan yang sama bergoyang-goyang berdiri Pwe-giok tampak kurang mantap, sebaliknya
Ki Pi-ceng merasa darah dalam rongga dadanya bergolak dan seakan-akan menumpah keluar.
Tangkwik-siansing menyaksikan itu dengan tertawa lebar.
Meski sedapatnya Ki Pi-ceng bersikap tenang dan berlagak seperti tidak terjadi apapun, tapi
tidak urung sorot matanya menampilkan juga rasa kejut luar biasa.
Sungguh sukar untuk dipercaya bahwa yang dihadapinya adalah Ji Pwe-giok yang dilihatnya
beberapa hari yang lalu. Tidaklah mengherankan jika dalam waktu yang sesingkat ini Pwegiok
berhasil meyakinkan Bu-siang-sin-kang, yang sukar dimengerti adalah dalam waktu
sesingkat ini dia sudah memiliki kekuatan sehebat ini, bagi orang lain hal ini tidak mungkin
terjadi tanpa melalui latihan selama berpuluh tahun lamanya.
Sian-thian-ceng-gi, ilmu kebanggaan Ki Pi-ceng sebelum ini boleh dikatakan jarang ada
tandingannya di dunia persilatan kecuali seorang dua orang saja diantaranya Tangkwiksiansing
yang dapat melawannya, tapi sekarang dia benar-benar ketemu lagi seorang lawan.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong terdengar suara orang membentak murka dari kejauhan,
sesosok bayangan kelabu melayang tiba dari puncak gunung, hanya sekejap saja bayangan itu
sudah hinggap di depan Ki Pi-ceng.
Nyata pendatang ini bukan lain daripada Ji Tok-ho adanya.
Dia telah kehilangan wibawa sebagai Bu-lim-bengcu, perintahnya tidak diturut lagi oleh jago
persilatan, tentu saja ia menjadi kalap, matanya merah membara, dengan sorot mata beringas
ia mendelik Ji Pwe-giok.
"Eh, tidak perlu kau bersikap sebuas itu," ejek Tangkwik-siansing dengan tertawa. "Jelekjelek
anak muda itu sudah banyak membantu padamu, selayaknya kau berterima kasih
padanya."
Mendadak Ji Tok-ho berpaling dan mendamprat, "Tua bangka, apa maksud ucapanmu ini?"
Tangkwik-siansing menuding mayat Ki Go-ceng, lalu berkata pula, "Anak muda itu telah
membinasakan sainganmu, selanjutnya kau dapat menggantikannya sebagai anggota keluarga
Ki, hubunganmu dengan Ki-hujin tidak perlu lagi dilakukan secara gelap-gelapan."
Rupanya perkataan Tangkwik-siansing itu terlalu menyinggung perasaan, Ki Pi-ceng tidak
tahan lagi dia lantas menyerang.
Karena Tangkwik-siansing dan Ki Pi-ceng telah bergebrak, "creng", segera Ji Tok-ho juga
melolos pedangnya.
"Sret-sret-sret", kontan pedangnya berputar dan melancarkan beberapa kali tebasan ke arah
Pwe-giok.
470
Sekarang dia telah kembali lagi kepada kebuasannya sebagai bandit "It-ko-yan" digurun pasir,
dia menyerang dengan kalap seakan-akan Ji Pwe-giok hendak diganyangnya mentah-mentah
kalau bisa.
Sampai belasan kali Pwe-giok harus berkelit kesana dan mengegos ke sini, lalu sempat
meloloskan pedangnya.
Serentak ia putar pedangnya, dengan jurus "Boan-thian-sing-tau" atau bintang bertaburan
memenuhi langit, tertampak cahaya pedang gemerlapan memburu ke arah musuh.
Seketika bergemuruhlah suara sorakan orang banyak. Beratus pasang mata sama tertarik oleh
pertarungan sengit yang mendebarkan hati ini, semuanya mengikuti pertempuran maut itu
dengan menahan napas, suasana sunyi senyap sehingga deru angin yang ditimbulkan oleh
sambaran pedang terdengar dengan jelas.
"Sret-sret, sret-sret-sret" sinar pedang sambar-menyambar.
Lambat-laun dua gulung cahaya pedang seolah-olah terbaur menjadi satu dan terbentuk sinar
tirai pedang yang tebal. Ditengah tirai sinar pedang itu samar-samar hanya kelihatan dua
sosok bayangan yang bergeser kian kemari dan sukar lagi dibedakan mana bayangan Ji Tokho
dan Ji Pwe-giok.
Sekonyong-konyong ditengah tabir sinar pedang itu terdengar suara nyaring.
Suaranya melengking seperti bunyi ular naga, tertampak sejalur sinar putih menjulang tinggi
ke angkasa, bayangan orang dibalik tabir cahaya pedang lantas terpencar. Pedang yang
dipegang Ji Tok-ho ternyata sudah terkutung, hanya tinggal tangkainya saja yang terpegang,
ia berdiri melenggong dengan mandi keringat.
Rupanya dalam sekejab tadi Ji Pwe-giok telah menggunakan tenaga sakti Bu-siang-sin-kang,
kalau tidak, sukar untuk menggetar patah pedang Ji Tok-ho yang juga tidak kurang lihainya
itu.
Agaknya tenaga dalam antara Siau-thian-ceng-gi Ki Pi-ceng dan Bu-siang-sin-kang
Tangkwik-siansing sukar ditentukan unggul dan asor, maka pertarungan kedua orang itu
sudah berhenti dan sedang mengawasi hasil pertarungan sebelah sini.
Saat itu tiada seorangpun yang bersuara, semuanya terkesima sehingga suasana sunyi senyap.
"Tangkap pedang ini," tiba-tiba Pwe-giok melemparkan pedangnya ke depan Ji Tok-ho.
Lalu dengan penuh rasa pedih dan gemas anak muda itu berkata pula, "Kutahu engkau adalah
pamanku, tapi tindak-tandukmu, perbuatanmu, telah merusak nama baik keluarga Ji yang
sudah turun temurun."
Kedua mata Ji Tok-ho tampak merah, seperti orang kalap, ia hanya mendelik dan tidak
bersuara.
471
Pwe-giok lantas berkata pula, "Mengingat leluhur keluarga Ji, baik atau jelek kau adalah
keturunan orang she Ji dan masih terhitung pamanku, maka aku tidak dapat turun tangan
membunuhmu, sekarang kuberikan pedangku, dan boleh kau bereskan dirimu sendiri."
Air muka Ji Tok-ho tampak berubah, sebentar merah, sebentar pucat dan saat lain menjadi
hijau, siapapun tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya dan apa yang hendak dilakukannya.
Suasana menjadi hening, tiada seorangpun bersuara, semuanya menahan napas dan ingin tahu
apa kelanjutan daripada pertunjukan ini dan bagaimana pula akhirnya.
Akhirnya Ji Tok-ho menjemput pedang di depannya dengan perlahan.
Sekonyong-konyong pada saat Ji Pwe-giok tidak berjaga-jaga, mendadak ia menubruk maju,
secepat kilat pedangnya menusuk.
Serentak bergema teriakan kaget orang banyak, suasana rada gempar.
Serangan yang dilakukan Ji Tok-ho sangat cepat, yang digunakan juga jurus maut yang sukar
diduga. Ji Pwe-giok sendiri tidak siap siaga, maka banyak yang menduga anak muda itu pasti
akan termakan tusukan Ji Tok-ho, semuanya berkuatir baginya.
Di bawah berkelebatnya sinar pedang, terdengar Pwe-giok mendengus tertahan. Berbareng itu
semua orang merasakan serangkum angin maha dahsyat menumbuk ke bahu kanan Ji Tok-ho,
apa yang terjadi ini hanya berlangsung dalam sekejap saja, sedetik kemudian lantas berakhir.
Rupanya ada orang yang ikut turun tangan, ialah Tangkwik-siansing.
Ia merasa Ji Pwe-giok takkan sempat menghindarkan serangan licik Ji Tok-ho itu, mau tak
mau ia harus turun tangan menolongnya, maka cepat ia melancarkan pukulan Bu-siang-sinkang.
Tenaga Bu-siang-sin-kang tak terperikan hebatnya, Ji Tok-ho tergetar hingga terhuyunghuyung
ke belakang, dan karena itu pula Ji Pwe-giok hanya terluka ringan oleh sergapan Ji
Tok-ho itu, hanya lengannya luka tertusuk.
Mata Tangkwik-siansing yang kecil bulat itu melototi Ji Tok-ho dengan sorot mata tajam,
bentaknya: "Ji Tok-ho, sungguh bagus seranganmu ini, jika kau berani mengaku sebagai
seorang ksatria, maka selayaknya lekas kau bunuh diri sekarang juga"
Kedua mata Ji Tok-ho merah seakan-akan menyemburkan api, katanya sambil menyeringai:
"Hmm, kau kira aku akan mati begitu saja menurut kehendakmu? Andaikan mati, perlu juga
kucari dua orang pengganjal punggungku, dan orang pertama yang ku penujui ialah dirimu
ini."
"Haha, bagus, bagus sekali!" seru Tangkwik-siansing sambil bergerak: "memangnya akupun
ingin memberi bantuan kepada anak muda ini, sekarang kau yang minta aku turun tangan,
biarlah kuwakilkan dia memberantas manusia tidak tahu malu dan sampah dunia kangouw
macam kau ini"
472
Ji Tok-ho tertawa latah, teriaknya: "Hehe, baik juga, akan kukabulkan kehendakmu supaya
lekas kau naik surga"
Baru habis ucapannya, kembali ia berputar, sekaligus pedangnya ikut bekerja terus menabas
ke atas kepala Tangkwik-siansing.
Kakek kecil itu melayani musuh dengan bertangan kosong, tapi sedikitpun dia tidak berani
gegabah.
"Sret-sret-sret", Ji Tok-ho melancarkan beberapa kali serangan maut, ia tahu pertarungan ini
menentukan mati dan hidupnya, sebab itulah segenap kepandaiannya telah dikeluarkannya.
Dalam sekejap itu sinar pedang berhamburan, angin pukulan menderu, kedua orang samasama
melancarkan serangan mematikan.
Terdengar pula gemuruh orang menjerit kaget.
"Ciatt", .... "Blang" dan "Bluk"
Seketika terdengar pula suara ramai di sana sini, suara yang berbeda.
Inilah hasil serangan maut kedua orang yang dilontarkan, akibatnya jubah kelabu Tangkwiksiansing
tertabas robek lengan bajunya, tapi tidak terluka, sebaliknya Ji Tok-ho dengan telak
terkena pukulan si kakek, tenaga pukulan Bu-siang-sin-kang yang dahsyat itu telah membikin
Ji Tok-ho mencelat jauh ke sana, darah segar tersembur dari mulutnya, belum lagi terbanting
jatuh ke tanah sudah mati lebih dulu dengan isi perut hancur lebur.
Serentak terdengar suara sorak-sorai gemuruh di lereng pegunungan itu.
Ji Pwe-giok berdiri tegak dengan melenggong, tak keruan perasaannya dan sukar untuk
dijelaskan.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong Ki Pi-ceng melayang pergi, dengan gerakan It-ho ciongthian
atau burung bangau terbang ke langit, ia melayang tinggi ke depan sana untuk kemudian
terus meluncur ke bawah gunung.
Cepat Tangkwik-siansing berteriak dengan kuatir: "Jite, hendaklah kau temani anak muda ini
pergi mencari Lengkui, anak dara she Cu itu masih berada dalam cengkeramannya dan
mungkin jiwanya terancam bahaya"
Ji Pwe-giok dan Tangkwik Ko mengiakan bersama, segera mereka berlari pergi ke arah gua di
bawah tanah sana.
Sedangkan Tangkwik-siansing dan Hong Sam juga lantas melayang secepat terbang ke sana,
mereka mengejar ke arah larinya Ki Pi-ceng. Betapapun mereka tidak dapat membiarkan Ki
Pi-ceng lolos begitu saja.
Para jago Bu-lim yang ikut menyaksikan pertarungan sengit itu kini secara otomatis telah
terpecah menjadi dua kelompok, yang satu kelompok ikut pergi bersama Ji Pwe-giok,
473
sedangkan kelompok lain ikut Tangkwik-siansing, semuanya ingin menyaksikan pula
bagaimana akhir dari permainan yang belum tamat ini.
*****
Batu besar yang menutup mulut gua di bawah tanah itu sangat menyolok sehingga dengan
mudah dapat ditemukan oleh Ji Pwe-giok.
Disekitar mulut gua itu berserakan batu padas yang aneh ragamnya, suasana sepi dan sunyi.
Pwe-giok sangat menguatirkan keselamatan Cu Lui-ji, ia tak sabar lagi, tanpa pikir ia hantam
sekuatnya.
"Blang", suara gemuruh menggetar lembah gunung, batu padas yang menutup mulut gua itu
hancur berkeping dan berserakan.
Di dalam gua sangat gelap, meski mereka coba mengamati dengan segenap ketajaman mata
mereka tetap tidak melihat keadaan didalam.
Sekonyong-konyong dari dalam gua berkumandang suara seorang yang dingin dan kaku,
"Siapa itu yang berada di luar, berani kau datang cari perkara kepada Lengkui?"
"Lekas lepaskan Cu Lui-ji, kalau tidak, gua setan ini akan kuruntuhkan," ancam Pwe-giok
dengan gemas.
"Hah, memangnya kau kira Lengkui dapat kau gertak?" jengek Lengkui di dalam gua, "Jika
kau tidak takut anak dara yang cantik ini akan ikut terkubur hidup-hidup disini, boleh saja kau
coba runtuhkan gua ini, tapi apapun juga sebentar tetap aku akan keluar untuk belajar kenal
denganmu."
"Sicek..." terdengar teriakan Lui-ji dengan suara tersendat, mungkin menangis saking
girangnya.
Mendadak dari dalam gua mengepulkan asap hijau tebal, cepat Pwe-giok melompat mundur.
Sejenak kemudian setelah asap hijau itu buyar, tahu-tahu Lengkui sudah berdiri di depan
Pwe-giok. Cu Lui-ji tampak berada di samping Lengkui, tapi urat nadi pergelangannya
terpencet olehnya sehingga tak dapat berkutik.
Di bawah terik matahari Lengkui tetap kelihatan seram menakutkan, lebih-lebih mukanya
yang pucat seperti mayat itu, tetap menampilkan senyuman yang kaku atau lebih tepat
dikatakan menyeringai,
"Lepaskan dia!" bentak Pwe-giok sambil menuding lawan.
"Haha, lepaskan dia, kau kira harus ku turut perintahmu?" ejek Lengkui. "Apakah kau tahu
bahwa semalam Hong Sam telah datang dan pulang dengan tangan hampa, sekarang kaupun
coba-coba datang kemari?"
474
"Pendek kata, sekarang juga harus kau lepaskan dia atau kubinasakan kau!" ancam pula Pwegiok
dengan beringas.
"Hmm. boleh saja kau coba," jawab Lengkui, untuk membebaskan anak dara ini lebih dulu
harus kau bunuh Lengkui, tapi hendaklah kau ketahui, selamanya Lengkui tak dapat mati
terbunuh."
Betapapun Pwe-giok menyadari sukar menghadapi makhluk yang serba aneh ini, akan tetapi
apa pun juga dia ingin mencoba Bu-siang-sin-kang terhadap makhluk aneh yang tidak takut
terhadap senjata tajam ini, Namun karena Lengkui memegangi Lui-ji dengan erat, iapun
kuatir kalau-kalau Bu-siang-sin-kang akan mencelakai anak dara itu.
Lui-ji sendiri kelihatan kuatir dan takut, tampak sangat kasihan, nyata, baru berpisah beberapa
hari, anak dara itu sudah jauh lebih kurus.
Dalam keadaan demikian Pwe-giok benar-benar mati kutu dan tak berdaya, sebab itulah iapun
sengaja main ulur waktu untuk mencari kesempatan.
Pada saat itulah, tiba-tiba kucing hitam yang selalu dibawa Tangkwik Ko itu bersuara
"meong-meong" beberapa kali terhadap Cu Lui-ji, agaknya binatang kecil ini sudah kenal
baik dengan anak dara itu.
Mendengar suara kucing hitam itu, Lengkui kelihatan melengak.
Pwe-giok merasa ada kesempatan baik, tanpa ayal lagi segera ia turun tangan.
Tenaga pukulannya menggoncang bumi, sinar pedangnya mengejutkan setan.
Walaupun menyadari pedangnya mungkin tak dapat melukai Lengkui, tapi dia tetap
menggunakan pukulan dan senjata sekaligus, sebab selain ini dia tidak mempunyai akal lain
lagi.
Serangan hebat dan cepat ini menimbulkan ancaman besar juga terhadap Lengkui, mau tak
mau membuatnya rada kelabakan.
Tapi Lengkui tetap Lengkui, dengan gerakannya yang lincah dan cepat, terkadang menghilang
dan lain saat muncul, kalau terpaksa tidak dapat menghindar lagi, dengan tabah ia biarkan
dirinya dilukai oleh pedang Pwe-giok, bahkan ia terima serangan lawan dengan tertawa.
Sungguh ngeri Pwe-giok menghadapi lawan yang tidak kenal mati ini, sedangkan Cu Lui-ji
ketakutan hingga menjerit-jerit.
Dalam sekejap saja ratusan jurus sudah berlangsung dan Ji Pwe-giok tetap tidak dapat
mengalahkan lawan.
Sungguh celaka, kalau keadaan demikian berlangsung terus, biarpun seribu jurus juga tetap
begini, biarpun sehari semalam juga tiada gunanya, sebaliknya tenaga Pwe-giok pasti akan
terkuras habis.
475
Wajah Lui-ji menampilkan rasa putus asa, ia berteriak, "Sudahlah, lekas kau lari saja dan
jangan... jangan menghiraukan diriku lagi... kalian... kalian bisa kehabisan tenaga dan roboh
sendiri jika harus bertempur cara demikian."
Tangkwik Ko tampaknya sangat prihatin, kucing hitam dalam pangkuannya tampak gelisah
juga dan berulang bersuara "meong-meong" terhadap Cu Lui-ji bahkan berlagak seperti
hendak menubruk ke arah Lengkui.
"Jangan kuatir, Lui-ji!" seru Pwe-giok sambil bertempur, "tenanglah kau, apa pun juga pasti
akan kuselamatkan kau dari cengkeraman siluman ini."
"Oo...!" tidak kepalang terharu Lui-ji, air matanya bercucuran seperti hujan.
Tangkwik Ko masih berdiri termenung di tempat semula, melihat gelagatnya, agaknya dia
juga memikirkan akal agar dapat melayani Lengkui dengan tepat.
Sekonyong-konyong terjadi sesuatu yang tidak terduga...
Lengkui kelihatan berdiri diam di tempatnya, mulutnya tampak komat-kamit, entah lagi bicara
dengan siapa, sebaliknya tidak menghiraukan terhadap ancaman pedang Ji Pwe-giok.
Tentu saja Ji Pwe-giok jadi melengak malah, segera iapun berhenti menyerang dan ingin tahu
permainan apa yang hendak dilakukan lawan.
Selang sejenak, setelah berkomat-kamit pula dan termenung sejenak, lalu pandangan Lengkui
perlahan beralih ke arah Ji Pwe-giok, katanya, "Ji-kongcu, ingin kuberitahukan sesuatu kabar
buruk padamu."
"Kabar buruk apa?" tanya Pwe-giok. "Persetan dengan kabar burukmu?!"
"Tadi Lengkui sedang mendengarkan perintah dari Ki-hujin" tutur Lengkui. "Apakah kau tahu
perintah apa yang diberikannya kepadaku?"
"Huh, omongan setan yang hanya dapat kau pahami sendiri, siapa perduli?" damprat Pwegiok
Lengkui menuding Lui-ji yang masih dipegangnya dan berkata: "Ki-hujin bilang anak dara ini
sudah kehilangan daya gunanya, maka tidak perlu dipikirkan lagi, Lengkui diperintahkan
segera membunuhnya"
Pwe-giok terkejut sehingga menyurut mundur, ancamnya: "Kau berani?!"
"Hah, kenapa aku tidak berani, memangnya ku takut padamu?" ucap Lengkui dengan tertawa,
"yang benar, aku rada tidak tega, tidak sampai hati membunuh seorang nona secantik ini,
sungguh kasihan."
Sembari bicara ia terus melolos golok melengkung yang terselip pada ikat pinggangnya
sehingga menimbulkan cahaya gemerlapan.
476
"Tapi apa dayaku?" ucap Lengkui pula sembari mengacungkan goloknya: "Lengkui harus
melaksanakan tugas, harus taat kepada perintah sang majikan"
Cara bicara makhluk aneh ini masih tetap dingin dan kaku, di tengah bicara inilah, mendadak
goloknya membacok ke kuduk Cu Lui-ji.
Untunglah, pada detik berbahaya itu, setitik sinar perak mendadak menyambar tiba secepat
kilat.
Itulah pedang Ji Pwe-giok, dengan kecepatan luar biasa, tepat pada waktunya ia tangkis golok
melengkung Lengkui.
"Creng", terjadi benturan dan menimbulkan suara nyaring.
Seketika tangan Lengkui bergetar kesemutan, dia tergetar oleh tenaga dalam Ji Pwe-giok yang
tersalur ke batang pedang dan mundur terhuyung-huyung.
Kejadian ini memberi kesempatan kepada Cu Lui-ji untuk meloloskan diri. Pada saat Lengkui
lagi sempoyongan, sekonyong-konyong ia meronta sekuatnya dan melepaskan diri dari
pegangan Lengkui, segera ia membalik tubuh dan berlari ke arah Pwe-giok.
Tapi dengan segera Lengkui sudah berdiri tegak lagi. Ia mendengus: "Hm, masakah ingin
lari? Tidak ada orang yang mampu lolos dari cengkeraman Lengkui!"
Berbareng itu, dengan gerakan enteng dan cepat, seperti badan halus saja dia lantas melayang
ke depan, selagi Cu Lui-ji masih berjarak sekian jauhnya dengan Ji Pwe-giok, tahu-tahu
Lengkui sudah menyusul tiba.
Di tengah berkibarnya ikat pinggang yang merah itu, sinar perak juga lantas berkelebat dan
menyambar.
Sungguh cepatnya sukar dilukiskan, sampai-sampai Pwe-giok juga tidak berdaya dan tidak
sempat menolongnya.
Syukurlah, pada detik yang gawat itu, pada saat golok melengkung Lengkui menyambar tiba
dan Lui-ji akan tertabas.... "Siut", mendadak sesosok bayangan hitam kecil menubruk ke arah
Lengkui secepat anak panah.
Hah, kiranya si kucing hitam yang selalu berada dalam pondongan Tangkwik Ko itu.
Saat itu golok Lengkui sedang menabas ke bawah, tapi kucing hitam itupun tepat menubruk
tiba, kontak kedua belah pihak itu terjadi dalam sedetik saja.
"Crat, meong!"
Kucing hitam bersuara ngeri dan jatuh terbanting!
Sungguh luar biasa, di tengah berhamburnya darah, kepala kucing itu terbelah dan cakarnya
juga putus tertabas, dalam keadaan tidak terduga-duga, seluruh wajah Lengkui penuh
berlepotan darah kucing hitam yang muncrat itu.
477
Lui-ji sempat merangkul badan binatang kecil itu, tapi binatang itu sudah tidak bergerak lagi.
Tak terduga, dalam sekejap itu telah terjadi keajaiban.
Mendadak Lengkui menjerit ngeri dan jatuh terguling-guling di tanah, tampaknya sangat
tersiksa.
Kejadian ini membikin Lui-ji dan Pwe-giok heran. Ketika mereka memandang Tangkwik Ko,
orang tua itu kelihatan berdiri tenang di sana dengan mengulum senyum dan berucap:
"Omitohud! Siancai...siancai...."
Hanya dalam sekejap itu, di tengah kalangan telah terjadi pula perubahan yang lebih besar dan
sama sekali tak terduga.
Mendadak Lengkui menghilang, telah luluh menjadi darah kental di atas tanah.
Pwe-giok memandang kian kemari, ia coba periksa sekitarnya.
Maklumlah, menghilangnya Lengkui itu adalah permainan yang biasa dilakukannya. Setelah
menghilang mendadak, tahu-tahu muncul lagi di tempat lain dalam waktu singkat.
Dalam pada itu Tangkwik Ko telah mendekati Pwe-giok dan berkata padanya: "Jangan kuatir
lagi, Ji-kongcu, selamanya Lengkui akan hilang dan takkan muncul kembali."
Pwe-giok dan Lui-ji sama melenggong, mereka memandang orang tua itu dengan bingung.
Sambil membelai badan kucing hitam, Tangkwik Ko berkata: "Apa yang terjadi ini sungguh
tak terduga oleh siapapun. Lengkui ternyata musnah oleh kucing hitam ini, darah kucing
hitam inilah yang memusnahkan Lengkui secara tuntas"
Rupanya kepala kucing hitam yang terluka itu tidak sampai pecah melainkan cuma kulit
kepalanya yang terkelupas, lukanya yang cukup parah adalah cakarnya yang tertabas buntung.
"Konon darah anjing hitam dapat melawan ilmu hitam, apakah darah kucing hitam juga dapat
memunahkan ilmu sihir?" tanya Pwe-giok dengan heran.
"Tentu saja dapat, apa yang terjadi barusan bukankah suatu bukti nyata?" ujar Tangkwik Ko.
Dalam pada itu kelihatan Lui-ji lagi menggendong si kucing hitam dan berulang menciumnya
dengan penuh kasih sayang, gumamnya: "O, kucing sayang, demi membela diriku, akhirnya
kau menjadi korban dan cacat selama hidup"
"Meong, meong!" kucing itu bersuara jinak seperti mengerti ada orang sedang menyatakan
kasih sayang padanya.
Pwe-giok memandang keadaan sekeliling, lalu bersama Tangkwik Ko dan Cu Lui-ji berlari ke
puncak gunung.
478
Sembari berlari Lui-ji mengeluarkan obat luka untuk mengobati cakar kucing hitam yang
buntung itu. Setiba di atas gunung, cakar si kucing sudah dibalut dengan baik.
Dari kejauhan Pwe-giok dapat melihat bayangan Tangkwik-siansing dan Hong Sam sedang
berputar di lereng gunung sana dengan ginkang mereka yang tinggi. Segera Pwe-giok bertiga
memburu ke sana.
Sesudah berhadapan, kejut dan girang Hong Sam tak terkatakan demi melihat Lui-ji telah
tertolong tanpa kurang suatu apapun. Setelah diberitahu kejadian musnahnya Lengkui secara
ajaib, mau tak mau Hong Sam dan Tangkwik-siansing sama melongo heran.
"Di manakah Ki Pi-ceng sekarang?" tanya Pwe-giok kemudian.
"Waktu kami menyusul sampai di sini, mendadak kehilangan jejaknya, bayangannya lenyap
di sekitar sini, dapat dipastikan dia telah sembunyi lagi ke dalam liangnya" tutur Tangkwiksiansing.
"Ayolah lekas kita mencarinya, supaya tidak ada tempat yang terlampaui, marilah kita
membagi diri menjadi beberapa arah untuk mencarinya, kalau terlambat mungkin akan terjadi
hal lain yang tak terduga" kata Tangkwik Ko.
Serentak semua orang menyatakan setuju dan segera mereka terpencar sendiri-sendiri untuk
mencari jejak Ki Pi-ceng, hanya Lui-ji saja yang mendampingi Pwe-giok.
*****
Di tepi puncak gunung itu adalah jurang yang tak terkirakan dalamnya, sangat curam dengan
macam-macam batu karang yang aneh.
Melihat keadaan setempat, dapat dipastikan puncak gunung ini hampir tidak pernah didatangi
manusia, juga bersih dari jejak burung dan binatang buas.
Dengan susah payah mereka terus mencari, menyusur semak belukar....
Sekonyong-konyong terdengar suara teriakan kaget Tangkwik-siansing: "Hai, lekas kalian
kemari, Ki Pi-ceng ternyata bersembunyi di sini"
Mendengar suara itu, cepat semua orang memburu ke arahnya.
Setelah berkumpul di situ, tertampaklah ada sebuah gua yang tertutup oleh semak rumput
yang lebat, betapa dalamnya gua itu sukar diduga.
"Ya, apa yang dikatakan Tangkwik-locianpwe memang tidak salah, melihat semak rumput
yang acak-acakan ini, jelas di sini pernah dilalui orang" kata Pwe-giok.
"Kalau sudah tahu, ayolah ikut kakek masuk ke sana untuk mencari pengalaman" ujar
Tangkwik-siansing dengan tertawa.
Dengan hati-hati dan sambil menahan napas, semua orang ikut Tangkwik-siansing menerobos
ke dalam gua.
479
Gua itu sangat gelap, seram lagi, tercium bau lembab yang menusuk hidung.
Mereka menyalakan obor, setelah membelok suatu tikungan di dalam goa, tiba-tiba tertampak
Bak giok hujin alias Ki Pi-ceng yang mereka cari.
Memang benar, nyonya cantik dan juga keji ini memang bersembunyi di sini.
Anehnya Ki Pi-ceng tidak menghiraukan kedatangan mereka, ia duduk bersila di atas
sepotong batu hijau, mata terpejam dan tanpa bergerak, sikapnya itu mengingatkan orang
kepada kaum paderi yang sedang meditasi atau semedi.
Semua orang merasa curiga, merekapun siap siaga terhadap segala kemungkinan.
Jarak mereka dengan tempat duduk Bak giok hujin semakin dekat, dan nyonya cantik itu tetap
diam saja tanpa memberi reaksi apa pun.
Setelah melenggong sejenak, tiba-tiba Tangkwik-sianseng menghela napas panjang, katanya
dengan menyesal sambil menggeleng kepala: "Ai, tak tersangka dia telah membunuh diri."
Semua orang sama melengak, cepat mereka memburu maju dan memeriksanya dengan teliti.
Benarlah, Ki Pi-ceng atau Bak-giok hujin sudah kaku walaupun masih tetap kelihatan sangat
cantik, anggun, serupa pada waktu masih hidup.
Semua orang sama menghela napas menyesal, tak terduga perempuan cantik dan juga berhati
keji itu mengakhiri hidupnya dengan jalan pendek demikian.
Dengan berbagai macam perasaan mereka lantas meninggalkan gua itu.
Setiba di mulut gua, tertampak kawanan jago persilatan beramai-ramai muncul pula
memenuhi lereng gunung sana.
Waktu mereka sampai di atas puncak gunung, serentak terdengar gemuruh sorak-sorai orang
banyak, sorak gembira yang gegap gempita.
"Hidup Ji Pwe-giok, Ji-kongcu!"
"Selamat Ji-kongcu!"
"Diharap Ji kongcu tampil sebagai Bu-lim bengcu yang baru! Kami siap tunduk di bawah
perintahnya!"
"Hidup Bu-lim Bengcu baru!"
"Ji-kongcu harus meneruskan cita-cita Hong-ho Lojin dan menuntun dunia persilatan ke tertib
baru!"
"Kami bersatu padu mendukungnya demi mengembangkan semangat dunia persilatan yang
baru!"
480
"Hidup Bu-lim-bengcu!"
Demikian sorak sorai dan teriakan dukungan orang banyak itu terhadap Ji Pwe-giok terus
berlangsung hingga sekian lamanya.
Tangkwik-siansing tersenyum gembira sambil mengelus jenggotnya yang panjang.
Akhirnya berlalu juga badai dunia persilatan yang cukup banyak menimbulkan korban itu.
Lalu bagaimana dengan dunia persilatan yang akan datang?
Siapapun tidak dapat memberi jawaban, manusia berusaha, Tuhan yang menentukan.
Hati manusia sukar diduga dan dapat berubah setiap saat, segala sesuatu bergantung pada
kondisi dan keadaan.
Kini sakit hati kematian ayah Ji Pwe-giok sudah terbalas, biang keladi dari petaka ini sudah
menerima ganjarannya yang setimpal.
Legalah hati Pwe-giok di samping timbul pula berbagai macam perasaan.
Teringat olehnya akan Lim Tay-ih.
Teringat pula masa depan dunia persilatan yang masih harus dibinanya.
Juga teringat olehnya tugasnya yang berat selanjutnya.
Dia terus melangkah ke depan, tidak jauh di belakangnya mengikut seorang nona dengan
menggendong seekor kucing hitam, dia Cu Lui-ji yang baru saja lolos dari renggutan elmaut.
Entah bagaimana perasaan nona itu sekarang, akan tetapi satu hal yang pasti, yaitu, kemana
pun Ji Pwe-giok pergi, kesana pula dia akan ikut, biarlah laut akan kering dan gunung akan
runtuh, biarlah langit bertambah tua dan bumi bertambah gersang, biarlah segala apa di dunia
ini akan berubah, akan tetapi hati Lui-ji, cintanya terhadap Ji Pwe-giok akan tetap abadi,
takkan berubah selamanya.
T A M A T
Epilog_______________
Ketika Ji Pwe-giok berjalan dia melihat 2 orang lari ke arahnya. Mereka adalah dua orang
wanita muda cantik yang menatap Ji Pwe-giok dengan kebahagiaan, kegembiraan tetapi juga
kesedihan, mereka adalah: Lim Tay-ih dan Kim Yan-cu. Ji Pwe-giok terkejut, gembira dan
juga sedih melihat keduanya terutama Lim Tay-ih, dia kelihatan pucat dan lebih lemah
dibandingkan dengan saat terakhir dia melihatnya.
Ada air mata kebahagiaan dan kesedihan di matanya, Ji Pwe-giok tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Dalam sekejap kedua gadis itu telah berdiri di hadapan Ji Pwe-giok.
481
Lim Tay-ih berkata dengan lembut: "Kau...."
Pada saat yang sama Ji Pwe-giok juga berkata: "Kau...."
Keduanya berhenti dan saling memandang dengan kikuk, sampai kemudian Kim Yan-cu yang
memecahkan keheningan dan berkata: "Ini tentu adalah Cu siocia yang terkenal itu, Lim cici
dan aku telah sering mendengar banyak hal mengenai dirinya. Ji kongcu, Lim cici dan aku
sekarang telah menjadi saudara angkat"
Lim Tay-ih diam-diam melihat ke arah gadis yang berdiri di belakang Ji Pwe-giok dan
terpesona terhadap kecantikannya, Cu Lui-ji juga mengamati Lim Tay-ih dengan cermat dan
memujinya dalam hati.
Cu Lui-ji berkata dengan lembut: "Aku....aku akan pergi dengan sa-cek (paman ketiga)
sekarang", matanya terlihat merah dan dia kelihatan sedih sekali.
Ji Pwe-giok berkata terbata-bata: "Lui-ji, aku....."
Dia tidak tahu lagi apa yang harus dikatakannya, untung Kim Yan-cu kemudian menarik
tangan Cu Lui-ji dan berkata: "Siau-moay (adik kecil), mari kita berikan waktu untuk Ji
kongcu dan Lim siocia untuk berbincang-bincang, sementara itu aku juga ingin mengenalmu
lebih jauh."
Selang beberapa lama, Ji Pwe-giok berkata: "Emmm.... maaf sekali, seharusnya aku harus
lebih memperhatikan dirimu..."
Lim Tay-ih menjawab dengan air mata berlinang: "Tidak, engkau tidak perlu minta maaf.
Aku mengerti engkau tidak bermaksud membiarkanku dalam bahaya. Tapi...tapi..., apakah
kau tahu bahwa aku akan mati bila terjadi sesuatu padamu?"
Ji Pwe-giok mengeluh: "Aku juga tidak sanggup hidup lagi bila sesuatu terjadi padamu"
Lim Tay-ih melihat ke arah mata Ji Pwe-giok dalam-dalam dan berpikir: "Tidak percuma
semua penderitaan yang telah ku alami, hanya dengan mendengar perkataannya ini semua
yang telah kulalui tidak sia-sia".
Lim Tay-ih kemudian memeluk Ji Pwe-giok dan seketika semua kekuatiran dan kesedihannya
hilang musnah, yang tertinggal hanyalah cinta dan kasih sayang.
Ji Pwe-giok bukan laki-laki yang pandai mengutarakan perasaannya, dia menatap mata Lim
Tay-ih dan mencium bibirnya. Itulah caranya mengutarakan perasaannya, tidak dengan katakata
namun dengan tindakan.
Seketika suasana dipenuhi dengan rasa cinta.
Ji Pwe-giok duduk di atas batu sambil memegang tangan Lim Tay-ih, mereka baru saja
menikmati kebersamaan mereka. Tetapi Ji Pwe-giok tetap sedikit bingung dan bertanya:
"Bagaimana kau bisa sampai di sini? Dan mengapa ke 13 pangcu tiba-tiba berbalik arah?"
482
Lim Tay-ih tersenyum: "Ketika Hayhong-hujin menerima perintah dari Ji Tok-ho untuk
memimpin Pek-hoa-pang untuk melawanmu, aku sangat terkejut. Kim Yan-cu dan aku
berpikir bahwa kami harus menemukan sesuatu cara untuk mencegah semua ini terjadi. Pada
beberapa bulan terakhir ini Kim Yan-cu dan aku telah menyelidiki orang yang memalsukan
ayahku dan juga pemalsu-pemalsu lainnya. Setelah membuntuti mereka selama beberapa
waktu, pada akhirnya kita berhasil menemukan kantor pusat dari Ji Tok-ho"
Ji Pwe-giok berkata: "Dimanakah kantor pusat mereka?"
Lim Tay-ih berkata: "Mereka sangat licin. Mereka membeli sebuah gedung besar di kota
Chengdu dan membohongi orang-orang di sekitarnya seolah-olah gedung itu adalah tempat
tinggal seorang pensiunan pejabat pemerintah. Setelah kami menemukan tempat itu, kami
memberitahu Ang-lian pangcu dari Kay-pang untuk mengintai gedung tersebut.
Beberapa hari yang lalu, beberapa murid Kay-pang melaporkan ada kegiatan-kegiatan
misterius di sekitar gedung itu, pelayan-pelayan di gedung itu kelihatan tegang dan ketakutan.
Kami juga mendengar bahwa rahasia isi buku Giam-oh-ceng telah dibeberkan dan Ji Tok-ho
telah memerintahkan pengiriman pasukan untuk membunuhmu.
Hayhong hujin sama sekali tidak mempunyai niat untuk membantu mereka, tapi mereka tidak
bisa apa-apa karena dia harus mematuhi perintah Bulim Bengcu, kecuali ada bukti nyata
bahwa dia bukan Ji Hong-ho yang sebenarnya. Hayhong hujin mengatakan kalau ada
seseorang yang dapat memberikan bukti nyata, segala sesuatu akan menjadi berubah.
Dari perkataannya kami mengambil kesimpulan bahwa dia menawarkan bantuannya untuk
mencari bukti-bukti itu. Kami menarik kesimpulan bahwa kantor pusat Ji Tok-ho tidak akan
dijaga ketat saat ini dan Kim Yan-cu berpikir adalah baik untuk juga menghubungi Anglian
pangcu mengenai hal ini.
Singkat kata, dengan gabungan kekuatan Pek-hoa-pang dan Kay-pang kamu menyerbu kantor
pusat Ji Tok-ho dan menawan beberapa pimpinan organisasi Ji Tok-ho seperti Sebun Hong,
tapi Lim..... Lim gadungan itu berhasil lolos. Dengan Sebun Hong dan yang lainnya sebagai
saksi kami membujuk aliran-aliran lain untuk menghentikan permusuhan mereka
terhadapmu"
Ji Pwe-giok mulai mengerti dan sangat tersentuh atas usaha Lim Tay-ih, Kim yan-cu, Ang
Lian-hoa dan Hayhong hujin.
Ji Pwe-giok tiba-tiba bertanya: "Bagaimana ceritanya pertama kali kau bertemu Kim Yancu?"
Lim Tay-ih menjawab: "Ang-lian pangcu menulis surat kepada Hayhong hujin meminta kami
untuk melindungi Kim Yan-cu, dia terlibat dalam perkara kejadian di perkampungan Tong
beberapa bulan yang lalu. Meskipun dia luput dari tuduhan, Anglian pangcu kuatir beberapa
murid keluarga Tong akan mencari gara-gara kepadanya, maka Anglian pangcu meminta
pertolongan kepada kami untuk melindungi Kim Yan-cu"
Ji Pwe-giok tahu bahwa kejadian itu disebabkan oleh ulah Gin Hoa-nio yang menyusup ke
Tong-keh-ceng demi ambisinya sendiri. Mengingat Gin Hoa-nio dia mengeluh dalam hati.
483
Memikirkan Gin Hoa-nio membuat Ji Pwe-giok teringat pada Cu Lui-ji, apa yang harus
dilakukannya pada Lui-ji? Beberapa bulan terakhir ini dia makin sayang kepada Lui-ji, dan
tanpa disadarinya benih-benih cinta telah bersemi dihatinya pula.
Hatinya menjadi pedih dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menjelaskan hal ini
kepada Lim Tay-ih, dia menjadi bingung dan putus asa. Dia menyalahkan dirinya sendiri
mengapa sampai terjebak dalam situasi yang sangat tidak mengenakkan ini.
Dia merasa harus mengatakan kepada Lim Tay-ih apa yang telah terjadi, dan dia mulai
berkata: "Tay-ih, aku....aku.... Ada sesuatu hal yang sangat penting yang harus kubicarakan
denganmu... aku tidak....."
Lim Tay-ih tersenyum manis: "Ini mengenai Cu siocia bukan?"
Ji Pwe-giok tersipu-sipu.
Lim Tay-ih berkata dengan lembut: "Aku telah mendengar apa yang terjadi antara kau dan
dirinya..... Dia adalah seorang gadis yang harus dikasihani juga. Aku iri terhadap dirinya
karena dialah yang mendampingi dan menunjangmu selama beberapa bulan terakhir ini. Dan
aku juga telah melihat di matamu bahwa engkau juga mempunyai perasaan mendalam
terhadapnya juga. Cu siocia, Kim moay dan aku semuanya mempunyai perasaan mendalam
terhadapmu, kami semua tidak dapat menanggung beban berpisah denganmu lagi. Aku ingin
kau tahu bahwa aku tidak cemburu dan aku akan belajar menyayangi pula Cu siocia seperti
halnya aku menjadi saudara angkat dengan Kim Yan-cu"
Ji Pwe-giok tersipu-sipu dan berkata dengan lembut: "Aku....aku sangat malu... aku tak tahu
harus berkata apa, tetapi terima kasih banyak atas pengertianmu"
Lim Tay-ih tersenyum nakal sekarang: "Sebenarnya, aku juga tahu teman-teman
perempuanmu yang lain seperti Tong Lin dan Gin Hoa-nio dan Thi Hoa-nio bersaudara..."
Ji Pwe-giok menjadi semakin malu dan cepat-cepat berkata: "Aku.... tidak ada apa-apa di
antara aku dan nona Tong... Jujur!.... Aku harus menjelaskan hal ini kepada anak murid
keluarga Tong.... Dan Thi-hoa-nio sekarang telah menjadi istri Yang Cu-kang.... aku....."
Lim Tay-ih menyelanya dengan tersenyum: "Aku hanya bergurau."
Dengan mengeluh ia menambahkan: "Apakah kau tahu kalau nona Tong sekarang telah
menjadi nikou?"
Ji Pwe-giok berseru dengan terkejut: "Apa?"
Lim Tay-ih mengeluh: "Aku dengar setelah engkau menghilang dari perkampungan keluarga
Tong, Tong Lin jadi tidak disukai dan dijauhi oleh keluarganya. Pada suatu malam dia
menyelinap keluar dari perkampungan keluarga Tong dan bermaksud bunuh diri. Untung dia
akhirnya diselamatkan oleh Ji-sim suthay, pemimpin Gobi-pay. Nona Tong memohon kepada
Ji-sim suthay untuk menerimanya menjadi murid. Melihat keteguhan hatinya, Jisim suthay
menyetujuinya. Sebelum orang-orang dari ke tiga-belas aliran pergi ke sini, Thian-in taysu
dari Siau lim-pay mengadakan pertemuan untuk membahas apa yang harus dilakukan"
484
Ji Pwe-giok mengernyitkan muka dan mendengarkan dengan seksama.
Lim Tay-ih melanjutkan: "Ketiga belas aliran terbelah menjadi dua, satu kelompok tidak ingin
turut campur dalam urusan ini dan kelompok yang lain ingin menangkapmu. Orang-orang
Kun-lun-pay dan Tiam-jong-pay ingin menangkapmu karena mereka berpendapat bahwa
engkau bertanggung jawab atas kematian pemimpin mereka"
Ji Pwe-giok menjadi sedih mengenang bagaimana gurunya, Thian-kang totiang, mati dengan
mengenaskan dalam rencana keji Ki Go-ceng, Ki Pi-ceng dan Ji Tok-ho.
Lim Tay-ih tahu Ji Pwe-giok bersedih atas kehilangan gurunya. Lim Tay-ih memegang tangan
Ji Pwe-giok erat-erat untuk menguatkan hatinya.
Dia menambahkan: "Pemimpin Kun-lun-pay, Shi-kang Totiang dan Bwe Jing-hoa dari Tiamjong-
pay menghendaki menuntut balas kepadamu atas kematian Thian-kang totiang dan Cia
Thian-pi. Shi-kang totiang adalah sute dari gurumu sedangkan Bwe Jing-hoa adalah paman
guru dari Cia-thian-pi. Anglian pangcu berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan mereka
agar bersabar menunggu sampai hal-hal ini dapat diselidiki dengan jelas, tetapi keluarga Tong
juga ingin memburumu atas kematian Tong Bu-siang"
Ji Pwe-giok menghela napas dalam-dalam ketika mendengar hal ini dan berkata dengan sedih:
"Kau tidak bisa menyalahkan mereka, akupun mungkin akan berlaku sama kalau berada
dalam posisi mereka"
Lim Tay-ih juga menghela napas tapi dia juga bahagia melihat Ji Pwe-giok sebijaksana itu.
Dia berkata: "Para pemimpin dari 13 aliran berdebat dengan sengit, Ji-sim suthay sangat
mendukung pendapat Anglian Pangcu. Aku pikir, nona Tong pasti mempunyai peran dalam
hal ini. Untungnya, kebanyakan pemimpin bersikap netral seperti: Jut Tun totiang dari Butong
dan Thian-in taysu dari Siau-lim, akan tetapi di tengah-tengah perdebatan seorang murid
Siau-lim dan seorang murid Bu-tong menghampiri ketua mereka masing-masing dan
membisikkan sesuatu di telinga ketua mereka. Setelah itu, Thian-in taysu dan Jut Tun totiang
meninggalkan pembicaraan dan ketika dua jam kemudian mereka kembali mereka berkata
bahwa mereka tidak akan ambil bagian dalam rencana menghukummu"
Ji Pwe-giok sangat terkejut dan berkata: "Mengapa kedua locianpwe ini tiba-tiba bersikap
tegas?"
Lim Tay-ih menggelengkan kepalanya dan berkata: "Aku juga tidak tahu, tetapi mendengar
bahwa ketua dari dua aliran terbesar tidak mematuhi perintah Bulim Bengcu lagi, pihak-pihak
yang lain juga menolak untuk mengikuti perintah Ji Tok-ho. Hanya Tiam-jong, Kunlun dan
pihak keluarga Tong yang berkukuh pada pendapat mereka untuk menangkapmu. Untung
akhirnya Lo Cinjin tiba, dia dengan marah mengomeli dan memaki Shikang, Bwe Jing-hoa
dan yang lain untuk tidak ikut-ikut dalam hal ini"
Ji Pwe-giok tersenyum ketika mendengar hal ini dan Lim Tay-ih juga tertawa geli mengingat
bagaimana Lo Cinjin mengkuliahi orang-orang itu.
Lim Tay-ih menambahkan dengan tersenyum: "Begitulah, akhirnya para pemimpin sepakat
untuk tidak mengikuti perintah Ji Tok-ho lagi. Semua begundal Ji Tok-ho ditahan untuk
485
diinterogasi nantinya. Sekarang mereka ditahan oleh murid-murid Kay-pang dan Bwe Subong
cianpwe diberi tugas untuk menjaga mereka"
Ji Pwe-giok bangun dan menghela napas dalam-dalam, kini semua pertanyaannya telah
terjawab.
Dia memandang ke depan dan melihat Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji sedang berbicara, Lim Tayih
berkata: "Mari kita kesana"
Ketika dia berjalan menghampiri, Cu Lui-ji tersipu-sipu dan tidak tahu mau berkata apa, dia
hanya mengelus-elus kucingnya dan menghindari matanya bentrok dengan mata Ji Pwe-giok.
Kim yan-cu tentunya telah mengatakan kepadanya bahwa Lim Tay-ih tidak keberatan
terhadap dirinya dan mengerti posisinya.
Kim Yan-cu tertawa terhadap Ji Pwe-giok: "Jangan kau lupakan aku! Ingat kau telah
mengatakan di gua pada waktu itu bahwa engkau juga menyukaiku, aku akan lengket
terhadapmu seperti lem"
Tiba-tiba sebuah suara memanggil: "Ji kongcu... Ji kongcu...”, ternyata itu adalah Tangkwik
Ko yang memanggilnya, Lim Tay-ih berkata: "Pergilah, aku mau bercakap-cakap dengan
nona Cu di sini"
Ji Pwe-giok tersentuh hatinya dan berkata: "Terima kasih"
Dia berjalan ke arah Tangkwik Ko dan terkejut melihat Hai Tong-jin, Yang Cu-kang dan Thi
Hoa-nio berdiri saling berdampingan.
Ji Pwe-giok sangat terkejut dan bertanya: "Saudara Yang, apakah engkau baik-baik?"
Yang Cu-kiang tertawa: "Ah, cuma sedikit setan-setan tidak akan membahayakan diriku,
biarpun aku tidak bisa mengalahkan mereka aku masih bisa lolos dari mereka. Aku masih
belum ingin mati, aku belum punya anak sekarang"
Thi Hoa-nio menjadi tersipu malu mendengarnya.
Yang Cu-kiang berkata dengan serius: "Mempunyai anak adalah hal yang normal, mengapa
harus malu?"
Ji Pwe-giok berkata: "Hai-heng dan Yang-heng, guru kalian Bak-giok-hujin adalah...."
Hai Tong-jin menghela napas dalam-dalam: "Ya, kami tahu. Tangkwik siansing telah
memberitahu kami..... meskipun dia adalah....., betapapun dia telah membesarkan kami dan
mengajari kami ilmu silat dan jika kau tidak keberatan, kami ingin menguburkan jenasahnya
dengan selayaknya"
Setelah mengatakan hal ini, air matanya bercucuran, bahkan Yang Cu-kangpun kelihatan
sedih. Betapapun juga, Ki Pi-ceng adalah guru dan orang tua mereka.
Ji Pwe-giok berkata: "Tentu saja, tapi apa yang hendak kalian berdua lakukan sesudahnya?"
486
Yang Cu-kiang berkata: "Tentu saja mempunyai anak! Omong-omong kakak Hai dan aku
telah menjelaskan bahwa kematian Tong Bu-siang tidak ada hubungannya dengan dirimu.
Tong Ki siocia juga telah menjelaskan posisimu. Dia berkata bahwa dia dan Tong Lin tahu
bahwa Tong Bu-siang yang itu adalah gadungan dan itulah sebabnya dia dan nona Tong Lin
membunuhnya. Karena dia ingin menyelidiki siapa dalang di balik semua ini dia harus
menyalahkan seseorang. Selain itu, Hong Sam cianpwe, Tangkwik siansing juga berkata
bahwa engkau tidak terlibat dalam hal ini."
Para anak murid keluarga Tong merasa malu.
Ji Pwe-giok berpikir bahwa sampai saat ini Tong-Ki masih merahasiakan bahwa sebenarnya
ayahnya telah meninggal lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Hai Tong-jin berkata: "Aku punya banyak waktu sekarang, aku pikir aku akan berkelana dan
menikmati hidup"
Ji Pwe-giok tersenyum: "Aku harap kita tetap menjadi sahabat baik"
Yang Cu-kang dan Hai Tong-jing tersenyum dengan tulus: "Tentu!"
Yang Cu-kang tiba-tiba berkata sambil tersenyum nakal: "Baiklah.., aku harus pergi sekarang.
Aku masih harus menemui ayah mertua nih"
Thi-hoa-nio mencibir dan berkata dengan geregetan: "Kau ini memang....."
Ji Pwe-giok dan Hai Tong-jin tertawa.
Tangkwik siansing, Hong Sam, Tangkwik Ko sedang berbicara dengan Thian-in taysu dan Jut
Tun Totiang, Tangkwik siansing melambaikan tangannya: "Anak muda, kemarilah...."
Ji Pwe-giok berjalan menghampiri mereka.
Thian-in taysu kemudian berkata: "Ji kongcu, terima kasih telah membeberkan rahasia kitab
Giam-ong-ceh, karena dengan ini Siau-lim berhasil menemukan seorang pengkhianat yang
telah kami cari lebih dari 40 tahun lamanya. Siau-lim-si berhutang budi pada kongcu"
Ji Pwe-giok berkata merendah: "Thian in taysu, anda terlalu sungkan"
Thian-in taysu menghela napas: "Hu Pat-ya itu sebenarnya adalah suhengku. Dia sangat
berbakat dalam ilmu silat tapi sayang hatinya tidak setia kepada ajaran Budha. Setelah guruku
wafat, dia melarikan diri keluar dari Siau-lim sambil membawa kitab jurus 100 langkah tinju
sakti"
Hong sam berkata: "Pendeta, dalam pohon yang baikpun pasti ada beberapa buah apel yang
busuk. Anda tidak perlu terlalu memikirkan hal ini"
Thian-in taysu menghela napas: "Betapapun juga dia menggunakan ilmu Siau-lim untuk
melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap banyak tokoh Bu-lim"
487
Ji Pwe-giok tidak dapat menahan rasa ingin tahunya dan bertanya: "Bolehkah saya bertanya,
apa....."
Jut Tun totiang memotong dengan tersenyum: "Ji kongcu, aku tahu apa yang ingin kau
tanyakan. Kau ingin tahu apa yang membuat kami berubah pikiran?"
Ji Pwe-giok berkata dengan hormat: "Benar, totiang"
Tangkwik siansing mengelus-elus jenggot panjangnya dan tertawa: "Itu semua adalah garagara
seorang teman lamaku..... engkau juga kenal padanya, Pwe-giok"
Ji Pwe-giok kebingungan.
Tangkwik Ko tersenyum: "Meskipun engkau pernah bertemu dengannya, tapi engkau belum
pernah melihatnya"
Ji Pwe-giok tiba-tiba teringat pada seseorang dan berkata: "Hwe sing-diong!"
Tangkwik siansing tertawa: "Ya, si tua itu telah pindah ke sebuah lembah dan menamai
lembah itu sebagai lembah gema. Sedikitnya sudah 20 tahun terakhir aku bertemu dengannya.
Ji Pwe-giok berkata: "Aku ingin berterima kasih kepada cianpwe itu atas bantuanbantuannya"
Tangkwik siansing berkata: "Si tua bangka itu selalu berpergian semaunya sendiri dan tidak
ada seorangpun yang tahu dimana letak lembah gema. Kalau dia ingin bertemu denganmu, dia
akan pergi mencari dirimu. Dia itu seorang tua bangka yang aneh, tapi bagaimanapun juga dia
adalah seorang yang berhati lurus."
Jut-tun totiang berkata: "Beberapa tahun yang lalu cianpwe ini memberi pertolongan kepada
kami ketika Siau-lim dan Bu-tong menghadapi suatu masalah yang sulit. Maka ketika
cianpwe ini meminta kami untuk tidak turut campur pada urusan ini, Thian-in taysu dan pinto
mematuhinya".
Setelah itu Jisim suthay berjalan menghampiri dan memberi salam kepada tokoh-tokoh yang
hadir sebelum menoleh kepada Ji Pwe-giok: "Omitohud, Ji siauhiap, muridku Konghuan
mendoakan keselamatanmu dan berharap engkau dapat menegakkan kebenaran dan keadilan
di Bu-lim. Nama lama dari Konghuan adalah Tong Lin. Omitohud, pin-ni harus pergi
sekarang. Semoga kalian semua diberkati. Sampai jumpa lagi"
Jisim suthay adalah seorang nikou yang berumur lebih dari 60 tahun, wajahnya nampak
agung, dia adalah seorang locianpwe yang sangat dihormati di dunia persilatan.
Ji Pwe-giok tidak tahu harus memikir apa ketika dia mendengar bahwa Tong Lin telah
menjadi seorang nikou.
Ang Lian-hoa menghampiri Ji Pwe-giok dan tersenyum: "Saudara Ji, sudah lama sekali"
Ji Pwe-giok merasa terakhir kali dia berbicara dengan Ang Lian-hoa seolah-olah pada
kehidupannya yang lain.
488
Ang Lian-hoa menepuk bahunya dan berkata: "Aku selalu percaya engkau akan dapat
menghadapi semua masalah. Engkau benar-benar seorang yang mengagumkan!"
Ji Pwe-giok bercucuran air mata kegembiraan: "Saudara Ang Lian-hoa, aku.... jika bukan
karena bantuanmu aku tidak mungkin dapat berada di sini saat ini"
Ang Lian-hoa berkata: "Mimpi buruk akhirnya telah berlalu, tapi kewajiban baru sekarang
ada di tanganmu"
Pada saat ini, semua tokoh Bu-lim telah berkumpul, Lim Tay-ih, Cu Lui-ji dan Kim Yan-cu
berdiri dekat Ji Pwe-giok sebagai tanda dukungan mereka terhadap Ji Pwe-giok.
Thian-in taysu berkata: "Ang-lian pangcu benar, aku merasa Ji Tayhiap harus memimpin Bulim
sekarang"
Bwe Ceng-hoa dari Tiam-jong berkata dengan dingin: "Baik, mungkin semua pendekar
menerima Ji kongcu, tapi... Tiam-jong tidak setuju. Ji kongcu, bagaimana engkau menjelaskan
kematian ketua kami Cia Thian-pi?"
Yang Cu-kiang bertanya kepada Hai Tong-jin: "Kakak Hai, sejak kapan Ji kongcu menjadi
murid Tiam-jong?"
Hai Tong-jin menyahut: "Sepengetahuanku Ji kongcu tidak mempunyai hubungan apapun
dengan Tiam-jong-pay"
Yang Cu-kiang berkata: "Oh... Bwe siansing, kalau begitu mengapa Ji kongcu harus
membantumu menyelidiki kematian ketuamu? Apakah Ji kongcu seorang polisi?"
Bwe Ceng-hoa berkata dengan marah: "Yang Cu-kiang dan Hai Tong-jin, kalian berdua
adalah murid Ki Pi-ceng! Jangan-jangan kalian sedang merencanakan sesuatu rencana busuk?
Tiam-jong-pai tidak takut pada bajingan-bajingan seperti kalian"
Yang Cu-kiang berkata: "Baik, mari kita lihat kehebatan Tiam-jong-pai...."
Ji Pwe-giok tahu bahwa Bwe Ceng-hoa bukan tandingan Yang Cu-kiang dan cepat-cepat
menengahi: "Bwe siansing, saya benar-benar tidak bertanggung jawab atas kematian Cia
pangcu. Saya berani bersumpah mengenai hal ini...."
Ang Lian-hoa berkata: "Saudara Cia tidak dibunuh Ji kongcu"
Shikang totiang berkata dengan keras: "Bagaimana dengan kakak seperguruanku? Ji Pwegiok,
engkau adalah seorang murid Kun-lun! Katakan padaku apa yang telah terjadi"
Shikang totiang mengemukakan fakta bahwa dia dapat memerintah Ji Pwe-giok karena tidak
saja dia adalah susiok dari Ji Pwe-giok tapi dia juga saat ini adalah ketua Kun-lun-pai.
Tiba-tiba sebuah suara jernih terdengar : "Berhenti bertengkar!"
489
Suara itu terdengar jernih, mendayu-dayu tetapi dingin. Yang berbicara adalah seorang gadis
muda, Ji Pwe-giok mengenalinya. Dia adalah saudara sepupunya Ki Leng-yan. Dua orang
lelaki tampak berjalan mengikuti di belakangnya.
Tiba-tiba Bwe Ceng-hoa berkata dengan terkejut: "Thian-pi, engkaukah itu?"
Salah seorang dari dua lelaki itu memang adalah Cia Thian-pi, dia nampak sangat kurus,
pucat dan sakit. Tapi ketika dia melihat Bwe Ceng-hoa dia kelihatan gembira dan berkata:
"Bwe susiok, ya ini aku. Ji kongcu telah membunuh orang yang memalsu sebagai diriku....
kita tidak boleh salah menuduhnya"
Bwe Ceng-hoa tampak bingung dan tidak tahu mana yang harus dipercaya.
Ki Leng-yan berkata dengan dingin: "Aku tahu, Cia Thian-pi seorang tidak cukup untuk
meyakinkanmu, tapi ada seseorang lagi yang dapat bersaksi bahwa Ji Pwe-giok tidak berdosa"
Dia menunjuk ke lelaki yang lain, semua orang ini melihat bahwa orang ini adalah Lim Sohkoan
atau lebih tepatnya Lim Soh-koan palsu, Lim Tay-ih sangat marah dan sedih.
Ki Leng-yan berkata dengan dingin: "Aku menahan orang ini ketika dia berusaha meloloskan
diri keluar propinsi. Katakan kepada semua orang, siapa engkau sebenarnya!"
Lim Soh-kuan berkata: "Namaku yang sebenarnya adalah Siahou Kosing"
Tiba-tiba beberapa orang berseru dengan terkejut: "Si pedang seribu ular!"
Si Pedang Seribu Ular Siahou Kosing adalah seorang tokoh jahat yang berkeliaran di daerah
utara dan kabarnya merupakan seorang teman karib dari Ji Tok-ho. Kadang-kadang mereka
melakukan kejahatan dan pembunuhan bersama-sama, merampok rombongan piaukiok.
Berkat ilmu silatnya yang tinggi dia dapat lolos dari kejaran musuh-musuhnya, tapi sepuluh
tahun yang lalu tiba-tiba tidak terdengar kabar apapun mengenai dia. Orang-orang
menganggapnya telah mati, padahal kenyataannya dia bersekongkol dengan Ki Pi-ceng, Ki
Go-ceng dan Ji Tok-ho.
Siahou Ko-sing berkata: "Ya, aku memang si Pedang seribu ular. Kakak Ji memerintahkan
Cia Thian-pi palsu untuk membokong pendeta Thiankang dari Kun-lun-pai, sesudah itu Cia
Thian-pi palsu itu turut menghilang. Kami beranggapan bahwa dia telah dibunuh Ji Pwe-giok
dan Ang Lian-hoa. Rencana kami untuk menguasai dunia persilatan sudah gagal, tidak ada
satu katapun yang dapat kukatakan sekarang. Jika kalian mau, bunuh saja aku, aku tidak
keberatan, toh aku sudah hidup cukup lama"
Dia memandang Lim Tay-ih dan tertawa dingin: "Sebenarnya, aku membunuh ayahmu, aku
memimpin kelompok yang membantai keluargamu!"
Lim Tay-ih menjerit: "Engkau bajingan!" dia menghunus pedangnya dan menikam jantung
Siahou Kosing.
Semua orang bersorak: "Bagus, nona Lim!"
490
Dia lalu menangis terisak-isak, akhirnya dia berhasil membalaskan dendam ayahnya. Ji Pwegiok
meraih tangannya dengan lembut, Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji berdua berkata: "Jangan
sedih, kakak Tay-ih"
Bwe Ceng-hoa dan Shikang totiang menghampiri dan membungkuk ke hadapan Ji Pwe-giok:
"Mohon maafkan kami orang tua yang keras kepala dan tolol ini"
Cia Thian-pi menambahkan: "Tiam-jong-pai tidak mempunyai keberatan sama sekali
terhadap Ji Kongcu sebagai Bulim-bengcu yang baru"
Ji Pwe-giok berkata dengan sopan: "Bwe locianpwe, tidak usah dipikirkan. Dan terima kasih
kepada Cia pangcu tapi aku takut aku tidak mempunyai kemampuan untuk menjadi Bengcu"
Shikang Totiang berkata: "Ji kongcu, mohon maafkan ketidaksopanan pinto. Tapi pinto rasa
engkau harus menjadi Bulim Bengcu yang baru. Sebagai susiokmu, aku merasa engkau sesuai
untuk memimpin dunia persilatan ke era baru. Engkau bukan saja akan mengembalikan nama
baik keluargamu tapi juga almarhum gurumu. Suheng Thian-kang tentu juga akan ikut
berbahagia"
Ji Pwe-giok berkata dengan hormat: "Susiok Shikang, aku...."
Ji Siok-cin dari Hoa-san juga berkata: "Aku setuju dengan Shikang totiang"
Thian-in taysu berkata: "Jut Tun totiang dan pinceng mendukung usulan Ji tayhiap untuk
menjadi Bulim Bengcu yang baru"
Ji Pwe-giok berkata terbata-bata: "Tapi....tapi.... banyak orang lain yang lebih cocok
daripadaku... Tangkwik siansing dan....."
Tangkwik siansing memotong: "Jangan engkau paksa aku, aku tidak punya cukup kesabaran
untuk memerintah dunia persilatan.... bocah, jangan kau limpahkan permasalahanmu pada
diriku"
Ji Pwe-giok menatap pada Hong Sam dan Tangkwik Ko.
Hong Sam berkata: "Adik, aku sudah tua, di samping itu aku sudah lama ingin mengembara
di lautan lepas. Akhirnya, kini aku punya waktu untuk mewujudkannya"
Tangkwik Ko berkata: "Ji kongcu, kau pasti sanggup. Aku sudah tua dan tidak ingin terseret
urusan dunia persilatan lagi".
Ji Pwe-giok berkata: "Baiklah, karena seluruh cianpwe begitu mempercayaiku, aku bersedia
menjadi Bengcu sampai aku menemukan orang lain yang lebih cocok untuk menggantikanku.
Dan aku juga punya satu syarat.... Aku ingin saudara Ang-lian-hoa untuk menjadi
penasehatku"
Setiap orang setuju dengan usulan ini, Ang-lian-hoa adalah seorang yang pandai dan cerdas
dan mempunyai watak yang baik. Dia pasti bisa membantu Ji Pwe-giok dalam melaksanakan
tugasnya.
491
Aliran-aliran lain seperti Kong-tong-pay dan Thian-lam-pai tidak keberatan, terutama
disebabkan dengan tarap kemampuan ilmu silat Jue Qinzi dan Hi Soan mereka sama sekali
tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Bengcu. Di samping itu, Hi Soan menyadari
bahwa Ji Pwe-giok adalah seorang yang pandai dan mempunyai ilmu silat yang tinggi, dia
benar-benar menghargai Ji Pwe-giok dan sangat mendukung usulan itu.
Maka Bulim bengcu baru telah dinobatkan: Ji Pwe-giok.
Musim semi tiba dan musim semi berlalu, musim dingin tiba dan musim dingin berlalu.
Waktu berlalu dengan cepat.
Banyak hal terjadi di dunia persilatan setelah Ji Pwe-giok menjadi bengcu, pertama-tama
semua orang munafik dan orang-orang busuk di kitab Giam-ong-ceh diadili dan dihukum.
Sebagai contoh: Hu Pat-ya dan Hu Pat-naynay dibawa kembali ke biara Siau-lim, ilmu silat
mereka dimusnahkan dan mereka ditawan di dalam sebuah gua di gunung Siong-san.
Ji Pwe-giok juga memohonkan ampun untuk Ciong Cing dan Kwe Pian-sian kepada Hayhong
hujin, Ang Lian-hoa dan Ji Siok-cin. Rupanya Ki Leng-yan melepaskan mereka setelah
dia lolos dari ruangan batu. Ang Lian-hoa, Ji Siok-cin dan Hay-hong hujin setuju untuk
mengampuni Kwe Pian Sian dan Ciong-cing sepanjang mereka bertobat dan tidak membuat
masalah baru di dunia persilatan, kalau tidak mereka tidak akan lolos dari hukuman. Ji Pwegiok
setuju dengan syarat-syarat ini.
Sedangkan mengenai Ki Leng-hong, setelah usahanya untuk menguasai dunia persilatan
gagal, dia tidak mempunyai ambisi lagi untuk menguasai dunia persilatan. Dia mengurus
adiknya yang mempunyai kelainan jiwa dan ibunya yang sakit-sakitan. Mereka meninggalkan
Sat-jin-keh dan tinggal di tempat terpencil. Rupanya ketika Ki Song-hoa mendengar bahwa
ayah dan ibunya, Ki Go-ceng dan Ki Pi-ceng mati, Ki Song-hoa menjadi gila dan berlari ke
komplek pekuburan keluarga mereka dan membakarnya, dia sendiri mati terbakar.
Tangkwik Siansing memberi hadiah sekarung penuh harta yang diambil dari perkampungan
Hu. Hadiah itu digeletakkan di depan pintu rumah Ji Pwe-giok bersama sebuah surat yang
menyatakan hadiah itu adalah hadiah perkawinan. Dia sendiri akan mencari tempat baru untuk
bertapa karena tempat yang lama sudah diketahui orang banyak.
Hong Sam membeli sebuah kapal dan berpetualang dengan kapalnya. Dia tidak lagi
mempunyai beban. Cu Lui-ji sudha selamat dan bahagia. Akhirnya dia dapat melakukan apa
yang telah diinginkannya sejak lama. Hai Tong-jin menemaninya dalam berpetualang.
Tangkwik Ko pindah ke sebuah rumah dekat Ki Leng-hong, dia menjadi gurunya dan mulai
mengajarinya ilmu silat. Dia lebih bahagia sekarang dan kadang-kadang sambil bergurau
mengatakan bahwa sedikit banyak cita-citanya telah tercapai karena sepupunya menjadi
Bulim Bengcu.
Thian-can-kau hidup damai berdampingan dengan ke tiga belas aliran. Yang Cu-kiang dan
Thi-hoa-nio mengundurkan diri dari dunia persilatan. Kadang-kadang orang mendengar kabar
tentang seorang aneh yang lucu melakukan perbuatan-perbuatan baik tapi tidak pernah
mengatakan namanya. Seorang wanita cantik selalu berada di sisinya sambil tersenyum dan
menggeleng-gelengkan kepala.
492
Setahun kemudian, rumah Ji Pwe-giok kosong. Bendera Bengcu diletakkan di sebuah kotak di
atas meja, Jut Tun totiang dan Thian-in taysu kedua-duanya menerima surat dari Ji Pwe-giok.
Dalam surat itu, dia menyatakan bahwa Ang Lian-hoa adalah orang yang lebih cocok untuk
menjadi Bengcu, Ang Lian-hoa juga menerima sepucuk surat dari Ji Pwe-giok yang
mengatakan Ji Pwe-giok tidak mempunyai cukup kemampuan untuk memimpin dunia
persilatan dan lebih baik menghabiskan waktunya bersama istri-istrinya.
Maka Ang Lian-hoa menjadi Bengcu yang baru dan Cia Thian-pi menjadi penasehatnya.
Kedua-duanya adalah orang-orang muda yang pandai dan bijaksana. Dengan mereka sebagai
pemimpin, dunia persilatan menjadi aman.
Beberapa tahun kemudian, dunia persilatan menjadi damai. Orang-orang yang tinggal di kota
Kunming sering melihat seorang muda yang tampan dengan tiga orang wanita cantik berjalanjalan
sambil tersenyum di sepanjang danau Thian-ci.
Seorang lelaki mempunyai tiga orang istri cantik sungguh sangat luar biasa, tidak banyak
orang yang beruntung sekalipun hanya untuk mendapatkan seorang istri cantik. Tapi orangorang
juga menyadari betapa banyak air mata, keringat dan darah yang mengalir sebelum
impian indah itu terwujud.
Tetapi, sesuatu yang lebih indah bahkan terjadi, yaitu masing-masing istri menggendong bayi
yang lucu dan saling bergurau dengan gembira.
Tentu saja mereka adalah Ji Pwe-giok, Lim Tay-ih, Kim Yan-cu dan Cu Lui-ji.
S E L E S A I………………..
Anda sedang membaca artikel tentang Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar] dan anda bisa menemukan artikel Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/imbauan-pendekar-3-lanjutan-renjana.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Imbauan Pendekar 3 [Lanjutan Renjana Pendekar] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/imbauan-pendekar-3-lanjutan-renjana.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar