hampir t idak dapat menggerakkan.
Sambil tertawa besar San ceng siu maju mendesak,
Ho Hay Hong t iba-tiba merasa kabur matanya, entah
sejak kapan, tangan besar lawannya sudah berada
dihadapan matanya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk
melepaskan diri dari tekanan musuh, dengan
menggunakan jurus-jurus dari gerak t ipu ilmu silatnya
Khun hap San kay menyerang kepada musuhnya.
Dengan t iba-tiba dari arah selatan terdengar suara
jeritan ngeri, Ho Hay Hong dan San ceng siu sama-sama
berhent i bertempur, untuk menyaksikan apa yang telah
terjadi.
Kemudian ternyata bahwa t iga orang laki-laki tua
berkumis pendek dari fihak Kan lui Kiam khek, salah satu
diantaranya mundur terhuyung-huyung sambil menekap
mukanya dengan kedua tangannya, darah mengucur
keluar dari sela-sela jari tangannya.
Dua yang lainnya, pakaiannya hancur, rambutnya
awut-awutan, wajah sangat bengis. Apa yang mengherankan Ho Hay Hong ialah: Bok khek
siu, salah satu raksasa yang tadi bertempur melawan Kan
lui Kiam khek, entah sejak kapan, sudah gant i lawan.
Orang orang baju biru yang semula bertempur dengan
t iga laki-laki tua berkumis pendek tadi. Kini mengertilah
dia, bahwa t iga laki tua berkumis pendek itu sampai
mengalami kekalahan hebat bukan lain karena gant i
lawan!
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, t idak
terkendalikan hawa amarahnya, dengan mengeluarkan
suara bentakan keras, pedang meluncur keluar dari
tangannya.
Dengan mengeluarkan sinar berkilauan pedang itu
terbang meluncur kearah Bok khek sin yang sedang
membanggakan kemenangannya. Ketika menyaksikan
pedang itu meluncur ke arahnya, wajahnya berubah
seket ika dengan cepat mengeluarkan seluruh kekuatan
tenaganya menyampok pedang terbang itu.
Ho Hay Hong mendengus, hawa put ih bagaikan kabut
keluar dari mulutnya, pedang yang berterbangan
memburu mangsanya, memancarkan sinar semakin
terang dengan menembus hembusan angin tenaga
dalam Bok khek Sin terus menikam.
Bukan kepalang terkejutnya Bok khek-Siu buru-buru
menjatuhkan dirinya kebelakang. sehingga tubuhnya
yang gemuk rebah terlentang ditanah. Dengan demikian,
pedang itu meluncur melewat i dirinya, meskipun t idak
kena, tetapi hal itu sudah menggemparkan medan
pertempuran, hingga semua orang yang sedang
bertempur, lantas menghent ikan pertempurannya. Semua mata ditujukan kepada pedang yang
berterbangan ditengah udara bagaikan naga terbang
benar-benar merupakan suatu ilmu kepandaian luar
biasa.
Ketika Bok khek Siu bangun lagi, wajahnya merah
padam, jelas bahwa dalam satu gebrakan itu ia sudah
kehilangan muka benar-benar. Belum lagi hilang rasa
kagetnya belakang dirinya merasa ada sambaran angin.
Ia buru-buru menengok, sambaran angin itu ternyata
adalah pedang terbang itu juga. Sepert i orang yang
menghadapi setan, semangatnya terbang seketika.
Karena keadaan sudah mendesak, terpaksa lompat t inggi
untuk mengelakkan serangan pedang
Dua kali pedang itu t idak mengenai sasarannya
kekuatan serangannya agak berkurang dan akhirnya
berputar kembali ketangan pemiliknya. Ho Hay Hong
juga sudah menggunakan kekuatan tenaga terlalu
banyak, kalau bukan sudah mempunyai dasar cukup
kuat , barang kali ia sudah jatuh roboh ditanah.
Kepandaian ilmu menggunakan pedang terbang itu
segera menggemparkan semua orang-orang golongan
Kawa-kawa, termasuk Tie cu Sinkun sendiri.
Bagi mereka yang mengetahui tidak dapat meloloskan
diri dari ancaman pedang terbang, diam-diam t idak
melakukan serangan terhadap musuhnya lagi, karena
mereka takut akan diserang oleh pedang terbang
pemuda baju hijau itu .
Tie cu Sin kun t idak bisa t inggal diam lagi, dengan
gerak secepat kilat, ia sudah berada dihadapan Ho Hay
Hong dan berkata padanya sambil tertawa dingin: "Kepandaian ilmu pedang terbang jago muda ini,
benar-benar sangat mengagumkan. Hanya aku belum
tahu, kau dari golongan Ngo bie pay atau bukan ?
Tentang ini harap kau suka memberi jawaban padaku
yang sejujurnya !"
"Kuberitahukan padamu juga t idak ada gunanya."
menjawab Ho Hay Hong.
"Apa kau anggap aku seorang yang t idak ada gunanya
? "
Pada saat itu, t iba t iba terdengar suara gemuruh,
gedung besar dan megah kediaman Kan lui Kiam khek
telah roboh.
Kan lui Kiam khek menyaksikan gedungnya yang
dibangun dengan susah payah, ternyata sudah ludes
dalam waktu sekejap mata. Air matanya mengalir keluar,
dengan hat i gemas ia berkata:
"Tie cu Sio kun, semua ini adalah perbuatanmu dan
orang-orangmu yang kejam, gedung yang kubangun
dengan keringatku sendiri selama sepuluh tahun,
sekarang telah kau bikin rata dengan bumi. Apa salahku
terhadapmu ? Dendam ini kalau t idak dicuci dengan
darahmu, tidak akan habis !"
Tie cu Sin kun tertawa dingin, tanpa menoleh
sedikitpun juga, terus melanjutkan t indakannya ia maju
dua langkah, tangannya menyambar tangan Ho Hay
Hong.
Dua orang terpisah kira-kira t iga kaki, kalau bagi
orang biasa, dengan jangkauan tangan, t idak akan dapat
menyentuh tangan Ho Hay Hong, tapi tangan dan kaki Tie cu Sin-kun yang luar biasa, kalau ia mengulurkan
tangannya, dapat mencapai jarak tiga kaki lebih.
Ho Hay Hong terkejut menyaksikan gerakan itu, buru-
buru lompat mundur.
Sebentar kemudian, tiba-tiba ia dikaburkan pandangan
matanya oleh gerak tangan Tie cu Sin kun yang luar
biasa, gerakan itu nampaknya sangat sederhana, tetapi
menimbulkan bayangan yang beribu. Ia tahu bahwa
serangan itu mengandung gerak t ipu yang sangat
berbahaya dan t idak mudah disambut , maka ia terpaksa
loncat mundur lagi.
Tetapi matanya kembali dikaburkan oleh sebuah
kepala besar yang tahu-tahu berada dihadapan matanya.
Tak dapat dicegah lagi, matanya beradu dengan mata
besar itu.
Ho Hay Hong terkejut , buru buru menundukkan
kepala, tetapi pada saat itu, pergelangan tangannya
sudah tercekal oleh tangan musuhnya.
Ia coba meronta dengan sekuat tenaga, tetapi t idak
berhasil, sebaliknya ia sendiri yang terbetot oleh suatu
kekuatan tenaga sangat kuat . hingga jatuh ngusruk
kedepan. pedang terlepas dari tangannya dan jatuh
ditanah.
Dalam keadaan sepert i itu, telinganya sepert i
mendengar suara jeritan: "A ya ia dianiaya oleh siiblis."
Tatkala ia angkat muka, orang yang mengeluarkan
suara jeritan itu adalah Toan-bok Bun Hwa.
Sementara itu, iapun tahu bahwa saat itu semua
orang sudah berhent i bertempur, mata mereka sedang ditujukan kepada dirinya. Jatuhnya kali ini, membuat
malu dan marah, dengan tanpa banyak pikir lagi, tangan
kirinya lantas bergerak menyerang Tie-cu Sin kun.
Tie cu Sin kun mempererat genggamannya, hingga Ho
Hay Hong merasakan pergelangan tangannya seolah-
olah akan remuk, rasa sakit mencekam hat inya.
Karena perlawanannya itu menimbulkan penderitaan
hebat baginya, ia t idak berani mengulangi lagi.
"Aku sudah menggunakan kekuatan tenaga dalam
untuk menekan urat nadimu, kalau kau t idak mau dengar
kata-kataku dan masih berkepala batu, jangan sesalkan
aku berlaku kejam!" berkata Tie cu Sin kun dingin.
Ho Hay Hong menundukkan kepala, t idak berani
memandang mata lawannya.
"Kau mau apa" tanyanya perlahan.
Tie cu Sin kun tetap t idak menjawab, berpaling dan
berkata dulu kepada San ceng siu.
"Jangan menonton keramaian disini, lekas ambil batok
kepala Kan lui Kiam khek!"
San ceng siu menerima baik perintah itu. Kemudian
Tie cu Sin kun berkata kepada Ho Hay Hong.
"Kau bermusuhan dengan golongan Kawa-kawa,
bahkan menutup mukamu dengan kain, ini pasti ada
sebabnya. Aku harus melihat dulu wajahmu, kemudian
baru menetapkan dosanya!"
Kerudung kain ditariknya, selembar muka yang
tampan terbentang dihadapannya, tetapi, muka pemuda
itu ternyata belum pernah di kenalnya, maka lantas
berkata lagi. "Kau ini rasanya t idak ada rasa permusuhan apa apa
dengan golongan Kawa-kawa mengapa memusuhi orang-
orang golongan Kawa-kawa dengan menutup muka?"
"Terdorong oleh perasaan keadilan dan atas
kemauanku sendiri aku membantu Kan lui Kiam khek. Ini
adalah kebebasanku sendiri, kau t idak perlu campur
tangan!" jawab Ho Hay Hong dengan berani, kemudian
memejamkan matanya.
"Melihat sikapmu ini, kau juga terhitung seorang
kesatria, kau juga pandai ilmu mengendalikan pedang,
jelas bukan orang sembarangan. Mengapa t idak berani
menyebut namamu?"
Ho Hay Hong t idak menjawab.
"Aku hanya pernah dengar bahwa golongan Ngo bie-
pay angkatan tua, ada beberapa diantaranya yang
pandai ilmu mengendalikan pedang, tapi t idak pernah
dengar orang dari angkatan muda yang ada juga
memiliki kepandaian seperti itu. Nampaknya kau benar
memang murid kesayangannya ketua Ngo bie pay!"
"Kau boleh mimpi sendiri!" jawab Ho Hay Hong sambil
mengeluarkan suara dihidung.
Ia telah melupakan bahaya yang mengancam dirinya
sama sekali, ia membuka mata, mulutnya mengeluarkan
tertawa yang mengandung ejekan. Tetapi sebentar
kemudian mendadak ia berhent i tertawa, matanya
ditujukan kepintu disebelah barat.
Disana tampak olehnya seorang perempuan
berpakaian put ih dengan kaki telanjang sedang berjalan
melalui pintu, ia sepert i melihat sesuatu yang mengejutkan, mulutnya berseru: "Hai kau kemari
sebentar."
Perempuan kaki telanjang itu sejenak nampak
terkejut , perlahan-lahan menoleh kearah Ho Hay Hong.
Ia agaknya melihat bahwa pemuda ini rasanya pernah
main-main berapa jurus dengannya, maka lantas
membalikkan badannya, perlahan-lahan
menghampirinya.
Tie cu Sin kun menekan tangan Ho Hay Hong lebih
kencang, katanya dengan nada mara dingin:
"Apa dia sahabatmu? Gadis yang demikian cant ik
molek, kau tega hat i menyeret padanya terjun kedalam
air keruh?"
Tangan yang ditekan oleh Tie cu Sin-kun,
menimbulkan rasa sakit yang hampir membuat Ho Hay
Hong menjerit , tetapi ia masih coba menahan rasa
sakitnya dan berlaku gembira. Sambil tersenyum ia
berkata kepada perempuan itu:
"Senang sekali hari ini aku dapat melihat kau lagi"
Perempuan kaki telanjang itu memandangnya tanpa
berkedip, mendadak berhent i berjalan, agaknya sedang
memikirkan maksud yang terkandung dalam perkataan
pemuda itu. Ho Hay Hong sudah berkata lagi:
"Hari ini, adalah hari kedua batas perjanjian kita,
apakah Kau sudah menyesal, hingga perlu mencari aku?"
"Aku bukan mencari kau, aku ada keperluan lain!"
menjawab perempuan itu sambil menggelengkan kepala. Ho Hay Hong pura-pura menarik napas panjang. "Aku
mungkin akan terpaksa mengingkari janj iku, sebab
sebab."
Perempuan kaki telanjang itu ket ika mendengar
perkataan demikian, lantas membuka mulut dan
menanya:
"Kenapa?"
"Aku t idak ada waktu untuk mengambil pedang itu,
mereka t idak mau melepaskan aku, mungkin aku t idak
dapat memenuhi janjiku."
"Apa kau t idak bisa melepaskan diri? Apakah, begitu
saja t idak mengert i?"
"Aku t idak dapat melepaskan diri, tangan orang ini
kuat sekali, beberapa kali aku mencobanya, tetapi selalu
t idak berhasil. Maaf, aku sebetulnya t idak ingin
mengingkari janjiku, tetapi."
"Aku mengert i maksudmu!" berkata perempuan itu
dingin. Lalu badannya berkelebat, t iba-tiba melancarkan
serangan tiga kali beruntun kepada Tie cu Sin kun.
Tie cu Sin kun yang mendengarkan pembicaraan
mereka ada mengandung gelagat t idak beres, diam-diam
sudah siap sedia, tetapi ia t idak menduga bahwa
serangan perempuan itu sedemikian cepat. Dengan agak
tergesa-gesa ia menggerakkan lengan tangannya yang
panjang, untuk menyambut serangan itu.
Karena ia melihat perempuan itu demikian cant ik, ia
t idak tega hat i menggunakan tangan kejam, maka hanya
menggunakan kekuatan tenaganya lima bagian saja. Ketika lengan tangan Tie-cu yang panjang itu sudah
akan menyentuh dada perempuan itu, secepat kilat,
perempuan itu memutar badannya dan menggerakkan
tangannya demikian gesit , untuk menyerang perut Tie cu
Sin kun.
Bukan kepalang terkejutnya Tie cu Sin kun, Ia t idak
mengira sama sekali bahwa perempuan cant ik yang
lemah gemulai itu memiliki kepandaian ilmu silat
demikian t inggi.
Dalam keadaan gugup, ia menarik tangan Ho Hay
Hong dengan keras, untuk dijadikan perisai. Tapi
perempuan itu dengan kecepatan luar biasa, serangan
tangan kirinya dimiringkan kesamping, dua jari
tangannya mendadak mengancam t iga jalan darah tubuh
Tie cu sin kun dan bagaikan gasing dengan tangan
menarik Ho Hay Hong. Tetapi, perempuan itu dengan
sepasang tangannya yang putih halus, telah dapat
memaksa Tie cu Sin kun berhent i berputar
Perubahan gerakan yang sedemikian gesit , tujuan
sasarannya yang sangat jitu, menunjukkan bahwa
perempuan yang usianya masih sangat muda sekali itu,
adalah orang kuat berkaliber besar.
Tie cu Sin kun mengeluarkan ilmunya Sian-thian ceng-
khie, kakinya berputar-putar bagaikan gasing dengan
tangan menarik Ho Hay Hong.
Tetapi perempuan itu dengan sepasang tangannya
yang putih halus, telah dapat memaksa Tie cu sin kun
berhent i berputar.
Tie-cu Sin kun segera mengerti kalau bertemu dengan
musuh tangguh luar biasa, mau t idak mau ia harus melepaskan Ho Hay Hong, yang didorongnya sejauh satu
tombak lebih.
Bok khek sin yang menyaksikan pemimpinnya
demikian rupa, segera dapat mengert i bahwa hari itu
menjumpai lawan yang luar biasa tangguhnya. Dalam
hat i raksasa itu mendadak t imbul suatu pikiran, dengan
diam-diam tanpa menimbulkan suara sedikitpun juga ia
menerjang perempuan muda itu.
Perempuan muda itu mengawasi sebentar, t iba-tiba
mulutnya mengeluarkan suara bentakan "Kau mencari
penyakit sendiri!" tanpa menoleh, satu tangannya
bergerak memutar, tepat menotok jalan darah Cie len
hiat dibagian Bok khek siu yang gendut.
Bok khek siu yang saat itu baru saja hendak
mengerahkan kekuatan tenaganya untuk menangkap
hidup-hidup si nona, t iba-tiba merasakan sambaran
angin, karena ia berperawakan t inggi besar, maka t idak
dilihatnya kalau perempuan itu sedang melakukan
serangan pembalasan terhadap dirinya. Ket ika ia
mengetahui, ternyata sudah terlambat.
Sesaat tubuhnya seperti disambar geledek, t idak
ampun lantas roboh terjungkal dan t idak ingat orang lagi.
Kejadian itu kembali merupakan suatu kejadian gaib
hingga mata semua orang kini ditujukan kepada diri
perempuan muda berkaki telanjang itu.
Banyak diantara mereka yang digiurkan oleh
kecant ikan perempuan aneh itu tetapi sebagian besar
dikejutkan kepandaian ilmu silatnya yang luar biasa
t inggi. Mereka sungguh t idak mengira bahwa seorang wanita
yang masih demikian muda belia lemah gemulai, dalam
satu gebrakan telah berhasil merubuhkan Bok khek siu
yang mempunyai tubuh bagaikan raksasa !
Mata Tie ciu Sin kun berputaran dibadan Bok khek siu
yang gemuk semangatnya runtuh seketika. Ini bukan
berarti dia takut pada musuhnya, melainkan berat
melepaskan kedudukan dan nama baik yang dipupuknya
dengan susah payah.
Sekarang Ia menghadapi dua pilihan. Satu, menelan
segala kepahitan dan pulang kembali dengan tangan
hampa: kedua: tanpa perdulikan apa akibatnya,
membinasakan musuhnya.
Yang tersebut duluan. baginya merupakan suatu
perbuatan yang membuatnya kehilangan muka dan
dijadikan buah tertawaan oleh sahabat-sahabat rimba
hijau, yang tersebut belakangan terlalu bahaya, karena
apa bila mengalami kekalahan ini berarti tamat lah
penghidupannya dalam kalangan Kang ouw, sedang
nama baiknya juga akan hanyut.
Ho Hay Hong berusaha bangun, dengan langkah lebar
ia menghampiri Kan-lui Kiam khek. Tetapi, jalan baru
berapa langkah, pinggangnya t iba-tiba merasa sakit ,
hingga membongkokkan badan. Pemuda yang keras hat i
bagaikan baja itu, segala penderitaan masih sanggup
melawan, tapi kali ini, rasa sakit yang dideritanya, ia
benar-benar hampir t idak sanggup menahan. Ia
mengatur pernapasan sendiri, tetapi beberapa kali harus
berhent i setengah jalan, ini telah membukt ikan bahwa
dalam tubuhnya sudah terluka. Ini merupakan suatu luka dalam tubuh, mungkin itu
ada perbuatan Tie cu Sin kun menekan perutnya,
memandang Tie cu Sin kun dengan sinar mata berapi-
api.
Pada saat itu, Tie cu Sin kun sudah mulai bertempur
dengan perempuan cant ik kaki telanjang itu, keduanya
saling menyerang silih bergant i, hingga menimbulkan
hembusan angin hebat disekitar tempat mereka
bertempur.
Sejak kapan Kan lui Kiam khek sudah berada
disampingnya, dengan diam-diam menyusupkan sebuah
bungkusan kedalam sakunya, ia terkejut dan bertanya:
"Toan bok Tayhiap, ini apa ?"
"Jangan bersuara, barang ini adalah kitab pusaka
garuda sakt i." berkata Kan-lui Kiam khek dengan suara
perlahan, dengan terus terang aku merasa t idak sanggup
melindungi keselamatan barang pusaka ini, karena aku
melihat siauhiap seorang muda yang berjiwa besar dan
gagah berani, t imbullah rasa sukaku maka aku
menghadiahkan barang ini kepadamu. Kau jangan
menolak, ini mungkin ada gunanya bagimu!"
"Aku t idak mau!" berkata Ho Hay Hong sambil
menggelengkan kepala.
"siauhiap, sekarang ini bukanlah waktunya untuk
memperbincangkan soal menolak atau menerima, salah-
salah barang ini bisa terjatuh dalam tangan Tie cu Sin
kun." berkata Kan lui kiam khek, mendadak ia diam,
ternyata ada empat tokoh golongan Kawa-kawa bersama
San ceng-siu sedang berjalan menghampiri. Ia tahu bahwa dirinya dalam pengawasan orang-orang Kawa-
kawa, maka lantas memberi pesan dengan tergesa-gesa:
"Biar bagaimana, ia t idak boleh terjatuh di tangan Tie
cu sinkun. Kalau ada apa-apa atas diriku, harap siauhiap
jaga baik-baik anak perempuanku!"
Sehabis berkata demikian, lantas berlalu. Kebetulan
berpapasan dengan lima orang itu, hingga sebentar
kemudian lantas bertarung.
Dua orang lainnya menyerbu Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang saat itu dalam keadaan parah,
keadaannya t idak beda dengan orang biasa, tapi ia lantas
memegang erat-erat pedangnya, katanya dengan suara
bengis.
"Jangan bergerak, kalau kamu berdua berani maju lagi
selangkah saja, kupersilahkan coba-coba rasanya pedang
terbang ini !"
Ucapannya benar-benar telah berhasil menggertak
dua orang itu, mereka lantas berhent i bert indak dan
saling memandang.
Diam-diam Ho Hay Hong menghela napas dan berkata
kepada diri sendiri. "Sungguh heran mengapa Kan lui
Kiam khek t idak mengetahui kalau aku hanya merupakan
macan kertas saja? Bahkan masih menyerahkan barang
pusakanya, suruh aku simpan."
Tiba-tiba terdengar suara bentakan Tie cu sinkun
sambil melompat set inggi lima tombak, iblis itu bertanya
kepada perempuan berkaki telanjang.
"Kau ini murid siapa? Lekas jawab !" Keadaan Tie cu sinkun pada saat itu nampak sangat
menakutkan, rambutnya pada berdiri, wajahnya benar-
benar sepert i iblis, dengan badan masih mengapung di
tengah udara ia berkata lagi.
"Kau sembunyikan kepandaian, hanya menggunakan
gerak t ipu campur aduk, kau melawan aku, apakah kau
anggap aku Tie cu sinkun anak berumur t iga tahun?"
"Kau situa bangka ini benar-benar t idak tahu diri,
kalau aku mengeluarkan kepandaian warisan
perguruanku, kau boleh pikir sendiri, apakah sekarang ini
masih bisa membuka mulut untuk bicara?" berkata nona
baju put ih itu.
Tiba-tiba tangannya dimasukkan kedalam saku.
mengeluarkan sebuah bungkusan, kemudian dilemparkan
kepada Ho Hay Hong seraya berkata dengan nada suara
dingin:
”Bungkusan ini berisi barang mujarab dari keluarga
kita namanya Liong yan biang, kau makanlah. Semua
penderitaanmu akan lenyap seket ika." ia berhent i
sebentar dan berkata lagi:
"Kau ini benar-benar t idak mempunyai liangsim,
demikian baik aku perlakukan kau, tapi kau t idak bisa
pegangkan janji. apakah kau sedikitpun t idak pandang
padaku? Oh sudahlah sekarang sudahlah sekarang
setelah aku melihatmu, dalam hati aku merasa jemu!"
Ho Hay Hong masih memiliki jiwa kesatria, melihat
sikap si nona bersifat menghina segera menolak
pemberiannya. Dengan menggunakan ujung pedang ia
menyontek bungkusan itu kemudian berkata. "Terimakasih atas kebaikanmu. Aku Ho Hay Hong
meskipun jiwa dalam keadaan bahaya, juga tidak sampai
demikian tebal muka, untuk menerima belas kasihan
orang. Liong yan hiang meski obat mujijat luar biasa, tapi
aku belum pikir untuk menggunakannya."
Perempuan berkaki telanjang itu mengawasi padanya
dengan sinar mata dingin, mulutnya t idak mengatakan
apa-apa.
-ooo0dw0ooo-
Bersambung Jilid 8
Jilid 8
BUNGKUSAN obat yang disontek oleh ujung pedang
Ho Hay Hong, tepat jatuh didepan dua orang dari
golongan Kawa-kawa. Dua orang itu agaknya tertarik
oleh bungkusan itu, mereka dengan serentak
menghent ikan pertempuran dan mengambilnya. Masing-
masing makan separuh bungkus.
Toan-bok Bun Hwa berkata dengan suara nyaring:
"Ho sianseng, kau bodoh sekali."
Mendengar kata-kata Toan-bok Bun Hwa yang
mengandung perhatian dan pernyataan sayang, dalam
hat i Ho Hay Hong berpikir.
‚Belum tentu obat itu demikian manjur tapi kalau
lantaran mement ingkan jiwaku, aku harus merendahkan
derajat , apa perlunya?’ Ia t idak tahu entah sejak kapan, pelajar berpenyakitan
itu diam-diam menghampirinya, dan berkata padanya
dengan suara perlahan:
"Kepandaianmu mengendalikan pedang terbang cukup
hebat , tetapi oleh karena ini mengingatkan aku kepada
sesuatu hal."
Dengan perasaan heran Ho Hay Hong mengawasi
pelajar berpenyakitan itu. Pikirnya perkataan orang itu
pasti ada sebabnya, maka ia lalu bertanya. "Urusan
apa?"
"Beberapa hari berselang ketika aku berjalan melalui
kota Thong koan, selagi hendak menuju kekota Lam
leng, dari dalam rimba t iba-tiba lompat keluar seorang
yang t idak kukenal, melambai-lambaikan tangan padaku.
Aku merasa heran. Selagi hendak menanya, diluar
dugaan orang itu lantas menghunus pedangnya dan
disambitkan kepadaku. Orang itu juga menggunakan
ilmu pedang terbang, bahkan gerakannya dan caranya
sangat mirip dengan siauhiap. Untung aku keburu
menyingkir, kalau t idak, niscaya kini sudah mati di bawah
pedang orang itu. Kini setelah melihat siauhiap pandai
ilmu itu, teringatlah padaku keadaan tempo hari."
"Maaf. aku belum tahu, siapakah nama tuan yang
terkenal?"
"Nama julukan adalah Peng si seng (pelajar
berpenyakitan). Sebetulnya aku hanyalah seorang yang
t idak mempunyai kemampuan apa-apa !"
Mendengar disebutnya nama julukan orang itu, Ho
Hay Hong teringat pesan guru. Orang yang dimaksudkan oleh pelajar berpenyakitan itu pasti adalah Jie
suhengnya.
"Kalau siauhiap t idak membuka kerudungmu, tadi aku
masih mengira kau adalah orang yang menyerang aku
hari itu! Apakah siauhiap kenal padanya?!"
"Dalam dunia Kang ouw pada dewasa ini,
bermunculan banyak jago-jago muda. Di antara mereka
banyak yang mempelajari ilmu pengendalian pedang
terbang. Aku belum melihat bagaimana romannya orang
itu, maka t idak berani menduga sembarangan !"
"Kalau begitu aku juga t idak berani mengganggu
terlalu banyak padamu. Hanya, hingga sekarang aku
masih merasa heran. Orang itu t idak mempunyai
hubungan permusuhan apa-apa denganku, tapi mengapa
begitu bertemu muka, lantas menyerang tanpa minta
keterangan lebih dulu."
"Tuan jangan memikirkan soal itu terlalu jauh. Biar
bagaimana kita t idak akan mengert i. Terlalu banyak apa
yang terjadi dalam dunia ini. Ada kemungkinan orang itu
berbuat demikian hanya atas perintah orang saja."
Perkataanmu ini memang masuk akal, tetapi aku Peng
sie seng sejak terjun didunia Kangouw, selamanya
bert indak sangat hat i-hati, baik dalam kata-kata maupun
dalam perbuatan.
”Belum pernah aku melanggar batas-batas keadilan
atau kebenaran. Apakah ini akibat suatu dendam dari
perbuatanku yang t idak disengaja?"
Ho Hay Hong tersenyum getir, ia t idak dapat
memikirkan suatu jawaban yang tepat untuk menjawab.
Matanya dialihkan ke medan pertempuran, saat itu Kan lui Kiam khek sedang menghadapi lawan empat orang
dengan seorang diri, nampaknya ia sudah mulai keteter.
Tiga pemuda baju kuning dari pihaknya Kan lui Kiam
khek yang sudah bertempur hampir setengah hari tanpa
mengaso, badan mereka sudah mandi keringat,
nampaknya juga t idak bisa tahan lebih lama lagi.
Pelajar berpenyakitan agaknya juga melihat gelagat
t idak baik, maka lantas minta diri dan terjun karena
pertempuran lagi.
Ia membantu laki-laki kurus pendek, untuk
memperkuat kedudukannya. Namun demikian, karena
jumlah musuh ada lebih banyak, kekalahan pihak Kan lui
Kiam khek agak susah dihindarkan, kecuali terjadi
sesuatu keajaiban.
Keajaiban itu mungkin hanya diharapkan kepada
perempuan cant ik kaki telanjang itu, tetapi sikap
perempuan itu selalu dingin.
Ho Hay Hong tidak inginkan bantuan, walaupun dalam
hat inya ia merasa cemas, sifatnya yang keras, t idak suka
menundukkan kepala minta bantuan orang. Dalam
keadaan demikian, ia masih berusaha memulihkan
tenaganya untuk melawan musuh-musuh.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan Kan lui Kiam khek:
"Aku adu jiwa denganmu!"
Ho Hay Hong baru lihat bahwa jago pedang itu sudah
berlumuran darah, dengan napas memburu menggempur
Sam ceng sin. Sam Ceng siu menggunakan lengan baju tangan
kirinya untuk menyerang, Kan lui kiam khek terpukul
mundur.
Tiba-tiba dua orang yang tadi makan obat liong yan
hiang dari perempuan kaki telanjang, menjerit-jerit
dengan suara mengerikan. Ho Hay Hong mengira dua
orang itu terluka di tangan Toan Bok Bun hwa, tapi
ketika disaksikannya dengan seksama ternyata Toan Bok
Bun hwa masih berdiri dengan sikap bingung, mengawasi
dua bangkai bekas lawannya.
Dua orang itu mengeluarkan darah matang dari
lubang hidung masing-masing. Siapapun yang
melihatnya tahu bahwa kemat ian mereka itu karena
keracunan.
Ho Hay Hong segera mengerti bahwa obat dalam
bungkusan yang dinamakan Liong yan hiang itu bukanlah
obat mujijat , tetapi obat mencabut nyawa. Ia sungguh
t idak mengira bahwa perempuan cant ik kaki telanjang itu
demikian kejadian, hendak meracuni dirinya, Mengingat
kejadian itu, keringat dingin membasahi badannya.
Ia mulai merasa curiga. Perempuan kaki telanjang
yang pernah dianggapnya sebagai perempuan yang
masih berhati putih bersih, sebetulnya adalah satu iblis
wanita yang kejam dan ganas. Tetapi, kalau ditilik dari
luarnya, segala-gala yang dimilikinya, orang t idak berani
gegabah menarik kesimpulan demikian terhadap dirinya.
Sementara itu, perempuan kaki telanjang itu masih
berdiri berhadapan dengan Tie cu Sin kun, kedua fihak
t idak mengunjukkan dengan gerakan apa-apa. Tetapi
asal satu fihak bergerak, lantas disambut oleh serangan
kematian dari fihak lawannya. Dalam keadaan demikian maka kedua fihak t idak berani melakukan t indakan lebih
dulu.
Pada waktu itu, perempuan itu berpaling kearah dua
orang yang mat i keracunan dan berkata sambil tertawa:
"Inilah upahnya orang rakus, hei kau sungguh
beruntung."
"Sudah tentu, kau ingin supaya orang menutup mulut
untuk selamanya, supaya orang lain t idak mengetahui
rahasiamu. Untuk selanjutnya, aku t idak akan percaya
kepada siapapun juga!" berkata Ho Hay Hong.
"Hei mendengar kata katamu ini, pada sebelumnya
kau rupa rupanya percaya kepada diriku, betul t idak?"
"Tidak semuanya benar, aku hanya anggap kau t idak
bisa menggunakan akal bangsat, tak disangka otakmu
ternyata t idak sedemikian bodoh sepert i apa yang aku
kira!"
"Aku benci kepada orang rakus, umpama kau juga
pernah mempunyai pikiran rakus kehilangan pedang itu,
membuatku beberapa waktu t idak bisa t idur Maka aku
mencobanya satu kali lagi, kalau kau memang seorang
tamak, pasti t idak mau melepaskan begitu saja sesuatu
kesempatan yang paling baik. Kalau kau benar begitu, ini
berarti upah dari kerakusanmu."
"Hanya lantaran beberapa malam t idak bisa tidur, kau
lantas menumpahkan kebencianmu kepada orang lain?
Pikiran demikian, sebetulnya terlalu sempit ."
Perempuan itu memperdengarkan suara tertawa
dingin, dengan t iba-tiba ia me lancarkan t iga serangan
dengan beruntun. Tie cu Sin kun tahu hebatnya serangan itu, seluruh
kekuatan tenaga dikerahkan kepada kaki dan tangannya,
dengan satu gerakan, badannya mendadak membongkok
kebawah, hanya dua lengannya yang luar biasa
panjangnya, yang bergerak-gerak.
Sungguh heran, serangan hebat perempuan itu sama
sekali t idak berhasil menyentuh badan lawannya.
Orang yang menyaksikan keadaan dan gerakan Tie cu
Sin kun, dengan sendirinya teringat kepada nama
julukannya Tie cu Sin kun, yang berarti dewa Kawa-
kawa, sebab sikap dan gerakannya sangat mirip dengan
seekor Kawa kawa raksasa!
Dengan sangat bangga Tie cu Sin kun berkata sambil
tertawa besar:
"Budak hina, hari ini kau juga boleh membuka
matamu, ini adalah ilmu Tie cu Khi kang yang sangat
kesohor di dalam kalangan rimba persilatan. Ha! ha! ha!
Aku ingin melihat , kau bisa berbuat apa terhadapku?"
"Baik aku akan coba." berkata perempuan itu dingin.
Belum habis mengucapkan perkataannya badannya
sudah bergerak, dan hanya tampak berkelebat
bayangannya saja. orangnya sudah melesat set inggi
tujuh delapan tombak.
Di tengah udara, t iba-tiba mementang kedua
tangannya, badannya yang melayang turun dengan
demikian agak merandek. Dengan t iba-tiba, bagaikan
seekor burung garuda ia terbang rendah berputaran,
lama t idak tampak gerakan apa apa. Bagi orang yang t idak mengert i, hanya mengagumi
kepandaiannya yang bisa mengapung atau terbang
ditengah udara. Tapi Tie cu Sinkun yang menyaksikan
itu, wajahnya mendadak pucat pasi, mulutnya berseru:
"Budak hina, kau ternyata juga pandai ilmu garuda
sakt i. ."
Ilmu silat garuda sakt i yang terdiri dari lima jurus,
telah keluar dari mulut Tie cu Sin-kun dalam sikap
terheran-heran, jelas merupakan suatu ilmu luar biasa,
jikalau t idak, t idaklah Tie cu Sin kun sampai ketakutan
demikian rupa!
Dalam waktu sangat singkat Tie-cu Sin kun sudah
merubah lima macam gerakan, hanya sepasang matanya
yang besar, tetap mengawasi perempuan kaki telanjang
itu tanpa berkedip. Wajahnya menunjukkan perasaan
hat i yang amat tegang.
Bagaikan seekor Kawa-kawa. Tie cu Sin kun
merangkak ditanak, kadang-kadang menggerakkan dua
lengan tangannya yang luar biasa panjangnya. Set iap kali
tangannya bergerak, menimbulkan suara ser ser yang
amat nyaring.
Perempuan kaki telanjang itu mendadak melayang
turun. Tampaklah berkelebatnya sinar put ih, keduanya
saling mengadu kekuatan, tapi sebentar kemudian
berpencar lagi.
Orang masih belum tahu benar dengan cara
bagaimana pertempuran itu berlangsung tapi ternyata
sudah ada kepastian siapa yang menang dan siapa yang
kalah. Dalam waktu yang sangat singkat itu, Tie cu Sin kun
seolah-olah kehilangan ambisinya yang berniat menjagoi
rimba persilatan.
Ia menggumam sendiri sambil menundukkan kepala:
"Nampaklah kau adalah orangnya si kakek penjinak
garuda sakt i. Kali ini aku benar sudah lamur mataku,
sehingga harus menelan pil pahit sepert i ini, aku t idak
dapat mengalahkan orang lain, aih."
Untuk kedua kalinya perempuan ini mengeluarkan
sebungkus obat bubuk dari dalam sakunya dan
dilemparkan kepada Ho Hay Hong, katanya:
"Obat bubuk ini adalah Liong yan hiang yang tulen,
kau."
Tiba-tiba ia melihat sikap Ho Hay Hong berubah,
kepalanya menengok kearah lain. Ia pungut lagi
bungkusan obatnya, dimasukkan kedalam tangan Ho Hay
Hong, katanya lagi: "Dalam tubuhmu terluka parah, kalau
biarkan lebih lama, harap kau sayang kepada dirimu
sendiri, jangan sampai mengingkari janjimu padaku !"
Mendengar kata-kata sinona yang penuh perhatian,
hat i Ho Hay Hong tergerak. Ia tahu bahwa saat itu
bukanlah waktunya untuk berlaku keras kepala lagi,
maka lantas dibukanya bungkus itu mengambil obat
bubuknya dan ditelan kedalam mulut sisanya
dikembalikan.
Tidak antara lama, hawa panas yang mengandung bau
harum, mengalir diseluruh tubuhnya sudah terasa segar
kembali. Ia coba menggerakkan tangan dan kakinya.
Memang benar sudah sepert i biasa lagi. Suatu bukt i
bahwa ucapan nona itu memang benar. Tetapi dengan demikian, berarti ia telah menerima budi lagi dari sinona,
hingga tidaklah pantas kalau memperlakukannya dengan
sikap dingin. Maka ia lantas memberi hormat seraya
berkata:
"Terima kasih atas budi kebaikanmu, lain waktu apa
bila masih ada umur, aku pasti akan membalas budimu
ini."
"Aku lihat Sebaiknya aku ikut kau pergi mengambil
pedang, supaya t idak terjadi kejadian seperti ini lagi!"
berkata si nona. "Sekalian aku akan mengurus sesuatu
urusan, urusan ini harus memerlukan waktu beberapa
hari baru bisa beres. Aku ikut kau pergi mengambil
pedang, apabila pulang agak lambat sedikit , mereka juga
t idak akan menyalahkan aku!"
Dalam hat i Ho Hay Hong berpikir: "kalau aku seorang
diri minta kembali pedangku kepada Chim kiam sianseng,
apabila ia t idak mau mengembalikan, mau t idak mau
pasti akan terjadi pertempuran lagi. Aku sendiri t idak
yakin akan dapat mengalahkan Chim kiam sianseng,
salah-salah janjiku bisa meleset . Apa salahnya pergi
bersama-sama dengannya? Seandainya t idak bisa
mengambil kembali pedang pusaka garuda sakt i, ia yang
sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri pasti
juga t idak akan salahkan aku t idak bisa pegang janji.”
"Baik, kalau kau takut aku t idak bisa pegang janji,
ikut lah pergi bersama-sama aku," demikian Ho Hay Hong
berkata.
Sementara itu. Tie-su Sin kun t iba-tiba berkata dengan
suara keras: "Semua anak buahku, dengarlah perintah ku.
Sekarang juga semua lekas meninggalkan tempat ini.
Siapa yang t idak mau dengar perintah, akan dihukum
mati!"
Semua anak buah golongan Kawa-kawa yang
mendengar perintah itu, lantas lompat keluar dari
kalangan, dengan berkelompok-kelompok mereka berlalu
meninggalkan medan pertempuran.
Hanya San-ceng sin yang nampaknya masih
penasaran. Sebelum meninggalkan tempat itu, lebih dulu
ia melancarkan satu serangan hebat kepada pundak Kan
lui Kiam khek hingga jago pedang itu jatah rubuh
ditanah.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu nampaknya
sangat marah, selagi hendak menimpukan pedangnya,
t iba-tiba melihat mata Tie cu Sin kun mendelik, agaknya
juga mengetahui perbuatan San ceng sin yang t idak
menurut perintahnya, maka lantas menegurnya dengan
suara gusar:
"San ceng siu, aku sudah mengeluarkan perintah
supaya lekas meninggalkan tempat ini. mengapa kau
t idak mau dengar perintah ku? Apakah maksudmu?"
San ceng siu yang ingin dapat pahala, setelah
didamprat demikian pedas oleh pimpinannya, seket ika
menjadi gelagapan. lalu menundukkan kepala, t idak bisa
menjawab.
"Lekas pulang," hardik Tie cu Sin kun "pergi
melaporkan segala kesalahanmu!" San ceng siu menerima baik perintah itu dengan
menggendong Bok khek siu yang terluka, ia lari keluar
sebentar sudah t idak kelihatan.
Pihak musuh hanya t inggal Tie cu Sin Kun seorang
yung masih belum undurkan diri, lainnya sudah t idak
tampak bayangannya lagi.
Tie cu Sin kun yang masih penasaran dengan satu
tangan memukul rubuh t iang bendera yang berada
didepan pintu gerbang, kemudian berkata kepada
perempuan kaki telanjang.
"Lain kesempatan aku akan minta pelajaran lagi ilmu
garuda saktimu. Sampai ketemu lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lompat set inggi tujuh
delapan tombak, menghilang melalui tembok pagar.
Dengan sangat hat i-hati Toan bok Bun Hwa
membimbing ayahnya, matanya ditujukan kepada Ho
Hay Hong.
Ho Hay Hong t idak berani memandang sinona
kemudian sinar mata si nona masih nampak perasaan
t idak senang terhadap dirinya. Ia lalu teringat tadi
selama mengawasi pertempuran, tentunya dianggap oleh
si nona kalau ia menonton sambil bertepuk tangan,
padahal ia sendiri sedang terluka parah.
Mengenai kesalah fahaman ini, kelihatannya t idak mau
membuang waktu untuk memberi penjelasan, Ia berkata
sang waktu nant i akan melenyapkannya sendiri.
Ia menghampiri Kan-lui Kiam khek, mengembalikan
kitab garuda sakt i yang diberikannya tadi, katanya: "Barang ini sekarang kukembalikan padamu. Orang-
orang golongan kawa-kawa sudah mengundurkan diri.
Tugasku sudah selesai, sekarang aku mohon diri!"
"Ho siauhiap harap jangan menolak, kitab ini
merupakan benda pusaka yang t idak ternilai harganya,
hanya seorang gagah dan berbudi luhur sepert i siauhiap
ini yang pantas memiliki benda itu." berkata Kan lui Kiam
khek sambil menggoyangkan kepala.
Ia menyerahkan kitab pusaka itu kepada Ho Hay Hong
dengan kedua tangannya tetapi Ho Hay Hong tetap
menolak.
"Aku dapat berkenalan dengan Toan bok Tayhiap, ini
sudah merupakan suatu kehormatan bagiku. Kitab ini
sebaiknya kau simpan sendiri !"
Dengan t iba-tiba wanita cant ik itu lari menghampiri,
tangannya merebut kitab pusaka itu, katanya kepada Ho
Hay Hong dengan nada suara dingin:
"Jangan membuang waktu mari kita jalan."
"Mengapa kau merampas kitab itu, lekas kembalikan!"
berkata Ho Hay Hong.
"Kitab pusaka garuda sakt i ini sebetulnya memang
milikku, dengan hak apa kalian memilikinya?"
Kan lui Kiam khek hanya melihat berkelebatnya
bayangan putih, tahu-tahu kitab ditangannya sudah
direbut, tetapi kemudian ia tahu bahwa orang yang
merebut kitab dari tangannya adalah seorang wanita
muda berkaki telanjang, wajahnya lalu mengunjukkan
senyum lebar dan berkata pada diri sendiri, sambil mengangguk-anggukan kepala yang penuh art i: "Ha ha.
ini sama juga. sama juga"
"Toan bok Tayhiap suka memberikan padanya !"
bertanya Ho Hay Hong.
"Sudah tentu .sudah tentu."
"Kalau begitu aku t idak bisa berkata apa-apa. Marilah
kita jalan, tuan-tuan sampai bertemu lagi."
Dengan mengejek wanita kaki telanjang itu ia berlalu,
ketika berjalan dihadapan pelajar berpenyakitan, Ho Hay
Hong mendadak ingat sesuatu, ia berkata dengan suara
perlahan:
"Tuan sebaiknya pergi kearah Koan gwa untuk
sementara waktu, dimana mungkin ada baiknya bagimu."
Pelajar berpenyakitan itu tercengang, tetapi ia segera
mengert i maksud yang terkandung dalam ucapannya itu.
Dengan sikap agak kaget, Ia menjawab sambil memberi
hormat: "Terima kasih atas budimu"
Waktu itu udara cerah, Ho Hay Hong bersama wanita
kaki telanjang berjalan ketengah jalan raya, ia sedang
memikirkan bagaimana mencari keterangan tempat
kediaman Chim kiam sianseng, supaya dapat meminta
kembali pedangnya.
Tetapi pertama ia harus dapat mengelabui gadis itu.
Sebab, kalau ia mengetahui bahwa sepasang pedang
yang dibuat barang tanggungan kepada Chim kiam-
sianseng, bukanlah tempat disimpannya pedang past i
akan menimbulkan kesan buruk bagi wanita Itu. Urusan
mungkin bertambah ruwet. Pada saat itu, didepan t iba t iba t imbul suara ramai,
matanya segera melihat serombongan orang berkumpul
entah sedang membicarakan apa.
Timbulah perasaan herannya, ia ingin mengetahui apa
yang telah terjadi.
Wanita kaki telanjang yang selama itu berjalan
kencang sambil menundukan kepala, mendadak berhent i
dan berkata padanya:
"Disana terlalu ramai, mari kita mengambil jalan lain !"
Karena sikapnya yang tergesa-gesa, telah
menimbulkan kecurigaan Ho Hay Hong ia pikir, gadis ini
tentu tahu apa yang telah terjadi dengan orang-orang
itu, hingga mengajak jalan melalui jalan lain. Mungkin
takut kuketahui.
Karena berpikir demikian, ia tidak menghiraukan gadis
itu, bahkan berjalan keorang banyak dengan langkah
lebar.
Setelah berdesak-desak dengan orang banyak, t ibalah
Ho Hay Hong ketengah-tengah orang yang berkerumun.
Disitu ternyata tampak tiga kepala manusia yang masih
berlumuran darah, yang berada diatas sebuah meja
persegi.
Diatas meja itu masih terdapat selembar kulit kambing
yang lebar tebal, diatasnya terdapat tulisan yang ditulis
dengan huruf-huruf besar yang warna merah: "Ini adalah
sukma-sukma yang baru keluar dari kampung setan,
siapa yang berani coba-coba memasuki kampung setan
itu akan diperlakukan sama!" Ho Hay Hong berdiri terpaku, huruf-huruf besar itu
baginya sudah t idak asing lagi, dari tangan wanita kaki
telanjang ia pernah menyaksikan itu.
Dari kenyataan orang yang menonton, menunjukan
bahwa kepala diatas meja itu adalah kepalanya orang-
orang yang dikenal baik oleh mereka. Maka ia segera
mengetahui bahwa t iga sukma penasaran itu, semua
orang-orang daerah itu yang mempunyai banyak
kenalan.
Ia memeriksa dengan seksama, t iba-tiba dapat
mengenali bahwa salah satu diantaranya yang
berjenggot lebat, adalah jago tombak she Hoo yang
kesohor namanya.
Dari situ, ia juga segera mengenali bahwa batok
kepala disamping kepala jago tombak itu adalah batok
kepala Hoo Yan San. Satunya lagi mesti pun masih asing,
tapi mungkin juga ialah satu muridnya jago silat itu.
Ia diam-diam merasa bergidik, pikirannya kalut , apa
yang telah terjadi malam itu agaknya masih jelas dalam
ingatannya. Jago tombak itu dengan senjata pendek
ditangannya, dengan gagah berani menggempur lawan-
lawannya.
Waktu itu, ketangkasan dan keberanian jago tombak
itu pernah menimbulkan rasa kagumnya, ia juga pernah
merubah pandangannya terhadap jago tombak itu
akhirnya menjadi salah satu korban dari keganasan
dalam Kampung Setan.
Segala sudah berlalu selalu menimbulkan kenangan,
dan apalagi jago tua itu pernah bertanding beberapa
jurus dengannya. Lama sekali Ho Hay Hong berdiri terpaku,
mengenangkan kembali semua yang telah terjadi.
Ketika tangannya menyambar tangan wanita kaki
telanjang, biji matanya hampir melotot keluar. Katanya.
"Hm. waktu kau bicara tadi, aku sudah merasakan
sikapnya agak berlainan, tak kusangka adalah suatu
peristiwa yang demikian mengerikan."
Ia sendiri juga t idak mengert i, mengapa perasaannya
terpengaruh demikian hebat oleh kejadian itu.
"Kau harus mengakui bahwa kemat ian jago tombak
dan anaknya itu, adalah suatu dosa yang kau perbuat !"
demikian ia berkata pula dengan suara keras.
Wanita kaki telanjang itu memandangnya dengan
perasaan heran, jawabnya:
"Kau harus salahkan mereka, suruh siapa mereka
menyelidiki kampung setan?"
"Apa kau kata? Didalam dunia ini, dimana sajapun
orang boleh pergi, apa kecualinya dengan kampung
setan? Apakah tempat itu sudah kau beli."
Wanita itu mendadak menundukkan kepala.
"Demikian keras kau menggenggam tanganku, kalau
itu orang lain, tangannya sudah terluka"
Kini Ho Hay Hong baru sadar bahwa perbuatannya itu
agak keterlaluan, tetapi ia t idak sudi minta maaf kepada
wanita itu, dengan suara meluap-luap ia berkata.
"Aku mengert i, maksudmu keluar dari kampung setan,
bukan lain ialah hendak menggunakan batok kepala jago
tombak dan anaknya, untuk memperingatkan orang-orang kampung yang masih bodoh itu, supaya mereka
t idak lagi berani memasuki kampung setan, betul tidak ?"
Berkata sampai disitu, mendadak ingat sesuatu,
katanya pula.
"Aku benar benar tidak mengert i, ada rahasia apakah
sebetulnya dalam kampung setan itu? Kecuali beberapa
manusia liar, ada apa lagi yang ada harganya untuk
dirahasiakan ?"
"Kita balik membicarakan soal pedang pusaka itu saja,
dimana kau simpan itu?" berkata wanita itu dingin.
"Masih ada satu hari. akulah yang akan memutuskan,
baik kuserahkan kembali atau t idak, kau desak juga tidak
ada gunanya."
"Kalau aku tahu hat imu demikian kejam, t idak nant i
aku menerima permintaanmu." berkata wanita kaki
telanjang.
Ho Hay Hong sebetulnya ingin berkata: "Kalau aku
tahu kau datang, aku juga menerima baik permintaan
Kan lui Kiam khek untuk menyimpan kitab pusaka itu."
Tetapi sebelum perkataan keluar dari mulutnya,
ditengah jalan raya t iba-tiba tampak debu mengebul,
seekor kuda dilarikan dengan kencang. Diatas kuda
duduk mendekam seorang tua yang sekujur badannya
penuh luka-luka.
Mata Ho Hay Hong berputar sejenak di atas senjata
yang berada dipinggangnya, t iba-tiba lari menyongsong
dan menarik tali kuda yang sedang lari kencang itu. Kuda itu mendadak berhent i, tetapi orang tua yang
duduk diatas kuda seket ika itu lantas jatuh ditanah. Ia
bimbing bangun dan bertanya:
"Kong ciok Gin cee lo-enghiong, apakah art inya ini?"
Muka Khong ciok Gin cee penuh debu, wajahnya yang
semula cerah, kini telah berubah pucat kuning. Dengan
membuka matanya yang sayu, jago tua itu mengawasi
Ho Hay Hong sejenak, nampak semangatnya terbangun,
katanya:
"Ho siauhiap, kau tak usah pergi lagi, semua sudah
terlambat, Cie lui Kiamkhek sudah meninggal."
Berkata sampai disitu, jago tua itu t idak sanggup
bertahan lebih lama, mulutnya menyemburkan darah
segar.
Depan dada Ho Hay Hong penuh semburan darah, ia
sudah tidak keburu membersihkan, sudah bertanya lagi:
"Apakah Song Sie dan Giok-hu Kie-su juga sudah."
Ia t idak sanggup melanjutkan pertanyaannya.
Kenyataannya, dengan kembalinya Khong-ciok Gin-cee
dalam keadaan penuh luka-luka, mereka orang-orang
yang memasuki kampung setan, mungkin bisa keluar
dalam keadaan selamat?
"Sebetulnya t idak sampai begini mengenaskan."
berkata Khong Ciok Gin cee, "kita bert iga menghadapi
Tang-siang Sucu dan empat kawannya, sekalipun kalah,
juga t idak sampai begini hebat. Semua adalah gara-
garanya si setan tua Lam kiang Tay bong yang turut
campur tangan. Dengan satu serangan jarak jauh yang
luar biasa ia telah menyerang Cie lui Kiam khek. setelah itu, Song Sie dan Giok-hu Kiesu, kedua-duanya juga mati
ditangan iblis tua itu. Aih! Dendam sakit hat i ini, entah
kapan baru bisa dibalas. Ho siauhiap, kau t idak usah
pergi lagi!" berkata Khong ciok Gin cee gemas.
"Benarkah Lam kiang Tay bong sedemikian ganas?"
berkata Ho Hay Hong dengan suara keras.
Sedang Khong ciok Gin ce kenal dengan Ho Hay Hong,
baru pertama kali ini menyaksikan sikapnya demikian
beringas, hingga diam-diam merasa kaget .
"Semua ini adalah benar, Suto Cian Hui sudah
melepaskan diri dari tangan Tang siang Su cu dengan
menggunakan akal. Menampak sikapnya yang demikian
menyedihkan, jangan-jangan ia mengambil putusan
pendek. Aih! Ho siauhiap, sewaktu hendak menutup
mata, Cie lui Kiam khek pernah meninggalkan kata-kata
terakhir, ia minta kau supaya baik-baik perlakukan Cian
Hui "
"Cie lui Kiam khek perlakukan diriku cukup baik,
urusan ini sedapat mungkin akan ku lakukan!" berkata
Ho Hay Hong tegas, tapi mendadak hat inya merasa
bingung sendiri. Karena urusan ini sangat mendadak
untuk sementara, ia t idak tahu bagaimana harus berbuat .
"Mengenai rumah perguruan silat Kang lam Bu koan,
kini sudah diteruskan oleh sutenya Kan lui Kiam khek.
Kalau kau sudi boleh berdiam terus disana. Aku harus
berangkat kegunung Cong lam san dengan segera. Ho
siauhiap, harap kau baik-baik jaga diri sendiri!"
"Badan Lo enghiong penuh luka, mengapa t idak
mengaso dulu untuk beberapa hari?" "Tidak bisa! Aku harus segera memberitahukan berita
ini kepada ketua Cong lam-pay, Pendekar baju kuning.
Dia adalah salah satu dari lima orang luar biasa dalam
rimba persilatan. Namanya berendeng dengan Lam-kiang
Tay bong. sudah tentu ia dapat menyelesaikan urusan
ini!"
Ho Hay Hong t iba-tiba seperti baru sadar, katanya:
"Oh, jadinya t iga jago pedang dalam rimba persilatan
itu adalah anak muridnya Pendekar baju kuning. Kalau
begitu adalah paling baik. Pendekar baju kuning adalah
salah satu dari lima orang luar biasa dalam rimba
persilatan. Permusuhan ini t idak boleh di pandang
ringan."
Khong ciok Gin cee t iba-tiba menggunakan suara
pelahan, bisik bisik ditelinganya:
"Kata-kata Su to tayhiap, Burung garuda raksasa
dalam sangkar itu, adalah milik si Kakek penjinak garuda.
Burung itu sangat pintar! Kekuatan terbangnyapun besar
sekali. Dengan susah payah ia berhasil menangkapnya,
sebetulnya hendak dipersembahkan kepada ketua Cong
lam pay, Pendekar baju kuning di waktu hari ulang
tahunnya, tetapi ia takut garuda itu nant i mengamuk,
maka ia t idak berani mengambil keputusan. Sejak Su to
Cian Hui yang membawa berita itu kembali dari danau
Liok ing ouw. ia telah dapat memast ikan bahwa si Kakek
penjinak garuda itu lagi, supaya tidak membawa bencana
bagi perguruannya. Harap kau membuka sangkar itu,
biar burung itu terbang bebas keangkasa. Ia juga
mengatakan, bahwa dalam kampung setan juga terdapat
seekor burung garuda sejenis itu. Malam itu ia telah
menyaksikan sendiri burung itu terbang berputaran t idak mau pergi, beberapa kali me lakukan serangan terhadap
kita. Ia mengerti bahwa dalam hal ini tentu ada
sebabnya, ada kemungkinan bahwa si kakek penjinak
garuda yang namanya sangat kesohor itu sembunyikan
diri dalam kampung setan."
Hati Ho Hay Hong bercekat , pikirannya memang
benar, sejak aku menemukan garuda raksasa itu
perasaanku juga t idak aman kampung setan itu jelas ada
hubungannya dengan Kakek penjinak garuda.
"Dan lagi." berkata pula Khong ciok Gin cee, "Kan lui
kiam khek juga menyimpan sebuah benda rahasia,
namanya kitab garuda sakt i, kitab itu sebetulnya
tergantung di leher burung garuda. Dalam kitab itu ditulis
sebab musababnya si kakek penjinak garuda menghilang
dari Kang ouw dan kepandaian ilmu silatnya. Karena
sudah jelas bahwa kakek penjinak garuda itu masih
hidup, kitab itu bagi kita juga t idak ada gunanya.
Buanglah saja, supaya tidak menyusahkan orang lain. Ini
adalah pesan Su to tayhiap, minta supaya disampaikan
kepada Kan lui Kiam khek."
Setelah mendengar habis keterangan itu maka Ho Hay
Hong menatap wajah perempuan kaki telanjang tanpa
berkedip.
"Kau pernah apa dengan Kakek penjinak garuda?"
demikian ia bertanya.
Perempuan itu t idak memperhatikan pertanyaan Ho
Hay Hong, ia menjawab dengan suara hambar.
"Aku t idak kenal siapa itu Kakek penjinak garuda."
"Kau bohong!" berteriak Ho Hay Hong. Mendengar
suara keras Ho Hay Hong Khong ciok Gin-cee merasa tertarik, ia memandang gadis itu dengan seksama,
mendadak membuka matanya dan berkata.
"Ho siauhiap, nona ini masih pernah apa denganmu?"
Ho Hay Hong menjawab:
"Dia sahabatku, kau jangan salah faham."
Khong ciok Gin ce nampaknya merasa lega, sambil
menarik napas ia berkata:
"Ia sangat mirip dengannya. Akh, sudah t idak ada
waktu lagi. aku masih perlu melanjutkan perjalananku.
Ho siauhiap, kita sampai ketemu lagi !"
Dengan napas masih memburu ia naik keatas kuda.
setelah mengawasi lagi Ho Hay Hong sejenak, lantas
kaburkan kudanya.
Pikiran Ho Hay Hong agak kalut , tetapi diluarnya ia
masih berlaku tenang.
"Kau t idak merahasiakan dirimu lagi. Kau tadi telah
mengaku bahwa kitab pusaka garuda sakt i itu adalah
milikmu, ini sudah jelas bahwa mesti punya hubungan
dengan Kakek penjinak garuda !" berkata sampai disitu ia
pura pura berhent i, lama baru berkata lagi
"Sebetulnya. Kakek penjinak garuda itu bukanlah
seorang hebat seperti malaikat, apa lagi ia sudah lama
t idak unjuk diri dalam dunia Kang ouw. Kedudukannya
dimasa lampau sudah diambil oleh orang lain. Taruh kata
benar kau adalah orangnya Kakek penjinak garuda, aku
juga t idak anggap apa-apa."
Ia memperhatikan perubahan sikap si nona. Pikirnya
kalau benar dia adalah orangnya Kakek penjinak burung garuda, setelah mendengar perkataan itu, past i akan
marah.
Tetapi, wajah dan sikapnya wajar sepert i biasa, tetap
kaku dingin, hingga membuat ia kecewa.
"Kau benar-benar bagaikan sebuah patung, kalau kau
masih belum mempunyai nama julukan aku pikir akan
memberikan kau satu nama"
"Tidak halangan kau pilihkan nama untukku !" berkata
perempuan itu dengan tiba-tiba.
Ho Hay Hong pura-pura berpikir agak lama, kemudian
baru berkata:
"Hian peng Mo lie !"
Perempuan kaki telanjang itu ketika mendengar nama
itu, merasa t idak senang, katanya:
"Mengapa t idak sebut aku Hian peng Yao lie?
Bukanlah lebih t idak enak didengar daripada Hian peng
Molie?"
"Kalau kau suka dengan nama Hian peng Yao lie, aku
juga t idak bisa berbuat apa apa terserah padamu
sendiri."
Perempuan itu hanya menunjukkan senyum dingin,
t idak menyatakan apa-apa.
Dua orang itu berjalan tanpa berkata apa-apa, Ho Hay
Hong mendadak membuka suara:
"Ku pikir, aku sendiri barangkali mempunyai sedikit
hubungan dengan Kakek penjinak garuda, jikalau t idak,
tak mungkin lenganku bisa ada tanda cakar garuda
sakt i!" "Apa maksudnya perkataanmu ini?" tanya wanita itu.
”Ucapanmu ini hanya sekedar mengungkap
pertanyaan dalam hat iku, mengapa kau merasa t idak
tenang ?"
"Jangan pikirkan yang bukan-bukan, barangkali orang
t idak mau mengenali." berkata sampai disitu, mendadak
bungkam. Tetapi Ho Hay Hong sudah dapat menangkap
tanda-tanda t idak wajar, hingga hat inya bercekat , namun
diluarnya Ia bersikap marah-marah, katanya agak
mendongkol:
"Tidak mengenali juga t idak apa, kalau kau benar-
benar ada hubungannya dengan dia, aku juga tidak ingin
mengenalnya. Hem jangan kau kira aku sepert i orang
yang bersifat suka menjilat pantat !"
"Kau benar-benar seorang jantan!" berkata wanita itu
dingin.
Dari kata-kata wanita itu, Ho Hay Hong merasa bahwa
wanita itu t idak kena dipancing, hingga dalam hat i ia
merasa kecewa. Ia berkata:
"Ini juga belum tentu, karena orang toh t idak mau
mengenaliku, mana aku punya itu muka untuk minta
berkenalan dengannya?"
Dengan t iba-tiba dalam otaknya terlintas suatu pikiran,
lalu berkata lagi dengan nada suara dingin:
"Mungkin tanda cacah burung Garuda ditanganku ini
yang hanya membawa sial. Sebelumnya aku mempunyai
sifat yang suka kepada burung Garuda dilenganku,
umpama burung Garuda aneh yang kulihat didalam
kampung setan malam itu.” "Jika ia binatang peliharaan kampung setan, sehingga
t idak dapat ditangkap sesungguhnya sangat sayang,
tetapi apabila kita benar-benar dapat menangkapnya
hidup-hidup, aku kira dengan kecerdikan yang luar biasa
itu apabila kita didik dengan baik rasanya lebih baik dan
lebih boleh dipercaya dari pada puluhan orang
pengawal."
"Dia adalah binatang luar biasa. seumur hidupnya
hanya mengabdikan kepada satu majikan saja, set ia
seumur hidup, t idak akan mau dengar perintah orang
kedua. Sekalipun kau dapat menangkapnya hidup-hidup
juga t idak bisa mengendalikannya!"
"Benarkah ? Seandai aku berhasil menangkapnya dan
kubawa pulang, umpama aku kurang hat i-hati apabila ia
juga dapat lari pulang?"
"Sudah tentu!"
"Ow, binatang luar biasa ini benar hebat ! Tetapi kini
aku mendapatkan suatu cara yang baik sekali, aku akan
membawanya ketempat yang jauhnya ribuan pal dari
sini, bagaimana ia bisa pulang kembali?"
"Kau boleh simpan saja pikiranmu yang bukan-bukan
itu, jangankan hanya ketempat yang baru sejauh ribuan
pal saja, sekalipun kau bawa ke Gurun pasir, dia juga
dapat mencari arah letak tempat asalnya. Dengan
mengikut i petunjuk sinar matahari, ia bisa mencari jalan
untuk pulang lagi, kecuali kalau kau membunuhnya. Dia
memiliki kekuatan tenaga terbang luar biasa satu hari
bisa terbang ribuan pal, untuk kemudian balik kesamping
majikan lamanya." "Aih, karena kau mengatakan demikian, aku juga tidak
merasa tertarik lagi, coba pikir, aku sudah menggunakan
banyak pikiran dan tenaga, dengan susah payah
mendidiknya! pada akhirnya tokh ia masih kabur lagi,
apa gunanya?"
Diam-diam ia merasa girang, pikirnya: burung Garuda
raksasa dalam sangkar ditaman Gedang rumah
pendidikan ilmu silat Kanglam-Bu koan adalah burung
peliharaan si kakek penjinak Garuda, alangkah baiknya
kalau aku dapat menggunakannya untuk mencari jejak si
kakek itu!
Diluarnya ia t idak mengatakan apa-apa, ia mengikut i
perempuan kaki telanjang itu berjalan sambil
menundukkan kepala, dalam waktu singkat ia menginjak
kelain kota.
Kota itu bernama kota Hok-san, letaknya tepat
ditengah-tengah daerah Kang lam, Kota itu mempunyai
pemandangan alam yang indah, disamping itu
penduduknya juga cukup banyak, kotanya cukup ramai,
dijalan banyak orang lalu lalang, diatas sungai juga
banyak terdapat perahu sampan mundar mandir hilir
mudik.
Ho Hay Hong diam-diam menjadi geli sendiri, dalam
hat i berpikir sedikit pun t idak mendapat hasil apa-apa,
hanya menyusahkan dirinya saja. Aku harus lekas
mencari letak markasnya perkumpulan lempar batu,
supaya tidak menimbulkan rasa curiganya.
Tiba-tiba ia teringat pengalaman sewaktu bertemu
muka dengan Chim kiam Sianseng dan tanda rahasia
partai lempar batu, lalu mengajak perempuan kaki
telanjang itu menuju ke pantai sungai di mana banyak berkumpul orang-orang yang hendak menyebrang
sungai.
Tiba di pantai, ia lihat sungai itu airnya jernih sekali,
pada waktu Itu hari sudah senja, angin meniup sepoi-
sepoi, merupakan waktu yang paling baik untuk pesiar
keatas air. Perahu-perahu sampan yang dihiasi dengan
beraneka warna hampir sibuk semuanya, banyak orang
bergembira pada berdiri ditepi sungai, juga ada yang
berdiri diatas sampan untuk menikmati pemandangan
alam sangat indah ini.
Ho Hay Hong memilih tempat yang terdapat banyak
orang, ia mengambil sebuah besar, lalu dilemparkan ke
dalam sungai sedang mulutnya berseru: "Lempar batu. .
Lempar batu"
Kelakuan yang aneh itu segera menimbulkan perhat ian
orang-orang, baik yang berada di tepi sungai maupun
yang berada didalam sampan. Sedangkan perempuan
kaki telanjang itu sendiri juga mengawasinya dengan
keheranan.
Ho Hay Hong agak kecewa, karena kelakuannya yang
aneh itu ternyata t idak menimbulkan t indakan t impalan
dari orang-orang dari golongan Lempar batu. Hari sudah
senja sebentar lagi malam akan t iba. Dengan bergant inya
hari, berarti akan hilang kepercayaannya.
Hatinya mulai gelisah, diambinya cobaan batu besar
dan dilemparkannya kedalam sungai, sedang mulutnya
masih berkaok-kaok. Lempar batu tidak berhent inya.
Kelakuannya itu kembali menimbulkan gelak tertawa
orang banyak yang menyaksikannya. Ia agak mendongkol kepada orang-orang golongan
lempar batu itu adalah satu partai besar. orang-orangnya
pasti tersebar luas disegala pelosok. Nampaknya Partay
lempar batu itu hanya satu partay kecil yang t idak
berarti.
Dengan t iba-tiba. dibelakangnya terdengar orang
batuk-batuk, kemudian dibarengi oleh kata-katanya.
"Sudah cukup, sudah Cukup."
Ho Hay Hong diam-diam merasa girang ketika ia
berpaling, dilihatnya seorang tua berdiri menghadap
sungai. Pakaiannya berwarna kuning, sudah kumal dan
banyak lubang, banyak mirip dengan tukang-tukang
sampan. Melihat itu Ho Hay Hong agak kecewa.
Perempuan kaki telanjang itu mengawasi orang tua itu
dengan mata tanpa berkedip tetapi orang tua itu t idak
menghiraukannya, dari mulutnya terdengar serentetan
bunyi sajak.
Ho Hay Hong tercengang. Dalam hati ia t idak mengert i
mengapa orang tua itu bersajak? Sungguh tidak disangka
orang tua seperti tukang sampan itu ternyata seorang
terpelajar.
Pikiran itu hanya sepintas lalu saja terlintas dalam
otaknya, mendadak ia teringat akan kode rahasia dalam
partay.
Tidak perduli betul t idak, ia lantas menyambutnya
dengan ucapan sajak juga.
Wajah orang tua bongkok itu menunjukkan senyuman,
kemudian menegurnya:
"Sahabat, kau dari mana, ikut ilah aku!" Tanpa menant ikan jawaban Ho Hay Hong orang tua
itu sudah membalikkan badannya dan berlalu. Belum
lenyap perasaan terkejut Ho Hay Hong, orang tua itu
sudah berjalan dan naik keatas sampan, tangannya
dilambai-lambaikan kearahnya. Jelas bahwa orang tua itu
memintanya lekas ikut dirinya.
Dengan perasaan tak tenang, Ho Hay Hong berkata
kepada perempuan kaki telanjang dengan suara
perlahan.
"Bolehkah kau tunggu sebentar?"
"Kau ada urusan, sudah tentu aku t idak dapat
menghalangi urusanmu!" jawab perempuan itu.
"Maaf aku akan pergi dulu, sebentar akan kembali!"
Dengan cepat Ho Hay Hong lari keatas sampan, orang
tua bongkok itu dari dalam keranjang bambu mengambil
sebuah bungkusan dan diberikan kepada Ho Hay Hong,
supaya dimakannya.
Ho Hay Hong t idak menolak. Diambil dan dimakannya
bubuk hitam dalam bungkusan.
"Karena partai lempar batu semakin lama
pengaruhnya semakin besar, maka kita harus berlaku
sangat hat i-hati, jangan sampai kemasukan mata-mata
musuh. Umpama obat dalam bungkusan itu tadi, adalah
obat yang khusus digunakan untuk menghadapi orang
orang semacam itu. Jikalau orang itu berani menyamar
sebagai saudara saudara golongan kita, obat itu dapat
memaksanya membuka sendiri rahasianya. Bagi saudara
saudara kita sendiri semua sudah sedia obat
pemunahnya makan lebih banyak juga t idak halangan.
Saudara tentunya sesalkan perbuatan tadi, bukan?" Ho Hay Hong terperanjat, dari keterangan orang tua
itu, dapat diduga bahwa bubuk hitam itu mengandung
racun yang amat dahsyat .
Dengan pikiran kusut , terpaksa ia menjawab:
"Ah, t idak apa, kalau itu memang merupakan suatu
peraturan dari perkumpulan, kira tokh harus
menurut inya."
"Tadi saudara melemparkan batu ketengah sungai,
tentunya ada urusan pent ing yang perlu saudara
laporkan, marilah kita jangan membuang waktu." berkata
orang tua itu sambil tertawa.
"Baik!" jawab Ho Hay Hong. Ia sebetulnya hendak
melanjutkan kata-katanya, tetapi perutnya mendadak
dirasakan sakit . Untung orang tua itu t idak
memperhatikannya, jikalau t idak, pasti sudah terbuka
kedoknya.
Dengan berusaha keras untuk menenangkan
pikirannya, barulah ia melanjutkan kata-katanya:
"Pangcu telah perintahkan aku mengabarkan kepada
saudara saudara dikota Hok san bahwa pada waktu
belum lama berselang si kakek hidung merah tanpa
sebab telah mati terbunuh ditepi danau Liok ing ouw.
Kepandaian orang yang membunuhnya itu sangat t inggi.
Pangcu sangat perhat ikan kejadian itu, minta saudara-
saudara di Hok san melakukan persiapan. Kalau
mendengar suara t idak baik harus segera memberi
laporan kepada atasannya, supaya tidak menelan korban
lebih banyak."
"Memang benar, kemat ian kakek hidung merah
merupakan suatu kejadian yang sangat menyedihkan bagi kita. Aku si Srigala kuning Hek Tek dengan mentaat i
peraturan partai, hendak menuntut dendam untuknya."
Ho Hay Hong mengeluarkan rint ihan perlahan tetapi
t idak diperhat ikan oleh si Srigala kuning.
"Pangcu ingin menggerakkan kekuatan di kota Hok
san, Entah." demikian Ho Hay Hong yang baru berkata
sampai disitu, pengaruh obat hitam tadi menimbulkan
rasa sakit dalam perutnya, hingga ia t idak sanggup
bertahan lagi.
Ia sudah akan berlaku nekad untuk membinasakan
Srigala kuning itu lebih dulu. Tentang letak pusat partai
lempar batu ia sudah t idak pikirkan lagi. Tetapi kekuatan
tenaga dalam tubuhnya agaknya sudah lenyap
seluruhnya hingga ia t idak dapat melaksanakan
serangannya.
Iapun tahu bahwa orang tua bongkok yang
menamakan diri Srigala kuning itu, adalah pemimpin
cabang dikota Hak san, kepandaian ilmu silatnya sudah
tentu t idak lemah.
Apabila serangannya itu t idak dapat
membinasakannya, ia sendiri pasti juga sangat
berbahaya keadaannya.
Wajahnya pelahan-lahan semakin pucat pada
akhirnya, kepalanya terasa mabuk hingga hampir t idak
bisa berdiri.
Ia sudah mulai putus harapan, selagi hendak
menggunakan sisa tenaganya, untuk menceburkan diri
kedalam sungai, t iba-tiba teringat diri perempuan kaki
telanjang yang ada membekal obat mujarab Liong yan
hiang. Obat mujizat itu pertama membawa pengaruh besar
baginya, harapan hidup tumbuh lagi, tetapi akhirnya
mendadak ia menarik napas karena Ia paling t idak suka
untuk tunduk kepala minta-minta dihadapan kaum
wanita, sekalipun pedang di tinggalkan diatas lehernya.
Srigala kuning agaknya dapat melihat perubahan sikap
dan kelakuan anak muda itu, ia bertanya dengan
perasaan heran:
"Saudara kenapa?"
Ho Hay Hong terkejut, buru-buru berusaha
mempertahankan tubuhnya.
"Tiga hari t iga malam aku melakukan perjalanan terus
menerus sehingga sampai di sini, aku merasa terlalu
let ih!" jawabnya.
"Tiga hari t iga malam?" tanya Srigala kuning, "apakah
saudara datang dari markas besar??"
"Benar!"
"Aneh," berkata orang tua itu sambil membuka
matanya lebar-lebar, "mengapa pangcu bisa mengutus
orang sepert i kau untuk mengirim berita. Tempat ini
letaknya hanya seperjalanan setengah hari saja dari
markas besar. Sekalipun bagi seorang yang t idak
mengert i ilmu silat , dengan jalan kaki satu hari satu
malam juga bisa sampai, jangankan saudara sebagai
orang pilihan, apakah saudara kesasar jalan?"
Ho Hay Hong yang dalam keadaan sulit coba
menjawab seenaknya, tak disangka telah membuat
kekeliruan. Dalam marahnya, ia masih berlaku keras
kepala. "Kenapa? Apakah kau mencurigai aku dan pangcu?"
Dengan sinar mata keheran-heranan orang tua itu
berkata:
"Saudara mengapa bicara tanpa aturan?"
Ho Hay Hong mendadak merendah "Maafkan,
pikiranku t idak karuan."
Pada saat itu ia, telah mengambil keputusan hendak
tunduk kepala kepada perempuan kaki telanjang, maka
lantas berkata kepada Srigala kuning:
"Kau tunggu sebentar aku hendak panggil sahabatku,
sebentar akan kembali."
Ia menggemertakkan giginya berusaha
mempertahankan sikapnya, pelahan-lahan jalan turun
dari sampan.
Dengan menggunakan kesempatan yang ada, ia
berteriak memanggil: "Hai."
Baru sepatah kata keluar dari mulutnya ia dikejutkan
oleh keadaan didepan matanya. Tepi sungai itu ternyata
sudah kosong, entah ke mana perginya perempuan kaki
telanjang tadi. Dalam keadaan putus asa, matanya
mendadak gelap dan akhirnya jatuh pingsan.
Ketika ia membuka matanya kembali, keadaan
didepan matanya sudah berubah. Udara sudah gelap
angin meniup kencang, sekitar dirinya berdiri
serombongan laki-laki tegap dengan sinar mata bengis.
Ia bingung, masih ingat ketika ia jatuh pingsan, orang
tua bongkok itu lompat keluar dari sampan, dengan
muka menyengir menyerbu dirinya, mengapa dalam
waktu sekejap keadaan sudah berubah? Ia berusaha menenangkan pikirannya, matanya
melihat orang-orang yang berdiri di sekitarnya. Tak
disangkanya bahwa orang-orang yang berdiri
disekitarnya itu semua merupakan orang-orang yang
sudah dikenalnya.
Tiba-tiba ia mencurigai dirinya berada dineraka, tetapi
orang-orang disekitarnya benar-benar adalah delapan
pengawal. Suatu pikiran terlintas dalam otaknya: "apakah
aku telah tertangkap?"
Tetapi diantara delapan pengawal itu terdapat Srigala
kuning yang kini sudah menjadi tawanan. Wajah orang
tua itu menunjukkan perubahan besar, dari kaget, marah
berubah minta dikasihani. Matanya mengawasi tanah
seolah-olah ing in berlutut sambil meratap minta
diampuni.
Ho Hay Hong t idak mengerti, mengapa Srigala kuning
itu ketika mengawasi dirinya, yang juga menjadi tawanan
delapan pengawal, wajahnya mendadak menunjukkan
sikap minta dikasihani ?
Delapan pengawal itu ket ika melihat Ho Hay Hong
sadar, semua mengangkat t inggi-t inggi tangan mereka,
salah seorang diantaranya berkata dengan sikap sangat
menghormat:
"Apakah Siangcu t idak mendapat halangan apa-apa?
Manusia keparat dari golongan lempar batu ini sudah
menyerahkan sendiri obat pemunahnya, tetapi kita t idak
berani mengambil keputusan terhadapnya, maka minta
petunjuk Siangcu!"
Mendengar perkataan mereka yang sangat
menghormat, jelas bahwa dirinya sudah di anggap Tang Siang Sucu. Dalam hati Ho Hay Hong merasa geli sendiri.
Berada dalam keadaan demikian, tampaklah disini
kecerdikan Ho Hay Hong. Dengan meniru sikap gaya
Tang sian Sucu, ia tertawa dingin berulang-ulang,
kemudian berkata.
"Tua bangka kau t idak mempunyai mata, lekas
ceburkan dalam air untuk umpan ikan !"
Orang tua bongkok itu mendadak unjukkan sifat yang
takut mat i, mendengar ucapan itu segera ia berlutut di
hadapan Ho Hay Hong, dan dengan suara meratap ia
minta diampuni.
"Siangcu, ampunilah dosaku si orang tua yang t idak
mempunyai mata, lain kali aku t idak berani lagi."
Ho Hay Hong membentak sambil mendelikkan
matanya.
"Lekas beritahukan dimana markas Lempar batu ! Aku
dapat mengampuni jiwamu jikalau t idak akan kupotong
batang lehermu !"
"Markas besar Lempar batu letaknya sangat
dirahasiakan, hamba t idak dapat menyebutkan dimana
letaknya. Siangcu sendiri pasti juga t idak dapat
menemukan. Maka sebaiknya hamba yang mengantarkan
tuan-tuan sekalian. Kalau Siangcu percaya, sekarang
juga boleh berangkat!"
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ’Delapan pengawal
sudah ditanganku, t idak perlu takut padamu. Lagi pula
aku tokh bukan Tang siang Sucu, sekalipun harus
bentrok dengan golongan Lempar batu t idak perlu takut ’. Ia memandang keadaan disekitarnya, ternyata
merupakan tempat belukar maka lalu bertanya kepada
delapan pengawal: "Ini tempat apa ?"
Salah seorang dari delapan pengawal itu menjawab:
"Disini terpisah sejarak lima pal dari sungai Yang-ce-
kiang, letaknya disebelah barat Hok san. Tempat ini sunyi
sepi, jarang didatangi oleh manusia disebelah kanan,
t idak jauh dari sini, ada sebuah kelenteng tua yang
sudah rusak, aku pikir sekarang sudah malam, terpaksa
minta Siangcu bermalam disini dulu"
Ho Hay Hong mencoba kekuatan tenaga dalamnya,
ternyata t idak mendapat halangan suatu apa. Diam-diam
ia merasa girang.
"Kalian tadi apakah melihat wanita berkaki telanjang
ditepi sungai ?"
Kepala rombongan delapan pengawal itu yang
badannya gemuk bagaikan kerbau, ketika mendengar
pertanyaan itu, ia hanya memancarkan sinar heran.
"Bukankah tadi Siangcu telah mengajak padanya
sendiri? Bagaimana sekarang menanyakan kepada kita?"
demikian jawabnya.
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung Jilid 9
Jilid 9
HO HAY HONG terkejut, baru merubah perkataannya:
"Dia kabur dengan cepat , aku t idak dapat mengejar." Kepada pengawal itu memandangnya dengan
perasaan bingung. perasaan herannya nampak semakin
nyata.
"Kepandaian Siangcu tokh t idak dibawahnya, lagi pula
mendapatkan luka oleh ciang-bun loya, sehingga ia
menderita luka dalam, bagaimana bisa kabur ?"
Mendengar jawaban itu bukan kepalang terkejutnya
Ho Hay Hong. Pikirnya, pantas wanita itu berlalu tanpa
pamitan, kiranya telah terluka ditangan Lam kiang
Taybong. dan Kini sedang dikejar oleh Tang liang Sucu.
Mungkin juga sudah tertangkap
Diam-diam ia merasa cemas, karena Lam kiang Tay-
bong sebagai salah satu lima orang kuat dalam rimba
persilatan, kepandaiannya past i t inggi sekali.
Namun demikian, diluarnya mau t idak mau harus
berlagak t idak senang.
"Jangan banyak bicara, nant i membangkitkan
kemarahanku, mengert i?" demikian bentaknya.
Delapan pengawal itu ket ika mendengar ucapan itu,
semua memandangnya dengan perasaan bingung.
Ho Hay Hong khawat ir mereka curiga lantas buru-buru
berkata:
"Jangan khawatir, wanita itu walaupun sangat licin,
tetapi Ciang bun loya lebih licin daripadanya, pasti t idak
akan lolos dari tangannya!" sebentar ia berdiam pura-
pura menghela napas, "aih. loya tergesa-gesa berpisah
denganku, entah dia sudah tahu atau belum bahwa aku
kehilangan dia. Ai, aku khawatir loya anggap aku dapat
menyelesaikan sendiri, sehingga t idak campur tangan lagi, dengan demikian memberi kesempatan kepada
wanita itu untuk melarikan diri. Kalian melihat loya atau
t idak ?"
Delapan pengawal itu semakin bingung, satu diantara
balas menanya:
"Bagaimana artinya ucapan Siangcu ini? Apakah ciang
bun loya t idak pesan apa-apa kepada Siangcu?"
Ho Hay Hong terkejut . "Tidak, sebelum itu loya t idak
pernah menyatakan apa-apa padaku !" demikian
jawabnya.
"Heran, loya sebaliknya meninggalkan pesan kepada
kita, perintahkan kita semua mengikuti siangcu, dengan
cepat melakukan penggerebekan, mencari jejak Khong
ciok Gin cee dan putrinya Su to Siang, ajar supaya
segera dibunuh."
Ho Hay Hong diam-diam berpikir. "sungguh jahat ,
kalau bukan aku yang kebetulan dianggap sebagai Tang
liang Sucu mereka berdua benar-benar sulit akan
meloloskan diri dari tangan orang-orang jahat ini."
Dengan pura pura berlaku t idak tahu, ia berkata:
"Apakah kalian sudah tahu kemana perginya Khong
ciok Gin cee dan nona Su to itu?"
"Nona itu telah menghilang, sedang Khong ciok Gin
cee kabur menuju kegunung Cong lam san, mungkin
memberitahukan kepada ketua Cong lam pay, Pendekar
baju kuning. Pendekar baju kuning adalah suhu t iga jago
pedang, kalau ia mengetahui hal itu. Dia tentu tidak bisa
t inggal diam. Kita sudah perintahkan saudara kita untuk mencegat , dalam satu dua hari ini barang kali bisa
mendapat kabar."
Ho Hay Hong anggap telah mendapat kesempatan
untuk memberi peringatan kepada delapan pengawal,
masa lantas berkata:
"Kalian bekerja kurang beres, dikemudian hari pasti
akan menimbulkan kerewelan, bagaimana kalian
sekarang harus bertanggung jawab padaku ?"
Delapan pengawal itu tercengang, dengan serentak
berkata.
"Siangcu, semua telah kita lakukan menurut perintah
siangcu sendiri !"
Ho Hay Hong terkejut , diam-diam berpikir: "Aku
sebetulnya t idak boleh berlagak pintar sendiri,
mengucapkan perkataan sembarangan."
Ia berlaku sangat cerdik, pura-pura berlagak lupa,
kemudian berkata sambil mengangguk anggukkan
kepala:
"Oh ya, benar, itu memang aku yang perintahkan,
tetapi sekarang sudah kurubah rencanaku, kalau aku
t idak memberikan keterangan, bagaimana kau
mengetahui keadaan yang sebenarnya . . .
Hakekatnya apa yang dikatakannya "rencana", ia
sendiri juga t idak tahu rencana apa, maka akhirnya ia
berlagak marah dan berkata:
"Tidak bisa, aku perlu mencari Chim kiam sianseng
lebih dulu untuk minta pertanggungan jawabnya, supaya
orang-orangnya lain kali t idak berani bermusuhan lagi
denganku !" Dengan satu tangan, ia mengangkat tubuh Srigala
kuning dan membentak padanya.
"Lekas antar kita, baru aku ampuni jiwamu !"
Orang tua itu berkata sambil menganggukkan kepala
"Tayhiap, lepaskan tanganmu, hamba segera
berangkat ."
Selagi masih berdiri ditempatnya, delapan pengawal
itu berkata:
"Apakah siangcu sudah lupa, bahwa empat bintang
kita masih menunggu perintah didalam kelenteng tua ?"
Ho Hay Hong pikir, apabila t idak lekas pergi, nant i
kalau Tang siang Sucu tulen datang, pasti akan terbuka
kedoknya. Itu berarti memberi kesempatan bagi Srigala
kuning untuk melarikan diri, tapi membahayakan
kedudukan sendiri.
Maka ia lantas perintahkan kepada delapan pengawal
untuk memberitahukan kepada empat bintang, t idak
lama kemudian, empat laki-laki berpakaian pendek warna
hijau berjalan menghampiri dengan langkan gesit .
Empat laki-laki muda itu memberi hormat padanya
seraya berkata:
"Melaporkan kepada siangcu, kita berempat sudah
melakukan penyelidikan seluruh daerah Hok san, t idak
menemukan jejak musuh kita."
Karena Ho Hay Hong t idak mengert i pembicaraannya,
jawabnya seenaknya:
"Tidak apa, cari saja pelan-pelan, pasti ketemu !" Dengan membawa delapan pengawal di tambah
empat bintang dari Lam Kiang Tay beng, di paksa Srigala
kuning mengunjuk jalan, berjalan menuju ke barat.
Selagi mereka berjalan, terasa dari dalam rimba yang
t idak jauh terdengar suara burung berbunyi, kemudian
disusulnya dengan munculnya satu bayangan besar,
terbang diatas kepala mereka dengan cepatnya, hingga
sebentar sudah menghilang.
Ho Hay Hong sudah dapat melihat dengan tegas
bahwa bayangan besar itu adalah bayangan seekor
burung raksasa. Dalam hat inya lalu berpikir: ’Dari mana
burung garuda ini? Apakah burung garuda dari kampung
setan Itu?’
Belum lenyap pikirannya, ditepi jalan terdengar suara
orang berkata: "Hendak melakukan perbuatan jahat,
janganlah tergesa-gesa! Hai, semua jangan bergerak!"
Ketika sinar mata berhadapan dengan mata orang itu,
mendadak ia terperanjat. Orang itu mengenakan pakaian
berwarna kelabu, rambutnya putih. Itu adalah orang
yang pernah dilihatnya didalam kampung setan.
Meskipun dalam hat i agak khawatir, tetapi Ia masih
berlaku tenang. Ia mengulapkan tangannya, memberi
isyarat supaya semua orangnya berhent i, kemudian ia
bertanya. "Sahabat ada urusan apa!"
Orang aneh berpakaian kelabu itu dengan sinar
matanya yang tajam menatap wajah semua orang
sejenak, baru berkata.
"Kau jangan berlagak pilon, lekas serahkan kembali
wanita kaki telanjang itu. Siapa berani melanggar
perintah ini, akan kuambil kepala kalian!" Ho Hay Hong pikir, ”orang tua ini meskipun suaranya
berat dan agak mirip dengan suara orang tua, tetapi
t idak sesuai dengan bentuk badannya, sudah jelas kalau
menyamar. Memang benar, orang itu adalah orang aneh
yang pernah dijumpainya didalam kampung setan."
"Sahabat perkataanku sungguh hebat, tapi apakah
benar tanganmu memiliki kekuatan tenaga itu? Pernah
apa kau dengan nona kaki telanjang itu? Kalau t idak
mempunyai hubungan rapat , jangan coba-coba campur
tangan. Hem, kau ketahui bahwa anak muridnya Lam
kiang Tay-bong selamanya t idak suka kepada orang-
orang yang suka mencampuri urusanku. Sahabat, kau
pikirkan dulu masak-masak."
Sebetulnya ia sudah dapat menduga bahwa orang itu
adalah saudara tua perempuan kaki telanjang, tetapi
untuk memegang derajat dirinya sendiri, ia t idak
menyebutkan namanya, ia sengaja menyebutkan nama
Lan kiang Tay bong, untuk menggertak lawannya
Dilain fihak, ini berarti diam-diam memberi petunjuk
kepada orang itu, supaya dalam penyelidikan dapat
mengetahui kemana perempuan itu dibawa. Sebab ia
t idak ingin perempuan kaki telanjang itu dapat celaka.
"Lam kiang Tay bong itu manusia apa? dengan
mengandalkan kepandaiannya apa ia berani bermusuhan
denganku? Heh sekarang aku sudah datang sendiri,
suruhlah ia pulang lekas"
Ucapan orang aneh itu sungguh sombong, benar-
benar t idak memandang mata kepada Lam kiang Tay
bong. Bagi Ho Hay Hong, hal ini t idak berarti apa-apa,
tetapi bagi anak buah Lam kiang Tay bong lain lagi
halnya. Mereka, delapan pengawal dan empat bintang
seket ika berubahlah wajahnya, mata mereka ditujukan
kepada Ho Hay Hong, agaknya menant ikan, perintah
untuk bert indak
Dalam keadaan demikian. Ho Hay Hong terpaksa pun
harus marah. Ia membentak dengan suara keras:
"Apakah kau sudah makan nyali harimau, sehingga
Lam kiang Tay bong loya kau juga berani menghinanya?
Sudahlah, kala kau memang sudah bosan hidup, kita
akan mengiringi kehendakmu."
Tangannya melambai, delapan pengawal dan empat
bintang segera turun tangan menyerbu orang berbaju
kelabu dengan senjata masing-masing.
Tamu aneh berbaju kelabu itu mendorong dengan
kedua tangannya, suatu kekuatan tenaga yang hebat
sekali meluncur keluar hingga mengejutkan orang yang
mengurung dirinya. Semua lompat mundur, t iada
satupun yang berani maju lagi.
Orang aneh itu tertawa terbahak-bahak, ia maju
beberapa langkah, matanya mengawasi Ho Hay Hong,
"Tentang urusanku, kau juga sudah tahu sendiri.
Sekarang jangan banyak bicara, lekas serahkan kembali
gadis kaki telanjang itu, jangan sampai kau kehilangan
jiwa!"
"Apa kau kira hilangnya nona itu adalah perbuatan
kita?" berkata Ho Hay Hong.
Ia sengaja berlaku lunak, pura-pura kaget .
"Apa kau masih mencoba mengelabuhiku? Hm! Kalau
bukan karena garuda sakt i telah melihat tuan muda sedang berada dalam kesulitan dan cepat melaporkan,
aku masih belum tahu kalau Lam kiang Tay bong
demikian kurang ajar!" berkata tamu aneh itu.
Setelah itu mulutnya mengeluarkan satu siulan kecil.
Dari udara melayang turun seekor burung, benar saja
adalah burung garuda raksasa itu yang lantas hinggap
diatas bahu orang aneh itu.
Tamu aneh itu mengelus-elus tubuh burung garuda,
kemudian berkata dengan suara dingin:
"Kalian sudah dengar atau belum? Suara burung tadi
adalah suatu jawaban bahwa memang benar ada
kejadian itu. Apakah kau masih hendak menyangkal?"
"Hanya mengandalkan keterangan seekor binatang
burung, mana boleh dipercaya? Kau tunjukkan bukt inya!"
Tamu aneh itu ketika mendengar ucapan itu, marah
sekali. Ia melesat set inggi lima enam tombak, ditengah
udara ia menghardik "Bangsat, kau kepala batu." Dua
tangannya dipentang, cepat bagaikan kilat menyerbu
orang banyak, barisan delapan pengawal dan empat
binatang menjadi kacau, mereka pada lompat mundur,
tapi Srigala Kuning Hak Tak yang t idak keburu lari, mati
seket ika itu juga.
Kejadian itu sangat menggemparkan, semua anak
buah Lam kiang Tay bong tidak berani berkut ik.
Burung garuda raksasa itu juga t idak t inggal diam, ia
terbang berputaran ditengah udara, kemudian
melakukan suata gerakan, dari kedua sayapnya
mengeluarkan hembusan angin yang luar biasa
hebatnya. Ho Hay Hong geser mundur kakinya, dengan kedua
tangannya ia menyerang dari samping.
Garuda itu terbang t inggi dan berputar putaran
ditengah udara.
"Burung garuda ini sungguh bebat, tentunya burung
peliharaan kakek penjinak garuda" berkata Ho Hay Hong,
matanya ditujukan kepada tamu aneh itu.
Ia sengaja mengajukan pertanyaan demikian, hendak
membukt ikan dugaannya yang selama itu tersimpan
dalam hatinya.
Tetapi tamu aneh itu sebaliknya menjawab tertawa
dingin:
"Tidak perduli bagaimana, kedatanganku ialah hendak
minta orang! Pertanyaanmu ini boleh kau ajukan kepada
raja akherat ."
"Sahabat, kau terlalu jumawa, apa kau kira aku benar-
benar takut padamu?" berkata Ho Hay Hong, lalu maju
t iga langkah, dan dengan mendadak melancarkan satu
serangan. Bersamaan dengan itu, ia berkata dengan
suara sangat perlahan:
"Jangan ribut-ribut ! Tentang nona kaki telanjang itu
juga merupakan suatu hal yang menjadi perhat ianku.
Aku pikir, ini adalah perbuatan Lam kiang Tay bong. Kau
boleh pura-pura bertempur denganku, tetapi jangan
merusak rencanaku!"
Tamu aneh itu baru akan mengeluarkan serangannya,
setelah mendengar perkataannya Ho Hay Hong, dengan
cepat ditariknya kembali. Sambil maju selangkah ia
bertanya dengan suara perlahan juga. "Kau bukan orangnya Lam-kiang Tay-bong ?"
Ho Hey Hong pura-pura melancarkan serangan lagi,
tetapi t idak disertai kekuatan tenaga.
"Apakah kau sudah lupa? Orang yang malam itu
berada disamping nona kaki telanjang itu, adalah aku
sendiri." demikian ia mengingatkan kepada tamu aneh
itu.
Tamu aneh itu membuka lebar matanya,
memandangnya sekian lama, baru berkata: "Ow, ya
betul, kau benar adalah orang itu, tetapi dengan cara
bagaimana kau dapat melarikan diri ?"
Ia ajukan pertanyaan demikian sambil mementang
lima jarinya, menyambar tubuh Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong hampir kesambar oleh kuku jarinya.
Buru-buru ia menundukan kepalanya, katanya dengan
perasaan t idak senang.
"Nona itu yang melepaskan aku, aku sudah berjanji
dengannya, hendak mengembalikan pedangnya."
"Aku pikir ia tentu kau perdayai, dalam dunia dimana
ada orang yang sudah mendapatkan barang pusaka, sudi
mengembalikan lagi? Kau mungkin dapat membohongi
dia tetapi aku tidak !"
Ho Hay Hong marah. "Pikiranmu banyak curiga. Bukan
saja kau t idak akan menemukan dia, sebaliknya malah
akan merusak urusan besar, Dikemudian hari kau jangan
menyesal!"
Dengan kepalan tangan kirinya ia melakukan satu
serangan. Tamu aneh itu tangannya tanpa bergerak sambil
tertawa dingin ia maju menerobos hembusan angin dari
serangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong terperanjat, buru-buru ia berkata:
"Apakah kau benar-benar sudah t idak memikirkan
keselamatan jiwanya ?"
Tamu aneh itu merandek dan bertanya:
"Apa art inya ucapanmu ini ?"
"Terus terang, ia sudah terluka di tangan Lam kiang
Tay bong, bahkan lukanya sangat parah ."
Mendengar keterangan itu, tamu aneh itu mendadak
lompat, ia berkata dengan suara gusar:
"Hah, iblis tua itu benar-benar sudah bosan hidup! Dia
itu siapa, bagaimana boleh."
Berkata sampai disitu, agaknya merasa kurang tepat ,
maka buru-buru ia menutup mulut .
Dengan satu siulan perlahan, burung garuda yang
terbang berputaran diudara itu menyambutnya dengan
suara perlahan. Dan suara itu saling berpaduan, agaknya
sedang melakukan percakapan antara dua mahluk itu,
sebentar kemudian garuda raksasa itu terbang kearah
barat , dalam waktu sekejap mata ia sudah menghilang.
"Sahabat, kau perintahkan dia panggil bala bantuan?"
tanya Ho Hay Hong. Pada bibirnya tersungging satu
senyuman misterius.
"Aku pikir ia pasti pergi mengundang penghuni
kampung setan. Kakek penjinak garuda yang namanya
sangat kesohor." "Kau mengoceh, Lam kiang Tay bong terhitung
manusia macam apa? Dengan aku seorang diri juga
sudah cukup membuatnya gemetar, perlu apa minta bala
bantuan? Kau ini selalu mengoceh t idak karuan,
kebanyakan orangnya Lam kiang Tay bong juga!"
Tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat ,
mendadak menerobos melalui ket iak Ho Hay Hong
tangannya menekan bahunya.
Baru saja Ho Hay Hong hendak menjawab, mendadak
bahunya dirasakan sakit , dengan kaki sempoyongan ia
jatuh ketanah
Pada saat itu, sesosok bayangan kelabu mendadak
melayang turun dari atas dengan menggunakan lengan
jubahnya yang grombongan, mencegah serangan tamu
aneh yang hendak dilancarkan kepada diri Ho Hay Hong
yang sudah tidak berdaya.
"Kau tenang-tenang saja, jangan terburu napsu.
Urusan ini biarlah aku sendiri yang membereskan . . . ."
demikian bayangan orang itu berkata.
Orang itu t inggi besar, matanya bersinar ket ika
memandang orang-orang disekitarnya orang-orang itu
pada ketakutan.
Luka Ho Hay Hong t idak terlalu parah hanya bahunya
dirasakan sakit , seperti mau remuk. Pikirnya tulang
bahunya past i hancur mungkin lengannya akan bercacad.
Sebagai pemuda berkepala batu, dengan menahan rasa
sakitnya. ia lompat bangun, mengawasi orang t idak
dikenal yang datang secara tiba-tiba itu.
Muka orang itu sebagian besar tertutup oleh topinya
yang lebar, tetapi kumis dibawah hidungnya sangat lebat . Rambut dikedua samping telinganya sudah
beruban, dan ia t idak bisa melihat dengan nyata. Dapat
dipast ikan bahwa orang itu sudah lanjut usianya
Sejak munculnya orang tua itu. sikap galak tamu aneh
itu mendadak berubah. Dengan sikap merendah ia berdiri
disamping. Dari situ dapat diduga bahwa orang tua itu
jauh lebih t inggi kedudukannya dari pada tamu aneh itu.
Kepandaian tamu aneh itu sudah hebat sekali, dan
orang tua itu kedudukannya lebih t inggi lagi.
Anak buah Lam kiang Tay bong t idak ada yang berani
bersuara, mereka hanya menyesalkan mengapa hingga
saat itu, ia masih belum muncul. Kalau ia t idak datang,
semua anak buahnya sepert i terbenam dalam suasana
t iada harapan untuk menolong diri sendiri
Anggota empat bintang, yang termasuk golongan
termuda dari anak buah Lam Kiang Taybong, juga yang
terhitung agak berani, coba berpikir hendak menempuh
bahaya. Mereka saling berpandangan sejenak dengan
serentak masing-masing menghunus senjata mereka.
Senjata itu terdiri dari empat jenis yang sangat ganjil,
itu adalah senjata yang diciptakan oleh Lam Kiang Tay
bong, khusus digunakan untuk anggauta empat bintang
itu saja.
Senjata itu terdiri dari pedang yang terbuat dari besi
murni, t iga yang lainnya adalah berbentuk papan papan
catur, tulisan dan ukiran. Tiga jenis senjata itu terbuat
dari bahan kulit yang hanya didapatkan didaerah Lam
Kiang saja, kulit binatang itu sangat kokoh kuat, tahan
api atau air. Senjata apa saja, begitu bersentuhan dengan t iga
jenis senjata aneh itu lantas t idak berdaya. Bagi orang
biasa, jangan harap bisa menarik kembali senjatanya
apabila sudah melekat dengan senjata aneh itu.
Maka empat anggota bintang yang masih muda belia
itu, sejak muncul dikalangan Kang ouw, belum pernah
menemukan tandingan.
Kini mereka berada dalam keadaan terpepet, sudah
tentu hendak berlaku nekad. Dengan satu pikiran dan
satu tujuan, mereka berdiri mengawasi dua musuhnya,
untuk siap menghadapi segala kemungkinan.
Ho Hay Hong mendadak teringat si orang tua itu,
semangatnya terbangun seketika.
"Kau adakah Kakek penjinak garuda." demikian satu
pertanyaan meluncur keluar dari mulutnya.
Peristiwa di tepi danau Liok ing auw yang di lukiskan
melalui keterangan Su-to Cian Hui, selalu di ingat oleh Ho
Hay Hong.
Kini ket ika berhadapan dengan orang yang
dandanannya mirip sepert i apa yang dilukiskan oleh Su
to Cian Hui, Ia segera menduga siapa adanya orang tua
itu.
Orang tua itu memandang Ho Hay Hong dengan sinar
mata guram, jelas bahwa semangatnya menurun.
Dengan singkat tapi tegas ia menjawab:
"Wajah kasar kakek penjinak garuda sudah lama
menghilang dari dunia, aku adalah penghuni kampung
setan!" Ho Hay Hong tak mau percaya, katanya: "Kakek
penjinak garuda, sudah terlalu lama aku mencarimu,
dalam perjalanan mencari kau itu, juga aku telah
mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan. Kau
jangan mengecewakan aku lagi. Kakek penjinak garuda.
Kau harus mengaku terus terang, kau adalah manusia
luar biasa dalam rimba persilatan, si kakek penjinak
garuda!"
Orang tua rambut putih di desak terus oleh Ho Hay
Hong, agar mengaku sebagai kakek penjinak garuda,
t iba-tiba jadi naik darah.
"Aku beritahukan padamu, kakek penjinak garuda
sudah lama mati, kalau kau masih banyak mulut , jangan
sesalkan aku nant i t idak pandang dirimu lagi!"
Ho Hay Hong merasa bingung, mengapa kakek dari
kampung setan ini begitu mendengar nama kakek
penjinak garuda lantas marah Apakah dalam hal ini ada
terkandung suatu rahasia besar?
Sebagai seorang muda yang beradat keras dan kepala
batu, ia t idak kena digertak begitu saja, lalu berkata
tegas:
"Sekalipun kau hajar aku sampai mati, aku juga akan
tetap anggap kau kakek penjinak garuda. Kakek penjinak
garuda, ditepi danau Liok ing ouw kau telah memancing
orang berbagai partai untuk berkumpul, kemudian kau
adu domba sesama mereka, apakah maksudmu yang
sebenarnya?"
Orang tua itu marah sekali, orang t idak melihat
bagaimana ia bergerak. Ho Hay Hong sendiri juga belum mel ihat dengan tegas, tahu-tahu lengan tangannya
sudah terpegang olehnya.
Gerakan itu bagi siorang tua sendiri merupakan suatu
gerak biasa, meskipun usianya sudah lanjut , tetapi
tenaganya kuat sekali, segera tangan Ho Hay Hong yang
terpegang olehnya di rasakan sakit sekali, sepert inya
bagaikan dijepit oleh bahan keras.
Oleh karenanya, maka Ho Hay Hong yang coba
mempertahankan rasa sakitnya sampai mengucurkan
keringat dingin, tubuhnya menggigil.
Tetapi, ia selamanya tak pernah minta ampun walau
golok di tanggalkan diatas leher sekalipun.
Menderita, baginya sudah merupakan kebiasaan.
Selama belajar ilmu silat digunung Ho lan san, segala
penderitaan sudah pernah dialaminya, ia betul-betul
seorang muda matang dalam gemblengan.
"Kakek penjinak garuda, sudah sepuluh tahun lebih
kau t idak muncul dikalangan Kang ouw. Apa sebetulnya
yang kau lakukan selama dalam persembunyianmu itu?"
demikian ia bertanya.
Mulut orang tua itu mengeluarkan suara siulan
perlahan, dari angkara muncul burung garuda raksasa
itu, yang melayang turun dan berhent i disamping Ho Hay
Hong Burung garuda itu seolah-olah sudah terdidik baik
oleh orang tua itu, untuk menurut i segala perintahnya.
Dengan t iba-tiba paruhnya yang tajam mematok dada Ho
Hay Hong.
Ho Hay Hong menjerit dan jatuh ditanah, telinganya
mendengar suara orang sedang memaki dirinya. Karena
semangatnya sudah runtuh, ia hanya mendengar kata-kata sepert i anak haram yang sangat jahat dengan hak
engkau hendak hidup, bangsat bajingan." dan
sebagainya.
Mendengar kata-kata yang menyakit i hat inya,
perasaan pedih dalam hat inya lebih hebat daripada rata
sakit pada tubuhnya. Pikirannya kalut , hampir saja ia
pingsan.
Pemuda empat bintang lompat dari empat penjuru,
mengurung siorang tua dengan senjata ditangan. Tetapi
siorang tua seolah-olah t idak menghiraukan gertakan
empat pemuda itu.
Ia membiarkan dirinya dibuat bulan-bulanan senjata
empat bintang, tapi sedikitpun ia t idak terganggu.
Mulutnya menggumam sendiri: "Lam kiang Taybong
terhitung manusia apa? Sewaktu namaku sudah dikenal
ia masih merupakan anak-anak baru umur t iga tahun.
Dia juga berani mengejar anak gadisku, sungguh ia tak
tahu diri.”
Ho Hay Hong t iba-tiba lompat bangun, berkata dengan
suara keras:
"Semua mundur, aku hendak bicara!" Dengan mata
menatap wajah si orang tua ia berkata lagi sambil
tertawa dingin:
"Kakek penjinak garuda, kau jangan bangga dulu!
Gadis kaki telanjang itu terjatuh dalam tanganku, mat i
hidupnya tergantung dengan sepatah perkataanku. Kalau
demikian menghina diriku. Hm, ia juga t idak akan
mengalami nasib baik !"
"Aku bukan kakek penjinak garuda! berkata orang tua
itu dengan suara amat keras, "kalau kau berani mengganggu anak gadisku seujung rambutnya saja,
batok kepala Lam kiang Tay bong sebentar akan berada
didepan matamu. Kalau kau tidak percaya, boleh coba !"
"Belum tentu." jawab Ho Hay Hong sambil tertawa
dingin.
Ia sebetulnya hendak menjelaskan bahwa t idak ada
hubungannya dengannya Lam-kiang Tay bong, t iba-tiba
dari tempat t idak jauh tampak api berkobar, dari empat
penjuru terdengar suara hiruk pikuk: "Lempar batu
.lempar batu." dan kata-kata kode rahasia golongan
Lempar batu, yang diucapkan saling menyusul.
Akal baik t imbul dalam otak Ho Hay Hong tanpa
banyak pikir lagi, ia lantas berseru:
"Lempar batu Lempar batu.!" dan kode kode rahasia
itu dapat didengarnya dari mulut Srigala kuning Hek Tek.
Orang banyak itu ketika mendengar seruan Ho Hay
Hong, nampak terkejut . Hanya burung garuda raksasa
itu, setelah mendapat tanda isyarat dari tamu aneh baju
kelabu itu mendadak terbang t inggi, terus menyerbu
tempat suara orang banyak itu.
Tidak jauh dari tempat itu, segera terdengar suara
orang bertanya: "Sahabat, aku adalah anak buah cabang
kedua belas, saudara dari mana, lekas menjawab!"
Tidak perduli benar atau t idak, Ho Hay Hong dan
lantas menjawab: "Aku adalah pengurus cabang sungai
Bang ce kiang, si Srigala kuning Hek Tek. Lekas utus
orang mengundang Chim kiam sianseng datang kemari,
tempat ini sangat gawat !" Terdengar pula suara orang menanya Ia "Saudara Hek
Tek minta tunggu sebentar, kita orang akan datang
dengan segera!"
Sebentar kemudian, dari berbagai penjuru terdengar
suara keresekan, suatu tanda banyak orang sedang
bergerak.
Akan tetapi, Ho Hay Hong t idak melihat bayangan
seorangpun juga, dari tempat yang t idak jauh telah
terdengar suara ribut-ribut, kemudian disusul oleh suara
jeritan yang jelas itu adalah perbuatan garuda raksasa
yang sedang menerkam para korbannya.
"Kakek penjinak garuda, apakah kau sudah t idak
menginginkan pedang pusaka garuda sakt imu lagi?"
"Apa? pedang pusaka garuda sakt i berada
ditanganmu?" bertanya orang tua itu heran, kemudian
berpaling kepada orang aneh berbaju kelabu dan
bertanya kepadanya:
"Katakan, apa sebetulnya yang telah terjadi?"
Orang itu gelagapan, lama baru bisa menjawab:
"Itu adalah urusan adik, t idak ada sangkut pautnya
denganku!"
Mata orang tua itu nampak beringas, sejenak ia
mengawasi keadaan disekitarnya, kemudian berkata
dengan suara, keras: "Apa t idak ada sangkut pautnya
denganmu? Barang dijaga oleh kamu orang berdua,
bagaimana bisa diambil oleh orang lain? Bukankah kau
pernah mengatakan bahwa barang itu sudah disimpan
baik-baik? Apakah semua itu hanya bohong belaka?”
Orang aneh itu berkata sambil menundukkan kepala: "Bukan, itu adalah maksud adik, aku t idak berani
membohongi kau!"
Wajah orang tua itu nampak sangat bengis, katanya:
"Oh, anak itu juga sudah belajar membohongi aku,
aku harus hajar dia!"
Ho Hay Hong yang mendengarkan pembicaraan
mereka, mendapat firasat t idak beres. Meskipun ia
sendiri t idak mengetahui sebab musababnya, tetapi ia
tahu benar bahwa ia sendiri dengan t idak langsung telah
mencelakakan diri gadis kaki telanjang itu, maka seketika
itu hat inya merasa cemas, ia buru-buru memberi
keterangan:
"Pedang garuda sakt i itu adalah aku yang mencuri dari
kampung setan, sedikitpun t idak ada sangkut pautnya
dengannya."
"Oh, ini lebih mengherankan lagi," berkata orang tua
itu sambil tertawa dingin, "kau bisa keluar dari daerah
terlarang yang terjaga keras? Apakah benar kau memiliki
kepandaian luar biasa?"
Kemudian berpaling dan bertanya kepada orang aneh
berbaju kelabu:
"Orang ini keluar masuk kampung setan! Agaknya ia
t idak mendapat rintangan. Apakah kau pernah
menggeledah dirinya?"
Orang aneh itu merasa ragu-ragu. matanya
berputaran, akhirnya ia memaksakan diri untuk
menjawab: "Lihat sih memang sudah melihat , tetapi ia berada
ditangan adik, aku kira adik akan membunuhnya, tak
kusangka adik telah melepaskan dia!"
"Ketika ia melepaskannya, apa kau t idak berada
disitu?"
"Tidak semua itu adalah perbuatan adik seorang."
"Kau telah menimpahkan semua tanggung jawab
kepada diri adikmu seorang, ini sesungguhnya tidak adil,"
"Kakek penjinak garuda, kedatanganku inilah yang
benar, kau harus mendengar keteranganku, pedang itu
akulah yang mencuri, setelah itu aku pergi sedikitpun
t idak ada sangkut pautnya dengannya" berkata Ho Hay
Hong.
"Mengapa kau selalu melindungi dia, apakah dalam hal
ini ada sebabnya?" berkata orang tua itu dingin.
Ho Hay Hong t idak menjawab, ia sendiri sebetulnya
juga t idak mengerti mengapa ia demikian keras
hasratnya membela gadis itu. Setelah berpikir lagi
sejenak, akhirnya ia menjawab juga:
"Aku kira dia adalah satu-satunya yang masih
mempunyai perasaan manusia diantara orang-orang
dalam kampung setan."
"Kau katakan t idak ada hubungan dengannya,
mengapa kau mengetahui sifatnya? Apakah kau kira aku
boleh kau permainkan? Ataukah kau rela menanggung
dosa lain orang supaya mendapat ketenangan hat inya ?"
Berkata orang tua itu.
Ucapan orang tua itu sesungguhnya sangat tajam,
sehingga Ho Hay Hong t idak dapat memikirkan suatu jawaban yang tepat untuk menjawab, ia hanya dapat
menjawab:
"Aku terhadapnya sedikitpun t idak mengandung
maksud apa-apa. Kau jangan salah melihat orang,
tentang perkenalanku dengan dia hanya secara
kebetulan saja, yang melihatnya sepintar lalu, waktu ia
sedang menjalankan tugas untuk kau, batok kepala jago
tua she Hok dan anaknya."
"Batok kepala t iga orang itu? Ha. ha." Berkata orang
tua itu, suara tertawanya itu meskipun t idak nyaring,
tetapi dalam pendengaran telinga orang lain sangat
menusuk telinga.
Dengan t iba-tiba, orang tua itu berhent i tertawa,
matanya yang tajam seolah-olah menekan apa-apa. lalu
mata itu dialihkan ke arah barat .
Pada waktu itu orang aneh berpakaian kelabu itu t iba-
t iba lompat t inggi lima enam tombak, ditengah udara,
bagaikan seekor burung elang terbang berputaran, ia
berkata dengan suara nyaring:
"Adik jangan cemas, aku datang!" Baru sekian det ik ia
menutup mulut, dua sosok bayangan manusia datang
dengan tiba-tiba.
Orang pertama datang rambutnya terurai, dengan
wajah let ih. Begitu melihat orang tua rambut put ih lantas
menghampirinya, seolah-olah bertemu dengan orang tua
yang dicintainya. Dengan berseru, ia menubruk dalam
pelukannya. Orang itu tak lain dari pada sigadis kaki
telanjang.
Dibelakangnya diikut i oleh seorang tua rambut putih
tetapi wajahnya masih sepert i anak-anak, hanya hidungnya melengkung sepert i burung betet, orang tua
itu sedang terpegat oleh orang aneh berpakaian kelabu
tadi. Karena masing-masing t idak mau mengalah,
keduanya lantas baku hantam sendiri.
Kepandaian orang aneh berbaju kelabu yang luar
biasa t ingginya, saat itu barulah benar-benar disaksikan
oleh orang banyak, kalau bukan karena Ho Hay Hong
yang menghalangi disitu, barangkali akan meminta
banyak korban.
Saat itu empat bintang dan delapan pengawal, mulai
hilang rasa takutnya, rasa takut itu diganti oleh perasaan
dan sikap gembira, dengan penuh pengharapan mereka
berdiri sebagai penonton.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu dalam hati segera
t imbul suatu perasaan. Karena melihat kepandaian yang
sangat t inggi dari orang tua yang hidungnya melengkung
itu, ia menduga bahwa orang tua itu past i adalah Lam
kiang Tay-bong sendiri.
Gadis kaki telanjang itu mengundurkan diri dari dalam
pelukan si orang tua. Ketika ia angkat muka, matanya
berhadapan dengan Ho Hay Hong. Seketika itu matanya
terbuka lebar. Lama ia menatapnya dengan perasaan
cemas. Ho Hay Hong t idak mengert i, ia menunjukkan
sikap heran.
Mata kakek penjinak garuda selanya itu selalu
ditujukan kepada si orang tua hidung melengkung itu,
namun mulutnya berkata kepada gadis kaki telanjang:
"Anak, bicaralah terus terang, pedang pusaka garuda
sakt i itu, betulkah dia yang mencuri ?" Gadis itu membuka matanya lebar-lebar, ia berkata
dengan perasaan heran:
"Yah, urusan ini apakah dia yang menceriterakan ?"
"Anak, mengapa kau t idak memberitahukan
kepadaku?"
"Ayah, orang ini jahat sekali, paling t idak bisa pegang
janjinya ! Aku sangat menyesal t idak mendengar
perkataanmu, sehingga terjadi kejadian seperti ini, orang
ini beberapa hari berselang mencuri pedang pusaka
garuda sakt i dari dalam kampung setan. Ketika aku
menemukannya, pedang pusaka sudah t idak berada
didalam badannya, maka aku terpaksa membohongi kau,
dan melepaskan dirinya. Tak kusangka Ia t idak boleh
percaya, lama ia membohongi aku . . ."
Belum lagi habis ucapannya, disitu sudah tambah satu
orang, ketika semua orang menyaksikan kedatangan
orang itu. semua terkejut , mata mereka dengan
bergant ian memandang orang yang baru datang, yang
ternyata adalah Tang-siang Sucu, dan dengan Ho Hay
Hong, mereka t idak dapat membedakan mana Tang
siang Sucu yang tulen dan yang palsu !
Gadis kaki telanjang berseru kaget:
"Dia."
Matanya beralih kewajah Ho Hay Hong, sikapnya
menunjukkan perasaan keheran-heranan.
Tang siang Sucu memandang Ho Hay Hong sejenak,
mendadak berkata sambil tertawa:
"Bagus, saudara kembali kubertemu lagi denganmu,
manusia benar-benar dimana saja bisa bertemu!" Gadis kaki telanjang itu agaknya baru mengert i duduk
perkara, ia berkata kepada Ho Hay Hong:
"Kaubukan dia.?" Ho Hay Hong tahu bahwa ia telah
menganggap Tang Siang Sucu sebagai dirinya, ia
sebetulnya t idak ingin memberi penjelasan, tetapi setelah
ditegor demikian akhirnya ia menerangkan juga:
"Benar aku dengannya sangat mirip dan kau past i
salah faham."
"Nona ini tentunya ada hubungan denganmu, ketika
melihat aku lantas minta pedang, aku menjadi heran,
lantas saling berdebat, dan akhirnya karena saling t idak
mau mengalah, lantas menggunakan kekerasan" Berkata
Tang siang Sucu.
Gadis kaki telanjang itu kini tersadar, Ia merasa
kemalu-maluan.
Ho Hay Hong mengawasi gadis itu sejenak, lalu
berkata kepadanya:
"Anak buah Chim Kiam Sian Seng berada t idak jauh
disekitar kita. harap kau suka perintahkan garuda
sakt imu supaya menghentikan penyerangan, agar aku
dapat minta kembali pedang garuda sakt i dari tangan
Chim Kiam Sian Seng! Tentang ini kau harap maafkan
diriku, batas waktu hanya t inggal satu hari kalau lewat
hari ini berarti aku kehilangan percaya darimu, maka aku
terpaksa berkata terus terang saja kepadamu."
Gadis kaki telanjang itu dengan suara sangat perlahan
menceritakan keterangan Ho Hay Hong kepada orang tua
rambut put ih Orang tua itu meskipun nampaknya t idak
senang, tetapi menurut juga untuk memanggil pulang
burung garudanya. Tak lama kemudian, sekelompok orang-orang Kang
ouw muncul dari berbagai penjuru. Tetapi ketika orang
orang itu menyaksikan apa yang telah terjadi, semua
tertegun tidak berani maju lagi.
Akhirnya, mata orang banyak itu tertuju ke mayat
Srigala kuning Heng Tek. wajah mereka berubah
seket ika, masing-masing segera menghunus senjata dan
membentak kepada orang tua rambut putih.
"Hai kau tua bangka ini sesudah mengandalkan
burung-burung menyerang kita. kembali membunuh
saudara kita dari cabang Hok san, apakah kau t idak
pernah dengar nama Lempar Batu ?"
"Kamu anak anak kecil ini benar-benar t idak
mempunyai mata, lekas panggil Chim Kiam, aku hendak
hajar dia!"
Semua orang yang mendengar kata kata jumawa itu
pada marah, dengan serentak melakukan penyerangan.
Ho Hay Hong cepat mencegah seraya berkata.
"Dia adalah kakek penakluk garuda, siapa yang t idak
takut mat i, boleh juga lawan?"
Dengan sinar mata dingin ia melirik Kakek penjinak
garuda, di bawah sinar rembulan, tampak topinya
menutup mukanya makin rendah, hingga jangan harap
dapat melihat ekspresi dimukanya.
Ucapan Ho Hay Hong ini mengejutkan orang-orang
dari golongan Lempar batu, semuanya berdiri terpaku,
t iada satupun yang berani buka suara. "Sebaiknya kalian minta Chim Kiam Sian Seng yang
datang sendiri untuk berurusan dengannya, kalian bukan
tandingannya"
Tiada seorangpun yang berani membantah, hanya
salah satu diantaranya yang coba memberi keterangan:
"Hari ini adalah hari ulang tahun golongan kita akan
mengadakan perjalanan ke berbagai cabangnya. Tadi
kita telah dengar berita, mungkin sebentar lagi akan
t iba.”
Tang siang Sucu menghampiri Ho Hay Hong berkata
sambil tertawa cengar cengir: "Saudara, kau dengan Cie
lui Kiamkhek mempunyai hubungan persahabatan baik.
aku rasa put rinya Su to Cian hui, juga baik hubungannya
denganmu. Aku juga ia sudah ikut namamu."
Ho Hay Hong sangat jemu terhadap pemuda yang
ceriwis ini.
"Itu juga belum tentu semuanya benar, aku
dengannya t idak mempunyai hubungan baik,
sementara." demikian ia menyahut.
Tetapi baru berkata sampai disitu, t iba-tiba melihat
tangan Tang Siang Sucu bergerak menyambar
tangannya. Dalam keadaan demikian, ia t idak keburu
mengerahkan kekuatan tangannya, terpaksa ia lompat
mundur beberapa tombak lalu katanya dengan suara
keren: "Kalau kau mau berkelahi. berkelahilah secara
jantan. Dalam t iga jurus kalau aku t idak dapat
menangkan kau, boleh anggap aku yang kalah !"
Dengan t iba-tiba gadis kaki telanjang maju
menghampiri dan menghalangi mereka, katanya: "Urusan denganku belum beres, kau harus bereskan
dulu !"
Tang-Siang Sucu menoleh kemedan pertempuran
kemudian berkata.
"Sahabatmu sudah kalah."
Ho Hay Hong berpaling benar saja. Orang aneh
berbaju kelabu itu mundur terhuyung-huyung, sedang
orang tua berjubah kuning yang hidungnya bengkung
terus maju mendesak dengan serangannya yang hebat.
Orang tua rambut put ih agaknya t idak dapat menahan
kesabarannya, ia maju menghampiri dan be diri
berhadapan dengan orang tua hidung bengkung.
Orang tua hidung bengkung itu sedang minta
keterangan asal usul lawannya, t iba-tiba tampak orang
tua berambut put ih berdiri hadapannya, wajahnya yang
keriputan dan rambutnya yang put ih bagaikan perak,
seket ika mengingatkan kepada diri seseorang, maka
lantas berkata:
"Kau adalah kakek penjinak Garuda, kau masih hidup
?"
Ho Hay Hong terkejut dan girang, ia telah mendapat
kepastian bahwa orang tua rambut put ih itu benar adalah
si kakek penjinak Garuda, Dengan demikian, usahanya
mencari orang tua itu ternyata t idak cuma-cuma.
Begitu nama kakek penjinak Garuda itu keluar dari
mulut orang tua hidung bengkung, semua orang yang
ada disitu membuka mata mereka lebar-lebar,
memandang sikakek tanpa berkedip. Mereka sungguh
t idak menduga bahwa tokoh rimba persilatan yang namanya pernah menggemparkan dunia Kangouw
selama beberapa puluh tahun, kini telah muncul lagi !
"Kau mengaco, kakek penjinak garuda sudah lama
mati !" demikian orang tua rambut put ih itu membentak
dengan suara keras dan wajah bengis.
Orang tua hidung bengkung itu lama berdiri tertegun,
setelah menekan kegoncangan hat inya baru berkata:
"Kalau kau benar adalah si kakek penjinak garuda,
itulah paling baik. Sudah beberapa puluh tahun aku t idak
menemukan tandingan, tulang-tulangku rasanya sudah
kaku dan sekarang bolehlah coba-coba mengadu
kekuatan denganku !"
Setelah itu ia perintahkan anak buahnya supaya
semua mundur.
"Lam-kiang Tay bong, kau juga terhitung seorang
ternama, biarlah aku mengalah dan memberi
kesempatan padamu untuk menyerang dulu sampai t iga
jurus!" berkata orang tua rambut put ih itu singkat.
Lam kiang Tay bong t idak marah, sebab orang dari
t ingkatan tua ini, ket ika ia baru belajar ilmu silat , nama
orang tua itu sudah kesohor lama, dan ilmu silat
ciptaannya yang dinamakan Lima Jurus Gerak Burung
Garuda Sakti, sesungguhnya sangat luar biasa.
Dalam kalangan Kang ouw t idak pernah menemukan
tandingan. Kalau orang tua itu memberikan kesempatan
padanya menyerang lebih dulu t iga jurus, sedikitpun
t idak berlebih-lebihan. maka ia hanya menganggukkan
kepala sambil mengerahkan seluruh kekuatannya, supaya
jangan sampai kehilangan muka. Dua jago kenamaan dalam rimba persilatan, kini
berhadapan sebagai musuh. Dapat dibayangan, hebatnya
pertempuran yang akan berlangsung nant i.
Orang masih belum tahu bagaimana dimulainya,
mereka hanya mendengar suara saling membentak,
kemudian disusul oleh suara hebat, tetapi dimedan
pertempuran tidak tertampak bayangan mereka berdua.
Semua orang yang ada disitu terheran-heran. Hampir
dalam hati set iap orang di hadapkan pertanyaan, apakah
demikian caranya bertempur orang-orang kuat kelas
t inggi. Entah siapa yang mengeluarkan teriakan.
"Aaa diatas."
Begitu mendengar suara itu, semua mata lantas
ditujukan keatas. Benar saja, ditengah udara tampak
oleh mereka si Kakek penjinak garuda bersama Lam
kiang Tay bong sedang berpegangan tangan, jidat
mereka penuh keringat, tapi mata mereka dipejamkan,
Dan keduanya berhent i mengapung ditengah udara.
Pemandangan ini merupakan suatu pemandangan
aneh untuk mereka.
Ho Hay Hong yang berkepandaian agak t inggi dan
lebih banyak pengetahuannya tentang ilmu silat, pasang
mata benar-benar memperhat ikan keadaan dua orang
itu.
Ternyata dua orang tua itu meski mengapung
ditengah udara dan bertempur dengan mengadu
kekuatan tenaga dalam, tetapi kaki mereka selalu
bergerak. Barulah ia sadar bahwa kedua orang tua itu bukannya
pandai ilmu terbang, melainkan menggunakan kekuatan
sepasang kaki masing-masing untuk mempertahankan
badan mereka supaya jangan meluncur turun.
Kepandaian semacam ini merupakan suatu ilmu
meringankan tubuh yang sudah t idak ada taranya.
Sementara itu Lam kiang Tay bong mendadak
melayang turun, kemudian disusul oleh si Kakek rambut
putih.
Lam kiang Tay bong menundukkan kepala. Sikapnya
yang Jumawa tadi kini lenyap bagaikan asap tert iup
angin. Wajahnya pucat pasi, semangat sudah runtuh.
"Lam kiang Tay bong, kalah atau menang adalah soal
biasa, kau harus menginsyafi hal ini." berkata si kakek
rambut putih.
Lam kiang Tay-bong diam saja, Sesaat itu ia sepert i
lebih tua beberapa puluh tahun
Hingga saat itu anak buahnya masih belum mengert i
betul bagaimana sang pemimpin dikalahkan, perasaan
curiga mendadak t imbul dalam hat i mereka masing-
masing.
Ho Hay Hong agaknya dapat menyelami pikiran
mereka, maka lantas berkata:
"Lam kiang Tay bong sudah kalah."
Mendengar perkataan itu, beberapa puluh pasang
mata ditujukan kepadanya. Mereka merasa heran
mengapa pemuda itu berani berkata demikian.
Tang siang Su cu sangat marah, katanya gusar. "Kau bangsat cilik ini, berani banyak mulut . Orang lain
dapat mengampuni dosamu, tetapi aku t idak."
Sehabis berkata demikian, lalu melancarkan serangan
dengan kedua tangan.
Tetapi dengan mudah, gadis kaki telanjang itu dapat
menolak serangan hebat Tang siang Sucu.
"Budak hina, kau benar-benar berani melawan aku ?"
berkata Tang siang Sucu gusar.
Wajah gadis itu berubah, dengan t iba-tiba tangannya
bergerak lagi, sekaligus melontarkan t iga kali serangan.
Tang siang Sucu t idak sanggup perlahan-lahan
kedudukannya, dengan beruntun mundur dua langkah,
saat itu ia sudah marah benar-benar. Lalu ia
mengeluarkan bentakan keras, sambil melakukan
serangan pembalasan dengan menggunakan ilmunya Im
yang khie kang.
Ilmu itu merupakan ilmu kepandaian simpanan Lam
kiang Tay bong, yang t idak diturunkan kepada orang
lain, kalau t idak orang yang terdekat. Orang yang t idak
melihat hebatnya ilmu itu, begitu terkena serangannya,
semua kepandaiannya akan musnah oleh hawa panas
dan dingin yang terkandung dalam serangan itu, dan
akhirnya binasa.
Tetapi gadis kaki telanjang yang sudah t inggi ilmu
silatnya dan banyak pengetahuannya, dengan cepat
melompat menyingkir hingga serangan Tang siang Sucu
hanya mengenai sebuah pohon besar, yang roboh
seket ika. Kakek berambut put ih yang menyaksikan kejadian itu,
t iba-tiba menghampiri. Tang siang Sucu masih belum
tahu kedatangan orang tua itu. Bahunya sudah
terpegang, bajunya robek terbeset.
Ho Hay Hong mendadak berseru kaget.
"Apa kau juga ada."
Kiranya dilengan tangan Tang siang sucu, juga
terdapat tanda cacah seekor burung garuda, yang bentuk
dan besar kecilnya mirip benar dengan tanda pada
dirinya.
Orang tua rambut putih itu ketika menyaksikan tanda
cacahan itu, wajahnya mendadak berubah, katanya
dengan suara bengis:
"Jahanam, kau juga seorang anak haram." jari
tangannya bergerak, kulit dilengan Tang siang Sucu
terkupas, hingga tanda gambar burung garuda itu lantas
lenyap, hanya t inggal darah yang membasahi lengannya.
Perbuatan itu dilakukan dengan cepat sekali, maka
Tang siang Sucu sedikitpun t idak dapat melawan. Ia
meraba sakit dan marah, mulutnya mengeluarkan kata-
kata keras:
"Tua bangka, kau telah menghapus tanda asal-usul
diriku, aku yang sebatang kara tanpa sanak tanpa
kadang, semua adalah perbuatanmu, satu hari kelak, aku
akan suruh kau mengucurkan darah dihadapan mataku."
"Anak haram, sekalipun tandamu itu masih ada, dalam
hidupmu ini juga jangan harap dapat menemukan ayah
bundamu!" berkata si Kakek. Ho Hay Hong maju menghampiri, menatap si Kakek
dengan sinar mata dingin, kemudian berkata sambil
tertawa mengejek:
"Kakek penjinak garuda, apa arti ucapanmu itu?"
Mata si Kakek dialihkan kepada Ho Hay Hong, sinar
mata yang dingin dan buas itu membuat Ho Hay Hong
bergidik, tetapi luarnya Ia masih tetap berlaku tenang,
katanya dengan suara dingin:
"Kau adalah seorang yang mempunyai reputasi baik,
Berbicara harus jangan asal keluar dari mulut saja,
jangan sampai menjadi buah tertawaan orang!"
Kakek itu semakin marah, dalam matanya, anak muda
itu bagaikan duri, katanya gemas:
"Kau berdua ditakdirkan sebagai anak yang bernasib
malang, seharusnya kuhabiskan jiwa kamu, tetapi
mengingat ."
Tiba-tiba ia menutup mulut, matanya yang bersinar
buas menatap wajah mereka berdua, wajahnya
menunjukan sikap berduka, katanya pula sambil
menghela napas perlahan:
"Yah ini adalah takdir, siapa suruh aku beradat aneh,
t idak berprikemanusian?"
Mata gadis kaki telanjang itu menatap Ho Hay Hong
beradu dengan mata yang jernih tadi, agaknya
mengandung perasaan menghina. Maka seket ika itu ia
lantas naik darah.
Dalam hat inya berpikir: ”kalau aku benar-benar anak
haram, apakah dosanya? Apakah anak haram harus
dihina." Hatinya mendadak merasa pilu, ia merasa simpati
terhadap Tang siang Sucu yang bernasib serupa
dengannya.
Ia merobek baju bagian lengan tangannya,
diperlihatkan tanda cacahan burung garuda itu kepada
Tang siang Sucu, kemudian, berkata dengan suara sedih:
"Ho Hay Thian, kau bernama Ho Hay Thian, dan aku
bernama Ho Hay Hong. Muka kita mirip sekali, nama kita
juga hanya terpaut satu huruf. Kita sama-sama
mempunyai tanda cacahan burung garuda dilengan kita,
tanda ini sudah ada sejak aku dilahirkan, aku pikir, kita
berdua pasti mempunyai hubungan erat ."
Tang siang Sucu terheran-heran, ia berkata.
"Ya, benar. Hal ini jelas bukan suatu hal yang
kebetulan."
Matanya ditujukan kepada Ho Hay Hong dengan
perasaan menyayang.
Kakek rambut putih t idak menghiraukan, mengajak
orang aneh berbaju kelabu dan gadis kaki telanjang
berlalu.
Sewaktu hendak meninggalkan tempat itu, gadis kaki
telanjang t iba-tiba melemparkan segumpal kertas kepada
Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong menyambut i gumpalan kertas itu dengan
hat i bingung dan duka, dari jauh terdengar suara Kakek
berambut putih:
"Kau berdua barulah anakku, ow, apakah luka mu
parah? Lam kiang Tay-bong tadi kena kuhajar, meskipun t idak terluka, tetapi nama baiknya sudah runtuh, kali ini
aku tentu merasa puas"
Ho Hay Hong mengingat kepada tugasnya sendiri. ia
segera mendapatkan suatu pikiran, ia membiarkan si
kakek tua itu pergi karena ia pikir masih ada seekor
burung garuda yang berada dalam sangkar gedung Cie
lui Kiam kek, burung itu mungkin dapat di gunakan untuk
menyelidiki sarang kakek itu.
Dari jauh tampak sinar api, anak buah golongan
Lempar batu yang sejak tadi hampir terlupakan, kini
mendadak berseru dengan bersemangat, bahwa pangcu
mereka telah t iba.
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung Jilid 10
Jilid 10
HO HAY HONG membuka gumpalan surat yang
diberikan oleh gadis kaki telanjang tadi dan dibacanya.
Diatas kertas itu terdapat tulisan yang berbunyi:
"Ingat , besok senja bertemu ditepi danau Liok-ing ouw,
jangan salah!"
Tiada tanda tangan, hanya terdapat tulisan awan
putih, ditengah tengah awan ada tangkai bunga teratai
yang hendak mekar, ia pikir tanda itu mungkin adalah
nama gelarnya In Tiong Lian, yang berarti bunga teratai
ditengah awan.
Dari sepotong kertas kecil itu, ia seolah-olah dapat
mencium bau harum yang khas dari tubuh itu,
semangatnya terbangun seket ika Dalam kertas itu meskipun t idak terdapat pernyataan apa-apa, tetapi dari
kata-katanya yang terakhir, menunjukkan betapa besar
perhat iannya terhadap dirinya.
Ia t idak mengharapkan apa-apa, hanya menginginkan
supaya gadis itu t idak menunjukkan sikap menghina, itu
saja sudah cukup!
Tak lama kemudian, Chim kiam sianseng datang
bersama t iga kacungnya berpakaian merah dan empat
laki laki tua berkumis pendek.
Kali ini Chim Kiam sianseng berpakaian ringkas warna
hijau tua, dibagian atas di tutup oleh mantel berbulu
harimau, nampaknya sangat gagah.
Ho Hay Hong menyambut dengan menganggukkan
kepala, Chim Kiam sianseng baru menjawabnya: "Ho
siauhiap, lama kita tidak berjumpa."
Melihat sikapnya yang sangat sopan, Ho Hay Hong
merasa t idak enak berlaku kasar. Ia minggir,
memberikan kesempatan anak buah golongan lempar
batu untuk memberi hormat kepada pemimpinnya.
Chim Kiam sian seng segera melihat Lam-kiang Tay
bong sedang berdiri t idak jauh dari situ sambil
mendongakkan kepala melihat rembulan.
Sejenak ia sepert i terkejut , tetapi t idak dikentarakan.
Sambil tertawa ia berkata :
"Kiranya Lam-Kiam loya juga ada disini. Selamat
bertemu !"
Kecuali jago tua itu, ia juga melihat Tang Siang Sucu,
Empat bintang dan delapan pengawal juga berada disitu.
Diam-diam ia merasa heran. Hanya sejenak ia mengawasi keadaan tempat itu, lalu menemukan mayat
Srigala kuning Hek tek yang mati terkapar.
Ia diam saja, hanya mukanya nampak guram, dengan
sinar matanya yang tajam memandang Lam kiang Tay
bong.
Tang siang Sucu agaknya dapat menebak pikiran Chim
Kiam sianseng, maka ia lantas berkata:
"Pangcu jangan salah paham, orang ini mati terbunuh
oleh orangnya kakek penjinak garuda!"
Terkejut Chim Kiam sianseng mendengar keterangan
itu.
"Aku dengan kakek penjinak garuda selamanya t idak
pernah bermusuhan, apa sebab orangnya kakek penjinak
garuda membunuh mat i orangku? Tahukah saudara
sebab musababnya ?"
"Aku t idak tahu, tanyalah sendiri kepada kakek
penjinak garuda!"
Mata Chim Kiam sianseng beralih kepada semua anak
buahnya, orang-orang itu pada menundukkan kepala,
t idak berani bicara. Karena ket ika mereka t iba ditempat
itu Hek Tek sudah mat i.
Kini mata Chim Kiam sianseng ditujukan kepada Ho
Hay Hong katanya:
"Menurut apa yang kutahu, kepandaian ilmu silat
siauhiap yang berasal dari kakek penjinak Garuda, sudah
tentu ada hubungan dengannya. Bolehkah aku ingin
menanya, dengan cara bagaimana ketua cabang Hak ek
ini terbinasa ditangan orang kakek itu?" "Kau salah, si kakek penjinak garuda sedikitpun t idak
ada hubungannya denganku!" jawab Ho Hay Hong.
Ia teringat ucapan keji kakek itu, hat inya sangat
mendongkol, maka lantas berkata: "Aku hanya tahu si
kakek penjinak Garuda itu masih hidup, sekarang
berdiam dalam kampung setan. Kau boleh mencari dia
sendiri untuk menanyakan."
Matanya mendadak tertuju kepada gagang pedang
yang tergantung dipundak kiri Chim Kiam sianseng, ia
segera dapat mengenali bahwa pedang model kuno itu
adalah pedang pusaka garuda sakti.
"Kalau begitu, aku harus pergi sendiri kekampung
setan untuk menjumpai dia," berkata Chim Kiam
sianseng.
”Chim Kiam sianseng, ada satu hal yang ingin
kutanyakan padamu," berkata Ho Hay Hong "tentang
kematian kakek hidung Merah, kau sudah berhasil
mengetahui sebab musababnya atau belum? Jikalau
belum, aku ingin menyumbang suatu pikiran, tetapi kau
harus pegang janjimu, untuk mengembalikan pedang
itu!"
"Itu baik, katakanlah!"
"Kakek hidung merah dan lain-lain telah di adu
dombakan oleh kakek penjinak garuda, mereka baku
hantam sendiri sehingga masing-masing menemui
ajalnya. Kalau kau pergi kekampung setan, tanyakan
sekalian, tetapi pedang pusakaku harus kau kembalikan
padaku sekarang!"
Chim Kiam sianseng terperanjat. "Benarkah
keteranganmu ini?" "Percaya atau t idak, terserah padamu sendiri. Kau
harus tahu bahwa kakek penjinak garuda itu bukan
orang baik, Kakek hidung merah meskipun t idak binasa
ditangannya, tetapi secara t idak langsung, kematiannya
itu disebabkan oleh perbuatannya. Pendek kata,
dikemudian hari pasti akan menjadi terang, lekas
kembalikan pedang pusakaku!"
Ho Hay Hong mengeluarkan tangannya, matanya
menatap wajah pemimpin itu, apabila pemimpin itu
mencoba hendak mengingkari janj inya, ia segera turun
tangan untuk merampasnya.
Chim Kiam sianseng menggeleng-gelengkan kepala
kemudian berkata:
"Aku kira urusan ini terlalu ruwet, susah untuk
memberi ketetapan. Atas bantuan pikiran siauhiap, sudah
tentu aku ucapan banyak terima kasih, tetapi sekarang
ini masih belum bisa membalikkan pedangmu. Hm
siauhiap maafkan."
Ho Hay Hong tertawa dingin, dengan t iba t iba
melakukan serangan, suatu kekuatan yang sangat kuat
menekan pundak kiri Chim Kiam sianseng, serangan itu
mengandung hawa Khiekang.
Dengan mudah serangan itu dapat dielakkan oleh
Chim Kiam sianseng, Ho Hay Hong menggunakan lagi
ilmunya dari Kun hay sam kay, tangannya dengan cepat
menyambarnya.
Urusannya itu semata-mata ditujukan kepada gagang
pedang yang berada dipundak Chim Kiam sianseng. Chim Kim sianseng dengan badan atas masih tetap,
hanya kakinya bergerak, berhasil menggagalkan maksud
Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu lawannya itu sebagai satu
pemimpin partay persilatan, t idak dapat dipandang
remeh, buru-buru merubah pula gerakannya, kali ini
menggunakan ilmu totokan, menotok jalan darah Khie
hay hiat lawannya.
Tetapi, sebelum totokannya berhasil mengenai
sasarannya, pundak sendiri dirasakan sakit , hampir saja
ia menjerit .
Tak lama kemudian, tangan kuat Chim kiam sianseng
disodorkan dihadapan matanya, ia buru-buru miringkan
kepalanya kekiri, meskipun terlepas dari ancaman tangan
lawannya, tetapi t idak berhasil mengelakkan serangan
yang ditujukan kepada samping badannya.
Tidak ampun lagi, baju bagian lengan tangannya
kejambret. dagingnya mengelupas.
Ho Hay Hong menggeram, buru-buru lompat mundur.
Chim Kiam sianseng menghentikan gerakannya,
matanya ditujukan kepada cacah garuda hitam dilengan
Ho Hay Hong. tanda itu membuatnya tertegun dan
terheran-heran.
Lama, ia baru berbicara lagi:
"Tanda ini mengingatkan aku kepada kisah dari satu
jago silat yang sangat drast is. Saudara Ho, dihadapan
orang jujur, tak perlu kau membohong. Kau sebetulnya
masih pernah apa dengan Kakek penjinak garuda.
Mengapa pula kau tadi menjelekkan namanya." Dengan menekan hawa amarahnya, Ho Hay Hong
balasnya:
"Menurut pandanganmu, tanda garuda hitam ini
sebetulnya untuk tanda apa?"
"Tanda garuda hitam ini adalah tanda gambar tunggal
si Kakek penjinak garuda, sudah jelas kau adalah orang
paling dekat dengannya."
Mendengar perkataan paling dekat , wajah Ho Hay
Hong berubah seketika, ia berkata dengan suara gusar:
"Aku t idak suka menjadi kerabatnya, apalagi orang
yang paling dekat. Sekalipun ia seorang paling kuat
dalam dunia, aku juga ingin mencoba kekuatannya."
Chim Kiam sianseng membuka lebar matanya ia t idak
mengert i ada permusuhan apa antara anak muda itu
dengan sikakek penjinak garuda, maka setelah berdiam
sejenak, akhirnya berkata:
"Tanda gambar garuda hitam ini berada dilenganmu.
kalau sejak keci l kau sudah ada tanda itu, sudah past i
kau adalah anaknya, atau set idak t idaknya adalah
muridnya yang tersayang. Jikalau t idak, tanda
kehormatan ini t idak mungkin ia berikan kepada orang
lain cuma-cuma."
Ho Hay Hong marah mendadak, dalam hat inya
berpikir: ’Kalau aku benar anaknya mengapa ia katakan
aku anak haram?’
"Begini saja.” demikian Ia berkata, ”untuk sementara
kau juga t idak perlu mengembalikan pedangku, tetapi
kau harus berjanji jika pergi bersama-sama aku
kekampung setan. Kalau kakek hidung merah benar mati karena perbuatan si kakek penjinak garuda, kau harus
segera mengembalikan pedangku jikalau t idak, ini adalah
urusanku dengan si kakek penjinak garuda sendiri, kau
juga t idak perlu campur tangan, biarlah aku sendiri yang
bikin perhitungan dengannya."
Chim Kiam sianseng berpikir dahulu kemudian baru
menjawab.
"Begitupun baik. kau ternyata mengerti aturan. Karena
kau memberi keterangan tentang kemat ian kakek hidung
merah, sebagai balasan terima kasihku, akan akan
menceritakan kisah yang menyangkut dengan burung
garuda hitam itu, kisah ini juga ada hubungannya
dengan menghilangnya si Kakek penjinak burung garuda
dari dunia Kang ouw, selain dari itu, juga menyangkut
urusan pribadinya dan perkawinannya serta perbuatan
gilanya."
Ho Hay Hong sangat tertarik, ia diam saja,
mendengarkan penuturan kisah yang mungkin ada
hubungannya dengan riwayat dirinya sendiri.
Dilain fihak. Tang Sang Sucu agaknya juga merasa
tertarik oleh keterangan Chim Kiam sianseng, ia
mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Kisah ini adalah salah satu sahabatku dari luar daerah
perbatasan yang menceritakan kepadaku." demikian
Chim Kiam sian-seng memulai ceritanya, "sahabatnya itu
kini sudah t iada, jenazahnya di kubur jauh dari tempat
ini. Kau boleh memperhatikan jalannya kisah, coba kau
renungkan dengan pikiran jernih, tetapi t idak boleh
menanya. Hal ini aku jelaskan dulu, supaya kau jangan
mengganggunya penuturanku." "Aku tahu." menjawab Ho Hay Hong.
"Delapan puluh tahun berselang. Kakek penjinak
garuda itu adalah seorang tukang pikul air. Dengan
mengandalkan kedua pundaknya dan sepasang pahanya
yang kuat , ia berjalan kesana kemari, dengan pikulan air
yang berada dikedua pundaknya, ia tukarkan uang,
sekedar untuk menyambung hidupnya.
Dia t idak beruang juga t idak mempunyai sanak
saudara, hidup membujang seorang diri. Maka kalau lagi
mendapat banyak uang, lantas ia pergi minum arak
sampai mabuk. Oleh karena itu, maka orang-orang pada
jamannya memberikan nama julukan kakek pemabukan."
Ho Hay Hong t iba-tiba menyala.
"Aku t idak percaya kakek penjinak garuda pada
delapan puluh tahun berselang sudah disebut kakek !"
"Bukan itu masalahnya, kakek penjinak garuda itu
pada delapan puluh tahun berselang meskipun baru
berusia kira kira tiga puluh tahun, tetapi karena hidupnya
susah dan banyak menderita serta t idak teratur hidupnya
maka kumis dan jenggotnya sudah lebat sepert i lebih tua
dua kali dari usianya yang sebenarnya.
Pada suatu hari, ketika si kakek penjinak garuda
sedang memikul air, telah dipanggil oleh orang penduduk
baru dari daerah itu. Karena daerah itu memang
merupakan daerah kering lagi pula letaknya agak jauh
dengan kota.
Penduduk baru itu minta kakek penjinak garuda
membawa air dalam jumlah tertentu setiap hari. Semula
kakek penjinak garuda agak keberatan, karena letaknya agak jauh, lagipula set iap hari mundar mandir beberapa
kali.
Tetapi karena tertarik oleh jumlah uangnya yang
besar, ia terima juga tawaran itu. Demikianlah ia
memikul dan mengambil air untuk keluarga penduduk
baru itu untuk set iap harinya. Tetapi ketika sudah
berjalan beberapa hari dan ia hendak meminta upahnya,
orang itu ternyata t idak mau bayar.
Timbullah percekcokan mulut , tapi akhirnya si kakek
penjinak garuda malah dihajar oleh mereka. Kemudian ia
baru tahu bahwa penduduk baru itu ternyata keluarga
jagoan, hampir set iap orang pandai ilmu silat , ia sendiri
meskipun bertenaga kuat , tetap karena tidak pandai ilmu
silat, akhirnya dikalahkan.
"Peristiwa itu membangkitkan hasratnya untuk
mencari guru silat, supaya lain kali jangan dihinakan
orang lagi. Demikianlah ia meninggalkan
penghidupannya, pergi melakukan perjalanan
kegunungan Kat nia.
"Gunung itu sangat t inggi, daerahnya sangat luas,
kakek penjinak garuda yang mendaki gunung itu mula-
mula t idak mengalami kesukaran apa-apa, tetapi
kemudian mendapat kesulitan, karena sudah beberapa
hari t idak mendapatkan barang makanan.
"Ia mulai putus asa, selagi hendak membunuh diri
sendiri, matanya t iba-tiba tertumbuk oleh seekor burung
besar, yang sudah habis bulunya, sehingga tak bisa
terbang, dan sembunyikan diri dalam tumpukan daun-
daun kering. "Burung itu ternyata amat berbeda jauh dengan
burung biasa. Badannya luar biasa besarnya, gemuk
padat , hanya bulu-bulu dibadannya sudah rontok,
sehingga menjadi gundul kelimis. Tetapi parah dan
kukunya tajam sekali, matanya merah membara.
"Kakek penjinak garuda yang sudah kelaparan, terus
menangkapnya, dipikirnya burung besar itu dapat
digunakan untuk barang santapan beberapa hari
lamanya. Tetapi setelah hendak menyembelihnya,
mendadak maksudnya diurungkan, karena kakek yang
selamanya belum pernah membunuh barang berjiwa itu.
merasa kasihan hingga akhirnya ia melepaskan lagi.
Tetapi aneh, burung itu setelah dibebaskan, bukan
saja t idak melarikan diri, sebaliknya lantas berlutut
dihadapan kakek penjinak garuda sambil meringik ringik.
Sikakek mengert i bahwa burung itu sudah kelaparan.
Lalu diambinya suatu keputusan luar biasa, mengiris
sepotong daging pahanya sendiri dan diberikannya
kepada burung itu."
Ho Hay Hong membuka lebar matanya dan menyela:
"Apakah itu benar ?"
Chim-kiam sian seng mendelikan matanya dan
berkata:
"Aku tadi sudah jelaskan lebih dulu, kau t idak boleh
mengajukan pertanyaan, maafkan aku t idak dapat
menjawab!"
"Kalau begitu, teruskanlah!"
"Burung itu merasa heran, tetapi akhirnya dimakannya
juga. daging potongan paha itu. Mungkin karena sudah beberapa hari t idak makan, apalagi waktu itu hawa udara
sangat dingin, hingga kelihatannya lesu. Setelah dahar
daging, semangatnya terbangun, badannya nampak
segar, namun demikian, matanya nampak mengembang
air mata, mungkin merasa terharu atas pengorbanan
kakek penjinak garuda itu."
"Burung itu setelah pulih kesehatannya, lalu pergi
mencari makanan, hasilnya dibagi dua dengan sikakek
penjinak garuda. Dengan demikian, kakek itu dan
memulai penghidupannya dengan binatang burung itu.
”Tiga bulan kemudian, musim dingin bergant i dengan
musim semi, bulu burung yang pada gundul itu sudah
tumbuh lagi. Kakek penjinak garuda saat itu baru tahu
bahwa bulu-bulu burung itu seluruhnya berwarna hitam
jengat t idak tercampur warna lain.
"Mulai saat itu. diantara dua makhluk itu telah terjalin
persahabatan akrab, meski pun bahasa mereka
berlainan, tetapi karena burung itu sangat cerdik,
gampang mengerti maksud sikakek yang berbicara
padanya dengan menggunakan gerakan tangan.
"Pada suatu hari, burung raksasa itu menggendong si
kakek terbang kepuncak gunung yang belum pernah
diinjak oleh si Kakek itu. Berada diatas burung itu saja, ia
sudah ketakutan setengah mat i.
"Burung itu membawanya kedalam gua bekas
kediaman seorang jago silat luar biasa yang waktu itu
sudah meninggal dunia. Menyaksikan keadaan dan
perlengkapan dalam goha itu. bukan kepalang kagetnya
si Kakek penjinak garuda. ”Akhirnya, matanya tertumbuk oleh satu tengkorak
manusia yang besar sekali, yang berbeda dengan
manusia biasa. Diatas dinding batu, belakang tengkorak
itu, tergantung sembilan pedang pusaka yang diawaknya
terdapat ukiran huruf pedang pusaka garuda sakti.
”Ia menduga bahwa tengkorak itu past i adalah
tengkoraknya seorang berkepandaian t inggi dimasa
dahulu, maka Ia berlutut dihadapannya.
"Diluar dugaannya, ketika ia menjatuhkan diri
dihadapan tengkorak itu telah menyentuh pesawat dalam
gua itu, hingga terdengar suara "ser, ser, ser" yang amat
halus, dari berbagai penjuru beterbangan jarum-jarum
halus.
"Hampir saja kakek yang t idak mengert i apa-apa itu
binasa karena jarum itu, untung burung garuda itu
dengan kecepatan luar biasa, telah menjambret dirinya
dan mengangkatnya terbang.
"Setelah terjadinya kejadian Itu, ia t idak berani
mendekat i tengkorak itu lagi. Dengan satu gerakan
tangan ia suruh burung raksasa itu membawanya turun
gunung lagi. Tetapi burung yang sangat cerdik yang
biasanya sangat menurut itu, mendadak berubah
kelakuannya, bukan saja t idak mau menurut , bahkan
mau meninggalkannya sendirian."
"Sikakek sangat mendongkol, tetapi ia t idak bisa
berbuat apa apa. Terpaksa dengan sangat hat i hat i
mencari jalan keluar sendiri. Gua itu ternyata sangat
dalam, ia berjalan hampir setengah hari baru
menemukan mulut gua, tetapi ia sangat kecewa, karena
mulut gua itu berada disuatu tebing yang sangat t inggi.
Akan keluar dari guha itu, sudah Jangan harap lagi ! "Dalam keadaan demikian, terpaksa ia menyerahkan
nasibnya kepada Tuhan dan mau t idak mau ia harus
berdiam dalam gua itu. Untung setiap hari dimulut gua
itu selalu ada yang mengantar barang hidangan,
sehingga ia t idak sampai mati kelaparan, Ia mengert i
bahwa semua makanan itu adalah burung raksasa itu
berbuat demikian? Mengapa menempatkan dirinya dalam
gua diatas gunung yang sangat t inggi itu?"
"Beberapa hari kemudian, ia mulai betah berdiam
dalam gua itu, tetapi perlahan-lahan juga ingat kepada
burung yang menjadi kawan selama ia berada didalam
gunung itu. tetapi, selama itu si burung belum pernah
memperlihatkan diri, agaknya sengaja t idak mau
menemui.
”Perlahan-lahan ia mulai tertarik oleh sikap aneh
burung itu, dan akhirnya ia memberanikan diri untuk
menyelidiki keadaan dalam gua.
"Dari sela-sela dinding ia menemukan sejilid kitab
tebal yang terbuat dari kulit kambing. Kitab itu lembab,
hingga ia menyalakan api untuk mengeringkan. Setelah
kering, tampaklah beberapa huruf besar diatas kitab
"Menurut petunjuk dalam kitab itu, telah menemukan
beberapa jilid kitab ilmu silat luar biasa seperti, ilmu silat
Khun hap sam kay dan lain-lainnya. Ia kegirangan. Di
pelajarinya sendiri semua pelajaran ilmu silat itu.
sehingga lupa makan dan t idur. Dalam waktu satu tahun,
ia sudah mendapat banyak kemajuan.
”Selama satu tahun itu, burung raksasa itu pernah
menemuinya dua kali, tetapi lantas pergi lagi. Dari sikap
burung itu, ia mengert i bahwa burung itu nampaknya sangat girang bahwa ia mendapat banyak kemajuan
dalam pelajaran ilmu silatnya.
”Setelah ia menyelesaikan seluruh pelajaran dalam
ilmunya gerakan garuda sakt i yang terdiri dari lima jurus,
mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang, suara itu
ternyata demikian hebat, hingga menggetarkan gua.
”Suara yang menggema sekian lama itu telah
mengejutkan burung raksasa, buru-buru terbang
menghampiri kali ini bahkan datang bersama-sama
seekor burung betina yang berbulu putih mulus dengan
tujuh ekor anak-anaknya. Ternyata selama satu tahun
itu, burung raksasa itu telah bertemu kembali dengan
kawan hidupnya dan waktu itu sudah beranak tujuh ekor.
”Apa yang mengherankan si kakek penjinak garuda,
adalah sikapnya burung raksasa itu yang pada saat itu
nampak sangat berduka, bahkan mengalirkan air mata.
Mungkin ia mengert i bahwa itulah saatnya bagi mereka
harus berpisah.
”Karena pada waktu itu si kakek penjinak garuda
memang sudah niat hendak turun gunung.
”Sewaktu si kakek meninggalkan gua, burung raksasa
itu bersama tujuh anaknya burung yang sudah mulai
besar-besar mengikut inya, sedang ia sendiri bersama
yang betina tetap berdiam digunung itu"
Menuturkan sampai disitu, Chim Kiam sian seng
melirik kepada Lam kiang Tay bong. Jago tua itu ternyata
sedang mengawasi dirinya dengan sinar mata tajam.
Dengan sikap sangat hat i-hati, Chim Kiam sianseng
memperhatikan Lam kiang Tay bong, kemudian baru
melanjutkan penuturannya: "Dengan bekal kepandaian yang didapatkan dan kitab
pelajaran ilmu silat peninggalan jago silat luar biasa
jaman dahulu itu, si kakek penjinak garuda mulai terjun
kedunia Kang ouw. Ia melakukan banyak perbuatan
mulia, membela keadilan, dalam waktu sangat singkat,
namanya sudah menggemparkan dunia Kang ouw.
”Selama itu belum pernah ia menemukan tandingan.
Dalam waktu beberapa tahun, ia sudah berhasil
menempat i kedudukan paling atas dan menjatuhkan t iga
jago daerah Tionggoan diwaktu itu.
”Dalam waktu satu bulan lagi, ia telah mengalahkan
Pak hak Tay yo, Lam kie Gwat cu dan Tayang Sin kun,
t iga iblis yang namanya sangat terkenal didaerah Tiong
goan. Kemat ian Thay ang Sin kun yang paling
mengenaskan, dadanya terhembus oleh pedang terbang.
”Hanya Lam kie Gwat cu yang berhasil melarikan diri
dalam keadaan terluka, Pak hay Tay yo ia terluka parah,
beberapa tahun kemudian juga mati. .”
Bicara sampai di situ, t iba-tiba dipotong oleh Lam
kiang Tay bong dengan mata besar dan suara bengis:
"Hm, ilmu pedang terbang belum tentu menjagai
dunia, aku yakin masih bisa menghadapinya !"
"Tentu saja, cianpwee adalah salah satu dari lima
manusia luar biasa" berkata Chim kiam sianseng. Tetapi
belum sempat melanjutkan, kumis dan jenggot Lam
kiang Tay-bong nampak berdiri, dan menyerang padanya
t iba-tiba.
Serangan yang dilakukan seenaknya dan nampaknya
tanpa bertenaga telah bersarang telak membuat Chim
kiam sianseng mundur terhuyung-huyung. Chim Kiam sianseng tak dapat menahan sabarnya lagi,
ia berkata dengan suara gusar.
"Lam kie Gwat cu, sekalipun kau coba menutup rapat-
rapat rahasiamu, jangan kira t idak ada orang yang tahu.
Aku adalah salah satu dari orang-orang yang mengetahui
rahasiamu. Hm, sahabatku itu ketika hendak menutup
mata, telah menceritakan semua rahasiamu. Jangan kau
anggap bahwa kepandaianmu sudah t inggi, namamu
dahulu dibenci oleh orang banyak, tetapi kalau
bertanding benar-benar aku sedikitpun t idak takut pada
mu!"
Semua orang yang ada disitu menjadi gempar ketika
mendengar perkataan itu. tak disangka bahwa Lam kiang
Tay bong ini adalah penggant inya Lam kie Gwat cu, yang
pada beberapa puluh tahun berselang namanya pernah
menggemparkan dunia persilatan.
Wajah Lam kiang Tay bong berubah seketika, katanya
gusar.
"Chim Kiam, kau boleh ukur tanganmu sendiri,
sanggup tidak melawan aku tiga jurus saja ?"
Chim kiam sianseng setapakpun t idak mau mundur, ia
berkata dengan suara nyaring:
"Hah, kau jangan coba menggertak aku. Kalau aku
takut padamu, juga t idak akan berani membuka rahasia
kejahatanmu. Heh heh Lam kie Gwat cu. tak kusangka
kau telah terkena pedang terbang si kakek penjinak
garuda, masih bisa hidup sehingga sekarang, benar-
benar panjang umurmu." Lam kiang Tay bong semakin marah, kakinya bergerak
dengan kecepatan bagaikan kilat menghampiri Chim
kiam sian seng.
Chim kiam sianseng yang sudah siap, segera ia lompat
melesat set inggi lima tombak lebih. ditengah udara ia
berkata lalu tertawa.
"Ha ha Lam kie Gwat cu, apakah kau hendak
membunuh aku supaya rahasiamu t idak ada orang yang
tahu ?"
Dengan muka beringas Lam kiang Tay bong
mengawasi semua orang yang ada disitu sejenak
kemudian berkata:
"Kalau ya kau mau apa? Apa kau kira aku takut
menghadapi golongan Lempar batu."
Dengan tangan terbuka ia melancarkan serangan
keras, memaksa Chim kiam sianseng turun kebawah.
Tang siang Sucu dengan cepat ia maju dan menyerang,
demikian hingga Chim kiam sianseng terpaksa lompat-
lompat kekanan kekiri menghindarkan serangan Tang
siang Sucu.
Dari pihaknya golongan Lempar batu lantas muncul
empat laki-laki tua berpakaian ringkas, menahan Tang
siang Sucu.
Chim Kiam sianseng lalu berkata dengan gemas:
"Lam kie Gwat cu, apakah kau sudah apa dengan
lukamu?! Ilmu pedang terbang tu benar-benar luar biasa
hebatnya, meskipun sudah beberapa puluh tahun, tetapi
luka itu masih tetap menimbulkan rasa sakit pada dirimu.
Ilmuku Khian khun Khie khang adalah suatu ilmu yang khusus untuk memecahkan ilmu Ceng khie yang
melindungi badanmu. Meskipun kau memiliki kepandaian
luar biasa, tapi kelemahanmu sudah ada ditanganku heh,
heh, mudah-mudahan kita jangan sampai melakukan
pertempuran mat i-mat ian."
"Kau mengaco aku."
Chim Kiam sianseng melihat sikap Lam kiang Tay bong
agak gugup. Ia telah yakin bahwa dugaannya t idak
salah, maka lantas ia memotong perkataannya:
"Lam kie Gwat cu, apa yang harus kau sembunyikan?
Luka didadamu belum sembuh, sebaiknya jangan marah-
marah. Kalau mengganggu ilmumu, ini bukan main-main
Aih sebetulnya kita t idak ada permusuhan apa-apa,
mengapa harus mengadu jiwa?"
Ho Hay Hong heran, ia bertanya:
"Lam kiang Tay bong masih ada kelemahannya, bagai
mana ia bisa menjagoi dunia Kang ouw?"
Chim Kiam sianseng pura-pura mendeliki matanya,
katanya dengan nada kurang senang.
"Kau masih terlalu muda tahu apa? Kekuatan tenaga
dalamnya sudah mencapai t ingkat t inggi dengan mudah
melindungi dirinya. Karena kepandaian ilmu silatnya
sudah t iada orang yang mampu menandingi, maka t iada
seorang pun yang berani mencoba melawan.”
Ia berkata dengan suara nyaring, meski diucapkan
kepada Ho Hay Hong, tetapi sebenarnya memberi
peringatan kepada Lam kiang Tay bong, supaya jangan
bert indak sembarangan. Katanya pula: "Apa lagi, kelemahannya itu jarang orang yang tahu
dan hanya orang yang bertemu dengannya, kebanyakan
orang itu mat i tanpa bersuara. Aku berani menghadapi
dia, juga karena aku memiliki ilmu Khian khun khie
khang, yang khusus untuk menghadapi ilmu itu. Ilmuku
ini kudapatkan dari seorang jago silat luar perbatasan,
hebatnya bukan main"
Ho Hay Hong masih belum mau percaya, tetapi ketika
melirik kepada Lam kiang Tay bong, jago tua itu ternyata
berdiri tertegun. maka Ia lantas menganggukkan kepala.
Chim Kiam sianseng juga merasa lega hat i, ia berkata
lagi sambil tertawa:
"Oh, ya, aku ingat sesuatu hal, belakangan ini
dikalangan Kang ouw banyak bermunculan jago-jago
muda, diantara mereka agaknya yang pandai ilmu
pedang terbang, dan Ho siauhiap, juga terhitung salah
satu diantaranya."
"Apakah kau pernah melihat ada orang lain yang
pandai ilmu pedang terbang ?" bertanya Ho Hay Hong
heran.
Ia sebetulnya hendak berkata bahwa dalam dunia
dewasa ini, kecuali beberapa orang t ingkatan tua dari
partay Ngo bie pay. yang pandai ilmu itu. mana ada jago
t ingkatan muda yang pandai ilmu pedang terbang?
Tetapi ia batalkan hendak mengutarakan maksudnya itu
dan dengan cepat dirubahnya:
"Oh, aku mengert i, jago-jago t ingkatan muda itu pasti
murid murid dari golongan Ngo bie pay !"
Chim Kiam sian seng berkata sambil menggelengkan
kepala: "Kalau mereka dari golongan Ngo bi pay, sejak dahulu
kala memang terkenal dengan ilmu pedangnya, siapa
yang t idak tahu bahwa partay itu adalah sumbernya ilmu
pedang terbang ?"
”Mendengar kata-katamu, orang yang kau maksudkan
itu seolah-olah bukan orang dari Ngo bie pay ?".
"Memang bukan, kalau dia orang dari golongan Ngo
bie-pay t idak mungkin mengejar-ngejar dan hendak
membunuhnya empat tokoh persilatan yang terkenal
sebagai tukang menangis !"
Ho Hay Hong sadar bahwa orang yang dimaksudkan
itu adalah toa-suhengnya. Sungguh aneh, mengapa
urusan itu sampai diketahui olehnya ? ia ingin
mengetahui lebih jauh, maka coba mengorek
keterangannya:
"Chim Kiam sian seng, ucapan ini aku sedikitpun tidak
mengert i, siapakah sebetulnya orang yang kau
maksudkan itu ?"
"Caranya menggunakan ilmu pedang terbang orang
itu, mirip dengan ilmu pedangmu, hanya ia lebih mahir
daripada kau. Aku t idak kenal siapa dia, tetapi dengan
keterangan ini, kau pasti lebih mengetahui lebih
daripadaku."
Ho Hay Hong tertegun, ia menggumam. "Eh, orang itu
ilmu pedangnya mirip denganku, memang aku pernah
dengar dari beberapa orang yang mengatakan demikian,
sungguh aku heran, kalau bukan hanya menuruni ilmu
itu kepadaku seorang diri, siapakah sebetulnya dia itu ?"
Dengan penuh perhatian ia balas menanya Chim Kiam
sianseng: "Urusan ini sedikit banyak ada hubungannya dengan
perguruanku, apakah kau t idak keberatan kalau
menyebutkan namanya orang itu?"
"Ho siauhiap, kau benar-benar pandai berpura-pura."
berkata Chim Kiam sianseng sambil tertawa dingin, tetapi
kemudian dikejutkan oleh sikap jujur dan yang ditujukan
oleh Ho Hay Hong. Sikap itu bukanlah sikapnya seorang
yang berlaku pura pura, hingga dalam hat i diam-diam
merasa heran.
Pikirnya: ’pemuda ini sifatnya aneh, kalau bukan
seorang jujur, putih bersih, tentunya seorang cerdik dan
banyak akal.’
Pemimpin golongan lempar batu sudah banyak
pengalaman dan pengetahuan ini, benar-benar
dibingungkan oleh sikap Ho Hay Hong. Karena orang
sepert i ia itu paling susah dijajaki kepribadiannya.
Ho Hay Hong berkata sambil tersenyum.
"Chim Kiam sianseng, tentang perkawinan dan sebab
musababnya kakek penjinak garuda itu menghilang dari
dunia kang ouw, kau masih belum menceritakan
padaku!"
"Di masa muda, kakek penjinak garuda
penghidupannya sengsara, belum pernah memikirkan
tentang rumah tangga. Setelah usianya lanjut dan
memiliki kepandaian ilmu silat sangat t inggi, baru
merasakan kesepian.
”Selama ia berdiam diatas gunung, hanya berkawan
dengan burung garuda, dan dikalangan Kang ouw sering
muncul bersama piaraannya tujuh ekor burung garuda,
yang ternyata menurut segala perintahnya, maka kemudian orang-orang dunia kang ouw memberikan
nama julukan padanya si kakek penjinak garuda.
"Beberapa puluh tahun berselang, ow. kalau dihitung
kini barangkali sudah dua puluh tahun, t iba t iba ia
mengeluarkan suara mencari seorang gadis yang dengan
suka rela menjadi kawan hidupnya.
”Sebagai imbalan ia akan mewariskan seluruh
kepandaiannya kepada kawan hidupnya itu. Hal ini
membuat heran semua orang-orang rimba persilatan
pada masa itu, dianggap mereka sebagai suatu kejadian
aneh yang belum pernah ada
"Tetapi anehnya, walaupun usia kakek penjinak
garuda itu meskipun sudah lebih seratus tahun, boleh
dikata sudah mendekat i liang kubur, diluar dugaan
semua orang, ternyata masih ada seorang gadis yang
naik ke-gunung menerima tawaran itu.
”Gadis itu berparas cant ik, lagi pula pintar dan faham
ilmu silat. Apa yang mengherankan ialah, gadis itu
bahkan masih keturunan seorang tokoh persilatan yang
namanya sangat terkenal."
Berkata sampai disitu, Chim Kiam sian-seng
menggelengkan kepala dan menghela napas panjang,
agaknya menyesalkan perbuatan gadis itu.
Ho Hay Hong lalu bertanya: "Siapa namanya tokoh
persilatan terkenal itu, dimana tempat t inggalnya ?"
"Tentang tokoh itu, dalam rimba persilatan t iada
seorangpun yang t idak kenal namanya. Dia adalah jago
silat daerah utara yang namanya sangat kesohor It Jie
Hui kiam Tang Hay Chiang." "Bagaimana sikap Tang Hay Ciang terhadap perbuatan
anaknya ?"
"Ia t idak menyatakan apa-apa !"
Ho Hay Hong masih hendak menanya tapi Chim Kiam
sianseng sudah berkata lagi.
"Jangan menanya lagi, biarlah aku meneruskan
ceritaku ! Akhirnya, si kakek penjinak garuda menerima
gadis itu dengan dua tangan terbuka. Mulai hari itu, anak
perempuan Tang Hay Chiang lantas hidup bersama-sama
si kakek penjinak garuda, sebagai kawan dalam
kesepiannya, tetapi ia sendiri juga mendapatkan seluruh
kepandaian si kakek.
"Dimata umum, penghidupan mereka nampak rukun,
seharusnya merupakan sepasang suami istri yang
bahagia. Diluar dugaan, mereka hidup senang belum
cukup satu tahun pasangan yang t idak setimpal itu sudah
terjadi perubahan. Dalam waktu satu hari, kakek itu
seolah-olah gila mendadak, membinasakan orang hutan
yang menjaga kediamannya, membubarkan tujuh burung
garudanya.
”Kemudian ia meninggalkan rumah tangganya, ini
merupakan suatu tragedi yang tragis, ternyata anak
perempuan Tang Hay Chiang sebelum menikah dengan si
kakek penjinak garuda, telah ada kandungan dalam
perutnya.
”Si Kakek penjinak garuda meski sudah lanjut usianya,
tetapi cemburunya besar sekali, oleh karena merasa
dirinya terhina, dan khawat ir hal ini akan menodai nama
baiknya, maka ia lantas pergi begitu saja, selanjutnya
t idak muncul didunia kangouw lagi . . . "Rahasia ini orang lain t idak tahu, entah dari mana
sahabatku itu mengetahuinya. Kalau aku sekarang
menceriterakan padamu, mungkin sangat berbahaya
bagiku."
Nada Chim Kiam sianseng mendadak berubah, dengan
sikap sungguh-sungguh ia bertanya:
"Terus terang saja, kau sebetulnya masih pernah apa
dengan sikakek penjinak garuda Muridnya? Ataukah."
Ho Hay Hong mengeluh, pikirannya melayang jauh
bahkan memikirkan kebagian yang paling buruk.
Andaikata Dewi ular dari gunung Ho lan san itu adalah
anak perempuannya Tang Hay Chiang, ia sendiri
mungkin adalah anaknya yang didapatkan dari hubungan
gelap dengan laki-laki lain.
Jikalau t idak, asal usul dirinya t idak merupakan teka-
teki, dan sikakek penjinak garuda itu juga t idak akan
mengatakan dirinya anak haram.
Dengan hat i pilu ia menundukkan kepala, berusaha
keras menenangkan pikirannya kalut , otaknya hampir
pecah. Hatinya juga seperti ditusuk-tusuk jarum halus,
demikian sakit ia rasakan, hingga hampir t idak sanggup
berdiri.
Tiba-tiba ia kehilangan keberanian untuk menghadapi
kenyataan, kenyataan memang kejam, hingga pikirannya
ditujukan ketempat kosong, biarlah kekosongan yang
mengusir kerisauannya.
Ia dapat memahami mengapa Chim Kiam sian seng
memajukan pertanyaan pada muridnya atau orang yang
terdekat si kakek penjinak Garuda, pertanyaan itu
mengandung ejekan, tetapi ia t idak bisa marah, sebab kalau ia berbuat demikian, ini berarti ia telah mengakui
diri sendiri sebagai anak haram. Maka ia sedapat
mungkin pura-pura berlaku tenang, sambil tertawa ia
berkata:
"Aku sebetulnya muridnya si kakek penjinak Garuda,
tetapi karena melanggar peraturan, beberapa tahun
berselang telah diusir dari perguruannya.”
"Oh. kiranya begitu, pantas kau paham ilmu pedang
terbang, ilmu silatmu juga agak mirip dengan ilmu silat
Khun hap sam kay, jadi itu adalah hasil dari didikannya !"
Lam kiang Tay bong dengan secara t iba-tiba maju
kedepan Ho Hay Hong sambil menyerang dan berkata:
"Kau adalah muridnya si kakek penjinak Garuda, siapa
yang mewarisi kepandaiannya seharusnya memikul
dosanya !"
Dengan sendirinya Ho Hay Hong mengangkat tangan
menangkis serangan Lam Kiang Tay bong sesaat itu
perasaan bencinya terhadap si kakek penjinak Garuda
mendadak memuncak, sebab segala kesulitan dan
kesengsaraan yang menimpa d irinya, semua telah t imbul
karena ia.
Selagi hendak melakukan serangan pembalasan. Tiba-
t iba ingat kepada bahunya yang sudah terluka, maka
buru-buru membatalkan maksudnya dan lompat mundur,
tetapi Lam-Kiang Tay bong dengan cepat sudah berada
lagi dihadapannya, tangannya sudah mengancam lagi.
Serangan itu sangat jitu dan hebat , mau t idak mau
harus ditangkis dengan tangan, kalau t idak badannya
akan dibuat bulan-bulanan oleh tangan Lam kiang Tay
bong. Dalam keadaan terpaksa, dengan menanggung resiko hancur tulang bahunya, ia mengangkat tangan
menyambuti serangan tersebut .
Ketika kekuatan kedua fihak saling beradu, ia t idak
dapat pertahankan kedudukannya lagi, lalu ia mundur
terhuyung-huyung.
Tetapi sebentar kemudian, ia merasa bingung sendiri.
Sebab dalam mengadu kekuatan tadi, bukan saja t idak
menghancurkan tulang bahunya, sepert i apa yang
diduga, sebaliknya malah menambah kekuatan tenaga
dalamnya, bahkan jauh berbeda daripada yang dimiliki
sebelumnya.
Ketika ia terdorong mundur, ia mencoba menyerang
pohon besar dengan tangannya, pohon itu tergoncang
hebat , hampir roboh. Percobaannya ini telah meyakinkan
dirinya bahwa kekuatan tenaga dalamnya telah
bertambah secara aneh.
Ia sudah memperhitungkan lebih dulu serangan Lam
kiang Tay-bong tadi, kalau diukur secara biasa,
serangannya tadi pasti akan melukai dirinya. Tetapi, ia
hanya terdorong mundur beberapa langkah, bukan saja
t idak terluka, bahkan menambah kekuatan tenaga
dalamnya secara gaib.
Kini ia percaya benar bahwa latihannya untuk
menyempurnakan kekuatan tenaga dalamnya yang
selama itu belum berhasil, kini telah tercapai dengan
t idak terduga-duga.
Untuk kedua kalinya, ia mengadu kekuatan tenaga lagi
dengan Lam kiang Tay bong, suara hebat terdengar
nyaring, pasir dan batu batu pada berterbangan. Lam kiang Tay bong diam-diam terkejut , ia bertanya dengan
mata terbuka lebar:
"Kau murid siapa ?"
Ho Hay Hong t idak menjawab, rupa-rupa perasaan
mengaduk jadi satu dalam pikirannya.
Ia mengert i bahwa perubahan dalam tubuhnya tadi
ketika mengadu kekuatan dengan Lam kiang Tay bong,
adalah berkat pemberian sikakek penjinak garuda. Kakek
itu diluarnya memaki-maki dirinya, tetapi ketika ia dalam
marah dan menyerang dirinya, sebetulnya membuka dua
bagian urat pent ing yang selama itu belum terbuka,
sehingga ia t idak berhasil menyempurnakan kekuatan
tenaga dalamnya.
Mengapa kakek itu berbuat demikian terhadap dirinya
yang dibenci ? Mungkin t iada seorangpun yang bisa
menjawab, kecuali si kakek itu sendiri !
Chim Kiam sianseng berkata:
"Kalau sudah t idak ada urusan lain, mari kau ikut aku
pergi!"
Pemimpin Lempar batu itu karena mengandalkan
ilmunya Kian khun cie yang juga merupakan ilmu satu-
satunya untuk memecahkan ilmu Lam kiam Tay bong,
maka meskipun dalam hati masih t idak tenang, namun di
luarnya ia tetap berlaku tenang.
Ho Hay Hong yang sudah ingin mengetahui rahasia
itu, lantas menerima baik ajakan pemimpin Lempar Batu.
Chim kiam sianseng berjalan beberapa langkah, baru
menoleh dan minta diri kepada Lam kiang Tay bong. Ketika matanya beralih kepada mayat Srigala kuning
Hek Tek, ia berkata kepada dirinya: "Srigala kuning ini
sangat setia, kematiannya sungguh menyedihkan."
Ia perintahkan anak buahnya supaya mengubur baik-
baik, setelah itu baru ia pergi.
Lam kiang Tay bong meskipun tahu bahwa ucapan
Chim Kiam sianseng tadi, sedikitnya ada mengandung
ejekan terhadap dirinya, tetapi karena kelemahan diri
sendiri berada ditangannya, terpaksa ia berlaku pura-
pura t idak mengert i.
Ho Hay Hong ket ika berjalan dihadapan Tang sian
Sucu, berkata padanya dengan suara perlahan:
"Kalau kau benar adalah saudara kandungku,
persoalan antara kita selama ini benar-benar sulit
diselesaikan!"
"Saudara, apa kau kata ?" tanya Tang siang Sucu
kaget.
"Cie lui Kiam khek adalah sahabatku, kau telah
membunuhnya, ini mudah saja. Tetapi kau membiarkan
orang orangmu mendesak anak perempuannya. Kalau
kau benar adalah saudara kandungku, bagaimana urusan
ini harus kita bereskan ?"
"Saudara Ho, Ini hanya suatu kebetulan saja, aku
t idak percaya kebenarannya!" berkata Tang siang Sucu
sambil menggelengkan kepala.
"Tetapi andaikata benar, bagaimana?"
"Selama hidupku aku t idak mudah percaya, andaikata
itu benar adalah soal lain. Saat ini t iba waktunya, masih terlalu pagi untuk membicarakan soal itu, kau pikir
bagaimana?"
"Aku juga mengharap bahwa soal itu adalah soal
kebetulan saja!"
Ho Hay Hong t idak menghiraukan Tang siang Sucu
lagi, dengan mengikut Chim Kiam sianseng ia berlalu
meninggalkan tempat tersebut .
0odwo0
Esok hari diwaktu senja, orang2 Lempar batu dibawah
pimpinannya sudah t iba ditepi danau Hok ing ouw.
Ho Hay Hong yang juga berada dalam rombongan itu,
karena pikirannya kalut , selama berjalan terus
menundukkan kepalanya. Ketika tampak air danau yang
bening berada dihadapan matanya, barulah ia tersadar.
Semangatnya terbangun mendadak, matanya celingukan.
Agaknya ada yang dicarinya.
Dalam waktu singkat, ia sudah berhasil menemukan
sebuah pohon kayu putih yang berada disebelah t imur.
Pohon kayu putih Itu bukanlah dari asal sudah
berwarna putih, melainkan dicat oleh tangan manusia,
sebagai petunjuk jalan. Ho Hay Hong ketika lewat
dibawah pohon, t iba-tiba mendongak keatas, matanya
mengawasi keatas pohon.
Kelakuannya itu segera menimbulkan perhat ian orang
banyak, hingga pada menanyakan padanya:
"Sahabat Ho, kau melihat apa?"
Ho Hay Hong t idak menghiraukan, hanya berkata
sambil mendongak keatas : "Heran !" Dari atas pohon, t iba-tiba melayang turun sesosok
bayangan orang. Ketika orang itu berada dibawah,
segera menimbulkan keheranan orang banyak.
Orang itu ternyata seorang wanita yang mukanya
buruk sekali, ia mengenakan gaun warna hijau muda,
usianya kira kira baru delapan belas tahun. Tetapi
wajahnya sangat jelek, t idak menarik.
Ho Hay Hong berkata dengan nada suara t idak
senang:
"Kau pernah apa dengan dia?"
Ia semula menduga yang berada diatas pohon itu
adalah sigadis kaki telanjang, yang berjanji dengannya
hendak bertemu ditempat itu, tak disangka bahwa yang
ada sekarang adalah seorang gadis bergaun Hijau muda
yang wajahnya justru menjadi kebalikannya dengan
wajah gadis kaki telanjang.
Gadis jelek itu t idak mau menjawab, bahkan balas
menanya.
"Dit ilik dari potongan badan dan dandananmu, kau
tentunya pemuda she Ho itu?"
"Benar, aku adalah seorang she Ho, di mana dia
sekarang?"
Gadis baju hijau mendelikkan matanya dan berkata:
"Aku lihat , kau selalu menanyakan dia saja, ada
hubungan apa sebetulnya kau dengan dia?"
Sehabis berkata, gadis itu tertawa cekikikan,
sedikitpun tidak memperdulikan perasaan orang lain. "Dia telah berjanji denganku, hendak menjumpai aku
ditempat ini. Hal ini t idak perlu nona campur tangan,
panggillah saja dia supaya lekas datang kemari!" kata Ho
Hay Hong sambil mengerutkan kening.
"Astaga, hanya hendak bertemu muka saja kok
demikian galak. Dia denganku sepert i saudara kandung,
urusan apa saja dia selalu beritahukan padaku. Aku kata,
Ho siauhiap, kau terlalu memandang t inggi dirimu sendiri
dalam hal apa aku berbeda dengan orang lain? Mengapa
aku t idak boleh mewakili dia ?"
Mendengar kata-kata itu, Ho Hay Hong semakin t idak
senang, ia bertanya.
"Apakah dia minta kau mewakili untuk menjumpai
aku?"
"Benar, apakah Ho sianseng sudah bawa pedangnya?"
Ho Hay Hong memandang Chim Kiam sianseng
sejenak. Chim Kiam sianseng lalu berkata sambil tertawa:
"Pedang berada ditanganku, kau boleh ambil."
Wanita baju hijau itu agaknya sudah t idak bisa
menunggu lagi, ia sudah mengeluarkan tangannya, tapi
Chim Kiam sianseng berkata lagi:
"Hanya, nona harus bawa kita kekampung setan,
karena aku ada urusan pent ing hendak mencari kakek
penjinak garuda locianpwee !"
Wanita itu ketika mendengar perkataan itu, wajahnya
yang jelek lantas berubah, ia berkata dengan suara
gusar:
"Siapa kakek penjinak garuda itu? Di dalam kampung
setan mana ada kakek penjinak garuda? Siapa yang memberitahukan padamu? Eeee, kau jangan berkata
sembarangan!"
Perkataannya itu diucapkan demikian cepat dan galak,
bukan saja mengejutkan Ho Hay Hong, tetapi juga
mengherankan orang orang dari golongan lempar batu.
Hanya Chim kiam sianseng yang masih tenang-tenang
saja.
"Nona t idak perlu merahasiakan lagi, aku sudah tahu
bahwa kakek penjinak garuda....."
Belum lagi habis perkataannya, dari tepi danau
sebelah barat muncul seorang gadis cant ik berpakaian
warna putih. Ketika Ho Hay Hong melihat gadis itu
wajahnya mendadak berubah.
Sebab ia melihat dua tangan gadis itu menenteng dua
kotak kecil, dari sela-sela kotak itu nampak menetes
darah merah, ia menduga dalam kotak itu tentu adalah
kepala manusia lagi.
Ia segera maju menyongsong seraya berkata :
"Kau benar benar seorang yang bisa pegang janji !"
Selagi gadis itu mendengarkan perkataannya, ia telah
merampas kotak dari tangan sigadis, Ket ika kotak
dibuka, dalamnya benar saja batok kepala manusia.
Kepala manusia itu dipotong batas jenggot, tetapi
jenggotnya masih ada, matanya tampak mendelik, jelas
bahwa kemat ian orang itu dalam keadaan penasaran.
Gadis itu bukan saja tidak melarang, sebaliknya malah
mengawasi perbuatan Ho Hay ong dengan berdiri
tenang. "Apa yang perlu kau lihat? Kecuali kau, barang siapa
yang menginjak tanah kampung setan, semua akan
mengalami nasib begitu!" demikian katanya.
Ho Hay Hong marah mendengar ucapan itu. ia
membuka lagi kotak yang lain. benar sepert i apa yang
diduganya, dalam kotak itu juga berisi kepala manusia
yang masih basah darahnya.
Ia t idak dapat mengendalikan hawa amarahnya lagi,
dengan mendadak melakukan serangan terhadap gadis
itu.
Gadis baja put ih Itu hanya menggeser kakinya berkata
dengan suara tenang:
"Jangan marah dululah! Lihat dulu dua orang ini
siapa."
Ho Hay Hong mengamat-amati dua kepala manusia
itu, bulu romanya berdiri seket ika, kiranya dua kepala itu
adalah kepalanya orang-orang yang dikenalnya. Satu
adalah kepala pendekar berpenyakitan. Sedang yang lain
adalah kepala jie suhengnya sendiri !
Kematian pendekar berpenyakitan, t idak ada
hubungannya dengan dirinya, kecuali merasa sayang dan
simpatik, t idak ada yang dibuat pikiran. Tetapi tentang
kematian suhengnya, benar-benar sangat mengejutkan
dan menyedihkan hat inya.
Jie suhengnya itu sudah mendapat seluruh kepandaian
suhunya, dengan ia sudah t inggal bersama-sama sepuluh
tahun lebih. Meskipun selama itu hidup mereka t idak
begitu akur, tetapi persahabatan dan persaudaraan
dalam satu perguruan, sudah sepert i saudara sendiri,
maka seketika itu ia lantas berdiri terpaku. Gadis berbaju put ih itu memandang sejenak, lalu
bertanya:
"Apakah mereka orang-orang yang terkenal
namanya?"
Karena t idak mendapat jawaban, maka lantas berkata
lagi sambil tertawa dingin:
"Begitupun baik, dari orang terkenal di buat contoh,
lihat kemudian hari siapa yang berani menginjak
kampung setan ?"
Pikiran Ho Hay Hong mendadak tenang kembali, ia
bertanya, dengan sabar:
"Bolehkah aku menumpang tanya, bagaimana
kematian mereka berdua?"
"Urusan ini aku t idak begitu jelas tetapi karena kau
ingin tahu, bolehkah aku beritahukan padamu apa yang
aku tahu" berkata gadis baja put ih itu, "mereka berdua,
agaknya ada permusuhan, mereka saling kejar-kejaran.
Orang yang berada dikotak sebelah kanan itu yang
masuk kekampung setan lebih dulu kemudian dikejar
oleh orang yang kepalanya berada dalam kotak sebelah
kiri. Mungkin dia orang tua sudah lalai, sudah lupa bahwa
tanah yang diinjak mereka adalah kampung setan. Maka
dengan beruntun dua-duanya sudah memasuki daerah
terlarang dan terjebak dalam barisan orang liar, hingga
akhirnya mereka menemukan ajal masing-masing."
Ho Hay Hong dengan penuh perhatian mendengarkan
penuturannya, setelah itu dengan sinar mata tajam,
memandang gadis itu kemudian berkata: "Tahukah kau siapa orangnya, yang kepalanya berada
dalam kotak sebelah kiri ini?"
Dengan sikap ragu-ragu, gadis itu menjawab sambil
menggelengkan kepala:
"Aku justru hendak menanyakan kau?"
"Orang ini adanya keras sebelum mati pasti
mengadakan perlawanan hebat. Kalau orang dari
kampung setan. Dari permainan dan gerakkan ilmu
silatnya, tentunya kau dapat tahu dari golongan mana,
heh, heh, kau ternyata sudah membohong, t idak
mungkin kalau kau juga t idak tahu !"
"Ucapanmu ini agak keterlaluan dengan terus terang,
kita hanya tahu bahwa ia faham Ilmu mengendalikan
pedang, tetapi t idak tahu dari golongan mana.
Mendengar kata katamu ini, kau agaknya sangat jelas
mengetahui dirinya, kalau begitu kau beritahukanlah
padaku !"
Ho Hay Hong melihat bahwa Chim Kiam sianseng dan
lain-lainnya semua telah memperhat ikan dirinya. Untuk
beberapa saat ia tidak menemukan kata-kata yang tepat
untuk memberi keterangan, maka hanya berkata sambil
tertawa dingin:
"Kau benar-benar lihay !"
"Ho siauhiap, tolong perkenalkan, siapa orang ini ?"
bisik Chim Kiam sianseng.
"Ia adalah salah satu anggota penghuni kampung
setan, aku t idak begitu jelas mengenai dirinya !" berkata
Ho Hay Hong sambil mengawasi gadis itu. Pada saat itu, mendadak ia mendapat satu akal, maka
lantas berkata pula sambil tertawa dingin:
"Kau t idak mau omong terus terang, jelas kau sudah
menganggap aku sebagai musuh, maka aku juga t idak
perlu memegang janjiku untuk mengembalikan
pedangmu !"
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung Jilid 11
Jilid 11
ALIS gadis itu nampak berdiri, lalu berkata dengan
nada kurang senang:
"Lantaran kau, aku telah mendapat banyak kesulitan,
nyatanya kau seorang yang t idak mempunyai liangsim
sedikitpun juga!"
Setelah Itu, dengan kecepatan bagaikan kilat
badannya bergerak menghampiri Ho Hay Hong,
tangannya juga bergerak, hingga Ho Hay Hong berada
dalam kurungan bayangan tangannya.
Ho Hay Hong sudah pernah menyaksikan kepandaian
ilmu silat nona itu, maka ia tahu benar sampai dimana
kekuatannya. Ia t idak berani berlaku gegabah sambil
memasang kuda kuda dan dengan mempergunakan
salah satu gerak t ipu dalam ilmu silatnya Khun-hap sam
kay, tangan kanannya menyerang ketiak kirinya, tangan
kiri menyerang dada.
Dua rupa serangan itu nampaknya sederhana, tetapi
sebetulnya mengandung serangan maut . Tetapi serangan
dengan tangan kanannya, mendadak ditarik kembali dan dirubah menjadi gerak t ipu yang dinamakan cambuk
berkibaran dan marah membelah rambutnya.
Sebentar kejadian terdengar suara beradunya tangan
kedua pihak, masing-masing segera lompat mundur.
Gadis baju put ih itu melayang mundur dengan satu
gerakan burung elang terbang diatas air, kalau dilihat
dari jauh, sepert i bunga putih berterbangan ditengah
udara, sungguh indah dalam pandangan mata.
Di pihak Ho Hay Hong mundur setengah langkah
dengan badan terhuyung-huyung, tetapi ia t idak mau
menyerah kalah. Dalam keadaan kepepet mendadak
menemukan satu akal, ia paksa pertahankan kakinya,
kemudian berbalik merangsak maju menyerang lagi.
Serangan itu bahkan didahului oleh hembusan angin
yang keluar dari tangannya, sehingga menimbulkan
suara menderu. Hal ini nampaknya mengejutkan gadis
baju put ih itu.
Agaknya ia sudah lupa menangkis serangan itu,
hingga terdorong oleh hembusan angin yang sangat
hebat . Ia diam-diam merasa heran dengan kekuatan
tenaga pemuda itu, karena dalam perhitungannya. orang
yang dapat mengeluarkan serangan kekuatan tenaga
dalam sedemikian, set idak-tidaknya sudah mempunyai
latihan kira-kira dua puluh tahun lebih.
Tetapi ia hanya baru berpisah satu malam dengan Ho
Hay Hong, sedangkan kekuatan tenaganya sudah
diketahui pada waktu kemarinnya. Dari manakah
kekuatan tenaganya itu ? Ho Hay Hong sendiri juga tidak menduga, bahwa gadis
yang pernah mengalahkan Tie cu Sin kun ini, telah
terpukul mundur olehnya.
Diam-diam ia merasa girang, kepercayaannya juga
semakin bertambah. Dengan beruntun ia melancarkan
serangan sampai t iga kali.
"Ternyata kau menyembunyikan kepandaianmu!"
berkata gadis itu gemas.
Gadis itu mendadak ingat bagaimana keadaan ketika
Ho Hay Hong terkepung dengan orang-orangnya
golongan Kawa-kawa. Oleh karena agak kewalahan
menghadap Tie cu Sinkun dan karena merasa simpati
terhadap dirinya, ia telah turun tangan memberi bantuan,
dan berakhir dengan dijatuhkannya Tie cu Sin kun,
sehingga kehilangan muka.
Tetapi, semua itu ternyata merupakan t ipuan belaka.
Ho Hay Hong yang di anggapnya t idak sanggup melawan
Tie cu Sin kun, ternyata hanya berpura-pura saja.
Ingatan akan peristiwa itu ia merasa sepert i
dipermainkan oleh Ho Hay Hong, maka hat inya sangat
mendongkol.
Bagaimanapun keras dan dingin hat inya, ia t idak
sanggup menahan hinaan itu, maka dengan mendadak ia
lompat melesat setinggi enam tombak lebih.
Ditengah udara badannya berputaran, kemudian
mementang kedua lengannya bagaikan burung
mementang sayap, lalu menukik sepert i garuda
menerkam mangsanya. Dengan cepat Ho Hay Hong teringat kejadian didepan
gedung Kan lui Kiam khek, sewaktu gadis itu bertempur
dengan Tie cu Sin kun. Ia segera mengetahui bahwa itu
adalah permulaan melakukan serangan dengan
menggunakan ilmu serangan lima gerakan serangan
garuda sakti. Serangan dengan ilmu inilah itu, Tie cu Sin
kun masih belum bisa melawannya. apalagi ia sendiri
yang kepandaian ilmu silatnya masih dibawah Tie cu Sin
kun.
Belum lenyap pikiran itu dalam otaknya, suara siulan
nyaring terdengar dari mulut gadis itu, kemudian tampak
berkelebatnya bayangan putih, dengan cepat menukik
turun.
Pada saat itu Chim Kiam sianseng telah berseru:
"Ilmu serangan garuda sakt i."
Seruan yang mengandung kecemasan itu dalam
telinga Ho Hay Hong kedengarannya sangat tajam, Ia
yang memang sudah gentar, maka ket ika mendengar
seruan itu, pikirannya semakin kalut .
Sesaat mendadak ia ingat tugasnya sendiri dan
kewajibannya yang belum selesai. Tanpa pikir akan
mendapat malu lagi, ia meloncat kedanau.
Tindakan Ho Hay Hong itu disusul oleh Chim Kiam
sianseng. yang memerintahkan semua orang-orangnya
supaya lekas undurkan diri. Maka ket ika Gadis baju put ih
itu melancarkan serangannya garuda garuda sakt i
keadaan menjadi kalut .
Gadis muka jelek berbaju hijau, yang sejak munculnya
gadis baju put ih diam saja belum pernah turut bicara, kini ket ika melihat gadis baju put ih mengamuk lantas
berseru:
"Adik, kau jangan marah, ilmumu Cit khim Liang hoat
itu jangan gunakan sembarangan. lekas tarik kembali
seranganmu.
Suaranya itu sangat tajam, hingga mengejutkan Chim
Kiam sianseng, tetapi ia segera mengert i maksud gadis
jelek itu. Sebab sudah jelas bahwa ilmu serangan itu
adalah ilmu serangan garuda sakt i, mungkin karena takut
rahasianya terbuka, maka sengaja dikatakannya ilmu Cio
khim Ciang hoat.
Gadis baju put ih itu menjawabnya dengan hat i
mendongkol:
"Bocah itu benar-benar terlalu menghina aku, aku
harus beri hajaran padanya!"
Sehabis berkata kemudian, orangnya sudah melayang
turun. Tetapi ia masih belum menghent ikan
serangannya. Dengan cepat mengeluarkan segumpal
jarum perak dari sakunya, dilontarkan kedalam danau.
Dengan kekuatan yang sangat hebat , jarum itu masuk
kedalam air seluruhnya.
Gadis bermuka jelek berbaju hijau itu berkata sambil
tertawa dan tepuk tangan:
"Kiranya kau juga membawa jarum menembus
gelombang, kini bocah itu sekarang baru tahu rasa."
Tak lama kemudian air dipermukaan danau nampak
bergerak-gerak, dari dalam air muncul satu kepala
manusia yang sudah basah kuyup, napasnya sengal-
sengal, ia adalah Ho Hay Hong. Ia mahir berenang, begitu masuk kedalam air, lantas
dapat merasakan bahwa dalam air itu ada hawa pedas,
hingga matanya hampir t idak dibuka. Dalam otaknya
segera ingat makluk aneh dalam danau itu. Wajahnya
berubah seketika.
Tetapi sipatnya yang keras kepala, meskipun ia tahu
bahwa dalam air itu ada bisanya, ia masih membandel.
Matanya dibuka sedikit , t iba-tiba nampak olehnya benda
bersinar berkeredep didasarnya danau itu. ia segera
mengambilnya dan dimasukkannya kedalam saku.
Ia berhent i didanau sambil menahan napas dengan
menggunakan Ilmu mendengar suara dari bawah tanah,
ia sudah tahu bahwa gadis baju put ih sudah turun
ketanah. Samar-samar ia juga mendengar suara orang
berbicara.
Ia t idak berani mendarat ketempat semula. Selagi
hendak berenang kelain tempat untuk menghindarkan
serangan gadis itu, t idak diduganya bahwa tempat
sembunyi yang dianggapnya paling aman itu masih
ditembusi oleh jarum berbisa gadis itu.
Sebuah jarum-menembus lengan kanannya dan
menimbulkan rasa sakit t idak terkira. Dengan demikian ia
t idak dapat bertahan lebih lama lagi di dalam air,
terpaksa lompat naik kepermukaan air.
Melihat darah warna hitam mengucur keluar dari
dagingnya yang terluka dan melihat sebuah jarum perak
yang sangat halus menancap didagingnya, segera ia
mengetahui bahwa dirinya sudah terkena serangan jarum
beracun. Dipandangnya gadis baju putih itu dengan sinar
mata beringas. Gadis baju put ih itu t idak menyerang lagi, dengan
sinar mata dingin mengawasinya. Ket ika menampak Ho
Hay Hong marah, ia bahkan berkata dengan nada
mengejek:
"Rasakan. Sekalipun kau hendak lari ke ujung langit,
aku juga ada akal untuk memaksa kau kembali. Sekarang
kau harus menepat i janjimu. Serahkan kembali pedang
pusaka itu. Jikalau t idak, aku t idak akan perduli, biar kau
mati keracunan!"
Pandangan mata Ho Hay Hong ditujukan kekotak
dimana terdapat kepala ji suhengnya, perasaannya
semakin sedih.
"Kecuali sikakek penjinak garuda yang datang
mengambil sendiri, kalian berdua jangan harap bisa
mendapatkan kembali barang itu." ia berkata dengan
nada suara dingin.
Ia merasa menyesal terhadap perguruannya sendiri,
karena ia pernah mencegah t indakan Ji suhengnya, Dan
Ji suhengnya itu sudah menutup mata untuk selama-
lamanya.
Kematiannya yang mengenaskan itu telah membuat ia
mengenangkan kembali hubungannya dengan Ji
suhengnya selama masih anak-anak dan sama-sama
berguru. Demikian sedih perasaannya pada waktu itu,
hingga ia berlaku nekat dan hendak memancing supaya
dua gadis itu semakin marah.
Benar saja, ket ika mendengarkan ucapannya, dua
gadis itu nampak sangat marah.
Terlebih dulu cacian yang t idak sedap dilancarkan oleh
gadis baju hijau: "Jahanam siapakah sebenarnya si kakek penjinak
Garuda itu ? jawab !"
Kemudian, disusul oleh kata-kata gadis baju putih:
"Kau selalu menyebut-nyebut nama kakek penjinak
Garuda, siapakah sebetulnya orang itu ? Kalau kau t idak
dapat memberi penjelasan, hari ini aku t idak akan
memberi kesempatan padamu untuk pulang dalam
keadaan hidup !"
"Aku sudah terkena serangan jarum beracun, memang
sudah t idak bisa hidup lama lagi, mengapa aku harus
takut gertakanmu ?" Ho Hay Hong gusar.
Dengan menggemertakkan gigi, menahan sakit , ia
mencabut jarum beracun dari lengannya hingga
darahnya menyembur keluar membasahi mukanya.
Oleh karena terjadinya penyerangan itu, hanya sedikit
perasaan hangat Ho Hay Hong terhadap gadis itu. Dan
kini, telah lenyap seluruhnya.
"Siapa kakek penjinak Garuda, aku percaya kau lebih
tahu daripadaku, jikalau kau ingin tahu sampai sedalam-
dalamnya, terus terang aku beritahukan padamu, dia
adalah orang yang memberi pelajaran ilmu silat dengan
gerakan garuda sakt i, juga adalah pemilik pedang pusaka
garuda sakt i. Semua permintaanku ini ada bukt inya,
siapapun t idak bisa menyangkal. Apakah kau masih
hendak membantah?" katanya pula dingin.
"Kata-kata orang Ini sangat menjemukan, mengapa
kau t idak lekas membunuhnya saja?" berkata wanita
jelek baju hijau kepada gadis baju putih. "Sebab pedang pusaka itu masih berada di tangannya,
jikalau t idak." berkata gadis baju putih.
Mendengar ucapan itu, Ho Hay Hong t iba-tiba
mendapat satu akal. Ia lantas sengaja berpaling dan
berkata kepada Chim Kiam sianseng:
"Sianseng apa sudah dengar atau belum ucapannya
itu sudah jelas merupakan suatu peringatan yang berarti
kalau pedang kita keluarkan, orangnya pasti binasa.
Hoo... aku bukan seorang tolol, untuk mempertahankan
nyawaku, aku terpaksa t idak akan memberikan pedang
itu lagi."
Kemudian ia berkata kepada gadis baju putih:
"Lenganku sudah terkena serangan jarum beracunmu,
aku tahu, cepat atau lambat aku past i mati Tetapi
sebelum aku mati, aku ingin melakukan suatu perbuatan
yang melukai hati!"
"Apakah Ho siauhiap hendak mengubah maksudmu
yang semula?" bertanya Chim Kiam sianseng yang t idak
mengert i.
Ho Hay Hong menekan perasaan amarahnya. Ia
berjalan beberapa langkah, mendekat i padanya dan
berkata dengan baik baik:
"Jangan bingung, kalau ia tetap t idak mau berkata
terus terang, kita juga t idak berdaya. Kita terpaksa harus
berlaku sabar, aku ada akal untuk mengorek tentang diri
Kakek penjinak garuda !"
Melihat sikap Ho Hay Hong yang seram Chim Kiam
sianseng t idak menanya lagi, buru-buru mengajak orang-
orangnya berlalu. Setelah Chim Kiam sianseng dan orang-orangnya
berlalu jauh. Ho Hay Hong t iba-tiba mengeluarkan suara
bentakan keras melancarkan satu serangan hebat kepada
dua wanita itu.
Gadis baju put ih itu mengangkat tangan dengan
perasaan ragu-ragu menyambuti serangan itu.
Di luar dugaannya, serangan Ho Hay Hong yang
nampaknya demikian hebat , ternyata satu t ipu muslihat
belaka. Selagi perhatian dua wanita itu dipusatkan
kepada serangannya, mendadak ia lompat merampas
dua kotak berisi batok kepala manusia dan lantas kabur !
Wanita jelek baju hijau itu merasa heran ia
membentak dengan suara marah:
"Kau berani lari?"
Dengan satu enjotan, cepat bagaikan kilat ia
mengejar.
Selagi melancarkan serangan dari jarak jauh untuk
membinasakan Ho Hay Hong, gadis baju put ih sudah tiba
disisinya dan berkata sambil mencegah:
"Enci tidak perlu mengejar, ia sudah terkena serangan
jarum beracun, ia pasti t idak tahan menderita kesakitan
dan akhirnya pasti akan mencari kita lagi untuk minta
ampun. Saat itulah kita nant i bereskan dirinya."
Dengan terhadangnya oleh t indakan gadis baju putih
itu, wanita baju hijau itu terpaksa merandek. Tapi Ho
Hay Hong sudah berada sejauh tujuh delapan tombak
lebih, hingga t idak dapat dikejar lagi. "Adik, kau benar-benar goblok, pedang pusaka itu
tokh t idak boleh dia bawa kembali lagi!" berkata wanita
baju hijau sambil membant ing kaki.
"Apakah kau tadi melihat dia ada membawa pedang?"
bertanya gadis baju putih.
Mendengar pertanyaan itu, wanita jelek baju hijau itu
melongo. Memang betul ia t idak menampak pedang itu
dibawa oleh Ho Hay Hong.
"Oh, bocah itu rupanya memang sengaja hendak
mengingkari janj inya, memang benar pedang pusaka itu
t idak dibawa!" berkata wanita baju hijau itu sambil
mengawasi berlalunya Ho Hay Hong.
"Itulah, enci, kalau bukan lantaran itu, bagaimana aku
membiarkan dia berlaku sesuka hat inya " berkata gadis
baju put ih sambil tersenyum.
Ho Hay Hong yang samar-samar mendengarkan
pembicaraan mereka, berkata kepada diri sendiri: "Jarum
beracun meskipun sangat berbisa, tetapi dalam tubuhku
tokh sudah mengeram racun yang lambat bekerjanya Itu
hanya dapat menambahkan sedikit kesulitan bagiku,
selain dari pada itu, t idak ada yang perlu kutakut i."
Kematian, baginya bukan merupakan suatu yang perlu
ditakut i.
Ia lari belum berapa jauh, tampak Chim Kiam sianseng
dan orang orangnya menunggu ditepi jalan. Ia lalu
menggabungkan diri dengan rombongan Chim Kiam
sianseng, kemudian bersama-sama memasuki kota untuk
mencari rumah penginapan. Dengan diliput i berbagai pertanyaan, Chim Kiam
sianseng bertanya kepada Ho Hay Hong:
"Ho siauhiap, aku benar-benar t idak mengerti,
mengapa kau melepaskan kesempatan baik untuk
memasuki kampung setan? Kalau sekarang kita akan
memasuki tempat itu, rasanya sudah t idak mudah lagi!"
Ho Hay Hong nampak sangat berduka, ia menjawab
dengan suara sedih:
"Kau t idak tahu persoalannya, si Kakek penjinak
garuda itu melarang orang memasuki kampung setan,
barang siapa yang berani melanggar larangan itu, akan
menemukan ajalnya ditempat itu juga"
"Si Kakek penjinak garuda ini memang seorang aneh
yang susah didekati." berkata Chim Kiam sianseng sambil
menghela napas panjang, ”munculnya ilmu silat garuda
sakt i dan pedang garuda sakt i, ditambah lagi dengan
bukt i yang dapat kita kumpulkan telah membukt ikan
bahwa kakek penjinak garuda masih hidup. Tetapi apa
sebabnya orang yang mendapat didikan ilmu silatnya,
sebaliknya menutup mulut rapat-rapat?"
Ho Hay Hong khawatir Chim Kiam sian-seng dapat
mengenali salah satu korban kampung setan itu adalah si
pelajar berpenyakitan, maka ia coba menanya:
"Tahukah sianseng bahwa dua kepala manusia dalam
kotak ini kepala siapa?"
"Aku hanya melihat sepintas lalu saja, salah satu
diantaranya sepert i kepala pelajar berpenyakitan, entah
betul atau t idak?" jawabnya. Ho Hay Hong diam-diam terkejut , ia khawat ir hal itu
akan diketahui oleh suhunya, sehingga menyulitkan
kedudukan sendiri. Ia kini baru menyesal, mengapa tadi
dengan tergesa-gesa membawa kabur dua kotak itu.
Disamping itu, t imbullah pula suatu pertanyaan dalam
hat inya: "apa sebabnya suhunya memerintahkan Jie
suhengnya membunuh pelajar berpenyakitan?"
Ia mengerutkan alisnya, otaknya bekerja sedang
memikirkan apa yang perlu dibicarakan untuk
mengalihkan perhat ian Cim Kiam sianseng.
Sementara itu seorang pendek berwajah put ih yang
duduk disatu sudut, t iba-tiba menggapai padanya ia agak
terkejut , karena orang itu masih sangat asing baginya,
mengapa berlaku demikian kepadanya?
Tertarik oleh perasaan heran. tanpa ayal lagi, ia lantas
bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri orang
itu seraya bertanya
"Sahabat ada keperluan apa?"
"Aku melihat sikapmu seperti sedang menghadapi
kesulitan yang tak mudah terpecahkan, bolehkah aku
numpang tanya, apakah kesulitanmu itu lantaran
asmara?" berkata orang itu sambil tertawa.
Ho Hay Hong semakin tertarik oleh pertanyaan itu. ia
pura-pura mengangguk kepala dan menjawab:
"Memang betul, apa perlunya sahabat menanya?"
Dengan sikap bangga orang pendek itu menggoyang-
goyangkan kepalanya.
"Orang tua berkumis pendek itu apakah Chim Kiam
sianseng?" Mendengar pertanyaan itu ia semakin heran maka lalu
balas bertanya:
"Apa sahabat kenal padanya?" Katanya berpaling
mengawasi Chim kiam sianseng pemimpin itu nampaknya
tak senang, dan berpaling kearah lain. Sikapnya sepert i
menunjukkan maksud memandang rendah kepada orang
pendek itu. Penemuan ini tambah mengherankannya.
Tiba-tiba terdengar suara orang pendek itu berkata
dengan suara pelahan:
"Beberapa tahun berselang, Chim Kiam sianseng
pernah minta tolong padaku, mungkin karena waktunya
sudah terlalu lama. urusan yang sudah lama itu juga
sudah tak dipandang lagi, Siauwtee juga t idak ingin
bersahabat dengannya, karena dewasa ini kedudukan
kita jauh berbeda, sudah tentu ia t idak pandang mata
padaku lagi!"
Ho Hay Hong diam diam berpikir: ”urusan ini ada
hubungan apa denganku ?"
Karena berpikir demikian, maka jawabannya juga
terus terang:
"Kalau sahabat t idak ada keperluan lain, maaf aku
t idak bisa mengawanimu."
"Jangan kesusu,” berkata orang itu sambil
menggelengkan kepala, ”siauwtee ingin melakukan suatu
perdagangan dengan saudara ! Perdagangan ini mungkin
sangat pent ing bagimu, asal kau sudi mengeluarkan
uang sejumlah t iga puluh tail perak, kau nant i akan
mencapai segala maksudmu dengan memuaskan, t idak
usah khawat ir menemukan kegagalan lagi!" Ini merupakan suatu hal yang masih baru bagi Ho Hay
Hong, t idak heran kalau ia lantas merasa tertarik.
"Sahabat ingin jual apa?"
"Barang mujijat !" menjawab orang itu, dari dalam
sakunya mengeluarkan sebuah bungkusan, "barang ini
akan memuaskan saudara untuk selama-lamanya dalam
soal asmara"
"Barang ini apa gunanya?" tanya Ho Hay Hong yang
masih t idak mengert i.
"Ini mungkin kau baru saja menginjak dunia Kang
ouw, hingga t idak mengetahui bagaimana dahsyat
barang ini. Orang-orang yang sudah kenal denganku,
mereka t idak sayang mengeluarkan banyak uang untuk
membeli barangku ini. Baiklah sekarang kuberitahukan
padamu, tentang khasiatnya barang ini. Betapapun keras
kepalanya seorang wanita, asal kau membuka bungkusan
ini dan taburkan bubuk itu kepadanya, past i berhasil.
Seumur hidupku aku selalu pegang kepercayaan ku,
kalau kau t idak percaya, boleh tanyakan kepada Cim
Kiam sianseng."
Dalam hat i Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ”kalau
benar demikian besar khasiatnya, boleh juga
kegunaannya untuk menghadapi ia."
Tanpa banyak pikir lagi, ia lantas mengeluarkan t iga
puluh perak, diberikan kepada orang pendek itu,
kemudian diterimanya bungkusan barang mujijat itu dan
dimasukkan ke dalam sakunya.
Urusan jual beli itu berlangsung dengan lancar, orang
pendek itu dengan hat i girang meninggalkan rumah
penginapan, sebentar kemudian sudah menghilang. Ho Hay Hong kembali ketempatnya duduknya, baru
hendak mengeluarkan bungkusan itu dari dalam
sakunya, untuk memeriksa isinya, Chim Kiam sianseng
yang duduk dihadapannya sudah bertanya:
"Ho siauhiap, apakah kau kenal dengan orang itu
tadi?"
Ho Hay Hong t idak dapat dengar saat Chim Kiam
sianseng ada mengandung jengekan, diam-diam terkejut,
lalu menjawab sambil menggelengkan kepala:
"Aku t idak kenal, entah siapa orang itu tadi. Dia kata
sianseng kenal dengannya, betulkah itu? Dan siapakah
dia ?"
"Hm dia adalah tukang memelet kaum wanita yang
sudah terkenal dikalangan Kang ouw, namanya Yo Hong
julukannya si kupu kupu."
Ho Hey Hong yang belum mempunyai pengalaman
dalam dunia Kang ouw, tetapi juga t idak mau
menunjukkan kebodohannya, maka terpaksa menjawab
sekenanya:
"Oh, orang itu memang ada sedikit nama."
"Manusia begituan cuma merupakan seorang bangsa
kurcaci, menodai nama baik orang orang Kang ouw."
"Menurut keterangannya, dia sudah lama kenal
dengan sianseng!"
Mendengar perkataan itu, alis Chim Kiam sianseng
berdiri, katanya dengan nada kurang senang:
"Manusia t idak tahu malu itu adalah bangsa pencuri,
maka aku t idak sudi bergaul dengannya!" ia tertawa dingin, mendadak sepert i ada yang dikhawat irkan, maka
lantas bertanya lagi:
"Ia pernah berkata apa saja padamu?"
"Ia hanya mengatakan pernah melakukan soal jual beli
satu kali dengan sianseng. tapi kejadian itu sudah lewat
beberapa tahun lamanya dan karena kedudukan
sianseng sekarang sudah t inggi, ia t idak berani
mengadakan perhubungan lagi.!"
"Orang itu benar benar cerdik, ia bisa berlaku dengan
menyesuaikan keadaan." berkata Chim Kiam sianseng,
dengan menganggukkan kepala, merasa puas, tapi ia
amat inya dengan tajam menatap wajah Ho Hay Hong.
"Orang tua itu namanya sudah sangat tercela, t idak ada
harganya untuk dibicarakan Ho siauhiap seorang muda
yang mempunyai hari depan sangat cemerlang,
sebaiknya jangan mengadakan perhubungan dengannya,
supaya nama baik yang kau pupuk dengan susah payah,
nant i akan menjadi rusak olehnya!"
Mendengar perkataan itu, dalam hat i Ho Hay Hong
terkejut . Selagi hendak menceritakan urusan jual beli
dengan orang pendek itu t imbul diotaknya, mendadak
diurungkannya maksud itu. sebab ia pikir bahwa urusan
itu tidak perlu diberitahukan kepada orang lain. selama ia
sendiri t idak mengadakan perhubungan lagi dengan
orang pendek itu, tentunya t idak akan merusak
namanya.
"Tentang nasehatmu ini, aku ucapkan banyak-banyak
terima kasih!"
Ketika pandangan matanya ditujukan ke arah jendela,
perhat iannya tertarik oleh seorang anak laki-laki, berusia kira-kira delapan tahun, yang sedang main layangan,
beberapa anak lain sedang bertepuk tangan sambil
tertawa.
Pemandangan itu mengingatkannya kembali kepada
penghidupannya sendiri dimasa kanak-kanak, tetapi juga
membuka pikirannya ke sesuatu hal yang sedang
dihadapinya. Tanpa disadarinya, ia tepuk tangan dan
berkata kepada diri sendiri:
"Benar, aku harus ikat kakinya dengan benang,
kemudian kulepaskan, dari arah tujuan perginya binatang
itu, aku dapat menduga di mana tempat sembunyinya
kakek penjinak Garuda, akal ini adalah yang paling baik"
Ia juga ingat ucapan gadis kaki telanjang yang
sombong, bahwa burung Garuda itu sifatnya luar biasa
dalam keadaan yang bagaimanapun juga, dapat mencari
jejak majikannya dengan memperhat ikan keadaan hawa
udara dan keadaan tanah.
Karena ia telah menemukan akal untuk menyelidiki
jejak kakek penjinak Garuda hat inya merasa sangat
gembira. Dengan sendirinya semangatnya terbangun
lagi.
Menant i orang memandangnya dengan perasaan
heran, mereka t idak mengert i mengapa dengan secara
mendadak anak muda itu berubah menjadi girang.
Saat itu pandangan mata Ho Hay Hong ditujukan
kepada seorang tua baju pendek dengan senjatanya
yang istimewa, itulah sebuah bandulan besar yang diikat
dengan tali benang lemas,
Ia pikir benang emas itu sangat lemas, t idak mudah
patah, tetapi dapat digunakan untuk mengikat senjata sedemikian berat , dapat diduga benang itu past i bukan
barang sembarangan. Kalau digunakan untuk mengikat
kaki burung Garuda rasanya sangat tepat .
Karena tertarik oleh benang emas itu, maka ia lalu
berkata kepada Chim Kiam sianseng:
"Sianseng, aku ada sedikit permintaan yang t idak
pantas, apakah sianseng t idak akan mencela ?"
Chim Kiam sianseng merasa heran, lama t idak
menjawab. Matanya ditatapkan kepada mukanya dengan
penuh tanda tanya.
Ho Hay Hong menunjuk kepada senjata orang tua itu
dan berkata pula:
"Tali bandulan ini pasti bukan barang sembarangan,
bolehlah kupinjam?"
Orang tua itu mendadak bangkit dari tempat
duduknya, bertanya dengan t idak senang:
"Apa art inya ini?"
Tangannya sudah dikepal, siap hendak menyerang.
Chim Kiam sianseng buru buru mencegah, kemudian
ia bertanya kepada Ho Hay Hong:
"siauhiap hendak gunakan untuk keperluan apa?
Bolehkah kau beritahukan padaku?"
"Dengan sejujurnya, aku hendak gunakan untuk
mengikat kaki burung garuda piaraan Kakek penjinak
garuda, dengan burung garuda itu aku hendak mendapat
kepastian dimana jejak kakek itu. Apakah kiranya
sianseng t idak keberatan ?" "Apakah siauwhian benar-benar mempunyai burung
itu?" berkata Chim Kiam sian-seng dengan membuka
lebar kedua matanya, "Kakek penjinak garuda itu
sembunyikan diri didalam kampung setan, ini sudah
pasti. Aku pikir siauhiap t idak perlu berbuat demikian lagi
!"
"Aku juga menduga pasti bahwa Kakek penjinak
garuda itu adalah pemimpin penghuni kampung setan,
tetapi semua penghuni kampung setan t idak mau
mengaku "cara" terang. Untuk mendapatkan
kebenarannya, hanya dengan akal itu saja. Sekalipun
berhadapan dengan kakek penjinak garuda, juga t idak
usah takut kalau kita telah membuka rahasianya. Apakah
sianseng suka bekerja sama denganku?"
Chim Kiam sianseng berpikir sejenak, akhirnya
menganggukan kepala menerima baik usul itu, ia lalu
perintahkan kepada orang tua itu supaya membuka tali
bandulan itu di berikan kepada Ho Hay Hong.
Menurut taksiran Ho Hay Hong, benang emas itu kira-
kira lima atau enam tombak panjangnya, ia pikir sudah
cukup digunakan untuk mengikat kaki burung garuda itu.
Maka buru-buru mengajak Chim Kiam sian-seng dan
orang-orangnya, bersama-sama pergi ke rumah
perguruan Kang lam Bu-koan.
Tak lama kemudian, Kang lam Bu-koan sudah berada
didepan matanya. Tanpa mengetok pintu. Ho Hay Hong
lompat melesat melalui tembok pekarangan. Sedangkan
Chim Kiam sianseng dan orang-orangnya menunggu
diluar.
Dengan t iba-tiba matanya tertuju kepada sesosok
bayangan orang yang sudah t idak asing baginya. Bayangan orang itu berdiri membelakangi dirinya
dibawah sebuah pohon sedikitpun t idak bergerak,
agaknya dia lagi melamun. Ket ika angin malam meniup,
gaun merah yang menempel ditubuhnya menjadi ketat,
sehingga potongan tubuhnya yang langsing padat
nampak jelas dalam mata Ho Hay Hong.
Karena bayangan orang itu berdiri membelakangi
dirinya, Ho Hay Hong t idak melihat wajahnya, begitupun
bayangan orang itu, juga t idak melihat kalau dibelakang
dirinya ada orang yang sedang mengawasi dirinya. Dari
potongan tubuh bayangan orang itu, Ho Hay hong sudah
dapat menduga dengan pasti bahwa orang itu adalah Su
to Cian hui.
Melihat keadaannya yang menyedihkan, Ho Hay Hong
t iba-tiba teringat waktu pergi pesiar kedanau Liok ing-
ouw dengan menunggang kuda pada beberapa hari
berselang.
Betapa riang gembiranya pada waktu itu? Dan siapa
akan mengira hanya dalam beberapa hari saja, kemudian
sudah berubah demikian rupa?
Ia turut merasa duka atas nasib buruk gadis itu,
gedung megah dan pekarangan luar yang dahulu ramai
itu, kini hanya terdapat gadis itu seorang diri t imbullah
rasa herannya.
Heran mengapa Kan lui Kiamkhek belum pindah
kemari? Apakah terjadi apa-apa lagi dengannya?
Demikian ia bertanya-tanya kepada diri sendiri.
Perlahan lahan ia maju menghampiri, Su to Cian Hui
yang mendengar t indakan kaki orang, lantas berpaling,
dengan mata terbuka lebar, mengawasi padanya. Keadaan pada waktu itu sepert i orang yang merasa
ketakutan, dari sini Ho Hay Hong dapat menduga bahwa
kejadian yang menimpa diri nona itu pasti menimbulkan
banyak penderitaan bathinnya.
Ia melihat gadis itu masih tetap cant ik hanya agak
pucat .
Ho Hay Hong merasa simpati, tetapi mulutnya t idak
tahu bagaimana harus menghiburi nona itu, terpaksa ia
menegurnya sambil tertawa:
"Oh, nona sudah pulang, apakah selama ini baik-baik
saja ?"
Sudah lama rasanya, Su to Cian Hui t idak mendengar
kata kata demikian. Sejak terjadinya peristiwa yang
menimpa keluarganya, baru pertama kali ia merasakan
betapa kejam sifatnya manusia?
Dulu dimasa masih jaya, banyak orang menyanjung,
banyak orang memuji-muji. Tetapi sekarang setelah
rumah tangganya berantakan, t iada seorangpun yang
datang menengok, apalagi menghibur.
Dari situ, pandangannya terhadap dunia terhadap
manusia telah banyak berubah, ia bukan seorang anak-
anak lagi, pertanyaan Ho Hay Hong yang sangat singkat
itu, meski pun singkat dan biasa, tetapi sangat besar
pengaruhnya.
Maka sesaat itu, airmata mengalir keluar tanpa dapat
dibendungnya. Ia menundukkan kepala dan menjawab
dengan suara lemah:
"Kau masih ingat aku, aku merasa girang dan sangat
bersyukur." Dihadapannya, Ho Hay Hong kini t idak rendah diri lagi.
Ia sepert i berubah menjadi orang lain, semangatnya
menyala-nyala.
Dengan t iba-tiba ia mengambil keputusan, Ia ingin
menggunakan sisa hidupnya, untuk melindungi gadis
yang sebatang kata itu supaya hidup tentram dan
bahagia.
Keputusan demikian secepat kilat terlintas dalam
otaknya, nyalinya mendadak menjadi besar. Katanya
menghibur.
"Nona, legakan hat imu. Untuk selanjutnya, aku Ho
Hay Hong, sekalipun harus mengucurkan darah, juga
akan berusaha melindungimu supaya kau aman."
perkataan demikian, kalau diucapkan pada beberapa hari
berselang, bukan saja t idak menarik perhatian si nona,
bahkan sebaliknya akan menimbulkan rasa muaknya.
Sebab Su to Cian Hui juga termasuk seorang wanita
gagah berani, t idak mau menyerah mentah-mentah
begitu saja. Perkataan demikian, tentunya akan dianggap
memandang lemah dirinya.
Tetapi, kini keadaan sudah lain, kesulitan dan
penderitaan yang dialaminya selama beberapa hari ini
telah memudarkan ambisinya, ia t idak berani berebut
pengaruh lagi.
Demikian hebat pukulan bathin yang dideritanya,
hanya lantaran ingin menengok ayah dan keluarganya, ia
telah menempuh bahaya yang datang ke rumahnya.
Namun demikian, ia sepert i orang yang ketakutan, takut
kalau bertemu lagi dengan musuh musuhnya. Diluar dugaannya dalam keadaan terjepit seperti itu, ia
telah bertemu dengan seorang gagah yang dapat
diandalkan. Maka kecuali merasa sangat berterima kasih,
dalam hat inya t imbullah suatu perasaan aneh, yang
selama itu belum pernah dirasakannya.
Ho Hay Hong mendadak ingat sesuatu, bertanyalah ia:
”Aku dengar kabar bahwa nona sudah pergi kegunung
Bwee san untuk mencari suhu, mengapa."
"Suhu sudah turun gunung pergi pesiar, hingga hari ini
belum kembali."
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ’pantas ia sepert i
orang kebingungan, kiranya satu-satunya orang yang
dapat dibuat andalan juga tidak ketemu.’
Sewaktu otaknya berpikir, matanya di tujukan kepada
sangkar besi raksasa, yang dibuat mengurung burung
Garuda raksasa, burung itu ternyata masih ada hingga
hat inya merasa lega. Ia segera menanya kepada Su to
Cian Hui.
"Apakah nona t idak keberatan, apabila burung garuda
ini aku pinjam untuk sementara?"
"Kau memerlukan apa, ambil saja t idak perlu
menanyakan pikiranku." jawabnya sinona dengan suara
lemah lembut.
Baru saja Ho Hay Hong hendak menghampiri sangkar
besi itu, t iba-tiba ia berpikir: "Ya, kali ini aku pergi
menyelidiki kampung setan, belum tahu bagaimana
nasibku. Dengan meninggalkan ia seorang diri dalam
gedung ini, keselamatannya masih merupakan satu
pertanyaan. Bagaimana baiknya?" Ia diam untuk memecahkan persoalan itu. diluar t iba-
t iba terdengar ada orang mengetok pintu. Ia lantas
berpikir lagi: ”golongan Lempar batu pengaruh cukup
besar Chim Kiam sianseng juga memiliki ilmu Kh ian khun
cie, rombongan orang-orang Lam kiang Tay bong dan
Lam kiang Tay bong sendiri masih jeri terhadapnya.
Mengapa aku t idak minta tolong padanya, supaya
menjaga keselamatan nona ini? Asal kujelaskan duduk
perkaranya, barangkali Chim Kiam sianseng t idak akan
menolak!”
Pikirannya seket ika itu merasa lega, ia buru-buru
membuka pintu pekarangan, mempersilahkan Chim Kiam
sianseng dan orang orangnya masuk.
Ia perkenalkan Su to Cian Hui kepada Chim Kiam
sianseng kemudian menceritakan nasib sinona akibat
perbuatan Lam kiang Tay bong yang membiarkan
muridnya berlaku sewenang-wenang dan akhirnya minta
pertolongan pemimpin itu supaya suka bantu menjaga
keselamatan nona itu.
Chim Kiam sianseng berpikir sejenak, akhirnya ia
terima baik permintaannya.
”Tetapi dalam waktu satu bulan Ho siauhiap harus
membawanya keluar dari golongan lempar batu, sebab
aku t idak ingin kebentrok secara langsung dengan Lam
kiang Tay-bong!"
"Sudah tentu, setelah aku menyelesaikan urusanku,
aku t idak berani mengganggu sianseng lagi! Nona Su to
adalah murid Bwee san Sin nie, salah satu dari lima
tokoh luar biasa dalam rimba persilatan, sianseng t idak
perlu pikir terlalu banyak. Nant i kalau Bwee san Sin nie sudah kembali dari perjalanannya, pasti juga t idak
mengijinkan muridnya merepotkan sianseng!"
Dengan demikian, malam itu juga Su to Cian Hui
lantas dibawa pulang oleh orang tua pendek, kemarkas
tempat golongan lempar batu.
Dengan perasaan t idak tenang Ho Hay Hong
membuka pintu sangkar, t iba-tiba di cakar oleh cakar
burung garuda raksasa yang sangat tajam, sehingga
lengannya terluka dan mengucurkan darah banyak sekali.
Ia lantas naik pitam, tangannya segera bergerak
menerkam leher burung. Burung itu meronta dengan
kekuatan yang hebat, hingga hampir terlepas dari tangan
Ho Hay Hong.
Tetapi dengan kecepatan bagaikan kilat Ho Hay Hong
sudah mengikatkan benang emasnya kekaki burung itu,
kemudian dilepaskannya dari kurungan.
Burung itu terbang keluar, tetapi agaknya mengert i
kalau kakinya terikat, maka ia lantas mengamuk. Dengan
kedua kakinya ia menyambar, sedang paruhnya yang
tajam coba mematok jidat Ho Hay Hong.
Baru pertama kali Ho Hay Hong mengadakan
pertempuran langsung dengan burung Garuda raksasa
itu. Karena burung itu terbang melayang-layang dan
menyambar lawannya dari atas. maka sia-sia saja Ho
Hay Hong memiliki kepandaian ilmu silat t inggi terpaksa
membiarkan dirinya dibuat bulan-bulanan burung itu, ia
t idak mampu balas menyerang, hanya lompat kekanan
kekiri untuk mengelakkan serangan yang hebat itu.
Beberapa kali ia hampir terpatok oleh paruh burung yang
amat tajam itu. Dalam keadaan demikian, dengan t iba-tiba sekali
t imbul satu akal dibenaknya, ia pikir hendak
memperlihatkan tanda cacahan burung Garuda diatas
lengannya mungkin.
Harapan itu meski sangat t ipis, tetapi dalam keadaan
terpaksa, ia mau coba juga.
Dengan cepat ia merobek baju lengan tangan
kanannya, supaya tanda gambar barang garuda
tertampak nyata.
Sungguh aneh ketika mata burung garuda-raksasa
yang beringas itu melihat tanda itu, mendadak
memperdengarkan suara yang t idak dimengerti oleh Ho
Hay Hong, kemudian sikapnya berubah tenang.
Ho Hay Hong dengan sinar mata keheranan
mengawasi burung raksasa itu, mendadak teringat
ucapan si Kakek penjinak garuda, hat inya mengeluh,
suatu pertanyaan t imbul dalam otaknya: "benarkah aku
ini anak haram?"
Begitu ingat diri orang tua itu, dalam hat inya t imbul
dua macam perasaan yang berlainan. Satu adalah
merasa menanggung budi atas perbuatannya yang telah
menyempurnakan kekuatan tenaga dalamnya.
Yang lain adalah penyesalan karena ucapkannya yang
membuatnya selalu rendah diri. Ia t idak dapat
menimbang mana yang lebih berat antar dua macam
perasaan itu. Ia menarik napas dalam-dalam, matanya
menatap burung garuda itu, mendadak amarahnya
berkobar lagi. Dengan suara keras ia membentak:
"Binatang, lekas bawa aku menemui majikanmu." Burung raksasa itu mengeluarkan suara perlahan, lalu
perlahan-lahan terbang berputaran diatasnya. Ho Hay
Hong mengikatkan benang emas dilain ujung kepada
pinggangnya sendiri, untuk menjaga supaya burung itu
jangan sampai terlepas.
Selesai semua, burung Raksasa itu terbang rendah
menuju ke suatu arah, dengan diikut i oleh rombongan
orang-orang golongan Lempar batu.
Kejadian aneh itu segera menarik perhat ian banyak
orang, semua memandangnya dengan terheran-heran.
Ho Hay Hong merasa sedih, karena dari perbuatan
burung raksasa itu telah menunjukkan bahwa si Kakek
penjinak garuda itu jelas ada hubungan dengannya.
Pikirnya: "Kalau benar aku adalah anak haram, Tang
siang sucu mungkin juga begitu. Dia adalah musuh
besarnya Su to Cian Hui, bagaimana harus membereskan
permusuhan ini?"
Ikatan persaudaraan sebetulnya lebih berat daripada
ikatan kasih, tetapi sifat Tang-siang sucu yang t idak
kenal budi sangat memusingkan kepalanya. Bayangan
dan senyuman Su to Cian Hui saat itu mendadak selalu
terbayang dalam matanya.
Burung raksasa itu perlahan-lahan terbang menuju
kearah kampung setan, Ho Hay Hong yang terbawa
terbang kesana. perlahan-lahan juga mulai tegang
perasaannya. Kini semakin jelas persoalannya, bahwa si
kakek penjinak garuda itu benar benar ada hubungan
dengan dirinya, dan hubungan itu mungkin juga
menyangkut diri ibunya. Rombongan orang-orang golongan Lempar batu juga
mulai gelisah. Kecuali Chim Kiam sianseng, yang lainnya
menunjukkan sikap bimbang, Chim Kiam sianseng sendiri
meskipun juga merasa t idak tenang, tetapi
bagaimanapun juga ia adalah seorang yang sudah
banyak pengalaman, hingga diluar ia masih menunjukkan
sikap tenang. Katanya dan sambil tertawa dingin:
"Benar, sepert i apa yang kita duga, kampung setan ini
adalah tempat sembunyinya kakek penjinak garuda. Heh.
rahasia ini apabila tersiar keluar, kampung setan benar
benar akan menjadi kampung setan yang sebenar-
benarnya."
Diwaktu senja, rombongan orang-orang itu sudah
mulai menginjak tanah kampung setan.
Suara burung-burung yang dikejutkan oleh datangnya
rombongan orang banyak itu, menimbulkan rasa seram
bagi mereka, hingga pada berhent i dan saling
memandang.
Chim Khiam sianseng berkata dengan nada kurang
senang:
"Manusia biar bagaimana tokh must i mati, tetapi kalau
kematian kita itu ada harganya, apa yang harus ditakut i?
Apabila nasib kita jelek, harus mati dalam kampung
setan, apa boleh buat . Tetapi, apabila kita berhasil bisa
keluar dengan selamat , nama kalian akan menjadi pujian
banyak orang!"
Ucapan yang bersifat membakar semangatnya itu, kini
sudah menarik perhat ian orang-orangnya lagi. Kecuali Ho
Hay Hong, yang lainnya diam saja, wajah mereka
berubah seketika. Dengan mendadak burung raksasa yang berada
ditengah udara mengeluarkan suara panjang dan hendak
menukik turun kedepan Ho Hay Hong menarik kuat-kuat
benang emasnya, burung itu lantas membatalkan
maksudnya.
Ia tahu benar bahwa kelakuan burung itu pasti ada
sebabnya, maka lantas memberi isyarat kepada orang-
orang golongan Lempar baru supaya berhent i dan ia
sendiri pasang mata memandang keadaan depan
matanya.
Tidak jauh ditempat ia berdiri tampak berkobarnya api
unggun. Dari sinar api itu tampak tegas tiga laki laki tua
berambut putih sedang duduk bersila.
Cuaca sudah gelap, hanya bintang-bintang dilangit
yang menerangi jagat . Angin malam meniup kencang
menimbulkan suara menderu-deru hingga keadaan
kampung setan itu semakin menyeramkan.
Tiga orang tua yang duduk bersila itu tetap dalam
keadaan diam. t idak bergerak, agaknya sedang
bersemedi. Sebelah kiri dekat mereka ada sebuah patung
besar yang terbuat dari perunggu. Patung itu adalah
patungnya Gak Hui.
Dulu waktu, pertama kali Ho Hay Hong kesasar
kedalam kampung setan, didalam gua dibawah patung
itu ia pernah menemukan sebilah pedang pusaka.
Pedang pusaka garuda sakt i yang dikemudian hari
menjadi rebutan orang banyak t idak hent inya.
Ia tahu benar patung itu diperlengkapi dengan
pesawat rahasia, maka lalu diberitahukannya kepada
Chim Kiam sianseng dengan suara bisik-bisik. Ia khawatir burung raksasa itu akan berbunyi lagi,
maka lantas memberi isyarat padanya, kemudian
menarik benang emasnya. Setelah burung itu mendekat i
dirinya, ia lalu menyambar lehernya dan dipegang erat-
erat .
Sungguh mengherankan, burung itu kini tidak meronta
atau melawan, malah membiarkan dirinya di pegang.
Pada saat itu dari jauh terdengar suara siulan nyaring,
lama menggema diudara. Jelas bahwa orang yang
mengeluarkan siulan itu, adalah orang yang sudah
memiliki kekuatan tenaga dalam sangat sempurna.
Sebagai seorang yang sudah banyak pengalaman dan
banyak pengetahuan, Chim Khiam sianseng segera
mengert i hal itu, wajahnya berubah seketika.
Suara itu baru saja berhent i, t iga orang tua yang
duduk bersila itu mendadak bangkit, masing-masing dari
tanah mengambil sepotong baju kulit berbulu kelabu, lalu
di pakai dibadannya dan sebentar kemudian telah
menghilang.
Ho Hay Hong yang menyaksikan keadaan demikian,
mendadak tersadar. Ia teringat seorang makhluk aneh
berbulu kelabu yang diceritakan oleh Cie lui Kiam khek.
Makhluk aneh itu ternyata adalah t iga orang tua itu yang
menyaru. Pantas sikipas besi Hok Yauw menghilang
secara mendadak .
Dengan berlalunya t iga orang itu, disekitar patung itu
kini t idak tampak satu manusiapun juga. Sekali lagi Ho
Hay Hong mengamat-amati tempat itu, mendadak
lompat meleset kedekat patung dan mendorongnya. Patung itu segera tergeser kekanan setelah
memperdengarkan suara keresekan, di bawahnya lantas
tampak sebuah gua.
Ia mendekam ditanah, telinganya ditempelkan ditanah
memperhatikan didalam gua, tetapi t idak mendengar
suara apa apa,maka lantas berkaok-kaok: "Kakek
penjinak garuda. Kakek penjinak garuda Kakek penjinak
garuda."
Chim Kiam sianseng dikejutkan oleh perbuatan anak
muda itu, tanpa banyak bicara ia telah diajak orang-
orangnya pindah kelain tempat untuk sembunyikan diri.
Tempat itu terpisah agak jauh dengan patung
perunggu. Dengan pandangan matanya yang tajam ia
masih dapat melihat keadaan disekitar api unggun
dengan jelas.
"Ho siauhiap, mengapa kau t idak melepaskan burung
garuda itu supaya ia bawa kita menemui kakek penjinak
garuda?" Bertanya Chim Kiam sianseng dengan suara
pelahan.
"Tidak perlu lagi, tuan tuan harap tunggu sebentar
mungkin akan terjadi apa apa!" jawab Ho Hay Hong
sambil menggelengkan kepala.
Belum habis ucapannya dari jauh terdengar suara
t indakan kaki dan suara tambur. Orang-orang Lempar
batu yang mendengar suara itu terkejut dan ketakutan,
mata mereka ditujukan kearah datangnya suara itu.
Tetapi, tempat itu sepi sunyi, dengan tempat agak jauh
yang ramai suara tambur itu bagaikan dua dunia.
Ho Hay Hong yang mengetahui lebih banyak keadaan
kampung setan, begitu mendengar suara tambur itu segera mengetahui bahwa ditempat itu sudah terjadi
peristiwa pembunuhan. Maka ia lalu berkata:
"Entah siapa yang bernasib sial yang masuk
kekampung setan ini, mereka sudah diketahui oleh
penghuni kampung setan, dan sedang dikurung dengan
menggunakan pasukan orang liar."
Chim Kiam sianseng yang t idak mengert i apa yang
dikatakan oleh anak muda itu, lalu bertanya:
"Kakek penjinak garuda berkepandaian t inggi sekali,
untuk membinasakan orang-orang yang memasuki
kampung setan rasanya tidak susah mengapa....."
Ho Hay Hong yang mengerti maksudnya segera
memotong:
"Itu juga mungkin merupakan salah satu siasatnya,
yang sengaja hendak membuat kampung setan menjadi
suatu daerah seram dan menakutkan."
"Pasukan orang liar itu jumlahnya agaknya t idak
sedikit , tahukah siauhiap dari mana mereka datang?"
"Aku pernah menyaksikan pasukan orang liar itu
dengan mata kepala sendiri, maka aku tahu bahwa
pasukan itu adalah orang-orang Kang ouw yang
menyaru. Keadaannya serupa dengan t iga orang tua tadi.
Sengaja mengaburkan mata orang, supaya dunia luar
menjadi bingung!"
"Perbuatan si Kakek penjinak garuda itu benar-benar
susah dipikirkan oleh pikiran waras!"
Berkata sampai disitu, matanya tiba-tiba dibuka lebar,
memandang kearah t imur, Ho Hay Hong yang
menyaksikan itu, juga terkejut , buru-buru mengikut i pandangan matanya, seorang tua berambut putih, entah
sejak kapan tampak di belakang patung.
Tubuh orang tua itu agak bongkok, di tangan kirinya
membawa sebuah kotak kayu dibahu kanannya hinggap
seekor burung garuda besar. Orang tua itu sedang duduk
dengan tenang diatas rumput, serta matanya
dipejamkan.
Dari dalam tenggorokan Chim Kiam sianseng
mengeluarkan suara halus.
"Dia adalah Kakek penjinak garuda" Ho Hay Hong
menongolkan kepalanya, memandang dengan seksama.
Saat itu Kakek penjinak garuda itu sudah t idak memakai
topinya yang lebar. Wajahnya yang guram sudah penuh
guratan keriput, dipandang sepintas lalu, seperti seorang
tua yang sangat loyo, yang sudah mendekati liang kubur.
Sedikitpun t idak mirip dengan orang gagah luar biasa,
yang namanya menggemparkan dunia rimba persilatan.
Dengan munculnya si Kakek penjinak garuda itu, telah
membuat burung garuda raksasa disamping Ho Hay
Hong, sepert i kemasukan setan, mengeluarkan suara
nyaring dan meronta-ronta dan setelah terlepas dari
tangan Ho Hay Hong, terbanglah ia keangkasa.
Dengan perbuatannya itu, seolah-olah
memberitahukan tempat sembunyinya orang-orang itu
kepada siorang tua itu Ho Hay Hong marah sekali, tetapi
t idak bisa berbuat apa-apa.
Si Kakek penjinak garuda ternyata tak mengunjukkan
rasa kaget atau heran. Sikapnya masih tenang-tenang
saja, seolah olah sudah mengetahui segala-galanya. Dengan sangat menyayang ia mengelus-elus bulu burung
garuda itu, berkata padanya:
"Jangan takut, jangan takut anakku, akhirnya kau
kembali !"
Dengan tenang ia membuka ikat benang emas
dikakinya. matanya melirik kearah tempat sembunyi Ho
Hay Hong dari mulutnya mengeluarkan kata kata yang
sangat singkat:
"Kalian keluarlah semua."
Lirikannya dan ucapannya itu, seolah-olah
mengandung pengaruh yang sangat besar sehingga
seorang keras hati dan banyak pengalaman sepert i Chim
Kiam sianseng juga merasa gentar.
Terpaksa ia lompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan berkata sambil memberi hormat.
"Locianpwee, boanpwee Cee Bu Kie disini menghadap
Lo cianpwe, harap ampuni dosa boanpwe yang sudah
berani memasuki kampung setan."
Melihat Pangcunya sudah unjuk diri. orang-orang
golongan lempar batu juga lantas keluar semua,
menghadapi sikakek penjinak garuda untuk memberi
hormat , mereka berdiri berbaris dibelakang Pangcunya,
hampir t idak berani bernapas.
Ho Hay Hong kini sudah mendapat kepastian bahwa
orang tua itu adalah penjinak garuda. karena semua
sudah menjadi kenyataan, t idak ada gunanya berlaku
takut lagi.
Ia lalu maju menghampiri, t idak memberi hormat, juga
t idak menyapa. Hanya berdiri tegap dihadapan siorang tua kira kira sejarak t iga tombak, dengan mata t idak
berkedip.
Berbeda dari biasanya, kali ini si kakek itu sedikitpun
t idak marah, dengan sikap tenang dan nada teratur ia
berkata:
"Ce Bu Kie. beritahukanlah dulu kedudukanmu !"
"Boanpwee t idak berani menyombongkan diri, kini
hanya merupakan satu pemimpin dari golongan Lempar
batu yang t idak ada namanya!" kemudian ia menunjukan
orang-orang yang berdiri dibelakangnya.
"ini adalah sebagian dari anggauta Lempar batu yang
berada dibawah pimpinan boanpwee ."
"Cee Bu Kie, kau sebagai pemimpin salah satu
perkumpulan persilatan, apakah t idak tahu, larangan di
dalam kampung setan?" bertanya sikakek sambil
mengangguk-anggukkan kepala.
"Boanpwee telah datang tanpa diundang, itu memang
sudah kurang sopan. Tetapi kedatangan boanpwee ini
memang ada sedikit keperluan, ingin minta keterangan
locianpwee, apakah locianpwee t idak keberatan untuk
memberi bantuan ?"
Sambil mendongak keatas, si kakek berkata dengan
nada suara dingin.
"Kalian semua benar-benar bernyali besar, dengan
berani mati menggunakan burung garudaku untuk
menyelidiki jejakku. Hah, siapa yang mendapatkan akal
itu?"
Ho Hay Hong segera maju kedepan dengan
membusungkan dada. katanya dengan suara keras: "Akal ini adalah aku yang merencanakan, t idak ada
hubungannya dengan mereka."
Sinar mata sikakek penjinak garuda yang dingin dan
tajam, lalu ditujukan kepadanya.
-oo0dw0ooo-
Bersambung Jilid 12
Jilid 12
TERINGAT kemat ian Ji suhengnya yang sangat
mengenaskan, kemarahan Ho Hay Hong semakin
meluap, maka tanpa menghiraukan keselamatan dirinya,
U berkata dengan berani:
"Kakek penjinak garuda, meskipun kau seorang besar,
yang tersohor namanya, tetapi perbuatanmu yang kejam
dan t idak berprikemanusian sangat tercela. Dengan terus
terang aku adalah orang yang pertama yang t idak puas
terhadap sepak terjangmu."
Ucapannya yang gagah berani ini sungguh
mengagumkan Chim Kiam sianseng dan semua orang-
orangnya, kini mereka baru tahu bahwa anak muda yang
belum ada namanya ini, sesungguhnya seorang kesatria
yang gagah berani.
Pandangan mereka terhadap dirinya kini telah
berubah, Chim Kiam sianseng diam-diam berpikir: "Kakek
penjinak garuda pada beberapa puluh tahun berselang
sudah kesohor dengan sepak terjangnya yang luar biasa,
ia membunuh orang sama mudahnya dengan memitas
semut. Aku sendiri juga tak berani mencela secara terang-terangan di hadapan mukanya, bocah she Ho ini
benar-benar sangat berani.”
Kakek penjinak garuda menoleh kearah lain, katanya
t idak senang:
"Aku yakin sudah cukup baik perlakuanku terhadap
dirimu, apakah kau masih merasa kurang puas?"
Ucapan orang tua itu mengandung maksud sangat
dalam, kecuali Ho Hay Hong yang mengert i apa yang
dimaksudkan dalam perkataan, "cukup baik" itu, yang
lainnya semua merasa heran.
Ho Hay Hong bungkam seketika, lama tidak membuka
mulut .
"Kampung setan ini sudah lama mengadakan
larangan, barang siapa yang menginjak tanah ini, semua
akan dihukum mati. aturan ini sudah tentu t idak
terkecuali bagi kalian. Tetapi karena mengingat kalian
mengembalikan burung garudaku, ini akan meringankan
dosa kalian. Hukuman mati t idak akan kugunakan, hanya
kalian masing-masing harus dihukum potong kaki dan
tangan sendiri, sebagai peringatan bagi yang lain-
lainnya."
Begitu mendengar keputusan itu, Chim-Kiam sianseng
yang lebih dulu t idak tertahan lagi menahan
kesabarannya, maka lantas berkata:
"Locianpwee, bolehkah boanpwee minta sedikit
keterangan, kemat ian si Kakek hidung merah, betulkah
karena hasutan locianpwee?"
Kakek penjinak garuda t idak menghiraukan keadaan
Chim Kiam sianseng, jawabnya singkat: "Aku t idak kenal siapa si Kakek hidung merah itu, kau
jangan tanya kepadaku."
"Kalau begitu, sebelum boanpwee menjalani hukuman
potong kaki tangan, ingin minta sedikit pelajaran dari
locianpwe dulu!"
"Cee Bu Kie, nyalimu sungguh besar berani
menantang aku . . ."
"Maaf, boanpwee sungguh t idak sanggup menahan
penderitaan dari hukuman potong tangan kaki . . ."
Kakek penjinak garuda mengangkat tangannya, t iba-
t iba meluncur hembusan angin hebat . Mata Khim Kiam
sianseng membelalak. dengan mendadak mengerahkan
seluruh kekuatan tenaganya, jari tangan telunjuknya
menuding. Ia. tahu benar bahwa gerakan sederhana
orang tua itu, sesungguhnya merupakan suatu gerak t ipu
serangan yang mematikan, maka ia terpaksa
menggunakan ilmu simpanannya yang paling ampuh Kian
khun cie. untuk menghadapinya.
Serangan dengan menggunakan jari tangan itu
menimbulkan suara "ser, ser" yang cukup nyaring,
hembusan angin meluncur ke luar, langsung mengancam
jalan darah Khie-hay hiat didada si kakek penjinak
garuda.
"Kau anak kemarin sore, baru miliki sedikit kepandaian
saja, sudah t idak pandang mata orang tua, cis!" berkata
kakek penjinak garuda. Baru saja menutup mulutnya,
Chim Kiam sianseng sudah mengeluarkan seruan
tertahan dan mundur terhuyung-huyung.
Mata orang banyak seperti dikaburkan, mereka t idak
tahu dengan cara bagaimana kakek itu melakukan serangannya, tetapi Chim Kiam sianseng sudah
dikalahkan.
Kepandaian luar biasa sepert i itu, siapa yang mau
percaya? Tetapi, percaya atau t idak, kenyataannya
memang begitu, maka semua anak buah golongan
Lempar batu, kini t iada satupun yang berani bergerak
lagi.
Dengan kedua tangan menekap dada, Chim Kiam
sianseng menahan rasa sakitnya, orang t idak dapat
menduga, sampai dimana parahnya luka pemimpin ini.
Yang sudah jelas ialah: luka itu pasti bukan luka biasa,
kalau t idak, orang kuat sepert i Chim Kiam sianseng, t idak
mungkin sampai menderita demikian rupa.
"Siapa lagi yang berani berlaku gagah-gagahan?"
berkata si Kakek penjinak garuda lambat-lambat.
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong,
karena dengan keberaniannya yang ditunjukkan tadi,
mungkin juga hanya ia yang berani melawan.
Dugaan orang-orang itu ternyata t idak meleset,
dengan t idak merasa takut sedikitpun juga, ia maju
menghampiri dan berkata dengan nada suara dingin:
"Aku juga t idak mau disiksa dengan hukuman potong
kaki tangan, maka aku hendak menggunakan pelajaran
yang kupelajari untuk belajar kenal dengan semua
kepandaianmu !"
Dengan sinar mata berapi-api kakek itu
memandangnya, lalu berkata dengan suara keras:
"Kau bocah yang t idak kenal budi, aku sudah ampuni
jiwamu, ini adalah suatu perkecualian yang kubelum pernah berikan pada siapa pun juga. Tak kusangka kau
berani bermusuhan denganku !"
Mendengar ucapan itu, dalam hat i Ho Hay Hong
mendadak t imbul perasaan t idak enak.
"Maaf, karena perbuatanmu terlalu kejam kalau aku
t idak mati, tokh akan menjadi seorang cacad seumur
hidup. Dan kalau mau menjadi orang bercacad, tentu
akan mati. Daripada mati konyol, bagaimana aku t idak
berlaku nekad?" demikian ia berkata.
Chim Kiam sianseng maju selangkah dan berkata :
"siauhiap, tunggu sebentar, biarlah aku mencoba lebih
dulu!"
Pemimpin Lempar batu itu baru bergerak sudah di
kalahkan oleh Kakek penjinak garuda, dalam hati merasa
sangat penasaran maka dengan menahan rasa sakit
dalam dadanya, ia maju lagi, diam-diam sudah
mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya, hendak
melakukan serangan pembalasan.
Sungguh tak diduganya, baru saja ia hendak
melancarkan serangannya, dibelakang dirinya mendadak
muncul t iga mahluk aneh berbulu kelabu yang
menyergap dirinya. Satu diantaranya bahkan berkata
padanya dengan nada suara gusar:
"Cee Bu Kie, apakah dirimu sudah t idak mau hidup
lagi?"
Chim Kiam sianseng mengelak dan melompat sejauh
t iga kaki, dan balas menanya dengan perasaan heran:
"Kau siapa? Bagaimana kau kenal aku Cee Bu Kie?" Mahluk aneh itu membuka kerudung berbulunya,
seket ika tertampak wajah seorang lelaki yang sudah
lanjut usianya, rambut dan jenggotnya sudah putih
seluruhnya, namun wajahnya merah dan sinar matanya
masih tajam.
Dengan pandangan mata marah memandang Chim
Kiam sianseng.
Chim Kiam sianseng begitu melihat orang tua itu,
keringat dingin keluar semua, ia buru buru berlutut,
dengan sikap sangat menghormat ia berkata:
"Kau. susiok, bagaimana susiok juga berada disini. ."
Orang-orang dari golongan Lempar batu mendengar
pemimpinnya membahasakan orang tua itu susiok atau
paman guru, juga buru-buru ikut berlutut, semua t idak
mengert i apa yang akan terjadi selanjutnya.
Orang tua bermuka merah Itu berkata dengan suara
gusar:
"Cie Bu Kie, sejak kau rampungkan pendidikanmu dan
turun gunung untuk mencari pengalaman, selama itu aku
selalu berpeluk tangan, t idak mau tahu urusanmu.
Karena aku pikir, kepandaianmu sudah cukup baik dan
usahamu juga sudah berhasil. Tetapi, t idak kusangka kau
berani berlaku begitu gila-gilaan. dengan berani mat i kau
coba melawan Kakek penjinak garuda locianpwee,
apakah kau sudah lupa pesan suhumu?."
Chim Kiam sianseng yang sudah mandi keringat
dingin, menjawab dengan suara ketakutan:
"Tentu t idak berani, teecu selalu pegang teguh pesan
tahu. tidak akan teecu lupakan untuk selama-lamanya." "Kau berani menentang Kakek penjinak garuda
locianpwe, apakah itu juga pesan suhumu?"
Chim Kiam sianseng melengak. "Tecu bersalah, mohon
pengampunan susiok!"
"Tidak perlu aku menghukum kau, lekas minta ampun
kepada kakek penjinak garuda!"
Chim Kiam sianseng yang dengan secara t iba-tiba
telah bertemu dengan susioknya, pikirannya sudah kalut .
Ketika mendengar perkataan ini, tanpa banyak pikir lagi
lantas berlutut dihadapan kakek penjinak garuda seraya
berkata:
"Atas perbuatan teecu yang kurang ajar tadi, harap
locianpwee suka memberi maaf!"
"Bangun!" berkata kakek penjinak garuda dingin.
Chim Kiam sianseng menurut , berdiri di samping
dengan sikap menghormat , sikapnya yang garang dan
gagah tadi, seketika telah lenyap.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu, dalam hat i
merasa mendongkol dan geli.
"Apakah Cee Bu Kie ini murid jie-te ? Beberapa puluh
tahun berselang ketika aku pergi kegunung Oey san.
waktu itu ia masih seorang anak yang masih ingusan,
t idak sangka kini sudah menjadi seorang dewasa yang
sudah banyak kumisnya. Ho ho ho." berkata Kakek
penjinak garuda.
Ucapan itu memang benar, usia Kakek penjinak
garuda sudah lebih seratus tahun, baginya Cee Bu Kie
sepert i cucunya. "Bocah ini masih terlalu muda dan t idak tahu aturan,
kau ampunilah dosanya kali ini, lepaskanlah dia pulang!"
berkata orang tua wajah merah.
Kakek penjinak garuda menganggukkan kepala dan
berkata.
"Baik. karena samtee yang mintakan ampun, biarlah
aku ampuni dosanya."
Kemudian dengan sikap keren ia berkata kepada Chim
Kiam sianseng:
"Untung susiokmu ada disini, jikalau t idak, sekalipun
kau mempunyai t iga nyawa, juga t idak akan luput dari
kematian. Lekas pulang, selanjutnya berlaku hat i-hati
sedikit . Banyak gunakan otak, jangan menurut i hawa
napsu!"
"Bu locianpwee, boanpwee mengucapkan banyak
banyak terima kasih, dia." berkata Chim Kiam sianseng.
Orang tua wajah merah itu agaknya sudah mengert i
maksudnya, maka lantas membentak:
"Jangan banyak bicara, lekas turut perintah bawa
mereka pulang!"
Chim Kiam sianseng sangat girang, buru-buru
memberi hormat , lalu membawa seluruh anak buahnya,
dengan terbirit-birit meninggalkan kampung setan.
Pada saat itu, dalam kampung setan itu hanya t inggal
Ho Hay Hong, Kakek penjinak garuda dan lainnya.
Ho Hay Hong sedikitpun t idak merasa takut , sikapnya
yang ditunjukkan pada waktu itu, benar-benar
merupakan seorang kesatria tulen. Dengan mata sinar dingin Kakek penjinak garuda
mengawasinya kemudian berkata.
"Aku berikan kau dua pilihan: satu, kau: boleh
memiliki pedang pusaka, tetapi kau musnahkan semua
kepandaianmu: Dua, kepandaian dan kekuatanmu utuh
tetapi kau harus serahkan kembali pedang pusaka itu !"
"Maaf, pedang pusaka itu sudah tidak ada dibadanku!"
jawab Ho Hay Hong.
"Kalau begitu, kau memilih jalan yang pertama!"
"Terima !" acuh tak acuh.
"Kau jangan kira aku t idak tega membunuh kau. Ini
sebetulnya pikiranmu yang masih kekanak-kanakan.
Kalau aku sudah marah, siapa saja kuperlakukan
serupa."
"Aku tahu dalam keadaan marah, kau t idak kenal
sanak saudara. Tetapi aku t idak perduli itu. Aku hanya
ingin tahu, apa sebabnya kau selalu memaki aku anak
haram?"
"Apa yang perlu kau ketahui? Kau memangnya anak
haram." berkata sikakak gusar. Tetapi mendadak
bungkam, sikapnya yang beringas mendadak berubah
murung, agaknya sedang menindas perasaan duka dalam
hat inya.
Perasaan rendah diri, kembali t imbul dalam hat i Ho
Hay Hong. ia menarik napas dalam-dalam, berusaha
keras untuk melupakan kejadian yang memalukan itu.
"Kau tokh sudah tahu bahwa orang yang
menggunakan ilmu pedang terbang itu adalah muridnya
Dewi ular dari gunung Ho lan san, mengapa kau masih membunuhnya. Hm. apa maksudmu? Tolong kau
jelaskan !"
"Siapa itu Dewi ular dari gunung Ho-lan san ?"
"Suhuku!", berkata Ho Hay Hong dengan hat i sedih,
"mungkin, ia denganmu masih ada sangkut paut,
mungkin ia adalah kekasihmu dimasa muda."
Berkata sampai disitu. air matanya mendadak mengalir
keluar.
Kakek penjinak garuda menghela napas berkata
dengan suara parau:
"Oh, dia berada digunung Ho lan-san, ini benar-
benar....."
Ketika mengetahui Ho Hay Hong mengucur air mata,
wajahnya nampak sangat berduka, tetapi dengan cepat
berpaling. Dengan menggunakan nada yang sangat
kejam dan dingin ia berkata.
"Kau pergilah, turut perkataanku, pedang pusaka itu
untuk menukar jiwamu!"
"Dengan terus terang, aku t idak sudi diganduli oleh
nama busuk anak haram ini. Kau pasti tahu, lekas kau
sebutkan nama ayah ku yang sebenarnya !"
Dengan tercengang Kakek penjinak garuda
memandangnya, sejenak nampak ragu ragu, akhirnya
berkata:
"Kau pergi tanya kepada It Jie Hui Kiam."
Sehabis berkata demikian, mendadak bangkit dan
memakai topinya yang lebar, kemudian berlalu dengan
t indakan lebar. Ho Hay Hong tidak mau melepaskan kesempatan yang
baik itu, dengan suara keras ia bertanya:
"Siapakah ibuku? Kau beritahukanlah sekalian!"
Bayangan kakek penjinak garuda cepat menghilang
kebelakang patung. Ketika angin mendesir, terdengar
suatu kata katanya yang sangat pelahan sekali: "Kalau
kau berani menanya lagi, jangan salahkan aku marah!"
Ho Hay Hong terkejut , entah sejak kapan, si Kipas besi
Hok Yauw mendadak muncul dihadapan matanya. Ia
ternyata belum mati! Ho Hay Hong terheran-heran,
hampir lupa bahwa dirinya masih berada dikampung
setan.
Ketika si Kipas besi Hok Yauw melihat Ho Hay Hong
sebetulnya hendak menyingkir, tetapi sudah terlambat,
Ho Hay Hong yang sudah melihat tegas siapa orangnya,
sangat marah. Dalam hat inya berpikir: ’pantas hanya ia
seorang t idak muncul lagi, kiranya ia adalah mata-mata
dari dalam.’
Dalam marahnya dan teringat akan kematian jago-
jago itu. ia t idak dapat kendalikan diri lagi, maka lintas
menyerang dengan serentak.
Kipas besi Hok Yauw mengeluarkan seruan tertahan
dan mundur terhuyung-huyung sambil mendekap
dadanya, jelas sudah terluka parah.
Kipas besi itu melalaikan kekuatan tenaga Ho Hay
Hong, yang kini sudah jauh berbeda, kelengahannya itu
harus dibayar mahal.
Orang tua muka merah Itu sangat marah, ia berkata: "Kau diberi ampun masih berani berlaku kurang ajar,
lekas pergi, jikalau t idak, aku sangat terpaksa akan turun
tangan ."
Ho Hay Hong yang sudah mendapat petunjuk baru,
t idak lagi anggap ringan jiwanya sepert i tadi. Dengan
menekan hawa amarahnya, Ia berlalu dari kampung
setan dengan t indakan lebar.
Berjalan belum lama, dari dalam rimba muncul
seseorang yang mengejutkan padanya. Ketika ia angkat
muka, baru ia tahu bahwa orang itu adalah si gadis kaki
telanjang.
Karena sudah t idak begitu senang dengan sepak
terjangnya, Ho Hay Hong hanya menegurnya dengan
suara hambar:
"Apa kau ada urusan denganku?"
"Kau sudah terkena seranganku jarum menembus air,
t idak sampai malam ini barang kali sudah mulai bekerja.
Mengapa t idak lekas menyerahkan pedang pusaka itu?"
menjawab gadis kaki telanjang sambil tersenyum.
"Kalau aku t idak mau menyerahkan padamu, kau mau
apa?"
"Aku akan hadiahkan lagi kau beberapa buah jarum
menembus air."
"Kau boleh coba saja!"
Gadis itu karena melihat Ho Hay Hong mukanya merah
padam, hat inya menjadi lemas, katanya sambil
tersenyum:
"Sebagai orang beradab, kita harus pegang aturan.
Aku pikir akan memberikan mujijad Liong-yan hiang sebagai gant inya pedang pusaka itu, entah bagi mana
pikiranmu?"
"Liong yan hiang meskipun obat mujarab, tetapi belum
menggiurkan hatiku."
"Berulangkali aku mengalah terhadapmu. Itu semata-
mata karena memandang muka ayah, kau jangan
berlaku keterlaluan."
"Aku juga karena memandang mukamu, jikalau t idak
dengan kekuatan dan kepandaianku yang ada sekarang,
sedikitpun tidak takut padamu, kalau t idak boleh coba."
"Mukamu bagaimana?"
"Aku melihat kecant ikanmu susah dicari bandingannya
di dunia ini, maka aku merasa sayang. Sebaliknya kau
anggap aku takut padamu!"
Muka gadis itu merah membara, katanya sambil
menundukkan kepala:
"Kau. . . bolehkah jangan berkata demikian ?"
Menyaksikan sikap kemalu-maluan gadis itu, Ho Hay
Hong terkejut , pikirnya: ”Tapi ia tokh baik baik saja,
mengapa disinggung soal mukanya, lantas t idak bisa
bicara lagi?"
Ia t idak mau meladeni lagi, dan lantas membalikkan
badan, melanjutkan perjalanannya.
Tetapi, gadis kaki telanjang itu mengejar Ho Hay Hong
dengan cepat membalikkan, badannya dan berkata:
"Kau terus mengejar aku, jangan sesalkan kalau aku
nant i berlaku t idak sopan terhadapmu!" "Kalau kau mempunyai kepandaian, kau boleh coba
melepaskan diri dari kejaranku!"
Ho Hay Hong mengeluarkan bungkusan yang
didapatkan dari Yo Hong, meskipun ia t idak tahu apa
aslinya, tetapi ia ingin mencobanya, bagaimana
sebetulnya khasiatnya terhadap wanita?
Ia menemukan bungkusannya, ternyata hanya bubuk
warna kuning. Ia coba mengendusnya, ternyata berbau
amis dan pedas, Ia semakin bingung, pikirannya mulai
bimbang capaikah kiranya bubuk semacam ini untuk
menundukan kaum wanita?
Ia sebetulnya tidak ingin mencelakakan diri gadis kaki
telanjang itu, tetapi karena terus mengikutinya,
sesungguhnya juga merepotkan. Maka dengan
mengeraskan hat inya, ia mengambil bubuknya dan
disambitkan kepada gadis itu.
Bubuk warna kuning itu buyar karena tert iup angin,
gadis kaki telanjang itu membuka lebar matanya dan
bertanya:
"Ini barang apa? Mengapa baunya demikian pedas?"
Ia kira dipermainkan oleh Ho Hay Hong dalam
mendongkolnya, lantas maju beberapa langkah dan
melancarkan serangan.
Ho Hay Hong melengak, menampak keadaan gadis itu
masih tetap sepert i biasa, hatinya mulai merasa kecewa.
Kembali ia mengambil obat bubuknya dan disiramkan
kemukanya!
Gadis itu mendadak merint ih dan berjongkok. Menyaksikan keadaan demikian, Ho Hay Hong merasa
sangat menyesalkan, kepalanya ditepok sendiri
menyesalkan perbuatannya yang sangat ceroboh.
Dengan pikiran t idak tenang ia mengawasi si nona. tak
lama kemudian, gadis itu mendadak bangkit dan
bertanya:
"Hai, barang apakah sebetulnya itu? Kau mau
beritahukan padaku atau t idak?"
Menyaksikan sikap gadis itu, hat i Ho Hay Hong
tergoncang, ia pikir sikap gadis itu agaknya sangat aneh.
Belum lagi ia menjawab, gadis itu sudah maju
menghampiri dan bertanya lagi:
"Hai, mengapa kau t idak menjawab?"
Ho Hay Hong t idak berani memandang sebab dalam
waktu sekejap itu, gadis itu agaknya sudah berubah
segala-galanya. Wajahnya yang dingin, begitupun
perkataannya, kini sudah t idak tampak lagi.
Matanya yang bening jail, penuh kemesraan. nada
suaranya juga sudah berubah menjadi lemah lembut,
bagaikan seorang istri terhadap suaminya
Terutama senyuman yang menggiurkan, segalanya
kini nampak penuh gaya penarik.
Ho Hay Hong mulai percaya khasiatnya obat itu, yang
betul-betul dapat menundukkan wanita yang
bagaimanapun galaknya. Tetapi ia sungguh t idak
menduga, itu adalah permulaannya bahaya !
Ia kini benar-benar merasa menyesal atas
perbuatannya, dengan menanggung perasaan t idak
senang, ia mencoba lari untuk meninggalkan gadis itu. Ia coba menoleh, gadis itu ternyata terus
mengikut inya dengan diam-diam. Dua orang terpisah
sejarak sepuluh tombak lebih.
Ketika t iba di sebuah kota buru baru mencari rumah
makan. Dengan pikiran t idak tenang Ia minta disediakan
arak dan makanan, disatu sudut yang agak sepi ia duduk
dan makan sambil menundukkan kepala.
Dengan t iba-tiba hidungnya telah mengendus bau
harum, ia seperti sudah mendapat firasat t idak baik.
ketika mengangkat muka, benar saja dihadapannya
berdiri gadis kaki telanjang.
Ketika melihat paras sigadis yang ramah senyuman
yang menggiurkan, ia t idak ingin melepaskan diri lagi.
Kecant ikan gadis itu bagaikan magnit menarik
perasaannya.
Jiwanya yang kering kini mulai segar. Ia mulai
memikirkan untuk mencari kebahagian hidup. Tetapi
semuanya ini agaknya sulit tercapai, karena ia t idak
mempunyai ayah ibu dan rumah t inggal.
Dibawah sinar lampu, kecant ikan gadis kaki telanjang
itu semakin menarik, Ho Hay Hong coba menindas
hat inya yang tergoncang hebat , menarik sebuah kursi
dan mempersilahkan gadis itu duduk.
Dengan t idak malu-malu gadis itu duduk
dihadapannya. matanya memandang Ho Hay Hong,
sehingga membuat anak muda itu merasa likat dan
jengah.
Ia t idak mempunyai pengalaman bergaul dengan
wanita, terutama wanita cant ik. Inilah untuk pertama
kalinya dalam hidupnya mengadakan hubungan demikian erat terhadap wanita muda, maka meskipun dalam
pikirannya banyak kata-kata ingin dikeluarkan, tetapi ia
t idak tahu bagaimana harus membuka mulut.
Ia coba menabahkan hat inya, dengan suara terputus-
putus ia berkata:
"Terhadap urusan tadi, aku merasa sangat menyesal.
Perbuatanku tadi sebetulnya tidak disengaja, kiranya kau
juga bisa memaafkan."
Gadis itu hanya tersenyum saja sambil menutupi
mulutnya, kemudian menundukkan kepala.
Ho Hay Hong lantas bingung sendiri, karena gadis itu
tetap diam saja. sehingga ia kehilangan keberanian untuk
bicara lagi. Araknya diminumnya berulang-ulang untuk
menutupi rasa kikuknya. Minum baru beberapa cawan,
perutnya t iba-tiba merasa sakit . Ia terkejut dan bertanya-
tanya kepada diri sendiri, apakah yang telah terjadi ?
Ia t idak menemukan jawabannya, sedang rasa sakit di
perutnya semakin menjadi-jadi, ia bangkit dari tempat
duduknya sambil memegangi perutnya, mendadak
kakinya terasa lemas, ia t idak sanggup berdiri lagi,
dengan badan sempoyongan ia rubuh kedepan, justru
jatuh ketempat gadis kaki telanjang itu duduk, t idak
ampun lagi lengannya lantas memeluk tubuh si nona.
"Kau kenapa?" tanya si nona dengan mata terbuka
lebar mengawasi padanya.
Ho Hay Hong t idak berani balas memandang, buru-
buru menundukkan kepala, dengan napas memburu ia
menjawab. "Mungkin, jarum menembus air itu racunnya sudah
bekerja."
Sikap gadis itu menunjukan perasaan sangat
menyesal, ia segera mengeluarkan obat Liong yan biang
dari dalam sakunya, kemudian minta disediakan air
kepada pelayan dan suruh Ho Hay Hong minum.
Kekuatan racun jarum menembus air itu hebat sekali,
begitu menjalar meskipun sudah minum obat
pemunahnya, juga t idak dapat disembuhkan dengan
segera. Tubuh Ho Hay Hong gemetaran, keringat dingin
sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Gadis itu mengeluarkan sapu tangan, dengan pelahan
menghapus keringat yang membasahi jidatnya, dengan
suara lemah lembut ia menanya:
"Kau sudah merasa baikan atau t idak?"
Kelakuannya itu lemah lembut dan sangat terbuka
dalam waktu sangat singkat, perasaan marah Ho Hay
Hong sudah lenyap, bagaikan asap tert iup angin.
Kejadian itu segera menarik perhatian semua tamu
dalam rumah makan itu. Ho Hay Hong khawat ir
perbuatan itu menimbulkan suara t idak baik baginya, lalu
berkata kepada si gadis kaki telanjang dengan suara
sangat perlahan:
"Aku akan beristirahat sebentar, pasti bisa baik kau
pulanglah, jangan khawat ir. . . . memang pedang
pusakamu aku sudah mengambil keputusan . . . . setelah
penyakitku sembuh aku nant i akan datang ke kampung
setan untuk kembalikan pedang pusakamu . . . ." Dengan susah payah ia bicara demikian, banyak minta
gadis itu pulang dulu, sehabis berkata, hampir sudah
t idak bertenaga lagi. Ia berusaha hendak bangkit, tetapi
kakinya terasa berat, selangkahpun t idak bisa menindak.
Kini ia baru tahu benar bahwa jarum penembus air itu
luar biasa ganasnya, jadi apa yang diucapkan oleh gadis
kaki telanjang itu semuanya betul.
"Begitupun baik, mencari sesuatu tempat untuk
beristirahat sebentar, mungkin kau t idak begini
menderita." berkata si gadis, kemudian memberikan
uang kepada pelayan rumah makan lain membimbing Ho
Hay Hong berlalu.
Ia bawa Ho Hay Hong kesuatu rumah penginapan
yang agak sepi, set iba dikamar, hendak membantu
membuka pakaian luarnya.
Ho Hay Hong dengan muka merah berkata:
"Tidak usah, aku bisa mengurus diriku sendiri, kau
pulanglah!"
Gadis itu hanya menggelengkan kepala, t idak
menyahut.
Dalam kamar rumah penginapan yang t idak luas di
bawah sinar lampu pelita yang kurang terang Ho Hay
Hong coba memandang keadaan si nona. Ia lihat gadis
itu duduk di pinggir pembaringan dengan sikap tenang,
matanya ditujukan keluar jendela, agaknya sedang
berpikir keras. Tetapi bibirnya yang kecil mungil,
sebaliknya tersungging senyuman yang menawan hat i. Setelah mendapat sedikit waktu untuk beristirahat ,
rasa sakit dalam perut Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai
hilang. Maka ia lalu menanya:
"Nona, kau sedang memikirkan apa?"
Ketika daging mereka bersentuhan, Suatu perasaan
aneh t imbul dalam otak Ho Hay Hong, perasaan itu
bagaikan strum listrik dengan cepat menjalar keseluruh
tubuhnya, hingga sesaat itu jantungnya berdebar keras,
wajahnya merah.
Gadis itu menghela napas, lama baru berkata:
"Kalau aku tahu lebih dulu, aku t idak akan
menggunakan jarum tembus air untuk menyerang kau.
Aku tahu kau adalah seorang jujur. pasti bisa
mengembalikan pedangku."
Dari sikap gadis itu. jelas menunjukkan perasaan
menyesal.
Ho Hay Hong merasa berat untuk melepaskan gadis
itu, ia coba alihkan pembicaraannya kelain soal.
"Dari sudut mana, kau mengetahui aku seorang
jujur?"
Mendengar pertanyaan itu, gadis itu nampak terkejut .
"Apa art inya pertanyaanmu ini?"
"Aku ingin mengetahui pandanganmu terhadap diriku
sebetulnya, aku bukan seorang jujur."
Gadis itu tersenyum lembut.
"Itu adalah perkataanmu yang merendahkan diri!" Ho
Hay Hong melihat ketika gadis itu tertawa, sujennya dikedua pipinya dalam sekali, hat inya tergoncang
semakin keras.
"Kau past i mempunyai banyak kawan lelaki!"
Begitu ucapan keluar diri mulutnya, mendadak ia
merasa menyesal. Tetapi ia sudah t idak keburu menarik
kembali.
"Apa pula maksud pertanyaanmu ini?" demikian gadis
itu bertanya.
Sesaat itu Ho Hay Hong gelagapan, terpaksa
menjawab sekenanya:
"Aku....t idak ada maksud apa-apa!"
Tapi ia sangat menyesal, t idak seharusnya berlaku
begitu berani, sehingga menimbulkan perasaan t idak
senang si nona.
Untung gadis itu t idak marah, hingga ia baru merasa
lega.
"Sakitmu sudah sembuh, aku juga merasa lega. Harap
pegang janjimu, besok kau bawa pedang pusaka dan
kembalikan padaku. Sampai berjumpa lagi." berkata
gadis kaki telanjang, kemudian perlahan-lahan bangkit
dari tempat duduknya dan berjalan keluar.
Tetapi langkahnya memberikan kesan kepada Ho Hay
Hong bahwa gadis itu agak berat meninggalkan dirinya,
maka seket ika itu pikirannya bergolak lagi tak
disadarinya, mulutnya mengeluarkan kata:
"Jangan kesusu pergi, aku masih punya banyak cerita
yang hendak kubicarakan denganmu !" Gadis itu berpaling dan memandangnya sejenak
dengan penuh tanda tanya, tetapi kakinya t idak
bergerak.
Ho Hay Hong merasa agak kecewa, ia coba bangun
dan berkata lagi:
"Duduklah disini. sudikah kau?"
Gadis itu tersenyum, tenang lantas menghampiri dan
duduk dipinggir tempat t idur. "Kau masih ada urusan apa
lagi?"
Ho Hay Hong sengaja mengerutkan keningnya,
kemudian baru berkata:
"Kau pasti mengetahui nama ayah dan ibuku, harap
kau pandang muka sesama orang Kang ouw,
beritahukanlah pada ku."
Ia sebetulnya hendak menggunakan kesempatan itu
untuk menahan gadis itu, supaya jangan berlalu buru-
buru, tetapi baru berkata sampai disitu, hat inya
mendadak merasa pilu airmata mengalir keluar.
Gadis itu menatap wajah Ho Hay Hong yang cukup
tampan, kesedihan Ho Hay Hong membuatnya turut
merasa sedih.
"Tentang itu It Jie Hui-Kiam tahu lebih jelas, kau boleh
perlihatkan tanda rajah burung garuda dilenganmu,
kemudian menanyakan jejak ayah bundamu, Ia pasti
akan memberitahukan padamu. Hal ini sebetulnya t idak
boleh kuceritakan padamu, tetapi karena melihat kau
Sudah cukup banyak aku beritahukan padamu, kau
jangan menanya lagi!" "Mungkin dalam hidupku ini, sudah t idak ada
kesempatan untuk melihat ayah bundaku lagi. Aih,
dengan terus terang, beberapa hari lagi, aku terpaksa
akan meninggalkan daerah Tionggoan." berkata Ho Hay
Hong dengan nada suara sedih.
Mendengar perkataan itu, gadis kaki telanjang itu
mendadak menunjukkan perhatiannya yang serius, Ia
bertanya.
"Kau hendak kemana ?"
"Ho lan san! Sejak kanak-kanak aku di besarkan
digunung Ho lan san. aku berada didaerah Tiong goan ini
hanya baru pada beberapa hari berselang. Aih, aku
sungguh t idak menduga bahwa tempat yang
meninggalkan kesan sangat dalam bagiku ini, terpaksa
akan kut inggalkan untuk selama-lamanya !"
"Ow. Kau melakukan perjalanan begitu jauh, apakah
t idak let ih? Aku selalu anggap kau seorang pendiam yang
sangat, tak disangka demikian suka bergerak !"
"Tidak, aku lakukan itu karena terpaksa! Aku juga
t idak suka penghidupan mengembara sepert i ini,
tetapi...."
Ia diam, t idak melanjutkan. Karena rahasia dalam
perguruannya sekali t idak boleh diberitahukan kepada
orang lain. Maka ia tertawa get ir, pelan-pelan rebahkan
diri kepembaringan. Dengan dua tangannya ia gunakan
untuk menunjang kepala, matanya memandang atas.
Sikap demikian mudah menimbulkan rasa simpatik
kaum wanita, terutama selagi pengaruh obat sedang
berjalan dalam tubuh gadis remaja seperti gadis kaki telanjang itu. Pelan-pelan gadis itu kehilangan sifat yang
semula.
Ia memang memiliki sifat rangkap, kalau dingin, orang
t idak berani mengajak bicara dengannya. Tetapi kalau
lincah, penuh daya penarik dari keremajaannya, penuh
gairah.
Dan pada saat itu, sikapnya yang dingin dan agak
sombong, agaknya sudah tersapu bersih oleh
pengaruhnya obat, Bagi perempuan lain, mungkin
perasaannya sudah kalut , tetapi ia dapat bertahan lama,
berkat kekuatan tenaga dalamnya yang sudah cukup
sempurna.
Ia hanya merasa heran, mengapa napsu birahinya
mendadak berkobar. Ho Hay Hong yang kini berada di
hadapan matanya nampak semakin menyenangkan.
Tetapi ia tidak mengert i itu apa sebabnya.
"Tak kusangka kalau kau terpaksa. Ow. orang yang
memaksa kau melakukan perjalanan demikian jauh itu
tentunya seorang yang sangat lihay sekali !"
Ho Hay Hong diam saja, sementara dalam hat inya
berpikir: ”bagaimana aku harus menjelaskan? Orang itu
adalah suhuku sendiri, kalau kuberitahukan bukankah
akan membuat tertawaannya ?"
Ketika ia memandang si gadis, tampak olehnya sikap
gadis itu yang sedang memperhat ikan dirinya,
pandangan matanya yang menggairahkan, sulit bagi hat i
seorang muda untuk tidak sampai runtuh !
Begitupun keadaan Ho Hay Hong pada waktu itu. ia
tak tahan godaan hat inya, tak sanggup menekan
perasaannya. "Tidak lama lagi, aku sudah t idak ada waktu untuk
bertemu denganmu lagi! Aku harus pulang ketempat
kediamanku, diatas gunung Ho lan san, yang set iap
tahun diliput i oleh salju."
Berkata sampai disitu, hat inya merasa pilu, suaranya
juga berubah parau.
"Aku merasa sangat berat meninggalkan tanah Tiong
goan yang indah permai ini, terutama dengan orang-
orang dan sahabat-sahabat yang kujumpai. Sikapnya
yang ramah tamah, membuatku t idak bisa melupakan
untuk selama-lamanya. Sayang, keadaan demikian itu
t idak bisa berlangsung lama.
Dengan penuh perhatian ia memandang si nona,
tampak gadis itu sedang mendengarkan dengan
asyiknya.
Sinar rembulan menerangi pekarangan dalam rumah
penginapan itu, malam itu indah tapi sunyi.
"Kita telah berjumpa. Ini berarti jodoh. Sebab kalau
t idak ada jodoh, tentu t idak bisa saling bertemu. Dari
gunung Ho-lan san yang letaknya demikian jauh, aku
datang ke mari meskipun membawa tugas berat , tetapi
peruntunganku cukup baik, aku merasa senang terhadap
orang-orang dan pemandangan di daerah Tionggoan.
Keadaan di kediamanku kalau waktu musim semi t iba
juga sangat indah, tetapi masih t idak dapat dibandingkan
dengan keindahan disini" berkata Ho Hay Hong.
Sejenak ia berhent i, matanya diam-diam melirik
kearah sinona Nampak gadis itu masih mendengarkan
dengan rasa puas, lalu melanjutkan ucapannya lagi: "Apa yang kurasakan sangat berat , ialah disini aku
telah berjumpa dengan seorang wanita cant ik. Di tempat
kediamanku hampir selalu diliput i oleh salju, jarang
dikunjungi oleh manusia. Walaupun aku kadang-kadang
juga bisa jalan-jalan ketempat yang berdekatan, tetapi
penduduknya kebanyakan bangsa kasar, mana bisa
dibandingkan dengan penduduk disini!"
"Kau bertemu dengan siapa?" Menyaksikan gadis Itu
menunjukkan sikap menunggu, Ho Hay Hong lantas
menjawab nakal:
"Jauh diujung langit, dekat didepan mata:" Ia takut
gadis itu marah, maka sehabis berkata demikian, lantas
menundukkan kepala, sedapat mungkin menghindarkan
bentrokan mata dengan sinona.
Diluar dugaannya, gadis itu bukan saja t idak marah,
bahkan tertawa geli. "Bohong, aku t idak percaya!"
Sejak Ho Hay Hong kenal padanya, yang dilihatnya
hanya sikap yang dingin ketus dan agung, belum pernah
melihat demikian lemah lembut dan mesra. Maka diam-
diam Ho Hay Hong merasa kaget .
"Apa yang kukatakan adalah sebenar-benarnya, nona
adalah satu-satunya wanita paling cant ik yang pernah
kujumpai, sejak aku menjadi dewasa."
Gadis itu ketika mendengar kata-kata yang penuh
pujian dan rayuan itu, mukanya lantas merah dan buru-
buru menundukkan kepala.
Sikap demikian didalam pandangan mata Ho Hay Hong
benar-benar sangat menarik, ditambah lagi dengan
pemandangan alam di luar yang indah permai, memang
mudah menimbulkan pikiran yang bukan-bukan. Ia segera ingat ucapan Yo Hong: ”obat ini mempunyai
khasiat untuk menundukkan wanita yang betapapun
galaknya, kau t idak percaya tunggu saja hasilnya!”
Diam-diam ia berpikir. Apakah ini yang dimaksudkan
dengan perkataan "menundukkan”, itu? Apakah benar
aku sudah berhasil menundukkan dia?
Ia diam-diam terkejut , tetapi juga merasa girang. Ia
t idak dapat menguasai diri sendiri lagi, tangannya t idak
t inggal diam, ditariknya tangan gadis itu dan
digenggamnya erat .
Seketika itu sekujur badannya sepert i terkena strum
listrik, napsu birahinya berkobar. Melihat gadis itu t idak
meronta, ia semakin berani.
Gadis yang dingin angkuh itu, kini telah berubah
menjadi jinak, membiarkan dirinya dipeluk.
Tak lama kemudian, dari sela-sela matanya keluar
tetesan air mata.
Gadis yang dingin dan ketus ini, entah apa sebenarnya
mendadak berubah demikian lemah dan menurut !
Selagi dua makhluk itu tenggelam dalam kemesraan,
hampir saja lupa daratan, diluar jendela t iba-tiba
terdengar suara goresan kuku. Suara itu cukup nyata,
sudah pasti perbuatan orang Kangouw yang mencari
keterangan dengan menggunakan kukunya yang
panjang.
Karena kedua muda-mudi itu sama-sama memiliki
kekuatan tenaga dalam sudah sempurna, suara itu sudah
tentu t idak bisa lolos dari telinga mereka. Dengan cepat mereka memisahkan diri, gadis kaki
telanjang itu nampak kemalu-maluan, rasanya ing in
sembunyi saja. Ia memandang Ho Hay Hong dengan
sinar mata yang mengandung pertanyaan tanpa berkata
apa-apa lantas lompat keluar melalui jendela.
Di bawah sinar rembulan, tampak olehnya dua sosok
bayangan orang berdiri diatas tembok pekarangan, satu
diantaranya bertanya kepada gadis itu:
"Apakah kau Ho Hay Hong sutee?"
Ho Hay Hong yang sementara itu baru hendak
melompat keluar, untuk melihat apa yang telah terjadi
ketika mendengar suara itu diam-diam terkejut. Pikirnya:
“mengapa toa suheng mengetahui aku berada disini? Ada
urusan apa ia mencari aku?”
Sementara itu, ia telah mendengar suara jawaban
sigadis dengan nada suara dingin: “Ada urusan apa
kalian berdua mencari aku?"
Dari jawaban nona itu, Ho Hay Hong segera
mengetahui bahwa orang yang mencari padanya itu ada
dua orang. Keringat dingin keluar seketika, pikirnya:
“celaka mungkin toa-suheng dan sam suheng yang
datang mencari aku.”
Kini ia dengar suara toa suhengnya yang berkata:
"Jangan banyak tanya kalau kau kenal dia, lekas suruh
dia keluar!"
Ho Hay Hong diam-diam sembunyikan diri dibelakang
jendela, hanya kepalanya melongok keluar. Tampak
olehnya tangan toa suhengnya menenteng sebuah kotak
kayu, ia segera mengert i apa sebabnya toa suhengnya
mencari dia. Ternyata ia sudah menemukan batok kepala jie
suheng, tetapi apa yang masih belum dimengert i adalah,
bagaimana toa-suhengnya bisa menuduh kejadian itu
kepadanya. Dalam hal ini pasti ada sebabnya.
Untuk menjelaskan duduk perkaranya, ia lantas
lompat keluar dan bertanya:
"Toa suhengkah yang datang?"
Toa suhengnya hanya memandang sebentar dengan
mata dingin, kemudian berkata.
"Ho sutee, bagus sekali perbuatanmu!"
Gadis kaki telanjang itu lantas berkata dengan nada
suara dingin:
"Kepala orang dalam kotak itu masih pernah apa
denganmu?"
Sam suheng kini yang menjawab:
"Kau ini siapa? Boleh katakan jangan campur mulut?"
Ho Hay Hong diam-diam merasa khawatir, karena adat
perempuan itu keras. Ucapan yang sombong itu, past i
akan menimbulkan kemarahannya. Ketika matanya
melirik kepadanya, benar saja. gadis itu mukanya merah
padam, alisnya berdiri, agaknya sudah akan
menggunakan kekerasan.
Ia buru-buru maju menghampiri dan menghadang
dihadapannya seraya berkata:
"Mereka berdua adalah suhengku, harap kau sabar
sedikit !"
Gadis itu mengeluarkan suara dihidung, kemudian
berkata: "Dengan memandang mukamu, untuk sementara aku
boleh berlaku sabar. Tetapi kalau ia mengeluarkan
perkataan t idak keruan lagi, jangan sesalkan kalau aku
akan segera bert indak:"
"Sudah tentu!" Jawab Ho Hay Hong sambil tertawa
masam.
Ia lalu bertanya kepada Toa suhengnya: "Aku
sesungguhnya t idak mengert i dengan ucapanmu tadi,
bolehkah suheng memberi keterangan yang lebih jelas?"
"Ho sutee. kau juga t idak perlu menyangkal, aku
sungguh t idak menduga kau ternyata begitu berani!"
berkata toa suhengnya.
"Harap toa suheng terangkan duduknya perkara,
siaotee sesungguhnya t idak tahu."
"Kau berani menyangkal bahwa ji sutee bukan binasa
ditanganmu ?"
"Toa suheng, ketahuilah olehmu, betapa pun besar
nyali siaote, juga t idak berani membunuh ji suheng!"
"Kau berani menyangkal, bahwa kepala ji suheng
bukan kau yang mengubur?"
"Tentang ini siaute akui, tetapi kematian ji-suheng
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan siaotee!"
"Tidak ada hubungan? Hm! Aku tahu benar bahwa kau
memang sangat t idak puas terhadap kita bertiga, sebab
perhubungan kita selama itu memang sudah tidak rukun.
Tetapi t idak kuduga begitu kau keluar dari pintu
perguruan, lantas melakukan perbuatan yang melebihi
binatang." "Aku selalu pandang suheng sepert i saudara kandung
sendiri, toa suheng jangan terlalu memfitnah siaotee!"
Pada saat itu, pikirannya terlalu kalut . Ia tahu benar
bahwa ji suhengnya mati di dalam kampung setan, tetapi
untuk menjaga nama baik gadis kaki telanjang itu, ia
t idak mau memberitahukan secara terus terang.
Sam-suhengnya berkata sambil tertawa dingin:
"Kalau begitu, jadi toa suheng yang salah, toa suheng
memfitnah orang baik?"
Suara tertawanya itu sangat menusuk telinga. Sam
suhengnya itu agaknya benci sekali kepadanya, hingga
kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya untuk
memfitnah Ho Hay Hong.
"Sutee mana berani berbuat begitu, harap suheng
menyelidiki du lu duduknya perkara yang sebenarnya!"
berkata Ho Hay Hong.
"Bukt i sudah cukup nyata, Ho sutee, jangan banyak
bicara, besok pagi kau harus meninggalkan daerah
Tionggoan, lekas pulang menghadap suhu, biarlah suhu
yang memberi keputusan.:" berkata toa suhengnya.
"Toa suheng, janganlah sampai kena diadu domba
oleh musuh ?" berkata Ho Hay Hong.
"Aku tokh bukan anak kecil, bagaimana bisa tertipu!"
berkata toa suheng sambil tertawa dingin, "sebaliknya
adalah kau, Ho sutee yang pintar sekali, setelah
membunuh orangnya, kau hendak menghilangkan
bukt inya dan memindahkan kesalahanmu kepada orang
lain heh heh." "Baiklah, aku akan pulang, biar suhu yang
mengadakan penyelidikan dalam soal ini!" berkata Ho
Hay Hong tegas. Matanya memandang gadis kaki
telanjang itu menundukkan kepala tidak berkata apa-apa,
agaknya sedang memikirkan apa-apa.
Sabentar kemudian, mendadak ia membuka mulut:
"Kalian t idak perlu ribut-ribut , orang dalam kotak ini,
akulah yang membunuh!" Tetapi, ketika mata gadis itu
ditujukan kepada dua orang tadi, ternyata sudah pergi.
Ho Hay Hong memandang gadis itu dengan penuh
cinta kasih, katanya:
"Aku past i kembali...."
Berkata sampai disitu, perasaan sedih karena harus
meninggalkan gadis itu mendadak t imbul, hingga
tenggorokkannya sepert i tersumbat , t idak dapat
melanjutkan perkataannya lagi.
Gadis kaki telanjang, itu tanpa mengeluarkan sepatah
katapun juga, lantas berlalu menuju kekampung setan.
Ho Hay Hong t idak mencegah, ia hanya menggumam
sendiri: ”Pergilah t idak perduli ada rintangan apa saja,
aku past i kembali!"
-ooo0dw0ooo-
Ho lan-san yang diliput i oleh daun daun cemara tua
dan salju, waktu itu sedang menginjak musim dingin
hingga keadaannya nampak semakin sepi sunyi dan
angker. Ditengah-tengah antara lembah Cian wan kok dan
Siang tang kok, terdapat sebuah bangunan yang megah
bagaikan istana. Tapi dikatakan istana, bukan istana,
karena t iang t iang dan pengelarinya t idak mempunyai
ukir-ukiran naga dan burung hong. Tetapi dikatakan
bangunan penduduk biasa juga kurang tepat, karena
terlalu megah!
Bangunan megah yang berdiri ditengah tengah
gunung salju itu, benar-benar penuh misteri.
Ditempat itu t idak terdapat binatang-binatang buas
atau burung terbang, juga jarang diinjak oleh kaki
manusia, hingga set iap hari sepi sunyi. Sebelah kiri
bangunan kecuali batang pohon bunga Bwee, hampir
t idak tertampak pohon segar yang lain.
Ho Hay Hong dengan keadaan letih, sehabis
melakukan perjalanan jauh, berlutut di hadapan meja
sembahyang, samping kiri meja sembahyang terdapat
kursi kebesaran yang dihias dengan kulit harimau.
Diatas kursi itu duduk seorang wanita pertengahan
umur berusia kira-kira empat puluh tahun, parasnya
masih cant ik, namun terlalu dingin, jarang unjukkan
senyumnya. Rambutnya panjang sekali, juga masih hitam
jengat .
Disamping kiri wanita cant ik itu, berdiri dua pemuda
tampan dan gagah, dibibirnya saban-saban menunjukan
senyum menyendiri.
Ho Hay Hong dengan sikapnya yang sangat hormat
sembayang dua kali, kemudian berkata:
"Tuhan Yang Maha Besar, aku Ho Hay Hong
bersumpah selalu mematuhi pelajaran suhu, kalau dalam pengakuanku ini, ada sedikit saja yang kusembunyikan
atau bohong, aku bersedia menerima hukuman yang
paling berat ."
Wanita cant ik itu tetap duduk t idak bergerak, setelah
mendengar Ho Hay Hong mengucapkan sumpahnya lalu
berkata:
"Katamu, gadis berbaju putih itu sering bentrok
dengan kau mengapa dua suhengmu ketika pergi
mencari kau, telah menemukan kau sedang bercumbu-
cumbuan dengan gadis itu."
Kata-katanya itu meskipun diucapkan dengan tenang,
tetapi sangat berwibawa, sehingga yang mendengarkan
merasa jeri.
"Teecu bukannya sedang bercumbu-cumbuan
dengannya, hanya karena adanya yang terlalu keras dan
t idak mudah ditundukkan, terpaksa menggunakan obat
bubuk, yang teecu beli dari seorang Kang ouw bernama
Yo Hong, untuk mencobanya betul dapat menundukkan
atau t idak?" berkata Ho Hay Hong.
"Benarkah Kakek penjinak garuda dan susioknya Chim
Kiam sianseng sembunyikan diri di Kampung setan?
Apakah kau tidak salah?"
"Teecu menggunakan seekor burung garuda raksasa
yang dikurung oleh Cie lui Kiam khek sebagai penunjuk
jalan, akhirnya burung raksasa itu terbang langsung
kekampung setan dan hinggap di bahu Kakek penjinak
garuda, teecu pikir sedikitpun tidak salah."
"Waktu Hay Tao terbunuh, kau berada dimana?" "ini." Ho Hay Hong berpikir sejenak, "malam itu, teecu
sedang bertengkar dengan Lam kiang Tay-hong, disuatu
tempat yang letaknya terpisah beberapa puluh pal
dengan kampung setan, maka teecu t idak tahu keadaan
matinya ji-suheng."
"Mengapa dengan lancang kau menguburnya?"
"Teecu t idak tega melihat keadaannya yang
menyedihkan, juga takut jika kepalanya terlantar, maka
tecu kubur bersama-sama kepalanya Pelajar
berpenyakitan. Toa suheng: mengatakan teecu sengaja
hendak menyembunyikan rahasia, semua itu t idak
benar?"
Dengan sinar matanya yang tajam, wanita cant ik itu
menatap wajah Ho Hay Hong.
"Aku tahu sifatmu memang baik, t idak sampai kau
berani melakukan pembunuhan terhadap sesama
saudara dalam seperguruan. Tetapi, belum cukup satu
bulan kau pergi mengembara, kekuatan tenaga dalammu
sudah mendapat kemajuan demikian pesat, hal ini jauh
daripada semestinya, itu, apa sebabnya?"
Ho Hay Hong diam diam terkejut , ia pikir: ”suhu ini
benar-benar lihay. Tetapi aku t idak boleh
memberitahukan tentang sikakek penjinak garuda yang
memberi kekuatan tenaga itu, karena hal itu mungkin
akan memperdalam rasa bencinya terhadap kakek itu.
Bahkan mungkin akan memaki aku.”
Oleh karena berpikir demikian, ia t idak berani
mengaku terus terang dan terpaksa membohong.
"Obat mujijat gadis baju put ih yang dinamakan Liong
yan hiang itu, kecuali bisa menyembuhkan penyakit dan memunahkan racun, juga bisa menambah kekuatan
tenaga. Teecu yang mendapat beberapa butir darinya
dengan tak disangka sangka, kekuatan tenaga teecu
menjadi bertambah."
Wanita cant ik itu menganggukkan kepala dan berkata:
"Benar. Liong yan hiang memang mempunyai khasiat
luar biasa !"
Setelah berkata demikian, ia menajamkan mata,
katanya pula singkat.
"Kau mundur, panggil Tin Song maju!"
Ho Hay Hong girang, buru buru bangkit dan berdiri di
samping. Ia berkata kepada toa suhengnya dengan suara
pelahan.
"Suhu hendak menanya suheng”
Tin Seng dengan sikap menghormat berlutut
dihadapan meja sembahyang dan berkata:
"Teecu bersedia menerima pertanyaan?" Sang suhu
Dewi dari Ho lan-san mengeluarkan suara dari hidung,
kemudian bertanya:
"Tugas yang kuberikan padamu, sudah selesai atau
belum? Empat tukang menangis dari daerah See cee, kau
sudah bereskan atau belum? Di mana kepala mereka
sekarang? Mengapa kau t idak, bawa pulang sekalian?"
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung Jilid 13
Jilid 13 "TEECU merasa berdosa, t idak dapat menyelesaikan
tugas yang suhu berikan dengan baik. Teecu sudah
mencari kesegala pelosok, tetapi t idak menemukan jejak
mereka. Dan karena urusan Ho-sutee, terpaksa pulang
lebih dulu, harap suhu memberi keampunan atas dosa
teecu kali ini!" menjawab Tan Song.
"Ah." sang suhu berdiri, katanya dengan suara bengis:
"Apa? Tugasmu masih belum selesai? Apakah aku
perintahkan kau turun gunung hanya untuk pergi pesiar
atau main-main?"
Mendengar perkataan itu sam suhengnya yang berdiri
disisi Ho Hay Hong wajahnya pucat seketika, senyum
sinisnya yang tadi telah lenyap semua. Mata suhunya
yang tajam kini ditujukan kepadanya, tanpa disadarinya
sam suhengnya itu lantas berlutut, untuk mendengar
pertanyaan suhunya yang bernada bengis.
"Dan kau? Apa sama juga dengan Tan Song."
Tubuh sam suhengnya gemetaran, t idak dapat
menjawab. Sang suhu yang menyaksikan keadaan
demikian nampaknya sangat gusar. ia berkata:
"Baik, tugas yang suhu kalian perintahkan kalian
sedikitpun t idak pandang mata. Hari ini suhumu akan
menjatuhkan hukuman kepada kamu berdua"
Sehabis berkata demikian, wanita cant ik itu bangkit
dari tempat duduknya, tangannya menyambar sebilah
pedang pendek, dilemparkan kepada mereka seraya
berkata:
"Dosa melanggar perintah suhu, t idak boleh
dipandang ringan. Kamu berdua kerjakan sendiri,
suhumu enggan turun tangan." Toa suheng Tan Sang dengan sinar matanya yang
kejam menatap wajah Ho Hay Hong. berlutut ditanah
dan berkata kepada suhunya dengan suara gemetar.
"Suhu, teecu sebetulnya karena menganggap urusan
Ho sutee sangat pent ing, maka terpaksa pulang lebih
dulu.!"
Sang suhu pelahan-lahan rebah di kursi nya,
memejamkan mata, t idak menghiraukan sedikitpun juga
keterangan dua muridnya. Toa suheng dalam keadaan
t idak berdaya, terpaksa mengambil pedang pendek
ditanah, hendak membacok lengan tangannya sendiri!
Tetapi sesaat kemudian, ia agaknya t idak berani
menanggung penderitaan hebat itu, sebelum pedang
menyentuh dagingnya, dengan cepat ditariknya kembali
dan berdiri bingung.
Sam suheng juga tampak tegang, keringat dingin
sudah membasahi badannya, jelas seperti juga dengan
toa suhengnya, t idak sanggup menahan penderitaan
hebat itu.
Tan Song terpaksa memohon kepada suhunya lagi:
"Suhu, ampunilah dosa teecu kali ini!"
Dewi ular dari Ho lan-san membuka dua matanya,
katanya dengan suara gusar:
"Apa kau masih belum membereskan urusanmu
sendiri ?"
Tan Song mendadak lompat, dengan mata beringas
berkata: "Tidak, t idak, ini t idak aturan. Mengapa Ho sutee
dibiarkan enak-enakan, tanpa mendapat hukuman,
sedangkan dia adalah orang yang membunuh ji-sutee ?"
Sepert i orang gila ia berteriak-teriak, hingga membuat
suhunya tercengang. Ia sungguh t idak sangka bahwa
Tan Song bernyali demikian besar, berani menentang
putusannya. Maka ia lantas marah dan berkata:
"Berlutut, siapa suruh kau berdiri?"
Tan Song menyahut dengan suara keras:
"Aku tahu, Ho Hay Hong sebetulnya memang anakmu,
sudah tentu kau selalu membela dirinya!"
Mendengar perkataan itu wajah suhunya berubah
seket ika, katanya dengan suara bengis:
"Murid durhaka, lekas bereskan dirimu sendiri, supaya
aku t idak perlu turun tangan!"
Tan Song tiba t iba berkata kepada sam-suteenya:
"Sam sutee, urusan sudah menjadi begini kita masih
pikirkan apa lagi? Bagaimanapun juga kalau kita tokh
memang mati. mengapa t idak berani mengadu jiwa
dengannya?"
Setelah berkata demikian, mendadak menyambitkan
pedang di tangannya kepada suhunya. Selain daripada
itu, orangnya sudah lompat , dengan mengerahkan
seluruh kekuatan tenaganya, menyerbu dan menyerang
suhunya.
Sam-suheng berkata dengan suara parau: "Suhu,
adatmu yang terlalu keras, kita semua sudah cukup
merasakan. Ini adalah ketidak bijaksanaanmu, bukan
salah kita." Hampir bersamaan pada waktu itu dengan menghunus
pedangnya, dengan beruntun t iga kali menyerang
suhunya.
Dua pihak terpisah t idak ada satu tombak, dan dua
murid itu bergerak dengan berbareng. Betapapun t inggi
kepandaian Dewi Ular, juga t idak sanggup menangkis.
Dalam gusarnya, ia menggunakan lengan jubahnya,
berulang-ulang menangkis serangan dua muridnya
sambil mundur.
Pedang murid kepalanya yang disambitkan kearahnya
dapat disampok jatuh oleh ilmunya Hut sin Khie kang
tetapi Ia terpukul mundur dua langkah oleh serangan
tangan yang hebat.
Serangan pedang muridnya yang ket iga, yang
dilancarkan dengan bertubi-tubi, meskipun t idak
mengenakan sasarannya, tetapi sudah membuat kursi
duduknya hancur berkeping-keping. Murid ketiga itu tahu
benar kekuatan dan kepandaian suhunya, kalau t idak
diserang secara bertubi-tubi, nant i kalau sang suhu
mendapat kesempatan, mereka berdua pasti akan binasa
ditangannya. Maka, ketika serangan yang pertama t idak
berhasil, serangan selanjutnya menyusul dengan gencar
dan ganas !
Dewi Ular serangan menggunakan kekuatan tenaga
dalamnya, untuk menangkis serangan pedang muridnya
yang ketiga, tetapi ia melalaikan serangan telunjuk jari
murid kepalanya, yang dilancarkan dengan satu muslihat
yang sangat licik
Serangan telunjuk dari tangan Tan Song mengenakan
bahu kiri suhunya, kemudian di teruskan kebagian perut . Dengan mendadak wajah Dewi Ular berubah mulutnya
menyemburkan darah dan jatuh rubuh ditanah.
Sungguh t idak diduga-duga, serangan Tan Song
mengenakan dengan tepat bagian dari kie Hiat yang
letaknya dekat pusar. Karena jalan darah ini merupakan
salah satu jalan darah terpent ing dalam anggota badan
manusia, begitu terkena serangan, seluruh kekuatan
tenaga murni akan lenyap semua, Dewi Ular yang sudah
memiliki kekuatan tenaga dalam sangat sempurna, kini
juga sudah t idak berdaya.
Tan Song t idak menduga dengan demikian mudah
dapat merubuhkan suhunya, hingga diam-diam merasa
girang, Ia t idak berani berlaku ayal, dengan
mengeluarkan suara bentakan keras, lima jari tangannya
dipentang hendak menyambar batok kepala suhunya.
Kalau serangannya itu berhasil, sekalipun ada obat
yang manjur sekali, juga t idak dapat menolong jiwa Dewi
ular lagi.
Dengan keadaan sangat krit is, Ho Hay Hong
mendadak sadar akan apa yang telah terjadi dengan
suhunya. Bukan kepalang marahnya tanpa banyak pikir,
ia lantas bergerak menyerang toa-suhengnya.
To suhengnya yang sedang hendak menamatkan jiwa
suhunya, t idak menduga Ho Hay Hong turun tangan,
t idak ampun lagi, ia telah terpukul sehingga jungkir balik.
Ho Hay Hong meneruskan serangannya kepada sam-
suhengnya.
Sam-suhengnya menggunakan pedang untuk
menangkis serangan suteenya, tetapi terpental mundur
oleh kekuatan tenaga Ho Hay Hong yang hebat. Meskipun Ho Hay Hong tahu bahwa kekuatan
tenaganya pada waktu sekarang jauh lebih hebat dari
dulu, namun ia masih t idak berani berlaku gegabah. Sam
suhengnya yang terpukul mundur, diserangnya lagi
dengan kekuatan tenaga yang lebih hebat .
Sam suhengnya t idak berdaya sama sekali, pedangnya
jatuh ditanah, orangnya terpental mundur lagi beberapa
langkah.
Toa suhengnya yang menyaksikan itu. segera maju
menyerbu.
Ho Hay Hong tahu dirinya diserbu oleh toa suhengnya,
buru buru meninggalkan sam suhengnya, menyambut !
serangan toa suhengnya.
Pada saat itu, dalam ruangan itu mendadak muncul
seorang gadis cant ik berusia kira kira delapan belas
tahun. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu sudah
menghunus pedang panjangnya, menyerang sam
suheng.
Gadis cant ik itu belum pernah dilihat oleh Ho Hay
Hong. entah sejak kapan berada digunung itu? Dalam
hat inya waktu itu meski merasa heran, tetapi Ia t idak
berani menghentikan serangannya. Dengan t iga kali
beruntun, ia menyerang toa-suhengnya.
Tan Song yang melihat gadis cant ik itu sudah
menyerang sam sutenya, dalam hat i menduga bahwa
gadis itu pasti orang kepercayaan suhunya. Dengan
munculnya gadis itu ia tahu kalau pertempuran itu
dilanjutkan, pasti t idak menguntungkan fihaknya sendiri.
Dengan cepat ia dapat mengambil keputusan. Selagi
Ho Hay Hong menyambut i serangannya. Ia telah lompat melesat set inggi t iga tombak, keluar dari ruangan.
Kemudian dengan menggunakan ilmunya, tubuhnya
kabur kearah lembah Siang tang kok.
Ho Hay Hong sebetulnya hendak mengejar, tetapi
karena melihat suhunya dalam keadaan pingsan, t idak
tahu bagaimana keadaannya, maka dibatalkannya
maksudnya. Ia pikir kemana toa suhengnya akan lari,
dikemudian hari past i akan tertangkap.
Semula ia sebetulnya merasa simpati terhadap toa
suhengnya, tetapi setelah toa-suhengnya berani
memberontak menentang suhunya, ia lantas berbalik
menjadi benci. Sebab, sekalipun suhu ada salahnya,
orang yang menjadi muridnya juga sudah seharusnya
menerima dengan sabar, t idak boleh melawan apa lagi
menyerang dengan t idak ingat daratan.
Dengan sangat hati-hati ia bimbing suhunya, keadaan
suhunya lemah sekali, jelas sudah terluka parah, hingga
hat inya merasa sangat pilu.
Sam suhengnya ketika menampak toa-suhengnya
sudah kabur, hat inya mulai gelisah. Saat itu ia baru tahu
bagaimana mental toa suhengnya, yang membiarkan
dirinya menanggung dosa untuk menerima hukuman
suhunya.
Ia coba melawan dengan nekad terhadap gadis cant ik
itu, namun usahanya itu semua tersia-sia. Mula-mula ia
sangat penasaran, kemudian terkejut dan akhirnya
ketakutan. Tanpa banyak pikir lagi. ia lantas lompat
melesat setinggi t iga tombak, hendak lari keluar.
Tetapi Ho Hay Hong bert indak lebih cepat . Sudah
mendahului sam suhengnya, berada ditengah tengah pintu, merintangi usaha sam-suhengnya yang hendak
kabur.
Dengan sikap dan sinar mata dingin Ho Hay Hong
mengawasi padanya seraya berkata: "Sam-suheng, harap
jangan melawan lagi. menyerahlah saja, ini akan lebih
baik bagimu"
"Ho Hay Hong, kau memang orang jahat, t idak
kecewa kau menjadi anaknya siluman itu. Hm, kau suruh
aku menyerah, enak saja? Kalau kau mempunyai
kepandaian boleh keluarkan semua untuk melawan aku,"
menyahut sam suheng gusar.
"Dahulu, kau adalah suhengku. Karena aku harus
menghormatimu. maka selama itu aku selalu mengalah
terhadapmu. Tetapi sekarang, kau sudah berkhianat
terhadap suhu, apa kau kira aku takut padamu?"
Ia maju selangkah, terus menyerang.
Sam suhengnya buru-buru mengangkat tangannya,
menyambuti serangannya, Keduanya ternyata sama-
sama menggunakan tenaga dalam, ketika serangan
mereka saling beradu, Ho Hay Hong masih tetap berdiri
tegak, sedangkan sam suhengnya terpental mundur dua
langkah.
Sambil tertawa dingin, Ho Hay Hong. maju lagi t iga
langkah dengan beruntun melancarkan serangannya lagi.
Kali ini serangannya ditujukan kepada dada suhengnya
tanpa kenal ampun.
Sam suhengnya terperanjat, ia coba melawan tetapi
t idak sanggup menahan serangan suteenya yang
demikian hebat , terpaksa mundur terus-terusan. Ho Hay Hong terus mendesak, hingga serangan yang
ketujuh, baru berhasil merubuhkannya.
Sam suhengnya mengert i bahwa kekuatan dan
kepandaiannya sendiri t idak sanggup melawan suteenya.
karena t idak mau terhina, maka lantas pukul hancur
batok kepalanya sendiri.
Ho Hay Hong singkirkan jenasah suhengnya
kebelakang kebun, untuk dikubur. Mengingat perubahan
besar yang terjadi dalam perguruannya, ia juga merasa
sedih.
Selesai mengubur jenasah suhengnya. ia balik
keruangan tengah, Suasana sepi sunyi.
Tiba didalam ruangan tampak gadis cant ik itu dengan
wajah pucat pasi sedang memijat-mijat suhunya. Ia lalu
tanya-tanya kepada diri sendiri: "Siapakah dia
sebetulnya? Ada hubungan apa dengan suhu? Mengapa
tanpa memikirkan berapa banyak tenaga dalam yang
baru dikeluarkan untuk menyembuhkan suhunya?
Karena mengetahui gadis Itu sedang menggunakan
kekuatan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka
suhunya, maka ia t idak berani menanya. Setelah selesai
dan gadis itu bangkit , ia baru bertanya dengan suara
pelahan:
"Kau siapa?"
Gadis itu nampak sangat letih sekali, ia t idak
menjawab pertanyaan Ho Hay Hong, sebaliknya balas
menanya: "Kau siapa?"
"Aku Ho Hay Hong!" jawab Ho Hay Hong terkejut . Mendengar jawaban, gadis itu t iba-tiba menundukkan
kepala, dengan muka kemerah-merahan masuk ke
dalam.
Ho Hay Hong t idak berani mengganggu, t idak mau
menanya lagi, membiarkannya masuk kedalam.
Tak lama kemudian Dewi ular sudah mendusin. Baru
sembuh dari sakit , mukanya pucat pasi, matanya juga
t idak bersinar.
Di waktu biasa, terhadap suhunya yang adanya agak
aneh itu ia memang t idak mempunyai kesan baik, Ia
selalu anggap bahwa suhunya itu mengubur masa muda,
murid-muridnya di gunung yang sepi sunyi dan t idak
pernah dirambah oleh kaki manusia itu, tetapi sekarang
ia mengert i bagaimana perasaan seorang yang habis
menderita bat in.
Dengan penuh perhatian ia menanya : "Suhu, apakah
suhu sudah baikan?"
"Sudah banyak baik, dimana mereka berdua?" jawab
sang suhu dengan tidak bertenaga.
"Toa-suheng sudah merat, sam suheng sudah binasa."
Sang suhu menganggukkan kepala, dengan tetap t idak
bertenaga, ia berkata:
"Selanjutnya kau jangan panggil dia suheng lagi!"
"Baik," menjawab Ho Hay Hong.
Diam-diam ia merasakan bahwa suhunya itu kini telah
banyak berubah, peristiwa menyedihkan itu telah
merubah sifatnya yang dingin menjadi hangat dan lemah
lembut. "Siapa yang menyadarkan aku?"
"Perempuan muda itu Oh, ya, suhu dia itu siapa?"
"Bakal isterimu di kemudian hari."
Ho Hay Hong terkejut . Ia tahu benar adat suhunya,
apa yang sudah dikatakan, t idak akan dirubah. Dalam
hat i meskipun merasa t idak puas, tetapi ia masih
berusaha jangan sampai dikentarakan.
"Kau pikir bagaimana? Hay Hong!"
"Teecu kira masih terlalu pagi bagi tecu untuk
mendirikan rumah tangga."
"Hay Hong, apakah ini adalah alasanmu untuk
menolak?"
Karena Ho Hay Hong t idak suka memotong, seketika
dia bungkam, tidak dapat menjawab.
"Aih, mungkin kau sudah mempunyai pandangan."
berkata sang suhu sambil menarik nafas dalam-dalam.
Agaknya merasa sangat kecewa, maka t idak berkata
soal-soal itu lagi, lantas memejamkan matanya.
Ho Hay Hong t idak berani menanya secara langsung,
pura pura menghela napas, kemudian baru berkata:
"Aku t idak pantas menjadi suaminya, karena teecu
hanya merupakan satu anak haram."
Mendengar perkataan itu, sang guru membuka lebar
matanya, menatap wajahnya, kemudian bertanya.
"Siapa yang mengatakan itu ?"
"Kakek penjinak garuda!" jawabnya terus terang. Ia mengira sesudah tahunya mendengar nama kakek
penjinak garuda, pasti akan marah. Diluar dugaannya,
suhunya hanya menghela napas pelahan dan kemudian
berkata:
"Ho Hay Hong, kau jangan pikir yang t idak-tidak, kau
jangan percaya ocehannya!"
Kata-katanya diucapkan dengan suara lemah lembut,
bagaikan ibu terhadap anaknya.
Ho Hay Hong semakin berani, ia berkata.
"Suhu, harap suhu beritahukan terus terang, siapakah
ayah bunda teecu yang sebenarnya? Suhu, urusan ini
membuat tecu menderita bathin sepuluh tahun lebih,
harap suhu jangan menyembunyikan apa-apa lagi."
Dewi ular angkat muka memandang wajahnya, t iba-
t iba tertawa nyaring dan berkata: "Pergi, pergilah tanya
It Jie Hui Kiam. Sekarang juga kau turun gunung!" Dari
dalam sakunya mengeluarkan sebungkus obat bubuk dan
berkata pula:
"Ini adalah obat pemunah racun, kau ambillah, mulai
hari ini kau jangan melihat aku lagi."
Menampak suhunya bersedih dan mengucurkan air
mata, Ho Hay Hong terkejut , Belum lagi membuka
mulutnya, sudah terdengar kata-kata suhunya: "Hay
Hong, baik baik jaga dirimu sendiri, suhumu sudah
mengambil keputusan, besok pagi akan meninggalkan
tempat ini, t idak akan kembali lagi. Kalau kau masih
ingat diriku, kau boleh rajin melatih ilmu silat yang
kuwariskan padamu, ini sepert i juga melihat diriku !" "Suhu, ini tidak mungkin, teecu hendak merawat suhu
seumur hidup." berkata Ho Hay Hong sambil
menggelengkan kepala.
Sang suhu mendadak bangkit, tanpa berkata apa-apa,
terus lari masuk kekamar. Sebentar kemudian ia keluar
lagi dengan membawa gadis cant ik itu tadi, keluar dari
ruangan!
Ho Hay Hong mengejar, tetapi dicegah oleh suhunya
dengan kata keras:
"Kau menjaga satu hari disini, besok pagi kau boleh
bereskan semua barang-barangmu dan meninggalkan
tempat ini !"
"Suhu. benarkah suhu t idak akan kembali lagi?"
bertanya Ho Hay Hong.
Dengan perasaan sedih ia menundukkan kepala,
pikirannya kalut , t idak tahu bagaimana menghibur
dirinya.
Sang suhu nampaknya sudah berencana hendak pergi,
sebentar saja sudah berjalan sepuluh tombak lebih.
Ho Hay Hong t iba-tiba angkat muka dan berseru
dengan suara nyaring:
"Suhu, apakah suhu t idak membawa barang
sedikitpun juga?"
Suhunya menyahut tanpa menoleh: "Sewaktu suhumu
datang kemari juga dengan sepasang tangan kosong.
Dan sekarang waktu pergipun t idak mau mengganggu
barang-barang diatas meja sembahyang !"
"Suhu. kapan teecu baru bisa bertemu dengan suhu
lagi ?" Dari jauh terdengar suara jawaban suhunya: "Mungkin
masih ada waktu, tapi mungkin juga sudah t idak bisa
bertemu lagi."
Dari suaranya yang gemetar, ia dapat menduga bahwa
kedukaan suhunya, sesungguhnya t idak ada beda sepert i
dirinya sendiri.
Demikian besar rasa sedihnya, hingga tanpa sadar
sudah berlutut didepan meja sembahyang dan menangis
sepert i anak kecil.
Angin gunung meniup masuk, ketika ia mengangkat
muka, hari sudah hampir gelap.
Ia memasang pelita, duduk mendekur diatas kursi
sambil berpikir.
Dalam yang sunyi itu, hanya suara angin malam yang
menderu deru, yang menambah kepedihan hat inya.
Entah berapa lama, mungkin karena terlalu let ih, ia
telah t idur pulas diatas kursi.
Dalam t idur, ia telah mengimpi diuber-uber setan,
yang mendesak padanya terjun ke dalam jurang yang
curam, hingga ketakutan setengah mat i.
Tiba-tiba telinganya dapat menangkap suara aneh,
suara itu sepert i suara orang menjerit , juga sepert i suara
orang menggali tanah. Ia segera terjaga dan membuka
matanya, menengok kebawah dinding sudut t imur.
Dibawah sinar pelita, tampak olehnya sesosok bayangan
putih, yang sedang menggali tanah dengan
menggunakan pedang. Orang baju put ih itu t idak lain
dari pada toa suhengnya sendiri. Tan Song ! Tak disangka toa suhengnya itu begitu berani mati,
malam-malam masih berani baik kembali!
Lama toa suhengnya itu menggali, t iba-tiba dari dalam
tanah ia mengeluarkan sebuah kotak besi. Ia membuka
kotak besi dan mengambil isinya.
Ho Hay Hong t idak bisa t inggal diam lagi, dengan
mendadak ia lompat menyergap.
Toa suhengnya terkejut , mulutnya mengeluarkan
suara jeritan, bersamaan dengan itu badannya juga
lompat mundur. Tetapi dengan demikian, barang dalam
kotak besi itu lantas terjatuh.
Ho Hay Hong yang bermata jeli cekatan, dengan cepat
menyambar barang itu tanpa dilihat , sudah dimasukkan
kedalam sakunya.
Toa suhengnya yang dengan susah payah baru
mendapatkan barang itu, sebaliknya d iambil o leh Ho Hay
Hong, yang tanpa mengeluarkan tenaga, sudah barang
tentu sangat murka.
"Anjing kecil, lekas kembalikan barangku. aku nant i
ampuni jiwamu!" demikian katanya marah.
Ho Hay Hong sudah tentu t idak kembalikan. Dari sikap
toa suhengnya yang berani, ia menduga mungkin toa
suheng itu sudah tahu kalau suhunya sudah berlalu dari
situ.
"Anjing kecil! Kau belum keluarkan, kalau belum
melihat pet i mati, aku mau hajar kau sampai mampus,
baru tahu rasa." demikian toa suhengnya memaki. Kotak
besi yang sudah kosong dilemparkan ketanah, lalu dia menghunus pedang panjangnya dan menyerang Ho Hay
Hong.
Ho Hay Hong lompat mundur dan berkata dengan
nada dingin:
"Suheng. nyalimu benar-benar sangat besar, kau
masih berani masuk kedalam ruangan ini, heh ."
Dua tangannya melancarkan serangan dengan
berbareng, hembusan angin yang ke luar dari tangannya
telah berhasil menahan pedang toa suhengnya.
Tan Song maju menyerang lagi, dengan beruntun
menggunakan gerak t ipunya yang mematikan, kali ini
serangannya ditujukan dada Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong yang tanpa senjata di tangan, t idak
berani menyambut dengan kekerasan, terpaksa lompat
mundur.
Tan Song mendadak menarik kembali serangannya
dan berkata:
"Mengingat hubungan kita dimasa yang lalu, aku t idak
ingin menyusahkan kau. Harap kau kembalikan barangku
itu?"
"Aku t idak takut padamu, kalau kau mempunyai
kepandaian. boleh ambil dari tanganku."
"Baik, bocah, kalau kau berani melangkah keluar
selangkah saja dari gunung Ho lan san ini, aku Tan Song
nant i akan tunduk pada mu." berkata sang suheng
dengan mata mendelik, setelah itu, berjalan keluar
dengan hat i panas, sebentar sudah menghilang.
Ho Hay Hong yang sudah ingin mengetahui barang
apa itu, t idak mengejar. Setelah suhengnya pergi jauh, buru2 dikeluarkannya barang itu dan diperiksanya di
bawah lampu pelita.
Diluar dugaannya, barang itu ternyata sejilid kitab
kulit , dikulitnya terdapat tulisan hurup yang berbunyi:
Salinan Pelajaran Ilmu Silat Garuda Sakti.
Ia membuka lembarannya, didalamnya terdapat
tulisan yang semuanya merupakan pelajaran ilmu silat.
Seketika itu ia lantas tersadar. ”Pantas suheng tengah
malam buta berani datang kemari, kiranya ia tidak dapat
melupakan kitab ini yang merupakan pelajaran ilmu silat
terampuh." Demikian ia berpikir.
Tetapi karena mengingat bahwa kitab itu adalah milik
suhunya, maka ia harus mengembalikan padanya.
Setelah menemukan suhunya, ia harus menjaga hat i-
hat i, jangan sampai hilang.
Dengan sangat hat i-hati ia simpan lagi kitab itu
kedalam sakunya, kemudian keluar dari ruangan.
Pada saat itu, cuaca sudah mulai sedikit terang, angin
pagi meniup sepoi-sepoi. Sekaligus ia lari beberapa puluh
pal tanpa rintangan, dalam hat inya diam diam merasa
geli, dianggapnya bahwa ucapan suhengnya tadi terlalu
tekebur dan merupakan gertakan kosong belaka.
Tetapi sesudah t iba dikaki gunung, keadaan jauh
berbeda. Jalan raya yang sepi, yang biasanya sedikit
sekali orang berjalan saat itu tampak beberapa kelompok
terdiri dari t iga atau lima orang, yang berdandan sepert i
petani atau tukang kayu, berjalan dengan menundukan
kepala.
Orang-orang itu pada memakai topi rumput menutupi
muka masing-masing, sehingga t idak diketahui wajah asli mereka: Gerakan mereka menunjukan bahwa orang-
orang itu pada memiliki kepandaian ilmu silat yang cukup
t inggi.
Ho Hay Hong sudah mendapat firasat t idak baik orang
orang itu sudah jelas mendapat tugas untuk mengamat-
amat i dirinya agak sangsi, karena toa suhengnya yang
dibesarkan bersama-sama dengannya digunung Ho lan-
san, mungkinkah berlaku kejam benar-benar terhadap
dirinya?
Pada saat itu, udara cerah, ia anggap orang-orang itu
tentu t idak berani menyerang secara terang-terangan.
Maka ia berjalan seenaknya dengan hat i tabah.
Setelah melalui kupal Hong gwat teng, keadaan
ternyata berubah jauh. Batu besar yang selalu diliput i
oleh salju itu, kini t idak nampak lagi. Jalanan lebar yang
penuh batu-batu kecil terbentang dihadapan matanya, Ia
dahulu suka sekali duduk menikmati pemandangan alam
ditempat itu.
Tetapi kini karena pikirannya kalut , ia t idak ingin
duduk ditempat itu, namun demikian, ia masih berhent i
sebentar, kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dengan t iba-tiba, dari dalam kupal terdengar suara
orang membentak: "Berhent i!"
Ho Hay Hong merandek dan berpaling kearah kupal
tampik olehnya t iga orang Kang ouw bertubuh tegap
kekar dan berpakaian warna kuning menghampiri dan
satu diantaranya berkata:
"Apakah kau Ho Hay- Hong?" "Benar! Aku adalah Ho Hay Hong." menjawab Ho Hay
Hong terkejut.
Orang itu dari pinggangnya mengeluarkan senjata
sepasang kampak, katanya dengan suara bengis:
"Lekas serahkan kitab ilmu silat garuda sakt i! Aku
nant i ampuni jiwamu!"
Ho Hay Hong lantas naik pitam, pikirnya, ’suheng
benar-benar menjual aku.’
"Suruh Tan Song datang mengambil sendiri!"
Baru saja menutup mulut , dari dalam kupal terdengar
suara orang tertawa, seorang pemuda cakap tampan
berdiri t idak jauh dari situ, ia bukan lain dari pada Tan
Song.
"Ho sutee, kau t idak percaya ucapanku? sekarang rugi
sendiri. Untuk menghindari pertumpahan darah dan
mengingat persaudaraan kita dimasa yang lampau,
sebaiknya kau serahkan kitab itu dan aku juga t idak akan
menyusahkan kau!" berkata Tan Song.
"Murid durhaka! Apa kau kira aku Ho Hay Hong
mandah kau perhina?" jawab Ho Hay Hong.
Ketika melirik kepada t iga orang itu, ternyata mereka
sedang menghampiri. Ia tahu bahwa pertempuran hebat
sudah t idak dapat dicegah, maka sebelum musuhnya
mendekat i sudah diserang lebih dulu. Ia serbu dan
serang dua orang yang letaknya paling dekat dengannya.
Dua orang sama sama menggunakan senjata kampak.
Ketika diserbu oleh Ho Hay Hong, dengan cepat lompat
melesat , kemudian lompat turun sambil menyerang
dengan kampak masing-masing. Dua orang itu ternyata memiliki ilmu meringankan
tubuh yang mahir sekali, kekuatan tenaga dalam mereka
juga cukup hebat. Dalam waktu singkat mereka merubah
beberapa gerak t ipu yang memat ikan, untuk
membinasakan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu telah ketemu musuh tangguh. Ia
t idak berani berlaku gegabah. Dengan satu gerak t ipunya
angin dan geledek menyambar seorang yang berada
disebelah kanan.
Satu diantaranya mungkin t idak berani mengadu
kekuatan tenaga, dengan cepat menarik kembali
senjatanya dan lompat mundur sedang mulutnya
membentak:
"Bocah, kau benar benar." suhunya dimaki perempuan
hina, seket ika naik darah. Dengan menggunakan
kekuatan tenaga penuh melakukan serangan kepada
orang itu.
Orang itu t idak menduga akan diserang secara
mendadak hingga t idak keburu mengelak. Serangan itu
mengenakan dengan telak.
Ia menjerit dan menekap perutnya sambil mundur
terhuyung-huyung.
Berhasil dengan serangannya, Ho Hay Hong
semangatnya bertambah. Tidak menunggu musuhnya
maju, sudah menghajar lagi dengan gerak t ipu
pukulannya yang memat ikan, kali ini kembali berhasil
mematahkan tulang rusuknya, hingga orang itu jatuh dan
t idak bisa bangun lagi.
Tan Song marah, Ia berkata dengan suara gusar: "Anjing kecil, kau benar t idak tahu diri, lihat pedang"
Dengan t iba-tiba sebatang benda bersinar telah
melesat keluar dari tangannya. Begitu sinar berkelebat,
sebilah pedang panjang meluncur dan terus menuju ke
perut Ho Hay Hong.
Wajah Ho Hay Hong berubah, ia tahu bahwa
suhengnya sudah menggunakan ilmu pedang terbangnya
untuk mengambil jiwanya.
Karena ia sendiri juga sudah belajar ilmu itu, maka
tahu benar hebat dan ganasnya serangan pedang
demikian dan t idak dapat dilawan dengan tangan
kosong. Maka ia lalu menggunakan ilmunya meringankan
tubuh melesat setinggi t iga tombak.
Pedang terbang itu lewat dibawah kakinya, hanya
terpaut sedikit saja akan dirinya. ”Benar-benar hebat ."
Ia tahu bahwa pedang itu pasti akan kembali untuk
menyerang, maka ditengah udara ia menggunakan ilmu
naik tangga melesat setinggi lima kaki lebih.
Tan Song mengempos hawa, mendorong pedang
terbangnya. Pedang itu benar saja berputar dan
membalikkan ujungnya, meluncur keatas.
Ho Hay Hong menduga toa suhengnya akan
menggunakan serangan secara demikian, sehingga t idak
keburu mempertahankan posisinya?. Tangan kirinya
dengan cepat mendorong kebelakang. kemudian
badannya melancar turun ke barat . Ketika pedang
terbang itu, melesat set inggi lima enam tombak dengan
hebatnya sudah tidak mengenai sasarannya. Dalam keadaan repot , orang yang berada dikiri
dengan cepat sudah menggerak tampaknya untuk
membacok. Mereka berdua agaknya sudah tahu bahwa
anak muda itu sangat t inggi kepandaiannya maka
serangannya kali ini dilakukan dengan menggunakan
gerak t ipu yang paling ampuh.
Ho Hay Hong dengan tangan kiri. Memegang gagang
pedang senjata lawannya tangan kanan meminjam
kekuatan lawannya, menyerang satu musuh yang lain.
Orang itu wajahnya berubah, buru-buru lompat
mundur.
Dalam keadaan demikian, Ho Hay Hong masih sempat
melihat , dijalan raya dibelakang dirinya, muncul sepuluh
lebih orang-orang Kang ouw yang lari menuju kearahnya.
Ia tahu jumlah musuh terlalu banyak hingga t idak
mudah dilawan, maka ia memikirkan suatu siasat ,
bagaimana harus menyingkir dari situ.
Satu-satunya jalan baginya adalah bukit kecil yang
berada di sebelah selatan. Tempat itu terdapat banyak
batu cadas yang tajam dan tumbuhan rumput panjang.
Asal ia berhasil sembunyikan diri diantara pepohonan
yang terdapat disitu, mungkin t idak mudah diketemukan
oleh musuh-musuhnya."
Tetapi, dari atas bukit itu mendadak muncul seorang
tua berjenggot panjang, yang berdiri menonton sambil
peluk tangan.
Melihat sikap dan sinar mata orang tua itu, Ho Hay
Hong dapat menduga bahwa orang tua itu past i memiliki
kekuatan tenaga dalam yang sudah sempurna hingga
dalam hatinya diam-diam mengeluh. Musuhnya berbaju kuning bersenjata kampak itu
ketika melihat datangnya bala bantuan, lantas memberi
perintah kepada kawannya:
"Lekas pencarkan diri, jangan membiarkan anjing kecil
ini lari !"
Mendengar perintah itu, bala bantuan kecil yang
berada disebelah selatan tempat yang baru t iba itu
segera mengepung Ho Hay Hong.
Disamping bala bantuan musuh yang sudah mulai
mengepung dirinya, Ho Hay Hong juga dapat melihat di
bagian barat terhalang oleh sungai, diseberang sungai
terdapat sepasukan barisan anak panah.
Ho Hay Hong tahu bahwa dari situ sudah t idak ada
harapan untuk kabur, maka matanya ditujukan kearah
utara. Tetapi disini juga tampak empat lelaki berpakaian
warna ungu, siap dengan senjata lengkap. Diantaranya
terdapat toa suhengnya Tan Song, mengawasi padanya
dengan sinar mata penuh kebencian. Dan sang suheng
ini, set iap saat bisa menggunakan ilmu pedang
terbangnya, melakukan serangan terhadapnya dari jarak
sepuluh tombak lebih.
Jelaslah sudah bahwa dari jurusan itu juga t idak
memungkinkan lagi baginya untuk melarikan diri.
Harapannya yang terakhir kini ditujukan kearah t imur,
tetapi dibagian t imur itu ternyata tampak lebih banyak
jumlah orang yang menjaga. Kecuali orang-orang Kang-
ouw yang menyamar menjadi petani, masih ada dua ekor
harimau dan dua ekor singa yang turut bantu menjaga.
Binatang-binatang buas itu agaknya sudah terlatih
baik, sebelum mendapat perintah, tidak mau bert indak. Baginya, enam ekor binatang buas itu tidak berart i apa
apa, yang menarik perhatiannya ialah serombongan
orang-orang katai berpakaian pelajar yang berada
didekat binatang itu. Orang-orang kate itu nampaknya
sepert i t idak bertenaga, tetapi dari suara mereka,
menunjukan kekuatan tenaga dalam yang sudah cukup
sempurna, terutama dari sinar matanya yang tajam.
Orang orang kate itu seluruhnya berjumlah lima
orang, masing masing memakai warna merah. Dari sikap
mereka menunjukkan bahwa sedikitpun mereka t idak
pandang mata kepada Ho Hay Hong.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar