Saduran : Tjan ID
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid 1
SUATU MALAM dimusim kemarau, udara terang tetapi
suasana sunyi senyap. Seorang muda berpakaian warna
hijau, seorang diri berjalan dijalan raya Lam-yang.
Kepalanya mendongak keatas, memandang rembulan
yang memancarkan sinarnya terang benderang di muka
bumi.
Terkenanglah ia akan apa yang terjadi diwaktu yang
lalu
Sepuluh hari berselang, angin bert iup dengan
kencangnya, salju meliput i jagat . Gunung Ho lan san
yang letaknya menyendiri ditengah bumi yang sepi, suatu
tempat yang sudah lama dilupakan. Disana, guru
pemuda itu telah menyerahkan suatu tugas padanya.
Berkatalah sang guru:
"Ho Hay Hong! Dalam waktu satu bulan kalau kau
t idak berhasil mencari keterangan jejak si Kakek penjinak
Garuda, kau juga akan binasa dikampung orang."
Berangkatlah ia bersama empat kakak-kakak
seperguruannya. Kakak-kakaknya juga membawa tugas
sendiri-sendiri, tapi mereka tak suka berhubungan
dengannya, sebab sang guru lebih sayang kepada Ho
Hay Hong. ia terlalu dimanja oleh gurunya.
Meskipun gurunya juga memberikan tugas padanya
dengan ancaman MATI, namun demikian, dalam
pandangan empat saudara-saudara seperguruannya itu,
tercermin anggapan bahwa guru mereka berat sebelah.
Siapakah guru mereka itu ? Si pemuda pun t idak tahu.
Ia hanya tahu orang banyak menyebutnya DEWI ULAR dari gunung Ho-lan san. Siapa nama sebetulnya, ia juga
tak tahu.
Terhadap gurunya, ia t idak begitu simpati, karena
wajah sang guru set iap hari selalu asam, t idak
menyenangkan.
Dan tentang dirinya sendiri, hingga saat itu masih
merupakan suatu teka-teki. Sejak ia mengert i urusan,
terus berada disamping gurunya.
Diantara kelima muridnya, ia adalah yang paling kecil.
Ketika ia mulai belajar ilmu silat, empat suhengnya sudah
mempunyai kepandaian cukup t inggi.
Pertama kali ia meninggalkan gurunya, ia merasa
bingung. Ia t idak tahu sampai di mana t ingginya
kepandaian yang dimilikinya, namun ia harus segera
turun gunung.
Ia terus berjalan menyusuri jalan yang ada. Banyak
penderitaan dalam pengembaraannya itu, tetapi ia terus
melanjutkan usahanya untuk memenuhi tugasnya.
Ia juga pernah mencari keterangan tentang diri si
kakek penjinak garuda itu adalah seorang yang sangat
kesohor namanya. Ia mulai t imbul kepercayaan kepada
diri sendiri, akan dapat memenuhi tugasnya.
Bagi orang yang t idak belajar ilmu silat , begitu
mendengar nama si Kakek Penjinak Garuda, sikapnya
segera menunjukkan perasaan kagum, komentar mereka
hampir serupa:
"Memang benar, orang tua itu adalah manusia aneh,
sudah sepuluh tahun lebih t idak ada kabar beritanya, kita
selalu kangen kepadanya !" Ada jaga yang mengatakan: "Kakek penjinak Garuda
adalah seorang tua yang hidup kesepian, Setengah dari
umurnya ia mengabdi masyarakat , melakukan perbuatan
mulia, hingga mendapat banyak pujian dari rakyat."
Kakek penjinak Garuda itu memang seorang yang
beradat aneh, sering melakukan perbuatan gila-gilaan.
Setelah lanjut usianya ia selalu hidup ditempat sepi,
agaknya sudah bosan dengan penghidupan ramai.
Menurut dugaan orang, usianya yang sebenarnya orang
tua itu, sedikitnya sudah lebih seratus tahun.
Sepuluh tahun berselang, kakek itu pernah mencari
kawan hidup. Hal itu pernah menggemparkan rimba
persilatan, dianggap sebagai suatu kejadian yang ganjil.
Tetapi t idak lama kemudian, ada seorang pendekar
wanita dari golongan tokoh terkemuka, dengan suka rela,
mengorbankan usia remajanya, mengawini kakek yang
sudah lanjut usianya itu.
Setahun kemudian, kakek itu mendadak menjadi gila,
set iap hari membunuh binatang orang hutan yang
menjaga pintu rumahnya, melepas tujuh ekor burung
Garudanya yang sudah dipelihara selama sepuluh tahun
lebih.
Setelah itu, ia pergi seorang diri meninggalkan rumah
tangganya, dan selanjutnya t idak terdengar lagi apakah
kakek itu muncul lagi didunia Kang ouw.
Semua itu merupakan bahan yang didapat oleh Ho
Hay Hong sepanjang perjalanannya.
Kakek penjinak Garuda itu hidupnya sebagai teka teki,
menghilangnya juga merupakan suatu teka-teki. Ho Hay Hong berjalan sambil berpikir, bagaimana
supaya bisa mencari jejak Kakek penjinak Garuda itu?
Batas waktu yang di berikan oleh gurunya sudah hampir
habis, tapi ia masih belum berhasil menemukan jejak
orang tua itu. Ia mulai merasakan betapa berat tugas itu.
Melalui sebuah rimba, didepan matanya terbentang
sebuah sungai yang lebar.
Ia terus berjalan ketepi sungai, kebetulan disitu
tampak sebuah sampan sedang didayung kepantai, maka
ia lantas berdiri menunggu.
Tidak lama kemudian, sampan itu sudah berhent i
ditepi sungai. Seorang tukang sampan yang mukanya
hitam, menggapai padanya seraya bertanya.
"Apa tuan hendak menyebrang sungai?"
"Ya " jawab Ho Hay Hong singkat.
Tanpa menunggu tukang sampan membuka mulut
lagi, ia sudah melangkah kesampan dan duduk
didalamnya.
Tukang sampan mempersilahkan Ho Hay Hong minum
teh.
Ho Hay Hong t idak menghiraukan, ia membersihkan
pakaiannya yang penuh debu.
Tukang sampan itu t idak marah, dengan tenang
mendayung sampannya ketengah sungai, menuju
keseberang.
Dalam sampan itu sudah ada t iga orang yang duduk
berpencaran. Dari pakaian mereka, tampaknya orang
biasa. Ia t idak menghiraukan, mencari tempat yang agak
tenang, duduk seorang diri! Ketika sampan t iba ditengah sungai, mendadak t imbul
goncangan hebat . Ho Hay Hong terkejut, tukang sampan
yang bermuka hitam itu memaki sendiri sambil menyusut
keringat didahinya.
"Sialan, pasirnya makin lama makin banyak, beberapa
tahun lagi, bakul nasiku barangkali akan terbalik."
Ho Hay Hong bangkit, berjalan menuju keburitan. ia
mengambil sebatang bambu panjang, ditolaknya sampan
supaya berlayar. Beberapa kali gerakan, sampan yang
cukup besar itu sudah terlepas dari hambatan pasir dan
melanjutkan perjalanannya.
Tukang sampan memandang pemuda itu dengan sikap
heran, katanya:
"Terima kasih atas bantuan tuan, ongkosnya tuan
t idak usah bayar."
Ho Hay Hong mengawasi padanya dengan sikap
dingin, katanya:
"Kau sebetulnya mempunyai tenaga cukup kuat untuk
melepaskan sampanmu dari hambatan pasir"
Dari dalam sakunya ia mengeluarkan beberapa
potongan uang recehan dan diberikan kepadanya, tanpa
menoleh lagi ia balik kedalam sampan.
Wajah tukang sampan merah padam, sebentar ia
berdiri terpaku, baru melanjutkan perjalanannya.
Ho Hay Hong duduk lagi dalam sampan, akal bangsat
situkang sampan t idak dipikirnya lagi. Ia sudah tahu
bahwa tukang tampan Itu pernah belajar ilmu silat,
beberapa gerakan barangkali mengert i Matanya. mulai "langsir" ia merasa bahwa orang yang
duduk di sebelah kanannya sedang memperhat ikan
dirinya.
Orang itu mengenakan pakaian warna kuning. Ketika
matanya beradu dengan sinar mata Ho Hay Hong,
dengan cepat dialihkannya kelain tempat , t idak berani
memandang lagi.
Ho Hay Hong t idak heran atau kaget , karena ia sudah
biasa dengan perlakuan demikian. Ia tahu bahwa
didaerah Tionggoan banyak orang berkepandaian t inggi,
asal ia berlaku hat i-hati tentu, orang itu t idak akan
mengganggunya.
Tiba-tiba ia merasa sangat letih, rasa kantuk yang
belum pernah dirasakan selama diperjalanan, terus
mengganggunya. Tanpa terasa ia sudah tertidur.
Entah berapa lama ia sudah tert idur, ketika ia
mendusin, keadaan sudah berlainan.
Keadaan disekitarnya sudah berubah, sungai, sampan
dan tukang sampan yang wajahnya hitam serta beberapa
penumpang, sudah t idak nampak semua.
Sebagai gant inya adalah teriknya sinar matahari, suara
ribut-ribut dalam kota dan ramainya orang serta
kendaraan yang lalu lalang di jalan.
Sedangkan dia sendiri, ternyata berada didalam suatu
rumah penginapan merangkap pula rumah makan yang
ramai. Sesaat ia merasa bingung, ia kucak-kucak
matanya seolah-olah dalam mimpi. Tetapi t idak lama
kemudian, tampak olehnya penumpang berbaju kuning
yang bersama-sama dengannya didalam sampan tadi, duduk disampingnya. Bibirnya yang t ipis, tersungging
satu senyuman.
"Apa yang telah terjadi?" tanya Ho Hay Hong.
"Soal biasa," jawab orang baju kuning itu, "tadi
malam, tukang sampan muka hitam itu telah
memperdayakanmu dengan obat mabuk, maka aku bawa
kau pergi. Begitulah duduk persoalannya."
"Oh, kalau begitu dia seorang jahat?" tanya Ho Hay
Hong. Agaknya ia masih t idak percaya, meskipun ia tahu
bahwa tukang sampan muka hitam itu mempunyai
sedikit kepandaian, tapi waktu itu ia t idak mau
mengeluarkannya.
Memang si pemuda sudah merasa curiga, tetapi wajah
tukang sampan yang nampaknya jujur dan tawarannya
supaya ia t idak usah membayar uang tambangan,
menunjukkan ia bukan orang jahat .
"Dahulu aku pernah menumpang sampannya, dia juga
pernah berbuat demikian," berkata orang baju kuning.
"karena menganggap baru pertama kali ia melakukan
kejahatan, aku hanya memberi peringatan saja padanya,
suruh dia upaya jangan berbuat lagi. Ia terima baik.
Maka kali ini aku menyebrang sungai ini lagi, Lantas
memperhatikan gerak-geriknya!"
Orang tua tertawa sejenak, berkata lagi.
"Tidak kusangka ia ternyata masih belum merubah
kelakuannya. Ia anggap mencari uang dengan cara
demikian itu sangat mudah Ketika aku mengetahui
melakukan kejahatan terhadapmu, aku t idak memberi
ampun lagi padanya. Sekali pukul, tamat lah riwayatnya. "Terima kasih atas pertolonganmu." berkata Ho Hay
Hong sambil menganggukkan kepala.
"Usiamu masih terlalu muda, pengalamanmu belum
cukup. Meskipun mempunyai kepandaian t inggi, toh
masih bisa diperdayakan. Waktu aku masih muda, juga
pernah mengalami banyak kesulitan sepert i kau, maka
kau t idak usah mengucapkan terima kasih.
Kau harus tahu, bahwa didalam Dunia Kang Ouw
banyak kejahatan, sering kali terjadi saling bunuh tanpa
sebab. Sejak dahulu, entah berapa banyak jago-jago
t ingkatan muda yang mengorbankan jiwa dengan cuma-
cuma, tanpa ia sendiri mengetahui apa sebabnya. Maka
aku sering berkata bahwa siapa yang t inggal didalam
kalangan Kang ouw sekarang ini, sebetulnya kita sudah
menganggapnya "setengah-dewa". Kau adalah satu
diantara banyak jago-jago muda yang akan dijadikan
korban kejahatan. Sebetulnya, diwaktu sampai terbenam
dalam pasir, kau tak perlu memamerkan kepandaianmu,
supaya orang itu t idak memberikan obat mabuk padamu
lebih banyak dari pada orang lain. Jikalau t idak, dengan
kekuatan tenaga dalam yang kau miliki, asap dupa yang
bisa memabokkan orang itu sebetulnya bukan apa-apa."
Ho Hay Hong mendengarkan penuturan Itu dengan
mulut bungkam.
Orang berbaju kuning itu memandang padanya dan
bertanya.
"Siapa namamu? Bolehkah kau memberitahukannya
padaku?"
Ketika ia mengucapkan perkataan itu, orang berbaju
kuning itu agaknya merasa kurang senang. Karena sebagai orang yang pernah memberi pertolongan,
seharusnya Ho Hay Hong menanyakan nama tuan
penolongnya terlebih dahulu. Tetapi kini sebaliknya,
bahkan penolongannya yang menanyakan nama orang
ditolong .
Apakah pemuda ini t idak mempunyai perasaan?
demikian orang berbaju kuning itu berpikir.
"Namaku Ho Hay Hong." demikian si pemuda
menjawab agak terkejut .
"Aku Siang koan Lo, sahabat-sahabat rimba persilatan
memberi nama julukan padaku Hong lui Kiam khek!"
demikian orang itu memperkenalkan dirinya.
Waktu menyebutkan nama gelarnya Siang koan Lo
nampaknya bangga. Tetapi di luar dugaan, ketika Ho Hay
Hong mendengar namanya, sedikitpun ia t idak
menunjukkan rasa kagum atau kagetnya. Hanya
memandangnya sejenak, lantas diam.
Siang koan Lo merasa kecewa, hat inya tak senang,
karena ia adalah orang yang sangat disegani oleh orang-
orang rimba persilatan, baik dari golongan putih maupun
dari golongan hitam. Dikiranya Ho Hay Hong past i
merasa kagum. Tetapi mengapa si pemuda t idak
menunjukkan reaksi apa-apa.
Untuk menarik perhatian sianak muda itu. Siang koan
Lo berkata pula.
"Dahulu, betapa jahat dan tenarnya kawanan kawanan
penjahat sepert i Sepasang manusia buas dari Ho pak,
Empat hantu dari Leng lam, Delapan belas siluman dari
Kiem ie dan Si nenek mata satu dari gunung Tian pek
san. Semua telah kubasmi dengan berserikat dengan Tiga jago pedang kenamaan. Dalam pertempuran itu,
orang orang Kang-ouw kalau menyebut namaku, sedikit
banyak mengunjukkan rasa kagumnya!"
Penjahat-penjahat yang namanya disebut diatas,
semua adalah penjahat-penjahat yang sudah terkenal
pada lima tahun berselang, Siang koan Lo sengaja
menceritakan kejadian yang lama itu, maksudnya ialah
hendak membangkitkan ingatan Ho Hay Hong. supaya
dipuji olehnya.
Diluar dugaannya, hal itu ternyata malah belum
menarik perhatian Ho Hay Hong. Hanya dengan singkat
ia memberi pujiannya:
"Kau membasmi kejahatan untuk kepent ingan orang
banyak, t idak kecewa sebagai satu pendekar yang patut
dihormati."
Siang-koan Lo masih belum merasa puas. Ia sudah
banyak menerima pujian muluk, kata-kata pujian yang
sederhana itu, t idak menimbulkan perasaan puasnya.
Selagi hendak berlalu, seorang pendeta gemuk t iba-
t iba muncul didepan pintu. Dengan kedatangan pendeta
itu, semua tetamu dalam rumah makan, lantas berhent i
bercakap-cakap. Semua mata ditujukan kepada pendeta
itu.
Tamu-tamu yang ada disitu agaknya sudah kenal
padanya, wajah para tamu pada berubah. Mereka
nampak sangat ketakutan, seolah-olah ia sedang
menghadapi bahaya.
Dengan sinar mata dingin pendeta itu mengawasi
semua tamu yang ada disitu. Ia melepaskan Bok-hie,
yang digendong dipunggungnya dan diletakkan ditanah. Dengan terus terang ia berkata kepada kasir rumah
makan:
"Kasir lekas keluar, kali ini aku hendak minta derma
t iga ratus tail perak ditempatmu ini!"
Bok-hie yang besar itu terbuat dari bahan besi, kalau
t idak salah, beratnya kira-kira beberapa ratus kati. Tetapi
pendeta itu memanggulnya diatas punggung, seolah-olah
t idak berart i apa apa.
Dengan badan gemetaran kasir keluar dari dalam,
berhent i sejarak t iga tombak didepan pendeta gemuk,
dengar wajah yang minta dikasihani, ia berkata.
"Hut -ya, tolong kurangi sedikit jumlahnya. Belakangan
ini keadaan sangat sepi, uang yang masuk t idak
seimbang dengan uang yang keluar. Uang yang sekarang
ada t inggal t idak seberapa, harap Hut-ya maafkan saja."
Pendeta gemuk itu mendelikan matanya, dengan
suara memotong ucapan kasir:
"Kasir, apa katamu? Apakah kau sedikit pun t idak tahu
peraturan yang sudah ditetapkan Hut-ya mu?"
Kasir terkejut , ia mundur t iga langkah dengan sikap
ketakutan. Ia masih hendak minta dikasihani, tetapi
pendeta gemuk itu dengan wajah merah sudah
membentak padanya:
"Jangan banyak bicara, kau mau kasih atau t idak ?"
Dengan bertolak pinggang pendeta itu duduk diatas
kursi, "Tiga ratus tail perak sudah keluar dari mulutku,
satu pun t idak boleh kurang, kalau t idak aku hancurkan
rumah makanmu ini!" Pada waktu itu dalam rumah makan itu sudah
berkerumun banyak orang, menyaksikan kericuhan itu,
tetapi t idak satupun yang berani membela sang kasir.
Para pelayan rumah makan itu berdiri ketakutan,
dalam hat i mereka mengharap agar kasir suka
memberikan jumlah uang yang diminta, supaya t idak
sampai terjadi pengrusakan.
Diantara banyak penonton, t iba-tiba muncul empat
pemuda, yang masing-masing membawa senjata ruyung
dan sebagainya.
"Kurang ajar, kau manusia biadab, mengapa minta
derma secara paksa? Kau sedikit pun t idak mempunyai
perasaan cinta kepada sesama manusia, orang beribadat
macam apa kau?" demikian salah seorang pemuda itu
menegur sipendeta gemuk.
Tetapi pendeta itu sedikitpun t idak menghiraukan
bahkan masih berkata kepada kasir dengan sikapnya
yang jumawa:
"Lekas, hut-ya mu masih akan minta derma ke lain
tempat ."
Empat pemuda itu marah, tanpa banyak bicara lagi
keempatnya maju menghampiri dan menyerang dengan
senjata masing-masing.
Senjata ruyung jatuh dikepala dan pundak pendeta
gemuk itu, tetapi pendeta gemuk itu t idak marah, ia
membiarkan dirinya di buat bulan-bulanan oleh ruyung
empat anak muda.
Siang koan Lo yang menyaksikan kejadian itu, berkata
sambil tertawa dingin: "Pendeta itu kiranya melatih ilmu kebal, pantas ia
berani berlaku begitu galak!"
Sungguh aneh, pendeta gemuk itu menerima gebukan
begitu rupa, bukan saja t idak merasa sakit , bahkan
bergerakpun t idak. Empat pemuda itu mendadak
berteriak kesakitan mundur terhuyung-huyung sebentar
kemudian, tangan masing-masing telah bengkak, hingga
t idak berani turun tangan lagi.
Tanpa menoleh pendeta gemuk itu masih duduk
ditempatnya, hanya mulutnya yang menggumam.
"Bocah-bocah t idak tahu t ingginya langit tebalnya
bumi, sedikit penderitaan ini hitung-hitung sebagai
hajaran, aku lihat lain kali kau masih berani berlaku
kurang ajar terhadap hut-ya mu atau t idak?"
Siang koan Lo diam-diam berpikir: ”Pendeta ini
sungguh-sungguh jahat , ia telah menggunakan kekuatan
tenaga dalam untuk melukai empat pemuda itu. Rasanya
aku perlu turun tangan sendiri.”
Selagi hendak meninggalkan tempat ia duduknya, tak
disangka bahwa Ho Hay Hong yang duduk disampingnya
sudah bertindak lebih dulu.
Anak muda itu menghampiri pendeta gemuk dan
berkata padanya:
"Tahukah kau bahwa perbuatanmu ini t idak benar?"
Pertanyaan ini sangat aneh, dengan seorang yang
sifatnya jahat sepert i pendeta gemuk itu, sudah tentu
dianggap sepi saja.
"Kalau kau mempunyai kepandaian, angkat lah dulu
"Bok-hie" hut-ya mu, barulah kau nant i menegur aku!" demikian pendeta gemuk itu berkata dengan sikap
menghina.
Ho Hay Hong t idak berkata apa-apa lagi, ia berjalan
menghampiri Bok-hie, dua jari tangannya dimasukkan
kedalam lobang Bok-hie, dengan mendadak ia angkat
t inggi barang itu.
Tepuk tangan dan suara pujian terdengar riuh. Semua
mengagumkan pemuda itu.
Diantara sorak sorai yang sangat riuh, pemuda itu
mengangkat Bok-hie itu dan di lemparkan keluar,
kemudian balik ketempatnya.
Pada waktu itu, terdengar suara orang berkata:
"Pendeta jahat sekarang ketemu batunya. Lihat . Bok-
hienya sudah dilemparkan ke tempat sampah, hahaha"
Pendeta itu semula terkejut , setelah mendengar suara
ejekan orang tua itu, lantas lompat dari tempat
duduknya, dengan suara keras ia membentak Ho Hay
Hong:
"Tak kusangka kau bocah yang masih ingusan,
ternyata mempunyai kepandaian yang berarti, hm, kau
berani mengganggu hut-ya-mu. Barang kali kau sudah
bosan hidup."
Sehabis berkata, tangannya menyerang dada pemuda
itu.
Serangan itu hebat, tetapi dapat dielakkan dengan
mudah oleh Ho Hay Hong.
Dengan mengeluarkan suara di hidung, Ho Hay Hong.
membalikkan tangan, menyambut serangan pendeta itu,
ketika tangan mereka saling beradu, pendeta itu mendadak mundur selangkah, wajahnya berubah
seket ika dengan mata merah membara ia memandang
Ho Hay Hong sejenak, tanpa berkata apa-apa lantas
berlalu.
Ho Hay Hong mengawasi berlalunya pendeta itu
dengan perasaan heran, entah apa sebabnya tanpa
melawan lagi ia lantas pergi.
Para tamu dalam rumah makan itu menyambut girang
kemenangan Ho Hay Hong, hingga ia harus
mengucapkan terima kasih kepada orang banyak.
Sementara itu Siang koan Lo tahu-tahu sudah berada
di belakangnya, sambil menepuk-nepuk pundaknya ia
berkata:
"Kekuatan tenaga dalammu cukup hebat, kalau kau
mendapat latihan yang sempurna, pasti lebih hebat lagi
hasilnya".
"Terima kasih." demikian Ho Hay Hong berkata.
"Pendeta jahat itu baru mendapat sedikit kekalahan
sudah berlalu, pasti ia ada mengandung maksud jahat,
kau harus hat i-hati terhadapnya." berkata Siang koan Lo.
Kasir rumah makan merasa girang ketika menyaksikan
Ho Hay Hong berhasil mengusir pendeta itu, ia buru-buru
menghampiri dan mengatakan terima kasihnya.
Ho Hay Hong mengeluarkan uang perak potongan,
diletakkan diatas meja dan lantas berlalu.
Kasir Ha terkejut , selagi hendak dikembalikan, Ho Hay
Hong sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
Siang koin Lo mengawasi berlalunya Ho Hay Hong
dengan berbagai pertanyaan dalam hat inya, ia menganggap pemuda itu seorang aneh, baik sikapnya
maupun tingkahnya.
Dalam otaknya tiba-tiba terlintas suatu pikiran: "d ilihat
dari luar, pemuda Itu sangat pendiam tetapi cerdik,
sebetulnya merupakan satu jago yang banyak harapan
dihari depan. Apabila ia memiliki ilmu kepandaian luar
biasa. Mengapa aku t idak memperkenalkan ia kepada
toako. Ia sekarang sedang dalam bahaya, sangat
membutuhkan tenaga bantuan, kalau mendapat bantuan
tenaga sepert i orang she Ho ini berarti mengurangi
ancaman bahaya.”
Demikian ia mengambil keputusan, segera
mengejarnya.
Ho Hay Hong jalan sendiri sambil menundukkan
kepala, gerakannya sangat cepat, sebentar saja sudah
berada diluar kota, Waktu itu, ia sedang berada
ditengah-tengah hutan.
Mendadak ia merandek, matanya memandang kesuatu
arah, agaknya telah melihat apa.
Benar saja, dari sebuah jalan sempit datang lima
orang, satu diantaranya ialah pendeta gemuk, bekas
pecundangnya.
Pendeta itu segera menghampiri Ho Hay Hong,
katanya sambil tertawa dingin.
"Anjing cilik, kau berani mencampuri urusan hut-yamu,
hari ini aku akan menghancurkan tulang-tulangmu."
Ho Hay Hong t idak menghiraukan ancamannya,
dengan tenang ia mengawasi kawan-kawan sipendeta. Yang berdiri disebelah kiri sipendeta adalah seorang
berusia kira-kira empat puluhan, matanya sipit,
hidungnya bengkok, bibirnya tebal, jenggotnya sepert i
jenggot kambing, di pinggangnya tergantung sebuah
golok bintang tujuh.
Berdiri disebelah kanannya sipendeta, seorang
bertubuh kurus kering dan jangkung hingga mirip dengan
sebatang bambu, ia bermata satu.
Orang ketiga adalah seorang imam bertubuh gemuk,
tangannya membawa kebutan, kakinya panjang sebelah,
hingga kalau berjalan ia sepert i orang pincang.
Empat orang itu berdiri dengan sikap garang,
merintangi perjalanan Ho Hay Hong. Pendeta gemuk itu
berkata pula: "Anjing cilik, dengar, t iga tuan besarmu
adalah jago kenamaan dalam dunia persilatan pada
dewasa ini, Git seng Koay khek, Ta gan Sin cu, dan Hai
pai Tja. Kau satu bocah yang masih belum punya nama
dikalangan Kang ouw, boleh merasa bangga mati
ditangan mereka."
Ho Hay Hong mengerti bahwa pertempuran itu sudah
t idak dapat dihindarkan lagi, maka ia juga t idak banyak
bicara, tangannya mematahkan sepotong bambu,
menghampiri empat orang itu dengan t indakan lebar.
Cit seng Koay khek yang pertama-tama terkejut , ia
sudah malang melintang banyak tahun dikalangan Kang
ouw, tetapi belum pernah melihat seorang muda yang
begitu berani.
Pendeta gemuk itu ketika melihat Ho Hay Hong
menggunakan sepotong bambu hendak digunakan untuk melawan empat orang, dianggapnya suatu hinaan besar.
Dalam murkanya, ia lalu membuka serangan lebih dulu.
Ho Hay Hong lompat kesamping, belum lagi
membalas, Cit seng Koay khek sudah menyerang dengan
goloknya.
Empat orang itu namanya sudah terkenal dikalang
Kangouw, oleh karena sifat mereka yang bersamaan,
dengan cepat bergabung menjadi satu.
Set iap kali menghadapi musuh mereka hanya mencari
caranya untuk merebut kemenangan, t idak perduli tata
tertib dunia Kang ouw. Maka entah sudah berapa banyak
orang-orang golongan baik-baik yang terbinasa ditangan
mereka.
Orang-orang rimba persilatan asal mendengar nama
mereka, benar-benar sangat gemas, semua mengharap
agar manusia-manusia jahat itu lekas-lekas disingkirkan.
Tak disangka bahwa orang orang yang kejahatannya
sudah melewat i batas itu, telah bertemu dengan Ho Hay
Hong yang baru pertama kali menginjak dunia Kang-ouw.
Ho Hay Hong yang diserang secara pengecut Cit seng
Koay khek, karena t idak ke buru menangkis, dengan
cepat memutar setengah lingkaran, dengan satu gerak
t ipu wanita melemparkan alat tenun, ujung bambu
menikam lawannya.
Serangan Cit seng Koay khek mengenakan tempat
kosong, ia buru-buru geser kakinya dan melakukan
serangan dengan t inju. Ujung bambu lewat dibawah
sikutnya, terpaut sedikit saja mengenakan jalan darah
Sam lie-hiat. Ia menggeram, golok ditangan kanannya membabat
lengan kanan Ho Hay Hong. Tapi dapat dielakan secara
manis.
Tok gan Tin cu pikir bocah ini benar-benar lihay, ia
segera mementangkan jari tangannya, menyerang dari
samping.
Ho Hay Hong lompat sejauh satu tombak
mengeluarkan serangan yang berbahaya itu. Serangan
Tok gan Sin cu tidak keburu ditarik kembali, sehingga jari
tangannya menancap ke tanah. Andaikata jari tangan
dengan kukunya yang runcing itu menancap ketubuh Ho
Hay Hong, entah apa yang akan terjadi. Disini dapat
diduga betapa ganas serangan orang itu.
Dengan wajah tanpa berobah Ho Hay Hong menatap
senjata bambunya, menikam jalan darah Thay heng hiat
tubuh Hui pat To jin.
Imam itu buru buru menyingkir, tetapi t idak urung
jubahnya, kena kesambar sehingga robek.
"Anjing kecil, kau benar-benar mencari mampus,
berani menantang aku!" demikian imam itu berkata
dengan nada gusar. Lalu mengeluarkan senjata yang
berupa kecer kuningan, menyerang lawannya. Kalau
serangannya itu mengenai bambu Ho Hay Hong, sudah
pasti senjata pemuda itu akan terpotong menjadi dua.
Tetapi Ho Hay Hong ternyata amat lincah dan cekatan
sekali, ia angkat t inggi bambunya, mengelakkan
serangan imam tua itu, dan merubah gerakannya, kali ini
menikam mata kiri imam. Ho Hay Hong seolah-olah sudah tahu kejahatan dan
kekejaman empat orang itu maka ia turun tangan tanpa
merasa kasihan.
Kalau t idak berlaku gesit hampir saja ujung bambu
pemuda itu menusuk sebelah mata kirinya. Justru karena
itn imam itu lantas naik pitam.
Dengan kemarahan meluap-luap, ia menyambitkan
senjata kecernya kemuka Ho Hay Hong.
Sementara itu, Tok gan Sin cu sudah lompat set inggi
t iga tembok, kemudian melakukan serangan dari atas.
Ho Hay Hong harus melayani serangan dari dua pihak,
setelah mengelakkan serangan Tok gan Sin cu, ia
menyontek kecer Hui pat Tojin dengan bambunya.
Empat orang yang menyaksikan ketangkasan semua
itu, diam-diam juga terkejut. Cit seng Koay khek t idak
mau t inggal diam. Belum lagi Ho Hay Hong memperbaiki
posisinya, ia sudah diserang dengan menggunakan
tangan kosong.
Pendeta gemuk yang sangat membenci pemuda itu,
ketika menyaksikan Ho Hay Hong dikeroyok oleh t iga
kawannya, setelah mendapat kesempatan, ia juga turut
menyerang.
Hai pat Tojin yang kecernya terpukul jatuh oleh Ho
Hay Hong, mengeluarkan t iga buah lagi, disambitkan
dengan berbareng.
Ho Hay Hong yang menghadapi empat kawannya iblis
itu, betapapun t inggi kepandaiannya, juga merasa
keripuhan. Akhirnya ia telah mengambil keputusan
nekad, dengan t iba-tiba ia membuka mulut dan tertawa terbahak-bahak, dari mulutnya berhembus hawa putih.
sedang mukanya yang put ih mendadak menjadi merah
bagaikan kepiting direbus.
Ia angkat tangannya untuk menyambuti serangan
tangan kosong Cit seng Koay khek. Kedua kekuatan
tenaga itu saling beradu, hingga menimbulkan suara
nyaring. Hawa putih yang keluar dari mulut si pemuda
semakin tebal, sedangkan Cit seng Koay khek terdorong
mundur sampai beberapa langkah.
Sementara itu serangan hebat dari si-pendeta gemuk,
sudah hampir menjangkau leher belakang Ho Hay Hong,
Dengan mendadak pemuda itu mengerahkan kekuatan
tenaga dalamnya, hingga tangan pendeta gemuk itu
telah terbentur dengan kekuatan tenaga dalam yang
t idak berwujud.
Pendeta itu t idak berani melanjutkan serangannya,
buru-buru ditarik kembali. Selagi hendak menambah
kekuatan tenaga dan hendak melancarkan serangannya
lagi, kedudukan Ho Hay Hong sudah berubah.
Kalau Ho Hay Hong berhasil mengelakkan serangan
dari dua lawannya, serangan senjata kecer dari Hai pat
Tojin yang dilontarkan dari jarak cukup jauh. t idak
berhasil dikelitkan, hingga sebuah kecer mengenakan
lengan kirinya.
Dengan menahan rasa sakit , ia menggerakkan senjata
bambunya, menikam Tok gan Sin Cu
Cit seng Koay khek dan pendeta gemuk itu terpukul
mundur oleh Ho Hay Hong, kembali maju lagi,
melancarkan serangannya. Sikap Ho Hay Hong mendadak berubah dari seorang
pendiam, t iba-tiba jadi demikian beringas, matanya
memandang Cit seng Koay khek sedemikian bengis.
Dengan menahan rasa sakit ia mencabut senjata kecer
Hui pat Tojin yang tertancap dilengannya, darah
mengucur keluar membasahi bajunya. Dengan
senjatanya itu, tanpa memperdulikan lukanya sendiri,
lantas melontarkan kepada Cit seng Koay khek.
Disamping itu. ia masih melakukan serangan kepada
pendeta gemuk.
Badannya tergoncang keras, karena hampir tak
sanggup mengendalikan hawa amarahnya.
Hai pat Tojin yang menyaksikan perubahan itu, diam-
diam merasa girang, kembali mengeluarkan t iga buah
senjata kecernya dan disambitkan kearahnya.
Senjata itu mengeluarkan sinar berkeredepan
meluncur ke arah Ho Hay Hong.
Pada saat itu, sesosok bayangan kuning t iba-tiba
melayang dan menggagalkan serangan imam itu.
Ho Hay Hong berpaling, segera melihat diri Siang koan
Lo.
Datangnya Siang koan Lo itu meskipun sudah
menolong jiwa Ho Hay Hong, tetapi telah
membangkitkan kemarahan Tok gan Sincu.
Dengan suara keras orang tua itu berkata:
"Bagus sekali perbuatanmu, nampaknya kau Siang
koan Lo jaga hendak mencampuri urusan ini."
Cit-seng Koay-khek t idak kenal Siang-koan Lo, ia
sangat gemas kepada pemuda pendiam yang sangat membandel itu. Tanpa banyak bicara, ia menyerang
dengan golok pusakanya.
Ho Hay Hong telah melupakan keadaannya sendiri,
dalam keadaan tergesa-gesa ia menggunakan bambunya
untuk menangkis golok Cit seng Koay khek, seket ika itu
juga bambunya terpapas menjadi dua potong, hanya
sepotong yang masih t inggal dalam tangannya.
Cit seng Koay khek tertawa girang, lagi-lagi
menyerang dengan goloknya.
Ho Hay Hong terpaksa mundur selangkah, dengan
senjata bambunya yang t inggal sepotong, digunakan
sebagai senjata totokan menghujani serangan kepada
t iga-puluh enam jalan darah Cit seng Koay khek.
Karena serangannya yang demikian gencar dan hebat ,
membuat kelabakan Cit seng Koay khek. Ia merasa
heran dan kagum akan kepandaian pemuda itu,
senjatanya yang hanya terdiri dari sepotong bambu,
tetapi dapat digunakan sebagai senjata rupa-rupa.
Karena memikirkan diri pemuda lawannya, gerakan
agak lambat, sehingga terdesak oleh Ho Hay Hong dan
hampir saja tertotok jalan darahnya.
Sebagai seorang kuat yang sudah banyak
pengalaman, begitu melihat gelagat t idak baik, buru-buru
menenangkan pikirannya.
Selagi hendak melakukan serangan pembalasan,
dalam otaknya t iba-tiba terlintas suatu bayangan,
wajahnya berubah seketika, ia buru-buru lompat keluar
dari gelanggang dan menanya dengan suara keras: "Kau ada hubungan apa dengan si Kakek penjinak
Garuda? Lekas jawab."
Begitu pertanyaan itu keluar dari mulutnya,
pertempuran lantas berhent i, semua mata ditujukan ke
wajah Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong sendiri menjadi bingung, dalam hat i ia
berpikir, aku sendiri masih belum tahu siapa dan dimana
adanya si Kakek penjinak garuda itu. Bahkan kini sedang
dalam perjalanan untuk mencari tahu dimana adanya
orang tua itu, bagaimana kau menanya aku pernah apa
dengannya?
Ia t idak menjawab, hingga Cit seng Koay khek
semakin heran. Dengan menahan perasaannya sendiri, ia
berkata pula:
"Kalau kau memang orangnya Kakek penjinak garuda,
kita juga t idak akan menyulitkan kau lagi"
Sehabis berkata demikian, ia memberi isyarat dengan
mata kepada kawan-kawannya seraya berkata:
"Jangan. Kakek penjinak Garuda adalah orang yang
selalu kita hormat i, kita tidak boleh menyusahkannya."
Tiga orang itu mengert i sikap mereka berubah
seket ika, dengan muka berseri-seri memandang Ho Hay
Hong. kemudian berlalu bersama Cit seng Koay khek.
Hanya pendeta gemuk yang agaknya masih penasaran,
sambil tertawa dingin ia berkata:
"He, he, tak disangka kau saudara kecil ternyata
bukan orang sembarangan. hitung-hitung aku yang
kelilipan debu." Mereka berempat berlalu t idak melalui jalan raya,
melainkan mengambil jalan kecil, sebentar kemudian
sudah menghilang didalam rimba lebat .
Siang koan Lo lalu berkata:
"Saudara Ho, Kakek penjinak Garuda itu sebetulnya
pernah apa dengan kau ?"
Ho Hay Hong benar-benar seorang aneh, begitu
lawan-lawannya berlalu, lantas bersemedi untuk
memulihkan kekuatan tenaganya, terhadap pertanyaan
Siang koan Lo seolah-olah t idak masuk ketelinganya.
Pikirannya melayang ketempat jauh.
Pada suatu hari diwaktu hujan, angin lebat , di bagian
dalam gunung Ho lan san, gurunya, Dewi ular dari
gunung Ho lan san, telah memberikan sebungkus obat
kepadanya, suruh makan seketika itu juga, kemudian
berkata padanya, dengan muka masam.
"Hay Hong, sudah lima tahun kau belajar ilmu silat
dengan suhumu, sekarang ku utus kau turun gunung
untuk melakukan suatu tugas. Kuberi waktu kau satu
bulan, untuk menyelidiki jejak si Kakek penjinak Garuda
dimana ia berada. Setelah berhasil kau harus lekas
pulang untuk melaporkan kepada. Obat yang kau makan
tadi adalah obat beracun yang bekerjanya sangat lambat,
yang t idak melebihi satu bulan, dan kalau obat itu sudah
mulai bekerja, sekalipun dewa, juga sudah tidak sanggup
menyembuhkannya."
Pada waktu itu, suhunya juga memerintahkan empat
suhengnya segera turun gunung, dengan memberikan
tugas: "Toa suheng dalam waktu satu bulan harus membawa
pulang kepala keempat orang tua yang terkenal sebagai
tukang menangkis didaerah barat . Mereka itu adalah
Hauw-t ian, Hauw tee, Hauw hie dan Hauw song.
Jie suheng diperintahkan untuk mengambil batok
kepala seorang tokoh kenamaan yang bergelar pelajar
berpenyakitan. Batas waktunya juga satu bulan.
Sam suheng diperintahkan mengambil batok kepala
t iga jago pedang partay Cong lam-pay dan suheng
keempat mendapat perintah mengambil batok kepala
paderi gereja Siau lim sie, Siang hui keng!”
Empat suhengnya itu semua memandang padanya
penuh kebencian
Dikaki gunung mereka berpisah dengan sikap dingin,
empat suhengnya agaknya t idak menyukai dirinya, sebab
ia adalah murid paling kecil tetapi yang paling disayang
oleh suhunya.
Sejak kecil ia dibesarkan diatas gunung Ho-lansan,
tetapi, set iap hari mendapat perlakuan penuh kebencian
dari empat suhengnya dalam hat i selalu t imbul bertanya
mengapa ia diperlakukan demikian ?
Gurunya Dewi ular dari gunung Ho lan san, set iap hari
menutup pintu, mengeram diri melatih ilmu kepandaian,
t idak ada waktu untuk mengopeni dirinya, Suheng-
suhengnya membenci dirinya, memperlakukannya
dengan sikap dingin, sedangkan tempat kediamannya
diatas gunung yang jauh dengan manusia, ia sepert i
sudah dilupakan oleh sesamanya. Demikianlah ia dibesarkan dalam suasana kesunyian
dan kebencian, keadaan telah merubah sifatnya, segala
apa yang diterimanya sudah menjadi biasa baginya.
Maka ket ika ia mengetahui bahwa Siang koan Lo
adalah salah satu dari t iga jago pedang dari partai Cong
lam pay, ia sudah tahu bahwa orang itu adalah salah
satu orang yang jiwanya dimaui oleh suhunya, dengan
demikian, maka ia jaga tahu peristiwa akan berlangsung,
bahkan tidak dapat dihindarkan.
Justru itulah, maka ia coba menyingkir dari orang tua
itu, ia telah mengambil keputusan meninggalkan dia,
sebab ia t idak ingin melanjutkan perhubungan itu, dan
apabila perhubungan itu dilanjutkan. Ini berarti
menyulitkan kedudukannya sendiri.
Tidak lama kemudian, ia sudah kembali, untuk
menghadapi kejahatan. Setelah beristirahat cukup lama.
kekuatan tenaganya sudah pulih kembali. Ia lalu bangkit ,
menepuk-nepuk debu diatas bajunya, kemudian berlalu
begitu saja.
Siang koan Lo bukan saja menjadi bingung atas
kelakuan pemuda itu. tetapi juga dengan perasaan
mendongkol Ia lalu mengejarnya.
"Saudara Ho, dua kali aku menolong jiwamu, tidak lain
karena aku ingin bersahabat denganmu. Tetapi kau
perlakukan aku dengan sikap demikian, apakah kau
sedikitpun tidak mempunyai perasaan?"
Ho Hay Hong perlahan-lahan mendorong tangannya
Siang koan Lo yang diletakan diatas pundaknya, lama
baru berkata: "Sudahlah, dalam dunia masih banyak orang yang
lebih berharga untuk menjadi sahabatmu."
Siang koan Lo merasa kecewa mendengar jawaban
itu, katanya dengan perasaan mendongkol:
"Bagus, benarkah kau t idak sudi pandang muka
kepadaku. Kau jelaskan, orang yang bagaimana baru
pantas menjadi sahabatmu?"
"Bukan maksud siaotee hendak memilih sahabat,"
berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas.
"Baiklah, kalau kau memang t idak sudi menjadi
sahabatku, tetapi, apabila aku ingin meminta pertolongan
kepadamu, apakah kau sudi menerima baik
permintaanku?"
Ho Hay Hong memandang pada dengan perasaan
heran, meskipun t idak membuka mulut , tetapi dari
pandangan matanya sudah jelas ada mengandung
pertanyaan.
"Urusan ini benar-benar menjadi tanggung jawabku
sendiri," berkata pula Siang-koan Lo, "tetapi karena aku
sendiri ada urusan pent ing, t idak bisa membagi waktuku
untuk mengurus dalam waktu bersamaan, maka terpaksa
minta pertolonganmu."
Ia sengaja diam-diam menant ikan perobahan
sikapnya, tetapi Ho Hay Hong nampak mendengarkan
dengan penuh perhat ian, t idak menunjukkan reaksi apa-
apa.
Akhirnya ia t idak berdaya, maka lalu melanjutkan
kata-katanya: "Saudara tuaku, Cie lui Kiam khek. waktu belakangan
ini sering mendapat gangguan orang-orang rimba
persilatan tanpa sebab, sehingga memusingkan
sendirinya. Karena khawatir bahwa kepandaian dan
kekuatannya sendiri t idak sanggup melayani gangguan
itu maka mengirim orangnya untuk minta aku datang
memberi bantuan tenaga. Tetapi karena pada saat ini
aku t idak bisa membagi waktuku maka aku pikir saudara
Ho yang belum mempunyai kediaman tetap, bolehkah
untuk sementara berdiam dirumah saudara tuaku itu,
sekalian untuk memberi bantuan tenaga."
Ho Hay Hong setelah mendengar penjelasan itu,
ternyata masih terbenam dalam kesangsian.
Siang koan Lo yang bisa melihat sikap orang, lalu
berkata pula:
"Nampaknya saudara Ho t idak sudi membantu aku."
Ho Hay Hong didesak terus-terusan, terpaksa
memotong perkataan orang tua itu dan berkata:
"Baiklah, aku terima baik permintaanmu." Siang koan
Lo sangat girang, katanya: "Kebaikan anda, aku Siang
koan Lo asal masih bisa bernapas, pasti t idak akan
kulupakan"
Sehabis berkata demikian, Ia menggandeng tangan Ho
Hay Hong, dengan t indakan lebar berjalan menuju
kekota.
Tiba dikota. Siang-koan Lo mendadak berhent i dan
menanya:
"Apakah saudara Ho pernah dengar kisahnya Cie lui
Kiam khek?" "Aku hanya dengar ada seorang tua yang mempunyai
nama julukan sikakek penjinak Garuda."
Mendadak ia diam, terang ia tidak mau banyak bicara,
tetapi Siang koan Lo sudah salah tafsir, katanya sambil
tertawa getir:
"Sudah tentu si Kakek Penjinak Garuda itu adalah
seorang paling kesohor dalam rimba persilatan didaerah
selatan ini, saudara tuaku Cie lui Kiam khek bagaimana
dapat dibandingkan dengannya? Sayang orang tua itu
sudah sepuluh tahun lebih belum pernah muncul didunia
kangouw, entah kemana jejaknya."
Berkata sampai disitu mendadak ia lihat sikap Ho Hay
Hong berubah, maka ia tidak melanjutkan perkataannya.
Tidak lama kemudian, Siang koan Lo mendadak
berkata:
"Sudah sampai."
Saat itu mereka berdiri didepan sebuah gedung besar
yang dikitari oleh pagar dinding tembok t inggi.
Ho Hay Hong t idak menyangka bahwa seorang rimba
persilatan juga mempunyai kediaman demikian mewah.
Dari dalam rumah itu Ho Hay Hong sama-sama
mendengar suara seperti orang sedang melatih ilmu silat,
perhat iannya lalu tertarik oleh papan merk yang
tergantung di atas pintu gerbang, yang berbunyi: "KANG-
LAM BU KOAN."
Perasaannya mulai tenang, ia belum pernah menginjak
daerah Tionggoan", juga t idak tahu bahwa "BU KOAN"
itu bagaimana rupanya, tetapi art i dari kata-kata itu sudah jelas menunjukkan bahwa gedung itu adalah
tempat untuk berlatih ilmu silat.
Dalam perjalanannya kali ini, sepanjang jalan ia juga
pernah menjumpai t idak sedikit tokoh rimba persilatan
daerah Tiong goan, yang ternyata sangat mengagumkan.
Dan dalam gedung yang menjadi tempat untuk berlatih
ilmu silat ini, tentunya terdapat banyak tokoh yang
berkepandaian t inggi.
Ia ingin mengetahui kepandaian sendiri sebetulnya
sampai dimana t ingginya, karena selama itu ia masih
belum tahu bagaimana kepandaiannya sendiri.
Dengan perasaan penuh tanda tanya ia membiarkan
Siang-koan Lo mengetok pintu.
Dengan cara yang sangat aneh, Siang-koan Lo
mengetok pintu, set iap mengetok t iga kali, ia berhent i
dan begitu seterusnya.
Ho Hay Hong mengert i bahwa cara mengetok itu past i
mengandung suatu tanda rahasia, maka ia mulai anggap
bahwa tempat itu agak mirip dengan persekutuan
rahasia.
Tidak lama kemudian, dari dalam terdengar suara
langkah kaki orang, dan sesaat pintu lalu terbuka.
Mata Ho Hay Hong berkesiap, seorang gadis c ilik
berusia kira kira tujuh tahun berdiri dihadapannya.
Gadis ci lik itu mengenakan pakaian pendek, tubuhnya
gemuk, kulitnya putih halus, biji matanya bulat hitam,
benar-benar sangat menarik. Begitu melihat Siang koan Lo. segera memanggil siok-
siok, atau paman, kemudian menubruknya dengan
mesra, sehingga Siang-koan Lo tertawa girang.
Sebentar kemudian, gadis cilik itu agaknya baru
melihat bahwa diluar pintu masih ada berdiri seorang
pemuda tampan berpakaian warna hijau, ia lalu menanya
sambil membuka lebar kedua matanya:
"Siok siok, siapa dia?"
"Dia adalah Ho siok-siok. lekas memberi hormat!"
berkata Siang koan Lo sambil tersenyum.
"Apa Ho siok siok hendak belajar ilmu silat? Ow aku
paling takut segala adat istiadat yang membosankan, kita
t idak usah memberi hormat saja?" berkata gadis cilik itu
sambil tertawa.
"Jangan menduga yang t idak karuan, dia adalah
sahabat baik siok siokmu, kepandaian ilmu silatnya jauh
lebih t inggi dari pada kepandaian siok-siokmu." berkata
Siang koan Lo.
"Bagus, jadi Ho siok siok datang bertamu? Namaku
Leng Leng, apakah nama ini baik?" berkata gadis cilik itu
sambil menepok-nepok tangannya.
"Baik." menjawab Ho Hay Hong.
Baru saja dia hendak melangkah masuk Leng Leng
sudah berkata lagi dengan sikapnya yang masih kekanak-
kanakan:
"Paman-paman dahulu pernah datang kemari pada
mengatakan bahwa Leng Leng paling baik mereka
mengajarkan aku ilmu terbang segala! Ho siok-siok, kau
bisa terbang atau t idak? Sukakah kau mengajar Leng Leng? Nant i Leng Leng akan memasakkan makanan yang
enak untukmu."
Ho Hay Hong t idak mengira gadis ci lik itu memajukan
pertanyaan demikian, hingga sesaat t idak dapat
menjawab.
Siang koan Lo memeluknya dan berkata padanya:
"Anak kecil jangan suka main main, lekas panggil
ayahmu keluar."
Leng Leng yang belum mendapat jawaban dari Ho Hay
Hong, agaknya merasa bahwa tamu ini agak luar biasa,
lalu berkata sambil pentang lebar matanya:
"Hari ini enci juga pulang."
Setelah itu ia membalikkan badan dan lari masuk.
Ho Hay Hong mengikut i Siang koan Lo berjalan
melalui lorong taman dan masuk ke ruangan tamu. Ia
duduk dekat jendela, hingga bisa melihat pemandangan
luar.
Ia membuka daun jendela, tampak sepuluh lebih anak
anak muda setengah telanjang sedang melatih ilmu silat
ditanah lapang.
Tidak jauh dari tempat itu terdapat sebuah rak besi,
yang dengan berbagai jenis senjata tajam. Ia tersenyum
terkenang kepada kejadian yang lalu, dimana dahulu dia
belajar ilmu silat diatas gunung, keadaannya juga
demikian.
Tidak lama kemudian, seorang laki-laki pertengahan
umur berjalan masuk keruangan tamu, Siang Koan Lo
mengatakan beberapa patah kata ditelinga laki-laki itu,
kemudian barulah diperkenalkan padanya. "Ini adalah Ho Hay Hong siauhiap." demikian Siang
koan Lo berkata kepada laki-laki itu, kemudian berkata
pula sambil menunjuk laki-laki itu: "Ini adalah Cie lui
Kiam khek So to Siang, ha ha saudara Ho ini dalam suatu
pertempuran telah mengalahkan empat iblis jahat,
kepandaiannya sungguh hebat ."
Cie lui Kiam khek tersenyum dan berkata. "Cit seng
Koay khek, Tok gan Sin cu, Hui pat Tojin dan si pendeta
gemuk itu. semua adalah iblis-iblis paling ganas dalam
dunia Kang-ouw. saudara Ho dengan menggunakan
sebatang bambu menjatuhkan mereka. Ini merupakan
suatu kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam
kalangan rimba persilatan." Ia berhent i sejenak.
"Tempatku ini sangat sederhana, t idak ada barang
apa-apa untuk menyediakan kepada tetamu. harap
saudara Ho memaafkan !"
"Tempat ini sangat baik," demikian Ho Hay Hong
berkata sambil menggelengkan kepala.
Cie lui Kiam khek tahu dari mulut Siang koan Lo,
tentang sifat pemuda pendiam ini, maka ket ika ia
mendengar demikian, ia juga t idak marah. Setelah
mengucapkan kata-kata seperlunya lagi, lalu
memerintahkan orangnya untuk menyediakan kamar bagi
tetamu itu.
Menjelang senja. Siang koan Lo minta diri, dengan
sikap sungguh-sungguh ia berkata kepada Ho Hay Hong:
"Ho siauhiap, harap jangan pandang kau saudara Cie
hui Kiam-khek sebagai orang luar, aku sekarang hendak
pergi, urusan disini seluruhnya boleh kuserahkan
ditanganmu, sampai kita berjumpa lagi !" Ho Hay Hong mengantar Siang koan Lo sampai diluar
pintu, mulai ia memperhatikan keadaan Cie lui Kiam
khek. Dari muka dan sikapnya, jago pedang kenamaan
ini bukanlah seorang dari golongan jahat .
Mengapa suhunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san
menghendaki jiwanya? Apakah suhunya itu benar-benar
sudah t idak dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang jahat ?
Mendadak ia teringat kepada suhengnya yang
diberikan tugas mengambil kepala jago pedang itu,
apakah suheng sudah mencium jejak jago pedang ini ?
-oo0dw0oo-
Bersambung jilid 2
Jilid 2
DENGAN HATI PILU ia memandang tuan rumah sambil
menggelengkan kepala, kemudian keluar dari ruangan
tamu.
Cie lui Kiam khek merasa heran, mengapa pemuda itu
bersikap demikian.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong berjalan mundar-
mandir didalam taman, t iba-tiba dikejutkan oleh suara
bunyi burung Garuda. Dengan sendirinya matanya
tertuju kearah sebuah kurungan besi raksasa dibawah
pohon cemara dekat kamar barat .
Kurungan itu bentroknya mirip sebuah kamar, tetapi
letaknya di bawah pohon yang sangat bersembunyi,
hingga kalau orang t idak memperhatikannya, t idak tahu
kalau disitu ada sebuah kurungan besar. Semula Ho Hay Hong mengira bahwa benda itu hanya
sebuah benda perhiasan dalam keluarga beruang, tak
menduga bahwa dalam kurungan itu ada terkurung
seekor burung sangat berharga, dan burung itu bahkan
masih hidup.
Ia menghampiri kurungan itu, diamat-amatinya
makhluk yang dikurung itu. Burung Garuda itu ternyata
adalah seekor burung Garuda raksasa, sayapnya
setengah terbentang matanya berwarna biru, paruhnya
tajam, warna bulunya hitam jengat .
Ia diam-diam lalu berpikir, burung Garuda ini
nampaknya sangat cerdik, terang bukan burung
sembarangan, mengapa terkurung disini.
Burung Garuda itu hinggap disebatang t iang besi
besar, matanya memandang Ho Hay Hong tanpa
berkedip. Ketika Ho Hay Hong menggerakkan tangannya
garuda itu dengan cepat pentang sayapnya, seolah-olah
hendak mematok dan melakukan gerak hendak
menyerang.
Gerakan segesit itu, t idak dapat di lakukan oleh
burung biasa. Ket ika burung itu pentang sayapnya. Ho
Hay Hong dapat lihat dibawah sayap kirinya, terdapat
sebuah pen pendek kecil yang terikat dengan sayapnya.
Diatas plat itu terdapat tulisan angka Tiga. ia merasa
heran, apakah maksudnya angka t iga itu.
Selagi ia masih putar otak memikirkan tanda aneh itu
dibelakangnya t iba t iba terdengar suara dehem-dehem.
Dengan cepat ia berpaling. Orang yang berada
dibelakangnya ternyata adalah Cie lui Kiam khek Su-to
Siang. Meskipun dibibir Su to Siang tersungging satu
senyuman, tetapi dari sikapnya ia menunjukkan perasaan
t idak senang. Ia berkata sambil tertawa.
"Burung Garuda ini luar biasa besarnya, siapa saja
yang melihatnya merasa heran. Burung ini kutangkap di
daerah pegunungan dekat kota ini, pada tahun yang
lalu.”
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, meskipun
mulutnya t idak mengatakan apa-apa. Tetapi dalam
hat inya merasa bahwa burung Garuda ini bentuknya
agak mirip dengan gambar cacahan diatas lengannya.
Gambar burung Garuda yang dicacah diatas
lengannya, sejak ia mengert i urusan sudah tampak nyata
dilengan kirinya, maka set iap kali ia membuka baju
melatih ilmu silat, kalau melihat tandanya gambar itu,
selalu merasa heran. Ia juga pernah menanyakan kepada
gurunya, tetapi wajah Dewi ular yang selalu masam itu,
membuat ia takut hingga t idak berani menanya.
Pada saat itu, mendadak seorang pelayan perempuan
yang memberitahukan kepada Cie lui Kiam khek bahwa
nona majikannya ingin bicara dengannya.
"Sudah tahu!" demikian Cie lui Kiam khek menjawab,
kemudian berkata kepada Ho Hay Hong.
"Ho siaohiap, jikalau ada tempo harap kau memberi
petunjuk kepada mereka!"
"Kau seorang yang baru datang?" demikian seorang
pemuda menegur dan menghampirinya, "kau datang dari
mana?" "Gunung Ho lan san." jawab Ho Hay Hong singkat, lalu
mengambil sebatang tombak panjang yang ronce
merahnya, dibuat bermain ditangannya.
Pemuda itu menegurnya tadi agak terkejut . Ternyata
pemuda itu masih belum tahu dimana letaknya gunung
Ho lan san, tanyanya pula:
"Siapa yang perkenalkan kau kemari? kau belajar ilmu
silat apa?"
"Coba kalian pikir sendiri !"
Pemuda itu kembali dikejutkan oleh jawabannya itu,
wajahnya menunjukkan perasaan t idak senang. Matanya
lalu mengawasi tombak ditangannya, t iba-tiba tertawa
terbahak-bahak dan berkata:
"Aku tahu, kau tentunya belajar ilmu tombak."
"Aku datang kemari bukan untuk belajar."
Belum habis ucapannya, dengan sikap mengejek
memotong:
"Bagus sekali kau bukan untuk belajar, kalau begitu
kau tentunya guru silat. Sekarang aku hendak tanya
padamu, siapakah namanya yang mulia?"
Dari sikap dan kata-katanya, Ho Hay Hong mengert i
bahwa pemuda itu mengandung maksud t idak baik
terhadap dirinya, hingga diam-diam merasa heran.
Tetapi kemudian berpikir, anak muda memang ingin
maunya menang sendiri, selalu t idak suka kalau ada
orang lain yang lebih t inggi kepandaiannya dari pada
dirinya sendiri.
"Namaku Ho Hay Hong!" demikian ia menjawab. Pada saat itu. sepuluh lebih para pemuda yang melatih
ilmu silat pada menghentikan latihannya, mereka datang
berkerumun. Sedangkan pemuda yang tadi menanya
kepada Ho Hay Hong lantas memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Hok Yam san."
Ho Hay Hong semakin heran, karena yang
memperkenalkan namanya dengan disertai istilah
"adalah" tentunya seorang yang sudah terkenal atau
set idak t idaknya seorang yang mempunyai pengaruh
didaerahnya, barulah menggunakan nada demikian
berbicara dengan seorang yang baru dikenalnya.
Tak disangka bahwa seorang muda yang masih belajar
dibawah Cie lui Kiam khek, sudah berani bersikap
demikian jumawa.
"Namamu t idak jelek, asal kau rajin belajar,
dikemudian hari pasti akan menjadi terang nama
keluarga Hok!"
Hok Yam San membuka lebar matanya, berkata sambil
tertawa dingin:
"Nama keluarga Hok sudah lama terkenal, tak
kusangka kau sebagai jago dalam ahli tombak masih
belum pernah dengar nama keluarga Hok, benar benar
sangat menggelikan."
Seorang pemuda yang ada tahi lalatnya dialis
kanannya turut berkata:
"Benar dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa yang
t idak kenal nama keluarga Hok sebagai ahli tombak."
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong
dengan sikap memandang rendah. "Mungkin, nama besar keluarga Hok belum cukup
dikenal oleh semua orang, sehingga sahabat belum
pernah dengar. Tetapi sebagai ahli tombak, aku ingin
minta petunjuk beberapa jurus darimu" berkata Hok Yam
San sambil tertawa dingin.
Dengan demonstrat if ia menunjuk seorang pemuda
bertubuh tinggi dan katanya pula:
"Saudara ini adalah anaknya Dewa Kampak Say Tong
Thian, Say Siao Ceng. sepasang kampak Say locianpwee
pernah membinasakan sepuluh siluman perempuan dari
luar perbatasan, sehingga mendapat julukan Dewa
Kampak."
Dengan sikap kemalu-maluan Say Siao Ceng berkata:
"Bocah she Hok, kau jangan mengucap, bukankah kita
semua keturunan orang-orang ternama? Tetapi untuk
mendapat nama besar, harus mengandalkan kepandaian
sendiri. Kalau diri sendiri t idak becus, hanya
mengagulkan nama orang tua, itu berarti membuat
tertawaan orang saja!"
Dari jawaban pemuda ini, Ho Hay Hong mau menduga
bahwa para pemuda yang belajar ilmu silat kepada jago
pedang Cie lui Kiam khek ini semua adalah keturunan
orang-orang ternama, pantas pemuda she Hok tak berani
perkenalkan dirinya dengan menggunakan istilah
"adalah."
Perasaannya mendadak menjadi tegang.
Ia merasa dirinya seolah-olah memasuk goa macan.
Ketika ia berpaling kearah para pemuda itu, semua telah
mentertawakan dirinya. Hok Yam San yang pertama berhent i tertawa, katanya
dengan penuh ejekkan.
"Gunung Ho lan san itu tentunya adalah suatu tempat
dimana terdapat banyak tokoh pandai, maka orang yang
datang dari sana, sekalipun pandai menggunakan senjata
tombak juga t idak perlu mencari keterangan ahli tombak
kenamaan. Sahabat Ho, betulkah perkataanku ini?"
Dengan sinar mata penuh kebencian ia memandang
Ho Hay Hong. Dari cara tangannya mempermainkan
senjata tombak, jelas menunjukkan perasaan t idak
senangnya terhadap pemuda pendiam itu.
Hati Ho Hay Hong mulai panas "Aku t idak percaya
anak tokoh kenamaan dari daerah Tiong goan benar
benar bisa makan orang." demikian pikirnya.
Tombak ditangannya digetarkan, kemudian katanya
kepada para pemuda:
"Kalian lihat ."
Ujung tombak bergoyang, sehingga menimbulkan
sinar berkeredepen, dengan mendadak ujung tombak itu
ditusukkan kesebuah pohon besar.
Ujung tombak itu memperdengarkan suara mengaung,
para pemuda itu memandangnya dengan terheran-heran,
Ho Hay Hong menonjok pohon yang ditikam dengan
tombaknya, dimana terdapat banyak tanda lobang.
"Oh, bocah ini meskipun kekuatan tenaganya masih
belum cukup, tetapi gerak t ipu yang digunakannya agak
mirip dengan gerak t ipu ayah yang terampuh. Tak
kusangka ia benar-benar mempunyai kepandaian yang
berarti" berkata Hok Yam San. Cie lui Kiam khek masih belum berlalu, ia sembunyi di
belakang gunung-gunungan, katanya kepada diri sendiri:
"Dia seorang jujur."
Setelah itu Ia kembali berusia pelayannya.
Ho Hay Hong menggunakan tombaknya untuk
menikam batang pohon yang lebih kecil, ternyata dapat
menikam dengan jitu dan membuat suatu lobang
diatasnya.
Kepandaian itu kembali mengejutkan Hok Yam San,
mendadak ia mengambil sebatang tombak dari atas rak
dan dimainkannya Tetapi betapapun ia coba meniru
gerakkan Ho Hay Hong, tetapi ia t idak berhasil. Suatu
bukt i betapa jauh perbedaan kepandaian mereka berdua.
Namun demikian, Ho Hay Hong juga t idak
mentertawakannya. ia hanya berkata dengan singkat:
"Hendak belajar ilmu tombak semacam Ini, harus
melatih mata lebih dulu."
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu.
"Seorang aneh luar biasa." demikian terdengar
komentar dari mulut para pemuda itu.
"Sangat menjemukan, mukanya selalu masam."
demikian Hok Yam San berkata.
"Dia mirip dengan satu iblis." berkata seorang lain.
"Kau t idak perhat ikan bagaimana ada seorang muda
begitu pendiam, seolah-olah t idak berperasaan." berkata
Say Siao Ceng. "Mana, bocah itu pandai menyembunyikan
kepandaiannya, jelas ia adalah seorang cerdik." kata
seorang pemuda.
Seorang lagi nyeletuk:
"Dia berjalan selalu menundukkan kepala, orang
semacam ini adalah orang yang paling berbahaya !"
Demikianlah rupa-rupa komentar mengenai diri
pemuda pendiam itu.
Esok harinya, matahari pagi baru muncul Ho Hay Hong
t iba-tiba dikejutkan oleh suara ribut ribut , Ia membuka
daun jendela Matanya melihat didepan pintu sudah
berkerumun banyak orang orang Kang ouw yang masih
asing baginya. Mereka berduyun duyun masuk kedalam
ruangan tamu.
Empat orang diantara mereka menggotong sebuah
tempat t idur kayu, diatas terdapat sesosok tubuh
manusia yang ditutupi oleh selembar kain warna abu-
abu. Orang itu diam tanpa bergerak, hanya sepasang
kakinya yang kelihatan diluar.
Ho Hay Hong t idak tahu apa yang telah terjadi. Ia
merebah dirinya lagi diatas pembaringannya. Hatinya
mendongkol, karena hampir semalaman ia t idak bisa
t idur nyenyak, dan baru saja bisa t idur, lantas tergugah
oleh suara ribut-ribut .
Tiba-tiba ia dapatkan dirinya setengah telanjang. Ia
masih ingat betul, semalam waktu naik pembaringan, ia
t idak membuka pakaian, tetapi mengapa kini baju
atasnya sudah t idak ada? Apakah tadi malam ada orang
yang membuka? Siapa orangnya yang membuat permainan demikian? Apa maksudnya orang mengambil
baju atasnya?
Mendadak pintu terbuka, seorang gadis cilik yang
lincah dan manis lari masuk sambil memanggil Hok Siok-
siok kemudian menubruknya dan menangis, air matanya
membasahi celana Ho Hay Hong
"Paman Siang-koan mat i, Paman Siang-koan mat i"
demikian ratap tangisnya gadis cilik itu.
Mendengar penuturan itu, Ho Hay Hong terkejut tanpa
diragukan lagi, itu past ilah perbuatan suhengnya.
Ia mendadak merasa terharu, meskipun Siang koan Lo
baru saja mengenalnya satu hari, bahkan dua kali pernah
menolong dirinya dari kesulitan, tak disangka orang yang
kemarin masih tertawa-tawa, kini sudah t iada.
Ia menghiburi Leng Leng yang masih menangis
dengan sedihnya, tetapi betapapun dihiburnya, gadis cilik
itu masih tetap menangis.
Diam-diam ia menarik napas, dengan sapu memesut
air mata Leng Leng, meskipun mulutnya t idak bicarakan
apa-apa, tetapi dirinya ia merasa suka terhadap gadis
cilik itu.
Buru-buru ia mengenakan baju atasnya, tanpa
menyisir rambutnya yang agak kusut , ia sudah lari
menuju keruangan tamu.
Ia kini sudah tahu bahwa orang yang terlentang di
atas tempat t idur kayu adalah Hong lui Kiam khek Siang
koan Lo. Dalam dugaannya, batok kepala Siang koan Lo
pasti sudah t iada sebab menurut perintah suhunya kepada suhengnya, batok kepala itu harus dibawa pulang
ke gunung Ho lan san sebagai bukt i.
Suatu kekhawatiran baru t imbul dalam otaknya. Tidak
lama lagi ayahnya Leng Leng past i juga akan mengalami
nasib yang serupa. Memikirkan itu, ia tiba2 bergidik.
Tiba diruangan tamu, tampak banyak orang sedang
memperbincangkan bagaimana diketemukannya Siang
koan Lo yang sudah menjadi bangkai. Cie lui Kiam khek
berdiri disamping mendengarkan penuturan dengan
penuh perhat ian, wajahnya sebentar merah, sebentar
pucat , matanya mengembang air
Di samping berdiri seorang gadis berbadan langsing
yang memakai pakaian warna hijau. Gadis itu berparas
cant ik, mukanya agak mirip dengan Leng Leng. Mungkin
adalah encinya Leng Leng.
Gadis cant ik itu ketika melihat Ho Hay Hong datang
tergesa-gesa dengan Leng Leng, t iba-tiba membuka
lebar matanya, sekilas lintas mengunjukkan perasaan
heran, tetapi sebentar tenang kembali.
Ho Hay Hong sendiri juga memandang sebentar, ia
sepert i pernah melihat , tetapi t idak ingat di mana, karena
sejak kanak-kanak ia dibesarkan di gunung Ho lan san,
belum pernah mempunyai kenalan seorang wanitapun
juga.
Gadis itu menundukkan kepala, di sampingnya berdiri
Hok Yam San. Pemuda keturunan jago tombak
kenamaan itu ketika melihat kedatangan Ho Hay Hong,
mengawasi dengan penuh kebencian.
Cie lui Kiam khek mempersilahkan ia duduk kemudian
berkata sambil hela napas: "Ho siaohiap. Siang koan Lo sudah menjadi orang
halus, kematiannya t idak jelas, bangkainya diketemukan
ditepi sungai. "
"Apakah pembunuhnya sudah tertangkap?" demikian
Ho Hay Hong pura-pura menanya.
Cie lui Kiam khek menggelengkan kepala, lalu
katanya: "Siang koan Lo sutee tak terdapat luka,
bangkainya terkapar ditepi sungai. Tidak tahu siapa
pembunuhnya. Apalagi setelah melakukan pembunuhan
lantas kabur tanpa meninggalkan bekas. Aih, Siangkoan
sutee seumur hidupnya banyak menolong orang,
ternyata menemukan nasib demikian."
Hati Ho Hay Hong sepert i ditusuk dengan belati, tetapi
di luarnya t idak mengunjukkan perubahan apa-apa, Ia
pura-pura menghibur:
"Manusia yang sudah mati t idak bisa hidup lagi, Sa te
tayhiap jangan terlalu bersedih, yang pent ing kita harus
cari pembunuhnya, untuk membalas dendam Siang koan
Tayhiap."
Ia membuka tutup kain yang menutupi tubuh Siang
koan Lo. Dikiranya sudah t idak ada kepalanya, tetapi
ketika tutup muka terbuka tubuh Siang koan Lo masih
utuh, hingga wajahnya berubah seketika.
Kalau dibunuh oleh suhengnya, kepala Siang koan Lo
pasti sudah terpisah dengan badannya, sebab suhunya
meminta kepala itu sebagai bukt i, dan perintah itu
merupakan perintah mut lak tidak boleh ditawar-tawar.
Ia menjadi bingung, dan pikirnya mulai memikirkan
hal lain. Siapakah sebenarnya yang membinasakan Siang koan
Lo, Ho Hay Hong t idak tahu. Tetapi karena bukan mat i
ditangan suhengnya perasaannya t idak begitu tertekan.
Ia kembali kekamarnya, suatu pikiran terlintas dalam
otaknya, ia hampir berteriak.
Kiranya ia telah menemukan jawaban mengenai teka
teki tentang burung Garuda dalam kurungan raksasa itu.
Di tubuh burung Garuda itu terdapat tanda huruf.
Jelas Garuda itu adalah burung peliharaan si Kakek
penjinak Garuda, Sebab kecuali si Kakek penjinak
Garuda, dalam dunia ini sudah t idak ada lagi yang
mampu memelihara burung Garuda sedemikian j inak.
Si Kakek penjinak Garuda itu mempunyai peliharaan
burung Garuda seluruhnya tujuh ekor. Burung Garuda itu
semuanya besar-besar, hal ini sudah di ketahui oleh
semua orang. Sedangkan burung Garuda dalam
kurungan itu memiliki tanda, jelas sebagai tanda
burungnya yang ketiga.
Jenazah Siang koan Lo dikubur dibelakang rumah Cie
lui Kiam khek, jago pedang ini dalam beberapa hari ini
selalu marah-marah, mungkin karena kemat ian
saudaranya itu.
Ia berdiam dirumah memberi hormat komando,
banyak orang-orang Kang ouw yang dengan suka rela
membantunya, mencari pembunuh Siang koan Lo.
Malam rembulan terang, tetapi tertutup oleh kabut
tebal. Jam satu tengah malam, ketika semua orang
sedang t idur nyenyak, sesosok bayangan orang tiba-tiba
muncul didekat ruangan raksasa ditaman gedung Cie-lui
Kiam khek. Orang itu dengan sinar matanya yang tajam
memandang burung Garuda dalam kurungan, burung
Garuda biasanya t idak suka didekati manusia, kini
mendadak menjadi jinak. Matanya yang merah biru
berputaran, t iba-tiba mengeluarkan suara rendah yang
memilukan.
Orang itu agaknya t idak dapat kendalikan perasaan
sedihnya, tangannya mendadak bergerak, dan
mengeluarkan bunyi keretakan, mendadak dimainkan
kedalam kurungan.
Kurungan itu terbuat dari besi kokoh kekar dan
berlobang kecil kecil. Tapi orang itu telah berhasil
memasukan lengannya yang kuat . Ini benar benar
merupakan satu keajaiban.
Dengan penuh kasih sayang orang itu mengusap-usap
tubuh burung Garuda itu, sedangkan burung itu juga
mengunjukan sikap sangat jinak tanpa melawan, kembali
merupakan suatu kejadian ajaib.
Tidak lama kemudian, dalam kamar Ho Hay Hong
mendadak muncul sesosok bayangan orang, kebetulan
waktu itu Ho Hay Hong belum t idur. Ia dikejutkan oleh
munculnya orang yang masuk melalui jendela, tetapi ia
juga seorang cerdik, ia berpura-pura t idur nyenyak,
tetapi diam-diam membuka matanya perhat ikan gerak-
gerik orang itu.
Dibawah sinar rembulan yang suram, ia melihat orang
itu menghampiri dirinya, gerakan orang itu gesit sekali,
gerak kakinya t idak menimbulkan suara tetapi ketika tiba
sejarak t iga kaki didepannya, gerakannya mendadak
menjadi perlahan. Justru karena itu, maksud Ho Hay Hong hendak
menyergap tamu yang tak diundang itu lantas berubah.
Ia kini harus diam menunggu kesempatan baik, ia yakin
dapat menangkap orang itu sebelum mendekat i dirinya.
Orang itu t idak tahu bahwa perbuatannya sudah
diketahui, dengan matanya yang tajam memandang Ho
Hay Hong yang sepert i sedang t idur nyenyak, lalu
dengan sangat hat i hati membuka bajunya, Ho Hay Hong
segera teringat kejadian semalam, diam-diam ia merasa
heran. Ia t idak memberi perlawanan, membiarkan
bajunya dibuka.
Orang itu memeriksa lengan yang ada tanda gambar
cacahan burung Garuda, t iba-tiba mengguman sendiri:
"Bangsat cilik, kau toh bukan anakku, dengan hak apa
kau berani menggunakan tanda kebesaranku."
Ia ulangi lagi ucapan itu, tiba-tiba dari dalam sakunya
mengeluarkan sebilah pisau belati dan katanya lagi:
"Bangsat, kau bukan lain dari pada anak haram, aku
harus merusak tanda itu."
Ho Hay Hong dapat mendengar dengan jelas semua
kata-katanya, ucapannya anak haram bagaikan pisau
tajam menusuk hat inya darahnya bergolak, maka lantas
menanya.
"Apa katamu?"
Bersamaan dengan Itu, ia sudah lompat bangun dan
melontarkan satu serangan.
Orang itu terkejut , kemudian mengibaskan tangannya,
dengan kecepatan bagaikan kilat berhasil mengelakkan
serangan Ho Hay Hong, setelah itu lompat keluar dari lubang jendela dan sebentar lagi sudah t idak kelihatan
bayangannya.
Ho Hay Hong sementara itu telah terdorong oleh
kibasan tangan orang itu, hingga terjatuh dilantai, hanya
dapat mengawasi berlalunya orang itu, dengan mata
terbuka lebar.
Ia merasa bahwa kepandaian sendiri berselisih jauh
dengan kepandaian orang itu, sehingga t idak mampu
menahannya. Tetapi ia tetap penasaran, sambil
mengertakkan gigi ia lompat keluar mengejar orang itu.
Tiba-tiba ia dengar suara bunyi burung garuda.
Diwaktu malam sunyi sepert i itu, bunyi burung itu benar-
benar membuat bangun bulu romanya.
Ia menghent ikan kakinya, matanya celingukan lantas
menangkap satu bayangan yang lompat t inggi. Bayangan
itu membuat setengah lingkaran ditengah udara,
kemudian melayang kebelakang gedung.
Potongan tubuh orang itu sedang saja, mirip dengan
orang yang tadi masuk kedalam kamarnya, ia sebetulnya
ingin mengejar langsung, tetapi kemudian ia pikir, bahwa
itu adalah suatu perbuatan yang sangat bodoh. Maka lari
keselatan, meskipun arahnya berlainan, tetapi akhirnya
pasti akan berjumpa dengan orang itu.
Ia lari menyusuri sepanjang jalan sepi, sebentar saja
sudah berada diluar kota.
Tempat itu merupakan satu tempat belukar yang sepi,
hanya tanaman rumput yang sudah t inggi dari batu
kerikil terdapat di mana-mana, hanya satu tempat yang
nampak teratur bersih, tempat itu t idak jauh dari tempat
ia berdiri, tampak berdiri sebuah patung perunggu. Di bawah terangnya sinar rembulan, ia memperhat ikan
patung itu. Ternyata adalah patungnya Gak Hui,
pahlawan kenamaan dalam kerajaan Song.
Ia berdiri tertegun, karena disitu terdapat dua jalan. Ia
harus memilih jalan yang dekat. Kalau dugaan t idak
salah, orang itu tadi seharusnya akan muncul didepan
itu.
Ia teringat ucapan anak haram orang itu tadi, ia
menduga orang itu pasti ada hubungan dengan dirinya
sendiri, set idak-tidaknya ia past i tahu asal usul dirinya.
Lama ia menunggu, masih belum tampak bayangan
orang itu. Ia mulai putus asa.
Sambil menengadah ia menghela napas. Selagi
hendak balik, patung penunggu Gak Hui itu t iba-tiba
mengeluarkan suara keresekan, sebentar kemudian
sesosok bayangan bagaikan hantu, pelahan keluar dari
belakang patung.
Ho Hay Hong bernyali besar, tetap masih dapat
dikejutkan oleh kejadian itu. Untung bayangan orang itu
agaknya t idak melihat dirinya, sehingga ia dapat
menyembunyikan diri dengan selamat .
Sejak kanak-kanak, dia sudah banyak mendengar
kisah setan meskipun selama itu ia masih t idak percaya.
Tetapi soal setan ini, sejak dahulu kala t iada seorangpun
yang dapat membukt ikan benar ada setan atau t idak.
Ia anggap bahwa tempat itu tentunya tanah angker,
bekas tempat peperangan yang t idak berhent i-hent inya
hingga menimbulkan banyak setan gentayangan. Tetapi, ia juga merasa bersyukur. Set idak-tidaknya,
apabila bayangan tadi adalah setan, maka ia telah
membukt ikan dan membuka tabir yang menjadi teka-teki
sejak jaman dahulu.
Melalui rumput-rumput t inggi tempat ia sembunyikan
diri, ia telah pasang mata mengintai keadaan
disekitarnya, Sementara itu, bayangan bagaikan setan itu
sudah menggunakan tangannya menggerakkan patung
perunggu itu.
Kembali terdengar suara bunyi keresekan, patung
t inggi besar itu mendadak bergerak patung yang semula
berdiri berhadap-hadapan dengannya, kini telah berubah
membelakangi dirinya.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, bukan
saja dikejutkan oleh kejadian itu, tetapi juga dikejutkan
oleh kekuatan tenaga bayangan itu, yang dapat
menggerakkan patung besar bagaikan raksasa.
Ia mulai percaya bayangan Itu pasti adalah setan,
karena orang biasa t idak mempunyai tenaga sedemikian
besar.
Bayangan itu pelahan-lahan lenyap kedalam tanah,
sebentar kemudian hanya t inggal rambutnya yang put ih,
yang masih tampak olehnya.
Ia ingin berlalu, ia sudah ingat betul letaknya
tempatnya. Ia menunggu sampai esok pagi baru akan
datang lagi untuk mendapat kenyataannya. Tetapi kepala
dengan rambutnya yang put ih itu tampak keluar lagi dari
permukaan tanah, dan kemudian tampak seluruh
tubuhnya. Ia terpisah jauh dengan bayangan itu, hingga t idak
dapat melihat wajahnya, hanya sinar matanya yang
tajam, yang sangat mengesankan hat inya.
Bayangan itu menggerakkan tangannya, memutar
patung perunggu sepert i asalnya, kemudian berlalu dan
menghilang kedalam rimba yang t idak jauh dari situ.
Ho Hay Hong dengan tenang menunggu, sekarang ia
t idak ingin pulang lagi, tertarik oleh perasaan, Ia menant i
sampai bayangan itu t idak muncul lagi, baru
memberanikan diri pergi menghampiri patung.
Ia takut bayangan itu akan balik lagi.
Ia t idak berani mendorong patung itu secara terang-
terangan. Dengan setengah jongkok, ia menggunakan
seluruh kekuatan tenaganya mendorong patung
perunggu itu. Patung itu meskipun besar dan berat,
tetapi didorong tanpa menggunakan tenaga banyak
ternyata dibawah patung itu terdapat roda, asal didorong
lantas bergerak dengan mudah.
Setelah patung itu tergeser, dibawahnya terdapat
sebuah goa, gelap entah berapa dalamnya. Tetapi Ho
Hay Hong kini mengert i bahwa bayangan tadi bukanlah
hilang kedalam tanah, melainkan kedalam goa.
Ia tahu bahwa suara bergesernya patung tadi past i
akan menimbulkan kecurigaan bayangan tadi. Maka
setelah patung itu bergeser, tanpa ragu-ragu lagi Ho Hay
Hong lantas masuk kedalam goa. Ia hendak
menggunakan waktu sesingkat singkatnya, untuk
mencari rahasia yang paling besar. Gua itu kira-kira dua tombak dalamnya ket ika t iba
didalam hampir saja ia jatuh, untung tempat dalam gua
itu tanahnya datar.
Ia meraba raba dengan dua tangannya. Apa yang
teraba hanya tanah lembab dan sedikit rumput kering.
Tapi tanah dibawah kakinya itu ternyata keras, sebuah
benda keras terinjak oleh kakinya. Ia membongkok untuk
mengambil benda itu, ternyata sebuah sarung pedang.
Tergeraklah hat inya, lalu di ambilnya. Sarung pedang itu
masih dalam keadaan baik, pedangnya juga masih ada.
Tanpa diperiksanya lagi, ia buru-buru lompat keluar.
Kemudian menggeser patung2nya lagi seperti biasa,
setelah itu dengan tergesa-gesa lari kedalam gerombolan
rumput untuk sembunyikan diri.
Tidak lama kemudian, bayangan bagaikan setan itu
mendadak muncul dibelakang patung. Gerakannya itu
sedemikian ringan dan gesit , lebih gesit dari pada kucing.
Ho Hay Hong diam-diam mengucurkan keringat dingin.
Kalau ia kurang cerdik, perbuatannya tadi pasti sudah
kepergok.
Mata tajam dari bayangan bagaikan setan itu mencari
disekitarnya, kemudian mengulurkan tangannya meraba
raba patung itu sejenak, baru menarik napas lega.
Dari gerakannya bayangan orang itu.
Ho Hay Hong sudah tahu bahwa pada bagian perut
patung itu terdapat kunci dan pintu rahasia, yang dapat
dimasuki tangan, Benda yang terdapat dalam pintu
rahasia itu pasti adalah benda rahasia yang t idak boleh
hilang. Ia bermaksud hendak membuka rahasia itu, tetapi
bayangan itu tetap berdiri disitu, t idak mau berlalu
hingga ia t idak mendapat kesempatan, terpaksa dengan
jalan merayap balik kekamarnya.
Tiba kembali dikamarnya, ia periksa pedang. Baru
keluar dari sarungnya, pedang itu memancarkan sinar
berkilauan, benar sebilah pedang pusaka dari jaman
purbakala.
Ia lebih terkejut karena pedang itu juga terukir oleh
dua huruf kecil yang berbunyi:
"Garuda Sakt i!"
Ia membuka bajunya, gambar ukiran burung Garuda
yang terdapat disisi huruf itu mirip benar dengan gambar
cacahan dilengan tangannya. Wajahnya pucat seket ika,
pikirnya: ”apakah gambar Garuda ditanganku ini dicacah
menurut ukiran diatas pedang ini?”
Dengan perasaan terheran-heran, ia sembunyikan
pedang pusaka itu diatas penglari karena ia takut
diketahui orang.
Ia bertekad hendak mengusut urusan ini. Kecuali
mencari jejak si Kakek penjinak Garuda, selama didaerah
Tiong goan, ia juga akan mengusut asal usulnya pedang
sakt i itu.
Malam itu, dilewatkannya dengan perasaan tegang.
Esok hari, setelah bangun t idur dan habis
membersihkan badan, Ho Hay Hong pergi mencari Cie lui
Kiam-khek. Begitu bertemu muka, lantas menanya:
"Kabarnya ditempat dekat sini ada sebuah patung
perunggu. Apakah itu betul?" Cie lui Kiam khek merasa heran. Mengapa pemuda pendiam yang jarang membuka
mulut ini, mendadak mengajukan pertanyaan demikian?
Maka tanpa banyak pikir ia lantas menjawab:
"Benar, tempat itu disebut sebagai Kampung Setan,
Kalau matahari sudah mendoyong ke barat, jangan ada
orang yang berani jalan melalui tempat itu, Ho siao hiap
menanyakan patung-patung itu, ada keperluan apa?"
"Ow! apakah ditempat itu sering muncul setan?"
"Dengan terus terang. Kampung setan itu sudah
bertahun-tahun menjadi daerah angker. Banyak orang-
orang Kang ouw yang pergi mencari keterangan, tetapi
t iada satupun yang kembali, hingga lama ke lamaan
Kampung setan itu tersiar luas. Penduduk ditempat
sekitar tempat ini anggap daerah itu daerah angker,
mereka lebih suka jalan memutar yang lebih jauh, t idak
berani melalui tempat itu. Sudah tentu ini adalah pikiran
penduduk kampung yang bodoh, tetapi kita juga t idak
boleh t idak percaya, sebab orang orang Kang ouw yang
pergi mencari keterangan itu semua adalah orang-orang
kuat yang berkepandaian t inggi dan banyak akalnya.
Mereka telah pergi tapi t idak kembali. Bahkan tulang-
tulang merekapun t idak diketemukanBukankah ini ada
suatu misteri yang sangat mengherankan?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. "Apakah Su-to
tayhiap pernah pergi kesana?"
"Belum!" jawabnya Cie-lui Kiam khek agak terkejut .
"Aku sendiri meskipun t idak percaya, tetapi selalu t idak
ada kesempatan untuk pergi menyelidiki, asal setan itu
t idak mengganggu rumah tanggaku. Sudah cukup." "Pernahkah Su-to tayhiap merasa curiga, bahwa setan
itu adalah manusia biasa yang menyaru?"
Cie-Lui Kiam khek kembali dikejutkan oleh pertanyaan
itu.
"Menurut pandanganku, ini t idak mungkin. Mengenai
kejadian manusia yang menyaru menjadi setan itu
menang ada. Di daerah Kui-ciu dahulu juga pernah
kejadian. Tetapi disini t idak ada barang berharga. Daerah
ini merupakan daerah tandus, rasanya t idak perlu orang
menyaru setan yang hanya untuk menakut i sesamanya
saja."
Selagi hendak balas bertanya, t iba-tiba terdengar
suara orang berkata: "Lekas kita sudah lama menunggu."
Didalam taman pada saat itu tampak t iga pemuda
pemudi sedang berjalan mundar mandir, seakan-akan
menant ikan sesuatu. Di bawah sebuah pohon besar,
t idak jauh dari mereka, tertambat seekor kuda besar.
Cie-Lui Kiam khek lalu berkata kepada Ho Hay Hong:
"Mereka datang hendak mengajak Cien Hui pergi ke
danau Liok eng ouw berburu burung!"
"Ow, ya, aku belum memberitahukan padamu, Cian
Hui adalah anak perempuanku."
Ho Hay Hong menganggukan kepala, t idak banyak
bertanya. Benar saja, diatas pelana kuda itu terdapat
banyak anak panah busurnya serta alat-alat berburu
lainnya. Ho Hay Hong mendadak tertarik oleh
penghidupan riang gembira semacam itu. Ia teringat
kepada dirinya sendiri, yang sejak kanak kanak selalu hidup dalam kesunyian, belum pernah mencicipi
kegembiraan.
Suara t indakan kaki halus terdengar di belakangnya.
Su to Cian Hui yang cant ik hari itu tampak semakin
cant ik dengan dandanannya ringkas serba merah.
Gadis itu menghampiri Cie-lui Kiam-khek dan
mengucapkan perkataan "Ayah," kemudian dengan
sepasang matanya yang jeli lebar memandang Ho Hay
Hong sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berlalu
tanpa berkata apa-apa.
Ho Hay Hong mengawasi berlalunya kawanan muda-
mudi itu dengan perasaan kagum, lalu kembali
kekamarnya.
Ia memikirkan Cie lui Kiam-khek, seolah-olah t idak
mempunyai perasaan set ia kawan, rasa duka atas
kematian saudaranya, Siang-koan Lo kemarin, hari ini
ternyata sudah tidak kelihatan bekasnya.
Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke tempat latihan,
disana sudah ada sepuluh lebih para pemuda dengan
setengah telanjang, sedang melatih ilmu silat.
Pandangan matanya beradu dengan mata Ho Yam San,
dari sinar mata Ho Yam San ia telah mengetahui bahwa
pemuda itu ternyata membenci dirinya. Diam diam ia
merasa heran, entah apa salahnya terhadapnya?
Hok Yam San t iba t iba berkata padanya:
"Toa suhu, petunjuk ilmu tombak yang kau unjukkan
kemarin bagus sekali. Aku telah beritahukan kepada
ayah, ia akan menemui kau dengan segera." Ho Hay Hong t idak menjawab, ia tahu bahwa pemuda
itu t idak mengandung maksud baik terhadapnya, maka
t idak memikirkan lain.
Ho Yam San seolah-olah sudah pandang Ho Hay Hong
sebagai musuh besarnya, sebentar ia berkata lagi:
"Ayahku kecuali terkenal dengan ilmu tombaknya, ia
jaga pandai mainkan tombak dari keluarga Wat, tetapi
ilmu pedang keluarga Wat ini adalah ilmu tombak ciptaan
Wat Kun Ciam dari luar perbatasan. Ayahku belum
pernah dengar ada akhli tombak dari gunung Ho lan lan.
maka ia ingin belajar kenal denganmu, mungkin ayah
pernah melihatmu!"
Ho Hay Hong bukan seorang bodoh, sudah tentu
bahwa ucapan pemuda itu mengandung maksud
mengejek. Karena ia tentu t idak ingin mencari rewel,
maka lantas menjawab sambil tertawa getir:
"Katakan pada ayahmu, ia tak usah datang kemari,
aku siorang she Ho hanya seorang kecil t idak ternama
dari kalangan Kang ouw."
Hok Yam San semakin galak, katanya dengan suara
keras:
"Tidak bisa, toa suhu kau kemari sudah unjukkan
kepandaianmu, jelas mengandung maksud menantang
kepandaian ilmu tombak keluarga Hok. Aku keluarga Hok
bukanlah seorang bodoh, sudah tentu mengert i
maksudmu. Ada kemungkinan kali ini toa suhu namanya
akan menjadi terkenal, mengapa kau t idak mau
menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat t inggi
derajatmu?" Para pemuda tertawa riuh, Say Siao Ceng lalu berkata
dengan suara lantang:
"Benar, main tombak dihadapan akhli Hok, jelas
merupakan perbuatan yang kurang sopan. Pantas saja
Hok locianpwee marah dan hendak mencarimu membuat
perhitungan!"
Ho Hay Hong mengert i bahwa pemuda-pemuda ini
t idak bisa diajak bicara secara sopan, maka ia t idak mau
meladeni. Ia berlalu sambil menundukkan kepala.
Tiba t iba terdengar suara orang menanya: "Apakah
dia?"
Ho Hay Hong berpaling, entah sejak kapan dari pintu
luar sudah masuk serombongan orang banyak,
diantaranya terdapat seorang tua pendek gendut,
kepalanya botak kelimis, begitupun mukanya juga t idak
berkumis, kulit mukanya yang berisi, paling menarik
perhat iannya.
Orang tua pendek gemuk itu disambut oleh para
pemuda tadi, sedang Cie lui Kiam khek, juga berlaku
sangat hormat kepadanya. Tetapi orang tua pendek
gemuk itu berjalan terus sedikitpun t idak pandang mata
Cie lui Kiam khek, mungkin karena marahnya, sehingga
sudah melupakan peradatan.
Cie lui Kiam khek t idak berdaya, terpaksa menjawab.
"Ya, ia bernama Ho Hay Hong. Siang koan sutee yang
mengajak kemari!"
Ho Hay Hong bercekat , ia masih belum tahu siapa
adanya orang tua itu. Hok Yam San sudah lari
menyongsong seraya berkata. "Ayah sekarang baru datang!"
Mata orang tua itu celingukan, ia memandang Ho Hay
Hong sejenak, lalu bertanya:
"Su te Siang, bocah she Ho ini apakah suhu barumu?"
Cie-lui Kiam khek. buru-buru menjawab.
"Kau keliru, dia adalah tamuku!"
"Aku t idak perduli dia siapa! Asal berani mengganggu
aku, akan kupandang sebagai musuh!"
Orang tua she Hok itu mendorong Hok Yan San dan
berjalan menghampiri Ho Hay Hong.
Melihat bentuk badannya yang tegap dan t indakan
kakinya yang mantap, Ho Hay Hong mengert i bahwa
orang tua pendek gemuk itu sudah sempurna kekuatan
tenaga dalamnya, maka buru-buru ia menyiapkan
tenaganya.
"Kau murid siapa?" tanya orang tua itu dengan sikap
jumawa.
Ho Hay Hong merasa bahwa orang tua itu terlalu
sombong dan menjemukan, maka ia t idak sudi
menjawab. Ia berdiri tegak sepert i patung sambil
menengadah, sedikitpun tidak ambil perduli.
Si orang tua teh Hok itu semakin marah. Dengan
sikapnya yang lebih sombong ia berkata:
"Baik, kau t idak menjawab, aku akan menggunakan
ilmu tombak keluarga Hok, paksa kau menjawab!"
Setelah itu, ia melontarkan sebatang tombak kepada
Ho Hay Hong, yang segera disambut oleh pemuda itu.
Ho Hay Hong dapat merasakan hebatnya kekuatan tenaga orang tua itu, maka ia t idak berani berlaku
gegabah.
Dengan tombak ditangan, orang tua itu garang,
kesombongannya nampak tegas. Ia berkata sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Dengar kata anakku, ilmu tombakmu t idak jelek,
bahkan mirip dengan ilmu tombak keluarga Hok. Aku
lihat usiamu masih muda sekali, tetapi sudah mendapat
kepandaian sehebat itu. Maka aku ingin mencoba sendiri.
Marilah, kalau dalam waktu t iga puluh jurus aku tak
dapat mengalahkan kau, selanjutnya aku akan cuci
tangan, t idak mau dipanggil ilmu tombak keluarga Hok
lagi."
"Jangan banyak bicara yang t idak-tidak, mulailah!"
berkata Ho Hay Hong.
Mendengar jawaban demikian, Cie-Lui Kiam khek
gabrukan kaki. Ia sebetulnya masih ingin mendamaikan
untuk meredakan suasana, tetapi tak disangka Ho Hay
Hong yang wataknya aneh itu telah membuyarkan
rencananya. Karena ia tahu bahwa pertempuran itu
sudah t idak bisa dielakkan lagi. maka juga t idak mau
campur tangan.
Orang tua she Hok Itu adanya memang berangasan,
ketika mendengar jawaban ketus itu, alisnya lantas
berdiri, tombak ditangannya segera meluncur keluar.
Gerakannya itu nampaknya bisa saja, sebetulnya
mengandung banyak t ipu serangan yang mematikan.
Kalau bukan lawannya, sulit untuk mengetahui. Ho Hay Hong putar balik tombaknya, senjata tombak
itu digunakan sebagai senjata ruyung, membabat
lawannya.
Orang tua itu terkejut , dengan cepat menarik kembali
serangannya. Ujung tombak menotol gagang tombak Ho
Hay Hong, dengan meminjam kekuatan tenaga
dalamnya, ia putar tombaknya dan menikam jalan darah
"Kie-hay hiat".
Menotok jalan darah dengan menggunakan ujung
tombak, meskipun itu merupakan gerak t ipu biasa, tetapi
dalam mata akhli, mengandung perbedaan sangat jauh.
Ujung tombak orang tua itu bergetar, hembusan angin
kuat meluncur mendahului ujung tombaknya, hal ini
benar-benar mengejutkan semua orang.
Ho Hay Hong mengangkat tombaknya, dengan satu
gerak t ipu yang dinamakan memancing ikan ditepi
sungai, ia menyambuti serangan orang tua itu, untuk
menjajaki kekuatan tenaganya.
Ketika dua tombak saling beradu, masing-masing
merasa lengannya kesemutan.
Wajah orang tua itu berubah seketika. Ia tidak sangka
bahwa lawannya yang masih muda dan belum mendapat
nama itu, ternyata mempunyai kekuatan tenaga
sedemikian hebat , hingga hampir saja nama baiknya
sebagai akhli tombak, hancur ditangannya.
Ia buru-buru kendalikan amarahnya, dengan ilmu
simpanannya ia menotok jalan darah Ho Hay Hong lagi.
Ho Hay Hong sebetulnya belum pernah belajar ilmu
tombak yang digunakan untuk menghadapi lawannya itu adalah perobahan dari pelajarannya ilmu silat "Kun hap
sam-kay".
Keistimewaan ilmu silat ini, terletak pada gerak
t ipunya yang sangat ruwet. Baik dengan senjata ringan
sepert i sepotong bambu maupun senjata yang beratnya
puluhan atau ratusan kati sepert i ruyung atau
sebagainya, digunakan sama-sama hebatnya.
Maka ket ika ia menghadapi kawanan pendeta gemuk
dirinya menggunakan bambu dulu, empat lawannya t idak
berdaya terhadapnya.
Ilmu silat "Kun hap sam kay," dapat menggunakan
senjata tombak yang dirobah menjadi senjata pedang,
dari pedang bila berobah menjadi senjata yang
merupakan alat tulis. Dalam keadaan bagaimanapun juga
t idak mempengaruhi kekuatan tenaga dan
kepandaiannya.
Dalam kalangan Kang ouw, umumnya ada suatu
pendapat yang sama. kalau menyaksikan orang
menggunakan senjata berat, di anggapnya orang itu
bertengkar besar. Kalau melihat orang menggunakan
senjata ringan, dianggapnya mempunyai gerak badannya
yang sangat lincah.
Tetapi t idaklah demikian dengan Ho Hay Hong. ia
sudah membuang pendapat semacam itu. Didalam
tangannya, sepotong bambu sama hebatnya dangau
sebatang ruyung besi.
Orang tua she Hok itu meskipun sudah lanjut usianya,
tetapi begitu mengeluarkan ilmu tombaknya dari
keluarga Hok, bagaikan harimau bersayap, begitu hebat ia menghujani serangan kepada Ho Hay Hong, hingga
anak muda itu hampir t idak bisa bernapas.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah dilalui, Ho
Hay Hong terus terdesak, kelihatannya sudah t idak
sanggup melawan senjata orang tua she Hok itu.
Mendadak semangatnya terbangun. sambil
mengeluarkan siulan nyaring, tombak ditangannya
mengeluarkan gerak t ipunya yang dinamakan bunga dan
daun berterbangan.
Gerak t ipu ini kelihatannya sangat ringan, t idak
bertenaga, dari luar dipandangnya sangat indah. Tetapi
orang tua she Hok itu t iba-tiba loncat kebelakang sambil
membatalkan serangannya, dan berseru:
"Benarkah kau datang dari gunung Ho-lan san ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia juga hent ikan serangannya
dan balas menanya.
"Apakah itu tidak benar?"
"Kau bohong, kau bohong, aku t idak percaya
omonganmu!" Demikian orang tua itu menggumam, dan
lantas berlalu, t idak mau melayani Ho Hay Hong lagi.
Semua orang dikejutkan oleh kejadian yang t idak
terduga-duga itu, sementara itu orang tua she Hok sudah
berkata lagi:
"Aku t idak akan bertempur dengan kau lagi, hitung-
hitung aku yang sial, telah bertemu dengan kau."
Ho Hay Hong bingung, ia t idak tahu apa sebabnya
set iap orang yang bertempur dengannya, pada sebelum
diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah,
lawannya sudah undurkan diri lebih dahulu. Cie lui Kiam khek menghampiri orang tua she Hok itu,
bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok locianpwee, kau sebetulnya melihat apa?"
Orang tua itu menggelengkan kepala, t idak menjawab,
hanya menggumam sendiri:
"Hitung-hitung aku yang sial, sudah jangan bicarakan
lagi."
Dengan t iba-tiba, seorang yang berdiri di atas dinding
tembok menyambung:
"Orang tua she Hok. kau t idak bisa menjatuhkan
lawanmu sudah tentu kau sial."
Semua orang heran atas kedatangan orang itu tetapi
t iada satupun yang kenal padanya.
Orang itu ternyata seorang lelaki pelajar setengah
umur. tampaknya pintar, ia mengenakan pakaian
panjang warna hijau dan topi seorang pelajar serta sabuk
hijau dipinggangnya.
Dengan tenang memperkenalkan dirinya.
"Sun hong Kow khek, inilah orangnya!"
Semua wajah orang ketika mendengar nama itu,
masing-masing mengunjukkan rasa terkejut Ho Hay
Hong yang menyaksikan perubahan sikap orang orang
banyak, segera mengetahui bahwa orang ini bukanlah
orang sembarangan.
Orang yang menamakan dirinya Sun-hong Kow khek
ini terkenal namanya karena cepatnya mendapat berita
apa saja. Bagi orang sudah biasa berkecimpung dikalangan Kang ouw, set idak-tidaknya juga sudah
pernah mendengar nama orang aneh itu.
Entah disebabkan hobbynya yang suka mencari berita,
atau sahabatnya yang banyak, nyatanya, segala berita
atau kejadian kejadian aneh dikalangan Kang ouw,
semua tidak lolos dari telinganya.
Oleh karenanya, tokoh rimba persilatan yang ingin
mencari kabar tentang suatu kejadian atau rahasia,
selalu minta pertolongan kepada orang aneh ini.
Sun hong Kow khek suka datang dan pergi sendiri,
tetapi mata-matanya banyak. Jangan dipandang luarnya
sepert i seorang pelajar, tetapi kalau ia sudah marah,
dengan cepat bisa mengumpulkan anak buahnya yang
set ia padanya.
Munculnya orang aneh secara mendadak itu, lagi pula
selagi orang banyak dalam keadaan kebingungan, benar-
benar sangat kebetulan. Orang tua she Hok itu segera
bergerak hat inya, ia kendalikan hawa amarahnya dan
bertanya kepadanya:
"Sun hong-jie. tanpa diundang hari ini kau datang
kemari, apakah kau hendak menjual rahasia Kampung
Setan?"
"Tepat ! Aku sudah tahu bahwa kau sudah lama
berpikiran demikian, maka hari ini aku sengaja datang
kemari. Maksudku ialah hendak menjual rahasia ini untuk
kutukar dengan sebuah barang !"
Ho Hay Hong mendengarkan dengan penuh perhatian,
sebab ia juga mengharap ada orang yang bisa membuka
rahasia yang meliput i Kampung Setan itu. Orang tua she Hok itu berkata sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Sudah lama aku dengar Sun hong Jie adalah seorang
yang rikuh terhadap barang pusaka tapi t idak rakus
terhadap harta kekayaan. Ucapan ini ternyata sedikitpun
t idak salah. Aku duga barang yang kau kehendaki itu
pastilah barang pusaka keturunan keluargaku yaitu
wasiat yang t idak bisa tembus senjata! Betul t idak ?"
"Orang tua she Hok, kau benar pintar, dugaanmu
sedikitpun t idak salah. Terus terang, aku kini sudah
bentrok dengan Lam-kiang Tay bong, kalau bukan baju
wasiatmu itu, aku t idak dapat menjamin jiwaku !"
Orang tua she Hok itu sejenak tampak ragu-ragu,
akhirnya berkata:
"Kau harus memberi penjelasan dulu, supaya aku bisa
menimbang: Rahasia apa yang hendak kau jual itu, ada
harganya untuk ditukarkan dengan baju wasiatku atau
t idak?"
"Dengarkan baik baik, dalam kampung setan ada dua
rupa barang yang t idak terduga-duga oleh manusia.
Pertama, pedang pusaka, kedua pelajaran ilmu silat dan
ketiga perempuan cant ik. Tiga rupa barang yang dapat
dilihat tetapi t idak bisa diambil ini, sudah cukup berharga
untuk ditukarkan dengan baju wasiatmu," kata Sun hong
Kow-khek sambil menganggukkan kepala.
Orang tua she Hok itu terkejut , katanya sambil
menggelengkan kepala.
"Sun hong jie, perkataanmu ini jelas sudah nyeleweng,
apa yang aku kehendaki adalah rahasia!" "Inilah rahasianya kampung setan, sebelum kedua
fihak mengadakan perundingan serius, sudah tentu aku
t idak bisa memberitakukan lebih banyak, agar t idak
membawa bencana bagi rimba persilatan."
Sun hong Kow khek terkenal dengan pekerjaannya
yang suka menjual rahasia. Set iap keterangan yang
sudah diberikan olehnya, ia bertanggung jawab
sepenuhnya, maka apa yang diucapkannya, tentu
merupakan keterangan yang sangat berharga.
Justru karena itu, maka orang-orang yang ingin
mengetahui kelanjutan dari rahasia yang akan dijualnya
itu, sering terjebak akalnya yang pandai lic in itu. Tiga
rupa barang yang disebutkan tadi, semua merupakan
barang yang paling disukai oleh orang-orang rimba
persilatan, maka daya penariknya juga lebih besar.
Jago tua she Hok itu mau t idak mau harus mulai
pert imbangkan masak-masak, karena baju wasiat itu
adalah barang keturunan keluarganya, ini merupakan
suatu barang yang sangat berharga baginya.
Tetapi rahasia mengenai kampung setan, sudah
beberapa puluh tahun menjadi pembicaraan orang-orang
rimba persilatan, dan selama itu belum pernah
terungkap, maka juga merupakan suatu rahasia yang
sangat penting.
Dua-dua sama sama berharganya, tetapi ia t idak bisa
mendapatkan dua-duanya. Kalau ia ing in
mempertahankan baju wasiatnya, ini berart i harus
melepaskan keinginannya untuk mendapatkan rahasia
yang sangat pent ing itu. Kalau ingin mencari tahu rahasianya kampung setan,
harus melepaskan baju wasiatnya.
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung jilid 3
Jilid 3
"ORANG tua she Hok itu kini benar-benar berada
dalam keadaan serba sulit ."
Hok Yam San yang masih muda, sudah t idak sabaran,
ia berkata kepada ayahnya dengan suara perlahan.
"Ayah kalau kau anggap ada harganya, t idak apalah
baju wasiat itu diberikan kepadanya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak sang ayah.
Sepasang alisnya mengerut , kedua tangannya dikepal
erat-erat , lama orang tua itu t idak bisa mengambil
keputusan.
Sun hong Kouw khek sudah t idak sabar menunggu,
katanya dengan suara lantang:
"Kau masih berat melepaskan baju wasiatmu, aku lihat
sudah saja, biar bagaimana aku tokh sudah biasa
keluyuran, t idak apalah aku jalan cuma-cuma."
Diolok-olok demikian, orang tua she Hok itu t iba-tiba
membentak:
"Baiklah, aku terima baik usulmu!"
Sehabis berkata demikian, ia buru-buru menghampiri
dan berkata lagi dengan suara perlahan: "Tetapi harus
ada syaratnya." "Apa syaratnya ?"
"Keterangan tentang dirinya!" berkata siorang tua she
Hok sambil menunjuk Ho Hay Hong, “ilmu tombak bocah
itu hebat sekali, tetapi aku t idak tahu dari golongan
mana? Aku hanya tahu bahwa ia ada hubungannya
dengan si kakek penjinak Garuda. Kau harus
memberitahukan padaku tentang asal usulnya, baru aku
bersedia menukarkan baju wasiatku!"
"Hok lo. kau keliru, dia adalah Tang-siang Su Cu, anak
murid Lam kiang Tay-hong."
"Apa?" bukan kepalang terkejutnya si orang tua she
Hok itu, "Jangan jangan kau yang salah, mana bisa dia
adalah Tang siang Su cu? Ah! Sungguh tak diduga Cie-
Lui Kiam khek telah mengadakan perhubungan dengan
Lam kiang Tay-hong, hm."
Ia percaya betul perkataan Sun hong Kow khek,
dengan langkah lebar ia menghampiri Cie lui Kiam-khek
dan berkata padanya:
"Su-to Tayhiap, maafkan daku, mulai hari ini, anakku
akan kubawa pulang. Sementara tentang jerih payahmu,
bila ada kesempatan aku nant i akan membalas budimu
ini."
Dengan menggandeng tangan anaknya, tanpa
menunggu penjelasan Su to Siang, lantas berlalu.
Perbuatannya itu bukan saja sangat mengejutkan Cie
lui Kiam khek, bahkan semua orang yang ada disitu juga
terheran-heran, mereka t idak tahu apa sebabnya jago
tua she Hok ini tidak senang terhadap Su to Siang. Cie-lui Kiam-khek mengawasi berlalunya jago tombak
she Hok bersama anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa,
kemudian alihkan pandangan matanya kediri Sun hong
Kow-khek dan bertanya dengan suara berat:
"Sun-hong Tayhiap, kau tadi sebetulnya berkata apa
kepada Hok lo enghiong?"
"Saudara Su to, kau seharusnya mengert i sendiri!"
jawabnya seenaknya, setelah itu, tanpa menant ikan
reaksi Cie lui Kiam khek, sudah berlalu dengan tergesa-
gesa menyusul jago tombak she Hok.
"Hok lo eng hiong rahasianya ini jangan sampai
tersiar, mari kita bereskan dirumahmu." demikian ia
berkata dengan suara nyaring.
Cie-Lui Kiam khek sangat marah, segera
memerintahkan anak muridnya yang masih berdiri
melanjutkan lat ihannya.
Ia merasa penasaran, karena tanpa sebab dituduh
orang yang bukan-bukan. Maka setelah memerintahkan
semua muridnya melanjutkan latihan, ia lantas balik
kekamarnya.
Tepat pada saat itu, puterinya, Su to Cian hui yang
pergi berburu dengan beberapa kawannya, sudah pulang
dengan membawa oleh oleh dari hasil buruannya.
Su to Cian hui mengikat kudanya dibawah pohon
kemudian menemui ayahnya.
"Ayah hari ini kita pergi berburu kedanau Lok Ing ouw,
menemukan banyak kejadian aneh !" Hawa amarah Su to Siang agak reda oleh kedatangan
puterinya. Dalam waktu singkat, wajahnya sudah
berubah berseri-seri.
"Kejadian aneh bagaimana? Coba kau ceritakan
kepada ayahmu!"
Pada waktu itu, empat kawan berburu Su-to Cian hui,
semua sudah turun dari kudanya masing-masing, anak
muda itu semua nampak sangat gemilang, mereka
membiarkan Su to Cian hui menyeritakan kepada ayah
nya, sedikitpun t idak mau mengganggu.
"Ayah, danau Lok ing-ouw telah berubah menjadi
danau perang," demikian Su to Cian-hui mulai dengan
penuturannya, "dalam waktu tidak ada setengah hari ini,
sudah beberapa puluh orang orang kuat dunia Kangouw
telah binasa."
"Apakah katamu? Ayah sedikitpun t idak mengert i.
Coba jelaskan." berkata Cie lui Kiam khek terkejut .
"Pagi-pagi sekali kita sudah berada di sana, tetapi
seorang tua berambut putih ternyata datang lebih pagi
dari pada kita. Orang tua itu duduk dengan tenang,
tangannya memegang sebatang kail. Kita merasa heran,
karena sekarang bukan waktunya memancing ikan,
semua penduduk dekat danau itu mengetahui itu, maka
kita lantas pada tertawa geli" demikianlah Su to Cian hui
melanjutkan penuturannya dengan wajah penuh
senyuman.
Tetapi ketika mengetahui dirinya diperhatikan Ho Hay
Hong, senyumnya yang menggiurkan lenyap dengan
segera. Dengan agak mendongkol matanya melotot dan
meneruskan penuturannya. "Kakek itu ketika mendengar suara tertawa kita
menoleh, sinar matanya lebih tajam dari pada manusia
biasa, hingga kita semua terperanjat dan berhent i
tertawa. Kakek itu lantas menanya kita: "Apakah kalian
suka melihat orang berkelahi?"
Kita semua mengert i bahwa dari sinar matanya yang
tua bersinar, kekuatan tenaga dalamnya pasti hebat.
Maka ket ika mendengar pertanyaannya, tentu ingin
menyaksikan apa sebetulnya yang akan terjadi. Kita
menjawab dengan gembira.
Orang tua itu dari dalam kepisnya mengeluarkan lima
buah kail, menyuruh kita berjongkok, meniru cara ia
memancing,
Lama kita menunggu, t idak lihat ada orang datang.
Kita mulai t idak sabar, dan baru hendak melanjutkan
maksud kita hendak berburu. Pada waktu itu, dalam hati
kita semua, sudah anggap Kakek itu past i orang gila, dan
kita telah tert ipu olehnya. Maka semua t idak
memperdulikannya, masing-masing hendak naik kuda
hendak pergi kelain tempat.
"Kakek itu t idak menyatakan apa apa, sikapnya selalu
dingin, seolah-olah menertawakan kita t idak mengert i
apa apa. Tetapi dan setelah kita hendak pergi mendadak
ia membuka mulut : "Oh" ! Aku lupa bahwa kalian hendak
berburu. Begini saja, karena aku sudah menyia-nyiakan
waktu kalian demikian lama, t idak usah kalian berburu,
aku akan menggant i kerugian kalian."
"Karena kita semua sudah anggap dia seorang gila,
maka ket ika mendengar ia berkata demikian semua t idak
menghiraukannya. Kakek itu nampaknya marah, ia
mendongakkan kepala, tampak dua ekor burung Garuda terbang berputaran diangkasa t idak mau pergi, Kakek itu
mendadak mengeluarkan siulan dari mulutnya, suara itu
sangat aneh, sepert i bernada tertentu.
Sungguh heran, ketika kita semua sedang dalam
keadaan keheranan dua ekor burung Garuda diangkasa
itu mendadak terbang turun dan hinggap diatas pundak
kakek itu.
"Mulut kakek itu mengeluarkan kata-kata yang t idak
mengert i apa maksudnya. Dua ekor burung Garuda itu
agaknya sangat menurut dan mengerti katanya, dengan
cepat terbang lagi keangkasa, kemudian mencari
beberapa banyak kawannya. Sebentar kemudian burung-
burung Garuda itu sudah berhasil menerkam beberapa
ekor burung Walet, Kakek itu kembali memerintahkan
seekor Garuda pergi kegunung Lam san, t idak lama
burung itu berlalu lantas balik kembali dengan membawa
hasil buruannya beberapa ekor binatang kelinci. Kita
t idak jadi berburu, semua berdiri terpaku oleh kejadian
aneh itu. Kau lihat , diatas kuda itu bukanlah banyak
binatang yang sudah mat i ? Tetapi semua itu, bukanlah
hasil berburu kita."
Cie-Lui Kiam khek mendengarkan penuturan puterinya
dengan sikap terheran-heran, beberapa kali ia ing in
menegur, selalu dicegah oleh puterinya.
"Setelah kita anggap sudah cukup," demikian Su to
Cian hui melanjutkan ceritanya, "kakek itu dengan
menggunakan suara aneh menyuruh burung Garuda itu
berlalu. Kembali ia suruh kita memancing ikan dengan
hat i tenang. Saat ini kita semua sudah tahu bahwa kakek
itu adalah seorang gaib maka t iada satupun yang berani
menentang kehendaknya. Kita mulai memancing lagi, tetapi dalam hat i masih
diliput i oleh perasaan heran, dengan cara bagaimana ia
dapat menjinakkan Garuda sehingga menurut
perintahnya ?
"Aku ingat ayah selalu dibikin pusing oleh burung
Garuda dalam kurungan itu, karena kakek itu mempunyai
ilmu menjinakkan Garuda, mengapa ayah t idak
mengundangnya datang kemari, untuk meminta
bantuannya? Selagi aku hendak menyatakan pikiranku
itu, kakek itu sudah dapat seekor ikan besar.
Kita semua telah menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, bahwa ujung kail kakek itu t idak ada tali dan
kailnya, ikan itu pasti terkena oleh kekuatan tenaga
dalamnya !"
"Kekuatan tenaga dalam kakek itu sesungguhnya
sangat mengherankan, aku coba minta padanya supaya
suka mengajarkan padaku cara mengail itu, tetapi ia
t idak menghiraukan permintaanku, dengan seenaknya ia
makan ikan itu mentah-mentah, hingga kita semua
memandangnya dengan mata terbuka lebar.
Kemudian, ia bercerita sambil makan ikannya, katanya
ia suka dengan lautan, karena hawa udaranya bersih. Ia
menasehatkan kita supaya makan ikan mentah, katanya
karena ikan mentah mempunyai khasiat luar biasa untuk
memelihara kekuatan tenaga dalam. Ia punya kebiasaan
makan ikan mentah itu, katanya sudah dimulai pada
beberapa puluh tahun yang lalu?
"Ceritanya sangat aneh itu, kita semua t idak
menghiraukan, kita hanya mengagumi dan heran akan
kekuatan tenaga dalamnya yang demikian hebat. Dit ilik
dari keadaan dan penghidupannya yang demikian sengsara, t idak mirip dengan seorang golongan tua yang
berkedudukan baik!
Sehabis makan ikan t iba-tiba g ilanya kumat lagi, kata-
katanya diputar balik t idak karuan, semakin t idak mirip
dengan orang tua dunia Kang ouw. Kita mencurigakan
keadaan pikirannya, mungkin terpukul oleh sesuatu
penderitaan bathin yang sangat hebat , sehingga berubah
menjadi demikian.
Lama ia bercerita dengan caranya yang gila-gilaan,
tetapi sedikit saja yang kita dengar.
"Apa katanya?" bertanya Ciu lui Kiam-khek dengan
sikap tegang wajahnya menunjukkan perhatiannya yang
besar.
"Ia kata bahwa ia pernah mempunyai seorang istri
yang cant ik. Semula, ia memuji kecant ikan istrinya,
kelakuannya, sangat baik tetapi t idak lama kemudian,
nadanya mendadak berubah, dengan t iba-tiba ia memaki
istrinya menyebutkan bangsat .
Ia menggambarkan bagaimana rendah sifat istrinya
itu, bagaimana telah menipu dirinya. Ia kata bahwa
istrinya itu menyanjungnya, mencintainya tetapi semua
itu adalah palsu semata-mata maksudnya ialah hendak
mendapatkan kepandaian ilmu silatnya.
Ia kata bahwa istrinya itu kelakuannya genit, sebelum
nikah padanya, dalam perutnya sudah ada kandungan,
dikatakannya bahwa anak kandungan itu adalah anak
haram, yang dipandang rendah oleh semua orang!"
Sebagai seorang gadis, ketika mengatakan itu, wajah
Su to Cian hai nampak kemerah-merahan. Ho Hay Hong yang sifatnya pendiam, mendadak
membuka lebar matanya dan berkata.
"Apakah dia sekarang masih berada di danau Lok eng
ouw?"
Cie-Lui Kiam khek terkejut. dalam otaknya, pemuda itu
sifatnya sangat pendiam jarang bicara, suka menyendiri,
kurang gembira. Tak diduga bisa terpengaruh pikirannya
sedemikian rupa.
Su to Cian hui tidak menghiraukan pertanyaan Ho Hay
Hong. Terhadap anak muda itu, agaknya ia t idak merasa
senang, set iap kali bertemu dengannya, selalu
dipandangnya dengan sikap menghina.
Cie-Lui Kiam khek mengetahui perasaan orang, ia
khawat irkan Ho Hay Hong t idak senang, maka lalu
berkata kepada putrinya : "Kau jawablah
pertanyaannya!"
"Kakek itu sudah lama pergi entah kemana." jawab
sang putri dingin.
Perasaan Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai tenang
kembali, ingatannya terbayang kejadian yang silam, di
mana tetamu yang t idak diundang itu telah memakinya
bagai anak haram dan lain-lainnya.
"Cian hui, teruskan ceritamu!" demikian Cie lui Kiam
khek pinta kepada putrinya.
"Sebentar kemudian, sekitar danau Lok ing ouw t iba-
t iba datang banyak orang Kangouw, diantara yang paling
menarik perhatian adalah empat nenek tua berpakaian
aneh yang rambutnya berwarna kuning, dan t iga laki laki tua berkumis pendek, yang mukanya sepert i orang
berpenyakitan."
Cie lui Kiam khek ketika mendengar penuturan itu,
wajahnya mendadak berobah, katanya:
"Itu adalah Kiu thian Kim Poh dan Song-bun Samlo!"
Su-to Cian hui t idak perhat ikan perubahan sikap
ayahnya, ia sedang waktunya belajar ilmu silat, banyak
urusan dalam rimba persilatan yang masih t idak
dimengerti.
Cie lui Kiam khek pikir bahwa kepandaian ilmu silatnya
sendiri apa bila dibandingkan dengan salah satu diantara
orang yang disebut oleh putrinya, masih selisih sangat
jauh.
Si nenek Kiu thian Kim poh Song-bun Sam lo,
semuanya adalah kawanan bangsa iblis dari t ingkatan
tua, sudah lama t idak terdengar kabar ceritanya, dan kini
mendadak muncul didanau Lok eng ouw yang kecil ini,
pasti akan melakukan gerakan yang t idak terduga-duga.
Diam-diam ia merasa sangat gelisah, salah-salah bisa
membawa akibat , bukan saja hancur lebur nama
baiknya, tetapi juga ludes semua rumah tangganya.
Sementara itu Su to Cian hui melanjutkan
penuturannya:
"Dengar Kiu-thian Kim Poh berkata, bahwa sudah lama
ia mengasingkan diri, semata-mata karena hendak
menyingkir dari musuhnya yang sangat kuat. Dan musuh
itu kini masih hidup atau sudah mati, baginya masih
merupakan suatu teka-teki dan membuat mereka selalu
merasa t idak aman. Maka mereka memaksa Song bun Sam lo memberikan
penjelasan, jikalau t idak mau, mereka berempat akan
turun tangan menyeburkan t iga laki laki tua itu kedalam
danau, supaya dibuat umpan oleh apa yang dikatakan
naga berkaki delapan"
Cie lui Kiam khek menarik napas lega dan berkata:
"Musuh Kiu thian Kim po adalah si-Kakek penjinak
Garuda yang namanya sangat kesohor, Ciao Hui
teruskanlah ceritakanlah!"
Ho Hay Hong juga mengunjukan sikap aneh, sambil
bertopang dagunya mendengarkan penuturan Su to Cian
hui, t iada seorang pun yang perhatikan dirinya, karena
semua perhatian ditujukan kepada gadis cant ik itu.
"Song bun Sam lo bersikap keras t idak mau memberi
keterangan," demikian Su to Cian hui melanjutkan
keterangannya, "akhirnya kedua pihak lantas bertempur
sengit, kepandaian Kiu thian Kim po lebih t inggi, dengan
kekuatan empat orang yang mengeluarkan seluruh
kepandaian masing-masing, dalam waktu sepuluh jurus
saja, sudah mengalahkan Song bun Sim lo. Namun Kiu
thian Kim po masih t idak berhati! memaksa
pecundangnya memberi keterangan, selagi hendak turun
tangan, kail kakek itu mendadak dipukulkan
kepermukaan air.
"Kita semua merasa heran, tetapi Kakek itu kadang-
kadang waras, kadang angot gilanya, kita t idak tahu
benar sebetulnya ia orang bagaimana. Perbuatannya
set iap kali membingungkan orang. Caranya memukul
tangkai kailnya kepermukaan air juga sangat aneh. Ia t idak berdiri, hanya setengah jongkok, hidungnya
saban saban mengeluarkan suara tetapi set iap memukul,
meskipun suaranya t idak keras, namun air danau itu
bergolak hebat .
"Tidak lama kemudian, air mancur keluar dari
permukaan danau, air mancur itu mencapai t inggi
setombak lebih, jelas bahwa dalam danau itu ada
siluman.
"Pada saat itu, seluruh perhat ian empat sekawan Kiu
thiau Kim poh ditujukan keair mancur itu, sementara itu,
t iga sekawan Song bun Sam lo sudah menggunakan
kesempatan itu melarikan diri.
Tetapi berjalan belum beberapa jauh, riwayat mereka
telah dibikin tamat oleh sebilah pedang terbang. Pedang
terbang itu bagaikan naga terbang, bisa bergerak cepat
sekali, dimana t iga sekawan itu bergerak. selalu diikut i
oleh pedang terbang itu, hanya beberapa gebrakan, t iga
sekawan itu sudah kalut dan t iga-tiganya tert ikam oleh
pedang terbang sehingga binasa.
Aku selamanya belum pernah melihat ada orang bisa
menggunakan pedang terbang, tak diduga pedang
sedemikian lincah, hingga aku diam-diam merasa kagum.
Orang yang menggunakan pedang terbang itu usianya
masih muda, mengenakan pakaian sutra, orang gagah
tampan. Begitu tangan anak muda itu menggapai,
pedang yang beterbangan diangkasa meluncur kedalam
tangannya.
Waktu itu aku berseru memberi pujian padanya, dan
anak muda itu membalas dengan sikap menghormat
sambil menganggukan kepala." Muka gadis itu kemerah-merahan, entah apa
sebabnya, ia sikapnya juga seperti bingung, biji matanya
yang bulat jeli berputaran, agaknya sedang
mengenangkan kembali kejadian yang menakjubkan itu.
Ho Hay Hong juga sedang berpikir keras, ia mengert i
bahwa pemuda baja sut ra yang digambar oleh Su to Cian
hui itu adalah suhengnya sendiri.
Kepandaian mengendalikan pedang itu hanya
gurunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san yang
mengert i, ia sendiri juga paham Ilmu pedang itu tetapi
t idak sepandai toa suhengnya. Sungguh t idak
disangkanya bahwa toa suhengnya juga sudah berada
ditempat itu.
Ilmu mengendalikan pedang itu memerlukan banyak
kekuatan tenaga murni, maka ia t idak sembarangan
menggunakan. Kini ketika menampak Su to Cian hui
mengunjukan sikap sangat kagum, diam-diam ia ing in
memberi pertunjukan di hadapan matanya.
Tetapi akhirnya ia masih bisa tahan diri, ia mengert i
bahwa keadaan diri sendiri pada waktu itu, t idak boleh
terlalu membanggakan kepandaiannya.
Tiba-tiba pikirannya tenang kembali, karena ia ingat
bahwa tujuan toa suhengnya adalah empat tukang
nangis, bukanlah t iga jago pedang.
Kedatangan toa suhengnya ditempat itu mungkin
hanya kebetulan saja, apa yang di khawatirkan adalah
sam suhengnya, karena tugas sam suhengnya yang
ketika itu justru mengancam jiwa t iga jago pedang.
"Kemudian" berkata lagi Suto Cian Hui. "Ia
menggunakan ilmunya pedang terbang mengejar empat tukang nangis, tetapi tidak berhasil, empat tukang nangis
itu sangat cerdik, begitu melihat gelagat t idak baik lalu
lari berpencaran keempat penjuru, sehingga pemuda
baju put ih itu t idak tahu mana satu yang harus dikejar,
dengan demikian ke empat-empatnya telah lolos.
Menurut keterangan kakek aneh itu, orang-orang itu
semuanya merupakan tokoh-tokoh terkenal dalam rimba
persilatan, biasanya menjagoi suatu daerah, kedudukan
mereka seolah-olah raja. Ket ika aku mendengar
perkataan itu, lalu menanyakan padanya, mengapa
demikian kebetulan, orang itu bertemu muka ditempat
itu?"
Wajah Cie lui Kiam khek nampak serius, t idak berkata
apa-apa juga t idak tertawa, ia hanya mendengarkan
sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Meskipun mulutnya t idak berkata apa-apa, tetapi
diam-diam sudah memuji bahwa pertanyaan itu sangat
tepat .
"Kakek itu t idak memberi jawaban jelas," berkata
gadis itu, "sebab-sebab pertemuan mereka Itu dikatakan
karena dirinya." Ia kata. "bahwa ia paling suka
menyaksikan pertempuran, semakin hebat semakin
menyenangkan. Kedatangan orang-orang itu semuanya
telah kena terpancing dengan berbagai akal muslihat
olehnya, akal apa yang di gunakannya itu, ia t idak mau
menerangkan."
Katanya sambil mengulap-ulapkan tangannya, "Bocah
jangan banyak tanya, lihat saja." Aku t idak berdaya,
tetapi dalam hat i sudah berpikir hendak menanyakan
sampai sejelas-jelasnya. Tidak diduga saat itu dari dalam
telah muncul mahluk aneh yang luar biasa besarnya, mahluk itu mempunyai delapan kaki dengan kukunya
yang runcing dan panjang, hingga aku yang sudah
ketakutan setengah mat i tak berani menanya lagi. Aku
berdiri tertegun ditepi danau."
"Tokoh-tokoh rimba persilatan itu t idak, lari dengan
munculnya makhluk aneh itu, hanya memandang dengan
pandangan mata aneh, kemudian menyerangnya dengan
berbagai senjata rahasia.
Semula aku kira orang-orang itu hendak
menyingkirkan mahluk berbahaya itu, tak disangka kakek
aneh itu lantas berkata sambil tertawa besar, katanya itu
adalah akal muslihatnya yang memancing para tokoh
rimba persilatan itu datang kemari, karena mereka
hendak memperebutkan barang pusaka, hingga akhirnya
baku hantam sendiri. Sambil tertawa girang, kakek itu
setelah menerangkan persoalannya lantas berkata:
"Benar saja, orang orang itu ketika mahluk aneh itu
menyelam lagi ke dalam danau, mereka lantas bertempur
dengan sengitnya, akhirnya sebagian besar telah binasa
tapi satupun tak ada yang mendapatkan barang pusaka
itu ."
Su to Cian hui mengakhiri ceritanya yang panjang,
semangatnya menyala-nyala, tetapi Ho Hay Hong entah
sejak kapan sudah berlalu dengan diam-diam.
Cie lui Kiam khek masih belum merasa puas, tanyanya
lagi.
"Apakah kau t idak menanyakan namanya Kakek yang
aneh itu?"
"Ia t idak mau menceritakan, aku juga t idak percaya." "Coba kau ceritakan ciri-cirinya orang tua itu!"
Su to Cian hui sudah mengetahui bahwa ayahnya
banyak perhat ian terhadap Kakek yang aneh itu. Maka
buru-buru berkata:
"Kepalanya memakai topi hitam lebar, pinggir topinya
menutupi sampai kealis matanya, hingga aku t idak bisa
melihat dengan tegas. Hanya menurut dugaanku,
usianya sudah lanjut , namun t idak nampak tanda-
tandanya sudah loyo, mungkin disebabkan kekuatan
tenaga dalamnya sangat sempurna."
"Orang aneh yang berkepandaian demikian t inggi, bisa
ketemu tapi t idak bisa dicari bagaimana kau abaikan
begitu saja?"
Su to Cian hui menundukkan kepala, "ayah, aku t idak
tahu kalau ayah ingin mengetahui hal ikhwal Kakek tua
itu sedemikian sungguh-sungguh."
Cie lui Kiam khek melihat putrinya bersedih. Ingin
menghibur dengan kata-kata, di luar dugaannya ada
orang berkata:
"Aaaaah. Aku ingat !"
Orang itu adalah kawannya Su to Cian Hui, katanya
dengan gembira:
"Aku lihat dibelakang telinganya ada sebuah tahi lalat
hitam, tahi lalat itu sangat kecil, kalau t idak diperhatikan,
susah di kenal!"
Harapan Cie lui Kiam khek buyar lagi. apakah tanda
tahi lalat itu dapat dikatakan ciri khas? Dasar anak-anak! Seorang lagi yang hendak menarik kudanya, sebelum
tangan menyentuh tali, t iba-tiba dibatalkan maksudnya
dan berkata dengan suara nyaring:
"Oh, aku juga ingat sepasang kakinya besar luar biasa,
t idak sesuai dengan tubuhnya!"
Su to Cian Hui seolah-olah baru ingat, ia
membenarkan ucapan itu:
"Benar, sepasang sepatu rumputnya di buat secara
khusus."
Cie-lui Kiam khek yang mendengar perkataan itu
mendadak membalikkan badan dan berseru: "Dia adalah
si Kakek penjinak Garuda!"
Suara itu mengejutkan semua orang yang ada disitu,
dapat mengert i sebab manusia gaib, yang namanya
menggemparkan dunia ini, segala sepak terjangnya
sudah banyak diketahui oleh hampir semua orang.
Cie lui Kiam khek t iba-tiba diliput i perasaan khawatir,
dengan seorang diri, tanpa berkata apa apa, lari masuk
kedalam kamarnya.
0odwo0
Musim kemarau, udara cerah.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong t iba didanau Lok-
ing-ouw.
Danau itu merupakan sebuah danau ciptaan alam,
t idak luas tapi airnya jernih. Bukit dan pepohonan yang
banyak disekitarnya pemandangan alam tempat ini
nampak makin indah. Ia menghitung jumlah bangkai manusia yang
berserakan disekitar danau, ternyata ada sepuluh lebih
banyaknya. Keadaan bangkai-bangkai itu sangat
mengenaskan kematian mereka menunjukkan mereka
dalam keadaan sangat penasaran itu, dalam hat inya
berkata:
"Jadi orang jangan terlalu serakah, dari tempat jauh-
jauh datang kesini, perlunya hanya memperebutkan
barang pusaka, tidak tahunya kehilangan jiwa !"
Beberapa ekor burung elang, terbang rendah
berputaran diatas danau dengan sikap yang
menjemukan.
Ho Hay Hong merasa t idak enak melihat
pemandangan yang mengerikan itu. dibuatnya liang
kubur, untuk mengubur semua jenazah.
Dengan langkah lambat-lambat ia berjalan menuju ke
tepi danau, matanya t iba-tiba tertarik oleh sapu putih
yang terletak ditanah. Dipungutnya sapu itu, di salah
satu ujung terdapat sulaman huruf Su To Cian Hui.
Ia tahu bahwa sapu itu milik Su-to Cian Hui, lalu
dimasukkannya kedalam sakunya, supaya dapat
dikembalikan kepada pemiliknya.
Hatinya berdebar, demi merasa bagaimana nant i harus
mengembalikan sapu itu? Sejak kanak-kanak ia hidup
diatas gunung yang sunyi, belum pernah bergaul dengan
gadis, pikiran yang bukan-bukan, menciptakan suatu
lamunan yang indah.
Sehingga ia melupakan tugas yang diberikan oleh
gurunya, duduk ditepi danau, kepalanya menengadah,
memandang awan diangkasa. Pada saat itu, empat laki-laki berpakaian baju panjang
berjalan menghampiri, satu di antaranya ketika melihat ia
duduk seorang diri ditepi danau, seolah-olah sedang
memikirkan sesuatu, lantas menegurnya:
"Hai, sahabat , bolehkah aku numpang tanya, kita
adalah orang orang dari golongan Kawa kawa !"
Ho Hay Hong menoleh, ketika pandangan matanya
beradu dengan pandangan mata empat orang itu,
mengert ilah ia bahwa empat orang itu memiliki kekuatan
tenaga dalam lagi sudah cukup sempurna. Ia lalu
menganggukkan kepala dua kali dan tertawa.
Orang-orang itu melihat sikap Ho Hay Hong sepert i
t idak ambil perhatian, lalu berkata lagi:
"Kita semua adalah orang orang dari golongan Kawa-
kawa."
"Ada keperluan apa ?" tanya Ho Hay Hong singkat.
Karena Ho Hay Hong t idak mengunjukkan rasa
terkejut ketika mendengar disebutnya nama golongan
kawa-kawa, empat orang itu merasa heran. Satu
diantaranya berkata pula:
"Sahabat adalah orang dari kalangan rimba persilatan,
pasti pernah dengar nama "Siang tok Ok sat" dua kepala
bagian hukum golongan Kawa kawa, Siaotee ingin minta
sedikit keterangan tentang kedua tongcu itu, bolehkah
kiranya sahabat memberitahukan kepada kita?"
"Aku t idak tahu!" jawabnya tetap singkat. Orang itu
marah, katanya sambil tertawa "Numpang tanya, sahabat
dari golongan mana ?" Ho Hay Hong t idak menghiraukan, karena ia t idak
mengert i segala peraturan dunia Kang ouw.
Ia hanya tertawa menyeringai, lalu mengambil sebuah
batu kecil dan dilemparkannya kedalam danau.
Perbuatannya itu sebetulnya t idak di sengaja, tetapi
dimata empat orang itu, lalu wajah mereka berubah
seket ika, dengan serentak berkata:
"Ow, sahabat kiranya adalah dari golongan "Lempar
batu", maafkan kita!"
Golongan lempar batu merupakan salah satu golongan
persilatan, karena ketuanya Giam kiam Sian beng
mempunyai kesukaan melemparkan batu kedalam air,
hingga golongan yang dipimpinnya mendapat nama
Lempar batu.
Tentang golongan Lempar batu ini, mempunyai kisah
yang sangat unik. Kabarnya ketua Lempar batu dahulu
mempunyai kekasih yang mati bunuh diri kedalam sungai
Chim kim Sian seng yang merasa sedih dan sudah
menyatakan keset iannya terhadap kekasihnya, telah
mendirikan satu partai persilatan yang dinamakannya
golongan Lempar batu.
Seluruh tenaganya dicurahkan untuk membangun
golongannya, hingga dalam waktu singkat golongan
lempar batu itu sudah mendapat nama baik dikalangan
Kang Ouw.
Tanda rahasia pengenal antara anggotanya ialah
dengan isyarat melemparkan batu kedalam air, maka,
empat orang itu ketika menampak Ho Hay Hong
melemparkan batu kedalam danau dianggapnya telah
menunjukkan golongannya. Golongan Kawa-kawa yang memang t idak akur
dengan golongan lempar batu, dengan sendirinya wajah
mereka sama berubah.
Namun demikian, empat orang itu ternyata masih bisa
kendalikan perasaan masing-masing. Sebelum tahu
benar keadaan yang sebenarnya, juga t idak berani
bert indak lancang.
"Sahabat adalah orang gagah dari golongan Lempar
batu, tentunya mengetahui jelas jejak dua tongcu kita
Siang tok Ok sat , sudikah kiranya sahabat memberi
petunjuk." demikian berkata.
"Siapa itu Siang tok Ok sat? Aku belum pernah
melihat?" demikian Ho Hay Hong balas menanya.
"Sahabat jangan berlagak nama Siang tok Ok sat
sangat kesohor, mereka adalah orang-orang terkemuka
dari golongan kita, siapa yang pernah berkecimpung
dalam kalangan Kang ouw, t iada yang t idak kenal
mereka. Terutama tanda khas mereka yang merupakan
daging lebih diatas jidat mereka hampir semua orang
tahu, termasuk anak anak dan kaum wanita, hanya
sahabat"
Ho Hay Hong t iba t iba ingat sesuatu, belum lagi
selesai keterangan orang itu. ia sudah berkata:
"Keteranganmu ini, telah mengingatkan aku, kiranya
adalah dia."
Ia masih ingat dua orang yang mempunyai ciri
istimewa itu, ketika mengubur para korban angkara
murka yang mati konyol itu. Karena ciri dua orang yang
istimewa itu, telah memberi kesan sangat dalam, tak
diduga bahwa dua orang itu adalah yang mereka cari. "Harap sahabat lekas memberi keterangan." demikian
orang itu memotong.
"Kalian t idak perlu mencari lagi, mereka berdua sudah
binasa."
Empat orang itu terkejut .
"Sudah binasa? Siapa yang membunuh mereka
Sahabat , mungkinkah itu perbuatanmu sendiri? Tempat
ini hanya kau seorang diri kematian mereka t idak
terlepas dari perbuatanmu !"
Seorang diantaranya membentak dengan suara keras:
"Kalau benar mereka sudah binasa, jenazahnya
seharusnya ada !"
"Aku sudah mewakili kalian untuk menguburnya."
berkata Ho Hay Hong agaknya t idak senang, ia sudah
payah menggali lobang dan menguburnya, tapi malah
ditanya secara demikian kasar.
Dengan sikap dingin ia memandang muka orang yang
nampaknya bengis itu. Dalam hat i ia merasa
mendongkol, karena empat orang itu dianggapnya sudah
mengganggu ketenangannya.
Maka ia lantas bangkit , tanpa mengeluarkan sepatah
kata lagi, berjalan meninggalkan mereka.
Dengan t iba-tiba, ia merasakan belakang badannya
sepert i kesambar angin, seolah-olah barang berat
menghantam dirinya. Dengan cepat ia membalikkan
badannya, orang-orang itu ternyata sedang menyerbu
padanya sambil mengirim dua kali serangan. Kemudian
terdengar suara bentakan orang itu: "Membunuh orang harus gant i jiwa. Sahabat dari
golongan Lempar batu, kau jangan berlalu se enaknya !"
Ho Hay Hong menyambut ! serangan orang itu, ia
merasakan bahwa serangan itu sangat berat , maka buru
buru mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan balas
menyerang.
"Kau mau apa?" demikian tegurnya.
Orang itu setelah menyambut i serangan Ho Hay Hong,
kakinya t idak bisa berdiri tegak dan mundur dua langkah.
Dalam waktu segebrakan saja sudah tampak siapa
yang lebih unggul dalam mengadu kekuatan itu.
Orang itu perdengarkan suara tertawanya memanggil
t iga kawannya supaya mengeroyok Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong berdiri tegak, matanya menatap wajah
empat lawannya, sikapnya sedikitpun t idak
mengunjukkan rasa takut .
Untuk kedua kalinya ia mengadu kekuatan dengan
tokoh rimba persilatan daerah Tionggoan. Sekalipun
dalam hat i, merasa agak tegang, tetapi sifat
pembawaannya yang tenang dan pendiam membuat
perasaan tegangnya itu sedikitpun t idak tampak diluar.
Ia tahu benar bahwa dalam rimba persilatan daerah
Tionggoan, terdapat banyak orang kuat .
Tetapi ibarat besi, makin digembleng makin keras,
maka ia berusaha mengendalikan perasaannya.
Dia juga tahu bahwa didaerah Tionggoan banyak
sekali partai atau golongan persilatan, siapa terlibat
dalam pertikaian dengan mereka, t idak mudah dibereskan. Tetapi ia toh sudah terlibat , apa hendak
dikata? Apakah harus diam saja menunggu kematian?
Empat kawanan dari golongan Kawa-kawa itu masing
memberi isyarat dengan mata. Selagi hendak bergerak
mengeroyok Ho Hay Hong, dari sebelah barat danau Lok
ing ouw muncul lagi serombongan orang-orang Kang
ouw.
Orang itu berjumlah delapan orang, semuanya
mengenakan pakaian seragam warna oranye.
Empat kawanan dari golongan Kawa-kawa ketika
melihat kedatangan orang-orang itu, lantas
menghent ikan serangan. Mereka berkata dengan nada
suara dingin:
"Bagus, orang gagah dari Lempar batu kini sudah
datang semua."
Mendengar perkataan demikian, delapan orang itu
terheran heran, mereka saling berpandangan. Salah satu
diantaranya, seorang t inggi besar yang bert indak selaku
pemimpin rombongan, lantas menyahut !
"Tidak disangka sahabat-sahabat dari golongan Kawa-
kawa juga turut campur tangan dalam urusan ini !"
Seruan orang itu amat nyaring. Dalam suasana yang
sunyi itu, suara itu sampai menggema keempat penjuru.
Orang-orang dari golongan Kawa-kawa t idak mau
menyerah mentah-mentah, katanya sambil tertawa
terbahak-bahak.
"Orang kata bahwa golongan Lempar batu sangat
kokoh persatuannya, paling suka main keroyok.
Nampaknya itu benar. Begitu melihat sahabat ini berada dalam kesulitan, kalian lantas muncul secara rombongan.
Barangkali sahabat ini tadi sudah melepaskan tanda
bahaya untuk mendatangkan bala bantuan!"
Mendengar perkataan itu, mata delapan orang dari
dalam golongan Lempar batu semua ditujukan kepada
Ho Hay Hong. Kepala rombongan yang t inggi besar itu
berlaku agak hat i-hati. ia perintahkan kawan-kawannya
supaya jangan berlaku gegabah, sedang ia sendiri lantas
menghampiri Ho Hay Hong dan berkata:
"Apakah sahabat pernah menyatakan kepada mereka,
orang dari golongan Lempar batu?"
"Aku t idak pernah menyatakan demikian." jawab Ho
Hay Hong.
Orang-orang itu anggukkan kepala, nada suaranya
mendadak berubah serius.
"Kalau begitu, bolehkah aku ingin tahu. nama sahabat
yang mulia?"
"Aku bernama Ho Hay Hong."
"Apakah kau orang Kang-ouw, orang paling t idak
senang terhadap yang suka mengaku atau menyaru diri
sebagai sembarang golongan. Aku lihat usiamu masih
muda, pulanglah untuk berlatih beberapa tahun lagi."
"Tidak perlu dengan nasehatmu." menjawab Ho Hay
Hong, t idak senang.
Orang t inggi besar itu terkejut , agaknya t idak
menduga bahwa anak muda itu sedemikian berani, juga
belum pernah ada orang yang dengan cara demikian
menjawab perkataannya. Hawa amarahnya t imbul
seket ika sambil tekuk muka asam ia berkata lagi: "Aku adalah si Lengan besi, sering bergerak
disepanjang sungai Ho siok, saudara-saudara didaerah ini
semua menyebut aku toako, apakah kau pernah
dengar.?"
"Aku belum pernah mendengar namamu," jawab Ho
Hay Hong tegas.
Jawaban itu sebetulnya t idak ada mengandung
maksud memandang rendah. Karena sebagai pendatang
baru didaerah Tionggoan sebetulnya t idak banyak yang
diketahuinya. Tak diduga jawaban itu dianggap oleh si
Lengan besi sebagai satu hinaan, membuat ia semakin
naik pitam.
Sambil mundur ia mengeluarkan perintah kepada
kawan kawannya: "Tangkap."
Mendengar perintah itu, empat diantaranya lantas
bert indak maju.
Empat orang dari golongan Kawa-kawa dengan
serentak mencegah.
"Tunggu dulu, orang ini adalah musuh kita,
seharusnya diserahkan kepada kita."
Seorang diantaranya dengan cepat bergerak
kesamping Ho Hay Hong, berusaha menyambar
tangannya.
Ho Hay Hong hanya memiringkan tubuhnya dengan
kaki tanpa menggeser dari tempatnya, telah berhasil
mengelakkan sambaran tangan orang itu.
Kejadian itu disaksikan oleh semua mata, hingga
orang-orang dari golongan Lempar batu t idak berani
berlaku sembarangan lagi. Sambil perdengarkan ketawa dingin, orang t inggi
besar itu berkata.
"Tak kusangka kau juga mempunyai kepandaian yang
berarti."
Ia melangkah maju satu langkah, tangannya diulur, ia
t idak menyerang Ho Hay Hong, sebaiknya sudah
mendorong mundur orang golongan Kawa kawa yang
berdiri di samping, sehingga mundur t iga langkah.
Kekalutan lantas terjadi, empat orang dari golongan
Kawa kawa meninggalkan Ho Hay Hong, semuanya
menyerbu orang-orang dari golongan Lempar batu.
Orang-orang dari dua golongan itu, biasanya memang
sudah tidak akur.
Maka bila t imbul sedikit kesalahan faham. Dengan
demikian, Ho Hay Hong malah t idak dihiraukan mereka.
Namun demikian, ia t idak berani berlaku gegabah, ia
tahu bahwa, orang-orang itu bertempur karena
memperebutkan dirinya. Kalau pertempuran itu selesai,
akhirnya pasti t idak menguntungkan dirinya.
Selagi pertempuran berangsur siorang t inggi besar itu
mendadak keluar dari kalangan. Dengan tergesa-gesa ia
menghampiri Ho Hay Hong. Selagi hendak turun tangan
menangkapnya, mendadak ia ingat sesuatu hingga ia
membatalkan maksudnya dan berkata.
"Bocah she Ho, sudah berapa lama kau datang
kemari?"
"Kira kira setengah jam berselang." jawabnya terus
terang. "Apakah kau pernah melihat seorang tua berhidung
merah lewat disini?"
"Dia sudah mati."
Orang t inggi besar itu lompat berjingkrak-jingkrak.
"Benarkah ucapanmu ini?"
Ho Hay Hong t idak menghiraukan lagi karena ia
selamanya t idak suka banyak bicara. Set iap kali buka
mulut , kata-katanya sangat singkat, seolah olah enggan
bicara.
Orang t inggi besar itu t idak kecewa menjadi seorang
Kang ouw ulung, sebentar kemudian sudah tenang
kembali, dengan sinar mata dingin menatap wajah Ho
Hay Hong katanya lambat-lambat.
"Dimana jenazahnya? Heh, ini bohong semua!
Tahukah siapa dia? Dia adalah si Kakek hidung, merah
yang namanya sangat tersohor!"
Dalam otak Ho Hay Hong terbayang satu gambaran si
Kakek hidung merah yang dikatakan kesohor namanya
itu, telah rebah menggeletak ditanah dengan badan
mandi darah, seperti babi disembelih.
"Betapapun kesohornya, dia sudah kukubur dengan
tanganku sendiri!" berkata Ho Hay Hong dengan nada
dingin, tangannya menunjuk kesuatu tempat yang
tanahnya agak menonjol, "kalau kau t idak percaya,
lihat lah sendiri!"
Orang t inggi besar itu membuka lebar matanya.
Setengah percaya setengah t idak ia menatap wajah si
anak muda, kemudian dihampirinya tempat yang ditunjukkan oleh Ho Hay Hong, ia mengeluarkan
goloknya dan menggali tanah.
Sebentar kemudian, ia telah dapat menyaksikan
semua bangkai yang tertumpuk dalam liang kubur, juga
mengetahui segala-galanya.
Kembali ia pentang lebar matanya, bagaikan seorang
gila ia berteriak-teriak:
"Aha! Semua ini adalah orang orang kenamaan?"
Kemudian ia berdiri bagaikan patung, matanya
ditujukan kesemua bangkai, katanya kepada diri sendiri:
"Dia adalah Thian-san Jiesiu., dia adalah Sin gan Ie-iu.dia
adalah Kau hu Long-t iap, bangsat cabul ini akhirnya mati
juga. Dia adalah Bu eng Koay tiap Aia! Siang toa Ok sat
juga ada disini, pantas orang orang golongan Kawa kawa
semua datang kemari. Ow! Kasihan Kakek kidung merah
kalau pangcu mengetahui kematiannya, entah
bagaimana sedihnya"
Ia berdiri terpaku, pikirannya kalut , matanya menatap
wajah Ho Hay Hong, pemuda pendiam itu masih tetap
berdiri ditepi danau.
"Bocah she Ho, apakah orang orang ini semua, kau
yang membunuh.?"
Sikap Ho Hay Hong tetap dingin, acuh tak acuh.
Karena t idak mendapat jawaban, orang t inggi besar
itu murka, katanya dengan sengit:
"Sudah pasti kau yang bunuh, bocah she Ho, kau
benar-benar satu iblis kejam bertangan ganas !"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sudah t idak
asing bagi orang t inggi besar itu: "Roboh !" Kemudian disusul oleh suara jeritan yang mengerikan,
empat orang dari golongan Kawa-kawa telah rebah
binasa semua.
Orang t inggi besar itu kegirangan. Dengan cepat ia
berpaling. Tampak olehnya seorang tua berpakaian
warna kelabu, bersama t iga anak muda berpakaian
warna merah, berdiri disamping bangkai empat orang
golongan Kawa-kawa tadi.
Orang tua berpakaian kelabu itu wajahnya pucat pasi,
rambutnya putih meletak.
Dengan cepat orang t inggi besar itu menghampiri dan
berlutut dihadapan orang tua itu, memberi hormat.
Saat itu, semua orang dari golongan Lempar batu
turut berlutut . Setelah orang tua itu memberi perintah,
orang-orang itu baru berani berdiri lagi.
Orang tua itu sikapnya dingin, t iga anak muda baju
merah itu masing-masing membawa pedang, berdiri
tanpa bergerak disekeliling si orang tua.
Dari sinar matanya yang tajam, meski usia mereka
masih muda, tetapi dapat diduga bahwa kekuatan tenaga
dalam mereka sudah cukup sempurna.
"Pangcu, Kakek hidung merah sudah binasa ?"!
demikian orang t inggi besar itu memberi laporan kepada
pangcu, atau ketuanya.
Orang tua berambut putih itu adalah Chiu kiam Sian
seng, yang namanya sangat kesohor dikalangan rimba
persilatan. Tiga pemuda baja merah yang berdiri
disampingnya adalah t iga pelindung hukumnya, nama
gelar mereka adalah Anak sakt i berbaju merah. Seluruh kepandaian t iga anak muda itu, diperoleh
mereka dari pelajaran Chin kiam Sian -seng . Meski usia
mereka masih muda-muda tetapi kepandaian ilmu
silatnya sudah hebat . Sikap Chin kiam Sian seng masih
tetap dingin tetapi dalam hatinya merasa pilu. Ia berdiam
sejenak baru berkata:
"Kalau begitu, kalian mundur dulu!"
Orang t inggi besar itu menurut , ia mengangkat
jenazah Kakek hidung merah, dengan menggunakan kaki
ia menguruk lagi jenazah yang lainnya, kemudian
mengundurkan diri bersama kawan-kawannya.
Chin kiam Sian seng berpaling dan berkata kepada Ho
Hay Hong:
"Menurut laporan orang-orangku, kaulah yang
membunuh Kakek hidung merah dan lain-lainnya?"
"Kau salah, ketika aku t iba disini, orang-orang itu
sudah mati semua," jawab Ho Hay Hong.
"Aku bertindak, selamanya t idak menyusahkan orang
baik. Taruh kata bukan kau yang membunuh, tetapi
kejadian ada sedemikian kebetulan, justru kau t iba
ditempat ini dengan sendirinya menimbulkan orang
curiga. Sekarang kau ikut ilah aku pulang, nant i setelah
urusan menjadi jelas. Aku akan kau membebaskan lagi!"
"Aku masih ada urusan pent ing, maaf t idak dapat
memenuhi permintaanmu.!"
Mendengar jawaban itu, Chin kiam Sian seng merasa
t idak senang, dengan tenang ia berkata:
"Kalau begitu, aku terpaksa berlaku kasar terhadap
kau sahabat kecil." Dengan satu isyarat, t iga pemuda baju merah itu
sudah mengerti, masing-masing maju t iga langkah sambil
menghunus pedang masing-masing, lambat menghampiri
Ho Hay Hong.
"Apakah kau hendak menangkap aku?" tanya Ho Hay
Hong.
"Keadaan memaksa, mau t idak mau harus bertindak
demikian, harap sahabat kecil maafkan!"
Kata-katanya itu meski sangat sopan, tetapi Ho Hay
Hong tetap t idak senang.
"Tunggu dulu, aku t idak membawa senjata, kalau
tertangkap olehmu, aku sangat penasaran, kalau kau
mau berkelahi, tunggu aku ambil senjata dulu!"
"Baik, kuterima baik permintaanmu, lekas ambil
senjatamu! Aku percaya padamu!" menyahut Chiu-kiam
Sianseng sambil menganggukkan kepala.
Sebetulnya ia juga tak usah takut kalau anak muda itu
kabur, karena daerah seluas beberapa ratus lie ditempat
itu, semua merupakan daerah kekuasaannya golongan
Lempar batu. Kalau Ho Hay Hong hendak kabur past i
t idak terlepas dari mata-mata golongan Lempar batu.
Lagi pula, Chin kiam Sianseng bisa melihat muka
orang. Dari potongan muka Hu Hay Hong, ia sudah tahu
bahwa pemuda itu seorang jujur, bukan bangsa penipu,
maka ia membiarkannya pulang untuk mengambil
senjata.
Ho Hay Hong sendiri juga t idak ingin kabur, ia
mengert i bahwa seorang ketua dari satu golongan, past i
mempunyai kepandaian yang berarti. Kalau t idak berhat i-hat i. susah bagi dirinya sendiri, maka ia segera teringat
pedang Garuda sakt inya, yang disimpan diatas penglari,
ia hendak menguji kepandaiannya sendiri dan pedang
sakt i itu terhadap Chiu-kiam Sianseng.
Sebetulnya ia ingin ikut Chin kiam Sianseng pulang
kemarkasnya, karena ia memang bukan pembunuhnya.
Bagaimanapun juga peristiwa pembunuhan itu akhirnya
tokh akan ketahuan. Pada akhirnya Chin kiam Sianseng
pasti akan membebaskan dirinya. Tetapi hal demikian
menyulitkan tujuannya sendiri karena jejak si Kakek
penjinak Garuda masih belum diketahui. Kalau ia t idak
berhasil menemukan jejak seorang tua itu, ini berarti
kematian baginya,
Ia harus sayang waktu, maka meskipun menghadapi
musuh kuat ia juga harus berlaku sabar. Satu hari sebab
musabab kematian si Kakek hidung merah itu belum juga
terang, itu berarti jiwanya masih berada dalam ancaman.
Dalam waktu yang sangat singkat itu, ia sudah
mengambil keputusan, lebih baik binasa dibawah
pedang, t idak suka racun dalam tubuhnya mengakhiri
riwayat hidupnya.
Lagipula, ia sudah bertekad mengadu jiwa, hendak
menguji kepandaiannya dengan jago-jago daerah
Tionggoan.
Dalam waktu sekejap Ho Hay Hong sudah t iba di
gedung Cie lui Kiam khek. Benaknya sudah di penuhi
oleh bayangan pedang dan golok, telinganya seolah-olah
mendengar dengungan orang-orang yang berteriak-
teriak. Sudah lama ia berhasrat hendak menguji
kepandaiannya dengan tokoh-tokoh daerah Tionggoan,
tak diduganya bahwa hasrat itu kini akhirnya telah
terbukt i menjadi kenyataan.
Dengan tenang ia berjalan keruangan tamu, selagi
hendak membelok ke kamarnya, dalam ruangan tamu itu
ia menampak banyak tamu dari kalangan Kang ouw.
Cie lui Kiam khek bangkit dari kursinya, dan berkata
sambil tersenyum:
"Saudara muda ini adalah Ho siaohiap, Ho Hay Hong."
Ho Hay Hong merasa heran, ia t idak mengert i apa
sebabnya Su to Siang begitu menghargai dirinya, lantas
memperkenalkan kepada tamunya? Apakah sebelum
sampai, tuan rumah itu sudah banyak menceritakan
tentang dirinya ?
Dengan pikiran masih diliput i berbagai pertanyaan, ia
menganggukkan kepala kepada para tamu, sikapnya
sangat sopan.
"Kepandaian ilmu silat Ho siaohiap t inggi sekali."
demikian tuan rumah berkata pula. "Dengan satu kali
pukul, ia telah berhasil memukul mundur empat kawanan
jahat . Kejadian ini perlahan-lahan menjadi buah tutur di
kalangan Kang ouw.
"Aku kira diantara tuan-tuan pasti sudah ada yang
pernah bentrok dengan empat kawanan jahat itu, hingga
tahu benar kepandaian mereka. Dengan kepandaian ilmu
silatnya yang luar biasa, Ho siaohiap sekaligus sudah
mengalahkan empat manusia jahat itu, t idak percuma ia
menjadi muridnya gurunya ternama !" Ho Hay Hong berpikir, mengapa Su to Siang
mendadak menjunjung t inggi diriku demikian rupa?
Apakah ia ada mengandung maksud tertentu ?.
Sementara itu, tujuh atau delapan tamunya itu sudah
menganggukkan kepala sambil berkata:
"Benar, empat kawanan manusia jahat itu sudah lama
malang melintang dikalangan Kang ouw, mereka masing-
masing mempunyai kepandaian dan keistimewaan
sendiri-sendiri. Ho siaohiap dengan seorang diri berhasil
mengalahkan mereka. Benar-benar sangat
mengejutkan!"
Ketika bicara demikian, para tamu itu mengunjukkan
sikap kagum mereka.
"Ho laotee, marilah kuperkenalkan," berkata Cie lui
Kiam-khek. "Ini adalah Hok Yauw, yang mempunyai
gelaran si "Kipas besi". Ini adalah Song Sie, yang
bergelar si "Ayam Emas. Ini adalah Giok hu Kie su, ini
adalah empat serangkai dari keluarga Liong. Tuan-tuan
ini semuanya adalah tokoh-tokoh terkenal dalam rimba
persilatan, dan bersahabat dengan erat denganku.
Sesungguhnya aku jarang mendapat kesempatan
berkumpul bersama-sama seperti hari ini, maka itu, kau
jangan malu-malu, kita semua bukan orang luar."
Si Ayam emas Song Sie, jidanya lebar, dahinya
menonjol, bibirnya t ipis dan panjang, kalau bicara
mempunyai kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala,
benar juga mirip dengan ayam jago.
Orang tua ini seolah-olah sudah kenal lama dengan Ho
Hay Hong, bicara baru beberapa patah, sudah mengajak Ho Hay Hong keluar pintu dan berkata padanya dengan
suara perlahan:
-oo0d-w-0oo-
Bersambung Jilid 4
Jilid 4
"AKU DENGAR So hong Kowkhek katakan adalah
muridnya Lam kiang Tay bong, Tang Siang Su cu. Namun
sangat terkenal didaerah perbatasan, hampir semua
orang tahu. Aku juga pernah dengar namamu. sayang
t idak mendapat kesempatan bertemu muka denganmu,
tak didugaha, ha, dengan terus terang, terhadap Lam
kiang Tay-hong, aku sendiri t idak mempunyai ganjalan
apa-apa dengannya, semua saling mengerjai, mengapa
kita bisa bersahabat ?"
"So hong Kow khek omong kosong, kau jangan
percaya padanya!" berkata Ho Hay Hong.
"Akh, saudara Ho. kau t idak perlu mengelabui aku,
aku tahu bahwa saudara Su to mempunyai anggapan lain
terhadap Lam kiang Tay bong mungkin ada sedikit
ganjelan. Tetapi kau t idak perlu gusar, Lam kiang Tay
bong adalah orang besar. Lama kelamaan, pandangan itu
pasti bisa berubah sendiri. Selama waktu ini kau juga
t idak perlu mengadakan pertanyaan apa apa. Nant i
setelah anggapan saudara Su to berobah, baru mencari
jalan yang sebaik-baiknya, aku pasti melindungi
rahasiamu." Ho Hay Hong diam-diam merasa heran, entah apa
sebabnya Sun hong Kow khek mengatakan dirinya Teng
siang Su Cu murid Lam kiang Tay bong?
Dia pikir Sun hong Kow khek pasti salah paham.
Kesalahan paham ini Tampaknya t idak mudah dijelaskan
hanya dengan sepatah dua patah kau saja. ia terpaksa
menganggukkan kepala, membiarkan si Ayam emas
mengoceh sendiri.
Si Ayam Emas ini betul-betul suka mengobrol,
mulutnya t idak berhent i mengoceh sendiri sehingga Ho
Hay Hong merasa sebal. Ia tahu bahwa orang she Hong
ini sangat ingin bersahabat terhadap dirinya, hingga ia
mau menduga bahwa Lam kiang Tay-hong itu past i
orang berkepandaian luar biasa.
Kalau t idak, t idaklah mungkin si Ayam Emas ini
memuji dirinya demikian t inggi.
Selagi Ho Hay Hong hendak menyingkir Gok hu Kie su
mendadak menghampiri dan berkata padanya:
"Saudara Ho jangan pergi dulu, mari kita minum
bersama-sama."
Ho Hay Hong menyambut i cawan yang disodorkan
kepadanya dan diminumnya sampai kering.
la belum pernah minum arak, sewaktu berdiam
digunung Ho lan san, kecuali berlatih ilmu silat , waktunya
terluang digunakan untuk membaca buku.
Set iap kali kalau melihat gurunya mabok arak, ia diam-
diam merasa pilu, dianggapnya arak bukanlah barang
yang bermanfaat bagi manusia. Dan kini setelah mencicipi sendiri, benar juga rasanya pedas, keras,
begitu masuk kedalam perut , rasanya mau muntah.
Perutnya merasa panas, Giok-hu Kie su sudah
menyodorkan secawan lagi. kali ini ia jadi serba salah.
Karena merasa kurang sopan menolak, maka akhirnya
dengan keraskan kepala, minum lagi arak yang
disodorkan oleh Giok-hu Kie so.
Ia tahu bahwa Giok hu Kie su bangsa pemabokan, asal
ketemu arak, lantas t idak kenal daratan.
"Manusia benar-benar dimana saja bisa ketemu,"
demikian Giok hui Kie-su mulai buka mulut lagi. "belum
lama berselang aku juga pernah dengar dari mulut Siang-
koan Lo, bahwa dalam dunia Kang ouw pada dewasa ini
muncul seorang jago muda sepert i kau ini, tak kusangka
hari ini ketemu denganmu disini!"
Mendengar disebutnya nama Siangkoan Lo, pikiran Ho
Hay Hong merasa t idak enak, ia memaksakan diri
unjukkan senyumannya.
"Sebab musabab kemat ian Siang koan Lo sudah
diketahui," demikian Giok hu Kie su berkata lagi,
"pembunuhnya adalah seorang anak muda yang belum
pernah muncul didunia Kang ouw. Aih dalam jaman kalut
sepert i sekarang ini, apa saja bisa terjadi. Dengan
seorang bocah yang belum mendapat nama, telah
berhasil membinasakan seorang yang namanya sudah
sangat terkenal sepert i Siang koan Lo."
Mendengar ucapan itu, hat i Ho Hay Hong berdebar
keras, tanyanya:
"Pembunuhnya sudah tertangkap atau belum?
Bagaimana rupanya?" "Usianya sebaya denganmu, mengenakan pakaian
putih. Jangan kau kira usianya masih sangat muda sekali,
tetapi hebat kepandaian ilmu silatnya. Hanya beberapa
puluh jurus saja, sudah berhasil memukul Siang-koan Lo
sehingga terjatuh kedalam selokan, Akh, bocah itu entah
mempunyai permusuhan apa dengan Siang koan Lo? Ia
telah turun tangan sedemikian berat , diluar t idak
tertampak tanda apa-apa, tetapi dalam tubuh sudah
hancur." berkata Giok hie Kie su.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "celaka, pukulan
yang digunakan itu agak mirip dengan pukulan dari
golongan Bit-cong dalam perguruannya, apakah Siang-
koan Lo benar-benar binasa ditangan suheng?"
"Bocah itu sesungguhnya juga terlalu kejam," berkata
pula Giok hie Kie-Su, "setelah membinasakan korbannya,
mendadak mengeluarkan senjata belati, hendak
memotong kepala Siang-koan Lo. Untung Khong ciok
Gin-cee keburu t iba, ketika menampak bahwa orang
yang dibinasakan itu betul adalah Siang koan Lo, lalu
turun tangan mencegahnya, hingga bocah itu t idak
berhasil memotong kepala Siang koan Lo."
Mata Ho Hay Hong terbuka lebar, kini ia telah
mendapat kepast ian bahwa Siang-koan Lo benar-benar
sudah dibunuh oleh suhengnya!
Giok hu Kie su yang t idak memperhat ikan perubahan
sikap Ho Hay Hong, melanjutkan penuturannya.
"Untuk melindungi supaya jenazah sahabatnya t inggal
utuh, Khong ciok Gin cee bertempur sengit dengan
pemuda itu, kekuatan tenaga dalam Khong-ciok Gin cee
sudah cukup sempurna, tetapi bocah itu ternyata sangat
membandel, dua orang itu bertempur beberapa puluh jurus, tidak ada yang kalah dan yang menang. Akhirnya
pembunuh itu agaknya tahu gelagat, ia tahu bahwa
sudah t idak mungkin untuk mengambil kepala korbannya
maka lantas kabur ke tempat sepi dengan menggunakan
ilmunya lari pesat ."
Ho Hay Hong kini mendapat kesempatan untuk
memperhatikan orang disebut Khong ciok Gin cee itu,
ternyata adalah seorang yang telah lanjut usianya, tetapi
sedikit pun tak ada tanda-tanda loyo, malah sebaliknya,
semangatnya menyala-nyala, sinar matanya tajam,
agaknya sangat berwibawa, memang benar seorang
tokoh yang mahir sekali tenaga dalamnya.
Terdengar pula suara Giok hu Kie su yang
bersemangat:
"Khong ciok Gin cee t idak mau mengert i, ia
meninggalkan jenazah Siangkoan Lo, dengan
menggunakan ilmunya lari pesat , pergi mengejar, ia ing in
menangkap pembunuh itu, supaya dibuat sembahyang
didepan jenazah sahabatnya. Apa mau dengan bocah Itu
ternyata sangat licik, dengan satu akal licin, ia berhasil
mengelabui mata Khong ciok Gin cee mengetahui dirinya
tertipu, bocah itu sudah t idak kelihatan batang
hidungnya.
"Jago tua kita sangat penasaran, ia tidak mengert i apa
maksud pembunuh itu? Andai kata benar mempunyai
permusuhan dengan Siang koan Lo, tetapi orang sudah
mati, tak perlu mengambil kepalanya lagi. Memang
sungguhnya terlalu kejam. Disini bisa diketahui bahwa
pembunuh itu sesungguhnya t idak mempunyai
perikemanusian. ”Ketika jago tua kita kembali ditempatnya, jenazah
Siang koan Lo ternyata sudah t idak ada, hingga ia
semakin penasaran, sehingga kini, ia baru tahu bahwa
jenazah itu sudah dibawa pulang lebih dulu oleh orang
lain. Setelah mengetahui duduk perkaranya, ia baru
merasa lega.
"Sewaktu kau masih belum kembali, kita beberapa
orang sudah berunding lama, tetapi t idak menghasilkan
sesuatu keputusan, pembunuh itu sebetulnya mempunyai
dendam apakah dengan Siang koan Lo? Sedangkan yang
menjadi suhengnya sepert i Cie lui Kiam-khek juga t idak
habis mengert i, siapa sebetulnya pembunuh itu? Apa
maksud dan tujuannya melakukan pembunuhannya itu.
"Orang-orang yang mengaku diri sebagai orang-orang
Kang ouw kawakan sepert i kita ini, sudah merasa pusing
kepala, memikirkan peristiwa ini. Yang lebih
mengherankan ialah bahwa ilmu kepandaian pembunuh
itu agak mirip dengan kepandaian ilmu silat Kakek
penjinak Garuda yang sudah menghilang berapa tahun."
Ho Hay Hong bercekat , diam-diam merasa heran,
mengapa orang yang menyaksikan kepandaian ilmu silat
dari golongannya, semua mengatakan ada hubungan
dengan si Kakek penjinak Garuda ! Apakah sebetulnya,
hubungan si Kakek penjinak Garuda itu dengan gurunya
sendiri? si Dewi ular dari gunung Ho lan san, mengapa
memerintahkan ia mencari jejak Kakek itu?
Semua itu seolah-olah suatu teka-teki, dan ia adalah
orang yang yang diliput i oleh serentetan teka teki itu.
Lebih sulit ia memahami maksud gurunya, apa
sebabnya memerintahkan suhengnya untuk mengambil
jiwa orang orang itu. Letak gunung Ho lan san jauh dari daerah Tionggoan,
lama sudah putus perhubungan dengan dunia luar.
Apalagi sejak ia menanjak dewasa, t idak satu kalipun
pernah melihat ada orang asing datang berkunjung,
tetapi gurunya. Dewi Ular dari gunung Ho lan-san, belum
pernah melangkah keluar dari gunung, bagaimana ia bisa
mempunyai permusuhan dengan orang itu?
Perlahan-lahan ia mendekat i jago tua Khong ciok Gin-
cee, menganggukkan kepala dan tertawa kepadanya.
Jago tua itu menyambutnya dengan satu senyuman
simpatik dan mempersilahkan ia duduk.
Ho Hay Hong menurut dan duduk disampingaya,
kemudian berkata.
"Sangat t idak beruntung Hong lui Kiam khek telah
binasa, kita semua merasa sedih!"
"Kebodohanku yang seharusnya patut disesalkan,
jikalau t idak, pembunuhnya t idak bisa kabur dengan
leluasa!"
"Mana bisa, Lo enghiong sudah mengeluarkan banyak
tenaga. mana boleh disesalkan"
"Mungkin ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa, aku
sudah berbuat sebisanya, untuk memenuhi
kewajibanku."
"Lo enghiong, apakah penjahat itu telah kau pukul
luka?"
"Tidak, kepandaiannya t inggi sekali, bahkan aku
sendiri yang hampir saja terkena serangannya pedang
terbang."
"Ia kabur kearah mana?" "Ke barat, aku mengejar sehingga beberapa puluh pal,
akhirnya tert ipu oleh akalnya yang siasat lic in. Bocah itu
cerdik sekali, aku sebagai seorang Kang ouw kawakan,
juga masih kena dikelabuhi, dapat kita bayangkan betapa
lic innya?"
Ho Hay Hong diam-diam menghitung perjalanan
beberapa puluh pal, dengan ilmu lari pesat suhengnya
itu, hanya memerlukan waktu sekejap saja. la kabur
kearah barat menurut perhitungannya, suheng itu kini
pasti berada didekat itu saja. Maka, sikapnya mendadak
berubah murung.
"Kepandaian bocah itu agak mirip dengan kepandaian
ilmu silat siKakek penjinak Garuda dahulu, apa yang
kukhawat irkan adalah ini. Kalau benar dia adalah
orangnya Kakek itu, urusan ini akan menjadi lebih
runyam"
"Apakah Lo enghiong berani memast ikan ?"
"Mungkin juga aku salah mata, tetapi asal-usul bocah
itu yang t idak jelas, sesungguhnya sangat
mengkhawat irkan !"
Dengan sikap sangat serius Cie lui Kiam khek
menghampiri, kemudian berkata:
"Tahukah saudara-saudara bahwa jago tombak she
Hok itu dengan membawa semua anak muridnya, kini
pergi ke kampung setan untuk mengadakan penyelidikan
!"
"Apa itu benar?" dengan serentak itu semua orang
bertanya. "Saudara-saudara semua tahu, bahwa orang orang
pergi ke kampung setan, betapa pun t inggi
kepandaiannya, betapapun besar nyalinya, t iada satupun
yang bisa kembali dalam keadaan hidup Selama
beberapa tahun kampung setan sudah menjadi tanah
kuburan, sungguh t idak dinyana Hok Lo enghiong yang
berdiam didaerah ini, juga masih bisa punya pikiran ing in
mendapat nama. Ini sesungguhnya terlalu bodoh!"
berkata Cie lui kiam khek.
Jago pedang ini memang merasa kurang senang
terhadap perbuatan orang tua she Hok itu, karena sepak
terjangnya terhadap tetamunya membuatnya kehilangan
muka.
"Menurut pandanganku, apa sebab orang tua she Hok
itu demikian lupa daratan, semata-mata karena percaya
omongan Sun hong Kow khek, yang ingin mendapatkan
baju wasiat milik jago tombak itu"
"Dan dari manakah Sun-hong Kow-khe mendapatkan
rahasia itu?. Saudara-saudara mungkin sudah tahu
bahwa Sun heng Kow khek itu mempunyai sedikit
kelebihan dalam caranya untuk mencari rahasia orang.
Mungkin secara kebetulan ia mengetahui rahasia di
kampung setan itu, dan kemudian ditambah dengan
bumbu olehnya sendiri, untuk menipu baju wasiat milik
jago tombak itu.
Tetapi kalau dilihat dari sifatnya orang itu yang
selamanya t idak suka menipu orang, mungkin benar-
benar mengetahui rahasia kampung setan."
"Kita semua adalah orang orang rimba persilatan yang
paling dekat dengan tempat misterius itu, sebaiknya juga
coba-coba pergi sekali-kali menengoknya. Ada atau t idaknya benda pusaka, ini adalah soal lain. Set idak-
t idaknya rahasia yang berada didepan mata kita sendiri,
harus lebih kita ketahui daripada orang dari tempat jauh,
sehingga kita jangan sampai menjadi buah tertawaan
orang."
Ho Hay Hong t idak menyatakan pikiran, tapi dalam
hat i ia t idak percaya, karena ia pernah pergi ketempat
angker itu, bukan saja jiwanya t idak terancam, bahkan
mendapatkan sebilah pedang pusaka. Desas-desus
mengena kampung setan, ia anggap dilebih-lebihkan.
Diam-diam la telah mengambil keputusan akan pergi
sekali lagi, untuk mengadakan penyelidikan sungguh-
sungguh.
Orang-orang itu menyatakan pendapatnya yang
berbeda-beda. Empat sekawan dari keluarga Liong
beranggapan bahwa kampung setan ada harganya untuk
diselidiki.
Khong ciok Gin cee dan Giok hu Kie su beranggapan
bahwa kampung setan itu meski bukan diduduki oleh
bangsa setan benar-benar, tetapi past i ada faktor lain
yang sangat ruwet sehingga menyebabkan orang yang
pergi kesana mencari keterangan t idak ada yang balik
kembali. Maka sebaliknya kita jangan mencari susah
sendiri.
Si Ayam emas Song sie dan si Kipas besi Hok Yauw,
sebaliknya t idak menyatakan pendapatnya, mereka dapat
mengikut i keputusan orang banyak dan bersedia sebagai
pelopor.
"Sun hong Kow khek adalah orang luar daerah kita,
kalau nant i jago tombak she Hok itu benar-benar menemukan apa-apa, ini juga berarti jasanya Sun hong
Kow khek. Aku anggap bahwa rahasia dikampung sendiri
sampai terjatuh ditangan orang luar kampungnya, sangat
memalukan bagi orang kampung kampung ini" berkata
Cie lui Kiam khek.
"Benar, bisa jangan sampai ditertawakan orang luar
kampung sebagsai orang bodoh!" demikian empat
sekawan keluarga Liong membenarkan.
"Kalau begitu, aku terpaksa tarik kembali
pertanyaanku yang tadi!" Khong ciok Gin cee terpaksa
tarik kembali pendapatnya yang pertama.
Giok hu Kie su yang masih menenggak arak, dengan
muka merah berkata:
"Baiklah, kalau memang mau kesana kita harus
bersatu hat i!" pembicaraan telah selesai dengan satu
keputusan bulat.
"Malam ini juga kita harus berangkat!" Demikian Cie
lui Kiam khek mengusulkan.
Pada saat itu, mata si Kiam khek yang mengikut i
pandangan mata si Kipas besi. wajahnya lantas berubah,
katanya:
"Heran, apa perlunya t iga anggauta pelindung hukum
golongan Lempar batu datang kemari?"
Mendengar perkataan itu, semua mata ditujukan
kearah pintu, benar juga. Segera mereka menampak t iga
pemuda baju merah berdiri dalam pekarangan, dengan
tangan memegang pedang tanpa bergerak, bagaikan t iga
buah patung. "Mereka datang mencari aku!" demikian Ho Hay Hong
berkata.
Mendengar ucapan pemuda pendiam itu, orang
banyak semakin heran. Semua tahu bahwa anak muda
itu dirumah Suto Siang, hanya sebagai tamu. mengapa
bisa mencari onar diluar? Ini agaknya t idak masuk akal,
hingga semua mata ditujukan padanya dengan perasaan
terheran-heran.
"Sejak kapan Ho siauhiap mengadakan perhubungan
dengan orang-orang golongan lempar batu?" tanya Cie
lui Kiam khek.
"Belum lama berselang!" jawabnya singkat, lantas
t idak berkata apa-apa lagi. Dibawah pandangan sembilan
pasang mata, ia lari masuk kedalam kamarnya. Sekali
enjot tubuh ia sudah berada diatas pengelari. mengambil
pedang pusaka, lalu disimpannya diatas dada dan
berjalan keluar.
Pedang pusaka itu panjang t iga kati Ho Hay Hong
harus tegakkan badannya, untuk membawa pedang itu
didalam dadanya, kalau ia membongkok, past i akan
kelihatan. Maka ia terpaksa melempengkan dadanya
sepert i tengkorak, berjalan keruangan tamu, untung
t idak diketahui orang.
"Ho siauhiap, apakah... " berkata Cie lui Kiam khek.
Sebetulnya ia ingin berkata apabila ada bahaya apa apa,
supaya di beritahukan kepadanya, tetapi t iba t iba ia ingat
bahwa golongan Lempar batu bukankah golongan yang
boleh dipandang ringan. Maka ia t idak melanjutkan kata
katanya. Ho Hay Hong juga t idak ingin minta bantuan orang,
maka jawabnya singkat.
"Aku terpaksa hendak pergi dulu, sampai berjumpa
pula!"
Dengan membusungkan dada ia berjalan menghampiri
t iga pelindung hukum, katanya sambil tertawa.
"Aku segera datang, kiranya Chin kiam sianseng sudah
menunggu terlalu lama, mari kita sekarang berangkat !"
Ia berpaling dan menganggukkan kepala kepada para
tamu, tampak olehnya Su-to Cian Hui masuk keruangan
tamu, dengan cepat la balik kembali, dari dalam sakunya
ia mengeluarkan sebuah sapu, diberikan kepada gadis itu
dengan disertai penjelasan.
"Sapu tangan ini adalah sapumu yang terjatuh
didanau Lok ing-ouw!"
Su to Cian Hui merasa heran, ia mencari cari sapunya,
benar-benar sudah tidak ada dalam sakunya.
Ia menerima sapu Itu tanpa mengucapkan terima
kasih, hanya memandangnya sejenak, lantas
menundukkan kepala.
Ho Hay Hong merasa heran, ia t idak tahu apa
salahnya, sehingga gadis itu sepert i t idak senang
terhadapnya.
Ia t idak mau menanya, karena tentang kaum wanita,
pengetahuannya jauh lebih sedikit kalau dibandingkan
dengan pengetahuannya terhadap ilmu silat , ia t idak
mengert i tentang hat i perempuan, ia hanya anggap itu
semuanya sepert i mahluk-mahluk yang aneh. Sepert i juga dengan suhunya Dewi Ular dari gunung
Ho lan san, set iap hari bermuka masam, dengan
sikapnya yang ketus dingin memerintah murid-muridnya
lelaki.
Dengan mengikuti t iga pemuda baju merah, ia t iba
didanau Lee ing ouw.
"Kau bukankah pergi mengambil senjata?" tanya
Chim-kiam Sian-seng heran.
Ho Hay Hong mengeluarkan pedang pusakanya dari
dadanya. Karena pada pedang itu terdapat ukiran naga
dan burung Hong maka sangat menarik perhatian. Chin
kiam siangseng seorang jago yang mempunyai banyak
pengetahuan tentang senjata tajam, segera memberi
pujian.
"Pedangmu ini, bukan pedang sembarangan, tentunya
merupakan senjatamu yang dapat dibanggakan!"
Sambil memasang kuda kuda Ho Hay Hong berkata.
"Chim kiam Sianseng, kau bert indaklah lebih dulu!"
"Usiaku dua t iga kali lipat dari usiamu, seharusnya
memberikan kelonggaran bagimu," berkata Chim kiam
Sianseng sambil tersenyum "dengan sepasang tangan
kosong, aku akan melayani senjatamu, biarlah kau yang
turun tangan lebih dulu!"
"Apa katamu? Aku bukankah orang yang suka
inginkan kelonggaran!"
"Perkataanmu ini menunjukkan kau seorang jantan,
namun t idak akan merubah pendirianku. Mungkin kau
sudah pernah dengar, bahwa aku Chim-kiam Sianseng
yan dahulu biasa menggunakan senjata pedang tapi pedang itu sudah lama kuceburkan kedalam Liong ong-
tham dan sejak hari itu aku telah bersumpah t idak akan
menggunakan senjata lagi. Danau Lok Ing ouw meski
bukan danau Liong ong tham, tetapi aku harus tetap
pegang sumpahku!"
"Aku lebih suka mati ditanganmu, t idak mau menerima
keuntungan pemberian orang."
Chim-kiam Sianseng perintahkan t iga pemuda baju
merah itu mundur kemudian berkata:
"Kau jangan terlalu mengunggulkan diri, meskipun aku
t idak menggunakan senjata, tetapi kekuatan sepasang
tanganku t idak boleh kau pandang ringan, aku yakin
sudah cukup untuk dapat menanggapmu!"
"Aku sudah mendapatkan suatu cara yang baik bagi
kedua pihak!" berkata Ho Hay Hong. yang lantas mundur
t iga tombak lebih. Perbuatannya itu mengherankan
Chim-kiam Sianseng, ia t idak mengert i apa maksud anak
muda itu.
"Aku akan menyerang kau dulu t iga kali, lalu kau
menyerang aku dengan sama banyaknya, demikian kita
saling menyerang sehingga ada salah satu yang kalah."
demikian Ho Hay Hong berkata lagi.
"Cara ini sangat baik, dan kau mulailah dulu!"
sahutnya Chim kiam Sianseng
Ho Hay Hong t idak berkata apa-apa, manggutkan
sedikit kepalanya, t iba-tiba menghunus pedangnya dan
pedang itu segera memancarkan sinarnya berkilauan. Chim kiam Sianseng membelalakkan matanya, seolah-
olah menghadapi barang ajaib, kemudian menanya
dengan perasaan heran?
"Pedang itu apakah bukan pedang pusaka Garuda
sakt i?"
Ho Hay Hong t idak menyahut, diam-diam mengagumi
mata pemimpin Lempar batu itu yang sangat tajam itu.
Perasaan Chim kiam Sianseng mendadak menjadi
tegang, tokoh rimba persilatan kenamaan yang
selamanya t idak gampang, terpengaruh perasaannya,
sekalipun gunung gugur dihadapan matanya, kali ini
ketika menyaksikan pedang itu, sikapnya telah
mengunjukkan perasaan t idak wajar. Katanya.
"Darimana kau dapatkan pedang pusaka ini?"
Hati Ho Hay Hong tergetar ket ika mendengar
pertanyaan itu, tetapi ia kendalikan perasaannya, supaya
t idak mengunjukkan perubahan.
"Pedang ini adalah pedang keturunan keluargaku !"
Mendengar jawaban itu, Chim kiam Sianseng hat inya
tertawa dingin, t idak menanya lagi Ia pasang kuda-
kudanya, siap untuk menghadapi serangan lawannya.
Tetapi Ho Hay Hong masih berdiri mengerahkan
kekuatan tenaganya, t idak ada tanda tanda hendak
melakukan serangan, hingga diam diam lawannya
merata heran.
"Kita terpisah dengan jarak yang sangat jauh sampai
sekarang kau masih belum bergerak, apakah kau hendak
menggunakan pedang terbang untuk menyerang aku?"
demikian ia bertanya. Lubang hidung Ho Hay Hong pelahan-lahan
mengeluarkan hawa putih, bagaikan ada ular put ih yang
keluar masuk dalam lubang hidungnya.
"Benar." demikian jawabnya singkat.
Pertanyaan Chim kiam Sianseng tadi, hanya duga-
dugaan saja, tak dinyana bahwa pemuda itu benar-benar
hendak menggunakan ilmu pedang terbang menyerang
dirinya. Perasaan terkejut dan heran t imbul dalam
otaknya, ia sungguh t idak menyangka bahwa seorang
muda yang masih belum dikenal orang dalam rimba
persilatan, ternyata pandai menggunakan ilmu pedang
yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan itu.
Tentang ilmu pedang itu, seumur hidupnya ia baru
pernah melihat satu kali saja. itu adalah ilmu pedang
yang digunakan oleh akhli pedang, ketua dari partai Ngo
bie pay Kim kong Hwee shio untuk menghadapi Cit ciu
Sin-kun dari luar perbatasan.
Cit ciu Sin kun sudah lama terkenal sebagai satu iblis
yang berkepandaian sangat t inggi, ilmunya Im yang kang
belum pernah ketemu lawannya.
Untuk menghadapi lawan sangat tangguh itu, Kim
kong Hwee shio harus mengeluarkan ilmu simpanan
pedang terbangnya, yang menghamburkan banyak
tenaga murni.
Keadaan pertempuran waktu itu, seolah-olah masih
terbayang dihadapan matanya, pedang yang meluncur
keluar dari tangan Kim kong Hwee shio bagaikan naga
terbang mengejar sasarannya, dan akhirnya berhasil
menembusi dada Cit ciu Sin kun. Kematian iblis itu, disambut oleh tepukan tangan riuh
oleh semua orang yang menyaksikan pertandingan.
Ia masih ingat bahwa waktu itu jarak antara Kim kong
Hwee shio dengan Cit ciu Siu kun kira-kira sepuluh lebih,
ilmu pedang terbang paderi dari Ngo bie pay membuat
lawannya t idak berdaya, hingga akhirnya binasa.
Ia tahu benar betapa hebatnya ilmu pedang itu maka
kini selagi hendak menghadapi ilmu pedang terbang Ho
Hay Hong, ia harus mengerahkan seluruh kekuatan
tenaganya dan ilmunya Liong Youw Khie kang, sebagian
digunakan untuk melindungi seluruh badannya.
Wajah Ho Hay Hong yang putih perlahan-lahan
berubah menjadi merah, matanya memancarkan sinar
yang menakutkan.
Setelah menyemburkan hawa dari mulutnya, pedang
Garuda sakt i melesat dari tangannya, dengan
mengeluarkan suara mendengung benda putih
berkilauan itu menuju keatas kening Chim kiam
Sianseng.
Badan Cim kiam Sianseng bergerak tangannya
dikebutkan, hembusan angin yang luar biasa hebatnya
meluncur keluar.
Pedang itu terbang melayang agak t inggi diatas
kepalanya, begitu melewati kepala Cim kiam Sianseng
lalu membuat satu lingkaran dan kemudian menikam
balik.
Chin kiam Sian seng ternyata sangat cekatan, ketika
dibelakang dirinya mendengar suara suara angin, tanpa
menoleh, mendadak lompat miring sejauh lima tombak. Dari sini dapat diukur, betapa mahirnya ilmu
meringankan tumbuh Chin kiam Sian seng.
Pedang terbang yang t idak berhasil mengenakan
sasarannya itu, melayang balik ke asalnya, ketangan Ho
Hay Hong.
Chin Kiam Sian seng meskipun melayang turun ke
tanah lagi dalam keadaan selamat, tetapi sikapnya sudah
jauh berbeda dari semula, ia agaknya sudah dapat
menjajaki sampai di mana t ingginya kepandaian anak
muda itu.
la t idak berani membuka mulut lagi, diam-diam
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, untuk
melindungi seluruh badannya.
Jidat Ho Hay Hong sudah basah dengan peluh,
sesungguhnya menggunakan ilmu pedang terbang itu
menghamburkan banyak kekuatan tenaga dalam, kalau
t idak diatur baik-baik, serangan selanjutnya t idak bisa
memuaskan.
Ilmu pedang Ho Hay Hong sebetulnya masih jauh
kalah dengan kepandaian suhengnya terutama toa
suhengnya, dalam empat saudara seperguruan, toa
suhengnya yang paling mahir dalam ilmu itu.
Ia dapat menggunakan serangan dengan beruntun
sehingga t iga kali tanpa mengunjukkan tanda-tanda
lelah.
Sebentar kemudian, serangan kedua Ho Hay Hong
keluar dari tangannya. Kali ini ia t idak menyerang secara
langsung, melainkan secara berliku-liku. Pedang itu
berputar-putaran membuat beberapa lingkaran, baru
menuju ke arah sasarannya. Meskipun dengan cara bagaimana, pedang itu pada
akhirnya tentu akan kembali kepada penyerangan. Chim
kiam Sian seng yang sudah banyak menghadapi musuh
tangguh, sudah tentu banyak pengalamannya, hingga
t idak sampai dibikin kabur pikirannya, dengan tetap
menggunakan siasat yang pertama, ia dapat
mengelakkan serangan tersebut.
Ho Hay Hong harus beristirahat lagi sebentar kembali
melepaskan lagi pedangnya ke tengah udara. Dengan
cepat pedang itu meluncur keangkasa sambil
mengeluarkan suara mengaung, hingga Chim kiam Sian
seng yang menyaksikan itu, wajahnya berubah seketika.
Dengan secara tiba-tiba terdengar suara pujian bagus,
seolah-olah keluar dari mulut seorang wanita. Tetapi
karena kedua fihak mencurahkan perhat iannya dalam
pertempuran itu, tiada satupun yang ambil perhatian.
Dengan sinar matanya yang tajam.
Chim kiam Sian seng memusatkan perhat iannya
kepada pedang yang berada diangkasa. Pedang
berputaran sebentar ditengah udara, t iba-tiba meluncur
turun, dengan sangat lajunya menuju kepada Ciam kiam
Sian seng.
Chim kiam Sian seng yang sudah siap, dengan
kekuatan tenaga sepenuhnya tangannya mendorong
keatas, pedang itu karena terhalang oleh kekuatan
tenaga Chim kiam Sian seng. berbalik arah dan meluncur
balik ke tangan Ho Hay Hong.
Serangan Ho Hay Hong yang dilakukan dari angkasa
kali ini, meski t idak mengenakan sasarannya, tetapi
sudah menguncupkan hat i Chim kiam Sian seng. sebab dengan cara seenaknya Ho Hay Hong meluncurkan
pedangnya ketengah udara, bisa mengarah tujuannya
dengan jitu.
Ho Hay Hong menarik kembali serangan pedangnya,
sesaat itu, rasa lelahnya menjadi-jadi, hampir saja ia
t idak bisa berdiri tegak. Ketika ia menoleh, matanya
dapat lihat bayangan seorang gadis berbaju hijau. Mata
gadis itu ditujukan kedirinya dengan rasa kagum. Tahu
dirinya diperhatikan, semangatnya terbangun lagi.
Seolah-olah ada semacam kekuatan yang mendorong
padanya, akhirnya ia berdiri lagi, ia mengert i bahwa itu
adalah semangat kesamaan yang mendorong padanya,
meskipun ia tahu itu t iada gunanya, tetapi ia tokh
berbuat demikian juga.
Gadis baju hijau itu adalah Su-to Cian Hui, tak
disangka-sangkanya pada gadis itu datang seorang diri
untuk menyaksikan pertandingan itu.
Dalam hat i Ho Hay Hong t iba t iba t imbul sesuatu
perasaan, bahwa tenaganya tadi sebetulnya t idak cuma-
cuma, setidak-tidaknya ia sudah dapat menarik perhat ian
gadis yang cant ik tetapi agak t inggi hati itu.
Su to Cian Hui memandang dengan matanya yang jeli
dengan perasaan kagum, ketika mengetahui dirinya
diperhatikan oleh Ho Hay Hong, lantas berkata:
"Hei sungguh t idak kusangka bahwa kau juga bisa
menggunakan pedang terbang."
Ho Hay Hong hanya membalas dengan satu
senyuman, t iada sepatah kata keluar dari mulutnya. "Sekarang kau harus siap, aku akan melakukan
serangan!" demikian Chim kiam Sian seng berkata.
Sebelum itu, ia maju t iga tombak, berhent i kira-kira lima
tombak dihadapan Ho Hay Hong.
Ia mengangkat tangan kanannya, dia mendorongnya
lambat-lambat. Gelombang kekuatan tenaga dalam
meluncur keluar dari kedua tangannya. Ho Hay Hong
yang menyambut i serangan itu dengan kedua tangannya,
mendadak mundur dua langkah.
Sebelum bisa berdiri tegak, suatu kekuatan hebat
sudah menyusul, ia buru buru menyambut i lagi dengan
kedua tangannya, tetapi ia terpental mundur lagi
beberapa langkah.
Sekarang ia baru mengert i bahwa kekuatan tenaga
dalam Chim kiam Sian seng ternyata jauh lebih hebat
dari dirinya. Dalam lima tombak serangan jarak jauh
Chim Kiam Sian seng ternyata masih jauh hebat, bahkan
kali ini hampir saja ia rubuh. Tetapi ia merasa penasaran,
sebab sewaktu Chim kiam Sianseng melancarkan
serangannya itu, kekuatan tenaga dalamnya sendiri
belum terkumpul.
Chim kiam Sianseng agaknya sangat kagum. ia
menganggukkan kepala dan berkata: "Serangan sudah
selesai, sekarang adalah giliranmu."
"Aku membutuhkan sebatang bambu!" berkata Ho Hay
Hong.
Chim kiam Sianseng merasa heran, terpaku menanya:
"Apa? Kau t idak mau menggunakan pedang
pusakamu? Sebaliknya hendak menggunakan bambu?" "Suruhlah orang ambilkan bambu, kalau aku kalah
sudah tentu aku akan ikut kau!"
Chim kiam Sianseng terpaksa menerima baik
permintaannya. Ia memerintahkan t iga pelindung hukum
untuk mencarikan sebatang bambu.
Ho Hay Hong terpaksa menunggu. Ia bukan seorang
bodoh. Justeru karena ia sudah biasa menggunakan
bambu sebagai senjata, maka dengan menggunakan
pedang, ia agak kurang leluasa.
Tidak lama kemudian t iga pemuda baju merah itu
sudah kembali dengan membawa sebatang bambu dan
diberikan kepada Ho Hay Hong.
Pemuda itu membuat runcing bambunya, kemudian
berkata kepada Chim-kiam Sianseng:
"Dalam t iga kali seranganku ini, apabila t idak bisa
mengalahkan kau, aku rela mengikut i kau ke markasmu!"
Kepalanya menengadah, tangannya menggetar pada
saat itu, kekuatan tenaganya sudah mulai pulih, hingga
getaran tangannya itu menimbulkan suara mengaung.
Dengan menggunakan gerak t ipu pertama dalam ilmu
silatnya yang luar biasa Khun-goan Sam kay bambunya
digunakan sebagai senjata tombak, secepat kilat
ditujukan empat bagian jalan darah terpent ing depan
dada lawannya.
Chim-kiam Sianseng menggeser kakinya t iga kaki,
ujung bambu lewat lengan kirinya, hanya selisih sedikit
saja. Jago tua kenamaan itu hampir mati diujung bambu
runcing. Karena serangan t idak kena, Ho Hay Hong mendadak
mengerahkan pedang ditangan kirinya, memapas
bambunya menjadi dua potong, kemudian selagi Chim
kiam Sian seng masih menoleh dalam perasaan heran,
ilmu tombak Ho Hay Hong sudah dirubah menjadi ilmu
pedang Ngo heng Kiam hoat .
Tiga kali ia melakukan serangan dengan beruntun
mengarah mata Chim kiam Sianseng, yang kedua dan
yang ketiga mengarah dada dan perut .
Chim kiam Sianseng terkejut , buru-buru mengeluarkan
ilmunya meringankan tubuh melompat kesamping.
Serangan Ho Hay Hong kali ini juga t idak berhasil,
kembali ia memapas bambunya, hingga menjadi semakin
pendek, hanya t inggal kira kira sekaki lebih sedikit .
Tetapi ia tetap gembira, dengan mendadak ilmu
pedangnya dirubah menjadi ilmu serangan alat tulis,
yang serangannya di utamakan mengarah jalan darah
kematian.
Kali ini adalah t iga jalan darah Hong hwa. Siang-seng
dan Khie hay yang dijadikan sasaran.
Chim kiam Sian seng benar-benar t idak mengira
bahwa kepandaian anak muda ini demikian banyak
coraknya, hingga wajahnya berubah seketika, ia
mengeluarkan dua kali serangan dengan beruntun,
mendesak mundur Ho Hay Hong.
Selagi hendak menanya asal usul pemuda itu, didanau
Lok ing ouw terjadi perubahan yang t idak terduga-duga.
Timbul gelora dipermukaan danau, dan disusul oleh
munculnya air mancur set inggi satu tombak. Kejadian sangat ganjil, kalau t idak ada binatang gaib
didalam air, dari mana datangnya kekuatan itu?
Su to Cian Hui yang menyaksikan pertandingan yang
pertama-tama berseru:
"Celaka, Naga delapan kaki muncul lagi," Chim kiam
Sian seng dengan cepat lompat mundur t iga tombak,
matanya mengawasi danau, la benar-benar telah
dikejutkan oleh kejadian aneh itu.
Mata Ho Hay Hong berputaran, agaknya ada yang
dicari. Ditepi seberang danau, tampak olehnya seorang
bertopi lebar dan warna hitam, sedang jongkok disana,
tangannya sedang memegang sebatang pancing
sepanjang t iga tombak lebih.
Ujung pancing dimasukkan kedalam danau, tangannya
bergerak gerak berapa kali memukulkan pancing
kepermukaan air.
Ia t idak dapat melihat tegas wajah orang tua itu,
tetapi entah apa sebabnya, begitu melihat potongan
orang tua itu darahnya terasa mendidih dan dengan satu
hentakkan keras ia lompat menerjangnya.
Topi lebar orang tua itu menutupi alisnya, seolah-olah
ia takut dikenali orang. Ketika melihat seorang muda
menyerbu dirinya dengan cepat ia menghent ikan
gerakannya dan lantas angkat kaki.
Gerakkannya itu bagaikan hantu, begitu bergerak,
bagaikan kilat sudah menghilang ke dalam rimba lebat .
Ho Hay Hong karena kehilangan jejak orang yang
diserbu, terpaksa urungkan niatnya untuk mengejar. Tidak lama seberlalunya orang itu, air mancur yang
t imbul dalam danau, perlahan-lahan juga turun sendiri,
permukaan air telah tenang kembali.
Mengertilah Ho Hay Hong. apa sebabnya mahluk
dalam danau itu, demikian menggila, tentu itu semata-
mata karena perbuatan orang tadi. Tetapi apa
maksudnya orang tua itu berbuat demikian kembali
merupakan suatu teka-teki.
Ia termenung memikirkan kejadian itu entah sejak
kapan, t iga pelindung hukum golongan Lempar batu,
sudah mengurung dirinya, Tiga pemuda itu satupun tak
membuka mulut, berdiri sepert i patung. Sebelum ia
menegurnya, sudah didahului oleh Chim kiam Sianseng:
"Sahabat, kecil, kulihat kepandaian ilmu silatmu agak
mirip dengan ilmu silat Khun goan Sam-kay ciptaan si
Kakek penjinak Garuda yang dahulu namanya sangat
termasyhur, apakah kau muridnya orang tua itu?"
"Aku t idak faham Ilmu silat yang dinamakan Khun
goan Sam-kay!" jawab Ho Hay Hong sambil menggeleng
kepala. Dalam hat i diam-diam terperanjat, ia t idak
sangka bahwa kepandaiannya ilmu silat Khun goan Sam-
kay ternyata berasal dari si Kakek penjinak Garuda, jadi
kalau begitu, Dewi ular dari gunung Ho lan san itu punya
hubungan erat dengan si Kakek penjinak Garuda.
Sebab seluruh kepandaiannya didapatkan dari
suhunya yang bergelar Dewi ular itu, sedangkan
kepandaian Dewi ular itu berasal dari daerah Tionggoan.
Seharusnya sang guru itu mengert i baik keadaan si
Kakek penjinak Garuda, tapi mengapa menyuruh dia
yang mencari jejaknya?. Chim kiam Sianseng yang t idak mendapatkan jawaban
memuaskan, lalu bertanya lagi.
"Jikalau kau benar adalah murid si Kakek penjinak
Garuda, soalnya menjadi lain, aku bukan saja akan
memerintahkan semua orang golongan Lempar batu
memperlakukan dirimu sebagai sahabat , bahkan akan
memberikan surat jalan, supaya kalau kau ada kesulitan,
segera mendapat bantuan"
"Terima kasih atas kebaikanmu, tetapi aku bukan apa-
apanya si Kakek penjinak Garuda !"
Wajah Chim kiam Sianseng berubah seketika, lalu
memerintahkan t iga pelindung hukum menangkap
pemuda itu.
Sesaat kemudian, t iga bayangan merah bergerak dari
t iga jurusan, menyerbu Ho Hay Hong.
Mereka bertiga menggunakan ilmu silat Tay kie na-cu
hoat, menangkap lawannya.
Disergap secara mendadak, Ho Hay Hong belum
keburu memberi perlawanan mendadak telinganya
dibikin pengang oleh suara siulan yang keluar dari mulut
salah seorang pelindung hukum itu.
Ketika ia menyadari bahwa itu adalah satu siasat saja,
yang maksudnya untuk membingungkan pikirannya,
tangannya sudah tertangkap olah lawannya, sehingga
t idak bisa bergerak.
Salah seorang diantaranya merampas pedang pusaka
diserahkan kepada Chim kiam Sianseng.
Sambil mempermainkan pedang pusaka Garuda sakt i.
Chim kiam Sianseng berkata kepada Ho Hay Hong: "Kau sekarang sudah kujatuhkan, mat i hidupnya
tergantung padaku. Lekas beritahukan asal usulmu,
jikalau t idak, aku akan anggap kau sebagai pembunuh si
Kakek hidung merah. Kau akan kubawa pulang kemarkas
untuk menerima hukuman !"
Ho Hay Hong yang sudah t idak bergerak, percuma
saja dengan kepandaiannya. Mendengar perkataan Chim
kiam Sianseng ia tahu bahwa orang tua itu jeri terhadap
si Kakek penjinak Garuda maka lantas ia menggunakan
suatu akal.
Sikapnya pura-pura dingin acuh tak acuh. seolah-olah
t idak mengabaikan sikap Chim-kiam Sianseng.
"Si Kakek penjinak Garuda masih pernah apa
denganku, kau t idak ada hak untuk menanyakan. Pendek
kata, si Kakek hidung merah itu bukan aku yang
membunuh." jawabnya dengan sikap acuh tak acuh.
"Dengan maksud baik aku menanyamu, mengapa kau
keras kepala ? Terpaksa kuhadapkan kebagian hukum."
Su to Chian Hui diam-diam lompat turun dari atas
pohon karena munculnya makhluk aneh dalam danau
tadi, membuatnya ketakutan setengah mati. dan kini
setelah bahaya telah lewat, ia berani unjukkan diri lagi.
Katanya dengan suara lantang:
"Hei, orang tua baju kelabu, kau keliru. Dia adalah
orangnya Lam kiang Tay bong!"
Chim kiam Sianseng terkejut. Matanya menatap si
pemuda lalu berkata:
"Nona kecil, bagaimana kau tahu kalau dia orangnya
Lam kiang Tay bong." "Karena dia adalah tamu ayahku!"
"Siapa ayahmu!"
"Ayahku adalah Cie lui Kiam khek!"
Chim kiam Sianseng tersenyum. "Benar Cie lui Kiam
khek masih tergolong orang baik. Tetapi menurut apa
yang aku tahu, Lam kiang Tay bong bukanlah orang
baik-baik, bahkan Cie lui Kiam khek sangat
membencinya. Mengapa ia suka menerima orang
menjadi tetamunya?"
"Tentang ini aku t idak tahu. Biar bagaimana dia adalah
muridnya Lam kiang Tay bong, sedikitpun t idak salah.
Kau t idak perlu banyak bertanya!"
Ho Hay Hong diam diam berpikir: ”aneh, mengapa ada
orang yang mengatakan aku muridnya Lam kiang Tay
bong itu wajahnya mirip dengan wajahku?"
Chim kiam Sianseng agaknya t idak mau percaya,
tanyanya pula:
"Tahukah nona siapa namanya murid Lam kiang Tay
bong?"
"Tang siang Sucu."
Jawaban itu memang sudah diduga oleh Ho Hay Hong.
Maka ia tak merasa heran lagi. Sebaliknya dengan Chim
kiam Sianseng: Matanya melotot , dia lantas menatap
tajam kepadanya, sikapnya tampak aneh, katanya sambil
angguk-anggukkan kepala.
"Oh. kiranya kau adalah murid kepala Lam kiang Tay
bong. Nama Tang Siang Sucu ini aku pernah dengar, tak
kusangka adalah kau!" Pemimpin Lempar batu Itu telah percaya keterangan
Su to Cian Hui, sebab kepandaian Ho Hay Hong memang
t idak lemah, benar-benar mirip anak murid seorang guru
kenamaan. Tetapi, mendadak ia merasa ragu-ragu,
karena Lam kiang Tay bong adalah seorang
berkepandaian t inggi yang adanya aneh, pikirannya
cupat . terutama mudah tersinggung, sedikit salah kata
saja, bisa menimbulkan permusuhan. Kalau benar
pemuda ini adalah murid Lam kiang Tay bong,
selanjutnya akan menjadi berabe.
Matanya tetap menatap wajah Ho Hay Hong,
pikirannya bekerja, tetapi Ia t idak dapat menemukan
suatu cara sebaik-baiknya untuk menyelesaikan
persoalan itu. Ia belum tahu sampai di mana t ingginya
kepandaian jago tua itu.
Tetapi menurut kabar kalangan Kang ouw, ia adalah
termasuk salah satu dari lima jago kuat dalam rimba
persilatan pada dewasa ini. Baik usianya maupun
wibawanya dan kepandaiannya, jauh lebih atas daripada
dirinya sendiri.
Ia teringat asal-usulnya pedang pusaka Garuda sakti,
pikirannya semakin goncang.
Memang, ditinjau dari sudut mana saja, pemuda itu
sangat menyulitkan kedudukkannya.
Akhirnya ia mengambil suatu keputusan, lalu berkata
Ho Hay Hong:
"Baiklah, kau sekarang pulang dulu, pedang ini akan
kubawa pulang sebagai barang jaminan. Jikalau benar
bahwa si Kakek hidung merah bukan kau yang binasakan, akan ku utus orangku kirim kembali pedang
ini dengan segera.
Tetapi kalau dikemudian hari dalam penyelidikanku
terdapat kenyataan bahwa kakek hidung merah mat i
ditanganmu, aku t idak perduli kau murid siapa, aku akan
menuntut balas atas kemat ian sahabatku!"
"Baik, aku berdiam di rumah Cie lui Kiam khek, kau
jangan mengingkari janjimu!"
Chim kiam Sianseng lalu memerintahkan t iga anggota
pelindung hukumnya untuk membebaskan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu bahwa perbuatan t iga pemuda itu
tadi hanya melakukan perintah atasannya maka ia t idak
mendendam, sakit hat i terhadap mereka.
Chim kiam Sianseng t idak membuang waktu,
menyelesaikan urusannya lantas berlalu bersama anak
buahnya.
Suto Chian Hui juga pulang seorang diri,
meninggalkan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu bahwa gadis itu salah mengert i
terhadap dirinya, tetapi ia tidak mau banyak bicara untuk
memberi keterangan tentang dirinya. Ia yakin bahwa
nant i dikemudian hari past i menjadi terang sendiri.
Hari sudah mulai gelap, Ho Hay Hong t idak pulang
kerumah penginapannya, sebaliknya berjalan menuju ke
Kampung Setan.
Ia menduga Cie lui Kiam kek, Giok-hu Kie su, Khong
ciok Gin cee, Si Ayam emas Song Sie, SI Kipas besi Hok
Yauw dan empat sekawan keluarga Liong tentu sudah
berangkat ke Kampung Setan. Ia t idak suka bertemu muka dengan orang-orang itu,
sifatnya memang suka menyendiri, sekalipun menjumpai
bahaya besar, juga t idak mau minta bantuan orang.
Sepanjang jalan, pikirannya terus bekerja. Ia ingin
sekali bisa bertemu muka dengan orang tua yang sangat
misteri itu. Menurut penuturan Su to Cian Hui, ia telah
menarik kesimpulan bahwa pembunuh besar-besaran
ditepi danau Lok-ing ouw itu, past i perbuatan orang tua
misteri itu.
Ia t idak mau memberitahukan hal itu kepada Chim
kiam Sian-seng. karena ia t idak ingin menimbulkan
urusan, sehingga menjadi rintangan bagi t indakannya
sendiri.
Tidak lama kemudian, malam telah t iba, sinar
rembulan menerangi seluruh jagat . Tiba-tiba telinganya
menangkap suara aneh. Suara itu sepert i angin meniup
rumput, juga mirip dengan suara pasir yang disambitkan
kedalam air. Ia menghent ikan langkahnya, dengan
meminjam terangnya sinar rembulan, ia memandang
keadaan disekitarnya.
Tidak jauh ditempat ia berdiri adalah sebuah rimba
lebat , sedang dihadapannya adalah sebidang tanah yang
banyak rumputnya yang panjang.
Pada saat itu t iada lain orang, kecuali dirinya sendiri,
jaga t idak ada angin bertiup, dari mana datangnya suara
aneh itu? Tiba t iba ia teringat kepada Kampung setan,
lalu Ia tanya kepada diri sendiri: apakah aku sudah
menginjak tanah Kampung setan ?
Diam-diam ia mencari dari mana datangnya suara
aneh itu, ternyata dari dalam rimba lebat itu. Ia sembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar sambil
pasang mata, t idak lama kemudian, tampak olehnya
seorang tua berambut putih seluruhnya berjalan keluar
dari dalam rimba.
Rambut orang tua itu sangat panjang, dan pakaiannya
yang berwarna hitam, nampak terlalu panjang, bukan
saja menutupi ke dua kakinya, bahkan masih terseret
banyak dibelakangnya.
Suara aneh itu tadi, adalah suara yang ditimbulkan
oleh bajunya yang kepanjangan menyentuh tanah.
Ia segera dapat mengenali bayangan belakang orang
tua rambut putih itu, sama benar dengan bayangan
setan yang diketemukannya ditempat patung "Gak-hui".
Dia, manusia ataukah setan ? Ho Hay Hong sedang
mengira ngira. Dengan perasaan tegang ia mengepal
tangannya yang sudah keringat dingin. Dengan
mendadak ia kehilangan keberaniannya, t idak berani
mengganggunya.
Sesaat hat inya t imbul perasaan ragu-ragu, ia t idak
tahu harus menyelidiki atau t idak?
Ketika ia melihat lagi, orang tua berambut putih
bagaikan bayangan setan itu sudah menghilang entah
kemana. Ia merasa sangat heran, seolah-olah t idak
percaya kepada pandangan matanya sendiri.
Tetapi kemudian ia mengert i, di tempat itu mungkin
terdapat lubang.
Ia menunggu sampai lama, bayangan orang tua itu
t idak tampak keluar lagi. Lalu ia menguatkan
semangatnya, pergi menghampiri tempat itu. Gerak kakinya t idak menimbulkan suara seluruh
badannya tengkurap di tanah yang tumbuh banyak
rumput. Matanya berputaran mencari-cari, benar juga. Ia
telah menemukan sebuah gua, dugaannya tak keliru.
ia menunggu di tepi gua sambil memasang telinganya.
Dari jauh seperti terdengar suara langkah kaki orang.
Suara itu datang dari dalam gua, jelas bahwa dalam gua
itu ada jalan di bawah tanah.
Ia merasa lega, suara tindakan kaki itu perlahan-lahan
telah lenyap, jelas bahwa orang tua itu sudah pergi jauh
Dengan mendadak t imbul perasaan ingin tahu. Selagi
hendak melangkah masuk ke-dalam gua dari tempat
yang t idak jauh mendadak terdengar suara orang yang
t idak asing baginya.
"Ayah, kau menemukan apa?" itu adalah suaranya Hok
Yam San.
"Ayah! Apa itu? Lekas kau kemari, aku takut !"
demikian terdengar lagi suara pemuda she Hok itu.
Ho Hay Hong tahu bahwa anak murid keluarga Hok
sudah memasuki daerah Kampung Setan ini, yang benar-
benar sangat misteri.
Lalu terdengar suaranya sang ayah: "Jangan bicara
keras-keras, apakah kau t idak tahu bahwa di belakang
patung ini banyak tengkorak manusia?"
"Ayah." demikian terdengar suara Hok Yam San,
dengan mendadak. Tak jauh disitu terdengar pula suara
jeritan mengerikan, penuh ketakutan.
Hok Yam San yang menjadi takut oleh suara itu, lantas
berteriak : "Ayah, itu adalah suaranya Cin Jie houw." Jago tombak she Hok mengeluarkan suara bentakan
keras, dari dalam rimba t idak jauh tampak sesosok
bayangan orang, terang berada di tengah udara
berputaran sebentar, lalu menukik kebarat, dari mulutnya
terdengar suara yang keras:
"Siluman, lekas tunjukkan mukamu."
-ooo0d-w0ooo-
Bersambung Jilid 4
Jilid 5
TAK disangka-sangka, Hok Yam San kembali
mengeluarkan suara jeritan ngeri. Ket ika mata Ho Hay
Hong di tunjukkan ke-arah anak muda itu, tampak
berkelebat sesosok bayangan putih.
Orang masih belum tahu benar apa yang telah terjadi,
Hok Yam San sudah rubuh di tanah.
Jago tua she Hok terpaksa mengeluarkan senjata
tombaknya. Sambil memutarkan senjata tombak itu, ia
lari menghampiri anaknya, tetapi Hok Yam San sudah
jatuh pingsan.
Ho Hay Hong yang telah menyaksikan semua kejadian
itu, telah mendapat kenyataan bahwa bayangan put ih itu
adalah orang tua rambut put ih yang sangat misteri itu.
Ia t idak tahu dari mana datangnya orang tua itu, yang
mengherankan adalah, hanya dalam waktu sekejap mata
saja ia sudah merubuhkan dua orang dan kemudian
sudah menghilang lagi. Kini terdengar suara jago tombak she Hok yang
berkata kepada dirinya sendiri.
"Siluman siluman, aku lihat kau hendak lari kemana?"
Tombak ditangannya dilontarkan kearah tempat
menghilangnya bayangan orang misterius tadi. Dari
tempat itu t iba-tiba terdengar suara orang: "Awas ini
senjata rahasia!"
Sesosok bayangan putih lompat dari tanah, dengan
satu gerakan dengan mudah berhasil menyambut
tombak panjang itu. Kemudian terdengar suaranya:
"Aha, sambitan tombak ini hebat sekali, apakah
dilontarkan oleh Hok lo enghiong ?"
Jago tua she Hok terkejut . Katanya dengan suara
nyaring: ”Cie lui Kiam khek kah disitu?"
Dari jauh nampak berkelebat sinar terang, lalu
terdengar suara jawaban: "Apakah, disana Hok lo-
enghiong?"
"Benar, sudah setengah hari aku berjuang disini. tapi
hasilnya nihil" menjawab jago tua itu sambil menghela
napas.
"Hei. dimana saudara kipas besi?" tanya Cie lui Kiam
khek.
Lama pertanyaan itu tak ada yang menjawab,
sehingga menimbulkan tanda tanya bagi orang orang
yang ada disitu.
Cie lui Kiam khek berkata pula dengan suara gemetar:
"Apakah dia sudah?" Menghilangnya Kipas besi Hok Yauw dari tempat itu,
menimbulkan kecurigaan Cie lui Kiam khek, Ia mengerti,
apabila tak terjadi apa-apa, tokoh rimba persilatan yang
terkenal berani itu t idak mungkin akan pergi secara diam
diam.
Tetapi dengan kepandaiannya set inggi itu, menghilang
tanpa bekas pasti ada sebabnya. Karena merasa cemas,
dengan terbirit-birit ia menghampiri jago tua she Hok dan
bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok lo, apakah kau tadi melihat Hok Yauw?" Jago tua
she Hok itu dengan wajah murung, dengan tangan kiri
menggandeng anak lelakinya di tangan kanan
menggenggam belati, matanya celingukkan dengan hat i
t idak tetap.
Terhadap pertanyaan Cie lui Kiam khek ia hanya
menggelengkan kepala, mulut membisu dan tertawa
masam.
"Benar-benar ada setan, Hok Yauw biasanya berlaku
sangat berhat i-hati dan banyak akalnya, tapi kali ini baru
pertama menyelidiki kampung setan, bagaimana
menghilang secara mendadak? " berkata Cie lui Kiam-
khek.
Si Ayam Emas diam-diam menghampiri Cie lui Kiam-
khek dan berbisik ditelinganya:
"Jangan tanya lagi, tua bangka itu mempunyai maksud
tertentu, sekalipun ia tahu, juga t idak mau memberi
keterangan!"
Cie lui Kiam khek hanya menganggukkan kepala,
selagi hendak mengatakan bahwa si Kipas besi itu
memang t idak senang pergi mengadakan penyelidikan kampung setan, tetapi sebelum maksudnya itu
diutarakan, t iba t iba terdengar suara bentakan Giok-hu
Kie su kemudian, tampak berkelebatnya sinar put ih
keluar dari tangannya, kearah t imur.
Senjata rahasia yang dilancarkan oleh Giok hu Kie su
tanpa terhalang menancap di atas sebuah pohon,
bersamaan pada saat itu, sehelai kertas putih terbang
melayang-layang ditengah udara.
Giok hu Kie su segera menyambar kertas itu, diatas
lembaran kertas putih terdapat sebaris huruf dengan
kata kata yang berbunyi. "Tidak dengar larangan, tak ada
jalan lain, kecuali kematian."
Giok hu Kie su diam-diam terkejut , matanya mencari,
tetapi t idak kelihatan bayangan seorang pun juga.
Tulisan diatas kertas itu sudah terang bukan tulisan
setan. Giok hu Kie su yang bernyali besar, segera
merobek-robek kertas itu, sehabis dibacanya. Dengan
suara gusar ia berkata.
"Aku berani datang kemari, sudah tentu t idak takut
segala bahaya. Kau main sembunyi, apakah masih ada
muka mengaku sebagai seorang satria ?"
Belum lagi Giok ha Kie su menutup mulut , dari sebuah
pohon cemara yang t idak jauh dari situ, terdengar suara
burung berbunyi, kemudian disusul oleh melesatnya
sebuah bayangan hitam yang meluncur turun dari atas
pohon dan langsung menyerbu Giok hu Kie su.
Wajah Giok ku Kie tu berubah seketika, sambil
mengeluarkan suara bentakan keras, tangannya bergerak
menyerang makhluk yang menyerbu dirinya. Tetapi, bayangan makhluk raksasa itu merandek
dengan kegesitan luar biasa memutar balik mengelakkan
serangan Giok hu Kie su, kemudian balik menyerbu lagi.
Giok bu Kie su agak gagap, hingga kini diserbu oleh
makhluk itu, dadanya dirasakan sakit , kemudian jatuh
terlentang.
Makhluk itu masih hendak menyerbu lagi, Khong ciok
Gin cee mendadak loncat melesat set inggi t iga tombak,
kemudian menukik kebawah hendak menerkam makhluk
tersebut. .
Mahluk Itu ternyata sangat cerdik. Ia telah mengert i
bahwa dirinya hendak diterkam dari atas. Dengan sikap
t idak berubah, t iba-tiba terbang lebih t inggi dua tombak,
hingga Khong ciok Gin cee malah berada dibawahnya.
Dengan sendirinya Khong ciok Gin cee t idak berhasil
usahanya hendak menerkam makhluk itu. Ia mengetahui
gelagat t idak baik. dengan cepat melayang turun kearah
selatan.
Diluar dugaannya, makhluk itu bergerak lebih gesit ,
kaki Khong-ciok Gin cee belum menginjak tanah, sudah
diserbunya.
Khong ciok Gin cee t idak menduga makhluk itu
demikian lihay, dalam terkejutnya ia sampai lupa
memberi perlawanan, hingga jiwanya terancam bahaya,.
Dalam saat yang sangat krit is itu, empat sekawan
keluarga Liong, masing-masing menghunus senjatanya
yang berupa sepasang roda besi, lalu lompat t inggi
ketengah udara, dan menyergap makhluk hitam itu. Makhluk hitam itu terpaksa melepaskan usahanya
hendak menyergap Khong ciok Gin cee, dengan
kegesitan luar biasa, menerobos serangan empat
sekawan, kembali terbang t inggi melalui lawan-lawannya.
Gerakan luar biasa itu menarik semua orang yang
menyaksikannya, hingga kini Cie-lui Kiam khek baru
mengetahui bahwa makhluk hitam itu adalah Garuda
raksasa.
Apakah burung Garuda ini terdidik baik oleh ahli silat?.
Begitulah pikir jago silat itu.
Sewaktu para orang berusaha hendak menangkapnya,
burung itu sudah terbang menghilang ke hutan.
Jago tombak she Hok seolah olah teringat sesuatu
dengan cepat menghampiri muridnya yang t iba-tiba
menjerit tadi. Ternyata murid itu mukanya sudah
berlumuran darah, keadaannya sangat mengerikan.
"Binatang itu sungguh ganas !" demikian jago tua itu
berkata.
Ia periksa lagi keadaan anaknya. Pakaiannya sudah
hancur dikoyak koyak, dibadannya terdapat banyak
tanda cakaran kuku dan patokan paruh, keadaan itu
telah menambah keyakinannya.
Dilain pihak Cie lui Kiam khek pergi menolong Giok hu
Kie su. Si Pematok ini pakaian bagian dadanya sudah
dikoyak-koyak, didadanya terdapat tanda kuku yang
sangat dalam, sehingga mengeluarkan banyak darah.
Meskipun lukanya t idak parah, tetapi menimbulkan
rasa sakit yang tak terkira. Cie lui Kiam khek mengeluarkan obat bubuknya untuk
mengobat i lukanya dan berkata dengan serius.
"Kalau mau dikata bahwa tokoh tokoh rimba persilatan
yang dahulu pernah menyelidiki keadaan dalam
Kampung Setan ini. semua mati sebagai korbannya
burung Garuda itu, rasanya t idaklah mungkin. Harus
diketahui bahwa seekor binatang, betapapun cerdik nya,
jikalau tak mendapat petunjuk manusia, tak mungkin
begitu berani. Menurut dugaanku, dalam Kampung Setan
ini pasti berdiam seorang yang berkepandaian luar
biasa."
Belum habis ucapannya, matanya t iba-tiba dipentang
lebar, mengawasi kejurusan barat . Ho Hay Hong yang
sembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar, dapat
mengikut i arah pandangan mata jago tua itu.
Di-bawah sebuah pohon besar, entah sejak kapan
tampak berdiri seorang gadis berambut panjang, yang
mengenakan pakaian serba putih.
Diam-diam ia merasa heran, dari mana munculnya
wanita muda itu ?
Karena penerangan dari sinar bintang-bintang dilangit
kurang terang, apalagi terpisah agak jauh, wanita itu
t idak bisa terlihat dengan nyata, ia hanya merasa bahwa
paras wanita baju put ih itu cant ik sekali, gaunnya yang
berwarna putih sangat pendek, hanya mencapai batas
lutut .
Di bawah lutut kelihatan jelas sepasang kakinya yang
putih berisi karena dalam keadaan kaki telanjang,
nampak seperti bidadari yang baru turun dari khayangan. Karena munculnya secara mendadak, apa lagi tempat
itu terkenal sebagai daerah yang angker, maka t imbul
pikiran yang bukan-bukan.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dalam
kampung setan itu tampak seorang gadis jelita,
barangkali t iada seorangpun yang mau percaya.
Percaya atau t idak, kenyataannya memang benar.
Maka Cie lui Kiam khek yang banyak pengetahuan dan
pengalaman, mau t idak mau harus percaya dengan
kenyataan yang dihadapinya.
Sebagai pemimpin rombongan, sudah tentu ia t idak
boleh menunjukkan rasa takutnya. Maka dengan
memberanikan diri. ia maju menghampiri gadis itu dan
bertanya:
"Nona kecil, dari manakah kau datang?"
Tapi gadis itu seolah-olah t idak mengert i
pertanyaannya. Atas pertanyaan jago pedang itu, dia
t idak menjawab. hanya membuka matanya lebar-lebar
mengawasinya.
Sikap gadis itu, dalam keadaan biasa memang wajar,
tetapi pada tempat dan keadaan sepert i itu, sudah tentu
menimbulkan kesan berlainan.
Maka Ciu lui Kiam khek yang di pandang secara
demikian, dengan t iba-tiba t imbul perasaan tegang. Ia
coba mengendalikannya, kemudian menanya lagi:
"Nona kecil apakah, kau penduduk kampung ini?"
Gadis kaki telanjang itu masih tetap memandangnya,
sinar matanya yang tajam, meskipun sebenarnya ia
belum membukt ikan kesempurnaan kekuatan tenaga dalamnya, tetapi sangat berpengaruh, sehingga seorang
Kang-ouw kawakan sebagai Cie-lui Kiam khek juga
merasa keder dibuatnya, dan t idak berani memandang
lama.
Hok Yam San yang sudah siuman dari pingsannya,
saat itu mendadak membuka matanya yang sayu dan
memandang arah kepada gadis cant ik itu. Katanya
kepada sang ayah dengan suara perlahan:
"Ayah. jangan jangan perempuan ini adalah
perempuan cant ik yang disebut oleh Sun-hong Kouw
khek ?"
Ketika mendengar perkataan anaknya, jago tombak
she Hok itu mendadak tegang, ia memandang muka
semua orang yang ada disitu, ketika semua orang
nampaknya t idak ambil perhatian, hat inya baru merasa
lega. Berkata kepada anaknya:
"Jangan sembarangan omong, awas ada yang
mendengarkan!"
Percakapan antara ayah dan anak itu meski dilakukan
dengan suara amat pelahan, tetapi semua dapat
didengar oleh Ho Hay Hong. Pemuda itu diam-diam
merasa heran, apakah sebetulnya yang dikatakan
sebagai rahasia oleh Sun hong Kouw khek?
Dan mengapa ayah dan anak itu nampaknya takut
diketahui oleh orang lain?
Gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya tanpa
bergerak, satu tangannya pelahan-lahan dimasukkan
kedalam saku bajunya dan mengeluarkan sehelai kertas,
kertas itu dikepalnya, lalu disambitkan kearah Cie lui
Kiam-khek. Cie lui Kiam khek buru-buru menyambutnya. Setelah
dibacanya tulisan dalam kertas itu, wajahnya berubah
seket ika. Katanya:
"Nona kecil, apakah art inya ini? Siapa yang menyuruh
kau mengantarkan surat ini?"
Si Ayam emas Song Sie, buru-buru mengulurkan
tangannya mengambil kertas dari tangan Cie lui Kiam
khek dan membacanya. Diatas kertas itu ternyata tertulis
kata-kata.
"Harap tuan habiskan jiwa sendiri, jangan sampai
mengotori tanganku!"
Setelah membaca isi surat itu, Song Sie amat marah,
katanya dengan suara keras.
"Kalau benar hendak mengambil jiwa kita, mengapa
t idak mau menunjukan kepandaian? Hanya dengan
sepotong kertas untuk menggertak orang, apakah itu
perbuatan seorang gagah?"
Dengan sangat gemas ia meremas-remas kertas itu
dan dilemparkannya ketanah, kemudian berkata kepada
kawan-kawannya:
"Siapa diantara kalian yang sudah bosan hidup, boleh
ikut dia pergi! Ha ha ha"
Gadis kaki telanjang itu ketika mendengar tertawa
Song Sie, pandangan matanya dari wajah Cie-lui Kiam
khek dialihkan ke arah Song Sie.
Si Ayam emas itu ketika beradu pandangan matanya
dengan mata si gadis, hatinya berdebar keras. Tapi gadis itu hanya memandang sejenak, t idak
menyatakan apa-apa, kemudian membalikkan badannya
dan berlalu.
"Nona. jangan pergi dulu, aku hendak tanya padamu,"
berkata Cie lui Kiam khek, tetapi sigadis tak
menghiraukan dan melanjutkan perjalanannya.
Cie lui Kiam-khek sangat marah, sambil mengeluarkan
suara dihidung, kakinya bergerak mengejar.
Saat itu, dalam rimba terdengar suara yang amat riuh,
Cie lui Kiam khek merandek suara tambur itu semakin
gencar, seolah-olah pasukan tentara yang hendak
menyerbu musuh.
Cie lui Kiam khek yang sudah banyak menghadapi
musuh tangguh, lantas mengambil keputusan darurat ,
katanya dengan suara keras.
"Saudara-saudara harap berkumpul menjadi satu,
jangan sampai dihabiskan satu persatu oleh musuh!"
Semua orang rimba persilatan yang ada disitu, juga
tahu situasi telah gawat , maka buru-buru berkumpul,
satu sama lain berdiri saling membelakangi.
Ho Hay Hong juga dikejutkan oleh suara tambur yang
sangat riuh itu, buru-buru sembunyikan diri kedalam gua.
Namun demikian perasaannya masih t idak merasa
tenang karena apabila ada orang masuk kedalam goa,
dirinya past i kepergok.
Suara tambur itu semakin mendekat akhirnya hanya
terdengar suara orang berteriak-teriak memekakkan
telinga. Sementara itu, dari berbagai penjuru rimba itu, lompat keluar serombongan orang-orang liar yang pada
telanjang, dengan bulu dan rambut yang panjang.
Set iap orang membawa satu tambur, dipukulnya amat
nyaring. Muka mereka nampak beringas, tetapi
gerakannya menunjukkan sipat mereka yang bodoh.
Semua orang yang menghadapi pemandangan itu,
mempunyai kesan serupa, ialah sepert i berada ditengah-
tengah daerah manusia yang masih liar. Tetapi semua
tahu bahwa tempat yang diinjaknya masih merupakan
salah satu tempat dari daerah Tionggoan.
Cie lui Kiam khek setelah pasang mata memandang
mereka, telah menemukan rahasia manusia liar itu.
Karena rombongan orang liar itu meskipun sekujur
badannya dipoles dengan tanah, untuk menyaru sebagai
orang liar, tapi ketika berjalan dengan gerakan mencak-
mencak, mereka semua menggunakan ilmu meringankan
tubuh sejenis ilmu terbang keatas rumput. Jelaslah sudah
bahwa orang orang liar itu adalah orang-orang Kang ouw
yang menyaru.
Nyalinya mulai bertambah besar, berkata kepada
kawannya.
"Saudara-saudara jangan lengah, orang-orang ini
adalah orang orang Kangouw juga yang menyaru, t idak
susah untuk kita hadapi Asal kita berani dan berlaku
tenang, kita pasti menang!"
"Suto Tayhiap benar, aku juga sudah lihat gerakan
mereka!" berkata Khong ciok Gin cee.
Mereka semua adalah orang-orang Kang Ouw
kawakan. Sudah tentu tidak mudah dibohongi. "Namun demikian," berkata pula Khong ciok Gin cee,
"kita juga t idak boleh terlalu gegabah, kita harus ingat
bahwa selama beberapa tahun sudah banyak orang yang
coba menyelidiki Kampung Setan ini, tapi semua tak
kembali.
Dalam hal ini pasti ada tersembunyi senjata yang
sangat ampuh yang merenggut jiwa orang-orang itu.
Maka kita perlu siap siaga lebih dulu, jangan sampai
terbokong oleh musuh!"
Saat itu, orang orang liar Itu mendadak menghent ikan
suara tamburnya, suasana menjadi sunyi kembali. Tetapi
sebentar kemudian mendadak disusul oleh suara teriakan
mereka
"Awas!" demikian empat sekawan keluarga Liong
mendadak memperingatkan kawan-kawannya. Kemudian
memutar senjata masing-masing.
Dari jauh, hanya tampak sinar berkeredepan, t idak
tampak bayangan orang dibarengi dengan suara
teriakan-teriakan, lari ke tempat banyak orang berdiri.
Cie lui Kiam khek memperingatkan kepada kawan-
kawannya.
"Saudara-saudara awas, inilah serangan yang
dinamakan meniup anak panah !"
Badannya segera diputar demikian rapat , hingga
sebuah anak panah yang menyambar dirinya telah
terjatuh, t idak satupun yang bisa menembus.
Pada waktu itu. Khong-ciok Gin cee mengeluarkan
senjatanya yang istimewa, ialah sebatang tusuk konde
yang agak besar bentuknya, dengan senjatanya yang istimewa itu, ia telah berhasil menangkis anak panah
yang menghujani dirinya.
Giok hu Kie su yang lukanya belum sembuh, dilindungi
oleh si Ayam emas Seng Sie. Orang she Song ini hanya
dengan menggunakan sepasang tangan kosong,
menyampok jatuh semua anak panah yang menyerang
dirinya.
Jago tombak she Hok yang satu muridnya dan
anaknya terluka. nampaknya yang paling beringas,
dengan menggunakan senjata pendeknya, telan berhasil
memukul jatuh semua anak panah.
Kawanan orang liar itu ketika menyaksikan
serangannya telah gagal, masing-masing lalu
mengeluarkan senjata pendek, dengan beringas
menyerbu Cie lui Kiam khek dan kawan kawannya.
Jago tombak she Hok yang dendam sakit hat i, yang
bergerak lebih dulu, membuka satu serangan. Senjata
pendeknya dilontarkan, tepat mengenai salah seorang
musuhnya. Tangan kirinya juga t idak t inggal diam,
dengan secara ganas menyerang salah seorang liar yang
berada paling dekat .
Orang itu menjerit, t idak ampun lagi lantas jatuh dan
binasa seket ika itu juga. Dengan demikian, orang-orang
liar itu menjadi kalap, maka mereka semakin beringas,
suara mereka semakin keras.
Cie lui Kiam khek juga sudah turun tangan, karena
melihat jumlah musuh tetap banyak dari pada fihaknya
sendiri, maka ia bertempur secara nekad. Ketika
pedangnya digerakkan, dengan cepat sudah meminta korban, seorang liar tertembus dadanya dan mat i
seket ika itu juga.
Khong ciok Gin cee yang sudah pernah menghadapi
pertempuran besar, bisa berlaku tenang. Hanya dengan
dua tangan kosong, ia gunakan untuk memerangi dua
orang musuh.
Dua orang liar yang diserang itu mengetahui hebatnya
serangan itu, buru-buru lompat mundur, hingga terhindar
dari kematian.
Tapi serangan Khong ciok Gin cee t idak berhent i
sampai disitu saja, dengan sikap dan gerakan yang
sama, serangan dialihkan kearah lain, kali ini ditujukan
kepada dua orang yang berada dibelakangnya, yang
sedang menyerang Giok bu Kie su.
Dan orang liar yang perhatiannya ditujukan kepada
Giok hu Kie su, ketika diserang oleh Khong ciok Gin cee,
t idak ampun lagi lantas rubuh binasa dua-duanya.
Khong ciok Gin ce selagi hendak melancarkan
serangannya lagi, ditengah udara t iba-tiba terdengar
suara aneh, seekor burung Garuda terbang menukik
hendak menyambar dirinya.
Karena ia sudah tahu keganasannya burung itu, maka
ketika tampak burung itu muncul lagi, perasaannya
lantas tegang. Buru-buru ia lompat mundur dan
mengeluarkan senjata tusuk kondenya.
Senjatanya dilontarkan keatas sambil memperhat ikan
kawan-kawannya.
Serangan dengan senjata istimewa itu sangat hebat ,
tetapi burung Garuda itu dengan sangat cerdik dapat mengelak, kemudian berbalik menyerang Cie lui Kiam
khek.
Cie lui Kiam khek sudah disiapkan pedangnya, hingga
burung Garuda itu kembali arahkan sasarannya kepada
dirinya si Ayam emas Song Sie.
Burung raksasa itu agaknya bermaksud hendak
mengacaukan barisan para tokoh rimba persilatan itu,
karena ketika Song Sie melepaskan korbannya dan
alihkan kepada diri burung itu, burung yang sangat
cerdik itu lalu terbang lagi.
Dengan munculnya burung Garuda raksasa itu, telah
mengingatkan Cie lui Kiam-khek kepada burung
Garudanya yang terkurung dalam rumahnya. Kini
mengert ilah ia bahwa burung garuda itu bukanlah
burung sembarangan. Tetapi siapakah orangnya yang
mempunyai kepandaian menjinakkan burung itu.
Kecuali Kakek penjinak Garuda, barangkali sudah t idak
ada orang lain lagi. Kalau begitu, apakah si Kakek
penjinak Garuda itu berani disekitar Kampung Setan ini ?
Tiba-tiba ia juga teringat kepada cerita Su to Cian Hui,
tentang kakek ditepi danau yang sangat misterius itu.
Mendadak ia menepuk pahanya sendiri dan berseru:
"Aha! Demikianlah rahasia Kampung Setan ini !"
Mendadak ia diliput i rasa takut demikian hebat ,
seolah-olah bahaya maut sudah mengintai dirinya.
Khong ciok Gin cee belum pernah menyaksikan Cie lui
Kiam khek ini ketakutan demikian rupa, maka lantas
menanya:
"Su to Tayhiap, apakah art inya ucapanmu tadi ?" Cie lui Kiam khek mengert i bahwa apa yang terpikir
dalam hat inya itu t idak boleh diberitahukan pada kawan
kawannya. Tapi jikalau t idak, semua pasti akan binasa
ditangan kawanan orang liar itu, maka ia terpaksa
menjawab sambil menggelengkan kepala:
"Tidak berarti apa-apa, masing-masing hat i-hati
sendiri-sendiri saja!"
Munculnya burung Garuda itu, seolah-olah memberi
semangat kepada orang orang liar itu. Mereka berteriak-
teriak semakin nyaring. Rombongan Cui lui Kiam khek
yang harus menghadapi serangan dari atas dan depan,
agaknya mulai kewalahan.
Keadaan berubah dengan cepat, beberapa puluh
orang liar t iba-tiba berlompat-lompatan dengan golok
terhunus ditangan, mulutnya bersorak sorai.
Cie lui Kiam khek diam-diam menghela napas,
pikirnya: "pantas semua orang rimba persilatan yang
pergi menyelidiki Kampung Setan ini t idak ada yang
kembali, kiranya kecuali serangan manusia liar ini, juga
masih harus menghadapi burung Garuda yang sangat
ganas dan cerdik itu. Aih, kali ini aku benar-benar juga
t idak bisa pulang lagi."
Mengingat itu semua, ia merasa menyesal. Tetapi
semuanya sudah terlambat.
Dengan satu serangan tangan kosong ia berhasil
memukul mundur dua orang liar. matanya ditujukan
kedepan, dimana terdapat rimba lebat dan luas.
Harapannya yang sudah pudar timbul lagi, pikirnya, kalau
aku sekarang pura-pura kalah dan melarikan diri, selagi
sikakek penjinak Garuda itu belum t iba disini, lari masuk kedalam rimba yang lebat itu, sikakek itu barangkali juga
t idak bisa berbuat apa-apa.
Pikirannya itu dengan cepat lantas akan dilaksanakan,
ia mendekat i Khong ciok Gin-cee, dan berkata padanya
dengan suara pelahan.
"Lo enghiong. lekas beritahukan kepada semua
kawan, kita harus mencari kesempatan untuk melarikan
diri. Kau jangan tanya dulu, nant i setelah t iba dirumah,
aku akan beritahukan padamu apa sebabnya!"
Sungguhpun Khong elok Gin cee t idak mengert i
kelakuan kawannya itu tetapi karena menyaksikan
sikapnya yang sungguh-sungguh, ia tahu past i ada
sebabnya, maka juga t idak menanya. Dengan cepat
mendekat i semua kawan kawannya untuk
memberitahukan maksud Cie lui Kiam khek itu, kemudian
mengikut i Cie lui Kiam khek melarikan diri ke dalam
rimba.
Hanya jago tombak she Hok, karena panas hat inya
dengan kemat ian muridnya dan luka anaknya, t idak mau
lari. Dengan hat i panas berkata kepada diri sendiri:
"Siapa yang bernyali keci l, boleh kabur, disana ada dunia
bebas, t idak ada bahaya!"
Dengan sikap mengejek, ia mengawasi berlalunya
kawan-kawan itu, t iba-tiba maju t iga langkah. Dengan
senjata yang dapat direbutnya dari tangan salah satu
musuh. Ia tetap mengadakan berlawanan dengan gigih
sambil melindungi anak muridnya.
Rombongan orang liar itu ket ika melihat musuh
musuhnya lari kedalam rimba, lalu memukul tambur
masing-masing, menimbulkan suara amat riuh. Kita t inggalkan dulu orang-orang yang berusaha
melarikan diri ini, sekarang mari kita balik kepada Ho Hay
Hong, yang sembunyikan diri didalam goa yang sangat
gelap.
Dengan badan didalam goa, ia tongolkan sedikit
kepalanya, untuk menyaksikan pertempuran yang sangat
dahsyat itu.
Ia t idak meragukan dari mana datangnya orang liar
itu, pikirannya ditujukan kepada burung Garuda yang
muncul secara t iba-tiba itu. Karena pelat perak yang
tertampak olehnya dibawah sayap burung itu, ternyata
sama benar dengan pelat perak dibawah sayap burung
Garuda yang dikurung oleh Cie lui Kiam khek.
Tiba-tiba hidungnya dapat mencium bau harum
terbawa oleh desiran angin, buru-buru sembunyikan
kepalanya. Tetapi ternyata sudah t idak keburu! Sesosok
bayangan putih berdiri dihadapannya.
Kedua fihak berdiri berpisah sejarak kira-kira t iga
tombak. Karena keadaan dalam goa itu gelap maka Ho
Hay Hong tidak melihat nyata wajah bayangan itu.
Munculnya bayangan putih secara tiba-tiba itu. sangat
mengejutkannya, Ia berdiri terpaku, lama t idak bisa
bicara.
Terlintas suatu pikiran hendak menyingkir tetapi
keadaan tidak memungkinkan lagi.
Dalam keadaan kepepet itu t imbullah pikirannya
hendak memberi perlawanan. Matanya di buka lebar,
hendak menegasi siapa adanya bayangan itu. Bayangan put ih itu jelaslah bukan si-Kakek misteri itu,
karena bukan rambutnya yang putih, melainkan seluruh
pakaiannya. Juga merupakan seorang perempuan muda,
yang sepasang kakinya dalam keadaan telanjang.
Hatinya mulai lega, ketenangan perempuan itu meski
sangat menakjubkan, tetapi bagaimanapun juga jauh
lebih lunak daripada si kakek rambut putih.
Perempuan itu berdiri t idak bergerak, dan ia berdiri
juga t idak bergerak, keduanya berdiri tegak saling
berpandangan bagaikan patung.
Perempuan muda kaki telanjang itu memandang
dirinya dengan sinar mata dingin kemudian, lambat
lambat mengeluarkan sepotong kertas dari dalam saku
bajunya dan diberikan kepadanya.
Ho Hay Hong menyambar kertas itu dengan tegang.
Ketika dibacanya, dikertas itu terdapat tulisan yang
berbunyi: "Harap tuan habiskan jiwa sendiri, jangan
sampai mengotorkan tanganku."
Meskipun perasaannya masih tegang, tetapi setelah
membaca surat itu, Ia lantas berkata dengan nada
mengejek:
"Aku t idak ingin mendengar nasihatmu. Jika aku ingin
mati, aku bisa pergi sendiri, kalian t idak perlu ikut capek
hat i !"
Mendengar jawaban itu, wanita muda itu
mengeluarkan lagi sepotong surat dan diberikan kepada
Ho Hay Hong. Dikertas itu kini terdapat tulisan yang berbunyi: "Siapa
berani membangkang, harus menerima kematian, tanpa
ampun."
Ho Hay Hong setelah membaca tulisan itu, bukan saja
perasaan tegangnya lenyap seketika, bahkan
dianggapnya sangat lucu.
"Kau selalu menggunakan tulisan untuk menggertak
orang, apakah aku benar-benar bisa mati?"
Kembali perempuan muda itu mengeluarkan sepotong
kertas yang dibeberkan dihadapannya, diatas kertas itu
terdapat tulisan: "Itu salahmu sendiri, jangan sesalkan
aku buas."
Ho Hay Hong semakin geli katanya:
"Kalau kau mempunyai kepandaian membinasakan
aku, sudah tentu aku t idak akan sesalkan perbuatanmu.
Tetapi aku kira tulisanmu itu belum tentu dapat
dipercaya seluruhnya."
Diam-diam iapun merasa heran mengapa perempuan
itu t idak membuka mulut? Apakah ia seorang gagu?
Kalau benar demikian halnya, sesungguhnya sayang
sekali.
Mata gadis kaki telanjang itu mendadak membelalak,
memancarkan sinar tajam. Melihat perubahan itu, Ho
Hay Hong dengan sendirinya lantas siap untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Tidak sepatah kata keluar dari mulut gadis itu, tetapi
kedua tangannya mendadak bergerak, bagaikan ular
menyambar Ho Hay Hong. Ho Hay Hong yang sudah t idak ada jalan mundur,
terpaksa menyambut dengan tangannya. Sebentar
terdengar suara beradu yang sangat nyaring, tangan Ho
Hay Hong tiba-tiba menjadi lemas, kehilangan tenaga
Dengan membalikkan telapak tangannya, gadis itu
telah memukul jatuh Ho Hay Hong.
Dalam satu gebrakan gadis itu telah menjatuhkan
seorang yang berkepandaian sepert i Ho Hay Hong,
kejadian itu sesungguhnya sangat mengherankan.
Ho Hay Hong sendiri juga tidak menduga bahwa gadis
cant ik molek yang kelihatan lemah gemulai itu
mempunyai kepandaian demikian mengherankan. Ketika
menyadari bahwa tadi ia agak memandang ringan,
lawannya ternyata ia sudah terlambat.
Ia tahu bahwa dirinya telah t idak mempunyai
kekuatan tenaga untuk memberi perlawanan, maka ia
menyerah menunggu kemat iannya.
Gadis kaki telanjang itu mengangkat badan Ho Hay
Hong, lantas membawanya pergi.
Ho Hay Hong merasa sangat malu. tetapi ia diam saja.
Diam-diam ia berusaha memulihkan kembali tenaganya,
tetapi t idak berhasil.
Gadis itu terus berjalan tanpa berhent i. Badan Ho Hay
Hong yang berat, diangkatnya.sepert i bukan apa apa.
Perjalanan itu nampaknya sangat panjang, gadis itu
berjalan cukup cepat , tetapi begitu lama belum t iba juga
ditempat tujuannya.
Akhirnya, Ho Hay Hong mendengar suara aneh,
kemudian disusul dengan t iupan angin, ia segera mengert i bahwa kini mereka sudah keluar dari jalan
dibawah tanah.
Suara aneh itu ia belum pernah didengarnya. Ketika ia
membuka mata, benar saja sebuah patung besar berdiri
tegak dihadapannya.
Dari penerangan sinar rembulan remang-remang, ia
mencuri lihat wajah gadis itu. Bukan main cant iknya,
hingga hat inya berdebar-debar.
Ia lupa bahwa jiwanya berada dalam tangan orang.
Dengan tenang seenaknya ia menikmat i kecant ikan gadis
itu. Diam diam ia juga membandingkan gadis itu dengan
kecant ikan Su to Cian Hui, yang disebut duluan adalah
mempunyai kecant ikan dari gadis agung pendiam,
sedang yang tersebut belakangan mempunyai kecant ikan
dari gadis remaja yang lincah segar.
Gadis itu agaknya sadar bahwa dirinya dipandang
orang. Sinar matanya yang tajam segera berubah.
Agaknya ia ing in bertanya, tetapi karena merasa yakin
keagungan seorang gadis, ia segan untuk menanya.
Hanya pipinya kemerah-merahan. Agaknya ia merasa
malu.
Sikap kemalu-maluan itu nampaknya semakin
menggiurkan. Wajah gadis sepert i ini belum pernah
dilihat Ho Hay Hong. Aneh dalam segala-galanya. Kalau
Ia memandang orang, matanya selalu t idak berkedip.
Orang Kang ouw kawakan sepert i Cie lui Kiam-khek
pun t idak akan sanggup berhadapan mata dengan gadis
itu, apalagi dia. Tetapi ia lupa bahwa ia adalah seorang
laki muda belia dan cakap rupawan, sudah tentu
berlainan dengan Cie lui Kiam khek. Dari perubahan sikap gadis itu, Ho Hay Hong telah
menarik kesimpulan bahwa gadis itu pastilah seorang
yang mempunyai sifat lengkap. Wanita semacam ini
kalau bergerak lincah gesit bagaikan kuda liar. Kalau
diam, angkuh agung melebihi wanita yang paling agung.
Gadis itu meletakkan Ho Hay Hong di tanah, sedang ia
sendiri disamping seolah-olah sedang menant ikan apa
apa.
Ho Hay Hong yang biasanya diam t idak suka banyak
bicara, pada waktu itu entah apa sebabnya, mendadak
ingin bicara dengan gadis itu, Lama ia berpikir untuk
mencari bahan pembicaraan, akhirnya berkata:
"Aku sudah mengert i, bahwa kau memang seorang
penduduk Kampung Setan. Meskipun sekarang kau
menguasai jiwaku, tetapi aku juga menguasai salah satu
barang pusaka kalian!"
Gadis itu mendengarkan dengan penuh perhatian.
Diwajahnya tertulis suatu perasaan kaget .
Ho Hay Hong diam-diam berpikir. Gadis Itu meski
t idak bisa bicara, tetapi toh ia masih bisa mendengar,
"Urusan ini aku sebetulnya t idak ingin mengatakan,"
demikian ia berkata lagi, "tetapi, orang yang hendak
berangkat mat i, kukatakan juga t idak apa. Kau past i akan
merasa heran, mengapa aku bisa menguasai salah satu
barang pusaka kalian? Terus terang, kampung setan ini
dua hari berselang aku pernah datang satu kali, waktu
itu aku t idak mengetahui segala-galanya mengenai
tempat ini, juga t idak diketahui oleh orang-orang
kampungmu, kalau kau ingin tahu barang pusaka apa itu yang berada didalam tanganku, harap kau anggukkan
kepala!"
Gadis itu setelah mendengarkan uraian yang panjang
lebar itu, benar saja lantas menganggukkan kepala.
Dengan demikian Ho Hay Hong membukt ikan
dugaannya.
"Barang itu merupakan sebilah pedang pusaka
namanya pedang pedang Garuda sakt i!"
Gadis itu mendadak membuka mulut:
"Apa? Kaukah yang mencuri pedang pusaka itu?"
Ia agaknya tersadar bahwa dirinya sudah salah
omong. Ini Berarti ia sudah membuka rahasia tempat itu,
maka buru buru ia menutup mulut. Tetapi Ho Hay Hong
sudah mendengar dengan jelas, sehingga untuk sesaat ia
merasa bingung. Pikirnya:
"Hm! Kau jelas bukanlah seorang gagu, mengapa
pura-pura tidak bisa bicara?"
Namun demikian, ia t idak mau mengunjukkan
perasaan herannya, katanya sambil tertawa hambar.
"Semula aku kira kau seorang gagu, tak kusangka
suaramu demikian merdu."
Gadis itu t idak dapat berlaku pura-pura lagi, katanya
dingin.
Sikap tadi itu menunjukkan, betapa besar
perhat iannya terhadap pedang pusaka itu hingga hati Ho
Hay Hong tergerak. Ia pikir pedang itu past i ada
hubungannya dengannya jikalau t idak, t idak nant i
menunjukkan perhatiannya demikian besar. Tiba-tiba ia t idak ingin mati, hendak menggunakan
pedang pusaka itu menukar jiwanya.
Maka ia pura-pura bersikap misterius, katanya sambil
tertawa:
"Ini maaf aku t idak dapat memberitahukan, kalian
perlakukan diriku demikian buruk tanpa sebab, hendak
mengambil jiwaku, tidak perlu aku berlaku baik."
"Kau benar-benar seorang pintar, aku kira ket ika aku
bicarakan soal ini tadi, dalam hat imu sudah ada
rencana!"
"Sudah tentu, aku t idak mau mati konyol!"
"Apa art inya ucapanmu ini?"
Ho Hay Hong yang sudah berpikir masak masak pura-
pura berlaku hambar. kepalanya menengadah
mengawasi rembulan, katanya lambat-lambat.
"Kau juga tahu. bahwa bagi manusia yang terpent ing
ialah nyawa. Jikalau aku kehilangan nyawa tanpa
mengetahui apa sebabnya, bukankah itu sangat
penasaran? Maka itu, aku harus berusaha untuk
mempertahankan jiwaku."
"Maksudmu, apakah kau ingin menggunakan pedang
itu untuk menukar jiwamu?"
Ho Hay Hong pura pura kaget, lalu berkata sambil
menganggukkan kepala.
"Ow, kau sungguh pandai, tepat sekali dugaanmu!"
Gadis itu nampak ragu-ragu. "Tentang ini aku harus
menanya ayahku dulu baru bisa mengambil keputusan!"
"Ayahmu apakah kakek rambat put ih itu ?" Gadis itu terkejut, katanya sambil menggelengkan
kepala.
"Kau keliru, ayahku adalah...."
Dengan sinar mata dingin Ho Hay Hong memandang
gadis itu, kemudian memotongnya.
"Kau tak perlu menjelaskan, aku sudah tahu siapa
ayahmu!"
Gadis itu kembali terkejut, "siapa?"
"Manusia liar!"
Mendengar ucapan itu, wajah gadis itu berubah
seket ika, katanya dengan suara keras:
"Kau berani menghinaku."
Tangannya t iba-tiba diangkat, menampar dua kali
dipipi Ho Hay Hong, lalu berkata lagi. mengandung
peringatan:
"Kalau kau berani mengatakan ucapan serupa itu lagi,
jangan sesalkan aku berlaku tak kenal kasihan!"
Ho Hay Hong yang belum pernah terhina orang
wanita, setelah ditampar pipinya, dalam hat i sangat
marah. Tetapi ia adalah seorang laki-laki berjiwa besar,
dengan menekan hawa amarahnya, ia berkata dengan
nada suara dingin:
"Mengapa membohongiku? Siapa ayahmu kau kira aku
tak tahu? Hmm!"
"Pikirkan masak-masak ucapanmu tadi apakah t idak
menyakit i perasaan orang? Kau disini menunggu
keputusan ayah, aku tak mau bicara denganmu!" Pada saat itu, telinga Ho Hay Hong mendadak
menangkap suara jeritan ngeri. Suara yang mengerikan
itu datangnya dari arah selatan. Suara yang mengerikan
itu seolah-olah keluar dari mulut seseorang yang
mengalami nasib mengenaskan.
Mendadak ia bangkit, tetapi baru berjalan beberapa
langkah, Ia sudah jatuh terduduk lagi, tahu bahwa Cie lui
Kiam khek dan lain lainnya mungkin sudah ada yang
dibinasakan oleh orang-orang dari Kampung Setan. Akan
tetapi, ia sendiri nasibnya berada ditangan orang,
sekalipun ingin memberi bantuan juga t idak bisa.
Suara jeritan itu, agaknya juga membingungkan gadis
itu, matanya ditujukan ke-tempat gelap tanpa berkejap.
Dengan t iba t iba sesosok bayangan orang muncul
dibawah patung. Dari mana datangnya dan sejak kapan
bayangan itu berada di situ, Ho Hay Hong t idak tahu.
Dengan mata t idak berkedip, ia mengawasi gerakan
bayangan itu.
Bayangan orang itu diam-diam berjalan kesamping
gadis berkaki telanjang, lalu menanya dengan suara
perlahan:
"Kemana ayah?"
"Aku t idak tahu," jawab gadis itu agak bingung.
Bayangan orang itu mengangkat tangannya, rambut
panjang dan put ih yang menutupi kepalanya segera
terbuka, lalu tampaklah satu wajah yang tampan.
Ho Hay Hong yang menyaksikan orang itu meskipun
masih muda usianya, tetapi berkepandaian sangat t inggi.
Semula dikiranya si Kakek yang dilihatnya ditepi danau Lok ing ouw, tetapi anggapan itu dibantahnya sendiri
karena wajah yang dilihatnya ditepi danau itu jelas
wajahnya seorang tua.
"Adik, disini masih ada yang hidup, bagaimana bisa
terjadi?"
Pemuda itu mengedip-ngedipkan matanya yang tajam,
berkata lagi kepada diri sendiri:
"Pantas aku tadi mendengar suara angin agak kotor,
kiranya adalah suara napasnya?"
Ucapan itu sebetulnya tak disengaja, tetapi Ho Hay
Hong yang mendengarkan, diam-diam merasa kaget. Ia
sungguh tak menduga bahwa tamu aneh yang masih
sangat muda usianya itu, ternyata memiliki kekuatan
tenaga dalam demikian sempurna.
"Jangan sentuh dia, tunggu ayah sendiri yang
membereskannya." demikian gadis itu berkata.
"Apa yang telah terjadi?" tanya sipemuda aneh.
"Dia adalah orang yang mencuri pedang itu."
Pemuda itu memandang Ho Hay Hong lagi sejenak, Ho
Hay Hong lalu berkata:
"Memang benar, pedang Garuda sakt i berada
ditanganku!"
"Kau adalah orang yang mencuri pedang itu, mengapa
t idak mau mengembalikan? Apakah kau t idak tahu
bahwa Kampung setan ini angker?"
Melihat sikap pemuda yang amat sombong itu. Hati Ho
Hay Hong merasa mendongkol, katanya: "Aku bukan orang daerah Tionggoan, perduli apa
dengan Kampung dewa atau Kampung setan: Asal aku
dibebaskan, pedang itu akan kukembalikan kepada
kalian, jikalau t idak aku tidak ingin mati konyol."
"Orang yang menginjak tanah Kampung setan, semua
harus mati, t idak ada yang hidup, apakah kau belum
mengert i?" berkata pemuda itu gusar, tangannya
diletakkan dipundak Ho Hay Hong, hingga Ho Hay Hong
merasa kesakitan. Pemuda itu berkata pula sambil
tertawa mengejek:
"Baru begini saja kau sudah meringis, benar-benar
seorang yang tak ada gunanya."
Ho Hay Hong diam saja, ia melihat baju dibawah
bagian lengannya sudah hancur semua, entah
menggunakan kepandaian ilmu apa pemuda itu dapat
menghancurkan bajunya sedemikian rupa. Meskipun ia
mengagumi kepandaian pemuda itu, tetapi ia t idak suka
dengan sikapnya yang sombong.
Pemuda itu menyent il dengan jarinya, hingga baju
yang sudah hancur itu menjadi berantakan. Selagi
hendak mengejek lagi. matanya t iba-tiba dapat lihat
tanda cacahan seekor burung Garuda dilengan Ho Hay
Hong, hingga seket ika itu ia memandangnya dengan
mata membelalak dan mulut menganga.
Cepat ia membalikkan badan dan berkata kepada
gadis kaki telanjang:
"Adik, apakah kau pernah dengar ceritera ayah."
"Pernah, mengapa koko menanyakan soal ini?" jawab
gadis itu heran. "Coba kau lihat !"
Gadis itu tujukan matanya kearah lengan Ho Hay
Hong yang ditunjukkan oleh pemuda misteri itu.
Mendadak ia terkejut.
"Apa itu ?"
"Kau berani jamin t idak akan memberitahukan hal ini
kepada ayah?" berkata pemuda itu, kemudian bisik-bisik
ditelinganya: "Aku ingin bunuh dia !"
"Koko, jangan!" demikian gadis itu menentang maksud
kokonya, "pedang pusaka itu adalah barang sangat
pent ing bagi kita, t idak boleh hilang untuk selama-
lamanya."
"Adik, apakah kau benar benar t idak mengert i?" kata
sang koko, kemudian dengan bisik-bisik: "dia bukan
orang baik-baik, mau t idak mau harus dibunuh!"
"Jangan koko, kau terlalu egois." Dengan perasaan
kurang senang pemuda itu menatap wajahnya, katanya
sambil mengibaskan lengan bajunya.
"Baiklah, aku t idak mau perdulikan lagi. Selanjutnya
kau juga jangan panggil aku koko lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lantas menghilang.
Gadis itu mengawasi kearah menghilangnya pemuda
tadi, otaknya seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.
Sebentar kemudian, diwajahnya terlintas suatu perasaan
tegas, lambat-lambat membalikkan badan dan berkata
kepada Ho Hay Hong:
"Baiklah, aku terima baik permintaan mu, untuk
menukar pedang dengan jiwanya, tetapi aku harus ikut
pergi mengambil, supaya kau t idak bisa menipu aku!" "Cara ini baik sekali, setelah mengambil kembali
pedangmu, kau lantas bunuh aku!"
Gadis itu mengunjukkan paras cemberut , katanya
sambil cibirkan bibirnya:
"Apa katamu? Apa kau kira aku orang semacam itu?"
Ho Hay Hong telah memikirkan bahwa pedang itu
sudah berada dalam tangan pemimpin golongan Lempar
batu, bagaimana ia harus mengambil kembali?
Karena kesulitan itu, maka akhirnya Ia berkata:
"Aku lebih suka mati ditanganmu t idak mau tertipu !"
"Apa sebetulnya yang kau inginkan!?"
"Aku akan pulang seorang diri untuk mengambil
pedang itu akan kuletakkan disuatu tempat yang sudah
kita janjikan. Jikalau t idak, diwaktu aku menyerahkan
pedang, kau masih mendapat banyak kesempatan untuk
melakukan perbuatan yang t idak menguntungkan diriku."
"Kau pintar sendiri, apabila kau pergi t idak kembali,
bukankah aku akan kehilangan dua-duanya?"
Ketika mengucapkan kata-kata terakhir, ia agaknya
merasa bahwa ucapannya itu kurang tepat , hingga
mukanya merah seketika.
Ho Hay Hong t idak memperhatikan perubahan kecil
itu, berkata sambil membusungkan dada:
"Kalau kau sedikitpun t idak percaya kepadaku, aku
juga t idak bisa berbuat apa apa, terserah pada yang kau
kehendaki!"
Melihat sikap Ho Hay Hong yang sungguh-sungguh,
gadis itu lantas berkata. "Baiklah aku mengalah lagi!" Matanya menatap wajah
Ho Hay Hong, "hanya kau harus bersumpah dulu
terhadap aku, t idak membocorkan rahasia Kampung
setan kepada siapapun juga."
Ho Hay Hong terperanjat, Ia berusaha supaya
perasaannya itu tidak terlihat oleh sigadis, katanya.
"Kau jangan khawat ir, tentang rahasia Kampung
setan, apa yang kuketahui sebetulnya sedikit sekali!"
"Sekarang begini saja, setelah kau ambil pedang
pusaka itu, kau tanam di bawah pohon kayu putih, satu-
satunya pohon yang daunnya putih ditepi danau Lo king
ouw. Kuberikan waktu sampai besok, sebelum tengah
hari jikalau t idak, besok sore aku akan datang untuk
mengambil pedang itu, kalau t idak ada, aku akan
mencari kau untuk membuat perhitungan!"
"Tidak bisa, pedang itu kusimpan ditempat yang
sangat rahasia, set idak t idaknya masih harus makan
waktu tiga hari baru dapat kuambil."
Dalam perhitungannya dalam waktu tiga hari itu masih
ada kesempatan untuk minta kembali pedangnya kepada
pemimpin golongan lempar batu. Tetapi itu juga
merupakan suatu pertanyaan, dalam waktu itu bisa minta
kembali pedangnya atau t idak, ia sendiri juga t idak
berani memastikan. Meskipun sangat berbahaya, tetapi ia
sudah t idak mempunyai pilihan lain, terpaksa menempuh
jalan untung-untungan.
Gadis itu setelah menghitung-hitung sejenak kemudian
berkata sambil menganggukkan kepala.
"Kuperhitungkan dari sudut yang paling buruk dulu,
taruh kata kau kabur, dalam waktu t iga hari, paling banter kau dapat mencapai perjalanan t iga ratus pal, aku
masih bisa menangkap kau kembali. Baiklah, aku terima
baik permintaanmu ini."
Ho Hay Hong tertawa, "demikianpun kita tetapkan !"
Kesan pemuda pendiam itu, gadis kaki telanjang ini
meskipun sikapnya agak galak, tetapi hat inya masih put ih
bersih.
"Lekas kau pergi, sebentar kalau mereka datang kau
t idak bisa pergi lagi! Lagi pula aku juga tidak mempunyai
kekuatan untuk melindungi dirimu hingga kedua pihak
sama-sama tak ada untungnya!"
"Kenapa aku harus pergi yang agak aman."
"Sekarang ini semua penjuru sudah terkurung rapat
kawan kawanmu pasti sih, pergilah menuju kejalan
bawah tanah, kemudian kau kabur kedanau lok ing ouw."
"Terima kasih atas kebaikanmu, dilain waktu"
Belum habis kata-katanya, pundaknya mendadak
ditepuk oleh si gadis itu. seketika itu juga perasaan
lemasnya lenyap, darah dalam tubuhnya mengalir sepert i
biasa lagi, begitupun kekuatan tenaga dalamnya juga
sudah pulih kembali, hingga diam-diam ia merasa girang.
Ia t idak mau membuang waktu, dengan langkah lebar
ia masuk kedalam gua, telinganya masih dengar kata-
kata si gadis: "Setelah kau keluar dari dalam rimba, itu
berarti kau sudah menginjak tanah bebas !"
Setelah, itu, terdengar suara keresekan. Mendadak
gua itu gelap gulita, kiranya jalan masak kedalam gua itu
sudah tertutup oleh patung besar itu. Ia tahu bahwa itulah jalan satu-satunya untuk
menyelamatkan dirinya maka dengan menindas rasa
takutnya, ia berlari-larian didalam jalan dibawah tanah
itu.
Keluar dari jalan bawah tanah, terus lari menuju
kekota. Saat itu baru saja lewat jam satu malam. Tanpa
menoleh ia terus lari menuju ke gedung Kanglam Bu
koan.
Tiba didepan pintu gedung, ruangan tamu masih
terang benderang, jelaslah sudah terjadi apa-apa. Ia
pura-pura jalan-jalan dulu ketaman, kemudian baru
masuk keruangan tamu.
Dalam ruangan tamu itu tampak banyak orang sedang
duduk dalam keadaan diam, mereka itu adalah Cie lui
Kiam khek, Khong ciok Gin cee, si Ayam Emas Song Sie,
dan Giok bu Kie su serta yang lainnya, sedang empat
serangkai keluarga Liong t idak nampak.
Pakaian orang orang itu sudah hancur, di sana sisi di
badan mereka terdapat banyak luka, seolah-olah baru
melakukan pertempuran hebat.
Empat orang itu ketika melihat Ho Hay Hong kembali,
semua membuka mata dan menganggukkan kepala
kepadanya.Cie lui Kiam khek mencoba berlaku tenang,
katanya sambil tertawa:
"Menurut keterangan anakku, katanya Ho siauhiap
juga pergi ke Kampung Setan?"
-oood0-0wooo-
Bersambung jilid 6
Jilid 6
SEBELUM Ho Hay Hong menjawab, ialah melihat Su to
Cian Hui dengan tergesa-gesa lari keluar dari dalam
kamar, tangannya membawa seember air bersih dan
handuk, maka buru-buru ia mengurungkan maksudnya
hendak menjawab.
Dengan sangat hat i-hati, Su to Cian Hui membersihkan
luka-luka empat orang itu dengan air bersih, kemudian
diberinya obat luka.
Mendapat perawatan hangat , Khong ciok Gin cee
berkata sambil menghela napas:
"Kampung Setan benar-benar merupakan suatu
tempat yang amat seram, kalau Su-to Tayhiap t idak
cepat-cepat menginsyafi adanya bahaya, kita semua
barangkali sudah binasa disana. Ah, kasihan itu orang-
orang rimba persilatan yang dahulu pergi kesana tanpa
rencana, sehingga mereka t idak bisa kembali lagi."
Si Ayam emas mendadak bangkit dan membuka
matanya lebar-lebar, katanya.
"Dengan munculnya manusia liar secara mendadak,
empat persaudaraan keluarga Liong telah menjadi
korban dalam tangan mereka. Tidak usah dikata lagi.
Kipas besi Hok Yauw pasti sudah t idak punya harapan
hidup.”
Ketika ia mengenangkan kejadian mengerikan itu,
perasaan ngeri masih tampak lekat dimukanya. Ia
menarik napas panjang, lalu berkata lagi.
"Aku tetap menganggap bahwa kita belum mempunyai
rencana yang sempurna, sehingga terjebak oleh kawanan siluman itu. Jikalau t idak, kekalahan kita past i
t idak sampai begini mengenaskan."
Cie-lui Kiam khek berkata sambil menggeleng-
gelengkan kepala.
"Bukan, bukan, aku diduga bahwa dalam Kampung
Setan itu setiap jengkal terjaga keras, bahkan dalam
rimba juga ada orangnya. Kemat ian keluarga Liong
bukan ditangan manusia liar, melainkan diserang senjata
gelap oleh orang yang sembunyi didalam rimba. Apakah
kau tadi t idak dengar suara ser-seran itu? Itu adalah
senjata jarum beracun yang tidak berwujud!"
Khong Ciok Giok cee berkata dengan nada suara
sedih:
"Persaudaraan Liong menjadi korban kurang kesiap-
siagaan, hingga lebih dulu terkena serangan senjata
gelap jarum beracun dan kemudian dibinasakan oleh
kawanan manusia liar, kita tahu bahwa empat saudara
Liong itu sudah lama mendapat nama, kawanan manusia
liar itu meskipun lihay, juga t idak mungkin demikian
mudah membinasakan mereka. Aku kira Hok Yauw juga
terbinasa oleh serangan gelap jarum beracun, karena
jarum beracun itu tanpa suara dan tanpa bayangan,
mudah sekali digunakan untuk membokong orang,
apalagi musuh bersembunyi ditempat gelap, orang tak
bisa berjaga-jaga"
"Aku selalu anggap bahwa orang aneh berpakaian
kelabu, berambut put ih itu adalah orang yang melakukan
penyerangan dengan menggunakan jarum beracun,
Khong ciok Lo enghiong, kau tadi telah mengadu
kekuatan dengannya, bagaimana kekuatannya kau rasa?"
berkata Cie lui Kiam khek. "Kekuatan tenaga dalam Kakek rambut putih itu jauh
lebih sempurna dari padaku, dengan mengorbankan
ilmuku Cie yang Ceng khie, aku mengadu kekuatan
dengannya sampai dua kali. hingga sekarang aku masih
merasa debaran jantungku. Begitupun kaki tanganku,
juga masih terasa kejang!" berkata Khong ciok Gin cee.
"Dia adalah pembunuhnya empat saudara Liong!"
berkata Cie lui Kiam khek.
"Aku pikir bukan, dengan kepandaiannya yang
demikian t inggi, sudah cukup untuk membinasakan kita
secara terang-terangan tidak perlu secara gelap-gelapan.
"Pikiran lo enghiong ini juga ada benarnya. Orang
aneh berbaju kelabu itu kalau bukan pembunuhnya
empat saudara Liong, aku anggap itu adalah perbuatan
gadis kaki telanjang itu. Karena senjata jarum beracun
yang halus bagaikan bulu kerbau itu, kecuali orang-orang
rimba persilatan yang mempunyai kekuatan tangan
sangat besar yang dapat menggunakannya. selanjutnya
adalah kaum wanita Cie cian Sien sio dulu telah terkenal
namanya dengan senjata rahasia jarum beracun ?"
Song Sie agaknya membenarkan pikiran Cie-lui Kiam
khek, katanya:
"Dari sinar matanya yang dingin, tajam, sikapnya
barangkali juga kejam"
Ho Hay Hong yang sejak tadi mendengarkan
pembicaraan mereka tanpa bersuara, kini t iba-tiba
membuka mulut .
"Dia bukan orang perempuan semacam itu. Jarum
beracun itu bukan perbuatannya." Cie-lui Kiam khek terkejut . "Dari keterangan Ho
siauhiap ini agaknya ia kenal baik dengan wanita itu.
Bagaimana sebetulnya?"
Pertanyaan itu menarik perhat ian semua orang,
hingga semua mata tertuju kepada Ho Hay Hong.
Su to Cian Hui juga menghent ikan pekerjaannya,
dengan sepasang matanya yang penuh tanda tanya
memandangnya.
Ho Hay Hong terperanjat, ia tahu sudah kelepasan
omong, maka terpaksa menjawab:
"Selama pertempuran berlangsung, dia terus berada
disampingku, maka aku berani memastikan bahwa jarum
beracun itu bukan ia yang menggunakan."
Giok bu Kie su yang terluka paling berat, berkata
dengan kebencian yang meluap-luap kepada orang-orang
dari Kampung Setan
"Orang-orang dari Kampung Setan semuanya berhat i
kejam dan bertangan ganas, kali ini Ho siauhiap
memasuki goha macan, ternyata bisa pulang keadaan
selamat, apakah mendapat perlindungan dari dewa? Ho
siauhiap, dapatkah kau memberi keterangan?"
"Aku melarikan diri selagi ia dalam keadaan lengah!"
jawab Ho Hay Hong.
"Dalam Kampung Setan, setiap jengkal tanah ada
orang yang menjaga, keterangan Ho siauhiap ini sudah
jelas bukan dengan sejujurnya." berkata Khong ciok Gin
cee sambil menggelengkan kepala.
"Kalian semua t idak percaya keterangan ku. apa yang
harus aku katakan?" berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas dan berjalan pelahan-lahan menuju ke
pintu, "apalagi pengalamanku kali ini, juga t idak bisa
dijelaskan dengan singkat."
Ia mendongakkan kepala memandang rembulan
kelangit. Hatinya terasa kalut , sebab kalau dalam waktu
t iga hari dapat mengambil pedang pusakanya, akan
hilanglah kepercayaan gadis kaki telanjang itu kepadanya
Dari jauh, t iba-tiba terdengar suara burung Garuda.
Diwaktu tengah malam, dalam keadaan sunyi itu, suara
itu benar-benar bisa membuat berdiri bulu roma.
Ho Hay Hong menghenti langkah kakinya. Matanya
berputaran mencari-cari di angkasa. Tidak jauh ditempat
ia berdiri, tampak satu bayangan lompat melesat setinggi
kira-kira empat tombak, Di angkasa bayangan itu
melakukan gerakan jumpalitan, kemudian menukik turun
ketaman belakang gedung dan sebentar kemudian
menghilang.
Gerakannya berjumpalitan di tengah udara itu
sungguh indah, ketika Ho Hay Hong menyaksikan itu,
terkejut lah hat inya. Katanya kepada diri sendiri: "Celaka,
dia adalah toa suheng."
Diwaktu tengah malam toa suhengnya itu mendadak
muncul digedung Kang lam Bu koan, dapat dimengert i
apa maksudnya. Diam-diam Ho Hay Hong
mengkhawat irkan jiwa Cie lui Kiam khek.
Dengan Cie lui Kiam khek ia t idak mempunyai
perhubungan erat , tetapi terdorong oleh perasaan
keadilan dan prikemanusian, ia telah melupakan semua
bahaya yang mengancam dirinya. Ia merobek sepotong bajunya untuk menutupi
mukanya, dibagian kedua matanya ia membuat lobang
dengan jari tangannya lain dengan tergesa-gesa lompat
melesat mengejar toa suhengnya.
Bayangan tadi agaknya berbalik arah sebab tiba-tiba ia
membalikkan badannya, hingga berpapasan dengan Ho
Hay Hong.
Tanpa membuka suara, Ho Hay Hong sudah maju dan
menyerang dengan dua tangan kearah dua jalan darah
Khie hay dan Sian ing
Bayangan orang itu mundur setengah langkah, sambil
mengeluarkan suara dihidung menghunus pedangnya,
lalu diputar dan membabat tangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong terpaksa membatalkan serangannya,
kaki kirinya digeser maju, tangannya diangkat hendak
menggaet pedang lawan, pedang ditangan bayangan
orang itu menyontek keatas, hembusan angin menuju
ke-muka Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong setengah badannya menggeblak
kebelakang, tangannya bergerak mengketok gagang
pedang lawannya.
Beberapa gerak t ipu serangannya yang digunakan itu,
adalah menurut ciptaannya sendiri. Karena ia tahu benar
bahwa untuk menghadapi suhengnya itu, sekali-kali t idak
boleh menggunakan ilmu silat golongan sendiri.
Oleh karena ia harus berusaha untuk menghindari
supaya jangan diketahui oleh suhengnya maka agak
berat baginya untuk menyambut i serangan suhengnya
yang dilancarkan bertubi-tubi. Apalagi setelah suhengnya
menggunakan ilmu silat golongannya yang dikenalnya paling ampuh, maka keadaan Ho Hay Hong semakin
berbahaya.
Diluar dugaannya, secara t iba-tiba sang suheng itu
undurkan diri dan menengok kelain jurusan. Dibawah
sinar rembulan, wajah tampan sang suheng jelas
menunjukkan perasaan kaget .
Ho Hay Hong baru tahu pada saat itu didalam tanah
itu sudah tambah satu orang.
Orang itu berwajah tampan, mengenakan pakaian
sangat mewah. Gerakannya halus merupakan t ipenya
seorang pemuda dari t ingkatan atas. Namun dari
mukanya nampak sifatnya sepert i seorang pemuda yang
gemar pipi lic in.
Sangat mengherankan bahwa seorang pemuda
demikian, diwaktu tengah malam buta seperti itu
mendadak muncul didalam taman gedung Kang lam Bu
koan ?
Terdengar suara bentakan yang keluar dari suhengnya
Ho Hay Hong:
"Ho Sutee, ada keperluan apa kau datang kemari ?"
Pemuda itu tersenyum. t idak menjawab, Ho Hay Hong
yang mengenakan kerudung dimukanya, ketika
mendengar teguran suhengnya itu terkejut dan terheran-
heran.
Ia mengira bahwa suhengnya sudah mengenali
dirinya, namun sang suheng itu berjalan mendekat i
pemuda berpakaian mewah itu.
Pemuda tadi tetap t idak membuka mulut, dengan
mendadak mengangkat tangannya yang putih, mendorong kearah anak muda yang menjadi suhengnya
Ho Hay Hong.
Pemuda yang tersebut belakangan itu marah,
bentaknya,
"Berani sekali hei Ho sutee, kau sudah berontak?"
Tangannya diangkat, menyambuti hembusan angin
yang keluar dari tangan pemuda pakaian merah itu.
Dua kekuatan saling beradu, pemuda pakaian merah
itu bibirnya masih tersungging satu senyuman, dengan
langkah lebar dia maju set indak lagi. Sebaliknya
suhengnya Ho Hay Hong mundur t iga langkah, dan
kemudian tanpa berkata apa-apa, lompat melesat
set inggi t iga tombak lebih, dengan cepat kaburkan diri
melalui tembok.
Ho Hay Hong diam diam mengeluh, karena sang
suheng salah melihat orang, tanpa mencari keterangan
lebih dulu, ia berlalu dengan hat i marah. Hal itu
dikemudian hari past i akan menimbulkan kerewelan.
Ia mengawasi pemuda pakaian mewah itu, memang
benar. Wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajahnya
sendiri, bahkan t indak tanduknya juga sangat mirip
sekali.
"Kau juga ingin merampok burung Garuda?" demikian
pemuda pakaian mewah itu menegur Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong t idak mengert i maksud dalam kata-
katanya itu, tetapi ia merasa bahwa perkataan juga ingin,
terlalu menghina dirinya, hingga diam-diam ia merasa
t idak senang. Pemuda berpakaian mewah itu maju beberapa
langkah, sebelum mendekat i Ho Hay Hong mendadak ia
menggerakkan lengan bajunya.
Ho Hay Hong menyambuti serangan itu dengan
tangannya, mendadak terdorong mundur selangkah,
hingga diam-diam terkejut .
"Hm, hanya begitu saja." berkata pemuda berpakaian
merah, lalu menyerang lagi dengan tangan kosong.
Ho Hay Hong mengerahkan sepenuh tenaganya,
membacok dengan menggunakan belakang telapak
tangan. Terdengarlah suara beradunya dua kekuatan,
kembali ia terpental mundur oleh kekuatan tenaga yang
t idak berwujud.
Dengan demikian, mereka sudah mengadu kekuatan
tenaga dalam, masing-masing sudah dapat mengukur
kekuatan tenaga dalam lawannya. Ho Hay Hong merasa
penasaran dengan alis berjengit , ia menggerakkan kedua
lengannya, sehingga mengeluarkan suara keretekan.
Mulutnya menghembuskan hawa putih, semakin lama
semakin tebal, sehingga hawa itu t idak buyar. Kemudian
barulah mendorong tangannya pelahan-lahan.
Pemuda berpakaian mewah itu dengan sikap yang
memandang ringan lawannya, mengibaskan bajunya.
Dari situ keluar hembusan angin yang merupakan angin
kekuatan tenaga dalamnya.
Ketika kedua kekuatan tenaga saling beradu, Ho Hay
Hong roboh ke belakang, sedangkan pemuda baju
mewah Itu mundur terhuyung-huyung dengan wajah
berubah. Ho Hay Hong dengan perasaan mendongkol merayap
bangun, jidatnya sudah penuh dengan peluh.
Matanya menatap wajah lawannya, tanpa berkata apa
apa ngeloyor pergi.
Pemuda berpakaian mewah itu juga t idak melakukan
penyerangan lagi, ia membiarkan Ho Hay Hong pergi.
Sejenak mulutnya menggumam sendiri, kemudian
berseru:
"Hei, Su to Cian Hui, sahabat baikmu sudah datang,
lekas keluar!"
Suaranya itu sangat nyaring, didalam suasana sunyi
sepert i itu, suara itu menggema sampai jauh.
Tidak lama kemudian, tampak sesosok bayangan
langsing berkelebat keluar dari ruangan tamu dan
menghampiri pemuda itu, lain menegurnya:
"Tang-siang Sucu, aku sedang berpikir hendak
membuka kedokmu, tak kuduga kau sudah membukanya
sendiri!"
Pemuda Itu tampak tercengang, katanya: "Su to Cian
Hui, kau sesungguhnya keterlaluan, kau pikir saja sendiri,
dari tempat ribuan pal jauhnya aku datang menengokmu,
sebaliknya kau sambut dengan cara yang t idak enak
sepert i ini !"
"Lekas kau enyah dari sini, mulai hari ini, pintu rumah
keluarga Su to sudah tertutup bagimu, mengerti!"
berkata Su to Cian Hui marah.
"Apa? suruh aku enyah? Bukankah terlalu kejam
keputusanmu ini!" berkata pemuda itu kaget, matanya
memandang sinona melotot. "Hm! kau sungguh hebat, dalam waktu beberapa hari
saja, kau sudah pindah t inggal dalam rumahku!"
"Apa katamu?"
"Kau jangan kira bahwa ayah junjung t inggi kau,
menghargai kau! Harus kau ketahui, asal aku membuka
kedokmu, ayah pasti akan usir keluar kau. Maka aku
nasehatkan kau, sebaliknya jangan kau merecoki aku!"
"Aku tak mengert i maksudmu, aku tak tahu siapa
sebetulnya yang kau katakan?!"
Su to Cian Hui tertawa dingin, lalu berkata:
"Tidak mengert i yah sudah, nonamu t idak ada tempo
bicara dengan kau!" tapi baru saja kata-kata itu
diucapkannya, Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan
Song Sie sudah berjalan menghampiri dengan t indakan
lebar.
Sebelum Cie lui Kiam khek berbicara sudah didahului
oleh Song Sie.
"Hei, lotee, aku sudah kata. jangan terlalu menurut i
hawa napsu, tetapi, tetapi kau tidak mau dengar."
Cie lui Kiam khek mendadak bertanya: "Benarkah kau
muridnya Lam tiang Tay bong. Tang siang Sucu?"
Tang siang Sucu semula tercengang, ia berkata
kepada Song Sie:
"Lo enghiong ini siapa? Aku tak kenal denganmu!"
Song Sie sangat mendongkol, katanya: "Lotee,
benarkah kau sudah tidak mengenali diriku lagi?" Tang siang Sucu t idak menghiraukan, sebaliknya
berkata sambil memberi hormat kepada Cie lui Kiam-
khek:
"Tuan ini kiranya Cie lui Kiam khek Su to tayhiap, yang
namanya sangat kesohor itu? Aku yang rendah merasa
sangat beruntung, hari ini bisa berjumpa dengan
tayhiap."
Cie lui Kiam khek mendadak tercengang, diam-diam
merasa heran, karena sewaktu orang she Ho itu datang
hanya membawa se-stel pakaian, tapi sekarang darimana
pakaiannya yang demikian mewah itu ?
Ia pura-pura bertanya:
"Siauhiap she apa ?"
"Ho !" jawab Tang siang Sucu.
Kembali Cie lui Kiam khek terkejut, dalam hat inya
berpikir: “sudah jelas kau adalah Ho Hay Hong, mengapa
pura-pura tidak kenal ?"
"Apakah siauhiap bukan Ho Hay Hong?" demikian ia
bertanya.
"Bukan, aku yang rendah Ho Hay Thian!"
Semua orang terkejut oleh jawaban pemuda itu. Ho
Hay Hong telah berjalan keluar dari taman belakang.
Pakaian yang ada dibadannya masih tetap pakaian yang
berwarna hijau yang sudah luntur, sedang bagian
lengannya indah hancur, tetapi gerak kakinya tetap
tegap.
Diri jauh ia dengar Tang-siang Sucu menyebutkan
nama Ho Hay Thian. Nama itu bukan saja hanya terpaut
satu huruf dengan namanya sendiri, tetapi raut muka dan potongan badan orangnya juga mirip dengan dirinya,
hingga sesaat Itu ia merasa bingung.
Tadi ia terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam,
sehingga t idak sanggup melanjutkan pertempuran. Kini
setelah mendapat waktu beristirahat , kekuatannya sudah
pulih kembali. Dengan memainkan potongan bambu ia
berkata kepada Tang Siang Sucu:
"Pertempuran kita tadi belum selesai, mari sekarang
kita lanjutkan!"
Munculnya Ho Hay Hong bukan saja membuat Cie lui
Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan si Ayam emas Song
Sie lantas sadar dari kekeliruan mereka, tetapi Su to Cian
Hui juga lantas mengert i duduk perkaranya. Pikirnya:
"Mukanya dan potongan badannya sangat mirip satu
sama lain. juga sama-sama she Ho, sudah tentu orang
susah membedakan.”
Diam diam ia juga merasa menyesal terhadap Ho Hay
Hong, karena pemuda pendiam itu selamanya berlaku
sopan dan lemah lembut terhadap dirinya, tetapi ia
sendiri memperlakukannya dengan sikap ketus.
Tang siang Sucu Ho Hay Thian dengan sikap sopan
berkata kepada Cie lui Kiam-khek:
"Jikalau Su to locianpwee tidak menganggap aku yang
rendah terlalu kurang ajar, bolehkah kiranya aku yang
rendah main-main beberapa jurus dengannya?"
"Urusan siauhiap aku orang tua t iada hak turut
campur tangan. Tetapi kalau siauhiap hendak
mempertunjukan kepandaianmu, silahkan diluar
pekarangan saja. Tempat ini adalah tempatku siorang tua, aku t idak ingin terbawa-bawa dalam pert ikaian ini!"
kata Su-to Siang dingin.
Jawaban itu kedengarannya memang pantas, tetapi
didalamnya ada mengandung maksud "mengusir". Sudah
tentu Tang siang Sucu merasa malu untuk berdiam lebih
lama disitu. Maka lantas ia berkata sambil memberi
hormat:
"Kuucapkan banyak-banyak terima kasih atas kebaikan
tayhiap, sampai berjumpa lagi!"
Setelah berkata demikian, ia lantas berlalu.
Su to Cian Hui berkata sambil cibirkan mulutnya:
"Orang itu sangat menjemukan!"
"Saudara Su to, kali ini kau berlaku salah, kau tahu
bahwa Lam kiang Tay bong itu adalah seorang jagoan
yang berpikiran cupat , orang semacam ini tidak perlu kita
ganggu." berkata Song Sie.
"Terhadap Lam kiang Tay bong selamanya memang
aku t idak begitu suka, kalau kita t idak unjuk gigi,
tentunya ia akan anggap bahwa kepada keluarga Su to
dia boleh berbuat sesukanya! Saudara Song, kau t idak
usah khawatir, kalau lantaran ini Lam kiang Tay bong
merasa t idak senang, aku ada akal untuk
menghadapinya!" berkata Cie lui Kiam khek sambil
menggelengkan kepala.
"Maksudmu apakah burung garuda itu berkata Song
Sie, tetapi mendadak ia tutup mulut .
Cie lui Kiam khek memandang Ho Hay Hong berlaku
pura-pura t idak dengar, namun dalam hat i diam-diam ia
merasa heran. Apa sebabnya Cui lui Kiam khek takut bila orang membicarakan burung garuda yang berada dalam
sangkar di tamannya ?
Ia pikir dalam hal ini pasti ada sebab musababnya !
Karena ia anggap sudah t idak ada gunanya berada
disitu. Maka lantas berkata kepada Cie lui Kiam khek:
"Su to Tayhiap, malam ini harap sedikit hat i-hati
mungkin ada orang datang mengganggu."
Ia t idak mau bercerita lebih banyak, sehabis berkata
demikian, lantas iapun berlalu.
Cie lui Kiam khek ternyata salah tangkap maksud
perkataannya. Dianggapnya Tang siang Sucu yang akan
mengganggu. Maka lantas tertawa, kemudian berkata
sambil anggukkan kepala.
"Ho siauhiap t idak perlu khawatir, kalau benar ada
orang berani mengganggu, kita akan lawan sekuat
tenaga. Tetapi aku yakin Tang siang sucu masih belum
berani berbuat apa apa terhadap aku!"
Kembali kedalam kamarnya, semalam suntuk Ho Hay
Hong t idak bisa pejamkan matanya. Hingga pagi hari,
barulah pikiran agak tenang.
Pagi itu ia menyaksikan Cie lui Kiam khek sudah
berada di pekarangan melatih silat. Salah satu gerak t ipu
yang dikeluarkannya pagi itu agak mirip dengan gerak
t ipu golongannya sendiri. Karena ia menganggap hal itu
suatu kebetulan. Maka ia tidak ambil perhatian.
Ia berjalan terus, kebetulan berpapasan dengan Su to
Cian Hui yang berjalan mendatangi. Nona itu meskipun
t idak menyapanya, tetapi sudah t idak menunjukkan sikap t idak senang sepert i biasanya. Mungkin nona itu sudah
insyaf atas kekeliruannya.
Baru saja ia hendak pamitan kepada Cui lui Kiam khek,
jago silat itu sudah menghentikan latihannya,
melambaikan tangan kepadanya. Ia melihat wajah Cie lui
Kiam khek agar murung, seolah-olah sedang menghadapi
persoalan rumit .
"Ho lotee, tadi pagi aku menerima kabar, bahwa
suteeku Kam In Kiam khek berada dalam kesulitan, kalau
kau sudi membantu aku. sekarang boleh berangkat "
berkata Cie lui Kiam khek.
"Aku justru ingin berpamitan denganmu, ada banyak
hal yang masih perlu kulakukan." kata Ho Hay Hong.
Cie lui Kiam khek terus terang "Kalau begitu sangat
kebetulan, Ho lotee boleh sekalian menengoknya.
Dengan terus terang, suteeku sudah mengirim orangnya
kerumah makan Yin pin menunggu kau, ia dengar
banyak tentang kau, benar-benar sangat
mengagumimu."
"Kalau kau nant i t iba di rumah makan Yin pin. apabila
melihat seseorang yang didepan dadanya tertancap
setangkai bunga bunga merah, kau boleh tegur dia.
Orang itu adalah utusan atau orang yang terdekat
dengan suteeku. kau boleh minta keterangan darinya,
untuk menentukan rencana selanjutnya."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, ia mengert i
bahwa tuan rumah agaknya telah mendesak agar ia lekas
pergi. Tetapi sebelum kakinya bergerak, dari luar pintu
muncul seorang Kang ouw, yang lari tergesa-gesa seraya
menyerahkan sepotong undangan.
Ketika Cie lui Kiam khek membaca surat itu, wajahnya
berubah seketika dan kemudian berkata:
"Baik aku akan berangkat segera?"
Tanpa berkata apa-apa lagi, jago tua itu lantas tukar
pakaian ringkas, kemudian bersama sama Khong ciok Gin
cee, Song Sie, Giok bu Kie su dan lain lainnya serta orang
Kang ouw tadi, pergi menuju kearah selatan.
Ho Hay Hong seolah-olah mendapat firasat bahwa Cie
lui Kiam khek sedang menghadapi persoalan sulit . Mata
orang Kang ouw tadi berputaran tak hent inya, jelas
mengandung maksud t idak baik, tetapi ia sudah t idak
mempunyai waktu untuk campur tangan.
Tidak lama setelah Cie lui Kiam khek pergi, pintu
terbuka lagi. Kembali seorang Kang ouw lari masuk ke
dalam ruangan, orang itu memanggil manggil dengan
suara nyaring.
"Su to Cian Hui! Kemana nona Su to?" Sepasang mata
orang itu terus berputaran, badannya sudah basah
dengan air keringat, jelas habis me lakukan perjalanan
jauh.
"Ada urusan apa?" bertanya Ho Hay Hong.
Orang itu mengawasi padanya sejenak, mulutnya
masih berkata .
"Apakah nona Su to ada ? Bolehkah saudara tolong
sebentar, minta dia keluar?" "Pergilah kau panggil sendiri, ia berada dalam kamar!"
berkata Ho Hay Hong.
Ia mendadak merasa bahwa ruangan belakang sepi,
t idak terdengar suara apa-apa, hingga diam diam
bertanya tanya kepada diri sendiri: Aneh kemana
perginya pemuda-pemuda yang tadi berlatih silat disini?
Ia t idak menghiraukan orang itu lagi. dengan cepat
berjalan menuju ke belakang, dari jauh ia melihat
puluhan anak muda sedang berdiri bagaikan patung.
Ia juga melihat , dibawah sebuah pohon, berdiri
berpencaran empat jago pedang muda-muda berpakaian
ringkas, sikapnya sopan sopan. Mereka sedang bercakap-
cakap, seolah olah t idak pandang mata orang lain.
Pelayan pelayan laki-laki dan perempuan gedung itu,
juga pada berdiri dalam keadaan sepert i patung. Mata
mereka berputaran, tetapi badan mereka t idak bisa
bergerak. Jelas bahwa jalan darah mereka sudah ditotok.
Salah satu diantara empat jago pedang muda itu t iba-
t iba berkata dengan suara nyaring:
"Eh mengapa Siangcu masih belum kelihatan?"
Seorang muda yang pinggangnya terselip senjata
pecut berkata:
"Kau jangan cemas, kalau Siangcu membereskan Cie
lui Kiam-khek, sudah tentu bisa datang sendiri."
Seorang lagi berkata sambil menghela napas:
"Siangcu diam-diam mencintai nona Su-to sudah dua
tahun lamanya sejak ia berguru pada Bwee san sin kie.
Siancu lantas kurang kegembiraan, Bwee san Sin kie
dengan Lam kiang Tay bong t idak ada hubungan, agaknya sudah mempunyai ganjelan hat i, pantas kalau
Siangcu t idak senang nona Su to berguru di sana."
Ho Hay Hong hendak membalikkan badan. Tiba-tiba
orang Kang ouw itu menyerangnya. Ia putar kakinya,
mengelakkan serangan tersebut . Selagi hendak menegur,
di luar t iba t iba terdengar suara orang berkata sambil
tertawa dingin: "Sahabat, kau mirip benar denganku!"
Ho Hay Hong berpaling, ia segera mengenali bahwa
orang yang baru datang itu adalah Tang siang Su cu.
Sepert i biasa, pakaiannya sangat perlente.
"Benar, kau juga mirip dengan aku."
Sehabis berkata, Ia terus berjalan menuju keruangan.
Disana ia duduk diatas kursi besar, mengawasi segala
perbuatan Tang siang Sucu sambil berpeluk tangan.
Tang siang Sucu sangat mendongkol, selagi hendak
menyerang, dari dalam kamar tampak keluar seseorang
yang tak lain dari pada Su-to Cian Hui sendiri.
Dengan wajah berseri seri Tang siang Sucu maju
menghampiri dan berkata padanya sambil memberi
hormat:
"Su to Cian Hui, tanpa diundang kita datang sendiri,
sesungguhnya agak kurang sopan !"
Mata Su to Cian Hui menatap wajahnya kemudian
beralih kepada Ho Hay Hong. Dalam hati ia berpikir:
"Mereka berdua benar benar sepert i saudara kembar."
Ho Hay Hong menundukkan kepala. Ia sebetulnya
t idak berani menerima pandangan mata Su to Cian Hui.
"Ada urusan apa ?" bertanya Su-to Cian Hui. "Tidak ada urusan apa-apa, hanya hendak
mengabarkan suatu berita !" menjawab Tang-Siang Su
Co.
"Berita apa ?"
"Ayahmu sudah terjatuh dalam tanganku, harap nona
pikirkan suatu cara untuk mengambil orang !"
"Apa katamu ?" Su To Cian Hui membuka matanya
lebar-lebar menatap wajah pemuda ceriwis itu,
mendadak Ia merasa bahwa wajah yang berseri-seri itu
sangat menjemukan.
"Kau manusia berhati binatang, perbuatan apa yang
kau lakukan itu?"
Demikian marah nona itu, sehingga mukanya merah
padam.
"Sekarang kau harus mengadakan suatu pilihan: kalau
kau cinta ayahmu, harus korbankan diri sendiri. Jikalau
t idak, kepala ayah mu akan pindah dari badannya, dan
anak-anak muda dalam taman itu t idak perlu aku
jelaskan, kau tentunya mengert i sendiri!"
Su to Cian Hui kini baru tahu apa yang terjadi dengan
para pemuda itu. Karena terkejutnya, ia sampai t idak
bisa bicara.
Dengan cepat Tang siang Sucu maju menyergap, jari
tangannya menotok jalan darah Sam lie hiat sinona,
hingga Su to Cian Hui tidak bisa bergerak.
Ho Hay Hong melihat Su to Cian Hui mengucurkan air
mata. Perasaan keadilan t imbul mendadak dalam
hat inya. Ia bangkit dari tempat duduknya, membuka dua tangannya merintangi Tang siang Sucu, mulutnya
membentak: "Diam !"
Tetapi, Su to Cian Hui lantas berkata dengan suara
sedih:
"Kau jangan campur tangan, biarlah aku ikut dia untuk
menjumpai ayah."
Ho Hay Hong tidak bisa berbuat apa. Terpaksa berlalu.
Dibelakangnya terdengar suara tertawa mengejek dari
Tang siang Sucu, tetapi ia tidak menghiraukan.
Keluar dari pintu gerbang Kang lam Bu koan, ia sudah
tahu ada orang mengunt it , ia anggap orang itu past i
mata-matanya Tang siang Sucu
Ia t idak habis pikir. Tang siang Sucu sudah tercapai
maksudnya, apa maksudnya menyuruh orang mengunt it
dirinya.
Tiba disebuah rumah makan Yin pin, tanpa menoleh
lagi, ia masuk dengan langkah lebar dan mengambil
tempat duduk, menggunakan kesempatan minta
disediakan barang hidangan matanya melirik kepada
orang yang mengunt it dirinya. Ternyata sangat asing
baginya.
Dilain meja dekat mejanya sendiri, duduk t iga orang
Kang ouw, mereka agaknya kenal dengan orang yang
mengunt it dirinya, masing-masing menganggukkan
kepala padanya.
Orang itu memilih tempat duduk yang paling dekat
dengannya. Wajah orang itu sangat menjemukan
hat inya, singkatnya, ia belum pernah melihat seorang
yang demikian menjemukan. Matanya mencari-cari orang menyematkan setangkai
bunga merah didadanya, karena menurut keterangan Cie
lui Kiam khek orang itu adalah orang kepercayaan Kan lui
Kiam khek.
Dalam khayalannya, orang itu tentunya seorang yang
cerdas pandai.
Ia menunggu dengan sabar, dalam isengnya, Ia
bertanya kepada orang-orang Kangouw yang dekat
dengan mejanya:
"Numpang tanya, dalam rimba persilatan dewasa ini,
siapa-siapa yang namanya paling terkenal?"
Orang yang ditanya itu nampaknya sangat gelisah,
namun ia tetap menjawab:
"Kecuali si Kakek penjinak Garuda, siapapun tahu
nama-nama Thian cee Lojin, Hok-say ceng, Lam kiang
Taybong, Bwee san Sin nie dan pendekar baju kuning.
Itu adalah lima manusia aneh dalam rimba persilatan.
Namun, si Kakek penjinak Garuda sudah beberapa tahun
menghilang dari dunia Kang ouw. Ia merupakan seorang
yang sudah lewat jamannya. Pengaruh partai Kuda hitam
sudah surut, maka Hok say ceng dan Siau lim, Thian t ie
Lojin dan Bu tong, Pendekar baju kuning dari cong lam,
Bwee san Sin nie dari Hoa san dan Lam kiang Tay bong,
nama-nama mereka terus menanjak, belakangan ini
agaknya sudah menggant ikan tempat si Kakek penjinak
garuda!"
"Apa itu partai Kuda hitam?" tanya Ho Hay Hong tidak
mengert i.
Orang Kang ouw itu agak heran. Matanya terus
mengawasi wajah Ho Hay Hong, dalam hat inya ia mau berkata: ’tentang ini kau t idak mengert i, bagaimana
berani terjun kedunia Kang ouw?’
Tetapi mulutnya menjawab.
"Partai Kuda hitam mewakili orang orang luar biasa
dalam rimba persilatan sepert i si Kakek penjinak garuda
yang namanya sangat terkenal. Sekaligus namanya
menggemparkan dunia Kang ouw. Orang-orang
semacam ini bagaikan kuda yang terlepas dari talinya,
demikian cepat namanya dikenal orang maka semua
orang menyebutnya orang-orang dari partai Kuda hitam!"
Ho Hay Hong bertanya tanya kepada diri sendiri:
’kalau namaku sudah terkenal, apakah aku juga terhitung
orang-orang dari golongan partay Kuda Hitam?’
Pada saat itu, rumah makan itu kedatangan
serombongan tamu tamu yang topinya hampir menutupi
muka masing masing. Orang orang semacam ini,
kebanyakan bukan manusia baik-baik.
Orang yang tadi mengunt it dirinya itu t iba-tiba
menggumam sendiri. "Ow, delapan tukang pukul Lam
kiang Taybong juga datang, sungguh aneh!"
Ho Hay Hong mempunyai daya pendengaran sangat
tajam. Kata-kata orang itu sudah masuk kedalam
telinganya. Sesaat itu, ia bingung sendiri. Jelas bahwa
orang itu bukankah orangnya Tang siang Sucu, tetapi
mengapa mengunt it dirinya? Dan siapakah sebetulnya
orang itu?
Ia berpikir memikirkan persoalan itu, akhirnya
menemukan satu akal. Delapan tukang pukul Lam kiang Tay bong yang baru
datang itu, sebentar saja sudah menimbulkan
kegaduhan. Mereka berbicara dan tertawa-tawa
seenaknya, sepert i dirumah sendiri.
Ho Hay Hong tenggak araknya berulang-ulang. Ia pura
pura mabok, dengan membawa cawan araknya dia
bangkit dari tempat duduknya, perlahan-lahan berjalan
menuju ketempat duduk orang yang tadi mengunt it
dirinya.
Tempat yang terdapat banyak meja kursi itu memang
sempit , kalau berjalan kurang hat i-hati, bisa menginjak
kaki orang.
Ketika ia berjalan sampai didepan orang tadi.
sebetulnya ia bisa melangkah. tetapi ia t idak berbuat
demikian, sebaliknya menginjak kaki orang itu, kemudian
ia berlagak sempoyongan dan akhirnya jatuh di
sampingnya.
Dengan menggunakan kesempatan itu, ia
mengeluarkan ilmu kepandaiannya, tangannya dengan
cepat mencekal pergelangan tangan orang itu, karena
khawat ir menimbulkan kecurigaan yang lainnya, Ia buru
buru minta maaf dan berkata sambil tertawa:
"Ah ya maaf, maaf. apa kau masih merasa sakit?"
Sambil berkata demikian, ia sengaja duduk di
sampingnya.
Orang itu dalam keadaan t idak menduga. Ketika
tangannya dicekal, jantungnya berdebaran wajahnya
berubah seketika. "Kau ini benar-benar t idak tahu aturan lepaskan
tanganmu." demikian jawabnya t idak senang.
Karena semua perhat ian para tamu dalam rumah
makan itu ditujukan kepada delapan tukang pukul Lam
kiang Tay bong, t iada seorangpun yang memperhat ikan
Ho Hay Hong.
"Sahabat kau jangan berlagak, beritahu terus terang,
siapa yang memerintahkanmu mengunt it aku?" berkata
Ho Hay Hong dengan suara perlahan.
Orang tua itu masih hendak mencekal Ho Hay Hong
dengan menggunakan memisahkan urat, menekan urat
nadi orang itu.
"Kalau t idak berkata terus terang, sebentar lagi kau
akan muntah darah dan mampus disini."
Tubuh orang itu menggigil, keringat dingin mengucur
deras, Ia coba pertahankan diri, tetapi akhirnya t idak
tahan siksaan hebat itu, hingga terpaksa membuka
suara:
"Aku adalah orang dari kawa-kawa."
"Aku tidak mempunyai permusuhan dengan orang dari
golongannya, mengapa kau terus mengunt it?"
"Aku hanya menjalankan tugas, harap tuan bebaskan
aku!"
"Siapakah yang perintahkan kau?"
"Tie cu Sin kun!"
"Mengapa ia perintahkan kau mengunt it aku ?" "Tidak, ia perintahkan aku mengunt it orang yang
keluar dari rumah Cie lui Kiam-khek, bukan kau yang
dimaksudkan!"
"Jelaskan sebab-sebabnya, baru aku membebaskan
kau!"
"Tie cu Sin kun menduga Cie-lui Kiam khek pasti
mengirim orang untuk membantu suteenya Kan lui Kiam
khek, maka ketika aku melihat kau keluar dari rumah Cie
lui Kiam khek, lantas mengikut imu. Aduh kalau kau t idak
membebaskan aku, apalagi diketahui oleh mata-mata
golongan Kawa-kawa, aku pulang juga akan mendapat
hukuman mat i. Tayhiap, Ampunilah jiwaku!"
Ho Hay Hong telah mengetahui sebab-sebabnya, juga
t idak menyusahkan dirinya, tangannya dilepas, katanya
dengan suara perlahan:
"Lekas pergi, kalau kau berani berbuat demikian lagi
akan kupotong lehermu!"
Tanpa menoleh lagi, orang itu lantas bangkit dan lari
keluar, sebentar kemudian sudah menghilang.
Baru saja Ho Hay Hong hendak membayar uang
makannya dari luar tampak masuk seorang tamu lagi,
kali ini yang datang adalah tamu perempuan.
Perempuan itu mempunyai bentuk badan ramping dan
potongan muka cant ik, berjalan sambil menundukan
kepala, dari air mukanya menunjukan bahwa perempuan
itu sedang kesal hati.
Mata Ho Hay Hong berputaran diatas tubuh
perempuan muda itu t iba-tiba berhent i kepada setangkai bunga merah yang tersemat diatas dadanya. Bukankah
ini orang yang dimaksudkan oleh Cie-lui Kiam khek?.
Dengan cepat ia lari menghampiri dan berkata
padanya dengan suara pelahan.
"Kau datang agak lambat."
Mendengar perkataan itu, tamu perempuan itu angkat
muka, sinar matanya memajukan rasa terkejutnya
kemudian berkata:
"Kau adalah ?"
"Silahkan duduk!" berkata Ho Hay Hong. Kembali
ketempat duduknya. "Aku adalah sahabatnya Cui lui
Kiam khek Su-to Siang, dan kau, siapa namamu?"
Wanita itu tanpa ragu-ragu lantas duduk.
"Aku adalah put rinya Kan lui Kiam khek Toan bok Ban
Hwa! Kau datang seorang diri?"
"Ya !"
"Ayah kini telah menerima "Panji membetot nyawa",
dari golongan Kawa-kawa. barangkali hari ini, orang-
orang golongan Kawa-kawa akan melakukan
penyerangan besar besaran. Kau seorang diri?"
"Apa kau anggap kurang cukup tenaga?"
"Tidak, paman Su to sudah minta kau datang seorang
diri, kukira kau tentunya seorang jagoan yang gagah
perkasa. Terhadap kata-kataku tadi kau jangan marah!"
Melihat sikap nona itu yang agaknya kurang tenang,
Ho Hay Hong juga t idak mau membuang waktu, maka
lantas mengajak nona itu berlalu. Setelah membayar uang makan, bersama-sama nona
Toan bok, keluar dari rumah makan dan berjalan keluar
kota.
Ditengah jalan Ho Hay Hong mendadak berhent i dan
berkata:
"Andai aku mati, bagaimana?"
Nona itu terkejut. "Mengapa kau mengajukan
pertanyaan demikian ?"
"Jika t idak beruntung aku mat i, harap kau melakukan
suatu tugas untukku!"
"Kau jangan khawat ir, permintaanmu, akan kulakukan
sedapat mungkin. Bolehkah aku tahu dulu, urusan apa
yang kau kehendaki untuk kulakukan?"
Ho Hay Hong mendongakkan kepala, memandang
awan dilangit, pikirannya melayang ketempat jauh.
"Sudahlah, nant i saja kuceriterakan lagi."
Dengan langkah lebar, ia melanjutkan perjalanannya,
sedang Toan bok Ban Hwa mengikutinya dari belakang.
Saat itu pikirannya Toan-bok Bun Hwa dibingungkan oleh
sikap Ho Hay Hong yang aneh.
Sikap aneh dan pendiam pemuda itu, sangat menarik
perhat ian Toan bok Bun Hwa, Kalau bukan karena ada
urusan pent ing, ia benar-benar hendak menanyakan
riwayat diri pemuda itu.
"Apakah tuan Ho t idak membawa senjata?" demikian
Toan bok Bun Hwa mengajukan pertanyaan,
memecahkan kesunyian. Karena ia lihat pemuda itu datang dengan tangan
kosong, dianggapnya karena tergesa-gesa sehingga lupa
membawa senjata. Ia sengaja memberikan senjata
pedangnya, tetapi, Ho Hay Hong t idak menyambut i
pedang itu, hanya memotong sebatang bambu kecil
dipinggir jalan, dan kemudian diunjukkannya kepada
Toan bok Bun Hwa terkejut .
Sebagai seorang yang masih belum cukup
pengalaman, ia benar-benar t idak dapat mengukur,
sampai dimana tinggi kepandaian pemuda pendiam itu.
Dua muda mudi itu berjalan lagi beberapa puluh pal.
Ho Hay Hong t iba t iba menarik tangan Toan bok Bun
Hwa seraya bertanya:
"Dimana rumahmu?"
Toan-bok Bun Hwa yang lengan tangannya ditarik
dengan t iba-tiba, hat inya berdebaran, hawa panas
seolah-olah mengalir dalam tubuhnya, menimbulkan
suatu perasaan yang t idak dimengerti. Ia t idak melawan
dan menjawab sambil menundukan kepala: "Jalan
sebentar lagi sudah sampai!"
Tiba didepan sebuah rumah, Toan bok Bun Hwa
berhent i dan berkata:
"Inilah rumahku, agak kurang terawat harap jangan
dibuat tertawaan!"
Ho Hay Hong angkat muka, t iba-tiba minggir
kesamping, hal ini sangat mengherankan Toan bok Ban
Hwa.
"Ho sianseng, mengapa kau tidak mau masuk?" Mata Ho Hay Hong terus menatap wajah Toan bok
Bun Hwa, kemudian bertanya:
"Siapa pemuda baju put ih yang berada dalam ruangan
itu?"
"Dia adalah orang yang diminta oleh Naga lengan satu
untuk membantu kita." menjawab Toan bok Bun Hwa
agak heran.
"Siapa itu Naga lengan satu?"
"Dia adalah jago nomor satu didaerah Siok-ho, erat
setali hubungannya dengan ayahku, perlu apa kau
tanya?"
"Bagaimana sifatnya orang ini ?"
Toan-bok Bun Hwa semakin heran, karena melihat
sikap serius si anak muda, pikirnya pasti ada sebabnya,
maka ia lantas menjawab:
"Biarpun ayah mengatakan bagaimana erat
hubungannya dengannya, tapi aku selalu merasa bahwa
ia adalah seorang tua yang licik dan mata duitan!"
"Itulah, pantas dia bisa minta pemuda itu datang
membantu !"
Toan-bok Bun Hwa mengikutinya sampai kesamping
rumah, baru bertanya.
"Ho sianseng, apakah ada apa apa yang t idak beres ?"
"Tahukah kau bahwa ayahmu sudah membawa masuk
srigala kedalam rumahnya."
Toan-bok Bun Hwa terkejut. "Maksudmu pemuda yang
diminta oleh Naga Lengan Satu untuk membantu ayah
itu, t idak menguntungkan ayah ?" "Benar, pemuda baju put ih itu mengandung maksud
t idak baik !"
"Aya, Ho sianseng, sekarang bagaimana ? Dapatkah
kau menolong?"
"Boleh, kau pancing keluar dulu Naga Lengan Satu
untuk menemui aku." sampai disini Ho Hay Hong
berkata, lalu menyobek sepotong pakaiannya, untuk
menutupi mukanya, kemudian membuat dua lubang di
bagian matanya.
"Ho sianseng, kau tunggu disini, aku akan ajak ia
keluar!" berkata Toan-bok Bun Hwa, buru-buru masuk
kedalam.
Ho Hay Hong menggumam sendiri: "Hm, Sam suheng
benar-benar sangat licin, dalam waktu beberapa hari
sudah berhasil membunuh Siang koan Lo dan kini
berhasil pula menempel Naga Lengan Satu. Untung
kuketahui, jikalau t idak, Kan lui Kiam khek sampai mati
barangkali juga tidak tahu siapa pembunuhnya !
Perasaan set ia kawan dan keadilan mendorong ia
harus membela kebenaran, sehingga melupakan
keselamatan diri sendiri.
Ia juga merasa bahwa t indakan gurunya, Dewi ular
dari gunung Ho lan san agak ceroboh, memerintahkan
murid-muridnya membunuh orang yang tidak berdosa.
Sejak kemat ian Hong-lui Kiam khek Siang koan Lo, ia
telah mengambil keputusan hendak mencegah usaha
gurunya membunuh orang-orang tanpa dosa, sekalipun
dikemudian hari diketahui oleh gurunya, ia juga t idak
perdulikan lagi. Tidak lama kemudian, Toan bok Bun Hwa keluar lagi,
dibelakangnya diikut i oleh seorang laki-laki tua berusia
kira-kira lima puluh tahunan. Orang tua itu kurus kering
dan mukanya kuning. Toan bok Bun Hwa ajak orang tua
itu kedepan Ho Hay Hong kemudian berkata:
"Paman Hang. tuan ini katanya hendak menemui kau,
kalian bicaralah!"
Setelah itu, ia lantas masuk kedalam rumah, sembunyi
jauh-jauh.
Naga lengan satu yang berhadapan dengan seorang
yang mukanya tertutup oleh kain hijau, merasa heran.
"Sahabat, siapa kau?"
"Hong lo enghiong. sudah lama t idak ketemu!" berkata
Ho Hay Hong.
Mendengar suara Ho Hay Hong yang agak asing,
orang tua itu semakin heran.
"Sahabat mencari aku ada keperluan apa?"
"Hang-lo enghiong, benarkah kau hendak membantu
kesulitan Kan lui Kiam-khek ?"
"Benar, sahabat, harap beritahukan nama kau! Supaya
aku bisa menyebut namamu!"
"Aku kira kedatangan kau ini hendak mengambil jiwa
Kan lui Kiam khek!" jawabnya menyimpang.
Naga lengan satu terkejut , wajahnya mengunjukkan
sikap terheran.
"Mendengar suaramu, agaknya mengandung maksud
t idak baik, apakah kau kaki tangan golongan Kawa-
kawa?" Sehabis berkata orang tua itu menghunus pedangnya,
tetapi Ho Hay Hong bertindak lebih cepat. Begitu
bergerak, sudah bersarang kelengan siorang itu yang
cuma t inggal satu.
Orang tua itu segera merasa kesemutan dilengannya,
pedang ditangannya lantas jatuh di tanah. Ia agaknya
mengetahui gelagat t idak pergi, maka buru buru lompat
mundur.
Sambil tertawa dingin, Ho Hay Hong mengambil
pedang yang dit inggalkan oleh orang tua lengan satu itu,
kemudian dilontarkan kearahnya.
Naga lengan satu cacat mengelakkan pedang itu
dengan mengeblakan setengah badannya kebelakang,
hingga pedang itu lewat diatas kepalanya.
Orang tua itu baru saja merasa lega. tak disangka
pedang panjang itu tiba t iba menyerang diri ke belakang,
hingga ia mengert i apa sebabnya orang berkerudung itu
melontarkan pedangnya.
"Hai. sahabat ternyata kau pandai mengendalikan
pedang." demikian ia berkata dengan menggunakan
lengan bajunya untuk menyampok pedang itu, hingga
pedang itu agak terhalang sebentar kemudian meluncur
balik ketangan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong t idak mau memberikan si Naga lengan
satu itu kabur, kembali melontarkan pedangnya.
Kali ini mengerahkan tenaga sepenuhnya, hingga
pedang itu menimbulkan suara mengaung, lalu
berpusaran diatas kepala Naga Lengan Satu. Bukan kepalang terkejutnya orang tua itu. Selagi ia
hendak memaksa turun pedang itu dengan kekuatan
tenaga dalam, Ho Hay Hong sudah mendorong
pedangnya dengan kekuatan tenaga dalam pula, hingga
dengan cepat pedang itu meluncur dan menikam perut.
Usaha Naga lengan satu t idak berhasil, ujung pedang
sudah sampai diperutnya. Ia mengerahkan seluruh
kekuatan tenaganya untuk mengelakkan serangan
pedang itu, tetapi juga t idak berhasil, hingga ujung
pedang menancap diperutnya dan mat i seketika itu juga.
Toan bok Bun Hwa lari keluar dari tempat
sembunyinya, berkata dengan hat i cemas:
"Bagaimana kalau ayah mengetahui bahwa ia mati
ditanganmu? Lekas kau pikirkan."
"Aku menolong jiwa ayahmu, bagaimana ia akan
sesalkan perbuatanku? Kau jangan banyak omong. lekas
ajak keluar pemuda baju put ih itu."
Tanpa menunggu jawaban si nona, ia sudah mencabut
pedang yang menancap diperut Naga lengan satu,
kemudian di angkat jenazahnya dan dibawa ketempat
gelap.
Tak lama kemudian, Toan bok Bun Hwa sudah ajak
keluar lagi pemuda baju putih. Di pertemukannya dengan
Ho Hay Hong, kejadian ia sendiri balik kedalam rumah.
Dengan perasaan terheran-heran pemuda baju putih
itu memandang tamu aneh yang berada di hadapan
matanya.
"Kau siapa?" demikian ia tanya. Ho Hay Hong tak berani membuka mulut, takut
dikenali suaranya, ia hanya perdengarkan suara tertawa
dingin dan memandangnya dengan sinar matanya yang
tajam.
Di pandang demikian, pemuda baja putih itu t idak
dapat menduga apa maksud orang aneh itu, mata lantas
berkata lagi:
"Kau t idak mau bicara, hanya mengawasi aku saja,
apa maksudmu?"
Pertanyaan itu t idak di hiraukan Ho Hay Hong hanya
perdengarkan suara tertawanya yang aneh. Pemuda baju
putih merasa dipermainkan, lalu ia hendak berlalu. Tiba-
t iba melihat orang berkerudung itu menunjukkan jari
tangannya kesuatu tempat yang agak lebat , di sana
terdapat si Naga lengan satu yang sudah menjadi mayat.
Melihat bangkai itu, pemuda baju put ih itu marah,
katanya:
"Hoh, kaukah yang membunuhnya?"
Melihat sikap itu, Ho Hay Hong mengert i bahwa Sam
suhengnya agak jeri terhadap ia, maka lantas
menggunakan ujung pedang untuk menggores ditanah.
Pemuda baju putih yang menyaksikan goresan pedang
itu. tulisan itu berbunyi:
"Untuk sementara aku akan menutup rahasiamu, lekas
enyah dari sini"
Pemuda itu dengan mata terbuka lebar memandang
Ho Hay Hong, tetapi karena mukanya tertutup oleh kain
Hijau, hanya tampak ujung kedua matanya bersinar
tajam, Ia maju selangkah lalu bertanya padanya: "Kau tahu asal-usulku?"
Ho Hay Hong tak menyahut , tetap dengan
menggunakan goresan pedang untuk menjawab: "Lekas
enyah! Naga lengan satu itulah contohnya. Tidak
percaya, kau boleh coba ilmuku Kiu coan Sin kang!"
Hakekatnya, apa yang dinamakan ilmu Kiu coan Sin
kang itu, ia sendiri juga t idak tahu. Hanya dari mulut
orang orang Kang-ouw sepanjang jalan, ia dengar nama
ilmu itu, yang rupanya bukan ilmu silat biasa. Karena
keadaan mendesak, ia katakan seenaknya saja.
Diluar dugaannya, pemuda baju putih itu benar-benar
terkejut , dengan perasaan terheran-heran bertanya:
"Tuan murid Oey touw lao hud?" Pertanyaan itu
sebaliknya mengherankan Ho Hay Hong, ia tak sangka
bahwa sam suhengnya itu kenal orang yang memiliki
ilmu silat itu. Dengan sikap jumawa Ia menulis lagi:
"benar, kalau kau sudah tahu siapa aku, lekas enyah!"
O0d-w0O
Bersambung Jilid 7
Jilid 7
“MURID OEY TOUW LAO HUD, ceng hong kiam telah
berbuat salah terhadapku, aku sedang mencarinya untuk
membuat perbincangan, hm! Kedatanganmu sangat
kebetulan?" berkata pemuda baju putih dengan alis
berdiri.
Ho Hay Hong mundur selangkah, kembali menggores
dengan pedangnya: "Kalau kau masih banyak bicara,
jangan sesalkan pedangku ini tidak ada matanya!" Diam-diam ia mengerahkan kekuatan tenaganya, siap
untuk menghadapi pertempuran.
"Ilmu Kiu coan Sin kang bukan berarti apa-apa
sahabat ! Hai. lihat serangan!" berkata pemuda itu sambil
tertawa dingin dan melakukan serangan dengan tangan
kiri.
Ho Hay Hong tahu benar bahwa serangan itu adalah
ilmu Bit cong Tay ciu in dari pelajaran perguruannya
sendiri, tetapi dalam keadaan tergesa-gesa, ia t idak
dapat memikirkan suatu cara untuk menghadapinya,
maka terpaksa lompat mundur.
Ia sekarang sudah sepert i orang berada di atas
punggung harimau, menggunakan gertakan sedikitpun
t idak mempan, tapi juga tak bisa membuka kedoknya
sendiri, hingga percuma saja semua kepandaiannya,
untuk sementara ia tak mampu memberi perlawanan.
Iapun tahu bahwa ilmu Bit cong Tay-ciu in itu harus
dilawan dengan ilmu silat yang terdapat dalam ilmu Khun
koan sam-kay baru t idak akan terkalahkan. Tetapi ia
t idak dapat menggunakan ilmunya itu, karena bagian
mana saja dari ilmu Khun goan sana kay, t idak akan lolos
dari mata Sam suhengnya yang cerdik itu.
Terpaksa ia menggunakan gerak t ipu saja, tapi diam-
diam mengandung ilmu dari khun goan sam kay, dengan
kaki berputaran seolah-olah gugup menyambut i serangan
itu. namun sebenarnya sedang menempuh jalan yang
paling aman.
Pemuda baju putih itu diam-diam merasa geli
menyaksikan sikap gugup Ho Hay Hong, selagi hendak melakukan serangannya yang kedua, t iba t iba terdengar
suara pertempuran, hingga membatalkan maksudnya.
Pada saat itu, api telah berkobar membakar rumah
Kan lui Kiam khek.
Kebakaran yang t imbul secara t iba-tiba diiringi pula
angin sedang meniup kencang, sehingga sudah t idak
keburu dipadamkan.
Depan rumah Kan lui Kiam khek terdapat banyak
orang yang sedang bertempur sengit .
"Ow! Orang-orang golongan Kawa-kawa sudah mulai
menyerang." demikian pemuda baju put ih itu
mengumam sendiri.
Dengan cepat ia meninggalkan Ho Hay Hong, ia
melompat setinggi lima tombak lebih kemudian melayang
turun kedalam rombongan orang yang sedang
bertempur.
Ho Hay Hong agaknya mengert i maksud suhengnya,
seket ika itu darahnya menggolak, tanpa banyak pikir lagi,
pedang ditangannya dilontarkan kearah suhengnya.
Tapi kemudian ia mendadak sadar bahwa ia t idak
boleh menggunakan ilmu pedang terbang, karena ia
berarti membuka kedoknya sendiri
Sebab ilmu pedang yang sudah ribuan tahun hampir
menghilang dari dunia Kang-Ouw itu, dalam rimba
persilatan dewasa itu, kecuali seorang tokoh partay dari
ngo bie pay t idak ada lagi orang lain yang sanggup
menggunakan.
Dewi Ular dari gunung Ho lan san meskipun juga
faham ilmu itu. tetapi t idak sembarang menggunakan, apalagi alirannya juga agak berlainan dengan ilmu yang
digunakan oleh tokoh ngo-bie pay. maka kalau Ho Hay
Hong menggunakan ilmu itu, dengan sendirinya akan
segera diketahui oleh Sam suhengnya.
Sementara itu pemuda baju putih yang mendengar
suara angin dibelakangnya. segera mengetahui bahwa
dirinya diserang dari belakang dengan cepat ia melayang
turun, begitu kakinya menginjak tanah, tanpa menoleh
lagi lantas menghunus pedangnya dan dilontarkan
kebelakang.
Pedang yang melesat keluar dari tangannya itu beradu
dengan pedang Ho Hay Hong hingga menimbulkan suara
nyaring. Pemuda baju put ih itu mendadak balikkan
badannya, matanya terbuka lebar memandang Ho Hay
Hong, seolah-olah menemukan kejadian aneh.
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong. Pada saat
itu, suatu pikiran mendadak terlintas dalam otaknya,
menggunakan waktu yang sangat singkat itu. diam-diam
mengendorkan kekuatannya, hingga pedangnya yang
beradu dengan pedang pemuda baju putih, lantas jatuh
ditanah.
Dengan sinar mata tajam pemuda baja putih itu
mengawasi dirinya, wajahnya menunjukkan perubahan
dengan cepat, nampaknya merasa lega, tanpa berkata
apa-apa lantas berlalu.
Perbuatan Ho Hay Hong tadi, maksudnya ialah hendak
menunjukkan kepada lawannya bahwa ia t idak paham
faham ilmu pedang terbang. Pemuda baju putih yang
t idak banyak pikir, benar saja dapat dikelabui matanya. Ho Hay Hong melihat Sam suhengnya itu kembali
kerumah Kan lui Kiam khek, t idak berani berlaku ayal
lagi, dengan gencar ia mengejar, sebentar kemudian
sudah benda di medan pertempuran. Tetapi ia t idak
mengetahui dengan tepat siapa kawan.
Selagi dalam keadaan bingung, mendadak tampak
Toan bok Bun Hwa menggapai dirinya, nona itu sedang
dikepung oleh t iga orang laki-laki bermuka hitam, yang
saat itu hampir roboh ditangan musuhnya karena
perhat iannya ditunjukan kepada Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong lompat set inggi dua tombak, dengan
satu gerakan sepasang burung elang menyerobot air,
dua kakinya menyerang dua laki-laki yang mengepung
Toan bok Bun Hwa. Sementara itu mulutnya bertanya
dengan suara perlahan. "Mana satu adalah ayahmu?
Siapa, siapa yang menjadi musuhmu."
Toan-bok Bun Hwa mendapat kesempatan mengaso,
segera menjawab sambil menunjuk.
"Itulah ayah."
Ho Hay Hong melihat seorang laki-laki berusia kira-kira
empat puluhan, mukanya bersih, berpakaian ringkas,
matanya bersinar tajam, saat itu sedang dikepung oleh
empat musuh-musuhnya yang semua berpakaian warna
biru.
Meskipun menghadapi empat musuh, tetapi orang tua
itu dapat melawan dengan gagah berani, t idak ada
tanda-tanda ia akan kalah.
"Kekuatan tenaga dalam ayahmu sungguh hebat."
demikian Ho Hay Hong berkata sambil menganggukkan
kepala. "Orang-orang berpakaian warna biru itu, semua
adalah orang orang golongan kawa-kawa, pemimpinnya
sendiri kini belum unjuk muka, t idak lama lagi barangkali
akan t iba." berkata Toan bok Bun Hwa.
Sedang matanya menyapu keadaan disekitarnya, t iba-
t iba ia berkata lagi.
"Ho sianseng, pemuda baju putih itu sudah mendekat i
ayah. Kini."
Tangan kiri Ho Hay Hong mendorong lawan yang
berada dekat dengannya, sehingga orang itu
sempoyongan mundur t iga langkah, kemudian ia lompat
menyerbu pemuda baju putih tanpa berkata apa-apa,
lalu menyerang dengan tangan kosong.
Kan lui Kiam khek memandangnya sejenak, sinar
matanya menunjukkan perasaan heran.
"Apakah siauhiap orang yang diundang oleh Cie-lui
Kiam-khek? " demikian ia bertanya.
Ho Hay Hong hanya menganggukkan kepala,
tangannya terus bergerak, jari tangan kiri monotok jalan
darah Siang Gung badan pemuda baju put ih, tetapi
pemuda baju put ih itu juga menggerakkan tangannya,
lima jari tangannya mengancam batok kepala Ho Hay
Hong.
Ia tahu bahwa ini adalah salah satu dari gerak t ipu
ilmu serangan Naga emas yang paling dahsyat, maka ia
t idak berani berlaku gegabah. Dengan cepat ia
membalikkan badan kebelakang, menghindarkan
serangan tersebut, namun hembusan angin yang keluar
dari tangan, yang lewat di mukanya, masih terasa
sakitnya. Tiba-tiba ia menggunakan suara serak yang di buat-
buat berkata kata:
"Apakah kau masih ada muka bertempur lagi?"
"Apa maksudmu?" tanya pemuda itu heran.
"Heh heh! Kalau kau tetap membandel aku nant i akan
beritahukan maksud kedatanganmu kepada Kan lui Kiam
khek, aku lihat kau masih ada muka atau t idak?"
"Kau mengaco belo, kedatanganku ialah hendak
membantu mengusir musuh!" berkata pemuda itu gusar.
"Hm! Kalau kau hendak bantu mengusir musuh,
mengapa t idak lantas membunuh, satu dua musuh untuk
diperlihatkan kepada tuan rumah?" berseru Ho Hay Hong
dingin. "Jangan menipu orang, tahukah kau bahwa
tentang rahasiamu kini sudah diberitahu oleh Naga
lengan satu?!"
Sesudah berkata, ia maju menghampiri dan
mementangkan lima jari tangannya, mengancam lima
jalan darah pemuda baju put ih.
Pemuda baju put ih mundur selangkah dan berkata
dengan suara keras:
"Siapa kau sebenarnya?"
Ternyata pemuda baju putih itu telah mendapat
kesan, bahwa serangan yang digunakan oleh lawannya
yang berkerudung itu mirip benar dengan ilmu silat
golongannya Khun goan Sam kay, namun disamping itu,
juga bagian-bagian berikutnya merupakan gerak t ipu
campuran, entah dari golongan mana. Diam-diam ia
mulai mencurigai asal-usul diri lawannya itu. Karena Ho Hay Hong t idak memberi jawaban, kembali
menggunakan salah satu gerak t ipunya yang paling
berbahaya dalam ilmu silatnya, ilmu pukulan tangan
naga emas, jari tangannya mencakar muka Ho Hay
Hong.
Serangan sederhana itu mengandung kekuatan tenaga
dalam sangat hebat Ho Hay Hong miringkan kepalanya
mengelakkan serangan tersebut, tangan kiri menyodok
kedepan dengan secara berani menutup tangan
lawannya.
Gerak t ipu biasa itu, kalau digunakan dalam waktu
biasa, t idak nampak kedahsyatan tetapi digunakan untuk
menghadapi serangan serupa itu. sangat menakjubkan,
hingga jangan harap pemuda baju put ih dapat segera
mengetahui asal usul dari gerak t ipu serangannya.
Ho Hay Hong tahu bahwa Sam suhengnya itu sudah
t imbul curiga. Kembali ia menggunakan suara yang
dibikin-bikin sambil tertawa dingin.
"Bukankah aku sudah beritahukan padamu bahwa
aku." berkata sampai disitu, mendadak ia mendapatkan
satu akal maka ia lantas rubah: "baiklah, karena kau
mendesak terus hendak mengetahui asal-usulku. Dan
kalau aku merahasiakan diriku terus menerus, rasanya
juga kurang pantas, salah-salah bisa dikatakan orang
bahwa aku takut padamu!"
Ia sengaja berdiam dulu sebentar kemudian berkata
pula sambil tertawa dingin "tuan besarmu selalu t idak
akan merubah nama, aku adalah murid kepala Lam kiang
Tay bong, Tang siang Su cu. Aku berani mempermainkan
kau, sudah tentu karena aku t idak takut kau akan menuntut balas. Heh! Aku ingin melihat kau masih
mempunyai keberanian atau t idak?"
Dipermainkan demikian rupa, pemuda baju put ih itu
sangat mendongkol, katanya:
"Tang siang Sucu, kau perlakukan aku demikian t idak
tahu aturan, selama aku masih bernyawa, past i t idak
akan t inggal diam,kau tunggu saja!"
Karena ia merasa bahwa rahasia sendiri sudah berada
di tangan orang, kalau berdiam lebih lama, mungkin
t idak menguntungkan dirinya, maka lantas berlalu begitu
saja.
Ho Hay Hong t idak menduga dengan mudah dan
berhasil menghentak kabur Sam suhengnya, dalam hat i
ia merasa girang. Ia berkata kepada diri sendiri. "Muka
dan potongan Tang siang Su cu sangat mirip denganku,
kali ini aku sengaja menggunakan namanya untuk
menggertak Sam suheng, biar Sam suheng dikemudian
hari kalau berjumpa dengannya, kecurigaannya akan
hilang sendiri"
Pada saat itu. t iba-tiba terdengar suara siulan
menggema diudara. Ia pasang mata, mencari-cari siapa
orangnya yang mengeluarkan siulan itu.
Diatas tembok pagar t inggi sebelah t imur, tampak
berdiri t iga orang, salah satu diantaranya, mempunyai
bentuk luar biasa, hidungnya melengkung, matanya sipit,
rambutnya putih meletak bagaikan perak, memakai
pakaian jubah panjang warna merah darah, sedangkan
badannya pendek dan kurus, tapi kaki dan tangannya
panjang luar biasa. Begitupun kepalanya, luar biasa besarnya, hingga
sepintas lalu mirip dengan kawa-kawa. Orang itu adalah
pemimpin golongan kawa-kawa Tie cu Sin kun!
Dikanan kiri Tie-cu Sin kun, adalah dua laki-laki tua
yang mempunyai badan sepert i raksasa, kekuatan tenaga
mereka juga sangat mengejutkan.
Tie cu Sin kun yang berbadan pendek kurus, berdiri
ditengah dua raksasa, seperti anak kecil berusia t iga
tahun berdiri disamping orang tuanya, setapakpun t idak
berani berpindah dari tempat berpijaknya.
Dengan munculnya t iga orang luar biasa itu, semua
orang-orang berpakaian warna biru yang sedang
bertempur mendadak menghentikan pertempuran dan
mengundurkan diri, kecuali berkobarnya api yang
membakar gedung Kan lui Kiam khek, t idak terdengar
suara orang bertempur lagi.
Dengan muka sedih Kan lui Kiam khek mengawasi
bekas kediamannya yang sudah dimusnahkan oleh api.
Gedung dan pekarangannya yang di bangun dengan
keringat selama hampir seumur hidupnya, kini telah
musnah dalam waktu sekejap mata di hadapan matanya
sendiri. Bagaimana ia tidak sedih?
Ho Hay Hong diam-diam menghitung orang-orang di
pihaknya sendiri, kecuali Kan lui Kiam khek dan put rinya.
Hanya ada t iga orang tua berkumis pendek, seorang
pelajar pertengahan umur dan t iga pemuda berbadan
tegap, berpakaian warna kuning.
Sedangkan pihak musuh, kecuali Tie cu Sin kun yang
paling susah dihadapi, masih ada tujuh belas orang kuat
dari golongan rimba hijau. Jelas kekuatan kedua belah pihak mempunyai perbedaan yang sangat menyolok,
rasanya sudah dapat dibayangkan, bagaimana sulitnya
keadaan Kan lui Kiam khek.
Sebentar ia mengawasi berkobarnya api, diam-diam
berpikir: ’Kan lui Kiam khek meskipun t idak mempunyai
hubungan apa-apa denganku, tetapi dilihat dari sepak
terjang Tie cu Sin-kun yang sangat ganas ini, mau t idak
mau aku harus turun tangan’
Toan bok Bun Hwa diam-diam menghampiri dan
berkata.
"Ho sianseng, apakah paman Su to membawakan kau
pesan lain lagi?"
Ho Hay Hong memandang padanya. Dari sikap sinona,
ia segera dapat menduga apa yang terkandung dalam
pertanyaannya. Ia sebetulnya ingin menjawab, ia sendiri
hampir t idak sanggup mempertahankan kedudukannya
tetapi kata-kata yang sudah sampai diujung bibir,
ditelannya lagi, kemudian katanya:
"Aku dapat memahami perasaanmu pada saat ini.
Meskipun aku sendiri t idak dapat memperbaiki keadaan
yang sedang kita hadapi, tetapi aku bersedia sekuat
tenaga untuk memberi perlawanan sehingga t it ik darah
terakhir. Jikalau betul betul sudah t idak sanggup, aku
sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa."
Dengan pandangan mata dari seorang yang sudah
putus asa, Toan bok Bun Hwa berkata dengan suara
sedih:
"Aih, paman Su to benar benar t idak memahami
kesulitan ayah." Ho Hay Hong mendadak t idak sadar, katanya:
"Dia mengirim aku datang kemari, sudah merupakan
usahanya yang paling besar, yang ia dapat lakukan.
Kalian t idak akan dapat memahami keadaannya,
sekarang ini ia sudah dikurung oleh Tan Siang Su cu!"
Toan bok Bun Hwa membuka mata lebar-lebar "Apa?
Apakah paman Suto juga.... ?" ia t idak dapat
melanjutkan kata-katanya, pikirannya sudah kalut ,
banyak urusan ia tak dapat memikirkan lagi. katanya
pula sambil menghela napas pelahan:
"Sudahlah, kita semua sedang menghadapi nasib
buruk, perlu apa mengharapkan yang bukan-bukan. Ho
sianseng, demikian besar perhatianmu terhadap kita, aku
t idak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih
padamu."
"Kau t idak perlu mengucapkan terima kasih padaku,
aku adalah orang yang dikirim kemari o leh Su to tayhiap,
seharusnya kau mengucapkan terima kasih padanya!"
Sehabis berkata, ia lantas berlalu dengan perasaan
sedih, ia memikirkan tanggungannya sendiri, agaknya
semakin lama semakin berat .
Mata Tie cu Sin kun yang tajam menyapu semua
orang sejenak, tiba-tiba berkata:
"Toan bok Tayhiap. sekarang kau sudah menghadapi
jalan buntu, mengapa t idak segera menyerahkan kitab
pusaka mu Rajawali sakt i,supaya aku t idak perlu turun
tangan membunuh kalian."
"Tie cu Sin kun, ucapanmu ini sesungguhnya terlalu
menghina orang, aku hanya tahu bahwa barang pusaka peninggalan orang tua, harus disimpan oleh
keturunannya, belum pernah dengar ada aturan, kalau
orang t idak mau menyerahkan barangnya, lantas mau
dibunuh seluruh rumah tangganya. Tie cu Sin-kun, kau
perintahkan orang-orangmu membakar rumahku,
melukai orang-orangku, permusuhan kedua fihak sudah
sedemikian dalam, apa kau kira dapat dibereskan dengan
sepatah dua patah kata saja? Permintaanmu ini, t idak
akan ku terima !" berkata Kan lui Kiam khek.
"Ha ! Ha ! Sedangkan binatang semut saja, masih
sayangi jiwanya, apalagi manusia? Toan-bok Tayhiap,
sekalipun kau t idak memikirkan dirimu sendiri, kau juga
harus memikirkan orang-orangmu dan keluargamu.
Harus kau ketahui, begitu aku mengeluarkan perintah,
t idak dapat dibayangkan bagaimana akibatnya, nant i kau
t idak keburu menyesal!" berkata Tie cu Sin kun sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Iblis tua, perbuatanmu ini t idak beda dengan
binatang, jangan bangga satu hari kelak akan ada orang
yang mengambil batok kepalamu!" berkata Toan bok Bun
Hwa.
"Nona kecil, kau tentunya anak perempuan Toan bok
Tayhiap? Kau t idak perlu khawat irkan diriku, aku dapat
menjaga diriku, aku dapat menjaga diriku sendiri sebaik-
baiknya." berkata Tie cu Sin kun sambil tertawa besar.
Ho Hay Hong t iba-tiba berkata. "Toan bok Tayhiap,
pertempuran ini sudah t idak dapat dielakan lagi,
mengapa t idak minta ia lekas menyebutkan caranya?"
Kata-kata Ho Hay Hong ini sudah merupakan satu
tantangan, sehingga suasana yang memang sudah
tegang, bertambah tegang Tie cu Sin kun t idak menyangka bahwa fihak lawannya
yang sudah berada dijalan buntu, ternyata masih ada
orang yang berani menyatakan perang padanya, lalu
matanya terus menatap wajah anak muda itu tanpa
berkedip.
Karena muka Ho Hay Hong ditutupi oleh kerudung
sobekan bajunya, nampak semakin misteri, dengan
sendirinya t idak berani berlaku gegabah. Ia berkata
kepada raksasa di sebelah kirinya:
"San ceng siu, orang itu t idak berani menunjukkan
wajah aslinya kepada orang, kau harus waspada
kepadanya, jangan sampai mendapat kesempatan
mengeruhkan keadaan."
Raksasa yang disebut San ceng siu itu hanya
mengeluarkan siulan dari mulutnya. Badannya bergerak,
sebentar kemudian, tubuhnya yang sepert i kingkong itu
sudah berdiri tegak di tengah taman, semua terheran,
sungguh t idak disangka seorang yang bertubuh bagaikan
raksasa memiliki ilmu meringankan tubuh demikian
hebat . Dari sini dapat diduga bahwa Tie cu Sin kun
bukanlah orang sembarangan.
Pemimpin golongan Kawa-kawa itu kembali berpaling
dan berkata kepada raksasa di sebelah kanannya:
"Bok khek siu, kau juga harus menjaga keras Kan lui
Kian khek, jangan sampai mendapat kesempatan
memusnahkan kitab yang di sakunya karena sudah buntu
jalan. Kitab ini besar sekali art inya bagiku, sekali-kali
t idak boleh dimusnahkan. Mengert ikah kau maksudku?"
"Apa Sin kun hendak menggunakan kekerasan."
bertanya Bok khek siu. Tie cu Sin kun tertawa terbahak-bahak, memoyong
ucapan Bok khek siu yang bagaikan gertakan, katanya
sambil mengulapkan tangannya:
"Jangan. jangan banyak bicara lagi."
Badan Bok khek siu t idak tampak bergerak, tapi
tubuhnya yang besar, tahu-tahu sudah berada di
hadapan Kan lui Kiam khek. Dengan sendirinya Kan lui
Kiam khek dikejutkan oleh kedatangan raksasa itu.
Dengan cepat ia menutup dadanya dengan kedua
tangannya dan mundur selangkah.
Ho Hay Hong dengan langkah lebar menghampiri
seorang seperti bangsa pelajar berpenyakitan kemudian
bertanya padanya:
"Kau pikir hendak memilih pertempuran cara
bagaimana ?"
Wajah pelajar pertengahan umur yang sepert i
berpenyakitan itu menjawab acuh tak acuh:
"Lihat saja, kalau saatnya sudah t iba baru memilih
rasanya juga masih belum terlambat !"
Mendengar nada suaranya yang sepert i t idak
bersemangat itu. Ho Hay Hong menggeleng-gelengkan
kepala dan berkata:
"Kau agaknya kurang enak badan, aku lihat beberapa
orang berpakaian warna biru itu lebih mudah dihadapi,
biarlah kau saja yang membereskan mereka!"
Orang itu tersenyum, t idak berkata apa-apa. Tapi
ketika empat orang berpakaian biru lari menghampirinya,
mulutnya mendadak mengeluarkan suara bagaikan
geledek: "Kawanan t ikus, kau berani!" Lengan jubahnya digerakkan, kekuatan tenaga
dalamnya yang hebat , menyerang ke-empat orang itu.
Empat orang itu lompat kesamping, t idak berani
menyambut. Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian
itu diam-diam merasa heran. Waktu itu menengok
kepadanya lagi, sepasang matanya yang tadi sepert i
mata orang sakit kini mendadak bercahaya terang,
hingga ia tertawa sendiri, wajah berpenyakitan ternyata
memang sudah pembawaannya.
"Toan bok Tayhiap, aku masih memberi kesempatan
untuk kau berpikir masak-masak, kalau t idak mau
menurut, aku nant i akan mengeluarkan perintah untuk
membasmi serumah tanggamu." berkata Tie-cu Sin kun
kepada Kan lui Kiam-khek.
"Kau boleh berbuat sesukamu, aku Kan-lui Kiam khek
t idak sudi berdamai dengan musuh." menjawab Kan lui
Kiam khek gusar.
Tie cu Sin kun marah, segera mengeluarkan perintah
kepada orang-orangnya mulai bert indak.
Mendengar perintah itu, orang-orang dari golongan
kawa-kawa dengan serentak bergerak, hingga keadaan
menjadi kalut . Tiga orang bertubuh besar memburu Toan
bok Bun Hwa, sedang sekelompok orang orang
berpakaian biru menyerbu tiga orang tua kumis pendek.
Kan lui Kiamkhek lompat t inggi, sebelum musuhnya, ia
sudah turun tangan lebih dulu. dengan menggunakan
ilmu silatnya golongan Coan lam pay yang terampuh
menyerbu kedalam barisan Sam thay t io yang terdiri dari
lima orang. Dalam waktu singkat barisan itu sudah dipukul pecah,
hingga buru-buru undurkan diri.
Bok khek su dengan kegesitannya yang luar biasa,
sebentar sudah berada dihadapan Kan-lui Kiamkhek.
Jago pedang itu merasakan serangan dari hembusan
angin yang hebat , pandangan matanya mendadak
menjadi kabur, ia buru-buru lompat mundur, ternyata
Bok khek siu berdiri didepan matanya.
Ia tahu benar bahwa musuhnya itu adalah satu
pahlawan terkuat Tie cu Sinkun, yang memiliki
kepandaian sangat t inggi, maka ia t idak berani berlaku
gegabah. Dengan cepat ia menghunus pedangnya, tanpa
banyak omong sudah menyerang musuhnya.
Dengan berani Bok khek sin menangkis serangan itu
dengan tangan kirinya, Kan lui Kiam khek yang sudah
banyak pengalaman, segera dapat mengenali gerak t ipu
apa yang digunakan oleh musuhnya, dengan cepat ia
rubah gerakannya, serangannya ditujukan ke arah lain.
Sementara itu Ho Hay Hong yang belum mendapat
lawan, melihat Toan bok Ban Hwa dikeroyok oleh t iga
musuh, buru-buru lari kepadanya untuk memberi
bantuan.
Dengan satu gerak t ipu yang sangat aneh, ia
menyerang salah satu musuh Toan bok Bun Hwa yang
terdekat , karena serangannya yang t idak terduga-duga,
lagi pula cepat luar biasa, musuhnya terperanjat, dalam
keadaan tergesa-gesa balas menyerang dengan golok
besarnya.
Tapi perbuatan musuhnya itu memberikan
kesempatan bagi Ho Hay Hong untuk melancarkan serangannya lebih jauh, golok ditangan musuh terbang
keudara, pergelangan tangan tertendang oleh kakinya
hingga musuhnya terhuyung-huyung dan jatuh ditanah.
Ho Hay Hong lompat t inggi, tangannya menyambar
golok musuhnya yang terbang ketengah udara, ditengah
udara golok itu berputaran sebentar, kemudian menurun
kebawah.
Pada saat itu, Sun Teng siu telah menghampiri dengan
langkah lebar. Ho Hay Hong yang mendengar suara
angin, tangannya dengan cepat menyambar golok yang
terbang menurun dan digunakan untuk menyontek.
Tapi sebelum bacokannya itu mengenai sasarannya,
t iba-tiba golok terlepas dari tangannya, ketika ia
berpaling, segera berhadapan dengan San beng siu
siraksasa.
Ia t idak dapat membantu Toan-bok Bun Hwa lagi,
karena ia hendak mencoba kekuatan si raksasa itu, entah
sampai dimana kekuatan tenaga dalamnya.
Diam-diam ia mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya dan didorong melalui kepalan tangannya.
San-ceng siu memandang dengan matanya yang tidak
bersinar ket ika serangan Ho Hay Hong hendak
mengenakan badannya, ia agaknya baru sadar dirinya
sedang diserang. Lengannya yang besar bergerak, suatu
kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat meluncur
keluar mendorong mundur Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ’orang ini benar-
benar memiliki kekuatan tenaga dalam sangat hebat , tapi
nampaknya kurang gesit hingga gampang diperdayakan.’ Pikiran itu sepintas lain terlintas dalam otaknya,
sepasang tangannya dengan cepat sudah melakukan
serangan lagi.
San ceng siu tetap mengawasinya dengan matanya
yang t idak bersinar, tetap menggunakan tangannya
untuk menyambut serangan Ho Hay Hong.
Setengah jalan, Ho Hay Hong mendadak merubah
gerak t ipunya, ia menggunakan dua gerak t ipu dalam
ilmunya Khun hap Sam-kay,hembusan angin kuat
menggempur dada si raksasa.
Kalau San ceng sin masih sepert i pertama, lengannya
yang sangat lambat menyambut serangan lawannya, Ho
Hay Hong segera merubah serangannya dengan
menggunakan jari tangan, untuk menotok jalan darah
Siang seng hiat .
Apabila totokannya itu berhasil, biarpun dewa juga
akan binasa.
Tetapi, kali ini Sat-ceng siu mendadak sangat gesit ,
sepasang lengan tangannya yang besar, nampaknya
berat, tetapi kalau bergerak, ternyata gesit sekali. Ho
Hay Hong segera dapat merasakan betapa hebat
kekuatan tenaga yang keluar dari tangan raksasa itu.
Dengan cepat ia menarik kembali serangannya dan
lompat mundur jauh-jauh.
Saat itu ia baru sadar, bahwa gerak lambat yang
semula diperlihatkan oleh si raksasa itu tadi, tak lain dan
tak bukan, ialah untuk memancing musuhnya masuk
perangkap, kemudian diserangnya dengan hebat . Ia sendiri semula t idak menduga siasat si raksasa itu,
hampir saja terjebak oleh akal busuknya. Kini setelah
dipikir, diam-diam ia mengucurkan keringat dingin.
Dari sini ia dapat menarik kesimpulan, bahwa si
raksasa itu bukan saja berkepandaian t inggi, tapi juga
berwatak ganas kejam. Seorang yang diluarnya demikian
kasar dan bodoh, ternyata memiliki sipat demikian buas
dan kejam, ini paling mudah membuat lawannya
terjebak. Orang-orang semacam ini benar-benar sangat
berbahaya.
Menggunakan kesempatan selagi ia lompat mundur, ia
meninjau seluruh keadaan medan pertempuran. Kecuali
pelajar pertengahan umur yang berkepandaian t inggi dan
sangat berani, dengan seorang diri melawan empat
musuh, dan tokh masih nampak lebih unggul, kawan-
kawan yang lainnya semua sudah berada dalam posisi
terjepit, terutama Toan bok Bun Hwa, yang keadaannya
paling berbahaya.
Meskipun ia tadi sudah merobohkan salah seorang
musuhnya, tapi t iga musuh yang mengeroyok padanya,
masih tetap membuat si nona itu tidak berdaya.
Ia kini mulai menimbang kekuatan musuh dan
kekuatan fihak sendiri. Pihak musuh masih ada seorang
yang berkepandaian t inggi sekali, yang masih belum
bert indak, sedang dipihaknya sendiri sudah mulai
berantakan. Kalau saja kemenangan sudah terbayang di
tangan musuh, mungkin jiwa orang-orang di pihaknya
juga t idak terjamin semua.
Tiba-tiba ia ingat kepada kepandaian ilmu silatnya
sendiri, mengapa t idak menggunakan ilmu pedang
terbangnya untuk membantu Toan bok Bun Hwa? Begitu pikiran itu terlintas dalam otaknya, ia lantas bertanya
kepada San ceng sin:
"Beranikah kau menyambut pedang terbangku?"
San ceng sin yang sudah mencoba kekuatan tenaga
dalam Ho Hay Hong, telah mengetahui bahwa kekuatan
anak muda itu masih selisih jauh dengannya, maka
lantas menjawab tanpa dipikir lebih dulu:
"Mengapa t idak berani? Kau keluarkan saja semua
kepandaiannya!"
Ho Hay Hong sengaja mengeluarkan suara dihidung
dulu, baru berkata:
"Sekarang aku t idak membawa pedang, hingga aku
t idak dapat menundukkan kau, benar-benar sangat
menyesal!"
Sehabis berkata, ia sengaja menarik napas panjang
dan menggoyang-goyangkan kepala.
Mendengar ucapan jumawa itu. San ceng-siu sangat
marah, katanya:
"Kalau begitu, aku tunggu kau mengambil pedangmu!"
"Baik! demikian kita tetapkan!" berkata Ho Hay Hong
kegirangan.
Ia mendapat kesempatan melepaskan diri dari
lawannya yang tangguh. lantas menghampiri Toan Bok
Bun Hwa. Dengan t iba-tiba membuka serangan dengan
menggunakan dua tangan menyerang berbareng kepada
dua musuh Toan bok Bun Hwa, setelah itu ia berkata
dengan tergesa-gesa.
"Lekas pinjamkan pedangmu padaku!" Toan bok Ban Hwa segera lompat mundur dengan
cepat menyerahkan sebatang pedang berikut sarungnya,
Ho Hay Hong menyambut i pedang dari tangan Toan bok
Bun Hwa, tangan yang lain digunakan untuk menotok
jalan darah Sam lie hiat badan seorang musuh yang
memburu Toan bok Bun Hwa.
Musuh yang t idak keburu menyingkir itu, kontan
tertotok jalan darahnya, hingga seketika itu berdiri tegak
bagaikan patung.
Toan bok Bun Hwa melirik sejenak kepada si anak
muda, kemudian terjun lagi ke medan pertempuran
untuk melawan dua musuhnya lagi.
Ho Hay Hong berkata padanya.
"Kau harus berusaha keras mempertahankan dirimu,
jangan membuat orang lain merasa khawatir!"
Toan bok Bun Hwa yang mendengar perkataan itu,
t iba-tiba dapat merasakan maksud yang terkandung
dalam ucapannya, hingga kedua pipinya merah seketika.
Entah darimana datangnya tenaga, dalam
pertempuran selanjutnya, dengan cepat Toan bok Ban
Hwa sudah berhasil mendesak dua lawannya, sehingga
terus menerus.
Ho Hay Hong juga t idak mengert i apa sebabnya,
dengan perasaan heran ia membalikkan badannya, selagi
hendak menghampiri San ceng siu lagi, si raksasa itu
sudah menghampiri sendiri dengan marah-marah,
katanya dengan suara keras:
"Heh, bocah, kau berani mengingkari janj i, aku akan
patahkan lehermu!" Ho Hay Hong tertawa menyeringai, dengan
menghunus pedangnya ia berkata:
"Jangan banyak bicara!"
Secepat kilat pedangnya bergerak mengarah perut si
raksasa yang mendekat .
Dengan beruntun San ceng sio menggerakkan
tangannya sampai t iga kali, set iap kali dari bawah
menyampok keatas, serangan itu benar-benar sangat
aneh.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar