Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Dalam pada itu kening Koay-lok-ong lagi bekernyit, tampaknya mulai
tidak tenteram perasaannya.
Baru saja ia angkat cawan arak segera kawanan lelaki berseragam
hitam berlari datang serupa sekawanan kelinci yang lari ketakutan
dikejar anjing hutan.
Seketika air muka Koay-lok-ong berubah, dampratnya, ”Keparat!
Siapa yang suruh kalian lari pulang? ̈
Kawanan lelaki itu sama berlutut dan melapor dengan suara gugup,
”Lapor Ongya, Sim ... Sim Long itu .... ̈
”Memangnya Sim Long kenapa? Belum kuturun tangan, masa dia
turun tangan lebih dulu kepada kalian? ̈
”Dia belum lagi menyerang, tapi ... tapi senjata rahasianya .... ̈ salah
seorang melapor dengan gelagapan.
”Masa Sim Long juga menggunakan senjata rahasia? Macam apa
senjata rahasianya? ̈ tanya Koay-lok-ong heran.
”Hamba tidak tahu, ̈ jawab orang itu.
”Kenapa tidak tahu? ̈ hardik Koay-lok-ong.
”Sebab ... sebab senjata rahasianya belum lagi digunakan, ̈ tutur
orang itu dengan takut.
Jilid 33
Tidak kepalang gusar Koay-lok-ong atas ketidakbecusan anak
buahnya, dampratnya, ”Dia belum lagi menggunakan senjata
rahasianya dan kalian sudah lari lebih dulu. Sungguh berengsek!
Kalian masih ada muka menemuiku lagi? ̈
Lelaki itu menyembah dengan takut, ”Bila ... bila senjata rahasianya
sampai digunakan, mungkin hamba tidak mampu menghadap Ongya
lagi dengan hidup! ̈
”Kentut busuk, omong kosong! ̈ bentak Koay-lok-ong.
”Senjata rahasianya bernama Sau-hun-sin-ciam. Karena kesaktian
senjata itu, biarpun hamba bersembunyi di mana pun sukar
menghindarinya. ̈
”Sau-hun-sin-ciam? Dari mana kau tahu? ̈ ”Dia sendiri yang bilang
dan hamba mendengarnya sendiri. ̈ ”Dia yang bilang sendiri dan
kalian percaya begitu saja? ̈ ”Rasanya mau tak mau hamba harus
percaya .... ̈ ”Sebab apa? Masa tidak tahu Sim Long sengaja
menggertak kalian.
Di dunia ini mana ada senjata semacam itu? ̈ Lelaki itu menyembah
dengan takut, ”Jika orang lain yang bilang
begitu tentu hamba takkan percaya, tapi Sim ... Sim Long yang bilang
.... ̈ ”Dan kalian lantas percaya dan ketakutan. ̈ ”Hamba ... hamba
memang rada ... rada takut .... ̈ Merah padam muka Koay-lok-ong
saking gusarnya, dengusnya, ”Hm,
bagus, Sim Long, hanya beberapa patah kata saja dapat kau gertak
lari anak buahku yang kupasang di sana. Tapi kau pun jangan harap
dapat lolos. ̈
Ia memandang alat ukur waktu di atas meja, lalu berucap pula, ”Hm,
boleh coba kau langkahi dulu perangkap terakhir yang kupasang di
luar taman hiburan ini, 180 busur keras sedang menantikan
kedatanganmu. ̈
***** Waktu itu rombongan Sim Long sedang menyusuri hutan. ”Segera
kita dapat lolos keluar hutan ini, mari lekas, ̈ kata Jit-jit
sambil menarik tangan Sim Long. Ong Ling-hoa menyengir, katanya,
”Setelah keluar dari hutan ini juga belum tentu dapat kabur, tapi toh
lebih baik daripada berdiam
di dalam hutan. Menurut perhitungan waktu, rasanya kita memang
bisa lari keluar hutan ini. ̈
”Tidak, kita tidak boleh keluar dari sini, ̈ kata Sim Long tiba-tiba.
”Tidak keluar dari sini? Memangnya malah tinggal di sini? ̈ tanya Ong
Ling-hoa dengan kening bekernyit.
”Ya, terpaksa kita bersembunyi di sini. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Masa engkau tidak dapat menyelami dalil ini? ̈
”Jika hal ini juga ada dalilnya, maka di dunia ini kurasa akan terlalu
banyak dalil, ̈ jengek Ling-hoa.
”Melepas harimau sangat gampang, menangkap harimau terlalu
sulit, ̈ kata Sim Long, ”Apabila Koay-lok-ong tidak memperhitungkan
dengan baik kita pasti sukar lolos dari sini, mana mau dia
membiarkan kita pergi begitu saja? ̈
”Huh, kukira ini cuma omong kosong belaka, sedikitnya sudah
berpuluh kali kau katakan hal ini, ̈ jengek Ling-hoa.
Sim Long tidak menghiraukannya, katanya pula, ”Bahwa orang ini
dapat mencapai sukses sebesar ini, tentu setiap tindak tanduknya
sangat cermat, biarpun dia tahu tenaga kita tidak tahan tetap juga
takkan membiarkan kita lolos keluar dari sini. ̈
”Jika dia sudah memandang kita sebagai satu-satunya musuh
tangguh, tentu tindak tanduknya takkan gegabah .... ̈ bicara sampai
di sini nada Ong Ling-hoa tidak mengandung ejekan lagi, serunya
mendadak, ”Ya, betul, tentu dia takkan membiarkan kita keluar dari
hutan ini, dia pasti sudah mengatur perangkap lain. ̈
”Benar, di luar hutan tentu sudah terpasang perangkap maut, ̈ kata
Sim Long. ”Jika kita tidak dapat keluar dari hutan ini akan lain
urusannya, tapi begitu kita muncul keluar, mungkin .... ̈
”Wah, lantas bagaimana baiknya? ̈ sela Jit-jit. ”Apakah kita manda
terkurung begitu saja di sini? ̈
”Jiwa kita sekarang memang berbahaya, paling baik kita mencari
tempat sembunyi yang aman di sini, sesudah malam tiba baru kita
berdaya melarikan diri, ̈ ujar Sim Long.
”Tapi di hutan seperti ini, mana ada tempat sembunyi yang aman? ̈
ujar Ling-hoa.
Him Miau-ji lantas menyambung juga, ”Saat ini di tengah hutan
mungkin penuh jebakan, setiap tempat mungkin ada perangkap, ke
mana dapat kita temukan tempat sembunyi yang baik? ̈
Sim Long tertawa, ”Dengan sendirinya sudah kuperhitungkan ada
tempat yang aman di tengah hutan ini, sebab itulah sengaja kugertak
lari para pengintai tadi, supaya mereka tidak tahu ke arah mana kita
pergi. ̈
”Meski kawanan pengintai tadi sudah lari kau gertak ... bukan
mustahil di depan sana masih ada pos penjagaan gelap, ̈ ujar Ling-
hoa.
”Kita justru tidak maju ke depan lagi melainkan mundur kembali ke
arah semula, ̈ kata Sim Long. ”Jalan yang kita lalui tadi kini tentu
sudah bersih dari pos pengintai, sebab Koay-lok-ong tentu tidak
menyangka kita dapat mundur kembali ke sana. ̈
”Tapi ... tapi kita harus mundur ke mana? ̈ tanya Jit-jit.
”Ya, di manakah tempat sembunyi yang aman di tengah hutan ini? ̈
si Kucing juga ragu.
”Pokoknya kalian ikut mundur saja bersamaku, nanti kalian akan tahu
sendiri, ̈ kata Sim Long dengan tertawa.
Ong Ling-hoa menghela napas, ”Semoga perhitunganmu tidak
meleset, sebab sisa waktu kita sekarang tidak ada setengah jam
lagi. ̈
*****
Dengan tekun Koay-lok-ong sedang mencelupkan sumpit pada cawan
arak, lalu mencorat-coret di atas meja.
Yang dilukis adalah peta taman hiburan ini, terdengar dia bergumam,
”Sim Long berada di sini .... Dari pos pengintai ke-12 sampai pos
ke-30, semua penjaganya telah digertak lari. Selanjutnya
rombongannya pasti akan menuju ke depan lagi .... ̈
Mendadak ia melemparkan sumpitnya dan berhitung, ”31, 32, 33,
apakah ketiga pos pengintai ini masih ada. ̈
”Ada! ̈ salah seorang lelaki menjawab dengan hormat.
”Mengapa sampai sekarang belum ada kabar beritanya? ̈ omel Koay-
lok-ong.
”Hamba juga tidak tahu, ̈ jawab orang itu.
”Pos pengintai di situ diatur oleh siapa? ̈ bentak Koay-lok-ong.
Seorang pemuda berdandan ringkas melangkah ke depan, katanya
sambil menghormat, ”Tecu yang mengaturnya. ̈
Pemuda ini kelihatan gagah perkasa, cermin pengaman di depan
dadanya ada angka tiga, jelas dia jago ketiga dari pasukan gerak
cepat Angin Puyuh.
”Dan sekarang di luar sana masih ada berapa pos pengintai? ̈
”Kecuali pos ke-5 sampai ke-12 sudah ditarik kembali, lalu sampai
pos pengintai ke-30 sudah kabur digertak musuh, saat ini masih ada
14 tempat pengintai lagi. ̈
”Kau atur di mana? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Semuanya tersebar di luar hutan, ̈ lapor jago ketiga itu. ”Bilamana
rombongan Sim Long hendak keluar dari hutan, ke mana pun mereka
pergi pasti akan melalui ke-14 pos penjagaan itu. ̈
”Kau yakin? ̈ bentak Koay-lok-ong.
”Tecu sudah meneliti dan mengukur dengan cermat setiap pelosok
taman ini, rasanya takkan keliru. ̈
”Jika begitu, mengapa sampai saat ini belum lagi ada laporan
susulan? ̈ tanya Koay-lok-ong. ”Padahal sisa waktu yang kuberikan
tidak banyak lagi, tidak mungkin mereka berdiam di tempat semula
tanpa bergerak, asal mereka maju lagi ke depan, seharusnya sudah
datang laporan. ̈
”Mungkin ... mungkin mereka tidak sanggup berjalan lagi, ̈ ujar jago
ketiga pasukan Angin Puyuh itu.
”Omong kosong! ̈ bentak Koay-lok-ong. ”Biarpun merangkak juga
mereka akan berusaha kabur. ̈
”Jangan-jangan Sim Long telah berhasil membobol pos penjagaan
kita. ̈
”Mana mungkin. ̈ teriak Koay-lok-ong.¡”Sebelum tiba waktunya,
mana dia berani turun tangan lebih dulu. Sebab bila dia turun tangan
tentu aku pun tidak terikat oleh janji waktu yang kuberikan itu,
betapa besar nyalinya tentu juga tidak berani sembarangan turun
tangan. ̈
Dengan menunduk jago ketiga itu mengiakan.
”Kenapa tidak lekas pergi mencari kabar?! ̈ bentak Koay-lok-ong.
Cepat orang itu mengiakan pula terus berlari pergi.
Koay-lok-ong memandang alat pengukur waktu dengan pasir yang
tertaruh di depannya itu, katanya dengan gemas, ”Wahai Sim Long,
ingin kulihat dapat kau lari ke mana? Betapa pun aku tidak percaya
engkau dapat lolos dari jaringanku kecuali mendadak engkau bisa
terbang. ̈
Tidak lama kemudian, si jago ketiga tadi berlari datang lagi, meski
sedapatnya ia berlagak tenang, namun sukar menutupi rasa
gugupnya.
Belum lagi orang mendekat Koay-lok-ong sudah lantas bertanya,
”Sesungguhnya apa yang terjadi? Lekas katakan? ̈
Dengan hormat jago ketiga itu melapor, ”Sim ... Sim Long tidak
menuju ke depan, semua pos pengintai di garis luar sana tiada satu
pun yang melihat bayangannya. ̈
”Apa? Dia tidak ... tidak menuju ke depan? Memangnya dia tetap
tinggal di tempat semula? ̈
”Tecu juga sudah menyelidiki ke tempat itu, ternyata rombongan
mereka pun tidak tinggal di situ. ̈
”Habis ke mana perginya? ̈ mau tak mau berubah juga air muka
Koay-lok-ong.
”Dia ... dia seperti menghilang! ̈
”Bedebah Menghilang katamu? Memangnya dia menguasai ilmu
menghilang? Apa betul dia punya sayap dan dapat terbang? ̈
”Hamba juga tidak percaya .... Tapi meski hamba sudah memeriksa
ke segala pelosok tetap tidak melihat bayangannya, dia benar-benar
seperti mendadak menghilang dari muka bumi ini. ̈
”Mustahil, mana bisa terjadi hal begini? ̈ teriak Koay-lok-ong gusar.
”Tapi jelas dia .... ̈
”Tutup mulut, bedebah! ̈ bentak Koay-lok-ong.
Seketika orang itu menunduk dan tidak berani bicara lagi.
Tiba-tiba salah seorang gadis di belakang Koay-lok-ong menyela,
”Jika dia tidak menuju ke depan, apakah tidak mungkin dia mundur
ke belakang? ̈
”Mundur ke belakang? ̈ gumam Koay-lok-ong. ”Memangnya dia
mencari jalan buntu sendiri? Masa dia .... ̈
Mendadak ia gebrak meja dan berteriak, ”Aha, betul! Dengan
kecerdikan Sim Long itu, tentu dia tidak melanjutkan ke depan, maka
dia sengaja menggertak lari para pengintai agar dia dapat mundur
tanpa diketahui. ̈
”Tapi mana dia berani .... ̈
”Dengan sendirinya sudah diperhitungkannya pos pengintai di bagian
semula sudah ditarik, tentu dia memperhitungkan tidak kuduga dia
akan mundur kembali ke arah semula, ̈ ia menggebrak meja pula
dan berteriak, ”Berengsek, sungguh berengsek! Keparat ini memang
setan, sudah puluhan tahun aku malang melintang, tapi tidak pernah
ketemu lawan selihai dia sehingga aku salah hitung langkah ini. ̈
”Tapi biarpun dia mundur kembali ke arah semula, memangnya dia
akan mundur ke mana? ̈ kata si jago ketiga.
”Dengan sendirinya dia ingin mencari dulu suatu tempat sembunyi
yang baik! ̈
”Di hutan kita ini apakah mungkin dia bisa menemukan tempat
sembunyi yang baik? ̈
”Memang tidak mungkin dia dapat bersembunyi, biarpun dia masuk
ke bawah tanah juga akan kuseret dia keluar. Bila dia mampu tahan
hidup sampai besok, anggaplah dia memang mahalihai. ̈
Mendadak ia tertawa latah, lalu berteriak, ”Di mana nomor
pertama? ̈
Seorang pemuda gagah segera tampil ke muka dan mengiakan
dengan hormat.
”Kau bawa nomor sembilan dan nomor sepuluh dengan sembilan
orang lagi coba mencari sekitar Ting-to-koan, bila menemukan jejak
rombongan Sim Long, sementara jangan mengganggu mereka, tapi
beri kabar dengan bunga api atau panah berapi. ̈
Jago nomor satu pasukan Angin Puyuh itu mengiakan terus berlari
pergi dengan sebelas orang anak buah.
”Nomor dua! ̈ teriak Koay-lok-ong pula. ”Kau bawa nomor 11 dan 12
dengan sembilan anak buah yang lain menuju ke Siong-hiang-koan,
coba geledah tempat sekeliling situ, asal menemukan jejak .... ̈
Gembong iblis ini sungguh berbakat seorang panglima perang, meski
dalam keadaan gusar dia dapat mengatur siasat dengan rapi, hanya
sebentar saja anak buahnya telah dibagi menjadi 12 regu, setiap
regu terdiri dari 12 orang, dibaginya 12 jurusan penyelidikan, dengan
begitu hampir setiap jengkal hutan itu tidak terlolos dari pencarian
mereka.
Ke-12 regu itu adalah pemuda gagah perkasa yang sudah lama
terlatih, begitu mendapat perintah serentak mereka berangkat
dengan cepat tanpa membuang waktu percuma.
Koay-lok-ong sendiri tetap menunggu di tempatnya untuk memimpin
keadaan selanjutnya, jika ada berita segera dia menyusul ke tempat
yang perlu bantuannya. Serupa laba-laba di pusat jaring yang
dibuatnya, apalagi di luar hutan masih siap 180 orang pemanah,
biarpun burung juga sukar melintasnya, sungguh rapat penjagaannya
serupa jaring yang sukar dibobol.
”Wahai Sim Long, sekarang ingin kulihat kalian dapat bersembunyi ke
mana? ̈ Koay-lok-ong tertawa senang.
Di tengah suara tertawanya terdengar pula suara anjing menyalak,
kiranya si nomor tiga dari pasukan Angin Puyuh membawa pula
empat ekor anjing herder yang galak serupa singa lapar dan sedang
berlari ke arah yang dilalui rombongan Sim Long tadi.
”Hm, cukup dengan hidung beberapa ekor anjingku ini, coba
dapatkah kalian bersembunyi? ̈ seru Koay-lok-ong.
*****
Waktu itu rombongan Sim Long sedang berjalan menyusur sungai.
Mendadak Sim Long menarik Jit-jit dan melompat ke dalam sungai.
Air sungai itu tidak dalam, hanya sebatas dengkul mereka saja.
Setelah melompat lagi ke tengah sungai, Sim Long berseru, ”Turun
ke sini, semuanya, lekas! ̈
Tanpa pikir Miau-ji ikut melompat ke dalam sungai.
Ong Ling-hoa hanya ragu sejenak, akhirnya ia mengangguk dan
berpikir, ”Cara kerja Sim Long memang sangat cermat. ̈
Tapi Jit-jit lantas menggerundel, ”Jalan di darat cukup lapang,
kenapa kita harus berlarian di dalam sungai? ̈
”Kau tahu tempat yang kita lalui tadi tentu meninggalkan bau,
manusia tidak dapat mencium bau ini, tapi sukar menghindari anjing
pemburu yang hidungnya sudah terlatih. Sebab itulah terpaksa kita
jalan di dalam air untuk menghindari pencarian anjing pemburu.
Setelah masuk air, biarpun ada bau juga ikut hanyut terbawa air. ̈
”Ai, sungguh cermat cara pikirmu, ̈ ujar Jit-jit. ”Segala apa selalu kau
pikirkan dengan lengkap. ̈
Dilihatnya Sim Long lagi melompat-lompat sambil membentak
perlahan, kawanan hewan yang berendam di dalam sungai itu
dihalaunya menuju ke depan.
”He, kau mau apa lagi¡ ̈ tanya Jit-jit heran.
Sim Long tersenyum, ”Segera engkau akan paham .... Betapa pun
takkan terduga oleh Koay-lok-ong bahwa kawanan hewan yang
digunakannya untuk membikin keki kita sekarang menjadi alat
pelarian bagi kita. ̈
”Alat pelarian? ̈ Jit-jit menegas dengan heran. ”Apa maksudmu? ̈
Sim Long tidak bicara lagi melainkan terus menghalau kawanan
hewan ke daratan arah datangnya tadi, kuda lari paling cepat di
depan, anjing menyusul di belakang, lalu kambing, kerbau, kawanan
babi yang gemuk tertinggal di belakang.
Mendadak Sim Long menggendong Jit-jit terus dibawa melompat ke
sana, lebih dulu ia gunakan punggung babi sebagai batu loncatan,
sekali lompat dicapainya punggung kerbau, dari punggung kerbau ia
melayang lagi ke punggung kuda.
Dengan sendirinya Miau-ji dan Ong Ling-hoa menirukan caranya,
setelah mereka berada di atas kuda, jarak mereka dengan sungai
sudah ada belasan tombak jauhnya.
Setelah belasan tombak lagi jauhnya, Sim Long melompat turun dan
menghalau pergi kuda yang mereka tunggangi, dengan sendirinya
kawanan hewan lain ikut lari jauh ke sana ikut kawanan kuda secara
membabi buta.
”Sesungguhnya apa maksudmu ini? ̈ tanya Jit-jit.
”Setiba di tepi sungai, bau yang dapat dilacak anjing pemburu tentu
akan terputus, dengan sendirinya mereka akan menduga kita telah
melompat ke dalam sungai dan menyeberang, mereka pasti akan
meneruskan pencarian kita ke seberang, dengan demikian sukarlah
bagi mereka untuk menemukan kita, ̈ tutur Sim Long.
”Aha, betul, hanya engkau saja yang dapat menemukan akal sebagus
ini! ̈ seru Jit-jit sambil berkeplok gembira.
Tiba-tiba terlihat pepohonan di depan sana mulai jarang-jarang,
cahaya rembulan kelihatan terang, ada bangunan rumah indah,
suasana sunyi senyap.
”Hah, bukankah rumah ini tempat tinggal Koay-lok-ong? ̈ seru Miau-
ji.
”Betul, ̈ kata Sim Long.
”Masa kita akan ... akan bersembunyi di rumah Koay-lok-ong
malah? ̈
”Memang begitulah tujuanku. ̈
”Ah, apakah engkau tidak bergurau? ̈ ujar Miau-ji.
”Tidak, sama sekali tidak. ̈
”Masih banyak tempat sembunyi di hutan kenapa kita justru
bersembunyi di sini? ̈
”Sebab tempat inilah satu-satunya tempat sembunyi yang paling
aman, ̈ kata Sim Long.
”Tempat sembunyi yang aman? ̈ Miau-ji menegas. ”Masa ... masa
tempat ini kau katakan aman? Kan setiap saat Koay-lok-ong dapat
pulang ke sini, lalu kita .... ̈
”Dia pasti takkan pulang ke sini, ̈ seru Sim Long.
Sementara itu mereka sudah masuk ke rumah itu, terpaksa Miau-ji
ikut masuk, namun dia masih coba tanya lagi, ”Dari mana kau tahu
dia takkan pulang ke sini? ̈
”Jika kita mendadak menghilang, apakah dia sempat pulang istirahat
ke sini? ̈ tutur Sim Long. ”Saat ini mereka tentu sibuk mencari kita
dengan lebih giat, jaringan mereka tentu lebih rapat daripada jaring
laba-laba, Koay-lok-ong ibaratnya laba-laba yang menunggu di pusat
jaringnya, begitu ada reaksi segera ia memburu ke tempat yang
terjadi sesuatu. Dengan sendirinya anak buahnya juga akan ikut
menuju ke sana, sebelum kita ditemukan tidak nanti dia mau pulang
ke sini. Saat ini di tengah hutan kukira juga cuma rumah ini saja yang
kosong. ̈
”Tapi ... tapi mereka .... ̈
”Untuk sementara mereka juga takkan menggeledah ke sini, sebab
dia juga tidak menyangka kita dapat bersembunyi di sini. Inilah titik
lemah psikologi manusia. ̈
”Tapi bila sampai terpikir oleh mereka? ̈ ujar Miau-ji.
”Apabila semua tempat sudah mereka cari dan tetap tidak
menemukan kita baru tempat ini akan terpikir oleh mereka, ̈ kata
Sim Long. ¡Untuk mencari rata seluruh hutan yang luas sedikitnya
mereka membutuhkan waktu beberapa jam. Sebab itulah umpama
akhirnya mereka menuju ke sini, hal itulah baru terjadi sedikitnya tiga
jam kemudian. Jadi di sini sedikitnya kita mempunyai waktu aman
selama tiga jam. ̈
”Tapi ... tapi ini pun terlalu berbahaya, ̈ ujar Miau-ji.
”Betul, cara ini memang juga rada berbahaya, tapi kita toh sukar
mencari jalan lain, terpaksa harus menyerempet bahaya dan untung-
untungan, betapa pun cara ini juga lebih aman. ̈
”Ai, terkadang engkau sangat hati-hati melebihi orang perempuan,
sering juga engkau sangat berani, ̈ kata Miau-ji.
”Dan inilah kehebatan Sim Long yang kukagumi, ̈ ujar Ling-hoa.
”Eh, kiranya ada juga kehebatan Sim Long yang kau kagumi,
akhirnya kau bicara juga sejujurnya, ̈ kata Jit-jit dengan tertawa.
Tiba-tiba Sim Long berucap pula dengan tertawa,
bersembunyi di sini juga masih ada faedah lain. ̈
”Faedah lain apa? ̈ tanya si Kucing.
”Dengan
”Saat ini di seluruh hutan ini mungkin cuma di dalam rumah ini saja
tersedia makanan, ̈ jawab Sim Long. ”Sebab Koay-lok-ong memang
orang yang suka pada makan-minum, bahkan barang makanannya
pasti juga takkan beracun. ̈
Sembari bicara ia pun sibuk mencari kian kemari, dan ketika dia
berdiri lagi, secara ajaib tangannya sudah memegang sebotol arak
dan setalam daging kering atau dendeng.
Hampir saja Jit-jit bersorak gembira, ucapnya dengan tertawa, ”Aha,
Sim Long, engkau memang hebat, sungguh engkau adalah orang
paling menyenangkan di dunia ini. ̈
*****
Di tengah hutan sana suasana sunyi senyap. Ada beratus orang
sedang mencari jejak rombongan Sim Long tanpa mengeluarkan
suara, hanya terkadang terdengar suara anjing menggonggong.
Sudah lebih satu jam Koay-lok-ong tidak bicara. Kalau dia tidak
bicara, siapa lagi yang berani bersuara.
Malam tambah gelap, suasana semakin tegang penuh diliputi hawa
pembunuhan.
Mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja dan berteriak, ”Goblok!
Semuanya goblok! Beratus orang mencari empat orang dan tidak
menemukannya, untuk apa menjadi orang? ̈
Selang satu jam pula, tiada seorang pun berani memandang wajah
Koay-lok-ong lagi, air mukanya yang masam sungguh mengerikan.
Pada saat itulah baru terlihat si nomor satu muncul dengan lesu,
sebelas orang yang dipimpinnya mengintil di belakang dan tidak
berani mendekat.
”Bagaimana, belum lagi kau temukan mereka? ̈ bentak Koay-lokong.
Si nomor satu menyembah, lapornya, ”Tecu sudah menjelajahi setiap
jengkal sekeliling Ting-to-koan, tapi ... tapi tetap tidak menemukan
bayangan keparat she Sim itu. ̈
”Sungguh tak becus! ̈ teriak Koay-lok-ong sambil menggebrak meja.
Kepala si nomor satu menunduk rendah dan tidak berani berbangkit.
Selang tak lama si nomor dua juga kembali dengan muka pucat.
”Bagaimana, juga gagal menemukan mereka? ̈ tegur Koay-lok-ong.
”Tecu sudah mencari dan hampir .... ̈ ”Sudahlah, tak perlu bicara
lagi, ̈ bentak Koay-lok-ong dengan
gusar. ”Semua tidak becus, tak berguna, hanya pandai gegares
melulu. ̈
Tentu saja si nomor dua juga ketakutan sehingga gemetar. Menyusul
si nomor empat, nomor lima dan lain-lain juga kembali dengan
tangan hampa, semuanya berlutut tanpa berani bersuara, sebab
keterangan mereka toh sama saja: ”Tidak menemukan bayangan Sim
Long. ̈
Berulang-ulang Koay-lok-ong menggebrak meja dan memaki, ”Tak
becus! ̈ Yang terakhir ialah si nomor tiga yang kembali dengan anjing
pemburunya, mukanya juga kelihatan kecut.
”Manusianya tidak becus, kawanan anjingmu tentu agak berguna, ̈
kata Koay-lok-ong. Cepat si nomor tiga memberi hormat dan
melapor, ”Tecu membawa mereka mengejar sampai di tepi sungai,
tapi .... ̈
”Ya, kutahu, Sim Long lebih cerdik daripada kalian, tentu dia turun ke
sungai. ̈
Si nomor tiga mengiakan.
”Tapi bagaimana dengan seberang sungai? Mereka kan mendarat
juga di seberang? ̈ bentak Koay-lok-ong.
”Tecu telah membawa si Hitam dan si Kuning ke seberang, sampai
lama dilacak, namun tidak menemukan sesuatu kelainan bau yang
mencurigakan, ̈ lapor si nomor tiga.
”Omong kosong, kentut busuk! ̈ teriak Koay-lok-ong. ”Memangnya
Sim Long bisa menghilang melalui air sungai? ̈
Si nomor tiga hanya menyembah saja berulang dan tidak berani
menjawab.
”Bedebah! Semua tidak becus! ̈ damprat Koay-lok-ong pula.
”Ratusan orang mencari empat orang dan tidak menemukannya, Sim
Long bukan setan atau siluman, masa benar dapat menghilang begitu
saja? ̈
Si nomor satu memberanikan diri bicara, ”Tecu sungguh sudah
menggeledah setiap pelosok taman ini, biarpun sepotong batu
permata yang hilang di taman juga Tecu yakin sanggup
menemukannya. ̈
”Jika begitu, mengapa Sim Long justru tidak dapat kalian temukan? ̈
Koay-lok-ong mendengus, lalu menyambung, ”Apa bukan .... ̈
Sampai di sini, sinar matanya gemerdep dan ucapannya mendadak
terhenti.
Segera si nomor satu menukas, ”Hanya tersisa sebuah tempat saja di
taman ini yang belum dicari, yaitu tempat istirahat Ongya. ̈
Mendadak Koay-lok-ong melompat bangun sambil meraung,
”Keparat, sudah kau pikirkan sejak tadi bukan? Dan kenapa tidak kau
katakan? ̈
”Tecu juga tidak menyangka Sim Long akan .... ̈
”Goblok, ̈ semprot Koay-lok-ong. ”Dengan sendirinya dia mencari
tempat sembunyi yang tak terpikir oleh siapa pun. Tolol, kenapa tidak
kau katakan sejak tadi. ̈
Nyata, dia tidak menyalahkan dirinya sendiri, sebaliknya marah
kepada orang lain. Padahal dalam keadaan begitu, mana ada anak
buahnya berani bicara selagi dia marah-marah.
Tentu saja anak buahnya tidak berani membantah, terpaksa si nomor
satu hanya menyembah saja dan minta ampun.
”Habis mau tunggu apa lagi kalau tidak lekas mencari ke sana? ̈
bentak Koay-lok-ong.
*****
Dalam pada itu rombongan Sim Long sudah beristirahat lebih satu
jam di tempat Koay-lok-ong itu.
Mereka sudah teramat letih, tapi dalam keadaan demikian mana ada
yang dapat tidur pulas.
Walaupun begitu, setelah beristirahat, tenaga mereka sudah pulih
tidak sedikit, terlebih Sim Long, semangatnya kelihatan menyala
serupa orang sudah kenyang tidur.
Jit-jit mendekap dalam pangkuannya serupa seekor kucing kecil,
sungguh kalau bisa dia tidak mau melepaskan diri dari dekapan Sim
Long.
Sebaliknya Him Miau-ji yang merasa tidak tenteram, akhirnya ia
tanya, ”Bagaimana, kapan kita akan menerjang keluar? ̈
”Sabar dulu, tunggu lagi sebentar, ̈ ujar Sim Long dengan
tersenyum.
Terdengar suara anjing menggonggong yang ramai, tapi rasanya
seperti di tempat yang sangat jauh.
”Aneh, ̈ kata Miau-ji dengan gegetun, ”mereka ternyata benar tidak
mencari ke sini. Hah, orang sebanyak itu ternyata tiada seorang pun
ingat pada tempat ini. ̈
”Hal ini disebabkan Koay-lok-ong memang terlalu lihai, ̈ ujar Sim
Long dengan tertawa.
Jit-jit tertawa geli, katanya, ”Orang sudah kau tipu, masih kau puji
sebagai lihai. ̈
”Koay-lok-ong sok menganggap dirinya orang mahapintar,
sesungguhnya dia memang bukan orang bodoh, sebab itulah setiap
tindak tanduknya sehari-hari biasanya diputuskan dan harus
dilaksanakan menurut perintahnya, orang lain sama sekali tidak ada
hak bicara. ̈
”Betul, dia memang seorang diktator, ̈ kata Jit-jit.
”Tapi sekali ini dia toh lengah juga, ̈ ujar Sim Long. ”Hal ini
disebabkan tempat tinggal pribadinya, pada umumnya orang suka
lena terhadap segala sesuatu yang berada di sekelilingnya dan lebih
memerhatikan hal-hal yang jauh letaknya dari dia. Semakin pintar
dan cerdik seorang semakin begitu jalan pikirannya, sebab itulah
orang yang mahapintar terkadang juga lupa pada hal-hal yang
sepele, mungkin melupakan tempat dia taruh sepatunya. ̈
”Engkau ternyata sangat memahami psikologis setiap macam orang, ̈
ujar Jit-jit. ”Terkadang aku sangat heran, engkau sendiri juga
manusia, mengapa engkau jauh lebih paham daripada orang lain. ̈
”Umumnya bila terjadi sesuatu keteledoran tentu akan diingatkan
oleh pembantu atau anak buahnya, ̈ tutur Sim Long. ”Tapi Koay-lok
ong sudah terbiasa main kuasa dan perintah, orang lain sama sekali
tidak ada hak bicara di depannya. ̈
”Ai, rasanya ingin kupergi padanya dan memberitahukannya bahwa
betapa pintarnya seorang saja tetap tidak lebih pintar daripada
gabungan otak seratus orang, ̈ kata Jit-jit dengan gegetun. ”Setiap
orang tentu tak terhindar daripada keteledoran, terkadang sedikit
teledor saja sudah cukup fatal. ̈
”Tapi ... mengapa sampai sekarang tiada seorang pun menjenguk ke
sini? ̈ sela si Kucing.
”Tanpa perintah Koay-lok-ong, siapa yang berani sembarangan
datang ke tempat tinggal pribadinya? ̈ ucap Sim Long dengan
tertawa.
”Aha, betul, ̈ seru si Kucing. ”Soalnya dia terlalu lihai, maka
membikin susah sendiri. Jika demikian, tampaknya seorang akan
lebih baik jangan kelewat lihai. ̈
Bicara sampai di sini, keadaan di luar sekonyong-konyong berubah
menjadi sunyi secara aneh.
Tadi meski di luar juga sunyi, tapi toh ada suara desir angin dan
gemeresik rumput dan daun, ada juga suara gonggong anjing. Tapi
sekarang keadaan sunyi senyap seperti kuburan.
Malam sudah larut, cahaya rembulan menembus masuk melalui
jendela dan menyinari wajah Sim Long.
Air muka Sim Long agak berubah, ia melompat bangun dan berkata,
”Sekarang segenap pelosok sudah dicari mereka, kukira segera
mereka akan mencari ke sini. Ayo, lekas kita berangkat! ̈
Serentak Jit-jit dan Ong Ling-hoa ikut melompat bangun dan keluar.
Sekilas pandang Him Miau-ji melihat di atas meja ada alat diambilnya
pensil dan ditulisnya delapan huruf besar di dinding yang
putih bersih itu, bunyinya: ”Atas pelayanan yang baik ini kami
mengucapkan terima kasih. ̈
Habis itu, rasanya dia belum puas, di sampingnya ditambahi lagi
sebaris huruf kecil yang berbunyi: ¡”Cuma sayang arak yang tersedia
terlalu sedikit.¡ ̈
*****
Cahaya rembulan yang agak guram menyinari taman lebat yang
sunyi.
Di balik bayang pohon dan semak seakan-akan tersembunyi
perangkap maut yang tidak kelihatan.
Dengan napas terengah perlahan Jit-jit mendesis, ”Saat ini kita
hendak ke mana? ̈
”Sebentar bila kukatakan berangkat, segera Miau-ji dan Ong-kongcu
akan membawamu mengitar ke sebelah gardu kecil sana dan
langsung menuju ke gua di belakang rumah berhala, cuma ingat,
jangan terlalu dalam masuk ke dalam gua. ̈
”Rumah berhala? Kelenteng malaikat bunga itu? Hah, gua itu ...
bukankah Koay-lok-ong berada di sana? ̈ kata Jit-jit terperanjat.
Sim Long tersenyum, ”Betul. Bilamana Koay-lok-ong mendadak ingat
ada kemungkinan kita berada di sini, tentu dengan segera dia akan
memburu kemari. Dia tentu sangat gusar dan juga malu atas
keteledoran sendiri, maka seluruh kekuatannya pasti akan dikerahkan
ke sini dan tidak mungkin meninggalkan kekuatan induk di sana,
sebab itulah .... ̈
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, ”Umpama di sana ada
penjaga, dengan kekuatan kalian bertiga tetap mampu menghadapi
mereka, jarak gua itu dari sini agak jauh, andaikan timbul suara ribut
waktu kalian turun tangan tentu tak terdengar dari sini. ̈
”Tapi tempat lain .... ̈
”Tempat lain tidak lebih baik daripada gua itu, ̈ sela Sim Long.
”Pertama tempat itu lebih terpencil, juga lebih banyak tempat yang
dapat dibuat sembunyi. ̈
”Ya, betul juga, ̈ kata Jit-jit setelah berpikir.
”Kedua, gua itu sudah terletak di luar lingkungan hutan ini, jalan lolos
juga lebih banyak, di tengah malam gelap setiap saat kita dapat
mencari kesempatan untuk menerjang keluar. ̈
Jit-jit dan Miau-ji sama membenarkan.
”Dan ketiga, Koay-lok-ong adalah orang pintar dan sukar dibandingi
orang biasa, meski dia mengerahkan kekuatan induknya ke sini,
terhadap tempat lain tentu juga tidak diabaikan begitu saja, ̈
demikian tutur Sim Long pula. ”Maka menurut perkiraanku, tentu dia
telah membagi anak buahnya menjadi sepuluh sampai lima belas
regu, sedikitnya separuh di antaranya akan dikerahkan ke sini dan
separuh yang lain akan dipencarkan berbentuk kipas untuk mencari
di seluruh hutan dan saling kontak dengan bunga api atau panah
bersuara. Sebab itulah kecuali gua rahasia balik rumah berhala itu,
setiap tempat di hutan ini penuh bahaya. ̈
Sekali ini sampai Ong Ling-hoa juga manggut-manggut, katanya, ”Ya,
betul, keteledoran Koay-lok-ong tadi adalah tempat tinggalnya
sendiri, sekarang tempat yang kurang diperhatikan pastilah gua di
balik rumah berhala itu. ̈
Miau-ji mengangguk, katanya, ”Betul, jika aku menjadi Koay-lok-ong,
tentu juga tidak memerhatikan gua di belakang rumah berhala itu,
sebab ia sendiri baru saja meninggalkan tempat itu. ̈
”Saat ini justru kita menggunakan kelemahan psikologis Koay-lokong
ini, dengan demikian barulah kita ada harapan untuk menang, ̈ kata
Sim Long.
Sejak tadi Jit-jit diam saja, kini mendadak ikut bicara, ”Tapi bila ...
bila meleset perhitunganmu, lalu bagaimana? ̈
”Pertarungan ini jelas akan menentukan mati-hidup kita, tentu juga
kita mempertaruhkan nyawa kita pada gebrakan terakhir ini. ̈ ujar
Sim Long. Ia menengadah dan menghela napas, lalu menyambung,
”Sebab itulah kita mempertaruhkan mati-hidup ini, sungguh
pertaruhan paling besar yang pernah terjadi. ̈
Habis berkata, semua orang lantas terdiam, perasaan semua orang
sama tertekan, Miau-ji menengadah dan memandang langit,
gumamnya, ”Mempertaruhkan mati dan hidup, berjudi dengan nyawa
.... Memang benar pertaruhan besar. ̈
”Wahai Sim Long, semoga perhitunganmu tidak meleset, sebab
pertaruhan ini tidak cuma menyangkut jiwamu saja melainkan jiwa
kami bertiga juga ikut dipertaruhkan padamu, ̈ sambung Ong Ling-
hoa.
Sim Long tersenyum getir, katanya, ”Kuharap kalian jangan bertaruh
dengan nyawa sendiri melainkan cuma .... ̈
”Maksudmu supaya kami bertiga pergi ke gua itu? ̈ sela Jit-jit
mendadak.
”Betul, kalian bertiga. ̈
”Habis engkau sendiri? ̈ tanya Jit-jit.
”Kutinggal di sini. ̈
”Hah, engkau tinggal di sini? Sebab apa? ̈ tanya Jit-jit khawatir.
”Jika kita pergi semua, segera anjing pemburu itu akan menyusul
tiba, sebab itulah aku harus tinggal di sini untuk memancing kawanan
anjing itu dan kalian dapat menungguku di sana dengan aman. ̈
Jit-jit tetap khawatir, katanya, ”Tapi kekuatan mereka sudah ... sudah
dikerahkan ke sini, juga Koay-lok-ong sedemikian lihainya, bila
engkau tinggal sendirian di sini, apakah tidak berbahaya? ̈
”Meski berbahaya, terpaksa harus kulakukan, ̈ kata Sim Long.
Jit-jit terus merangkulnya, katanya dengan gemetar, ”Tidak, jangan,
tak boleh kau tinggal sendirian di sini. Sekali-kali tidak boleh. ̈
”Ai, jangan seperti anak kecil, Jit-jit, ̈ ucap Sim Long lembut.
”Tunggu saja di sana. ̈
”Ti ... tidak, tidak .... ̈ Jit-jit mengentak kaki, air mata pun
bercucuran. Ia menatap Sim Long seperti mohon dikasihani, ”O,
kumohon dengan sangat, paling tidak biarlah kuiringimu di sini. ̈
Perlahan Sim Long membelai rambutnya, ucapnya lembut, ”Kau
tinggal di sini hanya akan menambah bahayaku saja, apakah kau
ingin menambah bahayaku? ̈
”Tapi ... tapi bila .... ̈ air mata Jit-jit berderai dan tidak sanggup
melanjutkan.
”Jika aku mengalami sesuatu bahaya, kan lebih baik daripada empat
orang mati seluruhnya, ̈ ujar Sim Long. ”Kutinggal di sini, dengan
demikian barulah kita ada harapan untuk hidup, kalau tidak, mungkin
.... ̈
”Bila engkau mengalami sesuatu, aku ... aku .... ̈
”Jangan khawatir, aku takkan mati, di dunia ini tak ada orang yang
dapat membunuhku semudah ini, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Sekalipun Koay-lok-ong juga tidak, engkau harus percaya padaku. ̈
Jit-jit memandangnya lekat-lekat, sampai lama barulah ia berucap
pula dengan sedih, ”Kupercaya padamu, engkau takkan mati, demi
membela diriku juga engkau tidak boleh mati. ̈
Miau-ji mengucek mata dan menyengir, ”Mengapa di dunia ini selalu
terjadi hal-hal yang membuat orang mengucurkan air mata, mengapa
.... ̈
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara gemeresik perlahan dari
kejauhan.
”Ssst, lekas berangkat! ̈ desis Sim Long.
Jit-jit masih ingin memeluknya, tapi Sim Long segera mendorongnya
pergi, Miau-ji lantas menarik si nona, bersama Ong Ling-hoa mereka
terus berlari ke arah gardu kecil itu.
Di bawah remang cahaya rembulan Jit-jit masih menoleh dan
memandang Sim Long dengan rasa berat ....
*****
Dalam kegelapan mendadak muncul bayangan orang banyak, setiap
orang berjalan dengan perlahan dan ringan tanpa menerbitkan suara
sedikit pun. Cuma lantaran jumlah orangnya terlalu banyak, betapa
pun tetap menimbulkan suara gemeresik perlahan.
Sim Long serupa kucing saja bersembunyi di tempat gelap dan
mengamati segala sesuatu dengan tenang.
Berpuluh sosok bayangan orang segera terpencar setiba di depan
rumah ini sehingga rumah yang tidak terlampau besar ini terkepung
rapat.
Orang-orang ini sama bersenjata yang disembunyikan di belakang
tubuh seakan-akan khawatir cahaya golok akan mengejutkan orang
di dalam rumah, setiap orang itu sama bergerak dengan enteng dan
gesit.
”Anak buah Koay-lok-ong memang jago pilihan semua, ̈ diam-diam
Sim Long membatin.
Dalam pada itu dilihatnya 30-40 orang membanjir tiba pula,
semuanya membawa busur dan panah, mereka pun mengepung
rumah ini.
Berpuluh orang yang datang belakangan ini jelas lebih rendah
kungfunya, sebab langkah mereka telah menimbulkan suara
gemeresak, cuma sekarang rumah kecil ini sudah terkepung
seluruhnya, agaknya mereka tidak khawatir lagi akan diketahui
musuh.
Diam-diam Sim Long berpikir pula, ”Koay-lok-ong benar-benar luar
biasa, dalam keadaan demikian dia masih dapat mengatur siasat
dengan teratur tanpa kacau sedikit pun. Jika setiba di sini dia terus
menerjang masuk begitu saja akan terlihat kecerobohannya.
Nyatanya anak buahnya semua bertindak dengan tenang. ̈
Dan baru sekarang dilihatnya Koay-lok-ong muncul.
Mata Koay-lok-ong serupa gemerdep batu permata dalam kegelapan,
meski dia cuma berdiri tenang di sana, namun sikapnya yang gagah
berwibawa itu sudah cukup membikin keder orang.
Sekonyong-konyong ia memberi tanda, ratusan anak buahnya
serentak bertiarap. Lalu Koay-lok-ong berteriak, ”Sim Long, ayolah
keluar sekarang, kalian sudah terkepung rapat dan jangan harap
akan lolos dari sini. ̈
Pada hakikatnya di dalam rumah tidak ada orang, dengan sendirinya
tidak ada sesuatu suara jawaban.
Dengan suara bengis Koay-lok-ong berkata pula, ”Wahai Sim Long,
kuhormati engkau sebagai seorang kesatria, sebab itulah kubiarkan
kau keluar sendiri, memangnya engkau tidak tahu diri dan minta
kuturun tangan? ̈
Tentu saja tetap tiada suara jawaban.
”Baik, ̈ teriak Koay-lok-ong, ”jika begitu .... ̈
Ia memberi tanda, serentak berpuluh obor dinyalakan, keadaan
menjadi terang benderang.
Di tengah gemerdepnya cahaya api, lebih 20 orang lain segera
menyerbu maju. ”Blang ̈, ada yang mendobrak pintu, ada yang
menerjang jendela.
Setelah rombongan orang itu menyerbu ke dalam rumah, segera ada
yang berteriak, ”Hah, Sim Long tidak berada di sini! ̈
Air muka Koay-lok-ong berubah, tanpa kelihatan dia bergerak, tahu-
tahu ia melayang masuk di tengah kerumunan orang banyak.
Diam-diam Sim Long memuji Ginkang orang yang tinggi.
”Geledah seluruh rumah ini! ̈ dengan bengis Koay-lok-ong memberi
perintah. Lalu ia memberi tanda tepukan tangan.
Seorang kekar lantas bersuit, menyusul dalam kegelapan sana lantas
bergema suara anjing menyalak.
Sim Long menarik napas panjang, diam-diam disiapkan belasan biji
mata uang.
Tertampak si jago nomor tiga pasukan Angin Puyuh berlari datang
dengan membawa empat ekor anjing buas.
Keempat anjing ini adalah jenis herder, tampangnya buas, suaranya
galak, serupa empat ekor singa lapar saja mereka meraung-raung.
Kedelapan biji mata mereka serupa delapan lentera dalam kegelapan.
Mendadak Sim Long menyambitkan senjata mata uang yang
digenggamnya. Kontan kedelapan lentera itu padam seluruhnya.
Rupanya biji mata mereka telah buta semua tertimpuk oleh mata
uang yang dihamburkan Sim Long.
Keruan kawanan anjing itu sama meraung kesakitan dan juga kalap,
si nomor tiga tidak mampu menguasainya lagi, keempat ekor anjing
buas yang sudah buta itu lantas menubruk serabutan serupa harimau
gila, dengan ngawur setiap apa yang tertubruk segera
digigitnya. Hanya sekejap saja sudah dua orang tergigit lehernya dan
binasa.
Tentu saja keadaan menjadi kacau.
Namun Koay-lok-ong tetap tenang saja, bentaknya, ”Bunuh anjing
dan kejar musuh! ̈
Berpuluh golok serentak bekerja, kawanan anjing lantas menggeletak
menjadi bangkai.
Dalam pada itu Sim Long sudah melayang jauh ke sana, disangkanya
musuh sukar mengejarnya lagi. Waktu ia menoleh, mendadak
diketahui tidak jauh di belakangnya ada sepasang mata yang
mencorong. Ternyata Koay-lok-ong sendiri yang mengejar tiba.
Di tengah taman segera bergema suara suitan di sana-sini dan
sahut-menyahut. Sembari mengejar Koay-lok-ong terus-menerus
bersuit untuk memberi tanda kepada anak buahnya yang sudah siap
di sekeliling, ia mengejar sampai di mana, dengan sendirinya Sim
Long juga berada di situ.
Sim Long menyadari telah terjeblos dalam kepungan dan setiap saat
bisa muncul pengadang. Dia tidak takut kepada pengadang yang
akan muncul, tapi jeri terhadap Koay-lok-ong yang masih terus
mengejar dari belakang.
Ia tahu tenaga sendiri terlalu banyak susut, dalam keadaan demikian
hanya ada jalan kematian baginya bila bergebrak dengan Koay-lok-
ong.
Apalagi sekarang jelas ia tidak dapat lolos keluar hutan ini, barisan
pemanah yang berjaga di luar hutan tidak mungkin dapat ditahan
oleh tubuh yang terdiri dari darah-daging.
Keadaan semakin gawat. Sim Long sudah mandi keringat.
”Haha, hendak lari ke mana, Sim Long? ̈ seru Koay-lok-ong dengan
tertawa. ”Kenapa tidak berhenti saja dan marilah kita bertempur
menentukan mati dan hidup. ̈
Ia menantang, sebab sudah diperhitungkannya saat ini Sim Long
pasti bukan tandingannya.
*****
Di tempat lain, Jit-jit bersama Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji sudah
tiba di gua itu dengan selamat. Tertampak ada empat-lima anak dara
sedang membersihkan meja di situ.
Terdengar seorang di antaranya sedang berkata dengan tertawa,
”Wah, hari ini Ongya benar-benar marah besar, selama ini belum
pernah kulihat beliau marah sehebat ini. Tampaknya bocah Sim Long
itu memang boleh juga. ̈
Seorang lagi menanggapi, ”Memang betul, bahkan baru sekarang
Ongya merasa terjungkal di tangan lawan. Padahal bocah itu
kelihatan lemah lembut, tak tersangka dia seorang tokoh selihai itu. ̈
”Menurut pendapat kalian, dapatkah dia melarikan diri malam ini? ̈
ujar seorang lagi yang bermuka bulat.
”Betapa tinggi kepandaiannya toh seorang sukar melawan orang
banyak, ̈ kata gadis pertama tadi. ”Kukira dia tak dapat lolos. Kalian
mungk
tida kena ilm silat
in
k
l
u
wah,
kungfu
menyaksikanny
”Ai, usia Sim Long masih muda, jika
a
sangat sayang, ̈ ujar gadis kedua tadi.
Ongy
ak sendi
perna
a,
u
ri
h
Ongya
sungguh sanga
dia mati begitu saja, rasanya
t
Gadis pertama tertawa ngikik, ”Hihi, tampaknya kau jatuh hati
kepadanya. ̈
”Pemuda cakap serupa Sim Long itu, siapa yang tidak suka
padanya? ̈ kata si muka bulat.
Diam-diam Jit-jit geregetan karena kawanan budak itu berani
menaksir kekasihnya.
”Kita terjang ke sana? ̈ tanya Miau-ji dengan suara tertahan.
”Apakah perlu padamkan dulu lampunya? ̈ Jit-jit juga bertanya.
”Nanti dulu, ̈ ujar Ling-hoa. ”Mereka berlima, jika sekaligus tak dapat
kita binasakan semua, asal seorang saja menyiarkan tanda bahaya,
tentu kita bisa runyam. ̈
”Wah, lantas bagai ... bagaimana baiknya? ̈ keluh Jit-jit.
”Kalian menunggu di sini dan jangan sembarangan bergerak, biar
kudekati mereka dulu, ̈ kata Ling-hoa sesudah berpikir.
Dilihatnya si muka bulat sedang mengangkat sisa arak yang tidak
habis diminum Koay-lok-ong, katanya dengan tertawa, ”Wahai Sim
Long, lebih dulu kuhormatimu secawan, semoga kau mati. ̈
”Eh, bukankah kau suka padanya? Kenapa kau doakan dia mati
malah? ̈ tanya seorang kawannya.
”Umpama dia tidak mati, kita kan juga tidak akan kebagian untuk
menyukai dia, biarkan saja dia mati dan habis perkara, supaya tiada
seorang pun dapat memiliki dia. ̈
”Ai, keji benar hatimu, ̈ ujar kawannya dengan tertawa.
”Hati orang perempuan memang .... ̈
Belum lanjut ucapan si muka bulat, tahu-tahu Ong Ling-hoa sudah
mendekati dan menegurnya dengan tertawa, ”Meski mulutmu bicara
keji, tapi hatimu sangat baik, betul tidak? ̈
Kawanan gadis itu sama terkejut, seperti mau menjerit, tapi demi
melihat sikap Ong Ling-hoa yang ramah tamah dengan wajah
tersenyum simpul, rasa kaget dan takut mereka menjadi berkurang.
Apalagi terlihat Ong Ling-hoa juga seorang pemuda cakap, maka
mereka tidak takut lagi, sebaliknya memandangnya dengan
terkesima.
Si muka bulat menatap Ling-hoa dengan kerlingan genit, omelnya,
”Huh, kau berani datang ke sini, apakah engkau tidak takut mati? ̈
Ia sengaja berlagak galak, tapi sedikit pun tidak menakutkan.
Dengan suara halus Ling-hoa menjawab, ”Jika aku dapat mati di
tangan para nona yang putih halus, mati pun kurela. ̈
”Hm, kau kira karena gagah dan cakap, lantas kami tidak tega
membunuhmu? ̈ semprot gadis satunya lagi.
”Sebenarnya aku tidak berani datang kemari, tapi melihat para nona
secantik bidadari, sungguh aku tidak ... tidak tahan. Apalagi aku
memang juga menghadapi jalan buntu, kalau bisa mati di tangan
para nona tentu akan lebih baik daripada mati di bawah tangan orang
lain. Nah, boleh nona turun tangan membunuhku sekarang. ̈
Sembari bicara Ling-hoa melangkah lebih dekat lagi.
Gadis yang mengancam itu tertawa ngikik, ”Hihi, coba betapa
kasihan cara bicaranya! ̈
Diam-diam Him Miau-ji yang bersembunyi di kejauhan itu
menggeleng kepala, katanya, ”Cara Ong Ling-hoa menghadapi anak
perempuan memang boleh juga¡ ̈
”Dengan sendirinya ia tahu anak-anak perempuan ini diawasi dengan
keras oleh Koay-lok-ong, biasanya tidak dapat bergerak dengan
bebas, maka bila Koay-lok-ong tidak berada di sini, dengan
sendirinya mereka ingin mengumbar .... ̈
”Wah, tampaknya engkau sangat memahami perasaan orang
perempuan, ̈ ujar Miau-ji.
”Aku sendiri kan juga orang perempuan? ̈ sahut Jit-jit tertawa.
Dalam pada itu kelihatan Ong Ling-hoa lagi berlagak mohon kasihan
dan berkata, ”Kutahu kebaikan hati para nona dan tentu tidak tega
turun tangan pada orang yang pantas dikasihani. Tapi bila nonanona
tidak membunuhku, kukira kalian akan terembet dan bikin susah
sendiri. ̈
”Ai, tampaknya engkau sangat pandai memikirkan perasaan orang
lain, ̈ kata gadis itu dengan menyesal. ”Cuma sayang .... ̈
”Nona tidak perlu memberi penjelasan, aku cukup mengetahui
kedudukan para nona yang serbasulit, ̈ ujar Ling-hoa. ”Aku memang
tidak dapat lari keluar dan akan mati di sini, mana boleh kubikin
susah lagi para nona. Cuma sebelum ... sebelum kumati, ingin
kumohon sesuatu kepada para nona. ̈
”Katakan saja, urusan apa pun tentu kuterima, ̈ sahut si muka bulat.
Habis berucap, mendadak mukanya menjadi merah.
Mata Ong Ling-hoa memandang, dalam hati tertawa, ucapnya
kemudian, ”Aku cuma berharap para nona sudi mengiringiku minum
secawan arak, habis itu mati pun kurela. ̈
Mendengar harapan Ong Ling-hoa hanya ingin minum secawan arak
saja, kawanan gadis itu seperti merasa kecewa, si muka bulat
menggigit bibir, katanya, ”Hanya itu saja keinginanmu? ̈
”Melulu ini saja sudah cukup puas bagiku, mana kuberani memohon
urusan lain, ̈ jawab Ling-hoa dengan pedih.
”Huh, penakut, ̈ omel si muka bulat.
Ong Ling-hoa berlagak tidak paham, tanyanya, ”Apakah nona tidak
terima permintaanku? ̈
Si muka bulat menggigit bibir dan memandangnya dengan tertawa,
katanya, ”Kau tahu tadi bila kau minta hal lain tentu kami juga akan
menerima dengan baik. ̈
Ong Ling-hoa pura-pura terkesiap, ucapnya dengan tergegap, ”Aku
... aku ... sekarang .... ̈
”Sekarang sudah terlambat, tolol, ̈ omel si muka bulat sambil
mencubit pipi Ling-hoa. ”Nah, tuangkan arak saja. ̈
Kawanan gadis itu lantas tertawa cekikak-cekikik memandangi Ong
Ling-hoa yang kelihatan lesu dan menuangkan arak bagi mereka.
Segera si muka bulat mendahului mengangkat cawan, tiba-tiba
katanya dengan tertawa genit, ”Jangan sedih, sehabis minum arak
ini, bisa jadi masih ada kesempatan bagimu. ̈
Ling-hoa berlagak seperti kegirangan setengah mati sehingga arak
dalam cawan yang dipegangnya tercecer membasahi bajunya.
Kawanan gadis itu tambah geli melihat kelakuannya, semuanya
tertawa ngikik dan berolok-olok, ”Huh, penakut ... tolol .... ̈
Maka satu per satu pun menghabiskan cawan masing-masing.
Ong Ling-hoa kelihatan terkesima dan bergumam, ”Semoga masih
ada kesempatan, cuma sayang .... ̈
”Cuma sayang apa? ̈ tanya si muka bulat.
”Sayang ... sayang ... sayang .... ̈
Berturut Ling-hoa berucap ”sayang ̈ tiga kali dan sorot mata
kawanan gadis yang genit itu mendadak sama berubah warna, biji
mata yang bening dengan hitam-putih yang jelas itu mendadak
berubah menjadi pucat kelabu.
Mereka ingin menjerit, tapi tidak dapat bersuara lagi. Mereka ingin
lari, namun tubuh lantas roboh terkulai.
Ling-hoa memandangi mereka sambil menggeleng, ”Sayang, sayang
... bila seorang lelaki terpaksa harus membunuh perempuan yang
jatuh hati kepadanya, sungguh kejadian yang sangat tidak
menyenangkan. ̈
Waktu ia menoleh, tertampak Him Miau-ji dan Cu Jit-jit telah muncul
dari tempat sembunyinya, dengan tertawa ia berkata, ”Apakah kalian
tahu ada racun lain di dunia ini yang lebih cepat bekerjanya daripada
racun yang kugunakan ini? Telah kubunuh mereka secara cepat,
rasanya aku tidak terlalu berdosa kepada mereka. ̈
Miau-ji dan Jit-jit hanya saling pandang saja dan tidak memberi
komentar.
Selang sejenak, akhirnya Jit-jit berkata, ”Sudah waktunya Sim Long
datang kemari. ̈
”Ya, semoga dia lekas kemari, kalau tidak .... ̈
”Kalau tidak bagaimana? ̈ potong Jit-jit sebelum lanjut ucapan Ling-
hoa.
”Kalau tidak, terpaksa kita tidak dapat menunggu lagi, ̈ jawab Ling-
hoa sekata demi sekata.
”Omong kosong, sungguh manusia tidak punya perasaan, jika tidak
ada dia, dapatkah kau lari sampai di sini? ̈ damprat Jit-jit dengan
gusar. ”Masa sekarang kau bilang takkan menunggu dia lagi? ̈
”Hm, jika bukan dia, pada hakikatnya aku takkan jatuh dalam
cengkeraman Pek Fifi, terlebih takkan jatuh dalam cengkeraman
Koay-lok-ong, memangnya aku mesti berterima kasih padanya
malah? ̈ jengek Ling-hoa.
”Mengapa tidak kau katakan hal ini di depannya? ̈ bentak Jit-jit.
”Karena aku tidak berani, puas? ̈ dengus Ling-hoa pula.
”Hm, kusangka engkau sudah sedikit mempunyai pikiran manusia,
siapa tahu .... ̈
Belum habis ucapan si Kucing, Ong Ling-hoa telah menarik
tangannya dan berkata, ”Miau-heng, coba kau pikirkan lagi, jika kita
tinggal lebih lama di sini tentu akan semakin berbahaya. Daripada
kita mati konyol di sini, kan lebih baik kita lari lebih dulu, bisa selamat
berapa orang pun lebih baik daripada mati seluruhnya. ̈
”Kenapa ... kenapa kau bicara demikian¡ ̈ omel Jit-jit gemas.
”Kata-kata ini kan ucapan Sim Long sendiri, ̈ ujar Ling-hoa. ”Kuyakin
dalam keadaan demikian Sim Long pasti juga bertindak sama. ̈
”Miau-ji, bagaimana .... ̈
”Aku tidak dapat meninggalkan Sim Long, ̈ sahut si Kucing tegas.
”Ai, kenapa kalian tidak mau berpikir dengan akal sehat? ̈ ujar Ling-
hoa dengan gegetun. ”Saat ini perhatian Koay-lok-ong pasti
seluruhnya ditumplakkan atas diri Sim Long, kesempatan ini dapat
kita gunakan untuk lari dengan harapan sangat besar akan berhasil. ̈
Biji matanya berputar, ia berkata pula dengan tertawa, ”Apalagi, bila
Sim Long tidak ditambahi beban kita bertiga, ia sendiri pasti dapat
lolos dari sini, masakah kalian tidak percaya kepada kemampuannya
ini? ̈
”Ini ... ini .... ̈ si Kucing menjadi ragu, nyata hatinya rada tergerak
oleh uraian Ong Ling-hoa yang memang masuk di akal itu.
”Baik, kalian boleh berangkat sendiri, ̈ mendadak Jit-jit berkata
sambil melotot.
”Dan kau? ̈ tanya Ling-hoa.
Si nona menengadah dan menjawab ketus, ”Kutunggu dia di sini. ̈
”Jika selamanya dia tidak datang? ̈ ”Selamanya juga kutunggu di
sini. ̈ ”Tunggu sampai kapan? ̈ ”Sampai mati. ̈ ”Dan kau
bagaimana? ̈ Ling-hoa berganti tanya kepada si Kucing.
”Mereka adalah sepasang merpati, apakah kau pun akan mengiringi
kematiannya? ̈
”Kupergi bersamamu, ̈ jawab Miau-ji. ”Aha, inilah baru tindakan
seorang lelaki sejati, ̈ seru Ling-hoa sambil berkeplok.
Jit-jit menjengek, ”Hm, engkau sungguh sahabat yang setia kawan,
Miau-ji, baru sekarang kukenal siapa dirimu. ̈ ”Oo? .... ̈ si Kucing
melongo.
”Enyah, lekas enyah! .... ̈ teriak Jit-jit. Ling-hoa menyeringai, katanya
tiba-tiba, ”Dan kau pun mesti ikut enyah bersama kami. ̈
Sembari bicara serentak ia turun tangan, secepat kilat ia tutuk Hiatto
kelumpuhan Cu Jit-jit. Dengan kungfunya yang tinggi, mana Jit-jit
mampu mengelak.
*****
Di tempat lain Sim Long sedang berlari dengan cepat, dirasakannya
Koay-lok-ong yang mengejarnya sudah semakin dekat. Dengan
beberapa cara dan gerak cepat tetap Sim Long tidak mampu
melepaskan diri dari kejaran lawan. Mau tak mau dia harus mengakui
gembong iblis ini memang mahalihai.
Sekonyong-konyong cahaya senjata berkelebat di depan, jalan lari
Sim Long teradang. Tanpa pikir Sim Long turun tangan sambil
membentak, ”Kena! ̈
Bentakan yang menggelegar itu membuat kaget pengadang di
depannya dan lekas menghindar. Tahu-tahu Sim Long sudah
menerobos lewat! Menyusul bayangan orang berkelebat datang pula
dan muka setiap orang kena digampar dengan keras dan sama roboh
terjungkal.
”Binatang, semua tidak becus! ̈ terdengar suara bentakan Koay-lok-
ong.
Para pengadang itu lekas merangkak bangun dengan memegang
muka yang bengap, sementara itu bayangan Sim Long dan Koay-lok-
ong sudah menghilang ke depan sana.
Kedua sosok bayangan itu menghilang serupa setan iblis, kawanan
penjaga yang bersembunyi di tengah hutan itu hampir tidak dapat
melihat wujud mereka, tahu-tahu bayangan berkelebat hilang.
Waktu itu Sim Long sendiri sudah mandi keringat, betapa pun dia
bukan manusia gemblengan baja, akhirnya dia tentu juga akan roboh
tak tahan.
Dalam keadaan demikian bilamana Sim Long ingin melepaskan diri
dari kejaran Koay-lok-ong dan bergabung dengan Cu Jit-jit bertiga,
jelas tidak mungkin terjadi.
Sampai di sini, siapa pun yang menghadapi keadaan demikian juga
akan merasa putus asa. Namun Sim Long justru tidak, dalam kamus
Sim Long sama sekali tidak terdapat istilah ”tidak mungkin. ̈
Di tengah hutan sekarang di mana-mana sudah ada cahaya api dan
senjata, teriakan dan bentakan Koay-lok-ong bertambah keras.
Di depan ada sebuah tiang bendera yang menjulang tinggi melebihi
pucuk pohon, bendera yang berkibar tertiup angin itu bertulisan
”Koay-hoat-lim ̈ (hutan atau taman mahagembira), itulah lambang
taman hiburan yang terkenal ini. ̈
Sekarang di pucuk tiang bendera yang terdapat pos pengintai itu ada
seorang lelaki dengan memegang sebuah lentera merah, ke timur
Sim Long lari, lentera merah itu pun menunjuk ke timur, ke barat Sim
Long menuju, lentera merah juga menuding ke barat dan begitu
seterusnya.
Dengan sendirinya kepungan yang semakin rapat juga ikut bergerak
menurut petunjuk lampu merah itu, lingkaran kepungan makin lama
makin ciut, tampaknya Sim Long akan terdesak hingga sukar lolos
lagi.
”Hahahaha! ̈ terdengar Koay-lok-ong tertawa latah. ”Wahai Sim
Long, masakah masih coba meronta dan berusaha lari lagi? ̈
”Hah, sebelum melihat peti mati tidak mencucurkan air mata,
memang begitulah watak pembawaanku, ̈ jawab Sim Long dengan
tertawa.
Di tengah gelak tertawanya mendadak ia melayang ke atas dan
hinggap di pucuk pohon. Mungkin dia sudah gelisah sehingga
kelabakan, tanpa pikir ia memperlihatkan wujudnya, keruan seketika
dia menjadi sasaran panah.
Karena hujan panah, terpaksa Koay-lok-ong sendiri harus berhenti
mengejar.
Pada saat itulah Sim Long lantas melompat lebih tinggi lagi, dengan
daya pental dahan pohon ia melayang ke puncak tiang bendera yang
bertalang itu.
Keruan lelaki yang berada di talang bendera itu kaget, cepat kakinya
menendang.
Tapi secepat kilat Sim Long tangkap kaki orang terus dilemparkan ke
samping, sambil menjerit ngeri orang itu terlempar jauh ke semak
pohon sana.
Dalam pada itu sebelah tangan Sim Long yang lain sempat meraih
tepian talang tiang bendera, segera ia dapat melompat ke atas talang
dan berdiri tegak di situ.
Tiang bendera itu ada belasan tombak tingginya, dia berdiri gagah di
pucuk tiang dengan baju berkibar tertiup angin, setiap kesatria di
dunia ini seolah-oleh berada di bawah kakinya.
Hujan panah masih terjadi, tapi setiba di pucuk tiang bendera daya
bidik panah sudah melemah, Sim Long menanggalkan baju luarnya,
sekali kebut dengan perlahan semua anak panah yang menyambar
tiba sama rontok ke bawah.
”Sim Long! ̈ teriak Koay-lok-ong, ”mengapa kau pun berubah
sebodoh itu? Memangnya engkau dapat bertahan berapa lama di
atas? ̈
”Berapa lama kutahan di sini bukan soal, ̈ jawab Sim Long dengan
tertawa. ”Yang penting, apakah kau berani naik ke sini? Engkau
dapat melihat diriku, tapi tidak berdaya menangkapku ke atas,
bukankah hatimu sangat sakit? Jika dapat kusaksikan engkau
kelabakan di bawah, kan suatu kesenangan bagiku? ̈
”Hm, kau kira aku tidak berani naik ke atas? ̈ teriak Koay-lok-ong
murka.
Mendadak ia pun melompat ke atas, dengan daya pantul pucuk
pohon, ia terus menerjang ke puncak tiang bendera. Gerak tubuhnya
yang indah sungguh harus dipuji.
Namun baju yang dipegang Sim Long segera mengerudung ke bawah
bagai segumpal awan, meski cuma sepotong baju yang ringan, tapi
di tangan Sim Long telah berubah menjadi mahakuat.
Tubuh Koay-lok-ong terapung, mana dia berani menyambut sabetan
keras ini, cepat kedua tangannya meraih, maksudnya hendak
memegang tiang bendera, tapi angin keras menyambar tiba, ujung
baju Sim Long telah menyambar mukanya.
Dalam keadaan demikian barulah kelihatan betapa lihainya gembong
iblis ini. Pada detik berbahaya itu sebelah tangannya berbalik meraih
ujung baju lawan. Dengan tenaga tarikan ini dia bermaksud
menubruk ke atas.
Akan tetapi Sim Long lantas mengebaskan bajunya, ”bret ̈, baju
robek, Koay-lok-ong juga tergetar mencelat oleh tenaga kebasan itu.
Namun begitu dia tidak menjadi bingung, dengan sekali
berjumpalitan di udara dapatlah ia melayang turun dengan enteng.
Sim Long tertawa, serunya, ”Gaya yang indah! Tapi apa pun juga
engkau tetap tidak mampu naik ke sini. ̈
Air muka Koay-lok-ong kelihatan masam, sekali raih ia rampas
sebuah busur dari seorang anak buahnya, segera ia pasang panah
dan pentang busur sambil membentak, ”Kena! ̈
Tapi segera terdengar suara ”pletak ̈, busur malah terpentang patah
lebih dulu. Berturut ia ganti tiga busur dan semuanya tertarik patah,
satu panah pun tidak berhasil terbidik.
”Haha, tenaga sakti Koay-lok-ong memang mengejutkan, cuma
sayang terlampau besar tenagamu, ̈ seru Sim Long sambil bergelak.
Mendadak Koay-lok-ong melompat ke bawah tiang
teriaknya, ”Baik, Sim Long, boleh kau lihat caraku ini! ̈
bendera,
Segera ia pasang kuda-kuda, dengan kuat ia memotong tiang
bendera dengan sebelah telapak tangannya.
Terdengarlah suara ”brak ̈ yang keras, tiang bendera yang bulatan
tengahnya sebesar mangkuk itu tergetar patah oleh tenaga
pukulannya. Tampaknya Sim Long pasti akan ikut terlempar juga dari
ketinggian belasan tombak.
Anak buah Koay-lok-ong sama bersorak memuji kesaktian tenaga
pimpinannya.
Tak terduga kedua kaki Sim Long tetap mengempit kencang pada
tiang bendera yang tumbang itu, tiang bendera jatuh miring ke
sebelah selatan, dia juga ikut jatuh ke sana dari tetap roboh di atas
rumah.
”Haha, memang ingin kulihat betapa kelihaianmu! ̈ demikian Sim
Long sempat berolok-olok.
”Blang ̈, tiang bendera membuat genting sama hancur hingga
berlubang besar, sebelum tiang bendera menghantam atap rumah,
Sim Long mendahului meloncat ke atas, habis itu ia terus menerobos
ke bawah melalui lubang yang ditimbulkan hantaman tiang bendera
itu.
Melihat kelicinan Sim Long itu, Koay-lok-ong tercengang dan juga
gusar, teriaknya, ”Kepung rumah itu ... awasi atapnya .... ̈
Sembari memberi perintah secepat angin ia terus menerjang ke sana.
Rumah itu kecil mungil dan terdiri dari tiga kamar, daun jendela
tertutup rapat. Dapat dilihat jelas oleh Koay-lok-ong tiada seorang
pun keluar dari rumah kecil ini.
Sementara itu ratusan orang sudah mengepung rapat rumah ini,
barisan pemanah juga sudah mencari tempat ketinggian dan siap
dengan busurnya mengawasi atap rumah. Dalam keadaan demikian
sukar bagi siapa pun untuk lolos begitu saja.
”Haha, Sim Long, tak tersangka kau pun bisa mencari jalan kematian
sendiri, ̈ seru Koay-lok-ong dengan tertawa senang. ”Tapi hal ini pun
tidak dapat menyalahkan dirimu, engkau memang sudah menghadapi
jalan buntu. ̈
Tiba-tiba si nomor satu tampil ke muka dan tanya Koay-lok-ong,
”Apakah kita serang saja dengan api? ̈
Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, serunya kemudian, ”Wahai Sim
Long, dengarkan yang jelas! Kuberi batas waktu hitungan sampai
tiga, apabila engkau tetap tidak keluar, segera kubakar rumah ini
supaya engkau terbakar menjadi abu. ̈
Si nomor satu tersenyum senang karena usulnya diterima bosnya, ia
bergumam, ”Wahai Sim Long, sekali ini jika engkau masih dapat lolos
dengan selamat, biarlah aku merangkak dari sini sampai ke
Hangciu. ̈
*****
Dalam pada itu, sesudah Ong Ling-hoa menutuk roboh Cu Jit-jit,
cepat ia pegang pula tubuh si nona, lalu berkata kepada Him Miau-ji,
”Miau-heng, kau tahu, tiada maksudku membikin susah padanya, aku
cuma tidak sampai hati melihat dia mati konyol di sini, maka terpaksa
harus kita bawa dia melarikan diri dari sini. ̈
Miau-ji mengiakan dengan mengangguk.
”Jika demikian, marilah lekas kita berangkat! ̈ kata Ling-hoa.
Dalam keadaan tak sadar, sama sekali Jit-jit tak dapat melawan.
”Marilah kita menuju ke balik bukit sana, harap Miau-ji mencari jalan
di depan, ̈ kata Ling-hoa.
”Tidak, kugendong Jit-jit, engkau yang mencari jalan, ̈ ujar si Kucing.
Jilid 34
Air muka Ong Ling-hoa berubah, tapi segera ia menjawab dengan
tertawa, ”Boleh juga aku mencari jalan di depan. ̈
Miau-ji lantas mendekatinya untuk memegangi Jit-jit.
Terpaksa Ong Ling-hoa menyodorkan tubuh Jit-jit padanya. Tak
terduga, mendadak kedua pergelangan tangannya kesemutan.
Tangan si Kucing sekuat tanggam telah mencengkeram erat
pergelangan tangannya.
Seketika sekujur badan Ong Ling-hoa tak bisa berkutik, keruan ia
terkejut, serunya, ”Hei, Miau ... Miau-heng, apa artinya ini? ̈
Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatapnya serupa kucing
mengincar tikus, tidak bergerak, juga tidak bicara, tapi
cengkeramannya tambah erat.
Tubuh Ong Ling-hoa serasa kaku dan tanpa kuasa bertekuk lutut,
ucapnya dengan parau, ”Buk ... bukankah engkau mau ikut pergi
bersamaku? ̈
”Hm, jika kau sangka Him Miau-ji pun manusia tak berbudi dan tidak
setia serupa dirimu, maka engkau jelas sudah gila. ̈
Butiran keringat bercucuran di dahi Ong Ling-hoa, ucapnya dengan
suara gemetar, ”Miau-heng, kau sendiri yang mau ikut dan tidak
kupaksamu, meng ... mengapa engkau ingkar dan berbalik
menyergap diriku? ̈
”Cara ini kan kubelajar darimu, ̈ jengek si Kucing.
”Tapi ... tapi engkau .... ̈
”Sudah kenyang kau tipu orang, kan sekali-sekali kau sendiri juga
perlu mencicipi rasanya ditipu orang, ̈ ucap Miau-ji.
Ling-hoa menghela napas panjang, katanya dengan menyengir,
”Bahwa Him Miau-ji juga dapat mengakali Ong Ling-hoa, sungguh
tidak pernah terduga. ̈
”Jika dapat kau duga mana mungkin dapat menipumu? ̈
”Baik, aku mengaku terjungkal, lantas kau mau apa? ̈
”Bila kau jadi diriku, lantas bagaimana kehendakmu? ̈
”Aku ... aku .... ̈ tubuh Ling-hoa rada gemetar.
Mendadak Miau-ji membentak, ”Seharusnya kubinasakan dirimu
sekarang juga. Cuma, bila kubunuhmu sekarang juga tentu akan
ditertawai Koay-lok-ong bahwa belum apa-apa kita sudah saling
membunuh dulu. ̈
Di tengah suara bentakannya mendadak sebelah kakinya mendepak
sehingga Ong Ling-hoa terpental beberapa kaki jauhnya.
Habis itu ia lantas melototi Ong Ling-hoa dan berkata pula, ¡”Nah,
dengarkan, sekarang hendaknya kau tahu dua urusan. Pertama, ada
sementara orang tidak suka menipu orang, hal ini bukannya dia tidak
dapat menipu melainkan karena dia tidak suka menipu. Jika dia mau,
setiap saat juga dia dapat menipu orang.¡ ̈
”Hal ini sekarang sudah kupahami dengan jelas, ̈ ujar Ling-hoa
dengan tersenyum pedih.
”Dan kedua, kapan pun Sim Long pulang tetap kita akan
menunggunya, asalkan Sim Long diberi sedikit kesempatan untuk
kabur bagi kita tetap berharga menunggunya di sini. Jika di dunia ini
ada orang yang berharga kutunggu, bahkan mengiringi kematiannya,
maka orang itu ialah Sim Long. Nah, kau tahu sekarang? ̈
”Ya, tahu, ̈ jawab Ling-hoa gegetun. ”Cuma .... ̈
”Cuma apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Mungkin setengah bagian harapan Sim Long akan berhasil lolos pun
sukar diharapkan lagi, ̈ ujar Ling-hoa.
*****
Pada saat itu Koay-lok-ong sudah berhitung sampai ”tiga ̈, namun di
dalam rumah tetap tidak ada sesuatu suara apa pun.
Koay-lok-ong menyeringai, katanya, ”Baik, Sim Long, engkau
sungguh tahan uji, sungguh hebat. Tapi jika api pun tidak dapat
membakar mampus dirimu barulah benar-benar kutakluk kepada
kelihaianmu. ̈
Mendadak ia memberi tanda dan berteriak, ”Bakar! ̈
Di tengah suara bentakan, obor lantas dilemparkan ke rumah itu
seperti hujan. Rumah yang terbuat dari kayu itu dengan cepat lantas
terjilat api.
”Lekas tersebar menjadi lima lapis, ̈ teriak Koay-lok-ong pula
mengatur siasat. ”Lapisan pertama adalah regu senjata pendek,
lapisan kedua adalah barisan pemanah, lapisan ketiga adalah
pasukan angin puyuh, lapisan keempat regu tombak, lapisan kelima
tetap pasukan pemanah. Apabila Sim Long sampai lolos, setiap orang
boleh menghadap padaku dengan memenggal kepala sendiri. ̈
Selesai dia memberi aba-aba, beberapa ratus anak buahnya lantas
berbaris menjadi lima regu dan tersusun lima lapis. Cara
mengaturnya ini membuat rumah yang sudah terbakar itu benar-
benar terkepung rapat, biarpun Sim Long punya sayap pun sukar
terbang melintasi.
Di dunia ini mungkin tidak ada orang, bahkan burung pun sukar lolos
dari kepungan ini, tidak ada makhluk hidup yang mampu kabur dari
rumah ini.
*****
Saat itu Miau-ji baru saja berhasil melancarkan Hiat-to Cu Jit-jit yang
tertutuk, tapi kontan Jit-jit menjotosnya, dengan tepat mengenai
dada si Kucing, bahkan si nona lantas mencaci maki, ”Kucing busuk,
binatang licik, aku lebih suka mati daripada pergi bersama kawanan
hewan semacam kalian ini. ̈
Sembari mencaci maki ia pun menghantam lagi.
Berturut-turut Miau-ji terkena tiga kali pukulan baru dapat
dipegangnya tangan si nona, ucapnya dengan suara lembut, ”Sabar
dulu, coba kau lihat ke belakang! ̈
Sambil meronta berteriak, ”Aku tidak mau melihat, tidak mau! ̈
Meski di mulut bilang tidak mau, tidak urung kepalanya sudah
menoleh, maka dapatlah dilihatnya Ong Ling-hoa menggeletak di
sana. Seketika dia urung menghantam lagi dan berdiri melongo,
ucapnya dengan tergegap, ”He, se .... ̈
”Miau-ji sesungguhnya kan tidak serendah sebagaimana kau duga
bukan? ̈ kata si Kucing.
Jit-jit tercengang, akhirnya menunduk dan berucap, ”Ya, aku salah,
Miau-ji, hendaknya jangan kau marah padaku. ̈
”Mana bisa kumarah padamu? ̈ ujar Miau-ji dengan tersenyum.
Waktu Jit-jit mengangkat kepalanya, air matanya berlinang-linang,
katanya dengan sedih, ”Maaf, aku salah padamu, mengapa selalu aku
.... ̈
Miau-ji melengos dan tidak memandangnya, sebaliknya ia tertawa
dan berkata, ”Mempunyai adik perempuan yang begini
menyenangkan, tidak menjadi soal bila kakak mengalami sedikit
kesusahan. ̈
Tanpa terasa Jit-jit memegang tangannya, ”Adik sedikit pun tidak
menyenangkan, yang menyenangkan adalah kakak. ̈
Miau-ji tergelak, ”Apabila anak perempuan lain berpendapat serupa
dirimu tentu beruntunglah bagiku. ̈
”Jika anak perempuan lain tidak berpikir demikian, maka dia pasti
orang tolol, ̈ ujar Jit-jit. ”Lelaki mana di dunia ini yang mempunyai
hati terbuka serupa dirimu? ̈
”Hati terbuka apa? Aku cuma pelupa saja .... Terhadap urusan yang
sudah lalu dapat kulupakan terlebih cepat daripada siapa pun. ̈
Jit-jit memandangnya dengan rasa kagum, katanya pula, ”Betul,
urusan yang tidak perlu dikenang memang dapat kau lupakan
terlebih cepat daripada siapa pun. Tapi kasih sayang orang
terhadapmu tak terlupakan selamanya. ̈
Ia menghela napas, lalu menyambung, ”Seorang anak perempuan
bila mempunyai seorang kakak seperti dirimu dapatlah dia merasa
bangga dan puas. ̈
Mendadak Ong Ling-hoa menimbrung dengan tertawa, ”Jika sudah
mempunyai kakak seperti ini, untuk apa pula menanti kekasih seperti
itu? ̈
”Kau ... kau berani sembarangan omong? ̈ damprat Jit-jit.
”Memangnya salah ucapanku? ̈ ujar Ling-hoa dengan tertawa.
Jit-jit memandangnya dengan geregetan, katanya kemudian,
”Kumaafkanmu, sebab hatimu memang sudah terlampau kotor,
mimpi pun tak pernah kau pikir bahwa di tengah kehidupan manusia
ini masih ada perasaan yang suci bersih, sampai mati pun engkau
tetap hidup dalam kegelapan dan tidak pernah kenal hal-hal yang
indah. ̈
”Hidup dalam kegelapan akan jauh lebih baik daripada mati dalam api
yang benderang. ̈ ucap Ling-hoa dengan tenang.
”Apa katamu? ̈ Jit-jit menegas. Berbaring di tempatnya Ong Linghoa
memandang ke angkasa dan bergumam, ”O, api .... Aku lebih suka
menjadi kelelawar yang sepanjang tahun hidup dalam kegelapan
daripada menjadi laron yang pasti akan mati terbakar. ̈
Tanpa terasa Jit-jit dan Miau-ji ikut memandang ke arah sana.
Tertampaklah cahaya api mulai membubung tinggi dalam kegelapan,
api yang berkobar dengan cepat itu membuat udara yang gelap
berubah menjadi merah membara serupa darah.
Jit-jit menubruk ke dalam pelukan Him Miau-ji, serunya gemetar,
”Apakah ... apakah api itu akan .... ̈
”Tidak, pasti tidak, jangan khawatir .... ̈ meski di mulut si Kucing
bilang jangan khawatir, tidak urung air mukanya berubah juga.
Memandangi bayangan mereka yang saling dekap di bawah sorotan
cahaya api, tiba-tiba tersembul senyuman keji pada wajah Ong Ling-
hoa, gumamnya, ”Ai, sayang, sungguh sayang, biarpun Sim Long
sudah mampus tetap aku takkan mendapat bagian. ̈
*****
Waktu itu rumah bekas kediaman Koay-lok-ong itu memang sudah
terbakar, makin lama makin dahsyat api yang berkobar, namun dari
dalam rumah tetap tidak ada orang berlari keluar. Di tengah api yang
berkobar sedahsyat itu, jika tidak lari keluar, maka nasibnya tidak ada
lain kecuali mati.
Memandangi api yang semakin mengamuk itu, mendadak Koay-lok-
ong menghela napas.
”Orang berbahaya sudah tertumpas, mengapa Ongya malah
menghela napas? ̈ tanya si jago nomor satu pasukan angin puyuh.
Koay-lok-ong mengelus jenggotnya dan menjawab, ”Kau tahu apa,
orang ini memang lawan besarku pada waktu hidupnya, setiap saat
ingin kubasmi dia, tapi bila benar dia mati, terasa sayang juga
olehku¡ ̈
Nomor satu mengiakan dengan menunduk.
”Di dunia ini, jika ingin kucari lawan hebat seperti dia mungkin sukar
menemukannya, maka setelah dia mati, tentu akan kurasakan
kehilangan dan kesepian pula. ̈
”Jalan pikiran seorang tokoh memang sukar dipahami orang seperti
Tecu, ̈ umpak si nomor satu.
”Jalan pikiran semacam ini memang sukar dipahami oleh kalian, ̈
ucap Koay-lok-ong dengan gegetun. ”Yang harus disesalkan adalah
sampai saat ini dia belum lagi bergebrak denganku secara resmi.
Mungkin selama hidupku ini sukar lagi menemukan lawan yang
mampu menandingi seratus jurus seranganku, jadi sia-sia belaka aku
mempunyai kepandaian setinggi ini. ̈
”Sejauh itu Sim Long belum lagi lari keluar, saat ini tentu sudah
terbakar menjadi abu, ̈ kata si nomor satu. ”Maka menurut pendapat
Tecu, sebaiknya sekarang juga kita berusaha menghambat
menjalarnya api, bilamana angin meniup dan api berkobar lebih
dahsyat, bisa jadi seluruh hutan akan menjadi lautan api. ̈
”Ya, betul juga, hutan seindah ini kan sayang bilamana terbakar, ̈
ujar Koay-lok-ong. ”Nanti tulang abu Sim Long harus ditemukan,
hendak kukubur dia sebaik-baiknya. Waktu hidupnya adalah seorang
kesatria, sesudah mati kita pun perlu menghormati dia. ̈
*****
Di sana Him Miau-ji juga sudah melihat berkobarnya api semakin
dahsyat, angin yang meniup pun membawa hawa panas, dan Sim
Long tetap tidak kelihatan muncul, tentu saja ia gelisah.
Jit-jit tidak kurang gelisahnya dan kelabakan, berulang ia mengentak
tangan Miau-ji dan berkata, ”Bagaimana menurut pendapatmu
apakah api itu sengaja dibakar oleh Sim Long? ̈
Tiba-tiba Ling-hoa menjengek, ”Api itu mendadak berkobar dan
sekaligus menjalar dengan dahsyatnya, jelas api itu dinyalakan
serentak oleh orang banyak, hanya sendirian mana mampu Sim Long
menyalakan api sebesar itu? ̈
”Habis bagai ... bagaimana .... ̈
”Tentu lantaran Sim Long sudah terkurung di sana, maka Koay-lok-
ong .... ̈
”Omong kosong! ̈ bentak Miau-ji. ”Jangan kau percaya ocehannya,
Jit-jit. ̈
”Meski di mulut kau suruh dia jangan percaya, tapi dalam hatimu
sendiri diam-diam mengakui kebenaran ucapanku, bukan? ̈ ejek
Ling-hoa. ”Jika Sim Long mati, bukankah kalian berdua akan
bergembira, kenapa mesti berlagak sedih segala? Memangnya untuk
dipertontonkan kepadaku? ̈
”Ayo bicara lagi! ̈ bentak Miau-ji sambil memburu ke sana terus
menendang.
Siapa tahu, Ong Ling-hoa yang semula menggeletak tak bisa berkutik
itu mendadak melompat bangun, secepat kilat ia tutuk duatiga
Hiat-to kelumpuhan Jit-jit.
Keruan Miau-ji kaget, bentaknya, ”Lepaskan dia! ̈
Selagi ia hendak menerjang maju, telapak tangan Ong Ling-hoa telah
mengancam bagian tubuh Jit-jit yang mematikan, jengeknya, ”Jika
kau maju lagi satu langkah, segera kuberikan mayat Jit-jit
kepadamu. ̈
Seketika Miau-ji tidak berani bergerak lagi.
Ling-hoa tertawa, ”Nah, sekarang hendaknya kau tahu dua hal.
Pertama, aku Ong Ling-hoa bukan orang yang dapat kau tipu begitu
saja. Kedua, kalau bicara tentang tipu-menipu, jelas kau si Kucing ini
masih perlu belajar padaku. ̈
”Sungguh aku menyesal mengapa tadi tidak kubunuh dirimu, ̈ ucap
Miau-ji dengan gemas.
”Soalnya engkau ini orang tolol, ̈ tukas Ling-hoa dengan tertawa.
”Baik, sekarang apa kehendakmu? ̈ tanya Miau-ji.
”Jika kau ingin adik perempuanmu yang menyenangkan ini tetap
hidup, maka sekarang juga hendaknya kau pergi mencari jalan, ingat,
jika tidak kau temukan jalan lolos yang aman, maka orang pertama
yang akan mampus ialah si dia ini, ̈ ancam Ong Ling-hoa.
Pada saat itulah mendadak seorang menanggapi dengan tertawa,
¡”Haha, mungkin dia tidak sanggup membawamu keluar, orang yang
paling tepat mencari jalan bagimu agaknya aku inilah!¡ ̈
Suara tertawa yang khas itu cukup dikenal mereka, seketika air muka
si Kucing dan Ong Ling-hoa sama berubah. Yang satu kegirangan,
yang lain ketakutan, keduanya serentak berseru, ¡”Hah, Sim Long!¡ ̈
Betul juga, segera tertampak Sim Long muncul dari sana.
Meski bajunya tidak teratur, keadaannya tampak runyam, namun
senyuman khas yang senantiasa menghias ujung mulutnya masih
tetap kelihatan acuh tak acuh.
”Eh, maukah kau lepaskan dia? ̈ katanya dengan tersenyum
terhadap Ling-hoa.
Sejenak Ling-hoa tercengang, segera ia menjawab, ”Jika Sim-heng
sudah datang, dengan sendirinya segera kulepaskan nona Cu. ̈
Sembari membebaskan Hiat-to Jit-jit yang ditutuknya, segera ia
menyambung pula, ”Karena mengingat Sim-heng telah menyerempet
bahaya bagiku, sebaliknya Miau-heng ini justru main patgulipat
dengan nona Cu ini di sini, mau tak mau aku ikut penasaran bagi
Sim-heng, maka kututuk nona Cu. ̈
”Terima kasih atas maksud baikmu, ̈ kata Sim Long dengan
tersenyum.
Jit-jit lantas menubruk ke dalam rangkulan Sim Long, tanyanya,
”Masa ... masa kau percaya kepada ocehannya? ̈
”Kau kira aku percaya padanya? ̈ jawab Sim Long tertawa.
”Haha, jika Sim Long begitu gampang dibohongi orang dan mudah
diadu domba memangnya aku si Kucing mau memasrahkan jiwaku
kepadanya? ̈ seru Miau-ji dengan tertawa.
Sambil meraba dada Sim Long, Jit-jit bertanya dengan suara lembut,
”Kenapa baru sekarang engkau datang? Apakah kau tahu betapa
kami cemas bagimu. ̈
”Di tengah taman sana penuh pos penjaga, mau tak mau aku harus
berlaku hati-hati, ̈ kata Sim Long.
”Ah, coba, betapa aku memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan
bahaya yang kau hadapi, malahan kuomeli kelambatanmu kembali ke
sini, engkau tentu tidak marah padaku, bukan? ̈ ujar Jit-jit.
”Haha, engkau dapat bicara demikian, hal ini menandakan sekarang
engkau sudah dewasa, ̈ seru Miau-ji.
Ong Ling-hoa tak tahan, serunya, ”Ya, ya, semua sudah dewasa, dan
sekarang tentunya kita dapat berangkat. ̈
”Jangan tergesa, ̈ ujar Sim Long. ”Untuk sementara kita tidak
berbahaya tinggal di sini. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Sebab saat ini mereka lagi sibuk membakar mati diriku, maka untuk
sementara takkan memburu ke sini, ̈ tutur Sim Long dengan tertawa.
”Sibuk membakarmu? ̈ Jit-jit menegas.
”Ya, ̈ ucap Sim Long dengan gegetun. ”Koay-lok-ong itu memang
memiliki kungfu yang daripada yang lain, hampir saja aku dikejarnya
hingga menghadapi jalan buntu, terpaksa kuloncat ke pucuk tiang
bendera, tak tahunya Koay-lok-ong lantas menghantam sehingga
tiang bendera patah. ̈
Meski jelas dia sudah datang dengan selamat, tidak urung Jit-jit dan
Miau-ji sama menahan napas mengikuti ceritanya.
”Lantas apa yang kau lakukan? ̈ tanya Jit-jit.
”Betapa pun licik Koay-lok-ong juga tidak menyangka pada waktu
kuloncat ke atas tiang bendera, harapanku justru agar dia
mematahkan tiang bendera itu, memang sengaja kupancing
kemarahannya untuk bertindak demikian. ̈
”Memangnya apa maksudmu? ̈ tanya Jit-jit pula.
”Kau tahu tinggi tiang bendera itu ada belasan tombak, pada waktu
ambruk tentu ujung tiang akan jatuh lebih belasan tombak jauhnya,
asal kupegang ujung tiang, maka tubuhku akan ikut terlempar sejauh
itu atau lebih, kalau tidak, betapa tinggi Ginkangku juga tidak mampu
melompat sejauh itu. ̈
”Ai, dalil ini kedengarannya sederhana, tapi bila aku yang
menghadapi kenyataan begitu, biarpun kepalaku dipenggal juga tidak
dapat kupikirkan akal sebagus itu, ̈ ujar Miau-ji dengan gegetun.
”Kan sudah kukatakan, biarpun di dunia ini hanya ada satu jalan saja,
maka orang pertama yang menuju ke jalan ini pastilah Sim Long
adanya, ̈ seru Jit-jit dengan tertawa.
”Lantas cara bagaimana berkobarnya api? ̈ tanya Miau-ji.
”Pada waktu aku jatuh di atas rumah yang terletak belasan tombak
jauhnya, genting rumah itu telah remuk terkena tiang bendera,
kesempatan itu lantas kugunakan untuk membuat sebuah lubang di
atas rumah. ̈
Ia merandek sejenak, tanpa terasa Miau-ji dan Jit-jit lantas tanya
berbareng, ”Apakah engkau lantas menerobos ke dalam rumah
melalui lubang itu? ̈
”Di antara seratus orang mungkin ada 99 orang akan menyangka aku
pasti akan menerobos masuk melalui lubang itu, demikian pula
dugaan Koay-lok-ong, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa. ”Maklumlah,
setiap orang bila menghadapi bahaya dan mendadak menemukan
sesuatu tempat bersembunyi tentu akan segera digunakannya. Hal ini
adalah sifat pembawaan manusia dan tidak perlu diherankan. ̈
”Tapi engkau harus dikecualikan, ̈ tukas Jit-jit tertawa.
”Aku harus mengadu akal dengan orang semacam Koay-lok-ong,
dengan sendirinya aku harus bertindak melanggar kebiasaan, dengan
begitu barulah bisa di luar dugaan Koay-lok-ong dan sukar
diterkanya. ̈
”Habis apa yang kau lakukan? ̈ tanya Miau-ji tak sabar.
”Sesudah atap rumah kutumbuk sebuah lubang, meski tubuhku
menerobos ke dalam, tapi tanganku tetap berpegangan pada atap
rumah, ̈ tutur Sim Long. ”Kudengar Koay-lok-ong berteriak memberi
perintah kepada anak buahnya agar mengepung rumah itu
serapatnya, pada saat itulah aku lantas melompat keluar. ̈
”Mereka tidak melihat dirimu? ̈ tanya Jit-jit dengan menarik napas.
”Sejenak itu adalah saat yang paling kacau bagi mereka, sedang
Koay-lok-ong juga sudah memburu maju, tentu dia tidak
memerhatikan apa yang terjadi di atas rumah. Dan sama sekali tidak
mereka pikir, di tengah kegaduhan itulah aku justru melompat
pergi. ̈
”Haha, betul, memang di situlah letak kelemahan manusia, ̈ ujar Jit-
jit dengan tertawa.
”Jika aku, biarpun ada keberanianku untuk berbuat apa pun, tapi
dalam sekejap itu pasti juga aku takkan melompat pergi, sebab
dalam detik itu di rumah itu akan terasa jauh lebih aman daripada
tempat lain, ̈ kata si Kucing.
”Dan kemudian bagaimana? ̈ tanya Jit-jit.
”Sesudah kulompat keluar, kupanjat ke atas pohon, tapi segera aku
merosot ke batang pohon dan menunggu di situ, ketika rombongan
orang banyak berseliweran di sekitar pohon, kesempatan itu segera
kugunakan untuk mencampurkan diri di tengah orang banyak.
Tatkala mana perhatian semua orang lagi tertuju ke rumah itu
sehingga tidak ada yang memerhatikan diriku. ̈
”Meng ... mengapa engkau tidak bersembunyi di tempat lain,
sebaliknya mencampurkan diri di tengah mereka, cara begitu
tidakkah terlalu berbahaya? ̈ ujar Jit-jit.
”Kau tahu, mata Koay-lok-ong lain daripada mata orang biasa, yang
utama tujuanku adalah menghindari matanya, orang lain tentu tidak
menjadi soal bagiku, ̈ ia tertawa, lalu menyambung, ”Maka pada saat
genting itu hanya mencampurkan diri di tengah orang banyak barulah
dapat menghindari pencarian Koay-lok-ong. Apabila waktu itu semua
orang sedang menerjang ke depan, aku tidak perlu berjalan dan
segera tertinggal di belakang orang banyak, dalam keadaan begitu
orang lain tambah tidak memerhatikan lagi akan diriku. ̈
”Hah, permainan menarik ini, di dunia ini mungkin cuma Sim Long
saja yang dapat melakukannya, ̈ ujar Jit-jit dengan tertawa.
”Waktu itu aku tidak merasakan apa pun, ̈ sambung Sim Long, ”tapi
bila kupikirkan sekarang, sungguh aku pun merasa berbahaya.
Untunglah semuanya berjalan lancar, apabila sedikit salah tindak saja
atau keliru sedetik, maka akibatnya sukar kubayangkan. ̈
Sampai di sini mau tak mau Ong Ling-hoa merasa kagum juga,
katanya, ”Bicara terus terang, kecerdikanmu itu harus dipuji. Dalam
keadaan begitu, sedikit salah hitung saja tentu sukar bagimu untuk
kabur lagi. ̈
”Makanya kau sangka aku pasti tidak dapat kembali ke sini, bukan? ̈
tanya Sim Long dengan tersenyum.
Ong Ling-hoa tidak berani menjawab, ia membelokkan pokok
pembicaraan, ”Jika sekarang Koay-lok-ong dan anak buahnya berada
di tempat kebakaran, kenapa kesempatan ini tidak kita gunakan
untuk menerjang pergi selekasnya? ̈
”Meski kesempatan sudah ada, sebaiknya kita menunggu lagi
sebentar, ̈ ujar Sim Long.
”Sebab apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Saat ini kan Sim Long sudah terbakar mati, berita ini belum tersiar,
tapi selekasnya pasti akan tersiar, ̈ tutur Sim Long. ”Bilamana pos
penjaga di luar sana mendapat berita ini, penjagaan pasti akan
longgar, kan menjadi mudah bagi kita untuk menerjang keluar. ̈
”Ai, kecerdasan Sim-heng sungguh sukar ditandingi, ̈ kata Ling-hoa
dengan gegetun.
”Hm, sampai sekarang masih juga kau bicara plinplan begini,
sesungguhnya kau harus ditinggalkan di sini, ̈ jengek Jit-jit.
”Ai, kenapa nona .... ̈
Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak terdengar suara rintihan
orang, seperti datang dari rumah berhala sana.
Air muka Sim Long berubah, desisnya, ”Pada waktu kalian lalu di
rumah berhala itu tadi apakah melihat seorang di situ? ̈
”Wah, hal ini tidak ... tidak kami perhatikan, ̈ kata si Kucing.
”Ong-heng, harap kau periksa ke sana, ̈ kata Sim Long setelah
berpikir.
”Caramu mengatur ini sungguh sangat cerdik, ̈ ucap Ling-hoa
dengan menyengir.
Dalam keadaan demikian biarpun seribu kali dia tidak mau terpaksa
harus menurut juga, segera ia melayang ke sana dengan gaya yang
memesona.
Lebih dulu dia mengitar satu kali di luar rumah berhala itu dengan
cepat, dipungutnya dua potong batu kecil dan dilemparkan ke dalam
melalui jendela, sebaliknya ia langsung menerjang masuk melalui
pintu.
”Orang ini sebenarnya seorang mahapintar dan berbakat besar, ̈ kata
Sim Long dengan tersenyum.
”Jika tidak ada rasa sayang akan bakatnya yang hebat itu, tentu tadi
sudah kubinasakan dia, ̈ ujar si Kucing dengan gegetun.
”Meski dia seorang busuk, kebusukannya membikin orang geregetan,
tapi tidak juga menjemukan, kalau dibandingkan Kim Put-hoan dan
sebangsanya jelas dia terlebih tinggi kelasnya. ̈
”Di dunia sekarang orang busuk seperti dia mungkin sukar dicari
bandingnya, dibandingkan dia, Kim Put-hoan boleh dikatakan tidak
masuk hitungan, ̈ kata Sim Long dengan tertawa. ”Kim Put-hoan
hanya seorang Siaujin (orang kecil, rendah), sebaliknya dia boleh
dibilang Kuncu (lelaki sejati, gentleman) kaum Siaujin. ̈
”Betul, dia memang tidak busuk sampai juga tidak ada sisanya, ̈ ujar
Jit-jit. ”Terkadang dia menyerupai manusia, bahkan selalu dapat
berganti haluan menurut arah angin, tidak nanti main belit dan
ngotot. Umpamanya tadi, begitu Sim Long muncul segera ia lepaskan
diriku. Apabila Kim Put-hoan dan sebangsanya pasti dia akan ngotot
dan bertahan mati-matian. ̈
”Dalam hal ini, memang dia dapat bertindak cerdik, kalau tidak .... ̈
Belum lanjut ucapan Miau-ji, mendadak terlihat Ong Ling-hoa
melompat keluar dari rumah berhala itu dengan wajah yang kelihatan
terheran-heran, ia melirik sekejap kepada Cu Jit-jit lalu berpaling dan
berkata kepada Sim Long dengan tertawa, ”Eh, coba kau terka siapa
yang berada di situ? ̈
Sim Long bekernyit kening, belum lagi ia menjawab Jit-jit lantas
berseru, ”Sesungguhnya siapa? Lekas katakan! ̈
Ling-hoa tersenyum misterius, tuturnya, ”Sesudah masuk ke situ,
sebenarnya aku tidak melihat dia, rupanya dia disembunyikan orang
di bawah meja sembahyang, bahkan seperti terluka sangat parah
.... ̈
Belum habis ceritanya, serentak Sim Long melayang ke sana.
Jit-jit mengentak kaki dan mengomel, ”Dia ... dia sesungguhnya siapa
dia? ̈
”Yu-leng-kiongcu Pek Fifi, ̈ jawab Ling-hoa sekata demi sekata.
*****
Di tengah malam remang rumah berhala terasa seram.
Malaikat Bunga, malaikat yang dipuja dalam rumah berhala itu,
malaikat yang cantik, namun keseraman pada rumah berhala
umumnya hampir serupa. Betapa pun malaikat yang dipujanya
malaikat bunga yang cantik atau malaikat langit yang bermuka
bengis. Berkat cahaya lemah yang menyorot masuk dari luar pintu,
akhirnya Sim Long dapat menemukan Pek Fifi .... Sungguh hampir
tidak menyerupai Pek Fifi lagi, apabila tidak didengarnya lebih dulu
dari Ong Ling-hoa tentu Sim Long pangling padanya.
Si nona yang meringkuk di bawah meja sembahyang itu sekarang
tidak mirip lagi Pek Fifi yang lembut dan cantik, juga tidak serupa
Yu-leng-kiongcu yang kejam dan membuat orang ketakutan itu. Saat
ini dia cuma seorang anak perempuan yang awam dan minta
dikasihani, dengan sujud dia lagi memohon orang suka menolongnya.
Mukanya kelihatan pucat pasi.
Sekarang ia pun melihat Sim Long. Air matanya bercucuran, ucapnya
dengan lemah dan rada gemetar, ”Sim Long, mengapa ... mengapa
engkau belum lagi mati? Mengapa engkau datang lagi dan kenapa
muncul pada saat demikian? ̈
Dengan tenang Sim Long memandangnya, katanya, ”Meski kau
perlakukan diriku cara begitu namun aku tetap akan menolongmu.
Kedatanganku seharusnya menggembirakan dirimu. ̈
”Tidak, aku tidak perlu pertolonganmu, aku lebih suka mati, ̈ teriak
Pek Fifi dengan parau. ”Aku pun tidak ingin kau lihat keadaanku
seperti ini. Dalam pandanganmu, biarpun aku dirasakan tidak
menarik, biarlah kau rasakan benci dan menakutkan .... ̈
Air matanya berderai, ratapnya pula, ”O, mati pun aku tidak mau
mendapat belas kasihanmu, lekas kau ... kau keluar saja, lekas
keluar! ̈
Sim Long tetap memandangnya dengan tenang, katanya, ”Mengapa
engkau berubah serupa ini? ̈
”Engkau sudah tahu, mengapa perlu tanya lagi? ̈ jawab Fifi dengan
pedih.
”Aku tidak tahu, ̈ kata Sim Long.
Fifi memukul lantai dengan tangan, teriaknya parau, ”Jelas kau tahu
aku bukan tandingan Koay-lok-ong, dia yang melukaiku dan
membuangku di sini. Kutahu maksudnya, yaitu supaya kau lihat
keadaanku ini. Dan sekarang sudah puas bagimu, bukan? ̈
Sim Long menghela napas, gumamnya, ”Puas?! ̈
Tiba-tiba sebuah tangan meraih lengannya. Itulah tangan Cu Jit-jit.
”Pergi, enyah, semuanya enyah! ̈ teriak Fifi pula. ”Tidak perlu
berlagak mesra di depanku. Cu Jit-jit, kutahu kau benci padaku,
boleh kau bunuh aku! ̈
Jit-jit memandangnya sejenak, mendadak ia pun menghela napas,
katanya, ”Memang betul pernah kubenci padamu, membencimu
hingga merasuk tulang sumsum, tapi sekarang .... ̈ ia berpaling ke
arah Sim Long dan berucap, ”Marilah kita membawa pergi dia. ̈
Sim Long tetap berdiri diam saja. Miau-ji juga memandang Sim Long,
katanya, ”Aku tidak peduli bagaimana keputusanmu, tapi bila aku
disuruh membiarkan seorang anak perempuan yang dekat ajalnya
tertinggal di sini, betapa pun tidak dapat kusetujui. ̈
Sim Long tetap tidak bicara.
”Ken ... kenapa engkau diam saja? ̈ seru Jit-jit dengan mengentak kaki.
”Kutahu sebab apa dia tidak bicara, ̈ jengek Ling-hoa. ”Sebab apa? ̈
tanya Jit-jit. ”Mungkin ini pun salah satu akal keji Koay-lok-ong, ̈ ujar
Ling-hoa.
”Dia sengaja meninggalkan Pek Fifi yang terluka parah ini di sini,
tujuannya bila kita sempat lari dengan membawa dia, maka lari kita
pasti takkan mencapai jauh. ̈
”Bagaimana Sim Long, apakah begitu maksud tujuan Koay-lok-ong? ̈
tanya Jit-jit. ”Bukan, ̈ jawab Sim Long. ”Habis bagaimana .... ̈
”Miau-ji, boleh kau gendong dia, ̈ kata Sim Long tiba-tiba. ”Masa ...
masa benar kalian mau menolongku? ̈ ratap Fifi.
Miau-ji tidak bersuara melainkan terus menggendongnya. ”Dengan
berbagai daya upaya hendak kubikin celaka kalian, sebaliknya kalian
masih mau menyelamatkan diriku? ̈ seru Fifi pula.
Mata Jit-jit berkedip-kedip, sudah mengembeng air mata. Ia
melengos, ucapnya perlahan, ”Aku cuma ingat engkau adalah Pek Fifi
yang dulu itu dan tidak ingat padamu sebagai Yu-leng-kiongcu. ̈
Perlahan Sim Long meraba bahu Jit-jit, ucapnya, ”Memang betul, Yu-
leng-kiongcu sudah mati, kami menghendaki Pek Fifi tetap hidup. ̈
Maka meledaklah tangis Pek Fifi sambil mendekap di pundak Him
Miau-ji.
”Satu-satunya kekurangan kalian adalah hati kalian terlalu lunak, ̈
ucap Ling-hoa dengan menyesal.
”Hm, kalau hati kami tidak lunak, dapatkah kau hidup sampai saat
ini? ̈ jengek Jit-jit.
Bisa merah juga muka Ong Ling-hoa dan tidak bicara lagi.
Beramai mereka lantas meninggalkan rumah berhala itu.
”Cara bagaimana kita pergi dari sini? ̈ tanya Miau-ji.
”Ong-kongcu silakan merintis jalan di depan, aku dan Jit-jit mengawal
di belakang, kita terjang bagian tengah yang luang, ̈ kata Sim Long.
”Bagian yang luang? ̈ Ling-hoa menegas. ”Mengapa kita tidak melalui
kaki bukit .... ̈
”Penjagaan di dekat bukit pasti sangat keras, justru bagian tengah
yang lapang itu penjagaan akan kurang rapat, ̈ ujar Sim Long.
”Apalagi sesudah api berkobar tentu mereka akan menyaksikan
kebakaran itu dari tempat ketinggian. ̈
”Ai, sekali ini kau pun tepat lagi, ̈ ujar Ling-hoa dengan gegetun.
Pek Fifi yang mendekap di pundak Miau-ji itu mendadak mengangkat
kepalanya dan menyela, ”Tidak tepat. ̈
”Kenapa tidak tepat? ̈ tanya Sim Long. Fifi tersenyum pedih, ”Kalian
sebaik ini kepadaku, maka aku .... ̈ Tiba-tiba Ong Ling-hoa berseru,
”Aha, betul, gua ini adalah
sarangnya, tentu dia mempunyai jalanpula, ”Meski parah lukaku, diri
dari sini. ̈ Dengan tenang Fifi berkata rahasia untuk meloloskan tapi
bila kalian membebaskan ketiga Hiat-to Hong-ji, Goan-tiau dan Yang-
koan-hiat, dapatlah aku berjalan sendiri, sedikitnya dapat kubawa
kalian keluar dari sini. ̈
”Apakah jalan ini memang .... ̈ Dengan senyum pedih Fifi
memotong, ”Meski aku dikalahkan Koay
lok-ong, tapi jalan ini tetap tidak diketahuinya. Kecuali aku sendiri,
dunia ini tidak ada orang kedua yang tahu akan lorong rahasia ini. ̈
Meski senyumannya kelihatan pedih, namun sikapnya tetap
memperlihatkan rasa bangga. Sesungguhnya dia memang anak
perempuan yang pantas bangga. Ong Ling-hoa bergumam, ”Berhati
baik tentu mendapat ganjaran
baik, ucapan ini memang ada dalilnya. ̈ ***** Maka mereka lantas
memasuki gua rahasia itu. Dengan sendirinya dalam gua gelap
gulita. Fifi mengeluarkan sebuah geretan api yang mungil, meski
cahayanya
tidak terlalu terang, namun sudah cukup untuk menerangi jalan di
depan.
Sembari merembet dinding karang dan tangan lain memegang obor
kecil itu, Fifi mendahului menunjuk jalan di depan. Miau-ji hendak
memapahnya, tapi telah ditolaknya.
Dia bukan lagi anak perempuan yang perlu dibantu orang lelaki lagi.
Lorong gua ini sangat panjang, berliku dan tidak rata. Tapi bagi
pandangan Cu Jit-jit dan lain-lain dirasakan sebagai jalan yang
terdekat dan paling rata selama dua hari ini.
Akhirnya mereka terlepas juga dari bahaya.
Jit-jit tertawa gembira dan bersyukur. Sampai sekian lama, akhirnya
mereka sampai di ujung loteng, di situ ada sepotong batu
mengadang jalan lalu, tapi pada batu ada tangga yang dapat
menembus ke atas.
Baru sekarang Fifi menghela napas lega, katanya sambil menoleh, ”Di
atas sana adalah jalan keluarnya, biar kunaik dulu untuk
memeriksanya. ̈
Jit-jit memburu maju dan memegang tangannya, katanya dengan
tersenyum,”Maukah kita melupakan semua kejadian yang lalu. ̈
”Asal engkau tidak benci lagi padaku, ̈ jawab Fifi dengan rawan.
”Selanjutnya engkau adalah adik perempuanku yang baik, mana bisa
kubenci padamu? ̈ kata Jit-jit dengan suara lembut.
”Terima kasih, ̈ ucap Fifi dengan menunduk. ”Setelah kejadian ini,
aku takkan ... takkan .... ̈
Ia menengadah dan tersenyum, lalu memanjat ke atas melalui
tangga besi itu.
Sim Long memegang bahu Jit-jit, ucapnya, ”Setelah kejadian ini
engkau pun sudah berubah. ̈
Jit-jit tersenyum, ”Sebab baru sekarang kutahu engkau benar-benar
baik padaku, kalau tidak, tetap aku akan cemburu .... ̈
”Sejak dulu kutahu engkau ini memang sebuah guci cuka, ̈ Miau-ji
ikut berkelakar.
Sambil memandangi tubuh lemah Pek Fifi yang sedang memanjat ke
atas itu, mendadak Jit-jit membisiki Sim Long, ”Bagaimana menurut
pendapatmu antara dia dan guci arak (maksudnya Him Miau-ji) kita? ̈
”Mungkin si guci arak akan kewalahan terhadap dia, ̈ sahut Sim Long
tertawa.
”Menurut pandanganku hanya dia saja yang cocok menjadi kakak
iparku, ̈ ujar Jit-jit tertawa perlahan. ”Bilamana pada suatu hari hal
itu benar-benar terjadi, sungguh aku akan menjadi orang yang paling
gembira di dunia ini. ̈
Sementara itu Fifi sedang menyingkap sepotong batu penutup di
atas, segera cahaya terang menyorot ke bawah. Agaknya hari di luar
sudah terang.
Ling-hoa menarik napas dalam-dalam dan berucap, ”Ehm, alangkah
harumnya, mungkin di luar banyak tumbuhan bunga yang sedang
mekar. ̈
Selang sejenak, Jit-jit tidak tahan, katanya, ”Mungkinkah di atas ada
orang? Apakah takkan terjadi sesuatu? ̈
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, ”Koay-lok-ong tidak
tahu jalan ini, mungkin tidak .... ̈
Belum habis ucapannya terlihat Fifi lagi melongok ke bawah dan
berseru, ”Lekas naik kemari! ̈
”Tampaknya sekarang aku tidak perlu menjadi perintis jalan lagi, ̈
kata Ling-hoa dengan tertawa.
”Naiklah lebih dulu, ̈ segera Jit-jit mendorong Sim Long. ”Engkau
sudah terlalu banyak berkorban bagi kami, orang pertama yang
keluar sekarang harus engkau. ̈
Sim Long tersenyum, perlahan ia mulai memanjat tangga.
Lubang keluar itu sangat sempit, hanya tiba cukup untuk terobosan
seorang saja.
Ia coba melongok ke atas, tapi ... darah sekujur badannya serasa
membeku mendadak.
Tempat di luar lorong bawah tanah ini kiranya adalah kamar Pek Fifi
yang penuh teruruk bunga segar itu.
Pantas tadi Ong Ling-hoa mencium bau harum bunga. Pantas juga
Pek Fifi dapat berubah menjadi Yu-leng-kiongcu.
Kiranya tempat tinggal Pek Fifi ini memang ada jalan tembus dengan
gua setan itu. Pada waktu dia tidur dan orang lain dilarang
mengganggunya, pada saat itulah dia berubah menjadi Yu-leng-
kiongcu.
Akhirnya Sim Long tahu juga rahasia ini. Tapi sudah terlambat.
Tertampak Koay-lok-ong berada di sana dan sedang memandangnya.
Berpuluh busur yang siap membidikkan anak panah sama mengincar
kepalanya.
Koay-lok-ong menyeringai senang, jarinya memberi tanda perlahan
agar Sim Long naik ke atas.
Dalam keadaan demikian Sim Long cukup tahu diri, bila ayal sedikit
saja kepalanya bisa segera berubah menjadi landak. Terpaksa ia naik
ke atas dengan menyengir.
Tapi baru saja tubuhnya muncul separuh, segera Hiat-to bagian
punggungnya kena ditutuk oleh Pek Fifi, menyusul lantas menjadi
giliran Cu Jit-jit, Ong Ling-hoa dan si Kucing ....
*****
Sekarang Pek Fifi setengah bersandar dalam pangkuan Koay-lokong,
dan sedang tertawa dengan sangat manis.
Sim Long berempat berdiri sejajar bersandar dinding, satu jari pun
tak dapat bergerak, hati pun entah bagaimana rasanya.
Ternyata pada saat mereka sudah dekat dengan kebebasan
mendadak tertawan musuh lagi.
Mereka telah gagal pada detik hampir mendekati sukses.
Jit-jit ingin menangis, tapi tak berair mata.
Fifi memandangi mereka dengan tertawa manis, katanya, ”Tak
tersangka bukan, Sim Long yang serba pintar akhirnya toh salah
hitung selangkah. ̈
”Ya, seharusnya kupikirkan sebelumnya, bila tiada engkau yang
menjadi penunjuk jalan tidak mungkin Koay-lok-ong dapat
menemukan kami, ̈ ujar Sim Long dengan menyesal. ”Sekarang kau
bawa kami kepada Koay-lok-ong, bukan saja engkau dapat
meminjam golok untuk membunuh orang, bahkan dengan demikian
engkau akan mendapat pujian dari Koay-lok-ong. ̈
”Hihi, baru sekarang kau ingat hal ini kan sudah amat terlambat, ̈
kata Fifi dengan tertawa nyaring.
Koay-lok-ong mengelus jenggot dan berucap dengan senang,
”Tentunya sekarang kalian tahu jelas tentang pembantuku tepercaya
yang pernah kukatakan itu tak-lain-tak-bukan ialah Fifi sayang.
Melulu dia seorang saja bukankah jauh lebih berguna daripada
sepuluh orang Kim Bu-bong? ̈
”Ya, dia memang anak perempuan paling lihai yang pernah kulihat
selama hidupku ini, ̈ ujar Ong Ling-hoa dengan menyengir. ”Anak
perempuan sehebat ini, bila bertambah lagi dua-tiga orang, maka
semua lelaki di dunia ini mungkin terpaksa harus bunuh diri. ̈
”Terima kasih atas pujianmu, ̈ kata Fifi dengan tertawa.
”Bagus, aku juga sangat kagum padamu, ̈ tukas Miau-ji. ”Tapi cara
bagaimana engkau bisa berada di rumah berhala itu, sungguh aku
tidak mengerti. ̈
”Soalnya orang lain sama bilang Sim Long akan mati terbakar, hanya
aku saja yang tidak percaya, sebab kupikir Sim Long takkan mati
semudah itu, ̈ kata Fifi. ”Maka lantas terpikir lagi olehku bilamana
aku menjadi Sim Long, jalan mana yang akan kugunakan untuk
kabur? .... Dengan sendirinya hanya ada sebuah jalan saja, maka ke
situ pula kupergi dan benar juga dapatlah kupergoki kalian. ̈
Ling-hoa menghela napas, ”Sim Long dapat meraba perasaan orang
lain, tapi engkau justru dapat meraba jalan pikiran Sim Long, nyata
engkau lebih unggul daripada Sim Long. ̈
Mendadak Jit-jit mendengus, ”Hm, bukanlah dia lebih unggul
daripada Sim Long, soalnya hati Sim Long tidak sekejam dia, juga
tidak rendah, kotor dan khianat, lupa budi dan ingkar janji seperti
dia. ̈
”Kan sudah sering kukatakan, kelemahan Sim Long yang terbesar
adalah hatinya terlampau lunak, ̈ ujar Ling-hoa dengan gegetun.
”Haha, dalam hal ini pandanganmu ternyata sama denganku, ̈ tukas
Koay-lok-ong dengan berkeplok tertawa.
Tiba-tiba Miau-ji berseru, ”Sesudah kau pergoki kami, mengapa tidak
kau perintahkan anak buahmu menawan kami? ̈
”Eh, kucing cilik, masakah hal ini tidak kau pahami? ̈ sahut Fifi
dengan suara lembut. ”Waktu itu bila kuperintahkan orang
menangkap kalian, rasanya belum tentu berhasil, bisa jadi
kesempatan itu akan digunakan kalian untuk kabur .... Kutahu, otak
kalian meski tidak banyak berguna, tapi kungfu kalian kan tidak boleh
diremehkan. ̈
”Makanya engkau sengaja berlagak terluka parah? ̈ tanya Miau-ji
dengan gemas.
”Betul, ̈ jawab Fifi dengan tertawa. ”Aku pun banyak menelan pahit
getir baru berhasil menipu kalian. Bukan saja kututuk Hiat-toku
sendiri bahkan kupukul diri sendiri dua-tiga kali, sampai sekarang
tubuhku masih sakit pegal. ̈
”Masa engkau yakin kami takkan mengetahui luka parahmu yang
pura-pura itu? ̈ teriak Miau-ji pula.
”Kalian kan jantan sejati seluruhnya, dengan sendirinya kalian takkan
memeriksa tubuh seorang perempuan, apalagi waktu itu keadaan
gelap gulita, mukaku juga sangat pucat .... ̈
”Dari mana kau tahu kami pasti akan menolongmu? ̈ tanya Jit-jit
dengan gemas.
”Kalian bukan saja jantan sejati, rata-rata juga berhati welas asih,
serupa apa yang dikatakan si Kucing ini, tidak nanti dia menyaksikan
seorang anak perempuan menghadapi ajalnya tanpa memberi
pertolongan, betul tidak? ̈
”Waktu itu aku cuma diam saja, aku justru khawatir ada tipu
muslihatmu, ̈ ujar Sim Long gegetun. ”Sungguh lagakmu itu sangat
mirip sehingga aku tertipu tanpa curiga sedikit pun. Coba kalau
engkau langsung minta pertolonganku, tentu aku akan curiga malah,
tapi begitu bertemu engkau minta kupergi .... ̈
”Hati orang lelaki memang sudah kuselami dengan baik, ̈ kata Fifi
dengan tertawa. ”Adalah biasa, semakin kau suruh dia pergi, dia
berbalik tidak mau pergi .... Cu Jit-jit, untuk ini kau harus belajar
dariku, jika satu bagian kepandaianku ini dapat kau kuasai, tentu
selanjutnya engkau takkan mengalami kegagalan lagi. ̈
Jit-jit mendengus, ”Hm, kenapa harus kutiru dirimu, jika engkau
sedemikian memahami hati orang lelaki, mengapa Sim Long tetap
tidak suka padamu, kukira engkau yang harus belajar padaku. ̈
Air muka Fifi rada berubah, tapi segera tertawa dan berkata, ”Kau
kira Sim Long suka padamu? ̈
Jit-jit mendongak dan berteriak, ”Tentu saja. ̈
”Ai, Cici yang baik, jangan kau lupa, orang mati kan tak dapat
menyukai siapa pun, ̈ ucap Fifi dengan suara halus.
Jit-jit melengak, air mata segera meleleh.
Mestinya dia tidak sudi mencucurkan air mata di depan Pek Fifi, apa
mau dikatakan lagi, air mata tidak mau tunduk kepada perintah lagi,
semakin tidak ingin menangis, makin deras air matanya.
Koay-lok-ong merangkul Fifi dan berkata dengan tertawa, ”Jika Sim
Long sudah tertumpas, selanjutnya hidupku boleh santai tanpa
khawatir lagi, sungguh hari ini .... ̈
Mendadak Miau-ji berteriak, ”Sekarang juga kau kira tidak ada yang
perlu kau khawatirkan, apakah jalan pikiranmu ini tidak terlalu dini? ̈
”Oo, maksudmu? ̈ tanya Koay-lok-ong.
¡Apakah kau tahu engkau masih ada seorang lawan paling besar? ̈
kata si Kucing. ”Bahkan dia jauh lebih benci padamu daripada kami.
Paling banyak kami hanya ingin mencabut nyawamu, tapi dia justru
ingin makan dagingmu dan membeset kulitmu. ̈
”Hah, apakah benar ada orang begini? Siapa dia? ̈ tanya Koay-lok-
ong dengan tersenyum.
”Dia tak-lain-tak-bukan ialah orang yang duduk dalam pangkuanmu
sekarang, ̈ kata Miau-ji dengan tertawa.
Perlahan Koay-lok-ong meraba pundak Fifi katanya dengan tenang,
”Maksudmu dia ini? ̈
”Apakah kau tahu dia bukan lain ialah Yu-leng-kiongcu? ̈ seru Miau-ji
pula.
”Hahaha, memangnya kau sangka aku tidak tahu? .... ̈ Koay-lok-ong
bergelak tertawa. ¡Jika aku tidak tahu, tentu dia takkan duduk dalam
pangkuanku. Di seluruh kolong langit ini kecuali Yu-leng-kiongcu,
perempuan mana yang setimpal berjodoh denganku? ̈
Tergetar tubuh Sim Long, serunya, ”Maksudmu ... maksudmu hendak
mengambil dia sebagai istri? ̈
”Kan sudah waktunya aku harus mengakhiri masa bujanganku? ̈ ujar
Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Tapi dia ... dia sebenarnya kan .... ̈
Belum lagi ucapan ”putrimu ̈ terucapkan oleh Sim Long, tahu-tahu
mukanya sudah digampar oleh Pek Fifi.
Dengan sorot mata setajam sembilu Fifi menatapnya dan menjengek,
”Baru saja kudapatkan kekasih pilihan, kau berani sembarangan
memfitnah? ̈
”Tapi ... tapi kalian adalah .... ̈
”Berani kau bicara satu kata lagi segera kubinasakan kau, ̈ bentak
Fifi dengan bengis.
Mendadak Ong Ling-hoa berseru, ”Yu-leng-kiongcu dan Koay-lokong
memang pasangan yang sangat setimpal, mengapa Sim-heng
sengaja mengacaukan perjodohan mereka, kan perbuatan yang
paling tidak bermoral merusak perjodohan orang lain? ̈
Sim Long menghela napas panjang dan tidak bicara lagi.
Dengan gemulai Fifi berjalan mendekati Koay-lok-ong lagi, katanya
dengan senyum memikat, ”Sekarang beberapa orang ini sudah
menjadi milik Ongya, cara bagaimana Ongya akan memperlakukan
mereka? ̈
”Piara penyakit hanya akan mendatangkan bencana saja, lekas
dibasmi akan lebih baik, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Sekarang juga Ongya ingin membunuh mereka? ̈ tanya Fifi.
”Ya, kalau tertunda lagi kukhawatir akan terjadi perubahan. ̈
Mata Fifi mengerling, katanya dengan tersenyum manis, ”Biarlah
dulu,
apakah
Ongya
mau
kuceritakan
suatu
kejadian
mendengarkan? ̈
Koay-lok-ong tidak tahu mengapa dalam keadaan dan di tempat ini
Fifi jadi iseng dan ingin mendongeng segala, jawabnya dengan
tertawa, ”Jika kau mau bercerita, tentu saja dengan senang hati akan
kudengarkan. ̈
”Dahulu ada seorang lelaki, ̈ demikian Fifi mulai bertutur dengan
suara lembut, ”dia senantiasa ingin makan daging angsa, tapi meski
dia sudah berusaha dengan susah payah, peras keringat dan tenaga,
sepotong daging angsa pun tidak berhasil dimakannya. ̈
Meski dongeng ini tidak menarik, tapi ia bicara dengan suaranya yang
lembut dan khas itu sehingga mempunyai daya tarik tersendiri.
Dengan tertawa Koay-lok-ong menanggapi, ”Wah, di dunia ini banyak
sekali orang yang ingin makan daging angsa, tapi siapakah yang
benar-benar dapat memakannya? ̈
”Tapi orang itu terhitung beruntung, setelah mencari sekian lamanya,
akhirnya dapatlah diketemukan sepotong daging, saking senangnya
sekaligus daging angsa itu ditelannya bulat-bulat. ̈
”Wah, watak orang ini sungguh tidak sabar, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Seterusnya setiap orang tahu dia pernah makan daging angsa, ̈
tutur Fifi lebih lanjut, ”tapi bila ada orang tanya padanya bagaimana
rasanya daging angsa, satu kata pun dia tidak sanggup menjawab. ̈
”Sekaligus daging itu ditelannya begitu saja, dengan sendirinya
bagaimana rasanya tidak diketahuinya, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Ya, barang yang diperoleh dengan susah payah, jika ditelan begitu
saja, kan sangat sayang? Maka, akhirnya semua orang tidak kagum
lagi akan keberuntungannya dapat makan daging angsa, sebaliknya
malah menganggapnya sebagai orang tolol. ̈
Koay-lok-ong terdiam sejenak sambil menatap Sim Long, katanya
kemudian, ”Betul, dengan susah payah baru dapat kutangkap dirimu,
jika begitu saja kubunuhmu kan terlalu sayang dan bukankah akan
ditertawakan orang pula sebagai orang tolol? ̈
”Apalagi, setiap orang di antara mereka juga ada harganya untuk
diperalat, ̈ tukas Fifi dengan tenang. ”Tebu yang belum habis kita
isap airnya, kenapa sepahnya buru-buru dibuang? ̈
”Haha, seorang lelaki kalau mendapat istri yang pintar, sungguh
merupakan pembantu yang berguna dan beruntunglah lelaki itu, ̈
seru Koay-lok-ong dengan gembira. ”Jika begitu keempat orang ini
kan hasil tawananmu, biarlah kuserahkan mereka kepadamu untuk
dibereskan. ̈
Fifi tertawa merdu, katanya, ”Kukira mereka lebih suka mati daripada
Ongya menyerahkan mereka kepadaku .... ̈
*****
Sekarang Sim Long berempat sudah dipindahkan ke dalam sebuah
kamar batu.
Di dalam kamar batu ini tidak terdapat apa pun, kosong melompong,
mereka duduk di lantai batu yang dingin, bersandar dinding batu
yang kasap, seluruh tubuh terasa sakit.
Dengan memegang cawan arak Pek Fifi bersandar di pintu dan
memandang mereka dengan mengulum senyum, katanya, ”Bolehlah
kalian meringkuk semalam di sini, besok juga Koay-lok-ong akan
membawa pulang kalian, meski belum pernah kukunjungi tempat itu
tapi kuyakin pasti suatu tempat yang bagus. ̈
”Maksudmu Koay-lok-ong akan pulang kandang? ̈ tanya Ling-hoa.
”Esok pagi dia akan berangkat, taman hiburan ini memang juga tidak
ada sesuatu yang membuatnya merasa berat untuk ditinggalkan, ̈
ujar Fifi.
”Haha, dapat melihat sarang Koay-lok-ong yang asli, rasanya boleh
juga, ̈ kata Ling-hoa. ”Cuma ... mengapa saat ini tidak digunakannya
untuk menyerbu ke Tionggoan sebaliknya malah pulang kandang? ̈
”Kau tahu, dia adalah seorang yang pakai perhitungan, peperangan
yang tidak meyakinkan pasti akan menang tidak nanti dilakukannya, ̈
ujar Fifi. ”Pada sebelum dia menyerbu Tionggoan, dengan sendirinya
masih diperlukan berbagai persiapan, apalagi .... ̈
Ia tersenyum manis, lalu menyambung, ”Bahwa sekali ini dia mundur
kembali lebih dulu, tujuan utamanya adalah untuk menikah
denganku. ̈
Akhirnya Sim Long tak tahan, ”Apakah benar? Kau mau jadi
istrinya? ̈
”Kau cemburu? ̈ tanya Fifi dengan terkikik.
”Jangan kau lupa, betapa pun dia adalah ayahmu, ̈ kata Sim Long.
Senyuman manis Pek Fifi itu lenyap seketika, jawabnya sekata demi
sekata, ”Justru lantaran dia adalah ayahku, makanya kunikah dengan
dia. ̈
Sim Long melenggong, ”Masa ... masa kau .... ̈
Kerlingan mata Fifi yang lembut itu mendadak berubah sejalang
setan iblis, ucapnya dengan tersenyum keji, ”Masa belum dapat kau
terka maksud tujuanku? ̈
”Justru sudah dapat kuterka sebelum ini, ̈ mendadak Ong Ling-hoa
menimbrung. ¡Dapat dibayangkan, apabila Koay-lok-ong mengetahui
istri tercintanya ternyata adalah putri kandung sendiri, tatkala mana
rasa hatinya pasti lebih sakit daripada disayat-sayat. ̈
Ia terbahak-bahak, lalu menyambung, ”Maklumlah, betapa kejamnya
dia toh tetap manusia. ̈
Fifi menyeringai, ”Nyata engkau dapat memahami maksudku ....
Betapa darah yang mengalir dalam tubuh kami adalah golongan
darah yang sama ... darah iblis, darah berbisa. ̈
”Betul darah berbisa ini adalah keturunannya tak tersangka justru
akan meracuni dia sendiri, ̈ seru Ling-hoa dengan tertawa.
Miau-ji memandangi mereka dan mengirik, gumamnya, ”Sungguh
luar biasa, ternyata ada saudara sedemikian dan ... dan ayah dan
anak begini pula .... Jangan-jangan darah yang mengalir dalam tubuh
mereka memang darah iblis? Darah berbisa demikian sungguh tidak
boleh menurun lagi. ̈
”Yang kau benci kan cuma Koay-lok-ong saja, mengapa kau pun
membikin susah kami? Mengapa? .... ̈ teriak Jit-jit. ”Sesungguhnya
ada permusuhan antara kami denganmu? .... ̈
”Mengapa aku hendak membunuh kalian? .... ̈ Fifi menegas.
”Alasannya jelas tidak cuma satu. ̈
”Alasan apa? Katakan, coba katakan! ̈ teriak Jit-jit.
”Jika tidak kupersembahkan kalian kepada Koay-lok-ong, cara
bagaimana dapat kurebut kepercayaannya kepadaku? Kalian adalah
alat yang kugunakan untuk mendekati Koay-lok-ong, inilah alasan
pertama. ̈
”Hm, masih ada alasan lain? ̈ jengek Jit-jit.
”Tentu saja masih ada .... ̈ jawab Fifi. ”Aku ini seorang yang bernasib
malang, nasibku ini sudah ditakdirkan hanya kesedihan melulu,
betapa pun tak dapat kusaksikan kalian hidup dengan bahagia. ̈
Meski lambat ucapannya, namun mengandung rasa benci dan
dendam yang hebat. Ia benci kepada setiap orang, bahkan benci
dirinya sendiri.
Ia menengadah dan tertawa latah, ”Kubenci tenagaku terbatas ....
Apabila aku masih ada tenaga lagi, sungguh ingin kubunuh setiap
manusia dunia ini, ingin kubunuh bersih seluruhnya. ̈
”Jika begitu, adakah yang menarik bagi hidupmu? ̈ ujar Jit-jit.
”Aku? Kau kira aku ingin hidup? ̈ Fifi tertawa terkekeh. ”Hehe, biar
kuberi tahukan padamu, sejak aku mulai tahu urusan, hidupku sudah
dimulai demi untuk mati. Jika hidup sedemikian susah dan sengsara,
setiap saat aku hanya mengkhayalkan betapa senangnya mati. ̈
Jit-jit memandangnya dan tidak bicara lagi.
”Masa di dalam hatimu juga cuma ada dendam dan benci melulu? ̈
tanya Sim Long.
Mendadak Fifi membalik tubuh dan menyiramkan arak dalam cawan
yang dipegangnya, katanya dengan tertawa, ”Betul ... benci dan
dendam, hanya dua hal ini saja dalam hidupku ini yang kupandang
sebagai urusan yang menyenangkan .... Kematian dan dendam
membuatku hidup .... ̈
Ia tertawa terkekeh dan mundur keluar, ”blang ̈, pintu batu segera
merapat.
Tapi di dalam kamar batu ini seakan-akan masih terus bergema suara
tertawanya yang latah.
*****
Benar juga, pada esok paginya Koay-lok-ong lantas meninggalkan
taman hiburan ini.
Rombongan berbentuk sebuah konvoi raksasa, kereta berderet-deret
dan kuda berjumlah ratusan.
Anak buah Koay-lok-ong ternyata begini banyak, padahal biasanya
anak buahnya hampir tak terlihat, semua ini menandakan betapa
keras disiplinnya anak buah Koay-lok-ong itu.
Sejauh itu majikan taman hiburan ”maha gembira ̈ suami istri Li
Ting-liong dan Coh Bin-kim tidak menampakkan diri lagi. Meski Li
Ting-liong sudah mati, tapi ke mana perginya Jun-kiau dan Coh Bin-
kim?
Dengan sendirinya tidak ada orang perhatikan orang-orang semacam
mereka. Adalah jamak tempat tinggal Koay-lok-ong bisa mendadak
kekurangan beberapa orang atau puluhan orang, apalagi yang
menghilang adalah manusia yang tak berarti itu.
Konvoi besar itu terus menuju ke barat secara berbondong-bondong.
Sim Long, Cu Jit-jit, Him Miau-ji, Ong Ling-hoa, keempat orang ini
berjubel di dalam sebuah kereta. Di atas kereta empat lelaki kekar
mengawasi mereka dengan ketat.
Padahal tanpa pengawasan juga mereka tidak mampu kabur. Tubuh
mereka sudah tertutuk beberapa tempat Hiat-to yang melumpuhkan
sehingga tidak dapat berkutik sama sekali.
Hari cerah, debu mengepul sepanjang jalan yang dilalui konvoi.
Muka Sim Long sudah berlepotan debu, wajahnya kelihatan tidak
secerah biasanya, namun senyuman yang selalu menghiasi ujung
mulutnya tidak pernah berubah.
Biarpun perjalanan merupakan perjalanan maut dan malaikat elmaut
sudah menyongsongnya tetap Sim Long akan tersenyum.
Menghadapi kematian dengan tersenyum kan jauh lebih baik
daripada menangis.
Suara roda kereta yang gemuruh dan ringkik kuda yang riuh terus
ramai setengah harian hingga tengah hari.
Mendadak seekor kuda merah berlari datang, wajah Pek Fifi muncul
di luar jendela kereta, senyumnya kembali berubah lembut dan
memikat.
Ia memberi tanda, segera seorang lelaki pengawal di atas kereta
melompat turun.
”Apakah kau datang mengantarkan makanan? ̈ tanya Ling-hoa.
”Ya, mana kutega membikin lapar kalian? ̈ jawab Fifi. Mendadak ia
melemparkan sebuah bungkusan ke dalam kereta, ternyata berisi
ayam bakar, daging panggang dan beberapa potong siopia.
Selama dua hari ini Ong Ling-hoa dan lain-lain boleh dikatakan tidak
makan sesuatu, kini bau sedap makanan sungguh sangat
merangsang dan membuat mereka mengiler.
”Hatimu sangat baik, ̈ kata Ling-hoa dengan tertawa. ”Tapi bila tidak
kau buka Hiat-to kami yang tertutuk, cara bagaimana kami dapat
makan? ̈
”Yang penting sudah kuberikan barang makanan, cara bagaimana
makan adalah urusan kalian, tentunya tidak dapat kau minta kusuapi
kalian bukan? Bisa jadi Koay-lok-ong akan cemburu, ̈ jawab Fifi
dengan tertawa. ”Tarr ̈, ia ayun cambuk kuda dan tinggal pergi.
Jadinya Ong Ling-hoa hanya memandangi makanan lezat itu dengan
terbelalak saja tanpa bisa berbuat lain, tentu saja rasa demikian jauh
lebih tersiksa daripada hukuman apa pun.
Saking gemasnya dada Miau-ji hampir meledak, tapi dia juga tidak
berdaya selain memandangi makanan itu dengan melotot. Kalau jari
saja tidak dapat bergerak, apa mau dikatakan lagi?
Entah selang berapa lama, terdengar suara tertawa merdu itu
bergema lagi di luar kereta, kembali Pek Fifi melongok ke dalam
kereta, sesudah memandang, katanya dengan tertawa, ”Ai, mengapa
nafsu makan kalian sedemikian kecil, tampaknya makanan ini sama
sekali tidak kalian sentuh, apakah kalian takut keracunan atau
menganggapnya tidak enak dimakan? ̈
Segera tangannya terjulur, bungkusan makanan itu diangkatnya
terus dilempar jauh ke sana.
Begitulah sepanjang jalan rombongan Sim Long telah disiksa secara
begitu. Agaknya Pek Fifi memang sengaja menyiksa mereka, rupanya
hatinya baru akan senang bila menyaksikan orang tersiksa. Sungguh
sadis.
Hanya dua hari saja rombongan Sim-Long sudah tersiksa sehingga
tak berbentuk manusia lagi, jelas Cu Jit-jit sudah jauh lebih kurus.
Meski si Kucing ingin mencaci maki, namun tenaga untuk bicara saja
rasanya sudah habis.
Senja hari berikutnya, cahaya matahari senja menyinari pasir yang
kuning gelap, entah dari mana datangnya gema suara nyanyian yang
sendu, nyanyian kaum musafir.
”Waktu kecil sering kubayangkan betapa luas gurun pasir dan betapa
terpencilnya kaum pengelana gurun, selalu kukhayalkan pada suatu
hari aku sendiri dapat menjelajahi gurun .... ̈ demikian si Kucing
berkomentar.
”Dan sekarang engkau sudah berada di tengah gurun, ̈ kata Ling-
hoa.
Rupanya waktu itu mereka sudah keluar Giok-bun-koan, pintu
gerbang ujung barat tembok besar yang termasyhur itu.
”Ya, sekarang aku sudah berada di tengah gurun, ̈ kata Miau-ji. ”Tapi
di mana letak Giok-bun-koan yang megah itu? .... Mungkin
selamanya takkan kulihat lagi. ̈
Sekuatnya Jit-jit berteriak, ”Miau-ji, mengapa kau pun berubah
sedemikian lemah dan patah semangat, di mana keberanianmu yang
dulu? ̈
”Ai, barangkali engkau tidak tahu bahwa di dunia ini hanya kelaparan
yang paling cepat menghilangkan keberanian seorang, ̈ ujar Ling-hoa
dengan gegetun.
Jit-jit tidak bicara lagi.
Tiba-tiba kereta kuda berhenti, di luar ada suara keleningan unta.
Beberapa pengawal itu membuka pintu kereta, Sim Long berempat
diseret ke luar.
Di bawah cahaya matahari senja di jalan pasir sana tampak berderet
sebarisan unta, beberapa di antaranya pada punuknya dipasang
tenda kecil.
Sejauh mata memandang di depan hanya pasir belaka, itulah ”Pek-
liong-tui ̈ atau pasir naga putih di luar Giok-bun-koan, setiba di sini,
selangkah pun kereta kuda tidak dapat lagi meneruskan perjalanan.
Ketika beberapa lelaki pengawal bersuit, segera dua ekor unta
mendekam ke bawah.
”Untuk apa ini? ̈ tanya Miau-ji.
”Ini namanya perahu gurun, boleh kau naik, ̈ jengek salah seorang
lelaki itu sambil melemparkan Miau-ji ke dalam tenda kecil di atas
punuk unta.
Dengan rawan Jit-jit memandang Sim Long sekejap, teringat olehnya
bila dirinya masih dapat berjubel di dalam tenda kecil itu dengan Sim
Long dan menyelesaikan perjalanan hidup yang terakhir ini, entah
bagaimana rasanya nanti.
Sekonyong-konyong kelihatan Pek Fifi datang pula menunggang
kuda, katanya dengan tertawa, ”Rasanya agak puitis juga
menunggang unta melintasi gurun di bawah senja yang indah ini. Eh,
Cu Jit-jit, kau ingin menumpang unta bersama siapa? ̈
Jit-jit menggigit bibir dan tidak bicara.
”Ah, engkau tidak mau menggubris diriku bukan? .... Baik! ̈
mendadak Fifi menarik muka, dengan ujung cambuk ia tuding Ong
Ling-hoa dan berkata, ”Taruh nona ini bersama dia di suatu tenda ....
Nah, Ong Ling-hoa, tentunya kau harus berterima kasih padaku,
bukan? ̈
Cambuknya berbunyi, sambil tergelak ia melarikan kudanya ke sana.
Remuk redam hati Jit-jit, teriaknya parau, ”Pek Fifi, kumohon ...
kumohon padamu .... Ini kan perjalanan kami yang terakhir, taruhlah
diriku bersama Sim Long, mati pun kuterima kasih padamu. ̈
Namun Fifi tidak berpaling lagi dan sudah pergi jauh.
”Sudahlah, biar pecah tenggorokan juga tiada gunanya engkau
berteriak, ̈ kata Ling-hoa. ”Padahal, aku dan Sim Long kan tidak
banyak berbeda, apa salahnya kau anggap aku sebagai Sim Long
saja?! ̈
Jit-jit tidak menggubrisnya, ia pandang Sim Long dengan putus asa,
gumamnya gemetar, ”O, Sim Long ... Sim Long .... ̈
Sekarang ia tidak sanggup bicara apa-apa lagi, hanya berulang-ulang
memanggil nama Sim Long, suaranya duka dan memilukan.
Sim Long memandangnya dengan lembut dari atas unta yang lain,
ucapnya, ”Jangan khawatir, perjalanan ini bukanlah yang terakhir
bagi kita. ̈
”Tapi bagiku aku lebih suka mati sekarang, ̈ seru Jit-jit dengan
menangis. ”Jika aku mati sekarang, sedikitnya masih dapat
kupandang dirimu. ̈
Suaranya yang mengharukan lenyap terbawa angin puyuh yang
mendadak berjangkit.
Tenda kecil di atas punuk unta itu dibuat di atas sepotong papan
kecil, waktu unta berjalan, tenda itu pun ikut bergoyang-goyang.
Sim Long dan Miau-ji serupa berduduk di dalam sebuah perahu yang
terombang-ambing oleh ombak, suara genta kedengaran sangat jauh
di tengah angin yang menderu-deru. Suara Jit-jit bahkan sudah
hampir tak terdengar lagi.
Malam semakin larut, agaknya Koay-lok-ong ingin lekas-lekas pulang
sehingga menempuh perjalanan di tengah malam.
Jilid 35
Entah berapa lama sudah lalu, akhirnya Miau-ji mengangkat kepala,
remang-remang terlihat wajah Sim Long tetap tenang, sungguh
kesabaran sukar ada bandingannya.
”Apa yang lagi kau pikirkan? ̈ tanya Miau-ji tak tahan.
”Dalam keadaan begini, sebaiknya apa pun jangan kau pikir, ̈ ujar
Sim Long.
”Tapi ... tapi apakah kita masih ada kesempatan untuk kabur? ̈
”Selama hayat masih dikandung badan selama itu pula ada harapan, ̈
ujar Sim Long dengan tersenyum.
”Namun berapa lama lagi kita dapat hidup? ̈ suara Miau-ji terasa
parau.
”Melihat gelagatnya Pek Fifi tidak ingin membunuh kita, kalau tidak,
tentu dia takkan mencegah tindakan Koay-lok-ong dengan kata-
katanya itu. Mungkin dia merasa belum cukup menyiksa kita,
sedangkan untuk menyiksa kita harus dilakukan pada waktu kita
masih hidup, makanya dia takkan membunuh kita secara tergesagesa
.... ̈
”Tapi hidup semacam apa bedanya dengan mati, bahkan lebih baik
mati saja, ̈ seru Miau-ji.
”Ada bedanya, ̈ ujar Sim Long. ”Asalkan masih hidup, jelas berbeda
dengan mati. Makanya jangan kita menyesal dan mencerca diri
sendiri, kita harus membikin Pek Fifi merasa berharga menyiksa kita,
dengan begitu barulah kita dapat hidup terus. ̈
Ia tersenyum, lalu menyambung lagi, ”Selain itu juga diperlukan
keyakinan, yang terpenting adalah percaya kepada diri sendiri. Dalam
keadaan bagaimanapun kita harus yakin dan sanggup hidup terus.
Hanya hidup saja yang paling berharga bagi manusia. ̈
Miau-ji memandangnya, memandangi wajah yang kelihatan lembut,
namun selamanya tidak pernah menyerah itu, memandangi
senyumnya yang tidak pernah tunduk di bawah siksaan apa pun.
Angin meniup dengan dahsyatnya, menderu-deru serupa jerit setan
iblis yang hendak merenggut nyawa orang.
Mendadak dari depan berkumandang suara teriakan lantang,
”Berhenti, berkemah .... Berhenti dan berkemah di sini! ̈
Suara aba-aba itu berturut-turut dari depan berkumandang terbawa
angin menuju ke belakang, kafilah unta itu akhirnya berhenti
seluruhnya.
Tapi Sim Long dan Miau-ji masih ditahan di dalam tenda kecil ini,
agak lama kemudian barulah mereka dipindah keluar.
Selama menunggu ini mereka tidak mendengar sesuatu suara, tidak
ada berisik orang bicara, juga tiada suara sesuatu benda digeser,
terlebih tiada sesuatu suara ketokan dan sebagainya.
Tapi sekarang dapat dilihat mereka kemah Koay-lok-ong yang megah
itu sudah dipasang di balik sebuah bukitan pasir untuk menghindari
angin puyuh. Di kedua sampingnya ada pula beberapa kemah yang
lebih kecil.
Orang-orang lelaki mengantar mereka ke sebuah kemah yang paling
kiri, di dalam kemah penuh macam-macam barang yang tak teratur.
Di pojok sana meringkuk satu orang, ternyata Jit-jit adanya.
Memang Jit-jit sedang menantikan kedatangan Sim Long, demi
melihatnya, sorot mata si nona tampak penuh rasa duka dan harap-
harap cemas.
Sayangnya Sim Long justru digusur ke pojok kemah yang lain, meski
jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi dalam pandangan Jit-jit rasanya
seperti terpisah di ujung langit sana.
Meski dia menggunakan segenap tenaganya tetap tidak mampu
menggeser ke sana sejengkal pun. Terpaksa ia hanya dapat
menyentuhnya dengan sinar matanya yang mesra saja.
”Jangan marah padaku, Sim Long, apa yang terjadi ini bukan
kehendakku, ̈ kata Ong Ling-hoa dengan menyesal.
Sim Long tersenyum, ”Tidak ada orang yang menyalahkanmu. ̈
”Meski aku berada di dalam satu kemah bersama dia, tapi aku
merasa sangat tersiksa, ̈ tutur Ling-hoa dengan menyengir. ”Terus-
menerus dia mendelik padaku, rasanya dia ingin sekali gigit
memutuskan kerongkonganku. ̈
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, ”Baru sekarang kutahu begini
besar ketakutan bila dibenci seorang. Meski dia hanya mendelik
padaku, tidak urung aku berkeringat dingin. ̈
”Kau takut padanya? ̈ tanya Miau-ji tak tahan.
”Dengan sendirinya bukan kutakut padanya, kugentar kepada sinar
mata yang penuh rasa dendam dan benci itu, sungguh mengerikan, ̈
tutur Ling-hoa. ”Pernah kudengar orang bilang kekuatan yang lebih
menakutkan daripada cinta di dunia ini adalah dendam. Baru
sekarang kubuktikan ucapan ini memang tidak salah. ̈
”Ya, tidak salah, kekuatan yang paling besar di dunia ini adalah
dendam, ̈ tiba-tiba seorang menimpali.
Lenyap suaranya Pek Fifi pun muncul.
Dia memakai jubah panjang beledu warna emas, rambutnya yang
terurai diikat dengan seutas pita warna emas sehingga kelihatan
serupa putri gurun yang paling cantik.
Senyuman manis masih menghiasi wajahnya, tapi matanya yang jeli
itu justru gemerdep menampilkan cahaya yang seram mengerikan.
Ia menyapu pandang wajah setiap orang, lalu berkata, ”Nah,
sekarang tentu kalian sudah dapat merasakan betapa rasanya
dendam. ̈
Tidak ada yang menjawab, saking geregetan Jit-jit sampai tidak
sanggup bicara lagi.
Perlahan Fifi bicara pula, ”Caraku memperlakukan kalian hanya
supaya kalian mencicipi bagaimana rasanya dendam dan benci.
Sebelum ini, pernahkah kalian benci kepada seorang? .... ̈
Ia mendekati Jit-jit, lalu berucap, ”Dan sekarang, apakah benar kau
benci padaku? ̈
Jit-jit mengertak gigi dan melototnya tanpa bersuara.
”Kularang kau naik seekor unta bersama Sim Long, dalam pandangan
orang lain urusan ini adalah soal kecil, tapi bagimu tentu
soal besar dan kau jadi benci merasuk tulang padaku, ̈ ucap Fifi pula
dengan tertawa.
”Ya, betul, kubenci ... kubenci padamu, ̈ teriak Jit-jit.
”Padahal aku cuma memisahkan Sim Long darimu dan engkau lantas
begini benci padaku, ̈ ujar Fifi. ”Tapi coba bayangkan, manakala
ibumu dipaksa selama hidup tidak dapat bertemu dengan orang yang
dicintainya sebab dia telah dinodai orang sehingga malu bertemu lagi
dengan dia, akhirnya dia justru ditinggalkan pula oleh orang yang
telah mencemarkan dia itu .... ̈
Fifi kelihatan emosional, dengan beringas ia menyambung pula, ”Dan
jika engkau adalah anak yang dilahirkan dari hasil perbuatan kotor
itu, dari dendamnya kepada orang yang membuatnya nelangsa
dalam hidup ini, maka bencinya itu juga dialihkan kepadamu. Sebab
itulah begitu engkau dilahirkan segera hidup dalam kebencian dan
diliputi dendam tanpa cinta kasih, sampai satu-satunya orang yang
paling erat denganmu, yaitu ibundamu juga benci padamu, padahal
engkau sendiri sama sekali tidak berdosa .... ̈
Mendadak ia jambret baju Jit-jit dan berteriak histeris, ”Nah, coba
bayangkan, jika cara begitulah engkau dibesarkan, lantas apa yang
akan kau lakukan? ̈
”Aku ... aku .... ̈ terharu juga Jit-jit.
”Hm, Siocia yang biasa dimanjakan seperti dirimu tentu tidak dapat
membayangkan hal yang kuceritakan ini, ̈ ucap Fifi pula dengan
senyum pedih. ”Sebab itulah baru terjadi tidak dapat menumpang
seekor unta bersama kekasihmu lantas kau rasakan sebagai hal yang
paling menyedihkan dan ingin kau sayat-sayat orang yang
memisahkan kalian itu. ̈
”Tidak ada pikiranku yang demikian itu, ̈ ucap Jit-jit dengan
menunduk.
Fifi tersenyum, katanya sambil melirik Sim Long, ”Jika dia
menyatakan tidak ada pikiran begitu, mulai besok bolehlah dia
berada satu tenda dengan Ong Ling-hoa saja. ̈
Habis berkata ia lantas melangkah pergi dengan gemulai.
Sampai lama di dalam kemah tiada orang bersuara. Tapi ada orang
mengantarkan makanan dan air minum serta menyuapi mereka
makan-minum, tapi mereka tetap tidak berbicara.
Entah selang berapa lama lagi, Miau-ji menghela napas dan
bergumam, ”Dia memang gadis yang sampai detik ini aku sendiri
tidak tahu apakah harus sayang atau benci padanya, mungkin ... dia
harus dikasihani. ̈
Pada saat itulah mendadak di luar kemah ada cahaya terang.
Sebatang panah berapi meluncur ke atas memecahkan kegelapan
angkasa.
Bunga api yang membara buyar tertiup angin sehingga mirip hujan
cahaya. Segera melayang pula panah berapi kedua ke angkasa raya.
Dengan sendirinya Sim Long dan lain-lain yang berada di dalam
kemah tidak dapat melihat pemandangan yang indah itu. Mereka
cuma mendengar denging panah yang meluncur ke udara berturut-
turut, terdengar pula di kejauhan ada suara teriakan dan bentakan
orang berkumandang terbawa angin.
”Apakah yang terjadi? ̈ gumam Ling-hoa dengan kening bekernyit.
”Jangan-jangan ada orang menyerbu kemari? ̈ ujar Miau-ji.
”Memangnya siapa yang berani main gila dengan Koay-lok-ong? ̈
kata Ong Ling-hoa.
Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, ”Meski betul
begitu, tapi penduduk di daerah utara sini kebanyakan belum tinggi
budayanya, bilamana melihat rombongan Koay-lok-ong yang
mencolok ini, bukan mustahil mereka ingin tahu dan coba
mengganggunya. ̈
”Betapa pun kejadian ini kan menguntungkan kita? ̈ ujar Miau-ji
dengan tertawa.
”Hm, juga belum tentu, ̈ jengek Ling-hoa.¡”Orang biadab kan dapat
berbuat apa pun .... ̈
Pada saat itulah mendadak seorang menyelinap masuk, dandanannya
ringkas dan perawakannya jangkung, sinar matanya mencorong
terang, jelas dia ini jago nomor satu dari pasukan Angin Puyuh itu.
Seketika Miau-ji mendelik, ”Mau apa kau datang kemari? ̈
Jago nomor satu itu tersenyum, ”Ongya mengundang kalian keluar. ̈
”Tengah malam buta, memangnya ada urusan apa? ̈ ucap Sim Long
dengan tertawa.
”Mungkin di luar segera ada tontonan menarik, kan sayang jika kalian
tidak ikut menyaksikannya? ̈ ujar si jago nomor satu. ”Selain itu,
Ongya juga ingin Sim-kongcu menyaksikan kelihaian beliau. ̈
Di luar kemah suasana sunyi senyap, setiap orang sama berselimut
tebal dan berbaring, jelas sama tidur dengan nyenyak.
Di dalam kemah Koay-lok-ong yang megah itu terlihat ada cahaya
lampu, tapi suasana juga hening, dan Sim Long berempat justru
duduk di bawah bayang-bayang kemah yang gelap.
Suara teriakan dan bentakan tadi semakin dekat.
Sekonyong-konyong timbul juga suara derapan kaki kuda yang ramai,
segerombol penunggang kuda dengan golok panjang terhunus
menerjang tiba.
Orang-orang yang tadi kelihatan sedang tidur itu serentak melompat
bangun, rupanya di balik selimut sudah siap busur dan panah, segera
terdengar busur melenting dan terjadi hujan anak panah.
Dari balik gundukan pasir di sekeliling sana juga muncul lelaki kekar
yang tidak sedikit, seketika rombongan penyerbu itu terjeblos di
dalam kepungan. Ada yang berteriak-teriak sambil memutar
senjatanya, ada yang menjerit dan terjungkal dari kudanya. Ada pula
yang langsung menyerbu ke perkemahan, tapi segera dua barisan
pengikut Koay-lok-ong memapak mereka.
Kedua regu ini bergolok dan membawa perisai yang terbuat dari
rotan, golok mereka selalu mengincar kuda musuh. Maka dalam
sejenak saja terdengarlah suara ringkik kuda dan jerit tangis serta
suara nyaring beradunya senjata menggema angkasa gurun.
Terjadilah banjir darah di gurun pasir.
Sementara obor pun sudah dinyalakan, tertampak para penunggang
kuda itu sama memakai sepatu bot dan bermantel, muka pakai kedok
kain putih, golok mereka berbentuk melengkung.
Meski dalam sekejap itu di pihak penyerbu ini jatuh korban sangat
banyak, namun sisanya pantang menyerah, mereka masih terus
menerjang ke depan.
Salah seorang anak buah Koay-lok-ong memapak maju dengan
mengangkat perisai, sekonyong-konyong penunggang kuda itu
mencabut sebatang lembing dari pelana kudanya, sambil berteriak
dia terus menikam. Betapa tajamnya lembing itu, tameng rotan
ternyata tidak mampu menahannya, kontan orang itu terpantek di
tanah.
Penunggang kuda itu masih terus menyerbu ke dalam kemah Koay-
lok-ong.
Tiba-tiba terdengar suara ”sret ̈ disertai berkelebatnya sinar pedang,
si jago nomor satu pasukan Angin Puyuh melayang lewat, seketika
kepala si penunggang kuda tersisa separuh saja.
Darah lantas muncrat, namun penunggang kuda itu tidak terguling,
kuda masih terus menerjang ke depan dan tampaknya segera akan
menyerbu ke dalam kemah.
Tiba-tiba terdengar suara ”sret ̈ pula, si jago nomor satu kembali
melayang tiba dari sana, sinar pedang berkelebat, kaki kuda sama
terkutung dan roboh terjungkal sambil meringkik.
”Tampaknya inilah jago tempur dari barat, ternyata memang gagah
berani, ̈ ujar Miau-ji.
”Tapi anak buah Koay-lok-ong juga tidak lemah, ̈ kata Ling-hoa.
”Dalam keadaan demikian baru kentara mereka adalah pejuang yang
sudah gemblengan dan tidak dapat diremehkan. ̈
”Ya, terlebih si jago nomor satu Angin Puyuh itu, bukan saja
kungfunya lain daripada yang lain, kecerdasannya juga sangat tinggi,
kelak orang ini pasti akan menjadi tokoh yang tidak boleh diabaikan, ̈
ujar Sim Long.
Tengah bicara, ratusan prajurit dari barat sudah tersisa separuh saja.
Mendadak dari kejauhan ada suara trompet, serentak kawanan
penyerbu itu bersuit, kuda berputar terus membedal kembali ke sana.
”Minggir, berikan jalan supaya mereka kabur, ̈ teriak si jago nomor
satu.
Debu pasir mengepul tinggi, suara teriakan riuh itu pun menjauh,
pasir kuning yang telah berlumuran darah itu penuh bergelimpangan
mayat dengan golok melengkung berserakan.
”Sungguh pertempuran banjir darah! ̈ kata Miau-ji dengan gegetun.
”Hanya pertempuran semacam ini masakah masuk hitungan di gurun
pasir? ̈ tiba-tiba seorang menanggapi dengan gelak tertawa. Dengan
langkah lebar Koay-lok-ong muncul dari kemahnya, sambil meraba
jenggotnya ia berteriak, ”Wahai Liong-kui-hong, jika berani ayolah
maju, mari kita coba-coba siapa yang lebih unggul. ̈
”Liong-kui-hong? ̈ tanya Sim Long.
”Ya, kawanan penyerbu ini adalah gerombolan bandit yang paling
kuat dan berpengaruh di gunung pasir sini, pemimpinnya berjuluk
Liong-kui-hong (angin puyuh naga), juga hanya dia saja yang berani
coba-coba merecoki aku, ̈ kata Koay-lok-ong pula dengan tertawa.
”Orang macam apakah dia? ̈ tanya Miau-ji.
”Aku sendiri belum pernah bertemu dengan dia, ̈ jawab Koay-lok-
ong.
”Apakah inilah serbuan mereka yang pertama kepadamu? ̈ tanya
Miau-ji pula.
Koay-lok-ong tertawa, tuturnya, ”Mereka menganggap aku telah
menduduki wilayah kekuasaan mereka, maka setahun yang lalu
mereka sudah sering mengganggu ke sini. Cuma Liong-kui-hong itu
mungkin juga gentar kepada namaku, mana dia berani langsung
bergebrak denganku? ̈
Sebenarnya Liong-kui-hong juga seorang tokoh ajaib di gurun pasir
ini, konon orang ini pergi datang tanpa meninggalkan jejak, siapa
pun tidak pernah melihat wajah aslinya.
Terdengar Koay-lok-ong berkata pula, ”Biarpun Liong-kui-hong sering
mengganggu kemari, tapi serbuan besar-besaran seperti hari ini
memang baru pertama kali ini terjadi. Tampaknya sekarang meski
mereka telah mundur, tapi pasti tidak rela dan malam nanti tentu
akan datang lagi. ̈
”Meski berjumlah cukup banyak orang mereka yang menyerbu ini,
namun jelas bukan kekuatan induk mereka, ̈ ujar Sim Long. ”Dan
tokoh utama atau otak mereka tentu berada di belakang sana untuk
mengatur siasat, makanya begitu mendengar suara trompet segera
mereka mengundurkan diri. ̈
Koay-lok-ong berkeplok tertawa, ”Haha, Sim Long memang tidak
malu sebagai Sim Long, memang betul, serbuan gelombang pertama
ini hanya bersifat menjajaki kekuatanku saja dan tidak bermaksud
mencari menang. Sebab itulah begitu suara trompet berbunyi segera
pasukan mereka ditarik mundur tanpa peduli kalah atau menang. ̈
”Ai, untuk penjajakan harus mengorbankan jiwa sebanyak ini, apakah
imbalan ini tidak terlalu mahal? ̈ ujar Miau-ji dengan gegetun.
”Di medan perang, yang diharap hanya menang, peduli korban
banyak apa segala, memangnya terhitung apa hanya beberapa puluh
lembar nyawa saja? ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
”Tapi orang yang menggunakan tipu dan siasat demikian bukankah
terlalu kejam? ̈ kata Miau-ji pula.
”Sebagai seorang komandan, kalau tidak berhati keras, mana bisa
menjadi panglima perang? ̈ ujar Ong Ling-hoa. ”Tampaknya Liong-
kui-hong ini bukan cuma mahir mengatur peperangan, tapi akalnya
jelas juga tidak lemah. ̈
”Justru ingin kulihat betapa tinggi kepandaiannya, ̈ seru Koay-lokong
dengan tertawa.
Dan begitu berhenti suara tertawanya, mendadak ia membentak
dengan bengis, ”Periksa prajurit yang menjadi korban! ̈
Cepat si jago nomor satu pasukan Angin Puyuh tampil ke muka dan
melapor, ”Sudah diperiksa, Ongya. ̈
”Bagaimana keadaannya? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Yang tewas tujuh orang dan luka-luka 13 orang, korban seluruhnya
20 orang, ̈ lapor si nomor satu. ”Tapi pihak lawan jatuh korban
berjumlah 117 orang. ̈
Koay-lok-ong termenung sejenak, tiba-tiba ia bertanya, ”Eh, ke mana
perginya nona Pek? ̈
”Tecu tidak melihatnya, ̈ sahut si nomor satu.
”Apakah barisan sudah teratur baik? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Sesuai perintah Ongya sudah Tecu bagi menjadi 16 barisan dan
empat regu pemanah, empat regu bergolok, empat regu perisai dan
empat regu petombak, semuanya dipimpin oleh ketujuh anggota
Angin Puyuh. ̈
”Pengintai sudah diatur? ̈
”Sudah, 20 orang di bawah pimpinan Samte sudah berangkat sejak
tadi, ̈ lapor pula si nomor satu.
”Bagus, ̈ kata Koay-lok-ong puas.
Cahaya api gemerdep, pasir berhamburan tertiup angin, bayangan
manusia bergerak di sana-sini, suasana diliputi ketegangan.
Koay-lok-ong berdiri santai di luar kemah, gumamnya, ”Medan
perang ... inilah medan perang yang memabukkan setiap pahlawan
dari zaman kuno hingga sekarang, rasanya aku pun .... ̈
”Huh, tempat seperti neraka ini masakah dianggap memabukkan, ̈
jengek Cu Jit-jit.
Koay-lok-ong tertawa, ”Haha, rangsangan di medan perang masakah
dapat dirasakan oleh anak perempuan serupa dirimu ini. Bilamana
kau pegang kekuasaan besar, nasib beratus ribu orang tergantung
kepada keputusanmu dalam sekejap, perasaanmu waktu itu tentu
sukar lagi dilukiskan. Kesenangan yang kau dapat pun sukar diganti
oleh apa pun. ̈
Belum lenyap suaranya, tiba-tiba dari kejauhan muncul sesosok
bayangan melayang datang secepat terbang.
Para penjaga sama membentak, ”Hai, siapa? Berhenti! ̈
”Keparat, masakah aku saja tidak dikenal lagi? ̈ terdengar bayangan
orang itu tertawa ngikik.
Di tengah suara tertawa merdunya Pek Fifi sudah hinggap di depan
Koay-lok-ong. Sekarang dia sudah berganti baju yang singsat,
mukanya juga memakai cadar sutra tipis.
Koay-lok-ong tertawa cerah, ”Aha, ke mana kau pergi? Memang
sedang kukhawatirkan akan dirimu. ̈
Fifi menyingkap cadarnya dan menjawab dengan tertawa, ”Silakan
Ongya menerka. ̈
”Wah, jangan-jangan kau pergi menyelidiki keadaan pasukan Liong-
kui-hong? ̈
”Ai, Ongya memang orang maha berbakat, urusan apa pun tak dapat
mengelabui mata Ongya, ̈ seru Fifi sambil berkeplok tertawa.
”Liong-kui-hong bukanlah kaum bandit biasa, ̈ ujar Koay-lok-ong
dengan suara lembut, ”kau pergi sendirian, bila terjadi apa-apa lantas
bagaimana? Ai, untuk apa engkau harus menyerempet bahaya cara
begini? ̈
Gembong iblis yang mahakuasa ternyata juga bisa berubah lembut di
depan Pek Fifi. Dari sini terbuktilah bahwa Pek Fifi memang
mempunyai daya pikat mahabesar.
Terdengar Fifi berucap dengan tertawa, ”Diriku kan sudah milik
Ongya, andaikan mati bagi Ongya juga tidak menjadi soal. Apalagi,
kalau cuma orang-orang begitu saja masa mampu membunuhku? ̈
”Haha, betul, ̈ seru Koay-lok-ong sambil berkeplok tertawa. ”Kenapa
kulupa Yu-leng-kiongcu kita yang pergi-datang tanpa meninggalkan
jejak, kalau cuma seorang Liong-kui-hong saja mana terpandang
olehnya. ̈
”Yang menakutkan memang bukan Liong-kui-hong, ̈ ujar Fifi. ”Yang
menakutkan tentu saja engkau, bukan? ̈ ”Ah, kenapa Ongya jadi
bergurau denganku. ̈ ”Pada saat menghadapi pertempuran seru kan
perlu juga santai
untuk mengendurkan saraf. ̈
”Tapi orang yang menakutkan yang kumaksudkan itu bukan Liong-
kui-hong melainkan seorang lain lagi. ̈ ”Memangnya siapa? ̈ tanya
Koay-lok-ong, agaknya ia jadi tertarik. ”Kunsu (penasihat militer)
mereka, ̈ jawab Fifi. ”Kunsu? ̈ Koay-lok-ong berkerut
kening.¡”Liong-kui-hong juga
mempunyai seorang Kunsu? Kenapa selama ini tidak pernah
kudengar. Dan dari mana kau tahu hal ini? ̈ ”Dengan sendirinya
dapat kudengar dari anak buah Liong-kui-hong. ̈
”Apa yang kau dengar? ̈ ”Dari percakapan mereka yang kudengar
secara diam-diam, nyata Liong-kui-hong dipandang mereka sebagai
pahlawan pujaan mahahebat, tapi terhadap Kunsu itu mereka
terlebih memuja serupa malaikat. ̈
”Memangnya bagaimana bentuk Kunsu mereka itu? ̈ tanya Koay-lok
ong. ”Kemah kediaman Liong-kui-hong dan Kunsu itu dijaga dengan
sangat ketat, siapa pun jangan harap akan menyusup ke sana.
Dengan sendirinya aku pun tidak dapat melihat dia. ̈
”Apakah telah kau peroleh namanya? ̈ tanya Koay-lok-ong lagi.
”Diam-diam kupancing keluar seorang pengintai mereka, lelaki itu
cukup kepala batu juga, betapa pun kupaksa dengan kekerasan dan
kupancing dengan harta benda tetap dia tidak mau buka mulut. ̈
”Tentu engkau mempunyai cara baik untuk membuatnya buka
mulut, ̈ ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
Fifi tersenyum manis. ”Memang tidak sulit bagiku untuk membuatnya
bicara, begitu kusingkap cadarku dan tersenyum padanya, maka apa
pun dituturkan seluruhnya. ̈
Koay-lok-ong meraba jenggot dan tergelak,”Ya, tentu saja bicara, di
dunia ini mana ada lelaki yang tahan terhadap senyumanmu. ̈
”Kenapa tidak ada, sedikitnya ada dua-tiga orang di sini, ̈ seru Jit-jit
gemas.
Koay-lok-ong tidak menggubrisnya, katanya pula, ”Dan apa yang
diceritakannya? ̈
”Menurut keterangannya, Kuncu itu seorang tokoh misterius, belum-
lama dia masuk dalam komplotan Liong-kui-hong, selain Liong-kui-
hong menaruh kepercayaan penuh kepadanya, orang lain juga
sangat kagum padanya. Cuma sepanjang hari orang ini selalu
memakai mantel hitam, bahkan mukanya memakai kedok sehingga
siapa pun tidak tahu wajah aslinya. ̈
”Siapa namanya? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Dia tidak bernama, tapi mengaku berjuluk Hok-siu-sucia (Duta
Penuntut Balas), ̈ tutur Fifi sekata demi sekata.
Koay-lok-ong melengak, ”Hok-siu-sucia? .... Jangan-jangan dia
mempunyai dendam apa-apa terhadapku? Sebabnya Liong-kui-hong
melakukan serbuan besar-besaran ini jangan-jangan atas
hasutannya. ̈
”Tampaknya memang begitu, ̈ ujar Fifi.
”Dia mengaku berjuluk Hok-siu-sucia dan menyembunyikan nama
aslinya, juga tidak mau memperlihatkan wajah aslinya kepada umum,
setiap gerak-geriknya selalu misterius, jangan-jangan dia sudah
kukenal? ̈ kata Koay-lok-ong.
”Apakah Ongya tidak dapat menerka siapa dia? ̈ tanya Fifi.
”Bahwa dalam waktu singkat dia dapat membuat bandit besar
semacam Liong-kui-hong itu menaruh kepercayaan penuh
kepadanya, juga dari tindak tanduknya jelas dia seorang yang cerdas,
licin dan juga keji, sungguh aku tidak dapat menerka siapa aslinya
dia. ̈
”Musuhmu terlampau banyak, dengan sendirinya tak dapat kau terka
siapa dia, ̈ ejek Jit-jit.
Karena pikirannya lagi melayang jauh, Koay-lok-ong tidak
menghiraukan ucapan Jit-jit, kembali ia tanya Fifi, ”Selain itu, apa
pula yang dapat kau selidiki? ̈
”Kulihat pengikutnya, selain pasukan yang baru kembali dari
kekalahan di sini, jumlah mereka tidak ada 200 orang, tampaknya
tidak begitu kuat. ̈
”O, jumlah mereka tersisa kurang dari 200 orang, agaknya aku telah
menilai terlampau tinggi terhadap dia, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Sebab itulah saat ini mereka pun tidak berani sembarangan
bergerak, mereka seperti lagi menunggu kesempatan. Namun
semangat tempur mereka sangat tinggi, agaknya masih hendak
melancarkan serangan kedua, ̈ tutur Fifi.
Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, serunya, ”Menunggu
kesempatan? .... Hm, masa akan kuberi kesempatan kepadanya? ̈
”Habis apa rencana Ongya? ̈ tanya Fifi.
”Mengatasi lawan lebih dulu, menyerang sebagai pertahanan, serbu
dia dalam keadaan belum siap, ̈ ujar Koay-lok-ong.
Fifi berkeplok, ”Haha, memang betul! Serbu dia selagi belum siap dan
tentu akan menang. Siasat Ongya memang sukar dibandingi orang
lain. ̈
”Wahai Sim Long, coba lihat bagaimana dengan rencanaku ini? ̈ ucap
Koay-lok-ong tiba-tiba sambil menoleh.
”Ya, memang tidak malu untuk disebut sebagai berbakat panglima
perang, ̈ ujar Sim Long dengan gegetun.
”Masa cuma berbakat panglima perang saja? ̈ kata Koay-lok-ong.
”Memangnya panglima perang dari zaman dulu hingga sekarang
adakah yang dapat melebihi diriku. ̈
”Ya, kalau bicara tentang keji dan ketekunan memang tidak ada yang
melebihimu, ̈ ujar Sim Long.
”Itu dia, cukup pujian sepatah kata Sim Long saja melebihi sanjung
puji ribuan kata orang lain, ̈ seru Koay-lok-ong dengan tertawa.
Mendadak ia membentak, ”Ambilkan arak! ̈
”Akan kutuangkan arak bagi Ongya, ̈ ucap Fifi dengan senyum
menggiurkan.
Koay-lok-ong bergelak tertawa, ”Setelah kuminum arak segera akan
kuserang dia sehingga kalang kabut. ̈
Segera Fifi menuangkan secawan arak penuh dan disuguhkan
dengan tangan sendiri.
Sekali tenggak Koay-lok-ong menghabiskan isi cawan itu, lalu
membentak,¡”Di mana nomor satu? ̈
”Tecu siap! ̈ seru si nomor satu sambil tampil ke muka.
”Atur pasukan, siap tempur, ̈ teriak Koay-lok-ong.
Si nomor satu mengiakan.
Belum lagi dia mengundurkan diri, tiba-tiba terdengar derapan kuda
lari, seorang penunggang kuda muncul secepat terbang.
Kawanan penjaga sama membentak, ”Siapa itu? Turun! ̈
Penunggang kuda itu mengibarkan bendera putih dan berteriak,
”Atas perintah Pangcu, kudatang untuk minta menyerah! ̈
Si nomor satu tertawa, katanya, ”Haha, belum lagi bertempur mereka
sudah menyerah. ̈
Kening Koay-lok-ong bekernyit, bentaknya, ”Biarkan dia kemari? ̈
Cepat penunggang kuda itu membedal kudanya ke depan, lalu
melompat turun dan menyembah, ”Kasihan Ongya .... Kasihan
Ongya! ̈
”Apakah kalian mau menyerah? ̈ tanya Koay-lok-ong.
Berulang-ulang orang itu menyembah, ”Kebesaran Ongya laksana
rembulan dan matahari di angkasa, Pangcu kami menyadari cuma
cahaya kunang-kunang saja sukar menandingi cahaya matahari,
sebab itulah hamba diutus kemari untuk minta menyerah, selanjutnya
kami rela di bawah perintah Ongya. ̈
Koay-lok-ong bergelak tertawa, ”Haha, Liong-kui-hong tidak malu
sebagai seorang pintar, jika sekarang dia tidak menyerah, sebentar
lagi mungkin kalian akan mati tak terkubur. ̈
”Mohon ampun, Ongya, ̈ seru orang itu sambil menyembah pula.
”Baik, sekarang boleh kau pulang, suruh mereka berbaris dan
berlutut di tanah, segera kudatang menerima penyerahan kalian, ̈
kata Koay-lok-ong.
”Terima kasih atas budi kebaikan Ongya, ̈ orang itu memberi hormat
pula, lalu mengundurkan diri, sekali cemplak ke atas kudanya segera
dilarikan kembali ke sana.
Sesudah orang itu pergi, dengan tertawa Koay-lok-ong berkata,
”Wahai, Liong-kui-hong, apakah benar kau seorang cerdik? ̈
Fifi memandangnya dengan tersenyum, katanya, ”Apakah Ongya .... ̈
”Ya, tentu saja kusiap menyerbu mereka, ̈ teriak Koay-lok-ong
mendadak, suara tertawanya pun lenyap.
”Jika mereka mau menyerah, mengapa kita menyerangnya pula? ̈
ujar si nomor satu dengan bingung.
”Jika mereka siap menyerah, tentu mereka terlebih tidak berjagajaga,
kesempatan ini justru akan kugunakan untuk menyikat mereka
habis-habisan, ̈ ucap Koay-lok-ong dengan bengis.
”Aha, Ongya memang berpandangan jauh, ̈ kata si nomor satu
dengan kejut-kejut girang.
”Siasat tidak melarang kelicikan, membasmi musuh harus tuntas,
inilah gaya pekerjaanku selama ini, ̈ seru Koay-lok-ong dengan
tertawa.
”Betul, ̈ sambung si nomor satu. ”Orang semacam ini tentu saja tidak
boleh dibiarkan hidup, membabat rumput harus sampai akar-
akarnya. ̈
Dengan langkah lebar Koay-lok-ong menuju ke luar, serunya,
”Sisakan dua regu untuk menjaga di sini, selebihnya ikut kuserbu
musuh, bilamana musuh sudah disikat habis, boleh coba siapa lagi
yang berani memusuhi diriku. ̈
*****
Begitulah Koay-lok-ong dan Pek Fifi lantas berangkat dengan
membawa pasukannya. Angin meniup semakin kencang.
”Sungguh keji dan kejam Koay-lok-ong ini, ̈ omel Miau-ji.
Sim Long tersenyum, katanya, ”Tapi kali ini mungkin dia akan
terjebak. ̈
”Terjebak? ̈ Miau-ji menegas dengan heran.
”Ya, kepergiannya ini tentu akan menubruk tempat kosong, ̈ kata
Sim Long.
Miau-ji tambah heran, ”Memangnya kenapa¡ ̈
”Pernyataan menyerah Liong-kui-hong ini jelas cuma pura-pura
belaka, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa. ”Kau lihat orang yang diutus
kemari itu, meski dia berlagak takut-takut, tapi gerak-gerik dan tutur
katanya cekatan, sama sekali tidak ada tanda gugup dan takut, mana
bisa menyerah dengan sungguh hati. ̈
”Tapi ... tapi mereka .... ̈
”Mereka sembari pura-pura menyerah, di lain pihak juga
mengerahkan pasukannya, asalkan pihak Koay-lok-ong menubruk ke
sana, mereka pasti juga akan menyerbu ke sini, ̈ tutur Sim Long
dengan tertawa. ”Ini namanya licik dibalas licik, gigi dibayar gigi. ̈
”Kiranya tipu yang mereka gunakan adalah ’memancing harimau
meninggalkan gunung’ ̈ ujar Miau-ji dengan tertawa.
”Betul, ̈ kata Sim Long.
”Tapi dari mana mereka tahu Koay-lok-ong .... ̈
”Tampaknya Kunsu mereka itu selain tipu akalnya tidak di bawah
Koay-lok-ong juga sangat kenal watak lawannya ini, sebelumnya
sudah diperhitungkan kemungkinan apa yang akan dilakukan
makanya diatur tipu begini. ̈
”Kedua orang ternyata sama lihai dan sama pintarnya, ̈ ujar Jit-jit
tertawa.
”Cuma Koay-lok-ong hanya tahu pihak sendiri dan tidak paham pihak
lawan, maka pertempuran ini dia pasti akan kalah, ̈ kata Sim Long.
”Betul, dia kenal watak Koay-lok-ong, sebaliknya siapa dia belum lagi
diketahui Koay-lok-ong, tanpa bertempur Koay-lok-ong memang
sudah kalah, ̈ tukas Miau-ji.
”Jika Koay-lok-ong mempunyai Kunsu serupa Sim Long tentu dia
takkan kalah, ̈ ujar Jit-jit dengan tersenyum bangga. ”Dia hanya
pintar membual dan omong besar, padahal dia tidak dapat
membandingi sebuah jari Sim Long pun. ̈
Tiba-tiba Ong Ling-hoa mendengus, ”Hm, semoga Kunsu itu tidak
sepintar Sim Long, mudah-mudahan juga terkaan Sim Long tidak
kena. ̈
”Jika Kunsu itu mengaku berjuluk Hok-siu-sucia, bila bertarung
dengan Koay-lok-ong, dapat dibayangkan dia pasti akan menang,
kalau tidak kan julukannya akan berubah menjadi Sang-si-sucia (Duta
Pengantar Mati)? ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
”Bilamana dia sepintar dugaanmu, tentu kita pun akan celaka, ̈ ucap
Ling-hoa dengan menghela napas panjang.
Jit-jit melengak, ”Kenapa kita bisa celaka? ̈
Ling-hoa tidak bicara lagi melainkan cuma memandang ke depan.
Tidak jauh di depan sana ada beberapa orang bergolok sedang
meronda mondar-mandir mengawasi gerak-gerik mereka, cuma apa
yang mereka bicarakan tidaklah terdengar.
Setelah Jit-jit berpikir sejenak, mendadak air mukanya berubah dan
berkata, ”Ya, betul, kita bisa celaka. ̈
”Oo, masa betul? ̈ tanya Sim Long.
”Coba bayangkan, jika pasukan berkuda Liong-kui-hong menyerbu
kemari, penjaga di sini pasti tidak mampu melawan mereka, dan
kalau Hok-siu-sucia datang untuk menuntut balas sesuai julukannya,
tentu dia akan main sikat, segala sesuatu di sini pasti akan disapu
habis. ̈
”Betul, tatkala mana kita pun pasti akan terbunuh semua, ̈ tukas
Miau-ji. ”Biarpun kita berusaha memberi penjelasan pasti juga takkan
dipercaya mereka. ̈
”Jika begitu, lantas bagaimana baiknya, Sim Long? ̈ tanya Jit-jit
khawatir.
”Jangan gelisah, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum. ”Bisa jadi kita
masih ada harapan akan hidup. ̈
Bicara sampai di sini mendadak ia berteriak, ”Hai, kawan yang berada
di sana, maukah coba kemari sebentar¡ ̈
Para peronda itu saling pandang sekejap, tampaknya komat-kamit
sedang berunding, kemudian ada dua orang menuju ke sini, yang
seorang bertubuh tinggi besar, seorang lagi kurus jangkung.
”Untuk apa kau panggil kami? ̈ tanya si kekar dengan garang.
”Angin di sini meniup terlampau kencang, apakah boleh kami minta
pertolongan Toako agar kami dipindahkan ke belakang sana yang
terhalang dari tiupan angin serta sukalah memberi kami beberapa
lembar selimut, ̈ pinta Sim Long dengan sopan.
Si kekar terkekeh, ”Hehe, orang sama bilang engkau ini lelaki baja,
tak tersangka tubuhmu lebih lemah daripada anak dara, angin saja
tidak tahan. ̈
Meski di mulut berolok-olok, tapi sikapnya kelihatan akan memenuhi
permintaan Sim Long.
Si kurus ikut bicara, ”Ongya berulang memberi pesan kepada kita
bahwa beberapa orang ini lebih daripada siluman rase, kita disuruh
jangan gegabah. Kukira tidak perlu kita gubris permintaannya. ̈
Si kekar menjawab, ”Kulihat mereka pantas dikasihani, apalagi
sekarang mereka tidak dapat bergerak sama sekali, memangnya apa
yang dapat mereka perbuat atas diri kita? Apa salahnya kita berbuat
amal sedikit? ̈
”Engkau berkuasa? ̈ jengek si kurus.
”Jika Toako tidak berkuasa, biarlah .... ̈
Belum lenyap ucapan Sim Long, mendadak si kekar berteriak,
”Dengan sendirinya aku berkuasa, yang bertanggung jawab juga
aku. ̈
Dengan marah-marah ia menuju ke sana dan memanggil lagi tiga
orang temannya, serentak Sim Long berempat dipindah ke belakang
kemah yang terhalang dari embusan angin. Cahaya lampu juga tidak
dapat menyinari mereka.
Setelah orang-orang itu pergi, tak tahan Jit-jit berkata, ”Di sini
mungkin juga tidak aman. ̈
”Dengan sendirinya tidak aman, tapi kan jauh lebih baik daripada di
depan sana, ̈ ujar Sim Long.
”Jika tetap berada di sekitar kemah ini, di depan dan di belakang kan
tidak banyak bedanya. ̈
”Tentu ada bedanya, ̈ kata Sim Long. ”Di sini tidak diterangi oleh
cahaya lampu, pada waktu pasukan Liong-kui-hong menerjang tiba
tentu takkan memerhatikan tempat ini. Yang paling penting, bagian
depan kemah ini terpantek sangat kencang, bagian belakang
menggandul, bilamana pasukan Liong-kui-hong menerjang kian
kemari, sedikitnya tali tambatan kemah ini akan tertebas putus dan
kemah ini akan ambruk, karena berat belakang, kain kemah akan
roboh ke belakang dan kita pasti juga akan tertutup di sini. ̈
Jit-jit tertawa senang, belum lagi dia bicara Ong Ling-hoa lantas
berucap dengan gegetun, ”Ai, di sinilah letak keunggulan Sim Long,
yaitu cermat dan teliti, tindakannya terhadap setiap urusan sangat
mendetail, setitik pun tidak terlepas dari pemikirannya. Kecuali dia,
tidak pernah kulihat ada orang dapat berpikir secermat ini. ̈
Bicara sampai di sini, mendadak terdengar suara gemuruh kuda lari
dari sana, agaknya semula rombongan penunggang kuda itu
berjalan perlahan,
secepatnya.
sesuda
h
dekat
baru
mendadak dibedal
”Ternyata benar
h
kata Miau-ji.
suda
datang,
̈
tertawa, tertawa yang mengandung kejut, entah girang atau
”Duga
Lon meman tida keliru, tuk
Jit-jit
khawatir. Si
an
m
g
g
k
as
dengan
̈
Segera terdengar teriakan panik para penjaga tadi.
Penjaga itu menyangka Koay-lok-ong pasti akan menang, saat ini
pihak musuh mungkin sudah tersapu bersih, mimpi pun mereka tidak
menduga akan terjadi perubahan demikian.
Penjagaan mereka memang sudah kendur, bahkan ada di antaranya
sedang mengantuk, sesudah musuh menyerbu tiba barulah mereka
melompat bangun dengan gugup dan bingung mencari senjata
masing-masing, ada juga yang menjerit kaget karena tidak tahu apa
yang terjadi.
Dalam pada itu suara teriakan serbu sudah menggema angkasa,
pasukan berkuda menerjang datang dengan cahaya golok
gemerlapan serupa gelombang laut mendampar tiba.
Anak buah Koay-lok-ong ada yang belum sempat meraih senjata
sudah keburu kepala dipenggal musuh, ada yang belum sempat
memanah, tahu-tahu dada sudah ditembus tombak.
Seketika keadaan menjadi kacau, anak buah Koay-lok-ong menjadi
panik dan banyak yang terinjak-injak oleh pasukan berkuda itu.
Terdengar ringkik kuda dan jerit tangis membuat orang ngeri.
Serentak sebagian anak buah Koay-lok-ong melarikan diri.
Tapi belum lagi berapa jauh mereka mendadak seorang membentak
di depan, ”Melarikan diri di garis depan hukumannya mati, ayo
berhenti! ̈
Suara bentakannya tidak keras, tapi mengandung semacam nada
yang membuat orang merinding.
Beberapa orang itu sama ketakutan, waktu mendongak, tertampak di
atas gundukan pasir sana berdiri dua penunggang kuda berjajar.
Kedua ekor kuda mereka berwarna hitam dan putih, yang berkuda
putih berikat kepala putih dan berkedok putih pula, semuanya
serbaputih, serupa badan halus dari neraka.
Yang bermantel hitam juga menunggang kuda hitam, ikat kepala
hitam dan berkedok hitam, kecuali sinar matanya yang serupa mata
hantu itu ada bagian putihnya, seluruh tubuhnya sama diliputi warna
hitam yang misterius.
Jika si penunggang kuda warna putih serupa badan halus, si
penunggang kuda warna hitam adalah setan dari neraka.
Kedua penunggang kuda ini sama diliputi hawa pembunuhan yang
menyeramkan.
Saking ketakutan beberapa lelaki itu tidak sanggup merangkak
bangun, dengan suara gemetar mereka bertanya, ”Sia ... siapa
kalian? ̈
”Hehe, masakah tidak dapat kau terka siapa diriku? ̈ ucap si
penunggang kuda putih.
”Hah, jangan ... jangan engkau inilah Liong-kui-hong? ̈ seru orang
itu.
”Betul, ̈ ucap si penunggang kuda putih dengan tertawa.
Waktu pandangan lelaki itu beralih ke arah si penunggang kuda
hitam, mendadak ia bergemetar, ”Kau ... kau .... ̈
Berulang ia menyebut ”kau ̈, tapi tidak dapat melanjutkan, sorot
mata si penunggang kuda hitam seakan-akan dapat membetot
sukma.
”Hok-siu-sucia ̈, tidak pernah disangsikan lagi penunggang kuda
hitam inilah si Duta Penuntut Balas. Meski hal ini sudah diketahuinya,
tapi tidak dapat diucapkan. Walaupun orang-orang itu ingin lari,
celakanya kaki seperti tidak mau menurut perintah lagi.
”Kalian sudah tahu siapa dia? ̈ tanya Liong-kui-hong dengan tertawa.
Beberapa orang itu sama mengangguk dan tetap tidak sanggup
bersuara.
”Kalau sudah tahu, apakah kalian masih ingin hidup? ̈
Serentak beberapa orang itu menyembah dan berseru dengan
gemetar, ”Am ... ampun, mohon ... mohon ampun! ̈
”Kalian minta ampun padaku? ̈ baru sekarang si penunggang kuda
hitam berucap sekata demi sekata.
”Ya, mohon ... mohon .... ̈
Mendadak si penunggang kuda hitam mendengus, suaranya dingin
mengerikan, kebetulan ujung kedoknya tersingkap sedikit, ”Coba
kalian lihat siapakah aku? ̈
Sekilas beberapa orang itu seperti melihat setan, tubuh mereka
tambah menggigil dan menjerit bersama, ”Hah, kiranya eng ...
engkau .... ̈
Baru saja mereka bersuara, mendadak tiga titik sinar tajam
menyambar keluar dari mantel hitam, terdengar ”plak-plok-plak ̈ tiga
kali, semuanya mengenai dada mereka. Sambil menjerit ketiganya
lantas roboh terkulai.
Mata si penunggang kuda hitam sama sekali tak berkedip, sorot
matanya yang dingin menampilkan rasa senang, sikapnya serupa
orang yang baru menggites mati tiga ekor semut dan sama sekali
bukan soal baginya.
Liong-kui-hong lantas berseru dan tertawa, ”Haha, sungguh senjata
rahasia yang cepat dan jitu! ̈
Si penunggang kuda hitam hanya mendengus saja tanpa menoleh.
”Meski selama ini engkau tidak mau memperlihatkan kepandaianmu,
tapi dari caramu menyambitkan senjata rahasia ini sudah dapat
kuduga engkau pasti orang yang mempunyai asal-usul tertentu,
mengapa engkau mesti menyembunyikan asal-usul sendiri? ̈ tanya
Liong-kui-hong dengan tertawa.
Kembali si baju hitam hanya mendengus saja.
Sementara itu ketiga orang yang masih berkelojotan tadi sekarang
sudah tidak bergerak lagi, jelas nyawa mereka sudah amblas.
Liong-kui-hong memandang mereka dan berkata pula, ”Sebelum mati
ketiga orang ini seperti mengenali dirimu, bukan? ̈
Lagi-lagi si baju hitam hanya mendengus.
”Kenapa anak buah Koay-lok-ong bisa kenal padamu? ̈
”Hmk! ̈ dengus si baju hitam pula.
Tanpa terasa Liong-kui-hong memandang sorot mata orang yang
dingin tajam itu, tiba-tiba ia menghela napas, ”Selama sebulan ini
tentunya dapat kau rasakan kuanggap dirimu sebagai sahabat sejati,
mengapa segala urusanmu tetap kau rahasiakan bagiku? ̈
”Hmk, ̈ kembali si baju hitam mendengus.
”Malahan, sampai saat ini namamu saja tidak kau beri tahukan
padaku. ̈
”Kan cukup asalkan kau tahu dapat kubantu padamu mengalahkan
Koay-lok-ong. ̈
Ia memandang jauh ke depan sana, ke medan perang yang sedang
berlangsung pertempuran sengit dan pembunuhan tanpa kenal
ampun itu. Bara balas dendam sedang berkobar dalam rongga
dadanya.
”Betul, sebenarnya cukup bagiku asal sudah tahu hal ini, engkau
memang sudah berhasil mencekik leher Koay-lok-ong dan
memberinya pukulan maut, ̈ ujar Liong-kui-hong.
”Tidak, lehernya belum kucekik, baru ekornya saja yang kuinjak, ini
belum terhitung pukulan maut, pukulan yang mematikan harus
kulakukan pada babak terakhir. ̈
”Apa pun juga sekali ini sudah cukup membuatnya kesakitan, ̈ ujar
Liong-kui-hong dengan tertawa. ”Sejak kemunculan Koay-lok-ong
mungkin belum pernah dia rasakan pukulan seberat ini. ̈
”Soalnya nasibnya memang lagi mujur, ̈ jengek si baju hitam.
”Dan sekarang nasibnya mungkin akan berubah jelek, ̈ ujar Liong-
kui-hong.
”Betul, nasibnya memang akan berubah, cuma belum juga terhitung
buruk, ̈ kata si baju hitam.
”Sebab apa? ̈
”Sebab belum lagi kutemukan satu orang. ̈
”Menemukan satu orang? ̈ Liong-kui-hong menegas dengan bingung.
”Ya, jika dapat kutemukan, maka nasib Koay-lok-ong akan benar-
benar maha buruk. ̈
Mencorong sinar mata Liong-kui-hong, tanyanya cepat, ”Siapakah
orang ini? ̈ ”Tidak kau kenal, ̈ kata si baju hitam.
¡Tapi ... tapi di manakah akan kita temukan dia? ̈ ¡Jika orang ini
tidak mau unjuk diri, siapa pun di dunia ini takkan menemukan dia. ̈
Liong-kui-hong menghela, napas, tapi dia belum lagi putus asa, ia
tanya pula, ”Apakah dia akan muncul di sini? ̈ ”Mungkin, ̈ kata si
baju hitam.
¡ Jika sudah bertemu, harap diminta agar dia suka membantuku. ̈
”Hm, orang ini serupa naga sakti yang sukar diraba jejaknya, hanya
dirimu masakah juga ingin menarik dia bekerja bagimu? ̈ jengek si
baju hitam.
Liong-kui-hong melenggong, ”Tapi engkau .... ̈ ”Dibandingkan dia,
memangnya terhitung apa diriku ini? ̈ ”Tapi semoga dia juga tidak
akan ditarik ke pihak Koay-lok-ong. ̈ ”Jika dia bekerja bagi
Koay-lok-ong, saat ini kita berdua tentu sudah
mati tak terkubur, ̈ ujar si baju hitam. ”Hah, masakah dia begitu
lihai? ̈ terkesiap juga Liong-kui-hong. ”Sungguh sayang tak dapat
kulukiskan betapa tinggi kungfu dan
betapa cerdik kepintarannya. ̈ ”Adakah hubungan baik antara
Koay-lok-ong dengan dia? ̈ tanya Liong-kui-hong cepat.
”Satu-satunya orang yang ingin dibunuhnya ialah Koay-lok-ong, ̈
tutur si baju hitam.
”Hah .... ̈ kejut dan girang Liong-kui-hong, gumamnya, ”Sungguh
aku rela memenggal sebelah tanganku asalkan dapat mengetahui
saat ini dia berada di mana? .... ̈
”Kukira, dia pasti takkan berada terlalu jauh .... ̈ ucap si baju hitam.
*****
Dalam pada itu suara teriakan dan jeritan sudah mulai mereda.
Anak buah Koay-lok-ong yang ditinggalkan berjaga di sini sudah
berubah menjadi mayat.
Ketika seorang penyerbu membedal kudanya lewat di samping
kemah, segera kemah megah yang melambangkan kemewahan dan
wibawa itu ambruk, lampu pun jatuh dan api berkobar.
Dalam sekejap saja api lantas menjalar, seketika perkemahan anak
buah Koay-lok-ong itu berubah menjadi lautan api.
Teriakan dan sorakan kemenangan menggema angkasa, terkadang
terdengar juga suara rintihan yang luka parah, mayat
bergelimpangan terinjak-injak kaki kuda dari darah membasahi gurun
pasir.
Sorot mata si baju hitam yang membara tadi mulai padam, katanya
kemudian dengan dingin, ”Koay-lok-ong sudah waktunya pulang. ̈
”Tarik pasukan? ̈ tanya Liong-kui-hong.
”Ehm, ̈ jawab si baju hitam.
Segera Liong-kui-hong membunyikan
mengumpulkan anak buahnya.
trompet
tanduk
dan
Pertempuran ini tidak banyak jatuh korban di pihaknya, beratus
penunggang kuda bersorak-sorai memuji kebesaran Liong-kui-hong
atas kemenangan ini.
Liong-kui-hong tertawa senang.
”Apakah tidak terlalu dini tertawa senang sekarang? ̈ jengek si baju
hitam. Seketika Liong-kui-hong berhenti tertawa, ”Memangnya apa
yang
perlu kita lakukan sekarang, harap Kunsu suka memberi perintah. ̈
”Mundur! ̈ ucap si baju hitam. ”Semangat tempur pasukan kita sedang
berkobar, masakah mundur
malah? ̈ ”Ya, kubilang mundur! ̈ ucap si baju hitam sekata demi sekata.
Liong-kui-hong menghela napas,¡”Baiklah, mundur juga boleh, cuma
... setelah mundur tentu akan merendahkan semangat tempur
pasukan, jika Koay-lok-ong mengejar .... ̈ ”Anak buah Koay-lok-ong
menggunakan unta, ̈ kata si baju hitam.
”Kenapa jika menggunakan unta? ̈ ”Sama sekali Koay-lok-ong tidak
menduga lawan akan menyerangnya, kalau tahu tentu dia takkan
menggunakan unta, sebab meski unta tahan menjelajah jauh, tapi
untuk kejar-mengejar dan serang-menyerang tidak selincah kuda. ̈
”Kenapa kita tidak ... tidak melabrak dia saja sekarang? ̈
”Hm, memangnya kau kira Koay-lok-ong itu orang macam apa? ̈
jengek si baju hitam. ”Orang macam apa pun dia, jika serangannya
ini menubruk tempat
kosong, tentu dia akan malu dan gemas, pasukannya pasti akan
patah semangat dan pulang dengan lesu, kan kebetulan bagi kita
untuk memberi pukulan terlebih keras? ̈
”Hm, jika kau ukur dia seperti orang biasa, mungkin kalian akan mati
tak terkubur, ̈ jengek si baju hitam. ”Setelah dia menubruk tempat
kosong, dia takkan malu dan marah, sebaliknya pasti akan menyusun
kekuatannya terlebih rapi. Sedangkan anak buahmu kan sudah lelah
setelah pertempuran ini, sedikit-banyak anak buahmu akan tinggi hati
atas kemenangan yang diperoleh. Dalam keadaan letih dan lengah,
menghadapi lawan yang mengalami kekalahan dan nekat, pasti
pihakmu akan kalah habis-habisan. ̈
”Ah, betul juga .... ̈ Liong-kui-hong mengangguk-angguk. ”Kalau
tidak diberi petunjuk Kunsu, sungguh kami bisa mati tak terkubur. ̈
”Hmk! ̈ jengek si baju hitam.
Liong-kui-hong termenung sejenak, lalu
sekarang kita harus mundur ke mana? ̈
bertanya
pula,
”Dan
”Meski tampaknya kita mundur, yang benar kita justru menyerang, ̈
jawab si baju hitam.
”Menyerang ke mana? ̈
”Ke sarang Koay-lok-ong. ̈
Kejut dan girang Liong-kui-hong, ”Tapi gerak-gerik Koay-lok-ong
sangat misterius, siapa yang tahu akan sarangnya? ̈
”Kutahu, ̈ kata si baju hitam sekata demi sekata.
”Aha, bagus, ̈ seru Liong-kui-hong. ”Sekarang dia berada di sini,
sarangnya tentu kosong tak terjaga, serbuan kita dapat menyikat
mereka habis-habisan. ̈
”Ayo berangkat, ̈ kata si baju hitam sambil memutar kudanya.
Segera Liong-kui-hong memberi aba-aba, ”Pasukan berangkat! ̈
Di tengah suitan dan ringkik kuda yang ramai segera pasukan
bergerak berbondong-bondong ke sana.
*****
Kemah induk yang megah itu memang betul sudah ambruk dan
menimpa Sim Long berempat, meski tertindih oleh kain kemah yang
berat itu, tapi mereka justru mengembus napas lega.
Habis itu suasana menjadi sepi, suara kuda lari makin jauh dan
akhirnya tidak terdengar lagi.
Selang sejenak pula barulah Jit-jit merasa lega, desisnya, ”Sim Long
.... ̈
Karena tertutup kain tenda, ia tidak dapat melihat apa pun.
Untunglah lantas terdengar suara jawaban Sim Long, ”Ternyata
segalanya dapat kau terka dengan tepat. ̈
”Mana bisa salah, jika dia salah hitung, mana kita dapat hidup sampai
sekarang? ̈ ujar Miau-ji.
”Tak tersangka Kunsu itu memang seorang tokoh maha lihai
sehingga Koay-lok-ong dapat ditipunya, ̈ ujar Ong Ling-hoa dengan
gegetun. ”Wahai Sim Long, dapatkah kau terka siapa dia? ̈
”Saat ini memang sukar kupastikan, ̈ jawab Sim Long.
Tiba-tiba Jit-jit berkata pula, ”Aneh, mengapa mereka bisa mundur. ̈
”Sesudah lawan disikat habis, kenapa tidak mundur? ̈ ujar Sim Long
tertawa.
”Dan mengapa mereka tidak mengadakan pertempuran menentukan
dengan Koay-lok-ong, pada waktu mereka mendapat angin? ̈ tanya
Jit-jit.
”Hah, jika kau jadi Kunsu Liong-kui-hong, tentu dia bisa celaka, ̈ kata
Sim Long dengan tertawa.
”Sebab apa? ̈ tanya Jit-jit.
”Koay-lok-ong kan tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa,
sesudah mengalami kegagalan ini tentu dia akan menyusun kembali
kekuatannya dan membangkitkan semangat tempur anak buahnya,
mendapat
kemenangan,
sebaliknya
setelah
Liong-kui-hong
pasukannya pasti tinggi hati dan lengah, bila bertempur lagi secara
terbuka, pihaknya pasti akan kalah. ̈
”Ya, betul, tentu Hok-siu-sucia itu juga sudah memikirkan hal ini, dia
memang sangat lihai, ̈ seru Jit-jit. ”Cuma sekali ini bila Koay-lok-ong
mengejar .... ̈
”Koay-lok-ong takkan mengejar, ̈ kata Sim Long.
”Sebab apa? ̈ tanya Jit-jit.
”Di dunia ini mana ada unta yang lebih cepat daripada lari kuda? ̈
kata Sim Long.
”Tapi berlari di gurun pasir masa kuda dapat mencapai jauh? ̈
”Memangnya mereka tidak dapat berganti kuda? ̈ ujar Sim Long
tertawa.
”Betul juga, ̈ tertawa juga Jit-jit. ”Sudah lama Liong-kui-hong
menguasai gurun ini, untuk mengganti kuda tentu sangat mudah
baginya. ̈
Ong Ling-hoa berkata, ”Kupikir jika Hok-siu-sucia itu sedemikian
memahami Koay-lok-ong, kuyakin dia pasti juga tahu sarangnya, saat
ini kebetulan dia dapat menyerang sarangnya yang tak terjaga itu. ̈
”Jika betul begitu, Koay-lok-ong sungguh bisa celaka, ̈ kata Miau-ji.
”Mereka takkan celaka, ̈ kata Sim Long.
”Pada waktu dia menang justru kau bilang dia akan celaka, sekarang
dia akan celaka berbalik kau bilang dia takkan celaka, memangnya
apa alasanmu? ̈
”Sarangnya itu kan pangkalannya yang sudah berakar kuat, mana
mungkin dibiarkan orang mengetahuinya, ̈ ujar Sim Long. ”Sekalipun
dia keluar, di sana tentu sudah disiapkan segala sesuatu untuk
menahan serangan musuh, kalau tidak kan bukan lagi Koay-lok-ong
namanya? ̈
”Tapi Hok-siu-sucia itu bisa jadi juga sangat paham seluk-beluk siasat
Koay-lok-ong, ̈ kata Ling-hoa.
”Urusan penting begini kecuali dia sendiri tidak mungkin
diberitahukannya kepada orang lain, ̈ kata Sim Long. ”Biarpun Hok-
siu-sucia itu tergesa-gesa ingin menuntut balas, jika terburu nafsu,
bisa jadi dia sendiri akan celaka. ̈
”Ah, belum tentu, ̈ jengek Ling-hoa.
”Mendingan Sim Long tidak berkomentar, sekali dia bicara, kukira
harus kau percaya kepadanya, ̈ ujar Miau-ji dengan tertawa.
*****
Malam tambah larut, angin semakin kencang dan pasir berhamburan.
Rombongan Koay-lok-ong tadi diam-diam meneruskan perjalanan,
tapak unta yang berjalan di gurun pasir tidak banyak menimbulkan
suara. Dengan sendirinya keleningan unta juga sudah dicopot.
Dari jauh tertampak sebuah kemah berdiri di depan sebuah bukit
pasir, sekelilingnya terlihat bayangan orang sama duduk diam.
”Itu dia! ̈ desis Fifi.
”Turun! ̈ Koay-lok-ong memberi tanda, lalu ia memberi aba-aba,
”Serbu! ̈
Si nomor satu dari pasukan Angin Puyuh segera mendahului
memimpin anak buahnya menerjang ke depan. Di mana pedangnya
menebas seketika kepala manusia terpenggal.
Tapi si nomor satu lantas berteriak, ”Wah, celaka, kita tertipu! ̈
Ternyata orang yang kelihatan duduk di situ semuanya orang-
orangan terbuat dari ikatan rumput.
Anak buah Koay-lok-ong sama tercengang, anggota Angin Puyuh
sama melongo bingung.
”Inilah tipu memancing harimau meninggalkan gunung, ̈ seru Fifi
dengan muka pucat.
Koay-lok-ong berdiri melenggong juga seperti patung, tidak bergerak
juga tidak bicara, sikapnya kelihatan beringas. Dengan sendirinya
orang lain pun tidak ada yang berani bicara.
Akhirnya Pek Fifi yang bersuara, ”Ayolah lekas kita kembali ke sana! ̈
Si nomor satu juga menanggapi, ”Ini tentu tipu mereka ’pura-pura
bersuara di timur dan mendadak menggempur ke barat’, saat ini
perkemahan kita pasti sudah diserbu, jika kita tidak lekas kembali ke
sana mungkin tidak keburu lagi. ̈
¡”Hm, biarpun saat ini juga kembali ke sana tetap tidak keburu,¡ ̈
ujar Koay-lok-ong sambil menyeringai.
Si nomor satu tidak berani bersuara lagi.
Koay-lok-ong menatap jauh ke sana dan bergumam, ”Hm, hebat
benar Hok-siu-sucia itu .... Rasanya aku telah meremehkan dirimu. ̈
Dengan suara lembut Fifi berkata, ”Kalah atau menang adalah
kejadian biasa di medan perang, hanya sedikit kekalahan saja apa
artinya? Marilah kita lekas kembali ke sana. ̈
”Jika sekarang kita kembali ke sana, kita jadi benar-benar terjebak
olehnya, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Sebab apa? ̈ tanya Fifi.
”Tidakkah kau lihat mereka sama lesu dan patah semangat? ̈ desis
Koay-lok-ong. ”Maklumlah, selama mereka ikut padaku memang
belum pernah mengalami kekalahan di medan laga, sebab itulah hati
mereka sama ragu sangsi, jika sekarang kita kembali dengan
tergesa-gesa, bila musuh terus menyambut kita dengan gempuran
dahsyat, tentu pasukan kita akan tambah hancur. ̈
”Pertimbangan Ongya memang tepat, ̈ ujar Fifi, ”Cuma .... ̈
Mendadak Koay-lok-ong bergelak tertawa pula dan berkata, ”Hahaha,
memangnya kalian mengira aku benar-benar terjebak oleh mereka? ̈
Tergerak pikiran Fifi, ia tahu apa maksud Koay-lok-ong, segera ia pun
mengikik tawa dan berkata, ”Ya, dengan sendirinya kutahu Ongya tak
dapat tertipu. ̈
”Apa yang kulakukan ini memang sengaja kuberi rasa enak bagi
mereka, supaya mereka lupa daratan dan lengah, dengan begitu aku
akan dapat menghajar mereka dengan lebih dahsyat, ̈ tutur Koay-
lok-ong dengan tertawa keras. ”Meski sekali ini dia berhasil menyerbu
perkemahan kita, memangnya terhitung apa? Yang kutinggalkan di
sana kan cuma anak buah yang sudah tua dan lemah, kekuatan yang
sebenarnya kan ikut kita ke sini. ̈
Karena ucapannya ini, anak buahnya serentak sama bersemangat
lagi.
”Ya, dengan sendirinya Ongya takkan kalah selamanya, ̈ ucap Fifi.
Serentak anak buahnya juga bersorak, ”Ya selamanya Ongya tak
terkalahkan, hancurkan Liong-kui-hong! Matilah dia! ̈
”Ayolah anak-anak, mari kita serbu kembali ke sana, coba lihat
apakah mereka berani menghadapi kita?! ̈ seru Koay-lok-ong.
”Haha, mereka pasti akan lari mencawat ekor! ̈ sorak orang banyak
beramai.
Hanya dengan beberapa patah kata saja Koay-lok-ong sudah dapat
menggambarkan kekalahan sendiri menjadi kekalahan orang lain
sehingga semangat anak buahnya yang sudah patah itu terbangkit
kembali.
Meski wajah Pek Fifi kelihatan tersenyum, di dalam hati diam-diam ia
merasa gegetun, ”Untuk menumpas orang ini sungguh tidak mudah. ̈
Dilihatnya Koay-lok-ong berseri-seri, anak buahnya juga melangkah
dengan gagah, kafilah unta itu berbondong-bondong kembali ke arah
sana.
Sungguh ajaib, keajaiban yang diciptakan Koay-lok-ong.
Tidak lama kemudian dapatlah Koay-lok-ong melihat perkemahan
sendiri yang terbakar itu.
Fifi menghela napas, ”Aku tidak sayang urusan lain kecuali satu hal
saja. ̈
”Kau maksudkan Sim Long? ̈ tanya Koay-lok-ong dengan tersenyum.
”Membiarkan Sim Long mati cara begini kan sangat sayang, ̈ ujar
Fifi. ”Mestinya hendak kuperalat dia, habis itu akan kubikin dia mati
konyol dengan segala macam siksaan. ̈
”Jangan khawatir, dia pasti takkan mati, ̈ ucap Koay-lok-ong dengan
tertawa.
”Dia kan tidak dapat bergerak, bila pasukan Liong-kui-hong
menyerbu ke sana dan membakar kemah kita, mustahil dia dapat
menyelamatkan diri? ̈ kata Fifi.
”Orang lain tidak bisa, dia tentu bisa, ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Tapi mustahil dia .... ̈
”Jika Sim Long tidak mampu membuat dirinya tetap hidup tentu dia
takkan bernama Sim Long. ̈
Angin menderu-deru, di tengah asap yang masih mengepul, mayat
bergelimpangan berlepotan darah. Di bawah cahaya api kelihatan
muka yang beringas dan keadaan yang mengerikan.
Menyaksikan kawan-kawannya sudah mati semua, anak buah Koay-
lok-ong menjadi jeri lagi, ada yang kelihatan gemetar.
Segera Koay-lok-ong berteriak lagi, ”Lihatlah, musuh kan sudah lari
mencawat ekor .... Huh, cuma mereka saja masa berani menghadapi
kita secara terang-terangan?! ̈
”Ayo, kejar! ̈ teriak orang banyak.
”Jangan tergesa-gesa, memangnya mereka dapat lari? ̈ ujar Koay-
lok-ong, ia menyapu pandang sekejap sekelilingnya, mendadak ia
berseru pula, ”Lekas singkap tenda induk itu, Sim Long pasti tertutup
di bawahnya. ̈
”Semoga dia belum mati terbakar, ̈ ucap Fifi dengan tertawa.
”Sim Long pasti tidak akan mati terbakar semudah itu, ̈ tukas Koay-
lok-ong.
*****
Dengan cepat api dapat dipadamkan. Dengan sendirinya dipadamkan
dengan pasir.
Di gurun pasir air tidak nanti digunakan untuk memadamkan api,
biarpun jenggot terbakar juga takkan disiram dengan air.
Si nomor satu sedang sibuk memimpin anak buahnya memeriksa
ransum dan air minum yang masih tertinggal. Di gurun pasir air
merupakan urat nadi manusia.
Sekarang Sim Long asyik minum air.
Koay-lok-ong lagi memandangnya sambil mengelus jenggot, katanya
tiba-tiba, ”Pada waktu sebelum serbuan Liong-kui-hong, tentu
engkau telah berusaha minta orang memindahkan kalian ke belakang
kemah, bukan? ̈
Sim Long tersenyum dan menjawab, ”Betul. ̈
Meski keadaannya sekarang sangat runyam, namun senyuman khas
tetap menghias wajahnya. Kalau tidak melihat sendiri tentu takkan
percaya orang yang baru lolos dari maut itu masih dapat tersenyum.
”Jika begitu, tentu sebelumnya sudah kau perhitungkan kemungkinan
serbuan Liong-kui-hong, bukan? ̈ tanya Koay-lok-ong pula.
”Betul, ̈ jawab Sim Long.
”Dan tidak kau katakan padaku? ̈
”Soalnya engkau tidak tanya, ̈ jawab Sim Long.
Koay-lok-ong menatapnya dengan sorot mata tajam, sampai sekian
lama mendadak ia berteriak lagi, ”Baik, sekarang kutanya padamu,
menurut pendapatmu, saat ini Liong-kui-hong dan pasukannya lari ke
mana? ̈
”Mereka bukan ’lari’, pihak yang menang perang kan tidak perlu lari, ̈
ujar Sim Long.
Alis Koay-lok-ong menegak, tapi segera ia bergelak tertawa, ”Ya,
betul, mereka bukan lari. Tapi ke manakah perginya mereka? ̈
”Apakah perlu kau tanya padaku? ̈
”Sekarang juga kutanya padamu. ̈
”Bila seorang memukul ular, bagian mana yang akan dihajarnya? ̈
”Bagian leher tepat di bawah kepala. ̈
”Di mana bagian fatalmu? ̈ tanya Sim Long.
Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, mendadak ia tergelak pula,
”Haha, bagus! Sim Long memang tidak malu sebagai Sim Long ....
Haha, bilamana tidak kubekuk dirimu seperti ini, sungguh aku takkan
pernah tidur nyenyak dan makan nikmat. ̈
Dia terbahak-bahak, lalu berucap pula,”Wahai Sim Long, apakah kau
kira bagian kelemahanku itu mudah diserang? ̈
”Sekali serang sedikitnya akan membuat cedera tangannya, ̈ ujar Sim
Long tersenyum.
”Haha, masa cuma tangannya saja yang cedera? .... ̈ mendadak
Koay-lok-ong berhenti tertawa dan membentak, ”Di mana si nomor
satu?! ̈
Cepat si nomor satu membedal kudanya ke depan, serunya sambil
memberi hormat, ”Tecu sudah memeriksa perbekalan dan ternyata
tidak kekurangan, hanya air minum saja yang cuma cukup untuk
persediaan satu hari, maka kita perlu memutar ke Kewat .... ̈
”Soal ini jangan diurus dulu, kutanya padamu, ketujuh tempat
peternakan kuda yang kusuruh usahakan itu, tempat mana yang
berjarak paling dekat dari sini? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Ada yang terdekat, yaitu Pek-liong-tui (onggokan naga putih), ̈
jawab si nomor satu.
”Mungkinkah tempat itu diketemukan Liong-kui-hong? ̈ tanya Koay-
lok-ong pula.
Jilid 36
”Benua hijau (oasis) itu baru saja ditemukan, biarpun Liong-kui-hong
mengetahui setiap jengkal tanah hijau di gurun pasir ini, tempat kita
ini pasti takkan diketahui olehnya, ̈ tutur si nomor satu dengan
penuh keyakinan.
”Berani kau jamin? ̈ bentak Koay-lok-ong.
”Oasis itu sudah Tecu tutup dengan berbagai alingan buatan, pasti
takkan ketahuan. ̈
”Sudah berapa banyak kuda yang dipelihara? ̈ tanya Koay-lok-ong
pula.
”Lantaran tanah hijau itu tidak terlalu subur, maka sampai sekarang
baru terawat 12 ekor, namun semuanya kuda pilihan satu di antara
seribu. ̈
”Dengan kecepatan lari unta, dari sini ke sana diperlukan waktu
berapa lama? ̈
”Dalam waktu dua jam akan sampai di sana, ̈ jawab si nomor satu.
”Kecuali dirimu sendiri, siapa lagi yang kenal jalannya? ̈
”Hanya Samte (adik ketiga) saja. ̈
Akhirnya Koay-lok-ong tertawa cerah, ”Bagus .... Dengan bakatmu
sebenarnya sudah mampu berdiri sendiri, maka dapatlah kuserahkan
pasukan ini di bawah pimpinanmu. Sim Long dan lain-lain juga
kuserahkan padamu. ̈
”Lantas Ongya sendiri ....”
”Hendaknya kau suruh Losam memilih sembilan orang ikut dalam
rombonganmu, segera aku pun akan berangkat, lebih dulu menuju
tempat perawatan kuda, ̈ kata Koay-lok-ong.
Si nomor satu tidak berani tanya lagi, ia mengiakan dengan hormat,
lalu mengundurkan diri.
Koay-lok-ong lantas menarik bangun Pek Fifi, katanya, ”Marilah kau
pun ikut pergi bersamaku. ̈
”Ongya hendak pergi ke mana? ̈ tanya Fifi dengan senyum memikat.
Koay-lok-ong tertawa keras, ”Kita akan
mematahkan tangan yang menjemukan itu. ̈
pulang
dulu,
akan
Dalam waktu singkat rombongan Koay-lok-ong lantas dalam
perjalanan, gerak cepat mereka sungguh harus dipuji, hampir tidak
pernah membuang waktu percuma.
Jit-jit berkata dengan gegetun, ”Tampaknya Hok-siu-sucia itu selain
gagal total usaha balas dendamnya, bahkan ingin pulang dengan
selamat pun sukar. ̈
”Meski pertarungan ini dilakukan terlampau tergesa-gesa sehingga
gagal, tapi bila Koay-lok-ong ingin menumpasnya rasanya juga tidak
gampang, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
”Aku pun berharap dia dan Koay-lok-ong .... ̈
Mendadak terputus ucapan Jit-jit, sebab dilihatnya si nomor satu
sedang mendekat dengan langkah lebar.
Dengan tersenyum ia berkata kepada Sim Long, ”Ongya telah
menyerahkan tugas berat ini di atas bahuku, meski tenagaku terbatas
terpaksa harus kupikul. Bilamana sepanjang jalan Kongcu
sudi sering memberi petunjuk, tentu aku akan sangat berterima
kasih. ̈
”Ah, bicaramu terlalu sungkan, ̈ kata Sim Long tertawa.
Tapi dengan serius si nomor satu menjawab, ”Apa yang kukatakan
adalah sesungguh hati, terhadap Sim-kongcu sungguh aku kagum tak
terkatakan. Sepanjang jalan jika Kongcu suka bekerja sama segala
permintaanmu pasti akan kupenuhi. ̈
”Sungguh Koay-lok-ong sangat beruntung mempunyai murid serupa
dirimu, ̈ ujar Sim Long. ”Seorang yang dapat bersikap merendah diri
terhadap tawanannya, kelak pasti akan mencapai sukses yang tak
terhingga. ̈
”Terima kasih atas pujian Kongcu, ̈ sahut si nomor satu sambil
hormat.
”Bolehkah kuketahui namamu? ̈
”Sesudah masuk perguruan Ongya, nama kami sudah lama
terlupakan semua, ̈ jawab si nomor satu. ”Cuma, karena Kongcu
ingin tahu, biarlah kukatakan .... Tecu bernama Pui Sim-ki. ̈
”Pui Sim-ki? Sungguh nama yang indah, ̈ kata Sim Long. ”Bolehkah
kutanya, kita akan menuju ke mana? ̈
”Lebih dulu menuju ke Kuwat untuk menambah perbekalan, lalu
memutar ke barat laut. ̈
”Barat laut? ̈ mendadak Ong Ling-hoa menukas. ”Memangnya
hendak ke tempat macam apa? ̈
”Menuju ke daerah Robor, ̈ tutur Pui-Sim-ki dengan tersenyum.
Tergerak hati Ling-hoa, ”Robor? .... Apakah daerah rawa-rawa yang
menurut kabar di dunia Kangouw suatu tempat yang sukar dilintasi
burung itu? ̈
”Betul, memang itulah tempat yang akan kita tuju. ̈
”Wah, jika di sana burung dan binatang pun tidak dapat hidup, cara
bagaimana manusia akan dapat hidup di sana? ̈ timbrung Jit-jit.
”Sudah tentu ada manusia yang sanggup hidup di sana, ̈ ucap si
nomor satu alias Pui Sim-ki.
”Orang lain mungkin sanggup, tapi selamanya Koay-lok-ong
mengutamakan hidup nikmat, kafilahnya pun menggunakan kemah
yang megah, semuanya serbamewah, masa di tempat hantu begitu
juga ada tempat tinggal? ̈
”Koay-lok-ong adalah manusia luar biasa, orang luar biasa tentu juga
mempunyai tempat kediaman yang luar biasa, ̈ ujar Sim Long.
”Aha, pantas Ongya sering bilang Sim-kongcu adalah orang yang
paling kenal pribadi beliau, tampaknya memang tidak salah
pandangan beliau, ̈ seru Pui Sim-ki sambil berkeplok.
Kuwat adalah sebuah oasis atau tanah hijau yang subur yang paling
luas di tengah gurun Pek-liong-tui, sekian tahun terakhir tempat ini
sudah berubah menjadi sebuah pasar atau tempat dagang, kaum
gembala dan kaum saudagar sering melakukan macam-macam jual-
beli di sini. Kafilah yang berlalu-lalang juga sama berhenti di sini.
Soalnya ratusan li di sekitar tempat ini hanya tempat inilah satu-
satunya tanah hijau yang terdapat sumber air.
Begitulah kafilah yang dipimpin Pui Sim-ki juga singgah di sini dan
menambah air minum dengan harga yang mahal.
Habis itu kafilah mereka lantas mulai memasuki daerah rawa-rawa
Robor yang saking luasnya sukar dilintasi burung terbang.
Perjalanan ini tentu saja sangat sulit, kalau saja Pui Sim-ki tidak
paham seluk-beluk daerah ini, sungguh sukar dibayangkan cara
bagaimana mereka akan melintasi daerah hantu ini.
Sekalipun di tengah keadaan sulit, kafilah mereka masih tetap
mempertahankan disiplin yang ketat, barisan tetap rajin dan
beriring-iring menuju ke daerah kering bekas sungai Kuruk.
Sekarang, akhirnya Cu Jit-jit dapat menumpang satu unta bersama
Sim Long. Meski perjalanan sangat sulit, namun hatinya selalu
dirasakan manis dan bahagia.
Dia tidak pernah berdekapan sekian lama dengan Sim Long, sungguh
dirasakan perjalanan ini tidak sia-sia. Ia tidak tahu bahwa makin
maju selangkah ke depan, jarak mereka dengan kematian juga
tambah dekat selangkah.
Inilah perjalanan kematian dan sekarang mereka sudah mendekati
titik akhir.
Sesudah memasuki daerah rawa-rawa, angin pasir menjadi kecil.
Suasana terasa sunyi, hanya suara keleningan unta yang nyaring
terkadang berkelinting memecah perjalanan yang gersang ini.
”Mengapa Koay-lok-ong tinggal di tempat semacam ini? Apakah dia
tidak takut menderita? ̈ ujar Jit-jit.
”Di tengah gurun, di mana-mana terdapat tempat misterius yang
sukar dibayangkan, ̈ ujar Sim Long. ”Kukira di tengah rawa tentu
juga ada satu tempat begitu dan Koay-lok-ong tinggal di situ. ̈
”Tempat misterius? Masa di tengah gurun juga ada tempat serupa
kuburan kuno itu? ̈
”Keajaiban alam ini siapa yang dapat menduganya? ̈ ujar Sim Long.
Jit-jit termenung sejenak, ujung mulutnya menampilkan senyuman
manis, katanya kemudian, ”Masih ingat tidak ketika kita berada di
kuburan kuno .... ̈
”Ya, untuk pertama kalinya kita bertemu Kim Bu-bong di sana, ̈ kata
Sim Long.
”Kupikirkan urusanmu, engkau justru teringat kepada orang lain, ̈
omel si nona.
”Engkau berada di sini, buat apa kupikirkan lagi, sebaliknya Kim Bu-
bong kan ....¡ mendadak Sim Long menghela napas.
Wajah Jit-jit juga menampilkan rasa haru, ucapnya, ”Kim Bu-bong
memang tidak diketahui bagaimana nasibnya, tapi adikku sendiri (si
Anak Merah) sejak itu juga ... juga hilang dan entah ke mana
perginya. ̈
Sim Long tertawa cerah, katanya, ”Adikmu itu pintar dan lincah, siapa
pun tidak tega membikin susah dia, siapa yang menemukan dia pasti
akan menjaganya dengan baik. ̈
”Tapi bila jatuh di tangan orang jahat, kan bisa .... ̈ Jit-jit menjadi
sedih.
Mendadak bergema suara keleningan unta, terdengar seruan Pui
Sim-ki, ”Sim-kongcu .... ̈
”Ada apa, ̈ jawab Sim Long.
Pui Sim-ki menyingkap tabir tenda kecil dan berkata, ”Maaf jika
kuganggu kalian, terpaksa harus kuperlakukan kasar kepada kalian. ̈
”Perlakuan kasar? ̈ Jit-jit tidak mengerti.
Pui Sim-ki memperlihatkan dua potong kain hitam, katanya dengan
tertawa, ”Tempat tujuan sudah hampir sampai, terpaksa harus
kututup mata kalian. ̈
”Ai, toh di sini juga kami tidak dapat melihat apa-apa dan mata kami
masih perlu ditutup? ̈ ujar Jit-jit.
”Maaf, atas perintah Ongya, terpaksa harus kulaksanakan, ̈ jawab
Pui Sim-ki dengan menyesal.
Maka Sim-Long dan Jit-jit kemudian tidak dapat melihat apa-apa lagi.
Meski kain hitam itu tidak terlalu erat menutupi mata mereka namun
cukup rapat.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari jauh ada suara teriakan lantang,
seorang berseru, ”Ban-tiang-ko-lau (gedung setinggi selaksa
tombak). ̈
Lalu pihak sana menjawab, ”Jim-kok-yu-lan (anggrek indah di lembah
gunung)! ̈
Habis itu langkah unta tambah cepat, derap langkah tambah keras.
”Apakah mungkin kedua kalimat itu kata sandi Koay-lok-ong? ̈ tanya
Jit-jit. ”Jika begitu tampaknya di sinilah sarang Koay-lok-ong? ̈
”Dari suara kaki unta, agaknya sudah sampai di tanah yang keras, ̈
ujar Sim Long.
Belum lenyap suaranya, mendadak terdengar suara orang ramai,
terdapat pula suara orang perempuan dan ngikik tawa anak kecil.
”Masa di sini ada sebuah kota? ̈ ucap Jit-jit heran.
”Secara logika mestinya tidak ada, dari suara kaki unta yang
menyentuh tanah, tempat seperti ini tidak mungkin dapat dibangun
perumahan, bisa jadi ... bisa jadi tempat ini cuma berkumpulkan
rakyat gembala dan cuma dikelilingi perkemahan saja di sekitar sini. ̈
”Tapi mengapa Koay-lok-ong bisa tinggal di sini? ̈
”Aku sendiri tidak dapat menerkanya. ̈
Tengah bicara, suara berisik dan tertawa orang tadi sudah mulai jauh
lagi.
Rupanya kafilah mereka telah melalui dusun itu. Menyusul rasanya
seperti menurun ke bawah. Jit-jit tambah heran, ”Aneh, di sini kan
tanah datar, kenapa bisa menuju ke bawah? ̈
Sim Long termenung tanpa bersuara. Dalam pada itu derap kaki unta
tambah keras, dari kedua samping seperti berkumandang suara yang
menggema, mereka seperti memasuki sebuah lorong batu yang
sempit dan panjang.
Terdengar suara Pui Sim-ki lagi berkata, ”Losam, apakah Ongya
sudah pulang? ̈
”Dengan sendirinya sudah pulang, ̈ suara si nomor tiga menjawab.
”Ongya menyuruhmu membawa dulu Sim Long dan lain-lain ke
sana. ̈
Perlahan langkah unta lantas berhenti, Sim Long dipindahkan ke
dalam sebuah tandu lunak.
Tandu terus digotong menuju ke depan.
”Jit-jit ....¡ Sim Long coba memanggil.
Tapi yang menjawab adalah suara Pui Sim-ki dengan tertawa, ”Cu
Jit-jit berada di tandu yang lain. ̈
”O, tempat apakah ini? Jangan-jangan di bawah tanah? ̈ tanya Sim
Long.
”Setelah Kongcu bertemu dengan Ongya tentu akan tahu dengan
sendirinya. ̈
Terpaksa Sim Long tutup mulut.
Jika dikatakan tempat ini di bawah tanah, masa di tanah gurun yang
lunak ini dapat dibangun sebuah istana di bawah tanah?
Bila bukan di bawah tanah, lantas tempat apakah ini?
Akhirnya kain hitam penutup mata dibuka. Pandangan Sim Long
terbeliak, dari kegelapan dia telah memasuki sebuah dunia lain,
memasuki suatu tempat yang gilang-gemilang, sungguh suatu
keajaiban.
Inilah sebuah istana yang megah, pilarnya sangat besar dengan
ukiran yang indah dan antik, dinding sekeliling gemerlap
memancarkan cahaya aneh.
Mimpi pun Sim Long tidak menyangka di tengah gurun pasir terdapat
bangunan semegah ini, bilamana benar istana ini terletak di bawah
tanah, maka hal ini sungguh suatu keajaiban.
Permadani menghampar pada undakan batu pualam putih
memanjang ke atas. Dari atas sana berkumandang suara tertawa
senang Koay-lok-ong, ”Aha, Sim Long, coba lihat bagaimana
tempatku ini? ̈
Sim Long memuji, ”Sungguh megah dan ajaib, sungguh tidak ada
taranya, seumpama di permukaan bumi pun jarang ada, jika di
bawah tanah .... ̈
”Memang betul di bawah tanah, ̈ kata Koay-lok-ong tertawa.
”Engkau dapat membangun istana megah ini di bawah tanah, selain
memuji, sungguh sukar untuk dipercaya kalau tidak menyaksikan
sendiri. ̈
”Meski tempat ini telah kuperbaiki, tapi bukan aku yang
membangunnya, ̈ kata Koay-lok-ong dengan bangga. ”Bangunan ini
semula terletak di permukaan bumi, maka engkau pun tidak perlu
terlalu kaget. ̈
”Semula berada di permukaan bumi, mengapa bisa pindah ke bawah
tanah? ̈
”Tempat ini tadinya adalah sebuah kota, pada zaman dinasti Ciu
sudah ditinggalkan dan lama-lama pun teruruk oleh batu dan pasir,
sesudah kutemukan, dengan susah payah kuperbaiki selama sepuluh
tahun dengan biaya berjuta laksa tahil emas dan akhirnya dapatlah
pulih kemegahannya seperti sediakala. ̈
”Wah, ceritamu ini serupa dongeng saja. ̈
”Ini bukan dongeng, menurut catatan sejarah memang terdapat
tempat ini. Apakah pernah kau dengar istilah Lau-lan? ̈
”Lau-lan .... ̈ Sim Long bergumam, mendadak ia berseru, ”Aha,
betul, kuingat. ̈
”Coba jelaskan, ̈ kata Koay-lok-ong.
”Lau-lan adalah nama sebuah kerajaan di daerah barat sini pada
zaman dinasti Han. Untuk berhubungan dengan beberapa negeri
barat, utusan kaisar Han-bu-te sering lalu di negeri ini dan sering
diganggu. Pada waktu Han-ciu-te naik takhta, dikirimnya panglima
perang Po Kay-cu untuk menyerbu negeri ini dan membunuh rajanya,
tempat ini pun berganti nama menjadi Sisian. Janganjangan tempat
inilah bekas istana raja Lau-lan dulu? ̈
”Haha, Sim Long memang berpengetahuan luas, tempat ini memang
betul bekas kota-raja Lau-lan, ̈ seru Koay-lok-ong dengan tertawa
gembira. ”Sesudah kutemukan, lalu kubangun kembali seperti
sekarang. ̈
Sim Long menatap lekat-lekat Koay-lok-ong yang tertawa senang itu,
katanya dengan gegetun, ”Meski tempat ini bukan dibangun olehmu,
tapi caramu menemukan dia pasti tidak kurang sulitnya daripada
waktu membangunnya. ̈
”Haha, betapa pun cuma Sim Long saja yang kenal pribadiku, ̈
Koay-lok-ong berkeplok senang.
”Tapi aku tidak tahu saat ini Him Miau-ji berada di mana? ̈
”Haha, sungguh Sim Long yang berbudi luhur! Engkau tidak tanya
Jit-jit dulu melainkan tanya Him Miau-ji. Namun jangan kau khawatir,
jika engkau masih hidup, tentu mereka pun takkan mati. ̈
”Dan bagaimana dengan sebuah tangan itu? ̈ tanya Sim Long pula.
Seketika berhenti tertawa Koay-lok-ong, teriaknya sambil
menggebrak meja,¡”Hok-siu-sucia itu ternyata selicin rase, sekali
serangan tidak berhasil terus mengundurkan diri, akhirnya lolos
juga. ̈
Ia berhenti sejenak, lalu berucap pula dengan tertawa, ”Tapi kukira
dia masih akan datang lagi. Bila dia berani datang pula, tempat inilah
akan menjadi kuburannya. Tatkala mana akan kulihat sebenarnya dia
itu penyamaran siapa? ̈
Tiba-tiba bergema suara tertawa merdu, Pek Fifi muncul dengan
lemah gemulai.
Dia sudah berganti pakaian sutra tipis, di bawah cahaya lampu
tampaknya serupa bidadari dari kahyangan dan tidak mirip lagi badan
halus dari neraka.
Ia pandang Sim Long dengan tertawa, lalu berkata, ”Sim Long,
apakah kau mau tahu suatu berita baik? ̈
”Kabar yang menyenangkan selalu kusiap mendengarkan, ̈ jawab
Sim Long.
”Ongya dan aku sudah memutuskan akan menikah tujuh hari lagi, ̈
tutur Fifi sekata demi sekata.
”Hah, ka ... kalian benar akan .... ̈ kaget juga Sim Long.
”Makanya sedikitnya kalian dapat hidup lebih lama beberapa hari
lagi, ̈ tukas Fifi dengan tertawa manis. ”Dalam masa bahagia kan
tidak boleh membunuh orang? ̈
”Tujuh hari ... tujuh hari kemudian .... ̈ Sim Long jadi gelagapan.
Koay-lok-ong bergelak tertawa, ”Tempat ini terletak jauh dan sepi,
untuk meramaikan suasana tentu akan kuundang kalian sebagai
tamu agung¡ ̈
Fifi tertawa senang, ”Sebelum mati engkau dapat menyaksikan
pernikahan kesatria paling besar di zaman ini dengan perempuan
paling cantik, hidupmu kan juga tidak percuma. ̈
*****
Sekarang Sim Long berbaring di suatu tempat tidur, dinding sekeliling
kamar ini penuh macam-macam ukiran aneh dan antik, ada ukiran
manusia berkepala binatang, ada binatang berkepala manusia,
bentuknya buruk, namun seni lukisnya bernilai tinggi.
Namun perabotan di dalam kamar tampak mewah dan baru, meja
besar dengan kursi yang lunak, tempat tidur berukir dengan kelambu
bersulam. Jelas ini perlengkapan yang ditambah Koay-lok-ong sendiri,
sebab pada zaman dinasti Ciu umumnya orang duduk di lantai dan
belum kenal kursi.
Di kamar inilah terbentuk perpaduan seni antik dan zaman baru,
berbaring di tempat tidur dan menikmati seni zaman kuno memang
juga semacam kenikmatan yang sukar dicari.
Namun pandangan Sim Long justru tertuju ukiran di dinding itu, sejak
mendengar ucapan Pek Fifi, hatinya lantas bergejolak.
”Perjodohan yang mahabesar, kesatria mahabesar menikah dengan
perempuan paling cantik zaman ini .... ̈ sungguh Sim Long tidak tahu
harus menangis atau kudu tertawa.
Setahunya kejadian ini adalah tragedi yang paling konyol, dilihatnya
tragedi ini segera akan terjadi, tapi dia tidak dapat mencegahnya.
Apalagi dalam hatinya tentu juga masih ada banyak urusan lain yang
perlu dipikirkan.
Keadaan sunyi senyap, tidak ada suara apa pun, serupa di dalam
kuburan. Apakah benar dia juga akan terkubur di sini?
Tiba-tiba terdengar suara pintu batu bergeser. Tercium olehnya bau
harum bunga yang biasa terdapat pada tubuh Pek Fifi itu.
Memang betul Fifi telah muncul, setiba di depan ranjang, ia
menunduk untuk memeriksa Sim Long.
Seorang mengantarkan satu talam makanan, lalu mengundurkan diri.
Dengan gemulai Fifi berjalan sekeliling di dalam kamar, lalu berkata
dengan tertawa, ”Apakah kau tahu siapa yang mendiami kamar ini
pada zaman kerajaan Lau-lan? ̈
”Siapa? ̈ tanya Sim Long.
”Thay ... Thaykam (dayang kebiri) .... ̈ Perlahan Fifi membalik ke
sana dan meraba ukiran dinding, lalu menyambung, ”Apakah kau
tahu ukiran ini melambangkan apa? ̈
”Aku tidak ingin mempelajari sejarah, aku cuma ingin tanya .... ̈
”Jangan kau tanya padaku, ̈ potong Fifi. ¡Aku yang tanya padamu
lebih dulu .... Ukiran ini melambangkan apa? ̈
Sim Long menghela napas dan menjawab, ”Entah, aku tidak tahu. ̈
”Ukiran ini adalah sebagian dari agama yang dipuja kerajaan Laulan, ̈
tutur Fifi. ”Ukiran ini melambangkan nafsu berahi, melambangkan
nafsu berahi seorang yang tidak mendapatkan kepuasan. ̈
Meski Sim Long pernah mendengar uraian orang tentang hal-hal
yang mengejutkan, tapi seorang gadis bicara secara blakblakan di
depan seorang lelaki mengenai seks, hal ini membuatnya melongo
juga. Terpaksa ia menjawab dengan menyengir, ”Luas juga
pengetahuanmu. ̈
Fifi tertawa merdu, ”Apakah kau heran? Kau kaget? Kau pikir aku
tidak pantas bicara demikian? Setiap orang menganggap
pembicaraan urusan ini adalah semacam dosa? Tapi tidak ada yang
mau tahu bahwa justru urusan inilah mahapenting untuk
dibicarakan. ̈
Sim Long hanya dapat berdehem saja.
Fifi berucap pula, ”Tidak perlu engkau berlagak berdehem, ini
memang urusan serius, coba kau lihat .... ̈ ia menuding ukiran
berbentuk setengah manusia dan setengah binatang itu, lalu
menyambung, ”Jika nafsu berahi seorang tidak mendapatkan
kepuasan, lahirnya mungkin terlihat manusia, tapi hatinya sudah ada
sebagian berubah menjadi binatang. ̈
”Oo?! ̈ Sim Long melenggong.
”Misalnya seorang Thaykam .... Jiwa seorang Thaykam pasti tidak
normal, sering juga berbuat hal-hal yang tidak normal, maka
kebanyakan Thaykam suka melakukan hal-hal kejam dan keji,
umpama memperlakukan sadis orang lain untuk kesenangan sendiri.
Coba katakan, apa sebabnya? ̈
”Entah, aku tidak pernah menjadi Thaykam, ̈ jawab Sim Long.
”Ini disebabkan nafsu mereka tidak mendapatkan penyaluran secara
wajar, sebab itulah mereka sering berebut kuasa dan keuntungan,
membikin heboh, memperlakukan orang lain secara sadis sebagai
jalan pelepasan nafsunya yang terkekang. Suatu keluarga yang
normal, seorang yang mempunyai anak istri pasti takkan melakukan
hal-hal kejam seperti perbuatan mereka itu. ̈
Ia berhenti dan tersenyum, lalu bertanya, ”Coba katakan, betul
tidak? ̈
”Rasanya uraianmu juga ada yang betul, ̈ jawab Sim Long.
”Meski mulutmu tidak mau mengaku, tapi di dalam hatimu tentu
setuju sepenuhnya atas pendapatku, kuberani mengatakan di dunia
ini tidak banyak orang yang mempelajari masalah ini setuntas diriku
ini. ̈
”Ya, memang tidak banyak, ̈ ujar Sim Long dengan tersenyum.
Fifi mengitar sekali lagi, lalu berdiri di depan Sim Long dan berkata
pula, ”Apakah kau tahu sebab apa kutaruh dirimu di kamar bekas
tempat tinggal Thaykam ini? ̈
Kembali Sim Long menyengir, ”Siapa yang dapat menerka jalan
pikiranmu? ̈
”Soalnya kehidupanmu juga tidak banyak berbeda dengan kaum
Thaykam, ̈ kata Fifi.
Sim Long melengak bingung, ”Aku ... aku tidak banyak berbeda
dengan Thaykam? Selama hidupku banyak juga caci maki orang
padaku, tapi ucapan seperti ini baru sekali ini kudengar. ̈
”Engkau tidak terima? Memangnya engkau tidak mirip Thaykam yang
sekuatnya mengekang nafsu? Jika kau bilang engkau tidak punya
nafsu berahi, maka jelas engkau ini penipu. ̈
”Aku ... aku .... ̈
”Makanya hatimu sesungguhnya sudah mendekati binatang, jelas
sesuatu yang tidak pantas kau lakukan justru kau kerjakan, sesuatu
yang seharusnya tidak perlu kau urus justru kau urus, tingkahmu ini
juga tidak berbeda dengan kaum Thaykam. ̈
”Ai, ucapan janggal ini sungguh baru sekarang kudengar selama
hidup. ̈
”Masa engkau tidak mengaku? Coba kutanya padamu, mengapa
engkau tidak berani mendekati orang perempuan? ̈
”Soalnya aku bukan anjing, ̈ kata Sim Long.
”Jika anjing tentu nafsu berahimu akan tersalur, sebab mereka
sangat normal, bilakah pernah kau lihat anjing membunuh anjing,
tapi manusia membunuh manusia kan terlihat di mana-mana? ̈
Seketika Sim Long menjadi bungkam.
Ia tahu uraian Fifi itu hanya mau menang sendiri saja, tapi ia justru
tidak dapat membantah.
Fifi tertawa ngikik, ia melangkah lebih maju mendekat, katanya,
”Makanya kubilang manusia itu makhluk yang paling bodoh, pada
waktu lapar mereka berani makan, tapi ketika nafsu berkobar, justru
tidak berani mengutarakannya. ̈
”Aku tidak paham sesungguhnya apa artinya kau bicara hal-hal ini? ̈
”Selanjutnya engkau akan paham dengan sendirinya, ̈ ucap Fifi
lembut. Ia angkat talam makanan itu dan berkata pula, ”Sekarang
coba katakan padaku, kau lapar tidak? Hal ini tentu kau berani
menjawab. ̈
Dengan sendirinya Sim Long sangat lapar. Makanan itu sangat lezat,
ia perlu menambah kekuatan fisik, supaya nanti bila ada kesempatan
ia sanggup bekerja dengan baik.
Fifi pun tidak banyak bicara lagi, ia menyuapi Sim Long hingga habis.
Selesai Sim Long makan segera Fifi berdiri, tanyanya sambil
menatapnya, ”Sekarang kau perlu apa lagi? ̈ ”Tidak ada, ̈ jawab Sim
Long.
”Sekalipun ada juga tak berani kau katakan, ̈ ujar Fifi dengan
tertawa lalu tinggal pergi dengan langkah gemulai.
*****
Suasana kembali sunyi senyap, kesunyian yang konyol, kesunyian
yang menakutkan.
Sampai sekian lama Sim Long memikirkan gadis yang sangat aneh
itu, lalu gumamnya, ¡Apa betul aku tidak ada keperluan lain lagi?
Mengapa tidak kukatakan .... ̈
Tiba-tiba ia merasakan dalam tubuh sendiri timbul semacam
perasaan aneh, semacam suhu panas yang khas dan mulai tersebar
di badannya, ia merasa tubuh sendiri seperti mau meledak. Tapi ia
tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melawan, tubuh juga tidak
dapat bergerak.
Terpaksa ia menahannya, semacam siksaan yang aneh dan baru
pertama kali ini dirasakan. Mulutnya mulai kering, tapi tubuh justru
basah oleh keringat.
Di bawah siksaan itu, entah berselang berapa lama pula, tahu-tahu
diketahuinya Pek Fifi berdiri lagi di depan tempat tidurnya.
”Haus tidak? ̈ tanya si nona, tangannya membawa secangkir air
minum.
”Haus ... haus sekali, ̈ jawab Sim Long dengan parau.
”Kutahu jawaban ini berani kau katakan, ̈ Fifi tersenyum.
Ia mengangkat Sim Long dan memberinya minum. Meski tubuh Sim
Long tidak dapat bergerak, tapi setiap organ dalam tubuhnya
seakan-akan lagi bergerak dengan keras. Bau harumnya ...
tangannya yang halus ... tubuhnya yang hangat dan menggiurkan ....
Fifi menatapnya dan berucap pula sekata demi sekata, ”Sekarang,
kau perlu apa lagi? ̈
Memandangi dada si nona yang gempal, Sim Long berkata, ”Aku ...
aku .... ̈
”Omong saja bila menghendaki apa-apa, ̈ ucap Fifi lembut.
”Mengapa engkau menyiksaku cara begini? ̈
”Bilakah kusiksamu? Asalkan kau katakan kehendakmu, semuanya
dapat kupenuhi, tapi engkau tidak berani omong, ini sama dengan
engkau menyiksa diri sendiri. ̈
”Aku ... aku tidak .... ̈ keringat memenuhi kepala Sim Long, entah
memerlukan betapa besar tenaga untuk bicara ”aku tidak ̈ itu.
”Kutahu engkau tidak berani omong, ̈ Fifi tertawa pula, tertawa
mengejek, lalu ia mendekat, bajunya yang tipis akhirnya jatuh ke
lantai.
Di bawah cahaya lampu yang remang-remang tubuhnya yang putih
mulus seakan-akan bersinar, dadanya yang montok seperti
bergelombang, kakinya yang panjang .... Dan dia terus merebahkan
diri di samping Sim Long, seperti mengigau ia mendesis, ”Kutahu apa
kehendakmu .... ̈
*****
Sekarang Hiat-to Sim-Long sudah terbuka, tapi dia masih
menggeletak di tempat tidur dengan lemas lunglai. Hal ini bukan
lantaran keletihan sesudah terlampau bergairah melainkan karena
sisa obat bius itu. Dengan hampa ia memandangi langit-langit
kelambu yang berwarna lembayung muda itu .... Dan Fifi justru
mendekam di atas dadanya untuk menunggu meredanya napas yang
memburu.
Habis itu, perlahan ia menggelitik telinga Sim Long, ucapnya lembut,
”Apa yang kau pikirkan? ̈
Sim Long tidak segera menjawabnya, terhadap ucapan yang
sederhana ini tampaknya ia tidak tahu cara bagaimana harus
menjawab. Selang sekian lama barulah ia menghela napas dan
berkata, ”Seharusnya banyak urusan yang kupikirkan, tapi sekarang
aku tidak memikirkan apa-apa. ̈
Fifi tertawa genit, ”Tadi jika kutinggal pergi, apakah engkau takkan
gila? ̈
”Aku cuma tidak mengerti mengapa engkau bertindak demikian? ̈
”Sungguh engkau tidak mengerti? .... Masa engkau tidak tahu aku
mencintaimu? Hidupku ini hampa belaka, aku memerlukan
kehidupanmu mengisi jiwaku. ̈
Ia tersenyum, lalu menyambung, ”Selain itu, aku ingin melahirkan
anak bagimu. ̈
”Hah ... apa katamu? ̈ seru Sim Long.
”Melahirkan dan mendidik anak, ini kan urusan biasa, mengapa
engkau terkejut? ̈
”Tapi kita ... kita .... ̈
”Betul, kita tidak dapat terikat menjadi satu, sebab engkau sudah
hampir mati, namun melahirkan anak adalah soalnya lain, betul
tidak? ̈
”Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. ̈
Fifi memejamkan mata dan berucap, ”Sungguh ingin kulihat anak
yang kita lahirkan ini orang macam apa, sungguh sangat kuharapkan
.... ̈
Ia tertawa terkikik, ”Bayangkan, lelaki paling pintar, paling gagah
bersama perempuan paling keji dan juga paling cerdas, anak yang
dilahirkan mereka akan menjadi orang macam apa? ̈
Senang sekali tertawanya, sambil bertopang dagu ia menyambung
lagi, ”Ya, sampai aku pun tidak berani membayangkan akan
merupakan orang macam apa anak ini, tidak perlu disangsikan lagi
dia akan jauh lebih pintar daripada siapa pun. Tapi apakah dia akan
jujur, atau jahat? Apakah hatinya penuh cinta kasih terhadap
sesamanya seperti ayahnya, atau akan menuruni ibunya yang penuh
rasa benci dan dendam? ̈
Sim Long melongo bingung. ”Wah, ini ... ini .... ̈ sungguh ia tidak
tahu apa yang harus diucapkannya.
Fifi berucap pula dengan tertawa, ”Kuyakin apa pun anak ini pasti
akan menjadi orang yang sangat menonjol, bila dia perempuan, dia
tentu akan membuat setiap lelaki di dunia ini tergila-gila dan
bertekuk lutut di bawah kakinya. Jika dia lelaki, maka dunia ini pasti
akan berubah sama sekali lantaran dia. Engkau setuju tidak? ̈
Sim Long menghela napas, sungguh dia tidak berani membayangkan
hal ini.
”Jika kita mempunyai anak semacam ini, masa engkau tidak
senang? ̈
”Memangnya apa yang harus kukatakan? ̈
”Jika betul kita mempunyai anak sehebat itu, mati pun engkau tentu
akan puas, ̈ ucap Fifi pula. ”Sedangkan aku, setelah punya anak
demikian, biarpun kau mati juga aku takkan kesepian lagi .... ̈
Lalu ia memejamkan mata pula, sambungnya, ”Bilamana aku teringat
padamu asal melihat dia, rasanya tentu akan terhibur. ̈
Sim Long tersenyum getir, ”Dari uraianmu ini, rasanya orang yang
menghendaki kematianku bukanlah dirimu. Jika seorang ingin
mengenangkan diriku, tapi juga ingin membunuhku, dalil ini sungguh
sukar kupahami. ̈
”Mengenangkan dirimu kelak dan membunuhmu sekarang, semua ini
adalah dua urusan yang berbeda, ̈ ujar Fifi dengan tertawa.
”Kecuali dirimu, di dunia ini mungkin tidak ada yang menganggap
urusan ini adalah dua hal yang berlainan. ̈
”Kan sudah kau katakan sendiri, aku tidak sama dengan orang lain? ̈
”Betul, memang pernah kukatakan demikian, engkau memang
berbeda dengan orang lain. ̈
”Engkau juga tidak sama dengan orang lain, ̈ ucap Fifi dengan
lembut. ”Engkau adalah lelaki yang tidak dapat kulupakan, dua hari
lagi bila engkau hadir dalam upacara nikahku, bisa jadi akan
kutersenyum padamu. ̈
”Upacara nikah? .... Engkau tetap akan menikah dengan Koay-lok-
ong? ̈
”Tentu saja. ̈
”Tentu saja? Urusan yang paling tidak wajar, tidak masuk akal, tapi
kau anggap lumrah? ̈
”Memangnya tidak betul? ̈
”Telah kau serahkan tubuhmu kepadaku, juga ingin melahirkan anak
bagiku, tapi engkau masih akan menikah dengan orang lain, masa ini
pantas? ̈
”Melahirkan anak dan menikah dengan orang kan dua urusan yang
tidak sama. ̈
”Tapi jangan kau lupakan, engkau adalah anak perempuannya. ̈
”Jika aku bukan anak perempuan, mana bisa kunikah dengan dia .... ̈
ucap Fifi sekata demi sekata.
”Hah, terhitung dalil apa ini? Sungguh aku tidak mengerti jalan
pikiranmu. Tidak sedikit orang gila yang pernah kulihat, tapi tiada
seorang lebih gila daripadamu. ̈
Fifi tertawa terkikik, ”Hihi, akhirnya Sim Long marah juga lantaran
diriku, sungguh aku harus merasa bangga. ̈
Perlahan ia meraba dada Sim Long dan menyambung pula, ”Tapi
engkau juga jangan marah, apa pun aku tetap cinta padamu, hanya
engkau seorang yang kucintai di dunia ini, cinta sampai tergila-gila
.... ̈
Ia pandang Sim Long dengan terkesima dan bicara dengan lembut.
Pada saat yang sama tangannya yang meraba Sim Long sekaligus
menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhannya dan membuatnya tak bisa
berkutik pula.
”Apa pula yang ingin kau katakan padaku? ̈ bisik Fifi di tepi telinga
Sim Long.
”Dapat kukatakan apa lagi? ̈ ujar Sim Long dengan gegetun.
¡Seorang anak perempuan berbaring dalam pelukanku dan bilang
mencintaiku, berbareng juga menutuk Hiat-toku .... ̈
Ia tersenyum kecut, lalu menyambung, ”Terhadap anak perempuan
begini, apa lagi yang dapat kukatakan. ̈
”Tapi anak perempuan begini juga tidak dapat ditemui setiap orang,
betul tidak? .... Maka seharusnya engkau merasa beruntung .... ̈
Fifi tertawa sambil turun dan berdiri di depan tempat tidur, perlahan
ia mengenakan pakaiannya, sorot matanya tidak pernah
meninggalkan wajah Sim Long, lalu berkata pula, ”Engkau boleh
tidurlah, aku mau pergi. ̈
Sim Long tertawa getir, ”Terima kasih atas perhatianmu. ̈
”Dalam keadaan begini, lelaki yang masih dapat bicara serupa dirimu
rasanya tidak ada keduanya di dunia ini, pantas juga aku sedemikian
cinta kepayang padamu. ̈
Mendadak ia berjongkok dan mencium pipi Sim Long, ucapnya
lembut, “Sungguh aku sangat cinta padamu, kelak bila kubunuhmu
tentu akan kuperlakukan dengan mesra. ̈
*****
Keadaan Cu Jit-jit, Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji tentu saja tidak
romantis serupa Sim Long, dengan sendirinya juga tidak tersiksa
seperti Sim Long. Mereka terkurung di dalam sebuah kamar batu.
Hari pertama mereka tidak mau bicara.
Hari kedua, mereka ingin bicara, tapi tidak tahu apa yang harus
dikatakan. Akhirnya muncul Pek Fifi. Dia kelihatan bercahaya, jauh
lebih cantik
daripada biasanya. Segera Jit-jit memejamkan mata dan tidak mau
memandangnya.
Sebaliknya Fifi sengaja menuju ke depannya, tegurnya dengan
tertawa manis, ”Eh, nona Cu, Cu-siocia, baik-baikkah engkau? ̈
Langsung Jit-jit menjawab dengan berteriak, ”Pek-kiongcu, Pek
permaisuri, aku tidak baik, sedikit pun tidak baik. ̈ ”Mengapa engkau
tidak gembira ria? ̈ tanya Fifi pula. ”Hm, apakah engkau yang
gembira ria? ̈ jengek Jit-jit. ”Dengan sendirinya aku sangat gembira,
pernah hidupku ria seperti ini, sebab sekarang aku sudah mempunyai
selama gembira tidak
sesuatu, sebaliknya engkau tidak punya, ̈ ujar Fifi dengan tertawa.
”Aku memang tidak mempunyai hati sekeji hatimu, ̈ teriak Jit-jit. Fifi
tidak menghiraukannya, sambungnya dengan tenang, ”Barang
yang kumiliki ini meski sangat kuidam-idamkan, tapi selama hidupmu
jangan harap akan kau punyai. ̈ ”Apa pun kau punyai tidak kuinginkan, ̈
teriak Jit-jit. ”Tapi bila engkau mengetahui barang yang kumaksudkan,
saking
kagumnya mungkin engkau akan menitikkan air
mata. ̈ ”Barang apa itu? Coba katakan! ̈
”Sekarang tidak dapat kuberi tahukan, ̈ jawab Fifi dengan terkikik
senang.
Saking geregetan sungguh Jit-jit ingin menggigitnya. Sampai sekian
lama ia melotot, mendadak ia berteriak pula, ”Di mana Sim Long? ̈
”Dia sangat baik, justru ingin kukatakan padamu sekarang, dia juga
sangat gembira ria. ̈
”Sebab ... sebab apa dia gembira? ̈
”Sebab barang yang kumiliki ini adalah hasil buatanku dengan dia, ̈
jawab Fifi dengan kerlingan mata yang bahagia.
Memandang sinar mata Fifi yang mencorong dan wajahnya yang
pucat bersemu kemerah-merahan itu, mendadak tubuh Jit-jit
bergemetar, teriaknya, ”Hasil ... hasil perbuatan antara ... antara dia
denganmu? ̈
”Ai, adik yang baik, boleh kau pikirkan saja dengan lebih cermat,
namun semoga engkau tidak dapat memahaminya, kalau tidak .... ̈
Fifi mencolek pipi Jit-jit sekali, lalu tinggal pergi dengan tertawa
genit.
”Jangan menangis. Jit-jit, jika engkau menangis tentu dia akan
tambah senang, ̈ kata Miau-ji.
”Tapi dia ... dia dan Sim Long jangan-jangan sudah ... sudah .... ̈
”Memangnya ada apa antara dia dan Sim Long? Masakah engkau
tidak percaya kepada Sim Long? ̈
”Namun perempuan keji seperti dia apa pun dapat diperbuatnya, ̈
sambat Jit-jit dengan sedih.
”Ai, anak bodoh, dia bicara begitu tiada lain karena sengaja hendak
membikin keki padamu, mengapa kau mau percaya .... ̈
”Tapi bukan mustahil memang sungguh terjadi, ̈ jengek Ong Ling-
hoa.
”Tidak, tidak sungguh terjadi, tidak mungkin terjadi, ̈ seru Jit-jit
parau.
”Jika kau yakin tidak terjadi sungguh mengapa engkau menangis? ̈
ejek Ling-hoa.
”Ong Ling-hoa, ̈ bentak Miau-ji, ”untuk apa kau bicara demikian?
Mengapa kau bikin dia berduka? ̈
”Aku hanya bicara apa yang terjadi sesungguhnya, ̈ sahut Ling-hoa.
”Hm, kalian kakak beradik memang serupa, setiap saat selalu
mengharapkan orang lain berduka .... Agaknya bila melihat orang lain
berduka barulah hati kalian sendiri merasa senang, ̈ teriak Miauji
dengan gusar.
”Betul, aku dan dia memang banyak persamaan, kecuali satu hal. ̈
”Hal apa? ̈ tanya si Kucing.
”Dia suka kepada Sim Long, sedangkan aku tidak, ̈ jengek Ling-hoa.
Miau-ji memandang sekejap Cu Jit-jit yang masih menangis,
teriaknya, ”Kentut busuk! Jika dia suka kepada Sim Long, mengapa
hendak dibunuhnya pula? ̈
”Soalnya dia tidak boleh tidak mesti membunuhnya. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Ada dua alasan. Pertama, demi Koay-lok-ong, dia ingin menuntut
balas dan terpaksa menikah dengan Koay-lok-ong. Dan bila dia
menikah dengan Koay-lok-ong tentu tak dapat menjadi istri Sim Long
.... ̈ Ling-hoa tertawa, lalu menyambung, ”kutahu orang semacam
dia, sesuatu yang tak dapat diperolehnya terpaksa akan
dimusnahkannya. Dan karena dia tidak dapat menjadi istri Sim Long,
maka dia ingin membunuhnya. ̈
”Huh, ini bukan sifat manusia lagi, ̈ jengek Miau-ji.
”Apalagi, seumpama dia tidak jadi menikah dengan Koay-lok-ong kan
sakit hatinya sudah terbalas juga. Ia tahu takkan mendapatkan Sim
Long, sebab ia tahu yang ingin diperistri Sim Long ialah Cu Jit-jit dan
bukan dia. ̈
”Jika begitu, mengapa tidak, dia bunuh diriku saja, ̈ teriak Jit-jit
parau. ”Asalkan Sim Long tetap hidup, mati juga aku rela. ̈
”Alangkah luhurnya cinta kasih, sungguh mengagumkan, ̈ jengek
Ling-hoa. ”Tapi nona Cu yang berjiwa luhur, seumpama dia
membunuhmu lebih dulu toh dia tetap akan membunuh Sim Long
juga. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Jit-jit.
”Bila dia membunuhmu dan seumpama jadi menikah dengan Sim
Long, pasti juga Sim Long akan tambah terkenang kepadamu. Dan
semakin Sim Long terkenang padamu, dengan sendirinya juga
tambah benci padanya. ̈
”Betul juga, ̈ ujar Miau-ji.
”Tapi biarpun dia mendapatkan Sim Long tetap takkan mendapatkan
hatinya, ̈ sambung Ling-hoa pula. ”Dan jika dia tidak mendapatkan
hati Sim Long, lebih baik kan membunuhnya. Sebab itu, bicara kian
kemari toh dia tidak bisa tidak harus membunuh Sim Long. Rupanya
Thian telah mengatur secara begitu, tidak ada pilihan lain baginya. ̈
”Mengapa Thian mengatur begini? Mengapa? ̈ seru Jit-jit menangis.
”Huh, jangan kau percaya kepada ocehannya, apa yang dipikir Pek
Fifi mustahil diketahuinya, ̈ kata Miau-ji dengan gusar.
”Masa aku tidak tahu isi hati Pek Fifi? ̈ ujar Ling-hoa dengan tertawa.
”Kan dalam tubuh kami mengalir jenis darah yang sama, dengan
sendirinya aku jauh lebih paham akan isi hatinya daripada orang
lain. ̈
”Sungguh aku tidak mengerti, mengapa Thian melahirkan dua
manusia serupa kalian ini, ̈ ucap Miau-ji dengan geregetan.
”Sebab Thian yang Mahakuasa juga ingin melihat sandiwara menarik
ini, ̈ ucap Ling-hoa dengan gelak tertawa.
Kejadian ini memang sandiwara yang menarik. Cuma siapa pun tidak
tahu tragedi atau komedi?
Biasanya tragedi di dunia ini selalu lebih banyak daripada komedi.
*****
Suasana terasa semarak, semuanya serbabaru, macam-macam
warna cemerlang, berbagai jenis kain sutra, semuanya gemilang dan
tertumpuk di kamar batu yang tua ini, teruruk di depan Cu Jit-jit.
Dua babu kekar membentang setiap bahan pakaian itu dan
diperlihatkan kepada mereka, di antaranya cuma Him Miau-ji saja
yang tidak sudi memandangnya barang sekejap pun.
Pui Sim-ki berdiri di samping dengan berpangku tangan, ucapnya
dengan tertawa, ”Kain ini dibeli dari toko Sui-hu-siang yang terkenal
di Sohciu, harap kalian masing-masing memilih sepotong, nanti akan
kusuruh ahli jahit mengukur badan kalian. ̈
”Mengapa Koay-lok-ong sebaik ini kepada kami? ̈ tanya Ong Ling-
hoa dengan tertawa.
”Kiranya kalian belum tahu .... ̈
”Tahu apa? ̈ tanya Ling-hoa.
”Besok adalah hari nikah Ongya dan nona Fifi, maka Ongya
mengundang kalian memakai baju baru untuk ikut hadir pada
upacara nikah beliau. ̈
”Hah, mereka akan menikah benar-benar? ̈ seru Jit-jit.
”Urusan penting begini masakah boleh dibuat berkelakar? ̈ ujar Pui
Sim-ki.
Jit-jit menghela napas panjang, entah duka entah girang, gumamnya,
”Besok ... sungguh cepat mereka .... ̈
”Baik, kupilih kain berwarna jambon itu, warna merah kan tanda
bahagia bagi Koay-lok-ong, ̈ kata Ling-hoa dengan tertawa.
”Terima kasih atas pujian Kongcu .... Dan Him-kongcu memilih warna
apa? ̈ tanya Pui Sim-ki.
”Aku bukan Kongcu segala, selama hidup juga takkan memakai baju
persetan seperti ini, aku lebih suka telanjang daripada pakai baju
begini, ̈ teriak si Kucing.
Pui Sim-ki tersenyum, katanya, ”Jika Ongya sudah memberi perintah
demikian, betapa pun Him-kongcu tidak boleh membantah, karena
Him-kongcu tidak mau memilih, biarlah kau pakai warna merah tua
ini saja. Dan nona Cu memilih kain warna apa? ̈
”Aku ingin tahu Sim Long memilih warna apa? ̈ tanya Jit-jit.
”Entah, aku tidak tahu, urusan Sim-kongcu biasanya diselesaikan oleh
nona Pek sendiri. ̈
Jit-jit menggigit bibir, ucapnya, ”Besok ... lewat besok dia masih akan
mengurusi dia? ̈
”Dan lewat besok, bagaimana pula dengan kita? ̈ tukas Ong Ling-
hoa.
Terbayang akan hubungan Pek Fifi dengan Koay-lok-ong dan
macam-macam akibat yang mengerikan sesudah mereka menikah,
lalu terpikir pula keadaan sendiri, diam-diam Him Miau-ji merasa
sedih.
***** Saat itu Pek Fifi lagi bersandar di ujung tempat tidur dan
sedang
memandang Sim Long, katanya santai, ”Besok juga aku akan
menikah. ̈ Sim Long mengiakan dengan tak acuh. ”Apakah yang kau
rasakan? ̈ tanya Fifi pula. ”Tidak ada, ̈ jawab Sim Long. Fifi
menggigit bibir, ”Masa tidak kau rasakan sesuatu? Apakah kau
tahu selewatnya besok akan bagaimana jadinya dirimu? ̈
”Urusan ini baru akan kupikirkan setelah lewat besok, ̈ kata Sim
Long. Mendadak Fifi bergelak tertawa, ”Kau tahu betapa bahagia,
betapa
menyenangkan besok, pada malam sebelum hari besar ini, masa
sedikit pun engkau tidak merasakan sesuatu? ̈
”Sedikit pun tidak ada, ̈ jawab Sim Long. ”Apakah engkau sudah
beku? Sudah mati rasa? ̈ teriak Fifi mendongkol.
”Orang yang sudah mati rasa tentu takkan merasa tersiksa, orang
yang mati rasa juga ada faedahnya. ̈ Dengan gemas Fifi berteriak
pula, ”Sebenarnya akal setan apa yang lagi berkecamuk dalam
benakmu? ̈
”Orang yang sudah mati rasa mana punya akal segala? ̈
”Jangan kau bohong, kutahu orang semacam dirimu tak nanti rela
mati begitu saja, sebelum engkau mengembus napas terakhir tidak
nanti putus harapan. ̈
”Mungkin .... ̈
”Tapi akal setan apa pun yang kau rancang tetap tidak ada
gunanya, ̈ ucap Fifi sekata demi sekata.
”Oo, apa betul? ̈ kata Sim Long tak acuh.
Kembali Fifi tertawa keras, katanya, ”Besok, upacara nikah yang
paling aneh, paling bahagia, dan juga paling tragis akan berlangsung,
apa yang akan terjadi besok pasti akan dijadikan bahan cerita di
dunia persilatan secara abadi. Besok adalah hari yang paling menarik,
paling tegang dan paling merangsang yang pernah terjadi di dunia
Kangouw. ̈
Dengan penuh emosi ia pegang tangan Sim Long dan berteriak pula,
”Semua ini adalah perencanaanku secara cermat, semuanya akan
berlangsung menurut rencana, betapa pun takkan kuinginkan
diganggu oleh siapa pun, di dunia ini juga tidak ada seorang pun
mampu mengacau dan merusaknya. ̈
*****
Dan hari yang luar biasa ini akhirnya tiba juga.
Segala sesuatu berlangsung menurut rencana secara ketat dan rapi,
sedikit pun tidak kacau, tidak ada titik lemah segala, akibat yang
menakutkan dan tragis sudah dapat dibayangkan.
Him Miau-ji memakai baju merah tua, berdandan secara rapi,
mukanya bercahaya, namun kelihatan gusar, mata melotot.
Ong Ling-hoa memandangnya dengan tersenyum, katanya, ”Miau-
heng, tak kusangka engkau sedemikian tampan, belum pernah
kulihat ketampananmu ini, hari ini engkau sendiri kelihatan seperti
pengantin barunya. ̈
”Dan kau sendiri serupa cucuku, ̈ jawab Miau-ji dengan gemas.
Dia sangat gusar sehingga makian yang lucu juga dilontarkan, habis
berucap, ia merasa geli sendiri. Tapi dalam keadaan demikian mana
dia dapat tertawa.
Sekarang mereka serupa boneka saja duduk di atas kursi, di luar
terdengar berondongan mercon, menyusul beberapa lelaki kekar
lantas menggotong keluar mereka.
Ruangan pendopo dipajang dengan sangat meriah, ruangan yang
antik itu tampak semarak dengan hiasan warna-warni. Namun ketika
masuk ke situ, mau tak mau timbul juga semacam rasa seram, ruang
pendopo yang luas di mana-mana serasa tersembunyi alamat tidak
enak.
Di sini memang tempat yang beralamat tidak baik. Dahulu, kerajaan
Lau-lan yang pernah jaya justru musnah di sini.
Di depan undak-undakan batu pualam sudah dibentang permadani
merah, pada ujung sana terdapat sebuah meja besar dengan dua
kursi berlapis kain satin, mungkin di sinilah tempat duduk Koay-lok-
ong dan permaisurinya nanti.
Seterusnya di kanan-kiri juga ada meja panjang, di atas meja
tersedia empat pasang sumpit dan cangkir, semuanya benda
berharga yang sukar dinilai.
Ruangan pendopo sudah ramai orang berlalu-lalang, semuanya
berbaju baru dan wajah berseri-seri, namun di balik wajah yang
berseri itu seperti juga membawa semacam bayangan alamat yang
tidak baik. Mereka seperti sudah merasakan akan terjadi hal yang
tidak enak.
Tapi sesungguhnya urusan apa yang akan terjadi? Sejauh ini tidak
diketahui siapa pun.
*****
Pada waktu Jit-jit digotong masuk, Sim Long sudah duduk di balik
meja panjang sebelah kiri. Meski Jit-jit sudah bertemu dengan Sim
Long entah berapa puluh
atau ratus kali, tapi demi melihatnya sekarang, napasnya serasa mau
berhenti seluruhnya, mukanya menjadi panas rasanya. Sim Long
sedang memandangnya dengan tersenyum simpul.
Syukurlah, akhirnya Cu Jit-jit didudukkan di sebelah Sim Long.
Dengan suara lembut Sim Long bertanya padanya, ”Selama
beberapa hari ini apakah engkau baik-baik saja? ̈
Jit-jit menggigit bibir dan tidak bersuara. Memang beginilah hati
anak gadis bila lagi ngambek. ”Kenapa engkau tidak menggubris
diriku? ̈ Mata Jit-jit menjadi merah, seperti mau mencucurkan air
mata. ”Meng ... mengapa engkau berduka? ̈ ”Tentu saja aku tidak
gembira seperti kau, ̈ jawab Jit-jit dengan
dongkol. ”Aku gembira? ̈ Sim Long merasa bingung. ”Kan ada orang
menggantikan baju bagimu, ada orang meladenimu,
masa engkau tidak gembira? ̈ Bicara punya bicara, air mata pun
berlinang. ”Ah, kembali engkau berpikir yang tidak-tidak lagi, ̈ ujar
Sim Long
dengan tertawa.
”Ingin kutanya, ada orang bilang dia denganmu sudah memiliki
sesuatu bersama, barang apakah yang dimaksudkan? ̈
”Ai, kenapa engkau selalu percaya ocehan orang? ̈ ujar Sim Long
tertawa.
Jit-jit tidak dapat menatap orang secara lurus, ia hanya dapat
meliriknya, dilihatnya ujung mulut Sim Long masih membawa
senyumnya yang khas itu, senyum yang menggemaskan dan juga
memikat.
”Engkau tidak gembira, kenapa masih dapat tertawa? ̈ ujar Jit-jit
dengan gemas.
”Aku memang rada gembira, tapi sama sekali bukan menyangkut
urusan yang kau katakan itu. ̈
”Habis mengenai urusan apa? ̈
”Sekarang engkau jangan tanya dulu, tidak lama tentu kau tahu
sendiri, ̈ desis Sim Long.
Sinar matanya tampak gemerdep dengan cerdiknya, sinar mata yang
sukar diraba apa artinya.
Setelah meliriknya lagi, akhirnya Jit-jit menghela napas dan tidak
tanya pula.
Dalam pada itu di balik kedua baris meja panjang sudah penuh
diduduki lelaki kekar berbaju satin, tampaknya mereka adalah anak
buah Koay-lok-ong, biarpun duduk sebagai tamu, namun mereka
duduk dengan prihatin.
Di serambi kedua sisi ruangan pendopo dialingi oleh tabir sutra itu
kelihatan bayangan orang berseliweran, dari perawakannya yang
ramping jelas mereka adalah anak perempuan, tentunya mereka
inilah penari dan penyanyi yang akan meriahkan pesta nikah ini.
Tapi sekarang suara musik belum lagi terdengar, ruangan pendopo
sunyi senyap, suara napas masing-masing pun hampir terdengar.
Anehnya di ruangan yang penuh hadirin ini tidak terasa panas,
sebaliknya malah terasa seram sejuk.
Pada saat itulah Pui Sim-ki yang kelihatan berjubah satin dan
berkopiah kebesaran melangkah masuk dari luar, pedang yang selalu
disandangnya sudah ditanggalkan. Sekilas pandang langsung ia
menuju ke tempat duduk Sim Long.
Dia bersikap sangat riang, langkahnya juga enteng.
”Hari ini mungkin engkau yang paling sibuk, ̈ sapa Sim Long.
”Kesibukan kerja, bagiku malah terasa senang, ̈ ujar Pui Sim-ki
dengan hormat.
”Bagaimana keadaan di luar? ̈ tanya Sim Long.
”Hari cerah, langit bersih, hawa sejuk, suasana aman tenteram
membuat orang lupa pada persoalan pertempuran dan bunuh-
membunuh. ̈
”Apakah betul
tersenyum.
takkan
terjadi
bunuh-membunuh? ̈
Sim
Long
”Beberapa ratus tombak di sekitar sini keadaan aman tenteram,
sedikit pun tidak ada tanda memerlukan kewaspadaan, maka
Sim-Kongcu boleh silakan minum arak sepuasnya, pasti takkan terjadi
sesuatu yang mengganggu kesenanganmu. ̈
”Wah, jika begitu, tampaknya hari ini aku benar-benar bisa mabuk, ̈
seru Sim Long tertawa.
”Sim-Kongcu dan nona Cu, Ong-kongcu serta Him-kongcu memang
merupakan tamu agung khusus Ongya kami, bila kalian tidak makan-
minum sepuasnya, kan bisa menyesal nanti, ̈ ujar Pui Sim-ki.
”Eh, tamunya apa cuma kami berempat saja? ̈ tanya Jit-jit.
”Di dunia persilatan sekarang, kecuali kalian berempat, siapa pula
yang berharga menjadi tamu agung Ongya? ̈ ujar Sim-ki dengan
tertawa.
”Hm, jika begitu, rasanya kami harus merasa beruntung, ̈ jengek Jit-
jit.
Mendadak seorang anggota pasukan Angin Puyuh datang melapor,
”Toako diharapkan lekas siap, upacara sudah hampir dibuka. ̈
Maka terdengarlah suara musik mulai bergema, iramanya perlahan
dan meriah. Enam belas pasang muda-mudi muncul, ada yang
membawa karangan bunga, ada yang membawa benda antik, muncul
dari ujung permadani sana dan melangkah maju menurut irama
musik.
Pada saat itu juga ada empat gadis berbaju apik diam-diam
mendatangi belakang Sim Long berempat, keempat gadis sama
membawa poci arak perak dan menuangkan arak bagi mereka.
”Terima kasih, ̈ ucap Sim Long tersenyum.
Seorang gadis lantas mendesis di tepi telinga, ”Nionio (permaisuri)
memberi perintah, apabila Kongcu mengucapkan sepatah kata yang
merusak suasana riang ini, segera belati yang kubawa akan kutikam
punggung Kongcu. ̈
Sekilas melirik Sim Long melihat air muka Cu Jit-jit dan lain-lain juga
sama berubah, agaknya mereka pun diancam dengan cara yang
sama oleh gadis yang menuangkan arak.
Benar juga, segera terasa benda dingin menembus sandaran kursi
dan mengancam punggung Sim Long.
”Ai, nona kalian agak terlalu khawatir, masakan kami ini orang yang
suka merusak suasana? ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Jika Kongcu tidak bicara apa-apa, dengan sendirinya itulah yang
diharapkan, ̈ kata gadis itu tanpa menarik kembali belatinya.
Rupanya yang ditakuti Pek Fifi adalah Sim Long membeberkan
hubungan darahnya dengan Koay-lok-ong, perencanaannya memang
rapi, ternyata semua kemungkinan telah dipikirkan dengan baik.
Walaupun wajah Sim Long tetap mengulum senyum, di dalam hati
merasa gegetun.
Sementara itu barisan muda-mudi tadi sudah lewat ke sana.
Menyusul ada lagi 16 pasang gadis jelita berbaju sutra. Irama musik
pun tambah lambat.
Di tengah ruang pendopo, kecuali Sim Long berempat, orang lain
sudah sama berbangkit dengan khidmat.
Lalu muncul Koay-lok-ong dengan jubah warna lembayung, kopiah
raja yang megah, di bawah iringan Pui Sim-ki dan tiga pemuda
tampan lain terus menelusuri permadani merah.
Jenggotnya yang panjang sudah dipotong dengan rajin hingga
gemerlapan di bawah cahaya lampu, codet di dahinya seakan-akan
juga bercahaya.
Ia bertindak dengan langkah lebar, tidak mengikuti irama musik, ia
memandang kian kemari, lagaknya gagah dan angkuh.
Si Kucing tertawa, katanya, ”Meski menjadi pengantin baru, lagak
Koay-lok-ong serupa hendak mencari seteru untuk berkelahi .... ̈
Meski perlahan ucapannya, tapi baru berucap begini, segera sorot
mata Koay-lok-ong yang tajam itu menyapu ke arahnya.
Jika orang lain tentu sudah ketakutan dan tidak berani bersuara lagi.
Namun Him Miau-ji berlagak tidak tahu, ia berbalik tertawa dan
berseru, ”Wahai Koay-lok-ong, terimalah ucapan selamatku! Jika hari
ini adalah hari bahagiamu, kenapa engkau tidak bersikap ramah
sedikit agar tidak membuat pengantin perempuannya ketakutan. ̈
Karena ucapan dan olok-oloknya ini, semua hadirin sama melengak.
Kening Koay-lok-ong tampak bekernyit, tapi segera ia pun tertawa,
katanya, ”Jangan khawatir, pengantin perempuanku ini tidak nanti
dapat ditakut-takuti siapa pun. ̈
”Ya, kata-kata ini memang benar juga, ̈ tukas Ong Ling-hoa dengan
gegetun.
Di tengah gelak tertawanya Koay-lok-ong sudah menaiki undak-
undakan, lalu duduk di kursinya.
Suara musik masih terus bergema, semua orang sama memandang
ke pintu masuk, menantikan munculnya pengantin perempuan. Tapi
meski sudah ditunggu sampai sekian lama bayangan pengantin
perempuan tetap tidak kelihatan.
Tentu saja para hadirin saling pandang dan menampilkan rasa heran.
Cu Jit-jit sengaja berseru, ”Eh, mengapa jadi begini? Di manakah
pengantin perempuan? ̈
”Ya, jangan-jangan kabur di garis depan! Haha! ̈ tukas si Kucing
dengan tertawa.
Meski mereka tahu Pek Fifi tidak mungkin tidak muncul, apa yang
mereka ucapkan tidak lain hanya untuk membikin marah Koay-lokong
saja. Maklumlah, dalam keadaan demikian mereka pun tidak gentar
lagi. Bilamana seorang toh akan mati, apa pula yang ditakuti?
Muka Koay-lok-ong tampak masam juga, tanyanya dengan suara
tertahan, ”Ke mana dia pergi? ̈
Cepat Pui Sim-ki membisikinya, ”Setengah jam yang lalu Tecu melihat
Nionio sedang bersolek di Pek-hoa-kiong. ̈
”Siapa saja yang berada di sana? ̈
”Kecuali kedua mak tua juru rias dan ahli tata rambut paling terkenal
merangkap penjual bedak, selebihnya yang berada di situ adalah
pelayan pribadi Nionio. ̈
”Ahli tata rambut? .... ̈ kening Koay-lok-ong bekernyit pula.
”Kakek Thio itu sudah 50 tahun bekerja begitu, di daerah utara sini,
setiap anak perawan keluarga mampu yang kawin pasti dia yang
memborong bedak yang diperlukan dan sekaligus menata rambut
pengantin perempuannya. ̈
”Apakah sudah kau selidiki dengan cermat asal-usulnya? ̈ tanya
Koay-lok-ong.
”Sudah, selain seluk-beluk pribadinya, waktu datang juga sudah kami
periksa dengan teliti, setelah jelas dia bukan samaran orang lain dan
membawa sesuatu benda berbahaya barulah diperbolehkan masuk
kemari. ̈
Koay-lok-ong tersenyum puas, katanya, ”Selama dua hari ini rasanya
aku hanya memerhatikan urusan pernikahan sehingga melupakan
urusan lain, hendaknya kau kerja dengan lebih hati-hati. ̈
Pui Sim-ki mengiakan dengan hormat.
Koay-lok-ong mengangguk-angguk, tapi bergumam lagi, ”Tapi
mengapa dia belum lagi muncul. ̈
”Tecu sudah mengirim orang untuk mendesaknya, ̈ tutur Pui Sim-ki.
”Coba kau pergi melihatnya lagi, apakah mungkin ada .... ̈ belum
lanjut ucapannya, dengan tertawa cerah ia menyambung, ”Aha, itu
dia sudah datang! ̈
Mereka bicara dengan perlahan sehingga orang lain tidak tahu apa
yang diperbincangkan mereka, cuma ketika Koay-lok-ong tertawa
cerah, serentak semua orang lantas memandang juga ke luar pintu.
Benar juga, pengantin baru, calon permaisuri Koay-lok-ong, si cantik
Pek Fifi memang sudah muncul di depan pintu.
Di bawah irama musik yang merdu ia melangkah masuk dengan
lemah gemulai.
Dia memakai baju sutra tipis yang berwarna-warni berhias pita yang
cerlang-cemerlang dan terseret di lantai dan menelusuri permadani
merah sehingga tampaknya serupa bidadari penyebar bunga.
Ia memakai kopiah indah dengan tutup muka tabir mutiara, samar-
samar kelihatan senyumnya yang menggiurkan serupa dewi
kahyangan.
Meski dia berjalan selangkah demi selangkah, yang dilalui hanya
hamparan permadani merah, tapi setiap langkahnya serupa berjalan
di atas surga, sikap anggun memesona.
Yang duduk di ruangan ini semuanya orang lelaki, setiap orang sama
mengeluarkan suara takjub dan gegetun, ”Ai, sungguh beruntung
orang yang dapat mempersunting gadis semolek ini. ̈
Hanya Sim Long dan lain-lain saja yang tahu, barang siapa
memperistrikan dia, maka orang itu pasti akan konyol, terlebih Koay-
lok-ong yang menjadi calon pengantin lelaki itu.
Sesuai gelarnya, Koay-lok-ong alias Raja Maha senang, mungkin dia
memang hidup senang, tapi tampaknya dia akan segera berubah
menjadi manusia yang paling malang dan paling tragis, selama hidup
ini jangan harap lagi akan senang pula.
Setiap orang sama mengagumi kemegahan upacara nikah ini, hanya
Sim Long dan lain-lain tahu yang berlangsung ini tidak lain hanya
adegan tragedi yang paling memilukan.
Perlahan Pek Fifi mendaki undak-undakan pualam.
Koay-lok-ong tertawa senang sambil menggosok-gosok tiga buah
cincinnya yang berbatu permata.
Mendadak Miau-ji berseru pula, dengan tertawa, ”Haha, pengantin
perempuan sudah datang, masa pengantin lelaki tidak berdiri
menyambutnya? ̈
”Memang harus begitu, ̈ Koay-lok-ong berkata. ”Silakan hadirin
minum arak sepuasnya! ̈
”Hei, masa hanya begini saja upacara lantas selesai? ̈ seru Miau-ji.
Koay-lok-ong tertawa, ¡Ah, memangnya aku pun harus melakukan
upacara tetek bengek serupa orang-orang udik itu? Bagiku upacara
ini asalkan khidmat dan tidak perlu banyak adat. Cukup diketahui
umum bahwa hari ini aku sudah menikah dengan istri yang tidak ada
bandingannya di dunia ini. ̈
Fifi tampaknya menjadi malu, dengan menunduk ia mendesis,
”Terima kasih Ongya. ̈
Kembali Koay-lok-ong terbahak dan hadirin pun bersorak.
”Keempat tamu agung kita perlu dilayani khusus, ̈ pesan Koay-lok-
ong.
Tapi Him Miau-ji lantas berteriak, ”Aku tidak sudi dicekoki pelayanmu
yang busuk, bisa kusemburkan dan mungkin juga tumpah. ̈
Koay-lok-ong berpikir sejenak, lalu memberi perintah, ”Sim-ki, boleh
buka Koh-cing-hiat mereka, pesta ria ini harus berlangsung tanpa
terganggu. ̈
Jika cuma Koh-cing-hiat yang dibuka, tangan dapat bergerak, tapi
karena Hiat-to lain masih tertutuk, maka belum lagi mampu
menggunakan tenaga, jadi tangan hanya dapat digunakan untuk
makan-minum saja.
Maka pesta pun dimulai. Koay-lok-ong kelihatan sangat senang.
Maklumlah, inilah puncak kesuksesan selama hidupnya, meski cita-
citanya belum seluruhnya terlaksana, tapi keadaannya sekarang
sudah memungkinkannya untuk merajai dunia persilatan daerah
Tionggoan, dengan sendirinya ia tertawa gembira.
Koay-lok-ong melirik Sim Long sekejap, lalu berkata dengan tertawa,
”Sim Long, coba lihat selama ini adakah seorang dunia persilatan
mencapai sukses melebihiku, dalam keadaan demikian siapa pula bisa
lebih gembira daripadaku. ̈
”Sesuatu yang sudah mencapai puncaknya segera pula akan
menurun, kegembiraan yang melampaui batas pasti tidak kekal .... ̈
jengek Sim Long.
Air muka Koay-lok-ong berubah masam, katanya dengan gusar, ”Sim
Long, jangan kau lupa saat ini engkau adalah tawananku .... Aha,
kutahu, tentu lantaran engkau iri padaku bukan? Kau iri akan
kesuksesanku, cemburu padaku karena aku mempersunting istri
secantik bunga ini, makanya kau bicara demikian. ̈
¡Dan engkau tidak marah lagi? ̈ tukas Ling-hoa.
”Bisa dicemburui orang semacam Sim Long kan harus dibuat bangga,
kenapa aku perlu marah? ̈ ujar Koay-lok-ong tertawa, lalu ia angkat
cawan tinggi-tinggi dan berseru, ”Nah, apakah kalian tidak merasa
pantas habiskan tiga cawan bagi kesuksesanku yang tidak ada
bandingannya sepanjang zaman ini. ̈
Seketika bergemuruh orang bersorak-sorai, semua orang berdiri dan
menghabiskan isi cawan masing-masing.
Melihat keadaan bertele-tele begitu, Ong Ling-hoa menjengek,
”Tampaknya mereka sudah hampir masuk kamar pengantin dan
kepala kita selekasnya akan dipenggal, masa engkau belum lagi
berdaya, Sim Long? ̈
”Kesempatan belum ada, apa dayaku? ̈ sahut Sim Long.
”Bilakah kesempatan akan tiba? Menunggu setelah kepala kita
terpenggal? ̈ jengek Ling-hoa pula.
¡Umpama begitu juga apa boleh buat? ̈ kata Sim Long.
”Biarpun mati juga tidak menjadi soal, biarlah kuminum 300 cawan
lebih dulu, ̈ ujar Miau-ji dengan tertawa.
¡Bagiku mati sekarang juga mendingan, Sim Long masih duduk di
sampingku, ̈ tukas Jit-jit.
”Haha, bagus Sim Long, biar kusuguh tiga cawan padamu, rasanya
tidak sia-sia persahabatanku denganmu ini, ̈ seru Miau-ji dengan
tertawa, meski lantang suaranya terasa memilukan juga.
Jilid 37
Yang disedihkan bukan dia sendiri melainkan Sim Long.
Kaum kesatria tidak gentar mati, namun tidak urung juga bersedih
ketika harus berpisah. Tapi apakah betul sekali ini adalah pertemuan
mereka yang terakhir?
Suasana ruangan pesta riang gembira, hanya mereka saja yang
gelisah dan cemas.
Koay-lok-ong sedang melirik Pek Fifi yang cantik itu, mendadak ia
menaruh cawan arak dan berkata kepada mereka, ”Bolehlah kalian
minum sepuasnya, mati mabuk pun boleh. Dan aku ... haha, sudah
waktunya mengundurkan diri. ̈
”Hah, betul, waktu berarti emas, memang engkau perlu lekas masuk
kamar pengantin, ̈ ujar Ling-hoa dengan tertawa.
Koay-lok-ong terbahak, ”Betapa pun Ong Ling-hoa memang pemuda
romantis. ̈
Pada saat itulah mendadak seorang berlari masuk. Baju orang ini
berwarna mencolok dan ringkas singsat, sedikit pun tidak ada tanda
habis minum arak, pedang tersandang miring di punggungnya.
Gemerdep sinar mata Sim Long, katanya, ”Mungkin orang ini penjaga
di luar. ̈
”Betul, melihat gelagatnya jangan-jangan terjadi sesuatu? ̈ ujar
Miau-ji.
”Ya, semoga demikian adanya, ̈ gumam Ling-hoa.
Terlihat Pui Sim-ki memapaki orang yang baru masuk itu, kedua
orang bicara perlahan, sejenak air muka Pui Sim-ki tampak rada
berubah. Munculnya orang itu agaknya juga menarik perhatian
hadirin.
Segera Sim-ki berlari ke sisi Koay-lok-ong dan memberi lapor, ”Di luar
ada orang, katanya hendak mengucapkan selamat kepada Ongya. ̈
”Mengucapkan selamat? ̈ kening Koay-lok-ong bekernyit. ”Apakah
urusan pernikahanku ini sudah kalian siarkan? ̈
”Sama sekali berita ini tidak tersebar, ̈ jawab Sim-ki.
”Jika begitu, dari mana orang lain bisa tahu? ̈ damprat Koay-lok-ong
sambil menggebrak meja.
”Ya, jika terjadi demikian Tecu yang salah, ̈ jawab Sim-ki dengan
menunduk.
Sikap Koay-lok-ong berubah kalem sedikit, katanya, ”Orang banyak
bicara banyak, juga tak dapat menyalahkan kau. Cuma, kalau
orang-orang ini mampu menerobos berbagai rintangan dan
menerjang sampai di sini, tentu maksud tujuannya tidak baik. Berapa
orang mereka seluruhnya? ̈
”Serombongan terdiri dari sembilan orang malahan membawa dua
buah peti, katanya hendak disumbangkan kepada Ongya. ̈
”Bagaimana bentuk orang-orang itu? ̈
”Menurut laporan Capsite (adik ke-14) tadi, yang mengepalai
kesembilan orang itu adalah juragan besar buah semangka Hami,
yaitu Lam-tian-to-giok Bok Kong-tit, konon orang ini memiliki ribuan
hektare ladang semangka, kekayaannya sukar dihitung, Ginkangnya
juga tergolong kelas satu, ̈ demikian lapor Pui Sim-ki.
”Bok Kong-tit ... hm, rasanya pernah juga kudengar nama ini, cuma
selama ini dia tidak ada hubungan denganku, untuk apa jauh-jauh
dia mengantar kado ke sini? ̈ ujar Koay-lok-ong.
”Bisa jadi dengan jalan ini dia hendak menggabungkan diri di bawah
kekuasaan Ongya, ̈ kata Sim-ki dengan tertawa. ”Orang Bu-lim
sekarang siapakah yang tidak ingin bergabung dengan Ongya? ̈
Koay-lok-ong tertawa senang. ”Baik, jika demikian, silakan mereka
masuk, toh mereka hanya bersembilan orang, kecuali mereka sudah
bosan hidup, memangnya mereka berani main gila di sini? ̈
Di sebelah sana Jit-jit berbisik kepada Sim Long, ”He, kau kira Bok
Kong-tit ini benar datang mengantarkan kado saja? ̈
”Belum tentu benar, ̈ sahut Sim Long.
”Pernah juga kudengar Bok Kong-tit ini, namanya cukup tenar di
dunia Kangouw, tapi kalau dibandingkan Koay-lok-ong tentu masih
selisih jauh. ̈
”Kukira di balik urusan ini ada hal-hal yang tidak kita ketahui, ̈ kata
Sim Long. ”Yang kuherankan adalah kedua peti yang dibawanya .... ̈
”Memangnya petinya berisi siluman yang dapat makan manusia?
Apakah Koay-lok-ong dapat dikerjai olehnya? ̈ jengek Ong Ling-hoa.
”Bisa jadi juga, ̈ ujar Sim Long tertawa.
Dalam pada itu kedua peti yang dimaksudkan sudah digotong masuk
lebih dulu.
Peti terbuat dari kayu pilihan, bersegi delapan dan dilapis emas,
dengan sendirinya gemboknya juga terbuat dari emas.
Delapan orang yang menggotong peti juga berpakaian mewah, cuma
tampang mereka tidak luar biasa sehingga tidak menarik perhatian.
Namun tampang Bok Kong-tit sendiri justru luar biasa.
Tampak kedua matanya yang mencorong itu agak celung, tulang pipi
sangat tinggi, rambutnya yang hitam bersemu merah dan agak
keriting, mata pun siwer, yaitu berwarna biru kehijauan.
Meski pakaiannya sangat mewah, namun jubahnya cekak dan
rambutnya diikat, daun telinga pakai anting-anting sehingga kelihatan
agak misterius, tapi senyum yang menghias wajahnya kelihatan
ramah.
Dengan suara perlahan Miau-ji berkata, ”Menurut cerita di dunia
Kangouw, konon ibu Bok Kong-tit ini adalah perempuan barat yang
mahacantik, bahkan menguasai semacam kungfu ajaib dari negeri
Persi. Entah Bok Kong-tit ini mewarisi kepandaian sang ibu atau
tidak? ̈
”Kungfu ajaib apa? ̈ tanya Ong Ling-hoa.
”Cerita orang Kangouw berbeda-beda dan sukar dijelaskan, cuma
pada garis besarnya kepandaiannya itu adalah semacam ilmu gaib, ̈
Miau-ji tersenyum, lalu menyambung, ”Dan manfaat paling besar
pada ilmu gaibnya ini adalah untuk melarikan diri. ̈
”Melarikan diri? ̈ bekernyit kening Ong Ling-hoa oleh keterangan
aneh ini.
”Ya, konon orang yang menguasai ilmu gaib ini, sekali dia melarikan
diri, maka siapa pun tidak mampu merintanginya dan tidak dapat
menyusulnya, ̈ tutur Miau-ji pula dengan tersenyum. ”Menurut cerita
orang Kangouw, katanya Ginkang Bok Kong-tit mahatinggi, mungkin
ada sangkut paut dengan ilmu gaibnya ini. ̈
Tersembul juga senyuman pada ujung mulut Ong Ling-hoa,
gumamnya, ”Melarikan diri, hah, menarik juga kepandaian ini .... ̈
Sementara itu kedua peti sudah dibawa sampai di depan undak-
undakan tempat duduk Koay-lok-ong.
Hadirin sama tertarik oleh tampang Bok Kong-tit yang istimewa,
sehingga tidak ada yang memerhatikan kedelapan lelaki kekar
penggotong peti.
Pandangan Koay-lok-ong juga terpusat ke arah Bok Kong-tit.
Di bawah tatapan orang banyak ternyata Bok Kong-tit tetap berjalan
dengan tenang dan mantap, sampai anting-anting di daun telinga
saja tidak bergoyang.
Suara musik masih terus bergema.
Tiba-tiba terdengar orang berteriak, ”Bok Kong-tit dari barat
menghadap. ̈
Bok Kong-tit mempercepat langkahnya ke depan, lalu membungkus
tubuh dan berseru, ”Bok Kong-tit menyampaikan salam hormat
kepada Ongya, selamat dan bahagialah! ̈
Koay-lok-ong hanya sedikit membalas hormat di tempat duduknya,
katanya dengan tertawa, ”Terima kasih, sungguh beruntung
mendapat kunjungan Anda dari jauh, silakan duduk. ̈
Belum lenyap suaranya segera petugas menyiapkan tempat duduk
beralas kasur empuk di depan.
Dengan tenang Bok Kong-tit menuju ke kursi yang tersedia, tapi dia
tidak lantas duduk, katanya pula dengan tertawa, ”Terima kasih atas
kemurahan hati Ongya. Tapi Wanpwe ingin menanti setelah Ongya
sudi menerima sedikit sumbangsihku barulah berani mengambil
tempat duduk. ̈
Koay-lok-ong tertawa, ”Ah, atas kunjunganmu sudah beruntung
bagiku, mana kuberani terima pula sumbanganmu segala? ̈
Bok Kong-tit tertawa, ¡Ongya sendiri kaya raya, mana ada sesuatu
lagi yang terpandang oleh Ongya, dengan sendirinya Wanpwe tidak
berani sembarangan mengantar kado. ̈
”Jika begitu, tentu barang antaranmu pasti sangat menarik, aku jadi
ingin melihatnya sekarang juga, ̈ ucap Koay-lok-ong.
”Sesungguhnya barang antaranku ini memang rada istimewa dan
kudapatkan setelah bersusah payah juga, ̈ Bok Kong-tit lantas
mendekati peti dan siap membukanya.
Beratus pasang mata hadirin sama terpusat pada peti itu, semua
ingin tahu apa isinya yang dikatakan agak istimewa itu.
Hanya pengantin perempuan Pek Fifi saja yang tetap memandang
Koay-lok-ong, isi peti itu seperti tidak menarik perhatiannya dan juga
tidak ingin diketahuinya.
Meski peti itu pakai gembok, tapi tidak terpasang. Dengan sinar mata
yang menampilkan rasa misterius perlahan Kong-tit buka peti,
katanya dengan tertawa, ”Wanpwe sengaja mengantar kado barang
hidup, harap Ongya memeriksanya. ̈
Belum lenyap suaranya, serentak terdengar suara jeritan kaget orang
banyak.
Ternyata isi peti itu adalah manusia hidup, seorang perempuan yang
hampir telanjang bulat seluruhnya.
Tubuh perempuan telanjang itu meringkuk di dalam peti, kelihatan
garis tubuhnya yang serasi dan dada bernas, kulit badan putih halus.
Dadanya kelihatan bergerak naik-turun, tapi mata terpejam,
wajahnya yang cantik bersemu merah, seperti lagi tidur lelap, serupa
juga pingsan tak sadarkan diri.
Sim Long, Cu Jit-jit. Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji juga sama
terkesiap, sebab dilihatnya wajah yang cantik dalam peti ini ternyata
rada-rada mirip Ong-hujin, hanya saja daya tariknya tidak sekuat
Ong-hujin.
Koay-lok-ong bergelak tertawa, ”Haha, boleh juga perempuan ini
tampaknya, cuma tidak seharusnya kau antar ke sini pada saat
seperti ini, memangnya Anda tidak khawatir akan dimarahi pengantin
perempuanku? ̈
”Jangan Ongya salah mengerti maksudku, ̈ kata Bok Kong-tit.
”Wanpwe mengantarkan perempuan ini bukan untuk dijadikan selir
Ongya melainkan dipersembahkan kepada Ongya dan Onghui
(permaisuri) untuk dijadikan sesajen dalam upacara ini. ̈
”Apa arti ucapanmu, aku kurang paham? ̈ tanya Koay-lok-ong.
”Menurut tradisi, setiap upacara penting perlu ada sesajen dengan
menyembelih kambing atau sapi, jika hewan diganti dengan manusia
hidup, tentu akan kelihatan lebih khidmat, ̈ kata Bok Kong-tit.
”O, jadi tujuanmu mengantar dia ke sini adalah supaya kusembelih
dia? ̈ tukas Koay-lok-ong.
”Memang begitulah maksudku, ̈ Bok Kong-tit tersenyum.
”Brak ̈, mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja, teriaknya,
”Kurang ajar! Jadi sengaja kau main gila padaku? ̈
”Wanpwe tidak berani, ̈ jawab Bok Kong-tit dengan hormat.
”Hari ini adalah hari bahagia kami, tapi sengaja kau antar seorang
untuk kubunuh, apakah hal ini bukan sengaja mencari perkara
padaku? ̈ teriak Koay-lok-ong pula dengan gusar.
Bok Kong-tit tenang saja, jawabnya, ”Harap Ongya maklum, secara
tidak sengaja dapat kudengar bahwa perempuan ini hendak
mengacau upacara nikah Ongya, sebab itulah sengaja kutawan dia
untuk diserahkan kepada Ongya. ̈
”Kau bilang perempuan ini hendak mengacau upacara pernikahanku?
Huh, hanya seorang perempuan saja mampu berbuat demikian? ̈
seru Koay-lok-ong dengan tertawa latah.
”Wanpwe sebenarnya juga tidak percaya, tapi setelah mendengar
keterangannya mau tak mau menjadi .... ̈
”Dia bilang apa? ̈
”Katanya ... katanya .... Ah, Wanpwe tidak berani bicara terus
terang. ̈
”Kenapa tidak berani kau katakan? Bicara saja terus terang, takkan
kusalahkan dirimu. ̈
”Jika Ongya sudah berkata demikian, dapatlah kujelaskan tanpa
khawatir, ̈ kata Bok Kong-tit dengan lega. ”Sebab dia bilang dia ada
hak untuk merintangi pernikahan Ongya ini .... ̈
”Huh, berdasarkan apa dia berani bicara demikian? ̈ teriak Koay-lok-
ong.
Bok Kong-tit sengaja memandang hadirin sekeliling, lalu berucap
dengan suara tertahan, ”Dia bilang sebenarnya dia istri sah Ongya. ̈
Walaupun keterangan ini diucapkan lirih, tidak urung dapat didengar
juga oleh sebagian hadirin, keruan semua orang terperanjat.
”Hah, dia berani .... ̈ belum lanjut ucapan Koay-lok-ong, agaknya
baru sekarang dirasakan perempuan dalam peti itu memang rada
mirip Ong-hujin, seketika ia melengak dan ucapannya terputus.
Bok Kong-tit anggap tidak tahu, perlahan ia menyambung, ”Dengan
sendirinya Wanpwe tidak percaya kepada ocehannya, tapi
perempuan ini banyak omong lagi hal-hal yang tidak sedap
didengar. ̈
Sambil menatap perempuan dalam peti, seketika Koay-lok-ong tidak
dapat bersuara lagi.
”Dia bilang apa lagi? ̈ tiba-tiba Pek Fifi menimbrung.
”Jika Onghui berjanji takkan marah padaku baru berani kukatakan, ̈
ujar Bok Kong-tit.
”Katakan saja, masa kumarah padamu, ̈ kata Fifi.
”Dia bilang, semua perempuan di dunia ini boleh menjadi istri Ongya,
hanya ... hanya Onghui saja tidak boleh. ̈
”Sebab apa? ̈ tanya Fifi.
”Katanya ... katanya lantaran Onghui sesungguhnya adalah putri
Ongya sendiri, ̈ tutur Bok Kong-tit.
Keterangan ini membuat semua orang sama terkejut. Bahkan Sim
Long dan rombongannya juga melengak.
Sungguh mereka pun sangsi terhadap perempuan dalam peti ini,
sebab dia pasti bukan Ong-hujin dan pasti takkan jatuh dalam
cengkeraman Bok Kong-tit.
Habis siapakah dia? Dari mana dia mengetahui rahasia yang
mengejutkan ini? Dan mengapa raut wajahnya juga rada mirip Ong-
hujin?
Antara perempuan ini dan Koay-lok-ong apakah memang ada sesuatu
hubungan tertentu?
Kembang goyang pada kopiah pengantin Pek Fifi tampak bergetar,
cadar tipis yang menutupi mukanya juga bergoyang, akhirnya dia
berdiri dan mendekati Koay-lok-ong, serunya dengan gemetar, ”Apa
yang dikatakannya sudah kau dengar bukan? ̈
”Dengar ... sudah tentu dengar, ̈ jawab Koay-lok-ong dengan agak
bingung. ”Jika dengar, kenapa tidak kau bunuh dia? ̈ teriak Fifi.
”Bunuh siapa? ̈ tanya Koay-lok-ong. ”Dengan sendirinya perempuan
dalam peti itu. ̈ ”Oo, bunuh dia? ̈
”Ya, bunuh dia, kenapa tidak lekas kau lakukan? ̈ ”Bunuh dia ...
sekarang? ̈ sikap Koay-lok-ong kelihatan sangat aneh, meski
suaranya keluar dari mulutnya, tapi seperti bukan dia yang bicara.
Gembong iblis ini tertampak agak linglung.
Sekujur badan Pek Fifi bergemetar, serunya pula, ¡Tidak kau bunuh
dia sekarang, jangan-jangan memang betul dia istrimu? ̈
Koay-lok-ong tertawa aneh, jawabnya, ”Dengan sendirinya dia bukan
istriku. ̈
”Jika bukan istrimu harus kau bunuh dia, ̈ teriak Fifi dengan parau.
”Baik, akan kubunuh dia .... ̈ Mendadak Bok Kong-tit menanggalkan
golok melengkung yang
tergantung di pinggangnya dan disodorkan. Pek Fifi memburu maju
dan melolos golok itu, ”trang ̈, golok dilemparkan ke depan
Koay-lok-ong, teriaknya dengan suara
gemetar, ”Jika tidak kau bunuh dia, biar aku saja yang mati di
depanmu¡ ̈ ”Baik, untuk membunuh orang kan teramat mudah
bagiku, ̈ seru
Koay-lok-ong sambil bergelak dan menjemput golok melengkung itu.
Sekali sinar perak berkelebat, kontan golok menebas.
Sungguh secepat kilat tebasannya itu. Tapi dia tidak menebas
perempuan dalam peti melainkan menebas pinggang Pek Fifi.
Siapa pun tidak menyangka sasaran Koay-lok-ong itu justru si
pengantin perempuan sendiri, sampai Miau-ji dan lain-lain juga tidak
menyangka Koay-lok-ong bisa bertindak demikian.
Namun Pek Fifi sendiri agaknya sudah menduga akan kejadian ini,
selagi semua orang menjerit kaget, sekonyong-konyong tubuh Pek
Fifi melayang ke atas, pakaian pengantin yang longgar itu berkibar
sehingga serupa dewi kahyangan yang menari di udara.
Tebasan Koay-lok-ong yang lihai itu ternyata tidak mengenai
sasarannya.
Tubuh Pek Fifi seperti sudah hinggap di atas belandar ruang
pendopo, serunya, ”He, kenapa tidak kau bunuh dia sebaliknya
hendak membunuhku, apa engkau sudah gila? ̈
Koay-lok-ong terbahak, ”Haha, hanya sedikit tipu muslihat kalian ini
masakah dapat mengelabui mataku? ̈
”Tipu muslihat apa? ̈ tanya Fifi.
Mendadak berhenti suara tertawa Koay-lok-ong, teriaknya sengit,
”Jaga rapat semua pintu keluar, seorang pun tidak boleh lolos. ̈
Meski sejauh ini belum ada seorang pun yang tahu jelas
sesungguhnya apa yang terjadi, tapi perintah Koay-lok-ong ini segera
dilaksanakan.
”Haha, Koay-lok-ong memang tokoh
mengagumkan, ̈ seru Bok Kong-tit.
maha
lihai,
sungguh
Sekali berputar, terdengar suara ”crat-crit ̈ beberapa kali, dari
tubuhnya mendadak menghamburkan asap lembayung tebal.
Cepat Koay-lok-ong melompat mundur sambil membentak, ¡Tahan
napas, jaga ketat, jangan sampai mereka lolos! ̈
Hanya sebentar itu saja asap
menyelimuti seluruh ruangan.
lembayung
itu
sudah lantas
Kong-tit untuk
”Sesungguhnya apa-apaan ini? ̈ tanya Jit-jit.
”Hah, jangan-jangan inilah
menghilang, ̈ ujar si Kucing.
ilmu
gaib
Bok
”Ya, sungguh sangat menarik, ̈ tukas Ong Ling-hoa.
Pada saat itu juga tiba-tiba Jit-jit, Miau-ji dan Ong Ling-hoa merasa
tangan seorang telah membuka Hiat-to mereka yang tertutuk,
mereka terkejut dan bergirang, terdengar suara Sim Long berkata
kepada mereka, ”Tahan napas, ikut bersamaku menerjang keluar. ̈
Ruangan balairung sudah kacau-balau, di tengah suara bentakan dan
teriakan terseling pula jeritan.
Dengan rada linglung Jit-jit menarik ujung baju Sim Long dan ikut lari
ke depan, ia tidak tahu cara bagaimana Hiat-to Sim Long terbuka,
terlebih tidak tahu cara bagaimana Sim Long dapat menerjang
keluar, tapi kenyataannya mereka sedang menerjang keluar.
Asap itu juga tersebar keluar sehingga orang di luar sama terbatuk-
batuk.
Ketika melihat Sim Long menerjang keluar, mereka berteriak kaget
dan hendak mencegatnya, tapi sekali Sim Long bergerak, kontan
mereka jatuh pontang-panting. Memangnya ada berapa orang di
dunia ini yang mampu merintangi Sim Long?
Kaki dan tangan Jit-jit masih terasa pegal, Miau-ji dan Ling-hoa ikut
di belakangnya dengan langkah berat, jelas mereka pun tidak
selincah biasanya. Maklum Hiat-to mereka sudah tertutuk sekian
lamanya, setelah bebas, gerak-gerik mereka masih kaku.
Namun Sim Long ternyata tidak ada gejala begitu.
Malahan dia kelihatan menggendong juga seorang dan gerakgeriknya
tetap gesit. Yang lebih sukar dimengerti, orang yang digendongnya
ternyata bukan lain daripada perempuan telanjang dalam peti itu.
Dengan bingung Jit-jit ikut Sim Long menerjang keluar melalui
sebuah jalan lorong dan mendaki undakan panjang sehingga keluar
dari kota di bawah tanah itu.
Tertampak bintang bertaburan di langit, waktu itu tampaknya sudah
tengah malam.
Di bawah remang cahaya bintang, ada serombongan orang menjagai
segerombol kuda.
Sim Long merobohkan beberapa penjaga itu dan merampas kuda
serta beberapa kantong air dan perbekalan lain.
Meski tenaga Miau-ji dan lain-lain belum pulih seluruhnya, tapi untuk
merampas kuda saja tentu tidak sulit bagi mereka. Dalam sekejap
saja mereka sudah membedal kuda mereka hingga belasan li
jauhnya.
Di depan adalah padang pasir yang tak terlihat ujungnya, di tengah
malam padang pasir seluas ini tertampak seram sekali, tapi apa pun
juga tetap lebih menyenangkan daripada tersekap di ruang yang
gelap di bawah tanah.
Jit-jit terus melarikan kudanya dan bersorak gembira, teriaknya, ”Ong
Ling-hoa, sekarang engkau tentu kagum kepada Sim Long, bukan? ̈
”Ya, sungguh aku tidak tahu kekuatan gaib apa yang dimilikinya
sehingga dapat kabur dari sana, ̈ ujar Ling-hoa dengan gegetun.
”Ah, hanya secara kebetulan saja, sungguh mujur, ̈ ujar Sim Long.
”Ayolah kita mengaso dulu di sini, bila tidak kau jelaskan duduknya
perkara, sungguh aku tidak tahan, ̈ teriak Jit-jit.
Mereka mencari tempat yang teraling dari angin dan berhenti di situ.
Rupanya tempat ini dahulunya adalah sungai yang sudah kering,
maka banyak terdapat tempat mendekuk yang baik untuk
menghindari tiupan angin.
Jit-jit terus menarik Sim Long dan ditanyai, ”Coba jelaskan dulu, cara
bagaimana kau buka Hiat-to yang tertutuk? ̈
”Tentang ini .... ̈ Sim Long tersenyum. ”Bukankah kalian bilang aku
mempunyai kekuatan gaib, maka bolehlah dianggap apa yang terjadi
ini berkat kekuatan gaibku. ̈
Hal ini memang sebuah rahasia, hanya ia sendiri yang tahu rahasia
ini.
Selama beberapa hari tersekap di dalam kamar batu yang misterius
itu, setiap kali Fifi datang tentu membuka Hiat-to supaya dia dapat
bergerak, bila mau tinggal pergi lantas ditutuknya lagi. Fifi mengira
Sim Long tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lagi. Ternyata
dia telah menilai rendah kemampuan Sim Long.
Dalam keadaan bagaimanapun Sim Long tetap menguasai
kesanggupannya yang melampaui orang biasa. Di luar tahu Fifi,
akhirnya ia dapat membuka Hiat-to sendiri yang tertutuk, pada
malam sebelum upacara nikah Sim Long sudah dapat bergerak
bebas, tapi dia tetap berlagak tidak dapat bergerak untuk menunggu
kesempatan yang paling baik.
Dengan sendirinya ia tidak mau menceritakan rahasia ini.
Jit-jit menghela napas, ”Ai, sungguh sukar memahami dirimu, aku
pun tidak ingin memahamimu, cukup asalkan tetap suka padamu
saja, cuma .... ̈
Ia pandang perempuan dalam peti tadi dan berkata, ¡Tapi apa
maksudmu kau bawa lari dia dengan menyerempet bahaya besar
ini? ̈
Perempuan itu masih pingsan, tubuhnya yang menggiurkan itu telah
dibungkus baju oleh Sim Long, hanya kelihatan wajahnya yang cantik
dan rada misterius itu.
Sim Long memandangnya sejenak, tiba-tiba ia menghela napas dan
berkata, ”Mungkin selamanya kalian tidak pernah menyangka siapa
dia ini. ̈
”Siapa dia sesungguhnya? ̈ tanya Jit-jit.
”Jangan-jangan Ong-hujin? ̈ tukas Miau-ji.
”Meski rada mirip, tapi pasti bukan, ̈ ujar Ling-hoa.
Sim Long tidak menanggapi, ia robek sepotong kain baju dan
dibasahi, lalu perlahan mengusap muka perempuan itu, mengusap
dengan perlahan dan teliti.
Maka akhirnya muncul keajaiban. Wajah ini ternyata wajah Pek Fifi.
Tentu saja Jit-jit, Miau-ji dan Ling-hoa sama melenggong, sungguh
tidak mereka duga bahwa perempuan ini adalah Pek Fifi.
Sejenak barulah Jit-jit berseru, ”O, sesungguhnya apa yang terjadi?
Mengapa Pek Fifi bisa lari ke dalam peti, bukankah sudah jelas dia
pengantin perempuannya? ̈
”Jika Pek Fifi di dalam peti lantas siapa yang menjadi pengantin
perempuan tadi? ̈ Miau-ji juga garuk-garuk kepala dengan bingung.
”Mengapa bisa terjadi begini? Lekas kau jelaskan, Sim Long, ̈ pinta
Jit-jit.
”Urusan ini memang ruwet dan juga serba aneh, ̈ tutur Sim Long.
”Bukan saja sebelumnya sukar diterka, sesudahnya kalau tidak
kudengarkan pembicaraan mereka tentu juga takkan mengerti. ̈
”Coba katakan dulu, jika Pek Fifi berada di sini, siapa pula pengantin
perempuan tadi? ̈ tanya Jit-jit tak sabar.
”Semula aku pun tidak tahu siapakah pengantin perempuan itu, ̈
jawab Sim Long dengan gegetun. ”Tapi coba kau pikirkan dulu, selain
Pek Fifi, siapa pula yang tahu rahasia itu dan siapa pula yang
bertekad akan membongkar rahasia itu serta siapa lagi yang memiliki
kepandaian sebesar itu? ̈
Jit-jit termenung sejenak, mendadak ia berseru, ”Hah, janganjangan
Ong-hujin yang kau maksudkan? ̈
”Betul, ̈ jawab Sim Long.
”Tapi mengapa Pek Fifi bisa berubah menjadi Ong-hujin? Maksudku
... maksudku pengantin perempuan itu mengapa bisa berubah
menjadi Ong-hujin? Dan cara bagaimana pula Pek Fifi lari ke dalam
peti? ̈
”Tentu kau ingat pada waktu upacara nikah akan dimulai, ternyata
pengantin perempuannya datang terlambat? Lalu apa yang dikatakan
Pui Sim-ki waktu itu? ̈
”Ya, dia melaporkan ada dua juru rias yang berpengalaman dan
seorang kakek ahli sisir rambut penjual pupur selama 50-an tahun,
seorang tua yang jujur. ̈
”Betul, boleh juga daya ingatanmu, ̈ kata Sim Long dengan
tersenyum.
”Memangnya ada sangkut paut apa dengan urusan itu? ̈ tanya Jit-jit.
”Mestinya juga tidak terpikirkan ada sangkut paut apa, tapi setelah
kupikir lagi baru kutahu di sinilah letak penyakitnya. ̈
”Penyakit apa? Lekas katakan, ̈ desak Jit-jit.
”Orang jujur terkadang juga bisa tidak jujur, ̈ ujar Sim Long. ”Kakek
yang baik itu meski bukan samaran orang lain, tapi dia sudah kena
disuap, sedangkan satu di antara kedua tukang rias itu pasti Ong-
hujin adanya. ̈
”Aha, betul! ̈ Jit-jit berkeplok.
”Ong-hujin menyamar sebagai tukang rias pengantin dan menyusup
ke sini, pada waktu mendandani Pek Fifi dia membius nona itu,
betapa pun cerdik Fifi tetap kalah pintar daripada Ong-hujin, ̈ tutur
Sim Long.
”Hm, tentu saja dia masih ketinggalan jauh, ̈ jengek Ling-hoa.
”Maka Ong-hujin lantas mendandani Fifi sehingga rada mirip dia, lalu
ia sendiri menyamar sebagai Pek Fifi, ̈ tutur Sim Long pula.
”Kepandaian menyamar Ong-hujin tentu sudah kalian ketahui dan
tidak perlu diragukan lagi. ̈
”Apalagi dia memakai kopiah pengantin dan bercadar pula, betapa
tajam mata Koay-lok-ong juga takkan mengenalinya, ̈ tukas Miau-ji.
”Tapi cara bagaimana pula Pek Fifi berada di dalam peti? ̈ tanya Jit-
jit.
”Betul, jelas peti itu dibawa datang oleh Bok Kong-tit? ̈ kata Miau-ji.
”Dengan sendirinya hal ini telah diatur secara cermat oleh Onghujin, ̈
ujar Sim Long. ”Kakek penjual pupur ini tentu membawa peti, bila isi
peti dibongkar, Fifi lantas dimasukkan ke dalam peti. Tentu Ong-hujin
sudah ada kontak lebih dulu dengan Bok Kong-tit dan menyuruhnya
membawa sebuah peti kosong, pada waktu orang tidak menaruh
perhatian, peti kosong lantas ditukar dengan peti yang berisi Pek
Fifi. ̈
”Aha, betul, pantas Ong-hujin menjatuhkan pilihan atas diri Bok
Kong-tit untuk membantunya, ̈ seru Miau-ji. ”Selain Bok Kong-tit
menguasai kepandaian istimewa untuk kabur dengan cepat, juga
lantaran wajahnya yang luar biasa, orang semacam dia, ke mana pun
dia pergi tentu akan menarik perhatian, apalagi dia sengaja
berdandan serupa siluman. ̈
”Ya, setiap langkah urusan ini memang sudah diperhitungkan oleh
Ong-hujin, ̈ ujar Sim Long dengan tertawa.
”Kalau bicara tentang pemikiran cermat, di dunia ini mungkin tidak
ada yang dapat menandingi dia, ̈ kata Jit-jit.
”Kecermatan orang perempuan biasanya memang lebih rapi daripada
orang lelaki, ̈ tukas Miau-ji.
”Tapi cara berpikir orang perempuan juga tidak semuanya cermat, ̈
mendadak Ong Ling-hoa menambahkan dengan tertawa sambil
melirik Jit-jit sekejap.
”Bahwa urusan ini akhirnya gagal juga justru disebabkan dia seorang
perempuan, ̈ kata Sim Long.
”Apa arti ucapanmu ini? ̈ tanya Ling-hoa.
”Meski cermat cara berpikir orang perempuan, tapi apa pun juga
jiwanya tetap sempit .... ̈
”Ah, juga tidak semua orang perempuan berjiwa sempit, ̈ jengek Jit-
jit.
”Betul juga, cuma secara umumnya, jalan pikiran orang perempuan
memang lebih emosional dan keji, kalau tidak tentu urusan ini takkan
gagal. ̈
”Apa pula maksud ucapanmu ini? ̈
”Bila orang lelaki yang bertindak demikian, setelah Fifi dirobohkan
tentu dia akan dibunuhnya, buat apa mesti banyak urusan dan
mengisinya di dalam peti segala. Padahal kalau Ong-hujin mau
membunuh Koay-lok-ong, setelah masuk kamar pengantin kan
banyak kesempatannya untuk turun tangan? ̈
”Ya, lantas apa maksud tujuan Ong-hujin dengan bertindak begitu? ̈
tanya Miau-ji. ”Aku menjadi bingung juga. ̈
”Tindakannya itu tidak lain adalah ingin Koay-lok-ong turun tangan
sendiri membunuh Pek Fifi, ̈ kata Sim Long. ”Maklumlah, meski dia
sangat benci kepada Koay-lok-ong, tapi ketika melihat Koay-lok-ong
hendak menikah dengan perempuan lain, tidak urung timbul juga
rasa cemburunya. Sekali timbul rasa cemburu, setiap tindakannya
menjadi kurang rasional¡ ̈
”Betul, cemburu memang merupakan ciri khas orang perempuan,
orang serupa Ong-hujin juga tidak terkecuali, ̈ sambung Miau-ji.
Jit-jit melototinya sekejap, ”Hm, kau kira orang lelaki tidak
cemburu? ̈
”Apa pun lelaki kan lebih mendingan, ̈ sahut Miau-ji dengan tertawa.
”Setahuku, bilamana orang lelaki sudah cemburu, biasanya jauh lebih
hebat daripada orang perempuan, ̈ ejek Jit-jit.
”Tujuan Ong-hujin mestinya hendak membunuh Koay-lok-ong untuk
menuntut balas, ̈ tutur Sim Long lagi. ”Tapi lantaran timbul rasa
cemburunya, urusan membalas dendam lantas dikesampingkan dulu,
dan mengacau pernikahan dan membunuh Pek Fifi berubah menjadi
tujuannya yang utama. ̈
”Namun dia justru tidak membunuh Pek Fifi begitu saja melainkan
bikin gara-gara lagi .... ̈
”Huh, kau tahu apa, ̈ jengek Jit-jit sebelum lanjut ucapan si Kucing.
”Dia bertindak demikian selain untuk menyiksa Pek Fifi, yang utama
adalah menyiksa batin Koay-lok-ong supaya dia menderita selama
hidup. ̈
¡Ai, jalan pikiran orang perempuan memang sukar dimengerti, ̈ ucap
Miau-ji sambil menyengir.
”Jika jalan pikiran orang perempuan dapat kau pahami, mungkin
matahari akan terbit dari sebelah barat, ̈ kata Jit-jit.
”Uraian Jit-jit juga betul, ̈ ujar Sim Long. ”Tindakannya itu memang
hendak menyiksa batin Koay-lok-ong, sebab itulah lebih dulu dia
membeberkan rahasia Pek Fifi adalah anak perempuan Koay-lokong,
lalu memancing Koay-lok-ong membunuh Fifi lagi. ̈
Ia menghela napas, lalu menyambung, ”Coba, jika benar terjadi
begitu, lalu Ong-hujin membongkar semua rahasia itu umpama
Koay-lok-ong tidak menderita selama hidup tentu juga malu untuk
berkecimpung pula di dunia Kangouw. ̈
”Betul, bila seorang salah membunuh anak perempuan sendiri, maka
malunya sungguh tidak ada taranya, kalau tersiar, tentu hilanglah
mukanya, ̈ tukas Jit-jit.
”Muslihat keji dan jelimet begini mungkin juga cuma dapat dipikirkan
oleh orang perempuan, ̈ kata Miau-ji dengan gegetun.
”Kenapa engkau selalu mengolok-olok orang perempuan, awas,
engkau bisa kualat dan selama hidup takkan memperoleh bini, ̈ omel
Jit-jit.
Miau-ji menjulurkan lidah, katanya, ”Wah, jika begitu kan kebetulan
bagiku. ̈
Tiba-tiba Ling-hoa menimbrung, ”Kini urusan itu sudah jelas, cuma
masih ada satu hal yang belum kuketahui. ̈
”Aku saja paham semuanya, masakah engkau berbalik tidak tahu? ̈
tanya Jit-jit.
¡Yang aku tidak mengerti adalah entah cara bagaimana mendadak
Koay-lok-ong dapat mengetahui tipu muslihat keji itu, padahal segala
sesuatunya tampak berjalan lancar tanpa sesuatu ciri yang
mencurigakan. ̈
”Kukira rencana Ong-hujin itu juga tidak mutlak sempurna
seluruhnya, ̈ kata Sim Long. ”Satu-satunya ciri adalah tidak
seharusnya Ong-hujin mendandani Pek Fifi sehingga mirip dia sendiri
.... ̈
”Aha, betul, aku juga tidak paham mengapa dia bertindak demikian? ̈
tukas Jit-jit. ”Apakah supaya Koay-lok-ong menyangka perempuan di
dalam peti itu adalah Ong-hujin, dengan begitu akan membuat kejut
dan jeri kepadanya, bisa jadi tanpa pikir terus membunuhnya lebih
dulu, dengan demikian maksud tujuannya pun tercapai tanpa susah
payah lagi. ̈
”Ya, bahkan Koay-lok-ong akan gembira karena Ong-hujin sudah
dibereskannya, urusan lain tentu tidak begitu diperhatikan lagi, ̈ kata
Miau-ji.
”Betul juga, semua itu memang sudah diperhitungkan Ong-hujin. ̈
ujar Sim Long tertawa. ”Cuma sepandai-pandai tupai melompat,
sekali waktu bisa jatuh juga. Lantaran itulah terjadi kesalahannya
yang fatal ini. ̈
”Kukira tindakannya ini justru sangat cerdik, mengapa kau bilang dia
salah tindak malah? ̈ tanya Jit-jit.
Sim Long tersenyum, ”Antara Koay-lok-ong dan Ong-hujin tadinya
bukan cuma suami-istri saja bahkan juga kawan kerja yang karib,
dengan sendirinya kecerdasan dan betapa tinggi kungfu Ong-hujin
cukup diketahuinya. ̈
”Ya, tentu saja, ̈ kata Jit-jit.
”Jika begitu, coba jawab, perempuan semacam Ong-hujin apakah
dapat sembarangan membocorkan rahasianya sendiri dan dapat
didengar Bok Kong-tit secara tidak sengaja? ̈
”Aha, betul, ini memang suatu lubang kelemahan, seharusnya Bok
Kong-tit tidak bicara demikian, ̈ seru Jit-jit.
”Selain itu, coba jawab lagi, tokoh semacam Ong-hujin masakah
dapat ditawan oleh Bok Kong-tit? ̈
”Aha, betul, ini pun suatu lubang kelemahan, ̈ sela Miau-ji. ”Biarpun
sepuluh orang Bok Kong-tit juga tak dapat mengganggu seujung jari
Ong-hujin. ̈
”Makanya, pada hakikatnya Koay-lok-ong tidak perlu pikir lagi segera
dapat memastikan perempuan dalam peti itu pasti bukan Onghujin, ̈
ujar Sim Long. ”Dan tentu akan terpikir olehnya, jika perempuan itu
bukan Ong-hujin, mengapa rupanya begitu mirip? Dari mana pula
bisa mengetahui rahasia yang tidak diketahui oleh sembarang orang
itu? ̈
Jit-jit dan Miau-ji manggut-manggut.
”Hendaknya maklum, sekian tahun terakhir ini Ong-hujin sama sekali
tidak muncul lagi di dunia Kangouw, boleh dikatakan sangat sedikit
orang yang kenal wajahnya, bahkan tidak ada yang tahu hubungan
pribadi antara dia dengan Koay-lok-ong. ̈
”Betul, sedikitnya Bok Kong-tit itu pasti tidak tahu, ̈ tukas si Kucing.
”Karenanya jelas bukan Bok Kong-tit yang main gila dan bukan orang
lain lagi, sebab bagi orang yang tidak kenal wajah Ong-hujin dan
hubungannya dengan Koay-lok-ong dan rahasia pribadi mereka,
mana mungkin orang menyamar sebagai Ong-hujin dan rahasia
pribadinya untuk menipunya? ̈
”Haha, dalil ini kedengarannya sangat ruwet, padahal sangat
sederhana, mengapa aku justru tidak berpikir sampai ke situ? ̈ ujar
Jit-jit tertawa. ”Jadi Koay-lok-ong segera memastikan yang main gila
pasti bukan Bok Kong-tit atau orang lain, tapi tentu Ong-hujin
adanya. ̈
”Betul, dan begitu dia teringat kepada Ong-hujin, segera pula terpikir
olehnya berada di manakah Ong-hujin saat itu? ̈ ujar Sim Long.
”Memangnya segera ia dapat menerka si pengantin perempuan ialah
Ong-hujin? ̈ tanya Jit-jit.
”Umpama tidak segera menerkanya, tapi tentu teringat juga olehnya
akan pengantin baru yang datang terlambat dan terpikir pada diri si
kakek penjual pupur dan tukang rias pengantin .... ̈ Sim Long
tertawa, lalu melanjutkan, ”Dengan kecerdasan Koay-lok-ong,
mustahil hal-hal itu tidak dapat dirangkainya dengan baik? ̈
”Ai, caramu menganalisis urusan ini sungguh cermat, jelas, dan
terperinci, sekalipun Koay-lok-ong sendiri belum tentu dapat
menguraikannya sejelas ini, ̈ mau tak mau Ong Ling-hoa merasa
gegetun.
”Eh, sekali ini kau kira Ong-hujin dan Bok Kong-tit dapat meloloskan
diri atau tidak? ̈ seru Miau-ji mendadak.
”Jika kita dapat lari keluar, tentu mereka pun mampu, ̈ kata Sim
Long.
”Apakah mereka mampu lolos atau tidak kan tidak ada sangkut
pautnya dengan kita, ̈ gerutu Jit-jit.
Ong Ling-hoa termenung sejenak, mendadak ia berbangkit dan
berseru, ”Betul, apakah mereka dapat kabur atau tidak memang tidak
ada sangkut pautnya dengan kita, yang penting sekarang kita harus
berusaha cara bagaimana mengarungi padang pasir ini. ̈
Suhu malam hari di gurun pasir sangat dingin dan siang hari panas
terik, ditambah lagi angin badai dan kekurangan air minum serta
jalan yang sukar dikenali, malahan setiap saat harus memerhatikan
gangguan ular berbisa, binatang buas dan bahaya lain. Maka
perjalanan ini tentu saja sangat sulit.
Setelah menempuh perjalanan dua hari, manusia dan kudanya sudah
sama letihnya, sedangkan padang pasir tetap tidak tampak ujung
pangkalnya.
Dalam keadaan demikian Sim Long sendiri pun mulai cemas, biarpun
dia tergolong manusia super juga sukar melawan kekuatan alam.
Di antara mereka yang paling adem-ayem adalah Pek Fifi, sebab
sejauh itu dia masih belum siuman.
Malam hari ini Jit-jit menggunakan kain dan dicelupkan air untuk
membasahi bibir Fifi, melihat wajahnya yang makin kurus, katanya
dengan menyesal, ”Lihai amat obat bius yang digunakan Ong-hujin
ini. ̈
Sementara itu Miau-ji dan Sim Long telah pergi mencari jalan, hanya
tertinggal Ong Ling-hoa yang menemani Jit-jit.
Mendadak Ling-hoa menjengek, ”Hm, mungkin dia takkan siuman
untuk selamanya, buat apa engkau membuang-buang air minum?
Memangnya kau pun sudah lupa cara bagaimana dia memperlakukan
dirimu? ̈
”Cara bagaimana dia berbuat padaku, sedikitnya dia tetap manusia,
seorang perempuan tidak boleh kusaksikan dia mati begini saja.
Biarlah air bagianku yang kuberikan padanya, engkau tidak perlu
cerewet. ̈
”Dan kalau kau mati kehausan, sebaliknya dia masih hidup, jadinya
tentu akan sangat lucu, mungkin Sim Long akan ....”
Jit-jit melonjak gusar, teriaknya, ”Manusia jahat semacam dirimu,
sungguh aku heran mengapa Sim Long tidak membunuhmu? ̈
”Hm, Sim Long tidak mau membunuhku, justru di sinilah letak
kecerdikannya, kalau tidak .... ̈
”Kalau tidak apa? ̈ mendadak seorang menukas.
Terlihat Him Miau-ji sudah kembali, sinar matanya mencorong dalam
kegelapan.
Ong Ling-hoa tertawa, katanya, ”Kalau tidak kan aku sudah mati
sejak dulu? ̈
Miau-ji mendelik padanya, tapi dia lantas membalik tubuh ke sana,
betapa pun si Kucing tidak dapat berbuat apa-apa padanya.
Dalam pada itu Sim Long juga sudah kembali, Jit-jit menyongsongnya
dan bertanya, ”Adakah jalan yang kau temukan di sana? ̈
Sim Long menggeleng, katanya dengan tertawa, ”Tapi jangan kau
khawatir, Thian (Tuhan) pasti takkan membuat orang menghadapi
jalan buntu. ̈
Begitulah mereka melanjutkan perjalanan dua hari lagi, kini senyum
Sim Long yang khas ini pun tak dapat membangkitkan gairah Jit-jit
lagi. Keadaan Pek Fifi juga tambah payah, tampak kempas-kempis
dan tetap tak sadar.
Makin hemat cara mereka menggunakan air minum, makin lemah
pula daya tahan fisik mereka, setiap kesempatan mereka gunakan
untuk mengaso, satu-satunya kenikmatan mereka sekarang hanya
istirahat.
Kembali malam tiba, malam dengan bintang-bintang bertaburan di
langit.
Tapi dalam keadaan sekarang tiada seorang pun yang dapat lagi
memuji keindahan kerlip bintang.
Jit-jit bersandar di bahu Sim Long dan bergumam, ”Jangan-jangan
kita salah jalan sehingga makin jauh makin kesasar? ̈
Malam sedemikian sunyi, Miau-ji dan Ong Ling-hoa sudah tidur.
Perlahan Sim Long membelai rambut si nona dengan kasih sayang,
katanya, ”Arah yang kita tempuh pasti tidak salah lagi, cuma .... ̈
Mendadak Jit-jit tertawa, ”Biar, kesasar juga tidak menjadi soal.
Asalkan selalu berada di sampingmu, sekalipun sampai ke ujung
langit juga kurela. ̈
Hati Sim Long terasa kusut, ia pandang wajah Jit-jit yang tersenyum
bahagia, lalu memandang pula Pek Fifi yang belum siuman itu,
seketika ia tidak sanggup bersuara lagi.
Selang lagi sejenak, akhirnya Jit-jit bangkit dan duduk tegak,
dipandangnya Pek Fifi yang belum sadar itu, katanya dengan
menyesal, ”Jika terus begini, kita sih tidak menjadi soal, tapi mungkin
dia akan .... ̈
”Engkau masih benci padanya? ̈ tanya Sim Long tiba-tiba.
Jit-jit menggeleng, jawabnya lembut, ”Mana bisa kubenci dia lagi.
Meski dahulu dia sangat menggemaskan, tapi sekarang ... sekarang
dia sedemikian rupa dan harus dikasihani. Padahal dia tetap seorang
anak perempuan yang bernasib malang. ̈
”Betul, dia memang anak perempuan yang malang dan harus
dikasihani .... ̈ sambung Sim Long.
Tiba-tiba Jit-jit merangkul leher Sim Long, katanya dengan tersendat,
”Terkadang ... terkadang timbul pikiranku akan kuserahkan dirimu
kepadanya, sebab selama hidupnya penuh diliputi rasa hampa dan
dendam, satu-satunya orang yang dapat menghiburnya hanya
engkau. ̈
Dari tersendat akhirnya ia menangis perlahan, katanya pula, ”Tapi
tidak dapat kulakukan, sesungguhnya terasa berat bagiku untuk
menyerahkan dirimu kepadanya. O, Sim Long, apakah ... apakah
engkau marah padaku? ̈
”Ah, bodoh, masa kumarah padamu? ̈ ujar Sim Long sambil
merangkulnya erat.
Meski dia tertawa, namun siapa yang tahu betapa pedih hatinya.
Di tengah malam yang sunyi dan di bawah kerlip bintang, hampir
saja ia mengatakan segalanya. Tapi dia tidak bicara lagi, sebab
sesungguhnya dia tidak mau dan tidak tega melukai hati Cu Jit-jit.
Akhirnya ia cuma berkata, ”Sudah jauh malam, marilah kita pun
tidur. ̈
Ya, tidurlah. Bila esok tiba pula, mungkin segalanya akan berubah.
Dan siapa pula yang mengetahui apa yang akan terjadi esok?¡ ̈
*****
Sang surya kembali memancarkan cahayanya menyinari seluruh
bumi.
Waktu Miau-ji mendusin, ia mengulet dan menguap, tapi mendadak
ia tercengang, sebab tiba-tiba diketahuinya segala telah berubah.
Sebagian besar tubuh Ong Ling-hoa telah terbenam di dalam pasir,
rambut kusut, muka pun dicoreng-moreng orang, punggung
telanjang dan dilecuti orang hingga berlumuran darah.
Bentuk Ong Ling-hoa ternyata sudah berubah serupa setan, tapi
anehnya kelihatan masih tidur nyenyak. Segala apa yang terjadi atas
dirinya seolah-olah tidak dirasakannya.
Waktu ia pandang Sim Long dan Cu Jit-jit, kedua orang itu teringkus
menjadi satu dengan mengadu punggung, rambut mereka pun kusut,
malahan seperti terpotong pula sebagian.
Sedang Miau-ji sendiri, ia merasa kepala sakit seperti mau pecah,
tubuh juga terikat tanpa bisa bergerak, kulit badan seakan-akan
pecah tersengat sinar matahari, bajunya hampir dibelejeti
seluruhnya.
Sungguh kejut si Kucing tak terkatakan, ia heran sesungguhnya apa
yang terjadi? Apakah benar telah ketemu setan di tengah gurun?
Meski di siang hari bolong, betapa besar nyalinya tidak urung merasa
ngeri juga menemui kejadian aneh yang sukar dibayangkan ini.
Miau-ji coba meronta di atas pasir dan menggeliat. Akhirnya diketahui
pula dua kejadian, yaitu kuda mereka sudah lenyap, kantong air dan
perbekalan lain juga hilang. Padahal semua itu sama dengan nyawa
mereka. Lantas siapakah yang merampas nyawa mereka itu?
Ia coba memandang sekelilingnya, langit kelihatan biru dan
gumpalan awan mengambang di udara, panasnya hampir tak
tertahankan lagi. Jelas tidak ada jejak manusia apa pun. Lantas
siapa? Apakah Koay-lok-ong? Rasanya tidak mungkin, sebab kalau
Koay-lok-ong tentu mereka takkan cuma diperlakukan cara begitu
saja.
Miau-ji terus berteriak, ”Sim Long, Sim Long! Lekas bangun, lekas
.... ̈
Mendadak kerongkongannya seperti tersumbat, sebab tiba-tiba
dilihatnya sesuatu. Yaitu Pek Fifi yang semula berada di samping Sim
Long dan sejauh itu belum siuman, kini pun sudah lenyap.
Akhirnya Sim Long mendusin juga, ia lihat tanah di depannya banyak
bekas dicorat-coret seperti ada orang telah menulis di tanah pasir,
lalu dihapus lagi.
Dengan sendirinya ia pun merasa kepala kesakitan dan anggota
badan kaku pegal, otot daging pada mukanya berkerut-kerut, tanpa
terasa ia bergumam, ”Wahai Sim Long, kembali engkau tertipu lagi. ̈
Mendengar suaranya, Miau-ji berseru, ”Hai, Sim Long, engkau sudah
mendusin bukan? Apakah kau lihat keadaan ini? Air tidak ada lagi,
kuda hilang, semuanya lenyap, Pek Fifi juga tidak kelihatan lagi. ̈
”Fifi juga sudah pergi? ̈ ucap Sim Long dengan menyesal.
”Sesungguhnya apa yang terjadi ini? O, mengapa jadi begini? ̈ keluh
si Kucing.
”Pek Fifi, pasti dia, siapa lagi selain dia, ̈ ujar Sim Long.
”Pek Fifi, kau bilang semua ini perbuatannya? ̈ Miau-ji menegas
dengan terkejut.
”Meski dia sudah pergi, masakah ini tidak dapat kau lihat? ̈ kata Sim
Long dengan tersenyum pedih.
”Tapi kepergiannya bukan mustahil diculik orang? ̈ ujar Miau-ji.
”Sejauh ini dia tidak pernah siuman, keadaannya kempas-kempis,
masakah mampu berbuat seperti ini? ̈
”Ai, rupanya kita telah meremehkan dia, ̈ gumam Sim Long. ”Setelah
mengalami berbagai kejadian, kita toh tetap memandang enteng
padanya, ai, mengapa bisa begini? Ya, soalnya dia terlampau pandai
bergaya, bisa berpura-pura, selalu menimbulkan rasa kasihan orang
dan bersimpati padanya sehingga lupa untuk berjaga-jaga akan
dirinya. ̈
”Apakah ... apakah dia sebenarnya sudah sadar dan cuma pura-pura
masih pingsan, mungkinkah dia .... ̈
Pada saat itu juga Jit-jit mendusin dan berseru, ”Hei, Sim Long .... ̈
”Apakah engkau terluka, Jit-jit? ̈ tanya Sim Long.
”O, rasanya tidak .... ̈ jawab Jit-jit. ”Eh, Sim Long, apakah engkau
berada di belakangku? Mengapa kita diringkus secara begini? ̈
Sim Long mengiakan.
”He, sesungguhnya apa yang terjadi? ̈ seru Jit-jit pula. ”Eh, di
depanku ada tulisan. ̈
”Tulisan apa? ̈ tanya Sim Long cepat.
”Tulisan ini berbunyi, ’kebaikan setitik air, kubalas dengan sumber air,
takkan kubunuhmu, biarkan kalian terbang bersama. Jika hidup tidak
beruntung, biarlah aku menyingkir jauh ke sana, putus cinta dan
hilang benci, tidak perlu bertemu lagi sampai mati.’ Ai, mungkinkah
Pek Fifi yang menulisnya?¡ ̈
”Ya, memang dia, ̈ kata Sim Long.
”Dia sudah pergi, dia pergi sendirian, ̈ seru Jit-jit. ”Meski dia ingin
mendapatkan dirimu sepenuh hati, tapi akhirnya dia tidak
merampasmu pergi melainkan ditinggalkan supaya kita ... kita .... ̈
Suaranya tersendat dan akhirnya pecahlah tangisnya, ”Oo, dia bilang
putus cinta dan lenyap benci, sampai mati tidak perlu bertemu lagi.
O, Fifi, engkau rela hidup sengsara hingga hari tua, engkau tidak
mau membunuhku. O, Pek Fifi, selama ini ternyata kusalah menilai
dirimu, sesungguhnya engkau anak perempuan yang baik. Aku ... aku
bersalah padamu, berdosa padamu. ̈
”Jika benar dia berhati baik, mengapa pula dia membikin susah kita
seperti ini, mengapa pula membawa lari air dan perbekalan kita dan
membawa pergi kuda kita? ̈ kata Miau-ji.
Sim Long menghela napas, ”Sesungguhnya dia memang orang
perempuan yang sukar diraba jalan pikirannya, siapa pun tidak dapat
menerka apa kehendaknya. Apakah dia bajik atau jahat, mungkin
selamanya tidak ada yang tahu. ̈
Miau-ji termenung sejenak, ia pun menghela napas, katanya, ”Apa
pun juga dia tetap perempuan yang luar biasa, bahwa dia dapat
berlagak tidak sadar sekian hari dan tahan lapar dahaga, sampai
mata pun tidak terbuka, melulu ini saja sukar dilakoni siapa pun.
Wahai Pek Fifi, sungguh aku kagum padamu. ̈
Sim Long tersenyum getir, ”Dia berbuat demikian adalah supaya kita
lengah dan tidak menaruh perhatian padanya. ̈
”Jika dia sudah menyatakan putus cinta dan lenyap benci, sudah
putus asa dan bertekad akan pergi, mengapa dia tidak mau cara
baik-baik, tapi sebelum berangkat sengaja membikin susah dulu
kepada kita? ̈ ujar Miau-ji.
”Hal ini mungkin disebabkan dia tidak ingin menemui kita dalam
keadaan begitu, ia lebih suka menahan perasaan dan ingin menjaga
gengsi supaya kita tahu dia tetap perempuan yang tabah dan kuat, ̈
kata Sim Long.
”Tapi bisa jadi lantaran dia tidak dapat berpisah secara terang-
terangan denganmu, juga tidak ingin dipandang rendah olehmu .... ̈
ucap Jit-jit. ”Seorang perempuan rela menderita daripada dipandang
hina oleh orang yang dikasihinya, terlebih anak perempuan seperti
dia. ̈
”Siapa yang memandang rendah padanya, ̈ tukas Miau-ji. ”Sampai
Sim Long pun pernah terjungkal beberapa kali di tangannya, masa
ada yang berani meremehkan dia! Di kolong langit ini, kecuali dia,
siapa pula yang pernah dan berhasil menjebak Sim Long? ̈
Mendadak Jit-jit berseru, ”Kalau Sim Long tertipu olehnya, hal ini
bukan lantaran Sim Long kalah pintar. ̈
”Habis lantaran apa? ̈ tanya Miau-ji.
”Karena Sim Long selalu simpati dan kasihan padanya, ingin
menolong dan membantunya, ̈ kata Jit-jit. ”Kalau tidak, biarpun ada
sepuluh orang Pek Fifi juga tidak dapat menjebak Sim Long. ̈
”Ai, tadinya kukira engkau cuma suka kepada Sim Long dan
memahami pribadinya, sekarang baru kuketahui bahwa orang
paling paham akan pribadi Sim Long justru adalah dirimu, ̈
Miau-ji dengan tertawa, ”Wahai Sim Long, sungguh hidupmu
sia-sia ada nona cantik yang sedemikian paham akan dirimu. ̈
tidak
yang
kata
tidak
Mendadak Ong Ling-hoa menyela dengan suara parau, ”Dalam
keadaan dan tempat seperti ini engkau ternyata masih dapat tertawa,
sungguh harus kupuji padamu. ̈
Mulutnya seperti tersumbat oleh pasir sehingga bicaranya tidak
begitu jelas.
”Mengapa aku tidak dapat tertawa, paling sedikit aku kan tidak
tertanam hidup-hidup di dalam pasir? ̈ ujar Miau-ji.
”Aku ini terhitung apa? ̈ kata Ling-hoa. ”Tapi tokoh kita Sim Long
yang serba tahu ternyata juga diringkus orang serupa babi mati,
inilah yang membingungkan. ̈
Sim Long tidak marah meski disindir, ucapnya tak acuh, ”Jika engkau
berlaku waspada sedikit, tentu kita takkan berubah menjadi begini. ̈
”Hm, apakah ini salahku? ̈ jengek Ong Ling-hoa.
”Kau tahu cara bagaimana kita diringkus orang tanpa sadar sama
sekali? ̈ tanya Sim Long. ”Semua ini lantaran semalam Pek Fifi telah
menaruh racun dalam kantong air minum kita. Dan apakah kau tahu
kapan dia menaruh obat bius ini? Yaitu pada waktu kuminta kau jaga
di sini. Biasanya engkau memandang air minum jauh lebih penting
daripada nyawa orang lain, mengapa kau pun lengah sehingga kena
dikerjai Pek Fifi? ̈
Ong Ling-hoa mengertak gigi sehingga gemertuk. ”Cuh ̈, ia
semburkan pasir yang menutupi mulutnya dengan gemas.
”Ah, jangan pikirkan urusan lain lagi, yang penting bagaimana kita
sekarang? ̈ seru Miau-ji. ”Sama sekali aku tak bertenaga, hendak
melepaskan tali pengikat ini saja tidak mampu. Jika keadaan
demikian terus berlangsung, mungkin kita bisa terjemur kering
menjadi dendeng. ̈
*****
Sinar sang surya memang makin terik, pasir pun mulai panas.
Saking panasnya kepala si Kucing mulai terasa pusing dan mata
berkunang-kunang, tali yang mengikat tubuhnya terasa semakin
mengeras sehingga ambles ke dalam daging.
Bibirnya sudah mulai pecah terjemur, ia mengomel,¡”Wahai Pek Fifi,
aku tidak terima kasih karena engkau tidak membunuhku, sebab
caramu memperlakukanku ini jauh lebih kejam daripada
membunuhku. Rupanya engkau sengaja tidak membunuh kami
karena hendak kau siksa kami. ̈
”Meski sudah kurasakan hidupku ini pasti takkan mendapatkan
kematian secara baik, tapi juga tidak pernah kubayangkan akan mati
terjemur cara begini, kematian cara begini sungguh lebih susah
daripada cara apa pun, ̈ gumam Ling-hoa dengan menyesal.
”Kematian cara apa tetap tidak enak, ̈ ujar Sim Long dengan
tersenyum.
Seketika Ong Ling-hoa membalik. ”Dalam keadaan begini engkau
masih dapat tersenyum? ̈
”Kenapa tidak? ̈ mendadak si Kucing menyela. ”Dapat melihat orang
semacam dirimu ini mati terjemur hidup-hidup, setiap orang pun
akan tertawa geli. ̈
”Hahahaha .... ̈
Begitulah dia sengaja bergelak tertawa, tapi cuma beberapa kali
tertawa saja, kerongkongannya serasa tersumbat, bibirnya pecah dan
tenggorokan kering, suara tertawanya mirip bunyi burung hantu.
”Ayo tertawalah, kenapa tidak tertawa lagi? ̈ ejek Ling-hoa. ”Bila kau
tertawa lagi cara begitu, mungkin engkau akan mampus lebih dulu. ̈
”Dia takkan mati, ̈ ujar Sim Long.
”Dia takkan mati, memangnya aku saja yang akan mati? ̈ tanya
Ling-hoa.
”Jika kau mau tutup mulut dan sisakan sedikit tenaga, tentu kau pun
takkan mati, ̈ ujar Sim Long.
Meski Ong Ling-hoa benci dan cemburu terhadap Sim Long, tapi apa
yang dikatakan anak muda itu mau tak mau harus diturut dan
dipercayainya.
”Apa maksudmu kita masih ... masih akan tertolong? ̈ tanyanya
dengan sorot mata sangsi.
”Tentu saja, ̈ jawab Sim Long.
”Di tengah gurun seluas ini kita serupa kawanan semut, biarpun
beribu orang mencari serentak juga belum tentu dapat menemukan
kita .... Apalagi siapa yang akan menolong kita? Siapa yang tahu kita
tertimpa bahaya, semua ini tidak ... tidak mungkin. ̈
Sembari bicara ia pun terbatuk-batuk dan kehabisan tenaga, sebab
meski di mulut dia bilang tidak mungkin, tapi di dalam hati justru
sangat mengharapkan akan datang penolong.
”Dengan sendirinya ada orang tahu kita mengalami petaka ini, ̈ kata
Sim Long pula.
”Siapa? ̈ tanya Ong Ling-hoa dengan terengah. ”Ya, kecuali ...
kecuali perempuan siluman itu. ̈
”Betul, memang Pek Fifi adanya, ̈ kata Sim Long.
Ling-hoa melenggong, katanya dengan tertawa, ”Haha, masakah dia
akan datang lagi menolong kita? Haha, rupanya saking gelisahnya
Sim Long juga sudah linglung .... ̈
Suara tertawa latahnya membuat Cu Jit-jit dan Him Miau-ji sama
merinding. Sungguh mereka pun meragukan jalan pikiran Sim Long
itu, betapa pun mereka tidak percaya Pek Fifi akan datang menolong
mereka.
”Masa kalian belum lagi kenal wataknya? ̈ ujar Sim Long. ”Jika dia
menghendaki kematian kita, tentu dia akan tinggal di sini untuk
menyaksikan kita tersiksa sehingga mati. ̈
”Mungkin hatinya tidak sekeji ini, ̈ kata Jit-jit.
”Betul, ̈ seru Ling-hoa girang. ”Jika dia menghendaki kematian kita
tentu dia tidak perlu pergi. Sekarang dia pergi, rasanya kita pasti
akan mendapatkan bintang penolong. ̈
”Bintang penolong? Dari mana datangnya bintang penolong? ̈ gerutu
Miau-ji.
”Dia dibesarkan di tengah gurun, terhadap segala sesuatu di gurun
pasir tentu jauh lebih hafal daripada kita. Bisa jadi sebelumnya dia
sudah tahu ada orang akan datang ke sini, mungkin juga dia telah
meninggalkan petunjuk bagi orang yang akan mencari kemari. ̈
”Bilamana sekali aku tertolong, rasanya aku harus berbuat beberapa
hal kebajikan, ̈ kata Ong Ling-hoa.
”Baik, asalkan jangan kau lupakan nazarmu ini, kujamin engkau
takkan mati, ̈ ucap Sim Long.
Meski harapan untuk tertolong sangat kecil, tapi harapan betapa kecil
pun jauh lebih baik daripada tanpa harapan. Maka semua orang tidak
bicara lagi mereka ingin menyimpan tenaga untuk bertahan sampai
datangnya bintang penolong.
Kini kelopak mata setiap orang dirasakan tambah berat, semuanya
ingin tidur senyenyaknya, tapi mereka pun tahu, sekali tertidur
takkan mendusin untuk selamanya.
Entah sudah lewat berapa lama, mendadak Sim Long berseru, ”Aha,
itu dia, sudah datang ... sudah datang .... ̈
Terbangkit semangat semua orang dan memandang ke arah yang
dimaksud, tertampak di bawah langit yang biru tanpa awan sana
mendadak mengepul debu kuning tebal sehingga hampir menyelimuti
seluruh angkasa.
Menyusul lantas terdengar gemuruh derap kaki kuda yang menggetar
bumi.
”Di tengah gurun ini dari mana datangnya pasukan sebesar ini? ̈ ujar
Miau-ji dengan melengak.
”Masa kau lupakan Liong-kui-hong? ̈ kata Sim Long dengan
tersenyum.
Belum lenyap suaranya, tertampaklah empat penunggang kuda
berlari datang secepat terbang, penunggang kudanya semuanya
berbaju putih dan bermantel putih, itulah seragam anak buah Liong-
kui-hong atau angin puyuh naga yang malang melintang di gurun
pasir ini.
Mungkin keempat penunggang kuda itu sudah melihat rombongan
Sim Long, mereka bersuit, lalu membalik lagi ke sana.
Keruan Ong Ling-hoa sangat cemas, serunya, ”Hai, hai ... kenapa
kalian putar balik lagi? Masa kalian tidak mau menolong orang yang
akan mati? ̈
Sim Long tertawa, ”Tidak perlu kau gelisah, mereka hanya pengintai
pasukan Liong-kui-hong, setelah menemukan kita, mereka tidak
berani mengambil tindakan sendiri, maka harus kembali ke sana
untuk melapor. ̈
”Betul, namun Liong-kui-hong adalah bandit yang terkenal tidak
memberi ampun kepada siapa pun, bila kita tertangkap olehnya
mungkin juga .... ̈
”Aku tidak jelas baik atau jahat Liong-kui-hong, tapi jangan kau lupa,
dia kan masih mempunyai seorang Kunsu? ̈ ujar Sim Long.
”Bisa apa Kunsu segala? Apakah kau kenal dia? ̈ tanya Ling-hoa.
”Bila aku tidak salah terka, kuyakin dia adalah sahabatku dulu, ̈
jawab Sim Long dengan tersenyum.
Dalam pada itu dari kejauhan datang lagi beberapa penunggang
kuda, yang paling depan berbaju hitam dan berkuda hitam, malah
pakai kedok hitam pula, hanya kelihatan sorot matanya yang tajam.
Sesudah dekat, mendadak penunggang kuda serbahitam itu
melompat turun, lalu berdiri diam sambil menatap Sim Long tanpa
berkedip, tampaknya seperti terkejut.
”Kim-heng, Kim Bu-bong, engkau bukan? ̈ seru Sim Long mendadak.
Penunggang kuda serba hitam itu bergetar, ia pun berseru, ”Dari ...
dari mana kau tahu .... ̈
”Kecuali Kim Bu-bong, siapa pula yang begitu paham akan pribadi
Koay-lok-ong serupa membaca garis tangan sendiri, ̈ ujar Sim Long
sambil tergelak. ”Kecuali Kim Bu-bong, siapa pula yang dapat
menandingi Koay-lok-ong dan berulang membuatnya kecundang. ̈
Mendadak si penunggang kuda hitam melompat maju, Sim Long
dirangkulnya. Saking terharu kedua orang sama mengucurkan air
mata sambil tertawa pula.
Sampai Ong Ling-hoa juga ikut terharu, apalagi Jit-jit dan Miau-ji,
mereka pun tidak tahan mencucurkan air mata.
Selang sejenak barulah Kim Bu-bong berkata dengan gegetun,
”Wahai Sim Long, mengapa engkau sampai tertimpa nasib serupa
ini? ̈
”Jangan bicara tentang diriku, bicaralah mengenai dirimu lebih dulu, ̈
ujar Sim Long.
Kim Bu-bong diam sejenak, katanya kemudian dengan tertawa,
”Bukan aku yang tidak setia kepada Koay-lok-ong, tapi dia yang tidak
berbudi padaku. Sesudah kupulang padanya dalam keadaan cacat,
dia pandang diriku sebagai sampah yang tak berguna lagi dan
berniat menghabiskan diriku. Untung kutahu maksud kejinya, diam-
diam kuatur tipu untuk meloloskan diri. Waktu itu juga aku
bersumpah akan membalas dendam, akan kubuat supaya dia tahu
bahwa Kim Bu-bong bukanlah sampah sebagaimana disangkanya. ̈
”Dan sekarang engkau memang sudah membuktikan hal ini, ̈ ujar
Sim Long dengan tertawa. ”Waktu itu dia sengaja membuat sepucuk
surat palsu dan bilang padaku bahwa surat itu tinggalanmu. Maka
saat itu juga kutahu dalam urusanmu pasti terjadi sesuatu yang tidak
beres. ̈
Kim Bu-bong menengadah dan terbahak-bahak, suara tertawanya
yang senang terasa rada hampa juga.
Sejenak kemudian ia berhenti tertawa, katanya, ”Sekarang kendati
sudah kujatuhkan dia, lalu mau apa lagi? Hidup manusia
paling-paling seratus tahun dan dalam sekejap saja sudah lalu, baik
menang maupun kalah, sampai mati pun tertinggal segundukan
tanah belaka. ̈
”Maksudmu, dia sudah kau bunuh? ̈ tanya Miau-ji mendadak.
”Tempo hari seranganku gagal, sekali ini kuhimpun kekuatan lagi dan
menyerbunya lagi, siapa tahu sarang Koay-lok-ong malah sudah
berubah menjadi puing belaka, mayat bergelimpangan, bahkan sama
terbakar hangus. Di antaranya ada dua kerangka mayat yang tampak
melengket menjadi satu, kulit daging sudah menjadi abu, namun
ketiga cincin masih kelihatan .... ̈
Kim Bu-bong tertawa seram, lalu menyambung, ”Hah, siapa
menyangka, Koay-lok-ong yang malang melintang selama ini ternyata
sudah terkubur di tengah lautan api. ̈
Sampai di sini, semua orang tahu mayat yang melengket menjadi
satu dengan Koay-lok-ong itu pastilah Ong-hujin.
Sim Long menghela napas, gumamnya, ”Ai, itulah akibat cinta yang
tak terimpas, tahu begitu untuk apa berbuat? ̈
Mendadak terdengar Ong Ling-hoa menangis keras, nyata baru
sekarang meledak perasaannya sebagai seorang anak terhadap
ibunya.
”Ong Ling-hoa, ̈ teriak Kim Bu-bong dengan bengis, ”mestinya sudah
kuputuskan akan membunuhmu, tapi melihat tangismu ini ternyata
hati nuranimu belum lagi lenyap seluruhnya, karena itu biarlah hari
ini kutolongmu sekali lagi. ̈
Segera ia membebaskan mereka dari ringkusan, tiba-tiba ia pandang
Sim Long pula dan berkata, ”Tampaknya Koay-lok-ong memang betul
sudah mati, selama ini engkau tetap belum sempat bertarung dengan
dia, apakah engkau tidak merasa menyesal? ̈
Sim Long tersenyum hambar, katanya, ”Sifat manusia asalkan bajik,
dan juga bodoh, maka tak terhindar dari pertengkaran. Cuma
golongan yang pintar bertempur dengan akal dan golongan rendah
bertanding dengan tenaga, meski aku dan Koay-lok-ong sama-sama
ingin menumpas pihak lain, tapi entah mengapa, kedua pihak seperti
juga saling kasihan. Jika sudah begitu, kan tidak menarik
bilamana terjadi pertarungan benar di antara kami. ̈
”Haha, keluhuran budi Sim Long memang jarang
bandingannya, ̈ seru Bu-bong dengan tertawa.
la
gi
ad
a
”Eh, dari mana kau tahu keadaan kami ini? ̈ tanya Jit-jit.
”Ini pun bukan sesuatu hal aneh, ̈ tutur Bu-bong. ”Ketika
mengundurkan diri, pasukan kami mestinya tidak lalu di sini, siapa
tahu semalam mendadak kuterima sepucuk surat dengan lampiran
peta, kami diminta ke sini untuk menolong kalian. Aku merasa sangsi,
tapi juga tertarik, tentu pula khawatir tertipu. Untung akhirnya
kuputuskan datang kemari juga. ̈
”Orang yang paling memahami Pek Fifi tetap Sim Long adanya, ̈ kata
Jit-jit dengan gegetun. Ia pegang tangan Sim Long dengan erat,
seperti anak muda itu akan kabur lagi.
”Dari mana pula dia tahu Kim-heng berada di dekat sini? ̈ tanya
Miau-ji.
”Dalam perjalanan kemari tentu dia sudah melihat gerakan pasukan
Kim-heng yang menimbulkan debu, meski kami juga melihatnya
waktu itu tentu juga mengira angin pasir biasa, tapi dia kan sangat
hafal terhadap setiap perubahan gurun pasir ini. Apakah debu atau
angin pasir sekali pandang saja sudah diketahuinya. ̈
Jit-jit, Miau-ji
membenarkan.
dan
Ong
Ling-hoa
sama
manggut-manggut
Pada saat itulah mendadak di kejauhan ada orang berteriak, ”Di
mana Sim Long yang termasyhur itu? Dapatkah kami melihatnya? ̈
Suara teriakan itu susul-menyusul semakin keras dan menggema
angkasa.
”Wah, kenapa hari ini rasanya aku ingin menyusup ke dalam bumi
saja, ̈ ucap Sim Long dengan rikuh.
”Haha, biarpun ingin menyusup ke dalam bumi juga takkan sanggup
lagi, ̈ kata Kim Bu-bong sambil memegang tangan Sim Long. ”Cuma
... haha, hari ini Sim Long ternyata juga ingin lari, tentu orang akan
terheran-heran. ̈
Muka Sim Long tersembul lagi senyumannya yang khas itu,
senyuman yang sukar diraba oleh siapa pun, termasuk Cu Jit-jit.
TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-baja-4-serial-pisau-terbang.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Baja 4 [Serial Pisau Terbang Seri Pertama] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-baja-4-serial-pisau-terbang.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 2 komentar... read them below or add one }

xjd7410@gmail.com mengatakan...

20151005 junda
Louis Vuitton Bags Outlet Store
Coach Factory Outlet Stores 70% off
Real Louis Vuitton Bags
tory burch outlet
Authentic Louis Vuitton Belts Outlet Store
cheap louis vuitton
canada goose outlet
louis vuitton outlet
Authentic Louis Vuitton Handbags Cheap Online
Oakley Vault Outlet Store Online
true religion outlet
Michael Kors Outlet Online No Tax
abercrombie
ralph lauren
Louis Vuitton Bags On Sale
michael kors handbags
Louis Vuitton Handbags Official Site
fitflops
michael kors handbag
coach factory outlet online
Air Jordan 4 Toro Bravo
Louis Vuitton Handbags Factory Store
Hollister uk
Michael Kors Outlet Online Mall
Coach Factory Outlet Private Sale
Michael Kors Online Outlet Shop
nfl jerseys
New Louis Vuitton Handbags Outlet
air max 90
Christian Louis Vuitton Red Bottoms

John mengatakan...

nike air max
oakley sunglasses
coach factory outlet
michael kors outlet
coach outlet store online
louis vuitton backpack
nike air huarache
jordans
nike air force 1
prada outlet
oakley sunglasses
michael kors handbags
louis vuitton handbags
ray-ban sunglasses
cheap soccer shoes
prada uk
michael kors outlet online
louis vuitton
montblanc
ray ban sunglasses
fake oakleys
hollister uk
michael kors
oakley sunglasses
tiffany and co
lebron james shoes
louis vuitton outlet
gucci handbags
abercrombie & fitch
nike huarache
ray ban wayfarer
abercrombie and fitch
oakley sunglasses
ed hardy clothing
beats by dre
ray ban outlet
louis vuitton outlet stores
instyler curling iron
20151221yuanyuan

Posting Komentar