Lembah Nirmala 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 17 September 2011

Kim Thi sia pun segera berpendapat bahwa jalan pemikiran maupun watak orang ini persis
seperti dirinya, tanpa sadar timbul pula kesan baiknya terhadap utang inu sambil tertawa
terbahak-bahak diapun turut berkata:
"Haaaah......haaaah......haaaah.......perkataan loheng memang betul tak sedikit kerugian yang
pernah kualami dari tangannya."
"Aku bernama Lu Ci, dan kau?"
"Aku Kim Thi sia"
Tiba-tiba Lu Ci membelalakan matanya lebar-lebar teriaknya tanpa terasa:
"Kau adalah orang yang tersohor sebagai manusia yang paling susah dilayani......."
Tampaknya dia rikuh untuk melanjutkan kata-katanya sehingga terhenti ditengah jalan. Kim Thi
sia sama sekali tidak tersinggung sahutnya sambil manggut- manggut:
"Yaa benar, setiap orang mengatakan aku adalah manusia yang paling susah dihadapi. Padahal
dalam kenyataannya aku sangat pakai aturan. saudara Lu Ci, kita sama-sama adalah manusia
kasar yang tidak mengurusi segala persoalan tetek bengek. bagaimana kalau kita jalin
persahabatan yang akrab?"
Lu Ci menganggukkan kepalanya berulang kali, sahutnya sambil tertawa:
"Akupun mempunyai keinginan tersebut. Haaaah.......haaaah.......haaaaah........mulai hari ini
kita sudah terhitung bersahabat karib."
Dia seakan-akan merasa bangga sekali karena dapat menjalin persahabatan dengan manusia
yang bernama Kim Thi sia, setelah meminta maaf berulang kali mendadak dia seperti teringat
akan sesuatu. sambil bermuram durja, katanya kembali: "saudara Thi sia. Aku.......aku.......kau
punya tiga puluh tahil perak?"

Lu Ci tidak menjawab secara langsung tapi menghela napas panjang. Kim Thi sia ingin
mengetahui duduk persoalan yang sebenarya dengan nada bergurau dia segera berkata:
"saudara Lu, dari orang asing kita telah menjadi sahabat karib, apakah kau masih tetap
menuntut tiga puluh tahil perak sebagai ongkos lewat? Waaaah.....kau benar-benar kebangetan"
sebagai orang kasar, Lu Ci tidak terbiasa dengan gurauan seperti itu, dia mengira ucapan
tersebut sungguhan, dengan wajah merah padam karena cemas dan gelisah, serunya berulang
kali:
"Bukan begitu Bukan begitu saudara Thi sia jangan salah paham, sebenarnya aku telah kalah
taruh dengan siunta sebesar tiga puluh tahil perak karena itu aku ingin meminjamnya dari loheng.
Apakah loheng tidak merasa keberatan?"
"Waaah.....maaf, sesungguhnya seluruh harta kekayaanku sudah berada ditanganmu sekarang.
Yang tersisa kini cuma kantung yang kosong....."
Paras muka Lu Ci semakin memerah, ternyata tiga tahil perak masih berada dalam
genggamannya erat-erat. seandainya Kim Thi sia tidak mengingatkan hampir saja dia
melupakannya.
Dengan wajah tersipu-sipu dia mengembalikan hancuran perak itu kepada Kim Thi sia.
Kim Thi sia sendiripun mengerti bahwa uang sejumlah itu tak mungkin bermanfaat apa-apa.
Dalam keadaan apa boleh buat diapun menerima kembali.
Ketika menyaksikan Lu Ci masih bermuram durja dan tak gembira, sambil tertawa dingin
katanya segera:
"saudara Lu Ci, bukanku menuduhmu tak becus. sesungguhnya dalam menghadapi manusia
rendah seperti siunta, lebih baik kita anggap setiap perkataannya sebagai kentut busuk, tak usah
digubris lagi. Dengan berbuat demikian niscaya tiada kesulitan yang akan membebani pikiranmu. "
Dengan cepat Lu Ci menggelengkan kepalanya berulang kali, dia berkata:
"sepanjang hidup aku paling menepati janji. setiap perkataan yang sudah diutarakan keluar tak
pernah kupungkiri kembali, aku tak bisa mengingkari janji."
" Untuk menepati janjipun kita wajib melihat dulu dengan siapa kita berbicara" seru Kim Thi sia
dengan nada tak senang. "Kalau tyerhadap siunta si telur busuk itu. Hmmm, kenapa kita mesti
pegang janji? Dia orangnya licik dan sering menggunakan akal muslihat untuk menjebak orang.
Bila kita mesti menepati janji terhadapnya, ibarat memetik harpa didepan kerbau saja."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menambahkan:
"Kau harus berpikir kembali, seandainya dia yang kalah, kujamin dia tentu akan angkat kaki
mengambil langkah seribu, tapi manusia hebat macam dia tak pernah akan kalah, sebab dia tak
akan melakukan perbuatan yang belum diyakini seratus persen keberhasilannya, justru kaulah
yang suda ditipu habis-habisan."
"Aku ingin menyesali kejadian tersebut dan tidak menepati janji, namun liang simku berkata
lain, aku merasa batinku amat tersiksa."
"Begini saja, kaupun tidak usah menjadi begal, serahkan saja siunta kepadaku, asal kau tidak
menampilkan diri, urusan toh bakal beres."
Tergerak hati Lu Ci selesai mendengar perkataan itu, tergesa-gesa dia berkata:
"Caramu itu bagus sekali, hanya saja......hanya saja.......apakah kau yakin bisa meloloskan diri
darinya?"
"Bila kau tak mau tahu keadaan, akan kutaklukkan dirinya dengan menggunakan kekerasan-"
sejak mengetahui siapakah pemuda yang dihadapinya, kepercayaan Lu Ci terhadapnya semakin
bertambah besar. Dia percaya walaupu ilmu silat yang dimiliki siunta cukup hebat, tak mungkin ia

mampu menandingi Kim Thi sia yang sudah termashur sebagai manusia yang paling susah dilayani
itu. Maka diapun segera berkata:
"sekarang ia sedang tidur dibalik semak belukar sana, pergilah kesitu seorang diri. Aku akan
menunggumu didepan sana."
Begitulah, dua orang kasar itu berbicara kesana kemari namun tak berhasil menemukan cara
yang lebih baik lagi, maka keputusanpun diambil.
sesuai dengan petunjuk dari Lu ci tadi, Kim Thi sia segera berangkat kebalik semak belukar.
sedangkan Lu Ci menuju keujung jalan sana dengan langkah lebar.
Waktu itu rembulan yang berbentuk sabit mulai menampakkan diri dari balik awan tebal.
suasana yang semula gelappun lambat laun diterangi sedikit cahaya. Meminjam cahaya rembulan
yang redup dengan lancar Kim Thi sia tiba ditempat yang dimaksud Lu Ci.
Ia cukup mengerti bahwa siunta adalah manusia licik yang sangat berbahaya, dia menganggap
kecerdasan otaknya melebihi siapapun, maka sejak memasuki kawasannya, diapun meningkatkan
kewaspadaannya untuk berjaga-jaga atas segala kemungkinan yang tidak diinginkansetelah
berjalan berapa jauh dengan langkah berhati-hati, mendadak ia temukan seseorang
sedang berbaring dibawah pohon dikejauhan sana. sinar yang redup sukar untuk dipakai melihat
lebih jelas, tapi ia bisa melihat bahwa orang itu berperawakan kurus kecil dengan sepasang kaki
yang pendek. Ciri khas dari siunta.
Ia berhenti lebih kurang lima kaki dibelakang siunta, karena dia kuatir musuhnya yang licik itu
bakal bermain gila dengannya.
Akan tetapi siunta masih tetap tertidur amat nyenyak. dia seakan-akan tidak merasakan akan
kehadiran orang lain.
sebagai seorang lelaki berjiwa ksatria, sudah barang tentu Kim Thi sia enggan melakukan
bokongan disaat orang lain tak siap. dengan suara keras segera tegurnya: "Hey setan tua,
sobatmu telah datang."
Unta tetap membungkam, seakan-akan tidak mendengar, ia tetap tidur dengan amat
nyenyaknya.
Kim Thi sia mulai curiga, dia cukup mengerti bahwa siunta bukan manusia sederhana, tapi
kenyataannya orang itu tidak menunjukkan reaksi apapun, atau mungkin hal ini disebabkan dia
menganggap ditempat yang terpencil ini tidak bakal terjadi peristiwa yang tak diinginkan?
Dengan menyabarkan diri Kim Thi sia mencoba menegur lagi, kali ini dia menegur dengan suara
lebih keras sehingga burung-burung diatas pohonpun berterbangan lantaran kaget, tapi siunta
tetap tidur amat nyenyak.
Tak tahan lagi pemuda kita malu kedepan, baru empat langkah dia menghentikan kembali
perjalanannya seraya berpikir:
"siunta licik dan banyak akal muslihatnya jangan-jangan dia sedang mengatur perangkap untuk
menjebakku."
Dengan cepat dia mencari akal lain, tiba-tiba ia membungkukkan badan dan memungut sebutir
batu, lalu disambitnya kearah depan. "Blaaakkk......."
Dengan cepat batu tersebut menimpuk diatas sesuatu yang lembek dan sama sekali tiada
tenaga pantulannya.
Mendengar suara pantulan yang dihamilkan, paras muka Kim Thi sia segera berubah hebat,
pikirnya:
"Aaaaah, ternyata dugaanku tak salah, bayangan manusia itu hanya tumpukkan rumput."

Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba saja ia merasa jalan darah Gi siang
hiatnya menjadi kesemutan, disusul kemudian terdengar seseorang menjengek sambil tertawa
dingin.
"Hey bocah kunyuk. sudah lama kita tak bertemu, aku benar-benar merindukan dirimu."
Mimpipun Kim Thi sia tidak mengira kalau tindakannya yang sudah begitu berhati-hati akhirnya
masih terperangkap juga oleh ulah siunta, ia merasa peristiwa ini merupakan suatu penghinaan
baginya.
Dengan amarah yang berkobar-kobar segera bentaknya keras-keras:
"Maknya, tak kusangka kau situa bangka benar-benar lihay, akhirnya aku terpecundang kembali
ditanganmu, tapi kau tak usah keburu senang hati. sanya masih mempunyai cara lain untuk
menghadapi dirimu."
siunta tertawa dingin dan berkata lagi:
"Hey bocah kunyuk, seandaiknya aku tidak memandang pada hubungan kita dimasa lampau
mungkin caramu untuk menghadapi diriku itu baru dapat kau laksanakan sesudah tiba diakhirat
nanti. sudahlah, tak usah banyak berbicara lagi, aku ingin bertanya kepadamu, antara kita berdua
sesungguhnya tak pernah terjalin perselisihan apa-apa mengapa kau justru selalu merusak dan
mengacaukan transaksiku? Apakah kau bermaksud membalas dendam ataukah merasa iri dengan
cara kerjaku ini......."
"Kau tak usah mengaco belo" teriak Kim Thi sia amat mendongkol. "Terus terang saja aku
bilang, aku merasa tak terbiasa menyaksikan ulah serta tingkah lakumu itu."
"Hanya dikarenakan alasan ini?" si unta sama sekali tidak mendongkol, setelah tertawa aneh
lanjutnya:
"Kau merasa tak terbiasa dengan ulah dan tingkah lakuku? Hmmm.......lantas bagaimana pula
dengan sekian banyak manusia didunia ini yang tak senang dengan tingkah lakuku? Apakah
merekapun berbuat yang sama denganmu, selalu memusuhi diriku?"
"Maknya" umpat Kim Thi sia gusar. "Hey tua bangka jelek. Sebetulnya aku yang datang
mencarimu ataulah kau yang datang mencariku?"
"Hmmmm, Lu Ci sidungu itu betul-betul goblok dan bebal otaknya, dia selalu mencari urusan
denganku. Kalau tidak diberi sedikit ganjaran hal ini mana boleh jadi? Apalagi apa sih salahnya
kalau kau memberi sedikit ongkos jalan kepadanya? Bukankah sinona cantik itu banyak uang? Kau
adalah gondaknya, sudah pasti kaupun tak akan miskin membagi sedikit uang kepadaku rasanya
juga merupakan perbuatan amal, siapa tahu kau lebih pelit daripada seekor anjing."
"Tua bangka celaka, jika kau berani mengaco belo lagi, toaya akan segera beradujiwa
denganmu."
Kemudian dengan amat gusar dia mengeluarkan tiga tahil perak tadi dari sakunya dan
dibanting keatas tanah sambil berkata lebih jauh:
"Kau jangan menganggap aku terpesona oleh uangnya. Coba kau lihat, hanya inilah harta
kekayaanku, bila kau menganggap uang melebihi nyawamu, ambillah. Tetapi jangan mencoba
mencemooh diriku lagi dengan kata-kata yang tidak senonoh. Kalau tidak. jangan salahkan bila
aku berbuat nekad."
Dengan sikap yang amat hambar siunta menarik kembali pandangan matanya dari atas uang
tersebut, katanya:
"oooh, tak kusangka kau sibocah kunyuk masih punya semangat kelakian, maaf......maaf......"
sembari berkata dia segera melepaskan kaki sebelahnya dari sepatu, lalu menjepit uang perak
tadi dengan kelima jari kakinya setelah itu baru dia ambil dan dimasukkan kedalam saku.

"Hey tua keparat" Kim Thi sia segera berseru nyaring. "Sekarang aku sudah terjatuh
ketanganmu, apa yang hendak kau perbuat cepat katakan, bila terlambat hingga saudara Lu
datang kemari, kau pasti akan dikuliti olehnya........"
si unta sebera mendengus dingin.
"Lu Ci tak akan tahan menghadapi seujung jariku, kau tak usah menggunakan namanya untuk
mengertak orang"
Kemudian setelah meludah, dengan nada memeras dia berkata:
"Setiap orang tahu kalau belakangan ini Kim Thi sia sedang ketimpa nasib mujur, terutama
setelah kusaksikan dengan mata kepala sendiri Kau tidak usah menyangkal lagi, aku tahu sigadis
cantik itu begitu terpesona kepadamu sehingga rela berkorban bagimu. sekarang kau sudah
terjatuh ketanganku, bila kau tidak menjumpainya lagi maka dia pasti sangat gelisah. Nah
manfaatkan kesempatan yang sangat baik ini aku harus mengaduk untung sebesar-besarnya. Kau
tahu aku sudah hidup miskin separuh hidupku, maka aku selalu berusaha untuk memperbaiki
nasibku ini......"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Aku rasa, apa yang menjadi maksud hatiku sudah cukup jelas bukan?"
sambil menunjukkan kelima jari tangannya dia berkata lagi:
"Nah bocah kunyuk. kau tentu jelas bukan berapa angka ini? Ya, aku hanya membutuhkan lima
ratus tahil perak."
"Tua bangka celaka, kau hendak memeras?" teriak Kim Thi sia teramat gusar. siunta segera
tertawa terkekeh-kekeh.
"Haaaaah.......haaaaah.......haaaaah...... saudaraku, kenapa sih menggunakan istilah yang
begitu tak sedap? Sesungguhnya aku cuma minta ongkos penebusan, kalau dulu ongkos
pertolongan belum kau bayar aku masih bisa memaklumi, karena kejadian itu hanya kebetulan-
Apalagi kaupun berhasil meloloskan diri sendiri dari bahaya, tapi kali ini kau mesti membayar
ongkos penebusan. Hmmmm...... mataku sudah kupentang lebar-lebar. Aku seperti melihat
kegelisahan dari sinona cantik yang tak melihat kekasihnya kembali kesamping tubuhnya.........."
Tiba-tiba saja Kim Thi sia berhasil menenangkan kembali pikirannya, dia mendengus dingin.
"Tua bangka busuk. Perhitunganmu kali ini kelewat bagus, tapi sayang aku sudah bentrokan
dengan gadis itu. Dia bahkan bersorak gembira jika mengetahui kesulitanku sekarang."
"Sungguh?" teriak siunta sambil membelalakkan matanya lebar-lebar. "Kau benar-benar sudah
bentrok dengannya..... kau benar-benar sudah bentrok dengannya......"
Kim Thi sia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaah......haaaah.....siunta yang kalah bukan aku, melainkan kau sendiri."
"Tak mungkin" ucap si unta meyakinkan- "Bila sinona cantik itu menerima pemberitahuanku,
kujamin dia pasti tak akan tenang dan tergesa-gesa akan datang kemari. Bila kau tak percaya mari
kita bertaruh. Heeeeh....heeeeh......bertaruh seratus tahil perak saja, jadi kalau dijumlahkan
semuanya, jadi enam ratus tahil heeeeh.....heeeeh......"
Kim Thi sia paling benci dengan sikap tamak dan mata duitan dari orang ini. Ucapan tersebut
kontan saja menggusarkan hatinya, tanpa banyak berbicara dia memutar telapak tangannya dan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah depan.
Reaksi dari siunta ternyata cukup cepat baru saja dia menggerakkan tubuhnya, jari tangannya
yang mencengkeram diatas jalan darah telah ditambahi dtngan tenaga sebesar dua bagian.
seketika itu juga Kim Thi sia merasakan punggungnya kesemutan, segenap kekuatan tubuh
nyapun punah tak berbekas. sambil tertawa terkekeh-kekeh siunta segera berkata:

"Hey bocah keparat, sekarang kau sudahjutuh ketanganku, buat apa sih bersikap segarang
itu?"
Dengan penuh kebencian Kim Thi sia berseru:
"seorang lelaki sejati dapat menyesuaikan keadaan. Hari ini anggap saja nasibku lagi sial hingga
terjatuh ketanganmu, tapi lihat saja nanti bila suatu ketika kaupun terjatuh ketanganku.Jangan
harap kau bisa melewati masa tersebut dengan gembira."
" Lebih baik persoalan seperti itu dibicarakan dikemudian hari saja" tukas siunta tak senang
hati. "sekarang mari kita berbicara tentang masalah pokok. Kau harus tahu bahwa aku siunta
bukan manusia yang sama sekali tak berperasaan, terutama sekali terhadap orang yang berjodoh
denganku. Begitu saja kunyuk cilik. Transaksi yang terjadi kali ini merupakan untuk pertama
kalinya. Akupun merasa rikuh untuk mengajukan permintaan kelewat tinggi. setelah melalui
pemikiran dan pembahasan yang serius, aku pikir biarlah ongkos tebusanmu kukurangi seratus
tahil perak lagi. Nah sobat karib, tentunya kabar ini merupakan kabar baik bukan?"
"Percuma kalau cuma minta uang tebusan kuanjurkan kepadamu, lebih baik jual saja diriku.
Coba kita lihat aku laku berapa tahil perak?"
"sahabat, kau memang sangat pintar" seru siunta tertawa. "Baiklah aku akan menurut
kehendakmu itu dengan menawarkan dirimu kepada sinona cantik itu tolong tanya dia berada
dimana sekarang?"
"Tua bangka celaka, kuperingatkan kepadamu agar tidak menjumpai dirinya, aku tak sudi
bertemu dengannya lagi. Bila kau bermaksud memancingnya kemari karena uang, mulai sekarang
jangan salahkan bila kupandang dirimu sebagai musuh besar."
"ooooh tentu saja, tentu saja" kata siunta sambil tertawa licik. "selama ini aku selalu berdagang
atas dasar kesempatan kedua belah pihak. kalau toh kau enggan bersua dengannya, akan
kuberitahukan kepadanya melalui surat, kau bisa menulis dalam surat itu agar menyiapkan seribu
tahil perak untuk ongkos tebusan, bila urusan telah beres maka kita akan sama-sama tidak saling
berhutang dan boleh pergi menurut kehendak masing-masing . "
Berbicara sampai disitu mendadak sepasang telinganya digerakkan berapa kali. Kemudian
umpatnya:
"Sialan betul sikeparat Lu Ci, siang tak datang malam tak tiba, kenapa justru disaat toaya
sedang membicarakan transaksi besar ini malah datang mengacau. Benar-benar menjengkelkan-
Hey, kita sudahi dulu pembicaraan di sampai disini apakah kau masih punya usul lain?"
"Lepaskan tanganmu" teriak Kim Thi sia keras-keras dengan mata melotot serunya lagi.
"Apakah kau senang melihat aku kehilangan muka dihadapan sahabat baruku?"
"Yaa, betul, betul, kalau pohon memerlukan kulit, manusia memerlukan muka. Itu memang
lumrah, tapi sebelum pembayaran berlangsung aku tak bisa membebaskan dirimu. Kalau kau
sampai kabur, waaah......bukankah akupun gagal mendapatkan uang tebusannya?"
"Telur busuk. kau anggap aku Kim Thi sia macam apa?" umpat pemuda itu sambil menyumpahnyumpah
.
Kemudian dengan amarah yang meluap-luap dia duduk diatas tanah dan berseru lagi sambil
bertolak pinggang:
"Toaya justru bersikeras tak mau pergi, akan kulihat dengan cara apa kau bisa menggerakkan
diriku." siunta sebera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaaah......sederhana sekali, dalam gusarnya aku bisa membuangmu diatas gunung,
biar ular dan binatang buas menerkam dirimu, melalap dagingmu dan menggerogoti tulangmu,
tetapi yang sial adalah sinona cantik, harta lenyap orangpun hilang. Haaaah....haaaah....."
setelah menunjukkan muka setan dia melanjutkan:
"Dan akhirnya, sinona cantik akan bersedih hati, membuat akupun turut beriba hati."

Baru saja Kim Thi sia hendak mengumpat, tahu-tahu jalan darahnya sudah ditotok kembali,
otomatis semua umpatannya tak mampu diutarakan keluar.
sementara itu siunta sudah mendehem pelan dan berkata kembali dengan suara lebih lembut:
"Kita sudah berkenalan cukup lama, namun selama ini tak punya kesempatan untuk
berbincang-bincang denganmu, mumpung malam ini udara cerah dan angin berhembus sepoisepoi,
apa salahnya kalau kita berbicara sampai sepuasnya?" Berbicara sampai disini dia berhenti
sejenak. lalu sambil berpaling teriaknya: "Lu Ci betul bukan apa kuucapkan?"
Dengan wajah tersipu-sipu Lu Ci munculkan diri dari balik sebatang pohon, sahutnya agak
tertegun:
"Aku.......aku tidak mendengar terlalu jelas apa yang kau bicarakan, maka aku tidak berani
memberikan pendapat apa-apa." siunta sebera tertawa dingin.
"Bocah dusun, ilmu membohongmu masih ketinggalan jauh, bukankah kau sudah sekian lama
menyadap pembicaraan kami? masa duduknya persoalan masih belum kau ketahui?"
Lu Ci tidak menjawab pertanyaaannya itu, dengan wajah bersemu merah dia menghampiri Kim
Thi sia, lalu ujarnya:
"saudara Thi sia, aku sudah lama menunggu dengan gelisah, aku kira kau sudah menjumpai
sesuatu peristiwa, tak tahunya sedang berbincang-bincang disini."
Kim Thi sia tak mampu berbicara, terpaksa dia mengerdipkan matanya berulang kali sebagai
kode rahasia.
Lu Ci adalah seorang lelaki kasar yang berpikiran sederhana, dia cuma merasa keheranan tanpa
berhasil memahami maksudnya, bahkan tanyanya lebih jauh: "saudara Thi sia, mengapa kau tak
berbicara? Apakah aku telah salah berbicara?"
"Lu ci" siunta segera menyela. "saudara Thi sia mu sedang terserang penyakit, biarkan ia
beristirahat sebentar."
"Terserang penyakit?" Lu ci sangat terkejut. "Penyakit apa yang dideritanya? seriuskah
keadaannya?"
"Tidak terlalu serius, hanya tak mampu berbicara lagi, kau jangan mengusiknya dulu. Biarkan
dia beristirahat sebentar."
Lu Ci termenung berapa saat tanpa berbicara, sementara dihati kecilnya berpikir:
"Aaaah, ada yang tak beres. Kim Thi sia termashur sebagai manusia baja, bagaimana mungkin
ia bisa terserang penyakit secara tiba-tiba? sudah pasti ada sebab musabab lainnya."
Melihat timbulnya kecurigaan diwajah Lu Ci, dengan cepat siunta dapat menebak isi hatinya,
maka sambil tertawa dingin ia segera berkata:
"Lu Ci, aku ingin bertanya kepadamu. Bersediakah kau menemani saudara Thi sia?"
"Apa maksudmu?" tanya Lu Ci tertegun-sambil maju selangkah kata siunta:
"Bila kau bersedia menemaninya, akupun dapat membuatmu terserang penyakit"
"Dia dapat membantuku terserang penyakit?" Lu Ci segera berpikir. "Kalau begitu penyakit yang
diderita saudara Thi sia adalah penyakit hasil ulahnya."
Dengan cepat dia menyadari apa yang terjadi dengan wajah berubah hardiknya:
"Keparat unta, rupanya kau yang telah melukai saudara Thi sia. Hmmm, bila penyakit itu tak
segera kau obati akan kubantai dirimu secara keji."
Tapi sayang, baru selesai perkataan tersebut diutarakan, jalan darah dipinggangnya sudah
terasa kesemutan disusuk kemudian segenap kekuatan tubuhnya hilang lenyap tak berbekas.
Tak ampun lagi tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.

Rasa sedih, malu dan benci yang mencekam perasaannya sekarang tak terlukiskan dengan
kata-kata, hampir saja dia berteriak keras:
siunta segera menginjak dadanya kuat-kuat, kemudian serunya sambil tertawa lengking:
" Kalian berdua selalu mengatai diriku dengan ucapan tak sedap. sekarang kurasa kalian tentu
lelah sekali, mumpung lagi tak enak badan, beristirahat dulu disini sepuasnya."
Dari depan sana dia mengangkat sebuah atu besar lalu sambil duduk diatasnya dia berkata
lantang:
"Lu Ci, kau masih berhutang 30 tahil perak kepadaku. Bagaimanapun juga hutang tersebut
mesti kau bayar, mumpung sekarang ada kesempatan untuk beristirahat, pikir cara membayar
hutang itu. Pokoknya kalau sampai besok pagi nampak uangnya tersedia, akan kupatahkan
bahumu. Hmmm......."
"Unta kunyuk" umpat Lu Ci didalam hati. "Sekarang kau boleh bergaya, tapi suatu ketika nanti.
Hmmm akan kusuruh kau saksikan kelihayanmu."
Mendadak dari atas ranting pohon kedengaran suara burung mencicir disusul terbang kearah
laini
siunta segera mendongakkan kepalanya sambil memperhatikan sekejap, kemudian gumamnya:
"Tanpa sebab burung malam bercicit, delapan puluh persen ada orang datang kemari."
Dengan gerakan selincah tikus ia segera membungkukkan badannya keatas tanah sambil
merangkak maju kedepan, sepasang matanya celingukan kian kemari dengan tajam. sementara
gerak geriknya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun. Melihat hal ini, Kim Thi sia segera
berpikir:
" Cekatan benar manusia keparat ini, tak heran aku selalu menderita kerugian ditangannya."
Gerak geriknya saat itu selain lincahpun amat kocak. hampir saja Kim Thi sia dan Lu Ci tertawa
terbahak-bahak saking gelinya.
selang berapa saat kemudian, siunta sudah melompat naik keatas pohon dan menyembunyikan
diri dibalik dedaunan yang rimbun, bahkan berulang-ulang ia perdengarkan suara cicitan burung,
bagi mereka yang tidak mengetahui, mimpipun mereka tidak akan menyangka kalau suara cicitan
tersebut bukan suara burung asli.
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia melintas lewat dengan kecepatan luar biasa dan
sama sekali tak menimbulkan sedikit suarapun, jelas ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya
telah mencapai puncak kesempurnaan.
Baru saja orang itu munculkan diri, terdengarlah suara bentakan keras bergema memecahkan
keheningan.
"Nirmala nomor delapan, apakah Dewi Nirmala telah datang?"
Begitu teguran bergema, dari depan situ muncul kembali sesosok bayangan manusia. Bayangan
tersebut berputar lincah ditengah udara kemudian melayang turun diatas tanah dengan manis
sekali.
"Atas perintah Dewi Nirmala, arena harus dipersiapkan lebih dulu."
orang yang datang pertama tadi manggut-manggut, dia maju kedepan dan menendang jalan
darah siau yau hiat ditubuh Kim Thi sia.
Pemuda Kim memejamkan matanya rapat-rapat, seketika ia terpental sejauh tiga kaki lebih dan
terjatuh dibalik semak belukar.
sekujur badannya kontan terasa kaku, linu dan kesemutan. Kepalanya pusing tujuh keliling,
hampir saja napasnya putus saking kesakitan.

sementara itu orang tadi telah menendang pula jalan darah siau yau hiat dipinggang Lu Ci,
tanpa menimbulkan sedikit suarapun Lu Ci terpental juga sejauh tiga kaki dan roboh tak sadarkan
diri
sementara itu siunta sama sekali tak berani berkutik, dia adalah seorang yang pintar dan
cekatan- Begitu menyadari bahwa orang tersebut memiliki tenaga dalam yang sempurna tak tahu
kalau dirinya bukan tandingan, diapun segera memutar haluan dengan niat " melarikan diri".
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat Nirmala nomor delapan mengamati sekejap
wajah Lu Ci, lalu serunya keheranan:
"Hey, mengapa orang itu tidak mengeluarkan sedikit suarapun? Mungkinkah dia telah menjadi
sesosok mayat? Hey Nirmala nomor tujuh, apakah kau tidak turun tangan kelewat berat?"
"Tendanganku tadi kuserangkan diatas jalan darah siau yau hiatpun aku percaya biar dewa pun
tak akan lolos dari kematian, apalagi kedua orang itu sudah tergeletak tak bergerak. aku yakin
delapan puluh persen mereka adalah mayat."
Jalan darah siau yau hiat merupakan satu diantara tiga puluh enam buah jalan darah penting
lainnya. Bila tersentuh pelan akan berakibat tertawa bila terlampau keras akan menyebabkan
kematian, kedua orang itu tergeletak tak bergerak ditengah hutan ditengah malam buta begini
jangan-jangan mereka adalah mayat yang dibuang orang. Aku rasa seranganmu tadi amat berat,
sehingga tertawa pun tak sempat mereka sudah putus nyawa semua......."
"Yaa benar, akupun berpendapat demikian" Nirmala nomor tujuh manggut-manggut tanda
membenarkan.
sementara itu Kim Thi sia yang tergeletak dibalik semak belukar segera berpikir dengan
perasaan kacau.
"Aaaai kali ini aku bakal mati, sungguh menggemaskan perbuatan siunta yang telah menotok
jalan darahku. Kalau tidak. aku pasti masih memiliki sisa tenaga untuk melakukan perlawanan."
Tiba-tiba Nirmala nomor tujuh melangkah maju kedepan menghampiri kembali Lu ci, kemudian
dia membungkukkan badannya memeriksa dengan napas orang tersebut, setelah itu katanya
sambil manggut-manggut:
"orang ini sudah putus napas, sekarang kecurigaanku sudah hilang. Nah Nirmala nomor
delapan, kaupun tak usah kuatir rahasia ini sampai bocor keluar lagi."
"Hey, sungguh aneh" seru Nirmala nomor delapan tiba-tiba. "Rembulan sudah persis diatas
awan, mengapa Dewi Nirmala belum juga menampakkan dirinya......?"
"Menurut dugaanku, kemungkinan besar Dewi Nirmala telah menjumpai suatu kejadian yang
diluar dugaan." Nirmala nomor delapan segera mendengus.
"HHmmm, omong kosong, siapa yang dapat meloloskan diri dari tangan kejinya?"
Walaupun dengusannya pelan, namun dapat didengar siunta dengan jelas sekali, sudah jelas
orang itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Diam-diam siunta merasa terkesiap. dia semakin tak ebrani bergerak lagi, malah napaspun
cepat-cepat ditahan.
Angin dingin yang berhembus lewat serasa menusuk tulang, siunta merasakan wajahnya
membeku karena kedinginan sementara hatinya berdebar keras dicekam kekuatiran, semenjak
terjun kedalam dunia persilatan belum pernah dia merasakan ketegangan seperti ini.
Ia sadar bahwa tenaga dalam yang dimilikinya masih selisih jauh bila dibandingkan dengan
kedua orang tersebut, seandainya jejaknya sampai ketahuan dapat dipastikan dia akan mengalami
nasib yang tragis.
Menghadapi ancaman bahaya maut seperti ini, mau tak mau dia harus bertindak dengan lebih
berhati-hati lagi.

Dalam pada itu Nirmala nomor tujuh telah berkata:
" Nirmala nomor delapan, selama banyak tahun ini, apakah kau telah merasakan sesuatu?"
Nirmala nomor delapan menghela napas panjang, tiba-tiba dia merendahkan suaranya seraya
berkata:
"Terus terang kubilang, seandainya dalam hati kecilnya tiada setitik harapan, aku benar-benar
ingin melepaskan diri dari kesengsaraan dengan mengakhiri sisa hidupku. Aaai.....menjalankan
penghidupan yang sama sekali tak menarik serta tidak menggembirakan hati begini, aku merasa
tubuhku seperti digerogoti secara pelan-pelan-"
sekalipun orang ini tak berani mengemukakan isi hatinya secara berterus terang, ditinjau dari
napasnya, dapat ditangkap banyak kedukaan dan kepedihan yang mencekam perasaan hatinya.
"Yaa benar" terdengar nirmala nomor tujuhpun mengeluh. "Kaupun merasakan diriku seperti
sudah dijual sebagai seorang budak. selain tak berpendirian, akupun tak bisa bergerak secara
bebas serta mengambil keputusan menuruti kehendak hatiku sendiri"
Pelan-pelan Nirmala nomor delapan memejamkan matanya. Dua titik air mata nampak jatuh
berlinang membasahi pipinya.
setelah termenung sejenak, tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dan memandang sekejap
sekeliling tempat itu kemudian ujarnya dengan suara dalam dan berat:
"sudahlah, lebih baik kita tak usah memikirkan persoalan semacam itu, sebentar lagi Dewi
Nirmala bakal datang."
Menyaksikan sorot mayanya yang sangat tajam bagaikan sembilu itu, siunta yang bersembunyi
dibalik dedaunan merasakan hatinya bergetar keras dan tubuhnya gemetaran suatu perasaan
seram dan ngeri yang entah datang darimana tahu-tahu telah menyelimuti seluruh perasaan
hatinya.
Ia dapat merasakan bahwa sepasang mata orang itu tajam seperti bintang, dingin melebihi
saiju. seakan-akan dia sedang menghadapi seorang algejo yang siap menghabisi nyawa
korbannya.
Tiba-tiba Nirmala nomor tujuh membungkukkan badan memberi hormat seraya berseru:
"Menyambut kedatangan sincu"
siunta mencoba mengintip dari balik dedaunan yang rimbun, dibawah sinar rembulan ia
saksikan sesosok bayangan hitam berkelebat lewat bagaikan kilat menyambar belum sempat dia
mengerdipkan matanya tahu-tahu orang yang disebut sebagai "sin cu" itu sudah muncul ditengah
arena.
selama hidup belum pernah dia menyaksikan ilmu meringankan tubuh selihay ini bahkan
mendengarpun belum pernah, begitu terkesiapnya dia sampai lidahpun tidak bisa ditarik kembali.
sin cu tersebut berperawakan gemuk, walaupun demikian kegemukan badannya sama sekali
tidak mempengaruhi kelincahan serta kegesitannya didalam menggerakkan badan.
siunta tak berani mengamati wajah orang itu dengan seksama dia hanya dapat merasakan
bahwa orang itu mengenakan baju yang perlente dari bahan mahal, namun wajahnya dikerudungi
dengan selembar kain.
Sinar mata orang itu jauh lebih tajam daripada rembulan, persis seperti dua butir batu permata
yang membiarkan sinar tajam bila bergerak pelan.....
Betapapun rapatnya siunta menyembunyikan diri, ia selalu berpendapat bahwa tempat
persembunyiannya itu seakan-akan telah diketahui lawan.
Pelan-pelan sudah terlihat bayangan manusia bergerak. ternyata sin cu yang semula dikira
gemuk sesungguhnya bertubuh kurus. Dia nampak gemuk karena disampingnya berdiri pula

seseorang yang lain baru sekarang siunta tahu bahwa orang yang munculkan diri barusan terdiri
dari dua orang yang berdiri berjajar rapat.
sementara orang yang kedua telah melepaskan ilat kepalanya hingga berurailah rambutnya
yang panjang, mimpipun siunta tak mengira kalau orang yang disebut Dewi Nirmala ternyata
adalah seorang perempuan cantik. sementara itu Dewi Nirmala telah berkata sambil tertawa
ringan-
"Gara-gara sesuatu persoalan aku telah datang agak terlambat, tentunya kalian berdua sudah
menunggu cukup lama bukan?" Buru-buru Nirmala nomor tujuh menjura seraya menjawab:
"Karena ada urusan lain, tentu saja sin cu datang agak terlambat. Kami berdua tak berani
menyalahkan-"
sekali lagi siunta dibuat tertegun, dia merasakan nada pembicaraan si Dewi Nirmala amat
merdu bagaikan burung nuri yang berkicau. setiap patah katanya selalu menimbulkan daya pesona
yang luar biasa bagi mereka yang mendengarkan. Diam-diam diapun berpikir.
"Dengan suaranya yang begitu merdu merayu, wajahnya pasti cantik bak bidadari dari
khayangan- Tak kusangka orang yang disebut Dewi Nirmala adalah perempuan yang begini
menarik."
Menyusul kemudian dia berpikir lebih jauh:
"Siapa pula orang yang satunya? Aaaaai, sayang kegelapan mencekam seluruh permukaan
tanah, sehingga sukar bagiku untuk melihat dengan lebih jelas."
Walaupun begitu namun dia bisa menebak secara pasti bahwa orang tersebut tentu
bermusuhan dengan Dewi Nirmala. Kalau tidak, tak mungkin orang kedua itu dibanting keraskeras
keatas tanah dengan penuh amarah.
Dewi Nirmala membenahi rambutnya yang kusut dengan tangannya yang putih lembut jari
jemarinya yang panjang dan ramping dengan kuku yang terawat rapi, menunjukkan bahwa
perempuan ini mempunyai daya tarik yang luar biasa. Diam-diam siunta menghela napas pikirnya:
"Siapa yang akan menyangka seorang perempuan cantik yang begitu menarik dan
mempesonakan hati orang, sesungguhnya memiliki ilmu silat yang begitu hebat dan luar biasa."
Sementara itu Dewi Nirmala telah berkata:
"Selama dua hari terakhir ini orang-orang yang kukirim selalu terbunuh secara aneh, bukan saja
tiada kabar beritanya. Bahkan jenasah merekapun dikubur orang secara rahasia. Peristiwa ini
sangat menggusarkan hatiku sehingga tak segan-segan aku tinggalkan lembah untuk melakukan
penyelidikan sendiri. Sekarang aku baru tahu, rupanya nirmala nomor sembilan, sepuluh dan
sebelas telah dibunuh oleh sembilan pedang dari dunia persilatan."
"Siapa membunuh orang dia harus membayar dengan nyawa" ucap Nirmala nomor delapan
cepat. "Aku yakin sin cu pasti sudah menemukan sesuatu cara untuk menghadapi sembilan
pedang dari dunia persilatan?" Dewi Nirmala manggut-manggut.
"Yaa, aku sudah mulai melangkah dengan rencanaku itu."
setelah menuding kearah orang yang tergeletak diatas tanah itu, terusnya:
"Dia adalah pedang bintang, satu diantara sembilan pedang dunia persilatan."
Kedua orang itu tidak berkomentar apa-apa mereka tetap membungkam diri dalam seribu
bahasa. Tapi siunta yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi sangat terperanjat, pikirnya
tanpa terasa:
"HHmmm, kau belum tahu siapakah kesembilan pedang dari dunia persilatan itu. Berani amat
kau menjalin tali permusuhan dengan mereka?" Terdengar Dewi Nirmala berkata lagi:

"Hmmm, ternyata sembilan pedang dari dunia persilatan hanya begitu-begitu saja, buktinya
sipedang bintang hanya mampu bertahan sepuluh gebrakan saja ditanganku."
Buktinya sipedang bintang sudah dipecundangi oleh perempuan tersebut, sekarang siunta baru
kaget. Dia tak menganggap perempuan tersebut membual lagi. sementara itu Nirmala nomor
tujuh telah berkata:
"Ilmu silat sin cu tiada tandingannya dikolng langit, sudah barang tentu sembilan pedang dari
dunia persilatan bukan tandinganmu."
"Yaa benar" sambung Nirmala nomor delapan. "Apabila sembilan pedang dari dunia persilatan
berani memusuhi sin cu, maka ibaratnya telur diadu dengan batu, tak mungkin mereka bisa
meraih kemenangan."
Tampaknya Dewi Nirmala amat senang dipuji dan disanjung orang, ia segera tertawa cekikikan
setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Coba kau bebaskan jalan darahnya aku akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya."
Nirmala nomor delapan tak berani berayal dengan cepat dia membebaskan sipedang bintang
dari totokan-
Berkilat sepasang mata sipedang bintang, tiba-tiba dia melompat bangun dari atas tanah dan
melancarkan sebuah sapuan kilat kedepan.
Dengan gerakan tangannya yang lincah seperti ular Nirmala nomor tujuh menggulung serangan
lawan secara manis, serunya singkat: "Tenanglah sedikit"
Tahu-tahu sipedang bintang mengeluh dan roboh terjungkal keatas tanah.
Beberapa gerakan itu dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat yang sepintas,
sebelum siunta mengetahui pasti apa yang terjadi, tahu-tahu sipedang bintang sudah roboh
terjungkal.
sekarang dia baru menyadari akan kelihayan Dewi Nirmala, pandangan terhadapnyapun
berbeda, kewaspadaannya ditingkatkan berapa kali lipat. Pikirnya dihati:
"Anak buahnya saja sudah memiliki kepandaian silat selihay ini, apalagi dia sendiri? entah
sampai dimanakah taraf kemampuan yang dimilikinya itu."
sipedang bintang yang jalan darahnya telah dibebaskan kini sudah mampu untuk berbicara,
sejak ia terhajar oleh Nirmala nomor tujuh hingga separuh badannya kesemutan agaknya dia
sadar kalau kepandaian silatnya tak mampu mengungguli lawan, terpaksa dengan kening berkerut
karena marah serunya penuh kebencian:
"Baik, baik, anggap saja sembilan pedang dari dunia persilatan telah jatuh pencundang
ditangan kalian, bila punya nyali ayolah bunuh diriku. Bila ingin dihina....hmmm, tak nanti harapan
kalian bisa terlaksana."
"Kau tak usah banyak ngebacot lagi" tukas Nirmala nomor tujuh dengan suara lantang. "Kau
tidak berhak untuk mengumbar kegaranganmu ditempat ini." Habis berkata kembali tangannya
diayunkan kedepan. "Plaaaakkkkk"
Bekas lima buah jari tangan yang tajam melekat diatas pipi sipedang bintang. Dengan penuh
kegusaran sipedang bintang segera berseru:
"Hey sobat, sebetulnya kau tahu aturan dunia persilatan tidak? Beginikah caramu terhadap
seorang musuh?"
"plaaaaakkk, plooookkkk"
Kembali Nirmala nomor tujuh menempeleng wajah orang itu keras-keras, lalu serunya:
"suruh jangan banyak bicara, kau berani membangkang? HHmmm, kalau berani berbicara
sembarangan lagi, hati-hati dengan wajahmu."

sipedang bintang tak berani berkutik lagi, ia tahu banyak bertingkah dalam keadaan begini
sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri, maka setelah melotot sekejap kearahnya
dengan penuh amarah, diapun membungkam diri dalam seribu bahasa. siunta yang menyaksikan
semua peristiwa itupun mulai berpikir:
"Dilihat dari kegirangan Nirmala nomor tujuh tampaknya setiap musuh yang terjatuh
ketangannya pasti akan mengalami nasib sial delapan keturunannya......."
Berpikir sampai disitu, diapun mulai menguatirkan keselamatan diri sendiri.
selang berapa saat kemudian, ketika Dewi Nirmala menyaksikan pemuda itu sudah tenang
kembali, dia baru bertanya pelan. "suhumu?"
Pedang bintang mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearahnya, lalu menjawab
singkat: "Tidak tahu."
"Apa tidak tahu" bentak Nirmala nomor tujuh keras-keras kembali dia menampar korbannya
keras-keras.
Pedang bintang teramat gusar hingga matanya melorot besar teriaknya lantang:
"Telur busuk, lebih baik bunuhlah aku"
siunta yang mengikuti peristiwa itupun segera berpikir:
"suhunya sipedang bintang adalah Malaikat pedang berbaju perlente yang amat tersohor
namanya didalam dunia persilatan, mungkinkah dia mempunyai ikatan dendam dengan si Dewi
Nirmala hingga sekarang dia hendak melampiaskan rasa gusarnya kepada murid-muridnya? Kalau
memang begitu perbuatan Dewi Nirmala jelas tak benar......."
sementara dia masih berpikir, Dewi Nirmala telah berkata lagi:
" Nirmala nomor tujuh, disini tak ada urusanmu lagi, harap kau tinggalkan tempat ini."
Mendengar perkataan tersebut Nirmala nomor tujuh mengiakan dengan hormat kemudian
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
sepeninggal orang itu, Dewi Nirmala baru berkata kepada sipedang bintang sambil tersenyum
manis.
"Tabiatnya memang kurang baik, harap kau sudi memaafkannya."
"sudah cukup sabar aku membiarkan dia bertingkah" kata sipedang bintang sambil mendengus.
"Bila kalian menghinaku terus menerus. HHmmm, suatu hati, suheng te kami pasti akan
membalaskan dendam bagiku." Dewi Nirmala sebera tertawa.
"setelah aku berani membekukmu kemari tentu saja kamipun tidak takut dengan segala
ancaman, kau tak usah memikirkan suhu balas dendam lebih dulu, paling baik jawablah semua
pertanyaanku"
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia bertanya lagi: "sekarang Malaikat pedang berbaju
perlente berada dimana?"
"sudah mati" sahut sipedang bintang sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Bagus sekali" Dewi Nirmala tersenyum. "Kau masih terhitung jujur, padahal akupun sudah
mendapat kabar tentang kematiannya, hanya belum berani memastikan-" Kemudian setelah
berhenti sejenak. kembali dia menambahkan-"Padahal manusia semacam dia memang pantas
untuk mampus secepatnya."
sipedang bintang sebera berteriak dengan marah.
"Hey jika kau berani menghina dan mencemooh guruku yang telah meninggal lagi. Jangan
salahkan bila aku akan mencaci maki dirimu."

"Baiklah, terlepas dari persoalan tersebut aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan lagi,
setahuku, kepandaian silat yang paling diandalkan oleh Malaikat pedang berbaju perlente adalah
Tay goan sinkang benarkah demikian?"
Mendengar nada pertanyaan perempuan itujauh lebih lembut dan lunak, sambil menahan hawa
amarahnya pedang bintang menjawab:
"Benar" ilmu Tay goan sinkang tiada taranya dikolong langit, dia orang tua sering mengagumi
kehebatan itu."
"Apakah Malaikat pedang berbaju perlente telah mewariskan ilmu Tay goan sinkang nyakepada
murid-muridnya? Kau termasuk satu diantara sembilan pedang, apakah kaupun mewarisi
kepandaian tersebut?"
"Tidak"
"Tidak......" gumam Dewi Nirmala, tiba-tiba nada pembicaraannya berubah lebih keras lagi dan
mengandung nada amarah. "Kenapa tidak? Apakah kalian ini bukan anak muridnya?"
"soal ini darimana aku bisa tahu?" sahut sipedang bintang tidak puas. "Apa yang menjadi
pemikirannya, darimana kami sebagai muridnya bisa memahami........"
"Tidak. diantara kalian pasti ada seseorang yang paling disukai, hanya saja persoalan ini tidak
pernah diumumkan saja."
"Tebakanmu keliru besar, aku berani memastikan suhu tidak mewariskan ilmu Tay goan
sinkangnya kepada siapapun"
"Kalau sampai ada?"
"Kalautoh kau tak mau mempercayai perkataanku, apa pula dayaku.......?" seru sipedang
bintang tak senang hati.
Mendadak timbul satu kecurigaan dihati kecilnya, dengan cepat dia balik bertanya:
"Aku benar-benar tak habis mengerti, pertanyaan yang kau ajukan selama ini selalu berkisar
pada masalah ilmu Tay goan sinkang. sebenarnya apa maksud tujuanmu yang sebenarnya.....?"
"Maaf kalau aku tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut, sebab aku hanya ingin bertanya,
tak ingin menjawab. sudahkan kaupahami maksud hatiku itu?"
"Kalau begitu jangan harap aku memberi jawaban lagi kepadamu" seru pedang bintang
mendongkol.
"Kini keselamatan jiwamu sudah berada ditanganku" ucap Dewi Nirmala hambar. "Ketahuilah,
siapa yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, dialah seorang manusia pintar. Bila kau
bersedia menjawab setiap pertanyaanku sejujurnya maka akan terbuka jalan kehidupan bagimu.
Kalau tidak, hmmm, kaupasti bisa menduga bukan. Apa yang bakal dilakukan anak buahku
terhadapmu."
JILID 29
"Kalau begitu tanyalah" kata pedang bintang bintang.
Sesungguhnya dia bukan benar-benar "semangat jantan". tapi terdesak oleh keadaan mau tak
mau dia mesti menegur dengan hati panas.
Tapi sekarang, setelah dia dapat berpikir dengan pikiran dingin, ia berpendapat bahwa
menyelamatkan jiwa sendiri adalah jauh lebih penting daripada persoalan apapunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Begitulah, ketika Dewi Nirmala melihat korbannya telah memberikan tanggapan yang positif,
diapun berkata lagi sambil tertawa genit:
"Ilmu Tay goan sinkang merupakan ilmu maha sakti didalam dunia persilatan, Malaikat pedang
berbaju perlente sebagai pewaris kepandaian sakti ini sudah pasti tak akan rela ilmunya musnah
dengan begitu saja. coba kau pikirkan kembali dengan seksama. Adalah diantara saudara-saudara
seperguruanmu yang memiliki ilmu silat jauh lebih hebat dari pada rekan-rekan lainnya?"
Pedang bintang termenung berapa saat lamanya, mendadak seperti teringat akan sesuatu, ia
segera berseru tertahan:
"Ya a, teringat aku sekarang, dia pasti Kim Thi sia. Yaa, pasti dia ia memiliki kepandaian silat
yang tak mampu dipatahkan oleh siapa saja."
Sebagaimana diketahui, dia pernah bertemu satu kali dengan Kim Thi sia sehingga mengetahui
juga kalau pemuda tersebut memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, maka setelah berpikir
sejenak. la segera berpendapat bahwa orang itulah yang dimaksudkan.
"siapakah Kim Thi sia itu?" seru Dewi Nirmala dengan wajah berseri dan sikap lebih
bersemangat. "Dia adalah pedang yang mana diantara kalian? Kini ia berada dimana?"
"Ia bukan termasuk saudara seperguruan kami, tapi sering kali menyebut diri sebagai murid
Malaikat pedang berbaju perlente. Aku sendiripun tidak tahu dimanakah ia berada sekarang,
pokoknya dia termasuk orang kenamaan sehingga tak sulit untuk mencarinya." Dalam pada itu
siunta pun sedang berpikir dengan perasaan terkejut:
"Bocah keparat, rupanya kau telah mewarisi kepandaian rahasia dari Malaikat pedang berbaju
perlente, tak heran kalau nyawamu begitu panjang dan tak pernah bisa dibikin mampus."
Kemudian pikirnya lagi:
"siapa yang mengira bahwa sesungguhnya dia berada dihadapannya. Aduh.....aku tak bisa
memberitahukan soal ini kepadanya. Perempuan itu adalah seorang wanita berhati keji. Aku tak
akan salah melihat orang."
Dipihak lain, Dewi Nirmala telah berpaling kearah Nirmala nomor delapan sembari berkata:
"Coba kau carikan manusia yang bernama Kim Thi sia itu, selidiki jejaknya dalam waktu yang
paling singkat kalau gagal. Hmmm, akan kuhadapi dirimu dengan peraturan lembah kita."
"Nirmala nomor delapan menerima perintah" sahut Nirmala nomor delapan dengan suara
dalam.
Dewi Nirmala segera berpaling lagi kearah pedang bintang seraya bertanya: "Kau benar-benar
tidak mengetahui jejak Kim Thi sia?"
"Benar-benar tidak tahu."
"Baiklah" Dewi Nirmala segera tersenyum genit. "Apa yang ingin kutanyakan telah kutanyakan
semua. Kau boleh pergi sekarang."
Pedang bintang menjadi kegirangan setengah mati sesudah mendengar perkataan itu. Namun
diluar wajahnya sama sekali tidak menimbulkan perubahan apapun. sesudah manggut-manggut
segera katanya :
"Pemberian nona pada hari ini tak pernah akan kulupakan. Dikemudian hari kebaikan anda
pasti akan kubalas, selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, sampai berjumpa lain saat."
selesai berkata dia segera beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.
Baru saja berjalan berapa langkah, tampaknya dia sudah tak mampu mengendalikan rasa ngeri
dan takutnya lagi mendadak ia berpekik nyaring. Ditengah pekikan tersebut ujung kakinya segera
menjejak tanah dan meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.

Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Dewi Nirmala mendengus dingin,
mendadak dia berkata:
"Manusia bedebah yang tak tahu diri berani meninggalkan kata-kata untuk mencari balas."
Mencorong sinar tajam dari balik matanya selesai mengucapkan perkataan tersebut, tiba-tiba
dia mengayunkan telapak tangannya kedepan.
Waktu itu sipedang bintang sudah tiga kaki meninggalkan permukaan tanah sambil
berjumpalitan beberapa kali ditengah udara. Belum jauh dia melarikan diri, tahu-tahu telapak
tangan Dewi Nirmala telah diayunkan kemuka.
selisih jarak kedua belah pihak telah mencapai lima kaki waktu itu, tiba-tiba terdengar sipedang
bintang mendengus tertahan lalu roboh terjungkal keatas tanah. Akhirnya setelah berkelejitan
berapa kali ia menghembuskan napas panjang dan tidak pernah bangkit kembali.
Dengan sebuah kebutan yang begitu ringan tahu-tahu Dewi Nirmala telah berhasil
membinasakan pedang bintang dari sini bisa terlihat betapa sempurnanya tenaga dalam yang
dimilikinya.
siunta yang bersembunyi diatas pohon nyaris menjerit tertahan saking kagetnya.
Masih untung dia memiliki ketenangan yang luar biasa, coba bukan begitu niscaya dia akan
mengalami nasib strategis sipedang bintang.
"Betul-betul berhati keji bagaikan ular berbisa, keji bagaikan ular berbisa......." gumamnya
dengan suara gemetar.
sementara itu Dewi Nirmala sudah berjalan mendekat dengan langkah pelan, dia cabut keluar
pedangnya dari pinggang lalu diayunkan kedepan kuat-kuat, pedang tersebut segera menembusi
batang pohon hingga tinggal gagangnya.
"siapa membunuh orang, dia harus membayar dengan nyawa" kata perempuan itu dingin, "tiga
orang anak buahku telah menemui ajalnya, maka kaupun jangan harap bisa pulang dengan
selamat"
Walaupun perkataan tersebut diucapkan dengan kata-kata yang manis, namun yang manis
hanya diluarnya sementara didalamnya justru mengandung racun jahat yang mengerikan hati.
Dibawah sinar rembulan, terlihat tiga sosok bayangan manusia berkelebat lewat dengan
kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan
mata.
Menanti orang-orang itu sudah pergi jauh, siunta baru menghembuskan napas panjang. Tapi
sekarang dia belum berani turun kebawah, serasa baju terlepas dari cengkeraman harimau, dia
merasakan seluruh badannya lemas tak bertenaga.
Menanti awan hitam telah menyelimuti seluruh rembulan, dia baru turun dari atas pohon
dengan langkah pelan.
Pertanyaan pertama yang timbul kemudian adalah masih hidupkah Kim Thi sia.
seandainya dia tidak menotok jalan darah pemuda tersebut, paling tidak ia masih memiliki
kemampuan untuk memberi perlawanan, mati hidupnya juga merupakan tanda tanya besar.
Kedua, dia kasihan dengan nasib Lu Ci, kemungkinan besar telah menemui ajalnya pula.
sampai lama sekali, siunta tetap berdiri termangu- mangu dengan pikiran serta perasaan yang
amat kalut.
Bintang bertaburan diangkasa, angin malam berhembus makin dingin.
Memandang dua sosok mayat yang tergeletak diatas dahan. siunta merasakan hatinya berdebar
keras, perasaan aneh tiba-tiba saja muncul dan menyelimuti perasaannya.

Dengan termangu-mangu dia bersandar diatas dahan pohon, sementara benaknya dipenuhi
bayangan Dewi Nirmala yang kejam. Tak lama kemudian iapun tertidur tanpa terasa, tidur karena
letih yang luar biasa.
Ketika fajar mulai menyingingsi dan ia disadarkan dari tidurnya oleh embun yang basah,
delapan jam telah dilewatkan tanpa terasa.
Tiba-tiba saja dia merasa gerak geriknya menjadi lamban, bahkan susah untuk digerakkan
sekehendak hatinya.
Bagi perasaan seorang jago silat yang tajam, hal mana sangat mengejutkan hatinya. Dengan
cepat ia membuka matanya sambil menengok. tapi apa yang kemudian terlihat seketika
membuatnya amat terkesiap hingga peluh dingin jatuh bercucuran.
Kim Thi sia telah berdiri dihadapannya sambil bertolak pinggang ketika melihat dia sadar dari
tidurnya, dengan penuh amarah umpatnya:
"Tua bangka jelek akhirnya kau terjatuh juga ketangan toaya. Nah kalau ingin berkentut
sekarang, lekaskan kentutmu secepatnya, daripada toaya mesti banyak bicara."
Dia adalah orang yang pintar, menghadapi pertanyaan tersebut mulutnya tetap membungkam,
tapi hatinya segera berpikir:
"Mungkinkah semalam aku bermimpi? sudah jelas orang ini mampus ditangan anak buah Dewi
Nirmala, kenapa sekarang bisa hidup kembali? Aaaai....rupanya Lu Ci sitelur busuk inipun belum
mati. Hmmm gayanya yang menyebalkan sungguh menjengkelkan hati, tapi........apa yang
sebenarnya telah terjadi?"
Biarpun dia cukup berpengalaman, toh kali ini pikirannya dibuat kalut oleh keadaan tersebut.
Rupanya Kim Thi sia menjadi sangat mendongkol melihat kejadian itu dengan geramnya dia
menepuk bahunya keras-keras lalu mengumpat:
"Maknya tua bangka celaka, siapa suruh kau geleng-gelengkan kepala? Kalau ada pesan
terakhir ayoh cepat utarakan toaya sudah tak sabar lagi menanti."
Melihat tubuh sendiri sudah diikat diatas dahan pohon bagaikan bakcang, jangan lagi bergerak
bahkan untuk bernapaspun tak mampu. Ia segera sadar bahwa tiada kekuatan lagi baginya untuk
melawan maka sambil tertawa menyengir katanya:
"Hey bocah kunyuk. apa-apaan kau ini? Kita sebagai sesama saudara toh selalu berhubungan
akrab, kenapa kau mempermainkanku tatkala aku sedang tertidur?"
"semalam toaya sudah cukup puas kau permainkan" seru Kim Thi sia dengan mendongkol.
"Maka sekarang adalah giliran toaya untuk mempermainkan dirimu nah apa salahnya kalau aku
berbuat begitu? Hey tua bangka sialan, tentunya kau tak pernah menduga akan menjumpai
peristiwa seperti hari ini bukan?" Kembali siunta tertawa.
"saudara cilik, kau jangan marah dulu tolong beritahu kepada engkoh tuamu bagaimana
caramu untuk mempertahankan hidup?"
"oooh, jadi kau anggap aku sudah mampus?" teriak Kim Thi sia berang, kemudian sambil
menepuk dadanya dia berseru. "Hmmm, kalau begitu aku perlu memberitahukan soal ini
kepadamu. Ketika orang itu menendang jalan darah siau yau hiat ku tadi, secara kebetulan justru
membebaskan diriku dari pengaruh totokanmu. Nah coba kaupikirkan sendiri, kenapa aku tak bisa
hidup terus?"
Dengan perasaan tak habis mengerti siunta berkata:
"Dengan mata kepala sendiri aku saksikan tendangannya membuat tubuhmu mencelat sejauh
tiga kaki lebih. Aku yakin biar dewapun pasti terluka oleh serangan tersebut, kenapa kau justru
tetap sehat walafiat saja?"

"Maknya, apa sih engkoh tua engkoh muda?" umpat Kim Thi sia sangat mendongkol. "Justru
karena tendangan orang itu kelewat keras, maka hingga kentongan keempat semalam,
kekuatanku sudah pulih kembali. Coba bukan begitu, sedari tadi aku sudah merasakan
siksaanmU."
"Yaa benar-benar maknya siunta ini" sela Lu Ci. "Secara diam- diam kau telah menotok jalan
darahku, membuat aku tersiksa setengah malaman".
"Terus terang saja, aku tidak berniat mencelakai kalian" kata siunta dengan nada minta maaf.
"Tapi kedatangan orang-orang itu kelewat garang, sehingga mau tak mau aku harus
menyembunyikan diri lebih dulu. Akibatnya hampir saja kalian berdua kehilangan nyawa. Ya a
bicara terus terangnya memang akulah yang bersalah."
Habis berkata dia hendak menunjukkan mimik muka ingin meminta maaf kepada mereka.
Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, dia segera melompat bangun dan berteriak keras:
"Hey situa bangka, kau jangan harap bisa membujuk kami dengan kata-kata manismu. Maknya,
hari ini aku wajib memberi pelajaran yang setimpal kepadamu."
seraya berkata, dia segera mengayunkan kepalanya dan menghantam dada siunta keras-keras.
"Duuuukkkk.
Dengan perawakan tubuh siunta yang kecil, bagaimana mungkin dia sanggup menahan pukulan
yang keras itu, kontan saja dia menjerit kesakitan dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Tapi berhubung tubuhnya terikat kencang, maka biarpun dia ingin merontapun tak ada
gunanya. Kontan saja dia mencaci maki kalang kabut:
"sudah, sudahlah, bocah keparat, perbuatanmu ini cepat atau lambat pasti akan dibalas oleh
saudara-saudaraku."
"Thi sia, jangan kau percayai perkataannya" teriak Lu Ci cepat. "Dia tak punya saudara, selama
ini dia malang melintang seorang diri" Kim Thi sia tertawa dingin.
"Hmmm, sekalipun dia betul-betul punya saudara yang berkepala tiga lengan enampun aku tak
ambil perduli, saudara Lu Ci, tidak sedikit kerugian yang kau alami ditangannya, kenapa kau tidak
memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk menghajarnya habis-habisan. Toh biar
dipukul sampai mampuspun tidak menjadi masalah."
Lu Ci yang berpikiran sederhana tidak ragu-ragu lagi setelah mendengar perkataan itu, ia
segera mengayunkan kepalannya yang besar dan langsung dihantamkan kedada siunta.
Tak ampun siunta terhajar hingga mirip anjing menjilat tahi, dia bergidik sendiri hingga tak
mampu berbuat banyak lagi.
sadar kalau orang yang dihadapinya sekarang adalah orang-orang kasar yang tak tahu aturan,
dia percaya biar digunakan kekerasanpun tak ada gunanya maka kepada Kim Thi sia rengeknya:
"saudara tua, sekalipun tidak memandang diatas wajah pendeta, hargailah wajah sang Buddha.
Jangan lagi diantara kita sudah terjalin hubungan yang cukup akrab, berbicara soal usiapun aku
sudah tak mampu menahan gebukan semacam ini, siapa tahu kalau kau menggebuk sekali lagi,
akus segera akan mampus? Lote, sudilah memandang pada hubungan kita sebagai sahabat tua,
ampuni diriku kali ini. Lain waktu aku tak akan mengganggu lote lagi......"
"Hey unta, panggil aku ayah, akan kuampuni jiwamu."
"Ya betul, betul" seru Lu Ci sambil tertawa tergelak. "Asal kau memanggil ayah kepada kami,
kamipun tak akan menggebuki dirimu lagi."
sembari mengatupkan kelopak matanya siunta menghela napas panjang, katanya:
"Lote, tidak seharusnya kau menyuruhku berbuat begitu, bagaimanapun juga sudah puluhan
tahun lamanya aku berkecimpungan didalam dunia persilatan, biar tak becuspun masih terhitung

seorang jagoan. Masa kalian menyuruhku melakukan perbuatan yang begini memalukan?
Bagaimanapun jua kalian mesti memikirkan masa depanku"
Tampaknya persoalan tersebut amat memedihkan hatinya, dengan air mata bercucuran
katanya lebih jauh:
"Lote, apakah aku salah melihat orang. selama ini aku selalu menganggap kalian sebagai
sahabat karibku. Tak disangka.....aaaaai, ternyata kalian memaksaku untuk memanggil ayah
kepada kalian."
Kim Thi sia paling takut melihat orang melelehkan air mata, sekalipun dia tahu kalau siunta
adalah orang licik dan air matanya empat puluh persen hanya tangisan palsu. Namun setelah
menyaksikan adegan tersebut tak urung perasaannya menjadi lemah juga.
sementara itu air mata masih jatuh bercucuran membasahi wajah siunta, dengan suara yang
parau dia berkata:
"Lote, bunuhlah aku. Bila kau memaksaku untuk melakukan perbuatan seperti ini, lebih baik
aku beristirahat dialam baka saja."
"saudara Thi sia, dia sedang pura-pura nangis, kau jangan sampai dapat terpengaruh olehnya"
buru-buru Lu Ci memperingatkan.
"Unta" Kim Thi sia segera berseru. "kau pun termasuk seorang lelaki sejati, sebagai seorang
lelaki tidak seharusnya kau menangis secara begitu mudah, kenapa sih lagakmu macam banci
saja?"
Berbicara sampai disini, tiba-tiba dia mendapatkah satu akal, segera serunya:
"Hey unta, aku adalah seorang yang paling suka membalas seseorang dengan mempergunakan
cara yang sama. Waktu kau menangkapku tadi, kau bersikeras hendak memerasku untuk
membayar uang tebusku sebesar lima ratus tahil perak. Maka sekarang akulah yang telah
menangkapmu, karena itu kaupun mesti membayar lima ratus tahil perak sebagai uang
tebusannya.."
Mendengar perkataan itu, siunta segera berhenti melelehkan air mata, dengan perasaa terkejut
dia berseru:
"Apa? Kau hendak menarik lima ratus tahil sebagai uang tebusan? Waaah.....lagakmu seperti
singa yang mementangkan mulut lebar-lebar, kau anggap jiwa miskinku laku lima ratus tahil
perak? oooh lote, memandang diatas wajah Thian, ampunilah aku kali ini."
"Maknya, aku sudah tahu kalau kau menganggap uang seperti nyawa sendiri Baru kusinggung
soal uang, aku sudah hampir menangis." Lu Ci segera meludah sambil berkata pula:
"Didalam sakunya tentu banyak uang, sekalipun kita minta lima ratus tahlipun tidak bakal
membuatnya miskin saudara Thi sia, aku rasa begininya saja. Kalau toh uang yang berada dalam
sakunya diperoleh dengan cara tidak halal, kenapa kita tidak merampoknya habis-habisan agar ia
bisa melakukan banyak amal bisa bersama orang miskin dikemudian hari?"
Berubah hebat paras muka siunta sesudah mendengar perkataan itu, kontan saja dia
mengumpat:
"Lu Ci, kau sitelur busuk anak kura-kura. Bacotmu bau dan pintar mengada-ngada. Dalam
penetisan mendatang kau pasti dijelmakan sebagai seekor anjing budukan." sementar itu Kim Thi
sia sudah manggut-manggut sambil tertawa, sahutnya: "Bagus sekali, kalau begitu mari kita turun
tangan."
Lu Ci segera berjongkok dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia merogoh kedalam saku siunta
serta menggerayangi semua benda yang berada disitu.
sepasang mata siunta nampak merah berapi-api. Giginya saling gemurutukan keras, jelas rasa
bencinya telah merasuk sampai kedalam tulang. Tak selang berapa saat kemudian......

secara beruntun Lu Ci telah mengeluarkan banyak sekali barang, seketika itu juga Kim Thi sia
mencoba untuk mengamati dengan seksama, ternyata diantara benda-benda itu terdapat uang
perak. uang kertas mutiara, batu permata, dan aneka macam benda mestika yang tak ternilai
harganya.
Menurut penilaian Kim Thi sia sepintas lalu, benda-benda yang berhasil dikeluarkan dari saku
siunta mencapai berapa laksa tahil. sambil tertawa dingin Lu ci segera berseru:
"Aku hanya tahu dia kaya sekali, tak kusangka kekayaannya berlimpah-limpah dan amat
mengejutkan hati."
Rasa benci siunta benar-benar sudah merasuk kedalam tulang, ketika mendengar perkataan itu,
kembali dia mengumpat:
"Lu Ci, kau dilahirkan oleh kura-kura perbuatan salah apa sih yang pernah kuperbuat
terhadapmu? Kenapa kau bersekongkol dengannya merampok hartaku?"
"Hmmmm, kau masih punya muka untuk berkata begini. Aku pingin tahu, dari mana kau
dapatkan semua harta kekayaan itu merupakan hasil yang kutabung sepanjang hidupku, kau
jangan menduga yang bukan-bukan." Kim Thi sia mendengus dingin-
"Hmmmm, kau masih mencoba untuk membantah? Dari sikapmu dalam menghadapi Lu Ci. Aku
sudah tahu kalau harta kekayaanmu berasal dari jalan tak halal, bagaimanapun jua, aku tak bakal
tertipu oleh tipu muslihatmu........."
Mendadak sorot matanya berhenti diatas hancuran perak milikinya yang berserakan diantara
intan permata, kontan saja umpatnya lagi:
"Kau betul-betul kere setengah mati sampai hancuran perak milikkupun menarik minatmu.
Hmmmm, dari sini dapat diketahui sampai dimanakah tabiatmu yang sebenarnya."
Merah padam selembar wajah siunta, cepat-cepat dia pejamkan rapat-rapat dan berlagak tidak
mendengar perkataannya.
Dengan gerakan cepat Lu Ci membungkus semua harta rampasannya kedalam secarik kain.
setelah diikat kencang-kencang, ujarnya: "Segala sesuatunya sudah beres, saudara Kim mari
berangkat."
"Baik" Kim Thi sia manggut- manggut. "Mari kita membawa serta dirinya......."
seraya berkata tiba-tiba saja dia menotok jalan darahnya, menyusul kemudian melepaskan
siunta dari belenggu. Kemudian satu dari kiri yang lain dari kanan membawanya pergi kearah
barat.
sepanjang jalan siunta menunjukkan sikap yang amat tenang, kecuali Kim Thi sia atau Lu ci
mengajukan pertanyaan kepadanya diapun tidak banyak berbicara.
orang ini memang cerdik sekali, setelah sadar kalau dirinya terjatuh ketangan lawan, sehingga
banyak persoalan tak mungkin bisa dilakukan sendiri, diapun tidak banyak cincong. Tapi
membiarkan kedua orang tersebut berbuat untuknya. Tiga puluh li kemudian, sampailah mereka
bertiga dikota Liong gan sia.
Kota tersebut merupakan pusat perdagangan sehingga kota amat ramai dengan manis ia yang
berlalu lalang.
Lu ci sering kali melewati kota ini sehingga dia mengenali sekali seluk beluk kota tersebut,
karena waktu itu mereka tak ada urusan penting. Maka diajaknya Kim Thi sia sekalian pergi
menonton sebuah pertunjukkan sandiwara.
Bagi Kim Thi sia, pertunjukkan tersebut dianggap suatu yang aneh sekali, karena perasaan
ingin tahu, bersama Lu ci berangkatlah mereka menuju ketempat pertunjukkan itu dan menanti
diadakannya tontonan.

siunta duduk pula disisinya dengan tenang, sementara sepasang matanya berputar entah
sedang memikirkan akal muslihat apa.
Tapi Kim Thi sia percaya, dia tak akan mampu berbuat apa-apa, karena jalan darahnya sudah
ditotok.
Berapa saat sudah lewat, pertunjukkan belum juga dimulai. sementara penonton yang
berdatangan semakin banyak. sampai akhirnya kursi yang tersedia sudah mulai penuh dan suara
hiruk pikuk memekikkan telinga. saat itulah Kim Thi sia baru menganggap "tontonan" ini suatu
permainan yang tidak sederhana.
Berapa saat kemudian, seorang yang mengenakan jubah sutera munculkan diri dari balik
panggung. Disusul kemudian suara gembrengan pun dibunyikan ramai sekali, layar kuning selebar
berapa kakipun pelan-pelan ditarik kesamping.
Kim Thi sia menyaksikan panggung itu tetap kosong dan tak terlihat seorang manusia pun,
tanpa terasa pikirnya:
"Huuuh, apanya yang menarik. mungkinkah yang dinamakan tontonan adalah permainan
gembrengan dari orang-orang yang berada ditesi panggung itu."
sementara itu suara gembrengan dan tambur berkumandang makin keras dan cepat.
suaranya bagaikan ada seribu prajurit yang sedang teriibat dalam suatu pertarungan sengit.
Kim Thi sia mulai mendongkol dan tak sabar, pikirnya:
"Huuuh, berisik amat. Suara gembrengan dan tambur yang dibunyikan macam orang mau
berangkat perang. Apakah tontonan begini yang disukai banyak orang? IHmmm, yaaa, aku tahu
sekarang. Sudah pasti hanya orang edan yang gemar menonton pertunjukkan semacam ini."
Dia mencoba berpaling kesamping, dilihatnya siunta sedang memperhatikan keatas panggung
tanpa berkedip. Wajahnya amat serius dan kelihatan asyik menonton maka tanpa terasa diapun
berpaling kearah panggung.
Entah sedari kapan, ternyata diatas panggung telah muncul seorang lelaki berjubah periente
yang bermuka bopeng.
Dengan langkah lebar sibopeng beejalan ketengah panggung dan menjura keempat penjuru,
lalu serunya dengan suara parau: "Selamat datang saudara-saudara sekalian-"
Kemudian dia membalikkan badan dan duduk disebuah kursi sambil mengelus jenggot dan
memandang keangkasa, sikapnya angkuh dan acuh tak acuh, membuat Kim Thi sia semakin
masgul melihatnya.
Disamping itu, muncul pula kecurigaan didalam hatinya, buru-buru dia bertanya kepada Lu ci:
"Saudara Lu, tenaga dalam yang dimiliki orang ini hebat sekali dari perkataannya barusan,
dapat diketahui ia memiliki tenaga yang hebat. Bukankah begitu?"
sambil tertawa Lu Ci menjawab:
"si bopeng tak pernah belajar silat suaranya nyaring merupajan hasil latihan selama bertahuntahun
sedang ucapannya tadi merupakan pembukaan dari tontonan ini, sudah kau jangan
mengusik terus."
setengah mengerti setengah tidak Kim Thi sia manggut-manggut diapun tidak banyak bertanya
lagi. Kuatir dianggap Lu Ci sebagai orang dusun yang bodoh.
selang berapa saat kemudian suara gembrengan dibunyikan makin keras baru saja Kim Thi sia
tak sabar menanti, tiba-tiba dari balik panggung muncul kembali dua orang manusia.
Yang berada didepan memakai baju ringkas berwarna merah dengab sepasang pedang
tersoren dipunggung langkahnya berat dan mantap. Kim Thi sia segera berpikir kembali:

"Pemuda ini gagah perkasa dan mantap langkahnya Jelas dia adalah seorang tokoh kenamaan
dalam dunia persilatan."
orang kedua bermuka merah, berambut panjang dan mempunyai dua gigi taring berwarna
kuning, ditambah jubahnya hitam ikat pinggangnya merah, membuat dandanannya kelihatan tak
genah.
Ia segera bertanya kepada Lu ci:
"Jagoan darimana sih manusia itu, rasanya belum pernah kujumpai dandanan seperti itu"
"Dia adalah panglima andalan dari siperampok kuda ui yang disebut Hek sat koay, siluman
bengis bermuka hitam."
Kim Thi sia berpikir sebentar, lalu katanya seraya menggeleng.
"Heran, kalau toh dia berani munculkan diri diatas panggung sudah pasti namanya cukup
termashur didalam dunia persilatan mengapa aku belum pernah mendengar nama Hek sat koay
tersebut?"
"Siperampok kuda Ui maupun Hek sat koay adalah jago-jago kenamaan pada lima ratus tahun
berselang, darimana kau bisa tahu?"
Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia jadi terkejut dan cepat-cepat melompat bangun,
teriaknya:
"Apa? Manusia itu sudah termashur sejak lima ratus tahun berselang? Kalau begitu dia sudah
menjadi siluman?"
Lu Ci mengawasi rekannya dengan termangu, dia tidak mengerti apa maksud perkataan itu.
Tiba-tiba terdengar orang yang berada dibelakangnya berteriak: "Hey, duduk. duduk Jangan
menutupi penglihatan kami."
Buru-buru Kim Thi sia duduk kembali, sementara benaknya dipenuhi dengan pelbagai pikiran,
dia benar-benar tak habis mengerti. orang yang nampaknya baru berusia lima puluh tahunan,
kenapa bisa berubah menjadi Hek sat koay yang telah berusia lima ratus tahun?
Dalam pada itu diatas panggung sudah berlangsung tanya jawab. sibopeng berkata dengan
suara dalam:
"saudara, ada urusan apa anda datang kemari disenja ini?"
Kim Thi sia segera menjadi melongo seingatnya saat ini baru tengah hari. Kenapa orang
dipanggung mengatakan sudah senja? Mungkinkah mereka hidup kelewat lama didunia ini
sehingga suasanapun menjadi kacau dalam pandangan mereka? Tampak Hek sat koay menjura
sambil berkata:
"Secara kebetulan saka aku lewat di Tay goan sehingga sekalian datang berkunjung kemari."
Begitu ucapan diutarakan suara gembrenganpun berhenti berbunyi disusuk kemudian tampak
pemuda gagah tadi berlutut sambil berkata:
"Aku yang muda ui liang heng sudah lama mengagumi nama toaya. Hari ini sengaja aku datang
mengunjungi cay cu sekalian menyampaikan salam." Tak lama kemudian terdengarlah suara
perempuan berseru keras: "Ayah, jangan marah. Ananda terpaksa pulang malam.........."
Menyaksikan kesemuanya itu Kim Thi sia menjadi melongo dan kebingungan, dengan mata
melotot dia berpikir:
"Aneh, aneh, sesungguhnya mereka yang sudah sinting ataukah aku yang sudah gila? sekarnag
baru tengah hari, tapi mereka justru bilang sudah senja. Malah siperempuan itu mengatakan
pulang malam.. .....gila......gila semua aku benar-benar tak habis mengerti. Apa ulah silumansiluman
berusia lima ratus tahun ini?"

Dia mencoba memperhatikan Lu Ci dan siunta, bahkan hampir semua penonton mengikuti
setiap kejadian dipanggang dengan seksama. seakan-akan mereka kuatir kalau sampai
ketinggalan setiap adegan yang terjadi.
"Maknya......." umpat Kim Thi sia dihati. "Hebar betul kesadaran orang-orang itu untuk
mengikuti kejadian dipanggang. Huuuh, benar-benar sebuah siksaan hidup." Tiba-tiba terdengar
Lu Ci bergumam:
"Nah, sinona besar telah muncul. sudah pasti dia yang menguasahi seluruh panggung benarbenar
asyik. Benar-benar asyik."
Ketika Kim Thi sia memperhatikan kembali keatas panggung, disitu telah muncul seorang nona
yang berbaju sutera, berdandan medok dengan usia antara dua puluh delapan tahunan.
Yang paling tak sedap dilihat adalah sepasang matanya yang besar dan jeli justru diberi cat
warna dibawah kelopak matanya. Mukanya dibedaki tebal dan bibirnya diberi gincu tebal. Hal ini
membuat seorang gadis yang sesungguhnya menarik berubah macam perempyan siluman saja.
"Huuuh, tampaknya lebih jelek daripada monyet. Heran siapa yang mendandaninya hingga
macam begitu? orang itu mesti dihajar habis-habisan" pikir Kim Thi sia.
Tak lama kemudian musik bergema dan perempuan itupun menari sambil menyanyi yang
disambut tepuk tangan riuh dari penonton.
Hanya Kim Thi sia seorang menutupi telinga sendiri dengan jari tangan. Hati masgul dan tak
gembira, diam-diam ia menyalahkan Lu Ci yang tidak seharusnya mengajaknya kemari hingga dia
mesti merasakan siksaan hidup,
Ia mencoba berpaling, melihat Lu Ci pun turut bertepuk tangan dengan gembira, tiba-tiba saja
timbul amarah dihatinya. Dengan suara keras segera bentaknya:
"Hey Lu Ci, kalau kau berani bertepuk tangan lagi, jangan salahkan kalau aku akan
menggebukmu"
"saudara Kim apa kau bilang?" seru Lu Ci agak tertegun-
"Jangan bertepuk tangan atau aku tak akan menganggap dirimu sebagai teman lagi" ancaman
Kim Thi sia semakin mendongkol.
Lu Ci tidak habis mengerti apa yang terjadi. Melihat rekannya bermuka macam dia pun tak
berani melanggar keinginannya dan segera berhenti bertepuk tangan-Kim Thi sia segera
bergumam: "Lu Ci, perasaanku kurang baik, maafkan diriku." selesai berkata, ia segera bersandar
dikursi dan tertidur nyenyak.
Entah berapa lama sudah lewat, suara gembrengan yang amat keras mengejutkan dia dari
tidurnya. Ketika membuka matanya kembali, dia saksikan banyak orang sedang mengucurkan air
mata.
Apa yang terlihat membuat rasa kantuknya hilang seketika, dengan perasaan terkejut
bercampur keheranan dia bertanya kepada Lu Ci: "Hey, sebenarnya apa yang terjadi, kenapa
kalian semua......"
Kata-kata itu tak sanggup dilanjutkan kembali, ternyata wajah Lu Cipun sudah dibasahi oleh
butiran air mata.
Lu Ci adalah sahabatnya, tentu saja dia lebih menguatirkan dirinya, dengan suara dalam segera
tegurnya dengan nada dalam:
"saudara Lu Ci, siapa yang telah menganiaya dirimu? Biar aku balaskan dendam bagimu."
sambil berkata dia mencoba memperhatikan keadaan disekitar situ, namun yang tampak hanya
wajah-wajah yang sedih, tak seorangpun menunjukkan wajah "bengis" atau "buas".
sementara dia masih keheranan, Lu Ci telah menunjuk kearah panggung seraya berkata lagi:

"Aaaai, sianak durhaka itu benar-benar kejam, neneknya sudah berusia delapan puluh tahun,
lagipula menderita sakit encok yang berat. Tapi dia masih begitu kejam dan tega untuk
mencambuki tubuhnya."
Kim Thi sia segera berpaling kearah panggung. Betul juga dia saksikan seorang lelaki setengah
umur sedang mencambuki seorang nenek berambut putih sambil tertawa licik, sementara sinenek
memeluki kakinya sambil menangis dan meminta ampun.
Tapi lelaki setengah umur itu benar-benar berhati jahat, sambil tertawa dingin dia mencambuk
terus tiada hentinya.
Empat orang centeng dan seorang gadis menangis sambil berdiri ketakutan disisinya. Ternyata
tak seorangpun yang berani melerai.
Melihat adegan itu, timbul hawa amarah didalam hati Kim Thi sia, pikirnya tanpa terasa:
"Kurang ajar, ditengah hari bolong pun terdapat manusia bagaikan binatang yang berani
menghajar orang tua semaunya sendiri. Aku sebagai seorang pendekar tak boleh berpeluk tangan
saja, akan kuberi pelajaran yang setimpal kepadanya."
Apa yang terpikir dilakukan, tiba-tiba dia melompat bangun dan lari menuju kepanggung.
Lu Ci berniat memanggilnya tapi tak berhasil, terpaksa dia hanya mengawasi bayangan
punggungnya dengan termangu.
sementara itu para penontonpun dibuat tertegun oleh peristiwa yang terjadi sangat mendadak
dan diluar dugaan itu
Kini Kim Thi sia langsung melompat naik keatas panggung dan mencengkeram lelaki setengah
umur yang berperan sebagai anak durhaka itu, kemudian tanpa ditanya pa atau bu, ia langsung
menghajarnya sampai babak belur.
Dalam waktu singkat orang itu sudah menjerit-jerit kesakitan dan bergulingan diatas tanah.
sampai rasa mendongkolnya sudah mereda, lelaki setengah umur itu telah berada dalam
keadaan tak sadar.
suasana menjadi gaduh dan heboh, disusul kemudian dari balik panggung bermunculan aneka
ragam manusia, ada pendetanya, tosu siucay, buan, perempuan tua, gadis muda dan aneka
ragam lainnya.
sambil munculkan diri, orang-orang itu berteriak:
"Hey, bagaimana sih kamu ini? kenapa memukul orang secara sembarangan?jangan dianggap
tiada hukum negara yang berlaku disini sehingga kau boleh memukul orang secara sembarangan-"
"Kentut anjingmu" umpat Kim Thi sia marah. " Kalian sendiri hanya berpangku tangan tanpa
menolong melihat kesusahan orang. sekarang berani mencaci maki diriku. Hmmm, kalau toaya
sudah marah, akan kubakar gedung kalian sampai ludas."
Tiba-tiba sinenek yang dihajar oleh "anak durhaka" itu melompat bangun, lalu sambil menuding
kearahnya, dia mengumpat:
"Anak muda yang tak tahu urusan, kenapa kau memukul orang secara sembarangan? Apakah
kau tidak takut dengan petugas negara?" Nenek itu semakin marah.
"Ngaco belo, inikan cuma permainan sandiwara. Dipukul pun bukan dipukul secara sungguhan,
kenapa kau justru melukai orang lain? Benar-benar menjengkelkan"
sambil berkata dia segera menarik rambut sendiri hingga terlepaslah rambutnya yang berubah
itu.
Ketika Kim Thi sia mengamati dengan seksama dia makin terperanjat lagi, teriaknya amat
terkejut:
"Aaaaah, rupanya kau seorang pria?"

" Enyah kau dari sini" umpat pria tersebut marah. "Sedikitlah tahu diri, kau harus mengerti,
kami yang mencari sesuap nasi dengan mengadakan pertunjukkan ini bukan manusia yang bisa
dipermainkan dengan semaunya."
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menyangka kalau dalam waktu singkat telah terjadi
perubahan sebanyak ini, untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun-
Dengan cepat keempat orang lelaki yang berdandan centeng itu mengambil sepikul air dingin
dan diguyurkan diatas kepala "sianak durhaka" tak lama kemudian si "anak durhaka" itupun
siuman kembali dari pingsannya.
Begitu membuka matanya dan melihat Kim Thi sia masih berdiri tegak dihadapannya si "anak
durhaka" itu segera menjerit kaget, lalu tanpa banyak bicara dia membalikkan badan dan
melarikan diri terbirit-birit keadaannya mengenaskan sekali.
Waktu itu para penonton dibawah panggung tak ada yang melelehkan air mata lagi. semua
orang dibuat tertawa terpingkal-pingkal oleh peristiwa aneh yang tak pernah diduga itu.
Lu Ci yang paling repot, cepat-cepat dia melompat naik keatas panggung dan menjura kepada
para pemeran sandiwara sambil berkata:
"Maaf, maaf berhubung saudaraku ini berjiwa ksatria dan selalu ingin tampilkan diri bila melihat
kejadian yang tak adil, maka diapun menjadi tak tahan setelah melihat permainan kalian yang
begitu sungguh-sungguh atas kelancangan dari saudaraku ini, harap saudara sekalian sudi
memaafkan-"
Gelak tertawa yang amat riuh dibawah panggung membuat paras muka Kim Thi sia berubah
menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus untuk berapa saat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
sebagai seorang yang cukup pintar dengan cepat pemuda itu sadar bahwa ia telah salah
mengartikan permainan sandiwara sebagai kejadian sungguhan tak heran para penonton dibuat
tertawa terpingkal-pingkal.
Untung saja bujukan Lu Ci berhasil meredakan amarah para pemeran sandiwara itu akhirnya Lu
Ci mengeluarkan sekeping uang perak dan diserahkan kepada pemimpin rombongan sandiwara
sambil katanya:
"Anggaplah uang tak seberapa ini sebagai ongkos untuk merawat mereka yang terluka sedang
sahabatku itupun susah untuk diminta mohon maaf untuk itu harap saudara sekalian sudi
memaafkan."
Dengan susah payah kehebohan tersebut dapat diredakan. Meski pertunjukkan dilanjutkan
kembali, namun Kim Thi sia tak punya muka untuk berdiam lebih lama disitu. Bersama Lu Ci dan
siunta, tergopoh-gopoh mereka pergi meninggalkan tempat itu. Ditengah jalan, siunta berkaokkaok
marah:
"Lu Ci, kau bisa saja bersikap royal, sedikit-dikit lantas mengambil uangku yang kau gunakan
seperti yang pribadimu saja. Hmmm, coba kalau jalan darahmu tidak tertotok, tak nanti kubiarkan
kau berbuat semena-mena."
"Toako, uang adalah harta sampingan, sebagai orang persilatan, mengapa sih pikiranmu tak
bisa terbuka?" ucap Lu Ci.
"Maknya, seandainya pikiranku bisa lebih terbuka, saat ini aku sudah mati kelaparan-" Lu Ci
tahu bahwa usahanya untuk membujuk tak akan berhasil, diapun segera berpikir:
"Gunung mudah dirubah, namun watak susah diganti, kalau dia sudah begitu kokoh dengan
pendiriannya yang memandang yang bagaikan nyawa sendiri Rasanya biar aku berbicara sampai
lidahku membusukpun tak bakal dapat menggerakkan hatinya."

sementara itu Kim Thi sia berjalan dengan kepala tertunduk dan langkah yang sangat berat, Lu
Ci tahu rekannya dalam keadaan tak senang hati, diapun tidak mengajaknya berbicara.
Mendadak melintas lewat tiga orang lelaki kekar berbaju hitam, terdengar salah satu
diantaranya sedang berkata:
"Hey, sudah dengar belum kalian malam ini kita akan bergerak."
Timbul rasa ingin tahu dihati Kim Thi sia setelah mendengar pembicaraan ini, dengan cepat ia
membalikkan badan dan mengikuti dibelakang ketiga orang tersebut. Kedengaran salah seorang
diantara mereka berbisik,
"sipenyanyi opera itu sangat bagus. Toako, sudah kuputuskan akan menyerahkan sipenyanyi
opera itu untukmu."
"samte memang baik hati" Kata lelaki ditengah. "Terus terang saja, aku memang menaruh
maksud kepadanya."
"Kalau begitu kita tetapkan begini saja, malam nanti kita bergerak."
Kim Thi sia kuatir jejaknya diketahui ketiga orang itu, selesai mendengar pembicaraan tersebut,
dia segera membalikkan badan dan menyusul rombongan sendiri Kepada Lu Ci segera tanyanya:
"Tolong beri penjelasan kepadaku, manusia macam apakah sipenyanyi opera itu?"
"Biasanya penyanyi opera itu adalah seorang perempuan panggung."
"oooh begitu" Kim Thi sia manggut- manggut. "Terima kasih buat keteranganmu itu."
Diam-diam dia telah mengambil keputusan, dalam menghadapi persoalan apapun dia tidak
ingin memberitahukan kepada Lu Ci lagi, karena memang begitulah wataknya. Dia lebih senang
menanggulangi sendiri masalah yang dihadapi daripada memohon bantuan orang lain.
Tanpa terasa sampailah mereka didepan sebuah rumah penginapan yang memakai merek
"Peng bin".
Ketika Kim Thi sia mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan cuaca mendadak dia
saksikan ada sebuah kain panjang yang tergantung diatas atap rumah, diatas kain tadi terteralah
beberapa huruf yang berbunyi:
"Nirmala nomor tujuh menantang sembilan pedang dari dunia persilatan untuk berduel."
Membaca tulisan ini, pemuda Kim segera berpikir:
"Aduh celaka, dengan munculnya tulisan tersebut disini, berarti suhengku sekalian pasti
menginap ditempat ini, jejakku tidak boleh sampai diketahui mereka."
Berpikir demikian cepat-cepat dia menarik Lu Ci dan siunta untuk diajak pergi, bisiknya:
"Mari kita pindah kerumah penginapan yang lain saja." Kemudian dengan gelisah dia berpikir:
"seandainya musuh besar pembunuh suhu bukan saudara seperguruanku, sebagai adik
seperguruan mereka, sesungguhnya aku wajib menyumbangkan sedikit tenaga. Ilmu silat dari
Nirmala nomor tujuh pasti jauh lebih hebat daripada Nirmala nomor sepuluh apa yang harus
kulakukan sekarang?"
"Hey bocah muda, aku ingin menggunakan dua macam rahasia yang sangat penting untuk
ditukar dengan kebebasan, bagaimana menurut pendapatmu......?"
setelah berhenti sejenak, kembali tambahnya:
"Bahkan rahasia tersebut berhubungan erat sekali dengan dirimu. Aku harap kau
pertimbangkan masak-masak. sebab aku tak bermaksud memaksamu untuk menerimanya."
Mendengar ia berbicara dengan serius, dengan wajah tercengang Kim Thi sia menghentikan
langkahnya lalu berseru: "Hey unta, apakah kau hendak bermain gila lagi?" Dengan tak senang
hatijawab siunta:

"Jangan kau anggap aku orang yang suka mengingkari janji. Padahal.. ..aaaai, lebih baik tak
usah kukatakan, toh aku tidak berniat memaksamu........."
Kemudian setelah berhenti sejenak. kembali dia melanjutkan-
"Sebelum membicarakan persoalan ini, aku perlu menyinggung sedikit tentang masalahnya.
Terus terang saja, kedua rahasia tersebut menyangkut soal perguruanmu."
Kim Thi sia segera merasakan hatinya berdebar keras sesudah mendengar perkataan itu,
pikirnya:
"Dia menyebut kalau rahasia itu menyangkut rahasia perguruanku. Jangan-jangan dia
maksudkan sebab kematian dari suhuku Malaikat pedang berbaju perlente."
Teringat kembali akan tujuannya berkelana dalam dunia persilatan, perasaan ingin tahunyapun
meningkat sepuluh kali lipat tak tahan lagi dia bertanya:
"Apakah kau mengetahui sebab-sebab kematian guru? selain persoalan itu, dalam perguruan
kami tidak terdapat rahasia lain. Hey unta, betulkan perkataanku ini?"
Ia seperti bertanya pada diri sendiri, juga seperti bertanya kepada orang lain-Pokoknya dia
benar-benar ingin mengetahui rahasia tersbeut.
Melihat pemuda itu sudah tertarik. siuntapun berlagak makin merahasiakan masalahnya, ia
berkata:
"Maaf, setelah perundingan antara kedua belah pihak selesai dibicarakan, aku tak akan
menyinggung kembali masalah tersebut."
Kim Thi sia sangat gemas bercampur gelisah. Kalau bisa dia hendak menghajar ornag itu habishabisan,
katanya lagi:
"Hey unta, kau benar-benar maknya, aku toh bukan anak kecil. siapa yang tak tahu kalau kau
bakal melarikan diri setelah kubebaskan dirimu nanti......."
sambil menepuk dada si Unta berkata: "Kujamin dengan harga diriku, seandainya....."
Ia berhenti sejenak dan tertawa dingin, tambahnya:
"Bila kau tak percaya kepadaku, carilah dengan sistim yang lain."
"Dengan cara bagaimana? Coba kau terangkan"
"Kau toh bisa saja tidak membebaskan aku secara keseluruhan. cukup membebaskan saja jalan
darahku. sewaktu kubicarakan soal rahasia tadi kalian berdua dapat mengawasi aku dari samping.
seandainya aku hendak menipu kalian dengan tipu muslihat, kaupun bisa berusaha mencegahku
dengan kekerasan, bukankah ilmu silat kalian berdua sangat hebat, apalagi selisih jarak kita
demikian dekat, tak nanti aku bisa melepaskan diri dari tangan kalian berdua."
"Baik, kita penuhi permintaanmu itu" ucap Kim Thi sia kemudian.
Dia ingin cepat-cepat mengetahui kedua macam " rahasia" tersebut, maka sekalipun dia
berpendapat bahwa cara tersebut tak masuk diakal, namun dia tak ambil perduli.
Ketika Lu ci diberi tanda, ia tak berani berayal dan segera membebaskan si Unta dari pengaruh
totokan.
Begitu jalan darahnya bebas, si unta tetap lemas seperti sedia kala karena peredaran darahnya
belum menjadi lancar kembali.
Lu Ci segera menyiapkan telapak tangannya diatas ubun-ubun orang tersebut. Asal siunta
menipu mereka, diapun akan segera melancarkan serangan yang mematikan-Dengan suara keras
siunta berseru:
"Rahasia pertama adalag tentang kematian sipedang bintang. Anggota termuda dari sembilan
pedang dunia persilatan ditangan Dwei Nirmala."

Kim Thi sia berseru tertahan, tapi sebentar kemudian ia telah berseru dengan penuh amarah:
"Ngaco belo tak karuan, selama dua hari belakangan ini kau tak pernah meninggalkan sisi kami.
Dari mana kau bisa tahu?Jika kau melihatnya, kenapa aku sama sekali tidak melihatnya?"
siunta tidak langsung menanggapi pertanyaan itu, dia tertawa dingin kemudian ujarnya: "Kau
masih teringat dengan peristiwa pada malam itu?"
"Yaa masih ingat, malam itu merupakan malam sial bagiku, tapi juga malam sial bagimu."
"Kau masih ingat bagaimana ditendang orang sampai jatuh semaput?"
"Tentu saja masih ingat" sahut sang pemuda. Kemudian dia balik bertanya:
"Tapi apa sangkut pautnya peristiwa itu dengan kematian sipedang bintang?"
"Kau tahu orang yang menendangmu waktu itu adalah Nirmala nomor tujuh disaat kau tak
sadarkan diri, Nirmala nomor delapan dan Dewi Nirmalapun munculkan diri. Pedang bintang sudah
menjadi tawanan Dewi Nirmala waktu itu. setelah semua keterangan berhasil diperoleh dari mulut
pedang bintang Dewi Nirmalapun mengayunkan tangannya membunuh dirinya."
Kali ini mau tak mau Kim Thi sia harus percaya dengan keterangannya, dia segera menggigit
bibirnya kencang-kencang. sepasang matanya memancarkan sinar tajam, sementara dihati
kecilnya diam-diam ia bersumpah:
"Dewi Nirmala, kau iblis jahat. Aku bersumpah tak akan hidup berdampingan denganmu"
siunta telah menatap pemuda tersebut lekat-lekat, dengan suara pelan dia berkata kemudian-
"Dengarkan baik-baik, aku akan menyinggung persoalan kedua......."
Dengan nada setengah mengejek dia berkata:
"Hey kunyuk muda, katakan terus teran benarkah kau telah mempelajari ilmu Tay goan sinkang
dari Malaikat pedang berbaju perleten?"
Kim Thi sia sangat terkejut setelah mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya:
" Heran, aku tak pernah mengungkapkan tentang persoalan ini, darimana dia bisa
mengetahui?"
setelah berpikir sebentar, ia memutuskan untuk tidak mengakui, maka katanya kemudian-"soal
ini kau tak perlu tahu, cepat katakan apa rahasia kedua?" setelah tertawa terkekeh-kekeh, siunta
berkata:
"Hey kunyuk muda, posisimu sekarang berbahaya sekali. Sebelum menemui ajalnya sipedang
bintang telah membocorkan segala sesuatunya kau tahu tujuan si Dewi Nirmala tak lain adalah
ilmu Tay goan sinkang, sekarang dia telah mengutus orang untuk melacaki jejakmu dimanamana."
"Dewi Nirmala ingin merampas ilmu Tay goan sinkangku?" tanya Kim Thi sia agak tertegun-
"Aku mendengar kesemuanya itu dengan mata kepala sendiri Aku rasa berita ini tak bakal
salah."
Lalu setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Dewi Nirmala benar-benar sangat hebat, entah dia berasal dari mana, tapi yang pasti dia
mampu membunuh sipedang bintang dari jarak lima kaki. Hey kunyuk muda, aku lihat masa
depanmu bakal suram."
"Aku tak bakal takut" kata Kim Thi sia sambil membusungkan dadanya. "Ada tentara yang
datang kebendung, ada air bah yang menggulung kutahan, biar langit ambrukpun aku tak bakal
takut, jangan lagi hanya seorang manusia."

"Entah bagaimanapun juga, yang jelas kau bakal mati, karena itu aku tak berani melakukan
perjalanan bersamamu, takutnya bila si Dewi Nirmala tak mau tahu urusan hingga akupun, turut
dibantai. waaaah.....bisa berabe jadinya."
Begitu perkataan tersebut diutarakan tiba-tiba saja Kim Thi sia teringat akan suatu persoalan,
dengan cepat dia menempelkan telapak tangannya diatas dadanya, hawa murni dipersiapkan, asal
kekuatan tersebut dipancarkan niscaya siunta bakal muntah darah dan mati.
"Hey kunyuk tua" segera bentaknya. " Kau pasti seorang mata-mata......."
Memandang wajahnya yang diliputi hawa sesat, siunta menjadi bergidik karena ngeri tapi
sekuat tenaga dia berusaha menunjukkan senyuman, katanya cepat: "Hey bocah muda, atas dasar
apa kau menuduhku sebagai mata-mata?"
"Kau melukiskan si Dewi Nirmala sebagai seseorang yang sangat lihay, seakan-akan setiap
orang yang menjumpainya pasti akan mati. Kenapa kau siunta yang telah menyadap rahasianya
dan tetap saja masih hidup segar bugar? Ayoh katakan terus terang atas dasar apa kau tetap
hidup didunia ini?"
"Hey, kalau dibicarakan sebetulnya amat memalukan, sebetulnya aku cuma menyadap
pembicaraan mereka dari tempat persembunyianku." kata siunta sambil tertawa getir. Dengan
gemas Kim Thi sia menarik kembali telapak tangannya, lalu berkata: " Kecuali itu, apakah kau
masih berhasil mendapatkan rahasia lain?"
"seandainya masih ada, kaupun tidak berhak memaksaku untuk mengatakan kecuali kau
bersedia membayar dengan sejumlah uang."
Berbicara tentang uang, tiba-tiba saja sepasang matanya bersinar tajam, seakan-akan anjing
pemburu yang melihat korban. Ia melirik sekejap kesaku Lu Ci, tapi Lu Ci segera membentak:
"Hey unta disini sudah tak ada urusanmu lagi, cepat enyah dari hadapan kami."
Ternyata ia tidak membiarkan siunta "enyah" sendiri, dengan cepat bajunya dicengkeram lalu
diangkat keatas, baru saja siunta menjerit karena kehilangan keseimbangan badannya, tahu-tahu
tubuhnya sudah dibanting keatas tanah keras-keras.
sambil merangkak bangun dan menggertak gigi menahan sakit, siunta segera mencaci maki
kalang kabut:
"Bajingan busuk. kalian berdua berhati-hatilah, suatu ketika toaya pasti akan datang kembali"
Dengan geram Kim Thi sia memburu maju kedepan, lalu sambil mengayunkan kepalannya dia
membentak: "Apa kau bilang?"
siunta cepat-cepat membalikkan badan dan melarikan diri terbirit-birit. Dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Kim Thi sia balas untuk menggubrisnya
lagi, kepada Lu Ci segera tanyanya:
"saudara Lu, aku rasa situasinya sudah kau ketahui dengan jelas, siluman iblis yang bernama
Dewi Nirmala telah mengurus orang untuk membekukku, bila kau merasa ancaman ini
membahayakan keselamatan jiwamu, lebih baik berpisahlah dari sisiku. Bila kita bersua kembali
dikemudian hari, kita masih tetap merupakan sahabat karib."
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, dalam hati kecilnya sudah timbul hasrat untuk beradu
jiwa dengan Dewi Nirmala. Dengan nada tak senang hati Lu Ci segera berseru:
"Bila aku tahu saudara Kim bakal mengucapkan kata-kata begini, aku Lu Ci tak bakal
bersahabat denganmu."
Meski kata-kata yang singkat namun amat mengharukan perasaan Kim Thi sia. Dia segera
berpikir:
"Akhrnya aku berhasil juga menjalin seorang sahabat sejati."

Malam semakin kelam, angin berhembus kencang menerbangkan pasir dan debu, sambil
mengangkat tinggi-tinggi bajunya Kim Thi sia beangkat menuju rumah penginapan dengan
langkah lebar.
Agaknya dia telah memutuskan untuk beradu jiwa dengan orang-orang Dewi Nirmala.
Lu Ci membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara dihati kecilnya dia berpikir:
"Sejak suhu pergi berkelana, hingga kini-jejaknya masih menjadi tanda tanya besar. Ada yang
mengatakan dia telah tewas, ada yang mengatakan dia menjadi pendeta. Tapi bagaimanapun juga
sepantasnya dia memberi kabar kepadaku."
sebaliknya Kim Thi sia juga sedang terbenam dalam pemikiran sendiri, pikirnya waktu itu:
"seandainya orang yang berada dirumah penginapan itu sipedang perak. pedang tembaga dan
pedang besi, pertemuan saat itu tentu serba rikuh, sebaliknya andaikata mereka adalah pedang
kayu, pedang api, pedang tanah dan pedang air, terutama sipedang kayu, dia tentu akan marah
kepadaku gara-gara urusan putri Kim huan- Waaaah....rasanya kepergianku kali ini hanya mencari
penyakit untuk diri sendiri......."
setelah termenung sejenak, akhirnya diapun bergumam:
"Lebih baik aku turun tangan secara diam-diam. Yaa.......turun tangan secara diam-diam."
JILID 30
Dalam kegelapan malam yang mencekam, kembali ia teringat dengan putri Kim huan- ia benarbenar
tak habis mengerti, selama masih berada bersama gadis itu, dia tak pernah membayangkan
tentang dirinya, tapi begitu meninggalkannya, dia sering merindukan dirinya.
"Mungkinkah aku benar- benar jatuh cinta kepadanya......?" ingatan tersebut melintas lewat
didalam benaknya.
Pengetahuannya tentang " cinta" masih terlalu tipis, jauh melebihi tentang kesan baik.
Dengan kepala tertunduk ia berjalan menelususri jalanan, ia membayangkan kembali peristiwa
pada malam itu.......
Saat itu putri Kim huan sedang berkata kepada sipedang besi.
"Sayang aku tak pandai bersilat hingga merasa diriku lemah dan tak berguna. Kalau tidak.
beranikah dia mempermainkan aku?" segera bergumam:
"Aaaaai......hanya Thian yang tahu, benarkah aku pernah mempermainkan dirinya......"
Iapun seakan-akan mendengar gadis ini berkata begini: "Aku berani membunuhnya,
percayakah kau?"
Perkataan tersebut ditujukan kepada sipedang besi, waktu itu hatinya terasa amat murka.
Semua kesan baik yang terjalin banyak waktu seketika punah oleh perkataan tersebut. Hampir
saja ia hendak mendobrak pintu untuk menyerbu kedalam serta memaki gadis tersebut.
Hingga kini, dia tetap tak mengerti kenapa gadis tersebut bisa berkata demikian.....
"Aaaai, lebih baik kulupakansaja dirinya. Lupakan saja dirinya......."
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya ia segera berseru:
"Mengapa aku tidak mengerudungi wajahku dengan kain? Disatu pihak para suheng tak bakal
mengenali aku. Dipihak lain akupun bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengobrak abrik
Dewi Nirmala beserta para begundalnya....."

Dengan watak sekarang, apa yang terpikir olehnya segera pula dilakukan tanpa
mempertimbangkan untung ruginya.
Maka dirobeknya secarik kain untuk mengerudungi wajahnya setelah dibuat dua lubang kecil
untuk melihat diapun berkata:
"Lu ci, dandananku sekarang, masih kenalkah kau dengan diriku.........?"
Lu ci memperhatikan sekejap dandanan anak muda itu, kemudian menjawab:
"Lebih baik rambutmu dibikin agak kacau sebab model rambutmu macam sarang burung itu
merupakan cici khasmu. Biar orang lain tidak melihat wajahmu model rambutmu sudah menjadi
ciri khasmu."
"Maknya...... memangnya model rambutmu paling bagus sendiri?" umpat Kim Thi sia sambil
tertawa.
Meski begitu, dia toh menurut juga untuk membuat rambutnya kusut dan membiarkannya
terurai kebawah.
"Saudara Lu, bolehkah aku meminjam sebentar senjatamu" kata sang pemuda kemudian-
"Boleh saja" sahut Lu ci sambil menyerahkan tongkat besinya kepada pemuda itu. "cuma
setelah tak terpakai berapa hari, toya itu hampir berkarat. Selesai meminjam, saudara Kim harus
menggosokkan senjata itu untukku."
"Tak usah kuatir, cuma........"
Setelah berhenti sejenak. dengan suara dalam ia menambahkan-"Kaupun harus menyanggupi
sebuah permintaanku."
"Katakanlah, asal aku mampu melakukannya, pasti tak akan kubuat dirimu kecewa."
"Tinggalkan aku....." dengan tanpa sungkan-sungkan Kim Thi sia berseru. " Kau tak perlu
mencampuri urusan pribadi saudara seperguruanku. Saudara Lu, tentunya kau bisa memahami
maksud hatiku bukan?"
Lu ci tertegun untuk berapa saat, melihat keseriusan pemuda itu, ia segera memahami bahwa
rekannya menjumpai kesulitan, karenanya diapun manggut.
"Tak usah kuatir, aku tak akan mencampuri urusan pribadi orang lain- Kalau begitu kita
berpisah dulu disini, akan kunantikan kedatanganmu dirumah penginapan lain-"
Dengan pandangan tajam Kim Thi sia, mengawasi rekannya sekejap. kemudian katanya pula:
"Saudara Lu, seandainya terjadi sesuatu musibah atas diriku, harap kau bisa tinggalkan tempat
ini selekasnya. Anggap saja peristiwa ini sebagai impian buruk. Lanjutkan masa depanmu sendiri
tanpa mengutusi diriku lagi, mengerti?"
Lu ci merasakan hatinya bergetar keras. Dia memahami arti perkataan tersebut, karenanya
dengan perasaan berat dia melirik sekejap kearahnya. Kemudian membalikkan badan dan
beranjak pergi dari situ.
Sebagai seorang kasar, dia tidak butuh pertanyaan apapun, kendatipun perasaan hatinya berat
sekali namun akhirnya toh perasaan tersebut ditahan juga, karena diapun tahu kata-kata
perpisahan yang memedihkan hati sama sekali tak ada gunanya.
Mengawasi bayangan punggung rekannya yang menjauh, Kim Thi sia merasakan pikirannya
agak kaku, tapi sebentar kemudian ia sudah berpikir:
"Sejak terjun kedalam dunia persilatan, meskipun sudah banyak pekerjaan yang kulakukan, tapi
bila diamati sebenarnya, ternyata tak sebuahpun yang meninggalkan kesan dalam bagiku, kali ini
musuh yang kuhadapi adalah Dewi Nirmala yang misterius. Aku harus berupaya dengan segala
kemampuanku untuk menciptakan sesuatu hasil, sekalipun akhirnya aku harus tewas, rasanya
akupun tak usah mati menyesal."

Ditengah hembusan angin malam yang kencang, pemuda itu berjalan terus sambil berpikir lebih
jauh:
"Aku harus pergi dulu kerombongan pemain sandiwara, kemudian baru pergi membantu
suheng.....hmmmm, sebelum mati bisa meninggalkan sebuah karya besar, rasanya matipun bisa
mati dengan meram."
Dengan mempercepat langkahnya dia menuju kerombongan pemain sandiwara.
Untuk membangkitkan semangatnya, sambil berjalan pemuda itupun mengumandangkan suara
nyanyian yang keras, lantang dan gagah perkasa.
Agaknya suara nyanyian itu segera mengejutkan seorang pemuda yang berada dalam sebuah
hutan disisi jalan, dengan perasaan ingin tahu pemuda itu munculkan diri dari balik pepohonan-
Namun ketika dia tiba diluar hutan bayangan punggung Kim Thi sia telah berada dikejauhan
sana, pemuda itupun termenung sejenak akhirnya tanpa ragu-ragu dia mengintil dari belakangnya.
Ditengah hembusan malam terdengar orang itu seakan-akan sedang bergumam seorang diri:
"Bila kudengar suara nyanyian yang gagah dan bersemangat, dapat diduga dia adalah seorang
lelaki sejati yang hebat, aku harus menjalin tali persahabatan dengannya."
Tak lama kemudian Kim Thi sia telah sampai ditempat tujuan waktu langit sangat gelap
sehingga tak nampak kelima jari tangan sendiri, malam itupun tak ada pertunjukkan sehingga
keheningan yang mencekam membuat suasana bagaikan dikuburan-
Sampai lama sekali ia berdiri termangu- mangu diluar pintu, akhirnya setelah mengambil
keputusan dia duduk dipintu muka dan mulai menghimpun tenaga dalamnya...
Selang berapa saat kemudian tiba-tiba muncul seorang berjubah panjang yang berjalan
mendekat dengan kepala tertunduk. Kim Thi sia mengira" sasaran-nya telah datang, ia segera
melompat bangun-
Ternyata orang itu berlagak acuh tak acuh, mula-mula dia memperhatikan sekejap sekeliling
ruangan, lalu dengan suara pelan-pelan ujarnya:
"Ooooh, rupanya pada malam ini tiada pertunjukkan, tak aneh kalau setitik cahaya pun tak
nampak. mungkin para pemainnya sudah tidur semua."
Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia segera berpikir:
"Ternyata dia hanya tamu yang hendak menonton pertunjukkan, hampir saja aku bertarung
dengannya."
Diam-diam ia tertawa bodoh dan segera duduk kembali. Terdengar orang itu bergumam
kembali:
"Aaaai, malam ini udara amat cerah, kenapa aku tidak beristirahat sejenak disini dan baru pergi
setelah rembulan muncul nanti?"
Sambil berkata pelan-pelan dia naik keatas panggung dan duduk tidakjauh dari Kim Thi sia
sementara itu Kim Thi sia yang dibebani jalan pemikiran sendiripun tetap membungkam serta tidak
menggubris dirinya. Tak selang berapa saat kemudian orang itu bergumam lagi:
"Sungguh aneh, seharusnya rembulan dibulan delapan adalah saat paling purnama. Kenapa
sudah kutunggu sekian lama belum nampak juga? Mungkinkah rembulannya sudah ditelan oleh
anjing langit........"
Kim Thi sia ingin tertawa, rasanya namun tak mampu tertawa, orang itu memang aneh sekali,
sudah jelas disampingnya ada orang, ternyata ia sama sekali tidak menggubris bahkan menengok
sekejappun tidak malah seperti orang sinting saja bergumam seorang diri.

"Aneh benar orang ini" pikirnya kemudian- "Hari sudah begini malam, kenapa ia belum juga
ingin pulang untuk tidur? Apakah diapun seekor " kucing malam"?"
Sambil bertopang dagu dia mencoba untuk berpaling, kebetulan orang itupun sedang berpaling
menengok kearahnya, kontan saja empat mata mereka saling bertemu satu dengan lainnya.
Sebetulnya Kim Thi sia ingin bertanya:
"Hey, kenapa kau tidak pulang untuk tidur?"
Tapi berhadapan dengan orang asing dia merasa canggung untuk mengajukan pertanyaan
tersebut.
Ternyata orang itu memiliki sorot mata yang tajam bagaikan sembilu. Bagaikan sebilah pedang
mestika yang menembusi dadanya saja, membuat Kim Thi sia merasa amat terperanjat dan segera
melompat bangun seraya berseru: "ooooh, ternyata sobat adalah seorang jago silat"
Bertemu dengan seorang jago silat yang tak diketahui asal usulnya ditengah malam buta jelas
merupakan suatu peristiwa yang luar biasa, karena itu sewaktu berbicara tadi, tenaga dalamnya
telah dihimpun kedalam telapak tangannya siap melepaskan serangan- Asal musuh bertindak
mencurigakan maka dia akan menyerang lebih dulu. Sambil tersenyum orang itu berkata:
"Berbicara yang sebenarnya, sewaktu masih kecil dulu aku memang pernah mempelajari ilmu
silat, tapi bila dibandingkan dengan saudara. Waaaah.....masih ketinggalan sukup jauh"
Ucapan yang amat tenang dan datar tanpa sikap permusuhan ini segera mengendorkan
kembali rasa tegang Kim Thi sia, otomatis dia pun mengendorkan juga himpunan tenaga
dalamnya.
Terdengar orang itu berkata lagi:
"Bolehkah aku tahu siapa nama anda? Aku berharap bisa menjalin tali persahabatan
denganmu."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari kejauhan sana telah muncul tiga sosok
bayangan manusia. Kim Thi sia segera berseru:
"Sobat, cepat bungkukkan badan, jangan membiarkan mereka tahu akan jejak kita"
Seraya berkata dia segera menjatuhkan diri keatas tanah diikuti pula oleh orang tersebut.
Ditengah kegelapan, terlihat ketiga sosok bayangan manusia itu memencarkan diri dan
melayang keatas rumah dari tiga arah yang berbeda.
Gerak gerik ketiga orang itu amat lincah dan cekatan, ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay,
dari situ membuktikan pula bahwa ilmu silat yang mereka milikipun lihay sekali.
Menanti sampai ketiga orang tersebut sudah melompat naik keatap Kim Thi sia berdua baru
cepat-cepat bangkit berdiri serta menyembunyikan diri disudut ruangan bisiknya kepada orang itu
dengan suara lirih:
"Sobat, cepatlah pulang kerumah, jurusan yang bakal berlangsung ditempat ini sama sekali tak
ada sangkut pautnya dengan dirimu."
orang itu menyelinap kehadapannya, lalu sambil menatap wajah pemuda itu lekat-lekat
serunya:
"Aku paling suka mencampuri urusan orang laun, kau tak usah mengurusi gerak gerikku."
Melihat orang itu berwajah gagah dan perkasa, Kim Thi sia pun tak tega untuk memaksanya
pulang, hanya bisiknya:
"Aku tak keberatan bila kau hendak mencampuri urusanku, tapi jangan sekali-kali menghalangi
rencanaku."
"Apa rencanamu?" tanya orang itu keherananTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Menangkap hidup, hidup" jawab Kim Thi sia singkat.
Selesai berkata dia segera mendorong pintu gerbang dan menyelinap masuk, siang tadi ia
sudah pernah datang kesitu, maka terhadap keadaan didalamnya, ia mengetahui cukup jelas,
dalam beberapa kali lintasan saja ia telah berada ditengah halaman dalam.
Dengan tenaganya dia mendekam dibawah kursi sambil menengok keatas panggung, layar
dipanggung sudah diturunkan- Suasana gelap tanpa penerangan, dan tak kedengaran sedikit
suarapun-
Lama-kelamaan timbul kecurigaan dalam hatinya, dia segera berpikir.
"Jangan-jangan para pemain sandiwara itu mempunyai tempat pemondokkan yang lain- Yaa
betul, bagaimana mungkin mereka bisa tidur diatas panggung yang terbuat dari kayu?" Berpikir
begitu dia segera melompat naik keatas panggung tersebut.
Betul juga, dibalik layar tak dijumpai apa-apa, suasana gelap gulita dan tak kelihatan seorang
manusiapun, setelah meneliti sebentar, diapun melanjutkan gerakannya menuju kebelakang
panggung.
Waktu itu diatas atap rumahpun telah muncul bayangan manusia, entah sejak kapan tampak
sesosok bayangan manusia melayang turun kebawah dengan kecepatan tinggi.
Kim Thi sia dapat mendengar dengusan napasnya yang memburu, dia tahu para penjahat
sudah siap melakukan perbuatannya, ini terbukti dari perasaan tegang yang mencekam
perasaannya.
orang itu berhenti berapa saat disitu tanpa melakukan sesuatu tindakan, agaknya dia sedang
menentukan arah sasaran yang tepat sebelum mengambil sesuatu tindakan-
Kim Thi sia merasa tempat persembunyiannya amat strategis, seba dengan bersembunyi dibalik
layar ini berarti dia berada diposisi gelap dengan musuh berada dipihak terang, tentu saja
kedudukannya jauh lebih menguntungkan-
Mendadak terdengar penjahat yang muncul pertama kali tadi berbisik dengan lirih: "Toako, para
penyanyi opera sudah pindah rumah"
"Tolol" umpat orang yang berada diatas atap rumah. " Kau toh bukan baru pertama kali ini
berkunjung kemari, masa tempat tinggal para pemainnyapun tidak kau ketahui? IHmmm, kalau
beginipun tak becus, buat apa masih memikirkan untuk menangkap sibunga penyanyi itu."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, kembali terlihat sesosok bayangan manusia
melayang turun dari atas atap rumah begitu dua sosok bayangan manusia itu bergabung, salah
seorang diantaranya segera mengajak rekannya bergerak menuju keatas panggung.
Dalam keadaan seperti ini, Kim Thi sia semakin tak berani bertindak gegabah, dia segera
membungkus diri dibalik kain dan menahan napas sambil melakukan pengintaian, dia ingin tahu
permainan busuk apakah yang hendak diperbuat kedua orang itu.
Belum berapa langkah kedua orang itu berada diatas panggung, pemuda kita sudah berhasil
melihat dengan jelas keadaan dari musuhnya. Tampak orang yang disebut "toako" itu berbisik
secara tiba-tiba.
"Setelah bermain sandiwara siang malam, para pemainnya sudah tertidur nyenyak sekarang.
Kau tunggu saja disini, biar aku sendiri yang bekerja."
Selesai berkata ia segera bergerak menuju kebelakang panggung. Dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Kim Thi sia yang menyembunyikan diri kontan saja menyumpah-nyumpah didalam hati. sebab
dengan tertinggalnya seseorang disitu untuk melakukan pengawasan berarti ia semakin tak leluasa
untuk melakukan sesuatu tindakan, pikirnya:

"Seandainya aku munculkan diri serta bertarung dengannya, niscaya pertarungan kami akan
mengejutkan sitoako tersebut. Dengan begitu, bukankah semua rencanaku bakal berantakan?"
Meski sangat gelisah, akhirnya dia tetap menanti dengan perasaan ditekan-
Dengan berhati-hati sekali ia melongok keluar dan mengintip bayangan punggung penjahat itu.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, ia segera berpikir:
"Yaaa benar, seandainya aku dapat membekuknya dengan menggunakan gerak serangan
tercepat, tak mungkin toakonya bisa mengetahui perbuatanku ini......."
Diam-diam iapun mulai mempertimbangkan diri, dengan kepandaian yang dimiliki sekarang,
rasanya agak mustahil baginya untuk merobohkan musuh dalam sekali gempuran denganjarak tiga
kaki. Tapi seandainya dia menggunakan taktik "Memancing musuh masuk perangkap" bisa jadi
usahanya akan berhasil dengan sukses.
Jangan dilihat pemuda itu kasar diluar sesungguhnya cekatan dan pintar didalam, begitu
pikirnya diputar dalam waktu singkat dia telah berhasil mendapatkan satu akal.
Setelah menarik napas panjang-panjang, sambil mempersiapkan toya besi hasil pinjaman dari
Lu ci, dengan langkah lebar dia munculkan diri dari balik tempat persembunyiannya, begitu
mendekati diapun berbisik:
"Saudara ku, mana toako? Kenapa belum juga kelihatan, apakah sudah terjadi sesuatu yang tak
diinginkan?"
Ketika mendengar teguran tersebut, orang itu segera membalikkan badan dan menengok
dengan wajah termangu-mangu. Sambil tertawa kembali Kim Thi sia menegur: "Mana toako."
Dia tahu bila kesempatan disaat musuh sedang termangu tidak dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya.
Banyak kesulitan bisa bermunculan kemudian, karena itu sementara dia masih menegur,
sebuah serangan kilat telah dilancarkan dengan hebatnya. " Duuuukkkk. ....."
Dalam terkejut dan tertegunnya, oran itu tak sempat lagi melakukan tangkisan- Tak ampun ia
terkena hantaman toya hingga roboh seketika keatas tanah.
Selesai bekerja, Kim Thi sia menyembunyikan dirinya lagi dibalik tirai sambil menunggu
munculnya kembali sang "toako" tadi.
Tak lama kemudian dari belakang panggung bergema suara langkah kaki yang sangat ringan-
Disusul kemudian dengan munculnya sang toako itu.....
Dia muncul dengan mengempit sesosok bayangan hitam, meskipun Kim Thi sia tak sempat
melihat dengan jelas raut mukanya namun dia bisa menduga bahwa bayangan hitam itu tak lain
adalah sibunga penyanyi.
Diapun tidak mengira segampang itu sang "toako" nya berhasil menculik si bunga penyanyi
tersebut, bahkan tindakannya sama sekali tidak mengusik ataupun mengejutkan siapa saja.
Berdasarkan kemampuannya itu bisa diketahui bahwa kemampuannya memang luar biasa.
Setelah munculkan diri, sang toako itu segera berkata sambil tertawa.
"Hiante, sekarang kita bisa tinggalkan pintu gerbang dengan langkah lebar, semua anggota
pemain opera ini telah kublus dengan sebuah dupa pemabuk. Dalam empat jam mendatang,
jangan harap bisa mendusin kembali. Haaah......haaaaah......."
Sang adik sama sekali tak berbicara, dia hanya berdiri tak bergerak ditempat. sitoako itu
menjadi geli, dengan suara keras segera tegurnya:
"coba lihat tampangmu yang begitu tegang hiante, masa sampai wajahpun kau kerudungi? Aku
toh tidak menyuruhmu naik kebukit golok atau turun kekuali minyak. Kenapa sih kau mesti
melakukan perbuatan yang begini memalukan?"
"Toako" akhirnya sang adik berseru. "Kau memang cukup perkasa tapi sekarang akulah yang
harus menunjukkan keperkasaanku kepadamu."

Memanfaatkan kesempatan disaat sang "toako" masih termangu, toyanya kembali diayunkan
kedepan-
Sang "toako" segera berseru tertahan dan robih terjungkal keatas tanah, ia tak mampu lagi
menunjukkan keperkasaannya.
Sambil tertawa dingin Kim Thi sia menyambar tubuh si "bunga penyanyi" serta memeluknya,
kemudian dengan langkah lebar dia berjalan menuju keluar pintu.
Ketika keluar daripintu depan, kebetulan ia berpapasan dengan si "kucing malam", sementara si
"kucing malam" agak tertegun dan tak sempat berbicara, ia telah berbisik lirih:
"Jangan berisik."
Dengan langkah lebar dia berjalan menuju kebawah panggung, langkah kakinya sengaja
diperkeras hingga menimbulkan suara nyaring.
Waktu itu sipenjahat yang bertugas diatas atap rumah sudah mulai gelisah karena tak melihat
rekannya munculkan diri, begitu menjumpai Kim Thi sia muncul dibawah panggung sambil
membopong seseorang, didalam kegelapan ia mengira toakonya yang munculkan diri, segera
omelnya:
"Bagaimana sih toako ini, kalau toh sudah berhasil, kenapa tidak mengucapkan sesuatu aku
masih mengira kau telah menemui sesuatu persoalan-" Dengan langkah cepat dia membantu
kesamping.
Kim Thi sia menunggu sampai orang itu dekat dengan dirinya ketika secara tiba-tiba ia
membalikkan badan sambil melancarkan cengkeraman kilat.
Mimpipun orang itu tak mengira kalau "toako" nya bakal menyergapnya secara mendadak.
didalam tertegunnya, urat nadi pentingnya tahu-tahu sudah kena dicengkeram erat-erat.
Dengan perasaan terkejut bercampur ngeri dia mengawasi sekejap sang "toako" nya, sekarang
ia baru sadar bahwa toakonya ternyata hanya seorang manusia aneh berkerudung, ia makin
terkejut hingga menjerit tertahan-
Sementara itu si " kucing malam" telah melayang datang, meminjam cahaya yang ada dia
mengamati sekejap wajah penjahat itu, tiba-tiba serunya sambil tertawa dingin-
"Heeeeh.......heeeeeh......heeeeeh.......kukira siapa yang telah datang, rupanya kalian tiga
manusia cabul yang memalukan- IHmmm, bila hari ini tidak diberi sedikit pelajaran kalian pasti tak
bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat." Kim Thi sia yang mendengar perkataan
tersebut, dengan cepatnya berpikir pula: "Sialan, rupanya dia sudah mengetahui asal usul dari
ketiga orang ini." Berpikir demikian, diapun segera bertanya:
"Siapa sih ketiga orang penyamun ini?" Si "kucing malam" tertawa dingin.
"Heeeeh..... h eeeeh..... heeeeh..... menyinggung tentang ketiga orang ini, rasanya setiap
orang persilatan pasti akan mengutuknya habis-habisan- Mereka tak lain adalah "Tiga rase
bermuka hitam" yang termashur sebagai setan perempuan- Sepanjang hidup mereka entah sudah
berapa banyak anak istri orang yang telah diperkosa dan dinodai oleh mereka."
"Kurang ajar. Begitu berani mereka lakukan perbuatan terkutuk seperti ini. IHmmm, aku yakin
dibelakang layar pasti ada jago lihay yang menjadi pendukungnya" seru Kim Thi sia. si " kucing
malam" segera mendengus.
"Kalau menyinggung soalpendukung dibelakang layarnya. Hmmmm Mungkin saja orang lain
tidak tahu, tapi aku mengetahuinya dengan jelas sekali orang itu."
Meski dia tidak bermaksud untuk melanjutkan kata-katanya, namun sorot matanya segera
memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati. Seakan-akan dia mempunai dendam
kesumat dengan si "pendungkung dibelakang layar" tersebut.

"Siapa sih orang itu?" tanya Kim Thi sia keheranan- "Apakah kau tak berani mengutarakannya?
"
" Kurang ajar, kau anggap aku sisastrawan menyendiri adalah manusia penakut yang gampang
dipermainkan orang?"
Setelah tertawa dingin berulang kali, dia melanjutkan:
"Bila dibicarakan mungkin saja orang lain tak akan percaya, tapi didalam kenyataannya
sipendukung dari tiga rase bermuka hitam tak lain adalah sipedang emas, pemimpin dari sembilan
pedang dunia persilatan-"
"Haaaah.......?" Kim Thi sia amat terperanjat segera pikirnya:
"Mungkinkah abang seperguruanku adalah manusia bengis semacam ini?Jangan-jangan kau
sengaka memutar balikkan duduknya persoalan lantaran kau memang mempunyai dendam
kesumat dengannya?"
Berpikir sampai disini, sambil menarik muka diapun menegor: "Apakah kau mempunyai bukti
atas perbuatannya itu?" Dengan penuh kebencian sastrawan menyendiri berkata:
"Biarpun sembilan pedang dari dunia persilatan adalah anak murid dari Malaikat pedang
berbaju perlente, padahal mereka bukan manusia baik-baik. Dibalik sepak terjang mereka,
sesungguhnya masing-masing anggotanya seringkali melakukan penculikan perampokan maupun
perkosaan, hanya saja berhubung ilmu silat mereka sangat lihay, cara kerja merekapun sangat
lihay, cara kerja merekapun sangat rapi. Sehingga sulit bagi orang luar untuk mengetahuinya."
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia melanjutkan kembali dengan suara dalam:
"Bila tak ingin perbuatannya diketahui orang, kecuali dia sendiri tak pernah melakukannya. Aku
sudah terlalu lama berkelana didalam dunia persilatan- Tiada peristiwa apapun yang dapat
mengelabuhi diriku. Hmmm, bahkan etrmasuk juga teka teki sekitar kematian Malaikat pedang
berbaju perlente. Aku sudah mempunyai suatu gambaran yang cukup jelas tentang peristiwa
berdarah ini."
"oooh, kaupun mengetahui jelas sebab kematian Malaikat pedang berbaju perlente?" tanya Kim
Thi sia terkejut. "Apa yang menyebabkan kematiannya?"
"Apa yang menyebabkan kematiannya?" seru sastrawan menyendiri sangat marah. "Hmmmm
hmmmm.. apalagi kalau bukan mati karena dibokong secara licik dan keji oleh kesembilan orang
murid kesayangan itu."
Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia berhenti sejenak. lalu sambil menatap Kim Thi sia tajamtajam,
ia berkata lebih lanjut:
"Meskipun aku tidak menyaksikan semua peristiwa itu dengan mata kepala sendiri, meski aku
menyimpulkan kesemuanya ini berdasarkan pelbagai informasi serta data yang berhasil
kukumpulkan, namun aku berani menjamin dengan taruhan batok kepalaku bahwa sebab
kematian Malaikat pedang berbaju perlente adalah dikarenakan perbuatan kejam kesembilan
orang anak muridnya sendiri."
Kim Thi sia menghembuskan napas panjang, tiba-tiba saja dia merasakan tubuhnya bagaikan
balon yang kempes secara tiba-tiba. Seluruh kekuatan tubuhnya seperti lenyap dengan begitu
saja. Akibatnya orang itu yang berada didalamnya telah bopongannyapun ikut terjatuh keatas
tanah hingga merintih kesakitan-
Sampai detik ini dia masih belum berani mempercayai kesemuanya itu, kembali gumamnya:
"Tak mungkin sembilan pedang dari dunia persilatan adalah manusia rendah yang berhati
binatang serta melakukan kejahatan yang terkutuk." Sastrawan menyendiri tertawa dingin, tibatiba
ia bertanya:
"Tahukah kau apa sebabnya sipedang emas selalu mengenakan selembar kain untuk
mengerudungi mukanya?"

"Tidak."
"Sebenarnya dia merupakan seorang lelaki yang tampan sekali, tapi justru karena sewaktu
membokong suhunya dia telah kena ilmu Hud thi ciang dari gurunya yang bertenaga dalam persis
diatas wajahnya, maka sebagai akibat mukanya menjadi hancur berantakan tak karuan lagi
bentuknya. Kecuali sepasang matanya keempat indera lainnya sudah tak berbentuk lagi."
Setelah tertawa dingin kembali lanjutnya:
"Pedang emas sudah termashur karena romantis dan suka bermain perempuan, sejak wajahnya
rusak, ia menganggap tak ada harapan lagi baginya untuk merebut hati gadis cantik. Maka diapun
menitahkan anak buahnya untuk menculik dan merampas anak gadis orang untuk dijadikan
korban pelampiasan napsu birahinya. Tiga rase bermuka hitam tak lain adalah salah satu diantara
anak buahnya itu.Jika kau tak percaya, siksalah ketiga rase bermuka hitam itu, niscaya mereka
akan menceritakan keadaan yang sebenarnya......."
Kim Thi sia tertawa sedih.
"Katakan kepadaku, apa sebabnya kau membocorkan rahasia ini kepadaku.......?"
"Aku berharap bisa menjalin hubungan persahabatan denganmu, maka semua isi hatiku
kuutarakan kepadamu. HHmmm coba berhanti orang lain, aku tak perlu banyak berbicara."
"Jadi kau menganggap aku sebagai sobat karibmu....." ucap Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Sejak kudengar suara nyanyianmu yang gagah perkasa, akupun menjadi paham manusia
macam apakah dirimu ini. Itulah sebabnya akupun sangat berhasrat untuk menjalin persahabatan
denganmu."
"Apakah kau sudah mengetahui siapakah aku?"
"Apakah menjalin persahabatanpun harus diketahui dulu statusnya? Ucapan anda sangat
mengecewakan diriku." seru sastrawan menyendiri dengan perasaan tak habis mengerti.
Dengan cepat Kim Thi sia menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata: "Aku bukan
bermaksud begitu, harap kau jangan salah mengartikan maksudku." setelah tertawa rawan, dia
melanjutkan:
"Terus terang saja aku adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, sejak
selesai mendengar perkataanmu tadi, aku telah mengambil keputusan untuk melakukan uatu
pembalasan dendam kesumat terhadap para abang seperguruanku. Coba bayangkanlah astrawan
menyendiri, apakah peristiwa itu saling gontok-menggontok antara sesama saudara seperguruan
bukan merupakan suatu kejadian yang tragis?" metelah berhenti sejenak, kembali dia
melanjutkan:
"Kau tentu bisa merasakan bukan bagaimanakah perasaanku sekarang, itulah sebabnya kulihat
soal menjalin persahabatan bisa ditunda lain waktu. Sekarang aku harus pergi. Sastrawan
menyendiri, terima kasih banyak atas keteranganmu yang berharga itu, ucapanmu telah banyak
membuka tabir rahasia yang selama ini mencekam pikiranku, suatu ketika aku pasti akan
mengucapkan terima kasih kepadamu........."
"Jadi kau adalah Kim Thi sia......." seru sastrawan menyendiri agak tertegun-
"Benar"
Kim Thi sia melanjutkan langkahnya menuju kedepan, mendadak ia berpaling seraya berkata
lagi: "Selamat tinggal sobat"
Ditengah kegelapan mencekam jagad, dengan termangu-mangu sastrawan menyendiri
menghantar keberangkatan pemuda itu, dia tahu apa yang hendak dilakukan pemuda tersebut.
Tanpa terasa dia menghela napas dan bergumam:
"Aaaai, siapakah yang menyangka kalau sepatah dua patahku tadi bakal menimbulkan badai
darah didalam dunia persilatan?"

Sementara itu Kim Thi sia berjalan dengan perasaan sangat berat, disaat dia tiba didepan
rumah penginapan yang didiami saudara seperguruannya, bara api telah menyorot keluar dari
balik matanya.
Sekuat tenaga dia berusaha menekan pikirannya yang teringat kembali akan kebaikan dari para
suhengnya. Sejak terjun kedalam dunia persilatan, baru pertama kali ini dia menjumpai persoalan
serumit ini.
Ia berdiri kaku didepan rumah penginapan sambil berpikir:
"Bagaimana mungkin aku tega turun tangan untuk membunuh para abang seperguruanku."
Namun ia segera teringat kembali dengan pemandangan disaat gurunya hampir menemui
ajalnya. Diapun seakan-akan teringat kembali akan pesan gurunya itu.
"Nak, bila kau tak tega untuk turun tangan nyanyikanlah lagu Sembilan dendam kesumat."
"Nak. disaat kau telah berhasil, bawalah tulang belulang dari kawanan binatang itu untuk
dipersembahkan didepan kuburanku, ukirlah bait lagu sembilan dendam kesumat diatas batu
nisanku. Setiap bulan purnama pada hari Tiong ciu, ambillah segenggam bunga segar dan
nyanyikanlah lagu sembilan dendam kesumat untuk mengundang arwahku. Sampai saat ajalpun
aku tak dapat melupakan dendam berdarah ini."
"Lagu sembilan dendam kesumat.......lagu sembilan dendam kesumat........" Kim Thi sia
bergumam lirih, pelbagai ingatanpun melintas didalam benaknya.
Ditengah kegelapan malam yang mencekam, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan
bernyanyi dengan suara keras: " Dendam sakit hatiku, jauh melebihi samudra, Haruskah aku mati
dalam keadaan begini? Biar badan hancur, biar tubuh remuk, Akan kucuci semua sakit hati
ini........
Lidahku dipotong, mataku diculik,
Rambutku dipapas, tulangku dikunci,
Telingaku diiris, ototku dicabut,
Lenganku dikuntung dan kakiku ditebas......
Rasa dendam serasa merasuk ketulang.
Aku merasa pedih, aku merasa sedih,
Dendam kesumat ini harus kutuntut balas......."
Ketika membawakan lagu itu, Kim Thi sia seolah-olah menyaksikan kembali wajah Malaikat
pedang berbaju perlente yang sedang menatap kearahnya dan berbisik sambil menggigit bibir:
"Murid durhaka,aku pertaruhkan sisa hidupku untuk mewariskan ilmu silat kepadamu tak lain
karena kuharap kau dapat membalaskan dendam sakit hati ini. Siapa tahu, tulang belulangku
belum lagi mendingin, kau sudah berubah pikiran-......"
Paras muka pemuda itu berubah, peluh dingin jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Mendadak ia meraung keras dan berulang-ulang membawakan lagu sembilan dendam kesumat
dalam waktu singkat darah panas dalam dadanya serasa bergolak keras, tanpa ragu-ragu dia
melanjutkan perjalanannya menuju kearah rumah penginapan-
Mungkin karena terpengaruh oleh bait-bait lagu sembilan dendam kesumat didalam waktu
singkat dia seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang lain, bagaikan malaikat yang
bengis dia berjalan memasuki rumah penginapan tersebut.
Cahaya lampu didalam rumah penginapan telah padam semua kecuali beberapa lampion
diberanda samping.

Ia berjalan menelusuri beranda tersebut dan berhenti ditengah sebuah kebun. Disitu ia
berteriak keras-keras:
"Sembilan pedang dari dunia persilatan, kalian keluar semua."
Para tamu penginapan yang sudah tertidur nyenyak seketika terbangun oleh suara teriaknya
yang keras dan nyaring itu, dengan perasaan terkejut mereka memasang lentera dan melongok
keluar.
Dalam waktu singkat suasana didalam rumah penginapan itu sudah dibuat terang benderang
bermandikan cahaya.
Ketika para tamu mengetahui bahwa orang yang berteriak adalah seseorang yang bengis dan
buas bagaikan malaikat. Meski dihati kecilnya merasa tak senang hati, namun tak seorangpun
yang berani memberi komentar.
Sementara itu Kim Thi sia menurunkan kain kerudung mukanya, dengan suara keras kembali
bentaknya:
"Hey sembilan pedang dari dunia persilatan, apakah kalian tak berani tampilkan diri? Aku
adalah Kim Thi sia."
Begitu namanya diutarakan, para tamu penginapan yang melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan makin ketakutan lagi. Sekalipun mereka tidak mengetahui secara pasti kemampuan dari
orang tersebut, namun merekapun sadar, tidak berapa orang yang berani mencari gara-gara
dengan Kim Thi sia yang tersohor itu.
"Maknya" dihati kecil mereka menggerutu. "Rupanya simanusia yang paling susah dilayani yang
telah datang membuat gara-gara, tak heran kalau dia berani menantang sembilan pedang dari
dunia persilatan untuk berduel."
Mendadak pintu jendela ruangan sebelah timur terbuka disusuk kemudian tampak tiga sosok
bayangan hitam berkelebat lewat dengan kecepatan luar biasa.
Begitu melihat kehadiran bayangan hitam tersebut, Kim Thi sia segera melangkah maju
kedepan seraya berteriak keras:
"Apakah yang datang adalah sembilan pedang dari dunia persilatan?"
Dengan suatu gerakan yang sangat ringan ketiga sosok bayangan manusia itu berganti napas
ditengah udara lalu melayang turun kebawah dengan gerakan " burung elang bermain diair."
Ketika Kim Thi sia mencoba mengamati wajah orang-orang tersebut, dia segera mengenali
mereka sebagai sipedang perak- pedang tembaga dan pedang besi.
Rupanya sejak putri Kim huan diculik oleh permuda berwajah jelek ditengah jalan, ketiga orang
ini merasakan peristiwa tersebut amat merosotkan pamor mereka didepan mata orang persilatan-
Karenanya terdorong oleh perasaan tak puas dan terhina, mereka bertekad hendak menemukan
jejak pemuda bermuka jelek tersebut.
Ketika mencari tempat penginapan malam ini, secara kebetulan mereka melihat suara
tantangan dari pihak "Nirmala", karena itu hingga larut malam mereka belum juga tidur,
maksudnya hendak menunggu sampai kemunculan si Nirmala nomor tujuh.
Tak disangka yang datang bukan Nirmala nomor tujuh, melainkan Kim Thi sia manusia yang
paling susah dilayani.
Meskipun ketiga orang itu merasakan peristiwa mana sedikit diluar dugaan, namun melihat
kedatangan Kim Thi sia yang diliputi perasaan gusar dan rasa dendam yang meluap-luap ini, hati
mereka segera terasa berat dan tercekat.
Sementara itu Kim Thi sia telah berteriak keras:
" Hey pedang perak. pedang tembaga, dan pedang besi. Dengarkan baik-baik, kedatanganku
hari ini tak lain adalah hendak menantang kalian untuk bertarung hingga titik darah yang

penghabisan. cobalah kalian pertimbangkan sendiri, apa sebetulnya hendak tiga melawan satu
ataukah satu melawan satu, terserah kalian sendiri yang memilih. Tapi aku tak bisa menunggu
terlalu lama lagi......"
Ketika mengucapkan perkataan itu, dalam hati kecilnya dia membawakan terus lagu "sembilan
dendam kesumat". Dia berusaha membayangkan kembali peristiwa berdarah itu.
Dengan suara dalam sipedang perak segera menegur: "Kim sute, apakah kau sudah edan?"
Kemudian sambil melangkah maju dengan tak senang hati, dia melanjutkan lebih jauh:
"Dibawah pandangan mata umum, apa jadinya bila sesama saudara seperguruan saling gontokgontokan
sendiri? Ayoh ikut aku masuk kedalam kamar, aku hendak menanyakan sesuatu
kepadamu."
"Aku sudah melepaskan diri dari ikatan hubungan persaudaraan dengan kalian, pokoknya
kecuali berduel hingga titik darah penghabisan, tiada persoalan lagi yang bisa dibicarakan diantara
kita." Sambil tertawa dingin sipedang besi menegur:
"Suheng, sudah kau dengar perkataannya itu? Ia telah mengumumkan pemutusan hubungan
persaudaraan dengan kita."
Kemudian setelah mengerling sekejap kearah Kim Thi sia, dengan luapan rasa benci dan
dendam yang melumer dia berkata lebih jauh:
"Kalau toh begitu, kitapun tak usah terlalu menghargai dirinya lagi, menurut pendapatku lebih
baik hubungan sebagai sesama saudara seperguruan kita putuskan hingga disini saja, kita
selesaikan urusan ini dengan kekerasan-"
"Aku memang berharap demikian, nah kalian boleh mempersiapkan diri secepatnya" seru Kim
Thi sia.
Tiba-tiba pedang perak berkata dengan suara dalam:
"Samte, aku lihat kesadarannya agak terganggu, coba kau tangkap orang tersebut." Pedang
tembaga mengiakan dan segera maju kedepan dengan langkah lebar.
Kim Thi sia merasa agak sedikit tegang, meski begitu, ketika teringat kembali dengan dendam
sakit hati gurunya, perasaan tegang yang semula mencekam perasaan hatinya seketika hilang
lenyap tak berbekas.
"IHey, kita mau bertarung dengan pedang atau tangan kosong saja? Hari ini, kita mesti
melangsungkan pertarungan dengan sebaik-baiknya."
Pedang tembaga sama sekali tidak berbicara, dia berjalan hingga kejarak tiga kaki sebelum
secara tiba-tiba melancarkan sebuah serangan dengan ilmu " bukit tay san menindih kepala",
serangannya selain dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, lagi pula mengandung hawa pukulan
yang sangat mematikan-
Kim Thi sia segera membuang toya besinya sambil menyambut datangnya ancaman tersebut
dengan jurus "kelincahan menguasahi empat samudra" dan "mati hidup ditangan takdir" dari ilmu
Tay goan sinkang.
Tampaknya ia sadar, bahwa kelihayan dari ilmu Tay goan sinkangnya masih belum cukup untuk
mengalahkan musuhnya, maka dari itu begitu kedua jurus serangannya dilancarkan, kakinyapun
melancarkan sebuah sapuan dengan sepenuh tenaga. Dalam satu jurus serangan, ternyata dia
selipkan tiga gerakan yang berbeda.
Agaknya sipedang tembagapun melancarkan serangan dengan sekuat tenaga. Hal ini bisa
didengar dari deruan angin serangannya yang tajam dan gencar.
Namun begitu serangannya dilontarkan kedepan, tiba-tiba saja dia rasakan bahwa tenaga
pukulannya yang kuat mengapai sasaran yang kosong seakan-akan serangan tersebut terjepit

secara diam-diam hingga sasarannya menjadi meleset sama sekali. Kejadian tersebut kontan saja
amat mengejutkan hatinya.
Masih untung dia mempunyai pengalaman yang cukup matang didalam menghadapi serangan
musuh. Kecepatan reaksinya yang sangat mengagumkan-
Baru saja angin pukulannya mengenai sasaran yang kosong, ia segera menyadari kalau situasi
tidak menguntungkan, dengan gerakan "kuda liar menarik tali" dia segera menarik kembali
serangannya sambil berusaha dimiringkan kesamping. segulung desingan angin tajam dengan
cepat menyambar lewat dari atas bahunya.
Meskipun tidak sampai termakan oleh serangan yang gencar itu, tak urung peluh dingin
bercucuran juga membasahi seluruh tubuh sipedang tembaga.
Begitu Kim Thi sia berhasil meraih keuntungan yang cukup lumayan pada jurus serangan yang
pertama, semangat tempurnya pun makin berkobar-kobar.
Berkilay sepasang mata pedang perak setelah menyaksikan peristiwa ini pikirnya kemudian-
"jurus serangannya itu kelihatan sederhana sekali tanpa sesuatu keistimewaan, perubahan
apapun tidak kelihatan kenapa begitu dan akan bersentuhan dengan lawan, segera terwujudlah
perubahan yang begitu pelik hingga susah dihadapi?"
Sementara itu sipedang tembaga tak berani bertindak gegabah lagi, setelah dalam bentrokan
yang pertama nyaris dipecundangi musuhnya. Kini dia berdiri dengan tenang sambil
mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Dia berusaha untuk mengamati perubahan gerakan
musuhnya.
Mendadak segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat dilontarkan kedepan, begitu Kim Thi
sia menyambut dengan kekerasan, tubuhnya segera tergetar mundur sejauh dua langkah dari
posisi semula.
"Haaaah, rupanya tenaga dalam yang dimilikinya masih selisih jauh dibandingkan dengan
kemampuanku......"
Sipedang tembag kegirangan setengah mati, secara beruntun dia melancarkan kembali dua
buah serangan yang amat gencar.
Kim Thi sia paling takut mengadu kekuatan dengan musuhnya, dia tidak mampu berdiri tegak
dan sekali lagi terdesak mundur sejauh tiga langkah dari posisi semula.
Sementara itu suasana didalam rumah penginapan itu hening dan tak kedengaran sedikit
suarapun, semua orang mengikuti jalannya pertarungan tanpa bersuara, karena siapapun tahu,
kedua belah pihak yang sedang bertarung sama-sama merupakan jagoan yang susah dihadapi.
Waktu itu Kim Thi sia sedang berkelit kesamping dengan kecepatan tinggi disaat musuh belum
sempat melancarkan serangannya yang keempat.
Sipedang tembaga segera mendengus dingin sekali lagi dia memutar telapak tangannya sambil
melancarkan serangan-
Kali ini Kim Thi sia bukannya mundur sebaliknya malah mendesak maju kedepan, dengan
menggunakan jurus " kelembutan mengatasi air dan api" dari ilmu Tay goan sinkang ia sambut
datangnya serangan tersebut sementara tangan kirinya menyerang dengan gerakan "ketenangan
akan menimbulkan awan kabut."
Dalam dua gerakan mana, sebuah digunakan untuk membendung angin pukulan sipedang
tembaga sedang yang la in justru menyelinap ketengkuk musuh dengan gerakan lincah. Pedang
tembaga merendahkan badannya seraya membentak keras: "Lihat serangan jari." "Sreeet,
sreeeet."
Dua gulung desingan angin tajam meluncur kedepan dan langsung menyergap jalan darah
penting diatas dadanya.

Kim Thi sia segera mundur satu langkah belum sempat melancarkan serangan balasan,
sipedang tembaga telah manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya, ia mendesak
lebih jauh dan secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan dikombinasikan dua buah
tendangan kilat.
Pertarungan antara jago lihay, kebanyakan menang kalah ditentukan oleh satu tindakan, begitu
pula dengan sipedang tembaga sebagai orang ketiga dari Sembilan pedang dunia persilatan, tentu
saja ilmu silat yang dimilikinya luar biasa sekali.
Begitu dia memanfaatkan kesempatan baik utuk meraih kemenangan, Kim Thi sia segera
terdesak hebat sehingga mundur berulang kali kebelakang.
Kim Thi sia yang kehilangan posisi baik sehingga terdesak sampai kalang kabut oleh pedang
tembaga, apalagi dihadapan orang banyak. dari malunya dia menjadi gusar.
Mendadak kuda-kudanya dipantekkan keatas tanah dan tidak mundur lagi kebelakang,
sementara sepasang telapak tangannya melancarkan pukulan kiri kanan dengan jurus "mengebot
baju menghilangkan debu" serta "hembusan angin mencabut pohon-" Angin serangan segera
menderu- deru dan menyelimuti seluruh angkasa.
Pedang tembaga tertawa dingin, tanpa menggeser langkah kakinya dia memutar telapak
tangannya yang telah terhimpun kekuatan besar itu.
Kedua buah serangan yang dipersiapkan kali ini merupakan himpunan dari segenap kekuatan
yang dimilikinya, dalam waktu singkat angin pukulan menderu- deru, pasir dan batu beterbangan
keudara, suasana terasa sangat mengerikan hati.
Melihat kedahsyatan tersebut, Kim Thi sia sadar bahwa dia tak sanggup lagi untuk menghadapi
ancaman tersebut, dengan wajah berubah hebat segera pikirnya: "Mungkin kebun ini akan
menjadi tempatku menemui ajalnya?"
Tiba-tiba sifat kerbaunya muncul kembali, sekalipun dia tahu kalau bukan tandingan, namun ia
justru menghimpun segenap kekuatan tubuhnya dan menyambut serangan tersebut dengan keras
melawan keras.
mendadak terdengar sipedang tembaga menjerit kesakitan, disusul kemudian memuntahkan
darah segar, tanpa berbicara sepatah katapun pemuda itu membalikkan badan dan melarikan diri.
Kim Thi sia mengira dia sudah berhasil menangkan pertarungan tersebut, dengan cepat
pengejaran dilakukan-
Tapi hanya sebentar saja ia sudah berhenti kembali dengan wajah termangu, diam-diam
pikirnya:
"Aaaah, tidak benar, serangan kami belum saling bertemu. Bagaimana mungkin menang kalah
bisa diketahui? Rupanya bukan aku yang telah melukai dirinya"
Dalam kesibukannya dia sempatkan untuk berpaling, betul juga, dibawah sinar lentera tampak
tiga orang manusia berkerudung telah berdiri tegak disana dengan angkernya.
Entah sejak kapan ketiga orang itu munculkan diri, jangankah orang yang sedang bertarung
tidak mengetahui secara pasti, ternyata para penontonpun tak ada yang mengetahui kehadiran
mereka, jelas kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh.
Pedang perak segera berkerut kening, sambil memayang tubuh pedang tembaga yang
sempoyongan, ia membentak dengan suara dalam: "Apakah yang datang adalah Nirmala nomor
tujuh?"
Salah seorang diantara tiga manusia berkerudung yang bertubuh kecil dan berdiri ditengah
segera balik bertanya:
"Kau termasuk urutan keberapa dari sembilan pedang dunia persilatan-.......?"

Begitu buka suara ia segera menegur pedang perak tanpa sungkan-sungkan, bahkan sama
sekali tidak mengacuhkan pertanyaan yang diajukan-Jelas hal ini menandakan bahwa orang itu
tidak memandang sebelah matapun terhadap musuhnya.
Tapi yang membuat semua terkejut bukan hal ini, melainkan nada tegurannya yang merdu
merayu.
"ooooh, rupanya dia adalah seorang wanita" pikir semua orang tanpa terasa tapi setelah
diperhatikan lebih seksama dan menemukan banyak sekali kejanggalan, mereka segera berpikir
lagi:
"Kalau memang wanita, kenapa tidak berdandan sebagai wanita?Jangan-jangan dia adalah
seorang banci?"
Sementara itu sipedang perak telah menjawab dengan tak senang hati: "Akulah sipedang
perak, dan kau?"
Perempuan berkerudung itu tertawa merdu, suaranya seperti kelentingan yang berbunyi
nyaring membuat orang merasa tertegun dan terpesona dibuatnya.
"Akulah si Dewi Nirmala" perempuan itu memperkenalkan diri.
"oooh........sebuah nama yang sangat indah Dewi Nirmala" pikirnya banyak orang tanpa terasa.
"Seperti juga nada suaranya yang merdu merayu dengan penuh mengandung kelembutan dan
kesucian-...."
sebaliknya paras muka sipedang perak telah berubah hebat, alis matanya berkenyit kencang,
sampai lama kemudian ia baru berkata:
"Dewi Nirmala, berulang kali kau telah menantang sembilan pedang dari dunia persilatan,
sebetulnya apa maksud tujuanmu? Harap kau suka memberi penjelasan-...."
Dewi Nirmala tertawa getir.
"Pedang perak. apakah kau kebingungan? Lantas kenapa kau sendiri membunuhi pula anak
buahku?"
"Aku hanya membela diri" kata pedang perak dengan suara dalam.
"Apakah untuk membela diri maka seseorang boleh membunuh orang semau hatinya sendiri?"
tanya Dewi Nirmala lagi sambil tertawa genit.
"IHmmm, sebuah alasan yang amat sedap didengar, membela diri? Hmmm, mengapa tidak
dibilang kau merasa ketakutan-......?"
Dalam pada itu Kim Thi sia juga lagi berpikir setelah mengetahui perempuan berkerudung itu
adalah Dewi Nirmala.
"Kenapa dia mengirim orang untuk mencariku? Aku toh tidak kenal dengannya, tidak
seharusnya ia bersikap tak menguntungkan terhadapku" Setelah berhenti sejenak, kembali dia
berpikir:
"Seandainya dia berniat hendak memaksamu untuk menyerahkan ilmu Tay goan sinkang
kepadanya, tak nanti akan kuserahkan kepandaian tersebut kepadanya dengan begitu saja."
Makin dipikir dia merasakan hatinya semakin mendongkol, sehingga akhirnya tanpa ragu-ragu
lagi dia membentak keras:
"Dewi Nirmala, kau telah turun tangan secara keji membunuh sipedang bintang, kedua belah
pihak telah saling berhadap sebagai musuh besar. Apalagi yang bisa dibicarakan diantara kita
berdua?"
Begitu perkataan tersebut diutarakan paras muka sipedang perak segera berubah hebat,
setelah tertegun sejenak. dia segera menegur kepada si Dewi Nirmala:
"Benarkah perkataan itu?"

Dewi Nirmala tidak menjawab pertanyaan tersebut dengan secara langsung, dengan sepasang
matanya yang jeli dia mengerling sekejap kearah Kim Thi sia, lalu tegurnya dengan merdu:
"Hey anak muda, siapa namamu? Dapatkah aku mengetahui namamu?" Tiba-tiba saja Kim Thi
sia merasa agak ragu-ragu pikirnya:
"Seandainya aku menyebutkan namaku bukankah tindakan ini sama artinya dengan
menghantar diri kemulut harimau?" Tapi diapun berpikir lebih jauh:
"Seandainya aku merahasiakan persoalan ini, bukankah hal tersebut berarti aku takut
kepadanya? Tidak. tidak bisa, lebih baik kepalaku putus dan darahku bercecera daripada mesti
menunjukkan rasa takut terhadap seorang wanita." Setelah mengambil keputusan dihati diapun
berseru dengan lantang: "Aku bernama Kim Thi sia mau apa kau?"
Sembari berkata diapun mendesak maju kedepan dengan gaya yang ganas seakan-akan sudah
siap mencari gara-gara.
Dewi Nirmala mendengarkan pembicaraan tersebut dengan sepasang mata melotot besar. Tapi
begitu mendengar nama "Kim Thi sia" tiba-tiba saja mencorong keluar sinar tajam dari balik
matanya.
"oooh, rupanya kaulah yang bernama Kim Thi sia......kaulah yang bernama Kim Thi sia....."
gumamnya lirih.
Kemudian setelah tertawa merdu, dia berkata:
"Sahabat Kim, sudah lama kukagumi akan nama besarmu, aku sangat berharap bisa bersua
denganmu. Tak disangka kita bersua disini, aku benar-benar amat gembira." Berbicara sampai
disitu, tangannya yang putih bersih tiba-tiba saja digerakan pelan-
Gerakan tersebut sangat ringan dan pelan, namun bagi Kim Thi sia ibarat guntur yang
membelah bumi disiang hari bolong, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun ia roboh tak sadarkan
diri keatas tanah.
seketika itu juga suasana menjadi gempar, diantara kegelapan malam terdengar suara ornag
menjerit kaget dan berseru tertahan:
"Siapapun tidak menyangka kalau seorang perempuan yang bersuara begitu merdu ternyata
sanggup membunuh orang tanpa berkedip jelas kekejaman hatinya melebihi racunnya ular
ataupun kalajengking."
Tampaknya Dewi Nirmala dapat menebak suara hati orang banyak. Dia berpaling sekejap dan
berkata sambil tertawa getir:
"Kalian tak usah panik, aku tak lebih hanya menotok jalan darahnya saja."
Lalu sambil berpaling kearah manusia berkerudung yang berada disisinya, dia berkata lagi:
"Cepat kau bawa orang ini pulang kelembah dan tunggu keputusan dariku."
Manusia berkerudung itu mengiakan dan segera membopong tubuh Kim Thi sia, lalu tapa
mengucapkan sepatah katapun dia berjalan keluar dari rumah penginapan itu dengan langkah
lebar.
Menyusul kemudian tubuhnya melejit keudara seperti burung rajawali yang mementang sayap.
Dalam dua kali lemparan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
Sementara itu, sepeninggal manusia berkerudung tadi, Dewi Nirmala berkata lagi: " Nirmala
nomor delapan, bekuk sipedang perak"
Mendengar perkataan tersebut, dengan cepat sipedang perak melangkah mundur satu tindak.
kemudian serunya pula:
"Su sute, cepat mundur sambil menjaga sam sute. Biar aku yang hadapi persoalan ini."

Sipedang besi mengetahui akan bahaya maut yang mengancam, buru-buru dia membopong
sipedang tembaga dan segera mengundurkan diri dari situ.
Hanya dalam dua tiga patah kata itulah, ternyata Nirmala nomor delapan telah bergerak maju
sambil mulai melancarkan serangannya.
Dengan cekatan sipedang perak mundur selangkah kesamping sembari melepaskan serangan
balasan untuk menghalau ancaman tersebut. Lalu bentaknya dengan suara dalam:
"Dewi Nirmala, aku ingin bertanya lagi kepadamu, benarkah sipedang bintang tewas
ditanganmu?"
"Siapa yang membunuh orang, dia harus membayar dengan nyawanya. Memangnya aku tak
boleh membunuhnya?" sahut Dewi Nirmala hambar.
Pedang perak gusar sekali, secara tiba-tiba dia melancarkan dua buah serangan dahsyat yang
segera langsung mengancam tubuh Dewi Nirmala serta Nirmala nomor delapan.
Dengan suatu gerakan yang ringan dan sederhana Dewi Nirmala mengebaskan ujung bajunya,
serangan dahsyat dari sipedang perak seketika hilang lenyap tak berbekas bagaikan sebutir batu
yang tenggelam ditengah samudra luas.
" Nirmala nomor delapan" seru perempuan itu kemudian, "Seandainya kau tak sanggup
membekuknya hidup,hidup, aku akan menjatuhkan hukuman membangkang perintah kepadamu.
Dengan sikap yang sangat menghormat Nirmala nomor delapan mengiakan, tiba-tiba saja dari
balik matanya memancar keluar sinar tajam yang menggidikkan hati, dalam waktu singkat dia
telah melancarkan tiga buah serangan berantai yang semuanya disertai dengan kekuatan luar
biasa.
Menghadapi ancaman yang begitu dahsyat, sipedang perak merasa terkesiap. pikirnya:
JILID 31
" celaka, tenaga pukulan dari bangsat ini sangat kuat dan tangguh rasanya kekuatannya
mampu meremukkan batu gunung. ilmu silatnya sudah pasti masih berada diataS kepandaian
nirmala nomor sepuluh. Aku harus menghadapinya dengan berhati-hati."
Berpikir sampai disitu ia segera meloloskan pedang peraknya yang termashur lalu secara
beruntun diagunkan kedepan menciptakan bunga pedang yang menyelimuti seluruh angkasa,
mengancam jalan darah tay goan cho ciong ya seng dandang seng. Empat buah jalan darah
ditubuh Nirmala nomor delapan, sekali tidak menggeserkan kakinya dariposisi semula, namun
gerak serangannya secara beruntun telah diubah sebanyak empat kali. Hanya anehnya dengan
gerakan mata ternyata semua serangan dahsyat yang dilancarkan sipedang perak telah hilang
lenyap tak berbekas. Dari sini terbukti sudah bahwa kepandaian silat yang dimilikinya memang
sungguh-sungguh amat tangguh. Tiba-tiba terdengar Dewi Nirmala bergumam:
"llmu Tay goan sinkang yang dipelajari Kim Thi sia mempunyai hubungan yang erat sekali
dengan ilmu silat yang kupelajari. Aku harus selekasnya pulang kedalam lembah untuk mengorek
rahasia Tay goan sinkang tersebut......."
Berpendapat begitu, dengan ilmu menyampaikan suaranya dia segera berpesan kepada Nirmala
nomor delapan.
"Aku akan pulang kelembah juga, segala urusan disini kuserahkan kepadamu. Kuharap kau
dapat memberi jawaban yang memuaskan, mengerti.......?"
Begitu selesai berkata, tanpa berpaling lagi dia melesat kedepan dengan kecepatan luar biasa,
dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan

Dalam pada itu, Kim Thi sia dibopong oleh Nirmala nomor tujuh menempuh perjalanan sangat
cepat. Dia hanya merasakan deruan angin yang kencang. Seakan-akan dirinya sedang melayang
diatas awanpada hakekatnya dia tak tahu Nirmala nomor tujuh hendak menghantarnya pergi
kemana.
Akhirnya dia tertidur didalam pelukan nirmala nomor tujuh, kepenatan yang dialaminya selama
berhari-hari membuat pemuda itu merasa seakan-akan menderita sakit parah, begitu tertidur
sampai lama kemudian ia baru terbangun kembali.
Ketika pemuda itu membuka matanya kembali, dia merasa tubuhnya masih merasakan
goncangan yang sangat keras, hal ini membuatnya amat terperanjat......
"Jangan-jangan Nirmala nomor tujuh sudah gila, masa ia tidak merasa penat barang sedikitpun
meski sudah menempuh perjalanan siang malam?"
Diam-diam dia membuka matanya sambil melirik sekeliling tempat itu, ternyata saat itu masih
tengah hari.
Akhirnya sorot matanya berhenti diatas bibir Nirmala nomor tujuh yang terkatup rapat menjadi
satu garis itu, dibalik mulutnya yang terkatup terselip kemurungan yang amat tebal.
Rambut dan jenggot nirmala nomor tujuh sudah memutih semua Jelas dia adalah seorang tua
yang sudah lanjut usia, tapi..... mengapa dia harus bersusah payah membawanya menempuh
perjalanan jauh?
Nirmala nomor tujuh mempunyai telinga yang besar wajah empat persegi dengan jenggot yang
panjang. Sebuah tampang yang gagah dan bersih.
Tapi tak disangka dengan wajah segagah ini, ternyata dia begitu menurut dan tunduk terhadap
perintah Dewi Nirmala.
Tak lama kemudian matahari pun turun gunung dan suasana senja mencekam seluruh jagad,
namun Nirmala nomor tujuh masih melanjutkan perjalanannya tanpa berhenti.
Lambat laun peluh mulai bercucuran membasahi seluruh wabahnya, dengusan napasnyapun
berubah makin pendek dan terengah-engah.
Mula-mula Kim Thi sia menaruh rasa simpatik kepadanya, tapi bila teringat nasib jelek yang
menimpanya sekarang, rasa simpatik itupun seketika hilang lenyap tak berbekas.
Diam-diam ia mencoba untuk menghimpun tenaga dalamnya, namun sayang semua jalan
darahnya serasa tersumbat.
Peristiwa itu kontan saja menimbulkan perasaan tak puas dalam hatinya, setengah menyindir
serunya:
"Empek tua, apakah kau memang seorang panglima perang yang terbiasa lari jauh? Apakah
kau tak takut lelah?"
Nirmala nomor tujuh membungkam dalam seribu bahasa, dari mulutnya yang terkatup rapatrapat
dapat diketahui bahwa dia adalah seorang yang tak suka banyak berbicara. Melihat itu, Kim
Thi sia menyindir kembali:
"Empek tua, kau terlalu bersusah payah coba berganti aku. Sudah sejak tadi aku mencari
tempat untuk beristirahat." Lalu setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Aaaai, buat apa sih bersungguh-sungguh untuk pekerjaan orang lain?"
Nirmala nomor tujuh sama sekali tidak menggubris, pandangan matanya dialihkan ketempat
kejauhan sana sambil meneruskan larinya, ia seperti tidak mendengar sindiran tersebut bahkan
sama sekali tidak mengacuhkannya.
Kim Thi sia yang ketanggor batunya semakin tak senang hati lagi dibuatnya.
"Uuuuh......moga-moga saja kau mampus karena kehabisan tenaga....." gumamnya kemudian.

Sambil pejamkan matanya, dia tertidur kembali didalam gendongan Nirmala nomor tujuh.
Sampai dia mendengar suara ayam berkokok dikejauhan situ, ia baru tahu bahwa satu
malaman kembali telah lewat.
Begitulah perjalanan siang malam ditempuh hampir tiga hari lamanya. Kim Thi sia sudah
merasa kelaparan setengah mati. Akan tetapi Nirmala nomor tujuh masih terus berlari tanpa
berhenti, seakan-akan dia sama sekali tidak merasakan kepenatan. Menyaksikan keanehan itu,
kembali Kim Thi sia bertanya: "Hey empek tua, sebetulnya kau ini manusia atau setan? cepat
katakan......."
"Manusia" jawab Nirmala nomor tujuh singkat.
Dengan susah payah akhirnya orang itu berbicara juga, meski hanya sepatah kata namun Kim
Thi sia merasa puas sekali.
Suara orang itu sangat parau, tua dan berat mendatangkan kesan seperti menghadapi tibanya
musim gugur saja, rasa gersang, tua dan sepi mencekam perasaan tersebut.
"Hey orang tua....." teriak Kim Thi sia lebih jauh. "Setelah menempuh perjalanan selama tiga
hari tanpa berhenti, apakah kau tidak merasa kelaparan?"
"Sudah terbiasa" kembali jawaban dari Nirmala nomor tujuh teramat singkat.
"Aku tak percaya, sudah pasti kau sudah mencuri makan sewaktu aku sedang tertidur tadi,
malahan bisa jadi telah beristirahat sebentar." Kemudian setelah berhenti sejenak terusnya:
"Aku tak percaya manusia yang terdiri dari darah dan daging bisa bertahan selama tiga hari
tanpa makan, minum dan beristirahat, memangnya kau adalah malaikat?"
"Belum tentu begitu" akhirnya Nirmala nomor tujuh menanggapi juga perkataan mana. "Aku
mempunyai sejenis obat yang amat mujarab, asal menelan sebutir saja maka kau bisa bertahan
seperti sekarang ini."
Karena merasa perutnya amat lapar dengan tebalkan muka Kim Thi sia segera berseru lagi:
"Aku sudah kelaparan setengah mati, bersediakah kau memberi sebutir pil mujarab itu
kepadaku?"
Tampaknya Nirmala nomor tujuh menyukai sikap polosnya itu, tanpa ragu-ragu dia
mengeluarkan sebuah botol putih dan mengambil sebutir pil yang segera diserahkan kepadanya.
Sambil mengucapkan terima kasih, Kim Thi sia menelan pil itu kedalam perut.
Tak selang berapa saat kemudian segulung hawa panas telah mengembang dalam perutnya
dan menjalar keseluruh bagian tubuhnya. Betul juga, rasa lapar yang semula mencekam
perasaannya kini hilang lenyap tak berbekas. Sesudah rasa laparnya hilang, pemuda itu baru
bertanya lagi, "Empek tua, kau hendak mengajakku pergi kemana?"
"Buat apa kau bertanya, sebentar toh akan tahu dengan sendirinya........?"
" Kenapa kau tak berani mengatakannya?"
"Soal ini....." tiba-tiba Nirmala nomor tujuh terbungkam dan tak mampu melanjutkan katakatanya
lagi.
"Aaaah, tahu aku sekarang, kau adalah anak buah Dewi Nirmala, sebelum ada perintah dari
Dewi Nirmala tentu saja kau tak berani memutuskan sendiri, bukankah begitu empek tua?"
Perkataan tersebut diutarakan dengan ramah, sama sekali tidak menganggapnya sebagai
musuh, dalam hal ini Nirmala nomor tujuh merasa amat terharu. coba kalau ia tidak menjumpai
sesuatu kesulitan, niscaya segala sesuatunya sudah diterangkan-
Tak lama kemudian senja telah menjelang langkah kaki Nirmala nomor tujuhpun mulai
bergelombang seakan-akan sedang melewati jalan berbatu yang tidak rata.

Walaupun Kim Thi sia tak dapat melihat secara nyata, namun dia bisa merasakan gelagat yang
aneh itu
Dengan penuh kecurigaan ia segera bertanya lagi:
" Empek tua, bukit tinggi menyelimuti sekeliling tempat ini, sebenarnya kita hendak pergi
kemana?"
"coba bayangkan sendiri, kalau empat penjuru berupa bukit, seharusnya dibagian tengahnya
berupa tempat apa?"
"Sebuah telaga?" tanya Kim Thi sia.
Nirmala nomor tujuh hanya menggelengkan tanpa menjawab. Kim Thi sia berpikir sejenak, tibatiba
serunya lagi:
"Aaaai mengerti aku sekarang, tempat itu kalau bukan sebuah telaga bukit, pastilah sebuah
lembah."
"Tebakanmu tepat sekali nak" sahut Nirmala nomor tujuh pelan-
Kini tubuhnya mulai melompat kian kemari seperti burung yang terbang diangkasa. Setiap kali
melompat lima kaki dicapai dengan gampangnya.
Selama ini Kim Thi sia hanya merasakan angin tajam mendesing disisi telinganya, tanpa terasa
dia berpekik didalam hati: "Ehmmm, ilmu meringankan tubuh yang sangat lihay."
Akhirnya malampun menjelang tiba, kegelapan malam mencekam seluruh jagad, untung
rembulan bersinar terang dan bintangpun bertebaran diangkasa.
Meminjam pantulan cahaya rembulan yang redup, diam-diam Kim Thi sia mencoba
memperhatikan sekejap keadaan disekitar situ. Tampak batuan cadas berbentuk aneh tersebut
dimana-mana. Rumput tinggi menyelimuti permukaan tanah, suasana amat menyeramkan.
"Aaaah, ternyata tempat ini benar-benar adalah sebuah lembah....." demikian dia berpikir.
Belum sempat dia mengajukan sebuah pertanyaanpun, Nirmala nomor tujuh telah berbisik:
"Nak, terus terang saja kubilang, sesungguhnya aku sangat menyukai dirimu, tapi sayang aku
bukan orang bebas sehingga tak berani mengambil keputusan secara serampangan. Apalagi
membebas merdekakan dirimu, tapi aku amat berharap kau bisa melepaskan diri dari ancaman
bahaya serta meninggalkan tempat ini dalam keadaan aman tentram."
Tiba-tiba Kim Thi sia merasakan ada sesuatu dijejalkan kedalam genggamannya, sewaktu
diperiksa ternyata benda itu berupa sebutir pil.
Sementara dia masih merasa keheranan, Nirmala nomor tujuh telah berkata lagi:
"Aku tidak mempunyai sesuat barang yang bisa membantumu, kecuali obat ini. Aa
aai......telanlah pil tersebut,segala sesuatunya biar takdir yang menentukan-"
Kim Thi sia bisa merasakan makna yang sebenarnya dari perkataan tersebut, diam-diam
pikirnya:
"Apa yang kutakuti, serangan tentara datang kuhadang , air bah datang, kubendung." Meski
berpikir begitu, pil tadi ditelannya juga kedalam perut. Nirmala nomor tujuh memandang sekejap
kearahnya, kemudian dia berkata lagi: "Nak terpaksa aku harus menyiksa dirimu."
"Tak apa-apa, aku tahu empek memang terpaksa harus berbuat begini."
"Baiklah" kata nirmala nomor tujuh kemudian sambil manggut-manggut. "Pejamkaniah
matamu"
Begitu Kim Thi sia memejamkan matanya dia segera menotok jalan darah tidurnya dan
membopong dia kesuatu tempat.

Kim Thi sia tertidur begitu nyenyak lebih kurang empat jam lamanya, ketika ia mendusin
kembali, terasa suasana disekelilingnya gelap gulita susah untuk melihat kelima jari tangan sendiri.
Kenyataan tersebut membuatnya amat terkejut.
Masa rembulan sudah bersembunyi dibawah awan sehingga suasana menjadi gelap gulita?
Begitu dia berpikir. Aaaaah, tak betul kenapa tiada hembusan angin disini?"
Dia mencoba untuk meraba sekeliling tempat itu, tangannya segera menyentuh dinding yang
amat kuat, hal mana kontan saja membuat hatinya sangat terkejut.
"Siapa yang telah mengurungku didalam ruangan ini?" kembali dia berpikir.
Bau lembah yang amat menusuk hidung menyelimuti tempat itu, sekali lagi dia merasakan
sesuatu yang tak beres, pikirnya lebih jauh:
"Aaaah, rupanya kau telah disekap didalam sebuah gua kecil yang terdiri dari batu cadas, tak
aneh kalau bau lembahnya begitu tebal dan menusuk penciuman-"
Ia mencoba untuk mendorong dengan sepenuh tenaga, dari atas langit gua segera berguguran
pasir dan debu yang amat deras, didalam keadaan tak siap. hancuran tanah dan debu itu seketika
mengotori seluruh tubuh dan kepalanya.
Tapi dari sini pula dia dapat menyimpulkan bahwa dirinya memang telah disekap didalam
sebuah gua kecil yang tak nampak langit.
"Maknya....." dia menyumpah kalang kabut. "Hey Dewi Nirmala, aku bersumpah tak akan hidup
berdampingan denganmu."
Untung saja dengan cepat ia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, tak
selang berapa saat kemudian ia telah bersandar diatas dinding gua dan tertidur kembali.
Menanti dia sadar kembali dari tidurnya disisi kakinya sudah nampak secercah cahaya yang
menyorot masuk.
Dengan cepat pemuda itu dapat menyimpulkan bahwa asal cahaya tersebut sudah pasti
merupakan mulut gua, dia mencoba untuk meraba sekitarnya, ternyata mulut gua telah tersumbat
oleh sebuah batu raksasa yang kerasnya bagaikan besi.
Batu raksasa itu tingginya mencapai satu kaki dengan lebar delapan depa. Sambil menghimpun
seluruh tenaganya Kim Thia sia mencoba untuk mendorong batu cadas tersebut bergerak
sedikitpun tidak. hal ini semakin membuktikan bahwa tepai batu cadas itu bisa mencapai depa
lebih.
Meminjam cahaya yang menyorot masuk keruang gua, dia mencoba memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, tapi apa yang terlihat seketika membuat hawa amarahnya memuncak.
Gua itu dalamnya cuma dua kaki, selain tempat yang disediakan untuk tidur, disitu hanya
terdapat rumput kering serta kotoran manusia. Dari sini terbukti juga bahwa sebelumnya
kehadirannya, sudah ada orang lain yang berdiam disitu.
Sekalipun kotoran manusia itu sudah mengering dan berubah warna karena terlalu lama berada
disana. Baunya sudah hilang, namun pemandangan semacam ini sungguh memualkan hampir saja
isi perut Kim Thia sia muntah keluar semua.
"Semuanya ini merupakan pemberian dari Dewi Nirmala, suatu saat aku harus membalasnya
berikut bunga-bunganya......." demikian ia bermaksud dalam hatinya.
Perasaan hatinya sekarang tak dapat tenang kembali, dia berusaha celingukan kian kemari
mencari peluang baik untuk meloloskan diri, sayang dia segera dibuat kecewa. Selain batu cadas
yang menyumbat mulut gua tersebut, dinding gua lainnya terbuat dari alam. Jelas tak mungkin
bisa dibongkar dengan tenaga manusia.
Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa pemuda itu harus memutar otak berusaha
mencarijalan keluar lainnya.

Tiba-tiba saja ingatan melintas didalam benaknya, dia berpikir kembali:
"Setelah menelan pil mujarab pemberian si Nirmala nomor tujuh, kekuatan tubuhku menjadi
segar kembali aku menjadi tak lapar tidak pula merasa haus. Kenapa aku tak memanfaatkan
kesempatan yang baik ini untuk melatih ilmu Tay goan sinkangku......."
Kemudian setelah termenung sebentar dia berpikir jauh:
"Sejak terjun kedalam dunia persilatan, aku belum pernah melatih ilmu tersebut secara
bersungguh-sungguh, sekalipun dalam waktu singkat aku tak bisa lolos dari gua ini, paling tidak
dikemudian hari aku masih punya peluang untuk memberi pelajaran yang setimpal terhadap si
Dewi Nirmala itu......" Berpikir sampai disitu, keputusanpun segera diambil.
Tiba-tiba ia menarik napas panjang-panjang lalu dengan mengikuti pelajaran yang pernah
diterimanya dari Mala ikat pedang berbaju perlente, dia mulai mengatur napas dan berlatih diri.
Tatkala pikirannya mulai kosong dan seluruh kekuatan tubuhnya terhimpun menjadi satu,
dengan sekuat tenaga dia melepaskan sebuah pukulan yang dahsyat keatas batu cadas dimulut
gua.
"Blaaaaaar......."
Benturan keras bergema memecahkan keheningan, sekalipun batu cadas itu sama sekali tidak
bergeser dari posisinya semula, namun ia dapat merasakan bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
telah banyak peroleh kemajuan-
Dalam girangnya dia melepaskan kemajuan pukulan lagi, begitu seterusnya sepasang telapak
tangannya melancarkan pukulan demi pukulan secara bergantian-
Dalam waktu singkat peluh sebesar kacang buncis telah jatuh bercucuran membasahi seluruh
badannya.
Dengan tubuhnya yang masih berstatus sebagai jejaka untuk berlatih tenaga dalam secara
otomatis kemajuan yang diperoleh menjadi berlipat ganda ketimbang orang lain- Tak selang
berapa saat kemudian banyak sudah kepandaian serta rahasia ilmu silat yang berhasil dipahami
olehnya.
Rupanya pemuda tersebut telah mengerahkan ilmu ciat khi mi khi nya untuk menghisap
kembali tenaga pantulan yang dihasilkan dari pukulan demi pukulannya yang terarah keatas batu
cadas tersebut.
Ternyata kombinasi dua macam kepandaian yang dilatih bersamaan waktunya ini membuat
tenaga dalamnya memperoleh peningkatan yang luar biasa sekali. Bukan hanya begitu, malahan
pukulan demi pukulan yang terarah keatas batu cadas tersebut.
Ternyata kombinasi dua macam kepandaian yang dilatih bersamaan waktunya ini membuat
tenaga dalamnya memperoleh peningkatan yang luar biasa sekali. Bukan hanya begitu, malahan
pukulan demi pukulan yang dilancarkanpun makin lama semakin bertambah berat dan dahsyat.
Penemuan aneh yang sama sekali tidak terduga ini tentu saja sangat menggirangkan hatinya.
Semangat berlatihnya yang semakin berkobar, latihan yang dilakukanpun dengan sendirinya makin
giat dan tekun dilaksanakan.
Sehari semalam sudah dilewatkan tanpa berhenti berlatih, ketika bajunya mulai basah oleh
keringat, dia lepaskan jubah luarnya dan melanjutkan latihannya lebih jauh.
Entah berapa lama sudah lewat, mendadak dari luar gua dia mendengar suara langkah kaki
manusia bergema mendekat.
Disusul kemudian ia mendengar suara aneh dari batu raksasa tersebut seakan-akan ada
seseorang yang sedang mendorong batu itu dari luar gua itu. Tak selang berapa saat kemudian,
terdengar seseorang menegur dengan suara pelan: " Nirmala nomor tujuh, benarkah kau telah
membebaskan totokan jalan darahnya?"

"Yaaa, aku hanya melaksanakan perintah dari sincu" jawab seseorang dengan suara berat. "Aku
rasa dengan dinding gua yang begini kokoh ikut serta persiapan barisan yang begitu banyak
disekitar sini, dia tak akan bisa meloloskan diri dari tempat ini. Kalau tidak. tak nanti sincu
memerintahkan untuk membebaskan totokan jalan darahnya."
Ketika kedua orang itu selesai berbicara suara gemerincingan aneh tadi berkumandang lagi, lalu
terlihat batu raksasa yang menyumbat gua itu nampak bergerak sebentar. Menyaksikan hal ini,
Kim Thia sia segera berpikir:
"Paling tidak. batu raksasa ini beratnya mencapai berapa ribu kati, sudah setengah harian
lamanya aku menghantam batu tersebut tanpa bergerak sedikitpun jua, nyatanya orang itu
sanggup menggoncangkannya kekiri kanan, waaaah......tenaga dalam yang dimiliki orang itu
sudah tentu luar biasa sempurnanya."
Tak selang berapa saat kemudian, batu cadas itu bergeser kesamping dengan menimbulkan
gemuruh suara yang keras, cahaya terang yang amat menusuk matapun mencorong masuk
kedalam gua, membuat Kim Thia sia tak sanggup melihat apapun. Dalam keadaan seperti ini,
tanpa terasa pemuda itu mundur setengah depa kebelakang.
Mendadak ia merasa lengannya dicengkeram seseorang dengan kekuatan yang sangat besar.
Disusul kemudian terdengar seseoran berseru keheranan:
"Aaaaah, tak disangka kondisi tubuh bocah muda ini masih kelihatan segar dan kuat sekalipun
sudah terkurung selama berapa hari disini. coba lihat, ia tak nampak kelaparan ataupun kelelahan-
"
Sesungguhnya didalam hati kecil Kim Thia sia telah timbul niat untuk memberi perlawanan-
Tatkala lengan kirinya kena dicengkeram, telapak tangan kanannya yang masih bebas telah
terhimpun kekuatan penuh dan siap melancarkan pukulan dahsyat. Tapi sebelum hal itu dilakukan,
mendadak terdengar suara Nirmala nomor tujuh berkata: "Aaaai, sesungguhnya bocah ini tidak
bersalah."
Mendengar suara itu, tiba-tiba saja Kim Thia sia mengurungkan niatnya untuk melancarkan
serangan, pikirnya:
" Nirmala nomor tujuh bersikap sangat baik kepadaku, mengapa aku harus menyusahkan
dirinya?"
Ia mengerti Nirmala nomor tujuh terpaksa harus berpihak kepada Dewi Nirmala karena dipaksa
oleh keadaan, oleh karena itulah tenaga dalam yang telah terhimpun pelan-pelan dibuyarkan
kembali.
Waktu itu, ia sudah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, ia melihat orang
yang sedang mencengkeram lengannya adalah seorang kakek berwajah dingin. Dibelakang kakek
berwajah dingin itulah berdiri Nirmala nomor tujuh. Terdengar kakek bermuka dingin itu berkata:
"Anak kecil, sebetulnya kami tiada hubungan sakit hati ataupun dendam kesumat denganmu
sehingga tidak seharusnya menganiaya dirimu. Tapi sekarang, kami terpaksa harus melaksanakan
perintah atasan kami, untuk itu harap kau sudi memakluminya." Kim Thia sia segera tersenyum.
"Empek tak usah berkata begitu, aku tak akan menaruh rasa benci atau dendam kepadamu."
Baru selesai perkataan itu diutarakan mendadak dari kejauhan sana terdengar suara nyanyian
seorang wanita suara yang merdu merayu bergema dan mengalun diangkasa......
Mendengar suara nyanyian merdu itu Nirmala nomor tujuh segera berpaling kearah kakek
bermuka dingin itu seraya berkata:
"Sincu telah melakukan sembahyang paginya, kita tak bisa menunda-nunda lebih lama ayoh
selekasnya membawanya pergi kesitu" Kakek bermuka dingin itu manggut-manggut.
"Anak kecil, kesulitan kami telah kami utarakan sebelumnya, karena itu kuharap kau suka
mengikuti kami. Janganlah mempunyai ingatan untuk melarikan diri?"

"Bagi seorang lelaki sejati, berani berbuat berani pula bertanggung jawab, kalian tak usah
kuatir" jawab Kim Thia sia gagah.
Dengan perasaan kagum kakek bermuka dingin itu tertawa dan manggut-manggut. Dia tak
berbicara lagi, digandengnya pemuda itu dan beranjak pergi dari sana.
Kim Thia sia merasa tegang sekali menghadapi keadaan seperti ini, namun diluarnya dia
berusaha menunjukkan sikap yang tenang.
Sepanjang jalan dia mencoba untuk memperhatikan lembah tersebut dengan seksama tampak
olehnya hutan yang hijau tumbuh disekitar situ batu aneh berserakan disana sini secara tak
beraturan- Namun jelas terlihat batu-batu itu sudah diatur menurut kedudukan sebuah barisan-
Tak jauh didepan sana terlihat air terjun yang sangat indah pemandangan alam diseputar situ
memang indah menawan-
Akhirnya dengan menelusuri sebuah jalan setapak sampailah mereka sebuah tanah lapang yang
luas, sejauh mata memandang hanya tulang belulang manusia yang berserakan ditanah lapang
itu.
Kim Thia sia mencoba untuk memperhatikan tempat itu dengan lebih seksama, tulang belulang
itu hampir berada dalam keadaan utuh. Hanya anehnya dalam tangan kerangka manusia itu
terlihat jelas menggenggam sebuah batu bata. ketika dihitung jumlahnya mencapai dua ratusan
lebih, atau dengan perkataan lain, kerangka manusia yang terkapar disitupun berjumlah dua
ratusan lebih.
Dengan perasaan terkesiap ia segera berpikir:
"Jangan-jangan tempat ini merupakan bekas arena pertempuran dijaman kuno dulu......?
Tapi....aaai, keliru, nampaknya mereka tertarik karena bongkahan emas itu."
Tanpa terasa diapun berpikir lebih jauh. "Aaaai, andaikata si unta yang mengetahui bongkahan
emas tersebut, entah betapa gembiranya dia."
Tak lama kemudian tibalah mereka ditepi kolam dengan teratai yang tumbuh sangat indah,
pepohonan yang rindang dan bunga-bunga yang harum baunya, mendatangkan suasana nyaman
bagi siapapun jua.
Untuk berapa saat lamanya Kim Thia sia berdiri terpesona disitu, dia merasakan seakan-akan
sedang berada dibawah nirwana saja. Mendadak kakek bermuka dingin itu berseru:
"Nak, kau tak usah banyak melihat lagi, meskipun keindahan alam disini menawan hati namun
tak bisa memberitahukan keindahan kepada sanak keluargamu lagi."
Kim Thia sia tidak memahami maksud perkataan itu, tapi diapun tidak menikmati lebih jauh,
dengan mulut membungkam ia meneruskan perjalanannya kedepan. Sementara itu dalam hati
kecil dia berpikir: "Kemanakah aku hendak dibawa?"
Mendadak timbul perasaan tak senang didalam hati kecilnya, dia merasa setiap orang yang
berada disitu seperti diliputi kemisteriusan semua, pikirnya lebih jauh:
" Kecuali pergi menjumpai Dewi Nirmala yang pernah kujumpai, rasanya tak seorangpun yang
kukenal ditempat ini......."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar kakek bermuka dingin itu
membentak dengan suara dalam: "Kita telah sampai ditempat tujuan"
Dengan perasaan terkejut Kim Thia sia mendongakkan kepalanya, ia merasa matanya menjadi
silau, apa yang terlihat membuat matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo.
Rupanya mereka telah sampai didepan sebuah gedung istana yang amat besar dan mentereng,
disekeliling aneka bunga dan pepohonan yang amat indah, isi perabot dalam gedung tersebut
rata-rata terbuat dari bahan kayu kelas satu.

Yang jelas segala sesuatu yang terlihat disana merupakan barang indah, dan mewah yang
rasanya hanya akan ditemui diistana raja.
Mendadak sikap Nirmala nomor tujuh berubah menjadi menghormat sekali, dengan suara
rendah dia berkata:
"Nak. jangan berbicara lagi, nanti bila sincu memakimu atau menegurmu, kau tidak boleh
perlihatkan kemarahanmu diatas wajah. Kalau tidak. kau bisa dibunuh secara keji. Ingat nak. aku
hanya bisa membekali berapa nasehat ini kepadamu, apa yang bakal terjadi hanya nasibmu yang
akan menentukan dirimu."
Kakek berwajah dingin itu menggerakkan pula bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu,
namun akhirnya niat tersebut dlurungkan.
Ia berhenti sejenak disitu, tapi akhirnya sambil menjatuhkan diri berlutut menghadap kedalam
gedung mewah itu, katanya dengan hormat: "Tecu ing Goan san menanti dengan hormat
kehadiran Sin li."
"Huuuh, Sin li (perempuan suci)? Memangnya ia benar-benar Dewi dari khayangan?" pikir Kim
Thia sia.
Tanpa terasa ia mendengus dingin, wajahnya nampak sinis sekali.
Kakek bermuka dingin itu melotot sekejap kearahnya, seperti bermaksud menegur sikapnya itu.
Kim Thia sia sama sekali tak menggubris tiba-tiba ia speerti teringat akan sesuatu, sambil
berseru tertahan pikirnya lagi:
"Yaa, aku teringat sekarang, bukankah tempat ini adalah lembah Nirmala, lembah yang pernah
diceritakan oleh ayahku dulu." Kemudian gumamnya lebih jauh:
"Yaa, semua bukit, air, batu, bunga, air terjun, dan kolam yang berada disini. Hampir semuanya
mirip dengan lembah Nirmala seperti apa yang pernah ayah ceritakan-Ditambah pula dengan
gedung dan hiolo kemala itu. Bukankah semuanya ini makin membuktikan kalau tempat ini benarbenar
adalah lembah Nirmala?" Bagaikan mendapat impian buruk, pemuda itu berpikir lagi:
"Ia bernama Nirmala nomor tujuh, bukankah kata Nirmala didepan nomor urutnya
menunjukkan tempat dimana ia berdiam? Bukankah hal ini semakin membuktikan kalau yang
kuduga memang benar?"
Sambil memukul kening sendiri, dia berpikir lebih jauh:
"Aku benar-benar sangat bodoh, seharusnya aku bisa menyadari persoalan ini sedari tadi,
kenapa sampai sekarang baru kupahami? Bukankah sesaat itu menjelang ajalnya, ayahpun pernah
menyinggung soal Dewi Nirmala? kenapa aku telah melupakannya."
Sementara dia masih diliputi pelbagai perasaan yang kalut dan tak menentu. Tiba-tiba dari
dalam ruangan bergema suara tertawa merdu disusuk seseorang berseru dengan lembut:
"Masuklah, tak usah banyak adat."
Kim Thia sia tak sempat berpikir lebih lajut, tahu-tahu tubuhnya telah digotong oleh kakek
bermuka dingin itu dan dibawa masuk kedalam gedung.
Mendadak kakek bermuka dingin itu menghentikan langkahnya sambil menurunkan tubuh
kebawah, kemudian bentaknya dengan suara dalam: "Hayo berlutut"
Kim Thia sia merasakan pikirannya sangat kalut, ketika mendengar perkataan itu tanpa raguragu
dia segera menjatuhkan diri berlutut.
Namun secara tiba-tiba dia melompat bangun kembali, gumamnya cepat:
"Maknya seorang lelaki sejati tak akan berlutut dihadapan sembarangan orang, atas dasar apa
aku mesti berlutut dihadapan orang ini?"
Apalagi setelah melihat keadaan disekitar situ, hawa amarahnya makin memuncak.

Ternyata dihadapannya berdiri empat orang gadis cantik berbaju hijau yang mendampingi
seorang gadis cantik jelita. Waktu itu sinona cantik tersebut sedang duduk bersandar dijendela.
Ia mengenakan baju berwarna putih bersih bagaikan saiju, sepasang matanyaamat jeli dengan
hidung mancung dan bibir yang kecil mungil. Terutama sepasang lengkung pipinya sewaktu
tertawa, menambah kecantikan wajah gadis tersebut.
Usianya paling banter baru dua puluh tiga, empat tahunan- Namun memancarkan kematangan
yang penuh daya pesona.
Entah mengapa, tahu-tahu saja hawa amarah yang semula berkobar didalam dada Kim Thia sia
hilang lenyap dengan begitu saja setelah bertemu dengan gadis cantik itu.
"Gadis ini benar-benar memiliki kecantikan wajah yang tak kalah dari kecantikan putri Kim
huan."
Sementara itu Nirmala nomor tujuh dan kakek bermuka dingin itu telah mengundurkan diri dari
situ.
Kim Thia sia sgeera memusatkan kembali pikirannya dan menegur:
"Kaukah yang bernama Dewi Nirmala? Ada urusan apa kau menculik ku datang kemari?" Gadis
cantik berbaju putih itu menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya: "Itu sih urusan ibuku.
Aku kurang begitu tahu, sebentar tanyakan sendiri kepadanya."
Dalam benak Kim Thia sia segera terlintas kembali pesan terakhir ayahnya, iapun berpikir:
"Kata ayah, putri Dewi Nirmala naik sekali orangnya, dia pernah menyelamatkan jiwa ayah. Aku
harus mengucapkan banyak terima kasih." Berpikir demikian, dengan nada menyelidik bertanya:
"Hey, apakah kau tidak takut aku melarikan diri?"
Tiba-tiba sekulum senyuman manis tersungging diujung bibir gadis cantik berbaju putih itu,
sahutnya pelan-
"Ruangan gedung ini dijaga sangat ketat, kau tak akan berhasil untuk meloloskan diri dari sini."
Lalu setelah melirik sekejap kearah empat orang gadis berbaju hijau yang berdiri disisinya, dia
melanjutkan:
"Lagipula keempat orang ini memiliki ilmu silat yang sangat hebat, aku tak percaya kau mampu
meloloskan diri."
Tanpa terasa Kim Thia sia berpaling dan memperhatikan sekejap wajah keempat orang dayang
berbaju hijau itu, tampak sorot mata mereka amat tajam dengan gerak gerik yang mantap. sudah
jelas kepandaian silat yang mereka miliki lihay sekali. Tanpa terasa pemuda itu berpikir
"Hmmm, belum tentu aku akan melarikan diri. Dewi Nirmala sudah terlalu banyak memberi
penderitaan kepadaku, tak nanti aku akan pergi dari sini dengan begitu saja. Hmmm"
Maka tanyanya lagi kepada gadis berbaju putih itu: "Sampai kapan ibumu baru akan kembali?"
"Sebentar lagi, begitu ia selesai dengan latihan paginya, dia akan datang kemari."
Kim Thia sia tak berniat mengusik atau mencelakai gadis tersebut, mendengar jawaban
tersebut diapun jatuhkan diri duduk bersila diatas tanah sambil katanya dengan suara dalam:
"Biarlah, aku akan menunggu sampai dia kembali."
Berapa saat sudah lewat, namun Dewi Nirmala belum juga menampakkan diri, karena iseng
maka Kim Thia sia berkata lagi:
"Pernahkah kau belajar silat?"
Rupanya gerak gerik sinona yang begitu lemah gemulai seakan-akan terhadap hembusan
anginpun tak tahan, ia menjadi keheranan hingga mengajukan pertanyaan itu. Nona cantik
berbaju putih itu segera tertawa ringanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Bila belajar silat, berarti kemungkinan bentrok dengan orang lain menjadi bertambah besar,
karena itu aku tak ingin mempelajarinya."
"Yaa, perkataanmu memang benar" Kim Thia sia segera menimpal. "Padahal aku sendiripun
tidak berminat untuk mempelajarinya, tapi berhubung pelbagai tekanan dan keadaan yang
memaksa, mau tak mau akhirnya aku mesti mempelajarinya juga, ada kalanya aku merasa iri
dengan kehidupan tenteram dari orang-orang awam"
"Mengapa ada kalanya?"
"Tentu saja" ucap Kim Thia sia sambil tertawa nyaring. "Disaat musuh menyerangku secara
garang dan buas, ingatan semacam itu seketika hilang tak berbekas. Dalam keadaan begini aku
selalu bersyukur karena jerih payahku selama banyak tahun ternyata tidak sia-sia belaka........"
Sementara berbicara, tiba-tiba dia menyaksikan gadis cantik berbaju putih itu berkerut kening,
dengan amat perasaan dia berseru:
"oooh maaf, sudah cukup lama aku tidak pernah tukar pakaian- Apakah kau menganggap
tubuhku sangat bau?"
Gadis cantik berbaju putih itu segera tertawa.
"Harap kau jangan berkata begitu, aku paling tak suka membicarakan soal kekurangan orang
lain-......."
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, terlintas perasaan minta maaf diatas wajahnya.
Kembali Kim Thia sia teringat dengan pesan terakhir ayahnya, dia tahu gadis ini sangat baik
hati, karenanya diapun tidak menyinggung persoalan itu lagi.
"Aku memang seorang manusia liar yang baru turun dari gunung" demikian ia berkata
kemudian- " Karenanya apa yang ingin kukatakan segera kuutarakan keluar, untuk itu harap kau
jangan menjadi marah."
Sekali lagi gadis berbaju putih itu tertawa ringan-
"Aku tak punya alasan untuk marah kepadamu, mengapa sih kau melukiskan dirimu sebagai
orang liar?"
"Terus terang, aku menyebut diriku sebagai orang liar bukanlah suatu kejadian yang
keterlaluan- Dalam kenyataan aku memang tak tahu urusan, tak heran semua orang memanggilku
begitu"
Selama berada dihadapan gadis cantik ini, dia merasa tak sanggup untuk mendongakkan
kepalanya, karena dia mempunyai perasaan rendah diri yang sangat tebal.
"Aaaaah, kau terlalu merendah, padahal aku menganggapmu pintar sekali" kata sinona sambil
tertawa.
Kemudian setelah mengamati dengan seksama raut wajahnya, dia melanjutkan:
"Bahkan aku dapat menilai bahwa kau adalah seorang yang sangat jujur. Biasanya orang jujur
paling mudah ditipu dan dianiaya orang itulah sebabnya orang lain memanggilmu begitu."
Ketika selesai mend engar perkataan tersebut, tiba-tiba saja timbul perasaan percaya pada diri
sendiri dihati Kim Thia sia, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas pujianmu, bila aku bertekad untuk mempelajarinya secara
bersungguh-sungguh, dalam setahun mendatang aku yakin pukulanku pasti akan berubah."
"Itulah sebabnya aku menganggapmu sangat pintar. disinilah alasannya mengapa aku berkata
begitu" kata sinona tertawa.
Pada saat itulah mendadak terendus bau harum yang sangat aneh berhembus masuk kedalam
ruangan- Tampak olehnya seorang gadis berbaju hitam telah berdiri dibelakang tubuhnya.

Ia tak tahu sejak kapan perempuan tersebut munculkan diri, Kim Thia sia hanya menganggap
perempuan itu sebagai saudara kandung sigadis cantik berbaju putih itu. Sebab wajahnya mirip
sekali dengan wajah gadis tersebut, sudah pasti dia akan mengiranya sebagai saudara kembar
gadis cantik berbaju putih itu.
Dibilang lebih tuaan, perempuan itu sesungguhnya berusia tiga puluh tahunan-Wajahnya yang
nampak begitu menawan hati membuat Kim Thia sia secara terbuai dan terpesona dibuatnya.
"Perempuan ini tentu si Dewi Nirmala......" pikir Kim Thia sia kemudian-
Maka sambil menghimpun kembali semangatnya, dia menegur: "Kaukah yang bernama Dewi
Nirmala?"
Perempuan cantik itu tidak menggubris pertanyaan anak muda itu, sebaliknya malah bertanya:
"Kau sudah lama menunggu?" Kim Thia sia berkerut kening.
"Kau harus mnejawab pertanyaanku dulu sebelum kujawab pertanyaanmu tadi."
Memang begitulah watak keras kepalanya, sepanjang hidup dia tak sudi tunduk kepada
siapapun, apalagi dari sikap perempuan cantik tersebut, timbul perasaan tak senang dihati
kecilnya.
Tampaknya perempuan cantik itu tidak menyangka kalau sang pemuda yang berada dalam
sarang harimau pun berani bersikap sekasar itu terhadapnya, tanpa terasa ia dibikin tertegun-
Sementara itu nona berbaju putih tadi telah memanggil "ibu" dan berlarian menubruk kedalam
pelukan perempuan cantik tadi.
Dengan penuh kasih sayang perempuan cantik itu membelai rambut putrinya sambil bisiknya:
"Anak Jin, kau sudah cukup dewasa. Janganlah selalu bersikap seperti anak kecil."
Dalam pada itu Kim Thia sia telah mengetahui secara pasti siapa gerangan perempuan licik itu,
dengan suara lantang dia segera berseru:
"Sudahlah, kaupun tak perlu menjawab pertanyaanku lagi, aku sudah tahu kau adalah Dewi
Nirmala."
"Bagus sekali" seru Dewi Nirmala sambil mendorong putrinya dari pelukan- "Aku rasa, kaupun
tak perlu banyak berbicara lagi. Kim Thia sia, cepat kau utarakan asal usul ilmu Tay goan sinkang
yang kau miliki itu."
"Dewi Nirmala, aku tahu ilmu silat yang kumiliki luar biasa sekalil. Bicara juga mati tak
berbicarapun sama saja mati. Tapiaku justru enggan berbicara apa-apa, mau apa kau? Hmmm,
bila ingin menghukum mati aku, silahkan saja dilaksanakan segera?" Dewi Nirmala tertawa dingin.
"Heeeeh......heeeeeh......heeeeeh.......kau tak usah congkak dulu. Aku bisa menggunakan
siksaan yang terkejut untuk memaksamu mengutarakan semua persoalan ya ingin kuketahui.
Ketahuilah, didalam lembah kami terdapat berpuluh-puluh ekor ular berbisa, mereka khusus
disiapkan untuk menghadapi orang-orang yang enggan tunduk."
Kim Thia sia segera menarik muka sehabis mendengar perkataan itu, mencorong sinar tajam
dari balik matanya, ditatapnya perempuan itu lekat-lekat kemudian jengeknya: "Hmmm, silahkan
saja dicoba." Dewi Nirmala berkerut kening lalu tertawa dingin.
"Bagus, kalau toh kau berkeras kepala terus, jangan salahkan bila aku tak berperasaan lagi."
Ia bertepuk tangan dua kali, kemudian serunya: "Mana pengawal?"
Dari luar gedung segera muncul dua orang kakek berambut putih yang menyahut dengan
lantang:
"sincu ada perintah apa?"
"Ikat dia kencang-kencang danpaksa dia untuk buka mulut dengan siksaan ular."

Dengan langkah lebar, Nirmala nomor tujuh tampil kedepan, tangan yang satu digunakan unutk
mencengkram bahu pemuda itu sementara tangan yang lain merogoh kedalam sakunya
mengeluarkan tali dan diikatnya pada tengkuknya.
Sebenarnya Kim Thia sia berniat menghajar roboh orang itu, tapi setelah melihat bahwa orang
itu adalah Nirmala nomor tujuh, hatinya menjadi lembek sendiri, pikirnya cepat:
"Aku harus memberi maaf kepadanya, ia terpaksa harus berbuat demikian....."
Sementara itu, Nirmala nomor tujuh telah berbisik lirih menggunakan kesempatan sewaktu
mengikat tubuh pemuda tersebut katanya:
"Nak. tak ada gunanya kau berkeras kepala disini, dalam keadaan seperti ini, kau harus
menahan rasa aib dan malu untuk menuruti saja segala kemauan hatinya."
Kim Thia sia berlagak tidak mendengar, diawasinya Dewi Nirmala dengan pandangan gusar,
kalau bisa dia ingin menghajar mati perempuan keji itu dalam sekali pukulan-
"Aku adalah seorang lelaki sejati, kenapa aku harus tunduk dibawah perintah dan ancamannya?
IHmmm, biarpun harus mati, memangnya aku takut untuk menghadapinya"
Terbayang kembali pesan-pesan terakhir ayahnya, sambil tertawa dingin dia segera
memejamkan matanya rapat-rapat. Sekalipun ancaman siksaan berada didepan mata, tak
setitikpun rasa takut yang melintas diwajahnya.
Menyaksikan hal ini Nirmala nomor tujuh menghela napas panjang dan tidak banyak berbicara
lagi, sementara dihati kecilnya dia berpikir. "Anak muda, kematianmu ini sama sekali tak
berarti........."
Tak selang berapa saat kemudian seluruh badan Kim Thia sia telah diikat dengan tali yang
berlapis-lapis, sekujur badannya terasa linu dan kesemutan, dalam keadaan begini diam-diam ia
berpikir sambil tertawa getir.
" Untuk kedua kalinya aku dibelenggu, pertama kali karena ulah putri Kim huan dan kedua
kalinya oleh Dewi Nirmala, sungguh tak disangka aku Kim Thia sia, seorang lelaki sejati, ternyata
harus jatuh pecundang ditangan kaum wanita." Sementara dia masih termenung, Dewi Nirmala
telah berkata lagi:
"Kim Thia sia, kau harus tahu didalam lembah nirmala tidak berlaku hukum negara, yang ada
adalah peraturan lembahku sendiri, ini berarti mati hidupmu sudah berada ditanganku, mengingat
kau masih muda dan tak tahu urusan, sekali lagi kuberi kesempatan padamu untuk
mempertimbangkan persoalan ini dengan sebaik-baiknya."
"Sekali aku bilang tidak. selamanya tetap tidak" tukas Kim Thia sia teramat gusar. "sekalipun
kau bertanya sepuluh kali lagi, jawabku akan tetap sama."
Tiba-tiba dia membuka matanya kembali dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi sekejap
perempuan cantik itu, kemudian ujarnya lebih jauh:
"Bila kau anggap Kim Thia sia adalah manusia yang takut mati, maka anggapanmu itu keliru
besar, bahkan bisa kubilang merupakan suatu lelucon yang amat besar."
"Kau tak perlu berkeras kepala aku tahu ilmu Tay goan sinkang merupakan ilmu sakti andalan
Malaikat pedang berbaju perlente. Ilmu tersebut tidak akan diwariskan kepada sembarangan
orang, tapi kenyataannya dia telah mewariskan ilmu kesayangannya itu kepadamu, hal ini
membuktikan bahwa kau telah dianggap sebagai murid kesayangannya. Kalau dibilang sebetulnya,
akupun masih terhitung paman gurumu, apakah engkau tidak menganggap bahwa tindakan
kurang ajarmu ini sebagai suatu tindakan yang berani menentang angkatan tua perguruan
sendiri?"
Kim Thia sia memang sudah tahu kalau Dewi Nirmala adalah paman gurunya, tapi dia segera
berseru:

"Kau berbuat semena-mena dalam dunia persilatan, aneka kejahatan telah kau perbuat. Sudah
sejak dulu aku tidak mengakui dirimu sebagai paman guruku lagi." Dewi Nirmala segera tertawa
dingin.
"Heeeeh......heeeeh.......heeeeh.......bocah keparat, kau benar-benar manusia tak tahu diri. Baik
aku akan menghukummu karena berani menentang angkatan tua dari perguruan sendiri,
kemudian baru menghukum tindakanmu yang telah membangkang perintah. Hmmm, akan kulihat
apakah kau mampu menanggulangi dua macam hukuman yang ditimpakan kepadamu sekaligus."
"Huuuh, jangan lagi baru dua macam, biar langit ambruk pun aku tak akan ambil perduli" sahut
Kim Thia sia mendongkol.
Sementara itu Nirmala nomor tujuh yang mengikuti tanya jawab tersebut cuma bisa
menggelengkan kepalanya berulang kali pikirnya:
"Aaaai, anak muda, anak muda, kenapa kau tidak mengumbar napsumu kepada orang lain
saja? Kenapa kau justru bersikap seperti itu disini? Aaaai, delapan puluh persen kau bakal
mampus........"
Betul- juga, sambil menarik wajahnya mendadak Dewi Nirmala berseru kepada Nirmala nomor
tujuh:
"Angkat dia dan laksanakan siksaan"
Dari kerutan dahinya yang kencang dan wajahnya yang menyeringai seram, sadarlah Nirmala
nomor tujuh bahwa atasannya benar-benar sudah dibuat sangat marah. Tanpa terasa ia berpikir:
"Habis sudah riwayatnya kali ini, kasihan benar bocah ini........"
Sementara gerak geriknya agak sangsi, Dewi Nirmala menegur lagi dengan suara ketus: "Hey
Nirmala nomor tujuh, bagaimana sih kamu ini?"
cepat-cepat Nirmala nomor tujuh membopong tubuh Kim Thia sia, kemudian bersama kakek
bermuka dingin itu berjalan menuju keluar gedung. Tiba-tiba gadis berbaju putih itu berseru:
"Eeeeh, tunggu dulu, aku hendak berbicara sesuatu."
Mendengar seruan tersebut, Nirmala nomor tujuh menjadi kegirangan setengah mati. cepatcepat
dia membalikkan badan dan sambil berjalan segera bisiknya kepada Kim Thia sia:
"Nak. rupanya nasibmu masih mujur. Asal dia bersedia menuruti semua perkataan gadis ini
mungkin dari keadaan berbahaya kau telah beruntung." Lalu sambil menurunkan pemuda itu
keatas tanah, kembali bisiknya: "Ingat, kau harus dapat menahan diri"
Kim Thia sia berdiri kaku ditempat, namun wajahnya nampak jauh lebih lembut. Hal ini
dikarenakan gadis berbaju putih dihadapannya adalah gadis yang baik dan pernah menyelamatkan
ayahnya.
Dengan langkah yang lemah gemulai gadis berbaju putih itu berjalan mendekatinya kemudian
bertanya lirih:
"Mengapa sih kau harus menentang maksud hati ibuku?"
"Aku merasa muak dengan sikap memerintahnya."
"ooooh, aku dapat mengerti. Setiap anak muda memang selalu begitu, paling tak tahan kalau
diperintah orang, benar bukan perkataanku ini?"
"Yaa benar" Kim Thia sia mengangguk.
"Apakah kau bisa merasakan bahwa pembicaraan kita saling cocok satu sama lainnya?"
"Benar."
"Kalau begitu, andaikata kuajukan pertanyaan yang sama kepadamu, bersediakah kau
memberitahukan kepadaku?" tanyanya polos.

Sewaktu berbicara, sekulum senyuman manis tersungging diujung bibirnya seakan-akan dia
merasa yakin kalau Kim Thia sia akan menjawab pertanyaan tersebut.
Dalam kenyataannya, Kim Thia sia memang dibuat serba salah, dia tak ingin mengecewakan
gadis tersebut dengan pertanyaannya, tapi apakah dia harus mengatakan apa yang sebenarnya?
Menyaksikan kesangsian pemuda itu, mendadak gadis berbaju putih itu seperti menyadari akan
sesuatu, kepada Nirmala nomor tujuh segera serunya:
"Empek tolong bebaskanlah ikatan tali dari tubuhnya, dia tentu amat bersedih hati bila
tubuhnya berada dalam keadaan terbelenggu."
Nirmala nomor tujuh mengiakan dan cepat-cepat melepaskan ikatan tali dari tubuhnya.
Dalam waktu singkat Kim Thia sia telah dalam kebebasan kembali, bila menurut adatnya, begitu
lolos dari belenggu niscaya dia akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk beradu jiwa dengan
Dewi Nirmala.
Tapi keadaannya saat ini berbeda, kehadiran gadis cantik berbaju putih itu membuatnya tak
sanggup mengambil keputusan apapun-
Sementara dia masih termenung, gadis cantik berbaju putih itu telah memohon lagi kepada
Dewi Nirmala dengan suara lembut:
"Ibu, bolehkah aku berbicara empat mata dengannya? Aku cukup memahami tabiatnya, aku
pasti tak akan membuatmu merasa kecewa." Dengan perasaan apa boleh buat, Dewi Nirmala
mengangguk. "Anak manis, aku tak akan mengecewakan hatimu."
meski hanya jawaban yang singkat, namun tercermin perasaan sayangnya yang begitu besar
terhadap putri kandungnya itu.
"Ibu" kembali gadis berbaju putih itu meminta. "Aku hendak mengajaknya berbincang-bincang
didalam kebun, kau tak usah ikut kami." Kemudian setelah tertawa manis dia berpaling kearah Kim
Thia sia dan katanya: "Mari kita berangkat"
Angin berhembus sepoi-sepoi dengan termangu Kim Thia sia mengawasi gadis tersebut, dia
menaruh simpatik kepadanya, karena itu diapun enggan mengecewakan hatinya. Tanpa banyak
berbicara pemuda itu segera berjalan mengikuti dibelakang tubuhnya.
Melihat hal ini, dengan gemas Dewi Nirmala menghentak-hentakkan kakinya seraya berseru:
"Aaaai, putriku, tidakkah kau merasa bahaya berbicara empat mata dengan musuh merupakan
suatu tindakan yang berbahaya sekali?"
"Kautak usah kuatir,anak Jin percaya dia tak akan mencelakai aku" sahut gadis cantik berbaju
putih itu sambil berpaling dan tertawa, tak setitik rasa takut pun yang melintas diwajahnya.
Dengan perasaan cemas Dewi Nirmala berseru lagi: "Aaaai.......bagaimana mungkin musuh
boleh dipercayai....."
Sembari berkata, dia segera menggerakkan tangannya seolah-olah sedang membetulkan letak
rambutnya, namun Kim Thia sia yang berada lima kaki dihadapannya segera merasakan jalan
darah dipunggungnya menjadi linu dan kesemutan-
Sadarlah pemuda kita bahwa jalan darahnya telah dibokong oleh Dewi Nirmala, sambil
berpaling dia mendengus kemudian melanjutkan langkahnya:
Gadis cantik berbaju putih itu belum mengetahui apa yang terjadi, dia sempat berpaling sambil
bertanya: "Mungkin kau akan mencelakai aku?"
Saat ini Kim Thia sia bisa berbicara dan bergerak secara normal selain hawa murninya tak
mampu dihimpun kembali, mendengar perkataan tersebut, sahutnya sambil tertawa getir: "oooh,
tentu saja tak mungkin?"

Dia tak ingin mengemukakan keadaan yang sebenarnya telah menimpa dirinya, diam-diam
pikirnya:
"Sebagai seorang lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab. Sudah sepantasnya
persoalan ini kuhadapi sendiri, apa artinya menceritakan keadaan yang sesungguhnya kepadanya?
Sekalipun akhirnya dia mintakan pengampunan dari ibunya, kemana aku mesti taruh raut mukaku
ini?" Kepadanya dia berkata lagi:
"Kau adalah seorang gadis yang baik hati, tak nanti ada seorang manusiapUn yang ingin
mencelakai dirimu."
Sambil tersenyum manis, gadis berbaju putih itu segera berkata kepada Dewi Nirmala:
"Nah ibu, apakah kau sudah mendengar perkataannya?"
"Anak manis, aku lega sekarang, pergilah berbincang dengannya."
Gadis berbaju putih itu mengajak Kim Thia sia menuju kesebuah gardu kecil ditengah kebun
yang sangat indah, kepada pemuda tersebut katanya kemudian-
"Duduklah disini tak perlu sungkan-sungkan lagi. Bila ada yang ingin dibicarakan utarakan saja
secara blak-blakan."
"Didalam gardu ini hanya tersedia sebuah tempat duduk. silahkan kau saja yang duduk."
"Mengapa kau tidak duduk?" tanya sinona sambil mengerdikan matanya, sikap sungkan
pemuda itu sangat mencengangkan hatinya.
"Sebab kau adalah wanita" sahut Kim Thia sia sambil duduk bersandar diatas tiang.
"Apakah hanya wanita yang boleh menikmati keistimewaan ini?" tanya sinona lagi tak habis
mengerti.
Kim Thia sia sendiripun tidak tahu tentang soal ini, segera jawabnya singkat:
"Mungkin saja kecil kau belum pernah meninggalkan lembah ini, jadi kau tidak memahami tata
cara ini. Tapi menurut apa yang kuketahui, didaratan Tionggoan memang berlaku tata cara
begini."
"Sebetulnya aku sangat ingin keluar dari lembah ini, akan tetapi.........."
Pelan-pelan dia memejamkan matanya dan melanjutkan dengan sedih:
"ibu tak pernah menyanggupi permintaanku itu, dia selalu bilang persoalan ini dibicarakan lagi
setelah aku meningkat dewasa nanti. Hey, coba katakanlah, bukankah sekarang aku telah
dewasa?"
"Yaa, kau memang sudah dewasa" jawab Kim Thia sia dengan suara berat dan dalam.
Dia memang seorang lelaki kasar yang berbicara apa adanya, sudah barang tentu tak bisa
memahami perasaan seorang wanita. Terdengar dia berkata lebih jauh:
"Aku merasa sayang dengan masa remajamu sesungguhnya masa remaja merupakan masa
yang paling indah, tapi kau telah menyia-nyiakannya dengan begitu saja."
"Akupun menyadari bahwa keadaanku sekarang jauh berbeda dengan keadaan masa kecilku,
tapi aku selalu menuruti setiap perkataan dari ibuku......." kata nona berbaju putih itu
sambil menghela napas sedih, wabahnya nampak semakin sayu. "Aku tak ingin meninggalkan
desa kelahiranku. Aku bersedia hidup sampai tua disini."
Menyaksikan kepedihan yang menyelimuti perasaannya, tiba-tiba saja Kim Thia sia merasakan
hatinya menjadi kacut, tak tahan lagi ia berseru dengan perasaan menyesal:

JILID 32
"oooh, maaf kalau perkataanku membangkitkan kepedihan hatimu, aku sangat menyesal."
Gadis berbaju putih itu melirik sekejap kearahnya, kemudian berkata lagi: "Tampaknya kita tidak
seharusnya memperbincangkan persoalan ini bukan?" Kemudian setelah tertawa lembut,
lanjutnya:
"Mari kita kembali kemasalah pokok yang harus dibicarakan, mengapa sih kau menampik untuk
mengungkap rahasia dari Tay goan sinkang?"
"suhuku pernah berpesan begitu kepadaku, karenanya aku tak dapat melanggar pesannya."
"Andaikata kau memberitahukan soal itu kepadaku, dan akupun tak akan menyebar luaskan
keluar, siapa yang akan mengetahui akan kejadian tersebut?"
"Tidak bisa, ibumu adalah seorang perempuan kejam yang berhati hitam dan buas. Seandainya
kuberikan rahasia ilmu Tay goan sinkang kepadanya, maka tindakanku ini sama artinya dengan
mencelakai seluruh umat persilatan-"
"Begitu jelekkah nama ibuku didaratan Tionggoan?" tanya sinona sambil mengbelalakkan
matanya lebar-lebar dan mengawasi pemuda tersebut dengan perasaan ingin tahu.
"Yaa, bagaimana pun juga, dia pantas dikatakan sebagai seorang gembong iblis wanita."
Mendengar perkataan tersebut, nona berbaju putih itu menghela napas panjang katanya
kemudian:
"Aku benar-benar tak mengerti, mengapa sih ibu suka melakukan perbuatan jahat?"
Dengan wajah pedih dia mengeluh, kemudian terusnya:
"Banyak penghuni lembah ini yang secara diam-diam memberitahukan persoalan tersebut
kepadaku. Kalau satu dua orang yang bilang, mungkin aku tak akan mempercayainya, tapi setelah
semua orang berkata begitu, mau tak mau aku harus mempercayainya juga. Hey, lanjutkan katakatamu
tadi, aku tak akan marah kepadamu."
"Aku tahu, kau adalah seorang wanita yang sangat mengerti keadaan. Aku merasa amat
bangga bisa berbincang-bincang denganmu" kata Kim Thi sia dengan suara dalam. "Sekarang aku
akun membeberkan dahulu semua dosa-dosa ibumu. Aku harap kau mendengarkan dengan
seksama. Sebab apa yang kukatakan semuanya merupakan kenyataan-" setelah berhenti sebentar
untuk menarik napas, dia berkata lebih lanjut:
"Kesatu, dia telah berani menentang guru sendiri gurunya adalah Kiam Sianseng, seorang tokoh
silat yang amat termashur namanya pada puluhan tahun berselang, semasa dia belajar silat dulu.
ibumu telah mempergunakan kecantikan wajahnya untuk memikat kiam Sianseng serta menipunya
untuk mengajarkan ilmu Tay yu sinkang kepadanya."
Setelah mengenang kembali apa yang pernah diucapkan malaikat pedang berbaju perlente, dia
melanjutkan kembali kata-katanya:
"Kedua, baru berapa bulan dia turun gunung, banyak sudah jago-jago dari golongan lurus yang
menjadi korban keganasannya."
"Ketiga untuk kepentingan pribadi ternyata dia telah menjaring banyak sekali jago lihay dari
dunia persilatan untuk berkumpul di Lembah Nirmala dan membantunya untuk memulihkan
kembali kekuatan ilmu Tay yu sinkangnya, dalam hal ini aku percaya sudah banyak yang kau
saksikan, kawanan kakek yang amat memedihkan hati itulah merupakan bukti yang paling
jelas......."
Berbicara sampai disitu, Kim Thi sia berhenti sejenak sambil menengok kearahnya, kebetulan
gadis itupun sedang memperhatikan kearahnya, ketika empat mata bertemu tiba-tiba saja dua titik
air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Dengan perasaan iba, pemuda itu segera berkata:

"Seandainya kau enggan untuk mendengarkan lebih lanjut, biarlah kuakhiri pembicaraan soal
itu sampai disini saja."
"Tidak. kau harus melanjutkan kata-katamu......" pinta sinona dengan suara sesenggukan-
Kim Thi sia merasa sangat iba, namun dia tak ingin menyia-nyiakan harapan gadis tersebut,
dengan suara yang parau segera sambungnya:
" Keempat, dia telah mendesak anak buahnya untuk mencari balas terhadap kesembilan orang
murid Malaikat pedang berbaju perlente. Berapa hari berselang bahkan dia telah turun tangan
sendiri membinasakan sipedang bintang, satu diantara kesembilan jago pedang tersebut."
" Kelima, antara aku dengan dia sama sekali tak terjalin rasa sakit hati apapun atau tegasnya
tidak saling mengenal, namun dia toh sudah menotok jalan darahku dan menangkapku kemari,
kemudian memaksaku untuk menyerahkan rahasia ilmu Tay goan sinkang kepadanya."
Mungkin karena dorongan api kegusaran yang meluap-luap. pemuda itu berbicara dengan
lancar sekali tanpa berhenti, terdengar dia meneruskan:
"Adegan yang kualami tadi, tentunya kau telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri
bukan? Tadi dia berniat menyiksaku dengan siksaan ular, apakah pikiran dan perbuatan kejam
seperti ini pantas dilakukan oleh wanita yang seharusnya berhati lembut dan halus?"
"Kalau begitu aku......aku telah menjadi seorang pembantu pembunuh.....^." keluh nona
berbaju putih itu dengan wajah memucat dan mengeluh lirih, hampir saja ia jatuh pingsan-
"Selain apa yang kukatakan tadi, sesungguhnya masih terdapat pula masalah-masalah lain yang
lebih kecil, pokoknya aku tidak mengetahui secara pasti berapa banyak kejahatan yang juga
pernah dilakukan olehnya. Aku........."
Tiba-tiba dia tutup mulutnya sambil mengawasi gadis tersebut dengan tertegun, lalu serunya:
"Hey, apakah kau merasa tak enak badan?"
Nona berbaju putih itu memegangi dadanya dengan sepasang tangan, dengan bersusah payah
dia bergumam lirih:
"ooooh Thian.....tidak kusangka ibu yang kucintai ternyata adalah manusia seperti ini."
Melihat hal itu, Kim Thi sia segera memukul jidat sendiri seraya berseru:
"Nona, manusia kasar seperti aku ini paling gampang naik darah, tak kusangka aku berbuat
begitu bodoh dengan membeberkan semua kejahatan ibumu kepadamu. Aaaai......tindakanku ini
keliru besar, sudahlah....kau jangan bersikap begitu lagi.......aku merasa amat sedih........."
Menyaksikan gadis cantik itu dirundung kesedihan yang luar biasa, tiba-tiba saja sikap pemuda
itupun mengalami perubahan sangat besar, dengan suara yang parau dan rendah dia berkata lagi:
"Nona, belum pernah aku merasa menyesal seperti ini. Aku tak lebih hanya seorang manusia
kasar. Perkataan dari seorang manusia kasar tak lebih hanya kata-kata yang tak berguna, kau
jangan percaya dengan perkataanku tadi."
Gadis berbaju putih itu benar-benar memberikan daya pikat yang luar biasa, tatkala dia sedang
tertawa, maka bagaikan bunga sedang mekar, segala sesuatunya nampak sedang tertawa dan
gembira.
Tapi setelah ia bersedih hati, maka segala sesuatunya nampak menyedihkan dan memilukan
hati.
Akhirnya karena rasa sedih yang tak terhingga, gadis itu menjatuhkan diri diatas meja dan
tertidur nyenyak.
Entah berapa saat sudah lewat ketika gadis itu sadar kembali dari tidurnya, dia seperti sudah
mengambil suatu keputusan yang bulat kepada Kim Thi sia segera serunya:

"Aku sudah mengambil keputusan untuk meninggaikan ibuku, beranikah kau mengajak ku
keluar dari lembah ini?"
Kim Thi sia menjadi tertegun dan setengah harian lamanya tak mampu mengucapkan Sepatah
katapun sehabis mendengar perkataan tersebut.
Mendadak segulung angin berhembus lewat, pemuda itu segera menggenggam tangan sinona
dan bersumpah:
"Asal kau masih bisa hidup akan kuusahakan dengan segala kemampuan yang ada untuk
membuatmu meninggalkan lembah ini."
Ia menatap gadis tersebut lekat-lekat dibalik sorot matanya terpancar rasa keyakinan yang
besar.
Kim Thi sia kembali disekap dalam gua, karena pemuda itu bersikeras menampik untuk
mengungkap rahasia ilmu Tay goan sinkang.
Masih untung sinona berbaju putih itu menaruh simpatik terhadap pemuda kita atas bujuk dan
permohonannya yang berulang-ulang, akhirnya Dewi Nirmala mengubah keputusannya dari
siksaan ular menjadi siksaan lapar.
Dia menganggap tabiat Kim Thi sia tak lebih hanya tabiat orang kasar, maka dia bermaksud
membuat pemuda tersebut menjadi lapar kemudian baru memaksanya untuk mengungkap rahasia
ilmu Tay goan sinkang.
Tapi sayang, mimpipun dia tak menyangka kalau Nirmala nomor tujuh telah menaruh kesan
baik terhadap pemuda ini sehingga dengan menyerempet bahaya ia telah membantu pemuda
tersebut secara diam-diam.
Bukan saja dia telah membebaskan pemuda itu dari pengaruh totokan Dewi Nirmala diapun
menyerahkan pil mustika kepada Kim Thi sia untuk menghilangkan rasa lapar yang mencekamnya
.
Suasana remang-remang telah menyelimuti seluruh ruang gua, Kim Thi sia tak dapat melihat
sinar sang surya, namun dia tak kuatir akan kelaparan yang menggerogoti perasaannya sekarang
adalah keselamatan dari nona berbaju putih itu. Pikirnya didalam hati:
"Sekarang dia telah mengetahui segala kejahatan yang pernah diperbuat Dewi Nirmala, diapun
telah memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, sayang aku tak becus. Aaaaai.......sekalipun
aku seorang lelaki sejatinya hanya aku tak mampu membantunya untuk meninggalkan lembah
ini."
Tak selang berapa saat kemudian, kembali dia berpikir:
" Kenapa aku mesti membuang waktu dengan melamun? Kenapa aku tidak mempergunakan
kekuatanku sendiri untuk menciptakan suatu peristiwa yang luar biasa?"
Berpikir demikian, dia segera duduk bersila dan mengatur pernapasan, kemudian latihanpun
segera dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Hingga senja menjelang tiba, ia baru selesai dengan latihannya, meski tubuhnya dijumpai
basah kuyup oleh keringat, namun pemuda tersebut dapat merasakan bahwa tenaga dalamnya
telah peroleh kemajuan setingkat lagi.
Untuk menahan lapar, kembali dia menelan sebutir pil mestika itu, lalu mengayunkan kembali
telapak tangannya melepaskan pukulan demi pukulan kearah batu besar dimulut gua.
Berapa pukulan yang dilancarkan secara beruntun segera menggumpikkan batu cadas itu
hingga berguguran keatas tanah, sekalipun batu itu belum mampu digerakkan, namun hancura
batu yang dihasilkan jelas memperlihatkan kemajuan yang dicapainya.

"Sekarang aku telah berhasil meretakkan batu cadas itu, berarti tenaga dalamku telah
memperoleh kemajuan satu tingkat. Ya asal aku mau berlatih lebih tekun, niscaya aku bisa lolos
dari tempat ini" demikian ia berpikir dalam hatinya.
Akhirnya dia berlatih hingga tubuhnya lelah dan tertidur tanpa terasa dengan menempel diatas
dinding. Keesokkan harinya........
Ketika sinar sang surya sudah mencorong masuk kedalam gua, pemuda itu baru mendusin
kembali dari tidurnya.
Kembali dia menelan sebutir pil untuk menghilangkan rasa laparnya, kemudian melanjutkan
latihannya dengan tekun. Siapa tahu saat itulah dia melihat didepan dinding gua tertempel
sleembar kertas putih.
Kertas putih itu jelas disusupkan masuk kedalam gua melalui celah gua. Andaikata ia tidak
memperhatikan dengan seksama, rasanya sulit untuk menemukannya.
Dengan cepat Kim Thi sia mengambil kertas tadi dan dibuka, terlihatlah surat itu berbunyi
begini. "Thi sia."
"Pembicaraan kita semalam membuat aku harus berpikir semalam suntuk, hingga kini aku
belum juga dapat memejamkan mata. Dari balik cermin kusaksikan sepasang mataku telah merah
membengkak, mengapa bisa begini?"
"Sejak kecil aku hidup didiam kegembiraan, awan putih dan burung adalah sahabatku dipagi
hari, rembulan dan bintang adalah pelayan dalam impianku. Selama ini aku tak pernah merisaukan
ada apa, tapi akhirnya aku paham, rupanya kebahagiaanku dibangun dari kesengsaraan dan
penderitaan orang lain- Aaaaai.....ditengah malam yang panjang, aku seakan-akan melihat banyak
tangan yang dijulurkan kepadaku dengan penasaran-"
"Aku harus berterima kasih kepadamu meski akibat dari keteranganmu itu membuat
kebahagian hidupku selanjutnya ibarat bunga yang layu disiang hari, namun kuhormati dirimu
sebagai abangku. Aku malu dan menyesal karena apa yang diberikan ternyata hanya keaiban dan
ketidak tentraman. Aku tidak menyatakan apa-apa, bagaimanapun juga, dia toh masih tetap
merupakan ibu kandungku."
"Aku gembira karena kau lolos dari perlakuan yang buruk dan keji, tapi aku merasa tak
tenteram karena kau disekap dalam gua yang gelap dan pengap. Aku hanya bisa berharap dengan
perjuanganmu yang teguh maka nasibmu akan berubah sama sekali, aku percaya masa depanku
sudah berada ditanganku. Disaat kau berhasil dengan sukses dikemudian hari, aku pasti akan
turut berbangga hati."
"Hanya sampai disini suratku kali ini, pikiranku amat kalut. Moga- moga keberhasilanmu dapat
cepat diraih." "Salam selalu dari, Hay jin-"
Selesai membaca tulisan itu, Kim Thi sia merasakan gejolak hawa panas bergelora didalam
dadanya, dengan terharu sekali dia bergumam:
"Ehmmm.......bila ditinjau dari isi suratnya ini, jelas dia sangat mengharapkan keberhasilan dan
kesuksesanku, dia terlalu yakin dengan kemampuanku, padahal aku......"
Dengan sedih dia menundukkan kepalanya rendah-rendah, perasaan rendah diri kembali
menyelimuti seluruh perasaan hatinya.
Pelan-pelan dia mengalihkan kembali sorot matanya keatas kertas itu, tiba-tiba saja
perasaannya menjadi kecut, sedih sekali.
"Aaaaai.....bekas air mata diatas surat ini belum mengering, sewaktu menulis surat ini perasaan
hatinya pasti sedih sekali. Dia adalah seorang gadis yang suci bersih dan berhati lembut, mengapa
justru memiliki seorang ibu yang begitu kejam, buas dan tak berperikemanusian? Mengapa ibunya
justru seorang gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip? Aaaa i...... mengapa pula
dia menulis "masa depannya ibarat bunga layu disiang

hari?" Apakah dia merasa terpukul batinnya oleh kenyataan yang ada....^.?"
Makin dipikir pemuda itu merasa makin pening dan kalut pikirannya. Mendadak pikirnya
kembali:
"Aaaah, aku tak boleh terbawa oleh perasaan, sekarang aku harus berupaya untuk
mengendalikan perasaan sendiri dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk melatih
diri......bukankah gadis itu sedang menunggu saat keberhasilanku?"
Sebagai seorang lelaki kasar, apa yang terpikir segera pula dilaksanakan, dengan membuang
segala pikiran dan kekalutan, dia mulai duduk bersila serta melatih diri.
Dalam suasana senja yang hening, mendadak dia mendengar ada suara orang sedang merintih
kesakitan- Ketika diamati dengan lebih seksama, ternyata suara rintihan itu bukan berasal dari
seorang saja. Dengan perasaan terkejut dia segera berdiri
"Mungkinkah ditempat ini masih ada orang lain yang mengalami nasib setragis diriku?" Tanpa
terasa dia terbayang kembali cerita ayahnya dulu.
"Lambat laun, ayah mendengar banyak sekali suara rintihan yang memilukan hati. Suara
rintihan itu tidak terlalu jelas tapi mengandung tenaga yang penuh, rasanya suasana seperti sukar
untuk dijumpai dalam dunia persilatan, tak heran rasa ingin tahu ku segera timbul."
"Akhirnya aku berhasil menemukan, rupanya suara rintihan yang bersahut-sahutan itu berasal
dri sekawanan kakek yang berada didalam beberapa gua gelap diam-diam akupun mengintip dari
balik gua tersebut, tapi apa yang teriihat membuat hatiku terperanjat."
"Ternyata dari balik gua yang gelap gulita itu memencar keluar sepasang mata yang tajam
bagaikan bidikan anak panah, buru-buru aku menarik kembali kepalaku dengan perasaan
terkesiap. Tapi sejak itu juga aku mengetahui bahwa gua kecil yang gelap itu berdiam seorang
kakek yang berilmu silat amat tinggi. Sekalipun ayah pernah menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, namun dari ketajaman mata mereka, aku salah satu seorang diantara mereka sudah
mampu mengobrak abrik dunia persilatan- Andaikata mereka sampai berkelana dalam dunia
kangouw."
Terbayang kembali kesemuanya itu, Kim Thi sia segera merasakan hatinya berdebar keras,
pikirnya:
"Tak disangka lagi suara rintihan tersebut tentu berasal dari orang-orang yang dibelenggu Dewi
Nirmala. HHmmm, bila aku dapat lolos dari gua ini, pasti akan kubantu orang-orang tersebut.
Paling tidak Dewi Nirmala akan menghadapi musuh tangguh yang lebih banyak."
Begitulah, selesai melatih diri dengan tekun, kembali pemuda itu tertidur nyenyak.
Keesokkan harinya, kembali ia menemukan secarik surat, dengan perasaan tegang pemuda itu
segera mengambil surat tersebut dan dibaca isinya. "Thi sia."
"Pertama-tama aku hendak menerangkan lebih dulu bahwa suratku kemarin dan hari ini bisa
sampai ditanganmu berkat bantuan Nirmala nomor tujuh, kasih sayangnya menimbulkan
kehangatan dalam hatiku. Aku rasa budi kebaikan semacam ini pasti akan kubalas dikemudian
hari."
"Seharian belakangan ini hatiku selalu murung dan masgul, rupanya kemurungan dan
kesedihanku diketahui juga oleh ibu, dengan garang dan galak dia menegur serta mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepadaku. oooh.......sepasang matanya begitu dingin, aku takut sekali."
"Aku tahu, dia telah menugaskan empat orang dayang untuk mengawasi gerak gerikku. Kini
keadaanku menjadi bertambah runyam dan bahaya, aku tidak tahu apa yang mesti kuperbuat."
"Keempat orang dayang itu mengawasiku sangat ketat, sampai-sampai kesempatan untuk
menulis suratpun tak ada."
Selesai membaca tulisan ini, Kim Thi sia berkerut kening, pikirnya dengan risau:

"Seandainya Dewi Nirmala sampai mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, dengan
kekejaman, kebuasan dan kekejiannya sudah pasti gadis itu akan dicelakai. oooh.......aku harus
berusaha meninggalkan gua ini lebih cepat lagi."
Berpikir demikian ia segera berusaha untuk mendorong batu raksasa tersebut, namun
betapapun dia mengerahkan tenaganya, ternyata benda tersebut sama sekali tak bergeming.
Akhirnya Kim Thi sia menjadi mendongkol sekali hingga menjatuhkan diri duduk dilantai dan
bermuram durja.
Sampai lama sekali, dia baru menghentikan rasa mendongkolnya dan melanjutkan latihannya
lebih jauh.
Pada hari ketiga, kembali pemuda itu menemukan secarik surat, kali ini surat tersebut berbunyi
demikian: "Thi sia."
"Ketika ibu gagal mengetahui latar belakang masalah yang kuhadapi, akhirnya dia mengurung
ku didalam kamar, sekarang gerak gerikku tak bebas lagi. Meski jauh lebih baik daripada
keadaanmu, namun keadaan kita sekarang boleh dbilang senasib sependeritaan-"
"Ketika Nirmala nomor tujuh datang membawa makanan bagiku, dia telah berbisik kepadaku. ia
berniat mengurungmu selama tujuh hari. Sebab biasanya seseorang tak akan tahan menderita
kelaparan selama ini. Aaaa i......aku merasa kuatir sekali, apakah kau sanggup untuk menahan
diri?"
"Kemarin perasaanku sangat kalut, tak setetes airpun yang kuminum tak sebutir nasipun yang
kutelan, aku merasa amat kalut, pikiranku sangat kacau."
"Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasa menyesal karena tak pernah belajar silat. orang
bilang kehidupan orang yang tak mengerti silat tenang dan tenteram, tetapi kenyataannya hidupku
bergelombang." "Salam, Hay jin-"
Kim Thi sia amat terharu, perasaannya dicekam emosi, tiba-tiba saja ia menggigit robek jari
tangannya, lalu menulis berapa patah kata dibalik kertas surat tadi. Ia menulis begini:
"Kau tidak usah kuatir, aku tidak bakal mati, aku bersumpah akan membantumu keluar dari
lembah ini."
Selesai menulis surat tadi, ia mendongakkan kepalanya dan menghela napas panjang,
gumamnya:
"Hay jin-......aku tidak berani memastikan berhasil, tapi aku bersedia untuk berkorban bagimu."
Ia melipat surat tersebut dan dilemparkan keluar gua lewat celah-celah yang ada, dia percaya
Nirmala nomor tujuh tentu akan menemukan suratnya itu.
Sekarang perasaan hatinya merasa puas sekali. Kalau toh harus berkorban, dia tidak akan
segan-segan melakukannya, sebab gadis cantik berbaju putih itu telah mengirim tiga pucuk surat
kepadanya.
Dengan semangat yang berkobar-kobar kembali pemuda itu melatih ilmu silatnya dengan lebih
tekun dan bersungguh-sungguh. Pada hari keempat.......
Begitu mendusin tidurnya, maka tindakan pertama yang dilaukan adalah memeriksa apakah
ada surat untuknya^
Ternyata apa yang diharapkan menjadi kenyataan, kembali sepucuk surat muncul didepan
mata.
Kali ini surat tersebut berbunyi begini:
"Thi sia."
"Ketika kubaca suratmu yang kau tulis dengan darah, hatiku merasa terharu disamping sedih,
mengapa kau harus membuang darahmu yang berharga secara percuma?"

"Kau tahu setiap kali kupejamkan mata, aku seolah-olah menyaksikan raut mukamu yang
murung dan sedih karena sekapan selama empat hari ini, aku rasa kau tentu kurus sekali."
"Pagi tadi, Nirmala nomor tujuh memberitahukan kepadaku bahwa ibuku telah membunuh lagi
lima orang yang tak bersalah. Aaaai.......mengapa ibu harus berbuat demikian?"
"Mungkin juga dia berbuat demikian karena perasaan hatinya kurang baik, selama ini diapun
tak pernah datang untuk menjengukku. Namun akupun tidak mmebutuhkan kasih sayangnya yang
penuh kemunafikan. Aku telah bertekad akan pergi meninggalkannya."
"Bersabarlah, setiap hari aku menulis surat kepadamu, kata-kata tersebut selain mendengung
dihatiku, kuharap kaupun dapat berbuat demikian."
"Menurut kabar dari Nirmala nomor tujuh, lusa ibuku hendak pergi ke Tionggoan. Aku merasa
gembira sekali setelah mendengar berita ini, dengan kepergiaannya bukankah kaupun akan
berkurang dalam penderitaan?" "Salam, Hay jin-"
Kim Thi sia merasakan perasaannya bergolak keras sehabis membaca tulisan ini, tiba-tiba saja
dia berpikir:
"Bila ditinjau dari tulisannya, setiap patah kata semuanya mengandung perasan kuatir serta
perhatian yang sangat besar apakah dia menaruh hati kepadaku?"
Tapi perasaan rendah diri segera memotong jalan pemikiran tersebut, pikirnya lebih jauh:
"Aku tak lebih hanya seorang manusia gelandangan yang kasar dan tak tahu sopan santun dari
dunia persilatan- Bagaimanapun juga aku bukan tandingannya, sungguh menggelikan kalau aku
punya ingatan katak buduk mengharapkan daging angsa. IHmmmm, dia toh cuma berniat
menghiburku dengan kata-kata senasib sependeritaan- Masa aku lantas menganggapnya punya
minat kepadaku? Huuuuuh, ingatan yang benar-benar tak tahu malu......"
Dengan cepat dia membuang jauh-jauh semua pikiran itu dan meneruskan lagi latihannya.
Pada hari kelima......
Dengan penuh pengharapan dia membuka batunya, tapi ia sangat kecewa, ternyata gadis
cantik berbaju putih itu tidak menulis surat untuknya.
Entah mengapa, tiba-tiba saja pemuda itu merasa sangat mendongkol. Dalam jengkelnya ia
segera menghimpun seluruh kekuatan tubuhnya dan melancarkan sebuah pukulan keatas batu
cadas itu.
"Blaaaaaarrmm........"
Tiba-tiba saja batu raksasa itu bergoncang keras sambil menimbulkan suara yang angat aneh.
Kim Thi sia hampir saja tak percaya kalau apa yang telah terjadi merupakan suatu kenyataan-
Dengan cepat berpikir:
"Mungkinkah berkat latihanku siang dan malam, tenaga pukulan Tay goan sinkang ku telah
mencapai puncak kesempurnaan?"
Sekali lagi dia menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya dan melepaskan sebuah
pukulan lagi. "Blaaaaammmmm........"
Ditengah benturan keras, hancuran batu berserakan kemana-mana, kembali batu raksasa itu
bergoncang keras.
Kali ini dia sudah makin yakin kalau ilmu Tay goa sinkangnya telah memperoleh kemajuan
pesat, meski begitu ia belum berhasil menjebloskannya untuk melarikan diri.
Tapi timbul juga rasa percaya pada kemampuan sendiri, sekalipun batu itu belum berhasil
disingkirkan, tapi ia percaya akhirnya apa yang diharapkan dapat tercapai juga.
Maka dengan membuang jauh-jauh segala pikiran, dia melanjutkan kembali latihannya dengan
tekunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tengah harinya terdengar suara langkah kaki manusia bergema mendekati gua tersebut,
kemudian tampak secarik kertas disisipkan lewat celah gua. Buru-buru Kim Thi sia mengambil
kertas itu dan dibaca isinya. "Adik Thi sia."
"Hari yang penuh pengharapan akhirnya semakin mendekat, setiap kupandang cuaca, hatiku
selalu mengomel mengapa waktu berlalu begitu lambat, mengapa bukan hari ini saja ibuku pergi
meninggalkan lembah?"
" Nirmala nomor tujuh telah memberitahukan kepadaku, ibu telah bertekad hendak berangkat
kedaratan Tionggoan. Sepeninggalannya dia akan mengutus Nirmala nomor empat sampai nomor
tujuh untuk mengawasi gerak gerik kami."
"Berhubung posisi Nirmala nomor tujuh sekarang sudah lain, dia dilarang meninggalkan
jabatannya. oleh sebab itu akupun tak pernah memberitahukan kepadanya tentang rencana kita
untuk melarikan diri dari lembah ini. Bagaimana rencanamu selanjutnya? Apakah kau yakin untuk
meloloskan diri dari sana?"
" Kudengar setiap hari kau selalu melatih diri dengan tekun, aku yakin akan kemajuan yang
pesat pasti tercapai dalam waktu yang begitu singkat. Nirmala nomor tujuh tidak melaporkan
peristiwa ini kepada ibuku. Katanya bila ada kesempatan dikemudian hari, kau harus berterima
kasih kepadanya."
"Perasaan hatiku belakangan ini berangsur membaik, tapi aku tetap merasa kuatir karena ibu
telah mengurungku didalam sebuah kamar yang berterali besi. Bila kau tidak memiliki kemampuan
untuk merusak terali besi tersebut, bukankah sama artinya usaha dan rencana kita selama berharihari
akan sia-sia belaka?"
"Apakah kau telah menyelidiki keadaan medan didalam lembah ini? Bagaimana pula caramu
untuk menghadapi orang-orang yang mengawasi kita berdua? Aku benar-benar menyesal
mengapa tidak belajar silat dari ibuku dulu. Kalau tidak. aku pasti dapat membantu usahamu."
" Kemudian apakah kau sudah pertimbangkan baik-baik. Kemanakah kita akan pergi setelah
meninggalkan lembah ini? Bagaimana untuk melanjutkan hidup?"
"Adik Kim Thi sia, aku percaya kau adalah seorang yang pintar, semua harapanku telah
kuserahkan semua kepadamu......"
"Tertanda, Hay jin."
Kim Thi sia termenung sebentar, kemudian dengan darahnya dia membalas surat tersebut,
tulisannya:
"Segala sesuatunya kita bicarakan setelah bersua nanti."
Setelah membuang surat itu keluar dari gua dia mempergiat latihan ilmu silatnya.
Waktu sudah semakin mendesak. berhasil atau gagal akan ditentukan dengan tindakan
tersebut, karenanya bagaimanapun jua dia harus mempergiat latihannya.
Pada hari keenam, cuaca sangat buruk. awan mendung menyelimuti angkasa dan hujan turun
dengan derasnya.
Memandang pakaian yang dikenakan olehnya, Kim Thi sia mulai termenung.
" Dengan pakaianku yang compang camping, dengan tubuhku yang bau keringat, mana
mungkin aku bisa melakukan perjalanan bersamanya?"
Surat dari gadis berbaju putih itu kembali ditemukan disela-sela gua, ketika dibuka surat
tersebut, ditemukan tulisannya sangat kacau dan tergesa-gesa. Hal ini sangat mengejutkan
hatinya.
Terbaca olehnya surat tersebut berbunyi begini:

"Hari ini datang tamu asing, ibu telah menyerahkan diriku kepada tamu asing itu untuk
membawanya kedaratan Tionggoan. oooh, pikiranku sangat kalut....." Surat itu tanpa nama tanpa
tanda tangan selain sebaris tulisan yang singkat.
Tapi Kim Thi sia mengenali surat itu ditulis oleh Hay jin, gadis cantik berbaju putih itu, dengan
perasaan terkejut segera pikirnya:
"Aneh, siapakah tamu asing itu? Mengapa Dewi Nirmala menyerahkan putri kandungnya
kepada orang itu?"
Kemudian ia berpikir lebih jauh:
"Bila ditinjau dari tulisannya yang tergesa-gesa, nampaknya ia seperti dikejar waktu Janganjangan
sekarang juga dia akan meninggalkan lembah nirmala?"
Angin dingin yang menghembus masuk melalui celah-celah gua mendatangkan perasaan tak
sedap ditubuhnya, tiba-tiba saja ia merasa badannya menggigil, pikirnya:
" Habis sudah kali ini, sudah jelas Dewi Nirmala berniat menyerahkan gadisnya kepada tamu
asing itu, bedebah tamu asing itu, entah siapakah dia?" Dengan sedih ia menggelengkan
kepalanya berulang kali, lalu gumamnya lirih:
"Seandainya dia telah meninggalkan lembah nirmala, aku bertekad akan menemukannya
kembali. ooooh..... rencana yang telah disusun berhari-hari lamanya, kini sudah hancur
berantakan. Ditinjau dari hubungan sitamu asing yang begitu akrab dengan Dewi Nirmala, sudah
pasti diapun bukan manusia baik-baik. Bagaimana mungkin ia bisa peroleh kebahagiaan?"
Perasaan yang sangat sedih dan sakit hati bagaikan diiris-iris dengan pisau tajam segera
mencekam perasaannya, mendadak dia membentak keras lalu membabat batu raksasa itu dengan
sepenuh tenaga.
"Blaaaarrrr......."
Batu raksasa itu hanya bergoncang keras namun sama sekali tidak bergerak dari posisinya
semula.
Dengan napas terengah-engah ia menjatuhkan diri tertunduk. umpatnya kemudian sambil
menggertak gigi:
"Maknya, Dewi Nirmala, kau bedebah terkutuk. manusia keparat"
Dengan susah payah akhirnya ia berhasil juga mengendalikan hawa amarahnya. Hari itu
sepanjang waktu dia tak pernah beristirahat, tiada hentinya dia hajar batu raksasa tersebut
dengan sepenuh tenaga.
Menanti tenaganya sudah habis dan tiada bertenaga lagi untuk melepaskan pukulan dan baru
tertidur nyenyak.
Mungkin karena rasa lelah yang amat sangat, tidurnya kali ini cukup lama.......
Tatkala mendusin kembali dari tidurnya, hari sudah malam. Angin dingin yang berhembus
masuk melalui celah-celah gua, membuat udara terasa amat dingin membekikan-
Dengan cepat dia bersemedi untuk menghimpun kembali kekuatan tubuhnya, tak lama
kemudian ia merasakan tenaga yang terhimpun telah penuh, kekuatan yang menyusup keempat
anggota badannya terasa lebih kuat dan mantap.
Dengan dicekam perasaan heran dan ingin tahu, pemuda itu segera menghimpun segenap
kekuatannya dan melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat kearah batu raksasa itu.
"Blaaaammmm......"
Diiringi deruan angin puyuh yang sangat mengerikan hati, batu cadas seberat berapa ribu kati
itu segera terhajar telak dan mencelat keluar dari mulut gua.

Dengan demikian muncullah sebuah lubang kecil seluas tujuh delapan depa didepannya. Rasa
terkejut bercampur girangnya Kim Thi sia tidak membuang banyak waktu lagi, dengan langkah
lebar dia menerobos keluar dari ruangan gua itu.
Ditengah hembusan angin malam yang dingin dan membekukan badan, ternyata ia sama sekali
tidak merasa kedinginan sadarlah pemuda kita bahwa kemampuannya telah meningkat berapa kali
daripada keadaan semula.
Berdiri ditengah hembusan angin topan pemuda itu merasa hatinya berat dan sedih sebab
sekalipun ia berhasil menerobos keluar dari sekapan, namun kemanakah dia harus pergi untuk
menemukan jejak gadis cantik berbaju putih itu?
Tiba-tiba ia mendengar suara helaan napas seseorang yang amat lirih, Kim Thi sia segera
berpaling dan memperhatikan sekejap sumber dari suara helaan napas itu.
Setelah menemukan arahnya, pelan-pelan dia berjalan mendekati tempat tersebut yang
ternyata berupa sebuah gua kecil, lalu dengan suara lirih dia bertanya: "Siapakah yang berada
didalam sana?"
Tiada jawaban dari balik gua, ketika peronda itu makin mendekat gua tadi, seperti apa yang
pernah diceritakan ayahnya, ia menyaksikan ada sepasang biji mata yang jeli dan tajam
mengawasinya tajam-tajam.
Tak disangka lagi didalam gua itu terdapat penghuninya. Sekalipun dalam kegelapan Kim Thi
sia bisa menyaksikan raut mukanya, namun sorot mata orang itujels berbeda daripada orang
biasa.
Dengan perasaan ingin tahu dia segera bertanya:
"Sobat, siapa namamu? Bila kudengar dari helaan napasmu yang begitu sedih, agaknya ada
suatu persoalan yang memedihkan dirimu. Bolehkah aku tahu persoalan apakah itu?"
Tanpa bergerak dari posisinya semula, orang itu balik bertanya: "Kau datang dari mana?"
Begitu ucapan tersebut bergema, Kim Thi sia menjadi sangat terperanjat. Suara jawaban orang
tersebut begitu keras dan nyaring hingga menusuk pendengarannya. "Aku datang dari luar",
sahutnya cepat-cepat. "Tahukah kau akan peraturan dari lembah ini"
"Aku sudah disekap dalam beberapa hari baru saja aku berhasil menjebol gua dan meloloskan
diri ketika akan pergi dari sini, kudengar suara helaan napasmu yang amat memedihkan hati,
karena terdorong rasa ingin tahulah maka aku balik lagi kemari. Hay kalau toa gua ini tanpa batu
raksasa yang menyumbat, kenapa kau tak ingin pergi dari sini untuk mencari kebebasan dan
kemerdekaan?"
"omong kosong, siapakah manusia didunia ini yang tak ingin kebebasan dan kemerdekaan-
......."
" Lantas mengapa kau tak ingin keluar dari situ?"
"Perempuan jahanam itu telah membelah aliran hawa murniku hingga bercabang. Bagaimana
mungkin aku bisa lolos dari sini?"
"oooh, soal ini......." Kim Thi sia sangat beriba hati. "Apakah kau bisa berilmu, tidak ada
salahnya untuk dicoba" kata orang itu gembira. "Aku sudah hampir dua puluh tahunan berdiam
diri disini. sejak aliran hawa murniku terbelah dua, setiap hari aku merasakan siksaan yang tak
terlukiskan dengan kata-kata, untung saja kau datang sekarang. Hey sobat, silahkan untuk dicoba,
bila akhirnya memang gagal akupun hanya akan pasrah pada nasib."
Sambil berkata ia segera menjulurkan tangannya dari balik goa.
Kim Thi sia melangkah maju kdepan, baru saja dia hendak bertanya bagaimana caranya untuk
membantu orang itu, tiba-tiba saja tangan orang itu sudah menyambar kebawah melakukan
cengkeraman kilat.

Mimpipun Kim Thi sia tidak menyangka kalau dirinya bakal disergap secara licik, tak sempat lagi
untuk menghindarkan diri tahu-tahu jalan darahnya sudah kena dicengkeram.
Serangan dari orang itu sangat berat dan mantap. jelas ilmu silat ang dimilikinya merupakan
ilmu silat tingkat tinggi.
Kim Thi sia menjadi sangat marah, dia tak mengira maksud baiknya justru disalah gunakan
orang tersebut.
Dengan wajah hijau membesi, segera bentaknya keras-keras:
"Lepaskan aku, sesungguhnya apa maksud tujuanmu? cepat lepaskan aku........."
Mendadak orang itu tertawa keras, suara tertawanya tak berbeda seperti jeritan kuntilanak
ditengah malam, "akhirnya aku berhasil juga menangkapmu."
Kim Thi sia benar-benar sangat gusar, sekuat tenaga dia meronta, namun gagal melepaskan
diri dari cengkeraman, akhirnya dengan perasaan terkejut serunya:
"Maknya, telur busuk, cucu kura-kura, antara toaya dengan dirimu toh tak punya dendam sakit
hati apa-apa, mengapa kau membekukku dengan menggunakan akal selicik ini?"
"Demi kebebasanku, terpaksa aku harus menyiksamu sebentar."
"Apa maksud perkataanmu itu?" seru Kim Thi sia semakin naik darah.
"Terus terang saja aku katakan, aku terpaksa harus menangkapmu dengan menggunakan akal,
tapi aku akan segera menjelaskan apa sebabnya, harap kau tenangkan hatimu lebih dulu."
Setelah berhenti sejenak. dia memandang hujan yang turun diluar gua lalu terusnya:
"Dua puluh tahun berselang, dalam suatu pertarungan ilmu silat aku telah kalah ditangan Dewi
Nirmala siperempuan bedebah itu, sesuai dengan perjanjian sebelum pertarungan dilakukan, pihak
yang menderita kalah akan menerima kurungan dari pihak yang menang."
Setelah mendengus marah, lanjutnya:
"siapa sangka Dewi Nirmala tidak mengurungku saja bahkan dia menggunakan taktik
mengurungku sampai kelaparan untuk memaksaku menyetujui permintaannya yakni memulihkan
ilmu Tay yu sinkangnya yang telah menderita kerugian besar. Sebagai pihak yang kalah tentu saja
aku harus menuruti perkataannya, maka diapun mengurungku disini dengan tenang bila ingin
memulihkan kemerdekaanmu, hanya ada sebuah jalan saja yang tersedia, yaitu membuat pahala
untuk menebus kekalahanmu itu......."
" Waktu itu aku segera bertanya, bagaimana yang dimaksud membuat pahala? Iapun bilang
bila aku mampu menangkap lima orang yang berani memasuki daerah terlarang dilembah Nirmala,
maka akupun akan peroleh kebebasan."
"Maka akupun menanti dengan sabar, siapa tahu nama besar lembah nirmala sudah kelewat
termashur hingga orang ada yang berani berkunjung kemari, dengan sendirinya akupun tak punya
pengharapan untuk memperoleh kebebasan. Sekarang aku baru tahu, rupanya perempuan
jahanan itu berhati keji dan sengaja menyusahkan aku, tapi aku telah menyanggupi
permintaannya.Jadi akupun harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh."
"oleh sebab itu aku harus menderita selama dua puluh tahun dengan harapan ada orang yang
datang kemari."
"Nah sahabat, tidak mudah bagiku untuk mencari kesempatan guna peroleh kebebasan-Apakah
aku akan melepaskan dirimu dengan begitu saja?"
"Hmm, apakah kau mengira dirimu masih hanya harapan untuk memperoleh kebebasanku?"
dengus Kim Thi sia. Orang itu manggut-manggut.
"Tentu saja, termasuk dirimu, aku telah berhasil menangkap empat orang, bila nasibku masih
mujur, dengan muncul seorang lagi bukankah saatku peroleh segera akan tiba?"

Kim Thi sia menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, kontan dia mencaci maki
kalang kabut.
"Maknya, aku tak mengira kau sebagai anggota dunia persilatan ternyata begitu tak tahu malu.
Gara-gara kepentingan sendiri kau telah mencelakai tiga orang tak berdosa. Hmmm, tahu begitu,
sudah dari tadi kuhajar dirimu sampai mampus." orang itu balas tertawa dingin.
"Hmmm.....ketiga orang yang terjatuh ketanganku dulupun pernah berkata demikian tapi aku
tak pernah memikirkannya didalam hati."
Berbicara sampai disitu, kelima jari tangannya segera mencengkeram dengan lebih bertenaga.
Kontan saja Kim Thi sia kesakitan setengah mati, sambil menggertakkan giginya kencangkencang
dia berseru dengan penuh kebencian.
"Maknya, tampaknya didalam lembah Nirmala tak ada seorang manusiapun yang mirip
manusia."
Mendadak orang itu bangkit berdiri dan berseru pula:
"Sobat, tidak sedikit manusia yang mati penasaran didalam lembah ini, namun tidak
seorangpun diantara mereka yang punya semangat seperti kau."
Kim Thi sia tidak menjawab, ia mengalihkan sorot matanya memperhatikan sekejap sekeliling
ruangan, dengan cepat dia saksikan kaki orang itu diikat dengan sebuah rantai besar, diujung
rantai merupakan sebuah bola besi yang beratnya mencapai ratusan kati. Menyaksikan
kesemuanya itu, kembali pemuda kita berpikir:
"Tak heran kalau dia tak mampu keluar dari situ, rupanya gerak geriknya telah dibatasi dengan
rantai besi." Menyusul kemudian dia berpikir lebih lanjut:
"Hmmm, untuk menghadapi manusia pengecut yang takut mati seperti dia, sudah sepantasnya
kalau dihadapi dengan cara yang paling keji dan buas. HHmmm, moga-moga saja orang yang
terakhir tak pernah datang sehingga dia harus mampus disini." Ketika orang itu melihat korbannya
hanya termangu- mangu saja, mendadak serunya:
"Bila kutinjau dari usiamu, paling banter tak sampai dua puluh tahunan, tak disangka kau
memiliki keberanian untuk datang kelembah Nirmala ini. Hmmmm......."
"Silahkan menutup bacotmu" tukas Kim Thi sia sinis. "Toaya tak punya waktu untuk mengobrol
terus denganmu."
Kembali orang itu tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmmm...aku tahu, kaupun tak lebih cuma seorang yang berlagak sebagai seorang hohan-
Padahal dihati kecilmu sudah timbul perasaan ngeri dan ketakutan-"
"HHmmmm^ coba kalau aku tidak jatuh pecundang ditanganmu. Sekarang juga aku telah
mencincang tubuhmu hingga hancur berkeping-keping" seru Kim Thi sia sambil memejamkan
matanya.
"Malam ini merupakan malam terakhir kau hidup didunia ini, bila petugas datang besok pagi,
kau akan segera menerima hukuman yang setimpal dan nyawamu sudah pasti akan melayang,
mengapa sih kau tidak memanfaatkan kesempatan yang terakhir ini untuk berbincang-bincang
sepuasnya? "
Tampaknya orang ini sudah kesepian hampir puluhan tahun lamanya sehingga sangat berharap
bisa menemukan teman untuk berbicara.
Kim Thi sia tetap membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara dihati kecilnya dia
berpikir:
"Aku harus menggunakan akalku untuk meloloskan diri dari cengkeramannya, kalau tidak bila
aku terjatuh ketangan Dewi Nirmala lagi esok pagi, akibatnya tak akan terbayang dengan katakata."

Berpikir begitu, diapun berlagak menghela napas sambil bergumam:
"Sudah, sudahlah......kalau memang nasib menghendaki begini apa gunanya aku marah
kepadamu......."
orang itu menjadi kegirangan, cepat-cepat dia menimpali:
"Yaa, sesungguhnya akupun tidak berniat mencelakaimu, tapi penderitaan disini benar-benar
amat berat, kelaparan, kedinginan hidup menyendiri merupakan siksaan lahir batin yang telah
kualami hampir dua puluh tahun lamanya aku tidak mengetahui bagaimanakah perubahan dunia
saat ini. Karena itu aku ingin secepatnya mendapatkan kebebasan kembali, aku ingin terjun dan
berkelana lagi didalam dunia persilatan- Bila kau bisa memahami kesulitanku ini, setelah bebas
nanti, aku pasti akan mendirikan sebuah tugu peringatan untukmu."
"Besok, kemungkinan besar aku akan mati" kata Kim Thi sia pura-pura amat sedih. "Padahal
masih banyak tugasku yang belum sempat kuselesaikan- Bila kau bersedia membantuku, sekalipun
sudah berada dialam bakapun aku tetap berterima kasih kepadamu." Orang itu manggut-manggut.
"coba kau katakan, asal aku mempunyai kesanggupan itu, memandang diatas hubungan kita
sebagai sesama umat persilatan, sudah sepantasnya bila kubantu dirimu." Pelan-pelan Kim Thi sia
duduk diatas lantai, kemudian katanya:
"Aku adalah seorang anak tunggal, setelah aku mati nanti mungkin orang tuaku tidak ada yang
merawat. Aaaa i......percuma dibicarakan, sekalipun sudah kuutarakanpun tidak ada gunanya"
"Bolehkah aku tahu dimana desa kelahiranmu?"
"Desaku berada diluar perbatasan sana, tapi ayahku adalah orang Tionggoan, maka ibuku yang
dilahirkan diluar perbatasanpun mengikuti dia orang tua pindah kedaratan Tionggoan."
Sementara berbicara, dengan secara diam-diam tangannya yang lain digeserkan kearah depan
lanjutnya:
"Ayahku mempunyai sebuah bidang usaha yang sangat besar, kekayaannya boleh dibilang
menguasahi suatu wilayah tertentu. Aaaa i.......setelah aku mati nanti, usaha ayahku itu tentu tak
ada yang meneruskan-......"
Sementara itu tangannya sudah tinggal setengah depa dari ujung kakinya, ia merasa tegang
sekali, namun diluarnya dia berlagak sangat sedih, lanjutnya:
"Semua sanak keluargaku hampir seluruhnya berambisi untuk menguasahhi harta kekayaan
orang tuaku. Bila aku benar-benar tewas besok rencana mereka tentu akan terwujud menjadi
kenyataan tanpa bersusah payah barang sedikitpun jua......"
orang itu mengira apa yang diceritakan merupakan kenyataan, dia turut bersedih hati, tiba-tiba
selanya:
"Aku rasa sebelum ayahmu mati, tak mungkin mereka akan memperlihatkan ambisinya itu."
Kim Thi sia segera menghela napas panjang.
"Aaaai, kau tidak tahu kesehatan ayahku sangat jelek......."
Ketika berbicara sampai disitu, telapak tangannya sudah hampir menyentuh ujung kaki orang
itu, cepat-cepat dia memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itu dengan segera. Sambil
membentak keras, dia mendorong kaki orang itu kuat-kuat.
Mimpipun orang itu tak menyangka kalau Kim Thi sia bakal mempercundangi dirinya dengan
cara selicik itu, tak sempat lagi lengannya mengeluarkan tenaga kakinya sudah terhajar telak.
Segulung tenaga besar segera menerjang kakinya membuat orang itu tak mampu berdiri tegak
dan mundur kebelakang dengan sempoyongan-
Sementara itu, Kim Thi sia yang terlepas dari cengkeraman, buru-buru melompat kebelakang
dan mengundurkan diri dari gua tersebut.

Dengan kecepatan tinggi orang itu menekan tubuhnya, tapi sayang Kim Thi sia telah berada
diluar gua, dengan rantai yang terbatas panjangnya, sulitlah baginya untuk melakukan pengejaran
lebih lanjut.
Bisa dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya orang ketika melihat daging gemuk yang
berada didepan mulut seraya terlepas kembali. Sambil tertawa dinginKim Thi sia segera mengejek:
"IHey sobat, inilah yang dinamakan pembalasan dendam, apakah kau tidak puas?"
Orang itu membungkam dalam seribu bahasa, namun sorot matanya yang tajam mengawasi
korbannya lekat-lekat. Dia gusar bercampur mendongkol, kalau bisa dia ingin menelan pemuda
tersebut bulat-bulat.
"Sobat" kembali Kim Thi sia berkata. "Harusnya kau mendendam atau membasmi Dewi Nirmala,
karena dialah yang telah menyekap dirimu, apa sebabnya kau marah kepadaku? Sedikitlah tahu
keadaan-"
"Hmmmm^ kau tak usah berbangga hati dulu" tukas orang itu singkat. "Setelah memasuki
lembah Nirmala, jangan harap kau bisa meninggalkan lembah ini dalam keadaan hidup," Kim Thi
sia mendengus dingin, pikirnya:
"Hmmm^ terhadap manusia keparat seperti ini, buat apa mesti menggubrisnya terus?"
Berpikir demikian, ia segera membalikkan badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat
tersebut.
Malam itu sangat gelap angin dingin berhembus kencang, suasana begini memang sangat ideal
bagi Kim Thi sia untuk meloloskan diri, karena jejaknya tidak mudah diketahui orang.
Dengan mengerahkan ilmu gerakan tubuhnya, dia berlarian menuju kegedung utama. Tujuh
hari berselang dia pernah berkunjung satu kali kesitu keadaan yang disekitar sana boleh dibilang
sudah hapal sekali, dengan menelusuri jalan setapak ia segera bergerak mendekati sasaran-
Sekalipun dia tahu bahwa tenaga dalam yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang
pesat, namun dapatkah menandingi kepandaian silat yang dimiliki Dewi Nirmala, hal tersebut
masih menjadi tanda tanya besar.
Membawa tekad untuk beradu jiwa, pemuda itu sama sekali tidak merasakah ketegangan yang
mencekam.
Tak selang berapa saat kemudian, dia telah tiba didepan gedung yang amat besar itu, dengan
gerakan amat lincah dia menyelinap kebalik kegelapan dan menyembunyikan diri baik-baik.
Tak lama kemudian, dari jalan setapak depan situ muncul dua sosok bayangan hitam terdengar
salah seorang diantaranya sedang berkata:
" Nirmala nomor enam, apakah kau telah melaksanakan tugas yang diberikan sin li kepadamu?"
"Menggusur orang maksudmu?" kata Nirmala nomor enam dengan suara tidak habis mengerti.
"Aku benar-benar heran, dalam keadaan seperti ini apa gunanya mesti menggusur orang?"
"Kau tahu, tabiat sin li makin lama semakin jelek" kata seorang yang lain- "Terutama setelah
kepergian putrinya, sifat buas dan garangnya setiap saat diperlihatkan keluar. Aaaai.....kasihan
benar dengan bocah itu."
Sambil meneruskan langkahnya, Nirmala nomor enam berkata lagi:
"Sekarang ia sudah mulai melakukan pembunuhan secara besar-besaran- Dua hari berselang,
lima orang telah menjadi korban keganasannya, aku lihat bocah itu sangat keras kepala, rasanya
sulit baginya untuk lolos dari mara bahaya malam ini." Ketika mendengar perkataan itu, diam-diam
Kim Thi sia merasa amat terkejut, pikirnya:
"Aduh celaka, bila mereka berdua tiba didepan gua dan melihat tawanannya hilang, mereka
pasti akan menyampaikan berita tersebut kepada Dewi Nirmala, meski aku tak takut kepadanya,
tapi akupun tak bisa melakukan pengacauan secara diam-diam."

Melihat kedua orang itu makin lama berjalan makin jauh, sadarlah pemuda kita bahwa
persoalan ini tak bisa ditunda lagi, cepat-cepat dia lari kesisi gedung.
Dengan langkah yang sangat berhati-hati, dia menyusup kedalam kebun, lalu pelan-pelan
mendekati jendela dan mengintip kedalam.
Apa yang kemudian terlihat hampir saja membuatnya menjerit tertahan saking kagetnya,
ternyata dia menemukan ciang sianseng tokoh persilatan yang amat termashur namanya dalam
dunia persilatan itu hadir pula disitu.
Senyuman ramah tetap menghiasi ujung bibirnya ciang sianseng, saat itu pula diapun sedang
duduk berhadapan dengan Dewi Nirmala sambil berbincang-bincang, meski suaranya amat lirih,
namun ditengah malam buta begini dia dapat mendengar semua pembicaraan dengan jelas.
Dengan penuh amarah pemuda itu segera berpikir:
"Hmmm^ sungguh tak kusangka ciang sianseng adalah komplotan dengan Dewi Nirmala
rupanya dia telah mengelabuhi seluruh umat persilatan dengan segala kemunafikan, bisa jadi
tindakannya selama ini hanya bertujuan untuk menjadi seorang pemimpin dunia persilatan-"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, terdengar ciang sianseng telah berkata: "Betulkah
sipedang tembaga telah tewas?" sambil tertawa merdu sahut Dewi Nirmala:
"Menurut laporan dari Nirmala nomor delapan, sipedang tembaga telah tewas seketika itu juga,
sipedang besi terluka parah dan melarikan diri dibopong oleh sipedang perak." Berbicara sampai
disitu dia berhenti sejenak. kemudian lanjutnya:
" Dengan laporan tersebut, aku yakin Nirmala nomor delapan tak akan berani membohongi aku
atau memutar balikkan kenyataan dihadapanku. Siapapun tak akan berani berbicara bohong."
ciang sianseng segera manggut-manggut katanya kemudian:
"Aku dengar, lentera hijau, mestika yang tak ternilai harganya itu sudah terjatuh ketangan
pedang emas. Kau harus menitahkan anak buahmu untuk membinasakan pedang emas. Kalau
tidak maka akupun tak akan menggubris urusanmu lagi." Kembali Dewi Nirmala tertawa.
" ciang sianseng, kita sudah bekerja sama amat lama, masa kau masih belum memahami
tabiatku?"
"Bukan begitu maksudku ketahuilah lentera hijau tersebut amat penting artinya bagiku sehari
tanpa dia berarti tenaga dalamku yang paling sempurna tak bisa terwujud......."
Berbicara sampai disini, mendadak ia berhenti sejenak sambil buru-buru mengalihkan sorot
matanya kewajah Dewi Nirmala, kemudian terusnya lebih jauh:
" Kaupun tahu malaikat pedang berbaju perlente sibangsat tersebut telah menghancurkan ilmu
Kun goan sam coat khlkang ku dengan ilmu Tay goan sinkannya, padahal saat ini ilmu silat dari
murid durhakaku itu sudah peroleh kemajuan yang sangat pesat. Andaikata aku tidak cepat-cepat
memulihkan kembali ilmu Kun goan sam coat khlkang ku dengan lentera hijau, bukankah pada
akhirnya aku sendiripun akan dipecundangi olehnya?"
Kim Thi sia yang menyadap pembicaraan tersebut menjadi terkejut sekali, segera pikirnya:
"Ternyata ilmu silat yang dimiliki sisastrawan bermata sakti sudah jauh melebihi kepandaian
silatnya, tak heran kalau dalam pertemuan tempo hari dia menunjukkan sikap sinis dan menghina
terhadap ciang sianseng." Dalam pada itu ciang sianseng telah berkata lagi:
"Murid murtadku itu rupanya sudah tahu kalau ilmu Kun goan sam coat khikang ku sudah
punah, karena itu dia berani menegur dan memakiku secara terus terang. Aku benar-benar sudah
tidak tahan menghadapinya. HHmmmm^ coba aku tidak yakin kalau kekuatan dari lentera hijau
mampu memulihkan kembali kekuatanku, aku benar-benar sudah putus asa. Begitu kekuatanku
pulih kembali aku segera akan melenyapkan dirinya dari muka bumi......."
Mendengar sampai disini, Kim Thi sia segera berpikir lagi:

" Kelihatannya sipelajar bermata sakti adalah seorang jagoan dari golongan lurus, tak disangka
ciang sianseng yang disebut tokoh persilatan ternyata dibalik kealimannya telah melakukan
perbuatan terkutuk keparat ini. Hmmmm, bila bersua kembali dengan pelajar bermata sakti
dikemudian hari, aku harus menyampaikan berita tersebut kepadanya." Terdengar ciang sianseng
berkata lagi dengan sedih:
"Semua orang persilatan mengira aku sudah bosan berkelana didalam dunia persilatan dan
tidak berniat nama dan kedudukan lagi. Siapa yang mengira kalau ilmu silatku sesungguhnya telah
punah sehingga aku tak berani bertindak secara sembarangan yang bisa berakibat rahasiaku
terbongkar. Bisa dibayangkan betapa maluku seandainya rahasia ini sampai terbongkar......"
Dewi Nirmala segera tertawa.
"Padahal didalam dunia persilatan yang begitu luas paling banter cuma aku seorang yang
mengetahui bahwa dewasa ini kau cuma seekor macan kertas........"
"Kau mesti tahu" kata ciang sianseng lagi. " Lentera hijau tersebut dapat pula membantumu
untuk memulihkan kekuatan ilmu Tay yu sinkang, tapi hal ini baru bisa terwujud bila ilmu Kun
goan sam coat khikang ku telah pulih kembali dan aku mampu membantumu. ......"
"Sesungguhnya aku benar-benar tak habis mengerti" kata Dewi Nirmala tercengang.
"Sebetulnya kekuatan rahasia apakah yang dimiliki Malaikat pedang berbaju perlente? Mengapa
kepandaian itu mampu menghilangkan daya kekuatan serangan yang mengancam tubuhnya?"
"Yaa, hingga sekarang aku sendiripun tidak habis mengerti" ucap ciang sianseng sambil
menghela napas. "Akupun tidak tahu kekuatan rahasia apakah yang terselip dibalik ilmu Tay goan
sinkang sehingga ilmu kun goan sam coat khikang ku juga tak berguna sama sekali..........?"
JILID 33
Sementara kedua orang itu memperbincangkan masalah tersebut, Kim Thi sia yang menyadap
pembicaraan itu menjadi kegirangan setengah mati, tanpa terasa pikirnya:
"Kalau benar ilmu Tay goan sinkang begitu dahsyat, aku tidak usah takut dengan kalian lagi."
Tiba-tiba terdengar Dewi Nirmala berkata:
"Sebentar lagi bocah keparat she Kim itu akan dihadapkan kemari, sampai waktunya kita harus
memaksanya untuk mengungkapkan rahasia ilmu Tay goan sinkang tersebut, dengan berpegang
pada rahasia itu, masa kita tak mampu untuk memecahkan sendiri?"
"Hmmm, kau sedang bermimpi disiang hari bolong" batin Kim Thi sia. "Toaya sudah kabur dari
kurunganmu, bahkan sekarang pun telah berada disisimu" Dengan suara dalam terdengar ciang
sianseng berkata:
"Aku sudah berapa kali bertemu dengan anak muda itu, sebentar dia pasti akan mengenali
diriku. Bagaimanapun juga, dia tak bisa dibiarkan hidup terus didunia ini."
Mendengar perkataan tersebut, kontan saja Kim Thi sia naik pitam, umpatnya didalam hati:
"Bajingan munafik, tak kusangka hatimu begitu keji."
Dengan cepat terdengar Dewi Nirmala menyahut sambil tertawa ringan:
"Seandainya putriku masih berada disini, tentu banyak kesulitan yang akan kita jumpai. Dia tak
pernah memperkenankan aku membunuh orang, bahkan untuk membunuh seekor semutpun dia
tak boleh."

Menyinggung soal Hay-jin, tanpa terasa Kim Thi sia merogoh kedalam sakunya dan meraba
kembali beberapa carik kertas itu. Entah mengapa dia menaruh pandangan yang masih lain
terhadap setiap benda itu hanya secarik kertas rongsokan. ciang sianseng telah berkata lagi:
"Sesungguhnya putrimu memiliki bakat yang bagus sekali, sayang dia tak pandai bersilat."
"Ya, siapa suruh wataknya begitu lembut jangan salahkan aku enggan mewariskan ilmu silat
kepadanya" ucap Dewi Nirmala tertawa.
"Menurut pendapatmu, apa jeleknya membiarkan putriku pergi bersamanya? "
"Aku rasa tidak apa-apa, mereka merupakan sepasang sejoli yang amat serasi sekali. Yang
lelaki tampan, yang perempuan cantik jelita."
"Yaa, akupun berpendapat demikian....." kata Dewi Nirmala pula sambil tertawa ringan-
Kim Thi sia yang dibalik gedung menjadi sangat gusar, paras mukanya berubah menjadi hijau
membesi, kulit mukanya mengejang keras menahan gejolak perasaan didalam hatinya, dia merasa
apa yang didengarnya merupakan suatu kejadian yang benar-benar memedihkan hati.
Tiba-tiba saja dia melimpahkan pertanggung jawab atas kejadian itu kepada Dewi Nirmala,
pikirnya:
"coba kalau bukan gara-gara kau siperempuan rendah yang membuat gila, dia tak akan pergi
dengan lelaki lain. Hmmmm, perempuan bedebah, aku ingin sekali menghajarmu sampai
mampus."
Segulung hawa napas tiba-tiba saja bergelora didalam dadanya, dalam waktu singkat api
kegusaranpun meletus bagaikan gunung berapi dan serasa tidak terkendali lagi......
Tapi pada saat itulah tiba-tiba terdengar ciang sianseng berkata:
"Ahli waris dari si pukulan sakti tanpa tandingan tak nanti akan selemah yang diduga, aku rasa
dengan kekuatannya, tak mungkin ada orang yang berani mengusiknya lagi."
Dengan perkataan mana, Kim Thi sia pun segera mengerti rupanya lelaki asing yang membawa
pergi Hay jin tak lain adalah ahli waris dari sipukulan sakti tanpa tandingan dari Tiang pak san itu,
dengan cepat ia bersumpah dihati kecilnya untuk mencari lelaki tersebut sampai dapat.
Ia berani berpendapat demikian, karena diapun mempunyai keyakinan, dia tahu kepergian
gadis cantik berbaju putih itu bukan atas dasar kehendak sendiri, oleh sebab itu dia berani
mencari orang tersebut untuk diajak berduel.
Begitulah, ketika selesai menyadap pembicaraan antara ciang sianseng dengan Dewi Nirmala,
tiba-tiba saja timbul keinginan Kim Thi sia untuk mencoba kekuatan yang sesungguhnya dari ilmu
Tay goan sinkang.
Dengan cepat seluruh perhatian dan pikirannya dipusatkan menjadi satu, pelan-pelan hawa
murninya disalurkan kedalam telapak tangannya.
Namun sebelum serangan dilancarkan, tiba-tiba saja timbul niat jahatnya untuk
mempermainkan kedua orang musuh itu, diambilnya dua genggam pasir lembut lalu dilontarkan
kedalam jendela.
Hembusan angin dingin yang sangat kencang menyebarkan pasir itu keempat penjuru, dalam
waktu singkat seluruh wajah ciang sianseng dan Dewi Nirmala terkurung oleh pasir lembut itu.
Waktu itu Dewi Nirmala duduk membelakangi jendela, ia sempat melihat datangnya pasir yang
memaksa ciang sianseng memejamkan matanya, tanpa terasa sambil menengok sekejap keluar
jendela, katanya sambil tertawa minta maaf:
"Waaah, udara memang kurang baik, terutama disaat angin kencang begini, pasir memang
gampang terhembus masuk kedalam ruangan, harap kau jangan tak senang hati jadinya........."
Sambik mengucak matanya ciang sianseng menyahut:

"Aku merasa curiga dengan datangnya pasir tadi, seakan-akan ada orang yang sengaja
menimpuk kedalam........"
Baru saja Dewi Nirmala hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dari luar jendela telah muncul
kembali sebuah batu bata yang menghantam ketubuhnya.
cepat-cepat dia mengigos kesamping, batu bata itu segera menyambar lewat dari sisi badannya
dan menghantam diatas dinding keras-keras.
Dengan terjadinya peristiwa ini, yakinlah perempuan tersebut bahwa datangnya hamburan
pasir tadi memang merupakan hasil permainan seseorang, paras mukanya berubah hebat, dengan
suatu gerakan cepat dia melesat keluar dari jendela.
Angin masih berhembus kencang diluar ruangan, suasana malam itu gelap gulita hingga sulit
untuk melihat kelima jari tangannya sendiri, kendatipun tenaga dalam yang dimilikinya cukup
sempurna, namun sulit baginya untuk melihat keadaan yang sebenarnya.
Keadaan tersebut kontan saja mengejutkan hatinya, dengan perasaan tertegun ia berpikir:
"Sejak aku benahi Lembah Nirmala hingga kini daerah ini merupakan wilayah terlarang yang tak
mungkin bisa ditembusi siapapun. Aaaai, manusia dari manakah yang begitu bernyali hingga
berani mengusik diriku?"
Sementara itu Kim Thi sia sudah menyelinap menuju kebelakang, diam-diam dia menyingkap
tirai sambil mengintip kedalam mendadak hatinya terasa amat terkejut.
Entah sejak kapan, disekeliling tubuhnya telah bermunculan begitu banyak jago, dengan
perasaan terkejut diapun bersiap-siap untuk melancarkan serangan, tapi ada satu hal yang
membuatnya tercengang, ternyata kawanan "musuh" itu bukan saja mempunyai dandanan yang
serupa, bahkan raut mereka pun memiliki bentuk yang tak jauh berbeda.
Sebelum mengetahui secara pasti kekuatan yang dimiliki pihak lawan, pemuda kita tak berani
bergerak secara sembarangan.
Rupanya belasan sosok manusia yang berwajah serupa itupun sedang dikecam perasaan
terkejut bercampur curiga. Mereka sama-sama berdiri tegak dan sama sekali tidak melakukan
sesuatu gerakanpun.
Sampai lama sekali mereka berdua berdiri saling berhadapan akhirnya habis sudah kesabaran
Kim Thi sia dengan cepat dia maju selangkah kedepan sambil mengayunkan telapak tangannya.
Bersamaan dengan gerakan tersebut, tahu-tahu belasan manusia yang berdandan sama itu
bergerak maju pula kedepan secara serentak sambil mengangkat telapak tangan mereka tinggitinggi.
Sikapnya seakan-akan siap melancarkan serangan-Melihat itu Kim Thi sia segera berpikir:
"Jangan-jangan mereka semua adalah bisu?"
Perasaan hatinya waktu itu benar-benar bingung dan kalut, dia tak habis mengerti siapa
gerangan orang-orang tersebut. Benarkah didunia ini terdapat sekian banyak manusia yang
berwajah mirip satu dengan lainnya? Kehadiran orang-orang itu sungguh amat mengejutkan
hatinya.
Namun terdorong keinginannya untuk melakukan pengacauan, tampa memikirkan akibatnya
lagi dia mendesak kemuka sambil melancarkan serangan yang hebat kearah orang yang berada
paling dekat dengannya.
Tapi pada saat yang bersamaan, tampak orang yang berada dihadapannya berkerut kening
pula sambil mengayunkan telapak tangannya menyongsong serangan tersebut.
"Braaaaakkkkkkk......."
Tiba-tiba bayangan manusia itu hilang lenyap tak berbekas, disusul kemudian Kim Thi sia
merasakan telapak tangannya seakan-akan menghantam diatas sebuah benda yang keras dan
lincah.

Ketika ia perhatikan dengan lebih seksama, tampak telapak tangannya telah robek berapa
bagian tercocok benda tajam hingga mengucurkan darah segar.
Dengan penasaran Kim Thi sia memperhatikan musuhnya dengan lebih seksama, ia saksikan
banyak bayangan manusia sedang mengamati pula kearahnya dengan mata melotot.
Tapi keadaan tersebut hanya berlangsung sejenak saja, sebab dengan cepat ia telah menyadari
apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi, pikirnya kemudian sambil tertawa geli:
"Sialan, rupanya aku sedang berdiri didepan cermin, tak aneh kalau muncul begitu banyak
bayangan manusia yang berwajah dan berdandan serupa dengan wajahku."
Rupanya dia telah berada didalam sebuah ruangan yang sekeliling dindingnya dilapisi cermin,
begitu hebat konstruksinya sehingga seseorang yang berada disitu akan menyangka dirinya
sedang terkepung oleh begitu banyak musuh dari sekeliling tubuhnya.
Begitu mengetahui apa gerangan yang telah terjadi, sifat kekanak-kanakannya segera kambuh,
sambil menuding kearah cermin umpatnya:
"Bocah keparat, kitakan sama-sama orang sendiri, mengapa sih kau bertampang seram untuk
menakut-nakuti aku?"
Tentu saja tak ada yang menjawab pertanyaan itu, maka pemuda tadi berkata lebih jauh:
"Sewaktu melihat baju kalian yang begitu compang camping, muka yang begitu kotor, aku
mengira kalian adalah kawanan pengemis. Tak tahunya hanya malah memaki diri sendiri.
Haaaah......haaaah......haaaah........"
Dengan cepat dia memadamkan lentera dalam ruangan itu, kemudian ditengah kegelapan dia
menyelinap menuju keruangan lain-
Perlengkapan didalam kamar ini sangat mewah, disisi kiri terdapat sebuah cermin besar dan
dibawah cermin tadi terdapat sebuah rak yang penuh berisikan bedak, gincu serta perlengkapan
kewanitaan lainnya.
Kim Thi sia tidak tertarik dengan benda-benda begitu, dengan sebuah pukulan dia segera
menghajar benda-benda tadi hingga jatuh berserakan diatas tanah.
Mendadak ia menyaksikan ada sebuah benda berkilat tergeletak diatas lantai, ketika diambilnya,
ternyata benda itu adalah sebuah kemala hijau yang antik sekali bentuknya.
Benda itu panjangnya hanya satu inci dan berkilau tajam, Kim Thi sia segera membolak
balikkan benda tersebut dengan seksama.
Mendadak dibawah kemala tadi terlihat ada ukiran dua huruf, sewaktu diamati dengan lebih
seksama, terbacalah tulisan itu berbunyi: "Hay Jin."
Menyahut nama tersebut, tanpa terasa Kim Thi sia teringat kembali dengan gadis cantik
berbaju putih itu, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, diam-diam ia berseru:
"Aduh celaka, rupanya barang yang berada didalam ruangan ini adalah miliknya.
waaah.....kenapa aku telah menghancurkannya........"
Baru saja dia hendak membenahi benda-benda itu, mendadak terdengar seseorang berseru dari
kejauhan situ: "Hey, coba dengar, suara apakah itu?"
Ternyata orang itu adalah Dewi Nirmala agaknya suara jatuhnya benda-benda dari rak cermin
tadi telah mengejutkan dirinya.
Kim Thi sia memang berniat membuat kekacauan, cepat-cepat dia menyambar lentera perak
yang berada dimeja kemudian dilemparkan keluar kamar.
Ia sama sekali tidak takut dengan Dewi Nirmala, tujuannya tak lebih hanya ingin membuat
kegaduhan dan kekacauan disitu. Dengan cepatnya diapun menyelinap kegedung ketiga.

Ternyata isi gedung ini adalah benda-benda yang hampir semuanya terbuat dari emas, ada
golok emas, pedang emas, toya emas, kapak emas, pokoknya delapan belas macam senjata
lengkap berada disitu dan yang lebih hebat lagi, semuanya terbuat dari emas murni.
Setelah tertegun beberapa saat, akhirnya tanpa sungkan-sungkan pemuda itu memilih sebilah
pedang yang segera disoren dipinggangnya dan menyambar pula sebatang tombak.
Pada saat inilah dari kamar sebelah terdengar seseorang berseru dengan penuh kegusaran:
"Hmmm, ternyata benar-benar ada orang yang sedang mengacau. Hmmm, akan kulihat
Malaikat sakti dari manakah yang bernyali begitu besar."
Kim Thi sia mendengar suara teguran itu makin lama bergema semakin dekat sekali, dia sudah
tahu perempuan keji itu sudah berhasil menemukan tempat persembunyiannya, cepat- cepat dia
memadamkan lentera dan segera menyembunyikan diri dibelakang pintu.
Apa yang diduga ternyata memang benar tak selang berapa saat kemudian Dewi Nirmala
dengan wajah hijau membesi telah muncul didalam ruangan-
Kim Thi sia mengincar hingga musuhnya masuk kedalam lingkaran serangannya, tiba-tiba saja
dia membentak dan sebuah tusukan kilat dilancarkan kedepan.
Segulung desingan angin tajam menyambar kepunggung Dewi Nirmala dengan kecepatan luar
biasa.
Untung saja Dewi Nirmala berpengalaman amat luas, dalam keadaan kritis dan tak sempat lagi
untuk menghindarkan diri, ia tangkis serangan tersebut dengan lengannya. Ujung tombak segera
menyambar lewat persis disisinya tanpa melukai seujung rambutpun.
Gagal dengan tusukan pertama Kim Thi sia tak berani berayal lagi, tiba-tiba dia menyambar
sebuah kapak dan langsung diayunkan kedepan.
Sekarang Dewi Nirmala sudah melihat dengan jelas paras muka lawannya, ia nampak agak
tertegun melihat sambaran kapak tajam yang menyambar datang dengan disertai desingan angin
tajam itu hampir melukai paras mukanya yang halus dan cantik, dia menjadi marah.
Pada detik yang terakhir, perempuan itu berhembus keras-keras, segulung deruan angin tajam
yang tak berwujudpun segera menyembur keluar serta merontokkan kapak tersebut.
Secara beruntun Kim Thi sia melontarkan kembali tombak, golok dan pelbagai senjata lainnya,
namun satu demi satu berhasil dihindari semua oleh perempuan lihay ini.
Dewi Nirmala sebagai perempuan yang berhati sombong tentu saja akan menjadi mendongkol
sekali setelah berulang kali mendapat serangannya yang bertubi-tubi tanpa berkemampuan
melancarkan serangan balasan, paras mukanya berubah sangat hebat.
Kim Thi sia sendiripun mulai merasakan ketegangan yang luar biasa setelah beberapa kali
serangannya gagal melukai lawan, dalam terdesaknya dia mengambil senjata rantai dan diputar
dengan sepenuh tenaga.
Desingan angin tajampun menderu- d eri menyelimuti angkasa dan amat menusuk
pendengaran.
Dewi Nimala tertawa dingin tiada hentinya, sambil mundur dua langkah katanya kemudian:
"Tak kusangka kepandaian silatmu cukup tangguh, bukan saja dapat meloloskan diri dari
sekapan, berkemampuan pula menggangguku. Hmmm tapi sayang kau telah bertemu denganku,
akhirnya toh jalan kematian yang bakal kau peroleh."
Kim Thi sia masih saja memutar senjata rantainya secara gencar, ujung rantai yang berupa bola
besi raksasa menyambar kian kemari dengan amat dahsyatnya. Hal ini membuat perempuan
tersebut boleh dibilang tak mampu mendekati korbannya. Berada dalam keadaan seperti ini,
dengan gemas ia segera berseru:
"Hey perempuan busuk, bila kau memang berkemampuan ayoh maju dan bekuklah aku."

"Heeeh.....heeeeh.....heeeeh......bila aku berniat mencabut nyawamu, akan kulakukan hal mana
semudah kubalikkan telapak tanganku sendiri, tapi aku justru tak berniat membunuhmu
secepatnya, akan kulihat kau menderita siksaan lebih dulu sebelum mampus secara pelan-pelan-"
"Sudahlah, tak usah mengingau terus, bila kau berani maju dua langkah kedepan, aku akan
takluk kepadamu."
"Huuuh, kalau itu mah gampang."
Sambil berkata perempuan itu segera mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah
pukulan-
Termakan oleh getaran tenaga yang dihasilkan dari serangan tersebut, bola besi diujung rantai
Kim Thi sia seketika terhenti secara mendadak, kemudian berbalik menghantam tubuh anak muda
tersebut.
Kim Thi sia terkejut sekali, buru-buru dia membentakkan rantainya keras-keras, bola besi itu
dengan cepat meluncur keluar lewat daun jendela. "Blaaaammmm......."
Diiringi suara benturan yang sangat keras, jendela bambu yang berbentuk sangat indah dan
menarik itu seketika terhajar hingga muncul sebuah lubang besar.
Menanti Kim Thi sia melongok kedepan, tampak olehnya Dewi Nirmala telah melangkah maju
dua tindak kedepan dengan aman tenteram. Terdengar perempuan itu mengejek: "Bagaimana?
Apakah kau sudah takluk?"
Terkejut bercampur gusar menyelimuti perasaan Kim Thi sia dengan suatu gerakan cepat dia
meloloskan pedangnya, lalu berteriak keras:
"Tempat ini kelewat kecilnya, tidak leluasa untuk melangsungkan pertarungan- Hey perempuan
busuk. jika kau bernyali, ayoh kita lanjutkan pertarungan ini diluaran situ"
"Hmmmm, nampaknya kau belum akan mengucurkan air mata sebelum melihat petu mati, baik
berangkatlah lebih dulu."
Kim Thi sia segera melepaskan sebuah pukulan menggempur pintu kamar hingga mencelat
sejauh tiga kaki lebih, katanya kemudian: "Ayoh lewat dari sini."
Ia takut Dewi Nirmala menyergapnya secara licik hingga sengaja berubah arah dan melalui
ruang tengah.
Ciang sianseng segera menyongsong kemunculannya, ketika saling bertatapan muka, jago tua
itu berseru tertahan dan segera menegur: "oooh.......rupanya kau. Hey sobat kecil kau hendak
kemana?"
"Urusan toayamu tak berhak untuk kau campuri, mengerti?" Jengek Kim Thi sia sinis.
Ketika ciang sianseng tidak melihat kehadiran Dewi Nirmala disitu, ia kuatir pemuda
dihadapannya akan kabur dari lembah tersebut, dengan cepat serunya: "Hey sobat kecil, mengapa
sih kau bersikap begitu kurang ajar kepadaku.......?"
Sambil berkata sebuah pukulan segera dilontarkan kedepan-
Kim Thi sia mendengus dingin, disambutnya serangan tersebut dengan keras melawan keras.....
Duuuuukkkkk.
Dua gulung tenaga yang amat besar itu saling membentur satu sama lainnya, ditengah
benturan dahsyat yang memekikkan telinga, menang kalah segera ketahuanciang
sianseng sama sekali tak berkutik dari posisinya semula, sedangkan Kim Thi sia tergetar
mundur sejauh tiga langkah lebih. Mendadak ciang sianseng berseru dengan mata terbelalak.
"Sobat kecil, kemajuan yang kau capai dalam hal tenaga dalam benar-benar amat pesat, baru
tak bertemu berapa hari kemampuanmu sudah sejajar dengan tokoh termashur dalam dunia
persilatan-"

Sembari berkata telapak tangan yang lain dibacokkan kebawah secara tiba-tiba.
Dengan amat cekatan Kim Thi sia berkelit kesamping untuk menghindarkan diri, lalu serunya
dengan penuh amarah:
"Maknya, kalau ingin bertarung ayoh bertarung diluar saja, jangan berlagak pengecut disini"
Sebagaimana diketahui, dengan mata kepala sendiri dia menyaksikan kemunafikan ciang
sianseng, karena itulah pandangannya pun turut berubah, dalam perkataanpun dia tak sungkansungkan
lagi.
Berubah hebat paras muka ciang sianseng, dia ingin sekali membunuhnya secara keji namun
ketika melihat Dewi Nirmala telah mundurkan diri disitu, nada pembicaraannyapun segera
berubah, katanya kemudian:
"ooooh, rupanya kaupun sudah mengetahui jejaknya. Haaaah....haaaah.......bagus, bagus
sekali."
Dengan langkah yang lemah gemulai Dewi Nirmala menuruni anak tangga, sahutnya sambil
tertawa pula:
"Bocah keparat ini sudah bosan hidup rupanya, dia menantangku untuk berduel."
Dengan cepat ciang sianseng memberi tanda dengan kerdipan mata kepada rekannya lalu
ujarnya lagi:
"Yaa hal ini bisa dimaklumi, anak muda memang berdarah panas, tapi kau jangan melukai
kasihan bukan......."
Dewi Nirmala tertawa, dia dapat memahami keinginan rekannya itu, cepat katanya: "Antara aku
dengan dia sama sekali tak terjalin ikatan dendam sakit hati apapun, tentu saja aku tak usah
mencabut nyawanya."
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka berdua telah menuruni anak tangga dan tiba
disebuah kebun yang luas.
Mendadak Kim Thi sia mendesak maju tiga langkah kesamping kiri, lalu serunya dengan
lantang:
"Aku telah bersiap sedia, silahkan mulai melancarkan serangan." Dewi Nirmala segera
tersenyum manis.
"Malam ini, aku telah melanggar kebiasaanku dengan turun tangan sendiri melawanmu,
sepantasnya kau berbangga hati karena peristiwa ini. Kenapa sih cara dan sikapmu berbicara
harus menunjukkan mimik yang galak dan garang?"
"Kau jangan berniat memikatku dengan kecantikan wajahmu, aku tak bakal termakan oleh tipu
muslihatmu itu"
"Waaaah.......waaaah........ucapanmu itu sungguh aneh" seru Dewi Nirmala sambil tertawa geli.
"Aku tak habis mengerti, atas dasar apa kau berkata begitu."
Ketika berbicara sampai disitu, kebetulan angin kencang berhembus lewat membuat bajunya
melekat dengan badan, bentuk tubuhnya yang ramping dengan sepasang payudaranya besar dan
montokpun segera menonjol secara menyolok sekali. Gerak geriknya benar-benar merangsang
hawa napsu birahi setiap lelaki. Terdengar ia berkata lagi:
"Kau tentu sudah terlalu banyak mendengar kata-kata jelek orang lain dibelakang ku sehingga
timbul kesan yang kurang baik terhadapku, tak heran kalau kau selalu menuduhku hendak
memikatmu dengan kecantikan wajah ini. Padahal usiamu sekarang lebih pantas menjadi kekasih
putriku. Kenapa sih aku mesti repot-repot merayumu?"
"Sekarang bukan saatnya untuk memperbincangkan masalah seperti ini, ayoh cepat bersiapsiaplah
untuk melancarkan serangan-"

"Kau anggap ilmu Tay goan sinkang mu sudah tiada tandingannya dikolong langit? Kau anggap
kepandaianmu itu sanggup merobohkan aku? Ketahuilah, belum tentu kau sanggup bertahan
sebanyak sepuluh gebrakan ditanganku."
Kim Thi sia menjadi mendongkol sekali setelah mendengar perkataan itu, segera teriaknya:
"Aku justru ingin mencoba, kepandaian silat macam apakah yang sebenarnya kau miliki."
Mendadak dia maju tiga langkah kedepan, lalu sambil merentangkan telapak tangannya yang
besar ia melancarkan sebuah pukulan dengan jurus "Tiga batu menindih bocah" satu diantara ilmu
pukulan panca Buddha yang maha dahsyat.
Sekarang dia merasakah tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan amat pesat
dibandingkan dulu. Perbedaannya sudah menyolok sekali, oleh sebab itu paras mukanya sama
sekali tak berubah kendatipun berdiri dihadapan seorang gembong iblis yang amat lihay.
Disamping itu, setelah menyadap pembicaraan perempuan itu dengan ciang sianseng tentang
keampuhan ilmu Tay goan sinkang ia sudah mempunyai rasa percaya pada keampuhan
kepandaiannya, karena itu diapun melancarkan serangan lebih dulu.
Jurus "tiga batu menindih bocah" yang dipergunakan ini merupakan jurus serangan paling
tangguh dari ilmu pukulan panca BUddha, ditinjau dari tindakan yang diambil Kim Thi sia yang
telah mengeluarkan jurus tangguhnya dalam kontak pertama, bisa disimpulkan bahwa dia telah
memandang tinggi kemampuan musuhnya itu.
Dengan suatu gerakan yang cekatan Dewi Nirmala merubah posisinya, lalu berseru:
"Tak kusangka kau memang benar-benar adalah murid si Malaikat pedang yang berbaju
perlente, dilihat dari keputusannya untuk mewariskan ilmu pukulan panca Buddhanya kepadamu,
agaknya dia menaruh pengharapan yang sangat besar terhadapmu."
Padahal dalam hati kecilnya dia tetap tak habis mengerti, dia tak mengerti apa sebabnya si
Malaikat pedang berbaju perlente yang begitu tinggi hati, ternyata sudi mewariskan seluruh ilmu
silatnya kepada seorang bocah tolol yang sama sekali tak menarik hati ini?
Sementara itu Kim Thi sia telah merubah jurus serangannya menjadi jurus "Timbul api dibalik
batu" setelah serangannya yang pertama tidak mendatangkan hasil.
Tampak angin pukulan menderu- deru, tiga kuntum bayangan tangan dengan cepat dan hebat
mengelilingi tubuh musuh dan masing-masing menyergap jalan darah Thian leng hiat, Tee hiat
serta lambung.
Dewi Nirmala memang tak malu disebut gembong iblis wanita yang berilmu tinggi sekalipun
menghadapi serangan yang begitu gencar, ia sama sekali tak gugup, Bagaikan kupu-kupu yang
terbang kian kemari diantara aneka bebungahan, dia menyelinap diantara serangan-serangan
musuh. Sementara sepasang telapak tangannya bergerak lincah menutup seluruh angkasa dari
jangkauan lawan-
Kim Thi sia terkejut sekali, tergopoh-gopoh dia mengubah jurus serangannya ditengah jalan
menjadi jurus "Buddha tua membelah bukit."
Dewi Nirmala tertawa ringan, tiba-tiba saja dari balik ujung bajunya bertebaran bayangan jari
tangan yang berlapis-lapis bagaikan jala ikan. Dalam waktu singkat seluruh tubuh Kim Thi sia telah
terkurung dibalik ancamannya.
Tak terlukiskan rasa kaget Kim Thi sia melihat musuhnya berhasil merebut posisi diatas angin
hanya dalam satu gebrakan saja, didalam gugupnya dia semakin tidak berani berayal, ujung
kakinya dijejakkan keras-keras diatas tanah, lalu sambil bertekuk pinggang dia melengos
kesamping berusaha menjauhkan diri dari jangkauan angin serangan musuh. ciang sianseng
segera bersorak memuji, serunya sambil tertawa:
"Betul- betul sebuah jurus serangan yang amat tangguh, tidak malu kau menjadi murid seorang
jago kenamaan."

Kim Thi sia segera berpaling dengan gemas, entah sedari kapan, si Malaikat pukulan itu sudah
muncul ditepi arena, dan saat itu sedang menonton pertarungannya dengan senyum penuh
ejekan-
Betapa geram dan kejinya pemuda kita, diam-diam umpatnya dihati:
"Hmmm, sekarang kau boleh bergaya, tunggu saja sampai tanggal mainnya nanti, akan
kugencet dirimu habis-habisan-"
Sementara itu Dewi Nirmala telah mengebaskan kembali ujung bajunya keras-keras. Belum
sampai ujung bajunya menyambar datang, segulung tenaga pukulan yang sangat kuat dan
dahsyat telah mendesak Kim Thi sia mundur dua langkah kebelakang. Tiba-tiba Kim Thi sia
berpikir:
"Emangnya kau anggap tenaga dalamku masih ketinggalan jauh ketimbang kemampuanmu?"
Terburu-buru dia mengeluarkan jurus serangan "panca Buddha naik teratai" sepasang telapak
tangannya diayunkan secara menyilang, dalam sekejap mata dia telah memancarkan bunga-bunga
pukulan yang melindungi diri dari ancaman musuh. Dewi Nirmala tertawa ringan, serunya
mengejek:
"Hey, mengapa kau tak berani mengeluarkan ilmu Tay goan sinkang mu?"
"Tunggu saja nanti" sahut Kim Thi sia tak senang hati. "Apabila ilmu pukulan panca Buddha ku
sudah tak sanggup menandingimu, pasti akan kugunakan ilmu Tay goan sinkang. Sekarang
menang kalah belum lagi diketahui. Apa gunanya kau banyak berbicara?" Sementara itu dalam
hati kecilnya dia berpikir.
"Ehmmm, dia tidak berusaha membunuhku secepatnya, tapi sengaja meluangkan waktu untuk
bertarung melawanku. Rupanya dia ingin mencuri rahasia ilmu Tay goan sinkang dari permainanku
nanti. Hmmm, bila dugaanku ini memang benar, aku mesti meningkatkan kewaspadaanku"
Sementara dia masih berpikir, Dewi Nirmala telah berkata lagi:
"Baiklah, lihat saja bagaimana kupaksa dirimu untuk mengeluarkan kepandaianmu itu." Sambil
berkata secara beruntun ia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Serangan-serangan itu bukan saja dilancarkannya dengan suatu kecepatan yang luar biasa lagi
pula disertai dengan tenaga dalamnya yang begitu amat dahsyat. Jelas dia telah mengerahkan
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Secara beruntun Kim Thi sia mundur sejauh tiga langkah, baru saja ia hendak membalik badan
sambil melancarkan seragnan balasan, tahu-tahu ujung baju musuh telah menyapu tiba bagaikan
sebilah panah tajam.
Karena tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, tergopoh-gopoh dia menangkis dengan
lengannya.
Sekilas pandangan, ujung baju itu seperti lewat tanpa membawa kekuatan yang luar biasa,
akan tetapi Kim Thi sia segera mendengus tertahan dan melompat mundur kebelakang. seketika
itu juga, tangannya terasa linu, kaku dan kesemutan-
Sekarang dia mengerti, ilmu silat Dewi Nirmala memang amat dahsyat dimana dalam sekali
ayunan tangan saja mampu membinasakan dirinya, tapi berulang kali perempuan itu menarik
kembali serangannya ditengah jalan- Sedang kalau mengenai tubuhnyapun hanya menimbulkan
sakit diluar badannya saja, dari sini terbukti sudah bahwa orang itu memang mempunyi maksudmaksud
tertentu.
Diapun mengerti, yang diartikan mempunyai "maksud" tertentu, tak lebih adalah memaksanya
untuk menghadapi serangan-serangan tersebut dengan mempergunakan ilmu Tay goan sinkang.
Dengan dasar wataknya yang keras kepala, sekalipun dia sadar andaikata ilmu Tay goan
sinkang tidak segera dipergunakan maka lambat laun banyak penderitaan yang bakal dialaminya,
namun ia justru bersikeras enggan mengeluarkan ilmu simpanannya itu.

Dalam waktu singkat sepuluh jurus telah lewat, Kim Thi sia sudah bermandi peluh, napasnya
tersengkal-sengkal bagaikan napas kerbau, tapi ia tak mau menyerah.
Dewi Nirmala menghentikan serangannya secara tiba-tiba, katanya sambil tertawa dingin:
"Ilmu pukulan panca Buddha mu bukan tandinganku, lebih baik pergunakan saja ilmu Tay goan
sinkang."
Lalu setelah mendengus dingin, lanjutnya:
"Seandainya aku tidak terdorong oleh rasa ingin tahu dan pingin melihat sampai dimanakah
ketangguhan ilmu Tay goan sinkang tersebut, sudah sedari tadi kuhabisi nyawamu."
Semula Kim Thi sia beranggapan dengan kemajuan tenaga dalam yang dicapainya, paling tidak
ia bisa bertarung seimbang dengan lawan- Tapi setelah kenyataan menunjukkan bahwa dia masih
bukan tandingan Dewi Nirmala, perasaan hatinya menjadi pedih sekali pikirnya tanpa terasa:
"Menurut suhu, ilmu pukulan panca Buddha merupakan ilmu silat andalannya, jelas
kehebatannya tidak kalah dari ilmu Tay goan sinkang. Mengapa jatuh ketanganku, kemampuannya
tidak sehebat kuperkirakan semula. Mungkinkah dibalik kepandaian tersebut masih terselip rahasia
kekuatan lainnya yang hingga sekarang belum berhasil kupelajari?"
Dia mencoba memperhatikan Dewi Nirmala sekejap. melihat perempuan itu sedang
memandangnya dengan sinis, kontan saja hawa darah didalam dadanya bergelora hebat, kembali
pikirnya :
"Tay goan sinkang merupakan ilmu tandingan dari Tay yu sinkangnya, sekalipun dia berhasil
melihat rahasianya, bisa tahu akupun mampu membekuknya? Kenapa aku mesti takut
kepadanya?"
Semakin dipikir rasa percaya pada dirinya makin meningkat, tak kuasa lagi dia manggutmanggut.
"Apakah kau telah mempertimbangkannya?" tanya Dewi Nirmala kemudian-
"Yaa, sudah kupertimbangkan" sahut Kim Thi sia keras-keras, mencorong sinar tajam dari balik
matanya.
Tiba-tiba ia mendesak maju kemuka sambil melepaskan sebuah pukulan hardiknya. " Lihat
serangan"
Jurus "Kecerdikan menguasahi jagad" yang disertai deruan angin tajam dan suara guntur yang
menggelegar ini segera memancing Dewi Nirmal tercekam dalam ketegangan yang luar biasa.
"Akhirnya ilmu Tay goan sinkang muncul juga" diam-diam dia bergumam. "iHmmmm Dendam
sakit hatiku dimasa itutakpernah kulupakan hingga kini, aku harus menghancurkan ilmu tersebut
dengan ilmu Tay yu sinkang ku."
Paras mukanya berubah menjadi dingin kaku, sepasang matanya yang melotot besar
memancarkan sinar tajam yang aneh sekali.
Sementara Kim Thi sia pun dapat merasakan kemajuan tenaga dalam yang berhasil dicapainya
terbukti sekarang kemajuannya mencapai tiga kali lipat, hal ini membuat rasa percaya pada dirinya
semakin meningkat semangat tempurnyapun semakin meningkat.
Pelan-pelan Dewi Nirmala menggerakkan telapak tangannya, lengan yang putih bersih bak saiju
ditanah itu mulai mengejang keras memancarkan kekuatan luar biasa.
Perasaan dendam yang telah terpendam puluhan tahun membuat perempuan ini berubah
menjadi seram dan mengerikan hati. Dibalik pancaran sinar matanya yang tajam entah terselip
perasaan benci ataupun girang?
Tanpa menimbulkan sedikit suarapun kedua orang itu saling beradu kekuatan satu kali......

Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan hatinya bergetar keras, seolah-olah tergempur oleh
serangan yang maha dahsyat. Meski tubuhnya tak sampai tergetar mundur, namun perasaan
tegang telah menyelimuti seluruh perasaan hatinya.
Sementara itu, Dewi Nirmala berdiri pula tanpa bergerak bagaikan patung dewi. sepintas lalu
sikapnya menyerupai seseorang yang sedang melamunkan sesuatu, padahal dalam kenyataan dia
sedang mengerahkan ilmu Tay yu sinkang tingkat atasnya.
Paras muka ciang sianseng pun kelihatan amat tak sedap dipandang, saat itu dia terkenang
kembali saat pertarungannya melawan Malaikat pedang berbaju perlente, gumamnya lirih:
"Aaaah......itulah jurus kelima, pada jurus yang kelima aku..........aku telah menjadi macan
kertas......."
Ditengah keheningan, deruan angin dingin dalam Lembah Nirmala terasa berhembus makin
kencang.
Pakaian compang camping yang dikenakan Kim Thi sia seakan-akan hampir rontok terhembus
angin, tiba-tiba saja ia membentak lagi: " Lihat serangan"
Jurus kedua, "kelincahan menguasahi empat samudra" dilontarkan kemuka dengan kekuatan
besar.
Dewi Nirmala membentak gusar, telapak tangannya diputar, segulung kekuatan besar kembali
menyergap keluar.
Dalam waktu yang hampir bersamaan kedua gulung tenaga pululan itu saling beradu satu sama
lainnya. " Duuuuukkkkk. ......"
Tiba-tiba saja Kim Thi sia menjerit keras sambil memuntahkan darah segar, sebaliknya Dewi
Nirmala melototkan matanya bulat-bulat sambil mundur selangkah.
"Aaaah.... jurus kedua......" gumam ciang sianseng lagi. "Tiga jurus lagi berarti mencapai jurus
kelima."
Kim Thi sia mendongakkan kepalanya sambik berpekik panjang, dengan mengerahkan ilmu ciat
khi mi khi nya dia mencoba menekan luka dalam yang dideritanya saat itu peluh telah bercucuran
membasahi seluruh tubuhnya, meski yang berada ditengah udara yang dingin, namun badannya
terasa panas bagaikan berada diatas gerangan api.
Sejak mempelajari ilmu Tay goan sinkang baru pertama kali ini dia melakukan perlawanan
paling hebat, karena itu pula isi perutnya telah terluka oleh getaran tenaga Dewi Nirmala.
Masih untung ilmu Tay goan sinkang merupakan tandingan dari ilmu Tay yu sinkang kendatipun
tenaga dalam kedua belah pihak selisih jauh, namun hal mana tak bisa ditinjau dari keadaan
umum yang berlaku.
Dengan pelbagai alasan itulah maka selisih tenaga dalam Kim Thi sia dengan lawannya
menyusut makin sedikit, coba kalau bukan begitu, dengan kesempurnaan tenaga dalam Dewi
Nirmala yang begitu hebat, niscaya ia sudah mati terbunuh semenjak tadi.
Sebaliknya Dewi Nirmala sendiripun terjerumus dalam keadaan apa boleh buat. Mula-mula dia
hanya ingin menyelidiki rahasia ilmu Tay goan sinkang, tak disangka ilmu sakti tersebut ternyata
sanggup melepaskan diri dari kontrol tenaga dalamnya dengan menjerumuskan dia sendiri
kelumpur kehancuran-
Itu berarti bila ia ingin hidup aman dikemudian hari, satu-satunya jalan adalah berusaha
mengalahkan musuh.
Disinilah letak kehebatan dari ilmu Tay goan sinkang, sekali pertarungan sudah berlangsung
maka tidak mungkin pertarungan bisa diakhiri sampai ditengah jalan, maka kedua belah pihakpun
terlibat dalam suatu pertarungan mati-matianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Keadaan Kim Thi sia pun bagaikan anak panah yang berada diujung gendewa, bagaimanapun
pertarungan harus dilanjutkan, maka sambil menggertak gigi menahan diri, dia membentak keras
dan melancarkan serangan yang ketiga dengan jurus mati hidup berada pada nasib.
Begitu kedua belah pihak saling membentur, masing-masingpun melompat mundur kebelakang,
tiada suara, tiada deruan angin tajam, hanya Kim Thi sia memuntahkan kembali darah segar.
Sebagai pemuda yang keras kepala, meskipun dia sadar bakal roboh ditangan lawan, namun
dia tak rela untuk menyerah dengan begitu saja, sambil menghimpun tenaganya dia menyerang
hingga kejurus kelima.
Saat itu kekuatan untuk menyerangnya sudah bertambah lemah, meski begitu masih terdapat
juga semacam kekuatan aneh yang memaksa Dewi Nirmala tak berani mengendorkan
perhatiannya.
ciang sianseng dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi setiap gerakan
dari jurus yang kelima itu dengan seksama, gumamnya lirih:
"Yaa, yaa benar, sudut yang miring kesisi kiri persis menghantam lambungku, sedang gerakan
menyodok keatas persis menghantam jalan darah Ki hay hiat^......."
Mendadak terdengar Dewi Nirmala menjerit lengking dan mundur tiga langkah dengan
sempoyongan- Menyusul kemudian Kim Thi sia mendengus tertahan dan roboh terjungkal keatas
tanah.
ciang sianseng mengira dia telah tewas diam-diam gumamnya:
"Sayang, sungguh amat sayang masih ada lima jurus lagi berarti seluruh kepandaian itu selesai
dipergunakan-"
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Kim Thi sia telah merangkak bangun secara
pelan-pelan- Dadanya sudah basah oleh darah segar yang mengucur keluar, sorot matanya pun
semakin sayu, ia nampak begitu berat dan lamban segala gerak geriknya.
Dengan napas tersengkal-sengkal dia melepaskan baju luarnya, membiarkan dadanya yang
telanjang dihembusi angin dingin.
Sementara itu Dewi Nirmala telah maju pula dengan langkah sangat lamban, sorot matanya
yang tajam mengawasi pemuda tersebut tanpa berkedip.
Entah sejak kapan, dibelakang tubuh perempuan itu sudah muncul empat orang kakek, seorang
diantaranya amat dikenal oleh Kim Thi sia karena dia tak lain adalah Nirmala nomor tujuh.
Tentu saha dalam keadaan demikian, ia tak berhasrat lagi untuk memperdulikan soal-soal
seperti ini.
Secara diam-diam ia mencoba mengatur kembali kekuatannya dengan ilmu ciat khi mi khi, tapi
entah mengapa, ternyata kemajuan yang dicapainya amat lamban, seakan-akan jauh lebih lemah
daripada keadaan dulu. Dengan perasaan yang kalut dia segera berpikir:
"Aku harus menghimpun sisa kekuatan yang kumiliki, sepantasnya aku akan tewas disini.
Apalagi yang mesti kuragukan?"
Berpikir demikian, diapun segera mengayunkan telapak tangannya yang berat dan melepaskan
serangan dengan jurus keenam dari ilmu Tay goan sinkang, yakni "kelembutan mengatasi air dan
api."
Paras muka Dewi Nirmala telah berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, ditengah
kegelapan orang lain memang tak sempat melihat secara jelas, tapi perempuan itu sadar bahwa
tenaga dalamnya telah berkorban sangat banyak, ia sudah makin tak mampu untuk
mempertahankan diri.
Pelan-pelan telapak tangannya diangkat keatas, dengan jurus "bocah sakti menyembah
Buddha" dia sambut datangnya serangan tersebut. " Duuuukkkkk. ....... .

Kembali serangan kedua belah pihak saling membentur satu sama lainnya, tanpa menimbulkan
sedikit suarapun tubuh Kim Thi sia mencelat sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
Langkah kaki Dewi Nirmala pun mulai kalut ternyata dia tak mampu berdiri tegak dengan
sempoyongan badannya bergeser kekiri, tapi dia menggigit bibir dan memaksakan diri untuk
berdiri tegak.
Mimpipun dia tak menyangka kalau seorang pemuda rudin macam Kim Thi sia ternyata harus
memeras begitu banyak tenaga miliknya, bukan cuma begitu, bahkan sekalipun sudah
mengeluarkan banyak tenaga, dia masih belum berhasil juga melengkapkannya.
Dengan perasaan benci yang meluap. dia segera menghimpun seluruh kekuatan ilmu Tay yu
sinkangnya untuk menggempur pemuda tersebut habis-habisan.
Baru saja Kim Thi sia merangkak separuh jalan, tubuhnya sudah tergempur oleh ilmu Tay yu
sinkang yang maka dahsyat itu, kini tenaga untuk berteriakpun tak dimilikinya lagi. Tubuh anak
muda tersebut mencelat sejauh tiga kaki lebih dan tercebur kedalam kolam.
Waktu itu udara sangat gelap. awan tebal menyelimuti angkasa, ditambah lagi rumput ilalang
yang tumbuh disekeliling kolam sangat lebat dan tinggi, oleh sebab itu tiada orang yang tahu
secara pasti dimanakah pemuda itu tercebur.
Dengan sekuat tenaga Dewi Nirmala berusaha mempertahankan keseimbangan tubuhnya, lalu
kepada ketiga orang anak buahnya ia berseru: " cepat kalian angkat keluar mayatnya"
Habis berkata, pelan-pelan ia berjalan menuju keruang tengah.
"Terima perintah" sahut Nirmala nomor tujuh sigap.
Tergesa-gesa dia mengacak rekan-rekan lainnya lari menuju kearah kolam. Terdengar ciang
sianseng berseru sambil menghela napas panjang:
"Aaaaai......sejak kini Tay goan sinkang akan lenyap dari dunia, coba kalau aku berhasil
memperlajari kepandaian sakti tersebut hatiku tentu akan merasa puas sekali."
Tiba-tiba Dewi Nirmala berpaling seraya menegur: "Jadi kau menyalahkan aku?" Melihat ciang
sianseng tidak menjawab kembali dia berkata:
"Dengan mengorbankan banyak waktu dan tenaga kuberi kesempatan kepadamu untuk
menikmati keindahan ilmu tersebut, apakah kesemuanya ini masih belum cukup bagimu?"
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, wajahnya diliputi perasaan gusar yang meluap-luap. ciang
sianseng segera tertawa.
"Maafkan aku bila perkataanku salah, tapi aku betul-betul tidak bermaksud apa-apa."
"Lantas apakah kau berhasil mempelajari sesuatu?" ciang sianseng segera tertawa getir.
"Mungkin aku sudah kelewat tua, nyatanya walaupun sudah memperhatikan sekian lama, tak
ada sesuatu yang berhasil kutemukan-"
"Bagus, besok pagi kau harus tinggalkan lembah ini" tukas Dewi Nirmala kemudian-
" Kenapa?" ciang sianseng agak tertegun. Sambil tertawa dingin Dewi Nirmala berkata:
"Kau jangan menganggap aku sangat bodoh, dengan pengetahuan serta pengalamanmu yang
begitu luas, mustahil tiada sesuatu yang berhasil diraih. Sudah jelas kau sedang menipu secara
licik."
"Aaaaai.......mengapa sih kau selalu mencurigai aku?" keluh ciang sianseng dengan perasaan
apa boleh buat. "Kau benar-benar tidak tahu bagaimana mesti memberi pernyataan kepadamu."
Tampaknya Dewi Nirmala sudah teramat lelah dan kehabisan tenaga akibat pertarungan sengit
yang baru saja berlangsung.
Ia tak banyak berbicara lagi, bahkan menggubris ciang sianseng pun tidak. begitu selesai
berkata tadi, ia segera membalikkan badan dan menyingkir dari situ untuk mengatur pernapasanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
ciang sianseng pun tidak berkata apa-apa dia hanya menghela napas sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali seolah-olah ia merasa keputusan rekannya itu tak adil.
-00d0w00k0z00-
Tempat dimana Kim Thi sia tercebur kebetulan merupakan bagian kolam yang paling cetek
airnya namun paling lebat rumput ilalangnya. Ketika ia tercebur tadi, meski tak sampai tenggelam
namun keempat anggota badannya yang linu dan kaku membuatnya berbaring didalam air tanpa
mampu berkutik.
Keempat orang pencari menyebarkan diri keempat penjuru dan mulai melakukan pencarian
dengan menelusuri rumput ilalang yang tinggi.
Waktu itu angin dingin berhembusan kencang, langit sangat gelap. jangan lagi kolam itu luas
sekali. Biarpun luasnya hanya satu kakipun bila tidak dilakukan pencarian secara teliti, sulit
rasanya untuk menemukan jejak pemuda tersebut. Apalagi air yang menggenangi tempat itu
setinggi lutut, bagaimana mungkin jejak korbannya bisa ditemukan secara mudah? sudah sekian
lama mereka berempat melakukan pencarian namun hasilnya tetap nihil.
Mendadak Nirmala nomor tujuh tiga langkah kedepan, kini kakinya sudah mencebur kedalam
air katanya:
"Perintah dari sin li tak bisa dibangkang aku lihat lebih baik kalian bertiga terjun pula kekolam
untuk melakukan pencarian- Sedang aku biar menunggu disini saja, maklumlah aku tak mengerti
ilmu dalam air?"
Padahal persis dibawah kakinya inilah tubuh Kim Thi sia berbaring, menggelikan sekali memang
ternyata sampai sekarang jejaknya belum juga diketahui.
"Mungkin juga hal ini dikarenakan rumpun ilalang yang tingginya selutut dan susah dicapai
dengan pandangan mata, sehingga dia sama sekali tidak tahu kalau dibalik lumpur lembut disisi
kakinya tergeletak tubuh Kim Thi sia."
Waktu itu Kim Thi sia merasakan sekujur badannya kaku dan kesemutan, sama sekali tak
mampu bergerak kalau tidak. ia pasti akan terperanjat sekali dibuatnya.
Sementara itu, tiga orang jagoan telah terjun keair, mereka mulai melakukan pencarian yang
seksama didalam kolam dengan air yang dingin membekukan badan itu.
Sampai lama...... lama kemudian, ketiga orang itu baru merangkak naik kedaratan dengan
tubuh menggigil, seru mereka bersama:
"Mungkin tubuh pemuda itu sudah terseret arus air dan terseret entah kemana, kami telah
melakukan pencarian yang seksama disekeliling tempat ini, namun nyatanya belum juga
ditemukan-"
"Bagaimana baiknya sekarang?" kata Nirmala nomor tujuh kemudian sambil tertawa getir. "Sin
li hanya tahu menurunkan perintah, dia tak akan mau tahu atas kesulitan yang kita hadapi."
"Yaa, kenyataan telah berkembang menjadi begini, rasanya kita hanya bisa mohon maaf
kepadanya."
"Baiklah, kalau begitu mari kita pergi minta maaf kepadanya." kata Nirmala nomor tujuh
kemudian-
Selesai berkata, dia segera mengajak ketiga orang rekannya balik menelusuri jalan semula.
Secepat sambaran kilat mereka berangkat menuju kegedung besar berwarna emas itu. Ditengah
jalan, mendadak Nirmala nomor tujuh menghentikan larinya seraya berseru:
"Aduuuuuh.........aku hendak membuang hajat sebentar, harap kalian berangkat duluan. Aku
segera akan menyusul."

Ketiga orang rekannya tidak menaruh curiga apa-apa, mereka segera meneruskan
perjalanannya.
Ternyata Nirmala nomor tujuh tidak pergi membuang hajat, menanti ketiga orang rekannya
sudah pergi jauh, cepat-cepat dia kembali ketepi kolam dan membopong keluar tubuh Kim Thi sia
dari air, kemudian setelah menguruti beberapa buah jalan darahnya dia menegur:
"Nak, bagaimana perasaanmu sekarang?"
Kim Thi sia tak mampu mengucapkan sepatah katapun selain dari tenggorokannya bergema
suara pelan- Sekujur badannya sangat letih, setitik kesadarannya meski belum hilang sama sekali
toh rada kabur.
Apa yang dibicarakan Nirmala nomor tujuh memang terdengar olehnya sayang dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun-
Dengan penuh kasih sayang Nirmala nomor tujuh membelai jidatnya yang membeku, lalu
gumamnya:
"Bocah yang bernasib malang......setelah berhasil kabur dari gua, mengapa kau tak berupaya
untuk melarikan diri.......?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali gumamnya:
"Yaa, mengingat aku menaruh kesan yang begitu sangat baik kepadamu, bagaimanapun juga
aku harus berupaya untuk menolongmu."
cepat-cepat dia duduk bersila kemudian mengatur pernapasan, tak selang berapa saat
kemudian, kabut putih telah mengepul keluar dari jidatnya. Sepasang telapak tangannya segera
dia tempelkan diatas dada Kim Thi sia dan menguruti jalan darahnya.
Tak selang berapa saat kemudian, segulung hawa napasnya muncul dari pusat pemuda itu dan
pelan-pelan menyebar keseluruh badan.
Begitu memperoleh kembali sebagian tenaganya, Kim Thi sia pun berkata:
"Terima kasih banyak empek atas bantuanmu, budi kebaikanmu tak pernah akan
kulupakan,aku.....aku pasti akan berusaha membalas budi ini." Kemudian setelah terbatuk-batuk
sesaat lanjutnya:
"Empek, aku tiada harapan lagi, kau.......kau tak usah bersusah payah."
Nirmala nomor tujuh segera tertawa ramah, katanya:
"Nak, semangat adalah kekuatan, atas dasar apa kau mengatakan tiada harapan lagi.
Ayohjangan bicara sembarangan, aku akan membantu untuk memperlancar peredaran darahmu."
Berbicara sampai disitu, dia benar-benar meninggalkan teganya dan melipat gandakan
kekuatannya.
Tak lama kemudian, napas Nirmala nomor tujuh makin memburu, paras mukanya yang semula
merah kini berubah menjadi pucat pias, peluh sebesar kacang kedelepun jatuh bercucuran
membasahi jidatnya dan menetes diatas wajah pemuda itu. Mendadak Kim Thi sia berkata:
"Empek. budi kebaikanmu ini bagaikan cucuran keringatmu yang membasahi tubuhku
sekarang, bila aku beruntung dapat lolos dari maut, suatu keita aku pasti akan balik lagi ke
Lembah Nirmala untuk membalas kebaikanmu itu."
Nirmala nomor tujuh menyadari bahwa pemuda ini berhati mulia dan tahu budi, karenanya
diapun berkata:
"Ingat baik-baik perkataanku, disaat tenagamu pulih kembali segera berangkatlah menuju
ketimur. Tinggalkan lembah ini disaat malam masih mencekam. Tentang kedatanganmu kembali
dilain waktu, aaaaai......"

Tiba-tiba saja nada suaranya kedengaran begitu sedih dan memilukan hati, terusnya dengan
parau:
"Mungkin waktu itu aku sudah tak berada didunia ini lagi."
Kim Thi sia amat terkesiap. baru saja dia hendak berbicara kakek itu telah menukas kembali:
"Kita tak perlu membicarakan soal itu. Nak, aku ingin tahu tinggal berapa banyak obat yang
kuberikan kepadamu?"
"Aku tidak menghitungnya satu per satu. Tapi kemungkinan besar masih sepuluhan biji." sambil
tertawa Nirmala nomor tujuh manggut-manggut, ucapannya: "Aku sangat gembira karena kau
tidak menghilangkannya." setelah berhenti sejenak, dengan cepat dia menambahkan:
"sepeninggalku nanti, telanlah seluruh pil tersebut sekaligus, obat-obat itu akan memberikan
manfaat yang tak terhingga bagimu."
"Akan kuingat terus."
"Soal nona Hay jin, dia telah pergi bersama putra tunggal sipukulan sakti tanpa bayangan dari
Tiang pek san" kata Nirmala nomor tujuh lebih jauh. Kemudian setelah menatap pemuda itu lekatlekat,
terusnya dengan wajah serius:
"Biarpun ibu dari nona ini banyak melakukan kejahatan, namun gadis tersebut sesuci dirimu.
Sebelum berangkat dia pernah memohon kepadaku untuk menyampaikan berita ini kepadamu,
karenya kuharap kau jangan menyia-nyiakan pengharapannya......"
Rasa terkejut dan gembira segera menyelimuti perasaan Kim Thi sia begitu mendengar
perkataan itu, entah semangat apa yang berkobar didalam dadanya, tiba-tiba dia bangun terduduk
dan berseru:
"Benarkah dia berkata begitu? Empek kau tidak membohong bukan?"
Sambil membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang, Nirmala nomor tujuh berkata lagi:
" Kupandang dirimu seperti anak kandungku sendiri, buat apa aku berbohong kepadamu?"
Tiba-tiba saja Kim Thi sia mempunyai keyakinan yang besar atas masa depan sendiri, segera
katanya:
"Empek. aku tidak akan mati, aku pasti akan berhasil keluar dari lembah ini." Kemudian sambil
meraba kemala dalam sakunya, dia berkata lebih-jauh:
"Aku tidak tahu kalau ia berpesan begitu kepadamu. oooh.....^aku harus menyayangi
keselamatan jiwaku sendiri."
"Nak. kesemuanya ini tergantung jodoh. Kuharap kau bisa memperoleh kehidupan yang
bahagia" bisik sikakek sambil menatap pemuda itu lekat-lekat.
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Kim Thi sia menggenggam sepasang tangannya eraterat.
Tiba-tiba Nirmala nomor tujuh bangkit berdiri dan melepaskan diri dari genggamannya, ia
berkata singkat:
"Nak. aku harus pergi, selamat berjuang"
Begitu selesai berkata, dia segera membalikkan tubuh dan beranjak pergi dari situ.
-00d0w00k0z00-
JILID 34

Memandang bayangan punggungnya yang menjauh dan mengenang kembali suara
pembicaraannya yang memilukan hati, merasa hatinya pedih hingga tanpa sadar titik air mata
jatuh bercucuran.
Saat ini dia merasakan hawa murni yang bergolak dalam tubuhnya telah menambah
kekuatannya berlipat ganda, ia sadar Nirmala nomor tujuh tak segan-segan mengorbankan tenaga
dalam hasil latihannya selama puluhan tahun untuk menolong dan membantunya. Budi kebaikan
setinggi bukit ini membuat pemuda kita merasa makin terharu.
Perlahan ia merangkak naik keatas daratan lalu memandang sekejap sekeliling tempat itu,
lampu dalam gedung emas telah lama padam. Jelas Dewi Nirmala menganggap dia benar-benar
telah mati tenggelam didasar kolam.
Pelan-pelan dia menelususri jalan setapak ditepi kolam berangkat menuju kearah timur.
Diujung timur sana terdapat tebing curam yang menjulang tinggi keangkasa. Batu karang yang
tajam berserakan dimana-mana dan amat sulit didaki.
Namun Kim Thi sia tidakputus asa, sambil menggertak gigi dia berusaha dengan sekuat tenaga
mendaki keatas.
Dengan watak kerbaunya yang keras kepala dan pantang mundur, pemuda itu tak rela
menyerah dengan begitu saja semakin susah berjalan, semakin bersemangat dia berusaha untuk
menanggulanginya.
Akhirnya dengan napas tersengal-sengal ia berhasil juga mencapai puncak bukit itu.
Sesudah beristirahat sejenak. pemuda itu melanjutkan kembali perjalanannya menelusuri jalan
setapak. Berapa li kemudian sampailah dia ditepi jalan raya yang amat lebar.
Rasa gembira yang meluap-luap membuat tubuhnya yang lelah tak tertahan lagi, dia terjatuh
ditepi jalan dan tertidur amat nyenyak.
Entah berapa saat sudah lewat, dia baru tersadar dari tidurnya ketika sebuah tangan yang
berbulu muncul dihadapan matanya.
Dengan perasaan amat kaget ia segera melompat bangun dari atas tanah.
Ternyata benda berbulu itu tak lain adalah seekor anjing liar, sewaktu melihat pemuda itu
terjaga dari tidurnya, binatang itu segera melarikan diri terbirit-birit. Kim Thi sia segera berpikir:
"Sialan benar binatang itu, aku sampai terperanjat setengah mati........aku mesti memberi
pelajaran yang setimpal kepadanya."
Dengan perasaan sangat menolongkol dia memburu maju kedepan dan melepaskan sebuah
pukulan-
Selisih jarak antara kedua belah pihak mencapai dua kaki lebih, tapi begitu angin serangan
tersebut menyambar lewat, tiba-tiba anjing itu mengaing kesakitan dan roboh terkapar diatas
tanah.
Sewaktu diperiksa, ternyata anjing itu sudah tewas dalam keadaan sangat mengerikan-
Kemampuannya itu tentu saja sangat mengejutkan hatinya, bukan saja ia menemukan tenaga
dalamnya telah pulih kembali, malah jauh lebih sempurna dibandingkan sebelum pertarungannya
melawan Dewi Nirmala di Lembah Nirmala tadi.
"Aneh betul" tanpa terasa ia berpikir. "Bukan saja isi perutku tidak terluka, sebaliknya
kekuatanku malah berlipat ganda, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Sampai lama sekali ia mencoba memecahkan persoalan tersebut, namun tak berhasil
menemukan sebab-sebabnya.
Ia hanya teringat sewaktu pertarungan yang sengit semalam, ia telah mengeluarkan ilmu ciat
khi mi khi kemudian ilmu ciat khi mi khi nya kehilangan kasiat, membuat dia amat kecewa.

Siapa tahu bukan saja ilmu sakti tersebut sama sekali tak kehilangan kasiatnya, malahan
semakin meningkatkan kemampuan tenaga dalamnya. Hal inilah yang sama sekali diluar dugaan-
Begitulah, ditengah pancaran sinar sang surya yang terang benderang, pemuda itu meneruskan
perjalanannya menuju keselatan-sepanjang jalan, dia mulai berpikir:
"Pedang tembaga dan pedang bintang telah tewas, ini berarti aku harus mempercepat usahaku
untuk membalaskan dendam sakit hati guruku. Kalau sampai didahului Dewi Nirmala, sudah pasti
kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak menggembirakan-"
Berpikir sampai disitu, hawa darah panas dalam dadanya serasa bergolak keras, dia ingin
secepatnya tiba disarang sembilan pedang dari dunia persilatan dan mengendalikan kepandaian
silat yang dimilikinya untuk membalaskan dendam sakit hati gurunya.
Lambat laun senjapun menjelang, kegelapan mulai mencekam kembali seluruh jagad saat itu
dia telah tiba disebuah tanah perbukitan yang jauh dari rumah penduduk.
Sementara dia menelusuri pepohonan yang lebat, mendadak dari depan sana bergema datang
suara langkah kaki manusia yang ringan- Ketika berpaling, dia menyaksikan ada tiga sosok
manusia sedang berjalan mendekat.
Berapa saat kemudian, ia telah melihat dengan jelas raut wajah pendatang itu, kontan hatinya
merasa amat terperanjat.
Rupanya dari ketiga orang itu, seorang diantaranya adalah seorang gadis yang cantik jelita,
gadis itu tak lain adalah putri Kim huan yang sangat dikenalnya.
"Aaaaai.....kalau sudah bermusuhan, dunia terasa begitu smepit, tempo hari aku pernah
menjengkelkan hatinya dengan meninggalkan surat kali ini dia tak akan berpeluk tangan belaka."
Ia berusaha menundukkan kepalanya rendah-rendah, akan tetapi putri Kim huan telah
mengetahui kehadirannya, sewaktu melihat pemuda itu berambut kusut dan berdandan seperti
seorang pengemis, gadis itu nampak tertegun dan menghentikan langkahnya.
Berbicara sejujurnya, Kim Thi sia memang menaruh perasaan kagum terhadap gadis ini, tapi
benaknya selalu dipenuhi dengan perkataan yang pernah diucapkan gadis tersebut. "Aku hendak
membunuhnya......." ucapan itu membuat rasa rendah diri menyelimuti benaknya, membuat ia
berusaha menekan rasa kagumnya dan selalu menganggap gadis itu bagaikan musuh besarnya.
Terlebih-lebih setelah dia melihat disisi gadis itu muncul seorang pendamping lain, sekalipun
pendampingnya hanya seorang pemuda berwajah jelek. namun hal mana cukup menyedihkan
hatinya.
Ia melihat juga sikakek berambut kuning yang berjalan disamping pemuda jelek itu, meski dia
tak kenal dengan kakek itu namun dandanannya yang aneh membuat pemuda tersebut segera
mendengus.
Sementara putri Kim huan masih berdiri termangu- mangu dengan langkah lebar Kim Thi sia
berjalan menghampirinya seraya menegur: "Selamat bersua."
"Siapa kau?" bentak pemuda jelek itu sambil maju kedepan dan menghadang didepan gadis
tersebut.
Kim Thi sia mengira pemuda itu adalah kekasih putri Kim huan, ia sangat mendongkol dan
sama sekali tidak menggubrisnya. Kembali kepada gadis tersebut dia berseru: "cepat serahkan
uang kepadaku, aku butuh pakaian baru." Putri Kim huan manggut-manggut, kepada pemuda
jelek itu dia berseru: "Kau menyingkirlah dulu."
Kemudian tanpa menunggu jawaban dari pemuda jelek itu, ia maju kedepan menghampiri Kim
Thi sia.
Bertemu dengan pemuda itu, sinona seperti melupakan segala sesuatunya, sambil tertawa
lembut ia bertanya: "Berapa tahil yang kau butuhkan?"

"Aku hanya membutuhkan dua tiga tahil perak saja" sahut Kim Thi sia sambil mengulurkan
tangannya kemuka.
"Aaaah, dua tiga tahil kelewat sedikit, tak bakal cukup untuk membeli apa-apa. Biar kuberi tiga
puluh tahil perak saja."
Sambil berkata ia mengambil sekeping uang perak dari sakunya dan segera disodorkan
kedepan-
"Terima kasih" kata Kim Thi sia sambil menerimanya.
setelah mundur setengah langkah, tiba-tiba dia berseru lagi dengan kening berkerut:
"Nampaknya kau anggap aku pengemis yang minta sedekah? IHmmmm, kalau begitu aku tak
sudi menerima sedekahmu itu"
Habis berkata ia segera membanting uang itu keatas tanah danpergi meninggalkan tempat itu.
Putri Kim huan nampak agak tertegun, lalu sambil memburu maju kedepan serunya: "Apakah
kau tak butuh pakaian baru?"
"Sebenarnya aku ingin meminjam tiga puluh tahil perak darimu untuk membeli pakaian, siapa
tahu kau tunjukkan sikap seakan-akan memberi sedekah kepada pengemis, sekali beri tiga puluh
tahil. Hmmm, kau anggap aku ini tamak akan harta? Terus terang saja aku bilang, aku sih tidak
butuh dengan uangmu itu."
"Aku toh tidak bermaksud begitu, kau benar-benar pandai membolak balikkan duduknya
persoalan-.....aaaah. Bagaimana kalau kau sampai tak bisa makan nanti?"
Sebenarnya Kim Thi sia berniat tak akan menggubris, tapi setelah mendengar perkataan itu,
bagaikan ditusuk dengan jarum tajam, ia melompat dan sahutnya keras-keras: "Tak usah kuatir,
sekalipun toaya bakal mati kelaparan, tak akan kucari dirimu lagi."
Pelan-pelan putri Kim huan memejamkan matanya rapat-rapat, dia merasa amat bersedih hati,
coba kalau disekelilingnya tak ada orang lain, niscaya dia akan menangis sejadi-jadinya.
Mendadak pemuda jelek itu bertanya: "Hey, siapa sih orang itu?"
Putri Kim huan berpaling, lalu jawabnya: "Kim Thi sia"
"Kim Thi sia.......? Kim Thi sia.......?" gumam pemuda jelek itu berapa kali,
tiba-tiba ia berteriak keras. "Aaaai, dialah orangnya bocah keparat, sudah lama aku mencarimu.
Beruntung sekali kita dapat bersua muka ditempat ini."
Dengan suatu gerakan amat cepat dia meluncur kedepan, menyusul kemudian sepasang
telapak tangannya direntangkan dan secara beruntun melepaskan dua buah pukulan berantai.
Ketika merasakan datangnya desungan angin tajam dari belakang tubuhnya, dengan suatu
gerakan cepat Kim Thi sia membalikkan tubuhnya, ia menjadi gusar sekali setelah melihat pemuda
jelek itu sedang menyerangnya secara garang dan buas.
Tanpa berpikir panjang lagi, diapun mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah
pukulan dahsyat.
Suara benturan keras bergema memecahkan keheningan, ketika dua gulung tenaga dahsyat itu
saling beradu, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur satu langkah.
Semenjak tenaga dalamnya peroleh kemajuan yang amat pesat, Kim Thi sia belum sempat
mencari sasaran untuk mencoba kemampuannya itu, maka didalam gusarnya sekarang, tanpa
banyak bicara lagi ia melepaskan tiga buah serangan berantai secara beruntun.
Tampaknya pemuda jelek itu tak pernah menyangka kalau seorang pengemis memiliki tenaga
dalam yang begitu hebatnya, diam-diam ia terkesiap dibuatnya dan tak berani lagi melancarkan
serangan secara sembaranganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Pada saat itulah tiga gulung tenaga pukulan Kim Thi sia yang maha dahsyat telah menggulung
tiba dengan kecepatan luar biasa.
Dengan suatu gerakan cepat pemuda jelek itu mengayunkan pula telapak tangannya untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut. Seketika itu juga ia merasakan pukulan yang
menyergap datang makin lama makin bertambah hebat, paras mukanya kontan berubah hebat,
tak kuasa tubuhnya mundur pula tiga langkah kebelakang.
Baru pertama kali ini Kim Thi sia berhasil memukul mundur musuhnya dengan tenaga kekuatan
angin pukulannya, dalam luapan rasa gembiranya pun dia makin bersemangat kembali dia maju
kemuka sambil melepaskan tiga buah pukulan berantai lagi.
Pemuda jelek itu segera sadar bahwa kemampuannya bukan tandingan lawan, tetapi dia malu
dengan putri Kim huan bila harus menyerah dengan begitu saja, maka dengan nekad ia menggigit
bibirnya kencang-kencang dan menyambut setiap serangan musuh dengan keras melawan keras.
Tiga kali benturan keras bergema memecahkan keheningan. Kim Thi sia tetap berdiri tegak
diposisinya semula, sedangkan pemuda jelek itu mundur berulang kali kebelakang dengan
keadaan kepayahan-
Kim Thi sia memang berhasrat mengalahkan musuhnya secara tragis, ia tertawa melihat sang
korban mundur terus, ia tetawa keras dan mendesak maju kedepan, tiba-tiba dia melepaskan
sebuah pukulan dahsyat dengan jurus "kecerdikan menguasahi jagad" dari ilmu Tay goan sinkang.
Terkejut bercampur ngeri mencekam perasaan pemuda jelek itu, dia ingin mengerahkan
seluruh kekuatan tubuhnya untuk beradu jiwa, tapi disaat yang kritis itu menyelinap masuk dari
sisi arena dan tanpa mengucapkan sepatah katapun melepaskan segulung pukulan yang maha
dahsyat.
Begitu dua kekuatan saling bertemu, Kim Thi sia terseret oleh segulung tenaga lembek yang
amat kuat hingga tergeser kesamping dan tak mampu berdiri tegak. tubuhnya mundur selangkah
kebelakang.
Berada dalam keadaan begini, pemuda tersebut segera berpikir cepat:
"Manusia sebangsa Dewi nirmala pun berani kuhajar, apalagi hanya seorang tosu tua berambut
kuning macam kau. Hmmm, hari ini aku mesti menghajarnya habis-habisan."
Dengan semangat yang berkobar-kobar ia segera mendongakkan dan berpekik nyaring, jurus
kedua dari ilmu Tay goan sinkang yaitu "kelincahan menyelimuti empat samudra" kembali
dilontarkan-
Dalam waktu singkat angin dan guntur menggelegar, segulung kekuatan maha dahsyat
menyambar kedepan dan menyapu segala sesuatu yang dijumpai.....
Didalam serangannya kali ini dia telah pergunakan tenaga dalamnya sebesar sembilan bagian,
tentu saja kekuatan yang dihasilkan luar biasa sekali.
Tosu tua berambut kuning itu sangat terkesiap. ia tak berani bertindak gegabah dan buru-buru
mengayunkan serangan tersebut dengan keras melawan keras. Tanpa menimbulkan suara kedua
belah pihak telah saling beradu pukulan satu kali.
Kim Thi sia tetap berdiri tak bergerak. hawa napas mengepul dari jidatnya dan menyebar
kemana-mana, rupanya kedua belah pihak telah saling beradu tenaga dalam tingkat tinggi.
Sementara itu tosu tua berambut kuning itu sedang berpikir dengan perasaan terkejut.
" Entah ilmu pukulan apakah yang dipergunakan bocah muda ini, sungguh lihay dan luar biasa
sekali. coba aku tidak mundur secepatnya, sudah pasti akan menderita kekalahan ditangannya.
Waaa h....... rupanya ilmu khikang kepiting saljuku tak akan mampu menandinginya ....... "
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, Kim Thi sia telah melancarkan serangan berikut.

Jurus "mati hidup ditangan nasib" yang dilancarkan kali ini nampaknya sederhana tanpa suatu
yang luar biasa, yang nampak pun cuma gerakan telapak tangan yang berputar tapi serangan
hawa khikang kepiting salju yang dipancarkan tosu tua berambut kuning itu seketika terbelenggu
dan terkurung oleh tenaga lawan-
Kejadian tersebut amat mengejutkan hati tosu tua yang berambut kuning itu,
kendatipun ia sudah begitu cukup berpengalaman didalam menghadapi pertarungan namun kali
ini, ia gagal untuk menduga arah manakah serangan musuh akan tiba.
Dalam keadaan begitu, terpaksa dia menarik kembali serangannya secara tergesa-gesa dan
melompat mundur kebelakang.
"Hendak kabur kemana kau?" Kim Thi sia membentak keras.
Mendadak jurus "mati hidup ditangan nasib" nya berubah arah sasaran, lengannya diputar
kencang menjangkau dada lawan, kemudian menggunakan kesempatan disaat musuh gelagapan,
kaki kirinya melancarkan sebuah sapuan kilat.
Jurus serangan ini merupakan hasil ciptaan-nya sendiri yang dikombonasikan dengan ilmu Tay
goan sinkang.
Tentu saja sitosu tua berambut kuning itu tidak menyangka kalau musuhnya memiliki
perubahan jurus yang begitu banyak. Sedikit dia kurang berhati-hati, kakinya segera tersipu telak
dan tak ampun lagi tubuhnya roboh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia memutar badannya dengan ujung kaki sebagai as, tiba-tiba dia menyerang dengan
jurus keempat dari ilmu Tay goan sinkang yakni gerakan "kejujuran menghancurkan batu emas".
Sitosu tua berambut kuning itu seketika merasakan selapis jaring hitam menyelimuti batok
kepalanya dan sulit baginya untuk meloloskan dirinya kembali.
Belum hilang perasaan ngeri yang mencekam perasaan hatinya, serangan yang maha dahsyat
itu telah menghantam ubun-ubunnya membuat orang itu tewas seketika.
Putri Kim huan sebagai seorang gadis yang bernyali kecil, buru-buru menutupi mukanya dengan
ujung baju dan tak berani menonton adegan seram ini.
Sebaliknya pemuda jelek itu mengawasi mayat gurunya yang terkapar dengan wajah termangumangu,
gumamnya: "Aaaaah, sudah tewas, sudah tewas."
Mendadak dia mengalihkan sorot matanya yang tajam menyeramkan itu kewajah putri Kim
huan, lalu serunya lagi dengan penuh kebencian: "Aaaah, kau lah penyebab dari segala
sesuatunya ini."
Hawa napsu membunuh seketika berkobar dalam dadanya, menggunakan kesempatan disaat
Kim Thi sia tidak menaruh perhatian, tiba-tiba ia melesat kedepan dan mengayunkan telapak
tangannya menghantam tubuh putri Kim huan-
Mimpipun putri Kim huan tak mengira akan kejadian tersebut, ia menjadi bergidik ketika hawa
dingin yang menusuk tulang tahu-tahu menyusup ketubuhnya. "ooooh, dingin amat......" keluhnya
lirih.
Mendengar keluhan tersebut Kim Thi sia segera berpaling, begitu dilihatnya pemuda jelek itu
sedang mengayunkan telapak tangannya menerkam gadis tersebut dan seolah-olah berhasrat
untuk membinasakan dirinya, ia segera membentak nyaring, dengan menghimpun tenaga Tay
goan sinkangnya hingga mencapai sepuluh bagian, dia melepaskan sebuah pukulan dahsyat
kedepan-
Waktu itu telapak tangan pemuda jelek itu sudah menempel dibagian mematikan dari putri Kim
huan dan baru saja hendak memuntahkan tenaga dalamnya untuk membunuh gadis tersebut.
Mimpipun dia tak mengira kalau secara tiba-tiba akan muncul segulung tenaga serangan yang
begitu dahsyat dari belakang tubuhnya.

Berada dalam keadaan begini, terpaksa dia harus menghentikan serangannya untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut. "Duuuukkkk........."
Tahu-tahu saja badannya seperti kena dihantam oleh martil yang sangat berat, pandangan
matanya terasa gelap. tenggorokkannya terasa manis dan ia memuntahkan darah segar, tubuhnya
langsung roboh terjerembab keatas tanah.
Ketika Kim Thi sia memburu kedepan dan memeriksa dengusan napasnya, dia temukan
musuhnya telah menemui ajalnya.
Kematian mereka antara guru dan murid yang beruntun membuat Kim Thi sia tersadar. Kembali
dari luapan emosinya, tiba-tiba saja dia merasa tindakannya kelewat keji. Namun nasi telah
menjadi bubur menyesalpun tak ada gunanya.
Pelan-pelan dia mendongakkan kepala dan memandang sekejap kearah gadis tersebut. ia temui
paras muka nona itu pucat pias bagaikan mayat, mukanya sangat menderita sekali.
Baru saja dia ingin bertanya, "Apakah kau terluka?" mendadak putri Kim huan telah
membungkukkan badannya dengan menggigit bibir serta merintih tiada hentinya. Dengan
perasaan terkejut pemuda itu segera menegur:
"IHey, apakah kau sudah terbokong oleh nya?J angan sembarangan bergerak. aku akan
mencarikan tabib bagimu........"
Belum sempat dia melangkah pergi dari situ, putri Kim huan telah bangkit berdiri seraya
menyambut:
"Aku tidak apa-apa, hanya tubuhku merasa agak kedinginan-" Kemudian sambil menatap
sekejap kearah Kim Thi sia, kembali berkata: "Bagaimana kalau kita menempuh perjalanan
bersama-sama?"
Kim Thi sia merasakan suasana yang aneh sekali, tapi sebelum dia sempat berbicara, putri Kim
huan telah beranjak menghampirinya namun belum beberapa langkah tubuhnya kembali telah
menggigil keras. Menyaksikan hal ini, Kim Thi sia segera berpikir:
"Aduh celaka, rupanya dia telah terkena pukulan hawa dingin yang amat beracun........"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat tiba-tiba saja ia saksikan gadis itu roboh
terjerembab keatas tanah.
cepat-cepat Kim Thi sia memburu maju kedepan dan membopong tubuhnya yang indah
menawan itu, sewaktu diperiksa dengan seksama, tampaklah dibalik paras mukanya yang pucat
pias terselip hawa hitam yang tipis sekali. Dengan rasa kaget dia segera berseru:
"Nona, jangan bergerak secara sembarangan, kau sudah terkena pukulan beracun biar
kubopong tubuhmu untuk pergi mencari tabib."
Saat ini pikiran dan perasaannya sangat kalut, kendatipun sedang membopong sesosok tubuh
yang montok dan indah, namun ia tak sempat melayangkan pikirannya untuk membayangkan
yang bukan-bukan.
Dengan langkah cepat dia berlarian menuju kedepan, kegelapan makin mencekam sedang
disekeliling tempat itu belum juga kelihatan rumah penduduk akhirnya dengan perasaan gemas
dia berpikir:
"Maknya, masa untuk mencari sebuah kotapun begini susah? padahal keadaan sangat
mendesak......sialan......"
Ditengah jalan, putri Kim huan sudah berada dalam keadaan tak sadar, namun goncangan
sepanjang jalan yang dialaminya membuat gadis itu pelan-pelan tersadar kembali. Mendadak ia
berpikir: "Thi sia, aku tak ingin belajar ilmu silat."
Suaranya amat lemah bagaikan suara nyamuk, andaikata tak didengarkan secara seksama, sulit
untuk didengar.

Tanpa sadar Kim Thi sia menghentikan langkahnya lalu bertanya dengan keheranan: "
Kenapa?"
"Sebab kau.......kau selalu men.......mencurigai aku........kau selalu menuduhku berniat
tak......baik kepadamu........aku.......aku benar-benar tak ingin belajar."
"Tapi apa sangkut pautnya dengan diriku?" seru Kim Thi sia tak habis mengerti. Putri Kim huan
mengerdipkan alis matanya yang jeli, lalu menjawab lirih:
"Bila.......aku.......aku tak belajar silat.....kau........kau pun tak usah kuatir lagi."
"ooooh, rupanya begitu" pikir Kim Thi sia.
Dengan cepat dia dapat menangkap maknsa yang sebenarnya dari ucapan tersbeut,
perasaan hatinya kontan bergetar keras, pikirnya lebih jauh:
"oooh....... rupanya dia tak bermaksud akan mencelakai aku, saat ini keselamatan jiwanya
terancam bahaya, tapi masih saja teringat akan hal tersebut tak mungkin dia membohongi aku
dalam keadaan begini......yaaaa pastilah sudah aku telah menaruh kesalahan paham kepadanya."
Dengan pikiran mana, pandangan maupun perasaan hatinyapun mengalami perubahan yang
amat besar.
Lama sekali dia menatap wajah gadis itu lekat-lekat kemudian hiburnya dengan lembut:
"Perkataanmu itu sangat mengharukan hatiku, dulu akulah yang bersalah, aku selalu
membuatmu marah, apakah kau masih marah kepadaku? Kau....."
Mendadak ia tergagap dan tak mampu melanjutkan kata-katanya setelah sangsi sekian lama,
akhirnya dia baru berkata lagi:
"Tentunya kau tak akan menganggap diriku sebagai orang liar yang kasar dan berangasan
sehingga membenci diriku bukan? Aaaa i......aku benar-benar kuatir bila kau....."
Mendadak putri Kim huan tersenyum sambil menukas perkataannya yang belum habis
diucapkan itu, katanya:
"Kau tak perlu gelisah, hidup sebagai seorang manusia sampai akhirnya toh harus mati juga
mati lebih awal atau mati belakangan toh sama saja artinya, asal kau bersikap baik kepadaku dan
asal aku bisa bersua sekali lagi dengan ayahku. Biar harus matipun aku akan mati dengan
perasaan lega."
Kim Thi sia merasa terharu disamping gembira, sebagai orang kasar dia tidak tahu bagaimana
mesti menanggapi itu, akhirnya dia hanya berkata begini.
"Kau tak akan mati aku sudah bertekad akan mencarikan tabib untuk mengobati lukamu itu."
"Seandainya aku mati, apakah kau akan merindukan aku?" tanya putri Kim huan lagi sambil
menghela napas sedih.
Mendengar perkataan yang begitu memelas sehingga seseorang yang berhati sekeras baja pun
akan tergerak hatinya. Kim Thi sia menjadi sangat beriba hati, tanpa ragu-ragu lagi sahutnya:
"Tentu saja."
Putri Kim huan membuka matanya dan saling bertatapan sekejap dengannya, ketika empat
mata saling bertemu, tiba-tiba saja mereka saling berpandangan sampai lama sekali.
Entah berapa saat kemudian, gadis itu baru menundukkan kepalanya dengan sekulum
senyuman menghiasi ujung bibirnya, senyuman itu membuat orang merasa tertarik dan menaruh
rasa kasihan kepadanya. Diam-diam Kim Thi sia berpikir,
"Sungguh tak kusangka dia sebagai seorang gadis bangsawan, menaruh perhatian yang begitu
besar terhadap seorang gelandangan macam aku......."

Dengan perasaan yang bergelora ia membelai rambutnya yang lembut dengan penuh kasih
sayang, putri Kim huan mengeluh pelan kemudian menjatuhkan diri kedalam pelukannya.
Kim Thi sia merasa dirinya seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang lain, ia bertekad
selama hayat masih dikandung badan dia tak akan membiarkan gadis itu mati oleh pukulan
beracun, sebab dia sadar gadis cantik itu menempati posisi yang sangat penting dalam benaknya.
Mendadak ia merasakan napsunya bergolak. entah darimana datangnya keberanian, tiba-tiba
saja dia menundukkan kepalanya dan mencium dua lembar bibirnya......
Dalam waktu singkat dua hati saling bertautan, mereka seakan-akan lupa akan segalagalanya....
Butiran air mata jatuh berlinang membasahi wajah putri Kim huan, dengan lembut dia memeluk
pemuda itu dan bergumam:
"Engkoh Thi sia, sejak berpisah setiap saat aku rindu kepadamu, hingga sekarang aku masih
selalu teringat bagaimana kau menyelimuti tubuhku ketika kau tahu aku takut kedinginan- Akupun
selalu teringat bagaimana kau tertidur didepan pintu dalam udara yang begitu dingin, aku selalu
berpikir, kau pasti seorang lelaki yang berjiwa ksatria. Apalagi setelah kau tak segan-segan
menerima pelbagai penderitaan untuk membebaskan aku dari pelbagai kesulitan, aku semakin
mengagumi kegagahanmu." Dengan perasaan terharu Kim Thi sia berkata:
"Aku hanya seorang bocah rudin, aku merasa tak sia-sia hidupku setelah memperoleh perhatian
yang begitu besar dari seorang gadis cantik bak bidadari macam kau." Kembali kedua orang itu
saling berpelukan dengan mesrahnya.
" Engkoh Thi sia" tiba-tiba putri Kim huan berbisik lagi. "Seandainya aku mati, apakah kau akan
kawin lagi?"
"Tidak. selain kau seorang, aku tak akan kawin dengan siapapun." Putri Kim huan segera
menghela napas sedih.
"Kau keliru engkoh Thi sia, setelah aku mati kau bisa kawin lagi, sebab aku pun tetap akan
bergembira."
Kim Thi sia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali tanpa berbicara, perasaan hatinya
berat sekali, saat ini persoalan yang dirisaukan terasa makin banyak. dia merasa tidak
berkeyakinan untuk menyelamatkan gadis tersebut.
Dengan menghimpun segenap kekuatan dia berlarian terus entah berapa jauh telah ditempuh
ketika didepan situ muncul bayangan-bayangan sebuah kota.
Diam-diam ia merasa kegirangan setengah mati, dengan langkah lebar dia berjalan menuju
kedalam kota.
Waktu itu malam semakin larut, cahaya lentera telah menerangi seluruh jalanan-Sambil
membopong tubuh gadis itu Kim Thi sia berhenti didepan sebuah rumah makan dan bertanya
kepada pelayannya.
"Hey tolong tanya, dimanakah tempat tinggal tabib paling hebat dikota ini?"
Sambil menunduk pelayan itu berpikir sebentar, lalu sahutnya:
"Aku sendiripun kurang jelas, lebih baik bertanyalah kepada orang lain-......."
Dengan perasaan kecewa pemuda itu berniat pindah ketempat lain untuk mencari keterangan,
tapi saat itulah terdengar seorang tamu dalam warung itu berseru:
"Berbicara soal ilmu pertabiban, selalin Kong ci Sin, rasanya tiada orang kedua yang memiliki
kepandaian lebih hebat dari padanya."
orang itu berbicara dengan suara berat dan mantap. sinar matanya tajam, dalam sekilas
pandangan saja orang akan tahu kalau dia adalah seorang tokoh luar biasa.

Kim Thi sia segera merasakan raut muka sastrawan setengah umur itu seperti sangat dikenal
olehnya, tapi untuk sesaat dia tak teringat dimanakah mereka pernah bersua. Buru-buru tanyanya
lagi:
"Bolehkah aku tahu dimana tempat tinggal Kong ci Sin?"
"Sisi kiri tebing song cu nia dibarat kota adalah tempat tinggalnya. Asal kau berjalan menuju
kearah barat, tak lama akan kau temukan tempat tinggalnya."
Sementara berbicara, soro matanya yang tajam mengawasi terus pedang yang tersoren
dipinggang Kim Thi sia tanpa berkedip. wajahnya memancarkan rasa kaget dan tercengang yang
luar biasa.
Kim Thi sia merasa terkejut bercampur keheranan, namun ia tak berani tinggal lebih lama lagi
disitu. Setelah mengucapkan terima kasih, cepat-cepat dia berangkat menuju kebarat.
Selang beberapa saat kemudian tibalah ia disebut jalan besar dengan sederet bangunan rumah
yang besar.
Dibawah sebatang pohon siong berdiri sebuah gedung besar dengan selembar kain putih
berkibar didepannya, diatas kain itu tertulis berapa huruf yang amat besar. "Tempat kediaman
Kongci Sin."
Dengan perasaan girang pemuda itu mendorong pintu pagar dan masuk kedalam halaman
sambil berseru:
"Apakah Tuan Kongci Sin ada dirumah?"
Steelah berteriak berapa kali, pintu rumah baru dibuka dan muncul seorang kakek bermuka
bersih dengan jenggot bercabang tiga menghiasi wajahnya. Kakek itu segera menegur: "Ada
urusan apa?"
" Kaukah yang bernama tuan Kongci Sin?"
Dengan sorot mata yang tajam kakek itu memandang sekejap kearah putri Kim huan yang
tertidur nyenyak dalam pelukannya, kemudian menjawab dengan suara dingin dan hambar: "Yaa
benar, akulah Kongci Sin. Ada urusan apa?"
" Kau toh seorang tabib, kalau bukan pasien yang datang untuk berobat, buat apa jauh-jauh
kemari untuk mencarimu?"
Namun diluarnya dia tetap bersikap lembut dan sengaja mengulumkan senyuman yang ramah
katanya dengan penuh kesopanan:
"Sudah lama kudengar nama besar sianseng, maka itu kami sengaja datang untuk berobat."
Kongci Sin tetap berdiri tak bergerak didepanpintu rumahnya meski habis mendengar perkataan
tersebut, sudah jelas ia berniat menolak kehadiran tamunya itu. Dengan pandangan yang dingin ia
melirik sekejap kearah putri Kim huan lalu tanyanya: "Siapa namamu?"
Biarpun dalam hati kecilnya merasa kheki namun sedapat mungkin Kim Thi sia menahan diri, ia
segera menjawab:
"Aku bernama Kim Thi sia"
Kongci Sin kelihatan agak tertegun sekali lagi ia memandang pemuda itu dengan sorot mata
yang dingin, tapi sikapnya kali ini jauh lebih baikan katanya kemudian dingin: "Masuklah"
Dengan langkah lebar Kim Thi sia masuk kedalam kamar membaringkan putri Kim huan diatas
sebuah pembaringan, pikirnya:
"Hmmm, tua bangka celaka, sekarang kau boleh berlagak tapi ingat, suatu ketika aku pasti
akan memberi pelajaran yang setimpal kepadamu."
Sementara itu Kongci sin sudah berganti pakaian dan muncul didalam ruangan untuk
memeriksa keadaan penyakit yang diderita putri Kim huan.

cara pengobatan yang dilakukan orang tua ini sangat aneh, ia tidak memeriksa denyut nadi,
tidak memeriksa detak jantung. Melainkan hanya membelalakkan matanya lebar-lebar sambil
mengawasi raut muka gadis tersebut.
Selang berapa saat kemudian, ia baru bertanya dengan suara dalam: "Bukankah istri anda
terkena pukulan tenaga dalam beracun?" Kim Thi sia kontan saja berpikir:
"Tidak aneh kalau dia bergaya begitu sombong, ternyata ilmu pengobatannya memang sangat
lihay."
Sementara berpikir, diapun manggut- manggut seraya menyahut:
" Ucapan tuan memang tepat sekali, ia memang terkena pukulan beracun."
Dengan pandangan dingin Kongci sin memandang sekejap kearahnya, meski tak berkata-kata,
namun Kim Thi sia dapat menangkap sikap "memandang rendah" dari balik sorot matanya itu.
Tanpa sadar pemuda itu mencoba membandingkan dirinya dengan putri Kim huan. Benar juga,
perbedaan diantara mereka berdua memang menyolok sekali bagaikan bertolak belakang saja. Tak
heran Kongci Sin menunjukkan sikap memandang rendah dan hina kepadanya sewaktu kata "istri
anda" tadi.
Dengan perasaan rendah diri ia tundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu bertanya:
"Apakah tuan mampu untuk mengobati lukanya itu?"
Kongci Sin segera mendengus sebagai jawaban dari pertanyaan itu.
Kim Thi sia merasa amat mendongkol, perasaannya bercampur aduk tak karuan, tapi ketika
didengarnya dari balik suara dengusannya mengandung keyakinan besar, iapun merasakan
hatinya agak terhibur.
Dalam pada itu Kongci Sin telah meluruskan tubuh gadis tersebut, kemudian bertepuk tangan
satu kali.
Ketika seorang pemuda berbaju putih munculkan diri, Kongci Sin segera berpesan: "Ambilkan
jarum emas dan diluarnya diberi bubuk kuning."
Pemuda berbaju pUtih itu mengiakan dan segera berlalu, tak lama kemudian dia telah muncul
kembali dengan membawa dua belas batang jarum emas yang telah dibakar hingga merah
membara.
Saat itulah Kongci sin baru berkata kepada Kim Thi sia.
"Ilmu pukulan beracun semacam ini merupakan jenis yang paling sukar diobati, coba kalau
dimasa mudaku dulu tak pernah belajar ilmu, mungkin tak akan kupahami cara pengobatannya.
cuma sebelum aku turun tangan, pertama-tama ingin kuminta persetujuanmu lebih dulu, yakni bila
terjadi hal-hal yang tak diharapkan, aku tak akan bertanggung jawab. Nah bagaimana menurut
pendapatmu?"
Kim Thi sia segera merasakan hatinya risau dan tidak tenang, tapi ingatan lalu kembali
melintas.
"Keadaan telah berkembang menjadi begini sekarang, rasanya aku harus menyerempet bahaya
untuk mencobanya." Berpikir begitu, diapun menjawab:
"Silahkan tuan turun tangan dengan perasaan lega, seandainya benar-benar terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, aku tak bakal menyalahkan dirimu...." Kongci Sin manggut- manggut,
kepada pemuda berbaju putih itu segera katanya: " cepat kau tekan tubuhnya, jangan biarkan dia
bergerak secara sembarangan."
Sebelum pemuda berbaju putih itu melakukan sesuatu tindakan, Kim Thi sia telah berebut
kedepan untuk menahan tubuh putri Kim huanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Sementara itu pemuda berbaju putih tersebut tidak berkata-kata, hanya sepasang matanya
terbelalak lebar-lebar mengawasi raut muka putri Kim huan tanpa berkedip seakan-akan dia telah
terpikat dan tertegun oleh kecantikan wajah gadis itu.
Kongci sin turun tangan dengan amat cekatan, dalam waktu singkat ia telah menusuk ketiga
puluh enam buah jalan darah penting ditubuh putri Kim huan dengan jarum emasnya.
Setiap kali jarum itu menembusi jalan darah, segera bergemalah suara mencicit yang keras
diikuti keluhan kesakitan putri Kim huan dan mengerang menahan penderitaan-
Menyaksikan kesemuanya itu, Kim Thi sia merasakan hatinya amat sakit bagaikan ditusuk-tusuk
dengan pisau belati.
Dalam keadaan begini, Kim Thi sia harus menyerahkan tenaga yang amat besar untuk
membuat gadis itu tak bergerak. Siapa yang tak pedih melihat kekasih hatinya mengalami
penderitaan hebat.
Kongci sin memusatkan segenap perhatiannya untuk mengincar jalan darah, lalu tusukkan
jarumnya dengan cepat, pengobatan seperti ini nampaknya sangat menyita kekuatan badannya,
tak seberapa lama kemudian, ia telah bermandikan keringat.
Sebaliknya pemuda berbaju putih itu mengambil kipas dan mengipasi kakek tadi sekuat tenaga,
meski begitu, matanya tak pernah beralih dari wajah putri Kim huan- Pandangannya termangu
entah apa saja yang sedang dipikirkan olehnya.
Tak lama kemudian suara rintihan putri Kim huan makin melemah, tapi penderitaan yang
dialaminyapun kelihatan jauh berkurang tubuhnya tidak gemetar sekeras semula.
Kembali lewat sesaat kemudian mendadak Kongci sin menghentikan gerakan pengobatannya
dan bertanya kepada Kim Thi sia: "Mampukah tenaga dalammu?"
"Apa maksud perkataanmu itu?" tanya Kim Thi sia tidak habis mengerti.
"Jangan kau tanyakan dulu masalah tersebut, jawab saja sampai ketaraf apakah tenaga dalam
yang kumiliki sekarang?"
"Untuk membunuh orang dalam jarak satu kaki rasanya bukan menjadi masalah lagi bagiku."
Kongci Sin segera manggut-manggut.
"Sekalipun belum lebih dari cukup, rasanya masih bisa dimanfaatkan sebisanya." Setelah
berhenti dan berpikir sejenak, kembali dia melanjutkan-
" cepat kau himpun tenaga dalammu dan salurkan hawa murni melalui sepasang telapak
tanganmu itu kedalam pusarnya, bila peredaran darahnya telah lancar kembali usahakan untuk
menyalurkan tenaga dalammu itu melalui Ui tang menuju ke Im kwan dan mengelilingi seluruh
badan tiga kali, dengan demikian ia pasti akan segar kembali."
Buru-buru Kim Thi sia duduk bersila diatas tanah dan mengerahkan tenaga sesuai dengan apa
yang dikatakan tadi.
Tak selang sepertanak nasi kemudian, kabut tipis telah menyelimuti seluruh tubuhnya. Hawa
murni yang mengalir dari dalam tubuhnyapun segulung demi segulung menyusup ketubuh gadis
tersebut.
Tak lama kemudian putri Kim huan tersadar kembali dari pingsannya, hawa hitam yang semula
menyelimuti wajahnya kini telah hilang. Setitik warna merahpun mulai muncul menghiasi pipiny a .
Dengan termangu- mangu dia memandang sekejap kearah Kim Thi sia, kemudian menengok
pula kearah Kongci Sin, setelah itu dari wajah Kongci Sin ia berpaling pula kearah pemuda berbaju
putih itu.
Bagaikan baru mendusin dari impian gadis itu termangu-mangu seperti orang kebingungan, tapi
setelah melihat wajah Kim Thi sia basah oleh keringat dan mukanya menunjukkan rasa penat yang

luar biasa, dengan penuh kasih sayang dia mengambil selembar sapu tangan dan membantu
untuk menyeka keringatnya.
Waktu itu keadaan Kim Thi sia sudah menjadi kaku, selama ini dia hanya berusaha untuk
menahan diri agar kesehatan putri Kim huan dapat pulih kembali. Tak lama kemudian...
Ia benar-benar tak sanggup menahan diri lagi, tubuhnya roboh terjungkal keatas pembaringan
dan tertidur sangat nyenyak. Kongci Sin segera berkata:
"Kaupun harus beristirahat dengan tenang, saat ini penyakitmu baru sembuh, jangan bergerak
secara sembarangan-"
Sewaktu berbicara, sepasang matanya mengawasi wajah sinona dengan pandangan ramah,
keadaannya tak berbeda dengan sikap pemuda berbaju putih itu. Tentu saja sinona menjadi kaget
bercampur tertegun dibuatnya.
Tapi kakek itu segera mengulapkan tangannya dan berseru lagi kepada pemuda berbaju putih
itu:
" cepat kau undang kemari empek Kim mu. Aku ada urusan penting yang hendak dibicarakan
dengannya."
Pemuda berbaju putih itu kelihatan agak sangsi sejenak. tapi dengan cepat dia zlari keluar
rumah, mengambil kuda dan memacunya kencang-kencang meninggalkan tempat itu.
Kongci Sin sendiripun telah pergi entak kemana, sejak dia meninggalkan ruangan tersebut,
batang hidungnya tak pernah menongol kembali.
Tak seberapa lama kemudian, Kim Thi sia mendusin dari tidurnya, sewaktu ia menjumpai putri
Kim huan sedang mengipasi tubuhnya dengan penuh kasih sayang, hatinya menjadi amat terharu.
Tak kuasa lagi dia menggenggam tangannya erat-erat dan bergumam:
"........Aku tidak apa-apa......aaai, kau tahu, aku gelisah setengah mati melihat keadaanmu
tadi......"
"Aku mengerti, aku bisa hidup lagi karena berkat jerih payahmu" ucap putri Kim huan lembut.
"oooh....engkoh Thi sia, aku tak tahu bagaimana mesti berterima kasih kepadamu........"
Sebagaimana diketahui, dia baru saja sembuh dari sakitnya, kesehatan badannya sangat lemah,
tapi Kim Thi sia amat senang dengan sikapnya itu, dia telah memandang gadis itu lebih berharga
daripada keselamatan jiwa sendiri. Mendadak dia bangkit berdiri seraya bertanya: " Kemana si
tabib Kong ci? "
"Kau maksudkan si kakek berjenggot panjang itu?" putri Kim huan balik bertanya. Sesudah
berhenti sejenak. sahutnya:
"Aku sendiripun tidak tahu ke mana dia telah pergi, sejak kepergiannya dia tak pernah muncul
kembali. Hey, apakah gedung ini miliknya?"
"Kita harus berterima kasih kepadanya coba kalau bukan dia, mungkin kau........"
"Yaa, aku tahu, aku bisa hidup berkat pertolongan dari kalian berdua........"
Mendadak........
Pintu kamar dibuka orang, seorang manusia berkerudung yang bertubuh kekar telah munculkan
diri didepan mata dibelakangnya mengikuti seseorang, dia tak lain adalah pemuda berbaju putih
tadi.
Manusia berkerudung itu memiliki sepasang mata yang amat tajam menggidikkan begitu
memasuki ruangan, dengan sorot mata yang tajam ia mengawasi kedua orang itu tanpa berkedip.
"Hey, anda ada urusan apa?" tanya Kim Thi sia tanpa terasa.

"Keluar" seru manusia berkerudung itu dingin. "Diluar akan kuberitahu akan segala sesuatunya
kepadamu."
Kim Thi sia dapat menangkap nada menantang dibalik perkataan tersebut, dengan langkah
lebar dia muncul keluar dan sahutnya: "Baik, kita berangkat."
Mereka berdua segera beranjak meninggalkan ruangan dan menuju kekebun luas diluar rumah.
Putri Kim huan yang sangat menguatirkan keselamatan kekasihnya, buru-buru menyusul dari
belakang dengan langkah sempoyongan-
"Kau kah Kim Thi sia si jago muda yang baru muncul didalam dunia persilatan?"
Kim Thi sia manggut- manggut.
"Yaabenar, boleh aku tahu siapa nama sobat?"
Manusia berkerudung itu segera mendengus dingin:
"Hmmm, lebih baik tanyakan sendiri kepada raja akhirat setelah kau mampus nanti."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba tubuhnya melejit setinggi tiga kaki ketengah udara, kemudian
dengan jurus " elang terbang menyambar air" dia menerkam kebawah dengan gerakan cepat
bagaikan sambaran kilat. Dengan kening berkerut Kim Thi sia segera berseru:
"Sobat, tanpa sebab musabab dan permusuhan apapun kenapa kau menyerangku? IHmmm,
tampaknya sebelum aku menunjukkan kebolehanku, kau anggap aku adalah manusia yang mudah
dipermainkan. "
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan ketengah udara segulung tenaga pukulan yang
amat dahsyat meluncur dan menumbuk kemuka.
"IHeeeeh.....heeeeh......heeeeh......tak nyana kaupun seorang jago silat yang bertenaga dalam
sempurna........" jengek manusia berkerudung itu sinis.
Ditengah udara dia berganti jurus, dari gerakan " elang terbang menyambar air" dirubahnya
menjadi "bertemu naga diatas tanah."
Tiba-tiba saja sepasang telapak tangannya dipentangkan kesamping dengan membawa dua
gulung kekuatan yang maha dahsyat serangan tersebut menyapu dan membabat kemuka.
"Duuuukk"
Ketiga tenaga pukulan dari Kim Thi sia saling beradu dengan tenaga pukulannya, seketika itu
tergetar keras hingga mundur tiga langkah kebelakang.
Pemuda kita menjadi gusar sekali, serta merta dia mengeluarkan jurus serangan " kecerdikan
menguasahi jagad" dan "kelincahan menyelimuti empat samudra" dari ilmu Tay goan sinkangnya
untuk menghantam musuh ibarat gulungan ombak disamudra.
Manusia berkerudung itu tertegun, ia tak berani menyambut dengan kekerasan- Tubuhnya
melejit setinggi lima kaki lebih untuk meloloskan diri dari sergapannya yang maha dahsyat.
Sementara itu Kim Thi sia telah berpikir:
"Delapan puluh persen Kongci Sin lah yang mengundang kehadiran orang ini. Heran, kalau toh
dia sudah menyanggupi untuk mengobati luka beracun yang diderita gadis tersebut, apa sebabnya
ia menyusahkan aku dengan mendatangkan jagoan lain? Aneh......betul-betul sangat aneh."
Sementara otaknya berputar, tangannya sama sekali tak menganggur dengan mementangkan
telapak tangannya kesamping secara beruntun dia melepaskan pukulan dengan jurus "mati hidup
ditangan nasib" serta "kejujuran mengalahkan batu emas."
Bagi jagoan lihay yang sedang bertarung sekali gebrakan saja dapat diketahui kemampuan
orang. Rupanya dia telah menyadari kalau musuhnya amat tangguh, oleh sebab itu begitu
serangan dilancarkan, dia segera mengerahkan tenaga sinkangnya hingga mencapai sepuluh
bagianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dalam waktu singkat manusia berkerudung itu merasakan betapa lihaynya kekuatan musuh.
Bahkan tenaga dalam yang dimiliki sang pemuda masih sepuluh kali lipat lebih hebat daripada apa
yang diduganya semula.
Berada dalam keadaan begini, buru-buru dia merubah gerak serangannya dengan melakukan
serangan-serangan jarak dekat yang gencar dan berbahaya......
Serangan yang amat dahsyat ini kembali mendesak Kim Thi sia harus mundur sejauh dua
langkah kebelakang.
Dalam keadaan terdesak. Kim Thi sia masih menyempatkan diri untuk berpaling kesamping, ia
saksikan putri Kim huan masih berdiri didepan pintu dengan wajah risau dan gelisah.Jela terlihat
betapa besarnya perhatian gadis itu atas keselamatan jiwanya. Tiba-tiba saja pemuda kita merasa
terharu pikirnya:
"Dia baru sembuh dari sakit, tubuhnya masih begitu lemah, namun besar sekali perhatiannya
atas keselamatan jiwaku. Ya a, bagaimanapun juga, aku tak boleh membiarkannya merasa kuatir."
Berpikir sampai disitu, darah panas dalam tubuhnya serasa mendidih, semangat makin
berkobar tiba-tiba saja dia mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya untuk menyerang
dengan dua jurus terampuh dari ilmu Tay goan sinkang, yakni jurus "kepercayaan mencengkeram
seluruh jagad" serta " kekerasan menguasahi bumi."
Jurus yang pertama lemah lembut sedang jurus kedua ganas dan buas sekali, meski dimainkan
beruntun namun tidak mengurangi sifat sesungguhnya dari jurus masing-masing.
Seketika itu juga manusia berkerudung itu merasakan terjangan dua jenis kekuatan yang
berbeda bobotnya, dalam keadaan begitu, tergopoh-gopoh dia melompat mundur kebelakang.
Siapa tahu, baru saja dia menghindarkan diri dari jurus yang pertama, ternyata tak mampu
menghindari serangan yang kedua kontan tubuhnya tergempur sehingga mundur tiga langkah
dengan sempoyongan-
Melihat keberhasilan ini, rasa percaya pada kemampuan sendiri semakin tumbuh dihati Kim Thi
sia, secara beruntun dia melepaskan tiga buah serangan berantai yang maha dahsyat.
Begitu kehilangan posisi yang menguntungkan, manusia berkerudung itu kontan saja terdesak
sangat hebat, terutama sekali setelah termakan tenaga pukulan yang ganas dan buas, ia makin
terdesak sehingga harus mundur terus berulang kali.
Putri Kim huan yang menyaksikan peristiwa ini menjadi girang setengah mati, sepasang lesung
pipitnya yang sudah lama tidakpernah nampak. kini tersungging kembali dengan manisnya.
Kim Thi sia melirik sekejap. ia benar-benar terperana oleh keayuan gadis tersebut. sekali lagi ia
melepaskan tiga buah serangan berantai.
Dari ketiga buah serangan tersebut, serangan yang pertama lebih tangguh daripada serangan
berikut, sedemikian luar biasanya serangan-serangan tadi membuat manusia berkerudung itu
mendengus tertahan secara tiba-tiba kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun
membalikkan badan dan kabur dari situ.
Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah lenyap dikejauhan sana.........
Sepeninggal manusia berkerudung itu, agaknya putri Kim huanpun sudah terlalu banyak
membuang tenaga, dengan napas tersengkal-sengkal ia memburu maju kemuka dan menjatuhkan
diri kedalam pelukan Kim Thi sia.
sementara itu Kim Thi sia masih dicekam perasaan keheranan dan tak habis mengerti.
Walaupun ia sudah memeras otak namun tak juga ditemukan jawabannya kenapa manusia
berkerudung itu muncul secara tiba-tiba dan pergi pula secara tiba-tiba, padahal seingatnya ia
tidak mempunyai permusuhan dengan Siapapun.

Dengan langkah cepat dia meninggalkan pagar bambu menuju ketempat tinggal Kongci Sin
secara kebetulan Kongci Sin sedang melongok keluar, dengan cepat empat mata saling bertemu
menjadi satu.
Tiba-tiba saja Kongci Sin menarik kembali kepalanya sambil menutup pintu rumahnya keraskeras.
Melihat sikap aneh kakek itu, Kim Thi sia segera menyadari apa yang terjadi pikirnya secara
diam-diam:
" Keparat, rupanya kau yang mengundang kedatangan manusia berkerudung itu....."
Berpendapat begitu, ia segera berbicara keras-keras. "Kongci Sin cepat keluar dan berbicara
denganku"
Suasana dalam gedung itu amat sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun seakan-akan gedung
tersebut berada dalam keadaan kosong. Sambil mendengus dingin kembali Kim Thi sia berteriak
keras:
"Sudah kuduga kalau kedatangan manusia berkerudung tadi atas undanganmu, tapi kau pun
tak usah gelisah atau gugup, mengingat kau telah menolong adikku, tentu saja aku tidak akan
mencelakakan dirimu........"
Habis berkata ia menanti sambil tertawa dingin, namun walaupun sudah ditunggu sekian lama
pun tak kedengaran suara jawaban akhirnya dengan langkah lebar dia berjalan meninggalkan
tempat tersebut.
Putri Kim huan menyambut pemuda itu dengan pelukan yang mesra dan mengawasi wabahnya
lekat-lekat.
Ditatap seperti ini, diam-diam Kim Thi sia merasa rendah diri, mukanya berubah menjadi merah
padam dan ia tergagap tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Dengan suara lembut putri
Kim huan segera berkata:
"Wajahnya dekil dan penuh debu, tak kau pergunakan waktu yang luang ini untuk
membersihkan diri?"
"Aku.......aku tak tahu kalau wajahku juga."
Mendadak ia seperti teringat sesuatu, segera tanyanya lagi dengan suara dalam: "Kau jemu
dengan diriku yang kotor?" Putri Kim huan segera tertawa lembut.
" Kenapa mesti jemu? Aku hanya menganggap kurang sedap melihat wajah yang kotor, maka
kuminta kepadamu untuk membersihkan badan-"
"Baiklah kalau begitu" sahut Kim Thi sia kemudian dengan perasaan lega. "Aku segera pergi
membersihkan badan-"
Putri Kim huan membenamkan kepalanya didalam dada pemuda itu, dalam kondisi baru
sembuh dari sakit yang parah ia memang tak mampu untuk berjalan secara normal.
Meski begitu dia menganggap berjalan dalam keadaan seperti ini amat mesrah dan hangat,
bahkan ia berharap bisa mengalami saat-saat bahagia seperti ini untuk selamanya.
Ia memang pernah membayangkan kembali kehidupan mewahnya diistana negeri Kim, iapun
teringat dengan kawanan anak bangsawan atau putra raja-raja muda yang lemah lembut dan
selalu mengelilingi dirinya itu, mereka selalu sopan dan menghormatinya, jauh berbeda dengan
kekerasan serta keberangasan Kim Thi sia.
Tapi ia berpendapat, meski Kim Thi sia kasar tak tahu adat, gerak geriknya kasar dan polos,
sesungguhnya dia adalah seorang lelaki sejati dibandingkan dengan para putra bangsawan yang
lemah lembut mirip perempuan, pemuda ini memiliki jiwa jantan yang lebih kentara.

Sekalipun putri Kim huan bertubuh lemah lembut, tapi semenjak kecil ia sudah mengagumi para
pahlawan yang bermain senjata. Itulah sebabnya ia merasa bangga dan senang setelah kini, ia
berhasil menggenggam seorang jago yang benar-benar berjiwa jantan.
Berpikir sampai disini, tak kuasa lagi dia tertawa cekikikan-
"Hey, apa yang kau tertawakan?" tanya Kim Thi sia keheranan- "Adakah sesuatu yang tak beres
denganku?"
Entah mengapa, semenjak ia menaruh hati terhadap gadis ini, dalam hati kecilnya selalu
tumbuh perasaan ragu, dia selalu mencurigai gadis itu memandang rendah dirinya.
" Engkoh Thi sia" tiba-tiba putri Kim huan bertanya. "Sebenarnya perselisihan apakah yang
terjalin antara dirimu dengan pedang emas? Bukankah kau adalah adik seperguruannya?"
Sebutan "engkoh" dari sinona dengan cepat menenangkan kembali pikiran Kim Thi sia yang
bergejolak tapi ia segera dibuat keheranan setelah mendengar kata berikut serunya cepat:
"Kenapa sih kau mengajukan pertanyaan seaneh ini?"
"Bukankah orang yang barusan bertarung denganmu adalah sipedang emas?"
"Apa? Dia adalah pedang emas?" teriak Kim Thi sia amat terkejut.
"Yaa benar, ketika berlangsung pertemuan puncak dengan Pek kut sinkun tempo hari, aku
pernah melihat kemunculannya, waktu itu dia pun berdandan seperti hari ini, mengerudungi
wajahnya dengan secarik kain hitam."
"Kau tidak salah melihat?"
Putri Kim huan segera meronta manja didalam pelukannya, berlagak marah ia berseru: "coba
lihat......sampai sekarangpun kau belum mau percaya dengan perkataanku."
Dengan ucapan mana, sama artinya dengan menegaskan bahwa apa yang dilihat tak bakal
salah.
Mimpipun Kim Thi sia tidak mengira kalau pedang emas bakal turun tangan lebih dulu dengan
membokongnya secara licik.
Dalam waktu singkat, pelbagai ingatan melintas didalam benaknya, ia segera berpikir:
-00d00w00-
JILID 35
"Sudah pasti sipedang perak telah melaporkan usahaku untuk membalas dendam kepadanya.
Sipedang emas adalah manusia kurcaci berhati serigala, bagaimana mungkin ia bersedia
melepaskan aku setelah mendapat kabar ini?"
"Selain itu, akupun telah menyiarkan berita bahwa aku bertekad akan melenyapkannya dari
muka bumi, tak heran kalau Kongci Sin sebagai orang kepercayaannya segera memberi kabar
kepadanya setelah mendengar namaku tadi." Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia bergumam:
"Pokoknya dipikir bolak balik, tetap masalahnya tak terlepas dari dua lingkupan diatas, delapan
puluh persen Kongci Sin adalah anak buahnya. Waaah......ini berarti sipedang emas telah
memasang jerat diseluruh dunia persilatan untuk menangkapku. Gerak gerikku selanjutnya meski
lebih berhati-hati....."
Sementara otaknya berputar terus, tanpa terasa sampailah mereka didepan sebuah rumah
penginapanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Saat itu senja telah menjelang tiba, lampu lentera mulai menerangi seluruh rumah penduduk
didalam kota.
Mendadak paras muka putri Kim huan berubah menjadi agak memerah, dia melirik sekejap
kearah rumah penginapan lalu menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil berusaha untuk
mengendalikan jalan pemikiran sendiri yang aneh.
Tiba-tiba ia berpikir:
"Engkoh Thi sia, tampaknya kau mempunyai banyak persoalan yang mengganjal didalam
hatimu, bagaimana kalau aku turut memikirkannya......."
Kim Thi sia menghela napas panjang.
"Aaaaai, seandainya aku mati, bagaimana dengan dirimu?"
Putri Kim huan tidak menyangka kalau dia akan mengajukan pertanyaan semacam itu. Untuk
sesaat ia dibuat tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Sesaat kemudian ia
baru menundukkan kepalanya seraya menjawab lirih: "Seandainya kau sampai mati, akupun tak
ingin hidup lebih lanjut."
Kim Thi sia segera merasakan hatinya bergetar keras, tanpa sadar dua titik air mata jatuh
berlinang, katanya pelan:
"Adikku, kau jangan bergurau. Seandainya benar-benar terjadi peristiwa setragis ini. Kau mesti
baik-baik menyayangi kesehatanmu sendiri."
Putri Kim huan tak sanggup menahan rasa pedihnya setelah mendengar perkataan itu, dari
sedih ia menjadi menangis terisak.
Kim Thi sia memeluk tubuhnya dengan penuh kasih sayang, tapi air matanya turut bercucuran
pula karena sedih.
Selang berapa saat kemudian, ia baru dapat mengendalikan perasaan sendiri dan masuk
kedalam rumah penginapan.
Setelah dapat kamar dan membaringkan putri Kim huan diatas ranjang, pemuda itu beranjak
meninggalkan ruangan-
Mendadak diberanda depan, dibawah sinar lentera yang redup, ia saksikan seorang manusia
berkerudung telah berdiri menanti disitu.
Dengan perasaan terkejut Kim Thi sia mundur setengah langkah kebelakang, kemudian
tegurnya sambil tertawa dingin:
"Hey pedang emas, sekalipun kau tidak datang mencariku, akupun akan mencarimu untuk
membuat perhitungan. "
Pedang emas membungkam diri dalam seribu bahasa, hanya sorot matanya yang tajam pelanpelan
dialihkan dari wajahnya keatas pedang yang tersoren dipinggangnya.
Kedua belah pedang yang tersoren dipinggangnya itu sebuah adalah pedang Leng gwat kiam
yang diserahkan putri Kim huan kepadanya, sedangkan yang lain adalah pedang yang diambil dari
kamar rahasia Dewi Nirmala.
Tapi dia tak habis mengerti, mengapa sipedang emas menaruh perhatian yang begitu besar
terhadap kedua belah pedang mestika itu.
Dengan pandangan tenang manusia berkerudung itu memandang sekejap kearahnya, dibalik
sinar mata tersebut terpancar bunga api yang membara. Tiba-tiba dia maju kedepan, kemudian
teriaknya keras-keras:
"IHey, dari mana kau dapatkan pedang pendek yang tersoren dipinggangmu itu........?^
Pedang pendek yang dimaksud adalah pedang yang diambil Kim Thi sia dari kamar rahasia
Dewi Nirmala.

Setelah mendengar penjelasan dari putri Kim huan tadi, Kim Thi sia telah menganggap manusia
berkerudung itu sebagai sipedang emas timbul gejolak hawa amarah yang luar biasa dalam
benaknya.
Tiba-tiba dia melangkah maju setindak dan mengayunkan telapak tangannya melepaskan
sebuah pukulan-
Segulung tenaga pukulan yang amat dahsyat segera meluncur kedepan dengan hebatnya,
ibarat amukan ombak ditengah samudra.
Manusia berkerudung itu segera mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut
datangnya serangan tersebut, tiba-tiba saja ia tergetar mundur selangkah. Kim Thi sia sangat
kegirangan, segera bentaknya lagi penuh kegusaran: "Hmmm, tak nyana sipedang emas hanya
begitu-begitu saja."
Secara beruntun dia melepaskan kembali dua buah serangan berantai yang amat gencar.
Tampaknya manusia berkerudung itu telah dibuat tertegun oleh kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki pemuda itu, disaat dia menjumpai bahwa kedua serangan tersebut yang satu lebih
dahsyat daripada yang lain- Sekilas perasaan jeri melintas dibalik matanya, tergesa-gesa ia berkelit
kesamping.
Angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat menyambar lewat, sekalipun serangan utama
berhasil dihindari namun tak mampu menghindari sisi serangan tadi.
Kontan ia tersapu oleh sisa tenaga serangan yang maha dahsyat hingga maju dengan
sempoyongan, sementara kain kerudung yang menutupi wajahnya terlepas dari atas kepalanya.
Kim Thi sia belum pernah melihat raut wajah sebenarnya daritoa suhengnya, dia segera
menghentikan serangan dan melongok kedepan-
Ternyata wajah orang itu dikenalnya, dia tak lain adalah sastrawan setengah umur yang
memberi petunjuk kepadanya untuk mencari Kongci Sin tadi, tentu saja pemuda kita jadi tertegun
dibuatnya.
Paras muka sastrawan setengah umur itu memerah sesaat, kemudian sambil mendengus dingin
serunya:
"Hey orang she Kim, sebenarnya kau dapatkan pedang mestika itu dari mana?"
Kim Thi sia berusaha mengingat kembali siapa gerangan orang ini, dalam waktu singkat
teringat sudah dia. orang ini telah dikenalnya sewaktu ia menangkan tiga rase bermuka hitam,
anak buah sipedang emas malam itu. Dia bukan lain adalah sisastrawan menyendiri yang telah
membongkar semua kejahatan dari sipedang emas.
Sungguh tak disangka sisastrawan menyendiri yang telah membongkar kejahatan sipedang
emas ternyata sipedang emas sendiri. Mengapa dia memaki diri sendiri? Peristiwa ini benar-benar
diluar dugaan-
Melihat pemuda tersebut tak menjawab, sastrawan menyendiri segera mendengus sambil
berkata lagi:
"Hey orang she Kim, hitung-hitung kau masih punya nama juga didalam dunia persilatan- Bila
engkau bisa dapatkan pedang tersebut dari guruku, tolong ungkapkanlah alasannya, kalau tidak.
Hmmm sekalipun aku sisastrawan menyendiri bukan tandinganmu, tapi demi dendam kesumat
perguruanku, aku tak bisa berpeluk tangan belaka."
"Hey pedang emas, kau tak usah berlagak pilon lagi, aku sudah tahu kau adalah seorang
manusia licik yang banyak tipu muslihatnya." seru Kim Thi sia dengan suara dalam.
"Telur busuk. kau anggap aku adalah sipedang emas? Benar-benar kurang ajar."
Putri Kim huan yang mendengar suara ribut-ribut segera munculkan diri dari kamarnya, melihat
peristiwa tersebut, serunya segera sambil tertawa:

" Engkoh Thi sia, ia bukan sipedang emas, pedang emas memiliki perawakan tubuh yang kekar,
dalam sekilas pandangan saja aku sudah mengenalinya......"
" Lantas siapa dia?"
"Hey, bukankah kalian semua telah saling mengenal? Kenapa kau masih bertanya kepadaku?"
sahut putri Kim huan tidak habis mengerti.
Diam-diam Kim Thi sia berpikir, dengan cepat dia memahami hal tersebut, pikirnya:
"Memang banyak kejadian aneh didunia ini. Soal manusia berkerudungpun jumlahnya begitu
banyak. mungkin sipedang emas pun hanya seorang diantaranya." Berpikir begitu, dengan nada
minta maaf diapun berkata:
"Sastrawan menyendiri, seandainya kau melepaskan kain kerudungmu sejak tadi, aku tak akan
menyerangmu."
Air muka sastrawan menyendiri tetap dicekam keseriusan, kembali dia berkata dengan suara
lantang:
"Kim Thi sia, lama kudengar kau sebagai seseorang yang senang berterus terang, tak disangka
sesudah bersua ternyata bukan begitu keadaannya. Ayoh cepat jelaskan darimana kau dapatkan
pedang Tong hong kiam tersebut? Apakah kau mendapatkannya dari guruku? Atau mungkin kau
telah melakukan sesuatu kejahatan sehingga tak berani mengatakannya?" Dengan nada tak
senang hati, Kim Thi sia berkata:
"Mengapa sih kau menanyakan terus asal usul pedang ini? Baiklah, akan kuberi tahu secara
terus terang, pedangku ini berasal dari tempat kediaman Dewi Nirmala. Maka bila kau ingin
mengetahui asal usul sebenarnya silahkan saja bertanya kepada Dewi Nirmala."
"Dewi Nirmala? Siapakah Dewi Nirmala itu?" tanya sastrawan menyendiri dengan wajah
tertegun-
"Kalau dia saja tak kau kenal, buat apa bertanya lagi kepadaku."
"Dewi Nirmala, wahai Dewi Nirmala, sudah pasti kaulah pembunuh suhuku........"
Kim Thi sia yang mendengar pembicaraan mana segera melepaskan pedang Toan hong kiam
itu dan diserahkan kepadanya seraya berkata:
"Kalau memang pedang mestika ini benda milik perguruanmu, ambillah sedang persoalan
tentang Dewi Nirmala, lebih baik carilah keterangan sendiri tentang dirinya. Aku tak ingin turut
campur."
Sementara itu putri Kim huan yang bersandar disisi tubuh pemuda itu turut menimbrung
dengan suara lembut:
"Engkoh Thi sia, aku melihat wajahnya gagah dan jujur. Sudah pasti dia adalah orang baik-baik.
Kau tak boleh bersikap sekasar ini terhadap orang lain."
" Lantas apa mau mu?"
"Sekarang terbukti sudah kalau pedang tersebut milik gurunya, padahal kau dapatkan dari
tangan Dewi Nirmala. Hal ini membuktikan bahwa dibalik kesemuanya itu tentu terdapat hal-hal
yang tak beres. Kalau bukan Dewi Nirmala sebagai pembunuh gurunya, sudah pasti gurunya
mempunyai hubungan yang cukup intim dengannya. Meski aku bukan orang persilatan, namun
aku tahu juga tentang pepatah yang mengatakan, pedang utuh orangnya hidup, pedang putus
orangnya tewas."
"Perkataan nona cepat sekali" sahut sastrawan menyendiri dengan sangat sedih. "Hey orang
she Kim, hari ini kau harus memberitahukan letak sarang dari Dewi Nirmala itu kepadaku."
"Ia tinggal di Lembah Nirmala, asal kau menanyakan persoalan ini kepada orang lain, sudah
pasti akan mengetahui dengan segera."

Sastrawan menyendiri segera membalikkan badan siap beranjak pergi, nampak jelas paras
mukanya diliputi perasaan sedih yang amat mendalam. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam
benak Kim Thi sia, ujarnya kemudian:
"Terus terang saja aku bilang, bila kau pergi kesana dengan cara begini sama artinya kau pergi
mencari kematian buat diri sendiri. Ketahuilah ilmu silat yang dimiliki Dewi Nirmala sangat lihay,
akupun belum tentu sanggup menandingi kemampuannya."
Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menggubris perkataan tersebut, dia membalikkan
badan dan beranjakpergi dari situ dengan langkah lebar.
Memandang bayangan punggungnya yang semakin menjauh, Kim Thi sia menghela panjang,
gumamnya:
"Aaaai, bila kau enggan menuruti perkataanku, pasti akan mengalami nasib yang tragis."
"Engkoh Thi sia, apakah kau takut sekali dengan si Dewi Nirmala itu?" tanya putri Kim huan
pelan-
Berubah hebar paras muka Kim Thi sia sahutnya cepat:
"Omong kosong, dua hari berselang aku telah bertarung melawannya, sekalipun aku kalah,
namun ia cukup kubuat ketakutan setengah mati."
Secara ringkas diapun menceritakan pengalamannya ketika bertarung melawan Dewi Nirmala
dua malam berselang.
Putri Kim huan mendengarkan dengan penuh perhatian, diam-diam dia mengagumi kejujuran
serta kepolosan sang pemuda didalam berkisah.
Tak lama kemudian Kim Thi sia selesai berkisah, dia membopong gadis tersebut naik keatas
pembaringan, menutup tubuhnya dengan selimut, kemudian ia keluar dari pintu kamar dan duduk
tertidur didepan pintu.
Putri Kim huan merasa amat kuatir, dia menyusul keluar pintu melihat pemuda tersebut duduk
berjongkok didepan pintu dalam udara dingin- Tiba-tiba saja muncul perasaan sedih yang amat
mendalam dihati kecilnya, ia berpikir:
"Ia benar-benar seorang yang jujur, suci dan baik hati, kenapa aku selalu menyakiti hatinya?"
Apalagi ketika sorot matanya beralih keatas pakaiannya yang begitu tipis, penuh robekan dan
tak karuan, terbayang pula bagaimana menderitanya penghidupan pemuda tersebut......
Mendadak rasa pedih yang mencekam dalam hatinya tak terkendali lagi, dia berseru tertahan
dan menjatuhkan diri kedalam pelukan pemuda itu seraya berbisik: "Kau benar-benar bodoh,
mengapa tidak tidur saja disisiku?"
Kim Thi sia membuka kembali matanya, kasih sayang dari sinona membuat hatinya terpesona,
ia tak sanggup menahan diri lagi, sambil menghela napas panjang katanya: "Adikku....terus
terang.....tiba-tiba timbul perasaan takut dalam hatiku........."
Putri Kim huan menggenggam tangannya erat-erat dan diletakkan diatas pipinya, lalu berbisik:
"Engkoh Thi sia kau adalah seorang lelaki jantan-....aku tak percaya kau akan^ merasa
takut......"
"Adikku.......kita berasal dari keturuan yang berbeda, status kitapun berbeda.....aku telah lama
membayangkan persoalan ini."
Setelah berhenti sejenak. dengan mata berkaca-kaca lanjutnya:
"Mungkinkah keluargamu mengijinkan kau menikah dengan seorang pemuda rudin, pemuda
gelandangan semacam aku? Adikku, aku takut semuanya akan berubah menjadi impian kosong
disaat fajar mulai menyingsing......tapi aku.......aku dapat mengenangmu selalu........."

Putri Kim huan tidak mengira sejauh itu pemuda tersebut telah mempertimbangkan hubungan
mereka, melihat kepedihan yang mencekam perasaannya, tiba-tiba saja timbul suatu perasaan
ngeri dihati kecilnya.
Ia segera memeluk pemuda itu kencang-kencang dan katanya dengan suara lirih:
"Engkoh Thi sia aku tidak ingin pulang. Aaaai, aku tak pulang maka ayah bagindapun tak dapat
berbuat apa-apa kepadaku"
"Adikku......." dengan perasaan sedih yang mendalam Kim Thi sia mulai menundukkan
kepalanya. "bila kita sudah tahu bahwa kejadian semacam ini tak mungkin bisa dihindari lagi, bila
kita sadar penderitaan yang lebih-lebih mendalam bakal kita alami, mengapa .....mengapa kita tak
berpisah saja mulai sekarang?"
"oooh...... kau...... mengapa kau harus melukai hatiku dengan perkataan seperti itu?"
putri Kim huan semakin sesenggukan- "Apakah kau mengira dengan berbuat begitu maka aku
akan peroleh kebahagiaan?"
"Aku rasa mungkin saja begitu."
Sebelum perkataan itu selesai diucapkan tiba-tiba putri Kim huan telah menempelkan bibirnya
yang mungil dan basah itu keatas bibir pemuda tersebut hingga perkataanpun terhenti sampai
diseparuh jalan-
Kim Thi sia merasakan hatinya bergetar keras, agak tergagap ia berbisik: "Adikku, janganlah
terlalu dipaksakan- Aku sadar bukan pasanganmu yang serasi"
"Tidak. kau tak boleh berkata begitu."
"Aaaai......aku benar-benar seorang manusia yang tidak bersemangat........."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan putri Kim huan kembali sudah mendekam diatas
dada pemuda itu sambil menangis terseduh-seduh.
Kim Thi sia balas memeluk pinggang sinona dengan penuh kemesrahan, dia tak mengira kalau
gadis cantik bak bidadari ini bisa menaruh rasa cinta yang begitu mendalam kepadanya.
Kobaran api asmara yang membara membuat hati mereka berdua membaur menjadi satu. Ia
seperti sudah melupakan segala sesuatunya, saat ini dia hanya tahu bagaimana cara menikmati
kehangatan dan kemesrahan yang ada.
Mendadak sesosok bayangan hitam melintas lewat diatas atap rumah, disusul kemudian
terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin: "Bila punya kepandaian, ayoh ikuti aku"
Habis berkata bayangan tersebut kembali bergerak menuju kesebelah barat.
orang itu bertenaga dalam sempurna dan bermata tajam bagaikan sembilu, Kim Thi sia
terkesiap dibuatnya.
Sementara dia masih merasa ragu apakah perkataan itu ditujukan kepadanya, dari arah timur
telah muncul kembali tiga sosok bayangan manusia yang bergerak menuju kearah yang sama. Kim
Thi sia dapat melihat dengan jelas, seorang diantara mereka adalah sipedang perak.
Tanpa berkata-kata lagi dia menggendong putri Kim huan, lalu mengejar pula kearah barat.
Sewaktu tiba dijalan raya yang lenggang, secara lamat-lamat terlihat olehnya ada empat sosok
bayangan hitam sedang bertarung dengan serunya.
Dibawah sinar rembulan yang redup, ia melihat seorang jago persilatan yang masih muda dan
tampan sedang dikerubuti oleh sipedang perak. pedang besi, dan pedang api.
Rasa dendam kesumat dan jiwa ksatrianya membuat Kim Thi sia segera menurunkan putri Kim
huan keatas tanah, kemudian sambil membentak ia terjunkan diri pula kearena pertarunganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Sipedang perak mundur selangkah, begitu melihat siapa yang muncul, dengan wajah berubah
hebat bentaknya: "Sute, mau apa kau datang kemari?"
"Hmmm^ siapa sih sutemu? Tak tahu malu" sahut Kim Thi sia ketus.
Sambil menghimpun tenaga dalamnya, tiba-tiba dia melepaskan sebuah pukulan yang maha
dahsyat kearah sipedang besi So Bun pin-
Sejak mengetahui kehadiran Kim Thi sia bersama putri Kim huan, paras muka sipedang besi So
Bun pin telah berubah menjadi amat tak sedap dilihat. Apalagi melihat datangnya serangan
tersebut, ia segera mengayunkan pula telapak tangannya untuk melancarkan sebuah pukulan
balasan-
Dua gulung tenaga pukulan yang amat hebat itu segera bertemu satu dengan lainnya.
"Blaaaaarrrrr^........"
ditengah benturan keras, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur satu langkah
kebelakang.
"Jangan lari, sambut sekali lagi pukulanku ini" bentak Kim Thi sia keras-keras.
Seraya berkata, ia mendesak maju kedepan dan secara beruntun melepaskan tiga buah
pukulan berantai.
Berubah hebat paras muka sipedang besi So Bun pin, diam-diam pikirnya dengan perasaan
kaget:
"Aduh celaka, agaknya bocah keparat ini berhasil melatih tenaga dalamnya."
Dalam waktu singkat dia meraskan tekanan yang amat berat dari lawannya, sehingga tak kuasa
lagi tubuhnya tergetar mundur tiga langkah kebelakang.
Pedang api yang melihat gelagat tak menguntungkan segera maju kedepan sambil melepaskan
sebuah bacokan kilat, tanyanya dengan gemas:
"Bocah keparat, kaukah Kim Thi sia, murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente?"
cepat-cepat Kim Thi sia melepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk menghalau serangan
pedang tersebut, sahutnya dingin:
"Benar, apakah kau ingin mencoba kepandaian maha sakti dari Malaikat pedang berbaju
perlente?"
Diam-diam pedang api merasa terkesiap tapi api kegusarannya berkobar juga, bentaknya
kemudian dengan geram:
"suheng, bocah keparat ini terkutuk. buat apa kita mesti bersungkan-sungkan lagi dengannya?"
Sembari berkata, pedang apinya dicukil sambil membabat, serangannya dilepaskan dengan
cepat dan ganas.
Inilah jurus serangan " kerbau buas membuka gunung" dan " kerbau merah menginjak rumput"
dari ilmu pedang kerbau hitam.
"Sute" kedengaran pedang perak berkata dengan suara dalam. "Aku sudah tidak mencampuri
urusannya lagi, apa yang hendak kau perbuat, lakukanlah sekehendak hatimu."
Sambil berkata dia memutar telapak tangannya dan langsung mengancam jalan darah Hoat
hiat, Hong wi dan Tay ki hiat ditubuh pemuda tampan itu.
Berkat bantuan dari Kim Thi sia, posisi dari pemuda tampan itu seketika berubah. Melihat
datangnya serangan pedang yang ganas dari sipedang perak. dia tertawa nyaring setelah mundur
setengah langkah sebuah pukulan diayunkan kemuka.
Betapa terkesiapnya pedang perak ketika serangannya yang baru mencapai setengah jalan
dipaksa untuk berubah gerakan pikirnya:

"orang bilang ilmu pukulan tanpa bayangan bisa membunuh korbannya tanpa wujud setelah
menjumpai sendiri hari ini, terbukti kabar tersebut bukan kosong belaka. Nyatanya hanya
mengandalkan sebuah jurus serangan dari ilmu pukulan tanpa bayangan aku sudah didesak
sangat hebat. Hal ini membuktikan bahwa ilmu silatnya telah peroleh warisan langsung, aku tak
boleh bertindak secara gegabah........."
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja tangannya digetarkan keras-keras sehingga berbunyi
gemurutukan aneh, disusul kemudian dua kebasan kilatnya menimbulkan suara deruan angin dan
guntur yang memekikkan telinga.
Rupanya dia telah mempergunakan ilmu guntingan pergelangan tangannya yang maha sakti.
Putri Kim huan tidak kuatir Kim Thi sia bertarung melawan siapa saja, sebab dia tahu pemuda
tersebut memiliki ilmu silat yang maha sakti bahkan semakin bertarung makin kosen. Sambil
tersenyum diapun berkata:
"Engkoh Thi sia, hari ini aku menyaksikan kepandaian silatmu yang sebenarnya"
Ucapan " engkoh Thi sia" yang dipergunakan dihadapan umum ini kontan saja membuat Kim
Thi sia kegirangan setengah mati. otomatis tenaganyapun berlipat ganda, terutama dihadapan
musuh cintanya, sipedang besi So Bun pin- Boleh dibilang ia telah menempati posisi yang sangat
menguntungkan.
Sebaliknya sipedang besi yang terpikat oleh kecantikan wajah gadis tersebut menjadi tak
terlukis rasa gusarnya, mencorong sinar tajam dari balik matanya.
Sebagai seorang manusia licik yang berakal busuk. dia tak mengemukakan amarahnya dengan
begitu saja, sekuat tenaga dia mencoba untuk bersabar. Sementara sepasang telapak tangannya
disilangkan kian kemari melepaskan rangkaian bunga pukulan yang segera menyelimuti seluruh
tubuh musuh cintanya itu.
Kim Thi sia dengan jurus "menyulut api dibalik batu" begitu berhasil mendesak mundur
sipedang api, dengan cepat dia memutar satu lingkaran lalu dengan mengeluarkan jurus
"kecerdikan menguasahi seluruh jagad" dari ilmu Tay goan sinkang, ia berusaha melindungi
keselamatan jiwa sendiri.
Sipedang besi So Bun pin semakin terkesiap lagi ketika serangannya yang begitu gencar tak
berhasil menembusi pertahanan lawan, pikirnya tanpa sadar: "Hebat betul bocah keparat ini,
jangan-jangan ia sudah menjadi Dewa."
Tiba-tiba terdengar putri Kim huan berseru sambil tertawa: "Engkoh Thi sia, pakaianmu sudah
hampir copot......"
Kim Thi sia segera menundukkan kepalanya memeriksa betul juga, pakaiannya yang kotor lagi
compang camping itu memang sudah hampir terlepas, kontan saja paras mukanya menjadi merah
padam. cepat-cepat dia melepaskan dan membuangnya jauh-jauh.
Dengan bertelanjang dada dia melancarkan serangan kembali dengan jurus "Timbul cahaya
dimimbar Buddha", selapis cahaya pukulan yang tebal menyerang jalan darah kematian sipedang
api dengan gencar.
Pedang api membentak keras dengan memalukan pedangnya membentuk selapis cahaya
pelangi. ia bacok bahu lawan dengan jurus "bacokan beruntun membunuh kerbau."
Siapa tahu belum sampai serangan mana mencapai pada sasarannya, tahu-tahu macam mana
sudah terpental balik oleh semacam tenaga pantulan yang maha dahsyat. Kontan saja paras
mukanya berubah hebat, tergopoh-gopoh dia melompat mundur kebelakang.
Sipedang besipun merasakan hatinya menjadi berat sesudah meny aksinya peristiwa ini. Ia tak
berani berayal lagi, secara beruntun dua buah serangan berantai dilontarkan kedepan untuk
mengisi kekosongan tersebut.

Dengan begitu, maka posisi pertarunganpun berubah sama sekali, sipedang perak bertarung
melawan pemuda tampan, sedangkan sipedang besi dan pedang api mengerubuti Kim Thi sia.
Pemuda berwajah tampan itu kelihatan berterima kasih sekali atas bantuan seorang pemuda
asing yang membebaskan dirinya dari ancaman bahaya, menggunakan kesempatan ya ada ia
segera berteriak keras: "cuangsu, boleh aku tahu siapa namamu?" Kim Thi sia tertawa terbahakbahak.
"Haaah......haaaah........haaaah........sobat tak usah berniat membalas budi, aku bernama Kim
Thi sia."
Begitu mendengar nama tersebut, pemuda tampan itu kelihatan tertegun, gerak serangannya
menjadi lamban- seketika itu juga ia terkena desakan sipedang perak hingga secara beruntun
didesak mundur beberapa langkah kebelakang......
Kim Thi sia menjadi sangat keheranan setelah melihat peristiwa ini, tegurnya cepat: "Hey sobat,
aku lihat pikiranmu bercabang apakah ada sesuatu yang tak beres?"
Sambil bertarung pemuda tampan itu mundur terus kebelakang, gumamnya berulang kali:
"Bukankah dia......dia adalah orang yang dimaksud? Kim Thi sia......ternyata dialah nyinggung
manusia semacam ini.......mungkinkah......mungkinkah aku telah salah mendengar?"
Ia berusaha keras untuk mengendalikan pikiran yag mengerikan itu, dengan ilmu pukulan sakti
tanpa bayangan dia mencoba mendesak sipedang perak untuk memperlunak serangannya,
kemudian teriaknya lagi keras-keras: "cuangsu, bolehkah kutahu siapa namamu sekali lagi?"
"Aku bernama Kim Thi sia, Kim yang berarti emas, Thi yang berarti besi dan Sia yang berarti
kota."
Berubah hebat paras muka pemuda tampan itu, teriaknya tertahan: "Sungguh tak kusangka,
ternyata kaulah orangnya"
Mencorong dua buah sinar tajam yang menggidikkan hati dari balik matanya, dia memandang
wajah Kim Thi sia lekat-lekat,
Kim Thi sia yang baru berhasil memukul mundur sipedang api menjadi tertegun dibuatnya,
kembali dia menegur:
"sobat, kenalkah kau denganku? Aneh, mengapaaku justru tak kenali dirimu?"
Dengan pandangan dingin dan berat pemuda tampan itu melirik sekejap kearah lawan, namun
posisinya menjadi bertambah runyam oleh gencetan sipedang perak yang menyerang secara
bertubi-tubi.
Dalam keadaan kalang kabut tiba-tiba saja ia membentak keras dan mulai membuka serangan
secara bersungguh-sungguh, untuk sementara waktu dia tak ambil perduli diri Kim Thi sia lagi.
"Hey bocah keparat" terdengar sipedang api membentak marah. "Rasain sebuah tusukanku"
Rupanya serangan dahsyat dari Kim Thi sia yang menggetarkan lengannya hingga linu dan
kesemutan itu menimbulkan rasa gusar dan sifat buas sipedang api, dengan menghimpun dua
belas bagian tenaga dalamnya ia lancarkan sebuah bacokan maut.
Selapis cahaya pelangi memancar keluar secara tiba-tiba membias diatas daun dan bebatuan
menyusul cahaya tersebut bergema suara desingan hawa pedang yang menggetarkan sukma.
Kim Thi sia segera berpikir:
"Kematian suhu yang mengenaskan sudah terbukti dengan jelas duduk persoalannya. Apa yang
mesti kusangsikan lagi?"
Berpikir begitu iapun meloloskan pedang Leng gwa kiamnya, maka hawa dingin yang menyayat
badanpun memancar keempat penjuru dan membiaskan cahaya berkilauan sepanjang empat depa
lebih.

Dikala cahaya pelangi telah membabat datang, dia baru mengembangkan serangannya dengan
jurus "Buddha memandangi pedang suci" dan "pedang menggetarkan Buddha agung" dari ilmu
pedang panca Buddhanya. "Sreeeet.......sreeeet......"
Ditengah desingan angin tajam yang menggetarkan sukma, cahaya hijau yang memancar
keluar dari pedangnya seketika memancar dan menyelimuti seluruh cahaya pelangi yang
dihasilkan oleh pedang sipedang api.
"Traaaaaangggg........"
Benturan kedua bilah pedang tersebut seketika menimbulkan suara dentingan nyaring yang
menusuk pendengaran.
Sipedang api segera merasakan tekanan yang meng gencar pedangnya makin lama semakin
berat, kenyataan ini sangat mengejutkan hatinya, cepat dia melirik senjata sendiri, ternyata tubuh
pedangnya telah gumpil sebesar biji beras.
Sebagai seorang jagoan persilatan yang berprinsip "pedang patah orangnya tewas", sipedang
api menjadi terkesiap hatinya melihat kenyataan ini. Didalam waktu singkat paras mukanya
berubah menjadi pucat pias, peluh dingin bercucuran membasahi wajahnya, entah perasaan
terkejut atau pedih yang mencekam perasaan hatinya sekarang? Sementara itu putri Kim huan
telah bergumam lirih:
"ooooh pedangku yang indah, tak lama kemudian kau akan berada kembali disampingku."
Sewaktu bergumam, wajahnya yang cantik dihiasi senyuman lembut penuh kebahagiaan,
terutama disaat ia merasa gembira, terlihat sepasang lesung pipinya yang sangat menarik hati.
Sebaliknya pemuda tampan itu merasakan hatinya sangat berat bagaikan dibebani dengan besi
berat gugamnya pula:
"Tak disangka diapun memiliki sebilah pedang yang bagus........"
Sedang sipedang perak berpikir.
"Tahu begini, tidak seharusnya toa suheng serahkan pedang Leng gwat kiam itu kepada sam
sute sehingga saat ini sikeparat itu bisa bergaya dengan sebebasnya."
Dalam pada itu sipedang So Bun pin telah menarik kembali sorot matanya dari wajah putri Kim
huan kemudian bentaknya keras-keras:
"Hey keparat, apa sih hebatnya dengan pedang Leng gwat kiam? Lebih baik gorok sendiri
lehermu untuk bunuh diri."
Dengan mengeluarkan ilmu pedang delapan dewa mabuk ia berjalan maju dengan langkah
sempoyongan bagaikan orang yang kebanyakan minum. Begitu selisih jarak diantara mereka
semakin dekat, tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah cengkeraman maut kearah bahunya.
Ilmu pedang delapan dewa mabuk ini merupakan hasil ciptaan si Malaikat pedang berbaju
perlente disaat dia sedang mabuk. Sepintas lalu gerak geriknya kelihatan sangat kacau tak
beraturan, padahal diam-diam menganding unsur jurus pembunuh yang mengerikan sekali.
Kim Thi sia tidak mengetahui akan kelihayan tersebut, melihat langkahnya sempoyongan
macam orang mabuk. ia sama sekali tak memandang sebelah matapun atas gerak serangan
lawan-
Mendadak bentaknya: "Enyah kau dari sini."
Telapak tangannya diayunkan kemuka dan mendorong kearah dadanya keras-keras.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat sipedang besi So Bun pin menarik kembali
pergelangan tangannya disusul kemudian melakukan gerak mencengkeram kebawah.
Perubahan jurus ini dilakukan dengan cepat dan tepat, selain hebatpun ganas sekali.

Mimpipun Kim Thi sia tak menyangka kalau seorang pemabuk ternyata memiliki akal licik
sehebat ini, dalam waktu singkat iatak sempat lagi untuk menarik diri, pergelangan tangannya
kontan terbabat secara telak.
Tak ampun lagi dia menjerit keras-keras dan melompat ketengah udara.
Sewaktu berada ditengah udara, lengannya sudah terasa linu dan kesemutan, sekarang ia baru
menyesal karena kecerobohan sendiri hingga akibatnya dipecundangi oleh sipedang besi So Bun
pin.
Sebagai orang jago kawakan yang sangat berpengalaman dalam pertempuran, sudah barang
tentu sipedang besi So Bun pin tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini.
ia segera mendengus dingin, sebuah pukulan dengan tenaga serangan yang maha dahsyat
langsung dilontarkan kedepan dengan kekuatan yang hebat dan ketajaman bagaikan sambaran
gunting....
Kim Thi sia mencoba untuk menangkis, sayang lengannya sudah tak menurut perintah, untuk
mengganti jurus tak sempat lagi, tak ampun tubuhnya termakan oleh serangan tersebut dengan
telak.
"Plaaaaakkkk........"
Tubuhnya terpelanting keatas tanah dan tak mampu merangkak bangun kembali.
Tak terlukiskan rasa gembira sipedang besi, dia mendadak maju berapa langkah kedepan dan
sambil mengerahkan tenaga yang dimilikinya ia lancarkan sebuah bacokan dahsyat.
Dalam keadaan kritis dan sangat berbahaya inilah, tiba-tiba putri Kim huan melompat bangun
sambil membentak keras:
"So Bu pin, kalau merasa punya kepandaian ayoh bunuhlah aku"
Sipedang besi So Bun pin jadi tertegun tiba-tiba saja dia memahami arti sebenarnya dari
ucapan tersebut. Rasa cemburupun seketika meluap dan menyelimuti perasaannya, sebuah
pukulan dahsyat segera dilontarkan-
Putri Kim huan menjerit tertahan, dalam keputus asaan dia menutup matanya dengan kedua
belah tangan, ia tak tega melihat kekasihnya dibunuh orang secara kejam.
Dalam detik yang singkat inilah ia merasa menyesal sekali, ia berpekik dihati kecilnya:
"Mengapa aku tidak belajar silat sedari dulu?"
Yaa, andaikata dia pernah belajar silat kemungkinan besarjiwa kekasihnya dapat diselamatkan-
Dalampada itu, sipedang pera kpun telah menghentikan pertarungannya sambil menonton
detik-detik yang menegangkan hati itu.
Tiba-tiba.......
Tampak sesosok bayangan abu-abu berkelebat lewat dari dalam hutan dan menerkam datang
dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, sebuah pukulan yang dilontarkan kearah sipedang
besi memaksa jagoan pedang itu tergetar mundur sejauh dua langkah, menyusul kemudian
sebuah tendangan kilat dilancarkan kearah jalan darah Tay ciong hiat ditubuh Kim Thi sia.
Suatu kejadian aneh tiba-tiba saja berlangsung, ketika Kim Thi sia yang berada dalam keadaan
pingsan itu termakan oleh tendangannya yang berat, bukan saja lukanya tidak bertambah parah,
sebaliknya dia malah berteriak keras dan segera melompat bangun. Tatkala sorot matanya
dialihkan kewajah sipedang, tanpa terasa dia berseru tertahan: "Kau.......Nirmala nomor tujuh."
Mendengar seruan tersebut, sipedang perak. pedang besi, dan pedang api serentak
mengalihkan sorot matanya kearah orang tersebut. Benar juga, diatas kepala orang itu
mengenakan sebuah gelang emas yang merupakan pertanda khusus bagi Nirmala nomor satu
hingga nomor sebelas.

Sungguh tak disangka orang-orang dari Lembah Nirmala yang misterius bak sukma
gentayangan itu kembali telah munculkan diri disini.
Setelah tertegun dan terkejut berapa saat sipedang perak segera membentak keras:
"Wahai orang-orang dari Lembah Nirmala, dengarkan baik-baik. Sam sute dan Sip sute telah
tewas secara mengenaskan ditangan kalian- Kini setelah kalian datang kembali, jangan harap bisa
pergi dengan selamat. Tunggu saja nanti, bila aku telah menlenyapkan keparat ini, akan kutantang
dirimu untuk berduel mati-matian-" Nirmala nomor tujuh segera tertawa dingin.
"Heeeeh.....heeeeh........heeeeeh.......sejak tiga puluh tahun berselang aku si Nirmala nomor
tujuh sudah merupakan seorang hohan, memangnya aku mesti takut kepadamu?"
Dalam pada itu putri Kim huan seperti baru mendusin dari impian buruknya cepat-cepat dia lari
kesisi Kim Thi sia dan bersandar diatas dadanya, lalu dengan air mata bercucuran karena gembira
ia berkata sedih:
"Engkoh Thi sia, ketika melihat jiwamu terancam bahaya tadi, hatiku pedih bagaikan diiris-iris
dengan pisau tajam. Waktu itu secara tiba-tiba aku merasa benci kepada diriku sendiri. Aku benci
sebagai wanita lemah yang tak mampu membantumu......."
Walaupun beberapa patah kata yang singkat namun mengandung perasaan cinta yang
mendalam.
Dengan perasaan jengkel sipedang besi melengos sambil mendengus sebaliknya pedang perak
menunjukkan sikap tak senang hati.
Saat ini semua orang telah berhenti bertarung, perhatian mereka semua tertuju kepada mereka
berdua.
Mendadak Nirmala nomor tujuh berbisik lirih disisi telinga Kim Thi sia: "Nak. aku tidak mengira
kau telah mempunyai kekasih hati........"
Sesudah menghela napas panjang, kembali terusnya:
"Seandainya Hay jin sampai mengetahui persoalan ini dia tentu akan bersedih hati. Pernahkah
kau pertimbangkan perasaan cinta yang tumbuh dalam hati kecilnya terhadapmu.........?"
"Apa?" Kim Thi sia amat terperanjat. Dengan cepat dia berpikir:
"Aku tak lebih cuma seorang bocah dungu yang miskin, dekil lagi jelek. atas apakah gadis
cantik berbaju putih itu bisa menaruh hati kepadaku.........?"
Ia mencoba untuk melirik kearah putri Kim huan, untung gadis itu tidak memperhatikan dirinya.
Diam-diam hatinya sedikit merasa lega.
Terdengar Nirmala nomor tujuh berkata lagi:
"Kalau toh memang begitu, akupun tak dapat berbicara apa-apa, kuharap kau bisa memperoleh
sebuah penyelesaian yang baik dan sempurna hingga kedua belah pihak sama-sama puas dan
tidak melukai hatinya."
"Aku benar-benar tak pernah menyangka kalau dia......."
Tiba-tiba Kim Thi sia menghentikan perkataannya, sebab ia melihat sigadis cantik disampingnya
mulai memperhatikan ucapan tersebut, mau tak mau dia mesti menghentikan perkataan itu agar
tidak melukai hatinya.
Ia memang pernah membandingkan kedua orang gadis tersebut, namun kesimpulan yang
diperoleh, kedua-duanya sama-sama cantik dan menawan hati hingga susah baginya untuk
menentukan pihak manakah yang lebih dituju.
Mendadak Nirmala nomor tujuh melihat kehadiran sipemuda tampan yang kelihatannya hendak
mengucapkan sesuatu tapi kemudian diurungkan itu perasaan hatinya bergetar keras. Dengan
suara lirih ia segera berbisik kepada Kim Thi sia: "Tahukah kau akan asal usulnya?"

"Siapa yang kau maksud?" Kim Thi sia balik bertanya dengan wajah tertegun.
"Itu, sipemuda berwajah tampan."
"Yaa, akupun sedang merasa keheranan atas tindak tanduknya yang sangat aneh." ucap Kim
Thi sia dengan perasaan tak habis mengerti. "Aku tidak mengetahui siapakah dia dan berasal dari
mana, tapi.......buat apa kau menanyakan tentang persoalan ini?"
"Kalau begitu, aku perlu memberitahukan kepadamu cuma kuharap kau jangan membuat
permusuhan dengannya, kau tahu pemuda itu tak lain adalah putra yang tunggal si Pukulan sakti
tanpa bayangan dari Tiang pek san-"
"ooooh tak heran kalau ia segera menunjukkan sikap yang sangat aneh setelah kuberitahukan
namaku tadi" kata Kim Thi sia seperti baru memahami akan persoalan itu."Rupanya Hay-jin telah
memberitahukan tentang hubungan kami berdua kepadanya"
" Kemungkinan besar Hay jin sibocah perempuan yang berhati baik itu sudah menjalin
hubungan yang sangat baik dengannya, meski akupun tidak mengetahui bagaimanakah tabiat
orang tersebut, namun kuharap kau jangan bermusuhan dengannya hanya dikarenakan soal muda
mudi, sebab kau toh sudah mempunyai kekasih hati"
"Yaa, perkataanmu memang benar" Kim Thi sia manggut- manggut. "Aku pasti akan menuruti
semua perkataanmu itu."
"Nah, aku tak bisa menemanimu terlalu lama, aku harus segera berangkat ke Tiang Pek san
karena suatu persoalan penting, kuharap kau baik-baik menjaga diri" kata Nirmala nomor tujuh
pelan-
Tanpa sadar Kim Thi sia menggenggam tangannya erat-erat dan menjawab dengan perasaan
tulus.
"Seandainya Dewi Nirmala telah tewas, apakah empekpun akan peroleh kembali kebebasan?"
"Yaa benar."
"Kalau begitu akan kutantang perempuan itu untuk berduel disaat ilmu silatku telah berhasil
nanti, akan kutuntut balaskan sakit hati empek."
"Anak baik, tidak sia-sia pengharapanku selama ini kepadamu........" sekulum senyuman ramah
tersungging diwajah Nirmala nomor tujuh itu, lalu sambil menepuk bahunya dia melanjutkan-
"Nak. kunantikan selalu saat keberhasilanmu."
Setelah memandang sekejap kearahnya dengan perasaan berat, iapun berbisik pelan:
"Sampai jumpa . "
Dengan suara gerakan cepat bak sambaran petir diangkasa, ia beranjak pergi dari situ dan
lenyap dalam waktu singkat.
Melihat kepergian orang itu, sipedang perak segera mengumpat:
"Bangsat keparat bernyali tikus, kenapa kau tidak berduel dulu sebelum merat dari sini. "
Padahal dalam situasi seperti ini dia memang berharap Nirmala nomor tujuh bisa pergi dari situ
secepatnya, jadi ucapannya sekarang tak lebih hanya bualan belaka.
Kim Thi sia menjadi tak senang hati setelah mendengar perkataan itu, cepat-cepat dia
menjengek:
"Hey pedang perak. manusia macam apa dirimu itu. Hmmm^ berani amat kau mencemooh dia
orang tua. Bila punya kemampuan ayoh cari saja diriku...."
Habis berkata dia membentak keras dan melancarkan dua buah pukulan yang maha dahsyat.
Berubah hebat paras muka sipedang perak. cepat-cepat dia mengayunkan pula telapak
tangannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.

"Blaaaaammmmmm. ......"
Ketika dua gulung tenaga pukulan saling bertumpukkan satu dengan lainnya, terjadilah suara
ledakan dahsyat yang mengakibatkan kedua orang itu sama-sama tergetar mundur satu langkah.
Dengan cepat sipedang perak dibuat terperanjat oleh kenyataan yang terbentang didepan
mata, pikirnya:
"Aaaaah, tak kunyana kepesatan ilmu silat yang dimiliki bocah keparat ini diluar dugaan-
Hmmm bila aku tidak membunuhnya sekarang juga, sudah pasti tiada kehidupan yang tenteram
bagiku dikemudian hari......."
Berpikir sampai disitu, dia segera memberi tanda kepada sipedang api, sipedang api yang telah
memahami maksudnya itu tiba-tiba saja ia melejit setinggi lima kaki lebih keudara dan pergi
meninggalkan arena. Melihat itu, Kim Thi sia mengejek sambil tertawa dingin:
"IHeeeh.....heeeh.....heeeh.....aku Kim Thi sia adalah seorang lelaki sejati. Hmmm, kau anggap
aku takut melihatmu pergi mencari bala bantuan?"
Sambil mengayunkan sepasang telapak tangannya, denganjurus "kelincahan menguasahi empat
samudra" dan "mati hidup ditangan nasib" dari ilmu Tay goan sinkang. Dia melepaskan serangan
disertai guntur kearah sipedang perak.
Pedang perak sangat gusar, dengan jurus "kepiting raksasa menjepit ketungging" dari ilmu
guntingan tangan, ia melepaskan sebuah bacokan maut kebawah sementara kakinya melancarkan
dua buah tendangan berantai.
Tapi secara mendadak saja ia merasa terpengaruh oleh bunga pukulan yang dipancarkan Kim
Thi sia, tanpa disadari gerak serangannya terhenti sama sekali.
Baru saja telapak tangan Kim Thi sia hendak menggempur dadanya sipedang besi yang berada
dibelakang punggungnya telah melepaskan sebuah bacokan kilat.
Kim Thi sia sama sekali tidak gentar, sekalipun dia harus menghadapi dua orang musuh
sekaligus, bersamaan waktunya telapak tangan kirinya ditarik sambil merubah jurus serangannya
dari gerakan "mati hidup ditangan nasib" menjadi jurus "kepercayaan menguasahi jagad."
Dengan membawa segulung tenaga serangan yang sangat kuat, serangan tersebut
menggempur tubuh sipedang besi.
Dibawah cahaya rembulan yang redup, ditengah lapangan yang sepi berkobarlah suatu
pertarungan yang amat seru antara sesama saudara seperguruan itu.
Sementara itu putri Kim huan telah menemukan suatu peristiwa lain yang menimbulkan
perasaan amat terkejut baginya.
Ternyata dari balik hutan yang sangat lebat telah muncul seorang gadis cantik berbaju putih.
Gadis itu mempunyai hidung yang mancung, bibir yang mungil, kulit badan yang putih bersih
dengan keayuan yang betul-betul sangat menawan hati.
Mimpipun ia tak pernah menyangka kalau didaratan Tionggoan terdapat seorang gadis secantik
itu, putri Kim huan merasa tercengang, hampir saja sorot matanya tak beralih lagi dari mukanya.
Disaat gadis cantik itu merasa ada orang sedang memperhatikannya, ia segera berpaling dan
balas menatap orang tersebut.
Dalam waktu sekejap. diapun dibuat tertegun sebab kecantikan wajah orang ini pun bak
bidadari dari khayangan-
Kedua orang gadis cantik itu segera terbuai dalam jalan pemikiran sendiri-sendiri. Meski tidak
berbicara namun masing-masing telah tercekam oleh jalan pikiran mereka sendiri.
Suara pertarungan dan bentakan yang berlangsung diluar arena seperti tidak dirasakan lagi
oleh kedua belah pihak. mereka masih saling bertatapan muka, saling memandang d engan jalan
pikiran sendiri-sendiri.

Agaknya pemuda tampan itu merasa tak senang hati melihat kemunculan gadis cantik berbaju
putih itu, segera tegurnya:
"Hay jin, tempat ini berbahaya sekali, lebih baik kau cepat menghindar."
Ketika seruan tersebut tertangkap oleh Kim Thi sia, bagaikan disambar guntur yang sangat
keras, cepat-cepat dia melepaskan dua serangan gencar kemudian melirik sekejap kesamping.
Benar juga, dia saksikan gadis cantik itu telah muncul dibawah sinar rembulan-
Dengan cepatnya pula dia membayangkan kembali sifat sipedang perak sekalian yang gemar
bermain perempuan, sekarang ia dapat menyimpulkan, bentrokan yang terjadi antara orang-orang
itu dengan sipemuda tampan tersebut, antara lain sembilan puluh persen disebabkan gadis cantik
berbaju putih itu.
Sementara itu sinona berbaju putih itu belum mengetahui akan kehadirannya, dengan mulut
cemberut kedengaran ia berseru:
"IHmmm, didalam situ sangat panas dan sumpek, apakah aku tak boleh keluar untuk berganti
udara segar?"
"Tentu saja boleh" jawab pemuda tampan itu cepat-cepat. "Tapi kau mesti tahu, bahaya maut
mengancam dari empat penjuru. Bila kau bertindak kurang hati-hati bisa menyesal sepanjang
masa."
Sewaktu berbicara, wajahnya menunjukkan sikap apa boleh buat. Gadis cantik berbaju putih itu
segera berkata lagi:
"Coba kau lihat, cici inipun tak takut bahaya, kenapa aku mesti takut?"
"Aaaaai......mengapa sih kau tak mau menuruti perkataanku?" keluh sang pemuda tampan
itu sambil menghentak-hentakkan kakinya berulang kali. "Bila nanti sampai terjadi sesuatu yang
membahayakan jiwamu, kau baru tau rasa......"
Kemudian sambil menuding kearah sipedang perak dan pedang besi, lanjutnya:
"Kau masih belum dapat membedakan mana orang baik dan mana orang jahatJangan dilihat
dandanan mereka rapi dan menarik. padahal kedua orang itu adalah hidung bangor yang gemar
bermain perempuan-"
Paras muka dua orang nona itu seketika berubah memerah. Diam-diam putri Kim huan
meludah, pikirnya:
"orang lelaki memang paling jahat, terang-terangan ia kuatir kekasihnya direbut orang lain, tapi
ia justru menuduh orang sebagai hidung bangor yang suka bermain perempuan-"
Entah mengapa, tiba-tiba saja diapun ikut merasa tegang, pikirnya lebih lanjut:
"Wajahnya cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, seandainya engkoh Thi sia melihatnya,
mungkinkah ........ "
Semakin dipikir perasaan hatinya makin tak tenang, ketika ia mencoba berpaling tampak Kim
Thi sia sedang bertarung seru melawan sipedang perak dan pedang besi. Setiap serangan yang
mereka lancarkan selalu membawa deruan angin dan guntur yang mengerikan hati.
Jelas kedua belah pihak sama-sama telah mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya
untuk meraih kemenangan-
Mendadak terdengar pemuda tampan itu berkata dengan suara rendah:
"coba lihatlah Hay jin, gadis cantik bak bidadari itu adalah kekasih hati Kim Thi sia. Apakah kau
bermaksud untuk membicarakan masalah Kim Thi sia dengannya?"
"Benarkah itu?" tanya sigadis berbaju putih itu tertegunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Bila kau tak percaya, Kim Thi sia toh berada disini. Kau dapat segera membuktikan akan
kebenaran itu."
Gadis cantik berbaju putih itu mengerdipkan sepasang matanya yang bulat besar dengan cepat
ia telah menemukan kehadiran Kim Thi sia.
Dalam waktu singkat ia seperti terkena teluh, bagaikan orang tak sadar, tubuhnya maju
beberapa langkah kemuka tanpa terasa.
Tapi ia segera menghentikan langkahnya ditengah jalan, dengan suara pelan gumamnya:
"Sungguh tak kusangka......benar-benar tak kukira.......ternyata ia sudah mempunyai kekasih
hati secantik itu...... buat apa aku mencarinya lagi."
Ucapan tersebut lebih tepat kalau dibilang rintihan, sebab bersama dengan selesainya
perkataan itu, titik air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan perasaannya yang tak tenang, seketika itu juga ia didesak
mundur berulang kali oleh sipedang perak dan pedang besi.
Putri Kim huan yang amat menguatirkan keselamatan jiwa kekasihnya, tanpa sadar melangkah
maju berapa tindak kemuka.
Rupanya pemuda itupun telah mengetahui akan kehadiran gadis cantik berbaju putih itu,
terutama sekali disaat gadis tersbeut menghampirinya dengan langkah tergesa-gesa perasaan
hatinya kontan saja bergolak sangat hebat.
Apalagi dikala ia melihat gadis tersebut berhenti ditengah jalan, ia segera menemukan sesuatu
yang tak beres, kontan saja perasaannya menjadi amat berat.
Dalam keadaan begini untuk mengendalikan perasaan sendiri, selama ini dia selalu
mengutamakan putri Kim huan. Namun setelah bertemu dengan gadis cantik berbaju putih itu,
tanpa terasa kenangan manis selama di Lembah Nirmala terlintas kembali didalam benaknya.
Maka dalam keadaan pikiran dan perasaan yang tak tenang, kemampuan ilmu silatnya menjadi
bertambah lemah, tak mampu posisinyapun semakin terdesak hebat.
Sebagai seorang pemuda yang kasar diluar cermat didalam, seketika memahami pula apa
sebabnya pemuda tersebut tidak bersedia menolongnya setelah menunjukkan perasaan kaget tadi.
Sebagai seorang manusia luar biasa tentu saja dia tak butuh bantuan orang lain, akan tetapi
akal licik pemuda tampan itu sangat menyakitkan hatinya. Diam-diam ia berpikir:
"Demi menyelamatkan jiwamu, aku tak segan-segan bentrok sendiri dengan abang
seperguruanku. Siapa tahu, gara-gara seorang wanita, kau justru menunjukkan
kemunafikanmu.......hmmmm. Bukankah niat baikku selama ini hanya sia-sia belaka."
Akhirnya gadis cantik berbaju putih itu berjalan menghampiri pemuda tampan tersebut seraya
berkata:
"Mari kita anggap saja dia sebagai orang asing....."
Tak terlukis rasa sakit hati Kim This ia sesudah mendengar perkataan itu pikirnya cepat:
"Dalam soal bercinta, memang kita tak bisa terlalu memaksa. Sekalipun kau tak bersedia
memberi cinta kasih muda mudi kepadaku, toh hubungan persahabatan masih bisa dijalin-......."
Mendadak........
Tampak sesosok bayangan abu-abu melayang datang seraya membentak: "Bajingan busuk.
kalau memang bernyali ayoh jangan kabur"
Sepasang kepalannya diayunkan berulang kali menghantam tubuh Kim Thi sia dengan
mengerahkan tenaga pukulan yang maha dahsyat.

Sejak pikirannya bercabang tadi, Kim Thi sia sudah didesak hebat oleh sipedang perak dan
pedang besi hingga susah melindungi diri, apalagi memperoleh gempuran dari orang tersebut,
posisinya benar-benar amat kritis dan berbahaya.
Dengan menggunakan jurus "Api muncul dibalik batu" dari ilmu pukulan panca Buddha. Dia
memukul mundur sipedang perak. kemudian dengan menggunakan serangan "cahaya Buddha
memantulkan surya" dia sambut datangnya serangan pedang dari serangan sipedang besi.
Menyusul kemudian, sambil mengerahkan tenaganya dia mendesak kedepan dan-
......."Duuuuukkk" ternyata dia menyambut datangnya serangan pendatang tersebut dengan
menggunakan bahunya.
Ternyata sipedang itu memiliki posisi kuda-kuda yang sangat mantap bagaikan sebuah bukit
karang, tubuhnya sama sekali tak bergeser dari tempat semula.
Sebaliknya Kim Thi sia tak mampu menahan diri lagi, ia roboh terjengkang kesamping dengan
sempoyongan-
Pedang perak segera manfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan sebuah pukulan maut,
tapi sebelum tindakan tersebut dilakukan tiba-tiba terdengar seseorang membentak keras: "Sute
jangan tergesa-gesa, aku datang"
Tampak tiga sosok bayangan hitam berkelebat datang dengan kecepatan luar biasa, sebagai
orang pertama adalah seorang manusia berkerudung hijau.
JILID 36
orang itu bukan lain adalah sipedang emas sedangkan kedua orang lainnya adalah sipedang
tanah dan pedang air.
Kemunculan sipedang emas yang secara tiba-tiba ini seketika memecahkan perhatian sipedang
perak.
Pada saat itu pula telah menfaatkan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya, dia melompat
bangun untuk menghindari diri dari serangan maut yang mematikan-
Walaupun kemudian sipedang perak sempat pula melancarkan sebuah serangan dahsyat,
namun berhubung serangan itu agak terlambat maka gagal melukai lawannya.
Kontan saja perasaan hatinya menjadi amat kalut bercampur gembira, dia girang karena
kehadiran toa suhengnya berarti menambah kekuatan yang luar biasa bagipihaknya, tapi dia kesal
karena Kim Thi sia benar-benar cekatan, ternyata dia telah manfaatkan kesempatan disaat
pikirannya sedang bercabang untuk meloloskan diri dari ancaman maut.
Keadaan Kim Thi sia saat ini sungguh berbahaya, dia sudah terkepung oleh sipedang emas,
perak. besi, api, air, dan tanah. Enam orang pendekar pedang kenamaan, dalam keadaan begini,
rasanya sulit baginya untuk meloloskan diri dengan selamat.
Namun Kim Thi sia tak gentar, ia memiliki semangat dan keberanian yang luar biasa, bukan
mundur dia malah mengejek sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah......haaaah.......haaaaah.......pedang emas, aku pingin bertanya kepadamu. Benarkah
Kongci Sin adalah kaki tangan anjingmu?"
Raut muka sipedang emas tertutup dengan kain kerudung sehingga susah bagi orang lain
untuk mengetahui mimik wajahnya yang sebenarnya, namun sepasang matanya yang bersinar
tajam justru melambangkan roh dan kepandaian silatnya.
Ketika mendengar perkataan tersebut, dia segera membentak dengan suara dingin:

"Yaa benar, Kongci Sin memang pembantu setiaku. Bila kau ingin membalas dendam.hmmm
keadaan sudah terlambat."
Dibawah sinar rembulan, terlihat nyata sorot matanya yang penuh diliputi hawa napsu
membunuh.
Dengan langkah lebar Kim Thi sia mendesak maju kemuka, katanya dengan suara dalam:
"siapa bilang sudah terlambat. HHmmm, aku justru hendak memperhitungkan hutang tersebut
dihadapanmu."
Sementara itu paras muka putri Kim huan telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat,
dengan badan gemetar pelan-pelan dia bergerak maju, tak lama kemudian tubuhnya telah
bersandar diatas dada pemuda tadi sambil berbisik:
"Apakah kau mempunyai keyakinan- Bila tak mampu, mari kita berusaha untuk melarikan diri."
"Sebelum musuh mengundurkan diri, aku tak akan mundur lebih dulu" jawab Kim Thi sia cepat.
"Justru kaulah yang perlu menjaga diri segera baik-baik agar tak sampai dilukai musuh."
Dipihak lain, sipedang emas masih berdiri tegak bagaikan bukit karang, kain kerudung hijaunya
berkibar ketika terhembus angin, tiba-tiba saja suasana disekeliling tempat itu terasa tegang dan
membeku.
Dengan langkah lebat dia maju kemuka, lalu serunya sambil tertawa dingin:
"Kim Thi sia mengingat kita berasal dari perguruan yang sama, bila ingin meninggalkan pesan
terakhir, sampaikan sekarang juga."
"Hmmmm, kau jangan berbangga dulu" seru Kim Thi sia amat gusar. "Terus terang aku bilang,
kemampuanmu yang tak seberapa sama sekali tak kupandang sebelah matapun."
"Bajingan keparat, tutup bacot anjingmu" bentak sipedang api dengan penuh amarah.
Ia menerobos maju kedepan, pedangnya yang tajam langsung disodokkan kedepan
melancarkan sebuah pukulan kilat.
Kim Thi sia menggetarkan tangannya sekali lagi pedang Leng gwat kiam dipergunakan untuk
membendung datangnya ancaman tersebut.
Dalam waktu singkat kedua belah pedang itu sudah saling beradu keras......
"Traaaaangggg........"
Ditengah dentingan nyaring, tiba-tiba saja sipedang api merasakan tangannya menjadi ringan,
ternyata senjata andalannya telah terpapas kutung oleh senjata lawan-Dalam terkejut bercampur
gusarnya tergopoh-gopoh dia melompat mundur kebelakang.
Namun Kim Thi sia sendiri tidak akan melanjutkan serangannya dia merentangkan sepasang
tangannya dan kali ini mengancam iga kiri sipedang emas. Pedang emas tertawa dingin,
jengeknya:
"Bajingan keparat, besar amat nyalimu" Dimana pedang menyambar dia segera menggeserkan
badannya untuk berganti posisi.
Kim Thi sia yang merasa serangannya gagal, segera menyadari kalau gelagat tidak
menguntungkan, tergopoh-gopoh dia menggetarkan pedangnya dan melepaskan sebuah bacokan.
Sewaktu dia mencoba untuk melirik kearah lain, ternyata siputra tunggal dari pukulan sakti
tanpa bayanganpun tidak berdiri menganggur dia telah diserang oleh sipedang perak. pedang air
dan pedang kayu hingga kalang kabut tak karuan.
cepat-cepat pemuda itu mengeluarkan jurus "tumbuh api dibalik batu" untuk menolong posisi
sendiri yang berbahaya sementara dalam hatinya diapun mengambil keputusanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Hmmm^ orang ini sinis dan sangat mementingkan diri sendiri, akupun tidak usah menjual
nyawa baginya."
Tiba-tiba sipedang emas melepaskan serangan kilat dengan ilmu Tay jiu eng kangnya, begitu
dahsyat serangan itu memaksa Kim Thi sia terdesak mundur setengah langkah.
Belum sempat Kim Thi sia berganti napas untuk merubah jurus serangan, putri Kim huan yang
berada disisi lain telah dihadang oleh pedang besi.
Untuk menolong jelas tak sempat lagi, dalam gusarnya tiba-tiba melintas satu akal bagus,
segera bentaknya nyaring: "Pedang besi, lihat senjata rahasia"
Menggunakan kesempatan disaat pedang besi masih tertegun, dia melompat maju kedepan dan
menghadang dihadapan gadis cantik itu.
"Manusia keparat yang tak tahu diri" umpat sipedang besi dengan penuh kebencian-"Berani
amat kau menipuku dengan akal busuk. Hmmm, hari ini kau harus mampus"
Mendadak terdengar jeritan lengking bergema memecahkan keheningan-.....
Dengan perasaan terkesiap Kim Thi sia segera berpikir:
"Aduh celaka, suara jeritan dari gadis cantik berbaju putih itu........."
Begitu ingatan tersebut melintas matanya pun tak berayal lagi untuk berpaling kearah mana
berasalnya suara tadi betul juga, sinona cantik berbaju putih itu sudah dicengkeram oleh pedang
kayu.
Saat itu sinona berada dalam keadaan terkejut bercampur takut, paras mukanya berubah
hebat.
Kim Thi sia tidak sempat untuk berpikir panjang lagi, segera teriaknya keras-keras:
" cepat kau bebaskan nona itu, dia adalah putri Dewi Nirmala, kalian bukan tandingannya."
Setelah perkataan tersebut diutarakan, dia baru merasa telah salah berbicara untuk ditarik
kembali jelas tak sempat hatinya makin terkesiap.
Ia tahu Dewi Nirmala telah membunuh sipedang tembaga dan pedang bintang, posisi kedua
belah pihakpun telah saling bermusuhan bagaikan air api, sekalipun perempuan itu sangat lihay,
namun bagi pedang umat persilatan tidak pernah mengenal kata ampun, sudah jelas keselamatan
jiwa gadis tersebut menjadi berbahaya sekali.
Baru saja dia hendak bergerak maju untuk memberikan pertolongan, putri Kim huan yang
berada dibelakang telah menegur:
"Engkoh Thi sia, nampaknya kau kenal baik sekali dengan gadis tersebut?"
Kim Thi sia tertegun, pikirnya cepat:
"Apa maksud perkataannya itu?"
Belum sempat dia berpikir lebih jauh, gadis cantik berbaju putih itu sudah ditampar sipedang
kayu keras-keras.
Selama hidup belum pernah gadis tersebut mengalami penghinaan seperti hari ini saking
mendongkol dan sedihnya, air mata jatuh bercucuran dengan derasnya. Terdengar sipedang kayu
mencaci maki dengan penuh kebencian:
"Hmmm, rupanya kau adalah putri siperempuan bangsat itu, dasar perempuan rendah,
sepantasnya kau temani bajingan she Kim itu untuk melaporkan diri kepada Raja
akhirat.....hmmm....hmmm......."
Kim Thi sia sakit hati mendadak marahnya dilampiaskan kepada putra sipukulan sakti tanpa
bayangan, bentaknya keras:

"Hey, terhitung orang gagah macam apa dirimu itu. Hmmm........kalau orang sendiripun tak
sanggup dilindungi, kau hanya bikin malu orang lain saja."
Sebetulnya pemuda tampan tersebut bukannya tidak melihat atas peristiwa tersebut namun
berhubung serangan yang dilancarkan pedang perak terlalu gencar, dimana untuk melindungi
keselamatan diri sendiripun sudah kewalahan- Bagaimana mungkin ia masih mempunyai
kesempatan untuk melindungi gadis cantik berbaju putih itu.
Kini, setelah ditegur oleh Kim Thi sia, kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah
padam, dengan penuh kegusaran dia berpekik nyaring lalu sambil mengerahkan segenap kekuatan
yang dimilikinya dia mulai menyerang lagi dengan mengandalkan pukulan sakti tanpa
bayangannya.
Tatkala sipedang perak mencoba menahan serangan tersebut dengan kekerasan, tubuhnya
seketika terdorong mundur berapa langkah oleh segulung kekuatan yang maha dahsyat.
Pemuda tampan itu mendengus marah, secara beruntun dia mendesak maju tiga langkah,
telapak tangan kirinya menyerang sipedang perak. sementara tangan kanannya menyerang
pedang air.
"Bangsat dari manakah dia?" tiba-tiba sipedang emas bertanya.
Rupanya dia dibuat terkejut oleh kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki pemuda tampan
itu, bukan saja usianya masih muda belia, bahkan silatnya luar biasa sekali. Sipedang besi yang
berada takjauh darinya buru-buru menjawab: "Dia adalah putra tunggal dari pukulan sakti tanpa
bayangan, ketua Tiang Pekpay."
Pedang emas manggut-manggut, diam-diam ia pertkbangkan sebentar situasi dihadapannya,
kemudian baru berkata:
"Tak usah ambil perduli siapakah dia, pokoknya setiap orang yang berani menentang dan
memusuhi sembilan pedang dari dunia persilatan, tumpas semua hingga ludas."
"Kau sitelur busuk" umpat Kim Thi sia gusar.
Sambil menghimpun tenaga Tay goan sinkangnya dia segera melepaskan sebuah pukulan
dahsyat.
Terdengar suara deruan angin dan guntur yang amat memekikkan telinga, pasir dan batu
beterbangan diangkasa.
Rupanya sipedang emas pun cukup mengetahui betapa dahsyat dan luar biasanya kekuatan
tenaga pukulan itu, cepat-cepat dia pusatkan seluruh pikiran dan kekuatannya sambil
memperkokoh kuda-kuda dia mengayunkan telapak tangannya dan menyambut serangan tersebut
dengan keras melawan keras.
"Duuuukkkk"
Dikala kedua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu satu dengan lainnya, terjadilah suara
ledakan dahsyat yang sangat memekikkan telinga.
Akibat dari bentrokan itu, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur satu langkah posisi
semula.
Mencorong sinar tajam dari balik mata sipedang emas, teriaknya dengan suara menyeramkan:
"Bagus sekali, tak kusangka begitu cepat kau raih kemajuan dalam ilmu silatmu"
Gerak langkahnya segera berubah dari gerakan lurus menjadi miring, hawa murnipun dihimpun
lalu dengan ilmu pukulan Tay jiu eng dia melepaskan sebuah sodokan kedada musuh.
Dalam waktu yang amat singkat dan cepat, kelima jari tangannya sudah menempel didepan
dada Kim Thi sia.

Sebagai manusia jujur Kim Thi sia tidak memikirkan akal muslihat lain, dia segera mendengus
dan melepaskan sebuah bacokan pedang untuk menghalau ancaman yang datang.
Terlihatlah lapisan bunga pedang yang berlapis-lapis bagaikan air hujan menyelimuti seluruh
angkasa, mata pedang yang tajam membiaskan cahaya berkilauan yang menusuk pandangan
mata.
Pedang emas tak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan kekerasan-cepatcepat
dia batalkan serangannya ditengah jalan dan menarik kembali tangannya.
Dikala sipedang emas melancarkan serangan dengan ilmu Tay jiu eng hoat sekali lagi, ternyata
keadaannya sama sekali berbeda, kalau semula serangannya lembek dan lunak maka kini berubah
menjadi keras dan penuh bertenaga, adapun jurus serangan yang dipergunakan adalah jurus "
guntur menggelegar kilat menyambar" yang mengutamakan sifat kekerasan-
Sebenarnya Kim Thi sia hendak membendung serangan musuh dengan jurus "mati hidup
ditangan nasib" yang mengutamakan tenaga lembek, namun ketika sampai ditengah jalan,
mendadak dia mendapat sebuah akal bagus, segera teriaknya keras-keras: "Hey, ilmu silat apaan
itu?"
Langkah kakinya bergeser kesamping sambil berlagak tak mampu menahan serangan tersebut,
secara beruntun dia mundur sampai tiga langkah lebih.
Pedang emasnya tak tahu kalau musuhnya sedang menggunakan siasat untuk menjebak, buruburu
dia membuyarkan jurus serangan semula. Sambil tertawa dingin ia mengejar kemuka dan
menggempur lagi dengan menggunakan jurus "Emas rongsok kelama putus".
Sekali lagi Kim Thi sia mundur tiga langkah kebelakang, kini punggungnya telah menyentuh
tubuh putri Kim huan-
Dalam keadaan cemas bertambah risau, tanpa sadar putri Kim huan segera memeluk pemuda
itu sambil berbisik ketakutan: "Thi sia.......mari kita kabur"
Sesungguhnya pada saat itu sipedang besi, pedang api dan pedang tanah yang berada
dibelakang punggung pedang emas telah bersiap sedia memberikan bantuan, namun setelah
dilihatnya Kim Thi sia tak sanggup menahan lagi, mereka saling berpandangan sekejap kemudian
mengurungkan niatnya.
Dalam saling berpandangan itu, seolah-olah mereka sedang berkata begini:
"Toako telah berhasil menempati posisi diatas angin, biarlah dia seorang yang menghadiri
keparat itu"
Dalam pada itu Kim Thi sia telah meronta dan melepaskan diri dari rangkulan putri Kim huan,
lalu dengan wajah terkejut bercampur gugup serunya buru-buru: "Kau cepat lari dulu, aku"
Sipedang emas gembira sekali melihat sikap ngeri diwajah musuhnya, dia tertawa terbahakbahak.
"Haaah.....haaaah.......haaaaah.....bocah keparat, rupanya kau pun menyadari kalau jiwamu
berada dalam keadaan bahaya. IHaaah.....haaah.^...haaah.....benar-benar tidak kuduga."
Sebenarnya putri Kim huan enggan meninggalkan tempat tersebut, tapi setelah melihat
kerdipan mata dari Kim Thi sia, sebagai seorang gadis yang cerdik, dengan cepat ia memahami
maksud hati pemuda tersebut dengan perasaan lebih lega diapun mengundurkan diri kesamping.
Sementara dihati kecilnya dia berpikir:
"Engkoh Thi sia adalah seorang manusia luar biasa, tak mungkin ia bisa dibikin keok dalam
berapa gebrakan saja......."
Dalam pada itu, sipedang emas telah melangkah maju dengan tindakan lebar, dengan jurus
"angin dan awan berubah-ubah" ia melepaskan sebuah pukulan dahsyat yang kuat dan gencar
kearah lawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Melihat Kim Thi sia terdesak mundur berapa langkah, kegembiraannya makin meluap tak kuasa
lagi dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Perlu diketahui, saat itu mereka berada ditengah sebuah jalan setapak yang hanya cukup dilalui
satu orang, sekeliling jalan setapak tersebut merupakan batang pepohonan yang besar dan kuat.
Ini berarti andaikata sipedang besi, pedang api dan pedang tanah berniat turun tangan
bersama untuk mengeroyok Kim Thi sia, mereka harus melewati posisi toa suhengnya lebih dulu.
Namun sipedang emas sedang diliputi perasaan gembira, ia tidak membiarkan para adik
seperguruannya memberi bantuan, sebab dia hendak mengandalkan ilmu Tay jiu engnya untuk
menghabisi musuh tangguhnya itu seorang diri.
Kim Thi sia mencoba untuk melirik kepihak lain, ketika menjumpai pemuda tampan itu sudah
keteter hebat dibawah desakan sipedang perak dan pedang air. Entah mengapa tiba-tiba pemuda
tersebut justru merasa gembira sekali.
Ketika berpaling lagi kearah sinona cantik berbaju putih yang menundukkan kepalanya sambil
berdiri kaku ditepi arena, ia segera tahu kalau gadis tersebut telah ditotok jalan darahnya oleh
sipedang kayu.
Dengan cepat pikirannya berputar sebentar sebuah keputusanpun segera diambil.
Ketika sipedang emas melepaskan kembali sebuah sapuan kilat, Kim Thi sia segera
membendungnya dengan kekerasan, tapi akibatnya dia tergetar mundur satu langkah.
Sementara itu sipedang emaspun merasa terkejut sekali, sewaktu terjadi benturan kekerasan
tadi, ia dapat merasakan bahwa musuhnya tidak menggunakan tenaganya sepenuh hati, sekalipun
ia tidak habis mengerti apa gerangan yang terjadi, namun ia yakin hal tersebut bukan main-main,
siapa tahu dibalik kesemuanya itu masih terselip rencana lain yang sangat lihay dan berbahaya.
Belum habis ingatan tadi melintas lewat, serangannya telah berkelanjutan dengan menggempur
jalan darah Hekpek hiat musuh menggunakan jurus "bidikan ketapel mengejutkan burung" dari
ilmu Tay jiu eng.
Mendadak Kim Thi sia membentak kerasa, sebuah pukulan dahsyat dilancarkan secara tiba-tiba.
Suara bentakannya keras penuh bertenaga, dibalik itu semua terkandung pula luapan rasa
gembira yang berkobar-kobar.
Ketika sipedang emas dan para jago pedang lainnya mendengar suara tersebut, diam-diam
mereka merasa amat bergidik, terutama sekali sipedang emas, hampir saja dia menghentikan
gerak serangannya..
Segulung tenaga pukulan yang kuat menerobos masuk dengan cepat, bukan saja kekuatan
dahsyat tersebut berhasil membobolkan pertahanan sipedang emas, bahkan bagaikan air bah yang
menjebolkan bendungan langsung menyambar tiba dengan hebatnya.
Tak terlukiskan rasa kaget sipedang emas menghadapi peristiwa yang tak terduga ini. Tak
ampun tubuhnya termakan gempuran tersebut hingga roboh terjengkang keatas tanah.
Sipedang besi, pedang api dan pedang tanahpun nyaris dipecundangi lawan- Serentak mereka
membentak keras sambil melejit kemuka, tiga sosok bayangan manusia dengan mengacungkan
pedang masing-masing langsung melancarkan bacokan kemuka.
Kim Thi sia tidak sempat melepaskan sebuah pukulan lagi, tergesa-gesa dia berganti posisi
sambil mundur kesamping.
Arah dimana ia mundur adalah nona cantik berbaju putih itu, karenanya selalu perhatiannya
sekarang tertuju ketubuh sipedang kayu.
Begitu berada dekat dengan musuh, dia segera melepaskan sebuah pukulan dengan jurus
"kepercayaan menguasahi seluruh jagad" untuk menyergap lawannya.

Sipedang kayu berseru tertahan, dalam keadaan tak siap ia menjadi gugup dan gelagapan,
tergopoh-gopoh tubuhnya melompat mundur kebelakang untuk menghindarkan diri.
Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia menyambar tubuh gadis cantik berbaju putih itu dan
menerobos masuk kedalam hutan.
Tapi hanya sebentar saja ia sudah berteriak tertahan, cepat-cepat pemuda itu keluar lagi dari
hutan, ternyata apa yang dikuatirkan benar juga, putri Kim huan sudah terjatuh ketangan musuh.
Dengan gemas dia memukul batok kepala sendiri sambil berpikir: "Aku benar-benar tolol,
mengapa kulupakan keselamatan jiwanya.......?"
Dalampada itu sipedang besi telah mencengkeram pergelangan tangan putri Kim huan, sambil
tertawa dingin ia menjengek:
"Hey bocah keparat, meski kau berhasil menyelamatkan yang satu namun kehilangan yang lain,
tiada keuntungan apa-apa yang bakal kau peroleh, hmmmm sia-sia perjuanganmu selama ini."
Kim Thi sia tidak menggubris sindirannya itu, sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia
membabat tubuh sipedang besi.
Desiran angin pukulan yang amat dahsyat segera menyambar kedepan dengan hebat. Pedang
perak membentak gusar, dia melompat kesamping sambil menghindarkan diri.
Dengan mundurnya sipedang perak. pemuda tampan itupun mendapat kesempatan baik untuk
meloloskan diri dari gencetan musuh, tanpa peruli lawannya lagi dia balik menerjang kearah Kim
Thi sia sambil membentak: "Bebaskan dia, kau tak usah mengurusi persoalannya."
Dalam terkejut dan herannya Kim Thi sia tak sempat berbuat banyak. tahu-tahu gadis cantik
berbaju putih itu telah direbut kembali oleh pemuda tampan itu.
Tapi begitu ia sadar kembali akan apa yang terjadi, dengan perasaan amat mendongkol
teriaknya keras-keras.
"Bagus, bagus sekali perbuatanmu sangat gagah dan hebat......"
Pemuda tampan itu sama sekali tak ambil perduli, cepat-cepat dia membebaskan jalan darah
sinona yang tertotok membiarkan gadis itu duduk diatas batu, sementara dia sendiri menjaga
disisinya.
Terhadap putri Kim huan yang ditawan serta keadaan musuh yang melakukan pengepungan,
bukan saja tak ambil gubris bahkan memperhatikanpun tidak.
Kim Thi sia memperhatikan sekejap wajah orang itu, akhirnya dia berseru lagi dengan
mendongkol:
"Baiklah, sekarang kau boleh berbuat begini, tapi tunggu saja nanti saat pembalasanku
tiba......"
Dalampada itu sipedang emas telah bangkit berdiri dan berkata pula dengan suara pelan:
"Bocah keparat ini sangat jahat. Sute sekalian, mari kita turun tangan bersama untuk
membasminya .... "
Ketika berbicara, napasnya tersengkal-sengkal dan suaranya lemah, jelas isi perutnya telah
menderita luka yang cukup parah.
Tiba-tiba terdengar nona cantik berbaju putih itu menghela napas sedih dan berkata:
"Hey, bila kau tidak berusaha untuk menolongnya, akupun tak akan menggubris dirimu lagi."
Ucapan mana ditujukan kepada pemuda tampat tersebut, sedang dia yag dimaksud adalah
putri Kim huan.
Nampak pemuda tampan itu sangat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, buru-buru
dia bertanya: "Hey apa maksud perkataanmu itu?"

"Dia telah menyelamatkan aku, sudah sepantasnya kaupun menyelamatkan dirinya."
"Hmmmm, siapa bilang dia berniat menolongmu? Ia hanya secara kebetulan saja
membebaskan dirimu dari pengaruh totoknya karena desakan lawan yang sangat hebat."
"Bagaimanapunjua, dia telah melepaskan budi pertolongan kepadaku, seandainya kau
mencintaiku dengan sepenuh hati, budi kebaikan ini harus kau bayar."
"Bila aku pergi, keselamatan jiwamu menjadi sangat berbahaya......." kilah pemuda tampan itu.
Paras muka sinona cantik berbaju putih itu berubah hebat, sambil menarik muka serunya:
"Apa kau bilang? Apakah orang lain berani berbuat demikian, kau malah tak berani?"
"Aku benar-benar menguatirkan keselamatan jiwamu" kata pemuda tampan itu sambil tertawa
getir. "Kau harus memahami kesulitan dihati kecilku kini....."
"Aku tak perduli, aku tak perduli" tukas sinona mendongkol. "Pokoknya bila kau tidak
melakukan permintaanku tadi, berarti kau memang tidak mencintaiku sepenuh hati, ini berarti
diantara kita pun tak perlu membicarakan persoalan yang lain lagi."
Dengan perasaan apa boleh buat pemuda tampan itu menggelengkan kepalanya berulang kali,
dia segera berpaling kearah Kim Thi sia dan berkata:
"Aku akan pergi menolong kekasihmu, ini berarti keselamatan jiwanya akan kuserahkan
kepadamu."
Kim Thi sia yang mendengar pembicaraan tersebut segera berpikir.
"Tampaknya gadis itu cukup jelas membedakan mana budi dan mana dendam."
Maka tanpa perduli maksud permintaan pemuda tampan itu lagi ia berkata:
"Tidak usah, terima kasih banyak atas maksud baikmu, meski orang she Kim tidak becus,
namun kesulitanku tak ingin merepotkan orang lain, aku yakin masih mampu untuk menyelesaikan
persoalan sendiri. "
Ia memang berniat menyakiti hati lawannya, melihat wajah pemuda tampan itu sudah berubah
menjadi hijau membesi, sambil tertawa terbahak-bahak kembali katanya:
"Perselisihan yang menyangkut pribadi Kim Thi sia tak perlu anda campuri, atau bila kuucapkan
dengan perkataan yang tak sedap. apabila anda tiada urusan lagi disini, lebih baik segera angkat
kaki."
Baru selesai perkataan itu diucapkan, sipedang perak yang berada dipihak lain telah berteriak
keras:
"Jangan harap kalian berdua bisa pergi meninggalkan tempat ini." Kim Thi sia berkerut kening,
teriaknya lantang:
"Kalau begitu aku akan membuat perhitungan lebih dulu denganmu."
Dengan langkah lebar dia maju kedepan dadanya yang bidang membiaskan bayangan yang
tinggi besar dibawah sinar rembulan-
Tak lama kemudian ia telah berada tepat dihadapan musuhnya.
Dengan suara dalam sipedang perak membentak nyaring, tenaga dalamnya dihimpun kedalam
telapak tangannya siap melepaskan serangan maut. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar putri Kim
huan berteriak keras-keras: "Thi sia, pergilah cepat, tak usah perduli diriku lagi."
Kim Thi sia berpaling, dia saksikan gadis cantik itu sudah berada ditangan sipedang air, pedang
tanah dan pedang api, keadaannya mengenaskan sekali.
Melihat adegan tersebut, berkobar api kegusaran didada Kim Thi sia, serunya dengan geram:

"Bagus, bagus sekali. Sekarang kalian boleh bersikap demikian terhadapnya. Tapi ingat, aku
pasti akan berterima kasih dan berusaha membalas budi kebaikan kalian itu." Sedang dihati
kecilnya dia berpikir.
"Musuh lebih banyak jumlahnya daripada aku bila tak kugunakan taktik suara ditimur
menyerang kebarat untuk menghadapi mereka, nampaknya harapanku untuk membalas dendam
akan tipis sekali."
Sesungguhnya ingatan semacam ini tak mungkin akan timbul didalam benak Kim Thi sia kalau
berada dihari biasa, namun setelah kekasihnya terjatuh ketangan musuh. Dalam keadaan murung
dan mendongkol, tanpa disadari pikiran tersebutpun muncul dalam benaknya.
Ia segera berjalan mendekati sipedang perak. bukan untuk menyerang musuhnya tapi dengan
sorot mata tajam dia memperhatikan sekejap lebih dulu kesekeliling tempat itu.
Ia tahu diantara mereka semua, kemungkinan besar sipedang kayu yang bakal menyerang
lebih dulu, karena tempat dimana ia berdiri sekarang hanya selisih berapa depa dari sipedang
perak.
Sedangkan sipedang perak terhitung manusia paling licik jadi kemungkinan besar dialah yang
menyerang paling dulu.
Begitu keadaan situasi telah dikuasahi, Kim Thi sia pun berlagak menatap wajah sipedang emas
sambil berkata:
"Tenaga dalammu memang cukup hebat sekalipun sudah terkena pukulan Tay goan sinkang
nyatanya belum juga mampus, coba kalau berganti orang lain, mungkin sang korban sudah mati
muntah darah sedari tadi."
Selesai berkata ia segera tertawa dingin tiada hentinya sambil mencibirkan bibirnya dengan
sikap mengejek.
Seperti apa yang diduganya, begitu mendengar perkataan tersebut sipedang emas menjadi
sangat gusar bercampur mendongkol hingga kaki tangannya gemetar keras.
Tapi dia pun bukan orang tolol, sudah baran tentu mengerti juga bahwa Kim Thi sia berniat
menyakiti hatinya.
Sebagaimana diketahui, sipedang emas adalah pemimpin dari sembilan pedang dunia
persilatan, ilmu silat yang dimilikinya jauh melebihi kemampuan kedelapan orang adik
seperguruannya, ia merupakan tonggak penyangga dari sembilan pedang dunia persilatan sudah
keok ditangan musuh.
Kini, Kim Thi sia memuji kesempurnaan tenaga dalamnya yang dibilang hebat karena tak
sampai roboh karena pukulan Tay goan sinkang, padahal tujuannya adalah untuk mengolok dan
mencemooh kemampuannya tak heran kalau sipedang emas menjadi mendongkol setengah mati.
Sipedang emas yang tidak menduga lebih-auh, saat ini hanya mengira musuhnya bertujuan
mencemooh kemampuannya diam-diam iapun memberi tanda kepada sipedang perak.
Menurut pendapatnya, sipedang perak berdiri paling dekat dengan lawannya, ini berarti dialah
yang paling cocok untuk menyerang dan menumpas Kim Thi sia yang dibenci itu dengan sepenuh
tenaga.
Siapa sangka sebelum sipedang perak mengartikan tanda tersebut, Kim Thi sia telah
manfaatkan kesempatan tersebut untuk bertindak lebih dulu.
Sepasang telapak tangannya segera dilontarkan bersama kemuka, selapis angin pukulan yang
hebat pun muncul dari empat arah delapan penjuru untuk mengurung sekeliling arena.
Sipedang perak segera merasakan pandangan matanya menjadi gelap. ia silau dan untuk
sesaat tak tahu apa yang mesti diperbuat.

Menunggu ia sadar akan datangnya ancaman bahaya maut, tahu-tahu bahunya sudah
termakan oleh gempuran Kim Thi sia dengan jurus serangan " kecerdikan menguasahi seluruh
jagad" nya, tak ampun tubuhnya terlempar kebelakang dengan sempoyongan-
Baru saja Kim Thi sia berniat mengejar lebih jauh tiba-tiba satu ingatan melintas dalam
benaknya, cepat-cepat dia berganti jurus dan kali ini mengancam bagian mematikan ditubuh
sipedang kayu.
Ia tahu, sipedang kayu berdiri berpaling dekat dengan pedang perak. bila sipedang perak
menjumpai keadaan yang membahayakan jiwa, sipedang kayulah yang paling diharapkan
bantuannya.
oleh sebab itulah disaat serangan berhasil memukul mundur sipedang perak tadi, ia telah
mengetahui kalau sipedang kayu bakal melancarkan serangannya.
Berdasarkan dugaan itulah dia menguntungkan maksudnya untuk mengejar musuhnya
sebaliknya malah mengancam sipedang kayu.
Betul juga, sipedang kayu dibuat tertegun seketika dan tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Menanti tenaga dalamnya sudah dihimpun kedalam lengannya untuk menyerangnya, tahu-tahu
Kim Thi sia telah mengalihkan kembali sasaran serangannya kearah sipedang perak yang
terpelanting itu.
Maka dalam keadaan tanpa rintangan dan ancaman, Kim Thi sia berhasil menyarangkan
pukulannya yang akurat hingga membuat sipedang perak terpental keudara lalujatuh terbanting
keatas tanah dan tak mampu merangkak bangun kembali.
Begitu taktik "suara ditimur menyerang dibarat" nya membuahkan hasil, rasa percaya diripun
semakin tumbuh dihati Kim Thi sia. Dia membalikkan tangannya dan kali ini menghajar sipedang
kayu.
Sesungguhnya musuh yang berada tepat dihadapannya sekarang adalah sipedang api, sedang
sipedang besi berada disisi lain-
Tapi tindakannya yang menyerang musuh dijarak jauh segera membuat sipedang api amat
terkesiap. belum sempat angin pukulannya yang menyambar datang tergopoh-gopoh dia sudah
membuat persiapan dengan melompat mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Sebaliknya sipedang besi telah membuat persiapan yang cukup matang, dikala musuh
menyerang datang dengan penuh amarah tadi, ia segera mendorong putri Kim huan hingga
terjatuh kedalam pelukan sipedang air.
Serta merta sipedang air menyambar tubuh putri Kim huan dan memeluknya erat-erat, berada
dalam keadaan begini sekalipun sinona berteriak keras-keras pun rasanya tak berguna lagi.
Sipedang besi yang berilmu silat sangat tinggi memiliki gerak geriknya yang amat lincah dan
cekatan, setelah mengincar sasarannya secara jitu, dia segera melancarkan serangan dengan ilmu
guntingan perg elangan tangannya.
Seketika Kim Thi sia terbendung gerak serangannya hingga mesti menghentikan gerak
majunya.
Tampaknya memang beginilah tujuan dan harapan Kim Thi sia. Kalau tidak. dengan ilmu Tay
goan sinkangnya yang sangat hebat dan mampu menggempur musuh dari jarak jauh. Mustahil ia
bisa dihentikan gerak serangannya oleh ilmu guntingan pergelangan tangan lawan-
Setelah berhenti bergerak. tidak menanti sampai sipedang besi berubah gerak serangannya
untuk menyerang kembali. dia telah menerobos maju kehadapan sipedang air dan melancarkan
serangan dengan jurus " hembusan angin mencabut pohon siong."
Baru pertama kali ini sipedang air bertarung melawan Kim Thi sia, berapapun licik dan banyak
muslihatnya dia, kali ini "kedahuluan" juga oleh serangan lawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tergopoh-gopoh dia mengayunkan pedangnya melancarkan sebuah babatan kilat, kemudian
tanpa ambil perduli apakah serangan tersebut berhasil mengenai sasaran ataukah tidak. ia
membalikkan badan dan segera melarikan diri terbirit-birit.
Mungkin lantaran ia mundur dengan sepenuh tenaga putri Kim huan terseret pula sehingga
menjerit tertahan-
Untuk sesaat lamanya Kim Thi sia seperti tertegun dibuatnya hingga menghentikan gerak
serangannya sama sekali.
Sipedang kayu yang melihat adanya kesempatan baik segera menerobos maju kedepan sambil
mengayunkan pedangnya .
"sreeeeetttt......."
Sebuah sambaran yang amat dahsyat tepat bersarang ditubuh Kim Thi sia menimbulkan luka
yang cukup dalam, semburan darah segar segera memancar kemana-mana......
Biar terluka, pemuda itu tidak mengeluh, bahkan tegurnya dengan penuh rasa kuatir.
"Bagaimana keadaanmu, apakah terluka ditangan mereka?"
"Tidak. kau tak usah kuatir" sahut putri Kim huan sambil tertawa. "Aduh......^awas
belakang......"
Kim Thi sia bukan orang tolol, mendengar teriakan tersebut ia segera mendapat sebuah akal.
Diluaran dia berlagak bodoh dengan tidak mengerti arti teriakan tersebut, malah gumamnya:
"Aaaah......kau tentu sudah terluka, kau tentu sudah terluka........."
Sekalipun diluaran dia bergumam, secara diam-diam telah membuat persiapan yang cukup
matang. Hawa murninya telah dihimpun dari pusat kedalam sepasang tangannya.
Menanti desingan angin serangan telah mencapai belakang tubuhnya, ia baru membentak
keras-keras:
"Telur busuk. kau berani membokong toaya mu?"
Ditengah bentakan keras, dan gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan
ombak ditengah samudra langsung meluncur dan menyambar kebelakang.
Mimpipun orang itu tak mengira akan datangnya ancaman, seketika itu juga tubuhnya
terhantam oleh tenaga serangan yang amat hebat itu hingga menjerit keras dan roboh
terjengkang keatas tanah.
Kim Thi sia gusar sekali dia benci akan kelicikan orang itu, sambil mengeraskan hati dia
menerjang kedepan dan secepat kilat melancarkan sebuah tendangan lagi.
" Duuuukkkk. ......."
Kembali orang itu mencelat sejauh berapa kaki dan bergulingan beberapa kali sebelum
berkelejitan dan akhirnya tak pernah bergerak kembali.
Saat inilah Kim Thi sia baru sempat melihat wajahnya dengan jelas, ternyata orang itu adalah
sipedang api yang licik dan buas.
Dari sembilan pedang dunia persilatan kembali seorang anggotanya berkorban, dalam keadaan
begini sipedang emas tak mampu mengendalikan diri lagi. ia mendengus dingin berseru:
"Sute sekalian, bila kita gagal membunuhnya hari ini, akhirnya hanya jalan kematian yang kita
peroleh."
Sementara perkataan itu bergema, kebetulan berhembus lewat segulung angin yang sangat
dingin, semua orang segera merasakan tubuhnya bergidik dan bulu kuduknya pada bangun
berdiri.

Dibawah cahaya rembulan, kini Kim Thi sia pun dapat melihat jelas raut wajah sebenarnya dari
sipedang emas dibalik kain kerudung hijaunya.
Untuk sesaat ia berdiri terbelalak dengan mulut melongo dan pandangan mata memancarkan
sinar kaget bercampur ngeri.
Raut wajahnya boleh dibilang menyerupai sebuah tengkorak yang berserakan ditanah
pekuburan, selain penuh dengan lakukan yang tak merata, bekas lukapun memenuhi wajah. itu.
Ia tak berani membayangkan, iapun tak pernah menyangka kalau didunia saat ini ternyata
terdapat manusia yang berwajah begini jelek dan mengerikan hati.
Ia segera berusaha untuk melupakannya, ia tak mau percaya kalau apa yang terlihat
merupakan kenyataan-
"Tampaknya apa yang dikatakan sisastrawan menyendiri memang benar" ingatan tersebut
melintas cepat didalam benaknya.
Dari sini terbukti sudah bahwa apa yang pernah dikatakan sastrawan menyendiri memang
benar, ini berarti kemunafikan sipedang emas yang dituduh banyak melakukan kejahatanpun tak
bakal salah pula.
"Sreeeet.......sreeeet......."
Mendadak terdengar dua kali desingan suara tajam yang memekikkan telinga bergema
membelah kegelapan malam, suara tersebut kedengarannya sangat mengerikan hati.
Dengan gerakan cepat Kim Thi sia berpaling, sorot matanya segera saling beradu dengan sorot
mata sipedang tanah yang tajam dan licik.
Kedengaran sipedang tanah menjerit keras kemudian mengayunkan pedangnya melancarkan
bacokan-
Sebelum Kim Thi sia sempat melakukan sesuatu, tiba-tiba berkelebat lewat sesosok bayangan
putih, disusul kemudian terasa segulung desingan angin tajam menyambar lewat.
Tusukan pedang dari sipedang tanah seketika terbentur oleh tenaga serangan itu hingga miring
dari posisinya semula.
"Mau apa kau datang kemari?" Kim Thi sia segera menegur dengan tak senang hati.
"Kau tak usah mencampuri urusanku" jawab sipendatang singkat.
Selesai berkata, kembali ia menerjang kearah sipedang tanah, dalam beberapa kali gebrakan
saja dia telah memaksa pedang tanah mundur setengah langkah dari posisi semula.
Tak terlukiskan rasa mendongkol sipedang tanah menghadapi kejadian seperti ini, dia
menggetarkan sepasang tangannya hingga menimbulkan suara gemerutukan nyaring. Dalam
waktu singkat kedua orang itu sudah terlihat dalam pertarungan yang amat seru. Kim Thi sia yang
melihat adegan ini diam-diam berpikir: "Mana dia? Mengapa ia dibiarkan berada seorang diri?"
cepat-cepat dia berpaling kian kemari untuk mencari jejak sinona cantik berbaju putih itu,
namun sekeliling tempat itu kosong tak nampak sesosok bayangan manusia pun-Termasuk juga
sinona cantik yang dicari, ia tak nampak batang hidungnya lagi.
"Sialan" segera pikirnya lagi. " Keparat itu benar-benar hebat, nampaknya ia telah
mempersiapkan segala sesuatunya terlatih dulu sebelum melakukan tindakan mana."
Sementara dia masih termenung, sipedang besi So Bun pin telah menerjang datang dengan
penuh amarah. Begitu tiba dihadapannya, ia segera menyerang dada serta lambung pemuda
tersebut dengan ilmu guntingan pergelangan tangannya.
Anda sedang membaca artikel tentang Lembah Nirmala 4 dan anda bisa menemukan artikel Lembah Nirmala 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Lembah Nirmala 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Lembah Nirmala 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Lembah Nirmala 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar