Pendekar Kembar 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Kalau bisa tolong tentu sejak mula sudah kutolong, jika
racun yang mengenai Toako adalah racun jenis lain, tanpa kau minta tentu akan kusembuhkan.
Tapi, ai. justeru racun inilah , . . ." sampai di sini ia menghela napas dan menggeleng pula, lalu
menyambung, "Pendek kata, dahulu aku sudah pernah bersumpah tidak mau menawarkan racun
yang diidap Toako itu, maka bagaimana pun kau mohon juga tak kupenuhi."
"sebab apa?" tanya Khing-kiok dengan kuatir dan bingung.
"sebabnya . . . Ai, untuk apalagi mengungkitnya lagi, apa yang sudah lampau biarlah berlalu.
Eh, kenapa si Tikus Kecil belum lagi membawakan peralatan yang diperlukan."
Belum lenyap suaranya tertampak si Tikus Kecil sudah muncul. serunya dengan wajah
bersungut, "Wah, Toalopan, gentong air itu tidak kuat kami gotong bertiga."
Yok-ong-ya menggeleng kepala dan mengomel, "Sungguh tidak becus, masakah tiga orang
tidak mampu menggotong gentong itu."
Buru-buru ia keluar, tidak lama kemudian, dengan satu tangan dia mengangkat sebuah
gentong besar masuk kesitu. Gentong air itu hampir setinggi satu orang, untuk tempat air,
mungkin cukup buat diminum belasan hari oleh satu keluarga.
Di belakang Yok-ong-ya mengikut pula tiga pegawai toko obat yang lain, masing-masing
membawa dua kaleng cuka, begitu kaleng cuka mereka taruh dilantai, segera Yok-ong-ya
mendesak. "Lekas menimba air, lekas"

Begitulah ketika pegawai itu terus silih berganti keluar masuk mengisi gentong besar itu dengan
air jernih, mereka harus bekerja keras hingga mandi keringat dan baru dapat mengisi setengah
gentong.
"Lekas usung kayu bakar dan batu bata,"desak pula Yok-ong-ya.
setelah kayu bakar dan bata disediakan, Yok-ong-ya sendiri lantas menumpuki bata itu hingga
berbentuk sebuah tungku darurat, gentong besar yang berisi air itu lantas ditaruh di atas tungku.
kemudian dituangi dengan cuka.
Menyaksikan kesibukan Yok-ong-ya itu, Khing kiok coba bertanya, "Untuk apakah semua ini?"
"Jangan urus, bantu saja menyalakan api, lekas, lekas" kata Yok-ong-ya.
Baru saja Khing-kiok menyalakan api tungku, Yok-ong-ya lantas memondong Yu Wi, dengan
gerak cepat ia membelejeti pakaian Yu Wi hingga telanjang bulat. Menyaksikan itu, keruan muka
Khing-kiok menjadi merah malu.
selagi nona itu merasa bingung, didengarnya Yok-ong-ya mendesak pula. "Lekas kipas.
besarkan nyala api"
seperti kena ilmu sihir saja, Khing-kiok menuruti segala perintah kakek kecil itu, segera ia
mengipas sekuat dan secepatnya. Tapi segera ia berteriak kuatir, "HHe, jangan-jangan Toako akan
terebus"
Dengan serius Yok-ong-ya berkata, "Jika ingin menolong Toakomu, semakin besar api yang
berkobar semakin baik."
Karena keterangan ini, segera Khing-kiok mengipas secepatnya, hanya sejenak saja api lantas
berkobar dengan kerasnya.
"Nah, bagus" kata Yok-ong-ya. "Awas, harus tambah kayu jika api kurang besar, jaga yang
betul, api tidak boleh kecil, apa lagi padam."
Waktu Khing-kiok berhenti mengipas, Yok-ong-ya memberinya dua botol obat, katanya,
"sebentar bila air mendidih. cepat keluarkan Toakomu. ..."
Mengingat Toako dalam keadaan telanjang, cara bagaimana dirinya akan menggotongnya
keluar dari gentong, tanpa terasa ia menunduk malu sehingga tidak memperhatikan apa yang
diucapkan Yok-ong-ya.
orang tua itu lantas berseru pula. "Hei, dengar tidak ?Jangan sampai Toakomu telanjur terebus
oleh air mendidih. bisa runyam nanti."
Akhirnya Khing-kiok mengertak gigi, pikirnya, "Toako sudah menjadi suamiku kenapa mesti
malu segala?"
Ia lantas mengangkat kepala dan mendengarkan pesan Yok-ong-ya.
setelah berdehem, kakek itu berkata pula, "Nah, setelah digotong keLuar nanti, suapi dia dua
senduk cairan obat dalam botol hitam itu. obat didalam botol putih digunakan untuk menggosok
sekujur badan Toakomu. Jangan lupa, gosok hingga rata, kalau tidak, nanti kalau dimasukkan lagi
kedalam gentong, dia benar-benar bisa menjadi manusia rebus."
Bahwa dirinya disuruh menggosok sekujur badan sang Toako dengan obat dalam botol putih
itu, hati Khing-kiok lantas berdebar-debar. Tapi demi kepentingan Toako, sedapatnya ia menahan
perasaannya, tanyanya, "Dengan begitu, Toako harus dgodok berapa kali?"
"satu hari tiga kali, sedikitnya harus digodok selama tiga hari berturut-turut," tutar Yok-ong-ya.
"ingat, setiap hari harus ganti air cuka dalam gentong. tiga hari kemudian jiwa Toakomu dapat
bertahan lagi selama beberapa bulan."
Dari pesan orang tua itu Khing-kiok merasa orang sengaja menyuruhnya bekerja sendirian,
segera ia tanya, "Dan cianpwe hendak ke mana?"
"Aku tidak pergi ke mana-mana,"jawab sikakek. "dalam beberapa hari ini harus kusembuhkan
gadis sit-sim-li itu, terpaksa. kau sendiri yang harus merawat Toakomu Pegawaiku mungkin tak
dapat bekerja teliti dan tidak dapat banyak membantu, tetapi mengenai pekerjaan ganti air dan
sebagainya boleh suruh mereka mengerjakannya."
Khing-kiok mengangguk teringat pada apa yang akan dilakukannya selama tiga hari berturutturut
ini, tanpa terasa muka menjadi merah dan jantung berdetak pula.
setelah memberi pesan seperlunya, lalu Yok-ong-ya meninggalkan ruang kerja itu ke kamar
lainnya.

sembari menambah kayu bakar Khing-kiok juga memperhatikan keadaan di dalam gentong,
satu jam kemudian, tertampaklah uap mulai mengepul dari dalam gentong, ia tahu air sudah
hampir mendidih, segera ia menahan perasaan yang berdebur itu dan menyeret Yu Wi keluar dari
gentong dalam keadaan telanjang bulat.
Ia baringkan Yu Wi di dipan, dituangnya obat dari botol hitam, dilihatnya anak muda itu dalam
keadaan pingsan, ia menjadi bingung cara bagaimana menyuapinya.
Terpikir olehnya tempo hari sang Toako juga pernah merawat sakitnya, seketika timbul kasih
sayangnya, segera ia mengumur cairan obat terus diloloh ke dalam mulut Yu Wi.
Selesai melolohi dua senduk obat, kembaii Khing-kiok ragu-ragu lagi, ia pegang botol putih
dengan terkesima dan lupa menggosok badan Yu Wi dengan obat itu
pada saat itulah terdengar seorang berkata di luar kamar, "siocia, ini santapannya. ditaruh di
mana?"
Khing-kiok menoleh, kiranya si Tikus Kecil mengantarkan makan siang baginya, cepat ia
mengambil selimut untuk menutupi tubuh Yu Wi, dengan muka merah ia menjawah, "Taruh saja
di atas, sebentar kumakan sendiri"
si Tikus membawa makanan untuk dua orang. dia menaruh makanan itu lalu berkata, "Kalau
perlu apa-apa, panggil saja si Tikus."
"Baiklah, sebentar lagi boleh kau datang lagi," kata Khing-kiok.
sesudah si Tikus pergi, Khing-kiok kuatir tertunda terlalu lama, terpaksa ia kesampingkan rasa
malunya, cepat ia menuang cairan obat botol putih dan mulai menggosok sekujur badan Yu Wi.
Tidak lama kemudian selesailah dia menggosok tubuh Yu Wi dengan obat, meski bukan pekerjaan
berat, tapi Khing-kiok telah mandi keringat, mungkin karena tegangnya perasaan hingga
membuatnya berkeringat.
setelah hati mulai tenang, lalu Khing-kiok menaruh Yu Wi lagi kedalam gentong, ia tambahi
kayu bakar pada api tungku, lalu berduduk memandangi santapan-santapan yang disediakan,
meski perut sudah lapar sejak tadi, tapi tidak ada nafsu makan- ia hanya menyumpit beberapa
kali, lalu memperhatikan air godokan dalam gentong.
si Tikus Kecil datang lalu membersihkan mangkuk piring serta bebenah sisa makanan dan
dibawa pergi.
sehari tiga kali mengganti air gentong, sampai hari kedua, pada ketiga kalinya waktu Khing-kiok
mengeluarkan Yu Wi dari gentong, anak muda itu mulai mengeluarkan suara rintihan-
Khing-kiok bergirang, cepat ia membaringkan anak muda itu dan menyuapi cairan obat dan
menggosok tubuhnya.
Selesai semua itu, Khing kiok mengusap keringat dan menghela napas lega. dilihatnya Yu Wi
membuka mata dan berkata, "Adik Khing. bikin repot padamu"
Muka Khing kiok menjadi merah, tadi ia mengira anak muda itu masih pingsan, tak tahunya
ketika merintih Yu Wi sudah sadar, cuma dirasakan tubuh sendiri telanjang bulat, ia merasa tidak
enak untuk membuka mata, maka membiarkan Khing kiok menggosok tubuhnya habis itu barulah
ia membuka mata.
Dengan malu Khing kiok menutupi mukanya dan berseru, "Ah, Toako busuk. Toako jahat . . ."
diam diam ia pikir Toako sudah siuman, tapi sengaja membiarkan orang menyuapi mulutnya dan
menggosok tubuhnya, jelas membuatnya kikuk.
Tertengar Yu Wi berkata dengan gegetun- "Adik Khing meladeni diriku sedemikian baik, selama
hidup takkan kulupakan- . . ."
Khing-kiok membuka mukanya dan berkata dengan sungguh-sungguh. "Antara kita masa perlu
cara tentang melupakan dan tidak? Toako sendiri kan juga pernah meladeni diriku?"
"Di manakah Yoksong-ya?" tanya Yu Wi.
"dia mulai mengobati gadis sit-sim-li itu," tutur Khing-kiok.
Yu Wi memandangi langit-langit kamar dan berdoa, "syukur dan terima kasih kepada Thian
Maha Pemurah, kalau Yok-ong-ya mau mengobati dia. tentu dia akan sembuh."
Dengan suara pelahan Khing-kiok tanya, "siapa nona sit-sim-li itu? Apakah benar adik Toako?"
Yu Wi menoleh dan menjawab, "Apakah kau masih ingat peristiwa di Thian-ti-hu?"

Dahulu Yu Wi pernah menceritakan apa yang dialaminya setelah meninggalkan Hek-po, semua
masih diingat dengan jelas oleh Khing-kiok. maka ia mengangguk dan menjawab, "Urusan Toako
mana bisa kulupakan."
"Dan Toakongcu dari Thian-ti-hu yang kuceritakan serupa dengan wajahku itu, apakah kaupun
masih ingat?" tanya Yu Wi pula.
Kiranya sejak meninggalkan Ma-siau- hong, agar membikin pikiran Khing-kiok seolah-olah
sudah kenal Kan Ciau-bu, supaya kelak dapat merangkapkan perjodohan mereka, maka Yu Wi
sering bercerita tentang pengalamannya di Thian-ti-hu dahulu, terutama. dia suka menyebut
tentang kebaikan Kan- ciau-bu kepadanya.
Begitulah maka Khing-kiok lantas menjawab, "Tentu saja masih ingat, kau sering bercerita
tentang dia, hanya saja aku tetap tidak percaya di dunia ini ada orang yang mirip benar dengan
Toako."
"Bila kelak kau bertemu dengan dia tentu kau akan percaya," kata Yu Wi. "Dan sit sim-li itu
ialah adik perempuannya, namanya Kan Hoay-soan-"
Khing-kiok berseru kaget, "Hah,jadi dia itu puteri Thian-ti-hu? Tapi mengapa dia berubah
menjadi begitu?"
Yu Wi menghela napas, ucapnya dengan sedih, "Ya, akupun tidak tahu apa sebabnya. . . ."
berulang-ulang ia menghela napas, jelas prkirannya sangat kusut.
Melihat sang Toako bersedih, Khing-kiok berkata pula, "Kau bilang kepada Yok-ong-ya bahwa
sit-sim-li adalah adik perempuanmu, jangan jangan karena wajahmu mirip kakaknya, maka dalam
hati tanpa terasa juga menganggapnya sebagai adik?"
"Ah. karena ditanya Yok-ong-ya, maka kujawab sekenanya, waktu menyamar menjadi Toakongcu
di Thian-ti-hu, karena tidak tahu, Hoay-soan selalu memanggil Toako padaku, dengan
sendirinya akupun menganggapnya sebagai adik."
"Di dunia inijarang ada yang berwajah sama, Kan ciau-bu benar mirip Toako, sampai anggota
keluarganya juga tidak tahu membedakannya, kukira... kukira antara kalian pasti ada... ada
hubungan darah."
Yu Wi menggeleng, katanya. "Tidak, tidak mungkin- Leluhurku berasal dari soasay, sedang kan
leluhur Kan ciau-bu berada di Kimleng, jarak kedua tempat ada ribuan li jauhnya, mana bisa
terjadi hubungan darah?"
Khing-kiok tertawa, katanya, "sungguh bodoh Toako ini, jauhnya tempat masa dapat
merintangi hubungan perasaan. Betapapun jauh jaraknya kan dapat didatangi orang, asalkan
kedua pihak suka sama suka, saling cinta, di manapun dapat bertemu."
"Jika demikian, apakah mungkin Kan ciau-bu adalah anak ayahku sehingga mukanya bisa
serupa dengapku?"
Dengan muka merah Khing-kiok berkata, "Hal ini memang sukar . . . sukar dipastikan. Bisa jadi
. . . bisa jadi kalian adalah saudara kembar, begitu lahir lantas dipisahkan, Kan ciau-hu dibesarkan
di Thian-ti-hu ..."
"Tidak mungkin, tidak mungkin terjadi," ujar Yu Wi. "Usia Kan ciau-bu selisih tiga tahun dari
padaku, aku dan dia tidak mungkin saudara kembar. Menurut pendapatmu, mungkinkah dia juga
putera ayahku?"
Muka Khing-kiok bertambah merah, dalam hati lamat-lamat timbul perasaan bahwa hal itu
bukan mustahil terjadi, tapi mengingat hanya kalau ayah Yu Wi harus bermesraan dengan ibu Kan
ciau bu baru dapat melahirkan Toa kongcu Thian ti-hu itu, bila hal ini dibicara kan oleh anak
perempuan seperti dia, tentu saja membuat mukanya merah.
Mendadak terlintas dalam benak Yu Wi mengenai perempuan berbaju hitam dengan rambut
panjang yang dilihatnya didaerah terlarang Thian-ti-hu itu, bukankah wajah perempuan itupun
mirip dengan dirinya? Jangan-jangan perempuan itupun famili terdekat dirinya?
Bepikir demikian, dada Yu Wi terasa panas. seperti diketahui, perempuan berbaju hitam sudah
dua kali menyelamatkan jiwanya. satu waktu dia kabur dari kejaran orang Jay-ih-kau dan kedua
kalinya waktu dia minta pengobatan pada su Put-ku di siau- ngo-tay-san.
Dua kali pertolongan itu menimbulkan perasaan aneh dalam hati Yu Witerhadap perempuan
berbaju hitam itu, diam- diam ia menganggapnya sebagai orang tua yang mencintainya dan
melindungi dirinya. Kalau dipikir lagi sekarang, wajah perempuan itu rasanya memang sangat

mungkin ada hubungan kekeluargaan dengan dirinya. seketika ia jadi kesima merenungkan
pengalamannya dahulu.
Melihat sang Toako termenung, Khing-kiok jadi kuatir kalau- kalau anak muda itu akan linglung,
cepat ia berseru. "Toako . . . Toako . . . ."
setelah dipanggil beberapa kali barulah Yu Wi sadar dari lamunannya, "Ada apa?" tanyanya.
"Janganlah Toako memikirkan lagi," kata Khing-kiok. "Di dunia ini memang banyak kejadian
yang kebetulan, bintang luncur dilangitpun kadang saling bentur, antara manusia dan manusia itu
juga bisa terjadi mirip muka."
Dahulu Yu Wi tidak pernah memikirkan tentang kemiripan si perempuan baju hitam dan Kan
ciau-bu dengan dirinya, kini demi teringat hal-hal itu, seketika hati merasa mengganjal dan sukar
dihilangkan.
Ia pikir kejadian kebetulan didunia memang banyak, tapi. kalau ada wajah tiga orang sama
sekaligus tanpa sesuatu hubungan apa- apa, rasanya terlalu kebetulan kejadian ini. Apalagi setiap
tahun perempuan baju hitam itu pasti berziarah kemakam ayah Kan ciau-bu, darimana pula ia
tahu jalan masuk-keluar daerah terlarang Thian-ti-hu itu, di dalam persoalan ini pasti mengandung
sesuatu rahasia maha besar, tapi siapakah yang mengetahui?
Begitulah persoalan aneh itu terus berkecamuk dalam benak Yu Wi. setelah berpikir lama dan
lelah. tanpa terasa iapun tertidur.
Entah tidur berapa lama lagi, lamat-lamat ia dibangunkan dan terdengar suara Khing-kiok
berseru, "Toako, Toako, bangun makan"
"Waktu apa sekarang?" tanya Yu Wi.
"Hari sudah gelap. nyenyak benar tidur Toako, sudah tertidur dua hari masakah belum cukup?"
ujar Khing-kiok dengaa tertawa.
"Apakah Yok-ong-ya belum kemari?" tanya Yu Wi.
"Belum, juga tidak terdengar suaranya," tutur Khing-kiok.
"Aneh, mengapa belum selesai mengobati orang sakit selama dua hari?"
Bagian 19
"Bisa jadi penyakitnya sangat ruwet dan memerlukan waktu pengobatan yang lama, biarlah,
jangan kita ganggu dia."
Yu Wi mengiakan. Tiba-tiba Khing-kiok mendengar suara keruyukan dalam perut anak muda
itu, ia tertawa geli.
Tentu saja Yu Wi merasa kikuk, katanya, "Lapar benar perutku."
"Pantas juga kalau lapar, sudah dua hari kau tidak makan sebulir nasi pun," kata Khing-kiok
dengan tertawa. "Ayolah. Lekas bangun dan makan." Yu Wi menggerakkan tubuhnya, tapi tidak
dapat bangkit.
"Ayolah lekas bangun," seru Khing-kiok pula.
"Aku tak dapat bangun," Yu Wi menggeleng.
"Kenapa tidak dapat?" Khing-kiok menjadi kuatir.
"Seluruh tubuhku tiada tenaga sedikitpun," kata Yu Wi.
"Ah, benar," kata Khing-kiok, "Menurut Yok-ong-ya, kau harus digodok selama tiga hari.
sebelum genap tiga hari Toako belum dapat bergerakl. Jika demikian, biarlah kusuapi kau, boleh
kau tetap berbaring saja."
Semalaman itu berlalu lagi. esok paginya si Tikus telah mengganti air cuka gentong dan
menyediakan kayu bakar lagi.
Khing-kiok membangunkan Yu Wi, serunya, "Dapatkah Toako bergerak sekarang?"
"Tetap belum bisa," sahut Yu Wi dengan gegetun.
Khing-kiok menggigit bibir, dengan muka merah ia berkata. "Biarlah kupondong kau kedalam
gentong,"
Tubuh Yu Wi hanya ditutupi selimut, cepat ia menahan ujung selimut dan berkata, "Nanti dulu,
tunggu sebentar...."

Terpaksa Khing-kiok duduk termenung ditepi pembaringan. seketika kedua orang sama-sama
merasa canggung. sekarang pikiran Yu Wi sudah jernih, ia merasa tidak pantas membiarkan
tubuhnya yang telanjang bulat itu dipondong oleh si nona.
selang sejenak. dengan tulus Khing-kiok berkata, "Aku sudah milik Toako, kenapa merasa malu
segala?" Habis berkata ia lantas mulai mengangkat tubuh Yu Wi.
Karena sudah dua hari dirinya diladeni nona itu, kalau sekarang menolak akan terasa tidak baik
malah. Maka Yu Wi lantas melepaskan selimut dan membiarkan Khing-kiok memondong tubuhnya
kedalam gentong.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara seorang perempuan menghela napas pelahan
diluar jendela.
Tergetar tubuh Yu Wi, cepat ia berseru, "siapa itu?"
Meski Khing-kiok sudah melayani Yu Wi selama dua hari dan sudah terbiasa, tapi dasar anak
perempuan, betapapun jantungnya tetap berdebar ketika memondong Yu wi dalam keadaan bugil,
sebab itulah dia tidak mendengar suara apapun. Demi mendengar seruan Yu Wi itu, ia berkata
dengan suara tertahan, "Kecuali si Tikus, di sini tidak ada orang lain-"
"Tapi kudengar suara seorang perempuan menghela napas di luar," kata Yu Wi.
"Ah, Toako suka berpikir macam- macam, disini mana ada perempuan lain?" ujar Khing-kiok.
Tapi dengan pasti Yu Wi menyatakan kebenaran pendengarannya, "Ada, pasti ada, bahkan
suara itu seperti sudah kukenal."
"Ah, Toako mengenangkan nona Ko lagi," ucap Khing-kiok dengan sendu.
Karena dianggap lagi merindukan Ko Bok-ya, Yu Wi tidak enak untUk omong lagi, tapi dalam
hati ia berpikir, "Jelas suara itu bukan suara Ya-ji. lantas siapakah dia?"
selewatnya hari ketiga itu, Khing-kiok terlebih akrab lagi terhadap Yu Wi. Melihat cara si nona
melayani dirinya sedemikian baik. dengan sendirinya hilanglah rasa kikuk Yu Wi dan tidak
canggung-canggung lagi.
Racun yang semula didesak hingga terkumpul pada kedua tangan oleh tenaga dalam Hoat-sujin
itu, lantaran digodok selama tiga hari. ditambah lagi pengobatan lain, maka racun kembali
menyebar keseluruh tubuh. Maka sekarang warna kedua tangan Yu Wi sudah kembali biasa. meski
kadar racun menyebar lagi ke seluruh tubuh, tapi karena juga terhisap oleh air cuka gentong
selama tiga hari, kadar racun telah buyar sebagian, racun yang masih mengendap dalam tubuhnya
untuk sementara tidak berbahaya lagi.
Maka esok paginya Yu Wi sudah bisa bangun berduduk, meski belum leluasa untuk berjalantapi
setelah mendapat perawatan Khing-kiok. tiga hari kemudian dapatlah dia bergerak dengan
bebas.
Pagi hari itu, Yu Wi berkata, "Hari ini adalah hari ketujuh, kenapa Yok-ong-ya masih juga belum
kelihatan?"
"Sudah kutanyakan pada siTikus, katanya sepanjang hari Yok-ong-ya hanya duduk termenung
di dalam kamar sana dan tidak mengobati Kan Hoay-soan," tutur Khing-kiok. Yu Wi menjadi heran,
"Jika demikian- apakah Hoay-soan berada di kamar?"
Belum lagi Khing-kiok menjawab, terdengar suara orang berdehem, Yok-ong-ya telah muncul
dari kamar bagian dalam. Cepat Yu Wi menyongsongnya dan menyapa. "Cianpwe tentu capai"
Yok-ong-ya menggeleng, katanya dengan gegetun, "sudah tujuh hari kurenungkan di dalam
kamar dan tetap tidak menemukan cara untuk menyembuhkan adik perempuanmu."
Melihat wajah orang yang tambah kurus dan mata cekung, jelas selama tujuh hari ini telah
banyak memakan pikirannya. Maka dengan tenang ia tanya, "Apakah penyakit gilanya tidak dapat
disembuhkan?" .
"Adikmu sekarang tidak gila lagi," jawab Yok-ong-ya.
"Nah. kan sudah sembuh kalau begitu?" seru Yu Wi dengan girang.
Yok-ong-ya menghela napas, lalu berkata, "Coba kau ikut kemari."
Yu Wi ikut Yok-ong-ya masuk kekamar belakang sana, ruangan ini terbagi menjadi dua, bagian
depan penuh kitab, bagian belakang hanya dipisahkan oleh tabir saja.
Waktu tabir terbuka, kelihatan Kan Hoay-soan tetap memakai baju satin putih dan berduduk di
tepi pembaringan menghadapi kearah tabir sini.

Melihat nona itu berduduk tenang disitu seperti orang biasa, kelakuannya yang tidak waras
tujuh hari yang lalu kini sudah hilang. dengan girang ia lantas mendekat dan menegurnya, "Hoaysoan,
masih kenal padaku?"
Biji mata Kan Hoay-soan yang jeli itu tidak bergerak sedikitpun meski jelas dua orang telah
masuk ke situ, panggilan Yu wi iuga tidak mendapat reaksi sama sekali.
Yu Wi melangkah kedepan si nona, dengan suara memilukan ia tanya pula, "Hoay-soan. masih
kenal padaku tidak?"
Kan Hoay-soan tetap diam saja, mendadak ia berbangkit dan lewat di samping Yu wi, langsung
menuju kearah tabir.
Mengira si nona tidak mau menggubrisnya, Yu Wi bertanya pula, "Apakah Toakomu baik-baik
saja?"
setiba di samping tabir, Hoay-soan berjalan balik.
Dengan girang Yu Wi menegur lagi, "setelah berpisah dahulu, sudah hampir dua tahun kita
tidak berjumpa."
Tapi setelah berada didepan pembaringan, kembali Kan Hoay-soan berjalan ke arah tabir lagi
dan begitulah ia mondar-mandir belasan kali, lalu berduduk ditepi pembaringan dan tidak berucap
sekatapun-
Yu Wi memandangi nona itu dengan terkesima, keadaan Kan Hoay-soan ibaratnya mayat hidup.
Wajahnya tiada menampilkan perasaan apapun, tanpa terasa timbul perasaan ngeri dalam hati Yu
Wi. Ia coba memandang Yok-ong-ya.
Tabib sakti itu tersenyum getir, katanya. "Pada hari pertama juga sudah kusembuhkan sakit
gilanya, tapi selama enam hari kemudian, kecuali makan dan tidur, terus menerus dia cuma
berjalan mondar-mandir begini, betapapun ditanya tetap tidak menjawab."
"Apakah dia sengaja tidak mau bicara?" tanya Yu Wi.
Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Selama tujuh hari kurenungkan penyakitnya, akhirnya dapat
kutarik suatu kesimpulan . . . yakni, hakikatnya dia tidak dapat bicara."
"Mengapa tidak dapat bicara?" Yu Wi menegas dengan kuatir.
"Dia tidak punya hati, dengan sendirinya tidak dapat bicara." ujar Yok-ong-ya.
Yu Wi menggeleng-geleng kepala, ucapnya, "Dia tampak sehat-sehat saja, kenapa tidak punya
hati? Mana Cianpwe bergurau?"
Dengan serius Yok-ong-ya berkata, "Penyakit gila tidak sukar disembuhkan, tapi dia selain gila
juga kehilangan hati, meski sakit gilanya sudah sembuh, tapi hati yang hilang belum lagi
diketemukan kembali...."
sampai di sini, diam-diam Yu Wi merasa geli, tapi dilihatnya Yok-ong-ya bicara dengan
sungguh-sungguh dan kereng, ia tidak berani tertawa. Pikirnya, "Masakah didunia ini ada orang
mencari hati segala?"
Tapi Yok-ong-ya telah bicara terus, "selama tujuh hari tak dapat kuselami sebab musababnya
dia tidak mau bicara, akhirnya teringat pada seorang barulah kusadari duduknya perkara. orang
itu mahir semacam ilmu sihir yang disebut Mo-sim-gan (mata iblis). Cuma orang itu sudah lama
meninggalkan dunia Kangouw, makanya tidak kuingat padanya. Bila kusebutkan orang ini pasti
juga kau tahu, apakah kau masih ingat orang-orang yang mengerumuni adik perempuanmu tempo
hari sama menyebut sit-sim-li padanya?"
"Ya, karena sepanjang jalan Hoay-soan terus- menerus berteriak, di mana hatiku, makanya
orang menyebutnya sit-sim-li," kata Yu Wi.
"Dan tahukah kau sebab apa dia omong begitu?"
"Ucapan orang gila tentu juga aneh dan lucu, mana ada orang yang benar- benar kehilangan
hati, orang yang kehilangan hati mana bisa hidup?"
Dengan sikap misterius Yok-ong-ya berkata, "Tapi barang siapa pernah dipandang oleh Mo-simgan,
orang itu akan merasa seperti benar- benar kehilangan hati. Pada waktu menggunakan
ilmunya Mo-sim-gan akan berkata kepada korbannya, "Kau telah kehilangan hati"
Tiba-tiba Yu Wi teringat kepada Goan-si-heng-te, kedua saudara she Goan yang mahir ilmu
gaib itu, pada waktu mereka melancarkan ilmu sihirnya juga berkata kepadanya, "Kau sudah
lelah, kau perlu tidur" Habis berucap begitu dirinya benar-benar merasa kantuk dan ingin tidur
sepuasnya Jangankan Hoay-soan juga terkena iimu sihir semacam ini?"

"Apakah Mo-sim-gan itu sama seperti apa yang disebut Jui-bin-sut? Apakah orang yang
Cianpwe maksudkan adalah sepasang kakek tinggi kurus yang berbentuk serupa dan terkenal
sebagai kedua Goan bersaudara?" demikian Yu Wi lantas bertanya.
Yok-ong-ya menggeleng, katanya, "Mo-sim-gan jauh lebih hebat dari pada jui-bin-sut yang kau
sebut, apabila adikmu cuma terkena Jui-bin-sut, tentu sejak mula dapat kusembuhkun dia."
Kini Yu Wi percaya kepada setiap keterangan Yok-ong-ya, ia menjadi cemas, katanya, "Wah,
lantas bagaimana baiknya? Hoay-soan tidak boleh hidup tanpa hati?"
"Apakah dia benar- benar adik perempuanmu?" tanya Yok ong ya.
"Bukan, dia adalah puteri Thian-ti-hu, namanya Kan Hoay-soan," jawab Yu Wi. "Tapi kuanggap
dia sebagai adik sendiri, maka mohon cianpwe suka berusaha menyelamatkan dia . . . ."
Yok-ong-ya menghela napas, katanya, " orang sama menyebut diriku sebagai seng-jiu-ji-lay,
semua orang mengira aku dapat menyembuhkan penyakit apapun, padahal di dunia ini banyak
sekali penyakit yang aneh, mana bisa kusembuhkan seluruhnya." Ia berhenti sejenak, lalu berkata
pula, "Kukenal Kan Yok-koan . . . ."
"Ah, bagus sekali," seru Yu Wi, " Hoay-soan adalah cucu Kan Yok koan, mengingat leluhurnya
yang Cianpwe kenal. sudilah engkau menolong dia."
"Kalau bisa menyembuhkan dia masa tidak kulakukan," ujar Yok-ong-ya dengan kurang senang.
Tiba-tiba teringat olehnya penyakit Yu Wi yang juga pernah ditolaknya sekalipun dirinya mampu
mengobatinya, pantas kalau anak muda itu meragukan jawabannya, maka air mukanya berubah
tenang kembali dan berkata, "Racun yang mengeram dalam tubuhmu itu tidak dapat kupunahkan
karena aku pernah bersumpah takkan mengobatinya, kalau tidak, tentu sekaligus sudah
kusembuhkan dirimu. Tapi mengenai penyakit Kan Hoay-soan yang kehilangan hati ini memang
benar- benar tak dapat kusembuhkan-"
Yu Wi menoleh dan melihat Kan Hoay-soan masih duduk ditepi pembaringan, sebenarnya nona
itu sangat lincah dan menyenangkan, tapi sekarang seperti anak gendeng, pedih rasa hati Yu Wi,
katanya, "Apakah harus dibiarkan ini . . . , "
"Untuk melepaskan ikatan diperlukan bantuan orang yang mengikat .... "
"Aha, benar," tukas Yu Wi. "Akan kucari Goan-si-hengte untuk menghilangkan penyakit Hoaysoan
ini."
"Tidak ada gunanya," ujar Yok-ong-ya sambil menggeleng, "dengan kemampuan Goan-sihengte
masih belum sanggup memunahkan Mo-sim-gan."
"sesungguhnya siapakah orang yang melakukan ilmu sihir ini?" tanya Yu Wi.
"Dia tidak punya nama, kuingat orang menyebut dia sebagai sam-gan-siusu (si cendekia cakap
bermata tiga)," tutur Yok ong-ya. "Konon dia pernah menerima dua murid anak kembar, bisa jadi
mereka ialah Goan-si-hengte yang kau katakan itu Untuk menyembuhkan penyakit nona Kan harus
kau cari dia sendiri barulah ada harapan."
"setelah menemukan dia, cara bagaimana baru dapat menyembuhknn penyakit kehilangan hati
Hoay-soan ini?"
"Asaalkan sam-gan-siusu menggunakan ilmu sihirnya lagi dan bicara kepada nona Kan bahwa
hatimu sudah diketemukan kembali, hatimu sudah berada lagi dalam tubuhmu, lalu nona Kan akan
melupakan pernyataan dimana hatiku yang selalu terpikir itu, dan penyakitnya segera akan hilang
serta pulih seperti sediakala."
"Kecuali itu apakah tiada jalan lain?" tanya Yu Wi.
"Mo-im-gan adalah ilmu pembetot sukma paling jahat didunia ini, hakikatnya sukar
disembuhkan dengan pengobatan biasa, harus disembuhkan oleh orang yang juga mahir Mo-simgan
dan tiada jalan lain."
Yu Wi menghela napas menyesal, katanya, "Dan maukah sam-gan-siusu menolongnya begitu
saja?"
"Ada satu akal yang dapat membuat dia pasti menolongnya," kata Yok-ong-ya.
"Akal apa?" tanya Yu Wi.
"sam-gan-siusu itu terkenal keranjingan ilmu silat, asalkan kau ajarkan semacam kungfu
padanya, maka dia pasti akan menolong Kan Hoay-soan "
"Jika demikian, sekarang juga ku pergi mencari sam-gan-siusu."

Habis berkata, Yu Wi terus mendekati Kan Hoay-soan dan memegang tangannya, Nona itu
tidak melawan, dengan penurut ia berdiri
Yu Wi belum lagi putus asa, ia coba tanya pula, "Hoay-soan, kau kenal aku tidak?"
Kan Hoay-soan hanya memandang kaku ke depan tanpa berkedip dan tidak bersuara, air
mukanya seperti patung, sedikitpun tidak memperlihatkan sesuatu emosi.
Yu Wi menghela napas panjang, ucapnya, "Dunia seluas ini, kemana dapat kutemukan samgan-
siusu?"
"Asalkan kau temukan Goan-si-hengte, kukira dapat juga menemukan sam-gan-siusu," ujar
Yok-ong-ya.
"Cianpwe," tanya Yu Wipula, "umurku dapat bertahan berapa lama lagi?"
"dalam waktu setengah tahun masih tertolong jika dapat kau peroleh obat penawarnya."
"Dan kalau dalam setengah tahun tidak ada obat penawar?"
Dengan muram Yok-ong-ya menjawab, "Tatkala mana bila racun mulai bekerja lagi, maka
serangannya tambah ganas dan sukar dibendung lagi"
"Jadi tiada harapan buat hidup lagi?" Yu Wi menegas dengan tersenyum getir.
Yok-ong-ya diam saja tanpa bersuara. Untuk sejenak Yu Wi merasa bingung, lalu ia gandeng
tangan Kan Hoay-soan dan diajak keluar, setiba di samping tabir, ia menoleh dan bertanya pula,
"dalam waktu setengah tahun apabila Wanpwe tidak berhasil menemukan sam-gan-siusu,
Wanpwe akan minta bantuan orang lain untuk mengantar pulang Hoay-soan kesini, tatkala mana
kuharap cianpwe suka membawanya untuk berusaha lagi mencari sam-gan-siusu, entah Cianpwe
suka menerima tidak permintaanku ini?"
"Jelek-jelek aku adalah kenalan kakeknya, urusan ini pasti akan kukerjakan dengan sebisanya,"
ucap Yok-ong-ya.
"Jika demikian, legalah hatiku," kata Yu Wi.
selagi dia hendak melangkah pergi, mendadak Yok-ong-ya berseru, "Tunggu sebentar." Ia
memburu maju dan mengeluarkan sejilid buku berkulit kuning dan diberikan kepada Yu Wi,
katanya, "Kitab ini boleh kau bawa."
Yu Wi menerimanya, terlihat sampul buku itu tertulis: "Pian sik sinBian", dibagian bawah ada
tulisan huruf kecil dan berbunyi: "simpanan kakek gunung dari Hong-san."
Pian-sik adalah nama seorang tabib sakti dijaman ciankok. konon ilmu pengobatannya sangat
hebat, namanya terkenal turun temurun, tapi ilmu pengobatannya justeru tidak diketahui menurun
kepada siapa, sekarang mendadak Yu Wi melihat kitab ini, hatinya tergetar, ia tahu kitab "Pian sik
Sin Bian" atau catatan Pian sik ini adalah pusaka yang paling berharga bagi pertabiban.
"Kitab ini kupinjamkan selama setengah tahun kepadamu," kata Yok-ong-ya, "dalam waktu
setengah tahun hendaklah kau baca dan pelajari dengan baik isi kitab ini, boleh kau bikin suatu
resep pengobatan pribadi untuk menawarkan racun dalam tubuhmu."
Yu Wi sangat girang, ucapnya, "Terima kasih banyak-banyak kepada Cianpwe atas budi
pertolongan jiwaku ini."
Dengan dingin Yok-ong-ya menjawab, "Jangan keburu bergirang dahulu, dalam waktu setengah
tahun apakah kau mampu menyelami isi kitab ini atau tidak masih merupakan tanda tanya besar.
Umpama dapat kau pelajari dengan baik dan berhasil membuat satu resep obat untuk
menyembuhkan dirimu sendiri, hal ini adalah nasibmu yang mujur dan sekali tidak ada sangkutpautnya
dengan diriku."
"Ada suatu hal yang sukar kumengerti, dapatkah Cianpwe memberi penjelasan?" kata Yu Wi.
"Hal apa?" tanya Yok-ong-ya. "Hati Cianpwe welas-asih seperti Buddha, mengapa tidak mau
memunahkan racun dalam tubuhku?"
Yok ong ya tidak menjawab, ia mendahului melangkah keluar kamar, setiba di kamar tulis
barulah dia berkata, "Duduklah kau, akan kuceritakan suatu kejadian padamu."
Dengan hormat Yu Wi berduduk disamping sana, Kan Hoay soan juga didudukkan disamping
meja. setelah berduduk nona itu lantas diam saja tanpa bergerak lagi.
Yok ong ya hanya berdiri, sampai sekian lamanya barulah mendadak berkata, "Apa yang terjadi
itu sudah lama berselang .... waktu itu ada seorang kosen, karena suasana jaman itu kacau-balau,
beliau sengaja mengasingkan diri Pada waktu hendak mengasingkan diri itulah beliau memungut
dua anak buangan sebagai murid. Dua puluh tahun kemudian- kedua anak pungut itu sama

tumbuh dewasa, keduanya sama-sama mendapatkan ajaran ilmu sakti dari orang kosen itu.
Karena sejak kecil keduanya bersama dipegunungan sunyi dengan sang guru, maka kasih sayang
antara mereka tiada ubahnya seperti saudara sekandung. waktu si orang kosen menyuruh kedua
muridnya turun gunung untuk melakukan tugas bajik dan menolong sesamanya, kedua saudara
seperguruan itu lantas berpisah dan berkelana di dunia Kangouw, dengan cepat perpisahan itu
telah berlangsung sepuluh tahun lamanya. Pada waktu tahun kesebelas, kedua orang itu taat
kepada perintah sang guru dan pulang ke gunung untuk melaporkan pengalaman serta hasil kerja
masing-masing. Tak terduga, setiba di gunung, ternyata guru mereka sudah wafat tiga tahun
sebelumnya. ..." Bercerita sampai di sini, air muka Yok-ong-ya memperlihatkan rasa sedih luar
biasa.
Diam-diam Yu Wi membatin, entah siapa diantara kedua saudara seperguruan itu adalah Yokong-
ya.
Didengarnya Yok-ong-ya menyambung pula ceritanya, "Tentu saja kedua anak muda itu
sangat berduka, mereka menangis didepan makam sang guru dan menuturkan kisah perjalanan
mereka selama sepuluh tahun ini. dalam sepuluh tahun ternyata banyak mengalami perubahan,
suhengnya telah berumah tangga dan punya perusahaan, namanya cukup gemilang di dunia
Kangouw, sebaliknya sang sute tetap tidak punya pekerjaan dan juga belum menikah. selama 20
tahun belajar bersama, kedua suheng dan sute itu masing-masing mempunyai kepandaian khas
sendiri dan sebenarnya tiada perbedaan tinggi rendah antara mereka, hanya karena wajah sang
sute lebih jelek. kemana-mana tidak di sukai orang, maka lama-lama ia merasa rendah harga diri
dan selama sepuluh tahun tidak mendapat hasil apa-apa, padahal usianya sudah 30 lebih, tapi
isteri saja tidak punya."
Lamat-lamat Yu Wi dapat merasakan sang sute yang dimaksud pastilah Yok-ong-ya sendiri ia
pikir, "Umumnya orang suka menilai seseorang berdasarkan wajahnya, karena Yok-ong-ya
bertampang jelek sehingga tidak disukai orang. Padahal biarpun muka seseorang sangat cakap.
tapi kalau otaknya kosong, tidak berisi, apa gunanya?"
Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan kesima katanya kemudian, "Apabila sang sute itu
mempunyai muka secakap kau, tentu hasil yang dicapai selama sepuluh tahun takkan di bawah
suhengnya tapi . . . ai . . . "
suara helaan napas ini seolah-olah telah merasa penyesalan dan penasarannya. Yu Wi
bermaksud menghibumya, tapi tidak tahu apa yang harus diucapkan.
Yok ong ya menggeleng kepala, lalu menyambung. "Setelah sang suheng tahu keadaan
sutenya. iapun merasa menyesal bagi nasib sutenya, maka didepan makam sang guru ia
menghibur sutenya, selama sepuluh tahun itu sutenya tidak pernah mendapat perhatian orang,
sekarang hiburan sang suheng telah menimbulkan rasa persaudaraan semenjak kecil, ia menjadi
terharu dan menangis sambil memeluk sang suheng. Karena tangisan itu, rasa sedih dan hampa
selama sepuluh tahun itu lantas tersapu habis, ia berbicara sehari semalam dengan sang suheng
sehingga kasih sayang antara sesama saudara seperguruan bertambah akrab. suhu mereka itu
mempunyai seorang budak tua yang setia, demi menyampaikan pesan tinggalan sang guru kepada
kedua saudara seperguruan itu, selama tiga tahun budak tua itu tidak berani meninggalkan
gunung. Maka selesai memberi hormat di depan makam sang guru, budak tua itu menyerahkan
dua kitab pusaka tinggalan sang majikan kepada dua muridnya itu. Yang satu jilid adalah kitab
ilmu silat, kitab lainnya adalah kitab pertabiban, yaitu "Pian sik sin Bian". sang guru juga
meninggalkan pesan bahwa Aliran Hong-san selanjutnya menjadi kewajiban murid tertua untuk
mengembangkannya.-Melibat sang guru menyerahkan tugas pengembangan perguruan kepada
suhengnya, waktu itu si sute tidak memperlihatkan sesuatu perasaan. tapi didalam hati ia merasa
penasaran dan anggap sang guru tidak adil. Hendaklah diketahui bahwa aliran Hong-san terkenal
dengan ilmu silat dan ilmu pengobatannya. maka menurut pikiran si sute, meski bakat sendiri
dalam hal ilmu silat tidak dapat mengungguli sang suheng, tapi kan pantas jika dirinya diberi hak
waris mengenai ilmu pengobatan sang guru. siapa tahu gurunya tidak mewariskan apa-apa
padanya, hal ini membuatnya sangat berduka . . ."
Diam-diam Yu Wi juga merasa sedih bagi Yok-ong-ya, pikirnya, "Apabila aku menjadi guru
mereka, tentu aku takkan bertindak kurang adil begini." Tapi lantas terpikir pula olehnya, "Kalau

Yok-ong-ya tidak mewarisi ilmu pengobatan gurunya, mengapa sekarang dia malah mendapatkan
gelar seng-jiu-ji-lay dan cara bagaimana kitab Pian sik sin Bian itu berada di tangannya?"
Didengarnya Yok-ong-ya menyambung ceritanya, "Setelah kedua saudara seperguruan
berkabung dengan menjaga makam sang guru selama sebulan diatas gunung waktu turun
gunung, sang suheng mengundang agar sutenya ikut tinggal saja dirumahnya.- Karena tiada
tempat tujuan tertentu. si sute pikir daripada hidup luntang-lanlung sebatang kara di dunia
Kangouw, memang lebih baik kalau boleh mondok ditempat sang suheng. -setiba dirumah sang
suheng, dilihatnya harta benda suhengnya itu ternyata sangat besar, para tetangga juga sangat
menghormati sang suheng, tentu saja sutenya merasa kagum. Apa lagi suhengnya juga
mempunyai seorang isteri yang cantik dan bijaksana, melihat suso (kakak ipar perempuan) yang
baik itu, si sute selain kagum juga merasa dengki. Ia pikir kalau dirinya mempunyai isteri
demikian, biarpun umurnya dipotong sepuluh tahun juga rela."
Mendengar sampai disini, diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya, "Pikiran yang timbul
dalam benak Yok-ong-ya ini jelas merupakan bibit sengketa baginya bila dia berdiam di rumah
sang suheng."
Yok-ong-ya memandang Yu Wi dengan termangu-mangu, heran sekali Yu Wi melihat sikap
orang, pikirnya, "Memangnya wajahku sedemikian menarik bagimu? Apakah ada sesuatu cacat
yang kau lihat?"
Ia coba mengusap muka sendiri sekuatnya.
Melihat perbuatan Yu Wi itu, Yok-ong-ya menyadari sikap sendiri yang tidak pantas, cepat ia
berkata, "Tiada sesuatu pada mukamu. Lantaran terkenang kepada suso, maka kupandang kau
dengan kesima."
"Apakah aku mirip susomu?" Tanya Yu Wi.
"Ya, sangat mirip. mirip sekali, makin kupandang makin mirip . ..." ucap Yok-ong-ya dengan
tercengang.
Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya, "Kembali ada lagi seorang yang mirip diriku." Mendadak
terdengar Yok-ong-ya bergumam, "Aneh, sungguh aneh . . . ."
"Aneh apa, Cianpwe?" tanya Yu Wi.
"o, tidak apa-apa, tidak apa-apa," jawab Yok-ong-ya dengan tergegap. "Eh, sampai di mana
ceritaku tadi?"
Yu Wi pikir cerita si sute jelas ialah dirimu sendiri, tapi kalau kau berkisah sebagai cerita,
terpaksa akupun anggap mendengarkan cerita menarik. Maka dijawabnya, "Sampai si sute tinggal
di rumah sang suheng dan merasa iri . . . . "
"Ya, sebenarnya si sute tidak ingin berdiam terlalu lama di situ," tutur Yok-ong-ya lebih lanjut,
tapi dia baru datang beberapa hari, rasanya tidak enak kalau segera mohon diri Terpaksa ia
tinggal terus disitu dengan menahan rasa irinya. Dan sekali tinggal di situ ternyata hingga tiga
tahun lamanya...."
Diam-diam Yu Wi membatin, "Ah, ternyata salah dugaanku, dia tinggal dirumah suhengnya
tanpa menimbulkan perkara, bahkan tinggal sampai tiga tahun lamanya, sungguh hebat. selama
tiga tahun ini tentu hilang rasa irinya."
"Sebenarnya si sute sudah lama ingin pergi, tapi suheng dan suso meladeni dia seperti saudara
kandung sendiri sehingga membuamya tidak tega untuk tinggal pergi," tutur Yok-ong-ya pula.
"Lebih- lebih susonya sedikitpun tidak memandang rendah padanya. Padahal perempuan lain
memandang sekejap padanya saja tidak sudi, tapi suso yang cantik bagai bidadari itu justeru
sedemikian baik padanya, apakah dia perlu pergi ke tempat lain? Karena itulah si sute lantas
tinggal di termpat sang suheng dengan tenang, setiap hari hidup dilayani dewi kayangan, sebab
dalam pandangannya sang suso telah dianggapnya bidadari yang paling cantik dan paling baik.-
selama berdiam di rumah sang suheng ia juga mulai berusaha maju, tekun belajar ilmu
pengobatan, semua ilmu pengobatan yang pernah didapatnya dari sang guru telah diulang dan
dipelajari kembali, selama beberapa tahun tidak sedikit juga hasil yang diperolehnya. sampai tahun
ke empat...."
Mendadak Yok-ong-ya berhenti bersuara, wajahnya menampilkan penderitaan yang luar biasa
tiba-tiba "plak-plok". ia gampar mukanya sendiri belasan kali.

Yu Wi ingin mencegahnya, tapi cara turun tangan Yok-ong-ya itu tiada ubahnya seperti
pertarungan tokoh kelas satu dan sukar dihentikan, terpaksa ia hanya berteriak saja, "Locianpwe,
Locianpwe . . . ."
Yok-ong-ya masih terus menampar sehingga pipi sendiri sama bengkak. setelah puas baru
berhenti.
"Kenapa Cianpwe menyiksa diri sedemikian rupa?" ujar Yu Wi dengan gegetun.
Yok-ong-ya tidak menghiraukannya, ia bercerita pula, "Pada tahun keempat itu telah terjadi
suatu peristiwa, sute yang lebih rendah dari pada binatang itu telah berbuat kotor tatkala sang
suheng sedang pergi jauh, sang suso jatuh sakit, waktu dia mengobati penyakit susonya dia telah
bertindak tidak semestinya. Ia mengira suso sangat baik padanya dan mudah dibujuk, dia banyak
mengucapkan kata- kata yang tidak senonoh, ia pikir dalam sakitnya sang suso tentu perlu
dihibur, kesempatan ini digunakan si sute untuk merayunya untuk memenuhi rindu dendamnya
selama tiga tahun ini. siapa tahu susonya adalah seorang perempuan yang suci bersih, ia tidak
marah kepada si sute tapi diberinya berbagai nasihat dan kata-kata mutiara untuk menyadarkan
sute itu. Karena impiannya tidak berhasil terlaksana, si sute merasa malu untuk tetap tinggal lagi
di situ. sebelum sang suheng pulang, diam-dlam ia tinggal pergi."
Yok-ong-ya tersenyum getir, lalu melanjutkan, "sesudah meninggalkan rumah sang suheng, si
sute pikir nama suhengnya sangat terpuji di dunia Kang-ouw, kenapa aku tidak dapat berjuang
dan mencari nama terlebih besar? Maka ia terus tekun belajar lagi dan menjalankan pertabiban di
dunia Kangouw demi mernupuk nama baik, ia berbuat bajik sebisanya, selama beberapa tahun
namanya benar-benar menanjak dan sangat terkenal. setiap orang memandangnya sebagai
Buddha hidup yang suka menolong orang. Padahal tujuannya bukan uutuk menolong orang
melainkan untuk menolong dirinya sendiri. ingin namanya menonjol dan melebihi nama sang
suheng, sama sekali tidak bermaksud menolong orang secara jujur."
"Ah, juga belum pasti begitu, orang yang berlagak baik sekali pandang saja lantas kelihatan,"
ujar Yu wi. "Justeru si sute itu memang benar ingin berbuat bajik, maka tidak kelihatan
kepalsuannya sehingga namanya makin terpuji."
"Apakah benar begitu?" jengek Yok-ong-ya. setelah berhenti sejenak, ia bertutur pula, "Suatu
hari, si sute menerima surat panggilan dari sang suheng. katanya ada urusan penting perlu
bertemu, diharap si sute lekas pergi ke rumahnya. sute itu mengira sang suheng akan
membunuhnya, ia pikir dirinya telah menggoda isterinya, mana suheng mau mengampuni dia.
Karena ilmu silatnya selisih jauh dibandingkan sang suheng, maka dia tidak berani pergi ke sana,
Tapi setelah berpikir dan menimbang semalam, si sute pikir betapapun suheng benci padanya,
tentu takkan membunuh seorang tabib termashur didunia Kangouw sehingga merusak nama baik
suheng sendiri Karena itu, dia ambil keputusan akan mengunjungi sang suheng. Padahal hasrat
yang mendorong kepergiannya itu adalah karena dia ingin melihat sang suso lagi. -setiba di rumah
suhengnya, ternyata sang suheng tidak keluar menyambutnya, kaum budak membawanya ke
kamar tidur. Tentu saja hati si sute kebat-kebit, ia pikir jangan-jangan sang suheng akan
membunuhnya di depan suso? -Dasar sute itu takut mati dan tamak hidup, ia berdiri di depan
kamar dan tidak berani masuk kesitu. Tiba-tiba ia dengar suara keluhan suso didalam kamar dan
sedang berkata, 'Untuk apa kita merepotkan sute datang kemari?' Mendengar suara sang suso,
semangat si sute terbangkit, ia menjadi tabah. Ia pikir kalau dapat bertemu sekali lagi dengan
suso, biarpun mati seketika didepannya juga rela dan tidak perlu menyesal." Diam-diam Yu Wi
menggeleng, pikirnya, "Cintanya kepada sang suso sungguh mendalam juga."
Kulit daging wajah Yok-ong-ya tampak berkerut-kerut sehingga tampangnya yang memang
jelek itu tambah buruk. Dengan suara pedih dia sambung ceritanya, "Begitu sute itu masuk kamar
segera dilihatnya adegan yang memilukan, tapi juga memperlihatkan betapa besar kekuatan cinta.
suso kelihatan berbaring tenang dengan wajah pucat seperti kertas, keadaannya sangat lemah
dan hanya tinggal napas terakhir saja sedangkan sang suheng merangkul puteri tunggalnya yang
baru berumur lima tahun dan berduduk di tepi pembaringan- -Mereka tidak terkejut oleh karena
kedatangan orang. mereka seperti tidak mendengar ada orang masuk kesitu, mereka tetap
pandang memandang, suso memandang suheng dan suheng memandang suso. Nyata mereka
ingin saling pandang sepuas-puasnya sebelum berpisah untuk selamanya. segala kejadian lain di
dunia ini seolah-olah tiada sangkut-paut lagi dengan mereka. Yang mereka inginkan hanya

pandang memandang, pandangan yang terukir dalam- dalam dilubuk hati masing-masing. -Melihat
sang suso sudah hampir meninggal hati si sute seperti ditikam satu kali, ia menjadi lupa sang
suheng juga berada di situ, cepat la memburu maju dan memeriksa denyut nadi sang suso. -Baru
diketahui suhengnya bahwa si sute telah datang. Dengan suara gemetar suhengnya berkata, 'sute,
apakah dia masih . . . masih dapat ditolong? Masih dapatkah ditolong? si sute sudah
berpengalaman sekian tahun dalam hal pengobatan, kini ilmu pertabibannya sudah melebihi sang
suheng, meski suhengnya memegang kitab Pian sik Sin Bian, tapi lantaran suhengnya
mencurahkan perhatian dalam hal ilmu silat sehingga tidak pernah mempelajari ilmu pengobatan
secara mendalam."
"Setelah memegang nadi suso, segera si Sute mengetahui keadaan penyakitnya, dengan tegas
ia menjawab, 'Jangan kuatir, pasti dapat tertolong' sang suheng sangat girang dan berseru, 'Adik
adik, adik dik, kau dengar tidak? sute bilang sakitmu pasti dapat ditolong, kau takkan mati, takkan
mati' Memandangi wajah susonya yang kurus pucat itu, dia berharap suso akan berterima kasih
padanya dan mengucapkan kata- kata yang bernada terima kasih, lalu dia akan memberi
penolongan padanya. -siapa tahu sang suso seperti tidak melihatnya, dengan suara lemah ia
berkata, 'Minggir, menyingkir, jangan menghalangi pandanganku' seketika hati si sute mencelus
seperti terperosot kedalam liang es, ia pikir dalam hati suso hakikatnya tidak terdapat diriku, dia
lebih suka mati daripada pandangannya terhadap sang suami terhalang. -sungguh tidak kepalang
rasa kecewa si sute dan juga iri luar biasa, sekonyong-konyong si sute menyingkir dan menjengek.
'Baiklah, silakan pandang saja, kalau tidak pandang lagi tentu tak sempat melihat untuk
selamanya' Habis berkata ia terus membalik tubuh dan tinggal pergi.
"Tentu saja suhengnya menjadi kelabakan, ia berseru, 'sute, sute, lekas kau tolong dia Hendak
ke mana kau?' - Dia menoleh dan bergelak tertawa, katanya, 'suhu pilih kasih padamu, suso juga
mencintaimu melebihi jiwa sendiri lalu aku ini terhitung apa? Bukankah kau pun punya Pian sik sin
Bian? Nah, silahkan kau sendiri saja menolongnya, silakan” Tanpa menghiraukan permohonan
sang suheng yang sangat, tanpa memperdulikan jiwa sang suso yang tinggal setitik harapan saja,
akhirnya ia tinggal pergi benar-benar, pergi sejauh-jauhnya, ia tidak mau menolong seorangpun
didunia ini, sebab ia anggap tiada seorang pun disunia ini berharga untuk ditolongnya. . . ."
Bercerita sampai di sini, karena kulit mukanya terlalu sering berkejang sehingga wajahnya
semakin pucat. napasnya juga terengah-engah seperti orang yang habis bertempur seru.
Diam-diam Yu Wi berpikir, "Sesungguhnya di dalam hati ia ingin menolong susonya, tapi rasa
cemburu yang hebat telah merintangi maksudnya, dalam perasaannya waktu itu pasti mengalami
pertentangan batin yang keras, makanya sampai sekarang bila bercerita masih tetap tidak
melupakan kejadian di masa lampau itu."
Entah sejak kapan dilihatya wajah Yok-ong-ya yang kurus itu telah mencucurkan air mata,
entah air mata berduka atau air mata penyesalan?
Suara raja obat itu sekarang berubah menjadi tenang, ia berkata pula, "Dengan hati yang luka,
dengan perasaan yang hancur, Sute itu bersembunyi pula di pegunungan sepi, di mana dia
dibesarkan, ia mendampingi makam sang guru, disitulah tanpa terasa ia menetap selama lima
tahun- -Selama lima tahun ini dia bertambah tua, rambut mulai beruban, rasanya seperti sudah
lewat lima puluh tahun yang singkat, suatu hari ia bertemu dengan sang Suheng yang sudah
berpisah selama lima tahun-
Pertemuan yang tak terduga itu menimbulkan rasa waswas dalam hati si Sute, ia merasa
dirinya bukan tandingan sang Suheng, kalau sang Suheng hendak membunuhnya terpaksa dia
harus pasrah nasib, Tapi sang Suheng ternyata tidak bertindak apapun kepadanya, malah dia
berkata kepada seorang anak yang ikut di sampingnya, 'Beri hormat kepada Susiokmu. muridku'
Muridnya menurut dan memberi hormat, penghormatan ini rasanya seperii suatu tikaman bagi
si Sute, ia berteriak, 'Jika hendak kau bunuh diriku, silakan bicara saja bagaimana caranya,
balaslah sakit hati isterimu yang tercinta dan bijaksana itu.' -Sang Suheng menjawab dengan
tenang, 'Sute, bicaralah sejujurnya menurut hati nurani. hari itu apakah ada niatmu hendak
menolong Suso? Asalkan ada maksudmu hendak menolongnya dan lantaran diriku sehingga kau
sengaja tidak mau menolongnya, alasan ini dapat kuterima dan dapat kuampuni kau.'

Dengan gelak tertawa si Sute menjawab, 'Hah, masakah kuperiu pengampunanmu? Aku muak
padamu, lebih- lebih muak terhadap isterimu yang cintanya palsu itu. Nah, kalau mampu boleh
kau bunuh saja diriku.' -Air muka sang suheng berubah pedih, ucapnya, 'Dapat kuterima jika kau
benci padaku, tapi apa salahnya suso sehingga kaupun dendam padanya, melihat dia hampir mati
dan tidak kau tolong. Dalam hal apa dia salah padamu, dimana dia menunjukkan cinta palsunya?
Ayo, kalau tidak kau jelaskan, pasti kubinasakan kau' -sute itu menjawab, 'Apa yang perlu
kukatakan lagi? Boleh kau bunuh saja diriku, ayolah bunuh saja Bunuhlah diriku dengan kungfu
ajaran suhu'
Sang suheng menggeleng kepala, katanya, 'sayang ilmu pertabiban ajaran suhu tidak kupelajari
dengan baik, kalau tidak. waktu itu tentu tidak perlu kumohon pertolonganmu dan tentu pula
isteriku takkan meninggal'
Sutenya menyindir, 'Huh, bukankah kau mempunyai kitab Pian sik sin Bian? Kenapa tidak
mampu menyelamatkan isterimu? Hah, sunggah aneh'
-Dia sengaja bergelak tertawa sekerasnya untuk menyakiti hati sang suheng, sebab ia merasa iri
karena ilmu yang diperoleh sang suheng jauh lebih banyak daripadanya. sang suheng baru
menjawab setelah sutenya berhenti tertawa, katanya, 'Memangnya kau kira hanya dengan ilmu
silat saja dapat kubunuh kau? Kau anggap ilmu pertabibanmu maha tinggi, huh, sekarang kau
justeru harus mati dibawah ilmu pertabibanmu sendiri'
Si sute melengak. katanya dengan tertawa, 'Cuma sayang, ilmu pertabibanku hanya dapat
kugunakan untuk menolong diri sendiri dan tak dapat untuk membunuh diri Kukira tidaklah mudah
jika hendak kau paksa aku membunuh diri'
Sang suheng lantas mengeluarkan sebotol obat racun, katanya, 'Inilah racun yang kuracik
sendiri silakan kaupun membuat satu botol obat racun, lalu kita bertukar obat racun masingmasing,
kau minum racun buatanku dan kuminum racun buatanmu.....'
Si sute lantas paham maksud tujuan sang suheng, diam-diam ia bergirang, sebab selama
beberapa tahun ini, dalam waktu senggang ia berhasil membuat semacam obat racun yang maha
keras, ia pikir kalau bertanding ilmu pengobatan jelas dirinya takkan kalah. segera ia
mengeluarkan racun buatannya sendiri untuk menukar racun sang suheng, katanya dengan tak
acuh, 'setelah kau minum racunku, bilamana racun sudah bekeria, jangan lagi berharapakan
pertolonganku. '
Dengan perasaan pedih sang suheng menjawab, 'Kita saling membunuh, sungguh berdosa
terhadap budi kebaikan suhu yang telah mendidik kita. semoga arwah suhu dialam baka sudi
memaafkan kesalahan muridmu ini'
Sutenya menjengek. 'Kita sendiri yang mengusulkan pertandingan ini, umpama suhu marah
terhadap kita, hehe, bila kau mati dan bertemu dengan suhu di dunia halus sana, tentunya kau
sendiri yang harus memikul dosa ini.'
Sang suheng menjawab, 'Betul, akulah yang pantas memikul dosa ini, sekalipun arwah suhu
marah padaku juga akan kuterima segala akibatnya. tidak dapat kulupakan penderitaan adik Pik
sebelum meninggal, penderitaannya mestinya dapat dihilangkan. Akupun tidak pernah lupa pada
panggilan adik Pik sebelum meninggal, betapapun ia tidak mau berpisah denganku, padahal
asalkan kau sudi memberi pertolongan, tentu dia takkan tersiksa dan juga takkan meninggalkan
diriku dengan hati remuk rendam. Maka sakit hati ini harus kubalas, akupun ingin menyaksikan
penderitaanmu sebelum mati'
Uraian sang suheng itu membikin si sute termenung hingga tidak dapat menjawabnya,
kemudian mereka lantas saling minum obat racun tukaran masing-masing, mereka muka
berhadapan muka dengan perasaan tertekan, sebab mereka sama yakin obat penawar yang
terkulum di dalam mulut sendiri pasti mampu menawarkan racun pihak lawan.
Sang waktu berlalu sedetik demi sedetik keadaan sunyi senyap. tiada seorang pun buka suara.
Murid sang suheng memandangi gurunya dengan cemas, kuatir akan perubahan air muka sang
guru, sebab hal ini berarti obat penawar yang dikulumnya kehilangan khasiatnya dan jiwanya
seketika akan melayang. -Tapi didengarnya sang guru berkata dengan tersenyum, 'Put-ku, jika
aku mati keracunan, bawa pulanglah jenazahku dan kuburlah di samping makam ibu gurumu. . . ."
Diam-diam Yu Wi terkejut, pikirnya, "Kiranya sun Put-ku adalah sutitnya, tentu saja dia tidak
mau menolong musuh murid keponakannya itu."

Tapi segera terpikir pula olehnya, "Ah, tidak betul Dia bermusuhan dengan suhengnya, dengan
sendirinya sutit juga akan menjadi musuhnya, maka sepantasnya dia menolong diriku dari racun
buatan musuhnya."
Sungguh Yu Wi tidak habis mengerti sebab musabab di balik semua kejadian ini.
Didengarnya Yok-ong-ya menyambung lagi ceritanya, "Di luar dugaan, yang berubah air
mukanya ternyata adalah si sute, sebentar saja ia lantas jatuh terkapar sambil merintih.
Maklumlah, racun buatan mereka jelas sangat jahat dan lihai, sekali racun mulai bekerja tentu
sukar ditahan si sute merasa jiwanya sukar tertolong lagi, dengan suara lemah ia memanggil.
'suheng . . . suheng. . .'
Sebenarnya dia bertekad tidak sudi memanggil suheng lagi, tapi sebelum ajalnya, teringat
hubungan baik pada waktu kecil, akhirnya dia memanggil suheng padanya.
-Hati sang suheng pada dasarnya memang welas-asih, cepat ia mendekatinya dan bertanya,
'Ada urusan apa, sute?'
Si sute meronta sekuatnya dan berkata, 'Aku tidak paham, berpisah selama lima tahun,
mengapa ilmu pertabiban suheng bisa jauh melampaui diriku?' sang suheng menghela napas,
jawabnya, 'selama lima tahun ini kutekun mempelajari isi Pian sik Sin Bian-
Si sute merasa sangat kagum, sungguh tak terpikir olehnya pelajaran kitab tinggalan sang guru
itu memiliki daya guna sehebat itu, dengan suara terputus-putus ia berkata, 'Aku . . . aku sudah
hampir mati, suheng, ingin kumohon dua . . . dua hal padamu ....'
“Urusan apa, katakan saja” jawab sang suheng. sutenya berkata, 'Pertama, boleh kah kulihat
kitab Pian sik Sin Bian itu? . . . . “
Tanpa ragu sang suheng menyodorkan kitab pusaka yang diminta itu, dengan menahan sakit
dalam perut ia membalik-balik kitab itu sehalaman demi sehalaman, sebagai seorang ahli
pertabiban, melihat kitab ajaib dalam bidangnya itu, tentu saja timbul perasaan kagum dan minat
besar atas isi kitab itu setelah membaca sejenak, ia tahu waktunya tinggal sedikit, sejenak lagi dia
akan meninggalkan dunia fana ini. Maka kitab itu dikembalikannya kepada sang suheng sambil
berucap dengan lemah. ' kitab bagus, kitab bagus, setelah membaca kitab ini, mati pun aku tidak
menyesal lagi ..." Lalu sang suheng bertanya. 'Dan apa hal kedua?'
Dari dalam mulut si sute sudah mulai mengeluarkan darah beracun, keadaannya sudah payah
dan tak kuat bicara lagi, tapi entah darimana datangnya kekuatan. sebisanya dia menguraikan
kejadian waktu dia berusaha merayu sang suso dahulu. Dengan tulus iklas ia menyatakan
penyesalannya kepada sang suheng, katanya, 'sampai matipun aku merasa bersalah terhadap
suso, maka kumohon sukalah kau bersembahyang didepan makam suso dan sampaikan rasa
penyesalanku kepadanya, dalam hatiku selalu kupandang dia sebagai dewi kahyangan, seharusnya
tidak boleh kunista dia, kumohon dia sudi memaafkan diriku yang lebih rendah daripada binatang
ini'
Habis mengucapkan hal kedua itu, ia tidak tahan lagi dan matilah dia . . . ."
Padahal jelas diketahui Yu Wi bahwa Yok-ong-ya tidak mati, tapi masih hidup segar-bugar
dihadapannya sekarang. Tapi mendengar sampai disini, tanpa terasa ia tanya juga, "Dan benarkah
dia mati?"
Yok ong-ya mencucurkan air mata, katanya, "Dia pantas mati, sebenarnya tiada alasan baginya
untuk hidup didunia ini. Akan tetapi kemudian dia siuman, dia menyangka sudah berada di akhirat,
sekuatnya dia menggigit lidah dan terasa kesakitan, baru diketahuinya dia tidak mati, tapi sang
suheng telah mengampuni jiwanya. Dia berdiri dan mengetahui racun dalam tubuh sendiri sudah
punah seluruhnya, ia meraba dalam bajunya ada sejilid kitab, setelah diperiksa kiranya itulah kitab
Pian sik sin Bian, keruan girangnya tak terkatakan dapat memperoleh kitab ajaib itu. Ia membalik
halaman kitab itu dan menemukan secucuk surat tinggalan sang suheng.
Surat itu mengatakan bahwa sang suheng tak tahu sute juga mencintai isterinya sehingga
menimbulkan pertengkaran diantara sesama saudara seperguruan, dia dapat memaafkan
kesalahan sute dikatakan pula bahwa suso sudah lama memaafkan kesalahannya, hal ini terbukti
sang suso tidak pernah melaporkan apa yang terjadi itu kepada suheng, ini tandanya suso tidak
memikirkan lagi kejadian itu.
-Lalu dikatakan pula bahwa sute gemar belajar ilmu pertabiban, maka kitab Pian sik sin Bian itu
sengaja ditinggalkan untuk sute, semoga sute dapat mengembangkan ilmu kebanggaan

perguruan, suheng menyatakan dirinya tidak cocok belajar ilmu pertabiban, buktinya sudah lima
tahun mempelajari isi kitab pusaka itu toh tetap tidak lebih unggul daripada sute.
Pada akhir surat itu sang suheng menyatakan bahwa pertandingan kita ini tidak ada yang kalah
atau menang, hal ini menunjukkan bakat sute dalam ilmu pertabiban jauh diatasku, maka Pian sik
Sin Bian seharusnya dimiliki olehmu. dialam baka suhu tentu juga setuju tindakanku ini. '
Bagian20
"Setelah membaca surat sang Suheng, mendadak teringat sesuatu olehnya, secepat terbang ia
meningggalkan gunung dan memburu ke rumah Suhengnya, tapi kedatangannya tetap teriambat.
sang suheng sudah meninggal akibat racun yang diminumnya.
Si Sute mendekap di atas jenazah sang Suheng dan menangis sedih, katanya, "o, Suheng,
pertandingan kita ini jelas dimenangkan olehmu, mengapa kau tidak menolong dirinya sendiri? Kau
memiliki Pian Sik Sin Bian, tidak nanti kau mati oleh racun buatanku ini."
Sute itu tahu racun buatannya sendiri itu sangat keras, sesudah diminum, tidak lama kemudian
racun akan bekerja, apabila sekian lama racun tidak bekerja, hal itu berarti racun kehilangan
khasiatnya. Bahwa sang Suheng mempunyai obat penawar asalkan meminum obat penawar tiga
hari ber-turut2 tentu kadar racun dapat ditawarkan seluruhnya. Tapi sang Suheng justeru
menyerahkan kitab pusaka itu kepadanya, jadi jelaslah Suhengnya memang berniat tidak mau
hidup lagi di dunia fana ini... Murid sang Suheng itu ikut menangis di sampingnya dan berkata,
"Waktu racun mulai mengganas, Titji telah membujuk Suhu agar suka minum obat penawar, tapi
Suhu berkeras tidak mau, katanya lebih suka menyusul Sunio (ibu guru) saja ... .”
Sute itu menangis tergerung- gerung, katanya, "o, Suheng, apakah kau bertahan hidup selama
ini adalah karena ingin menuntut balas bagi Suso?Jika demikian, seharusnya kau balas dendam,
mengapa kau ampuni diriku. Kenapa pula kau berikan Pian Sik Sin Bian padaku? Padahal ilmu
pertabibanmu sangat tinggi, bakatmu juga melebihi diriku, pertandingan kita itu seharusnya
dimenangkan olehmu, tugas mengembangkan kejayaan perguruan adalah bagianmu, kenapa kau
serahkan kewajiban itu kepadaku, sutemu yang tidak becus ini mana bisa melebihi kau?...."
Dia berlutut dan menangis sehari semalam didepan jenazah sang suheng, ia kehabisan air mata
hingga darah yang keluar, namun rasa dukanya tetap tidak berkurang. sejak itu meski dia masih
juga hidup didunia ini, namun sudah patah semangat dan tidak suka berkecimpung di dunia
Kangouw lagi, yang diharapkannya adalah menemukan seorang pemuda berbakat dan
menurunkan kitab pusaka Pian sik sin Bian kepaaanya agar si murid kelak dapat lebih
mengembangkan nama kebesaran perguruan dan memanfaatkan ilmu pertabiban bagi sesamanya,
sebab si sute merasa tidak sesuai menjadi anak murid Hong-san lagi.... Akan tetapi, selama
berpuluh tahun sudah lalu dan dia belum juga menemukan pemuda yang cocok...."
Sampai di sini, tambah sedihlah tangis Yok-Ong-ya, tangisnya ini seperti air bah yang tak
terbendungkan lagi, makin lama makin keras.
Tanpa terasa Yu Wi ikut mencucurkan air mata, pikirnya, "Tangisnya sekarang begini sedih,
entah betapa berdukanya waktu dia menangis sambil mendekap jenazah suhengnya berpuluh
tahun yang lalu?"
Lalu terpikir lagi olehnya. "selama berpuluh tahun ini dia masih ingat jelas kejadian dahulu dan
dapat menuturkan dengan terperinci, ini menandakan dia tidak pernah melupakan peristiwa itu,
tentu senantiasa dia merasa bersalah dan mencerca dirinya sendiri"
Yu Wi pikir Yok Ong-ya sudah cukup lanjut usia, bila menangis lebih lama lagi tentu tidak
tahan, maka ia coba menghiburnya, " Hendaklah Cianpwej angan berduka, urusan sudah belasan
tahun lampau, masakah Cianpwe masih begini sedih?"
Yok Ong-ya merasa tidak pantas menangis sedemikian sedih di depan orang luar, maka
pelahan ia berhenti menangis, sedapatnya ia menahan perasaannya. Ia mengusap air mata, lalu
berkata, "Aku adalah sahabat baik supekmu, dia menyuruh kau mencari dan minta pertolonganku,
mana bisa kutolak permintaannya, namun racun yang kau minum ini adalah racun buatan suheng
ku yang dahulu digunakan untuk bertanding denganku, hanya racun ini telah diubah oleh su Putku
menjadi racun yang kronis, tapi kadar racunnya tetap sama ."

Mendengar orang secara terus terang mengakui sang suheng dalam ceritanya tadi adalah
suhengnya, diam-diam Yu Wi merasa hidup Yok-Ong-ya memang pantas dikasihani.
"Dahulu aku sudah bersumpah takkan menawarkan racun suheng yang kuminum, sebab jelas
aku telah dikalahkan oleh suheng dan tidak mampu menawarkan racunnya."
"Ya, apa boleh buat, kuyakin supek pasti takkan menyalahkan kau. akupun sama sekali tidak
menyesali dirimu," kata Yu Wi dengan menghela napas. "Mati atau hidup sudah takdir, tentu akan
kumanfaatkan waktu selama setengah tahun untuk mempelajari isi Pian sik sik Bian agar aku
sendiri dapat meracik obat penawarnya."
Diam-diam ia percaya Yok Ong-ya yang memegang Pian sik sin Bian pasti dapat menawarkan
racun buatan mendiang suhengnya itu, cuma untuk menghormati sang suheng, Ia tidak berani
meracik obat penawarnya.
Lalu terpikir lagi olehnya, "Nasibku sendiri memang tidak baik, kenapa su Put-ku tidak
memberikan obat racun lain padaku, tapi justeru racun yang menjadi pantangan bagi Yok Ong-ya,
bila racun lain tentu sejak mula Yok Ong-ya sudah menolong diriku."
Dalam pada itu didengarnya Yok Ong-ya berkata pula kepadanya, "Dalam waktu setengah
tahun, bila dapat kau racik obat penawar, maka kitab itupun tidak perlu kau kembalikan padaku,
karena kaupun berbakat, maka kitab itu boleh kau gunakan untuk mengembangkan ilmu
kebanggaan perguruan kami."
"Dan kalau tidak dapat kubuat obat penawarnya, sebelum kumati. entah kepada siapa harus
kukembalikan kitab pusaka ini?"
Yok-ong-ya merasa kurang senang, ucapnya, "memangnya sedikitpun kau tidak percaya kepada
kemampuanmu sendiri?"
Seketika timbul semangat jantan Yu Wi, pikirnya, "Di dunia ini tidak ada urusan sulit, yang ada
cuma orang yang tidak bertekad teguh. Betapa pun akan kuracik obat penawar yang kuperlukan."
Karena pikiran itu, dengan semangat menyala ia menjawab, "Baik, setelah obat penawar dapat
kubuat, selanjutnya pasti kupelajari ilmu dalam kitab pusaka ini untuk menolong sesamanya di
dunia ini."
"Asalkan kau mempunyai cita-cita setinggi ini, maka legalah hatiku dan akupun berdoa semoga
usahamu berhasil," kata Yok Ong-ya dengan tertawa.
"Masih ada suatu hal ingin kuminta petunjuk kepada Cianpwe," kata Yu Wi pula.
Setelah menceritakan kisah hidupnya tadi, rasa simpatik Yok Ong-ya terhadap Yu Wi telah
bertambah banyak. iapun tidak tahu mengapa dia menceritakan kisah hidupnya kepada anak
muda itu, pikirnya, "Barang kali karena wajahnya mirip suso?"
"Cianpwe . . . . " panggil Yu Wi.
Yok Ong-ya tersadar dari lamunannya, jawabnya dengan tertawa, "Adakah sesuatu yang
membingungkan kau?"
"Tempo hari kudengar cianpwe menyebut Gu-mo-thian-ong-ciam, siapakah kiranya yang biasa
menggunakan senjata rahasia tersebut?" tanya Yu Wi.
"Untuk apa kau tanya soal ini?"
Teringat kepada Lau Yok Ci, si gadis penjinak singa berbaju hitam atau bakal isteri Kan ciau-bu,
seketika Yu Wi bersemangat, katanya "Wanpwe pernah ditolong oleh seorang gadis dengan
senjata rahasia berbentuk jarum, kupikir mungkin jarum itulah Gu-mo-thian-ong-ciam yang
disebut Cianpwe itu.."
"Siapakah gadis itu?" tanya Yok Ong-ya.
"Ialah keturunan Toa supek." jawab Yu Wi.
Yok Ong-ya menggeleng, katanya, "Gu-mo-thian-ong-ciam bukan senjata rahasia keluarga Lau,
tokoh dunia persilatan yang menggunakan Thian-ong-ciam sebagai senjata rahasia di jaman ini
hanya aliran Giok-bin-sin-po (si nenek sakti bermuka kemala) dari Thian-san, sebab Thian-ongciam
tidak mudah diyakinkan seperti halnya Bwe-hoa-ciam, untuk berlatih Thian-ong-ciam
diperlukan keterampilan gerak tangan dan Lwekang yang kuat, sangat sukar cara berlatihnya."
"Jangan-jangan dia murid Giok-bin-sin-po?" diam-diam Yu Wi menerka.
"Watak Giok-bin-sin-po sangat nyentrik dan belum terdengar dia menerima murid," ujar Yok
ong-ya lebih lanjut.

"Jika demikian, siapakah kiranya yang menghalau keruma nan penonton itu dengan Thian-ong
ciam?" seru Yu Wi dengan heran.
"Melihat keadaan waktu itu, keterampilannya menggunakan Thian-ong- ciam jelas sudah
mencapai tingkatan yang sempurna, kukira hanya Giok-bin-sin-po saja yang memiliki kepandaian
setinggi itu."
Meski di dalam hati percaya, namun Yu Wi tetap bertanya, "Mengapa Giok-bin-sin-po perlu
menghalau kawanan penonton dengan Thian-ong-ciam?"
Ia pikir tujuan orang menghalau para penonton itu jelas supaya dirinya dapat mengenali sitsim-
li adalah Kan Hoay-soan Jika demikian tentu orang sudah tahu aku kenal Kan Hoay-soan.
Lantas siapakah gerangan orang yang tahu bahwa aku kenal baik pada Kan Hoay-soan?"
Didengarnya Yok Ong-ya lagi berkata, "Tindak tanduk Giok-bin-sin-po biasanya sangat aneh,
bahwa dia menghamburkan jarum untuk menghalau para penonton, sungguh sukar diterka apa
maksud tujuannya."
Dengan perlahan Yu Wi bergumam, "Tidak mungkin dia kenal diriku? juga tidak mungkin dia
kenal Kan Hoay-soan."
"sudahlah, jangan berpikir lagi yang bukan2," kata Yok Ong-ya dengan tertawa, "Isteri
kesayanganmu kau tinggal sekian lama di luar, apakah tidak kuatir akan dimarahi dia?"
Diam-diam Yu Wi juga mengomeli dirinya sendiri yang linglung, mana boleh Khing-kiok
ditinggal sendirian diluar, cepat ia menjawab dengan muka merah, "Dia ... dia bukan isteriku .... "
"oo ..." Yok Ong-ya tampak melengak, tapi lantas berkata pula dengan tertawa, "Biarpun bukan
isterimu, tentunya juga sahabat karibmu, akan kuundang dia ke sini."
Yok Ong-ya lantas melangkah keluar, sejenak kemudian pelahan Khing-kiok sendirian masuk ke
dalam kamar. Yu Wi lantas menyongsongnya dan memegang tangannya.
Khing-kiok meronta pelahan dan tidak terlepas, maka dibiarkan tangannya dipegang anak muda
itu, tapi dengan nada kesal ia bertanya, "Apa saja yang kalian bicarakan sampai setengah harian,
masa aku tidak boleh ikut mendengarkan?"
Yu Wi menghela napas, katanya, "Yok Ong-ya mengisahkan suatu kejadian di masa lampau,
kisah mengenai dirinya sendiri selama hidup beliau merasa tertekan dan menyesal, aku menjadi
ikut terharu."
"Pantas kudengar suara orang menangis, kiranya Yok Ong-ya, mungkin ketika dia berceritera
sampai bagian-bagian yang sedih sehingga menangislah dia," kata Khing-kiok. Yu Wi
membenarkan sambil mengangguk.
"Padahal dia sudah lanjut usia dan masih menangis sedih, maka dapat dibayangkan betapa
menderita hidupnya ini," kata Khing-kiok pula, "Eh, Toako, bagaimana kisahnya, dapatkah kau
ceritakan padaku?"
"Baik, kalau ada waktu senggang akan kuceritakan padamu," ucap Yu Wi.
Melihat Kan Hoay-soan masih duduk termangu-mabgu disamping meja sana, sinar matanya
buram dan pandangnya kaku, sama sekali tidak berkedip. Khing-kiok lantas tanya pula, "Apakah
penyakitnya sudah disembuhkan?"
Kembali Yu Wi menghela napas, katanya, "Hanya dapat dikatakan baru sembuh separoh dan
masih ada setengahnya belum dapat disembuhkan." Lalu secara ringkas tapi jelas ia ceritakan
keadaan penyakit Kan Hoay-soan.
Selesai mendengar cerita Yu Wi, tanpa terasa, Khing-kiok juga menghela napas terharu,
katanya, "Ai, sungguh dia harus dikasihani. Dalam setengah tahun ini Toako harus mencari orang
untuk menyembuhkan racun dalam tubuh sendiri, sekarang harus pula mencari sam-gan-siusu
untuk menolong nona Kan, apakah waktunya cukup bagimu?"
"Yok Ong-ya telah meminjamkan sejilid kitab pusaka pertabiban padaku, kupikir dalam
setengah tahun ini akan kucari suatu tempat yang tenang untuk mempelajari isi kitab, lalu meracik
sendiri obat penawar racun, apabila diriku sudah sembuh, segera kujelajahi dunia ini untuk
mencari sam-gan-siusu."
"Kitab pusaka macam apakah itu?" tanya Khing-kiok.
"Kitab tinggalan tabib sakti Pian sik dijaman ciankok, asalkan dalam setengah tahun dapat
kupahami isi kitab ini, pasti dapat kupunahkan rcun dalam tubuhku sendiri"
"Dan kalau tidak dapat memahaminya?" tanya Khing-kiok dengan sedih.

Dengan pedih Yu Wi menjawab, "Persoalan ini menyangkut pertaruhan jiwa dua orang. jika
menang atau berhasil, jiwaku dan Hoay-soan akan tertolong, kalau gagal, jelas aku akan mati dan
Hoay-soan akan hidup terluntang-lantung tanpa sandaran, tiada orang yang dapat menjaganya...."
Sampai di sini, mendadak ia genggam tangan Khing-kiok dengan kencang dan memohon
dengan sangat, "Ada suatu hal ingin kuminta bantuanmu...."
"Apakah kau minta kujaga Hoay-soan?" tanya Khing-kiok dengan hampa.
Yu Wi mengangguk. ucapnya, "Hendaklah kau jaga dia dan antarkan dia kembali ke tempat Yok
Ong-ya ini agar beliau dapat berusaha menyembuhkannya .Jika Yok Ong-ya juga tidak berhasil
menemukan sam-gan-siusu, kuharap sukalah kau bawa dia pulang ke Hek Po dan mohon ayahmu
suka memberinya makan...."
Mendadak Khing-kiok mencucurkan air mata, katanya, "Kalau Toako meninggal. akupun tidak
ingin hidup lagi."
Tergerak hati Yu Wi sehingga tidak sanggup bersuara.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara si Tikus sedang bicara di luar, "Antar saja ke dalam"
Lalu terlihat seorang pegawai toko obat masuk dengan membawa satu bakul nasi dan satu
kotak sayur-mayur, si Tikus mengikut dibelakang dan juga membawa kotak makanan.
Dengan tertawa si Tikus berkata, "Toalopan kami memesan satu meja perjamuan dari restoran
didepan sana, kata beliau harus menjamu makan kalian sebaik-baiknya."
Ia lantas menyuruh rekannya mengatur sayur-mayur itu di atas meja, lagak si Tikus seperti
tuan rumah saja.
Dengan tertawa Yu Wi berkata, " Undanglah Toa lopan kalian agar ikut makan"
"Sejak pagi-pagi Toalopan sudah pergi, katanya kalian masih harus tinggal setengah tahun
disini" tutur si Tikus.
"Ah, beliau sudah pergi?" seru Yu Wi. saat itulah si kuasa toko tampak masuk, katanya dengan
tertawa, "Toalopan kami sudah berangkat sejak pagi tadi."
"Beliau pergi ke mana?" tanya Yu Wi. Kuasa toko itu menggeleng. jawabnya, " Entah, biasanya
Toalopan pergi- datang tidak menentu, siapapun tidak tahu saat ini beliau pergi ke mana, pendek
kata ada lima tempat yang selalu didatangi beliau."
Yu Wi pikir Yok Ong-ya sengaja tirakat di kola ramai, dengan sendirinya jejaknya tidak ingin
diketahui orang. Ia coba tanya pula, "Apakah beliau meninggalkan pesan?"
"Waktu mau berangkat Toalopan memberi pesan bahwa kalian masih perlu tinggal disini, kata
beliau ketiga tabib toko kami cukup bisa diandalkan, apabila ilmu pertabiban yang anda pelajari
ada sesuatu yang kurang jelas, boleh Anda minta petunjuk kepada mereka."
Diam-diam Yu Wi pikir maksud baik Yok Ong-ya itu sangat besar manfaatnya bagiku, sebab
kalau dirinya harus pergi dari sini, tempat kediaman yang tenang terang sukar dicari, lalu cara
bagiamana dapat mempelajari kitab pusaka itu dengan baik, kalau ada bagian yang tidak
dipahami, kepada siapa pula dirinya dapat bertanya?
Karena itulah ia lantas menjawab, "Baiklah, kuterima dengan senang hati maksud baik
Toalopan kalian, cuma kalian yang pasti akan tambah repot bilamana kami tinggal di sini, untuk ini
sebelumnya perlu kuminta maaf."
"Ah, tidak menjadi soal," kata si kuasa toko "silakan Anda tinggal saja dengan tenang, ada
keperluan apa-apa hendaklah kami diberitahu."
ooo ooo- ooo
Begitulah, sang waktu berlalu dengan cepat, hanya sekejap saja setengah tahun sudah lewat.
selama setengah tahun ini siang dan malam Yu Wi giat mempelajari isi kitab pusaka Pian sik
sinBian, sedikitpun tidak kendur.
Lim Khing-kiok juga cukup bijaksana dan tahu aturan, ia mengerti waktu setengah tahun ini
sangat besar artinya, maka selain sehari-hari rajin meladeni Yu Wi, tidak lupa iapun melayani Kan
Hoay-soan makan minum berpakaian dan tidur.
Nona itu bekerja tekun tanpa mengomel sepatah-katapun, iapun tidak pernah mengganggu
pelajaran Yu Wi, selama setengah tahun hampir tidak ada sepuluh kalimat dia berbicara dengan
Yu Wi.

Yu Wi belajar dengan cermat. ditambah ada tiga orang tabib yang siap memberi petunjuk
padanya, maka kemajuannya selama setengah tahun boleh dikatakan sangat besar dan pesat. Isi
kitab itu telah dibacanya dengan jelas danpaham, lebih-lebih bagian yang mengenai obat racun,
bab ini khusus dipelajarinya dengan lebih teliti.
Bab obat racun ini memuat segala jenis makhluk dan tumbuh-tumbuhan berbisa di dunia ini
serta cara meracik obat racun dan sifat bekerjanya racun itu sendiri. Mengenai cara-cara
menawarkan berbagai macam racun itu menyangkut teori pengobatan yang sangat dalam, kalau
bab ini sudah dikuasai dengan baik, lalu kepandaian ini digunakan mengobati bermacam-macam
racun di dunia ini tentu akan terasa sangat mudah.
Hari ini dia berhasil meracik obat penawar dan diminumnya sendiri, ia pikir apabila dalam tiga
hari racun tidak bekerja, maka dia akan minum lagi obat penawar itu, kalau berturut-turut sudah
minum obat penawar tiga kali, tentu racun kronis pemberian su Put-ku itu akan dapat dipunahkan
seluruhnya.
Melihat hasil Yu Wi boleh dikatakan sudah tercapai setengah bagian, hati Khing-kiok juga
sangat girang, tanpa terasa kata-kata yang tersimpan dalam hati selama setengah tahun ini terus
dilontarkan keluar seluruhnya.
Dengan tertawa Yu Wi mendengarkan pembicaraan si nona, lama-lama minat bicara Yu Wi
sendiripun timbul, maka mereka bercengkrama terlebih asyik, mereka bicara ke timur dan ke
barat, segala urusan mereka perbincangkan.
Hanya Kan Hoay-soan saja yang tidak paham dan tidak mengerti apa yang dibicarakan mereka,
dia masih tetap linglung, tahunya hanya makan bila lapar, kalau lelah lantas tidur, lebih dari ini dia
tidak tahu apa-apa lagi.
Mereka terus mengobrol dari lohor hingga magrib pada saat itulah mendadak terdengar suara
gaduh di luar sehingga pembicaraan mereka terputus, mereka terkejut dan berbangkit. Tapi Kan
Hoay-soan seperti tidak merasakan apapun, dia masih tetap berduduk termangu di tempatnya.
Belum lagi Yu Wi keluar pintu untuk melihat yang terjadi, tiba-tiba si Tikus berlari masuk
mukanya tampak pucat, serunya, "Wah, celaka .....ada...."
"Tenanglah, sabar, ada urusan apa. coba katakan?" tanya Yu Wi. si Tikus tampak masih
ketakutan. katanya dengan gemetar, "Ada. . . ada ...."
Yu Wi tidak sabar lagi, ia menerjang keluar setelah menembus halaman tengah, sampailah
didepan toko.
Dilihatnya didepan toko berdiri dua kakek tinggi besar, yang sebelah kiri berbaju kain belacu,
rambutnya merah kuning dan terikat menjadi satuJung kecil di belakang kepala. Mukanya seram
menakutkan, kalau melihatnya ditengah malam pasti akan disangka setan yang terlepas dari
akhirat.
Kakek yang sebelah kanan tidak kurang menakutkannya daripada kakek sebelah kiri, dia
memakai baju longgar kain putih, entah mengapa ikat pinggangnya adalah seutas tali rumput
yang besar. hati siapapun merasa tidak enak bila melihat tampang dan dandanannya.
Kedua orang kakek itu berdiri persis di depan pintu toko, meja toko yang panjang itu sudah
pecah dan roboh, jelas karena dihantam sekerasnya oleh kedua kakek itu.
Di belakang mereka terdapat sebuah joli atau tandu mewah, empat lelaki kekar peng gotong
tandu tampak berdiri disamping, ditepi tandu berdiri pula satu orang, cuma tidak kelihatan
wajahnya.
Yu Wi malas untuk melongok siapa yang berdiri didalam tandu itu, setiba di depan toko,
didengarnya si kakek berbaju belacu sedang berteriak. "Kalau tidak lekas suruh Yok-ong-ya keluar,
segera kami membongkar toko kalian ini."
Si kakek berbaju putih bergelak tertawa, teriaknya, "Mengapa Yok-ong-ya malu untuk bertemu
dengan orang? Kami mohon bertemu karena ada urusan penting, kenapa main sembunyi saja di
dalam?"
Dengan suara lantang Yu Wi lantas bertanya, "Ada urusan apakah kalian mencari Yok-ong-ya?"
"Tentu saja minta diobati dia," seru si kakek baju putih samhil berpaling, " Untuk apalagi
mencari dia kalau bukan untuk menyembuhkan orang."
"Tapi Yok-ong-ya tidak di sini," jawab Yu Wi dengan tenang.
"Sialan" damperat si kakek berbaju belacu, "Memangnya siapa kau? Untuk apa kau ikut bicara?"

Setelah berpikir sejenak. Yu Wi menjawab. "Aku ini murid Yok Ong-ya yang tidak resmi."
"Ah, bagus, boleh kau panggil keluar suhumu," seru si kakek baju putih.
"Kan sudah kukatakan, beliau tidak di rumah," kata Yu Wi.
"Kentut" si kakek berbaju belacu menjadi gusar, "Yok-ong-ya hanya sembunyi di lima tempat,
sudah empat tempat kami mencarinya dan tidak bertemu, tempat ini adalah tempat kelima dan
yang terakhir. kalau dia tidak di sini, lalu di mana?"
Diam-diam Yu Wi merasa heran, "Siapakah mereka ini? Mengapa tahu lima tempat pengasingan
Yok-ong-ya ini?jangan-jangan kedatangan mereka inipun atas petunjuk sahabat Yok Ong ya. jika
demikian, tidaklah pantas bertengkar dengan mereka."
Karena pikiran ini, dengan ramah-tamah ia lantas menjawab. "Tapi beliau benar-benar tidak
disini."
Si kakek berbaju putih tampaknya lebih tahu aturan, dengan tertawa ia berkata, "Jika gurumu
tidak berada di rumah, boleh juga silakan kau periksa penyakit siocia kami, coba penyakit apa
yang menyerangnya. Perguruan ternama tentu tidak mengeluarkan murid bodoh, silakan kau
lakukan tugasmu dan janganlah menolak."
Dengan tulus ikhlas Yu Wi mengangguk. "Baik, akan kuperiksa sebisanya, kalau dapat
kusembuh kan tentu kusembuhkan, kalau tidak dapat, silakan kalian mencari tabib yang lebih
mahir."
Si kakek baju putih menjadi girang. serunya, "Tentu, tentu silakan, lekas"
Yu Wi lantas mendekati tandu itu. dilihatnya orang didalam tandu adalah seorang nona yang
sangat cantik ibaratnya anggrek di tengah lembah gunung yang sunyi, kecantikan nona sakit ini
sungguh tidak di bawah Lau Yok Ci.
Hanya kulit badan sinona sakit ini lain dari pada yang lain, kulit badannya yang tertampak dari
luar kelihatan bersemu merah seluruhnya seperti bunga merah yang semarak. Nona sakit ini
memejamkan mata dan berbaring di atas dipan berkasur didalam tandu. "siocia, silakan membuka
mata," kata Yu Wi.
Pelahan nona sakit itu membuka kelopak matanya, sungguh tak terkatakan betapa indah biji
matanya cuma di sekitar biji mata juga penuh bersemu merah tipis.
Segera Yu Wi berkata, "siocia, kau mengidap som-tok (racun Jinsom), tapi masih keburu
disembuhkan."
Orang yang sejak tadi berdiri disisi tandu dan tidak kelihatan wajahnya itu mendadak berpaling,
berkata, " omong kosong aku tidak tahu racun apa yang menyerangnya, tapi kau malah tahu.
memangnya siapa dapat kau tipu?" Waktu Yu Wi menoleh, orang ini ternyata su Put-ku adanya.
"Aha, kiranya kau" seru Yu Wi dengan tertawa. "pantas mereka tahu tempat tinggal Yok-ongya."
"Dimanakah susiokku?" tanya su Put-ku dengan menarik muka.
"Setengah tahun yang lalu Yok-ong-ya telah pergi dari sini dan entah berada di mana
sekarang," tutur Yu Wi.
"Hm, kau dusta, susiok pasti berada disini" ejek su Put-ku.
"Untuk apa kudusta?" kata Yu Wi. "Yok-ong-ya memang betul-betul tidak berada disini."
"Ingatkah kau sudah berapa lama kita berpisah?" tanya su Put-ku tiba-tiba, "sejak perpisahan
di siau-ngo-tay-san, sampai sekarang sudah lebih dua tahun"
"Hehe, masakah salah lag" jengek su Put-ku sambil terkekeh. "sudah lebih dua tahun dan kau
masih hidup, kalau susiok tidak berada disini. mungkinkah kau bisa hidup sampai sekarang?" ia
berpaling kearah si cantik sakit didalam tandu dan berkata pula, "Penyakit siocia hanya dapat
disembuhkan oleh susiokku, bocah ini tidak bicara secara jujur, boleh suruh Kau-hun-sucia
menghajar adat padanya dan tentu dia akan bicara terus terang."
Su Put-ku merasa bukan tandingan Yu Wi, maka bermaksud meminjam tangan si kakek berbaju
belacu yang bergelar "Kau hun-sucia" atau si rasul pencabut nyawa, untuk menghadapi anak
muda itu.
Kalau si kakek berbaju belacu bergelar Kau-hun-sucia, maka si kakek berbaju putih bergelar
Toat-pek-sucia atau si kakek pembetot sukma.
Terdengar si cantik sakit berkata dengan suara lemah, "Apakah betul guru Kongcu memang
tidak berada di sini?",

Yu Wi mengangguk. belum sempat menjawab, si cantik berkata pula, "Kalau gurumu tidak ada,
merepotkan kau untuk mengobati sakitku."
Cepat su Put-ku menyela, "He, siocia,jangan percaya kepada ocehannya, dia paham apa? Kalau
dia tidak ditolong oleh sosiokku, sudah lama jiwanya pasti sudah melayang dibawah racun
perguruanku mana dia paham ilmu pengobatan segala?"
"Orang she su," jengek si cantik tiba-tiba, "Apa kau tahu aku mengidap penyakit apa?"
"Penyakit siocia sangat aneh, sayang pengetahuanku terlalu dangkal dan tidak tahu, sebab
itulah terpaksa kemari untuk minta bantuan susiok." jawab su Put-ku. "Meski aku tidak tahu
penyakit siocia. kuyakin susiokku pasti tahu."
Si cantik menjengek pula, "Kau bilang dia tidak mahir ilmu pengobatan, kau sendiri mengapa
tidak tahu penyakit apa yang kuidap, tapi sekali omong dia telah tepat menyebut penyakitku. Nah,
bagaimana penjelasanmu?Jangan-jangan kau sengaja atau pura-pura bilang tidak tahu?"
Su Put-ku tampak gugup, cepat ia menjawab. "Ah, mana su Put-ku berani pura-pura tidak tahu.
Aku memang betul-betul tidak tahu sakit siocia ini, Kalau tahu, sejak mula sudah kuberi obat yang
mujarab dan tidak perlu lagi datang kemari."
Si cantik sakit tampak berkerut kening, dengan air muka menghina ia berkata, "Kalau kau tidak
tahu hendaklah berdiri saja di samping sana, apa yang kau rewelkan pula?"
Dengan munduk-munduk su Put-ku mundur beberapa langkah kebelakang dan tidak berani
bersuara lagi.
Diam-diam Yu Wi merasa heran, pikirnya, "Katanya su Put-ku sudah bersumpah tak mau
menolong orang lagi, mengapa dia tunduk benar kepada si cantik sakit ini, bahkan sikapnya
kelihatan sangat takut padanya."
Dalam pada itu si nona cantik sakit itu tersenyum kepada Yu Wi, katanya, "Sejak kecil badanku
lemah dan penyakitan, ayahku sering memberi Jinsom padaku dan entah sudah berapa banyak
yang kumakan, kau bilang aku kena racun Jinsom. kukira memang benar. Nah, apakah penyakitku
ini dapat disembuhkan?"
"Jinsom sebenarnya adalah obat kuat yang sangat mujarab." tutur Yu Wi, "Tapi ada semacam
jinsom daun merah, kalau dimakan bukan saja tidak bermanfaat, sebaliknya malah bisa membikin
celaka Jinsom daun merah ini sukar dibedakan daripada Jinsom biasa, jenisnya juga sedikit
sehingga jarang diketahui umum, maka kalau Jinsom daun merah itu dipetik oleh pencari Jinsom,
karena kurang pengertian, bila dimakan oleh orang yang menggunakannya lambat-laun orang
yang makan Jinsom daun merah ini akan keracunan, gejala penyakitnya adalah sekujur badan
terasa lemas tak bertenaga. apabila sekujur badan sudah merah seluruhnya, maka tak tertolong
lagi. . . ."
"Wah, lalu bagaimana baiknya, siocia kami. . . ." si kakek baju putih tampak gelisah.
Yu Wi menoleh dan berkata kepada kakek baju putih alias Toat-pek-sucia itu, "Untung
kedatangan siocia ini belum kasip. tadi sudah kuperiksa dan belum merah seluruhnya, kuyakin
dalam waktu dua-tiga hari tidak berbahaya, asalkan diberi obat penawar tentu akan sembuh."
"Jika begitu, lekas kau beri obatnya, untuk apa berdiri dan omong melulu?" teriak si kakek
belacu alias Kau-hun-sucia.
"Sacek (paman ketiga)," ucap si nona sakit itu tertawa, "kita minta diobati, hendaklah kau
sedikit sopan terhadap orang."
Tapi Kau-hun-sucia tetap bicara dengan garang, "Memangnya kenapa? Masa dia berani
menolak? sopan atau tidak dia tetap harus mengobati siocia. kalau tidak sembuh, segera kucabut
jiwanya "
"Samte, kau sembarangan ngaco-belo apa?" damperat si kakek bajuputih. Lalu ia berpaling dan
berkata kepada Yu Wi dengan tertawa, "samteku ini memang berwatak keras, janganlah engkau
tersinggung."
"Ah. tidak apa-apa," ucap Yu Wi dengan tertawa. "Tujuanku belajar ilmu pengobatan adalah
untuk menolong orang. silakan kalian membawa siocia kedalam, akan kukumpulkan bahan obat
untuk membuat obat penawarnya."
Wajah Kau-hun-sucia yang buruk itu menampilkan senyuman jelek, katanya. "Baik juga hati
bocah ini, maaf ya jika tadi aku sembarangan omong. "Plak", mendadak ia gampar mukanya
sendiri.

Diam-diam Yu Wi merasa geli, pikirnya, "Meski muka orang ini sangat buruk. tapi wataknya
polos dan jujur." Maka rasa dongkolnya tadi lantas banyak berkurang.
Toat-pek-sucia lantas menyuruh keempat kuli menggotong tandu, selagi Yu Wi hendak
mendadak masuk kedalam toko, mendadak su Put-ku berseru, "Nanti dulu, orang she Yu, aku
ingin tanya padamu"
"Ada apa?" tanya Yu Wi sambil berpaling.
"Dari mana kau tahu Jinsom daun merah yang jarang diketahui orang di dunia ini?" jengek su
Put-ku, "Jangan-jangan dapat kau baca di dalam Pian sik sin Bian?"
Rupanya su Put-ku juga tahu di antara macam-macam Jinsom itu ada sejenis Ang-hio-som atau
Jinsom berdaun merah yang mengandung racun hal inipun didengarnya dari sang guru, tapi tidak
tahu bagaimana gejala keracunan serta menawarkannya. Kini didengarnya Yu Wi bicara seperti
seorang ahli, seketika timbul rasa curiganya.
Dengan jujur Yu Wi lantas menjawab, "Betul. dari Pian sik sin Bian kuketahui jenis Jinson
berdaun merah ini."
So Put-ku bertambah sangsi, katanya, "Apa susiok yang memberi kitab itu padamu untuk
dibaca."
"Ya, bukan saja Yok-ong-ya memberi baca Pian sik sinBian ini, bahkan kitab pusaka inipun
diberikan padaku."
Air muka su Put-ku berubah seketika, makinya, " Kentut busuk, Masa susiokku bisa memberikan
Pian sik sin Bian padamu?"
Yu Wi masih gemas karena orang telah memberi racun padanya, dia sengaja hendak membikin
marah padanya, segera ia memperlihatkan kitab pusaka itu dan berkata, "Lihatlah, bukankah ini
pian sik sin Bian?"
Su Put-ku melihat yang dipegang Yu Wi itu memang benar kitab pusaka yang dimaksud,
mendadak ia membentak, "Berikan padaku"
Secepat terbang mendadak ia menubruk maju dan bermaksud merampas kitab itu. Tapi Yu Wi
sudah berjaga-jaga, dengan ringan ia berkelit ke samping.
Sekali tubruk tidak kena, su Put-ku memutar balik, kesepuluh jarinya terpentang, kembali ia
mencengkeram ke arah Yu Wi. Melihat sinar mata orang hanya menatap tajam pada kitab yang
dipegangnya, rasanya seperti ingin sekali raih merampasnya. Yu Wi tahu orang pasti sudah sangat
lama ingin mendapatkan kitab ini, betapapun dirinya harus berhati-hati agar kitab itu tidak
diserobot.
Tampaknya Su Put-ku sudah hampir kena meraih kitab yang dipegang Yu Wi, mendadak
terdengar suara nyaring keras sehingga anak telinga tergetar seakan2 pekak, kontan su Put-ku
roboh terjungkal.
Yu Wi berpaling, dilihatnya Kau-hun sucia memegang dua kepeng Poat (sejenis tetabuhan
logam tipis, bering-bering), dengan gelak tertawa orang aneh itu sedang berkata, "Makhluk tua,
kau sendiri yang cari penyakit"
Menyusul "creng", ia tabuh pula bering-beringnya dengan keras, seketika su Put-ku bergulingan
ditanah sambil menjerit, "setop. setop Berhenti"
Tapi Kau-hun-sucia masih terus membunyikan dua tiga kali, dengan senang ia berkata, "Kau
minta berhenti? Hah, masakah begitu gampang?"
Terdengar suara nyaring memekak telinga itu terus menerus, setiap kali suaranya membuat su
Put-ku tergetar hingga menjerit ngeri, sampai belasan kali alat Kau-hun-sucia dibunyikan. su Putku
telah babak-belur karena bergulingan ditanah, jelas dia tidak tahan dan sangat menderita.
Toat-pek-sucia dan si cantik sakit itu menyaksikan kejadian itu tanpa ambil pusing, Yu Wi tidak
tega meski dia sendiri sangat benci terhadap su Put-ku, segera ia berteriak. "Berhenti"
Tampaknya Kau-hun-sucia tambah semangat membunyikan alat tetabuhannya sehingga tidak
menghiraukan seruan Yu Wi itu. melahan dia terbahak-bahak setiap kali melihat su Put-ku
menjerit kesakitan luar biasa.
Karena seruannya tidak dihiraukan, Yu Wi melangkah maju, kedua tangannya terjulur kedepan,
langsung ia rampas kedua kepeng Poat tembaga itu dari tangan Kau-hun-sucia, dengan enteng ia
lemparkan benda itu ke udara, hanya sekejap saja lenyaplah tanpa bekas.

Kedua alat tetabuhannya direbut secara aneh, lalu dilempar hilang, keruan Kau-hun-sucia jadi
melenggong, tanyanya, "He, kubantu kau merobohkan dia, mengapa kau berbalik menolong dia?"
Si cantik sakit berkata dengan tertawa, "samcek, masakah kau lupa bahwa mereka adalah
saudara seperguruan, kau hajar murid paman gurunya, memangnya dia rela tinggal diam"
Lalu ia berpaling dan berkata kepda Yu Wi, "Kungfumu ternyata jauh lebih tinggi daripada
makhluk aneh itu, lebih-lebih langkahmu yang ajaib tadi, kungfu apakah namanya?"
Dengan muka masam Yu Wi menjawab, "Apakah su Put-ku telah dicekoki obat bius oleh
kalian?"
Mendadak Kau-hun sucia membentak dengan gusar, "Karang ajar Kau rampas dan melempar
hilang senjataku, tidak kumarah padamu, sekarang siocia kami tidak kau jawab, memang ingin
diberi hajar adat?"
Yu Wi menjengek. "Hm, kalau tidak mengingat watakmu yang kasar tapi polos, tentu takkan
kuampuni perbuatanmu yang kejam tanpa kenal kasihan tadi."
Kontan Kau-hun-sucia berkaok-kaok," Wah Jika demikian, jadi senjataku kau rampas dan
lempar hilang termasuk hukuman sekadarnya?"
Dengan kereng Yu Wi menjawab, "Betul selama hidup orang she Yu paling benci kepada orang
yang suka menggunakan obat bius segala, kurampas dan buang senjatamu sudah terhitung
hukum paling ringan, kelak bila kulihat kau gunakan suara gembrengmu untuk merobohkan orang,
pasti akan kupotong kedua tanganmu."
"Wah, besar amat suaramu" tukas si cantik tertawa.
"Hm, apakah kau tidak percaya?"jengek Yu Wi.
"Eh, janganlah kau bersikap segarang ini padaku," ucap si cantik dengan suaranya yang merdu.
"Ingat, aku ini pasienmu. Eh, tentunya persoalan kecil ini takkan mengubah pikiranmu untuk
mengobati penyakitku, bukan?"
"Seorang lelaki sejati, sekali sudah omong pasti kutepati," kata Yu Wi dengan gagah. "Tapi
coba jelaskan dulu, obat bius apa yang kau cekokkan kepada Su Put-ku?"
"Itulah obat simpanan keluargaku." jawab si cantik. "Karena kau tidak ingkar janji untuk
mengobati penyakitku, biarlah kuberikan juga obat penawar padanya sebagai syarat pertukaran
kita."
Lalu ia mengeluarkan satu botol porselen kecil dan berkata, "Jicek (paman kedua), coba kau
beri minum obat ini kepada makhluk tua itu."
Toat-peks-sucia mengiakan dan menerima obat itu. lalu menyingkir kesamping untuk memberi
minum obat itu kepada su Put-ku.
"Sekarang jawab lagi, sebab apakah kau beri minum obat bius kepada su Put-ku?" tanya Yu Wi
pula.
"Kugunakan obat bius, masakan hal inipun tetap akan kau usut?" ucap si cantik dengan
tertawa.
"Asalkan lain kali tidak kau gunakan lagi obat begituan, aku takkan mencari perkara padamu,"
kata Yu Wi tegas.
"Suhengmu itu adalah makhluk aneh termashur Kangouw, demi memohon dia menyembuhkan
penyakitku, terpaksa harus kurancang suatu mengatasi dia, kalau tidak mana dia mau menuruti
kehendak kami dan membawa kami kesini untuk minta kepada susioknya agar suka mengobati
penyakitku. "
Yu Wi sendiri sudah mengalami kesulitan waktu minta pengobatan pada su Put-ku, maka cerita
si cantik tidak mengherankan dia. Terpikir pula Watak su Put-ku sangat keras, tapi sekarang
tunduk di bawah obat bius yang diminumnya, apabila diriku berada dalam keadaan seperti dia,
akupun akan tunduk dan menerima segala permintaan nona ini.
Teringat kepada betapa keji dan menakutkannya obat bius, Yu Wi lantas berkata, "Akan
kusembuhkan penyakitmu, tapi kuminta selanjutnya jangan kau gunakan obat bius untuk
mencelakai orang,"
"Apakah benar-benar kau benci kepada orang yang suka mengunakan obat bius?" tanya si
cantik.

Yu Wi mengangguk. katanya, "Menjadi orang harus bertindak secara jujur dan terang-terangan,
terhitung ksatria macam apa jika mengatasi orang lain dengan obat bius atau ilmu sihir dan
sebagai nya. Untuk membikin orang tunduk lahir- batin harus digunakan kepandaian sejati."
"Baik, baik, aku berjanji selanjutnya takkan menggunakan lagi obat bius," ucap si cantik dengan
tertawa.
Dalam pada itu su Put-ku sudah minum obat penawar. ia merangkak bangun dalam keadaan
lemas.
"Lekas enyahlah kau Kami tidak memerlukan kau lagi" bentak Kau-hun-sucia.
Tapi bukannya pergi, sebaliknya su Put-ku malah melangkah maju. katanya terhadap Yu Wi.
"Berikan pian sik sin Bian padaku"
"Pian sik sin Bian kuterima dari Yok ong-ya, kenapa harus kuberikan pada mu? "jawab Yu Wi.
"Kitab pusaka itu asalnya adalah barang tinggalan suhuku, beliau memberikannya kepada
susiok untuk dipelajari isinya, jika susiok hendak mewariskan lagi kitab itu kepada keturunan
perguruan, maka seayaknya dia mewariskannya padaku dan tidak boleh kepadamu"
"Gurumu memberikan kitab ini kepada susiokmu, ini berarti kitab pusaka sudah menjadi milik
susiokmu, lalu Yok-ong-ya ingin mewariskan kitab ini kepada siapa adalah haknya, syukur beliau
menghargai diriku dan mewariskan kitabnya padaku, sekarang kitab ini adalah milikku, pasti akan
kupelajari isi kitab ini untuk menolong orang yang membutuhkannya di dunia ini jika kuberikan
padamu, sedangkan kau sudah bersumpah takkan menolong orang, lalu apa gunanya?"
Dengan gusar su Put-ku membentak, "Darimana kau tahu aku tidak mau menolong orang"
"Jika kau suka menolong orang, masa kau diberi nama su-put-kiu?" jengek Yu Wi.
Dengan gemas su Put-ku berkata, "Bocah kurang ajar, apakah kau tahu aku ini pernah
hubungan apa denganmu?"
Yu Wi jadi teringat kepada kejadian di siau-ngo-tay-san dahulu, ketika mendengar berita ibunya
meninggal, air muka su Put-ku tampak berubah. Hati Yu Wi jadi tergerak. segera ia tanya,
"Memangnya kau ini apa ku?"
Mendadak su Put-ku bergelak tertawa, katanya, "Bukankah kau sangka aku ini suheng
seperguruanmu? suheng seperguruan, hahaha, sungguh lucu, sungguh menggelikan..,."
"Apanya yang lucu dan apa yang menggelikan?" tanya Yu Wi dengan marah.
Su Put-ku berhenti tertawa, matanya mendelik dan marah seakan-akan menyemburkan api,
katanya sambil menatap Yu Wi tajam-tajam, "Kutertawai kau tidak jelas asal-usulnya sendiri, siapa
ibu sendiri pun tidak tahu, malah kau sangka ibumu sudah meninggal dunia."
"Memangnya ibuku belum meninggal?" tanya Yu Wi terkejut.
"Tentu saja belum," jeng ek su Put-ku.
Yu Wi menggeleng dengan bingung, ucapnya, "Tidak, aku tidak percaya. sudah lama ibuku
meninggal, dengan jelas almarhum ayahku memberitahukan hal ini padaku, tentu tidak salah."
Mendadak su Put-ku mencaci maki, "Ayahmu adalah telur maha busuk. dia menyumpahi ibumu,
untung dia sudah mampus, kalau tidak, pada suatu hari pasti akan kucincang dia hingga hancur
lebur."
Melihat su Put-ku sedemikian benci kepada ayahnya, Yu Wi menjadi murka, mendadak ia
menghantam dengan Hoa-sin-ciang, “plak", dengan tepat su Put-ku kena digamparnya.
Pelahan su Put-ku meraba pipi sendiri yang tertampar itu, pikirnya, "Kungfu bocah ini ternyata
sudah jauh lebih tinggi daripada waktu di siau-ngo-tay-san tempo hari, kalau ingin merebut Pian
sik sin Bian dari tangannya agaknya sangat sukar."
Setelah menempeleng orang yang lebih tua, hati Yu Wi menjadi tidak enak. dengan rasa
menyesal ia berkata, "Ayahku adalah pendekar besar yang termashur di dunia Kangouw, asalkan
tidak kau maki dia, tentu takkan sembarangan kupukul kau,"
Tapi su Put-ku lantas bergelak tertawa, "Ha ha ha. Kau bilang ayahmu adalah pendekar besar?
Haha, kentut busuk Yang benar dia adalah manusia yang rendah dan tidak tahu malu"
Segera Yu Wi bermaksud menghantam lagi, tapi demi melihat sikap orang yang sama sekali
tidak berjaga-jaga, umpama sekali pukul membinasakannya juga orang takkan menangkis. mautak
mau ia pedang tangan kanan sendiri yang sudah terangkat itu dengan tangan kiri, ia pikir
terhitung orang gagah macam apa menyerang seorang yang tidak melawan?
Maka dengan gusar ia hanya membentak. "Lekas enyah kau. Enyah. . . ."

Su Put-ku tidak gentar sedikitpun, katanya pula, "Kau tahu sebab apa orang menyebut aku su
Put-kiu? Ha h, justeru lantaran ayahmu yang pantas mampus itulah dia, dia lupa budi dan ingkar
janji, sia-sia aku menolong jiwanya, akhirnya hanya mendatangkan kebusukan. Aku kecewa, aku
menyesal, memangnya setelah menolong orang hanya mendatangkan kebusukan saja?. . . ."
Mau-tak mau rasa gusar Yu Wi mereda demi mendengar keluhan orang, ia turunkan tangannya
dan bertanya, "Apakah benar kau pernah menyelamatkan jiwa ayahku?"
Su Put-ku seperti tidak mendengar pertanyaan Yu Wi itu, ia berkata pula, "Jika sudah begitu,
untuk apa lagi aku menolong orang? Huh, peduli sebutan apa yang akan kau berikan padaku,
apakah Su Put-kui atau makhluk tua aneh segala, yang pasti aku sudah bersumpah tidak mau lagi
sembarangan menolong orang. . . ."
Diam-diam Yu Wi menghela napas, pikirnya, "Apabila benar ayah pernah lupa budi dan ingkar
janji padanya sehingga membuat dia menyesal dan tidak mau menolong sesamanya lagi, maka
keluarga Yu kami memang bersalah padanya."
Didengarnya Su Put-ku berkata pula, "Seumpama Pian Sik Sin Bian berada padaku juga aku
tidak mau lagi menolong orang. Tapi kitab itu ternyata didapatkan orang she Yu, inilah
membuatku tidak rela. Nah, Siaucu (bocah), meski kungfuku sekarang bukan tandinganmu dan
tidak mampu merebut kitab itu dari tanganmu, pada suatu hari kelak akhirnya pasti akan
kudapatkan kitab itu."
Habis berkata, mendadak ia membalik tubuh dan melangkah pergi.
Ketika bayangan orang sudah hampir menghilang dalam remang magrib, Yu Wi berteriak,
"Pada suatu hari apabila kau mau menolong lagi sesamanya, Pian Sik Sin Bian akan
kupersembahkan padamu dengan kedua tanganku."
Suaranya lantang dan berkumandang hingga jauh, meski dapat didengar dengan jelas oleh Su
Put-ku, tapi dia masih terus melangkah pergi tanpa menoleh Jelas ia tetap tidak mau menolong
orang lagi biarpun Pian Sik Sin Bian diberikan kepadanya.
Yu Wi berdiri melenggong di tempatnya, tiada hentinya ia berpikir, "Sesungguhnya dalam
urusan apa ayah berbuat salah padanya hingga menimbulkan pandangan negitifnya terhadap
ayah? . . . ."
Dalam pada itu keempat kuli peng gotong tandu telah membawa tandunya ke samping Yu Wi,
si cantik dalam tandu lagi menegur pelahan, "Yu-kongcu. . . ."
"Ada apa?" sahut Yu Wi sambil berpaling, dilihatnya wajah nona sakit itu merah membara, tapi
juga cantik luar biasa, teringat olehnya keadaan penyakit orang yang tidak ringan, cepat ia
berkata. "Oya, lekas bawa masuk ke dalam"
Tandu itu lantas digotong masuk melalui pintu belakang menuju kehalaman tengah, Khing-kiok
menyongsong keluar dan bertanya, "Toako, ada kejadian apakah di luar?"
Dengan tertawa Yu Wi menjawab, "O, tidak apa-apa, ada seorang pasien minta ditolong oleh
Yok-ong-ya."
Mendadak Khing-kiok melihat wajah Toat-pek dan Kau-hun-sucia, ia berjingkat kaget, serunya,
"He, sia . . . siapakah mereka?"
"Ha ha, apakah wajah kami menakutkan?" seru Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Khing kiok memegang tangan Yu wi dan tidak berani memandang mereka lagi. sambil menepuk
punggung tangan si nona Yu Wi berkata, "Jangan takut? Hati mereka bajik dan baik,"
"Baik hati? Terima kasih atas pujian Yu-kongcu," ucap Kau-hun-sucia dengan tertawa. "Silakan
siocia kalian masuk ke kamar untuk pemeriksaan penyakitnya," kata Yu Wi.
Dengan suara pelahan Khing-kiok bertanya, "Yok-ong-ya tidak di rumah, siapa yang akan
mengobati dia?"
"Biar kucoba," jawab Yu Wi..
"Kau sanggup?" tanya Khing-kiok dengan ragu.
"Kalau perlu akan kuminta bantuanmu nanti," ujar Yu wi dengan tertawa.
"Bantuan apa yang dapat kuberikan?" jawab Khing-kiok dengan heran.
Dalam pada itu si nona sakit telah melangkah turun dari tandunya dengan pelahan, tampaknya
untuk berjalan saja kurang tenaga, hanya dua langkah saja dia tidak sanggup berjalan pula. Cepat
Khing-kiok memburu maju untuk memapahnya dan berkata, "Akan kubawa kau masuk ke sana."
"Terima kasih," ucap si cantik sakit dengan suara lirih.

Setelah melihat jelas wajah orang, diam-diam Khing kiok juga memuji di dalam hati, "Alangkah
cantiknya"
Setiba di dalam kamar, tertampak Kan Hoay-soan masih duduk termangu di situ se-olah2 tidak
melihat ada orang masuk ke situ.
"Siapakah dia?" tanya si nona sakit.
"Dia adalah adik Toakoku," jawab Khing- Kiok.
Si cantik memandang Hoay-soan sekejap dan bertanya pula, "Apakah dia juga sakit?"
Yu Wi ikut dibelakang dan mendengar ucapan si nona sakit itu, hatinya tergerak. cepat ia
bertanya, "Tahukah siocia penyakit apa yang diidapnya?"
Si nona sakit menoleh, katanya dengan tertawa, "Kau sendiri adalah murid tabib sakti, kalau
kau tidak tahu, masa aku tahu?"
"Maklumlah, akupun tidak tahu dia sakit apa, jangan-jangan siocia tahu, sebab penyakitnya ini
sukar diketahui?" kata Yu Wi.
Si nona sakit tampak melengak, tapi segera tenang kembali, ucapnya dengan tertawa, "Ah,
jangan selalu panggil siocia padaku, kikuk rasanya. Aku ada nama dan ada she, namaku Yap Jing,
orang rumah memanggilku Jing ji, maka kaupun boleh panggil Jing ji”
Bagian21
Yu Wi tahu si nona sengaja membelokkan pokok pembicaraan, maka iapun tidak bertanya lagi,
katanya terhadap Khing-kiok, "Adik Kiok, bawalah Yap-siocia istirahat dulu di bagian dalam, aku
akan meracik obat baginya."
Melihat Yu Wi masih tetap menyebutnya Siocia dan tidak menyebut Jing-ji padanva, diam-diam
Yap Jing kurang senang, pikirnya, "Pada suatu hari kelak kau pasti akan memanggil Jing-ji dengan
suka rela."
Kau-hun dan Toat-pek sucia selalu mendampingi Yap Jing kemanapun si nona pergi. Sesudah
nona itu dibawa masuk kedalam kamar, mereka lantas berjaga di luar pintu, tampaknya sangat
setia seperti kaum hamba terhadap sang majikan.
Khing-kiok menguatirkan Kan Hoay-soan, ia keluar lagi keruangan luar dan membawanya
kekamar dalam. Waktu keluar masuk, Khing-kiok sama sekali tidak berani memandang kedua
Sucia itu, Maklumlah, pembawaan Khing-kiok memang bernyali kecil, dia tidak berani memandang
wajah kedua Sucia yang buruk rupa dan menakutkan itu.
Tidak lama kemudian, hari sudah gelap, datanglah Yu Wi dengan membawa obat penawar
racun Jimsom berdaun merah, Khing-kiok diminta meladeni Yap Jing dan diminumkannya.
"Yap siocia," kata Yu Wi, "silakan istirahat dengan tenang semalam, besok pagi warna merah
pada tubuhmu tentu akan hilang dan itu berarti sakitmu sudah sembuh."
"Kalau warna merahnya tidak hilang?" tanya Yap Jing.
Yu Wi ragu sejenak, jawabnya kemudian, "jangan kuatir, pasti akan hilang."
Lalu anak muda itu mengundurkan diri. Satu malam berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun.
Esoknya Khing-kiok meladeni Yu Wi cuci muka, anak muda itu bertanya, "Apakah Yap-siocia sudah
tampak baik?"
"Warna merah pada tubuhnya belum hilang," tutur Khing-kiok sambil menggeleng.
"Wah, repot jadinya" ujar Yu Wi.
"Repot bagaimana?" tanya Khing-kiok.
"Racun dalam tubuh Yap-siocia sudah terlalu berat dan terlambat ditolong, obat penawar yang
kuberikan sukar memunahkan kadar racunnya, harus kugunakan Kim-ciam-ji-hiat-hoat (terapi
tusuk jarum) untuk membantu khasiat obat penawarnya."
"Menolong orang harus sampai tuntas. hendaklah Toako lekas melakukan terapi tusuk jarum
tersebut," kata Khing-kiok.
"Tapi cara tusuk jarum itu cukup merepotkan, sebab harus ... harus. . . ."
"Harus bagaimana?" tanya Khing-kiok.
"Terbatas oleh adat antara lelaki dan perempuan, aku dan Yap-siocia juga baru kenal, rasanya
menjadi kurang leluasa."

Khing-kiok melengak, teringat olehnya waktu dirinya membelejeti anak muda itu untuk direbus
di dalam gentong, tanpa terasa mukanya menjadi merah, ia pikir jika pengobatan ini perlu main
buka dan copot memang rada merepotkan,
Di dengarnya Yu Wi berkata pula, "Biarlah nanti kutambah kadar obat penawarnya, coba
manjur atau tidak."
"Apakah penyakit Yap-siocia cukup berat?" tanya Khing-kiok.
"Kalau hari ini tidak dapat kusembuhkan dia barangkali berbahaya bagi jiwanya."
"Wah. kasihan" kata Khing-kiok. "Seorang tabib harus mempunyai perasaan seperti orang tua
terhadap anaknya, sekalipun kurang leluasa, terpaksa Toako harus menolongnya dengan tusuk
jarum."
"Baik, hendaklah kau suka membantu," kata Yu Wi.
Yap Jing berbaring tenang di tempat tidur, sedangkan Kan Hoay-soan berduduk termangu di
tepi pembaringan sambil memandangi Yap Jing. suasana didalam kamar sunyi senyap tiada suara
sedikitpun.
Khing-kiok memegang tangan Hoay-soan dan mendudukkan dia disamping sana.
Melihat Yu Wi masuk ke situ, Yap Jing menyapa sambil tertawa, "Yu-kongcu, tampaknya tak
dapat kau sembuhkan penyakitku ini."
Melihat si nona tetap bergurau meski menghadapi detik antara mati dan hidup, diam-diam Yu
Wi memuji akan kekuatan batinnya, ia coba memeriksa denyut nadi Yap Jing dan berpikir sejenak,
katanya kemudian, "sakitmu belum terlalu parah, jika kulakukan terapi tusuk jarum kuyakin pasti
masih bisa mengatasinya."
"Dengan tusuk jarum akan kau sembuhkan penyakitku?" Yap Jing menegas.
"Terapi tusuk jarum yang akan kulakukan ini jauh lebih berbahaya dari pada tusuk jarum biasa,
sedikit salah penggunaannya akan berakibat fatal bagimu," kata Yu Wi.
Yap Jing tertawa, katanya, "Sebagai ahli waris Yok-ong-ya, kupercaya kau pasti menguasai
benar ilmu penyembuhan ini dan tiada bahayanya, silakan kau sembuhkan diriku dengan Kimciam-
ji- hiat- hoatmu. "
"Sesungguhnya aku belum mahir menggunakan terapi ini," ucap Yu Wi dengan jujur dan serius,
"Hanya kutahu cara penyembuhannya dari kitab yang kubaca dan belum pernah kupraktekkan.
Maka hendaklah Yap-siocia pertimbangkan lagi, sebab masih ada satu cara lain, yaitu menambah
berat kadar obat penawar yang kuberikan, cuma kadar obat itu terlalu keras, umpama racun dapat
kupunahkan. akibatnya siocia harus menanggung kelumpuhan selama hidup,"
"Waduh, jka aku diharuskan menggeletak ditempat tidur sepanjang tahun, mana aku betah"
seru Yap Jing. "sudahlah, mati atau hidup sudab takdir ilahi, janganlah Kongcu ragu lagi, silakan
mulai saja."
Yu Wi lantas mengambil sebuah peti kayu kecil, didalam peti banyak terdapat alat pertabiban,
peti ini adalah milik Yok-ong-ya, waktu mau pergi peti ini telah ditinggaikan kepada Yu Wi.
Dari dalam peti Yu Wi mengeluarkan 36 batang jarum emas yang berukuran berbeda-beda,
yang pendek seperti jarum jahit biasa, yang panjang tidak sampai sejengkal. Lalu katanya kepada
Khing-kiok, "Adik Kiok. harap bantu membukakan pakaian Yap-siocia."
Kini Yap Jing sudah sukar bergerak, terpaksa dia membiarkan bajunya dibuka Khing-kiok satu
persatu, sampai akhirnya hanya tertinggal kutang dan celana dalam saja.
Khing-kiok merasa rikuh untuk membuka lebih lanjut, ia berpaling dan melihat Yu Wi lagi
berduduk dengan prihatin, sikapnya itu mengingatkan orang kepada seorang pendeta yang alim.
Tampaknya anak muda itu tidak bermaksud menyuruhnya berhenti membuka baju nona Yap. ia
pikir mau-tak-mau harus kutelanjangi dia.
Ketika ia mulai membuka celana dalam Yap Jing, dengan suara rada gemetar nona itu
bertanya, "Apa . . . apakah perlu buka lagi?"
"Kalau tidak dibuka semua, cara bagaimana Toako dapat menemukan Hiat-to yang tepat" ujar
Khing-kiok.
Meski sedang melakukan tugas sebagai seorang tabib, tapi tabib seperti Yu Wi sesungguhnya
terlalu cakap. Tentu saja Yap Jing merasa risi dalam keadaan telanjang bulat di hadapan tabib
ganteng ini. Tapi apa daya, dirinya sendiri yang minta disembuhkan, untuk menyembuhkan
penyakitnya terpaksa dirinya harus tunduk dan menurut segala perintah sang tabib.

Ketika Khing-kiok melepaskan kain terakhir dari tubuh Yap Jing, karena takut dan malu, Yap
Jing terus memejamkan mata. Mendadak ia merasa sebuah tangan yang panas meraba bagian
dadanya. sebagai gadis yang masih suci bersih, kecuali dirinya sendiri, belum pernah tubuhnya
diraba orang lain. Keruan sekujur badannya menggigil dan merinding, ia angkat tangan untuk
menolak tangan yang terasa panas itu.
Mandadak terdengar suara bentakan, "jangan bergerak" Menyusul ia merasa Hiat-to dekat
pinggang kesemutan, jarum yang cukup panjang hampir ambles seluruhnya kedalam Hiat-to
tersebut, habis itu tangan yang panas itu terus bergeser, beberapa Hiat-to berikutnya juga
dicocok dengan jarum.
Ke-36 Hiat-to penting tersebar di sekujur badan manusia, kepala, dada, punggung, tangan,
kaki, bagian kemaluan. selesai bagian dada ditusuk jarum, lalu bergilir pada bagian lain dan yang
terakhir adalah bagian anggota rahasia.
Selesai menusuk kelima bagian tubuh yang lain sisa empat batang jarum lagi hanya dipegang
Yu Wi dan tidak segera ditusukkan lagi.
Melihat keraguan anak muda itu, Yap Jing lantas tahu apa sebabnya, kini sekujur badannya
boleh dikatakan sudah rata diraba oleh Yu Wi,
Jantungnya berdetak keras, ia pikir bila bagian "itu" juga diraba, wah, bagaimana nanti?
Sampai sekian lamanya tidak terasa Yu Wi menusuk lagi, jantung Yap Jing berdebur semakin
keras, ia heran kenapa anak muda itu diam saja. sungguh ia ingin membuka mata untuk melihat
betapa kikuknya tabib muda ini.
Menurut dugaannya, sebabnya Yu Wi tidak segera menusukkan jarumnya lagi tentu karena
takut dan kikuk. Padahal tidak begitulah persoalannya, Yu Wi melakukan tugas dalam
kedudukannya sebagai tabib, sedikitpun dia tidak ragu dan mempunyai pikiran lain.
Malahan Khing-kiok yang menyaksikan disamping juga mengira anak muda itu takut
menyentuh anggota rahasia Yap Jing, makanya ragu-ragu dan tidak berani meneruskan tusuk
jarumnya.
Yang benar adalah sisa keempat jarum itu sangat penting dan berbahaya, sebab bagian tubuh
manusia yang paling lemah dan peka justeru terletak di bagian anggota rahasia itulah. Kalau tusuk
jarumnya kurang hati-hati. sedikit meleset saja, maka tamatlah hidup Yap Jing.
Diam-diam Yu Wi lagi meyakinkan dirinya sendiri agar keempat jarum yang tersisa itu tidak
boleh salah tusuk. Ia mengerahkan tenaga pada telapak tangan kiri, sebelum jarum menusuk
telapak tangan kirinya digunakan meraba bagian Hiat-to yang bersangkutan dan menyalurkan
tenaga murni ke situ agar jarum tidak sampai membuat cedera Hiat-to yang akan ditusuk. sejenak
kemudian, setelah yakin bagian Hiat-to itu sudah terlindung oleh hawa murni yang disalurkannya,
lain jarum ditusukkan pelahan kedalam empat Hiat-to yang masih tersisa.
Selesai empat tusukan itu, seluruh badan Yap Jing benar-benar dalam keadaan lumpuh total,
tapi bukan kelumpuhan badaniah melainkan kelumpuhan batin, seperti seorang yang mabuk arak.
tenaga sedikitpun tidak ada.
Yu Wi juga mandi keringat, karena baru pertama kali dia melakukan terapi tusuk jarum,
lantaran tegang kelewat, tenaga murni yang dikeluarkan juga tidak sedikit, maka iapun sangat
lelah, katanya kepada Khing-kiok, "Adik Kiok. harap beri minum lagi satu dosis obat penawar."
Melihat keadaan Yu Wi yang sangat letih tak terkatakan rasa terima kasih Yap Jing, ia pikir jiwa
sendiri telah diselamatkan anak muda ini, entah cara bagaimana harus membalasnya nanti.
Yu Wi bersama Toat-pek dan Kau-hun-sucia tinggal dikamar luar, waktu mereka menjenguk
Yap Jing keesokannya, warna kulit nona itu sudah pulih seperti biasa, Yu Wi membuatkan pula
obat kuat dan menyuruh Khing-kiok menyeduhnya dan diminumkan kepada Jing.
Tiga hari berturut-turut Yu Wi memberi minum obat kuat kepada Yap Jing, maka tenaga nona
itupun pulih dengan cepat seperti sediakala.
Yu Wi sendiripun merasa racun yang mengeram dalam tubuhnya tidak bekerja meski sudah
lewat setengah tahun, ia tahu tidak sia-sia usahanya selama setengah tahun mempelajari isi kitab
Pian sik sin Bian itu, nyata obat penawarnya telah membawa khasiat yang menggembirakan.
Tentu saja dia sangat girang, ia pikir lewat beberapa hari lagi dapatlah dirinya membawa pergi
Kan Hoay-soan untuk mencari sum-gan-siusu.

Pagi hari itu, berkatalah Yu Wi kepada Toat-pek-sucia, "Penyakit Siocia kalian sudah sembuh,
sekarang juga kalian boleh pergi."
Kau-hun-sucia bergelak tertawa, katanya, "Murid Yok-ong-ya memang lain daripada yang lain,
apabila Tocu kami mengetahui siocia kau selamatkan, beliau pasti akan sangat berterima kasih
dan memberi balas jasa yang besar."
"Ah, soal kecil ini masakah perlu balas jasa segala," ucap Yu Wi.
"Jika tidak ketemu kau, didunia ini tiada orang lain lagi yang mampu menolong siocia," kata
Toat-pek-sucia dengan tertawa. "Jadi ucapanmu terasa agak terlalu rendah hati, balas jasa
sebagai tanda terima kasih kami tidak boleh dikesampingkan."
"Lantas cara bagaimana kita harus terima kasih padanya Jiko?" tanya Kau-hun-sucia.
Toat-pek-sucia tidak menjawab, ia mengeluarkan sebatang seruling kecil berbentuk aneh,
pelahan ia meniup seruling mini itu, seketika bergema suara melingking tajam. Yu Wi merasa
seruling mini itu sudah pernah dilihatnya, cuma entah dimana.
Tidak lama kemudian, empat sosok bayangan orang tampak berlari datang dengan cepat,
hanya sekejap saja sudah masuk kekamar. Kiranya semuanya adalah perempuan muda berbaju
putih dan berambut panjang semampir dipundak.
Tangan dan kaki keempat gadis ini memakai gelang emas yang bersinar kemilauan, dandanan
Mereka serupa kaum hamba dari keluarga hartawan, namun keempat gadis ini seperti membawa
semacam gaya yang misterius, tangan masing-masing membawa sebuah talam emas yang ditutup
dengan kain putih, dengan sangat hormat mereka menuju ke depan Toat-pek sucia .
"Singkirkan kain penutup," kata Toat-pek-sucia.
Yu Wi mensa heran darimana datangnya keempat gadis berbaju putih ini, kalau dikatakan
datang ikut Yap Jing, mengapa petang tempo hari tidak terlihat. Bila dilihat dari dandanan mereka
yang sama anehnya dengan Kau-hun-sucia berdua, Yu Wi jadi sangsi jangan-jangan Yap Jing
adalah pimpinan organisasi rahasia mereka?
Sesudah kawanan budak berbaju putih itu membuka kain putih, terlihatlah talam yang mereka
bawa itu penuh terisi emas intan dan batu manikam.
"Keempat talam permata ini mohon Kongcu sudi menerimanya," kata Toat-pek-sucia dengan
tertawa.
Air muka Yu Wi berubah, katanya terhadap kawanan budak berbaju putih itu, "Lekas kalian
bawa pergi barang-barang ini."
"Batu permata ini tidak sedikit nilainya, apakah Kongcu merasa kurang banyak?" tanya Kauhun-
sucia .
Yu Wi menjadi marah, katanya, "orang she Yu bukan manusia yang tamak harta. Kalau tidak
lekas bawa pergi, segera akan kuusir kalian"
"Barang-barang ini harus Kongcu terima, bahkan keempat budak inipun kami berikan
seluruhnya," ujar Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Dengan gusar Yu Wi membentak. "Memangnya kalian anggap aku ini orang macam apa?"
"Jika Kongcu tidak mau terima, tentu siocia akan marah kepada kami, apapun juga mohon
Kongcu sudi memberi muka dan sudi menerimanya," kata Toat-pek-sucia pula.
"Dan kalau aku berkeras tidak mau terima?" jengek Yu Wi.
"Jiwa siocia kami telah kau selamatkan, mau-tak-mau harus kau terima," jawab Kau-hun-sucia .
Diam-diam Yu Wi merasa penasaran, masakah didunia ini ada cara memberi hadiah dengan
paksa begini, tapi ia lantas tertawa dan berkata, "Tidak, tidak dapat kuterima. Ingin kulihat cara
bagaimana akan kalian suruh kuterima."
Toat-pek-sucia lantas berseru. "Ayo, antarkan itu kedalam"
Tapi baru saja kawanan budak berbaju putih itu hendak melangkah, mendadak Yu Wi
membentak, "Berhenti"
Kawanan budak itu tidak berhenti, segera Yu Wi hendak memburu maju untuk mencegatnya,
pada saat itulah dari dalam kamar muncul seorang, ialah Yap Jing.
"Sudahlah kalau Yu-kongcu berkeras tidak mau terima," kata nona cantik itu
Dengan penasaran Kau-hun-sucia berkata, "Dia tidak mau terima berarti menghina kita."
Tapi Yap Jing lantas memberi tanda kepada kawanan budak berbaju putih itu dan berkata,
"Kalian boleh mundur kesana."

Sesudah memberi hormat, dengan munduk-munduk keempat budak itu lantas mengundurkan
diri keluar.
"Yu- kongcu," kata Kau-hun-sucia, "harta benda tidak mau kau terima. lalu cara bagaimana
kami harus berterima kasih padamu."
"Jicek, Yu- kongcu bukanlah orang biasa. Budi besar tidak perlu dengan terima kasih, asal saja
selalu kita ingat kebaikannya ini," kata Yap Jing dengan tertawa.
"Siocia," uuap Kun-bun-sucia, "sudah hampir setengah tahun kita meninggalkan pulau, tentu
Pocu sangat menguatirkan keadaanmu , bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat pulang?"
Yap Jing mengangguk.
"Akan kusiapkan tandu untuk siocia," kataa pula, bergegas ia melangkah keluar.
Yu Wi merasa heran akan hubungan antara Yap Jing dengan Kau-hun-sucia berdua, tampaknya
seperti antara majikan dan hambanya, tapi mengapa Yap Jing menyebut mereka Jicek dan sacek
(paman kedua dan ketiga).
Yap Jing tertawa terhadap Yu Wi, katanya, "Terima kasih atas pelayananmu kepada kami
selama beberapa hari ini."
"Ah, tidak apa-apa." ujar Yu Wi. "Toko obat ini adalah milik Yok-ong-ya, bila kalian ingin
berterima kasih harus ditujukan kepada beliau."
"Tidakkah kau sebut Yok-ong-ya sebagai suhu?" tanya Yap Jing.
"Beliau mengajarkan ilmu pertabiban kepadaku, tapi belum pernah berlangsung upacara
pengangkatan guru." tutur Yu Wi.
"oo" Yap Jing bersuara pelahan- Lalu katanya pula, "Kutahu kau tidak suka menerima tanda
terima kasih dariku, maka akupun tidak pelu banyak adat lagi."
"Maksud tujuanku belajar ilmu pertabiban adalah untuk menolong orang dan tidak
mengharapkan terima kasih dari orang yang kutolong," kata Yu Wi.
Yap Jing termenung sejenak. setelah ambil keputusan sesuatu, tiba-tiba ia pandang Yu Wi dan
berkata, "Akupun ingin membantu sesuatu pada mu."
"Entah dalam hal apa kuperlu bantuanmu?" tanya Yu Wi.
"Tempo hari pernah kau tanya padaku apakah sukar untuk mengetahui penyakit yang diidap
adik perempuanmu, tatkala mana tidak kujawab, sekarang hendak kukatakan bahwa penyakit
adikmu memang benar sukar diketahui orang."
“Kukira tidak," ujar Yu Wi, "Kutahu penyakit adikku adalah akibat pengaruh semacam ilmu gaib
yang disebut Mo-sim-gan."
---------------
=siapakah dan tokoh macam apakah sam-gan-siusu dan apa hubungannya dengan Yap Jing?
= Dapatkah Yu Wi menemukan sam-gan-siusu dan apa pula yang akan dialaminya? =
= Bacalah jilid lanjutannya = =
--------------
Yap Jing tampak melengak,
Yu Wi lantas melanjutkan, "sedangkan di dunia ini orang yang mahir ilmu gaib Mo-sim-gan itu
konon ialah sam- gan-siusu."
"Jika sudah tahu, mengapa kau tidak berusaha memohon sam- gan-siusu menyembuhkan
penyakit adikmu ini?" tanya Yap Jing.
"Justeru segera kami akan pergi mencari sam- gan-siusu," jawab Yu Wi.
"Dan tahukah kau di mana tempat tinggal sam- gan-siusu?"
"saat ini aku tidak tahu, tapi pada suatu hari pasti dapat kutemukan dia."
"Tidak perlu lagi kau cari, kutahu sam-gan-siusu tinggal di Mo-kui-to (pulau hantu)."
"Mo-kui-to?" Yu Wi menegas. "Dimana letak Mo-kui-to?"
"Biar kukatakan juga sukar kau temukan, akan lebih baik jika kubawa kau ke sana. . ."
Mendadak Toat-pek-sucia berteriak. "He, jangan siocia, tidak boleh kau bawa dia. . ."
"Tidak menjadi soal Jicek," ujar Yap Jing dengan tertawa.
Melihat sang siocia berkeras pada pendiriannya, Toat-pek-sucia tidak bersuara lagi.
"Apakah urusan inikah yang kau maksudkan hendak membantu sesuatu pada ku?" tanya Yu Wi.

"Betul, Jika tidak kubawa kau kesana, biarpun kau cari sampai ke ujung langit juga sukar
menemukannya. Umpama dapat bertemu dengan sam-gan-siusu juga belum tentu dia mau
menyembuhkan adikmu dari pengaruh Mo-sim-gan."
Yu Wi merasa kurang senang, katanya, "Adikku tidak ada permusuhan apapun dengan samgan-
siusu, sekarang adikku telah dibuatnya hingga ling-lung begini, dengan alasan apa dia
menolak menolongnya?"
"Akupun tiduk tahu sebab apa ayahku menggunakan ilmu gaibnya terhadap adikmu," jawab
Yap Jing. "Jika benar tidak ada permusuhan apapun, biarlah atas nama ayah kuminta maaf
padamu."
"Hah, sam- gan-siusu itu ayahmu?" tanya Yu Wi menegas dengan terperanjat.
"Betul," Yap Jing mengangguk. "setiba di Mokui-to, pasti akan kumohon kepada ayah agar
menyembuhkan penyakit adikmu."
"Kau sendiri mahir Mo-sim-siit tidak?" tanya Yu Wi.
"Tidak."jawab Yap Jing sambil menggeleng, "diseluruh dunia hanya ayahku saja yang
menguasai ilmu gaib ini. Kalau aku bisa, untuk apa jauh2 kuajak Kongcu ke Mo-kui-to?" Dalam
pada itu Kau-hun-sucia telah kembali.
"sacek. apakah tandunya sudah siap?" tanya Yap Jing.
"sudah, lagi menunggu siocia untuk berangkat," jawab Kau-hun-sucia.
"Tunggu sebentar, kami akan bebenah apa yang perlu kami bawa," kata Yu Wi,
"Jadi kalian mau ikut?" Yap Jing tertawa senang.
"Maksudmu kuterima dengan baik, nanti kalau penyakit adikku sudah sembuh barulah
kusampaikan terima kasih,"
"jiwaku sudah kau tolong dan tidak menghendaki terima kasih diriku, maka, sedikit urusan ini
jangan kau bicara tentang terima kasih segala, asal saja kalian tidak dendam kepada ayahku.
jadi?"
"Baiklah" kata Yu Wi dengan ikhlas. Lalu buru-buru masuk ke dalam untuk bebenah.
Dengan suara pelahan Kau-hun-sucia lantas bertanya, "siocia, apakah betul hendak kaubawa
mereka ke Mo-kui-to?"
"Tocu melarang keras orang luar menginjak pulau kita, hendaknya siocia pertimbangkan lagi,"
sambung Toat-pek-sucia.
"Kutahu," kata Yap Jing. "Tapi dia sudah menolong jiwa ku, apakah kita tetap pandang dia
sebagai orang luar?"
Toat-pek-sucia tampak kuatir, katanya, "Tapi tanpa izin Tocu, apapun juga rasanya tidak aman.
Bila Tocu marah dan tidak kenal ampun, maksud baik siocia kan berbalik membikin celaka
mereka?"
Sesungguhnya Yap Jing memang tidak dapat memastikan apakah ayahnva akan mengizinkan
dia membawa orang asing ke Mo-kui-to atau tidak- ia termenung sejenak, akhirnya dengan tegas
ia berkata, "Jika ayah marah kepada mereka, biarlah aku yang bertanggung-jawab, pasti kubela
dan takkan mereka terganggu seujung rambutpun. Kuyakin ayah pasti akan ingat hubungan
antara ayah dan anak."
Toat-pek-sucia masih tetap kuatir, katanya, "Ya, semoga Tocu mengingat penyakit siocia telah
disembuhkan olehnya dan takkan marah."
Baru habis ucapannya, sekonyong-konyong sesosok bayangan orang melayang tiba, sampai di
dalam kamar, "bluk", pendatang ini terbanting dilantai.
Yap Jing berdiri di dekat pintu, dengan jelas dapat dilihatnya siapa orang ini, teriaknya kaget,
"He, Giok-loh"
Kiranya orang yang terbanting jatuh ini adalah salah seorang budak berbaju putih yang baru
saja pergi itu. Cepat Toat-pek-sucia memburu maju dan membangunkannya, dilihatnya tubuh
budak ini terluka tiga kali tusukan pedang, darah membasahi bajunya, jiwanya sangat berbahaya.
"Apa yang terjadi?" tanya Toat-pek-sucia cepat.
Suara budak berbaju putih itu kedengaran lemah dan hampir tidak jelas, katanya, "Ad . . . ada
tu . . . . tujuh orang. . . ."
"Tujuh orang apa?" Toat-pek-sucia menegas.

Tapi budak itu tidak sanggup bicara lagi, baru saja mulutnya terbuka, segera napasnya putus,
matanya mendelik, kematiannya cukup mengenaskan-
"Kemana perginya ketiga budak yang lain" teriak Kau-hun-sucia.
Tiba-tiba suara seorang menjawab dengan dingin dan ketus, "Sudah pergi menghadap Giam-loong
(raja akhirat)"
"Siapa itu?" bentak Toat-pek-sucia.
Maka tertampaklah dari balik pohon dihalaman sana muncul tujuh orang, di antaranya ada tiga
orang Hwesio dan tosu, empat orang lagi berdandan orang preman, semuanya menyandang
pedang, usia masing-masing yang paling tua baru empat puluhan dan yang muda paling-paling
baru likuran (dua puluh lebih).
Suara yang dingin tadi diucapkan oleh satu-satunya tosu di antara rombongan pendatang ini.
Terdengar dia berkata pula, "Inilah Jit-te-cu (tujuh anak murid) dari Bu-tong, Siau-lim, Kun-lun,
Khong-tong, Hoa-san, Go-bi dan Tiam-jong."
Toat-pek-sucia melompat ketengah halaman, serunya dengan tertawa. "Hahaha, rupanya para
tokoh dari apa yang dinamakan Jit-tay-kiam-pay (tujuh aliran pedang) dunia persilatan kini
berkumpul seluruhnya di sini"
Menyusul Kau-bun-sucia juga melompat maju, teriaknya dengan gusar, "Siapakah yang
membunuh dayang kami?"
Tosu itu mendengus, "Hm, kalian berdua ini dari Mo-kui-to?"
Toat-pek-sucia terkejut, ia heran darimana orang ini mengetahui Mo kui-to segala?
Belum lagi ia menjawab, dengan pelahan Yap Jing juga telah maju ke tengah halaman, dengan
lemah-lembut ia berkata, "Mengapa kalian membunuh pelayanku?"
Kiranya waktu Yap Jing meninggalkan Mo kui-to, selain kedua sucia yang ikut sebagai
pelindungnya. diam-diam iapun membawa empat pelayan. Lantaran kuatir rombongan mereka
terlalu menyolok. maka keempat pelayan itu tidak ikut bersama kelompok Yap Jing, hanya bila
bermalam di hotel barulah mereka menggabungkan diri untuk melayani si nona.
Salah seorang tokoh dari tujuh aliran besar itu adalah seorang HHwesio siau-lim-si, Hwesio ini
besar lagi gemuk- dengan tertawa ia melototi Yap Jing yang cantik molek itu, katanya, "Apakah
kau ini sang Kuncu yang disebut-sebut oleh budak baju putih itu?"
Tokoh Khong tong-pay juga seorang HHwesio, cuma perawakannya tinggi kurus dan hitam
lagi, dengan tidak sabar ia membentak. "Budak cilik orang macam apa kau di Mo-kui-to?"
Dengan aseran Yap Jing menjawab, "Kutanyai kalian, sebab apa kalian membunuh pelayanku?"
"Hm, memangnya kau bicara dengan siapa?" jengek si tosu dari Bu-tong-pay. "Di Mo kui-to kau
disanjung sebagai Kuncu, di daratan sini kau tidak termasuk hitungan, selama hidupmu ini jangan
harap akan pulang lagi ke Mo-kui-to."
Yap Jing berkerut kening, mendadak ia melangkah maju, "plak", kontan tosu itu ditamparnya
sekali.
Belum lagi Tosu itu sempat berbuat apa-apa tahu-tahu Yap Jing sudah mundur lagi ke
tempatnya semula, jengeknya, "Nah, kutanya lagi. sebab apa kalian membunuh pelayanku?"
Ketujuh tokoh dari tujuh aliran besar itu sama melenggong oleh langkah ajaib Yap Jing itu
sehingga sampai sekian lama tiada seorang pun memberi jawaban.
Maklumlah, langkah ajaib yang digunakan Yap Jing itu tiada lain adalah Hui-liong-poh yang
digunakan Yu Wi untuk merampas senjata Kan-hun-sucia tempo hari.
Rupanya Yap Jing seorang gadis sangat cerdas, sekali pandang saja langkah Yu Wi itu lantas
diingatnya dengan baik. Meski langkahnya tadi belum cukup sempurna, tapi disertai Ginkangnya
sendiri yang tinggi, serangannya ternyata berhasil dengan baik dan membuat lawan terkejut.
Habis itu barulah seorang murid Hoa-san-pay yang masih muda berseru, "Setiap orang yang
berasal dari Mo-kui-to harus dibunuh?"
"Mengapa harus dibunuh?" tanya Yap Jing.
Murid Hoa-san-pay itu mendelik, dengan mengertak gigi ia berkata, "Guruku telah dibunuh oleh
Mo-kui-to kalian, biarpun orang Mo-kui-to kalian kubunuh habis juga belum cukup untuk
membalas sakit hati kematian guru."
Dengan tenang Yap Jing tanya pula, "siapa bilang gurumu mati di Mo-kui to?"

"Jika ingin orang lain tidak tahu, kecuali diri sendiri tidak berbuat," kata murid Hoa-san itu
dengan mengembeng air mata. "Dengan sendirinya ada orang mengetahui kematian guruku di
Mo-kui-to, maka sekarang jangan harap kalian akan pergi dari sini dengan hidup,"
"Kalian salah sasaran tampaknya," kata Yap Jing dengan tertawa. "siapa bilang aku ini datang
dari Mo-kui-to? Keempat budak ini kubeli dengan uang, maka kalian harus ganti rugi uang jika
tidak mau ganti nyawa."
Tokoh Kun-lun-pay adalah seorang lelaki kekar berpakaian preman, ia tertawa keras dan
berkata, "Haha, tidak nanti kami salah sasaran- Asal orang datang dari Mo-kui-to, sekali selidik
pasti akan ketahuan. ah, Kuncu yang manis, jika kau takut mati, hendaklah kau bicara terus
terang. Mengingat kau cuma seorang anak perempuan, bisa jadi jiwamu akan kami ampuni."
Air muka Yap Jing rada berubah, pikirnya, "Mengapa sekali selidik lantas tahu orang berasal
dari Mo-kui-to atau bukan? Darimana pula mereka tahu nama Mo-kui-to? Di balik urusan ini pasti
ada rahasia yang perlu dikorek."
Murid Tiam-jong-pay juga seorang pemuda keras, dengan gusar ia membentak. "Dari ketujuh
aliran besar seluruhnya ada anggotanya yang mati di Mo-kui-to, permusuhan kita dengan pihak
Mo- kui-to sedalam lautan, peduli dia lelaki atau perempuan, bunuh saja dan habis perkara."
Kembali Yap Jing terkesiap. ia heran darimana orang-orang ini mengetahui anggota ketujuh
aliran besar sama mati di Mo-kui-to? siapakah yang menyiarkan kejadian di Mo-kui-to kepada
mereka?
Dalam pada itu Kau-hun-siocia menjadi gusar. dengan bengis ia berteriak. "Kalian bilang setiap
orang dari Mo-kui-to harus dibunuh. Nah, sekarang aku berdiri di sini, siapa yang berani
membunuhku?"
Ucapan Kau hun-sucia ini secara tidak langsung sama dengan mengakui dirinya memang
berasal dari Mo- kui-to, malahan Toat-pek-sucia segera menyambung, "Mungkin tidak mampu
membunuh orang, sebaliknya jiwa sendiri malah melayang."
Baru habis berucap. segera ia lepaskan tambang yang melilit di pinggangnya, sekali sabet,
segera kaki ketujuh orang itu hendak digulungnya.
Melihat senjata lawan hanya seutas tali rumput ketujuh tokoh itu memandang remeh. Mereka
tidak tahu bahwa tali itu kelihatannya seperti untiran rumput kering, padahal terbuat dari bulu
kera dan serigala, bila tenaga dalam disalurkan kepada tali itu, kerasnya seperti baja.
Ketika tali itu menyambar tiba dan terasa gelagat tidak enak, namun sudab kasip. kontan
ketujuh orang itu tersapu jatuh tanpa kecuali.
Melihat saudaranya sudah turun tangan, Kau-hun-sucia tidak mau ketinggalan, dia tidak
bersenjata, namun dia bertenaga raksasa pembawaan, tanpa pikir ia cabut sebatang pohon
tanggung, segera iapun menyapu dengan toya raksasa itu.
Kungfu Tosu Bu-tong-pay paling tinggi di antara rekan-rekannya, cepat ia menarik murid Tiamjong-
pay yang berada disampingnya dan meloncat keatas sehingga sabatan batang pohon
terhindar. Kelima orang lain juga sudah berjaga-jaga, merekapun sempat mengelak, berturut-turut
mereka melolos pedang untuk menghadapi serangan lebih lanjut, tapi mereka sudah kehilangan
kesempatan pertama, apalagi lawan mereka adalah tokoh kelas tinggi semacam Kau-hun dan
Toat-pek-sucia, posisi mereka yang terdesak sukar dipulihkan lagi.
Di tengah gelak tertawa Toat-pek-sucia, tambangnya berulang-ulang menyabet tiga orang
lawan. Untung anak murid ketujuh aliran besar itu berlatih tekun sejak kecil, kekuatan mereka
tidak lemah, meski babak belur tersabat oleh senjata musuh dan darah berceceran, namun tiada
seorang pun yang jeri dan pantang mundur.
Lantaran senjata yang digunakan tidak cocok, Kau-hun-sucia tidak dapat memperlihatkan
kelihayannya, tapi batang pohonnya yang menyapu dengan dahsyat itu telah membuat ketujuh
lawan terdesak kalang kabut, hanya sanggup menghindar dan tidak mampu balas menyerang.
Setelah berlangsung lagi belasan jurus, setiap orang sama kena disabat oleh tali Toat-peksucia,
juga tidak terkecuali si tosu dari Bu-tong-pay, diam-diam ia berpikir, "Kungfu kedua orang
ini jauh di atas kami bertujuh, kalau bertempur secara terpisah jelas terlebih bukan tandingan
mereka."
Karena itulah mendadak si tosu berteriak, "Jit-sing-tin Pasang jit-sing-tin"

Segera ia mendahului berdiri di tengah sebagai poros, lalu keenam rekannya cepat bertempur
sambil menempati posisinya masing2.
Jelas sebelum ini mereka sudah berlatih dengan baik Jit-sing-tin yang dimaksudkan. Begitu Jitsing-
tin atau barisan bintang tujuh selesai diatur, serentak di sekeliling mereka seperti bertambah
dengan selapis dinding baja. Tali Toat-pek-sucia sukar lagi menembus barisan pertahanan mereka,
batang pohon Kau-hun-sucia juga tidak berguna.
Setelah barisan bintang tujuh selesai dipasang. kembali si Tosu berteriak. "Balas serang"
Begitu perintah diberikan, tujuh larik sinar pedang dengan tujuh macam ilmu pedang segera
menusuk Toat pek dan Kau-hun-sucia. Karena kedua orang ini sudah tidak mampu menyerang
ketengah barisan lawan, kini mereka terpaksa harus menangkis sinar pedang yang menyambar
tiba itu.
Maklumlah, ilmu pedang dari ketujuh aliran besar itu adalah kungfu andalan masing-masing,
kini tujuh macam ilmu pedang bergabung, tentu saja daya serangnya bertambah lipat.
Tertampaklah sinar pedang berhamburan kian kemari di sekeliling Kau-hun-sucia berdua.
Toat-pek sucia bermaksud melilit pedang lawan dengan talinya, tapi sukar untuk menemukan
sasarannya, sebaliknya kalau penjagaan sendiri sedikit kendur, secepat kilat sinar pedang lantas
menyambar tiba, bila meleng sedikit saja, kalau tidak mati pasti juga akan terluka parah.
Kau-hun-sucia bertahan dengan batang pohon, tapi senjata kasar dan berat begini tentu saja
sukar menahan tusukan dan tabasan pedang, hanya sebentar saja batang pohonnya yang banyak
ranting dan daun itu telah terbabat hingga gundul, tertingga batang pohon saja,
Begini lebih baik bagi Kau-hun-sucia, Ia dapat menggunakan batang pohon itu dengan lebih
lincah, segera ia memainkan sejurus ilmu toya. Walaupun hebat juga permainan toya ini, tapi tidak
berani digunakan untuk menangkis pedang, kuatir terpenggal. Dengan demikian daya serangnya
banyak berkurang.
Lama-lama, semakin hebat barisan pedang para tokoh ketujuh aliran besar itu Kini Kau-hunsucia
berdua sudah terkurung rapat di bawah sinar pedang mereka, untuk mundur dengan
selamat terasa tidak mudah.
sejak tadi Yap Jing hanya menyaksikan dengan tenang, sejauh ini tidak dilihatnya ada sesuatu
yang hebat pada barisan pedang lawan. Nyata, biarpun dia cukup cerdas, tapi gerak perubahan
barisan pedang yang ruwet dan ajaib itu sukar diselami dalam waktu singkat.
Makin dipandang Yap Jing merasakan keadaan bertambah gawat, kalau dirinya tidak turun
tangan membantu, kedua sucia ada kemungkinan akan binasa Terpaksa ia nekat, dengan
bertangan kosong ia menerjang ke tengah barisan pedang musuh.
Sejak kecil nona ini sudah banyak belajar macam-macam kungfu dan berbagai tokoh yang
tinggal di Mo kui-to. seperti Toat-pek dan Kau-hun-sucia, merekapun pernah mengajari nona itu,
sebab itulah Yap Jing memanggil mereka paman, padahal mereka tidak lebih adalah anak buah
ayahnya.
Begitu Yap Jing masuk kalangan pertempuran, seketika kedua sucia merasa longgar. daya
tekan musuh banyak berkurang.
Meski Yap Jing pernah belajar kungfu kepada mereka, tapi secara keseluruhan, kungfu si nona
lebih tinggi daripada mereka. Baik pukulan maupun tendangan, semuanya gesit dan lihai.
Akan tetapi pukulan dan tendangannya tetap tidak dapat membobol barisan pedang musuh,
sebaliknya tambah lama tambah kuat barisan pedang bintang tujuh itu, daya serang barisan
itupun semakin dahsyat. Tidak lama, kedua sucia merasakan tekanan musuh bertambah berat lagi.
Belasan jurus kemudian, akhirnya Yap Jing sendiri juga terkepung. bahayanya tidak berkurang
daripada Kau-hun berdua.
Melihat gelagat jelek. cepat Toat-pek-sucia berteriak. "Lekas mundur siocia, biar kami menahan
musuh bagimu"
Kau-hun-sucia iuga berkaok-kaok, "Dirodok Barisan apa ini, begini lihai Lekas lari siocia, biar
kami mengadu jiwa dengan mereka, cepat kau pulang ke Mo-kui-to untuk minta bala bantuan-"
"Bila bantuan siocia datang, tentu riwayat kita sudah tamat lebih dulu, masakah kau sanggup
menunggu?" omel Toat-pek-sucia dengan tertawa.
Dengan penasaran Kau-hun sucia berteriak. "Akan kuhantam mereka hingga sebulan lamanya."

"Hahaha, sebulan?" Toat-pek-sucia bergelak tertawa. "Mungkin sebentar lagi kita akan pulang
ke rumah nenek"
Beberapa gebrakan lagi. Kau-hun-sucia tertusuk dua kali dan Toat-pek sucia juga tertusuk satu
kali, melihat sang Siocia masih bertempur dengan nekat dan pantang mundur, cepat Toat-peksucia
berteriak. "Jangan urus kami, siocia, lekas mundur. balas saja sakit hati kami kelak"
Tapi Yap Jing seperti tidak mendengar seruannya dan masih bertempur sepenuh tenaga,
sesungguhnya bukan dia tidak mau mundur, soalnya sekarang kepungan Jit-sing tin sudah tambah
ketat dan sukar lagi untuk lolos. Mestinya dia ingin lapor kepada ayahnya bahwa di Mo-kui-to ada
mata-mata musuh yang telah menjual berita rahasia kepada ketujuh aliran besar didaerah
Tionggoan sehingga ketujuh ajiran besar yang sama sekali tidak akur satu sama lain ini, kini
bersatu padu hendak menghadapi Mo-kui-to.
Sekonyong-konyong tujuh larik sinar pedang serentak menyambar ke arah Yap Jing. serangan
ini jelas akan membinasakan nona itu. sebab kalau Yap Jing sudah mati, untuk membunuh kedua
sucia tentu bukan persoalan lagi. Terkesiap hati Yap Jing, diam-diam ia mengeluh, "Matilah aku"
Syukurlah pada detik berbahaya itu, setitik sinar hitam mendadak menyambar tiba, "trang",
ujung ketujuh pedang yang menusuk kearah Yap Jing itu sama patah.
Waktu Yap Jing berpaling, tidak kepalang rasa girangnya, diam-diam ia berkata dalam hati,
"Memang sejak tadi seharusnya kau turun tangan"
Sinar hitam itu kiranya adalah pedang kayu besi Yu Wi, dia memainkan Hai-yan-kiam-hoat
dengan langkah ajaib Hui liong-poh, keruan Jit-sing-kiam-tin tidak dapat menahan kedua macam
kungfu yang hebat ini. Ketujuh orang itu tidak keburu menahan serangan masing-masing sehingga
ujung pedang mereka tertabas patah oleh gedang kayu dengan tenaga dalam Yu Wi yang kuat itu.
Sekali serang berhasil dan membikin keder lawan, segera Yu Wi melontarkan lagi serangan
kedua. seketika menjerit kaget dan sakit ketujuh orang itu, pedang mereka sama mencelat, tulang
pergelangan tangan mereka sama patah. "Lekas lari" teriak si tosu Bu-tong-pay.
"Hahaha Lari ke mana?" Kau-hun-sucia terbahak-bahak. dengan batang pohon ia menghantam
pula.
Tapi Yu Wi sempat menangkisnya dan menghadang di depan Yap Jing bertiga, ucapnya dengan
suara tertahan, "Biarkan mereka pergi" Hanya sekejap saja ketujuh orang itupun sudah lari dan
menghilang.
"Barisan pedang yang dibentuk oleh Jit-kiam-pay (tujuh aliran pedang) pasti tidak cuma
kelompok ini saja," kata Yu Wi. "Jelas mereka sengaja hendak memusuhi Mo- kui-to, maka lekas
kalian pergi dari sini, kalau terlambat, mungkin akan datang lagi rombongan lain yang lebih
tangguh dan sukar untuk melawannya."
"Jika begitu, mengapa kau lepaskan mereka, bunuh saja semuanya kan beres dan mereka pun
tak dapat menyampaikan berita kepada kawan-kawannya," kata Yap Jing dengan mendongkol.
"Banyak membunuh orang tidak ada gunanya," kata Yu Wi.
"Kau tidak mau membunuh mereka, kita yang akan dibunuh mereka " kata Yap Jing.
"seorang nona seperti dirimu masakah suka membunuh?" ujar Yu Wi dengan kurang senang.
Yap Jing tidak dapat menjawab, dengan mendongkol ia berkata, "Jika begitu, lekas lari saja"
"Adik Kiok, mari lekas pergi" seru Yu Wi.
Lim Khing-kiok muncul dengan memanggul rangsel dan tangan lain menggandeng Kan Hoaysoan.
"Akan kemana dia?" tanya Yap Jing dengan bingung. "Kemana kupergi, kesana pula dia ikut,"
jawab Yu Wi.
Ucapan ini cukup tegas dan halus, hati Khing-kiok merasa sangat terhibur, pikirnya, "Selamanya
Toako pasti takkan berpisah dengan diriku."
Tanpa bicara lagi Yap Jing mendahului keluar, tandu pun tidak ditumpangi lagi, langsung
mereka keluar kota. sementara itu Toatpek sucia telah disuruh membeli enam ekor kuda, masingmasing
menunggang seekor kuda terus dibedal kearah timur.
Setelah menempuh perjalanan sehari semalam, akhirnya mereka sampai di suatu pelabuhan
yang tidak terkenal, mereka turun dari kuda dan berduduk di pesisir. "Jicek, carilah kapal," kata
Yap Jing.
Tanpa istirahat Toat-pek sucia terus berlari pergi menyusur pantai.

"Adakah kapal di sini?" tanya Yi Wi heran-
"Pasti ada, sebentar Jicek akan kembali dengan kapal," kata Yap Jing.
Yu Wi merasa tidak percaya, ia pikir sepanjang pantai itu tiada kelihatan bayangan sebuah
kapal pun, darimana bisa diperoleh kapal?
"Yu- kongcu," kata Yap Jing kemudian, "semalam berkat pertologanmu, kalau tidak, selama
hidup ini tiada harapanku lagi buat pulang ke Mo-kui-to."
"Membantu orang yang terancam bahaya adalah kewajiban kaum kita, tidak perlu kau
pikirkan," kata Yu Wi.
Diam-diam Kau-hun-sucia berpikir, "Karena kau ingin pergi ke Mo-kui-to, tentu saja kau perlu
menolong kami. Hm, kalau tidak ikut kami, selama hidup jangan kau harap akan menemukan Mokui-
to."
Padahal masih ada suatu sebab lagi yang menjadi alasan Yu wi menolong mereka. Yaitu
lantaran dalam daftar nama pembunuh yang diterimanya dari Ko siu itu terdapat juga anak murid
Jit-tay-kiam-pay, hal ini menunjukkan dahulu pasti ada anak murid ketujuh aliran besar itu yang
ikut mengerubuti ayahnya.
Soalnya setiap nama yang tercantum dalam daftar nama pembunuh itu pasti dipandang hina
dan dibenci oleh Yu Wi. Menurut anggapannya, tokoh persilatan yang dapat dibeli dengan uang
untuk melakukan pembunuhan terhadap Kosiu, jelas mencemarkan nama baik dan semangat
orang persilatan.
Padahal ketujuh aliran besar itu terkenal sebagai aliran terhormat, tapi ada anak muridnya yang
dapal dibeli, ini pertanda bahwa diantara anak murid berbagai perguruan itu tercampur juga
oknum-oknum yang tidak baik.
Teringat kepada kematian ayahnya, dalam gemasnya cara turun tangan Yu wi tadi tanpa
ampun lagi, sekali pedangnya bekerja serentak barisan pedang lawan diboboinya, dua kali
menyerang semua musuh dilukainya.
Apabila dalam daftar nama pembunuh tidak terdapat anak murid ketujuh aliran besar, tentu
serangan kedua takkan dipatahkan tulang pergelangan tangan mereka, paling-paling hanya
digempur mundur saja.
Begitulah, tidak lama kemudian, di ujung laut sana timbul setitik warna putih. "Aha, itu dia
kapalnya" seru Yu Wi.
"Ya, memang sudah waktunya datang," ujar Yap Jing dengan tak acuh.
Lambat-laun titik putih itu tambah jelas, itu adalah sebuah kapal cepat berlayar putih. Hanya
sebentar saja kapal itu sudah mendekati pelabuhan.
Entah kapan Toat-pek-sucia juga sudah berlari kembali.
"Siapa nakhodanya?" tanya Yap Jing.
"Toako" jawab Toat-pek-sucia.
Tengah bicara, kapal cepat itu sudah berlabuh di tepi pantai, dari atas kapal diturunkan papan
jembatan, yang muncul paling depan adalah seorang lelaki tua tinggi besar, wajahnya tidak
sejelek Kau-hun dan Toat-pek-sucia. sambil melintasi papan loncatan dia berseru, "Apakah siocia
di situ?"
Toat-pek sucia berlari menyongsong kesana dan berteriak menjawab, "Betul, Toako, siocia
telah pulang"
Kakek gagah itu menuruni papan jembatan dan berlari kesini dengan langkah cepat, serunya
dengan wajah berseri-seri, "siocia, syukurlah penyakitmu sudah sembuh, siang dan malam Tocu
selalu terkenang padamu."
Ketika mendadak dilihatnya Yu Wi, Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan berbaring di pesisir,
segera ia tuding mereka dan bertanya kepada Toat-pek-sucia yang sudah berada di sampingnya,
"siapa mereka?"
Dengan lelah Yap Jing berbangkit, katanya dengan tertawa, "Toacek, mereka adalah tamuku"
Air muka kakek gagah itu rada berubah, tanyanya kepada Toat-pek-sucia, "Apakah sudah
mendapat izin Tocu?"
"Hakikatnya Tocu belum tahu," jawab Toat-pek-sucia sambil menggeleng.
Ketika Yap Jing mendekatinya, kakek gagah itu memberi hormat, lalu berkata dengan suara
tertahan, "siocia, tamumu tidak boleh naik kapal."

"Mereka telah menolong jiwaku, kedatangan mereka ke Mo-kui-to karena ada urusan penting
perlu minta pertolongan kepada ayah, maka kuberi izin kepada mereka untuk menumpang kapal
kita, harap Toacek jangan merintangi."
Si kakek gagah merasa serba susah, ucapnya, "Tapi Tocu. . . ."
"Biarlah aku yang bertanggung jawab terhadap ayah," kata Yap Jing dengan menarik muka.
Karena tak berdaya. terpaksa si kakek gagah berkata. "Jika begitu, silakan naik"
Dalam pada itu Yu Wi bertiga juga sudah berbangkit. Khing-kiok bertanya kepada Yu Wi,
"Toako, apa yang mereka bicarakan?"
"Kakek gagah itu tidak memperkenankan kita naik kapal, tapi Yap-siocia memutuskan kita boleh
ikut naik," tutur Yu Wi.
Kau-hun-sucia berdiri dibelakang mereka, diam-diam ia terkejut mendengar keterangan Yu Wi
itu, ia pikir tajam benar telinga bocah ini, padahal jaraknya cukup jauh, sedangkan dirinya tidak
mendengar apapun pembicaraan sang siocia, tapi anak muda ini dapat mendengarnya dengan
jelas, sungguh luar biasa.
Terdengar Yu wi berkata pula, "Tampaknya kakek gagah itu terpaksa mengizinkan, mari kita
kesana dan naik kapal."
Segera Khing-kiok menggandeng tangan Kai Hoay-soan dan ikut Yu Wi menuju ke sana. sambil
berjalan Khing-kiok berkata pula, "Toako, cara bagaimana paman Yap-siocia itu memanggil kapal
ini?"
"Entah, akupun tidak tahu," jawab Yu Wi pelahan.
Dalam hati ia juga heran bahwa secara aneh kapal kakek gagah itu dapat dipanggil datang,
malahan diketahuinya yang menunggu disini adalah Yap siocia, bahkan Toat-pek-sucia juga tahu
nakhoda kapal ini adalah Toako atau kakaknya yang tertua, hal ini-jauh lebih mengherankan
daripada datangnya kapal, entah cara bagaimana mereka saling memberi isyarat.
Lalu terpikir pula olehnya, "Dari tanya-jawab tadi, agaknya semula Yap-siocia tidak tahu siapa
nakhoda kapal ini, jangan-jangan kapal mereka yang operasi dilautan sini tidak cuma sebuah
saja?"
Semula kakek gagah itu tidak melihat jelas wajah Yu Wi, kini sesudah dekat dan melihatnya,
tiba-tiba ia berseru kaget, "He, Kan-kongcu?"
Lalu dilihatnya nona di samping Lim Khing-kiok, dengan tertawa ia menyambung pula, "Wah,
Kan-kongcu juga membawa adik perempuannya ke Mo-kui-to?"
Yap Jing merasa heran, tanyanya, "Toacek, siapakah Kan-kongcu yang kau maksudkan?"
Kakek gagah itu menuding Yu Wi, jawabnya dengan tertawa, "siapa lagi kalau bukan dia. Bila
tahu tamu siocia adalah Kan-kongcu, tentu tidak kurintangi."
"Dia tidak she Kan, tapi she Yu," kata Yap Jing.
Mendengar she Yu, sikap kakek gagah itu tampak terkesiap dan tidak bicara lagi.
"Anda kenal Kan-kongcu?" tanya Yu Wi.
Bagian22
Dengan singkat kakek gagah itu menjawab, "Ya, pernah bertemu satu kali."
"Toacek," kata Yap Jing dengan tertawa, "adik Yu-kongcu ini sakit dan perlu minta pertolongan
kepada ayah, maka lekas kita berangkat pulang."
"Masakah kau pun punya adik perempuan, Yu kongcu?" jengek si kakek gagah.
"Betul, kedua nona inilah adik perempuanku" jawab Yu Wi dengan tersenyum.
"Nona Lim itu tidak sama she dengan kau, masa dia adik perempuanmu?" ujar Yap Jing.
Yu Wi menuding Kan Hoay-soan dan menjawab, "Dia she Kan, dia juga tidak sama she dengan
diriku."
Yap Jing seperti menyadari duduknya perkara katanya, "Ah, rupanya setiap gadis yang lebih
muda daripadamu tentu kau akui sebagai adik perempuan"
"Juga belum tentu, perlu lihat dulu apakah dia memenuhi syarat menjadi adik perempuanku
atau tidak," ujar Yu Wi.

"Akupun lebih muda daripadamu, apakah kau sudi menerima diriku sebagai adikmu?" tanya Yap
Jing dengan tertawa. Yu Wi diam saja tanpa menjawab.
Yap Jing menjadi kikuk karena tidak mendapat tanggapan yang memuaskan, berduka hatinya.
"Yu-kongca," kata si kakek gagah, "apakah engkau yang menolong Siocia kami?" Yu Wi
mengangguk.
"Juga kau yang hendak memohon ayah Siocia kami untuk menyembuhkan penyakit nona Kan?"
tanya si kakek.
"siocia kalian yang secara sukarela mau membantuku," kata Yu Wi.
"o, jika siocia tidak membantumu. lalu bagaimana?"
"Biarpun sampai kakiku patah juga akan kucari sam gan-siusu agar dapat menghilangkan
penyakit adikku akibat pengaruh ilmu gaib yang dilakukannya," jawab Yu Wi tegas.
"Hm, nona Kan bukan adik kandungmu, apakah Yu-kongcu tidak merasa terlalu banyak ikut
Campur urusan orang lain?" jengek si kakek.
"Urusan didunia ini diurus oleh manusia dunia, kenapa diharuskan adik kandung sendiri baru
boleh ikut urus?" kata Yu Wi dengan tertawa.
"Nona Kan mempunyai kakak kandung sendiri, perlu apa Anda bersusah payah ikut campur?"
"Jika kakaknyaa da, tentu sajaa ku tidak perlu ikut campur."
"Tentu saja kakaknya ada," ucap si kakek tanpa terasa.
"Di mana?" tanya Yu Wi.
Si kakek merasa telanjur omong, cepat ia menjawab, "Mana kutahu?"
"jika kau tidak tahu, tampaknya aku tetap harus ikut campur urusan ini," ujar Yu Wi dengan
tertawa.
Yap Jing merasa bingung oleh percakapan mereka. selanya, "He, apa yang kalian bicarakan?
Naik kapal tidak?"
Sekilas wajah si kakek tampak menampilkan rasa benci, jengeknya, "Baiklah, boleh naik
sekarang"
Segera kakek itu mendahului naik keatas kapal disusul yang lain. setiap kelasi di atas kapal
berseragam putih ringkas dengan ikat kepala putih pula. Melihat Yap Jing, semua kelasi itu
berlutut dan menyembah padanya.
Melihat penghormatan besar itu, diam-diarn Yu Wi membatin, "ini kan penghormatan cara
kerajaan."
Tanpa memandang para kelasi yang menjembahnya itu, langsung Yap Jing melangkah
kedepan. Dari kabin kapal lantas muncul dua barisan gadis berbaju putih dan bergelang emas,
semuanya memberi hormat sambil menyapa, "Kuncu sudah pulang"
Yu Wi merasa heran. "Kalau ada Kuncu, tentu ada Kongcu, entah macam apa sang Kongcu."
Kongcu atau Tuan puteri adalah sebutan puteri raja tertua, puteri raja lainnya disebut Kuncu.
Kabin kapal sangat mewah, alat perabotnya serba indah.
Setelah perjalanan sehari semalam, tentu saja Yu Wi dan lain2 sangat lapar. Baru saja mereka
berduduk. segera pelayan berseragam mengaturkan santapan. semua tempat makanan terbuat
dari emas. sekalipun bajak laut paling besar juga tidak semewah ini hidupnya.
Makanan yang dihidangkan tergolong kelas tinggi. namun Khing kiok dan Hoay-soan tidak nafsu
makan, soalnya mereka berdua tidak pernah berlayar, begitu naik diatas kapal lantas tidak enak
rasanya.
Setelah kapal berlayar. kepala mereka menjadi pusing dan jantung berdebar sambil tumpahtumpah,
mana bisa lagi makan.
Hanya Yu Wi tidak berhalangan, tapi lantaran melihat Khing kiok tidak enak badan, iapun tidak
nafsu makan. la hanya makan ala kadarnya, lalu masuk kamar kabin untuk menjaganya.
Yu Wi mendampingi Khing-kiok dan Hoay-soan di satu kamar, sepanjang hari jarang keluar.
Kalau tiba waktunya, pelayan mengantarkan makanan dan keperluan lain.
Antaran itu ada juga buah-buahan dan makanan kecil, yaitu untuk Khing-kiok dan Hoay-soan,
sedangkan santapan lain untuk Yu Wi.
Selama tiga hari, kecuali pelayan yang mengantarkan makanan itu, tidak ada orang lain lagi
yang mengganggu mereka.

Ssi kakek gagah memang kuatir kalau arah pelayaran mereka diketahui Yu Wi, jika pemuda itu
hanya mengeram di kamar saja, hal ini kebetulan malah baginya.
Yap Jing juga tidak datang menjenguknya. agaknya nona ini masih sirik padanya. Tapi apa
yang membuatnya kurang senang sukar untuk diketahui.
Pada hari keempat, datanglah Kau- hun-sucia mengetuk pintu dan berteriak, "Yu kongcu, sudah
hampir sampai di Mo-kui-to."
Hari ini keadaan Khing-kiok dan Hoay-soan sudah jauh lebih sehat. Yu Wi mengajak mereka,
"Marilah kita melihat keatas kapal."
Geladak kapal setiap hari disikat dan dicuci sehingga sangat bersih, berdiri di atas geladak kapal
dan memandang langit nan luas tanpa bisa membedakan timur dan barat atau utara dan selatan,
lebih- lebih tak tertampak bayangan daratan sama sekali.
Memandangi gelombang laut yang mendampar-dampar itu, hati Yu Wi melayang jauh
memikirkan kehidupan manusia yang serba kosong seperti mimpi ini.
Tiba-tiba Yap Jing muncul di atas kapal, melihat Yu Wi lagi ngelamun dan Lim Khing-kiok tidak
berada disampingnya, setelah ragu sejenak. akhirnya ia mendekati anak muda itu dan menegur
dengan suara pelahan.
"Di manakah adik perempuanmu?"
Yu Wi berpaling, sapanya dengan tertawa, "o, Yap-siocia"
"He, apakah tidak dapat kau panggil Jing-ji padaku?" teriak Yap Jing.
Yu Wi tertawa, katanya, "Adik Kiok berdua kepala pusing dan tidak berani naik kesini."
Dengan rada iri Yap Jing berkata, "Baik benar kau terhadap kedua adikmu. satu langkah saja
tidak mau berpisah."
Yu Wi menghela napas, katanya, "selama empat hari ini mereka benar-benar tersiksa, apabila
kau lihat mereka tentu akan merasakan mereka jauh lebih kurus."
"Peduli mereka kurus atau tidak." jawab Yap Jing dengan mendongkol.
Yu Wi jadi melengak dan tidak tahu apa pula yang harus diucapkan. Tiba-tiba ia melihat titik
hitam didepan sana, dengan girang ia berteriak. "Aha, itu dia Mo-kui-to. sudah sampai Bagus
sekali"
"Bagus apa?" tanya Yap Jing.
"Ya, sedikitnya kedua adik tidak perlu menderita lagi dalam pelayaran ini," kata Yu Wi.
"Dan adikmu yang sinting itupun dapatlah disembuhkan." tukas Yap Jing dengan gemas.
"Hoay-soan tidak sinting, Siocia jangan keliru." ujar Yu Wi dengan kurang senang. Lalu ia
pandang Mo-kui-to yang semakin dekat dan tidak menghiraukan Yap Jing lagi. Bantahan Yu Wi
menyakitkan hati Yap Jing, sampai hampir saja ia mencucurkan air mata.
Pulau Hantu itu ternyata tidak kecil, dibagian tengah pulau tampak lereng gunung membentang
panjang, bentuk lereng gnnung itu serupa seorang raksasa bertanduk yang bertiarap di atas
pulau. Mungkin dari sinilah pulau ini mendapatkan julukan sebagai Pulau Hantu.
Pelahan kapal mulai merapat kepantai, pantai pulau ini hanya batu karang belaka, dermaganya
cukup ramai, disebelah sana tampak berlabuh sebuah kapal lain, kawanan kelasi berseragam putih
sedang naik ke atas kapal. Yu Wi pikir, "Entah kapal ini hendak berlayar ke mana?"
Pada saat itulah, terdengar suara benturan, kapal yang ditumpangi telah membentur batu
pantai, kapal sudah merapat, papan jembatan diturunkan pelahan dirisi kakek gagah mendahului
menuju ketepi geladak dan berkata dengan hormat, "silakan turun, siocia"
Khing-kiok dan Hoay-soan juga sudah dibawa keatas geladak. "Para tamu juga dipersilakan
turun," seru Yap Jing.
Tanpa memandang Yu Wi lagi, ia mendahului turun melalui papan jembatan. setiba di pantai,
terdengar orang banyak bersorak-sorai, "Kuncu sudah pulang"
Menyusul Yu Wi bersama Khing-kiok dan Hoay-soan juga ikut turun, tapi baru sampai di tengah
jembatan, tiba-tiba Yu Wi melihat seorang sedang naik keatas kapal yang hampir berangkat itu,
segara ia berteriak, "Kan ciau-bu"
Memang betul, orang yang sedang naik kapal itu memang Kan ciau-bu adanya.
Demi melihat Yu Wi dan Lim Khing-kiok serta Kan Hoay-soan mengikut dibelakangnya, seketika
air muka Kan ciau-bu berubah hebat, mendadak ia tidak jadi naik keatas kapal, tapi terus
melompat turun kedaratan dan berlari kembali ketengah pulau.

Melihat Kan ciau-bu juga berada disini, tentu saja kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Yu Wi.
Ada banyak urusan yang tidak jelas perlu ditanyakannya kepada Kan ciau-bu. Pertama yang
ingin ditahuinya adalah tentang keadaan Thian-ti-hu, selain itu iapun ingin tanya cara bagaimana
Ciau-bu akan menyelesaikan akibat yang ditimbulnnya atas perbuatannya di Ma-siau-hong, yakni
menyangkut diri Lim Khing-kiok.
Akan tetapi begitu melihat dia segera Kan ciau-bu kabur secepatnya. hal ini sungguh
membuatnya tidak habis mengerti. Yu Wi heran mengapa Cia u-bu lari terbirit-birit seperti melihat
setan, padahal dirinya tidak bermaksud berkelahi dengannya tapi ingin berunding dengan baik,
segera Yu Wi melayang turun dari papan jembatan sambil berteriak. "Jangan lari, ingin kutanya
padamu"
Tapi bukannya berhenti, sebaliknya lari Kan ciau-bu terlebih kencang, hanya sebentar saja ia
sudah sampai di ujung barat laut pulau. Tanpa pikir Yu Wi terus mengejar ke sana.
"Toako, Toako..." Khing-kiok berteriak-teriak. segera iapun hendak menyusul, tapi teringat
kepada Kan Hoay-soan yang digandengnya, mana dia tega meninggalkan nona yang ling lung ini.
"Yu-kongcu, Yu kongcu...." Yap Jing juga berteriak. Ia tidak tahu siapa orang yang dikejar Yu
Wi itu, terpaksa ia menyusul kesana sambil berteriak. "Kembali. hai, kembali Tidak boleh kesana"
Kiranya di sebelah barat laut pulau itu ada suatu daerah terlarang, siapa pun tidak berani
masuk kedaerah terlarang tersebut. Maka Yap Jing menjadi kuatir kalau Yu Wi menerjang masuk
kedaerah terlarang itu.
Ginkang Kan ciau-ba cukup tinggi dan tidak dibawah Yu Wi, apa lagi dia lari lebih dulu. seketika
Yu Wi tidak dapat menyusulnya. Jarak kedua orang ada belasan tombak jauhnya, keduanya samasama
lari secepat terbang.
Ginkang Yap Jing lebih rendah, ia ketinggalan belasan tombak dibelakang dan berteriak-teriak,
"Hai, kembali, kembali, tidak boleh ke sana...."
Meski dengar seruan Yap Jing itu, tapi Yu Wi tidak berani berhenti, sebab kalau berhenti tentu
sukar lagi menyusul Kan ciau-bu.
Kejar mengejar itu berlangsung lagi sekian lamanya, mendadak Yu Wi melihat seonggok tulang
putih, maju lagi kembali dilihatnya seonggok. lebih maju lagi bahkan onggokan tulang berserakan
dimana, sedikitnya ada tulang-belulang ratusan mayat manusia.
Mayat itu bergelimpangan disebuah selat yang memang sempit, Kan ciau-bu terus berlari
kedalam selat itu tanpa berhenti.
Selagi Yu Wi hendak ikut terjang ke sana, tiba-tiba dilihatnya pada dinding karang dimulut selat
itu terukir tiga huruf besar: "Put-kui-kok" atau "Lembah tidak kembali". Ia terkejut, diam-diam ia
mengulang nama itu: "Put-ku-kok. Put-kui-kok. . . ."
Hanya sejenak ia ragu-ragu, tapi lantas tidak hiraukan lagi dan berlari masuk kedalam lembah.
Sudah terlambat waktu Yap Jing menyusul tiba, Yu Wi sudah menghilang. Ia berdiri termenung
diluar lembah itu sambil berdoa, "semoga kau dapat keluar lagi dengan selamat."
Tapi dia hanya dapat berdoa saja dan tidak berani yakin anak muda itu dapat keluar lagi
dengan selamat, sebab untuk keluar lagi dengan selamat boleh dikatakan tidak mungkin.
-0O:O0- O -OO^OO- 0 -0O:O0-
Begitu mengejar kedalam lembah segera Yu Wi kehilangan jejak Kan ciau-bu, ia pikir mungkin
karena berhentinya di mulut lembah tadi sehingga Kan ciau-bu sempat lari, tapi pasti berada di
depan sana. Segera ia percepat langkahnya dan mengejar lebih jauh.
Jalan di selat yang sempit itu semakin gelap dengan angin semilir dingin merasuk tulang.
sembari berjalan Yu wi juga berteriak, "Kan ciau-bu, Kan ciau-bu. . . ."
Suaranya bergema nyaring, dilembah yang sunyi ini, selain gema suara teriakan hanya ada
suara langkah Yu Wi sendiri.
Mendadak ia berhenti berteriak, lalu mendengarkan dengan cermat. Kini yang tertinggal hanya
suara langkah Yu Wi saja, sejenak kemudian, dari arah sana juga bergema suara orang berjalansuara
ini terdengar dengan jelas dan pasti. Yu Wi tidak berjalan lagi, maka suara "srak-srek" di
depan dapat terdengar dngan lebih nyata.
"Jangan-jangan Kan ciau-bu berlari balik kemari?" demikian pikir Yu wi.

Jalan selat yang sempit itu berliku-liku sehingga tidak kelihatan keadaan di depan sana, tapi
arah langkah orang itu semakin mendekat.
sekonyong-konyong sesosok bayangan orang muncul dari pengkolan sana, terlihat orang itu
berjalan dengan langkah sempoyongan, seperti terluka parah dan sukar untuk berjalan. Mata Yu
Wi sangat tajam, meski di tempat yang remang-remang tetapi dari jarak puluhan tindak jauhnya
dapat dilihatnya pendatang ini bukan Kan ciau-bu melainkan seorang Hwesio.
Dilihatnya si Hwesio berjalan lagi beberapa langkah dengan terhuyung-huyung. mendadak ia
jatuh terkapar sambil merintih pelahan-
Cepat Yu Wi berlari maju, ia tidak berani membangunkannya dengan segera, tapi ditanyainya
lebih dulu, "siapa kau? Apakah terluka?"
Hwesio itu terkapar di atas batu kerikil yang berserakan, punggungnya tampak berjumbul naikturun,
jelas bernapas saja sangat sulit.
Segera Yu Wi berkata pula, "Lekas katakan, siapa kau? Aku dapat menolong lukamu."
sakuatnya Hwesio itu meronta dan berkata "Aku Hoat-hai . . . . "
"Hoat-hai?" seru Yu Wi terkejut.
Kiranya pimpinan siau-lim-pay sekarang adalah angkatan yang memakai nama Hoat, kecuali
pejabat ketuanya yang bergelar Hoat-pun, tokoh lainnya yang seangkatan dengan dia adalah
Hoat-hai dan Hoat-ih. Ketiga orang itu terkenal sebagai siau-lim-sam-lo atau tiga tertua siau-lim-si.
Nama mereka terkenal dan disegani.
Sungguh tak terduga oleh Yu Wi bahwa Hwesio yang terluka ini ialah Hoat-hai, pikirnya,
"Mengapa paderi siau-lim-si ini bisa berada di sini dan kenapa pula sampai terluka? siapa kah
yang mampu melukainya?"
Cepat ia membangunkannya dan dibaringkannya pada pangkuannya sendiri, dilihatnya bagian
tubuh depan Hoat-hai berlumuran darah, lukanya silang melintang tak terhitung banyaknya,
melulu bagian muka saja ada lebih 20 luka sehingga sukar dibedakan mata-telinga dan hidung
atau mulutnya.
Yu Wi coba memeriksa lebih teliti luka yang mumur itu, dilihatnya semua luka itu adalah bekas
tebasan pedang, bahkan setiap luka itu dalamnya atau panjangnya serupa, seolah-oloh setiap kali
sudah diukur lebih dulu, habis itu baru muka Hoat-hai disayat.
Terdengar Hoat-hai berucap pula dengan suara lemah dan terputus-putus, "sia . . . .sia-kiam,
sia-kiam muncul lagi. . . . ."
"Sia-kiam (Pedang Jahat)? Apa artinya sia kiam?" tanya Yu Wi dengan bingung. Mendadak
tubuh Hoat-hai kejang dengan hebat.
Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu luka Hoa-hai terlalu parah, pada tubuhnya itu sedikitnya ada
belasan luka tebasan pedang, untuk menyembuhkan jelas maha sulit. Tampaknya jiwanya hampir
tamat, bila dia kejang lagi dan kehabisan darah itu akan meninggalkan dunia-fana ini.
Dengan menyesal berkatalah Yu Wi, "Locianpwe, bicaralah jika engkau ada pesan apa-apa lagi,
sekuatnya Wanpwe pasti akan melaksanakan pesanmu."
Mata Hoat-hai sudah buta tertusuk pedang, la tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa,
lebih-lebih tidak tahu Yu Wi ini kawan atau lawan, dari ucapan Yu Wi yang tulus ikhlas itu, ia coba
mengerahkan segenap sisa tenaga yang masih ada dan berseru sekuatnya dengan parau,
"Antarkan Ji. . . Ji-ih-leng ini ke . . .ke siau-lim-si dan .... dan katakan sia-kiam telah .... telah
muncul lagi. . . ."
Bicara sampai di sini, kedua tangannya menarik baju Yu Wi sekuatnya sambil berteriak, "Lihai
... lihai benar sia-kiam itu. . . ."
setelah berkelojotan beberapa kali, lalu Hwesio itu tidak bergerak lagi, tapi kedua tangannya
masih mencengkeram erat leher baju Yu Wi, seolah-olah musuh yang dicengkeramnya dan hendak
diajaknya gugur bersama.
Melihat kematian Hoat-hai yang mengenaskan itu, basah juga mata Yu Wi. Ia buka kedua
tangan Hoat-hai yang juga penuh luka itu dan membaringkan Hwesio itu di tanah.
Rupanya kematian Hoat-hai benar- benar sangat penasaran sehingga matanya masih mendelik,
pelahan Yu Wi merapatkan kelopak mata Hwesio itu dan berkata, "Tidurlah dengan tenang.
Cianpwe, pasti akan kuantar Ji-ih-leng ini ke siau-lim-si."

Di dekat situ ada sebuah gua karang, Yu Wi membawa jenazah Hoat-hai ke dalam gua, dengan
hormat ia membaringkan Hwesio yang sudah tak bernyawa itu, lebih dulu ia minta maaf, lalu
memeriksa sakunya, ditemukannya sepotong Giok-ji-ih (semacam benda mainan terbuat dari batu
kemala) sebesar telapak tangan berwarna putih mulus.
Yu Wi tahu Giok-ji-ih ini adalah tanda pengenal paling terhormat di siau-lim-si, dengan hati-hati
ia menyimpannya dalam baju.
Dengan tanda pengenal Giok-ji-ih itu barulah berita yang akan di sampaikannya nanti dapat
dipercaya oleh paderi siau-lim-si, cuma entah mengapa dirinya hanya disuruh menyampaikan
berita sia-kiam muncul lagi" Ia pikir "Sia-kiam" mungkin dimaksudkannya seorang tokoh ahli
pedang, yang melukai Hoat-hai dengan ratusan tebasan pedang itu.
Padahal tokoh siau-lim-si yang memakai nama "Hoat" adalah paderi yang disegani orang
persilatan, tapi sekarang musuh mampu melukainya beratus kali, kejadian ini sungguh sangat
mengejutkan dan juga sangat mengerikan, seumpaa hendak menggores pada tubuh seorang mati
dengan luka yang panjang dan dalamnya sama juga sulit, apalagi tokoh kelas tinggi seperti Hoathai
ini.
Membayangkan betapa lihainya "sia-kiam" dimaksudkan itu, Yu Wi menjadi ngeri juga, kiranya,
"Tokoh sia kiam ini sungguh terlalu menakutkan."
Ia menyumbat mulut gua dengan batu, habis itu ia memberi hormat dari luar gua dan berucap.
" Harap cianpwe istirahat tenang di sini, bila Wanpwe ke siau-lim-si, tentu akan kuminta layon Locianpwe
dipindah."
Sekarang tidak mungkin lagi baginya untuk menyusul Kan ciau-bu, tapi lembah ini hanya ada
satu jalan saja, betapapun Yu Wi tidak rela, selangkah demi selangkah ia masuk lagi lembah itu
lebih jauh, pikirnya, "sekalipun tidak menemukan Kan ciau-bu, tiada jeleknya kalau bisa bertemu
dengan tokoh sia-kiam itu."
Sama sekali tak terbayang olehnya bahwa dilembah ini mungkin berdiam seorang iblis yang
ganas dan gemar membunuh orang, bisa jadi dirinya juga akan dicelakainya.
Jalan lembah itu ada beberapa ratus kaki panjangnya, pada ujung sana keadaan lantas terang
benderang, tertampak di tengah lembah adalah tanah datar, sawah berpetak-petak dengan
tanaman padi yang menghijau, gili-gili sawah teratur dengan baik dengan irigasi yang lancar.
Di kejauhan, dipematang sana, kelihatan ada beberapa lelaki berdandan sebagai petani,
mereka tidak tahu lembah ini telah kedatangan orang asing, masih asyik memandangi sawah
dengan termangu.
Yu Wi menuju kesana, ia memberi hormat keseorang petani yang ditemuinya dan bertanya,
"Numpang tanya, apakah Toako ini melihat seorang berlari kemari?"
Petani itu menoleh dan memandang Yu Wi dengan kaku, tidak memperlihatkan rasa kejut,
juga tanya cara bagaimana Yu Wi masuk ke lembah ini, dia hanya menggeleng kepala. "Apakah
boleh kumaju ke depan sana?" tanya Yu Wi. Tapi petani itu tetap goyang kepala tanpa suara.
"Jangan-jangan seorang dungu atau tuli?" pikir Yu Wi dengan mendongkol.
Pada saat itulah, tiba-tiba petani itu turun kesawah, sekali meraih, seekor ular dicengkeramnya.
karena yang dipegang bukan leher ular di bawah kepala. ular itu sempat memagut tangan si
petani yang kasar dan kuat itu. "Wah, celaka" teriak Yu Wi kaget.
Tapi dilihatnya si petani seperti tidak tahu apa2 sebaliknya malah tertawa.
Diam-diam Yu Wi merasa heran mengapa orang ini sedemikian bodoh dan membiarkan
tangannya digigit ular, untung cuma seekor ular air biasa, kalau ular berbisa, kan bisa celaka?
Tengah berpikir, tiba-tiba dilihatnya petani itu mengangkat tangannya, kepala ular itu terus
dimasukkan ke dalam mulut lalu sekali gigit, kepala ular lantas perotol, lalu dikunyah seperti orang
makan ketela dan ditelan kedalam perut. Habis itu ia gigit lagi badan ular yang dipegangnya dan
diganyangnya mentah-mentah.
Hanya sebentar saja ular hidup itu telah dilalapnya habis. Merinding Yu Wi menyaksikan orang
makan ular hidup cara begitu.
Dilihatnya dipemantang sawah sana seorang petani lain juga turun ke sawah, cepat Yu Wi
mendekatinya, ia sangka petani itu tentu juga akan menangkap ular untuk dimakan, lantas terlihat
yang ditangkap petani ini bukanlah ular melainkan seekor katak buduk, katak inipun diganyangnya

mentah-mentah seperti rekannya tadi. Hampir saja Yu Wi tumpah, serunya, "Hei. hei, itu tidak
boleh dimakan"
Petani itu berpaling dan menyengir terhadap Yu Wi tanpa bicara. lalu makan lagi dengan
nikmatnya.
Mestinya Yu Wi ingin tanya padanya, tapi melihat keadaannya yang seram itu, ia gleng-geleng
kepala dan meninggalkannya dengan cepat.
Di dekat situ masih ada beberapa petani lain, melihat Yu Wi lalu di situ, mereka tidak gubris
dan tidak ambil pusing. Yu Wi tahu semua petani itu pasti orang sinting, tapi pasti bukan sinting
pembawaan melainkan terkena pengaruh ilmu gaib.
Jiwa Yu Wi memang luhur dan mulia, ia pikir Kokcu (penguasa lembah) ini sungguh terlalu
jahat. petani yang berada disini pasti ditangkapnya dari tempat lain, lalu disihir kemudian
diperbudak.
Kasihan orang orang ini, karena ling lung, bila lapar mereka lantas makan segala apa yang
dilihatnya.
Diam diam Yu Wi bertekad akan mencari sang Kokcu unluk memprotesnya caranya yang tidak
berprikemanusiaan ini.
Setelah melintasi pematang sawah yang berpetak-petak itu, akhirnya kelihatan sederetan
rumah gubuk didepan sana.
Sekeliling rumah gubuk itu penuh tumbuh pohon bambu yang tinggi, didepan rumah ada
lapangan jemuran padi, tapi saat itu tidak ada jemuran, hanya ada seorang kakek sedang
berjemur sinar matahari dengan bersandar di sebuah kursi malas.
Suasana ini melukiskan ketenangan hidup dipedusunan dengan sawah ladangnya yang subur,
apabila sudah lelah bakerja lantas istirahat, hidup aman tenteram tanpa gangguan apapun.
Yu Wi menyeberangi sebuah jembatan kayu yang sederhana yang melintang diatas sebuah
sungai kecil dengan airnya yang jernih, dan tiba dilapangan jemuran itu Dilihatnya si kakek lagi
tidur. Maka ia berhenti melangkah, tidak berani mengganggu kenyenyakan tidur si kakek.
Ia coba mengamat-amati kakek itu, perawakannya sedang, berbaju warna kelabu dari kain
kasar. wajahya yang kelihatan welas asih penuh dihiasi keriput itu tepat adalah model petani tua
didesa.
Di samping kursi malas tempat berbaring kakek itu ada sebuah keranjang, mulut keranjang itu
bundar kecil bertutup. tapi bagian bawah besar, entah apa isinya.
Sejenak Yu Wi berdiri di situ, ia pikir hanya berdiri saja bukan cara yang baik, Padahal di sekitar
situ tidak ada orang lain, untuk tanya tempat kediaman sang Kokcu terpaksa harus
membangunkan petani tua ini.
Selagi ragu apakah perlu mengganggu orang atau tidak. tiba-tiba si petani tua menguap. lalu
membuka mata, ia tertawa demi melihat Yu Wi berdiri di depannya.
Yu Wi melihat mata orang yang terpentang itu hanya sebelah saja, yang sebelah tetap
terpejam, seketika ia tertegun sehingga lupa bertanya.
Petani tua itupun tidak tanya darimana dan untuk apa Yu Wi datang kesitu, ia lantas membuka
keranjang, satu-satunya mata yang terpentang itu mengincar isi keranjang. "Apa isi keranjang
itu?" pikir Yu Wi dengan heran-
Tampaknya petani tua itu mengincar baik sesuatu didalam keranjang, habis itu mendadak
tangannya terjulur kedalam keranjang, lalu ditariknya keluar seekor ular belang berekor merah
dengan kepala berbentuk segi tiga. "Hah,Jiak bwe-coa...." diam-diam Yu Wi berteriak kaget.
Jiak-bwe-coa atau ular berekor merah adalah satu diantara kesepuluh jenis ular berbisa yang
paling jahat di dunia ini, bila orang tergigit, dalam waktu singkat orang akan mati.
Dilihatnya bagian yang terpegang si petani tua tepat di bawah leher ular, maka ular ekor merah
itu tidak dapat memagut, terpaksa hanya ekornya saja melingkar-lingkar. Petani tua itu tertawa
terkekeh memandangi kepala ular,
Melihat wajah tertawa orang, terkesiap Yu Wi, sebab tertawa nya yang dingin dan kejam ini
tidak cocok dengan wajahnya yang semula kelihatan welas-asih itu, dalam waktu sekejap itu si
petani tua seolah olah telah berubah menjadi seorang lain.
Begitu lenyap tertawanya, segera petani tua itu membuka mulut dan menggigit putus kepala
ular itu

Ketika si petani tua memegang ular, segera Yu Wi berpikir orang tentu akan makan ular itu.
Tapi juga terpikir olehnya mungkin orang takkan makan ular berbisa jahat ini. siapa tahu petani
tua ini tetap mengganyangnya mentah-mentah.
Keruan Yu Wi terkesiap. ia heran apakah orang ini tidak tahu ular yang di ganyangnya itu
berbisa?
Tapi setelah berpikir lagi, ia merasa tidak begitu halnya. sebab kalau melihat caranya si petani
tua menangkap ular, bagian bawah kepala yang dipencet sehingga ular berbisa itu tidak mampu
memagut, jelas petani tua ini sudah berpengalaman dan tahu di mana letak kelemahan ular ekor
merah itu.
Selain itu juga cara makan petani tua ini berbeda dengan petani-petani tadi, cara makannya
Jelas ada maksud tertentu dan tidak asal makan saja untuk tangsal perut yang lapar.
Apa yang diduga Yu Wi itu ternyata betul, maksud tujuan petani tua ini makan ular memang
bukan untuk tangsal perut lapar, sebab setelah kepala ular digigit perotol, badan ular lantas
dibuangnya, hanya kepala ular saja yang diganyang.
Selesai lalap kepala ular itu, si petani tua mengusap mulutnya, lalu mengulet kemalas-malasan.
Diam-diam Yu Wi berpikir, "sudah tahu ular berbisa dan tetap d makan, jelas nyawamu tidak
panjang lagi."
Mendadak petani tua itu berdiri, lalu djemputnya lagi badan ular tanpa kepala itu, didekatinya
Yu Wi dan disodorkannya bangkai ular itu. katanya singkat, "Boleh kau makan" Nadanya
memerintah seperti sudah biasa terjadi hal demikian ini.
Keruan air muka Yu Wi berubah. jawabnya dengan kurang senang, "Makanlah sendiri, aku
bukan manusia liar"
Petani tua itu tampak kaget. "Kau bisa bicara?" tanyanya.
"Aku ada mulut, ada lidah, dengan sendiriannya bisa bicara," sahut Yu Wi dengan mendongkol.
"Kulihat kau datang dan berdiri diam saja, kukira kaupun seorang sinting," kata petani tua
dengan tertawa.
"Kau sendiri yang sinting, masakah kedatanganku tidak kau tanya dan tidak kau tegur," kata Yu
Wi dalam hati.
Dengan sendirinya kata- kata demikian tidak enak diutarakannya, diam- diam ia bertambah
heran bahwa orang tua yang waras ini kenapa berani mengganyang ular berbisa? Didengarnya
petani tua itu lagi bertanya, " Untuk urusan apa kau datang kemari?"
"Numpang tanya, dimanakah kediaman Kokcu Put-kui-kok ini?"
"Untuk apa kau cari dia?" tanya si orang tua."
"Ada urusan ingin kuminta penjelasan padanya."
"Urusan apa?" tanya pula si petani tua.
Yu Wi merasa orang terlalu banyak bertanya meski kurang senang, tetap ia jawab dengan
ramah-tamah.
"Jika Lotiang (bapak) tahu harap suka memberitahu, kalau tidak mau memberitahu, biarlah
kupergi mencarinya sendiri"
"Apakah kau tahu apa artinya Put-kui-kok?" tanya si petani tua tiba-tiba.
Dari nada pertanyaan orang, segera Yu Wi menduga tentu orang tua inilah sang Kokcu. Diam2
ia membatin lahiriah orang ini kelihatan welas-asih, tapi sesungguhnya hatinya berbisa seperti
ular, jiwa manusia dipandang tidak berharga sama sekali, betapapun harus menghadapinya
dengan hati-hati.
Maka ia berlagak tidak tahu dan menjawab, "Put-kui-kiok. nama ini memang bagus. tapi juga
biasa-biasa saja."
"Biasa? Hm" jengek si petani tua. "Put-kui-kok artinya barang siapa masuk ke lembah ini, maka
jangan harap lagi dapat keluar dengan hidup."
"Kukira belum pasti begitu," ujar Yu Wi dengan tertawa.
Orang tua itu menarik muka, tanyanya dengan gusar, "siapa yang suruh kau kesini? Apakah
Yap su-boh?"
"Yap su-boh? siapa dia? Entah, aku tidak tahu," sahut Yu Wi sambil menggeleng. "Tapi ada
kukenal seorang nona di pulau ini, namanya Yap Jing."

"oo," petani tua itu bersuara heran, "kenal anak perempuannya dan tidak kenal ayahnya,
apakah Yap Jing yang membawa kau ke sini?"
Baru sekarang Yu Wi tahu sam-gan-siusu bernama Yap su-boh. Ia pikir Yap su-boh pasti kenal
kakek aneh pemakan ular ini, bahkan hubungan mereka pasti sangat akrab. makanya nama Yap
Jing juga dikenalnya. Ia lantas menjawab, "Bukan, Yap Jing tidak membawaku kesini. sebaliknya
dia malah mencegah kedatanganku ini."
"Budak itu tahu larangan di lembah ini, dengan sendirinya dia merintangi kau masuk ke sini,"
jengek si orang tua. "Tapi kau sengaja menerjang tanpa menghiraukan peringatan Yap Jing. jelas
kau memandang remeh diriku ya?"
"Aku tidak kenal Lotiang, mana bisa meremehkan dirimu?" sahut Yu Wi tertawa.
"Nah, aku inilah Kokcunya. untuk apa kau cari diriku?"
"semula maksud kedatanganku kesini bukan untuk mencari Lotiang . . . ."
"Hm, rupanya apa yang kau lihat dilembah ini tidak cocok dengan seleramu, lalu kau cari diriku
untuk protes, begitu?" jengek si kakek.
"Tahu juga kau," pikir Yu Wi.
Lalu ia meneruskan ucapannya tadi, "Ada seorang kenalanku, sudah lama tidak bertemu, tahutahu
kulihat dia lari masuk ke lembah ini, demi mengejar dia untuk bicara sesuatu urusan, maka
secara lancang kumasuk ke sini."
"Di sini tidak ada orang luar, biasanya juga tidak ada orang luar yang berani masuk kesini,"
kata petani tua.
"Jika betul tidak ada, biarlah Wanpwe mohon diri saja," kata Yu Wi.
"Kau tidak perlu mohon diri, selama hidupmu ini harus berdiam dilembah ini," kata si orang tua.
Yu Wi tidak gentar oleh ucapan itu, katanya dengan tertawa, "Sementara ini memang aku
belum maupergi, setelah urusanku selesai, kalau aku mau pergi dengan segera dapat kupergi."
"Huh, masa semudah itu? Jangan kau mimpi," jengek orang tua itu. segera terpikir sesuatu
olehnya, ia tanya, "Kau ada urusan apa?"
"seperti sudah dikatakan Lotiang tadi, kucari Lotiang untuk memprotes sesuatu, sebab kejadian
ini sungguh tidak dapat kubenarkan, mau-tak-mau aku harus ikut campur."
orang tua itu menjadi gusar, "Kurang ajar Bsrangkali kau sudah telan hati harimau, maka kau
berani main gila kesini?"
"E-eh, Lotiang sudah tua. jangan suka marah." ucap Yu Wi dengan tertawa. "Marilah kita bicara
secara baik-baik saja."
Saking gusarnya orang tua itu berbalik tertawa, sungguh tidak pernah dilihatnya ada orang
bersikap sedemikian santai dihadapannya, padahal Yap su-boh saja gemetar bila bicara
berhadapan dengan dia.
"Mau bicara apa?" katanya kemudian dengan gemas. Diam-diam ia pikir "sebentar baru kau
tahu rasa akan kelihaianku."
Yu Wi mendapatkan sebuah bangku batu dan berduduk, ia tuding bangku batu lain dan
berkata. "Duduk, duduklah dulu tangan sungkan"
Dengan kheki petani tua ikut berduduk, dalam hati ia memaki, "Dirodok Tamu bersikap seperti
tuan rumah. sungkan, sungkan kepada mak mu"
Yu Wi pandai melihat perubahan air muka orang, dengan tersenyum ia berkata pula, "Lotiang
seorang berbudi luhur, tentu juga seorang yang sabar dan takkan memaki orang di dalam hati."
Petani tua itu tambah mendongkol, pikirnya, "Kurang ajar Bukankah terbalik ucapannya dan
sengaja hendak menyindir diriku? Keparat, boleh kau mengoceh sesukamu, sebentar lagi masakah
tidak kupotong tubuhmu menjadi belasan potong."
Didengarnya Yu Wi berkata lagi, "Tuhan menciptakan manusia tentu ada gunanya, semut saja
sayang nyawa. Tapi Lotiang main bunuh tanpa pandang bulu, tindakanmu ini jelas tidak
berperikemanusiaan- Bagaimana pendapat Lotiang akan uraianku ini?"
Siorang tua pikir "kalau kubantah semuanya, coba apa yang akan kau lakukan?" Maka ia
sengaja menggeleng kepala lalu berkata, "Sembarangan omong, fitnah orang, dosa besar. Kalau
bicara hendaklah pikirkan akibatnya."
Tapi dengan tegas Yu Wi berkata, "Tulang berserakan dimulut lembah Put-kui-kok, semua ini
bukti nyata."

"Kalau ingin menyalahkan orang, apa sukarnya mencari alasan?" ujar si petani tua dengan
tertawa. "jika kau bilang setiap orang mati itu adalah karena korban pembunuhanku, lalu cara
bagaimana dapat kubantah?"
"Memangnya tulang belulang yang memenuhi mulut lembah itu bukan orang-orang yang kau
bunuh?"
"Dengan sendirinya bukan," sahut si orang tua dengan sengaja. "Siaucu, hukuman apa yang
pantas bagimu karena kau nista diriku?"
"Bila benar cayhe menista Lotiang tanpa bukti dan tak berdasar, cayhe rela menerima hukuman
apapun," jawab Yu Wi dengan serius.
"Lalu apa yang perlu kau katakan lagi?" jengek orang tua itu
"Lotiang kenal Hoat-hai tidak?" tanya Yu Wi.
Tergetar hati orang tua itu, ia heran mengapa bocah ini tiba-tiba tanya Hoat-hai, untung
Hwesio itu sudah terlempar kedalam jurang dan sukar dicari lagi mayatnya. Maka dengan tabah ia
menjawab, "Tentu saja kenal Tapi sudah berpuluh tahun tidak bertemu, entah akhir-akhir ini ilmu
pedangnya banyak maju atau tidak?"
Diam-diam Yu Wi menjengek karena sikap orang yang berlagak pilon itu, pelahan ia berkata
pula, "sudah belasan tahun Lotiang tidak berjumpa dengan Hoat-hai, tapi Cayhe baru saja
bertemu dengan dia, kau percaya tidak?" Dengan cepat orang tua itu menggeleng, katanya,
"Tidak. tidak percaya."
Ia pikir Hoat-hai sudah terluka parah oleh beratus kali tabasan pedangku, dan terlempar pula
ke dalam jurang, sekalipun bertubuh baja juga akan bancur lebur, jelas tidak mungkin hidup lagi.
Tak terduga olehnya bahwa meski Hoat-hai terlempar ke dalam jurang, tapi secara kebetulan
tersangkut pada dahan pohon sehingga tidak tebanting mati. Karena tenaga dalam Hoat-hai
sangat kuat, dengan segenap sisa tenaganya. ia merambat lagi ke atas, setiba dijalan masuk
lembah yang sempit itu dan bertemu dengan Yu Wi barulah ia mati kehabisan darah.
Begitulah Yu Wi lantas menjengek. "Kau berani menjawab tegas tidak percaya, jangan-jangan
sebelum ini sudah kau ketahui Hoat-hai telah meninggal dunia?"
Air muka si petani tua rada berubah, diam- diam ia mengakui kelihaian bocah ini, maka timbul
hasratnya untuk mengadu mulut, dengan tertawa ia menjawab, "Dalam hal ini, karena kutahu
jelas Hwesio siau-lim-si tidak mungkin datang kesini, dengan sendirinya berani kukatakan tidak
percaya . "
Yu Wi manggut-manggut, seperti memuji jawaban orang yang tepat itu. Tapi ia lantas
mengeluarkan Ji-ih-leng tinggalan Hoat-hai.
Orang tua itu lagi senang karena jawabannya membuat Yu Wi tak dapat bicara lagi, ia jadi
kaget demi nampak Ji-ih-leng, serunya, "He, dari mana kau dapatkan barang ini?"
"Lotiang kenal benda ini?" tanya Yu Wi.
"Tentu saja kenal," jawab si orang tua. "ji-ih leng dari siauw-lim-si, setiap orang persilatan pasti
tahu. Tokoh siau-lim-pay yang memegang Ji-ih-leng saat ini hanya ada dua orang."
"oo, siapa saja kedua orang itu?" tanya Yu Wi.
Orang tua itu merasa bangga karena pengetahuannya sangat luas, dengan suara lantang ia
menjawab, "Yaitu kedua adik seperguruan Hoat-hai pun yang menjabat ketua siau-lim-pay
sekarang, Hoat-hai dan Hoat-ih."
"Diatas Ji-ih-leng ini tcrukir satu huruf 'Hai'," kata Yu Wi.
"Itulah milik Hoat-hai" seru si orang tua dengan terkejut. Tapi lantas terpikir hal ini tidak
mungkin terjadi. segera ia berkata pula, "Coba kupinjam lihat." Tanpa ragu atau sangsi Yu Wi
menyodorkan Ji-ih-leng itu.
Orang tua itu tidak menyangka Yu Wi akan begitu baik, dengan tertawa ia memuji, "Boleh juga
kau."
Setelah Ji-ih leng diterima dan diperiksanya. memang benar di atasnya terukir satu huruf kecil
"Hai". Keruan ia heran cara bagaimana benda ini bisa berada pada Yu Wi. Mungkinkah Hoat-hai
tidak mati dan memberikan batu kemala ini kepadanya. sebab kalau Hoat-hai sudah mati di dalam
jurang, tidak nanti benda tanda pengenalnya bisa berada pada anak muda ini.
"Nah, apakah Lotiang tetap tidak percaya pernah kulihat Hoat-hai?" kata Yu Wi.

Dengan sangsi orang tua itu menjawab, "sebab apa Hoat-hai memberikan Ji-ih- leng ini
padamu? sekarang dia berada dimana?"
Yu Wi tidak mau berdusta, tuturnya, "Hoat-hai sudah wafat, sebelum ajalnya dia menyerahkan
Ji-ih-leng ini pada ku. "
Si orang tua melengak. tanyanya, "Apa pesannya ketika memberikan Ji ih leng ini?"
"Hoat-hai Locianpwe minta kuantarkan Ji-ih leng ini ke siau-lim-si dan menyampaikan empat
kata berita saja."
"Empat kata apa?" si orang tua menegas
"sia-kiam muncul lagi," ucap Yu Wi dengan prihatin-
"Bahaya, bahaya" demikian orang tua itu bergumam sendiri
"Apakah Lotiang takut kepada para Hwesio siau-lim-si?" tanya Yu Wi.
"Huh, masakah kutakut kepada kawanan kepala gundul siau-lim? .... " jengek si orang tua
dengan gemas.
Sejenak kemudian, ia menyambung pula, "Bicara terus terang, sekalipun ketua siau-lim-si juga
tidak kupandang sebelah mata. soalnya, jika berita mengenai diriku tersiar sampai di siau-lim-si
bahwa aku ini masih hidup lalu berbondong-bondong mereka mencari diriku. inilah yang akan
merepotkan."
"Lotiang," kata Yu Wi, "Ji-ih-leng itu sudah kau lihat, mohon dikembalikan padaku."
"Untuk apa pula kau pegang benda ini?" tanya si orang tua dengan tertawa.
Yu Wi menarik muka, jawabnya dengan tegas. "Cayhe menerima pesan orang, maka Ji-ih-leng
ini harus kusampaikan ke siau-lim-si."
"Huh, apa artinya cuma sepotong ji-ih-leng ini? Nah, ambil" ujar orang tua itu dengan tertawa.
Sesudah ji-ih-leng itu diterima Yu Wi, lalu petani tua itu berkata pula, "sudah lebih 20 tahun
jarang kubicara dengan orang, andaikan pernah juga tidak lebih dari tiga kalimat. Tapi sekarang
aku telah bicara sekian lamanya dengan anak yang menarik seperti kau ini, hitung-hitung kita
memang ada jodoh."
"Dan sekarang Lotiang masih tetap menyangkal tidak pernah membunuh orang yang tak
berdosa?" tanya Yu Wi.
"Baik, anggaplah aku kalah," jawab si orang tua dengan tertawa. "sungguh tak kusangka Hoathai
belum mati. Biarlah kukatakan terus terang padamu. Memang betul, tulang belulang yang
berserakan dimulut lembah itu, semuanya adalah orang yang kubunuh."
Seketika timbul kemarahan Yu Wi, teriaknya, "Mengapa kau bunuh orang sebanyak itu?
Memangnya ada permusuhan atau dendam apa antara mereka dengan kau?"
"E-eh, anak muda, jangan marah, bisa lekas tua." kata si orang tua sambil menggoyangkan
tangannya.
Kata-kata ini menirukan cara bicara Yu Wi tadi, sekarang berbalik digunakan oleh orang tua ini
untuk membujuk Yu Wi Ia percaya anak muda ini akan tertawa geli
Siapa tahu, Yu Wi benar- benar sangat marah, namun air mukanya tetap tenang, katanya
dengan pelahan, "Baik, akan kubicarakan dengan baik-baik padamu. Nah, coba jawab, dengan
alasan apa kau bunuh orang secara tidak semena-mena."
"Sudah lebih 20 tahun kutinggal di lembah ini dan tak pernah keluar barang selangkah pun,"
tutur si orang tua. "orang-orang ini adalah kiriman Yap su-boh untuk kubunuh. Karena aku
memang lagi iseng, maka kubunuh mereka untuk main-main."
Yu Wi tambah murka, bentaknya, "Membunuh orang untuk main-main, di dunia ini masa ada
kejadian begini."
"E-eh, jangan marah lagi" ujar si orang tua dengan tertawa. "Seorang lelaki sejati, kalau sudah
berjanji harus ditepati. Tadi sudah berjanji akan bicara dengan baik-baik, mengapa sekarang
marah-marah lagi?"
Sedapatnya Yu Wi menahan rasa gusarnya, katanya sekata demi sekata, "Kau membunuh
orang secara tidak semena-mena, sungguh ingin kutusuk mampus kau"
Orang tua itu memandang sekejap pedang kayu yang tersandang dipunggung Yu Wi,
Katanya dengan tertawa, "Dapat kuduga ilmu pedangmu pasti tidak lemah. Nyata, orang
berkepandaian tinggi tentu juga bernyali besar. Tapi jangan terburu-buru, cepat atau lambat kita
tetap akan bertempur, sekarang kita perlu mengobrol sepuasnya."

Agaknya petani tua ini sudah terlalu lama tidak bicara dengan orang sekarang mendapatkan
lawan mengobrol, seketika hobinya bertanding ilmu pedang dikesampingkan untuk sementara.
Tapi Yu Wi enggan banyak omong lagi, ia tutup mulut rapat-rapat dan tidak menggubris orang.
Si orang tua menjadi tidak tahan, katanya, "sebenarnya tidak perlu disayangkan meski orangorang
ini kubunuh."
"Jiwa manusia tidak perlu disayang, lalu apa yang pantas disayangi?" tanya Yu Wi.
"Orang yang dibuang Yap su-boh ke sini semuanya adalah orang ling lung, kalau tidak kubunuh
mereka, biarpun hidup juga tidak ada artinya bagi mereka."
"Jangan-jangan setelah mempengaruhi mereka dengan ilmu sihirnya, lalu Yap su-boh mengirim
mereka kelembah ini?"
"Hah, tahu juga kau," orang tua itu tertawa.
Hampir meledak dada Yu Wi saking gusarnya setelah tahu duduknya perkara. Ia pikir Yap Jing
adalah gadis baik, tapi ayahnya ternyata sekejam ini. segera ia tanya dengan suara keras, "sebab
apa dia bertindak begini? Memangnya apa manfaatnya dengnn berbuat demikian?"
Dengan tak acuh petani tua itu menjawab, "Yap su-boh tahu setiap hari aku tekun berlatih
pedang, demi menyenangkan hatiku, dia sengaja mengirim jago-jago pedang dari ketujuh aliran
besar untuk menjadi partner latihanku. Hanya inilah yang dianggapnya bermanfaat."
"Jika demikian, meski Yap su- boh itu kejam dan tidak berbudi, tapi pokok pangkalnya tetap
terletak pada dirimu dia cuma seorang pembantu kejahatan, sebaliknya kau inilah biang keladi
daripada semua perbuatan jahat ini."
Orang tua itupun tidak marah, jawabnva dengan tertawa, "Aku memang bukan orang baik,
membunuh orang bagiku adalah soal kecil."
"Hobimu tidak cuma membunuh orang saja, bahkan kejam luar biasa," kata Yu Wi. " Ingin
kutanya padamu, para petani yang bekerja bagimu dengan susah payah itu, mengapa tidak kau
beri makan nasi?"
"Apa artinya pertanyaanmu ini?" orang tua itu merasa heran.
Yu Wi pikir harus kubeberkan semua dosamu habis itu baru kulabrak kau, katanya, "Waktu
masuk ke lembah ini, kulihat beberapa petani di sana saking laparnya, lalu ular dan katak
ditangkapnya terus diganyang, bukankah ini membuktikan mereka tidak kau beri makan nasi? Ken
. .. kenapa kau tidak berperasaan dan begini kejam? Ketahuilah, mereka bercocok tanam
bagimu?"
"Hahahaha Kiranya urusan ini," seru si orang tua dengan terbahak. "Kau salah paham, saudara
cilik"
"siapa mengaku sebagai saudara cilikmu?" teriak Yu Wi dengan gusar. Jelas petani tua itu
berkesan baik terhadap Yu Wi, maka ia tidak menjadi marah atas sikap kasar Yu Wi itu, dengan
tertawa ia berkata, "Baik, takkan kupanggil saudara cilik padamu. Maklumlah, para petani itu
sengaja dikirim oleh Yap su-boh untuk bekerja bagiku, dengan sendirinya kuberi makan nasi
kepada mereka, kalau tidak. kan aku bisa susah sendiri cuma mereka memang bodoh, lantaran
melihat aku setiap hari ganyang ular hidup. mereka lantas meniru."
Mestinya Yu Wi ingin tanya orang tua itu sebab apa gemar makan kepala ular berbisa, bahkan
tidak takut keracunan- Tapi dia kadung kheki dan tidak mau lagi bicara tetek bengek dengan
orang. ia lantas tanya, "Apakah para petani itupun telah disihir oleh Yap su boh?"
"Tentu saja, kalau tidak masikah mereka mau tinggal disini dengan tenang," kata orang tua itu
Segera Yu Wi meraba pedangnya dan berkata, "Lotiang, tiada sesuatu lagi yang dapat kita
bicara kan. Hoat-hai telah kau bunuh, tidak sedikit pula orang yang tak berdosa telah menjadi
korban keganasanmu, dosamu pantas di hukum mati, sekarang hendak kutuntut balas bagi
mereka. Nah, keluarkan pedangmu dan kita mulai bertanding"
"Ai, tampaknya tidak sudi kau bicara denganku, selanjutnya aku akan sebatang kara lagi," kata
sipetani tua dengan menyesal.
"Baiklah, kau tunggu sebentar, akan kuambil pedangku."
Habis berkata, dengan terbungkuk-bungkuk ia masuk kerumah gubuk dengan pelahan.
Melihat orang sudah tua renta, diam-diam Yu Wi merasa gegetun. ia pikir orang tua ini benarbenar
kesepian dan harus dikasihani. entah mengapa dia mengasingkan diri dilembah ini, apakah
mungkin ada kisah hidupnya yang menyedihkan?

Tidak lama kemudian, dari dalam rumah gubuk muncul seorang lebih dulu dan petani tua tadi
mengikut dibelakangnya. orang pertama ini berjubab merah, jelas dia seorang Tosu.
Umur Tosu ini antara 40- an, wajahnya putih bersih. jelas bukan orang jahat. Dengan pedang
terhunus Tosu itu menuju kelapangan jemuran dengan ling lung.
Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya, "Dia pasti juga terpengaruh oleh ilmu sihir Yap su-boh.
Tampaknya Tosu ini dari Bu-tong-pay, entah apa kedudukannya diBu-tong-pay."
Dilihatnya sipetani tua tadi juga memegang pedang, tapi bukan pedang saja melainkan pedang
bambu.
Segera Yu Wi menegur, "Kenapa kau pakai pedang bambu? Hendaknya kau tahu pedang kayu
ini bukan kayu biasa, tapi terbuat dari kayu besi bahkan lebih tajam dan berat daripada pedang
baja."
"Baik juga hatimu, siaucu, sungguh rasanya aku tidak tega bertanding dengan kau," kata petani
tua itu dengan tertawa.
Bagian 23
Yu Wi lantas melolos pedangnya dan berdiri siap tempur.
"Nanti dulu jangan terburu-buru," kata si petani tua. "Usiaku sudah laniut, dalam hal keuletan
jelas aku lebih tahan, kita harus bertanding secara adil, aku harus mengalah sedikit padamu."
"Ini pertarungan yang menentukan hidup dan mati, tidak periu saling mengalah," jawab Yu Wi
tegas.
"Umpama tidak perlu mengalah juga perlu kuberitahu sedikit seluk-beluk ilmu pedangku agar
kau tahu garis besarnya, kalau tidak, begitu gebrak kau lantas tidak tahan, kan terialu rugi kau?
Nah. lihatlah yang jelas"
Habis berkata, pedang bambu si orang tua bergetar sehingga menimbulkan suara mendengung,
mau-tak-mau Yu Wi harus mengakui kekuatan latihan sendiri memang tidak dapat menandingi
orang.
Dalam sekejap pedang bambu itu serupa ular berbisa yang baru keluar dari liangnya, di tengah
suara "srat-sret" berulang-ulang, pedang bambu telah menyambar kedepan dada si Tosu.
Meski tangan Tosu itupun memegang pedang, tapi tidak dapat menangkisnya, begitu pedang
menyambar kesana, secepat itu pula sipetani tua menarik kembali pedangnya, tahu-tahu dada si
Tosu sudah tersayat tujuh atau delapan garis luka darah segar pun mengucur.
Setelah luka oleh tusukan pedang, sinar mata si Tosu yang buram itu mulai gemerdep. seperti
timbul sedikit perasaan kemanusiaan. Tiba-tiba sipetani tua meraung tertahan, "Awas pedang, Kuicin"
Segera pedang bambunya bergetar dan menusuk pula. setiap jurus serangan yang aneh ini
seketika menimbulkan beberapa jalur luka pada sasarannya, nyata lihay luar biasa ilmu pedangnya
dan berbeda jauh daripada ilmu pedang umumnya.
Sekarang si Tosu tidak lagi kaku dan ling lung seperti semula, dengan rada terkejut ia angkat
pedang untuk menangkis. "plak", kedua pedang beradu, tapi pedang bambu si petani tua tidak
rusak sedikitpun, sebaliknya pedang baja si Tosu tidak meletikkan lelatu api. lalu mendadak ikut
bergetar bersama pedang bambu lawan.
Sedikit petani tua itu memutar pergelangan tangannya, si Tosu tidak sanggup lagi memegang
pedangnya, seketika ikut berputar dua-tiga kali, waktu sipetani tua menarik dengan kuat, pedang
bambunya seperti timbul daya isap yang kuat sehingga pedang baja si Tosu tertarik, "trang",
pedang jatuh ke tanah.
Si Tosu melenggong kehilangan pedang, sedangkan petani tua itu bergelak tertawa, pedangnya
menyambar cepat, kembali didada si Tosu ditambahi belasan jalur luka lagi, setiap garis luka itu
sama panjangnya.
Sudah ada likuran luka yang menghiasi dada si Tosu, meski luka itu tidak dalam, tapi juga
tidak ringan, saking kesakitan si Tosu menjadi kalap. dengan nekat ia jemput pedangnya yang
jatuh itu.

Petani tua tidak merintanginya dan membiarkan orang mengambil kembali pedangnya, begitu
pedang sudah terpegang di tangan, segera petani tua membentak pula, "Awas, pedang"
Meski bersuara, tapi sekali ini pedang sipetani tua tidak bergerak. Namun si Tosu tidak tahu,
secara naluri ia angkat pedang dan menyerang. Pedang bambu petani tua tetap terjulur ke bawah
tanpa menangkis, ia hanya mengelak saja dengan enteng.
Karena serangan meleset, si Tosu meraung murka. suaranya serupa binatang buas yang
terluka. sebaliknya sipetani tua malah bergelak tertawa. jelas tujuannya sengaja memancing
kemurkaan si Tosu.
Mata Tosu itu penuh garis-garis merah, benar-benar sudah kalap, ia putar pedangnya lagi dan
menebarkan selapis tabir sinar pedang, dalam sekejap dari balik tabir sinar pedang itu ia
menyerang tiga kali dari sebelah kiri dan tiga kali dari sebelah kanan, lalu dari atas dan dari bawah
juga tiga kali, seluruhnya empat kali tiga menjadi dua belas kali.
Nyata ilmu pedang Tosu ini tidak lemah. sipetani tua sangat senang melihat ilmu pedang yang
hebat itu, teriaknya, "Bagus sekali jurus Thi-jiu-khay-hoa ini."
Hendaknya diketahui,jurus "Thi-jiu-khay-hoa" atau pohon besi berbunga ini adalah salah satu
jurus ilmu pedang Bu-tong pay yang paling ampuh. Tosu ini tergolong tokoh Bu-tong pay dari
angkatan yang memakai nama Kui, tingkatannya cuma satu angkatan di bawah ketua Bu-tong-pay
sekarang, nama agamanya Kui-cin. Maka ilmu pedang Bu-tong-pay yang dimainkannya, baik
keCepatan, ketepatan dan keuletannya, semuanya tergolong kelas tinggi.
Dengan susah payah sipetani tua berhasil memancing permainan pedang si Tosu, tentu saja ia
sangat girang.
Hendaklah maklum, setiap jago pedang yang dikirim Yap su-boh semuanya telah kena disihir
olehnya sehingga pikirannya linglung dan tidak tahu bertempur. Hanya kalau badannya disakiti
untuk memancing nalurinya yang secara otomatis memberi perlawanan, dengan sendirinya ilmu
pedang yang pernah dikuasainya dengan baik akan dikeluarkannya.
Begitulah sipetani tua juga tidak berani meremehkan ilmu pedang lawan. mendadak ia angkat
pedang bambu dan menyayat dari kiri ke kanan, serangan ini tampaknya tiada sesuatu yang
istimewa tapi sebenarnya sangat hebat, namun dimana terletak kehebatan serangan ini juga
sukar diketahui oleh Yu Wi, hanya dalam hati ia tahu jurus serangan "Thi-jiu-khay-hoa" si Tosu
tadi pasti akan dipatahkan.
Benar juga, ke-12 tusukan Kui-cin tadi, hanya ditangkis oleh sekali tabasan melintang oleh
sipetani tua, kontan semua serangan itu sirna seperti batu kecemplung laut, sedikitpun tidak
berguna lagi.
Tanpa menunggu lawan menarik kembali pedangnya dan menyerang lagi, mendadak pedang
bambu bergetar pula dan menyambar ke muka Kui-cin.
Pedang bambu yang sempit dan tipis itu setajam pisau, seketika muka Kui-cin tersayat malang
melintang sejumlah enam garis luka yang rata- rata tiga dim panjangnya.
Keruan Kui-cin berteriak kesakltan, seketika ia balas menyerang dengan ilmu pedangnya yang
hebat.
Sipetani tua ternyata tidak menyerang bagian mematikan di tubuh lawan sehingga Kui-cin
masih kuat melancarkan serangan balasan. Petani tua itu melayani dengan seenaknya saja,
apabila Kui-cin mengeluarkan jurus serangan Bu-tong-pay yang ampuh, lalu petani tua tidak
sungkan lagi, iapun balas menyerang dengan jurus aneh, bahkan pasti mengalihkan jurus ampuh
lawan dan menambahkan beberapa jalur luka lagi pada tubuhnya.
Hanya dalam waktu singkat saja ratusan jurus sudah berlangsung, kini Kui-cin telah mandi
darah, sedikitnya menanggung ratusan garis luka.
Yu Wi tidak sampai hati menyaksikan kekejaman yang berlangsung di depan matanya ini. ia
merasa ilmu pedang Kui-cin Tojin selisih terlalu jauh dibandingkan sipetani tua. Mestinya dalam
dua-tiga jurus saja petani tua itu dapat membunuh Kui-cin, tapi dia justeru tidak membunuhnya
melainkan menyiksanya secara pelahan, jadi Kui-cin serupa dijadikan umpan latihan pedang
sipetani tua.
Beberapa kali Yu Wi bermaksud turun tangan untuk membantu Kui-cin, tapi dia harus menjaga
semangat seorang ksatria pedang, ia pikir Kui-cin belum lagi kalah meski sudah terluka. jika

dirinya ikut turun tangan akan berarti dua lawan satu dan hal ini tidak dapat dibenarkan menurut
etik dunia persiiatan.
Ia pikir kalau man bertempur harus bertempur secara ksatria, setelah Kui-cin kalah barulah
dirinya coba-coba menandingi sipetani tua.
Namun keadaan Kui-cin tampaknya sudah kalap dan tidak jernih lagi pikirannya sehingga tidak
tahu mengaku kalah segala. Makin bertempur makin kalap. jurus serangannya juga bertambah
lihay sehingga sipetani tua malah terdesak dan lebih banyak bertahan daripada balas menyerang.
Padahal cara ini memang tipu daya sipetani tua, dia sengaja memberi kesempatan menyerang
bagi Kui-cin, diam-diam ia menyelami intisari ilmu pedang lawan. Tapi sekali dia balas menyerang,
tentu luka ditubuh Kui-cin bertambah banyak.
Sejenak kemudian, tubuh dan muka Kui-cin sudah terkoyak-koyak. sedikitnya bertambah
ratusan garis luka lagi, keadaannya tidak berupa manusia lagi dan sangat mengerikan.
Pemandangan ini mengingatkan Yu Wi kepada Hoat-hai Hwesio, keadaan luka ditubuh tokoh
siau-lim-pay itupun terjadi seperti sekarang ini. Teringat pada kematian Hoat-hai yang
mengenaskan itu, tanpa terasa air mata Yu Wi berlinang.
Sementara itu Kui-cin sudah terlalu banyak. mengeluarkan darah, tangannya menjadi lemas,
"trang", pedang jatuh ketanah.
Rupanya semangat tempur sipetani tua tambah menyala, meski lawan sudah tidak berdaya,
pedangnya masih terus berputar dan menambahkan belasan jalur luka di tubuh Kui-cin.
Yu Wi menjadi gusar, ia pikir pedang Kui-cin sudah jatuh, hal ini berarti sudah kalah, kenapa
sipetani tua tega melukainya lagi. Cepat ia membentak. "Berhenti"
Mendadak pedang kayu menyampuk kedepan. "trak", dengan tepat pedang bambu sipetani tua
terpukul, pedang bambu mendengung dan bergetar, tapi pedang kayu Yu Wi tetap tidak bergeser,
bahkan Yu Wi lantas mengerahkan tenaga sakti Thian-ih-sin-kang dan membentak, "Pergi" paling
keras dan kebetulan merupakan lawan ilmu jahat petani tua itu, meski petani tua itu lebih ulet
daripada Yu Wi, seketika iapun tergetar mundur dua-tiga tindak oleh tenaga sakti anak muda itu.
Dengan pedang terjulur kebawah, petani tua itu berdiri menatap Yu Wi dengan muka rada
pucat, ia heran dari manakah anak muda ini mempelajari ilmu pedang yang merupakan lawan
mematikan ilmu pedang sendiri?
Yu Wi lantas tanya, "Kau perlu istirahat dulu atau sekarang juga kita mulai bertanding?"
"Tentu saja bertanding sekarang juga," jawab si petani tua dengan gusar.
Melihat air muka orang belum lagi pulih kembali, Yu Wi menggeleng kepala dan berkata,
"Tidak, kukira bertanding sebentar lagi." Habis berkata, ia tarik pedangnya dan melangkah
mundur.
"Kau berani menghina orang tua, anak muda?" bentak si petani tua dengan gusar.
"Aku tidak menghina, tapi kita harus bertempur secara adil," kata Yu Wi dengan tenang.
Hampir meledak dada si petani tua saking gusarnya, ia pikir bocah ini benar-benar tidak tahu
diri, masa ingin bertempur secara adil segala dan tidak gentar sedikit terhadap dirinya.
Padahal dahulu dirinya pernah malang melintang di dunia Kangouw tanpa tandingan, siapa pun
takut bila mendengar namanya. setiap kali bertempur, sedikitnya dirinya akan mengalah tiga jurus
kepada lawan. sekarang bocah ini tidak mau diberi kelonggaran, sebaliknya juga tidak mau
menarik keuntungan meski diberi keleluasan secukupnya. sungguh menggemaskan, tapi juga
mengagumkan.
Yu Wi mendekati Kui-cin dan membangunkan dia, dilihatnya luka Kui cin sangat parah dan
sukar tertolong lagi Mendadak Kui-cin buka kelopak matanya yang berlumuran darah dan berkata,
"sia kiam .... sia kiam .... su-kiam yang lihai. . ."
Melihat Kui-cin dapat bicara, si petani tua jadi terkejut, pikirnya, "Aneh. dia telah disihir oleh
ilmu Mo sim-gan Yap su-boh, mengapa bisa bicara?"
Kiranya umumnya kalau orang terkena ilmu sihir, bila mengalami sesuatu goncangan yang
mengagetkan, pengaruh ilmu sihir itu akan buyar dengan sendirinya dan pulihlah seperti biasa.
setelah terluka oleh ratusan garis pedang, sejak tadi keadaan Kui-cin sudah pulih seperti biasa,
keadaannya memang kempas-kempis, namun pikiranya cukup jernih.
Setiap tokoh Bu-lim yang berusia agak lanjut tentu kenal nama sia-kiam atau pedang jahat,
sebab sia- kiam ini sangat istimewa, sama sekali berbeda daripada ilmu pedang biasa. Meski

dahulu Kui-cin belum pernah merasakan lihainya sia-kiam, tapi setelah pikirannya jernih, segera ia
dapat mengenali ilmu pedang si petani tua.
"Lukamu sangat parah, Cianpwe," kata Yu Wi dengan suara tertahan, "mengasolah dan jangan
banyak bicara."
Kui-cin menggeleng kepala, ucapnya dengan lemah, "Aku sudah hampir... hampir mati.
ternyata sekarang... sia-kam muncul lagi... Harap kau siarkan ke dunia Kangouw agar mereka
was... waspada...."
Hanya sampai di sini, napasnya lantas putus dan tutup mata untuk selamanya.
Pelahan Yu Wi membaringkan Kui-cin, dalam benaknya terus mengiang pesan Kui cin tentang
"sia-kiam muncul lagi" tadi, pesan ini sama dengan pesan Hoat-hai, suatu tanda bahwa di masa
lampau orang menyangka sia kiam sudah mati, tapi kenyataannya tidak mati melainkan hidup
terasing di Put-kui-kok ini.
Yu Wi lantas berdiri dan bertanya kepada si petani tua, "Mengapa sebelum ajal mereka minta
kusiarkan berita tentang dirimu yang belum mati ini?"
"Dari mana kutahu apa maksudnya?" jawab si petani tua dengan muka masam.
"Lotiang, jangan-jangan dahulu engkau terlalu banyak membunuh, maka siapa pun takut bila
kau masih hidup di dunia ini?"
"Memangnya kenapa kalau betul?" sahut si kakek dengan gusar.
"Lotiang," kata Yu Wipula, "Ketahuilah, di dunia ini tidak ada manusia yang mempunyai hobi
membunuh orang, hanya ilmu pedangmu yang telah menjurus kejalan sesat sehingga setiap kali
ada orang bertanding denganmu pasti kau bunuh."
"Hm, memangnya kau lagi bicara dengan siapa?" jengek si pak tani dengan mendongkol.
Yu Wi menguasai Hai-yan-kiam-hoat, maka pengetahuannya juga lebih tinggi daripada orang
biasa, pandangannya memang betul, sebab si pak tani ini suka membunuh orang karena jahatnya
ilmu pedangnya, maka dia bermaksud memberi nasihat padanya.
"Disini tidak ada orang lain lagi, dengan sendirinya kubicara dengan kau," kata Yu Wi. "Kuharap
selanjutnya jangan kau bunuh orang lagi. Hendaklah maklum akan hukum karma, sekarang kau
bunuh orang, kelak kau pun akan dibunuh orang."
"Hm, memangnya kau hendak mengajar diriku?" semprot si kakek dengan gusar.
"Cayhe tidak berani," jawab Yu Wi.
"Seumpama kau berani, paling-paling hanya kata-kata terakhir ini saja yang dapat kau
katakan," seru petani itu dengan tertawa. "Awas pedang"
Segera pedangnya menusuk. tapi sampai di tengah jalan mendadak ditarik kambali.
Yu Wi menyangka tenaga orang tua itu belum pulih, maka tak berani bertanding dengan
segera. Katanya, "Pertarungan kita ini sukar terhindar dari mengadu jiwa, Cayhe tahu sedikit ilmu
pedang, maka merasa tidak mampu mengalahkan Lotiang. Jika kumati di bawah pedangmu,
anggaplah aku ini cekak umur, tapi tetap hendak kunasihati dirimu, setelah kau bunuh diriku,
semoga untuk terakhir kalinya kau membunuh orang, selanjutnya asalkan tidak timbul hasratmu
untuk bertanding pedang dengan orang tentu pula kau takkan membunuh."
Petani tua itu diam saja, mendadak ia meraung tertahan, "Menyingkir"
Yu Wi heran oleh ucapan orang, tanpa terasa ia menuruti permintaannya dan menyingkir ke
samping. Ternyata di belakangnya tertaruh keranjang yang berisi ular berbisa tadi.
Dengan badan tampak gemetar petani tua itu melangkah maju, sampai di depan keranjang itu,
mendadak ia berlutut dan membuka tutup keranjang, dengan matanya yang tinggal satu ia incar
dasar keranjang, sekali meraih segera dicengkeramnya seekor ular welang yang berbisa jahat.
Cara menangkap ular si petani tua tampaknya sudah sangat biasa, gerakannya cepat dan jitu,
dengan tepat leher ular tercengkeram sehingga kepala ular tak bisa berkutik.
Gigi si kakek kedengaran gemertuk. jelas kelihatan orang tua ini mengidap semacam penyakit
aneh. Diam-diam Yu Wi berpikir, Jangan jangan dia harus makan ular berbisa itu barulah penyakit
yang diidapnya itu dapat ditahan?"
Dalam keadaan demikian bila Yu Wi mau membunuh kakek itu boleh dikatakan sangat mudah
sekali, namun Yu Wi tidak mau menyerang orang yang lagi susah.

Benarlah, segera dilihatnya petani tua itu menggigit kepala ular, lalu diganyang mentah-mentah
setelah makan kepala ular barulah menghela napas lalu gemetar tubuhnya tadi lantas berhenti,
keadaannya pulih seperti semula dan dapat berdiri
Yu Wi sudah apal membaca kitab pertabiban pian sik sin Bian, kini ilmu pertabibannya sudah
sangat tinggi. ia menggeleng kepala dan berkata kepada pak tani itu, "Caramu ini bukan cara yang
tepat. Penyakitmu harus disembuhkan sampai akarnya kalau cuma mengobati akibatnya saja
hanya akan menambah sengsaramu saja."
Kini rasa permusuhan petani tua itu terhadap Yu Wi sudah banyak berkurang, ia menyadari
bilamana anak muda itu mau membunuhnya tadi tentu semudah merogoh barang dalam sakunya
sendiri.
"Apa daya?" katanya kemudian dengan sedih "hanya dengan cara demikian barulah umurku
dapat diperpanjang, masih untung kudapat menggunakan cara menyerang racun dengan racun,
kalau tidak. sudah 20 tahun yang lalu kupergi menghadap Giam-lo-ong."
"Setiap hari kau makan ular?" tanya Yu Wi.
"Ya, terpaksa," jawab si kakek dengan menyesal, "Sehari tidak makan rasanya tidak tahan. Tadi
karena banyak mengeluarkan tenaga, maka telah kumakan seekor ular berbuntut merah, tapi
racun dalam tubuh kumat lagi, untung di dalam keranjang masih tersisa seekor ular welang, kalau
tidak. .... "
Sampai disini petani ini menghela napas denngan sangat berduka.
Yu Wi pikir cara hidupnya ini sungguh harus dikasihani, segera ia tanya,"Racun apakah yang
diidap Lotiang sehingga setiap hari harus makan ular berbisa?"
Petani tua itu menengadah, memandang langit lalu menjawab, "Racun nomor satu di dunia.
Kim-kiok hoa"
"Apa, Kim-kiok hoa?" seru Yu Wi kaget.
"Kau pun tahu Kim-kiok hoa?" tanya si kakek.
Yu Wi mengangguk, teringat olehnya cerita oh Ih-hoan, pemilik Pek po, yaitu tentang
kakeknya, Oh It-to, yang mati karena makan Kim- kiok hoa atau bunga seruni emas.
Ia menjadi sangsi jangan-jangan Kim-kiok hoa yang dimakan petani tua ini juga ada sangkutpautnya
dengan iblis bangsat It-teng alias Thio Giok-tin? Maka dengan suara keras ia tanya,
"Siapa yang meracuni Lotiang?"
"Thio Giok-tin" jawab sipetani tua dengan pedih dan gemas.
"Ternyata betul dia" gumam Yu Wi.
"Apakah kau kenal dia?" tanya si kakek.
"Kenal," jawab Yu Wi, "Kudengar dia pernah meracun mati jago nomor satu di dunia yang
bernama Oh It-to , . . . "
"Betul, tak tersangka anak muda seperti kau ini juga tahu peristiwa menarik di dunia persilatan
masa lampau. setelah Oh It-to diracun mati oleh Thio Giok-tin, beberapa tahun kemudian akulah
yang menjadi sasarannya .... "
"O, dia juga penujui ilmu pedangmu yang terkenal sebagai sia-kiam ini?" tanya Yu Wi.
Petani tua itu memandang Yu Wi sekejap. lalu berkata, "Dia memancing diriku dengan
kecantikannya, tapi ia tidak tahu bahwa aku Kwe siau-hong meski gemar membunuh orang. tapi
terhadap perempuan, biasanya tidak tertarik, beberapa kali dia menjebak diriku dan tidak berhasil,
maka timbul pikiran jahatnya untuk membunuh diriku. suatu hari, waktu dia menggoda diriku, dia
berkata padaku, 'siau-hong, aku sedemikian baik padamu, maukah kau mengajarkan ilmu
pedangmu padaku?'
“Aku bergelak tertawa dan menjawab Nona Thio, kau pancing diriku dengan kecantikanmu,
memangnya kau kira aku tidak tahu? Tapi selama ini seujung bulu romamu saja tidak kusentuh,
maka pikiranmu ingin belajar ilmu pedangku lekas dihapus saja. Seketika air mukanya berubah,
dengan genit dia mengancam. 'Jika tidak kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, biarlah sekarang
juga boleh kau bunuh diriku.'
“Tentu saja aku sangat gusar terhadap perempuan yang tidak tahu malu itu, kesucian
perempuan sama sekali tidak dihargai olehnya sendiri segera kulolos pedang dan berkata,
sekalipun kubunuh perempuan hina macam kau juga tidak menjadi soal.”

“Siapa tahu, dia sama sekali tidak mengelak atau menghindar sehingga dadanya tersayat duatiga
garis oleh pedang ku. Padahal selama hidupku tidak pernah membunuh orang perempuan,
tentu saja aku sangat menyesal.”
“Dengan alasan kejadian itu, dia tambah garang, katanya, Bagus, sudah menolak
permintaanku, malahan aku hendak kau bunuh pula. Tidak. pokoknya hari ini harus kau ajarkan
ilmu pedangmu padaku.”
“Dengan menyesal kujawab, 'soal belajar ilmu pedangku hendaklah selanjutnya jangan kau
pikirkan lagi. Biarlah kuajarkan semacam kungfu lain saja.”
“Dia tahu kungfuku yang paling lihai adalah ilmu pedang, kungfu lain boleh dikatakan tidak ada
artinya baginya. Maka dia berlagak ngambek dan berkata, Tidak. kuingin belajar ilmu pedangmu,
kalau tidak. harus kau bayar utangmu, harus kugores juga dua luka pada dadamu dan selanjutnya
akupun takkan merecoki kau lagi.”
“Kupikir permintaannva itu cukup adil, biarlah dadaku digores dua kali olehnya agar selanjutnya
aku tak direcoki lagi. segera kubuka bajuku dan berkata, Baiklah, boleh kau gores dadaku”
“Kuyakin kungfuku jauh lebih tinggi daripada dia, maka tidak takut akan terbunuh olehnva. Dia
tertawa genit dan berkata, 'Ai, kau begini cakap dan begini gagah. sungguh aku tidak tega melukai
kau., Habis berkata, sret-sret dua kali, dengan pelahan saja pedangnya menyayat dadaku."
"Wah, celaka" seru Yu Wi tanpa terasa.
"Celaka bagaimana?" tanya si kakek alias Kwe-siau-hong.
"Pedangnya beracun," kata Yu Wi. "Racun Kim kiok-hoa luar biasa jahatnya, sedikit terluka saja
racun segera meresap masuk dan membinasakan orang."
"Nyata kau lebih cerdik daripadaku," kata Kwe siau-hong dengan gegetun, "waktu itu tidak
terpikir olehku bahwa pedangnya beracun, malah kusangka dia sayang kepada kecakapanku,
maka hanya menyayat dadaku dengan pelahan saja."
"Hm, perempuan keji dan cabul seperti itu, sungguh hatinya terlebih berbisa dari pada ular,"
ucap Yu Wi dengan gemas.
Ia lantas teringat kepada kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-khek yang mengenaskan itu,
tanpa terasa air matanya bercucuran.
"Kaupun bermusuhan dengan dia?" tanya Kwe siau- hong.
Dengan suara penuh dendam Yu Wi berteriak "Ya, permusuhanku dengan dia setinggi langit,
biarpun dicuci dengan air empat samudera juga tidak bisa bersih."
"Sudah lebih 20 tahun tidak kulihat dia, kukira ilmu silatnya pasti jauh lebih tinggi daripada
dahulu," kata Kwe siau-hong. "Kau harus hati-hati jika ingin menuntut balas padanya. sayang tak
dapat kubantu kau, kalau dapat pasti kubantu kau "
"Masakah kau tidak ingin menuntut balas?" tanya Yu Wi heran-
"Aku mempunyai musuh lain yang lebih hebat melulu dia seorang saja sukar kuhadapi," tutur
Kwe siau-hong dengan gegetun. "Maka soal dendam kepada Thio Giok-tin terpaksa kusingkirkan
dulu ke samping."
"Memangnya siapa musuh mu yang lebih hebat itu?" tanya Yu Wi.
Kwe siau-hong menghela napas panjang, selang sejenak baru menjawab, "Coba dengarkan
lebih lanjut kisahku. setelah terjebak oleh muslihat keji Thio Giok-tin, dengan cepat racun pada
lukaku lantas bekerja, sungguh rasanya sangat menderita serupa digigit oleh beribu-ribu semut.
Aku terkejut dan berteriak. 'Hei, nona Thio, kau. . . .'
“Maka tertawalah Thio Giok-tin yang keji itu sembari terkekeh ia berucap. 'Nah, boleh
kaurasakan sekarang, apakah orang she Thio ini boleh sembarangan dibuat main-main? setiap apa
yang tidak dapat kuperoleh harus kumusnakan, pedangku beracun Kim-kiok hoa, maka boleh kau
tunggu kematianmu dengan pelahan-'
“Mukaku pucat demi mendengar istilah Kim kiok hoa, kutahu racun ini sangat jahat dan tidak
ada orang yang mampu menawarkannya, tapi aku tidak mau mati sia-sia, harus mati bersama dia,
tidak boleh terkabulkan keinginannya. Maka kulolos pedang dan melancarkan serangan kilat. ia
tidak menyangka setelah kukena racun jahat masih dapat membunuhnya, dengan gugup ia
menangkis, tapi waktu itu ia mana bisa menandingi diriku, apalagi kuserang dia dengan kalap.
hanya beberapa kali serangan sudah membuat dia kelabakan.”

“Kutahu jiwaku akan tamat selekasnya, tapi aku malah bergelak tertawa dan berseru,
'Hahaha,Thio Giok-tin, satu jiwa dibayar satu jiwa, aku tidak rugi Yang kupikirkan waktu itu hanya
membunuh dia untuk melampiaskan sakit hatiku, sama sekali tidak kurasakan kesakitan lukaku.'
Tampaknya usahaku membunuhnya hampir berhasiL siapa tahu mendadak muncul seorang
penolongnya...."
"Siapa dia?" tanya Yu Wi. Lamat-lamat ia dapat menerka siapa gerangan yang dimaksudkan.
"Siapa lagi, ialah musuh ku yang terlebih lihai itu," jawab Kwe siau-hong dengan menggreget.
Sebenarnya Yu Wi ingin tahu lebih jelas, tapi Kwe siau-hong tidak menjelaskan pula, ia
menyambung, "Begitu muncul orang itu lantas berseru, Berhenti, berhenti Ada urusan apa boleh
dibicarakan saja dengan baik-baik, Kutahu ajalku sudah dekat, kesempatan yang singkat dan
terakhir ini mana boleh kubuang percuma, seranganku tambah gencar, mendadak rambut Thio
Giok-tin kutabas putus, saking kejut dan takutnya Thio Giok-tin menjerit, 'Tolong'. Jeritan minta
tolong ini ternyata sangat manjur, semula orang itu hanya ingin melerai kami, sekarang dia tidak
ragu lagi, mendadak aku diserangnya. Tusukan pedangnya sungguh maha lihai, juga salahku
sendiri, lantaran terburu-buru ingin membalas dendam sehingga lupa menjaga diri, dalam sekejap
itu kurasakan mata kiriku kesakitan luar biasa...."
"Hahh" tanpa terasa Yu Wi berseru kaget. ia pikir, pantas hanya sebelah matanya yang
terbuka. kiranya mata kirinya buta tertusuk pedang Jelas permusuhan antara keduanya sukar
dihindarkan lagi.
"Kutahu lawan terlalu lihai, kupegang mata kiri yang terluka dan berlari sekuatnya dengan
menahan rasa sakit," demikian Kwe siau-hong menyambung ceritanya "Lari dan lari terus.
akhirnya aku kehabisan tenaga dan jatuh kelengar. Kupikir tamatlah riwayatku, sakit hati tak
terbalas, dendam tak terlampias, matipun penasaran"
"Tak terduga racun Kim-kiok hoa itu ternyata tidak menewaskan diriku, tahu-tahu aku sadar
kembali. begitu membuka mata segera kulihat seekor Pek poh-coa (ular seratus langkah) lagi
mengisap darah lukaku. seketika timbul kegeramanku, kupikir dasar binatang, aku sudah hampir
mati. tapi masih kau sakiti. Dengan gregetan kucengkeram leher ular itu, sekali gigit kuputuskan
kepala ular. Kupikir sebentar toh akan mati, boleh juga sekedar melampiaskan gemasku terhadap
seekor ular. Maka hanya beberapa kali kunyah saja kepala ular berbisa itu kulahap mentahmentah.
sungguh aneh bin ajaib, habis mengganyang kepala ular, bukannya tambah parah lukaku,
sebalknya racun Kim-kiok hoa malah terpunahkan mendadak. Hanya luka mata yang kesakitan
luar biasa. Diam-diam aku sangat girang, kukira kepala ular berbisa itulah obat penawar Kim-kiok
hoa yang paling mustajab. segera kumerangkak bangun dan membubuhi mataku dengan obat
luka, lalu kulari kembali kesana, ingin kutuntut balas kepada orang yang menusuk buta mataku
itu. sakit hatiku terhadap Thio Giok tin jadi terlupa malah, kupikir jika orang itu tidak ikut campur,
tentu sakit hatiku sudah terbalas. sekarang mataku buta, sakit hati tak terbalas, semua ini garagara
orang itu. Maka yang kupikir hanya dendamku kepada orang itu, kucari ke tempat semula,
tapi mereka sudah menghilang, sampai hari kedua, saking lelahnya kurasakan racun Kim-kiok hoa
mulai kumat lagi. Keparat. siksaan racun itu sungguh sulit ditahan, seketika aku merasa pintar,
dengan menahan sakit kucari dan berhasil lagi menangkap seekor ular kobra, hanya beberapa kali
gigit saja mengganyang pula kepala ular berbisa itu. Dengan demikian dapatlah kutemukan satu
cara menyerang racun dengan racun, tapi seterusnya setiap hari aku tidak boleh kekurangan
seekor ular berbisa. Meski setiap hari aku harus mencari ular berbisa sebagai obat, tapi hasratku
mencari musuh yang menusuk buta mataku itu tidak berkurang pada suatu hari dapat kudengar
bahwa orang itu bernama Lau Tiong-cu, terkenal sebagai tokoh top dunia persilatan jaman itu."
"oo" mendadak Yu Wi bersuara. Dalam hati pikir ternyata benar Toa suheng yang telah
menyelamatkan jiwa si Nikoh bangsat itu.
Kwe siau-hong menghela napas, lalu menutur pula. "Setelah kutahu siapa dia, hatiku menjadi
ngeri, kutahu sukar untuk menandingi Lau Tiong-cu, apalagi setelah keracunan, betapapun
kungfuku sudah terpengaruh dan tenaga berkurang. Kupikir membalas dendam bagi seorang lelaki
sejati tidak terbatas oleh waktu, biarlah sementara kukesampingkan dulu urusan balas dendam,
yang penting kucari suatu tempat yang sepi dan tenang untuk meyakinkan ilmu pedangku lebih
tinggi sekaligus memunahkan racun Kim-kiok hoa dalam tubuhku.”

"Pada suatu hari tiba-tiba kudengar berita yang tersiar luas, katanya aku telah terbunuh oleh
perempuan cabul Thio Giok-tin, kejadian ini sangat menyenangkan orang persilatan baik dari
kalangan Hok-to (hitam) maupun golongan Pek-to (putih). Tentu saja hampir meledak dadaku
saking gusarnya mendengar berita itu Kupikir perempuan she Thio itu sungguh tidak tahu malu,
dia anggap dapat membunuh diriku adalah suatu kejadian yang gemilang dan membanggakan,
maka disebarkanlah berita itu secara luas. makin kupikir makin sakit hatiku. sialnya, pada hari itu
juga terjadi pula kemalangan, ketika racun Kim-kiok hoa kumat. seekor ular saja sukar kucari,
saking gelisah aku jatuh tersungkur di tepi jalan dan pingsan. Untung jiwaku belum ditakdirkan
tamat. waktu siuman, kebetulan kutemukan Yap su-boh yang gemar piara ular berbisa itu lalu
disitu, maka kuminta diberi seekor ular kobra dan kulahap kepalanya sehingga jiwaku tertolong
pula.”
“Yap su boh tanya padaku sebab-musababnya kugemar makan kepala ular, sudah lama juga
dia kagum kepada namaku. Hendaklah maklum, waktu itu nama Yap su-boh belum menonjol
seperti sekarang dan jauh di bawahku. Maka sedapatnya dia membaiki diriku dan mengundang
aku kepulaunya untuk merawat luka dan meyakinkan ilmu pedang lebih tinggi, juga berjanji akan
memberi jatah ular berbisa secara gratis kepadaku. Kebetulan aku memang tidak mempunyal
tempat tujuan, maka kuikut dia ke pulau ini.”
“Sang waktu berlalu dengan cepat, sekejap saja sudah kutinggal di pulau ini hingga sekarang.
sejak mula sudah kutetapkan suatu peraturan keras, siapapun dilarang masuk ke lembah ini
kecuali pengantar ular berbisa bagiku. Beberapa tahun yang lalu, waktu Yap su-boh mengutus
orang mengantar ular, sekalian dia mengantarkan pula tiga jago pedang, katanya untuk dijadikan
lawan latihanku. Kau tahu hobiku adalah membunuh orang. sekarang ada orang sengaja
mengantarkan jago pedang untuk kubunuh, tentu saja kuterima dengan senang hati, maka selama
beberapa tahun ini sudah ada beberapa ratus orang menjadi korban pedangku,"
"Ai, jelas kau telah diperalat oleh Yap su-boh." ucap Yu Wi dengan gegetun.
"Memangnya kau kira aku tidak tahu?" sahut Kwe siau-hong dengan tertawa. "Ambisi Yap suboh
memang besar. ia ingin merajai dunia persilatan maka lebih dulu hendak dibabatnya Jit-taykiam-
pay, tokoh-tokoh ketujuh aliran besar itu harus dibunuhnya dengan cara bagaimana pun,
untuk itu dia sengaja mengalihkan dosanva padaku, tokoh-tokoh Jit-tay-kiam-pay yang terpancing
ke pulau ini dikirimnya kesini untuk kubunuh. Hah, masa aku takut? suruh bunuh lantas kubunuh,
peduli amat."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Dapatkah kau tidak membunuh?"
Dengan serius Kwe siau-hong bertanya, "Aku hanya tahu kau she Yu, entah siapa namamu,
bolehkah kau beritahukan padaku?"
"Cayhe bernama Wi," sahut si anak muda.
"Bolehkah kupanggil adik cilik padamu?"
Yu Wi mengangguk.
"Adik cilik." ucap Kwe siau-hong dengan gembira, "Antara kau dan aku ada kecocokan, pula...
pula kau sangat baik padaku."
"Mana aku berbuat baik padamu?" ujar Yu Wi.
"Hal ini, memang sukar kujelaskan."
"Kuminta padamu. dapatkah selanjutnya kau tidak membunuh orang lagi?"
Dengan tegas Kwe siau-hong menjawab, "Sedapatnya akan kusanggupi permintaanmu ini, tapi
tusukan pedang yang membutakan mataku, sakit hati ini tidak dapat tidak harus kubalas."
Melengak Yu Wi, segera ia berkata pula, "Racun yang mengeram dalam tubuhmu dapat
kubantu memunahkannya,"
Girang sekali Kwe siau hong, serunya, "Benar dapat kau bantu melenyapkan penderitaan yang
telah membelenggu diriku selama lebih 20 tahun ini?"
"Siaute mahir mengobati berbagai luka dan racun. tidak sulit untuk menawarkan racun jahat
dalam tubuhmu."
Saking kegirangan sampai Kwe siau- hong menitikkan air mata, dengan suara gemetar ia
berkata, "Terima kasih kepada Thian dan Te (langit dan bumi), tak tersangka pada suatu hari siauhong
bisa terhindar dari siksa derita . . .."

Diam-diam Yu Wi menghela napas, ia pikir selama 20-an tahun ini si kakek tentu sudah
kenyang disiksa oleh racun, setiap hari tak dapat hidup tenang, penderitaannya dapat
dibayangkan.
"Bilakah kita mulai pengobatan ini?" tanya siau-hong.
"Urusan jangan ditunda lagi, sekarang juga kumulai menawarkan racunmu "
"Biar kukubur dulu jenazah Kui-cin," kata siau- hong.
Dengan sujud ia mengangkat jenazah Kui-cin dan dicarikan suatu tempat yang baik, ia
menggali sebuah liang besar, lalu dengan hormat dibaringkannya Kui-cin di dalam liang kubur itu,
setelah sibuk dua-tiga jam barulah selesai pemakaman itu
Yu Wi hanya menonton saja di samping tanpa membantu, ia pikir kakek sudah membunuh
orang sekian banyak dilembah ini, mungkin baru pertama kali ini dia mengubur korbannya.
Perubahan ini menandakan pada dasarnya dia toh berhati bajik,
Yu Wi membiarkan orang sibuk sendirian, tujuannya supaya perasaan kakek itu bisa tenteram
dan merasa telah mengerjakan sesuatu yang baik,
Karena hari sudah mulai gelap. tidak leluasa untuk mengadakan penyembuhan, maka malam
itu dilewatkan tanpa terjadi apa pun.
Esok paginya Yu Wi memberi penyembuhan racun Kwe siau-hong dengan tusuk jarum emas,
terapi tusuk jarum emas cara Yu Wi ini paling mujarab untuk memunahkan racun dalam tubuh.
Boleh dikatakan jarang ada tabib yang mahir ilmu penyembuhan ini.
Lalu Yu Wi memberi minum pil penawar racun yang sudah tersedia, sampai hari ketiga, racun
yang mengidap dalam tubuh Kwe siau-hong telah dapat dipunahkan dan sembuhlah seluruhnya.
Hari ini semangat Kwe siau-hong tampak sangat segar, dengan berseri-seri ia berkata, "Adik
cilik. bahwa aku masih dapat sehat seperti sekarang. itu tanda Thian (Tuhan) Maha Pengasih.
selanjutnya Lokoko (kakak tua) berjanji takkan sembarang membunuh orang lagi."
Senang sekali dan terhibur hati Yu Wi, ia pikir daripada menghukum seorang jahat, akan lebih
baik jika dapat menyadarkannya. selanjutnya sia-kiam yang sangat ditakuti dalam Bu-lim sudah
hilang. sebaliknya telah bertambah dengan sebatang pedanng pembela keadilan.
"Adik cilik," kata siau hong pula, "kau telah menolong diriku dari neraka, budi kebaikanmu ini
cara bagaimana harus kubalas?"
"Cukup asalkan selanjutnya kau tidak membunuh orang baik, menumpas kejahatan dan
menolong kaum lemah, semua ini jauh lebih baik daripada membalas budi padaku."
Habis berkata, tiba-tiba Yu Wi mengeluarkan sebilah belati dan disodorkan kepada Kwe siauhong.
Tentu saja kakek itu merasa bingung, tanyanya, " Untuk apa pisau ini?"
"Siaute ingin mohon sesuatu padamu." kata Yu Wi.
"Jangankan satu. biarpun sepuluh urusan juga akan kuturut," jawab siau- hong tegas.
"Tapi, urusan ini mungkin sukar dilaksanakan olehmu," kata Yu Wi sambil menghela napas.
"Urusan apa? Apakah perlu membunuh orang? siapa yang harus dibunuh?" tanya Kwe siauhong.
"Asalkan adik cilik menganggap orang itu pantas dibunuh, kukira dosanya pasti tak
terampunkan Jika aku tidak berani turun tangan, biarlah aku bunuh diri saja."
"Untuk apa bersumpah, lekas tarik kembali," kata Yu Wi.
"Baik." jawab Kwe siau hong, "sekarang katakan, membunuh siapa?"
"Tidak membunuh siapa-siapa," kata Yu Wi sambil menuding mata kiri sendiri, "sekarang kau
gunakan pisau itu dan tusuk buta mataku ini. Cepat, takkan kusalahkan kau."
Saking kagetnya belati itu terlepas dari tangan Kwe siau-hong, air mukanya pucat, serunya
dengan tergegap. "He, ken . . . kenapa . . . ."
"Karena tidak tahu duduknya perkara, tanpa sengaja Toa supek telah merusak sebelah matamu
sehingga kau tersiksa selama 20 tahun ini, jelas sakit hatimu ini tidak bisa tidak harus dibalas,"
ucap Yu Wi dengan pedih. "Tapi usia Toasupek sekarang sudah sangat lanjut, isteri
kesayangannya juga sudah mati, dia tirakat didalam kuburan dan mendampingi jenazah isterinya
selama ini, maka janganlah kau tuntut balas padanya. Aku masih muda dan kuat, buta sebelah
tidak menjadi soal. supek ada kesusahan biarlah kutanggUng baginya. Nah, harap kau engkau
memenuhi permintuanku ini."

Kwe siau-hong jadi ingat si adik cilik telah memintanya jangan membunuh orang lagi,
permintaan ini sudah disanggupinya, tapi sakit hati tusukan yang membutakan matanya itu
dengan tegas telah dinyatakan tetap akan dibalas, sebab itulah adik cilik ini bertindak seperti
sekarang. Padahal adik cilik seolah-olah orang yang telah membuatnya hidup kembali dari neraka,
apakah dendam mata dibutakan ini masih tetap harus dituntut balas? Tapi kalau tidak menuntut
balas, untuk apa dia menahan siksa derita selama 20 tahun ini, bukankah lantaran ingin muncul
kembali di dunia Kangouw untuk menuntut balas?
Begitulah terjadi pertentangan batin antara budi dan dendam dalam hatinya, karena merasa
serba susah dan sukar dipecahkan, tak tahan lagi kakek itu menangis tergerung.
Dengan air mata bercucuran Yu Wi berkata, "Thio Giok-tin adalah sumoay Toasupek, sebelum
kejadian itu dia tidak tahu engkau keracunan, lebih-lebih tidak tahu Thio Giok-tin yang meracuni
dirimu. soalnya, kebetulan dia lewat di situ dan mempergoki kau hendak membunuh sumoay,
terpaksa dia ikut campur."
Yu Wi tidak menyaksikan kejadian itu, juga tidak didengar dari siapa-siapa, hanya dari
penuturan Kwa siau-hong tadi ia dapat meraba apa yang terjadi waktu itu, ia pikir Toasupek
adalah seorang yang berhati welas-asih, tidak mungkin dia membantu kejahatan, sebab Toasupek
lebih dulu sudah tahu Thio Giok-tin bukanlah orang baik.
Kejadian yang sesungguhnya memang juga begitu, jadi perkiraan Yu wi itu tidak salah
sedikitpun.
Begitulah anak muda itu berkata pula, "Tapi kesalahan itu sudah telanjur terjadi dan sukar
dikembali lagi, setelah Toasupek tahu duduknya perkara, menyesal pun sudah terlambat. Maka
sekarang biarlah aku yang menanggung kesalahan, tidak perlu kau ragu, tuntutlah sakit hatimu."
Kwe siau-hong mengangkat kepalanya, ia meraung kalap. "Tidak. Tidak. Mana boleh kutuntut
terhadap adik cilik yang berbudi kepadaku? jangan kau bicara lagi, aku akan mencari Lau Tiong-cu
untuk membikin perhitungan sendiri, aku tidak dapat mengalahkan dia, biarlah kumati saja
dibawah pedangnya."
Yu Wi mengusap air matanya dan berkata. "tidak dapat kau penuhi permintaanku ini?"
"Tidak. tidak boleh" seru Kwe siau-hong sambil menggeleng, "siapa yang hutang, dia yang
bayar..."
Mendadak Yu Wi menjemput pisau yang jatuh tadi dia melompat mundur, lalu berkata.
"Jika kau tidak tega turun tangan, biarlah kulakukan sendiri"
Habis berkata, mendadak ia angkat belati itu terus menikam mata kiri sendiri
Keruan Kwe siau-hong kaget. sekuat tenaga ia berteriak, "Berhenti"
Begitu keras suaranya sehingga menggetar lembah pegunungan itu, tanpa terasa Yu Wi
menghentikan gerak tangannya.
Kwe siau-hong tahu sukar mencegah tindakan nekat Yu Wi itu, segera ia bicara tegas dan pasti,
"Jika kau butakan mata sendiri, segera juga kumati di depanmu." Yu Wi jadi melengak. untuk
meredakan suasana, pelahan ia menurunkan belatinya.
"Sudahlah, boleh kau pergi saja," kata Kwe siau-hong kemudian dengan gegetun, "Kujanji
menghapuskan seluruh dendamku terhadap Lau Tiong-cu."
Sungguh terima kasih Yu Wi tak terhingga, dengan emosi ia berkata, "Atas nama Toasupek aku
mengucapkan terima kasih atas kemurahan hatimu, entah apa pula yang akan kau lakukan
selanjutnya?"
"Tidak lama lagi akupun akan meninggalkan lembah ini, biarlah kita bertemu lagi kelak di dunia
Kangouw," kata si kakek.
Yu Wi sangat menguatirkan keadaan Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan, ia memberi hormat
dan mohon diri
Dengan tulus hati Kwe siau-hong berpesan pula, "Mo-kui-to bukanlah tempat yang baik, jika
urusanmu selesai hendaklah lekas pergi saja."
"Kutahu" jawab Yu Wi. "setelah sesuatu urusanku selesai segera kutinggalkan pulau ini."
Habis berkata ia terus melangkah pergi. Belum jauh, mendadak Kwe Siau-hong berteriak
padanya, "Adik cilik"
"Ada apa?" tanya Yu Wi sambil menoleh.

Tapi Kwe siau-hong lantas menggoyang tangan dan berkata, "o, tidak apa-apa, semoga kelak
bila bertemu lagi janganlah kita melupakan hubungan hari ini"
Melengak Yu Wi, lamat-lamat ia merasa ada kata yang tidak enak, tapi mengenai urusan apa
sukar untuk dikatakan. setelah merandek sejenak. segera ia melangkah pergi pula dengan cepat.
Ia keluar lembah mengikuti jalan semula. Pertama kali yang dilihatnya adalah dimulut lembah
sudah berdiri dua orang, keduanya sama berbaju putih dengau rambut panjang berkibar tertiup
angin, keduanya sedang menatap kearah lembah dengan penuh rasa cemas.
Satu di antaranya melihat Yu Wi lebih dulu, serentak ia berteriak. "Itu dia, sudah keluar, sudah
keluar....."
Segera Yu Wi dapat mehhatnya yang berseru itu ialah Yap Jing, yang berdiri di sampingnya
ialah Kan Hoay-soan. "Toako, Toako". . . ." Kan Hoay-soan juga berteriak-teriak.
Mendengar suara Kan Hoay-soan yang sehat itu, Yu Wi sangat girang, ia berlari mendekati dan
menggenggam erat tangannya yang putih mulus itu, dengan gembira ia menyapa, "Moaymoay.
sudah sembuh panyakitmu?"
"Sudah," jawab Kan Hoay-soan dengan menunduk malu.
Melihat itu, Yu Wi melepaskan tangannya dan berkata, "Betapapun aku ini Toako palsu dan
tidak leluasa bertindak."
"Kau . . .kau masih. . . masih tetap Toakoku . . . ." ucap Kan Hoay-soan dengan tetap
menunduk.
"Untuk apa kau berdiri disini?" tanya Yu Wi.
"Enci Jing yang membawaku kesini. . . ." pelahan Kan Hoay-soan mengangkat kepalanya dan
memandang Yap Jing sekejap.
Baru sekarang Yu Wi memandang kearah Yap Jing dan menegur dengan tertawa, "Yap-siocia,
baik-baikkah kau?"
"Baik, kau pun baik," jawab Yap Jing, mendadak air matanya bercucuran-Yu Wi jadi melengak.
Didengarnya Kan Hoay-soan berkata, "Enci bilang dapat menunggu Toako disini, katanya sudah
dua hari kau masuk kelembah sana dan tidak diketahui mati atau hidupmu. Karena kuatir, maka
kami menunggu di sini, sudah dua hari dua malam kami menunggu ..."
Dengan senyuman yang dipaksakan Yap Jing berkata, "Dan sekarang sudah tidak perlu tunggu
akupun boleh pergi, silakan kalian bicaralah." Habis berkata ia lantas membalik tubuh dan
melangkah pergi dengan gemulai.
Yu Wi sangat terharu, ia tahu hanya Yap Jing saja yang mengetahui dirinya masuk ke Put-kuikok.
sekarang dia menunggu disini dengan penuh perhatian atas keselamatannya, tapi setelah dia
keluar, menyapa saja tidak lantas bicara melulu dengan Kan Hoay-soan, pantaslah kalau nona
berduka.
Tanpa terasa Yu Wi lantas mempercepat langkahnya dan menyusul kesana, serunya, "Yapsiocia
aku harus berterima kasih padamu. ..."
Dengan air mata masih meleleh dipipinya Yap Jing berkata, "Maukah kau tidak menyebut siocia
padaku?"
"Jing-ji ..." cepat Yu Wi ganti sebutan.
Maka tertawalah Yap Jing, ucapnya. "Toako Boleh kah kupanggil demikian padamu?"
"Boleh, tentu saja boleh, asalkan kau suka," jawab Yu Wi cepat.
Dengan wajah cerah Yap Jing lantas bertutur. "Begitu kumohon kepada ayah, segera ayah
menyembuhkan penyakit adik soan"
Kan Hoay-soan mendekati mereka, katanya, "Aku seperti mengalami mimpi panjang, begitu
sadar, keadaan sudah berubah sama sekali...."
"Bagaimana keadaan Thian-ti-hu sekarang?" tanya Yu Wi.
"Thian-ti-hu sudah bubar, ibu meninggal Jiko (kakak kedua) juga tewas .. . . "
"Siapa yang membunuh mereka?" tanya Yu Wi dengan gemas.
Dengan pedih Kan Hoay-soan menggeleng kepala, tuturnya, "Toako yang membunuh mereka.
Toako yang membunuhnya, kusaksikan dengan mataku sendiri . . . ."
"Keji amat" desis Yu Wi dengan penuh benci.

"Meski ibu kurang baik terhadap Toako, seharusnya Toako tidak pantas sekejam itu," kata
Hoay-soan dengan menangis. "Tidak. seterusnya tidak kuakui dia lagi sebagai Toako. Jiko yang
tidak berdosa juga dibunuhnya."
"Dan bagaimana dengan calon isterinya?" tanya Yu Wi.
"Entah, aku tidak tahu," jawab Hoay-soan. "Tapi kepandaian Lau-cici sangat tinggi, tentu tidak
berhalangan. Hari itu kusaksikan sendiri ibu dan Jiko dibunuh olehnya tanpa bisa melawan . . .."
Diam-diam Yu Wi menghela napas gegetun, pikirnya, "Sebelumnya mereka sudah disihir oleh
Yap su-boh mana bisa melakukan perlawanan."
Didengarnya Kan Hoay-soan menyambung ceritanya, "Waktu itu aku jadi melenggong kaget,
samar-samar kulihat seorang siucai mendekati diriku, menatap padaku sambil menyapa, 'Nona
Hoay-soan, dimanakah hatimu?' Tanpa terasa kujawab, 'Hatiku? Ya, dimanakah hatiku?' siucai itu
berkata 'Hatimu sudah hilang ....' Mendengar ucapan ini, benakku serasa mendengung, lalu
kehilangan ingatan dan baru sadar kembali dua hari yang lalu."
"Siucai itu ialah ayahku," kata Yap Jing dengan menyesal, "Sekarang dia telah menyadarkan
kau lagi, maukah kau maafkan dia?"
Hoay-soan menjawab dengan sendu, "Aku tidak tahu apakah mesti memaafkan dia atau tidak.
Yang pasti enci Jing sangat baik padaku, aku sangat berterima kasih padamu."
Bagian 23
Yu Wi tidak melihat Khing-kiok ikut datang. cepat ia tanya, "Dan di manakah Khing-kiok?"
Yap Jing menunduk dan tidak menjawab.
"Katakan padaku, di manakah dia?" desak Yu Wi dengan suara keras.
Dengan ragu Yap Jing menjawab, "Waktu kumohon agar ayah mau menyembuhkan adik Soan.
ayah bilang satu jiwa ganti satu jiwa, Yu-kongcu telah menyelamatkan jiwamu, maka ayah juga
cuma menolong adik perempuannya sebagai balas budinya. mengenai perempuan satunya lagi,
tanpa alasan dia ikut torobosan ke Mo-kui-to sini, dia harus dihukum mati. Kukuatir bila kau keluar
dari Put-kui-kok dan kupergok ayah, maka kutunggu di sini. Sekarang lekas . . . lekas kau bawa
adik Soan dan berangkat saja, sudah kusediakan kapal. . . ."
"Dan adik Kiok sudah mati atau tidak?" tanya Yu Wi dengan berduka.
"Entah, sejak kemarin dulu tidak kulihat dia lagi," jawab Yap Jing. Mendadak Yu Wi berlari pergi
secepat terbang.
"He, Toako hendak ke mana?" teriak Yap Jing kaget,
"Cari ayahmu, akan kutanyai dia," sahut Yu Wi sambil menoleh. Dan hanya sekejap saja sudah
menghilang dikejauhan.
Saking cemasnya hampir saja Yap Jing jatuh kelengar.
Yu Wi terus lari kedepan tanpa arah tujuan, dalam hati ia menierit, "Yap Su-boh, kau berani
membunuh adik Kiok. pasti akan kubeset kulitmu dan kumakan dagingmu . . ."
Dia lari secepat terbang, waktu penjaga pulau melihatnya dan bermaksud menghalanginya, tapi
cepat Yu Wi pukul dan tendang, siapapun tak dapat menahannya.
Tidak lama kemudian, dilihatnya di depan sana ada sederetan bangunan megah, Yu Wi pikir
pasti disitulah Yap su-boh bertempat tinggal. Tanpa peduli betul atau tidak tempat yang dituju,
segera ia menerjang ke dalam.
Setelah masuk kedalam gedung megah itu, ia mencari kamar yang paling besar, terus
menerjang masuk. di dalam masih ada sebuah pintu yang tertutup rapat, sekali hantam ia bikin
pintu terpentang, lalu melangkah masuk sambil berteriak. "YapSu-boh . . . Yap su-boh. .
Mendadak dirasakannya kamar bagian dalam ini adalah kamar orang perempuan, sebuah meja
rias tepat berada diujung sana menghadap pintu. Di depan meja rias berduduk seorang gadis
berbaju kembang dan sedang bercermin. Yu Wi tahu telah kesasar, segera ia hendak putar balik
dan keluar.
Gadis berbaju kembang itu dapat melihatnya melalui cermin, cepat ia membalik tubuh dan
berteriak, "Aha. akhirnya kau datang juga"

Gadis ini ternyata sangat cantik, bahkan lebih cantik dari pada Yap Jing, tapi tidak dikenalnya,
cepat Yu Wi berkata, "O, maaf"
Waktu ia putar tubuh hendak melangkah pergi, tahu-tahu di depan pintu sudah berdiri dua
orang berjajar dan merintangi jalannya.
Mendadak gadis berbaju kembang di belakangnya menangis dan menjerit, "O, kau tega
meninggalkan diriku lagi?"
Yu Wi kenal kedua orang yang mencegatnya ini, mereka adalah kedua Koksu atau imam negara
kerajaan Iwu, yaitu kedua Goan bersaudara yang mahir ilmu sihir itu.
Goan su-cong menjengek "Hm, jalan menuju surga tidak kau tempuh, neraka tak berpintu
justeru kau masuki. Kita bertemu lagi di sini, anak muda"
"Lantaran sok ikut campur urusan, akhirnya mendatangkan bencana bagi diri sendiri ..."
sambung Goan su-bin seperti bertembang.
Kata-kata ini dahulu pernah diucapkan mereka ketika Yu Wi menyelamatkan Jit-ceng-mo di
negeri Turki, mendengar kata-kata ini, timbul semacam perasaan tidak enak dalam hati Yu Wi,
diam-diam ia membatin antara kedua orang ini tentu ada dendam kesumat yang sangat dalam
dengan Jit ceng-mo.
Didengarnya Goan su cang berkata pula. "siau-cu. coba kau berpaling"
Yu Wi mundur ke samping, dapatlah dilihatnya si gadis berbaju kembang tadi sedang menangis
dengan sedih, keadaannya seperti kurang waras. Ia menjadi heran, pikirnya, "Aneh, sungguh aneh
Hakikatnya aku tidak kenal dia, mengapa dia menangis sesedih ini karena hendak kutingggal
pergi?"
Terdengar gadis baju kembang itu menangis sambil berseru, "Kau telah menipu perasaaaku,
telah tipu tubuhku, dan sumpah setia sehidup semati di masa lampau itu sudah kau lupakan
begitu saja?.... sekarang kau mau pergi lagi begitu saja? Tidak. tidak boleh jadi. hari ini pasti tidak
kubiarkan kau pergi...."
Tentu saja Yu Wi merasa bingung oleh kata-kata itu.
"Nah, sudah lihat jelas tidak?" jengek Goan su-cong.
Yu Wi menggeleng kepala dan berkata, "selama ini belum pernah kulihat nona ini, dia
mengoceh tidak keruan, jangan-jangan dia tidak waras?"
"Asalkan kau tahu saja bahwa dia tidak waras," ucap Goan su-cong.
"Apa artinya ini?" Yu wi merasa bingung.
"Kau tidak kenal Kongcu (Tuan puteri) kami, begitu bukan?" tanya Goan su-cong.
"Oo, jadi dia inilah Kongcu, kakak Yap Jing?" tanya Yu Wi terkesiap.
"Kau tidak kenal Kongcu kami, tapi dahulu Jit ceng-mo yang kau selamatkan cukup kenal
padanya, bahkan sangat intim."
Maka pahamlah Yu Wi akan duduknya perkara, pikirnya, Jangan-jangan orang yang bersumpah
setia dengan nona ini adalah salah seorang diantara jit-ceng-mo itu. Padahal watak Jit-ceng-mo itu
masing-masing berlainan dan sangat aneh, mana bisa menyukai nona ini dengan sepenuh hati,
tanpa sengaja kumasuk ke sini dan disangkanya aku ini kekasihnya di masa lalu telah kembali."
Berpikir sampai disini, ia menghela napas dan berkata, "Jit-ceng-mo sudah mati lima orang,
apabila di masa lampau ada perbuatan mereka yang tidak pantas terhadap nona ini, anggaplah
sudah selesai. Ai, di dunia ini, soal cinta memang tidak dapat dipaksakan."
"Hm, dianggap selesai?" jengek Goan su-cong, "Masakah ada urusan seenak itu? Memangnya
puteri Tocu kami boleh dipermainkan sesuka hati orang? Biarpun Jit-ceng-mo sudah mati lima,
masih tersisa dua orang, siapakah mereka?"
"Hubungan ketujuh orang itu sebaik saudara sekandung, rasa duka mereka dapat dibayangkan
setelah kematian lima orang saudaranya, masakah kalian tetap tidak mau mengampuni kedua
orang yang masih hidup itu."
"Kau menaruh simpati kepada mereka, tapi tidak bersimpati terhadap Kongcu kami?" kata Goan
su-cong sambil menuding gadis berbaju kembang itu, lalu sambungnya. "Coba lihat, anak
perempuan secantik ini, sekarang dia berubah menjadi tidak waras begini. Dahulu adalah kami
juga yang mengiringi Kongcu pesiar kedunia Kangouw, tak tersangka dapat bertemu dengan ciang
Ti yang pintar mengoceh itu sehingga hati Kongcu tercuri...."

Yu Wi pikir pantaslah jika Ciang Ti yang membuat nona cantik ini sampai tergila-gila dan
akhirnya kurang waras.
Ciang Ti berjuluk "Ai-mo", iblis cinta, wataknya memang pencinta, setiap anak perempuan yang
ditemuinya pasti disukainya. Apalagi anak perempuan secantik bidadari seperti kakak Yap Jing ini,
tentu saja dikejarnya.
Begitulah dengan suara penuh emosi Goan su-cong berkata pula, "Sejak kecil Kongcu kami
jarang keluar rumah, untuk pertama kali pula dia meninggalkan Mo-kui-to dan pesiar kedunia
Kangouw, tentu saja dia masih hijau dan tidak tahu betapa kejam dan jahatnya dunia ini. Bahwa
Ciang Ti jatuh cinta kepada Kongcu dan mengubernya, hal ini menyangkut urusan pribadi, tentu
saja kami tidak berani merintangi kehendak Kongcu. Akan tetapi Ciang Ti ternyata tega menipu
cinta seorang anak perempuan yang suci bersih, setelah tubuh Kongcu yang suci tertipu, lalu
ditinggal pergi, padahal betapa artinya kesucian seorang gadis, setelah cukup
mempermainkannya, lalu kabur begitu saja ... ."
Diam-diam Yu Wi piklr Ciang Ti bukanlah manusia demikian, meski wataknya suka kepada gadis
cantik, tapi bukanlah manusia rendah yang suka merusak kesucian gadis.
"Kongcu tidak dapat melupakan orang yang dicintainya untuk pertama kali, dia masih terus
mencarinya, akhirnya dapatlah diketemukan, tapi tahukah kau apa yang diucapkan Jit-ceng-mo
terhadap Kongcu?"
Yu Wi diam saja, ia pikir apa yang diucapkan Jit-ceng-mo pasti kata-kata yang tidak senonoh.
Didengarnya Goan su-cong menyambung pula dengan gemas. "Masih kuingat dengan jelas,
bangsat Kat Hin itu mengejek Kongcu kami, katanya Bu-dak yang tidak tahu malu, untuk apa kau
cari kami? Mau mencari laki kan tidak perlu nekat seperti ini, ditengah jalan tidak kekurangan
lelaki, seretlah satu kan beres Kami sudah biasa pergi datang dengan bebas, siapa pun tidak dapat
mengikat kami. Untuk apa kau budak busuk ini mengikuti kami? Lekas pergi, lekas enyah. Coba
kaupikir, kata-kata begitu apakah pantas, tentu saja Kongcu sangat gusar, ia tertawa keras, sejak
itu pikirannya lantas abnormal. Kasihan sampai sekarang penyakitnya belum lagi sembuh, setiap
kali melihat orang asing lantas disangka kekasihnya telah kembali. . . ."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu "ok-mo" Kat Hin si iblis jahat, memang paling
anti orang perempuan, hanya dia saja yang tega mengucapkan kata-kata yang menusuk perasaan
begitu Ia jadi teringat kepada kejadian di Kim-san dahulu, di mana dia telah menyusup ke dalam
kemah Puteri Hana dari kerajaan wu untuk menghindari pencarian musuh, kebetulan Ciang Ti
menaksir kecantikan Hana dan menggodanya ke kemah sang Puteri. Tapi Kat Hin menyusul ke situ
serta mengucapkan kata-kata kotor terhadap Hana sehingga membuat hati sang Puteri tertusuk
dan berduka.
"Sebenarnya waktu itu kami hanya minta Ciang Ti mau mengubah pendiriannya, lalu kamipun
takkan mengusut lebih lanjut persoalannya," tutur pula Goansu cong. "Biar kami laporkan kepada
Tocu agar mengawinkan Kongcu dengan ciang Ti, maka segala urusan pun akan beres. Namun
kata-kata Kat Hin itu terlalu menusuk perasaan, kami harus menghajar adat padanya .Jit-ceng-mo
ternyata cuma bernama kosong, harya beberepa gebrak saja mereka sudah roboh oleh ilmu tidur
kami, kami patahkan tulang kaki mereka satu persatu, kemudian baru disadarkan. Kami tidak
berani melukai mereka terlalu parah mengingat Kongcu, maka sesudah membikin sadar mereka,
kami membujuk lagi agar Ciang Ti mau mendampingi Kongcu sebagai pertanggungan jawab
terhadap apa yang telah dilakukannya. Tak terduga. mungkin juga nasib mereka memang lagi
mujur, kebetulan ada angkatan tua perguruan mereka lewat di situ sehingga mereka ditolong
pergi. Tiada jalan lain, terpaksa kami membawa pulang Kongcu yang sudah linglung ini. Untung
Tocu tidak marah besar, kami hanya diperingatkan saja agar selanjutnya harus lebih hati-hati. Tapi
meski tidak mendapat hukuman apapun, hati kami merasa tidak tenteram melihat keadaan
Kongcu yang setiap hari hanya menangis dan ribut belaka. Maka kami lantas meninggalkan pulau
ini dan menyingkir jauh ke negeri Iwu. Berkat maksud baik raja Iwu, kami diangat sebagai Koksu,
lambat-laun urusan Kongcu pun terlupakan, siapa tahu, kami tidak menuntut balas lagi kepada Jitceng-
mo yang membikin susah Kongcu, mereka berbalik mencari kami hendak membalas dendam
dipatahkannya kaki mereka. Mereka mengira sudah berhasil meyakinkan semacam barisan
sehingga tidak gentar lagi kepada ilmu sihir kami, tapi akhirnya mereka tetap kami tundukkan,
tatkala mana kami mengira sakit hati Kongcu pasti akan terbalas ."

Hanya sedikit ucapan Goan su-cong merandek. segera Goan su-bin menyambung, "Tapi
mendadak muncul seorang bocah macam kau ini yang ingin membela ketidak adilan segala, sudah
kami katakan, kau tetap tidak mau menurut dan ingin tahu ada permusuhan apa antara kami,
memangnya kau kira dengan leluasa dapat kami ceritakan kejadian yang mencemarkan nama baik
Kongcu itu? Makanya sebelum kita berpisah dahulu pernah kukatakan bahwa barang siapa suka
ikut campur urus an, akhirnya pasti akan celaka sendiri, dan sekarang bolehlah kau terima
ganjaranmu akibat tindakanmu," kata Goan su-cong.
Yu Wi terburu-buru ingin mencari tahu di mana beradanya lim Khing kiok. maka ia pegang
gagang pedang dan bertanya, "Habis kalian mau apa?" suaranya tegas dan gagah, sikapnya
menantang.
Kedua Goan bersaudara itu sudah merasa kan lihaynya Yu Wi, mereka merasa bukan tandingan
anak muda itu, maka mereka rada gentar dan menyurut mundur.
"Lekas menyingkir" bentak Yu Wi segera, "Aku ada urusan penting, bila berani merintangi
jalanku, pedangku tidak kenal ampun."
Pada saat itulah mendadak nona berbaju kembang tadi berhenti menangis dan mendakati Yu
Wi. katanya dengaa air mata meleleh, "Jangan kau pergi Tidak boleh kau tinggalkan lagi diriku . ."
Bicara sampai di sini, mendadak ia mengeluarkan sepotong sapu tangan terus dilemparkan kearah
Yu Wi.
Semula Yu Wi mengira si nona mengambil sapu tangan untuk mengusap air mata, sama sekali
tak terduga bahwa seorang gadis linglung bisa main tipu. Ketika ia menyadari gelagat tidak enak
tiba-tiba sudah terendus bau harum aneh menyambar tiba bersama sapu tangan itu seketika
kepala terasa pusing, langit seperti berputar dan bumi terbalik, "bluk", ia jatuh terkapar.
Segera nona baju kembang itu memondong Yu Wi yang sudah tidak sadar itu, katanya dengan
tertawa, "Hihi, selaanjutnya kau takkan meninggalkan diriku lagi."
Sama sekali ia tidak menghiraukan kedua Goan bersaudara yang masih berada di situ, dengan
mesra ia taruh Yu Wi di tempat tidurnya, lalu dikeluarkannya seutas tali yang halus dan panjang.
Dengan cara yang trampil dan apal sekali ia ikat kaki dan tangan Yu Wi dan diberi ikatan mati di
sana sini. Dengan demikian biarpun nanti Yu Wi siuman juga sukar bergerak kalau tali yang hitam
gilap itu tidak diputus lebih dulu.
Tiba-tiba Goan su-cong melangkah maju dan berkata, "Kongcu, orang ini bukan ciang Ti,
serahkan saja kepada hamba untuk diselesaikan."
"Siapa bilang dia bukan ciang Ti?" jawab sang Puteri, "sekalipun dia menjadi abu juga kukenal
dia. Hm, siapa kau, lekas pergi, jangan mengganggu kami."
Diam-diam Goausu-cong menghela napas, ia pikir penyakit sang Puteri sungguh sudah terlalu
parah, benar-benar tidak waras lagi.
Nona baju kembang lantas membentang selimut dan ditutupkan pada badan Yu Wi, lalu ia
sendiri membuka baju luar terus menyusup ke dalam selimut, tidur di samping Yu Wi.
Meski dia menyuruh enyah Goan su-cong, tapi kedua Goan bersaudara tidak pergi dan masih
berdiri disitu. Mereka lagi mencari akal cara membikin sang Kongcu mau percaya bahwa Yu Wi itu
bukanlah Ciang Ti yang dirindukannya itu.
Dilihatnya sang Puteri setengah berbaring dan bertopang dagu dengan tangan kanan, dengan
penuh kasih mesra ia pandang Yu Wi seolah-olah didalam kamar tiada orang lain kecuali mereka
berdua saja.
Setelah dipandang sejenak. tiba-tiba ia tertawa katanya, "Eh, kenapa kau hanya tidur melulu,
masa tidak mengajak bicara padaku?"
Karena terbius oleh bau harum sapu tangan si nona, seketika Yu Wi tidak dapat sadar. Tapi
nona itu agaknya lupa pada kejadian itu, disangkanya Yu Wi sudah tidur dan tidak mau bicara
padanya.
Maka nona itu mengguncang-guncangkan pundak Yu Wi dan berseru pula, "He, bangun,
bangun, bicaralah denganku"
Sampai sekian lama ia goyang-goyangkan tubuh Yu Wi dan anak muda itu tetep diam saja
kelopak matanya bergerak sedikit saja tidak.
Mendadak si nona menangis pula, katanya dengan tersendat, "o, tampaknya kau tidak cinta lagi
padaku, maka tidak sudi bicara denganku. Padahal dahulu setiap hari kau bilang mencintai diriku

dengan segenap jiwa raga mu, kau puji kecantikanku yang lebih molek daripada bidadari. Tapi
kenapa sekarang kau tidak bicara sepatah pun."
Makin menangis makin berduka, dia masih terus menggoyangi pundak Yu Wi, katanya pula,
"Ayolah, katakanlah bahwa kau tetap cinta padaku. mau?"
Tiba-tiba Goan su-cong menyela, "Kongcu, dia bukan ciang Ti. makanya tak dapat menyatakan
cintanya padamu. Apabila dia Ciang Ti, tentu sudah dikatakannya sejak tadi."
Sang puteri berhenti menangis dan termangu-mangu memandangi Yu Wi, mendadak ia
menjerit "Haya" Yu Wi terus didorongnya kebawah tempat tidur, serunya dengan sedih. "Betul,
betul, kau bukan dia... bukan dia,..."
Lalu ia menjatuhkan diri ditempat tidur sambil mendekap mukanya, ratapnya dengan sedih, "o,
dia takkan kembali lagi, takkan kembali lagi Dia telah meninggalkan diriku."
Ia menangis terus dan akhirnya, mungkin terlalu lelah, tertidurlah dia. Malahan dalam tidurnya
air matanya masih terus bercucuran.
Melihat keadaan sang Kongcu yang sebentar tertawa dan lain saat menangis, Goan su-cong
tahu peyakit gilanya tidaklah ringan. Ia pikir apabila dulu dia membawa pulang kepala Jit-ceng mo
dan diperlihatkan kepada sang puteri, mungkin sakit rindunya akan sembuh dan tidak perlu
tergila-gila lagi kepada orang yang sudah mati.
Hal itu mestinya dapat dilaksanakannya apabila dahulu Yu Wi tidak ikut campur, dan sekarang
sakit hati sang Kongcu tidak terbalas, sebaliknya penyakit gilanya bertambah parah. makin dipikir
makin gemas, mendadak ia depak Yu Wi satu kali.
"Untuk melampiaskan dendam kita, biarlah kita buang dia kelaut saja untuk umpan ikan," kata
Coan su-bin
Goan su-cong pikir usul saudaranya itu cukup bagus, segera ia menjawab, "Baik, marilah kita
buang dia kelaut,"
Segera Goan su-bin mendahului menyeret tubuh Yu Wi dan dibawa pergi.
Tapi baru sampai diambang pintu, kebetulan kapergok Yap Jing yang baru menyusul tiba.
Lantaran lari nona itu lebih lambat, ditengah jalan dia harus mencari keterangan pula, maka baru
sekarang dia menyusul kesini.
Sekali pandang Yap Jing lantas melihat Yu Wi dalam keadaan tak sadar, dengan kuatir ia tanya,
"Bagaimana dia?"
"Apakah Kuncu tanya orang ini?" jawab Goan su-bin sambil menuding Yu Wi,
Dengan maka masam Yap Jing mendamperat, "Dengan sendirinya dia, memangnya masih ada
orang lain?"
Cepat Goan su-cong mendekat dan memberi hormat, katanya, "Orang ini adalah musuh besar
Kongcu, tadi Kongcu merobohkan dia dengan Bi-hun-kin (sapu tangan berobat bius) dan
meringkusnya, sekarang kami disuruh membuangnya kelaut,"
"Hm, memangnya kalian anggap diriku ini anak kecil yang dapat ditipu?" jengek Yap Jing.
"Pikiran cici tidak jernih, mana bisa dia menyuruh kalian membuangnya kelaut? Apalagi, apakah
kalian tahu siapa orang ini?"
Goan su-cong sangat licin, melihat gelagat jelek. sedapatnya ia mengelakkan tanggung jawab,
sahutnya, "Meski pikiran Kongcu tidak jernih, tapi beliau benar-benar menyuruh kami
membuangnya ke laut. soal siapa dia, yang jelas kami tahu dia adalah musuh Kongcu."
"Masakah kalian tidak tahu dia adalah tamu agung ayah, penolong jiwaku?" kata Yap Jing.
Cepat Goan Su-cong menggeleng kepala dan berkata, "Tidak tahu, hamba tidak tahu. Kami
baru pulang kemarin, keadaan disini tidak terlalu jelas."
"Kalau tidak tahu tidaklah bersalah," ujar Yap Jing. Lalu ia pelototi Goan su-bin dan mengomel,
"Untuk apa lagi kau pegang dia?"
Cepat Goan su-bin menurunkan Yu Wi. Maklumlah, Yap su-boh hanya mempunyai dua anak
perempuan dan dimanjakan sejak kecil, tiada seorang penghuni pulau ini berani membangkang
perintah mereka.
Yap Jing lantas menjengek lagi, "Baiklah, tidak ada urusan kalian lagi, lekas pergi" Kedua Goan
bersaudara tidak berani tanya pula, cepat mereka mengundurkan diri

Segera Kan Hoay-soan memburu maju dan mengangkat Yu Wi, dilihatnya anak muda itu tidak
sadarkan diri, kaki dan tangannya juga terikat tali. Dengan kuatir ia berkata. "Enci Jing, coba kau
periksa dia."
"Dia tak sadar karena terbius Bi-hun-hiang, tidak berhalangan, sebentar lagi akan siuman
sendiri," kata Yap Jing. "Hanya saja. . . ."
"Hanya apa?" tanya Hoay-soan dengan cemas.
"Tali yang mengikat kaki dan tangannya itulah tidak dapat dibuka," kata Yap Jing.
Kan Hoay-soan tidak percaya, ia mengeluarkan pisau kecil dan coba memotong tali itu. Tapi
meski sudah disayat-sayat tetap tidak putus. Ia pikir tali sekecil ini mustahil tak bisa dipotong
putus?
Ia coba memotong dengan lebih keras, "krek”, bukannya tali itu putus, sebaliknya pisaunya
yang patah. Tali kecil itu sedikitpun tidak tergurat.
Kan Hoay-soan memandang kian kemari, lalu tanya, "Adakah gunting?"
"Sudahlah, tidak perlu repot, percuma," kata Yap Jing. "Sekalipun golok pusaka atau pedang
wasiat juga sukar memutusnya."
Hoay-soan membuang pisau patah dan berusaha membuka tali itu menurut ikatannya, sampai
mandi keringat dia sibuk mencari jalan ikatan tali, tapi satu saja tidak mau terlepas.
"Sudahlah, ikatan tali ini hanya ayahku saja yang dapat membukanya di dunia ini, meski cici
pernah belajar juga dari ayah, tapi sekarang pikirannya tidak jernih, mungkin iapun tidak sanggup
membukanya," kata Yap Jing dengan gegetun. "Jika demikian, lekas kau cari dan minta tolong
ayahmu" seru Hoay-soan cemas.
"Mana boleh kucari ayah? Ayah sudah menyatakan akan membunuhnya, jika mengantar dia
ketempat ayah, sama halnya mengantarkan kematiannya."
"Habis bagaimana?" seru Hoay soan dengan gelisah.
"Yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan dia dengan meningalkan pulau ini," kata
Yap Jing. "Adik soan, angkatlah dia dan ikut padaku." Tapi mendadak suara seorang menanggapi.
"Mau dibawa ke mana?"
Yap Jing berteriak kaget dengan suara rada gemetar, "Hah, ay... ayah... untuk apa ayah datang
kemari?...."
Di depan pintu kamar itu muncul seorang lelaki setengah umur dengan wajah putih dan
berdandan sebagai seorang siucai (cendekia), katanya, " Untuk apa kau datang ke sini, untuk itu
pula ayahmu datang kemari,"
Yap Jing lantas menghadang didepan Hoay-soan, ia kuatir ayahnya menyerobot Yu Wi untuk
dibunuh.
Dengan polos Hoay-soan menimpali ucapan mereka, "Kami datang kesini untuk menolong
Toako, apakah engkau juga hendak menolongnya?"
Siucai itu memang penguasa Mo-kui-to atau Pulau Hantu, Yap su-boh, dengan tertawa ia
berkata, "Lekas serah kan Toakomu kepadaku."
Memandangi sorot mata Yap su-boh, seketika pikiran Hoay-soan seperti kabur, rasanya
mengantuk dan segera bermaksud menyodorkan Yu Wi,
Cepat Yap Jing mendahului memegang tubuh Yu Wi dan menyurut mundur, pintanya dengan
sangat, "Ayah,jangan kau bunuh dia, apapun juga dia adalah tuan penolong jiwa puterimu. jika
ayah mau bunuh boleh bunuh diriku saja." Yap su-boh tampak marah. "Memangnya dia begitu
penting bagimu?"
"Utang budi harus tahu balas," jawab Yap Jing "Jika ayah membunuhnya, anak yang berdosa."
"Siapa bilang hendak kubunuh dia?"
"Kata ayah sendiri," jawab Yap Jing.
"Ayah menyatakan pulau ini dilarang didatangi siapa pun tanpa izin ayah. Padahal
kedatangannya ini adalah atas prakarsa anak."
"Takkan kubunuh dia, lekas kau serahkan dia padaku," kata Yap su-boh. "Apakah pantas
seorang gadis memondong tubuh seorang lelaki yang baru dikenal?"
Yap Jing kenal watak sang ayah yang menganggap kecil soal membunuh orang, maka dia tetap
kuatir, ia menyurut mundur lagi dua tindak dan berkata, "Tidak. tidak Ayah menipuku, tak dapat
kuberikan."

Yap su-boh menjadi gusar karena anak perempuannya tidak menurut perintahnya, bentaknya
"Ayo serahkan, apakah kaupun minta dihajar?"
Mendadak Yap Jing berlutut dan menangis, "Boleh ayah bunuh saja diriku ini, sejak kecil anak
tidak beribu, tidak pernah disayang orang, hidup bagiku juga tidak ada artinya. . . ."
Mendengar anak perempuannya menyinggung ibunya yang sudah meninggal, Yap su-boh jad.
berduka, katanya, "Ai, watakmu yang keras serupa dengan ibumu. sudahlah, nak. aku tidak akan
membunuh dia. Coba kaupikir, dia dapat keluar lagi dari Put-kui-kok dengan selamat, mungkinkah
kubunuh dia?"
Yap Jing berhenti menangis, katanya dengan tersenyum girang, "Ah. memang betul, kenapa
aku lupa. Dia dapat kembali dari Put-kui-kok. tentu ayah takkan membunuhnya." Habis berkata ia
lantas menyerahkan Yu Wi kepada sang ayah.
Kiranya Yap su-boh sangat gemar meyakinkan ilmu silat, boleh dikatakan keranjingan terhadap
setiap macam kungfu. Apabila dia mengetahui kungfu seseorang sangat tinggi, dia lantas berlaku
sangat hormat padanya. seperti halnya Kwe siau-hong, lantaran ilmu pedangnya sangat lihai,
maka tanpa syarat ia memberi tempat tinggal di Put ku-kok dan dipenuhi segala kebutuhannya.
padahal Kwe siau-hong terkenal suka membunuh orang, tapi sekarang sudah tiga hari Yu Wi
masuk ke lembah sana dan dapat keluar lagi dengan selamat, hal ini menandakan kungfu anak
muda ini lebih kuat daripada Kwe siau-hong sehingga tidak sampai terbunuh.
Seorang yang berilmu silat lebih tinggi daripada Kwe siau-hong, terang akan diperlakukan
sebagai tamu terhormat oleh sang ayah, mana mungkin akan dibunuhnya? Terpikir hal ini, Yap
Jing lantas tidak kuatir lagi.
Setelah Yap su-boh memegang tubuh Yu Wi dan terlihat jelas wajahnya, iapun terkejut dan
berguman, "Ehm, ternyata benar sangat mirip. mirip sekali"
"Kau bilang apa, Ayah? Apa yang mirip?" tanya Yap Jing.
Dengan terheran-heran Yap su-boh berkata, "Kan ciau-bu bilang muka anak muda ini sangat
mirip dengan dia, Liok Ban-lan juga melaporkan padaku akan kemiripan mereka. Tadinya aku tidak
percaya, setelah melihatnya sekarang barulah kupercaya didunia ini memang ada manusia yang
berwajah semirip ini."
Liok Ban-lan adalah si kakek gagah, kapten kapal yang membawa mereka ke pulau ini, yaitu
sang Toako dari ke-12 tokoh terkemuka Mo-kui-to.
Tatkala Yap Jing meninggalkan Mo-kui-to untuk mencari pengobatan pada su Put-ku, pada
waktu itulah Kan ciau-bu berkunjung ke Pulau Hantu ini, sebab itulah si nona tidak tahu di dunia
ini ada seorang lain yang berwajah sama dengan Yu Wi. maka ia lantas tanya lagi, "Mirip siapa.
ayah? siapa yang serupa dengan dia?"
"Kau tidak kenal dia," tutur Yap su-boh. "orang itu adalah majikan Thian-ti-hu, namanya Kan
Ciau-bu."
Mendadak Hoay-soan berteriak. "Tidak. dia bukan majikan Thian-ti-hu, dia bukan lagi pemilik
Thian-ti-hu "
Suaranya sangat memilukan dan juga sangat gemas seperti bara membakar dadanya dan
hendak meledak.
Yap su-boh mendengus, "Hm, Kan Cia u-bu adalah Toakomu, ahli-waris satu-satunya, sebagai
adiknya masakah tidak kau akui?"
Dengan menangis Kan Hoay-soau menjawab, "Dia membunuh ibuku, membunuh Jikoku, aku
tidak .... tidak lagi mengakui dia . . . ."
"Sungguh budak yang tidak tahu diri," damperat Yap su-boh, "Percuma Kan Ciau bu sayang
padamu. Tempo hari Ciau-bu hanya membunuh ibu tirinya yang juga bermaksud membunuhnya,
lalu membinasakan saudaranya yang ingin merebut harta kekayaan Thian-ti-hu, hanya kau saja
dikecualikan lantaran sehari-hari dia memang sayang padamu. Masakah kau sendiri tidak tahu hal
ini?"
"Siapa minta disayang olehnya?" teriak Hoay soan dengan gusar. "Tidak nanti kumaafkan
perbuatannya itu juga kau, ya kau. kaulah yang membantunya membunuh seluruh anggota
keluargaku."

Dari malu Yap su-boh menjadi gusar, damperatnya pula, "Budak busuk. berani kau bersikap
kasar padaku, harus kuberitahu rasa padamu." segera ia melangkah maju dan hendak
menggampar muka Kan Hoay-soan.
Tapi Yap Jing segera memburu maju sehingga tamparan Yap su-boh tidak mengenai Kan Hoaysoan.
sebaliknya mengenai pipi Yap Jing, seketika muka nona itu timbul lima jalur merah bekas
jari.
"Siapa suruh kau menghadangnya, lekas menyingkir" bentak Yap su-boh dengan gusar.
"Tia (ayah), jangan lupa, engkau sudah menyatakan takkan membikin susah dia," kata Yap
Jing.
Kiranya Yap su- boh sudah berjanji akan mengendalikan kejernihan pikiran Kan Hoan-soan dan
menyatakan pasti takkan mengganggu seujung rambut nona itu sebagai balas budinya kepada Yu
Wi yang telah menolong Yap Jing.
Apa yang pernah dikatakannya tentu saja tak bisa lupa, maka Yap su-boh menjadi rikuh, ia
tarik kembali tangannya dan bertanya, "Anak Jing, tanpa sengaja ayah salah memukul kau, sakit
tidak?"
"Tidak. tidak sakit," jawab Yap Jing sambil menggeleng, "Sekalipun terpukul sakit juga pantas
seorang ayah memukul anaknya."
Yap su-boh memandangi kaki dan tangan Yu Wi yang terikat tali itu, tanyanya, "Apakah ikatan
tali ini dilakukan oleh Cicimu?"
"Poh-liong-soh (tali pengikat naga) adalah semacamm kepandaian khas di dunia ini, ayah hanya
mengajarkan kungfu ini kepada Cici, kecuali dia siapa lagi yang mampu mengikatnya?" jawab Yap
Jing.
"Ai, anak Pek tidak waras pikirannya, tapi tidak lupa pada ilmu mengikat tali ini, sungguh harus
dipuji." ujar Yap su-boh dengan gegetun.
"Sakit Cici sudah sekian lama dan tidak kelihatan ada perbaikan, apakah ayah akan membiarkan
keadaan cici seterusnya?" kata Yap Jing.
Yap su-boh menggeleng dengan menyesal, "Selama hidup ayahmu mempelajari ilmu pembetot
sukma, akibatnya sakit gila anak perempuan sendiri toh tidak mampu menyembuhkannya.Janganjangan
inilah hukuman Tuhan sebagai pembalasanku?"
"Penyakit gila Cici bukanlah karena ilmu sihir segala, sebab itulah ayah tidak dapat
menyembuhkan dia," kata Yap Jing. "Penyakit ini harus diobati oleh orang yang mahir ilmu
pertabiban. Anak kenal satu orang yang pasti dapat menyembuhkan penyakit Cici."
"Siapa yang kau masudkan?" tanya Yap Su-boh. "Jika dia dapat menyembuhkan anak Pek.
tentu aku akan memberi hadiah besar padanya."
Yap Jing menuding Yu Wi dan berkata, "Ialah dia ini. Bahwa dia dapat menyembuhkan penyakit
anak yang sudah parah, ilmu pertabibannya sungguh tiada bandingannya didunia ini. Lekas ayah
menyadarkan dia dan membuka tali pengikatnya, lalu minta dia mengobati Cici."
Yap Su-boh tampak ragu, katanya kemudian, "Dia pingsan oleh Bi-hun-hiang kakakmu sehingga
tidak sulit untuk menyadarkan dia. Tapi tali ini sementara ini tidak boleh dibuka."
"Memangnya kenapa?" tanya Yap Jing gelisah.
---------------------
= Bagaimana nasib Yu Wi? Dapatkah Yap Jing membujuk sang ayah membebaskan anak muda
itu.
= Kemana perginya Lim Khing-kiok, apakah dibawa lari Kan Ciau-bu? Baca lah Jilid selanjutnya
-----------------
"Kan Ciau-bu bilang ilmu silatnya sangat tinggi, wataknya juga tidak cocok dengan kaum kita,
bila kulepaskan dia mungkin akan merugikan kita sendiri, maka untuk sementara ini harus
dipertimbangkan tentang kebebasannya dan tidak boleh sembarangan bertindak."
"Masa ayah sedemikian percaya kepada ocehan Kan Ciau-bu?" tanya Yap Jing sedih.
"Aku cukup kenal Kan Ciau-bu yang pintar dan cekatan itu, keterangannya tidak boleh tidak
dipercaya," tutur Yap su-boh. "Bila bocah she Yu ini kita lepaskan, kalau harimau sudah pulang
kegunung, hendak menangkapnya agi tentu amat sukar."

"Ayah," tanya Yap Jing tiba-tiba, "sudahkah engkau menyelidiki siapa kah yang membocorkan
rahasia letak pulau kita sehingga menimbulkan gabungan Jit-tay-kiam-pay beramai-ramai hendak
menghadapi kita?"
Yap su-boh berkerut kening, katanya, "Banyak anggota jit-tay-kiam-pay dipancing ke sini, hal
ini hanya diketahui oleh ke-12 tokoh pengawal kita. Padahal mereka semua sangat setia padaku,
sungguh akupun tidak habis mengerti siapakah yang telah berkhianat."
"Apakah Kan Ciau-bu tahu kejadian ini?" tanya Yap Jing.
"Pernah kuceritakan padanya apa yang terjadi ini," tutur Yap su- boh, "Dia mempunyai hasrat
yang sama seperti diriku untuk merajai dunia persilatan. maka tidak kututupi kejadian ini. Thian-tihu
masih mempunyai pengaruh cukup besar di dunia persilatan, ayah bermaksud memperalat dia,
agar dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk memperluas pengaruh kita."
"Hm, ayah ingin memperalat dia, memangnya dia tak dapat memperalat ayah?" jengek Yap
jing. "Menurut pendapatku, yang membocorkan rahasia letak pulau kita ini pasti dia. Inilah tipu
'nongkrong di atas gunung menonton pertarungan harimau', kemudian dia yang akan menarik
keuntungannya...."
"Hus, jangan sembarangan omong," bentak Yap su-boh "dia bukan orang macam demikian."
Yap Jing tidak peduli peringatan sang ayah, ia menyambung pula, "Dia juga ingin merajai dunia
persilaian, mana mungkin dia memberi tempat kepada ayah. Apabila nanti antara jit-tay-kiam-pay
dan pihak Mo-kui-to sudah saling gempur hingga hancur lebur bersama, lalu jadilah dunia ini
miliknya . . . ."
"Suruh kau jangan sembarangan omong, kenapa omong lagi?" bentak Yap su-boh pula dengan
gusar.
Walaupun demikian. dalam hati lamat-lamat iapun merasakan ucapan anak perempuannya itu
cukup beralasan.
"Dari pada ayah percaya padanya, kan lebih baik percaya saja kepada Yu-toako," ucap Yap Jing
dengan sendu. "Betapapun dia jauh lebih polos dan jujur dari pada Kan ciau-bu."
"Tidak." bela Yap su-boh, "tidak nanti kusalah menilai orang, Kan ciau-bu pasti takkan menjual
diriku. Apa lagi sudah kubantu dia mengangkangi seluruh harta milik Thian-ti-hu, selama hidupnya
pasti berterima kasih padaku."
Yap Jing pikir biasanya sang ayah banyak tipu akalnya, mengapa dapat mempercayai manusia
semacam Kan ciau-bu, jangan-jangan orang she Kan itu pintar putar lidah sehingga ayah dapat
dikelabui dan percaya penuh padanya.
Setelah berpikir, kemudian nona itu berkata pula, "Tapi jelas Kan ciau-bu itu manusia tak
berbudi, demi mendapatkan warisan, dia tidak segan membunuh ibu dan saudara tirinya. Manusia
kotor dan keji begini, segala tindakan busuk dapat diperbuatnya, maka ayah perlu hati-hati
menghadapi dia."
Hati Yap su-boh semakin kacau, ia mengomel, "Sudahlah, budak mampus, jangan banyak
bicara lagi." .
Mendadak Yap Jing mendapat suatu firasat, katanya pula, "Tapi, ayah, menurut dugaan anak.
kepergian Kan ciau-bu sekali ini pasti akan datang lagi dengan membawa tokoh ketujuh aliran
besar untuk menggempur pulau kita . . . ."
Hati Yap su-boh terkesiap. diam-diam ia membatin, "Ya, sudah tiga hari Kan ciau-bu pergi dari
sini, jangan-jangan benar dia akan mengajak ketujuh aliran besar untuk menyerbu ke sini,
betapapun hal ini harus kupikirkan."
Tapi ia lantas menghibur dirinya sendiri, "Ah, kukira tidak mungkin dia berbuat begitu, dia
hutang budi padaku, tidak nanti membalas air susu dengan air tuba."
Baru bicara sampai disini, mendadak kedua Goan bersaudara berlari masuk dan memberi lapor.
"Wah, Tocu, ada tiga buah kapal cepat sedang meluncur ke tempat kita"
Air muka Yap su-boh berubah seketika, cepat ia tanya, "Apakah kapal dagang?"
"Bukan," tutur Goan su-cong. "Badan kapal tidak banyak terbenam kedalam air, jelas bukan
kapal dagang yang memuat barang."
"Bagaimana keadaan di atas kapal?" tanya Yap Jing.
"Pada haluan setiap kapal itu berdiri tujuh lelaki kekar dengan pakaian ringkas, terdiri dari
macam-macam orang, ada yang berdandan sebagai Tosu, ada juga Hwesio . . . ."

"Nah, apa kataku, ayah, sekarang sudah terbukti bukan?" kata Yap Jing dengan gegetun. "Jelas
Kan Ciau-bu yang mengundang datang jago ketujuh aliran besar, setiap kelompok itu terdiri dari
tujuh orang, itulah Jit-sing-tin yang telah mereka latih dengan baik untuk menghadapi kita."
Saking gusar Yap su-boh lantas tertawa malah, serunya, "Ha ha, bagus Bocah itu benar-benar
telah menjual diriku."
Sembari bicara ia sodorkan Yu Wi kepada Goan su-cong, lalu berkata pula, "Kurung dulu dia,
setelah musuh kita halau baru kita tanyai dia."
"Ayah," seru Yap Jing dengan kuatir, "jit-sing-tin mereka sangat lihai, akan lebih baik jika Yutoako
disadarkan dan minta bantuannya."
Yap su-boh melenggong sejenak. katanya kemudian sambil menggeleng, "Tidak. orang ini pasti
tidak mau membantuku, apalagi Jit-sing-tin juga belum pasti dapat membikin susah diriku"
Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang. Yap Jing merasa kuatir, cepat ia menyusul
sang ayah.
Kedua Goan bersaudara saling memberi tanda. mendadak mereka melompat keluar kamar,
berbareng pintu yang besar dan berat itu ditutup.
Kan Hoay-soan agak terlambat, dengan gelisah ia berteriak, "Buka pintu, buka pintu"
"Setelah musuh kami halau tentu akan kami bebaskan kau," seru Goan su-cong sambil bergelak
tertawa diluar.
"Kemana Toakoku akan kalian bawa?" teriak Hoay-soan sambil meng gedor pintu.
Namun tidak ada jawaban diluar. kedua Goan bersaudara sudah pergi. Beberapa jam
kemudian, kekuatan obat bius buyar sendiri dan Yu Wi telah sadar, ia melihat dirinya berbaring di
suatu tempat tidur dekat dinding, cepat ia meronta bangun, tapi diketahuinya tangan dan kaki
sendiri terikat dengan erat.
Sekuatnya ia meronta, sekarang tenaga kedua lengan Yu Wi sudah luar biasa, akan tetapi tali
warna hitam gilap yang mengikat kaki dan tangannya tidak kendur sedikitpun, waktu ia pentang
sekuatnya, tali kecil sebesar sumpit itu sampai ambles kedalam kulit dagingnya dan tali itu tetap
tidak mau putus.
Yu Wi tidak berani meronta lagi, kuatir otot tulang sendiri mengalami cedera. ia heran, "Terbuat
dari bahan apakah tali kecil ini, mengapa begini ulet? Kalau aku punya pisau tentu urusan akan
beres."
Tapi setelah dipikir lagi, diam-diam ia menggeleng dan membatin "Tapi percuma juga meski
ada pisau, jelas tali ini tidak mempan dipotong dengan pisau."
Hendaklah diketahui bahwa tenaga kedua lengan Yu Wi jauh lebih kuat daripada cara
memotong tali dengan pisau, kalau rontakkannya tidak dapat membikin tali itu putus, jelas pisau
juga tiada gunanya.
Waktu ia periksa ikatan tali itu, dilihatnya tali yang diikat mati itu sangat rajin dan rapat
sehingga sukar dimengerti cara bagaimana mengikatnya.
Teringat kepada keselamatan Lim Khing-kiok. tanpa terasa Yu Wi berguman sendiri, "Ai,
bagaimana baiknya sekarang. Apabila terjadi apa-apa atas diri adik Kiok. siapa yang akan
menolongnya?"
Tiba-tiba dari kamar sebelah ada suara seorang perempuan menegurnya, "He, siapa itu yang
dikamar sebelah? Rasanya sudah kukenal suaranya?"
Yu Wi sendiri juga merasakan kenal suara orang perempuan ini, segera ia balas bertanya,
"Engkau sendiri siapa?"
Agaknya perempuan itu merasa kurang senang,jawabnya, "Tidak perlu kubicara dengan kau."
Yu Wi merasa geli, ia pikir, "Kau sendiri yang tegur diriku lebih dulu, tidak mau bicara juga
tidak menjadi soal."
Ia coba memejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga lebih kuat serta memikirkan cara
untuk membuka ikatan tali itu. setelah direnungkan, akhirnya ia menarik kesimpulan kalau tidak
menemukan senjata pusaka jelas tidak dapat memotong tali ini, dan kalau tali ini tidak putus, jelas
dirinya tidak mampu meninggalkan kamar tahanan yang tidak ada benda lain kecuali sebuah
tempat tidur doang.

Setelah tepekur sejenak pula, mau-tak-mau teringat lagi olehnya akan keselamatan Lim Khingkiok.
gumamnya pula, "Apabila adik Kiok jadi dicelakai, pasti akan kubunuh Yap su-boh untuk
membalas sakit hatinya . . . ."
Tiba-tiba perempuan di sebelah bertanya pula, "He, ada permusuhan apa antara kau dengan
Yap su-boh?"
Yu Wi tidak mau bicara dengan penghuni Mo-kui-to, maka dia tidak menjawabnya, ia hanya
duduk termenung.
Selang sejenak, perempuan itu menghela napas dan bertanya lagi, "He, jangan-jangan kau pun
orang tawanan didalam penjara ini?"
"Masa tempat ini penjara?" tanya Yu wi.
"Jika kau tidak percaya, boleh coba kau raba dindingnya," kata perempuan itu.
Segera Yu Wi meraba dinding dan merasa keras dingin, baru sekarang diketahuinya kamar ini
bukanlah kamar biasa melainkan terbuat dari dinding besi. Ia pikir, sekalipun dinding baja juga
tidak dapat mengurung diriku asalkan tali pengikat tangan dan kakiku ini dapat kubuka.
Didengarnya perempuan tadi berkata pula, "Tadi kusangka kau ini penjaga penjara, maka tidak
sudi kusebutkan namaku, tak terduga kita adalah tawanan yang senasib."
"Mengapa Yap su-boh mengurung seorang perempuan semacam kau di penjara berdinding besi
seperti ini?" tanya Yu Wi.
Perempuan itu menghela napas, katanya, "Dia menahan diriku sebagai sandera untuk memeras
uang tebusan dari ayahku."
Yu Wi merasa ragu, sebagai penguasa pulau, jelas Yap su-boh tidak terlalu memandang soal
keuangan, ia coba tanya pula, "Apakah ayahmu sangat kaya?"
"Sebagai seorang raja, sudah barang tentu ayahku kaya raya," jawab perempuan itu.
"Raja?" seru Yu Wi terkejut. seketika teringatlah olehnya siapa perempuan ini, cepat ia
berteriak, "He, engkau adalah Hana, puteri kerajaan Iwu. Pantas rasanya sudah kukenal betul
suaramu."
Selagi Yu Wi hendak memberitahukan siapa dirinya, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan
masuklah seorang siucai setengah baya, melihat sikapnya yang gagah itu secara naluri Yu Wi
lantas tahu orang pasti Yap su-boh adanya.
Yap su-boh mendekatinya dan duduk ditepi pembaringan, katanya, "Yu kongcu, tahukah kau
siapa diriku?"
Yu Wi tidak menjawab, tapi lantas balas bertanya, "Tocu, di manakah adik Kiok. Lim Khingkiok?"
"Dia sudah ikut pergi bersama Kan ciau-bu, "jawab Yap su-boh. "Waktu dia melihat Ciau-bu,
disangkanya Ciau-bu adalah dirimu, maka tanpa sangsi dia ikut pergi bersamanya."
Seketika Yu Wi melenggong, timbul macam-macam perasaan yang sukar dilukiskan.
Yap su-boh berkata pula, “Jika sebelumnya kutahu bagaimana kepribadian Kan ciau-bu, tentu
tidak kubiarkan nona itu dibawa pergi olehnya."
"O, memangnya ada apa? Dalam hal apa Kan ciau-bu kurang benar?" tanya Yu Wi. "Tadi baru
saja terjadi pertempuran sengit dipulau ini. . . ."
Belum habis Yap su-boh menutur, otak Yu Wi yang cerdik itu segera tahu apa yang terjadi,
selanya, "Yang menyerbu kemari itu apakah orang. ketujuh aliran besar?"
Yap su-boh terkejut, ia heran anak muda yang terkurung di dalam penjara ini mengapa tahu
apa yang terjadi di luar, apakah mungkin sebelumnya orang sudah tahu pihak Jit-tay-kiam-pay
akan menyerbu Mo-kui-to?
"Dari mana kau tahu?" demikian ia tanya.
Dengan dingin Yu Wi menjawab, "Bukan saja kutahu, bahkan dapat kupastikan bahwa
kedatangan mereka adalah atas petunjuk Kan ciau-bu."
Yap su-boh menggeleng, katanya, "Tapi Kan ciau-bu itu tidak termasuk di antara para penyerbu
itu."
"Masakah dia begitu bodoh?" kata Yu Wi. "Cukup baginya memberitahukan arah berlayar
kepada pihak ketujuh aliran besar itu Apabila dia ikut kemari berarti dia kurang cerdik. Dia justeru
tinggal jauh disana dan menunggu berita tentang babak-belurnya kedua pihak."

Dengan gegetun Yap su-boh berkata, "Pandanganmu ternyata sama dengan anak Jing, kalian
sama tahu ambisi Kan ciau-bu yang besar itu, hanya akulah yang sudah lamur sehingga tidak
menyadari permainan kotornya. Ai, sungguh tidak punya perasaan orang she Kan itu, sudah
kubantu dia menguasai Thian-ti-hu, tidak pantas dia bertindak demikian padaku."
Tanpa sungkan Yu Wi mendengus, "Hm, ini namanya senjata makan tuan. merasakan akibat
perbuatannya sendiri Memangnya kau kira dengan membantu dia dengan membunuh ibu dan adik
tirinya sendiri, lalu dia akan berterima kasih padamu untuk selamanya. Tak kau pikir bagaimna bila
dosanya membunuh ibu dan adik sendiri itu sampai diketahui orang luar, jika sehari dia tidak
membunuh kau, jelas sehari pula hatinya takkan tenteram."
Yap su-boh terbahak-bahak. katanya, "Bagus sekali caci-makimu, senjata makan tuan, memang
betul senjata makan tuan dan merasakan akibat perbuatan sendiri" Ia merandek sejenak. lalu
berkata pula, "Tapi intriknya telah gagal total, meski pihak Jit-tay-kiam-pay telah datang tujuh kali
sembilan atau 63 orang, namun semuanya musnah kalau tidak tertawan ya terbunuh, pulau ini
tidak terganggu sedikitpun."
"Tapi setelah kelompok ini akan menyusul lagi kelompok yang lain, anak Jit-tay-kiam-pay
tersebar disegenap pelosok dunia ini, selanjutnya Mo-kui-to pasti tidak pernah aman lagi,"jengek
Yu Wi.
"Hm, kepulauan ini sangat strategis, jika pihak Jit-tay-kiam-pay berani datang lagi, muncul satu
bunuh satu, datang dua bunuh sepasang" teriak Yap su-boh.
"Ah, kukira tidak semudah itu," kata Yu Wi. "Jit-kiam-pay sudah berhasil menciptakan Jit-singtin,
tidaklah gampang hendak kau bunuh habis mereka."
Yap su-boh terbahak, katanya, "Huh, apa artinya Jit-sing-tin bagiku? sekali ini mereka datang
sembilan barisan Jit-sing-tin dan seluruhnya ada 63 orang, tapi semuanya diluncurkan dalam
waktu satu-dua jam saja."
Yu Wi sendiri sudah menyaksikan Jit-sing-tin, ia tahu barisan bintang tujuh itu sangat lihay dan
berbeda dari pada barisan tempur umumnya, diam-diam ia menduga sekalipun pihak Mo kui-to
berhasil menghancurkan para penyerbu, tentu dipihak sendiri juga mengalami banyak kerugian."
"Dan bagaimana dengan kerugian pihak kalian dalam pertempuran tadi?" demikian ia tanya.
Seketika Yap su-boh tidak menjawab,"Jelas tidak sedikit anak buahnya yang menjadi korban"
Kesan Yu Wi terhadap Yap su-boh sangat buruk, maka dia sengaja berkata lagi, "Untung yang
datang cuma 63 orang, jika beberapa ratus orang apakah Tocu merasa mampu menghalau
mereka?"
Yap su-boh berdiri termenung dengan pikiran kacau.
Bagian 25
Yu Wi lantas berkata lagi, "Jit-sing-tin ditentukan oleh kekuatan manusia, makin lihay peserta
barisan tempur itu, makin kuat daya serangnya. Kedatangan pihak Jit-kiam-pay sekali ini mungkin
tergesa-gesa sehingga tidak ada persiapan yang sempurna, lain kali jika para ketua Jit-kiam-pay
itu datang sendiri, tentu jit-sing-tin yang akan Tocu hadapi juga tidak sama dengan Jit-sing-tin
tadi."
Yap Su-boh tampak kehilangan wibawa, ia menghela napas dan berkata, "Ya, memang betul.
apabila Jit-kiam-pay datang lagi, tentu jit-sing-tin mereka tidak sama lagi dengan barisan tadi.
Bahkan tadi kalau tidak dibantu seorang, tentu kerugian pulau kami akan bertambah berat."
"Siapa orang yang membantu kalian, apakah Kwe Siau-hong?" tanya Yu Wi.
"Bukan," jawab Yap Su-boh sambil menggeleng, "Kwe Siau-hong jauh mengasingkan diri di Putkui-
kok dan tidak pernah keluar dari lembah itu barang selangkah pun- Tabiatku gemar belajar
ilmu silat, beberapa kali kuminta belajar ilmu pedang padanya, tapi dia menjawab selama saklt
hatinya belum terbalas, selama hidup dia tidak akan bicara tentang ilmu pedang."
"Habis siapa yang membantu pihak kalian?" tanya Yu Wi pula. Ia pikir selain Kwe Siau-hong
siapa lagi yang mampu membantu pihak Mo-kui-to mengalahkan barisan bintang tujuh Jit-taykiam-
pay?
"Orang yang membantuku itu adalah seorang perempuan aneh. ilmu silatnya bahkan di atas
Kwe siau-hong?" tutur Yap su- boh.

"Ilmu silatnya di atas Kwe siau-hong?" Yu Wi mengulangi perkataan itu seperti bergumam.
"Bahkan seorang perempuan?"
Sambil memandangi Yu Wi yang penuh rasa sangsi itu, Yap su- boh berkata pula dengan
tertawa. "Kukira perempuan aneh itu mungkin sudah kau kenal."
"Kukenal dia? Hah, siapa dia, lekas katakan" tanya Yu Wi cepat.
Yap su-boh jadi melengak malah,jawabnya sambil menggeleng, "Entah, akupun tidak tahu
siapa dia?"
Yu Wi mendongkol, katanya, "Jika kau tidak tahu siapa dia, mengapa kau bilang mungkin
kukenal dia?"
"Sebab . . . sebab wajahnya mirip dengan kau, maka kukira kau kenal dia," ujar Yap su-boh.
Yu Wi berseru kaget, teringat olebnya perempuan berbaju hitam yang pernah dilihatnya di
makam keluarga Kan di Thian-ti-hu dahulu, hanya perempuan itulah yang berwajah sangat mirip
dirinya.
"Dia berada dimana? Lekas kau bawa aku menemuinya," seru Yu Wi cepat.
"Dia sudah pergi" jawab Yap Su-boh dengan gegetun.
Yu Wi sangat kecewa, katanya, "sudah pergi, apakah kau tahu kemana dia?"
"Tindak-tanduknya sangat aneh dan sukar diraba," tutur Yap su- boh, "meski dia tinggal dipulau
ini, tapi setiap tahun dia pasti berkunjung satu kali ke daerah Tianggoan, pernah kutanya untuk
apa dia pergi ke sana, namun dia tidak mau menjawab, padahal sehari-hari dia juga tidak pernah
bicara, jadi pertanyaanku itu hanya sia-sia belaka."
Yu Wi tahu untuk apa perempuan baju hitam berkunjung ke Tionggoan setiap tahun. Menurut
cerita gurunya, katanya setiap Pek gwe cap go atau tanggal 15 bulan delapan perempuan baju
hitam itu pasti berziarah ke makam keluarga Kan di Thia-ti hu, sekarang sudah masuk bulan tujuh,
tentu pula dia pergi ke Thia-ti hu sana.
"Masih kuingat kejadian dahulu," demikian Yap su-boh bertutur, "itulah suatu malam bulan
purnama pada 18 tahun yang lalu. untuk pertama kalinya kulihat dia karena jiwaku telah
diselamatkan olehnya, sampai sekarang belum pernah kulupakan kejadian pada malam itu."
Sampai disini, Yap su-boh berhenti sejenak. ia tertawa, lalu menyambung, "Ah, kejadian yang
sudah lama lalu untuk apalagi kuceritakan. Yu-kongcu, ada suatu urusan justeru ingin kubicarakan
denganmu . . . ."
"Kukira akan lebih baik kau ceritakan saja kejadian pada malam itu," pinta Yu Wi.
Betapapun ia sangat ingin tahu seluk-beluk perempuan berbaju hitam itu di masa lampau,
rasanya asal-usul perempuan baju hitam itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
dirinya, maka segala urusannya perlu diketahuinya dengan jelas.
"Jika kau ingin tahu, boleh saja kuceritakan pengalamanku ini tidak pernah kuceritakan kepada
orang lain kecuali anak perempuanku," kata Yap su boh, "Delapan belas tahun yang lalu kupesiar
ke daerah Tionggoan, maksudku ingin belajar kenal dengan jago silat daerah Tionggoan dan untuk
menambah pengalamanku. Ilmu silatku kuperoleh dari ajaran leluhur. tentu saja tidak termasuk
hitungan di dunia persilatan daerah Tionggoan.
-Lebih dulu tentu saja ingin kubelajar kenal dengan pimpinan Jit-tay-kiam-pay untuk mengukur
kekuatan dengan mereka, tak terduga, para tokoh ketujuh aliran besar itu tidak sudi melayani
diriku, mereka mengatakan ilmu silatku bukan dari golongan yang baik, maka tidak digubris. Tentu
saja aku mendongkol, kupikir jangan kalian menganggap pihak sendiri sebagai golongan baik,
kalau sudah kuhajar kalian hingga tunggang-langgang, nah, baru kalian tahu rasa.
-Hah, dasar Jit-tay-kiam-pay itu ternyata cuma nama kosong belaka, hampir boleh dikatakan
tidak ada jago yang menonjol, tidak sampai setengak tahun, tokoh andalan mereka sama
kukalahkan satu persatu. Malam Itu, dengan perasaan puas aku bermaksud pulang ke Mo-kui-to
sini, kupikir banyak tokoh ke tujuh aliran besar itu telah kukalahkan, terbuktilah ilmu silatku sendiri
tidakiah lemah. Ketika sampai di tengah jalan, ditempat yang sepi, mendadak muncul tujuh orang,
aku terkepung di tengah. Mereka menyatakan ingin belajar kenal dengan kungfuku. Kupikir sangat
kebetulan, kenapa tidak kuhajar mereka sekalian-
-Pertempuran berlangsung sampai beberapa jam hingga menjelang subuh, tiada seorang pun di
antara mereka dapat mengalahkan diriku. Kupikir sudah cukup bertempur sekian lamanya, maka

kukatakan kepandaian mereka memang hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak uutuk bertanding
lagi. Siapa tahu, mendadak mereka bertujuh maju sekaligus, serentak mereka mengerubuti diriku.
-Jika seorang saja tak dapat kukalahkan, apalagi sekarang mereka bertujuh maju sekaligus,
tentu saja aku kelabakan. sembari bertempur akupun meneriaki mareka, 'Huh, tidak tahu malu,
rupanya tujuh ketua ketujuh aliran pedang tidak berani bertanding secara terang-terangan
denganku, tapi diam-diam melakukan sergapan, terhitung orang gagah macam apakah ini?
Agaknya mereka tidak sudi menemul diriku, ketika kudatangi ketujuh aliran pedang itu untuk
belajar kenal, sebab mereka menganggap akan menurunkan derajat jika belajar kenal dengan ilmu
silat golongan liar, kalau menang tidak gemilang, jika kalah juga kehilangan pamor. Tapi kemudian
lantas anak murid mereka kukalahkan satu persatu, mereka merasa penasaran maka tanpa
rencana mereka sama mencegat diriku di tempat yang sepi untuk menjajal kungfuku, dengan
demikian kalah atau menang takkan diketahui orang lain, seumpama kalah juga takkan tersiar.
setelah mengetahui satu lawan satu tiada seorang pun mampu mengalahkan diriku, segera timbul
maksud mereka untuk membunuh diriku. sedikitnya aku harus dihajar terluka parah agar selama
hidup tak berani lagi main gila kedaerah Tionggoan, mereka mengira aku tidak bakal mengetahui
asal-usul mereka. Tak tahunya bahwa aku sudah mengenali mereka sebagai ketujuh ketua Jit-taykiam-
pay, meski belum pernah kulihat mereka, tapi sebelum mendatangi mereka sudah lebih dulu
kuselidiki watak dan wajah setiap ketua Jit-kiam-pay itu dengan Jelas. setelah kubongkar asal-usul
mereka, ketua Bu-tong-pay lantas berkata, 'Bagus, jika kau tahu siapa kami, maka jangan kau
harap akan hidup lagi.'
-Serentak mereka lantas menyerang dengan lebih gencar. seperti kata peribahasa, dua kepalan
sukar menandingi empat tangan, beberapa gebrakan lagi, aku tambah kewalahan dan terdesak
mundur.
-Mundur sampai ditepi jalan, tiba-tiba kulihat muncul seorang perempuan berbaju hitam dengan
menunggang kuda, setiba ditempat pertempuran kami, perempuan itu melompat turun dari
kudanya sambil berseru, 'Jangan berkelahi..Jangan berkelahi'
-Muka perempuan itu hampir tertutup seluruhnya oleh rambutnya yang panjang sehingga
bentuknya wajahnya tidak terlihat jelas. sudah barang tentu ketujuh ketua jit-kiam-pay itu tidak
mau menurut perkataan seorang perempuan, mereka masih terus melancarkan serangan padaku.
Perempuan itu hanya mengucapkan jangan berkelahi' dan tidak mengucapkan kata lain,
mendadak ia terus ikut terjun ke tengah kalangan pertempuran, dia tidak menggunakan tangan
melainkan mengayunkan lengan bajunya yang panjang.
-Begitu cepat dia memutar lengan bajunya sehingga menerbitkan deru angin yang keras,
barang siapa tersabat oleh lengan bajunya pasti terluka. Mangkin ketujuh gembong Jit-tay-kiampay
itu mengira perempuan itu adalah bala bantuanku, maka mereka membagi empat orang untuk
melayaninya. Padahal dla tidak membantu pihak manapun, terkadang dia menyerang ketujuh
Ciangbunjin (ketua) itu, lain saat akupun diserangnya. Kungfu lengan bajunya sungguh sangat
aneh dan lihai, hanya beberapa gebrak saja, tidak ada seorang pun yang terluput dari pada
sabetan lengan bajunya. Tidak kepalang rasa sakitku terkena sabatan lengan bajunya, hampir saja
aku jatuh kelengar, untunglah mendadak teringat olehku ucapannya jangan berkelahi^, maka
cepat aku berhenti bertempur.
-Aneh juga, begitu aku berdiri diam, dia tidak lagi menyerang diriku, serangannya hanya di
tujukan kepada ketujuh orang lawanku, ketujuh orang itu tampak kerepotan oleh serangan lengan
baju perempuan berbaju hitam itu sehingga tiada seorangpun sempat memikirkan diriku.
-Berdiri disamping, kuperhatikan kungfu perempuan berbaju hitam itu, kulihat lengan bajunya
sungguh luar biasa lihainya, kagumku tidak terkatakan, kupikir inilah baru dapat dikatakan kungfu
sejati, jauh sekali selisihnya kepandaiannku dibandingkan kungfunya. sedapatnya ketujuh ketua
jit-kiam-pay itu bertahan hingga ratusan jurus, tapi setiap orang sedikitnya tersabat tujuh atau
delapan kali oleh lengan baju perempuan berbaju hitam itu hingga babak belur dan sangat
mengenaskan- Akhirnya ketujuh orang itu menyadari kelihaian lawan, satu persatu mereka
melarikan diri. Perempuan itupun tidak mengejar, dia cemplak keatas kudanya dan tinggal pergi
tanpa memandang diriku. Cepat kususul dia, kusampaikan perasaan kagumku dan macam-macam
kata sanjung pujianku. kuharap dia suka berkunjung ke Mo-kui to. Dalam hatiku berharap dia mau
menerima undanganku, setiba di sini tentu dapat kuminta belajar ilmu silatnya yang maha sakti

itu. Tapi dia tidak menanggapi undanganku, bahkan tidak menggubris dan segera hendak
melarikan kudanya. Melihat sukar lagi menahannya, segera kugunakan ilmu Mo-sim-gan, kataku,
'Ayolah ikut pergi bersamaku'
-Semula aku rada takut kalau ilmuku tidak mempan terhadapnya, maklumlah, bila ilmu Mo-simgan
kugunakan terhadap lawan yang berkekuatan Iwekang lebih tinggi dari padaku, jika dia
mengerahkan tenaga dalam untuk melawan, bisa jadi aku sendiri akan terluka parah. siapa tahu
perempuan itu sama sekali tidak melakukan perlawanan, maka legalah hatiku, kulihat dia tunduk
kepada ucapanku dan ikut pergi bersamaku.'
-Setiba di Mo-kui-to ini, dia lantas tinggal disini dengan tenteram pada kamar yang kusediakan
baginya, siang hari dia makan santapan yang kukirim, tapi bila kuajak bicara padanya, tetap dia
tidak menjawab sepatah kata pun. Begitulah selama 18 tahun dia tinggal di sini dan selama itu
tidak pernah bicara sepatah kata pun, baru tadi untuk pertama kalinya dia bicara . . ."
"Apa yang dikatakannya?" tanya Yu Wi.
"Memangnya kau kira apa yang akan diucapkannya?" ujar Yap su-boh dengan gegetun, "yang
dikatakan tetap juga kalimat itu-itu saja, “jangan berkelahi' dan tidak lain.
-Ketika tokoh ketujuh aliran besar itu menyerbu tiba, begitu hebat serangan mereka sehingga
sukar ditahan, jit-sing-tin mereka memang sangat lihai. Ketika kuburu kesana juga tidak sanggup
menahan serbuan mereka, terpaksa kugunakan Mo-sim-gan dan merobohkan satu orang sehingga
bobol barisan mereka, habis itu baru dapat kukalahkan mereka, baik menawan lalu
membunuhnya.
-Tapi yang mahir Mo-sim-gan hanya aku sendiri, selain itu kedua saudara Goan juga dapat
menggunakan Jui-bin-sut, kami bertiga berturut-turut berhasil membobol sembilan barisan musuh,
selama satu jam pertempuran, anak buahku juga bergelimpangan terbunuh oleh barisan tujuh
bintang musuh. pada saat genting itulah dia muncul, melihat kami lagi bertempur, dia berseru dan
tetap dengan kalimat 'jangan berkelahi'. sembari berseru ia terus ikut terjun ketengah pertarungan
sengit, asal ada orang menyerang, segera ia menghajarnya, tapi kalau berdiri diam, maka iapun
tidak menyerang. Kukenal kebiasaannya ini, maka cepat kuberi perintah agar anak-buahku
berhenti menyerang. Maka seorang diri dia lantas melayang kian-kemari, dalam sekejap saja sisa
tiga barisan musuh telah dibobolnya.
-Betapapun lihainya Jit-sing-tin, baginya tidak lebih hanya seperti permainan anak kecil saja.
Cukup beberapa-kali hantam barisan lantas bobol dan dua puluh satu musuh dihantamnya roboh.
setelah musuh roboh tak bisa berkutik dan tidak ada orang yang melawan lagi baru dia tinggal
pergi dengan menumpang kapal. Kutahu sudah tiba waktunya dia berkunjung ke Tionggonn
seperti tahun-tahun yang lalu, sekali pergi sedikitnya dua bulan baru akan kembali.
-Aku sangat heran mengapa sepanjang tahun dia tidak bicara, apakah lantaran tidak pintar
bicara atau ada penyakit lain, sampai saat ini belum kuketahui cirinya itu."
"Dia mahir bicara, bahkan suaranya sangat enak didengar," kata Yu Wi.
Yap su-boh merasa sangat tertarik, tanyanya, "Apakah kau pernah mendengar dia bicara?"
Teringat oleh Yu Wi waktu perempuan baju hitam itu bicara sendiri terhadap makam keluarga
Kan, maka ia mengangguk dan berkata, "Ya, pernah kudengar dia bicara, cuma ya kudengar juga
tidak banyak."
"Jika begitu, sesungguhnya dia pernah apamu?" tanya Yap su-boh dengan heran.
"Akupun tidak tahu," jawab Yu Wi. "Bisa jadi dia adalah sanak keluargaku, mungkin pula tidak
ada hubungannya denganku."
"Tidak... tidak mungkin," ujar Yap su-boh, "pasti ada hubungannya antara dia dengan kau,
kulihat dia mirip ibumu atau ibu Kan cian-bu"
"Ibuku?" Yu Wi menegas dengan muka pucat, "Tidak. tidak bisa jadi. Ayah bilang padaku
bahwa ibuku sudah lama wafat, apabila benar dia ibuku mustahil tidak kukenal."
Padahal sejak kecil dia tidak pernah melihat ibunya, bagaimana bentuk ibunya hakikatnya dia
tidak tahu, yang didengarnya adalah ibunya meninggal sakit, urusan lain yang menyangkut ibunya
sama sekali tidak diketahuinya, sebab ayahnya juga tidak pernah bercerita apa pun kepadanya.
Dengan sangsi Yap su-boh menggaruk kepala katanya, "Wah, anehlah kalau begitu, mustahil
tanpa sebab kau dan Kan ciau-bu sedemikian mirip wajahnya. Kalau dia bukan ibumu, pasti juga
ibu Kan ciau-bu."

Setelah memandang Yu Wi sejenak. Yap su-boh berkata pula, "Jika dibilang ibu Kan Ciau-bu,
tentu dia bukan ibumu, tapi kalau kalian bukan saudara sekandung, mengapa kalian juga
sedemikian mirip satu sama lain . . . ."
Yu Wi menggoyangkan tangan dan berkata, "Jangan kau hubungkan diriku dengan Kan Ciaubu,
sedikit pun tidak ada sangkut-pautnya antara dia denganku. Dia she Kan dan aku she Yu, dia
tinggal di Kimleng dan aku tinggal di soasay, jika ada persamaan antara wajah kami hanya karena
kebetulan saja."
Yap su-boh bergumam, "Aneh sekali kebetulan ini?" setelah diam sejenak, ia menghela napas
dan berkata pula, "Sebab kubantu Kan cian bu merebut Thian-ti-hu dari tangan ibu tirinya, lalu
kuajak dia ke Mo-kui-to sini, semua ini kulakukan karena kupercaya penuh padanya, yaitu lantaran
dia sangat mirip si perempuan berbaju hitam, kukira perempuan itu adalah ibu kandungnya
sehingga akupun berhubungan karib dengan dia, siapa tahu kebaikanku padanya telah dibalas
olehnya dengan cara keji, diam-diam ia hendak mencelakai diriku, malah."
"Sudahlah, jangan kau bicara lagi mengenai urusannya," ujar Yu Wi, "hendaklah kau buka tali
pengikat tanganku ini, akupun takkan mempersulit dirimu, meski tidak sedikit kau bikin celaka
orang. dosamu tentu akan mendapat ganjarannya kelak. sekarang lepaskan diriku, ingin kupergi
mencari satu orang."
"Mencari siapa?" tanya Yap su-boh.
Yu Wi pikir orang telah bicara terus terang kepadanya, adalah tidak enak kalau dirinya
berdusta. maka ia berkata. "Kutahu untuk apa perempuan berbaju hitam itu berkunjung ke
Tionggoan setiap tahun satu kali, maka hendak kupergi mencari dia untuk tanya beberapa
persoalan padanya. selama beberapa persoalan ini tidak mendapatkan keterangan yang jelas,
selama itu pula rasa sangsiku tak bisalenyap."
Yap su-boh lantas setengah berjongkok untuk membuka tali pengikat Yu Wi itu, tali itu terikat
dengan sangat erat sehingga sampai sekian lamanya masih belum terbuka, meski Yu Wi coba
mengikuti caranya membuka tali dengan cermat, tapi tetap sukar mengetahui caranya.
Namun Yap su-boh tidak lantas membuka seluruh ikatan pada tangan Yu Wi. tiba-tiba ia
berkata pula, "O..ya, ada sesuatu urusan penting perlu kubicarakan denganmu,"
"Urusan apa?"
"Menurut cerita anak Jing. katanya hanya dalam dua jurus saja dapat kau bobol Jit-sing-tin,
apakah betul hal ini?"
"Betul," jawab Yu Wi, "cuma kejadian itu hanya secara kebetulan saja Jika mereka benar-benar
hendak menghadapi diriku. tentu sukar kubobolkan barisan mereka."
"Mengingat kemampuanmu membobol barisan mereka, aku ingin mohon sesuatu padamu,"
kata Yap su-boh.
Yu Wi mendengus, "Hm, kau tidak jadi membuka tali pengikatku dan bicara tentu
permohonanmu, maksudmu hendak memeras diriku?"
"Mana berani kuperas dirimu," ucap Cap su-boh dengan agak kikuk, "soalnya urusan ini
menyangkut mati hidup kepulauan kami jika tidak kau bantu kami melawan Jit-sing-tin dari
ketujuh aliran besar itu, bila mereka menyerbu lagi secara besar-besaran, tentu pulau ini akan
hancur. Tapi kalau kau mau tetap tinggal disini, akan kupandang kau sebagai tamu agung kami."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Kau banyak berbuat kejahatan dan kelak pasti akan mendapat
ganjaran yang setimpal, jangan kau harap akan bantuanku."
Pelahan Yap su-boh berkata pula, "Pak-liong-so (tali pengikat naga) ini terbuat dari sutera
hitam yang sukar dicari di dUnia ini, untuk membukanya harus mengikuti jalan ikatannya, tidak
dapat dipotong dengan senjata macam apa pun, sedangkan didunia ini hanya aku saja yang dapat
membuka ikatan tali ini."
"Jangankan cuma membuka ikatan tali ini, biarpun kedua tanganku terkutung juga tidak sudi
kubantu kejahatanmu," ucap Yu Wi dengan gusar.
"Mengapa kau tidak mau membantu diriku?" ucap Yap su-boh dengan suara memelas. "Kan aku
tidak pernah berbuat kesalahan padamu. soal kejadian di Put-kui-kok adalah gara-gara perbuatan
Kan ciau-bu, dia yang memancing kau kesana, dia tahu kau pasti akan mengejarnya, maka hendak
dipinjamnya tangan Kwe siau-hong untuk membunuh kau."

"Apabila kau orang baik, tanpa kau minta juga pasti akan kubantu kau," kata Yu Wi. "Tapi
hanya lantaran dendam karena ketujuh ketua Jit-kiam-pay pernah mengerubut dan hendak
membunuh kau, lalu kau balas mereka dengan ilmu sihirmu yang jahat, kebanyakan tokoh Jitkiam-
pay yang menjadi korban kekejamanmu adalah orang baik, dosamu ini tidak terampunkan"
"Pembunuh tokoh ketujuh aliran ilmu pedang itu bukanlah diriku melainkan Kwe siau-hong,
masakah kau tidak tahu?" bantah Yap su-boh.
"Huh. sampai hati kau bicara demikian?" ejek Yu Wi.
Tapi Yap su-boh tidak kurang alasan, katanya pula, "Dengan maksud baik kusediakan partner
latihan bagi Kwe siau-hong, kan tidak sengaja kusuruh dia membunuh orang."
"Tutup mulut" bentak Yu Wi. "Memangnya kau kira aku tidak tahu bahwa kau sengaja
memperalat dia membunuhi orang-orang jit-tay-kiam-pay? Ilmu pedang yang dilatih Kwe siauhong
itu memang ganas dan jahat sehingga timbul kegemarannya membunuh orang. Tapi kau
sengaja mengantar sasaran baginya. jelas tujuanmu supaya dibunuh olehnya. Akalmu yang sekali
timpuk dua burung ini masakah dapat mengelabui diriku?"
"Baik, anggaplah aku yang membunuh anak murid Jit-tay-kiam-pay itu, tapi tujuanku juga
untuk membalas dendam Jit-kiam-pay menghina. dan meremehkan diriku, bahkan beramai-ramai
mengeroyok dan hendak membunuh ku, sakit hati ini kan harus kubalas?"
Padahal sebabnya dia membunuh orang-orang jit-tay-kiam-pay selain untuk melampiaskan
dendamnya. tujuan yang utama adalah ingin merajai dunia persiiatan, supaya dunia tahu Yap suboh
adalah Bu-lim-bengcu, ketua dunia persilatan yang tiada tandingannya.
Mungkin jalan pikiran Yap su-boh dipengaruhi oleh rasa rendah harga diri, lantaran orang
menganggap dia dari golongan jahat, memandang aliran silatnya bukan berasal dari aliran yang
baik, maka ia lantas ingin membuktikan bahwa tokoh sia-pay (golongan jahat) juga dapat merajai
dunia persilatan dan memerintah dunia.
"Dan dosamu sebenarnya tidak cuma itu saja," demikian lanjut Yu Wi. "Coba kau jawab, sebab
apa kau tahan Hana, Puteri kerajaan Iwu? apa maksud tujuanmu menghasut kedua Goan
bersaudara agar berkhianat kepada majikannya,"
Sama sekali Yap su- boh tidak menyangka anak muda ini bisa mengetahui persoalan Hana itu,
tujuannya menahan Hana memang digunakan sebagai alat pemerasan terhadap raja Iwu, yaitu
agar menebus anaknya dengan harta tertentu. Menurut jalan pikiran Yap su- boh, untuk merajai
dunia persilatan juga diperlukan dana yang cukup besar. Hanya saja tidak enak baginya untuk
menjelaskan maksudnya ini.
Maklumlah. tiadakannya ini jelas kurang ksatria, adalah tidak pantas dia menyuruh kedua Goan
bersaudara berkhianat dan menculik Hana untuk digunakan sebagai sandera, memperalat seorang
perempuan untuk memeras jelas adalah tindakan yang kotor dan memalukan.
Didengarnya Yap su-boh menjawab, "Kugunakan Hana sebagai sandera adalah karena ada
alasan terpaksa yang sukar kukatakan"
"Alasan terpaksa apa? Yang benar adalah untuk memenuhi ambisimu, untuk kepuasan angkaramurkamu,
demi ambisi pribadimu kau tidak segan melakukan apa pun, sungguh kau manusia
rendah dan tidak tahu malu."
Yap su-boh menjadi murka karena caci maki Yu Wi itu. bentaknya mengancam, "Kurang ajar
Apakah kau cari mampus? Hendaklah kau tahu, dapat kubikin kau mati tersiksa, dapat kupotong
kedua tanganmu dan kedua kakimu, lalu kusayat dagingmu sepotong demi sepotong."
Namun Yu Wi tak gentar sedikitpun, serunya dengan tertawa, "Haha, bagus? Boleh lekas
kaupotong dan lekas kausayat dagingku"
Setelah berpikir lagi, rasa gusar Yap su-boh padam kembali, ucapnya dengan suara lunak. "Kau
tidak mau membantu diriku menghalau musuh, boleh juga kau ganti dengan mengajarkan ilmu
pedang cara membobol barisan pedang musuh. Tahukah kau bahwa anak Jing sangat mencintai
kau, asalkan kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kunikahkan dia dengan kau,"
Yu Wi jadi melengak. katanya sambil menggeleng, "Jing-ji adalah anak perempuan yang baik,
cuma sayang, ayahnya bukan manusia baik-baik, sungguh aku kasihan baginya, anak perempuan
sebaik dia harus mempunyai ayah semacam kau."
"Apanya yang kurang baik ayah semacam diriku?" tanya Yap su-boh. "Kucarikan suami baginya,
masakah kurang baik?"

"Tidak perlu kau pancing diriku dengan urusan ini," kata Yu Wi, "aku tidak mau
memperisterikan dia, boleh kau carikan jodoh yang baik baginya dan jangan menyia-nyiakan masa
mudanya, jangan pula sampai dia mengalami nasib seperti kakaknya."
"Hah, tampaknya kau sangat memperhatikan dia," ucap Yap su-boh dengan tertawa, "di
hadapanku terus menerus dia memuji dirimu, katanya kau orang jujur, alim, kalian ternyata samasama
memperhatikan satu dengan yang lain, kan lebih baik kalian menikah saja."
Yu Wi hanya menggeleng dan tidak menanggapinya lagi.
Yap su-boh lantas berkata pula. "Jika kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, akan kusuruh anak
Jing menemani kau, tampaknya kaupun sangat suka padanya .... "
"Tidak tahu malu, lekas pergi, lekas enyah" damperat Yu Wi dengan gusar.
"Hm, ini kan tempatku, mau pergi atau duduk kan terserah kepada kehendakku, siapa yang
berani mengenyahkan diriku?" jengek Yap su-boh. Yu Wi lantas memejamkan mata dan tidak
menggubrisnya lagi.
"He. bukalah matamu, marilah kita bicara dengan baik," bujuk su-boh.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan," kata Yu Wi sambil memejamkan mata. "Yang jelas, tidak
nanti kuajarkan ilmu pedangku kepada orang jahat macam kau." Nadanya tegas dan pasti, sedikit
pun tidak ada peluang lagi untuk berunding.
Yap su-boh lantas menjengek, "Hm, kau anggap aku orang jahat, biarlah kulakukan beberapa
urusan jahat lagi bagimu." Habis bicara ia lantas berbangkit dan melangkah keluar.
Mendadak Yu Wi berteriak. "Jika kau berani membunuh Kan Hoay soan, pasti kucabut juga
nyawamu"
"Ah, kan sayang jika nona itu dibunuh," ujar su-boh, "begitu cantik molek nona itu, biarlah
kuserahkan dia untuk digilir oleh setiap pemuda kuat dipulau ini, selain dia masih ada lagi Hana,
puteri Raja yang tulen itu dapat kugunakan sebagai sumber keuangan, dapat pula kugunakan
sebagai alat pemuas nafsu laki-laki dipulau ini."
Tidak kepalang murka Yu Wi. teriaknya, "Kau berani bertindak sekeji itu?"
"Hahaha, kenapa aku tidak berani, jika kau seorang pemuda pecinta gadis cantik, lekas kau
ajarkan ilmu pedangmu padaku. Nah, boleh kau camkan dengan baik, kuberi waktu satu jam
bagimu, akan kutunggu jawabanmu."
Habis berkata ia lantas tinggal pergi dan menggembok lagi pintu penjara.
Dengus Yu Wi dengan mengertak gigi, "Hm, sungguh kotor dan keji. pasti akan . . .akan
kubunuh kau . . . ."
"Kriaat", mendadak pintu penjara terbuka lagi dan melangkah masuk seorang perempuan.
Ternyata Yap Jing adanya.
Segera Yu Wi menjengek. "Hm, apakah kedatanganmu hendak bantu ayahmu membujuk
diriku?"
Yap Jing menjawab dengan rawan, "Sudah sekian lama aku berdiri di luar sana, percakapan
kalian sudah kudengar semua."
"Kebetulan jika kau dengar semua itu, tentunya sekarang kau tahu bahwa kotor dan rendahnya
ayahmu,"
Yap Jing menangis, katanya "Kumohon, janganlah kau cerca dia .... "
"Orang rendah dan kotor semacam dia masakah tidak pantas dimaki?"
"O, kumohon dengan sangat, jangan . . . janganlah kau maki ayahku ..." ratap Yap Jing dengan
menangis.
Yu Wi tidak bersuara lagi, ia pikir mencaci-ayahnya secara terang-terangan demikian memang
bisa membikin sedih nona itu, setelah menangis sekian lama, Yap Jing mengusap air mata, lalu
berkata dengan suara tertahan, "Kuharap jangan kau bunuh ayahku, boleh?. . ."
Lalu ia mendekati pembaringan dan melempar sesuatu benda, waktu Yu Wi mengamati, kiranya
sebuah gergaji besi.
Yap Jing memberi kedipan mata, lalu berkata. "Ayahku minta kubujuk kau, kutahu apapun juga
membikin goyah pendirianmu, maka terserah padamu ..." habis berkata ia terus berlalu pergi
sambil mendekap mukanya dan menggembek kembali pintu penjara.

Yu Wi pegang gergaji besi itu, ia pikir kedua tangannya terikat erat dan sukar membobol pintu
penjara, sekarang ada sebuah gergaji, kalau dapat membuat sebuah lubang tentu dirinya dapat
lolos.
Diam-diam ia berterima kasih kepada Yap Jing. tanpa terasa ia bergumam sendiri, "Apabila
dapat kuselamatkan Hoay-soan dan Hana, ayahmu pun takkan kubunuh."
Dia tidak menggeraji pintu penjara, tapi mulai menggeraji dinding. Karena tangan terikat
sebatas pergelangan, maka telapak tangan masih dapat diputar. dengan kuat ia menggergaji,
hanya sebentar saja sudah dapat dibuatnya sebuah lubang panjang.
"Yu-kongcu," sapa Hana dengan gembira, "dua tahun berpisah, tak tersangka kita dapat
berjumpa disini."
"Kau tahu siapa diriku?" tanya Yu Wi.
Hana mengangguk, katanya, "Dua tahun tidak bertemu, namun suaramu masih kuingat dengan
baik cuma semula akupun tidak percaya babwa kau yang terkurung dikamar sebelah."
"Baik-baikkah kau selama ini?" tanya pula Yu Wi.
"Mendingan," jawab Hana, "selama dua tahun ini hanya ada satu harapanku, yakni janjimu
akan datang menyambangi diriku, sebab itulah pada waktu yang dijanjikan, setiap hari selalu
kutunggu kedatangannya dengan berdandan tapi..."
Diam-diam Yu Wi merasa malu.
Dahulu ia telah berjanji akan berkunjung ketempat Hana apabila racun yang diidapnya tidak
membinasakannya, akhirnya racun dalam tubuh dapat dipunahkan, tapi dirinya lupa menepati
janji.
Dengan pelahan Hana bergumam pula, "Setiap hari aku menanti, akan tetapi setiap hari pula
aku kecewa. siau Tho bilang tidak perlu menunggu lagi, bisa jadi dia sudah lupa pada janjinya.
Tapi aku tidak percaya, aku tetap yakin dia pasti akan datang." .
Yu Wi menggergaji dibalik dinding yang sudah mulai berlubang, maka ucapan Hana dapat
didengarnya dengan jelas, ia pikir waktu ia memberi janjinya akan mencari Hana ke negeri Iwu,
tatkala mana ia merasa dirinya pasti akan mati. maka janji itu tidak diperhatikan olehnya.
Bahwa kemudian racun dalam tubuhnya dapat dipunahkan, kejadian ini boleh dikatakan
pengalaman ajaib, lalu berturut-turut ia sibuk mengurusi sakit Kan Hoay-soan, yang terpikir
olehnya hanya usaha mencari sam-gan-siusu untuk menyembuhkan penyakit nona itu.
Jadi janjinya kepada Hana hakikatnya sudah terlupakan.
Didengarnya Hana sedang melanjutkan gumamannya, "Tapi kuyakin kau pasti akan datang,
maka tetap kutunggu dengan sabar. siapa tabu terjadi perubahan luar biasa, aku diculik oleh
kedua Goan bersaudara dan dibawa ke sini, betapa sedih hatiku, kupikir apabila engkau menepati
janji dan datang mencariku, tentu tak dapat kau temukan aku."
"Sudahlah, jangan kau bicara lagi," kata Yu Wi dengan gegetun,
"Apa salahnya kubicara, tadinya kukira takkan bertemu lagi dengan kau setelah aku terkurung
di sini, setiap hari selalu kubayangkan apabila Thian bermurah hati dan dapat mempertemukan
sekali lagi diriku denganmu, maka matipun aku puas. Dan tampaknya Thian memang Maha
Pengasih, aku benar-benar dapat bertemu lagi dengan kau. Nah, lekas kau gergaji lebih cepat,
bukalah lubang dinding itu agar kita dapat bertemu . . . ."
"Jangan tergesa, segera kita akan bertemu," seru Yu Wi.
Dalam waktu sesingkat itu gergaji Yu Wi telah bekerja terlebih cepat sehingga dinding itu telah
dipotongnya empat jalur persegi. sekali kakinya mendepak. "blang", berlubanglah dinding itu dan
segera ia menerobos lewat kesana.
Hana sangat girang, ia memburu maju dan menubruk kedalam pelukan Yu Wi.
Robohnya dinding besi itu berkumandang cukup keras, serentak para penjaga memburu
datang.
Yu Wi mendorong Hana dari pelukannya, bisiknya, "Lekas kau dekap diatas punggungku."
Dengan senang Hana mendekap diatas punggung Yu Wi sambil merangkul lehernya, katanya
dengan tertawa, "Hendak kau gendong diriku keluar?"
Yu Wi mengiakan, katanya. "Rangkul diriku seeratnya, jangan takut, pasti kutolong kau keluar
dari Pulau Hantu ini."
"Hah, mana aku takut?" seru Hana.

Tapi Yu Wi berkata dengan kuatir, "Kedua tanganku terikat sehingga sukar menghadapi musuh,
sebentar bila berbahaya, akan kurintangi musuh dan kau harus lekas lari kepantai sebisanya.
disana pasti ada orang akan memapak kedatanganmu."
"Tidak, aku tidak mau lari" jawab Hana mendadak dengan tegas.
Yu Wi jadi melengak.
Dalam pada itu pintu sudah terbuka, empat lelaki bergolok menerjang kedalam. Tanpa pikir Yu
Wi terus menggunakan langkah ajaib, meski menggendong Hana, namun gerak-gerik tidak
menjadi lamban, segera ia mengapung keatas. Dalam keadaan mengapung di udara, kedua
kakinya menendang secepat kilat secara beruntun. kontan keempat lelaki itu menjerit dan roboh
tak sadarkan diri
Cepat Yu Wi menerobos keluar, tapi belasan orang lantas menghadang jalan larinya.
Hana tidak takut sama sekali, ia malah berkata dengan tertawa, "Buat apa kulari, kalau mati
biarlah kita mati bersama."
Serentak belasan lelaki itu berteriak-teriak, dengan senjata terhunus mereka terus menerjang
maju
Karena tangan tidak dapat digunakan, jalan satu-satunya adalah memanfaatkan kedua kakinya.
Tapi kakinya harus digunakan lari untuk menghindari kejaran musuh, sekarang diperlukan pula
untuk menghadapi musuh. segera ia melangkah lagi kedepan.
Langkah ini terlebih ajaib lagi, belasan orang itu tidak melihat jelas cara bagaimana Yu Wi
melompat keatas, tahu-tahu pemuda itu sudah mengapung ke udara dan kepala masing-mnsing
terasa "blang", entah ditumbuk oleh benda apa, kontan mereka roboh kelengar satu persatu.
Itupun Yu Wi telah bermurah hati, tendangannya tidak keras, hanya menggunakan dua bagian
tenaga saja, kalau tidak, tentu kepala orang-orang itu akan pecah dan otak berhamburan.
Setelah lolos dari rintangan kedua ini, dapatlah Yu Wi lari keluar dari bangunan yang megah ini
setiba di luar, tertampak bayangan orang berbondong-bondong sama membanjir kearahnya.
Nyata penjaga penjara telah membunyikan tanda bahaya sehingga segenap penghuni Pulau Hantu
ini mengetahui ada tahanan lari.
Agaknya penghuni pulau sudah terlatih dengan baik, demi mendengar alarm itu, serentak
mereka keluar dengan membawa senjata untuk ikut mencari pelarian.
Untung cuaca sudah mulai gelap, hal ini sangat menguntungkan Yu Wi, sedapatnya ia mencari
tempat yang gelap terus menggeser kearah pantai. Tapi setelah beberapa puluh tombak jauhnya,
ia tidak berani bergerak lagi.
Maklum, saat itu disekitarnya telah penuh manusia, asalkan dia keluar dari tempat gelap pasti
akan ketahuan.
Dipulau ini banyak batu karang yang Yu Wi dan Hana bersembunyi dibelakaag sepotong batu
karang yang besar sehingga tidak diketahui orang.
Lantaran tidak menemukan orang asing, orang yang berkerumun itu sama bertanya, "Di mana
pelariannya? Mana buronannya?" seketika ramai orang bertanya, suasana rada kacau.
Lalu terlihat seorang melompat keatas batu besar dan berseru, "Jangan ribut, itu dia Tocu
sudah datang"
Memang benar Yap su-boh telah muncul, dia melompat keatas batu yang tinggi itu, rupanya dia
sudah mendapat laporan tentarg larinya Yu Wi bersama Hana, dalam hatinya sangat gusar, ia pikir
kedua tangan anak muda itu terikat, apabila sampai kabur dengan membawa tawanan yang lain,
sungguh kejadian yang sangat memalukan dia.
Batu karang itu sangat tinggi, berdiri di situ dapat melibat jelas keadaan sekelilingnya. Dengan
pandangannya yang tajam Yap su-boh coba mengamat-amati sekitar situ, tapi tidak terlihat
bayangan Yu Wi.
Ia yakin dalam waktu sesingkat itu Yu Wi pasti tidak dapat pergi dari situ, tentu bersembunyi
ditempat gelap sehingga tidak terlihat. sekarang hari tambah gelap. keruan tambah sukar
menemukan anak muda itu. segera ia berteriak, "Pasang obor Nyalakan obor"
Para penghuni pulau yang ikut berkerumun sama membawa obor, berturut-turut mereka
menyalakan api.

Diam-diam Yu Wi gelisah, ia pikir bila sebentar obor menyala semua, tentu cahaya yang terang
itu akan menyinari tempat sembunyinya. Maka dengan nekat ia lantas menerjang keluar.
Seorang penghuni pulau dapat melihatnya, segera goloknya membacok sambil berteriak. "Ini
dia, disini orangnya"
Tapi Yu Wi menggunakan lagi langkah ajaibnya, sekali menggeser. menyusul golok lawan
lantas ditendangnya hingga terpentul, waktu ia melangkah lagi, seperti naga terbang saja ia lantas
mengapung keatas.
Melihat anak muda itu melayang ke atas, tapi para penghuni pulau itu tidak tahu kearah mana
Yu Wi hendak meluncur, waktu mereka menengadah, tahu-tahu obor pada satu tempat padam
seluruhnya.
Segera beberapa orang berteriak, "Itu dia. disana, lari ke sana"
Tapi baru saja api obor disebelah sana padam, menyusul obor sebelah sini juga sirap. hanya
dalam sekejap saja obor di beberapa tempat berturut-turut padam. keruan orang-orang itu
menjadi gempar dan takut, beramai mereka berteriak. "Ada setan Ada Hantu"
Padahal mana ada hantu, yang benar waktu Yu Wi mengapung keatas, yang ditendangnya
bukan orangnya melainkan obornya. Kalau batang obor tertendang pecah, tentu tidak dapat
dinyalakan.
Hanya sebentar saja sebagian besar obor penghuni pulau itu telah padam, sementara itu
malam tambah kelam, suasana pekat, wajah masing-masing saja tidak tertampak jelas, Yu Wi
lantas mencampurkan diri di tengah orang banyak sehingga tidak ketahuan.
Pada saat semua orang sama was was, Yu Wi lantas menjauhi kerumunan orang banyak. diluar
sana tidak ada lagi yang merintanginya, setelah membedakan arah, ia terus berlari kepantai.
Tampaknya sudah hampir dekat pantai, asal maju lagi dan melintasi sebarisan batu karang
akan sampailah dipesisir.
Tapi barisan batu karang itu cukup luas dan panjang, untuk melintasinya diperlukan sekian
waktu.
Yu Wi pikir bila dirinya sudah berada ditengah batu karang yang bertebaran itu, tentu sukar lagi
ditemukan musuh. segera ia percepat langkahnya.
Tapi baru belasan langkah, sekonyong konyong api obor dinyalakan hingga terang benderang,
betapapun sukar bagi Yu Wi untuk bersembunyi.
Keruan anak muda itu kaget, ia tidak tahu siapakah yang bersembunyi lebih dulu di sini untuk
mencegatnya.
Tertampak barisan obor tertancap di atas batu karang, dibawah cahaya obor yang terang itu
muncul 12 orang, diantaranya terdapat Liok Bun tan, kedua Goan bersaudara, Kau-hun dan Toat
pek sucia, selebihnya juga lelaki gagah dan kuat,jelas semuanya berkepandaian tinggi.
"Adakah Yap su boh di situ?" tanya Yu Wi.
"Tentu saja ada" seru seorang di tempat gelap.
Siapa lagi dia kalau bukan Yap su-boh. Ia melangkah ke tempat yang terang dan mendekati Yu
Wi. ia berdiri kira-kira tiga tombak didepan anak muda itu dan berkata dengan ketus, "sudah
kuperhitungkan kau pasti akan lari kesini. Hehe, ternyata tidak meleset dugaanku."
Dengan gagah berani Yu Wi menjawab, "Aku dapat datang tentu juga dapat pergi, siapa yang
berani merintangi aku akan binasa"
"Hm, segenap kekuatan pulau ini terkumpul disini, aku benar-benar kagum padamu jika kau
mampu lolos dari kepungan ke-12 pengawal baja Mo-kui-to ini," seru Yap su-boh dengan tertawa.
"Untuk itu apa sukarnya?" kata Yu Wi, mendadak ia melangkah maju terus melayang keatas.
"Beri senjata rahasia" teriak Yap su-boh.
Ke-12 tokoh andalan Mo-kui-to ternyata sudah menyiapkan senjata rahasia masing-masing,
begitu Yap su-boh memberi komando, serentak senjata rahasia mereka dihamburkan, seketika
terbentanglah satu jaring senjata rahasia, betapapun sukar lolos bagi Yu Wi, terpaksa ia melompat
mundur ketempat semula.
"Hahahaha" Yap su-boh terbahak-bahak. "Nah, bagaimana? sebaiknya kau menyerah saja
untuk diringkus."
Yu Wi pikir kalau musuh tidak dapat meraba kearah mana dirinya akan melayang, tentu tidak
sulit untuk meloloskan diri Tapi sekarang musuh tidak pedulikan arahnya, asal dirinya mengapung

keatas, segera senjata rahasia berhamburan sehingga terpasang selapis jaring senjata rahasia,
untuk lari menjadi sukar.
Namun dia tetap berusaha sebisanya, tanpa bicara ia terus melompat pula. Tapi Yap su-boh
tidak kalah cepatnya. begita dia bergerak, segara Yap su-boh juga berteriak agar senjata rahasia
ditebarkan maka terpaksa Ya Wi melompat mundur lagi.
Begitulah berturut-turut terjadi sampai beberapa kali dan selalu Yu Wi dipaksa melompat
mundur ke tempat semula.
Karena menggendong Hana, tentu saja lompatan Yu Wi kian kemari itu sangat makan tenaga,
dengan napas agak terengah ia berdiri di tempatnya untuk menghimpun tenaga.
Yap su-boh tertawa, katanya, "Nah, jangan harap lagi Kalau tidak lekas menyerah, sekali kuberi
perintah dan semua senjata rahasia tertuju padamu. bisa jadi sukar mengenai dirimu, tapi Hana
dalam gendonganmu pasti sukar terhindar..
Selesai mengatur napas, segera Yu Wi membentak. "Ini, supaya kalian tahu kelihaian Hui-liongpoh"
Habis berkata, segera ia melangkah maju dan lain saat mendadak jejaknya menghilang.
Yap su-boh tetap memberi komando seperti tadi, ke-12 jago pengawalnya tidak tahu kemana
menghilangnya Yu Wi, secara membabi buta mereka menghamburkan senjata rahasia.
Tapi Yu Wi sempat melompat ketepi jaringan senjata rahasia musuh, mendadak kedua kakinya
menendang secara berantai dengan cepat. Hujan senjata rahasia itu semuanya ditendang balik
sehingga menyambar kearah ke-12 jago pengawal Mo-kui-to itu.
Keruan ke-12 tokoh itu terkejut dan kelabakan sendiri, cepat mereka mengangkat senjata untuk
menangkis.
Setelah hujan senjata rahasia itu dapat mereka sampuk jatuh. sementara itu Yu Wi sudah
kabur.
Sampai melongo Yap su-boh, sekian lamanya barulah ia bergumam, "Kungfu apakah ini. Kungfu
apa ini?"
Setelah berhasil lolos dari kepungan musuh dengan langkah ajaib Hui-liong-poh yang terakhir,
Yu Wi tidak langsung menuju pesisir, tapi berlari diantara batu karang yang berserakan.
Sembari berlari, ia merasakan napasnya terengah-engah, rupanya jurus Hui-liong-poh yang
terakhir itu terlalu kuat, sangat makan tenaga bila digunakan, seketika tenaga tak dapat pulih
kembali.
Melihat musuh tidak mengejar, Hana berbisik padanya, "Biarkan kuturun saja."
Yu Wi lantas berhenti dan Hana merosot turun ke tanah, ia keluarkan sapu tangan untuk
mengusap keringat didahi Yu Wi, ucapnya dengan kasih sayang, "Ai, gara-gara diriku kau jadi
susah begini"
"Tidak apa-apa," ujar Yu Wi sambil menggeleng, "kau lihat adakah orang di sekitar sini?"
Belum lagi Hana menjawab, tiba-tiba seorang muncul dari balik batu karang dan berucap
dengan suara halus, "Yu-toako, Jing-ji sudah menunggu disini,"
"Hah, sudah kau sediakan kapal bagi kami?" seru Yu Wi girang.
"Sudah," sahut Yap Jing dengan sedih.
Dengan heran Hana bertanya, "He. bagaimana duduknya perkara ini?"
Yu Wi berkata pula kepada Yap Jing, " Waktu kau beri gergaji padaku, lantas kuduga tentu
akan kau bantu kami dipantai disini, hanya tidak kuketahui dimana tempatnya."
"Dan sekarang juga Toako akan berangkat?" tanya Yap Jing dengan tersenyum getir.
"Kalian tunggu saja disini, akan kutolong juga Hoay-soan," kata Yu Wi.
"Tidak perlu susah payah lagi, adik Soan sudah sejak tadi menunggu didalam kapal," kata Yap
Jing.
Dengan terharu Yu Wi pegang tangan nona itu dan berkata, "o, terima kasih, terima kasih"
Saking emosiya banyak "terima kasih" saja yang sempat diucapkannya, maklumlah, kulau Yap
Jing tidak membantunya, jelas Yu Wi akan kerepotan, bahkan juga sukar meninggalkan Mo-kui-to
dan menyeberang lautan seluas ini meski ilmu silatnya setinggi langit.
"Lekas kalian naik keatas kapal," ujar Yap Jing kemudian dengan suara pelahan.
Tertampak sebuah perahu panjang tertambat dicelah-celah batu karang yang agak tersembunyi
di sebelah sana, di atas perahu berdiri seorang lelaki tinggi besar.

"Inilah juru mudi terkenal dipulau ini," kata Yap Jing sambil menunjuk lelaki kekar itu. "Di
bawah kemudinya, perahu ini pasti dapat mengarungi samudera ini dengan selamat sampai di
daratan sana. Dia orang jujur dan setia, sudah kupesan harus mengantar kalian sampai ditempat
tujuan, maka tidak perlu kalian kuatir."
Yu Wi merasa tidak enak hati, katanya, "Kau bantu kami melarikan diri, apakah takkan
diketahui oleh ayahmu?"
Yap Jing menggeleng. katanya, "Tidak. tidak bisa, biarpun ketahuan juga tidak menjadi soal,
aku kan anaknya, tentu ia takkan memberi hukuman berat padaku. Nah, lekas kalian berangkat
saja, kalau terlambat mungkin terjadi apa-apa lagi."
Hana lantas naik keatas perahu, lelaki kekar itu menuding kamar perahu, maksudnya menyuruh
dia masuk kesitu,
Tiba-tiba terdengar suara Hoay-soan berkata didalam dek, "Apakah Toako yang datang?"
Hana melengak mendengar suara orang perempuan, ia heran siapakah dia? segera ia masuk
kekamar perahu itu, menyusul Yu Wi juga naik ke atas perahu. Dengan perasaan berat Yap Jing
berkata, "Bisakah kita bertemu lagi?"
"Akupun tidak tahu." jawab Yu Wi. "Apabila engkau datang ke Tionggoan mungkin kita masih
akan berjumpa, Mo-kui-to jelas takkan kudatangi lagi."
Ia pikir sekalipun Yap su-boh banyak berbuat kejahatan, tapi aku sudah berjanji padamu untuk
tidak membunuhnyu, maka tidak nanti kudatang lagi kepulau ini biarpun semua orang
menghendaki kudatang kesini untuk membunuhnya.
"Lekas Kuncu pulang agar tidak diketahui Tocu," kata lelaki kekar tadi, lalu ia pegang galah
panjang dan menolak batu karang sekuatnya. seketika perahu itu meluncur beberapa tombak
jauhnya meninggalkan pantai.
Yu Wi masuk ke dalam dek dan melihat Kan Hoay-soan memang betul berada disitu. Baru saja
Hoay-soan sempat berseru memanggil, sekonyong-konyong terdengar jeritan ngeri dua kali diluar
sana, suara yang satu jelas adalah suara lelaki kekar tadi, jeritan lain timbul dari pantai sana,
itulah suara Yap Jing.
Tergetar hati Yu Wi, cepat ia melompat keluar kabin perahu. Dilihatnya lelaki kekar itu sudah
terkapar dihaluan perahu dengan dada terkena beberapa macam senjata rahasia, mata mendelik
dan mandi darah, jelas sudah mati.
Bagian 26
Sekonyong-konyong dari pantai sana menyambar tiba sebarisan senjata rahasia.
Yu Wi sempat melihat Yap Jing menggeletak ditepi pantai, ia tahu jeritan tadi pasti suara nona
itu, sungguh sedih hatinya, segera ia membentak, "Serangan bagus" Berbareng ia terus
mengapung ke udara.
Hujan senjata rahasia itu sama mengenai tempat kosong, tanpa berhenti Yu Wi terus melayang
kembali kepantai, Perahu tadi baru belasan tombak meluncur, maka Yu Wi masih keburu mencapai
tepi pantai, begitu tiba ia terus tarik baju pundak Yap Jing.
Pergelangan tangannya terikat, tapi kedua tangannya dapat memegang, baru saja Yap Jing
terangkat, kembali terjadi lagi hujan senjata rahasia secara ngawur tanpa menghiraukan matihidup
Yap Jing.
Cepat Yu Wi menggeser langkah dan melompat kearah perahu, langkah Naga Terbang itu
sungguh sangat ajaib, begitu dia melangkah kesana, segera tubuhnya meluncur secepat terbang
dan hinggap lagi di atas perahu.
Terdorong oleh daya hinggap Yu Wi. perahu itu meluncur cepat kedepan hingga belasan
tombak pula. Kini jarak perahu itu sudah tiga puluhan tombak jauhnya, senjata rahasia biasa
sudah sukar lagi mencapainya.
Yu Wi lantas menurunkan Yap Jing diatas perahu. bentaknya dengan gusar kearah pantai "Yap
Su-boh, keji amat kau. Peribahasa mengatakan sebuas-buasnya harimau juga tidak makan
anaknya sendiri. Tapi kau tega membinasakan anak perempuan sendiri, sungguh lebih buas
daripada binatang."
Mendadak angin meniup kencang, segera layar perahu itu dikerek sehingga makin jauh
meninggalkan pantai.

Ditengah deru angin itu terdengar suara tertawa Yap su-boh yang mirip bunyi burung hantu,
katanya, "Tukang perahunya sudah mati, orang she Yu, ingin kulihat apakah kau dapat lolos dari
cengkeramanku?"
Yu Wi mengangkat Yap Jing kedalam kamar perahu dan diperiksanya, ternyata punggung nona
itu terkena tiga anak panah. Agaknya nona ini merasa berat untuk pulang waktu perahu sudah
meluncur pergi, ia berdiri dipantai menyaksikan keberangkatan perahu itu, akibatnya terjadi
malapetaka, kuatir anak perempuannya bersuara mengejutkan Yu wi, maka Yap su-boh tega
membunuhnya sekalian.
Cukup dalam anak panah itu menancap ditubuh Yap Jing, Yu Wi coba memeriksa napas nona
itu, ternyata masih hidup, diam-diam anak muda itu bersyukur, asalkan belum mati tentu masih
ada harapan untuk disembuhkan.
Yu Wi selalu membawa obat luka, cepat Hoay-soan membuka bungkusan obat, tanyanya
dengan kuatir, "Toako, apakah enci Jing dapat diselamatkan?"
"Pasti dapat," jawab Yu Wi tegas. "Kalian dapat mendayung perahu tidak?"
Hoay-soan dan Hana menggeleng bersama. Maklumlah, asal-usul kedua nona itu sama-sama
dari keluarga terpandang, yang satu keturunan perdana menteri yang lain puteri raja, selama
hidup mereka mana pernah mendayung perahu, bahkan melihat perahu saja jarang.
Yu Wi sendiri dapat mendayung. tapi kedua tangannya terikat, iapun buru-buru ingin menolong
Yap Jing, untuk sementara selangkah pun dia tidak dapat meninggalkan kamar perahu itu, keruan
ia sangat gelisah, katanya dengan gegetun, "Ai, tidak ada yang mendayung perahu, tidak lama
lagi kita pasti akan tersusul dan jatuh dalam cengkeraman Yap su-boh lagi."
Rupanya hal ini juga menjadi tujuan Yap su-boh ketika dilihatnya perahu itu sudah meluncur
pergi, ia pikir asalkan si tukang perahu dipanah mati. sedang kedua tangan Yu Wi terikat, tentu
perahu itu tak dapat berlayar jauh, dan sekarang hal ini memang benar telah terjadi.
Menyadari sebentar lagi mereka akan ditawan kembali ke Mo-kui-to, serentak Hana dan Hoaysoan
berseru, "Baik, coba kita mendayung"
Berbareng mereka lantas menuju ke buritan. Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia pikir
kedua nona yang sama sekali tidak pernah mendayung ini, umpama sekarang mereka berusaha
mendayung juga tak dapat berlayar dengan cepat. Padahal kapal pemburu Mo-kui-to sangat
cepat, biarpun dirinya yang mendayung juga sukar lolos dari kejaran kapal pemburu lawan.
Menurut perkiraan Yu Wi, mungkin malam nanti juga akan disusul dan ditawan kembali ke Mokui-
to.
Tapi yang paling penting sekarang adalah menyembuhkan Yap Jing, ia tidak dapat berpikir lain
lagi, ia pasrah nasib saja. segera ia mengeluarkan sebilah pisau perak kecil dari bungkusannya dan
perlahan mulai mengorek ujung panah yang menancap di punggung Yap Jing itu.
Nona itu sudah pingsan, ia tiarap tanpa bergerak sehingga Yu Wi dapat membedah lukanya
dengan bebas untuk mengeluarkan anak panah itu.
Setelah ujung panah dikeluarkan, lalu Yu Wi membubuhinya dengan obat luka. Pada saat itulah
mendadak perahu terasa oleng.
"Wah, salah, salah dayung kesebelah sana" demikian terdengar teriakan Hana.
Sejenak kemudian barulah badan perahu itu tegak kembali dan meluncur pelahan ke depan.
"Eh, siapakah nama Taci ini?" tanya Hoay-soan.
"Namaku Hana, dan kau?"
"Aku she Kan bernama Hoay-soan, apakah kau orang Tionggoan?"
"Ah, kiranya kau adik Kan ciau-bu." Hoay-soan tidak menjawabnya.
"Aneh benar tiupan angin tadi, tampaknya cuaca akan segera berubah," kata Hana pula.
Sejak kecil dia hidup di daerah gurun maka dia cukup pengalaman terhadap seluk-beluk cuaca.
Setelah diam sebentar, tiba-tiba Kan Huay-soan tanya. "Kau kenal Kan ciau-bu?"
"Kenal, sudah lama kenal," jawab Hana. "Dia pernah pergi ke negeri kami dan berunding
dengan Ayah Baginda maksudnya hendak meminjam pasukan ayah untuk menggempur pangkalan
panglima Tionggoan yang terkenal, yaitu Ko tayciangkun, sungguh aku tidak habis mengerti, dia
adalah putera perdana menteri kerajaan Tionggoan, kenapa malah meminjam kekuatan luar untuk
menyerang negeri sendiri."

Sementara itu Yu Wi sudah selesai membalut luka Yap Jing, mendengar ucapan Hana itu,
hatinya tergetar, pikirnya, "sungguh keji amat, barangkali lantaran nama Ko siu jauh lebih
terpandang di mata sri Baginda daripada Thian-ti-hu, maka Kan ciau-bu berusaha membasminya,
selain mengacau dunia persilatan agar terjadi bunuh membunuh sendiri, ia juga berusaha
menimbulkan perang antar negara, kalau dunia sudah kacau. lalu dia yang akan menarik
keuntungannya, sungguh besar ambisi orang ini dan keji pula tipu muslihatnya."
Hendaklah maklum, wibawa Thian-ti-hu pada saat itu sudah merosot, terpaksa Kan Ciau-bu
harus menegakkan nama Thian-ti-hu melalui kekacauan dunia persilatan.
Yu Wi mengeluarkan pula satu biji obat dan disuapkan kemulut Yap ling, ia berharap nona itu
lekas siuman.
Pada saat itulah mendadak suara guntur menggelegar memecah udara. sungguh tidak enak
bagi pendengaran.
Suara guntur yang keras itu membikin Yap Jing terjaga bangun, ia merintih sakit. Cepat Yu Wi
berjongkok dan memanggil, "Jing-ji. . Jing-ji ..."
Didengarnya Yap Jing lagi mengigau dengan suara lemah, " Lekas lari, lekas Lekas lari Toako"
Jelas setelah roboh terpanah, Yap Jing tetap tidak lupa akan keselamatan Yu Wi yang berusaha
lari itu
Yu Wi meraba dahi nona itu, terasa panas luar biasa, rupanya luka Yap Jing telah menimbulkan
demam, lekas dia memberikan minum satu biji obat lagi.
Mendadak terjadi lagi guncangan hebat pada badan perahu, terdengar Hana berteriak, "Pegang
kencang kemudinya. Pegang yang erat .... "
"Wah, tidak. aku tidak sanggup," seru Hoay-soan kuatir. "Aku . . .aku tidak kuat berdiri"
Rupanya perahu itu terombang-ambing di tengah gelombang ombak yang dahsyat, kepala
Hoay soan menjadi pusing. Untung Hana tidak mabuk kapal, cepat ia memburu maju dan
menggantikan Hoay-soan memegang kemudi.
Namun ombak terlalu besar, badan perahu tambah hebat terombang-ambing, tampaknya setiap
saat perahu bisa terbalik dan tenggelam.
Suara rintihan Yap Jing iuga tambah keras, Yu Wi kuatir luka si nona tambah parah karena
guncangan perahu, cepat ia bertiarap, dengan kaki dan tangan ia tahan pada papan perahu,
tubuhnya menempel erat di atas badan Yap Jing agar nona itu tidak terguncang dan tidak
menambah sakitnya.
Karena gelombang ombak bertambah dahsyat, Hoay-soan ketakutan hingga berteriak-teriak.
"Wah, bagaimana... bagaimana baiknya?...."
Hana ternyata dapat memegang kemudi dengan tenang, tapi iapun tidak tahu cara bagaimana
supaya guncangan perahu bisa berkurang. Didengarnya suara angin menderu-deru, ia
memejamkan mata dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar melindugi mereka.
Yu Wi tidak sempat keluar dari kabin untuk membantu, sebab kalau luka Yap Jing sampai pecah
lagi tentu sukar ditolong lagi. Terpaksa dia harus mendekap diatas tubuh nona itu agar tidak
terguncang, dengan demikian jiwa Yap Jing baru ada harapan diselamatkan.
Tapi iapun tahu apabila perahu terus oleng, akhirnya pasti akan terbalik. Cepat ia berteriak,
"Adik soan, lekas turunkan layar, lekas"
Angin meniup semakin keras, ombak bergemuruh, namun suara teriakan Yu Wi dapat didengar
Hoay-soan dengan jelas, ia merangkul tiang layar tapi tidak berani bergerak karena terlalu
hebatnya guncangan.
Hana tidak berani meninggalkan kemudinya, teriaknya, "Betul itu lekas turunkan layar, lekas"
Kalau layar sudah diturunkan, akan berkuranglah tekanan angin dan perahu pun tidak mudah
terbalik.
Hoay-soan juga mengerti teori ini, tapi dia sedang mabuk laut, kepala terasa pusing, jangan
kata menurunkan layar, berdiri saja tidak sanggup. Keruan Hana kelabakan, ia berteriak-teriak,
"Ayolah, lekas . . . Lekas ..."
Hoay-soan tahu jika terlambat lagi, sebentar perahu tentu akan terbalik, dia tidak berani
meninggalkan rangkulannya pada tiang layar untuk melepaskan tali layar. Tiba-tiba didapatkan
akal, dikeluarkannya belati dan digigit, lalu ia memanjat tiang layar.

Sekuatnya ia merambat kepuncak tiang, setiba di situ, dirasakannya bumi seakan-akan
berputar. Meski dia belajar ilmu silat dan bukan gadis biasa, tapi ilmu silatnya sekarang sama
sekali tidak berguna, kepalanya pusing sehingga hampir tidak dapat melihat.
Sambil merangkul tiang layar, dengan belatinya ia memotong kesana-sini secara ngawur,
untung sekali tabas kebetulan tali utama layar terpotong putus. segera layar itu jatuh terbawa
angin.
Guncangan perahu lantas banyak berkurang, akan tetapi ombak semakin dahsyat, bahkan
turun hujan lagi dengan lebatnya. sekuatnya Hana memegang kemudi, air hujan menyiram
mukanya sehingga mata pun sukar terbuka.
Udara gelap gulita, guntur menggelegar susul menyusul, suasana sangat menakutkan, Kan
Hoay-soan masih merangkul dipuncak tiang layar dan belum lagi turun.
Sesungguhnya bukan dia tidak mau turun. sebab setelah disiram air hujan dan merasa takut
oleh bunyi guntur yang gemuruh, dia tambah erat merangkul tiang layar dan tidak pikirkan urusan
lain lagi.
Lama-lama puncak tiang itu tidak tahan berat seorang manusia, "krek". mendadak tiang layar
patah dan jatuh kelaut. Dalam keadaan kepala pusing tujuh keliling, hakikatnya Hoay-soan tidak
tahu apa yang terjadi, tahu-tahu ikut tiang layar kecebur kedalam laut.
Patahnya tiang layar membuat beban perahu itu menjadi ringan, meski gelombang ombak tetap
sangat besar, namun perahu itu ikut terombang-ambing dan tidak perlu kuatir lagi akan terbalik,
Perubahan cuaca sungguh cepat sekali, baru saja terjadi hujan badai, sebentar saja hujan
lantas berhenti dan angin berhenti meniup, suasana kembali tenang. Dua-tiga jam kemudian, hari
pun mulai remang-remang, fajar sudah hampir menyingsing.
Hana masih terus merangkul kemudi ditempat semula, meski dinegerinya dia sudah terbiasa
naik kuda dan memanah sepanjang hari, tapi siksaan hujan badai hampir semalam suntuk
membuatnya kelelahan dan terpulas.
Guncangan perahu yang hebat membuat Yu Wi terpaksa harus mengerahkan tenaga dalam
untuk menahan tubuh Yap Jing di atas dek. setelah ia mengeluarkan tenaga semalaman, saking
lelahnya akhirnya ia tertidur.
Hanya Yap Jing saja yang tetap tidur dengan tenang seperti semula, obat pemberian Yu Wi
telah menambahkan tenaganya, obat itu sangat mujarab terhadap luka luar. setelah tidur
semalam, Yap Jing yang mendusin lebih dulu.
Hari sudah tenang sehingga keadaan kamar perahu tertampak dengan jelas, Yap Jing merasa
sekujur badan segar dan hangat, ia pikir apakah dirinya sudah mati terpanah dan sekarang sudah
berada di akhirat?
Tapi apa yang dilihatnya ternyata bukan begitu halnya.
Cahaya matahari terasa menyilaukan mata, jelas inilah dunia fana, tanpa terasa ia meraba luka
di bagian punggung, sekali raba, yang teraba adalah tubuh hangat seorang lain-
Baru sekarang disadarinya ada seorang tidur dengan setengah mendekap diatas tubuhnya.
Keruan jantung Yap Jing berdebar, diam-diam ia membatin, "Wah, siapakah dia?"
Tiba-tiba didengarnya debur ombak yang keras, ia terkesiap dan merasakan berada di atas
perahu, setelah direnungkan, tahulah dia pasti Yu-toako yang telah menolongnya ke atas perahu
ini, hanya dia saja yang mampu menyembuhkan lukanya yang terkena panah itu. Ia tidak tahu
sekarang berada dimana dan siapa pula yang tidur menindih tubuhnya ini.
Hidungnya mencium bau badan lelaki yang khas, padahal situkang perahu sudah mati
terpanah, satu-satunya lelaki di atas perahu hanya Yu Wi saja, maka orang yang bertiarap di atas
tubuhnya ini pasti Yu-toako. Tapi mengapa dia tidur menindih tubuhnya?
Mau-tak-mau pikiran Yap Jing menuju ke hal begituan, seketika mukanya menjadi merah,
dirasakan sekujur badan sendiri hangat segar, tapi tidak bertenaga sedikit pun.
Tenaga Yu Wi pulih dengan sangat cepat, ketika mendengar suara napas Yap Jing yang agak
terengah, ia terjaga bangun, setelah melompat bangun dan berduduk. cepat ia tanya, "Sudah
baikkah kau?"
Pelahan Yap Jing bangun berduduk. jawabnya dengan menunduk. "Sudah baik, cuma tidak
bertenaga."

Yu Wi mengangguk. Ia memutar ke belakang Yap Jing dan coba meraba punggungnya.
sebagian baju bagian punggung Yap Jing sudah terrobek, tubuh nona itu bergetar ketika tersentuh
oleh tangan Yu Wi.
Yu Wi meraba borok dipunggung si nona, katanya dengan menyesal, "Ai, ayahmu sungguh
kejam, ketiga panah ini sama sekali tidak kenal ampun. Meski luka ini sudah sembuh, tapi darah
terlalu banyak keluar, seketika tenagamu belum dapat pulih. sedikitnya kau perlu istirahat sebulan
lagi "
"Toako, kembali kau yang menyelamatkan jiwaku." kata Yap Jing dengan terharu.
"Besar amat ombak semalam, sungguh kukuatir lukamu akan pecah lagi, terpaksa aku tiarap
diatas badanmu agar kau tidak terguncang terlalu keras." kata Yu Wi sambil memandang papan
perahu, dimana masih ada bekas tangan dan kakinya yang menancap rapat pada dek sehingga
guncangan perahu tidak sampai mengganggu luka Yap Jing itu.
Baru sekarang si nona tahu maksud tujuan Yu Wi bertiarap di atas tubuhnya, jadi pikirannya
sendiri tadi yang telah menyeleweng. ia pikir mungkin kuatir dirinya salah paham. maka Toako
sengaja memberitahukan tujuannya padaku. Mendadak Yu Wi berseru, "Ahh"
"Ada apa, Toako?" tanya Yap Jing.
"Hana dan adik soan entah berada dimana sekarang? ..." cepat Yu wi memburu ke atas perahu,
di buritan hanya kelihatan seorang saja dan tiada orang kedua.
Air muka Yu Wi menjadi pucat, ia mendekati buritan dan membangunkan Hana, tanyanya, "Di
manakah dia . . . "
Hana mendusin dengan mata masih sepat, sahutnya, "siapa. . .siapa yang kau maksudkan?"
"Adik soan," sahut Yu Wi dengan kuatir, "Hoay-soan hilang."
Cepat Hana merangkak bangun dan menuju ke tiang layar yang patah itu, ia raba bagian yang
patah, ucapnya dengan sedih, "Paling akhir kulihat dia memanjat ke atas tiang . . ."
"Bluks" Yu Wi jatuh terduduk di dek perahu dengan muka pucat, ia pikir kalau tiang layar
patah, maka Hoay-soan pasti juga ikut kecebur kelaut, ombak sebesar itu, mana ada harapan
buat hidup lagi .... ia tidak berani membayangkan bagaimana jadinya dengan Kan Hoay-soan, ia
duduk termenung tanpa berkata apa pun.
Hana memendangi langit yang luas, cahaya senja tampak gilang gemilang, angin reda dan
ombak tenang, sedikit pun tidak ada tanda-tanda baru terjadi badai semalam.
Tiba-tiba ia berlutut kearah barat, ia memejamkan mata dan berkomat-kamit memanjatkan
doa, entah merasa bersyukur karena dirinya sendiri dapat hidup atau karena berduka dan berdoa
bagi keselamatan teman seperahu.
Kelihatan wajahnya mengunjuk rasa sedih, jelas dia lagi berdoa Kan Hoay-soan.
Siapa pun tidak berani mengharapkan Hoay-soan akan hidup kembali, sebab hal ini terlalu
mustahil. tidak mungkin terjadi ....
Perahun itu terus terombang-ambing di tengah samudra raya tanpa arah tujuan tiang layar
patah, dayung juga sudah hilang, terpaksa perahu terombang-ambing sesukanya, betapapun
tinggi kungfu seseorang juga tak berdaya menghadapi keadaan demikian.
Selama lima hari perahu itu terhanyut kian kamari, untung persediaan air tawar dan rangsum
dalam perahu cukup banyak, biarpun terhanyut beberapa hari lagi juga masih tahan. Tapi bila air
minum sudah habis, maka tiada jalan lain kecuali menanti kematian belaka.
Yap Jing hanya berbaring didalam perahu untuk merawat lukanya, sedangkan Yu Wi sepanjang
hari hanya berduduk saja diatas dek tanpa berkata, memandangi langit dengan termenungmenung,
benaknya seolah-olah kosong dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Hana tahu anak muda itu berduka bagi hilangnya Kan Hoay-soan, maka iapun tidak berani
mengganggunya, ia sibuk dengan tugasnya, yaitu membagi-bagikan makanan kepada Yu Wi dan
Yap Jing, malamnya ia menutupi tubuh Yu Wi dengan selimut, ia sendiri tidur disamping anak
muda itu.
Yu Wi juga tidak menyuruh Hana tidur ke dalam kabin, bila lelah iapun tidur dengan berduduk
di haluan perahu, kalau mendusin ia lantas memandang lagi kesekeliling lautan seakan-akan
berharap bisa menemukan keajaiban dan mendadak melihat Kan Hoay-soan terhanyut di tengah
laut.

Suatu hari, sang surya tepat di tengah cakrawala dengan sinarnya yang gemilang, langit cerah
tiada awan, air laut tenang, dalam bulan delapan, cahaya matahari tidak terlalu panas sehingga
badan terasa hangat meski terjemur sepanjang hari.
Di tengah lautan lepas nan sunyi itu, tiba-tiba terdengar suara nyanyian berkumandang dari
kejauhan- Dari suaranya yang serak dapat diketahui bahwa yang menyanyi itu pasti seorang tua.
Mendadak Hana berseru, "He, aneh, sungguh aneh, manusia berjalan di permukaan laut"
Dari suaranya saja Yu Wi sudah terkejut, sebab suara itu kedengaran sangat kuat. meski
berkumandang dari jauh, namun tiada ubahnya seperti timbul dari tempat yang dekat.
Diam-diam Yu Wi heran, pikirnya, "sungguh luar biasa tenaga dalam orang tua ini, di dunia
sekarang rasanya sukar dicari bandingannya."
Ketika didengarnya pula Hana lagi berseru "ada orang berjalan dipermukaan laut", tanpa terasa
berpaling memandang ke arah sana. iapun heran siapakah yang dapat berjalan dipermukaan laut
kecuali malaikat dewata.
Sebab lautan terlalu luas, betapa sukar orang meluncur di atas air. berlainan dengan sungai
yang tidak luas, orang yang memiliki Ginkang tinggi mungkin sanggup menyeberanginya dengan
meminjam daya luncuran sepotong papan- Tapi lautan seluas ini, tidak mungkin orang dapat
meluncur sejauh ini tanpa berganti napas.
Tapi ketika dilihatnya ada seorang benar-benar berjalan dipermukaan, laut, bahkan sangat
cepat jalannya, hanya sebentar saja sudah dekat dan terlihat dengan jelas adalah seorang kakek
berjubah cokelat dengan muka berjenggot cabang tiga dan selalu tersenyum,
Dia langsung menuju kearah Yu Wi, hanya sekejap saja sudah tinggal beberapa tombak
jauhnya, mendadak ia melayang keatas, dengan enteng hinggap di haluan perahu, disamping Yu
Wi, katanya, "Maaf mengganggu"
Habis berkata, tanpa memperkenalkan diri, ia pun duduk bersila menirukan Yu Wi.
Waktu anak muda itu memandang ke permukaan laut, tertampak mengapung sepotong papan
berujung lancip sepanjang dua meteran, baru tahu Yu Wi akan duduknya perkara, kiranya kakek
itu menggunakan Iwekangnya yang tinggi untuk menguasai papan itu sehingga dapat laju
dipermukaan laut, jadi bukan berjalan diatas laut seperti disangka Hana.
Untuk bertindak demikian diperlukan juga Ginkang dan keberanian yang luar biasa, sebab bila
ada gelombang laut, laju papan itu tentu tidak mantap dan penumpangnya pasti akan kecebur.
Sudah tentu Hana tidak tahu duduknya perkara, ia bertanya kepada si kakek, "Eh, Losiansing,
apakah engkau malaikat dewata?"
Si kakek hanya tersenyum saja tanpa menjawab, lalu memandang jauh kedepan sana.
Kuatir Hana merasa kikuk. Yu Wi lantas memberi penjelasan, "Bukan, hanya ginkang Losiansing
ini sangat tinggi sehingga dapat pesiar di laut dengan menumpang sebuah papan"
"Ah, biarpun bukan malaikat dewata, kepandaian demikian juga sudah mendekati kesaktian dan
kegembiraan dewa." ujar Hana dengan tertawa.
"Benar pesiar di atas laut memang segembira dewa." kata si kakek dengan senang. "Ah, itu dia
kapalku sudah datang menjemput diriku."
Waktu semua orang memandang ke sana, benarlah ada sebuah kapal besar sedang meluncur
tiba dengan cepat.
Baru sekarang Yu Wi tahu sebabnya si kakek berani pesiar di atas laut, rupanya dia selalu di
ikuti sebuah kapal. Tapi mengingat orang suka pesiar cara unik ini, jelas perangainya juga luar
biasa.
Sesudah kapal besar itu mendekat, si kakek berkata. "Perahu kalian tidak mungkin tahan hujan
badai, kalian boleh naik kapalku saja."
"Terima kasih atas maksud baik Losiansing," jawab Yu Wi. lalu ia masuk kekabin dan
memanggil Yap Jing keluar.
Setelah perahu merapat dengan kapal besar itu, kelasi di atas kapal menggantol perahu itu
dengan galah berkait, tampak seorang pemuda bersandar di lankan kapal dan menyapa dengan
tertawa, "Ada penemuan apa, ayah?"
"Ah, tetap sama saja," jawab si kakek tadi.
Berbareng dengan suaranya itu, dengan gaya yang indah ia terus melayang ke atas kapal.
Ginkangnya tidak kelihatan ada sesuatu yang istimewa, tapi Yu Wi cukup bisa menilai, sebab

begitu tubuh si kakek mengapung ke atas, perahu yang dipijaknya tidak berguncang sedikit pun,
maka dapatlah dibayangkan betapa hebat Ginkangnya.
Rupanya si kakek sengaja hendak menguji, ia berseru kepada Yu Wi, "Ayolah lekas naik ke sini"
Tenaga Yap Jing belum pulih sehingga sukar untuk main lompat, dtngan suara pelahan Yu wi
lantas berbisik padanya, "Mari kugendong kau"
Setelah ragu sejenak. Yap Jing lantas mendekap di punggung Yu Wi dan merangkul lehernya.
"Rangkul yang erat" seru Yu Wi, berbareng dengan suaranya itu iapun melayang ke atas kapal
besar itu. Meski perahu bergoyang sedikit, tapi juga lumrah saja dan tidaklah memalukan.
Si kakek lantas memuji, "Ginkang bagus, anak muda"
Yu Wi lantas melompat turun lagi ke perahu, tanpa disuruh Hana terus merangkul erat di
belakang punggung Yu Wi.
"Kau takut tidak?" tanya Yu Wi.
"Tidak," jawab Hana dengan tertawa.
"Baik," berbareng dengan ucapannya ini, kembali Yu Wi mengapung ke atas kapal.
"Cerdik benar, anak muda" si kakek memuji pula dengan tersenyum.
Kiranya Yu Wi dapat melihat cara melompat si kakek keatas kapal tadi didahului dengan ucapan
"sama saja" hal ini sangat menguntungkan pengerahan Ginkangnya, sebab itulah dua kali iapun
menirukan si kakek dengan bersuara " rangkul yang erat" dan "baik". sebab kalau dia tidak
bersuara dan melompat begitu saja, tentu hawa dalam tubuh tidak terembus keluar dan akan
menekan ke bawah sehingga membikin perahu bergoyang.
Tapi sekarang meski perahu itu bergoyang sedikit, tapi dia melompat ke atas dengan
menggendong satu orang, kalau dibandingkan si kakek. betapapun masih dapat dikatakan
setingkat.
Si kakek tadi lantas berkata kepada pemuda di atas kapal, "Anakku, berkenalan dengan Toako
ini."
Dengan angkuh pemuda itu menjawab, "Apakah mereka pun orang yang tertimpa musibah
hujan badai?"
Dari nada ucapan orang agaknya telah ditemui beberapa rombongan orang yang tertimpa
hujan badai, maka Yu Wi lantas mendekati pemuda itu, ia memberi hormat dan menyapa,
"Siapakah she Anda yang terhormat?"
Dengan sikap pongah pemuda itu menjawab, "Aku she Auyang, kapal kami ini tidak menerima
penumpang luar, setiba didaratan hendaklah lekas kalian turun"
Meski mendongkol, Yu Wi tetap bicara dengan sopan, "Cayhe Yu Wi. maaf jika sekiranya
mengganggu. Ada suatu urusan ingin kumohon keterangan "
"Urusan apa?" jawab pemuda yang bernama Auyang Po itu dengan angkuh.
Melihat sikap orang yang kasar itu, diam-diam Yap Jing merasa gemas, pikirnya, "Hm, apa yang
kau sombongkan? sebentar boleh kau rasakan lihainya nonamu."
Didengarnya Yu Wi lagi berkata, "Dari ucapan Anda tadi, agaknya kapal kalian sudah banyak
menyelamatkan orang yang tertimpa bahaya." Auyang Po hanya mengiakan saja seperti malas
untuk menjawab. si kakek lantas menambahkan dengan tertawa, "Berikut kalian sudah tiga kali."
"Kedua kali yang duluan adakah terdapat seorang nona yang bernama Kan Hoay-soan?" cepat
Yu Wi tanya pula,
"Ehm. memang ada . . ." jawab Auyang Po acuh tak acuh.
"Hah, dimana dia?" tanya Yu Wipula dengan girang.
"Untuk apa kau tanya dia?" jelas sikap Auyang Po merasa kurang senang.
Yu Wi memberi hormat lebih dulu sebagai tanda terima kasih, lalu menjawab, "Dia adalah
adikku, dia kecebur ke laut berikut tiang layar yang patah, kami menyangka dia tak ada harapan
lagi untuk hidup, tak terduga telah diselamatkan oleh Anda, sungguh entah cara bagaimana kami
harus berterima kasih."
"Tidak perlu terima kasih, beberapa hari yang lalu dia sudah terjun lagi kelaut," Rengek Auyang
Po.
"Hah, apa katamu?" tidak kepalang kejut Yu Wi. "Dia ... dia terjun lagi kelaut?"
Tanpa memperlihatkan perasaan apa pun Auyang Po menjawab, "Betul, sia-sia saja kami
menyelamatkan dia."

Dengan menyesal si kakek ikut bicara, "Ai, adik perempuanmu sungguh berwatak terlalu keras,
setelah siuman dan tidak menemukan kalian, disangkanya kalian sudah mengalami petaka
seluruhnya, maka dia bilang hendak ikut pergi bersama kalian."
"Mengapa dibiarkan dia terjun lagi kelaut dan tidak kalian mencegahnya," seru Yu Wi dengan
gusar.
"Hah, sungguh aneh" jengek Auyang Po. "Adik perempuanmu sendiri kurang waras dan mau
berbuat begitu, masa orang lain kau salahkan?"
"Aku tidak percaya," teriak Yu Wi, "dia cukup sehat dan waras. tidak nanti dia terjun lagi kelaut
tanpa sebab-"
Yap Jing juga sangsi, katanya, "Ya, di dunia ini tidak mungkin ada orang sebodoh itu mau
terjun ke laut seccra suka rela, kalau dibilang lantaran kami, sebelum dia menyaksikan kami
benar-benar mengalami petaka, biarpun anak kecil juga menaruh harapan kemungkinan kami
masih hidup,"
Sikap si kakek tampak agak menyesal, dia seperti mau omong lagi, tapi Auyang Po lantas
menggoyang tangan dan berseru, "Ayah, biarkan saja jika mereka tidak percaya, lekas kita antar
mereka ke daratan dan selesailah kewajiban kita menolong mereka."
Si kakek mengangguk dan tidak bicara lagi. baru saja ia mau menyingkir, mendadak muncul
seorang nenek dari kabin kapal sana dan berseru, "Auyang Liong-lian, watakmu yang suka
membela anaknya sendiri sampai sekarang ternyata belum juga berubah."
Muka nenek itu kelihatan penuh keriput, seperti kulit ayam betina tua yang sudah dicabuti
bulunya, Badan agak gemuk dan membawa tongkat panjang. Dengan langkah pelahan ia
mendekati mereka.
Si kakek tampak melengak. tanyanya, "Siapa kau? Dirimana kau tahu aku bernama Auyang
Liong-lian"
Nenek itu tertawa lebar sehingga kelihatan mulutnya yang ompong, jawabnya, "Siapa diriku,
bukankah akupun orang yang tertimpa bahaya dan ditolong oleh kalian ayah dan anak?"
Seketika lenyap senyuman yang selalu menghiasi wajah si kakek, katanya, "Kutanya padamu
darimana kau tahu namaku?"
Nenek itu berhenti sambil menekuk pinggang dengan kemalas-malasan, pelahan ia ketuk
tongkatnya, lalu berkata dengan gegetun, "Ai, tua sudah tua, sampai berjalan pun terasa berat"
Mendadak Auyang Po membentak, "Jangan berlagak pilon, ayah tanya padamu, lekas kau "
Sorot mata si nenek yang tajam beralih ke arah Auyang Po. seketika Auyang Po tertunduk
begitu kebentur dengan sinar mata orang. pikirnya, "Aneh mengapa sinar mata nenek reyot ini
sedemikian menggetar sukma orang?"
Dengan tertawa nenek itu berkata pula, "saudara Liong-lian, masakah kau lupa padaku, meski
sudah lebih 40 tak berjumpa, tapi dirimu tidak sampai kulupakan."
"Berpisah 40 tahun lebih ... ." Auyang Liong-lian terkejut.
"Masa belum lagi ingat?" ujar si nenek. "Ai, Hay-liong-ong, kukira kau sudah mulai pikun-"
Auyang Liong-lian tambah terkejut, pikirnya, "Julukanku, Hay-liong-ong sudah lebih 20 tahun
tidak kupakai, tapi dia ternyata tahu, jangan-jangan dia . . .."
Tapi setelah direnungkan lagi, rasanya juga tidak sama, maka sambil menggeleng kepala ia
berkata pula, "Sebutan Hay-liong-ong sudah lama kubuang, sesungguhnya siapa kau?"
"Ya, ya, kutahu," ujar si nenek dengan menyesal, "Memang tidak pantas kusebut pula Hayliong-
ong. Mengenai siapa diriku, jika kau tetap tidak ingat, anggap saja diriku ini orang asing."
"Jika tidak mau kau katakan, lekas enyah saja dan jangan mengoceh melulu di sini," damperat
Auyang Po.
Mendadak Yu Wi berkata, "Auyang-heng, tidak seharusnya kau bersikap kasar terhadap
seorang tua."
Auyang Po melirik hina kepada Yu Wi, damperatnya, "Untuk apa kau ikut campur urusan orang
lain?" segera ia mendekati anak muda itu.
Si nenek memandang Liong-lian, dilihatnya tiada tanda-tanda orang tua itu hendak mencegah
sikap kasar anaknya, nenek itu menggeleng kepala dan berkata, "Ai, saudara Liong-lian, janganlah
kau lupa kepada kematian putera sulungmu itu dahulu."
Seketika air muka Auyang Liong-lian berubah dan membentak. "Jangan kurang sopan, anak Po"

Auyang Po lantas berhenti, katanya dengan pongahnya, "Biarkan anak memberi hajaran
setimpal kepada bocah ini, ayah"
"HHm, belum tentu kau dapat menandingi orang . . . ." jengek si nenek.
Auyang Po menjadi gusar, teriaknya, "Jika dalam 10 jurus tidak dapat kuhantam bocah ini
hingga cebur kelaut, percumalah kubelajar kungfu dari ayah selama belasan tahun."
Agaknya Auyang Liong-lian memang sudah biasa suka membela anaknya sendiri baik benar
ataupun salah, maka dia tersenyum dan berkata pula. "Baiklah, boleh juga kau belajar kenal
dengan Yu-toako ini, cuma jangan sunoguh-sungguh."
Setelah mendapat izin sang ayah, Auyang Po tambah berani dan girang, segera ia melangkah
maju dan berdiri di depan Yu Wi.
Tapi Yu Wi tetap berduduk di tempatnya dan berkata, "Aku tidak mau berkelahi denganmu."
"Mana boleh sesukamu?" jenyek Anyang Po. "Mau-tak-mau harus barkelahi"
"Selamanya kita tidak ada permusuhan apa pun. kenal pun baru terjadi. untuk apa kita harus
berkelahi?" ujar Yu Wi.
Dengan angkuh Anyang Po berkata, "Siapa suruh kau suka ikut campur urusan orang? Apabila
kau tahu dan tidak berani berkelahi, boleh juga kutendang dua kali sekadar pelampias
dongkolku."
Mendengar ucapan menghina ini, Yu Wi tidak marah, tapi Yap Jing jadi gusar, damperatnya,
"Toako menasihati kau jangan bersikap kasar terhadap orang tua, tindakan ini kau anggap ikut
campur urusan orang, hanya saja Toako tidak ingin berkelahi denganmu. . . ."
"Hahaha," Auyang Po bergelak tertawa. "Toakomu bernyali kecil dan penakut, jika berani boleh
juga kau wakilkan dia."
"Biarpun nona bertempur denganmu juga belum pasti akan dikalahkan oleh manusia rendah
dan sombong macammu ini." jawab Yap Jing.
"Bagus. jika demikian ayolah maju" teriak Auyang Po dengan gusar.
Selagi Yap Jing hendak berbangkit, tiba-tiba Yu Wi berbisik padanya, "Jing-ji, orang telah
menyelamatkan kita, meski kita belum tentu akan mati selama terombang-ambing di tengah
lautan, tapi apa pun juga kita hutang budi padanya Jangan kau marah, betapapun kita tidak boleh
menjadi manusia yang lupa budi."
Yap Jing sangat menurut kepada perkataan Yu Wi, meski tetap penasaran, ia tidak jadi maju ke
sana.
Dengan gusar Auyang Po lantas berteriak pula, "Kau sendiri tidak berani berkelahi, orang lain
juga kau larang, sesungguhnya apa maksudmu?"
Dengan hormat Yu Wi menjawab, "Sekalipun anda menendang dua kali pada ku juga takkan
kubalas."
Watak Auyang Po memang sudah terbiasa garang. ia benar-benar mendekati Yu Wi dan
menendangnya .
Melihat kebrutalan Auyang Po sudah sedemikian rupa dan Auyang Liong-lian tetap anggap sepi
saja, seakan-akan anaknya memang pantas menendang dua kali pada Yu Wi, si nenek tadi
menjadi gusar, serentak ia angkat tongkatnya dan menyerampang kaki Auyang Po.
Jarak si nenek dengan Yu wi ada beberapa meter jauhnya, tapi tongkatnya menyapu secepat
kilat, tempat yang diserang memaksa lawan harus menyelamatkan diri lebih dulu jika kakinya tidak
mau patah. Keruan Auyang Po terkejut dan cepat melompat mundur.
Kata orang: "Sekali seorang ahli turun tangan sebera ketahuan berisi atau tidak",
Kelihatannya untuk berjalan saja si nenek sudah payah, tapi gerak hantaman tongkatnya ini
ternyata sangat lihai.
Auyang Liong-lian terkesiap. ucapnya dengan tertawa, "Ah, urusan anak kecil, kenapa kau ikut
campur, lebih baik kita menonton saja di samping."
Di balik ucapannya itu seakan-akan hendak bilang janganlah si nenek ikut campur, kalau tidak.
maka dia juga takkan tinggal diam,
Sambil menatap Auyang Liong-lian, si nenek mendengus, "Huh, apakah sudah kau lupakan
kematian putera sulungmu yang penasaran itu?"
"Urusan yang sudah lampau untuk apa mengungkitnya pula?" sahut Auyang Liong-lian dengan
gusar.

"Lagipula, ketujuh orang yang membunuh anakku dahulu itu, satu persatu juga sudah
kubinasakan seluruhnya "
"Tapi tidak kaupikirkan bahwa nama kebesaran Hay-liong-ong juga tamat sejak itu?" Rengek si
nenek.
Tiba-tiba Auyang Liong-lian menghela napas, siapa pun dapat merasakan betapa sedih suara
napasnya itu, pikir Yu Wi, "Barangkali putera sulung Auyang-siansing ini dahulu banyak berbuat
kejahatan, lalu dibunuh oleh ksatria dunia persilatan, tapi dia tidak menyesali anaknya sendiri yang
bersalah sebaliknya balas membunuh ketujuh ksatria Bu-lim itu sehingga menimbulkan kegusaran
para pahlawan dan secara beramai-ramai mengerubutnya sehingga nama kebesaran Hay-liongong
lantas runtuh sejak itu"
"Saudara Liong-lian," kata pula si nenek. "Kau dapatkan keturunan lagi setelah berusia lanjut.
semestinya kau beri hajaran yang baik, siapa tahu kau malah memberi hati padanya sehingga
anakmu berani berbuat sewenang-wenang, apakah anakmu ini akan mengalami nasib yang sama
seperti kakaknya dahulu?"
Air muka Auyang Liong-lian berubah menjadi masam, ucapnya, "Berulang kau sebut saudara
Liong-lian padaku, padahal aku tidak merasa kenal dirimu, maka jangan kau sebut begitu lagi pada
ku. Pula urusan diriku juga tidak perlu kau ikut campur." Ucapannya sangat ketus sehingga
membikin kikuk orang.
Tapi si nenek lantas tertawa malah, katanya, "Ai, orang baik hati malah digigit anjing, ini
namanya cari penyakit sendiri" Mendadak ia menarik muka dan berseru, "Nah, Auyang Liong-lian,
setelah selesai anakmu bertanding, sebentar kita juga boleh coba-coba ukur tenaga."
Auyang Liong-lian tidak memandang sebelah mata pada si nenek. dengan tertawa ia
menjawab, "Boleh, pasti kuiringi kehendakmu."
Ia merandek sajenak. lalu berkata pula, "Nah, anak Po, coba minta petunjuk lagi kepada Yutoako."
Karena disabat oleh tongkat si nenek tadi, Auyang Po berdiri terkejut di samping sana, maka
ucapan sang ayah ini membuatnya garang lagi, segera ia melompat maju dan pasang kuda-kuda.
serunya. "Ayo bangun, jangan pura-pura duduk saja di situ."
Tapi Yu Wi memang tidak suka berkelahi dengan dia, ia malah memejamkan mata dan tidak
memandangnya.
"Eh, bocah ini. jika kau tidak mau berkelahi dengan anakku berarti kaupandang rendah
padaku," kata Auyang Liong-lian.
Diam-diam Yu Wi merasa gegetun, ketika melihat si kakek pesiar di permukaan laut. semula
disangkanya orang pasti seorang kosen yang sengaja menjauhi dunia ramai, siapa tahu Auyang
Liong-lian justeru berjiwa sempit begini, suka membela anak sendiri, suka berkelahi, lalu apa
bedanya dengan khalayak ramai ditepi jalan? Ia lantas membuka matanya dan berkata, "Jing-ji,
masihkah perahu kita?"
"Masih tertambat di samping kapal," jawab Yap Jing.
"Jika demikian, marilah kita pergi saja," kata Yu Wi sambil berbangkit.
"Ke mana?" seru Hana kaget.
"Ke atas perahu kita," sahut Yu Wi.
Muka Hana menjadi pucat, katanya, "Tapi tiang layar perahu itu sudah patah, tiada dayung
lagi, mana dapat berlayar?jika kita naik perahu itu lagi sama dengan mengantar kematian."
"Lebih baik kita mati ditengah laut daripada dihina di atas kapal ini," kata Yap Jing dengan
tersenyum.
Yu Wi mengangguk kepada Yap Jing dengan tersenyum, katanya, "Betul, orang tidak suka
menerima kita, untuk apa kita tinggal di sini?"
Segera mereka bertiga melangkah ke tepi kapal. Mendadak si nenek melompat maju dan
menghadang di depan mereka, betapa hebat Ginkangnya sungguh sama sekali berbeda daripada
gerakannya yang reyot tadi.
"Sampai berjumpa lagi, Locianpwe," kata Yu Wi sambil memberi hormat.
"Akupun orang yang tertimpa malang, jika kalian tidak tahan dihina, aku lebih-lebih tidak
tahan" kata nenek itu.

"Jika demikian, silakan Locianpwe ikut pergi bersama kami saja," ucap Yap Jing dengan
tersenyum.
Tapi si nenek menjawab dengan serius, "Hal ini pun boleh juga, tinggal disini juga jemu melihat
si tua pikun itu. Cuma sebelum pergi. urusan harus kubikin jelas lebih dulu."
"Urusan apa yang belum jelas?" tanya Yu Wi.
"Sebab apa adik perempuanmu sampai terjun lagi kelaut, masa tidak perlu kau tanya
sejelasnya?" ujar si nenek.
"Kan sudah dijelaskan oleh Losiansing tadi, jadi kupercaya saja," kata Yu Wi.
"Hm, masakah begitu sederhana urusannya," jengek si nenek. "Kenapa tidak kau tanya yang
lebih jelas?"
Yu Wi berpaling dan memandang Auyang Liong-lian, seketika orang tua itu merasa kikuk oleh
pandangan Yu Wi yang penuh tanda tanya itu.
Mendadak Auyang Po berkata, "Akulah yang paksa anak dara itu terjun ke laut."
"Nah, kau sudah mengaku sendiri," jeng ek si nenek.
Selangkah demi selangkah Yu Wi mendekati Auyang Po, tanyanya dengan gusar, "Sebab . .
sebab apa?"
Auyang Po berdiri saja tanpa bergerak, jawabnya dengan tidak kurang garangnya,
"Tidak sebab apa-apa, hanya lantaran aku suka begitu"
Sorot mata Yu Wi seakan-akan menyemburkan api, teriaknya, "Dia seorang anak baik-baik,
berdasarkan apa kau paksa dia terjun ke laut? Lekas katakan Kesabaranku juga ada batasnya. ..."
"Hahahaba" Auyang Po tertawa latah, "Tuan muda justeru ingin kau mau bermain-main
denganku. jika benar kau ingin tahu apa sebabnya adik perempuan yang tercinta itu terjun lagi ke
laut, hehe, perlihatkan satu-dua jurus lebih dulu,"
Yu Wi angkat kedua tangannya yang masih terikat itu, ucapnya sekata demi sekata, "Baik,
boleh kau serang lebih dulu."
"Eh, nanti dulu, silakan kau buka ikatan tanganmu," kata Auyang Po dengan lagak adil. "Tali ini
tidak dapat dibuka, tidak perlu tunggu lagi," seru Yu Wi dengan melotot.
"Hah, latah juga kau," kata Auyang Po dengan mendongkol, "Maksudmu hendak bergebrak
dengan Tuan muda dengan tangan terikat, apakah kau remehkan kungfu keluarga Auyang kami?"
Sejak tadi Auyang Liong-lian sudah melihat tali pengikat tangan Yu wi yang hitam gilap itu, ia
menyangka anak muda itu terikat oleh musuh dan belum sempat dibuka, maka sekarang ia lantas
berkata, "Biarlah kubukakan tali pengikatmu, anakku memang tidak boleh menarik keuntungan
ini..
"Huh, tua bangka mucam kau juga mampu membuka tali pengikat Hu-liong-soh itu?" Rengek
Yap Jing tiba-tiba.
"Apa katamu, Hu-liong-soh?" seru Auyang Liong-lian terkejut.
Dia pernah mendengar nama tali pengikat naga itu, cuma belum pernah melihat wujudnya.
Pikirnya, "Konon Hu-liang-soh tidak dapat dibuka oleh siapa pun, tali ini juga tidak mempan
dipotong senjata tajam. lantas siapakah yang mengikat tangan bocah ini dengan tali wasiat ini?"
Karena Yap Jing memakinya sebagai tua bangka, dengan gusar ia lantas bertanya, "Kau maki
siapa, budak busuk?"
Si nenek tertawa lebar, katanya, "Tentu saja. memaki kau, apabila kau bukan tua bangka,
boleh coba kau buka tali itu."
Sudah tentu Anyang Liong-lian tidak mau mengambil risiko itu, sebab kalau tidak berhasil kan
bisa ditertawai orang. segera ia menjawab dengan tertawa, "Tampaknya saudara cilik she Yu ini
menganggap dirinya sangat hebat. Baiklah anak Po, tidak perlu membuka tali pengikatnya, kaupun
tidak perlu bergebrak sampai tiga belas jurus."
Si nenek lantas menjengek. "Auyang Liong-lian, tampaknya kau bukan saja tua bangka, bahkan
juga tebal kulit mukamu. tua bangka yang tidak tahu malu." Hana tertawa geli mendengar makian
si nenek yang pedas dan lucu itu.
Tapi Auyang Liong-lian berlagak tidak mendengar, ia pandang Hana dengan tersenyum. Diamdiam
Hana pikir tua bangka ini memang betul bermuka tebal.

Dalam pada itu Auyang Po lantas berkata dengan angkuh, "Jika kau bergebrak dengan Tuanmu
dengan tangan terikat. bila lebih dari tiga jurus anggaplah Tuanmu yang kalah." Belum habis
ucapnya. kontan ia menghamtam dengan sebelah telapak tangan-
Kuatir Yu Wi tidak sanggup menangkis serangan itu, cepat si nenek berseru, "Ke 13 jurus Imyang
san-jiu keluarga Auyang terkenal lihai. tangan kanan bergerak pura-pura, tangan kiri
memukul sungguhan, jika dalam tiga jurus tidak kalah berarti kau yang menang."
Di balik ucapannya itu dia bermaksud menyuruh Yu wi berusaha menahan tiga jurus, apabila
lewat tiga jurus, maka anak muda itu boleh berhenti bertempur dan menang. sebab kalau ke-13
jurus Im-yang-san-jiu ajaran Auyang Liong-lian itu sampai dimainkan seluruhnya, bukan mustahil
anak muda itu akan kecundang.
Auyang Liong-lian tidak menduga si nenek juga kenal Im-yang-san-jiu, pikirnya "Ketika terjadi
pertemuan Hoa-san pada 40 tahun yang lalu,justeru lantaran Im-yang-san-jiu belum berhasil
kuyakinkan dengan baik, maka aku dikalahkan oleh oh It to, padahal orang yang ikut hadir dalam
pertemuan Hoa-san itu rasanya tidak ada lagi yang kenal Im-yang-san-jiu andalanku ini. janganjangan
nenek ini ialah si dia? . . . ."
Dalam pada itu Yu Wi juga sudah siap ketika serangan Auyang Po dilancarkan, ia tahu serangan
yang lihai terletak pada telapak tangan kiri lawan, jika dia menangkis tangan kanan musuh, bisa
jadi serangan berikutnya akan sukar menangkisnya.
Karena mendapat petunjuk si nenek, diam-diam Yu Wi merasa berterima kasih, tanpa
memandang arah serangan Auyang Po lagi, mendadak ia melangkah kedepan, yang digunakannya
adalah langkah ajaib Hui-liong-pat poh.
Auyang Po menyangka satu kali serangan im-yang-san-jiu saja akan cukup membuat Yu Wi
kelabakan, siapa tahu mendadak kehilangan jejak musuh, keruan ia sendiri menjadi gugup, hanya
sekejap itu tahu-tahu dirasakannya angin keras menyambar tiba.
Kiranya Yu Wi telah mengapung keatas dan kedua kakinya menendang secara berantai,
sekaligus ia tendang tangan kiri Auyang Po yang terangkat didepan dada, jadi sebelum lawan
melancarkan serangan maut sudah didahuluinya.
Karena tangan kiri yang merupakan inti serangannya terancam, Auyang Pojadi serba susah.
Tapi iapun tidak bingung, cepat ia melangkah mundur, segera serangan kedua dilaporkan.
Tapi begitu hinggap ditanah, kembali Yu Wi melangkah lagi untuk kedua kalinya, langkah ini
tiada ubahnya seperti langkah pertama tadi, tapi langkah yang sama ini tetap tidak dapat diatasi
Auyang Po, mendadak ia merasakan tenaga tendangan lawan menyambar tiba kebagian dada
sehingga pukulan tangan kirinya terpatahkan lagi. Terpaksa ia menyurut mundur lagi dan
melancarkan serangan ketiga.
Tapi Yu Wi tetap menggunakan satu langkah yang sama dan Auyang Po terus terdesak mundur
pula, sampai ke-13 jurus Im-yang-san-jiu sudah dilontarkan seluruhnya, berturut ia sudah
terdesak mundur hingga tiga kali 13 atau sama dengan 39 langkah. Dalam pada itu ia sudah
terdesak mundur hingga tepi lankan kapal, jika mundur lagi bisa kecebur kelaut.
Agaknya Yu Wi sengaja hendak mendesak pemuda jumawa itu kecebur kelaut untuk membalas
dendam Kan Hoay-soan, maka tanpa berhenti masih terus mendesak dengan cara tadi, kedua
kakinya menendang pula secara berantai ke dada lawan
Bagian 26
Karena Im-yang-san-jiu sudah tidak berguna lagi, akhirnya Anyang Po pasti akan terdesak dan
terjerumus kelaut, agar dadanya tidak sampai tertendang, dalam keadaan kepepet begini ia
menjadi lupa kepada omongan besar sendiri yang menyatakan dalam tiga jurus akan mengalahkan
lawan tadi. cepat ia melompat kelaut sebelum kena tendangan Yu Wi.
"Hihihi. katanya tiga jurus akan mengalahkan musuh, akibatnya satu jurus lawan saja tak
mampu menangkis dan akhirnya kecebur laut," seru Yap Jing dengan tertawa geli.
Tidak kepalang gusar Auyang Liong-lian, mukanya tampak merah padam, tanpa menghiraukan
derajat sendiri lagi dan rusaknya nama, segera ia menghantam dengan jurus pertama Im-yangsan-
jiu.
Yu Wi tidak tahu kelihaian orang tua ini, seperti cara tadi, kembali ia melangkah maju dengan
hendak mendahului mengatasi lawan lagi. Tak tahunya kungfa Auyang Liong-lian sama tidak dapat

disamakan dengan Auyang Po, sama satu jurus Im-yang-san-jiu, lihainya ternyata berlipat ganda.
Bahkan dengan tenaga dalam Auyang Liong-lian yang hebat, asalkan kaki Yu Wi sedikit merandek
dan terpegang, bukan mustahil patah seketika oleh pukulannya.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas oleh si nenek cepat ia membentak, "Berhenti"
Serentak terhamburlah cahaya emas dari tangannya dan mengarah punggung Auyang Lionglian.
Merasakan cahaya emas itu sangat lihai dan sukar ditahan oleh pancaran tenaga dalam sendiri,
terpaksa Auyang Liong-lian menarik kembali serangannya dan meraup kebeLakang.
Cara kedua tangannya meraup ternyata sangat cepat sehingga rumpun cahaya emas itu
tertangkap seluruhnya olehnya, setelah diperiksa, ia berseru kaget. "He, Gu- mo-thian-ong- Cia "
Mendadak si nenek menarik kedoknya yang berupa selapis kulit tipis, seketika tertampaklah
wajahnya yang putih bersih laksana anak gadis, jengeknya, "Sekarang tentunya kau tahu siapa
diriku, bukan?"
"Hah, ternyata benar kau" kata Auyang Liong-lian dengan muka rada pucat.
Sementara itu Yu Wi telah turun ketepi dek kapal itu, tangan kiri yang tersentuh tangan lawan
terasa pegal dan hampir saja tidak sanggup berdiri tegak dan jatuh kelaut.
Ketika mendengar seruan Auyang Liong-lian tentang Gu-mo-thian-ong-ciam atau jarum bulu
kerbau raja langit, lalu melihat pula wajah asli si nenek, serentak iapun berseru kaget, "Ah, Giokbin-
sin-po dari Thian-san"
Memang betul, nenek inilah Giok-bin-sin-po atau si nenek sakti berwajah kemala (kemala disini
sebagai kiasan muka putih dan cantik), yaitu salah seorang diantara lima tokoh maha sakti di
daerah Tionggoan pada masa 40 tahun yang lalu.
"Cio-pocu, kau selundup keatas kapalku dengan menyamar, apakah untuk menjadi matamata?"
tegur Auyang Llong-lian.
"Memangnya kau anggap nenekmu orang macam apa dan perlu menjadi mata-mata? "jengek
Giok bin-sin-po.
"Ketentuan seratus tahun sudah lewat, sekarang beramai-ramai orang sama berusaha mencari
kitab pusaka Hian-ku-cip." kata Auyang Liong-lian. "Tapi kalian tidak paham ilmu pelayaran, dalam
hal ini keluarga Auyang kami saja yang mampu menjelajahi empat lautan, lalu untuk apa kau
datang kesini jika bukan untuk memata-matai kami?"
"Huh, orang yang bermuka tebal tentu bicaranya tidak tahu malu," ejek Giok bin-sin-po.
"Kehendakku sendiri kudatang kemari, kau cari caramu dan kucari caraku pula, memangnya
kudatang kesini untuk minta bantuanmu?"
"Habis untuk apa kau menyamar," tanya Auyang Liong-lian dengan gusar, "Sungguh tak terpikir
olehku bahwa Giok-bin-sin-po bisa berubah jadi seorang nenek keriput yang hampir masuk kubur,
dan mengapa pula sejauh ini tidak kau katakan asal-usulmu padaku?"
"Menyamar atau tidak kan hak kebebasanku," jawab Glok-bin-sin-po. "Soal asal-usulku, jika
tidak penting tentunya tidak perlu kukatakan."
"Hah, tidak perlu, berdasarkan nama dan tingkatanmu, memangnya alasanmu ini masuk
diakal?" jengek Auyang Liong-lian. "Cio-pocu, yang benar sengaja kau tiru cara rendah dengan
main sembunyi-sembunyi, kenapa tidak mengaku terus terang saja agar tidak tambah busuk
perbuatanmu."
Muka Giok-bin-sin-po menjadi merah, pikirnya. "Tujuanku menyamar dan menutupi asal-usulku
memang diam-diam sengaja hendak mengawasi apa yang dilakukan Hay-liong-ong (naga raja
laut) ini, kalau tidak, penemuan di antara kenalan lama sepantasnya memperlihatkan wajah asli
untuk menyatakan ketulusan hatinya." Karena merasa salah, si nenek diam saja dan menerima
ejekan Auyang Liong-lian itu
Merasa diatas angin, Auyang Liong-lian terus mendesak maju lagi, katanya, "Makanya kalau
menurut pendapatku, sebaiknya kau terjun kelaut saja, Cio-pocu. memangnya masih ingin
ngendon di sini untuk memata-matai diriku lagi? Lebih baik kuberitahukan sedikit kabar yang ingin
kau ketahui, mau?"
Giok-bin-sin-po menjadi kikuk sehingga tidak sanggup bicara lagi.

Yu Wi lantas melangkah maju dan memberi hormat kepada Giok-bin-sin-po, katanya, "Maaf
Locianpwe, akulah yang membikin Locianpwe terpaksa harus memperlihatkan asal-usul sendiri
sehingga Locianpwe terhina."
Lalu ia berpaling dan menjura kepada Auyang Liong-lian dan berkata pula, "Losiansing, jangan
kau bicara lagi, biarlah Wanpwe yang minta maaf padamu."
Teringat kepada anaknya yang di desak oleh Yu Wi sehingga terpaksa melompat ke laut,
seketika lenyap kesabaran Auyang Liong-lian. bentaknya dengan gusar, "Enyah, enyah, lekas pergi
Di sini tidak ada tempat bicara bagimu, lekas kau enyah kelaut sebelum kuturun tangan
melemparkan kau"
"Toako marilah kita kembali keperahu," ajak Yap Jing.
Dengan dingin Auyang Liong-lian berkata pula," Kembali keperahu? Hm, masakah masih
kembali keperahumu? Anak busuk. terjunlah ke laut, jika mampu boleh kau berenang sampai
daratan dan dilarang naik ke kapal mana pun juga."
"Auyang Liong-lian. jangan kau terlalu menghina orang," kata Giok-bin-sin-po mendadak.
"Hm, Co-pocu, masakah berani lagi kau ikut bicara di sini?" jengek Auyang Liong-lian.
Dengan gusar Glok-bin-sin-po menjawab, "Sebentar juga aku akan pergi sendiri, tapi sebelum
berangkat, perbuatan busuk anakmu itu harus kubongkar agar semua orang tahu betapa tua
bangka macam kau ini suka membela anaknya sendiri meski tahu anaknya berbuat salah."
"Memangnya anakku berbuat salah apa? Dapatkah kau tunjukkan buktinya?" tanya Auyang
Liong-lian.
Sementara itu Auyang Po sudah di tarik keatas kapal oleh para kelasi dalam keadaan basah
kuyup,
Giok-bin-sinpo menuding anak muda itu dan berkata, "Bukti? Kau minta bukti? Nah, suruh
anakmu saja bicara sendiri"
Teringat kepada Kan Hoay-soan, berkobar lagi api amarah Yu Wi, segera ia mendekati Auyang
Po dan bertanya dengan bengis, "Coba katakan, sebab apa kaupaksa dia terjun kelaut?"
Sudah pecah nyali Auyang Po oleh langkah ajaib Yu Wi tadi, melihat la wan mendesak maju,
dengan takut ia menyurut mundur beberapa tindak.
"Huh. dasar pengecut" ejek Yap Jing.
Sejak kecil Auyang Po sangat dimanjakan oleh sang ayah, bilakah pernah dicaci maki orang
secara begini. apa lagi yang memakinya adalah seorang nona cantik jelita, seketika timbul
keberaniannya dan berteriak, "Seorang lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab.
Lantaran . . . . "
Selagi ia hendak menguraikan sebab musabab Kan Hoay-soan terjun lagi ke laut, Auyang Lionglian
yang merasa malu jika hal itu diungkapkan, cepat ia membentak. "Tutup mulut, anak Po"
Ia merandek sejenak. lalu berkata pula, "Perempuan she Kan itu telah ditolong oleh anak Po
dan kemudian dipaksa terjun lagi ke laut. hal ini juga tidak dapat menyalahkan anak Po, sebab
kalau tidak ditolong, sudah lama nona itu pun sudah mati.Jadi mati lebih cepat atau lebih lambat
kan sama saja."
Giok-bin-sin-po mendamperat sambil menuding Auyang Liong-lian, "Dasar tidak tahu malu,
sungguh tidak punya muka. Pantas anakmu tidak becus begitu, rupanya yang tua tidak lurus,
dengan sendirinya yang muda juga miring, yang menjadi ayah tidak tahu malu, tentu saja
anaknya juga . . "
"Cio-pocu," potong Auyang Liong-lian mendengus "Kau bilang aku tidak tahu malu, baiklah, biar
aku tidak tahu malu sampai detik terakhir, coba apa yang dapat kau lakukan terhadap diriku. Kau
pun sudah kuselamatkan, sekarang tidak ingin kubicara denganmu, lekas kau pergi dari sini
sebelum kuturun tangan mengusir kau dengan kekerasan."
Saking gusarnya sekujur badan Giok-bin-sin-po bergemetar, teriaknya, "Baik, baik, biar kupergi
Yu Wi, ayolah kita pergi semua"
"Kau boleh pergi bersama kedua budak itu dengan menumpang perahu mereka." seru Auyang
Liong-lian, "Tapi bocah she Yu itu sudah kukatakan tadi, dia dilarang menumpang kapal apa pun,
dia, harus berenang sampai daratan."
"Blang", mendadak tongkat Giok-bin-sin-po mengetuk dek kapal dengan keras, katanya dengan
tegas, "Akan kubawa dia pergi, siapa yang berani merintangi aku?"

"Ciu-pocu,"jengek Auyang Liong-lian, "Pertarungan pada pertemuan Hoa-san 40 tahun yang
lalu itu rasanya belum cukup memuaskan, boleh lah hari ini kita bertanding lagi sacara tuntas,
sebelum kalah atau menang tidak boleh berhenti."
"Sejak dulu juga sudah kukatakan bahwa kita masih harus bertempur," kata si nenek. "Cuma
sekarang . . . ."
"Sekarang kau tidak berani karena kuatir kuusir kau dari kapal ini?" ejek Auyang Liong-lian.
"Huh, memangnya kau kira didunia ini hanya kau saja yang sanggup menemukan oh lo-to
(pulau buli-buli)," jengek Giok-bin-sin-po. "Hm, jangan kau mimpi, jangan kau kira kapalmu ini
dapat malang melintang di empat lautan ini. caramu membiarkan anakmu berbuat macam-macam
kejahatan sesuka hatinya, bukan saja oh-lo to tak dapat kau temukan, bahkan pada suatu hari
kapalmu ini pasti akan mengalami petaka, tatkala mana mungkin nasibmu takkan lebih baik
daripada diriku sekarang, mungkin untuk mencari sebuah perahu buat menyelamatkan diripun
sukar."
"Hahahaha" Auyang Liong-lian bergelak tertawa, Kau sendiri yang lagi mimpi jika ingin
menyelamatkan diri dengan sebuah perahu yang tidak bertiang layar dan tanpa pengayuh, Banyak
berbuat kejahatan katamu, justeru kuanggap anakku telah berbuat kebaikan."
"Hm, sebelum kita bertanding, biarlah kumampuskan dulu anakmu yang jahat itu," damperat
pula si nenek
"Kau berani?" bentak Auyang Liong-lian.
"Segala urusan di dunia ini tidak terlepas dari keadilan, bahwa kubinasakan puteramu yang
jahat ini adalah tindakan yang adii dan setimpal, jauh lebih beralasan daripada caramu paksa Yu
Wi terjun kelaut." kata si nenek.
"Apa alasanmu, coba katakan?" teriak Auyang Liong-lian dengan murka.
"Benar-benar kau ingin tahu?" jengek Giok-bin-sin-po
Auyang Liong-lian menjadi ragu, pikirnya," Memang tidak pantas anak Po memaksa nona Kan
itu terjun ke laut, tapi orang sudah mati mana bisa menjadi saksi, asal tetap kusangkal saja kan
beres segala persoalannya."
Maka ia lantas berkata, "Kata kan saja, yang penting anakku berdiri tegak dan berjalan lurus.."
"Huh, justeru ku males untuk menirukan kata-katanya yang kotor itu," jengek si nenek.
Auyang Liong-lian tertawa, katanya, "Haha, tentunya cerita yang sudah kau karang dengan baik
untuk menista anakku."
Pelahan Giok-bin-sin-po mendekati Auyang Po, tentu saja Auyang Liong-lian merasa kuatir, ia
tahu kungfu si nenek tidak di bawah dirinya, kalau anaknya tertawan dan dijadikan sandera, tentu
urusan bisa runyam. Maka cepat ia berkata, "Kemari, anak Po"
Dengan langkah cepat Auyang Po menuju kesamping sang ayah, terlihat Giok-bin-sin-po tidak
bermaksud jahat padanya, tapi langsung menuju ka dalam kabin kapal.
Diam-diam Auyang Liong-lian merasa heran apa kehendak si nenek. apakah kuatir diusir, maka
ingin sembunyi di dalam kapal? Boleh juga, mengingat persahabatan di masa lampau, biarlah dia
menumpang sampai didaratan.
Maka ia lantas melompat ke depan Yu Wi, jengeknya sambil menengedah, "Nah, terjunlah
kelaut"
Yu Wi tidak gentar menghadapi lawan tangguh, ucapnya dengan tenang. "Jing-ji, lekas bantu
Hana turun dulu keperahu."
Yap Jing cukup yakin terhadap kemampuan Kungfu Yu Wi, ia pikir tidak nanti Auyang Liong-lian
dapat merintangi anak muda itu kembali keperahunya, maka tanpa sangsi ia lantas menggandeng
Hana dan diajak turun keperahu.
"Anak dara yang bernama Hana itu tidak perlu ikut pergi," kata Auyang Liong-lian tiba-tiba,
"Aku merasa suka padamu, boleh kau tinggal saja disini dan kupungut sebagai menantuku."
Yap Jing tahu apabila kembali keperahu tak bertiang layar itu, sembilan dari pada sepuluh
bagian adalah jalan kematian, maka dia tidak berani memaksa Hana ikut keperahu, segera ia
lepaskan tangannya.
Tapi Hana lantas berkata dengan tertawa, "Losianseng, kau suka padaku, tapi nona sama sekali
tidak suka kepada anakmu yang kau pandang seperti mestika itu. Nah, Yu-toako, biarlah kami
menunggu kau didalam perahu."

Yap Jing tertawa, Hana terus menarik tangan Yap Jing dan diajak pergi. Tapi baru dua-tiga
langkah, mendadak Auyang Po melompat maju menghadang didepan mereka. "Minggir, Jika kau
ingin kawin, suruh ayahmu mencarikan perempuan lain" teriak Hana.
Auyang Po bergelak tertawa, katanya, "Sekali ayahku menyuruh kau jangan pergi, maka kau
tidak boleh pergi."
Hana terlahir di negeri asing di benua barat, adatnya berbeda dengan gadis daerah Tionggoan,
cara bicaranya dengan kaum lelaki tidak likat sedikitpun, maka secara lugu ia tanya, "Apakah kau
suka padaku?"
"Suka, suka sekali" jawab Auyang Po dengan tertawa tengik.
"Mangapa suka? Apakah lantaran wajahku cantik?" tnnya Hana pula.
"Betul, kau memang sangat cantik, makanya siauya (tuan muda) tergiur kepada
kecantikanmu."
Hana menuding Yap Jing dan bertanya pula, "Cici ini jauh lebih cantik daripadaku. apakah kau
pun suka padanya?"
Auyang Po memandang Yap Jing sambil menelan air liur, jawabnya kemudian, "Betul, akupun
sangat suka padanya."
"Ah, setiap nona cantik yang kau lihat pasti kau sukai, jelas kau seorang pemuda mata
keranjang, nona jadi tidak suka tinggal lagi di sini," sindir Hana, lalu ia tarik Yap Jing dan
bermaksud menerobos lewat.
Namun Auyang Po keburu pentang kedua tangannya, ucapnya dengan tertawa bangor, "Jangan
pergi, semuanya saja tinggal disini dan menemani siauya."
Mendengar ucapan orang bernada kotor. Yap Jing sangat gusar hingga tubuh rada gemetar.
Auyang Liong-lian lantas berkata, "Adalah kejadian biasa seorang lelaki berbini tiga atau
bergundik lima, jika kalian suka, bolehlah kalian menjadi menantuku semua."
"Kulit muka anak gadis tentunya terlalu halus untuk menyatakan suka," ujar Auyang sambil
tertawa gembira, "Ayah, jika mereka tinggal di sini, lama-lama tentu menjadi biasa dan dengan
sendirinya mereka akan menyatakan suka."
Selama ini Auyang Liong-lian memang sangat memanjakan anaknya itu sehingga menjadikan
Auyang Po anak yang kolokan dan suka bertindak sesukanya, dengan tertawa iapun menjawab.
"Baiklah, terserah kepada kehendakmu."
Pada saat itulah mendadak Giok-bin-sin-po muncul lagi dari kabin kapal dan menjengek. "Hm,
Auyang Liong-lian, orang bilang kau suka memberi hati kepada anakmu, kupikir tokoh Bu-lim
termashur semacam dirimu masakah tidak dapat mendidik anak, tampaknya sekarang apa yang
tersiar itu memang tidak salah, bahkan boleh dikatakan sengaja kau dorong anakmu berbuat
kejahatan."
"Cio-pocu," kata Auyang Liong-lian, "Kukira lebih baik kau tutup mulut dan masuk saja ke
dalam kabin, mengingat hubungan baik di masa lampau, akan kuantar kau kedaratan, setiba
disana bila mau boleh kita mengadakan pertarungan menentukan."
"Keluarlah, Hoay-soan" seru si nenek mendadak.
Terdengar suara seorang nona mengiakan dan muncul seorang gadis berbaju putih, siapa lagi
dia kalau bukan Kan Hoay-soan yang dinyatakan sudah terjun lagi ke laut? ....
Auyang Liong-lian tahu apa yang terjadi, mukanya menjadi masam, katanya dengan gemas,
"Co-pocu, rupanya sengaja kau sembunyikan dia di dalam kabin untuk membikin malu padaku?".
Giok-bin-sin-po mendengus, "Hm, puteramu tidak punya perasaan, orang lagi tertimpa malang
dan sebatangkara, tanpa sanak tiada kadang, setelah ditolong ke kapal segera akan diperlakukan
dengan tidak semena-mena, perbuatannya tiada ubahnya seperti hewan, orang masih berbadan
suci bersih. mana dia sudi dinodai, maka dia lebih suka membunuh diri dengan terjun ke laut. ... "
Kejadian ini tidak menjadi soal bagi Auyang Po yang memang telah berbuat, tapi Auyang Lionglian
adalah seorang tua terhormat, mana dia tahan, segera ia membentak, "Tutup mulutmu.
dilarang kau kata kan lagi"
Tapi Giok-bin-sin-po tidak peduli, ia masih terus bicara, "Coba kalau tidak kebetulan akupun
hadir disini, seorang nona suci bersih tentu akan menjadi korban perbuatan busuk anakmu.
sebagai ayah kau tidak dapat mendidik anak, bukan saja anakmu yang jahat itu pantas mampus,
tua bangka pikun seperti dirimu ini juga perlu diberi hajaran setimpal."

Saking gusar Auyang Liong-lian jadi tertawa malah, serunya, "Bagus, kalau kau mampu boleh
coba kau hajar diriku, ingin kulihat selama 40 tahun ini nenek bejat macam kau ini telah mendapat
kemajuan apa dan jangan cuma omong besar melulu."
Pada saat itulah, mendadak terdengar Auyang Po bersuara tertahan dan "bluk", tahu-tahu anak
muda itu jatuh terkulai.
Keruan Auyang Liong-lian terkejut, cepat ia tanya "He, anak Po, ada apa?"
Berbareng itu ia terus melompat maju, tapi tongkat Giok-bin-sin-po segera menghantam
sehingga Auyang Liong-lian terpaksa menyurut mundur lagi. Ia tidak balas menyerang, tapi terus
menggeser untuk mendak, ia tahu apabila sampai bergebrak dengan si nenek dalam ribuan jurus
sukar dibedakan kalah dan menang, padahal menolong anak lebih penting. Maka cepat ia
melompat kesamping, segera ia mencengkeram ke dada Yu Wi.
Karena sudah kepepet dan tiada jalan mundur, terpaksa Yu Wi melangkah maju, tapi baru saja
setengah langkah Hui-liong-poh dikeluarkan, tahu-tahu tangan kiri Auyang Liong-lian menyambar
kebawah dan mendahului hendak meraih kaki Yu Wi.
Karena sudah merasa kan kelihaian lawan, Yu Wi tahu apabila kaki sampai terpegang, maka
riwayatnya pasti tamat, cepat ia menarik kaki dan menyurut mundur lagi, Tapi bagian kaki terjaga,
bagian tangan jadi terlena, tahu-tahu telapak tangan kanan Auyang Liong-lian meraih Hu-liong-so
yang mengikat tangannya itu.
Sekuatnya Yu Wi meronta, karena tali itu begitu kencang mengikat tangannya sehingga tidak
mungkin terbetot putus oleh lawan, dalam gugupnya kedua kakinya lantas menendang secara
berantai. Pada saat yang sama. karena ingin menolong anak muda itu, tongkat Giok-bin-siu-po
juga menghantam punggung Auyang Liong-lian.
Sungguh hebat Auyang Liong-lian, kungfunya memang luar biasa, meski satu lawan dua,
sedikitpun ia tidak gugup, tangan kirinya terus membalik untuk menghantam Giok-bin-sin-po dan
memaksa nenek itu menarik kembali tongkatnya, berbareng itu iapun patahkan tendangan
berantai Yu Wi, malahan pada kesempatan itu ia balas tutuk Yong-cong-hiat di bawah kaki anak
muda itu.
Yu Wi mamakai sepatu kulit tebal, tapi terkena juga tutukan Auyang Liong-lian yang lihai itu,
seketika ia roboh tak bisa berkutik.
Cepat Giok-bin-sin-po melancarkan hantaman kedua dengan tongkatnya, tapi Auyang Liong-lian
sempat meraih Yu Wi terus melompat ke sana sehingga hantaman tongkat si nenek terhindarkan-
Dua kali tongkat Giok-bin-sin-po menyerang dan sama sekali tidak dapat menghalangi serangan
musuh. sebaliknya Yu Wi malah kena ditawan tentu saja ia merasa kehilangan muka.
Setelah berganti napas, Auyang Liong-lian berkata, "Nenek bejat, ada juga kemajuan
permainan tongkatmu."
Si nenek mengira orang sengaja menyindirnya. muka yang seperti gadis itu menjadi merah. Ia
tidak tahu bahwa Auyang Liong-lian benar-benar memujinya, sebab kedua gerak serangannya tadi
sesungguhnya baru tercipta akhir-akhir ini setelah pertemuan Hoa-san dahulu, yaitu termasuk
dalam ke-13 jurus Im-yang-san-jiu kebanggaannya, itupun digunakannya dengan segenap tenaga
sehingga dapatlah mencapai kemenangan.
Auyang Liong-lian sengaja mengancam ubun-ubun Yu Wi dengan telapak tangan kiri sehingga
Giok-bin-sin-po tidak berani sembarangan bertindak lagi lalu ia berteriak, "Budak itu, lekas bikin
anakku siuman."
Kiranya sejak tadi Yap Jing sudah berniat menghajar adat kepada Auyang Po, terutama karena
kata-kata orang yang kotor itu, kemudian dilihatnya pula Giok-bin-sin-po menguraikan sebab
musabab Kan Hoay-soan dipaksa terjun ke laut, saking gemasnya segera ia keluarkan sapu
tangannya dan merobohkan Auyang Po dengan bau obat bius pada sapu tangannya itu. Waktu
Giok-bin-sin-po menghalangi Auyang Liong-lian yang bermaksud menolong anaknya, segera Yap
Jing injak dada Auyang Po yang tak sadarkan diri itu, asalkan injakannya diperkeras, jiwa Auyang
Po pasti melayang.
Kini dilihatnya sang Toako juga terancam oleh Auyang Liong-lian, asalkan tangan kakek itu
menabok, kepala sang Toako seketika bisa pecah, dalam keadaan demikian terpaksa injakannya
kepada Auyang Pojuga tidak berani diperkeras. "Nah, bagaimana kalau kita tukar menukar?" kata
Auyang Liong-lian.

"Tukar menukar cara bagaimana?" tanya Giok-bin-sin-po.
"Bikin siuman dulu anakku dan lepaskan dia, segera kubebaskan juga bocah she Yu itu dan
kalian boleh pergi." kata Auyang Liong-lian.
Karena sangat cinta kepada anaknya dan kuatir Yap Jing akan menginjak mati anak
kesayangan, maka ia mendahului menambahkan kemauan baiknya, katanya, "Bahkan kutarik
kembali laranganku bahwa bocah she Yu ini dilarang menumpang kapal ke daratan."
Giok-bin sin-po tidak berani mengambil keputusan sendiri, sebab bukan dia yang menawan
Auyang-Po, dia merasa tidak berhak bicara.
Dilihatnya Yap Jing merasa serba susah dan berkata, "Baiklah, boleh kau bebaskan Toakoku
dan segera kusadarkan puteramu."
Jelas nona itu kuatir sekali tabokan Auyang Liong-lian akan membunuh Yu Wi, maka nada
ucapannya juga cukup halus.
Tapi Auyang Liong-lian lantas mendengus, "Hendaklah kau sadarkan dulu anakku." Terpaksa
Yap Jing menurut dan mengangkat kakinya.
"Nanti dulu" tiba-tiba Giok-bin-sin-po membentak.
"Cio-pocu, apakah kau sengaja memusuhi aku?" teriak Auyang Liong-lian dengan gusar.
Tapi Giok-bin-sin-po tidak menghiraukannya, katanya kepada Yap Jing, "Biarkan tua bangka itu
melepaskan dulu Yu Wi, habis itu baru kita sadarkan anak kesayangannya."
Saking gusarnya sampai Auyang Liong-lian menyebul jenggotnya, katanya, "Nenek bejat,
mestinya tidak kupaksa kau ikut pergi bersama mereka, asalkan kau mau tinggal disini dengan
sopan, tentu tidak kubikin susah padamu. siapa tahu terus menerus kau musuhi diriku, sekarang
jangan harap lagi akan tinggal diatas kapalku."
Giok-bin-sin-po menjengek. "Hm, sejak tadi juga aku tidak ingin tinggal lebih lama di kapalmu
ini, umpama kau tahan diriku saja aku tidak mau. Nah, tidak perlu banyak omong, lepaskan Yu Wi
dan segera kami akan pergi."
"Eh, memangnya hendak kau bohongi aku?" sahut Auyang Liong-lian "Sadarkan dulu anakku."
Tapi Giok-bin-sin-po lantas berkata kepada Yap Jing, "Serahkan anak bangor itu padaku, nona"
Tanpa menunggu jawaban Yap Jing, segera ia cengkeram Auyang Po, lalu berkata pula, "Kalian
turun dulu keperahu, aku yang akan bereskan urasan disini."
Yap Jing memandang Yu Wi dengan ragu betapapun ia tetap kuatir.
Meski badan tak bisa bergerak tapi Yu Wi dapat bicara, katanya, "Turut saja pesan Locianpwe
ini dan turun dulu keperahu."
Yap Jing lantas gandeng Hana dan Kan Hoay-soan dan dikerek turun ke atas perahu dengan
bantuan para kelasi
"Nah, tua bangka, sekarang kita boleh tukar menukar," kata si nenek kemudian.
"Cara bagaimana melakukan tukar menukar ini?" tanya Auyang Liong-lian.
"Kita bersumpah tidak boleh main gila, kau serahkan anak muda itu padaku dan kuserahkan
anak bejat ini padamu, keduanya takkan rugi apa pun," kata Giok-bin-sin-po.
"Tidak." jawab Auyang Liong-lian sambil menggeleng, "Anakku tidak sadarkan diri, harus kau
suruh budak itu menyadarkannya lebih dulu, habis itu baru kita mengadakan tukar menukar."
"Dia membikin semaput anakmu, sudah barang tentu ada obat penawarnya, cuma obat
penawarnya tak dapat diserahkan padamu."
Auyang Liong-lian menjadi gusar, teriaknya "Tidak diserahkan padaku, segera kubinasakan
anak busuk ini, bahkan kalian bertiga akan kukubur di dalam laut, betapapun kalian tidak dapat
lolos dari tanganku."
Giok-bin-sin-po menjengek. "Memang sudah kuduga muslihatmu yang piling ampuh adalah
menenggelamkan kami ditengah laut, perahu kami jelas tak dapat lolos dari kejaran kapalmu,
sekali diterjang tentu juga perahu kecil itu akan terbalik."
"Haha, jadi kaupun takut padaku bukan?" ejek Auyang Liong-lian sambil tertawa. "Tua bangka,
coba katakan lagi kehendakmu," ucap si nenek.
Dengan serius Anyang Liong-lian berkata, "Perahu kecil itu tidak berlayar dan tidak berdayung,
Lambat atau cepat kalian pasti akan mati sehingga tidak perlu kuterjang kalian dengan kapalku
sehingga menanggung dosa sebagai pembunuh. Asalkan kau berikan obat penawarnya. segera
kapalku berangkat meninggalkan tempat ini dan pasti takkan mengganggu kalian-"

"Kau pasti pegang janji?" tanya si nenek. Auyang Liong-lian mengangguk.
Giok-bin-sin-po lantas menuju ke tepi kapal dan berseru, "Nona, lemparkan obat penawarmu
kesini."
Setelah menerima obat penawar, lalu bersama Auyang Po ditukarkannya dengan Auyang Lionglian
untuk pembebasan Yu Wi. segera nenek itu merangkul anak muka itu dan dibawa melayang
turun keperahu, sedikit berguncang perahu itu lantas meluncur meninggalkan kapal besar itu
Auyang Liong-lian ternyata pegang janji, dalam sekejap saja kapal besar itu sudah jauh
meninggalkan mereka.
Perahu ini tidak besar, tapi cukup panjang, ditumpangi lima orang juga masih cukup enteng
sehingga tidak kuatir akan terbalik oleh damparan ombak. Dalam pada itu Giok-bin-sin-po sudah
membuka Hiat to Yu Wi yang tertutuk.
Seketika Yu Wi belum dapat bergerak meski Hiat-to sudah terbuka, sungguh lihai tenaga
tutukan Auyang Liong-lian, kalau tidak tertahan oleh sol sepatu yang cukup tebal, bisa jadi telapak
kaki Yu Wi akau berlubang oleh tutukannya.
Hana merasa kuatir, katanya, "Tanpa penggayuh cara bagaimana kita menjalankan perahu ini?"
"Penggayuh sudah ada," kata Giok-bin-sin-po, lalu dikeluarkannya empat batang penggayuh
dari bawah papan perahu.
"He, dari mana datangnya penggayuh sebanyak ini?" tanya Hana heran-
"Pada waktu kalian berbicara dengan bangsat tua tadi, dari pintu samping kukeluarkan
penggayuh ini serta air minum dan rangsum seperlunya, cukup bagi kita untuk berlayar selama
sebulan," tutur si nenek.
"Wah, tindakan Locianpwe sungguh sangat cepat, benar-benar hebat" puji Hana dengan
gegetun-
"Toako dan Enci Jing," kata Hoay soan, "Semula kukira tidak dapat bertemu lagi dengan kalian,
untung kurangkul tiang yang patah itu seeratnya dan kemudian diselamatkan oleh orang di atas
kapal Itu, budi pertolongan ayah dan anak Auyang itu sungguh sukar kulupakan selama hidup ini."
"Bicara sejujurnya, ayah dan anak Auyang itu pun berbudi menolong diriku," kata Giok-bin-sinpo.
"Cuma sayang, putera sulung Auyang Liong-lian terlalu busuk sehingga semua budi kebaikan
terhapus tanpa sisa sedikitpun."
Dengan muka merah Hoay-soan berkata, "Sungguh tidak kusangka anak Auyang-losiansing itu
sedemikian busuknya, karena takut, aku terus terjun kelaut. Apabila tidak ditolong Locianpwe
secara diam-diam, saat ini tentu aku sudah menjadi isi perut ikan."
"Sebenarnya si tua bangka Auyang itu bukan orang busuk. dia hanya tidak dapat mendidik
anak." kata Giok-bin-sin-po
"Putera sulungnya dibunuh oleh siapa?" tanya Yu Wi.
"Oleh para ketua dari jit-tay-kiam-pay," tutur si nenek.
"Hah, dan Auyang cianpwe juga telah membunuh para ketua Jit-tay-kiam-pay itu untuk
menuntut balas kematian anaknya?" seru Yu Wi kaget.
Giok-bin-sin-po mengangguk. katanya, "Ya, justeru lantaran inilah, maka Hay-liong-ong telah
dimusuhi setiap tokoh Bu-lim dari aliran yang baik, Ia merasa tindakannya keterlaluan, maka sejak
itu iapun mengasingkan diri dan tidak pernah bergerak lagi di dunia Kangouw."
"Sesungguhnya apa kesalahan putera sulungnya sehingga menimbulkan tindakan bersama dari
para ketua Jit-tay-kiam-pay dan membunuhnya?" tanya Yap Jing.
"Kesalahannya sungguh sukar dihitung," tutur Glok-bin-sin-po. "Apa lagi putera sulungnya itu
membanggakan diri karena sudah mendapat ajaran seluruh kungfu sang ayah, seketika tiada
orang Kangouw yang mampu mengatasi dia, jika ketujuh ketua Jit-tay-kim-pay tidak bergabung
membinasakan dia, entah betapa banyak lagi kejahatan yang akan dilakukannya. Ai, nama
kebesaran Auyang Liong-lian di masa lalu justeru hanyut oleh karena tingkah-ulah anaknya sendiri
sekarang anaknya yang kedua juga telur busuk, untung belum mendapatkan ajaran seluruh
kungfu Auyang Liong-lian, sekalipun kelak juga berbuat kejahatan didunia Kangouw, tentu takkan
malang melintang dan berbahaya seperti perbuatan kakaknya dahulu."
Begitulah pelahan Giok-bin-sin-po, Yap Jing, Hana dan Hoay-soan mendayung perahu itu,
kedua tangan Yu Wi terikat dan juga belum bebas bergerak. terpaksa ia hanya berbaring saja.

Diantara kelima orang itu hanya Yap Jing saja yang rada paham ilmu pelayaran, ia lantas
mengeluarkan kompas dan menyuruh mereka mendayung ke arah selatan, jadi mereka tidak
berlayar tanpa arah tujuan-
"Dengan cara begini, pada suatu hari kita pasti akan mencapai daratan " kata Yap Jing.
"Daratan Tionggoan terletak di sebelah selatan. bila mujur tentu kita dapat mencapainya dengun
selamat."
"Dan kalau kurang mujur?" tanya Hoay-soan.
"Daerah selatan banyak pulau, bila kurang mujur, dalam sebulan tentu juga akan menemukan
sesuatu pulau, kita dapat singgah kesana untuk mengambil air minum dan makanan, lalu berlayar
lagi," tutur Yap Jing.
"Hah, jika demikian, akhirnya masakah kita takkan sampai di daratan?" ujar Hana dengan
tertawa.
Mendadak Yu Wi bertanya, "Apakah Locianpwe mempunyai murid?"
Dangan heran Giok-bin-sin-po menjawab, "Mengapa mendadak kau tanya hal ini?"
"Konon Giok-bin-sin-po dari Thian-san selamanya tidak pernah menerima murid, tapi senjata
rahasia Locianpwe yang khas, yakni Gu-mo-thian-ong-ciam pernah kulihat digunakan satu orang,
hal inilah yang membuatku sangsi, makanya kutanya Locianpwe, jangan-jangan memang ada
orang lain yang mahir menggunakan jarum tersebut."
Giok-bin-sin-po menggeleng, katanya, "Tidak. didunia ini hanya ada dua orang yang mahir
menggunakan senjata rahasia ini, yang seorang ialah diriku, yang lain adalah satu-satunya
muridku."
Dengan girang Yu Wi menukas, "Murid Locianpwe itu apakah anak perempuan dan bernama
Lau Yok ci?"
"Ya, memang, pernah kudengar nama Gu-mo-thian-ong-ciam dari Liu-cici," seru Hoay-soan-
"Sebenarnya aku tidak suka terima murid, akhirnya toh tetap menerima Yok-ci sebagai murid
ku," tutur Giok-bin-sin-po dengan tersenyum. "Kejadian itu juga ada sebab musababnya.
Kedatanganku ke lautan ini juga mendapat pesan sesuatu dari muridku itu."
"Urusan apa?" cepat Yu Wi tanya.
Giok-bin-iin-po tertawa dan berkata, "Dia bilang ada seorang pemuda she Yu membawa adik
perempuan suaminya berobat ke Mo-kui-to, dia sendiri tidak enak untuk ikut, tapi juga merasa
kuatir, kebetulan aku hendak mencari sesuatu pulau ditengah lautan ini dan sekalian diminta
memperhatikan adik perempuannya."
Kan Hoay-soan menghela napas pelahan, katanya, "Ai, Lau-cici sungguh sangat baik, selalu
memperhatikan diriku."
Mendengar kata "suami", Yu Wi menjadi sedih, sampai saat ini dia belum lagi melupakan Lau
Yok-ci. tapi apa daya, orang sudah punya bakal suami, betapapun dirinya tidak boleh
menaksirnya.
Sekarang pahamlah dia siapa yang menghamburkan Gu-mo-thian-ong-ciam tempo hari dan
siapa yang menghela napas diluar jendela, kiranya Lau Yok-ki selalu mengikuti jejak Hoay-soan
dan melindunginya, maka apa yang dialaminya setelah bertemu dengan Yok-ong-ya tentu juga
dilihat seluruhnya oleh nona Lau.
Yu Wi termenung-menung, dia tidak berani lagi mengenangkan Yok-ci, ia coba mengenangkan
masa kecilnya, pikirannya jadi melayang-layang. Belasan hari kemudian, ditemukan sebuah pulau.
Sebuah pulau yang kecil, sejauh mata memandang terlihat dengan jelas kedua ujung pulau
yang membentang di depan mata itu, panjangnya paling-paling cuma satu li (500 meter) saja.
Tentu saja mereka sangat girang. Tapi Yu Wi tetap duduk termenung saja, selama belasan hari
ini dia jarang bicara, juga tidak dapat bantu mendayung perahu, maka dia hanya berduduk
mengelamun saja, sampai saat ditemukan pulau dia masih tetap mengenangkan kehidupannya di
masa lampau.
Hoay-soan menggoyang-goyang pundak Yu Wi, serunya dengan tertawa, "Lihatlah Toako,
bentuk pulau itu mirip sebuah Ho lo (buli-buli, berbentuk buah labu)."
Seruan Hoay soan itu mengagetkan Giok-bin-sin-po, dengan suara rada gemetar ia menegas,
"Apakah betul mirip Ho-lo?"
"Ya, betul, sungguh mirip sekali" seru Yap Jing dan Hana berbareng.

Giok-bin-sin-po berhenti mendayung, tapi menyuruh orang lain mendayung terlebih cepat.
sesudah semakin dekat dengan pulau itu barulah ia tahu bahwa saking gembiranya sehingga
dirinya lupa ikut mendayung lagi.
Ia mengomeli dirinya sendiri, segera ia angkat penggayuh dan mendayung lagi, tapi terlalu
bernafsu sehingga menimbulkan debur air.
Yu Wi dapat melihat jelas kelakuan si nenek. dengan tertawa ia tanya, "Locianpwe, ada apa di
pulau itu sehingga membuatmu sedemikian gembira?"
"Di sana berdiam seorang tokoh kosen, yaitu guru oh It to," sahut si nenek tanpa pikir.
"Hah, guru oh It-to?" seru Yu Wi berkejut.
Ia tahu oh It-to adalah jago nomor satu di dunia ini, gurunya bahkan terlebih hebat daripada
dia.Ia coba tanya pula, "Guru oh It-to. bukankah sudah berumur lebih seratus tahun?"
"Ya, sedikitnya berumur 120 tahun," jawab Giok-bin-sin-po.
"Apakah mungkin masih hidup?" tanya Yu Wi.
"Tidak. sudah lama mati," ujar si nenek.
Sementara itu perahu sudah menepi, pulau itu benar-benar teramat kecil, panjangnya tidak
sampai satu li, lebarnya bahkan cuma belasan tombak saja, bentuknya memang benar-benar
serupa buah labu, yakni sempit di bagian pinggang.
Giok-bin-sin-po mendahului melompat keatas pulau, ia coba memandang sekeliling pulau yang
gundul tanpa tetumbuhan apa pun sehingga tidak terlihat sesuatu napas kehidupan. Berturut-turut
Yu wi, Hoay-soan, Yap Jing dan Hana juga mendarat.
Setelah memperkirakan keadaan setempat, Yu Wi lantas tanya, "Cio-locianpwe, apakah dulu
pernah ada orang tinggal dipulau ini?"
Giok-bin-sin-po mengiakan secara samar-samar, ia sedang memandang langit, lalu memandang
lagi sekeliling pulau, tampaknya sedang merenungkan sesuatu.
Setelah sunyi sebentar, kembali Yu Wi tanya lagi, "Menurut dugaanku, sekalipun pulau ini
pernah ditinggali orang, tentu juga takkan berdiam terlalu lama disini."
"Apa dasar dugaanmu ini?" tanya Giok-bin-sin-po sambil berpaling.
"Sebab untuk tinggal lama di sini, yang pertama harus diatasi adalah masalah air minum dan
rangsum, hal maka nan mungkin bukan soal karena di lautan ada ikan, mengenai air minum, pulau
sekecil ini dan dapat dilihat dari ujung ke ujung mana ada sumber air tawar?"
Giok-bin-sin-po mengangguk pelahan, katanya, "Ya. akupun merasa sangsi, tapi guru oh It-to
jelas tinggal disini sampai akhir hayatnya."
Ia merandek sejenak. lalu menyambUng dengan menyesal, "Jangan-jangan oh It-to sengaja
bohong."
"Apakah oh It-to sendiri yang mengatakan gurunya tinggal disini sampai meninggalnya?" tanya
Yu Wi pula.
"Empatpuluh lima tahun yang lalu, setelah pertemuan besar di Hoa-san, dengan tegas oh It-to
mengatakan gurunya berdiam di Ho-lo-to, cara bicaranya waktu itu kelihatan sungguh-sungguh,
kalau kupikirkan sekarang juga tetap percaya kepada katerangannya. Tapi kalau melihat keadaan
pulau ini, cara bagaimana mungkin dijadikan tempat kediaman dalam jangka waktu sekian lama?"
Dengan penuh harapan Yap Jing dan lain-lain berharap setiba dipulau ini akan mendapatkan air
tawar, siapa tahu pulau mini ini ternyata tidak ada sumber air tawar, padahal sisa air dalam
perahu mereka tinggal sedikit, beberapa hari lagi akan habis bilamana tidak ada tambahan air,
bisa jadi mereka akan mati kehausan.
Karena itu mereka lantas berduduk dengan lesu sehingga tidak memperhatikan apa yang
dipercakapkan antara Yu Wi dengan Giok-bin-sin-po.
"Dari percakapan Cio-locianpwe dengan Auyang- losiansing, kudengar kalian menyinggung
pertemuan besar di Hoa-san, sesungguhnya pertemuan apa di gunung Hoa itu, dapatkah
Locianpwe memberi keterangan lebih jelas?" tanya Yu Wi.
"Pertemuan di Hoa-san itu disebut Hoa-san-bu-hwi (pertemuan mengadu silat di Hoa-san),
istilah yang diberikan pada waktu itu, dengan usiamu yang masih muda tentu saja kau tidak tahu,
biarpun orang Kangouw sekarang juga jarang yang tahu," demikian tutur Giok-bin-sin-po. " Untuk

bercerita, marilah kita duduk saja." sang surya sudah terbit dan memancarkau cahayanya yang
hangat.
Yap Jing bertiga merasa lelah, mereka tidak menghiraukan kulit badan akan hangus oleh sinar
matahari, tanpa pikir mereka terus berbaring di atas tanah pasir.
Padahal selama hampir sebulan ini kulit badan mereka sudah terjemur hingga hitam, meski
pembawaan anak perempuan suka akan kecantikan, tapi dalam keadaan demikian, nyawa saja
setiap saat bisa melayang, mana ada yang memikirkan lagi soal kecantikan segala.
Melihat ketiga nona itu tertidur, sungguh Yu wi juga ingin berbaring dan tidur, betapapun tidur
di atas tanah jauh lebih enak daripada tidur di atas perahu yang selalu terombang-ambing oleh
gelombang laut. Akan tetapi kisah dunia persilatan dimasa lalu sungguh sangat menarik. maka ia
mencurahkan segenap perhatian untuk mengikuti cerita Gioks bin-sin-po.
Didengarnya si nenek lagi berkisah, "Hoa-san-bu-hwe itu sungguh tiada bandingannya baik di
masa lampau maupun pada jaman kini, pertemuan itu hanya diketahui oleh kaum Cianpwe saja,
ada juga tokoh Bu-lim yang tahu pertemuan itu, tapi lantaran urusannya tidak menyangkut
kepentingan mereka, maka jarang yang memberi keterangan hasil pertandingan itu."
"Pertandingan besar demikian adalah kejadian yang menggemparkan, masa tidak ada orang
lain yang tertarik?" tanya Yu Wi.
"Hoa-san-bu-hwe itu berbeda daripada pertandingan di dunia persilatan umumnya,
pertandingan itu tidak ada penonton juga tidak ada pemain yang turun ketengah kalangan satu
persatu. yang ada cuma berkumpulnya lima orang. Dan hanya gara-gara hasrat seorang
diantaranya saja sehingga terkumpul lima orang dalam pertemuan itu. Menurut maksud tujUannya
hanya untuk bertukar pikiran saja, untuk mendiskusikan ilmu silat pada umumnya dan tiada
maksud saling berebut gelar jago nomor satu segala, sebab itulah ketika hal ini kemudian tersiar di
dunia Kangouw juga jarang yang tahu duduknya perkara. Mula-mula, pada suatu malam musim
panas pada 45 tahun yang lalu kuterima sepucuk surat singkat, surat itu tertulis: Diharap dengan
hormat kehadiran Anda dipuncak barat Hoa-san pada lohor hari Toan-yang, sebagai pengundang
tertulis nama oh It-to."
"O, jadi oh It-to yang mengundang akan pertemuan Hoa-san itu?" kata Yu Wi.
Giok-bin-sin-po mengangguk. katanya. "surat sesingkat itu mestinya tidak dapat mengundang
kutinggalkan Thian-san, sebab Thian-san dengan Hoa-san ada ribuan li jauhnya, mana ada
hasratku untuk hadir kesana dari tempat sekian jauhnya, Tapi nama oh It-to siang dan malam
selalu berkecamuk dalam benakku, sampai hari kelima, aku tidak tahan, akhirnya kuberangkat
juga memenuhi Undangan itu . . .."
"Sebab apa?" tanya Yu Wi.
"Sebab nama oh It-to waktu itu sangat menggemparkan dunia Kangouw, sudah banyak
kudengar ilmu goloknya tiada tandingannya di dunia ini, maka ingin kulihat berdasarkan apa dia
merajai dunia persilatan"
"Apakah sebelum itu Cia npwe tidak pernah bertemu dengan oh It-to?"
"Tidak. tidak pernah," sahut Giok-bin-sin-po sambil menggeleng, "Biarpun ketiga orang lain
yang ikut hadir juga belum pernah kenal dia. hal ini disebabkan oh It-to baru menonjol akhir-akhir
ini, sedang kan aku dan ketiga orang lainnya sudah lama terkenal, justeru lantaran tidak pernah
melihat dia, makanya kami jadi tertarik ingin tahu dan sama hadir dari jauh "
Diam-diam Yu Wi berpikir, "Cio- locianpwe dan ketiga tokoh lainnya tentu tidak cuma tarkenal
saja, tapi pasti tokoh yang berkuasa pada daerah masing-masing, sedang kan oh It-to adalah
tokoh muda yang baru menonjol tentu saja ingin mengundang mereka untuk bertanding "
Didengarnya Giok-bin-sin-po berkata pula, "Sepanjang jalan kurasakan kehadiranku itu
mestinya tidak perlu kulakukan, kupikir kungfuku mempunyal keunggulannya sendiri, masakah
hanya diundang seorang muda lantas hadir begitu saja, kan menurunkan derajatnya sendiri
-Beberapa kali aku bermaksud putar balik, tapi ilmu golok oh It-to yang tiada tandingannya itu
sungguh daya tarik yang kuat, betapapun berat bagiku untuk tidak hadir. Akhirnya tiba juga
hariToan yang dan kuhadir tepat pada waktunya dipuncak barat Hoa-san- sambil naik ke Hoa-san
kupikir bila oh It to hanya bernama kosong saja, maka percumalah perjalanaaku ini, tapi kalau oh
It-to benar-benar tiada tandingannya di dunia dan dalam pertandingan nanti akupun kalah, lalu
apa yang harus kulakukan? waktu kusampai di atas puncak. kulihat dipuncak yang datar itu sudah

dibangun sebuah barak yang tinggi, di dalam barak itu berduduk seorang tua berumur 50-an, aku
tidak kenal dia, kukira dia juga salah seorang undangan, diam-diam kupuji persiapan oh It-to yang
rapi, sudah dibangunkan barak itu untuk bertanding dengan baik.
-Kumasuk kedalam barak. segera orang tua yang berduduk di dalam itu menyambut
kedatanganku, setelah memperkenalkan diri baru kuketahu ialah oh It-to sendiri. Sungguh tak
kuduga oh It-to adalah seorang kakek berumur 50- an- semula kukira umur oh It-to paling-paling
baru 30-an, siapa tahu dia malah lebih tua daripada diriku,
-Kemudiau berturut-turut hadir pula Hay-liong-ong Auyang Liong-lian, lalu Wi-san-tayhiap Tan
It-kong."
"Wi-san-tayhiap itu apakah suheng seng-jiu-ji-lay-Yok-ong-ya yang termashur itu?" tanya Yu
Wi.
"Kaupun tahu Wi-san-tayhiap adalah suheng Yok-ong-ya?" tanya Giok-bin-sin-po.
"Pernah kudengar dari Yok-ong-ya bahwa gurunya ialah Wi-san-ya-so (si kakek pertapa di Wisan)
dan seorang suhengnya dengan kungfu yang mendapat warisan seluruh kepandaian sang
guru, namanya termashur di dunia Kangouw dan mendapat predikat Tayhiap."
"Tan It-kong memang pantas mendapat sebutan Tayhiap." tutur Giok-bin-sin-po. "pada waktu
termashur, Yok-ong-ya sendiri belum lagi terkenal. Kemudian berkat ilmu pengobatannya barulah
nama Yok-ong-ya menggemparkan dunia Kangouw, tapi entah mengapa dia meracun mati
suhengnya, peristiwa ini sebegitu jauh masih menjadi teka-teki, semua orang menganggap tidak
pantas Yok-ong-ya meracun mati suhengnya sendiri "
Yu Wi tahu sebab musabab kejadian itu, teringat olehnya cerita tentang kedua orang itu samasama
bertanding dengan minum racun, tanpa terasa ia meraba kitab Pian-sik-sin-bian dalam
bajunya,
"Nama Tan It-kong pada jaman itu jauh lebih gemilang daripada namaku," tutur pula Giok-binsin-
po. "Melihat kedatangannya. kurasakan perjalananku ini cukup berharga mengingat orang
yang diundang ternyata ada yang lebih terhormat daripada diriku. Malahan orang terakhir yang
tiba juga mempunyai nama lebih tinggi dari padaku, yaitu Tiong-ciu-sin-kiam Liu Tiong-cu,
sipedang sakti dari Tiongciu."
"Ah, Toa-supekku," seru Yu wi.
"Apa katamu? Jadi Lau Tiong-cu adalah Toa-supekmu?" tanya Giok-bin-sin-po.
"Betul, beliau memang paman guruku, tapi Wanpwe tidak tahu paman guru berjuluk Tiong-ciusin-
kiam. "
"Pantas kau tidak tahu," kata Giok-bin-sin-po. "sejak muda dia berkelana dan mendapat
predikat sebagai Tiong ciu-sin-kiam, tapi setelah pertemuan di Hoa-san, dia mengumumkan
kepada khalayak ramai bahwa sebutan itu tidak digunakan lagi, dan selanjutnya juga tiada orang
menyebutnya dengan nama itu.
Bagian 28
"Sebab apa Toa supek menghapuskan sebutan kehormatan itu?" tanya Yu Wi.
Giok bin-sin-po menggeleng, tuturnya dengan gegetun, "Setelah pertemuan Hoa-san, dia
dikalahkan oleh kedelapan jurus ilmu golok oh It-to, ia merasa malu untuk disebut sebagai Tiongciu-
sin-kiam, maka tidak mau lagi memakai gelar tersebut"
Ia berhenti sejenak, katanya kemudian sambil memandang Yu Wi, "Tak tersangka paman
gurumu ialah Tiong-ciu-sin-kiam. Selama hidupku hanya mengagumi dua orang, seorang adalah
Wi-san-tayhiap Tan It-kong, yang lain ialah Supekmu itu. Aku tidak pernah menerima murid,
akhirnya menerima juga Lau Yok-ci sebagai murid hanya lantaran dia adalah keturunan Toa
supekmu."
Giok bin-bin-po tidak tanya siapa guru Yu Wi, maklumlah, nenek ini sangat tinggi hati, selama
hidup kecuali Tan It-kong dan Lau Tiong-cu memang tiada orang lain yang dikaguminya, maka ia
malas untuk tanya siapa guru Yu Wi, biarpun diketahuinya kungfu Yu Wi tidakLah rendah.
Mendengar nama Lau Yok-ci, diam-diam Yu Wi berduka, mestinya hendak dijelaskannya bahwa
Toa supeknya tidak punya keturunan, sebab isteri Toa supek seteiah melahirkan anak perempuan,

ibu dan anak lantas meninggal semuanya. Lalu Toa supek tidak berkeluarga lagi, jadi tidak
mungkin Lau Yok-ci adalah keturunan Toa supeknya.
Tapi ia merasa berat untuk menyebut nama Lau Yok-ci, rasanya lantas sedih bila menyebut
nama nona itu.
"Apakah kau tidak enak badan?" tanya Giok-bin-sin-po.
"o, ti . . . tidak," jawab Yu Wi gugup,
Giok-bin-sin-po melihat sikap Yu Wi rada aneh dengan sendirinya ia tidak tahu urusan
menyangkut muridnya sendiri, yaitu Lau Yok-ci.
Nenek itu menengadah memandang sang surya di angkasa, secara di bawah sadar ia mengipas
dengan tangannya, padahal saat itu matahari tidak tepat di tengah cakrawala, dengan kekuatan
Lwekangnya tentu tidak terganggu oleh sedikit hawa panas ini.
"Kemudian bagaimana setelah Toasupek tiba, lalu pertandingan dimulai?" tanya Yu Wi.
Giok-bin-sin-po bercerita pula, "Ya, dimulai. Begitu Toa supekmu tiba, oh It-to lantas memberi
hormat kepada para hadirin, katanya dengan tenang, "sungguh beruntung orang she oh dapat
mengundang kehadiran Anda berempat. Pada dunia persilatan jaman ini, hanya Anda berempat
saja yang terhitung tokoh utama, dengan hormat Wanpwe mohon dengan sangat sudilah kalian
memberi petunjuk seperlunya."
"Ucapannya itu membikin senang hati kami, apalagi oh It-to menyebut dirinya sendiri sebagai
Wanpwe, kupikir orang ini cukup rendah hati, padahal usia oh It-to lebih tua daripada kami
berempat, bahkan lebih tua beberapa tahun daripada Wi-san-tayhiap yang paling tua di antara
kami berempat. Pertemuan itu lantas dibuka dengan ramah tamah, benar-benar seperti orang
yang sedang berdiskusi tentang ilmu silat.Babak pertama dimulai dengan oh It-to menghadapi
diriku, dengan ilmu goloknya yang memang hebat itu, sampai jurus keseribu barulah dia
mengalahkan aku. Meski kalah, tapi aku menyerah dengan lahir batin, tidak ada sesuatu yang
perlu kusesaLkan. Hanya saja dalam hati kecilku timbul semacam perasaan yang tidak enak,
seharian itu aku tidak lagi bicara sepatah kata pun.
-Babak berikutnya adalah Lau Tiong-cu lawan Auyang Liong-lian, meski sama kuat dan berakhir
dengan seri, tapi sama sekali aku tidak berniat untuk menonton pertandingan mereka. Besoknya
pertandingan dilanjutkan, babak pertama oh It-to melawan Auyang Liong-lian. Hasilnya tetap oh
It-to lebih unggul, setelah ribuan jurus Auyang Liong-lian juga menyerah kalah, Melihat Auyang
Liong-lian juga mengalami kekalahan, perasaanku ya tidak enak itu barulah terasa rada berkurang.
Babak kedua giliranku pula menghadapi Wi-san-tayhiap. sesudah ribuan jurus, wi-san-tayhiap
melompat mundur dan menyatakan pertarungan itu berakhir dengan seri. Padahal kutahu
bilamana diteruskan tentu aku yang akan kalah,jelas Wi-san-tayhiap sengaja mengalah padaku,
Hatiku sangat berterima kasih padanya. Kemudian waktu aku bertanding dengan Lau Tiong-cu, dia
juga mangalah dan menyatakan pertandingan kami berakhir seri. Inilah sebabnya kukagumi
mereka berdua sampai sekarang.
-Dalam pertandingan itu, setiap hari tentu oh It-to mulai terjun dalam babak pertama. Pada
hari ketiga, kembali dengan ilmu goloknya ia mengalahkan lagi LauTiong-cu pada jurus keseribu.
sampai disini barulah kami merasa heran, mengapa berturut-turut dalam tiga babak selalu
dimenangkan dia setelah seribuan jurus, tidak lebih dan tidak kurang Jangan-jangan hal ini
memang sengaja diaturnya. Padahal tidak perlu sampai seribu jurus sebenarnya dia mampu
mengalahkan kami? Mengingat hal itu bukan mustahil, maka pada hari keempat ketika pada babak
pertama dia bertanding dengan Wi-san-tayhiap.
kami menaruh perhatian khusus terhadap pertandingan mereka. Pribadi Wi-san-tayhiap
memang rendah hati tapi di antara kami berempat, tidak dapat disangkal kungfunya terhitung
paling kuat, namun dia tidak mau kelihatan lebih unggul daripada kami secara terang-terangan. -
Kupikir apabila Wi-san-tayhiap juga dikalahkan oh It-to, maka gelar jago nomor satu di dunia ini
dengan sendirinya akan dimilikinya. Kulihat sebelum seribu jurus, oh It-to bertempur dengan
teratur dan seenaknya, tapi setelah lewat seribu jurus, mendadak Wi-san-tayhiap juga
dikalahkannya. Wi-san-tayhiap mengaku kalah lahir dan batin, tapi menurut pandangan kami,
sebenarnya tidak sampai seribu jurus oh It-to dapat mengalahkan wi-san-tayhiap. ini berarti tidak
perlu seribu jurus juga dapat mengalahkan kami bertiga.

-Pada hari kelima, pertemuan itu diakhiri, antara empat orang yang diundang tak ada yang
kalah atau menang, tapi semuanya telah dikalahkan oleh oh It-to, mengenai kepandaian Auyang
Liong-lian dia hanya setingkatan denganku, kuberani pastikan bilamana bertanding benar, dia
pasti akan dikalahkan oleh Wi-san-tayhiap dan Lau Tiong-cu. Tapi dasar kulit muka si tua itu
memang tebal, ia menganggap dirinya dapat bertanding dengan seri bersama kami bertiga,
kecuali oh It-to, apabila beelatih lagi sekian lama tentu tidak sulit untuk mengalahkan kami
bertiga. Karena itutlah, segera ia menghasut agar kami bersekutu dan mengerubut serta
membinasakan oh It-to. Alasan yang dikemukakannya adalah oh It-to tidak cukup jantan, tidak
berlaku terang-terangan. Tenlu saja oh It-to kurang senang, apalagi habis mengalahkan empat
tokoh besar, sikapnya menjadi agak angkuh, tanpa sungkan ia balas bertanya, 'Memangnya kau
tidak terima, dalam hal apa kau anggap aku tidak terang terangan?'
-Auyang Liong-lian bilang, kalau oh It-to sudah mengundang kami untuk saling tukar pikiran
mengenai ilmu silat masing-masing, seharusnya dia berlaku blak-blakan dan tidak boleh
menyimpan rahasia, tidak seluruhnya dia memperlihatkan inti-sari ilmu silatnya. Tanpa
tedengaling-aling ia lantas menunjukkan kemenangan oh It-to yang sebenarnya bisa dilakukannya
sebelum seribu jurus, tujuannya sengaja menghasut, kami tahu hal ini, namun diam-diam kami
juga merasa oh It-to memang sengaja menyimpan kepandaian, seakan-akan undangannya pada
kami sengaja hendak mengalahkan kami satu persatu.
-Apabila waktu itu oh It-to mau memainkan lagi seluruh ilmu goloknya yang telah mengalahkan
kami berempat itu mungkin keributan selanjutnya takkan terjadi, tapi oh It-to justeru berkata
dengan ketus, 'Memang tidak perlu seribu jurus dapat kukalahkan kalian, tapi mengingat kalian
adalah tokoh terkemuka, jika kalah sebelum seribu jurus, kan bisa kehilangan muka?'
-Ucapan ini telah menimbulkan rasa gusar kami, akulah orang pertama yang tidak tahan, aku
berteriak. Bagus,jika demikian harap oh-tayhiap sudi memberi petunjuk lagi
-sungguh memalukan jika diceritakan, padahal sudah jelas diketahui Auyang Liong-lian sengaja
mencari perkara dan ingin mengadu domba, tapi aku toh tidak tahan, berbeda dengan Wi-santayhiap
dan Lau Tiong-cu berdua, mereka hanya mengernyitkan kening saja, sedangkan aku
lantas angkat golok dan membacok oh It-to.
-sekali ini oh It-to juga tidak sungkan-sungkan lagi, segera ia keluarkan ilmu goloknya yang
lihay, hanya lima jurus saja aku sudah dikalahkan. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan, apabila
kejadian ini sampai tersiar bahwa dalam lima jurus saja Giok-bin-sian-li (si dewi cantik) dari Thiansan
telah dikalahkan oh It-to . . . o, kau tahu, waktu itu aku masih muda, dengan sendirinya tidak
berjuluk Giok-bin-sin-po . ." . "
Yu Wi tertawa. pikirnya. "Tentu saja tidak disebut Giok-bin-sin-po, masa perempuan berusia 30-
an di sebut nenek. bukankah sekarang kau pantas di sebut nenek buyut?"
Lalu terpikir pula olehnya, " Waktu mudanya dia digelari sian-li (si dewi) tentu juga pantas,
kalau dipandang sekarang saja wajahnya serupa perempuan setengah umur, berbeda jauh
daripada umurnya yang sesungguhnya, jelas dia pintar merawat muka sehingga awet muda,
sungguh harus dipuji."
"Bahwa aku dikalahkan dalam lima jurus, tentu sukar untuk dipercaya. Akan tetapi fakta
memang begitu, tatkala mana aku sangat berduka dan hampir menangis, sungguh sangat
memalukan, sebesar itu untuk pertama kalinya aku telah mencucurkau air mata, sialan si Auyang
Liong-lian itu, dia malah sengaja berolok-olok, katanya, 'Kenapa menangis, nona cantik? Biar tuan
muda membalas dendam bagimu.' Keparat, dia tidak berkaca lebih dulu masakah dia anggap
dirinya paling jempolan dan hendak membalaskan dendam bagiku . . . ."
Yu Wi ingin tertawa. tapi tidak berani, pikirnya, "Cara bicara nenek ini seakan-akan lupa pada
usianya yang sudah lanjut, jelas itulah nada ucapannya pada masa mudanya."
Didengarnya Giok-bin-sin-po bertutur pula, "Tapi akhirnya dia juga tidak terhindar dan
kekalahan, bukan saja keok dalam lima jurus. bahkan pantatnya terketuk oleh golok oh It-to dan
jatuh tersungkur Jelek-jelek Auyang Liong-lian juga seorang maha guru suatu aliran tersendiri,
tidak seharusnya oh It-to membuatnya malu begitu. Lau Tiong-cu jadi penasaran, segera ia tampil
ke muka dan berkata, 'oh-tayhiap. boleh coba kaupun ketuk aku satu kali'.
-Lau Tiong-cu memang lebih kuat daripada Auyang Liong-lian dan juga diriku, tapi iapun
dikalahkan oh It-to pada jurus ketujuh meski tidak kalah secara memalukan, tapi cukup membuat

sedih Lau Tiong-cu. Melihat ketiga rekannya sudah kalah semua, tanpa bicara Wi-san-tayhiap
lantas tampil ke muka dan menusuk dengan pedangnya, oh It-to tertawa bergelak. serunya,
'Haha, sekalipun kulian maju semua juga aku tidak takut.'
-Ucapan ini membikin kami tambah dongkol, dalam pada itu Wi-san-tayhiap juga dikalahkan
pada jurus ketujuh, kesempatan ini segera digunakan Auyang Liong-lian untuk mengaduk.
serunya, 'Ayolah kita maju sekaligus'
-Aku memang tidak senang terhadap sikap oh It-to, maka begitu Auyang Liong-lian menubruk
maju, tanpa pikir akupun ikut menerjang, baru saja bergebrak. mendadak Wi-san-tayhiap berseru,
'Berhenti dulu, berhenti. Janganlah kita merusak nama baik kita sendiri' Melihat Wi-san-tayhiap
dan Lau Tiong-cu tidak ikut maju, teringat olehku main kerubut bukan tindakan yang terhormat,
akupun tidak berhasrat untuk bertempur lagi, maka begitu Wi-san-tayhiap berseru segera aku
melompat mundur. Tapi Auyang Liong-lian tidak mau mundur, hal ini membikin gemas oh It-to,
sekali serang ia robohknn dia pula, bahkan melukainya.
-Hal ini menimbulkan rasa gusar Wi-san-tayhiap. katanya. 'oh-tayhiap. tindakanmu ini jelas
tidak benar. Kami diundang menghadiri pertemuan ini, tujuan kita adalah berbincang secara baikbaik,
jauh-jauh kami datang dengan maksud baik, mengapa kau lukai Auyang-heng sekarang?'
-Kesempatan itu segera digunakan Auyang Liong-lian unjuk mengambek. serunya, 'orang she
oh, jika memang lihai, ayolah bunuh diriku. Wi-tayhiap dan Lau-tayhiap. kuharap kalian suka
mengurus layonku nanti.' Dengan gusar Lau Tiong-cu juga berkata, 'Jangan kuatir, Auyang-heng,
tidak nanti dia berani membunuhmu, andaikan terjadi begitu, tidak nanti kami tinggal diam.'
-Berturut-turut mengalahkan empat tokoh terkemuka, oh It to tampak sangat senang. apalagi
lawannya tidak ada yang mampu menangkis lebih dari tujuh jurus serangannya, dengan tertawa ia
berkata, 'Haha, anggaplah orang she oh bertindak salah pada kalian, boleh kalian maju saja
sekaligus. coba apakah kalian mampu melayani ketujuh jurus Hay-yan-to-hoatku, bilamana
sanggup baru nanti kita bicara lagi.'
-Melihat orang tidak mau bicara tentang aturan dan tetap hendak pamer ilmu goloknya, Wi-santayhiap
sangat marah, katanya, 'Meski permainan golokmu memang sangat lihai, tapi sayang
tenaga dalammu belum cukup kuat, jangankan kami berempat, cukup aku dan Lau-tayhiap berdua
saja sanggup mengalahkan kau.'
-oh It-to tidak percaya kepada keterangan Wi-san-tayhiap. dengan tertawa ia menjawab, 'Betul,
tenaga dalamku memang belum sempurna, bahkan tidak sekuat salah seorang di antara kalian,
tapi kalau kau bilang berdua saja sanggup mengalahksn diriku, betapapun aku tidak percaya,
bahkan berani kukatakan kau cuma mimpi belaka'
-Agaknya Lau Tiong-cu mempunyai pandangan yang sama dengan Wi-san-tayhiap. dengan
penuh keyakinan iapun berkata . 'Tapi bila secara beruntung kami dapat mengalahkan kau, lalu
bagaimana?' Tanpa pikir oh It to menjawab, 'Apapun permintaan kalian pasti akan kuterima.' Ia
menyangka dalam tujuh jurus saja dapat mengalahkan Wi-san-tayhiap dan Lau Tiong-cu, apa
artinya biarpun kedua orang itu bergabung dan mengeroyoknya. Ia lupa bahwa dalam hal ilmu
silat, setiap gerak jurus serangan memang sangat penting, tapi soal tenaga dalam adalah unsur
yang terlebih penting untuk mencapai kemenangan.
-Rupanya Auyang Liong-lian dapat melihat hal ini, segera ia berseru, 'Baik, jika kau kalah, kau
harus segera membunuh diri, apakah kau berani?' Pancingan Auyang Liong-lian ini ternyata
berhasil, dengan tegas oh It-to menjawab, 'Baik, jika orang she oh kalah segera akan membunuh
diri'
-Pertarungan selanjutnya jelas tidak sama lagi dengan beberapa kali pertarungan sebelumnya,
dalam pertandingan sebelumnya Lau Tiong-cu dan Wi-san-tayhiap hanya berpatokan saling belajar
dengan oh It-to, asal menyentuh lawan segera diakhiri, sekarang mereka berdua bergabung dan
harus menang, maka cara bertempur mereka dilakukan sepenuh tenaga. Mereka menyerang
dengan mantap dan bertahan dengan rapat. Benar juga, meski ilmu permainan golok oh It-to
sangat bagus, sayang kurang kuat dalam hal tenaga dalam, sukar baginya mematahkan serangan
Wi-san-tayhiap dan Lau Tiong-cu. Tapi kalau satu lawan satu tetap kalah, sebab jurus serangun oh
It-to terlalu lihai, betapa rapatnya pertahanan akhirnya pasti juga akan bobol. Tapi sekarang dua
lawan satu, yang seorang menyerang dan yang lain bertahan secara bergiliran, dengan kerja sama
yang rapat, ratusan jurus kemudian oh It-to mulai gelisah, pada kesempatan itu Wi-san-tayhiap

dapat mengetuk jatuh pedang oh It-to. seketika oh It-to berdiri kesima dengan muka pucat. Meski
menang, tapi Wi-san-tayhiap dan Lau Tiong-cu tidak merasa senang, sebab kemenangan itu
adalah berkat main kerubut, apabila bertempur satu lawan satu, tidak mungkin mereka menang.
-Auyang Liong-lian lantas membonceng keadaan itu untuk mengejek. 'Huh, jangan berlagak
pilon, keberatan untuk menggorok leher sendiri bukan?jika takut mati seharusnya tadi jangan sok
omong besar' -Baru habis ucapannya, mendadak oh It-to memungut goloknya yang jatuh itu,
kukira dia hendak melabrak Auyang Liong-lian, siapa tahu oh It-to benar-benar mengangkat golok
untuk memotong leher sendiri Tampaknya jago nomor satu dijaman itu segera akan mati hanya
karena menepati apa yang sudah diucapkannya, syukurlah mendadak pedang Wi-san-tayhiap
keburu menangkis golok oh It-to, katanya, 'Hanya satu perkataan saja untuk apa harus
mengorbanknn jiwa secara sia-sia'
Lau Tiong-cu juga ikut membujuknya, 'Auyang-heng telah kau lukai, boleh kau minta maaf saja
padanya dan urusanpun selesai. Pertemuan kita ini hanya untuk tukar pikiran dan belajar kenal
dengan ksatria yang namanya menggemparkan dunia Kangouw dan bukan untuk bunuh
membunuh, jika kematianmu sampai tersiar, tentu orang Kangouw akan mengira kami yang
mendesak akan kematianmu. Maka kuharap kaupikir lagi lebih masak dan jangan menuruti pikiran
sesat.'
-Perkataan kedua orang itu tidak langsung membujuk oh It-to menghentikan tindakannya akan
membunuh diri, mau-tak-mau oh It-to mengurungkan niatnya, katanya dengan menyesal, 'Baiklah,
kuminta maaf kepada Auyang-heng.' Tapi Auyang Liong-lian ternyata tidak mau terima, ia
berteriak pula, ' Tidak... tidak bisa... Tidak jadi bunuh diri juga boleh, tapi kau sudah janji akan
melaksanakan apa pun yang kami minta. sekarang ada suatu syaratku, kalau tidak kau
laksanakan, bila urusan ini tersiar, cobalah apakah kau oh It-to masih sanggup berkecimpung di
dunia Kangouw?'
-sebagai orang Kangouw kita harus menepati janji, meski sejak mula oh It-to tidak suka kepada
Auyang Liong-lian. tapi terpaksa ia menerima kahendaknya dan bertanya, 'Apa syaratmu?'
-Ternyata Auyang Liong-lian minta oh It-to membeberkan kedelapan jurus ilmu goloknya yang
mengalahkan kami itu. Aku jadi tertarik oleh jalan pikirannya itu, segera aku menyongkongnya,
'Betul, beberkan rahasia kedelapan jurus ilmu golokmu itu dan selesailah segala urusan, kami pun
takkan menyiarkan apa yang terjadi ini.'
-Padahal siapa yang mau menyiarkan peristiwa itu? Memangnya kami tidak malu jika kekalahan
kami diketahui umum? Apakah gemilang mengalahkan oh It-to dangan main kerubut? Tapi oh Itto
tidak melaksanakan apa yang telah diucapkannya, jika tersiar tentu juga dia akan di tertawai
sebagai seorang pengecut, agar bisa tetap berkecimpung di dunia Kangouw mau-tak-mau oh It-to
harus membeberkan rahasia ilmu goloknya. Tak terduga, mendadak oh It-to bergelak tertawa dan
berkata, 'Kan lebih gampang jika kalian menghendaki kematianku saja?' sembari bicara secepat
kilat ia angkat golok dan menabas pula keleher sendiri. Meski cukup cepat Wi-san-tayhiap
mencegahnya. tapi senjata oh It-to sudah melukai leher sendiri, cukup parah lukanya, darah
mengucur dengan derasnya. Untung Wi-san-tayhiap rada mahir ilmu pengobatan. cepat ia
memberinya obat dan membalut lukanya sehingga jiwa oh It-to dapat diselamatkan.
oh It-to masih berusaha membunuh diri pula, tapi Lau Tiong-cu telah merampas goloknya, lalu
mendamperat aku dan Auyang Liong-lian, 'Hm, percuma kalian menganggap diri sendiri sebagai
maha guru suatu aliran, tapi suka mengincar ilmu silat orang lain, apakah kalian tidak malu?' -
Kupikir tindakan kami memang tidak patut, maka aku tunduk kepala dan tidak berani menjawab,
namun Auyang Liong-lian memang tidak tahu malu, ia masih terus berkaok-kaok, Tidak peduli dia
akan membunuh diri atau tidak. yang jelas dia harus mengajarkan ilmu goloknya, kalau tidak, lihat
saja akibatnya nanti, oh It-to
-Wi-san-tayhiap meajadi gusur. damperatnya, "Auyang-heng, jika kau berani mendesak ohheng
lagi, hal itu sama dengan memusuhi diriku, nanti kita boleh mengadakan peryelesaian
tersendiri"
-Lau Tiong-cu juga berkata, 'Kau berani mencemarkan nama baik oh-heng, orang she Lau juga
takkan tinggal diam.'

-Karena kedua orang itu membela oh It-to, seketika Auyang Liong-lian mengkeret dan tidak
berani bicara lagi. Kalau oh It-to saja tidak mampu melawan kerubutan kedua orang itu. mana
Auyang Liong-lian sanggup?
-oh It-to sangat berterima kasih kepada pembelaan Wi-san-tayhiap dan Lau Tiong-cu itu,
ucapnya dengan gegetun, 'sebenarnya bukan aku sengaja tidak mau membeberkan rahasia
kedelapan jurus ilmu golokku ini, soalnya orang yang mengajarkan ilmu golok kepadaku itu
dengan tegas-tegas telah menyatakan bahwn ilmu golok ini dilarang diajarkan lagi kepada siapa
pun, untuk itu aku sudah bersumpah akan mentaati pesan beliau.Jika sekarang kubeberkan ilmu
golokku akan berarti kulanggar sumpahku sendiri, jadi permintaan ini tidak mungkin kupenuhi.
Tapi jika kalian menghendaki kulakukan urusan lain, apa pun akan kulaksanakan, sekalipun terjun
kelautan api atau masuk kolam mendidih juga tidak kutolak.'
-Wi-san-tayhiap lantas berkata, 'sudahlah, urusan ini jangan disebut-sebut lagi, tidak ada yang
menghendaki kau berbuat apa pun. sungguh memalukan jika diceritakan, kami sudah dikalahkan
semua olehmu, masakah kami yang menyuruh kau berbuat sesuatu, hanya orang yang tidak tahu
malu saja yang dapat bertindak demrkian.'
-Ucapan Wi-san-tayhiap itu jelas-jelas ditujukan kepada Auyang Liong-lian dan memakinya
sebagai orang yang tidak tahu malu. Tapi dasar bermuka tebal, Auyang Liong-lian berlagak tidak
mendengar. orang ini memang licik dan licin, ia tahu jika banyak bicara lagi mungkin akan
menimbulkan rasa gusar orang banyak. Agaknya Lau Tiong-cu sangat mengagumi kedelapan jurus
ilmu golok oh It-to itu, ia coba tanya siapa gurunya dan menyatakan hasratnya ingin menemui
beliau,
-oh It-to menjawab bahwa siapa orang yang mengajarkan ilmu golok itu, baik she atau
namanya, ia sendiri pun tidak tahu. Kuatir dituduh berdusta, ia lantas bercerita pengalamannya
waktu mendapat ajaran ilmu golok itu. Kiranya peristiwa oh It-to mendapat ajaran ilmu golok itu
baru terjadi lima tahun sebelumnya, pada satu hari bentengnya kedatangan seorang tua, yang
tidak dikenal, esoknya mendadak kakek itu jatuh sakit dan terpaksa tinggal sampai setengah tahun
di tempatnya. selama setengah tahun itu oh It-to meladeni orang tua itu dengan hormat. segala
keperluannya dicukupi. setelah sembuh, orang tua itu sangat berterima kasih atas budi kebaikan
oh It-to, maka ia telah mewariskan padanya delapan jilid kitab ilmu golok. itulah pengantar latihan
kedelapan jurus ilmu golok yang hebat.
-oh It-to berlatih menurut petunjuk kitab pusaka itu, lima tahun kemudian selesailah
pelajarannya. setelah berhasil melatih kungfu yang tinggi, tentu saja ia getol mencobanya. Ia
mului mengembara dan mendatangi berbagai perguruan untuk menguji kepandaiannya, ternyata
ilmu goloknya . memang sangat lihai, selama itu belum pernah ketemu tandingan, bahkan tiada
seorang pun mampu melawannya lebih dari tiga jurus. Akhirnya tidak ada lagi yang berani
bertanding dengan dia. Maklumlah, bila seorang sudah tidak ada tandingannya dan tidak dapat
bertempur sepuas-puasnya, hal ini justeru dirasakan sangat tidak enak. Maka dia lantas berusaha
mencari kabar dan akhirnya mengetahui nama kami, lalu mengirim kartu undangan. Kami juga
sudah mendengar nama orang she oh itu, tapi tidak menyangka ilmu goloknya yang tidak ada
tandingannya itu baru dilatihnya selama lima tahun, padahal kalau oh It-to tidak mendapatkan
ajaran ilmu golok itu, paling-paling dia hanya jago silat kelas dua atau tiga saja, seorang jago
kelas menengah dengan usia sudah setengah umur, lalu mulai berlatih kungfu baru, tapi baru lima
tahun berlatih sudah mampu mengalahkan empat maha guru terkemuka dunia persilatan, hasil
yang dicapainya ini sungguh suatu keajaiban. Dan unsur pokok yang menjadikan keajaiban ini
hanya kedelapan kitab ilmu golok pemberian seorang kakek tak terkenal, apabila kakek tak
terkenal itu menambahi sedikit pelajaran kungfu yang lain, bukankah kelihaian oh It-to akan lebih
hebat lagi.
-Begitulah setelah mengetahui kisah oh It-to mendapatkan ajaran ilmu golok itu, kami tambah
ingin bertemu dengan kakek tak bernama itu, ber-ulang2 kutanyai oh It-to pula dimana tempat
kediaman kakek itu? semula oh It-to tidak mau menjelaskan. tapi kemudian Wi-san-tayhiapjuga
bertanya, 'Ya, dapatkah kami menemukan beliau? Apabila dapat, sungguh akupun sangat ingin
menemui tokoh kosen semacam ini.'
-Karena Wi-san-tayhiap sudah ikut bicara, terutama mengingat dia adalah penyelamat oh It-to,
betapapun oh It-to sudah hutang budi dan tidak enak untuk tutup mulut lagi, akhirnya ia berkata,

'Menurut keterangan Bu-beng-lojin (kakek tak bernama), katanya kedelapan kitab pusaka
pelajaran imu golok ini hanya berisi ilmu golok biasa saja.'
-serentak kami berempat merasa heran, sungguh sUkar untuk dipercaya bahwa ilmu golok
selihay itu dikatakan cuma ilmu golok biasa saja. bila empat tokoh terkemuka seperti kami telah
dikalahkan kedelapan jurus ilmu golok itu, dan ilmu golok itu dikatakan kungfu biasa, lalu kungfu
macam apakah baru terhitung kungfu sejati?
-Maka oh It-to menutur pula, katanya, ^'Menurut ceiita Bu-beng-lojin, ilmu silat beliau yang
sejati dipelajarinya dari sejilid kitab pusaka yang disebut Hian-ku-cip. barang siapa, asalkan
berhasil mempelajari salah satu macam kungfu yang termuat dalam kitab pusaka Hian-ku-cip itu,
maka cukup baginya untuk menyapu habis setiap jago silat tanpa tandingan.'
-Mendengar ceritanya ini, tanpa, terasa kami hanya menelan air liur, semuanya terpikat oleh
keterangannya itu dan ingin menemukan kitab pusaka semacam itu, kupikir asalkan dapat
membaca kitab itu, biarpun mati juga tidak menyesal. Maka tanpa menunggu oh It-to bicara lagi
segera kudesak. 'Ayolah lekas ceritakan, di mana tempat tinggal Bu- beng-lojin?'
-Dengan kereng oh It-to menjawab, 'Dapat kuterangkan tempat kediaman Bu-beng-lojin, tapi
kalian harus bersumpah akan menerima syaratku setelah selesai mendengar ceritaku.'
-Kami terdiam dan merasa sangsi. setelah berpikir sejenak. Wi-san-tayhiap bicara lebih dulu, ia
tanya, 'Apa syaratmu?'
-Tidak sulit syaratnya menurut oh It-to, katanya, 'Wi-san-tayhiap, jika sampai kuberikan syarat
yang sulit, biarlah orang she oh mati tak terkubur.' -Dengan tegas Wi-san-tayhiap lantas
menjawab, 'Baik, aku bersumpah'
-setelah kami sama mengucapkan sumpah akan taat kepada syaratnya nanti, lalu oh It-to
berkata pula, setelah menyebut Hian-ku-cip. dan melihat aku tidak tertarik oleh kitab pusaka itu,
Bu beng-lojin berkata pula dengan tertawa, 'sekarang kitab Hian-ku-cip tidak menarik
perhatianmu, tapi nanti setelah kedelapan jilid kitab ilmu golok sudah selesai kau pelajari, tentu
timbul hasratmu ingin membaca Hian-ku-cip. bahkan hasrat membaca terus berkobar sehingga
membuat kau lupa makan dan tidak dapat tidur.
-Apa yang diuraikannya itu memang tidak salah, hal ini terbukti setelah oh It-to
memberitahukan kepada kami tempat kediaman Bu-beng-lojin selama 45 tahun ini hampir siang
malam senantiasa timbul hasratku ingin mencari Bu- beng-lojin, bila teringat kepada kungfu maha
sakti dalam kitab pusaka itu, sungguh makan terasa tidak enak tidur pun tidak nyenyak. Menurut
cerita oh It-to setelah mendengar keterangan Bu-beng-lojin itu, ia hanya tertawa saja tanpa
menghiraukannya. sebab dia benar-benar tidak percaya kepada Bu- beng-lojin yang jatuh sakit
dan hampir mati itu bisa memiliki kungfu maha sakti, menurut ceritanya, semula kedelapan jilid
kitab ilmu golok itu pun diremehkan olehnya. Akan tetapi Bu- beng-lojin masih juga berkata
padanya, pada suatu hari kelak, apabila kau ingin menemui diriku, boleh kau datang saja ke Ho-loto.
Ho-lo-to yang dimaksudkan ialah pulau yang kita diami sekarang ini . . . ." Bercerita sampai di
sini barulah Giok-bin-sin-po berhenti.
Yu Wi memandang sekelilingnya dan berpikir, "Ho-lo-to ini sedemikian kecil dan tandus, hampir
tidak ada tempat untuk berteduh, jangankan bertempat tinggal disini dalam jangka waktu
panjang, hanya berdiam satu hari saja disini mungkin akan mati terjemur oleh terik sinar
matahari"
Maklumlah, pulau kecil ini memang betul tandus, gundul, datar, lapang, sepotong batu yang
agak besar saja tidak ada, cara bagaimana orang akan dapat berteduh dari panas sinar matahari.
Padalal saat ini tepat lohor, sang surya berada di tengah cakrawala, Yu Wi merasakan hawa
sangat panas, rasanya seperti dipanggang, lebih- lebih batu karang yang didudukinya, rasanya
pantat bisa hangus terbakar.
Anehnya, dilihatnya Yap Jing bertiga yang berbaring di tanah berpasir itu iusteru dapat tidur
dengan sangat nyenyak, diam-diam Yu Wi merasa kasihan Kepada ketiga nona itu, selama sebulan
ini mereka benar-benar kelelahan dan tidak pernah tidur nyenyak seperti sekarang ini.
Ia berbangkit dan menuju ke perahu, mengambil satu ember air tawar. Mungkin sudah haus
karena sibuk bercerita tadi, Giok-bin-sin-po lantas menceduk satu gayung air dan diminum hingga
habis.
setelah membasahi kerongkongan, lalu nenek itu bertutur lebih lanjut,

" Waktu oh It-to menyebut nama Ho-lo-to, diam-diam kami heran HHo-lo-to macam apakah,
mengapa tidak pernah kami dengar nama pulau demikian? serentak pandangan kami lantas
terpusat kearah Auyang Liong-lian. Maklumlah, Auyang Liong-lian adalah raja laut (Hay liong-ong)
yang terkenal, pengalamannya berlayar sangat luas, boleh dikatakan segenap pelosok samudera
raya pernah dijelajahinya, hanya dia saja yang kenal nama pulau aneh ini. Tapi Auyang Liong-lian
kelihatan gugup karena pandangan kami, cepat ia menggoyang tangan dan berkata. 'Jangan
kalian tanya padaku, akupun tidak tahu dimana letak Ho-lo-to, setahuku di dunia ini tidak ada
pulau bernama demikian.'
-Dengan sendirinya kami tidak percaya, tapi kami pun tidak bertanya lagi melainkan cuma
tersenyum saja. Kami pikir tak apalah jika kau tidak mau bicara. siapa lagi yang tidak tahu Hayliong-
ong merajai lautan dan pasti tahu setiap pulau. hanya saja tidak kau katakan terus terang.
Agaknya Auyang Liong-lian tahu jalan pikiran kami, cepat ia bersumpah, 'Aku benar-benar tidak
tahu, jika kutahu dan tidak kukatakan, biarlah aku keparat, anak jadah.'
-Wi-san-tayhiap dan Lau Tiocg-cu lantas percaya padanya, tapi aku tetap tidak percaya. Aku
lantas memberi macam-macam sindiran, kutuduh dia ingin mendatangi HHo-lo-to sendiri, maka
tidak mau menerangkan di mana letak pulau itu agar kami tidak mencari lagi. Lantaran urusan ini,
dia telah ribut denganku, karena kedua pihak sama ngotot, hampir saja kami berkelahi. Kalau
kupikirkan sekarang, kejadian itu memang bukan salahnya, hanya setan yang tahu di mana letak
Ho-lo-to ini. Rupanya pulau ini meundapatkan nama Ho lo berbubung bentuknya terupa Ho lo.
Apabila tadi kalian tidak bilang pulau ini berbentuk serupa Ho-lo, mungkin tidak kuperhatikan
bahwa pulau sekecil ini adalah tempat kediaman guru oh It-to, akan tetapi, ai . . . . "
Yu Wi tahu apa sebabnya nenek itu menghela napas, meski pulau ini sudah ditemUkan, tapi
tidak ada tanda-tanda pulau ini pernah didiami manusia,jadi percuma saja meski sudah ditemukan,
kitab pusaka Hian-ku-cip tidak mungkin tersimpan di pulau tandus ini.
Terdengar Giok-bin-sin-po berkata pula, " Karena dilarang oleh Wi-san-tayhiap. maka aku dan
Auyang Liong-lian tidak jadi berkelahi. Lalu oh It-to menyambung ceritanya, 'Dari nada ucapan Bubeng
lojin itu, kutahu beliau berharap kupergi mencarinya di pulau yang disebutkan itu, maka
dengan tertawa kunyatakan kelak pasti akan mencari beliau. Cuma tujuanku mencarinya bukan
untuk belajar kungfu yang tertera dalam kitab pusaka Hian-ku-cip melainkan hanya untuk
menjenguknya saja sebab apa pun juga beliau terhitung guruku. setelah belajar kungfunya. adalah
pantas jika kuakui beliau sebagai guru.'
-Tapi Bu- beng-lojin lantas menjengek dan menjawabnya, 'Hm,justeru kalau sudah timbul
keinginanmu untuk mencari diriku, kukira tujuanmu bukan untuk menyambangi sang guru, tapi
cuma ingin mencari dan belajar kungfu dalam kitab Hian-ku-cip.'
-oh It-to hanya tertawa saja atas ejekan kakek tak bernama itu, ia tak membantah atau
memberi penjelasan, sebab saat itu sama sekali tak terpikir olehnya betapa memikatnya kungfu
ynng tertera dalam Hian-ku-cip itu, sama halnya seperti dia tidak berminat terhadap kedelapan
jilid ilmu golok pemberian si kakek waktu itu. Kemudian Bu-beng-lojin berkata pula kepada oh It-to
dengan serius, 'Kelak boleh saja kau datang menemui aku, tapi ada satu peraturan, yaitu. bila kau
sudah berusia seratus tahun baru boleh kau datang ke Ho-lo-to, tatkala mana tentu aku sudah
lama kumati, jadi bukan maksudku menyuruh kau jenguk diriku kesana. Akan tetapi kau harus
tetap ingat, baru boleh datang ke Ho-lo-to setelah kau genap berumur seabad.'
-oh It-to tidak mengerti apa maksud Bu-beng-lojin itu, ia coba tanya alasannya. setelah
mendapat penjelasan barulah diketahui bahwa kungfu dalam Hian-ku-cip itu terlalu lihai, kakek itu
kuatir setelah oh It-to menguasai kungfu dalam kitab pusaka itu, lalu digunakannya untuk malang
melintang di dunia Kangouw dan disalah gunakan sehingga tidak ada orang lain yang mampu
mengatasinya, Tapi kalau dia sudah berumur satu abad. sudah kakek-kakek. tentu hasratnya
untuk unggul sudah hilang. lalu mulai belajar kungfu dalam Hian-ku-cip. hasilnya tentu tidak akan
digunakan untuk membikin susah sesamanya.
-Waktu itu Bu-beng-lojin mengharuskan oh It-to bersumpah bahwa dia akan taat kepada pesan
kakek itu Menurut pikiran oh It-to, apabila dirinya nanti berumur seratus tahun, berjalan saja
sudah susah, mana ada hasrat lagi untuk mencari Ho-lo-to, padahal umpama dia mau mencari
pulau itu juga sukar dan bergantung pada nasib atau secara untung-untungan, buktinya seperti
Auyang Liong-lian yang sudah berpengalaman di bidang pelayaran saja, sudah hampir 50 tahun

dia berusaha mencari dan sampai sekarang belum juga menemukan pulau ini. Maka oh It-to
menutur pula, 'selesai Bu-heng-lojin mendengarkan sumpahku. tampaknya dia merasa puas, tapi
diam-diam aku merasa geli, kupikir usiamu sekarang masih jauh dari seratus tahun dan sudah
jatuh sakit begini dan hampir mati, tapi kau suruh aku bersumpah baru boleh mencari dirimu bila
sudah berumur seabad. Andaikan kungfu yang terkumpul di dalam Hian-ku-cip itu benar bisa
membuat orang awet muda dan panjang umur. mengapa kau sendiri tidak berlatih supaya sehat
dan kuat?'
-Dengan sendirinya rasa sangsinya tidak diucapkan, sebelum berangkat Bu-beng-ojin berkata
lagi kepada oh It-to, 'setelah perpisahan ini kutahu hidupku tidak tahan lama lagi, sukar bertemu
pula bagi kita, kelak bila kau datang ke Ho-lo-to aku sudah berubah menjadi seonggok tulang
belaka, mungkin dalam hatimu kaupikir mengapa aku tidak bisa panjang umur, padahal aku
memiliki Hian-ku-cip dengan isinya yang ajaib itu? setelah menghela napas menyesal kakek itu
berkata pula kepada oh It to, supaya kau tidak penasaran, biarlah kujelaskan bahwa persoalan ini
memang ada sebabnya, kelak bila kau datang di Ho-lo-to tentu segalanya akan kau ketahui,
tatkala mana asalkan kau latih kungfu dalam Hian-ku-cip. jangankan umurmu sudah seratus
tahun, untuk hidup lagi beberapa puluh tahun tentu juga tidak menjadi soal.'
-setelah oh It-to mengantar kepergian Bu-beng lojin, pesan orang tua itu tidak diperhatikannya.
Dilihatnya isi kedelapan jilid kitab ilmu golok itu memang rada menarik, maka bila ada waktu luang
ia lantas melatihnya.
-Menurut cerita oh It-to, begitu ilmu golok itu mulai dikuasainya, tanpa terasa ia jadi tenggelam
dalam keasyikan berlatih, selama lima tahun tanpa kenal lelah ia berhasil meyakinkan ilmu golok
itu. setelah itu, segera teringat olehnya akan kungfu yang tertera dalam Hian-ku-cip seperti
ceritera si kakek. la tidak tahu kungfu macam apakah yang dikatakan bisa membikin awet muda
dan panjang umur itu? Masakah bisa lebih lihai daripada ilmu golok?
-sang waktu terus berlalu, hasratnya mengunjungi Ho-lo-to untuk mencari Hian-ku-cip
bertambah mendesak, ia bilang, kalau saja dia tidak bersumpah. tentu dia sudah berangkat
mencari pulau itu. sekarang, hanya dengan beberapa jurus ilmu goloknya itu dapatiah dia
mengalahkan empat tokoh besar ilmu silat, maka secara terus terang ia berkata kepada kami
bahwa dia benar-benar tergila pada kungfu yang tertera dalam Hian-ku-cip. kalau bisa ia ingin
segera mendatangi Ho-lo-to.
-Maka aku lantas berkata, Jika demikian, 'ayolah kita berangkat sekarang juga untuk
mencarinya, harus kita baca kungfu mujizat apa yang tercantum dalam kitab pusaka itu.'
-Tapi oh It-to lantas menjengek, 'Biarpun aku keranjingan untuk mendapatkan kitab pusaka itu,
tapi aku tidak berani melanggar sumpah, tahun ini umurku baru 55, harus 45 tahun lagi, setelah
umurku genap seratus baru dapat kupergi mencari Ho-lo-to.'
-Auyang Liong-lian mengejek kebodohan oh It-to itu, 'kalau tunggu sampai berumur seratus,
andaikan berhasil menemukan kitab itu lalu apa faedahnya? sumpah juga harus dibedakan,
apakah masuk di akal atau tidak?'
-Mendengar olok-olok Auyang Liong-lian itu, air muka oh It-to seketika berubah, serunya, '
orang she oh memang bukan manusia baik-baik, tapi selama hidup tidak pernah mengingkari janji,
apa lagi melanggar sumpah. sekali sudah sumpah, betapapun tidak menyesal. sebagai seorang
maha guru suatu aliran tersendiri, masakah Auyang-heng malah memandang ringan sumpah?'
-Ucapan Auyang Liong-lian memang bertujuan memancing oh It-to agar mau berangkat untuk
mencari Ho-lo-to, supaya dia melanggar sumpah lebih dulu. sebab meski kami juga sudah disuruh
bersumpah, tapi oh It-to belum lagi mengemukakan syaratnya, tahulah kami maksudnya
menyuruh kami bersumpah, dan sekarang kalau dia melanggar sumpah sendiri, dengan sendirinya
kami pun tidak perlu mematuhi sumpah dan boleh ikut pergi mencari Ho-lo-to.
-Benar juga, segera oh It-to menyuruh kami mematuhi syaratnya tadi, katanya. 'Mengingat
kedudukan kalian yang tinggi dan terhormat, tentunya kalian takkan melanggar sumpah sendiri,
kalau tidak. apa bedanya kalian dengan kaum pengecut yang rendah dan kotor?'
-Padahal di antara kami berempat, kecuali keparat Auyang Liong-lian saja yang tidak bisa
pegang janji, kami bertiga tidak nanti melanggar sumpah, mestinya dia tidak perlu bicara
demikian.

-oh It-to menambahkan pula, "Tempat kediaman Bu-beng-lojin telah kukatakan kepada kalian,
tapi sekarang kuharuskan kalian mematuhi dua syaratku sebagaimana kalian sudah janji tadi.
Pertama, urusan ini hanya diketahui kalian berempat saja dan tidak boleh lagi diceritakan kepada
orang kelima tentang adanya Ho-lo-to segala. Kedua, siapa pun dilarang pergi mencari Ho-lo-to . .
. -Mendingan syarat yang pertama, tapi syarat kedua ..."
Tiba-tiba Yu Wi menghela napas dan berkata. "Padahal syarat pertama saja tidak dipatuhi oleh
Cianpwe sendiri"
"Kenapa tidak kupatuhi?" tanya Giok-bin-sin-po dengan kurang senang.
"oh It-to minta kalian jangan diceritakan lagi kepada orang kelima tentang Ho-lo-to, maksud oh
It-to adalah supaya tempat kediaman gurunya itu tidak lagi diketahui orang lain. Tapi sekarang
cianpwe telah bercerita padaku. bukankah ini berarti telah melanggar sumpah?"
"Memang betul, akan tetapi oh It-to telah berdusta pada kami, untuk apa kami harus patuh
pada sumpah ingi?" teriak Giok-bin-sin-po dengan gusar.
"Cara bagaimana oh-tayhiap dustai kalian?" tanya Yu Wi.
"Sudah 45 tahun Auyang Liong-lian berusaha mencari," demikian tutur Giok-bin-sin-po,
"berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya yang luas apabila di dunia ini benar ada suatu
pulau semacam Ho-lo-to ini, dia pasti mampu menemukannya. Akan tetapi dia tidak berhasil
menemukannya, sebaliknya malah dapat kita temukan secara tidak sengaja. Bilamana keterangan
oh It-to itu betul, Ho-lo-to yang dimaksudkannya pastilah pulau tandus ini, sekarang pulau ini jelas
tidak ada penduduknya, bukankah oh It-to telah membohongi kami, bisa jadi pulau yang dikatakan
Bu-beng-lojin itu bukanlah Ho-lo-to.'
"Tapi menurut peikiraanku. oh-tayhiap tidak mungkin berdusta," kata Yu Wi.
"Akupun berpikir demikian," ujar Giok-bin-sin-po dengan gegetun, "waktu itu oh It-to bicara
dengan jujur dan setulas hati, siapa pun tidak menyangka dia akan berdusta. Tapi sekarang fakta
terpampang di depan mata, apakah ada yang percaya lagi kepada keterangannya? "
setelah menggeleng kepala dan menghela napas, lalu nenek itu menyambung lagi, "setelah dia
menerangkan syaratnya yang kedua, kami menjadi sangat kecewa.Jika sumpah tidak boleh
dilanggar, maka siapa pun tidak berani lagi berusaha mencari Ho-lo-to. Padahal orang yang belajar
silat seperti kita siapa yang tidak keranjingan ingin mendapatkan kungfu ajaib?Jika oh It-to bisa
menjadi jago nomor satu didunia hanya dengan kedelapan jurus ilmu goloknya. maka kungfu yang
tersimpan dalam Hian-ku-cip sukarlah dibayangkan hebatnya, coba, siapa yang tahan untuk tidak
mencarinya? Biarpun WUsan-tayhiap adalah seorang pendekar besar yang paling jujur, tidak urung
beliau juga menggeleng dengan menyesal, katanya, 'sayang, sungguh sayang, bila mana Hian-kucip
dapat kubaca, biarpun mati juga tidak menyesal.'
-Lau Tiong-cu juga berkata,'Tampaknya Hian-ku-cip akan terpendam untuk selamanya di Ho-loto.
dan kalau kitab pusaka dengan ilmu maha sakti ini sampai terbuang begitu saja, sungguh hal
ini harus disesalkan dan disayangkan. Maka dari itu, kuharap semoga oh-tayhiap dapatlah panjang
umur dan hidup sampai seratus tahun. lalu dapat berkunjung ke Ho-lo-to dan menemukan kitab
pusaka Hian-ku-cip serta diwariskan kepada angkatan yang akan datang, walaupun juga ada
kemungkinan ilmu maha sakti itu akan dipelajari oleh orang jahat sehingga akibatnya bisa
membikin susah sesamanya, akan tetapi seperti halnya air yang dapat menenggelamkan kapal,
tapi air juga dapat dilayari kapal, jadi bagaimana jadinya nanti, apakah akan mendatangkan
bencana atau keberuntungan bagi sesamanya masih belum dapat dipastikan'
-Selagi semua orang merasa bimbang. oh It-to berkata pula. 'Aku sendirijuga tidak tahu apakah
sanggup hidup sampai berumur seratus, kiasan Lau-tayhiap memang betul, air dapat
menenggelamkan kapal juga dapat mengapungkan kapal. Maka kukira syaratku yang kedua perlu
diubah sedikit.'
-Rupanya hati oh It-to tergerak juga oleh perkataan Lau Tiong-cu tadi dan tidak sampai hati
membiarkan Hian-ku-cip terpendam hilang di Ho-lo-to, maka dia bersedia melunakkan syaratnya
yang kedua yaitu kami diperbolehkan datang ke Ho-lo-to untuk mencari kitab pusaka tersebut.
Akan tetapi larangan itu tetap berlaku untuk sementara, larangan itu baru batal bila dia sudah
berumur satu abad. baik dia sudah meningga dunia atau belum pada waktu itu, Dengan
perubahan syaratnya yang kedua itu, maka Hian-ku-cip ada harapan akan beredar dijaman baru
nanti dan tidak sampai hilang begitu saja, sebab usia Wi-san-tayhiap dan kami rata- rata lebih

muda daripada oh It-to, umpama oh It-to tidak dapat hidup sampai berumur seratus tahun, kami
juga tidak pasti akan cekak umur dan mati lebih dulu, dengan demikian tentu di antara kami
berempat ada yang sempat mencari Hian ku- cip.
-Lalu oh It-to berkata pula, Bu-beng-lojin telah memberi batas umur seratus tahun pad aku,
pada waktu itulah baru diperbolehkan mencari kitab pusaka itu, tapi orang lain kan di luar
pembatasan tersebut, setiap saat kan boleh pergi mencarinya. Maka bila umurku sudah lewat satu
abad, silakan kalian berangkat mencarinva, hal mana tidak dapat dianggap melanggar sumpahku
lagi.'
-Dan begitulah kami telah bersepakat, semuanya menyatakan setuju. Waktu itu umur oh It-to
sudah 55 tahun, maka kami berjanji lewat 45 tahun lagi akan bersama-sama pergi mencari Hianku-
cip.
-secara berkelakar oh It-to berkata pula, 'Mudah-mudahan aku dapat hidup sampai seratus
tahun, lalu pergi mencari Hian-ku-cip bersama kalian, berbareng itu akupun berziarah ke makam
Bu-beng lojin di Ho-loto.'
-Tapi sayang seribu sayang, oh It-to ternyata tidak berumur panjang, hanya lima tahun
kemudian setelah pertemuan di Hoa-san itu, kami lantas menerima berita kematiannya.
Dengan menyesal Yu Wi manukas. "Ya, dia mati diracun oleb sumoay Toa supek."
Giok-bin-sin-po merasa heran, tanyanya, "Dari mana kau tahu Thio Giok-tin yang meracun mati
oh It-to?"
"Kudengar dari keturunan lurus oh It-to sendiri, yaitu Pek-po-pocu oh Ih-hoan," tutur Yu Wi.
Giok-bin-sin-po manggut-manggut, katanya, "Pantas kalau begitu. sebab sedikit sekali orang
yang mengetahui hal ikhwal kematian oh It-to itu, kecuali kami, memang cuma keturunan
keluarga oh sendiri saja yang tahu. Kasihan, sesudah mati, kedelapan jilid kitab ilmu golok yang
diterima oh It-to dari Bu-beng-lojin itu telah dicuri oleh Thio Giok-tin, sejak itu keluarga oh lantas
runtuh dan sukar bangun kembali. Kejayaan leluhur mereka yang gilang gemilang di dunia
Kangouw pada jamannya tidak pernah kembali lagi pada keluarga oh mereka."
"Tapi Thio Giok-tin juga tidak menerima manfaatnya setelah berhasil mencuri kedelapan jilid
kitab ilmu golok itu," tutur Yu Wi.
"Setelah pertemuan Hoa-san, kemudian aku lantas mengasingkan diri di Thian-san dan jarang
berkecimpung pula di dunia Kangouw, kabarnya Thio Giok-tin berhasil mengubah kedelapan jurus
ilmu golok itu menjadi ilmu pedang, mengapa kau katakan dia tidak mendapatkan manfaat dari
kitab yang dicurinya itu?"
Yu Wi lantas menceritakan seluk beluk setelah Thio Giok-tin berhasil mengubah ilmu golok
menjadi ilmu pedang, tapi mengakibatkan diri sendiri mengalami kesukaran, iapun bercerita
pengalamannya mendapatkan ajaran keenam jurus Hai-yan-kiam-hoat.
"Sungguh tak tersangka bahwa kaum wanita tidak dapat meyakinkan Hai-yan-to-hoat, jadi yang
beruntung ialah dirimu yang secara kebetulan berhasil belajar enam jurus ilmu pedang itu. Coba
apabila kedua tanganmu tidak terikat, lalu kau mainkan keenam jurus ilmu pedangmu itu, pasti
Auyang Liong-lian akan kau kalah kan"
Tapi Yu Wi lantas menggeleng, katanya, "Tidak bisa jadi, Auyang-losiansing adalah maha guru
suatu aliran tersendiri, biarpun Wanpwe menguasai keenam jurus ilmu pedang sakti itu juga bukan
tandingannya."
"Tapi jangan kau lupakan, dahulu Auyang Liong-lian hanya mampu menahan lima jurus
serangan oh It-to. meski sudah lewat berpuluh tahun tapi kungfunya juga tidak kelihatan banyak
lebih maju, maka kuyakin keenam jurus ilmu pedangmu pasti mampu mengalahkan dia."
"Daya tempur Hai-yan-kiam-hoat yang lihai harus meliputi kedelapan jurus secara lengkap.
meski Wanpwe menguasai enam jurus di antaranya, tapi belum dapat memahaminya secara
mendalam, tentu sangat jauh bila dibandingkan oh It-to, kukira tidak sanggup kulawan Auyangsiansing,"
demikian Yu Wi tetap rendah hati.
"Oo, kalau begitu, kedua jurus Hai-yan-kiam-hoat yang lain tidak boleh tidak harus kau pelajari,
sesudah berhasil tentu kau akan merupakan jago nomor satu di dunia, tatkala mana akupun tidak
dapat menandingi kau."
Yu Wi menanggapi, ia pikir kitab pusaka itu kini berada pada Nikoh bangsat Thio Giok-tin, untuk
mempelajarinya jelas tidak mungkin terjadi. Apa lagi dirinya bertekad akan membunuhnya untuk

membalas sakit hati Ang-bau-kong dan Lam-si-khek. mana mungkin dirinya memohon padanya
agar suka memberikan kitab ilmu pedang itu?
sinar matahari semakin panas sehingga membuat orang tidak tahan berduduk lagi di situ.
"Locianpwe, marilah kita berteduh ke atas perahu saja," ajak Yu Wi.
Perahu itu beratap dan tidak perlu kuatir akan jemuran sinar matahari. Giok-bin-sin-po
menyatakan setuju dan berbangkit. Anehnya dilihatnya Yap Jing bertiga masih tidur dengan
nyenyaknya.
"He, kenapa mereka dapat tidur sepulas itu tanpa terganggu oleh terik sinar matahari?" ucap
nenek itu dengan heran-
Yu Wi coba menggoyangi tubuh Yap Jing agar nona itu mendusin, tapi meski sudah didorongdorong
belum juga bangun, Begitu juga Kan Hoay soan, didorong-dorong tetap tidak mendusin.
"Kiranya mereka pingsan terjemur sinar matahari," kata Giok-bin-sin-po dengan tertawa.
Segera Yu Wi menutuk Jin-tiong-hiat Yap Jing dan Kan Hoay-soan, yaitu Hiat-to atas bibir dan
bawah hidung. sejenak kemudian barulah kedua nona itu mendusin, begitu bangun mereka lantas
berkaok-kaok, "Wah, alangkah panasnya? sungguh panas sekali"
"Kalau kalian tak dibangunkan, mungkin kalian akan terjemur hangus," ujar Giok bin-sin-po.
selagi Yu Wi hendak membangunkn juga Hana dengan cara yang sama, tiba-tiba dilihatnya
Hana telah mendusin sendiri, bahkan lantas berseru dengan tertawa, "Wah, nyenyak benar
tidurku. Eh, apakah mau berangkat?"
Yu Wi melengak melihat keadaan Hana yang segar bugar itu Giok-bin-sin-pojuga heran dan
bertanya, "Kau tidak kepanasan?"
"Kukira tidak terlalu panas, kalau tidak terburu-buru mau berangkat, malahan aku ingin tidur
lagi," kata Hana dengan tertawa.
Yu Wi merasa bingung, padahal Hana tidak mahir ilmu silat, mengapa nona ini lebih tahan
panas daripada dirinya dan Yap Jing serta Kan Hoay-soan? sungguh janggal, Giok-bin-sin-po tidak
tahu Hana tidak mahir ilmu silat, disangkanya nona itu memiliki ilmu gaib, dengan tertawa ia
lantas berkata, "Pulau ini tidak ada makanan dan air minum, tiada gunanya kita tinggal disini, lebih
baik cepat pergi saja, mau tidur boleh tidur saja di atas perahu."
" Guncangan perahu terlalu keras, tidak enak untuk tidur," kata Hana.
"Nanti kalau ketemu pulau besar yang banyak pepohonan rindang, boleh kau tidur sepuasnya
disana," ujar Yap Jing dengan tertawa.
Di tengah senda gurau mereka lantas ikut Giok-bin-sin-po menuju ke tempat tambatan perahu
Sudah sekian jauh mereka berjalan, Yu Wi ternyata tidak ikut berangkat, ia malah mendekati
tempat berbaring Hana tadi, ia berjongkok di situ dan meraba tanah berpasir itu, sekali diraba
seketika ia berseru keheranan, "Aneh, sungguh aneh...."
Mendengar suara anak muda itu. Giok-bin-»in-po menoleh dan bertanya, "Aneh apa?"
"Coba Cianpwe kemari dan memeriksanya," seru Yu Wi.
Cepat Giok-bin-sin-po putar balik ke tempat semula dan ikut meraba tempat berbaring Hana
tadi. Merasa tanah yang dirabanya itu dingin segar, ia berseru heran dan girang, "Hah, di bawah
sini ada aliran air di bawah tanah, inilah mata air."
Cepat ia menggaruk tanah pasir itu dengan tangan, segera Yu Wi bantu mengeduk, hanya
sekejap saja sudah segundukan tanah pasir tergali, mendadak terpancurlah air sumber sehingga
badan mereka tersemprot basah kuyup, dengan kaget mereka melompat mundur.
Air yang menyembur keluar itu ternyata sangat dingin melebihi es.

Cepat ketiga nona menyusul tiba, melihat pancuran air sumber itu, mereka coba meraupnya
dengan tangan, tapi tangan segera ditarik kembali demi terasa air itu sangat dingin, serentak
mereka berteriak, "He, sungguh aneh! Air apakah ini?"
Pantas tidurku sangat nyenyak seperti tidur di atas kasur air, kiranya di bawah situ ada mata
air, apabila airnya mendadak menyembur keluar, mungkin aku bisa mati beku," seru Hana dengan
tertawa.
Giok-bin-sin-po menggunakan ember untuk menadahi air mancur itu. lalu dijemur sebentar,
ketika air diceduk dan dicicipi, rasanya ternyata tawar. Segera ia berseru kegirangan. "Hah, bagus
sekali! Sekarang kita mendapatkan air tawar, kita isi seperahu penuh dan cukup bagi kita untuk
sebulan lamanya, andaikan sementara sukar menemukan daratan juga tidak menjadi soal lagi."
"Eh, jika betul air tawar, kuyakin Bu-beng-lojin pasti bertempat tinggal di pulau ini," seru Yu Wi
tiba tiba.
Giok-bin-sin-po pikir ucapan anak muda itu memang betul, katanya, "Tak tersangka di bawah
pulau kecil ini ada sumber air tawar, bahkan sumber air dingin yang sukar dicari. maka soal Bubeng-
lojin bertempat tinggal di sini tidak perlu di sangsikan lagi."
"Tapi apakah mungkin, di mana dia akan tinggal di pulau setandus ini?" ujar Yap Jing.
"Mungkin kakek itu tinggal di dalam gua yang terahasia," kata Yu Wi.
"Betul," Giok-bin-sin-po berkeplok, "pasti ada gua di pulau ini, bahkan di dalam gua pasti ada
sumber air dingin yang besar, Bu-beng-lojin tidak saja menggunakan sumber air dingin ini untuk
air minum, juga digunakannya untuk berlatih kungfu. Sungguh tempat ini suatu tempat tinggal
yang teramat bagus."
Begitulah kelima orang lantas berpencar untuk mencari dimana beradanya gua karang, tapi
sampai magrib tiada seorang pun menemukan sebuah lubang, apalagi gua. Mereka lantas
berkumpul lagi untuk berunding. tapi tidak dapat menyimpulkan apa pun.
Sementara itu hari sudah gelap. Yu Wi mengambil rangsum dari perabu, habis makan
berkatalah Yap Jing. "'Pulau ini tandus dan datar, tiada sesuatu yang aneh sehingga tidak mungkin
ada gua, kecuali menggali gua di bawah tanah dan tinggal di situ."
"Kan bisa mati sesak napas tinggal di dalam gua bawah tanah?" ujar Yu Wi dengan tertawa.
Kan Hoay-soan juga tertawa, katanya, "Gua galian mudah ditemukan, padahal sekeliling pulau ini
sudah kita periksa dan tidak ada tanda-tanda gua galian. Umpama habis digali, ditutup kembali
tanpa meninggalkan suatu bekas. hal ini sama juga seperti mengubur dirinya sendiri."
"Sekalipun dapat ditutup lagi gua galian itu juga harus dilakukan orang lain, Orang yang sudah
berada di dalam mana bisa mengurung dirinya sendiri lagi dari luar?"
"Hanya tukang batu yang mampu berbuat demikian," ujar Hana seperti anak kecil.
"Walaupun betul, masakan setelah Bu-beng-lojin mengurung dirinya sendiri di dalam, lalu tidak
keluar lagi?" ujar Yu Wi.
Karena tidak masuk akal percakapan mereka, Giok bin-sin-po lantas berkata, "Sudah lelah
semua, ayolah tidur, bicara lagi besok!"
=o- 00O00 — 00O00 -o=

Besoknya. masih remang-remang Yu Wi sudah bangun, dilihatnya yang lain masih tidur dengan
nyenyaknya. Ia berjalan ke ujung pulau sana dan duduk di tanah memandangi lautan luas yang
tak berujung itu.
Selagi Yu Wi termenung sendiri, tiba-tiba seorang menegurnya dari belakang, "Mengelamun
apa Toako?"
"O, adik Soan, kau sudah bangun?" sapa Yu Wi sambil menoleh.
Kan Hoay-soan duduk di samping anak muda itu.
"Pulau sekecil ini terletak di tengah samudera raya ini, pulau ini ibaratnya satu butir pasir di
tengah gurun," ujar Yu Wi.
"Toako," kata Hoay-soan tiba-tiba, "kulihat pulau ini tidak mirip Ho-lo."
"Di mana letak bedanya?" jawab Yu Wi dengan tertawa.
"Ho-lo kan juga ada mulutnya, tapi pulau ini tidak ada mulut," kata si nona.
"O, aku tidak memperhatikan hal ini," sahut Yu Wi.
"Bentuk pulau ini memang serupa Ho-lo muka dan belakang besar, kecil bagian tengah. Bentuk
Ho-lo juga demikian, bagian yang paling luas sana mirip pangkal Ho-lo."
Yu Wi mengiakan saja dengan tak acuh.
"Jadi tempat kita berada sekarang seharusnya letak mulut Ho-lo, tapi coba kau lihat, bagian ini
terputus tidak mirip mulut Ho-lo, kalau memanjang sedikit, lalu mencuat ke atas, jadinya akan
mirip sebuah Ho-lo."
Yu Wi berduduk di tepi laut, ia pandang ke bawah. dilihatnya di bawah memang serupa sebuah
ujung pulau yang terpotong putus.
Ia pandang kedasar laut. tiba-tiba teringat ucapan Hoay-soan yang menyatakan "mencuat
atas', ia pikir kalau "mencuat kebawah" kan juga bisa terjadi?
Kalau sebuah labu yang ujungnya agak serong ditaruh ditempat rata, ujung serong itu akan
mencuat ke bawah. Berpikir demikian, tanpa bicara lagi mendadak ia terjun ke dalam laut.
Keruan Kan Hoay-soan terkejut, ia pikir apakah Toako sudah gila, masakah pagi-pagi buta
tanpa lepas baju terjun ke laut, memangnya mau apa? Ingin berenang kan juga harus membuka
baju?
Segera ia berteriak-teriak, "Toako, Toako! Lekas naik! Air laut terlalu dingin!"
Tapi dilihatnya Yu Wi terus menyelam ke dasar laut.
"He. jangan!" teriak Hoay-soan pula dengan kuatir, "ada ikan hiu. lekas kembali!"
Karena teriak-teriakannya itu, Giok-bin-sin-po, Yap Jing dan Hana jadi terjaga bangun dan
beramai-ramai memburu tiba, tanya mereka, "Ada apa?"

Hoay-soan menunjuk ke dalam laut dan berseru. "Entah kenapa, mendadak Toako menyelam
kelaut."
Dengan sendirinya Yap Jing dan lain-lain juga tidak berdaya, terpaksa mereka hanya menunggu
saja.
Tapi sampai sekian lamanya Yu Wi tetap tidak kelihatan naik kembali, ketiga nona menjadi
gelisah dan berteriak, "Toako! Toako! . . . . "
Akan tetapi tidak ada suara jawaban dan pertanda apa pun, Yu Wi seolah-olah telah ditelan
bulat-bulat oleh samudera raya itu. . . . .
TAMAT Bagian Pertama
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
"Pembaca yang mulia,
= Tugas Yu Wi belum selesai, dia masih mengemban amanat penderitaan keluarga, sakit hati
ayahnya belum terbalas, kewajiban lain juga masih menunggu, misalnya dia masih harus
menyelesaikannya urusan pribadinya dengan para nona yang mengelilinginya.
= Yu Wi adalah pemuda yang berdarah panas, Impati dan penuh rasa tanggung jawab, segala
persoalan pasti diselesaikannya dengan tuntas, oleh kareua itu kisah lanjutannya akan kita berikan
dengan judul:
PENDEKAR SETIA
=Penemuan aneh apa dibawah pulau tandus itu dan cara bagaimana Yu Wi akan mengatasi
persoalan cinta yang serba kompleks itu, silakan ikuti cerita baru tersebut di atas.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Kembar 3 dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Kembar 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-kembar-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Kembar 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Kembar 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Kembar 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-kembar-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 2 komentar... read them below or add one }

baju bola mengatakan...

jos banget nih dialaognya, salam kenal admin

Tempat Kursus Bisnis Online mengatakan...

ceritanya bagus gan

Posting Komentar