Saduran : Yang YL
Persembahan SEE YAN TJIN DJIN
Saduran : LIANG Y L
Kata pengantar
Dahulu di jaman penuh kekerasan, jaman ketika tidak ada rasa aman; di dunia persilatan tibatiba
muncul suatu senjata yang di sebut Hui To atau Pisau Terbang.
Tidak ada yang tahu bagaimana bentuk dan modelnya, juga tidak ada orang yang bisa
melukiskan kecepatan dan kekuatannya.
Dalam hati setiap orang, senjata ini dianggap sebagai senjata yang bisa melenyapkan kejahatan
dan penindasan, sekaligus menjadi lambang kebenaran dan kehormatan. Kekuatannya sangat
besar dan berwibawa; bila dia sudah beraksi, tidak satu pun musuh bisa menghalangi segala
sepak terjangnya.
Kemudian setelah kekacauan mulai mereda, pisau terbang ini seperti ikut menghilang, seperti
gelombang iaut yang menghilang di samudera luas.
Tapi siapa pun tahu, bila di dunia persilatan terjadi kekacauan kembali, pisau terbang ini akan
segera muncul kembali; dia akan membawa kepercayaan dan harapan kepada setiap umat
manusia.
0-0-0
Pendahuluan
Toan Pat Hong perawakannya setinggi dua meter, tubuhnya kekar seperti terbuat dari tulang
besi dan urat baja karena selama ini dia berlatih ilmu silat Capsa Thaypo, ilmu silatnya tidak ada
seorang pun yang bisa menandinginya.
Toan Pat Hong usianya sudah 58 tahun; semenjak berusia 30 tahun, dia sudah menjagoi
Kangpak (daerah sebelah utara sungai Tiangkang). Dia memimpin tujuh perkumpulan besar dan
empatpuluhdua perkumpulan kecil, dan dia juga menjabat sebagai ketua dari empat kantor
piauwkiok. Namanya sangat terkenal di dunia persilatan, boleh dikata tidak ada yang mampu
menandinginya. Sampai sekarang pun dia masih terkenal di dunia persilatan, hanya ada beberapa
orang saja yang bisa meyaingi nama harumnya.
Tapi pada malam menjelang hari raya Imlek (tahun baru) tahun yang lalu, dia menemukan
suatu hal yang aneh. Sulit sekali dipercaya bahwa dia akan menemui peristiwa ini malam itu. Toan
Pat Hong dikejutkan oleh sehelai kertas putih yang berisi gambar sebuah pisau kecil. Dia kaget
bukan kepalang hingga dia meninggal saat itu juga.
Tiga hari sebelum malam menjelang Imlek, tanpa terasa tahun baru akan segera tiba kembali.
Pada saat seperti itu, orang-orang yang pergi merantau hanya punya satu tujuan dalam
hatinya, yaitu cepat pulang dan merayakan Imlek bersama keluarga.
Hari itu dia baru saja menyelesaikan suatu perselisihan di dunia persilatan yang sudah
berlangsung sepuluh tahun lamanya. Dia menerima ucapan terima kasih dari tigabelas
perkumpulan yang berasal dari daerah Hoay Yang. Arak yang disiapkan oleh mereka diminumnya
sampai hampir tiga kati.
Diapit oleh para pengawal dan teman-teman baiknya, sekujur tubuhnya terasa panas. Baginya,
kehidupan seperti secangkir arak yang bagus, seperti arak yang sedang diminum perlahan-lahan
sambil dinikmati.
Tapi tiba-tiba saja dia mati.
Dapat dikatakan dia mati oleh goloknya sendiri, seperti orang yang sudah tidak bergairah dan
tidak punya semangat untuk hidup lagi.
Kejadian seperti ini bisa saja terjadi pada setiap orang seperti dia, siapa pun tidak ada yang
bisa memperhitungkannya. surat itu tidak mencantumkan untuk siapa, juga tidak ada tanda
tangan pengirimnya.
Di dalam surat itu tidak tertulis satu huruf pun-ukuran kertas surat itu sangat besar - hanya
terdapat sebuah gambar pisau yang dilukis dengan tinta, tak seorang pun mengenali gambar pisau
itu, baik bentuk maupun modelnya. Orang-orang hanya tahu bahwa itu adalah gambar sebuah
pisau.
Surat itu diantarkan oleh seorang pemuda. Dia memberikannya di sebuah jalan yang gelap,
walaupun pada saat itu ada cahaya bulan, tapi tidak ada seorang pun yang bisa melihat jelas
bentuk wajah dan sosok pemuda itu seperti apa. Orang hanya tahu bahwa dia adalah manusia.
Pemuda itu muncul dari tempat yang gelap, tapi dia muncul dengan tenang dan tampak sopan.
Dia berjalan menghampiri Toan Pat Hong, dia pun dengan tenang dan sopan menyerahkan surat
itu kepada Toan Pat Hong.
Setelah membaca surat itu, wajah Toan Pat Hong langsung berubah, seperti ditusuk oleh
sebatang besi yang merah pijar dalam lehernya.
Ketika semua orang sedang melihat reaksinya, tiba-tiba saja Toan Pat Hong mengeluarkan
goloknya, dan dengan cepat, bersih, serta tanpa perasaan, menusukkannya ke perutnya sendiri.
Seperti sedang berhadapan dengan orang yang paling dia benci. Siapa yang bisa menjelaskan hal
ini?
Bila tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan peristiwa ini, maka peristiwa yang terjadi
pada diri Toan Pat Hong lebih-lebih tidak ada yang bisa menjelaskan, karena peristiwa ini sama
sekali tidak terpikir dan tidak terbayangkan oleh siapa pun.
Tiga hari menjelang hari raya Imlek, Toan Pat Hong mati di tepi jalan, tapi pada hari raya
Imlek, ternyata dia masih hidup.
Dengan kata lain, toan Pat Hong bukan mati pada tiga hari menjelang Imlek itu, tetapi mati
pada hari raya Imlek, dan waktu kematiannya adalah malam hari.
Satu orang hanya mempunyai sebuah nyawa, begitu juga dengan Toan Pat Hong, tapi
mengapa dia bisa mati dua kali?
Pemuda yang mengantarkan surat itu menghilang entah ke mana. Tapi Toan Pat Hong dengan
tubuh setinggi dua meter dan berat seratus kilogram, langsung roboh bersimbah darah.
Tidak ada seorang pun yang mengerti, juga tidak ada yang bisa berkomentar.
Orang pertama yang bisa menerangkan peristiwa ini adalah orang yang terkenal dengan
ketenangan dan kelincahannya, dia adalah Touw Jiya.
"Cepat, cepat, cari tabib!" teriak Touw Jiya.
Sebenarnya dalam keadaan seperti itu sudah tidak perlu mencari tabib lagi, yang dibutuhkan
adalah sebuah peti mati.
Peti mati yang berisi mayat Toan Pat Hong sudah dikirim langsung ke kampung halamannya,
dan ketika tiba ditempat hari sudah sore.
Hari raya Imlek, sore hari.
Pada hari raya Imlek, biasanya tangan para wanita penuh dengan minyak goreng, karena
mereka sedang memasak menyiapkan hidangan. Wajah anak-anak terlihat gembira, karena ada
baju baru, bunga bwee, buah-buahan, angpao, dan lainnya.
Pada hari raya Imlek orang-orang saling mengucapkan selamat, bergembira, dan selalu
tertawa.
Hari raya Imlek adalah hari raya yang paling ramai dan menyenangkan, tapi di rumah Toan Pat
Hong hanya terlihat ada sebuah peti mati. Walaupun itu hanya peti mati, tapi harganya mencapai
1.800 tail perak. Namun semahal-mahalnya peti, tetap saja sebuah peti mati.
Saat seperti ini lebih baik tidak ada peti mati.
Rumah Toan Pat Hong sangat besar dan megah, banyak sekali ruangan dan kamar.
Pintu masuk ke rumah Toan Pat Hong sangat tinggi dan besar, dan dicat dengan warna merah
tua, gelang pintu berwarna emas, di luar pintu masih terdapat patung singa yang terbuat dari
batu.
Peti mati diusung melalui pintu besar ini, diusung oleh 36 orang dengan bantuan balok-balok
yang panjang.
Ketigapuluhenam laki-laki itu mengenakan baju dan celana yang berwarna putih. Itu adala
seragam berduka cita, hingga ikat pinggang pun berwarna putih. Mereka mengusung peti mati
yang sudah dicat dengan warna hitam mengkilat. Kemudian mereka pun mundur sebanyak 156
langkah, mundur hingga ke luar pintu besar.
Lalu pintu itu pun ditutup.
Kemudian ada 36 laki-laki lainnya, mengusung peti mati ke belakang rumah menuju
pekarangan.
Di belakang rumah masih terdapat pekarangan.
Rumah besar itu mempunyai banyak pekarangan.
Akhirnya mereka tiba di pekarangan terakhir, pekarangan itu letaknya di belakang, keadaan di
sana sangat gelap, segelap tinta untuk menulis.
Di dalam kegelapan hanya ada sedikit cahaya lampu dan di sekeliling tempat itu sudah dipenuhi
dengan warna putih.
Tempat berkabung biasanya selalu didominasi dengan warna putih, mencerminkan rasa duka.
dari sedih.
Ke tigapuluh enam laki laki itu mengusung peti rnati dan meletakkannya di hadapan janda dan
anak Toan Pat liong, wajah mereka semua pucat, kemudian mereka pun mundur.
Tapi semua laki-laki itu tidak sempat mundur keluar pintu dari tangan janda yang terlihat rapuh
seperti mudah roboh ditiup angin itu, tiba-tiba muncul cahaya yang berwarna kuning muda. Ketiga
puluh enam laki-laki yang kuat seperti singa besi itu langsung roboh pada saat itu juga.
Begitu menyentuh lantai mereka sudah mati. Toan Pat Hong mempunyai seorang istri. Tapi
Toan Pat Hong masih mempunyai istri muda. dia mempunyai 29 orang istri muda.
Toan Pat Hong mempunyai anak laki-laki, anaknya ada 40 orang.
Toan Pat Hong pun memiliki anak perempuan yang berjumlah 16 orang.
Saat ini di ruangan itu, selain istri dan istri muda serta anak-anak Toan Pat Hong yang
berjumlah 86 orang, masih ada dua orang lagi.
Kedua orang itu terlihat sangat tua dan tua; mereka sepertinya sudah pernah mati beberapa
kali, wajah mereka tampak datar.
Di wajah mereka hanya terlihat bekas luka golok, tidak ada ekspresi apa pun yang memancar
dari wajah mereka. Tapi dari bekas luka golok itu seperti terlihat cahaya golok dan bayangan
pedang, dendam masa lalu mengukir kesedihan yang mendalam di atas bekas luka itu.
Beribu-ribu bahkan puluhan ribu bekas luka golok mencerminkan beribu-ribu dan bahkan
puluhan ribu ekspresi mereka. Beribu-ribu bahkan puluhan ribu ekspresi yang ada malah
mengubah wajah mereke menjadi tidak ada ekspresi.
Pekarangan yang gelap hanya sedikit disinari cahaya lampu. Cahaya yang berasai dari lampu
yang diletakkan di ruang berkabung, berwarna putih dan diletakkan di atas meja sembahyang.
Tiba-tiba terasa ada angin yang datang entah dari mana, tiupan angin ini memadamkan lampu,
lampu satu-satunya yang berada di ruangan itu.
Begitu lampu dinyalakan kembali, peti mati sudah menghilang dari sana.
Ruangan rahasia itu terbuat dari batu yang berwarna hijau, warna hijau itu seperti warna
tulang dari orang yang sudah lama. mati.
Cahaya lampu pun berwarna hijau yang sama; kedua orang tua itu menggotong peti mati dan
masuk ke dalam ruang rahasia itu, pintu rahasia segera menutup sendiri. Kedua orang tua itu
dengan perlahan meletakkan peti mati itu, lalu mereka dengan diam menatap peti mati itu, bekas
luka golok dan kerutan di wajah mereka terlihat lebih dalam lagi. Seperti melukiskan sebuah
gambar yang sedih.
Mereka terdiam lama dan masih terus menatap peti mati itu, tidak ada seorang pun yang bisa
menceritakan bagaimana perasaan mereka sebenarnya, karena itu pula tidak ada seorang pun
yang tahu apa yang sedang mereka pikirkan saat itu. dan rencana apa yang sedang disusun oleh
mereka saat itu. Mereka pun melakukan hal yang tidak dimengerti oleh orang lain.
Karena mereka menumbukkan tubuhnya ke dinding hingga mati.
Cahaya lampu berkedip-kedip seperti api setan.
Tutup peti itu bergeser dengan perlahan, kemudian dari dalam peti keluarlah sebuah tangan,
kemudian tangan itu menggeser tutup peti mati dengan perlahan, dan Toan Pat Hong keluar dari
peti mati itu.
Dia melihat ke sekeliling ruang rahasia itu, wajahnya tampak berseri-seri dan terlihat sangat
puas.
Dia tahu sekarang dia sudah merasa aman, sekarang ini semua orang persilatan sudah tahu
bahwa dia sudah mati di sebuah kota, tepatnya di sebuah jalan kecil, semua kebencian dan
dendam akan hilang seiring dengan kematiannya.
Sekarang tidak akan ada orang yang akan mencarinya untuk membalas dendam, karena dia
sudah mati.
Seseorang yang masih hidup di dunia tapi mengaku bahwa dirinya sudah mati, rahasianya pasti
tidak akan bocor dan menyebar keluar. Karena orang yang tahu rahasianya sudah mati semua.
Tidak ada satu mulut manusia yang boleh menyimpan rahasia orang mati.
Toan Pat Hong menghembuskan nafas panjang, dia menarik gelang yang terpasang di dinding
batu itu. Ini adalah pintu rahasia yang satu lagi, tapi wajahnya langsung berubah.
Dia mengira dia bisa mendapatkan makanan, air, arak, baju, dan yang lainnya yang memang
sudah disiapkan untuknya.
Tapi dia tidak melihat semua itu.
Dia mengira dia tidak akan diketahui oleh orang yang mencarinya untuk balas dendam
Tapi saat ini dia sudah melihatnya.
Wajahnya dengan cepat berubah, tapi tubuhnya tidak bergerak sama sekali.
Ilmu silat dan kekuatan tubuhnya sedang berada dalam kondisi puncak, kapan pun dan dalam
keadaan apa. pun dia masih bisa menangkis atau menusuk. Tapi kali ini kurang cepat, begitu dia
mulai bergerak, dia sudah melihat kelebat cahaya pisau.
Pisau terbang.
Dia tahu dia melihat kembali pisau terbang, dengan cara apapun dia tidak akan bisa
menghalangi gerak pisau terbang ini
Karena itu dia sangat yakin bahwa dia akan mati.
Seseorang dengan pisau yang tersimpan di balik bajunya dapat menusukkannya ke perutnya
sendiri, lalu darah akan mengalir dan seakan-akan mati. Tapi dengan keadaan seperti itu ternyata
dia belum mati. karena dalam pisau itu sudah dipasang sebuah alat per.
Tapi kali ini yang dia lihat adalah pisau terbang, benar-benar pisau terbang.
Karena itu sekali ini dia pasti mati.
Setelah itu di dunia persilatan muncul kembali pisau terbang.
0-0-0
Bab 1.
Darah dan Air Mata Si Pengelana
1.
Sebuah kota di sebuah pegunungan.
Kota itu terletak agak jauh berada di daerah gunung sebelah sana, gunung yang jauhnya ribuan
kilometer.
Li Hoay telah kembali lagi ke kota ini. Tanah yang kering, hembusan angin dan orang-orang
yang berada di sana, semua sudah lama dikenalnya.
Karena dia tumbuh besar di kota ini - dia adalah seorang pengelana, dia tidak mempunyai asalusul
- masa kecilnya hanya dihiasi dengan mimpi-mimpi buruk. Meski begitu, dalam setiap mimpi
buruknya dia tidak bisa melupakan tempat ini.
Warung yang menjual bakpao belum tentu hanya menjual bakpao. Pemilik warung dipanggil
dengan sebutan Loo Thio, dia belum tentu sudah tua meski dipanggil Loo Thio.
Tapi sekarang dia benar-benar sudah tua.
Setiap hari dengan mata tuanya itu dia menyaksikan pasir yang dihembus oleh angin yang
lewat di depannya. Dia seperti menunggu sebuah mujizat, yang bisa terjadi di tempat ini, tempat
yang dia tinggali selama puluhan tahun.
Dia tidak menyangka bahwa mukjizat ini benar-benar akan terjadi, pada hari ini pula.
Dia melihat ada seorang pemuda mengenakan baju yang sudah penuh dengan debu, dengan
perlahan dan tampak malas-malasan berjalan menuju warung bakpao yang berada di depan toko
kecil itu.
Dari dalam kukusan bakpao tampak ada asap yang mengepul dan memenuhi mata tua Loo
Thio. Dia hanya melihat pemuda ini sebagai pemuda yang tampan dengan sepasang matanya
yang tajam. Pembawaan sikapnya terlihat sangat istimewa. Loo Thio tidak pernah melihat pemuda
ini, dia seperti bisa merasakan bila pemuda itu tidak pernah datang ke tempat ini.
'Tuan," panggil Loo Thio, "sekarang toko belum buka, tapi bakpao dan sayur asin sudah ada.
Tuan ingin makan apa?"
"Aku ingin memakanmu," jawab pemuda itu dengan ramah, kalimat ini membuat Loo Thio
terkejut.
"Kau ingin memakanku?" Loo Thio terkejut hingga terbengong-bengong. "Mengapa kau ingin
memakanku? Apa enaknya makan aku?"
"Kau pasti enak bila dimakan," jawab pemuda itu, "bila aku sekarang ini."
Loo Thio masih terlihat terkaget-kaget melihat pemuda itu, tiba-tiba saja Loo Thio tertawa, dia
tertawa terbahak-bahak, tawanya seperti dia sudah mendapat barang yang memang sangat dia
inginkan. "Ternyata kau, kau sangat jahat," tawa Loo Thio membuat kerutan di wajahnya
bertambah banyak.
"Dulu kau setiap hari selalu memakanku, dan itu sudah berlangsung selama beberapa tahun.
Sudah berapa tahun kita tidak bertemu, apa sekarang kau ingin memakanku kembali?"
"Bila aku tidak memakanmu, lalu aku harus makan siapa?"
Pemuda itu sangat lucu, kata-katanya pun lucu, bahkan tingkah lakunya pun terlihat sangat
lucu.
Dia membuka kukusan bakpao milik Loo Thio kemudian mengeluarkan beberapa bakpao dari
kukusan itu lalu semua bakpao itu dimakannya.
"Kau benar-benar telah memakannya."
"Benar, aku telah memakannya."
Loo Thio tertawa dan berkata, "Apakah kau ingat, pada saat ulang tahunmu yang kesebelas,
tengah malam kau secara sembunyi-sembunyi masuk ke warungku dan makan bakpaoku? Tidak
disangka hari ini kau makan lebih banyak dari waktu itu."
"Aku melatihnya selama ini."
Tawa pemuda itu terlihat menjadi sedih dan berkata, "Seseorang bila sudah kelaparan selama
enam bulan, dia tidak bisa berlatih hal lain, tapi mengenai soal makanan dia tentu akan bisa
melatihnya."
"Makanlah!" kata Loo Thio sengaja menghela nafas dan berkata lagi: "makanlah sepuasmu, aku
sudah terbiasa dimakan olehmu."
"Kau pun terbiasa tidak menerima uangku." Kau sudah terbiasa tidak membayar jadi aku pun
terbiasa tidak menerima uangmu," tawa Loo Thio dan dia berkata lagi. "Walau bagaimana pun aku
tidak pernah menerima uangmu."
Tapi pada saat Loo Thio mengatakan kalimat ini, sikapnya tidak seperti biasanya.
Karena dia sedang melihat sesuatu yang jarang dia iihat.
Di jalanan yang berdebu ini, tiba-tiba muncul empat orang anak kecil. Keempat anak kecil itu
memiliki wajah dan mata yang bulat, tubuh mereka mengenakan jubah bulat, di leher mereka
masing-masing memakai gelang emas, tangan mereka mengenakan gelang giok yang tampak
berkilau-kilau, di telinganya memakai anting yang bulat, sedangkan sepasang tangan mereka
membawa baki yang bulat, di dalam piring penuh dengan uang, mereka sedang berjalan menuju
warung bakpao milik Loo Thio.
Melihat itu Loo Thio menjadi terbnigong-bengong. Dia tidak pernah melihat orang semacam
mereka muncul di tempat ini.
Tapi semua anak-anak itu membawa bali ke hadapannya. Loo Thio melihat uang yang berada
di atas baki itu, mata Loo Thio menjadi bulat.
"Apa artinya ini?" tanyanya kepada pemuda itu. "Apakah kau menyuruh mereka
mengantarkannya ke sini?"
"Uang? Di mana ada uang? Dari mana uang itu? Mengapa aku tidak melihat uang itu?"
"Lalu yang kau lihat itu apa?" Loo Thio sengaja bersikap galak kepada pemuda itu.
Dia bertanya lagi, "Kau tidak melihat uang, lalu yang kau lihat itu apa?"
"Yang aku lihat hanya ada bakpao," jawab pemuda itu. "Kau memberikan bakpao untuk
menolong nyawaku, dan aku membalasnya dengan memberikan bakpao untukmu, tapi bakpaoku
ini tidak bisa kau makan."
"Aku sudah mengerti maksudmu." Kali ini Loo Thio benar-benar menghela nafas. "Kau pernah
mengatakan ingin membalas budi kepadaku dan mengatakan ingin membalas beratus-ratus
bahkan ribuan kali lipat."
Kata Loo Thio lagi, "Saat itu aku percaya bahwa pada suatu hari kau akan bisa melakukannya,
tapi sekarang aku malah tidak mempercayainya."
"Mengapa?"
"Karena aku tidak percaya bahwa anak kecil seperti dirimu dalam waktu yang begitu singkat
sudah bisa mendapatkan uang begitu banyak."
Pemuda tampan dengan wajah yang masih terlihat lesu dengan bajunya yang sederhana tapi
memiliki banyak uang, tiba-tiba dia tertawa, tawa yang terlihat misterius.
"Kau tidak mempercayainya?" tanya pemuda itu. "Jujur saja, kau tidak bisa mempercayainya,
bahkan aku sendiri pun tidak mempercayainya."
Wajah Loo Thio yang terlihat penuh dengan kerut itu, tiba-tiba mengeluarkan ekspresi yang
misterius, dengan suara rendah dia berkata, "Menurut kata orang-orang, di dunia persilatan telah
muncul seorang perampok, yang memiliki ilmu silat yang sangat yang sangat tinggi. Perampok itu
sangat berani, bahkan gedung uang istanapun berhasil dirampoknya.’
"Oh!"
"Apakah kau tidak pernah mengetahui tentang perampok itu?"
Tidak."
"Tapi sifatnya sangat mirip denganmu., aku tahu bahwa kau adalah se orang yang sangat
pemberani’ Loo Thio terus menatapnya, sepasang mata tuanya terlihat sangat misterius,
"Bila aku adalah perampok yang akan ditangkap oleh pemerintah, aku pun akan lari dan
bersembunyi di tempat ini." Kata Loo Thio lagi, "Bersembunyi di tempat yang sepi, siapa yang bisa
mencarimu?"
"Benar, siapa yang bisa mencariku."
Tiba-tiba seorang gadis muncul pada saat pemuda itu sedang tertawa berseri-seri.
Terus terang, bila pemuda itu sedang tertawa, tawanya sangat ielek. apalagi saat itu dia
sedang memandang gadis itu.
Si gadis tampak marah.
Gadis itu tidak menunggang kuda tapi tangannya membawa sebuah pecut, pecut itu sepertinya
bukan untuk memecut kuda melainkan untuk memecut orang.
Gadis itu dengan pecut kudanya menunjuk ke hidung si pemuda dan bertanya kepada Loo Thio,
"Siapa pemuda ini?"
Loo Thio tidak membuka mulut untuk menjawab, pemuda itu sendiri yang menjawab: "Siapa
orang ini, tidak ada yang lebih tahu dibanding diriku."
Dengan dua jarinya ia menjepit pecut kuda itu dan menunjuk hidungnya sendiri lalu berkata,
"Aku bermarga Li, bernama Hoay." (Hoay = jahat)
"Kau jahat?" tanya gadis itu sambil menahan tawa dan berkata lagi: "Apakah kau sendiri
menyadari bahwa kau jahat?"
Jawab Li Hoay dengan wajah serius,"Aku bernama Li Hoay, tapi belum tentu aku adalah orang
jahat."
Gadis itu merasa bahwa pemuda itu terlihat lebih aneh lagi, "Apakah namamu benar-benar Li
Hoay?"
"Benar, aku memang punya nama empat huruf."
"Nama empat huruf?" gadis itu memandang Li Hoay dengan wajah terkejut. Diteruskannya
pertanyaan itu: "Apa saja empat huruf itu?"
"Namaku adalah Li Hoay Si Lo (Li Hoay sangat jahat)."
Gadis itu tertawa dan berkata: "Li Hoay, kau benar-benar Li Hoay Si Lo."
Tawa gadis itu sangat manis dan lucu.
Bila Li Hoay tertawa, tawanya adalah tawa yang paling menawan di antara laki-laki, dan bila
gadis itu tertawa, tawanya paling menawan di antara para gadis.
Li Hoay dengan bengong melihat gadis yang masih tertawa itu, dia menjadi agak lupa diri.
Pada saat itu juga pecut si gadis sudah diayunkan, dan melilit leher Li Hoay. Dengan sebelah
tangan dia menampar wajah Li Hoay, dan dengan kakinya dia menyapu ke arah kaki Li Hoay.
Sekarang tampak Li Hoay yang baru saja kembali ke kampung halamannya jatuh ke jalan
berdebu kuning seperti seekor beruang. Dan mulutnya masih dijejali dengan sebuah bakpao.
Loo Thio melihat Li Hoay yang tersungkur di bawah lalu dia tertawa terbahak-bahak.
"Kau bukan perampok itu," kata Loo Thio sambil tertawa.
"Tidak ada perampok yang terlihat begitu bodoh, hanya dengan pecut yang diayunkan, gadis
itu berhasil mengalahkanmu."
"Gadis itu sangat galak, aku tidak menertawai dia juga tidak mengganggunya, mengapa dia
memperlakukanku seperti itu?"
"Siapa bilang kau tidak mengganggunya?"
"Apakah kau sudah lupa kepadanya?" Loo Thio terlihat tertawa licik.
"Apakah kau lupa pada saat kau masih kecil, kau selalu mengganggu seorang gadis kecil,
sampai wajahnya berlumuran dengan tanah?"
Li Hoay tampak terkejut."Apakah gadis tadi adalah Ko Ko?"
"Benar, dia adalah Ko Ko."
"Tidak kusangka dia masih membenciku," kata Li Hoay sambil tertawa kecut.
Tapi tawa Loo Thio masih terlihat sangat senang, dan berkata: "Kau pasti tidak menyangka
bahwa dia bisa berubah menjadi begitu cantik bukan?"
2
a.
Di dunia ini banyak orang yang bertipe sama tapi ada juga yang tidak sama. Satu macam, satu
tipe, walaupun mereka tidak berada di satu tempat yang sama, bahkan mungkin tidak saling
mengenal tapi seringkali mereka punya kemiripan jauh lebih banyak dibandingkan, misalnya,
dengan saudara kandung sendiri.
Pui Thian Ho dan Toan Pat Hong adalah salah satu contohnya.
Pui Thian Ho dan Toan Pat Hong sama-sama tinggi besar. Dan kuat, ilmu silat yang dimiliki oleh
mereka pun adalah ilmu silat yang keras, walaupun nama Pui Thian Ho tidak terkenal seperti Toan
Pat Hong dalam dunia persilatan, tapi di daerah perbatasan ini dia adalah seorang pemimpin yang
sangat dikenal oleh rakyat di sana.
Dalam hidupnya, dia sangat menyukai tiga hal yaitu, kekuasaan, nama terkenal, dan Ko Ko,
anak gadisnya.
Sekarang Pui Thian Ho berada di ruang tamu yang besarnya seluas tempat pacuan kuda, duduk
di sebuah kursi yang besarnya sebesar tempat tidur, dengan suaranya yang serak memerintah
"Tulis surat undangan harus dengan kertas yang dibeli dari ibu kota, juga harus ditulis dengan
bahasa yang sopan."
"Surat itu ditujukan kepada siapa? Mengapa harus menulisnya dengan bahasa yang begitu?"
tanya Siao Go.
Tiba-tiba Pui Thian Ho terlihat sangat marah.
"Mengapa kita tidak boleh berbuat tidak sopan kepada orang lain? Kau kira Go Sin Liu itu siapa?
Kau kira Pui Thian Ho itu siapa? Kita berdua digabung pun masih tidak bisa menandingi bulu
tangan milik orang itu."
"Apakah benar begitu?"
"Ya, itu sudah pasti."
Kata Pui Thian Ho lagi,"Hanya dalam kurun waktu beberapa tahun dengan tangan kosong, dia
berhasil mendapatkan harta yang begitu banyak, apakah kalian semua sanggup menandinginya?"
Kepala Siao Go menunduk.
Ada semacam orang yang bisa menundukkan kepada di bawah kekuasaan dan harta benda,
dan mereka dengan suka rela pun akan menunduk. Siao Go adalah orang semacam ini.
"Mengapa tidak kita tunggu beberapa hari lagi untuk mengundang dia, mengapa harus
sekarang juga?"
Sekarang Pui Thian Ho benar-benar marah. "Beberapa hari lagi katamu? Kau terlalu banyak
bicara!" Pui Thian Ho melotot kepada orang yang sok tahu ini dan berkata lagi. "Kau harus mulai
belajar bagaimana cara menutup mulutmu sendiri!"
b.
Hari ini adalah tanggal 15, setiap tanggal 15 pasti akan muncul bulan purnama.
Di bawah sinar bulan tampak ada air, Tjoei Goat Wan berada di dalam sinar bulan dan air.
Di sebuah kota di sebuah pegunungan di perbatasan, masih ada orang yang membuat sebuah
kolam di dalam rumahnya'. Orang yang boros seperti itu harus ditimbun di dalam pasir gurun dan
dikeringkan hingga mati.
Pui Thian Ho adalah orang semacam itu.
Tjoei Goat Wan adalah tempat di mana dia sering menjamu para tamunya dan Li Hoay (Li si
Jahat) adalah tamunya pada malam ini.
Begitu Li Hoay duduk di tempat terhormat, dia tampak malu-malu layaknya seperti seorang
gadis.
Gadis ataupun laki-laki tetap harus makan, dan karena datang diundang makan, ya memang
harus makan.
Tapi arak dan sayur belum ada di atas meja.
Pui Wangwee nampak tidak bisa duduk dengan tenang, dia mengundang tamu datang untuk
makan, tapi di atas meja tidak dihidangkan sayur dan nasi.
Mengapa sayur dan nasi belum disajikan?
Tapi Pui Wangwee tahu mengapa bisa terjadi hal ini, hanya saja dia tidak berani marah karena
semua ini disebabkan oleh perbuatan Pui siotjia.
Karena Pui siotjia sudah menghancurkan semua sayur dan arak yang sudah siap disajikan di
atas rneja, semua ini dilakukan oleh Pui siotjia karena dia tidak suka dengan tamu yang diundang
oleh ayahnya malam ini.
Dia sudah memberitahu tahu kepada pelayan yang menjadi sangat terkejut. "Ayah bodoh
sekali, dia malam ini telah mengundang tamu yang bukan seorang manusia, seorang penjahat,
mengapa kita harus mengundang makan malam seorang penjahat?"
Tapi akhirnya Li Hoay bisa juga makan dan minum, seperginya orang-orang.
Pelayan-pelayan di dapur keluarga Pui sudah terlatih untuk menyajikan makanan dalam waktu
yang singkat, mereka dengan gampang bisa menghidangkan sayur lagi dengan menu yang
lengkap.
Semua sayur disajikan di dalam piring perak yang diukir, dibawa oleh delapan orang pelayan
laki-laki dan delapan orang pelayan perempuan.
Setelah meletakkan sayur di atas meja, kemudian mereka berdiri di pinggir, siap melayani bila
mereka dipanggil.
Dalam hati Li Hoay mengeluh, dia merasa makan malam seperti ini sungguh tidak
menyenangkan dan tidak nyaman.
Begitu banyak orang yang berdiri di sisinya dan melihatnya makan, mana bisa dia makan
dengan nikmat. Bila dia bisa makan dengan nikmat dan nyaman, dia bukan bernama Li Hoay.
Dia harus bernama Li Ho (Li si Baik).
Untung dia tidak lama mengalami perasaan seperti itu, kalau tidak dia tidak akan bisa makan
dan minum lagi.
c.
Li Hoay sudah makan sayur sebanyak tiga suapan.
Dia sudah minum arak sebanyak sebelas cangkir, Pui Wangwee dan Siao Go. dua-duanya jago
minum.
Di dalam ruangan cahaya lampu terlihat sangat terang seperti siang hari, orang tertawa-tawa
dan arak pun terasa hangat, tuan rumah sangat ramah, pelayan pun melayani dengan telaten.
Di luar jendela tampak bulan bersinar dengan indah, bulan begitu bulat, dan cahayanya begitu
terang. ingin minum langsung dari gucinya, tiba-tiba dia mendengar dari kejauhan ada seseorang
yang berteriak.
Teriakan ini seperti teriakan ketakutan, sedih, terkejut dan putus asa.
Teriakan seperti ini pasti tidak akan enak didengar di telinga siapa pun.
Begitu teriakan ini yang didengar oleh Li Hoay, teriakannya sudah bukan teriakan biasa.
Teriakan kali ini yang dia dengar seperti merobek perasaannya, apakah itu darah, daging,
tulang, hati. nadi. kuku. atau rambut yang ditarik dan dicengkram?
Karena teriakan ini sekali demi sekali, sekali demi sekali terus berlanjut.
Arak sudah mengalir keluar dari cangkir.
Kulit wajah orang-orang di sana semua berubah, menjadi seperti kulit dari binatang yang sudah
mati.
Kemudian Li Hoay melihat ada delapanbelas orang pemuda, masing-masing memegang golok di
tangannya, seperti terbang t urun dari Tjoei Goat Wan, tepatnya dari jembatan Tjoei Goat Wan,
mereka seperti prajurit yang akan bertempur ke medan perang, segera mereka mengambil posisi
di jembatan.
"Ada apa ini?"
Wajah Li Hoay yang biasanya terlihat lembut, lucu, dan malu-malu, sekarang sudah berubah
sama sekali.
"Apakah di tempat Pui siok-siok telah terjadi sesuatu? Biar aku tengok dari pintu belakang."
Pui Wangwee tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, kau tenang saja," tawa Pui Thian Ho penuh dengan rasa percaya diri dan dia
berkata lagi. "Bila terjadi sesuatu di tempatku, tidak akan berakibat apa-apa, walaupun langit
runtuh pasti ada Paman Pui yang bisa menahannya."
Kata-katanya belum selesai, tapi tawanya sudah menghilang.
Dia melatih anak buahnya dengan ketat, Pui Thian Ho adalah orang yang sangat percaya diri,
dia percaya anak buahnya bisa menjaga jembatan itu, tidak ada sorang pun yang bisa melewati
jembatan itu.
Tapi sekarang ada seseorang yang bisa melakukannya. Seseorang dengan wajah yang hitam,
mengenakan jubah yang berwarna merah seperti api, tubuhnya lebih tinggi dan besar dari Toan
Pat Hong. Dia seperti seorang pelajar yang sedang berjalan mondar-mandir di jalan setapak yang
berada di taman itu. Tapi dia tidak bergerak sama sekali.
Tapi begitu dia mulai melewati jembatan, anak buahnya yang menjaga jembatan itu, satu per
satu berteriak dengan sangat mengerikan kemudian terbang melayang ke tempat jauh, setelah
sepersekian detik baru terdengar suara tubuh mereka yang mendarat dan juga terdengar suara
tulang mereka yang patah.
Sekarang ini si jubah merah sedang duduk di ruangan Tjoei Goat Wan, lampu bersinar sangat
terang.
d.
Si jubah merah dengan perlahan masuk kemudian duduk. Dia mengambil posisi di sisi tuan
rumah yaitu Pui wangwee, dan berada di hadapan tamu yang sedang di undang oleh Pui wangwee
yaitu Li Hoay.
Wajahnya tidak seperti wajah seorang manusia.
Wajahnya seperti memakai topeng yang terbuat dari besi, walaupun saat itu dia sedang tertawa
tidak seperti orang yang sedang tertawa, wajahnva malah membuat orang menjadi ketakutan.
Saat itu dia sedang tertawa.
Dia melihat ke arah Li Hoay, dan tertawa lagi.
'Tuan Li," panggilnya dengan nada menghina dan aneh, suaranya serak dan dia berkata lagi,
"Tuan Li, apa margamu?"
Li Hoay tertawa dan mengeluarkan giginya yang putih,
"Bila dipanggil dengan sebutan Tuan Li, marganya pasti Li," tawa Li Hoay tidak mengandung
penghinaan.
Li Hoay berkata lagi, "Bila Tuan Han sendiri, bermarga apa?"
Tawa si jubah merah tidak berubah.
Tawanya seperti besi yang dapat diukir di wajahnya, kemudian dia berkata,
"Kau tahu aku bermarga Han, berarti kau sudah tahu siapa aku ini?"
"Hakim Besi, Han Jun, siapa yang tidak mengenalnya di dunia persilatan ini?"
Mata Han Jun tampak bercahaya, sekarang semua orang bisa melihat bahwa matanya
berwarna biru langit, matanya yang berwarna biru langit dan jubahnya yang berwarna merah,
seperti memberikan kesan yang misterius dan menakutkan. Dia menatap Li Hoay dengan lama,
baru berkata, "Benar, aku adalah si pembawa pedang pusaka milik raja, polisi bagian algojo dan
murid Siao Lim, Han Jun."
Wajah Pui Thian Ho yang terkejut akhirnya menghilang digantikan dengan senyum, dengan
cepat dia berdiri,'Tak disangka, orang terkenal seperti Ketua Han, malam ini bisa mampir ke
tempat ini."
Dengan dingin Han Jun memotong kata-katanya, "Aku datang bukan untuk menjadi tetuamu,
juga bukan datang untuk mencarimu."
Tanya Li Hoay, "Apakah kau datang untuk mencariku?"
Han Jun menatapnya dengan lama kemudian berkata, "Apakah kau adalah Li Hoay?"
"Benar."
"Dari Tiang Kee Ko, menuju tempat ini kau membutuhkan waktu berapa hari?"
"Aku tidak tahu," jawab Li Hoay, "karena aku tidak pernah menghitungnya."
Kata Han Jun "Aku tahu karena aku pernah rnenghitungnya kau menghabiskan waktu 61 hari
baru bisa tiba di tempat ini."
Li Hoay menggelengkan kepalanya, tertawa kemudian berkata,
"Aku bukan orang yang terkenal dan juga bukan orang yang membawa pedang pusaka milik
raja, juga bukan kepala bagian algojo, mengapa harus ada orang yang membantuku menghitung
waktu tempuh perjalananku kemari?"
"Yang pasti kau bukan ketua bagian algojo, juga bukan seorang polisi, gaji 100 orang polisi
selama 1 tahun tidak akan cukup kau pakai selama 1 hari."
Dengan tertawa dingin Han Jun bertanya lagi kepada Li Hoay,
"Apakah kau tahu dalam waktu 61 hari ini, berapa banyak uang yang sudah kau habiskan?"
"Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah menghitungnya."
Kata Han Jun,
"Aku sudah menghitungnya, total semuanya adalah 86.650 tail perak."
Li Hoay bersiul panjang dan menghembuskan nafas. "Apakah benar aku sudah menghabiskan
uang begitu banyak?"
"Benar!"
Li Hoay terlihat tertawa sangat senang dan berkata: "Kalau begitu aku terlihat seperti orang
kaya?"
"Benar," jawab Han Jun dengan dingin lagi, kemudian dia berkata,
"Tadinya kau adalah orang miskin, sekarang kau bisa mempunyai banyak uang, semuanya itu
berasal dari mana?"
"Itu adalah urusanku, semuanya ini tidak ada hubungannya denganmu."
"Justru itu ada hubungannya."
"Di manakah hubungannya?"
” Karena mas di dalam istana ada yang menghilang, jumlah yang hilang adalah 175.000 tail
perak, tidak ada yang mau bertanggung jawab, dan semua itu terpaksa ditanggung oleh bagian
algojo."
Mata Han Jun seperti memaku wajah Li Hoay dan berkata: "Secara, kebetulan aku adalah polisi
bagian algojo."
Li Hoay menghembuskan nafas panjang, dia menggelengkan kepala dan berkata: "Mengapa
kau bisa begitu sial?"
"Orang yang sedang sial biasanya harus mencari kambing hitam karena itu aku berharap Tuan
mau ikut denganku menuju ke bagian keamanan."
"Ikut denganmu ke bagian keamanan, untuk apa?" Li Hoay melotot dengan matanya yang
membesar dan bertanya lagi,
"Apakah kepala keamanan ingin mengundangku makan?"
Han Jun tidak bicara lagi.
Tapi wajahnya tampak lebih menghitam, dan matanya tampak lebih biru lagi.
Matanya masih terus memaku kemudian dengan perlahan dia berdiri dari posisi duduknya.
Setiap gerakannya dilakukan dengan sangat perlahan, tapi setiap gerakannya mengandung
sesuatu yang berbahaya yang tidak dapat ditebak, tapi setiap orang pasti bisa merasakannya.
e.
Gerakan nafas setiap orang di sana berubah, mengikuti gerakan tubuhnya yang besar, hanya Li
Hoay yang tidak berubah.
"Mengapa kau melihatku terus? Apakah kau mengira aku adalah perampok yang merampok
emas milik istana?"
Li Hoay menggelengkan kepala dan berkata,
"Aku berharap aku adalah orang yang pintar, bila aku adalah orang yang pintar tidak akan ada
orang yang menghinaku seperti ini."
Han Jun tidak membuka mulut tapi dia mengeluarkan suara. Suara itu bukan berasal dari
mulutnya melainkan keluar dari tubuhnya.
Tubuh Han Jun terdiri dari 360 batang tulang, setiap sambungan sendi dan tulang berderik
mengeluarkan suara yang mengerikan.
Tangan dan kakinya seperti bertambah panjang, walaupun dia belum mengeluarkan jurus, tapi
sudah jelas terlihat bahwa dia menguasai ilmu silat Siao Lim dengan baik.
Pui Thian Ho menghela nafas, karena dia pun sering berlatih ilmu silat maka itu dia tahu bila
Han Jun menyerang, tenaga yang dikeluarkan akan sangat dahsyat, dia bisa membayangkan
tubuh Li Hoay yang jatuh tersungkur dan langsung merasa kesakitan.
Li Hoay sendiri pun terkejut, dia ingin melarikan diri, tapi sayang tempat untuk lari pun tidak
ada.
Depan, belakang, kiri dan kananya hanya ada laki-laki, perempuan, tua, besar, semuanya ada,
karena dia adalah tamu yang terhormat, semua orang di sana berdiri dan siap melayaninya.
Gerakan tubuh Han Jun walaupun semakin perlahan boleh dikatakan malah seperti akan
berhenti, tapi memberi penekanan yang semakin kuat dan berat, seperti panah yang sudah
dipasang di busur, siap untuk dilepaskan.
Pui Thian Ho tidak akan mau mengurusi masalah kecil seperti ini.
Li Hoay merasa takut, tiba-tiba dia berdiri kemudian menendang meja yang berada di
hadapannya, semua sayur yang berada di atas meja, tumpah ke tubuh Han Jun.
Piring belum mendarat, kuah sayur sudah tumpah keluar.
Bila tubuh seorang hakim penuh dengan kuah tahu. apakah pemandangan seperti ini tidak
lucu?
Han Jun mundur ke belakang secepat kilat, bila ada kesempatan seperti ini Li Hoay tidak segera
melarikan diri, dia jangan disebut sebagai Li Hoay lagi.
Tapi dia tetap tidak bisa melarikan diri.
Tiba-tiba tampak seperti ada angin dan cahaya yang berkilauan, tujuh buah pedang menyerang
dari tujuh arah, siap menikam Li Hoay.
Bila ada satu saja pedang yang mengenainya, tubuh Li Hoay akan bertambah satu lubang.
Untung dari ketujuh pedang ini tidak ada yang langsung menusuknya, hanya terdengar enam
kali dentingan, ketujuh pedang itu sudah menyambung menjadi satu, bergabung menjadi sebuah
rangka yang aneh, seperti sebuah kerangka besi, mengunci Li Hoay di tengah-tengah kerangka
itu.
Semua pun tahu bila sudah dikurung di dalam Tjhit Kauw Sim Kiam tidak akan ada yang bisa
melarikan diri.
Siapa pun yang dikurung oleh Tjhit Kauw Sim Kiam, ibaratnya seperti seorang gadis yang
hatinya sudah dikurung oleh kekasihnya, jangan berharap bisa melarikan diri dari sana.
Ketujuh pedang mi terlihat panjang dan berat, semua bentuknya sama, tidak perlu ditanya lagi,
ketujuh pedang ini berasal dari sebuah tempat yang sama.
Ketujuh pasang tangan yang memegang pedang tidak ada seorang pun yang terlihat sama.
Persamaan mereka adalah, merekalah yang tadi mengantarkan sayur yang dihidangkan di atas
meja.
Li Hoay malah tidak terlihat takut, dia sempat tertawa,
'Tidak disangka dan juga tidak terpikirkan, sejak kapan orang Tjhit Kauw Tong Sim Kiam
menjadi pelayan yang mengantarkan sayur yang dihidangkan di atas meja
Li Hoay melihat di antara ketujuh orang itu, ada satu orang yang tinggi semampai dan di
wajahnya ada beberapa jerawat, dia adalah seorang perempuan.
Kata Li Hoay: "Ouw Hoedjin, bila hoedjin senang melakukan hal seperti ini, kapan-kapan
bantulah aku untuk memasang seprai dan membereskan tempat tidurku."
Lalu dia melihat Han Jun dan berkata: "Semua ini sudah diatur oleh Tuan, apakah masih ada
yang lain lagi?"
"Apakah orang-orang yang berada di sini tidak cukup untuk menghadapimu?"
"Sepertinya terlihat tidak cukup."
Wajah Han Jun tampak marah dan dia berteriak: "Kunci!"
Dalam jurus Tjhit Kauw Sim Kiam, kunci artinya adalah bunuh. Ketujuh pedang mengunci dan
akan ada nadi yang putus.
Bila pedang sudah mengunci tidak akan ada seorang pun yang bisa menolongnya. Tapi nadinadi
Li Hoay tidak ada satu pun yang putus, tangan, tubuh, dan kakinya pun tidak ada yang putus.
Yang putus adalah pedang mereka.
Yang putus adalah ketujuh pedang itu, semua pedang Tjhit Kauw Sim Kiam terputus.
Ujung pedang yang putus berada di tangan Li Hoay, tidak ada yang mengetahui bagaimana dan
dengan cara apa dia bisa melakukan hal seperti ini, yang terlihat hanyalah di tangannya dia
memegang ujung pedang yang sudah putus.
Pedang yang sudah putus tetap masih bisa membunuh orang.
Tak lama kemudian terlihat ada cahaya pedang lagi, tapi juga terlihat ada pedang yang putus
kembali.
Semua pedang terputus seperti mutiara yang berserakan di sebuah piring.
Semua wajah orang di sana langsung berubah, Han Jun dengan tenaga harimaunya meloncat
dan seperti cheetah menyerang ke arah Li Hoay.
Tapi Li Hoay segera berjalan ke pinggir, kemudian membalikkan badan siap untuk menyerang.
Serangannya lebih lambat dari Han Jun, tapi telapak tangannya sudah menyerang ke arah
ketiak Han Jun yang lembut, sepertinya kepala Li Hoay bisa pecah saat itu juga.
Tapi kali ini dugaan mereka semua salah, tiba-tiba Han Jun mundur dan terus mundur hingga
lima langkah ke belakang. Setelah itu tubuhnya baru bisa seimbang kembali tapi sudut mulutnya
sudah mengeluarkan darah.
Li Hoay tertawa, tawanya terlihat lucu dan juga jahat.
Kata Li Hoay: "Selamat tinggal semuanya!"
f.
Bulan masih bulan yang tadi, gelombang air masih berada di bawah jembatan, ruangan pun
masih ruangan yang tadi, hanya saja orangnya sudah bukan orang-orang yang tadi
Dengan tenang Li Hoay melewati jembatan itu, seperti saat Han Jun berjalan melewati
jembatan tadi.
Semua orang hanya bisa memandanginya, tapi tidak ada yang berani menghalangi langkahnya.
Di bawah cahaya bulan dan di dalam riak air, sepertinya ada kabut yang keluar, di dalam kabut
itu seperti ada bayangan seseorang.
Tiba-tiba Li Hoay melihat bayangan ini, perasaannya seperti seorang yang buta yang tiba-tiba
bisa melihat bulan di atas langit.
Bayangan orang itu berada di dalam kabut di bawah cahaya bulan dan riak air.
Langkah Li Hoay langsung berhenti. "Siapa kau?" tanya Li Hoay kepada orang yang memakai
pakaian serba putih yang berada di dalam kabut itu.
Tapi tidak ada jawaban.
Li Hoay berjalan menghampiri orang itu, dia seperti ditarik oleh tenaga misterius dan berjalan
dengan lurus menghampiri perempuan itu.
Awan tersibak, bulan terlihat, sinar bulan menyinari wajah perempuan itu. Wajahnya pucat,
sepucat bulan.
"Kau bukan manusia," kata Li Hoay sambil terus menatapnya, "kau pasti datang dari bulan."
Wajah yang pucat itu tiba-tiba mengeluarkan tawa yang misterius, orang yang berada di bawah
sinar bulan itu tiba-tiba dengan suara yang juga terdengar misterius berkata: "Benar, aku memang
datang dari bulan, aku datang ke bumi ini hanya membawa satu hal."
"Apakah itu?"
"Kematian!"
Cahaya golok tampak seperti cahaya bulan. Cahaya bulan seperti cahaya golok.
Karena pada saat golok bercahaya, bulan di atas langit tiba-tiba mengandung hawa
pembunuhan.
Membunuh pasti akan mati, hawa pembunuhan tidak menghilang.
Cahaya golok meredup, begitu juga dengan cahaya bulan. Tapi hawa pembunuhan tetap kental
seperti darah.
Cahaya golok muncul, cahaya bulan berubah warna, pada saat itu pula Li Hoay sudah mati.
Kematian Li Hoay hanya dalam waktu yang singkat.
Begitu ada cahaya pisau muncul.
Itulah pisau terbang.
Sewaktu kelebat cahaya pisau menghilang, Li Hoay seperti baju basah yang teronggok di
jembatan batu itu.
Di jantungnya tampak sebuah pisau yang menembus yang tersisa hanya pegangannya saja.
Jantung adalah organ yang terutama bagi manusia, sekali tertusuk tidak akan bisa tertolong lagi.
Tapi masih ada satu orang yang tidak mempercayainya.
Dengan cepat Han Jun keluar untuk melihatnya sendiri, dengan kedua jarinya dia menjepit
pegangan pisau yang berwarna kuning muda itu. Kemudian Han Jun mencabutnya, darah
bercipratan dan terlihatlah wujud pisau itu.
Walaupun pisau itu sangat ramping, tapi cukup untuk menembus hingga ke dalam jantung.
"Bagaimana keadaannya?"
”Pasti dia sudah mati."
Han Jun berusaha untuk tidak memperlihatkan kegembiraannya, dia berkata: "Orang ini sudah
pasti mati."
Cahaya bulan masih seperti tadi, gadis berpakaian putih di bawah sinar bulan tampak sudah
menyatu dengan cahaya bulan.
g.
Hari sangat terang.
Hujan salju sudah lama berhenti, cuaca terasa lebih dingin lagi; api yang membakar kayu
tampak merah seperti wajah seorang gadis yang malu-malu.
Pui wangwee sedang bersantai di atas tempat tidur. Di tengah-tengah tempat tidur terdapat
sebuah meja kecil, di atasnya ada makanan kecil, lampu, dan sebuah tombak.
Lampu itu bukan lampu untuk menerangi ruangan, tombak itu pun bukan tombak untuk
membunuh orang dengan cepat.
Tapi tombak ini tetap bisa digunakan untuk membunuh orang," hanya saja kalau gerakan yang
dikeluarkan untuk menggerakkan tombak ini lebih lambat maka orang yang dibunuh pun akan
merasa lebih sakit.
Di ruang yang hangat itu, sangat padat dengan hawa jahat dan sesat.
Setiap orang pasti mempunyai titik kelemahan, karena itu kejahatan dan tindakan sesat selalu
menjadi kekuatan untuk menjerumuskan orang.
Wangi yang dikeluarkan lebih harum dibandingkan dengan bunga yang paling harum di Kang
Lam.
"Ini adalah candu yang didatangkan dari luar daerah," Pui wangwee melihat Han Jun yang baru
saja memasuki ruangan yang hangat itu.
"Kau harus mencobanya, bila tidak hidupmu akan sia-sia."
Han Jun seperti tidak mendengarkan, kemudian dengan dingin dia berkata: "Apakah orang itu
mayatnya sudah dikubur?"
"Sudah."
"Bagaimana dengan 4 orang anak yang dia bawa?"
"Di sebuah kandang yang rusak, akankah ada telur yang utuh?"
"Kalau begitu, artinya urusan ini sudah selesai?"
"Benar, selesai dengan sempurna, sesempurna bentuk sebuah telur "
"Akankah berbuntut yang tidak enak?"
'Tidak," jawab Pui Thian Ho dengan bangga dan berkata lagi. "Pasti tidak akan ada."
Dengan dingin Han Jun menatapnya, kemudian dia segera membalikkan badan dan pergi, tibatiba
dia menolehkan kepala dan berkata: "Lebih baik kau ingat hal ini, jangan menghisap barang
seperti ini lagi, lebih bagus lagi jangan sampai terlihat olehku, bila tidak aku akan tetap
memasukkanmu ke penjara .selama delapan atau sepuluh tahun."
Di luar ruangan sebuah pekarangan kecil, tampak ada salju yang menumpuk, di atas salju
terlihat ada bunga bwee.
Sebuah pohon bwee yang tua tampak bunganya sedang mekar, sepertinya semua kesunyian
dan kesedihan tertanam di dalam akar pohon itu.
Begitu sepi.
Pekarangan yang tampak kesepian, bunga bwee yang tampak kesepian, hingga pemiliknya pun
merasa kesepian.
Han Jun keluar dari ruangan itu, di dalam hembusan angin yang dingin, dia menghela nafas
yang panjang kemudian menghembuskannya lagi.
Tiba-tiba nafasnya seperti berhenti.
Karena dia melihat, di antara daun-daun pohon bwee ada seraut wajah pucat yang sedang
tertawa.
Han Jun sudah banyak melihat wajah orang, ada yang sedang menangis ada juga yang sedang
tertawa, tapi Han Jun belum pernah melihat ada wajah seseorang yang sedang tertawa dan
tawanya begitu mengerikan.
Di antara dedaunan pohon bunga bwee tiba-tiba muncul wajah yang sedang tertawa
kepadanya.
Bila kau mengalami keadaan seperti ini, bagaimanakah perasaanmu?
Tidak sadar Han Jun mundur selangkah dan terbang ke atas, tangan kiri disilangkan di dada
untuk melindungi dirinya, tangan kanannya mengeluarkan jurus cakar elang, dia siap menangkap
wajah pucat yang tersembunyi di balik bunga bwee ini.
Tapi dia tidak segera menangkap orang itu, karena dia mengenal wajah orang itu adalah wajah
milik siapa.
Di antara Tong Sin Jit Kiam , pendekar kedua adalah Lauw Wi, dia adalah seorang laki-laki yang
tampan dan berperawakan tinggi besar. Pada saat dia meninggal dia pun sama seperti orang
biasa, apalagi saat itu dia mati karena Qi Duan Qi Jue, Shang Xin Zhang.
Wajahnya bengkak jadi selalu nampak seperti tertawa, tapi pada saat dia tertawa, tawanya
lebih jelek dibandingkan dengan orang yang sedang menangis.
Lauw Wi adalah orang yang sudah mati karena Sang Sim Ciang (Pukulan Hati terluka). Han Jun
sudah melihat wajah Lauw Wi dan juga tahu bahwa dia adalah orang yang mati karena Sang Sim
Ciang.
h.
Tong Sim Jit Kiam (Tujuh pedang Bersatu Hati), tiap pedangnya sangat tajam, dan setiap orang
yang memegang pedang itu adalah ahli silat tangguh terutama Lauw Ji dan Bong Ngo.
Orang yang kedua yang mati adalah Bong Ngo. Setelah dia mati, mayatnya diantar dengan
kereta dorong. Dia pun mengalami luka yang paling parah karena Jit Toan Jit Coat, Sang Sim
Ciang.
Jit Toan (Tuiuh Putus)
Yang dimaksud putus di sini adalah putus nadi jantung, putus nadi darah, putus nadi syaraf,
putus nadi hati dan usus, putus tulang-tulang, putus nadi ginjal, dan putus nadi tangan.
Jit Coat (Tujuh Putus Asa).
Putus perasaan, putus hati, putus hidup dan mati, kesedihan, kerinduan, dan rasa gairah.
Jit Toan Jit Coat, melukai fisik dan juga melukai perasaan.
Ilmu silat seperti ini semakin hari semakin menghilang bahkan hampir musnah, tidak ada
seorang pun yang ingin belajar ilmu silat seperti ini, juga tidak ada orang yang ingin menurunkan
ilmu silat seperti ini kepada orang lain.
Pui Thian Ho bertanya kepada Han Jun,
Dia menanyakan tiga buah pertanyaan, pertanyaan-pertanyaan itu membuat orang sulit
menjawabnya, karena itu dia ingin bertanya kepada Han Jun, karena Han Jun adalah seorang ahli
silat tangguh yang diakui di dunia persilatan, orang seperti dia bisa dihitung dengan jari,
kecemerlangan otaknya seperti sebuah mesin yang aneh yang dibuat oleh seseorang yang
berbakat.
Soal apapun, bila sudah pernah dilihat oleh matanya atau didengar oleh telinganya, juga
tersimpan di hatinya, dia tidak akan pernah melupakannya.
"Apakah Sang Sim Jit Coat sudah musnah?"
"Apakah di dunia persilatan ini masih ada yang bisa?"
"Dan siapakah mereka itu?"
”ada seseorang yang sanggup melakukannya”
”Siapakah dia?”
"Li Hoay."
"Apakah dia bisa melakukannya? Mengapa dia bisa melakukannya?" tanya Pui Thian Ho.
"Karena aku mngetahui bahwa dia adaah satu-satunya. teman yang dimiliki oleh Lauw Long Jit
Toan dan Ho Nio Jit Coat."
"Tapi bukankah dia sudah mati?" tanya Pui Thian Ho lagi.
"Kau pernah mengatakan bahwa pisau dewa bulan seperti Siao Lie Hui To dulu, tidak akan
pernah meleset."
Han Jun membalikkan kepalanya, dengan sepasang matanya yang dingin, dia memandangi
bulan yang terlihat dari luar jendela.
Sinar bulan tampak dingin seperti pisau.
"Benar."
Suara Han Jun terdengar seperti dari tempat jauh, jauh seperti dari bulan.
"Sinar bulan seperti pisau, pisau seperti sinar bulan."
Dia berkata lagi: "Di bawah pisau dewa bulan, seperti orang yang berada di bawah sinar bulan,
tidak ada seorang pun yang bisa menghindari pisau dewa bulan."
"Apakah benar tidak ada seorang pun yang bisa menghindarinya?"
"Ya, itu sudah pasti."
"Bagaimana dengan Li Hoay?"
"Li Hoay sudah mati," jawab Han Jun, "dia jahat, karena itu dia harus mati."
Bila Li Hoay sudah mati, siapa yang bisa membunuh Tong Sim Jit Kiam?
Han Jun tidak menjawab pertanyaan ini, karena dia memang tidak bisa menjawab pertanyaan
ini.
Tapi dia mendapat seutas benang, ujung sebuah benang. Tiba-tiba matanya tampak bercahaya.
Kata Han Jun: "Lima tahun yang lalu pada waktu bulan 2 tanggal 6, saat itu masih hujan salju."
Tanya Pui Thian Ho: "Pada hari itu apa yang sudah terjadi?"
"Hari itu aku sedang piket di bagian kepolisian, pada malam hari aku tidur di kantor, tengah
malam aku terbarigun karena tidak bisa tidur, dan aku melihat-lihat catatan, ada satu catatan yang
menarik perhatianku."
"Oh?"
"Catatan itu keterangan mengenai adanya seseorang yang bernama Yap Seng Kong dia mati
ditusuk oleh seseorang di bagian dada sebanyak 3 tusukan, setiap tusukan menembus hingga ke
jantungnya, seharusnya dia sudah mati."
"Apakah dia tidak mati?"
Jawab Han Jun, "Dia tidak mati, sampai saat ini dia masih berada di kota Pak khia."
"Pedang yang tajam menembus hingga ke dalam jantung, sudah pasti dia tidak akan tertolong
lagi mengapa dia masih bisa hidup sampai saat ini?" tanya Pui Thian Ho.
"Karena tempat pisau menusuk, tidak ada jantungnya," jawab Han Jun. "Atau lebih jelasnya
lagi, jantungnya tidak berada di posisi yang normal."
"Aku tidak mengerti den«an kata-katamu tadi"
"Baiklah, akan kujelaskan dengan kata-kata yang paling sederhana," kata Han Jun.
"Orang yang bernama Yap Seng Kong itu, jantungnya berada di sebelah kanan."
"Jantungnya berada di sebelah kanan? Apa artinya ini?" tanya Pui Thian Ho. "
"Artinya adalah jantungnya tidak berada di sebelah kiri melainkan berada di sebelah kanan,
setiap organ tubuhnya bekerja kebalikan dari organ tubuh manusia yang normal."
Pui Thian Ho sangat terkejut.
Setelah lama baru dia bertanya,
"Apakah kau menganggap Li Hoay seperti Yap Seng Kong? Memiliki jantung di sebelah kanan?"
"Benar," jawab Han Jun, "kecuali alasan ini, tidak ada hal lain yang bisa menjelaskannya."
"Karena Li Hoay adalah orang yang memiliki jantung di sebelah kiri, dia tidak akan mati oleh
pisau dewa bulan, karena walaupun pisau dewa bulan sudah menusuk jantungnya, tapi
jantungnya tidak berada di tempatnya."
3
a.
"Seseorang yang jantungnya tidak berada di tempat seharusnya, orang ini akan merasakan
apa?"
"Dia akan merasa sangat senang."
"Senang? Mengapa bisa senang?"
"Karena hal ini sudah salah, dan kesalahan ini adalah sumber kesenangan."
b.
Li Hoay sekarang ini merasa sangat senang.
Dia tidak mati, orang yang menginginkan kematiannya tidak akan tahu sekarang dia berada di
mana. Dia sangat menyukai keadaan seperti ini.
Perintah untuk menangkapnya sudah dikeluarkan, dan semua berkumpul.
Han Jun sudah memerintahkan: "Li Hoay harus ditangkap, dia masih berkeliaran di daerah sini.
Harus menangkap dia dengan cara apapun."
Tapi mereka tidak berhasil menemukan Li Hoay
Karena saat ini Li Hoay sedang tidur di suatu tempat yang tidak disangka sama sekali oleh siapa
pun.
Li Hoay benar-benar seorang yang jahat.
c.
Li Hoay tidur dengan posisi kedua kaki diangkat tinggi-tinggi ke atas meja.
Anehnya, dia adalah seorang laki-laki, laki-laki yang jantan, tapi sepasang kakinya seperti kaki
seorang perempuan, putih, bersih, dan mulus.
Menurutnya, banyak perempuan yang iri dengan bentuk kakinya ini.
Tapi kata-kata Li Hoay ini bukan harus dipercaya dan juga bukan sama sekali tidak bisa
dipercaya.
Tempat ini sangat cocok untuk tidur, juga dalam melakukan sesuatu.
Tempat ini terlalu bagus dan terlalu nyaman.
Orang yang jahat seperti Li Hoay, tidak pantas berada di tempat seperti ini.
Tapi dia sudah datang, karena itu pula tidak ada seorang pun yang menyangkanya.
Tempat apakah ini?
Seorang gadis tampak sedang mendorong pintu dengan perlahan lalu masuk, dan dengan
perlahan berjalan ke hadapan Li Hoay, melihat ke wajahnya, matanya, dan juga kakinya.
Li Hoay tertidur seperti orang mati tapi tiba-tiba dia bisa mengulurkan tangannya.
Orang yang tampak seperti orang mati ini sangat tidak jujur dan juga jahat.
Tangannya lebih jahat lagi, tangannya memasuki tempat yang tidak boleh dimasuki.
"Kau jahat," kata perempuan itu, "Li Hoay, kau benar-benar seorang yang jahat."
Siapakah gadis itu?
Apakah dia dan Li Hoay memiliki perasaan yang khusus? Atau memiliki hubungan khusus ?
Mengapa sewaktu Li Hoay berada dalam bahaya, gadis itu menemaninya? Apakah dia bisa
menjamin keamanan Li Hoay? Dan orang lain tidak bisa mencarinya ke tempat ini?
"Kau benar-benar sangat enak," kata gadis itu.
"Apakah kau tidak tahu, ayahku dan Han Jun serta semua anak buahnya ingin menangkapmu,
semua tempat di kota ini sudah digeledah dan semua jengkal tanah di kota mi sudah digali."
"Aku tahu dan aku sudah tahu sebelumnya, tapi aku tidak merasa khawatir," jawab Li Hoay.
"Mengapa?"
"Karena mereka menganggap bahwa kau adalah orang yang paling membenciku di kota ini,
selain itu kau adalah putri dari Pui Thian Ho. Bila mereka mencariku hingga ke tempat ini, mereka
bukan manusia melainkan setan hidup."
Tapi kali ini Li Hoay benar-benar bertemu dengan setan hidup.
d.
Orang pertama yang menemukan Li Hoay adalah Han Jun.
Sewaktu dia sedang mendorong pintu untuk masuk, Li Hoay seperti benar-benar bertemu
dengan setan hidup, setan yang masih hidup dan jatuh dari atas langit.
Dengan sorot mata yang ramah sekaligus mengasihani, Han Jun menatap orang yang masih
berada dalam keadaan terkejut ini,
"Aku tahu kau tidak akan menyangkanya ... aku sendiri pun tidak menyangkanya," kata Han
Jun sambil menghela nafas.
Kata Han Jun lagi, "Kami mengira seumur hidup tidak akan pernah bisa bertemu dengan wajah
Tuan lagi."
Wajah Li Hoay yang terlihat jahat tapi lucu ini tiba-tiba tersenyum, senyum yang khas.
"Ke mana perginya si gadis? Gadis yang cantik dan juga misterius yang jatuh dari bulan, dan
dia pun sangat senang membunuh orang."
"Apakah dia tidak datang?" tanya Li Hoay.
”Tidak."
"Sebenarnya aku tahu, dia tidak akan datang lagi."
"Mengapa kau bisa mengetahuinya?"
"Mengapa aku bisa tidak tahu, cahaya bulan seperti pisau, pisau seperti cahaya bulan, aku
hampir mati oleh pisaunya, akankah aku tidak mengetahui pisau dewa bulan seperti pisau yang
dimiliki oleh Siao Li Hui To dulu kala, pisau itu selalu tepat mengenai sasaran apakah aku tidak
tahu mengenai ini? Sekali dewa bulan bergerak, berapa harganya?"
Suara Li Hoay seperti membawa suasana yang aneh.
"Yang penting aku mengetahuinya, dewa bulan dan Siao Lie Hui To dulu, membunuh orang
hanya dengan sekali tikam, walaupun meleset dia tidak akan menikam untuk kedua kalinya"
”Karena itu pula kau memastikan bahwa hari ini dia tidak akan datang lagi?"
Jawab Li Hoay: "Kau tidak bisa mengundang dia datang untuk membunuhku lagi, karena kau
sudah tidak sanggup untuk membayarnya, dia pun tidak akan mau membunuh kembali orang
yang pernah ia bunuh untuk kedua kalinya "
"Kau benar, semua pendapatmu benar, dewa bulan adalah seorang pembunuh bayaran dengan
harga yang paling tinggi, hari ini dia tidak akan datang lagi."
Li Hoay tertawa.
"Kau juga harus tahu bahwa hari ini aku tidak datang seorang diri."
"Aku sudah tahu."
Li Hoay tertawa dan berkata lagi, "Kau juga pasti tidak datang seorang diri, bila kau datang
seorang diri, kau tidak akan bisa pergi dari sini."
Han Jun memandanginya dengan ramah sekaligus mengasihani. "Apakah kau tahu aku datang
ke sini bersama siapa?"
"Aku tidak tahu."
Li Hoay tidak tahu dan juga tidak terpikirkan siapa orang yang dimaksud oleh Han Jun.
Tidak ada orang yang bisa terpikir.
Tidak ada seorang pun yang menyangkanya, seorang kepala polisi yang terkenal, dan hakim
yang dijuluki dengan hakim besi, Han Jun, karena seorang pemuda biasa, mengumpulkan banyak
pesilat tangguh.
Semua pesilat tangguh yang berada di pemerintahan, mereka semua bergerak, seperti sedang
bermain sulap, mereka datang dari seluruh penjuru daerah dan berkumpul di kota di pegunungan
itu. Mereka semua datang ke tempat yang dianggap aman oleh Li Hoay.
Kali ini Li Hoay benar-benar kebingungan.
Siapa pun yang berada dalam keadaan seperti ini, bertemu dengan banyak pesilat tangguh,
sudah pasti tidak akan ada jalan untuk melarikan diri, jalan untuk mati pun sudah tidak ada.
Tapi ada seseorang yang tidak ingin dia mau terlalu awal.
Hidup tidak bisa, mati pun tidak bisa.
Bila sudah seperti itu, apa yang harus dilakukan oleh Li Hoay? Bila Li Hoay tidak memiliki cara
lain, dia bukan Li Hoay. Tiba-tiba Li Hoay melakukan sesuatu yang dalam mimpi pun tak ada yang
akan menyangkanya, apalagi Ko Ko dalam mimpi buruknya sekalipun dia tidak menyangkanya.
Tiba-tiba tangan Ko Ko dipegang oleh Li Hoay. Sebenarnya tangan Ko Ko biasanya pun sering
dipegang oleh Li Hoay, bagian tubuhnya dari ujung kepada hingga ujung kaki sudah sering
dipegang oleh Li Hoay.
Tapi kali ini dengan kejadian yang dulu tidak sama. Kali ini Li Hoay memegang Ko Ko seperti itu
dia sedang menyandera Ko Ko, dengan cara yang lihai memegang tangan Ko Ko.
Tangan Ko Ko seperti diborgol, tiba-tiba Ko Ko mendengar Li Hoay berkata: "Sekarang semua
orang bisa memberi selamat kepadaku, karena aku tidak akan mati lagi."
Tawa Li Hoay kali ini benar-benar terlihat jahat.
"Bila kalian tidak mau melihat Pui siotjia yang cantik dan begitu muda ini mati begitu saja,
karena itu pula aku masih bisa bertahan hidup."
Dia berkata lagi: "Bila aku mati. Nona Ko Ko pun tidak akan bisa terus hidup."
Li Hoay menghela nafas dan berkata,
"Aku percaya semua orang sudah mengerti akan hal ini."
Kata-katanya begitu memalukan, dan keluar dari mulut Li Hoay, Ko Ko tidak percaya dengan
telinganya sendiri.
Ko Ko tidak percaya, terlebih lagi dengan orang lain, wajah Pui wangwee dalam sekejap sudah
berubah, berubah menjadi merah hati.
"Kau bukan manusia, kau binatang! Mengapa kau melakukan hal seperti ini?"
Pui Thian Ho sangat marah dan dia berteriak. "Putriku begitu baik kepadamu, mengapa kau
memperlakukan dia seperti itu?"
"Ini sama sekali bukan hal yang aneh," dengan tenang Li Hoay menjawab pertanyaan Pui Thian
Ho.
"Aku adalah Li Hoay, orang yang jahat, bahkan sangat jahat, bila aku tidak tega melakukan hal
ini, itu baru terasa aneh."
Dengan sopan dia memberi hormat. "Aku percaya kalian pasti bisa mengerti kelakuanku, dan
aku percaya kalian akan melepaskanku pergi."
Kemudian dia berkata lagi. "Siapakah Li Hoay? Li Hoay adalah seorang yang jahat, mana
mungkin dengan nyawa Nona Ko Ko ditukar dengan nyawa orang lain yang jahat seperti Li Hoay?"
Li Hoay melanjutkan lagi. "Karena itu aku percaya saat ini aku bisa mengucapkan selamat
tinggal."
Begitu Li Hoay mengatakan 'selamat tinggal' kepada para kauwsu tangguh yang ingin
menangkapnya, dia benar-benar dengan selamat keluar dari kandang harimau.
Dia sendiri pun tidak percaya dengan hal ini.
Walaupun di tangannya ada seorang sandera, walaupun Pui Thian Ho sangat sayang kepada
putrinya, seharusnya dia tidak begitu mudah melarikan diri dari sana.
Orang-orang yang datang itu pastilah pesilat tangguh, meskipun di tangannya ada sandera,
pasti ada cara untuk menghadapi dirinya, apalagi orang-orang itu tidak peduli dengan hidup mati
putri Pui Thian Ho.
Mengapa mereka membiarkan Li Hoay pergi? Tidak ada seorangpun yang tahu jawabannya.
e.
Kuda berlari dengan cepat, kota itu terlihat semakin menjauh, dan makin jauh.
Kota di pegunungan itu sudah jauh.
Walaupun sudah jauh tapi cahaya bulan tetap terlihat, bulan masih bulan yang dia lihat di kota
itu.
Perbedaannya sekarang, cahaya bulan tidak setajam pisau, sekarang cahaya bulan seperti air.
Sinar bulan masuk melalui jendela, sinar bulan bercampur dengan udara pegunungan yang
dingin, dan masuk ke dalam rumah kecil itu.
Rumah itu berada di dalam sebuah pegunungan dan Li Hoay berada di dalam rumah kecil itu.
Dan Ko Ko pasti berada di sana juga.
Ko Ko berada di dekat sebuah tungku yang apinya sedang beikobar, api tungku yang panas
membuat wajahnya menjadi merah.
Tapi wajah Li Hoay terlihat sangat pucat, kejahatan yang tampak di wajahnya sudah
menghilang, tawa jahatnya pun sudah tidak terlihat.
Dia seperti sedang berpikir.
Karena ada hal yang tidak dia mengerti, dan dia ingin mengerti mengenai hal ini, karena
sewaktu dia melarikan diri, dia seperti melihat sesosok bayangan seseorang dengan cepat
melewatinya, seperti sinar bulan dengan cepat melewati pegunungan.
Dia benar-benar melihat bayangan orang itu karena waktu itu dia mendengar ada seorang
perempuan dengan lembut seperti sinar bulan berkata,
"Kalian semua berdiri di sini, biarkan Li Hoay pergi ..."
Li Hoay tidak bermimpi saat ilu, karena sejak kecil dia sudah tidak pernah bermimpi.
Dia benar-benar mendengar suara orang ini.
Tapi dia benar-benar tidak mengerti.
Bila di kota dia dengan mudah melarikan diri, karena saat itu dewa bulan sedang menghalangi
orang yang akan mengejarnya.
Tapi mengapa dewa bulan melakukan hal ini?
Api semakin berkobar, wajah yang merah tampak lebih merah lagi.
"Aku sudah mengambil keputusan," tiba-tiba Ko Ko berkata. "Aku sudah mengambil
keputusan." Suaranya terdengar aneh.
"Kau sudah mengambil keputusan apa?" tanya Li Hoay.
"Aku sudah mengambil keputusan akan melakukan suatu hal," jawab Ko Ko, "aku akan
melakukan suatu hal yang menyenangkanmu, dan kau akan berterima kasih kepadaku."
"Mengenai apa?"
Ko Ko memandangi laki-laki yang berada di hadapannya dengan penuh perasaan, dia menatap
dengan lama, kemudian dengan penuh perasaan dia menjawab,
"Aku tahu bila kau sudah mendengar kata-kata ini, kau akan terharu, aku harap kau jangan
menangis setelah mendengarnya."
"Kau tenang saja, aku tidak akan menangis."
"Kau akan menangis."
Kata Li Hoay: "Baiklah, apa yang akan membuatku terharu, paling sedikit kau harus mulai
mengatakannya."
"Baiklah aku akan memberitahukannya kepadamu, aku memutuskan akan memaafkanmu," kata
Ko Ko. "Apa pun yang kau lakukan terhadapku, aku akan memaafkan perbuatanmu, karena aku
tahu kau terpaksa melakukan semua ini untuk bertahan hidup."
Tiba-tiba Ko Ko berlari ke arah Li Hoay dan memeluknya.
Li Hoay tidak perlu menjelaskan alasannya.
"Aku tahu kau bukan semacam orang yang membalas air susu dengan air tuba, kau melakukan
semua ini hanya untuk bertahan hidup."
"Siapa pun yang berada di posisimu akan melakukan hal yang sama, bila seseorang ingin
bersatu dengan orang yang dia cintai, dia harus bertahan hidup. Bila kau ingin membawaku pergi,
bila tidak dengan cara seperti ini, apakah ada cara yang lebih baik?"
Ko Ko tampak semakin gembira dan berkata lagi,
"Karena itu aku tidak akan menyalahkanmu aku sudah mengerti maksudmu, kau bukan seorang
yang jahat, untungnya aku juga bukan seorang yang baik."
Tawa Ko Ko tampak lebih senang lagi, sebab kata-kata seperti ini dia paling senang
mendengarkannya.
Karena itu dia tidak memperhatikan di mata Li Hoay muncul seseorang yang berbaju serba
putih. Apakah orang yang datang dari bulan itu muncul kembali ? Dan sekarang sudah muncul di
hadapan Li Hoay?
Tiba-tiba Li Hoay berkata,"Aku akan pergi lagi."
"Kau akan pergi lagi?" dengan terkejut Ko Ko berkata lagi,
"Kau mau ke mana?"
"Aku tidak tahu”
”Mengapa kau mau pergi ?”
"Aku tidak tahu."
"Kau sama sekali tidak tahu alasannya?"
"Benar, aku tidak tahu, aku hanya tahu bahwa aku harus dari sini," jawab Li Hoay.
Penjahat kecil dan pintar ini wajahnya seperti terbengong-bengong, begitu pula dengan
matanya — terdapat bayangan seseorang dengan pakaian serba putih seperti mimpi, berada di
matanya.
Ko Ko melihat Li Hoay seperti seseorang yang tidak bisa berenang dan hampir tenggelam ke
dalam air. kemudian melihat sebatang kayu yang bisa menolong nyawanya, sayangnya kayu itu
sudah hanyut terbawa arus air.
Ko Ko dengan bengong menatap Li Hoay yang pergi dari sisinya.
Ko Ko sama sekali tidak bisa melarang kepergiannya. Di luar rumah sinar bulan tampak seperti
air. Di bawah sinar bulan ada seseorang dengan pakaian serba putih.
Orang itu hanya diam.
Diamnya lebih sunyi dari sebuah desa di pedalaman sebuah pegunungan.
Dia hanya diam menatap Li Hoay.
Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Tapi Li Hoay seperti mendengar mantera.
Dia tidak bergerak, sama sekali tidak bergerak. Li Hoay merasa seperti disedot oleh tenaga sihir
yang sangat kuat.
Dia tidak menyuruh Li Hoay untuk mengikutinya. Tapi Li Hoay sudah meninggalkan perempuan
yang sangat dia cintai, dan memasuki sinar bulan yang sepi, berjalan menghampiri orang itu.
Kali ini Li Hoay tidak terlihat jahat, dia tidak jahat, dia tampak icoih naik dari seorang anak yang
baik.
Setiap penjahat di hadapan seseorang akan berubah menjadi seperti itu, mungkin ini disebut
kesedihan seorang penjahat.
f.
"Aku tidak menyuruhmu datang kemari."
"Aku tahu."
"Mengapa kau harus datang kemari?"
"Aku tidak tahu."
"Apa yang kau ketahui?"
”Yang aku tahu aku sudah datang kesini, aku juga tahu bila aku sudah datang tidak akan bisa
pergi lagi," jawab Li Hoay.
"Walau ini adalah tempat apa pun, kau tidak akan bisa pergi."
"Benar, aku tidak akan pergi."
"Apakah kau tidak akan merasa menyesal?"
"Aku tidak akan menyesal, hingga mati pun aku tidak akan merasa menyesal."
Karena itulah Li Hoay datang ke duma ini. Tidak pernah ada seorang pun yang datang ke dunia
ini, dunia ini bukan dunia manusia.
Dunia yang indah, jauh, dan misterius, semua yang ada di sana milik bulan.
Tidak ada seorang pun yang tahu di mana letak dunia itu, tidak ada seorang pun yang tahu
bagaimana keadaan tempat di sana.
Tidak ada seorang pun yang tahu. Karena Li Hoay tinggal di dunia manusia.
4
a.
Salju sudah mulai mencair, di gunung-gunung yang tinggi, sudah ada salju yang mencair,
berubah menjadi air, kemudian mengalir ke lembah.
Tapi di balik pegunungan dan di balik awan putih, masih terdapat tumpukan salju yang sudah
ada sejak jaman dahulu, di sana masih terdapat cahaya perak.
Di dunia yang serba putih ini, jarang ada yang berubah, malah boleh dikatakan sama sekali
tidak ada perubahan.
Hanya nyawa saja yang ada perubahan. Tapi di sini tidak ada kehidupan.
Sewaktu Li Hoay datang ke tempat ini, dia sudah mengetahuinya.
Tapi dia tidak peduli dengan semua ini.
Karena dia memiliki perasaan misterius yang selalu dia impikan dan yang belum pernah dia
impikan, dia bermimpi mempunyai istri dan dia akan mendapatkan kehidupan baru.
Dia pun membawa kehidupannya ke dunia ini.
Tapi pagi ini bagi Li Hoay, semua benda yang berada di bumi dan langit, semua sudah musnah.
b.
Li Hoay tinggal di tempat itu selama 117 hari, 1.404 jam. Tiap hari, tiap jam, dan tiap menit
merupakan perasaan yang manis dan kental.
Bulan tidak terasa dingin.
Lembut seperti sinar bulan, orang biasanya tidak dapat merasakannya.
Li Hoay merasa dirinya sangat beruntung, dan dia pun merasa bangga karena dia mendapatkan
sesuatu yang tidak bisa didapatkan oleh orang lain.
Pedang yang berada di kanan dan kiri terlihat sangat tajam, setiap permasalahan pun ada yang
baik dan buruk dampaknya.
Mendapatkan benda yang sangat kau inginkan tetapi kehilangan benda yang kau miliki, kau
akan mendapatkan benda v.mg banyak di lain pihak kau juga akan kehilangan semakin banyak.
Di dalam kelembutan yang kental, seringkali Li Hoay merasakan ada kesedihan yang belum
pernah dia rasakan. Dia merasa takut kehilangan.
Dia takut kehilangan perempuan yang dia cintai dari kehidupannya.
Sejak awal dia sudah mengetahui dan mempunyai perasaan bahwa dia akan kehilangan
perempuan ini.
Pagi ini perasaan itu benar-benar terjadi dalam hidupnya.
c.
Pagi ini terasa sangat sepi, sangat dingin, tapi juga sangat indah, dengan keseratus tujuh belas
hari lainnya tidak ada perbedaan.
Yang tidak sama adalah di sisi Li Hoay sudah kosong, tidak ada seseorang yang selalu
menemaninya.
Orang itu sudah pergi seperti mimpi, hilang seperti kabut dan usap.
Tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada satu huruf pun yang ditinggalkan, dia pergi begitu
saja.
— Apakah benar dia pergi begitu saja?
Benar, semua masalah yang benar, perasaan yang benar, mimpi pun benar, semua berkumpul
menjadi suatu kebenaran. Dan artinya perpisahan ini pun benar.
— Perpisahan di mana pun membuat perasaan seseorang menjadi merana.
d.
Li Hoay mulai berbuat jahat kembali.
Dia makan, minum, mencari pelacur, berjudi, dan juga mabuk-mabukan.
Dia makan tapi terasa tidak enak, dia berjudi dan selalu kalah, dia mencari pelacur, boleh
dikatakan pelacurlah yang mencarinya.
Dia hanya bisa mabuk.
Bagaimana setelah dia mabuk ? Dia ingin mabuk hingga tidak sadarkan diri untuk seterusnya.
Karena begitu dia terbangun dia hanya merasakan perasaan sepi dan kosong.
Pengelana yang tidak mempunyai asal usul, selalu ingin mencari asal usulnya.
Karena itu Li Hoay kembali ke kota di gunung itu, ke kota kecil itu, seperti tumpukan salju di
pegunungan yang tetap abadi
Tapi setelah Li Hoay kembali ke kota itu, semua sudah berubah total.
e.
Kota di gunung itu sudah berubah.
Gunung yang berada di kejauhan masih tampak, di gunung yang jauh itu masih terlihat batu
yang berwarna hijau, begitu juga dengan pohon-pohon dan juga bunga-bunga. Tapi kota itu
sudah tidak ada.
Begitu pula dengan orang-orangnya.
Dalam hati Li Hoay sejak dulu kota di gunung itu selalu ada dan terus ada, mengapa sekarang
kota itu menghilang? Kota itu sudah menjadi kota mati.
f.
Seekor ayam yang sudah mati, seekor anjing yang hampir mati, sebuah jalan berpasir yang
sepi, jendela yang sudah usang terus berbunyi karena tertiup angin, tungku yang tidak ada api,
guci arak yang sudah pecah, kukusan bakpao yang terguling di bawah, dan sudah tidak ada
bakpaonya.
Ada seseorang yang keadaannya seperti seekor anjing yang hampir mati. Dia mengenali orang
itu, dia pasti mengenali orang itu. .Karena dia adalah Loo Thio yang membuka warung bakpao.
"Mengapa semua bisa berubah menjadi seperti ini? Di mana orang-orang itu semua? Apa yang
sudah terjadi?"
Li Hoay dengan sekuat tenaga bertanya kepada Loo Thio, tapi dia tidak mendapatkan
keterangan apa pun.
Kondisi Loo Thio sama seperti anjing itu, dia kelaparan dan akan segera mati.
Li Hoay dari dalam tasnya mengeluarkan makanan dan minuman, semuanya itu dia berikan
kepada Loo Thio dan anjing itu, anjing itu sudah bisa bergerak, Loo Thio pun sudah bisa berbicara.
Tapi sayang Loo Thio hanya bisa mengatakan sebuah huruf, dia terus mengucapkan kata ini,
dia mengucapkan, "Ko."
"Ko Ko, Ko Ko, Ko Ko."
Kata ini terus dia ucapkan dan terus mengucapkannya.
Li Hoay langsung berteriak dan meloncat. Sudah lama dia tidak mendengar nama ini, mengapa
Loo Thio terus menyebut nama ini?
Kota ini sudah mati, di kota ini kecuali Loo Thio adakah manusia dan binatang yang masih
hidup?
"Di mana Ko Ko? Apakah dia masih hidup?"
Loo Thio mengangkat kepalanya dan menatap Li Hoay, sepasang mata tuanya tiba-tiba
bercahaya.
g.
Bagian belakang rumah keluarga itu sudah ditumbuhi rumput, di balik rerumputan itu terdapat
tiga buah ruangan. Malam sudah larut.
Di pekarangan hanya terpasang sebuah lampu.
Li Hoay mengikuti Loo Thio datang ke tempat itu, dia melihat rumah kayu yang kecil itu.
Lampu berada di dalam ruangan, tampak ada seseorang yang kurus kering berada di dekat
lampu itiu. Orang itu sudah berubah sangat jauh, wajahnya tampak pucat dan linglung.
KoKo.
"Li Hoay, kau jahat, benar-benar jahat."
Perempuan itu terus menerus mengucapkan kalimat ini, Intinya hancur, semua hal yang ada di
dunia ini sudah hancur seperti hati dan perasaannya, hancur dan hancur, kecuali tiga kalimat ini,
dia sudah tidak bisa berhubungan dengan hal yang lain di dunia ini.
Hatinya sudah hancur begitu pula dengan pikirannya.
Hati Li Hoay serasa hancur melihat keadaan ini, tapi wajahnya tetap masih bisa tertawa seperti
dulu, dalam keadaan seperti itu bila dia tidak tertawa, apakah harus menyuruh dia menangis?
"Ko Ko, aku Li Hoay, aku adalah Li Hoay yang jahat, begitu jahatnya diriku hingga aku pun
benci kepada diriku sendiri, aku orang yang sangat jahat, karena itu aku percaya kau pasti masih
bisa mengenaliku."
Tapi Ko Ko sudah tidak mengenalinya.
Ko Ko melihatnya, tapi seperti tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengannya.
Ko Ko menatapnya, tapi seperti bukan sedang menatap orang melainkan seperti melihat
tumpukan kotoran anjing.
Kemudian Ko Ko menamparnya.
Tamparan ini benar-benar mengenai wajah Li Hoay, tapi Li Hoay malah tertawa, tertawa
dengan gembira,
"Aku tahu kau pasti mengenaliku, bila tidak kau tidak akan menamparku ”
"Apakah aku mengenalimu?" sikap Ko Ko masih seperti orang linglung dan dia berkata lagi,
"Apakah aku kenal denganmu?"
Li Hoay mengangguk.
Begitu dia mengangguk, dia ditampar lagi oleh Ko Ko.
Li Hoay tahu dia sudah bersalah kepada Ko Ko, walaupun Ko Ko menampar dan memukulnya
sebanyak 876 kali, dia rela menerimanya.
Dia tidak menerima pukulan sebanyak 876 kali, Ko Ko hanya menamparnya sebanyak 3 kali.
Nona Ko Ko yang hampir gila ini sudah menamparnya sehanyak 3 kali, tapi ibu jari Ko Ko sudah
menotok jalan darah di bawah hidung Li Hoay.
Eng Hiang Swat.
Kemudian Li Hoay berbuat jahat lagi.
Rumah kuno, pekarangan yang luas, di dalam suasana yang dingin membawa rasa hormat.
Bunga bwee yang berwarna merah, rumah yang sudah usang, ada seseorang yang tua dan
merasa kesepian, duduk di pekarangan seorang diri, seperti sudah lama dia tidak berhubungan
dengan dunia ini.
Bukan karena dunia ini yang ingin memisahkan dia, tapi dia sendiri yang ingin memisahkan diri
dengan dunia ini.
Seseorang seperti dia, berambut putih dengan badan yang tinggi dan besar, terlihat galak,
dengan langkah yang ringan seperti kucing, melewati pekarangan yang penuh dengan salju.
Di tumpukan salju hampir tidak terlihat jejak kakinya.
Pak tua yang tinggi, besar, dan galak itu begitu tiba di hadapan orang tua itu, tiba-tiba berubah
menjadi pendek.
"Kami sudah mendapat kabar tentang Tuan Muda."
"Bawa dia pulang."
Pak tua yang kesepian, mata yang tua tiba-tiba tampak bercahaya.
"Di mana pun dia berada, dengan cara apa pun, kau harus membawanya pulang."
5
a.
Kali ini Li Hoay merasa benar-benar aneh, tidak pernah terpikir olehnya dia akan jatuh ke dalam
keadaan yang begitu buruk.
Di totok oleh seorang perempuan dengan sembunyi-sembunyi, dia ditotok di bawah hidungnya,
ini adalah suatu hal yang buruk, lebih buruknya lagi, perempuan ini adalah perempuan yang
sangat dia percayai, perempuan ini masih menotok ke delapan belas titik totokan lainnya.
Karena itu Tuan Li Hoay yang lincah dan selalu banyak akal, sekarang harus duduk dengan
diam disebuah kursi yang berwarna merah, menunggu seseorang yang akan menyiksanya.
Siapakah yang akan menyiksanya? Dengan cara apakah mereka akan menyiksanya?
"Ko Ko, mengapa kau memperlakukanku seperti ini?"
"Karena aku benci kepadamu "
"Aku sudah melakukan kesalahan apa kepadamu?"
"Kau bukan manusia, kau setan hidup, karena itu pula kau menyukai setan hidup yang datang
dari bulan." Li Hoay tertawa, tawanya sangat jahat.
Dalam keadaan seperti itu dia masih bisa tertawa, benar-benar membuat orang terkagumkagum.
"Kau menertawakan apa?"
"Aku tertawa karena melihatmu cemburu."
Sebenarnya dia tidak boleh tertawa, dia harus tahu, bila seorang perempuan sedang cemburu
bukanlah hal yang lucu yang malah ditertawakan.
Kecemburuan seorang perempuan bisa berhubungan dengan mencabut nyawa seseorang.
Kali ini Li Hoay tahu bahwa nyawanya sedang terancam, karena dia sudah melihat Pui
Wangwee dan Han Jun masuk dari dalam ruangan.
b.
Han Jun pun masih bisa tertawa.
Dia memiliki alasan untuk tertawa, perkara tentang hilangnya emas dari gudang istana sudah
selesai, perampok yang mencuri emas itu adalah Li Hoay, dan sekarang dia sudah tertangkap.
"Kentut! Seperti anjing yang sedang kentut!" Li Hoay sangat marah.
Dengan suara yang lembut dia berkata lagi, "Kau adalah seekor kura-kura, kau mencuri emas,
mengapa semua ini harus aku yang tanggung, aku bisa memaafkanmu, karena bila aku menjadi
dirimu, aku pun akan melakukan hal seperti ini, tapi mengapa kau mau meminta nyawaku?"
"Karena kau adalah seorang yang jahat."
Selama lima tahun, belum pernah Han Jun tertawa seperti itu, dia berkata lagi: "Orang sejahat
dirimu, bila tidak mati, bagaimana aku bisa tidur dengan nyenyak?"
Pui Wangwee pun ikut tertawa.
Li Hoay melihatnya, tiba-tiba dengan suara yang misterius dia berkata ”Bila aku menjadi dirimu,
sekarang ini aku tidak akan bisatertawa."
"Mengapa?"
Suara Li Hoay terdengar lebih ramah lagi dan lebih misterius, lalu dia berkata, "Karena di dalam
perut putrimu sudah ada anakku"
Tawa Pui Wangwee langsung membeku, dia langsung menampar wajah Li Hoay
Tawa Li Hoay tidak berubah.
"Kau memukulku, itu tidak apa-apa, tapi sayang selamanya kau tidak akan bisa memukul anak
yang berada di dalam kandungan putrimu."
Kata Li HOay lagi
"Dia begitu membenciku, karena di dalam perutnya ada anakku, dan aku tidak peduli
kepadanya."
Wajah Pui Wangwee menghijau, tiba-tiba dia membalikkan badan dan keluar dari ruangan itu.
Tawa Li Hoay tampak lebih jahat lagi, dia tahu Pui Wangwee sedang mencari putrinya untuk
membuat perhitungan, dia tahu masalah ini tidak akan pernah bersih sekalipun Ko Ko meloncat ke
laut.
Seorang anak gadis secara sembunyi-sembunyi mengandung anak dari laki-laki lain, apalagi
anak seorang penjahat seperti Li Hoay, keadaannya sangat tidak menguntungkan.
Akhirnya Li Hoay bisa sedikit membalas dendam kepada Pui Thian Ho, Li Hoay memang jahat
tapi dia tidak terbiasa membalas dendam dengan cara seperti ini. Cara ini terlalu kejam.
Karena dia bukan tipe orang seperti itu.
c.
Sayangnya bila seseorang sedang sial, hal sial pasti akan selalu mengikutinya.
Pui Thian Ho memang keluar dari ruangan itu, tidak disangka dia malah kembali lagi.
Dia kembali dengan cara mundur selangkah demi selangkah, seperti melihat seorang penjahat
yang sangat berbahaya.
Li Hoay tidak bisa melihat keadaan di luar, tapi dia tahu di luar sudah terjadi sesuatu yang
membuat Pui Wangwee tampak begitu terkejut.
Suatu kejadian yang bisa membuat Pui Wangwee terkejut seperti itu, sudah sangat jarang
terjadi.
Keingintahuan Li Hoay sekarang ini seperti seorang pemuda yang berumur 17 tahun,
semangatnya mulai timbul.
Ada apa di luar?
Tempat apa ini?
Li Hoay tidak pernah terpikir jawabannya, begitu pula dengan orang-orang di sana. Mereka
mulai merasa tegang.
"Siapa?" bentak Han Jun, dengan cepat dia keluar dari ruangan, tangan kiri dan kanannya siap
untuk menyerang.
Tidak disangka dia puri mundur beberapa langkah seperti Pui Thian Ho, dia mundur selangkah
demi selangkah, raut wajahnya penuh dengan keterkejutan dan ketakutan.
Kemudian dari luar masuk seseorang yang tua dengan perawakan yang tinggi dan besar,
rambutnya sudah memutih, dengan pelan dia sudah memasuki ruangan itu
Hati Li Hoay serasa tenggelam.
Bila ada seseorang di dunia ini yang bisa membuatnya sakit kepala, orang itu adalah dia.
d.
Rambut orang tua yang berwarna putih itu seperti benang sutra perak, bajunya berkilauan
mengeluarkan cahaya perak, ikat pinggangnya pun terbuat dari perak yang dicampur dengan
emas pulih.
Li Hoay tidak membantah bila dirinya adalah orang yang boros dan sangat cerewet terhadap
selera baju, makanan, dan tempat tinggal, semua ini sangat dia perhatikan dan ingin memperoleh
yang terbaik.
Semua orang pun tahu bahwa ini adalah salah satu kekurangannya, tapi tidak ada satu pun
yang membantah bahwa kebaikannya bisa menutupi kekurangannya.
Yang penting dia mempunyai hak untuk menikmati apa saja yang dia sukai dan dia inginkan.
Orang tua itu berjalan masuk dengan perlahan, tangannya disilangkan di belakang
punggungnya, dia melewati ruangan tamu. Han Jun, Pui Thian Ho, dan semua orang segera
memberikan sikap hormat dan takut, mereka membungkukkan badan memberi hormat.
"Koanke, sudah 10 tahun lebih kau tidak berkelana di dunia persilatan, mengapa hari ini kau
tiba-tiba datang kemari?" tanya Put Thian Ho.
"Apakah cukong sehat?" tanya Han Jun dengan sikap sangat hormat.
Dia bertanya lagi, "Apakah penyakit tuan mudamu sudah sembuh?"
Orang tua berambut putih itu hanya icnawa, dia tidak menjawab pertanyaan mereka.
Li Hoay memotong dan berkata: "Tubuh cukong (tuan besar) semakin hari semakin lemah,
kongcu (tuan muda) sakit parah hingga akan mati, kalian bertanya kepadanya, dia bisa menjawab
apa ? bahkan kentutpun dia tidak bisa ”
"Kau sungguh tidak sopan dan berani." Put Thian Ho dan Han Jun bersamaan memarahi Li
Hoay, bahkan Han Jun sudah siap akan membunuhnya, sebenarnya dia ingin membunuh Li Hoay
supaya dia tutup mulut Selamanya, kesempatan ini tidak akan dia sia-siakan begitu saja, dan dia
mengeluarkan jurus yang paling kejam.
Banyak orang persilatan yang mati dengan jurus ini.
Seseorang bila sudah ditotok di 18 titik nadi, kecuali menunggu, kematian, masih harus
menunggu apa lagi.
Tapi Li Hoay sudah tahu dia masih memiliki kesempatan untuk menunggu, tapi dia harus
menunggu sandiwara yang paling tidak dia sukai.
Han Jun membunuh Li Hoay karena dua alasan. Pertama, dia ingin membunuh Li Hoay untuk
menutup mulutnya, kedua, dia bisa menjilat orang tua yang sangat terkenal ini, karena dia adalah
seorang koanke (kepala pelayan).
Kali ini dia menyerang Li Hoay, dan serangannya pasti akan berhasil. Tidak disangka begitu
cahaya perak berkilau, dia sudah terdorong lalu terbang melayang ke tempat jauh, yang lebihlebih
tidak disangka, kilauan perak itu berasal dari lengan baju yang panjang milik si kepala
pelayan.
Pui Thian Ho sangat terkejut.
Yang lebih mengejutkan lagi, orang yang dihormati oleh semua orang itu dimaki-maki oleh Li
Hoay, dan orang yang terkenal sebagai Koanke, sekarang berjalan menghampiri Li Hoay, dengan
sikap hormat dia membungkukkan badan memberi hormat kepada Li Hoay.
Pui Thian Ho dan Han Jun sama sekali tidak percaya dengan penglihatan mereka sendiri bahwa
di dunia ini bisa terjadi hal seperti ini.
Hal yang membuat mereka tidak percaya adalah orang tua yang tinggi, besar, dan penuh
dengan wibawa dengan seluruh tubuhnya yang berkilauan itu, bersikap amat hormat layaknya
seorang pelayan memberi hormat kepada Li Hoay.
"Jikongcu (tuan muda kedua), hamba diperintahkan oleh tuan besar untuk membawa kongcu
pulang ke rumah."
Pulang?
Seorang pengembara yang tidak mempunyai asal usul, seorang penjahat yang tidak
mempunyai rumah, tidak mempunyai saudara, tidak bisa makan kenyang, dia dapat pulang
kemana?
Rumah yang besar ataukah rumah yang kecil, dimanakan rumahnya?
f.
Tiba-tiba Ko Ko muncul di ambang pintu, dia menghalangi pak tua yang berambut putih itu,
tidak ada seorang pun yang berani
"Siapa kau? Kau adalah seseorang yang 20 tahun yang lalu nu-mbunuh orang seperti
membunuh semut, Tiat Gin I."
"Benar."
"Mengapa kau mau membawa dia pergi?"
"Aku datang karena diperintah oleh seseoran "
"Diperintahkan oleh siapa?"
"Seorang pendekar jaman ini, yang dihormati oleh semua orang, cukong Li-hu (istana Li)."
"Apa alasanmu harus membawanya pergi dari sini? Aku pernah menolongnya, demi dia aku
mengorbankan kebahagiaan seumur hidupku, dan aku sedang mengandung anaknya, kali ini
dengan sudah payah aku baru berhasil menangkapnya, dengan caraku yang paling lihai,
menjadikan kota kelahiranku menjadi sebuah kota mati," karena berteriak suara Ko Ko menjadi
serak.
Tanya Ko Ko,"Mengapa aku tidak boleh menyuruhnya untuk tinggal? Dengan syarat apa Ketua
Li akan membawa dia pergi?"
Tiat Gin I diam dengan lama, setelah itu kata demi kata dia bicara,
"Karena Ketua Li adalah ayahnya."
"Ayahnya?" Ko Ko tertawa seperti orang gila.
"Ayahnya pernah memberikan apa kepadanya? Dari kecil dia sudah dibuang dan tidak mau
peduli atau mengurusnya, sekarang dia mempunyai hak apa untuk membawanya pulang?"
Tawa Ko Ko mulai berubah menjadi tangisan, dengan sekuat tenaga dia menarik lengan baju Li
Hoay.
"Aku tahu kau tidak akan mau pulang, dari kecil kau adalah seorang anak yang tidak diinginkan
dan tidak ada yang mau mengurusmu, mengapa sekarang kau akan pulang?"
"Aku akan pulang."
"Mengapa?"
Li Hoay terdiam lama baru menjawab, 'Aku tidak tahu, karena aku benar-benar tidak tahu
alasannya." Sebenarnya dia tahu alasannya.
Setiap orang yang tidak mempunyai asal usul, selalu ingin mencari dari mana asalnya.
g.
Hari ini terlihat bulan.
Sekarang dalam sinar bulan tampak ada seseorang seperti Ko ko, dia sedang meneteskan air
mata, kemudian dengan dengan lengan bajunya dia menyusut air mata yang mengalir ke
wajahnya.
0-0-0
Bab 2.
Kejadian Sembilan Tahun yang Lalu Bagaikan Asap
1
a.
Gunung yang berada di kejauhan. Sebuah kota di sebuah pergunungan.
Pada suatu hari di hari raya Imlek di pagi hari, petasan sedang dibunyikan, dan tampak salju
yang menumpuk, ini melambangkan panen yang sukses di tahun itu, bagi semua orang iahun ini
adalah tahun yang penuh dengan kebahagiaan.
Tapi tidak untuk anak ini, tahun ini pun sama seperti tahun-tahun sebelumnya, hanya ada
penghinaan dan rasa lapar.
Di dunia ini tidak ada yang mau dekat dengannya, juga tidak ada hari tenang dan
mengenyangkan untuknya.
Dia tidak memiliki apa pun.
Pada saat orang lain merasa paling senang dan paling berbahagia, itu adalah saat yang dia rasa
paling sedih dan paling merasa kesepian.
Dia sering bersembunyi seorang diri di sebuah gubuk yang seharusnya ada bunga, buahbuahan,
baju baru, petasan, daging panggang, dan uang angpao, semua itu hanya bisa dimiliki
oleh orang lain, dia tidak pernah mendapatkan semua ini, sekalipun dalam mimpinya.
Tadi ada seorang gadis kecil mengenakan baju berwarna merah, dia datang membawa
bungkusan kain yang di dalamnya berisi dua hingga tiga potong ayam, dan juga ada kue sebanyak
dua hingga tiga irisan, juga permen-permen. Gadis kecil itu dengan diam-diam mengantarkan
semua ini untuknya, tapi Li Hoay malah mengusirnya.
Dia tidak mau ada orang lain yang mengasihani dirinya, dia tidak mau menerima sedekah dari
orang lain.
Akhirnya gadis kecil itu pulang dengan menangis, dia menaruh makanan itu di atas tumpukan
salju. Dia pikir setelah dia tidak ada di sana, Li Hoay akan mengambil dan memakannya.
Tapi Li Hoay tidak mengambilnya.
Walaupun dia merasa lapar bahkan hampir mati, dia tidak mau mengambilnya. Walaupun dia
akan mati karena kelaparan dia tidak akan pernah mau mengambilnya.
Sifat Li Hoay sejak kecil memang sudah seperti itu.
Di dalam tubuhnya mengalir darah seperti itu, tidak ada kompromi, tidak mau mengakui
kekalahannya, dan juga tidak bisa dipaksa.
b.
Tiba-tiba seorang tua yang tinggi, besar, dan berwibawa, dengan rambut yang sudah memutih
muncul di hadapannya. Dari kejauhan dia sudah melihat anak itu dengan lama, dan juga
mengamati anak itu dengan lama.
Anak itu menatapnya dengan pandangan yang galak, kemudian bertanya kepadanya.
"Mengapa di hari raya Imlek seperti ini kau tidak berada di rumah menemani anakmu?
Mengapa kau malah di sini melihatku terus? Adakah sesuatu yang bagus yang bisa dilihat dari
diriku?"
Sikap orang tua itu sangat serius, begitu seriusnya hingga malah terlihat seperti sedang
bersedih,
"Apa margamu?" tanya pak tua itu.
"Aku tidak tahu."
"Kau tidak tahu? Kau tidak mengetahui margamu sendiri?"
"Mengapa aku harus tahu margaku?" anak itu malah dengan galak menjawab, dia berkata lagi,
"Aku tidak mempunyai ayah dan juga ibu, juga tidak memiliki marga, ini adalah masalah
keluargaku, tidak ada hubungannya denganmu, dengan alasan apa kau menanyakan semua ini
kepadaku?"
Orang tua itu melihatnya, tampak kesedihan di matanya, "Mengapa kau tahu bahwa semua ini
tidak ada hubungannya denganku? Aku datang kemari khusus untuk mencarimu."
"Mencariku? Kau tidak mengenalku, mengapa harus mencariku?"
"Aku mengenalimu."
"Kau kenal denganku? Mengapa bisa kenal denganku," anak itu tampak sedikit terkejut.
Dia bertanya lagi, "Kau tahu siapa aku ini?"
"Aku tahu, aku pasti tahu," suara orang tua itu penuh dengan kesedihan dan juga kesakitan,
kemudian dia berkata lagi,
"Aku juga kenal ayahmu, bila tidak ada dia, sekarang ini aku tidak bisa hidup dan juga tidak
bisa mati, ini lebih menyedihkan dari keadaanmu sekarang ini."
Anak itu dengan terkejut melihatnya,
"Siapa kau?" tanya anak itu kepada pak tua itu.
"Apa margamu?"
"Margaku Tiat."
"Kalau aku?"
"Kau bermarga Li, namamu seharusnya Li San," jawab pak tua itu.
Tiba-tiba anak itu tertawa dan berkata,
"Namaku adalah Li San, seharusnya aku bernama Li Hoay."
(San=baik, Hoay=jahat)
c.
Orang tua itu membawa si anak pergi.
"Kau akan membawaku ke mana?"
"Aku akan membawamu pulang."
"Pulang? Aku harus pulang ke mana?"
"Kau memiliki rumah untuk pulang," jawab orang tua itu.
Kata orang tua itu lagi: "Aku percaya kelak kau akan bangga mempunyai keluarga seperti itu,
keluargamu pun pasti akan l».uigga kepadamu."
"Bangga kepadaku? Apa yang bisa dibanggakan dari seorang m.ik jahat sepertiku?"
"Kau tidak jahat."
"Aku tidak jahat? Hal seperti apa baru bisa dikatakan jahat?"
"Melakukan hal yang memalukan dan juga hal yang merendahkan dirimu sendiri, itu baru
disebut jahat."
Kata orang tua itu lagi: "Tapi kau tidak akan bisa melakukannya."
"Mengapa kau tahu aku tidak akan bisa melakukannya?"
"Karena kau adalah anggota keluarga Li, darah dan daging dari keluarga Li," pak tua itu berkata
lebih serius lagi,
"Asal kau bisa mempertahankan kesombonganmu seperti tadi, pada saat ada gadis kecil
memberikan makanan tadi, di dunia ini tidak akan ada seorang pun yang bisa menghinamu."
d.
Kemudian Li Hoay pulang ke rumahnya. Ini adalah pertama kalinya dia pulang setelah sembilan
tahun. Sekarang Li Hoay kembali ke rumahnya.
Orang masih orang yang dulu, tahun demi tahun sudah terlalu, sembilan tahun sudah berlalu,
seorang anak sudah berrubuh besar dan menjadi dewasa.
Dalam waktu sembilan tahun, dia sudah mempelajari ilmu silat yang dahsyat.
Dalam waktu sembilan tahun, sebuah harta karun sudah dia dapatkan.
Dalam waktu sembilan tahun, ada perubahan yang begitu besar.
0-0-0
Bab 3.
Begitu Tarung Langsung Mati
1
a.
"Kau ingin aku mengikutimu pulang, aku pasti akan ikut, tapi sebelumnya kau harus menyetujui
satu hal."
"Apakah itu?"
"Aku ingin minum arak, minum arak sepuasku."
"Baiklah, aku akan mentraktirmu minum," kata Tiat Gin I, "aku akan membiarkanmu minum
sepuasnya."
b.
Di tempat yang tinggi itu terdapat sebidang tanah yang luas, angin musim gugur melewati
tempat itu, tidak terlihat daun yang berjatuhan karena tertiup angin, karena di tempat ini sebatang
pohon pun tidak ada.
Tapi dalam waktu semalam tempat ini sudah berubah, tiba-tiba di tempat itu sudah terpasang
20 tenda bahkan lebih, tenda-tenda itu mengelilingi sebuah tenda besar.
Ini adalah sebuah kejadian yang terjadi di pagi hari.
Bila ada seorang pengembara yang datang ke tempat itu kemarin malam, begitu pagi datang
mereka akan mengira mereka sudah salah jalan.
Begitu siang tiba, mereka akan lebih terkejut lagi, tidak akan percaya dengan penglihatan
mereka sendiri.
Karena di padang yang luas itu terpasang permadani merah, meja, kursi, dan tempat tidur yang
mewah.
Satu per satu kereta dibawa ke tempat itu dan dibawa ke masing-masing tenda yang berada di
sana.
Di tenda besar itu sudah tersedia meja makan, cawan arak yang terbuat dari emas dan perak.
Kemudian datang sebuah kereta yang besar dan lebar, dari dalam kereta turunlah orang-orang
setengah baya yang berperut buncit, mereka terlihat seperti orang kaya, tapi wajah mereka
seperti yang berminyak dan tidak bisa dibersihkan.
Tidak ada yang mengenali mereka, hanya terdengar dari kejauhan ada yang berteriak: "Koki
dari Thian Hiang Lauw, koki dari Sin Jun Wan, koki dari Giok Kun Lauw, koki dari Hok Goan Lauw,
koki dari Su Hok Le, semua sudah berkumpul."
Sore hari datang lagi sekelompok orang, mereka datang satu kereta demi satu kereta, kereta
yang memiliki tempat duduk yang empuk, yang turun dari dalam kereta adalah gadis-gadis cantik
yang diapit oleh pelayan-pelayan mereka, setiap gadis memiliki daya tarik tersendiri, dan memiliki
ciri khas tersendiri. Mereka diantar menuju tenda masing-masing. Yang datang terakhir adalah Tiat
Gin I dan Li Hoay.
c.
Sewaktu Li Hoay tiba di tempat itu, hari sudah malam, di dalam tenda sudah dipasang lampulampu
yang sangat terang I lingga seperti siang hari.
Mata Li Hoay disipitkan, kemudian dia pun tertawa, "Menurut orang-orang, Tiat Koanke (kepala
pelayan) sangat boros, tidak ada tandinganya di dunia ini, hal ini sedikit pun tidak ada yang
menyangkalnya."
"Aku sudah berjanji kepadamu untuk mentraktirmu minum, bila sudah berjanji, harus menjamu
dengan baik."
"Kelihatannya malam ini aku harus benar-benar mabuk."
"Mabuklah, bila itu yang kau inginkan," kata Tiat Gin I. "Kita bukan teman, tapi malam ini aku
akan menemanimu minum hingga mabuk."
"Mengapa kita bukan teman?" tanya Li Hoay.
Tiat Gin I melihatnya, kemudian dengan serius menjawab, "kau harus ingat, kau adalah
Jikongcu dari keluarga Li, dengan kedudukan dan identitasmu, di dunia ini tidak ada yang pantas
untuk menjadi temanmu."
Dia berkata lagi, "Lebih-lebih kau harus ingat ini, hari ini setelah kau minum arak, kau tidak
akan mempunyai kesempatan untuk minum seperti ini lagi."
"Mengapa?"
"Karena kau adalah penerus pisau terbang yang tidak tertandingi." Kata Tiat Gin I lagi dengan
serius,
"Bila kau akan menjadi orang seperti itu, harus ada pengorbanan yang lebih menyakitkan."
"Kalau begitu mengapa aku harus menjadi orang seperti ini?"
"Karena kau terlahir untuk menjadi orang seperti ini, kau tidak mempunyai pilihan lain."
"Apakah aku tidak boleh hidup dengan senang?"
"Tidak boleh."
Li Hoay tertawa dan berkata,
"Aku tidak mempercayainya, aku akan mencari akal."
d.
Walaupun sudah sadar dari mabuknya, seseorang akan merasa kesal dan tidak bersemangat,
tapi pada saat minum arak -idalah saat yang menggembirakan, apalagi arak yang berada di dalam
cawan begitu bagus, dan di hadapannya ada gadis-gadis i.intik.
Karena itu pula Li Hoay minum arak dengan puas, begitu juga dengan Tiat Gin I, dia minum
tidak lebih banyak dari Li Hoay.
Seorang tua yang sudah melanglang buana di dunia persilatan selama 20 tahun dan membunuh
orang seperti membunuh semut, wajahnya selalu tidak menampakkan ekspresi apapun. Apakah di
dalam hatinya ada benang kusut yang tidak bisa dibereskan? Apakah dia pun harus dengan arak
membereskan semua kekusutan ini?
Arak sudah habis, orang pun sudah mabuk, malam pun sudah semakin larut.
Di sebuah tempat yang gelap di malam itu, tiba-tiba terdengar suara yang aneh dan juga
terdengar begitu misterius, seperti seekor nyamuk yang sedang terbang, sangat ringan, tajam,
dan kecil. Walaupun suara itu datang dari tempat yang jauh, tapi terdengar begitu jelas, seperti
ada di sisi telinga.
Alis Tiat Gin I yang tebal seperti dianyam oleh benang sutra itu, tampak berkerut.
Li Hoay segera bertanya kepadanya, "Ada apa?"
'Tidak ada apa-apa, kau minum saja."
Begitu dia meminum arak dari cawan yang besar, terlihat ada seseorang yang masuk.
Orang itu masuk sambil menari.
e.
Pinggang orang itu seperti seekor ular yang meliuk-liuk dengan lincah dan lembut, tidak, malah
lebih lembut dari seekor ular.
Karena dia lebih mudah meliukkan tubuhnya dan kapanpun dia bisa membalikkan tubuhnya.
Caranya membalikkan badan sangat indah, aneh, dan ajaib, membawa gairah kepada setiap
orang yang melihatnya.
Kulit orang itu seperti sutra, tapi tidak mengkilat.
Kulitnya sangat indah. Gerakannya ramah, tapi membawa kegairahan.
Kakinya tampak ramping dan panjang, dalam setiap gerakannya membawa irama yang indah.
Irama yang membuat setiap jantung laki-laki berdebar dengan kencang.
Dengan irama dan gerakan seperti itu, orang itu dengan indah memasuki tenda.
Jantung setiap orang bertambah cepat, nafas seperti akan berhenti, begitu pula dengan Li
Hoay.
Kemudian dia memuji-muji orang itu kepada setiap teman yang ditemuinya.
"Orang itu sangat cantik, kecantikannya tidak ada yang bisa menandinginya, aku jamin bila kau
sudah melihatnya, jantungmu akan berdebar-debar dengan kencang" kata Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Bila dia laki-laki, dia pun pasti akan berdebar-debar."
"Bagaimana dengan dirimu? Apakah kau pun demikian?"
"Tidak."
"Apakah kau bukan laki-laki?"
"Aku adalah laki-laki sejati."
"Bila kau laki-laki, mengapa jantungmu tidak berdebar-debar?"
"Karena orang itu adalah laki-laki."
f.
Laki-laki yang memiliki daya tarik seperti perempuan ini, menari ke hadapan Tiat Gin I dan Li
Hoay, dengan tangannya yang putih dia memberikan sebuah kotak kecil yang dihias dengan indah
dan diletakkan di meja mereka.
Kemudian dia mengedipkan matanya dengan genit.
Pinggangnya masih diliuk-liukkan.
Pinggangnya benar-benar lentur.
Li Hoay merasa mulutnya menjadi kering.
Tapi Tiat Gin I tetap dengan dingin melihat sikap orang itu, sama sekali tidak bergeming.
Dengan tertawa genit orang itu menghadapi Tiat Gin I, kemudian dia menari seperti angin
keluar dari tenda.
Tawanya, tariannya, cukup untuk membuat para pelacur yang terkenal kehilangan warna dan
ciri khas mereka. Hanya Tiat Gin I yang tidak tergoyahkan.
"Kau benar-benar jago," kata Li Hoay melihat perempuan yang begitu cantik, tapi Tiat Gin I
tidak tertarik.
"Bila dia adalah seorang perempuan, aku pasti akan menyuruhnya tinggal, sayangnya dia
bukan perempuan."
"Dia bukan perempuan?"
"Dia bukan manusia, bukan laki-laki maupun perempuan."
"Lalu dia itu apa?"
"Dia adalah banci," jawab Tiat Gin I.
Li Hoay bukan seorang yang bodoh.
"Aku sudah mengerti, tapi ada sedikit yang aku masih tidak mengerti, banci ini mencarimu
karena apa?"
"Mengapa kau tidak melihat terlebih dahulu apa isi dari kotak kecil ini?"
Begitu kotak itu dibuka, Li Hoay segera terpaku, siapa pun yang membuka kotak ini pasti akan
terkejut.
Karena kotak yang dihiasi dengan indah ini, di dalamnya Isinya ada sebutir kacang, sebutir
kacang yang sangat kecil.
Apa anehnya dengan sebutir kacang?
Mengapa dia begitu terkejut hanya karena sebutir kacang? Mengapa harus diantar oleh orang
yang aneh dan dengan cara yang aneh pula?
Karena Li Hoay tidak terpikir jawabannya maka itu dia hanya bisa terpaku.
Tanya Li Hoay kepada Tiat Gin I, "Kau begitu serius menyuruhku melihat isi kotak, apa yang
ada hanya ada benda semacam ini?"
"Benar."
'Tapi benda ini hanyalah sebutir kacang."
"Benar."
Tapi ekspresi wajah Tiat Gin I terlihat seperti ada beban yang berat.
"Apa gunanya sebutir kacang ini?"
"Bila hanya sebutir kacang, ini pasti tidak apa-apa bukan?"
"Apakah ini bukan kacang sungguhan?"
"Itu bukan kacang."
"Bila itu bukan kacang, lalu itu apa? Itu benda apa? Apakah mainan?"
Dengan serius Tiat Gin I berkata, "Itu juga bukan mainan."
"Benda itu sama sekali tidak dapat dimainkan."
"Bila ada yang menganggap itu mainan, dia akan mati dalam satu langkah."
Li Hoay terpaku.
Biasanya seorang Li Hoay jarang terpaku pada saat mendengar perkataan orang lain, tapi
sekarang perkataan Tiat Gin I membuat dia tidak mengerti.
"Benda ini semacam mantera, mantera yang membuat seseorang akan mati dalam waktu dekat
ini."
"Sekarang aku tahu," kata Li Hoay, "itu pasti kacang milik Ci Teng Hoa (Bunga Rotan Ungu)."
"Benar."
"Katanya bila Ci Teng Hoa bila sudah mengantar kacang itu kepada seseorang, siapa pun orang
itu bila sudah melihatnya, berarti dia adalah orang mati."
"Benar," kata Tiat Gin I, "karena itu aku mengatakan bahwa kacang itu adalah mantera
kematian."
"Apakah benar bila seseorang yang sudah menerima kacang ini akan mati? Tidak ada
pengecualian?"
"Tidak ada pengecualian. Sampai sekarang belum ada."
"Katanya dia adalah seorang perempuan, seperti apakah dia, apakah benar dia begitu lihai?"
Tiat Gin I terdiam lama, setelah itu baru pelan-pelan berkata,
"Kau masih muda, masih banyak hal yang kau belum mengerti, tapi kau harus ingat,
perempuan yang lihai di dunia ini jumlahnya lebih banyak daripada yang kau pikirkan."
Li Hoay tidak ingin mengucapkan apa-apa lagi.
Karena tiba-tiba dia teringat kepada dewa bulan, juga teringat kepada Ko Ko.
— Apakah mereka termasuk perempuan yang lihai? Li Hoay tidak mau memikirkan hal lain lagi,
dia bertanya kepada Tiat Gin I.
"Apakah kau pernah bertemu dengan Ci Teng Hoa?"
"Belum pernah."
Setelah menghembuskan nafas yang panjang, tawa Li Hoay pun muncul lagi, muncul lagi
tawanya yang khas, entah tawa ini adalah tawa yang lucu atau tawa yang jahat.
"Kalau begitu kacang ini bukan untukmu," kata Li Hoay.
"Walaupun benda ini adalah benda yang sudah dimanterai, tapi ini tidak ada hubungannya
denganmu."
Tiat Gin I menatap Li Hoay dengan lama, matanya yang tampak dingin dan kejam, seperti
mengalir perasaan yang hangat, tapi suaranya terdengar dingin dan kejam,
"Apakah kau mengira kacang ini untukmu? Apakah kau mau menanggung semua ini?"
Li Hoay terdiam, artinya dia mengakuinya.
Tiat Gin I tertawa dingin dan berkata lagi: "Anak muda yang seringmengaku dirinya sebagai
pendekar, sudah banyak kulihat, Pemuda yang tidak takut mati, aku pun sudah banyak
melihatnya, tapi sayang kau tidak bisa merebut kacang ini."
"Apakah benar aku tidak bisa merebutnya?" tanya Li Hoay.
Tiat Gin I belum membuka mulut, dengan secepat kilat Li Hoay sudah mengambil kacang yang
berada di dalam kotak itu, dari telapak tangannya kacang itu meloncat dan masuk ke dalam
mulutnya dan langsung ditelan oleh Li Hoay, dia seperti orang yang setengah mabuk memakan
kacang itu. Kemudian dengan tertawa dia bertanya kepada Tiat Gin I,
"Sekarang kau tidak bisa merebut kacangku."
Wajah Tiat Gin I berubah, tawa Li Hoay yang tadinya seperti anak nakal langsung membeku,
wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan, dia seperti orang yang mati karena
kedinginan.
Bila kau belum pernah melihat orang mati karena kedinginan, pasti kau tidak akan pernah tahu
seperti apa ekspresi wajahnya.
Mata Tiat Gin I menyipit, tubuhnya membeku.
Seorang Tiat Gin I yang begitu kejam dan juga seorang yang tenang, akan berubah seperti itu.
Terdengar lagi suara seperti dengungan nyamuk, sangat jelas lapi sepertinya datang dari
tempat yang jauh.
Sebenarnya bagaimana? Sebenarnya sudah tidak begitu jauh.
g.
Suara ini berasal dari sebuah alat musik gesek.
Nyamuk pasti tidak akan bisa menggeseknya, hanya manusialah yang bisa menggesek alat
musik.
Seorang perempuan setengah baya, bertubuh tinggi dan montok, memiliki wajah yang cantik
dan bajunya tampak mewah, walaupun dia sudah tidak muda lagi, tapi tetap bisa membuat
jantung laki-laki berdebar-debar.
Dia sedang memapah seorang tua yang berambut putih, berbaju compang camping, bertubuh
kurus kering. Mereka tiba-tiba masuk ke dalam tenda.
Sebenarnya mereka berjalan selangkah demi selangkah, saling memapah untuk masuk ke
dalam tenda.
Tapi begitu orang-orang melihat mereka, tiba-tiba saja mereka sudah berada di dalam tenda.
Tangan orang tua itu sedang memainkan tehian (erhu, semacam alat musik gesek).
Sebuah tehian yang sudah usang, senar-senarnya sudah menghitam, bahkan ada yang sudah
putus, karena itu tehian yang digesek mengeluarkan bunyi seperti dengungan nyamuk, membuat
orang merasa tidak nyaman.
Wajah orang tua itu tampak kering, mata tuanya sudah tidak bercahaya, ternyata dia adalah
seorang yang buta,
.Begitu masuk, mereka berdiri dengan diam di sudut, mereka tidak seperti meminta-minta juga
tidak seperti mengamen.
Tapi semua orang memperhatikan mereka sekarang, karena mereka bukan pasangan yang
serasi.
Yang membuat orang merasa aneh adalah walaupun tehian berada di depan mata, tapi suara
yang dihasilkan sepertinya berasal dari tempat yang jauh.
Hanya ada satu orang yang tidak memperhatikan mereka, melihat pun tidak, seakan di dunia
ini tidak pernah ada orang seperti mereka.
Orang itu adalah Tiat Gin I.
Tawa di wajah Li Hoay sudah membeku, begitu pula dengan seluruh tubuhnya.
Sebenarnya semua orang pun bisa melihat, walaupun sekarang ini Li Hoay belum meninggal,
tapi waktunya tidak akan lama lagi.
Anehnya sekarang ini Tiat Gin I tidak tampak khawatir sedikit pun, sepertinya kematian Li Hoay
tidak ada hubungan dengannya sedikit pun.
Sepertinya dia pun memiliki mantera yang menjamin Li Hoay tidak akan mati.
Suara tehian yang seperti dengungan nyamuk sudah tidak terdengar lagi.
Dari luar tenda tiba-tiba terdengar irama musik yang cepat, kencang, dan misterius. Suara ini
entah keluar dari alat musik apa.
Orang banci tadi, yang pinggangnya seperti ular, mulai menari lagi dengan langkah yang aneh.
Perbedaan dengan yang tadi adalah dia tidak datang sendirian, kali ini mereka datang bertujuh,
semua orang itu seperti dia, centil dan aneh. Mereka menari mengikuti irama, menarikan tarian
yang aneh, baju yang mereka kenakan beraneka ragam, tapi tubuh mereka semua tidak
terbungkus oleh baju. Baju mereka lebih berani dari seorang penari perut.
Mereka semua adalah laki-laki.
Walaupun orang-orang di sana tahu bahwa mereka adalah laki-laki, tapi di dalam irama yang
begitu indah, mereka menari dengan penuh kegairahan, bahkan tarian mereka terlihat berlebihan.
Di dalam irama yang kencang dan cepat itu dengan iringan tarian yang gila-gilaan, mereka
melihat ada seseorang.
Penari lain terus menari dan bergerak, tapi orang ini hanya diam.
Penari-penari itu hampir telanjang tapi orang itu mengenakan jubah yang panjang hingga ke
mata kaki.
Tubuhnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki terbungkus dengan rapi, hanya wajahnya
yang terlihat.
Siapa pun yang pernah melihat wajah ini, seumur hidup tidak akan pernah melupakannya.
Wajah itu terlalu menakutkan dan sangat jelek, tapi wajahnya mengandung kegenitan yang
tidak dapat dilukiskan, sepertinya kapanpun dia bisa memuaskan nafsu seorang laki-laki.
Ada seseorang yang berkata,
"Perempuan jelek pun mempunyai daya tarik tersendiri, kadang-kadang malah lebih bisa
membuat hati laki-laki lebih tergerak, karena semua gerak geriknya, tawanya bisa membuat laki
laki merasa bergairah kepadanya."
Bila sudah melihat perempuan ini, kata-kata tadi bisa dibuktikan, setelah mendengar suaranya,
kau akan lebih mempercayainya lagi.
Suaranya terdengar serak dan rendah.
Dia tertawa kepada Tiat Gin I, kemudian pelan-pelan berjalan menghampiri Li Hoay, dan
melihatnya dengan lama.
"Apakah dia adalah Li Hoay?" dia bertanya kepada Tiat Gin I.
"Benar."
'Tapi aku merasa dia bukan seorang yang jahat."
"Oh?"
"Dia tidak jahat sama sekali, dia adalah laki-laki sejati, aku belum pernah bertemu dengan lakilaki
seperti dia."
"Oh?"
"Berani menelan kacangku ke dalam perutnya, hanya dia yang berani melakukannya dan hanya
dia yang pertama yang melakukannya."
Tiat Gin I dengan sikap dingin menatap perempuan itu, dengan suara yang dingin dia berkata,
"Dari dulu kacang memang untuk dimakan, sudah banyak kacang yang dimakan oleh manusia."
'Tapi kacangku ini tidak boleh dimakan."
"Mengapa?"
"Siapa pun yang makan kacangku, dia akan mati dan harus mati, dalam waktu satu jam dia
akan menjadi seonggok darah."
Tiat Gin I tertawa dengan dingin. Arti tawanya sangat jelas, dia menganggap kata-kata
perempuan ini adalah omong kosong.
Perempuan itu pun ikut tertawa, tawanya tampak lebih centil lagi.
"Aku pikir sebaiknya kau harus tahu siapa aku ini?"
"Aku tahu siapa kau ini, kau adalah Ci Teng Hoa," jawab Tiat Gin I dengan dingin.
"Bila kau sudah tahu siapa aku ini, mengapa kau masih tidak mempercayai kata-kataku?"
"Karena aku tahu Li Hoay tidak akan mati."
"Kau salah! Aku jamin siapa pun yang sudah memakan kacangku dia akan mati, begitu pun
dengan Tuan Li Hoay, tidak ada pengecualian," kata Ci Teng Hoa dengan lembut.
'Tapi Tuan Li Hoay ini merupakan pengecualian."
Suara Tiat Gin I terdengar sangat penuh percaya diri, semua pun tahu bahwa Tiat Gin I bukan
seorang yang bodoh, dan bukan seseorang yang tidak tahu apa-apa, dia bisa berkata seperti itu,
pasti ada alasannya. Karena itu Ci Teng Hoa pun mulai merasa aneh,
"Mengapa dia merupakan pengecualian?"
"Semua ini karena Kongsun Thayhujin (Nyonya besar Kongsun)."
'Kongsun Thayhujin', bila sekilas mendengar nama itu, itu hanyalah sebuah nama dari seorang
nenek tua, hanya saja dia lebih terkenal dari nenek tua yang lain, karena dia mempunyai uang
banyak, hidupnya pasti lebih panjang umur.
Membunuh orang seperti membabat rumput seperti yang dilakukan oleh Ci Teng Hoa,
mendengar nama ini saja kesan centil di wajahnya sudah terbayang.
Tiat Gin I tetap dengan nada dingin berkata,
"Aku kira kau pun sudah tahu, siapa itu Kongsun Thayhujin, juga tahu dia akan melakukan hal
apa."
Ci Teng Hoa pun dengan suara yang sama dinginnya berkata,
"Sepertinya aku tahu nama ini, katanya dia hanya seorang pembunuh bayaran yang harga
sewanya lebih tinggi dari pembunuh bayaran lainnya."
"Apakah hanya itu yang kau tahu?"
"Kecuali hal tadi, apakah dia memiliki keistimewaan lainnya?"
"Bila kau tidak tahu, aku akan memberitahukannya kepadamu," kata Tiat Gin I.
"Dalam kurun waktu 170 tahun ini, pembunuh yang paling ditakuti di dunia persilatan adalah
Kongsun Thayhujin, pembunuh dengan bayaran tertinggi dan yang paling lama adalah kongsun
Thayhujin ini."
"Tapi aku pun pernah mendengar, seseorang seperti cahaya bulan dengan senjata pisau,
pisaunya seperti cahaya bulan, dia bernama dewa bulan."
Ci Teng Hoa sengaja bertanya lagi.
"Apakah di dunia persilatan memang ada orang seperti itu?"
"Benar, memang ada."
"Kau pernah bertemu dengannya?"
"Tidak," jawab Tiat Gin I, "dia sama seperti dirimu dan kongsun Thayhujin, sulit untuk ditemui."
Tawa Ci Teng Hoa tampak seperti air, dan dia berkata,
"Tapi hari ini kau sudah bertemu denganku."
Kata Tiat Gin I, "Karena kau mengira Li Hoay sudah mati, bila kau dengan keenam penari
bancimu datang, orang-orang yang melihatmu akan segera mati dan tidak tertolong."
Ci Teng Hoa menghela nafas,
"Kau benar-benar seorang yang sangat teliti, hal-hal mengenai orang lain kau pun sangat teliti
mengamatinya."
"Untungnya kau bukan orang seperti diriku," kata Tiat Gin I. "Banyak hal yang terjadi yang
tidak pernah kau pikirkan belumnya."
"Oh?"
"Paling sedikit kau pasti tidak pernah memikirkan bahwa Nyonya Kongsun akan datang bukan?"
"Oh?"
"Kongsun Thayhujin seperti dewa bulan, adalah seseorang yang tidak mudah untuk turun
tangan, tapi bila ada seseorang yang berani membayar dia dengan harga tinggi, bila kalian akan
mulai membunuh, dia pasti akan segera muncul."
Kata Tiat Gin I lagi,
"Bila kalian muncul, kalian tentu tidak akan membiarkan bisnis kalian direbut oleh orang lain
bukan? Kalian berdua pun memiliki kesamaan, tidak akan membiarkan orang yang ingin kalian
bunuh mati di tangan orang lain."
Ci Teng Hoa mengakuinya.
"Hal ini semua orang di dunia persilatan sudah mengetahuinya, aku tidak perlu banyak
bercerita lagi," kata Tiat Gin I.
'Tapi mengapa kau mengatakannya?"
"Karena aku memikirkan sebuah pertanyaan yang sangat lucu."
"Pertanyaan tentang apa?"
"Seseorang hanya bisa mati satu kali, bila kalian dalam waktu yang bersamaan muncul di suatu
tempat dan ingin membunuh orang yang sama, seharusnya orang itu mati di tangan siapa?"
Ci Teng Hoa pun merasa hal ini seingat lucu, dia pun tampak berpikir lama.
"Bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak bisa memberi komentar apa-apa, aku hanya mengetahui satu hal."
"Hal mengenai apa?"
"Pertama kalinya Kongsun Thayhujin membunuh Ketua Lan San, kejadian ini sudah berlangsung
22 tahun yang lalu, menurut tetua yang banyak pengalamannya, di dunia persilatan Kongsun
Thayhujin pernah membunuh sebanyak 21 kali, jadi bila dirata-ratakan dalam waktu 1 tahun dia
akan membunuh sedikitnya satu kali, orang-orang yang dibunuh olehnya adalah orang-orang yang
terkenal di dunia persilatan."
"Berdasarkan apa kau menarik kesimpulan seperti ini?"
"Menurut cara dan kebiasaan Kongsun Thayhujin bila membunuh orang."
"Lalu mereka sendiri berkesimpulan seperti apa?"
"Dalam waktu 21 tahun ini, bila Kongsun Thayhujin membunuh orang tidak pernah terbukti,
juga belum pernah melakukan kesalahan, juga tidak pernah gagal."
Ci Teng Hoa tertawa. "Mengenai hal ini aku pun pernah mendengarnya."
Ci Teng Hoa bertanya lagi kepada Tiat Gin I,
"Bagaimana pendapatmu mengenai diriku?"
"Kau membunuh orang lebih banyak dari Kongsun Thayhujin, sejak 13 tahun yang lalu kau
sudah membunuh banyak orang, hingga saat ini kau sudah membunuh sebanyak 69 orang,
sasaranmu adalah para pesilat tangguh, kau pun tidak pernah gagal."
"Kalau begitu, bukankah aku lebih baik dari Kongsun Thayhujin?" tanya Ci Teng Hoa dengan
genit.
"Bila memperhitungkannya seperti itu, tidak benar," kata Tiat Gin I.
"kau kalah dibanding dirinya, dan kekalahanmu bukan sedikit."
"Mengapa?"
"karena dalam 70 kali pembunuhan, 13 kali kau salah memperhitungkan waktu, dan sasaranmu
ada yang tidak tepat, dan kau masih terluka sebanyak dua kali." kata Tiat Gin I lagi dengan dingin,
"Kau mengalami kekalahan sebanyak 13 kali, dan setiap kali kau mengalami bahaya, karena itu
kau bukan yang terkuat, yang terkuat tetap Kongsun Thayhujin."
Tawa Ci Teng Hoa sudah tidak terlihat centil lagi,
"Maksudmu, bila hari ini Kongsun Thayhujin ingin membunuh Tuan Li, maka Tuan Li akan mati
di tangan Kongsun Thayhujin?"
"Memang seperti itu maksudku," jawab Tiat Gin I.
"Bila Kongsun Thayhujin tidak menginginkan orang yang akan dibunuh mati di tanganmu, kau
tidak akan bisa membunuh orang ini."
Ci Teng Hoa melihat Li Hoay dengan lama, wajahnya yang tersenyum, membuat orang tidak
tahan melihatnya.
"Kali ini kau salah, Tuan Li kita sudah seperti orang mati, kau bilang orang hanya akan mati
satu kali," kata Ci Teng Hoa.
Kata Tiat Gin I, 'Tidak salah."
Satu orang hanya akan mati satu kali, bila orang itu sudah mati di tanganmu, dia tidak akan
mati di tangan orang lain.
h.
Musik masih dimainkan, pinggang seperti ular pun masih diliuk-liukkan.
Suara musik bertambah kencang seperti angin ribut, seperti suara perang di medan tempur,
sepertinya di bumi dan langit ini tidak ada yang bisa menghentikan musik ini.
Tapi sekarang ini suara musik tertutup oleh suara seperti dengung nyamuk itu.
Karena semua orang yang berada di dalam tenda itu hanya bisa mendengar suara tehian yang
berdengung seperti suara nyamuk, suara yang lain tidak terdengar lagi.
Perempuan yang tinggi dan montok itu, walaupun sudah setengah baya tapi masih bisa
membuat jantung laki-laki berdebar-debar, dia meninggalkan orang tua yang masih bermain musik
itu dan dengan anggun keluar dari sudut berjalan menghampiri Tiat Gin I,
'Terima kasih." Dia berkata,
'Terima kasih, kau sudah memuji kami, selamanya kami akan selalu ingat dengan pujianmu."
Tiat Gin I berdiri dan dengan serius berkata.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."
"Kalau begitu aku bisa menjamin, yang Tuan tadi katakan sedikit pun tidak ada yang salah."
Nyonya yang anggun itu berkata.
"Aku jamin Tuan Li Hoay pagi ini tidak akan meninggal."
Sekarang malam sudah larut, bumi masih diselimuti oleh kegelapan yang pekat, menunggu
matahari terbit harus menunggu beberapa saat lagi.
Nyonya yang anggun itu, di bawah sinar lampu yang terang terlihat sangat anggun dan
terhormat, tidak ada seorang pun yang curiga dengan kata-katanya.
"Aku percaya," ucap Tiat Gin I, "aku selalu percaya dengan kata-kata Nyonya."
Ci Teng Hoa menahan tawanya, dia bertanya kepada Tiat Gin
i.
"Apakah dia adalah Kongsun Thayhujin?"
"Benar."
'Tapi dia tidak terlihat seperti itu, mengapa Kongsun Thayhujin masih begitu muda?"
"Dan mengapa kata-katanya tidak terdengar bisa dipercaya?" tanya Ci Teng Hoa.
Nyonya yang anggun itu tertawa dan memberi jawaban,
"Kau mengatakan bahwa aku masih muda, aku tidak berani mengakuinya, kau bilang aku tidak
bertanggungbjawab, aku pun tidak bisa menerimanya."
"Kontrakku adalah menjelang subuh aku harus mengambil nyawanya, jadi sebelum subuh dia
tidak akan mati," kata Kongsun Thayhujin.
"Bila sekarang dia mati, aku akan membuatnya hidup kembali, kemudian dia akan mati di
tanganku."
Ci Teng Hoa menghela nafas, keenam penari seperti ular itu tiba-tiba sudah mengelilingi
Kongsun Thayhujin, enam buah pinggang dari enam orang, dari enam arah memutar, keenam
pasang tangan orang itu pun dari duabelas arah menyerang ke arah Kongsun Thayhujin.
Dua belas arah adalah arah yang sama sekali tidak disangka, kecuali mereka berenam tidak ada
seorang pun yang bisa menyerang dengan cara seperti ini.
Akan terjadi hal apakah pada nyonya terhormat ini?
Si tua yang memainkan tehian tetap memainkan tehian, wajahnya tetap datar, dia sepertinya
memang tidak bisa melihat
Tiat Gin I pun tidak ikut campur, dia seakan-akan tidak melihat kejadian itu.
Keenam orang banci yang cantik itu dengan kedua belaa tangan mereka yang indah dengan
duabelas jurus, berganti arah.
Tapi orang yang berteriak kesakitan hanya ada satu. Teriakan itu bukan berasal dari satu
mulut, melainkan keluar berbarengan tlari enam buah mulut.
Suara ini berasal dari enam orang banci yang berteriak, kemudian disusul dengan suara tubuh
mereka yang roboh.
Tidak ada yang terluka.
Tapi tiba-tiba dari tengah-tengah alis mereka seperti sudah dibelah oleh pisau, luka mereka
seperti ada mata mereka yang ketiga, luka itu penuh dengan darah.
Keenam banci itu tiba-tiba tidak memiliki mata, karena mata mereka tertutup oleh darah.
Wajah Tiat Gin I tidak berubah, begitu juga dengan wajah Ci leng Hoa, begitu juga dengan
wajah orang-orang yang berada di dukun tenda itu, karena setengah jam yang lalu, orang yang
belum pingsan itu sudah melarikan diri.
Seorang pelacur terkenal yang bernama Song Yu Ji, yang biasanya terlihat anggun dan
pendiam, sekarang berlari dengan keadaan yang tidak anggun.
Sewaktu dia lari dari tempat itu, dia seperti seekor anjing liar yang dipukul oleh orang.
Kongsun Thayhujin yang terhormat itu tampak menarik nafas.
"Kongsun Thayhujin, aku benar-benar kagum kepadamu, sekali mengeluarkan jurus Anda
berhasil membunuh enam orang sekaligus, tidak terlihat bentuk dan bayangannya, aku percaya
tidak ada yang bisa melihat keenam anak buahku yang aneh ini, bagaimana cara mereka mati di
tanganmu."
"Terima kasih."
"Jurus yang tidak dimengerti oleh orang lain, selalu membuat orang menjadi terkagum-kagum,"
kata Ci Teng Hoa.
"Bila Nyonya sudah meninggal, setiap tahun aku akan menyembahyangimu dengan arak dan
bunga, untuk memperingati hari kematian Nyonya."
Kongsun Thayhujin masih dengan sopan berkata,
"Tapi sayang, tahun depan di hari yang sama, sepertinya aku belum akan mati, seperti Tuan Li
Hoay yang belum mati sekarang mi."
"Apakah kau bisa menolongnya?"
"Aku tidak menolongnya, bila dia benar-benar sudah mati, tidak ada seorang pun yang bisa
menolongnya."
Ada seseorang yang bisa menolongnya.
"Kalau begitu kau mengira dia belum mati?" Kongsun Thayhujin menarik nafas dan menjawab,
"Bila kau menganggap Tuan Li sekarang sudah mati, kau tidak memahami Tuan Li ini."
"Oh?"
"Bila Li Hoay bisa mati karena sebutir kacang milikmu, dia tidak akan bernama Li Hoay lagi."
Pada saat itu orang-orang yang tertinggal di dalam tenda, tiba-tiba mendengar ada seseorang
yang masuk ke dalam tenda dan tertawa.
Begitu Ci Teng Hoa mendengar tawa ini, dia tidak bisa tertawa lagi.
Orang yang tertawa itu adalah Li Hoay yang dianggapnya sudah mati.
j.
Sejam yang lalu, Li Hoay mati, kaku seperti es, sekarang ini dia bisa tertawa, bisa berdiri dan
juga bisa berjalan.
Tuan Li Hoay ini berjalan menghampiri Ci Teng Hoa, di hadapan perempuan yang ingin
membunuhnya, Li Hoay dengan sopan tersenyum dan dengan hormat memberikan benda yang
sangat kecil itu.
"Ini adalah kacang milikmu," kata Li Hoay, "aku mengembalikannya kepadamu."
'Terima kasih," Ci Teng Hoa mengeluarkan tawa yang genit, dia berkata lagi,
"Sebenarnya harus sudah aku pikirkan sebelumnya, Tuan Li yang begitu pintar, tidak akan
memakan benda yang sulit dicerna, tapi aku tidak menyangka sedikit pun bahwa Tuan Li memiliki
teknik berpura-pura mati yang begitu tinggi."
Li Hoay tertawa.
"Aku sudah berlatih teknik ini sejak kecil, aku mencuri makanan milik orang lain, bila orang itu
akan membunuhku, aku harus berpura-pura mati," dia berkata lagi,
"Seorang anak yang liar dan sejak kecil selalu kelaparan, untuk mendapatkan makanan dia
harus belajar teknik ini, tapi di kemudian hari, setiap kali menghadapi keadaan seperti itu, teknik
itu pasti akan dikeluarkan, aku tidak bisa mengubah kebiasaan ini."
"Begitu anak ini tumbuh besar kemudian melatih tenaga dalam yang aneh, maka teknik
berpura-pura matinya lebih tinggi lagi."
"Dalam hal ini aku selalu berhati-hati, bila aku tidak bisa berpura-pura mati dan tidak mirip, aku
tidak akan bisa menipu Nyonya Ci."
"Aku benar-benar kagum kepadamu, aku juga menyukaimu aku percaya kau pun akan
menyukaiku." Li Hoay menghela nafas.
'Terus terang, perempuan seperti dirimu pasti banyak orang yang menyukai."
"Kalau begitu, apakah kau mau melakukan satu hal untukku?"
"Hal mengenai apa?"
"Apakah kau mau demi diriku, mati sekali lagi, tapi kali ini benar benar mati."
Semua orang pun bisa berpikir, bila sudah keluar kata-kata seperti itu, itu adalah saat untuk
menyerang, dan waktunya bagi Ci Teng Hoa untuk menyerang.
Serangan kali ini adalah serangan untuk hidup atau mati, tapi anehnya belum lama kata-kata ini
diucapkan, Ci Teng Hoa sedikit pun tidak mempunyai maksud untuk menyerang Li Hoay.
Walaupun ini adalah kesempatan yang sangat baik, dan kesempatan ini tidak akan kembali lagi,
hanya orang bodoh saja yang melakukan hal ini, dan itu dilakukan oleh Ci Teng Hoa.
Ci Teng Hoa bukan orang yang bodoh, tapi sekarang ini mengapa dia bertingkah laku seperti
orang bodoh?
Dia sangat ingin membunuh Li Hoay, dan Li Hoay pun tidak akan melepaskan dia begitu saja,
tapi pada saat dia bertingkah seperti orang bodoh seharusnya Li Hoay langsung menyerangnya.
Tapi Li Hoay sendiri pun tidak menyerangnya.
Mengapa dua orang yang sangat pintar ini tiba-tiba bisa menjadi begitu bodoh?
Yang anehnya lagi, mengapa orang-orang yang berada di sisi mereka bertepuk tangan demi
orang-orang bodoh ini?
Kongsun Thayhujin pun ikut bertepuk tangan,
"Tuan Li, kau benar-benar hebat, aku pun kagum kepadamu."
"Aku tidak berani menerimanya."
"Dengan cara apa kau bisa membuat dia tidak berkutik?"
"Sewaktu dia mengambil kacang dari tanganku, dengan jari kecilku aku menotok jalan darah
yang berada di telapak tangannya."
"Karena itu setelah mengucapkan dua kalimat tadi, tangannya tiba-tiba menjadi beku dan dia
tidak bisa menyerangmu lagi."
"Apakah tubuh sebelah kanannya pun tidak bisa digerakkan?" tanya Kongsun Thayhujin kepada
Li Hoay.
"Kira-kira seperti itulah."
"Karena itu kau pun tidak perlu menyerangnya lagi?" Li Hoay hanya tertawa.
Kongsun Thayhujin menarik nafas dan berkata,
"Tuan Li, bukannya aku hendak memujimu, ilmu silat jarimu, di dunia ini hanya ada tiga orang
yang bisa menandingimu."
Li Hoay mengerjapkan matanya dan tersenyum, sengaja dia bertanya, "Siapakah dua orang
yang lainnya itu? Apakah salah satunya adalah dirimu?"
"Bila aku mengatakannya belum tentu kau akan mempercayainya dan belum tentu pula kau
tidak mempercayainya."
"Apakah kau mau menemaniku seorang diri?"
"Aku siap."
Kemudian orang tua yang buta itu dengan menggunakan tehian sebagai tongkatnya, berjalan
selangkah demi selangkah keluar dari tenda itu.
Tiat Gin I sudah mengepalkan tangannya.
Li Hoay dengan tiga jarinya menarik bajunya, dan dengan suara kecil berkata, "Aku minta kau
jangan melakukan hal seperti itu, ini akan ditertawakan oleh orang lain, Kongsun Thayhujin aku
akan meninggalkanmu, aku dan lojinke ini akan keluar untuk jalan-jalan."
Tuan Li dan si tua sudah keluar dari tenda, Kongsun Thayhujin malah duduk dengan nyaman.
Tiat Gin I terus menatapnya.
"Aku yakin aku tidak salah, kau adalah Kongsun Thayhujin."
'Tiat Koanke, kau memang tidak salah, mana mungkin kau salah, bila tidak Tuan Besar Li tidak
akan bisa hidup sampai sekarang."
"Kalau begitu, siapa lojinke tadi?"
"Dia adalah suamiku," Kongsun Thayhujin menuangkan secangkir arak untuknya sendiri dan
berkata,
"Di keluarganya dalam urutan silsilah keluarga, dia adalah yang dituakan, karena itu aku
dipanggil Kongsun Thayhujin."
"Kongsun? Nyonya Besar? Keluarga Kongsun?" Tiat Gin I banyak pertanyaan.
"Mengapa aku tidak pernah mendengar sebelumnya?"
"Karena keluarga Kongsun yang tersisa hanya suamiku saja."
Dengan sedih Kongsun Thayhujin berkata lagi,
"Orang dunia persilatan sudah mengetahui, selama ini aku belum pernah kalah, mereka pun
tahu bahwa suamiku tidak pernah memenangkan pertarungan."
"Apakah memang belum pernah menang?"
"Benar," suara Kongsun Thayhujin terdengar sangat sedih, dia berkata lagi, "Ada orang yang
nasibnya memang ditakdirkan untuk kalah, walaupun dia adalah orang yang sombong dan sangat
kuat, tapi nasibnya harus selalu kalah."
Tiat Gin I terdiam.
Dalam diam itu, dia pun merasa sedih dan sakit, setelah lama dia baru berkata kepada Kongsun
Thayhujin.
"Apakah aku boleh mengucapkan satu kalimat ?'"
"Katakanlah!"
"Apakah aku boleh mengetahui nama lojinke itu ?"
Kongsun Thayhujin pun terdiam dengan lama baru berkata :
"Kau boleh bertanya kepadaku, tapi sayang meskipun aku menyebutkan namanya, kau belum
tentu mengenalnya."
Tiat Gin I terdiam menunggu Kongsun Thayhujin berkata lagi, setelah lama Kongsun Thayhujin
baru berkata,
"Namanya adalah Bu Seng (Bu=tidak pernah, Seng=menang)
"Benar namanya adalah Kongsun Bu Seng."
Seseorang yang seumur hidupnya belum pernah menang setiap malam dia gelisah dalam
tidurnya memikirkan hidupnya, dalam hatinya dia merasakan perasaan seperti apa?
Menjadi istri dari orang seperti itu, setiap malam mendengar desah nafasnya yang gelisah,
tidurnya yang tidak nyenyak, terus menerus menghapus keringat dinginnya, apakah yang dia
rasakan?
Istri dari seorang yang selalu gagal.
"Aku tidak mempunyai cara untuk menolongnya," kata Kongsun Thayhujin, "karena dia
memang ditakdirkan menjadi orang seperti itu."
Setelah habis mengucapkan kata-kata ini, Kongsun Thayhujin lalu meneteskan air mata.
Li Hoay mengikuti orang tua yang selalu gagal ini keluar dari tenda, bila Kongsun Bu Seng
adalah seorang yang selalu gagal, yang menang pasti Li Hoay.
Nasib Li Hoay selama ini tidak pernah buruk.
"Kalau begitu maksud dari Kongsun Thayhujin, apakah kita harus mencobanya?"
"Sepertinya begitu."
Walaupun hal ini tidak dipikirkan dengan otak melainkan dengan dengkul, tapi pertarungan kali
ini adalah pertarungan antara hidup dan mati.
Kali ini pun tetap harus dicoba.
k.
Menurut keterangan yang terkumpul dari dunia persilatan, bila Kongsun Thayhujin bisa
mencapai ilmu silat hingga tingkat tertinggi, Li Hoay Kongcu kita ini termasuk dalam tingkat ketiga.
Karena keterangan mengenai Kongsun Thayhujin, bahwa dia tidak pernah gagal dalam
menjalankan tugasnya. Dalam keadaan seperti itu, Li Hoay sudah tidak mempunyai jalan lain lagi.
l.
Di dalam tenda sudah terjadi keributan dan juga pembunuhan. Orang di dalam tenda sudah
tidak begitu banyak, dan yang tertinggal kebanyakan adalah perempuan, kebanyakan adalah
perempuan yang cantik dan anggun.
Umur mereka berbeda jauh, dandanan mereka pun tidak ada yang sama, satu-satunya
persamaan mereka adalah, apa pun yang terjadi di sana, mereka tetap terlihat tenang.
Mungkin karena mereka sudah melihat pelacur yang terkenal dan pendekar terkenal, mereka
sama-sama orang persilatan. Mereka mempunyai sifat yang sama, sifat yang tidak dimengerti oleh
orang biasa.
Tiat Gin I dengan rambut yang sudah memutih dan berpakaian sangat mewah, sejak tadi
duduk di kursi, di kursi yang mewah. Mereka sekarang dengan perlahan berdiri.
"Jikongcu, sepertinya sandiwara yang kau perankan sudah selesai, sekarang ini adalah
giliranku."
"Giliranmu?" tanya Li Hoay, "giliranmu untuk apa?"
"Giliranku untuk membunuh orang, atau mungkin giliranku untuk mati."
"Membunuh orang atau mati, sebenarnya itu adalah dua sisi dari satu keping, dua gambar yang
berada di dalam satu keping mata uang."
Tiat Gin I berdiri, rambut putihnya tampak berkilau.
"Karena hidup atau mati, tidak ada hubungannya denganmu."
Li Hoay tertawa kecut dan berkata, "Hal ini tidak ada hubungannya denganku, lalu
berhubungan dengan siapa? Kali ini kau tidak perlu mengurusku lagi."
"Itu tidak bisa."
Kata Tiat Gin I,
"Menurut Tuan Besar, kau harus segera pulang, karena itu aku harus membawamu pulang, bila
kau mati, aku yang akan menggantikanmu."
"Bila kau mati, kau tidak akan bisa membawaku pulang."
"Lebih baik aku yang mati terlebih dahulu, baru disusul olehmu."
Kata-kata ini bukan dialog dari sebuah sandiwara, juga bukan dibuat-buat.
Kebenaran ucapan ini lebih benar dari sumpah menteri-menteri kepada raja.
Li Hoay sudah tidak dapat tertawa lagi, dia benar-benar tidak dapat tertawa lagi.
Tiat Gin I melihatnya, dia mengayunkan tangannya dan berkata,
"Aku percaya kau sudah mengerti maksudku, karena itu lebih baik sekarang kau mundur."
Tiba-tiba ada seseorang yang bertepuk tangan.
Yang bertepuk tangan adalah seorang perempuan muda, dia tidak berdandan, hanya
mengenakan pakaian berwarna hijau muda yang terbuat dari sutra.
Kelihatannya dia begitu lembut dan lemah, tidak ada yang mengetahui bahwa dia adalah
seorang pelacur yang terkenal dan tidak ada yang menyangka dia bisa berkata seperti itu.
"Aku tidak pernah melihat laki-laki seperti kalian, bila kalian benar-benar mati, aku akan
menemani kalian mati."
Kata-kata gadis berbaju hijau ini lebih berharga dari perkataan seorang pendekar.
Li Hoay tertawa kembali.
"Mengapa begitu banyak orang yang ingin mati, sebenarnya kita pun tidak perlu mati," kata Li
Hoay kepada Tiat Gin I.
"Bila kau memperhatikan dan melihat tangan orang tua yang menggesek alat musik itu, aku
jamin kita semua tidak akan mati."
Li Hoay berkata lagi, "Bila orang tua ini tidak membantu Kongsun Thayhujin, aku percaya
bahwa Kongsun Thayhujin sudah mati beberapa puluh kali."
Suara tehian sudah berhenti, pak tua itu dengan perlahan keluar dari sudut tenda, suaranya
lebih rendah dan serak dari suara tehian itu sendiri, "Bagaimana kalau kita berjalan-jalan keluar?"
dia bertanya kepada Li Hoay.
"Apakah kau mau menemaniku berjalan-jalan di luar?" Li Hoay tahu bahwa orang itu selalu
kalah, kemana pun dia pergi seharusnya dia tidak perlu merasa khawatir.
Anehnya wajah Tiat Gin I sepertinya sangat mengkhawatirkan sesuatu, lebih khawatir
dibanding saat Li Hoay menelan kacang Ci Teng Hoa.
m.
Malam yang banyak kabut.
Saat ini masih ada kabut yang begitu tebal, membuat orang tidak menyangkanya, seperti di
tempat ini.
Si Tua Kongsun masih minum arak berdua dengan Li Hoay di sebuah pohon yang sudah mati.
Arak itu bukan diambil dari meja Tiat Gin I, arak ini berasal dari kantung orang tua ini sendiri.
"Arak ini tidak memiliki rasa arak, tapi pada saat diminum di dalam perut seperti ada api yang
membakar."
"Apakah kau tidak melihat bahwa arak ini sedikit aneh? Dan kau terlihat lebih aneh lagi?"
"Apakah kau tidak merasa aneh mengapa aku mengundangmu minum di tempat yang begitu
sederhana?"
"Aku tidak menyangkanya, tapi aku tetap datang," kata Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Meskipun aku tahu kau ingin membunuhku, aku tetap datang."
Orang tua itu tertawa, tubuhnya berguncang-guncang dan araknya hampir tumpah, mulutnya
yang gepeng, tertawa hingga tidak terlihat giginya.
Membunuh orang tidak memerlukan gigi, karena itu Li Hoay terus melihat tangannya, seperti
sebuah paku yang sudah tertancap.
Sepasang tangan Kongsun Lojin karena terus tertawa, tangannya bergetar dan juga seperti
sudah terpaku.
Mata Li Hoay yang tajam dan bercahaya, tampak agak melembut.
Perubahan yang terjadi ini kecuali mereka berdua, tidak ada yang bisa melihatnya.
Di dunia persilatan, anli silat tangguh bertarung untuk hidup dan mati, dan kadang-kadang
ditentukan dari sebuah keadaan yang sepele.
Tapi kemenangan untuk hidup dan mati belum selesai. Karena mereka baru saja memulai
pertarungan yang pertama.
n.
Kongsun Lojin dengan mulutnya yang gepeng, dari guci araknya yang gepeng, dengan tegukan
besar meminum arak yang aneh itu.
"Aku adalah orang aneh, tapi kau lebih aneh lagi, aneh juga sangat pintar," kata Kongsun Bu
Seng.
Dia berkata lagi, "Karena itu kau harus mengerti, aku menyuruhmu keluar karena aku tahu si
nenek tua itu tidak akan bisa melawanmu. Tapi ada sedikit hal yang tidak kau ketahui, aku
mencarimu karena suatu alasan yang khusus," kata Si Tua Kongsun.
"Alasan apakah itu?"
Kongsun Lojin malah balik bertanya kepada Li Hoay, "Apakah kau mengetahui namaku? Dan
apakah kau tahu aku ini orang semacam apa?"
"Aku tidak tahu."
"Aku bermarga Kongsun, bernama Pay (kalah), dijuluki Bu Seng (tidak pernah menang)."
"Kongsun Pay? Kongsun Bu Seng?"
"Benar, karena seumur hidup aku bertarung, aku belum pernah menang."
Li Hoay benar-benar terkejut.
Karena dari tawa dan tangan Kongsun Bu Seng yang bergetar, Li Hoay melihat sepasang
tangan Kongsun Bu Seng sudah berubah sebanyak tiga kali.
Mengalami tiga perubahan bukan termasuk perubahan yang banyak, terlalu banyak mengalami
perubahan tidak akan menakutkan, kadang-kadang sesuatu yang tidak mengalami perubahan,
malah bisa membuat orang mati.
Yang menakutkan adalah dalam tiga kali perubahan dari Kongsun Lojin, setiap perubahan itu
bisa membuat orang mati saat itu juga.
"Kongsun Bu Seng cianpwe, apakah benar seumur hidupmu tidak pernah menang?" tanya Li
Hoay.
"Belum pernah."
"Aku tidak mempercayainya, hingga mati pun aku tidak percaya, biar kepalaku dijadikan pispot
sekalipun, aku tetap tidak mempercayainya."
"Mengapa?"
"Aku adalah seorang yang jahat, aku adalah seekor babi, karena itu pula aku tidak pernah
makan daging babi, tapi aku pernah melihat babi yang berjalan," kata Li Hoay, "karena itu aku
bisa melihatmu."
"Kau melihatku orang seperti apa?"
'Tangan Kongsun cianpwe tidak akan berada di luar urutan kelima di dunia persilatan, mengapa
kau belum pernah menang?"
Kongsun Lojin meminum araknya lagi, dengan matanya yang seperti buta itu, mata yang tidak
bisa melihat apa-apa, dia menatap Li Hoay, setelah lama dia baru mengirik nafas,
"Apa yang kau lihat benar, tapi ada juga yang salah."
"Oh?"
"Ilmu silatku berada di urutan lima besar, memang aku adalah ahli silat tangguh yang bisa
dihitung dengan jari."
”Tapi mengapa kau selalu kalah?"
"Ilmu silatku memang tidak kalah, yang salah adalah aku."
"Kesalahanmu ada di mana?"
Kongsun tua terdiam lama, kemudian dengan nada yang aneh dia balik bertanya,
"Apakah kau tahu, seumur hidupku, sudah berapa kali aku bertarung?"
"Sudah berapa kali?"
"Empat kali."
Li Hoay merasa aneh dan berkata,
"Kongsun cianpwe, sifatmu, ilmu silatmu, dan dengan kebiasaanmu, apakah benar kau hanya
bertarung sebanyak empat kali?"
"Itu memang benar," jawab Kongsun Pay.
"Empat kali bertarung, aku kalah sebanyak empat kali."
Dia bertanya kepada Li Hoay,
"Bila aku menyuruhmu menunjuk 5 pesilat tangguh, kau akan menunjuk siapa saja?"
Li Hoay tampak berpikir dengan lama kemudian menjawab, "Dari Bu Tong, Ciong Ji, dari Siao
Lim, Ngo Ji Siangjin, walaupun beliau sudah pensiun tapi ilmu silatnya tidak ada seorang pun yang
bisa mengukurnya, dunia persilatan mengakui ilmu silat mereka."
"Benar."
"Dulu di dunia persilatan ada seorang dari turunan Siao Li Tam Hoa yaitu Li Boan Ceng, sudah
12 tahun ini beliau tidak pernah bertarung lagi, juga tidak ada orang yang bisa menemukan beliau,
tapi keturunan si pisau terbang dari keluarga Lie, tidak ada seorang pun yang berani mencoba
kehebatannya, Siao Lie Hui To tidak pernah salah sasaran, nama Siao Li Hui To hingga saat ini
selalu diingat oleh orang-orang."
Kata Kongsun Lojin, "Aku selalu kagum kepada Tuan Li Boan Ceng."
"Masih ada Kun Lun Soat Kiam, Siao Hiang Sin Kiam, dan turunan ketiga dari Hui Kiam Kek
yaitu Hoan I, ilmu pedang mereka bertiga hampir setaraf," kata Li Hoay.
Dia berujar lagi, 'Tapi mereka bertiga adalah teman-temanku, mereka bertiga tidak akan
memperebutkan urutan yang paling hebat, tidak ada orang yang bisa memilih di antara mereka
bertiga siapa yang paling kuat."
"Kau benar," kata Kongsun Pay lagi.
"Di antara mereka bertiga bila ada yang bisa mengalahkan satu saja, kita akan merasa hidup
kita tidak akan sia-sia di dunia ini."
"Apakah kau pernah bertemu dengan mereka?" tanya Li Hoay.
Kongsun Lojin tertawa kecut dan menjawab, "Aku pernah bertemu dengan mereka, bahkan
pernah bertarung dengan mereka."
"Siapakah mereka itu?"
"Siao Hiang, Ciong Ji, Kun Lun dan Hoan I." Li Hoay menghela nafas dan berkata,
"Mengapa kau memilih mereka berempat untuk bertarung? Mengapa kau tidak memilih orang
lain saja?"
Kongsun Lojin ikut menghela nafas dan menjawab, "Karena aku sudah membuat suatu
kesalahan."
o.
Minum arak seorang diri sungguh terasa tidak enak. Seseorang yang jago minum yang minum
bersama orang yang tidak bisa minum, itu juga terasa tidak enak.
Seseorang berkata kepada dirinya sendiri, tidak enak, terlebih berbicara dengan seseorang
yang dia benci lebih tidak enak lagi.
Di dunia ini banyak hal seperti ini.
Mengenai aturan ini, Li Hoay sangat memahaminya.
"Aku mengerti maksudmu," dia berkata kepada Kongsun tua, "kau mengeluarkan serangan
bukan untuk memenangkan pertarungan, hanya mencari satu orang yang kau anggap pantas
untuk kau ladeni dengan jurusmu, kalah atau menang tidak ada tujuan itu di dalam hatimu."
Kata Li Hoay lagi: "Bila orang itu tidak pantas kau ajak bertarung, hingga dia berlutut pun kau
tidak akan mau mengeluarkan jurusmu."
Kongsun Lojin melihatnya, di matanya seperti ada sepercik cahaya, ternyata kilauan air mata.
"Aku tahu kau pasti akan mengerti, bila kau tidak mengerti, siapa lagi yang bisa memahami dan
mengerti masalah ini."
Kongsun Pay menghela nafas dan berkata, "Bila aku tidak kalah, di dunia ini siapa yang mau
menerima kekalahan."
Tiba-tiba Li Hoay berdiri, dengan sikap hormat dia membungkuk ke arah Kongsun Lojin.
"Aku tidak bisa menjilat orang, tapi meskipun hari ini kita berhadapan sebagai musuh untuk
mempertaruhkan hidup dan mati, dan meskipun aku mati di tanganmu, aku tidak akan
membunuhmu. Tapi aku pun ingin mengucapkan satu kalimat."
"Katakanlah!"
"Kongsun Lojin, walaupun Anda selalu kalah dan belum pernah menang, tapi Anda kalah
dengan mulia, aku kagum kepada Anda."
Tiba-tiba Kongsun Lojin melakukan sesuatu yang aneh, tiba-tiba dia meloncat ke atas, di udara
dengan gerakan aneh dia bersalto beberapa kali, setelah itu dia baru menginjakkan kakinya ke
bumi.
Dia tidak gila.
Dia melakukan hal seperti itu karena dia sudah tidak bisa menahan air mata yang mulai
mengalir.
Agar tidak terlihat oleh orang lain, cara itulah yang bisa dia lakukan.
Li Hoay memahami perasaan Kongsun Lojin, dia sekali tenggak menghabiskan arak di dalam
guci.
"Aku sangat berterima kasih kepada Anda, karena Anda menganggap aku adalah orang kelima
yang pantas untukmu, aku merasa beruntung."
"Semua ini karena terpaksa kulakukan," kata Kongsun Lojin sengaja bersikap dingin, dia
berkata lagi,
"Aku sudah menerima 30.000 tail emas untuk ditukar dengan nyawamu."
Li Hoay tertawa.
'Tidak kusangka bahwa nyawaku begitu berharga." Kongsun Lojin tidak tertawa dan berkata,
"Kami suami istri sangat menepati janji, bila sudah menandatangani kontrak, dalam keadaan
apa pun kami akan selalu menepati janji."
Li Hoay tidak bisa tertawa lagi.
"Aku pun orang yang sangat menepati janji, apalagi saat ini aku belum ingin mati, walaupun
aku mengagumi dirimu, tapi aku akan tetap membuatmu kalah lagi kali ini."
Perasaan di antara teman begitu jujur dan terhormat tapi yang lebih celaka lagi tidak semua
bisa dianggap teman sejati, tapi musuh tetaplah musuh. Hubungan antar teman sangat dekat,
hubungan semakin baik maka pertemanan pun semakin dekat. Yang celaka adalah bila
pertemanan itu membawa pengkhianatan dan penghinaan.
Tapi musuh tidak akan bisa melakukan hal seperti itu, bila terhadap musuhmu kau memiliki niat
untuk menghinanya, kau akan mati karena perasaan ini.
p.
Seperti hari-hari yang dilalui di dunia ini, setiap saat, setiap waktu, di setiap sudut tempat, pasti
akan ada orang yang saling menyayangi, seperti di dunia persilatan pasti akan ada orang yang
bertarung.
Sejak jaman dulu kala pertarungan hidup dan mati selalu terjadi, tapi yang bisa diingat oleh
setiap orang ada berapa kalikah pertarungan itu terjadi?
Ada dua kali pertarungan yang membuat orang tidak dapat melupakannya.
Na Tat dan Siao Ong Sun bertarung di sebuah gunung, senjata yang dipakai oleh Na Tat
enghiong adalah sebuah palu dengan berat 39 kilogram, senjata yang digunakan oleh Siao Ong
Sun adalah tali pinggang yang baru dibuka dari jubah sutranya.
Dalam pertarungan pertama senjata yang digunakan terlalu jauh perbedaannya.
Ilmu silat yang dimiliki oleh Na Tat beraliran keras dan ganas, palunya pun besar, besarnya
tidak ada yang bisa menandingi di dunia ini, sekali mengayunkan palu, batu pun akan hancur
menjadi bubuk.
Siao Ong Sun mempunyai ilmu silat yang berubah-ubah, tidak ada patokan arah, keras dan
lembut sangat besar perbedaannya.
Pertarungan walaupun ini tidak ada saksi mata tapi hasil pertarungan ini menjadi legenda dunia
persilatan.
Pertarungan kedua pun membuat orang dunia persilatan tidak mampu untuk melupakannya.
Lu Siao Hong dan Sebun Jui Soat bertarung di dalam kabut yang tebal dan putih di suatu
subuh.
Sebun Jui Soat dijuluki sebagai dewa pedang, tidak ada seorang pun yang bisa lolos dari
pedangnya, dia hidup demi pedangnya, demi pedang pun dia bisa mati.
Cita-citanya adalah dia ingin bertarung dengan Lu Siao Hong, dan ingin mengetahui siapa yang
ilmu silatnya paling tinggi di antara mereka berdua, karena selama ini Lu Siao Hong tidak pernah
kalah.
Orang ini setiap hari selalu tertawa dan terlihat santai, sama sekali tidak terlihat pintar, dia pun
seperti orang yang tidak berguna, lebih-lebih tidak tampak seperti orang yang memiliki ilmu silat.
Hidupnya selalu berada dalam bahaya, bahaya yang bisa mengancam keselamatan jiwanya.
Tapi selama hidupnya ini, dia tidak pernah mengalami kekalahan. Bagaimana bila dia bertarung
dengan Sebun Jui Soat?
Walaupun pertarungan ini kondisinya hampir sama dengan pertarungan antara Na Tat
enghiong dan Siao Ong Sun, tapi ada sedikit keanehan.
Walalupun pertarungan itu sangat dahsyat dan sangat menentukan antara hidup dan mati, tapi
melalui pertarungan itu pun tidak bisa ditentukan siapa yang menang atau siapa yang kalah.
Walaupun dalam pertarungan itu mereka berhadapan seperti musuh, tapi sebenarnya mereka
adalah teman, teman yang saling menghormati.
Li Hoay dan Kongsun Lojin bukan teman.
Walaupun dalam setiap pertarungan Kongsun Lojin selalu kalah, semua ini dikarenakan hatinya
terlalu sombong, tapi dia kalah dengan mulia.
Di dunia persilatan walaupun nama Li Hoay belum sangat terkenal, orang-orang tidak banyak
yang tahu mengenai kemampuan ilmu silatnya. Tapi ada beberapa orang yang sudah
mengetahuinya.
Ada beberapa orang yang tidak menyangka bahwa mereka bisa kalah di tangan Li Hoay.
Pertarungan antara Li Hoay dan Kongsun Lojin, siapa yang bisa menebak hasilnya?
0-0-0
Bab 4.
Harga yang Harus Dibayar
1
a.
Sebuah rumah yang kuno dan besar, semua pintunya terkunci. Di bawah dinding yang tinggi
sudah tumbuh rumput-rumput liar, cat yang berada di pintu pun sudah terkelupas. Siapa pun
dapat melihat bahwa kejayaan keluarga ini sudah lewat. Keluarga itu sudah tidak diindahkan dan
dihormati lagi.
Tapi bila kita melihat keadaan rumah itu hari ini, ada tiga orang dunia persilatan yang lewat di
sana, akan segera terasa bahwa sebenarnya keadaan di sana bukan seperti itu.
Mereka tampak sangat bersemangat dan penuh dengan keyakinan, mereka menunggang kuda
dan mengenakan baju yang bagus, golok diselipkan di punggung mereka. Mereka datang dari
tempat yang penuh dengan salju, sepertinya tidak ada yang bisa menghalangi kedatangan mereka
untuk masuk ke pekarangan rumah besar itu yang tampak sudah sangat tua ini. Dari jauh mereka
sudah turun dari kuda, walaupun tanah diselimuti dengan salju, mereka bertiga tampak
bersemangat, mereka memandang rumah itu dengan penuh dengan kekaguman.
"Apakah benar ini adalah tempat tinggal Siao Li Tam Hoa?"
Pintu yang catnya sudah terkelupas, masih terdapat puisi yang diukir di sana, mereka masih
dapat melihat huruf yang terukir di sana.
It bun jit cin su hok ci sam tam hoa
(satu rumah punya tujuh sastrawan tiga turunan menguasai pisau terbang.)
Tiga orang pemuda dari kalangan persilatan dengan kagum memandangi kesepuluh huruf itu.
"Siao Li Hui To benar-benar tidak akan salah sasaran," salah satu dari mereka bertiga menarik
nafas dan berkata lagi,
"Aku sering membenci diriku sendiri, aku benci mengapa aku tidak lahir sejaman dengannya."
"Apakah kau ingin bertarung dengan beliau?"
”Tidak, aku tidak akan berani melakukannya."
Seorang pemuda yang sombong bisa mengatakan bahwa dia tidak berani, artinya pemuda ini
sangat menghormati orang itu.
Pemuda yang menuding syair itu dengan penuh kekaguman tiba-tiba menarik nafas dan
berkata: "Sangat disayangkan mengapa keluarga Li tidak mempunyai keturunan lagi, keturunan Li
sekarang ini hanya ada Li Boan Ceng, walaupun dia adalah seorang yang bijaksana, tapi beliaupun
tidak akan bisa membangkitkan kejayaan Siao Li Hui To kembali."
Di mata pemuda itu sudah tampak titik air mata, "Kejayaan Siao Li Hui To dulu kala, tidak akan
pernah bisa dibangkitkan lagi oleh siapa pun."
”Tapi ada satu hal yang tidak kumengerti."
"Hal mengenai apa?"
"Sejak kecil Li Boan Ceng Enghiong dijuluki anak yang berbakat, mengapa pada umur yang
belum terlalu tua, beliau berubah menjadi seseorang yang tidak bersemangat?"
Seseorang dari mereka yang lebih dewasa berkata: "Seorang pendekar seperti orang terkenal,
mereka akan selalu dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik, kita pun seperti itu bukan?"
"Maksudmu, hidup Li Boan Ceng tenggelam karena seseorang? Dan dia adalah seorang
perempuan?"
Tidak ada yang menjawab dan tidak perlu untuk dijawab.
Mereka bertiga diam dalam angin yang dingin, setelah itu mereka baru membawa kuda mereka
pergi dari sana.
b.
Li Hoay dan Tiat Gin I pun berada di sana.
Mereka melihat ketiga pemuda yang menjauh dan tadi mereka sempat mendengarkan
percakapan mereka. Hati mereka dipenuhi dengan pikiran yang sangat dalam.
— Apakah kejayaan Siao Li Hui To tidak akan muncul kembali?
— Apakah benar karena seorang perempuan bisa membuat Li Boan Ceng menjadi seperti itu?
Siapakah perempuan itu?
Li Hoay meneteskan air matanya, tiba-tiba dia teringat kepada ibunya, seorang perempuan
yang cantik, pintar, dan patut untuk dikasihani.
Tiba-tiba dia ingin segera pergi dari sana.
Tapi Tiat Gin I sudah memegang tangannya.
"Kau tidak boleh pergi, sekarang kau tidak boleh pergi," kata Tiat Gin I, "aku tahu apa yang
sedang kau pikirkan, tapi kau harus tahu, ayahmu sekarang ini sangat membutuhkanmu, walau
bagaimana pun kau adalah darah dagingnya, darah yang mengalir adalah darahnya, tulangmu pun
adalah tulangnya ”
Kedua tangan Li Hoay dikepalkan, urat darah hijau di tangannya tampak bergetar.
Tiat Gin I melihatnya dan berkata,
"Kau harus tahu, hanya kaulah yang bisa membangkitkan kembali keluarga Lie."
c.
Jalan kecil sudah dipenuhi dengan salju, loteng yang tidak terlihat oleh orang, kejayaan dan
kemakmuran yang dulu sudah tidak tampak.
Langkah dan pikiran Li Hoay sama beratnya, apa pun pikirannya, apa pun yang dikatakan oleh
orang lain, di sinilah asal usulnya.
Darah lebih kental dari air, semua yakin dengan kenyataan ini.
Sekarang dia akan bertemu dengan ayahnya kembali, sebelum dia lahir, ayahnya meninggalkan
ibu dan dia yang masih berada di dalam kandungan ibunya.
Tapi dia tidak dapat membantah perintah ayahnya seperti dia tidak dapat menyangkal dirinya
sendiri.
"Apakah kau tahu mengapa ayahmu mencarimu kali ini?" tanya Tiat Gin I kepada Li Hoay.
"Aku tidak tahu."
"Aku hanya tahu apa pun yang beliau minta, aku akan melakukannya," jawab Li Hoay.
d.
Sudah satu tahun berlalu.
Seorang orang tua sedang duduk di beranda, dia sedang memandang bunga bwee hoa yang
berwarna merah di atas tumpukan salju yang berwarna putih, seperti seorang anak yang sedang
melihat kincir yang berputar.
Mengapa orang harus menjadi tua?
Mengapa orang yang ingin mati malah tidak bisa mati? Di tangan orang tua itu tampak sebuah
pisau. Pisau ini bukan pisau sembarangan, pisau ini adalah pisau terbang (huito).
Tidak ada yang mengetahui berapa berat pisau ini, bentuk atau pun bahan yang membuatnya.
Seperti orang-orang yang tidak dapat menghindar dari pisau ini.
Tapi pisau ini sudah lama tidak muncul di dunia persilatan, karena memang dia sudah tidak
pernah memakainya, sebab dia tidak yakin bisa mengenai sasaran dengan tepat.
Dia adalah keturunan keluarga Li, ayahnya puluhan tahun yang lalu sudah terkenal di dunia
persilatan, dan beliau adalah pendekar terkenal Siao Lie Hui To.
Tapi sudah 20 tahun dia hanya mengurung diri, siapa yang bisa membayangkan bagaimana
rasa sakit hatinya?
Untuk apakah dia melakukan semua ini?
Di antara salju putih dan bunga bwee yang berwarna merah, muncullah sosok yang tidak begitu
jelas, seorang perempuan berbaju putih, putih seperti salju.
Sebentuk cinta yang tidak dapat dilupakan.
"Tuan Resar Tuan Muda Kedua sudah pulang"
Li Boan Ceng Enghiong terbangun dari mimpi masa lalu, dia mengangkat kepala dan melihat
putranya.
Anak itu, seorang pemuda yang pintar dan juga menyenangkan.
"Apakah dia adalah anakku? Mengapa dulu aku tidak pernah mengurusnya? Mengapa
membiarkan dia hidup seperti seekor anjing liar di jalanan? Mengapa aku harus meninggalkan
ibunya juga?"
— Seseorang mengapa harus memaksakan diri mengerjakan sesuatu yang tidak dia inginkan?
Ini hanya membuatnya sedih seumur hidupnya.
Dia melihat anaknya, melihat seorang pemuda yang sehat dan juga kuat, penuh keyakinan,
pintar, pemuda yang penuh dengan semangat hidup. Dia seperti melihat dirinya sewaktu muda
dulu.
"Kau sudah kembali."
"Benar."
"Bagaimana keadaanmu sekarang ini?"
"Aku baik-baik saja, tapi juga tidak baik," Li Hoay tertawa.
"Aku selalu begitu, apakah kau bisa menerima atau tidak bisa menerimanya, aku tidak peduli."
"Tidak peduli? Mengapa aku bisa tidak peduli?" hati orang tua itu meneteskan darah, bila dulu
dia bisa seperti putranya tidak pedulian, sekarang ini hidupnya akan lebih tenang dan senang.
Hati Li Hoay pun meneteskan darah.
Dia tahu ayahnya sedang memikirkan apa, percintaan antara ayah dan ibunya, sudah menjadi
rahasia umum.
Sewaktu ayahnya bertemu dengan ibunya, mereka masih sangat muda.
Mereka bertemu, saling jatuh cinta, mereka berkumpul. Dan mereka mempunyai Li Hoay.
Mereka masih muda dan sama-sama belum menikah, sehat, hebat dan terkenal, kemudian
mereka bersatu.
Seharusnya hal itu membuat orang lain menjadi iri.
Tapi sayang, percintaan yang indah, berakhir dengan tangisan.
Yang salah bukan mereka melainkan kenyataan yang tidak dapat diubah, dendam yang
selamanya tidak dapat dilupakan.
— Ayahnya sudah membunuh ayah dari pihak perempuan, dan dia langsung mati saat itu juga.
Ibunya bermarga Siangkoan.
Siao Lie Hui To tidak pernah salah sasaran, Ketua kim Cian Pang, Siangkoan Kim Hong pun
bukan pengecualian.
"Ini adalah kesalahan pertama yang kulakukan," kata orang tua itu, "aku tahu bila sudah
melakukan hal itu, tidak akan ada maaf bagiku, mencelakakan diriku sendiri dan juga orang lain,
tapi aku tetap saja melakukannya."
Dia terdiam lama kemudian melanjutkan kembali, "Aku sering bertanya kepada diriku sendiri,
aku tidak akan bisa memaafkan diriku ini yang telah melakukan kesalahan ini."
Li Hoay terdiam, dia tidak berani berkata apa-apa.
Li Hoay sejak dulu selalu membenci dan marah kepada ayahnya karena meninggalkan dia dan
ibunya begitu saja, sekarang dia sudah mengerti alasan ayahnya meninggalkan mereka, dia pun
tahu di dalam hati ayahnya beliau pun merasa sedih dan sakit.
Bagaimana pun dia dan ayahnya berasal dari titik yang sama.
Mereka sama-sama laki-laki.
e.
Orang tua itu berkata kepada Li Hoay.
"Hari ini aku mencarimu bukan untuk menjelaskan mengenai masalah ini, karena masalah ini
selamanya tidak akan bisa dijelaskan."
Li Hoay tetap terdiam.
"Seumur hidupku, aku telah melakukan dua kesalahan, keduanya membuatku sedih seumur
hidupku ini."
Orang tua itu berkata lagi, "Hari ini aku mencarimu, karena ada alasan yang lainnya."
Pekarangan begitu sepi dan sunyi, bahkan suara daun yang jatuh pun sepertinya bisa
terdengar, daun yang jatuh itu seperti pecah ke dalam tumpukan salju.
Kemudian orang tua itu berkata lagi.
"Beberapa tahun yang lalu saat aku baru muncul di dunia persilatan, aku ingin mengangkat
namaku, ingin membuat namaku terkenal, semua itu kulakukan bukan karena nama nenek
moyangku yang sudah termasyur lebih dahulu."
Dia berkata lagi, "Pada waktu itu di dunia persilatan ada seseorang yang sangat hebat, dia
belum pernah kalah, namanya terkenal hingga ke penjuru dunia persilatan."
Kata orang tua itu melanjutkan.
"Aku yakin kau pernah mendengar nama ini."
"Dua puluh tahun yang lalu orang ini bernama Soat Ceng Pit, dia pernah mengalahkan Elang
Kun Lun dan Gan Tong Sam Niao (Tiga Burung dari Gan Tong San), dia pun pernah mengalahkan
Pek Yan Tojin dan juga yang lainnya, namanya sangat terkenal dan tidak ada seorangpun yang
dapat menandinginya "
”Tapi dalam pertarungan terakhir, dia dikalahkan oleh Li Boan Ceng Enghiong, tiga bulan
kemudian dia meninggal karena terlalu banyak memikirkan hal ini,”
Li Hoay pun tahu mengenai hal ini.
"Karena memenangkan pertarungan ini, aku sangat gembira. Sebenarnya ini adalah suatu hal
yang menyenangkan tapi sewaktu Li Boan Ceng menceritakan hal ini, dia malah terlihat sedih.
Terakhir aku baru mengetahui satu hal yang belum pernah aku ketahui," kata orang tua itu.
"Kalau saja aku tahu lebih awal. hingga mati pun aku tidak akan mau bertarung."
Dia berkata lagi, "Belakangan orang persilatan pun mengetahui hal ini, aku kira kau pun sudah
mengetahuinya."
Li Hoay memang mengetahuinya.
Sewaktu Li Boan Ceng mengirimkan surat untuk bertarung, Soat Ceng Pit sudah terlalu lelah
dan dia jatuh sakit, luka dalamnya tidak dapat diobati, pada saat itu istrinya pun meninggalkan dia
begitu saja.
Luka dalam dan akibat terlalu kelelahan membuat dia berubah menjadi seseorang yang asing,
sangat berbeda jauh dengan julukannya sebagai It Kiam Hui To.
Tapi dalam tubuhnya masih mengalir darah yang dulu, sifatnya kuat dan keras.
Karena itu walaupun dia terluka dia tetap setuju untuk bertarung.
Dia tidak memberitahu kepada siapa pun bahwa dia sedang terluka, dia tidak mau lawannya
tahu bahwa dia sedang terluka. Dan dia tetap menyetujui pertarungan ini. Tapi dia kalah.
Dia mati di dalam kesombongannya sendiri.
"Karena itu, hingga saat ini aku tidak dapat melupakan dia, apalagi tidak dapat melupakan
sewaktu dia mati dengan wajah yang memancarkan kesombongannya."
Orang tua itu berkata lagi,
"Aku belum pernah melihat seseorang yang mati dengan begitu sombong.
Li Hoay menatap ayahnya, matanya memancarkan rasa hormat.
Dia pun bangga kepada ayahnya.
Ingin menjadi seseorang yang benar, itu bukan hal yang mudah. Ingin menjadi seorang laki-laki
sejati , itu lebih tidak mudah.
Orang tua itu terdiam, diam dengan lama, sangat lama hingga bisa membuat salju di atas daun
mencair.
Li Hoay tidak mendengar suara salju yang mencair juga tidak mendengar suara daun yang
hancur, tidak ada seorang pun yang bisa mendengar dengan telinganya.
Tapi Li Hoay mendengarnya.
Dia tidak mendengar dengan telinganya, dia mendengar dengan hatinya.
Karena dia mendengar suara hati ayahnya.
"Aku membunuh orang tidak boleh aku yang membunuh terlebih dahulu, aku menyesalinya.
Sekarang aku menyesal pun tidak ada gunanya lagi."
Suara orang tua itu terdengar serak, dia berkata lagi,
"Seseorang bila sudah melakukan kesalahan, di kemudian hari dia hanya bisa melakukan satu
hal."
"Apakah itu?" tanya Li Hoay.
"Membayarnya," jawab orang tua itu.
Dia berkata lagi, "Siapa pun yang sudah melakukan kesalahan harus membayarnya."
"Sekarang adalah waktu bagiku untuk membayarnya."
Waktu : jam 1 malam.
Tempat : rumahmu.
Senjata : aku menggunakan pisau terbang, kau boleh memilih senjata sendiri.
Kalah atau menang, satu jurus sudah bisa menentukan menang atau kalah, hidup atau mati
juga di tentukan dalam pertarungan ini, ditentukan saat itu juga.
Orang yang mengantarkan surat adalah Ling Ciu Soat.
Surat ini bukan surat resmi, surat ini adalah surat yang mengajak bertarung dan isinya sangat
menakutkan, dari huruf-hurufnya terlihat bahwa orang yang mengajak bertarung adalah orang
yang sangat sombong, sepertinya dia sudah menguasai hidup dan mati lawannya.
Li Hoay merasa sangat marah.
Dia bertanya, "Siapa yang menulis surat ini? Sombong sekali dia!"
"Orang yang menulis surat ini adalah aku," jawab Tuan Li Boan Ceng.
"Mengapa ayah melakukannya? Mengapa orang itu adalah ayah?"
"Isi surat itu dengan isi surat 20 tahun yang lalu sama, hanya nama lawannya yang tidak sama,
semua kalimat dan huruf yang aku tulis sama persis."
Kata orang tua itu lagi,
”Surat itu ditulis oleh anak-anakdari Soat Tayhiap untuk membalas dendam kepadaku, mereka
melakukannya demi ayah mereka, ini adalah harga yang harus kubayar." Li Hoay tertawa dingin.
"Harga yang harus dibayar, harga apa yang harus dibayar? Apa alasan dari keluarga Soat
menghadapi ayah dengan pisau terbang juga."
Mata orang tua itu menerawang jauh, kemudian dia menghela nafas panjang dan dia berkata,
"Pisau terbang bukan hanya milik keluarga Li saja."
"Apakah ada keluarga lain yang berlatih pisau terbang dan mereka lebih lihai dari keluarga Li?"
Li Hoay mengeluarkan kata-kata ini, tapi begitu dia selesai mengucapkan kalimat ini, wajahnya
menjadi membeku, setelah itu wajahnya sudah berubah menjadi seperti topeng berwarna abu.
Karena tiba-tiba saja dia teringat kepada seseorang, ingat kepada cahaya bulan, ingat kepada
cahaya pisau yang menakutkan.
— Cahaya bulan seperti pisau. Pisau seperti cahaya bulan.
Di dunia persilatan, kalimat ini tidak berubah sejak dulu,
"Pisau terbang Siao Lie, tidak pernah salah sasaran, begitu menakutkan."
Orang tua itu bertanya,
"Apakah kau sekarang tahu siapa orang itu?"
"Ini adalah harga yang harus dibayar," kata orang tua itu.
"Karena posisiku sekarang, sama seperti pada saat aku mengajak bertarung Soat Tayhiap
bertarung, bila aku menyetujuinya, aku pasti akan kalah, kalah berarti mati."
Li Hoay terdiam.
"Mati tidak begitu menakutkan, yang menakutkan adalah bila aku kaiah."
Orang tua berkata lagi,
"Aku memilih mati, tidak memilih untuk kalah." Wajahnya yang pucat timbul rona kemerahmerahan,
ini biasanya terlihat pada orang yang akan mati.
”Karena aku adalah keturunan keluarga ini. Aku tidak boleh dikalahkan oleh pisau terbang milik
orang lain, aku tidak akan membiarkan leluhurku kita merasa terhina dengan keadaan ini ”
Dia melihat Li Hoay, kemudian berkata,
"Karena itu aku menyuruhmu pulang, kau wakili aku menghadapi pertarungan ini demi diriku
tolong kalahkan pisau terbang milik keluarga Soat." orang tua itu melanjutkan,
"Dalam pertarungan itu kau harus menang dan tidak boleh mati, kau harus menang tidak boleh
kalah."
Wajah Li Hoay dari keadaan beku menjadi bengkok, setiap orang yang mengenalinya, tidak ada
yang pernah melihat wajahnya begitu menakutkan, tangannya pun dikepalkan, seperti seseorang
yang hanyut terbawa air dan sedang memegang sebatang kayu yang mengapung dengan erat.
— Hanya boleh hidup tidak boleh mati, hanya boleh menang tidak boleh kalah.
Suara Li Hoay pun terdengar serak, dia berkata,
"Apakah ayah menyuruhku untuk membunuhnya?"
"Benar," jawab orang tua itu.
Dia berkata lagi, "Pada saat yang tepat kau harus membunuhnya."
Li Hoay sejak tadi duduk tidak bergerak sama sekali, seperti sebuah patung, dan seperti orang
yang sudah mati.
Tapi sekarang dia tiba-tiba meloncat berdiri, seperti orang yang sudah mati karena mantera,
rohnya dihisap kembali oleh tubuhnya.
Tidak ada yang bisa melukiskan bagaimana ekspresi wajahnya.
Sewaktu dia berbicara dengan ayahnya, matanya tidak menatap wajah ayahnya melainkan
menerawang melihat dunia lain, dunia yang penuh dengan kesedihan dan mantera-mantera.
"Mengapa kau menyuruhku melakukan hal ini? Mengapa kau menyuruhku membunuh orang
yang tidak memiliki dendam kepadaku?"
"Karena ini menyangkut keluarga Li dan kau adalah turunan dari keluarga Li."
"Sekarang kau baru mengakui bahwa aku adalah turunan keluarga Li, mengapa dulu kau tidak
mengakui aku dan ibuku?" tanya Li Hoay dengan suara yang serak.
Dia berkata lagi, "Bagaimana dengan Tuan Muda Pertama yang sejak kecil sudah kau didik,
mengapa dia tidak mau menggantikan ayah untuk membalas dendam? Mengapa harus aku yang
melakukannya? Mengapa dia tidak mau menggantikanmu membalas dendam? Mengapa dia tidak
mau bertarung demi dirimu? Mengapa harus aku yang pergi? Mengapa aku harus pergi demi
dirimu? Aku ... siapa aku ini?"
Tidak ada yang melihat dia meneteskan air mata. Karena begitu air matanya mulai mengalir,
dia sudah berlari keluar dari pintu.
Orang tua itu tidak melarangnya.
Mata orang tua itu pun sudah penuh dengan air mata, tapi air matanya tidak menetes sudah
lama dia tidak bisa meneteskan air mata, sepertinya air mata orang tua itu sudah lama habis dan
mengering.
f.
Bulan 12 telah tiba, salju yang berada di pekarangan sudah membeku seperti hati seorang
pengelana. Karena sudah membeku, akar pun tidak dapat menembusnya.
Begitu Li Hoay keluar dari tempat itu, dia melihat ada seorang perempuan yang cantik, berdiri
di bawah sebuah pohon pinus, perempuan itu sedang memandangnya.
Di dunia ini ada semacam perempuan yang jika kita pernah melihatnya sekali, akan sulit sekali
untuk melupakannya.
Dia mengenakan baju yang terbuat dari bulu rubah yang berwarna putih, tubuhnya tinggi
semampai, kulitnya putih dan bersih, di bawah pohon pinus yang berwarna hijau, dia seperti
sebuah lukisan, bukan seseorang yang nyata dari dunia ini.
Tapi Li Hoay tidak ingin melihat dia lama-lama.
Li Hoay sekarang ini hanya ingin berlari menjauhi tempat ini, lari ke sebuah tempat di mana
tidak ada satu orang pun yang bisa melihatnya, dan dia pun tidak melihat ada orang-orang di
sekitarnya.
Tidak disangka seorang perempuan seperti dewi ini, menghalangi jalannya.
"Jikongcu, kau tidak boleh pergi."
"Mengapa?"
"Karena ada seseorang yang ingin bertemu denganmu, dan kau harus menemui dia."
Di belakang pohon pinus itu tampak seseorang, dia pun mengenakan baju dari kulit rubah yang
berwarna putih, dia sedang duduk di sebuah kursi besar yang juga ditutupi oleh kulit rubah,
wajahnya pucat seperti warna salju yang berada di pekarangan.
"Apakah kau yang ingin bertemu denganku?"
"Benar, akulah orang yang ingin bertemu denganmu," dia berkata lagi,”aku ingin memberitahu
kepadamu mengapa aku tidak bisa menerima tantangan untuk bertarung."
Walaupun dia berwajah pucat, paling sedikit dia sudah berusia sekitar 30 tahun, sepasang
matanya terang, seperti selalu ragu-ragu dalam memutuskan sesuatu. Matanya terang dan bening.
Darah di dalam dada Li Hoay mulai bergejolak, orang itu adalah adalah kakaknya, satu-satunya
saudara yang dia miliki.
Karena dia dan ibunyalah, maka Li Hoay dan ibunya dibuang oleh keluarga Li, menyebabkan
hidupnya seperti anjing liar yang berkeliaran di jalanan.
Tangan Li Hoay mengepal, dia berusaha mengubah suaranya, menjadi sangat dingin dan
menusuk telinga,
”Ternyata kau adalah Toakongcu dari keluarga Li, aku memang sangat ingin bertemu
denganmu, aku ingin bertanya kepadamu mengapa kau tidak mau mewakili keluarga Li menerima
tantangan untuk bertarung?"
Li Cin tidak menjawab pertanyaan ini, dia hanya menatap Li Hoay dengan sorot yang aneh,
kemudian dari balik baju rubahnya dia mengeluarkan sepasang tangannya.
Sepasang tangannya hanya memiliki 4 jari.
Tangan kiri dan tangan kanan, ibu jari, telunjuk, dan jari tengah sudah diputuskan dari
ujungnya.
g.
"Sewaktu aku berusia 14 tahun, aku mengira aku sudah bisa menggunakan pisau terbang, dan
tidak ada yang bisa menandingi di dunia ini."
"Kau pun pernah melewati umur 15 tahun, kau tentu tahu bagaimana pola pikir pemuda yang
berusia 15 tahun."
"Begitu aku tahu bahwa cara berpikirku salah, semua itu sudah terlambat."
"Waktu itu aku hanya ingin mendapatkan sedikit nama dan mengangkat nama leluhur keluarga
Li, dengan ilmu pisau terbang aku bertarung dengan seorang jago silat."
'Tahukah kau bagaimana nasibku selanjutnya?"
Li Cin melihat sepasang tangannya yang cacat dan berkata,
"Malah ini yang aku dapatkan, inilah harga yang harus kubayar untuk keluarga Li."
Kemudian dia mengangkat kepalanya dan melihat Li Hoay, sorot matanya penuh dengan
keraguan, tiba-tiba sorot itu berubah menjadi setajam dan sekuat pisau terbang.
"Bagaimana dengan dirimu, apakah kau sudah siap menyumbangkan sedikit saja untuk
keluarga Li?"
2
a.
Li Hoay kembali mabuk. Bagaimana dia tidak mabuk?
Seseorang bila sedang bersedih, gagal, atau tidak bersemangat, bila dia memiliki iman yang
kuat, dia tidak akan menjadi mabuk, bila dia tidak mempunyai uang untuk membeli arak, dia pun
tidak akan mabuk.
Tapi keadaan Li Hoay tidak seperti itu.
Li Hoay tidak sedang gagal dan tidak sedang bersedih, dia hanya menghadapi masalah yang
tidak dapat dia selesaikan.
Li Hoay mempunyai uang untuk membeli arak, Li Hoay senang minum arak, keadaan Li Hoay
tidak baik, Li Hoay merasa sedih.
Yang penting adalah Li Hoay sudah berhadapan dengan masalah ini karena itu pula Li Hoay
menjadi mabuk.
Li Hoay mabuk hingga merasa sakit kepala, tubuhnya terasa lemas, hidung menjadi merah, tapi
kelihatannya Li Hoay sangat menikmati rasa mabuknya. Dia terbius oleh mabuk hingga rasa sedih
dan sakit tidak dia rasakan.
Tapi sayang perasaan seperti ini tidak bertahan lama dan tidak bisa dipercaya.
Mungkin karena alasan ini pula, sejak dulu hingga sekarang orang yang mabuk bila sudah sadar
dia akan berhadapan kembali dengan kenyataan.
Yang menakutkan bagi orang mabuk yang sudah sadar adalah dia tetap harus menghadapi
kenyataan yang tidak mau dia hadapi.
Akhirnya Li Hoay sadar dari mabuknya.
Begitu dia sadar, hal yang dia hadapi adalah wajah Han Jun yang tidak memancarkan perasaan
dan datar.
b.
Li Hoay mabuk, kemudian dia sadar.
Dia tidak tahu sudah berapa kali dia mabuk-mabukan, yang membuatnya kesal adalah setiap
kali setelah dia mabuk, dia akan sadar kembali, dia ingin setelah dia mabuk dia tidak akan pernah
sadar kembali, karena dia tidak ingin melihat wajah Han Jun.
Dia pun tidak tahu mengapa dia bisa jatuh ke tangan Han Jun.
Anehnya wajah Han Jun seperti enggan melihat Li Hoay, Han Jun hanya menatapnya dengan
sikap dingin.
Li Hoay bisa merasakannya dengan kuat, karena tempat itu sangat gelap, begitu Li Hoay sadar,
dia hanya bisa melihat sepasang matanya.
Kecuali sepasang mata itu, dia masih mendengar suara Han Jun yang dingin bertanya
kepadanya.
"Apakah kau bermarga Li, bernama Li Hoay?"
"Benar."
"Apakah uang sebanyak 175.000 tail perak yang hilang dari gudang uang milik istana, kau yang
mencurinya?"
Dua pertanyaan ini biasanya diajukan oleh polisi di kantor polisi, tapi begitu didengar oleh Li
Hoay, dia merasa terkejut.
Karena dua buah pertanyaan ini, seperti bukan ditanyakan oleh orang seperti Han Jun, nadanya
seperti orang lain yang bertanya, suaranya berubah tidak sekejam dan sedingin dulu.
"Maksudmu, kau sama sekali tidak ada hubungannya dengan uang yang hilang itu?" Han Jun
bertanya lagi.
"Benar, sama sekali tidak ada hubungannya."
"Kalau begitu, uang yang kau habiskan selama beberapa bulan ini, itu semua berasal dari
mana?"
"Uangku berasal dari mana? Sepertinya semua ini tidak ada hubungannya denganmu."
Kata-kata Li Hoay ini setelah lama baru berani dia katakan, dia pun mengerti dengan pepatah
yang berbunyi: laki-laki sejati harus bisa merugikan dirinya sendiri hanya dalam waktu sekejap.
Begitu dia mengucapkan kalimat ini, dia siap bila dia dipukul oleh Han Jun.
Berani mengatakan hal seperti itu kepada Han Jun, akan dipukul dengan kejam, hal itu sudah
biasa, anehnya sekarang Han Jun sedikit pun tidak bergerak, ekspresi wajahnya tetap datar.
— Ada apa ini? Orang yang lebih kejam dari dewa kematian, mengapa dia bersikap begitu
sungkan kepada Li Hoay?
Di dalam kegelapan ternyata masih ada orang lain.
"Tidak apa-apa, Li Hoay, apa pun yang ditanyakan oleh Han Jun, jawablah dengan jujur," orang
itu berkata kepada Li Hoay.
Dia berkata lagi, "Bila kau jujur, kami akan berlaku adil kepadamu."
Suaranya sangat ramah, dari kata-katanya dia sepertinya orang yang sangat berwibawa dan
juga bijaksana.
Entah mengapa walaupun Li Hoay belum melihat orang itu, tapi dia bisa mempercayainya.
"Kepala Polisi Han, coba kau tanyakan lagi, aku percaya dia akan menjawab dengan jujur."
Han Jun bertanya lagi, dia menanyakan pertanyaan yang sama, bagaimana Li Hoay bisa
mendapatkan begitu banyak uang.
Sebenarnya ini adalah rahasia Li Hoay, tapi siapa pun yang berada dalam keadaan seperti itu,
harus mengatakan rahasianya.
c.
Setelah Tiat Gin I mencarinya selama beberapa tahun, akhirnya dia berhasil menemukan Li
Hoay, dia membawa Li Hoay dari kota kecil itu untuk pulang ke rumahnya- Li Hoay bertemu
dengan ayahnya, dia pun menguasai ilmu pisau terbang yang tidak ada duanya di dunia ini.
Tapi Li Hoay tidak bisa diam, dia tidak bisa tinggal sebulan pun di sana, karena dia merasa
bahwa dia bukan keturunan keluarga Li, dunianya bukan di sana.
Dia memilih berguling-guling dalam kubangan air, dia pun tidak senang berpakaian mewah,
hidup di dunia yang bukan dunianya.
Karena itu dia melarikan diri.
Di malam yang tidak berbintang dan juga tidak ada bulan, dia mencuri sepotong daging besar
di dapur tapi daging itu belum begitu matang, dia mengikat daging itu di punggungnya seperti
menggendong sebuah tas, dia melarikan diri dari rumah keluarga Li yang dianggap oleh orangorang
dunia persilatan sebagai keluarga nomor satu.
Dia tidak ingin hidup terkekang, dia pun tidak bisa menerima penghormatan yang ditujukan
kepadanya, pelayan-pelayan yang bersikap begitu hormat, malah bisa dikatakan bersikap dingin
kepadanya.
Karena Li Hoay tidak mengerti bahwa di keluarga kaya dan terhormat, kehormatan yang
diberikan selalu berkesan dingin. Bila terlalu dekat, sepertinya mereka tidak akan bisa memberikan
penghormatan dengan sungguh-sungguh.
Li Hoay benar-benar tidak mengerti, seorang anak yang liar mana mungkin mengerti dengan
keadaan ini.
Aturan seperti ini belum tentu juga dimengerti oleh orang kaya lainnya.
Karena itu Li Hoay memilih untuk melarikan diri.
Tapi sayang, belum jauh dia melarikan diri dia sudah tertangkap kembali oleh Tiat Gin I. Tiat
Gin I menyuruhnya kembali ke rumah, dia hanya memberikan dua buah benda kepadanya,
pertama adalah kantung yang terbuat dan kain, dan yang kedua sebuah buku kecil.
"Ayahmu yang menyuruhku memberikan benda-benda ini kepadamu."
Buku itu berisi tentang rahasia-rahasia ilmu pisau terbang.
"Beberapa waktu lalu, ayahmu sudah mengajarkan banyak hal mengenai rahasia ilmu pisau
terbang, sekarang ditambah dengan buku ini, berlatihlah dengan giat dan rajin, aku percaya kau
akan bisa menguasai ilmu pisau terbang keluarga Li, karena kau adalah keturunan keluarga Li, di
dalam tubuhmu pun mengalir darah keluarga Li."
"Kantung kain ini untuk apa?"
Kata Tiat Gin I, "Kantung kain ini berisi apa, tidak ada seorang pun yang tahu."
Dia berkta lagi, "Kantung ini diberikan oleh ibumu melalui ayahmu, tidak ada seorang pun yang
berani membuka untuk melihatnya."
Kantung kain itu berisi sebuah peta yang sangat sederhana, ada beberapa baris huruf yang
menjelaskan cara dan tempat yang harus dicari.
Peta itu seperti ada jari yang bisa menunjuk batu menjadi emas.
Li Hoay menemukan tempat itu, dia tinggal di sana selama tujuh tahun, tinggal seorang diri, dia
berlatih ilmu pisau terbang dengan sangat sempurna, saat itu dia pun mendapatkan harta karun
yang berlimpah.
Walaupun Han Jun berusaha menguasai dirinya, tapi sewaktu dia mendengarkan cerita Li Hoay,
wajah dan tubuhnya sudah tidak dapat dia kuasai, selalu bergetar.
Orang yang sejak tadi duduk di kegelapan pun terus mendengarkan.
"Harta karun yang kau dapatkan, ada berapa banyak semuanya?" dia bertanya kepada Li Hoay.
"Aku percaya banyaknya tidak kurang dari uang yang hilang dari kerajaan."
Dari dalam kegelapan ada yang menarik nafas, dengan pelan dia berkata,
"Aku percaya kepada kata-katamu."
"Kalau begitu, aku harus menanyakan satu hal kepadamu," orang itu bertanya kepada Li Hoay,
"Siapakah ibumu?"
"Ibuku bermarga Siangkoan."
"Apakah ibumu bernama Siangkoan Siao Hian?"
Orang ini yang tadinya sangat tenang sekarang suaranya berubah karena emosi.
"Bukan," jawab Li Hoay.
"Siangkoan Siao Hian adalah bibiku, beliau adalah kakak dari ibuku."
Orang yang berada di dalam kegelapan itu menghela nafas lagi kemudian berkata,
"Apakah harta karun yang kau dapatkan adalah warisan sejak jaman dahulu dari Kim Cian
Pang, Siangkoan Kim Hong?"
Jawaban sudah tidak perlu diucapkan lagi.
0-0-0
Lampu tiba-tiba menyinari tempat itu.
Li Hoay sekarang mengerti mengapa Han Jun bisa berubah menjadi sosok yang lain.
Ruangan yang gelap itu adalah sebuah ruang tamu yang sangat luas dan mewah. Kecuali Li
Hoay dan Han Jun, di ruangan itu masih ada sembilan orang lainnya, mereka duduk dengan dia
sudah tahu bahwa mereka bukan orang biasa, pembawaan dan sikap mereka sudah bisa
menjelaskan identitas mereka.
Dijaga dengan ketat oleh kesembilan orang itu, mana mungkin Han Jun bisa bergerak atau
memukul seenaknya.
Seorang orano tua rlenuan pundaknya yang kurus herdiri dan berkata, "Aku tahu kau belum
pernah bertemu denganku, tapi aku percaya kau pasti mengenali namaku," orang tua itu berkata
lagi,
"Margaku Ji, aku bernama Kiam Pay, dipanggil Ceng Su." Suaranya sangat ramah, dialah orang
yang berbicara dalami kegelapan tadi.
Li Hoay pasti mengenalinya.
Keluarga Ji dan keluarga Li adalah teman lama, Ji Ceng Su dan Li Boan Ceng sudah sejak
mereka muda adalah kawan lama, tapi karena mengikuti kemauan orang tua untuk mengikuti
ujian negara di ibu kota, maka dia menjadi Siucay (sarjana). Kemudian malah menjadi sastrawan
yang terkenal, sekarang ini di ibu kota, dia termasuk orang nomor satu yang dihormati.
Orang yang begitu terkenal, mengapa bisa masuk ke dalam lingkaran ini?
Losuhu Ceng Su seperti sudah tahu apa yang ditanyakan Li Hoay,
"Kali ini kami datang hanya untuk memastikan hal ini, karena kami ini adalah teman-teman dari
ayahmu," kata Ji Ceng Su.
Dia melanjutkan kembali. "Ayahmu percaya bahwa kau bukan seseorang yang karena
menginginkan uang melakukan pelanggaran hukum, kami setuju dengan pendapatnya."
Dia dan kedelapan orang lainnya berbarengan tertawa.
"Karena itu, kami orang tua yang sudah lama tidak mencampuri urusan dunia persilatan, kali ini
keluar untuk mencari tahu."
Kata Ji Ceng Su lagi,
"Sekarang semuanya sudah jelas, aku hanya ingin kau mengerti, seorang ayah pasti akan
menyayangi anaknya, tapi seorang anak kadang tidak mengerti kemauan ayahnya."
Dia menepuk pundak Li Hoay dan berkata,
"Kau harus bangga menjadi putra dari ayahmu."
Li Hoay tidak menjawab.
Dia takut bila dia membuka mulut air matanya akan mengalir.
"Masih ada satu hal lagi yang harus aku beritabukan kepadamu," kata Lotiang Ceng Su, "ada
seorang gadis bermarga Pui, dia ingin bertemu denganmu, aku sudah berjanji kepadanya, tapi
terakhir dia berubah pikiran."
— Bertemu, lebih baik bila tidak bertemu.
— Ko Ko, aku tahu aku sudah bersalah kepadamu, aku hanya ingin kau tahu, aku terpaksa
melakukannya.
"Sekarang kau sudah membereskan masalahmu dengan kami sekarang kau bebas."
orang tua itu berkata lagi,
"Kelak bila ingin melakukan segala sesuatu, hanya kaulah yang mampu untuk
memutuskannya."
f.
Hujan salju.
Salju turun dengan lebat menyebabkan udara menjadi dingin, bisa membuat seseorang mati
beku karena kedinginan, tapi kadang-kadang ada yang beranggapan bahwa dingin seperti itu
adalah sebuah keberuntungan.
Karena mereka tidak merasakan dingin yang menusuk tulang, juga tidak mendengarkan tangis
seorang anak karena kelaparan dan kedinginan.
Tapi apakah hujan salju yang lebat melambangkan tahun yang makmur?
Mungkin saja begitu, karena bila musim semi datang, salju akan mencair, cukup untuk mengairi
sawah, menyiram tanaman, membuat tanah menjadi subur, tanah yang subur akan menghasilkan
panen yang bagus.
Pedang dengan dua sisi yang tajam, setiap permasalahan pasti akan ada sisi baik dan
buruknya, tapi sayang tidak semua orang bisa melihat kedua sisi ini, sangat sedikit orang yang
bisa melihatnya.
Tumpukan salju sejak kemarin malam sudah hilang tertiup angin, daun berjatuhan selembar
demi selembar, angin berhembus dari utara, suara angin seperti suara sebuah peluit.
Tapi Li Hoay tidak mendengarkannya.
Karena saat itu Li Hoay sedang memikirkan beberapa kalimat, hal lain dia tidak mendengarkan.
— Seorang ayah akan menyayangi anaknya, dan anaknya kadang tidak mengerti
kemauan ayahnya.
— Kau harus bangga menjadi anak dari ayahmu.
— Sejak saat ini kau menjadi orang bebas, ingin melakukan hal apa pun, kau sendiri yang
menentukannya.
0-0-0
Bab 5.
Sinar Bulan Seperti Salju, Sinar Bulan Seperti Darah
1.
a.
Rumah itu terletak di tengah kota. Letaknya di sebuah loteng.
Orang-orang yang tinggal di kota itu, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa di loteng itu ada
yang tinggal.
Siapakah yang tinggal di Lotengitu ?
Di bawah loteng, dulunya adalah sebuah toko kain sutra, mereka adalah pedagang yang jujur,
tidak pernah menipu pembeli. Tiba-tiba saja toko itu bangkrut.
Di atas toko kain itu dulu ditinggali oleh orang dari piaokiok dan istrinya yang masih muda.
Katanya erang itu hanya bertugas mengantarkan barang, tetapi karena sangat dipercaya oleh
piaokiok, maka dia sering ditugaskan ke luar kota dan jarang tinggal di rumah.
Istrinya yang masih muda, sekitar dua atau tiga bulan kemudian tiba-tiba saja menghilang.
Menurut orang-orang dia melarikan diri dengan pelayan yang bekerja di rumah makan yang
berada di seberang tempat tinggalnya.
Loteng itu sebenarnya adalah gudang untuk menyimpan kain-kain, tidak ada yang tinggal di
sana. Tapi selama beberapa bulan ini bila asa orang yang tidak bisa tidur selalu terdengar tangisan
bayi yang baru lahir dari tempat itu.
— Apakah di sana sudah ada seseorang yang tinggal? Siapakah yang tinggal di sana?
Ada orang yang ingin mencari tahu, mereka sengaja ke sana ingin melihat keadaaannya. tapi
toko itu sudah ditempeli dengan segel pemerintah.
b.
Loteng yang paling atas memiliki 3 kamar, kamar yang paling besar dahulu digunakan untuk
gudang kain. Kamar yang lainnya untuk tempat tinggal para pegawai.
Tapi sekarang ini tempat itu sudah berubah menjadi tempat yang serba putih dan bersih.
Dari jendela belakang bisa melihat pekarangan keluarga Li, bisa melihat turunan ketiga dari
keluarga Li yang tinggal di sana.
Di belakang rumah keluarga Li ada sebuah kamar. Rumah keluarga Li yang selalu terlihat gelap,
hanya lampu di kamar ini yang tidak dipadamkan hingga hari terang.
Orang yang sudah tinggal lama di daerah sana, pasti sudah tahu bahwa kamar itu adalah
perpustakaan milik Siao Li TamHoa, begitu Siao Li Tam Hoa meninggalkan rumah, kamar itu
menjadi kamar dari kekasihnya, Lim Su In.
Sekarang kamar itu ditempati oleh keturunan ketiga dari keluarga Li yaitu Li Boan Ceng, dia
menjadikan tempat itu sebagai tempat beristirahatnya.
Tadinya gang itu adalah gang yang sederhana, karena nama besar Siao Lie Tam Hoa, banyak
orang yang datang untuk melihat, lama kelamaan tempat itu menjadi ramai.
Pisau terbang sudah tidak ada, begitu pula dengan orang-orangnya, tapi nama mereka masih
terkenal.
Dan tempat itu semakin hari semakin ramai, tapi sudah beberapa tahun ini keramaian di sana
sudah mulai berkurang.
Karena alasan itu pula maka toko kain itu menjadi bangkrut.
Di tempat seperti itu dan di sebuah toko kain yang sudah ditutup, mengapa ada orang yang
sengaja tinggal di sana? Mengapa mereka menghiasi ketiga kamar itu menjadi seperti istana yang
terbuat dari salju dan es?
c.
Rumah itu hanya ada warna putih, dinding yang berwarna putih, langit-langit yang berwarna
putih, selimut yang terbuat dari kain sutra putih, di lantai masih terbentang kulit rubah yang
berwarna putih, di atas meja hias, semua alat-alat hias pun berwarna putih.
Bila lampu dinyalakan, cahayanya akan lembut seperti cahaya bulan.
Di luar tidak ada bulan, hanya ada seorang perempuan yang mengenakan jubah putih duduk di
bawah sinar lampu, wajahnya yang pucat disinari oleh cahaya lampu dan terlihat lebih pucat lagi,
lebih pucat dibandingkan dengan hiasan yang berada di rumah ini.
Tapi dari kamar sebelah terdengar tangisan bayi, dan sekarang tangisan itu sudah berhenti.
Setelah lama dari luar pintu ada yang memanggil, "Nona."
Seorang gadis yang mengenakan jubah putih dengan rambut yang dijalin, dengan pelan-pelan
masuk.
"Nona, adik sudah tertidur dengan nyenyak, aku datang untuk melihat keadaan Nona," kata
gadis itu.
"Melihatku? Untuk apa melihatku, apa yang bisa dilihat dari diriku?" jawab nona itu dengan
dingin.
Mata gadis itu sarat dengan kesedihan, tapi rasa kasihan lebih kental dibandingkan dengan rasa
sedihnya, dia berkata lagi,
"Nona, aku tahu kau banyak pikiran, tapi dalam beberapa seperti itu? Mengapa Nona terus
menyiksa diri Nona?"
Perempuan selalu banyak pikiran, tapi nona ini sepertinya mempunyai lebih banyak pikiran.
Jendela terbuka, di luar jendela kecuali angin yang berhembus dan ada bintang-bintang, tidak
ada apapun disana. Tapi dari dalam kegelapan terdengar suara petasan yang dibunyikan, dan
petasan itu terus berbunyi.
Nona yang sejak tadi merasa seddih, seperti masuk ke alam mimpi lama yang indah tapi sedih.
Sepertinya dia baru tersadar karena mendengar suara petasan, tiba-tiba dia bertanya kepada
gadis berkepang itu.
"Siao Heng, hari ini hari apa? Mengapa begitu banyak orang memasang petasan?"
"Hari ini bulan 1 tanggal 6, hari ini adalah hari untuk
tnpnvflfnfint rlntsinornvsi He«ra rei*»U"i " iaurah Sino Hpno
Kata gadis itu lagi,
"Malam ini semua keluarga harus bersembayang, menyambut dewa rejeki, bagaimana dengan
kita?"
Nona itu melihat ke arah kegelapan di luar, suara petasan menggetarkan telinga yang sudah
lama tidak didengar olehnya, setelah lama dia baru membuka suara,
"Yang akan kita sambut bukan dewa rejeki."
"Bila bukan dewa rejeki, lalu dewa apa?"
Siao Heng berusaha membuat wajahnya menjadi gembira, dan berkata lagi ”Siapakah itu Goat
Sin? Apakah Goat Sin (dewa bulan) yang memiliki pisau seperti cahaya bulan ?
Nona yang berpakaian seputih salju itu, tiba-tiba berdiri dan berjalan ke arah jendela, melihat
gunung yang terlihat dari luar jendela, kemudian berkata,
”Benar aku ingin menyambut Goat Sin, karena ada legenda kuno yang menyebutkan bulan
melambangkan kematian," dia berkata lagi, "matahari melambangkan kehidupan, bulan
melambangkan kematian."
Di luar jendela tidak tampak bulan, tidak jauh dari sana di sebuah kamar aeperti ada caknya
lampu yang kelap kelip
"Aku percaya, sekarang ini di sebuah kamar, di bawah lampu ada seseorang yang sedang
menunggu bulan dan kematian," suaranya terdengar dingin dan tidak ada perasaan. Dia berkata
lagi,
"Karena jarak malam mi dengan malam bulan 1 tanggal 15, masih ada 9 hari lagi."
Pada saat itu tiba-tiba terdengar tangisan bayi lagi.
0-0-0
2.
a.
Rumah itu sangat tua.
Orang yang tinggal di rumah itu karena selalu merasa kesepian dan sedih, atau bahkan karena
kesombongannya, pergi meninggalkan tempat itu.
Sekarang orang yang tinggal di sana pun sedang merasa lelah hati, lelah badan, dia pun
merasa kesepian, kapan pun dia siap untuk mati.
Dia belum mati, karena dia adalah anak dan cucu dari keluarga Li, dia boleh mati, tapi
kemuliaan keluarga Li tidak boleh mati di tangannya.
— Di dunia ini ada berapa orang yang mengetahui bahwa kesepian lebih
menyedihkan dari pada kematian.
Dia pernah mendengar dari seorang teman yang memberitahu kepadanya bahwa:
— Hal yang paling dibenci adalah kesepian, pada saat seseoramg sedang merasa bahagia,
memiliki keluarga, putra, putri, memiliki teman, dan dalam keadaan sehat.
Bila istrinya membawa anak-anaknya pulang ke rumah ibunya, pada saat itu dia sedang
senggang dan tidak mempunyai teman, dia memilih diam seorang diri di rumah.
Dia diam seorang diri di pekarangan rumahnya yang sepi, membawa secangkir arak,
mendengarkan bunyi arak yang bergoyang di dalam cangkir. Kau bisa berkata seperti ini:
"Kita menikmati rasa sepi ini."
Li Boan Ceng melihat tangannya, tangannya bersih tidak ada kotoran apa pun, hanya ada
keringat dingin.
0-0-0
3
a.
Siao Heng melihat dari kejauhan kamar yang masih dipasangi lampu itu, lalu dengan sikap yang
keras dia berkata:
"Nona, pada saat bulan 1 tanggal 15 nanti, aku akan menemani Nona ke sana, karena aku ingin
melihat Li Boan Ceng orang seperti apa. Mengapa dulu beliau bisa membuat Tuan Besar mati
dengan begitu menyedihkan."
Dia berkata lagi,
"Sewaktu ibuku memberitahukan hal ini kepadaku, aku selalu berharap bisa melihat dan
bertemu dengan Li Boan Ceng yang akan mati ditangan nona”
Nona yang seperti dewa angin dan bulan ini, juga tertawa kecil.
"Li Boan Ceng tidak akan mati di tanganku," jawab nona itu.
Kemudian dia berkata lagi, "Karena pada saat bulan 1 tanggal 15 nanti dia tak akan bertarung ”
"Mengapa?" tanya Siao Heng.
"Apakah dia seseorang yang takut akan kematian?"
"Dia tidak takut mati, tapi dia takut kalah," jawab Goat Sin.
Dia berkata lagi,
"Dia. adalah keturunan Siao Li Tam Hoa, dia tidak boleh kalah."
Siao Heng terdiam, wajahnya yang memerah sekarang menjadi pucat, setelah lama dia
bertanya,
"Nona, bila Li Hoay Kongcu, apakah dia benar-benar keturunan keluarga Li”
"Benar, dia adalah keturunan keluarga Li."
"Kalau begitu, apakah dia tahu bahwa yang mengirim surat dan mengajak ayahnya bertarung
adalah Nona?"
"Dia tahu," jawab Goat Sin.
Goat Sin berkata lagi,
"Dia adalah orang yang sangat pintar, sekarang dia pasti sudah tahu."
Siao Heng menggigit bibirnya, karena itu suaranya menjadi tidak jelas,
"Bila dia benar-benar sudah mengetahuinya, pada bulan 1 tanggal 15 nanti, lawannya adalah
Nona, dia harus lari jauh dari tempat ini."
Siao Heng berkata lagi,
"Apakah dia tega menyerangmu, Nona?"
"Karena dia tidak mempunyai pilihan lain."
"Mengapa?"
"Bagaimana pun dia adalah anak cucu dari keluarga Li, dia tidak akan membiarkan kemuliaan
keluarga Li mati di tangannya,"
Goat Sin berkata lagi,
"Aku juga tahu lawanku adalah dia, aku pun tidak mau kemuliaan keluarga Soat musnah di
tanganku."
Dengan suara yang tenang tapi kejam, dia berkata lagi,
"Di dunia ini banyak hal yang membuat kita tidak berdaya. Kadang kala kita tahu kita salah bila
melakukannya, tapi keadaan kita yang mengharuskan kita untuk melakukannya."
Suara petasan sudah berhenti, bumi dan langit kembali sepi, tapi dalam keadaan sepi seperti
itu, ada suara seseorang yang tidak terdengar, hanya mereka yang bisa mendengarnya. Suara
tangisan bayi.
Kata Siao Heng, "Nona, mengapa Nona tidak memberitahu kepada Li Hoay bahwa kau sudah
melahirkan anaknya?" Dia berkata lagi.
"Aku tahu aku melahirkan anaknya, bukan karena ingin melahirkan generasi penerus keluarga
Li, aku melahirkan anak Li Hoay karena dia pun mempunyai tugas untuk melanjutkan keturunan
keluarga Li, tapi anakku juga menjadi penerus keluarga Soat, karena alasan ini pula aku rela
melahirkan putraku, mengapa aku harus memberitahukan kepada Li Hoay?"
"Bila kau memberitahu kepada Li Hoay, dia pasti tidak akan mau bertarung."
"Bila aku memberitahu kepadanya, dia tidak akan tega membunuhku, tapi aku harus tetap
membunuhnya, aku harus memenangkan pertarungan ini, menang berarti hidup, kalah berarti
mati."
Siao Heng menggigit bibirnya, air mata menetes dari wajahnya yang pucat.
"Nona, aku ingin menanyakan satu hal kepada Nona."
"Katakanlah," kata Goat Sin.
"Apa pun yang ingin kau tanyakan, tanyakanlah," dia berkata lagi.
"Bila tiba hari itu, untuk hidup atau mati, untuk menang atau kalah, apakah dia akan tega
membunuhmu?"
"Aku tidak tahu."
"Kalau begitu, pada saat itu, apakah kau akan tega membunuhnya? "
Goat Sin terdiam, setelah lama dia baru menjawab, "Aku juga tidak tahu."
Penutup
a.
Di dunia ini memang banyak hal yang harus terjadi seperti itu. Harus tiba saatnya menentukan
hidup atau mati, menang atau kalah. Kau baru akan mengetahuinya kemudian.
Hidup atau mati hanya terjadi dalam waktu yang singkat.
Bagaimana bila Li Hoay kalah?
Jika Li Hoay memenangkan pertarungan, bagaimana juga?
Hidup dan mati hanya terjadi dalam sekejap saja.
Tapi perasaan mereka akan tetap abadi.
Walaupun Li Hoay hidup atau mati, menang atau kalah, bagi Li Hoay itu adalah suatu
kesedihan.
Walaupun Goat Sin hidup atau mati, menang atau kalah, dampaknya bagi Goat Sin sama saja
diapun akan merasakan kesedihan.
Kelahiran, masa tua, sakit, dan mati, selalu melalui kesedihan. Kesedihan di dunia ini sudah
cukup banyak. Seseorang yang senang tertawa, tidak senang menangis, mengapa harus
menambah kesedihan di dunia ini?
b.
Setiap kesedihan pasti ada suatu cara untuk menghindarinya. Aku berharap setiap orang jangan
suka menangis, tapi memikirkan suatu cara untuk menghindari kesedihan ini.
Tamat
Bandung, 22 desember 2005
Salam hormat
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar