Karya : Khulung
Disadur oleh : Tjan ID
Jilid 01
BUKIT TENGKORAK
Sejak dulu hingga sekarang. bukit tersebut sesuai dengan namanya, selalu mendatangkan
suasana menyeramkan dan menggidikkan hati.
Kegelapan malam telah menyelimuti seluruh angkasa, angin malam berhembus kencang
menggoyangkan pepohonan dan ranting-ranting, mendatangkan suasana yang mengerikan bagi
siapa pun yang kebetulan berada di situ.
Saat itulah, dari atas puncak bukit tengkorak, tiba-tiba berkumandang suara helaan napas
panjang yang parau dan dalam.
"Aaaaai....."
Menyusul suara helaan napas itu, terdengar suara seorang tua berkata dengan nada yang
parau:
"Nak, semenjak ibumu meninggal dunia, kau selalu ikut ayah hidup di tengah bukit yang
sepanjang tahun tak nampak cahaya matahari ini. nah sekarang ayah hendak membeberkan
sebuah rahasia kepadamu."
"Ooooh... cepat, cepat ayah" teriak bocah yang berada disisinya dengan suara keras, semenjak
anak Sia dapat berbicara, setiap hari aku selalu menantikan kesempatan semacam ini, ayah,
cepatlah kau beberkan rahasia tersebut..."
"Aaaai, kehidupan semacam ini pada hakekatnya memang tak akan sanggup ditahan oleh siapa
saja, tak heran kalau kau sangat berharap dapat mengetahui kejadian. nak disaat ayah selesai
membeberkan rahasia ini nanti mungkin jiwaku akan melayang meninggalkan ragaku, karena itu
perhatikanlah dengan seksama dan ingat baik-baik setiap persoalan yang telah kuucapkan dengan
begitu walaupun ayah mesti berpisah denganmu aku bisa berangkat dengan perasaan tenang dan
lega...."
Bocah itu segera menjerit kaget, air matanya jatuh bercucuran dengan sangat derasnya, biar
begitu sama sekali tak terdengar suara isak tangisnya: karena bocah ini memang memiliki watak
keras hati, semenjak dilahirkan dari rahim ibunya dia memang tak pernah menangis tersedu biar
cuma satu kali pun.
"Nak, waktu yang tersedia tak banyak lagi, ayah pun tak akan mengucapkan kata-kata
perpisahan yang hanya akan mengibakan hati saja, perasaan semacam ini lebih baik disimpan
dalam lubuk hati saja dan tak berguna diutarakan. Sekarang, sebelum ayah menemui ajalnya,
akan kuberitahukan tiga masalah kepadamu, ketiga persoalan ini merupakan tujuan dari
kehidupanmu selanjutnya. karena itu kau jangan sampai melupakannya.
"Ke satu..."
Suara yang tua dan parau itu segera terhenti sejenak, kemudian terdengar suara
gemerincingan nyaring bergema memecahkan keheningan, dari asal suara tadi nampak sekaligus
cahaya yang berkelebat lewat lalu lenyap kembali, suasana pun pulih dalam keheningan yang
mencekam.
"Pedang ini bernama Leng gwat ( rembulan sunyi ). merupakan senjata mestika yang tajamnya
bukan kepalang tapi benda ini bukan milikmu, sekarang tak usah kau tanyakan mengapa, di
kemudian hari kau tentu akan mengetahui sendiri latar belakangnya!"
Setelah mendehem dengan suara yang serak dan kering, kembali terusnya.
"Sejak kecil hingga besar kau selalu berdiam ditempat yang terpencil dan jauh dari keramaian
dunia, tapi besok pagi ayah ijinkan kau turun gunung, hanya kau tak boleh pergi terlalu jauh,
setibanya di jalan raya di bawah bukit sana berdirilah ditepi jalan dan nantikan kedatangan
gurumu."
"Apa?" seru bocah itu sambil melompat bangun saking gelisahnya. ayah anak Sia belum pernah
mendengar kalau anak Sia sudah punya guru."
"Hmm!, Kakek itu mendengus rendah-rendah, "biarpun dia merupakan gurumu. sesungguhnya
dialah yang akan menentukan nasib kehidupanmu selanjutnya, kau harus menuruti setiap
perkataan yang dia ucapkan, misalnya dia menyuruh kau mati. kau harus mati. kalau dia
menyuruh kau hidup, kau pun harus hidup. betapapun dia menyiksa dan mencemooh dirimu, kau
tak boleh melawan atau membangkang karena kesemuanya ini gara-gara kesalahan ayah sendiri
dan merupakan ketidak-becusan ayah, Oooh anak Sia, gara-gara perbuatanku kaulah yang
menderita dan tersiksa, apakah kau membenciku?"
Bocah itu berpaling, ia jumpai paras muka ayahnya begitu kering dan kurus, rambutnya yang
beruban banyak yang sudah rontok, padahal dia tahu ayahnya baru berusia empat lima-puluh
tahunan, penderitaan dan siksaan yang dialaminya setiap hari telah merubah ia menjadi demikian
rupa.
Tanpa terasa serunya:
"Anak Sia adalah anak ayah, sudah sepantasnya bila ananda yang memikul semua tanggung
jawab tersebut, oooh ayah, mengapa aku harus membencimu?"
Sekali lagi kakek itu menghela napas dengan wajah yang kusut.
"Anak baik, kau memang tak malu menjadi keturunan keluarga persilatan dari Kanglam, ayah
bangga mempunyai seorang anak seperti kau, dan aku tak menyesal untuk mati sekarang juga"
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Hari ini adalah bulan dua belas tanggal empat, besok kau harus turun gunung dan menanti di
tepi jalan. saat itu akan kau saksikan seseorang yang berpakaian perlente akan melewati jalanan
tersebut, orang itu adalah gurumu, dia berwatak sangat aneh tapi termasyhur namanya seantero
jagad, kau harus baik-baik menghadapinya, setiap saat mesti mawas diri, jangan beradu mulut
dengannya dan tak usah membantah semua perkataannya, mengerti?"
Melihat bocah itu sudah manggut-manggut, si kakekpun melanjutkan kembali kata-katanya:
"Asal usulnya manusia berpakaian perlente itu masih merupakan sebuah teka-teki, usianya
tidak terlalu besar, namun tiada orang di dunia ini yang tidak mengenalinya, dia berilmu tinggi dan
tiada tandingannya di dunia ini dalam hal tersebut ayah merasa sedikit terhibur, Tentang apa
sebabnya sampai ayah menghadiahkan kau menjadi muridnya, di kemudian hari kau akan
mengetahui secara jelas sekarang ayah tak sanggup lagi membeberkan semua persoalan itu
kepadamu. karena keadaanku kini tak ubahnya seperti lentera yang kehabisan minyak..."
Lalu terusnya lagi:
"Orang itu berwajah tampan, gagah dan menarik hati dilihat sekilas pandangan dia seperti
seorang kongcu dari keluarga kaya yang lemah lembut tak bertenaga padahal ilmu silatnya luar
biasa hebatnya, hanya di dalam setahun saja, secara berurutan dia sudah mengalahkan berbagai
jago dari macam-macam aliran tiga belas propinsi di Kanglam dengan empat puluh tujuh buah
sarang telah dijelajahi semua keadaannya waktu itu boleh dibilang merupakan daerah
kekuasaannya, hampir semua pentolan Bu-lim menaruh rasa jeri kepadanya.
"Besok pagi, setelah kau bertemu dengannya, serahkan pedang rembulan sunyi ini kepadanya
dan terangkan bahwa kau adalah putra tunggal ayah yang datang memenuhi janji, dia tentu akan
menerima pedang ini serta mewariskan ilmu silat kepadamu."
Setelah menarik napas panjang-panjang, kakek berambut putih itu kembali berkata:
"Ayah tahu bahwa kau adalah seorang bocah yang berwatak keras hati dan ingin mencari
kemenangan selalu, demikian juga dengan keluarga Kim kita, dari dulu sampai sekarang sifat
kependekaran selalu mengalir didalam darah kita itulah sebabnya ayah pada dua puluh tahun
berselang tak luput juga dari keadaan seperti itu."
"Ayah tahu, saban malam kau tentu berpekik sambil membawakan lagu yang penuh
bersemangat ayah sadar kau adalah naga bukan katak dalam kolam, mengurungmu di dalam
tanah perbukitan yang terpencil seperti ini sama artinya dengan suatu perlakuan yang keji dan tak
berperasaan bagimu."
"Anak Sia, kau tak usah menyangkal ayah cukup mengerti akan kemasgulanmu itu sebagai
seorang pemuda yang bercita-cita tinggi, memang tak baik hidup mengekang diri, tapi kaupun
harus belajar silat dengan tekun, sebab hanya dengan jalan ini kau baru dapat muncul sebagai
seorang manusia luar biasa, seseorang yang dipandang dan di hormati umat persilatan..."
Paras muka bocah itu tiba-tiba berubah menjadi semu merah namun sepasang matanya yang
besar justru memancarkan sinar yang gemerlapan.
Ia terlalu gembira, kendatipun rasa sedih sempat menyelimuti perasaannya karena teringat
bahwa ayahnya akan mati, namun sentuhan yang tepat pada rahasia hatinya membuat
semangatnya segera berkobar kembali.
"Nak, mempersembahkan pedang mengangkat guru adalah tugasmu yang pertama, kedua,
Pedang mestika rembulan sunyi ini merupakan mestika keluarga Kim yang sudah turun temurun.
Bila kau merasa sudah berkemampuan di kemudian hari, janganlah sekali-kali kau biarkan orang
lain mendapatkannya..."
Bocah itu menjadi tertegun setelah mendengar perkataan tersebut segera ujarnya.
"Ayah bukankah kau pernah bilang pedang mestika rembulan sunyi ini harus diserahkan kepada
manusia berbaju perlente itu? Mengapa kau berkata demikian sekarang?"
Kakek itu menghela napas panjang.
"Benar, ayah memang pernah berkata begitu, tapi ini hanya berlaku saat kau hendak
mengangkat guru dan belajar silat, disaat pelajaran silatmu telah selesai dan kau yakin sudah
mampu mengalahkan gurumu, maka kau harus memaksanya untuk menyerahkan kembali pedang
mestika rembulan sunyi kepadamu."
"Manusia berpakaian perlente itu pernah bilang, dia akan mewariskan segenap kepandaian silat
yang dimilikinya kepada murid-muridnya dan suatu saat apabila ada diantara murid-muridnya yang
berkemampuan hebat serta mampu mengunggulinya merekapun boleh membinasakannya atau
memaksanya melakukan sesuatu perbuatan yang tak ingin dia lakukan..."
"Manusia berpakaian perlente itu benar-benar sangat aneh" gumam si bocah itu kemudian
tertegun sejenak, "Bila dia berbuat begitu terus dengan memperhatikan masalah di depan mata
serta mengesampingkan keadaan dimasa mendatang, suatu ketika dia pasti akan mengalami nasib
yang tragis."
Kakek itu mendehem pelan, lalu berkata lagi pelan-pelan.
Hampir semua yang menjadi muridnya merupakan hasil paksaan dengan mengandalkan ilmu
silat, menurut apa yang ayah ketahui saat ini dia sudah mempunyai sembilan orang murid.
angkatan tua dari ke sembilan muridnya tampil semuanya merupakan tokoh-tokoh silat kenamaan
di dalam dunia persilatan tapi semuanya telah ditaklukkan olehnya dengan kekerasan sehingga
mereka terpaksa menyerahkan anaknya untuk di jadikan murid oleh orang itu."
Ketika berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia tutup mulut karena teringat olehnya bahwa diapun
merupakan salah satu diantaranya, rasa malu yang segera menyelimuti perasaannya membuat
kakek itu nampak tersipu- sipu.
Dengan mata terbelalak lebar bocah itu mengawasi ayahnya sekejap kemudian katanya:
"Ayah tidak usah kuatir, perbuatan semena-mena manusia yang berbaju perlente itu pasti
berakhir tragis baginya bila di kemudian hari anak Sia telah berkemampuan cukup, perkataan ayah
tentu akan kulaksanakan dengan sebaik-baiknya--"
"Persoalan ke tiga merupakan persoalan yang paling penting, ayah merasa tak mampu
membongkar teka-teki ini sekalipun sudah banyak pikiran dan tenaga yang ku korbankan untuk
melakukan penyelidikan"
Ketika berbicara sampai di situ mendadak kakek itu merendahkan suaranya, seakan-akan dia
kuatir rahasia besar yang hendak di utarakan itu sampai kedengaran orang lain, sebagai seorang
bocah yang pintar, cepat-cepat bocah itu menempelkan telinganya di sisi mulut ayahnya.
Dengan suara agak gemetar kakek itu segera berkata:
"Disekitar daerah Ho-lam terdapat sebuah lembah yang berpemandangan alam sangat indah
dan sepanjang tahun empat musim selalu hangat bagaikan di musim semi, lembah itu terletak di
suatu daerah terpencil dikelilingi bukit karang yang menjulang tinggi ke angkasa,
"Menurut cerita penduduk setempat, lembah itu bernama lembah Nirmala. setiap hujan badai
sedang melanda dan guntur serta kilat sedang menyambar dari balik lembah tersebut selalu akan
bergema suara nyanyian merdu dari seorang perempuan. Suara nyanyian ini selalu menyebar
sampai di punggung bukit dan menggema tiada hentinya.
"Bagi rakyat jelata disekitar lembah yang berpengetahuan rendah, mereka selalu menganggap
suara nyanyian itu berasal dari bidadari yang baru turun dari kahyangan, itulah sebabnya lembah
itu mereka namakan sebagai lembah Nirmala yang mengandung arti lembah yang suci dan tak
ternoda.
"Maka peristiwa inipun memancing rasa ingin tahu bagi para pemuda di desa sekitar tempat itu
berbondong-bondong mereka siapkan rangsum serta melakukan penyelidikan.
"Siapa tahu, kawanan pemuda yang berangkat ke lembah Nirmala karena terdorong rasa ingin
tahu ini ibarat bakpao menimpuk anjing, setelah pergi tak seorangpun yang balik kembali.
Lama kelamaan para penduduk setempat segera beranggapan sang bidadari telah gusar dan
sengaja menghukum orang-orang itu, mereka menjadi was-was serta tak berani menyerempet
bahaya lagi untuk melakukan penyelidikan.
"Waktu itu kebetulan sekali ayah baru lulus dari belajar silat dan turun gunung, ketika melewati
desa sekitar lembah Nirmala dan mendengar cerita itu, timbul rasa ingin tahu dalam hatiku,
sebagai seorang pemuda bersemangat tinggi dan baru turun dari gunung, maka berangkatlah
ayah ditengah suatu malam yang gelap menuju ke lembah Nirmala itu....
Dengan meminjam cahaya bintang yang redup serta mengandalkan ilmu meringankan tubuh
yang sempurna, dalam waktu singkat ayah telah melalui beberapa buah lembah dan tiba di
lembah Nirmala setengah harian kemudian.
"Ternyata lembah Nirmala itu merupakan sebuah lembah dengan pepohonan yang amat lebar
batuan cadas berserakan dimana-mana, air terjun terbentang bagaikan sebuah tirai membuat
suasana di sekelilingnya dilapisi kabut yang tipis.
"Lembah Nirmala memang sebuah sorga dunia, udara di situ hangat dan nyaman, kalau
sewaktu berangkat ayah memakai mantel yang tebal untuk melawan udara dingin, maka setibanya
didalam lembah harus dilepas semua sehingga tinggal pakaian ringkas yang tipis"
Ditengah suara air terjun yang gemuruh pepohonan siong yang bergoyang terhembus angin,
suasana disekitar sana sangat hening dan tak kedengaran suasana yang lainnya...
"Sekalipun tempat itu subur dengan aneka bunga yang harum semerbak dan rerumputan nan
hijau, tapi ayah justru merasa seolah-olah sedang memasuki neraka yang mengerikan sehingga
bulu kudukku tanpa terasa pada bangun berdiri."
"Di bawah sinar rembulan yang redup, ayah menelusuri sebuah jalan setapak dengan langkah
yang amat riang. Sementara tanganku tak pernah terlepas dari gagang pedang Leng gwat-kiam
guna menghadapi segala sesuatu yang tak di inginkan.
"Ayah tahu, biarpun penduduk setempat mengatakan Lembah Nirmala sebagai tempat tinggal
bidadari dari kahyangan dan menurut pendapatmu hal ini terlalu berkhayal dan mustahil namun
ayah sadar, seseorang yang dapat bernyanyi ditengah hujan badai bahkan suaranya bisa
terdengar sampai jauh di dusun sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang itu memiliki ilmu
tenaga dalam yang amat sempurna. Betul kepandaian silat ayah terhitung tangguh, namun
rasanya masih selisih jauh dibanding-bandingkan dengan orang itu.
"Maka dengan hati kebat-kebit menahan rasa ngeri dan seram, ayah berusaha keras untuk
menyembunyikan diri dibalik batuan cadas begitu rapatnya aku bersembunyi meski ada orang
yang lewat disisikupun tentu akan menemukan jejak ayah..."
Semakin lama berjalan ayah memasuki lembah itu semakin dalam, keadaan medan dalam
lembah itupun kian lama kian bertambah melebar, tiba-tiba dari depan sana kutemukan banyak
tulang belulang yang berserakan di atas tanah, ayah menjadi terkejut serta meneliti lebih seksama
ternyata tulang belulang itu semuanya berada dalam keadaan utuh dan lengkap tapi ditangan
masing-masing justru menggenggam sebongkah benda berwarna kuning, ayahpun mengambil
sebuah dan diperiksa, benda itu berat sekali dan ternyata merupakan emas murni.
Ayah segera menghitung tumpukan tulang belulang yang berserakan di situ semuanya
berjumlah dua ratus lebih, anehnya dalam genggaman mereka semua terdapat pula sebongkah
emas murni, Andaikata ke dua ratusan bongkahan emas itu dikumpulkan jumlahnya pasti luar
biasa sekali ayah tak mengira kalau lembah Nirmala merupakan sebuah tempat harta karun yang
berjumlah begitu besar....."
"Waktu itu ayah bercita-cita tinggi, memandang harta dan perempuan bagaikan kotoran
manusia. hatiku sama sekali tak tertarik oleh benda-benda berharga itu, hanya pikirku waktu itu:
"Bila dilihat dari suara nyanyian itu bergema dari sini, berarti ada seseorang yang berdiam
dalam lembah tersebut, padahal emas-emas itu dibiarkan berserakan disini tanpa bermaksud
dikumpulkan kembali.
Sudah jelas peristiwa ini mengandung suatu rencana tertentu, siapa tahu kalau di atas
bongkahan emas itu telah diolesi dengan racun keji sehingga mereka yang kemaruk akan harta
tak dapat melanjutkan tujuannya untuk menyelidiki rasa ingin tahunya. Tapi tewas di sini."
Namun baru saja ayah berpikir sampai di situ, tiba-tiba lenganku mulai terasa kaku dan
kesemutan, aku sadar kalau keadaan tak beres. Hal ini pastilah dikarenakan tanganku telah
menyentuh bongkahan emas tadi.
Namun dari sini pula membuktikan bahwa dugaan ayah betul, bongkahan tersebut telah diolesi
seseorang dengan racun yang amat ganas.
"Untung saja tenaga dalamku cukup tangguh ditambah pula latihanku yang tekun membuat
kemampuanku terhitung hebat juga, Dengan mengandalkan kemampuan inilah ayah menutup
semua jalan darah ditangan kiri dan berusaha menahan menjalarnya racun itu, tapi ayah sadar
keadaan seperti ini tak bisa berlangsung lama, mumpung masih bisa bertahan, dengan membawa
kobaran hawa amarah yang meluap, ayah segera meneruskan perjalanannya ke dalam.
"Belum lama berjalan di bawah sebuah batu cadas kujumpai ada sesosok bayangan manusia
sedang duduk di situ sambil menangis tersedu-sedu, ayah menjadi berteriak tapi tak berani
mengusiknya maka akupun bersembunyi dibalik batu sambil mengawasi gerak-gerik orang itu?"
Bayangan manusia itu menangis amat sedih, suaranya sudah kedengaran parau namun dia
masih menangis tiada hentinya bila dilihat dari rambutnya yang telah beruban, ayah tahu kalau
usianya sudah lanjut tapi entah mengapa dia justru sedang dirundung kesedihan yang tak
terhingga sekali menangis setengah jam sudah lewat, biarpun tangisannya keras tapi suaranya tak
terdengar dari jarak sejauh sepuluh kaki. Padahal ayah tahu, kakek berambut putih itu berilmu
tinggi, hanya saja ia mampu mengendalikan suara itu sehingga tak sampai terpancar sampai
ditempat kejauhan"
"Ayah semakin terkejut ketika mengetahui kesempurnaan tenaga dalamnya, aku makin tak
berani bersuara, Siapa tahu tangisan kakek itu tiada hentinya sedang lengan ayah terasa makin
kaku, pikirku kemudian bagaimanapun jua aku toh bakal mati, mengapa tidak kuselidiki persoalan
aneh itu agar matiku lebih puas? Dengan hati yang mantap akupun segera munculkan diri.
"Ternyata kakek berambut putih itu memiliki ketajaman mata dan pendengaran yang luar biasa,
baru saja ayah melangkah keluar ia sudah mengetahui jejakku, sorot matanya yang tajam segera
dialihkan ke wajahku, "Ayah mengerti, setelah ku intip rahasianya niscaya kakek itu tak akan
berdiam diri begitu saja, cepat-cepat ku himpun tenaga dalamku sambil bersiap sedia melakukan
perlawanan.
Siapa tahu kakek itu hanya memandang sekejap ke arah ku dengan wajah tertegun, lalu
setelah celingukan sekejap ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba tanyanya. "Kau datang dari mana?-"
"Aku datang dari alam semesta!" jawab ayah.
Kakek itu segera berkerut kening dan menegur lagi dengan suara dingin.
"Kau anak murid siapa dan mau apa menghantar kematian kemari?" Ayah menyahut.
"Aku murid siapa bukan urusanmu kalau memang kau berkemampuan, silahkan menghajar
diriku lebih dulu. Waktu itu ayah menganggap dia orang jahat sehingga kata-kataku sama sekali
tidak bersungkan-sungkan"
Ketika kakek itu melihat kekerasan kepalaku, sekali lagi dia amati ayah dari atas hingga ke
bawah, sejenak kemudian dia baru berkata:
"Bila kulihat dari paras mukamu yang bersih dan cerah, jelas kau tak bernasib tragis, tapi buat
datang kemari? Apakah tidak kau lihat tumpukan tulang belulang yang berserakan di depan sana
?"
Ketika ayah menjumpai kakek itu berwajah saleh, lembut dan tidak mirip orang jahat, tanpa
terasa nada suaraku juga ikut berubah menjadi lebih lembut, segera sahutnya.
"Bukankah Locianpwe juga datang ke mari? Terdorong oleh rasa ingin tahu setelah mendengar
cerita penduduk setempat di sepanjang jalan Boanpwe sengaja datang pula ke lembah Nirmala ini
untuk melakukan penyelidikan."
"Apakah kau tidak takut mati?" tanya si kakek itu lagi dengan wajah serius.
"Jangan lagi didalam dada Boanpwe tidak terlintas ingatan, "Takut," sekalipun aku pengecut
yang takut matipun saat ini tidak berharapan lagi untuk pulang dengan selamat." sahut ayah
segera.
Kakek itu menjadi tertegun dan segera bertanya:
"Apakah kau telah meraba emas itu?"
Ayah tersenyum dan manggut-manggut membenarkan.
Tiba-tiba kakek itu menghela napas sambil berkata:
"Aaaai... anak muda, kau masih muda dan gagah perkasa, mengapa sih tidak mencari
kesenangan hidup ditempat lain, sebaliknya justru bilang kemari untuk menghantar nyawa ?"
Satu ingatan segera melintas dalam benak ayah setelah melihat orang itu meski menegur
namun wajahnya yang penuh welas kasih justru mencerminkan rasa kuatir dan menaruh perhatian
yang serius, kataku kemudian.
"Berhubung situasi telah berkembang menjadi begini, Boanpwe pun tak ingin pulang aku hanya
berharap bisa menggunakan selembar jiwaku yang berharga ini sebagai taruhan untuk
memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang aneh ditempat ini."
"Baiklah" kata kakek itu kemudian sambil menghela napas, "Kalau toh kau tidak takut mati
akupun akan membiarkan kau mati dengan perasaan puas..."
Ketika berbicara sampai di situ, kakek itu kembali menarik napas panjang-panjang, kemudian
setelah mencoba mempertahankan tubuhnya yang gontai, ia berkata lagi.
"Setelah selesai mengucapkan perkataan itu kakek berambut putih itupun mengajak aku
menuju ke daerah yang lebih dalam lagi dari Lembah Nirmala. sepanjang jalan kujumpai banyak
ruang gua yang berserakan. kabut tipis menyelimuti permukaan tanah. kendatipun sinar rembulan
bersinar redup namun susah untuk melihat pemandangan sejauh lima kaki sepanjang jalan yang
kami telusuri hanya jalan setapak yang serta suara memercik air yang lirih, selain itu hanya
bayangan punggung si kakek yang kulihat di depan mata.
"Dalam perjalanan itu, tiba-tiba si kakek berpaling seraya berpesan:
"Anak muda. Kau harus mengingat baik-baik, kejadian aneh macam apapun yang kau jumpai
nanti, jangan sekali-kali kau bersuara, kalau tidak maka kau akan mampus sebelum sempat
melihat apapun.."
Biarpun ayah merasa keheranan, namun ayah tak ingin banyak berbicara pula, maka setelah
mengiakan, ku ikuti terus perjalanannya.
Tak selang berapa saat kemudian, ayah mendengar banyak sekali suara rintihan yang
memilukan hati. suara rintihan tersebut bergema tiada putusnya dan hampir semuanya
mengandung hawa murni yang sangat kuat, boleh dibilang kesempurnaan tenaga dalam orang
yang merintih itu jarang ditemui dalam dunia persilatan.
Waktu itu ayah sangat terkejut bercampur keheranan tapi karena teringat akan pesan kakek
berambut putih itu, aku tak berani bersuara, hanya kucoba untuk menentukan sumber dari suara
rintihan tersebut.
Akhirnya aku berhasil menemukan sumber dari suara rintihan itu, ternyata gua suara tadi
berasal dari balik gua-gua yang berserakan di sepanjang jalan, rasa ingin tahu segera menyelimuti
perasaanku, tanpa sepengetahuan kakek tadi diam-diam ku intip gua-gua itu, Tapi.. begitu ku
intip, hatiku menjadi amat terperanjat. ternyata dibalik gua kecil yang gelap itu muncul sorot mata
yang tajam bagaikan sembilu sedang mengawasi wajahku lekat-lekat, dengan hati terkesiap cepatcepat
kutarik diri dan balik ke jalan setapak, Tapi dengan kejadian itu pula, aku jadi tahu bahwa
dibalik goa-gua kecil yang mirip itu sebetulnya terkurung seseorang, biarpun ayah belum sempat
menyaksikan kepandaian silat mereka, namun dari sorot mata yang tajam dapat kuketahui bahwa
salah seorang saja diantara mereda sudah cukup menggoncangkan seluruh dunia persilatan.
Si bocah yang asyik mendengarkan kisah tersebut tiba-tiba menyela.
"Mengapa mereka bersembunyi dibalik gua kecil yang gelap sambil berkeluh kesah?"
"Soal ini tidak kuketahui, sudahlah kau jangan menyela dulu, dengarkan kisah ayah sampai
habis dulu, kalau tidak, ayah kuatir tak sempat lagi menuturkan kisah tersebut hingga selesai"
Bocah itu segera menutup mulutnya kembali, ia tahu kisah cerita ayahnya sekarang
berpengaruh besar bagi pengembaraannya dalam dunia persilatan di kemudian hari, Kembali
kakek itu berkata:
"Tampaknya semua perhatian kakek itu sedang tertuju ke suatu tempat tertentu sehingga dia
tak tahu kalau aku telah mengintip gua-gua kecil di sepanjang jalan.
Selang beberapa saat kemudian kami telah melewati jalanan setapak itu dan tiba di depan
sebuah kolam yang luas dengan teratai tumbuh subur dalam kolam, rumput nan hijau, aneka
bunga yang harum semerbak membuat pemandangan alam di situ kelihatan sangat indah, ayah
yang belum pernah menyaksikan pemandangan semacam ini kontan saja jadi lupa daratan dan
menikmatinya dengan termangu."
Tempat dimana ayah berdiri tidak lain merupakan depan sebuah gua terakhir, sementara aku
masih memandang terpesona, mendadak terdengar seseorang menegurku:
"Hey anak muda, apakah kau datang dari alam semesta ? "
Ayah terkejut dan segera mendongakkan kepala namun selain si kakek tadi yang sedang
mencuci kaki", di sekeliling tempat itu tidak kujumpai orang ke dua.
Sementara aku masih diliputi perasaan kaget bercampur keheranan, terdengar suara tadi
bergema lagi:
"Hey anak muda, benarkah kau datang dari alam semesta ?"
Saat itu ayah benar-benar merasa terkejut bercampur bingung. Pikirku kalau bukan datang dari
alam semesta, memang ayah datang dari neraka? Lalu pikirku lebih lanjut. tempat ini
sesungguhnya masih berada di alam semesta, Mengapa orang itu justru mengucapkan perkataan
itu, Mungkinkah dia adalah roh halus atau sukma gentayangan? Makin dibayangkan aku merasa
semakin takut, namun teringat dengan pesan si kakek berambut putih tadi, terpaksa aku hanya
mengangguk sebagai pertanda mengiakan.
Maka suara orang itupun kembali bergema.
"Kau tak usah takut anak muda, aku dengan ilmu menyampaikan suara dengan kau tak melihat
wajahku, Eeei!!!. Bila kulihat dari ilmu langkahmu, sudah jelas gerakan tersebut merupakan ilmu
meringankan tubuh Jit seng san hoat dari Ang gwat it-kiam, apakah kau adalah muridnya Ang
gwat it kiam?"
Ayah semakin terperanjat, orang itu bisa menyampaikan semua perkataannya ke dalam
telingaku dengan mempergunakan ilmu menyampaikan suara. hal ini membuktikan kalau tenaga
dalam yang dimilikinya amat sempurna, yang lebih mengherankan lagi adalah dia mengetahui
nama guruku, ini yang membuatku amat tercengang.
Terdorong oleh perasaan heran dan ingin tahu, hampir saja aku membuka suara untuk
bertanya, tapi suara tersebut cepat-cepat mencegahku.
"Ssst, jangan bersuara atau kau akan melanggar pantangan yang berlaku dalam lembab ini,
akibatnya kati bisa digigitkan berpuluh ribu ekor ular beracun sampai mati"
Sementara ayah merasa kaget sampai tak mampu bersuara, suara tadi kembali berkumandang.
"Anak muda, kau tak perlu berpikir yang bukan-bukan, dari hubunganmu dengan Ang gwat it
kiam berarti antara kau dengan akupun terjalin pula hubungan yang cukup erat. Atas dasar
hubungan ini aku rela mempertaruhkan selembar jiwaku untuk melepaskan budi, kepadamu
jangan bergerak du1u. Dengarkan semua keteranganku.
Setelah berhenti sejenak, suara itu bergema lagi.
"Ikutilah semua petunjukku dalam tindak tandukmu selanjutnya, dengan berbuat demikian
mungkin kau masih punya harapan untuk hidup terus, ingat baik-baik bila kau bertemu dengan
seorang gadis cantik jelita bak bidadari yang mengutarakan rasa cintanya kepadamu, jangan sekali
kali kau layani dirinya biarpun gadis itu memang cantik jelita dan memiliki daya pikat yang luar
biasa sehingga siapa saja yang memandang sekejap ke arahnya, tentu akan dibuat tidak mampu
mengendalikan diri.
Belum habis keterangan tersebut diberikan kakek berambut putih yang menjadi petunjuk
jalannya telah memberi tanda agar perjalanan dilanjutkan.
Saat itulah satu ingatan melintas dalam benak ayah cepat-cepat ku alihkan sorot mataku ke
arah lain dan berlagak seperti terpesona sehingga tidak melihat ajaknya padahal hatiku amat
gelisah karena keterangan dari orang yang memberi petunjuk dengan ilmu menyampaikan suara
itu belum selesai diutarakan .
Agaknya orang itupun amat gelisah, keterangan yang disampaikan bertambah cepat, katanya
lebih jauh.
"Kau mesti perhatikan baik-baik anak muda, bila menghadapi keadaan seperti ini, usahakan
untuk menggigit lidahmu keras-keras kemudian meludahi wajah gadis cantik itu sambil berlagak
mengumpatnya dengan kata-kata menghina.
"Hmm, perempuan rendah yang tidak tahu malu, mengapa tidak bercermin dulu untuk melihat
betapa jeleknya tampangmu itu, huuuh, apa gunanya kau memikat diriku? Hmmm !"
Andaikata perempuan cantik itu menamparmu keras-keras bahkan memakimu dengan
mempergunakan kata-kata yang kotor dan tak sedap didengar, maka kau pun harus balas
menamparnya serta menggunakan rangkaian kata paling jelek untuk mencemooh raut wajahnya,
dengan berbuat demikian mungkin kau masih ada harapan untuk hidup, sebaliknya bila kau tak
mampu mengendalikan tujuh perasaan dan enam napsu, terutama sekali terpengaruh oleh
"kecantikan" dan belas kasihan hingga sorot matamu memancarkan rasa cinta dan kasihan
akibatnya benar-benar mengerikan bagimu, aaaai mungkin nasibmu akan seperti kami semua."
perkataan orang itu mengandung kesedihan dan rasa sesal yang tak terhingga sehingga membuat
hati ayah turut beriba...
Tak selang berapa saat kemudian terdengar suara itu kembali berkumandang. "Nah pergilah
anak muda, sudah tiga puluh tahun aku belajar silat namun gagal mengendalikan tujuh perasaan
enam napsu sehingga harus mengalami kehidupan tersiksa yang begini mengerikan dalam neraka
dunia. aaaai, manusia bukan manusia, anjing bukan anjing, pada hakekatnya kami dijadikan
sebagai kerbau dan kuda perahan, beginilah akhir dari sejarah kehidupan..."
Rintihan dan keluhan yang begitu menggelitik perasaan, membuat ayah tak mampu menahan
emosi lagi hingga titik air mata tanpa terasa jatuh berlinang...
Tiba-tiba saja suara orang itu berobah menjadi periang kembali, katanya lebih jauh.
"Rupanya kau si anak muda adalah seorang yang berperasaan kalau begitu aku tak menyesal
untuk mati bagimu, haaahhh.. haaahh... kehidupan manusia memang ibaratnya sebuah impian,
disaat telah mendusin apa lagi yang perlu disesalkan? Haaah . . . haaah . . . berangkatlah bila kau
memang bernasib baik dan diberi umur panjang, setelah bertemu dengan suhu hidung kerbau mu,
sampaikan saja kepadanya.
Biau-biau-cu dari Tiong-lam san yang telah menolong selembar jiwa muridnya, akan kulihat
bagaimana caranya membalas budi kepadaku di alam baka nanti."
Ayah tidak mengetahui siapakah Biau biao-cu itu, namun secara lamat-lamat dapat kurasakan
bahwa Biau-biau cu adalah, seorang tokoh silat yang berjiwa besar, tanpa terasa air mataku
kembali berlinang setelah mendengar perkataan ini.
Dalam pada itu si kakek berambut putih yang menjadi petunjuk jalanku tadi sudah tak sabar
lagi menunggu. dia menghampiriku dengan cepat lalu mencengkeram bajuku dan di bawa lari.
Ayah hanya merasa angin berdesing tajam di sisi telinga membuat wajahku sakit bagaikan disayat,
aku tak mengerti mengapa kawan jago aneh yang berilmu tinggi ini bisa disekap semua di sana,
tapi bisa kuduga orang yang berhasil menyekap mereka pastilah seorang siluman iblis yang luar
biasa hebatnya.
Sementara pikiran masih melintas, tiba-tiba terdengar kakek berseru kalau sudah tiba di tempat
tujuan, ketika aku mencoba untuk memperhatikan keadaan disekitar itu nyatalah bahwa tempat
itu berpemandangan alam lebih indah, pepohonan yang rimbun, aneka bunga yang berbau
semerbak mengingatkan orang pada sorga loka yang sering dilukiskan orang lain tanpa terasa
kembali ayah menghirup napas panjang.
Aneka bunga yang lebat mengitari sebuah bangunan besar berwarna kuning, semua perabot
dalam gedung tadi hampir seluruhnya terbuat dari bahan kayu pilihan, terutama sekali sebuah
hiolo kemala yang terletak di sudut meja dalam ruangan, terbuat diri batu kemala hijau yang
bening dan tembus pandangan entah berapa nilainya di pasaran bebas.
Asap dupa mengepul lembut dari balik hiolo memercikkan bau harum yang lembut,
kesemuanya ini menghilangkan kesan buruk bagi siapapun yang memandang, bahkan memberikan
perasaan kerasan terutama bagi para jago persilatan yang sudah terlalu sibuk dengan masalah
dunia persilatan.
Waktu itu mendadak kakek berambut putih tadi menunjukkan sikap yang sangat menaruh
hormat. dengan suara lirih ia berpesan, "Anak muda, Jangan sekali-kali berbicara, kejadian aneh
macam apapun yang bakal kau temui bertingkahlah seakan-akan tidak menaruh perhatian, kalau
tidak maka saat ajalmu segera akan tiba."
Ayah menjadi merinding dan menghembuskan napas dingin setelah mendengar perkataan
tersebut.
Dalam pada itu si kakek telah bertekuk lutut dan menyembah ke arah ruang tengah berwarna
emas itu sambil berkata dengan penuh rasa hormat.
"Tecu Ing Goan san menantikan kehadiran dewi!" Mendengar perkataan ini ayah-pun segera
berpikir: "Dewi apaan itu? Masa didalam Lembah Nirmala benar terdapat seorang dewi ?"
Sementara ayah masih dicekam rasa heran dan ingin tahu, tiba-tiba terdengar suara tertawa
merdu bergema dari balik ruangan menyusul kemudian terdengar seorang gadis berkata dengan
nada suara yang merdu merayu bagaikan kicauan burung nuri.
"Dewi sudah mengetahui maksudmu mengingat kau berwatak jujur dan berhati lurus, kita sama
sekali tidak memikirkan kepentingan pribadi maka pelaksanaan di undur tiga hari kemudian nah
bangunlah dan ajak masuk bocah cilik yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi itu"
Cepat-cepat kakek itu menyahut: "Hamba berterima kasih sekali atas budi kebaikan dari dewi."
Sekalipun perkataannya penuh dengan nada terima kasih, namun paras mukanya sama sekali
tidak menampilkan perasaan tersebut, malah sebaliknya justru memancarkan rasa benci dan
dendam yang amat tebal, seakan-akan dia mendendam dan gusar namun tak berani
mengutarakannya keluar.
Sebelum ayah sempat berpikir lebih jauh tubuhku telan diangkat oleh kakek itu dan bagaikan
menenteng sebuah benda saja tubuh ayah langsung digotong ke dalam ruangan.
Sesampainya dalam ruangan ayah mencoba untuk memperhatikan keadaan disekitar sana kau
tahu, ternyata ruangan tersebut gemerlapan penuh dengan kilauan cahaya emas yang berwarna
kuning, kiranya setiap benda dan perabot yang berada di sana terbuat dari emas murni, tak heran
kalau ayah pun mulai curiga dan berpikir darimana si dewi itu peroleh harta karun sebesar ini...
Berbicara sampai di situ, si kakek segera bangkit dan meluruskan duduknya, lalu dengan sorot
mata memancarkan serentetan cahaya cinta yang aneh, ia menghela napas serta melanjutkan
kisahnya.
"Di dalam ruangan itu berdirilah empat orang gadis berbaju hijau, mereka berparas cantik jelita,
berkulit tubuh putih bersih dan berdiri di sisi ruangan dengan sikap yang lembut, sementara
didekat jendela duduk seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. ia
mengenakan pakaian putih bersih bagaikan salju memiliki sepasang mata yang jeli, sebaris gigi
yang putih bersih dan rata, hidung yang mancung, bibir yang kecil mungil serta kulit tubuh yang
putih bersih bersemu merah terutama sepasang lesung pipitnya yang begitu menawan,
perempuan tersebut hampir boleh dibilang memiliki kecantikan daripada kecantikan seluruh
perempuan tercantik di dunia yang digabungkan menjadi satu, anehnya lagi kecantikan
perempuan itu begitu wajar, sedikitpun, tidak nampak aneh sehingga membuat orang bagaikan
berada dalam alam impian serta melihat bidadari yang baru turun dari kahyangan"
Kembali kakek itu menghela napas panjang, melihat bocah itu mendengarkan kisahnya dengan
asyik sambil tersenyum terusnya.
"Di sisi gadis itu duduk seorang bocah kecil berusia enam-tujuh tahun. raut wajah bocah
perempuan itu persis seperti wajah sang "Dewi" atau tidak dibilang bagaikan pinang dibelah dua,
dia berwajah mungil dan manis biarpun masih kecil namun memiliki daya pikat yang luar biasa,
kesemuanya ini membuat ayah menjadi tertegun dan termangu-mangu dibuatnya.
"Tapi begitu teringat dengan pesan dari Biau biau cu. ayah menjadi terkesiap dan cepat-cepat
menarik kembali sorot mataku yang penuh dengan perasaan cinta ini sambil berpaling ke arah lain
padahal hatiku berdebar amat keras. Waktu itu sementara benakku penuh diliputi oleh bayangan
wajah si nona berbaju putih yang cantik jelita bak bidadari dan kahyangan itu..."
Si bocah menjadi amat gelisah setelah mendengar sampai di situ, cepat, selanya:
"Ayah mengapa kau tak dapat melenyapkan napsu dari hatimu? Bukankah hal ini merugikan
bagimu seperti apa yang telah di katakan Biau biau cu locianpwe ?"
Kakek itu tersenyum. Sahutnya:
"Selama mengembara didalam dunia persilatan ayah sudah menemui banyak kejadian besar
maupun kecil tapi tak satupun yang patut dibanggakan hmm! Tapi dalam hal ini ayah justru
merasa amat bangga saban kali disaat aku sedang putus asa. bila terbayang kembali kejadian ini
maka semangat ayah segera berkobar kembali."
Berbicara sampai di situ diapun segera berhenti sejenak, agaknya orang tua ini merasa rikuh
untuk menyombongkan diri di hadapan putranya, karena itu ujarnya lagi:
"Sebenarnya ayah sudah mulai terpikat oleh kecantikan wajahnya untunglah disaat yang kritis
ayah teringat kembali dengan pesan kakek dimasa lalu yang pernah berkata begini. Bagi
seseorang yang belajar ilmu maka mengendalikan perasaan merupakan kunci utama, apabila
mengendalikan perasaan saja tak mampu dilakukan apalagi untuk belajar ilmu ?."
"Begitu ajaran tersebut melintas lewat pikiran ayah segera menjadi tenang kembali diam-diam
kusalurkan hawa murniku untuk melindungi seluruh badan serta mengusir semua godaan napsu
yang mulai menyerang tiba, dengan dasar ilmu tenaga dalam yang ayah pelajari, dalam waktu
singkat pikiranku menjadi tenang kembali, kubayangkan perempuan cantik yang berada di
hadapan mata bagaikan tengkorak yang berwajah mengerikan cukup membetot sukma, namun
ayah tak pernah berkedip barang sedikitpun jua.
Melihat putranya menunjukkan perasaan kagum dan hormat kakek itu tersenyum dan berkata
lebih jauh.
"Belum lama setelah kakek petunjuk jalan tadi mengundurkan diri, gadis cantik berbaju putih
itu telah datang mendekati ku sambil menegur:
"Hey, mengapa sih kau tak menggubrisku? Waah gaya mu sok amat..."
Ayah masih teringat selalu dengan pesan, "Biau biau-cu, karena itu segera jawabku ketus:
"Kalau mau sok lantas kenapa? Kau tak usah cerewet terus menerus. ada urusan apa sih kau
mengundangku kemari? Ayoh cepat sampaikan aku sudah tak sabar menanti!"
Paras muka nona berbaju putih itu segera berobah tapi sekejap kemudian telah putih kembali
seperti sedia kala, malahan sambil tersenyum ibarat sekuntum bunga segar baru mekar dia
berkata lagi:
"Oooh lagakmu memang amat besar ya, hal ini memang tak bisa disalahkan seseorang yang
bernama semakin besar biasanya memang lagaknya makin besar pula kau masih muda, tampan
dan berilmu tinggi, tentu saja tak terlepas dari kebiasaan tersebut."
Ayah sebagai seorang jagoan yang baru turun ke dunia persilatan seperti halnya dengan kaum
muda lain, Biar tidak takut langit tidak takut bumi tapi paling takut kalau disanjung orang, apalagi
yang menyanjung adalah seorang perempuan cantik yang tiada taranya di dunia ini. Saking
senangnya mendengar sanjungan tersebut pertahanan ayah menjadi buyar apalagi setelah
mengendus bau harum dari tubuh nona itu di tambah lagi memandang wajah si nona yang begitu
cantik, gelombang napsu yang secara bertubi-tubi lambat laun membuat ayah tak sanggup
mengendalikan ke tujuh perasaan dan ke enam napsu ku.
Di saat yang amat kritis inilah, mendadak kudengar suara bentakan menggeledek bergema
datang:
"Bocah muda, kau memang tak becus. patut mampus. patut mampus.." Bentakan menggeledek
ini segera menyadarkan kembali ayah dari pengaruh napsu, peluh dingin segera bercucuran
membasahi sekujur tubuh berkerut kening dengan napsu membunuh menyelimuti seluruh
wajahnya, sikap tersebut kontan saja membuat ayah menjadi terkesiap dan bergidik, aku tak
berani lagi memikirkan yang bukan-bukan."
Tiba-tiba nada suara kakek itu berubah menjadi sedih dan murung, rasa sesal tercermin di atas
wajahnya, lama setelah termenung dia baru melanjutkan kembali kisahnya.
"Kulihat nona cantik berbaju putih itu segera memberi tanda kepada ke empat orang
dayangnya yang cantik itu sambil berkata. "Biau-biau-cu telah melanggar pantanganku, hadiahkan
pedang pemutus nyawa baginya!"
Ke empat dayang itu segera menyahut dan beranjak pergi, ayah saksikan salah seorang
diantaranya membawa sebilah pedang yang gemerlapan. sadarlah ayah, gara-gara ingin
menyelamatkan jiwa ayah, Bia biau-cu telah mengorbankan selembar jiwanya.
Ayah menjadi gusar setali, sambit membentak keras kugunakan segenap kekuatan yang
kumiliki untuk menyerang nona tersebut, dalam anggapanku dalam sekali ayunan tangan niscaya
nona berbaju putih itu dapat kurubuhkan.
Siapa tahu belum lagi seranganku tiba dan belum lagi tenagaku dipancarkan, tahu-tahu
lenganku ini sudah kena di cengkeram oleh nona berbaju putih itu entah dengan gerakan apa.
Ayah mencoba untuk meronta, dan berusaha melepaskan diri tapi usahaku ini sia-sia belaka
maka ayahpun segera memakinya kalang kabut.
Siluman iblis perempuan jelek tak ku nyana kau bercokol di lembah Nirmala hanya bermaksud
untuk melakukan tindak kejahatan yang tak berperikemanusiaan, hmm, suatu ketika kau pasti
akan menerima pula pembalasan yang setimpal."
Dengan kening berkerut nona cantik berbaju putih itu segera melepaskan cekalannya lalu
bertanya dengan wajah tertegun.
"Kau menyebutku sebagai apa ?"
Tanpa berpikir panjang ayah segera memaki dengan gusar:
"Kau adalah siluman perempuan, mau apa kau ?"
"Aku adalah siluman? Jelekkah wajahku?" tanya nona berbaju putih itu ragu-ragu.
"Tentu saja kau jelek bagaikan siluman" sahut ayah "hmm, kau mengira wajahmu cantik
bukan? Huuuh padahal dalam pandanganku, kau mempunyai wajah yang lebih jelek daripada
perempuan manapun. kalau tak percaya periksalah dirimu Hmm sudah jelek tak tahu diri !"
Oleh makian ayah yang bertubi-tubi itu si nona menjadi kebingungan dan berdiri melongo, dia
tak tahu apakah wajahnya benar jelek seperti apa yang ayah katakan, maka cepat-cepat ia
mengambil cermin untuk bercermin setelah itu baru katanya lagi.
"Sungguh aneh, mengapa aku tidak merasa kalau wajahku jelek ?"
Ayah beranggapan bahwa bagaimanapun juga toh jiwaku akan melayang, mengapa harus
berbelas kasihan lagi kepadanya karena itu aku pun berseru lagi dengan lantang.
"Tentu saja kau tak akan merasa kalau wajahmu jelek, tak ada manusia di dunia ini yang
mengatakan dirinya jelek hmm. kalau kubilang kau sudah jelek masih tak tahu diri. Rasanya
perkataan ini memang tepat sekali."
Paras muka gadis yang berbaju putih itu berubah sangat hebat sekali. Tiba-tiba saja dia
merintih, tubuhnya membungkuk dengan penuh penderitaan saat itu ayahpun merasa tindakanku
kelewat batas sehingga membuat seorang gadis yang begitu cantik harus menderita gara-gara
dilukiskan terlalu jelek, baru saja aku hendak menghiburnya, tiba-tiba kulihat gadis berbaju putih
itu berkerut kening, hawa napsu membunuhpun segera menyelimuti seluruh wajahnya
Sadar kalau kematian tidak akan lolos, tak urung ayah mandi keringat dingin juga, sebab hawa
napsu membunuh yang menyelimuti wajahnya itu benar-benar sangat tebal. andaikata wajahnya
tidak cantik bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan pada hakekatnya dia mirip sekali
dengan seorang perampok yang membunuh orang tanpa berkedip......
Tanpa mengucapkan sepatah katapun si nona berbaju putih itu melepaskan tiga buah pukulan
secara beruntun semua serangannya dilancarkan dengan cepat dan begitu ganas jangan lagi
menghindarkan diri, bahkan kelopak mata ayah belum sempat berkedip, sekujur, badanku sudah
terasa panas sesak bagaikan dibakar di atas api, sedemikian panasnya sehingga kalau bisa aku
ingin terjun ke dalam gudang es yang paling dingin untuk melenyapkan hawa kering dan panas
yang membara. Aku merintih dan mengeluh kesakitan, tapi nona berbaju putih itu hanya tertawa
dingin tiada hentinya "Sorot matanya yang dingin dan matanya yang melotot besar# mengawasi
diriku tanpa berkedip seolah-olah penderitaan yang ku alami justru merupakan obat pelipur lara
baginya.
Setelah tersiksa hampir setengah jam lamanya, aku mulai tak sanggup menahan diri tapi nona
berbaju putih itu tetap membungkam dalam seribu bahasa. ditatapnya keadaanku yang
mengenaskan dengan pandangan dingin, tentu saja aku menjadi amat membencinya dan kalau
bisa ingin membunuhnya dengan sekali pukulan..
Tapi apa daya kalau aku tak berkemampuan sebesar itu. Bukan begitu saja, bahkan
penderitaan dan siksaan yang ku derita pun tak dapat ku hapuskan dengan begitu saja.
Pada akhirnya nona berbaju putih itu seperti sudah tak sabar lagi, ia bertanya dengan suara
dingin:
"Ayo cepat kau jawab, aku jelek tidak??"
Aku sadar, berbicara terus terangnya sama saja akan berakibat kematian bagiku, daripada
membuatnya senang, apa salahnya kalau membuat siluman perempuan itu justru menderita untuk
selamanya.
Oleh sebab itu sambil menahan siksaan dan penderitaan aku kembali mengumpat:
"Kau jelek, kau jelek sekali. sedemikian jeleknya sehingga tampangmu kelihatan lebih jelek
daripada perempuan terjelek di dunia sekalipun."
Sekali lagi nona berbaju putih itu membungkukkan tubuhnya lantaran menderita.
Kulihat air matanya hampir saja jatuh berlinang, tapi perasaanku waktu itu justru gembira dan
lega, begitu gembiranya sehingga tak terlukiskan dengan kata-kata, dengan geram ku ejek lagi:
"Manusia semacam kau sesungguhnya tak lebih cuma seekor ulat kecil yang patut dikasihani,
mana wajahnya sudah jelek, sekarang diejek pula sebagai si jelek..... haaah haaah.,. . . haaah..."
Dengan gusar nona berbaju putih itu melotot besar dan menatap wajahku tanpa berkedip, dari
balik matanya yang jeli memancar keluar dua rentetan sinar tajam bagaikan sembilu, begitu
seramnya sorot mata tersebut membuat tubuhku menggigil dan tak mampu meneruskan
perkataan lagi.
Selang beberapa saat kemudian, kudengar dia berseru pula dengan penuh amarah.
"Baiklah kau memakiku jelek, memakiku sebagai perempuan terjelek di dunia ini. maka akupun
akan menggunakan siksaan yang paling keji di dunia ini untuk menghadapimu akan kucongkel
keluar sepasang biji matamu, kupotong kaki dan lenganmu kubetoti semua otot-otot tubuhmu
kemudian menggantungmu di atas pohon biar beribu ekor ular menggeragoti dagingmu menyayati
kulitmu dan menggigit hatimu, coba kulihat apakah kau masih mengatakan aku jelek"
"Waktu itu ayah menjadi semakin geram, dengan amarah yang meluap-luap kembali aku
memaki:
"Benar-benar tidak kusangka bukan cuma wajahmu yang jelek, ternyata hatimu juga amat
busuk, Tak usah kuatir silahkan turun silahkan turun tangan untuk menyiksaku, suatu hari kau
sendiripun akan dicincang oleh kaum jago dari kalangan lurus sehingga hancur berkeping-keping."
Nona cantik berbaju putih itu mendengus, "Hmm, aku tak percaya kalau ilmu silat yang dimiliki
para jago dunia bisa jauh lebih hebat dari padaku hmm, setelah mendengar perkataanmu itu, aku
jadi tak berhasrat untuk berdiam lebih lama lagi dalam lembah ini, kaupun tak usah menguatirkan
tentang keselamatan para gentong nasi kaum jago dunia persilatan Dewimu masih mampu untuk
mengirim mereka satu persatu pulang ke rumah nenek nya."
Begitu kudengar perkataan itu, ayah jadi kaget dan sadar, gara-gara perkataanku itu bisa jadi
para jago dunia persilatan harus menanggung akibatnya, maka dengan perasaan geram kembali
aku memaki.
"Bila kau memang bukan dilahirkan manusia. lakukanlah seperti apa yang kau katakan. saya
memang tak mampu menghalangimu, tapi bila kau merasa bahwa dirimu dilahirkan oleh manusia,
hmm,... "
Nona cantik berbaju putih itu segera tertegun setelah mendengar perkataan ini segera
gumamnya.
"Aku adalah dewi aku adalah dewi... dewi yang memegang kekuasaan terhadap kehidupan
manusia di dunia ini siapa bilang aku tak boleh membunuh, omong kosong.""
Agaknya makin dipikir nona cantik berbaju putih itu merasa semakin mendongkol dia segera
memerintahkan orang untuk melemparkan ayah ke dalam sarang ular beracun.
Di saat yang paling kritis itulah, tiba-tiba terdengar nona cilik itu berseru keras:
"Ibu, jangan kau bunuh orang itu dia bukan orang jahat, lepaskan dia anak Jin tak berani
melihat, oooh ibu, lepaskan dia"
Biarpun gadis cilik itu masih berusia muda, namun suaranya justru amat merdu bagaikan
burung nuri yang sedang berkicau pada hakekatnya tidak berbeda dengan ibunya. Nona cantik
berbaju putih itu kelihatan tertegun, lalu menyahut.
"Anak Jin. kau tak boleh mencampuri urusan ini. orang tersebut sangat jahat, aku harus
membinasakannya !"
Tiba-tiba nona kecil yang bernama anak Jin itu mengucurkan air mata dari balik kelopak
matanya yang besar, sambil menggoyang-goyangkan lengan ibunya dia berseru lagi:
"lbu kalau kau membunuhnya, anak Jin tak akan berbicara lagi denganmu..."
Biarpun nona itu masih kecil tetapi wataknya justru berbeda dengan ibunya dibalik wajahnya
yang polos dan suci terpancar sinar kelembutan, aku yakin dia tentu seorang gadis yang penuh
berwelas kasih, Kembali nona berbaju putih itu tertegun, dia mengerling sekejap ke arah nona
kecil itu, kemudian termenung dengan wajah serius tampaknya dia sedang mempertimbangkan
persoalan itu tapi dilihat dari mimik mukanya, ayah dapat melihat bahwa dia amat sayang pada
siona kecil itu bahkan rasa sayangnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Selang beberapa saat kemudian, dia baru berkata dengan nada sedih:
"Baiklah, ibu mengabulkan permintaan mu !"
Nona kecil itu segera bertepuk tangan kegirangan, sedang selembar jiwa ayahpun berhasil
diselamatkan oleh nona kecil itu..."
Sampai di sini, kakek itu mengawasi sekejap wajah putranya, lalu dengan wajah bersungguhsungguh
dia berkata:
"Kebaikan hati nona kecil itu tak terlukiskan dengan kata-kata, anak Sia. bila di hitung, maka
usianya sekarang tidak jauh dengan usiamu andaikata suatu hari kau bertemu dengan seorang
gadis macam begini di dalam dunia persilatan maka kau mesti bersikap baik kepadanya, kau tak
boleh membuatnya menderita atau sakit hati daripada arwah ayah dialam baka tidak peroleh
ketenangan."
Bocah itu segera manggut-manggut sahutnya, "Ayah tak usah kuatir, anak Sia tentu akan
mengingatnya selalu didalam hati"
Kemudian katanya lagi.
"Bagaimana kemudian dengan cara apakah ayah berhasil meninggalkan perempuan keji itu ?"
Setelah tertawa kecil kakek itu berkata, "Setelah membebaskan jalan darahku yang tertotok
agaknya nona cantik berbaju putih itu melihat lenganku berubah menjadi hitam maka setelah
mendengus dingin diapun memberi sebutir pil penawar racun kepada ayah.
"Sebelum pergi meninggalkan tempat untuk mencegah agar ayah tidak membocorkan rahasia
ini ditempat luaran, diapun memerintahkan salah seorang diantara tempat dayangnya yang
berparas cantik, Cing soat untuk menjadi istriku!"
"Oooh, dia adalah ibuku" teriak bocah itu keras-keras.
Nada suaranya penuh dengan rasa rindu cinta, sebab sejak dilahirkan di dunia ini dia memang
tidak berkesempatan menjumpai ibunya itu.
Tatkala melahirkan dia, Cing soat mengalami pendarahan sehingga menyebabkan jiwanya tak
tertolong lagi.
Dengan sedih kakek itu berkata.
"Ya benar. Cing soat adalah ibu kandungmu, sebetulnya ayah tak mau namun akhirnya tak
kuasa menahan desakan dari bocah perempuan yang bernama "anak Jin" itli akhirnya ayahpun
mengabulkan.
Mula-mula ibumu masih saja menguasai setiap gerak gerikku dengan penuh curiga tapi sejak
dia berbadan dua, apalagi setelah benihmu berada dalam rahimnya, semua pengawasannya makin
mengendor ia bersungguh-sungguh hidup sebagai suami istri yang berbahagia dengan ayah, siapa
tahu kebahagiaan ini tidak berlangsung lama, ditengah malam yang hening dia telah berpulang ke
alam baka setelah melahirkan kau, aaai . .. Membayangkan kembali kasih sayang serta semua
kenangan manis disaat mereka masih hidup dengan bahagia, kakek itu tak mampu menahan rasa
pedihnya lagi, air matanya berceceran dengan deras sementara wajahnya nampak lebih pedih dan
murung.
Tiba-tiba ia berpekik dengan penuh emosi, semua perasaannya yang terkekang selama ini
dilampiaskan keluar semua, dia seperti lupa kalau dia adalah seorang yang hampir mati. Sampai
akhirnya semua tenaganya terkuras dan hawa darahnya bergejolak amat keras, darah segar
segera menyembur keluar dari mulutnya dengan suara terbata-bata katanya lagi:
"Anak Sia. inilah tugasmu yang ketiga... rahasia besar yang menyelimuti semua penghuni gua
tersebut tak mungkin dapat ayah bongkar... hanya kau.. kau .. anak ayah yang tersayang, dalam
darahmu mengalir darah warisan dari leluhur nan yang anggun, aku... aku akan melindungimu
dari alam baka. "berbuatlah kebajikan demi kepentingan umum, aku... aku tak kuat lagi! baik,
baiklah kau jaga dirimu."
Ketika berbicara sampai disitu, kakek tersebut tak mampu lagi menahan diri, tiba-tiba ia
berkelejetan sebentar lalu menghembuskan napas terakhir.
Titik air mata jatuh bercucuran membasahi wajah bocah itu, namun ia tak bersuara, hanya
pancaran sinar matanya yang nampak diliputi kepedihan yang tak terkirakan.
"Ayah-- semua tugasmu akan kulaksanakan hingga selesai---" gumamnya, "aku berjanji akan
menyelesaikannya-- aku akan selain mengingat perkataanmu," perasaan yang tebal bukan untuk
diperlihatkan di wajah lihatlah, bukankah aku tak menangis? Meski aku menaruh perasaan yang
jauh mendalam daripada isak tangis."
Suasana amat hening hanya angin yang berhembus sepoi-sepoi.
xxXxx
MATAHARI bersinar cerah menerangi seluruh jagad apalagi di musim gugur yang berangin
kencang, tampak daun-daun kering berguguran memenuhi tanah.
Seorang pemuda berbaju putih pelan-pelan berjalan menuruni bukit tengkorak.
Pemuda itu berusia enam-tujuh belas tahunan berwajah tampan dan bertubuh tegap.
sekalipun ia tidak termasuk seorang pemuda tampan namun alis matanya yang tebal lagi hitam
cukup mendatangkan daya rangsangan yang besar bagi setiap gadis remaja yang menjumpainya
karena dari situlah terpencar sifat kejantanannya.
Bahunya amat lebar dengan perawakan yang tegap namun wajahnya nampak agak putih, Hal
ini menunjukkan bahwa dia sudah lama berdiam di suatu tempat yang sama sekali tak tertimpa
cahaya matahari.
Ia turun gunung sambil membawa sebilah pedang mestika sepanjang empat depa di tangan
kirinya dan setibanya di tepi jalan diapun duduk di atas batu dan memandang ke tempat kejauhan
sana sambil bertopang dagu.
Dari pagi sampai siang, dari siang sampai senja...
Waktu berjalan terus bagaikan merangkak, kalau semula matahari muncul di ufuk timur, kini
sang surya telan menyembunyikan diri di ujung langit barat.
JILID 2
Sisa-sisa cahaya berwarna merah memancar diatas tubuh pemuda berbaju putih itu
membuatnya kelihatan lebih gagah dan perkasa.
Tampaknya pemuda berbaju putih itu mulai tak sabar, matanya berulang kali dialihkan keujung
jalan raya dikejauhan sana. Kemudian menghela napas dan mencengkeram batu kecil serta
ditimpuk ke kejauhan dengan gemas.
Memandang pasir dan tanah yang berserakan disekelilingnya, pemuda berbaju putih itu
bergema lirih:
"Kesatu, mempersembahkan pedang mengangkat guru, kedua, merebut kembali pedang itu
setelah selesai belajar silat, ketiga menyelidiki serta membongkar rahasia dilembah
Nirmala..........."
Mendadak.......
Suara derap kaki kuda berkumandang datang dari ujung jalan sana, dengan kening berkerut
pemuda berbaju putih itu melompat bangun serta memperhatikan dengan seksama.
Dalam sekilas pandangan saja kelihatan sekujur tubuhnya bergetar keras dan menunjukkan
rasa tegang yang luar biasa, bisiknya kemudian dengan suara gemetar:
"Kau datang juga.......akhirnya kau datang juga. Ayah bilang kau adalah penentu nasibku
selanjutnya......."
Dari kejauhan sana tampak seekor kuda putih pelan-pelan bergerak mendekat, penunggangnya
adalah seorang lelaki yang berpakaian perlente dan bertubuh jangkung, ia menunggang seekor
kuda kurus yang berwajah amat lesu sehingga kelihatan amat tak sedap dipandang.
orang itu menunggang kudanya sambil sesekali mengayunkan cambuknya, bibirnya yang
terkatup rapat membentuk garis setengah lingkaran busur kearah bawah garis yang membuat
kelihatan dingin, angkuh menyeramkan. sementara sekulum senyuman sinis diujung bibirnya
penuh dengan nada ejekan dan sikap muak.
setelah menenangkan hatinya pemuda berbaju putih itu memburu kedepan tanpa
memperhatikan wajahnya ia segera memberi hormat seraya berseru:
"Tecu Kim Thi sia atas perintah dari ayahku datang memenuhi janji dan akan mengangkat kau
sebagai guruku"
Mengingat bahwa orang berbaju perlente ini disebut jago paling tangguh didalam dunia
persilatan, dan lagi berwatak sangat aneh. sudah jelas dia memiliki kelebihan yang tak dimiliki
orang lain, karenanya dia tak berani berayal. sambil berkata dengan sikap yang amat menaruh
hormat dia persembahkan pedang mustika Jeng gwat kiam itu. Penumpang kuda itu sama sekali
tak bersuara, bahkan memandang sekejap kearahnyapun tidak dengan sesekali mengayunkan
cambuknya ia biarkan kuda kurus itu melewati samping pemuda tersebut.
Cepat-cepat pemuda berbaju putih itu memburu kedepan lalu berseru kembali:
"Tecu Kim Thi sia atas perintah dari ayahku datang memenuhi guruku harap kau sambut
pedang mustika Jeng gwat kiam ini."
Penunggang kuda berbaju perlente itu sama sekali tak menggubris, kuda kurusnya dibiarkan
berjalan terus sehingga dalam waktu singkat telah meninggalkan Kim Thi sia jauh dibelakang.
Kim Thi sia menjadi tak senang hati pikirnya segera:
"sombong amat manusia berbaju perlente ini. Bukankah ia telah berjanji dengan ayah
menyuruh aku mengangkatnya menjadi guru? masa setelah bertemu muka sama sekali tak
menggubris? Hmmm memangnya cuma kau yang berilmu silat paling hebat didunia ini? dan aku
cuma bisa belajar silat darinya?"
Dasar pemuda ini masih berdarah panas, setelah tertawa dingin ia segera membalikkan badan
dan berlalu dari situ
Tiba-tiba sorot matanya yang tertuju penunggang kuda itu menemukan sesuatu ia segera
tertegun dan melongo.
Ternyata lengan kiri serta kaki kiri manusia berbaju perlente itu sudah kutung, ujung bajunya
dibiarkan berkibar ketika tertembus angin, penemuan ini membuatnya segera berpikir:
"Aaaaah, tidak betul, orang ini jelas bukan manusia berbaju perlente yang dimaksudkan
ayahku."
Kemudian setelah memperhatikan penunggang kuda itu sekali lagi, kembali dia berpikir lebih
jauh:
"Ayah bilang orang itu masih muda, berwajah tampan dan mempunyai tahi lalat hitam diantara
keningnya. sekarang kecuali tahi lalat diatas kening yang kutemukan, sama sekali tidak kujumpai
ciri yang lain. Andaikata dia memang cacad tangan dan kaki mustahil ayah tidak akan
memberitahukan persoalan itu kepadaku, toh ciri semacam ini mudah dikenali?"
Bocah itu mencoba untuk mengamati kembali orang itu, dilihatnya meski kuda tunggangannya
berjalan stabil, namun orang itu justru tergoncang kian kemari seakan-akan setiap saat dapat
jatuh terjerembat.
sebagai seorang bocah yang berhati polos, bajik serta bijaksana, tiba-tiba saja muncul perasaan
iba dan kasihannya terhadap orang itu, segera pikirnya lagi:
"Yaa, orang ini cacad tangan serta kakinya, diapun nampak loyo dan tak bersemangat. sudah
pasti dia adalah orang yang sedang dirundung kesedihan, biasanya watak manusia semacam ini
paling jelek mangapa aku mesti menyalahkan dia karena ia tak mau memperdulikan aku....."
semakin dipikir rasa simpatinyapun makin tebal, satu ingatan tiba-tiba melintas dibenaknya,
cepat ia memburu kemuka tegurnya sambil tertawa: "Sobat, apakah aku bisa membantu sesuatu
untukmu?"
Namun ketika sorot matanya menyapu lewat diatas wajah orang itu, dia semakin terkesiap lagi,
pikirnya:
"Aaaaah ternyata selain cacad tangan dan kaki, daun telinga serta matapun telah dipotong dan
dicukil sebelah. Ehmm.......tak nyana kau masih mempunyai keberanian untuk hidup lebih lanjut
andaikata aku........"
Dengan wajah bersemu merah dia segera berkata lagi penuh rasa simpatik:
"Sobat, aku tahu kau tidak leluasa dalam segala hal, apakah aku bisa membantu sesuatu
bagimu?"
setelah berulang kali jalan perginya dihadang manusia berbaju perlente itu segera melirik
sekejap kearah bocah itu dengan pandangan tak senang hati. sesudah tertegun sesaat, tibat-tiba
Kim Thi sia berseru keras:
"Yaa, diatas keningmu jelas terdapat tahi lalat hitam, kau pasti adalah guruku. suhu mengapa
kau tidak memperdulikan aku kau tahu aku mendapat perintah dari ayahku untuk datang
memenuhi janji......."
Tapi ingatan lain segera melintas lewat didalam benaknya. jangan- jangan ayah
membohongiku? kalau dilihat dari bentuk badan orang ini, boleh dibilang sekujur badannya telah
dipenuhi dengan bekas luka, mengapa ayah justru melukiskan dia sebagai seorang pemuda yang
paling tampan didunia ini? mungkinkah ayah kuatir aku menjadi muak setelah mengetahui
keadaan yang sebenarnya sehingga tidak bersedia menjadi muridnya?" akhirnya dengan anggapan
bahwa ayahnya takut dia muak setelah mengetahui keadaan sebenarnya dari manusia berbaju
perlente itu sehingga membohongi dirinya diapun berkata:
"suhu, biarpun bentuk tubuhmu macam begini rupa namun tecu tidak berpikiran memandang
rendahmu, tentang hal ini harap kau orang tua berlega hati."
Manusia yang berbaju perlente itu hanya memandang sekejap kearahnya dengan pandangan
dingin, kemudian menceplak kudanya dan lewat dengan begitu saja.
Kim Thi sia menyaksikan bahwa dari balik mata tunggal manusia berbaju perlente itu sering kali
memancar keluar sinar kebencian yang amat tebal, entah sedang memandang kearahnya atau
termenung sambil memandang angkasa atau memandang pemandangan alar tertunduk sambil
termenung. sorot mata kebencian yang amat tebal itu selalu memancar keluar tanpa terasa.
Menyaksikan kesemuanya ini Kim Thi sia menjadi amat terperanjat, tanpa terasa pikirnya
keheranan:
"Dia tentu sedang memikirkan musuh besarnya pem bunuh yang berhati keji dan tak
berperasaan itu telah memotong tangan, kaki serta mencukil mata sebelahnya, tapi enggan
membinasakan dirinya sendiri sehingga membiarkan dia terus menderita sepanjang hidup,
perbuatan yang begini kejam dan buasnya ini tak heran kalau membuat dia tak bisa
melupakannya baik siang maupun malam."
Manusia berbaju perlente itu memiliki raut muka tampan dan gagah, disaat sorot mata Kim Thi
sia menyentuh diatas wajahnya itu, tiba-tiba satu ingatan melintas pula didalam benaknya.
"Andaikata ia tidak dicelakai oleh musuhnya sehingga anggota tubuhnya menjadi tak sempurna,
sudah pasti dia termasuk seorang yang tampan dan menarik."
Manusia berbaju perlente itu mengenakan topi lebar berwarna hitam, ketika angin berhembus
lewat dan menggoyangkan topinya yang lebar, ternyata lelaki itu tak mampu menahan diri
terhadap hembusan tersebut, tubuhnya segera kelihatan gontoi seolah-olah mau terjatuh dari atas
kudanya. Tanpa terasa Kim Thi sia berkerut kening, pikirnya:
"Tampaknya orang ini lemah sekali sehingga ibaratnya tenaga untuk memotong ayampun tak
dimiliki, bahkan terhadap hembusan anginpun dia tak tahan, bagaimana mungkin manusia
semacam ini dapat menjagoi dunia persilatan serta merebut gelar jago pedang nomor wahid
dikolong langit? Aaaai.........kebohongan ayah kali ini benar-benar kelewatan."
Jalanan yang mereka tempuh saat ini merupakan sebuah jalan kecil yang sempit lagi panjang,
begitu sepi dan terpencilnya tempat itu sehingga walaupun mereka berdua telah menempuh
perjalanan sekian waktu, belum nampak rombongan lain yang melalui tempat tersebut.
Manusia berbaju perlente itu tetap meneruskan perjalanannya dengan mulut membungkam,
sedangkan Kim Thi sia mengikuti dibelakangnya dengan membisu. sebab dia tak ingin melanggar
pesan terakhir dari ayahnya. Apalagi sebagai seorang pemuda yang polos dan tebal perasaannya.
Baginya lebih baik menyiksa diri ketimbang mengingkari pesan ayahnya.
semakin cepat manusia berbaju perlente itu melarikan dirinya, semakin cepat pula dia
mengikuti dibelakang, namun dia selalu mempertahankan suatu selisih jarak tertentu.
Tak lama kemudian jalan saus kambing itu sudah mencapai pada ujungnya. Dihadapannya sana
terbentang tanah perbukitan yang berjajar-jajar menjulang keangkasa, ternyata jalan tersebut
merupakan jalan buntu.
Manusia berbaju perlente itu segera mengerutkan dahi sambil duduk termangu. Menggunakan
kesempatan tersebut Kim Thi sia segera berkata:
"Suhu, sekalipun kau seorang tua enggan menerima ku sebagai murid pun tak ada gunanya
sebab ayahku telah meninggal dunia dan bagaimana pun juga aku tetap akan
mempertanggungjawabkan diri terhadap dia orang tua......"
Tiba-tiba pemuda itu merasa bahwa ucapannya kelewat memaksa, seakan-akan dia
mengharuskan orang itu untuk menerimanya sebagai murid, tanpa terasa pipinya berubah menjadi
merah padam.
Manusia berbaju perlente itu mendengus dingin, lalu setelah memperhatikannya sekejap
dengan pandangan ketus, dia menggapai dengan tangan tunggalnya menyuruh bocah itu
mendekat.
Dengan perasaan gembira Kim Thi sia memburu kehadapannya, lalu berkata:
"suhu, apakah kau telah bersedia? tecu berjanji akan berlatih diri dengan tekun dan
bersungguh-sungguh . "
Paras muka manusia berbaju perlente itu berubah, tiba-tiba ia mengayunkan jari tangannya
menyerang jalan darah sang seng hiat yang merupakan salah satu diantara dua belas buah jalan
darah kematian ditubuh bocah tersebut.
Mimpipun Kim Thi sia tidak mengira kalau manusia berbaju perlente itu akan melancarkan
serangan keji terhadapnya, menanti dia menyadari akan datangnya bahaya, keadaan sudah
terlambat.
sejak kecil dia telah berdiam dibukit tengkorak bersama ayahnya sekalipun ayahnya belum
pernah mewariskan ilmu silatnya secara resmi namun tidak sedikit yang pernah dilihat atau
didengar olehnya selama ini.
Didalam keadaan kritis, sepamjang alis matanya segera berkenyit diiringi bentakan keras dia
mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya itu untuk menumbuk dada orang itu keras-keras.
Didalam pemikirannya, biarpun ia mesti menjadi setan gentayangan, paling tidak harus beradu
jiwa dulu dengan manusia berbaju perlente itu
semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata tahu-tahu ujung jadi telunjuk dan tengah
dari manusia berbaju perlente itu sudah menyentuh diatas jalan darah sang seng hiat dari pemuda
tersebut.
Tapi anehnya, Kim Thia sia sama sekali tidak merasakan sesuatu malah sebaliknya manusia
berbaju perlente itu segera merintih kesakitan, peluh sebesar kacang segera bercucuran
membasahi wajahnya, dengan rasa sakit ia menarik kembali tangannya sementara air mukanya
tahu-tahu sudah berubah menjadi gelap. Dengan perasaan keheranan Kim Thi sia berpikir:
"Bukankah menurut ayah sang seng hiat merupakan salah satu diantara dua belas jalan darah
kematian ditubuh manusia? jangan lagi ditotok orang, tersentuh pelan saja dapat mengakibatkan
kematian, tapi mengapa orang ini tidak berhasil? ataukah dia sama sekali tidak memiliki sedikit
tenagapun?"
Rasa kecewa segera muncul dan menyelimuti perasaan hatinya, dia berpikir kembali:
"Mengapa ayah harus membohong iku dan menyuruh aku mengangkat manusia semacam ini
sebagai guru? Yaa, mengapa ayah tak mau mewariskan ilmu silatnya saja kepadaku sehingga tak
perlu belajar dari orang lain? kini aku telah hidup sebatang kara, ditengah kehidupan
bermasyarakat bagaimana mungkin aku bisa mengangkat nama serta menjayakan kembali nama
keluarga?"
Berpikir rampai hal ini, dia menjadi amat pedih, tiba-tiba diambilnya sebutir batu besar lalu
sambil berteriak keras menimpuknya sekuat tenaga kedepan.
Tiba-tiba saja dia merasa dirinya dibohongi, ditipu oleh manusia berbaju perlente itu sehingga
dia mesti menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan sia-sia.
Dengan kening berkerut kencang, ditudingnya manusia berbaju perlente itu lalu empatnya:
"Hmmm, semula kukira kau adalah seorang manusia yang dingin, aneh dan luar biasa, sungguh
tak kusangka kau tak lebih cuma gentong nasi yang sama sekali tak berguna, bukankah jalan
darah kematianku telah kau totok? tapi nyatanya aku masih tetap hidup segar bugar didunia ini.
Hmmm coba bayangkan saja, manusia macam beginipun pantas diberi gelar jago pedang nomor
wahid dari kolong langit?"
Umpatan yang diucapkan secara terang-terangan dan tajam ini segera membuat air muka
manusia berbaju perlente itu berubah menjadi dingin dan kaku, tampaknya dia merupakan
seorang yang tinggi hati dan belum pernah dimaki orang sedemikian rupa. setelah mendengus
penuh amarah sekujur badannya gemetar keras lantaran mendongkol, tiba-tiba saja dia menjadi
gontai sehingga akhirnya terjatuh dari atas pelana kudanya.
Debu dan pasir segera beterbangan memenuhi manusia berbaju perlente itu menggeletak
diatas tanah tanpa berkutik, seluruh badannya segera diliputi oleh debu yang amat tebal.
sinar matahari senja yang membiaskan cahaya kemerah-merahan menyoroti wajahnya yang
hijau membesi serta pucat tak berdarah itu, Menyaksikan keadaannya yang mengenaskan, semua
rasa mendongkol yang semula mencekam perasaan Kim Thia sia seketika hilang lenyap tak
berbekas, segera timbul rasa sesalnya dihati, apakah dia tega menyiksa seorang manusia cacad
seperti itu?
setelah mengumpat kebiadaban sendiri dia baru membantu untuk membangunkan orang itu
namun ketika tangannya menyentuh lengan tiba-tiba terasa olehnya lengan itu sangat lembek
seperti kapas dan sedikitpun tak bertenaga, keadaan tersebut jauh berbeda dengan keadaan
manusia biasa.
Tanpa terasa pemuda itu menundukkan kepala serta memeriksa dengan lebih seksama. Apa
yang kemudian melihat membuat hatinya bergidik, teriaknya segera:
"Aaaaah.......rupanya seluruh otot badannya telah dipotong orang, tak aneh kalau kau tak
mampu menotok jalan darahku......" kemudian setelah mengamatinya dengan lebih seksama
kembali gumamnya:
" Lengan dikutungi, kaki dipotong, mata dicukil, telinga dipapas dan otot badanpun dipotong,
manusia macam apakah orang berhati sekeji ini.......?"
Perasaan simpatinya segera tumbuh sepuluh kali lipat lebih besar, sementara dia masih
memikirkan masalah itu. Tiba-tiba dilihatnya butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya,
ia tahu air mata itu bukan mengartikan suatu penderitaan atau kesakitan tapi didorong oleh rasa
duka yang mendalam......
Lalu air mata tersebut melambangkan apa? mengartikan apa?
Manusia berbaju perlente itu sama sekali tak bersuara, lagi-lagi dia menggerakkan tangannya
sambil menotok jalan darah kematian ditubuh bocah itu.
Biapun kepalanya tidak berpaling matanya tidak berputar, namun jari tangannya yang
mengarah jalan darah kematian didada Kim Thi sia yang berada dibelakangnya mengenai secara
telak ketepatan serangannya betul-betul mengagumkan.
sayang sekali Kim Thi sia tidak merasakan akibat dari totokan itu, malahan dia bertanya:
"suhu, apakah kau merasa agak baikan?"
Menyusul pertanyaan yang penuh perhatian itu, manusia berbaju perlente itu mengenyitkan alis
matanya rapat-rapat, kemudian mengalihkan sorot matanya keangkasa mengawasi awan putih
yang bergumpal disitu tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu. Kim Thi sia segera berpkir
dengan keheranan-
"Aneh betul orang ini dia seperti mempunyai persoalan yang tiada habisnya dipikir."
Dalam pada itu si kuda putih yang kurus kering itu seakan-akan sudah berapa hari tidak makan,
waktu itu binatang tersebut telah lari kesisi jalan dan melalap setiap rumput yang ditemuinya.
"suhu" tanya Kim Thi sia lagi, "Apakah perutmu merasa lapar? bagaimana kalau kucarikan
makanan untukmu?"
Manusia berbaju perlente itu tidak menjawab, keningnya yang semula putih halus, kini muncul
beberapa kerutan yang mendalam karena kelewat banyak berpikir.
Untuk sesaat Kim Thia sia tak berani mengusiknya kedua belah pihak sama-sama terbungkam
dalam seribu bahasa.
Begitulah mereka berduapun melewatkan malam yang sepi ditengah pegunungan yang
terpencil.
Walaupun Kim Thia sia merasa amat lapar namun ia tak berani banyak berbicara
wataknya yang keras hati membuat pemuda itu enggan menunjukkan setiap kelemahannya
dihadapan orang lain, sebab manusia berbaju perlente itupun tidak memberi tanggapan apapun.
Diam-diam Kim Thia sia menelan air liur berulang kali, dia betul-betul merasa tak tahan lagi,
baru saja hendak berbicara mendadak dilihatnya manusia berbaju perlente itu mengambil
sebatang ranting kering lalu diderekkan berulang kali diatas tanah yang gembur.
Kim Thia sia amat keheranan menyaksikan tingkah laku orang itu, dengan perasaan keheranan
dia maju mendekat.
Ternyata diatas tanah telah tertera beberapa huruf yang berbunyi demikian: "Apakah kau ingin
belajar ilmu silatku?"
satu ingatan segera melintas didalam benak Kim Thia sia, cepat-cepat sahutnya:
"Benar, disatu pihak aku mesti melaksanakan pesan ayahku, dipihak lain akupun ingin mencari
nama didalam dunia persilatan."
Manusia berbaju perlente itu segera mendengus, sesudah menghapus tulisan semula, kembali
dia menulis.
"Percayakah kau bahwa aku memiliki ilmu silat?" Kim Thia sia menjadi tertegun segera pikirnya:
"Ehmmm, pertanyaan ini memang tepat bila dilihat dari kemampuan dalam menotok jalan
darah kematianku tadi, anak yang berumur tiga tahunpun tak akan percaya kalau kau berilmu,
apalagi aku?" Maka segera jawabnya:
"Percaya atau tidak tergantung pada dirimu, asal kau menganggap dirimu berilmu, maka
akupun percaya dan sebaliknya begitu pula......."
Manusia berbaju perlente itu kembali menulis.
"Aku mengerti, dalam hati kecilmu, kau menaruh curiga pada kemampuanku. HHmmm, coba
kalau peristiwa ini terjadi beberapa hari berselang kau tak nanti berani berkata begitu."
"Maksudmu pada berapa hari berselang kau masih memiliki ilmu silat dan sekarang sudah tidak
memiliki lagi?" tanya Kim Thia sia keheranan. Kembali manusia berbaju perlente itu menulis.
"Andaikata kau tahu siapakah aku, tatkala bertemu denganku tadi mungkin kau tak akan berani
berbicara apalagi bertingkah macam begitu......" membaca tulisan tersebut Kim Thia sia segera
berkerut kening lalu terikanya keras:
"siapa sih kau ini? begitu hina kaupandang diriku begitu manusia macam apapun sama saja
kenapa aku mesti merasa takut menghadapi sesama manusia? Hmm, mengingat kau sekarang
sudah cacad tubuh dan lagi tidak memiliki sedikit tenagapun, aku bersedia mengalah, hanya
kuharap kau jangan menulis lagi ucapan yang dapat membangkitkan rasa mendongkol dan marah
bagiku."
Manusia berbaju perlente itu tercengang sejenak kemudian baru tulisnya lagi:
"Ehmmmm, kau keras kepala dan tinggi hati, mirip sekali dengan watakku dimasa muda dulu"
"soal itu mah bukan urusanku"
Kembali manusia berbaju perlente itu termenung sejenak. lalu menulis.
"Sebenarnya aku amat berniat untuk mati dan menyelesaikan hidupku yang penuh derita ini
namun watakku justru membuatku tak ingin mati dengan begitu saja, aku memang keras kepala.
sejak berumur dua puluh tahun aku sudah mengarungi seluruh kolong langit. oleh karena itu
secara diam-diam aku pernah bersumpah, aku harus hidup sebagai seorang jago yang keras hati
dan mati sebagai serta yang keras hati juga. Watakmu mirip sekali denganku. Hal ini membuatku
terkenang kembali masa mudaku dulu."
"Persoalan itu sama sekali tak ada sangkut pautnya denganku, harap kau berbicara kembali
kepokok persoalannya, yaitu soal perintah ayahku yang menyuruh aku belajar silat darimu"
manusia berbaju perlente itu mendengus gusar. Tiba-tiba ranting yang dipakai untuk menulis
ditekan lebih dalam pada lapisan tanah lalu mengguratnya dengan penuh tenaga sudah jelas
orang itu telah dicekam perasaan gusar yang meluap. Ia menulis begini:
"selain kau ingin belajar silat dariku agaknya kau tidak menaruh perasaan apapun terhadapku?
hmmm, kau memberi pelajaran atau tidak terserah kepadaku, apalagi nasibmu selanjutnya toh
masih berada didalam cengkeramanku"
sementara Kim Thia sia masih tertegun manusia berbaju perlente itu telah menghapus tulisan
serta menulis kembali.
"Yaa, aku memang tak bisa menyalahkan kau, siapa suruh aku menerima murid dengan cara
memaksa diri Aaaai......."
Tampaknya seluruh perasaan sedih dan dukanya telah dilampiaskan keluar melalui suara helaan
napas tersebut.
Kim Thi sia menjadi iba hati, segera ujarnya:
"Perasaan seseorang tak mungkin bisa dipaksakan, siapa melepaskan budi kepadaku, akupun
akan turut membalas budi itu kepadanya, siapapun yang menanam dendam kepadaku akupun
akan membunuh siapa. Kejadian semacam ini sudah umum dan lumrah, aku rasa kaupetak perlu
terlalu memikirkannya dihati."
Dengan termangu-mangu manusia berbaju perlente itu berpikir berapa saat lamanya kemudian
sepatah demi sepatah dia baru menulis kembali.
"Anak muda, selama berapa hati belakangan ini siang malam aku selalu berpikir dan berhasil
menyelami apa arti kehidupan ini, sesungguhnya kehidupan manusia didunia ini hanya melulu soal
mati atau hidup. Tapi bedanya justru dalam peralihan dari hidup kemati. orang dibebani oleh
pelbagai masalah dendam dan sakit hati, padahal berapa sih besarnya seorang manusia dalam
jagad ini dan berapa lama kehidupannya disini? seharusnya mereka jangan persoalkan tentang
dendam dan sakit hati, tapi apa mau dikata soal " benci" justru paling susah dihilangkan,
contohnya saja aku, gara-gara soal "benci" biarpun aku sudah mengalami penderitaan, siksaan
dan kehidupan yang paling berat, sekalipun toh tak sudi mati dengan begitu saja........."
Dari balik mata tunggal simanusia berbaju perlente yang berwarna kelabu dan mulai memudar
terpancar keluar sinar kebencian yang amat menggelidikkan hati.
"Diatas tubuhku telah tertera luka dari sepersembilan penderitaan yang tidak akan kuat
dirasakan oleh sembilan orang biasa, namun aku tetap hidup terus, mengapa begitu? soal ini akan
kusampaikan kepadamu disaat aku telah mengambil keputusan nanti. Aku tahu kau mencarikan
belajar silat karena terdorong oleh perintah ayahmu, sekalipun orang-orang dalam persilatan saat
ini semuanya berharap dapat memperoleh sebagian dari ilmuku atau bahkan berapa petuahku
saja. Namun aku enggan berbuat demikian andaikata kau bukan muridku yang kesepuluh, jangan
lagi belajar silat dariku. Untuk bersua muka dengankupun lebih sukar daripada mendaki bukit Thay
san. Tapi aku paling menepati janji, setiap patah kata yang telah kuucapkan tak pernah akan
kusesali kembali......."
sorot mata tunggalnya pelan-pelan dialihkan ketengah udara, kemudian seperti baru saja
mengambil sebuah keputusan yang maha berat, dia manggut-manggut pelan dan menulis kembali.
"setelah mempertimbangkan persoalan ini seharian penuh, akhirnya aku memilih sebuah jalan.
Aku hendak bertaruh sekali lagi dengan diriku sendiri, mungkin aku bersedia berbuat demikian."
"Berbuat bagaimana?" tanya sang pemuda.
"Mewariskan segenap ilmuku kepadamu."
"Hal ini sudah merupakan kewajiban bagimu, bukankah barusan telah kau katakan bahwa
sepanjang hidupmu, kau paling menepati janji?" Manusia berbaju perlente itu manggut-manggut,
tulisnya.
"Benar, tetapi hal seperti itu hanya mencakup sepersepuluh dari ilmu silat yang kumiliki dan
sekarang aku telah memutuskan hendak mewariskan kesepuluh bagian ilmu silatku itu kepadamu
kesepuluh bagian ilmu silat itu sudah mencakup seluruh kemampuan yang kumiliki, dapat atau
tidak dikuasai terserah kepadamu sendiri, hanya aku ingin kau mengabulkan sebuah
permintaanku" Diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"Berapa banyak sih kepandaian silat yang sebenarnya kaupahami? Masa hanya sepersepuluh
kepandaian silatnya saja yang diwariskan kepala murid-muridnya, benar-benar kejadian ini
merupakan suatu kejadian yang aneh......."
Berpikir demikian disitu, diapun bertanya:
"Coba kau katakan akan kupertimbangkan kembali permintaanmu itu........"
"Berilah sedikit perasaan kepadaku" Kim Thi sia tertegun-
"Perasaan bukanlah barang yang dapat diperdagangkan atau dapat diberikan kepada orang lain
dengan begitu saja."
seluruh kulit wajah manusia berbaju perlente itu mengejang keras, segera tulisnya:
"Bila permintaanku itu tak bisa kau kabulkan, terpaksa aku hanya akan mewariskan
sepersepuluh bagian ilmu silatku saja kepadamu, karena apa yang pernah kujanjikan dengan
ayahmu dulu hanya sepersepuluh bagian saja." Dengan tidak senang hati Kim Thi sia berkata:
"Aku toh sudah bilang, perasaan itu tak bisa dipaksakan dengan begitu saja, apalagi macam
benda yang diperdagangkan saja, hal ini tak mungkin terjadi jangan lagi baru sepersepuluh
sekalipun kau cuma mewariskan seperdua puluh bagian dari ilmu silatmupun bukanjadi masalah,
toh ada atau tidak bagiku tetap merupakan seorang manusia biasa belaka."
Manusia berbaju perlente itu berkerut kening, kemudian menulis:
"Anak muda kau berani memandang hina terhadap sepersepuluh bagian ilmu silat yang akan
kuwariskan kepadamu itu? terus terang saja aku beritahukan, apabila kau bisa menguasai
sepenuhnya maka kau akan menjadi seorang jagoan kelas wahid didalam dunia persilatan........."
Kim Thia sia segera tertawa dingin.
"Heeeehhh......heeeehhh.....heeeehhh....aku justru tak percaya kalau dikolong langit terdapat
kejadian sehebat ini, kau kelewat takabur dan membual, tapi aku tak akan menyalahkan
dirimu......."
Tiba-tiba pemuda itu merasa bahwa kata selanjutnya pasti akan menimbulkan perasaan
sedihnya sehingga diapun menahan diri untuk tidak diutarakan keluar.
Mendadak terdengar manusia berbaju perlente itu berkaok-kaok dengan nada suara yang tidak
jelas, samar-samar, kaku dan amat tak sedap didengar......
Kim Thi sia tersekat tiba-tiba ia seperti menyadari akan sesuatu rupanya lidah orang itupun
telah dipotong orang sehingga membuatnya menjadi bisu.
suara gemuruh yang keras dari kerongkongan manusia berbaju perlente itu menunjukkan kalau
dia merasa tersiksa dan menderita akibat sindiran anak muda tersebut. selang beberapa saat
kemudian dia baru menulis lagi dengan tangan gemetar.
"Kalau toh kau enggan mengabulkan yaa sudahlah selama beberapa hari mendatang aku tetap
akan memenuhi janji dengan mewariskan sepersepuluh bagian ilmu silatku itu kepadamu, lalu aku
akan terjun kejurang untuk mengakhiri hidupku."
Ketika segulung angin gunung berhembus lewat, air mata yang meleleh keluar dari mata
manusia berbaju perlente itu segera jatuh berlinang.....
Penderitaan dan siksaan yang dialaminya begitu tragis, rasanya tiada orang kedua didunia ini
yang bisa menandinginya.
Kim Thi sia masih polos dan berhati suci, tiba-tiba ia merasa sikapnya terlalu kejam apalagi
terhadap manusia cacad semacam ini masakah dia harus berkeras kepala dengena menampik
permohonannya .....? Tampak orang itu menulis kembali:
" Hukuman yang dilimpahkan Thian kepadaku benar-benar kelewat batas sekalipun aku pernah
melakukan kesalahan, toh tidak seharusnya melimpahkan hukuman yang begini keji dan tak
berperi kemanusiaan kepadaku. Thian benar-benar tidak adil...."
semua tulisan itu tertera dalam-dalam diatas tanah yang kering. Kim Thi sia justru dapat
merasakan bahwa dibalik setiap huruf tersebut seakan- akan mengandung kisah penderitaan yang
luar biasa, hal ini membuat rasa simpatik dan jiwa pendekarnya berkobar kembali....
segulung angin bukit kembali berhembus lewat.
Tiba-tiba topi lebar yang dikenakan manusia berbaju perlente itu terlepas dari kepalanya. Ketika
Kim Thi sia berpaling diapun menjerit tertahan. "Rambutmu juga dipapas orang."
Entah darimanda datangnya gejolak hawa amarah pemuda itu merasakan darah yang mengalir
didalam tubuhnya serasa mendidih dengan hebatnya, dia segera berteriak:
"Aku bersedia mengabulkan permintaanmu, aku akan memberi perasaan kepadamu bahkan
akupun bersedia membalaskan dendam bagimu"
Manusia berbaju perlente itu memandang sekejap kearahnya, tahu-tahu air mukanya ikut
berubah, berubah amat terharu setitik pengharapanpun melintas dibalik sorot matanya. Dengan
cepat dia menulis diatas tanah.
"Baik, kita tentukan dengan sepatah kata ini akan kuwariskan segenap ilmu silat yang kumiliki
kepadamu. semoga kau berhasil menguasainya dengan sempurna. Nak. setelah melewati hari-hari
yang penuh penderitaan, dikemudian hari kau pasti akan menjadi seorang lelaki yang paling
tangguh didunia ini. Kau pasti akan menerima sebala kekaguman, pujian dan sanjungan tapi
kaupun akan menerima perasaan iri dan dengki dari sementara orang, kau harus menggantikanku
didalam dunia persilatan."
Kim Thi sia sudah merasa amat menusuk pandangan setelah membaca tulisan itu pikirnya
mengapa orang ini selalu menonjolkan kata-kata yang mengandung arti menjagoi kolong langit?
dari sini dapat disimpulkan kalau dulunya pasti tinggi hati dan takabur. Maka ujarnya kemudian
dengan suara hambar:
"Aku tidak acuh terhadap nama maupun kedudukan yang terpenting bagiku adalah
membalaskan dendam bagimu, aku belum pernah mendengar atau melihat sebelumnya bahwa
didunia ini terdapat manusia yang begitu kejam dan tak berperi kemanusiaan seperti orang yang
telah mencelakai dirimu itu."
Dengan cepat manusia berbaju perlente itu menulis: "Sebelum kuwariskan kepandaian silatku,
akan kututurkan lebih dulu asal usul, pengalaman serta tugas yang harus kau laksanakan
dikemudian hari, kau merupakan jelmaanku, setiap persoalan yang membutuhkan penyelesaian
boleh kau putuskan menurut perasaanmu sendiri setiap saat aku tentu akan memperhatikan hasil
dari pekerjaanmu itu dari alam baka......."
Lalu setelah berhenti sejenak. kembali dia menulis:
"Kisah ini panjang sekali untuk diceritakan, kau harus mendengarkan dengan seksama, sebab
bukan saja cerita ini akan membuat kau menjadi satu-satunya orang yang mengetahui rahasia
besar dunia persilatan yang diidamkan setiap orang, lagi pula akan menambah
pengetahuanmu......"
Ketika melihat Kim Thi sia memperhatikan tulisannya dengan penuh perhatian diapun
tersenyum.
Walaupun hanya senyum yang hambar namun justru mengandung banyak perasaan yang
bercampur aduk. rasa bangga, rasa tenang dan rasa lega.
"Tiga puluh tahun berselang ditanah perbukitan Pak thian san diluar perbatasan tepatnya
dibagian utara bukit Koa gan hong, terdapat sebuah tempat yang disebut Boan kok. Kalau
dikatakan sebagai lembah maka sesungguhnya tempat itu merupakan sebuah tebing yang agak
tinggi dan terletak agak tersembunyi."
"Tempat itu dilapisi oleh salju sepanjang tahun sehingga tiada tetumbuhan yang bisa hidup
disitu, udaranya amat dingin dan amat menusuk tulang."
"Sebetulnya tempat semacam ini tak mungkin bisa didiami manusia, tapi apa mau dibilang
orang yang berdatangan dari berbagai daerah justru makin lama semakin bertambah banyak
disekitar tempat itu banyak didirikan perkembahan dan perkampungan kecil pada mulanya tiada
orang yang tahu apa gerangan yang terjadi kemudian lambat laun orang dari daratan Tionggoan
itu baru mendapat tahu dari mulut para rakyat sekitar sana bahwa disitu tumbuh semua dahan
obat-obatan "Pek leng" yang tak ternilai dan tak terhingga harganya. Konon nilainya mencapai
berapa ratus tahil perak setiap batangnya padahal dilembah Boan Kok tersebut bahan obat-obatan
itu bisa ditemukan disetiap tempat, tidak heran kalau banyak orang yang berbondong-bondong
mendatangi lembah tersebut......."
" Lembah Boan Kok yang sepi dan terpencil itupun lamban laun bertambah ramai, asap dapur
muncul dimana-mana, rumah rumput didirikan disekitar sana, yang datang mencari rejeki disitu
bukan cuma kaum muda dan lelakinya saja bahkan ada yang memboyong seluruh keluarganya.
Tak heran kalau dalam waktu singkat orang yang berdiam dilembah Boan Kok tersebut hampir
melebihi jumlah penduduk sebuah kota besar didaratan Tionggoan......."
Manusia berbaju perlente itu berhenti sejenak sambil termenung, kemudian tulisnya lebih jauh:
"Berhubung orang yang datang mencari obat makin lama semakin banyak sedangkan obat yang
dicari justru makin berkurang akhirnya timbullah hukum rimba disitu, siapa kuat dia menang, siapa
lemah dia tertindas."
"Apalagi pek leng tidak mudah tumbuh, puluhan tahun lamanya baru akan tumbuh sebesar
kecambah, tapi orang-orang itu tak ambil perduli kecambahpun mereka gali keakar-akarnya,
seperti kuatir kalau tidak kebagian rejeki saja."
"Tak heran kalau setahun kemudian, jumlah Pek leng dilembah Boan Kok itu tersisa tak
seberapa lagi...."
"Demi kesejahteraan hidup keluarga, maka muncullah sejumlah orang yang berani
menyerempet bahaya dengan menembusi bukit yang lebih tinggi dengan harapan bisa
memperoleh hasil yang luar biasa."
"Pada mulanya cara ini memang mendatangkan hasil tapi setelah cara itu ditiru pula oleh
penduduk yang lain, maka yang datang menyerempet bahaypun bagaikan jamur hujan, makin
lama semakin tambah ramai."
"sayangnya, Pek leng memang benda mustika yang langkah, tak selang berapa waktu
kemudian kemiskinan dan kelaparanpun melanda orang-orang itu......."
"Entah dipelopori oleh siapa, tahu-tahu ada orang yang mengusulkan untuk menggali setiap
jengkal tanah perbukitan itu, kasihan penduduk yang sudah kelaparan itu. Usul tadi membuat
mereka jadi nekad dan mulai menggali lapisan salju itu secara sembrono."
"Sesungguhnya mereka tahu bahwa cara ini berbahaya sekali, karena suatu saat salju dapat
longsor yang menyebabkan timbulnya musibah yang beasr, tapi demi kehidupan keluarganya,
mereka harus tetap nekad dan mempertaruhkan selembar jiwanya."
"Makin digali makin banyak tempat yang menjadi keropos dan berliang, makin dibongkar makin
luas tanah yang disingkirkan. Lama kelamaan bukit itu mulai terkikis dan tak dapat dipertahankan
lagi."
"Longsor salju yang ditakuti setiap orang akhirnya terjadi juga, yang diiringi suara gemuruh
yang amat memekikkan telinga, salju yang berton-ton beratnya itu mulai longsor dan mengubur
setiap bangunan rumah dan setiap penduduk yang berada disitu, tak seorangpun diantara mereka
yang berhasil lolos dari musibah tersebut. semuanya mati terkubur akibat dari ulah mereka
sendiri? Tak lama setelah longsor salju tiba-tiba dari daerah sekitar lembah Boan kok muncul
sesosok bayangan manusia yang berkelebat lewat bagaikan sambaran kilat. Kalau dilihat dari
gerakan tubuhnya orang bisa mengira ada dewa yang baru turun dari khayangan-"
"Ia berhenti sejenak ditumpukan salju yang membukit sambil menghela napas panjang, lalu
dilepaskannya sebuah pukulan yang membuat gumpalan salju memancar keempat penjuru."
"saat itulah dia mendengar ada suara rintihan berkumandang dari sekitar sana, ketika ia
berpaling dilihatnya ada sepasang bocah laki dan perempuan sedang meronta disana, maka
dengan suatu gerakkan yang luar biasa diapun menyambar tubuh kedua orang bocah itu serta
dibawa menyingkir."
" orang itu pasti seorang pendekar yang berilmu luar biasa" sela Kim Thi sia.
"Dia bukan cuma seorang pendekar yang berilmu luar biasa, tapi dialah dewa pedang yang
pernah menggetarkan seluruh dunia persilatan selama dua puluh tahun lamanya. sejak merasa
muak dengan kehidupan keduniawian, diapun hidup mengasingkan diri dibukit Pak thian san untuk
menghindarkan segala kemelut hidup dan kerisauan."
"Beruntung sekali nasib sepasang bocah lelaki dan perempuan ini, dikemudian hari mereka
tentu menjadi tokoh yang luar biasa" kembali Kim Thi sia berkata.
Manusia berbaju perlente itu mengerutkan dahi lalu menulis. "Kau jangan menyela dengarkan
dulu semua kisah ceritaku........"
"Dewa pedang Kiam sianseng yang dianjung dan dihormati setiap umat persilatan ini berusia
antara empat puluh tahunan, berwajah kurus serta mempunyai sepasang alis mata yang tebal lagi
hitam. Tampangnya yang angker ini sudah cukup untuk menggetarkan hati setiap umat persilatan
yang menjumpainya."
"sejak ditolong oleh pendekar aneh ini sepasang bocah lelaki dan perempuan ini selalu
mengikuti disamping Kiam sianseng, sebagai anak yang pintar, mereka tahu kalau Kiam sianseng
adalah seorang manusia yang berwatak aneh. Karena itu mereka selalu berusaha menyesuaikan
diri dengan kemauan dan jalan pemikirannya, tak heran kalau hal tersebut menimbulkan perasaan
simpatik dari Kiam sianseng. Akhirnya setelah mempertimbangkan selama beberapa hari, diapun
menyanggupi untuk menerima kedua orang bocah itu sebagai muridnya. Biarpun Kiam sianseng
adalah seorang jago yang bertampang bengis dan keren, sesungguhnya dia adlah seorang yang
berhati penuh welas kasih sebagai orang yang berpengalaman. Kiam sianseng dapat mengetahui
kalau kedua orang muridnya ini memiliki watak yang kurang baik, yang lelaki berjiwa sempit dan
gampang menraruh dendam, sebaliknya yang perempuan jalang dan genit, sekalipun dia mengerti
bahwa watak tersebut sukar dirubah, namun dia tetap berusaha untuk merubah watak itu secara
pelan-pelan dia berharap setelah kedua orang muridnya menanjak dewasa nanti semuanya ini
dapat berubah."
"Sepuluh tahun lewat dengan cepat, Kiam sianseng telah menggunakan waktu selama ini untuk
mewariskan ilmu pedang, ilmu pukulan serta ilmu meringankan tubuhnya kepada kedua orang
muridnya."
"Sementara itu kedua orang muridnya juga makin menanjak dewasa, yang lelaki tumbuh
menjadi tampan dan gagah sedang yang perempuan cantik jelita bak bidadari dari kahyangan-
Atas pendidikan Kiam sianseng yang keras dan ketat, watak jelek merekapun turut terhapus
banyak."
"Melihat kedua orang muridnya berhasil menguasai semua pelajaran yang diwariskan. Kaim
sianseng merasa gembira sekali karena menganggap usahanya selama ini tidak sia-sia, saban
malam diapun melewatkan hari-hari yang tenang dengan minum arak dan bernyanyi."
"Sementara itu sepasang muda mudi yang dibesarkan bersama, selain berlatih silat, kedua
orang itupun melewatkan sisa waktunya untuk berpacaran dan saling melimpahkan rasa cintanya."
"Suatu ketika tatkala mereka berdua berbincang-bincang soal ilmu silat, tiba-tiba mereka
cekcok karena suatu masalah yang tidak sepaham sehingga menimbulkan pertarungan sengit.
Kedua belah pihak sama-sama tak mau mengalah dan masing-masing mengeluarkan segenap
kepandaian yang dipunyainya untuk saling menggempur, pertarungan yang berlangsung waktu itu
benar-benar mengerikan sekali."
"Padahal ilmu silat yang mereka miliki terhitung sangat hebat, lima ratus gebrakan sudah
mereka bertarung tanpa brhasil diantara siapa yang menang dan siapa yang kalah. Namun mereka
sama-sama tak mau mengalah serta menyudahi pertarungan itu. lambat laun pertarunganpun
berkobar makin sengit."
"seribu gebrakan kemudian kedua orang itu sama-sama mulai lelah, jurus serangan mereka
makin melamban dan tenaganya terkuras, namun kedua belah pihak sama-sama tak mau
mengalah, mereka bertarung terus mati-matian."
"saat itulah suatu peristiwa yang tak diduga sebelumnya telah terjadi tiba-tiba lelaki itu
berpekik nyaring sambil melancarkan sebuah tusukan pedang yang menciptakan berkuntumkuntum
bunga pedang, menyusul serangan itu dilepaskan pula sebuah pukulan yang ketika sampai
ditengah jalan tiba-tiba berubah melingkar seperti sebuah jalan yang mengurung lawannya,
serangan ini sangat aneh dan hebat."
"sinona segera mendengus menyambut serangan ini dengan jurus yang sama, siapa tahu
akibat dari bentrokan ini ia kena dipukul mundur oleh pemuda tersebut sampai terhuyung sejauh
satu kaki lebih."
"Padahal tenaga dalam mereka miliki seimbang jadi sesungguhnya keberhasilan pemuda itu
untuk memukul mundur sinona merupakan suatu kejadian yang aneh."
"setelah menderita kekalahan itu, sinonapun berdiri termangu- mangu disitu sambil termenung,
ketika pemuda itu minta maaf kepadanya ia tidak menggubris seakan-akan ada sesuatu persoalan
yang sedang dipikirkan olehnya......
Ketika bercerita sampai disitu terlintas perasaan menyesal diatas wajah manusia berbaju
perlente itu, sambungnya kemudian:
"selang beberapa saat kemudian gadis itu baru berkata secara tiba-tiba."
"Mari kita pulang, jangan biarkan suhu menanti dengan gelisah."
"Pemuda itu mengira gadis itu sudah memaafkan kejadian itu dengan rasa gembira diapun
mengucapkan kata-kata yang hangat dan mesra. tapi nona itu tetap membungkam,
entah setan mendengar atau memang tidak mendengarnya sama sekali....."
"Semenjak peristiwa itu, merekapun melewatkan kembali hari-hari dengan tenang nona itu tak
pernah lagi menyinggung peristiwa itu Hanya saja semenjak saat itu dia seperti dibebani dengan
banyak masalah dan pikiran ada kalanya dia berdiri seorang diri dipuncak bukit sambil memandang
langit sepintas lalu nampak seperti lagi menikmati keindahan alam, tapi matanya berkedip-kedip
dan wajahnya berubah tidak menentu."
"suatu hari, pemuda itu mendapat perintah gurunya untuk turun gunung serta membeli barang
kebutuhan sehari-hari sebelum berangkat pemuda itu menyaksikan diatas wajah gadis tersebut
menampilkan suatu perubahan yang aneh. Perubahan aneh itu seperti mengandung suatu
kebulatan tekad, hal ini membuat pemuda itu tercekat dan merasa tak tenang, setelah turun
gunung hatinya menjadi tak tenang, dia tahu kejadian semacam ini merupakan suatu hal yang luar
biasa."
"Dengan membawa perasaan was-was akhirnya pemuda itu pulang kegunung beberapa hari
lebih cepat, sampai digunung dia segera menemukan suatu perubahan yang amat besar."
"Suhu yang dihari-hari biasa penuh dengan senyum, kini justru bersandar diatas dinding sambil
bermuram durja dan duduk bertopang dagu, kejadian ini menimbulkan rasa curiga pemuda itu
sehingga cepat-cepat menghampirinya, namun Kiam sianseng seprti tidak merasakan
kehadirannya, sampai itu memanggil suhu Kiam sianseng baru sadar kembali, maka diapun
berkata setelah mengawasi pemuda itu sekejap. "Disini tak ada urusan, kau boleh pergi
beristirahat."
"sikap yang aneh ini semakin mengejutkan dan mengherankan pemuda itu tapi ia tak berani
bertanya, hanya dalam hatinya tercengang. Dihari biasa suhunya memiliki ketajaman pendengaran
yang tinggi bunga atau daun yang jatuh pada jarak sepuluh kakipun tak bisa mengelabui
pendengarannya mengapa hari ini ia seperti tak mendengar walaupun dirinya sudah sampai
dihadapan mata? andaikata ada musuh yang datang, bukankah ia akan mati secara tragis?"
"Dengan perasaan curiga pemuda itupun memperhatikan adik seperguruannya ia jumpai gadis
itu seperti orang yang kehilangan sukma. Namun dibalik itu wajahnya justru mencerminkan rasa
puas, suatu sikap yang amat bertentangan, ketika pemuda itu mencoba bertanya gadis itu justru
menjawab secara kasar. Pemuda itu jadi marah dan segera menegur, tapi sebagai jawaban nona
itu mendengus serta melepaskan sebuah pukulan yang membuat pemuda itu tergetar mundur
sejauh tiga, empat kaki lebih-"
"Pemuda itu terperanjat dengan cepat dia melepaskan pukulan balasan, siapa tahu gadis itu
cukup menggoyangkan tangannya tahu-tahu serangan pemuda tersebut hilang lenyap dengan
begitu saja tanpa menimbulkan akibat apapun, kejadian ini tentu saja amat mengejutkan hatinya,
dia tak menyangka hanya dalam berapa hari saja ilmu silat adik seperguruannya telah mengalami
kemajuan yang begitu pesat, ketika soal ini coba ditanyakan, nona itu justru berlalu sambil tertawa
terkekeh-kekeh."
Pemuda itu menjadi kesal dan amat murung, dia tak mempersoalkan tentang ilmu silatnya yang
ketinggalan, tapi tidak tahan terhadap sikap sinona yang dingin dan tak berperasaan itu, berapa
hari kembali lewat. Paras muka Kiam sianseng yang semula merah bercahaya kini berubah
menjadi kuning kepucat-pucatan dan kelihatan amat layu, pikirannya tak senang seperti kena
tenung saja.
sebaliknya sinona itu justru makin sering melanggar peraturan perguruan, malah dalam
sebutanpun makin tak sopan, terhadap kesemuanya ini Kiam sianseng hanya menghela napas
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Sebagai seorang pemuda yang cermat, anak muda itu segera menjumpai sorot mata penuh
penderitaan dibalik mata gurunya, jelas orang tua itu memendam sesuatu rahasia.
Merasa telah berhutang budi kepada gurunya yang telah memlihara, membesarkan dan
mendidik ilmu silatnya. pemuda yang berbaju perlente itu segera bertekad untuk membantu Kiam
sianseng untuk melepaskan diri dari penderitaan itu, walaupun sebagai resikonya badan bakal
remuk.
"Tapi Kiam sianseng tetap membungkam diri dalam seribu bahasa akhirnya untuk mengetahui
rahasia tersebut pemuda itupun bertanya kepada sumoaynya serta memohon penjelasan darinya.
siapa tahu sumoaynya malah tertawa dingin sambil mengejek.
"Apa sih yang kau tanyakan? toh persoalan macam begitu bukan masalah besar yang perlu
ditegangkan?"
Pemuda itu menjadi tertegun, dia merasa sikap maupun cara berbicara sumoaynya belakangan
ini sama sekali berbeda, bahkan ketika berada disamping gurunyapun, ia sama sekali tidak
menunjukkan sikap menghormat malah kata-katanya memojokkan orang dan nadanya
memerintah.........
Ketika pemuda itu naik darah dan bermaksud menegur gadis itu, saat itulah tiba-tiba pemuda
tersebut mendengar suara Kiam sianseng yang berbicara dengan ilmu menyampaikan suara:
"Nak. kau tak perlu bertanya kepadanya tengah malam nanti datanglah kedalam kamarku. Akan
kuberitahukan segala sesuatunya kepadamu, tapi jangan sampai didengar oleh sumoaymu itu
ingat baik-baik."
selesai mengucapkan perkataan itu Kiam sianseng segera kembali kedalam kamarnya.
sedangkan pemuda itu melongo dan tak mampu berbicara tapi ia sadar urusannya sudah amat
gawat, karena itu sambil menahan diri diapun kembali kekamarnya.
"Tengah malam itu diam-diam pemuda itu menyelinap kedalam kamar tidur Kiam sianseng.
Dilihatnya ruangan itu gelap dan sama sekali tak bersuara tapi dengan kesempurnaan tenaga
dalamnya biarpun berada dalam kegelapan pemuda itu masih dapat memperhatikan keadaan pada
jarak lima kaki dengan jelas.
setibanya didalam kamar, ia menjumpai Kiam sianseng duduk bersandar diatas dinding dan
sorot matanya sedang mengawasi semua hiolo dengan termangu- mangu.
Baru saja dia hendak menyapa, tiba-tiba didengarnya Kiam sianseng berbisik dengan
menggunakan ilmu menyampaikan suaranya.
"Nak, jangan berisik, tutup pintu rapat-rapat lalu duduklah disampingku."
Pemuda itu menurut dan segera merapatkan pintu kamar sementara dalam hati kecilnya timbul
perasaan keheranan dan kaget atas ketelitian dan keseriusan Kiam sianseng sebagai seorang
tokoh yang menjagoi seluruh kolong langit, apa pula yang dia takuti?
sementara pemuda itu masih termenung, Kiam sianseng telah berbisik lagi dengan ilmu
menyampaikan suaranya:
"Nak. kau tentu merasa heran apa sebabnya gurumu selalu bermuram durja? Aaaai susah
rasanya kemulai dengan keterangan ini, tapi dengarlah baik-baik dan jangan bersuara, daripada
perbuatan kita sampai kedengaran olehnya."
Kiam sianseng berkata lebih laniut setelah berhenti sejenak,
"Aku telah melakukan suatu kesalahan yang amat besar, dan kesalahan besar yang kulakukan
ini membuat aku tak punya muka lagi untuk hidup lebih lanjut. Aaaai...."
Ketika pemuda itu mendengar perkataan dari Kiam sianseng diucapkan dengan nada yang amat
sedih, tanpa terasa dia turut melelehkan air mata meski tak berani bersuara kuatir kedengaran
sumoaynya, dia memaksakan diri untuk menelan air mata serta kepedihannya kedalam perut.
Mendengar sampai disini, dengan keheranan Kim Thi sia segera bertanya:
"Persoalan apa sih yang membuat tokoh sakti itu menjadi gelagapan serta tak tahu bagaimana
mesti mengatasinya?"
Manusia berbaju perlente itu termenung sejenak. kemudian menggerakkan rantingnya lagi dan
menulis lebih jauh.
"Rupanya disaat pemuda itu sedang turun gunung untuk melaksanakan perintah gurunya,
diatas gunung tinggal Kiam sianseng serta sumoaynya berdua. Kiam sianseng yang suka akan
ketenangan ketika itu sedang berada didalam kemar sambil membaca buku, memang inilah satusatunya
hobi dan kegemaran tokoh sakti itu dalam sepuluh tahun terakhir......."
"Waktu itu, dikala Kiam sianseng sedang memikirkan suatu persoalan dengan penuh pesona,
tiba-tiba dari luar pintu kedengaran suara orang merintih disusul suara ketukan pintu yang lemah."
Kiam sianseng segera mengenali rintihan itu berasal dari suara murid perempuan sebagai
seorang guru yang menyayangi muridnya cepat-cepat dia bangkit berdiri serta membukakan pintu.
segera terlihat olehnya murid perempuannya itu masuk kedalam ruangan dengan sempoyongan
lalu jatuh diatas pelukan gurunya.
Kiam sianseng segera membopong tubuh muridnya dengan seksama, dilihatnya gadis itu pucat
pias, mandi peluh dingin dan napasnya tersengkal-sengkal. Maka dengan kening berkerut diapun
bertanya: "Muridku, siapa yang telah melukai kau?"
sementara dia masih tercengang dan dilanda penuh rasa kaget karena melihat murid
perempuannya yang hebat terluka, gadis itu telah menjawab dengan perkataan terputus-putus .
"Bukan......bukan orang lain yang melukainya. Aku.....aku sendiri yang kurang berhati-hati
dalam latihan, se.....sehingga peredaran darah mengalir terbalik dan menyumbat jantung . "
Belum habis perkataan itu diutarakan, orangnya sudah tak sadar dan tubuhnya lemas tak
bertenaga.
sebagai seorang tokoh yang berkepandaian silat tinggi, Kiam sianseng segera menotok semua
jalan darah penting ditubuhnya dan membopongnya keatas pembaringan sendiri.
Tapi persoalan lain segera muncul untuk menyembuhkan luka yang diderita nona itu, yang
penting adalah tangan menempel tubuh secara langsung, padahal disitu cuma ada Kiam sianseng
seorang, tapi antara lelaki dan wanita toh ada batas-batasnya.
Betul Kiam sianseng sudah dapat menjauhi kehidupan keduniawian, tapi dia toh tak mungkin
menelanjangi gadis itu untuk mengobati lukanya, persoalan inilah yang membuat Kiam sianseng
jadi kelabakan.
Apalagi setelah melihat murid kesayangannya makin melemah, wajahnya yang semula merah
bercahaya kini berubah menjadi kuning, lalu dari kuning berubah menjadi hijau dan akhirnya dari
hijau menjadi kelabu. sudah jelas ini merupakan pertanda tersumbatnya dan aliran darah dan
terancamnya jiwa gadis itu.
Tentu saja Kiam sianseng tak bisa membiarkan muridnya mati karena lukanya itu, tapi untuk
menolong jiwanya terpaksa dia harus menelanjangi gadis itu, dua pilihan yang segera membuat
Kiam sianseng bingung dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Akhirnya diapun teringat untuk menggunakan ilmu menotok jarak jauh untuk menahan makin
meluasnya penyakit itu menyerang kejantung, tapi kesulitan lain timbul. Cara ini hanya bisa
bermanfaat selama satu hari, apalagi selewatnya satu hari belum tentu jiwanya bisa dipertahankan
sekalipun tersedia obat mujarab.
Kiam sianseng segera merasa cara ini mustahil bisa dilaksanakan, karena dalam waktu satu hari
diapun belum tentu bisa menjumpai seorang perempuan berilmu tinggi yang bisa mengobati luka
muridnya itu, dengan demikian harapan Kiam siansengpun menjadi buyar. sementara dia masih
ragu, murid perempuannya telah merintih makin menghebat, kesemuanya ini membuat Kiam
sianseng makin bingung dan kelabakan dia baru menyesal mengapa tidak menerima murid
perempuan lain sehingga dalam keadaan begini ada yang bisa mengatasi kesulitan tersebut.....
Tiba-tiba Kim Thi sia menyela:
"Kiam sianseng toh seorang pendekar besar, mengapa dia bimbang untuk menyelamatkan
murid kesayangannya?"
Manusia berbaju perlente itu memandang sekejap kearahnya, kemudian menulis.
"Kau ini mengerti apa, gadis itu masih suci bersih dan belum ternoda bagaimana mungkin
tubuhnya dapat dilihat orang lain sekalipun mereka adalah guru dan murid tapi bila ia
menelanjangi gadis itu serta mengobati lukanya, maka setelah kejadian itu sang murid tak akan
punya muka untuk kawin dengan orang lain selain dengan gurunya sendiri." Kim Thi sia segera
terbungkam dalam seribu bahasa tapi dihati kecilnya merasa terkejut bercampur keheranan atas
peraturan tersebut sebagai seorang pemuda yang semenjak kecil hingga dewasa hidup terpencil
ditengah gunung. Tentu saja dia tak akan memahami aturan semacam itu.....
Manusia berbaju perlente itu kembali menulis. "setelah menderita seharian penuh, napas gadis
itu makin bertambah lemah dan lirih menjumpai keadaan demikian akhirnya Kiam sianseng
mengambil keputusan, ia rela mengorbankan diri untuk menyelamatkan muridnya. Maka sambil
memejamkan mata diapun mencopoti pakaian yang dikenakan muridnya satu persatu."
"Dengan menggunakan tenaga dalamnya yang sempurna Kiam sianseng segera menotok
seluruh jalan darah muridnya serta mendobrak sumbatan pada peredaran darahnya. Untuk itu,
Kiam sianseng harus berjuang sampai setengah harian lamanya hingga paras mukanya menjadi
pucat pias, dari sini dapat diketahui betapa sulitnya untuk mengobati luka tersebut."
"Sepertanak nasi kemudian gadis itupun sadar, ketika menjumpai tubuhnya berada dalam
keadaan bugil serta berbaring dihadapan Kiam sianseng yang sedang duduk bersemedi dia segera
menangis tersedu-sedu. Walaupun Kiam sianseng telah berusaha untuk membujuk dan
menghiburnya tapi isak tangisnya belum juga mereda......"
JILID 3
"Tangisan gadis itu benar-benar mengharukan sekali, dalam waktu singkat Kiam sianseng
dibuat kelabakan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan-"
Dalam keadaan beginilah tiba-tiba gadis itu menjatuhkan diri kedalam pelukan gurunya serta
merangkulnya erat-erat sambil membenamkan wajahnya diatas dada Kiam sianseng lalu dengan
sedih dia berkata:
"Suhu, tecu sudah tak punya muka untuk hidup terus didunia ini kecuali kau bersedia
mengawiniku suhu, kecuali cara ini, rasanya tak mungkin ada cara penyelesaian lain yang lebih
tepat."
Kiam sianseng meniadi amat terkeiut, segera dia berseru:
"Tidak mungkin, hal ini tidak mungkin terjadi, kau adalah muridku. Bagaimana mungkin
seorang guru akan mengawini muridnya sendiri? orang lain bisa metertawakan kita."
Tapi gadis itu mendesak terus bahkan mengancam kalau Kiam sianseng tidak bersedia
mengawininya maka dia akan menggorok leher sendiri untuk melindungi kesucian tubuhnya.
Sudah barang tentu Kiam sianseng tidak membiarkan muridnya berbuat demikian, pada saat
itulah gadis itu mulai menciumi pipi gurunya, Kiam sianseng terkejut dan segera membuka
matanya.
Begitu mata dibuka maka musibahpun tak terelakkan lagi, kendatipun Kiam sianseng
mempunyai ilmu yang kuat, namun gadis itu benar-benar merupakan bidadari dari kahyangan
yang berparas cantik dan tubuh sangat montok dan menggiurkan hati.
sebagai seorang yang pernah putus cinta dan hidup menyendiri ditengah gunung yang sepi,
Kiam sianseng tak sanggup mengendalikan gejolak hawa napsu birahinya, dan apa yang
diharapkan gadis itupun segera terjadi...
Ketika peristiwa itu telah berlangsung Kiam sianseng amat menyesal, dia tak menyangka
latihannya selama puluhan tahun akhirnya berantakan karena tak mampu menahan godaan, sejak
itu setiap hari dia bermuram durja dan merasa tak tenang, apalagi atas desakan murid
perempuannya itu dia harus menyerahkan ilmu Tay yu sin kang yang merupakan kepandaian
andalannya...
Ternyata apa yang telah terjadi merupakan rangkaian siasat sigadis itu semenjak dia menderita
kekalahan ditangan suhengnya tempo hari, rupanya hal itu selalu mengganjel didalam hatinya, dia
mengira Kiam sianseng pilih kasih dan lebih banyak mewariskan ilmu sakti kepada suhengnya
ketimbang dirinya karena itu diapun mempergunakan kecantikan wajahnya untuk menjebak Kiam
sianseng kemudian memaksanya untuk mewariskan ilmu Tay yu sinkang kepadanya.
Tatkala Kiam sianseng menyadari akan hal ini, nasi sudah menjadi bubur dan keadaan tak
mungkin bisa dirubah lagi, karena itu dia hanya bisa menyesali diri sendiri...
sang murid yang berhasil memperoleh ilmu Tay yu sinkang dengan akal ternyata tidak menjadi
puas karena keberhasilannya itu. sebagai seorang perempuan yang berwatak jelek. dia memang
setiap waktu berkeinginan mewakili kedudukan Kiam sianseng dalam dunia persilatan bahkan
selalu berupaya agar Kiam sianseng menuruti semua perkataan dan permintaannya .
sebaliknya Kiam sianseng sendiri menjadi putus asa sejak melakukan kesalahan besar waktu
itu, dalam sedih dan menderitanya diapun menjadi acuh tak acuh terhadap sikap kurang ajar
muridnya itu.......
setelah mengatur napas sejenak. manusia berbaju perlente itu menulis lebih jauh.
"sesungguhnya Kiam sianseng merupakan seorang manusia yang berwajah dingin tapi
berperasaan hangat, dia kuatir murid perempuannya setelah mempelajari Tay yu sinkang akan
mencelakakan umat persilatan dengan kepandaiannya itu, maka secara diam-diam diapun
mewariskan ilmu Tay goan sinkangnya kepada sang murid lelaki dengan pesan untuk mengawasi
gerak gerik seperguruannya itu. Apabila suatu ketika adik seperguruannya menunjukkan gejala
hendak melanggar rel kebenaran maka dia diwajibkan untuk menandingi ilmu Tay yu sinkang
tersebut dengan ilmu Tay goan sinkang."
" Ketika Kiam sianseng selesai mewariskan Tay goan sinkang dan mendapat tahu kalau murid
lelakinya telah menguasai penuh kepandaian tersebut, ditengah suatu malam yang gelap diapun
pergi dari situ. Menunggu kedua orang muridnya menyadari hal ini, Kiam sianseng yang
termasyhur selama dua puluh tahunan didalam dunia persilatan itu sudah pergi entah
kemana........."
semenjak kepergian Kiam sianseng sepasang kakak beradik satu perguruan inipun makin tidak
cocok. akhirnya mereka berpisah untuk turun gunung bersama.
Tak selang berapa waktu kemudian, dalam dunia persilatan mulai dihebohkan dengan
munculnya seorang perempuan siluman yang berwajah amat cantik dan berilmu silat amat hebat,
secara beruntun perempuan itu brhasil membinasakan puluhan orang jago lihay.
Ketika sang murid lelaki mendapat kabar itu dia segera tahu kalau peristiwa itu hasil perbuatan
adik seperguruannya, serta merta dilakukan pencarian hampir satu bulan lamanya, terakhir
dipuncak bukit Go bie san ia berhasil menemukan adik seperguruannya itu.
Waktu itu sang adik seperguruan belum tahu kalau kakak seperguruannya telah mempelajari
ilmu Tay goan sinkang yang merupakan tandingan dari ilmu Tay yu sinkang melihat posisinya
didesak terus, bukan saja dia enggan menerima nasehat, sebaliknya malahan menyerang dengan
mengandalkan ilmu Tay yu sinkang tersebut.
"sesuai dengan pesan gurunya, sang murid lelaki itupun menghadapi ancaman dengan ilmu Tay
goan sinkang, baru dua gebrakan sang adik seperguruan telah melarikan diri dengan membawa
luka......sejak itu dunia pers ilatanpun tak pernah lagi mendengar kabar beritanya........"
sang murid lelaki itupun mengembara dalam dunia persilatan seorang diri, tetapi dengan
wataknya yang aneh dia sering merasa tak leluasa melihat suatu kejadian hingga selalu turut
campur lama kelamaan dia sendiripun tak dapat mengendalikan semua nasehat Kiam sianseng
dianggap angin berlalu peristiwa demi peristiwa berlangsung terus tanpa bisa dicegah lagi.
"Dengan kepandaian silatnya yang tinggi dan lagi memiliki Tay goan sinkang, ibarat harimau
tumbuh sayap dalam satu tahun saja tak seorangpun bisa menandingi kemampuannya, maka
kejayaan Kiam siansengpun terwakil kembali, semua orang menyebutnya sebagai malaikat pedang
berbaju perlente karena orang itu gemar berdandan perlente."
Tiba-tiba Kim Thi sia melompat bangun, lalu sambil menuding manusia berbaju perlente itu
serunya:
"orang itu adalah kau, sang murid lelaki adalah kau bukan? Yaa, pasti kau........"
Manusia berbaju perlente itu termenung sejenak. lalu menulis lebih jauh:
"Nama besar Malaikat pedang berbaju perlente segera menjadi lambang "Kematian" bagi
kalangan hitam dan rimba hijau dan menjadi lambang "Kengerian" bagi golongan putih dan lurus
sebab tinda tanduknya aneh dan tak menentu, selalu berbuat menurut perasaan sendiri Hingga
orang menggolongkan dirinya sebagai manusia diantara lurus dan sesat....."
"suatu waktu dia berhasrat akan menerima murid, ketika berita itu tersiar maka dunia
persilatanpun menjadi gempar, banyka putra putri raja muda dan hartawan kaya berbondongbondong
datang melamar bahkan bersedia membayar tinggi."
"Tapi malaikat pedang berbaju perlente memandang harta kekayaan bagaikan sampah. Belum
lagi orang-orang itu masuk kepintu, kebanyakan telah diusir pergi, tapi yang datang melamar
justru makin meningkat sehingga hal ini mendatangkan perasaan muak."
Dalam keadaan inilah tiba-tiba muncul sebuah pikiran aneh dibenaknya, dia ingin menerima
murid secara paksa dan ingin menonton betapa canggung dan lucunya orang-orang itu sewaktu
belajar silat, karenanya diapun kembali berkelana.
"Suatu hari, disaat dia sedang berpesiar ditelaga see ou dikota Hangciu, dia telah bertemu
dengan seorang gadis yang amat cantik, dengan cepat gadis itu mendapat tahu kalau manusia
berbaju perlente yang sedang memandangnya sambil tersenyum-senyum tak lain adalah Malaikat
pedang berbaju perlente yang termashur namanya itu, ia nampak tertegun lalu cemberut dan
berlalu dengan wajah dingin."
Padahal semenjak termashur malaikat pedang berbaju perlente yang muda dan tampan itu
sudah banyak menarik perhatian kaum wanita tapi selama ini tak seorangpun yang penuju dihati
entah mengapa sejak bertemu dengan gadis itu timbul suatu perasaan yang aneh dalam hatinya,
maka ketika gadis itu pergi diapun segera membuntutinya.
"sinona cantik berbaju hijau itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna tapi
dibandingkan simalaikat pedang berbaju perlente justru ketinggalan jauh sekali, makin cepat dia
berlalu makin cepat pula malaikat pedang mengikutinya."
sepertanak nasi kemudian dia berpaling dengan wajah tersipu-sipu tapi ketika melihat malaikat
pedang berbaju perlente masih mengikuti terus, dalam gelisahnya dia segera memakinya sebagai
hidung bangor.
Tapi si malaikat pedang berbaju perlente bukannya marah malah menyahut sambil tertawa:
"Nona, kalau toh kau menganggapku sebagai hidung bangor, baiklah kali ini aku berperan
sebagai hidung bangor, toh bagaimanapun juga aku telah kau maki."
sinona berbaju hijau itu menjadi merah dadu selembar wajahnya, setelah mendengus dia
berlarian lagi meninggalkan tempat itu dengan kecepatan lebih tiggi.....
Ketika berbicara sampai disitu, paras muka manusia berbaju perlente itu kelihatan agak berseri,
seakan-akan dia membayang kembali kejadian manis saat itu. Berapa saat kemudian, ia baru
berkata lebih lanjut:
"Sambil tertawa ringan, malaikat berbaju perlente itu membuntuti terus dibelakangnya, lama
kelamaan nona berbaju hijau itu menjadi sangat mendongkol sehingga hampir saja mau
menangis."
Tiba-tiba ia membalikkan badan lalu sambil bertolak pinggang bentaknya keras:
"Dulu, nona mengira malaikat pedang berbaju perlente adalah seoang manusia luar biasa.
Hmm lebih baik cuma mendengar namanya daripada bertemu dengan orangnya ternyata kau tidak
lebih hanya seorang manusia hidung bangor yang tak tahu malu"
Mendengar perkataan ini malaikat pedang berbaju perlente segera menjawab sambil tertawa:
"Tapi, akupun mengira nona adalah seorang perempuan berkeras hati yang tak takut urusan
dan gangguan kaum lelaki iseng oleh sebab itu aku segera menampakkan diri tak tahunya kau tak
lebih hanya seorang perempuan pengecut yang berhati sekecil tikus."
"Jalanan ini toh milik negara, kau boleh memakainya, masa aku tak boleh memakainya pula?
atas dasar apa kau melarangku melewati jalan ini?"
Nona berbaju hijau itu menjadi tertegun, lalu dengan pipi yang bersemu merah karena jengah
ia menjawab:
"Hmm, mengapa kau mengikutiku terus menerus? biasanya manusia begini delapan puluh
persen pasti manusia tidak genah."
"Wah kalau begitu aku masih punya kesempatan sebesar dua puluh persen untuk menjadi
orang baik?" kata simalaikat pedang berbaju perlente kemudian seraya tertawa. Nona berbaju
hijau itu tidak apa-apa lagi dengan wajah tak senang hati dia segera berlalu dari situ.....
Dasar memang sudah jodoh setelah terjadinya pertemuan yang tak terduga itu, akhirnya dia
menjadi istriku, ia memang lemah lembut dan amat setia dalam tahun-tahun berikut ia telah
memberi tiga orang putri untukku. Kehidupanku waktu itu bagaikan didalam sorga saja, ketika
bicara sampai disini sorot matanya yang semula penuh pancaran sinar kebahagiaan itu tiba-tiba
berubah menjadi menyeramkan. Ranting yang dipergunakan untuk menulispun ditekan keraskeras
sehingga pasirpun beterbangan
"Dikalau aku mendapat tahu kalau ayahnya telah tewas ditangan sekawan manusia
menganggap dirinya sebagai perlente kaum lurus, aku menjadi marah sekali. seluruh cinta kasih
yang ia berikan kepadaku merubahnya menjadi sesuatu kekuatan untuk membalaskan dendam
baginya, ia berusaha untuk membujukku agar menyudahi saja persoalan ini dengan begitu saja.
Tapi aku tak dapat menerimanya dengan begitu saja, maka kucari semua musuh besar yang
pernah membunuh ayahnya, kemudian menghina mereka habis-habisan."
" Untung saja istriku memang berhati mulia, dia telah menganjurkan kepadaku agar mau
mengampuni mereka patut diampuni. coba kalau tidak begitu, niscaya mereka telah kubereskan
semua."
" Kawanan manusia itu hampir semuanya merupakan jago-jago kawakan dimasa itu namun
setelah bertemu denganku, justru menjadi ketakutan setengah mati. Dibawah desakanku, akhirnya
merekapun harus mempersembahkan putra kesayangannya masing-masing untuk mengangkatku
sebagai gurunya."
" Cara ku menerima murid dengan sistim paksaan ini boleh dibilang belum pernah terjadi dalam
sejarah kehidupan manusia. Tak heran kalau berita itu begitu tersiar, semua orangpun melukiskan
diriku sebagai seorang manusia yang dingin, sadis dan berwatak aneh. Padahal meski watakku
aneh, sifatku tak jauh berbeda dengan manusia lain pada umumnya."
sinar mata kebencian mendorong semakin tebal dari balik mata manusia berbaju perlente itu,
terusnya kemudian-
"Adapun kesembilan orang itu adalah say Pak It siu (kakek sakti dari luar perbatasan), Pek Peh
sin Kun (pukulan sakti seratus langkah), siJin cinjiu, Raja laba-laba, sin Heng ci, Ku Tiok tojiu,
telapak tangan sakti dari Tiong Lam san, tiang le bagian hukuman dari Tay Kek Bun yang bernama
Ih Ceng Yong serta iblis beracun mencabut nyawa. Putra-putra mereka telah kupaksa menjadi
murid-muridku setiap orang hanya berhak mempelajari sepersepuluh dari kepandaianku bahkan
dengan sesumbar akupun berkata waktu itu. Apabila suatu ketika mereka sudah yakin dapat
mengalahkan diriku, mereka kupersilahkan untuk turun tangan setiap waktu."
"Menurut urutannya adalah Kim kim (pedang emas) Gin Kiam (Pedang perak) Tong Kiam
(Pedang tembaga) Thi Kiam (Pedang baja) Bok Kiam (Pedang kayu) sul Kiam (Pedang air) Hwee
Kiam (Pedang api) Toh Kiam (Pedang bumi) seng Kiam (Pedang bintang) setiap orang cuma dapat
sepersepuluh bagian ilmu silatku saja hmm bukan aku sengaja mencemooh mereka, tapi dengan
rasul pedang sebagai gurunya, tidak sulit bagi kesembilan orang itu untuk mendapatkan sedikit
nama besar dalam dunia persilatan"
"Bagaimana ceritanya dengan ayahku?" tanya Kim Thi sia penuh curiga. "Apa sebabnya diapun
kau paksa........."
"Ayahmu tak tahu diri dan memaksaku untuk beradu kepandaian, sebelum bertarung masingmasing
orang mengajukan syarat, bila aku yang kalah, maka batok kepalaku akan segera
kupersembahkan, sebaliknya jika dia yang kalah maka selain pedang mustika Leng Gwat Kiam itu
harus diserahkan padaku kaupun diwajibkan belajar silat dariku, tentunya sarat itu tidak terlalu
merugikan bukan?"
sebagai putranya, Kim Thi sia merasa lemas juga ketika mengingat ayahnya kehilangan muka,
katanya kemudian agak tergagap: "Akhirnya ayahku kalah?"
Manusia berbaju perlente itu mengangguk tulisnya:
" Walaupun kepandaian silatnya cukup tangguh, namun dia toh tak mampu bertahan sebanyak
sepuluh gebrakan ditanganku."
"Tutup mulutmu" bentak Kim Thi sia tiba-tiba dengan kening berkerut.
Manusia berbaju perlente itu tertegun, tapi setelah menyaksikan raut wajahnya yang diliputi
marah, dengan cepat dia memahami jalan pikiran pemuda itu, dengan kening berkerut segera
tulisnya:
"Kau tak usah emosi karena memang demikianlah kenyataannya. Aku sama sekali tidak
bermaksud menyombongkan diri"
Kemudian setelah berhenti sebentar, dia menulis lebih jauh:
"setelah memperoleh warisan sepersepuluh bagian ilmu silatku, kesembilan muridku itu menjadi
lupa daratan, suatu ketika sewaktu aku pulang dari bepergian jauh. Kujumpai musibah besar telah
menimpa keluargaku, bukan saja anak istriku terbunuh, bahkan mereka diperkosa secara bergilir
oleh kawanan manusia yang lebih rendah dari binatang itu, bagaikan disambar guntur ditengah
siang hari bolong aku jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun......."
sampai disitu, tangan manusia berbaju perlente itu nampak gemetar keras sehingga tulisannya
menjadi miring tak karuan- Andaikata tidak diperhatikan dengan seksama, rasanya untuk
mengenali tulisan itu..........
"Anakku tersayang, istriku tercinta terkapar ditengah ruangan bermandikan darah. Aku menjadi
marah kalap, akhirnya setelah berteriak-teriak bagaikan orang gila, akupun roboh tak sadarkan
diri......"
"Tatkala aku sadar kembali, kujumpai ilmu silatku telah musnah. Kesembilan jahanam yang
terkutuk itu telah meninggalkan pelbagai macam luka cacad yang mengerikan ditubuhku. Mereka
mengelilingi dan mencemooh aku, tapi tidak berusaha untuk menghabisi nyawaku. saat itu aku
telah merasakan siksaan dan penderitaan yang paling keji didunia ini, aku tidak merintih waktu itu
aku baru sadar bahwa pembalasan yang harus kuterima akibat kesalahan yang telah kuperbuat
ternyata begitu kejam dan tak berperasaan-....kutatap mereka dengan pandangan penuh
kebencian, tapi mereka selalu menghindar dan tak berani saling beradu pandang denganku,
kobaran rasa benci dan dendam seketika menyelimuti seluruh benakku."
Dengan penuh emosi manusia berbaju perlente itu menghapus tulisannya dari atas tanah,
kemudian ia tulis lebih jauh:
"Akhirnya mereka naikkan aku keatas seekor kuda kurus dan membiarkan kuda kurus itu
membawaku berkelana kesuatu tempat yang jauh, aku memahami tujuan mereka. Kawanan
biadab itu menginginkan agar semua orang didunia ini dapat menyaksikan keadaanku yang
mengenaskan ini, perbuatan mereka benar-benar amat keji......kelewat keji..."
"Muridku, sebenarnya aku sudah merasa putus asa dan amat kecewa, tapi aku tak dapat
melupakan dendam sedalam lautan ini. Aku memang salah dan tidak menyesal untuk mati. Tapi
apa salahnya dengan anak istriku? mengapa mereka harus diperkosa dulu sebelum dibunuh......"
Tetesan darah segar jatuh bercucuran membasahi wajahnya yang sendu mendadak tulisannya
kembali:
"Muridku, aku tak perduli apakah kau membenciku karena aku telah membuat malu ayahmu
tapi kau harus membalaskan dendam bagi sakit hatiku ini segenap ilmu silatku akan kuwariskan
kepadamu dan disaat kau tak tega untuk turun tangan, nyanyikanlah lagu ciptaanku ini. Kusebut
lagu itu sebagai nyanyian sembilan dendam kesumat. setiap kali kau bawakan lagu itu, dalam
benakmu pasti akan muncul bayangan kekejian dan kebuasan dari kesembilan manusia biadap itu,
perhatikan baik-baik syairnya."
Dendam sakit hatiku jauh melebihi samudra.
Haruskah aku mati dalam keadaan begini?
Biar badan hancur, biar tubuh remuk.
akan kucuci semua sakit takit ini.....
Lidahku dipotong Mataku dicukil,
Rambutku dipapas, Tulangku dikunci,
Telingaku diiris, ototku dicabut,
Lenganku dikutungi dan kakiki dipotong......
Rasa dendam merasuk tulang.
Aku merasa pedih, aku merasa sedih.
Dendam kusumat ini harus dituntut balas.
Dengan perasaan yang amat berat Kim Thi sia manggut-manggut katanya: "Baik, aku
bersumpah akan mengabulkanmu itu."
"Didalam hati kecilnya, dia merasa amat marah atas kekejaman dan kebengisan kesembilan
orang " Kakek seperguruannya" itu, sekalipun manusia berbaju perlente itu pernah melakukan
kesalahan besar, toh cukup dia seorang yang pantas menerima hukuman, apa dosanya anak dan
istirnya?"
"Mengapa mereka harus diperkosa dulu sebelum dibunuh?" Manusia berbaju perlente itu
kembali menulis:
"Dalam kehidupanku kini hanya ada dua keinginan yang ingin dapat terpenuhi, kesatu aku ingin
tahu kemana kaburnya adik seperguruanku itu aku takut setelah sembuh dari lukanya dia akan
melakukan keonaran lagi didalam dunia persilatan, kedua membalaskan dendam sakit hatiku bila
kedua hal ini bisa terpenuhi biar matipun aku akan tersenyum didalam baka."
Dengan semangat berkobar-kobar Kim Thi sia segera berkata:
"Asal kau bersedia mempercayai aku, biarpun harus terjun kedalam lautan api aku tak akan
menampik."
Pancaran sinar mata yang mencorong keluar dari balik matanya mencerminkan kobaran
semangat yang tinggi.
Dengan tangan tunggalnya, manusia berbaju perlente itu menggenggam tangan Kim Thi sia
erat-erat, selang berapa saat kemudian ia baru menulis lagi:
"Kau sebagai muridku yang kesepuluh, benar-benar memiliki kelebihan daripada orang lain-
Moga- moga saja kau dapat teringat selalu dengan lagu, "Sembilan dendam kusumat" serta
mencuci bersih sakit hatiku ini."
senja telah menjelang tiba, angin gunung yang berhembus kencang terasa membawa suasana
yang penuh semangat.
Kim Thi sia melepaskan kancing bajunya dan membiarkan dadanya yang bidang dan berotot itu
dihembus angin gunung. Dia menarik napas panjang-panjang lalu berkata:
"Suhu, jadi kau tidak menghendaki pedang mustika Leng Gwat Kiam ini lagi?"
Manusia berbaju perlente itu menggelengkan kepalanya dan menulis: "Coba kau perhatikan
keadaanku ini, mungkinkah bagiku untuk bertarung lagi dengan orang lain? Leng Gwat Kiam
sebagai pedang mustika milik keluarga Kim kalian, sudah sepantasnya kalau disimpan pula oleh
keturuunan keluarga Kim."
Kim Thi sia menjadi sangat gembira, segera serunya:
"Ya, memang paling baik begitu, sebab terus terang saja suhu, seandainya pedang Leng Gwat
Kiam itu sampai kau ambil. Maka disaat aku telah berhasil menguasai ilmu silat nanti, pedang
tersebut akan kusebut kembali dari tanganmu."
Berubah hebat paras muka manusia berbaju perlente itu setelah mendengar ucapan tersebut
pikirnya kemudian:
"Kesalahan apakah yang telah aku lakukan? mengapa setiap orang murid yang kuterima selalu
berniat mengerjai diriku?"
Namun ketika dilihatnya Kim Thi sia berwajah gagah, jujur dan polos sedikitpun tidak
menunjukkan sifat licik, keji atau sesat, hatinyapun segera menjadi tenang kembali, tulisnya
kemudian: "Muridku, apakah kau merasa lapar?"
Kim Thi sia tertegun, ia merasa gurunya amat memperhatikan sebuah kerlingan penuh rasa
terima kasih kepadanya.
Pelan-pelan manusia berbaju perlente itu mengeluarkan sebuah botol porselen kecil dari
sakunya, kemudian menulis:
"Botol ini berisikan obat anti lapar, bila kau merasa kelaparan telanlah dua butir maka semua
rasa laparmu akan hilang."
Dari gerak gerik serta tingkah laku Kim Thi sia, ia tahu pemuda itu polos, berpikiran sederhana
dan tak mirip orang yang pantas menggunakan akal muslihat oleh sebab itu kendatipun dia
menghadiahkan pil mustika yang dapat menambah tenaga murni seseorang ini kepadanya namun
sama sekali tidak dijelaskan kalau obat tersebut.
sesungguhnya adalah buah Lian som ki yang berusia ratusan tahun dan merupakan benda
langka dalam dunia saat itu.
Kim Thi sia dan segera menelan dua butir dalam waktu singkat dia merasakan seluruh mulut
dan tenggorokannya terasa harum semerbak. begitu kena ludah, pil tersebut segera mencair dan
mengalir masuk kedalam perutnya. Yang aneh rasa laparya seketika itu juga hilang lenyap tak
berbekas.
satu ingatan segera melintas didalam benaknya, cepat-cepat dia berkata:
"Terima kasih atas pemberianmu obat ini sangat harum dan rasa laparku hiolang lenyap, bila
dugaanku tidak salah isi botol itu pastilah obat mustika hasil bikinan suhu dengan susah payah,
kasiatnyapun pasti luar biasa."
Diam-diam manusia berbaju perlente itu merasa terkeut setelah mendengar perkataan itu,
pikirnya:
"Tak nyana dengan sikapnya yang begitu polos, sederhana dan kasar ternyata dia memiliki otak
yang cerdas dan teliti, kalau begitu aku telah salah menilainya." Berpendapat demikian, diapun
segera menulis kembali:
"Muridku, ucapanmu tadi memang tepat sekali, pil itu memang terbuat dari sari buah Lian som
ko yang telah berusia seratus tahun lebih, khasiatnya luar biasa, bawalah serta dalam sakumu.
sebab ajal gurumu sudah tak jauh lagi, aku hanya berharap kau jangan lupa melaksanakan kedua
permintaan itu." Kemudian setelah berhenti sejenak. kembali dia menulis:
"Menurut pengamatanku, tenaga dalam yang kau miliki saat ini tidak terlalu tinggi itu berarti
walaupun segenap ilmu silatku telah kuwariskan kepadamu, tak mungkin dapat kau serap dan
manfaatkan secara penuh, karenanya kau harus giat berlatih terutama sekali ilmu Tay goan
sinkang yang paling sulit dipelajari. sekalipun kau dapat menguasai dari semua teori-teori dan
rahasianya secara matang-matang tapi tanpa disertai tenaga dalam yang sempurna tak nanti ilmu
tersebut dapat kau pergunakan sebagai mana mestinya, tahukah kau bahwa berlatih rajin setiap
hari, kemajuan pesat baru dapat dicapai disinilah letak rahasia orang belajar silat."
Dengan wajah serius dan sikap menghormat Kim Thi sia segera menyahut:
"Ucapan suhu memang tepat sekali, sejak kecil hingga dewasa tecu hidup menyendiri diatas
sebuah bukit yang terpencil meski selama ini sudah banyak yang kudengar namun sedikit sekali
yang kulihat sehingga tidak banyak mengandung manfaat yang dapat kuserap Apalagi ayahku
belum pernah secara resmi memberi petunjuk ilmu silat kepadaku akibatnya dalam bidang tenaga
dalam, tidak banyak kemajuan yang bisa kucapai." Kembali malaikat pedang berbaju perlente
menulis:
"Ilmu silatku memang sedikit berbeda dengan kepandaian silat aliran lain, lantaran kau belum
pernah belajar tenaga dalam dengan sendirinya sulit pula bagimu untuk mendalami ilmu tenaga
dalamku ini."
"Tapi kau tak usah kecewa, sekarang akan kuwariskan dulu rahasia ilmu pedang dan pukulan,
setelah itu akan kuajarkan pula ilmu "Ciat Khi Mi Khi" yakni semacam ilmu sakti yang dapat
menghisap tenaga dalam orang lain untuk memperkuat tenaga dalam sendiri. Bila tenaga
dalammu telah mencapai kesempurnaan dikemudian hari, kau bisa mulai melatih diri menurut teori
yang akan kuturunkan kepadamu nanti, aku yakin kau pasti akan memperoleh kemajuan yang
pesat sekali."
"Apakah ilmu Ciat Khi Mi Khi itu?" tanya Kim Thi sia keheranan.
" Kepandaian tersebut merupakan semacam ilmu rahasia tingkat tinggi dari perguruan kami.
Dan merupakan sebab suatu utama mengapa Kiam sianseng dapat menjagoi dunia persilatan
sebelum berusia lima puluh tahun. siapa saja dapat mempelajari ilmu ini, bahkan sekalipun tidak
memiliki tenaga dalam, dia dapat bertarung melawan orang lain dengan mengandalkan
kepandaian tersebut, justru disaat terjadi benturan kekerasan dengan secara diam-diam kita hisap
tenaga dalam lawan. Lambat laun tenaga dalam yang berhasil kita curi akan bertambah banyak.
Apalagi jika kau sering beradu tenaga dalam dengan orang lain, tenaga dalammu makin hari akan
semakin sempurna, berapa tahun kemudian tenaga dalam seorang jago lihay manapun" Kim Thi
sia segera tertawa tergelak sesudah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian:
"Hahaa.......hahaa......rupanya ilmu silat ini baru dapat terwujud apabila kita sering berkelahi,
ayahku pernah bilang watak keluarga Kim kami paling ulet kami tidak takut bertarung. Tidak takut
pula digebrak orang. Hahaa....hahaa.....hahaa....kalau sudah berhasil mempelajari ilmu Ciat Khi Mi
Khi itu, aku pasti akan mencari beberapa musuh tangguh untuk diajak berkelahi."
"Anak muda tak boleh mempunyai pikiran semacam itu, dikemudian ahri kau bisa tersesat
kejalan yang salah" tulis manusia berbaju perlente itu cepat dengan kening berkerut.
"Tapi suhu....bukankah kau sendiri yang bilang bahwa ilmu tersebut baru dapat terwujud
apabila kita sering berkelahi dengan orang? siapa bilang aku hendak menjadi bandit."
Dengan kening berkerut, manusia berbaju perlente itu kembali menulis:
"Kancingkan pakaianmu itu, jangan kau perlihatkan dadamu dihadapan orang lain, karena cuma
bandit yang bersikap demikian- sebagai seorang lelaki sejati yang belajar silat, kita harus bersikap
sopan santun dan tak tahu adat, dengan begitu penampilan kita baru akan menarik simpati orang
lain-"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, cepat-cepat dia membetulkan kancing bajunya.
setelah tersenyum manusia berbaju perlente itu baru menulis lagi:
"Ilmu Ciat Khi Mi Khi diciptakan oleh Leng Kong hweesio pada seribu tahun lalu, hingga jaman
Kiam sianseng. sedikit sekali orang persilatan yang mengetahui tentang kehebatan ilmu tersebut,
Kiam sianseng mengerti, apabila dia sampai membocorkan kehebatan dari kepandaian tersebut,
sudah pasti kejadian tersebut akan menimbulkan kegemparan didalam dunia persilatan, kawanan
jago lihay pasti akan berdatangan untuk memaksakannya menyerahkan ilmu sakti itu. Untuk
menghindari segala macam kesulitan dan kerepotan, belum pernah Kiam sianseng membocorkan
persoalan ini, tatkala mewariskan kepadaku, suhu berulang kali berpesan kepadaku agar tidak
menceritakan masalah ilmu Ciat Khi Mi Khi tersebut kepada siapa saja. oleh sebab itu sekarang
aku hendak berpesan pula kepadamu agar waspada dan jangan sampai membocorkan rahasia ini
kepada orang lain, kalau tidak bibit rencana pasti akan menimpa dirimu."
Dengan perasaan kaget Kim Thi sia segera berseru:
"suhu, apakah kau juga mewariskan ilmu Ciat Khi Mi Khi tersebut kepada kesembilan orang
muridmu yang lain?"
"Hmm, kawanan kurcaci macam mereka tak mempunyai rejeki sebesar itu Untuk mempelajari
kepandaian tersebut maka seseorang harus mempunyai delapan prinsip yaitu, keras, lembut, jujur,
yakin, damai, tenang, luwes dan cerdas. Kurang satu saja dari kedelapan unsur itu, tak mungkin
kepandaian tersebut dapat dipelajari."
"Didalam menghadapi musuh, ilmu Ciat Khi Mi Khi ini mempunyai daya guna menghisap sari
hawa murni lawan, tanpa disadari banyak manfaat yang diperoleh dari sini, tapi kau harus
memperhatikan bila musuh yang dihadapi perempuan, maka kau harus menghadapi dengan unsur
kelembutan, sebaliknya kalau musuhnya laki, kau harus menghadapi dengan unsur keras. Bagi
mereka yang melatih ilmu ini, kemungkinan peredaran dari yang berbalik hampir tidak ada. Cuma
dalam menghadapi musuh yang tangguh tenaga dalamnya, tak urung kau akan menderita luka
dalam. Tapi kau tak usah kuatir, walaupun saat itu kau akan merasakan getaran yang keras
sehingga tak mampu melanjutkan pertarungan lagi, tapi sebentar kemudian keadaanmu akan
pulih kembali seperti sedia kala bahkan dari satu pukulan yang terhisap. kaki akan memperoleh
manfaat yang tak terhingga......."
"Wah, kalau begitu bukankah aku akan menjadi kebal?" seru Kim Thi sia kegirangan.
Dengan cepat manusia berbaju perlente itu menggelengkan kepalanya berulang kali tulisnya:
"Kau harus tahu setiap ilmu silat makin hebat daya gunanya, penyakit yang terkandungpun
sering kali makin besar. Walaupun bagi orang yang berlatih ilmu Ciat Khi Mi Khi tersebut, tenaga
dalamnya bertambah sempurna. Toh kau tetap memiliki titik kelemahan yang sama sekali tak
terduga, misalkan saja sewaktu kau berlatih ilmu tersebut mata kau gunakan sebagai titik
konsentrasi maka titik kelemahanmu akan terletak dimata, oleh sebab itu walaupun kau
mempunyai kepandaian sakti setiap saat tetap harus waspada kalau tidak kemungkinan bagimu
untuk tewaspun tetap besar........"
Diam-diam Kim Thi sia merasakan hatinya bergidik dan tak berani banyak berbicara lagi. selang
sejenak kemudian, manusia berbaju perlente itu baru menulis lagi:
"Yang paing berbahaya bagi orang yang melatih Ciat Khi Mi Khi adalah titik kelemahan itu
sendiri Karenanya kau harus selalu ingat bahwa rahasia titik kelemahanmu itu tak boleh kau
ceritakan kepada siapapun termasuk terhadap orang yang paling kau kasihi sekalipun- Ketahuilah
manusia licik yang berkeliaran didalam dunia persilatan tak sedikit jumlahnya, siapa tahu diantara
sanak keluargamu itu terdapat pula manusia sebangsa itu........."
Peluh dingin jatuh bercucuran membasahi badan Kim Thi sia tanyanya kemudian-"Suhu,
dimanakah letak titik kelemahanmu?"
"Berhubung saat ajalku telah dekat, tak ada salahnya kuberitahukan hal ini kepadamu.
sesungguhnya titik kelemahanku terletak diatas rambutku tak nanti tenaga dalamku yang sangat
sempurna itu bisa hilang lenyap kalau kesembilan manusia terkutuk itu tidak memapas habis
rambutku?"
"Suhu, bagaimana dengan aku?" cepat-cepat Kim Thi sia berseru dengan perasaan cemas.
"setelah berlatih ilmu Ciat Khi Mi Khi nanti, dimanakah titik kelemahanku?"
"Anak bodoh, aku toh bukan malaikat, dari mana aku bisa tahu titik kelemahanmu itu? Tapi
untuk mengetahui letak titik kelemahan tersebut, kita memiliki suatu ciri yang khas, yaitu disaat
kau selesai mempelajari kepandaian tersebut, disuatu bagian dari tubuhmu akan terasa sakit
sekali. Nah, bagian yang terasa sakit itulah terletak titik kelemahanmu, rasa sakit mana baru akan
hilang setelah lewat dua minggu kemudian mengertikah kau sekarang?"
sementara anak muda itu ingin bertanya lagi, manusia berbaju perlente itu sudah mengulapkan
tangannya sambil menulis.
"saat ajalku sudah hampir tiba, kita jangan sampai membuang banyak waktu lagi dengan
percuma, kemarilah suhu akan mulai mewariskan ilmu silat kepadamu, tapi oleh karena aku tak
dapat berbicara maka penjelasan akan kutulis diatas tanah kau harus perhatikan dengan sungguhsungguh
karena selewatnya hari ini, tiada kesempatan baik lagi bagimu bila kurang jelas, segera
tanyakan jangan berlagak sok pintar sehingga merugikan dirimu sendiri....."
Kim Thi sia manggut-manggut dan segera bergeser kesisi gurunya.
Mendaak ia saksikan sorot mata gurunya memancarkan sinar kebencian yang amat tebal lalu
tampak ia menulis diatas tanah. "Nyanyikan dulu lagu sembilan dendam kusumat"
Kim Thi sia manggut-manggut, kemudian dengan suara lantang ia bersenandung:
"Dendam sakit hatiku, jauh melebihi samudra.
Haruskah aku mati dalam keadaan begini.
Biar badan hancur, biar tubuh remuk.
Akan kucuci semua sakit hatiku ini.....
Lidahku dipotong, mataku dicukil.
Rambutku dipapas, tulangku dikunci.....
Telingaku diiris, ototku dicabut.
Lenganku dikutung kakiku ditebas.....
Rasa dendam serasa masuk ketulang.
Aku merasa pedih, aku merasa sedih.
Dendam kesumat ini harus kutuntut balas."
Membayangkan penderitaan dan siksaan yang dialami gurunya, pemuda itu merasakan luapan
api berkobar-kobar. semakin bersenandung suaranya semakin nyaring, apalagi ketika mencapai
pada klimaksnya, aliran darah yang mengalir didalam tubuhnya serasa mendidih.
Manusia berbaju perlente itu sendiri hanya termangu- mangu sambil menikmati senandung
tersebut, dia seakan-akan sedang membayangkan kembali semua nasib tragis yang telah
menimpa dirinya selama ini. Hingga Kim Thi sia menegurnya, ia baru tersentak bangun dari
lamunannya. sementara air mata telah membasahi seluruh wajahnya.
"Anak pintar" tulisnya kemudian- "Daya ingatanmu memang sangat hebat, tak sepatah katapun
yang salah kau ucapkan- Moga-moga saja kau dapat mengingat selalu bait-bait syair didalam lagu
sembilan dendam kesumatku ini"
Paras muka Kim Thi sia yang putih itu tiba-tiba nampak bersemu merah, dengan alis mata
berkerut segera serunya:
"Suhu akan kuingat selalu dendam sakit hatimu, tak usah kuatir. selama aku masih bernapas
dendam sakit hati kau orang tua pasti akan kubalas." Manusia berbaju perlente itu segera
menepuk-nepuk bahu Kim Thi sia lalu ia menulis: "Kau memang anak yang hebat, belum pernah
kujumpai bocah semacam kau" Kedua orang itu segera saling bertukar pandangan sekejap. lalu
sama-sama tertawa.
"Sekarang akan kuwariskan dulu bagaimana cara berlatih ilmu ciat Khi Mi Khi tersebut."
Menyusul tulisan tersebut, malaikat pedang berbaju perlente segera melukis delapan belas
gambar manusia. Ada yang berdiri ada yang berbaring, ada yang berjongkok ada pula yang duduk
semuanya dalam posisi yang sangat aneh.
Dengan mengikuti petunjuk dari gurunya Kim Thi sia mulai melatih diri. Pada mulanya ia
merasa perkataan dari gurunya terlalu berlebihan tapi sejak menirukan gambar yang kelima entah
mengapa setiap kali ia mencoba untuk menirukan gerakan tersebut, selalu ada saja kesalahannya,
tidak seperti permulaan tadi berjalan lancar kali ini banyak sekali hambatan yang dijumpai
sekarang ia baru sadar akan sulitnya kepandaian itu untuk dipelajari.
Baru saja ia mempelajari tujuh buah lukisan tiba-tiba manusia berbaju perlente itu menulis:
"Segala sesuatu tak boleh dipelajari kelewat cepat apalagi dalam waktu singkat kau bisa
menguasai tujuh gerakan. itu sudah terhitung luar biasa, hayo berlatihlah kembali" Kim Thi sia
berpikir.
"Aaaaah, omong kosong. Buktinya aku sekaligus dapat menguasai enam buah gerakan tanpa
menjumpai halangan, apa salahnya kalau aku berusaha mempelajari semua gerakan itu dalam
waktu singkat?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba tangan dan kakinya terasa linu dan kaku,
kepalanjya pening dan sekujur badannya terasa sakit sekali, tak kuasa lagi dia tertunduk diatas
tanah sambil memegangi perutnya kencang-kencang.$
Malaikat pedang berbaju perlente segera tertawa menyaksikan keadaan itu, tulisnya kemudian:
"Nah bocah keras kepala, sekarang kau tentunya sudah percaya dengan perkataanku bukan?
dulu suhupun keras kepala seperti kau sekarang tapi daya kemampuanmu jauh lebih hebat
denganku karena sekaligus bisa menguasahi enam gerakan. Benar-benar tak kusangka dengan
potongan wajahmu yang begitu sederhana ternyata memiliki kecerdasan otak yang luar biasa aku
merasa gembira sekali karena ilmu silatku bakal ada pewarisnya."
saking letihnya tanpa terasa Kim Thi sia jatuh tertidur ketika mendusin kembali ia jumpai alis
mata gurunya yang semula hitam kini telah berubah menjadi kelabu wajahnyapun menjadi layu
dan kering. Dengan perasaan terkejut ia segera berseru:
"suhu mengapa wajahmu bisa berubah menjadi setua ini dalam waktu yang singkat?" Manusia
berbaju perlente itu tertawa hambar kemudian tulisnya:
"Tenaga dalamku telah hancur usiaku melaju tambah cepat, inilah pertanda ajalku telah
mendekat."
Belum habis perkataan itu diucapkan ia sudah menutup matanya dan mengantuk seolah-olah ia
merasa sangat penat hingga tak mampu menahan diri lagi.
Kim Thi sia merasa amat terkejut ia tahu kalau gurunya dibiarkan tidur, kemungkinan besar dia
tak akan mendusin lagi. Dalam keadaan demikian satu ingatan segera melintas dalam benaknya.
Tiba-tiba ia menyanyikan lagu sembilan dendam kusumat dengan suara lantang....
Benar juga malaikat pedang berbaju perlente segera mendusin dan membuka matanya lebarlebar.
setelah mendengar nyanyian tersebut sorot matanya yang kabur oleh air mata
memancarkan sinar kebencian yang amat tebal, dia seolah-olah memperoleh semangat hidupnya,
setelah mendengar lagu itu.
"Muridku kau sudah menguasai enam gerakan, berarti masih ada dua belas gerakan yang harus
kau latih baik-baik, Mumpung gurumu belum mati berusahalah sebanyak-banyaknya dariku."
Kim Thi sia sadar saat-saat semacam ini merupakan detik yang paling berharga baginya, detik
yang akan merubah seluruh kehidupan dimasa yang akan datang, ia segera memejamkan
matanya dan mulai melatih kedua belas gerakan yang belum terselesaikan itu Entah berapa saat
telah berlalu, kini fajar telah menyingsing diufuk timur, angin sejuk berhembus sepoi-sepoi
dibawah timpaan cahaya matahari yang berwarna keemas-emasanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Kim Thi sia merasa amat letih, seluruh tenaganya sudah terkuras habis, terutama ruas-ruas
tulang belakangnya yang terasa begitu linu dan sakit seakan-akan hampir patah semua.
Tapi ia tahu kesempatan baik tak akan ditemui lagi dimasa yang akan datang, maka sambil
menahan penderitaan yang luar biasa, ia pentangkan matanya yang merah membara lebar-lebar,
kemudian dengan lantang nyanyikan lagi lagu sembilan dendam kusumat. semangat manusia
berbaju perlente itu kembali terpacu dengan cepat ia menulis:
"Kini kau telah menguasai ilmu Ciat Khi Mi Khi aku percaya dengan bakatmu yang baik, asal
mau berlatih dengan sungguh-sungguh kemajuan pasti akan tercapai dalam waktu yang singkat
sekarang pusatkan semua perhatianmu karena akan kuwariskan ilmu Tay Goan sinkang
kepadamu."
setelah berhenti sejenak. kembali ia melanjutkan-
"Tay Goan sinkang merupakan sejenis ilmu yang maha sakti, yang merupakan hasil ciptaan
seorang tokoh dunia persilatan apakah nantinya kau berhasil menguasai ilmu tersebut atau tidak
disamping tergantung pada bakatmu sendiri kaupun harus banyak melatih diri, perhatikan inilah
jurus yang pertama Hawa sakti menembusi angkasa."
Dengan semangat yang menyala-nyala Kim Thi sia melatih jurus tersebut mengikugti petunjuk
gurunya.
Kemudian manusia berbaju perlente itu menulis kembali:
"Kau harus mengingat baik-baik teori ilmu Tay Goan sinkang ini, disaat Ciat Khi Mi Khimu sudah
mendatangkan hasil yang lumayan- Ilmu tersebut akan nampak kehebatannya. Perhatikan jurus
kedua "Sukma gentayangan dalam kebingungan, jurus keempat " Kejujuran melumati batu emas",
jurus kelima "Kepercayaan menyapu jagad", jurus keenam "Kepercayaan menguasai bumi", jurus
ketujuh " Kelembutan mengatasi bencana", jurus kedelapan "Ketenangan bagaikan awan mega",
jurus kesembilan "Kedamaian membumbung kelangit sembilan" jurus kesepuluh "Hembusan angin
mencabut pohon".......
secara beruntung ia mewariskan kesepuluh jurus ilmu Tay Goan sinkang tersebut kepada Kim
Thi sia dengan semangat yang bernyala-nyala pula pemuda itu mempelajari dan mengingat semua
pelajaran itu dalam benaknya.
sehari telah berlalu tatkala Tay Goan sinkang telah mewariskan semua kepada Kim Thi sia
kondisi badan malaikat pedang berbaju perlente semakin memburuk.
setelah memuntahkan darah segar dan mewariskan ilmu pedang ngo Hud Kiam (ilmu pedang
ilmu buddha) yang maha dahsyat itu kepada Kim Thi sia kondisinya menjadi amat lemah.
Tiba-tiba ia meronta untuk bangun lalu dengan gerakan tangan yang amat berat ia menulis
kembali:
"setelah aku mati nanti kuburlah jenasah ku dibukit tengkorak ini, muridku bila engkau telah
menguasai ilmu silatku nanti pergunakanlah seluruh batok-batok kepala dari sembilan jahanam
tersebut untuk bersembahyang didepan kuburanku jangan lupa ukirlah lagu sembilan dendam
kesumat didepan batu nisan, bila malam Tiong ciu tiba berilah seuntai bunga kepadaku dan
nyanyikanlah lagu sembilan dendam kusumat untuk menghibur arwahku,
sekarang......cepatlah.......nyanyikan laguku sekali lagi.....sampai matipun aku tak akan melupakan
dendam kesumatku."
Kim Thi sia segera melompat bangun lalu sambil membusung- busungkan dadanya dia
membawakan lagu itu dengan penuh semangat.
Manusia berbaju perlente itu tersenyum dan manggut-manggut, ditengah gema lagu sembilan
dendam kesumat jago ini mengakhiri hidupnya dengan menghembuskan napasnya yang
penghabisanseorang
tokoh dari dunia persilatan yang pernah termahsur dan disegani setiap orang akhirnya
harus mengakhiri hidupnya dibukit tengkorak yang jauh dari keramaian orang.
Matahari senja memancarkan sinarnya menyorotijenasah itu, ia pernah merasakan kebahagiaan
hidup bagaikan dewata, tapi sekarang harus mengakhiri hidupnya sambil memendam dendam.
Kim Thi sia menangis tersedu-sedu air matanya jatuh bercucuran dengan amat derasnya,
kemudian tubuhnya roboh terguling disisi gurunya dan tertidur nyenyak.
Entah berapa saat telah lewat, dari depan jalan bergema suara derap kuda yang amat nyaring,
disusul munculnya sepasang muda mudi ditempat itu.
Mereka mempunyai wajah yang amat menarik. yang lelaki berwajah tampan dan gagah sedang
yang perempuan cantik bagaikan bidadari dari kahyangan-
Rupanya pemuda berwajah tampan itu telah melihat adanya dua sosok tubuh yang tergeletak
ditengah jalan, cepat-cepat ia menarik tali les kudanya sambil berseru:
"Adikku, coba kau lihat didepan sana ada mayat" nona berbaju merah itu agaknya tertegun lalu
melompat turun dari kudanya gerakan yang amat ringan, diamatinya kedua sosok itu dengan
seksama lalu katanya:
"Koko yang cacad telah mati dan yang muda itu masih bernapas rupanya ia sedang tertidur,
kita tak usah mencampuri urusan orang lain mari kita pergi saja dari sini."
Kedua orang itu melanjutkan kembali perjalanannya tapi beberapa saat kemudian balik lagi
kesana.
Tampak sinona berbaju merah itu berkerut kening sambil mengomel:
"Koko, bagaimana sih kau ini, sudah setengah harian kita menempuh perjalanan tapi akhirnya
balik lagi kesini. Huuh makanya jangan sok menyombongkan diri katanya saja kau menguasai
daerah sekitar sini, tapi bagaimana kenyataannya sekarang?" Dengan tersipu-sipu pemuda tampan
itu tertawa.
"Kau memang benar adikku, koko mengaku salah. Gara-gara aku, kau jadi ikut menderita"
sewaktu mereka berdua melewati lagi disamping tubuh Kim Thi sia serta manusia berbaju
perlente itu, nona berbaju merah itu melirik lagi sekejap lalu berkata:
"Koko yang berbaju perlente itu sudah mati tapi siapakah pemuda itu? kalau dibiarkan tidur
ditepi jalan bagaimana nanti kalau sampai diterkam binatang buas? bagaimana kalau kita tolong
saja?"
Pemuda berwajah tampan itu memperhatikan sekejap mayat simalaikat pedang berbaju
perlente, mendadak seluruh tubuhnya bergetar keras. Ditatapnya mayat itu dengan pandangan
termangu, lalu gumamnya:
"Bu.....bukankah dia adalah......ia malaikat pedang berbaju perlente? Aaaah.....pasti
dia.....tapi.......mengapa dia berada disini?"
Nona berbaju merah itu tersenyum geli ketika melihat pemuda itu mengawasi jenasah tersebut
dengan pandangan termangu, segera tegurnya:
"Koko bagaimana sih kau ini? apanya yang aneh? memangnya dia kau anggap ia bukan
manusia?"
Pemuda tampan itu seperti tidak mendengar perkataannya kembali dia bergumam:
" Ya h, pasti dia.....aku pernah bertemu dengannya terutama alis matanya yang tebal dan
hidungnya yang mancung, aku tak eprnah akan lupa.....bukankah ia berilmu sangat hebat?"
"Mengapa tangannya, kakinya, telinganya, rambutnya.............dan segala sesuatunya dicacadin
orang? Tidak mungkin mustahil ini bisa terjadi?"
seperti mau mendusin dari impian buruk ia bergumam sambil menyeka keringat yang
membasahi dahinya.
Rupanya sinona berbaju merah itu mulai merasakan keluar biasaan persoalan tersebut.
sepasang matanya yang bening dialihkan pula keatas mayat simanusia berbaju perlente itu tapi ia
tidak menemukan sesuatu yang aneh, sehingga tanpa terasa serunya: "Koko, siapakah ia kau
kenal dengan orang itu?"
"Ya dia adalah simalaikat pedang berbaju perlente. Tokoh sakti yang menguasai seluruh jagad"
Nona berbaju merah itu terperanjat pandangan matanya menjadi kaku, meskipun ia belum
bertemu dengan malaikat pedang berbaju perlente, namun sudah banyak cerita yang didengar
olehnya. Hampir saja dia tak akan mempercayai pendengarannya, bahwa manusia cacad yang
berada dihadapannya adalah malaikat pedang berbaju perlente yang amat termasyur itu, serunya
dengan gelisah:
"Masa dia adalah malaikat pedang berbaju perlente. Aku dengar simalaikat pedang itu berwajah
tampan, sedang dia berwajah sayu dan cacad badan jangan- jangan kau salah melihat jangan kau
anggap semua orang yang berbaju perlente adalah simalaikat pedang berbaju perlente itu, lagi
pula bukankah ia berilmu sangat hebat mana mungkin bisa mati terbunuh disini?"
Cepat-cepat pemuda berwajah tampan itu menggelengkan kepalanya.
"Pasti dia, aku pernah berjumpa dengan orang ini dan selama hidup tak akan terlupakannya . "
Untuk sesaat suasana menjadi hening, dengan pandangan terkejut bercampur curiga mereka
berdua mengawasi mayat itu tiada hentinya.
selang sesaat kemudian pemuda berwajah tampan itu baru berkata sambil menghela napas
panjang:
" Celaka, ternyata simalaikat pedang berbaju perlente telah mati terbunuh orang yang sanggup
membunuhnya pasti memiliki kepandaian silat yang sangat hebat, mendingan kalau hatinya
bersifat baik, kalau hatinya jahat dan punya ambisi besar, bukankah dunia persilatan akan
terancam kembali oleh badai pembunuhan yang mengerikan?"
"Koko" seru nona berbaju merah itu tiba-tiba dengan perasaan terkesipa. "Mungkinkah pemuda
ini yang membunuhnya?"
Paras muka pemuda tampan itu berubah tapi sesaat kemudian dia menggelengkan kepalanya
sambil berkata:
"Tidak mungkin usia pemuda ini paling banter baru delapan belas tahun, sekalipun sedari dalam
rahim ibunya dia sudah mulai belajar tenaga dalam tak mungkin ia mampu bertahan sebanyak
sepuluh gebrakan saja bisa jadi ia adalah seorang diantara kesembilan orang murid simalaikat
pedang berbaju perlente itu."
"Aku dengar kesembilan orang muridnya adalah sipedang emas, pedang perak- pedang
tembaga, pedang besi, pedang kayu pedang api, pedang air, pedang tanah, dan pedang bintang,
bukankah begitu? aku dengar kesembilan orang itu masing-masing memiliki sejenis kepandaian
silat yang luar biasa, apakah kita perlu menolongnya?" Pemuda tampan itu segera menghela
napas panjang.
"Menolong selembar jiwa manusia berarti telah melakukan kebajikan yang terpuji, meski
kesembilan orang murid simalaikat pedang berbaju perlente mempunyai watak yang liar dan
memandang rendah orang lain, namun selama berada dalam pengawasan gurunya mereka tak
berani banyak bertingkah. Koko kuatir setelah matinya simalaikat pedang ini, kesembilan orang
muridnya jadi tak terkendalikan lagi sehingga menjadi bibit bencana bagi dunia persilatan-"
"Kalau begitu kita tak usah menggubrisnya lagi, biarkan saja dia diterkam binatang buas....."
kata nona berbaju merah itu dengan kening berkerut. Tapi pemuda tampan itu segera
mengulapkan tangannya sambil menukas:
"Adikku, kau jangan berbicara sembarangan, menurut pendapat koko, pemuda ini bukan salah
seorang diantara kesembilan murid malaikat pedang berbaju perlente. sebab aku dengar usia yang
termuda dari kesembilan orang murid simalaikat pedang telah mencapai dua puluh tiga empat
tahunan, sedang orang ini baru tujuh belas delapan belas tahunan, tak mungkin dia adalah
muridnya."
"Lantas siapakah dia? coba kau lihat, disisi tubuhnya terdapat sebilah pedang mustika?"
cepat-cepat pemuda tampan itu memungut pedang tersebut, dia tahu pedang yang baik
panjangnya hanya empat depa, tapi ia belum pernah mendengar ada pedang yang lebih panjang
dari empat depa, maka pedang tersebut segera diloloskan dari sarungnya.
Namun setelah menyaksikan sinar tajam berwarna hijau yang memancar keluar dari pedang itu,
pemuda tadi segera berseru memuji.
"Pedang bagus, pedang bagus, seandainya pedang ini adalah milikku. oooh...... betapa
bahagianya hatiku."
"Koko" seru nona berbaju merah itu dengan tegang. "Mungkin pedang itu merupakan salah
satu diantara pedang yang digunakan kesembilan murid simalaikat pedang."
"Aku memang belum pernah menyaksikan kesembila orang murid dari malaikat pedang berbaju
perlente menggunakan pedang tapi menurut cerita dan aku yakin sepenuhnya, pedang ini
bukanlah termasuk salah satu diantara pedang "emas, baja, tembaga, perak, kayu, api, air, tanah,
dan bintang" sebab cahaya yang memancar keluar dari pedang ini berwarna hijau lembut seperti
cahaya rembulan. Namanya pasti tak akan terlepas dari kata rembulan."
Nona berbaju merah itu segera menghembus napas panjang. "Lalu apakah koko akan
menolongnya?"
"Tentu saja mari kita kubur dulu-jenasah dari simalaikat pedang berbaju perlente ini, meski
hanya berapa tahun dia munculkan diri didalam dunia persilatan, namun dengan kemampuannya
ia berhasil menjadi termashur diseantero-jagad, berbanggalah kita dapat melakukan sedikit bakti
baginya." Nona berbaju merah itu segera tertawa.
"Ya, siapa yang tak tahu kalau kau sangat menaruh hormat kepadanya, kalau ingin dikubur
ayolah dikubur, apalah artinya banyak bicara lagi?"
Mereka berdua segera menggali sebuah liang sepanjang satu kaki dan lebar lima depa,
kemudian dengan hormat mengubur jenasah simalaikat pedang berbaju perlente, setelah
menimbun dengan tanah, merekapun mengukir berapa huruf pada sebuah batu cadas dengan
pedang mustika Leng Gwat Kiam itu, tertulis pada batu nisan itu. "Disini dimakamkan jenasah dari
malaikat pedang berbaju perlente." " Hormat kami: sechuan siang kiat"
selesai bekerja, kedua orang itu saling berpandangan sekejap sambil tertawa. Nona berbaju
merah itupun berkata:
"Koko, dengan meninggalkan nama kita berdia diatas batu nisan tersebut, andaikata ada yang
membaca tulisan ini, tentu nama kita akan turut dihormati pula."
"Huuuusss kita kan belum mati masa engkau samakan dengan mereka yang sudah mati?"
Bersemu merah selembar wajah gadis berbaju merah itu dia segera mengayunkan cambuknya
siap hendak memukul.
sambil tertawa nyaring pemuda tampan itu menyambar tubuh Kim Thi sia kemudian melompat
naik keatas kuda dan beranjak pergi dari situ, sementara sinona sambil mencibirkan bibirnya
cepat-cepat menyusul dari belakang.
sehari kemudian Kim Thi sia mendusin dari tidurnya ketika teringat kembali dengan kejadian
yang dialaminya sejari berselang, ia menjadi terkejut sehingga tak mampu berkata-kata.
Ternyata dia telah menemukan tubuhnya berbaring diatas sebuah pembaringan yang indah
dengan kelambu serta seprei yang putih bersih disamping pembaringan terdapat rak kain serta
lukisan kuno yang menghiasi dinding.
sejak kecil sampai sebesar ini Kim Thi sia boleh dibilang menghabiskan waktu diatas bukit yang
terpencil, tentu saja dia tak pernah menjumpai keadaan senyaman ini. Tanpa terasa lagi teriaknya
keras-keras:
"Hey, siapa yang menggotong aku kesini? mana guruku? hey, cepat kemari, kalau tidak aku
akan bertindak kurang ajar."
JILID 4
Pintu kamar segera dibuka dan muncul seorang pemuda tampan dengan senyuman dikulum,
sambil meniura ia berkata:
"Saudara benar-benar telah tertidur nyenyak berhubung aku kuatir kau akan diterkam binatang
buas bila dibiarkan tertidur ditempat alam terbuka, maka tanpa menunggu persetujuan saudara,
aku telah memindahkan dirimu kemari. Untuk itu mohon saudara sudi memaafkan"
Sebelum Kim Thi sia sempat menjawab, dari balik pintu telah muncul kembali selembar wajah
cantik terdengar nona itu menegur: "Apakah sudah mendusin?"
Bayangan merah tampak berkelebat lewat, sinona yang berwajah cantik itu sudah muncul pula
didalam ruangan-Dengan wajah tertegun Kim Thi sia berseru:
"Siapakah kalian? aku sama sekali tidak kenal dengan kalian berdua"
Perkataannya yang berterus terang tanpa embel-embel kata yang bernada sungkan membuat
nona berbaju merah itu segera berkerut kening dan menunjukkan wajah tak senang hati.
cepat-cepat pemuda tampan itu mengerdipkan matanya mencegah nona itu berang, lalu sambil
menjura dan tertawa katanya:
"Aku Nyoo Jin hut, sedang dia adalah adikku Nyoo Soat hong, kami dua bersaudara bernama
szuchuan siang kiat, sepasang orang gagah dari szuehuan. Bolehkah aku tahu siapa nama anda?"
"Aku bernama Kim Thi sia."
setelah mengucapkan kata-kata yang singkat itu, ia segera duduk kembali dan termenung.
Muda mudi berdua itu berpandangan sekejap. agaknya mereka merasa tak enak hati atas sikap
Kim Thi sia yang tak tahu sopan santun itu.
Pertama-tama sinona berbaju merah itu yang tak mampu menahan diri lebih dulu, dia segera
berseru:
"Huuh, apa sih yang hebat dengan dirimu? kau tak usah berlagak sok......."
selesai berkata ia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Tiba-tiba Kim Thi sia
mengangkat kepalanya sambil menegur: "Kau mengatakan aku?"
"Hmm, ya kau Apa sih yang hebat denganmu?" dengus nona berbaju merah itu sambil
berpaling. sekali lagi Kim Thi sia tertegun, ujarnya keheranan:
" Kapan sih kukatakan kalau diriku hebat?" tampaknya pemuda tampan itu lebih
berpengalaman dan lebih tebal imannya buru-buru dia menengahi sambil tertawa.
" Harap saudara jangan marah, karena adikku memang masih kecil dan tak tahu urusan, harap
kau sudi memaafkan dirinya."
Kemudian dengan berlagak marah dia berkata kembali:
"Adikku, orang lain kan tamu, mana kau bersikap tak hormat dengan tamu kita? Hayo cepat
minta maaf dan lain kali jangan berbuat demikian lagi."
Nona berbaju merah itu merasa amat tertekan batinnya. Apalagi setelah mendengar ucapan
dari kakaknya hampir saja air matanya jatuh bercucuran setelah mendengus ia segera
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. sementara itu Kim Thi sia telah berkata lagi:
"Aku kan tak pernah mengatakan dia bersalah, kenapa mesti dimaafkan-....."
Agaknya pemuda tampan itu tidak menyangka kalau tamunya bisa mengucapkan perkataan
tersebut ia menjadi tersipu-sipu sendiri
sinona berbaju merah yang berhasil mendapatkan kesempatan baik itu, dengan cepat
memanfaatkan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya, sambil tertawa dingin dia berseru:
"Hmm, orang berbaik hati ternyata tidak mendapat balasan yang setimpal, koko buat apa kau
mesti mencari penyakit buat diri sendiri."
Terdengar suara langkah kaki bergema makin jauh dan akhirnya lenyap di kejauhan sana.
Mendadak Kim Thi sia seperti teringat akan sesuatu, dia segera berseru: "Nyoo Jin hui, mana
pedang Leng Gwat kiam ku?"
oleh karena semenjak kecil dia hidup dipegunungan yang terpencil dan belum pernah terjun
dalam pergaulan manusia, karena itu diapun tidak mengetahui tentang sopan santun dan tata
krama. setelah mengetahui kalau pemuda itu bernama Nyoo Jin hui, diapun menyebut nama itu
secara langsung.
Pemuda tampan itu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, dia menganggap tamunya tak
tahu sopan santun, sudah berulang kali dia membantunya, namun selalu ditanggapi secara
menghina.
Meski begitu, dia toh cukup berpengalaman dalam pergaulan, maka setelah menenangkan
hatinya diapun berkata sambil tertawa:
"Pedang mustika anda memang berada ditanganku, bila anda menginginkannya, sekarang juga
aku akan mengambilkan untukmu."
"oooh disimpan ditempatmupun tidak jadi soal lagipula aku belum membutuhkannya sekarang,
tolong simpankan berapa hari bagiku." Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Nyoo Jin hui mana guruku? Dia orang tua telah meninggal dunia kau simpan jenasahnya
dimana?"
Nyoo Jin hui segera merasakan hatinya berdebar keras cepat dia balik bertanya: "Apakah si
malaikat pedang berbaju perlente Loocianpwee?" Kim Thi sia manggut-manggut.
"Benar, darimana kau bisa mengetahui nama dia orang tua?"
Terkejut juga Nyoo Jin hui setelah mendengar perkataan itu, tapi diapun segera tertegun
pikirnya :
"Aneh benar orang ini nama besar Malaikat pedang berbaju perlente termasyhur diseantero
jagad dan dikenal setiap orang, benar-benar aneh sekali sikap dan tindak tanduk pemuda ini."
sambil tertawa diapun berkata:
" Kepandaian silat yang dimiliki gurumu menjagoi seluruh dunia persilatan, segenap umat
persilatan menaruh hormat kepadanya karena itu mestinya aku tidak becus, nama besar malaikat
pedang berbaju perlente masih dapat kukenal." Kim Thi sia yang mendengar ucapan tersebut
segera berpikir:
"Ternyata perkataan suhu memang benar, dia bergelar malaikat pedang tentu saja ilmu silatnya
menjagoi seluruh dunia persilatan dan dihormati segenap umat persilatan benar-benar
menggelikan jalan pikiranku, aku masih mengira dia lagi mengibul." Berpikir begitu, diapun
bertanya: "Kau telah menguburnya dimana?"
"Dibukit tengkorak. sungguh minta maaf berhubung kami berdua harus melakukan perjalanan
dengan tergesa-gesa sehingga tak sempat bagi kami untuk mengubur jenasah dia orang tua
disebuah tempat yang berpemandangan permai." Dengan gembira Kim Thi sia berseru:
"Kau telah mengubur ditempat yang benar, sebab dia orang tua memang minta kepadaku agar
dikubur dibukit tengkorak sungguh tak disangka kau telah membantuku untuk menyelesaikan
tugas ini. Kalau begitu aku harus berterima kasih kepadamu." selesai berkata dia segera menjura
dan memberi hormat.
Cepat-cepat Nyoo Jin hui balas memberi hormat selain itu timbul juga perasaan simpatiknya
atas sikap keterbukaan pemuda itu ujarnya kemudian-
"Bantuan yang tak seberapa buat apa mesti pikirkan, bolehkah kutahu anda adalah murid
keberapa dari malaikat pedang berbaju perlente loocianpwee?"
"Murid yang keberapa?"
"ooooh, kau adalah sipedang bintang Go An bin? tapi mengapa kau mengaku bermarga Kim?"
seru Nyoo Jin hui keheranan-
"Aku memang berasal dari marga Kim, aku termasuk murid kesepuluh dari malaikat pedang
berbaju perlente"
Baru sekarang Nyoo Jin hui memahami duduknya persoalan, katanya kemudian-
"Tak heran kalau aku menaruh kesalah pahaman, rupanya kau adalah murid yang baru diterima
oleh malaikat pedang berbaju perlente. Ilmu silat malaikat pedang tiada tandingannya didunia ini,
nama besarnya disanjung diseantero jagad, benar-benar mujur sekali nasib anda karena dapat
diterima menjadi muridnya. Hanya sayang......."
Tiba-tiba ia merasa kurang leluasa untuk melanjutkan kata-kata sehingga segera menutup
mulut.
Dengan perasaan tertegun Kim Thi sia segera bertanya: "Apanya yang sayang?" setelah
mempertimbangkan setengah harian, Nyoo Jin hui baru berkata:
"sayang sekali malaikat pedang berbaju perlente loocianpwee meninggal dunia kelewat cepat.
Kalau tidak. ilmu silat yang anda miliki pasti sepuluh kali lebih hebat lagi." Kim Thi sia segera
tertawa.
"Apa gunanya memiliki ilmu silat yang hebat, seperti misalnya suhu, dia orang tua memiliki
kepandaian silat yang luar biasa, tapi kenyataannya......"
Tiba-tiba ia merasa gurunya tak boleh dibocorkan, karena itu cepat-cepat membungkam
kembali.
Ketika Nyoo Jin hui melihat pemuda itu menghentikan pembicaraannya ditengah jalan, dengan
perasaan tegang ia segera bertanya:
"Maksud saudara, dengan kepandaian silat yang begitu hebat dari si malaikat pedang berbaju
perlentepun akhirnya masih mati terbunuh ditangan orang?"
Namun dia segera merasa kata "mati terbunuh" mencerminkan sikap yang kurang sopan
terhadap malaikat pedang berbaju perlente, maka cepat- cepat dia menengok sekejap kearah Kim
Thi sia, dalam anggapannya pemuda tersebut tentu akan marah dan meninggalkannya.
siapa tahu Kim Thi sia masih duduk disitu dengan tenang, malah seakan-akan tidak mengambil
perduli atas ucapannya yang tak senonoh itu. Tanpa terasa diapun menjadi lega. sementara itu
Kim Thi sia telah berkata:
"Hari ini aku telah berbicara kelewat banyak, sebetulnya kata-kata itu tak baik kuucapkan, tapi
entah kenapa setelah melihat wajahmu yang penuh senyuman itu, aku jadi tak tahan untuk
mengutarakannya keluar. Aaaai......"
Melihat sewaktu berbicara, pemuda itu menunjukkan sikap yang polos dan jujur, Nyoo Jin hui
segera tahu kalau apa yang diucapkan memang benar diam-diam ia menjadi terharu. segera
pikirnya:
"orang ini jujur dan polos, kalau berbicara blak-blakan, dia adalah seorang teman yang
sejati........"
Tanpa terasa ia semakin menaruh simpatik kepadanya. selang sejenak kemudian, Nyoo Jin hui
berkata lagi:
"Aku ingin mengajukan sebuah permintaan yang kurang pantas, apakah saudara bersedia
untuk mengabulkan?"
"Asal dapat kulaksanakan, tentu akan kupenuhi"
"Terus terang saja kukatakan sejak mengetahui saudara adalah murid malaikat pedang berbaju
perlente loocianpwee, timbul suatu ingatan aneh dalam benakku, aku tahu malaikat pedang
berbaju perlente menjagoi dunia persilatan dengan ilmu silatnya yang maha sakti, oleh sebab itu
aku ingin mencoba kehebatan loocianpwee tersebut melalui tanganmu, apakah saudara bersedia
memenuhi pengharapan yang sudah bertahun lamanya terpendam didalam hati ini?"
Kim Thi sia segera berkerut kening. "Aku tidak mengerti ilmu silat"
Tapi secara tiba-tiba ia teringat kalau dasar tenaga dalamnya hanya akan memperoleh
kemajuan bila sering melatih diri dengan menggunakan ilmu Ciat Khi Mi Khi, maka sambil tertawa
nyaring dia bangkit berdiri seraya berkata:
"Baik, kalau memang saudara Nyoo mempunyai kegembiraan ini, baiklah kuturuti saja
kemauanmu itu." Ketika mendengar pemuda itu mengaku tak berilmu, Nyoo Jin hui mengira
lawannya tak sudi beradu kepandaian dengannya, sementara dia masih tak senang hati, tahu-tahu
mendengar teriakan mana dengan perasaan gembira dia segera berkata:
"Terima kasih banyak atas kesudian anda memberi muka, bila aku bodoh nanti harap kau sudi
mengampuniku."
"Aaah, saudara Nyoo jangan berkata begitu mestinya kaulah yang mesti berbelas kasihan
kepadaku" sahut Kim Thi sia sambil tertawa nyaring.
Ditengah ucapan saling merendah, mereka berdua berjalan keluar dari kamar dan selang
sejenak kemudian telah tiba disebuah kebun yang amat luas, sekeliling kebun penuhi ditumbuhi
pepohonan yang rindang serta aneka bunga yang berwarna warni, benar-benar sebuah taman
yang indah dan permai. Tak kuasa lagi dia berseru:
"Aaaah, Nyoo Jin hui, kau benar-benar bernasib baik tempat kediamanmu indah bagaikan
disorga."
Nyoo Jin hui segera tertawa.
"Bila saudara mempunyai kegembiraan tak ada salahnya untuk berdiam disini, siauwte akan
menyambutmu dengan senang hati."
Paras muka Kim Thi sia segera berubah menjadi redup, katanya kemudian:
"Maksud baik saudara Nyoo biar kuterima dalam hati saja, sesungguhnya aku tertarik dengan
tawaranmu itu, tapi apa boleh buat masih banyak urusan yang harus kuselesaikan secepatnya
lagipula masa depanku masih mengambang, mati hidupku masih menjadi tanda tanya aku tak
ingin mengganggu ketenangan saudara Nyoo."
Nyoo Jin hui mengira dia mendapat pesan dari gurunya untuk membalaskan dendam bagi
kematian gurunya, sedang lawannya berilmu tinggi sehingga mati hidup tidak menentu. segera
timbul perasaan simpatik dalam hati kecilnya cepat dia berkata:
"saudara tak usah sedih, nasib manusia berada ditangan Yang kuasa asalkan saudara
mempunyai tekad yang besar dan jiwa yang lurus, aku percaya nasib jelekpun akan berubah
menjadi baik. siauwte hanya menyesal tidak memiliki kepandaian silat yang hebat sehingga tak
dapat membantumu, karenanya bisa suatu hari kau telah menyelesaikan perintah gurumu,
silahkan datang kemari dan berdiamlah bersama kami." Dengan perasaan amat berterima kasih
Kim Thi sia berkata:
"Beruntung sekali aku Kim Thi sia bisa menjumpai sahabat macam saudara Nyoo dalam
perjalanan turun gunungku saat ini, bila terjadi sesuatu apapun aku tentu akan mati dengan mata
meram"
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar seorang nona menegur dengan suara merdu: "Koko, apa
yang sedang kalian lakukan"
Nona berbaju merah itu munculkan diri diiringi seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang
berwajah saleh tapi bermata amat tajam bagaikan sembilu. Nyoo Jin hui segera berbisik: "saudara
Kim, ayahku sudah datang." Kemudian dengan suara lantang serunya:
"Ayah, apakah kau orang tua sedang berjalan-jalan mencari angin?"
Dengan senyuman dikulum kakek berwajah saleh itu memperhatikan Kim Thi sia sekejap lalu
katanya:
"Sobat kecil inikah yang menjadi murid Rasul dari selaksa pedang? sudah lama aku mengagumi
nama besar Malaikat pedang berbaju perlente, sungguh tak nyana aku dapat bertemu dengan
murid kesayangan dari malaikat pedang, benar-benar suatu kemujuran bagiku" Dengan cepat Kim
Thi sia maju memberi hormat seraya serunya: "Empek, terimalah hormat dari Kim Thi sia"
sambil tertawa kakek itu manggut-manggut.
"Bagus sekali, memang tak main menjadi seorang tokoh kenamaan tidak sombong tidak
angkuh merendahkan diri dan tahu sopan santun- Ehmmm, murid orang kenamaan memang
berbeda dengan manusia biasa, berapa usiamu ini sobat kecil?"
"Baru tujuh belas tahun-"
"Sungguh hebat" kembali kakek itu memuji sambil tertawa, "dikemudian hari kau pasti akan
menjadi sekuntum bunga ajaib dari dunia persilatan dan menjadi tenar diseluruh dunia."
sementara itu sinona berbaju merah hanya memandang sekejap kearah Kim Thi sia dengan
pandangan dingin, kemudian mendongakan kepala dan sama sekali tak mendongkol. Terdengar
Nyoo Jin hui berkata lagi:
"Ayah, sudah lama anak Hui mengagumkan akan kelihayan ilmu silat yang dimiliki malaikat
pedang berbaju perlente. Mumpung ada kesempatan baik hari ini, aku ingin mencoba berapa jurus
dari saudara Kim. siapa tahu dari percobaan tersebut akan mendatangkan manfaat besar bagiku,
entah bagaimana menurut pendapat ayah?"
"Bagus sekali, kalian dua orang bocah kecil yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi
memang pantas diberi pelajaran agar kalian sadar bahwa diatas langit masih ada langit, diatas
bukit masih ada bukit. Haaah......haaah......haaah....."
Kepada Kim Thi sia katanya pula:
"Sobat kecil sebagai murid dari malaikat pedang berbaju perlente tentu memiliki ilmu silat yang
sangat hebat, kuharap kau sudi berbuat kebajikan dengan memperingan seranganmu nanti yang
penting berilah pelajaran kepada putraku itu agar rasa angkuhnya bisa lenyap dari tubuhnya...."
Kim Thi sia merasa rikuh, sekalipun dia memiliki jurus rahasia yang amat hebat tanpa
penunjang tenaga dalam yang sempurna bisa jadi dia akan menderita kekalahan total. Kalau cuma
dia saja yang malu masih mendingan. Andaikata nama gurunya ikut tercemar bukankah hal ini
menjadi berabe? Maka dari itu dia segera berseru:
"Empek terlalu memuji, padahal siauwtit baru sempat belajar silat selama tiga hari ketika suhu
meninggal dunia secara mendadak pelajaran silat yang kuperolehpun amat minim. Bila
dibandingkan dengan saudara Nyoo sesungguhnya masih selisih jauh sekali."
sementara ini wajah sinona berbaju merah itu sudah berseri ketika mendengar kalau dua orang
pemuda tersebut akan beradu ilmu silat, tapi sesudah mendengar kata-kata merendah dari Kim
Thi sia itu, disangkanya pemuda itu memandang rendah ilmu silat keluarganya sehingga tanpa
terasa ia mendengus.
Kim Thi sia memandang sekejap kearahnya, rasa anti patiknya semakin tebal tapi ia tak ingin
mengutarakan perasaan tersebut. setelah menjura katanya: "Silahkan saudara Nyoo"
Nyoo Jin hui sudah lama mengagumi nama besar serta kesaktian ilmu silat dari malaikat
pedang berbaju perlente, diapun tidak merendah lagi, katanya sambil tertawa:
"saudara Kim, berbelas kasihanlah kepadaku nanti, maaf bila siauwte takan bertindak kasar
lebih dulu."
Begitu selesai berkata, sepasang telapak tangannya secara direntangkan kesamping dengan
melancarkan totokan berantai kearah dua buah jalan darah penting ditubuh Kim Thi sia. sianak
muda itu sama sekali tidak bergerak dari posisi semula. sampai ancaman tersebut hampir
mencapai diatas tubuhnya, ia masih belum tahu bagaimana caranya untuk mematahkan ancaman
tersebut.
Dalam gelisahnya, pemuda itu merasa pikirannya makin cemas dan kalut, otomatis semakin tak
mampu melancarkan serangan balasan- sebagai mana diketahui, baru pertama kali ia bertarung
melawan orang, saking tegang dan boleh dibilang pemuda itu seperti lupa dengan semua
pelajaran yang pernah diterima dari malaikat pedang berbaju perlente.
sampai serangan dahsyat dari Nyoo Jin hui hampir mengenai tubuhnya, ia tetap belum
bergerak bergerak dari posisi semula. Hanya rasa malu bagi ketidak mampuannya serta nama baik
gurunya segera meliputi seluruh benaknya, tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya.
Mendadak Nyoo Jin hui menarik kembali serangannya sambil mundur selangkah kebelakang,
serunya kemudian dengan perasaan kagum. "saudara Kim benar-benar bermata tajam rupanya
sudah kau dugakan kalau seranganku ini hanya tipuan belaka. Kagum, sungguh mengagumkan-
....."
Rupanya dia kelewat jeri terhadap kelihayan ilmu silat yang dimiliki simalaikat pedang berbaju
perlente sehingga dalam jurus yang pertama dia melancarkan tipuan secara berhati-hati sekali dan
tak berani memandang enteng lawan-
Tentu saja ia tak menyangka kalau Kim Thi sia justru bisa bersikap demikian lantaran dia
sendiri panik dan gugup sehingga tak tahu bagaimana caranya mengatasi ancaman tersebut.
Akan tetapi disaat Nyoo Jin hui melancarkan serangannya yang kedua, Kim Thi sia telah
bulatkan tekad untuk menjaga nama baik gurunya dengan cara apapun, kendati dia harus
pertaruhkan selembar nyawapun.....
Dengan cepat tangan kanannya mengeluarkan jurus babatan pedang menggetarkan ranting
dari ilmu pedang lima Buddha untuk melancarkan sebuah sapuan kedepan, sementara telapak
tangan kirinya mengeluarkan jurus kejujuran melebihi kerasnya emas dari ilmu Tay goan sinkang
untuk menyongsong ancaman lawan secara ngawur.
Ia tak ambil perduli apakah gerakannya itu benar atau salah, pokoknya begitu serangan
dilepaskan maka diapun mengikuti simhoat dari ilmu ciat Khi Mi Khi untuk berusaha menghisap
tenaga dalam lawan sebanyak-banyaknya.
Jangan dilihat serangan tersebut dilancarkan secara mengawur, tapi sikakek dan Nyoo Hui yang
mengikuti dari samping justru dibuat sangat terkesiap.
Nyata sekali kalau kedua jurus serangan tersebut memiliki daya kemampuan yang luar biasa.
Sekalipun tabokan dan bacokan itu dilepaskan dalam satu jurus, padahal setiap sendi gerakannya
memiliki perubahan yang berbeda-beda.
Dalam setiap perubahan mengandung pula entah berapa banyak gerakan pembunuh yang
secara lambat-lambat muncul susul menyusul ibarat sebuah jaring besar yang mengurung
sekelompok ikan disamudra luas, membuat pandangan orang berkunang-kunang dan kepalanya
terasa amat pening.....
Malaikat pedang berbaju perlente sendiri memang memiliki ilmu silat yang cukup
menggemparkan seluruh daratan Tiong goan, ditambah lagi beberapa jurus ilmu pukulan dan
pedang itu merupakan kepandaian yang dibanggakan olehnya selama ini.
sekalipun tenaga dalam yang dimiliki Kim Thi sia belum memadahi dan didalam ayunan
tangannya tidak berapa banyak kekuatan yang terkandung tapi berbeda sekali hasil yang
terpampang dihadapan Nyoo Jin hui saat itu......
Ketika ia berniat menarik kembali serangannya, keadaan sudah terlambat dan jurus serangan
Kim Thi sia yang maha dahsyat itu sudah menyerang tiba seperti gulungan ombak ditengah
samudra.
Dalam keadaan demikian, terpaksa dia harus mengeraskan kepala dan menyambut datangnya
serangan tersebut dengan sepenuh tenaga.......
"Breeeeeeeeetttttt........."
Dibawah serangan Kim Thi sia yang maha dahsyat dan luar bisa itu Nyoo Jin hui tak mampu
menghindarkan diri lagi sehingga baju dibagian bahunya kena tersambar dan robek besar.
sebaliknya disaat itu pula Kim Thi sia merasakan datangnya tenaga dorongan yang maha
dahsyat menindih badannya tenaga itu begitu besar sehingga dia tak sanggup undur diri dan
mundur beberapa langkah kebelakang.
Disaat itulah, mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:
"Aaaah, bukankah dalam ilmu Tay goan sinkang terdapat sebuah jurus serangan yang bisa
memanfaatkan gerakan mundur untuk melancarkan serangan?"
Begitu ingatan tadi melintas lewat, ia tidak berusaha untuk menghentikan gerak langkahnya
yang menyusut kebelakang. sambil membentak nyaring, dia mengeluarkan jurus "sin seng mi li"
untuk melakukan serangan balasan-
Jurus serangan tersebut memang jauh berbeda dengan jurus-jurus serangan pada umumnya,
tahu-tahu tubuhnya berputar setengah lingkaran busur, sikut kanannya segera ditekuk sambil
menyodok. sementara telapak tangan kirinya melancarkan tiga buah serangan berantai.
Menyusul kemudian telapak tangan kanannya secara tiba-tiba menggeliat masuk seperti seekor
ular berbisa.
Tak terlukiskan rasa terkejut Nyoo Jin hui menghadapi ancaman tersebut, untuk mundur jelas
sudah terlambat, padahal sekeliling tubuhnya tertutup oleh jaringan angin serangan yang begitu
rapat dan dahsyat kesemuanya ini membuat ia tak mampu berkelit lagi. sambil menggretak
giginya kencang-kencang, dia segera menutup sepasang matanya. "sreeeeett........"
Lagi-lagi sebagian baju diatas bahu kanannya tersambar sehingga robek besar.
Lengan kanan Kim Thi sia bagai seekor ular sakti saja melintas lewat dengan suatu gerakan
yang luar biasa, kemudian dengan cepat menariknya kembali kebelakang. Dengan wajah menyesal
bercampur kagum, Nyoo Jin hui segera menjura seraya berkata:
"Terima kasih banyak atas belas kasihan saudara Kim, cukup menyaksikan kedua buah
serangan yang lihay dan maha dahsyat tersebut, kesemuanya jauh berbeda diluar dugaan siauwte
nyata sekali kalau ilmu silatmu luar biasa hebatnya, siauwte betul-betul merasa sangat kagum......"
Diam-diam Kim Thi sia bersyukur didalam hati, cepat-cepat hiburnya sambil tertawa.
"Kedua jurus serangan tersebut merupakan jurus sakti yang diandalkan suhuku dihari-hari biasa
saudara Nyoopun tak usah putus asa atau malu kepada diri sendiri, sebab selama guruku
mengembara diutara maupun selatan sungai besar dengan mengandalkan jurus serangan yang
amat hebat itulah beliau tak pernah menjumpai tandingannya....."
Paras muka Nyoo Jin hui segera berubah hebat, tapi kemudian menghela napas panjang lagi
setelah tertawa getir ujarnya:
"Suhumu memang seorang tokoh sakti yang tiada taranya didunia ini, beberapa jurus erangan
yang sederhanapun cukup membuat siauwte takluk dan tunduk apalagi jurus serangan yang
digunakan Kim tadi merupakan jurus serangan yang luar biasa biarkanlah iauwte merasa bangga
mana mungkin aku jadi putus asa?" sikakek segera menimbrung juga.
"Ya, setelah menyaksikan kepandaian silat dari sobat kecil, pengetahuankupun bertambah satu
bagian. Aaaai.....bila teringat kembali akan sepak terjangku dimasa muda dulu, begitu latah dan
begitu sombong pada hakekatnya tidak memandang sebelah matapun terhadap orang lain-
Perbuatanku waktu itu benar-benar tak tahu diri dan memalukan- Kini aku baru sadar bahwa
diatas langit, diatas manusia pandai masih ada manusia pandai, tidak sedikitjago lihay yang
tersebar luas didunia ini. Aaaaai........."
Rasa sedih yang amat tebal jelas membekas diatas wajahnya yang tua, seakan-akan dia
memang sedang menyesali perbuatannya yang tak tahu diri dimasa lalu.
"Empek tak usah bersedih hati, sesungguhnya beberapa orang sih yang dapat menandingi
empek didunia ini?"
sinona berbaju merah yang selama ini tidak digubris dan berdiri seorang diri segera cemberut
sambil bergumam:
"Huah apanya sih yang luar biasa, baru bisa menggunakan beberapa jurus serangan saja
gayanya sudah hebat. Hmm, nonamu justru tak mau percaya dengan tahayul"
Entah disengaja entah tidak. tapi yang pasti gumaman itu diutarakan dengan suara keras dan
nyaring sehingga dapat terdengar oleh ketiga orang lainnya.
Kim Thi sia sesungguhnya merupakan seorang lelaki yang berlapang dada dan berjiwa terbuka,
tapi diapun memiliki sifat keras hati.
Entah mengapa, ternyata gumaman tersebut menyinggung perasaan hatinya hawa amarah
segera berkobar didalam dadanya, dengan suara keras serunya kemudian-"Kalau kau tak puas
silahkan dicoba sendiri kau anggap aku takut kepadamu"
Nona berbaju merah itu segera berkerut kening, dengan sepasang matanya yang jeli dia
memandang sekejap wajah Kim Thi sia, lalu serunya lagi sambil tertawa merdu.
"Nonamu justru tak percaya dengan segala macam tahayul kepingin kulihat, apa yang bisa kau
lakukan terhadapku"
sambil berkata dia segera meloloskan pedangnya, diantara kilauan cahaya hijau yang membias
diangkasa, pelan-pelan dia berjalan menuju ketengah arena. Hampir pada saat yang bersamaan,
sikakek dan Nyoo Jin hui membentak bersama. "soat hong, jangan bertindak kurang ajar, dia kan
tamu kita......."
Hawa amarah yang berkobar didalam dada nona berbaju merah itu membara sambil
menggertak gigi serunya:
"Tamu? Hmmm, kalau sudah tamu lantas kenapa? melihat tampangnya yang begitu sombong
dan tak tahu diri, aku sudah muak rasanya......."
sesudah terjadi bentrokan kekerasan dengan Nyoo Jin hui tadi, tak sedikit tenaga dalam yang
secara diam-diam berhasil dihisap oleh Kim Thi sia ditambah pula pengalamannya dalam
pertarungan tadi, diapun tak sudi memperlihatkan kelemahan dihadapan orang dengan suara
lantang segera serunya:
"Kalau memang begitu, mari kita buktikan kehebatan kita berdua diujung senjata"
Dengan suatu gerak cepat Nyoo Jin hui menerjang ketengah arena dan merampas pedang
ditangan nona berbaju merah, kemudian ujarnya dengan suara tak senang hati: "Adikku, mengapa
sih kau selalu memusuhi? Hayo cepat kau mesti minta maaf kepadanya"
"Tidak aku tidak mau, heran-.....kenapa sih kalian malah membantunya? apakah aku bukan
anggota keluarga kalian?" Nyoo Jin hui tertawa getir.
"Adikku, kau tak boleh berkata begitu jika kau tetap berkeras kepala semacam ini, bagaimana
caraku untuk memberi penjelasan. Bagaimanapun juga, dia toh tamu kita, sekalipun ada hal yang
kurang berkenan dihatimu sebagai tuan rumah kita harus bersikap sewajar mungkin, apalagi dia
toh tak pernah menyalahi dirimu?"
"Hmmm tamu, tamu, tamu, tamu melulu.... sungguh membosankan Tamu begini, tak sudi
kutolong dirinya tempo hari.... coba kau lihat. Huuuuh......gayanya saja soknya luar biasa"
Kim Thi sia jadi tertegun, mendadak ia berkata dengan suara bersungguh-sungguh.
"Baik, anggap saja aku memang bersalah, aku tak pantas berada disini, terima kasih banyak
kuucapkan atas pertolongan kalian berdua yang telah membawaku kemari, budi kebaikan tersebut
tak akan kulupakan untuk selamanya. sekarang juga aku akan pergi dari sini" selesai memberi
hormat kepada semua orang, dengan langkah lebar ia beranjak pergi dari situ.
Betapapun sayangnya kakek tiu terhadap putrinya, ia tak bisa berpeluk tangan belaka setelah
peristiwa itu berkembang lebih jauh dan membuat murid simalaikat berbaju perlente pergi
lantaran marah. Dengan suara keras bentaknya:
"soat hong, bila kau tidak segera minta maaf kepada sobat kecil ini serta menahannya disini,
hubungan kita berdua sebagai ayah dan anak lebih baik berakhir sampai disini saja." setelah
mengucapkan kata-kata tadi, agaknya sinona berbaju merah itupun sadar kalau perbuatan sudah
kelewatan apalagi setelah ditegur ayahnya dengan muka dengan muka penuh amarah dan
diancam akan putus hubungannya sebagai ayah dan anak ia makin kebingungan dibuatnya. Tapi
sebagai seorang gadis yang keras kepala, diapun enggan minta maaf dengan begitu saja kepada
Kim Thi sia setelah terlanjur mengejeknya. Karena itu untuk beberapa saat lamanya ia jadi
tertegun dan berdiri melongo disitu. sementara suasana diliputi serba rikuh mendadak kedengaran
seorang berseru keras: "Cengcu........"
Kemudian tampak seorang centeng berlari mendekat dengan wajah gugup dan langkah
tergopoh-gopoh, kepada kakek tersebut dia membisikkan sesuatu. Paras muka kakek itu segera
berubah hebat, dengan suara keras bentaknya.
"sudahlah, kalau toh tiga setan dari szuchuan mempunyai keinginan tersebut akupun tak akan
memikirkan hal yang lain lagi."
Kim Thi sia segera berpaling setelah mendengar perkataan itu, dia saksikan paras muka
locengcu telah berubah menjadi hijau menyeramkan rambut dan jenggotnya serasa berdiri kaku
bagaikan landak. sudah jelas dia sedang dicekam rasa gusar dan yang luar biasa. Perubahan
tersebut tentu saja sangat mencengangkan hati sianak muda tersebut.
Nyoo Jin hui telah merasakan juga betapa gawatnya persoalan yang sedang dihadapi ayahnya,
sementara dia masih termangu tiba-tiba dilihatnya Kim Thi sia berpaling. satu ingatan dengan
cepat melintas didalam benaknya, dengan suara keras dia berseru:
"saudara Kim, pedangmu masih kusimpan sebentar biar kusuruh adikku minta maaf kepadamu,
apalagi kita berduapun sudah cocok satu dengan lainnya, mengapa tidak menginap selama
beberapa hari lagi disini."
Teringat kembali dengan pedang Leng Gwat po kiam miliknya, cepat-cepat Kim Thi sia berjalan
balik sambil berkata:
"Maksud baik saudara Nyoo biar kuterima didalam hati saja, harap saudara Nyoo sudi
mengembalikan prdang ku itu, soal menginap toh kemudian hari masih banyak kesempatan biar
kupenuhi undanganmu itu dilain waktu saja"
Tapi sewaktu melihat sinona berbaju merah memandanganya dengan wajah penuh kegusaran,
keningnya kembali berkerut pikirnya:
"Perempuan itu benar-benar keras kepala belum pernah kutemui perempuan macam
begini......biar kujauhi saja perempuan semacam ini dikemudian hari......"
Untuk menghilangkan rasa mangkel yang menyesakkan napas diapun mengangkat kepala dan
menarik napas panjang lalu kancing baju bagian dadanya dilepas.
Tiba-tiba ia saksikan paras muka nona berbaju merah itu berubah menjadi merah dadu dan
melengos kedepan sikapnya yang tersipu-sipu itu jauh berbeda dengan sikap garang dan keras
kepala yang diperlihatkan tadi.
"Sikap semacam ini adalah sikap yang begitu amat tak sopan" teringat kembali dengan nasehat
gurunya itu cepat-cepat dia mengancingkan kembali pakaian dibagian dadanya. setelah itu dia
berpikir lebih jauh:
"Heran, begitu banyak peraturan yang harus ditaati manusia didunia ini? padahal membuka
kancing baju dibagian dada toh bukan suatu perbuatan asusila? Mengapa hal inipun dilarang?
sungguh mengherankan-..."
sementara itu sikakek telah menghela napas berulang kali dan pelan-pelan beranjak pergi dari
situ.
Kim Thi sia dapat merasakan bahwa langkah sikakek itu begitu besar, penuh diliputi perasaan
gusar bercampur sedih. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu didalam hatinya. Buru-buru dia
berseru:
"Empek tua, apakah kau menjumpai sesuatu kesulitan?" Kakek itu tertawa getir.
"Yaa, tiga setan dari Szuchuan telah datang mencari gara-gara.........benar-benar bedebah"
"Tiga setan dari szuchuan? HHmm didengar dari namanya saja sudah diketahui kalau mereka
bukan manusia baik-baik. Empek. kalau toh ketiga setan dari szuchuan itu tanpa alasan datang
mencari gara-gara, ini berarti merekalah yang bersalah. Keponakan bersedia untuk mewakili
empek dalam menghadapi mereka.........."
Begitu mendengar perkataan tersebut, rasa murung dan sedih yang semula menyelimuti wajah
kakek tersebut kontan hilang lenyap tak berbekas segera serunya dengan gembira: "sungguh?
sobat kecil benar-benar bersedia membantu diriku?"
"Tentu saja" sahut Kim Thi sia sambil bertepuk dada. "setiap perkataan yang kuucapkan, tentu
saja harus kulaksanakan. Apalagi sebelum wafat ayahpun telah berpesan demikian kepadaku,
masa aku berani membangkang pesannya?" Dengan perasaan gembira Nyoo Jin hui ikut berseru:
"Asal saudara Kim bersedia membantu kami, niscaya musibah yang mengancam perkampungan
Liong lim ceng akan terhapus sama sekali, hayo jalan biar siauwte siapkan sedikit sayur dan arak
untuk menyampaikan rasa terima kasih kami kepadamu."
sekilas cahaya girang sempat pula memancar keluar dari balik mata nona berbaju merah itu,
namun ketika Kim Thi sia berpaling kearahnya, dengan cepat dia menarik muka sambil
mendengus. Kepalanya didongakkan keatas dan menunjukkan sikap acuh tak acuh.
Untung saja Kim Thi sia tidak menggubris atas sikap gadis tersebut malah ujarnya sambil
tertawa:
"Saudara Nyoo terlalu sungkan, urusan sekecil ini sudah sepantasnya kalau kuhadapi, buat apa
sih kau persiapkan hidangan segala?"
"sudah dua hari lamanya saudara Kim tidur pulas, selama inipun kau belum pernah mengisi
perut, apakah engkau tidak merasa lapar?"
"Aaaah, iya.......betul juga perkataan itu, ayoh berangkat, kita segera bersantap. Terus terang
saja saudara Nyoo, selama hidup aku belum pernah minum arak, tapi ayahku sering bercerita,
sebetulnya macam apa sih arak?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, suara tertawa cekikikan yang amat nyaring telah bergema
memecahkan keheningan.
Menanti Kim Thi sia berpaling dengan perasaan tertegun dilihatnya sinona berbaju merah itu
telah menunjukkan kembali sikapnya yang dingin dan kaku. Tanpa terasa dia berpikir kembali:
"Bagaimana sih dengan perempuan ini? sebentar marah, sebentar tertawa, sebentar jengkel,
sebentar lagi girang........ jangan-jangan taknya rada kurang waras?"
Ketika melangkah masuk kedalam ruangan, hidangan yang beraneka ragam telah disiapkan
diatas meja, tanpa sadar pemuda itu berpikir kembali:
"Wah cepat betul sekejap mata saja hidangan telah siap." Ketika melihat empat orang centeng
berdiri mendampinginya tanpa mengucapkan sepatah katapun, Kim Thi sia mengangkat cawan
araknya dan meneguk seteguk. lalu serunya:
"Hey, mari kalian berempatpun mencicipi secawan arak." Tapi setelah dilibatkan keempat orang
itu tetap berdiri dan berkutik dan sama sekali tak menggubris tawarannya,
Kim Thi sia segera menggerutu.
"Kalau toh kalian tak berani minum, lebih baik jangan minum. Memang lebih baik jangan
minum, atau mungkin kalian tak berani? Hayo cepat kemari dan rasanya enak kok." Keempat
orang centeng itu tetap tak bergerak dari posisinya semula. Akhirnya Nyoo Jin hui yang berpaling
dan serunya sambil berkata:
"Kalau toh saudara Kim menghendaki demikian, kalian jangan menampik maksud baiknya itu,
teguklah secawan-"
Keempat orang itu saling berpandang sekejap kemudian setelah menerima cawan dan meneguk
isinya sampai kering dengan sikap hormat mereka mundur kembali ketempat semula. melihat itu
Kim Thi sia kembali berpikir:
"Bagus sekali, tadi kusuruh kalian minum, kalian enggan Nyoo Jin hui cuma menggapai, kalian
segera datang. Kalian berempat memang terlalu menghina orang."
Ketika perjamuan telah berlangsung setengah jalan, mendadak terdengar Nyoo Jin hui berkata:
"Saudara Kim, aku rasa cita-cita dan jalan pemikiran kita berdua hampir sama dan sejalan, apa
salahnya kalau kita mengangkat diri menjadi saudara saja?"
"Aku tak ada usul lain- Asal kau bersedia pokoknya aku menurut saja........"
Kontan saja Nyoo Jin hui kegirangan setengah mati dengan wajah berseri-seri.
"Bagus sekali, tak kusangka jiwa saudara Kim begitu terbuka, aku jadi malu sendiri karena
keraguanku tadi anggap saja secawan arak ini sebagai ikatan persaudaraan diantara kita.
Selanjutnya kita berdua tak akan terpisahkan oleh apapun- Tahun ini aku berusia dua puluh tahun,
bagaimana dengan dirimu?"
"Aku tujuh belas tahun" sahut Kim Thi sia dengan wajah bersemu merah.
"Adikku, mari kita teguk habis isi cawan ini" ucap Nyoo Jin hui lagi.
Tanpa banyak bicara, Kim Thi sia segera meneguk habis isi cawannya, sementara dalam
hatinya berpikir:
"Tadi kau masih memanggil aku saudara kini berubah menjadi adik, besar amat perubahan ini."
Dalam pada itu, Nyoo Jin hui telah menuding kearah nona berbaju merah itu sambil berkata
lagi:
"Dia adalah adi perempuan kita yang keras kepala dan selanjutnya menjadi adik perempuanmujuga.
Kuharap kalian jangan saling mendongkol lagi, toh kita sudah menjadi orang sendiri......"
Tanpa sebab merah jengah selembar wajah nona berbaju merah itu, setelah melotot kearah
kakaknya, dia menunduk dan membungkam dalam seribu bahasa. sebaliknya Kim Thi sia segera
berpikir sambil berkerut kening.
"Hmm, aku mah tak sudi menerima saudara dengan perempuan judes itu Aaaaai....tapi apa
boleh buat?"
sementara perjamuan berlangsung dengan meriah mendadak Kim Thi sia berjongkok kebawah.
Ternyata telapak kakinya terasa amat sakit sekali, tanpa berpikir panjang dia melepaskan sepatu
dan memeriksa telapak kakinya itu, ternyata disitu telah muncul sebuah bisul kecil yang
membengkak dan berwarna merah membara.
Tindakannya mencopot sepatu dihadapan orang banyak merupakan suatu perbuatan yang amat
tak sopan, tak heran kalau para centeng yang berada disekitar sana kontan menutup mulut sambil
tertawa geli.
Tapi Kim Thi sia tak ambil perduli sehabis memeriksa telapak kakinya itu segera pikirnya:
"Yaa, bukankah aku sudah berhasil menghisap tenaga murni orang dengan menggunakan ilmu
Ciat Khi Mi Khi? kata suhu, bagian yang merasa sakit itu merupakan titik kelemahan, sudah pasti
disitulah terletak titik kelemahan itu........"
Tapi diapun bersyukur karena titik kelemahannya justru terletak diatas telapak kakinya. Padahal
letaknya justru berada dipaling bawah dan paling tertutup dan aman, sekalipun sedang bertarung
dengan orang lainpun mustahil orang bisa mengarah telapak kakinya itu.
sementara dia masih kegirangan, Nyoo Jin hui telah menegur dengan penuh perhatian:
"Adik Kim, adakah sesuatu yang kurang beres?"
"ooooh tidak. aku cuma merasa telapak kakiku gatal sekali."
"Jangan-jangann kena penyakit koreng?"
Maksudnya dia mengira Kim Thi sia menderita sakit maka pertanyaan tersebut diajukan dengan
penuh rasa kuatir.
Tapi Kim Thi sia yang polos justru salah mengira kalau-kalau lawan telah mengetahui
rahasianya, teringat kembali perkataan gurunya tempo hari ia menjadi amat terkesiap. sambil
melompat bangun segera teriaknya keras-keras:
"Ooooh bukan, bukan, siauwte bilang bukan yaa bukan"
sambil berkata mukanya jadi merah membara dan terasa panas sekali.
Nyoo Jin hui dibuat tertegun, sebaliknya Nyoo soat hong atau nona berbaju merah itu segera
tertawa cekikikan, seperti mengejek seperti juga mentertawakannya.
Buru-buru Kim Thi sia berpaling kebetulan Nyoo soat hong juga sedang menengok kearahnya
empat mata segera saling bertemu.
Tiba-tiba Nyoo soat hong merasakan hatinya berdebar, suatu perasaan aneh timbul didalam
hati kecilnya, segera pikirnya:
" orang ini benar-benar aneh, sewaktu pertama kali bertemu dengannya, aku tidak merasakan
sesuatu yang aneh, tapi ketika bertemu untuk kedua kalinya, dia seakan-akan lebih cakep. dan
sampai pada pandangan yang ketiga rasanya ia lebih ganteng dan menarik. padahal jika diamati
dengan seksama rasanya ia tak punya keistimewaan apa-apa. Waaah............ jangan-jangan dia
punya ilmu sihir sehingga membuat orang yang melihat makin menarik?"
Yaa, kalau berbicara yang sejujurnya, Kim Thi sia memang bukan termasuk pemuda yang
ganteng, tapi ia justru memiliki banyak bagian yang jauh menarik kaum wanita ketimbang
ketampanan wajahnya. Dia seperti segulung api yang menyala-nyala dengan hebatnya, sifat
jantan dan gagah yang memancar dari wajahnya, mendatangkan perasaan simpatik orang tanpa
dia sadari.
Kini malam sudah makin larut suasana yang mencekam sekeliling tempat itupun bertambah
hening....
Nyoo Jin hui pelan-pelan bangkit berdiri sambil mengangkat cawannya kemudian berkata:
"Kesediaan Kim siauwhiap membantu kami pada hari ini jauh melebihi bantuan dari seratus
orang jago biasa. sebentar lagi kita akan mulai bertindak, untuk menghormati Kim siauwhiap kami
ayah dan anak bertiga akan mengajak serta para centeng tersebut, sebab mereka lebih hanya
gentong nasi yang sama sekali tak ada gunanya." Kim Thi sia pun tidak banyak bicara lagi,
bersama ketiga orang itu berangkatlah mereka meninggalkan tempat dengan langkah lebar.....
Entah berapa jauh mereka berjalan, yang jelas jalanan setapak yang dilewati penuh berliku-liku
dan belok kesana belok kemari tiada hentinya, sampai akhirnya sampailah mereka disebuah
tempat terpencil.
Tempat itu amat liar, semak belukar tumbuh amatr lebat dan subur, ranting pohon bercabang
kian kemari daun kering hampir menutupi permukaan tanah, suasana betul-betul menyeramkan.
Dibawa h sinar rembulan yang redup ditambah lagi suasana disekitar situ gelap gulita,
hembusan angin dingin yang sepoi-sepoi justru membuat bulu kuduk orang pada bangkit berdiri.
Ditepi batu gunung yang besar terhentang sebuah telaga yang luas, air telaga amat jernih, ketika
angin berhembus permukaan air yang beriak memancarkan gelombang kecil seperti beribu-ribu
ekor ular yang sedang berkelejitan.
Dengan perasaan hati yang kebat kebit ayah beranak dari marga Nyoo itu berdiri kaku
ditempat, sebentar-sebentar mereka celingukan kian kemari dengan perasaan gugup dan tebang.
Hanya Kim Thi sia yang sama sekali tidak mengerti arti kata "Takut" ketika dilihatnya
permukaan telaga amat tenang, tanpa terasa diawasinya tempat tersebut dengan termangu.
Mendadak dari balik permukaan air muncul tiga buah titik hitam yang pelan-pelan bergerak
mendekati pantai.
"Waaah, besar amat ikan tersebut" pikir Kim Thi sia dalam hati.
Dengan cepat ia mengambil sebutir batu besar lalu ditimpuk kemuka dengan sepenuh tenaga.
"Pluuuuuuuung .........."
Percikan air memancar keempat penjuru, tahu-tahu terdengar suara tertawa seram bergema
memecahkan keheningan, lalu tampak tiga sosok bayangan hitam melompat keluar dari balik
permukaan air dan melayang ketepi pantai.
Menyaksikan hal tersebut, dengan perasaan tak senang hati Kim Thi sia segera berpikir.
"Sialan, rupanya bukan ikan tapi manusia, kalau begitu aku sudah ditipu mereka habishabisan?"
saat itulah terdengar Nyoo Lo enghiong berkata sambil tertawa nyaring:
"Tiga setan dari szuchuan, aku datang untuk memenuhi undangan kalian, tapi jika kalian
memaksa aku untuk menyerahkan kotak wasiat Hong toh tersebut, biar matipun tak bakal
kupenuhi."
Gerakan tubuh ketiga sosok bayangan manusia itu benar-benar amat cepat, begitu mencapai
diatas daratan- serentak mereka melepaskan pakaian luarnya yang berwarna hitam sehingga
tampaklah pakaian ringkas, yang dilengkapi dengan tiga buah ruyung besi yang sangat besar.......
orang yang berada dibagian tengah adalah seorang kakek bermuka putih bersih yang beralis
pendek dan hidung pesek. sambil tertawa seram ia segera berkata:
"setiap orang tahu kalau kotak wasiat Hong toh menyimpan rahasia yang amat besar jangan
lagi kami tiga setan dari szuchuan, bahkan semua jago silatpun menginginkan benda tersebut.
Nah Nyoo lo enghiong, banyak berbicarapun tak ada gunanya, sebagai sama-sama jago kenamaan
yang bercokol didaerah szuchuan, mari kita saling beradu kepandaian untuk menentukan siapa
yang lebih unggul diantara kita, kasihan para jago persilatan lainnya kalau tak punya bahan cerita
untuk mengisi waktu senggang mereka." Dalam pada itu Nyoo Jin hui telah berkata pula:
"Kim hiante, ketajaman matamu benar-benar mengagumkan sungguh tak nyana kau dapat
melihat kalau tiga setan dari szuchuan telah bersembunyi didasar telaga. Menggelikan sekali diriku
ini, aku masih menyangka mereka belum datang" Kemudian setelah berhenti sejenak dia berkata
lebih jauh:
"Kakek berwajah putih bersih itu merupakan pemimpin dari tiga setan orang menyebutnya
sisetan berwajah putih, disampingnya sikakek bermuka hitam itu menduduki urutan kedua orang
menyebutnya si setan bermuka hitam sedang yang ketiga adalah sisetan bermuka merah."
"Tiga setan dari szuchuan mulai angkat nama diwilayah szuchuan, masing-masing semuanya
memiliki kepandaian silat yang begitu luar biasa dan malang melintang diwilayahnya tanpa
tandingan, banyak sudah kejahatan yang telah mereka lakukan, namanya makin lama makin
busuk. Tak nyana dia justru datang mencari gara-gara dengan ayahku" Dengan kening berkerut
Kim Thi sia berkata:
"Serahkan saja sisetan bermuka putih itu kepadaku, sedang saudara Nyoo berdua serta empek
menghadapi kedua setan lainnya"
sesungguhnya tiga setan dari szuchuan dapat termasyur didunia persilatan, separuhnya
dikarenakan ilmu silat yang dimiliki sisetan berwajah putih amat lihay dan tiada taranya didunia ini,
bahkan jauh melebihi loji maupaun losam.
oleh karena itu ketenaran tiga setan dari szuchuan boleh dibilang merupakan hasil karya sisetan
bermuka putih seorang.
Kim Thi sia menyayangi untuk menghadapi sisetan bermuka putih ini berarti kedua orang
lainnya akan lebih mudah untuk dihadapi Dengan perasaan amat berterima kasih Nyoo Jin hui
segera berkata:
"Hiante, biarpun ilmu silatmu sangat lihay, tapi janganlah gegabah. Kau harus berhati-hati,
sisetan bermuka putih ini selain berilmu tinggi, otaknya juga amat cerdas, kalau kurang waspada
kau bisa dipecundangi olehnya"
Kim Thi sia segera manggut-manggut, kemudian dengan suara lantang serunya:
"Hey sisetan bermuka putih, hayo turut aku bila kau tak takut mampus, mari kita bertarung
dibelakang sana"
Rupanya anak muda itu kuatir ia mendapat malu dihadapan keluarga Nyoo sehingga
mengecewakan mereka, karenanya dia sengaja menantang sisetan bermuka putih agar bertarung
dibelakang hutan saja. Pikirnya kemudian-
"Bagaimanapun juga aku toh sudah berlatih ilmu Ciat khi mi khi sehingga tidak takut digebuk,
kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk menghisap tenaga dalamnya?
menurut keterangan suhu, makin tinggi musuh yang dihadapi makin besar pula manfaat yang
akan diperoleh. Padahal sisetan bermuka putih adalah pentolan dari tiga setan, ilmu silatnya paling
hebat, bukankah dia paling cocok untuk menambah tenaga dalamku?"
Maka tanpa menunggu jawaban dari sisetan bermuka putih, Kim Thi sia segera beranjak dari
situ dengan langkah perlahansebagai
seorang gembong iblis yang berilmu tinggi, tentu saja sisetan bermuka putih jadi amat
mendongkol setelah melihat ada orang berani menantangnya untuk berduel, apalagi orang itu
adalah seorang pemuda ingusan yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Dengan amarah yang
berkobar-kobar segera pikirnya:
"sialan benar bocah keparat ini, sejak terjun kedunia persilatan, hampir semua jago kenal
denganku sisetan bermuka putih, selama inipun belum pernah ada yang berani menantangku
secara kasar macam begini. siapa sih orang ini? berani betul dia menantangku."
Tapi sebagai manusia yang licik biarpun hatinya jengkel perasaan tersebut tak sampai
diutarakan keluar, malah serunya sambil tertawa nyaring:
"Kalau ingin mampus silahkan saja, bocah keparat. Tak nyana kalau kau bernyali besar
sungguh hebat, sungguh hebat"
Padahal dalam hati kecilnya ia sudah memutuskan akan membunuh Kim Thi sia secepatnya.
Begitulah, dengan langkah cepat mereka berdua berjalan keluar dari hutan dan menuju
ketanah lapang dibelakang hutan tersebut.
Begitu terlepas dari pengamatan keluarga Nyoo, nyali Kim Thi sia semakin membesar, sambil
menjura ia tertawa licik segera serunya:
"Hey setan bermuka putih, aku dengar ilmu silatmu jauh melebihi kedua setan lainnya, apa
betul berita ini?"
setan bermuka putih ini yang sudah bertekad akan menyelesaikan dirinya secepat mungkin
agar bisa membantu kedua orang saudaranya, tentu saja tak sudi banyak berbicara lagi.
Diiringi suara tertawa yang menyeramkan, dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun melepaskan satu pukulan kedepan.
Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia mundur sejauh lima enam langkah kebelakang,
kemudian tegurnya dengan marah:
"Hey setan bermuka putih, kenapa sih kau menyerang tanpa bersuara?Huuh, sungguh
memalukan-"
Terkesiap juga perasaan sisetan bermuka putih setelah melihat bocah muda itu sama sekali
tidak roboh walaupun sudah terkena serangan, malah sempat memaki dirinya habis-habisan-
Ditinjau dari hal ini bisa diketahui bahwa kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki sungguh
diluar dugaan.
Menyadari akan kelihayan lawannya, dia tak berani untuk bertindak gegabah lagi dengan
menambahi tenaga pukulannya dengan bagian tenaga murni, dia lancarkan kembali sebuah
pukulan dahsyat.
Kali ini Kim Thi sia sudah melakukan persiapan, ia sambut datangnya serangan tersebut dengan
kekerasan. sementara simhoat ilmu ciat khi mi khi segera dilakukan guna menghisap tenaga dalam
lawannya. "Blaaaaaaammmmmm........."
Tubuh Kim Thi sia terpental sejauh satu kaki lebih dan roboh terjungkal keatas tanah, dadanya
terasa sesak dan hawa darahnya bergolak amat kencang.
Dalam kagetnya tanpa terasa ia berpekik didalam hati. "Habis sudah riwayatku kali ini. Tak
nyana ilmu ciat khi mi khi yang diajarkan suhu kepadaku bukan saja tidak mendatangkan hasil
apa-apa, keempat anggota badanku malah dibikin lemas tak bertenaga dan kepala jadi pusing
tujuh keliling."
sementara dia masih berpikir, sisetan bermuka putih itu telah berseru sambil tertawa seram:
"Heeeehhh......heeeehhh....heeeehhhh.... bocah keparat, rupanya kau cuma bisa begitu-begitu
saja, hampir saja aku terkecoh. Heeehhh.....heeeeehhh..........."
Berbicara sampai disitu, kembali ia mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah
pukulan dahsyat.
Kim Thi sia berpekik kaget lalu memejamkan matanya rapat-rapat menantikan datangnya saat
ajal.
Disaat yang terakhir itulah mendadak terjadi suatu keanehan, hawa darah yang semula
bergelora dengan hebatnya tahu-tahu menjadi tenang kembali dan pelan-pelan mengalir mengitari
seluruh badan, bukan cuma begitu, malah kekuatannya berapa kali lipat jauh lebih hebat dari pada
keadaan semula.
Dalam kejut dan gembiranya, tak sempat lagi berpikir panjang, dia segera melompat mundur
sejauh setengah kaki lebih. "Blaaaaaaaammmmmmm..........."
segulung desiran angin tajam segera menyambar lewat dengan amat hebatnya, pasir dan debu
segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa tahu-tahu diatas tanah dimana ia berdiri tadi telah
muncul sebuah liang sedalam setengah depa lebih. Dengan perasaan tertegun sisetan bermuka
putih seger berseru: "Hey bocah keparat belum mampus kau rupanya kau sengaja menipuku?"
sambil mengincer posisi Kim Thi sia berdiri, dengan telapak tangan kiri melancarkan sodokan-
Mendadak dia lancarkan serangan kembali dengan kecepatan yang mengerikan hati.
Begitu mengetahui kalau dirinya tidak terluka, Kim Thi sia merasakan hatinya semakin mantap
dan keberaniannya bertambah besar. seluruh tenaga dalamnya segera dihimpun kedalam tubuh
lalu dengan tangan kiri memainkan jurus "Kelincahan menyebrangi empat samudra" dari ilmu Tay
goan sinkang sementara tangan kanan mengeluarkan jurus "Tangan sakti menyembah Buddha"
dari ilmu Ngo hud ciang, ia sambut datangnya ancaman lawan dengan keras melawan keras.
Tentu saja ilmu ciat khi mi khi yang khusus menghisap tenaga dalam lawan digunakan pula.
Diantara kilatan bayangan manusia yang saling menyambar, terjadilah ledakan keras yang
memekikkan telinga. "Blaaaammmmmm..........."
Tubuh Kim Thi sia terdorong mundur sejauh beberapa kaki lebih, sementara sisetan bermuka
putih memegangi baju pada bahu kirinya yang robek besar sambil berdiri termangu-mangu.
JILID 5
Sampai lama kemudian ia baru bergumam:
"Sungguh aneh, sungguh aneh, ilmu pukulan apaan itu? Tak kusangka begitu ganas, lihay dan
luar biasa, pada hakekatnya belum pernah kudengar sebelumnya, heran padahal keparat ini sudah
berapa kali termakan oleh seranganku, kenapa dia tetap segar bugar."
Tanpa terasa dia mulai meragukan keampuhan ilmu silat yang dimilikinya, dengan perasaan
ingin tahu dihimpunnya tenaga dalam kedalam telapak tangan kiri, kemudian dihantamnya
sebatang pohon besar yang tumbuh disisinya. "Kraaaaaaakkkk......."
Begitu terbacok, pohon besar itu segera patah menjadi dua bagian dan roboh keatas tanah.
"Heran" gumamnya kemudian, "pohon sebesar itupun berhasil kutumbangkan dalam sekali
bacokan, kenapa ia tak mampus biarpun sudah kuhajar berapa kali?"
Sambil tertawa terbahak-bahak Kim Thia sia segera berseru:
"Haaah......haaaah.......haaaah.... jangan panik dulu, kalau memang jantan, mari kita bertarung
lagi" dengan dicekam perasaan kaget dan curiga, sisetan bermuka putih harus mempersiapkan diri
untuk menghadapi lawannya tapi berapa gebrakan kemudian kembali dia dibuat terperanjat.
Walaupun serangan demi serangannya berhasil menghajar pemuda itu secara telak, namun
saban kali Kim Thia sia hanya mundur berapa langkah tanpa cidera sedikitpun juga malah sambil
tertawa terbahak-bahak maju menyongsong kearahnya.
Tak terlukiskan rasa kaget dan terkesiap yang mencekam perasaan sisetan bermuka putih
waktu itu apalagi setelah diperlihatkannya jurus-jurus serangan lawan makin lama semakin
tangguh.
setiap kali sesudah terjadi bentrokan secara kekerasan, lawannya pasti berhenti sejenak, tapi
ketika maju menyerang lagi, tenaga dalam yang dimiliki ternyata bertambah tangguh.
Betul, tenaga dalamnya masih selisih jauh kalau dibandingkan dengan kepandaiannya, toh tak
urung kejadian tersebut sempat menggidikkan juga hatinya.
"Aneh, sungguh aneh, kalau keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, lama kelamaan
aku bakal kehabisan tenaga, padahal keparat ini makin bertarung semakin jantan, makin digebuk
makin kuat. Akhirnya bukan aku yang berhasil membunuhnya malah dia yang akan mencabut
selembar nyawaku......"
Begitu semangat tempurnya lenyap. setan bermuka putih segera mengerahkan segenap tenaga
dalam yang dimilikinya untuk melepaskan dua buah pukulan secara beruntun kemudian tanpa
menengok lagi dia membalikkan badan dan mengambil langkah seribu.
Akibat dari dua buah pukulan beruntun yang sangat kuat ini, Kim Thia sia terlempar jauh dari
posisi semula, angin pukulan yang menembusi tubuhnya seketika membuat kepalanya pening dan
pandangan matanya berkunang-kunang, sampai lama sekali belum berhasil juga untuk merangkak
bangun.
Entah berapa lama sudah lewat ketika rasa linu dan kesemutan yang menyelimuti badannya
mulai hilang, secara lamat-lamat dia baru mendengar suara bentrokan senjata yang nyaring serta
bentakan yang menggelegar. Dengan dicekam perasaan gelisah pemuda itu segera merangkak
bangun dan berlarian kedepan.
Dari kejauhan dia sudah melihat tiga setan dari szuchuan sedang mengurung Nyoo lo enghiong
bertiga dari tiga penjuru.
serangan-serangan tangan kosong dan ruyung baja yang saling bisa bantu membantu
menciptakan deruan angin serangan yang mengerikan, boleh dibilang posisi Nyoo lo enghiong
bertiga amat terdesak dan jiwanya terancam bahaya. Dengan kening berkerut Kim Thia sia segera
membentak: "Empek. saudara Nyoo, jangan panik siauwte datang membantu kalian......."
Tanpa menggubris apakah kemampuannya sanggup mengalahkan ketiga setan dari szuchuan
atau tidak, dia langsung menyerbu kedalam arena dan menyerang kearah musuh-musuhnya
secara nekad dengan mengeluarkan pukulan ngo hud ciang hoat.
setan bermuka hitam paling berangasan diantara ketiga bersaudara itu, dia segera berpekik
nyaring dan melancarkan sapuan ruyung bajanya.
Kim Thia sia tak sempat menghindarkan diri, ia mendengus tertahan, bukan mundur pemuda
itu malahan maju lebih kemuka, sepasang telapak tanganya diayunkan berulang kali dan
menyerang dengan jurus "Kuda marah membelah bulu."
Ditengah jeritan kaget, ayunan ruyung dari si setan yang bermuka hitam persis menghantam
diatas bahu Kim Thia sia, sebaliknya sepasang telapak tangan Kim Thia sia juga berhasil
menghantam tubuh sisetan bermuka hitam.
sambil menjerit kesakitan Kim Thia sia jatuh terjungkal keatas tanah.
sebaliknya sisetan bermuka hitam mundur dua langkah dari posisi semula. Kendatipun kerugian
yang dideritanya tidak terlalu besar, namun dia merasa sangat sakit hati.
Diiringi suara bentakan nyaring, ruyungnya kembali diayunkan kedepan melancarkan sapuan
dahsyat.
Nyoo Jin hui yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat, untuk memberi
pertolongan jelas sudah terlambat, tampaknya pemuda tersebut segera akan terluka ditangan
lawan.
Disaat yang terakhir itulah, mendadak terlihat Kim Thia sia menggerakkan sepasang telapak
tangannya tidak jelas gerakan apa yang digunakan, tahu-tahu dia sudah menerima serangan
tersebut dengan kekerasan, bahkan berhasil pula mencengkeram ruyung panjang yang terbuat
dari baja murni itu.
sisetan bermuka hitam segera membetot dengan sepenuh tenaga, akibatnya Kim Thia sia jadi
sempoyongan dan menerjang kearah tubuh lawan.
Tapi ditengah jalan pemuda itu berbuat cekatan sekali, dengan pinjam tenaga memanfaatkan
tenaga, ia membentak keras, sepasang telapak tangannya segera didorong kemuka.
Akibat dari gerakan ini tenaga betotan dari sisetan bermuka hitam jadi mengendor, kudakudanya
jadi gempur dan diiringi jeritan kesakitan tubuhnya roboh terjungkal keatas tanah terkena
serangan berganda dari Kim Thia sia.
setan bermuka hitam memang tak malu disebut satu diantara tiga setan dari wilayah szuchuan,
sekalipun termakan oleh serangan Kim Thia sia dengan sepenuh tenaga ia masih sanggup
menyembuhkan sebuah sapuan kilat dengan gerakan san tong tui. Kim Thia sia segera jatuh
terjerembab keatas tanah.
sisetan bermuka hitam segera manfaatkan kesempata itu dengan melepaskan sebuah pukulan
tambahan.
Kim Thia sia sama sekali tidak mengeluh, begitu termakan serangan lawan yang dahsyat, ia
balas melancarkan sebuah pukulan.
setan bermuka hitam jadi amat terperanjat, cepat-cepat dia melompat sejauh satu kaki lebih
sambil mengayunkan ruyungnya kebawah. "Plaaakk......"
Baju yang dikenakan Kim Thia sia terutama bagian bahunya segera robek dan hancur, darah
segera menyembur keluar dengan derasnya.
Berhasil dengan serangan ruyungnya setan bermuka hitam tidak berayal lagi, secara beruntun
dia lancarkan tiga buah serangan berantai yang semuanya bersarang telak diatas dan bawah
tubuh anak muda tersebut.
Darah segar berhamburan keluar seperti mata air, sementara tubuh Kim Thia sia sempoyongan
kian kemari. Namun pemuda itu tidak mengeluh, mengerutkan dahipun tidak diiringi gelak tertawa
yang keras menerjang kembali sambil melancarkan pukulan. Diam-diam sisetan bermuka hitam
berpikir dengan kening berkerut.
"sejak terjun kedalam dunia persilatan tiga setan dari szuchuan tersohor diseluruh dunia
persilatan karena keganasannya, padahal bocah keparat ini sudah termakan tiga serangan ruyung
ku secara telak, jiwanya jelas terancam maut, tapi ia tidak berteriak kesakitan atau mengeluh,
malah sebaliknya tertawa tergelak. Waaah tampaknya kehebatan bocah keparat ini mengerikan
hati bila dibiarkan hidup setahun lagi, niscaya nama besar kami tiga setan dari szuchuan akan
dipersembahkan kepadanya."
Berpikir sampai disitu, dia tidak menghentikan gerak serangannya, dengan cepat ruyungnya
dibuang keatas tanah, lalu melepaskan sebuah pukulan dahsyat kedepan. "Bluuukkk........."
serangan tersebut bersarang telak ditubuh Kim Thia sia yang mengakibatkan tubuhnya mundur
berapa langkah dengan sempoyongan, tapi begitu berhenti sejenak. sambil tertawa keras ia
menerjang maju lagi dengan garangnya.
setan bermuka hitam benar-benar merasa amat terperanjat, segera teriaknya keras-keras:
" Kehebatan bocah keparat ini sungguh megerikan hati. Hmmmm, tapiaku justru tak percaya
kalau kau benar-benar terbuat dari baja atau besi......"
Mendadak terdengar sisetan bermuka putih berteriak keras:
"Jite, cepat mundur, kau boleh menyerang siapa saja yang berada disini kecuali sibocah keparat
itu. Cucu kura-kura itu sangat hebat, makin dihajar makin kuat, bila dihadapi lebih jauh, kitalah
yang bakal menderita kerugian"
seperti diketahui, ilmu silat yang dimiliki sisetan bermuka putih paling hebat diantara ia
saudara-saudaranya, otomatis perkataannya mempunyai pengaruh yang besar pula.
Sisetan bermuka hitam yang selain menuruti saja perkataan kakaknya, tentu saja amat
menaruh kepercayaan terhadapnya begitu terdengar seruan-seruan tersebut, dipandangnya Kim
Thia sia sekejap dengan pandangan kaget bercampur tercengang. Lalu cepat-cepat mundur
kebelakang. Dengan suara keras Kim Thia sia berkata:
"Hey, apakah kau tidak takut? Huuuh pengecut, tak punya nyali, h ayo cepat kemari, menang
kalah diantara kita toh belum selesai ditentukan"
Tak terlukiskan rasa gusar sisetan bermuka hitam, dia ingin menerjang maju kedepan tapi
sebelum ia sempat bertindak terdengar sisetan bermuka putih telah membentak keras. "Jite,
jangan masuk perangkap. bila kau layani tantangannya tak akan ada manfaat yang kau raih, h ayo
cepat mundur."
Dengan perasaan gemas dan benci sisetan bermuka hitam memandang sekejap kearah Kim
Thia sia, kemudian berjalan mendekati Nyoo enghiong bertiga dan ikut mengerubuninya.
Waktu itu, Nyoo lo enghiong bertiga yang sedang bertarung melawan sisetan bermuka merah
sudah keteter hebat, apalagi setelah bertambah dengan setan bermuka hitam, posisinya makin
kritis dan bahaya sekali.
Kim Thia sia sangat mengaatirkan keselamatan kakek angkatnya sambil membentak keras dia
segera memburu kedepan-Mendadak......
Nyoo Lo enghiong menjerit kesakitan, lalu mundur dengan tubuh sempoyongan. Jeritan
kesakitan itu membelah keheningan malam yang mencekam seluruh jagad membuat suasana
disekitar situ terasa lebih mengerikan hati.
Kim Thia sia tidak sempat menggubris dua bersaudara Nyoo lagi dia langsung mendekati Nyoo
lo enghiong yang terluka.
setan bermuka merah tertawa seram tiada hentinya, dia segera mengayunkan ruyung siap
melepaskan serangan.....
Kim Thia sia membentak keras, belum lagi tubuhnya mencapai sasaran sebuah pukulan telah
dilontarkan kedepan-
Dengan suatu gerakan cepat sisetan bermuka putih melompat keluar dari arena, kemudian
teriaknya keras-keras:
"samte, cepat mundur, jangan kau tangkis serangan dari bocah keparat itu"
Dengan muka tertegun sisetan bermuka merah melompat mundur kearah belakang, untuk
beberapa saat dia tak tahu bagaimana harus menghadapi situasi tersebut.
Kim Thia sia menemukan paras muka Nyoo lo enghiong telah berubah menjadi pucat pias
seperti mayat, peluh dingin bercucuran tiada hentinya, sekujur badannya gemetar keras, sudah
jelas serangan beracun yang bersarang ditubuhnya membuat jiwa tuanya terancam bahaya.
satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya. "Aku harus menotok jalan darahnya
dengan cepat, kalau tidak hawa racun pasti akan menyerang kejantung, bila dia sampai begini
jiwa tuanya pasti tak akan tertolong lagi......."
Berpikir sampai disitu, ia segera berjongkok dan mengayunkan tangannya untuk menotok jalan
darah Yu hong hiat dan ciang bun hiat ditubuh orang tua tersebut.
Pada saat itulah, mendadak terdengar desiran angin tajam menyambar lewat, disusul kemudian
bahunya terasa amat dingin.
Ketika dia berpaling, dilihatnya nona berbaju merah itu sudah berdiri dibelakang tubuhnya
dengan wajah penuh amarah.
"Hey, apa yang hendak kau lakukan?" terdengar nona itu membentak dengan suara nyaring.
"Tentu saja menolong jiwa dia orang tua, mengapa kau menghalangi perbuatanku" sahut Kim
Thia sia tertegun.
setelah punggungnya terasa dingin tadi, rasa sakit yang tak terkirakan serasa menusuk tulang.
Pemuda itu mencoba meraba bagian yang sakit itu, ternyata basah kuyup.
Menanti ia periksa tangannya yang basah, baru diketahui darah kental telah menodai seluruh
tubuhnya.
Ia tahu luka yang mengakibatkan pendarahan itu pasti merupakan hasil perbuataan Nyoo soat
hong, tapi sebagai pemuda yang jadian tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
membalikkan tubuhnya lagi serta menotok jalan darah Yu hong hiat dan ciang bun hiat ditubuh
Nyoo lo enghiong.
setelah itu dia membopong tubuh orang tua itu dan beranjak pergi dari situ dengan langkah
lebar.
sementara itu tiga setan dari szuchuan yang takut dengan kelihayan ilmu silat Kim Thia sia
terutama daya kemampuannya untuk menahan serangan tanpa mati, serta makin digebuk makin
perkasa itu, diam-diam ngeloyor pergi dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Nyoo soat hong berdiri termangu- mangu ditempat dengan mulut membungkam, sekarang dia
baru menyesal karena telah bertindak gegabah sehingga membalas air susu dengan air tuba.
Ia tak menyangka kalau Kim Thia sia sedang berusaha menolong jiwa ayahnya setelah
membacok tubuh Kim Thia sia tadi yang menyebabkan munculnya luka yang cukup dalam serta
bercucurannya darah segar dia jadi malu sendiri hingga untuk sesaat malah berdiri termangu.
Pancaran rasa menyesal mencorong keluar dari balik matanya yang jeli, bibirnya digigit
kencang-kencang, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu bagaimana perasaannya waktu itu.
Dilain pihak Nyoo Jin hui telah membantu untuk membalutkan luka yang dideritanya Kim Thia
sia kemudian katanya dengan perasaan terkejut:
"Hiante, lukamu begitu parah darah yang mengalirpun begitu banyak, cepatlah beristirahat biar
aku yang merawat ayah......"
Kim Thia sia tertawa.
"Tidak apa-apa luka yang kuderita ini tidak terhitung seberapa, bila aku tak dapat menahannya
bagaimana mungkin aku bisa membalaskan dendam sakit hati guruku dikemudian hari?"
Melihat pemuda tersebut kukuh dengan pendiriannya, Nyoo Jin huipun menghela napas
panjang dan tidak mendesak lebih jauh.
Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, diawasinya wajah Nyoo soat hong dengan
pandangan tajam, kemudian hardiknya:
"Adikku, orang lain toh sudah berulang kali mengalah kepadamu, mengapa kau justru
mendendam terus kepadanya? bahkan membalas air susu dengan air tuba? Bila ayah telah sadar
nanti dan menanyakan duduknya persoalan, akan kulihat bagaimana jawabmu nanti."
Waktu itu Nyoo soat hong sedang dicekam perasaan menyesal yang amat tebal, begitu ditegur
oleh kakaknya, ia menjadi sedih sekali sehingga tak tertahan lagi dua titik air mata jatuh berlinang
membasahinya.
sambil tertawa Kim Thia sia segera berpaling seraya katanya:
"sudahlah saudara Nyoo, lukaku toh tidak parah dan aku masih sanggup menahan diri, kalau
dibicarakan betul justru akulah yang harus berterima kasih kepada nona Nyoo, seandainya dia
tidak berbelas kasihan dengan mengurangi tenaga serangannya sebesar tiga bagian. Mungkin aku
tak akan mempunyai kesempatan lagi untuk berjumpa muka dengan dirimu."
Nyoo soat hong merasakan hatinya makin pedih dan tersiksa akhirnya sambil menggertak gigi
ia membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
sepeninggal gadis tersebut, Nyoo Jin hui baru berkata lagi sambil menghela napas.
"Kim hiante, aku merasa amat bersalah kepadamu, bayangkan saja dengan watak adikku yang
begitu keras kepala, berulang kali dia mematuhi dirimu. Coba kalau berganti orang lain- mungkin
sedari tadi sudah pergi meninggalkan aku. Untung Hiante adalah seorang yang berjiwa besar dan
berpikir luhur. Tidak mengikat dendam, tidak membenci orang. Aaai.......perbuatan adikku
memang keterlaluan, aku sampai tak tahu bagaimana harus meminta maaf kepadamu" Kim Thia
sia tertawa tergelak.
"Haaaaahh......haaaahh.....haaahh....kenapa kau yang harus berkata begitu? kita kan
bersaudara, masa ada persoalan yang harus dimaafkan segala? biarpun watak adikmu agak keras
kepala tapi dia adalah seorang yang jujur dan baik hati....."
Namun ketika teringat bahwa dia tidak menaruh simpatik terhadapnya, pemuda itupun
menghentikan kata-kata pujiannya.
Nyoo Jin hui juga tidak banyak berbicara lagi, ia sangat terharu atas kebesaran jiwa adik
angkatnya yang baru ini terutama sekali keluhuran budinya yang tidak mengingat-ingat soal
dendam.
"Tidak sia-sia aku berkelana dalam dunia persilatan selama banyak tahun, akhirnya kudapatkan
juga seorang saudara angkat yang berbudi luhur......" demikian ia berpikir.
Ia segera mengeluarkan pil mustika dari sakunya dan dijejalkan kemulut Nyoo lo enghiong,
kemudian mengambil sebutir lagi dan diserahkan kepada Kim Thia sia. Tapi pemuda itu segera
menampik, katanya sambil menggelengkan kepalanya:
"Aku sudah terbiasa digebuk orang, jadi tulangku sudah kebal dan mengeras seperti batu. Luka
kecil seperti itu mah bukan masalah, lewat berapa hari lagi toh akan sembuh sendiri Kenapa mesti
repot-repot makan obat?"
setibanya dirumah dan selesai merawat lo enghiong dikamarnya, diapun mengajak Kim Thia sia
menuju keruangan yang telah tersedia bagi tamunya itu. saat itulah Nyoo Jin hui baru mohon diri
dan meninggalkan tempat tersebut.
Setelah suasana menjadi tenang kembali, Kim Thia sia baru merasakan sekujur badannya sakit
bukan kepalang, terutama luka cambuk dan luka tusukan tersebut. sedikit saja dia bergoyang,
sekujur badannya terasa pedih dan panas menderitanya setengah mati. Akhirnya pemuda itu tak
bisa menahan diri lagi, dia mulai merintih kesakitan-
Peristiwa yang baru saja dialaminya membuat dia sangat masgul dan murung, bayangkan saja,
belum lama ia terjun kedalam dunia persilatan bahkan baru hari pertama ia sudah harus menderita
luka yang begitu menyiksa badan, siapa yang tak bersedih hati?
Dia mencoba untuk melepaskan pakaiannya dan tiduran dengan bertelanjang dada, namun
darah yang mengalir keluar makin lama semakin banyak sehingga semua seprei sudah kotor dan
basah kuyup,
Biarpun ia pernah mempelajari sim hoat tenaga dalam, namun tanpa dukungan tenaga dalam
toh rasa sakit membuatnya harus mengertak giginya kencang-kencang.
Pemuda itu tak ingin merintih, apalagi menjerit keras-keras sebagai pemuda yang keras hati,
dia tak ingin ditertawakan seisi rumah itu terutama para pelayannya.
Kentongan pertama sudah bergema rembulan telah bersembunyi dibalik awan gelap suasana
amat hening dan gelap gulita.
Baru saja Kim Thia sia habis memadamkan lampu dan bersiap-siap akan tidur, mendadak
terdengar suara langkah kaki manusia yang amat lirih berkumandang datang. Dengan cepat
pemuda itu berpikir:
"Jangan-jangan tiga setan dari szuchuan datang mencari gara-gara lagi?"
Waktu itu keadaannya amat letih dan lemah, jangan lagi berjumpa dengan ketiga setan dari
szuchuan yang berilmu silat tinggi, sekalipun seorang centeng yang berilmu biasapun sudah cukup
untuk menghabisi nyawanya. Dalam keadaan begini dia hanya bisa berusaha untuk memperingan
pernapasannya agar tidak terdengar orang lain. sementara sepasang matanya dipentangkan lebarlebar
dan memperhatikan langkah kaki yang mendekat itu dengan seksama.
suara langkah kaki yang lirih itu mendadak terhenti sampai ditengah jalan agaknya ada seorang
telah tiba didepan pintu dan kini sedang mempertimbangkan apakah akan masuk kedalam atau
tidak.
Tiba-tiba saja Kim Thia sia merasakan seluruh hatinya menjadi tegang, andaikata yang datang
adalah sahabatnya masih mendingan, bila musuh yang munculkan diri, sudah jelas dia tak mampu
melakukan perlawanan.
Padahal dendam kesumat kematian gurunya belum sempat dibalas, tiba-tiba saja dia merasa
hatinya amat pedih.
Waktu sedetik demi sedetik lewat dengan cepatnya.......
suasana hening yang menyeramkan serasa mencekam seluruh jagad, sekalipun Kim Thia sia
memiliki nyali yang lebih besarpun tak urung bermandi keringat dingin juga saking ngeri dan
seramnya.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:
jangan-jangan ada setan atau dedemit yang datang? malam sudah begini kelam semua orang
sudah pergi beristirahat, siapa lagi yang mau berjalan-jalan ditempat luaran? Aaaaa, benar-benar
tak kusangka kalau dalam perkampungan Liong lim ceng benar ada setannya."
Dengan perasaan ngeri bercampur seram dia segera celingukan kemana-mana, tetapi yang
terdengar hanya suara hembusan angin yang menderu-deru menggoyangkan ranting pohon dan
menerbangkan pasir dan dedaunan kering, ditambah pula suara aneka binatang kecil yang
membentuk irama malam rasanya suasana disitu makin lama semakin menggidikkan hati.
Biarpun Kim Thia sia tidak takut dengan setan, tak urung hatinya mulai goyah juga setelah
menghadapi keadaan seperti ini.
Cucuran peluh dingin hampir saja menembusi seprei dan pembaringan-...
Ketika ditunggunya sesaat kemudian tanpa terdengar sesuatu kejadian, nyalinya menjadi besar
kembali, segera pikirnya:
"Waah, jangan-jangan aku telah salah mendengar? mana ada suara langkah
manusia?Aaah...bikin hati orang kebat kebit......"
Begitu keberaniannya timbul, semua khayalan yang menyeramkanpun hilang lenyap tak
berbekas.
Dia segera menarik selimutnya dan bersiap-siap untuk tidur. Pada saat itulah......
"Took, took, took......."
Pintu kamarnya diketuk seseorang dengan suara yang amat pelan.
Ditengah keheningan malam yang mencekam seluruh jagad, beberapa kali ketukan pintu itu tak
sebuahpun yang lolos dari pendengaran Kim Thia sia kontan saja semua khayalan yang
menyeramkan muncul kembali mencekam perasaannya.
Dengan menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya pemuda itu segera menyilangkan telapak
tangannya didepan dada untuk berjaga-jaga atas terjadinya sesuatu peristiwa yang tidak
diinginkan.......
Mendadak terdengar seseorang menghela napas lalu bergumam dengan suara pelan-
"Aaaai.....aku tahu, kau sangat marah kepadaku dan tak sudi berjumpa denganku tapi entah
mengapa.......hatiku tak pernah merasa tenteram sebelum aku datang menemuimu......."
Kim Thia sia merasa suara tersebut sangat dikenal, tapi seperti lupa-lupa ingat, ketika
memperhatikan dengan seksama, akhirnya dia mengerti bahwa orang yang sedang bergumam
didepan pintu tak lain adalah adik perempuan Nyoo Jin hui yakni Nyoo soat hong.
" Heran sudah semalam ini mau apa dia mengetuk pintu kamarku?" demikian pemuda itu
berpikir.
"Waaaah, jangan-jangan dia siluman rase yang menirukan logat suara adik perempuannya
Nyoo lin hui untuk menggoda aku?"
semula bulu kuduknya pada bangun berdiri, peluh dingin kembali membasahi seluruh
badannya, tentu saja dia semakin tak berani membukakan pintu.
Dari luar pintu kembali terdengar suara gemerisik, nampaknya gadis itu sedang membersihkan
debu dari pakaiannya kemudian baru terdengar ia menegur: "Kim Thia sia kau sudah tidur?"
sekarang suaranya makin jelas, tak salah lagi dia memang Nyoo soat hong. Kim Thia sia segera
berpikir lebih jauh:
"Perduli amat dia setan atau dedemit atau siluman yang datang menggoda, toh mati hidup
manusia berada ditangan Thian- Coba kulihat peristiwa apakah yang terjadi?" Berpikir begitu,
diapun segera menyahut:
"Apakah nona Nyoo disitu? Aku belum tidur lagi pula pintu kamar tidak dikunci silahkan masuk"
Agaknya orang diluar pintu terkejut tapi setelah sangsi sejenak akhirnya dia mendorong pintu
dan berjalan masuk kedalam.....
Cahaya api berkilauan menyinari seluruh ruangan ternyata gadis itu muncul dengan membawa
setengah pohon lilin, angin yang bertiup membuat cahaya api bergoyang kian kemari, tapi masih
terlihat dengan jelas bahwa orang itu memang tak lain adalah Nyoo soat hong yang keras hati.
Keangkuhan dan ketinggian hatinya telah lenyap dari mimik mukanya waktu itu keningnya
nampak berkerut kencang dan bibirnya terkatup rapat, sekalipun tidak melunturkan kecantikan
wajahnya, namun terpampang jelas kemasgulan dan rasa murung yang tebal.
Pelan-pelan ia duduk sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah, mulutnya terbungkam
dalam seribu bahasa rupanya dia sedang mempertimbangkan bagaimana mesti membuka suara
hingga kedengarannya serasi dan tak janggal.
Tidak jamak seorang perempuan mengunjungi kamar tidur seorang lelaki, apalagi ditengah
malam buta begini, betul mereka berdua sama-sama merupakan anggota persilatan, namun
sedikit banyak tradisi dan adat istiadat toh mesti dipegang teguh.
Sebab bila kejadian tersebut sampai tersiar luas ditempat luaran bukan saja dapat berakibat
nama rusak martabat hancur, bahkan berita sensasi yang tersebar luas dapat mengundang
pandangan rendah dan hina orang lain terhadap dirinya.
setengah harian sudah dia memutar otak. namun belum juga ditemukan kata-kata yang
rasanya pantas untuk diucapkan lama kelamaan dia menjadi gelisah dan panik sendiri sehingga
paras mukanya berubah menjadi merah padam dan kepalanya ditundukkan semakin rendah. sejak
masuk kedalam kamar, nona itu hanya duduk melalui tanpa berbicara ataupun melakukan sesuatu
perbuatan, rasa main membuat mukanya memerah dan tertunduk rendah.
Berapa kali ia mencoba untuk buka suara tapi setiap kali seperti teringat akan sesuatu sehingga
niat tersebut akhirnya diurungkan kembali. Kim Thia sia jadi keheranan, tiba-tiba ia menegur:
"Nona, sebenarnya kau ada urusan apa? katakan saja berterus terang, pokoknya asal dapat
kulakukan,aku pasti tak akan membuat kau merasa kecewa."
Pelan-pelan Nyoo soat hing mendongakkan kepalanya, dengan pancaran sinar-sinar mata
penuh rasa menyesal dia berkata:
"semenjak aku salah melukaimu tadi, hatiku menjadi risau dan tak pernah merasa tenang,
seolah-olah aku telah melakukan suatu perbuatan yang jahat sekali. Maka aku datang dengan
membawa obat luka, sebab bila lukamu tak dapat sembuh, selamanya akupun tak akan merasa
tenteram."
Cepat-cepat Kim Thia sia menggelengkan kepalanya.
"Lukaku sangat ringan, mengapa sih harus kau risaukan? Lewat berapa hari, luka itu toh akan
sembuh dengan sendirinya, harap nona tak usah risau."
Ia memang tidak menaruh kesan baik terhadap gadis ini, didalam hati kecilnya kembali dia
berpikir:
"Huuuuh, siapa tahu kalau kau berpura-pura sedih, seperti kucing menangisi tikus.... sudah
melukai orang, kini ingin mengobati. Huuuuh....apa gunanya? Tahu begini, mengapa harus
berbuat diwaktu itu?"
Terdengar Nyoo soat hong berkata lagi sambil menghela napas.
"Aku tahu kau amat membenciku, tak sudi menerima kebaikanku, aku dapat memahami
perasaanmu itu.....tapi........aku tak pernah tenteram sebelum mengobati lukamu itu, karenanya
sengaja aku kemari dengan membawa obat luka yang khusus ayah bawa dari wilayah Bian- asal
lukamu diobati, tanggung dalam dua hari saja luka tersebut sudah sembuh kembali"
"Nona tak usah salah paham, terus terang saja aku telah melupakan peristiwa tersebut, apalagi
membenci nona. Harap engkau jangan memandang rendah karakterku"
Berkilat sinar gembira dari balik mata Nyoo soat hong setelah mendengar perkataan itu, segera
tegasnya:
"Jadi kau benar-benar tidak membenciku?"
"Aku tidak pernah berbohong kepada siapapun"
Nyoo soat hong makin kegirangan, dia segera melompat bangun, tapi sesaat kemudian dengan
kening berkerut pelan-pelan dia duduk kembali, katanya sambil menghela napas sedih:
" Kalau memang tidak membenciku lagi, mengapa kau melarangku untuk mengobati lukamu
itu?"
Kim Thia sia tertawa getir.
"Aku toh seorang manusia kasar yang tak ada harganya dikasihani, penderitaan macam apa
saja pernah kuderita, lalu apa artinya luka sekecil itu? biarlah maksud baikmu kuterima didalam
hati saja."
"sekalipun kau berpendapat begitu, tapi tidak demikian dengan perasaanku, gara-gara peristiwa
ini, aku tak bisa tidur dengan tentram......."
sewaktu mengucapkan perkataan tersebut, wajahnya nampak murung dan sedih rasa menyesal
jelas menyelimuti seluruh wajahnya. sampai disini, Kim Thia sia kembali berpikir.
"Biarpun dia keras kepala dan kasar, namun sikapnya tak terlepas dari kegagahan seorang
pendekar wanita dari kaum lurus." Tanpa terasa pemuda itu mulai menaruh kesan baik
terhadapnya. setelah berhasil menenangkan hatinya, diapun berkata: "Nona, pulanglah
kekamarmu, luka ditubuhku tak dapat diobati........"
Berubah hebat paras muka Nyoosoat hong setelah mendengar pemuda itu mengusirnya dari
sana, dengan sedih dia berkata:
"Aaaaai......aku mengerti kau tak akan puas sebelum melihat aku menderita selama berapa
hari, tapi.......yaa, siapa suruh aku membalas air susu dengan air tuba......."
Dua titik air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi wajahnya, perasaan murung sedih
dan masgul bercampur aduk menjadi satu mencekam perasaan hatinya.
Tak tega juga Kim Thia sia melihat keadaan nona itu, segera ujarnya dengan perasaan iba:
"Baiklah, daripada timbul kesalahan paham didalam hatimu, lebih baik aku menuruti saja
kehendakmu itu"
" Jadi kau menuruti?" seru Nyoo soat hong girang, semua kemurungan dan kemasgulan yang
menyelimuti wajahnya hilang lenyap tak berbekas.
Tiba-tiba gadis itu merasa jengah sendiri, bagaimana tidak? ditengah malam buta begini dia
berada dalam satu kamar bersama seorang pemuda, bahkan tanpa sebab menunjukkan perasaan
girang yang meluap. apakah hal semacam ini tidak mudah menimbulkan kecurigaan orang.
Karenanya dengan tersipu-sipu ia menundukkan kembali kepalanya.
"Hayolah" desak Kim Thia sia kemudian- "Bila ingin mengobati lukaku, lakukanlah secepatnya,
aku sudah letih sekali......."
Begitu ucapan tersebut diucapkan, Nyoo soat hong kembali mengerutkan dahinya rapat-rapat
katanya kemudian-
"Darahmu sudah kelewat banyak yang mengalir keluar, tak heran kalau tubuhmu gampang letih
dan mengantuk. Aaaaai......kesemuanya ini memang kesalahanku, akulah yang telah
mencelakaimu.......entah bagaimana jadinya bila ayah menegurku besok."
"tak usah kuatir, bila ayahmu berniat menegur atau mengumpatmu, aku tentu akan
mengbelamu."
Berbicara sampai disini, dia merasa letih dan mengantuk sekali sehingga tanpa sadar dia
terlelap tidur.
Rasa sesal memancar jelas dari balik mata Nyoo soat hong yang jeli, ia merasa malu disamping
menyesal kalau dapat semua luka ditubuh Kim Thia sia bisa dialihkan keatas tubuh sendiri
Ia mengeluarkan botol obat dari sakunya, bau harum semerbak memenuhi seluruh ruangan
tapi Kim Thia sia telah tertidur nyenyak.
Ia sangsi tapi akhirnya sambil menggertak gigi dia mengambil keputusan ditutupinya pintu
kamar rapat-rapat lalu pelan-pelan berjalan kedepan pembaringan Kim Thia sia. Namun......tibatiba
saja mukanya bersemu merah lagi karena jengah....
sebagaimana diketahui, Kim Thia sia tidur dengan bertelanjang dada, bahu dan dadanya yang
kekar berotot serta hembusan napasnya teratur menyiarkan bau khas lelaki yang amat tebal.
setiap bagian tubuh setiap jengkal kulit badannya tak satupun yang tidak memancarkan hawa
kelakian.
sebagai seorang gadis remaja, kapankah Nyoo soat hong pernah menyaksikan tubuh lelaki? Tak
urung hatinya toh berdebar juga mukanya terasa merah dan panas. Biarpun malu namun rasa
ingin tahu membuatnya meraba juga sianak muda itu.
Entah mengapa tiba-tiba timbul suatu perasaan yang sangat aneh didalam hatinya suatu
gejolak perasaan yang begitu keras dan belum pernah dialaminya selama ini.
sekali sentuhan rasanya belum cukup memenuhi rasa ingin tahunya. Pelan-pelan gadis itu mulai
meraba-raba dada sang pemuda yang lapang dengan otot-ototnya yang kekar dan menonjol
keluar. Hawa kelakian yang tebal membuatnya tak berani bertindak lebih jauh, namun diapun
merasa berat untuk meninggalkannya.
Mendadak Kim Thia sia menghembuskan napas panjang sambil membalikkan badannya rasa
letih membuat dia tertidur nyenyak sekali. Nyoo soat hong merasa amat terperanjat, mukanya jadi
panas dan memerah .Jantungnya berdebar begitu keras sehingga hampir saja kedengaran jelas .
Dalam sekejap mata dia merasa kegagahannya seolah-olah luluh, tiba-tiba ia merasa dirinya
begitu dan tak berkemampuan, bila dibandingkan Kim Thia sia yang gagah dan perkasa, ia merasa
seakan-akan tertinggal jauh sekali.
Baru sekarang dia sadar bahwa antara lelaki dan perempuan sesungguhnya terdapat tulisan
yang begitu besar.
sementara itu Kim Thia sia yang tertidur nyenyak tiba-tiba merasakan punggungnya dingin
sekali, ia tersentak kaget dan segera mendusin kembali dari tidurnya.
Ia menjumpai Nyoo soat hong sedang menarik tangannya dengan cepat, sorot matanya
memancarkan sinar gugup dan tak tenteram, seakan-akan takut rahasia ketahuan orang.
sikap tersebut dengan cepat akan menimbulkan kecurigaan didalam hatinnya, ia segera
bertanya:
"Apakah nona sedang mengobati lukaku?"
"Benar......." memanfaatkan kesepatan tersebut Nyoo soat hong segera mengangguk dengan
wajah tersipu-sipu.
"Sudah selesai?" kembali pemuda itu bertanya.
Nyoo soat hong merasa jantungnya berdebar semakin keras cepat-cepat dia menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Belum"
" Kalau begitu lanjutkanlah pengobatanmu?"
siapa tahu lantaran dia bergerak kesana kemari, akibatnya mulut luka menjadi merekah
kembali, rasa sakit yang luar biasa membuatnya merintih pelan.
Luka pedang maupun luka ruyung, semuanya mengucurkan darah segar, Nyoo soat hong
menyaksikan luka pedang tersebut panjangnya mencapai satu depa dan dalamnya beberapa inci.
Entah kasihan atau menyesal gadis itu merasa hatinya sakit hingga butiran air mata bercucuran
semakin deras.
Gadis itu seperti telah berubah menjadi seorang yang lain ia nampak lemah dan lembut
dibukanya botol obat lalu dibubuhinya mulut luka ditubuh Kim Thia sia dengan obat tersebut,
kemudian dibalutkan dengan sangat berhati-hati.
"Hey nona, kau menangis?" tiba-tiba Kim Thia sia bertanya. Nyoo soat hong menggigit bibirnya
kencang-kencang tanpa menjawab. Kembali Kim Thia sia berkata sambil menghela napas.
"Aku tahu hatimu tak tenteram tapi aku berani bersumpah dihadapan Thian bahwa aku tak
pernah membencimu"
Nyoo soat hong merasakan hatinya jadi hangat dan tak terlukiskan gembiranya, semua
kesedihan dan kemasgulan yang mencekam perasaannya selama ini seolah-olah hilang lenyap
dengan begitu saja setelah mendengar perkataan itu, sebaliknya sekulum senyuman yang aneh
segera menghiasi wajahnya.
sebetulnya Nyoo soat hong merupakan seorang gadis cantik, senyuman tersebut membuat
wajahnya nampak lebih manis dan menawan hati, jauh berbeda dengan sikap dingin, ketus dan
angkuh yang diperlihatkan sebelumnya. Kim Thia sia menjadi termangu- mangu bisiknya
kemudian-"Nona, kau benar-benar sangat cantik"
sebagai seorang pemuda gunung yang belum pernah bergaul dalam kehidupan masyarakat,
apa yang ingin diucapkan Kim Thia sia segera diutarakan olehnya tanpa tedeng aling.
Hal ini membuat Nyoo soat hong menjadi makin girang, ucapan tersebut dirasakan jauh lebih
menarik dan menghangatkan tubuhnya daripada beribu-ribu patah kata lainnya. sambil tersenyum
lirih segera serunya: "omong kosong.........."
Kim Thia sia tertegun tapi kembali katanya:
"Tidak, aku tidak bohong, aku berbicara dengan bersungguh hati"
senyuman yang menghiasi wajah Nyoo soat hong makin cerah dan makin manis ia seperti lagi
menikmati hangatnya perkataan tersebut. Kentongan kedua berkumandang dari kejauhan sana.....
Gerakan Nyoo soat hong yang mengobati luka tubuh anak muda itupun makin lama semakin
perlahan-
Dia berhenti bergerak, berhenti untuk selamanya.
Selama ini, pikirannya melayang entah sampai kemana dan entah apa saja yang dipikirkan
olehnya selama ini. Kim Thia sia mulai tak sabar, tiba-tiba tegurnya: "Nona, sudah selesaikah?"
Bagaikan baru sadar dari impian, dengan wajah berseru merah cepat-cepat Nyoo soat hong
menyelesaikan pekerjaannya, kemudian baru berkata sambil tertawa: "selesai sekarang, dua hari
kemudian tentu akan segar kembali seperti sedia kala."
"Terima kasih" sahut Kim Thia sia.
Dia segera menarik selimut dan tertidur kembali dengan nyenyaknya...
Dengan pandangan murung Nyoo soat hong memandang sekejap kearahnya, seolah-olah
sedang menggerutu atas sikapnya itu, sikap yang tak mengerti keadaan.
Tapi akhirnya dia menghela napas panjang, dipadamkan lampu lentera lalu beranjak pergi dari
situ sambil merapatkan kembali pintu kamarnya. Ia pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Walaupun hanya didalam dua jam yang amat singkat, namun seringkali akan terjadi suatu
perubahan yang amat besar atas suatu kejadian atau keadaan didunia ini.
Begitu pula keadaan Nyoo Soat hong saat itu, bagaikan orang linglung ia sedang berpikir
seorang diri
"Aaai......apa yang telah kuperbuat selama dua jam ini? Yaa....sekujur tubuhnya bagaikan
segulung api......."
Ia telah meraba dadanya yang bidang dan berotot, dan dari situ pula ia seperti telah terbakar
oleh gulungan api itu.
sang surya baru menyingsing, matahari memancarkan cahaya keemas-emasannya menyinari
langit yang biru, udara terasa amat segar. Kim Thia sia membuka matanya baru mendusin dari
tidur, mendadak ia melompat bangun sambil berpikir:
"Aduh celaka, matahari sudah jauh diangkasa, kalau aku masih tidur terus bisa ditertawakan
orang."
Baru selesai mencuci muka, seorang lelaki setengah umur berdandan centeng telah muncul
didepan pintu dengan wajah tak sabar tapi nampaknya dia tak berani mengganggu tamunya itu,
maka ketika melihat anak muda tersebut munculkan diri, cepat-cepat ia maju mendekat dan
berkata sambil tertawa:
"oooh, rupanya Kim sanya, telah bangun Nyoo loya sudah menanti sedari tadi"
"Sekarang juga aku menemuinya" sahut Kim Thia sia segera.
Dengan mengikuti dibelakang centeng tersebut dia berjalan menelusuri serambi samping
sebelum tiba diruang tamu.
Ruangan tersebut sangat megah dan indah, saat itu tampak ada tiga orang sedang duduk
menanti disitu dengan wajah gelisah. Agaknya mereka sedang menunggu sesuatu. Cepat-cepat
dia menghampiri sambil menyapa: "Lopek saudara Nyoo, selamat pagi."
Merasakan udara amat segar, tak tahan lagi pemuda itu merentangkan tangannya lebar-lebar
sambil menarik napas panjang.
Tanpa alasan tiba-tiba paras muka Nyoo soat hong berubah merah dadu, tapi ketika dilihatnya
Kim Thia sia hanya menyapa ayahnya dan kakaknya tanpa memperdulikan dirinya, ia jadi
mengambek. sambil cemberut cepat-cepat membuang muka kearah lain.
Waktu itu Nyoo lo enghiong dan Nyoo Jin hui sudah bersiap-siap untuk bicara tapi setelah
melihat sikapnya, wajah mereka segera menunjukkan rasa kaget dan tercengang.
Dengan perasaan tak habis mengerti Kim Thia sia celingukan kesana kemari namun ia tak
berhasil menemukan sesuatu yang aneh.
Angin pagi berhembus lewat udara terasa agak dingin, tanpa terasa Kim Thia sia bersin
beberapa kali kemudian tanyanya: "Lopek. adakah sesuatu yang tak beres?"
Tiba-tiba ia menemukan dirinya masih berada dalam keadaan bertelanjang dada, sadarlah
pemuda itu atas apa yang terjadi, cepat-cepat dia kembali kekamarnya untuk mengenakan
pakaian.
Nyoo soat hong tertawa cekikikan, suaranya kedengaran aneh. Dengan perasaan tertegun Kim
Thia sia berpaling. Hari ini gadis tersebut mengenakan gaun panjang berwarna hijau dengan ikat
pinggangnya yang berwarna biru, gerak geriknya lemah lembut dan kemalu-maluan.Jauh berbeda
dengan sikap angkuhnya kemarin, dimana ia mengenakan baju ringkas berwarna merah dengan
pedang tersoren dipinggangnya.
Dandannya tak jauh berbeda dengan gadis remaja lainnya, lemah lembut halus dan agak
kemalu-maluan. kesemuanya ini membuat sang pemuda jadi tertegun dan mengamatinya lebih
lama.
"Kau sedang mentertawakan aku?" tanyanya kemudiansekali
lagi Nyoo soat hong tertawa ringan- sambil menggigit bibir ia tidak menjawab maupun
berbicara.
Kim Thia sia segera berkerut kening dan tidak menggubris lagi, kepada Nyoo lo enghiong
mengelus jenggotnya sambil memuji.
"Ehmm, benar-benar sebuah batu kemala yang amat berharga, walau bagaimanapun
ketajaman mata malaikat pedang berbaju perlente memang jauh melebihi diriku."
sesudah berhenti sejenak. dia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak yang
dibungkus kain, kemudian sambil meletakkannya keatas meja, ujarnya dengan wajah serius:
"Sobat kecil, tahukah kau akan asal usul kotak Hong toh ini?"
Kim Thia sia menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu"
Mendadak seperti teringat akan sesuatu dia menyambung lebih jauh:
"Bukankah kedatangan tiga setan dari szuchuan kemaripun khusus karena kotak Hong toh itu?
menurut dugaanku, kotak Hong toh pastilah semacam benda yang amat berharga kalau tidak. tiga
setan dari szuchuan tak bakal mengerahkan kekuatan sebesar itu Dan berusaha keras untuk
mendapatkannya, lopek benar bukan dugaanku ini?" Nyoo lo enghiong segera tertawa.
"Nak biarpun kau nampak polos dan sederhana, ternyata kecerdasanmu sungguh luar biasa.
Benar kotak Hong toh memang sangat berharga, tapi isinya bukan benda sebangsa mutiara atau
intan permata yang tidak ternilai harganya......."
"Bersediakah lopek untuk memberitahukan kepadaku benda apakah yang sebenarnya berada
dalam kotak itu?" sela Kim Thia sia lagi.
Nyoo lo enghiong termenung sambil berpikir sejenak. kemudian sahutnya:
"Tentu, tentu, tapi sebelum kuberitahukan soal ini kepadamu ingin sekali kuajukan beberapa
buah pertanyaan lebih dulu"
setelah berhenti sejenak dan menghela napas panjang, katanya lebih jauh:
"Aaaai, siapa yang menyimpan benda mestika, ibaratnya dia menyimpan bibit bencana bagi diri
sendiri sesungguhnya kotak Hong toh memang sebuah benda mestika yang diincar setiap umat
persilatan semua orang berharap bisa mendapatkannya, sayang aku tak mampu untuk
menyimpannya sehingga tiada kesempatan pula bagiku untuk mencicipi rejeki tersebut.
Aaaai......."
setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Terus terang saja kukatakan sobat kecil, semenjak kulihat kau memiliki kepandaian silat yang
amat lihay, timbul satu ingatan aneh didalam hatiku. Kalau toh aku tak bisa menyimpan benda
mestika tersebut secara baik-baik, daripada direbut oleh kawan iblis dan orang jahat, toh lebih
baik kuhadiahkan saja kepadamu, agar kau yang bisa meraih keuntungan tersebut. Kemudian
kedua akupun bermaksud. Aaaai....biar tak usah kusinggung dulu sekarang, toh pada akhirnya kita
akan menjadi orang sendiri, kenapa mesti dibedakan lagi mana tuan rumah dan mana tamu?"
Berbicara sampai disini, dia lemparkan sekulum senyuman aneh kepada Kim Thia sia lalu
tambahnya:
"sesungguhnya benda itu kuperoleh dengan susah payah, rencanaku semula hendak kuberikan
kepada putraku agar dia mendapatkan rejeki tersebut. Tapi sayang kepandaian silat putraku amat
rendah, walaupun mendapatkan mestika, toh belum tentu dapat melindunginya dari perampasan.
oleh karena itu, setelah kupertimbangkan semalaman suntuk. akhirnya kuputuskan akan
menghadiahkan benda mestika ini kepadamu."
Kim Thia sia kebingungan setengah mati pada hakekatnya dia tak habis mengerti apa yang
terjadi, sebagai seorang pemuda yang berpikiran sederhana, sama sekali tiada pikiran serakah
yang melintas dalam benaknya oleh karena benda mestika tersebut. setelah tertawa nyaring,
segera katanya:
"Lopek, biarlah maksud baikmu itu kuterima didalam hati saja, tapi soal kotak mestika Hong toh
tersebut maaf kalau aku tak dapat menerimanya, lebih baik seperti rencanamu semula berikan
saja kepada saudara Nyoo."
Nyoo Lo enghiong agak tertegun tapi segera katanya lagi dengan tegas,
"Tidak. lebih baik kau saja yang menyimpan benda itu. Putraku tak becus dan tidak memiliki
kemampuan apa-apam mengapa dia mesti menyimpan bibit bencana baginya? Dan lagi bukankah
dikemudian hari kita akan menjadi orang sendiri kenapa kau harus menampik lagi?
Haaah.....haaah....haaah..."
Dengan perasaan bingung dan tak habis mengerti Kim Thia sia termenung sebentar, tapi belum
juga diperoleh jawaban maka diapun bertanya dengan wajah keheranan-
"Maafkanlah kebodohanku, aku tak mengerti apa yang empek maksudkan dengan menjadi
orang sendiri itu?"
Nyoo lo enghiong seperti ingin mengucapkan sesuatu namun niat tersebut kemudian
diurungkan setelah tertawa aneh, katanya pelan:
"Dikemudian hari toh akan mengerti sendiri, kenapa mesti ditanyakan sekarang?
Haaaah.....haaaah.......haaah........"
Kim Thia sia segera memutar biji matanya sambil berpikir sejenak, tiba-tiba dia seperti teringat
akan sesuatu, karena dianggap sudah memahami maksud orang, diapun turut tertawa terbahakbahak.
"Haaaahh.....haaahh.......haaah.....betul, kita memang orang sendiri, aku telah mengangkat
saudara dengan saudara Nyoo. Bila dihitungkan kembali, aku masih terhitung putra angkat empek.
Yaa....betul, betul sekali, kita memang orang sendiri Haaaahh.....haaaahh.......haaahh......."
Tanpa sebab musabab tiba-tiba Nyoo soat hong mengerling sekejap kearahnya dengan kening
berkerut, sebaliknya Nyoo Jin hui menundukkan kepala dengan wajah tersipu-sipu, sebab dia malu
dan tak tenteram karena merasa dirinya tak berkemampuan untuk melindungi kotak mestika Hong
toh.
Dengan suara yang lembut dan penuh keramahan, Nyoo lo enghiong berkata lagi:
"Mari sobat kecil, simpan dulu kotak mestika Hong toh tersebut kedalam sakumu ketahuilah
para pengincar benda mestika itu tersebar dimana-mana, bahkan bisa jadi mereka telah
bersembunyi disekitar tempat ini. Baik- baiklah kau simpan benda itu, siapa tahu kalau dikemudian
hari kau bisa menggunakan kotak mana untuk ditukar dengan semacam ilmu pukulan yang maha
dahsyat dari Ciang sianseng (tuan pukulan)........"
"Siapa sih tuan pukulan atau ciang sianseng itu?" tanya Kim Thia sia tertegun. "Mengapa
dengan membawa kotak tersebut, kita dapat menukar dengan ilmu pukulannya?"
"susah untuk menerangkan siapakah tuan pukulan tersebut dalam sepatah dua patah kata
pokoknya seperti juga gurumu mereka sipukulan sakti dan sipedang sakti masing-masing merajai
seluruh dunia persilatan tanpa tandingan, tentang apa isi kotak Hong toh tersebut, aku sendiri
juga tak tahu, namun satu hal yang kuketahui yakni tuan pukulan memandang kotak ini seperti
nyawa sendiri Dia tak segan-segan mewariskan ilmu pukulannya untuk ditukar dengan kotak
tersebut......"
Berbicara sampai disitu, dia mengambil kotak tadi dan katanya lebih jauh:
"Nak. kaulah satu-satunya tumpuan hati kita semua, berbahagialah kau karena memiliki rejeki
yang amat besar ini. Aaaaai..... ombak belakang sungai Tiang kang selalu mendorong ombak
didepannya, orang-orang baru memang sempantasnya menggantikan orang lama, dunia persilatan
dimasa mendatang tentu akan menjadi dunianya kalian kaum muda."
sementara itu Kim Thia sia sedang mempertimbangkan haruskah menerima pemberian itu atau
tidak, pikirnya:
"Sebetulnya kotak mestika Hong toh itu menjadi hak milik saudara Nyoo, masa aku harus
berebut rejeki dengannya? bagaimanapun juga aku toh sudah menerima warisan ilmu silat
malaikat pedang berbaju perlente. Asal kepandaian itu mau dilatih secara tekun tak ada habisnya
manfaat yang bisa kutimba. Yaa.....kenapa aku mesti serakah dengan menginginkan ilmu silat dari
tuan pukulan?"
Akhirnya diapun mengambil keputusan didalam hati: "Bagaimanapun juga benda tersebut harus
kuserahkan kepada Nyoo Jin hui"
Mendadak terasa eg ulung desiran angin tajam menyambar tiba dengan cepatnya lalu tampak
Nyoo lo enghiong membelalakkan matanya lebar-lebar menyusul jari tangannya mengendor......
"Braaaaaak.........."
Tahu-tahu kotak tersebut terjatuh keatas tanah.
Tampak semua kulit wajah lo enghiong mengejang amat keras, bibirnya gemetar dan mukanya
pucat pasi, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun tak sepatah katapun yang mampu
diutarakan keluar.
Akhirnya terdengar ia mengerang lirih kemudian memejamkan matanya rapat-rapat.
Beberapa perubahan itu berlangsung hampir bersamaan waktunya, bahkan ketiga muda mudi
itu belum sempat mengerdipkan mata, tahu-tahu saja Nyoo lo enghiong telah tak sadar diri.
Kim Thia sia yang melihat kejadian tersebut segera membatin:
"Bagaimana sih kakek ini? mengapa dia nampak begitu lemah? betapa tidak? baru berbicara
setengah jalan, masa ia sudah pejamkan mata dan tertidur?"
Ia berusaha untuk membangunkannya dengan berseru. "Empek. empek." berulang kali, tapi
Nyoo lo enghiong sama sekali tak bergerak. agaknya sudah tertidur nyenyak.
Dua bersaudara Nyoo segera menjadi curiga, mereka tahu biarpun ayahnya sudah lanjut usia
namun dihari biasa masih rajin berlatih silat, dengan tanag dalamnya yang bertambah sempurna,
bukan saja kesehatan tubuhnya tak mengalami kemunduran akibat usia yang menanjak. bahlan
sebaliknya kelihatan lebih segar dan gagah.
Lalu apa sebabnya dia tertidur nyenyak disaat masih berbincang-bincang? mungkinkah hal ini
dikarenakan tenaga dalamnya mengalami kerusakan akibat pertarungan mati-matian melawan tiga
setan dari szuchuan semalam?
Nyoo Jin hui yang pertama-tama tak bisa menahan diri, dia segera mendorong tubuh ayahnya
sambil berseru: "Ayah......ayah.........mengapa kau?"
Nyoo lo enghiong sama sekali tak bersuara, menggerakkan kelopak matanyapun tidak.
Nyoo soat hong segera memburu kesampingnya dan menggoyangkan lengannya berulang kali,
makin digoyangkan ternyata kakek itu makin terkulai tak bertenaga.
Kejadian ini kontan saja membuat Nyoo soat hong terperanjat tanpa sadar ia segera memeriksa
pernapasannya.
Begitu diperiksa, nona itu langsung saja tertegun, paras mukanya berubah menjadi pucat pias
seperti mayat.
Agaknya Nyoo Jin hui turut merasakan sesuatu segera teriaknya keras-keras: "Apakah telah
tewas?"
Tiba-tiba pandangan matanya menjadi mendelong kaku, sementara tubuhnya berdiri tertegun
seperti sebuah patung batu.
Kim Thia sia pun cepat-cepat memusatkan perhatiannya kembali dengan memeriksa denyutan
jantung sikakek ternyata detak jantungnya memang sudah berhenti.
"Dia sudah mati........." bisiknya kemudian.
Tapi seluruh badannya sama sekali tidak meninggalkan bekas apapun, Nyoo lo enghiong telah
meninggal dunia dengan tenang sekali.
Darah panas kontan saja bergelora dengan hebatnya didalam tubuh Kim Thia sia mendadak ia
membentak dengan suara menggeledek:
"Bajingan keparat manakah yang melakukan perbuatan ini? Hayo cepat menggelinding keluar"
suaranya menggema diseluruh ruangan dan bergetar tiada hentinya, namun tak seorangpun
yang menjawab.
Mendadak tampak bayangan hitam berkelewat lewat, disusul kemudian terasa segulung tenaga
pukulan yang beratnya mencapai berapa ribu kali menghantam kearah dadanya.
serta merta Kim Thia sia mengayunkan tangannya untuk menyambut ancaman tersebut dengan
kekerasam......
"Blaaaammmm............."
Ditengah benturan yang amat keras, tubuhnya segera terlempar sejauh tiga kali dari posisi
semula oleh hembusan angin pukulan yang sangat kuat itu sehingga roboh terjengkang diatas
tanah.
Menanti rasa kagetnya sudah hilang dan merangkak bangun dari atas tanah, kotak Hong toh
yang berada doatas meja, kini sudah lenyap tak berbekas. "Ayah" sambil menangis terseduh Nyoo
soat hong menjerit keras sekali. Tiba-tiba tubuhnya terjungkal keatas tanah.
Untung Kim Thia sia bertindak cepat dia maju dua langkah kedepan dan menyambar
pinggangnya, ketika diperiksa, tampak nona itu pejamkan matanya rapat-rapat, ternyata sudah
roboh tak sadarkan diri
Maka dengan cepat pemuda itu menarik tubuhnya serta didudukkan keatas kursi.
Kemudian ketika dilihatnya Nyoo Jin hui berdiri kaku ditempat yang seperti orang linglung yang
kehilangan pikiran danperasaan seakan-akan tak merasakan lagi kejadian didepan matanya. Kim
Thia sia segera mendekatinya, lalu tanpa berpikir panjang dia mendorong tubuh saudaranya
sambil membentak: "Hey, Nyoo Jin hui......."
Nyoo Jin hui masih tidak merasa maupun mendengar, menanti pukulan itu hampir mengenai
tubuhnya ia baru tersentak bangun dari lamunannya, namun tubuhnya toh sempat terdorong maju
sejauh tiga empat langkah lebih. sesudah berhasil memulihkan kesadarannya pemuda itu baru
menangis sambil memeluk jenasah ayahnya, suara tangisannya amat keras dan memedihkan hati.
Kim Thia sia berkerut kening, teriaknya lagi keras-keras. "saudara Nyoo cepat ambilkan pedang
milikku itu"
setelah menangis sekian waktu, pelan-pelan Nyoo Jin hui dapat mengendalikan kembali
emosinya dengan sepasang mata merah membara ia bertanya: "Mau apa kau?"
"HHmm, tentu saja membalaskan dendam bagi lopek" jawab Kim Thia sia sambil mendengus
marah.
"Mari kita berangkat bersama"
Kemudian setelah mengambil pedang Leng Gwat kiam tersebut dan diserahkan kepada Kim
Thia sia, dia berkata lagi:
"Mari kita mencari dengan pisah jalan, kau kebarat dan aku ketimur"
JILID 6
Kemudian tanpa memperdulikan Kim Thi sia dan Nyoo Soat hong lagi, dia segera menjejakkan
kakinya dan berkelebat pergi dengan menerobos jendela.
Dalam beberapa kali lompatan saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Setelah menyorenkan pedangnya Kim Thi sia bersiap-siap pula akan berangkat, tapi secara
tiba-tiba ia saksikan Nyoo Soat hong bersandar dikursi dengan wajah pucat pias maka segera
pikirnya:
"Kalau kami berdua pergi semua, bagaimana dengan dia? seandainya musuh jahanam itu
datang lagi dan menghadiahkan sebuah tusukan ketubuhnya dalam keadaan tidak sadar niscaya
dia akan mati, bukankah jiwanya akan melayang dengan penasaran?"
jangan dilihat dia polos dan sederhana, padahal orangnya cermat dan seksama, maka setelah
mempertimbangkan sejenak, buru-buru diambilnya semangkuk air dan diguyur keatas wajahnya.
Nyoo Soat hong segera mendusin kembali dari pingsannya, dengan cepat dia memandang
sekejap kesekeliling tempat itu, tapi keningnya segera berkerut, perasaan sedihpun menyelimuti
wajahnya.
"Mana kakakku?" tanyanya kemudian.
"Engkoh mu sedang pergi mencari musuh yang jahanam itu, dia ketimur dan aku kebarat.
Baik-baiklah kau berada disini untuk menjaga jenasah lopek, disamping itu kaupun harus
berhati-hati, jangan memberi kesempatan kepada musuh untuk mencelakai jiwamu tanpa kau
sadari. Nah aku pergi dulu."
Dengan melompati jendela, dia beranjak pergi dari situ dengan langkah besar. Tiba-tiba
terdengar Nyoo soat hong berseru dari belakang: "Hay tunggu sebentar, aku ikut dirimu."
sambil menggertak gigi Nyoo soat hong melompati jendela dan memburu kebelakang anak
muda tersebut.
Dengan kening berkerut Kim Thi sia segera berteriak keras:
" Kau tak boleh ikut pergi, bila kaupun pergi lantas siapa yang akan menjaga jenasah empek?"
"Tidak, aku harus pergi dari sini" seru Nyoo soat hong bersikeras. "Ayah tewas tanpa sebab
yang jelas, aku harus mencari musuh jahanam itu sampai ketemu dan mencincang tubuhnya
hingga hancur berkeping-keping."
Kim Thi sia menjadi amat gusar tanpa berpikir panjang lagi dia segera mendorong tubuh nona
itu sambil bentaknya:
"Kenapa sih kau tak mau menurut? Bukan saja hal ini akan menyulitkan kau sendiri, bahkan
akan mencelakai seluruh keluargamu"
Nyoo soat hong sama sekali tidak menyangka kalau Kim Thi sia bakal mendorong tubuhnya,
sementara masih tertegun tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri.
Tak ampun lagi, dadanya kena didorong keras-keras sehingga kehilangan keseimbangan
badannya, kontan tubuhnya mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Biarpun tak disengaja ternyata dorongan Kim Thi sia ini persis mengenai sepasang payudara
sinona yang montok dan empuk itu.
sekalipun Nyoo soat hong berada dalam keadaan sedih tak urung dibuat tersipu-sipu juga
setelah payudaranya dipedang orang kepalanya segera tertunduk rendah.
selang berapa saat kemudian, dia baru mengangkat kepalanya kembali, dari balik sepasang
matanya yang terbelalak besar, terlintas rasa malu yang amat sangat.
sebaliknya Kim Thi sia tetap bersikap wajar, dia sama sekali tidak nampak jengah atau tersipu
karena perbuatan itu.
Malah dengan suara rendah dan mendalam dia berkata lagi:
"Nona, turutilah perkataanku, kau tak usah ikut menyerempet bahaya, bila aku tidak pulang
berarti telah terjadi suatu hal yang tak dlinginkan atas diriku.Jagalah diri kalian baik-baik, atau
carilah bantuan orang lain, atau dalam ilmu silat kalian, tapi yang penting janganlah bertindak
menuruti emosi, mengerti?"
Pemuda itu tidak mengerti adat kesopanan ataupun tata cara pergaulan baginya apa yang ingin
dibicarakan, langsung diutarakan secara blak-blakan. sehingga tanpa disadari ucapannya itu
bernada memerintah.
seandainya kejadian tersebut berlangsung diwaktu biasa, Nyoo soat hong yang tinggi hati pasti
tak akan tahan. Tapi keadaannya saat ini jauh berbeda, kesatu karena ayahnya baru saja
terbunuh sehingga pikiran Nyoo soat hong masih kalut, kedua nona itupun sudah menaruh suatu
perasaan aneh terhadap pemuda tersebut.
oleh karenanya terhadap ucapan Kim Thi sia yang bernada memerintah itu bukan saja tidak
memancing keangkuhannya malah sebaliknya justru mengangguk dengan menurut sekali. Malah
dengan penuh rasa kuatir berpesan:
"Bila ilmu silat yang dimiliki musuh jahanam itu terlalu hebat dan kalian tak mampu
menandinginya, tak usah dihadapi secara kekerasan. Pulanglah cepat-cepat dan kita bertindak
setelah berunding nanti."
Mendadak Kim Thi sia mencabut pedangnya sehingga terdengarlah suara nyaring bergema
memecahkan keheningan. cahaya hijau yang menyilaukan mata segera memancar keluar dari
tubuh pedang Leng Gwat kiam tersebut.
sambil membelai pedangnya yang bersinar tajam itu, Kim Thi sia berseru keras-keras:
"Aku bersumpah tak akan kembali kemari lagi sebelum dapat membalaskan dendam sakit hati
empek. Nona Nyoo, aku segera akan pergi, segala sesuatunya atasilah secara baik-baik........"
Nyoo soat hong menjadi terkejut sekali, setelah mendengar perkataan itu serunya tertahan:
"Kau............"
Dia tak tahu bagaimana harus melanjutkan perkataan itu, menanti nona itu menemukan katakata
yang sesuai bayangan tubuh Kim Thi sia yang kekar telah lenyap dibalik pepohonan yang
gelap nan jauh didepan sana.
Nyoo soat hong merasa sedih sekali, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi
wajahnya.
Kesedihan yang datang secara bertubi-tubi membuat perasaannya bergolak keras seperti
dilanda gelombang yang menggunung.
Ia tak mengerti apa sebabnya air mata bercucuran membasahi wajahnya, sedih karena
kematian ayahnya? atau sedih karena kepergian pemuda itu?
Tapi yang jelas dia merasa sedih sekali sehingga ingin menangis tersedu-sedu sampai puas.
Kim Thi sia menghentikan langkahnya setelah berjalan beberapa saat pikirnya:
"Kemana aku harus pergi? dengan pengalamanku yang cetek dan tak mengenal daerah
disekitar tempat ini, bagaimana mungkin aku dapat menemukan musuh jahanam itu? Lagipula
syarat yang terutama bagi pencarian ini yakni raut wajah lawanpun tak kuketahui, biar bertemu
ditengah jalanpun belum tentu aku bisa mengenalinya......."
Pikir punya pikir dia menjadi putus asa dunia begini luas, kemanakah dia mesti menemukan
musuh tersebut? akhirnya sambil menghela napas panjang dia duduk bersandar disisi dahan
pohon. Mendadak.........
saat itulah ia saksikan sesosok bayangan hitam berkelebat lewat dari hadapannya sana dengan
kecepatan tinggi dalam sekilas pandangan saja bayangan tersebut telah lenyap tak berbekas. Kim
Thi sia segera merasakan hatinya melonjak-lonjak. segera pikirnya: "Aaah, jangan- jangan orang
ini......."
Dia segera mempercepat langkahnya menyusul kebalik hutan yang lebat itu sambil melakukan
pencarian.
Lebih kurang dua kali sudah dia berjalan hingga tembus dari balik hutan ternyata ia tak berhasil
menemukan jejak bayangan hitam yang terlihat tadi.
Ia mencoba menunggu sebentar, tapi tiada kecurigaan yang ditemukan harapan yang semula
tumbuh kontan lenyap tak berbekas. Tanpa terasa gumamnya seorang diri:
"Yaa, siapa suruh aku tak becus, ilmu meringankan tubuh tak mampu kalau tidak, niscaya
orang itu dapat kususul."
Dengan kepala tertunduk dia melanjutkan kembali perjalanannya dengan pikiran yang
melayang entah kemana, jangan lagi memperhatikan jalanan, pemandangan disekelilingnyapun
tidak dipandang barang sekejappun. Tiba-tiba.......
Kembali terlihat sesosok bayangan-bayangan hitam melesat naik keatas pohon dari suatu
tempat tak jauh dihadapannya menyusul kemudian tapak orang itu meluncur kedepan dengan
cepatnya.
Kim Thi sia menjadi sangat kegirangan sambil mengejar dibelakang manusia berbaju hitam itu
pikirnya :
"Bagaimanapun juga, kali ini aku tak akan membiarkan dia lolos dengan begitu saja."
Bayangan manusia berbaju hitam itu mempunyai perawakan tubuh yang kurus dan kecil, dia
memakai pakaian ringkas berwarna hitam dengan sepasang pedang tersoren dipunggungnya.
Gerak g erik orang itu sangat ringan dan lincah, sekali lompatan beberapa kaki dapat tercapai.
Untukng saja dia sedang berlari dengan kepala tertunduk. kalau tidak tak nanti Kim Thi sia dapat
menyusul.
Tak selang berapa saat kemudian, Kim Thi sia sudah kehabisan napas, dia ngos-ngosan seperti
kerbau, kakinya letih dan lemas sehingga nyaris tak sanggup diangkat kembali, tapi dengan
mengeraskan hatinya dan menggertak gigi kencang-kencang dia mengikuti terus tiada hentinya.
setelah masuk kota, tiba-tiba manusia berbaju hitam itu mengurangi kecepatan geraknya masih
dengan kepala tertunduk dia selalu menghindari tempat keramaian dengan memilih jalan yang
sepi tapi kadang kala dia mengangkat kepalanya juga untuk memperhatikan keadaan disekitar
situ.
Waktu itu Kim Thi sia sudah kepayahan untuk mengikuti terus, ketika melihat orang itu
kegirangan setengah mati. Maka dengan berlagak seolah-olah tiada bermaksud apa-apa dia
memegang gagang pedangnya dan membusungkan dada berjalan dengan langkah lebar, padahal
secara diam-diam dia awasi terus kemanapun orang itu pergi.
Begitulah, dengan tanpa arah tujuan tertentu ia mengguntil terus dibelakang manusia berbaju
hitam itu, setelah menikung dua tiga kali akhirnya mereka masuk kedalam sebuah lorong sempit.
Tiba-tiba manusia berbaju hitam itu berhenti sambil celingukan kian kemari untung Kim Thi sia
telah bersiap sedia, cepat-cepat dia menyembunyikan diri kesudut lorong. Beberapa kali orang
berbaju hitam itu berjalan mondar mandir diseputar lorong tersebut menanti dia sudah yakin kalau
disekitar sana tiada orang lain, orang itu baru melompat setinggi tiga kaki dan melayang keatas
sebuah bangunan loteng dan menerobos masuk melalui jendela yang terbuka lebar.
Hal itu tentu saja amat menyulitkan Kim Thi sia yang tidak mengerti ilmu meringankan tubuh,
dia harus membuang waktu hampir setengah harian lamanya untuk merangkak nani keatas
dinding pekarangan lalu setingkat demi setingkat dia menaiki loteng tadi. Tatkala tiba ditepi
jendela tersebut dia sudah kecapaian serta bermandikan keringat. Jendela itu belum ditutup
sehingga Kim Thi sia dapat mengintip kedalam ruangan itu
Disana ia jumpai sebuah ruangan yang sangat indah dan mewah, diatas dinding penuh
bergantung lukisan-lukisan mahal. Disudut ruangan terdapat lemari yang penuh dengan buku,
barang antik serta jambangan indah. sudah jelas kamar tersebut milik orang kaya.
Ruangan itu kosong melompong, sedang manusia berbaju hitam tadi entah sudah menyusup
kemana, diam-diam Kim Thi sia menerobos masuk kedalam ruangan dan bersembunyi dibalik
kelambu.
Disamping ruangan itu terdapat pula ruangan lain yang jauh lebih megah dan mewah daripada
ruangan pertama, diatas pembaringan yang terbuat dari gading gajah. Tampak seorang lelaki
bertubuh kekar sedang tidur menghadap kedalam, hanya dengkurannya yang terdengar jelas tapi
terlihat bagaimanakah raut mukanya.
Dis isi pembaringan terdapat lemari manusia berbaju hitam yang dijumpainya tadi sedang
membongkar lemari tersebut. Entah apa yang sedang dicari, tapi cara kerjanya sangat cekatan,
meskipun sedang menggeledah namun sama sekali tak terdengar sedikit suarapun.
Diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"ooh, rupanya dia cuma seorang pencuri. Aaai......sialan, tak nyana setelah dikuntil setengah
harian, yang diikuti cuma seorang pencuri kecil."
Manusia berbaju hitam itu agaknya belum emrasa kalau ada orang lain sedang mengintip dari
balik pintu, ketika ia gagal menemukan benda yang dicari setelah menggeledahnya sekian lama.
orang itu nampak murung dan kesal sekali, terhadap emas dan perak yang memenuhi lantai
ternyata ia tak memandang sekejappun.
selama ini dia tak pernah berpaling sehingga Kim Thi sia tidak sempat untuk nelihat raut
wajahnya, tapi dia dapat membayangkan wajahnya saat itu tentu murung sekali.
Tiba-tiba manusia berbaju hitam itu menghentikan pencariannya lalu berdiri termenung disitu
agaknya ada sesuatu yang sedang dipikirkan.
Berapa saat kemudian, agaknya ia telah mengambil suatu keputusan besar, selangkah demi
selangkah dia berjalan mendekati lelaki yang masih tertidur nyenyak itu.
Tiba-tiba rasa gusar muncul dalam hati Kim Thi sia, dengan kening berkerut sebera bentaknya:
"Ada pencuri"
suaranya begitu keras, sampai membuat manusia berbaju hitam itu menjadi tertegun.
Mendadak lelaki yang berbaring diatas ranjang itu tertawa terbahak-bahak. agaknya diapun
telah membuat persiapan sementara manusia berbaju hitam itu masih tertegun ia telah
melancarkan sebuah serangan dengan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan
manusia berbaju hitam itu.
Dengan sekuat tenaga manusia berbaju hitam itu berusaha untuk meronta, tapi gagal, akhirnya
sambil menghela napas sedih ia menghentikan rontaannya dan pasrah pada nasib.
Menyaksikan peristiwa tersebut Kim Thi sia menjadi menyesal sendiri, dari apa yang terjadi
didepan mata dapat disimpulkan kalau lelaki setengah umur yang bertubuh kekar itu sudah
melakukan persiapan yang matang.
Melihat manusia berbaju hitam itu begitu lemah dan menghentikan perlawanannya untuk
pasrah pada nasib tiba-tiba suatu perasaan membantu kaum lemah timbul dalam hati kecilnya.
sementara itu lelaki setengah umur itu sudah tertawa nyaring, dia segera menarik ikat kepala
manusia berbaju hitam itu sehingga terurailah rambutnya yang panjang. terdengar lelaki kekar itu
berkata dengan bangga:
"Nona, lebih baik padamkan saja niatmu itu, bila raja akherat telah menetapkan kentongan
ketiga saat kematianmu, nyawamu tak bakal lolos sampai kentongan kelima. Bah rupanya nasibmu
memang lagi naas, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji kepadamu."
selesai berkata dia segera membereskan pakaian sendiri tanpa memandang kearah Kim Thi sia
barang sekejappun. seakan-akan dia memang tak memandang sebebah matapun kepadanya.
Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Kim Thi sia dapat menyimpulkan kalau antara
lelaki setengah umur dengan manusia berbaju hitam itu jelas sudah saling mengenal satu sama
lainnya. Siapa tahu gara-gara kecerobohannya, menyebabkan urusan pribadi orang jadi
berantakan.
Tiba-tiba manusia berbaju hitam itu berpaling dan memandang sekejap kearah Kim Thi sia
sepasang matanya berkaca-kaca penuh air mata, wajahnya yang cantik nampak sedih dan murung
terdengar ia berkata dengan suara lirih:
"sejak semula aku sudah tahu kalau kau sudah menguntit dibelakangku, tapi tak mengira kalau
kau bakal berteriak"
suaranya lembut dan lemah sama sekali tidak mengandung nada benci atau marah seolah-olah
dia hanya menyalahkan nasib sendiri yang kurang mujur.
Kim Thi sia berdiri termangu ditempat untuk sesaat dia tak tahu bagaimana harus menjawab
perkataan itu
Dalam pada itu, lelaki kekar itu telah berkata lagi dengan suara yang keren-
"Murid murtad, pangcu loya sudah tahu kalau kau berniat menghianatinya, karena selama
berapa hari terakhir ini aku selalu mengawasi gerak gerikmu. Hmmm tak disangka kau berani
datang mencuri obat. Nah, tahu rasa sekarang"
"Paling banter toh mati, kenapa aku mesti membantu kaum durjana untuk berbuat kejahatan
lagi? Aku tak sudi lagi membantu kalian untuk menindas dan menyiksa rakyat biasa.........."
Biar bodoh Kim Thi sia tidak tuli atau buta, sekilas pandangan saja ia sudah tahu kalau nona
berbaju hitam itu bukan orang jahat rasa simpatik segera berkobar dalam hatinya.
Dalam pada itu lelaki setengah umur bertubuh kekar itu sudah berkata lagi sambil tertawa
dingini
"Kurang ajar, kau berani mengupat pangcu? Hmm, kali ini jangan lagi hidup bebas, mau
matipun tak gampang Hmm, tunggu saja hukuman berat yang bakal menimpamu sesuai dengan
peraturan yang berlaku......."
Kemudian teriaknya keras-keras: "Pengawal........."
Terdengar suara langkah bergema tiba, nampak tiga orang lelaki berbaju perlente munculkan
diri dengan langkah lebar. Begitu tiba dalam ruangan, serentak mereka berseru: "Tongcu, ada
perintah apa?"
"Gusur dia pergi dari sini dan serahkan kepada Tongcu bagian hukuman untuk
membereskannya "
Kim Thi sia merasa darahnya mendidih mendadak ia mendesak maju kemuka lain bentaknya
penuh amarah.
"Bebaskan dia, kalau tidak........"
"Kalau tidak kenapa?" jengek lelaki kekar itu tanpa menengok barang sekejappun kearahnya.
Kim Thi sia jadi tertegun, bicara sejujurnya dia memang tak yakin dapat mengungguli orang itu.
sinona berbaju hitam itu tertawa getir pelan-pelan dia beranjak pergi dari situ mengikuti disisi
ketiga orang lelaki berdandan busu tersebut.
senyum getir mana seolah-olah sedang mentertawakan nasib sendiri yang jelek tapi bisa
diartikan pula mentertawakan Kim Thi sia yang tak akan memiliki kemampuan untuk
membantunya.
"Hey berhenti kalian bertiga."
Tiba-tiba lelaki setengah umur bertubuh kekar itu tertawa nyaring serunya:
"Hey, anak muda. Lagakmu pada hari ini sudah cukup banyak. andaikata aku tidak mengingat
bahwa kau telah memberi kabar kepadaku atas kejadian hari ini, kemunculan dalam kamar tidur
pribadiku hari inipun sudah cukup bagimu untuk menerima kematian.
Haaaah......haaaah.......haaaah........."
Kim Thi sia gusar sekali tiba-tiba dia melepaskan sebuah pukulan kemuka.
Lelaki setengah umur itu mendengus dingin, lengan kirinya segera dikebaskan keatas, seketika
itu juga muncul segulung kekuatan besar yang menumbuk anak muda tersebut.
Kim Thi sia tak sanggup berdiri tegak. secara beruntun tubuhnya mundur sejauh lima langkah
lebih.
Kedengaran lelaki itu berkata lagi dengan suara dingin:
"Hey anak muda, kau masih ketinggalan jauh Bila ingin menjadi seorang pendekar yang mampu
menahan sepuluh jurus seranganku, lebih baik berlatih sepuluh tahun lagi."
Dengan penuh amarah, Kim Thi sia menyerbu kedepan, dia segera mengeluarkan jurus-jurus
ampuh seperti " bintang lenyap rembulan hilang" dan "awan muncul kabut membuyar" dari ilmu
pedang Ngo hud kiam hoat untuk melancarkan serangan kanan kiri.
Lelaki setengah umur itu kelewat memandang enteng musuhnya. Tahu-tahu dia merasa
bayangan tangan berkelebat lewat dihadapannya. sebelum ia sempat berseru tertahan, tahu-tahu
dadanya sudah termakan sebuah logam mentah.
Masih untung tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna sehingga pukulan tersebut hanya
menyebabkan badannya sedikit goyah, serta merta dia merentangkan cakar mautnya untuk
mencengkeram tubuh sianak muda itu.
Biarpun serangan dari Kim Thi sia berhasil menghantam dada orang, sayang tenaganya kurang
sehingga tidak memberi hasil yang sepandan, maka ketika dilihatnya cengkeraman lawan
menyambar datang secepat kilat sehingga tidak memberikan kesempatan baginya untuk
menghindar, cepat-cepat dia mengeluarkan lagi jurus-jurus tangguh seperti "guntur menggelegar
angin berhembus dan batu retak gunung gugur" dari ilmu Ngo hud ciang kiam hoat untuk balas
menghajar dada lelaki itu.
Berubah hebat paras muka lelaki setengah umur itu, dia kaget lantaran musuhnya meski
bertenaga dalam rendah ternyata memiliki jurus serangan yang begitu tangguh.
sadarlah dia, apalagi tenaga dalamnya tidak dipergunakan untuk meraih kemenangan
secepatnya bisa jadi dia akan menderita kerugian dan rasa malu yang tidak terlukiskan besarnya.
Berpendapat begitu, maka tanpa menimbulkan sedikit suarapun ia segera menghimpun tenaga
dalamnya sebesar lima bagian, kemudian sebuah pukulan kembali dilancarkan.
Kim Thi sia bukan orang bodoh, diam-diam diapun mengerahkan ilmu menghisap tenaganya
ciat khi mi khi untuk menyongsong datangnya ancaman lawan. "Bluuuuukkk. ........ "
Akibat dari bentrokan tersebut, badannya mencelat sejauh tiga kaki lebih sehingga
punggungnya menumbuk diatas daun jendela dan menimbulkan suara gaduh yang memekikkan
telinga.
sambil tertawa terbahak-bahak lelaki setengah umur itu sebera mengejek.
"HaaaaHH.....haaaaH.....haaaaHh..... bagaimana rasauya seranganku ini? cukup enak bukan
dirasakan dalam tubuhmu?"
Baru saja dia berniat untuk membekuk Kim Thi sia serta memaksauya untuk menyerahkan
jurus-jurus pukulannya yang hebat itu kepadanya, mendadak tampak bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu-tahu Kim Thi sia telah merangkak bangun kembali dari atas tanah. sembari
mengayunkan telapak tangannya pemuda itu segera bergerak kembali.
"Hey kunyuk, busuk. Mari, mari, mari kita bertarung lagi. jangan berhenti sebelum salah
seorang tanpa diantara kita mampus."
Lelaki setengah umur itu menjadi tertegun, tanpa terasa pikirnya didalam hati: "Aneh, kenapa
bocah keparat ini belum juga mampus setelah termakan seranganku?"
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya sebesar tujuh bagian sekali lagi dia melancarkan
sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Bagaikan layang-layang yang putus benang, kali ini Kim Thi sia mencelat kebelakang hingga
menumbuk diatas dinding ruangan, darah segar muncrat keluar dari jidatnya yang terluka.
Baru saja lelaki setengah umur itu merasa sayang karena tak berhasil mengorek jurus serangan
lawannya yang hebat, tiba-tiba Kim Thi sia telah melompat bangun lagi sambil menerjang
kearahnya.
"Hmmm, baru dua serangan- mari kita bertarung dua ratus gebrakan lagi sebelum berhenti"
terdengar ia berteriak.
Terkesiap sekali hati lelaki setengah umur itu, segera teriaknya keras-keras:
"Aku tak percaya kalau dikolong langit terdapat ilmu sesat sehebat ini. Wahai bocah keparat,
ingin kubuktikan sendiri apakah tubuhmu terbuat dari baja asli atau terdiri dari tembaga."
" Weeeesssss ......... . weeeesssss ......."
secara beruntun dia melancarkan dua buah serangan berantai yang maha dahsyat.
Kim Thi sia sama sekali tidak mencoba menghindar diapun berkedip. ia sambut datangnya
ancaman tersebut sambil melontarkan sepasang tangannya kedepan, ia lebih suka memilih
pertarungan keras melawan keras daripada main menghindar.
sementara itu ketiga lelaki kekar yang menonton jalannya pertarungan dari sisi arena telah
dibuat terbelalak matanya dengan mulut melongo.
sebaliknya sinona berbaju hitam itu merasa kuatir sekali, dia heran mengapa pemuda itu tidak
mengendalikan jurus serangannya yang tangguh untuk meraih kemenangan, sebaliknya justru
menggunakan ketidak mampuan dirinya untuk melangsungkan pertarungan keras melawan keras.
Lama kelamaan dia menjadi tak tega sendiri untuk mengikuti jalannya pertarungan itu, sepasang
mata segera dipejamkan rapat-rapat. Dia tak rega menyaksikan Kim Thi sia mati konyol ditangan
lawan-"Blaaaamm......"
Kembali terdengar suara benturan keras bergema memecahkan keheningan- Tubuh Kim Thi sia
terpental sampai menubruk meja dan kursi.
Dengan perasaan terkejut bercampur gusar lelaki setengah umur itu segera berseru:
"Mampus kau kali ini......"
Belum habis perkataan itu diucapkan tampaklah Kim Thi sia dengan pakaian compang camping
sedang merangkak bangun dari balik hancuran meja kursi, lalu dengan pandangan mata penuh
kegusaran dia mengawasi lelaki setengah umur itu tanpa berkedip.
Betapapun besarnya nyali lelaki setengah umur itu keder juga hatinya setelah menghadapi
kejadian seperti ini, tanpa terasa dia mundur selangkah kebelakang ini. Lalu teriaknya dengan
suara sangat aneh:
"Sungguh aneh, sungguh aneh, hari ini toaya bersumpah akan menjagal dirimu."
sambil menerjang kedepan, sepasang tangan dan kakinya melancarkan serangan secara
bertubi-tubi, seperti hembusan angin puyuh dan hujan badai, secara beruntun dia menghadiahkan
pukulannya keatas kepala, badan, bahu, lengan dan kaki si anak muda tersebut.
Kim Thi sia sedikitun tidak mengeluh ataupun merintih kesakitan- sekalipun sekujur badannya
sudah kena digebuk dan serangan yang meluncur tiba yang satu lebih cepat dari sebelumnya,
namun setiap kali tubuhnya berhasil mempertahankan diri secara kokoh, malah sanggup pula
melancarkan serangan balasan...
selang berapa saat kemudian, sekujur badan lelaki setengah umur itu sudah basah
bermandikan keringat, napasnya makin lama semakin tersengkal tapi pemuda itu justru seperti
seekor harimau ganas yang menerkam secara ngawur tanpa aturan- Lagipula yang mengerikan
adalah semakin bertarung pemuda itu semakin kosen, makin bertahan, tenaga dalamnya semakin
bertambah sempurna.
Seratus jurus sudah lewat tanpa terasa, keringat yang telah membuat seluruh badan lelaki
setengah umur itu basah kuyup, tenaga dalamnya makin lemah.
Ketika dia mencoba untuk memperhatikan lawannya Kim Thi sia justru bagaikan orang gila saja,
sepasang kepalanya menyerang secara membabi buta, ia seperti tak pernah mengincar
sasarannya secara tepat. Asal kepalanya bisa bersarang ditubuh lawan seakan-akan hal itu sudah
lebih dari cukup baginya. Begitu mendongkol dan marahnya lelaki setengah umur itu sampai
mukanya yang hitam pekat seperti pantat kuali itu kini berubah menjadi pucat pias.
Bukan cuma begitu, suatu peristiwa yang sama sekali tak terdugapun kini telah muncul didepan
mata, kalau tadi ia sama sekali tidak gemilang meski termakan oleh pukulan Kim Thi sia, maka
sekarang keadaannya justru berbeda, setiap serangan yang disambut olehnya dengan kekerasanselalu
mengakibatkan seluruh tubuhnya tergetar mundur setengah langkah.
Keadaan dari ketiga orang lelaki kekar lainnya yang berada disisi arenapun tak jauh berbeda
dengan keadaan pemimpin mereka semakin menonton jalannya pertarungan itu, perasaan hati
mereka makin tercekat.
Lain halnya dengan sinona berbaju hitam, kini sekulum senyuman telah menghiasi ujung
bibirnya, ia berpikir:
" Heran, siapakah pemuda ini? tak nyana kalau dia memiliki ilmu kebal yang mampu menahan
pukulan..... waaah, sekalipun seorang jago persilatan kelas satupun belum tentu bisa mengapaapakan
dirinya dalam berapa ratus gebrakan kemudian, kebanyakan mereka akan pusing
sendiri.........."
Waktu itu Kim Thi sia dengan ilmu ciat khi mi khinya telah berhasil menghisap tenaga dalam
lawan dalam jumlah yang cukup banyak. la sedang merasa gembira ketika menyaksikan tenaga
serangan lelaki setengah umur itu makin lama semakin bertambah lemah.
Keadaan ini segera menimbulkan kembali jiwa mudanya, maka sambil meneruskan
pertarungan, ia berteriak keras:
"Hey, kenapa sih kau makin loyo begitu? masa makin bertarung makin tak berkekuatan
saja......? Huuuh kalau begini terus keadaannya lama kelamaan aku bisa bosan sendiri"
Cemas bercampur mendongkol silelaki setengah umur itu mendengar ejekan tersebut tapi
diapun tak bisa berkutik sebab pertarungan sekian lama benar-benar telah menguras hampir
sebagian besar tenaga dalamnya, sebab itu biar musuh berkaok-kaok seperti apapun, dia tetap
membungkam diri dalam seribu bahasa padahal otaknya berputar terus untuk mencari cara terbaik
guna mengatasi keadaan tersebut.
sinona berbaju hitam itu merasa amat geli melihat kepolosan dan kelucuan pemuda itu, serunya
kemudian-
"siauwhiap. hebat sekali ilmu silatmu, selama hidup belum pernah siauwli menyaksikan
kepandaian semacam ini."
Tapi kemudian, setelah menghela napas sedih ia berkata lebih jauh:
"Aa aai. ...setela h menyaksikan caramu bertarung tadi biar harus matipun aku akan mati
dengan perasaan tenteram."
"Eeei....siapa bilang kau bakal mati?" teriak Kim Thi sia penasaran- "Mereka saja tak berkutik
terhadapku bagaimana mungkin bisa membunuhmu?"
Segera timbul keinginan didalam hatinya untuk memperhatikan kebolehannya didepan nona
manis itu sambil menghimpun tenaga ia segera mengeluarkan jurus "hancuran batu mengejutkan
langir" dan " gapaian maut mencabut sukma" dari ilmu Ngo hud kiam hoat untuk melancarakn
serangan.
sebagai mana diketahui sekalipun Ngo hud kiam hoat atau ilmu pedang panca Buddha ini
merupakan sejenis ilmu pedang yang luar biasa hebatnya, namun tanpa memegang senjatapun,
serangan tersebut dapat dilakukan dengan memakai telapak tangan sebagai pengganti senjata,
kelihayan dan keganasan jurus serangannya sama sekali tak terpengaruh.
Padahal lelaki setengah umur itu sudah tak mampu untuk mempertahankan diri lagi, bayangkan
saja, bagaimana mungkin ia mampu menahan datangnya dua serangan berantai yang muncul
seperti amukan angin puyuh dan hujan badai itu?
Tampak bayangan telapak tangan menyelimuti angkasa, sementara ia merasa kaget dan siap
untuk menghindarkan diri kesamping, keadaan sudah terlambat. "Duuuuk. .... d uuukkk. .... "
Dua kali suara bentura keras bergema memecahkan keheningan secara beruntun dua buah
bogem mentah telah menghantam tepat diatas dadanya.
Dalam keadaan amat lemah serangan tersebut kontan saja membuat tubuhnya kehilangan
keseimbangan badan- tak tercegah lagi badannya mundur tiga langkah kebelakang dengan
sempoyongan-
"Bagus......." pekik nona berbaju hitam itu gembira.
Merasa dirinya dipuji, Kim Thi sia semakin kegirangan, ia segera mendesak maju lebih kedepan-
....
Mendadak lelaki setengah umur itu membentak keras.
"Tahan, hey bocah keparat, diantara kita berdua telah terikat dendam sakit hati mulai sekarang.
selama gunung nan hijau kita pasti akan bersua kembali dilain saat. Dalam dua hari mendatang
aku pasti akan datang kembali untuk memenggal batok kepala anjingmu."
seusai berkata, tanpa membuang waktu lagi ia segera menerobos jendela dan melarikan diri
dari situ.
Dengan suara keras Kim Thi sia sebera berteriak:
"Huuuuh, apa itu dendam sakit hati atau tidak. hakekatnya aku tak suka dengan perkataan
semacam itu. Kalau toh menganggap dirinya mampu bila bersua kembali dilain waktu, bisa saja
kita bertarung lagi sebanyak dua tiga ratus jurus. Hmmmmmm...." sembari mengoceh, dia segera
berjalan mendekati ketiga orang lelaki kekar lainnya.
Waktu itu, ketiga orang lelaki kekar itu sudah dibuat keder oleh kehebatan dan kekosenan
lawannya, dimana pemuda itu mandah digebuk tanpa menderita sedikit cederapun-
Maka ketika melihat ia mendekati mereka dengan langkah lebar, sambil membentak keras
serentak mereka meloloskan senjata senjata masing-masing. Kim Thi sia menjadi tertegun-
"oooh, rupanya kalianpun pingin bertarung melawan? bagus, bagus sekali silahkan kalian
bertiga maju bersama-sama.....nah begitu baru bertambah asyik,..."
Padahal ketiga orang lelaki itu sudah pecah nyalinya, bagaimana mungkin mereka berani
bertarung lebih jauh? senjata yang mereka cabut tadi tak lebih hanya merupakan gertak sambal
belaka.
Begitu melihat musuhnya agak tertegun, tanpa kompromi lagi serentak mereka membalikkan
badan dan melarikan diri terbirit-birit. Menanti semua lawan sudah kabur meninggalkan tempat
itu, nona berbaju hitam itu baru berjalan mendekat dan berkata sambil memberi hormat:
"siankong terima kasih banyak atas budi pertolonganmu, sambutlah hormat dari siauli"
"Eeeei.....nanti dulu, kau memanggil apa kepadaku?" tanya Kim Thi sia melongo. Nona berbaju
hitam itupun kelihatan agak tertegun, tapi segera jawabnya: "siauli memanggil siangkong
kepadamu"
"Apa itu siangkong?" seru Kim Thi sia semakin keheranan. "Huuuuh.....sebutan itu tak sedap
didengar, jangan pakai sebutan itu lagi, lain kali panggil saja Kim Thi sia kepadaku"
selesai berkata ia segera beranjak pergi dari situ dtngan langkah lebar.
Nona berbaju hitam itu menjadi gelisah sekali cepat-cepat dia memburu kedepan sambil
serunya:
"Kim.....Kim.....Kim Thi sia.....kau hendak kemana?"
"Dunia sangat luas banyak sekali tempat yang akan kudatangi, tapi tak sebuah nama
tempatpun yang kukenal. oya......siapa namamu? hampir saja aku lupa bertanya...."
sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah, nona berbaju hitam itu menyahut:
"siauli bernama Yu Kien, untung ada siauhiap yang telah menyelamatkan jiwaku, budi kebaikan
ini tak pernah akan kulupakan untuk selamanya."
"Menolong yaa menolong, apa sih gunanya bicara setumpuk? lagi pula aku yang merusak
rencana pekerjaanmu lebih dulu. Masih mending keadannya tidak bertambah parah..."
Ketika dilihatnya sepasang mata nona itu berkaca-kaca seperti orang yang sedang menangis,
tanpa terasa dia bertanya lagi:
"Yu Kien, mau kau datang kemari? kalau toh bukan pencuri, bukan pula perampok, barang apa
sih yang sedang kau cari?"
Dasar pemuda gunung yang tak mengerti tata krama, apa yang terlintas dalam benaknya
segera diutarakan begitu saja, dia tak ambil perduli apakah perkataan itu sedap didengar atau
tidak.
Merah jengah selembar wajah Yu Kien, setelah menghela napas sedih katanya kemudian:
"Aaaai.....siali telah berbuat kesalahan dengan menggabungkan diri kedalam perkampungan
Tay sanpang tapi setelah kusadari bahwa sebagian besar anggota perkumpulan itu merupakan
bandit yang banyak melakukan kejahatan dan menindas kaum lemah, tiba-tiba aku mendusin
bahwa setelah melakukan kesalahan- Tak boleh mengulangi kembali dengan kesalahan lain, oleh
sebab itu akupUn bertekad untuk keluar dari perkumpulan ini serta melepaskan diri dari dosa-dosa
yang mereka lakukan-"
"Kalau toh kau sudah mengerti bahwa Tay sanpang banyak melakukan kejahatan dan menindas
kaum lemah, mengapa dulunya kau bersedia masuk menjadi anggota mereka?" air mata
bercucuran membasahi wajah Yu Kien ujarnya sambil terseduh:
"sebenarnya aku adalah putri dari ketua perkumpulan penunggang kuda. suatu hari ketika aku
sedang melakukan perjalanan didalam dunia persilatan dalam suatu kesempatan yang tak terduga,
aku telah terkena siasat buruk anggota perkampungan Tay sanpang sehingga menelan sejenis
obat racun yang mempunyai daya kerja lambat. obat beracun itu merupakan bikinan dari ketua
tay sanpang sendiri, sehingga barang siapa yang terkena racun itu dan tak sudi menuruti
perintahnya, setengah tahun kemudian dia akan muntah darah sampai mati. sebaliknya bila
bersedia masuk menjadi anggota Tay sanpang, maka dia akan memberi pil pemusnah untuk
menetralkan daya kerja racun tersebut."
"Begitulah, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa siauli menggabungkan diri dengan mereka
dan menjadi salah satu anggota perkumpulannya."
" Kemudian karena siauli mendapat warisan ilmu silat dari ayahku maka aku diangkat menjadi
seorang Tongcu didalam perkampungan sejak itu aku semakin menyadari bahwa semua perbuatan
yang sangat jahat dan amoral. Hal tersebut membuat rasa kesalku kian hari kian bertambah,
akhirnya akupun mengambil keputusan untuk meloloskan diri dari perkumpulan itu serta
mendapatkan kembali kebebasanku."
"Lalu apa tujuanmu datang kemari?" tanya Kim Thi sia.
"seperti apa yang siauli katakan tadi aku sudah terkena racun dari ketua Tay sang pang yang
bersifat lambat, bila aku berani meninggalkan perkumpulan ini maka tak sampai setengah tahun
jiwa ku pasti akan melayang itulah sebabnya siauli berniat mencari sejumlah obat pemusnah racun
untuk menyelamatkan jiwaku......"
"Jadi orang tadi mempunyai obat pemusnahnya?" sela Kim Thi sia cepat. Yu Kien mengangguk.
"Yaa, orang itu bernama Utusan racun, hatinya keji dan jiwanya busuk. Dia amat disayang oleh
ketua Tay sang pang dan merupakan satu diantara kedua belas tongcu orang itu juga bertugas
menyimpan obat penawar racun kami. siauli mengerti bila ingin mendapatkan pil pemusnah racun
itu dari tangan pangcu sendiri jelas hal ini mustahil bisa tercapai itulah sebabnya akupun berniat
mengincar obat tersebut dari tangannya, siapa tahu......."
Kim Thi sia segera memukuli kepala sendiri sambil berseru:
" Goblok. goblok aku benar-benar sangat goblok. mengapa kubiarkan dia kabur tadi?
Aaaai......kalau negitu rencana nona menjadi berantakan gara-gara kecerobohanku...."
Dari sikap gugup, panik dan gelisah yang terpancar keluar dari wajah pemuda itu. Yu Kien
mengerti bahwa Kim Thisia adalah seorang pemuda yang berjiwa polos dan jujur, dia merasa
terharu sekali segera hiburnya.
"Nasi toh sudah menjadi bubur apa gunanya kau risaukan? paling tidak siauli masih punya
kesempatan hidup selama setengah tahun lagi. siapa tahu kalau selama jangka waktu ini aku akan
memperoleh satu dua butir obat pemusnah....."
"satu dua butir paling cuma memperpanjang usiamu selama satu tahun bagaimana selewatnya
itu? Dengan cara apa kau akan menjamin kehidupanmu berikut? sebagai manusia, kau toh tak
mungkin harus menggantungkan hidupmu dari jatah pil pemusnah racun?"
Perkataan itu mengenai persis luka didalam hati Yu Kien- Kontan saja seluruh badannya
gemetar keras, sambil melelehkan air mata segera katanya:
"siauli mengerti bahwa dosa dan kesalahan yang kuperbuat sudah kelewat besar. Aku sudah
tak punya muka lagi untuk melanjutkan hidup didunia ini. Aaaai jiwaku bisa diperpanjang satu dua
tahun saja, hatiku sudah puas sebab aku dapat memanfaatkan peluang waktu yang ada untuk
bersama-sama membasmi perkumpulan Tay sangpang yang terkutuk dan banyak melakukan
kejahatan itu, bila cita-citaku ini dapat terwujud biar matipun aku mati dengan mata meram"
"Tidak bisa" seru Kim Thi sia tegas. "kau adalah orang baik. orang sebaik kau tidak boleh mati.
Tunggu saja disini, aku akan segera pergi mencarikan sebotol besar obat penawar racun agar kau
bisa hidup seratus tahun lagi."
Yu Kien merasa sangat terharu digenggamnya tangan pemuda itu erat-erat, lalu katanya:
"Kau tak usah menyerempet bahaya ketahuilah pihak Tay sang pang mempunyai jago-jago
lihay yang sangat banyak. Markas mereka ibaratnya sarang naga gua harimau.Jiwamu bisa
terancam bahaya kalau pergi kesana, aku memang pantas mati, dosaku sudah kelewat banyak.
Tak ada harganya untuk berkorban demiku.....biarlah maksud baikmu itu kuterima didalam hati
saja."
Dengan cepat Kim Thi sia mendorong mundur tubuh nona itu lalu bertanya:
"Yu Kien, tempat manakah yang paling termashur dikota ini? Dapatkah kau memberitahukan
kepadaku"
Yu Kien tidak mengerti apa maksudnya, setelah berpikir sejenak segera sahutnya:
"Tebing Bwe hia nia diluar kita sebelah barat merupakan tempat rekreasi yang paling banyak
dikunjungi orang. Apakah kau ada sesuatu persoalan disitu?"
"Tunggulah aku ditebing Bwe hoa nia tiga hari kemudian, pokoknya sebelum bertemu tak akan
buyar jika sehari setelah lewat saat yang dijanjikan aku belum datang juga, ini berarti sudah
terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas diriku, tapi kau tak perlu berputus asa. Pokoknya asal
gunung tetap menghijau jangan kuatir akan kehabisan bahan bakar, Nah, aku pergi dulu, baikbaiklah
kau menjaga diri"
setelah mendorong tubuh sinona berbaju hitam itu, dia segera beranjak pergi dari sana dengan
langkah lebar. setelah menelusuri sebuah jalan raya, pemuda itu baru teringat kalau dia tidak tahu
dimanakah letak markas besar perkumpulan Tay sang pang. Tanpa alamat yang pasti, bagaimana
mungkin ia bisa mencuri obat? setelah mengumpat kebodohan sendiri, dia meneruskan kembali
langkahnya kedepan.
sebagai seorang pemuda yang keras kepala dia segan untuk balik kembali ketempat semula
untuk menanyakan persoalan ini kepada sinona berbaju hitam itu, baginya biarpun harus
menderita siksaan dan penderitaan berapapun besarnya, ia tak akan mundur sebelum tujuannya
tercapai.
Jalan raya penuh dengan aneka ragam manusia yang berlalu lalang diantaranya terdapat pula
kaum gelandangan para jago dari golongan putih maupun hitam kaum saudagar, opas, tentara
dan lain sebagainya.
Tapi Kim Thi sia yang sedang menghadapi persoalan didalam hatinya, sama sekali tidak
memperhatikan orang-orang itu barang sekejappun-
Mendadak satu ingatan melintas lewat didalam benaknya, dia segera berpikir: "Kalau bukit tak
bisa mencariku mengapa bukan aku yang pergi mencari bukit?"
Ia sering mendengar dari ayahnya kalau rumah makan merupakan pusat berkumpulnya para
jago persilatan bila ingin mencari kabar maka tempat tersebutlah merupakan sumber berita yang
paling tepat.
siapa tahu dari tempat tersebut bukan saja ia akan berhasil mendapatkan alamatnya dari
markas besar perkumpulan Tay sangpang, bahkan berita tentang hilangnya mestika Hong toh pun
akan berhasil diperoleh juga.
Berpikir sampai disitu, dengan perasaan yang lebih cerah ia segera berjalan menuju kesebuah
rumah makan yang terbesar dikota itu.
sesuai dengan petunjuk dari ayahnya dulu ia langsung menuju ketepi jendela dan mengambil
tempat duduk disitu, kemudian serunya dengan lantang: "Hey, pelayan cepat sediakan air teh
terbaik untuk sauya, jangan kuatir soal persen-"
Dengan senyuman dikulum seorang pelayan segera muncul menyiapkan peralatan minum teh,
kemudian setelah memberi hormat, pelayan itu mengundurkan diri dengan mundur-mundur. Geli
sekali perasaan Kim Thi sia menyaksikan hal itu, segera pikirnya: "Lucu benar tingkah laku pelayan
ini."
Maka dengan mengikuti petunjuk ayahnya dulu kembali dia berteriak keras:
"Hey, pelayan daun teh yang dipakai berasal dari Juan hoo atau Ci hoo? kalau Juan hoo
berkwalitas jelek. sauya tak doyan" sambil tertawa pelayan itu menjawab:
"Tak usah kuatir tuan, kedai kami mengutamakan kepercayaan dan mutu teh, tanggung air
tehnya berasal dari kwalitas nomor satu. silahkan tuan mencicipinya asal mutunya jelek. tuan tak
perlu membayar."
Waktu itu suasana didalam kedai sudah cukup ramai dengan suara pembicaraan para tetamu
lainnya tak heran kalau teriakannya yang begitu keras segera memancing perhatian orang banyak.
Beratus pasang mata serentak dialihkan kearahnya.
Kim Thi sia sama sekali tak ambil perduli dengan menirukan gaya dari lima orang lelaki kasar
yang kebetulan duduk sebelah mejanya. Ia melepaskan kancing baju dibagian dadanya lalu
membiarkan badannya ditiup angin, setelah itu ia baru berseru lagi sambil tertawa terbahakbahak.
"Haaaah....haaah....haaah....bagus juga tempat ini, rasauya tak jauh berbeda dengan
kemegahan rumah makan Ui hok lo"
Padahal ia sama sekali tak tahu dimanakah letak rumah makan Ui hok lo tersebut. ocehnya
tersebut tak lebih cuma mengikuti petunjuk dari ayahnya dulu.
Padahal rumah makan Ui hok lo merupakan rumah makan yang amat tersohor waktu itu, boleh
dibilang setiap orang mengenalinya nama tersebut tak heran kalau sipemilik rumah makan itu
menjadi kegirangan setengah mati setelah mendengar kedainya disamakan tarafnya dengan
rumah makan Ui hok lo. Kim Thi sia segera melepaskan pedang leng Gwat kiamnya dan
disandarkan pada dinding, mendadak timbul suatu ingatan dalam benaknya dengan suara lantang
segera teriaknya:
"Huuuuh....apa itu perkumpulan Tay sang pang.....perkumpulan kaum kurcaci yang tak becus,
gerombolan setan, dedemitpun berani memasang merek didepan umum, kalau sauya sudah
jengkel. Hmm.....akan kuobrak abrik sarang tikusnya itu........"
Pemuda itu memang sengaja hendak mencari urusan, tak heran kalau ucapan tersebut
diteriakkan keras-keras, seketika itu juga semua tamu mengalihkan kembali pandangan mereka
yang segera berkerut kening sambil berpikir:
"Bagaimana sih bocah keparat ini? datang-datang sudah berkaok-kaok membuat kegaduhan
saja. Membuat perasaan orang menjadi tak tenang saja......"
Kim Thi sia tak acuh terhadap sikap tak senang orang-orang itu, dia memang bermaksud
meneriakkan kata-kata tersebut agar terdengar oleh setiap orang. Karenanya semakin banyak
yang memperhatikannya semakin tercapai pula tujuannya. Maka dengan suara yang lebih nyaring
kembali dia berteriak:
"Tak salah kalau kukatakan perkumpulan Tay sang pang cuma perkumpulan bangsa cecunguk
buktinya.....begini besar rumah makan ini, nyatanya tak seorang anggota Tay sang pangpun
berada disini serta mencoba menghalangi sauya. Haaah......haaah.....haaah....."
Mendadak...
Belasan orang lelaki bertubuh kekar yang duduk disamping kanan meja bangkit berdiri secara
serentak. kemudian sambil mengawasi Kim Thi sia sekejap dengan pandangan dingin mereka
menegur: "Sobat, siapa namamu?"
Belasan lelaki tersebut hampir semuanya mengenakan pakaian ringkas berwarna biru dengan
senjata tersoren dipinggangnya. Hawa napsu membunuh memancar diwajah masing-masing,
sudah jelas mereka telah diliputi oleh hawa amarah yang meluap-luap.
"Bagus sekali" pekik Kim Thi sia didalam hati.
Maka dengan berlagak acuh, kembali dia berkata:
"Locu she Kim, Kim yang berarti emas .Jikalau kalian merasa tak senang denganku katakan saja
terus terang, tak usah berlagak sok galak macam anjing beruang, tampang macam begitu hanya
membuat hati sauya tak sedap saja......."
Berubah wajah kawanan lelaki kekar itu, namun mereka belum berani turun tangan secara
gegabah.
salah seorang diantaranya sebera menegur dengan suara dalam:
"Sobat, wajahmu terasa asing sekali, bolehkah aku tahu anda adalah orang gagah dari mana?"
Kim Thi sia tidak memahami apa yang dimaksud orang tersebut, maka dengan berlagak tak
sabar dia berpekik:
"Perduli amat wajahku asing atau dikenal, aku hanya tahu bahwa perkumpulan Tay sang pang
adalah perkumpulan kaum manusia busuk. Jika kalian memang tak kenal dengan locu, lebih baik
jangan banyak bertanya, daripada membuat sauya naik darah. Akan kuhajar kalian sampai babak
belur."
semua orang segera berkerut kening dan melakukan pengepungan disekelilingnya. Kembali
terdengar salah seorang diantaranya berkata:
"Sobat dalam kelopak mata yang sehat tak akan kemasukan pasir, lebih baik pentang matamu
lebar-lebar kami sudah belasan tahun hidup dalam dunia persilatan, sudah bosan kami dengan
cara begitu maka lebih baik tak usah bermain lagak terus." silelaki yang mukanya penuh tahi lalat
itu segera menyambung:
"Sobat, harap sebutkan identitasmu, kalau tidak jangan salahkan kalau kami berlaku kasar."
"Apa itu berlaku kasar atau tidak sudah dua puluh tahun lohu hidup dalam dunia persilatan,
memangnya aku mesti jeri kepada cecunguk- cecunguk seperti kalian?" teriak Kim Thi sia lantang.
Dengan pandangan tajam lelaki bermuka tahi lalat itu mengawasi lawannya sekejap tiba-tiba ia
mendesak maju kedepan secepat kilat dia cengkeram pergelangan tangan sianak muda itu.
Belasan orang lainnya serentak membubarkan diri dan membalikkan meja dan kursi yang ada
disekitar sana dalam waktu singkat mereka telah mengepung Kim Thi sia rapat-rapat.
Kim Thi sia telah membuat persiapan sendiri nanti, tentu saja ia tidak membiarkan lengannya
ditangkap orang. Dengan cepat tangannya ditarik kebelakang, kemudian secepat kilat menolaknya
kembali, tak ampun lelaki yang penuh tahi lalat itu kena terdorong sampai mundur sejauh dua
langkah lebih. Dengan suara keras orang itu sebera berteriak:
"Memberontak. memberontak kau sianak setan berani menganiaya aku......"
sepasang telapak tangannya segera diputar kencang dan menciptakan serangkaian serangan
gencar yang rapat dan berbahaya.
Tampaknya para tamu yang hadir dalam ruang loteng itu pada tidak menaruh kesan baik
terhadapnya, masing-masing segera menyingkir kesamping dan tak seorangpun yang berusaha
melerai pertarungan tersebut.
Semenjak pertarungannya melawan salah satu tongcu dari Taysang pang, yakni siutusan racun
sampai ratusan gebrakan, tenaga dalam yang dimiliki Kim Thi sia sekarang telah memperoleh
kemajuan pesat. Apalagi dia telah mempergunakan ilmu pedang panca Buddha yang dahsyat itu,
bagaimana mungkin belasan orang lelaki kekar tersebut sanggup untuk menahan diri?
Agaknya lelaki yang bertahi lalat itu merupakan pemimpin rombongan, dengan suara keras ia
sebera membentak:
"Bocah keparat, tak nyana kepandaian yang kau miliki hebat juga, tak heran kalau lagakmu
sombong dan jumawa sekali."
Dengan menghimpun tenaga kedalam sepasang tangannya dia segera melepaskan sebuah
serangan dahsyat.
Cepat-cepat Kim Thi sia mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut datangnya
ancaman tersebut. "Braaaakkkk........"
Ditengah bentrokan yang keras kedua orang itu sama-sama tergetar mundur sejauh selangkah
lebih.
"saudara-saudara sekalian, serang dia dengan pukulan tangan kosong......" teriak lelaki itu
kemudian-
Dalam waktu singkat angin pukulan menderu- deru dan mengurung sekujur tubuh Kim Thi sia
ditengah arena.
serangan yang datangnya secara bertubi-tubi dan muncul dari empat penjuru ini segera
membuat Kim Thi sia kewalahan bagaimana pun juga sepasang tangan memang sulit menghadapi
empat tangan. Termakan oleh gencetan angin serangan tersebut, tubuhnya terlempar kesana
kemari seperti sebuah bola.
Namun keadaan tersebut tidak membuatnya menjadi gugup atau gelagapan, sebab kejadian
mana dianggapnya sebagai kesempatan yang sangat baik untuk menambah kekuatan tenaga
dalamnya.
oleh sebab itu disamping mengerahkan tenaganya untuk menghadapi ancaman musuh, diamdiam
diapun mengeluarkan ilmu Ciat khi mi khi untuk menghisap tenaga dalam musuh.
Puluhan jurus kemudian ia masih tetap berdiri tegak bagaikan sebuah batu karang meski
pakaian yang dikenakan telah koyak-koyak tak karuan lagi bentuknya.
Menyaksikan peristiwa tersebut belasan orang lelaki kekar itu menjadi terperanjat sekali, tanpa
terasa mereka berpikir: "Sungguh aneh, kenapa bocah keparat ini belum juga roboh?"
sejak mempelajari ilmu Ciat khi mi khi, Kim Thi sia memang memiliki daya tempur yang luar
biasa hebatnya terutama sekali daya tahannya menghadapi pukulanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sekalipun tenaga dalam yang dimilikinya tidak termasuk hebat, namun biarpun sudah bertarung
sekian waktu ia tetap kokoh bertahan dan sedikitpun tidak nampak kelelahan.
Ratusan gebrakan kemudian, para jago-jago yang menonton jalannya pertarungan itu dari
sekeliling arena mulai kasak kusuk membicarakan persoalan itu, setiap orang boleh dibilang dibuat
kagum oleh daya tahan serta kemampuan Kim Thi sia untuk mempertahankan diri sekian waktu.
Peluh sudah membasahi jidat belasan lelaki kekar itu, serangan demi serangan yang mereka
lancarkanpun jauh lebih hebat dan dahsyat namun usaha mereka tak pernah berhasil merobohkan
musuhnya yang seorang ini.
Lama kelamaan, kejadian ini membangkitkan hawa amarah didalam dada mereka.
Mendadak Kim Thi sia melancarkan sebuah serangan dahsyat untuk mendesak mundur seorang
musuhnya kemudian dengan suara keras ia berseru:
"Kalian manusia-manusia bangsa cecunguk masih bukan tandinganku, lebih baik undang saja
pemimpin kalian, kalau masih saja tak tahu diri Hmmmm...... jangan salahkan kalau locu akan
melangsungkan pembunuhan secara besar-besaran."
Tampaknya lelaki itu menganggap perkataan tersebut ada benarnya juga sebab ia sadar,
apabila keadaan demikian dibiarkan berlangsung terus maka pada akhirnya bukan bocah keparat
itu yang keok. sebaliknya pihak mereka sendiri yang bakal menderita kerugian besar.
Karena itu, tanpa banyak berbicara lagi dia segera membalikkan badan dan melarikan diri
terbirit-birit meninggalkan arena.
sebaliknya Kim Thi sia segera berputar mengitari arena sambil mengawasi sekeliling tempat itu
dia seperti ingin memeriksa apakah pemimpin mereka sudah muncul atau belum.
Mendadak dari sudut ruangan sebelah kiri kedengaran seorang nona muda berkata dengan
keheranan-
"Yaya, kenapa orang itu begitu hebat? Coba lihatlah, walaupun sudah bertarung sekian waktu,
tidak setetes keringatpun yang membasahi jidatnya."
Lalu terdengar suara seorang pemuda berkata:
"Adik bodoh, tenaga dalam yang dimiliki orang ini sangat sempurna, tentu saja dia sanggup
bertarung lama tanpa lelah." Tetapi suara seorang kakek segera menyela:
"Aku rasa bukan begitu, coba kalian berdua perhatikan baik-baik, keningnya biasa saja sinar
matanya tak tajam, kemampuannya bertahan sekian waktu tentu ada hubungannya dengan
kemampuan alam yang dia miliki jangan dilihat bocah itu polos dan lugu sesungguhnya dia
merupakan sebuah batu kemala mestika yang belum digosok."
JILID 7
Kim Thi sia segera mengalihkan pandangan matanya dan melirik sekejap ke arah mana
berasalnya pembicaraan tersebut.
Ternyata orang yang sedang berbicara itu adalah seorang kakek berusia tujuh puluh tahunan
yang berambut putih dan bermata tajam.
Disamping kakek itu duduklah sepasang muda mudi dengan wajah diliputi keheranan-Waktu itu
dia mendengar pemuda tersebut sedang berkata.
"Ya ya.. kelihatannya selain memiliki daya tahan yang hebat ilmu silat yang dimilikinya tidak
seberapa tinggi"
Kakek berambut putih itu segera menghela napas panjang.
"Aaaai, andaikata bocah ini bisa memperoleh didikan dan bimbingan seorang guru dan
memperoleh kesempatan untuk melatih diri barang tiga sampai lima tahun, tanggung
kemampuannya akan sepuluh kali lipat lebih hebat daripada kemampuan kalian berdua." Nona
muda itu segera cemberut serunya manja:
"Hmmmm, aku tak puas dengan pendapat tersebut, bayangkan saja sewaktu bertarung tadi dia
cuma tahu menerkam dengan penuh tenaga macam binatang buas saja. Ia tak mengenal tehnik
bertarung, dia pasti tak bakal becus dikemudian hari." Kim Thi sia jadi naik darah, pikirnya:
"Kau mengatakan aku hanya mengerti menyerang seperti binatang buas, tidak mengerti tehnik
pertarungan? Baik, akan kudemontrasikan barang dua jurus kepandaian andalanku, agar kau
melongo dibuatnya."
Berpikir sampai disitu, gadis remaja membentak keras untuk memancing perhatiannya.
Kemudian dengan mengeluarkan dua jurus serangannya yakni jurus "jaring langit perangkap
bumi" dan "tangguh sendiri tanpa akhir" dari ilmu pedang panca Buddha, ia ciptakan berlapis-lapis
bayangan pukulan yang maha dahsyat untuk mengurung belasan orang musuhnya itu rapat-rapat.
setelah itu tangan kirinya segera melancarkan serangkaian serangan gencar kearah dada
lawan.
"Duuuuk.... d uuuukkk..... d uuuuukkkk........"
Tahu-tahu setiap orang sudah termakan oleh sebuah pukulannya yang hebat itu.
Tak terlukiskan rasa terkejut belasan lelaki kekar itu. Cepat-cepat mereka mundur sejauh tiga
langkah dan memeriksa dada sendiri yang terkena pukulan. setelah tahu bahwa isi perutnya tidak
terluka, mereka baru mendesak maju lagi kedepan untuk melakukan pengepungan kembali.
Dalam suasana ribut Kim Thi sia menyempatkan diri untuk melirik sekejap kearah ketiga orang
itu.
segera terlihatlah kakek berambut putih itu sedang membelalakkan matanya lebar-lebar sambil
memperlihatkan rasa bingung dan curiga. sementara paras mukanyapun turut berubah menjadi
serius sekali. selang berapa saat kemudian baru berkata dengan suara dalam dan berat.
"Sudah kalian saksikan kedua jurus serangan tadi? kedua gerakan tersebut mirip sekali dengan
ilmu pedang panca Buddha milik rasul selaksa pedang, si malaikat pedang berbaju perlente yang
pernah menggetarkan seluruh daratan Tionggoan Aneh, sungguh aneh sekali, mengapa pemuda
inipun sanggup mempergunakannya? paras muka pemuda ini asing sekali. Ia tak mirip dengan
murid dari sembilan partai besar manapun....... siapakah dia sebenarnya?" sepasang muda mudi
itupun turut membelalakan matanya lebar-lebar sambil mengawasi wajah Kim Thi sia dengan
perasaan terkejut, agaknya perkataan dari yayanya telah menimbulkan pula perasaan bingung
dalam hati kecil kedua orang itu.
Kim Thi sia menjadi sangat kegirangan, dia sengaja tertawa nyaring lalu berseru dengan
lantang:
" Kalau kalian semua begitu tak becus, jangan berharap kugunakan ilmu pedang panca Buddha
lagi untuk menghadapi kalian."
sambil berkata kembali dia melirik sekejap kearah kakek berambut putih itu.
Ternyata kakek tersebut telah berubah muka dan termenung dengan wajah termangu- mangu.
Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya waktu itu......?
sebaliknya pandangan mata sepasang muda mudi itu justru seperti melekat dengan tubuhnya,
dibalik pandangan tadi terlihat jelas penuh diliputi rasa kaget, heran dan kagum.
Tanpa terasa Kim Thi sia berpikir:
"Tampaknya nama besar suhu memang betul-betul termashur diseantero jagad.
Waah....beruntung sekali aku bisa memperoleh warisan ilmu silat darinya."
Mendadak dari balik kerumunan orang banyak terdengar seseorang membentak keras. "Tahan"
"Nah ini dia" Kim Thi sia segera berpikir. "Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga."
Ternyata benar juga apa yang diduga lelaki kekar yang pergi meninggalkan arena tadi kini
muncul kembali mengiringi seorang kakek kurus kecil yang berusia lima puluh tahunan dan
memelihara jenggot panjang.
Dengan pandangan mata yang tajam, kakek ceking itu memandang sekejap kearah Kim Thi sia,
lalu tanyanya kepada lelaki kekar itu. "Bocah kecil inikah yang kau maksudkan?"
"Benar"jawab lelaki kekar itu penuh hormat. " Harap tong cu suka membalaskan sakit hati
kami."
Mendadak kakek ceking itu mengayunkan tangannya kedepan dan-......
"Plooooook"
Tahu-tahu dia sudah menampar lelaki itu keras-keras kemudian umpatnya dengan penuh
amarah.
"Kau benar-benar manusia tak berguna, masa seorang bocah kecilpun tidak mampu
menghadapi, buat apa kalian hidup terus didunia........"
Bertemu dengan kakek ceking tersebut, sikap belasan lelaki kekar itu seperti tikus bertemu
kucing semuanya munduk-munduk dengan ketakutan dan segera menyingkir kesamping tanpa
berani mengucapkan sepatah katapun-
Dengan langkah lebar kakek ceking itu maju kehadapan Kim Thi sia lalu tegurnya: "Hey bocah
cilik, engkau murid siapa? hayo cepatjawab"
Dari balik nada pembicaraannya itu, tercermin kebiasaannya yang suka memerintah. Kim Thi
sia segera tertawa dengan terbahak-bahak.
"HaaaHH......haaaaHH......haaaHH..... sijenggot pendek. siapa suruh kau berkaok-kaok macam
jeritan setan? sudah belasan tahun sanya berkelana didalam dunia persilatan, tetapi belum pernah
kujumpai manusia yang tak mirip manusia, setan tak mirip setan macam dirimu itu......"
Dia masih teringat dengan kata-kata kangon yang pernah dipelajarinya dari ayahnya dulu, kini
tanpa memperdulikan apakah perkataan tersebut benar atau tidak. ia segera mengobralnya secara
lantang tujuannya memang tak lain agar lawan tidak mentertawakannya sebagai seorang anak
ayam yang baru terjun kedalam dunia persilatan-
Kontan saja gelak tertawa geli berkumandang dari sekeliling arena, betapa tidak? usia Kim Thi
sia paling banter baru tujuh delapan belas tahunan, tapi dia mengatakan sudah belasan tahun
bekelana didalam dunia persilatan, siapa yang tidak geli mendengarnya?
segera terdengar sinona muda tadi berkata sambil tertawa geli:
"Koko......sangat menarik sekali orang ini, selain tak mengerti pada sopan santun tampaknya
dia sangat binal."
"Jangan berbicara dulu adikku, mari kita saksikan bagaimana caranya ia menghadapi tongcu
dari perkumpulan Tay sangpang ini" dalam pada itu sikakek ceking itu sudah menarik muka sambil
melancarkan sebuah cengkerama kilat secara tiba-tiba.
Kim Thi sia yang sama sekali tak menduga akan datangnya ancaman tersebut menjadi tak
sempat untuk menghindarkan diri pakaian dibagian bahunya segera tersambar hingga robek
besar.
Kim Thi sia menjadi gusar sekali, sambil melepaskan serangan balasan teriaknya: "Hey
sijenggot kerdil, kau sudah bosan hidup?"
Dengan suatu gerakan yang sangat ringan kakek ceking itu, berkelit kesamping untuk
meloloskan diri dari ancaman Kim Thi sia lalu ujarnya dengan suara dingin-"Hmm, sinar dari
kunang- kuna ngpun ingin bertanding dengan cahaya rembulan...." sambil mendesak maju
kemuka ia segera mengirim sebuah pukulan keras. "Duuuukkk......"
Kim Thi sia segera terhajar sampai roboh terguling diatas tanah.
Ditengah teriakan kaget para penonton pelan-pelan Kim Thi sia merangkak bangun dari atas
tanah, lalu teriaknya keras-keras: "Hey sijenggot kerdil, apakah kita sudah bertarung?" Kakek
ceking itu tertegun sejenak lalu sahutnya dingini "Kalau benar kenapa?"
" Kalau toh sudah dimulai maka saya perlu memperingatkan kepadamu kita bakal bertarung
terus sampai salah seorang keok. Perduli seratus jurus atau seribu jurus."
"Jumawa benar kau sibocah keparat" umpat kakek ceking itu penuh amarah.
sepasang telapak tangannya segera diputar sambil mendorong kedepan dua gulung tenaga
pukulan yang maha dahsyatcun segera menggulung kemuka langsung menghantam tubuh anak
muda tersebut.
Kembali Kim Thi sia tak sanggup menahan diri, tubuhnya segera terlempar sejauh tiga kali lebih
dari posisi semula.
sambil menangis sinona yang ditepi arena segera berteriak keras:
"Koko, habis sudah riwayatnya kali ini, kita tak usah menonton keramaian ini lagi."
Dari nada pembicaraan tersebut jelas dapat disimpulkan kalau dia merasa kecewa atau ketidak
mampuan Kim Thi sia sehingga ia tak bisa menyaksikan tontonan yang mengasyikkan.
Ditengah sorak sorai banyak orang, Kim Thi sia segera merangkak kembali dari atas tanah
tanpa mengeluh, bahkan dia melancarkan kembali suatu terjangan dahsyat.
Dengan paras muka berubah menjadi menyeramkan kakek ceking itu segera melancarkan
sebuah pukulan lagi. "Braaaakkk....
Kembali sepasang tangan saling beradu satu sama lainnya tapi ini kedua belah pihak samasama
terdorong mundur setengah langkah.
Tampaknya kakek ceking itu merasa terperanjat sekali, tanpa terasa ia berseru: "Apakah kau
tidak terluka?"
"Perduli amat terluka atau tidak, toh sudah kukatakan tadi, setelah pertarungan berlangsung
sekarang, siapapun tak boleh menyudahi sebelum salah satu pihak keok."
Berbicara sampai disitu ia segera melirik sekejap kesamping arena, tempat muda mudi itu
sedang menutup mulutnya sambil tertawa, sebaliknya kakek berambut putih itu segera berkerut
kening sambil memikirkan sesuatu.
Dengan penuh amarah, kakek ceking itu berteriak kembali:
"Bocah, keparat, tampaknya kau sudah makan hati harimau, empedu beruang sehingga begitu
berani mengucapkan kata-kata semacam itu"
Ia menarik napas panjang dan menyempitkan perut sendiri, lalu diiringi suara bentakan nyaring
telapak tangannya diputar sambil melancarkan sebuah babatan kilat kemuka.
Deruan angin pukulan yang maha dahsyat pun segera meluncurkan kemuka melanda apa saja
yang ditemuinya.
Tentu saja Kim Thi sia tak akan mampu membendung datangnya ancaman seperti itu, baru
saja ia mencoba untuk menerimanya dengan ayunan tangan, tahu-tahu segulung tenaga pukulan
yang sangat kuat telah menghantamnya sampai jatuh berjumpalitan diatas tanah, jidatnya segera
terluka dan mengucurkan darah segar.
Didalam serangannya barusan, kakek ceking tersebut telah mengerahkan segenap tenaga
dalam yang dimilikinya, dia memang bertekad akan membunuh pemuda tersebut dalam
serangannya itu.
oleh karenanya, kerugian yang sedang diderita Kim Thi sia kali ini benar-benar banyak sekali,
kepalanya segera terasa pening tujuh keliling. Pandangan matanya berkunang-kunang dan hampir
saja dia tak mampu merangkak bangun-
Tiba-tiba satu ingatan melintas didalam benaknya, dia masih ingat dalam bentrokan kekerasan
yang terjadi barusan dengan kakek ceking tersebut. Ternyata kekauatan mereka berimbang dan
masing-masing pihak mundur selangkah kebelakang. Hal ini membuktikan bahwa tenaga
dalamnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat tanpa disadari.
Berpikir begitu, semangatnya kontan saja makin berkobar. setelah beristirahat sejenak ia lantas
mendengus dan merangkak bangun kembali.
sementara itu para penonton yang mengikuti jalannya pertarungan tersebut dari sekeliling
arena memang mengharapkan ada tontonan yang asyik dan mengejutkan maka sewaktu
menyaksikan Kim Thi sia merangkak bangun kembali dengan penuh semangat, suasanapun
menjadi gempar malah tak sedikit diantara mereka yang mulai memuji. Berubah hebat paras muka
kakek ceking tersebut segera pikirnya dengan keheranan-
"sungguh aneh, kenapa bocah keparat yang masih asing dan tak punya nama ini sama sekali
tidak terluka? padahal tenaga seranganku barusan mampu menghancurkan batu sekeras apapun
mengapa dia yang tak berilmu tinggi justru sama sekali tak cedera"
Amarah yang membaca membuat pikiran jahatpun terus muncul, sekali lagi dia menghimpun
segenap tenaga dalam yang dimilikinya siap melepaskan pukulan yang mematikan.
mendadak terdengar suara teriakan nyaring berkumandang datang, disusul munculnya seorang
lelaki setengah umur dari balik kerumunan orang banyak. "Yap longcu apa sih yang terjadi?
mengapa ribut-ribut ditempat ini"
setelah celingukan sekejap kesekeliling tempat itu, dengan pandangan kaget bercampur
keheranan dia lantas mengamati wajah Kim Thi sia.
Tapi dengan cepat pandangannya membeku dan diatas wajahnya yang hitam pekat seperti
pantat kualipun terlintas rasa kaget dan ngeri yang tebal.
Kim Thi sia pun segera mengenali orang ini sebagai si utusan racun- Keberaniannya makin
meningkat, segera teriaknya dengan lantang:
"Hey utusan racun ternyata kaupun telah datang. HaaaHh......haaaHH.....bagaimana kalau kita
bertarung berapa ratus jurus lagi."
Utusan racun menatap sekejap kearahnya tanpa menjawab, buru-buru ia menghampiri sikakek
ceking itu dan memb isikan sesuat, sekilas rasa kaget dan tercengang, segera menghiasi wajah
kakek ceking itu.
setelah memperhatikan Kim Thi sia sekejap. diapun manggut-manggut seraya berkata:
sambil berpaling kearah belasan orang lelaki yang berdiri menghormat disisi arena, segera
bentaknya:
"Kalian kawanan telur busuk. benar-benar tak tahu diri aku ingin bertanya kepada kalian
dimanakah kesalahan anak muda ini? apakah dia telah mengusik kalian?"
Dengan wajah bersemu merah karena malu, belasan orang lelaki itu berdiri menunduk, tak
sepatah katapun yang diutarakan mereka. Kim Thi sia jadi tertegun, serunya tiba-tiba: "Hey
sijenggot kerdil, kau sudah tak ingin berkelahi lagi?" Kakek ceking itu tertawa seram.
"Tempat ini merupakan tempat umum, semua orang ingin mencari ketenangan disini bila
pertarungan dilangsungkan terus, niscaya kejadian ini akan mengurangi kegembiraan orang lain-
Lagipula kesempatan untuk bertarung kemudian hari masih banyak sekali, kenapa kita harus
bertarung disini?"
Tak sedikit jago berpengalaman yang turut menonton pertarungan itu dari arena begitu
mendengar perkataan dari kakek ceking tersebut, merekapun segera memahami maksud hatinya.
Terdengarlah diantara mereka segera berteriak keras: "HaaaH.....haaaah.....haaah dia tak berani."
"Yaa, dia mulai takut......."
Dengan penuh amarah dan napsu membunuh menyelimuti wajahnya kakek ceking itu
memperhatikan sekejap sekeliling arena lalu serunya sambil mendengus:
"Hmmm, jika ada diantara kalian yang berniat mengadu domba silahkan menggelinding keluar."
orang-orang yang semula memang berniat mengadu domba itu segera membungkam diri
dalam seribu bahasa terutama setelah menyaksikan wajahnya yang menyeringai bengis tak
seorangpun yang berani berbicara atau tertawa lagi sebab mereka kuatir bila sampai menyalahi
kakek tersebut kerugian besar tentu menanti dibelakang hari.
Begitulah, setelah suasana hening kembali sikakek yang ceking tersebut mendehem berapa kali
kemudian berkata:
"Hey anak muda, jika ingin bertarung mari kita mencari tempat yang terpencil saja, kenapa kita
mesti mengganggu kesenangan orang hingga menimbulkan keresahan hati mereka"
selesai berkata, dia lantas mengajak SiraSul racun untuk bersama-sama meninggalkan tempat
tersebut.
Dengan susah payah Kim Thi sia berhasil menemukan titik terang tersebut, tentu saja dia
enggan melepaskan lawannya dengan begitu saja. sambil melangkah maju kedepan, bentaknya
keras-keras: "Berhenti"
Kedua orang itu berhenti setelah mendengar bentakan tersebut. sekilas perasaan rikuh
menghiasi diatas wajah mereka, tanyanya kemudian-"Ada urusan apa?"
"Ajak aku untuk menjumpai ketua kalian-" Kedua orang itu kelihatan terkejut.
selang berapa saat kemudian, lelaki setengah umur itu baru berkata lagi dengan suara dingin:
"Pang cu adalah seorang pemimpin partai yang terhormat dan agung, ia merupakan pemimpin
dari beribu orang dan memegang tampuk kekuasaan dari suatu perkumpulan- Kau anggap beliau
sudi menemui sembarangan orang? Apalagi terhadap seorang manusia yang tak punya nama
seperti dirimu?"
sudah jelas kalau nada pembicaraan tersebut mengandung sindiran kepada Kim Thi sia yang
dianggapnya tak punya nama tapi mempunyai angan-angan yang sangat muluk.
"Benarkah pangcu kalian tak sudi bertemu orang?" seru Kim Thi sia menegaskan-
"Buat apa aku mesti berbohong?" sahut kedua orang itu hampir bersamaan waktunya dengan
nada gusar.
"Andaikata aku berniat masuk menjadi anggota Tay sang pang?"
Mendengar perkataan mana kedua orang itu segera saling berpandangan sekejap.
Dengan nada kurang percaya kakek ceking itu segera berkata. "Bila kau berkeinginan masuk
anggota, tentu saja Tay sang pangcu akan menyambut dengan gembira. Tapi aku kuatir kau
berbicara menela mencle. sekarang mengatakan begitu akhirnya timbul rasa
menyesal.....beranikah kau jamin bahwa perkataanmu itu benar-benar timbul dari sanubarimu?"
Kim Thi sia tahu, bila tak berani memasuki sarang macan, tak mungkin bisa memperoleh anak
harimau, maka sambil menepuk dada ia berkata:
"Hal ini mah tergantung apakah kalian bersedia mempercayai perkataanku atau tidak. Padahal
sudah lama sekali aku berkeinginan untuk masuk menjadi anggota Tay sang pang."
siutusan racun segera tertawa dingin-"Lalu mana budak rendah itu?"
"siapa sih budak rendah yang kau maksudkan?"
Dengan nada marah, utusan racun segera berseru. "Bocah muda, pandai amat kau berlagak
pilon- Hmm dari hal inipun pangcu sudah tak sudi bertemu denganmu. Aku maksudkan sianggota
murtad itu, kemana perginya perempuan muda berbaju hitam itu?"
"Akupun sendirian tidak tahu" jawab Kim Thi sia berlagak kebingungan- "sejak kaupun pergi
meninggalkan aku, ketiga orang lelaki kekar dan nona berbaju hitam itupun pergi entah kemana
aku sama sekali tak ada hubungan dengan perempuan itu. sedang kita dapat berkelahi karena kau
turun tangan duluan- Urusannya antara aku dengan perempuan tersebut?"
Utusan racun menjadi tertegun-
"Bila kau ingin masuk menjadi anggota Tay sang pang, maka kau mesti menelan sebutir pil
buatan Tay sang pang pangcu lebih dulu, dengan begitu kau baru tak berani punya ingatan untuk
berhianat. Nah, bagaimana menurut pendapatmu?" Terkesiap juga Kim Thi sia setelah mendengar
perkataan itu, segera katanya:
"soal obat sih aku tak tertarik, baiklah jika kalian tidak bersedia mengajukan untuk bertemu
dengan pangcu aku mempunyai kaki untuk pergi mencari sendiri" Kedua orang itu saling
berpandangan sekejap. kemudian tertawa terbahak-bahak.
"HaaaaaHh....haaaaHh....haaaHH....bagus sekali anak muda kau memang cukup hebat.
sekarang juga kami akan mengajakmu pergi menemuinya."
Kim Thi sia menjadi kegirangan setengah mati. Belum habis ingatan tersebut melintas lewat,
mendadak lengannya terasa kesemutan- entah sejak kapan lelaki setengah umur itu sudah
mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangannya erat-erat. Dengan perasaan terkejut ia
segera berteriak: "Hey, mau apa kau?" Utusan racun segera tertawa.
" Untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tak diinginkan, terpaksa aku harus menyiksa sobat
sebentar."
Kim Thi sia berusaha untuk meronta namun lengannya sudah kesemutan dan tak menurut
perintah lagi, terpaksa dia berseru: "Hayo kita berangkat."
Kedua orang itu tertawa seram, seorang dari kiri yang lain dari kanan, mereka segera
membawa Kim Thi sia berlalu dari situ dengan langkah lebar.
^oooo0ooooo
"Tunggu sebentar" mendadak kakak berambut putih itu membentak keras.
Kedua orang itu segera berpaling dan memperhatikan kakek itu sekejap. perasaan kaget dan
keheranan segera melintas lewat dari balik mata mereka. setelah tertegun beberapa saat,
merekapun segera menjura seraya berkata:
"selamat bertemu, selamat bertemu, rupanya Thi Khi locianpwee telah datang entah ada
urusan apa?"
Thi Khi si kakek berambut putih itu berkata dengan suara lamban-"Apakah saudara berdua
adalah tongcu dari perkumpulan Tay sang pang."
Kedua orang itu segera mengangguk. "Benar ada urusan apa cianpwee?"
Biarpun kedua orang itu angkuh dan tinggi hati, namun sikapnya terhadap kakek tersebut
justru sangat menaruh hormat. Menyaksikan hal ini, Kim Thi sia segera berpikir:
" Kalau dilihat dari sikap mereka, agaknya kakek ini adalah seorang tokoh persilatan yang
berilmu tinggi."
Dalam pada itu si kakek berambut putih itu sudah berkata lagi.
"Tolong tanya apakah putriku berada diperkumpulan Tay sang pang?"
Gemetar keras tubuh kedua orang tersebut, dengan suara dalam mereka segera bertanya:
"Siapakah nama putra cianpwee?"
"Yu Kien-......"
Berubah hebat paras muka kedua orang itu, tapi sebentar kemudian telah pulih kembali seperti
sedia kala, ujarny kemudian sambil tertawa:
"Nama tersebut terasa asing sekali. Rasanya dalam perkumpulan Tay sang pang tidak terdapat
manusia tersebut, apakah kedatangan locianpwee dikarenakan putrimu hilang?" Dalam pada itu
Kim Thi sia telah merasakan hatinya tergerak. segera pikirnya pula:
"Bukankah Yu Klen adalah sinona berbaju hitam itu? Bukankah dia turut serta seperti
perkumpulan Tay sang pang, malah seperti juga utusan racun- sama-sama menjahat sebagai
seorang Tongcu. Kenapa dia justru mengatakan tak ada manusia seperti ini."
Berpikir sampai disitu rasa gusar dan mendongkolnya segera timbul, baru saja dia akan
mengutarakan kabar berita tentang Yu Klen ketika secara tiba-tiba ia saksikan paras muka kakek
berambut putih itu telah berubah hebat dan matanya memancarkan hawa napsu membunuh.
Dalam terkesiapnya buru-buru dia urungkan niatnya untuk berbicara lebih jauh.
"sebagai pemuda yang cermat ia segera dapat menduga bahwa kepergian Yu Kien pasti telah
melanggar peraturan rumah tangga keluarganya, sehingga kedatangan ayahnya kali ini bisa jadi
berniat untuk menghukumnya."
Diam-diam pemuda itu bertekad didalam hatinya untuk merahasiakan jejak gadis tersebut,
bahkan bersumpah akan mengisahkan suatu pertemuan yang penuh kedamaian diantara mereka
ayah dan anak.
sementara itu si kakek berambut putih itu sudah berkata lagi sambil menggigit bibir. "Budak ini
benar-benar bedebah, ia berani berkomplot dengan kaum durjana untuk melakukan kejahatan.
Hmmm bila aku berhasil menemukannya kembali pasti akan kubunuh dia dengan sekali
pukulan......."
Kim Thi sia segera menimbrung:
"Perkataan dari cianpwee keliru besar, bagaimanapun kalian mempunyai hubungan erat
sebagai ayah dan anak. sekalipun putri sudah melakukan kesalahan- sudah sepantasnya kalau aku
berusaha untuk memaafkannya....."
"Hey anak muda, kau jangan mencampuri urusan ini........" tukas kakek berambut putih itu
dingin-
Kemudian ia berkata lagi:
"Sebagai murid dari rasul selaksa pedang sepantasnya menghormat keluhuran budi gurumu
dimasa lalu. Mengapa kau justru ingin bergabung dengan Tay sang pang untuk melakukan
kejahatan-
Kim Thi sia tertegun apalagi menyaksikan wajahnya yang serius dan keren, sudah pasti dia
sangat menguatirkan tentang dirinya sebab bukan ia tak marah, malah diterimanya dengan
senang hati.
Kedua orang itu segera mendehem pelan lalu kata bersama:
"Kami berdua tidak setuju dengan pendapat cianpwee, Tay sang pang adalah suatu
perkumpulan yang khusus menolong kaum lemah dari penindasan bagaimana mungkin bisa
disebut melakukan kejahatan? mungkin cianpwee kelewat banyak mendengar berita sensasi yang
memburukkan pihak kami sebab dalam kenyataan banyak manusia kurcaci yang iri dan tak senang
perkumpulan kami......"
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak menggubris perkataan tersebut, mendadak ia
membentak dengan suara keras:
"sobat kecil, benar tidak perkataan ini?" diam-diam Kim Thi sia mengeluh didalam hati, namun
terpaksa sahutnya juga. "Kau memang betul, kau memang betul."
Kakek berambut putih itu segera berseri sambil mengelus jenggotnya dan tertawa ia berkata
lebih jauh:
"Bila teguranku kelewat pedas harap sobat kecil sudi memaafkan- Tapi aku terpaksa berbuat
demikian demi keselamatan sobat kecil dikemudian hari, ketahuilah dalam dunia persilatan dewasa
ini terlalu banyak manusia kurcaci yang pandai memutar balikkan fakta, padahal sobat kecil
berbakat bagus dan lagi telah mewarisi ilmu silat yang maha dahsyat dari malaikat pedang berbaju
perlente. Kau lebih pantas untuk memikul tanggung jawab yang berat untuk membela kaum lemah
dan menegakkan keadilan dalam dunia persilatan- oleh sebab itulah aku terpaksa menegurmu
dengan kata-kata yang kurang sedang didengar tadi untuk itu harap kau sudi memakluminya....."
"Kau mengenal suhuku?" tanya Kim Thi sia.
Dengan pertanyaan tersebut, berarti secara tak langsung dia telah mengakui sebagai murid
malaikat pedang berbaju perlente.
Tiba-tiba kakek berambut putih itu bangkit berdiri dan berseru sembari menjura.
"suhumu adalah seorang tokoh sakti yang sangat terhormat dan kedudukan tinggi dalam dunia
persilatan, sedang aku ini manusia macam apa mana mungkin berjodoh untuk bertemu
dengannya? tapi banyak sudah kabar berita yang kudengar tentang dirinya, akupun mengetahui
semua sepak terjang yang dilakukan selama ini, karena itu akupun sudah puas dapat bertemu
dengan muridnya hari ini. sobat, aku percaya dengan bekal ilmu silat ajaran malaikat pedang
berbaju perlente kau pasti akan menggetarkan seluruh dunia persilatan- Kuharap kau dapat
bertindak sebaik-baiknya hingga tidak menyia-nyiakan pengharapan gurumu......."
Biarpun kakek berambut putih ini termasuk seorang tokoh yang termashur didunia persilatan,
setelah menyinggung soal malaikat pedang berbaju perlente, sikapnya segera berubah menjadi
begitu hormat dan merendah. Dari sini dapatlah disimpulkan betapa besar dan terhormatnya nama
serta kedudukan malaikat pedang berbaju perlente didalam dunia persilatan-
Kim Thi sia segera sadar bahwa sepak terjang dimana mendatang harus diperhitungkan secara
cermat sebab sedikit saja dia bertindak salah, maka sejuta orang akan mengutuknya. Maka setelah
memberi hormat iapun berkata:
"Terima kasih banyak atas nasehat cianpwee, boanpwee percaya masih mampu mengendalikan
sepak terjangku."
Dalam pada itu, paras muka kedua orang tongcu dari Tay sang pang telah berubah menjadi
pucat pias seperti mayat. Apalagi setelah mengetahui bahwa bocah muda yang tak dikenal
namanya ini ternyata merupakan murid malaikat pedang berbaju perlente.
Rasul racunpun merasa keder, tanpa terasa cengkeramannya atas lengan Kim Thi sia segera
menarik kembali tangannya sambil melotot sekejap kearahnya, semakin berhati-hati lagi untuk
menjaga diri.
sepasang muda mudi yang berada disisi arenapun membelalakan matanya lebar-lebar. saking
kagumnya merekapun tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sejak kecil mereka sudah banyak mendengar tentang kegagahan serta sepak terjang malaikat
pedang berbaju perlente didalam dunia persilatan sehingga penampilan malaikat pedang berbaju
perlente dalam bayangan mereka sudah bukan sebagai manusia lagi melainkan sebagai malaikat
sakti.
Biarpun mereka tak mengharao bisa peroleh kesempatan untuk bertemu muka dengan malaikat
pedang berbaju perlente pribadi, tapi mereka telah bertemu dengan muridnya sekarang.
Rasa kagum, menghormati dan sanjungan berkecamuk menjadi satu dalam benak mereka,
semuanya seakan-akan membentuk sebuah jaringan dan mereka sebagai ikan-ikan kecil yang
masuk kejaring, tiada kekuatan sedikitpun untuk meronta ataupun melawan. Diam-diam kedua
orang itu berpikir didalam hatinya:
"Ternyata murid si malaikat pedang berbaju perlentepun tak jauh berbeda seperti kami semua
mengapa kami harus kaget, panik dan begini gugup?"
Sementara itu si kakek berambut putih tadi telah berkata lagi sambil menghela napas.
"sobat, angkatanku sudah tua semua. Tugas kami sudah seharusnya diserahkan semua kepada
kalian-"
Kakek itu seolah-olah berhasil memahami arti kehidupan manusia dalam detik tersebut ia
merasa dirinya bagaikan mata hati waktu senja yang pelan-pelan menghilang dan memudar
sinarnya sedangkan pemuda yang berada dihadapannya bagaikan sinar sang surya yang pelanpelan
terbit dilangit timur, diantara mereka berdua seakan-akan terdapat kegentingan untuk saling
berhubungan dan saling menyambung. Mendadak rasul racun mundur beberapa langkah sambil
berseru dengan ketakutan:
" Kami tak bisa mengajakmu untuk bertemu dengan pangcu."
" Kenapa?" tegur Kim Thi s ia.
Rasul racun sendiripun tidak habis berpikir, mengapa dia bisa berubah pikiran setelah
mengetahui bahwa pemuda yang berada dihadapannya adalah murid malaikat pedang berbaju
perlente.
"Tidak. aku harus bertemu denganmu." kata Kim Thi sia menegaskan. "Apakah kalian bersedia
kehilangan satu kesempatan yang sangat baik ini?"
"Kesempatan apa?"
"Apakah Tay sang pang tidak ingin menghisap tenaga baru yang penuh dengan semangat
tinggi?"
"kau benar-benar ingin bergabung dengan kami?"
"Hmmmm....."
Kim Thi sia cukup mengerti posisi serta kedudukannya didalam dunia persilatan dewasa ini
maka nada pembicaraannyapun turut bertambah keras dan ketus.
Berubah hebat paras muka kakek berambut putih itu, dia menghela napas panjang dan duduk
kembali kekursinya dengan lemas lalu dengan suara lirih bergumam: "Dunia telah berubah, dunia
telah berubah......kalau murid malaikat pedang berbaju perlente pun bersedia menggabungkan diri
dengan perkumpulan sesat, apalagi yang bisa kukatakan."
Sepasang muda mudi itupun serentak melompat bangun, lalu sambil menuding kearah Kim Thi
sia teriaknya:
"Kau harus mengerti, kami berdua tidak takut kepadamu"
"Yaa, tapi siapa yang suruh kalian takut?" sahut Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
Merah jengah selembar wajah muda mudi itu, semula mereka bermaksud untuk ingin
menunjukkan keberaniannya, siapa tahu perkataan tersebut justru mengungkapkan bahwa
sesungguhnya mereka takut.
Tapi keadaan ini bisa dimaklumi, selama ini mereka menganggap malaikat pedang berbaju
perlente sebagai dewa, sebagai malaikat sakti mereka tak ingin menyaksikan muridnya terperosok
kejalan yang sesat itulah sebabnya dorongan emosi membuat darah yang mengalir ditubuh
mereka makin kencang dan saking tegangnya merekapun tak mampu mengendalikan diri lagi.
"Mengapa kau bersikeras akan menggabungkan diri dengan Tay sang pang? mengapa kau
enggan menuruti nasehat yaya ku...kau...kau anggap kami tak berani."
Perasaan kaget dan kagum kini berubah menjadi rasa kecewa yang sangat mendalam dan
kekecewaan tersebut menimbulkan kobaran emosi yang tak diketahui asal mulanya.
"Inikan menjadi kebebasanku" kata Kim Thi sia kemudian "atas dasar apa kalian hendak
mengekang kebebasanku?"
Demi keselamatan jiwa nona berbaju hitam itu dia mesti memendam kesulitannya didalam hati.
Dengan harapan sikap tersebut akan menarik kepercayaan tongcu dari Tay sang pang ini
terhadapnya.
Pemuda itu tertegun, lalu diam-diam pikirnya:
"Yaa, benar juga perkataannya, dia akan bergabung dengan Tay sang pang atau tidak akan
merupakan kebebasannya? atas dasar apa aku hendak mengurusinya?"
Tidak seperti pemuda tersebut, entah mengapa nona muda itu justru menangis terisak saking
emosinya sambil menangis ia berseru dengan penuh kebencian-
"Aku tak perduli siapa malaikat pedang berbaju perlente itu pokoknya jika kau berani
bergabung dengan Tay sang pang maka aku.....aku akan membunuhmu......."
"Aneh benar bocah perempuan ini....." diam-diam Kim Thi sia berpikir dihati kecilnya. "Apa
sangkut pautnya keinginanku bergabung dengan Tay sang pang dengan dirinya? Bukan saja ia
sudah menangis, bahkan mengancam akan membunuh ku....sungguh aneh sekali."
saking kesalnya diapun segera berseru:
"Asal kau merasa punya kepandaian setiap saat akan kunantikan kedatanganmu" Mendadak
kakek berambut putih itu membentak keras:
"Sobat kecil, apakah kau hendak mengandalkan nama besar dari malaikat pedang berbaju
perlente untuk memojokkan diriku?"
Dari balik pandangan matanya yang tajam, entah terselip rasa sedih atau marah tapi yang pasti
kesempatan itu telah menciptakan hawa napsu membunuh yang sangat tebal. Pelan-pelan dia
mengangkat telapak tangannya keatas.
Seluruh tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun dalam telapak tangannya, bila serangan
tersebut sampai dilancarkan niscaya kekuatan yang timbul akan dahsyat sekali. Kim Thi sia tak
mau menunjukkan kelemahan dihadapan orang lain, segera ujarnya pula:
"Bila empek memang berhasrat untuk bermain denganku, silahkan saja kau lepaskan
seranganmu. Aku pasti akan menemani dengan sebaik-baiknya." dengan tatapan matanya yang
tajam kakek berambut putih itu mengawasi lawannya sekejap. kemudian sambil menghela napas
ia menurunkan kembali tangannya sambil berkata dengan suara kasar:
"Aaaai.....dunia kalau mulai kalut, siluman dan dedemitpun akan bermunculan. pergilah kau dari
sini"
Kim Thi sia sengaja mendengus dingin lalu ia sambil berpaling kearah kedua orang tongcu dari
Tay sang pang ia berseru:
"Bagaimana? apakah kalian bersedia mengajakku untuk bertemu dengan pang cu?"
sandiwara yang diperankan olehnya benar-benar dibawakan secara hidup, kecuali Kim Thi sia
sendiri yang ibarat sibisu makan empedu biar kepahitan namun tak mampu mengutarakan keluar.
Lainnya termasuk juga para jago yang menonton keramaian tersebut sama-sama menghela napas
sedih dan turut menyesal karena keputusan murid dari malaikat pedang berbaju perlente yang rela
bergabung dengan suatu perkumpulan jahat.
Bahkan ada pula diantara jago-jago golongan lurus yang diam-diam berlalu dari situ sambil
membesut air mata dan menyebarkan berita buruk ini kepada rekan-rekan lainnya.
sementara itu pandangan mata kedua orang tongcu itu masih mendelong entah apa yang
sedang mereka pikirkan, sehingga perkataan dari Kim Thi sia pun sama sekali tak terdengar
Kim Thi sia menjadi berang, segera teriaknya keras-keras:
"Hey, sudah percayakah kalian bahwa aku bersungguh hati akan bergabung dengan Tay sang
pang?"
Bagaikan baru mendusin dari impian kedua orang itu saling berpandangan sekejap lain seperti
terkejut cepat-cepat mereka menjura seraya berseru:
"Tentu saja, dengan senang hati kami sambut kedatangan anda. Malaikat pedang berbaju
perlente adalah seorang pendekar yang hebat kehadiran anda pasti akan membuat Tay sang pang
lebih termasyur diseluruh kolong langit" dalam hati merekapun ikut bersorak gembira sebab
peristiwa tersebut jelas merupakan jasa besar bagi mereka siapa tahu mereka akan dinaikkan
pangkatnya?
"Kalau begitu mari kita pergi" ajak Kim Thi sia kemudian- Bagaikan mayat hidup saja, kedua
orang itu sgeera mengangguk berulang kali. "silahkan, silahkan-......"
Tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat lewat lalu tampaklah seorang nona berdiri
menghadang jalan pergi mereka kemudian dengan sepasang matanya yang bulat besar dia awasi
pemuda kita lekat-lekat serunya kemudian dengan penuh rasa geram: "Mari kita tentukan waktu
dan tempat untuk bertarung" Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang amat tegas.
Kim Thi sia menengok sekejap wajahnya ketika melihat kelopak matanya masih merah
membengkak dan hingga kini belum hilang akibat menangis kelewat sedih hati ia menjadi tak
tega, katanya lembut:
"sudahlah, kita tak usah mempersoalkan kejadian itu lagi"
"Tidak"
" apakah kau yakin bisa mengalahkan aku?"
"Biar tak mampu mengalahkan juga tetap akan kuhadapi"
Kim Thi sia jadi sedikit berang, segera ujarnya:
"Bila kau bersikeras akan menghadapku yaa apa boleh buat, katakan saja tempat dan saatnya
tempat manapun boleh"
Nona itu menundukkan kepalanya sambil berpikir sebentar, kemudia serunya dengan jengkel:
"baik akan kutunggu kehadiranmu ditebing Bwee hoa nia pada senja tiga hari kemudian."
"Bwee hoa nia?"
Diam-diam Kim Thi sia bersedia dia tak menyangka kejadian tersebut berlangsung begitu
kebetulan padahal ia telah punya janji dengan encinya Yu Klen untuk berjumpa di Bwee hoa nia
tiga hari kemudian.
Karena masih ada persoalan lain maka tanpa berpikir panjang lagi ia berseru lantang:
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata-kata tersebut, sampai saatnya aku pasti akan
muncul."
Kemudian dengan mengikuti dibelakang kedua orang Tongcu dari Taysang pang, ia segera
beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.
suara umpatan, makian, helaan napas dan keluhan terdengar bergema dari belakang situ,
diam-diam Kim Thi sia terkejut juga setelah melihat reaksi keras para jago terhadap keputusannya
ini. Dia tak mengira kalau nama besar malaikat pedang berbaju perlente telah mendarah daging
dalam hati setiap orang.
Diam-diam pemuda itu mulai kuatir, ia takut perbuatannya ini telah menodai nama besar
gurunya.
Tapi ingatan lain segera melintas kembali didalam benaknya:
"Perduli amat, untuk memenuhi janjiku dengan Yu Kien-...bagaimanapun juga hal ini mesti
kulaksanakan, toh dikemudian hari aku masih punya kesempatan untuk mencuci bersih semua
noda dan kesalahan yang telah kuberbuat sekarang.....?"
Entah berapa lama mereka telah berjalan, tiba-tiba kedua orang itu menghentika langkahnya
seraya berseru: "sudah sampai."
Ternyata mereka telah berhenti didepan sebuah bangunan gedung yang begitu besar, megah
dan belum pernah ditemui selama ini.
Namun Kim Thi sia tidak berhasrat untuk menikmati kemegahan gedung tersebut, segera
ujarnya:
"Ayo ajak aku bertemu dengan ketua kalian."
Kedua orang itu segera berjalan mendekati pintu gerbang yang tingginya mencapai dua kaki
dan sangat lebar itu, kemudian menggoyangkan gelang tembaganya. suara benturan nyaring
segera memecahkan keheningan-"Kata sandi......"
"Baju hijau, bunga merah"
"ooooh, rupanya Tongcu, maaf kalau hamba kurang hormat"
Pintu gerbang dibuka lebar dan muncullah belasan orang lelaki kekar bertombak yang
mempunyai gerak gerik cekatan serta berlangkah tegap dan mantap. sambil menjura mereka
berseru: "silahkan tongcu"
Dengan langkah lebar kedua orang itu melangkah masuk kedalam gedung mendampingi Kim
Thi sia.
Disebuah tanah lapangan yang sangat luas terlihat deretan delapan belas macam senjata
berjajar dikedua belah tepinya berapa ratus lelaki bertelanjang dada sedang berlatih diri disitu
dengan penuh semangat dan suara bentakan bergema bagaikan belahan guntur.
Diujung lapangan merupakan bangunan rumah yang berlapis-lapis tiada habisnya, semuanya
dironda dan dijaga oleh sekawanan lelaki kekar bertombak terhunus. Namun sikap mereka cukup
menghormat bila bersua dengan kedua orang tongcu tersebut.
Entah berapa lama sudah berjalan, Kim Thi sia mulai habis kesabarannya mendadak ia
bertanya:
"Apakah masih jauh?"
"sebentar lagi sudah sampai"
setelah membelok sebuah tikungan, mereka berjalan kembali beberapa waktu.
Kim Thi sia mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya, didepan mata sekarang telah muncul
sebuah gedung yang amat besar, dua puluhan orang lelaki kekar yang terbagi dalam dua barisan
berdiri berjajar disisi gedung dengan tombak terhunus, penjagaan disekitar sana terasa amat
ketat.
"Pasti sudah sampai......" pikir Kim Thi sia diam-diam.
Ternyata dugaannya memang benar, terdengar kedua orang itu berkata dengan lirih: "Harap
siauhiap menunggu sebentar kami akan lapor dulu pada pangcu."
Habis berkata rasul racun mengerling sekejap kearah rekannya dan kakek ceking itu
menanggapi serta manggut-manggut.
Maka rasul racunpun melangkah pergi lebih dulu dengan langkah lebar. sementara itu suara
gelak etrtawa yang amat nyaring lama-lama berkumandang dari balik gudang besar itu, agaknya
tak sedikit orang yang berada disana dari gelak tertawa yang nyaring bisa diketahui pula bahwa
tenaga dalam yang dimiliki orang itu amat sempurna. Rasul racun segera melangkah kedepan
mendekati gedung tersebut, namun ia tak berani memasuki ruangan tadi, sambil berdiri diluar
pintu segera serunya:
"Tongcu bagian hukum rasul racun ada urusan hendak dilaporkan kepada pangcu."
Gelak tertawa didalam ruangan segera berhenti sejenak. karena menyusul kemudian terdengar
seseorang menegur dengan suara yang amat nyaring. "Apakah rasul racun yang datang?"
" benar hamba" jawab rasul racun sambil munduk-munduk penuh hormat.
"Ada urusan apa?"
" Lapor pangcu, murid si malaikat pedang berbaju perlente ingin bertemu dengan kau orang
tua, bahkan mengatakan berniat menggabungkan diri dengan Ta y sang pang kita. Tolong tanya
apakah pangcu berniat untuk menemuinya."
"Aaaai....." suara orang itu kedengaran agak tertejut, sesaat kemudian ia baru bertanya.
"Apakah kau tidak salah melihat?"
"Hamba tak berani bertindak gegabah."
"udah diberi obat dari perkumpulan kita?"
"Belum"
"Mengapa kau tidak melaksanakan peraturan yang telah digariskan oleh perkampungan kita?"
"Berhubung hamba melihat bahwa dia adalah muridnya malaikat pedang berbaju perlente
maka...maka......."
saking gelisahnya, siutusan racun sampai dibuat gelagapan dan tak mampu meneruskan
perkataannya lagi.
"Hmmm, kau benar-benar teledor jika keadaan ini dibiarkan terus, bagaimanakah
pertanggungan jawabmu kepadaku... ^ "
"Yaa.....hamba memang pantas dihukum mati tapi mohon pangcu tadi mengampuni kesalahan
ini" ucap rasul racun cepat-cepat dengan peluh dingin bercucuran membasahi tubuhnya.
"Ehmmmm, mengingatkan adalah pembantuku yang setia selama banyak tahun dan
kesaksianmu tak ada cacadnya, maka aku bersedia mengampuni kesalahanmu untuk kali ini saja
tapi......."
Mendadak orang itu berhenti berbicara hal ini membuat rasul racun menjadi amat gelisah
hingga hampir saja bertekuk lutut. saat itulah terdengar orang itu berkata lagi:
"Lain kali, jika kau sampai melakukan keteledoran yang sama sekali lagi, jangan salahkan bila
aku akan menindakmu tegas."
Rasul racun menjadi sangat kegirangan namun rasa gembira tersebut tak berani diperlihatkan
diwajahnya kembali ujarnya dengan sikap yang menghormat:
"Terima kasih atas kebaikan pangcu, budi ini tak akan hamba lupakan untuk selamanya."
"Nah, ajaklah dia masuk"
Rasul racun segera menggapai kebelakang cepat-cepat kakek ceking itu mengajak Kim Thi sia
memasuki ruangansambil
berjalan kakek ceking itu kembali berpesan dengan suara lirih:
"Setelah berjumpa dengan pangcu nanti harap siauhiap suka menjawab semua pertanyaan
yang diajukan sejujurnya Jangan sekali-kali mencoba menipu atau mengelabuhi sebab pangcu
kami berilmu sangat hebat dan melihat kebohongan orang. Bila sampai ketahuan bohongnya,
sudah pasti siksaan yang bakal diterima tak akan tertahan oleh seorang pemuda seperti kau, biar
akupun......hmmm.....mungkin tak....."
Mendadak ia seperti merasa tak baik untuk melanjutkan kata-katanya, maka ucapan tersebut
terhenti sampai ditengah jalan-
"Aku sudah tahu" jawab Kim Thi sia segera.
Mendadak terdengar ^uara teriakan keras bergema memecahkan keheningan.
"Pangcu tiba."
Cepat-cepat kakek yang kurus kecil itu menjatuhkan diri berlutut keatas tanah, dia menarik
tangan Kim Thi sia untuk diajak berlutut pula namun Kim Thi sia sebagai pemuda yang tinggi hati
tak sudi berlutut kepada siapa saja. Pikirnya dihati:
"Hmmm, lutut seorang lelaki seperti lebih berharga daripada emas selaksa tahil, kenapa aku
mesti berlutut pada seorang pentolan perampok macam begitu?"
sementara itu dari balik ruangan telah muncul empat orang manusia. sebagai orang pertama
adalah seorang lelaki berperawakan tinggi besar seperti malaikat yang berjubah hijau, sayang
hidungnya bengkok seperti paruh betet. Madanya tajam seperti mata maling berwajah
menyeramkan.
orang ini tak lain adalah ketua Tay sang pang yang disebut Ciang ceng Thian kang (pukulan
yang menggetarkan jagad) Khu it cing.
orang kedua berusia enam puluh tahunan berkepala harimau bermata macan, ia memakai baju
berwarna kuning. orang ini adalah salah satu pembantu utama dari ketua Tay sang pang yang
disebut orang jago pedang angin dan guntur Ti Hui.
orang ketiga dan keempat berdandan sebagai tosu yang berusia lima puluh tahunan,
memegang senjata kebutan dan bersinar mata amat tajam, dalam sekilas pandangan saja orang
akan tahu kalau mereka merupakan jago-jago lihay yang bertenaga dalam amat sempurna.
setelah mengambil tempat duduk. keempat orang itu segera mengawasi Kim Thi sia dengan
pandangan kaget bercampur tercengang, agaknya mereka tercengang kalau manusia macam Kim
Thi sia merupakan anak murid dari malaikat pedang berbaju perlente.
Dengan kening berkerut ketua Tay sang pang Khu It cing segera berkata dengan suara dalam:
"saudara cilik adalah murid keberapa dari malaikat pedang berbaju perlente? dapatkah
kuketahui?"
"Murid kesepuluh."
" Kesepuluh?" Khu It cing berseru keheranan- "Aku dengar malaikat pedang berbaju perlente
hanya mempunyai sembilan orang muris, yang dibagi dalam urutan "emas, perak, tembaga, besi,
air, kayu, api, tanah dan bintang" jangan-jangan saudara cilik hanya mengaku-ngaku saja?"
Perkataan itu diutarakan amat datar dan hambar sehingga sulit bagi orang lain untuk menebak
isi hatinya.
Dengan wajah tak senang Kim Thi sia segera berseru:
"oooh, jadi kau mengatakan aku hanya mengaku-ngaku saja?"
Sebagai pemuda yang sudah lama tinggal digunung dan baru pertama kali terjun kedalam
dunia persilatan, ia sama sekali tidak mengerti tentang sopan santun seorang muda terhadap
orang tua, dan hanya tahu apa yang ingin diutarakan, segera diucapkan tanpa segan-segan- Khu
It cing kembali berkerut kening, nampaknya diapun merasa tak senang hati, namun sebagai
seorang yang licik dan berotak cerdas, dia tak pernah memperlihatkan perasaan girang, sedih atau
gusarnya didepan wajahnya. Kembali katanya dengan suara hambar:
"Aku sama sekali tak bermaksud demikian, aku hanya menginginkan saudara cilik menjelaskan,
bagaimana kisahnya sampai malaikat pedang berbaju perlente menerimamu lagi sebagai muridnya
yang kesepuluh?"
"Aku tidak tahu, pokoknya suhu menerimaku menjadi muridnya karena ia mempunyai janji
demikian dengan ayahku, apa yang sebenarnya terjadi tidak kupahami."
Dengan sinar matanya yang tajam Khu It cing menatap sekejap wajah Kim Thi sia sebagai
orang yang berpengalaman ia segera tahu kalauperkataan itu jujur maka katanya kemudian sambil
manggut-manggut.
"saudara cilik mengatakan kalau kau berkeinginan masuk menjadi anggota Tay sang pang,
bolehkan aku tahu alasan yang membuatmu berkeinginan untuk melakukan hal ini?"
"siapa bilang aku punya hasrat untuk menjadi anggoat Tay sang pang, aku kemari karena
hendak mengajakmu untuk merundingkan suatu persoalan. Hmm, jangan kau pandang diriku
kelewat rendah."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka rasul racun dan sikakek ceking yang berdiri
disisinya segera berubah hebat, serentak mereka membentak keras:
"Hey bocah busuk. bukankah kau sendiri yang mengatakan hal tersebut kepada kami. Rupanya
kau berniat membohongi kami?"
Khu It cing segera mengulapkan tangannya smabil menukas: "Kalian tak boleh banyak
berbicara"
"Baik,..." sahut kedua orang itu dengan sikap menghormat, namun sinar matanya yang penuh
kebencian tak urung mengerling sekejap kearah Kim Thi sia.
setelah tersenyum Khu It cing berkata lagi:
"Persoalan apakah yang hendak saudara rundingkan denganku?"
Dengan wajahnya yang dingin menyeramkan, senyuman tersebut mendatangkan perasaan
yang lebih mengerikan bagi siapapun yang melihat. Kim Thi sia muak sekali, ujarnya segera:
"Aku dengar pihak kalian mempunyai sejenis obat racun yang berdaya kerja lambat. barang
siapa telah menelannya maka dalam setengah tahun berikut harus mentaati perintah, kalau tidak
dia akan mati akibat keracunan- Benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Benar, ada urusan apa saudara cilik menanyakan persoalan ini?" kata Khu it cing hambar.
"Terus terang saja kukatakan- aku sengaja datang menemuimu karena aku ingin meminta
penawar racun tersebut darimu." Khu It cing jadi melongo.
"Jadi maksud kedatangan saudara cilik untuk meminta obat pemusnah racun adalah untuk
menolong murid perkumpulanku yang murtad?"
sebelum Kim Thi sia sempat menjawab rasul racun telah berteriak lantang:
"Pangcu, orang yang hendak ditolong bocah keparat ini adalah budak rendah tersebut, Yu Kien-
"
"Hey, kau menyebut budak rendah, lantas manusia macam apa pula dirimu itu?" tukas Kim Thi
sia sambil melotot.
sambil menarik muka Khu It cing segera menukas:
"Aku telah menyuruh mu jangan ikut berbicara, mengapa kau nekad terus? Apakah kau tidak
memahami perkataanku itu?"
"Yaa...yaa.....tecu memang berdosa" dengan penuh rasa takut rasul racun mengiakan berulang
kali.
Khu It cing segera berkata kembali:
"saudara cilik, tahukah kau bahwa tindakanmu menolong murid perkumpulan kami yang
murtad merupakan suatu tindakan yang melanggar peraturan kami?"
" Kalau tahu kenapa, kalau tidak kenapa pula?" tanyang Kim Thi sia ketus. Khu It cing tertawa
nyaring.
"Bila kau tak tahu maka mengingat perbuatanmu tak disengaja, aku bersedia melepaskan
dirimu asal kau mengutungi sepasang lenganmu sendiri, tapi kalau kau berhasrat memusuhi
perkumpulan kami, hal ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri sendiri"
"Jangan membicarakan soal itu lebih dulu, aku ingin tahu. Bersediakan kau menyerahkan obat
penawar racun tersebut?"
Berubah paras muka Khu It cing, pepatah kuno bilang, pohon membutuhkan kulit, manusia
memerlukan muka.
setelah ditegur Kim Thi sia secara langsung dihadapan orang banyak, betapapun hebat dan
pintarnya Khu It cing, tak urung dibuat berang juga akhirnya. Dia segera tertawa keras, lalu
berseru:
"Jadi saudara cilik khusus kemari untuk meminta obat penawar racun?"
"Benar" jawab Kim Thi sia dengan lantang. "Bahkan aku hendak menantangmu untuk bertarung
berapa ratus gebrakan, berani kau menerima tantanganku itu?"
saking gusarnya Khu It cing tertawa tiada hentinya sampai lama sekali ia tidak berbicara
sepatah katapun-
Kim Thi sia juga tak menggubris sikap lawan dia berkata lebih lanjut:
"Jika aku yang kalah terserah hukuman apa yang akan kaujatuhkan kepadaku, tetapi bila aku
beruntung bisa mengungguli dirimu, jangan lupa hadiahkan dua ratus butir obat penawar racun
kepadaku nah bila berani hayo kita laksanakan sekarang juga. Aku tak punya cukup waktu untuk
bersilat lidah denganmu"
JILID 8
Perkataan ini benar-benar menggusarkan ketua Tay sang pang yang merasa dirinya jagoan ini,
mukanya hijau membesi sampai berapa saat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah
katapun.
Sebelum mendirikan perkumpulan Tay sang pang dahulu sesungguhnya si Tangan sakti
penggetar jagad Khu It Cing sudah merupakan seorang kepala perampok yang sangat termashur
didaratan Tionggoan, selama ini dia hanya tahu memberi perintah memandang tinggi kedudukan
sendiri dan memandang hina kawanan jago persilatan lainnya.
Ilmu silat yang dimiliki memang sangat tangguh, tapi hatinya kejam, buas dan sama sekali tak
berperasaan sekalipun dia sombong sekali namun tak pernah ada orang yang berani mencabut
kumis dari wajah harimau apalagi sampai membuat perselisihan dengan dirinya.
Sungguh tak nyana Kim Thi sia yang masih muda dan sama sekali tak punya nama, sekarang
justru mengupatnya secara blak-blakan dihadapan orang banyak gejala semacam ini dialami tak
heran dia meniadi sewot sekali.
Kendatipun demikian, ia berusaha untuk menjaga diri mengingat kedudukannya yang terhormat
dan tinggi, dia tak ingin berkelahi dengan seorang anak muda yang sama sekali tak bernama itu
sebab tindakan tersebut dapat menurunkan pamor sendiri.
Betul hatinya snagat mendongkol dan jengkelnya setengah mati, akan tetapi tidak terlihat suatu
tindakan yang mungkin akan mengancam jiwa lawan.
Mendadak sijago pedang angin dan guntur melompat bangun dari tempat duduknya, lalu
berkata dengan suara yang dalam dan lambat.
"Harap pangcu jangan gusar. serahkan saja bocah kecil ini kepadaku, biar aku yang
melenyapkan dengan sebuah pukulan."
Khu It cing dengan suara menggeledek Kim Thi sia segera membentak keras. "Berani atau tidak
hayo cepat katakan, apakah Tay sang pang kalian hanya terdiri manusia-manusia yang bernama
kosong saja termasuk kau?"
sijago pedang angin dan guntur sangat berang, dia melompat maju kemuka dan segera
mengayunkan telapak tangannya yang besar untuk menghantam lawannya. Tapi sebelum
tindakan tersebut dilakukan mendadak terdengar Khu It cing berseru: "Tunggu sebentar adik Ti"
Kemudian sambil melompat bangun dari tempat duduknya, ia berseru kembali:
"Dalam puluhan tahun terkahir belum pernah seorang manusia yang berani mencaci maki
dihadapku kecuali kau orang pertama, hari ini aku akan melanggar kebiasaan dengan melayani
dirimu. Jika didalam lima gebrakan aku tak mampu membinasakan kau diujung tanganku, bukan
saja akan kuhadiahkan dua ratus butir pil pemusnah racun, bahkan akan kuperintahkan kepada
segenap anggotaku agar selanjutnya tidak mengganggu seujung rambutmu......."
"sungguhkah perkataanmu itu?" Kim Thi sia menegaskan. Dengan penuh amarah Khu It cing
berseru:
"Kau anggap aku ini siapa? apakah bicaraku suka menela mencle dan tak bisa dipercaya?"
Dengan cepat Kim Thi sia menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak bisa, aku membutuhkan beberapa orang saksi kalau tidak, bila kau mungkir sampai
waktunya aku akan repot dengan sia-sia saja........?"
Pucat pias selembar wajah Khu It cing saking mendongkolnya, mendadak ia tertawa keras, lalu
sambil menunjuk kearah dua orang tosu yang berada dibelakangnya, ia berkata:
"saudara cilik, kedua orang ini merupakan jago-jago pedang yang amat termashur dari Bu tong
pay, bagaimana kalau mereka berdua yang menjadi saksi dalam persoalan ini?"
Kedua orang tosu tua itu serentak bangkit berdiri dan berseru sambil menjura:
"Pinto tak becus dan tidak memiliki kemampuan apa-apa, tapi kami bersedia bertindak sebagai
saksi bagi Khu pangcu."
"Kalau begitu hayolah" seru Kim Thi sia kemudian.
Dengan langkah lebar dia beranjak keluar dari ruang tengah dan langsung menunjuk ketengah
tanah lapang.
Perasaan hatinya sekarang dicekam dalam ketegangan yang luar biasa, ia tahu nama besar
tangan sakti penggetar jagad termashur diseluruh kolong langit dan dikenal oleh setiap orang,
sudah pasti ia bukan manusia sembarangan.
Tapi bila teringat akan Yu Kien, sinona berbaju hitam yang sedang bergulat dengan maut
sedang ia sendiripun membutuhkan latihan yang sering untuk menghisap tenaga dalam lawan
guna memupuk kekuatan sendiri, perasaan yang semula bergolakpun pelan-pelan menjadi tenang
kembali.
Tatkala orang-orang penting dari perkumpulan tay sang pang mengetahui akan peristiwa aneh
tersebut, banyak diantara mereka yang segera mengajukan diri untuk mewakili ketua mereka dan
berusaha membaiki ketuanya, tapi permintaan mereka ditolak semua oleh Khu It cing secara
tegas. Hal ini menandakan bahwa kali ini Khu It cing benar-benar sudah dibikin sangat marah.
Setelah mengatur posisinya, Kim Thi sia segera berpaling kearah kedua orang tosu tua itu
seraya serunya:
"Hey, coba kalian perhatikan dengan lebih jelas lagi"
Ucapan tersebut sama sekali tak mengenal sopan santun, tentu saja kedua orang tosu tua itu
segera berkerut kening dan diam-diam mendengus marah.
sementara itu hawa napsu membunuh yang amat tebal telah menyelimuti seluruh wajah Khu It
cing setelah mengambil posisinya, ia segera menegur: "Hey, sudah siapkah kau?"
"silahkan kau mulai menyerang"
Khu It cing segera mengeruyitkan alis matanya, tiba-tiba seluruh tulang belulangnya
kedengaran gemerutukan kerja, ketika tangannya diayunkan kedepan secara ringan seketika itu
juga muncullah segulung tenaga yang maha dahsyat meluncur kedepan dan menerbangkan pasir
serta batuan-
Begitu dahsyat ancaman tersebut, dalam waktu singkat telah menyelimuti seluruh badan Kim
Thi sia.
Menghadapi ancaman tersebut Kim Thi sia menarik napas panjang-panjang lalu sambil
menghimpun segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya ia sambut datangnya ancaman tersebut,
tentu saja disertai dengan ilmu Ciat khi mi khi guna menghisap kekuatan lawan.
"Blaaammmmmmmmmm............."
Suatu ledakan keras bergema memecahkan keheningan keadaan Kim Thi sia waktu itu ibarat
kecapung yang menubruk tiang. Ia segera terlempar kebelakang dan jatuh terbanting sejauh
empat, lima kaki dari posisinya semula. Debu dan pasirpun segera menyelimuti seluruh angkasa.
sorak sorai yang gagap gempita segera menggetarkan seluruh jagad, para anggota Tay sang
pang sama-sama memberikan pujian atas kehebatan ketua mereka bahkan ada pula diantaranya
yang segera mempersiapkan alat cangkul dan sekop untuk mengubur jenasah sianak muda itu.
Tapi suatu kejadian aneh segera berlangsung didepan mata, mendadak terdengar para jago itu
menjerit kaget: "Aaah, ternyata belum mampus."
Pelan-pelan Kim Thi sia merangkak bangun dari balik tumpukkan pasir, lalu sambil
membersihkan mukanya dari debu, ia berteriak lagi keras-keras: "Hayo cepat lancarkan
seranganmu yang kedua"
Khu It cing merasa terkejut bercampur gusar, diam-diam pikirnya:
"sialan benar, padahal didalam seranganku barusan, paling tidak telah kusertai tenaga pukulan
sebesar lima ratus kati lebih, namun dalam kenyataan tak berhasil membinasakannya.
Baik.......kali ini akan kutambah lagi tenaga seranganku dengan dua bagian."
Berpikir demikian, diapun segera menghimpun tenaganya lebih besar lagi sambil melepaskan
sebuah serangan yang maha dahsyat.
Angin pukulannya kali ini disertai dengan suara desiran angin tajam yang memekikkan telinga,
langsung meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Dimana angin pukulan itu menyambar lewat, pasir dan debupun segera berterbangan
menyelimuti angkasa keadaannya waktu itu benar-benar mengerikan hati.
Tanpa berpikir panjang, Kim Thi sia segera mengayunkan telapak tangannya untuk menyambut
ancaman tersebut. "Blaaammmmmmmm........"
suara ledakan yang kemudian timbul ternyata beberapa kali jauh lebih nyaring dan dahsyat
daripada bentrokan yang pertama kali tadi.
Kim Thi sia segera mendengus tertahan, tubuhnya terlempar sejauh lima enam kaki lebih dari
posisinya semula dan jatuh terpelanting diatas tanah.
Kepalanya segera terasa pusing tujuh keliling, pandangan matanya berkunang-kunang dan
peredaran darahnya bertambah cepat. Namun dengan tangguhnya pemuda itu merangkak bangun
kembali dari atas tanah.
Kali ini napasnya sudah tersengkal-sengkal seperti suara napas kerbau, dari kejauhan sana
dengusnya napasnya telah kedengaran dengan jelas.
Berubah hebat paras muka semua orang begitu pula dengan Khu It cing sendiri, dengan
memancarkan sinar mata yang tajam bagaikan sembilu dia segera membentak keras dan
melancarkan serangan kembali dengan mendorong sepasang tangannya secara bersama-sama.
Kim Thi sia menjerit kesakitan seperti layang-layang yang putus tali, tubuhnya mencelat jauh
tujuh, delapan kaki lebih dari posisi semula.
Kali ini dia merasakan isi perutnya amat sakit, peredaran darahnya mengalir tak beraturan,
biarpun dia sudah mencoba untuk merangkak bangun dengan sekuat tenaga namun tak berhasil
untuk berdiri tegak kembali.
Pada saat itulah entah siapa yang mulai dahulu, tiba-tiba berkumandang teriakan-teriakan yang
sangat keras.
"Bocah keparat itu telah mampus bocah keparat itu telah mampus......."
sebaliknya Khu It cing sendiri segera berkata kembali sambil menghela napas panjang.
"Selama banyak tahun terakhir ini, hanya beberapa orang saja yang sanggup menerima
beberapa buah pukulanku sekaligus. Padahal ilmu silat yang dimiliki bocah ini tidak seberapa
hebat, tapi tubuhnya justru begitu keras dan tangguh apabila dibiarkan hidup selama beberapa
tahun lagi entah bagaimana jadinya...."
semua perkataan yang diucapkan olehnya memang merupakan suatu kenyataan yang tak bisa
dibantah dan perlu pertimbangan yang serius. Cepat-cepat kedua orang tosu tua itu
menyambung:
"Kepandaian silat yang dimiliki Khu pangcu memang sangat hebat bila pinto sanggup
mempelajari satu dua jurus saja niscaya hati kami akan merasa puas sekali......"
Khu It cing segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sungguh menyesal dalam kenyataan bocah muda ini mampu menyambut tiga buah pukula
sekaligus sebelum mampus."
Lalu sambil berpaling kearah dua orang lelaki yang berada disampingnya dia berseru: "Kuburlah
jenasahnya......."
Mendadak tubuh Kim Thi sia bergerak kembali bahkan pelan-pelan merangkak bangun kembali
dari atas tanah.
Waktu itu pakaian yang dikenakan telah compang camping tak karuan lagi bentuknya terkoyakkoyak
oleh angin pukulan lawan yang begitu dahsyat, ditambah pula dengan debu dan pasir yang
melekat diatas tubuhnya, hal ini membuat dia mirip dengan sebuah manusia lumpur bila dilihat
dari kejauhan.
Terdengar pemuda itu berseru sambil mendehem beberapa kali: "Hayolah serangan
keempat...... cepat lepaskan serangan yang keempat."
Berubah hebat paras muka Khu It cing setelah menyaksikan kejadian tersebut, sementara para
anggota Tay sang pang lainnya sama-sama menjerit tertahan...
Rasa kaget, curiga, heran dan gusar segera berkecamuk didalam benaknya membuat gembong
iblis ini menjadi berang dan sangat mendongkol. ingatan jahatpun turut muncul didalam
benaknya, ia tahu bila manusia semacam ini tidak disingkirkan mulai sekarang, sudah dapat
dipastikan akan menjadi bibit bencana baginya dikemudian hari.
Maka sambil menghimpun seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, ia membentak keras dan
segera mengayunkan sepasang tangannya kedepan.
serangannya kali ini mengandung kekuatan yang mencapai ribuan kati lebih, segulung nagin
puyuh yang sangat kencang segera menderu-deru meluncur kedepan.
Ketika Kim Thi sia mencoba untuk memberikan perlawanan dengan kekerasan, seketika itu juga
ia merasakan datangnya tenaga tekanan yang maha dahsyat langsung menekan keatas dadanya.
Ia segera mendengus tertahan dan berjungkir balik sejauh tujuh, delapan kaki lebih dan untuk
sesaat tak mampu merangkak bangun kembali.
Tiba-tiba Khu It cing mendesak maju kemuka dengan kecepatan luar biasa, sepasang
tangannya diayunkan bersama. lagi-lagi timbul dua gulung tenaga pukulan yang maha hebat
seperti gulungan ombak ditengah samudra yang mendesak kemuka.
Entah dari mana munculnya kekuatan ditubuh Kim Thi sia yang setengah sadar itu, tahu-tahu
segulung tenaga murni menembusi seluruh badannya dari pusar membuat ia segera
menggelinding sambil melompat bangun. Kemudian secara membabi buta dia mengeluarkan jurusjurus
serangan tangguh terus sampai akhir dan "menyunggih langit menindih budi" ilmu pedang
panca Buddha untuk menghadapi datangnya ancaman tersebut.
Berpuluh-puluh ribu bayangan tangan secara menyelimuti seluruh angkasa, kemudian ecara
aneh sekali menembusi kekuatan lawan dan langsung menyergap kedada dan bahu Khu It cing
Dalam waktu singkat Khu It cing merasakan seluruh pandangan matanya telah dilamurkan oleh
bayangan tangan lawan yang berlapis-lapis, lapisan bayangan tangan tersebut mirip awan, tapi
mirip pula dengan kabut yang kiri kanan tak mungkin bisa dihindari lagi.
Dalam keadaan begini, dengan mempertaruhkan kemungkinan tersambarnya pakaian yang
dikenakan hingga robek dengan suatu gerakan cepat dia melepaskan pula sebuah serangan jari.
Peristiwa tersebut berlangsung cepat sekali, tahu-tahu Kim Thi sia sudah berteriak keras sambil
roboh kebelakang. sebaliknya Khu It cing sendiri terdorong mundur sejauh dua langkah lebih.
Namun pakaian dibagian bahunya kelihatan ada bekas cakaran yang menyebabkan robek.
Dengan wajah berubah hebat cepat-cepat dia mengayunkan kembali telapak tangannya siap
melepaskan serangan lebih jauh.
Mendadak terdengar kedua orang tosu tua itu berteriak keras. "Khu pangcu tahan... lima jurus
sudah lewat...."
sambil berpekik nyaring Khu It cing segera menarik kembali serangannya sambil berpaling. ia
saksikan Kim Thi sia telah berdiri dengan sempoyongan malah sambil mendesak kedepan, ia
bergumam tiada hentinya.
"serahkan obat penawar racunnya........ serahkan obat penawar racunnya kalau tidak mari kita
bertarung puluhan jurus kembali."
Khu It cing tertawa pedih, ia segera menitahkan kepada anak buahnya untuk menyiapkan obat
yang dimaksud.
Maka semenjak peristiwa itulah dalam dunia persilatan telah beredar sebuah perkataan yang
berbunyi begini:
" Lebih baik disengat jarum mulut harimau dari keluarga Tong, ketimbang menghadapi Kim Thi
sia murid malaikat pedang."
Padahal jarum mulut harimau dari keluarga Tong di Szuchuan termashur karena kehebatan
racunnya. Barang siapa terkena sengatan maka lima langkah kemudian tentu tewas. Namun bila
bertemu dengan Kim Thi sia orang akan dibikin pusing dengan ulahnya yang tak kenal gentar atau
mundur itu.
ooo
sinar matahari senja telah menyinari seluruh tebing Bwee hoa nia dibarat kota.
Waktu itu Kim Thi sia belum tahu kalau dia telah disebut orang persilatan sebagai manusia
yang paling susah dihadapi dalam dunia persilatan.
setelah meninggalkan Tay sang pang dan beristirahat sehari semalam kesegaran tubuhnya
mulai pulih kembali seperti sedia kala. saat itulah dengan membawa kedua ratus butir pil penawar
racun itu ia berangkat menuju ketebing Bwee hoa nia.
Dibawah sebatang pohon benar tampak seorang nona berbaju hitam berdiri menanti dengan
wajah gelisah, perasaan masgul, sedih dan murung jelas tertera diatas wajahnya.
Ketika Kim Thi sia mendekati kesisinya nona itu belum merasa juga sepasang matanya yang
mendelong nampak berkaca-kaca oleh air mata tiba-tiba ia menghela napas panjang, lalu sambil
menyandarkan kepalanya diatas dahan pohon ia menangis terseduh-seduh.... Menyaksikan hal ini,
Kim Thi sia segera berpikir:
"Dia pasti mengira aku sudah mengalami sesuatu peristiwa yang tak diinginkan.
Aaai....perasaan wanita memang terlalu lemah hanya dikarenakan nasibnya yang tragis ia
menangis karena kuatir aku tak berhasil mendapatkan obat penawar racun sehingga kehilangan
nyawa?"
Maka dihampirnya gadis tersebut lalu serunya sambil menepuk bahunya lembut. "Yu Kien, aku
telah kembali"
Nona berbaju hitam itu terperanjat dan segera berpaling, kemudian dengan perasaan setengah
terkejut gembira ia berseru: "Kau tidak apa-apa bukan?"
"Tentu saja."
Jawaban tersebut diucapkan dengan amat ketus dan kasar, seakan-akan tidak seharusnya nona
tersebut bertanya begitu karena dia pasti tak apa-apa.
Nona berbaju hitam itu menjadi tertegun, tapi kemudian katanya lagi dengan wajah berseri:
"Yaa aku tahu kepandaian silatmu memang hebat aku sangat kagum, tadi aku masih
mengira......"
mendadak ia merasa perkataan selanjutnya tak baik diutarakan maka perkataan tersebut
segera diurungkan ditengah jalan dan berganti perkataan lain.
" Kau tidak terluka bukan?" tanyanya kemudian-
"Mana mungkin aku bisa terluka?"
sekali lagi nona berbaju perlente itu berkerut kening, diam-diam diapun berpikir.
" orang ini benar-benar sombong dan tinggi hati, seakan- akan setiap perbuatan yang dilakukan
seratus persen pasti berhasil dan tak akan melakukan kesalahan, padahal usianya masih muda tapi
nyatanya semua ucapannya jauh lebih mantap daripada perkataan ketua Tay sang pang, Khu It
cing sendiri" sementara dia masing termenung, Kim Thi sia telah mengeluarkan obat racun itu dan
diserahkan kepadanya sembari berkata:
"Nah, aku telah mintakan dua ratus butir pil penawar racun yang bisa mempertahankan
hidupmu sampai seratus tahun lebih, aku pikir jatah obat tersebut tentu jauh lebih cukup untukmu
bukan? bagi seorang manusia, hidup sampai usia seratus tahunpun sudah luar biasa sekali, tapi
jika kau merasa belum cukup biar kucari Khu It cing untuk meminta berapa ratus butir lagi......."
Perkataan tersebut benar-benar membuat nona berbaju hitam itu menangis tak bisa,
tertawapun tak dapat, namun melihat sikapnya yang tulus, polos dan jujur diapun merasa tak baik
untuk menegurnya.
Maka sambil menerima pemberian obat tersebut, serunya dengan penuh rasa berterima kasih.
"Terima kasih banyak atas bantuan siauhiap. biar tubuh harus hancurpun siauli pasti akan
membalas budi kebaikanmu ini."
Kim Thi sia segera berkerut kening, serunya:
"Aku paling tak suka mendengar perkataan seperti ini, terus terang saja kukatakan, bila aku
ingin berbuat sesuatu, maka biar langit ambrukpun tak akan mampu meritangi niatku, tapi sekali
aku enggan melakukan sesuatu, biat dibunuhpun tak bakal kulakukan. Jika kau mengira aku
membutuhkan balas jasa atas pertolongan yang telah kuberikan dan menginginkan pamrih atas
pemberian obar penawar racun tersebut maka tanggapanmu ini keliru besar"
Nona berbaju hitam itu benar-benar tak mampu meraba watak sebenarnya dari anak muda
tersebut, sepintas lalu dia mengira pemuda tersebut lugu, polos dan tak mengerti urusan tapi
wataknya ternyata begitu khas dan luar biasa anehnya, membuat dia sendiripun kadang kala
mengira bahwa pemuda tersebut adalah seorang yang sudah kenyang pengalaman dan pandai
sekali membawa diri.
Menghadapi manusia dengan watak demikian, terpaksa diapun harus memberikan
imbangannya .
"siauhiap" katanya kemudian- "siauli sangat kagum atas kehebatan, keberanian dan kebaikan
hatimu. Harap kau jangan marah dengan ucapanku tadi, untuk itu harap kau sudi
memaafkan..............."
"Aku rasa diantara kita tidak terdapat persoalan yang perlu dimaafkan-......." sela Kim Thi sia
cepat.
Berbicara sampai disitu diawasinya nona berbaju hitam itu lekat-lekat, dia seperti hendak
mengucapkan sesuatu lagi tapi kemudian niat tersebut diurungkan karena merasa masalahnya
amat besar dan berat.
sikap ini dengan cepat menimbulkan salah tanggapan bagi nona berbaju hitam itu, apalagi
setelah mendengar ucapannya yang terakhir dengan cepat pikirannya melayang kesuatu hal yang
amat sensitif baginya.
Kontan saja hatinya menjadi berdebar keras wajahnya berubah menjadi merah padam dan
kepalanya ditundukkan rendah-rendah karena malu.
Biar begitu hatinya terasa hangat kendatipun pemuda ini tidak terbilang tampan namun
perawakan tubuhnya, tingkah lakunya wataknya serta pandangan matanya yang menyembur
gumpalan api yang aneh mendatangkan kesan yang amat mendalam baginya.
"Dia jujur, polos dan berhati mulia" demikian ia berpikir. "Dikemudian hari pasti akan menjadi
seorang manusia luar biasa sedangkan aku telah berbuat bodoh dengan menggabungkan diri
kedalam kelompok orang jahat, mesti kesucian tubuhku tak pernah ternoda, tapi aku malu untuk
bertemu lagi dengan orang tuaku setelah memperoleh kebebasan sekarang biarlah kuhabiskan
sisa hidupku dengan berkelana dalam dunia persilatan. Aaaai.......dalam masa begini, seandainya
kuperoleh pasangan hidup seperti dia, kehidupanku pasti akan bertambah bahagia."
Maka sambil mementangkan matanya lebar-lebar dan penuh pancaran sinar cinta dia
mengawasi Kim Thi sia serta memperhatikan kata-kata berikut dengan seksama.
Agaknya Kim Thi sia pun dapat merasakan sikap penantian dari nona berbaju hitam itu tanpa
berpikir panjang ia segera berseru: "Yu Kien, apakah ayahmu bernama Thi Ki ci?"
Dengan perasaan kecewa nona berbaju hitam itu mengangguk. sekarang ia telah menyadari
bahwa apa yang hendak diucapkan pemuda tersebut ternyata jauh berbeda dengan apa yang
dibayangkan dalam benaknya.
Tapi ia toh masih gembira juga, karena Kim Thi sia telah menyebut namanya secara langsung,
padahal kecuali orang tua, sanak keluarga dan orang yang rapat dengannya. Tak pernah ada
orang luar yang menyebutnya dengan panggilan semesra itu......
Terdengar Kim Thi sia berkata lebih jauh:
"Dua hari berselang aku telah bertemu dengannya disebuah kedai minum, bila kudengar dari
nada pembicaraannya dia seperti belum mau mengerti akan dirimu bahkan setiap perkataannya
selalu mengandung nada yang tidak menguntungkan bagimu......."
sepasang mata sinona berbaju hitam itu segera berubah menjadi merah, butiran air matapun
jatuh bercucuran membasahi pipinya, agak tersengguk dia berkata:
"Aku tak akan menyalahkan ayah, memang kesemuanya ini kesalahanku sendiri. siapa suruh
aku melukai hatinya bila dia menyuruh aku mati akupun akan segera mati, bila menyuruh aku
hidup, akupun hidup pokoknya aku bersedia mati untuk menebus dosa dan aib yang telah
menodai nama keluargaku."
Ditatapnya pemuda itu sekejap dengan pandangan murung seakan-akan dia tak senang karena
pemuda tersebut tidak menunjukkan sikap apapun terhadapnya.
Mendadak ia menyadari bahwa sikapnya selama ini selalu menganggap pemuda tersebut
sebagai kekasih hatinya, peristiwa ini begitu aneh dan mengerikan sekali.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat Kim Thi sia telah menghibur dengan suara lembut.
"Yu Kien kau tak usah kuatir, dalam hati kecilku telah berjanji aku bersumpah akan berusaha
keras untuk mempersatukan kembali kalian sekeluarga, agar kehidupan kalian akan berbahagia
kembali......"
"sungguh?" suatu gejolak emosi yang aneh membuatnya melonjak kegirangan.
"Tentu saja sungguh" jawab pemuda itu sambil tertawa.
"Aaai......kau memang sangat baik kepadaku" bisik nona itu kemudian dengan suara sedih.
"segala sesuatunya aku akan menuruti saja keinginanmu....."
Dengan perkataan tersebut secara lamat-lamat dia telah mengutarakan isi hatinya yang paling
rahasia, kemudian dengan perasaan tegang dan malu diliriknya pemuda itu sekejap lalu tertunduk.
sayang Kim Thi sia tidak terlalu menaruh perhatian terhadap perkataannya itu, malah katanya
sambil tertawa:
"Haaaah.....haaaah.....haaaah kau memang sangat baik ayahku sering bilang perempuan paling
suka membantah kehendak hati kaum pria, tapi kenyataan sekarang, perkataan tersebut keliru
besar. Haaah....haaah jangan kuatir. Aku pasti akan melaksanakannya secara baik aku pasti akan
mewujudkannya bagimu........."
Nona berbaju hitam itu segera merasakan pipinya menjadi merah dan panas sekali. Andaikata
saat itu malam belum tiba dia pasti akan mencari goa untuk menyembunyikan diri.
Berapa saat kemudian, dengan pancaran mata penuh rasa cinta nona itu mengerling kembali
kearah Kim Thi sia, lalu katanya:
"Andaikata watak ayahku kurang baik dan tak mau menerima penjelasanmu, kau tak usah
lewat menyerempet bahaya.... biar matipun aku akan tetap melindungimu."
"Aaaah, perkataan macam apakah itu?" seru Kim Thi sia dengan wajah bersungguh-sungguh"
selama hidup Kim Thi sia hanya tahu bagaimana berjuang untuk mencapai sasaran. Aku tak mau
menjadi orang kasar yang berhati lemah, apalagi membengkalaikan sesuatu persoalan setengah
jalan....kau tak usah kuatir. Andaikata usahaku ini gagal Kim Thi sia malu untuk hidup didunia ini."
Yu Kien, sinona berbaju hitam itu terbungkam terus dalam seribu bahasa, dia hanya merasakan
hatinya berbeda keras dan tak bisa mengatakan bagaimanakah perasaan hatinya saat itu.
Pemuda yang keras hati ini telah memberikan perasaan aman yang amat besar kepadanya.
Andaikata setiap wanita baik didampingi oleh suami macam begini, maka selama hidupnya pasti
akan dilewatkan dengan perasaan yang aman dan tenteram.
suasana menjadi hening untuk beberapa saat, dalam keadaan begini nona itu hanya dapat
menggunakan pancaran sinar matanya untuk mewakili kata-katanya guna menyampaikan semua
perasaan cinta yang terpendam dalam hati sanubarinya.
sejak bergabung dengan Tay sang pang dalam setahun penuh dia sudah banyak bergaul
dengan aneka ragam manusia, dan atas dasar pengalaman tersebut, ia dapat merasakan bahwa
pemuda yang berada dihadapannya sekarang adalah seorang yang sangat dapat dipercaya.
Bagi seorang pemuda yang selama hidupnya berkelana dalam dunia persilatan biasanya ia
mempunyai perasaan yang amat lemah. Dia membutuhkan seorang pasangan yang dapat
dipercaya untuk membantunya melepaskan diri dari kehidupan yang menjemukan.
Demikian juga keadaan Yu Kien, sinona berbaju hitam itu sekarang, pikirannya terasa amat
kalut dan bimbang. Akhirnya sambil menghela napas dia menengadah dan memandang ujung
langit dikejauhan sana sambil termangu- mangu.
Kim Thi sia yang cermat segera dapat merasakan kekalutan perasaan yang mencekam nona
tersebut, pelan-pelan dihampirinya gadis itu lalu ditepuk bahunya sambil berkata:
"Kau tak usah bersedih hati, kejadian yang sudah lewat anggap saja sebagai angin yang
berlalu, lupakan kesemuanya itu. Kehidupan yang baru dimasa mendatang siapa tahu akan
memberi kebahagiaan dan kegembiraan kepadamu"
Pemuda itu tak sadar bahwa sikap yang diperlihatkannya sekarang telah jauh melangkahi
pergaulan umum antara seorang pria dan wanita. Karenanya disaat dia menepuk bahu sinona
berbaju hitam itu kelihatan tergetar keras, sementara pancaran sinar mata yang muncul dari balik
matapun menunjukkan perubahan yang sangat aneh. "Kau........."
Mendadak gadis itu menggigit bibirnya kencang-kencang lalu menubruk kedalam pelukan Kim
Thi sia dan menangis tersedu-sedu.
Bagaikan seorang bocah bersalah yang bertemu ibunya, semua rasa sedih, murung dan kesal
yang mencekam perasaannya selama ini, segera dilampiaskan semua dalam isak tangis tersebut.
Dengan lemah lembut Kim Thi sia balas merangkul tubuhnya dan membelai rambutnya yang
hitam.
Bagi pemuda yang lama hidup digunung dan tak mengenap tentang hubungan laki perempuan,
dia hanya menganggap bahwa tindakannya tersebut wajar dan lumrah, tentu saja ia tak
menyangka bahwa sikap tersebut jauh melebihi sikap seorang suami yang sedang menghibur dan
menyayangi istrinya.
sekali lagi sinona berbaju hitam itu merasakan hatinya bergetar keras semacam perasaan aneh
yang hangat dan nyaman yang belum pernah dirasakan seumur hidup, kini menyelimuti dan
mencekam seluruh perasaannya. Rasa sedih, murung dan kesal yang semula membebani
perasaannya. Kinipun hilang lenyap bagaikan terhembus angin-
Dengan hati berdebar keras, nona itu menyandarkan kepalanya diatas dada pemuda tersebut
dan berusaha menikmati kehangatan dan kemesraan itu sebaik-baiknya.
Matanya dipejamkan rapat-rapat napasnya mendengus perlahan seperti seekor burung yang
ketakutan, dia bersandar sambil membisik lirih. "Kim.....Thi......sia...... jangan-......"
Tapi sayang keadaan tersebut tidak berlangsung lama, dan mendadak Kim Thi sia
mendonggakkan kepalanya dan memandang sekejap keadaan cuaca, kemudian sambil mendorong
tubuh nona itu, ia berkata: "Hari sudah gelap aku harus pergi dari sini"
"Kau hendak pergi kemana?" tanya nona itu dengan perasaan terperanjat.
Kim Thi sia terbungkam, dia tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut karena dia sendiripun
tak tahu kemana ia akan pergi setelah hari ini.
setelah tertegun beberapa saat lamanya ia baru teringat dengan perkataan ayahnya dulu maka
diapun segera berkata begini:
"Aku hanya seorang jago pedang yang hidup menyendiri, didunia ini tak punya sanak atau
keluarga kemana aku akan sampai disitulah aku berada. sebab aku hanya seorang jago pedang
yang tak disenangi siapapun karenanya arah langkahku yang akan menentukan arah tujuanku
mendatang......."
Beberapa patah perkataannya itu ia segera menimbulkan perasaan geli yang bercampur
mendongkol didalam hati nona berbaju hitam itu, apalagi menyaksikan sikapnya yang bersungguhsungguh.
Hal ini semakin menandakan betapa anehnya tabiat pemuda tersebut, maka segera
ujarnya:
"Bersediakah kau mengajakku serta........"
Kata-kata berikut terasa kurang sepandan untuk diucapkan oleh seorang nona yang masih suci
bersih, karenanya dia menjadi tersipu-sipu dan tak sanggup meneruskan kembali. Tapi sepasang
matanya yang jeli dan penuh pancaran sinar penantian dialihkan kewajah pemuda tersebut.
Kim Thi sia mempertimbangkan sejenak. kemudian berkata:
"Maaf, aku masih ada banyak persoalan yang perlu diselesaikan dengan segera. Bila kau turut
serta, sudah pasti perjalananku mnejadi kurang leluasa, ayahku sering bilang, kalau menempuh
perjalanan bersama seorang gadis, maka hal ini bisa menimbulkan banyak perguncingan orang
terhadap kita berdua."
sepasang mata nona berbaju hitam itu menjadi merah, air matapun mulai berlinang membasahi
pipinya .
Melihat itu, cepat-cepat Kim Thi sia berkata lagi:
"Tapi aku berjanji bila semua persoalanku telah kuselesaikan aku pasti akan menemanimu
untuk bermain."
Ucapan mana segera membuat hati sinona berbaju hitam itu berdebar keras rupanya janji yang
diberikan pemuda tersebut telah ditanggapi secara lain, sehingga ia menjadi sangat kegirangan.
Cepat-cepat dia berseru:
"Kau mesti berhati-hati selama berkelana didalam dunia persilatan ketahuilah dunia persilatan
penuh dengan tipu muslihat dan kelicikan yang mengerikan. Aku.....aku pasti akan menantikan
kedatanganmu. Biar ada hujan badai ataupun angin topan, aku akan selalu menunggu
kedatanganmu dengan selamat ditebing Bwee hoa nia ini bila seandainya nasibmu malang........"
Wajahnya yang cantik segera berubah menjadi redup, dengan nada tandas dan tegas dia
melanjutkan-
"Akupun tak ingin hidup seorang diri didunia ini........"
Ketika berbicara sampai disini, dia tak bisa menahan gejolak emosinya lagi sehingga menangis
terseduh-seduh.
Dengan perasaan sangat terharu Kim Thi sia segera berkata:
"Kau sangat baik, kelewat memperhatikan diriku, bila persoalanku benar-benar telah selesai.
Pasti akan kutemani dirimu untuk selamanya."
Kemudian setelah mengangguk sambil tertawa dengan langkah lebat iapun beranjak pergi dari
situ.
Mendadak nona berbaju hitam itu mengeluh kemudian sambil bersandar dibatang pohon bwee.
Ia menangis terseduh dengan amat sedihnya.
Kim Thi sia menjadi tertegun dan tanpa terasa berpaling, dia seperti ingi mengucapkan sesuatu
namun akhirnya niat tersebut diurungkan sambil mengeraskan hati ia segera membalikkan badan
dan beranjak pergi tanpa berpaling lagi.
Mendadak terlihat sesosok bayangan kecil berwarna hitam meluncur datang dengan kecepatan
tinggi serta menghadang jalan perginya.
"Hey, kita berdua kan belum melakukan duel, mengapa kau sudah ingin pergi?" tegurnya
dingin.
suara teguran tersebut amat merdu dan lembut, jelas sudah berasal dari mulut seorang nona
muda.
Kim Thi sia segera berhenti sambil mengawasi lawannya lekat-lekat, ternyata bayangan kecil
yang menghadang jalan perginya bukan lain adalah putri dari Thi khi ci yang pernah dijumpai
dirumah makan tempo hari.
Baru sekarang dia teringat kalau masih punya janji dengan gadis tersebut, cepat ujarnya:
"Kalau ingin berduel silahkan berduel, kau anggap aku merasa jeri kepadamu?" Nona itu
tertawa.
"Kalau begitu bagus sekali, sangat bagus sekali, nonapun tidak takut kepadamu meski kau
adalah murid dari malaikat pedang berbaju perlente, aku sengaja hendak menantangmu"
sambil berkata ia segera meloloskan pedangnya, diantara kilatan cahaya hijau, sebuah bacokan
kilat segera dilontarkan kedepan.
Dalampada itu sinona berbaju hitam itu menjadi sangat gelisah setelah melihat ada orang
hendak mencari gara-gara dengan Kim Thi sia, menguatirkan keselamatan kekasih hatinya ini,
cepat-cepat dia memburu kedepan sambil menangkis bacokan pedang lawan, kemudian bentaknya
keras-keras: "Siapa kau? mengapa hendak melukai toako ku....."
sinona bertubuh ramping dan memakai pakaian ringkas itu segera mendengus.
"Hmmm.....apa itu engkoh Kim adik Kim. Hmmm......kau siperempuan tak tahu malu."
Tapi setelah melihat wajah sinona berbaju hitam itu dengan jelas, mendadak ia menjerit kaget:
"cici......"
sembari menarik kembali pedangnya, ia segera menubruk nona berbaju hitam itu serta
memeluknya erat-erat.
Agaknya nona berbaju hitam itupun amat emosi, sambil balas memeluknya ia belai rambutnya
yang panjang dan ujarnya lembut:
"Aaaah, tak kusangka......adik telah sebesar ini, sejak meninggalkan rumah, setiap saat setiap
detik cici selalu merindukan ayah, kau dan adik. Eeeei..... kenapa kau bisa sampai disini. Mana
ayah dan titi (adik lelaki)?"
"Diluar pengetahuan ayah dan titi secara diam-diam aku datang kemari untuk mengajaknya
berduel. Cici, maafkanlah adikmu karena tidak tahu kalau kau datang, sehingga aku telah
mengumpatmu tadi....."
"Tidak apa-apa" sahut nona berbaju hitam itu lembut. "Kita kan sesama saudara sendiri,
biarpun terjadi kesalahan paham, urusan mudah diselesaikan."
Nona muda itu segera menatap wajah Kim Thi sia lekat-lekat, setelah itu serunya:
"Cici, mengapa sih kau bergaul dengan orang ini, dia sangat jahat dengan mengandalkan nama
besar malaikat berbaju perlente bukannya melakukan kewajiban, sebaliknya justru bergabung
dengan Tay sang pang dan bergaul dengan orang-orang jahat......."
Secara ringkas dia segera menceritakan apa yang telah dijumpainya dirumah makan tempo
hari. Bahkan menuduh pemuda tersebut sebagai penjahat yang amat berdosa.
Nona berbaju hitam itu berpaling dan memandang pemuda itu sekejap, lalu seperti memahami
akan sesuatu katanya:
"Adikku, kau telah salah menduga sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat baik."
Maka secara ringkas diapun menceritakan keadaan yang dialaminya serta penampilan Kim Thi
sia yang begitu gagah perkasa. Tanpa ragu diumpat orang sebagai penjahat, tujuan yang
terutama sebetulnya adalah mencarikan obat pemusnah racun untuknya.
sebagai nona yang pintar setelah tahu bahwa tindakan pemuda tersebut tak lain adalah untuk
menyelamatkan jiwa encinya, semua kesalahan paham yang semula timbulpun seketika tersapu
lenyap hingga tak berbekas. Malah sebaliknya dia menjadi rikuh sendiri
sebagai seorang yang berhati lapang, dengan penuh rasa berterima kasih nona itu menjura
dalam-dalam kepada pemuda tersebut, kemudian katanya:
"Apabula selama ini aku telah bersikap lancang dan kasar, harap siauhiap sudi maafkan-" Kim
Thi sia tertawa.
"Ya a, aku rasa kitapun tak perlu berduel lagi, sudah cukup lama kalian dua bersaudara tak
bersua, pergunakanlah kesempatan ini sebaik-baiknya untuk berbicara nah aku pergi dulu."
sambil membalikkan badan, ia segera beranjak pergi dengan langkah lebar.
Mendadak seperti teringat akan sesuatu sekilas perasaan kaget memancar keluar dari balik
mata nona muda itu, serunya tiba-tiba:
"Tunggu sebentar siauhiap. ada Suatu hal perlu kusampaikan kepadamu......."
"soal apa?" Kim Thi sia segera menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan
tersebut.
Dengan wajah amat menyesal bercampur malu, nona muda itu berkata lebih jauh:
"Aku telah mengundang ahli senjata rahasia dari keluarga Tong diwilayah szuchuan untuk
menghadapimu sebentar lagi mereka akan tiba disini. Bila kau hendak pergi berangkatlah lewat
hutan lebat tersebut, jangan sekali-kali kau lewat jalanan itu." Kim Thi sia tertegun.
"Siapa sih keluarga Tong dari szuchuan itu? rasanya aku belum pernah mempunyai dendam
kesumat atau jalinan permusuhan dengan mereka, kenapa mereka datang mencari gara-gara
denganku?"
Dengan perasaan tak tenang dan tergagap. nona muda itu berkata kembali:
"Semuanya ini memang kesalahanku, kemarin setelah kudengar tentang berita dunia persilatan
yang mengatakan "Lebih baik terkena jarum mulut harimau dari keluarga Tong ketimbang
membuat urusan dengan Kim Thi sia murid malaikat pedang" aku pun kuatir kau sebagai murid
simalaikat pedang berbaju perlente tentu berkepandaian tinggi dan aku tak mampu
menghadapimu seorang diri, maka timbul akal dalam benakku untuk menghasut jago-jago senjata
rahasia dari keluarga Tong di szuchuan untuk menghadapimu, maka.........maka........"
Rupanya nona cilik itu mengira Kim Thisia adalah kekasih kakaknya, saking gelisahnya hampir
saja dia menangis.
"Cepat....cepatlah kabur lewat hutan lebat itu.......sebentar lagi mereka pasti datang."
Yu Kien, sinona berbaju hitam itupun amat terperanjat, serunya tertahan: "Adikku, benarkan
ada kejadian seperti ini?"
senjata rahasia keluarga Tong dari szuchuan memang termashur karena keganasan racunnya
serta kelihayan penyerangannya, ia mulai menguatirkan keselamatan jiwa dari pujaan hatinya ini.
Rupanya semakin dibayangkan akibatnya nona muda itu semakin ketakutan, tiba-tiba ia
menubruk kedalam pelukan kakaknya dan menangis terseduh-seduh.
"oooooh cici, maafkanlah adikmu, biarpun aku menyesal namun keadaan sudah terlambat......"
Isak tangis yang amat sedih membuat ucapannya menjadi kabur, entah rasa kaget yang luar
biasa atau menyesal mendalam yang jelas ia amat menyesal dan takut karena dirinya telah
melakukan suatu kesalahan yang amat besar.
sesungguhnya Kim Thi sia bersiap-siap akan pergi dari situ untuk menghindari segala persoalan
yang perlu namun dengan terjadinya peristiwa ini, darah mudanya membuat ia enggan beranjak
dari sana, malah serunya dengan lantang:
"Bila ada tentara menyerang, panglima akan menghadang, bila ada air bah melanda kita
bendung dengan tanah, aku tidak marah kepadamu Janganlah menangis lagi, jika orang-orang
dari kelurga Tong itu akan menyusahkan diriku, akupun tak akan menunjukkan kelemahan kepada
mereka."
Nona muda itu semakin gugup, sambil mengangkat kepalanya dan menatap sinona berbaju
hitam itu, serunya: "Cici..........."
Kata-kata selanjutnya terasa disumbar oleh isak tangis sehingga tak mampu diutarakan lagi.
sementara itu, Yu Kien sinona berbaju hitam itu merasa amat gelisah, mau menegur rasanya
tak tega, mau menghiburpun rasanya tak dapat, pikiran dan perasaannya amat kacau. Dalam
keadaan begini terpaksa ia hanya bisa membujuk kepada Kim Thi sia.
"Kaburlah cepat dari hutan lebat itu, jangan berdiri terus disitu membuat tidak tenteram
hatiku."
Bukan saja Kim Thi sia tidak menuruti perkataannya dia malah duduk dilantai sambil katanya
dengan tegas:
"Terima kasih banyak atas maksud baik kalian leluhurku pernah berpesan, lebih baik mati
daripada dihina orang. sekarang orang-orang keluarga Tong hendak mencari gara-gara denganku.
cepat atau lambat akhirnya kami toh akan bersua juga kenapa Kim Thi sia mesti memikul resiko
diumpat orang sebagai pengecut yang takut mampus?"
setelah pemuda ini mengumbar sifatnya, ternyata watak orang ini-jauh lebih keras daripada
kerbau, siapapun digubris olehnya.
Rasa gelisah yang mencekam perasaan Yu Kien makin menjadi-jadi, mendadak dia berseru
dengan suara keras:
"Kau benar-benar tolol. menghantar nyawa dengan cara begini bukanlah perbuatan dari
seorang yang pintar."
perkataan tersebut diutarakan dengan nada yang keras.
Kim Thi sia menjadi tertegun, dia heran apa sebabnya gadis yang lemah lembut itu bisa
mengucapkan kata-kata yang begini keras.
Dengan alis mata berkenyit dia segera menyahut dengan suara tak kalah kerasnya.
"Aku Kim Thi sia hanya melaksanakan pesan ayahku dulu lebih baik mati daripada terhina,
kalian kaum perempuan tahu apa? Hayo cepat minggir"
perkataan tersebut diucapkan entah berapa kali lipat lebih nyaring daripada perkataan nona
berbaju hitam itu.
Untuk beberapa saat lamanya Yu Kien menjadi tertegun, tapi sesaat kemudian ia sudah
menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya kembali dengan lemah.
Nona muda itu merasakan lengannya jadi ngilu. ternyata air mata encinya menetes keluar
membasahi lengannya, cepat-cepat dia menggoyangkan lengan kakaknya serunya berseru:
"Cici...kau menangis?"
Perasaan semakin tak tenang, apalagi gara-gara ulahnya sampai membuat encinya bentrok
dengan pujaan hatinya. Untuk beberapa saat dia tak tahu ada yang mesti diperbuatnya sekarang.
Akhirnya dengan hati yang gelisah bercampur menyesal gadis itu berkata kepada Kim Thi sia:
"Kim Siauhiap. akulah yang telah melakukan kesalahan bersediakah kalian memaafkan diriku?"
Kim Thi sia tetap membungkam tanpa menjawab.
Nona cilik itu makin gelisah lagi, akhirnya sambil menggertak gigi ia meloloskan pedangnya dan
berseru dengan sedih:
"Kalau toh kalian semua enggan memaafkan aku biarlah aku mati saja untuk menebus dosa"
Dia menggerakkan pedangnya dan menggorok leher sendiri
Dengan perasaan terkejut Kim Thi sia segera mengayunkan tangannya untuk merontokkan
pedang itu, lalu serunya:
"Apa sangkut pautnya antara urusanku sendiri dengan kalian? mengapa sih justru hendak
mencari gara-gara dengan diriku sendiri?"
Yu Kien sinona berbaju hitam itupun berseru dengan sedih sambil merebut pedang dari
tangannya.
"Adikku, encilah yang bersalah, hampir saja kucelakai selembar jiwamu."
selama hidup belum pernah nona kecil itu mengalami rasa sedih sehebat ini, dalam keadaan
demikian dia tak ubahnya seperti anak kecil yang lain sambil menubruk kedalam pelukan kakaknya
nona itu menangis sejadinya.
sebaliknya nona berbaju hitam itu menatap Kim Thi sia tanpa berbicara, dari balik pandangan
mata tersebut terpancar rasa sedih, murung dan gemas yang amat tebal.
Ketika sepasang mata Kim Thi sia saling bertemu dengan pandangan matanya itu,
tiba-tiba saja seluruh tubuh pemuda itu terasa tak sedap. dengan cepat dia menenangkan
hatinya kemudian berkata:
"Aku tak akan menyalahkan kalian, biarlah aku berada disini seorang diri, seperti diketahui aku
adalah seorang jago pedang sebatang kara yang tak akan disebut siapapun."
Pucat pias selembar wajah Yu Kien saking jengkelnya dengan gemas ia membopong adiknya
lalu berlalu dari situ dengan langkag cepat, sikapnya yang gemas seakan-akan melukiskan
perasaan hatinya saat itu, yakni tak ingin berjumpa lagi dengannya sepanjang masa.
Mendadak.......
suara tertawa dingin yang amat menyeramkan, begitu dinginnya serasa tak berhawa manusia,
berkumandang datang memecahkan keheningan.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat bangun, kemudian bentaknya keras-keras: "Apakah orangorang
keluarga Tong dari szuchuan yang telah datang?"
ketika mendengar teguran tersebut, tanpa terasa nona berbaju hitam itu menghentikan
langkahnya dan memandang kearah Kim Thi sia dengan penuh rasa kuatir, sekejap mata semua
rasa jengkelnya telah hilang, lenyap. sebagai gantinya adalah perhatian dan rasa kuatirnya yang
sangat tebal.
Dibawah sinar rembulan, tampak dua sosok bayangan manusia yang amat jangkung,
bagaimanakah burung siang malam melintas diangkasa, dengan cepatnya meluncur kehadapan
Kim Thi sia dengan gerakan sangat ringan dan cepat.
Belum lagi orangnya tiba ditujuannya sudah terdengar suara tertawa dingin yang menggidikkan
hati bergema membelah keheningan.
"Hey orang she Kim rupanya kau telah datang."
Menyusul teguran tersebut, tampak dua orang lelaki setengah umur yang berwajah putih,
bertubuh jangkung dan bersinar mata tajam telah munculkan diri didepan mata. Kim Thi sia
mundur selangkah, kemudian katanya dengan nyaring:
"Diantara kalian dengan diriku sama sekali tak pernah terikat dendam sakit hati apapun
mengapa kalian mencari gara-gara denganku? Hayo cepat utarakan alasan kalian."
Angin malam terasa berhembus kencang membawa udara yang sangat dingin ujung lengan
kanan lelaki setengah umur bertubuh jangkung itu nampak bergoyang tiada hentinya, jelas lengan
kanan mereka telah kutung sama sekali. Terdengar orang itu menjawab dingin:
"orang muda she Kim, menurut berita dunia persilatan, kau adalah manusia yang paling susah
dihadapi. Karena itu kami berdua justru ingin menghadapimu. Akan kami lihat sampai dimana
susahnya menghadapi manusia semacam kau"
"oooh, jadi lantaran didunia persilatan tersiar berita kalau aku susah dihadapi. Lantas kalian
berniat datang mempermalukan aku? Hmmm.....kalau begitu marilah, mau puluhan gebrakan atau
ratusan gebrakan, asalpunya kepandaian, keluarkan saja semuanya." Kedua orang lelaki itu segera
mendengus.
"Hmmm, orang persilatan telah meletakkan kepandaianmu yang susah dihadapi jauh diatas
kemampuan jarum mulut harimau dari keluarga Tong kami. Berita tersebut sangat menyakitkan
hati kami, membuat kami tak mampu bersabar terus hey bocah muda she Kim, apabila jarum
mulut harimau keluarga Tong kami benar-benar tak mampu berbuat apa-apa terhadapmu, maka
sejak kini senjata rahasia keluarga Tong akan lenyap dari pendengaran dunia persilatan."
Nona berbaju hitam yang mengikuti pembicaraan tersebut dari tepi arena, segera berteriak
keras setelah mendengar ucapan tersebut. "Kim, hati-hati dengan senjata rahasianya"
Watak keras kepala Kim Thi sia semakin membara oleh teriakan tersebut dia segera tertawa
tergelak.
"Haaaahhh, haaaahhh haaaahh, tahu aku sekarang, rupanya kalian marah dan tak puas karena
nama Kim Thi sia diletakkan jauh diatas kemampuan jarum mulut harimau andalan kalian bukan
begitu? jadi kalian menganggap jarum mulut harimau adalah senjata rahasia yang tiada
tandingannya dikolong langit? sayang aku Kim Thi sia justru paling tak percaya dengan segala
macam ilmu sesat, mari, mari. Pinjamkan sebatang jarum mulut harimau yang kalian andalkan itu
kepadaku."
Dua orang ahli senjata rahasia dari keluarga Tong ini segera bertukar pandangan sekejap.
Kemudian jengeknya sambil tertawa dingin:
"Hey bocah keparat she Kim, permaianan busuk apa yang sedang kau atur? Hayo utarakan
sana secara blak-blakan, kau jangan mencoba untuk mengulur waktu."
"Benarkah diantara senjata rahasia beracun yang dimiliki keluarga Tong kalian jarum mulut
harimau merupakan senjata rahasia yang paling hebat?" Kedua orang itu segera tertawa dingin.
"Benar, bila seseorang tertusuk jarum mulut harimau, maka tidak sampai lima langkah ia pasti
akan menemui jalannya kenapa bocah muda? kau mulai ketakutan?"
Kim Thi sia segera mengernyitkan alis matanya, kemudian berseru dengan lantang:
"Kim Thi sia tak mengenal apa artinya dari ketakutan. HHmmmm......aku tahu senjata rahasia
kelurga Tong kalian bisa termashur selama banyak tahun dalam dunia persilatan, hal ini pasti
ditunjang dengan suatu kepandaian khusus sehingga membuat orang tak mampu menghindarkan
diri. Daripada membuang tenaga dengan percuma untuk berkelit, lebih baik serahkan saja
sebatang jarum kepadaku untuk kutusukkan sendiri ketubuhku"
Perkataan tersebut diutarakan secara blak-blakan bahkan kelemahan sendiripun diberitahukan
kepada orang lain padahal bila tahu diri tahu pula keadaan lawan maka setiap pertarungan akan
dimenangkan.
sinona berbaju hitam yang jauh lebih mengerti soal ini ketimbang Kim Thi sia diam-diam
menjadi bergidik hatinya, dia segera berseru: "Hey, jangan berbicara bodoh, dia akan
mempergunakan kelemahanmu itu......."
Lelaki setengah umur dari keluarga Tong itu segera mendengus.
"Hmmmm, nona cilik, engkau tahu soal apa? orang-orang dari keluarga Tong tidak pernah
melakukan perbuatan yang memalukan, lebih baik jangan banyak berbicara lagi."
Diam-diam nona muda itupun bergidik, katanya kemudian agak tergagap: "Cici. oooh cici,
semua ini adiklah yang bersalah sehingga mencelakai dirinya."
sementara itu Kim Thi sia telah berseru kembali dengan suara keras: "Hey, sudah kalian dengar
perkataanku tadi?"
Lelaki setengah umur yang berada disebelah kiri segera merogoh kedalam sakunya dan
mengeluarkan sebatang senjata rahasia, lalu sambil dilemparkan kedepan serunya dengan suara
dingin:
"Bocah muda Kim, biarpun kau mempunyai niat busuk atau akal setan, kami dua bersaudara
tak akan memandangnya dihati."
Kim Thi sia segera memungutjarum mulut harimau dan diperhatikan dengan seksama, ternyata
jarum itu panjangnya mencapai tiga inci, dan seluruhnya terbuat dari emas murni. Ujung jarum
terdapat beberapa buah lubang kecil yang berwarna hitam pekat agaknya dibalik lubang inilah
terkandung racun yang jahat. Dengan suara lantang ia segera berseru lagi:
" Kalian berdua tak pernah mengikat tali permusuhan denganku, tapi selalu berusaha mencari
gara-gara denganku. Apa sih yang kalian andalkan? Kalian anggap jarum mulut harimau tersebut
betul-betul sangat hebat? Hmm hari ini aku segan bertarung dengan kalian tapi aku pasti akan
membuktikan kepada kalian berdua bahwa Kim Thi sia adalah manusia yang tidak gampang
dihadapi"
Dengan menggenggam gagang jarum mulut harimau dan menggulung ujung bajunya, ia
mengeraskan hati ia tusuk lengan sendiri dengan jarum tersebut.
Darah seggr segera memancar keluar dari mulut lubang tersebut.
Dua bersaudara Yu yang melihat kejadian ini kontan saja menjerit lengking.
"Kim Thi sia, kau......kau kelewat bodoh."
Mungkin saking kagetnya, tiba-tiba nona berbaju hitam itu merasakan pandangan matanya
menjadi gelap kemudian roboh tak sadarkan diri, sambil tertawa nyaring Kim Thi sia segera
berseru:
"Dua bersaudara Tong, Kim Thi sia mengerti kalau kepandaian silat yang kumiliki masih cetek.
sehingga sulit rasanya untuk lolos dari sergapan senjata rahasia kalian oleh sebab itulah lebih baik
kalian tak usah membuang tenaga lagi dengan percuma."
Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak dia berpaling kearah nona muda yang sedang berdiri
gemetar dengan wajah ketakutan itu sambil katanya:
"Seandainya terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas diriku tolong kalian sudi menguburkan
mayatku."
Dua bersaudara Tong sama sekali tidak menyangka kalau anak muda tersebut bagitu tega
untuk melukai diri sendiri. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak mereka, segera bentaknya
keras-keras:
"Bocah muda Kim, kau tak perlu menggunakan siasat menyiksa diri untuk memaksa kami dua
bersaudara mendapat nama yang tercemar. Dalam pada itu, Kim Thi sia telah merasakan dadanya
panas sekali seperti dibakar. Kepalanya pusing tujuh keliling dan hatinya yang berdebar terus,
saking sakitnya dia sampai tak mendengar apa yang dikatakan kedua orang tersebut.
Penderitaan yang dialaminya saat itu bukan penderitaan yang bisa ditahan oleh setiap orang.
setelah roboh keatas tanah, Kim Thi sia segera bergulingan diatas tanah sambil merintih kesakitan,
suaranya mengenaskan sekali hingga menggidikkan hati siapapun yang mendengarnya.....
Ditengah keadaannya sadar tak sadar inilah, tiba-tiba saja dia mengerahkan segenap kekuatan
tenaga yang dimilikinya untuk menerjang kearah pusar.
Terjangan darah dan hawa murni yang cepat membuat wajahnya yang semula pucat pias kini
berubah menjadi merah membara seakan-akan terdapat seonggok api yang sedang membara
didalam tubuhnya.
Namun rasa sakit yang semual menyiksa badannya kini sudah jauh berkurang, ia merasa rasa
sakit akibat tusukan jarum beracun itu-jauh lebih mendalam daripada hawa darah menembusi
nadi- nadinya.
JILID 9
Sambil berteriak seperti suara guntur yang membelah bumi, tiba-tiba Kim Thi sia merangkak
bangun dari atas tanah dan beriarian cepat meninggalkan tempat itu, jeritan-jeritannya yang mirip
tangisan setan membuat hati siapapun menjadi bergidik.
Dua bersaudara Tong menjadi tertegun sejak terjun kedalam dunia persilatan, banyak sudah
pertarungan besar maupun kecil yang mereka alami, namun belum pernah mereka temukan
musuh yang susah dihadapi seperti Kim Thi sia hari ini. Dengan perasaan tegang kedua orang itu
mulai menghitung didalam hati. "Selangkah... dua langkah, tiga langkah, lima langkah, enam
langkah, tujuh langkah."
Lelaki setengah umur yang berdiri disebelah kiri seperti teringat akan sesuatu, mendadak ia
menepuk bahu saudaranya sambil berseru:
"Aduh celaka Loji, kehebatan jarum mulut harimau yang mematikan korbannya dalam lima
langkah telah kehilangan kemanjurannya."^
Padahal lelaki yang disebut Loji pun tak teriuklskan rasa kagetnya waktu itu, segera serunya
pula:
"Lotoa, pemuda she Kim itu memang memiliki kemampuan yang luar biasa, selama ini jarum
mulut harimau dari kelurga Tong menjagoi seluruh kolong lamngit, kami tak bisa kehilangan
kedudukan tersebut lantaran dia......."
Tanpa terasa kedua orang itu saling bertular pandangan sekejap^, sekilas rasa sedih dan
murung menghiasi wajah mereka.
sementara itu Kim Thi sia sedang berlarian seperti orang sedang kalap sambil menjerit-jerit
tiada hentinya.
Dengan sepenuh tenaga dia mengerahkan hawa murninya untuk mengitari seluruh badan,
dengan peredaran darah yang membalik, dia berusaha mengurangi siksaan dan penderitaan yang
dialaminya akibat daya kerja racun tersebut.
siapa tahu, justri karena perbuatannya itu, tanpa disengaja ia telah berhasil meloloskan diri dari
ancaman bahaya maut yang telah siap merenggut jiwanya.
sebagaimana diketahui, dia pernah mempelajari tenaga dalam yang maha sakti dari malaikat
pedang berbaju perlente. Ketika ia bermaksud mengurangi rasa sakit dengan mengedarkan
darahnya secara terbalik tanpa disangka-sangka hal tersebut justru akan mendesak sari racun
yang berada dalam tubuhnya keluar dari peredaran darah dan akhirnya malah terdesak keluar kulit
badannya.
Ia tak sadar bahwa cara yang digunakan tersebut telah membuat keadaannya tak jauh berbeda
dengan orang gila.
Entah berapa saat sudah lewat, dengan mengandalkan sedikit titik terang yang masih
dimilikinya dia berusaha menelusuri jalan lebar menuju kedepan.
sebab dengan cara berlari keras dan menyiksa diri seperti ini, rasa sakit yang membuatnya
menderita jadi lebih ringan.
Untung saja sepanjang perjalanan ia tidak bertemu dengan orang lain. Kalau tidak,
perbuatannya itu pasti akan mengejutkan banyak orang.
Dua bersaudara Tong sudah banyak mengalaminya pertarungan besar maupun kecil, selama ini
merekapun selalu beranggapan senjata rahasianya sangat tangguh dan tiada tandingannya
dikolong langit.
siapa tahu Kim Thi sia justru berhasil memusnahkan ancaman senjata rahasianya dengan cara
begitu aneh, tentu saja hal semacam ini belum pernah dibayangkan sebelumnya.
Begitulah, bagaikan orang kalap Kim Thi sia berlarian tanpa tujuan entah berapa saat sudah
lewat, meski sepasang kakinya sudah tak mau menuruti perintahnya lagi, namun ia tetap nekad
berlarian terus tanpa berhenti.
Tiba-tiba dari kejauhan sana muncul setitik cahaya api, ternyata ditengah jalan terdapat
seonggokan api unggun empat orang duduk mengelilingi api unggun tersebut, mereka sama sekali
tak bergerak dan entah apa yang sedang dilakukan.
Kim Thi sia yang berada dalam keadaan tak sadar menjadi berang ketika melihatjalan perginya
dihadang orang. Tanpa berpikir panjang lagi sepasang tangannya segera didorong kemuka
melancarkan serangan bentaknya keras-keras. "Minggir"
Baru saja bentakan itu berkumandang salah seorang dari keempat kakek yang duduk mengitari
api unggun itu telah mendengus lalu mengebaskan ujung tangannya kemuka.
seketika itu juga Kim Thi sia merasakan dadanya seperti ditumbuk dengan martil yang berat
sekali, sambil berteriak keras tubuhnya segera roboh terjungkal keatas tanah.
Tapi dengan terjungkalnya pemuda tersebut keatas tanah, ternyata ia menjadi jauh lebih sadar
kembali.
Pelan-pelan pemuda itu merangkak bangun, rasa sakit yang semula menyiksa tubuhnya kini
telah jauh berkurang benar kepalanya terasa agak pening, namunjauh lebih segar berapa puluh
kali lipat daripada keadaan semula. Tanpa terasa ia berpikir:
"orang bilang, barang siapa terkena karum mulut harimau maka dia akan tewas dalam lima
langkah padahal sudah sekian lama aku berlari bukan saja tak sampai mampus semua rasa
sakitpun lenyap tak berbekas Jangan-jangan nama besar keluarga Tong hanya nama kosong
belaka........?"
Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia makin bimbang dan tak habis mengerti
apalagi setelah melihat tubuhnya penuh dengan abu dan debu buru-buru dia membersihkan
pakaiannya tersebut.
Tiba-tiba terendus bau busuk yang amat menusuk hidung memancar keluar dari badannya,
disusul kemudian tangannya yang menyeka badan ternyata berubah menjadi hitam dengan
perasaan curiga ia berpikir lebih jauh:
"Apa yang terjadi? mengapa keringatkupun terendus bau busuk..........?"
Ia tak mengerti bahwa racun jahat darijarum mulut harimau telah berhasil dipaksa keluar dari
tubuhnya tanpa dia sadari dan kini berubah menjadi keringat yang tertinggal diluar kulit itulah
sebabnya keringat yang bercucuran keluar menjadi busuk sekali baunya.
setelah keringat busuk diseka, pemuda itu baru sempat memperhatikan kembali keadaan
disekitar situ.
Ternyata keempat kakek itu sedang duduk mengelilingi api unggun itu masih tetap duduk tak
berkutik dan mengawasi kobaran api tanpa berkedip. rambut mereka rata-rata panjang dan terurai
sepanjang dada.
sejak salah seorang diantara mereka melepaskan pukulan kearahnya tadi hingga kini ternyata
tak seorangpun yang berbicara.
Keempat orang ini memiliki ketajaman mata yang menggidikkan, usianya telah lanjut dan
penuh berwibawa, sehingga siapapun yang memandang tapi terasa menjadi keder sendiri Timbul
perasaan ingin tahu dalam hati Kim Thi sia, diam-diam pikirnya: "Apa sih bagusnya api? masa
hidup setua ini, belum pernah mereka saksikan api?"
Dengan niat minta maaf dia segera mendekati kembali keempat orang tersebut. Tapi dengan
cepat ia telah menemukan kembali suatu kejadian yang sangat aneh.
Ternyata didepan keempat kakek itu masing-masing berbaring sesosok mayat. Keempat sosok
mayat itu semuanya memakai baju perlente dan berusia sangat muda, selain tampan merekapun
kira-kira kelihatan gagah namun entah mengapa ternyata pemuda itu telah mati dibunuh orang.
Menyaksikan hal tersebut, tanpa terasa Kim Thi sia berseru dalam hati kecilnya: "sungguh
sayang........"
sementara itu dibalik wajah keempat kakek yang datar dan dingin itu, lamat-lamat terlintas pula
rasa gusar dan sedih yang amat tebal. jelas ada suatu masalah besar yang sedang membebani
pikiran masing-masing....
Keempat sosok mayat pemuda tampan itu semuanya berada dalam keadaan utuh tanpa cacad
pakaiannya rapi tak kusut dan kematiannya nampak sangat tenang, tak setitik luka yang
mematikanpun dijumpai diseluruh tubuh mereka.
Tiba-tiba Kim Thi sia menyangka keempat pemuda itu dibunuh keempat kakek tersebut, alis
matanya yang tebal itu berkerut baru saja dia hendak membuka suara, kakek yang telah
menghantamnya tadi telah bertanya: "Anak kecil, siapa namamu?"
Kim Thi sia semakin tak senang hati, betapa tidak. ternyata kakek itu menganggap sebagai
seorang bocah yang tak tahu urusan, bagaimana ia tidak menjadi marah? sambil tertawa dingin
segera jawabnya: "Kim Thi sia"
"oooh" kakek itu mengangkat kepalanya dan memandang pemuda itu sekejap. ketika sepasang
mata mereka saling bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi sia menjerit kaget dan mundur selangkah. Ia
merasa kakek itu memiliki ketajaman mata yang sanggup menembusi ulu hatinya.
Dengan suara dalam kakek itu berseru:
"Jadi kau adalah jago muda yang belakangan ini menggemparkan dunia persilatan Kim Thi sia?"
Kim Thi sia jadi tercengang, ia tak menyangka baru berapa hari dirinya terjun kedunia
persilatan ternyata namanya sudah terkenal orang. Tak berayal lagi segera jawabnya: " Tepat
sekali perkataanmu itu."
Kakek itu segera manggut-manggut seperti mengandung arti yang lebih mendalam ia berkata
lebih jauh:
"Dan tindak tandukmu selanjutnya lebih baik bertindaklah lebih berhati-hati, paling baik lagi
kalau tidak membuat nama sendiri kelewat terkenal tak usah memancing kobaran api yang bakal
membakar diri sendiri sehingga kehilangan nyawa tanpa sebab musabab yang jelas........."
selesai berkata ia segera berpaling dan tidak menggubris anak muda itu lagi.
Untuk beberapa saat lamanya suasana disekleiling tempat itupun dicekam keheningan yang luar
biasa. Hanya suara ranting yang terbakar api masih kedengaran memecahkan keheningan
mendatangkan setitik suasana kehidupan ditempat tersebut.
Terpengaruh oleh ketajaman mata yang melebihi sembilu dari kakek tersebut, untuk berapa
waktu lamanya Kim Thi sia tak mampu berbicara. Tapi akhirnya dia tak sanggup menahan diri dan
segera tanyanya sesudah berhasil menenangkan hatinya.
"Aku tak bisa memahami maksud dari perkataanmu itu, bagiku asal perbuatan tak sampai
melukai hati seseorang, aku yakin tiada persoalan lain yang perlu kurisaukan."
Pelan-pelan kakek itu membuka matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu sebelum
akhirnya berhenti diatas wajahnya, ia berkata:
"Anak muda, kalau kau tak mau menuruti nasehatku. Cepat atau lambat kau bakal mampus
dibunuh orang"
Kim Thi sia amat terkejut, serunya lagi semakin kebingungan: "Aku masih belum juga
memahami perkataanmu."
Kakek tersebut menjadi mendongkol, tiba-tiba dengan kening berkerut dia membentak.
"Kau memang tak bisa diberi nasehat." sebuah sapuan segera diayunkan kedepan.
segulung tenaga kekuatan seberat ribuan kati segera meluncur kemuka seperti gulungan
ombak ditengah samudra......
Kim Thi sia sama sekali tak menduga kesitu sambil berteriak keras tubuhnya berjumpalitan
sampai empat lima kali kebelakang, begitu keras dia terpental hingga kepalanya terasa amat
penting untuk berapa saat lamanya tak mampus merangkak bangun dari tanah.
Untung saja sikakek tersebut tidak berniat untuk merenggut jiwanya kalau tidak mungkin
semenjak tadi jiwanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Kim Thi sia yang diserang tanpa sebab musabab tertentu menjadi amat berang, meski perasaan
tersebut diutarakan lewat kata-kata namun wajahnya kelihatan sangat tidak puas. Dengan suara
keras kembali kakek itu membentak:
"Tidak mengerti? Hmmm, lebih baik kau terjun kesungai melakukan bunuh diri saja"
"Kau tak usah mengurusi diriku" bantah Kim Thi sia. "Bila aku ingin bunuh diri, hal tersebut bisa
kulakukan sendiri, tak perlu kau bersusah payah ikut memikirkannya bagiku" Kakek itu menjadi
tertegun.
"Hey bocah, nampaknya kau memang amat susah dihadapi, kalau begitu nama besarmu bukan
cuma nama kosong belaka."
sementara itu ketiga orang kakek lainnya masih tetap membungkam diri dalam seribu bahasa.
Terhadap peristiwa yang terjadi didepan mata selain mereka tidak menggubris, berpalingpun
tidak.
sorot mata mereka tertuju semua keatas onggokan api unggun, mukanya sebentar murung
sebentar sedih, entah persoalan apa yang sedang dipikirkan. Kim Thi sia semakin tak senang hati,
teriaknya kemudian keras-keras: "Apakah kau berniat menyusahkan aku"
Kakek itu memandang sekejap kearahnya dengan pandangan dingin, lalu berkata:
"Berbicara dari kepandaian silat yang kau miliki, sepersepuluh dari murid kupun tak mampu kau
lewati, berani betul engkau bersikap kurang ajar kepadaku."
"Dimanakah muridmu sekarang?" seru Kim Thi sia dengan gusar. "Aku pasti akan mengajaknya
untuk beradu kepandaian."
Mendengar ucapan tersebut mendadak kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. suaranya tinggi melengking dan keras sekali hingga menembusi angkasa, begitu
kerasnya suara tersebut hingga seluruh angkasa serasa bergetar keras.
Kim Thi sia menjadi amat terperanjat tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, hampir
saja dia tak sanggup untuk menahan diri.
selembar muka kakek itu berubah menjadi sedih marah dan mendendam. Perasaannya
bercampur aduk tak karuan, katanya kemudian sambil menunjuk kearah mayat pemuda yang
berada dihadapannya:
"satu-satunya murid kesayanganku berada disini. Hey anak kecil, apakah masih ingin bertarung
dengannya."
Kim Thi sia adalah seorang pemuda yang sangat perasa biarpun kakek itu belum berbicara
namun dari sikap sedih bercampur gusar yang tampil diwajahnya, segera disadari olehnya bahwa
kakek tersebut telah ditimpa musibah.
Benar juga, ternyata murid kesayangannya telah tewas dibunuh orang, karena itu segera
ujarnya:
"Kalau toh muridmu sudah mati akupun tak ingin beradu kepandaian lagi dengannya."
Pelan-pelan paras muak kakek itu putih kembali dalam kehambaran yang luar biasa katanya
lagi:
"Kau tahu apa yang menyebabkan dia mati?"
satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, buru-buru katanya:
"Aku toh bukan dewa atau malaikat tentu saja tidak tahu, apakah kau bersedia
memberitahukan kepadaku empek tua."
sikap permusuhannya hilang lenyap seketika, sekarang dia malah menyebutnya sebagai empek.
"Bukankah sudah kubilang tadi, bila hendak berkelana didalam dunia persilatan lain waktu,
lebih baik bersikaplah lebih berhati-hati. Kalau tidak kau pasti akan mengalami nasib tragis seperti
apa yang dialami muridmu."
" Kenapa?"
"sebab kalian sama-sama merupakan jago muda yang makin menonjol peranannya didalam
dunia persilatan-"
"Tapi apa sangkut pautnya?"
sekali lagi kakek itu tertawa nyaring. suaranya keras dan sangat memekikkan telinga.
Cepat-cepat Kim Thi sia menutupi telinganya dengan jari tangan, ia saksikan sepasang mata
kakek itu telah berkaca-kaca karena air mata.
"Hanya manusia yang iri hati merupakan manusia jahanam, murid kesayanganku yang telah
kudidik dan kubina dengan susah payah selama belasan tahun akhirnya harus mati dibunuh orang
yang iri hati sementara nama besarnya makin menanjak."
"siapakah orang itu?" tanya Kim Thi sia terperanjat. " Kenapa kau tidak berusaha untuk
membalas dendam sakit hatinya?"
" orang itu mempunyai kepandaian silat yang sangat tinggi, tenaga dalamnya yang amat
sempurna. Kehebatannya seperti gelombang samudra dilaut bebas, untuk menghadapi tenaga
pukulannya yang bisa-bisa membunuh orang tanpa wujudpun, segenap kepandaian silat yang
kumiliki selama puluhan tahun ini masih belum cukup untuk memadahi......"
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh:
"Selama ini aku sudah mengembara keuatar maupun selatan sungai besar, baik perbatasan
maupun gurun pasir. selama puluhan tahun terakhir tak sedikit orang pandai yang pernah
kujumpai, tapi sangat menyesal ternyata aku tak mampu untuk menduga jenis pukulan yang telah
dipergunakan pembunuh untuk mencelakai murid kesayanganku ini........"
"Menurut dugaanku, orang yang membunuh muridku ini sudah pasti adalah seorang iblis yang
memiliki tenaga dalam amat sempurna. orang ini memiliki ilmu pukulan yang bisa membunuh
orang tanpa meninggalkan bekas sudah pasti kepandaian semacam ini tak mungkin bisa tercapai
bila tidak dilatih selama puluhan tahun lamanya. Aa aai.....kemunculan orang tersebut dalam dunia
persilatan pasti akan menimbulkan badai pembunuhan yang mengerikan sekali didunia ini.
"Aaaah, begitu hebatkah kepandaian silat yang dimiliki orang itu?" seru Kim Thi sia dengan
perasaan terkejut. "Kalau begitu dia pasti adalah seorang tokoh silat yang bernama besar, tapi apa
sebabnya dia begitu melakukan perbuatan yang terkutuk seperti ini?"
Kakek itu menghela napas panjang.
"Nak. kau tak tahu, orang yang belajar silat dapat dibagi menjadi dua macam, pertama adalah
orang yang belajar silat untuk melakukan baktinya kepada umat persilatan didunia ini, membantu
kaum lemah dan menegakkan keadilan maka jenis kedua adalah mereka yang belajar silat demi
nama dan kedudukan. Untuk mencapai kedudukan yang tertinggi dalam dunia ini, mereka tak
segan-segan akan menyusahkan orang lain dengan berbagai cara yang licik. Ditangan manusia
inilah murid kesayanganku telah terbunuh."
"oleh sebab itu nak, turutilah nasehatku. Berusahalah keras untuk menyembunyikan
kemampuan demi keselamatan jiwa. Kalau tidak....pohon yang besar tentu mudah mengundang
angin- Kau masih muda masa depanmu masih cemerlang, janganlah sampai kehilangan nyawa
sebelum kau berhasil mencapai cita-citamu yang tertinggi."
"Ehmmm, sekarang kau baru paham, orang yang membunuh muridmu itu pasti mempunyai
ambisi untuk menguasai seluruh dunia persilatan, karena kuatir kaum muda yang menonjol ini
menjadi saingan dan penghalangnya dikemudian hari sehingga menggagalkan usahanya untuk
meraih kursi terhormat dalam dunia persilatan. Maka dia tak segan-segan melakukan pembantaian
secara besar-besaran, bukan begitu?"
Kakek itu segera mengangguk.
"Tak nyana meski kau lugu didepan ternyata cermat didalam......."
Kemudian setelah menghela napas panjang, dia berkata lebih jauh:
"Sesungguhnya kami adalah sekelompok manusia yang sudah bosan dengan segala keramaian
dalam dunia persilatan. Hidup kami selama ini ibarat bangau liar yang terbang kemana saja tanpa
ikatan. sungguh tak disangka menjelang saat tua orang tersebut telah membinasakan murid
kesayangan kami yang telah dibina dan dididik dengan susah payah selama banyak tahun.
Aaaai.......kelihatan tenaga dalam yang dimiliki orang itu belum pernah kudengar sebelumnya, aku
yakin......."
Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, bentakan keras yang menggelegar diangkasa
segera menggetarkan seluruh jagad .
Dalam waktu singkat keadaannya telah berubah menjadi seseorang yang lain semua rambutnya
berdiri kaku seperti ayam jago yang siap bertarung seperti juga seekor landak yang menghadapi
ancaman dari luar keadaannya yang begitu menyeramkan membuat Kim Thi sia menjadi
terperanjat dan segera mundur tiga langkah kebelakang. Terdengar orang itu berseru lagi dengan
suara yang nyaring seperti bunyi genta.
"Kecuali pihak Tiang pek pay yang memiliki sejenis ilmu pukulan sakti tanpa bayangan yang
bisa membunuh orang tanpa meninggalkan bekas, rasanya tiada manusia kedua didunia ini yang
memiliki ilmu pukulan sehebat itu. Biarpun dunia persilatan didaratan Tionggoan sangat luas
namun manusia yang mampu melawan kemampuan kami hanya beberapa gelintir saja. sebab
kebanyakan jago segan memusuhi kami, hmmmm. Delapan puluh persen perbuatan ini pasti
dilakukan oleh orang-orang Tiang pek pay.........."
"Hmmmm, besar amat bacot orang ini......" diam-diam Kim Thi sia berpikir didalam hati.
Mendadak terdengar salah seorang diantara ketiga kakek lain yang selama ini hanya
membungkam terus berkata:
"samte jangan kelewat yakin dengan dugaan sendiri tak dapat kau bilang kalau didaratan
Tionggoan ini tidak terdapat manusia lain yang bisa membunuh orang tanpa meninggalkan bekas
selain pukulan sakti tanpa bayangan dari Tiang pek pay......."
Jenggot kakek ini paling panjang lagipula sudah banyak yang memutih,jelas usianya sudah
amat lanjut, namun setiap patah kata yang diucapkan justru amat tegas dan bertenaga
Nampaknya kakek pertama tadi masih belum dapat meredakan hawa amarahnya kembali dia
berseru:
"Toako, didaratan Tionggoan memangnya bukan cuma dia seorang yang bisa menggunakan
kepandaian tersebut, seperti contohnya si selaksa pukulan ciang sianseng dia menguasai pelbagai
ilmu pukulan yang ada didunia ini dan siapapun tak dapat menandingi kemampuannya tapi ia
adalah seorang yang saleh, berbudi luhur dan dihormati setiap orang. Tentu saja kita tak bisa
mencurigai orang saleh seperti itu sebagai seorang pembunuh. Berbeda sekali dengan pihak pek
pay, sudah lama mereka hidup terpencil diluar perbatasan. Partai tersebutpun bukan sebuah partai
lurus gerak gerik dan tindak tanduk mereka hanya menuruti dorongan hati dand ia sudah lama
mempunyai ambisi untuk menancapkan kaki didaratan Tionggoan oleh sebab itu menurut
pendapat siaute, besar kemungkinan Tiang pek paylah yang menjadi biang keladi dari kematian
murid-murid kita."
Kakek yang disebut "Toako" tadi segera menghela napas panjang.
"Losam jangan kelewat emosi, terlepas orang itu adalah jago dari Tiang pek pay atau orang lain
yang pasti orang itu tentu memiliki kepandaian silat yang tidak berada dibawah kemampuan kami,
buktinya dia mampu membunuh keempat murid kita sekaligus. Manusia misterius semacam ini
biasanya amat susah dihadapi." Kakek yang disebut losam segera menyahut:
"Yaa, penjelasan toako memang betul sejak terjun kedalam dunia persilatan, kita empat naga
dari Tionggoan sudah empat puluh tahun berkelana dalam dunia persilatan tetapi orang itu tak
segan-segan memusuhi kita, bahkan bisa membunuh keempat murid kita berarti dia sudah pasti
memiliki sesuatu kemampuan yang bisa diandalkan untuk itu memang ada baiknya kita harus
kembali semua persoalan ini serta menyusun suatu rencana yang matang sebelum mengambil
keputusan lebih jauh."
Kim Thi sia yang sudah tak sabar segera bertanya: "Dimana sih letak Tiang pek pay?"
"Diluar perbatasan."
"Sedang sirasul dari selaksa pukula ..... Ciang sianseng?"
"Di Tionggoan"
Ketika menjawab pertanyaan tersebut wajahnya segera memperlihatkan sikap yang sangat
menaruh hormat. "Kalau begitu selamat tinggal, terima kasih banyak atas petunjukmu, aku
merasa berterima kasih sekali."
selesai berkata dia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
"Hey nak, hendak kemana kau?" tegur kakek itu setelah tertegun sejenak.
"Mencari Ciang sianseng."
Kakek itu sgeera menarik wajahnya dan berkata dengan serius: "Kau mencurigai Ciang
sianseng?"
"Bukankah sudah kau terangkan tadi, hanya pihak Tiang pek pay dan ciang sianseng yang
memiliki ilmu pukulan untuk membunuh orang tanpa meninggalkan bekas? Tiang pek pay terletak
jauh diluar perbatasan, mustahil aku bisa mendatanginya, sedang ciang sianseng berada di
Tionggoan, maka aku bermaksud menyelidiki persoalan ini dari pihaknya siapa tahu........"
"Bila kau berani bertindak demikian, bukan saja kami akan memandang hina dirimu bahkan
segenap umat persilatan didunia inipun akan memusuhimu secara bersama-sama" hardik sikakek.
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun-
" Ciang sianseng adalah seorang tokoh persilatan yang berkedudukan sangat tinggi, seorang
yang salah dan berbudi luhur, banyak jago persilatan yang menaruh hormat kepadanya serta
menganggapnya sebagai malaikat hidup. jika kau berani mengusik hidupnya maka segenap umat
persilatan akan memakimu dan menyumpahi dirimu"
"Kalau begitu biar aku berangkat keluar perbatasan saja."
Padahal dalam hatinya dia telah mengambil keputusan dan tak akan merubah rencananya
semula.
"Nah, begitulah baru pandai" kata sikakek kemudian sambil manggut-manggut.
Keempat kakek itu segera bangkit berdiri, masing-masing membopong mayat muridnya dan
berlalu dari situ.
Lamat-lamat dari kejauhan sana ia masih mendengar suara kakek itu berseru:
"Nak baik-baiklah menjaga diri sekarang kau sudah menjadi salah satu diantara jago muda
yang menonjol, masa depanmu sudah terbuka tapi ingat baik-baik pesanku.Janganlah bersikap
kelewat menonjolkan diri bila aku sudah menyelidiki duduknya persoalan ini hingga jelas. Kami
pasti akan mewariskan ilmu silat kepadamu sebagai hadiah dari pertemuan kita hari ini........."
Diam-diam Kim Thi sia tertawa geli pikirnya:
"Lucu benar, sejak kapan aku menjadi jago muda yang menonjol? Benar- benar picik
pengetahuanku, masa soal inipun tidak kuketa hui?Jangan-jangan aku menjadi tenar karena tahan
dipukul?"
Kemudian diapun berpikir lebih jauh:
"sering kudengar dari ayah yang mengatakan bahwa empat naga dari Tionggoan adalah tokoh
persilatan yang ternama dan merupakan angkatan tua dari dunia persilatan kepandaian silat
mereka sudah mencapai puncak kesempurnaan. Tapi kenyataannya keempat muridnya telah
dibunuh orang, jelas sipembunuh yang iri hati itu berhati jahat dan buas. Ehmmm dalam
tindakanku selanjutnya memang paling baik jika aku menahan diri serta bersikap jangan kelewat
menonjol bila namaku sampai dicantumkan dalam daftar hitamnya. Waaah.......bisa berabe
dengan keselamatan jiwaku."
sesaat kemudian ia berpikir lagi:
"Tapi suhu bilang tenaga dalamku masih cetek dan perlu sering melatih diri kalau tidak maka
kekuatanku selamanya akan cetek dan tak akan peroleh kemajuan apa-apa bila sampai begitu
bukankah aku bakal menyia-nyiakan serta harapan ayah?"
"Keluarga Kim adalah keturunan dari manusia berhati baja dan berkedudukan agung bukankah
ayah sering bilang bila aku tidak mencari kemajuan nama baik leluhur Kim pasti akan rusak......"
Berpikir sampai disini semangatnya makin berkobar, tanpa terasa lagi dia berpekik nyaring dan
melampiaskan keluar semua kekesalan yang mencekam perasaannya selama ini. siapa tahu......
Baru selesai ia berpekik tiba-tiba terdengar suara seseorang mendengus tertahan dengan
penuh penderitaan, disusul kemudian terdengar seseorang berseru dengan suara yang parau:
"Ternyata kau adalah manusia semacam ini"
Nada perkataan itu seperti terkejut dan mengandung perasaan tak terduga terhadap sesuatu.
seakan-akan baru sekarang dia mengerti kalau pandangannya selama ini ternyata keliru karena
kenyataannya berbeda jauh dengan apa yang diketahui selama ini.
oooo0oooo
Ketika Kim Thi sia mendengar suara dengusan tersebut berasal dari suatu tempat yang tak jauh
letaknya dari situ rasa ingin tahu segera timbul dalam hatinya, cepat-cepat dia bergerak mendekati
sumber suara tersebut.
Sepanjang jalan ia mendengar suara yang rendah dan parau itu bergema lagi, tapi kali ini
diiringi dengan suara gelak tertawa yang amat menyeramkan.
"Haaaahhh.....haaahhh.....haaahhh.....kalau ingin membunuhku bunuhlah, sekalipun sudah
menjadi setan gentayangan aku tetap akan membongkar kedok aslimu dihadapan umat persilatan
didunia ini...haaahhh....haaahh.....silahkan turun tangan kalau kau mengharapkan kotak Hong toh
tersebut? Huuuh......jangan mimpi aku bakal menyerahkan kembali kepadamu."
Kim Thi sia yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi lebih terperanjat lagi, segera
pikirnya:
"Aaaah.......orang ini menyinggung soal kotak mestika Hong toh, ini berarti dia pasti
mempunyai hubungan dengan terbunuhnya Nyoo lo enghiong, siapa tahu kalau orang inilah yang
telah melakukan pembunuhan tersebut?"
semangatnya segera berkobar dengan menelusuri pepohonan yang lebat untuk
menyembunyikan diri, ia bergerak maju terus mendekati tempat kejadian.
saat itulah, tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang keras dan tegas:
"Jika kau tak mau menyerahkan lagi.....hmmmmm jangan salahkan kalau aku akan pergunakan
ilmu pembetot otot untuk menyiksamu sampai mati, terus terang saja keberitahukan kepadamu.
Siksaan semacam ini tak mungkin bisa kau hadapi."
Kembali Kim Thi sia merasa terperanjat sebab dari nada pembicaraan orang itu, dia sudah
menangkap kalau sipembicara tersebut memiliki kepandaian silat yang hebat sekali dan tak
terlukiskan lagi dengan kata-kata. Jika dibandingkan dengan keempat naga dari Tionggoan, entah
kepandaiannya itu berapa kali lipat lebih hebat.
"siapakah orang itu?"
sekalipun nyalinya lebih besar setelah mendengar perkataan tersebut tak urung rasa percaya
pada diri sendiri mulai goyah.
sementara dia masih termenung suara yang parau dan berat tadi telah berkumandang lagi.
"Sungguh tak kusangka kau adalah manusia seperti ini jika kau ingin berbuat bagaimana lakukan
saja sekehendak hatimu. sekalipun harus menahan siksaan yang betapapun beratnya tak nanti
akan kuberitahukan tempat penyimpanan kotak mestika Hong toh tersebut kepadamu. Hmmm aku
mengira diriku pintar, tak tahunya sudah salah menilai orang kalau ingin membunuh hayolah
bunuh, terserah kepadamu. Asal aku mengerutkan dahi, anggap saja tak becus menjadi pian pocu
dari jauh propinsi diselatan-"
Perkataan yang terdengar Kim Thi sia segera membuktikan apa yang diduga sebelumnya.
"orang yang dicelakai ini menyebut diri sebagai Pian pocu dari tujuh propinsi, menurut ayah, pian
pocu adalah melambangkan seorang pemimpin persilatan yang mempunyai nama termashur dan
pengaruh yang luar biasa lagipula memiliki ilmu silat yang sangat hebat, tadi nyatanya orang
tersebut mampu membekuknya, sudah pasti kepandaian silat yang dimilikinya sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa."
Berpikir demikian, gerak geriknya menjadi jauh lebih berhati-hati lagi.
setelah berjalan lagi sekian waktu, mendadak terdengar orang yang menyebut diri sebagai pian
pocu dari tujuh propinsi itu menjerit kesakitan. suaranya mengerikan sekali bagaikan jeritan iblis.
sangat tak sedap didengar.
Kim Thi sia menjadi amat terkejut, buru-buru dia menyembunyikan diri dibelakang sebuah batu
cadas yang besar.
Ketika ia mengintip dari balik batu cadas dari meminjam cahaya rembulan yang redup untuk
memperhatikan keadaan didepan itu, tampaklah tak jauh dari tempatnya dua sosok bayangan
manusia. seorang berada dalam posisi berdiri sementara yang lain berada dalam posisi duduk.
yang sedang duduk jelas merupakan korban dari kejahatan tersebut.
Bayangan manusia yang sedang berdiri itu memiliki perawakan tubuh yang tinggi begitu tinggi
besar dan kekar, mukanya ditutupi dengan kain kerudung hitam. seluruh tubuhnya tertutup oleh
pakaian berwarna hitam tapi berkilauan tajam jelas bahwa pakaian tersebut terbuat dari yang luar
biasa.
Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli dan tajam bagaikan sembilu itu benar-benar
menggidikkan hati siapapun yang memandang. Apalagi ketika sinat mata berkelebat lewat Kim Thi
sia merasa seolah-olah tempat persembunyiannya sudah ketahuan.
Tanpa dia mengayunkan lengannya kebawah, orang yang sedang duduk itu segera
memperdengarkan jeritan ngerinya yang menyayat hati suara jeritan yang membelah keheningan
malam itu bergema sampai ketempat yang jauh sekali. Tak bisa dilukiskan suara itu mendadak
penderitaan ataukah rasa ketakutan-Terdengar orang itu berteriak lagi keras-keras:
"Kalau ingin membunuh cepatlah membunuh perbuatanmu semacam ini.......bukan terhitung
perbuatan manusia."
Mungkin disebabkan harus menahan penderitaan yang luar biasa, sehingga suara
teriakannyapun kedengaran parau dan tak jelas.
Terdengar manusia berbaju hitam yang tinggi besar itu berkata lagi dengan suara yang
menyeramkan:
"Pingin mampus? Hmmm, tak segampang itu,aku justru akan memaksamu untuk mengatakan
dimanakah kotak peta rahasia tersebut kau sembunyikan........"
sang korban yang terduduk segera mendengus dingin-dingin, serunya sambil menggertak gigi
kencang-kencang:
"Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong. Andaikata semudah itu aku dapat kau taklukan,
percuma saja aku menjadi Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan"
Disatu pihak berusaha menggertak dengan kata-kata yang menakutkan, sebaliknya dipihak lain
tak mau menyerahkan biar sudah dipaksa sekalipun-Jeritan-jeritan ngeri pun berkumandang tiada
hentinya dan membelah keheningan. Diam-diam Kim Thi sia mulai berpikir:
"Entah siapakah orang yang berperawakan tinggi besar ini? Kekejaman hatinya benar-benar tak
pernah kujumpai sebelumnya, mana mungkin pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini sanggup
untuk mempertahankan diri lebih jauh?"
Karena pikirannya bercabang, pemuda itu menjadi bersikap gegabah sehingga mematahkan
sebatang ranting.
Begitu ranting tersebut patah orang yang berperawakan tinggi besar itu segera berpaling
dengan sigap. Kemudian dengan suara yang amat keras bagaikan geledek dia membentak.
"siapa disitu?"
Kim Thi sia menjadi sangat terperanjat dan cepat-cepat menutup semua pernapasannya.
Terdengar orang yang terduduk itu mengejek sambil tertawa seram.
"Haaahhh.....haaahhh....haaahhh....kau sudah merasa takut bukan? Kau takut kedok aslimu
terbongkar orang sehingga mereka yang selama ini menghormatimu dan menyanjungmu menjadi
membenci serta menyumpahimu sepanjang masa bukan? Haaahh....haaahh.....haaahh......"
"Tutup mulut" sekali lagi manusia berperawakan tinggi besar itu membentak nyaring.
Ketika ujung bajunya dikebaskan kedepan pian pocu dari tujuh propinsi diwilayah selatan itu
sekali lagi menjerit kesakitan dengan suara yang mengerikan sekali. Terdengar dia berseru dengan
suara terputus-putus.
"Bagus....perbuatanmu bagus sekali...... sekarang tulang dadaku sudah patah semua....biar ada
obat yang mujarabpun tak akan menyembuhkan diriku lagi....jangan harap aku akan
memberitahukan rahasia tersebut kepadamu......."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, keritan ngeri yang menyayat hati telah mengakhiri
perkataan yang belum selesai itu.
Kim Thi sia sungguh merasa tidak tega menyaksikan siksaan keji itu, buru-buru ia
menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani menonton adengan yang mengerikan itu.
Apa yang terlihat kemudian segera membuat sianak muda itu terkejut bercampur gembira.
Rupanya kotak rahasia Hong toh yang dibungkus dengan kain itu ditemukan berada dibawah
sebuah batu cadas raksasa, cepat-cepat Kim Thi sia mengambilnya dan disembunyikan kebalik
baju dibagian dadanya. Tapi masalah baru kembali melintas dalam benaknya:
"Andaikata Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini tak sanggup menahan siksaan sehingga
mengakui tempat penyimpanan kotak rahasia tersebut. Ditinjau dari kebuasan dan kekejaman hati
simanusia berperawakan tinggi besar itu, niscaya diapun akan disiksa dan dihabisi nyawanya."
kendati begitu, diapun tak berani meninggalkan tempat tersebut dengan begitu saja. sebab dia
mengerti, orang berperawakan tinggi besar itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, ini
berarti diapun memiliki ketajaman mata dan pendengaran yang luar biasa pula. Bila dia beranik
bergerak secara gegabah, niscaya tempat persembunyiannya akan ketahuan.
selang berapa saat kemudian, agaknya manusia berkerudung hitam itu mulai habis
kesabarannya, dengan suara dingin ia segera berseru:
"Aku sudah berusaha untuk bersabar dan bersabar terus, tapi kau tetap berkeras kepala
enggan menjawab. Baiklah, kalau begitu jangan salahkan kalau aku akan bertindak tanpa belas
kasihan."
Dengan nada angkuh Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu menyahut:
"setelah terjatuh ketanganmu, apalagi yang bisa kukatakan? Boleh saja bila kau berharap agar
aku mengatakan tempat penyimpan kotak mestika itu, tapi kau harus memenggal dulu batok
kepalamu dan persembahkan kepadaku"
Manusia berkerudung hitam itu menjadi teramat gusar, sekilas hawa napsu membunuh yang
amat keji dan mengerikan melintas dari balik matanya tiba-tiba ia mengebaskan jari tangannya
kebawah.
Kali ini pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini tidak menjerit kesakitan, namun tubuhnya
bergulingan diatas tanah terlihat jelas bahwa paras mukanya pucat pias seperti mayat.
Menyaksikan hal ini Kim Thi sia segera berpikir:
" Entah siapa manusia berkerudung itu? mengapa ia bertekad untuk mendapatkan kotak
mestika Hong toh tersebut? mungkinkah isi kotak ini benar-benar merupakan benda mestika yang
langka dan tak ternilai harganya?" Tapi ia segera berpikir lebih jauh:
"Aaaah, benar orang ini berusaha keras untuk mendapatkan kotak mestika Hong toh, janganjangan
diapun ingin mempelajari ilmu silat dari sirasul dari selaksa pukulan Ciang sianseng
sehingga bisa menjagoi dunia persilatan.....? tapi bukankah dia sudah memiliki ilmu silat yang tak
terkirakan hebatnya, kenapa dia masih tamak dan ingin mempelajari pula ilmu silat dari Ciang
sianseng....."
Dengan perasaan tak habis mengerti dia berpaling kembali ketengah area. Waktu itu ternyata
pian pocu dari tujuh propinsi diselatan telah menggeletak tak berkutik lagi diatas tanah, rupanya
dia sudah kehilangan kesadarannya.
Manusia berkerudung itu segera mendengus dingin, tangannya diayunkan kebawah lagi dengan
keras. ^Blaaammmm........."
Seketika itu juga tulang dada Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu patah menjadi
beberapa bagian, dan tanpa menimbulkan sedikit suarapun melayanglah selembar jiwanya.
Dengan suara rendah manusia berkerudung itu segera mengumpat dan menyumpah berulang
kali setelah itu tubuhnya melesat sejauh belasan kaki dari tempat semula dengan kecepatan luar
biasa, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah lenyap tak berbekas. Diam-diam Kim Thi sia
menjulurkan lidahnya karena ngeri, pikirnya dihati.
"Waaah, aku bisa memiliki ilmu meringankan tubuh sehebat ini pasti akan kumanfaatkan
kepandaian tersebut untuk membantu kaum lemah dan menegakkan keadilan serta kebenaran
bagi umat persilatan."
Ketika ditunggunya sekian waktu tanpa ditemukan suatu kejadian, pelan-pelan pemuda itu baru
munculkan diri dibalik tempat persembunyian- sewaktu lewat disamping mayat pian pocu dari
tujuh propinsi diselatan ini, dia melongok serta memperhatikan sekejap. Terlihat olehnya, dari
tujuh lubang indera mayat itu darah kental mengalir keluar dengan derasnya dibagian bawah sinar
rembulan- wajahnya yang pucat pasi nampak lebih menyeramkan hati.
sambil memejamkan matanya rapat-rapat Kim Thi sia maju dua langkah kedepan, kemudian
baru menghembuskan napas panjang.
Perasaannya yang tujam secara lamat-lamat mulai menduga, bisa jadi manusia berkerudung
yang baru saja beranjak pergi dari situ tak lain adalah manusia iri hati yang maksud empat naga
dari Tionggoan.
Dengan suara yang amat lirih berkumandang memecahkan keheningan yang mencekam
disekeliling tempat itu. Kim Thi sia merasa tercekat, ditambah pula hembusan angin bukit yang
dingin dan kicauan burung malam, suasana waktu itu tak ubahnya seperti berada didalam akhirat
saja.
Cepat dia berpaling, segera ditemuinya anggoat tubuh mayat yang mengerikan itu mulai
bergerak-gerak.
Dengan memberanikan diri Kim Thi sia segera maju mendekat kemudian tegurnya: "Hey,
rupanya kau belum mati?"
Kembali terdengar suara rintihan lirih bergema memenuhi angkasa suaranya lemah dan sangat
pelan-
Buru-buru Kim Thi sia berjongkok sambil memeriksa denyut nadi orang tersebut, terasa olehnya
detak jantung orang itu sudah lemah sekali, dan seakan-akan setiap saat dapat berhenti berdetak.
Maka cepat-cepat dia membimbing bangun tubuh orang itu sambil tanyanya pelan: "Hey
siapakah manusia berkerudung tadi"
Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini nampak sangat lemah kondisinya, dia sudah tak
mampu lagi untuk berbicara dengan suara yang keras.
Terpaksa Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas bibir orang itu, dengan begitu
secara lamat-lamat dan suara terputus-putus ia dapat menangkap perkataannya.
"Kotak.....kotak Hong toh....ber.....berada dibawah
baaatu.....beeee....besar...iblisja....jahat....kau manusia munaftk.....kau manuu.....manusia
babi....biar sudah matipun aku.....aku tetap akan mengejar nyawamu......."
"Hey siapak iblis jahat itu?" teriak Kim Thi sia dengan suara keras. "Dia........dia
adalah........adalah......"
sayang sekali perkataan itu tak sampai diselesaikan tiba-tiba kakinya mengejang keras disusul
kepalanya terkulai lemas ternyata dia telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Dengan gemas Kim Thi sia segera mendepakkan kakinya berulang kali keatas tanah serunya:
"Benar-benar menjengkelkan kalau engkau bisa mengatakan namanya, aku kan dapat pula
membalaskan dendam bagi kematianmu."
sementara dia masih mendongkol, tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang
lembut dan ramah: "Nak, apakah dia telah mati?"
Bagaikan burung yang terkena panah, Kim Thi sia segera melompatjauh-jauh dan membalikkan
badan.
Entah sejak kapan ternyata disamping mayat Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu telah
bertambah dengan seorang kakek berwajah saleh lembut waktu itu sekulum senyuman ramah
menghiasi ujung bibirnya.
Mengetahui kehadiran kakek berwajah saleh ini, Kim Thi sia merasa sangat lega sahutnya
kemudian-
"Empek tua, dia telah mati"
Dengan perasaan iba kakek itu memandang mayat itu sekejap lagi, kemudian tanyanya lebih
jauh:
"orang ini tewas secara mengenaskan apakah dia adalah sanak saudaramu?"
Kakek ini berwajah saleh lembut dan halus penuh perasaan, bila dibandingkan dengan
kebuasan dan kekejaman manusia berkerudung tadi, pada hakekatnya mereka berdua berbeda
seperti langit dan bumi.
Tanpa terasa Kim Thi sia pun memberikan perbandingan yang nyata sekali atas kakek itu,
otomatis rasa was-wasnya juga turut lenyap tak berbekas. Tanpa bermaksud untuk membohong
dia menyahut:
"Bukan dia adalah pian pocu dari tujuh propinsi diselatan entah mengapa telah tewas dibunuh
orang, bagaimana kalau kita kubur saja jenasahnya?" Kakek itu tersenyum.
"Baik, baik sekali, mari kita membuat liang serta mengubur mayatnya."
"Ehmmm.....pian pocu dari tujuh propinsi diselatan memang seorang tokoh persilatan yang
gagah berani, sungguh tak disangka dia tewas ditempat ini, kematiannya benar-benar merupakan
suatu kehilangan besar bagi segenap umat persilatan"
Kim Thi sia segera meloloskan gedang mestika Leng gwat kiamnya untuk digunakan menggali
sebuah liang besar, setelah menurunkan jenasah pian pocu dari tujuh propinsi diselatan buru-buru
dia menutup kembali liang tersebut dengan tanah.
"sobat, nampaknya pedangmu adalah sebilah pedang mestika yang luar biasa sekalipun aku tak
mengerti benda mestika, tapi aku tahu benda tersebut pasti merupakan benda yang luar biasa."
Kim Thi sia tertawa.
"Pedang itu bernama Leng gwat kiam, warisan dari ayahku almarhum........."
"ooooh......kalau begitu ayahmu tentulah seorang tokoh persilatan yang mempunyai nama
besar dalam dunia persilatan."
Merah jengah selembar wajah Kim Thi sia hatinya gembira sekali. ujarnya dengan
bersemangat. "sayang ayahku sudah meninggal dunia, kalau tidak ia pasti termashur diseluruh
dunia....." Kembali kakek itu tersenyum.
"sobat kecil, aku lihat kau mempunyai bakat istimewa dalam mempelajari ilmu silat bila peroleh
petunjuk dari guru pandai, tak susah bagimu untuk menjadi seorang pendekar yang disanjung dan
dihormati orang di kemudian hari."
" Empek kelewat memuji" dengan perasaan rikuh pemuda itu berseru. "Aku cuma seorang lelaki
bodoh yang takpandai bersilat secara baik. Mana mungkin bis menjadi pendekar hebat dikemudian
hari? bagiku asal tidak dipandang hina orang lain saja, hatiku sudah cukup puas"
Kakek itu segera tertawa terbahak-bahak dan tidak berbicara lagi. sementara itu didalam waktu
yang amat singkat ini, Kim Thi sia telah menaruh kesan baik terhadap kakek itu, kembali dia
bertanya:
" Empek. ilmu meringankan tubuhmu sangat bagus tanpa kusadari ternyata kau telah berdiri
disampingku coba kau adalah musuhku niscaya aku tak akan memiliki kesempatan lagi untuk
melancarkan serangan balasan."
"sobat kecil apakah kau ingin mempelajarinya?" tanya kakek itu sambil tertawa ramah.
Kim Thi sia menjadi sangat gembira, dengan rasa terharu bercampur terima kasih sahutnya:
"Empek, kau sungguh baik, asal kau bersedia mewariskan kepadaku, aku pasti akan
mempelajarinya dengan bersungguh hati"
"Haaaah.......haaaah.......haaaah pasti akan kuwariskan, pasti akan kuwariskan"
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh:
"Padahal ilmu meringankan tubuh semacam ini tidak sulit untuk dipelajari. Ilmu tersebut
bernama It wi to kiang, merupakan hasil ciptaan dari Tat mo consu dari siau lim si dimasa lalu,
bagi setiap orang yang kuat, apabila hawa murninya disalurkan menembusi setiap bagian badan,
otomatis akan timbul perasaan mengambang pada dirinya, dan ilmu meringankan tubuh It wi to
koang pun diambil dari inti sarinya dari keadaan tersebut." Kim Thi sia menjadi amat terperanjat
setelah mendengar perkataan ini pikirnya:
"Ayah sering bilang, ilmu meringankan tubuh yang paling hebat dalam dunia persilatan adalah
ilmu meringankan tubuh It wi to kiang ciptaan Tat mo consu konon ilmu tersebut merupakan ilmu
aliran lurus yang dapat mengungguli kepandaian lainnya, dalam kenyataannya empek ini
menguasai ilmu meringankan tubuh It wi to kiang bisa jadi dia adalah seorang tokoh kenamaan
dunia persilatan dewasa ini......."
Berpikir sampai disitu dengan perasaan kaget dia mengawasi kakek itu beberapa kejap tampak
wajahnya cerah bagaikan dewa, meski senyum ramah selalu menghiasi wajahnya namun tidak
menutupi pancaran sinar matanya yang tajam dan berkilat, hal mana semakin membuktikan
kebenaran dari dugaannya. setelah tertawa ramah, kakek itu berkata:
"Anak muda, kau pasti keheranan kenapa aku bisa menguasai ilmu meringankan tubuh It wi to
kiang bukan? sekalipun orang yang menguasai kepandaian tersebut cuma beberapa gelintir
manusia saja, namun yang benar-benar mendalami serta menguasai inti sari dari kepandaian
tersebut sesungguhnya bisa dihitung dengan jari tangan sebelah."
"Apalagi diwaktu belakangan ini, dimana sebagian tokoh silat enggan mewariskan semua
kehebatan ilmu silatnya kepada generasi muda dan lebih banyak yang suka membawa kepandaian
tersebut masuk keliang kubur hal ini menyebabkan orang yang menguasai ilmu meringankan
tubuh It wi to kiang tersebut mungkin cuma diriku seorang, tapi bila kau ingin mempelajarinya
berarti didunia ini bakalada dua orang saja yang mengerti tentang ilmu meringankan tubuh It wi
to kiang tersebut" Kim Thi sia menjadi gembira, segera serunya:
"Empek, kau baik sekali, aku tak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu." Kakek itu
menggelengkan kepala berulang kali.
"Tak usah berterima kasih, aku paling senang dengan pemuda berbakat bagus, menurut
penilaianku tidak sampai lima tahun kau pasti sudah dapat menggemparkan seluruh dunia
persilatan..........."
Kim Thi sia segera merasakan semangatnya berkobar-kobar. Rasa gembiraya sekarang tidak
terlukiskan lagi dengan kata-kata.
Dengan sikap yang menghormat dia berlutut dan memberi hormat kepada kakek itu kemudian
baru ujarnya:
"Aku yang muda Kim Thi sia tak pernah akan melupakan budi kebaikan empek."
"oooh...jadi kaulah Kim Thi sia?" seru kakek itu sambil memandang kearahnya dengan
perasaan kaget bercampur tercengang.
"Darimana empek bisa tahu?" Kakek itu segera tertawa.
"sungguh tak kusangka ternyata kaulah Kim Thi sia, pertemuan ini semakin menggembirakan
hatiku. Haaaahhhh.....haaahhh.....tahukah kau, berhubung kemampuanmu dalam usia muda yang
berhasil menyambut lima buah pukulan ketua Tay sang pang Khu It cing dengan sepenuh tenaga,
namamu sekarang sudah termasuk dalam deretan jago-jago muda kenamaan....."
"Sudah pasti, memang merekalah yang membuat berita sensasi ini........" ucap Kim Thi sia rasa
rikuh. "Padahal apa yang kupahami hanya sedikit kulit luar saja mana mungkin bisa dideretkan
pada jago-jago muda?"
"Sudahlah kita tak usah membicarakan soal ini dulu, mari kuwariskan dulu ilmu meringankan
tubuh It wi to kiang tersebut kepadamu."
sambil tertawa Kim Thi sia manggut-manggut, baru saja dia hendak mengucapkan kata-kata
terima kasih, mendadak terlihat olehnya kakek itu sedang memperhatikan sesuatu, tampaknya dia
seperti telah menemukan sesuatu buru-buru serunya keheranan:
"Empek. apa yang terjadi?"
"Ada orang datang"
" Kenapa aku tidak melihat?"
"Haaaah.....haaaah......haaaah......tidak sedikit jumlah rombongan yang datang, paling tidak
diatas angka lima. sekarang mereka masih berada seratus kaki dari tempat ini, bagaimana
mungkin kau dapat mengetahuinya?"
"Jadi empek telah mendengarnya?" tanya Kim Thi sia lagi dengan perasaan terkejut.
Kakek itu hanya tertawa dan tidak menjawab selang berapa saat kemudian benar juga dari
kejauhan sana telah muncul lima sosok bayangan tubuh manusia.
setelah melihat kenyataan tersebut mau tak mau Kim Thi sia harus mengagumi juga
kesempurnaan dari tenaga dalam kakek itu, tapi secara diam-diam diapun merasa gembira karena
ia bakal diwarisi ilmu meringankan tubuh It wi to kiang yang sangat hebat itu.
Dalam pada itu kelima sosok bayangan manusia tadi telah berjalan mendekat, makin kedepan
makin mendekat.
saat itulah Kim Thi sia mendengar kakek itu berbisik: "Kelima orang itu adalah jago-jago utama
dari Pian pocu tujuh propinsi diselatan bisa jadi mereka sedang mencari pemimpinnya yang telah
hilang. Aa aai......siapa yang menduga kalau pemimpin mereka yang telah meninggal dunia? bila
berita duka ini mereka dengar, entah berapa sedihnya hati mereka."
Kim Thi sia merasa sangat terharu oleh perkataan itu pikirnya tanpa terasa
"Andaikata setiap orang didunia ini mempunyai hati yang tulus dan saleh seperti dia tentu tiada
persengketaan yang bakal terjadi didunia ini."
sementara dia masih termenung, kelima orang itu sudah berjalan mendekat dengan sinar
matanya yang tajam masing-masing memperhatikan sekejap kedua orang itu.
Tapi secara tiba-tiba mereka menjerit kaget bersama-sama menjatuhkan diri berlutut seraya
berseru:
"Boanpwee menjumpai rasul selaksa pukulan disamping menyampaikan salam hormat kami
semua."
Kim Thi sia yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi sangat terperanjat, segera
tegurnya: "Empek. jadi kau adalah Ciang sianseng?"
Kakek itu tertawa sambil maju berapa langkah kedepan, kemudian sambil membangunkan
kelima orang itu, ujarnya sambil tertawa ramah:
" Kalian pasti sudah letih sekali, sayang tempat ini jauh dari rumah sehingga tiada sesuatu yang
bisa dihidangkan, hatiku benar-benar tak tenteram."
Dengan wajah amat berterima kasih, kelima orang itu bangkit berdiri kembali dan serunya
bersama-sama: "Boanpwee tak berani merepotkan ciang loya."
Ternyata rasul dari selaksa pukulan ini tidak menjadi angkuh atau jumawa karena
kedudukannya yang sangat terhormat didalam dunia persilatan. Malah sebaliknya dia menyalami
setiap orang dengan ramah dan lembut.
Tak heran kalau kawanan lelaki kasar yang dihari-hari biasa selalu bergelimpangan diujung
golok ini menjadi kaget dan gelagapan setengah mati. otomatis rasa kagum dan hormatnya
terhadap tokoh persilatan inipun semakin bertambah tebal.
sebagai kawanan manusia yang tak pernah mempersoalkan mati hidup sendiri ini kini malah
timbul suatu perasaan rela berkorban demi Ciang sianseng yang dikagumi dan dihormati itu.
serentak mereka menjura bersama-sama dan berseru:
" Ciang sianseng kelewat baik terhadap boanpwee kesemuanya ini membuat boapwee amat
terharu, bila cianpwee membutuhkan tenaga kami, biarpun harus terjun kelautan api mendekati
bukit bergolokpun tak akan kami tampik," Ciang sianseng segera mengelus janggutnya dan
tertawa ramah.
"Maksud baik kalian sangat menggembirakan aku merasa cukut bangga karena mendapat
sahabat seperti kalian ini......"
Dengan perasaan kaget dan senang kelima orang itu mengucapkan kata-kata merendah tapi
saking gugupnya malah tak sepatah katapun yang bisa diutarakan secara lancar. Tiba-tiba Ciang
sianseng bertanya:
"Jauh-jauh datang kemari, apakah kalian sedang mencari cong pian pocu kalian?"
"Ciapnwee benar-benar sangat hebat, ternyata dalam sepatah kata saja sudah dapat menebak
tujuan kami."
Dengan wajah sedih Ciang sianseng menghela napas panjang, ketika kelima orang itu
menanyakan apa yang telah terjadi. Ciang sianseng pun segera menuding kearah Kim Thi sia
seraya berkata:
"Sobat cilik, coba kau beritahukan kepada mereka atas semua yang telah kau saksikan."
Dengan sejujurnya Kim Thi sia pun menceritakan kembali apa yang telah disaksikan tadi.
Dalam sedihnya, dengan air mata bercucuran kelima orang itu segera bersumpah akan
menggerakan segenap anak buah mereka yang berada di ketujuh propinsi diselatan sungai besar
untuk mencari serta membunuh manusia berkerudung yang keji dan buas itu. sambil menghela
napas Ciang sianseng berkata pula:
" Entah dikarenakan soal apa, Pian pocu kalian sampai tewas secara mengenaskan ditangan
manusia berkerudung itu?" Dengan berterus terang kelima orang itu berkata:
"Berapa hari berselang Pian pocu mendapat titipan dari seorang sobatnya ditempat jauh untuk
mempersembahkan kotak Hong toh tersebut kepada Ciang sianseng dan memohon ciang sianseng
mau mewariskan ilmu silat kepadanya sesuai dengan perjanjian. siapa tahu, belum lagi Ciang
sianseng dijumpai dia telah mati terbunuh lebih dulu ditangan manusia berkerudung."
JILID 10
Ciang sianseng segera menghela napas panjang.
"Aaaaaai sungguh tak disangka gara-gara urusan pribadiku, Pian pocu kalian harus
mengorbankan jiwanya secara percuma peristiwa ini sungguh membuat hatiku tak tentram." Buruburu
Kim Thi sia bertanya:
"Bolehkah aku bertanya kepada kalian, siapakah yang telah menyerahkan kotak mestika Hong
toh tersebut kepada Pian pocu kalian untuk diserahkan kepada ciang sianseng."
Kelima orang itu mengira pemuda kita adalah sanak atau mungkin murid ciang sianseng.
Mendengar pertanyaan tersebut, mereka segera menjawab dengan sejujurnya:
"Dia adalah seorang jago kenamaan dari Kanglam. Pek kut sinkun (Malaikat sakti tulang
putih)......."
Setelah mengetahui bahwa Pek kut sinkun adalah seorang yang mengirim kotak mestika Hong
toh Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan, secara diam-diam diapun menyusun rencana untuk
membalaskan dendam bagi kematian Nyoo lo enghiong. Kembali dia bertanya:
"Hebatkah ilmu silat yang dimiliki Pek kut sinkun itu?" Kelima orang itu segera tertawa.
"Berbicara dari wilayah Kanglam, Pek kut sinkun termasuk manusia nomor satu yang paling
disegani orang."
Sampai disini, mereka berlimapun segera berlutut didepan kuburan Pian pocu mereka dan
berdoa dengan nada serius.
beristirahatlah Pian pocu dengan tenang selama Kian an ngo hiong masih hidup, dendam sakit
hati kau orang tua pasti akan kami tuntut balas." Dengan nada penuh kebencian Kim Thi sia
segera berseru:
"Aku yakin, manusia berkerudung itu tak lain adalah iblis jahat yang berhati culas dan
pembunuh jago-jago muda belakangan ini, bagaimana menurut pendapatmu empek?"
Ciang sianseng termenung sejenak kemudian sahutnya:
"Akupun mendengar kalau belakangan ini telah terjadi serentetan pembunuhan keji terhadap
sekawan jago muda yang baru menonjol namanya. Kalau dilihat kemampuan orang ini yang bisa
membunuh tanpa meninggalkan jejak rasanya peristiwa ini memang amat mencurigakan selama
ini akupun telah melakukan penyelidikan secara diam-diam namun tiada sesuatu hasil yang
kuperoleh padahal hanya berapa orang saja jago persilatan didaratan Tionggoan dewasa ini yang
memiliki kepandaian silat sehebat ini."
" Ciang sianseng bersediakah kau untuk menyebutkan nama-nama dari para tokoh persilatan
itu?"
" Kemungkinan besar simalaikat pedang berbaju perlente memiliki kepandaian tersebut, namun
sudah lama ia lenyap dari keramaian dunia persilatan, bahkan menurut kabar yang tersiar, ia telah
meninggal dunia. selain itu terdapat dua orang pendeta agung dari siau lim si yang usianya telah
mencapai seratus tahun lebih, namun kedua orang ini adalah pendeta saleh yang hidup
mengasingkan diri dari keramaian dunia serta dari semua napas dan angkara murka. Mustahil
mereka melakukan perbuatan sekejam ini."
"Ketua Tiang pek pay adalah seorang jagoan yang berada dalam posisi setengah lurus setengah
sesat, meski dia hidup jauh dibukit Tiang pek san, namun dimasa mudanya dulu pernah
melakukan serangkaian pembantaian secara besar-besaran. orang ini paling mencurigakan.
sepuluh tahun berselang aku pernah bertemu dengannya, tapi aku dengar ia telah menutup diri
untuk melatih semacam ilmu khikang yang maha dahsyat." Tergerak perasaan Kim Thi sia sesudah
mendengar perkataan itu, segera ujarnya:
"Ciang sianseng, pasti dia, bukankah pihak Tiang pek pay mempunyai serangkaian sejarah yang
penuh dengan ceceran darah. Kemungkinan besar ilmu khikang tingginya telah berhasil dipelajari
sehingga dia bisa membunuh orang tanpa meninggalkan jejak" Kemudian seperti teringat akan
sesuatu, dia bertanya lagi:
"Ciang sianseng, bagaimana sih bentuk badan ketua dari Tiang pek pay ini? apakah......"
"Dia berperawakan tinggi besar, kekar berbahu lebar, pinggang besar dan bermuka merah,
mudah sekali untuk mengenalnya."
"Yaa, betul. Kalau begitu pasti dla^ teriak Kim Thi sia keras-keras. " orang yang membunuh
Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan tadi memang berperawakan tubuh seperti ini. Aku telah
memperhatikannya dengan seksama."
Kianan ngo hiong (lima orang gagah dari Kianan) segera manggut-manggut. Katanya kemudian
sembari menjura.
"setelah pianpacu kami mengalami musibah dan tewas ditangan penjahat.Boanpwee sekalian
bersumpah pasti akan mencari pembunuh tersebut sampai ketemu, agar arwah dia orang tua bisa
beristirahat dengan tenteram dialam baka." Ciang sianseng segera tertawa.
"Tapi kalian mesti berhati-hati manusia berkerudung ini sanggup mencelakai jiwa pianpacu
kalian. Berarti ilmu silat yang dimilikinya hebat sekali, kalian tak boleh bertindak kelewat gegabah
sehingga dipecundangi orang."
Kemudian ia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah botol porselen kecil serta
mengambil lima butir pil sebesar buah kelengkeng, sembari diserahkan kepada lima orang gagah
tersebut katanya lagi sambil tertawa.
"Beberapa butir pil ini adalah bikinanku sendiri sekalipun tidak memiliki daya kasiat untuk
menghidupkan kembali orang yang telah mati, namun dapat memupuk tenaga dan merupakan
obat mestika untuk meningkatkan tenaga dalam yang dimiliki seorang pesilat, terimalah pil
tersebut siapa tahu akan bermanfaat bagi kalian semua."
Kian an ngo hiong saling berpandangan sekejap. tiba-tiba mereka menjatuhkan diri berlutut
seraya berseru:
"Nama harum cianpwee termashur diseantero jagad, selama inipun sudah banyak melepaskan
budi hitung-hitung boanpwee sekalian telah menambah pengetahuan kami tentang keluhuran budi
cianpwee budi tersebut pasti akan kami balas dikemudian hari, dan sekarang boanpwee sekalian
mohon diri lebih dulu."
sesudha memberi hormat tergesa-gesa mereka beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
selanjutnya tanpa ragu-ragu Ciang sianseng mewariskan pula teori rahasia dari ilmu meringankan
tubuh It wi to koang kepada Kim Thi sia.
Dengan seksama pemuda itu menghapalkan dalam benaknya saja, rasa terima kasihnya kepada
Ciang sianseng semakin berlipat ganda, katanya kemudian:
" Ciang sianseng, aku dengan setiap orang yang bertemu denganmu, baik dia berasal dari
kedudukan rendah atapun terhormat. Berilmu silat tangguh atau lemah, semuanya pernah peroleh
kebaikan darimu, benarkah demikian?" ciang sianseng segera tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah....terhitung seberapakah pemberianku itu? aku memang senang
berbuat begini, sebab dengan banyak melakukan amal kebajikan, hidupku pasti akan panjang
usia. Haaaah.....haaaah.....sobat cilik tak usah kau pikirkan persoalan itu didalam hati."
Kemudian sesudah berhenti sejenak. dia berkata kembali:
"sobat kecil, bila dikemudian hari kau menemukan kotak mestika tersebut tolong hantarkan,
aku akan mewariskan semua ilmu pukulan yang kupahami kepadamu. Haaaah......haaaah.....aku
pergi dulu. Tak ada salahnya kau mencari berita secara baik-baik......."
selesai berkata ia segera beranjak pergi dengan langkah lebar. Hampir saja Kim Thi sia
mempersembahkan keluar kotak Hong toh yang disimpan dalam sakunya, tapi ingatan lalu segera
melintas dalam benaknya.
"Benda ini milik Nyoo lo eng hiong, sekaipun beliau telah tewas namun orang yang berhak
untuk memperoleh kembali benda tersebut adalah Nyoo Jin Hui, aku tak boleh menyerahkan
kepada Ciang sianseng dengan begitu saja."
Karena diapun segera mengurungkan niatnya. Dengan duduk bersandar diatas dahan pohon, ia
mulai memejamkan mata dan mengulang kembali teori rahasia ilmu meringankan badan yang
baru saja diperolehnya.
Kemudian diapun mulai membayangkan kembali semua pengalaman yang dialaminya selama
ini....... ^
Dalam semalaman saja, secara berurutan dia telah berhasil menjumpai tokoh-tokoh silat yang
berilmu tinggi dan susah dijumpai dihari-hari biasa. Kesemuanya ini mendatangkan perasaan
bangga dalam hati kecilnya.
Terutama sekali atas perjumpaannya dengan ciang sianseng dimana ia telah diwarisi ilmu
meringankan tubuh It wi to kiang. Kesemuanya itu membuat dia menjadi gembira dan
semangatnya terasa berkobar-kobar.
Teringat akan kekejaman serta kebuasan hati manusia berkerudung hitam itu, timbul kembali
perasaan geram dan bencinya, diam-diam ia bersumpah:
"Kalau aku berhasil menjumpainya lagi dikemudian hari. Hmmm, pasti tak akan kulepaskan
dirinya dengan begitu saja"
Dia teringat pula dengan Yu Kien si nona berbaju hitam beserta adiknya, mungkinkah mereka
akan mengambil keputusan pendek lantaran tubuhnya terkena jarum racun mulut harimau?
Bagaimana pula dengan nasib Nyoo Jin Hui yang meninggalkan rumahnya untuk mencari
musuh besarnya? Dia merasa kuatir sekali atas keselamatan jiwa dari saudara angkatnya itu.
Matahari baru menyingsing ketika pemuda tersebut mulai mencoba ilmu meringankan tubuh It
wi to kiang yang baru dipelajari sesuai dengan pelajaran ciang sianseng semalam.
Apa yang kemudian terjadi sungguh mengejutkan hatinya ternyata dalam sekali lompatan ia
telah berada dua kaki tingginya dari permukaan tanah.
Kenyataan tersebut bukan saja amat menggirangkan hatinya, diam-diam diapun memuji akan
kehebatan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ciang sianoeng, tapi ketika tubuhnya meluncur
kebawah, Ternyata apa yang terjadi tidak sesuai dengan teorinya. Tak ampun lagi tubuhnya
segera jatuh terjerembab diatas tanah.
"Jangan-jangan ciang sianseng hanya bernama kosong?" Kim Thi sia mulai mencurigai
kemampuan ciang sianseng sebab dalam kenyataannya kehebatan ilmu meringankan tubuh It wi
to kiang tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan semula. Tapi secara tiba-tiba ia teringat
kembali dengan kemampuan Ciang sianseng dimana dalam sekali kelebatan saja tubuhnya sudah
melintas lewat saringan burung, satu ingatan lain segera berkelebat kembali didalam benaknya:
"Jangan-jangan hal ini disebabkan tenaga dalamku tidak sempurna. Ya siapa pula yang mesti
kukalahkan?" setelah keluar dari hutan brangkatlah pemuda itu menuju kekota. setelah dalam
semalaman dia berhasil menjumpai beberapa orang tokoh persilatan, kini pengetahuan dan
pengalamannya telah peroleh banyak kemajuan.
Baru saja dia masuk kota dan bersiap-siap akan mencari sebuah rumah makan, mendadak
terdengar suara cambuk yang nyaring diiringi bertakan keras berkumandang datang dengan cepat
dia memburu kearah mana berasalnya suara tersebut. Ternyata dari balik sebuah jalan raya telah
berjalan mendekat sebuah kereta kencana yang dihela empat kuda.
Kereta tersebut terbuat dari perak dengan kain tirai berwarna merah, empat ekor kuda peng
helanya bertubuh tegap dan berwarna putih bersih, suatu perpaduan warna yang indah sekali.
Disisi kereta tampak dua baris lelaki kekar mengawal kereta tersebut secara ketat. semuanya
berdandan buan dan membawa cambuk kulit.
Ayunan cambuk kian kemari segera menimbulkan suara jeritan mengaduh dari para penduduk
yang kebetulan tak keburu menyingkir, sebaliknya orang yang berada dalam kereta itu sama sekali
tidak menyingkap kain tirainya, seakan-akan kejadian seperti ini sudah lumrah baginya.
Baru saja Kim Thi sia bergerak maju kedepan mendadak terdengar suara desingan angin tajam
menyambar datang dari belakang.
Buru-buru dia menghindar kesamping, siapa tahu gerakan tersebut masih terlambat juga, tak
ampun lagi.........
"Taaaaaaarrrr........."
Bahunya kena dicambuk keras-keras sehingga mendatangkan rasa sakit yang luar biasa.
Tampak seorang lelaki bengis bercodet melotot penuh amarah kearahnya sembari mengumpat:
"Anjing kecil, ayoh minggir"
"Sialan orang ini" pikir Kim Thi sia segera. "Mana aku disebutnya anjing kecil? Hmmm aku
sengaja tak mau menyingkir, mau apakahmu........?"
Melihat pemuda itu tak mau menyingkir, lelaki bengis itu semakin berang dengan pandangan
mata memancarkan sinar buas. sekali lagi dia mengayunkan cambuknya untuk menghajar.
Kim Thi sia menjadi semakin berang, tanpa menghindar dia mengayunkan telapak tangannya
sambil melancarkan sebuah bacokan kilat kedepan. Ayunan cambuk dan serangan tangan
mengenai sasaran tepat pada saat yang bersamaan.
Baju dibagian bahu Kim Thi sia segera tercambuk sampai robek sebaliknya lelaki itu tak
mengira akan dipukul. Tubuhnya tak ampun mencelat sejauh berapa kaki dari posisi semula.
Dengan suara keras Kim Thi sia segera berseru:
"Kalau aku sengaja akan melihat isi kereta tersebut mau apa kamu............"
Dia memburu maju kemuka kemudian membuka tirai kereta tersebut secara tiba-tiba.
Ternyata isi kereta itu adalah seorang nona yang berwajah cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan.
Kim Thi sia menjadi tertegun, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya: "Aaaai,
tidak kusangka dalam dunia ini terdapat seorang nona yang begini cantik."
Belum sempat pemuda itu memperhatikan lebih jauh dari sekeliling arena telah bermunculan
berapa orang lelaki kekar yang secara bengis dan kasar mengayunkan cambuknya menghajar
diatas tubuhnya.
Dengan penuh kegusaran Kim Thi sia segera membentak keras: "Rupanya kalian ingin mampus
semua"
Sepasang telapak tangannya segera didorong berulang kali, diiringi serangkaian jeritan kaget.
Kawanan lelaki yang mengerubut itu roboh bergelimpangan keatas tanah.
setelah berulang kali terjadi pertarungan selama beberapa hari ini, ilmu silatnya telah
memperoleh kemajuan yang pesat sudah barang tentu kawanan lelaki kekar itu bukan
tandingannya .
Tatkala Kim Thi sia membuka tirai kereta tersebut untuk kedua kalinya ternyata gadis cantik
bak bidadari dari khayangan itu masih juga tidak memandang sekejappun kearahnya, nona
kelihatan berkerut kening entah apa yang sedang dipikirkan.
Dengan cepat Kim Thi sia menemukan kalau dandanan nona itu sangat aneh. Gaun panjangnya
yang terdiri dari tujuh warna diberi garis benang dari emas hitam rambutnya disanggul tinggi dan
diikat dengan kain panjang berwarna hitam, diatas kain tersebut bersulamkan seekor burung hong
yang nampak sangat hidup. sementara disisi kain merah itu terdapat dua buah gelang kecil
terbuat dari emas yang mengikat rambutnya kencang-kencang.
"Aneh betul dandanan perempuan ini" pemuda tersebut segera berpikir dengan keheranan.
"Rasanya tidak mirip dengan dandadan dari Nyoo soat hong maupun Yu Kien."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, kembali terlihat ada empat lima orang lelaki kekar
yang menyerbu kemuka diiringi suara bentakan keras.
sambil berkerut kening Kim Thi sia segera meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, kemudian
menghardik:
"Jika kalian masih saja tak tahu diri, jangan salahkan kalau aku akan membunuh orang."
Pedang Leng gwat kiam adalah pedang yang tajam sekali, begitu diloloskan dari sarungnya
segera terbias selapis cahaya hijau yang amat menyilaukan mata.
Keempat lima orang lelaki kekar itu segera merasakan matanya menjadi silau, dengan perasaan
kaget buru-buru mereka mengundurkan diri kebelakang. Memanfaatkan kesempatan inilah Kim Thi
sia melirik kembali kedalam kereta.
Nona itu memang sangat cantik, hidungnya mancung dengan bibir yang kecil mungil, mukanya
bulat telur dan kulitnya putih halus. Dibalik gaunnya yang panjang, lamat-lamat terlihat bentuk
tubuhnya yang mungil dan montok.
sekalipun Kim Thi sia belum mengerti secara pasti soal cinta muda mudi, namun setelah melihat
kecantikan nona tersebut, ia merasa pikiran dan perasaannya menjadi kalut, bimbang dan aneh
sekali.
secara beruntun tubuhnya terasa sakit sekali, ia tahu rasa sakit itu merupakan hasil karya dari
kawanan lelaki bengis itu, namun dia tak ambil perduli. sambil menggertak gigi menahan rasa
sakit, dia manfaatkan kesempatan yang ada untuk mengawasi wajah nona itu.
Tiba-tiba gadis yang cantik itu berpaling dan memandang sekejap kearahnya. Matanya yang
besar dan dingin sama sekali tidak nampak kaget atau takut karena tatapan tersebut, malah
sekejap kemudian ia telah melengos kearah lain.
Paras mukanya yang cantik itu selalu nampak dingin dan hambar, rasanya tidak gampang untuk
menebak jalan pemikirannya lewat perubahan mimik wajahnya itu.
Perasaan aneh yang datangnya dengan tiba-tiba dalam hati Kim Thi sia. Dengan cepat dapat
menjadi tenang kembali. Dia jadi teringat pula dengan kata-kata tempo dulu. "Aku tak lebih hanya
seorang jago pedang yang rutin, Empat penjuru tiada sanak keluarga akupun tak akan rindu
kepada siapapun, karena aku cuma seorang lelaki yang tidak disenangi orang"
Mendadak pemuda itu berpikir lagi:
"Yaa benar kenapa aku menaruh perasaan simpati kepadanya"
Mendadak dia menyarungkan kembali pedangnya kemudian membalikkan badan dan beranjak
pergi dari situ.
Keempat lima orang lelaki kekar itu tak seorangpun berani menghalangijalan perginya. Mereka
hanya mengumpat dari kejauhan:
"Hey anjing cilik, kalau berani sekali mencampuri urusan kami. Hmmm cepat atau lambat
nyawamu pasti akan hilang."
Tapi setelah mengucapkan kata-kata tersebut, kawanan lelaki itu baru sadar kalau telah salah
berbicara. Cepat-cepat mereka membungkam ditengah jalan.
sebenarnya Kim Thi sia tidak berhasrat mencampuri urusan itu, setelah mendengar perkataan
ini, dia sadar dibalik kejadian tersebut pasti terdengar sebab musabab tertentu.
sebagai pemuda yang teliti, dengan cepat timbul rasa curiga didalam hatinya.
"Kenapa mereka melarangku untuk mencampuri urusan ini? Apakah perbuatan mereka adalah
perbuatan jahat sehingga takut diusik orang lain?"
Berpikir sampai disini cepat-cepat dia menerobos masuk kebalik kerumunan orang banyak.
setelah lolos dari pengawasan kawanan lelaki bengis itu, secara diam-diam ia menguntil dari
belakang kereta.
sayang kawanan lelaki kekar itu kelewat ceroboh. Mereka mengira urusan telah berat dengan
begitu saja. Tentu saja tak seorangpun yang menduga kalau jejak mereka sebenarnya sedang
diikuti orang.
Pelan-pelan kereta bergerak lagi menuju kemuka. Kawanan lelaki itupUn secara ganas
mengayunkan cambuknya lagi menghajar setiap orang yang tak sempat menyingkir. Mendadak
terdengar ada orang berseru dari balik gerombolan orang banyak.
"Aneh, sungguh aneh. Kereta itukan milik loya peronda dari Kanglam. Kenapa dalam perjalana
kali ini justru dikawal sekelompok lelaki kasar yang buas? Padahal anak buah loya berseragam
lengkap dan rapi. Masa kali ini bisa diiringi kawanan manusia kasar."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba orang itu dicambuk keras sehingga
perkataannyapun terhenti ditengah jalan karena kesakitan. Tapi menyusul kemudian dia telah
berseru lagi sambil merintih.
"sipejabat peronta ini benar-benar manusia bedebah. Tahun pertamanya ia menjabat pangkat
tersebut masih mendingan. sungguh tak disangka makin lama semakin kelihatan belangnya."
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda bergema amat keras, ditengah jeritan kaget para
penduduk, tampak empat kuda dilarikan cepat-cepat.
Tampaknya penunggang kuda itu cekatan sekali. Meskipun ditengah lautan manusia, namun
mereka dapat mengendalikan kuda tersebut dengan begitu cepat dan mantap tak seorangpun
yang kena diterjangnya.
Para penunggang kuda itu memakai baju kuning dengan ikat pinggang biri. sepasang matanya
bersinar tajam, sewaktu duduk dikuda kelihatan gagah dan perkasa.
Ketika keempat kuda itu hampir tiba dibelakang kereta kuda tersebut tiba-tiba larinya
diperlambat dan mengikuti dibelakang kereta tadi dengan santai seakan-akan mereka memang
bertugas untuk melakukan pengawalan.
Ketika rombongan lelaki kasar itu mengetahui kalau yang datang adalah orang sendiri mereka
segera menyapa kemudian tidak menggubris lagi.
Keempat penunggang kuda itu segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
setelah mendengus tidak berbicara lagi.
Kim Thi sia yang menguntil dari belakang dapat melihat bahwa keempat penunggang kuda itu
memiliki tenaga dalam yang sempurna. sudah jelas bukan manusia sembarangan.
oooo0oooo
setelah melewati sebuah pekarangan gedung yang megah, tiba-tiba rombongan itu berhenti
lalu terdengar orang-orang yang berada dikereta berteriak keras: "Buka pintu"
Pintu gerbang terbuka lebar dan muncullah sebuah papan nama didalamnya, berpuluh-puluh
prajurit bersenjata lengkap nampak melakukan penjagaan diseputar sana, suasana terasa angker
dan seram.
Keretapun bergerak masuk kedalam, sementara kawan lelaki kekar itu mengikutinya dari
belakang secara tertip. sikap mereka nampak lebih serius.
Melihat hal itu, satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, dengan cepat dia
mengambil segenggam pasir yang digosokkan diatas wajah sendiri Kemudian dia memburu
kedepan dan mengikuti dibelakang rombongan tersebut memasuki gedung itu.
Pintu gerbang segera ditutup kembali setelah rombongan itu lewat, tiba-tiba terdengar keempat
lelaki berbaju kuning itu berseru lantang:
"saudara-saudara sekalian tentu sudah keletihan, kini pekerjaan telah usai dengan sukses,
pergilah untuk melepaskan lelah." semua orang mengiakan dan membuyarkan diri
Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia memperhatikan sekejap keadaan disekitar situ.
sementara kereta kuda telah bergerak masuk kedalam gedung mengikuti serombongan lelaki
kekar bersenjata lengkap. Mereka langsung menuju kesebuah gedung berloteng.
Jarak antara tempat ini dengan loteng tersebut paling tidak mencapai puluhan kaki, meski
jaraknya tak seberapa namun pasukan tentara yang melakukan penjagaan justru ketat sekali Jelas
bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk melewatinya.
Agar tidak dicurigai orang, Kim Thi sia pura-pura duduk mengantuk dibawah sebatang pohon-
Padahal otaknya berputar kencang dan berusaha untuk menemukan cara terbaik untuk melewati
pos-pos penjagaan tersebut.
Dua orang tentara berjalan mendekati, mereka hanya melirik sekejap kearahnya kemudian
beranjak pergi ketempat lain.
Melihat penyaruannya berhasil, Kim Thi sia memandang sekejap kedirinya dengan perasaan
bangga. seluruh badan penuh debu, pakaian kusut, dandanan semacam ini memang mirip sekali
dengan orang yang baru saja menempuh perjalanan jauh. Mendadak terdengar seseorang tertawa
nyaring dari balik suatu ruang gedung.
"Haaaah.....haaaah...haaaahhh.....kau adalah salah seorang diantara sembilan murid simalaikat
pedang berbaju perlente. Cukup mengandalkan nama gurumupun sudah dapat menggetar hati
orang mana mungkin ada orang berani menyulitkan dirimu."
suara seorang pemuda segera menjawab:
"Ko tua kelewat memuji, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya toh jatuh juga. Kita
sebagai orang yang dihargai oleh loya sedikit banyak toh harus menjual tenaga untuknya."
Kim Thi sia yang mendengar tersebut menjadi sangat terkejut, sekilas bayangan gurunya yang
menderita siksaan dan penderitaan hebat menjelang saat ajalnya segera terbayang kembali
didepan mata, hawa amarah dengan cepat pula berkobar dalam dadanya membuat pemuda itu
hilang kendali.
setelah memperhatikan sumber suara tadi tiba-tiba berlari kencang memburu kesana.
Bentakan-bentakan nyaring dari para pengawal tidak digubris olehnya, malah sebaliknya dia
berlari semakin cepat lagi.
Dalam waktu singkat ia sudah memasuki sebuah gedung yang diliputi asap dupa wangi.
Bentuknya mirip sekali dengan sebuah kuil pribadi, seorang tua dan seorang muda sedang
berbincang-bincang disitu penuh gelak tertawa.
Yang tua berusia lima puluh tahun, berjubah biru, dan memakai topi bulu, wajahnya cukup
keren.
Sedangkan yang muda bermuka putih tampan dan menyoren sebilah pedang kayu. Diantara
senyuman terlihat kilatan matanya yang menggidik hati.
Dalam sekilas pandangan saja Kim Thi sia telah mengenali pemuda tampan tersebut sebagai
dipedang kayu diantara sembilan orang murid gurunya.
Baru saja dia hendak menantangnya untuk berduel, tiga orang tentara bertubuh tinggi besar
telah memburu tiba serta menerjangnya seperti harimau kelaparan.
"Manusia bedebah, kau sudah bosan hidup rupanya" bentakan marah menggema diudara.
Berkilat sepasang mata Kim Thi sia, dia mengigos kesamping sambil menyambar seorang
prajurit yang didorongnya keras-keras kemuka akibat dari dorongan tersebut prajurit itu
kehilangan keseimbangannya sehingga jatuh terjerembab dan mengucurkan darah dari kepalanya.
Dua orang prajurit lainnya menjadi bertambah berang setelah melihat lawannya berani turun
tangan ditempat tersebut sambil meloloskan pedang serentak menyerbu kemuka.
Tua dan muda didalam kuil itu hanya melirik sekejap, kemudian bersikap acuh tak acuh
kembali, mereka tetap melanjutkan pembicaraannya seperti semula.
Dengan geram Kim Thi sia meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, cahaya hijau segera
memancar keempat penjuru.
Malaikat itu, kedua orang prajurit tadi segera menghentikan terkamannya kemudian
membentak:
"Bajingan cilik. rupanya kau sengaja menyusul kemari untuk membuat gara-gara.
HHmmm....kalau begitu-jangan harap bisa keluar lagi untuk selamanya."
Kim Thi sia sama sekali tidak menggubris dia mendesak maju kemuka, lalu sambil menuding
kearah pemuda berpedang kayu itu, tegurnya keras-keras: "Kau adalah sipedang kayu?"
Pemuda tampan itu tidak berbicara lagi tatapan matanya segera dialihkan keatas pedang Leng
gwat kiam ditangan lawannya kemudian memuji tiada hentinya: "Pedang bagus, rasanya
dibandingkan dnegan pedang lain juga begitu saja."
Ternyata ia tidak menggubris teguran Kim Thi sia, Kakek yang disebut "ko tua" itu melirik
kearah Kim Thi sia, kemudian baru bisiknya kepada pemuda itu: "Gi sauhiap, ada orang bertanya
kepadamu."
"oyaaa" pemuda tampan itu pelan-pelan berpaling kearah Kim Thi sia lalu jawabnya:
"Betul, akulah sipedang kayu. Bila dilihat dari wajah anda yang begitu asing rasanya kita tak
pernah bersua sebelumnya."
sementara itu kedua prajurit tadi sudah saling memberi tanda, kemudian menerjang kemuka
bersama-sama.
Kim Thi sia mendengus marah, pedangnya langsung dibabat kesekeliling tubuhnya.
"Teaaaaaang, traaaaaaaaang......."
Diiringi dentingan nyaring, tahu-tahu pedang ditangan prajurit itu sudah patah menjadi dua
bagian mereka jadi terkesiap dan segera berdiri bodoh ditempat untuk beberapa saat lamanya tak
seorangpun diantara mereka yang berani berkutik, sambil tersenyum pemuda tadi mengulapkan
tenaganya seraya berkata: " Kalian bertiga boleh mundur dari sini."
Agaknya ketiga orang prajurit itu amat menaruh hormat kepadanya sesudah mendengar
perkataan tersebut, masing-masing segera melotot sekejap kearah Kim Thi sia sebelum beranjak
pergi dari situ.
Dengan suara dingin Kim Thi s ia segera berseru:
"Aku adalah murid kesepuluh dari malaikat pedang berbaju perlente, suheng baik-baikkah kau?"
Berubah hebat paras muka sipedang kayu serunya terkejut:
"sejak kapan suhu menerimamu sebagai muridnya? kenapa aku tidak tahu.........?"
Dari nada pembicaraan tersebut, dapat didengar kalau dia tidak percaya bahwa Kim Thi sia
adalah murid terakhir dari simalaikat pedang berbaju perlente.
Agaknya kakek she Ko itupun merasakan ada kejanggalan dalam persoalan itu katanya pula
seraya menggeleng:
"setiap umat persilatan hanya tahu kalau malaikat pedang berbaju perlente hanya mempunyai
sembilan orang murid."
"Bagus sekali" seru Kim Thi sia. "Engkau enggan mengakui diriku, belum tentu akupun bersedia
mengakuimi sebagai suhengku. Hmmmm......."
Rasa terkejut dan marah yang menyelimuti wajah sipedang kayu hanya melintas sejenak saja,
dalam waktu singkat dia telah menjadi tenang kembali. Katanya kemudian sambil tertawa:
"Kuakui, kuakui, kuakui. sute, coba kau perlihatkan kebolehanmu sehingga suhengpun bisa
berlega hati."
Kim Thi sia segera menggetarkan pedangnya membentuk berkuntum-kuntuk bunga pedang,
inilah jurus "mantap bagaikan bukit karang" dari ilmu pedang panca Buddha.
sipedang kayu tertegun, ia tidak kenal dengan jurus pedang tersebut, namun dilihat dari cara
Kim Thi sia menggunakan pedang jelas memang berasal satu aliran dengannya. Maka sambil
tersenyum dia datang menghampirinya lalu berkata:
"Sute, ilmu pedangmu bagus sekali. Dilihat dari-jurus mu barusan suheng merasa takluk sekali."
"Gi sauhiap" kata sikakek Kopula. " Gurumu memang seorang tokoh yang luar biasa, dari jurus
yang diperlihatkan sutemu barusan aku sudah merasa kagum dan takluk."
Dengan sikap ramah sipedang kayu segera menepuk-nepuk bahunya Kim Thi sia setelah itu
katanya sambil tertawa:
"Sute, kau belum memberitahu namamu kepadaku mana suhu? sekarang dia orang tua berada
dimana?"
Karena tidak menjumpai sikap permusuhan dari orang itu Kim Thi sia malah menganggapnya
seperti orang sendiri semua rasa gusarnya tak mampu dilampiaskan keluar. Ketika mendegar
perkataan tadi diapun segera menjawab:
"Aku bernama Kim Thi sia. Kim yang berarti emas. Thi adalah besi dan sia berarti kota. Tak
lama setelah suhu menerimaku sebagai muridnya dia telah meninggal dunia."
"oooooh" sipedang kayu seperti teringat sesuatu, dia segera berseru keras:
"Suhu, oooooh suhu. sungguh tak nyana perjumpaan kita dulu merupakan perjumpaan yang
terakhir. Padahal budi kebaikanmu belum sempat tecu bayar. Betapa sedih hatiku."
Dua tetes air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, dia sedih sekali.
sedang kakek she Ko itu nampak tertegun sesaat kemudian berseru sambil tertawa keras:
" Harap sauhiap janganlah bersedih hati, ilmu silat gurumu telah menjagoi seluruh kolong
langit, banyak budi kebaikan telah dilimpahkan untuk umat persilatan, sekalipun tubuh kekarnya
telah mati. Namun semangatnya masih berkobar terus dalam hati setiap umat persilatan.
Kematiannya benar-benar menjadi kehilangan besar bagi segenap umat persilatan sungguh
menyedihkan, sungguh menyedihkan........"
sebenarnya Kim Thi sia masih dicekam rasa gusar, dendam dan sedih. Tapi setelah melihat
kesedihan yang mencekam perasaan pemuda tersebut, hatinya menjadi dingin separuh, tanpa
terasa pikirnya: "Dia kelihatan sedih sekali, tadi suhu......."
Diam-diam dia mulai mencurigai suhengnya ini, kembali pikirnya lebih jauh:
"suheng berwajah simpati, bermuka tampan dan berhati mulia, kenapa suhu justru mengatakan
dia sebagai manusia yang berhati binatang.....dimanakah letak kebuasannya?"
selang berapa saat kemudian, sipedang kayu baru menyeka air matanya sambil berkata dengan
sedih:
"sute, disaat dia orang tua hendak menghembuskan napas penghabisan, apakah ada pesan
yang ditinggalkan?"
"Tentu saja ada" pikir Kim Thi sia didalam hati. "Dia menyuruh aku membunuhmu."
Tentu saja perkataan tersebut tidak sampai diutarakan keluar, sambil menggeleng katanya
kemudian:
"Tidak ada, dia orang tua hanya sempat menerimaku selama dua hari sebagai muridnya. Dan
hari ketiga telah wafat."
"Sute, kalau begitu dia orang tua telah mewariskan segenap kepandaian silatnya kepadamu?"
"Tidak sempat lagi, sewaktu menerimaku sebagai murid, kesadarannya sudah menurun.
Dengan susah payah dia hanya sempat mewariskan dua macam kepandaian sakti kepadaku."
"sayang, sungguh sayang" ujar sipedang kayu menghela napas. "Padahal kepandaian silat suhu
telah mencapai tingkatan yang tiada tandingannya lagi." Mendadak ia menutup mulut dan
memandang kakek Ko sekejap. Kakek Ko segera tersenyum dan berkata:
"sauhiap tidak usah sungkan, dalam kenyataan suhumu tiada tandingannya didunia ini."
Kembali sipedang kayu menghela napas.
"Tapi dengan kematiannya banyak sekali ilmu silat maha sakti yang menjadi punah sungguh
menyesal aku orang she Gi meski sudah banyak tahu mengikuti suhu yang berhasil kuperoleh
cuma ilmu kucing kaki tiga belaka. sute, ilmu pukulan dari ilmu pedang apakah yang sempat suhu
wariskan kepadamu?" Kim Thi sia menjawab secara langsung, diam-diam pikirnya dulu:
"Suhu telah berpesan agar aku tidak mengatakan kepada siapapun tentang ilmu ciat khi mi khi
tersebut, sebab kepandaian ini merupakan ilmu sakti yang maha dahsyat. Aku tak boleh
melanggar pesan tersebut." Karenanya dia menjawab:
"Ilmu pukulan itu adalah Tay goan sinkang sedang ilmu pedangnya adalah Ngo hud kiam hoat
selain dua macam kepandaian tersebut yang lain tak sempat diwariskan kepadaku." Mendengar
nama-nama itu kakek Ko segera berseru kaget:
"Ilmu pedang Ngo hud kiam hoat merupakan sejenis ilmu pedang yang tiada taranya didunia
persilatan dewasa ini. Menurut apa yang kuketahui Malaikat pedang berbaju perlente tak pernah
mewariskan ilmu tersebut kepada siapapun. sobat kecil, kau benar-benar mempunyai rejeki besar"
Jelas kedengaran betapa kagumnya orang ini.
sebaliknya sipedang kayu segera bergumam dengan kening berkerut:
"Tay goansinkang....? Tay goansinkang kenapa dia tak pernah memberitahukan soal ini
kepadaku.......?"
Mendadak dia berseru:
"Sute, apakah kau berhasil menguasai sepenuhnya?"
Nadanya gelisah bercampur tegang.
Dengan cepat Kim Thi sia menggelengkan kepalanya.
"Dasar siauwte bodoh aku cuma mengerti teorinya namun tidak mengerti bagaimana cara
mempergunakannya . "
Berkilat sepasang mata si pedang kayu setelah mendengar perkataan tersebut, serunya segera:
"sayang sungguh sayang....."
Begitu selesai berseru, secepat kilat dia mendesak maju kemuka dan melancarkan sebuah
serangan dahsyat.
Kim Thi sia tidak menduga sampai kesitu, tubuhnya segera termakan sebuah pukulan sehingga
mencelat sejauh empat lima langkah lebih segera bentaknya keras-keras: "Kau berani
memukulku?"
Dendam lama dan kemarahan, baru bercampur aduk menjadi satu dengan suatu gerakan cepat
dia menerjang kemuka.
Dengan cekatan sipedang kayu berkelit kesamping menghindar diri dari serangannya kemudian
sambil menggoyangkan tangannya berulang kali dia berkata:
"Harap siaute jangan marah. Aku hanya menjajal apakah perkataanmu betul atau tidak, kalau
begitu kau benar-benar belum berhasil memahaminya."
Mendengar perkataan tersebut hawa amarah Kim Thi sia pun menjadi rada separuh tapi
dengan nada tak senang hati dia berseru:
"Suheng, kalau toh ingin menyerang, kenapa kau tidak berbicara sama sekali." Diam-diam
pedang kayu menghembus napas lega, katanya kemudian sambil tertawa:
"Diantara kita suheng te masa ada persoalan yang perlu dirahasiakan? Mari, mari, mari kita
baru bersua untuk pertama kalinya biar kusiapkan sebuah perjamuan untuk menambut
kedatanganmu. Moga-moga kau sukses selalu dikemudian hari?"
sesungguhnya Kim Thi sia menaruh kesan baik kepadanya, apalagi setelah mendengar
perkataan itu, dia semakin terharu lagi tanpa terasa pemuda inipun menaruh perasaan akrab
dengannya.
Dalam keadaan begini, semua pesan dari gurunya boleh dibilang sudah dilupakan sama sekali.
sambil tertawa nyaring segera katanya:
"suheng, sikapmu yang begitu ramah membuat siaute sangat terharu.........."
sipedang kayu segera tertawa.
"Aaaaah kenapa kau mesti mengucapkan kata-kata begitu? selanjutnya hubungan kita bagaikan
sesama saudara ada rejeki dinikati bersama ada kesusahan ditanggulangi berbareng bukankah
keadaan semacam itu jauh lebih baik?" Kemudian sambil menunjuk kearah kakek berjubah biru itu
dia berkata lagi:
"Dia adalah Ki Jin yang disebut orang sebagai Delapan penjuru berjaya. Ilmu pukulan Bwee hoa
ciangnya menggetarkan seluruh dunia persilatan dan tiada tandingannya selama ini, benar-benar
berjaya didelapan penjuru angin. Kau mesti baik-baik berhubungan dengannya. Kau tahu suheng
pun sangat kagum kepadanya."
Walaupun perkataannya menyanjung namun sikapnya sama sekali tidak menunjukkan perasaan
kagumnya. Bahkan maupun nada pembicaraannya bersahaja.
Kim Thi sia melihat keadaan tersebut makin memahami lagi seluk beluk hubungan antara
manusia dia orang yang berkududukan tinggi sebetulnya tak perlu terlalu dihormati.
Pat bin wi hong kekjin sama sekali tidak marah, malah ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhh......haaaahhhh.......haaaaahhh sobat memiliki kepandaian sakti warisan malaikat
pedang berbaju perlente dikemudian hari kau tentu akan berhasil merebut kedudukan tinggi serta
nama besar didalam dunia persilatan. Aku yakin kesemuanya itu bisa kau raih semudah
membalikkan tangan sendiri."
"Aku dapat berkenalan dengan sobat betul-betul merupakan suatu keberuntungan. Marilah kita
berangkat, kita pergi minum arak."
sepanjang jalan, tiba-tiba dipedang kayu seperti teringat akan suatu persoalan segera
tanyanya: "sute, bagaimana caramu masuk kemari?"
"Aku menyusup masuk" sahut Kim Thi sia dengan wajah tersipu-sipu merah lantaran jengah.
Pedang kayu segera tertawa nyaring.
"sudah kubilang, penjagaan ditempat ini kelewat kendor dan ceroboh. Nah saudara tua Kek.
kali ini kau tentu setuju dengan pandanganku bukan? Kawanan pengalamanmu itu hanya bisa
menggertak rakyat biasa, padahal kenyataannya cuma kawanan gentong tapi andaikata bukan
begitu. Bagaimana mungkin aku bisa peroleh kesempatan untuk bertemu kembali dengan adik
seperguruanku? Kalau dihitung-hitung kita malah mesti berterima kasih kepada mereka."
Dari depan sana muncul tiga, empat orang prajurit kerajaan yang bertombak panjang. Mereka
serentak memberi hormat ketika bertemu dengan Kim Thi sia berapa orang kemudian meneruskan
perjalanannya dengan langkah lebar.
"Apakah tempat ini adalah gedung pembesar?" Kim Thi sia segera bertanya dengan keheranan.
Pedang kayu segera tertawa.
"Disinilah pusat pengawasan seluruh aparat pemerintahan dikawasan Kanglam. Barang siapa
menduduki jabatan pangkat diwilayah Kanglam baik itu pangkatnya tinggi atau rendah, saban
tahun pasti akan berkunjung sekali kemari. Tentu saja kedatangan mereka sekalian membawakan
pelbagai hadiah yang indah, menarik dan berharga. haaaah.......haaaah......haaaah......."
Mendadak Kim Thi sia teringat kembali dengan nona berbaju aneh yang digusur kedalam
gedung tersebut. Tanpa terasa tanyanya lagi dengan nada keheranan:
"suheng, tadi kulihat ada seorang gadis cantik sekali diangkut kemari dengan menggunakan
kereta kuda. Apakah seorang pejabat pengawasan seluruh aparat pemerintahan boleh menjumpai
orang semaunya sendiri?" sekali lagi sipedang kayu tertawa tergelak.
"Haaaah.......haaaaah.......haaaah....... seorang pejabat pengawasan aparat pemerintahan sama
artinya dengan seorang raja dari kawasan tersebut. Apa yang diinginkan dapat diperbuat sesuka
hati sendiri. siapa pula yang berani melarangnya........."
seperti teringat akan sesuatu, kembali ia bertanya:
"Darimana kau bisa tahu kalau kereta kuda itu mengangkut seorang perempuan cantik?
padahal kereta itu dijaga amat ketat, tak mungkin mereka membiarkan orang lain mengintip
isinya........."
Dengan nada agak rikuh sahut Kim Thi sia:
"Aku memaksa melihat isi kereta itu secara paksa. sebab........"
"sudahlah, tak perlu diberi penjelasan" tukas pedang kayu sambil mengulapkan tangannya dan
tertawa. "Aku sudah mengerti apa yang hendak kau ucapkan."
"Untung saja kaulah orangnya. Coba saja kalau orang lain sudah pasti suheng tak akan
menyudahi persoalan itu hingga disinisaja."
sewaktu dia berpaling dan menyaksikan pakaian yang dikenakan Kim Thi sia compang camping
tak karuan lagi bentuknya, apalagi ketika terhembus angin, kelihatan daging dan berapa buah
mulut lukanya yang memanjang dan berdarah. Dengan kening berkerut kembali tegurnya:
"sute, siapa yang telah menghajarmu sedemikian rupa?"
"siapa lagi, tentu saja kawanan lelaki yang mengawal kereta kuda itu."
"ooooh, rupanya telah terjadi peristiwa semacam ini. Coba katakan kepada suheng masih
ingatkan kau dengan wajah-wajah lelaki kekar yang telah menghajarmu tadi?"
"suheng, apa yang hendak kau lakukan?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. sipedang kayu
mendengus:
"Hmmmmmm, kawanan babi goblok itu berani menyakiti adik seperguruanku. Apakah kejadian
ini harus dibiarkan saja? Tidak mungkin, aku mesti menagih kembali pokoknya ditambah bunganya
berapa persen paling tidak mesti memberi pelajaran yang setimpal dulu kepada mereka."
"sudahlah suheng." kata Kim Thi sia kemudian dengan perasaan amat berterima kasih. "Apalagi
aku toh tidak dapat mengingat kembali raut muka berapa orang itu. oyaa.....rupanya kaupun
seorang yang berpangkat............?"
"suheng bukan pembesar berpangkat" kata pedang kayu tertawa. "Tapi kekuasaanku justru
lebih besar daripada mereka yang berkedudukan dan pangkat, kecuali pejabat pengawasan aparat
pemerintah serta segelintir manusia tak seorangpun berani membangkang perintahku"
"Waaaah suheng, kau memang luar biasa" puji Kim Thi sia dengan perasaan kagum.
"Apanya yang luar biasa? Bila sutepun berkeinginan memiliki kedudukan seperti aku tanggung
suatu ketika kau akan menyamai kedudukan suheng sekarang, yakni menjadi komandan pasukan
pengawal dari pejabat pengawas aparat negara kekuasaannya amat besar mau apa bisa berbuat
apa tanggung tak seorang manusiapun berani menghalangimu." Tapi Kim Thi sia segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya cepat:
"Terima kasih banyak untuk kebaikan suheng, sayang siaute pernah berjanji dengan ayahku
semasa kecil dulu, sepanjang hidup tak akan mencari sesuap nasi dengan bekerja untuk
pemerintah" sipedang kayu segera tertawa.
"Begitupun tak ada salahnya, apalagi setiap orang memang mempunyai cita-cita yang berbeda
dan cita-cita tersebut mungkin bisa dipaksakan. sute, pakaianmu kelewatjelek dan dekil, biar
suheng siapkan berapa stel pakaian baru dari kwalitas unggul untukmu."
Hingga sekarang Kim Thi sia belum eprnah berpikir sampai kesitu, karena melihat bajunya
memang kelewat dekil dan nyaris tak terpakai lagi maka tawaran itupun segera diterimanya.
sementara itu rasa terima kasihnya terhadap suhengnya inipun berlipat ganda, ingatan untuk
membalaskan dendam sakit hati gurunya ikut tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Tak selang beberapa saat kemudian, mereka telah memasuki sebuah ruang tamu yang besar
lagi nyaman. Kim Thi sia mencoba untuk mengamati sebentar sekeliling sana.
Diam-diam ia memuji kemewahan serta kemegahan gedung tersebut.
sesudah mengambil tempat duduk masing-masing munculk serombongan dayang cantik
berbaju hijau yang menghampiri mereka. sesudah memberi hormat tanya mereka hampir
bersama-sama .
"Tuan Gi tuan Kek ada perintah apa?"
"siapkan sebuah perjamuan lengkap" perintah sipedang kayu dengan angkernya..... "Aku
hendak menjamu suteku yang baru saja bertemu ini dan kalian harus melayaninya secara baikbaik,
Bila ia senang, aku akan memerseni kalian dengan hadiah besar. Tapi kalau tak senang.
Hehhhhh.......kalian pasti akan memperoleh bagian yang cukup menggembirakan."
seketika itu-juga ketujuh delapan orang dayang cantik berbaju hijau itu mengalihkan
pandangan matanya kearah pemuda asing yang berpakaian compang camping itu dengan tatapan
terkejut bercampur keheranan-
Kalau ditinjau dari keseriusan sipedang kayu mengucapkan ancamannya tadi, bisa diduga
bahwa pemuda asing tersebut merupakan seorang penting.
Maka seorang diantara mereka segera pergi menyiapkan hidangan serta arak sementara yang
lain duduk disekeliling Kim Thi sia dengan senyuman dikulum. Hal ini kontan saja membuat paras
muka Kim Thi sia berubah menjadi merah jengah dan tak mampu berkata-kata. sejak mengerti
urusan belum pernah Kim Thi sia menjumpai keadaan semacam ini mengendus bau harum
semerbak yang berhembus keluar dari tubuh perempuan itu membuatnya jadi bingung dan
keadaannya mengenaskan sekali. sebagai pemuda yang pintar dan berotak tajam Kim Thi sia tak
mau menunjukkan sikap yang bisa ditertawai suhengnya, maka sambil menarik muka dia hanya
manggut atau mengiakan pertanyaan atau perkataan dari kawanan dayang tersebut. sikapnya
sangat acuh tak acuh.
Melihat itu sipedang kayu segera berkata sambil tertawa hambar. "saute masih muda dan
bertenaga kuat, namun justru tak suka main perempuan bila sikap semacam ini dapat
mempertahankan terus, aku percaya masa depanmu pasti akan lebih cemerlang."
" Harap suheng jangan mentertawakan siaute" kata Kim Thi sia dengan wajah tersipu-sipu.
"Berbicara terus terang saja, siaute masih kurang begitu mengerti tentang kaum hawa."
Kek Jin kontan saja tertawa terbahak-bahak. "Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......sobat cilik
adalah seorang lelaki sejati, kepandaianmu sangat tinggi. Bagaimana mungkin bisa terpikat oleh
sekawanan pelayan."
Kim Thi sia semakin tersipu lagi, bahkan kawanan dayang berbaju hijau pun sama-sama
berkerut kening. Meski gusar didalam hati kecil namun tak berani unjuk perasaan-
Untung saja hidangan telah siap pada saat itu, sehingga suasana yang tak sedap itu segera
dapat dihilangkan.
Dengan perasaan setengah karena tugas dan setengah lagi karena perasaan ingin tahu
kawanan dayang berbaju hijau itu meloloh Kim Thi sia dengan arak. pikir mereka didalam hati.
"Mana mungkin didunia ini terdapat lelaki yang tidak suka perempuan?"
Kawanan dayang tersebut sebagian besar dibeli oleh pejabat pengawas aparat pemerintah
dikawasan Kang lam ini dari penduduk miskin, meskipun kedudukannya cuma seorang dayang, tak
sedikit diantara mereka yang pernah sekolah dan belajar syair.
otomatis pandangan merekapun tidak kelewat licik. Perjamuan telah berlangsung cukup lama.
Kim Thi sia yang tidak pandai minum arak kini sudah melupakan segala tata cara dan sopan
santun, mukana merah padam membawa tujuh bagian keadaan mabuk. Kata-katanya mulai kasar
dan sederhana, gelak tertawa terlepas bebas, sifat sebenarnya terbuka sama sekali.
Biarpun ia tidah termasuk ganteng, namun tubuhnya justru mengandung semacam daya tarik
yang sangat aneh. seolah-olah besi semberani yang akan menarik setiap perempuan yang belum
lama bertemu dengannya.
Tubuhnya seolah-olah memiliki segumpal bara api yang misterius memancarkan kelakian serta
kejantanan yang membara, keadaan seperti ini-jauh lebih menarik ketampanan seorang lelaki
lemah.
sementara perjamuan masih berlangsung tadi, ketujuh delapan orang dayang berbaju hijau itu
seakan-akan dibuat terbuai oleh daya tarik pemuda itu. sebab pemdua yang periang ini justru
makin lama semakin memancarkan daya tarik yang dapat membuat hati orang berdebar keras,
menerbitkan suatu lamunan yang amat aneh. Memang dalam dunia ini terdapat dua macam
manusia.
Pertama adalah segolongan orang yang menimbulkan daya tarik pada pertemuan yang
pertama, daya tarik tersebut menimbulkan kekaguman dan daya pesona tapi bersama dengan
larutnya sang waktu rasa simpatik itu lambat laun semakin menghambar sehingga pada akhirnya
justru menimbulkan perasaan muak dan bosan yang membuat orang disekelilingnya ingin secepat
mungkin menjauhinya.
Tapi ada pula orang yang memberi kesan biasa dan tawar pada perjumpaan yang pertama.
sama sekali tidak memiliki daya tarik apapun, tapi setelah cukup lama bergaul cengahnya akan
terasa daya tariknya yang kian lama kian bertambah dari perasaan yang biasa-biasa saja akhirnya
berubah menjadi perasaan kagum dan terpesona yang mendalam.
Memang jarak antara baik dan jelek hanya selisih satu langkah, tapi selisih yang begitu sedikit
justru memberikan perbedaan yang luar biasa besarnya dalam kenyataan-
Kim Thi sia termasuk golongan yang terakhir. seperti juga dalam pertemuannya dengan Nyoo
soat hong serta Yu Kien sekalian- Pada jumpa pertama mereka, gadis-gadis itu tak terlalu
menaruh perhatian kepadanya tapi bersama larutnya sang waktu merekapun mulai merasa
timbulnya kesan aneh dalam hati kecilnya, hingga akhirnya perasaan memberitahukan sesuatu
yang aneh kepada mereka. saat itu hati mereka sudah benar-benar terpaut kepadanya.
oleh sebab itu perasaan simpatik yang timbul dalam hati kecil ketujuh delapan orang dayang
berwajah cantik itupun sedikit demi sedikit tertuju kepadanya.
Namun Kim Thi sia tetap bersikap masa bodoh, ia hanya tahu meneguk araknya, meski takaran
minumnya tidak terlalu hebat, namun ia meneguknya pelan-pelanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Akhirnya dengan langkah terhuyung-huyung pemuda itu mendekati sisi tubuh sipedang kayu,
kemudian sambil menepuk bahunya ia menegur sambil tertawa nyaring.
"Suheng, ternyata engkau memang seorang yang baik kesan jelek siaute terhadap dirimu
dimasa lampau kini sudah berubah sama sekali mari kita meneguk secawan lagi" Ia memenuhi
cawannya dengan arak lalu diteguk sampai habis.
Pedang kayu tersenyum, ujarnya:
"Sute, sebelum mabuk kita jangan berhenti minum hari ini, saudara Kek tua, hayolah ikut
bergembira bersama kami"
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar