Pukulan Naga Sakti 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 12 September 2011

489
"Engkoh Eng, kau tak usah mengurusi diriku, lakukanlah apa
yang harus kau lakukan! Aku tidak takut kepadanya, aduuh...
aduuuh. ..."
Agaknya Huan im sin ang telah rnelancarkan serangan berat
kearahnya ketika ia sedang berbicara lagi. Mencorong sinar mata
membara dari balik mata Thi Eng khi sambil menuding ke arah Huan
irn sin ang teriaknya :
"Bajingan tua yang tak tahu malu cara kerjamu itu benar benar
rendah dan terkutuk!"
Setelah berteriak beberapa kali, agaknya rasa sakit dalam tubuh
So Bwe leng sudah jauh berkurang, dengan wajah merah membara
katanya dengan keras :
"Engkoh Eng kau tak usah mengurusi aku."
"Baik, adik Leng maafkan aku, jika bajingan tua itu berani
bertindak keji kepadamu, aku pasti akan membalaskan dendam
bagimu, bila gagal membalaskan dendam aku akan menyusulmu
kealam baka."
Melihat ancamannya tidak mendatangkan hasil Huan im sin ang
menjadi amat tegang tapi ucapannya masih tetap keras :
"Lohu akan suruh dia mampus dengan sengsara heehh...
heeehh... heeehh....sekarang juga aku akan menyuruh dia rasakan
siksaan hidup yang pertama."
Begitu tangannya diayunkan, terdengar Pek leng siancu So Bwe
leng menjerit keras dan jatuh tak sadarkan diri. Peristiwa ini terjadi
dihadapan para jago dari pelbagai perguruan besar yang berkumpul
disana, akan tetapi tak seorang manusiapun yang mencegah atau
turut campur, malahan beberapa diantara mereka tertawa dingin
tiada hentinya, seakan akan menyindir kalau permainan sandiwara
Thi Eng khi dan So Bwe leng cukup hidup.
Para jago dari luar perbatasan juga tak ada yang berani turun
tangan secara sembarangan.. sebab Tiang pek lojin sendiripun tidak
melakukan tindakan apa apa.

490
Dengan wajah hijau membesi Tiang pek lojin segera berseru :
“Eng ji sekarang kau boleh mengatakan apa yang hendak
kausampaikan kepadaku!”
Dengan menahan rasa sedih Thi Eng khi segera mengutarakan
pengalamannya serta bagaimana diancam Huan im sin ang untuk
menghadiri pertemuan besar ini, sebagai akhir kata dia
menambahkan.
“Huan im sin ang sengaja berbuat demikian, tujuannya tak lain
adalah ingin mengadu domba sesama umat persilatan agar saling
gontok gontokan dan membunuh, bila keadaan sudah lemah maka
bajingan tua berusaha mewujudkan ambisinya untuk menguasai
seluruh dunia persilatan!”
Setelah mendengar penjelasan dari Thi Eng khi tadi, maka
sebagian besar diantara kawanan jago itu menjadi paham kembali.
Tiang pek lojin segera mencekal tubuh Thi Eng khi erat erat sambil
berseru :
“Nak, kalau begitu yaya telah salah menuduh diri titli.”
Ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po
pun turut melompat kemuka, dengan wajah merah membara
katanya :
“Saudara cilik, kau benar benar membuat engkoh tua menjadi
kebingungan setengah mati.”
Keng hian totiang, ketua partai Bu tong juga ikut maju ke depan
sambil berkata :
“Pinto mewakili perguruan kami meminta maaf kepada Thi
ciangbunjin.”
Tak menanti Thi Eng khi menjawab, Tiang pek lojin telah tertawa
terbahak bahak, katanya :
“Tak menjadi soal, Eng ji tak akan menyalahkan semacam itu
....!”
Mendadak terdengar Ci kay taysu dari Siau lim pay berteriak
keras :

491
“Harap saudara sekalianpun perhatikan, jangan lepaskan orang
orang dari Ban seng kiong!”
Tiang pek lojin segera memburu kedepan dan menerjang ke arah
Huan im sin ang (kakek sakti bayangan setan), kemudian bentaknya
:
“Tua bangka, kau masih ingin mencoba untuk melarikan diri?”
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau satu langkah
saja dia salah bertindak mengakibatkan semua rencananya menjadi
berantakan, untuk mewujudkan apa yang diinginkan jelas sudah tak
mungkin bisa terpenuhi lagi.
Untung saja Pek leng siancu So Bwe leng tidak sampai lolos dari
cengkeramannya, di kemudian hari dia masih bisa menggunakan
gadis itu untuk mencari kesempatan. Maka dikala perhatian semua
orang tertuju ke tubuh Thi Eng khi, diam diam ia pimpin anak
buahnya untuk melarikan diri dari situ.
Siapa tahu perbuatannya itu kembali diketahui oleh Ci kay taysu
dari Siau lim pay sehingga menyebabkan datangnya terjangan
dahsyat dari Tiang pek lojin. Cepat cepat Huan im sin ang
mengangkat tubuh pek leng siancu So Bwe leng sebagai tameng,
kemudian sambil memandang kearah Tiang pek lojin, ia tertawa
seram.
"Tua bangka she So, mau apa kau sekarang?" ejeknya.
Tiang pek lojin merasa amat terkejut, setelah memandang
sekejap kearah So Bwe leng, dia segera berhenti. Bagaimanapun dia
telah mengeraskan hatinya untuk mendengarkan perkataan Thi Eng
khi tadi, tapi setelah dihadapkan pada kenyataan sekarang, dia tak
sanggup lagi untuk mengeraskan hatinya. Untung saja Thi Eng khi
yang menerjang datang pula segera berseru :
“Asalkan kau tinggalkan orang itu pun ciangbunjin bersedia untuk
meminta kesudian rekan rekah lainnya untuk melepaskan kau pergi.
Selewatnya hari ini, dimana kita berjumpa disitu pula kita bikin
perhitungan."

492
Huan im sing ang mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, dia segera menyadari walaupun dia pribadi
masih memiliki kemampuan untuk meloloskan diri dari kepungan,
namun kekuatan yang telah dibina dan dipupuknya selama banyak
tahun dengan mengorbankan banyak pikiran dan tenaga itu niscaya
akan mengalami kehancuran dan kemusnahan sama sekali dalam
pertempuran ini. Tentu saja dia enggan mencari kerugian yang jelas
berada didepan mata.
Maka setelah mempertimbangkan sejenak keadaan yang
terbentang didepan mata, dia bertekad akan melepaskan So Bwe
leng untuk menjamin keselamatan bagi rombongannya. Kendatipun
dihati ia berpikir demikian, namun dimulut ia sama sekali tak mau
mengalah, katanya :
“Huuuh, hanya mengandalkan kemampuanmu juga bisa
mengambil keputusan?”
Thi Eng khi menjadi tertegun, dengan mengandalkan
kedudukannya sekarang, dia memang tak berani mengucapkan kata
sebesar itu. Sebab orang yang benar-benar bisa mengambil
keputusan pada saat ini selain Tiang pek lojin, mungkin hanya ketua
Siau lim pay dan ketua Bu tong pay saja yang dapat melakukannya.
Tentu saja Tiang pek lojin tak akan berbuat banyak dalam
keadaan begini, sebab cucunya yang menjadi penyebab.
Pada saat itulah, Ci long taysu ketua Siau lim pay dan Keng hian
totiang ketua Bu tong pay telah melompat datang sambil berseru
lantang :
“Asal kau meninggalkan nona So disini, hari ini kau boleh pergi
meninggalkan tempat ini.”
Jilid : 15
“Jangan!” cegah Tiang pek lojin dengan wajah serius, “kalian
berdua jangan sekali kali memikirkan keselamatan cucuku sehingga
meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan!"

493
"Omitohud!" kata Ci long taysu sambil merangkap tangannya
didepan dada, "nona So sudah banyak menderita bagi dunia
persilatan, harap kau sudi menerima kebaikan dan niat tulus dari
umat persilatan didaratan Tionggoan."
Keng hian totiang dari Bu tong pay juga turut berkata :
"Bila hari ini kami membiarkan nona So menderita lagi ditangan
orang itu, seluruh umat persilatan didunia ini tak punya muka lagi
untuk menancapkan kaki dalam dunia persilatan."
Menyaksikan keadaan yang dinantikan telah tiba, Huan im sin
ang sama sekali tidak menggubris apakah Tiang pek lojin setuju atau
tidak, diam diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan mendorong
tubuh So Bwe leng ke arah Thi Eng khi, kemudian serunya :
"Kuserahkan nona ini kepadamu, kau anggap luka dalam yang
dideritanya dapat kau sembuhkan?"
Huan im sin ang memang seorang yang licik, sudah jelas dia
enggan menyembuhkan luka dalam yang diderita Pek leng siancu So
Bwe leng, akan tetapi justru dengan kata kata yang pedas dia
memanasi lawannya agar pihak lawan tak usah mengajukan syarat
agar dia menyembuhkan lukanya itu.
Thi Eng khi masih muda, darahnya masih panas, manusia
semacam inilah yang paling gampang terjebak. Benar juga, dengan
mata melotot dia lantas berseru :
"Kau jangan menganggap kepandaianmu hebat, aku tidak
percaya kalau luka yang dideritanya tak dapat disembuhkan, lihat
saja nanti!"
Huan im sin ang tertawa seram, dengan membawa serta anak
buahnya dia segera beranjak pergi dari situ. Ketika hampir keluar
dari arena, mandadak Thi Eng khi melompat ke depan dan
menghadang jalan perginya.
Huan im sin ang segera tertawa dingin, serunya :
"Apa yang kalian ucapkan itu masih bisa dianggap atau tidak?"

494
"Hmmm... " Thi Eng khi mendengus "aku masih ingin
mengajukan sebuah pertanyaan lagi kepadamu!"
"Pertanyaanmu terlampau banyak," dengus Huan im sin ang
sinis.
"Ketika berada diperkampungan Ki hian san ceng tempo hari, kau
telah merampas lukisan Kun eng toh, apakah sampai sekarang masih
kau simpan baik baik?"
"Hmmm, siapa yang merampas lukisanmu? Bila ingin menagih
hutang, tagihlah kepada orang yang berhutang kepadamu.
Lukisanmu itu bagaimana hilangnya? Seharusnya kau musti pergi ke
perkampungan Ki hian san ceng dan menagihnya sendiri dari
kawanan manusia tak becus itu."
Bukan saja menampik permintaan bahkan berusaha untuk
menyinggung kembali sakit hati lama dari Thi Eng khi. Dengan cepat
kejadian yang dialaminya dalam perkampungan Ki hian san ceng
tempo hari terlintas kembali dalam benak Thi Eng khi, tanpa terasa
ia menjadi amat murung.
Ketika Huan im sin ang lewat dari sisinya dan pergi jauh, dia
masih belum merasakan apa apa, setelah sampai jauh, suara
tertawa dari Huan im sin ang baru terdengar kembali :
"Bocah keparat, kau tak usah kuatir, lukisan itu masih tidak
kupandang sebelah matapun, asal kau punya nyali, istana Ban seng
kiong dibukit wu san selalu menantikan kedatanganmu."
Sesungguhnya Thi Eng khi memang sama sekali tidak berhasrat
untuk mencegah kepergian Huan im sin ang, dia hanya teringat
kalau lukisan tersebut masih berada ditangan Huan im sin ang
belaka, karena dia pernah bersumpah hendak mengandalkan
kepandaiannya untuk merampas kembali benda itu. Maka ketika
dilihatnya Huan im sin ang berlalu dengan membawa kekalahan dia
sama sekali tidak berniat untuk menghalanginya.

495
Menanti Huan im sin ang sekalian sudah lenyap dari pandangan
mata, ketua Kay pang si Pengemis tua sakti bermata harimau Cu
Goan po baru menghela napas panjang katanya:
"Saudara cilik, gara gara ucapanmu tadi aku kuatir nona Leng
bakal menderita banyak siksaan!"
Setelah mendengar perkataan itu, Thi Eng khi sendiripun merasa
menyesal dengan perkataan tadi sehingga melepaskan Huan im sin
ang dengan begitu saja sebelum memaksanya untuk
menyembuhkan dulu luka yang diderita So Bwe leng....
Sebaliknya Tiang pek lojin segera menghibur sambil tertawa.
"Anak Eng, kau tidak salah, bila kita ti¬dak berhasil
menyembuhkan luka dalam yang diderita Leng ji, percuma saja kita
berbicara tentang bagaimana menghadapi Huan im sin ang!"
Mendengar ucapan tersebut, Thi Eng khi segera merasakan
semangat jantannya berkobar kembali :
"Benar, kita harus berusaha sendiri untuk menyembuhkan luka
yang diderita adik Leng."
Sementara sorot mata yang penuh perasaan menyesal dialihkan
ke wajah Pek leng siancu So Bwe leng. Mendadak terdengar suara
seseorang yang parau berkumandang disisi telinga Thi Eng khi :
"Melepaskan harimau mudah, menangkapnya sukar, gara gara
keselamatan seorang gadis, Huan im sin ang harus dilepaskan
dengan begitu saja, terhadap tindakan ini, lohu merasa amat tidak
setuju!"
Dengan terkejut Thi Eng khi berpaling, hatinya yang sudah tak
senang kini semakin tak senang lagi, sebab orang yang berbicara
sekarang tak lain adalah lo pangcu dari perkampungan Ki hian san
ceng Sangkoan Yong adanya.
Dibelakangnya berdiri pula sekelompok jago yang pernah
dijumpai ketika berada dalam perkampungan Ki hian san ceng dulu.
Ternyata sejak dipermainkan oleh Huan im sin ang dalam
perkampungan Ki hian san ceng dulu, kemudian lukisan Kun eng toh

496
dirampas pula oleh lawan, Sangkoan Yong sekalian merasa makin
lama semakin tak sedap, rnereka sadar bila peristiwa ini sampai
tersiar ke dalam dunia persilatan, maka kejadian itu pasti akan
ditertawakan semua orang.
Kalau orang mengindap penyakit yang sama, otomatis
merekapun akan bergabung serta memiliki pandangan yang sama
pula, itulah sebabnya orang itu malahan justru bersatu padu dan
mengelompok dengan akrabnya, dengan demikian terciptalah suatu
kelompok kecil yang tersendiri.
Tak dapat disangkal lagi orang orang itu amat membenci Huan
im sin ang, tapi terhadap Thi Eng khi pun tidak menaruh kesan yang
baik, sebab mereka beranggapan jika Thi Eng khi tidak menerobos
masuk ke dalam berkampungan Ki hian san ceng dan tidak
mengeluarkan lukisan tersebut, tak akan menunjukkan perbuatan
rnemalukan, dengan begitu merekapun tak akan ditertawakan oleh
umat persilatan.
Oleh sebab itu, tatkala mereka mendengar kalau pihak Siau lim
pay dan Bu tong pay telah bentrok dengan Tiang Pek lojin gara gara
urusan Thi Eng khi, mereka segera berangkat ke kuil Siau lim si
untuk memberikan bantuan. Dalam anggapan mereka, dengan
perbuatannya ini, Thi Eng khi sudah pasti tidak mempunyai teman
lagi didalam daratan Tionggoan.
Siapa tahu, berkat diplomasi si pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po, rasa permusuhan Ci long taysu ketua Siau lim pay dan
Keng hian totiang ketua Bu tong pay terhadap Tiang pek lojin telah
lenyap sama sekali, kenyataan ini membuat mereka menjadi kecewa
sekali.
Apalagi setelah menyaksikan pihak Siau lim pay dan Bu tong pay
telah bersatu padu kembali bahkan memberi kesempatan kepada Thi
Eng khi untuk menampilkan diri, merasa kalau termashurnya Thi Eng
khi bakal mendatangkan ancaman bagi mereka kontan saja timbul
niat jahat mereka untuk merusak nama baik Thi Eng khi, agar si
anak muda itu tak bisa menampilkan diri untuk selamanya.

497
Tentu saja hal ini merupakan pandangan mereka sendiri terhadap
perbuatan Thi Eng khi sedang mengenai bagaimanakah sikap Thi
Eng khi sendiri terhadap orang orang yang dijumpainya dalam
perkampungan Ki hian san ceng tempo hari, apakah dia masih
mendendam dihati, atau merasa tak senang, atau sudah tidak
menganggap mereka sebagai musuh lagi, dalam keadaan begitu
mereka enggan untuk mempertimbangkannya.
Tapi hal inipun tak dapat salahkan mereka, sebab memang
demikianlah keadaan dalam persilatan pada waktu itu, bila ada
dendam tak dibalas dia bukan lelaki sejati, kalau ada sakit hati tidak
dituntut dia bukan lelaki gagah, apa bedanya pula dengan mereka?
Berbicara sesungguhnya, Thi Eng khi sendiripun sama sekali tidak
mempunyai kesan baik terhadap mereka. Oleh karena itu dia segera
berpaling setelah mendengar perkataan itu dan paras mukanya juga
berubah amat dingin seteiah mengetahui siapakah mereka, serunya
dengan gusar :
"Aku Thi Eng khi berani berbuat berani bertanggung jawab, hari
ini aku lepaskan Huan im sin ang, dikemudian hari aku pula yang
bertanggung jawab untuk menaklukkan penjahat tersebut!"
Mendengar perkataan itu, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong
tertawa terbahak bahak.
"Haaaahhh...... haaaahh.... haaahhhh.... kalau omong besar sih
setiap orang bisa, tapi sudahkah kau bayangkan bagaimana
akibatnya? Mulai sekarang jika ada orang yang kena dicelakai oleh
gembong iblis tua itu, maka hal tersebut merupakan akibat dari
perbuatanmu yang mementingkan kepentingan pribadi. Tampangnya
saja kelihatan seperti gagah dan perkasa, tak tahunya cuma seorang
manusia mementingkan kepentingan pribadi belaka, sedang
terhadap keselamatan umat persilatan boleh dibilang sama sekali
tidak memperhatikannya, lohu sebagai salah seorang anggota
persilatan merasa tidak senang dengan perbuatanmu itu, demi
kepentingan umat persilatan mau tak mau aku baru mengucapkan
beberapa patah kata kepadamu."

498
Setelah berhasil menangkap titik kelemahan dari Thi Eng khi
karena ia melepaskan Huan im sin ang, Cang ciong sin kiam
Sangkoan Yong segera melancarkan pukulan dahsyat yang sama
sekali tidak mengenal rasa kasihan....
Sewaktu mengucapkan kata kata tersebut suaranya amat keras
dan nadanya nyaring setiap patah kata boleh dibilang diucapkan
dengan mengerahkan tenaga dalam yang sempurna. Betul
sasarannya adalah Thi Eng khi, tapi yang benar tujuannya adalah
agar setiap orang dapat turut mendengarnya.
Begitu mendengar perkataan tersebut, paras muka setiap orang
lantas berubah, rupanya mereka terpengaruh juga oleh hasutan
tersebut dan merasa tidak seharusnya Thi Eng khi rnelepaskan
gembong iblis tua itu dengan begitu saja gara gara seorang gadis
dari luar perbatasan, sehingga meninggalkan bibit bencana bagi
umat pesilatan.
Tapi saat ini siapapun tak ada yang berpikir dengan lebih
seksama lagi, mereka tak ada yang mau tahu, andaikata Thi Eng khi
tidak berbesar jiwa dan bersedia berkorban dengan pertaruhan
nyawa sendiri untuk membongkar rencana busuk Huan im sin ang
untuk mengadu domba jago jago dari dara¬tan Tionggoan dan jago
jago luar perbatasan itu jadi berantakan, bagaimana pula akibatnya.
Thi Eng khi segera merasakan dirinya bagaikan kena difitnah,
diapun enggan untuk memamerkan jasa sendiri saking marahnya
merah padam selembar wajahnya.
"Tak mau banyak berbicara lagi," sahutnya kemudian, "kalau
memang Sangkoan tayhiap merasa begitu, mengapa kau tidak turun
tangan untuk membekuk iblis tua itu? Asal kalian turun tangan,
bukanlah cita cita kamu semua menjadi terwujud?"
Kembali Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong tertawa terbahak
bahak.
"Haaahhh.... haaahhh....... haaahhh...... lohu tak ingin menodai
nama baik ketua Siau Sim pay dan Bu tong pay maka peringatan ini

499
baru kusampaikan setelah kejadian, saudara, dengan ucapan ini
apakah kau ingin mencoba untuk mengadu domba umat persilatan
dari daratan Tionggoan?"
Setelah tertawa dingin, dia melanjutkan :
"Heeeehhh.... heehhhh.... heeehhhh......hidup sebagai seorang
manusia, janganlah sekali kali melupakan pada nenek moyang
sendiri, kau jangan menganggap dengan adanya jago jago dari luar
perbatasan menjadi tulang punggungmu maka kau memandang
rendah kemampuan sobat-sobat persilatan didaratan Tionggoan,
ketahuilah, bagaimanapun kau tetap merupakan seorang ketua dari
suatu perguruan yang ada didalam daratan Tionggoan... "
Bukan saja nadanya amat berat sukar dilukiskan dengan kata
kata, tujuannya pun ingin menghasut para jago dari daratan
Tionggoan agar menaruh kesan jalek terhadap Thi Eng khi.
Saking gusarnya paras muka Thi Eng khi telah berubah menjadi
hijau membesi, empat anggota badannya gemetar keras, ia sudah
tak sanggup mengucapkan sepatah ka¬ta pun. Sebaliknya Tiang pek
lojin merasa marahnya bukan kepalang, sepasang matanya melotot
besar, mukanya merah padam, rambutnya pada berdiri seperti
landak, agaknya ia sudah bersiap siaga untuk melancarkan
serangan.
Ci long taysu, ketua dari Siau lim pay segera dapat merasakan
gelagat yang kurang menguntungkan, dia tahu jika percekcokan ini
dibiarkan berlangsung lebih jauh, kemungkinan besar akan tercipta
suatu pertumpahan darah yang mengerikan. Maka dengan cepat dia
menyelinap ke tengah tengah kedua kelompak manusia itu, lalu
berseru memuji keagungan sang Buddha.
"Omitohud, kalian berdua sama sama adalah teman baik Siau lim
si kami, kini pertemuan sudah bubar, bila masih ada persoalan,
bagaimana kalau kita bicarakan di dalam kuil saja?"
Tujuan yang sebenarnya dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong
sebetulnya adalah hendak memberi pelajaran kepada Thi Eng khi
agar dia jangan memandang rendah kelompok manusia dari Ki hian

500
san ceng, apalagi perkataannya tadi telah berhasil menghasut para
jago hingga menaruh kesan jelek terhadap Thi Eng khi.
Begitu tujuannya tercapai, diapun enggan untuk mencari gara
gara lagi dengan pihak Siau lim si, dengan senyuman dikulum segera
ujarnya :
"Bergembira sekali dapat menyaksikan kuil anda berjabatan
tangan lagi secara damai dengan Tiang pek lojin, kejadian ini
sungguh merupakan keuntungan buat umat persilatan didaratan
Tionggoan, sayang ka¬mi semua masih ada urusan penting yang
belum terselesaikan, biarlah kami mohon diri lebih dahulu."
Selesai berkata dia lantas menjura dan mengajak kawannya
berlalu dari bukit Siong san. Kawanan jago lainnya yang kena
dihasut pun serentak bangkit berdiri dan turut meninggalkan tempat
itu.
Tak lama kemudian, kecuali para jago dari luar perbatasan serta
para jago dari Siau lim pay dan Bu tong pay hampir semuanya sudah
berlalu dari sana. Keng hian totiang, ketua Bu tong pay yang
menyaksikan kejadian itu segera menghela napas panjang, katanya
lirih :
"Sebenanya tiada persoalan di dunia, manusialah yang banyak
bertingkah."
Dengan penuh rasa marah bercampur mendongkol ketua Kay
pang Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po berseru pula
lantang :
"Dalam pertemuan di perkampungan Ki hian san ceng tempo
hari, perbuatan mereka benar benar memalukan sekali, itulah
sebabnya mereka selalu menaruh perasaan was was terhadap Thi
ciangbunjin, kuatir kalau Thi ciangbunjin akan melepaskan mereka
dari malu rupanya mereka menjadi gusar maka merekapun tidak
membiarkan Thi ciangbunjin bisa tampilkan diri dalam mata
masyarakat."
"Ucapan engkoh tua memang benar," kata Thi Eng khi,
"mengalah bukan berarti kalah, asal mereka tidak terlalu

501
mendesakku sehingga kelewat batas, siautepun tak akan ribut
dengan mereka!"
Ci long taysu dari Siau lim pay dan Keng hian totiang dari Bu tong
pay segera berseru memuji :
"Omitohud!"
"Buliangohud!"
"Kebajikan dan kebaikan dari Thi ciangbunjin sungguh agung dan
mulia, hal ini benar benar merupakan keberuntungan bagi umat
persilatan!"
Setelah mendengar perkataan itu, kemarahan Thi Eng khi
terhadap tingkah laku Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong yang
kelewat tadipun sudah menjadi mereda.
Tampaknya Tiang pek lojin merasakan pula keadaan yang sama,
katanya :
"Belajar sampai tua, tak ada habisnya, menjelang usia tua begini
tak nyana lohu akan mengalami kejadian seperti ini, aaai ...."
Dengan penuh rasa sedih dan menyesal, ia menghela napas
panjang. Thi Eng khi segera membopong tubuh pek leng siancu So
Bwe leng, lalu sambil menengadah katanya :
"So yaya, kitapun harus pergi dari sini, luka yang diderita adik
Leng tidak enteng."
Tampaknya Tiang pek lojin pun merasa tiada kepentingan untuk
tetap tinggal disana, diapun mengajak anak buahnya mengundurkan
diri dari situ. Maka pertemuan besar dibukit Siong san pun berakhir
dalam suasana kesedihan, ancaman badai pun mereda.
Di belakang kuil Siong gak bio terdapat sebuah kamar kecil yang
berdiri sendiri, Na im siusu So Ping gwee berdiri tegak didepan pintu,
Boan san siang koay berdiri di kiri dan kanannya sedang Tiang pek
sam nio dan Pek sui su kui mengelilingi di sekelilingnya, hingga
ruangan kecil itu boleh dibilang terlindung kuat sekali.

502
Dalam kamar diatas pembaringan, terbaringlah Pek leng siancu
So Bwe leng dengan wajah pucat kehijau hijauan, telapak tangan
tunggal dari Thi Eng khi sedang ditempelkan di atas jalan darah Pek
hwee hiat ditubuh So Bwe leng, dia sedang menggunakan ilmu Pek
hui tiau yang tayhoat untuk menghimpun segenap tenaga dalam
yang dimilikinya dan menyalurkan ke dalam tubuh Pek leng siancu
So Bwe leng.
Ilmu Pek hui tiau yang tayhoat merupakan suatu kepandaian
sinkang dari aliran Thian liong pay yang cuma bisa dipelajari bila
ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang telah selesai dipelajari, oleh
karena berunsur im dan yang, oleh karena itu kekuatan mana
mempunyai sifat untuk menyembuhkan luka dalam yang diderita
seseorang, untuk menolong jiwa Pek leng siancu So Bwe leng, kini
Thi Eng khi dengan tak sayangnya telah mempergunakan
kepandaian itu.
Paras muka Pek leng siancu So Bwe leng yang semula memucat,
lambat laun berubah menjadi merah, tapi warna merah itu
mengenaskan sekali sebab sedemikian tipisnya hingga sukar untuk
ditemukan bila tidak diamati lebih seksama.
Sekarang, semua harapan Tiang Pek lojin telah dicurahkan ke
atas tubuh Thi Eng khi. Akan tetapi, satu jam sudah lewat, warna
merah yang tipis itu lagi lagi tertelan oleh warna putih pucat
tersebut.
Sekujur badan Thi Eng khi sudah basah kuyup oleh peluh dingin
bahkan sekujur badannya mulai gemetar keras. Tak terlukiskan rasa
kaget Tiang pek lojin, setelah menyaksikan kejadian itu, buru buru
dia tempelkan telapak tangannya diatas punggung Thi Eng khi
sambil memban¬tu pemuda itu untuk pulihkan tenaga, dengan ilmu
menyampaikan suara katanya :
"Anak Eng yang bisa dilakukan lakukanlah, tapi jangan terlampau
memaksakan diri sehingga akibat kedua belah pihak sama sama
menderita kerugian besar!"
Dengan sedih Thi Eng khi segera menarik kembali tangannya,
kemudian berkata :

503
"Eng ji tak becus, aku telah menyia nyiakan harapan So yaya!"
Tiang pek lojin cukup mengetahui akan kehebatan ilmu pek hui
tiau yang tayhoat dari Thian liong pay, kalau ilmu pek hui tiau yang
tayhoat pun tidak mendatangkan hasil, sekalipun tenaga dalam yang
dimiliki lebih sempurna pun ia tak berani mencoba secara gegabah.
Terpaksa dengan nada menyelidiki dia bertanya :
"Anak Eng sewaktu mengerahkan tenaga tadi, apakah kau telah
rnenemukan suatu keanehan didalam tubuh anak Leng?"
Thi Eng khi termenung sambil berpikir sebentar, lalu sahutnya
dengan sedih :
"Semua nadi didalam tubuh adik Leng bebas dan lancar, ketika
kukerahkan tenaga dalam tadi bagaikan memasuki samudera luas
yang tak bertepian, oleh karena itu sukar untuk menemukan letak
lukanya hingga tak bisa membangkitkan semangat hidupnya.
Sekalipun Eng ji telah mengerahkan segenap tenaga yang kumiliki,
hasilnya tetap nihil."
Paras muka Tiang pek lojin segera berubah hebat, setelah
termenung sejenak, akhirnya dia berkata dengan sedih :
"Gejala tersebut merupakan pertanda kalau hawa murninya telah
buyar dan darah mendekati tanda mengering, bila tidak bisa ditolong
dalam beberapa hari ini, mungkin anak Leng sudah tiada harapan
untuk tertolong lagi."
Thi Eng khi segera mengulurkan pil Toh mia kim wan terakhir
yang dimilikinya lalu berkata :
"Aku masih mempunyai sebutir pil Toh mia kim wan, coba dilihat
bagaimanakah kemujuran nasibnya!"
Selesai berkata dia lantas menjejalkan pil Toh mia kim wan
tersebut kemulut Pek leng siancu So Bwe leng. Tiba tiba Tiang pek
lojin mencengkeram pergelangan tangan Thi Eng khi lalu sambil
menggelengkan kepalanya dia berkata :
"Pil Toh mia kim wan merupakan mestika dalam dunia, percuma
kalau kau berikan pada anak leng sebab dia sudah kehilangan
tenaga hisapnya, tak usah dicoba lagi!"

504
"Bagaimana juga, anak Eng harus berikan pil kim wan ini untuk
adik Leng!" seru Thi Eng khi dengan air mata bercucuran. Walaupun
sedang sedih ternyata Tiang pek lojin tidak kehilangan
kewibawaannya, dia berkata :
"Anak Eng tak boleh begitu, menyia nyiakan benda mestika
rnerupakan dosa besar yang tak terampuni, sekalipun kau berbuat
demikian, mengapa tidak kau simpan pil mestika itu dan dikemudian
hari diberikan kepada orang lain atas nama Leng?"
Thi Eng khi berpikir sebentar, kemudian dengan sedih ia serahkan
pil Toh mia kim wan tersebut kepada Tiang pek lojin, katanya :
"Kalau begitu harap So yaya bersedia mewakili adik Leng untuk
menyimpan pil ini, gunakanlah untuK menolong mereka yang
membutuhkan dikemudian hari."
Ketikadilihatnya paras muka Thi Eng khi aneh sekali, Tiang pek
lojin menjadi tercengang, serunya dengan cepat :
"Apa bedanya jika pil Toh mia kim wan tersebut disimpan dalam
sakumu...."
Thi Eng khi nampak sedih sekali, sahutnya :
"Eng ji tidak memperdulikan keselamatan adik Leng, kemudian
tak tahu diri dengan menerima hasutan Huan im sin ang, setelah
salah berbuat kesalahan lagi sehingga menyebabkan adik Ling
terjerumus dalam keadaan demikian, bila adik Leng sampai
menjumpai keadaan yang tidak beres, Eng ji pun tak akan hidup
seorang diri didunia ini. Oleh karena itu, mau tak mau harus
kutitipkan dulu pesan ini kepada kau orang tua!"
Tiang pek lojin merasa terkesiap sekali setelah mendengar
ucapan itu, peluh dingin sampai jatuh bercucuran membasahi
tubuhnya, tapi ia tak berani berdebat dengan Thi Eng khi sebab
kuatir kalau salah berbicara hingga menyebabkan keadaan yang
semakin runyam.
Andaikata Thi Eng khi sampai mengambil keputusan untuk
melakukan perbuatan nekad, peristiwa semacam inilah baru benar
benar merupakan suatu tragedi besar. Menyadari akan pelbagai

505
resiko yang dihadapi, terpaksa dia harus menekan perasaan
sedihnya didalam hati, kemudian sambil tertawa nyaring ia berkata :
"Anak bodoh, mengapa kau ucapkan perkataan semacam itu?
Orang bilang manusia punya keinginan, Thian punya kuasa, segala
sesuatu yang ada dialam semesta ini. Dialah yang menentukan! Yaya
tentu saja tak akan rela membiarkan Leng-ji meninggal dengan
begitu saja. Sekarang, simpan dulu pil Toh mia kim wan tersebut,
kita tak usah menganggu ketenangan anak Leng disini, mari kita
berunding diluar sana sambil berusaha untuk mencari akal lain."
Tidak menanti jawaban lagi, dia lantas menarik Thi Eng khi, dan
diajak menuju ke ruangan lain. Didalam kamar itu, selain Tiang Pek
lojin dan putranya, juga hadir Thi Eng khi, Boan san siang koay,
Tiang pek sam nio serta ketua Kay pang si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po.
Secara ringan Tiang pek lojin menjelaskan keadaan luka yang
dialami Pek leng siancu So Bwe leng, kemudian sambil memberi
tanda dengan kerlingan mata kearah si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po, katanya :
"Hei, orang she Cu, lohu sudah lama tak pernah terjun kedaratan
Tionggoan, kini aku menjadi seseorang yang picik pengetahuannya,
tolong lote suka memperkenalkan seorang tabib sakti yang bisa
menyelamatkan jiwa Leng ji, lohu dan Eng ji tentu akan terima kasih
sekali kepadamu."
Si pengemis sakti bermata harimau bukannya tidak melihat
kerlingan mata dari Tiang pek lojin, akan tetapi ia tidak memahami
maksud hati dari orang tua tersebut, maka sambil menggelengkan
kepala dia berkata lebih jauh :
"Dalam daerah seputar daratan Tionggoan selama puluhan tahun
ini minim dengan tabib kenamaan, aku si pengemis tua benar benar
tidak berhasil menemukan nama dari seorang tabib kenamaan yang
mempunyai ilmu tinggi dan bisa menyelamatkan nona Leng dari
musibah ini."
Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi kecut sekali,
tanpa terasa titik-titik air mata jatuh bercucuran. Dengan gelisah

506
bercampur panik, Tiang pek lojin mendepak depakkan kakinya
berulang kali ke atas tanah, kemudian serunya lagi :
"Enam puluh tahun berselang, lohu masih ingat terdapat seorang
tabib kenamaan didunia ini yang bernama ..... apa ...... seperti
memakai julukan boneka...... "
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po bukannya seorang
yang bodoh, akan tetapi menghadapi pertanyaan yang tidak
diketahui ujung pangkalnya ini, untuk sesaat dia menjadi gelagapan
sendiri dan tak tahu bagaimana musti menjawab. Dalam keadaan
apa boleh buat, terpaksa dia harus menjawab dengan berterus
terang :
"Satu satunya tabib sakti yang pernah menggetarkan dunia
persilatan pada enam puluh tahun berselang adalah Giam lo heng
(pendendam raja akhirat) Kwik Keng thian, selama masa jayanya
belum pernah ia gagal menyelamatkan jiwa manusia sehingga
pekerjaannya itu seolah olah memusuhi tugas raja akhirat, itulah
sebabnya orang persilatan menghadiahkan nama Pembenci Raja
akhirat kepadanya. Aai.... sayang sekali pada akhirnya dia toh tak
berhasil juga memenangkan kekuasaan raja akhirat, konon selembar
jiwanya juga telah menghadap ke depan Giam lo ong!"
Saking kagetnya Thi Eng khi menjerit tertahan, tubuhnya segera
gontai karena sedih. Tiang pek lojin menjadi gusar sekali, teriaknya
kemudian keras keras :
"Omong kosong .....! Ucapanmu benar benar ngaco belo belaka!
Siapa yang mengatakan kalau si Pembenci raja akhirat sudah mati?
Bukankah dia..... dia..... tinggal ditempat.... apa namanya?"
Sekarang pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po baru
memahami maksud hati yang sebenarnya dari Tiang pek lojin,
dengan gugup buru buru dia berganti ucapan :
"Aaah, betul betul! kemudian dia mula yang mengatakan kalau
berita kematian dari Pembenci raja akhirat tak lebih cuma berita
isapan jempol belaka, yang benar dia sudah tidak mencampuri
urusan keduniawian lagi dan mengasingkan diri kebukit Huan keng
San."

507
Dalam pembicaraan terakhir itu hanya satu dua bagian
merupakan kenyataan, sedang delapan sampai sembilan puluh
persen sisanya merupakan karangannya sendiri. Sekalipun Thi Eng
khi terhitung seorang pemuda yang amat cerdas, tapi berhubung
pikiranya sedang kalut, maka apa yang didengar hanya terbatas
pada apa yang ingin diketahui saja, sedangkan penyakit di balik
ucapan tersebut boleh dibilang sama sekali tidak ditemukan olehnya.
Semangatnya segera berkobar kembali setelah mendengar
perkataan yang terakhir itu, sambil melompat bangun serunya :
"Yaya, kamu mesti berusaha untuk mencari akal guna
memperpanjang kehidupan adik Leng selama beberapa
hari,sekarang juga Eng ji akan berangkat ke bukit Huan keng san!"
Begitu selesai berkata dia lantas melompat keluar dari ruangan
dengan menerobosi jendela.Tiang pek lojin segera melemparkan
seuntai mutiara kepadanya seraya berseru :
"Gunakanlah seuntai mutiara ini sebagai ongkos selama
perjalananmu, kami akan berusaha dengan segala macam
kemampuan untuk memperpanjang kehidupan anak Leng sampai
kedatanganmu kembali."
Thi Eng khi tidak banyak berbicara lagi, setelah menerima untaian
mutiara itu, secepat kilat dia berlalu dari sana. Menanti pemuda itu
sudah berlalu, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po yang
sudah diliputi pelbagai pertanyaan yang membingungkan hatinya,
tak tahan segera berkata :
"Locianpwe, barusan kau telah memberikan teka teki apa saja
kepada aku si pengemis tua?"
Tiang pek lojin segera berkerut kening kemudian dia
membeberkan niat Thi Eng khi yang hendak menghabisi nyawa
sendiri, setelah mendengar keterangan tersebut, semua orang baru
menghela napas gegetun.
Dengan nada sedih bercampur murung, pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po segera berkata :

508
"Aku tahu, watak saudara cilikku ini memang keras dan panas,
sekalipun untuk se¬saat aku dapat membohonginya, bukan berarti
bisa membohonginya terus menerus, bagaimanakah selanjutnya?"
Seperti sudah mempunyai rencana tertentu, Tiang pek lojin
segera berkata :
"Sekarang Eng ji sedang berada dalam perjalanan menuju bukit
Huan keng san padahal jarak dari sini ke tempat itu tidak dekat,
menanti dia tidak berhasil menemukan jejak Pembenci raja akhirat
dan kembali kesini, paling tidak hal itu akan terjadi dua bulan
kemudian. Nah, selama ini kita bisa pergunakan kesempatan yang
ada untuk berusaha menyembuhkan penyakit dari Leng ji disamping
mencari akal lain yang jauh lebih baik. Kemudian mengutus orang
pula untuk mencari seseorang yang berwajah mirip dengan Leng ji
untuk menggantikan kedudukan Leng ji dan menipunya sekali lagi."
"Suadara cilikku adalah seseorang pemuda yang amat cerdas,
aku rasa bukan suatu pekerjaan yaag gampang untuk
membohonginya. Apalagi untuk mencari seseorang yang berwajah
kembar bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang."
"Apa susahnya? Asal kita berhasil menemukan seseorang yang
berwajah agak mirip saja, aku sudah mempunyai akal untuk
membohongi dirinya."
"Boanpwe siap mendengarkan semua keterangan dari cianpwe,"
ucap pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po kemudian.
"Asal kita bisa menemukan seseorang yang mirip, maka kita bisa
saja mengatakan kalau Leng ji telah meloloskan diri dari ancaman
maut dan menembusi soal keduniawian sehingga diputuskan ia
hendak mencukur rambut menjadi pendeta, setelah mengenakan
dandanan yang berbeda bisa dipastikan sulit buatnya untuk
menemukan perbedaan tersebut. Di samping itu, kitapun bisa
menggunakan alasan ini guna menjauhkan anak Leng dari Eng ji,
agar Eng ji hanya bisa memandangnya dari kejauhan saja, bukankah
cara ini manjur sekali?"

509
"Tapi dengan terjadinya peristiwa ini, entah sampai dimanakah
rasa sedih saudara cilikku itu?" seru Pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po dengan wajah iba.
"Yaa, kita sedang menghadapi suatu masalah yang amat pelik,
asal Eng ji mengetahui kalau Leng ji masih hidup, dia tak akan
mencari kematian untuk diri sendiri dan inilah pekerjaan yang harus
kita lakukan sekarang."
Walaupun Tiang pek lojin dapat berkata demikian tapi sampai
akhirnya dia sendiripun tak dapat menahan emosinya sehingga
suasana menjadi sesenggukan.
Thi Eng khi melakukan perjalanan cepat menuju kekota Yap sian
setelah menjual sebutir mutiara dia membeli seekor kuda jempolan,
dengan kecepatan paling tinggi melanjutkan kembali perjalanannya.
Menanti kudanya sudah tak sanggup menahan diri untuk berlari lebih
jauh, dia membeli seekor kuda baru untuk menyambung kembali
perjalanannya.
Begitulah seterusnya, secara beruntun dia telah membeli puluhan
ekor kuda, sementara dia sendiripun sudah tiba di Se te si¬an dalam
keresidenan Sam siang. Pada waktu itu kudanya benar benar sudah
kehabisan tenaga dan tak sanggup melanjutkan perjalanan lagi.
Se te sian merupakan suatu tempat pemberhentian yang cukup
besar, manusia yang berlalu lalang disitu cukup ramai.
Dengan uang sebesar lima puluh tahil perak Thi Eng khi kembali
membeli seekor kuda berbulu serba hitam yang cuma berwarna
putih pada keempat kakinya. Sepintas lalu kuda hitam itu kelihatan
gagah sekali, meski demikian harganya tidak sampai mencapai lima
puluh tahil, tapi penjual kuda itu selain menawarkan dengan harga
murah, lagi pula setelah menerima uang segera melarikan diri,
seakan akan kuatir kalau Thi Eng khi sampai merasa menyesal.
Thi Eng khi hanya berpikiran bisa cepat melanjutkan perjalanan,
meski diapun merasakan keanehan dari penjual kuda itu, namun dia

510
beranggapan mungkin kudanya kelewat binal dan sukar ditunggangi,
maka penjual kuda itu keburu merat.
Thi Eng khi dengan kepandaian silatnya yang luar biasa tentu
saja tidak kuatir gagal menundukkan seekor kuda binal maka diapun
tidak begitu menaruh perhatian. Sambil meningkatkan
kewaspadaannya, dengan cepat dia melompat naik keatas punggung
kuda itu.
Ternyata kuda berbulu hitam itu cukup jinak, sama sekali tidak
melakukan perlawanan apa-apa. Maka Thi Eng khi pun lantas
menganggap kuda itu sudah cocok dengannya maka menganggap
dia sebagai majikannya dan sama sekali tidak melakukan
perlawanan.
Berpendapat demikian, sikapnya terhadap kuda itupun bertambah
simpatik, dengan perasaan yang lega dia membedal kudanya cepatcepat.
Dalam sekejap mata puluhan li sudah dilewatkan tanpa
terasa. Kuda berbulu hitam ini memang seekor kuda yang jempolan,
langkah kakinya lebar lebar dan larinya amat stabil, memang tak
malu disebut seekor kuda jempolan.
Thi Eng khi sangat menguatirkan perubahan penyakit yang
diderita Pek leng siancu So Bwe leng, maka dia melakukan
perjalanan dengan kecepatan tinggi, sekarang setelah memperoleh
kuda jempolan tersebut, sudah barang tentu dia merasa girang
se¬kali.
Dalam waktu singkat, puluhan li kembali sudah dilewati,
mendadak berkumandang suara pekikan nyaring, berkumandang
datang dari balik sebuah lembah bukit. Ketika mendengar pekikan
tersebut, kuda berbulu hitam itu segera menggerakkan telinganya
sambil balas berpekik panjang, kemudian dengan kecepatan tinggi
binatang tersebut berlarian menuju kearah mana berasalnya pekikan
nyaring tadi.
"Berhenti!" Thi Eng khi segera membentak keras. Sambil
membentak dia menggerakkan ta¬li lesnya untuk membawa kuda
berbulu hi¬tam itu menuju kearah lain. Tapi kali ini kuda tersebut

511
tidak menuruti perkataannya lagi, walaupun tali lesnya sudah
digerakkan berulang kali, kuda itu masih berlarian dengan
kencangnya me¬nuju ke arah mana berasalnya suara pekikan tadi.
Thi Eng khi berusaha beberapa kali la¬gi, ketika usahanya itu
belum mendatangkan hasil juga, akhirnya dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa dia membiarkan bina¬tang tersebut melarikan
dirinya menuju ke¬arah suara pekikan tadi. Dengan mengendornya
tarikan tali les kuda berbulu hitam itu lari semakin kencang lagi,
dalam waktu singkat dia telah memasuki lembah bukit tersebut.
Dalam lembah itu penuh dengan tumbuhan pohon bambu,
suasana amat hijau dan rindang. Setelah melewati hutan bambu,
sampailah mereka didepan sebuah air terjun yang berpemandangan
alam sangat indah. Air itu dimuntahkan lewat sebuah celah jurang
yang amat dalam dan memancar kedalam sebuah telaga yang luas,
oleh karena pancaran air terjun tersebut sangat kuat membuat
gulungan ombak amat meninggi dan butiran air memercik sampai
dimana-mana.
Disamping kiri telaga besar itu terdapat sebuah bangunan rumah
berloteng yang megah, bangunan tersebut dibangun menghadap ke
arah telaga sehingga tampak mungil dan menarik hati.
Kuda berbulu hitam itu sama sekali tidak mengurangi kecepatan
larinya, dengan cepat binatang tadi lari menuju ke depan bangunan
berloteng itu dan berhenti, sejak itu binatang tadi tidak bergerak
lagi.
Jelas kuda ini mengerti akan inti sari ilmu silat tingkat tinggi,
sebab gaya yang ditunjukkan kuda itu sekarang merupakan gerakan
Teng im lik ki (berhenti diawan berdiri tegak) dari suatu ilmu
meringankan tubuh tingkat tinggi.
"Aaaai....!" Thi Eng khi segera berseru tertahan wajahnya segera
menunjukkan perasaan kaget bercampur tercengang.
Belum lagi dia melompat turun dari kudanya, mendadak dari balik
jendela bangunan rumah berloteng itu sudah melayang turun

512
sesosok bayangan manusia berbaju putih, dia adalah seorang
sastrawan yang amat tampan sekali.
Begitu melayang turun dihadapan kuda tersebut, tegurnya sambil
tertawa :
"Siauseng memang kurang sopan sehingga tiba tiba saja
menganggu perjalanan Thi ciangbujin!"
Thi Eng khi ketika itu hanya rnemikirkan tentang keselamatan
dari Pek leng siancu So Bwe leng belaka, ia tidak berniat turun dari
kudanya. Maka sambil menjura dari atas punggung kudanya, dia
berkata :
"Saudara mengundang aku datang kemari, tolong tanya ada
urusan apakah yang hendak disampaikan?"
Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa ramah, ujarnya :
"Siaute she Seng bernama Tiok sian, sudah lama mengagumi
kegagahan saudara Thi bersediakah saudara Thi bersahabat dengan
diriku....?"
Sejak berjumpa dengan Seng Tiok sian, Thi Eng khi sudah
mempunyai kesan yang mendalam terhadap orang ini, tapi lantaran
kuatir kalau perbincangan mereka akan menunda perjalanannya,
terpaksa ia menjura kembali dari atas kudanya sambil berkata:
"Saudara Seng adalah seorang yang gagah siaute kuatir tak
sanggup untuk menerima uluran tanganmu itu?"
Seng Tiok sian segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh… haaahhh.... haahhh…. saudara Thi kalau toh kau
bersedia memberi muka kepada siaute, mengapa tidak turun dari
kudamu dan beristirahat sebentar dalam ruangan agar kita bisa
berbincang bincang semalam suntuk."
Thi Eng-khi segera tertawa getir.
"Maaf, kebetulan siaute ada urusan penting yang harus segera
diselesaikan sehingga tak mungkin bisa berdiam kelewat lama di sini,

513
bagaimana kalau perbincangan ini kita tunda sampai di kemudian
hari saja?"
Sambil berkata dia lantas menggerakkan tali les kudanya siap
berlari dari situ. Tapi aneh sekali, bagaimanapun Thi Eng khi
berusaha untuk menggerakkan tali les kudanya, ternyata kuda
berbulu hitam itu hanya meringkik belaka tanpa bergerak da¬ri
tempat semula.
Seng Tiok-sian segera menepuk-nepuk kepala kuda berbulu
hitam itu seraya berkata :
"Meh-ji, hantarlah saudara Thi ke belakang, kemudian kau baru
balik kembali!"
Thi Eng khi yang mendengar perkataan itu jadi tertegun, sambil
berseru tertahan dia segera melompat turun dari atas punggung
kuda berbulu hitam itu. Setelah melompat turun dari kuda tersebut,
Thi Eng khi baru berkata agak gugup :
"Ooh.... rupanya kuda jempolan ini adalah kuda milik saudara
Seng...?"
Seng Tiok sian segera manggut manggut.
"Yaa, berhubung siaute kuatir saudara Thi enggan datang
kernari, maka kugunakan sedikit akal untuk mengundangmu kemari,
harap kau bersedia tinggal disini!"
Pada mulanya Thi Eng khi mengira dirinya sudah membeli seekor
kuda jempolan, siapa tahu kuda tersebut sudah ada pemiliknya,
kehilangan kuda adalah soal kecil, menelantarkan persoalan baru
merupakan masalah yang besar. Maka setelah memandang sekejap
ke arah kuda berbulu hitam itu dengan pandangan berat hati, tiba
tiba dia membusungkan dadanya dan berseru lagi :
"Baiklah, kalau toh begitu, harap saudara Seng bersedia untuk
menerima kembali kudamu itu, siaute ingin mohon diri lebih dulu."
Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari situ. Seng
Tiok sian segera melayang ke depan menghadang jalan pergi dari
Thi Eng khi, katanya :

514
"Saudara Thi, jika kau tidak bersedia berbincang bincang dengan
siaute, harap kau suka mengutarakan kesulitan hatimu, siaute
bersedia untuk membantumu dengan sepenuh tenaga."
Walaupun Thi Eng khi merasa Seng Tiok sian adalah seorang
yang gagah tentu saja dia tak menyangka kalau orang itu
merupakan seorang ahli waris dari seorang tabib kenamaan dalam
dunia persilatan.
Sambil bermuram durja dan tertawa getir, sahutnya cepat :
"Siaute ada urusun penting hendak pergi ke bukit Huan keng san
untuk mencari seorang locianpwe!"
Ketika Seng Tiok sian menyaksikan Thi Eng khi tak mau berbicara
terus terang, diapun tidak banyak bertanya lagi, sambil memanggil
kuda berbulu hitamnya dia lantas berkata:
"Bila saudara Thi tidak keberatan, bagaimana kalau kau gunakan
kudaku untuk melanjutkan perjalanan?"
Melihat maksud baik orang, Thi Eng khi pun tidak menampik lagi,
dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kuda berbulu
hitam itu seraya ujarnya :
"Terima kasih banyak atas maksud baik saudara Seng, bila
urusan telah selesai nanti, siaute pasti akan berkunjung kembali ke
sini sambil menyampaikan rasa terima kasihku."
Dengan cepat dia mencemplak kuda itu dan kabur meninggalkan
tempat tersebut. Seng Tiok sian hanya memandang bayangan
punggung Thi Eng khi yang menjauh dengan termangu mangu, lama
kemudian dia baru menghela napas panjang dan balik ke dalam
rumahnya.
Sementara itu Thi Eng khi telah membedal kudanya secepat
hembusan angin, dalam waktu singkat dia telah keluar dari lembah
itu menuju ke jalan raya. Sebelum hari menjadi gelap sorenya, dia
telah tiba di Lu si. Thi Eng khi kuatir kudanya yang lari kelewat cepat
akan mengejutkan orang orang yang hendak masuk ke dalam kota
maka diapun melambankan lari kudanya sambil memasuki kota.

515
Ketika baru sampai puluhan kaki didepan pintu kota mendadak ia
saksikan ada dua orang manusia sedang berlarian keluar dari balik
kota tersebut. Thi Eng khi buru buru menjalankan kudanya
menyingkir ke samping, dengan kecepatan tinggi kedua sosok
bayangan manusia itu segera berkelebat lewat dari sisinya. Menanti
kedua sosok bayangan manusia itu sudah lewat berapa saat
lamanya, Thi Eng Khi batu teringat akan sesuatu, dia segera berseru
tertahan.
"Aaai…. Bukannya orang yang lari di depan seperti dikejar orang
itu adalah Ban li tui hong Cu tayhiap? Yaa, sudah pasti dia..... "
Menyusul kemudian dengan suara kaget dia lantas berteriak
dengan suara dalam :
"Sekarang dia dikejar kejar orang, aku tak dapat berpeluk tangan
belaka."
Dengan cepat dia membalikkan kudanya dan mengejar dari
belakang.
Ban li tui hong (Selaksa li pengejar angin) Cu Ngo merupakan
orang persilatan pertama yang dijumpai Thi Eng khi, demi
keselamatannya pihak Thian liong pay juga telah menghadiahkan
sebutir pit Toh mia kim wan yang merupakan mestika dari perguruan
naga langit itu untuknya, itulah sebabnya Thi Eng khi mempunyai
kesan yang mendalam sekali terhadap orang itu.
Justru karena timbulnya suatu perasaan yang tak terlukiskan
dengan kata kata didalam hatinya maka diapun segera menyusul
dari belakang dengan perasaan kuatir. Dari kejauhan sana, dia
saksikan sesosok bayangan manusia kembali menampakkan diri dari
sisi jalan untuk menghadang jalan pergi dari Ban li tui hong Cu Ngo.
Tergerak hati Thi Eng khi setelah menyaksikan kejadian itu, dia
ingin mencari tahu lebih dulu apa gerangan yang telah terjadi
diantara beberapa orang itu. Dengan suatu gerakan yang ringan dia
lantas melayang turun dari kudanya dan pelan pelan berjalan
mendekat.

516
Sementara itu rembulan telah rnuncul diangkasa dan
memancarkan sinarnya yang keperak perakan diatas wajah ketiga
orang itu, sehingga raut wajah maupun potongan badan mereka
dapat terlihat jelas.
Tak salah lagi, orang yang terkurung itu memang tak lain adalah
Ban li tui hong Cu Ngo. Sedangkan dua orang lainnya adalah kakek
berusia lima puluh tahunan, yang seorang bersenjatakan sebuah
senjata aneh, sedangkan yang lain membawa sebilah pedang
panjang.
Tampak sikakek yang bersenjatakan aneh itu berkata dengan
suara dalam :
"Orang menyebut Ban li tui hong Cu Ngo sebagai seorang lelaki
sejati dalam dunia persilatan, dimasa lalu lohu percaya seratus
persen dengan perkataan itu, tapi sekarang apa yang bisa kau
katakan lagi? Hayo jawab!"
Tampaknya Ban li tui hong Cu Ngo seperti merasa amat panik,
dia mundur selangkah seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi
kemudian niat tersebut diurungkan kembali, dengan mulut
membungkam dalam seribu bahasa dia berdiri tak berkutik ditempat
semula :
"Cu Ngo, kami tak akan banyak berbicara lagi, aku harap kau
mempertimbangkan dirimu sendiri dan berikanlah suatu pertanggung
jawaban kepada kami!"
Didesak secara begini, terpaksa Ban li tui hong Cu Ngo baru buka
suara, dia menghela napas panjang, lalu ujarnya :
"Yan ciangbunjin, Pi tayhiap, asal kalian berdua suka bermurah
hati dengan melepaskan diriku dikemudian hari aku pasti tak akan
membuat kalian berdua menjadi kecewa, tapi dewasa ini aku benar
benar mempunyai kesulitan yang tak bisa dielakkan lagi, sulit bagiku
untuk menerangkan kesemua itu kepada kalian."
Yan ciangbunjin tak lain adalah si kakek yang bersenjatakan aneh
itu sambil menahan marahnya dia mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak bahak amat nyaring.

517
''Haaahhhh.... haaaahhh... haaaahhhh... hari ini saja kau sudah
tidak memandang sebelah matapun terhadap aku orang she Yan,
apalagi dikemudian hari, siapa yang akan mempercayai dirimu? Bila
kau tidak menerangkan hal yang sebenarnya, jangan salahkan kalau
aku Yan Ceng wi tak akan berbuat sungkan sungkan lagi."
Sam siang kiam kek (jago pedang dari sam siang) Pi Kiat atau si
kakek bersenjata pedang itu turut membentak pula :
"Cu Ngo, dalam sepasang mata aku orang she Pi telah
kemasukan pasir, kau anggap kami benar benar tidak mengetahui
latar belakangmu itu?"
Ban li tui hong Cu Ngo benar benar terdesak sehingga tak
marnpu berkata apa-apa lagi. Melihat lawannya membungkam, Sam
siang kiam kek Pi Kiat segera menuding kearah ujung hidung Ban li
tui hong Cu Ngo sambil mencaci maki kalang kabut :
"Semenjak kapan kau menjadi kaki tangannya pihak Ban seng
kiong? Rencana keji apakah yang kau bawa dengan kehadiranmu
dikota Seng ciu ini?"
"Jika kau tahu diri, cepat utarakan semua rencanamu itu dengan
sejelas-jelasnya, hari ini pun kami berjanji tak akan menyusahkan
dirimu."
Thi Eng khi yang mendengarkan pembicaraan itu menjadi kaget
bercampur tercengang, sebab dia tahu Ban li tui hong Cu Ngo
hampir saja tewas di tangan Huan im sin ang dimasa lalu, kalau
dibilang dia bergabung dengan pihak Ban seng kiong sekarang,
kejadian ini benar-benar membuatnya tidak percaya.
Tampaknya rahasia hati Ban li tui hong Cu Ngo tersentuh,
sehingga diapun turut naik darah, dengan cepat suaranya berubah
makin ketus dan kasar, katanya :
"Aku tak bisa berkata apa-apa lagi jika kalian berdua mempunyai
suatu kemampuan, akan kusambut semuanya dengan lapang dada!"
Seraya berkata, dia lantas mengeluarkan sepasang senjatanya
dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak

518
diinginkan. Sam siang kiam kek Pi Kiat benar-benar amat gusar,
sambil tertawa keras teriaknya :
"Bagus! Bagus sekali, biar aku Pi Kiat yang mencoba dahulu
kelihayan ilmu silat Cu tayhiap!"
"Nguuunnng.!" diiringi desingan angin tajam, pedang ditangan
Sam siang kiam kek Pi Kiat menyambar ke muka dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir, kekuatannya amat lihay, jelas dia
mempunyai kesempurnaan yang menyakinkan didalarn permainan
ilmu pedangnya.
Ban li tui hong Cu Ngo merasa terkejut sekali, dengan perasaan
bergetar keras dia menarik napas panjang-panjang, senjatanya
segera di putar dengan jurus Tay lian wang gwat (mengungkap tirai
menengok rembulan) balas menggulung ke atas.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera tertawa dingin.
"Sambutlah sebuah seranganku ini!" serunya.
Pedangnya dengan membawa desingan angin tajam, dengan
taktik menotok, mencukil dan menusuk tiga macam perubahan
se¬gera meneter musuhnya habis-habisan. Kesempurnaan tenaga
dalam yang menya¬kinkan ditambah dengan kelincahan gerakan
tubuhnya membuat serangan tersebut berlipat ganda kehebatannya.
Keistimewaan dari kepandaian yang dimiliki Ban li tui hong Cu
Ngo adalah ilmu meringankan tubuh, kalau berbicara tentang
kepandaian silat yang sebenarnya dimiliki, dia masih kalah setingkat
kalau dibandingkan dengan kemampuan dari Sam siang kiam kek Pi
Kiat.
Tanpa terasa perasaannya menjadi tercekat, serangan tersebut
tidak berani disambut dengan kekerasan, sambil membalikkan
tubuhnya dengan gaya Hwee hong wu liu (pusaran angin menarikan
daun) dia meloloskan diri dari ancaman pedang itu sambil mundur
sejauh lima langkah.

519
Sam siang kiam kek Pi Kiat sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada musuhnya untuk menghindar, berikut
pedangnya berputar kencang lalu diiringi desingan angin serangan
yang memekikkan telinga,dia mengurung seluruh tubuh Ban li tui
hong Cu Ngo.
Kedahsyatan dari serangan itu pada hakekatnya benar benar
mengerikan sekali. Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Ban li tui
hong Cu Ngo harus memberikan perlawanan dengan sekuat tenaga,
sepasang kaitan bajanya dengan menciptakan selapis cahaya tajam
langsung menyongsong datangnya ancaman lawan, sekaligus dia
sambut kelima jurus serangan tanpa gentar.
Walaupun dalam soal tenaga dalam Ban li tui hong Cu Ngo masih
belum sanggup untuk menandingi Sam siang kiam kek Pi Kiat,
namun ilmu gerakan tubuhnya yang sempurna telah menutupi
kelemahannya disektor tenaga dalam, itulan sebabnya untuk
sementara waktu dia masih mampu untuk menghadapi serangan
serangan gencar dari lawannya.
Begitu berpisah tubuh kedua orang itu saling menubruk maju
lagi, dalam waktu singkat kedua puluh jurus sudah lewat tanpa
terasa. Begitu pertarungan berlangsung agak lama akhirnya toh Ban
li tui hong Cu Ngo kena terdesak juga sehingga kalang kabut sendiri,
langkahnya makin lamban dan gerakan tubuhnya semakin kaku.
Sekarang dia mulai sadar, bila keadaan seperti ini dilangsungkan
lebih jauh, maka sulit baginya untuk bertahan sebanyak sepuluh
gebrakkan lagi. Tampaklah cahaya pedang yang memancar keluar
dari permainan Sam siang kiam kek Pi Kiat makin lama semakin
memancar keempat penjuru, diiringi berkumandangnya suara
pekikan nyaring, terdengar jagoan tersebut membentak keras :
"Lepas tangan!"
"Traang....!" benturan nyaring berkumandang memecah
keheningan, ditengah kegelapan malam tampak dua titik cahaya
berkilauan diangkasa, tahu tahu senjata kaitan pendek milik Ban li
tui hong Cu Ngo sudah tergetar lepas dari cekalannya. Dengan suatu
gerakan cepat Ban li tui hong Cu Ngo melayang mundur sejauh satu

520
kaki, akan tetapi dia belum berhasil juga meloloskan diri dari
ancaman ujung pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat yang telah
menempel diatas dadanya itu.
Untuk sesaat suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran
sedikit suarapun, namun suasananya justru jauh lebih tegang.
Dengan suara menggeledek, Sam siang kiam kek Pi Kiat,
membentaknya nyaring :
"Cu Ngo, apa yang kau hendak katakan lagi?"
Ban li tui hong Cu Ngo segera memejamkan matanya rapat-rapat,
jawabnya tenang :
"Aku akan menanti kematianku!"
Jawaban ini sangat menggusarkan Sam siang kiam kek Pi Kiat,
dia mendengus dingin, lalu serunya :
"Kau anggap lohu tidak berani membunuh orang?"
Pedangnya digetarkan kedepan dan ..... "Breeet!" pakaian bagian
dada yang dikenakan Ban li tui hong Cu Ngo segera tersambar robek
sepanjang lima inci lebih, di antara lekukan dada yang kekar tampak
ujung pedang tersebut sudah mengancam diatas dadanya, asal
senjata mana digerakan lebih ke muka, niscaya kulit dada yang
kekar tersebut akan terobek dan berdarah.
Yan Ceng wi segera maju ke depan dan menangkis senjata
pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat dengan senjata swastikanya, ia
berseru :
"Saudara Pi, harap ampuni selembar jiwanya, mungkin saja Cu
tayhiap memang benar-benar mempunyai kesulitan yang tak bisa
diutarakan kepada orang lain, lebih baik kita lepaskan dirinya saja."
Jelas dia membatalkan niatnya semula karena menyaksikan
kegagahan Ban li tui hong Cu Ngo yang tidak gentar menghadapi
ancaman bahaya maut. Sam siang kiam kek Pi kiat segera menarik
kembali senjatanya, kemudian berkata :
"Baiklah, hari ini kuampuni selembar jiwamu, semoga saja kau
bisa tahu diri dan jangan membantu kaum penjahat untuk berbuat
kekejian lagi.... "

521
Ban li tui hong Cu Ngo berdiri dengan wajah amat sedih, tanpa
menggubris senjata kaitan pendeknya yang terlepas dari cekalan
lagi, dia segera menjejakkan sepasang kakinya ke tanah dan
meluncur sejauh tiga kaki dari tempat semula.
"Cu tayhiap tunggu sebentar!"
Thi Eng khi segera menampakkan diri dan mengha¬dang jalan
perginya Ban li tui hong Cu Ngo tentu saja tak akan menyangka
kalau orang yang akan munculkan diri dan menghadang jalan
perginya adalah Thi Eng khi, dalam gusarnya dia segera membentak
keras :
"Mau apa kau?"
Sepasang telapak tangannya segera didorong kemuka
melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Dengan cepat Thi Eng khi
menyambut sebuah serangan dari Ban li tui hong Cu Ngo kemudian
katanya :
"Cu tayhiap jangan salah paham, aku adalah Thi Eng khi."
Dengan cepat Ban li tui hong Cu Ngo mundur sejauh tiga
langkah, dengan wajah kebingungan dan ragu dia berseru kemudian
:
"Saudara Thi, kau?"
Sementara mereka sedang bertanya jawab, Yan ciangbunjin dan
Sam siang kiam kek Pi Kiat telah berjalan mendekat. Kedua orang itu
segera memperhatikan Thi Eng khi sekejap kemudian dengan penuh
kewaspadaan berjalan makin mendekat. Sam siang kiam kek Pi Kiat
telah menganggap pemuda itu sebagai komplotan dari Ban li tui
hong Cu Ngo, dengan suara dingin dia segera menegur.
"Siapakah kau?"
Melihat kedua orang itupun menaruh kesalahan paham pada
dirinya, Thi Eng khi tertegun dan tak tahu bagaimana harus
menjawab. Ban li tui hong Cu Ngo yang sikapnya sama sekali telah
berubah, buru buru memperkenalkan :

522
"Dia adalah Thi ciangbunjin dari partai Thian liong pay!"
Yan ciangbunjin Yan Ceng wi dan Sam siang kiam kek Pi kiat
sama sama tertegun pula, kemudian katanya :
"Oooh.... rupanya Thi ciangbunjin!"
Perlu diketahui, semenjak pertemuan para jago dibukit Siong san,
walaupun Thi Eng khi tidak mendemonstrasikan kepandaian silatnya
dalam pertemuan itu namun kegagahannya yang luar biasa telah
tersiar luas sampai diseluruh dunia persilatan. Betul waktu itu
kepercayaan orang kepadanya berkurang separuh akibat hasutan
dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, tapi Yan Ceng wi dan Sam
Siang kiam kek Pi kiat tetap mengagumi dirinya.
Sekali lagi Thi Eng khi memberi hormat kepada kedua orang itu,
kemudian dengan wajah serius dia baru berkata kepada Ban li tui
hong Cu Ngo :
"Cu tayhiap, bila kau bersedia memberi muka kepadaku, harap
jawablah pertanyaan dari Yan tayhiap dan Pi tayhiap tadi!"
Thi Eng khi mempunyai kesan yang sangat baik terhadap Ban li
tui hong Cu Ngo maka dia tak ingin rekannya ini dicurigai orang,
maka diputuskan akan menerangkan semua persoalan sampai jelas.
Berada dihadapan Thi Eng khi, ternyata Ban li tui hong Cu Ngo telah
berubah semua sikapnya tadi, tanpa banyak alasan dia segera
menyanggupi permintaan orang.
Sam siang kiam kek Pi kiat dan Yan Ceng wi segera saling
berpandangan sekejap setelah menyaksikan kejadian itu, mereka
sama sekali tidak menyangka kalau Ban li tui hong Cu Ngo bisa
bersikap begitu hormat kepada Thi Eng khi. Oleh karena itulah,
merekapun lantas mempunyai pandangan yang lain pula terhadap
Thi Eng khi.
Mereka berdua lantas menawarkan kepada Thi Eng khi dan Ban li
tui hong Cu Ngo untuk berbincang bincang didalam kota raja. Thi
Eng khi sendiri memang ada minat untuk bermalam di kota Lu si,
tentu saja dia tidak menampikkan tawaran tersebut. Sebaliknya Ban
li tui hong Cu Ngo segera berkerut kening seraya berkata :

523
"Dalam kota banyak orang dan kurang leluasa untuk berbincang
bincang, menurut pendapatku lebih baik kita mencari suatu tempat
disekitar tempat ini saja untuk berbicara."
Ketika Sam siang kiam kek Pi Kiat menyaksikan Ban li tui hong Cu
Ngo berbicara dengan amat serius, dia lantas menduga kalau apa
yang hendak dibicarakan orang she Cu itu adalah suatu masalah
yang maha penting dan tak ingin diketahui orang lain. Maka setelah
berpikir sebentar katanya :
"Aku mempunyai suatu tempat yang cukup rahasia letaknya
harap kalian suka mengikuti diriku."
Thi Eng khi segera menuntun datang kuda berbulu hitamnya,
ketika Sam siang kiam kek dan Yan ciangbunjin menjumpai Meh
liong kou atau kuda naga hitam itu, diatas wajah mereka segera
terlintas suatu perubahan yang sangat aneh, tapi mereka tidak
berbicara apa apa lebih jauh.
Begitulah, dipimpin oleh Sam siang kiam kek Pi Kiat, berangkatlah
mereka menembusi sebuah hutan memasuki sebuah lembah dan
setelah berbelok kesana kemari akhirnya tiba didepan sebuah gua.
Sam Siang Kiam kek Pi Kiat segera menggerakkan tangannya
meraba dinding gua itu mendadak diiringi suara nyaring muncul
sebuah pintu gua yang lebar.
Semua orang berikut kuda segera melangkah masuk kedalam gua
tersebut, begitu mereka tiba dalam ruangan, pintu gua itupun
menutup kembali secara otomatis. Yang lebih mengagumkan adalah
suasana dalam ruangan yang terang benderang. Sambil membawa
sebuah lentera Sam siang kiam kek Pi Kiat mengajak mereka
menelusuri sebuah lorong yang panjang dan mema¬suki sebuah
ruang batu yang mirip sekali dengan sebuah kamar baca.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera mempersilahkan semua orang
duduk, kemudian sambil tertawa katanya :
"Tempat ini merupakan tempat siaute untuk menghindarkan diri
dari keramaian bila Cu tayhiap ingin mengucapkan sesuatu, katakan
saja berterus terang, kujamin tak akan sampai bocor keluar!"

524
Menyusul kemudian penuturan dari Ban li tui hong Cu Ngo
membuat semua orang menjadi tertegun.
Jilid 16
Kiranya setelah Ban li tui hong Cu Ngo ditolong jiwanya oleh
Thian liong ngo siang dengan obat Toh mia kim wan dan
meninggalkan perkumpulan Thian liong pay, tak lama kemudian ia
terjatuh kembali ke tangan Huan im sin ang.
Tapi kali ini Huan im sin ang tidak menghendaki selembar
jiwanya, melainkan mengancam dengan menggunakan nyawa dari
Thi Eng khi serta Thian lion ngo siang sebagai taruhannya, Ban li tui
hong Cu Ngo diperintahkan untuk menuruti semua perkataannya.
Ban li tui hong adalah seorang pendekar sejati di dalam dunia
persilatan, sebagai seorang yang mengutamakan budi, setelah
selembar jiwanya ditolong pihak Thian liong pay, tentu saja dia tak
ingin disebabkan dirinya sehingga berakibat mencelakai jiwa tuan
penolongnya.
Itulah sebabnya dengan syarat Huan im sin ang tak akan
mencelakai jiwa Thi Eng khi dan Thian liong ngo siang, dia bersedia
menjadi anak buahnya Huan im sin ang dan berbakti baginya.
Itulah sebabnya ketika Thi Eng khi datang ke perkampungan Ki
hian san ceng tahun lalu, pemuda tersebut tidak bertemu dengan
dirinya.
Kemudian Ban li tui hong Cu Ngo mendengar pula banyak kabar
tentang Thi Eng khi, Huan im sin ang kuatir dia berkhianat maka
kecuali mengancam dengan menggunakan keselamatan orang-orang
Thian liong pay, diapun menggunakan suatu cara yang keji untuk
mencelakai dirinya sehingga membuat jago ini tak berani menaruh
perasaan untuk memberontak .....
Di samping itu, Ban li tui hong Cu Ngo yang sudah lama bergaul
dengan Huan im sin ang, lama lama timbul juga perasaan ngeri

525
bercampur takut terhadap car kerja serta kepandaian yang dimiliki
Huan im sin ang ......
Betul, dia bisa saja tak usah menggubris keselamatan jiwanya,
tapi ia tak bisa tidak harus memikirkan keselamatan dari orang orang
Thian liong pay yang merupakan tuan penolongnya.
Ketika selesai mendengarkan kisah tersebut, Thi Eng khi segera
menghela napas panjang, katanya :
“Padahal sikap Huan im sin ang terhadap diriku bukannya
berubah karena Cu tayhiap bersedia mendengarkan perkataannya,
penipuan semacam ini bukan cuma dialami oleh Cu tayhiap seorang,
cucu kesayangan dari Tiang pek lojin pun merupakan suatu contoh
yang paling baik.”
Menyusul kemudian dia lantas menceritakan kembali kisah tragis
yang telah menimpa So Bwe leng. Setelah mendengarkan penuturan
itu, Ban li tui hong Cu Ngo menghela napas panjang, katanya
kemudian :
“Aaai, itu berarti pengorbananku selama ini untuk menuruti
perkataan bajingan itu hanya sia-sia belaka, mulai sekarang
sekalipun aku harus tersiksa dan menderita, tak akan kuturuti lagi
perkataan dari bajingan tua itu.”
Thi Eng khi segera menggoyangkan tangannya berulang kali.
“Menurut pendapatku, untuk sementara waktu lebih bak Cu
tayhiap tetap berada dalam istana Ban seng kiong lebih dulu!”
katanya.
“Thi ciangbunjin, harap kau jangan mengejek diriku!” seru Ban li
tui hong Cu Ngo sambil tertawa getir.
“Cu tayhiap selanjutnya bila kau dapat menyampaikan semua
kabar atau rahasia yang kau ketahui tentang Huan im sin ang,
bukankah hal ini berarti akan menguntungkan dunia persilatan?”
“Baiklah, aku akan menuruti perintah!” ucap Ban li tui hong Cu
Ngo kemudian dengan wajah sungguh sungguh.

526
Maka merekapun membicarakan pula cara untuk saling
mengadakan kontak rahasia, sehingga untuk sesaat membuat Sam
siang kiam kek dan Yan ciangbunjin melupakan persoalan yang
paling dikuatirkan oleh mereka. Menanti persoalan tersebut sudah
ada keputusannya, dengan agak tersipu sipu Sam siang kiam kek Pi
Kiat baru menyinggung kembali persoalan lama.
“Cu tayhiap, sebenarnya tugas apakah yang kau bawa dalam
kedatanganmu ke propinsi Sam siang ini?”
“Siaute datang untuk menyelidiki jejak dari seorang locianpwe
.....” jawab Ban li tui hong Cu Ngo tanpa tedeng aling aling lagi.
“Siapakah locianpwe itu?” Tanya Yan Ciangbunjin.
“Pada puluhan tahun berselang, locianpwe itu merupakan
seorang tabib sakti yang amat termasyur dalam dunia persilatan,
orang menyebutnya sebagai Giam lo heng (pembenci raja akhirat)
Kwik Keng thian, Kwik locianpwe.”
“Kwik locianpwe?” seru Yan Ceng wi dan Sam siang kiam kek
hampir berbareng, “Bukankah dia orang tua telah meninggal dunia?”
“Locianpwe itu benar-benar sudah meninggal dunia?” seru Thi
Eng khi pula dengan wajah tegang.
Sam siang kiam kek Pi Kiat manggut manggut.
“Walaupun Kwik locianpwe adalah penduduk Sam siang, tapi
sudah lama ia meninggal dunia, dan lagi dimasa lalu diapun tidak
berdiam disekitar tempat ini.”
Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi dingin dan sedih,
untuk sesaat dia tertunduk dengan wajah murung.
Tiba-tiba Sam siang kiam kek Pi Kiat berkata lagi :
“Cuma orang persilatan memang sukar diketahui mati hidupnya,
bisa saja orang yang masih hidup dianggap sudah mati, bisa saja

527
orang yang sudah mati dianggap hidup, bila tidak disaksikan dengan
mata kepala sendiri, siapapun tak dapat mengatakan secara pasti.”
Perasaan Thi Eng khi yang sudah diliputi perasaaan kecewa itu
segera berkobar kembali setitik pengharapan, walaupun
pengharapan itu sedemikian tipisnya, namun dia tak akan
melepaskannya dengan begitu saja.
Yan Ceng wi lantas bertanya lagi :
“Tahukan Cu tayhiap, apa yang menjadi tujuan Huan im sin ang
dalam usahanya menemukan jejaknya dari Giam lo heng Kwik
locianpwe?”
“Dalam memberikan perintahnya kepada seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan, gembong iblis itu tak pernah
menerangkan alasannya, tugasku hanya melakukan pemeriksaan di
sekitar tempat ini, tentang persoalan selanjutnya bila jejak Kwik
locianpwe diketahui, aku kurang bergitu mengerti.”
“Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu hasil?” buru buru Thi
Eng khi bertanya.
Ban li tui hong Cu Ngo segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya :
“Mencari sebatang jarum di dasar samudera, apakah pekerjaan
ini bisa dianggap gampang? Sudah setengah tahun lamanya aku
bekerja keras, namun setitik bayangan pun tidak berhasil
kutemukan, malahan jejakku ini menimbulkan kecurigaan dari Yan
ciangbunjin dan Pi tayhiap.”
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera tertawa lebar, ujarnya :
“Yan ciangbunjin sudah menaruh perasaan was was terhadap
kemunculan Huan im sin ang di dalam dunia persilatan, oleh sebab
itu semua anggota perguruannya melakukan pengawasan yang ketat
terhadap setiap umat persilatan yang datang dari luar, apalagi
kedatangan Cu tayhiap ke tempat ini sudah mencapai setengah
tahun lamanya, apakah hal ini tak akan menimbulkan kecurigaan
orang?”

528
Ban li tui hong Cu Ngo segera menghela napas panjang setelah
mendengar perkataan itu, katanya :
“Andaikata setiap umat persilatan di pelbagai daerah bisa berwas
was seperti Yan ciangbunjin, sudah pasti Huan im sin ang tak akan
berhasil memperoleh hasil seperti apa yang dia capai pada saat ini.”
Jelas dari ucapan tersebut menunjukkan kalau kekuasaan Huan
im sin ang telah meliputi seantero jagad. Mendengar perkataan itu,
Thi Eng khi bertiga menjadi murung, kesal dan sedih.
Mendadak Ban li tui hong Cu Ngo bangkit berdiri, kemudian
ujarnya dengan keras :
“Sekarang jejakku sudah ketahuan, sudah jelas aku tak dapat
berdiam disini lebih lama lagi, aku harus segera kembali untuk
menyampaikan laporan.”
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh :
“Setelah kepergianku, harap kalian berdua suka memperhatikan
dengan lebih seksama lagi terhadap daerah di sekitar di tempat ini,
kemungkinan besar gembong iblis tua itu akan mengirim orang lain
untuk datang kemari.”
Thi Eng khi segera menyampaikan pula pesannya tentang tempat
tempat untuk mengadakan kontak, tapi toh dia tetap bersabar tidak
mengungkapkan tujuannya untuk mencari si pendendam raja akhirat
Kwik Kong thian, bukannya dia tak percaya terhadap mereka,
melainkan kuatir kalau sampai terjadi hal-hal yang sama sekali diluar
dugaan.
Setelah semua orang keluar dari lembah, merekapun berpencar
menuju ke tempat tujuan masing-masing. Thi Eng khi menginap
semalam di kota Lu si, untuk kemudian pada keesokan harinya
melanjutkan kembali perjalanannya.
Walaupun bukit Huan keng san terletak di propinsi Kui ciu, tapi
letaknya berada di antara sungai Wan kang dan Hu kang, sehingga
bersambungan dengan bukit Bu leng san. Dengan melewati Kan sia,
Thi Eng khi berangkat ke Siong tho dan masuk propinsi Oulam.

529
Baru saja dia bersiap siap untuk mendaki bukit itu, mendadak
suara ringkikan kuda berkumandang dari balik sebuah lembah bukit.
Ketika mendengar suara pekikan tersebut, kuda hitam Hek liong kou
turut meringkik keras, kemudian dengan suatu gerakan yang amat
cepat menerjang masuk kedalam lembah itu.
Setelah ada pengalaman sekali, Thi Eng khi tidak mengekang
jalan lari kuda Hek liong kou tersebut, dia membiarkan kuda itu lari
semaunya sendiri disamping rasa ingin tahunya membuat diapun
bernapsu untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi di situ.
Kuda Hek liong kou yang ditunggangi Thi Eng khi berlari amat
kencang sekali, sebelum memasuki lembah bukit tersebut mendadak
tampak sesosok bayangan hitam sedang meluncur keluar dari balik
lembah dengan kecepatan tinggi. Ternyata bayangan hitam itupun
merupakan seekor kuda Hek liong kou pula, dengan gerak gerik
seperti gembira, kuda hitam tersebut menyongsong kedatangan
mereka.
Kuda hitam yang ditunggungi Thi Eng khi segera meluncur maju
beberapa kaki kemudian saling bergesekan dengan kuda hitam yang
baru muncul. Melihat hal itu, Thi Eng khi segera melompat turun dari
punggung kudanya dan membiarkan sepasang kuda hitam itu saling
bermesraan, pikirnya :
“Jika kuda Hek liong kou ini tiada pemiliknya, ooh, sungguh
menyenangkan sekali.”
Maka diapun segera mengamati pelana kuda Hek liong kou itu
dengan seksama, dia ingin tahu apakah diatas punggung kuda itu
terdapat barang lain. Mendadak terdengar ujung baju tersampok
angin bergema datang dari belakang tubuhnya, buru buru dia
membalikkan badannya sambil bersiap siap.
Tampaklah seorang kakek berjubah lebar berwarna kuning telah
berdiri tak jauh di belakang tubuhnya. Agaknya kakek itu tak
menyangka kalau Thi Eng khi memiliki kepandaian silat yang begitu
tinggi, sehingga gerakan tubuhnya segera diketahui pemuda itu
begitu dia mencoba untuk mendekat, rasa tercengang dengan cepat
menyelimuti wajahnya.

530
Kakek berjubah kuning itu tertegun beberapa saat lamanya,
mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa gelak.
“Haaahhh.... haaahhh.... haahhhh.... anak muda, tajam benar
pendengaranmu! Benar benar tak malu disebut seorang jagoan
muda dalam dunia persilatan. Yaa, lohu memang sudah tua, orang
baru memang harus menggantikan yang tua!”
Baru pertama kali ini Thi Eng khi dipuji orang, mukanya yang
putih kontan saja berubah menjadi merah padam karena malu.
“Locianpwe terlalu memuji, membuat aku menjadi malu saja,”
katanya sambil tersenyum, “Locianpwe gagal dan berwajah anggun,
sudah pasti seorang tokoh sakti, bolehkah aku tahu siapa namamu?”
Kakek berjubah kuning itu menghela napas sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Sudah puluhan tahun lamanya lohu tak pernah menginjakkan
kaki dalam dunia persilatan, nama yang lalu tak usah disinggung
kembali! Kulihat engkoh cilik menyoren pedang Thian liong kim
kiam, apakah kau adalah Thi ciangbunjin dari Thian liong pay?”
Padahal Thi Eng khi tak usah berpikir panjang pun dia dapat
menemukan banyak sekali titik kelemahan dibalik ucapan si kakek
berjubah kuning itu, seandainya dia benar benar tidak mencampuri
urusan dunia persilatan, darimana pula bisa mengetahui namanya?
Cuma saja dia merasa rikuh untuk mengungkapkan titik
kelemahan orang, apalagi mereka baru berjumpa satu kali, maka
diam diam dia merasa geli, tapi paras mukanya masih tetap tenang
seperti sedia kala.
“Yaa, benar boanpwe memang Thi Eng khi dari partai Thian liong
pay .....” sahutnya kemudian.
Mendadak paras muka kakek berjubah kuning itu berubah
menjadi tak senang hati, katanya tiba-tiba :

531
“Apakah bocah keparat she Seng yang suruh kau datang mencari
lohu disini?”
Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi menjadi tertegun tapi
dengan cepat diapun menjadi mengerti. Mungkin kakek berjubah
kuning itu tak suka berjumpa dengan orang luar, maka
kedatangannya membuat ia jadi tak senang hati.
Buru buru katanya :
“Harap locianpwe jangan salah paham, boanpwe hanya secara
kebetulan salah lewat disini, bukannya ada maksud untuk
mengganggu ketenangan locianpwe.”
Kemudian diapun menerangkan kisah yang sebenarnya terjadi,
dimana kuda hitamnya lari ke tempat itu. Akhirnya tanpa
mempedulikan apakah kakek berjubah kuning itu bersedia
memaafkan dirinya atau tidak, dia segera menjura seraya berkata :
“Boanpwe ingin mohon diri lebih dulu!”
Dengan cepat dia melompat naik keatas punggung kudanya,
menarik tali les dan siap berlalu dari situ. Sungguh aneh sekali gerak
gerik dari kakek berjubah kuning itu, menyaksikan Thi Eng khi
hendak pergi, rasa tak senang hati yang semula menghiasi wajahnya
kontan lenyap tak berbekas.
“Haaahhh.... haaahhh.... haaahhhh.... Thi sauhiap, apakah kau
marah kepada lohu?” tegurnya.
Sesungguhnya Thi Eng khi memang merasa agak mendongkol,
akan tetapi setelah mendengar perkataan dari kakek berjubah
kuning itu, terpaksa dia harus menahan lari kudanya lagi seraya
berkata :
“Harap locianpwe jangan berpikir yang bukan bukan,
sesungguhnya boanpwe benar benar masih ada urusan penting yang
harus diselesaikan dengan cepat, maka aku tak bisa berdiam terlalu
lama disini!”
Mendadak kakek berjubah kuning itu menghadang jalan pergi Thi
Eng khi, kemudian ujarnya :

532
“Selamanya lohu mempunyai suatu watak yang sangat aneh,
yakni selamanya tak akan menerima orang yang datang untuk
mencariku, tapi bila orang itu bertemu dengan lohu tanpa disengaja,
lohu pasti akan memberi sedikit kebaikan kepadanya.”
Setelah berhenti sebentar, dia menuding kearah kuda yang
berada di sampingnya, kemudian sambungnya lebih jauh :
“Bukankah kau tertarik dengan kuda Meh liong kou milik lohu ini?
Nah, lohu akan menghadiahkan kuda itu kepadamu!”
Thi Eng khi sama sekali tak menyangka kalau kakek berjubah
kuning itu berwatak begini aneh, baru berbicara dua tiga patah kata,
kuda jempolan miliknya telah dihadiahkan kepada orang, tentu saja
hal ini membuat hatinya amat gembira. Sekalipun demikian, dimulut
dia masih berkata agak sungkan :
“Pemberian locianpwe yang begitu besar, mana berani boanpwe
terima? Lebih baik locianpwe menarik kembali ucapan itu.”
Tampaknya kuda Meh liong kou tersebut memahami ucapan dari
si kakek berjubah kuning itu, dengan sikap seperti berat hati, dia
mendekati kakek tersebut dan menarik narik ujung bajunya.
Kakek berjubah kuning itu segera mengebaskan ujung bajunya
seraya berseru :
“Tak usah banyak berbicara lagi, cepat bawa dia pergi!”
Termakan oleh kebasan tangan kakek berjubah kuning itu, kuda
hitam tadi segera terhantar ke hadapan Thi Eng khi. Terpaksa Thi
Eng khi mengucapkan banyak terima kasih kepada kakek berjubah
kuning itu, satu orang dengan dua ekor kuda segera berlari keluar
dari lembah tersebut.
Lari kuda Meh liong kou memang cepat luar biasa, tak lama
kemudian puncak Huan keng san secara lamat lamat sudah muncul
didepan mata. Thi Eng khi segera berpekik nyaring, dia melarikan
kuda Meh liong kounya semakin cepat lagi.
Menyaksikan bukit Huan keng san setapak demi setapak semakin
dekat, Thi Eng khi merasa gembira sekali. Pada saat itulah,

533
mendadak tampak sesosok bayangan manusia berwarna merah
melompat keluar dari samping jalan seperti sekuntum awan merah
dan melompat naik keatas kuda kosong yang mengikuti dibelakang
Thi Eng khi.
Bersama itu pula terdengar seseorang tertawa cekikikan sambil
berseru dengan gembira:
“Engkoh Tiok, kau sangat baik, kau telah membawakan .....”
Belum habis ucapan tersebut diutarakan terdengar kuda Meh
liong kou itu meringkik panjang, kaki belakangnya menyepak nyepak
keras, lalu berputar satu lingkaran, dia melempar tubuh si nona
berbaju merah itu dari atas punggungnya.
Kebetulan Thi Eng khi sedang berpaling karena mendengar suara
tersebut, menyaksikan nona berbaju merah itu terlempar dari atas
punggung Meh liong kou, kuatir dia sampai terluka, dengan cepat
tubuhnya melejit ke tengah udara dengan jurus Thian liong sip sui
(naga langit menghisap air) untuk menyambar tubuh nona berbaju
merah itu.
Tampaknya ilmu silat yang dimiliki nona berbaju merah itu pun
cukup tangguh, justru lantaran panik dia baru kena dilemparkan dari
atas punggung kuda tersebut. Dengan cepat tubuhnya berjumpalitan
dengan jurus cay hong keng tian (burung hong mematahkan sayap)
dan melayang turun di samping tubuh Thi Eng khi.
Ketika dua orang itu saling bertatapan, muka nona berbaju
merah itupun baru membentak secara tiba tiba dengan kening
berkerut :
“Bocah keparat, siapakah kau? Berani benar menggunakan kuda
Meh liong kou untuk mengelabui nona?”
Seraya berkata telapak tangannya segera diayunkan kemuka
untuk menampar wajah Thi Eng khi. Menyaksikan nona berbaju
merah itu mengayunkan telapak tangannya secepat kilat, dengan
cekatan Thi Eng khi berkelit ke samping lalu mundur, kemudian
sambil mengoyangkan tangannya berulang kali serunya cepat cepat
:

534
“Nona, kau sendiri yang kurang berhati hati, mengapa sekarang
malahan memukul aku?”
Dalam malu dan gusarnya, nona berbaju merah itu sama sekali
tidak menggubris pertanyaan dari Thi Eng khi, begitu serangannya
mengenai sasaran yang kosong, telapak tangan yang lain segera
melancarkan serangkaian serangan berantai.
Secara beruntun Thi Eng khi menghindarkan diri dari tiga buah
serangan lawan, ketika dilihatnya nona berbaju merah itu semakin
kalap tiada hentinya, lama kelamaan hawa amarahnya berkobar
juga, diam diam dia mengerahkan sian thian bu khek ji gi sin kang
untuk melindungi wajah lalu tanpa berkelit lagi dia sambut tamparan
tersebut, tujuannya ingin memberi pelajaran kepada sang nona
tersebut.
Sudah barang tentu nona berbaju merah itu tidak menyangka
kalau Thi Eng khi ada niat untuk memberi pelajaran kepadanya,
melihat gerakan tubuhnya menjadi lambat sehingga terbuka sebuah
titik kelemahan, dengan cepat tubuhnya menerobos maju ke depan
sambil mengayunkan telapak tangannya berulang kali.
“Plaak, plaaak!” beberapa kali tamparan keras bersarang telak di
atas pipi Thi Eng khi, tapi dia segera merasakan telapak tangannya
seperti menghajar diatas baja yang amat keras, membuat telapak
tangannya tergetar keras dan akibatnya sakit bukan kepalang.
Akhirnya sambil menjerit kaget, bayangan merah tampak
berkelebat lewat dan tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan mata. Walaupun Thi Eng khi berhasil memukul
mundur nona berbaju merah itu, akan tetapi dia sendiripun merasa
amat tak enak hatinya, sambil mencemplak kudanya dengan wajah
lesu pelan pelan melanjutkan kembali perjalanannya.
Ketika ia tiba di tepi bukit Huan keng san, tampaklah nona
berbaju merah itu telah muncul kembali diiringi seorang nenek yang
sudah berkeriput. Begitu menampakkan diri, nona berbaju merah itu

535
segera menuding ke arah Thi Eng khi dan berseru kepada si nenek
dengan manja.
“Popo, keparat itulah orangnya, dia hendak menggunakan cara
yang licik untuk membohongi orang. Lihat, kuda Meh liong kou milik
engkoh Tiok pun telah dirampas olehnya!”
Nenek itu memang berangasan sekali orangnya, tanpa
menanyakan duduk persoalan lagi, dia segera membentak keras :
“Bocah keparat, kau berani mempermainkan nona kami? Aku
harus membacok tubuhmu hidup hidup!”
Sambil bergerak maju ke depan dia melepaskan serangannya
dengan jurus Tui bun kian san (mendorong pintu melihat bukit),
serangannya tertuju ke dada si anak muda itu.
Thi Eng khi segera berkerut kening :
“Hmm!”
Sambil mendengus dingin, kelima jari tangannya yang
dibentangkan seperti kaitan menyambar jalan darah Tay leng hiat
pada nadi pergelangan tangan si nenek dengan jurus Kim liong than
jiau (naga emas mementangkan cakar).
Nenek itu Nampak terkesiap, buru buru dia menarik kembali
tangannya sambil mundur lima langkah, kemudian sambil menatap
tajam wajah Thi Eng khi, tegurnya dengan nada dingin :
“Kau berasal dari perguruan Thian liong pay?”
Thi Eng khi tak ingin sembarangan melakukan kesalahan
terhadap orang yang tak dikenalnya, apalagi kedatangannya ke bukit
Huan keng san adalah untuk mencari orang. Mendengar perkataan
itu, buru buru dia membungkukkan badannya seraya menjawab :
“Aku adalah ciangbunjin angkatan sebelas dari Thian liong pay,
Thi Eng khi adanya!”
Nenek itu memandang sekejap kearah nona berbaju merah itu
dengan sorot mata sangsi, kemudian serunya :
“Nona Un, kau .....”

536
Nona berbaju merah itu segera mencibirkan bibirnya dengan
wajah tak senang hati.
“Popo, apa yang kau takuti? Apa sih hebatnya dengan Thian liong
pay? Hajar saja orang itu, pokoknya aku yang bertanggung jawab.”
Mendadak nenek itu tertawa tergelak.
“Haaahhhh.... haaahhh.... haaahhhh...... nona Un, berani aku
untuk menghajarnya.”
“Kalau memang berani, mengapa popo tidak segera turun
tangan?” kata si nona berbaju merah itu dengan nyaring.
Si nenek segera mendelik besar, ujarnya :
“Seandainya dia sahabat karib dari engkoh Tiok mu dan bila kita
hajar dia sekarang, bagaimanakah pertanggung jawabanmu
terhadap engkoh Tiok dikemudian hari?”
Nona berbaju merah itu menjadi tertegun lalu sambil berpaling
kearah Thi Eng khi, bentaknya :
“Eeeh.... apakah kenal dengan Hui cun siukay (sastrawan
penolong manusia) Seng Tiok sian?”
“Aku dan saudara Seng berkenalan secara kebetulan, karena
merasa cocok satu sama lain maka bersahabat, kuda Meh liong kou
ini adalah pinjaman darinya.”
Tahu kalau Thi Eng khi adalah sahabatnya Seng Tiok sian, sikap
nona berbaju merah itu segera berubah seratus delapan puluh
derajatm dengan wajah berseri katanya kemudian:
“Kalau begitu, apakah dia menitipkan seekor kuda Meh liong kou
yang lain itu kepadamu untuk dihadiahkan kepadaku?”
“Kuda Meh liong kou yang lain adalah pemberian seorang kakek
berjubah kuning untukku!”
“Kau kenal dengan kakek berjubah kuning itu?” kembali nona
berbaju merah itu bertanya.

537
Thi Eng khi segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Aku sama sekali tidak kenal dengan dia orang tua.”
“Kalau toh kalian tidak saling mengenal apa sebabnya dia
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadamu?” Tanya si
nona tersebut lebih jauh.
Thi Eng khi merasa alasan dari si kakek berjubah kuning ketika
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadanya tak bisa
dianggap sebagai suatu alasan yang bisa diterima dengan akal
sehat, terpaksa sambil tertawa getir katanya :
“Aku tak dapat menjawab pertanyaan dari nona itu.”
Mendadak si nona berbaju merah itu berkerut kening, kemudian
dengan wajah dingin katanya :
“Omong kosong, aku sudah berapa tahun meminta kuda itu dari
dia orang tua, tapi dia orang tua selalu pelit dan tak sudi
memberikan kepadaku, masa sekarang tanpa sebab musabab dia
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadamu? Benar
benar sebuah lelucon yang tidak lucu....! Cepat katakan, siapakah
kau? Dan ada urusan apa datang ke bukit Huan keng san ini? Bila
kau berani bermain licik lagi, jangan salahkan kalau nona tak akan
sungkan sungkan kepadamu.”
Menghadapi keadaan seperti ini, Thi Eng khi dibuat naik darah
juga, pikirnya kemudian :
“Sikap orang ini terhadap orang lain benar benar tak sungkan
sungkan.”
Baru saja dia akan mengumbar hawa amarahnya, mendadak
teringat kembali olehnya akan nasib Pek leng siancu So Bwe leng
yang terancam bahaya maut, apakah nona itu masih ada harapan
untuk hidup atau tidak, semuanya tergantung pada Giam lo heng
Kwik Keng thian yang dicarinya selama ini.
Berada dalam keadaan begini, dia merasa tidak seharusnya
mencari banyak urusan dengan orang lain. Berpikir demikian,

538
amarahnya segera mereda, kemudian sambil menahan gejolak
perasaannya, dia berkata :
“Aku datang kemari untuk memohon kepada si Pembenci raja
akhirat Kwik locianpwe agar dia suka menyembuhkan penyakit
seseorang, bila nona bersedia memberitahukan tempat tinggal Kwik
locianpwe kepadaku, aku akan merasa berterima kasih sekali.”
Mendadak nona berbaju merah itu tertawa terpingkal pingkal
seperti menghadapi suatu kisah cerita yang menggelikan sekali.
“Haaahhh.... haahhhhh.... haaahhh..... kau hendak mencari si
Pembenci raja akhirat Kwik locianpwe? Popo, percayakah kau
dengan perkataan itu?”
Si nenek yang mendengar perkataan itu turut merasa geli
sehingga tertawa tergelak, menyusul kemudian sambil mengerutkan
wajahnya yang telah berkeriput, dia berkata :
“Dia orang tua tidak berada di bukit Huan keng san!”
Berada di bukit Huan keng san atau tidak adalah suatu persoalan,
paling tidak dari pembicaraan tersebut Thi Eng khi ingin mengetahui
apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian masih berada di
dunia ini atau tidak, malah dari pembicaraan orang, tampaknya
mereka tahu akan tempat tinggal dari pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian, hal ini membuat pemuda tersebut menjadi girang sekali.
Buru buru dia menjura dengan hormat kepada nenek itu, lalu
pintanya dengan nada memelas :
“Popo, harap kau bermurah hati dengan memberitahukan tempat
tinggal dari Kwik locianpwe itu kepadaku, atas kebaikanmu itu,
boanpwe pasti akan merasa berterima kasih sekali.”
Nenek itu menghela napas panjang.
“Aaai.... bukannya aku tak ingin memberitahukan kepadamu,”
katanya pelan, “tapi setiap orang yang kenal dengan dia orang tua,
tak nanti akan memberitahukan tempat tinggalnya kepadamu!”
“Mengapa?” Tanya Thi Eng khi dengan perasaan cemas.

539
“Itulah satu satunya permintaan yang dia orang tua pintakan
untuk menjaga hubungan persahabatan diantara kami semua,
siauhiap, tentunya kau tak akan menyalahkan diriku bukan?”
Walaupun masa Thi Eng khi terjun dalam dunia persilatan amat
pendek, namun dia cukup mengenal tentang watak aneh dari orangorang
persilatan serta sifat memegang janji yang selalu mereka
pegang teguh.
Dia tahu bahwa nenek itu tak nanti akan memberitahukan alamat
dari si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian kepadanya, maka
diapun tidak terlalu memaksa sebaliknya menyusun rencana lain.
Rupanya dari pembicaraan si nenek tadi, ia mendapat kesan
bahwa si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian meskipun tidak
tinggal di bukit Huan keng san, paling tidak tempat tersebut tak jauh
letaknya dari sana.
Orang bilang : Tiada pekerjaan yang sulit di dunia ini, yang
penting adalah kemauan.
Tiba tiba timbul perasaan tinggi hati dalam benaknya , dia tidak
percaya kalau tabib sakti tersebut tak bisa ditemukan dengan
pencarian yang dilakukan sendiri. Maka setelah mengucapkan terima
kasih kepada nenek itu, dia membalikkan badannya siap pergi. Siapa
tahu nona berbaju merah itu segera menghadang jalan perginya
sambil berseru :
“Kau hendak mengundang dia orang tua untuk menyembuhkan
penyakit siapa?”
Thi Eng khi memang seorang yang pintar, mendengar dari nada
suaranya, dia lantas tahu kalau pertanyaan sinona itu ada maksud
tertentu, maka dia lantas mengisahkan bagaimana Pek leng siancu
So Bwe leng terluka dan tak mau menerima pengobatan dari lawan
......
Nona berbaju merah itu nampak terharu sekali, sehabis
mendengar kisah tersebut, airmatanya jatuh bercucuran membasahi

540
pipinya, kebinalan dan kekasarannya kontan lenyap tak berbekas,
mendadak ia memanggil lirih :
“Popo....”
Cepat cepat nenek itu melengos kearah lain tanpa menggubris
dirinya. Nona berbaju merah itu segera mendepak depakkan kakinya
keatas tanah, seperti sudah mengambil keputusan , tiba tiba serunya
:
“Biar aku yang memberitahukan kepadamu!”
Nenek itu tampak terperanjat, buru buru serunya :
“Nona Un, kau lupa dengan janji kita kepada dia orang tua?”
“Enci dari keluarga So itu cukup mengenaskan sekali nasibnya,”
kata nona berbaju merah itu dengan sedih, “kita tak usah
mempersoalkan hal itu lagi, apalagi jika kita melihat si sakit tanpa
menolong, lantas apa gunanya membicarakan keadilan kek, soal
berkelana dalam dunia persilatan kek.... aku pikir sekalipun ayah
tahu, dia juga tak akan menyalahkan aku.”
Ternyata nona berbaju merah itu hanya berkata dengan emosi
saja tanpa menyebut alamat dari si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian, kepalanya kemudian tertunduk seperti lagi termenung.
Thi Eng khi menarik napas panjang panjang untuk menahan
denyutan jantungnya yang serasa melompat keluar dari rongga
dadanya itu, dengan tenang dia berdiri di situ sambil menunggu
keputusan terakhir dari si nona.
Mendadak sekulum senyuman menghiasi wajah nona berbaju
merah itu, sambil bertepuk tangan serunya :
“Aaah, aku punya sebuah cara yang bagus, cara itu amat
sempurna dan tak akan merugikan kedua belah pihak, mari kita
bermain teka teki saja!”
Thi Eng khi tidak tahu teka teki apa yang hendak diucapkan
olehnya, saking kuatirnya tak bisa menebak sehingga
membengkalaikan urusan besar, dengan wajah tegang ia memasang
telinga baik baik.

541
Pelan pelan nona berbaju merah itu mengalihkan sorot matanya
keatas punggung si kuda hitam tanpa pelana itu, Thi Eng khi
mengira dia ingin mendapatkan kuda hitam tersebut, maka buru
buru serunya :
“Jika nona suka dengan kuda hitam ini, bagaimana kalau
kuhadiahkan saja kepada nona?”
Nona berbaju merah itu segera tersenyum.
“Terima kasih atas maksud baikmu,” katanya, “kuda itu toh
hadiah dari dia orang tua untukmu!”
Sewaktu mengucapkan kata “dia orang tua” sengaja aksennya
diperberat. Dasar memang cerdas, Thi Eng khi segera menyadari
sesuatu, buru buru dia menjura kepada nona berbaju merah itu
seraya berseru :
“Terima kasih banyak nona atas petunjukmu!”
Lupa menanyakan lagi dia lantas melompat naik ke atas kuda
hitam itu dan melarikannya menelusuri jalan semula. Dari arah
belakang sana, ia masih sempat mendengar nona berbaju merah itu
berseru nyaring :
“Bila berjumpa dengan engkoh Tiok, tolong sampaikan
kepadanya, mengapa sudah lama dia tak pulang ke bukit Huan keng
san?”
Dengan kecepatan bagaikan hembusan angin, Thi Eng khi
melarikan kudanya kembali ke lembah dimana dia berjumpa dengan
kakek berjubah kuning itu, lalu kepada kuda hitam pemberian si
kakek berjubah kuning, serunya nyaring :
“Hayo jalan! Kembali ke tempat kediaman majikan tuamu!”
Kuda hitam itu segera meringkik panjang dengan melewati Thi
Eng khi segera berlarian lebih dulu dimuka. Thi Eng khi benar benar
merasa gembira sekali, diapun turut berpekik nyaring hingga
suaranya menggetarkan seluruh lembah.

542
Dua ekor kuda ditambah seorang pemuda segera berputar
kesana putar kemari setengah harian kemudian akhirnya mereka
menelusuri sebuah gua yang panjang beberapa li.
Ketika keluar dari gua itu, dihadapannya terbentang sebuah
kebun yang luas dengan bau bunga yang harum semerbak. Tanpa
terasa Thi Eng khi merasakan semangatnya berkobar kembali,
dengan cepatnya mereka melanjutkan perjalanan ke depan dan
akhirnya berhenti didepan sebuah rumah gubuk.
Thi Eng khi segera melompat turun dari kudanya, tapi tak berani
langsung masuk ke dalam. Dari depan pintu dia hanya berseru
dengan suara lantang :
“Boanpwe Thi Eng khi mohon berjumpa dengan Kwik locianpwe.”
Suasana dalam ruangan itu sunyi senyap, tak kedengaran suara
jawaban, dua kali Thi Eng khi berseru lantang, namun tak
kedengaran juga suara sahutan. Terpaksa Thi Eng khi harus
mendorong pintu dan berjalan masuk ke dalam.
Pada ruangan pertama merupakan ruangan tamu, kursi dan meja
terbuat dari perabot yang sederhana, hanya lantainya bersih tanpa
debu sehingga menimbulkan perasaan segar bagi yang melihatnya.
Pada dinding sebelah kiri tergantung sebuah lukisan “Tong thian
san tong” pemandangannya indah dan juga menawan. Sedang di
sebelah kanan juga tergantung sebuah lukisan, itulah lukisan
pemandangan salju dari pelukis kenamaan pada ahala Lam song.
Kedua buah lukisan itu merupakan lukisan pelukis kenamaan, dari
sini membuktikan kalau orang tua itu merupakan seorang ahli seni
yang baik.
Berhubung tuan rumah belum pulang, Thi Eng khi tak berani
memasuki kamar yang lain, maka dia menanti di ruang tamu sambil
menikmati hasil karya pelukis kenamaan tersebut. Lambat laun
suasana di depan rumah makin suram, malam telah menjelang tiba
membuat suasana dalam ruangan tamu pun semakin remang
remang.

543
Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi amat sempurna, dia
sudah memiliki kepandaian untuk melihat didalam kegelapan, tapi
berbicara tentang sopan santun dia tak ingin duduk seorang diri
dalam kegelapan seperti seorang pencuri, sebab bukan saja hal ini
tidak menunjukkan kejujuran, juga sedikit agak mencurigakan orang.
Keadaan semacam ini gampang sekali menimbulkan kecurigaan
serta sikap memandang rendah tuan rumah bila secara kebetulan
kembali kerumahnya. Maka dia mencari dulu disekeliling di ruangan
tamu itu, ketika tidak dijumpainya lentera, dia ragu untuk memasuki
ruangan kedua, terpaksa pemuda itu duduk menanti kembali
beberapa saat.
Setengah jam kembali sudah lewat, tampaknya hari ini Si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tak mungkin akan segera
kembali. Dalam keadaan begini, mendadak Thi Eng khi mendapatkan
suatu pikiran aneh, orang persilatan biasanya bebas tanpa mengikat
diri pada peraturan serta segala tetek bengek adat istiadat, malah
tindakannya ini justru mencerminkan kesempitan jiwanya.
Maka sambil menertawakan kebodohan sendiri, dia bangkit dan
berjalan masuk ke bilik sebelah kanan, tempat itu merupakan suatu
ruangan untuk bersemedi, kecuali sebuah pembaringan bambu
ditambah sebuah kasur untuk duduk, tiada lain yang terlihat.
Maka diapun memasuki ke dalam bilik lain, tempat itu merupakan
sebuah kamar baca. Meja tulis diletakkan dekat jendela bambu,
ternyata di depan meja terlihat sesosok tubuh manusia duduk di
sana. Dengan terkejut, Thi Eng khi mundur dua langkah sambil
menjerit tertahan :
“Siapa kau?”
Pada hakekatnya pertanyaan semacam itu tidak berguna, tak
heran kalau Thi Eng khi segera tertawa geli setelah mendengar
pernyataan mana diutarakan, kalau orang itu bukan Pembenci raja
akhirat Kwik Keng thian, siapa lagi dirinya?

544
Untung saja pihak lawan tidak bermaksud untuk
menertawakannya, dia cuma cukup membungkam diri dalam seribu
bahasa. Pelbagai rasa curiga segera berkecamuk dalam benak Thi
Eng khi, meski begitu ujarnya pula dengan hormat :
“Boanpwe Thi Eng khi telah memasuki ruangan locianpwe tanpa
permisi, untuk itu harap locianpwe sudi memaafkan!”
Belum ada juga sesuatu reaksi dari bayangan manusia tersebut.
Satu ingatan lantas melintas dalam benak Thi Eng khi, pikirnya
kemudian :
“Jangan jangan dia bukan Kwik locianpwe?”
Dengan cepat dia melompat ke depan sambil menyambar bahu
bayangan hitam itu. Ternyata tangannya menyentuh sebuah badan
yang sudah dingin dan kaku, sewaktu kena tersentuh olehnya tadi,
tubuh itu segera roboh terjengkang ke samping.
Mimpipun Thi Eng khi tidak menyangka kalau bayangan hitam itu
adalah sesosok mayat, pertama karena dia tak siap, kedua iapun
belum berpengalaman menyentuh mayat, sekalipun ilmunya sangat
tinggi, tak urung anak muda itu mundur juga beberapa langkah
dengan perasaan amat terkejut.
“Blaaammm....!” mayat itu segera roboh terjengkang keatas
tanah dengan menimbulkan suara keras. Thi Eng khi merasa
terkesiap sekali oleh suara mayat yang roboh menyentuh tanah itu,
segera pikirnya lagi :
“Habis sudah, semuanya habis sudah... punah seluruh harapanku
kali ini!”
Semacam perasaan sedih dan kecewa membuat Thi Eng khi
merasakan pandangan matanya menjadi gelap dan tubuhnya
mundur lagi beberapa langkah dengan gontai. Akhirnya dia berusaha
keras untuk menenangkan hatinya, mula mula dicarinya sebuah
lentera kecil untuk membuat lampu, begitu cahaya api memancar
keempat penjuru seluruh ruangan menjadi terang benderang
bermandikan cahaya.

545
Mayat itu masih terbaring dibawah bayangan gelap dari meja
tulis.....
Dengan memberanikan diri, Thi Eng khi menggeserkan cahaya
lentera itu ke depan sambil membalikkan mayat tadi.....
Tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya segera
menghembuskan napas panjang, harapan yang semula sudah
punah, kini muncul kembali. Ternyata mayat itu bukanlah mayat dari
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian. Dengan cepat Thi Eng
khi berhasil mendapatkan kembali ketenangan hatinya, sekali lagi dia
melakukan pemeriksaan yang seksama atas mayat serta seluruh isi
ruangan itu.
Mayat itu mengenakan jubah panjang berwarna coklat, usianya
sudah lanjut dan sebilah anak panah sepanjang beberapa inci
menancap di atas punggungnya, ujung panah itu berwarna biru tua,
jelas mengandung racun yang amat keji.
Tak heran kalau kakek itu tak sempat menggerakkan tubuhnya
setelah terkena hantaman panah beracun itu hingga akhir hidupnya.
Diatas meja terletak sejilid kitab buku yang sedang terbalik pada
halaman tengah. Selain daripada itu, empat dinding penuh dengan
rak buku dengan pelbagai macam buku yang diatur secara rapi, jelas
terlihat kalau buku buku tadi tak pernah dijamah orang.
Dari sini dapat diketahui atas jalannya peristiwa hingga kematian
kakek itu. Sudah pasti kakek itu adalah seorang sahabat karib si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, suatu hari dia datang
berkunjung kesitu, tapi lantaran Kwik Keng thian tak ada di rumah
maka diambilnya sejilid buku untuk dibaca.
Siapa tahu pada saat itulah muncul seseorang yang membidikkan
sebuah panah beracun maka kakek itupun menemui ajalnya tanpa
diketahui oleh sang korban sendiri. Mungkin saja jalannya peristiwa
ini hampir mirip dengan apa yang diduga oleh Thi Eng khi, tapi kalau
dipikirkan lebih ke depan, penemuan beberapa hal yang
mencurigakan ini sulit rasanya untuk memperoleh penjelasan....

546
Seperti misalnya tujuan dari pembunuh itu sebetulnya kakek ini
yang diincar sebagai sasarannya? Ataukah si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian? Selain itu, kakek ini apakah seorang jago persilatan
pula? Kalau diapun seorang jago persilatan, hal ini menunjukkan
kalau pembunuh tersebut memiliki kepandaian silat yang amat lihay,
kalau tidak, mustahil dia bisa mendekati korbannya sedemikian
dekat tanpa diketahui oleh sang korban.
Selain itu, kemana perginya si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian? Apakah selama ini dia belum pernah pulang? Ataukah dia
telah melakukan pengejaran karena menemukan jejak musuh?
Satu malam suntuk Thi Eng khi duduk termenung disitu sambil
berusaha untuk memecahkan teka teki itu, namun akhirnya tidak
berhasil menemukan kesimpulan apa apa, sementara si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian juga tidak nampak muncul kembali di
rumahnya.
Terpaksa pada keesokan harinya Thi Eng khi mengubur jenasah
kakek itu, disamping diapun bertekad untuk tinggal sementara waktu
disana hingga si pendendam raja akhirat Kwik keng thian balik
kembali kerumahnya.
Sabab hanya duduk sambil menanti baru merupakan cara yang
paling baik untuk menghadapi segala macam perubahan, kalau tidak
kendatipun dia musti menjelajahi seluruh kolong langit, belum tentu
orang yang dicari bisa ditemukan.
Hari pertama, Thi Eng khi berada dalam keadaan menganggur
sekali, ternyata si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tidak
kembali. Hari kedua, pemuda itu harus menunggu dengan perasaan
murung. Hari ketiga dilewatinya dalam kegelisahan. Hari keempat,
Thi Eng khi malah jauh lebih tenang karena pikirannya bertambah
dewasa, untuk membunuh waktu, dia mulai mengambil buku buku
milik si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian untuk dibaca,
ternyata orang yang ditunggu belum datang juga.

547
Kitab bacaan yang disimpan pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian dalam kamar bacaannya banyak sekali, sebenarnya Thi Eng khi
memang seorang anak sekolahan sebelum terjun ke arena
persilatan. Biasanya orang sekolahan gemar membaca buku, begitu
mendapat buku bacaan maka sebagian persoalan yang memenuhi
benaknya pun jadi terlupakan sama sekali.
Ternyata buku yang disimpan si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian terbagi menjadi tiga kelompok besar : ilmu sastra, ilmu
silat dan ilmu pertabiban. Thi Eng khi datang karena ingin
mendapatkan pertolongan , itulah sebabnya tanpa sadar ia menaruh
perhatian khusus terhadap kitab kitab ilmu pertabiban milik
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, maka dia
mengesampingkan kitab ilmu sastra dan ilmu silat dan
mengkhususkan diri membaca buku buku pertabiban.
Semenjak empat puluh tahun berselang, si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian sudah merupakan seorang tabib sakti nomor
wahid dikolong langit, kitab pertabiban yang disimpan boleh dibilang
semuanya merupakan kepandaian sakti yang langka sekali di dunia
ini.
Thi Eng khi yang cerdik menjadi makin tertarik dengan pelajaran
baru tersebut, tak sampai belasan hari lamanya, bukan saja dia telah
menghafalkan seluruh isi kitab ilmu pertabiban yang dimiliki si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, malah semua kepandaian
tersebut telah diserapnya dan bisa dia manfaatkan.
Perlu diketahui ilmu pertabiban bukan hanya mengandalkan
dalam soal obat obatan saja, yang penting adalah mengetahui jenis
penyakit yang diderita sebelum mengetahui obat apa yang musti
diberikan.
Dewasa ini, Thi Eng khi boleh dibilang sudah termasuk seorang
ahli pertabiban, hanya saja pengalaman belum ada, cuma dia
sendiripun tidak menyadari akan hal ini. Di samping itu, oleh karena
dia sudah memahami ilmu pertabiban, hal ini membuat dia
mengenal organ tubuh manusia, akibatnya dalam bidang ilmu silat
pun dia memperoleh kemajuan yang pesat sekali.

548
Ketika semua kitab pertabiban dari si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian sudah selesai dibaca namun tuan rumah belum balik
juga, anak muda itu mulai gelisah. Maka untuk membunuh waktu,
dia mulai menyelidiki gejala penyakit yang diderita oleh Pek leng
siancu So Bwe leng.
Beberapa hari sudah lewat, akhirnya jerih payahnya itu
mendatangkan hasil juga terhadap penyakit yang diderita Pek leng
siancu So Bwe leng, ia berhasil mendapatkan suatu gambaran
tertentu serta cara pengobatannya.
Tak tahan lagi dia segera menggebrak meja sambil berseru :
“Aaah, betul! Begitulah caranya.....”
Tapi dengan cepat wajahnya menjadi murung kembali, sambil
menghela napas gumamnya :
“Tapi kemanakah aku harus pergi mencari Si toan kim khong?”
Sementara dia masih belum sadar, mendadak terdengar
seseorang membentak dengan suara parau :
“Siapa yang berani memasuki kamar baca lohu? Kau .....”
Belum habis perkataan itu diucapkan, terdengar seseorang
terjatuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara keras. Pada
waktu itu, perhatian Thi Eng khi sedang terpusat kedalam satu
persoalan, maka dia tidak merasa kalau ada orang mendekatinya,
bahkan apa yang diucapkan orang itupun tidak terdengar olehnya.
Dari sini dapat diketahui betapa kuatir serta besar perhatian Thi
Eng khi terhadap penyakit yang diderita Pek leng siancu So Bwe
leng.......
Menanti orang itu jatuh ke tanah, Thi Eng khi baru tersentak
kaget dan melompat bangun, segera bentaknya :
“Siapa di situ?”
Dia membalikkan badannya sambil menengok, menyusul
kemudian sambil berseru tertahan, tegurnya :

549
“Mengapa dengan kau orang tua?”
Ternyata orang yang roboh keatas tanah itu adalah si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, hanya saja waktu itu dia
sudah menderita luka yang cukup parah sehingga keadaannya
sangat menguatirkan.
Buru buru Thi Eng khi menghampiri si kakek itu dan
membaringkannya keatas ranjang, lalu dengan bekal apa yang
dibacanya selama ini, dia mulai memberikan pengobatan. Ketika jari
tangan Thi Eng khi menyentuh diatas urat nadi Si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian, saking kagetnya sampai untuk beberapa
saat lamanya pemuda itu membungkam terbengong.
Ternyata di dunia ini bisa terjadi suatu peristiwa yang begitu
kebetulan, luka yang diderita si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian sekarang ternyata persis seperti luka yang diderita oleh Pek
leng siancu So Bwe leng. Berada dalam keadaan seperti ini, kecuali
menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir, Thi Eng khi tak
sanggup berbuat banyak.
Bagaimanapun juga, tenaga dalam yang dimiliki si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian memang amat sempurna, walaupun
luka yang dideritanya sama seperti yang dialami oleh Pek leng siancu
So Bwe leng, akan tetapi dia masih sanggup menahan diri dan
bertahan dengan mengandalkan tenaga murninya.
Lebih kurang setengah sepertanak nasi kemudian, pelan pelan si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tersadar kembali dari
pingsannya, bahkan dengan suara yang lirih dia perintahkan kepada
Thi Eng khi agar mengambil sebotol obat dari kolong ranjang dan
sebungkus jarum dari laci meja tulis.
Mula mula dia menyuruh Thi Eng khi mempergunakan jarum
perak yang paling kecil untuk menusuk jari dari kesepuluh jari
tangannya, kemudian diapun menyuruh anak muda itu untuk
menusuk jalan darah Hap kok hiat, Kit ham hiat, Thian keng hiat,
Ciong bun hiat, Im tok hiat, Im lian hiat, Tiong hu hiat, Hee kwan
hiat, Tong thian hiat, Hong ti hiat, Kwan goan hiat, Mia bun hiat,

550
Thian ti hiat, Khek swan hiat, serta Sau hay hiat lima belas buah
jalan darah.
Untung saja selama belasan hari ini Thi Eng khi mempelajari ilmu
pertabiban dengan tekun, ditambah lagi petunjuk dari si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian sekarang, tusukan jarumnya bisa
dilakukan dengan tepat dan mantap, tak ada bedanya dengan
seorang ahli, hal ini membuat pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian diam diam merasa terkejut bercampur keheranan.
Setelah tusuk jarum, dia baru menitahkan kepada Thi Eng khi
untuk mengeluarkan sembilan butir obat dan memasukkan ke dalam
mulutnya ....
Kemudian dia pun menyuruh anak muda itu untuk mengerahkan
tenaga dalamnya membantu dia. Tatkala tenaga dalam yang
dipancarkan Thi Eng khi masuk kedalam tubuh Kwik Keng thian,
dengan cepat pemuda itu dibikin kaget bercampur keheranan.
Ternyata peredaran darah di dalam tubuh si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian sekarang bukan saja sudah berjalan lancar
kembali, bahkan reaksi yang timbul sama sekali berbeda dengan
keadaan yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng, seakan akan dia
sudah sembuh sama sekali.
Menyaksikan hasil tersebut, sekali lagi Thi Eng khi mengulangi
kembali seluruh pelajaran ilmu pertabiban yang telah dihapalkannya
selama ini, akan tetapi hasilnya dia tetap tidak berhasil menemukan
alasannya, hal ini membuat anak muda itu semakin tertarik untuk
menyelidiki keadaan dari So Bwe leng.
Mendadak timbul satu ingatan dalam benaknya, jika si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian yang menderita penyakit
yang sama bisa membaik setelah diberikan pertolongan dengan cara
itu, mengapa cara tadi tidak diterapkan pula pada diri Pek leng
siancu So Bwe leng?
Tentu saja pada saat itu, dia tak berani mengusik ketenangan
Kwik Keng thian dengan persoalan pribadinya sehingga mengganggu

551
hasil latihan tabib sakti itu. Tak sampai sepertanak nasi kemudian, si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thia telah menyelesaikan
semedinya dan duduk seperti orang biasa.
Hal ini membuat Thi Eng khi menjadi terkejut bercampur
keheranan sehingga untuk beberapa saat dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun jua....
Dengan termangu mangu si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian mengawasi pula wajah Thi Eng khi setengah harian kemudian
ia baru menghela napas panjang sambil berkata :
“Aaai.... lohu tersohor sebagai tabib sakti nomor wahid di kolong
langit, sungguh tak disangka selembar nyawa sendiri harus ditolong
kembali dengan mengandalkan bantuan orang lain!”
Menyusul kemudian dia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
“Haahhh..... haaahhh.... haaahhhh..... menggelikan, benar benar
menggelikan, masa seorang tabib sakti nomor wahid di kolong langit
musti minta bantuan orang lain, peristiwa ini betul betul suatu
lelucon yang amat besar!”
Thi Eng khi kuatir kalau gelak tertawa itu akan mempengaruhi
keadaan lukanya, tak tahan dia lantas menghibur sambil katanya :
“Locianpwe, yang penting adalah kesehatan badanmu, janganlah
kelewat emosi!”
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera mengayunkan
telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan yang menembusi
dinding rumah dan mematahkan sebatang pohon di luar halaman
sana, kemudian sekali lagi dia tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... kau anggap lohu bakal
mampus?”
Pohon itu besarnya beberapa depa tapi hanya termakan sekali
pukulan saja sudah patah menjadi dua, kesempurnaan tenaga dalam
seperti ini hakekatnya jarang sekali dijumpai didunia ini, tapi

552
kenyataannya sekarang tenaga dalam sesempurna itu diperlihatkan
oleh seorang kakek yang sedang terluka parah, hal ini kontan saja
membuat Thi Eng khi terbungkam dalam seribu bahasa.
Kalau sedang terluka saja tenaga dalam yang dimiliki si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian sudah begitu lihaynya,
apalagi jika dia sedang berada dalam keadaan sehat, kepandaiannya
benar benar tak terlukiskan dengan kata kata.
Sementara Thi Eng khi masih termenung dengan pelbagai
pikiran, mendadak pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
menghentikan gelak tertawanya, kemudian sambil menggelengkan
kepalanya berkata :
“Jika tiada Si toan kim khong lohu pun tak mungkin bisa hidup
lebih jauh!”
Sebentar mengatakan tak bakal mati sebentar lagi mengatakan
tak bisa hidup, pernyataan yang simpang siur ini segera membuat
Thi Eng khi menjadi tertegun sehingga tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Pelan pelan paras muka si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian berubah menjadi amat serius sekali, kemudian terdengar ia
berkata :
“Sejak lohu pura pura mati dan mengasingkan diri di sini, belum
pernah kumohon bantuan dari seseorang, sekarang kita
kesampingkan dulu secara bagaimana sauhiap bisa menemukan
tempat tinggal lohu ini, kalau dilihat dari kesabaran sauhiap
menunggu kedatangan, dapat diketahui jika sauhiap mempunyai
persoalan penting yang hendak dirundingkan dengan lohu, nah bila
sauhiap ada persoalan, katakan saja, waktu yang tersedia tidak
banyak, sebentar lohu harus pergi lagi.”
Seandainya Thi Eng khi adalah seorang yang egois, terlalu
mementingkan kepentingan sendiri, dia pasti mengutarakan
persoalannya kemudian buru buru berangkat pulang untuk
menyembuhkan luka yang diderita oleh Pek leng siancu So Bwe leng.

553
Akan tetapi, dia bukan seorang manusia macam begitu, benar
mati hidup So Bwe leng menempati posisi yang penting dalam
hatinya, namun setelah menyaksikan gerak gerik si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian yang serba aneh, timbul jiwa pendekarnya
untuk memberi pertolongan .
Sekarang dia sudah tidak memikirkan kepentingan dirinya lagi,
melainkan berpikir demi kepentingan tabib sakti itu. Demikianlah,
dengan penuh rasa kuatir dia lantas berkata :
“Locianpwe, kau ada persoalana apa yang hendak diselesaikan?
Harap kau suka menyampaikannya kepada boanpwe, agar aku yang
melakukan bagimu, sedang mengenai persoalan boanpwe, biar nanti
saja baru kumohon petunjuk locianpwe.”
Mencorong sinar tajam dari balik mata si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian :
“Lohu pergi hendak mencari mati, apakah kau dapat
mewakilinya? Ada persoalan apakah yang hendak kau utarakan,
cepat kau katakan, daripada menghalang halangi perjalanan lohu
saja.”
Mendengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian hendak
pergi mencari mati, dengan cepat Thi Eng khi menghadang di depan
pintu dengan wajah gelisah, serunya :
“Locianpwe adalah seorang yang mulia dan berilmu tinggi,
sekalipun kau dilukai orang, tidak seharusnya kalau mempunyai
pikiran pendek. Orang bilang selama gunung nan hijau, tak akan
kuatir kehabisan kayu bakar, harap locianpwe suka berpikir tiga kali
sebelum bertindak!”
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tertawa getir :
“Thi sauhiap, apakah kau mengira aku sudah putus asa dan
bermaksud untuk membunuh diri?” serunya.
Thi Eng khi memang tak dapat meraba jalan pikiran tabib sakti
nomor wahid di kolong langit ini, dia mengira pandangannya keliru,
maka sambil tertawa rikuh katanya :

554
“Boanpwe benar benar tidak mengerti apa yang locianpwe
maksudkan .....”
Tampaknya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian juga
sudah tahu kalau Thi Eng khi adalah seorang pemuda yang keras
kepala, jika persoalannya tidak dijelaskan, mustahil dia dapat
meninggalkan rumah itu. Kalau menerjang dengan kekerasan bukan
saja hal ini akan menurunkan derajatnya, lagipula terhadap daya
tahan tubuhnya akan merupakan suatu kerugian besar. Karena itu
dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia mesti bertanya dengan
terus terang.
“Thi sauhiap, tahukah kau luka apakah yang lohu derita?”
Tanpa ragu-ragu Thi Eng khi segera bertanya :
“Apakah locianpwe telah dipukul oleh Huan im sin ang dengan
ilmu Jit sat hian cin khinya yang telah menyusup ke dalam jantung?”
Selintas rasa tercengang segera menghiasi wajah si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian, tanya kemudian :
“Apakah Thi sauhiap mengerti cara pengobatannya?”
Thi Eng khi berpikir sebentar, lalu sahutnya :
“Menurut apa yang boanpwe ketahui kecuali menggunakan tusuk
jarum, hanya si toan kim khong saja yang ada harapan untuk
menyembuhkan penyakit tersebut.”
Tak tahan si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera
berseru tertahan, jelas dia merasa kaget bercampur tercengang atas
luasnya pengetahuan Thi Eng khi dalam ilmu pertabiban.
Tapi dengan cepat dia bertanya kembali :
“Sauhiap, tahukah kau Si toan kim khong itu hanya bisa
ditemukan dimana?”
“Justru persoalan inilah yang hendak boanpwe tanyakan kepada
locianpwe, dimanakah Si toan kim khong itu baru bisa ditemukan?”
jawab Thi Eng khi dengan wajah tegang.

555
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thia salah mengartikan
maksud dari Thi Eng khi itu, dia mengira anak muda tersebut hendak
mencari Si toan kim khong untuk menyembuhkan lukanya. Dengan
ucapan rasa terima kasih segera serunya :
“Terima kasih banyak atas maksud baik sauhiap, paling banter
lohu hanya bisa hidup selama sepuluh hari lagi, sekalipun sauhiap
memiliki Si toan kim khong juga tak sempat untuk dipakai menolong
selembar nyawa lohu.”
Mendadak Thi Eng khi teringat kalau dia hampir sebulan lamanya
berada disini, kalau si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saja
hanya bisa bertahan selama sepuluh hari, bukanlah hal ini berarti
Pek leng siancu So Bwe leng sudah lama meninggal dunia? Berpikir
sampai disitu, paras mukanya segera berubah dan hatinya mulai tak
tenang.
Jilid 17
Terdengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian menghela
napas panjang, lalu katanya :
“Usia lohu sudah mencapai seratus sembilan tahun, kehidupan
yang kelewat lama kadangkala justru menjemukan, tapi lohu tidak
rela kalau disuruh mati karena terkena sergapan orang secara licik.
Oleh karena itu, buru buru aku berangkat pulang ke rumah, aku
ingin menggunakan segenap pengetahuanku tentang ilmu
pertabiban serta ilmu tusuk jarum untuk menambah kekuatanku,
kemudian dengan mengandalkan sisa kekuatan yang kumiliki akan
kucari penyergap itu guna membuat perhitungan sekalian
melenyapkan bencana dari dunia persilatan, siapa tahu luka tersebut
kambuh kelewat cepat, seandainya tidak berjumpa dengan sauhiap,
maka usahaku selama ini akan sia sia belaka.”
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan kembali :
“Ilmu Kim ciam kok hiat gi kang ci hoat (ilmu tusukan jarum
emas menghimpun tenaga) telah membuat sisa tenaga murni
terakhir yang lohu miliki terpancar keluar walaupun untuk sementara
waktu aku tak bakal mati bahkan tenaga dalam ku berlipat ganda,
tapi selewatnya sepuluh hari aku akan kehabisan tenaga ibaratnya

556
lentera yang kehabisan minyak, dan saat itulah merupakan saat bagi
lohu untuk meninggalkan dunia yang fana ini.“
Sekarang Thi Eng khi baru mengerti apa sebabnya secara tiba
tiba semangat si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian bisa
berkobar dengan hebatnya, meski begitu ada satu hal yang masih
membingungkan hatinya maka tak tahan dia lantas bertanya :
“Locianpwe, andaikata kau tidak mempergunakan ilmu Kim ciam
kok hiat gi kang ci hoat, maka kau bisa .....“
Meskipun perkataan itu tidak dilanjutkan, namun apa maksudnya
sudah cukup jelas.
Dengan cepat tabib sakti itu menjawab :
“Itu berarti aku masih harus menderita selama seratus hari
lamanya, sauhiap menurut pendapatmu cara kematian macam
apakah yang paling baik....?“
Mengetahui kalau luka tersebut masih dapat bertahan seratus
hari lamanya Thi Eng khi merasa agak lega juga untuk keselamatan
So Bwe leng tapi bila teringat kalau tenaga dalam serta kondisi
badan So Bwe leng tidak seprima keadaan dari Kwik Keng thian, dia
mulai meragukan lagi waktu yang seratus hari itu.
Namun kekuatiran tersebut hanya berlangsung sebentar saja,
karena dengan cepat dia telah melimpahkan segenap harapannya
pada kakek yang berada di hadapannya sekarang. Maka dengan
cepat dia memusatkan perhatiannya untuk berpikir bagaimana
caranya menjawab pertanyaan terakhir dari Kwik Keng thian itu.
Dengan kening berkerut katanya kemudian :
“Menurut pendapat boanpwe, keputusan locianpwe untuk beradu
jiwa dengan gembong iblis itu dalam waktu sepuluh hari bukanlah
suatu cara yang tepat!“
Mendengar jawaban tersebut, si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian menjadi tertegun.
“Sauhiap, jelaskan perkataanmu itu!“

557
“Tahukah locianpwe, keparat manakah yang telah melukai dirimu
itu .....?“
“Agaknya sauhiap telah menyinggung tadi, dia adalah Huan im
sin ang hanya saja lohu kurang jelas manusia macam apakah Huan
im sin ang tersebut.“
Dengan mempergunakan kesempatan itu, Thi Eng khi lantas
menerangkan garis besar tentang gembong iblis itu, akhirnya dia
menambahkan lagi :
“Selain berhati keji dan banyak akal muslihatnya, gembong iblis
tua itupun pandai sekali ilmu menyaru muka, jangan toh batas
waktu sepuluh hari amat singkat sehingga harapan locianpwe untuk
menemukan dirinya amat minim, sekalipun bisa berhadapan muka
dengannya juga belum tentu bisa membedakan asli atau tidaknya
orang itu, tolong tanya cianpwe, bila berada dalam keadaan seperti
ini bagaimanakah cara locianpwe untuk bertarung melawannya, bila
sepuluh hari sudah lewat dan locianpwe tidak berhasil menemukan
sasarannya, kau akan mati sambil menanggung dendam, aah,
kematian semacam itu benar benar suatu kematian yang sama sekali
tidak berharga!“
Berubah juga muka si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
setelah mendengar perkataan itu, sambil menghela napas katanya
kemudian :
“Aaai, kalau begitu lagi-lagi lohu salah berpikir, lantas bagaimana
baiknya sekarang?“
“Harap locianpwe memberitahukan kepadaku dimanakah Si toan
kim khong itu bisa didapatkan, dengan kuda hitam pemberian
locianpwe, siapa tahu kalau dalam sepuluh hari mendatang boanpwe
dapat kembali kemari?“
Setelah berhenti sebentar, diapun mengemukakan pula maksud
hati sendiri.
“Selain itu, boanpwe sendiri juga membutuhkan Si toan kim
khong tersebut untuk menyembuhkan luka seorang gadis, jadi

558
tindakan boanpwe ini boleh dibilang sekali tepuk dua lalat, harap
locianpwe jangan memikirkannya di dalam hati.“
“Ooh... kalau begitu sauhiap datang mencari lohu karena hendak
menolong gadis itu? Tapi heran .... sejak lohu pura pura mati dan
mengasingkan diri di sini, jarang sekali ada yang mengetahui kalau
lohu masih hidup, kenapa kau bisa menemukan tempat ini?“
Thi Eng khi segera menceritakan kembali bagaimana Pek leng
siancu So Bwe leng terluka dan bagaimana ketua Kay pang si
pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po memberi petunjuk
kepadanya agar pergi ke bukit Huan keng san.....
Padahal si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sendiri
tidak tahu kalau si pendendam raja akhirat belum mati dan tinggal
disitu. Ia bisa berkata demikian karena ia pernah mendengar kalau
tabib sakti itu berasal dari wilayah sekitar sana, itulah sebabnya dia
lantas menyebutkan nama bukit Huan keng san. Siapa sangka
petunjuk yang mengawur itu ternyata secara kebetulan
menunjukkan tempat yang benar.
“Aah betul!“ seru pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tiba
tiba,“ sudah pasti budak dari keluarga Ting menyaksikan kuda hitam
milik engkoh tioknya berada bersamamu maka dia lantas
membocorkan rahasia lohu, betul betul kurang ajar!“
Tampaknya dia menjadi marah, tapi kemudian gumamnya
kembali :
“Tapi .... budak yang cerewet itupun tidak mengetahui alamatku
yang pasti!“
Sambil tertawa Thi Eng khi lantas berkata :
“Padahal locianpwe sendiri yang memberi petunjuk kepada
boanpwe, harap kau jangan salahkan nona dari keluarga Ting.“
“Apa maksud perkataan itu?“ seru Kwik Keng thian agak
tertegun.

559
“Bukankah locianpwe telah menghadiahkan seekor kuda berbulu
hitam buat boanpwe.“
Mendengar perkataan itu, si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhh.... haahhhh.... haaahhh..... rupanya binatang itu yang
menghantar sauhiap sampai kesini, betul betul takdir namanya .....
Yaa, coba kalau aku tidak menghadiahkan kuda itu kepadamu,
bagaimana mungkin aku bisa berjumpa dengan sauhiap hari ini, dan
mana mungkin kau bisa menyelamatkan jiwa lohu?“
Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata :
“Tentunya sauhiap sudah berapa hari tinggal disini bukan?
Mengapa kau begitu sabar menunggu hingga hari ini?“
“Sejak boanpwe mendapat hadiah kuda hitam dari locianpwe, aku
telah balik kemari tetapi berhubung locianpwe belum juga kembali
maka untuk membunuh waktu, aku telah membaca buku pertabiban
milik locianpwe yang berada di rak buku itu.“
“Dulu kau pernah belajar ilmu pertabiban dari siapa?“
“Dulu boanpwe belum pernah belajar ilmu pertabiban,
pengetahuan ilmu pertabiban yang boanpwe miliki sekarang berasal
dari kitab bacaan milik locianpwe.“
Mendengar perkataan itu, Si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh..... haaahhhh..... haaahhhhh.... pengetahuan ilmu
pertabiban? Kau maksudkan pengetahuan? Di kolong langit dewasa
ini mungkin tak akan dijumpai orang ketiga yang memiliki
pengetahuan tersebut.“
Kejut dan girang Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian :
“Apakah boanpwe telah ......“

560
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tidak mempedulikan
ucapan dari anak muda itu lagi, terdengar ia bertanya :
“Apakah sauhiap telah hapal dengan semua ilmu pertabiban yang
lohu miliki?“
Bukan saja Thi Eng khi sudah hapal dengan semua ilmu
pertabiban tersebut, bahkan sudah memahaminya pula. Meski
begitu, dimulut dia tetap merendah :
“Ya, kalau dipaksakan memang boanpwe sudah hapal semua.“
Rasa kaget bercampur kagum segera menghiasi wajah Kwik Keng
thian, dengan sorot mata yang memancarkan cahaya aneh, katanya
:
“Bagian obat obatan merupakan bagian yang paling susah untuk
dihapalkan, satu satunya murid lohu Seng Tiok sian sudah terhitung
manusia pintar yang berbakat dalam pandangan lohu, tapi untuk
mempelajari kitab pengobatan itu, dia membutuhkan waktu selama
setahun sebelum berhasil menguasainya, sedang sekarang sauhiap
cuma membutuhkan waktu belasan hari saja sudah dapat hapal,
kalau bukan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, sampai
robekpun mulut orang untuk membicarakan soal ini, lohu pasti tak
akan percaya. Aaai..... dari sini dapat diketahui kalau kemampuan
sauhiap masih sepuluh kali lipat lebih hebat daripada muridku.“
Sekarang Thi Eng khi baru tahu kalau Seng Tiok sian adalah
murid dari kakek ini, andaikata dia tahu akan hal itu, mungkin tak
nanti ada penemuan aneh yang bakal dialaminya seperti sekarang
ini.
Agak rikuh juga Thi Eng khi mendengar pujian orang, buru buru
serunya merendah :
“Saudara Tiok sian gagah perkasa dan pandai, dia adalah naga
diantara manusia, mana mungkin boanpwe dapat menandinginya.“
“Jika kau tak mampu melebihi muridku mengapa lohu hadiahkan
kuda berbulu hitam itu kepadamu?“
Kedua orang itu segera saling berpandangan sekejap, lalu
tertawa terbahak bahak.

561
Saat itulah si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian baru
menerangkan kalau ’Si toan kim khong’ merupakan benda mestika
milik Sim ji sinni di bukit Bu gi san.
Dari Oulam menuju ke Bu gi san mencapai dua ribu li perjalanan,
itu berarti bolak balik mencapai empat ribu li sekalipun ada kuda
hitam yang bisa berlari cepat mustahil dalam sepuluh hari saja bisa
balik kembali ke situ. Mengetahui keadaan tersebut, Thi Eng khi
menjadi terbungkam dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun.
Sebaliknya Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berlagak
seakan akan tidak melihat, sambil tersenyum dia lantas menyuruh
anak muda itu berangkat. Thi Eng khi segera mempersiapkan kuda
hitam pemberian dari Kwik Keng thian itu, baru akan berangkat,
kakek itu memanggilnya lalu sambil menyerahkan sejilid kitab
berwarna kuning, dia berkata :
“Kitab Ih keng ini merupakan kepandaian terakhir yang lohu
miliki, dengan kecerdasan dari sauhiap sudah pasti kau dapat
menguasai kepandaian itu secara sempurna, silahkan sauhiap terima
untuk mempelajari.“
Mendengar itu, Thi Eng Khi lantas berpikir :
“Kitab ini merupakan hasil karya dari segenap kepandaian yang
dimilikinya, ilmu tersebut lebih pantas kalau diwariskan kepada
muridnya, sedang aku bukan sanak bukan keluarga dengannya,
masa kitab tersebut mesti kuterima?“
Berpikir demikian, dia lantas mengambil suatu keputusan dalam
hatinya, bila berjumpa dengan Seng Tiok sian dikemudian hari maka
kitab tersebut akan dikembalikan kepadanya. Itulah sebabnya tanpa
banyak berbicara lagi, dia segera menerima pemberian kitab itu.
Kemudian setelah menghibur Kwik Keng thian dengan beberapa
patah kata, ia segera berangkat meninggalkan tempat itu.
Thi Eng khi berangkat terlalu tergesa gesa, bukan saja dia tak
bertanya jelas kisah Kwik Keng thian hingga menderita luka, bahkan

562
diapun lupa memberitahukan kepadanya bahwa ia telah menemukan
sesosok mayat orang tua dan membiarkan panah pendek beracun
itu tetap diatas meja baca.
Keteledorannya itu entah bakal menimbulkan beberapa banyak
kesulitan lagi baginya dikemudian hari?
Bu gi san terletak di propinsi Hok kian di sebelah selatan
keresidenan Tiong san pegunungan itu memanjang beratus ratus li
dengan puncak Sam yang hong sebagai puncak tertinggi.
Diatas puncak itulah terdapat sebuah kuil yang bernama Sam Sim
an. Ketua kuilnya tak lain adalah Sim ji sinni, nikou nomor wahid di
kolong langit. Kalau dulu didalam kuil itu hanya berdiam dua orang
saja, kecuali Sim ji sinni hanya ada seorang nyonya tua yang
bertubuh tinggi besar dan berambut putih. Maka sekarang dari dua
menjadi tiga, sebab disitu telah bertambah lagi dengan nona Ciu Tin
tin.
Hari kedua setelah Sim ji sinni membawa pulang Ciu Tin tin,
secara resmi, dia telah menerima gadis itu sebagai muridnya.
Setelah mempunyai ahli waris, tak terlukiskan lagi rasa gembira Sim
ji sinni, tapi yang membuat Ciu Tin tin tidak habis pikir adalah
kegembiraan si nenek berambut putih yang beberapa kali lipat
melebihi Sim ji sinni.
Di samping itu, ada satu hal lagi yang tidak dipahami Ciu Tin tin
yakni hubungan antara nenek berambut putih itu dengan Sim ji
sinni. Terhadap nikou tersebut, sikap nenek berambut putih itu luar
biasa hormatnya, sedangkan Sim ji sinni juga amat menaruh hormat
kepada si nenek, hal ini membuat hubungan mereka bagaikan ibu
dan anak, seperti juga hubungan majikan dengan pembantu ....
Ciu Tin tin mendapat perintah untuk memanggil nenek berambut
putih itu sebagai Bu nay nay (nenek Bu), oleh karena itu dia hanya
tahu kalau nenek itu she Bu, tapi kecuali itu dia tidak tahu apa apa
.....

563
Ada kalanya diapun menanyakan hal ini kepada mereka, namun
tiada sesuatu hasil pun yang diperoleh.
Sim ji sinni pernah makan buah Tiang kim ko maka ia nampak
amat muda sekali sehingga mirip adiknya Ciu Tin tin. Buah Tiang kim
ko adalah buah yang dihasilkan oleh Si toan kim khong setiap
seratus tahun, konon belakangan ini kembali ada sebiji buah yang
sudah hampir masak.
Dari sini dapat diketahui kalau Sim ji sinni makan buah Tiang kim
ko tersebut pada seratus tahun berselang atau dengan perkataan
lain, usianya sekarang sekitar seratus sepuluh sampai seratus dua
puluh tahunan.
Menurut rencana dari kedua orang cianpwe itu, buah Tiang kim
ko yang hampir masak itu akan diberikan untuk Ciu Tin tin. Padahal
semenjak tiba di bukit Bu gi san, Ciu Tin tin sudah makan banyak
ragam obat mustajab, meski hanya dalam waktu bulan saja, namun
kemajuan tenaga dalam yang diraihnya sudah tak terlukiskan
dengan kata kata, itulah sebabnya dia tidak terlalu memperdulikan
soal buah Tiang kim ko tersebut.
Sekarang satu satunya persoalan yang menjadi beban dalam
pikirannya adalah sikap adik Eng kepadanya, dia mempunyai alasan
untuk mendendam kepadanya, namun rasa benci itu tak dapat
mengalahkan rasa cintanya yang tebal, hingga saat itu dia berdiri
melamun dibalik kabut sambil membayangkan kekasihnya itu.
Tampaknya dia sudah begitu kesemsem sehingga lupa daratan.
Mendadak Bu nay nay melompat keluar dari balik kuil dan melompat
ke belakang tubuh Ciu Tin tin, kemudian sambil mementangkan
kelima jari tangannya mencengkeram bahu kanan gadis itu.
Serangan dari Bu naynay dilakukan secepat kilat dan tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, tampaknya cengkeraman itu segera
akan bersarang diatas bahu gadis itu.....
Mendadak Ciu Tin tin miringkan bahu kanannya sehingga
cengkeraman Bu naynay meleset, dengan cepat nenek itu merubah
ancamannya dengan membabat pinggang sinona. Namun Ciu Tin tin

564
kembali tidak bergeser, tangan kanannya mendadak dibalik
kebelakang mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Bu
naynay dengan jurus Huan kian kim lian (sambil membalik
menggulung kaki).
“Bagus!“ puji Bu naynay, “tampaknya kewaspadaanmu makin
lama semakin hebat!“
Sambil berseru dia lantas mundur sejauh lima depa dan tertawa
terkekeh kekeh. Rupanya Bu naynay hanya bermaksud untuk
menjajal kepandaian silat dari Ciu Tin tin saja. Gadis itu segera
berpaling sambil berseru manja :
“Nenek, kau selalu tidak memberi kesempatan kepada Tin ji
untuk merasakan ketentraman!“
“Tin tin,“ kata Bu naynay sambil tertawa, “berbicaralah terus
terang, benarkah pikiranmu pada saat ini setenang air telaga?“
Ciu Tin tin segera menundukkan kepalanya dengan tersipu sipu,
merah padam selembar pipinya. Sambil tertawa keras kembali Bu
naynay berkata :
“Keadaanmu persis seperti keadaan suhumu dikala masih muda
dulu, apa yang terpikir dalam hati pasti terasa jelas diatas wajahnya
....“
“Bu naynay, kau lagi lagi hendak mengatai soal diriku dibelakang
orang .....!“ tiba tiba dari balik kuil berkumandang suara teguran
yang merdu.
Meski sudah tua ternyata sikap Bu naynay seperti anak kecil saja,
ia segera membuat muka setan dan buru buru menarik tangan Ciu
Tin tin seraya berkata keras :
“Tin tin, mari kita melihat apakah buah Tiang kim ko sudah
matang atau belum.“
Dua orang dengan membentuk menjadi sesosok bayangan
manusia langsung meluncur kebelakang bukit sebelah timur. Setelah
melewati sebuah tebing yang terjal, mereka langsung menuju
puncak Sam yang hong.

565
Puncak Sam yang hong menjulang tinggi ke angkasa, pada
puncak mana terdapat sebidang tanah datar seluas lima kaki
ditengahnya terdapat sebuah kolam berair jernih, di tengah kolam
terdapat sebatang tumbuhan dengan sembilan lembar daun
berwarna biru, diantara kesembilan lembar daun tadi terdapat
sebatang putih berwarna putih keperak perakan dengan diujungnya
tumbuh sebiji buah berwarna merah.
Bu naynay dan Ciu Tin tin berdiri berjajar di tepi telaga, sambil
menuding kearah buah mana, nenek Bu berkata :
“Kurang lebih masih ada lima jam lagi buah Tiang kim ko itu akan
berubah menjadi hijau.“
Ciu Tin tin jadi amat keheranan, serunya :
“Masa setelah menjadi merah dapat berubah jadi hijau?“
“Kalau tak dapat berubah menjadi hijau masa namanya Tiang kim
ko. Satu satunya perbedaan antara Tiang kim ko dengan buah yang
lain adalah buah itu baru menjadi matang bila sudah berubah
warnanya menjadi hijau.“
“Selain dapat membuat orang menjadi awet muda, apakah buah
Tiang kim ko mempunyai kasiat untuk mengembalikan yang tua
menjadi muda kembali?“
“Tentu saja!“ sahut nenek Bu sambil tersenyum.
Ciu Tin tin segera tertawa merdu.
“Kalau begitu aku tak akan makan buah Tiang kim ko ini!“
sahutnya cepat.
“Hey, rencana apa lagi yang sedang kau susun?“ seru nenek Bu
kemudian dengan wajah tercengang.
“Aku tahu, seandainya Tin tin tidak naik gunung, suhu pasti akan
memberikan buah Tiang kim ko tersebut buat kau orang tua, coba
bayangkan kedatangan Tin tin justru menambah kesulitan untuk kau

566
orang tua, malah sekarang hendak merampas buah Tiang kim ko
milikmu lagi, sekalipun Tin tin masih muda dan tak tahu urusan juga
tak akan melakukan perbuatan seperti ini, pokoknya Tin tin sudah
bertekad tidak akan makan buah Tiang kim ko tersebut.“
Sewaktu mengutarakan ucapan tersebut, Ciu Tin tin berbicara
dengan wajah sungguh sungguh dan nada cepat lagi gencar, sama
sekali tidak memberi kesempatan kepada nenek Bu untuk
menimbrung. Sekalipun demikian, nenek Bu telah dibuat terharu
sekali oleh ketulusan hati Ciu Tin tin sehingga air matanya jatuh
bercucuran dengan deras.
Sambil membelai rambut Ciu Tin tin dengan penuh kasih sayang,
serunya dengan suara lirih :
“Ooh, anak baik, anak baik!“
Ketika Ciu Tin tin sudah menyelesaikan kata katanya, dengan
suara parau dia baru berkata :
“Nak, nenek tahu kalau hatimu sebaik hati gurumu, tapi kaupun
harus tahu usia nenek sudah amat tua bila saat ajalku sudah tiba,
jiwaku pasti akan melayang meninggalkan raga. Betul buah Tiang
kim ko merupakan buah yang mustika dan tak ternilai harganya,
akan tetapi tak dapat menambah usia seseorang. Oleh karena itu,
meski buah Tiang kim ko dianggap benda yang langka didunia ini,
dalam pandangan nenek justru tak ada harganya, pada mulanya
ketika aku hendak memberikan buah Tiang kim ko tersebut padamu,
entah berapa banyak perkataan yang mesti kuucapkan guna
membujuk gurumu, sekarang kau lagi lagi menggunakan cara yang
sama untuk membujukku, tampaknya kehidupan aku si nenek di
dunia ini selain hanya bisa membonceng ketenaran orang.
Kesempatanku untuk menunjukkan rasa baktiku kepada orang lain
pun tak punya, aai, lebih baik aku cepat cepat mampus saja.“
Sehabis berkata, dia benar benar akan terjun ke air telaga
berwarna biru yang tak terukur dalamnya itu. Dengan cemas Ciu Tin
tin segera menarik tangannya sambil berteriak keras :
“Nenek, nenek kau orang tua tak boleh mati, Tin tin ucapakan
banyak terima kasih dulu atas maksud baikmu itu.“

567
Nenek Bu segera menarik kembali gerakan tubuhnya seraya
tertawa terbahak bahak.
“Haahhh.... haaahhh..... haaahhh..... anak Tin, kau kira nenek
benar benar memiliki kepandaian untuk terjun ke dalam air telaga
ini?“
“Nenek, jadi kau bukan sungguhan hendak mati?“ seru Ciu Tin tin
agak tertegun.
“Asal kau bersedia makan buah Tiang kim ko tersebut, tentu saja
nenek tak ingin mati!“
Sekarang Ciu Tin tin baru tahu kalau ia sudah ditipu oleh nenek
Bu, dengan manja segera serunya :
“Nenek jahat, nenek jahat, Tin ji tak mau menggubris dirimu lagi
....“
“Berbicara yang sebenarnya,“ kata nenek Bu dengan wajah
serius, “air suci langit biru bukan sembarangan air, benda apapun
jangan harap bisa mati disana.“
Ciu Tin tin menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, ia
tidak habis mengerti apa yang dimaksudkan nenek Bu, sementara
otaknya masih berputar kencang, mendadak dari atas langit
meluncur datang seekor burung bangau berwarna abu abu yang
meluncur di atas air telaga tersebut.
Sambil menuding kearah burung bangau itu, nenek Bu segera
berkata lagi :
“Anak Tin, coba kau lihat suatu peristiwa aneh akan segera kau
saksikan.“
Ciu Tin tin segera mengalihkan sorot matanya untuk
memperhatikan burung bangau itu, tampaklah burung itu sewaktu
terbang diatas telaga Kim khong leng swan, mendadak seperti
terhadang oleh segulung tenaga tak berwujud yang amat kuat,
ternyata ia tak mampu terbang untuk melintasinya.

568
Burung bangau itu bertindak cukup cekatan, mendadak ia
miringkan tubuhnya ke samping membuat satu gerakan busur,
begitu menghindari dari wilayah sekitar telaga Kim khong leng swan
tersebut, ia terbang lagi membumbung ke angkasa.
Ciu Tin tin yang menyaksikan kejadian itu hanya berdiri tertegun
belaka, dia tak berhasil memahami arti dari kesemuanya itu.
Sementara Ciu Tin tin masih melongo, mendadak nenek Bu
mengerahkan tenaganya mendorong Ciu Tin tin ke belakang, dalam
keadaan tak siap dan lagi tenaga dorongan itu sangat kuat, gadis itu
tak sanggup berdiri tegak lagi, dengan cepat ia jatuh terjengkang ke
dalam telaga.
Terpaksa Ciu Tin tin harus memejamkan matanya rapat rapat
sambil bersiap sedia mandi dalam air telaga itu. Siapa tahu, sewaktu
tubuh Ciu Tin tin hampir terjatuh ke tepi telaga tadi, seakan akan
membentur selapis dinding hawa murni yang lunak, tubuhnya segera
memental balik kembali.
Yang aneh adalah tenaga pantulan itu ternyata persis telah
mementalkan kembali tubuhnya ke tempat semula. Dengan
keheranan Ciu Tin tin lantas bertanya :
“Sebetulnya apa yang telah terjadi?“
“Sejak dulu, diatas air telaga kim khong leng swan tersebut
sudah terdapat semacam hawa lunak yang amat kuat untuk
melindungi sekeliling telaga tersebut, bagaimana pun lihaynya
seseorang, jangan harap bisa mendekati tempat tersebut.“
“Kalau manusia tak bisa masuk ke dalam sana, lantas bagaimana
cara kita untuk bisa memetik buah Tiang kim ko tersebut?“
“Inilah satu kemujijatan yang diciptakan oleh Thian alam semesta
ini!“ sahut nenek Bu.
Setelah berhenti sejenak, ketika dilihatnya Ciu Tin tin tidak
menimbrung, ia menyambung lebih jauh :
“Untuk menembusi hawa murni pelindung telaga tersebut guna
mengambil buah Tiang kim ko, hanya ada satu saat yang singkat

569
dapat dilakukan, bila saat mana bisa dipergunakan dengan sebaik
baiknya maka buah Tiang kim ko baru bisa didapat, bila waktunya
sudah lewat maka itu berarti harus menunggu orang yang pernah
makan buah Tiang kim ko untuk memetikkan. Sebab terhadap orang
yang pernah makan buah Tiang kim ko, hawa sakti pelindung telaga
tersebut tak bisa mewujudkan kekuatannya..... „
“Anak Tin ingin memetik sendiri buah Tiang kim ko tersebut,
harap nenek suka memberitahukan kepada anak Tin pada saat yang
bagaimanakah aku baru bisa menembusi pertahanan hawa sakti
tersebut.“
“Pada saat buah Tiang kim ko akan menjadi masak, hawa sakti
Leng swan ceng khi tersebut akan kehilangan kekuatannya.“
Ciu Tin tin yang berotak cerdas lagi cermat segera termenung,
sambil berpikir sebentar kemudian katanya :
“Seberapa singkatkah hawa murni Leng swan ceng khi itu
kehilangan kekuatannya?“
“Anak Tin, kau memang cermat sekali, hal ini memang
merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab saat hawa sakti
Leng swan ceng khi kehilangan kekuatannya hanya berlangsung
amat singkat, kurang lebih hanya satu atau dua kali lompatan orang
biasa, sedemikian singkatnya waktu tadi hingga sukar rasanya untuk
dihitung secara tepat.“
Diam diam Ciu Tin tin lantas memperhitungkan waktu satu
lompatan dari manusia biasa, walaupun seseorang memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna pun waktu sesingkat itu hanya bisa
digunakan untuk menyeberangi telaga, padahal untuk mengambil
buah Tiang kim ko tersebut seseorang musti melambung di udara.
Namun untuk hal itu bukan suatu masalah buat Ciu Tin tin, sebab
baginya melakukan gerakan melambung hanya merupakan suatu
perbuatan yang gampang sekali.
Yang paling penting sekarang adalah bagaimana menggunakan
waktu yang setepatnya sehingga tidak sampai mengalami

570
kegagalan, karena kunci dari kesuksesannya terletak pada
penggunaan waktu yang tepat.
Menyaksikan Ciu Tin tin termenung belaka tanpa berbicara,
nenek Bu segera menegur sambil tertawa ;
“Anak Tin, apakah kau telah berhasil menemukan cara yang
baik?“
Didengar dari nada ucapan tersebut, seolah olah dia sedang
berkata begini :
“Menyerah saja kalau tidak bisa menemukan cara yang baik biar
nenek yang memberitahukan kepadamu.“
Mendadak berkilat tajam sepasang mata Ciu Tin tin, katanya tiba
tiba :
“Anak Tin telah berhasil menemukan suatu cara untuk
mengendalikan soal waktu, hanya ada satu hal yang kurang
kupahami, harap nenek suka memberi petunjuk.“
“Dalam hal yang mana kau tidak mengerti? Katakan saja dengan
terus terang?“ ucap nenek Bu sambil tertawa.
“Dikala buah Tiang Kim ko hendak masak, gejala istimewa
apakah yang akan terlihat? Dan jaraknya dengan waktu yang amat
singkat itu selisih berapa lama?“
“Bila buah Tiang Kim ko akan masak, warnanya dari merah akan
berubah menjadi putih, putih bercahaya keperak perakan, kurang
lebih setengah perminum teh kemudian warnanya baru akan
berubah menjadi hijau dan masak.“
Ciu Tin tin tidak berbicara lagi, dia lantas mematahkan sebatang
ranting dan ditutulkan kearah lapisan tenaga sakti itu, sewaktu
menyentuh dengan kekuatan mana ranting tersebut segera
memantul dan tak mampu bergerak lagi.
Ciu Tin tin mencobanya beberapa kali lalu baru berkata :
“Anak Tin sambil menghimpun tenaga dalam siap melakukan
gerakan, ranting tersebut kutempelkan terus diatas hawa sakti Hu

571
swan ceng khi, asal tenaga pelindung itu lenyap, anak Tin akan
segera mengetahui jika saatnya telah tiba, pada waktu itulah tenaga
yang telah kupersiapkan akan segera kukerahkan guna memetik
buah tadi, aku rasa cara ini pasti tidak akan meleset.“
Cara semacam itu sesungguhnya amat sederhana, justru karena
kesederhanaannya sering kali dilupakan orang, maka jarang sekali
ada yang bisa menemukan cara tersebut.
Begitu selesai mendengar ucapan tadi, dengan gembira nenek Bu
segera memuji :
“Anak Tin, caramu itu persis seperti cara yang digunakan suhumu
untuk mengambil buah Tiang kim ko dimasa lalu, tak kusangka kalau
kau dapat menemukannya!“
Mendadak nenek Bu menemukan sesuatu, dengan wajah tegang
segera serunya lagi:
“Anak Tin, coba kau lihat, warna merah dari buah Tiang kim ko
itu sudah makin tawar!“
Ternyata sementara mereka berbicara, warna buah Tiang kim ko
itu sudah hampir berubah menjadi. Ciu Tin tin segera
mempersiapkan gerakannya seraya berkata :
“Nenek Bu, coba kau lihat anak Tin akan memetik buah Tiang kim
ko itu dengan mudah!“
Nenek Bu tertawa.
“Nenek ucapkan semoga kau ......“
Belum habis dia berkata, mendadak dari atas puncak diseberang
sana melayang turun seorang kakek jelek berbaju serba hitam,
bukan saja kakek itu mengenakan pakaian warna hitam, bahkan
wajahnyapun berwarna hitam pula.
Ditangannya juga membawa sebatang ranting, sambil berdiri tak
berkutik di tepi telaga ia tidak berbicara tapi gayanya persis
menirukan gaya dari Ciu Tin tin. Rupanya saking asyiknya nenek Bu

572
berbincang bincang dengan Ciu Tin tin, mereka sama sekali tidak
menyangka kalau di seberang bukit itu bersembunyi seseorang.
Tapi kalau dilihat dari kemampuan orang berbaju hitam itu untuk
mengelabui ketajaman mata dan pendengaran nenek Bu serta Ciu
Tin tin dapat diketahui kalau kepandaian silat yang dimilikinya
sangat lihay ......
Dalam keadaan seperti ini mustahil bagi Ciu Tin tin untuk turun
tangan menghadapi kakek berbaju hitam itu, terpaksa dia berlagak
seakan akan tidak melihat dia dan memusatkan perhatiannya untuk
menunggu datangnya saat yang dinanti nantikan.
Sebaliknya nenek Bu merasa gusar sekali sambil tertawa dingin ia
segera menerjang ke depan, teriaknya :
“Setan hitam, siapakah kau? Hayo cepat menggelinding pergi dari
tempat ini.“
Sepasang telapak tangannya segera didorong ke depan, angin
pukulan yang amat kuat dengan cepat menggelundung kearah kakek
berwajah hitam tersebut. Meski diluar berwajah bengis, nenek Bu
tidak berniat melukai orang, maka meski angin pukulannya kencang,
serangan tadi hanya gertak sambal belaka.
Walaupun begitu, perlu diketahui Bu naynay adalah seorang jago
yang berilmu tinggi sekalipun kepandaian silatnya agak selisih bila
dibandingkan dengan Sim ji sinni, namun selisihnya tak banyak,
betul cuma gertak sambal belaka, namun kakek bermuka hitam itu
juga tak akan tahan. Aneh bila ia tak sampai tergulung jatuh ke
bawah bukit.
Tapi dibilang aneh, kenyataannya memang aneh, kakek bermuka
hitam itu cuma tertawa melulu, membalaspun tidak, akan tetapi
ketika angin pukulan dari Bu naynay menggulung diatas badan
kakek jelek itu, tahu tahu kekuatannya punah. Jangankan melukai,
mengibarkan ujung bajunya pun tidak.
Kontan saja Bu naynay merasa seperti kehilangan muka, dari
malu dia jadi marah, segera bentaknya keras keras :

573
“Tenaga dalam yang amat sempurna, coba kau rasain sebuah
pukulan lagi!“
Kali ini dia menghimpun tenaga dalamnya mencapai sepuluh
bagian lebih, lalu dilontarkan kedepan. Walaupun disertai kekuatan
sebesar sepuluh bagian, dalam kenyataan serangan itu malah sama
sekali tak menimbulkan suara seolah olah suatu serangan tipuan
belaka.
Tampak paras muka kakek bermuka hitam itu menunjukkan
suatu perubahan yang sangat aneh, tiba tiba dia berguman :
“Yaa, bagaimanapun juga aku memang terbiasa kau hajar,
dihajar sekali lagi pun tidak menjadi soal!“
Ucapan itu amat ringan seakan akan tak pernah terjadi peristiwa
semacam itu saja, seperti serangan yang dilepaskan Bu naynay tadi
memang cuma serangan kosong saja. Berkilat sepasang mata Bu
naynay menyaksikan kejadian itu, timbul perasaan sangsi diatas
wajahnya, dia bukannya sangsi akan kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki kakek berwajah hitam itu melainkan sangsi atas
ucapannya.
Perkataan tersebut telah mengingatkannya akan seseorang,
sebab hanya orang itu saja yang akan mengutarakan kata kata
semacam itu kepadanya. Tapi..... kakek bermuka hitam itu sama
sekali bukan orang yang dipikirkan, sebab itu mau tak mau dia harus
putar otak untuk memikirkan persoalan ini sedang matanya
berusaha untuk memperhatikan wajahnya.
Mendadak dengan wajah berubah hebat dia menghampiri kakek
bermuka hitam itu dengan sempoyongan, lalu dengan wajah tegang,
serunya :
“Kau, kau ......“
“Berhenti!“ tiba tiba kakek bermuka hitam itu membentak keras,
“Jangan datang kemari, sebab dengan begitu justru akan mencelakai
dirimu sendiri.“

574
Bu naynay benar benar berhenti, tapi katanya lagi dengan suara
tergagap.
“Dengan mendengar ucapanmu itu, aku semakin dapat
memastikan kalau kau benar benar adik Im.“
“Benar, siaute memang Bu Im, saudaramu yang telah toaci
anggap mampus sejak dulu,“ sahut si kakek bermuka hitam dengan
sikap yang jauh lebih lemah.
Bu naynay segera dipengaruhi oleh luapan emosi, teriaknya
dengan setengah melengking :
“Kau ..... kau.... mengapa kau bisa berubah menjadi begini
rupa?“
Bu Im menghela napas panjang.
“Aaai..... oleh karena siaute harus melatih semacam sinkang yang
maha dahsyat, aku harus membuat sejenis obat, dasar sial aku salah
mencampurkan bahan obat itu sehingga jadi beginilah mukaku.“
“Mengapa kau hendak melatih ilmu khikang tersebut?“ Bu naynay
bertanya dengan rasa kuatir.
“Sebab siaute ingin mencari suatu kesempatan guna
memenangkan cici!”
Mendengar perkataan itu, Bu naynay merasa semakin sedih,
segera ujarnya :
“Saudaraku, maksud hatimu kelewat mendalam, apakah kau
telah menganggap cicimu sebagai musuh besarmu?”
“Yaa, siaute telah salah melangkah sehingga menyesalpun tak
ada gunanya, aku mohon enci suka memandang atas hubungan
persaudaraan kita untuk menolong diri siaute.”
“Bantuan apakah yang dapat kuberikan?” Bu naynay tampak ragu
ragu.

575
“Siaute mohon kepada cici agar mau menghadiahkan buah Tiang
kim ko tersebut kepadaku, agar racun yang mengeram dalam
tubuhku bisa punah dan wajah asliku pulih kembali!”
Bu naynay hanya menundukkan kepalanya tidak menjawab, jelas
timbul pertentangan di dalam hatinya. Rupanya Bu naynay dengan
adik kandungnya Bu Im sejak kecil sudah mempunyai hubungan
persaudaraan yang akrab, hanya dalam hal ilmu silat Bu Im selalu
mengagumi kehebatan encinya, dengan segala daya dan upaya dia
tak pernah berhasil memenangkan dirinya.
Sebaliknya Bu naynay amat menyayangi adiknya, dalam hal
apapun dia selalu mengalah kepadanya, tapi justru hanya dalam
ilmu silat ia enggan mengalah, setiap kali pertarungan berlangsung,
rasa ingin menangnya selalu meliputi benaknya sehingga ia tak
pernah bermaksud untuk mengalah.
Itulah sebabnya, Bu Im tak pernah meraih keuntungan apa-apa
ditangannya.
Kemudian, dikarenakan suatu kejadian kakak beradik ini harus
hidup terpisah tapi setiap lima tahun sekali mereka berdua pasti
melangsungkan sekali pertarungan, hingga enam puluh tahun
berselang, ketika Bu Im sekali lagi menderita kekalahan diatas bukit
Bu gi san, mulai saat itulah dia tak pernah lagi datang mencari Bu
naynay untuk beradu kepandaian.
Dalam keadaan begini, Bu naynay tentu saja kehilangan kabar
beritanya, puluhan tahun lewat tanpa terasa, siapa tahu akhirnya
mereka harus bersua kembali dalam keadan seperti ini, tak heran
kalau Bu naynay dibuat serba salah.
Pertentangan batin yang hebat segera berkecamuk dalam dada
Bu naynay, sampai lama kemudian dia baru mengambil keputusan
tegas, katanya dengan cepat :
“Adik Im, tahukah kau bahwa aku tak dapat meluluskan
permintaanmu itu?”
Bu Im nampak agak kecewa.

576
“Kau kuatir kalau ilmu silatku jauh melampaui kemampuanmu?“
katanya segera.
“Aku tahu, ilmu silatmu sudah jauh melampaui diriku, hal ini
sudah terbukti dengan jelas dalam kegagalanku melepaskan dua
buah serangan tadi....“
“Itulah ilmu pukulan Hua lek sin kang yang baru saja siaute
kuasai!“ sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Bu Im.
“Hua lek sin kang?“ seru Bu naynay terkejut, “ilmu silat Hua lek
sin kang adalah suatu ilmu silat sakti yang sudah ratusan tahun
lenyap dari dunia persilatan. Ilmu itu bukan termasuk ilmu sesat,
mengapa kau membutuhkan bantuan obat?“
Bu Im tertawa getir.
“Tanpa sengaja siaute berhasil menemukan ilmu silat sakti
tersebut pada enam puluh tahun berselang, sesudah kulatih ilmu
tersebut selama lima puluh tahun tapi kenyataannya tidak berhasil
mencapai apa yang kuharapkan, tingkatan yang paling tinggi masih
jauh dari raihanku!“
“Bakat merupakan faktor terpenting dalam melatih ilmu silat,
bukan enci mengatai dirimu, kau bukan seorang yang berbakat
untuk belajar silat, sebab itu harapanmu untuk berhasil terasa nihil.“
“Siaute cukup memahami titik kelemahanku ini, itulah sebabnya
dengan mengorbankan waktu selama dua tahun, aku berusaha
untuk mencari bahan obat-obatan yang bisa membantuku untuk
menambah tenaga, siapa tahu meski semua bahan obat obatan
telah siap, lantaran aturan percampuran obat tersebut tidak benar,
meski setelah obat itu kuminum, tenaga yang kuharapkan bisa
tercapai juga seperti yang diharapkan, namun timbul pula suatu
reaksi lain, yang mengakibatkan aku berubah menjadi begini rupa
sekarang ....“

577
“Aaai..... semuanya sudah digariskan oleh takdir, manusia
memang tak dapat merubahnya dengan paksa, kau ....“
“Tekad siaute untuk melawan takdir bukankah bakal berhasil bila
tindakan yang terakhir inipun bisa kucapai? Asal enci mau membantu
siaute, niscaya aku dapat melawan takdir,“ tukas Bu Im cepat.
Bu naynay segera menggelengkan kepala.
“Adik Im, harap kau jangan memaksa enci untuk mengatakan
’Tidak...!’ “ katanya.
Bu Im nampak amat sedih sekali.
“Cici, bila ....“
Belum habis dia berkata, mendadak hawa sakti diatas telaga itu
telah punah dan lenyap. Tapi sayang dia sedang memecahkan
perhatiannya untuk berbicara, sehingga ketika dia melakukan
tindakan, sudah banyak waktu yang hilang, baru saja setengah
badan lewat setengah badan yang lain telah terhisap kembali oleh
hawa sakti telaga tersebut, betul ia sudah mengerahkan ilmu Hue
lek sin kangnya, toh tiada yang diperoleh.
Terpaksa dia harus menarik diri untuk mundur dan nyatanya
sewaktu mundur, ia sama sekali tidik menjumpai kesulitan apa apa.
Berbeda dengan Ciu Tin tin, dia dapat memanfaatkan waktu
tersebut secara tepat, begitu hawa pelindung telaga punah, dengan
jurus Tan hong tian ci (burung Hong pentang sayap) dia melayang
keudara, kemudian dengan gerakan Tiang hong sip sui (pelangi
panjang menghisap air) dia hisap buah Tiang kim ko itu ke
tangannya lalu dengan cekatan melayang turun tepat di samping
badan Bu naynay.
Rupanya apa yang dibicarakan Bu naynay dengan Bu Im tadi
telah didengar semua oleh Ciu Tin tin, maka dia lantas mengambil
keputusan didalam hatinya, dengan memandang diatas wajah Bu

578
naynay, dia bertekad hendak menghadiahkan buah Tiang kim ko
tersebut untuk Bu Im.
Sudah barang tentu diapun cukup tahu akan tabiat Bu naynay,
apa yang telah diucapkan selamanya tak pernah dirubah. Bila secara
terang terangan buah Tiang kim ko itu disodorkan kepada Bu Im,
niscaya Bu naynay tak akan terima, selain itu hal inipun
menunjukkan seakan akan dia tidak berniat sungguh sungguh untuk
menghadiahkan kepada orang.
Maka, munculkah satu ingatan dalam benaknya. Sewaktu
tubuhnya melayang turun keatas tanah tadi, seperti sengaja tak
sengaja dia timpuk buah Tiang kim ko tersebut kearah mulut Bu Im,
kemudian baru berkata :
“Boanpwe bersedia menghadiahkan buah Tiang kim ko tersebut
untuk menghormati Bu locianpwe.“
Buah Tiang kim ko tersebut dengan merubah diri menjadi sekilas
cahaya hijau langsung meluncur ke mulut Bu Im.
Bu naynay yang menyaksikan peristiwa itu, menjadi panik,
sepasang tangannya segera mencakar sekenanya kedepan, dua
gulung tenaga murni segera meluncur ke depan siap menghisap
kembali buah Tiang kim ko itu.
Berbicara soal tenaga dalam yang dipunyai Bu naynay,
semestinya bukan suatu pekerjaan yang sukar untuk menghisap
kembali buah mana, siapa tahu Ciu Tin tin telah menduga sampai
kesitu, diam diam ia telah sertakan tenaganya sebesar sepuluh
bagian lebih .....
Dengan demikian, kecuali tenaga dalam yang dilancarkan Bu
naynay satu kali lipat lebih besar dari tenaga yang dipancarkan Ciu
tin tin, kalau tidak, jangan harap dia mampu menghisap balik buah
Tiang kim ko tersebut.
Di dalam kenyataan, tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tin tin
sekarang telah mencapai tingkatan yang luar biasa, apalagi akibat

579
pengaruh obat mustajab yang sudah banyak dimakannya, membuat
kekuatannya tidak kalah dengan kemampuan Bu naynay.
Oleh sebab itu, terlihatlah buah Tiang kim ko tersebut dengan
membawa desingan angin lirih langsung masuk ke mulut Bu Im dan
lenyap tak berbekas.....
Dengan hati mendongkol, Bu naynay langsung mendamprat :
“Adik Im, Sinni telah menghadiahkan buah Tiang kim ko tersebut
kepada nona Ciu, kau tak boleh menelannya, hayo cepat muntahkan
kembali.“
Dengan gelisahnya dia seperti tak berpikir, benda yang sudah
masuk ke mulut orang lain apakah mau dimakan lagi oleh Ciu Tin
tin.
“Bu naynay!“ cepat Ciu Tin tin berseru, “kau anggap aku sudi
makan buah bekas mulut orang lain?“
Bu naynay tertegun, lalu sambil mendepak depakkan kakinya
berulang kali, ia menjerit :
“Kau..... kau.... betul betul menggemaskan!“
Yaa, apalagi yang dapat ia ucapkan?
Bu Im gembira setengah mati, sambil tertawa ia lantas berseru :
“Buah Tiang kim ko mencair begitu bertemu dengan air liur,
sekalipun siaute ingin muntahkan keluar juga tak mungkin bisa
terjadi.“
Ia membalikkan badannya dan segera menjura kepada Ciu Tin
tin, katanya lebih jauh :
“Nona Ciu, kau berbudi luhur dan berjiwa pendekar, budi yang
amat besar ini tak akan Bu Im lupakan untuk selamanya, harap nona
suka menerima hormatku.“
Orang persilatan tak pernah menyatakan rasa terima kasihnya
dengan mulut, sekalipun demikian, dalam hati kecil mereka selalu
akan mencatat budi kebaikan itu untuk dibalas kemudian hari.

580
Oleh karena hubungannya dengan Bu naynay, tentu saja Ciu Tin
tin enggan menerima penghormatan Bu Im, buru buru dia
menyingkir ke samping, lalu sambil tertawa dan menggoyangkan
tangannya berulang kali katanya :
“Bu locianpwe, harap kau jangan begitu, Tin tin tak berani
menerima penghormatanmu itu!“
Karena nasi telah menjadi bubur, marah pun tak ada gunanya,
maka dengan mata mendelik Bu naynay lantas berkata :
“Bu Im, kau harus menyatakan dulu janjimu.“
“Haahhhh..... haaahhhh...... haaahhhh..... tepat sekali ucapan
dari cici....!“ Bu Im tertawa nyaring.
Dia lantas berpaling ke arah Ciu Tin tin sambil ujarnya :
“Nona Ciu, apakah kau berminat untuk mempelajari ilmu sakti
Hua lek sin kang?“
Ciu Tin tin tahu kalau tawaran dari Bu Im ini muncul dari hati
yang tulus, maka buru buru dia memberi hormat seraya menjawab :
“Terima kasih banyak atas maksud baik Bu locianpwe!“
“Terima kasih apa,“ tukas Bu naynay, “ilmu sakti Hua lek sin kang
mana bisa dibandingkan dengan hatimu yang tulus dan mulia itu?“
Walaupun ia berkata demikian, toh pesannya juga kepada Bu Im
:
“Cepat cari suatu tempat yang terpencil dan wariskan simhoat
tenaga dalam dari ilmu Hua lek sin kang tersebut kepada nona Ciu.“
“Tak usah mencari tempat lain lagi, disinipun cukup baik.“
“Kalau begitu aku akan berangkat selangkah lebih duluan, adik
Im, kau harus baik baik terhadap nona Ciu, kaupun musti
menyampaikan rasa terima kasihmu kepada Sim ji sinni, aku akan
menunggu kalian di kuil Sam sin an...!“

581
Selesai berkata dia lantas membalikkan badannya siap pergi
meninggalkan tempat itu.
“Cici, jangan pergi dulu,“ Bu Im segera berseru, “kini jalan pikiran
siaute pun telah terbuka, siaute tak ingin memenangkan cici lagi,
apa salahnya kalau cicipun ikut mendengarkan penjelasanku tentang
kehebatan ilmu Hua lek sin kang?“
Bu Im bisa berjiwa besar seperti ini, tentu saja kejadian mana
membuat Bu naynay yaa girang yaa menyesal. Menyesal karena dia
memang merasa tak puas atas kehebatan ilmu Hua lek sin kang,
terutama dua kali serangannya yang gagal melukai Bu Im tadi.
Bagaimanapun juga hal mana membuatnya tak puas, maka rasa
ingin menang masih membara di dalam dadanya. Siapa tahu Bu Im
bisa menyesal kesalahannya lebih dulu, bagaimana mungkin hatinya
tidak menyesal?
Ia girang karena adiknya mempunyai kebesaran jiwa yang
mengagumkan itu berarti keluarga Bu akan muncul kembali sebagai
manusia yang berjiwa ksatria.
Dalam girang dan menyesalnya Bu naynay jadi rikuh sendiri
untuk turut mempelajari ilmu Hua lek sin kang, maka dia tak
merubah tujuannya dengan tetap meneruskan gerakan tubuhnya
melayang pergi dari tempat itu.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Bu Im menghela
napas panjang, terpaksa ia membiarkan encinya pergi. Kemudian
diapun mulai mewariskan simhoat dari ilmu Hua lek sin kang
tersebut kepada Ciu Tin tin dengan ilmu menyampaikan suara.
Bu Im memang cukup waspada, terutama sebagai jagoan
kawakan dari dunia persilatan, untuk menghindari segala hal yang
tak diinginkan dia putuskan untuk memberi pelajaran dengan ilmu
menyampaikan suara.
Sebagaimana dia sendiri sewaktu bersembunyi di balik bukit
sambil menyadap pembicaraan antara Bu naynay dengan Ciu Tin tin
tadi, dia tak ingin ada orang turut menyadap pula pelajaran silatnya.

582
Tatkala simhoat ilmu Hua lek sin kang telah selesai diwariskan
kepada Ciu Tin tin, Bu Im lantas berkata :
“Setan cilik takut bertemu dengan Pousat, akupun tak akan pergi
ke kuil Sam sim an lagi, bila ada jodoh kita berjumpa lagi lain waktu,
terima kasih banyak atas bantuanmu kali ini.“
Tidak menanti bagaimanakah pernyataan dari Ciu Tin tin, dia
lantas berjumpalitan dan turun dari bukit itu.
Ciu Tin tin menghela napas panjang, diapun segera mengerahkan
tenaga dalamnya untuk kabur kembali ke kuil Sam sin an. Belum lagi
mencapai kuil tersebut, dari kejauhan ia sudah mendengar suara
makian Bu naynay serta suara pukulan yang menderu deru.
“Heran, siapa yang begitu bernyali berani datang mencari gara
gara disini? Padahal suhu ada dalam kuil?“ demikian Ciu Tin tin
berpikir.
Dia segera mempercepat larinya seperti anak panah yang lepas
dari busur, dengan cepat tubuhnya melesat kedepan kuil. Akan
tetapi setelah diketahuinya orang yang sedang bertarung melawan
Bu naynay adalah Thi Eng khi, dengan cepat teriaknya lagi :
“Naynay, hentikan seranganmu, adik Eng adalah orang sendiri!“
Dia tidak menyuruh adik Eng nya yang menghentikan serangan,
melainkan minta kepada Bu naynay yang hentikan serangan lebih
dulu, dalam anggapannya hal itu merupakan suatu yang wajar.
Sebab walaupun dia menaruh rasa cinta kepada Thi Eng khi, tapi
berhubung sikap Thi Eng khi, hal ini membuatnya enggan untuk
menegur pemuda tersebut dalam perjumpaan tersebut, serta merta
diapun meminta kepada Bu naynay untuk menghentikan
serangannya lebih dulu.
Padahal Bu naynay sudah merasa tak berhasil menangkan Thi
Eng khi, maka ketika didengarnya Ciu Tin tin hanya menyuruh dia
seorang yang menghentikan serangan, dianggapnya Ciu Tin tin
hanya memikirkan adik Eng nya dan melupakan Bu naynay.

583
Akibat dari semuanya itu, bukan saja serangannya tidak
dihentikan, malahan dia melancarkan serangan dengan sepenuh
tenaga dan lebih gencar lagi. Bersamaan itu pula dia berseru sambil
tertawa :
“Bocah keparat ini pada hakekatnya bukan manusia baik baik,
sudah tahu kalau penghuni kuil semuanya perempuan, dia masih
bersikeras hendak menyerbu masuk kedalam kuil, coba bayangkan
saja apakah dia pantas untuk dihajar atau tidak?“
Sudah jelas dia tahu kalau Thi Eng khi adalah kekasih Ciu Tin tin,
tapi lagaknya masih tetap seolah olah tidak tahu, hal ini membuat
Ciu Tin tin menjadi amat jengah dan rikuh untuk buka suara.
Terpaksa sorot matanya yang jeli saja dialihkan ke wajah Thi Eng
khi.
Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sekarang sudah bukan
tandingan dari Bu naynay lagi, tapi berhubung dia berniat memohon
bantuan orang, maka pemuda itu sungkan untuk menggunakan
kekerasan yang kelewat batas. Dalam pertarungan yang
berlangsung, dia lebih mementingkan melindungi keselamatan
sendiri daripada merebut kemenangan, dengan demikian Bu naynay
tak sampai dikalahkan.
Kemunculan Ciu Tin tin secara mendadak itu sama sekali di luar
dugaannya, karena di masa lalu hubungan mereka pernah dilewati
dalam suasana tak enak, sehingga membuat hatinya menyesal,
maka diapun merasa canggung untuk menegur Ciu Tin tin lebih
dulu. Dia kuatir bila gadis itu tak sudi menggubriskan dirinya
sehingga membuatnya mendapat malu.
Tapi kemudian, ketika dilihatnya Ciu Tin tin berpaling dan
memandang kearahnya dengan sikap seakan akan ada perkataan
tapi sukar diutarakan, dia menjadi tak tahan lagi, dengan cepat
tubuhnya melompat mundur kebelakang kemudian memanggil :
“Enci Tin.“
Dalam keadaan demikian, Bu naynay tak dapat melanjutkan
serangannya lagi, terpaksa dia mengundurkan diri pula ke samping

584
sambil marah marah. Ciu Tin tin memandang sekejap wajah Thi Eng
khi lalu menghela napas sedih katanya :
“Adik Eng, apakah ayahmu yang memberitahukan kepadamu
bahwa aku berada di bukit Bu gi san?“
Ciu Tin tin mengira Thi Eng khi datang kesana untuk mencarinya,
maka diajukannya pertanyaan tersebut. Sudah barang tentu Thi Eng
khi dapat memahami pula apa yang dimaksudkan, namun dalam
kenyataan dia sama sekali tak tahu kalau Ciu Tin tin sedang belajar
silat disitu.
Dia datang ke bukit Bu gi san karena ingin mendapatkan Si toan
kim khong yang langka itu. Oleh karena itu, dia sudah menaruh
perasaan menyesal terhadap Ciu Tin tin, saat inipun dia tak ingin
berbohong, maka sahutnya dengan kening berkerut :
“Enci Tin, terus terang siaute katakan siaute kemari karena ingin
meminta Si toan kim khong.“
Dalam kecewanya, sempat terlintas rasa heran diatas wajah Ciu
Tin tin, segera tanyanya :
“Adik Eng, demi siapakah kau telah melakukan perjalanan sejauh
ini....?“
“Demi keselamatan Pek leng siancu adik Leng serta pembenci
raja akhirat Kwik Keng thian, siaute datang kemari untuk memohon
Si toan kim khong dari sinni.“
Mendengar kalau Thi Eng khi bersusah payah demi Pek leng
siancu So Bwe leng, Ciu Tin tin segera merasakan hatinya amat
perih, sepasang matanya kontan terasa panas, hampir saja
airmatanya jatuh bercucuran. Buru buru dia melengos ke samping
dan berusaha menenangkan hatinya yang bergolak.
Thi Eng khi sendiripun merasakan hatinya bergetar keras, dia
turut merasa amat sedih, tapi dewasa ini dia tak dapat
mengutarakan isi hatinya maka sambil membusungkan dada dan
mengeraskan hati katanya :
“Siaute ingin sekali berjumpa dengan Sim ji locianpwe, apakah
enci Tin bersedia untuk membawaku menghadap?“

585
“Yaa, enci memang sudah sepantasnya melaporkan kunjunganmu
itu, harap adik Eng tunggu sebentar, aku segera kembali,“ sahut Ciu
Tin tin cepat meski hatinya amat pedih.
Dia lantas membalikkan badan dan melayang masuk kedalam
kuil.
Mendadak Bu naynaya berseru :
“Sinni sudah pergi berpesiar!“
“Bukankah tadi orang tua masih berada di situ?“ bantah si gadis.
Bu naynay melirik sekejab ke arah Thi Eng khi lalu sahutnya :
“Tadi adalah tadi, Sinn toh tak tahu kalau bocah keparat ini akan
datang kemari.“
Ia selalu menyebut dengan nama bocah keparat, dari sini dapat
diketahui bahwa amarahnya belum pudar. Mendadak Ciu Tin tin
teringat kalau suhunya pernah berkata hendak memberi nasehat
kepada Thi Eng khi, tanpa terasa serunya dengan gelisah :
“Dia orang tua mengatakan kapan baru kembali?“
Sewaktu Thi Eng khi mendengar bahwa Sim ji sinni tak ada di
kuil, diapun nampak sangat gelisah, serunya pula :
“Aduuuh celaka, kalau aku datang sedetik lebih awal, bukankah
akan kujumpai dia orang tua? Waah, sekarang bagaiman baiknya?
Bagaimana baiknya .....“
Bu naynay sama sekali tidak memandang Thi Eng khi, bahkan
melirik pun tidak, hanya ujarnya kepada Ciu Tin tin :
“Sinni telah meninggalkan pesan tadi, kau diperintah untuk duduk
semedi selama sehari penuh untuk melatih ilmu sinkang yang baru
dipelajari, mulai sekarang dilarang berbicara dengan siapapun.“
“Aah, aku rasa suhu tak akan memberikan perintahnya seketat
ini, Naynay, ijinkanlah Tin tin berbicara lebih banyak dengan adik
Eng, boleh bukan?“

586
“Sinni menitahkan kepada Naynay untuk mengawasi dirimu
secara ketat, sekalipun Naynay yang melarangmu untuk berbicara
lagi dengan bocah keparat ini, apakah kau berani membangkang?“
kata Bu naynay dengan suara dingin.
Ciu Tin tin segera menghela napas panjang, setelah memandang
sekejap ke arah Thi Eng khi, terpaksa dia berjalan masuk ke dalam
kuil. Sekali lagi Bu naynay memandang sekejap ke arah Thi Eng khi
kemudian diapun ikut masuk ke dalam kuil dan .....“Blaam!“ pintu
gerbang dibantingnya keras-keras.
Sewaktu Ciu Tin yin akan berlalu tadi, beberapa kali Thi Eng khi
hendak memanggilnya untuk mencari tahu kabar tentang Si toan kim
khong, akan tetapi sikap Bu naynay yang bengis dan galak itu,
ucapan yang sudah sampai diujung bibir segera ditelannya kembali.
“Kini sinni tak ada di rumah, kalau merekapun dilepaskan begitu
saja, kemana kita harus mencari Si toan kim khong tersebut?“
demikian ia berpikir.
“Bodoh!“ setelah mendamprat diri sendiri, dia segera melayang
ke depan pintu kuil dan siap mendorongnya. Siapa tahu belum
sempat dia mendorong pintu itu, pintu kuil telah membuka dengan
sendirinya, kemudian muncullah kepala Bu naynay dari balik
ruangan.
Dengan mata melotot besar, nenek itu kembali mendamprat :
“Hei, katanya saja kau adalah seorang ciangbunjin, mengapa
begitu tak tahu adat? Kau tahu tidak kalau tempat ini adalah sebuah
kuil nikou? Hmm..... masih muda, sudah tak tahu adat, bagaimana
jadinya setelah dewasa nanti?“
Kontan Thi Eng khi merasakan mukanya menjadi panas karena
jengah, darah panas tersirap diatas benaknya, tanpa mempedulikan
keadaan luka dari So Bwe leng dan Kwik Keng thian, dia
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
“Blaammm.....“ pintu gerbang di belakang tubuhnya kembali
dibanting keras keras.

587
Suara yang keras itu mendadak menyadarkan kembali anak muda
itu, dia jadi menyesal dengan sikapnya sendiri yang begitu mudah
terpengaruh emosi, coba kalau dirinya merengek dengan kata halus,
siapa tahu si nenek yang menjemukan itu akan berubah pikiran?
Berpikir demikian, dia lantas berjalan balik lagi dan siap
mengetuk pintu kuil. Sekarang dia sudah tahu, sekalipun dia harus
merengek kepada orang lain demi kepentingan orang, hal mana
sama sekali tak akan mempengaruhi nama baik serta wibawanya,
malah sebaliknya bila sampai mencelakai jiwa orang, keadaan
seperti itu lah yang baru pantas disesalkan.
Maka dia berjalan kembali lagi kedepan pintu kuil, kemudian
sambil mengerahkan tenaga serunya kemudian :
“Thi Eng khi berbuat demikian bukan demi kepentingan sendiri,
harap locianpwe suka berbuat kebajikan dengan menghadiahkan
sedikit Si Toan kim khong kepada boanpwe. Benda itu, boanpwe
butuhkan untuk mengobati dua orang korban dari Huan im sin ang.“
Suasana amat hening, dari dalam kuil Sam sim an sama sekali tak
terdengar sedikit suarapun. Dengan tenang Thi Eng khi menunggu
beberapa saat lamanya, ketika belum ada juga jawaban yang
bergema, kemarahannya segera berkobar, teriaknya kemudian :
“Baiklah, bila kalian enggan menerima permintaan boanpwe ini,
terpaksa Thi Eng khi akan menggunakan kekerasan!“
Sepasang telapak tangannya segera dirangkap menjadi satu
kemudian hawa sakti Sian thian bu khek ji gi cin khinya dihimpun
sebesar tiga bagian. Tatkala pukulan tersebut hampir dilontarkan ke
depan, tiba tiba ia mendengar suara Ciu Tin tin bergema di sisi
telinganya :
“Adik Thi, diatas kata sabar adalah sebilah golok, akibat dari
kecerobohan hanya akan merugikan orang lain, juga akan merugikan
diri sendiri, aku .... “
Belum habis ucapa tersebut diutarakan mendadak perkataan itu
terhenti sampai di tengah jalan, jelas perbuatan si nona telah
ketahuan.

588
Jilid 18
Sikap Ciu Tin tin yang begitu memperhatikan dirinya membuat
anak muda itu teringat pula akan sikapnya terhadap Ciu Tin tin
dimasa lalu, rasa malu dan menyesal segera timbul dalam benaknya
membuat anak muda itu pelan pelan menurunkan kembali sepasang
telapak tangannya.
Baru saja amarahnya sirap, pintu gerbang kembali dibuka orang,
lalu muncullah Bu naynay dengan wajah dingin dan kaku serunya :
“Budak Tin menjadi kehilangan semangat gara gara aku melarang
berbicara denganmu, demi dia terpaksa aku akan mengijinkan kalian
untuk bertemu sekali lagi.”
Begitu mengetahui kalau dia boleh berjumpa sekali lagi dengan
Ciu Tin tin dan ia tahu bila sampai bertemu dengan gadis itu berarti
dia dapat mencari tahu kabar tentang Si toan kim khong, Thi Eng khi
menjadi girang sekali.
Tidak menanti Bu naynay menyelesikan kata-katanya, dia segera
menjura sambil ujarnya :
“Boanpwe ucapkan banyak terima kasih atas kebaikan locianpwe
ini.”
Dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk ke dalam
ruangan kuil Sam sim an. Mendadak Bu naynay membentak lagi :
“Lelaki tak boleh memasuki kuil ini, Tin tin akan keluar untuk
menjumpai dirimu disini, tunggu saja di tempat!“
Berada di bawah kekuasaan orang, terpaksa Thi Eng khi harus
menerima semua perintah, sahutnya dengan cepat :
“Baik!“
Diatas wajahnya, ia sama sekali tak berani memperlihatkan rasa
tak senangnya. Untung Ciu Tin tin tidak menyuruhnya menunggu
terlalu lama, hampir bersamaan waktunya dengan mundurnya Bu
naynay dari situ, gadis tersebut telah muncul pula di depan pintu.

589
Dalam pertemuan kali ini, tanpa menunggu Ciu Tin tin bersuara,
Thi Eng khi segera berkata lebih dulu :
“Enci Tin, siaute merasa bersalah kepadamu!“
Airmata bercucuran membasahi wajah Ciu Tin tin, dia tertawa
hambar.
“Adik Eng, kau jangan terlalu menyalahkan dirimu, kau toh tidak
berbuat apa-apa terhadap enci.”
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh :
“Adalah Si toan kim khong yang adik Eng kehendaki, enci betul
betul tidak mampu untuk mendapatkannya.“
“Kenapa? Apakah sinni tak mau menolong jiwa orang?“ teriak Thi
Eng khi dengan cemas. Dibalik perkataan itu, lamat lamat dia
sertakan pula nada menegur.
Ciu Tin tin lantas membeberkan ........
Page 6 – 7 (missing)
Oleh sebab itu, dengan membawa keyakinan pasti berhasil dan
tak boleh sampai gagal, dia mundur ke tepi puncak dimana terdapat
sebuah tanah lapang yang datar. Kemudian hawa sakti Sian thian bu
khek ji gi sin kangnya dikerahkan mencapai dua belas bagian, diiringi
suara yang amat nyaring, kesepuluh jari tangannya yang disertai
tenaga penuh langsung menerjang ke tengah telaga.
Berbicara menurut tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi
sekarang, sekalipun selembar lempengan besi baja pun mungkin tak
akan sanggup menahan serangan yang dilancarkan dengan sepenuh
tenaga itu.
Waktu itu, tubuhnya masih melayang di tengah udara, meski
jaraknya hanya beberapa tombak namum membawa suara desingan
yang memekikkan telinga, dari sini bisa diketahui betapa dahsyatnya
tenaga serangan yang disertakan dalam serangan tersebut.

590
Ketika Thi Eng khi menerjang sampai di tepi telaga, mendadak
terjangannya yang dahsyat itu seolah olah terhadang oleh selapis
tenaga tak berwujud yang besar sekali, jangankan maju lebih depan
bahkan di kala badannya terhenti muncullah suatu tenaga pantulan
yang sangat kuat melemparkan badannya ke belakang.
Cepat nian tenaga lentingan tersebut, dalam sekejap mata
tubuhnya sudah terlempar sejauh beberapa kaki lebih dari tempat
semula. Merasa tubuhnya dilemparkan keluar tebing, Thi Eng khi
sama sekali tidak gugup atau panik, pikirnya:
“Di bawah awan putih sana, paling cuma tebing tebing bukit
belaka apanya yang perlu kutakuti?”
Dia lantas menghimpun tenaga dalamnya lalu menggunakan ilmu
bobot seribu untuk mengerem tenaga lentingan tersebut, sehingga
badannya lurus jatuh ke bawah jurang. Beberapa kaki permulaan,
hatinya masih tenang sekali, bahkan dia berencana begitu mencapai
tanah maka dia akan mencobanya sekali lagi.
Siapa tahu daya luncur tubuhnya kian lama kian bertambah
cepat, bahkan permukaan tanah yang ditunggu tunggu tak kunjung
datang. Dalam waktu singkat, ia telah menembusi beberapa lapis
awal tebal, bahkan meluncur terus ke bawah.
Dengan cepat, dia melongok ke bawah, begitu menyaksikan
jurang yang menganga dibawah sana, terkesiaplah hatinya, ia
merasa sukma serasa melayang meninggalkan raga.
Rupanya tempat dimana Thi Eng khi mulai dengan terjangannya
tadi justru merupakan tepian yang paling ujung dekat jurang namun
oleh karena awan amat tebal, sulit untuk melihat keadaan di bawah,
akibatnya terjadilah kesalahan yang fatal.
Thi Eng khi sudah mempunyai pengalaman dua kali tercebur
kedalam jurang, rasa kaget hanya melintas sesaat dalam benaknya
untuk kemudian menjadi tenang kembali.
Mula-mula dia himpun dulu semua perhatiannya menjadi satu,
lalu keempat anggota badannya direntangkan lurus kedepan

591
berbentuk seperti burung sedang terbang kemudian sambil
mengerahkan tenaganya untuk menggembungkan pakaiannya, dia
mencoba untuk menggerem daya luncur badannya sehingga jauh
lebih lamban.
Sementara itu sepasang matanya yang tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu untuk mencari tempat untuk berpijak. Tiba-tiba
dia berpekik panjang, tubuhnya segera menukik kesamping dan
meluncur ke atas sebatang pohon siong lebih kurang tiga empat kaki
di hadapannya.
Ketika menimpa batang pohon yang pertama, oleh tenaga
tekanan yang kuat pohon itu segera patah menyusul kemudian
batang pohon kedua secara beruntun dia menumbuk lima batang
pohon sebelum daya luncurnya yang kuat itu sudah terpunahkan
sebagian besar.
Berada dalam keadaan begini, kembali dia berpekik nyaring,
sambil menekuk pinggang badannya segera melayang turun diatas
batang pohon yang terakhir, waktu itu daya luncurnya sudah hampir
hilang, sehingga ketika mencapai diatas dahan, daya luncurnya
sudah tidak mirip dengan orang yang terjatuh dari ketinggian lagi.
Baru saja badannya berdiri tenang dan siap melompat keatas
permukaan tanah, mendadak ia mendengar suara helaan napas lirih
berkumandang datang dari samping kirinya. Dengan cepat pemuda
itu meluncur ke arah mana berasalnya suara itu, sementara dalam
hati ia berpikir :
“Bila disini ada orang, berarti jalan menuju ke lembah pasti ada,
biar kumohon petunjuk darinya .“
Tiba di tempat tujuan, ternyata tempat itu adalah sebuah dinding
batu yang besar, datar dan licin, namun tak nampak sesosok
bayangan manusiapun. Baru saja dia kan memanggil, mendadak
suara itu berkumandang lagi dari arah lain, dengan cepat dia
menerjang ke sana, tapi suara tersebut telah berpindah lagi ke arah
yang lain, begitu seterusnya, Thi Eng khi harus menubruk kesana
menubruk kemari tanpa berhasil menemukan orangnya.....

592
Merasa dirinya dipermainkan, timbul rasa gusar dalam dada anak
muda itu, dia segera bertolak pinggang dan berteriak keras :
“Jika punya kepandaian, hayolah keluar untuk beradu tiga buah
pukulan denganku, jika kau main sembunyi terus, aku segan untuk
menggubris dirimu lebih jauh.”
Dari empat delapan penjuru segera berkumandang pula suara
yang sama. Terdengar orang itu menjawab :
“Kau tak usah berlagak dulu, kalau punya kepandaian coba
temukan lohu, jangan toh baru tiga buah pukulan, seratus pukulan
pun tak menjadi soal.”
Menyusul kemudian suara yang sebentar di timur sebentar di
barat berkumandang kembali di sisi telinga Thi Eng khi. Thi Eng khi
benar benar tak sanggup menahan rasa mendongkolnya, dengan
cepat dia kerahkan ilmu Thian liong sin hoat untuk melacaki sumber
dari suara itu.
Lambat laun diatas wajah Thi Eng khi segera muncul rasa kaget
dan tercengang yang sangat tebal, tapi kemudian suatu sikap seperti
memahami akan sesuatu menyelimuti wajahnya, dengan cepat
badannya mulai menari kian kemari mengikuti bergemanya suara
yang melambung tak menentu.
Rupanya sudut arah berasalnya suara itu selalu tertentu,
waktunya bergema pun tetap dan sangat berirama, hal ini dengan
cepat menimbulkan suatu ilham bagi Thi Eng khi untuk mengikuti
arah suara dan irama tadi dengan seksama.
Karena dengan cepat dia mengetahui kalau gerak perpindahan
badan itu sesungguhnya adalah serangkaian ilmu meringankan
tubuh tingkat tinggi, bahkan kedahsyatannya jauh melebihi ilmu
Thian liong sin hoat dari Thian liong pay.
Sejak Thi Eng khi menyelesaikan pelajaran silat aliran Thian liong
pay, sikap kakunya untuk tidak mempelajari ilmu silat aliran lain
sudah mulai mengalami perubahan, maka dalam keadaan seperti
itulah diam diam ia terima kebaikan orang tersebut.

593
Ketika untuk ketiga kalinya orang itu mewariskan ilmu gerakan
tubuhnya yang sangat lihay dengan ilmu petunjuk suara, Thi Eng khi
telah berhasil menguasai segenap kepandaian itu secara sempurna.
Menghadapi bakat yang begitu bagus dari Thi Eng khi, orang itu
segera menghela napas panjang, katanya :
“Aaai..... kau benar benar berbakat bagus, akhirnya ilmu Hu kong
keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) lohu ini berhasil juga
mendapatkan pewarisnya!”
Mungkin saking girangnya mendapatkan pewaris yang pandai,
orang itu jadi teledor, helaan napas tersebut sama sekali tidak
disampaikan dengan ilmu Hwe ing to siang (gema suara
mengacaukan arah) sehingga Thi Eng khi segera dapat
mengenalinya berasal dari tengah pohon dimana dia berada semula.
Thi Eng khi segera menggunakan ilmu Hu kong keng im yang
baru dipelajarinya untuk menyelinap kedepan pohon besar itu
sebelum orang tadi menyelesaikan kata-katanya, sambil menjura dia
lantas berkata :
“Boanpwe Thi Eng khi dari Thian liong pay mengucapkan banyak
terima kasih atas pelajaran ilmu sakti dari locianpwe!”
Orang itu benar benar sangat aneh, mendengar ucapan terima
kasih itu, dia malah berkata dengan dingin :
“Kau tak usah berterima kasih kepadaku, lohu tidak memberikan
kebaikan apa apa kepadamu, hal ini hanya bisa dianggap sebagai
jodohmu yang baik ....”
Thi Eng khi segera mendongakkan kepalanya, lebih kurang satu
kaki diatas pohon itu terlihatlah sebuah lubang kecil, ditengah
lubang itu muncullah seraut wajah yang warnanya hampir persis
dengan warna kulit pohon, seandainya dia tidak memiliki sorot mata
yang tajam sehingga memancing perhatian orang, sulit rasanya
untuk menemukan raut wajah orang itu.
Thi Eng khi saling bertatapan mata sekejap dengan orang dalam
pohon itu. Dia merasa sorot mata orang itu tidak sedingin nada

594
suaranya, baru saja ia merasa bingung apa yang musti diutarakan,
tiba tiba dengan senyuman dikulum orang itu telah berkata lagi :
“Apakah kau dipantulkan oleh tenaga pantulan yang terpancar
dari telaga diatas bukit sana?”
“Dari mana locianpwe bisa tahu?” seru Thi Eng khi keheranan.
“Lohu adalah orang yang sudah berpengalaman, tentu saja dapat
menebaknya dengan tepat, cuma nasib lohu tidak sebaik nasibmu,
boleh juga dibilang tenaga dalam lohu pada enam puluh tahun
berselang tidak sesempurna tenaga dalammu sekarang, sehingga
akhirnya aku jadi mati tidak hiduppun tidak.”
“Locianpwe menderita luka?”
“Bukan hanya terluka saja, seandainya tidak ada pohon Ciang
siong ini, lohu sudah tewas semenjak enampuluh tahun berselang.”
“Jadi pohon siong ini adalah pohon Ciang siong?”
Perlu diketahui, Ciang siong adalah sejenis pohon siong yang
mengandung bau harum seperti kayu cendana, kasiatnya luar biasa
dan dapat melanjutkan kehidupan manusia sakit atau lemah, boleh
dibilang pohon itu termasuk sebatang pohon aneh.
Thi Eng khi pernah membaca keterangan tentang pohon ini dari
kitab pertabiban milik Kwik Keng thian, tak heran kalau dia berseru
kaget dan heran.
“Sewaktu terjatuh kemari, nadiku sudah putus tiga bagian,“ kata
orang dalam pohon itu, “coba kalau tak ada pohon Ciang siong ini,
bayangkan saja, apakah aku bisa hidup sampai kini?”
“Walaupun luka yang locianpwe derita amat parah, setelah
melalui pengobatan selama puluhan tahun, tentunya lukamu itu
sudah sembuh bukan?”
Orang itu segera tertawa getir.

595
“Dengan kasiat pohon Ciang siong, semestinya lukaku sudah
sembuh dan kini sudah meninggalkan lembah ini, sayang nasib lohu
memang jelek, justru sesaat sebelum latihanku selesai, jalan darah
Jin tiong hiatku kena dipatuk oleh seekor burung sehingga usaha
lohu selama ini gagal total, jangankan meninggalkan lembah untuk
keluar dari pohon pun tak mampu.”
Thi Eng khi tahu akan kasiat pohon Ciang siong yang dapat
menyambung hidup manusia, sekalipun kakek itu tidak makan tidak
minum diatas pohon karena ia mendapat saluran hawa dan sari
makanan dari pohon tersebut, sepanjang hidup ia tak perlu murung
atau kuatir kelaparan.
Hanya saja untuk menyembuhkan luka memang dibutuhkan
kekuatan sendiri untuk mengobatinya.
Dewasa ini, Thi Eng khi sudah merupakan seorang tabib sakti,
selain itu, diapun masih memiliki sebutir pil Toh mia kim wan,
dengan wataknya sudah barang tentu dia tak akan sayang untuk
mengorbankan sebutir Toh mia kim wan guna menolong kakek
dalam pohon itu, apalagi dia sudah menerima kebaikan lebih dulu,
sudah barang tentu dia tak akan sayang untuk mengorbankannya.
Sambil menarik napas panjang, Thi Eng khi segera melompat
naik ke atas pohon, tanpa menerangkan alasannya, dia segera
menjejalkan sisa pil Toh mia kim wan yang dimiliknya itu ke mulut
kakek, kemudian telapak tangannya ditempelkan diatas jalan darah
pek hwee hiat kakek itu dan menyalurkan hawa murninya.
Sepertanak nasi kemudian Thi Eng khi baru melayang turun
kembali ketempat semula, katanya sambil tersenyum :
“Silakan locianpwe coba mengerahkan tenaga, coba periksalah
apakah lukamu telah sembuh?”
Kakek dalam pohon itu segera bersemedi beberapa saat,
mendadak ia berpekik nyaring, menyusul kemudian dari balik pohon
berkelebat lewat sesosok tubuh yang putih bersih dan menyelinap
masuk ke dalam hutan.

596
Kiranya kakek itu sudah terkurung selama delapan puluh tahun
lamanya dalam pohon Ciang siong, pakaian yang dikenakan sudah
hancur dan rusak, dia merasa sungkan pula untuk berjumpa dengan
Thi Eng khi dalam keadaan telanjang, maka untuk sementara waktu
dia menyembunyikan dirinya.
Tak lama kemudian, kakek itu muncul kembali dengan bagian
vitalnya tertutup dedaunan, begitu muncul dari hutan, dengan wajah
berseri karena gembira katanya:
“Lohu masih bisa lolos dari bencana, kesemuanya ini adalah
pemberian dari Thi sauhiap, mulai sekarang .....”
Ketika didengarnya nada suara orang itu kurang beres, dia kuatir
ucapan orang itu melampaui batas sehingga akhirnya sukar diatasi,
buru buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil
menukas.
“Tadi locianpwe telah mewariskan ilmu gerakan tubuh Hu kong
keng im kepada boanpwe, apa pula arti dari sebutir pil Toh mia kim
wan? Bagaimana kalau kita berdua sama sama tidak berhutang?”
Lama sekali kakek itu mengawasi wajah Thi Eng khi yang tampan
berbicara, akhirnya dia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh...... haaahhhhh..... haaahhh..... bagus, bagus, bagus,
suatu keputusan yang bagus sekali, kalau begitu marilah kita
berteman saja.”
“Kalau toh locianpwe begitu memandang tinggi diri boanpwe,
lebih baik tak usahlah bertindak kelewat sungkan....”
“Bagus sekali, kalau memang begitu kita berteman, tolong
lepaskan dulu satu stel pakaianmu agar bisa kukenakan.”
“Aaah.... maaf kalau boanpwe lupa akan hal itu!” Thi Eng khi
tertawa. Cepat dia meloloskan jubahnya dan diberikan kepada kakek
itu.

597
“Hei, kalau toh kita sudah berteman apalagi mengikat tali
persahabatan yang akrab, janganlah menyebut aku sebagai
locianpwe, locianpwe terus, tak sedap rasanya didengar,” kata kakek
itu lagi, “aku lihat lebih baik kau memanggil lo kian kepadaku dan
aku memanggil Thi lote kepadamu, bagaimana?”
Pengalaman yang diperoleh Thi Eng khi selama ini sudah
bertambah banyak, dia tahu bila bersahabat dengan manusia
manusia aneh dalam dunia persilatan, paling baik kalau bersikap blak
blakan dan tanpa disertai segala adat kesopanan, maka kemudian
sahutnya :
“Jika Lo kian berkata begitu, biarlah Eng khi menurut!”
Lo kian manggut manggut sambil tertawa.
“Bagus, bagus, akupun sungkan untuk meributkan soal sebutan
lagi, Lo kian atau Kian lo keduanya sama saja, sekarang mari kita
berusaha mencari akal untuk keluar dari lembah ini.”
Waktu itu Thi Eng khi sendiripun tak sempat menanyakan asal
usul dari Lo kian lagi, tapi tanpa disengaja justru dia bersahabat
dengan seorang asli yang bakal membantu usahanya dalam
menanggulangi keganasan kaum iblis dikemudian hari.
Begitulah, mereka berdua segera berputar putar di bawah
lembah itu untuk mencari jalan keluar, setengah harian sudah lewat,
namun empat penjuru hanya bukit yang menjulang ke angkasa,
pada hakekatnya tiada jalan yang ditemukan untuk keluar dari
lembah tersebut.
Thi Eng khi masih teringat akan usahanya untuk mendapatkan Si
toan kim khong tanpa terasa serunya dengan cemas :
“Benarkah sudah tak ada jalan keluar dari lembah ini?”
Mendadak Lo kian menepuk kepala sendiri sambil berseru :
“Aah, aku telah mempunyai sebuah harapan yang dapat dicoba.”

598
Dengan cepat dia lari menuju kebelakang sebuah batu besar di
kaki tebing sana, tak lama kemudian terdengar ia bersorak gembira :
“Thi lote, cepat kemari! Disini benar benar terdapat hal yang
mencurigakan.”
Mendengar teriakan itu, dengan cepat Thi Eng khi lari
menghampirinya, tiba di belakang batu ia saksikan munculnya
sebuah gua kecil diatas dinding bukit, dari dalam gua itulah suara Lo
kiankembali berkumandang keluar :
“Thi lote, cepat masuk!”
Tanpa sangsi lagi Thi Eng khi segera menerobos kedalam gua
kecil itu, matanya segera terasa silau, ternyata ruangan di dalam
gua itu tinggi dan lebar, suasanapun terang benderang bagaikan di
tengah hari bolong saja.
Waktu itu Lo kian sedang berdiri ditepi sebuah kolam ditengah
gua, matanya terbelalak lebar dengan mulut melongo, lama sekali
dia berdiri termangu mangu. Thi Eng khi segera lari menghampirinya
tapi apa yang kemudian terlihat olehnya membuat pemuda itu pun
menjerit kaget :
“Si toan kim khong!”
Saking gembiranya untuk beberapa saat diapun tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun. Ternyata di tengah kolam kecil
yang dikelilingi pagar kemala putih tumbuh sekelompok Si toan kim
khong yang hijau dan subur, tumbuhan itu nampak jauh lebih segar
dan besar bila dibandingkan dengan Si toan kim khong yang berada
di puncak Sam yang hong.
Yang lebih menggembirakan lagi adalah di tengah rumpun Si
toan kim khong itu, terdapat pula sebiji buah Tiang kim ko. Thi Eng
khi yang sudah kenyang membaca buku pelajaran ilmu pertabiban
milik Kwik Keng thian, begitu melihat bentuk buah Tiang kim ko, dia
segera tahu kalau sast masak sudah hampir tiba, kenyataan ini
membuat hatinya kembali bergolak keras.

599
Ia menaruh perasaan menyesal yang amat mendalam terhadap
Ciu Tin tin, oleh karena itu, timbul hasratnya untuk memetik buah
Tiang kim ko itu dan menghadiahkan kepada Ciu Tin tin.
Sementara itu terdengar Lo kian sedang menghela napas
panjang, lalu gumamnya :
“Aaai, sudah terlambat, sudah terlambat, bila segala sesuatunya
berlangsung pada enam puluh tahun berselang, ooooh, betapa
indahnya waktu itu ....”
“Lo kian, darimana kau bisa tahu kalau didalam ini terdapat
sebuah gua ....?” mendadak Thi Eng khi bertanya dengan
keheranan.
“Sudah lama aku tersekap dalam batang Ciang siong, meski
orangnya tak dapat bergerak, namun pandanganku bisa mencapai
tempat yang sangat luas, aku masih ingat setiap sepuluh tahun
sekali pasti ada sepasang monyet putih yang berjalan keluar dari
batuan di belakang sana, setelah melakukan pemeriksaan sebentar
disekeliling tempat ini, merekapun pergi dengan begitu saja. Aku
lihat di hari hari biasa sepasang monyet itu tak pernah munculkan
diri, dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau mereka datang dari
tempat luar, tapi kalau dipikirkan lagi tempat yang dimasuki monyet
itu, bisa kuduga kalau dibelakang batu pasti terdapat sebuah lorong
yang berhubungan langsung dengan tempat lain, sungguh tak
kusangka ternyata disini terdapat Si toan kim khong.”
Thi Eng khi kembali menuding kearah kolam yang dipagari
dengan batu kemala putih itu kemudian ujarnya :
“Jika dilihat dari pagar batu kemala putih di tempat ini, bisa
diketahui kalau si toan kim khong tersebut ada pemiliknya, sekarang
tuan rumah tak ada di sini, bila kita harus mengambil barangnya
tanpa permisi, rasanya hal ini kurang sesuai, tapi jauh jauh siaute
datang kemari tujuannya adalah untuk mendapatkan Si toan kim
khong tersebut, aaai..... kenyataan ini benar benar membuat siaute
jadi serba salah.”
Mendengar perkataan itu, Lo kian segera tertawa terbahak
bahak.

600
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhhh...... Thi lote, kau betul
betul kelewat displin, seandainya benda ini ada pemiliknya, masa
tiada orang yang menjaga disini?”
“Kalau benda itu tiada pemiliknya, apakah pagar batu kemala
putih itu merupakan barang ciptaan alam?”
“Mungkin saja Si toan kim khong tersebut ada pemiliknya dimasa
lalu, tapi sekarang sudah merupakan benda tanpa tuan.”
“Apa maksud Lo kian berkata begini?”
“Sudah enam puluh tahun lamanya lohu tinggal disini, seandainya
tuan rumah masih ada, masa dia tak pernah keluar dari gua tersebut
walau hanya satu kalipun?”
Thi Eng khi berpikir sebentar, dia segera merasa kalau ucapan Lo
kian ada benarnya juga, namun hatinya belum lega, maka dia pun
berteriak memanggil pemilik gua. Siapa tahu suasana tetap sepi dan
tak seorang manusia pun yang munculkan diri, kenyataan ini segera
membuat anak muda tersebut menjadi lega hati.
Ia sudah pernah merasakan kelihayan dari Leng swan ceng khi,
mau tak mau dia harus mempercayai ucapan Ciu Tin tin maka kali ini
dia mengikuti caranya dengan menempelkan ranting diatas kolam
sambil menantikan tibanya waktu.
Siapa tahu sewaktu dicoba, diatas permukaan kolam itu tidak
diliputi oleh kabut leng swan ceng khi. Dengan begitu, berarti Si toan
kim khong bisa diambil setiap saat bilamana dibutuhkan.
Thi Eng khi bukan seorang yang terlalu kemaruk dengan benda
mestika, apalagi harus memburu waktu pulang, dia tak sempat
untuk menunggu sampai masaknya buah Tiang kim ko lagi.
Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah lalu melejit ke
udara, begitu badannya mencapai tiga depa diatas kolam, tangannya
segera menyambar daun Si toan kim khong. Apa yang terjadi? Ketika

601
tangannya menyentuh daun Si toan kim khong, ternyata benda itu
hancur menjadi bubuk, secara beruntun Thi Eng khi mencabut lagi
beberapa batang, tapi kenyataannya begitu semua.
Hal mana membuat anak muda itu menjadi tertegun, sehingga
tanpa terasa tangannya menyentuh buah Tiang kim ko yang belum
matang. Anehnya, begitu buah Tiang kim ko tersentuh, mendadak
dari dasar tanah berkumandang suara gemuruh yang amat keras.
Pada saat itulah, Lo kian berteriak keras :
“Thi lote, cepat kembali, semua benda dalam gua ini aneh sekali,
jangan kelewat gegabah.”
Tidak menanti ucapan Lo kian selesai diutarakan, Thi Eng khi
telah melayang kembali ke samping tubuh Lo kian.
“Daun Si toan kim khong itu palsu ....” serunya tertahan.
Belum habis dia berkata, dinding gua di seberang mereka telah
bergerak turun ke bawah, lalu muncullah sebuah pintu dibalik itu
suasana gelap gulita, tampaknya dalam sekali.
Pada saat itulah, tiba tiba dari dalam pintu memancar keluar
kilatan cahaya tajam, kemudian muncul sebuah kereta dari balik
pintu, diatas kereta duduk seorang kakek berbaju pendeta yang
tersenyum simpul.
Begitu sampai di depan pintu, kereta itu segera berhenti.
Berhubung kereta itu bergerak dan berhenti secara otomatis tanpa
ada yang mendorong, kedua orang itu sama sama merasa
keheranan.
Tangan kanan tosu tua diatas kereta itu lurus kedepan dada
dengan gaya mendorong tapi tangan itu sudah kaku tanpa bergerak.
Thi Eng khi maupun Lo kian dapat membaca, diatas telapak tangan
tosu tua itu tertera beberapa huruf yang berbunyi :
“Pintu Thio Biau liong!”

602
Thi Eng khi tak tahu siapakah Thio Biau liong itu, sebaliknya
paras muka Lo kian segera berubah serius setelah membaca tulisan
itu, sambil menarik tangan Thi Eng khi serunya :
“Thi lote, kita telah bertemu dengan seorang locianpwe.”
Dengan cepat dia memberi hormat lebih dulu sambil berkata :
“Angkatan muda dari dunia persilatan Kian kim siang menjumpai
Thio locianpwe.”
Melihat Lo kian sudah memberi hormat, Thi Eng khi merasa
walaupun dirinya seorang ciangbunjin, namun usianya masih muda
meski terhadap ketua partai lain dia bersikap sama sederajat, namun
berbeda halnya bila berhadapan dengan seorang bu lim cianpwe.
Maka diapun segera turut memberi hormat sambil berkata :
“Boanpwe Thi Eng khi memberi hormat.”
Baru saja kedua orang itu membungkukkan badannya memberi
hormat tiba tiba terdengar suara senjata rahasia berkelebat lewat
tepat dari atas kepala mereka. Andaikata mereka tidak lagi
membungkukkan badan untuk memberi hormat, niscaya tubuh
mereka akan menjadi sasaran senjata rahasia.
Menyusul kemudian terdengar senjata rahasia itu menghajar
diatas semacam benda besi dibelakang tubuh mereka dan
menimbulkan tujuh kali suara dentingan nyaring. Ternyata senjata
rahasia itu semuanya berjumlah tujuh batang.
Sudah barang tentu dengan kepandaian silat yang mereka miliki
sekarang, jangankan baru tujuh batang senjata rahasia, sekalipun
lebih banyak juga jangan harap bisa melukai mereka sekalipun tak
bisa ditangkap paling tidak, akan terpukul rontok.
Namun bila sampai benar benar terjadi demikian, keadaannya
akan menambah runyam. Sebab asal senjata rahasia itu ada
sebatang saja yang tidak mengena diatas lempeng besi dibelakang
situ, maka Thi Eng khi dan Kian Kim siang jangan harap bisa keluar
lagi dari dalam gua tersebut.

603
Ternyata disitu telah dipasang semacam alat rahasia yang amat
lihay, seandainya Thi Eng khi dan Kian Kim siang tidak mempunyai
niat untuk menghormati angkatan tua, maka berarti pula mereka tak
tahu sopan santun. Seseorang yang tak tahu sopan santun tentu
akan menganggap senjata rahasia yang menyambar lewat sengaja
ditujukan kepada mereka.
Maka serta merta mereka akan merontokkan senjata rahasia itu.
Bila senjata rahasia itu tak bisa menghajar lempengan besi
dibelakang mereka, maka hal ini akan berakibat alat rahasia
berikutnya yang jauh lebih lihay tak dapat dikendalikan.
Jadi sesungguhnya, justru karena sopan santun mereka itulah,
tanpa disadari mereka berdua telah berhasil meloloskan diri dari
suatu bencana besar. Begitu ketujuh kali dentingan tersebut
berkumandang lewat, Thio Biau liong menarik tangan kanannya dan
meluruskan telapak tangan kirinya.
Diatas telapak tangan itu tertera pula dua patah kata yang
berbunyi :
“Silakan masuk!”
Menyusul kemudian, kereta itu secara otomatis mundur kembali
kebalik pintu. Thi Eng khi tidak tahu akan asal usul dari Thio Biau
liong, maka ia tidak turut maju, kedepan Kian Kim siang segera
bisiknya :
“Lo kian, Thio locianpwe .....”
“Thio locianpwe adalah seorang tokoh sakti pada ratusan tahun
berselang,” sela Kian Kim siang dengan wajah serius, “mari kita ikuti
dia orang tua masuk ke dalam lebih dulu, urusan lain kita bicarakan
belakangan....”
“Dia orang tua menggunakan tulisan sebagai pengganti kata,
betul betul aneh sekali,” kembali Thi Eng khi berkata.
“Manusia aneh, kejadian aneh banyak sekali di dunia ini. Thi lote,
kau jangan sembarangan menerka.”

604
Sementara mereka bercakap cakap, Thio Biau liong yang berada
diatas kereta telah mengundurkan diri ke dalam ruangan. Thi Eng
khi dan Kian Kim siang segera bersama sama masuk ke dalam
ruangan, setelah mengitari sebuah penyekat yang terbuat dari batu
kemala hijau, dihadapan mereka terbentang sebuah ruangan besar
yang amat lebar dan beralaskan batu kemala putih.
Di tengah ruangan diatas pembaringan yang terbuat dari batu
kumala, Thio Biau liong telah duduk bersila disitu menantikan
kedatangan mereka. Thi Eng khi dan Kian Kim siang bersama sama
menuju ke hadapan Thio Biau liong, kemudian setelah memberi
hormat, katanya :
“Entah ada persoalan apakah locianpwe mengundang boanpwe
sekalian berkunjung kemari?”
Lagak dari Thio Biau liong waktu itu sungguh amat besar,
terhadap pembicaraan mereka berdua ternyata tidak menggubris
maupun menanggapi. Berulang ulang mereka berdua menyampaikan
kata katanya, namun Thio Biau liong tetap tidak menggubris, hal ini
membuat mereka jadi tersipu sipu dan kehilangan muka.
Dengan cepat Thi Eng khi berpikir :
“Kau pun terhitung seorang tokoh persilatan, tidak sepantasnya
bersikap begitu tak tahu adat kepada orang lain?”
Dengan perasaan tak puas dia lantas berpaling kepada Kian Kim
siang, lalu katanya:
“Lo kian, siaute merasa tak punya jodoh untuk tinggal lebih lama
disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu.”
Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari sana.
Sebenarnya Kian Kim siang sendiripun sudah curiga, tapi berhubung
ia merasa pertemuannya dengan manusia seperti Thio Biau liong
jarang bisa terjadi, apalagi mereka toh sampai disitu, apa salahnya
menunggu beberapa saat lagi?
Tapi, dihadapan Thio Biau liong, diapun merasa kurang leluasa
untuk memanggil Thi Eng khi, terpaksa sambil membalikkan
badannya dia menghadang jalan pergi si anak muda itu.

605
Sementara itu, Thi Eng khi telah berubah ke arah lain, ia saksikan
pintu depan telah tertutup secara otomatis, sedang diatas pintu
tertera sebaris tulisan yang berbunyi :
“Setelah memasuki gua ini berarti kau berjodoh, mengapa tidak
menanti sejenak lagi?”
Dalam keadaan begini, sekalipun hendak pergi juga tak mungkin
bisa pergi. Tidak menanti Kian Kim siang buka suara, Thi Eng khi
telah berkata lebih dulu :
“Tampaknya Thio locianpwe sudah melakukan persiapan disemua
bidang, agaknya kita tak bisa berbuat sekehendak hati.”
Terpaksa mereka berdua balik kembali ke depan pembaringan
Thio Biau liong. Waktu itu pikiran dan perasaan mereka sudah jauh
lebih tenang, dengan seksama mereka mulai memperhatikan
keadaan disekeliling tempat itu.
Kian Kim siang yang berpengalaman dengan cepat dapat melihat
bahwa Thio Biau liong jauh berbeda dengan manusia hidup biasa.
Betul wajahnya mirip orang hidup, namun sama sekali tidak
membawa unsur kehidupan.
Agaknya Thi Engkhi pun berhasil menjumpai sesuatu yang tak
beres, dengan suara lirih dia lantas berbisik :
“Jangan jangan Thio locianpwe yang berada di pembaringan itu
adalah loyannya setelah meninggal?”
Kian Kim siang manggut manggut.
“Ketajaman mata lote memang mengagumkan, betul, Thio
locianpwe yang berada diatas pembaringan memang sudah
meninggal cukup lama.”
Thi Eng khi berpikir sebentar, lalu ujarnya lagi :
“Tampaknya Thio locianpwe selain lihay dalam ilmu silat, dia pasti
lihay pula didalam ilmu alat jebakan serta senjata rahasia.?”
“Dari mana lote bisa tahu?” Kian Kim siang bertanya keheranan.

606
“Bukankah Thio locianpwe yang berada diatas kereta itupun
hanya orang orangan?”
Kian Kim siang mengangguk, secara ringkas dia menceritakan
kisah yang menyangkut tentang Thio Biau liong. Ternyata Thio Biau
liong sudah termashur namanya semenjak dua ratusan tahun
berselang, ia tersohor karena lihay dan tiada manusia yang bisa
mengalahkan dirinya.
Ilmu silat yang dimilikinya lihay bukan kepalang, diapun lihay
dalam ilmu pertabiban, ilmu bintang, ilmu alat rahasia, ilmu
bangunan serta pelbagai macam kepandaian lainnya.
Jangan dilihat dia berdandan sebagai tosu padahal sama sekali
bukan anggota Sam cing kau, sepanjang hidupnya dia selalu berbuat
kebajikan, berbudi luhur dan tak pernah banyak bertingkah,
sehingga orang persilatan baik dari golongan putih maupun
golongan hitam menghormatinya sebagai Cu sim ci cu (manusia
polos berhati merah).
Sebenarnya rasa hormat Thi Eng khi terhadap Thio Biau liong
boleh dibilang cuma rasa hormat biasa, tapi setelah mendengar
penjelasan dari Kian Kim siang, apalagi setelah mendengar julukan
sebagai si hati merah yang mulia, dari itu ia dapat menarik
kesimpulan bagaimanakah watak orang tersebut, tanpa terasa rasa
hormatnya segera meningkat berlipat ganda.
Di dalam ruangan besar berbatu kemala itu tidak ditemukan
bekas bekas pintu, di sini pun tidak nampak ruangan lainnya. Di
bawah dinding gua sebelah timur terdapat sebuah rak kemala
sebanyak dua buah, yang satu besar dan yang lain kecil.
Kalau dirak besar bertumpuk aneka buku yang berisi pelajaran
ilmu aneh, maka diatas rak kecil terletak berbagai macam bentuk
botol kemala yang besar kecil tak menentu, isinya jelas adalah obat
mestika semuanya.

607
Waktu itu, Thi Eng khi buru buru ingin mendapatkan Si toan kim
khong maka ia tidak tertarik untuk memperhatikan kitab kitab
pusaka tersebut sebaliknya dia sangat menaruh perhatian pada
tumpukan botol porselen berisi obat, karena ia berharap bisa
menemukan obat Si toan kim khong sehingga apa yang diharapkan
dapat terpenuhi. Oleh karena perhatiannya segera ditujukan ke arah
rak kecil yang berisi obat obatan tersebut.
Setelah mencari sekian lama, akhirnya dia menemukan sebuah
botol yang berisikan Kim khong giok lok wan. Tak terlukiskan rasa
kejut dan girang Thi Eng khi setelah berhasil menemukan obat
tersebut, buru buru dia masukkan kim khong giok lok wan tersebut
ke dalam sakunya, sedang terhadap obat obatan lainnya ia sama
sekali tidak tertarik. Sebaliknya Kian Kim siang sedang dibuat
kesemsem oleh sejilid kitab yang sedang dibaca isinya.
Perlu diketahui, kemujaraban obat Kim khong giok lok wan yang
berhasil didapatkan oleh Thi Eng khi itu beratus kali lipat lebih hebat
daripada buah Tiang kim ko, setetes saja sudah cukup untuk
membuat orang awet muda, bayangkan saja sampai dimanakah rasa
gembira Thi Eng khi sekarang.
Kini satu satunya yang diharapkan olehnya adalah menemukan
pintu keluar dari gua tersebut. Tapi empat penjuru ruangan besar itu
merupakan dinding yang datar dan licin, bagaimanapun dia untuk
berusaha untuk mencari dan memeriksa dengan seksama namun
tiada suatu tanda pun yang berhasil dijumpai, terpaksa ia menghela
napas panjang dan menghentikan usahanya.
Mendadak ia menemukan cahaya yang memancar dalam ruangan
itu makin lama semakin redup bahkan warnanya turut berubah
ubah. Kalau cahaya yang memancar membawakan satu warna,
maka cahaya itupun menyorot kesuatu sudut arah tertentu, dari
sana iapun menyaksikan banyak sekali garis garis lekukan yang
tertera diatas dinding, ia menganggap garis garis tersebut pasti
menyimpan rahasia pintu keluar, maka dengan perasaan gembira dia
melakukan pemeriksaan kembali.

608
Tapi akhirnya kembali anak muda itu dibikin kecewa. Menyusul
kemudian, dia seperti berhasil menemukan sesuatu di balik garis
garis yang melengkung tak karuan itu, dengan cepat ia seperti orang
gila saja, menari dan mencak mencak tiada hentinya sehingga
seluruh ruangan itu seakan akan dipenuhi dengan bayangan
tubuhnya.
Perubahan cahaya yang berwarna warni itu dari melamban kini
semakin cepat, akhirnya perubahannya sedemikian cepatnya
sehingga tak bisa diraba lagi. Sebaliknya bayangan tubuh dari Thi
Eng khi pun seolah olah telah membaur dengan cahaya warna warni
itu sehingga tidak nampak pula bayangan tubuhnya.
Waktu itu, Kian Kim siang sedang terbuai oleh kitab pusaka yang
sedang dibaca, terhadap apa yang dialami Thi Eng khi ternyata sama
sekali tidak merasakan.
Menanti ia selesai membaca kitab itu dan menutupnya kembali, ia
baru menyaksikan Thi Eng khi dengan wajah merah membara
sedang berdiri di tengah ruangan tanpa bergerak. Kian Kim siang
menjadi terkejut sekali, segera ia menegur :
“Thi lote, kenapa kau?”
Untuk sesaat lamanya, Thi Eng khi tidak memberikan reaksi apaapa,
karena itu kakek itu segera menarik tangannya. Siapa tahu
belum lagi telapak tangannya menyentuh tubuhnya Thi Eng khi,
mendadak dirasakan olehnya seluruh badan Thi Eng khi panas sekali
bagaikan kobaran api, pada hakekatnya sama sekali tak bisa
didekati.
Kian Kim siang termasuk seorang jago persilatan yang sudah
lama termashur namanya dalam dunia persilatan, ketika
menyaksikan kejadian itu tanpa terasa timbullah keinginannya untuk
mencari menang sendiri maka dia lantas menghimpun tenaga
dalamnya kedalam tangan dan kemudian ia mencoba sekali lagi
untuk menyentuh anak muda tersebut.
Setelah tenaga dalamnya disalurkan kedalam lengan, jangankan
baru menyentuh barang yang panas membara, sekalipun suhu

609
panasnya beberapa kali lebih hebat pun tak bakal sampai melukai
dirinya.
Tapi kenyataan berbicara lain, ketika tangan yang dipenuhi
tenaga dalam itu mendekati tubuh Thi Eng khi, panas yang
seharusnya makin berkurang kini justru beberapa kali lipat lebih
menghebat. Dalam keadaan seperti ini tanpa terasa dia lantas
menjerit tertahan :
“Sam kui cing hwee”
Dengan cepat dia menarik kembali tangannya dengan wajah
kaget bercampur tercengang. Tak lama kemudian, dari tempat Thi
Eng khi berpijak muncul asap berwarna hijau yang makin lama
semakin tebal, lalu batu kumala yang diinjak oleh anak muda itu
mencair dan musnah, dari tempat itulah tiba tiba muncullah sebuah
gua besar.
Sebaliknya tubuh Thi Eng khi yang berdiri masih tetap berdiri
mengambang pada posisi semula, dia tidak menjadi lebih rendah
badannya karena punahnya batu kemala tadi.
Setelah menyaksikan tenaga dalam Thi Eng khi yang sempurna,
Kian Kim siang tidak tahu haruskah merasa terkejut ataukah memuji,
dia hanya merasa bila dirinya dibandingkan dengan pemuda itu
sekarang maka keadaannya seperti rembulan dan kunang kunang,
kendatipun dia berhasil menguasai kepandaian silat yang baru
dipelajarinya dari kitab pusaka, belum tentu kemampuannya bisa
menyusul kemampuan anak muda itu.
Padahal, darimana dia bisa tahu kalau keberhasilan Thi Eng khi
barusan diperoleh sewaktu tubuhnya menari-nari tadi. Ternyata
mengikuti perubahan cahaya yang berlangsung dalam ruangan itu,
diatas garis garis pada dinding yang disoroti secara bergantian itulah
tercantum intisari tenaga dalam yang dimiliki Thio Biau liong.
Dasar Thi Eng khi memang seorang pemuda yang cerdas, maka
hal mana segera menimbulkan satu ingatan cerdik dalam benaknya
dan membuat simhoat tenaga dalam itupun segera dipelajari sampai
selesai.

610
Perlu diketahui, simhoat tenaga dalam milik Thio Biau liong
merupakan sejenis tenaga dalam yang amat lihay dengan
keistimewaan yang lain daripada yang lain. Inti sari dari tenaga
dalam itu merupakan ketenangan yang diimbangi dengan gerakan,
oleh sebab itu didalam saat saat latihan, dia harus menari-nari dan
mencak mencak bagaikan orang gila.
Betul dengan cara seperti ini, orang sukar untuk memahaminya
tapi justru lebih mudah untuk dipelajarinya, tak heran kalau
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sekarang
boleh dibilang merupakan nomor satu di dunia. Mengenai hal ini, Thi
Eng khi pribadi pun belum mengetahuinya.
Begitulah, semakin tebal asap hijau yang mengepul keluar dari
bawah kaki Thi Eng khi semakin besar pula gua yang muncul diatas
permukaan lantai ruangan itu. Tak lama kemudian, dibawah sana
telah muncul kembali sebuah ruangan batu lainnya.
Saat itulah, Thi Eng khi baru berpekik panjang dan menarik
kembali tenaga dalamnya. Dengan wajah berseri, ia lantas berseru :
“Akhirnya kita berhasil juga menemukan jalan untuk keluar dari
gua ini.”
“Thi lote, sebenarnya apa yang telah terjadi? Aku benar benar
telah kau bikin kebingungan,” seru Kiam Kim siang.
Dengan sejujurnya Thi Eng khi lantas menceritakan apa yang
berhasil ditemukannya barusan. Mendengar perkataan itu, Kiam Kim
siang menghela napas tiada hentinya sambil memuji. Menyusul
kemudian, Thi Eng khi pun berkata lebih jauh :
“Thio locianpwe telah meninggalkan surat yang menyatakan ilmu
Heng kian sinkang berhasil dikuasai maka dengan meleburnya
dinding batu kumala kita bisa memasuki ruang penghubung rahasia
di bawah ruangan ini untuk menemukan jalan keluarnya.”
“Seandainya Thi lote tidak berhasil menguasi ilmu Heng kian
singkang, apakah kita tak akan berhasil menemukan jalan
keluarnya?”

611
Thi Eng khi segera tertawa.
“Waah.... aku rasa kecuali kita mengikuti Thio locianpwe untuk
berdiam disini selama hidup sudah tiada kemungkinan lagi untuk
bisa keluar dari gua ini.”
Sambil bergurau, kedua orang itupun melompat masuk ke ruang
rahasia lain dibawah tanah. Luas ruangan batu itu cuma satu kaki,
diatas dinding penuh bergantungan batuan berwarna merah hijau
yang berwarna warni, sedangkan pada dinding lainnya penuh
tergantung lukisan peta.
Ternyata peta peta tersebut melukiskan perut dari gua tersebut,
tampaknya ruangan itu bukan hanya dua buah saja, sedangkan batu
batu berwarna warni diatas dinding lain adalah kunci untuk
membuka pintu rahasia menuju ke ruangan lain. Sedang pada
dinding sisanya yang satu, tidak terdapat benda apa apa sedangkan
lainnya berisikan penuh dengan tulisan.
Pada kalimat yang pertama dicantumkan tulisan yang berbunyi
demikian :
“Barang siapa dapat memasuki ruangan ini, dialah pemilik baru
dari gua ini, segala benda yang berada di gua ini dihadiahkan
kepada penemu tersebut. Kemudian diterangkan pula orang yang
berjodoh itu tak perlu mempunyai ikatan hubungan sebagai guru
dan murid dengan Thio Biau liong, tapi dilarang pula
membocorkannya kepada orang lain. Pemilik gua baru boleh
mengambil benda apa saja yang berada dalam ruangan itu, daripada
barang barang tadi tidak terpakai.”
Apa yang dipikirkan Thi Eng khi sekarang adalah berusaha
secepatnya meninggalkan gua itu dan menyelamatkan jiwa si
Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian serta Pek leng siancu So
Bwe leng yang terluka. Dia tidak ingin membuang waktu untuk
menyelidiki gua lainnya, maka dengan suatu gerakan yang cepat dia
segera menekan ke delapan puluh satu butir batu yang berada di
atas dinding itu.

612
Sedemikian cepatnya gerakan tangan itu, membuat Kian Kim
siang yang begitu lihaypun tak sempat mengikuti gerakan tangannya
itu. Ketika Thi Eng khi selesai menekan kedelapan puluh satu buah
batu warna warni tadi tampaklah dinding yang kosong tadi
tenggelam kebawah dan muncullah sebuah lorong rahasia.
Tanpa membuang waktu lagi Thi Eng khi segera melompat
masuk kedalam lorong rahasia tadi. Kian Kim siang ragu ragu
sejenak, dengan berat hati dia berpaling dan memandang sekejap
seluruh isi ruangan itu akhirnya dia pun mengikuti di belakang Thi
Eng khi dan menelusuri lorong rahasia tadi.
Begitu mereka berdua sudah tiba dalam lorong tersebut, dinding
batu tadi secara otomatis menutup kembali seperti sedia kala.
Bentuk lorong rahasia itu menukik keatas setiap puluhan langkah
terdapat sebutir mutiara yang menerangi tempat itu.
Dengan tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini, tidak sulit
bagi mereka untuk melambung naik keatas udara, begitulah setelah
melakukan perjalanan berat selama satu jam lebih, lorong itu baru
berubah menjadi datar.
Kembali mereka berjalan berbelok-belok sekian lama sebelum
tiba di ujung lorong dimana terdapat sebuah dinding batu
menyumbat jalan pergi mereka. Thi Eng khi segera melepaskan tiga
sentilan keatas langit langit gua tersebut, mendadak diatas dinding
batu itu muncul sebuah gua kecil yang luasnya Cuma beberapa
depa.
Segulung hawa dingin yang amat tajam segera berhembus lewat
dan menyegarkan badan. Thi Eng khi segera melongok kebalik gua
itu, tenaga dalamnya dihimpun dan memandang keluar dengan sorot
mata yang tajam, ternyata di luar gua merupakan sebuah sumur
yang sangat dalam, mulut gua itu berada tiga kaki diatas permukaan
air tapi masih ada sepuluh kaki dari mulut permukaan sumur bagian
atas.
Beberapa butir bintang berkelip kelip di mulut gua sana,
tampaknya waktu itu hari sedang malam. Dengan menggunakan

613
ilmu Sut kut sinkang (ilmu mengecilkan tulang) mereka menerobos
keluar dari gua kecil itu, kemudian Thi Eng khi menekan tombol
rahasia untuk menutup kembali mulut gua tadi, setelah itu bersama
Kian Kim siang, ia baru melompat keluar dari sumur tadi.
Waktu itu rembulan sudah condong kesebelah barat, bayangan
kuil Sam sin an berada didepan mata. Ternyata sumur itu letaknya
berada di kebun belakang kuil Sam sin an. Disisi sumur tadi berdiri
sebuah tugu peringatan yang bertuliskan :
“Bu sim cing”
Setitik cahaya lentera yang amat lirih memancar keluar dari balik
kuil, secara lamat lamat terdengar suara isak tangis berkumandang
keluar memecahkan keheningan.
Tak usah dipikirpun Thi Eng khi sudah tahu kalau orang yang
sedang menangis adalah Ciu Tin tin, mungkin gadis itu mengetahui
kalau dia tercebur ke dalam jurang maka dengan sedihnya menangis
tersedu sedu. Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi panas,
tubuhnya segera bergerak ke depan.
Sebenarnya dia hendak menghibur gadis itu, tapi kemudian kuatir
kalau perjalanannya akan tertunda lagi, terpaksa sambil
mengeraskan hati dia mengurungkan niat tersebut, bersama Kian
Kim siang berangkatlah mereka berdua menuju kebawah gunung.
Setelah berlarian sepertanak nasi kemudian, Thi Eng khi segera
berpekik nyaring tampak kuda hitamnya meringkik panjang dan
segera berlarian mendekat, begitu bertemu dengan pemuda
tersebut, kuda tadi segera mencak mencak kegirangan.
Oleh karena Thi Eng khi harus buru buru kembali ke rumah untuk
menolong si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, ia tak dapat
melakukan perjalanan bersama Kian Kim siang, maka kedua orang
itupun berjanji akan bertemu lagi di kuil Siong gak bio dibukit Siong
san bahkan meminta kepadanya agar menyampaikan kepada Tiang
pek lojin bahwa dia akan pulang beberapa hari lagi. Diiringi ucapan
sampai jumpa, Thi Eng khi segera melarikan kudanya kencang
kencang menuju ke Oulam.

614
Sementara itu, Sam ji sinni sebenarnya ada maksud untuk
memenuhi keinginan Thi Eng khi, sewaktu pemuda itu berkunjung
ke puncak Sam yang hong, sebenarnya dia orang tua tidak pergi,
setelah mengetahui maksud kedatangan Thi Eng khi, dia lah yang
memerintahkan Bu naynay untuk mengucapkan kata kata tersebut
sedang dia pergi mengambil Si toan kim khong.
Tentu saja dia berkata demikian kepada Thi Eng khi bukan
lantaran maksud jahat, dia berhasrat untuk mencoba si anak muda
itu. Kemudian sewaktu Thi Eng khi berangkat sendiri ke puncak Sam
yang hong untuk memetik daun Si toan kim khong, Ciu Tin tin yang
merasa tidak tentram hatinya secara diam diam mengikuti dari
belakang.
Tapi akhirnya dia menyaksikan Thi Eng khi terjatuh ke dalam
jurang tanpa mampu untuk memberikan bantuannya. Peristiwa yang
berlangsung secara tiba tiba dan diluar dugaan ini tentu saja
membuat Ciu Tin tin menjadi sedih sekali.
Tujuan mereka semula sebenarnya hanya ingin mencoba diri Thi
Eng khi, walaupun niat tersebut kemudian berhasil tercapai, tapi
akibatnya pemuda itu tercebur ke jurang, bagi Ciu Tin tin hal ini
boleh dibilang merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan.
Siapa sangka justru gara gara mendapat bencana, Thi Eng khi
malah berhasil menemukan suatu penemuan yang luar biasa,
bahkan berhasil melepaskan diri dari bahaya. Tapi oleh karena Thi
Eng khi terburu buru hendak menyembuhkan luka dari Pek leng
siancu, ia sampai tidak menjumpai Ciu Tin tin lebih dulu, gara gara
peristiwa ini akhirnya terjadilah banyak kejadian yang memusingkan
kepala dikemudian hari, tapi apa boleh buat? Mungkin itulah yang
dinamakan sebagai takdir.
Dalam pada itu, Thi Eng khi dengan melarikan kudanya siang
malam tanpa berhenti akhirnya pada hari kesepuluh ia berhasil tiba
didepan lembah dimana si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
berdiam.

615
Waktu itu Thi Eng khi benar benar merasa gembira sekali
sehingga tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan berpekik
nyaring. Berpisah hanya sepuluh hari, tenaga dalamnya telah
mendapat kemajuan yang pesat sekali, begitu pekikan tersebut
berkumandang, bergemalah suara keras yang memekakkan telinga
membelah angkasa.
Beberapa tebing dapat dilalui dengan cepat, akhirnya sampailah
dia didepan rumah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian.
Saking girangnya, Thi Eng khi merasakan jantungnya seolah olah
hendak melompat keluar, ia menarik napas panjang panjang untuk
menyegarkan pikirannya, kemudian baru melambatkan larinya kuda
mendekati gua tersebut.....
Siapa tahu baru saja dia berada di beberapa kaki dari gua
tersebut, mendadak dari balik gua itu terdengar seseorang
membentak keras :
“Bocah keparat, licik benar kau! Jangan harap kau bisa melarikan
diri lagi pada hari ini, hayo cepat turun dari kudamu dan
menyerahkan diri, daripada nona harus turun tangan sendiri!”
Karena mendengar bentakan keras, Thi Eng khi serta merta
berpaling kearah mana berasalnya suara bentakan itu. Ternyata
nona yang sedang marah marah itu tak lain adalah nona Tin atau
Tin Un yang pernah dijumpai di bukit Huan keng san tempo hari.
Di belakang tubuhnya sekarang selain berdiri sinenek yang
berwajah penuh keriput, tampak juga empat orang kakek, ditinjau
dari sorot mata mereka yang tajam, dapat diketahui kalau mereka
memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Wajah keempat orang itu penuh diliputi oleh perasaan gusar dan
hawa membunuh yang tebal, dengan sorot mata yang tajam mereka
sedang mengawasi Thi Eng khi tanpa berkedip.
Thi Eng khi jadi tertegun dan tidak habis mengerti, dia tak tahu
dalam hal apakah telah menyalahi nona Tin Un sehingga begitu
benci dan marahnya nona itu kepadanya.

616
Dia segera melompat turun dari kuda hitamnya, kemudian sambil
menjura ia berkata:
“Aku adalah Thi Eng khi, nona Tin mungkin kau telah salah
melihat orang?”
“Hmmm, sampai menjadi abu pun nonamu tetap bisa mengenal
kau sebagai Thi Eng khi,” jawab si nona Tin dengan suara dingin,
”sungguh keji hatimu! Kau.... kau adalah manusia keparat yang
membalas air susu dengan air tuba...”
Ketika berbicara sampai disitu, meledaklah isak tangisnya dengan
amat sedih. Thi Eng khi yang didamprat menjadi semakin termangu
dan tidak habis mengerti, dia tidak mengerti apa gerangan yang
sebenarnya terjadi.
Ketika si nenek itu menyaksikan Tin Un menangis dengan amat
sedihnya, cepat cepat dia menghibur :
“Nona Un, jangan sedih, inilah kesempatan yang baik bagimu
untuk menuntut balas, kau seharusnya gembira, kenapa sekarang
malah menangis? Kalau kau merasa sedih, keparat itu pasti akan
makin gembira.”
Kemudian dengan wajah bengis dan penuh perasaan dendam, ia
membentak kearah Thi Eng khi :
“Manusia bermuka orang berhati binatang, tunggu saja
pembalasan dari kami nanti, sekarang hayo masuk ke dalam!”
Thi Eng khi melongo dan merasa tidak habis mengerti, dia tidak
tahu apa yang telah berlangsung disana, hanya pikirnya :
“Aah, setelah bertemu dengan si pendendam raja akhirat Kwik
cianpwe, duduknya persoalan pasti akan menjadi terang kembali,
buat apa aku musti banyak berbicara sekarang?”
Maka tanpa membantah atau mengucapkan sepatah katapun dia
lantas membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam gua. Tin
Un, si nenek dan keempat orang kakek itu segera mengikuti dari
belakang Thi Eng khi seolah olah sedang mengiringi buronan saja.

617
Walaupun Thi Eng khi tidak takut dituduh melakukan sesuatu tapi
dengan berlangsungnya peristiwa ini, maka semua rasa gembira
yang semula menyelimuti hatinya kini hilang lenyap tak berbekas.
Gua yang berapa li jauhnya itu terasa begitu jauh dan tak habis
habisnya untuk dilalui dalam perasaan gundah seperti ini. Ketika
mereka hampir keluar dari gua tersebut, si nenek yang berada
dibelakangnya segera bersuit nyaring, seakan akan sedang memberi
tanda rahasia kalau mereka telah kembali.
Betul juga, baru saja Thi Eng khi keluar dari gua dan memasuki
kebun bunga tampaklah Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah
munculkan diri dengan langkah cepat. Thi Eng khi segera merasakan
hatinya lega sekali setelah melihat Hwee cun siucay Seng Tiok sian
juga berada disana, sekalipun perkenalannya dengan orang itu cuma
sebentar tapi dia merasakan suatu kecocokan dengannya membuat
ia menaruh pandangan lain terhadap orang she Seng ini.
Maka diapun lantas berseru.
“Saudara Seng, kebetulan sekali kalau kaupun berada disini,
siaute sengaja mencarikan obat untuk gurumu dan sekarang telah
kudapatkan, tapi entah mengapa ternyata nona Tin menaruh
kesalahan paham terhadap diriku, harap saudara Seng bersedia
untuk menjelaskannya.”
Ucapan hangat dari Thi Eng khi ini hanya disambut dengan
dengusan dingin dari Seng Tiok sian, malah kemudian dia berkata
ketus ;
“Kau tak usah menguatirkan keadaan luka yang diderita oleh
guruku lagi.”
Ucapan mana segera membuat Thi Eng khi tertegun, dia segera
salah mengartikan perkataan itu, maka kembali ucapnya :
“Bagaimana dengan keadaan Kwik locianpwe? Siaute sampai
datang terlambat.”
“Guruku telah sembuh!” Hwee cun siucay Seng Tiok sian
mendengus dingin.

618
Ia tidak banyak berbicara, jelas terhadap Thi Eng khipun sudah
menaruh kesalahan paham. Bagaimanapun Thi Eng khi adalah
seorang yang angkuh dan tinggi hati, setelah pembicaraannya terasa
tidak cocok, maka dia pun tidak banyak bicara lagi, dengan langkah
lebar pemuda itu melangkah masuk kedalam rumah gubuk.
Didepan pintu tampak si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
berdiri disitu. Dengan luapan gembira, Thi Eng khi segera berteriak :
“Kwik locianpwe ....”
Tapi sikap maupun mimik wajah dari si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian segera menyumbat kata kata berikutnya. Tampak si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkelit ke samping,
kemudian katanya :
“Kebetulan sekali Thi tayhiap datang kembali kesini, silahkan!”
Ternyata nada pembicaraannya pun tidak bersahabat.
Diperlakukan secara kasar berulang kali, berubah juga paras muka
Thi Eng khi, dengan hati mendongkol dia segera melangkah masuk
kedalam rumah gubuk itu.
Jilid 19
Ternyata yang ikut masuk ke dalam ruangan hanya Si
Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Hwee cun siucay Seng
Tiok sian serta Ting Un tiga orang. Dalam ruangan itu sudah ada
pula dua orang kakek lainnya, sehingga berikut Thi Eng khi, kini
jumlahnya mencapai enam orang.
Thi Eng khi segera dipersilahkan untuk duduk di sudut ruangan
yang diapit dua belah dinding, sementara dibagian pintu dan bawah
jendela ditempati kelima orang tersebut, seakan akan mereka takut
kalau pemuda itu sampai melarikan diri. Lama kelamaan habis sudah
kesabaran Thi Eng khi, sambil tertawa dingin segera tegurnya:
“Entah dalam hal apakah aku telah menyalahi kalian sehingga
kalian bersikap begini kasar kepadaku?”

619
Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian balas tertawa dingin
kemudian menjawab :
“Thi tayhiap tak usah terburu napsu, kau tidak bertanya kepada
kami, kamipun akan bertanya kepadamu! Sekarang mari
kuperkenalkan dulu dengan dua orang tayhiap ini, mereka berdua
adalah jagoan yang bermata tajam maka didalam pembicaraan nanti
kau harus berhati hati, jangan sekali kali mencoba untuk
berbohong.”
Tidak menunggu Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
memperkenalkan, kakek yang berada disebelah kiri telah
menyebutkan dulu nama sendiri,
“Lohu adalah To Jit hwi….”
Sedang kakek yang berada di sebelah kanan melanjutkan :
“Lohu adalah To Gwat hwi.”
Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera menyambung lebih jauh :
“Kedua orang To locianpwe ini adalah Jit gwat siang beng
(matahari dan rembulan sama terang) yang termasyur karena
ketajaman matanya, setelah kau berhadapan dengan mereka maka
kuanjurkan kepadamu agar berbicaralah secara terus terang saja.”
Menghadapi ucapan ucapan yang begitu bernada menuduh, Thi
Eng khi tak tahan, segera teriaknya :
“Kalian telah menganggap aku Thi Eng khi sebagai manusia
apa?”
Sekalipun diluar dia berkata ketus namun hatinya merasa amat
tidak tenang, dia tak tahu apa yang telah menyebabkan mereka
bersikap demikian kepadanya. Dia cukup mengetahui akan kelihayan
Huan im sin ang, ia takut si kakek bayangan semu tersebut telah
menjiplak wajahnya untuk melakukan pelbagai kejahatan.
Sebab andaikata sampai terjadi keadaan seperti itu, sekalipun ia
menerangkan dengan cara apapun sulit rasanya untuk membuat
persoalan menjadi jelas, maka tak heran kalau dia merasa sangat
kuatir. Terdengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkata
:

620
“Kalau dilihat dari luarnya, kau nampak seperti jujur dan berbudi
luhur, sungguh tak nyana kau adalah seorang manusia licik yang
berwajah manusia berhati binatang. Bukan saja kau telah mencuri
belajar ilmu pertabiban milik lohu, bahkan berani pula melakukan
perbuatan yang amat keji, perbuatanmu itu benar benar tak bisa
diampuni lagi.”
Baru saja Thi Eng khi ingin bertanya perbuatan keji apakah yang
dituduhkan kepadanya, Kwik Keng thian telah berseru lebih dulu :
“Tiok sian, ambil keluar tanda bukti itu daripada banyak berbicara
yang tak berguna.”
Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera meminta sebuah
bungkusan kecil dari tangan Ting Un dan membukanya. Thi Eng khi
segera dapat menyaksikan kalau benda tersebut adalah panah
pendek bermoncong tiga yang lupa dia simpan itu. Benda tersebut ia
dapatkan dari tubuh mayat seorang kakek yang dijumpainya dalam
rumah gubuk itu.
Begitu melihat benda tersebut, dia segera menghembus napas
panjang, hatinya merasa lega sekali karena dia menganggap
kesalahan paham ini dapat segera diselesaikan. Ketika To Jit hwi
yang duduk di sebelah kanan menyaksikan paras muka Thi Eng khi
berubah menjadi mengendor dan lega, dengan suara dalam ia
segera menegur :
“Sekarang apalagi yang hendak kau ucapkan?“
Baru saja Thi Eng khi akan menjawab, To Gwat hwi yang berada
di sebelah kanan berkata pula :
“Inilah yang dinamakan serapat rapatnya bangkai dibungkus,
akhirnya berbau juga, seandainya kau tidak meninggalkan panah
pendek bermoncong tiga yang amat beracun ini, aku pasti tidak bisa
menemukan kejahatan yang kau lakukan ini.“
Belum sempat Thi Eng khi membantah, Hwee cun siucay Seng
Tiok sian telah berkata pula :
“Tahukah kau, siapakah orang yang telah kau bunuh itu?“
Sambil menuding kearah Ting Un, dia melanjutkan :

621
“Orang tua itu tak lain adalah ayahnya adik Ting, cengcu dari
perkampungan Huan keng san ceng yang disebut sebagai Hau hau
sianseng Ting tayhiap!“
Thi Eng khi tidak begitu mengetahui tentang nama nama jago
persilatan yang ada di dunia persilatan, kini untuk sesaat dia tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun. Sambil menangis terisak
terdengar Ting Un mencaci maki pula dirinya dengan penuh
kebencian :
“Bajingan keparat! Apa dosa dan kesalahan keluarga Ting kami
dengan dirimu? Mengapa kau begitu tega membunuh ayahku?“
Teringat akan budi kebaikan Ting Un yang telah memberi
petunjuk kepadanya sehingga ia berhasil menemukan tempat tinggal
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Thi Eng khi merasa amat
sedih sekali, selembar wajahnya berubah menjadi merah membara.
Baru saja dia membuka mulutnya hendak berbicara, To Jit hwi
telah berkata kembali:
“Tahukah kau bahwa panah pendek bermoncong tiga ini tak
pernah dipergunakan oleh keluarga lain?“
Kali ini Thi Eng khi telah mempersiapkan diri, ia tak ingin
melepaskan setiap kesempatan untuk berbicara maka begitu To Jit
hwi selesai berkata, buru buru serunya :
“Aku tidak tahu panah pendek itu merupakan senjata rahasia dari
golongan mana, memangnya merupakan senjata rahasia dari Thian
liong pay?“
To Jit hwi segera menggebrak meja sambil berteriak keras :
“Tepat sekali! Panah pendek ini memang merupakan senjata
rahasia khas dari Thian liong pay!“
Mula mula Thi Eng khi agak tertegun lalu sambil melompat
bangun teriaknya keras-keras :
“Omong kosong, aku sebagai ketua Thian liong pay masa tidak
tahu kalau senjata rahasia itu adalah senjata rahasia perguruan
Thian liong pay atau bukan!”

622
“Hmm, ucapan itu betul betul suatu ucapan yang
menggemaskan,” sambung To Gwat hwi dengan segera, “didepan
orang lain mungkin kau masih bisa berdebat, tapi di depan lohu
bersaudara, percuma saja semua perdebatanmu itu.”
Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan :
“Selama seratus tahun belakangan ini, Thian liong pay memang
tak pernah mempergunakan lagi panah pendek bermoncong tiga ini
sebagai senjata rahasia khas dari Thian liong pay, dan hal ini
merupakan suatu kenyataan yang tak akan terbantahkan oleh
siapapun.”
Ketika Thi Eng khi menyaksikan orang itu sengaja membuat
cerita bohong untuk menyudutkan dirinya, ia menjadi gemes sekali
sambil menggigit bibirnya kencang kencang, saking marahnya ia
sampai tak sanggup berkata apa apa lagi.
To Gwat hwi melirik sekejap kearah Thi Eng khi, menyaksikan
paras muka pemuda itu berubah menjadi merah padam saking
gusarnya, dia menjadi bangga sekali. Setelah menarik muka, kembali
ujarnya :
“Sejak seratus lima puluh tahun berselang, ketika partai Thian
liong pay dipegang oleh ciangbunjin angkatan ke tujuh Thian ci cu
Go it, oleh karena panah pendek bermoncong tiga yang lebih dikenal
sebagai Giam ong tiap (undangan raja akhirat) ini dianggap sangat
keji, maka dia melarang setiap anggota perguruan untuk
mempergunakannya, semenjak saat itulah Giam ong tiap baru
lenyap dari dunia persilatan hingga saat ini.”
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh :
“Sekalipun demikian Thi tayhiap sebagai ketua Thian liong pay
berani mengatakan kalau tidak tahu menahu tentang senjata rahasia
beracun ini?“
Walaupun Thi Eng khi merupakan ketua angkatan kesebelas dari
perkumpulan Thian liong pay, sesungguhnya ia tidak begitu paham

623
terhadap senjata rahasia tersebut, maka setelah titik kelemahannya
ini dipegang orang, ia jadi serba salah.
Mau mengaku, rasanya tidak cocok dengan kenyataan, tidak
mengaku rasanya juga tidak masuk diakal, maka setelah mendengus
dingin, katanya :
“Alasan apa lagi yang hendak kalian utarakan, hayo katakan
semua, emas yang murni tak akan takut dengan api, akan
kudengarkan semua tuduhan kalian itu!“
Ia segera memasang telinganya baik baik dengan harapan bisa
menemukan titik kelemahan dari balik ucapan tersebut untuk
kemudian menyerangnya balik. To Jit hwi mengelus jenggotnya dan
mendehem pelan, lalu ujarnya lebih jauh :
“Atas dasar bukti bukti yang ada maka lohu pun dapat
memperoleh gambaran terhadap garis besar perbuatan Thi tayhiap
didalam melaksanakan pembunuhan ini, entah apa pun tujuan dari
Thi tayhiap datang mencari Kwik Keng thian tapi yang pasti kau pasti
menjadi kemaruk akan harta yang berada di dalam rumah ini setelah
menemukan penghuninya tak ada di dalam rumah .....“
Melihat orang itu menodai kesucian dan kebersihan namanya,
dengan kening berkerut Thi Eng khi segera berseru :
“To cianpwe, kalau berbicara harap yang jelas lagi, perbuatan
tidak senonoh apakah yang telah kulakukan?“
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera menjawab
dengan wajah gusar :
“Lohu telah kehilangan Pek giok cian cu yang bisa memunahkan
berbagai macam racun keji!“
“Kalau kehilangan barang, apa pula sangkut paut persoalan ini
dengan diriku?“
“Aku harap Thi tayhiap suka memberikan bukti yang kuat kalau
perbuatan itu bukan dilakukan oleh Thi tayhiap,“ kata Kwik Keng
thian lagi.

624
“Thi tayhiap,“ tiba tiba To Jit hwi menyela, “bila ada persoalan
dibicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasan dari
lohu!“
Suasana yang amat menyudutkan posisinya ini sungguh
membuat Thi Eng khi merasa gusar sekali sehingga sekujur
badannya gemetar keras. Dengan amat bangga To Jit hwi
melanjutkan kembali kata katanya:
“Sewaktu Thi tayhiap mencuri Pek giok cian cu milik Kwik tua,
tentunya secara kebetulan Ting tayhiap sedang berkunjung kemari,
karena ia berhasil menyaksikan perbuatanmu yang tak senonoh
tersebut maka dalam malu dan gusarnya kau lantas turun tangan
membunuhnya, sayang Ting tayhiap tidak bersiap siaga sehingga
akhirnya dia tewas oleh Giam ong tiap milikmu itu. Itulah sebabnya
ketika Ting tayhiap terbunuh, disekitar tempat ini tidak dijumpai
bekas bekas pertempuran coba kalau mengandalkan kepandaian
yang sebenarnya, kendatipun Thi tayhiap memiliki kepandaian yang
hebat pun jangan harap bisa melaksanakan perbuatan tersebut!“
Setelah menelan ludah, dia berkata lebih jauh :
“Hanya panah pendek bermoncong tiga yang dinamakan Giam
ong tiap saja yang bisa mematikan Ting tayhiap tanpa memberikan
kesempatan kepadanya untuk melakukan perlawanan.“
“Waaahh.... hebat betul To cianpwe ini, apa yang dituturkan
seakan akan seperti menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku
merasa amat kagum atas daya berkhayalmu itu.“
To Jit hwi sama sekali tidak tersinggung oleh perkataan itu,
sambil tersenyum kembali katanya :
“Selama lohu berdua dikenal orang sebagai ahli dalam menyelidik
perkara pembunuhan misterius, sebab itulah orang menyebut
sebagai Jit Gwan siang beng, harap Thi tayhiap jangan
menertawakan.“
Kemudian tanpa mempedulikan Thi Eng khi lagi, dia berkata lebih
jauh :
“Thi tayhiap memang cukup licik dan lihay, setelah berhasil
membunuh Ting tayhiap, kau mencabut kembali senjata rahasia

625
tersebut karena kuatir ada orang yang menemukan Giam ong tiap
tersebut di tubuh sang korban maka senjata rahasia itu
diletakkannya di samping dengan maksud setelah membereskan
jenasah Ting tayhiap baru mengambilnya kembali, siapa tahu setelah
selesai bekerja ternyata kau lupa mengambil kembali senjata rahasia
Giam ong tiap itu sehingga akhirnya terbongkarlah rahasia
pembunuhan itu!“
Bicara sampai disini, dengan yang menyakinkan dia berseru :
“Thi tayhiap menurut pendapatmu benarkah apa yang kuucapkan
barusan ....?”
“Apakah kalian bersedia mendengarkan pula penuturanku?” ucap
Thi Eng khi dengan tenang.
Ting Un segera mencak mencak kegusaran teriaknya :
“Manusia tak tahu malu, sekalipun kau bersilat lidah sampai
busuk mulutmu pun jangan harap bisa membuat nonamu percaya,
kebunuh dirimu lebih dulu!”
Ia segera mencabut pedangnya dan diiringi kilatan cahaya perak,
sebuah tusukan maut dilancarkan ke arah Thi Eng khi. Menyaksikan
datangnya ancaman tersebut, Thi Eng khi segera berkerut kening,
sebenarnya dia hendak menyentil pedang tersebut, tapi Hwee cun
siucay Seng Tiok sian telah keburu menangkisnya lebih dulu dengan
kipas emasnya.
“Adik Un, jangan keburu napsu,” serunya cepat, “ memangnya
kita takut dia kabur ke langit? Mari kita saksikan saja sampai sejauh
manakah hatinya yang busuk itu.”
Dengan gemas Ting Un menarik kembali pedangnya dan balik ke
tempat semula. Secara ringkas Thi Eng khi lantas menceritakan
bagaimana dia berjumpa dengan nona Ting, bagaimana menemukan
rumah tinggal si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian,
bagaimana menemukan jenasah seorang kakek dalam ruangan itu
dan bagaimana ia mengubur jenasah kakek itu dan karena buru buru
ingin mendapatkan Si toan kim khong ia lupa menceritakan hal itu
kepada Kwik Keng thian....

626
Akhirnya setelah menghela napas panjang ia menambahkan :
“Andaikata aku berniat jahat, setelah kutinggalkan Kwik
locianpwe, tak nanti aku akan balik lagi kemari.”
Sesungguhnya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan
Hwee cun siucay Seng Tiok sian memang menaruh kesan baik
terhadap Thi Eng khi, maka setelah mendengar penjelasan tersebut,
hawa amarah mereka agak reda paras mukanya pun menjadi lebih
mengendor.
Hanya nona Ting Un saja yang tak mau mengampuni Thi Eng khi,
dia bertekad hendak mengadu jiwa dengan pemuda itu. Sebaliknya
To Jit hwi dan To Gwat hwi yang memiliki kepandaian khusus dalam
menyelidiki kasus pembunuhan misterius, sebenarnya memiliki
kepandaian yang tinggi, sayang mereka hanya mempunyai sebuah
titik kelemahan yaitu selalu menganggap apa yang telah diuraikan
merupakan suatu kejadian yang sebenarnya, mereka tak mau
merubah pandangannya karena pengaruh cerita orang lain.
Oleh karena itu, mereka berdua pun segera berusaha keras untuk
menemukan titik kelemahan dari balik perkataan Thi Eng khi agar
bisa dijadikan sebagai bukti kalau dugaan mereka tidak salah.
Demikianlah, tiba tiba mereka berdua tertawa terbahak bahak,
lalu terdengar To Gwat hwi berkata :
“Thi tayhiap, kemunculanmu kembali di sini tak lebih hanya ingin
menunjukkan kepada orang lain akan kebersihanmu belaka,
bukankah tadi kau telah berkata seandainya kau bermaksud jelek,
kau tak akan kembali lagi kesini? Ucapanmu itu menandakan kalau
kedatanganmu kemari memang sengaja berhasrat untuk menutupi
kejahatan yang telah kau lakukan. Sayang kau telah bertemu
dengan kami berdua sehingga usahamu itu akan sia sia belaka.”
Ternyata ucapan dari dua bersaudara To itu mempunyai bobot
yang luar biasa, seketika itu juga Si Pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian dan Hwee cun siucay Seng Tiok sian dibikin sangsi
kembali. Thi Eng khi sendiripun tidak berhasil mendapatkan alasan

627
yang lebih tepat untuk membantah perkataan orang, untuk sesaat
dia menjadi tersipu sipu .....
Selain daripada itu, diapun terbayang kembali keadaan Pek leng
siancu So Bwe leng yang sedang meronta dalam melawan kematian,
teringat akan So Bwe leng, pemuda itupun merasa dia harus cepat
cepat kembali ke bukit Siong san.
Dalam keadaan begini dia tak berminat untuk ribut dengan
mereka lagi, dalam anggapannya sekalipun ia terfitnah sekarang,
suatu saat toh kejadian itu akan menjadi terang dengan sendirinya.
Berpikir sampai di situ, perasaan tak tenang yang semula
menyelimuti wajahnya pun segera tersapu lenyap.
Keningnya segera berkerut, sinar tajampun memancar keluar dari
balik matanya sambil membusungkan dada ia berkata :
“Terus terang kukatakan, kemunculanku kembali ke sini
dikarenakan maksud yang baik yakni menghantarkan obat buat Kwik
locianpwe, tapi jika kalian menaruh kesalahan paham kepadaku, yaa
apa boleh buat lagi? Untung saja luka yang diiderita Kwik Keng thian
telah sembuh, daripada berdiam disini tanpa berguna, lebih baik aku
mohon diri lebih dulu.”
Selesai menjura dengan langkah lebar dia segera berjalan
meninggalkan tempat itu. Dia sadar bahwa persoalan yang
dihadapinya sekarang tak mungkin bisa dibikin terang, sedang dia
pun enggan melakukan perngorbanan yang tak berguna, sebab itu
dia bertekad untuk menghadapi semua kejadian sebisa mungkin.
“Thi tayhiap, kau hendak kabur dengan begitu saja?” dua
bersaudara To melompat ke depan lebih dulu menghalangi jalan
perginya. Setelah Thi Eng khi mengambil keputusan untuk pergi, ia
tak mau memperlihatkan kelemahannya lagi, segera sahutnya
dengan kening berkerut :
“Kalau tidak pergi, buat apa aku tetap tinggal disini?”
Ting Un segera memutar pedangnya sambil melancarkan
tusukan, bentaknya keras keras :
“Serahkan nyawamu.”

628
Hwee cun siucay Seng Tiok sian mengayunkan pula kipas emas
sambil berseru :
“Thi tayhiap apakah kau anggap bisa pergi dengan begitu saja
dari sini?”
Walaupun serangan yang dilancarkan nona Ting Un disertai
desingan angin tajam namun kalau dibandingkan kelihayan kipas
emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian selisihnya jauh sekali.
Oleh karena itu, Thi Eng khi sama sekali tidak ambil peduli
terhadap datangnya ancaman pedang dari Ting Un, bahkan pada
hakekatnya dia tidak bermaksud untuk menangkis. Sambil
menghimpun hawa murninya untuk melindungi badan, ia bersiap
sedia menyambut tusukannya itu agar bisa mengurangi rasa
dendamnya.
Sebaliknya terhadap ayunan kipas emas dari Hwee cun siucay
Seng Tiok sian, ia tak berani bertindak gegabah, tapi serangan itu
pun tak sampai memaksanya untuk menggunakan pedang emas
Thian liong kim kiam hanya kewaspadaannya saja yang ditingkatkan.
Di saat pedang Ting Un digetar balik oleh tenaga dalam khikang
pelindung badan yang terpancar keluar dari balik tubuh Thi Eng khi,
kipas emas dari Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah membabat
pula lengan kiri Thi Eng khi. Terhadap Hwee cun siuday Seng Tiok
sian, Thi Eng khi menaruh kesan yang baik, maka sebelum turun
tangan, ia tak lupa berkata lebih dulu :
“Siaute dipaksa oleh keadaan mau tak mau terpaksa aku akan
bertindak kasar kepada saudara Seng!”
Bahunya segera direndahkan, lain dengan kelima jari tangannya
yang dipentangkan seperti cakar dengan menggunakan jurus sin
liong tham jiau (naga sakti mementang cakar) dalam suatu gerakan
kilat ia telah mencengkeram gagang kipas lawannya.
Begitu jari tangan Thi Eng khi menyentuh kipas lawan, dia segera
menekan sambil mendorong, kontan saja Hwee cun siucay Seng
Tion sian dipaksa mundur sejauh satu langkah. Hwee cun siucay

629
Seng Tiok sian termasuk satu pendekar muda yang kosen dan lihay,
sejak terjun ke arena persilatan, belum pernah menjumpai musuh
yang tangguh, betul dia menyadari kalau tenaga dalam Thi Eng khi
sangat lihay, namun dia tidak menyangka kalau tenaga dalamnya
sudah mencapai tingkatan yang begitu sempurna.
Dia hanya merasakan daya tekanan yang hebat menekan
sebentar diatas senjatanya lalu ditarik kembali, jelas pemuda itu
tidak berhasrat untuk melukainya. Demonstrasi penggunaan tenaga
dalam yang amat sempurna ini kontan saja membuat Hwee cun
siucay Seng Tiok sian menjadi tertegun.
Menanti dia mendongakkan kembali kepalanya, Thi Eng khi telah
berada di depan pintu luar. Ilmu gerakan tubuh apakah yang telah
dipergunakan oleh pemuda itu sehingga secara begitu mudah ia bisa
meloloskan diri dari penjagaan dua bersaudara To?
Untuk beberapa saat lamanya, lima orang yang berada dalam
ruangan itu menjadi tertegun dan berdiri termenung. Rupanya
setelah Thi Eng khi berhasil memukul mundur Hwee cun siucay Seng
Tiok sian tadi, timbul keinginannya untuk memperlihatkan sedikit
kelihayan dihadapan dua bersaudara To yang menghadang di depan
pintu.
Maka dia segera menggunakan ilmu cahaya lewat lintasan
bayangan ajaran Kian Kim siang untuk menerobos lewat dari antara
kedua orang itu. Tentu saja kepandaian semacam itu membuat dua
orang jagoan itu menjadi terbelalak dengan mulut melongo, hampir
saja mereka mencurigai Thi Eng khi sebagai bayangan setan.
Setelah tertegun sejenak akhirnya si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian berhasil mengenali asal usul dari ilmu gerakan
tubuh tersebut, ia segera berteriak keras :
“Aaah, ilmu Hu kong keng im.”
Perlu diketahui, ilmu Hu kong keng im merupakan ilmu andalan
Bu im sin hong (angin sakti tanpa bayangan) Kian Kim siang yang
amat termashur dalam dunia persilatan dimasa lalu, begitu Kwik
Keng thian berseru, dua saudara To pun ikut terperanjat.

630
Kemunculan dua bersaudara To ke dalam dunia persilatan agak
terlambat beberapa tahun meski mereka tak sempat menyaksikan
kelihayan dari Bu im sin hong Kian Kim siang namun kegagahan
pendekar itu sudah lama sekali tertanam dalam hati kecilnya.
Lebih lebih si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, selama
puluhan tahun dia dan Kian Kim siang boleh dibilang bersahabat
karib tapi tiba tiba saja Kian Kim siang lenyap pada puluhan tahun
berselang ia berusaha untuk menemukan kembali rekannya itu,
sayang usahanya tak pernah berhasil.
Maka setelah menyaksikan Thi Eng khi menggunakan ilmu Hu
kong keng im tersebut, tanpa terasa muncul perasaan kangennya
dengan sobat karibnya itu. Dengan wajah serius, Kwik Keng thian
segera berkata :
“Thi tayhiap, apakah kau kenal dengan Bu im sin hong Kian Kim
siang Kian tayhiap? Darimana kau pelajari ilmu Hu kong keng im
tersebut?”
Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian itu segera melihat pula
betapa hormatnya mereka terhadap Kian Kim siang, dengan cepat
dia menyadari kalau saat ini merupakan kesempatan yang baik
untuk membicarakan masalahnya secara baik-baik, maka secara
ringkas dia lantas menceritakan pengalamannya sewaktu bertemu
dengan Kian Kim siang. Akhirnya diapun menambahkan.
“Aku dan Kian tua adalah sahabat karib, sekarang dia sedang di
dalam perjalanan menuju ke bukit Siong san, entah ada urusan apa
Kwik locianpwe menanyakan persoalan ini?”
Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saling berpandangan
sekejap dengan Jit Gwat siang beng To bersaudara, dua orang
bersaudara To manggut manggut pelan tanpa berbicara. Dari
sakunya Kwik Keng thian lantas mengeluarkan sebuah benda
berbentuk cangkul obat yang terbuat dari batu kemala merah
sepanjang beberapa inci, sambil diserahkan kepada Thi Eng khi,
katanya :

631
“Persoalan pada hari ini, kita akhiri sampai disini dulu, bila
sauhiap tak ingin bermusuhan dengan sahabat sahabat persilatan
dari wilayah Im kui dan Siang cuan, harap bawalah tanda pengenal
ini untuk menjumpai Bu im sin hong Kian tayhiap, lalu ajaklah
bersama untuk datang kemari guna menyelesaikan persoalan ini.”
Ketika Ting Un menyaksikan Thi Eng khi akan dilepaskan, dengan
gelisah ia lantas berseru :
“Jika kalian melepaskan bajingan ini, berarti kalian telah berbuat
sesuatu yang menyedihkan ayahku!”
Sambil membalikkan badan sekali lagi dia menerjang ke arah Thi
Eng khi sambil bersiap-siap melakukan adu jiwa. Kwik Keng thian
segera memerintahkan Hwee cun siucay Seng Tiok sian untuk
menghalangi gerak maju Ting Un, kemudian katanya dengan suara
dalam :
“Nona Ting, jangan bertindak gegabah, asal Kian tayhiap masih
hidup, persoalan ini biarlah diselesaikan oleh Kian tayhiap!”
Sekalipun Ting Un tak mau menerima dengan begitu saja, namun
berada dalam keadaan seperti ini kecuali menangis apalagi yang bisa
dilakukan olehnya?
Walaupun Thi Eng khi berjumpa dengan Kian Kim siang tanpa
sengaja, ia benar benar tak menyangka kalau sahabatnya itu
mempunyai kedudukan yang begitu tinggi di wilayah Im kui dan
Siang cuan, diapun tidak menyangka kalau kesalahan paham
tersebut bisa diredakan untuk sementara waktu hanya
mengandalkan nama ‘Kian Kim siang’.
Betul masalahnya belum selesai tapi asal diberi waktu yang
cukup, dia tidak takut persoalan tersebut tidak menjadi terang.
Bagaimanapun juga Thi Eng khi adalah seorang lelaki sejati, dia
bukan seorang yang tidak bertanggung jawab, sambil menjura
katanya :
“Kematian Ting cengcu memang tak terlepas dari tanggung
jawabku, bila aku tak mampu menyelidiki siapakah pembunuhnya,
aku bersedia untuk mati dihadapan kalian.”

632
Dengan langkah lebar dia berjalan keluar meninggalkan tempat
itu. Tapi baru beberapa langkah, mendadak ia teringat kembali
dengan tujuan kedatangannya ke sana, walaupun ia tak tahu
mengapa luka yang diderita Kwik Keng thian dapat sembuh kembali,
tapi ia merasa kurang tenteram sebelum apa yang dijanjikan tidak
dipenuhi.
Akhirnya dia mengeluarkan sebutir pil Kim khong giok lok wan
dan diserahkan kepada Kwik Keng thian sambil berkata :
“Walaupun kepergian boanpwe sama sekali gagal untuk
mendapatkan Si toan kim khong, namun aku berhasil mendapatkan
pil Kim khong giok lok wan yang lebih besar kemujarabannya, harap
locianpwe suka menerima sebutir pil ini sebagai hadiah dariku.”
Ia tak ambil peduli apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian bersedia untuk menerimanya atau tidak, sambil mengerahkan
tenaga dalamnya dia melemparkan pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan orang.
Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
secara mudah ia dapat mengirim pil Kim khong giok lok wan itu ke
tangan Kwik Keng thian tanpa bisa ditolak kembali. Selain dari pada
itu, Kwik Keng thian sudah lama mengenali kasiat pil Kim khong giok
lok wan tersebut, berbicara terus terang dia pun merasa rikuh untuk
menerimanya.
Menanti dia hendak mengembalikan pil mustika itu kepada Thi
Eng khi, pemuda itu sudah lenyap dibalik pepohonan sana. Terpaksa
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian harus bersuit panjang
untuk memberi tanda kepada para penjaga gua agar membiarkan
Thi Eng khi berlalu dari situ. Dengan demikian, sepanjang jalan Thi
Eng khi baru tidak menjumpai halangan apa-apa.
Tapi setelah terjadinya peristiwa ini, dia pun merasa rikuh untuk
menunggang kuda hitam pemberian dari Kwik Keng thian lagi, selain
itu diapun tidak bertanya kenapa luka dari Kwik Keng thian bisa
sembuh. Tindakannya ini boleh dibilang cukup gagah dan terbuka.

633
Sayangnya, tanpa kuda jempolan tersebut dia pun tak bisa sampai di
bukit Siong san dalam waktu singkat.
Tampaknya luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng sudah
tiada kemungkinan untuk ditolong lagi, setelah Tiang pek lojin So
Seng pak sekalian mendesak Thi Eng khi agar pergi mencari harapan
terakhir yang tipis harapannya untuk berhasil itu, mereka pun mulai
mempersiapkan urusan terakhir dari gadis itu.
Bersama waktunya mereka pun mengirim orang ke pelbagai
tempat untuk mencari gadis yang berwajah mirip dengan Pek leng
siancu So Bwe leng sebagai persiapan untuk menggantikan
kedudukan So Bwe leng yang asli, hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah tekad Thi Eng khi untuk bunuh diri.
Dengan kekayaan dan kemampuan yang dimiliki Tiang pek lojin,
tak sampai belasan hari kemudian, segala sesuatunya telah selesai
dipersiapkan. Bahkan gadis yang berwajah mirip dengan So Bwe
leng pun berhasil ditemukan puluhan orang banyak. Diantara ada
dua orang yang berwajah sangat mirip dengan wajah Pek leng
siancu So Bwe leng, bahkan sampai nada suarapun hampir mirip.
Saat itulah semua orang baru bisa menghembuskan napas lega
sambil menunggu tibanya saat musibah tersebut. Ternyata keadaan
luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng pun sangat aneh,
berada dalam keadaan yang lemah dengan napas yang hampir
terputus, ternyata dia dapat bertahan selama belasan hari, malah
setelah itu denyut nadinya berjalan normal kembali, kesadarannya
pun pulih kembali.
Ada orang berkata, gejala ini menunjukkan gejala seseorang
yang sudah makin mendekati saat ajalnya. Menyaksikan keadaan
seperti ini, Tiang pek lojin So Seng pak sekalian jago lihay tak
sanggup menahan rasa sedihnya lagi, mereka mengucurkan air mata
dengan rasa amat sedih.
Akhirnya berita ini tersiar juga sampai di kuil Siau lim si. Ketua
Siau lim pay Ci long taysu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang
dengan mengajak segenap jago golongan lurus yang belum

634
meninggalkan bukit Siong san bersama sama mengunjungi kuil
Siong gak bio.
Ternyata mereka merasa amat terharu oleh sikap Pek leng siancu
So Bwe leng yang gagah berani sehingga menyebabkan rencana
Huan im sin ang mengalami kegagalan dan melarikan diri dari sana.
Oleh karena itu, mereka tidak pergi meninggalkan kuil Siau lim si,
hal ini sebagai petanda kalau mereka pun sangat menguatirkan
keselamatan dari Pek leng siancu So Bwe leng.
Kini, dalam ruang tengah kuil Siong gak bio telah dipenuhi oleh
tokoh tokoh persilatan, yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan
di hari biasa. Pek leng siancu So Bwe leng berada dalam kamar,
kecuali kakeknya, dia ditunggui pula oleh ketua dari Siau lim pay,
ketua dari Bu tong pay dan ketua dari Kay pang.
Mereka bertiga sedang mewakili segenap umat persilatan dari
daratan Tionggoan untuk menyampaikan rasa dukanya atas musibah
yang menimpa So Bwe leng. Pada saat itulah, mendadak Pek leng
siancu So Bwe leng berteriak keras :
“Engkoh Eng .....!”
Tiang pek lojin segera membungkukkan badan mendekati wajah
So Bwe leng yang kurus, lalu sahutnya :
“Nak, Eng ji sedang pergi mencarikan obat bagimu, sekarang
apakah kau sudah merasa agak baikan ?”
Mencoring sinar terang dari balik mata Pek leng siancu So Bwe
leng, katanya lebih lanjut :
“Leng ji akan.... akan menunggu sampai .... sampai engkoh Eng
pu... pulang...”
Rasa cinta yang dalam telah membangkitkan semangatnya untuk
mempertahankan hidup.
“Nak, engkoh Eng mu segera akan kembali, kau harus menunggu
sampai kedatangannya!”

635
“Yaa.... aku .... aku pasti akan me... menunggu samapai dia
daa.... datang....”
Suara pembicaraannya makin lama semakin lirih sebelum
akhitnya jatuh tak sadarkan diri. Anehnya ternyata dia benar benar
tidak menghembuskan napas penghapisan, ia benar benar berusaha
melawan cengkeraman malaikat elmaut untuk menunggu
kedatangan Thi Eng khi.
Kembali beberapa hari sudah lewat, dalam suasana sebentar baik
sebentar memburuk itulah Pek leng siancu So Bwe leng
menyambung hidupnya lebih jauh. Kalau dihitung kembali, ternyata
Pek leng siancu So Bwe leng dapat bertahan selama belasan hari
lamanya. Tapi Thi Eng khi belum juga kembali.
Suatu ketika, mendadak terdengar Tiang pek lojin yang berada
dalam kamar berteriak keras :
“Anak Leng! Anak Leng!”
Nadanya gugup dan gelagapan, jelas keadaannya sangat
berbahaya. Tak dapat diragukan lagi, tentunya Pek leng siancu So
Bwe leng sudah tak sanggup untuk mempertahankan diri lebih jauh.
Seketika itu juga, suasana dalam ruangan itu menjadi kacau balau
tak karuan.
Dalam keadaan kekacauan inilah, sesosok bayangan manusia
berbaju abu-abu menyelinap diantara orang banyak dan masuk ke
dalam kamar tidur Pek leng siancu So Bwe leng. Waktu itu Tiang pek
lojin sekalian yang berada dalam kamar sedang dibikin panik, gugup
dan sedih oleh karena So Bwe leng yang semakin kritis itu. Sehingga
mereka tak ada yang memperhatikan kalau dalam kamar telah
muncul seorang lagi.
Tampak orang itu mengayunkan jari tangannya dan menotok
jalan darah Jin tiong hiat di tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.
Ternyata tak seorang manusia pun yang berada di dalam kamar itu
yang mengetahui kejadian tersebut. Setelah totokan dilepaskan,
orang itu baru berkata :
“Nona So tak bakal mati!”

636
Walaupun suaranya kecil namun bagaikan suara genta yang
bergema di pagi hari, lima orang tokoh silat yang berada dalam
ruangan itu segera tersadar kembali dari lamunan. Saat itulah
mereka baru tahu kalau dalam kamar telah bertambah dengan
seorang nikou yang muda belia.
Anehnya ternyata tak seorangpun diantara kelima orang tokoh
silat itu yang mengenal dirinya. Nikou muda itu tertawa pelan
kepada ketua Kay pang, Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan
po, katanya :
“Harap Cu pangcu ambilkan semangkuk kuah jian nian jinsom
kemari!”
Si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po segera
mengundurkan diri tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepeninggal Cu Goan po, keempat orang lainnya juga tak
mengucapkan sepatah katapun, mereka hanya merasa nikou muda
itu mempunyai suatu kewibawaan yang bisa membuat orang
menaruh kepercayaan sehingga sekalipun harus menyerahkan
nyawa sendiri kepadanya pun mereka akan melakukannya tanpa
ragu.
Tiang pek lojin datang dari luar perbatasan sebagai tempat
penghasil jinsom, tentu saja jinsom yang dibawapun amat banyak,
tak selang berapa saat kemudian si pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po telah membawa sebuah mangkuk berisi kuah jinsom
berusia seribu tahun dan diserahkan kepada nikou muda itu.
Dari dalam sakunya, nikou itu segera mengeluarkan tiga belas
batang tumbuh tumbuhan hijau berbentuk seperti daun berambang
dan diletakkan ke atas telapak tangannya, tidak nampak bagaimana
caranya menghisap, tahu tahu kuah jinsom berusia seribu tahun
dalam mangkuk itu telah berubah menjadi tiga belas buah jalur putih
yang bersama sama meluncur ke dalam tumbuhan hijau tadi namun
anehnya tak nampak setetes air pun yang mengalir keluar.
Tampak nikou muda itu mengayunkan telapak tangannya ketiga
belas lembar tumbuhan hijau itu dengan merubah diri menjadi tiga

637
belas jalur cahaya hijau segera menyambar kedepan menembusi
jalan darah ditubuh Pek leng siancu So Bwe leng dan lenyap dari
pandangan.
Setelah ketiga belas jalur cahaya hijau itu hilang, wajah Pek leng
siancu So Bwe leng segera menampilkan perasaan sakit yang amat
hebat. Tiang pek lojin sangat menguatirkan keselamatan cucunya,
baru saja dia hendak menegur nikou muda itu sudah berkata lebih
dulu,
“So tayhiap boleh menggunakan tenaga sinkangmu untuk
memancing berputarnya nyawa kehidupan dalam tubuh cucumu
sambil membantu daya kerja obat tersebut untuk menyebar ke
seluruh badan.”
Tiang pek lojin tidak ragu ragu lagi, dia segera menempelkan
telapak tangannya di atas jalan darah Pek hwe hiat di tubuh Pek
leng siancu So Bwe leng dan menyalurkan tenaga dalamnya ke
dalam tubuh gadis tersebut.
Sementara perhatian semua orang yang sedang ditunjukkan ke
atas tubuh Tiang pek lojin dan Pek leng siancu So Bwe leng, tahu
tahu bayangan tubuh nikou muda itu sudah lenyap tak berbekas.
Dalam pada itu, dibawah bantuan tenaga dalam dari Tiang pek lojin,
obat yang berada dalam tubuh Pek leng siancu So Bwe leng mulai
bekerja, tak sampai sepertanak nasi kemudian, gadis itu sudah
mengeluh perlahan.
Perasaan Tiang pek lojin semakin mantap, tenaga dalam yang
dikerahkan keluar pun makin deras. Kurang lebih dua jam kemudian
Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan katanya yang pertama :
“Aku lapar!”
Tiang pek lojin segera menarik kembali telapak tangannya dan
bangkit, sambil menyeka keringat yang membasahi jidatnya, ia
berkata kepada Na im siansu So Ping gwan,
“Cepat siapkan secawan kuah jinsom untuk anak Leng.”
Na im siusu So Ping gwan mengiakan dan buru buru berlalu dari
ruangan. Sekarang Tiang pek lojin baru teringat dengan nikou cilik

638
yang telah menolong jiwa cucu perempuannya, dia lantas celingukan
kesana kemari untuk mencarinya, namun tak ditemukan, dia lantas
bertanya :
“Apakah kalian melihat kemana perginya siau suhu itu?”
Semua orang menjadi tertegun, siapapun tak tahu kapan siau
suhu itu pergi dari sana.
“Biar aku mencarinya di luar!” kata si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po.
Ketua Siau lim si Ci long taysu segera berkata pula,
“Mari kita mencarinya diluar, agar nona So bisa beristirahat
dengan hati tenang!”
Maka dalam kamarpun tinggal Tiang pek lojin seorang. Selesai
meminum semangkuk kuah jinsom, kesegaran Pek leng siancu So
Bwe leng menjadi pulih kembali. Dua hari kemudian, ia sudah dapat
berbincang bincang beberapa waktu. Tampaknya luka yang
dideritanya telah sembuh kembali, tapi lantaran kondisi badannya
masih lemah maka kekuatan badannya belum pulih kembali seperti
sedia kala.
Ketua Siau lim si dan ketua Bu tong pay segera menghadiahkan
banyak sekali obat kuat penambah tenaga untuk gadis itu, ditambah
lagi Tiang pek lojin memang mempunyai banyak obat mestika, maka
kesehatan badan Pek leng siancu So Bwe leng dapat sembuh
kembali dengan cepat.
Tak selang berapa hari kemudian, gadis itu sudah dapat turun
dari pembaringan untuk berjalan jalan sambil bergurau. Begitu
penyakitnya sembuh, diapun menjadi tak bisa tenang lagi. Pelbagai
ingatan mulai bermunculan dari benaknya. Dari mulut orang lain, ia
mendengar pula kalau Thi Eng khi telah bersumpah akan bunuh diri
untuk mendampinginya, hal ini membuat hatinya amat gembira.
Tapi satu ingatan aneh pun muncul kembali dalam benaknya, dia
minta kepada Tiang pek lojin agar menganggap dia sungguh
sungguh sudah mati serta melaksanakan rencana semula.

639
Oleh karena gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya, tak heran
kalau Tiang pek lojin kelewat sayang kepada cucu perempuannya ini,
walaupun dalam hati kecilnya dia merasa enggan, namun toh
diluluskan juga permintaan itu.
Karena orang yang dipersiapkan sudah hadir disitu, apalagi diberi
petunjuk secara langsung oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka
tak selang berapa saat kemudian dalam kuil Siang gak bio telah
bertambah dengan beberapa orang Pek leng siancu So Bwe leng.
Dengan tenang mereka menantikan kedatangan dari Thi Eng khi .....
Sementara itu, Thi Eng khi terpaksa harus mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya untuk menggantikan kuda berbulu hitamnya,
dalam waktu singkat ia telah tiba di kota Lu si, menginap semalam,
ia membeli seekor kuda jempolan untuk melanjutkan perjalanannya.
Masih seperti cara semula, dia larikan kudanya sekuat mungkin
dan sejauh mungkin tanpa berhenti, bila kuda itu sudah tak kuat
maka diapun bergantian dengan kuda lain.
Selama beberapa hari saja, ia telah menyeberangi wilayah sam
siang dan tiba di kota Seh si. Seh si terletak di pantai utara sungai
besar yang berada di sebelah tenggara kota Swan cong, kota itu
termasuk dalam keresidenan Kang leng dan merupakan daerah
penghasilan kapas, tak heran kalau suasana disana amat ramai
sekali, apalagi sebagai pusat perdagangan.
Ketika Thi Eng khi berhasil menyeberangi sungai dan memasuki
kota Sam si, hari sudah malam dan saat itu merupakan saat rumah
rumah memasang lampu penerangan.
Ia lantas mencari rumah penginapan untuk beristirahat, setelah
memesan kepada pelayan untuk memberi makan kudanya, dia pun
memesan dua kati daging sapi dab hidangan kecil lainnya mengisi
perut , selesai bersantap ia kembali ke kamar untuk beristirahat.
Selama ini boleh dibilang ia selalu menguatirkan keselamatan dari
Pek leng siancu So Bwe leng. Selama beberapa hari terakhir ini

640
kecuali berganti kuda siang malam dia selalu melakukan perjalanan
tiada hentinya, bila sudah lelah dia hanya bersemedi sebentar untuk
selanjutnya meneruskan kembali perjalanannya.
Jadi malam ini, ia baru secara resmi menginap dalam sebuah
rumah penginapan setelah melakukan perjalanan sekian lama.
Semenjak Thi Eng khi berhasil mendapat warisan tenaga dalam
Heng kian sinkang dari Thio Biau liong, tenaga dalamnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat termasuk juga ilmu Sian
thian bu khek ji gi sin kang miliknya sendiripun mendapat kemajuan
banyak.
Sekarang dia sedang mempergunakan ilmu Sian thian bu khek ji
gi sin kang untuk memulihkan kembali kekuatannya, baru sampai
tengah malam dia selesaikan latihannya itu, kontan semua kelelahan
terusir dan semangatnya menjadi berkobar kembali. Selesai
bersemedi, ia tak sabar untuk menunggu sampai datangnya fajar
pagi untuk melanjutkan perjalanan, dia segera membangunkan
pelayan dari tidurnya, membayar rekening untuk melanjutkan
perjalanannya kembali.
Selama ini belum pernah si pelayan menjumpai tamu seaneh ini,
dengan wajah tak senang hati dia bangun dari tempat tidur. Thi Eng
khi tahu, membangunkan orang di tengah malam buta memang
sesuatu yang tak pantas, maka dia mengeluarkan setahil emas murni
dan diserahkan kepada pelayan itu seraya berkata :
“Ini untuk membayar sewa kamarku, sisanya anggap saja
sebagai persen untukmu!”
Setahil emas murni berarti sepuluh tahil perak, padahal menurut
uang waktu itu, sepuluh tahil perak berarti bisa dipakai untuk ongkos
menginap dalam rumah penginapan sekecil ini selama satu tahun
lebih. Padahal Thi Eng khi cuma menginap setengah malam disana,
persen yang diberikan kepadanya boleh dibilang sangat berlebihan.
Setelah diberi uang sebanyak ini, bila pelayan itu masih tak
senang hati, sudah pasti otaknya kurang waras. Tapi pelayan itu
memang aneh sekali, dia masih mengomel juga dengan nada tak
senang :

641
“Kongcu benar benar seorang manusia paling aneh di dunia ini,
sekalipun hal ini tidak merepotkan dirimu sendiri, tapi paling tidak
kau toh harus mengingat kami orang orang kecil yang sudah bekerja
seharian penuh ....”
Walaupun dia berkata begitu, nyatanya sisa uang tersebut pun
tak pernah dikembalikan kepada Thi Eng khi. Thi Eng khi sendiri
tentu saja enggan untuk mengurusi tetek bengek seperti itu, dia
segera mencemplak kudanya dan pada malam itu juga berangkat
meninggalkan kota Seh si.
Rembulan bersinar di tengah awang awang membuat seluruh
jagad menjadi cerah. Thi Eng khi membedal kudanya kencang
kencang siapa tahu ketika dia hendak menarik tali les kudanya, kuda
tersebut tak mau menuruti perkataannya lagi, malah sebaliknya
berlarian ke depan semakin kencang lagi. Dalam keadaan apa boleh
buat, terpaksa Thi Eng khi membiarkan kuda itu berlarian
sekehendak hatinya.
Dalam waktu singkat, puluhan li sudah dilewatkan, tiba tiba kuda
itu menjadi lemas setelah meringkik panjang dan mengeluarkan buih
dari mulutnya, binatang itu terletak di tanah dan tak bisa bangun
lagi.
Menghadapi kejadian seperti ini, Thi Eng khi segera
menggelengkan kepalanya berulang kali menghela napas, dia
menganggap kuda tersebut tak bisa ditunggangi lagi. Dasar pemuda
ini memang berhati bijak, diapun menurunkan pelananya dari
punggung binatang tersebut....
Menanti pelana itu diturunkan, baru diketahui punggung kuda itu
berdarah dan menderita luka yang parah. Tak heran kalau kuda itu
berlarian seperti gila, rupanya pelayan itu telah berbuat jahat
dengan meletakkan tiga lembar lempengan besi dibawah pelana
kuda itu yang menyebabkan punggung binatang tadi terluka.
Untuk sesaat Thi Eng khi tidak habis mengerti apa sebabnya
pelayan itu bersikap begitu kepadanya, terpaksa dia harus
melanjutkan perjalanan sambil berjalan kaki. Berbicara soal ilmu

642
meringankan tubuh yang dimiliki Thi Eng khi saat ini, andaikata dia
mau menempuh perjalanan cepat sekalipun kuda mestika berbulu
hitam juga sukar untuk menandingi kecepatannya, cuma dengan
begitu ia tak mampu untuk melakukan perjalanan siang malam.
Demikianlah, setelah Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya
dengan menggerakkan ilmu meringankan tubuhnya, bayangan tubuh
pemuda itu seakan akan tidak terlihat lagi, misalnya ada orang yang
berpapasan dengannya di tengah jalan, maka paling banter orang itu
cuma merasakan ada segulung angin yang berhembus lewat saja.
Entah sudah berapa jauh dia sudah berjalan, mendadak ia
mendengar suara ringkikan kuda berkumandang datang dari dalam
sebuah rumah lebih kurang puluhan kaki di tepi jalan. Tergerak hati
Thi Eng khi menjumpai hal tersebut, segera pikirnya :
“Bila kubeli kuda tersebut dengan harga tinggi, bukankah aku
bisa melanjutkan perjalanan lagi tanpa membuang banyak tenaga.”
Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia segera
bergerak menuju kearah mana berasalnya suara ringkikan kuda tadi.
Setelah semakin dekat, ia baru tahu kalau bangunan rumah itu
adalah sebuah kuil to koan. Ketika tiba didepan pintu, dia ragu ragu
untuk sesaat dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mengetuk
pintu untuk berjalan masukkah? Atau lebih baik masuk dengan
melompati dinding pekarangan?
Pada saat itulah mendadak dari dalam kuil berkumandang datang
suara jeritan lengking dari seorang perempuan, suara itu penuh
diliputi oleh perasaan putus asa dan ngeri. Tanpa berpikir panjang
lagi Thi Eng khi segera melompat masuk ke dalam pekarangan.
Dari sebelah kiri ruangan kuil tampak ada cahaya lampu yang
mencorong keluar, lagipula dari sana terdengar suara orang sedang
meronta. Thi Eng khi merasakan darah panas bergelora didalam
dadanya, dia segera menghamtam jendela kamar sambil menerobos
masuk kedalam.
Tapi apa yang terlihat kemudian membuat dia menjadi tertegun
dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ternyata di dalam

643
kamar itu terdapat sepasang muda mudi dalam pakaian dalam yang
minim, perempuan tersebut sedang duduk ketakutan di sudut
pembaringan dengan wajah pucat pias karena ketakutan.
Sedangkan lelaki tersebut berdiri di tanah dengan sebuah bangku
sedang menindih seekor ular kecil berwarna hijau. Berhubung Thi
Eng khi menyerbu masuk secara tiba tiba lelaki itu menjadi
terperanjat sampai lupa untuk menekan ular hijau tersebut dengan
bangkunya.
Ular kecil itu segera meronta melepaskan diri dari tindihan lalu
dengan kecepatan tinggi memagut tangan sang pria yang sedang
memegang bangku. Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat
untuk menyapa lelaki itu lagi, terpaksa dia harus melepaskan
sentilan jari tangannya untuk membunuh ular kecil itu, kemudian
baru katanya dengan wajah tersipu sipu,
“Kalian berdua.... kalian berdua..”
Apalagi yang bisa dia katakan? Sudah jelas orang lain menjerit
karena bertemu dengan ular, sedang dia pun masuk ke kamar orang
tanpa permisi, suasana semacam ini benar benar membuatnya
menjadi sangat rikuh. Mendadak perempuan itu menjerit lagi dengan
suara lengking :
“Tolong ..... tolong...... ada perampok, ada perampok!”
Keadaan seperti ini makin membuat Thi Eng khi bertambah
runyam dan serba salah. Untung saja lelaki itu masih cukup bernyali.
Setelah melihat dandanan dari Thi Eng khi dan juga melihat gerak
geriknya yang halus, dia tahu kalau orang itu bukan orang jahat. Dia
lantas menyuruh perempuan itu berhenti berteriak, lalu ujarnya
kepada Thi Eng khi :
“Saudara, mungkin kedatanganmu agak salah paham.”
Dengan wajah memerah Thi Eng khi manggut manggut,
“Yaa, benar, aku mengira ada orang jahat yang sedang beraksi
disini, sungguh tak nyana kedatanganku malah hanya mengganggu
kalian, harap sudi memaafkan.”

644
Tampaknya yang perempuan adalah seorang yang berjiwa
sempit, dengan wajah tak senang hati dia segera mengomel :
“Dasar setan sembrono, masa kalau ingin menolong orang tidak
dilihat dulu keadaannya? Bikin orang ketakutan saja!”
Thi Eng khi benar benar merasa sangat jengah, seandainya disitu
ada lubang niscaya dia sudah menerobos masuk untuk
menyembunyikan diri. Agaknya yang pria kuatir kalau perbuatan
perempuan itu menggusarkan Thi Eng khi, buru buru dia menutupi
badan perempuan tadi dengan selimut dan ia sendiri pun
mengenakan baju luar.
Pada saat itulah dari luar pintu kedengaran suara langkah
manusia kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu sambil
menegur :
“Kong tiong, ada apa? Mengapa berteriak teriak?”
Lelaki itu segera membuka pintu, seorang tosu tua segera
berjalan masuk ke dalam ruangan. Ketika Thi Eng khi melihat tosu
tua itu, dia baru teringat akan satu persoalan segera pikirnya :
“Heran, mengapa di dalam kuil To koan bisa muncul sepasang
suami istri muda yang menginap bersama?”
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, jawabannya segera
diperoleh dari lelaki itu. Terdengar lelaki tersebut menjawab :
“Paman, tadi menanti keponakan hendak turun dari ranjang, tiba
tiba melihat ada seekor Jit poh kim disitu, saking kagetnya kami
menjerit, rupanya jeritan kami mengundang kedatangan pendekar
ini, siapa tahu dia salah paham terhadap pendekar ini dengan
mengiranya sebagai penyamun sehingga akibatnya.... hal ini sampai
membangunkan kau orang tua.”
Tosu tua itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Yaa, hal ini memang tak bisa menyalahkan kepada orang lain,
dalam tokoan ada perempuannya ..... cara dari mana ini?”
Kemudian denga wajah tersipu dia berpaling kearah Thi Eng khi
sambil melanjutkan:

645
”Mereka adalah keponakan dan menantu keponakan pinto yang
hendak pulang dusun karena perjalanan jauh mereka ikut
menumpang sehari disini, harap sauhiap jangan menertawakan.”
“Aaah, mana..... mana..... akulah yang gegabah sehingga
mengganggu ketenangan kalian semua, harap kalian sudi
memaafkan.”
Sesudah menjura buru buru dia mengundurkan diri dari situ.
Tosu tua itu segera mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk
didalam kamarnya. Dalam kesempatan itu Thi Eng khi lantas
mengutarakan niatnya untuk membeli kuda yang didengarnya
meringkik dalam kuil. Tosu tua itu bilang, kuda tersebut milik
keponakan serta menantu keponakannya, jadi tak tahu apakah akan
dijual atau tidak.
Mendengar itu, Thi Eng khi segera mengeluarkan sepuluh tahil
emas murni, kemudian katanya sambil tersenyum :
“Agaknya kuil ini kurang banyak pengunjungnya, harap sejumlah
kecil uang emas ini bisa digunakan sebagai ongkos perawatan kuil.”
Mencorong sinar terang dari balik mata tosu tua itu, buru buru
dia mengucapkan terima kasih. Kemudian katanya lagi :
“Rumah mertua keponakanku hanya tinggal setengah harian
perjalanan, sekalipun ditempuh dengan berjalan kaki juga tidak
mengapa, bila sauhiap membutuhkan kuda, besok akan pinto
rundingkan dengan keponakanku itu.”
Kembali Thi Eng khi mengeluarkan sepuluh tahil emas sambil
berkata :
“Kalau begitu, kumohon bantuan dari totiang!”
Setelah menerima uang, tosu tua itu memberikan kamarnya
untuk dipergunakan oleh Thi Eng khi. Menggunakan kesempatan itu,
Thi Eng khi segera bersemedi untuk mengembalikan tenaganya. Tak
sampai tiga kali latihan, waktu sudah menunjukkan kentongan ke
empat, jaraknya dengan fajarpun tinggal satu setengah jam.

646
Thi Eng khi segera bangkit berdiri dan bermaksud untuk keluar
dari kamar untuk berlatih ilmu pukulan. Siapa tahu begitu tangannya
menyentuh pintu kamar tersebut, ia menjadi tertegun, buru buru dia
mengerahkan tenaganya untuk mendorong sekuat tenaga, alhasil
pintu itu masih belum juga terbuka.
Lama kelamaan dia menjadi naik darah sambil mengerahkan
tenaga dia menghantam dinding ruangan itu, “Blaaammm...!”
dinding ruangan itupun sama sekali tidak roboh. Ternyata seluruh
ruangan tersebut terbuat dari baja asli. Pada saat itulah dari luar
kamar terdengar tosu tua itu berseru sambil tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaahhhhh..... haaahhhh...... Thi Eng khi, kau masih
kenal dengan lohu?”
Sewaktu menyebut nama ‘Thi Eng khi’ suara tersebut masih
merupakan suaranya si tosu tua tapi ketika mengucapkan ‘masih
kenal dengan lohu’ suaranya telah berubah menjadi suara Huan im
sin ang, musuh besarnya.
Thi Eng khi menjadi teramat gusar, sepasang matanya sampai
merah berapi api karena naik pitam, segera teriaknya keras keras :
“Iblis tua, kalau kau punya kepandaian, hayo cobalah beradu
kepandaian dengan diriku.”
Huan im sin ang menjengek sinis :
“Hmmm.... mau bertarung mah gampang bila hari ini kau belum
mampus dibakar, besok aku pasti akan melepaskanmu keluar.”
Menyusul kemudian terdengar suara orang yang mengangkut
kayu bakar serta orang menyulut api. Tak lama kemudian, asap hijau
telah merembes masuk lewat lubang lubang kecil di bawah kaki
dinding. Thi Eng khi segera mengerahkan ilmu Heng kian sinkang
untuk melindungi badannya siapa tahu asap hijau yang terendus
olehnya kontan membuat kepalanya pening dan hawa murninya
buyar, segenap tenaganya seakan akan tak mampu dihimpun
kembali.

647
“Aduh celaka, dalam asap hijau tersebut ada racunnya ....” diam
diam Thi Eng khi berpekik.
Buru buru dia mengeluarkan tiga butir pil kim khong giok lok
wan, lalu setelah ditelan buru buru dia duduk bersila. Sementara itu
api yang berkobar di luar makin lama makin membara, seluruh kuil
kecil itu sudah berubah menjadi lautan api.
Pil mestika Kim khong giok lok wan memang berkasiat luar biasa,
dia segera merasakan hawa segar menyebar ke seluruh bagian
tubuhnya, dalam waktu singkat keempat anggota badannya menjadi
segar dan nyaman, seluruh perasaan mual yang semula
mencengkam perasaannya juga mulai membuyar.
Yang tertinggal sekarang hanyalah bagaimana mencari akal untuk
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut tersebut. Berbicara
menurut keadaan yang berada dihadapan mata sekarang, untuk
menerjang keluar bukanlah suatu pekerjaan yang tak mungkin.
Dinding baja yang membara tersebut tak nanti akan tahan
menerima sabuah pukulan Heng kian sinkang miliknya, cuma dengan
begitu maka kepandaian sakti yang dimilikinya akan diketahui lawan
terlalu awal, hal mana justru akan semakin meningkatkan
kewaspadaan Huan im sin ang terhadap dirinya sehingga keadaan
tersebut justru akan semakin menyulitkan usahanya untuk
membasmi kaum iblis dikemudian hari.
Tindakan yang kurang cerdas, tak ingin dilakukan bilamana
keadaan tidak sangat memaksa. Maka setelah berpikir pulang pergi,
tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, segera dia berpikir :
“Mengapa aku tidak mengerahkan ilmu Heng kian sinkang untuk
menyalurkan hawa api Sam koay cin hwee untuk menerobos ke
bawah tanah? Bila aku sudah lolos nanti niscaya iblis tua itu akan
menjadi kebingungan untuk menemukan aku.”
Begitu ingatan tersebut melintas lewat Thi Eng khi segera
mengerahkan tenaga dalam Heng kian sinkangnya untuk
memancarkan keluar hawa panas Sam koay cin hwee nya. Pelan
pelan tubuhnya seperti tenggelam kedalam tanah, begitu tubuhnya

648
masuk ketanah, dia segera mengembalikan pasir disisinya untuk
menutupi permukaan tanah yang sebelah atas agar dari atas
permukaan orang tak akan mengetahui kalau dia sedang
menyembunyikan diri di situ.
Baru saja dia hendak menutupi kepalanya dengan tanah
kemudian mengerahkan ilmu Ku si tay hoat untuk menutup
pernapasannya, mendadak ia merasa kakinya menginjak tanah
gembur, kemudian muncullah sebuah lubang kecil.
Dengan cepat dia mengerahkan kembali tenaga dalamnya untuk
menekan kebawah.... “Brru....” tanah berguguran semakin deras,
dari sebuah lubang yang kecil itu telah berubah menjadi sebuah
lubang besar, serta merta dia menerobos masuk kedalam gua itu.
Masih untung kedua kakinya langsung menginjak tanah.
Jilid 20
Thi Eng khi mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling
tempat itu dengan sorot matanya yang tajam, rupanya dia sedang
berada di dalam sebuah lorong rahasia. Penemuan yang tak terduga
ini sangat menggirangkan hati Thi Eng khi, buru-buru dia
mengebaskan ujung bajunya keatas untuk mengirim kembali tanah
yang berguguran itu keatas lubang.
Dalam waktu singkat, lubang tersebut telah berhasil disumbat
kembali olehnya menjadi seperti sedia kala, orang tak akan mengira
kalau ditempat itu terdapat sebuah gua yang tembus dengan
ruangan atas.
Selesai memeriksa hasil karyanya dan merasa puas, pemuda itu
baru melanjutkan perjalanannya menelusuri lorong rahasia tersebut.
Permukaan lorong itu tinggi rendah tidak menentu, seandainya
tenaga dalam yang dimiliki tak sempurna sehingga bisa melihat
keadaan disekitar sana dengan jelas, ia benar benar tak akan berani
untuk menelusuri lorong rahasia tersebut.

649
Sudah sekian lama dia melakukan perjalanan, akan tetapi belum
juga keluar dari lorong tersebut, hatinya mulai merasa tegang, dia
kuatir lorong tersebut tiada jalan keluarnya.
Untung saja pada saat itulah mendadak matanya terasa silau,
tiba tiba ia saksikan ada cahaya terang memancar masuk dari atas
dinding lorong, dia mengira di depan sana adalah jalan keluar dari
lorong tersebut. Dengan perasaan girang, ia segera mempercepat
larinya menuju kearah depan sana.
Menanti ia tiba didepan sumber dari cahaya tersebut, dia baru
menjadi tertegun dan segera menghentikan perjalanannya. Rupanya
cahaya terang itu bukan merupakan sebuah cahaya alam, melainkan
memancar masuk lewat sebuah gua batu yang sangat besar. Bukan
saja tempat itu bukan merupakan sebuah jalan keluar dari lorong
rahasia tersebut, pada hakekatnya dia sudah salah arah.
Diatas pintu gua yang sempit diatas lebar dibawah hingga
berbentuk segitiga terdapat sebuah batu penyekat yang besar dan
lebar, diatas permukaan batu penyekat tadi tampak lukisan
pemandangan yang sangat indah.
Kiranya cahaya yang memancar tadi berasal dari kedua sisi batu
penyekat yang memantul diatas dinding lorong rahasia. Tak bisa
disangkal lagi, dalam gua tersebut sudah pasti ada penghuninya.
Andaikata berada di hari biasa, dengan perasaan ingin tahu Thi
Eng khi pasti akan menerobos masuk ke dalam untuk mengetahui
apa gerangan yang berada di sana. Tapi keadaannya sekarang sama
sekali berbeda, bukannya dia tidak merasa ingin tahu, adalah
dikarenakan ia sangat menguatirkan keselamatan dari Pek leng
siancu yang sedang meronta dari lembah kematian. Dia kuatir akan
timbul kesulitan sehingga menunda perjalanan pulangnya ke bukit
Siong san.
Maka dengan wajah serius dia berhenti, membalikkan badan dan
balik kembali kearah semula. Hanya kali ini dia berjalan dengan
gerakan yang jauh lebih lamban daripada semula.

650
Lorong rahasia tersebut memang panjang sekali, entah berapa
lama Thi Eng khi sudah berjalan tapi belum mencapai mulut gua
juga, dengan perasaan kesal anak muda itu segera mempercepat
perjalanannya. Mendadak mendengar serentetan suara langkah
manusia berkumandang datang dari belakang punggungnya.
Dengan kesiap siagaan penuh Thi Eng khi segera mempercepat
gerakannya dan melompat keluar dari mulut lorong lebih dulu.
Ternyata mulut lorong rahasia tersebut berada di balik batang pohon
yang amat besar.
Ketika dia mendongakkan kepalanya, tampak di arah barat daya
sana masih berwarna merah darah, tampaknya Huan im sin ang
benar benar sangat bernapsu untuk membunuhnya, siapa tahu dia
toh masih lolos juga dalam keadaan selamat, tanpa terasa sekulum
senyuman tersungging diujung bibirnya.
Baru saja senyuman tersungging di ujung bibirnya, mendadak ia
teringat kalau dari balik lorong ada orang hendak keluar, dia merasa
tindakannya sekarang kelewat gegabah.
Buru buru dia menyelinap ke belakang pohon tersebut untuk
menyembunyikan diri. Tak lama kemudian, dari balik mulut lorong
rahasia itu melompat keluar dua sosok bayangan manusia.
Yang seorang adalah kakek bermuka putih yang mengenakan
baju hijau, sedangkan yang lain adalah seorang gadis cantik yang
berbaju warna hijau pula. Begitu memunculkan diri, tanpa
membuang waktu lagi kedua orang itu segera menggerakkan
tubuhnya menuju ke arah tempat kebakaran dimana Huan im sin
ang sedang berusaha membakar mati Thi Eng khi.
Si anak muda itu hanya merasakan dua sosok bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan hitam itu sudah tinggal setitik
bayangan kecil dikejauhan sana. Sedemikian cepatnya gerakan
tubuh kedua orang itu, untuk sesaat membuat pemuda kita menjadi
termangu.

651
Akhirnya setelah menghela napas dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, Thi Eng khi meneruskan perjalanannya menuju ke
arah tujuan semula. Sepanjang perjalanan, ia tidak menjumpai
halangan lagi, dengan lancar akhirnya sampai juga di kuil Siong gak
bio.
Thi Eng khi benar benar merasakan hatinya amat tegang, tanpa
berusaha untuk mencari tahu keadaan penyakit dari So Bwe leng
lagi, dia segera berlarian menuju ke kamar tidur gadis itu. Tapi
setibanya di depan kamar yang digunakan oleh Pek leng siancu So
Bwe leng untuk merawat penyakitnya, dia baru menjumpai kalau
keadaan sedikit tidak beres.
Ternyata pintu kamar tersebut tertutup rapat, debu nampak
melapis diatas pintu tampaknya sudah banyak waktu tidak
dibersihkan orang. Membayangkan apa yang terjadi, Thi Eng khi
segera merasakan jantungnya berdenyut keras, sekujur tubuhnya
seakan akan tercebur ke dalam gudang salju, kontan menggigil
keras.
Dengan suara keras, ia lantas berteriak :
“Adik Leng, aku telah kembali!”
Dari dalam kamar tidak terdengar suara jawaban, sekarang dia
merasa kehilangan keberanian untuk masuk ke dalam kamarnya,
gumamnya dengan suara sedih :
“Aku ..... aku telah terlambat ..... aku telah pulang agak
terlambat!”
“Thi sauhiap, siapa bilang kedatanganmu terlambat?” tiba tiba
Boan san siang koay munculkan diri sambil berseru. Thi Eng khi tak
dapat membendung airmatanya lagi, dia segera menangis terisak,
katanya kemudian :
“Locianpwe berdua, bagaimana keadaan adik Leng?
Beritahukanlah kepadaku apa yang terjadi!”
“Harap Thi sauhiap jangan gelisah, nona So masih berada dalam
keadaan sehat walafiat, mari kita berbincang bincang di sana.”

652
Sambil berkata dia lantas mempersilahkan Thi Eng khi untuk
duduk di ruang tamu. Thi Eng khi tidak begitu percaya dengan
perkataan dari Toa koay (siluman pertama) Cia Pit. Menurut
anggapannya besar kemungkinan kalau So Bwe leng sudah
mengalami musibah, sedang apa yang dikatakan Toa koay tak lebih
hanya bermaksud untuk menghibur hatinya.
Maka begitu duduk, dia lantas bertanya lagi dengan perasaan
cemas :
“Kini adik Leng berada dimana? Harap locianpwe berdua sudi
berbicara secara terus terang.”
Ji koay (siluman kedua) Cia Suan segera tertawa.
“Nona So betul betul berada dalam keadaan sehat, cuma
kemungkinan besar Thi sauhiap tak bisa bertemu lagi dengannya.”
“Apa?” teriak Thi Eng khi dengan mata terbelalak.
“Penyakit yang diderita oleh nona So telah disembuhkan oleh
seorang tokoh sakti tapi konon dia sudah enggan berjumpa lagi
dengan sauhiap,” ucap Tia koay Cia Pit menerangkan.
Thi Eng khi segera merasa hatinya agak lega sebagian, ujarnya
kemudian dengan suara lebih tenang :
“Mengapa?”
“Aaaai.... rahasia hati nona So mana bisa diketahui orang lain?”
sahut Ji koay Cia Suan cepat, “bahkan So tua pun gagal untuk
mengetahui sebab musababnya, maka dia orang tua terpaksa
mengijinkan nona So untuk pindah dari kuil Siong gak bio ini.”
“Apakah locianpwe tahu mereka telah berpindah ke tempat
mana?”
“Tujuan dari nona So meninggalkan tempat ini adalah untuk
menghindari diri dari sauhiap tapi So tua diam diam telah
meninggalkan pesan kepadaku, silahkan sauhiap segera menyusul ke
situ.”

653
Ia lantas memberitahukan alamat baru dari Tiang pek lojin itu
kepada Thi Eng khi. Tak sempat banyak bertanya lagi, Thi Eng khi
segera mohon pamit dan berlalu dari situ. Dengan mengikuti
petunjuk dari Boan san siang koay, setelah membuang banyak
waktu dan tenaga akhirnya ia berhasil juga menemukan beberapa
buah rumah gubuk di tengah Siong san.
Thi Eng khi segera berpekik nyaring dari luar rumah, betul juga
Tiang pek lojin segera munculkan diri dari balik rumah tersebut.
Perjumpaan itu sangat mengharukan sekali, Thi Eng khi tidak
mengisahkan dahulu pengalamannya, melainkan buru buru
menanyakan keadaan dari Pek leng siancu So Bwe leng :
“So yaya! Bagaimanakah keadaan adik Leng?”
Menyaksikan kecemasan yang mencekam perasaan Thi Eng khi,
sebenarnya Tiang pek lojin ingin mengutarakan apa yang
sebenarnya terjadi, tapi diapun kuatir cucu perempuannya marah,
maka dengan wajah memerah segera sahutnya :
“Dia sangat baik, cuma setelah melawan musibah besar itu, dia
menjadi putus asa dan kecewa terhadap kehidupan keduniawian, ia
ribut ingin menjadi pendeta, sudah lohu bujuk berulang kali tapi
gagal, kemarin ia telah mencukur rambut menjadi pendeta.”
Selesai mengucapkan perkataan itu, kembali ia menghela napas
panjang, walaupun helaan napasnya panjang, padahal sama sekali
tidak mengandung nada sedih. Waktu itu pikiran Thi Eng khi sedang
kalut, tentu saja ia tak dapat menangkap nada tersebut.
Kontan saja paras mukanya berubah menjadi pucat pasi, dengan
sedih katanya lagi :
“So yaya, sebetulnya apa yang menyebabkan adik Leng
mencukur rambutnya menjadi pendeta?”
Tapi kemudian dengan setengah nada menduga ia mengumam :
“Yaa.... mungkinkah dia marah kepadaku karena tempo hari aku
tidak memikirkan keselamatan jiwanya sehingga menyebabkan dia
terluka? Tapi ...... tidak ...... tidak mungkin, hal itu merupakan

654
kerelaannya sendiri untuk berkorban demi kepentingan seluruh umat
persilatan, dia tak akan menyalahkan diriku!”
Setelah termenung sebentar, dengan kening berkerut katanya
lagi :
“Jangan jangan dia masih marah karena aku pulang agak
terlambat?”
Tapi selanjutnya dia berguman lebih jauh :
“Tidak, dia seharusnya tahu kalau aku sudah berusaha dengan
segala kemampuan yang kumiliki.”
Thi Eng khi hanya tahu bergumam sambil menduga, hal mana
membuat Tiang pek lojin So Seng pak merasa terharu sekali. Selain
itu, ada sepasang mata yang mengintip dari balik kegelapan pun
turut mengucurkan airmatanya dengan deras, hampir saja dia
membatalkan niatnya untuk melanjutkan rencana nakalnya itu.
Mendadak Thi Eng khi berkata dengan wajah serius :
“So yaya, apakah adik Leng berada di dalam ruangan, aku
hendak berjumpa muka dengannya?”
Tiang pek lojin segera menuding ke arah sebuah kuil nikou yang
berada ratusan kaki dari situ, kemudian menjawab :
“Anak Leng menjadi pendeta di dalam kuil pendeta disebelah
sana ....”
Setelah berhenti sejenak dia menambahkan,
“Tapi dia enggan untuk berjumpa dengan dirimu, sekalipun kau
kesana juga tak berguna.”
Thi Eng khi sama sekali tidak menggubris perkataan dari Tiang
pek lojin, begitu selesai mendengarkan perkataan itu, dia segera
menggerakkan tubuhnya melejit dari sana, hanya dalam beberapa
kali lompatan saja ia telah tiba di depan kuil nikou tersebut.
Menanti si anak muda itu sudah berlalu, Tiang pek lojin baru
berpaling ke dalam rumah sambil membentak :

655
“Anak Leng, telah mempermainkan anak Eng khi, bukan cuma
kau saja yang berdosa bahkan yaya pun ikut bersalah!”
Pek leng siancu So Bwe leng segera melompat keluar dari dalam
rumah, lalu dengan suara lembut dia berseru :
“Biar tahu rasa! Siapa suruh dalam hati kecilnya dia masih
mempunyai perempuan lain.”
Dengan perkataan itu maka terbongkarlah rahasia hati So Bwe
leng. Rupanya entah darimana, diapun tahu kalau Thi Eng khi
menaruh perasaan cinta kepada Ciu Tin tin, dia menjadi cemburu
sehingga berniat untuk memberi sedikit penderitaan buat si anak
muda itu.
Sampai sekarang Tiang pek lojin baru tahu kalau cucu
perempuannya adalah seorang pencemburu, tak kuasa lagi dia
berseru :
“Aaai...... aaai...... kesemuanya ini adalah kesalahan yaya yang
kelewat memanjakan dirimu!”
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah kuil nikou
tersebut .....
Sambil mengejar dari belakang, Pek leng siancu So Bwe leng
segera berseru :
“Yaya! Jika kau benar benar hendak mencampuri urusanku, anak
Leng betul betul tak akan menggubris dirimu lagi!”
Terpaksa Tiang pek lojin harus menghentikan langkahnya,
setelah menghela napas dia berkata :
“Nak, semoga kau tahu diri dan jangan berbuat kebangetan!”
Pek leng siancu So Bwe leng segera tersenyum :
“Tak usah kuatir yaya, anak Leng mengetahui hal ini ....”
Setelah mendengar perkataan tersebut, Tiang pek lojin baru
tertawa lega, bersama Pek leng siancu berangkatlah mereka menuju
ke arah kuil nikou itu. Dalam pada itu, Thi Eng khi sedang berteriak
dengan perasaan cemas di luar pintu kuil :

656
“Adik Leng! Adik Leng! Siau heng Eng khi mohon berjumpa
dengan dirimu ....”
Ia sudah berteriak beberapa kali, namun dari dalam ruangan kuil
tak kedengaran sedikit suarapun. Dalam gelisahnya Thi Eng khi
segera menuju ke depan sambil melancarkan sebuah pukulan ke
atas pintu kuil. Dengan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang,
sudah barang tentu pintu kuil tersebut tak akan tahan menerima
pukulannya.....
“Blaaammmm!” kontan saja pintu kuil tersebut terpentang lebar.
Dari dalam kuil itu terdengar seseorang menjerit kaget, kemudian
tampak bayangan manusia berkelebat lewat, dihadapannya telah
berdiri dua orang nikou setengah umur yang menghadang jalan
pergi si anak muda itu.
Tegur dengan suara dingin,
“Sauhiap, kau adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar,
mengapa begitu tak tahu diri? Tahukah kau tempat ini adalah
sebuah kuil nikou...?”
Thi Eng khi bertindak kasar hanya dikarenakan dorongan
emosinya yang meluap luap, dia tidak memikirkan soal perbedaan
antara lelaki dan wanita, apalagi tempat itu sebagai suatu kuil kaum
nikou.
Menanti jalan perginya terhadang dan kedua orang nikou itu
mulai menegur, dia baru dibikin tersipu sipu karena malu, mukanya
merah padam, sampai sekian lamanya ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Salah satu diantara nikou setengah umur itu segera menegur
sambil tertawa kering :
“Sauhiap, bila kau tiada persoalan lain, harap segera
mengundurkan diri dari sini!”
Segera Thi Eng khi berlalu, sekarang ia sudah tak punya muka
lagi untuk berdiam disitu lebih lama, tak berani mendongakkan

657
kepalanya lagi, ia segera menjejakkan kakinya dan melompat keluar
dari kuil tersebut kemudian menghela napas panjang.
Belum sampai dia berjalan mundur sejauh sepuluh langkah,
mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara teriakan
dari seorang nikou setengah umur :
“Sauhiap, harap kembali, coba lihatlah siapa yang sedang
munculkan diri ini?”
Dengan cepat Thi Eng khi membalikkan badannya, tampak
seorang nikou cilik berdiri tenang di depan pintu, seperangkat jubah
pendeta yang berwarna abu abu menutupi tubuhnya yang kecil
mungil, membuat siapapun yang memandang terasa beriba hati.
Dengan sempoyongan anak muda itu segera memburu kedepan.
Tapi nikou yang menyaru So Bwe leng itu segera membentak keras :
“Jangan mendekat!”
Thi Eng khi tertegun segera menghentikan gerakan tubuhnya,
teriaknya keras keras:
“Adik Leng!”
“Sauhiap, harap tahu diri, sebagai seorang pendeta harap kau
jangan memanggil lagi dengan nama awamku!”
Suaranya dingin, sikapnya juga dingin, membuat perasaan Thi
Eng khi yang hangat segera berubah menjadi dingin kembali, ia jadi
tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
“Kau....... kau......”
Kesedihan yang mencekam perasaan Thi Eng khi tak terlukiskan
lagi dengan kata kata. Tiang pek lojin yang bersembunyi di balik
kegelapan segera berpaling dan melotot sekejap kearah Pek leng
siancu So Bwe leng yang berada disisinya lalu menegur :
“Anak Leng, sebetulnya apa tujuanmu? Mengapa kau menyuruh
dia mengucapkan kata yang begitu kasar?”

658
“Aku sama sekali tidak suruh budak itu mengucapkan kata-kata
seperti ini,” bantah Pek leng siancu So Bwe leng cepat. Kemudian
dengan kening berkerut, dia berkata lagi dengan gemes,
“Sialan betul budak tersebut, aku pasti akan memberi pelajaran
kepadanya.”
Selesai berkata dia sudah menerjang kedepan siap memberi
pelajaran kepada penggantinya itu. Tapi tindakan tersebut segera
dicegah oleh Tiang pek lojin, katanya dengan cepat :
“Anak Leng, jangan gegabah, bayangkan sendiri keadaanmu
sekarang, apakah kau bisa menampilkan dirimu? Jalan terbaik pada
saat ini adalah dengan tenang menghadapi perubahan, nah.... inilah
pembalasan bagi perbuatan sok pintarmu itu.”
Akhirnya Pek leng siancu dapat dibujuk juga oleh kakeknya
sehingga membatalkan niatnya untuk keluar, tapi ia menjadi gemas
sekali sampai menggertak giginya berulang kali.
Setelah menegur cucu kesayangannya, dengan suara lembut
kembali Tiang pek lojin berkata :
“Nak, kau harus tenang .....! Tenang ..... kau harus tenang
menghadapi keadaan.”
Pek leng siancu So Bwe leng segera mendongakkan kepalanya
kembali memandang kearah depan. Ia menyaksikan orang yang
menggantikan dirinya itu sudah berubah sama sekali sikapnya
sebagai seorang pendeta, setelah tertawa terkekeh kekeh katanya :
“Engkoh Eng, kau menjadi marah bukan? Haaahhhh.....
haaahhhhh...... haaaahhhh...... aku hanya mengajak kau bergurau!”
Walaupun Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang yang
tidak mempersoalkan masalah kecil, tapi dia masih tahu untuk
menjaga diri, sikapnya sama sekali tidak sebrutal ini.
Kontan saja Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya, dia tidak
tahu bagaimana harus menjawab. So Bwe leng yang sembunyi di
balik kegelapan justru semakin bertambah gusar, makinya berulang
kali.

659
“Tidak tahu malu! Tidak tahu malu! Benar benar tidak tahu
malu!”
Ternyata nikou kecil itu sangat pandai bermain sandiwara,
setelah tertawa, kembali wajahnya berubah menjadi dingin seperti
es, katanya lagi :
“Kau jangan keburu senang dulu, aku bukanlah So Bwe leng yang
kau idam idamkan, So Bwe lengmu sudah mampus!”
Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi segera mendongakkan
kepalanya dan menghela napas panjang.
“Aaaai..... adik Leng, kau tak usah bersikap begitu, akupun tak
tahu sebabnya kau begitu membenciku, sekalipun dijelaskan juga
suatu tindakan yang percuma, kalau toh kau menganggap dirimu
sudah mati, siau heng hanya bisa menyimpan bayanganmu yang lalu
didalam hati. Sekarang, siau heng hendak mohon diri dulu!”
Selesai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu
dari situ. Si nikou cilik yang menyaru sebagai So Bwe leng segera
membentak keras :
“Berhenti! Coba kau amati sekali lagi siapakah aku?”
Sambil berkata, dia lantas mengusap wajahnya, seketika itu juga
paras mukanya berubah sama sekali. Kini yang muncul adalah seraut
wajah cantik yang diliputi hawa pembunuhan, sedikitpun tidak mirip
dengan wajah Pek leng siancu So Bwe leng.
Bahkan So Bwe leng asli dan Tiang pek lojin yang bersembunyi
dibalik kegelapan pun merasakan kejadian tersebut sama sekali
diluar dugaan, saking kagetnya mereka sampai tercengang,
mimpipun mereka tidak menyangka kalau orang itu adalah
seseorang yang menyaru sebagai So Bwe leng, bukan gadis yang
berwajah mirip So Bwe leng.
Dari sini dapat diketahui kalau orang itu memang datang kesitu
dengan membawa rencana busuk. Sementara mereka masih
termenung, perubahan yang terjadi di tengah arena sudah
berlangsung amat cepat.

660
Tampak Thi Eng khi maju selangkah ke depan, lalu teriaknya
keras :
“See.... sebenarnya siapakah kau? Mengapa menyaru sebagai
adik Leng untuk mempermainkan aku?”
“Terus terang kuberitahukan kepadamu, adik Leng mu telah
mampus karena penyakitnya tak terobati, oleh karena So loyacu
kuatir kau bunuh diri untuk menjaga nama maka dia sengaja
mengatur rencana ini untuk menipumu, dia minta aku mewakili nona
Leng untuk memutuskan hubungan denganmu, tapi karena aku tak
tega membiarkan kau dimaki orang sebagai manusia yang tak
berperasaan maka ....”
“Sreet! Sreet...... Sreet......! Tiga batang ranting pohon dengan
kecepatan luar biasa langsung meluncur kedepan dan mengancam
jalan darah Hian ki hiat, Jit kan hiat serta Ki bun hiat ditubuh nikou
kecil tersebut.
Menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia
menerjang keluar dari balik pohon seraya membentak,
“Anak Eng, jangan percaya dengan perkataannya itu, apa yang
dikatakan semuanya tidak betul!”
Begitu Thi Eng khi mendengar suara dari Tiang pek lojin, tanpa
berpaling lagi dia mengeluarkan ilmu Hu kong keng im untuk
berkelebat meninggalkan tempat itu, ia tidak berbicara, tidak
berpaling, pun tidak menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiang pek lojin segera melambung ketengah udara dia mengejar
kearah Thi Eng khi, berbareng itu juga pesannya kepada So Bwe
leng,
“Anak Leng, jangan lepaskan siluman perempuan itu, untuk
menjelaskan kesalahan paham dari anak Eng, kau harus
menahannya.”
Padahal sebelum Tiang pek lojin meninggalkan pesannya tadi, So
Bwe leng telah menerjang kearah nikou cilik itu dengan geramnya.
Ternyata sambitan tiga batang ranting kering yang dilepaskan Tiang
pek lojin tadi, berhubung tenaga serangannya kelewat kecil, maka

661
bukan saja tak sanggup untuk melukai nikou cilik itu malahan oleh
ayunan tangan nikou cilik itu, serangan itu berbalik meluncur kearah
So Bwe leng.
Hal mana tentu saja membuat repotnya So Bwe leng, dia harus
bersusah payah untuk menghindari diri sebelum akhirnya berhasil
meloloskan diri dari ancaman tersebut. Hawa amarah yang berkobar
di dalam dadanya waktu itu tentu saja tak terlukiskan lagi dengan
kata, kontan saja dia mencaci maki.
“Budak sialan yang pingin mampus, kau benar benar tak ingin
hidup rupanya ...”
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan kian kemari
bersama sama untuk mendesak tubuh si nikou cilik itu. So Bwe leng
sudah memperoleh kepandaian warisan keluarganya, tenaga dalam
yang dimilikinya amat sempurna, dia sudah merupakan seorang jago
yang amat menonjol diantara kaum muda.
Oleh karena itu sangat membenci nikou cilik itu, maka serangan
yang dilancarkan hampir semua ditujukan kearah tujuh buah jalan
darah kematian di tubuh nikou cilik tersebut, sedikitpun tidak
mengenal ampun.
Ternyata nikou cilik itu sama sekali tidak berusaha untuk
menghindarkan diri, ia berdiri tenang disitu dengan wajah sinis, lalu
ejeknya :
“Kau benar benar tak tahu diri.”
Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat yang memaksa tubuh So Bwe leng tergetar mundur
sejauh dua langkah lebih. So Bwe leng adalah seorang yang
berangasan walaupun dia tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki
nikou cilik itu lebih tinggi daripada kepandaiannya, tapi ia tidak
gubris tentang soal itu, tubuhnya segera merendah kemudian
mendesak kemuka, dengan menggunakan jurus Pit gwat siu hoa
(menutup rembulan bunga terkuncup malu) yang disertai tenaga
sebesar sepuluh bagian, dihantam jalan darah Jit Kan hiat diatas
dada nikou cilik itu.

662
Sedingin es paras muka nikou cilik itu, ujarnya dingin :
“Sekalipun kau ingin mati, sekarang masih belum waktunya
bagimu untuk mati, lebih baik berbaring saja disini sambil menunggu
kedatangan yayamu nanti!”
Jari tangannya bagaikan sebatang tombak yang berubah menjadi
serentetan cahaya putih, segera menembusi angin pukulan So Bwe
leng dan menotok jalan darah Cian keng hiat dibahu gadis tersebut.
So Bwe leng harus berganti sampai empat macam gerakan untuk
meloloskan diri dari ancaman itu, namun usahanya itu toh gagal, dia
tidak berhasil juga menghindarkan diri dari totokan nikou cilik itu
sehingga tubuhnya segera terhajar telak.
Dasar wataknya memang keras dan tak mau takluk kepada
orang, walaupun jalan darah ditubuh So Bwe leng sudah tertotok
namun mulutnya tak mau berhenti memaki :
“Budak anjing, budak sialan, jika kau punya keberanian, hayolah
bebaskan nyonya mudamu, mari kita bertarung sampai salah
seorang diantara kita mampus!”
Nikou cilik itu melotot sekejap kearah So Bwe leng dengan
gemes, kemudian menjawab :
“Gara gara membantumu bermain sandiwara, aku harus
mengorbankan rambutku yang indah, kalau diingat kembali sungguh
menggemaskan, hmmm! Aku harus menghadiahkan dua tamparan
kepadamu untuk melampiaskan rasa mangkel dalam hati.”
“Plooook! Plooook!” dia segera menampar pipi kiri dan pipi kanan
So Bwe leng keras keras sehingga muncullah bekas telapak tangan
yang merah membara. Selain itu juga menotok jalan darah bisunya
agar gadis itu tak mampu mendamprat lagi, hal mana tentu saja
menggusarkan So Bwe leng tapi kecuali melotot penuh kegusaran,
apalagi yang bisa dia lakukan?
Setelah menampar So Bwe leng, nikou cilik itu segera menuding
kearahnya sambil mendengus, ujarnya :

663
“Hmmm, seorang gagah tak akan bekerja sembunyi sembunyi,
aku adalah tuan putri dari istana Ban seng kiong, kali ini kuampuni
jiwamu. Jika kau hendak membalas dendam, aku akan selalu
menantikan kedatanganmu di dalam istana Ban seng kiong!”
Diiringi tertawa merdu, nikou cilik itu segera berkelebat keluar
dari ruangan kuil dan lenyap di belakang bukit sana. Ternyata nikou
cilik itu adalah seorang gadis yang dicari Huan im sin ang untuk
menggantikan Pek leng siancu menjadi seorang kiongcu dari istana
Ban seng kiong.
Oleh karena gadis itu pandai mengumpak dan lagi sangat
mencocoki selera Huan im sin ang, maka ia amat disayang oleh iblis
tua tersebut, bukan saja segenap kepandaian silat yang dimilikinya
diwariskan kepadanya, bahkan jalan darah jin meh dan tok mehnya
juga telah ditembusi. Itulah sebabnya tenaga dalam yang dimilikinya
jauh melebihi kemampuan dari So Bwe leng.
Kali ini Huan im sin ang mengutusnya untuk menyelundup ke
samping So Bwe leng, sebetulnya hanya dimaksudkan untuk
meninggalkan mata mata disitu, sungguh di luar dugaan hasil yang
kemudian berhasil diraih sama sekali diluar dugaan, hal ini boleh
dibilang merupakan hasil karya dari tindakan So Bwe leng sendiri
yang sok pintar.
Dalam pada itu, Tiang pek lojin telah mengerahkan tenaga
dalamnya sebesar dua belas bagian untuk mengejar Thi Eng khi,
walaupun tidak berhasil menyusulnya akan tetapi dia merasa yakin
akhirnya akan berhasil, sebab menurut anggapannya kendatipun
pemuda itu hebat, tak mungkin tenaga dalamnya bisa menangkan
dia.
Siapa tahu, meski sudah sekian lama hasil tetap nihil bahkan
ketika Thi Eng khi mengetahui kalau dirinya disusul terus, mendadak
ia percepat tubuhnya sehingga tampaklah serentetan asap biru
berkelebat lewat, tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
berbekas ....

664
Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Tiang pek lojin harus
menghentikan gerakan tubuhnya sambil berdiri termangu mangu,
dia tak tahu bagaimanakah perasaannya ketika itu, terpaksa dengan
perasaan uring uringan dia balik kembali.
Melihat So Bwe leng kembali menderita kerugian ditangan orang,
setelah membebaskan jalan darahnya, dia bertekad hendak
mendidik gadis ini menjadi lebih lihay lagi, maka pada hari itu juga
dikirim ketempat kediaman seorang tokoh persilatan untuk
mendalami kepandaian silat yang dimilikinya.
Semenjak terjadinya peristiwa itu, So Bwe leng juga merasa
bertobat, wataknya sama sekali berubah, dia memusatkan segenap
perhatiannya untuk melatih diri secara tekun.
Dalam pada itu, Thi Eng khi telah tiba di sebuah lembah yang
terpencil setelah berhasil meloloskan diri dari pengejaran Tiang pek
lojin, sambil duduk termenung diatas batu cadas, dia melakukan
permikiran selama tiga hari tiga malam.
Semua tugas dan kewajiban yang harus dilakukannya sepanjang
hidup dilakukan suatu pemeriksaan yang terakhir. Akhirnya dia
mengambil suatu keputusan. So Bwe leng meninggal dunia gara
garanya, maka dalam pandangannya ia tak boleh hidup sendiri di
dunia ini, bahkan semakin bertekad untuk menghabisi nyawa sendiri
sebagai penebus dosa.
Hanya saja dia merasa tugas dan kewajiban yang harus
dilaksanakan selama ini masih belum terselesaikan sehingga
mustahil bagi dirinya untuk menghabisi nyawanya pada saat ini.
Demikianlah, dia lantas bersumpah akan menghabisi jiwanya tiga
tahun kemudian, selam tiga tahun dia berusaha keras untuk
menyelesaikan beberapa persoalan, antara lain :
Pertama, mencari peta lukisan Kun eng toh yang hilang
Kedua, ia pernah melepaskan Huan im sin ang satu kali, maka
diapun bertekad hendak menaklukkan kembali iblis itu kemudian
diserahkan kepada para jago untuk dihukum mati, dengan demikian
kepercayaan orang akan pulih kembali.

665
Ketiga, membangun kembali Thian liong pay dan membawa
perguruan itu menuju ke kejayaan.
Selewatnya tiga tahun, bila segala sesuatunya dapat berjalan
lancar, maka untuk memenuhi janjinya, dia akan menghabisi nyawa
sendiri. Dalam tiga tahun ingin membangun kembali kejayaan Thian
liong pay, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Thi Eng khi
bisa berpikiran demikian berarti yag dibutuhkan sekarang adalah
menganggap satu hari sebagai dua hari, segala persoalan yang
dilaksanakan hanyalah ‘Cepat! Cepat! Cepat!’
Tanpa sangsi lagi dia meletakkan sasarannya yang paling utama
pada istana Ban seng kiong di puncak Wong soat hong di bukit Wu
san. Begitu keputusan diambil, tanpa memperdulikan lagi janjinya
dengan Bu im si hong Kian Kim siang, ia segera berangkat menuju
ke bukit Wu san.
Dengan tekad kedatangannya pasti mendatangkan hasil,
sepanjang jalan ia melanjutkan perjalanannya secara terang
terangan. Ketika tindakan itu tersiar ke telinga Huan im sin ang, baru
saja Pek leng siancu So Bwe leng gadungan melaporkan hasil yang
dicapainya.
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau kebakaran
besar itu gagal membunuh pemuda tersebut, dlaam keadaan kaget
timbullah satu ingatan keji dalam hatinya, ia segera memerintahkan
orang untuk membangun sebuah ‘sambutan hangat’ yang meriah
buat musuhnya, bila Thi Eng khi sudah datang nanti maka dia akan
dibunuh secara keji.
Walaupun Thi Eng khi telah berhasil mendapatkan ilmu Heng kian
sinkang peninggalan Thio Biau liong sehingga kelihayannya begitu
luar biasa melebihi orang lain, tapi berhubung orang lain tidak
menyangka akan taraf kepandaian dimilikinya sekarang maka
terhadap tindakannya mendatangi istana Ban seng kiong seorang
diri boleh dibilang amat memuji, tapi mereka tidak mengharapkan
suatu hasil yang besar dari kedatangannya ke sarang lawan.
Paling banter mereka cuma tertawa sambil memuji :

666
“Yaa, kalau anak muda bisa memiliki keberanian seperti itu, hal
mana memang pantas dipuji!”
Tentu saja hal itu hanya sebatas pada orang orang yang tidak
memahami tentang dirinya atau tidak menaruh perhatian
kepadanya. Padahal dilain pihak terdapat banyak orang pula yang
meras gelisah dan cemas sekali atas perbuatan yang dilakukan oleh
Thi Eng khi tersebut.
Diantaranya terdapat seseorang yang paling istimewa, dia
dengan seribu macam alasannya berusaha mendahului Thi Eng khi
untuk tiba lebih dahulu di istana Ban seng kiong.
Dengan gerakan tubuh yang paling cepat, dia berjalan menelusuri
semak belukar menghindari penghadangan penghadangan yang
dipersiapkan Huan im sin ang dan muncul di depan pintu gerbang
istana Ban seng kiong yang sudah dihiasi dengan rapi itu.
Kemunculannya ibarat malaikat yang turun dari kahyangan,
ternyata dari delapan belas orang lelaki berbaju hijau yang berdiri
kedua belah sisi pintu gerbang Ban seng kiong tak seorangpun yang
tahu ia datang dari arah mana.
Orang itu sama sekali tidak menggubris kedelapan belas orang
lelaki berbaju hijau itu, dia masih berlagak seakan akan tidak tahu.
Sebaliknya kedelapan belas orang lelaki itupun tetap berdiri tegak di
tempat semula bagaikan sebuah patung, tak seorangpun diantara
mereka yang menghalangi perjalanannya.
Di balik pintu merupakan sebuah tanah lapang kecil, berdiri
ditengah arena dia berseru lantang :
“Siauceng Huang oh, mohon berjumpa dengan Huan im sin ang!”
Suaranya keras dan lantang, menembusi pintu yang berlapis dan
bergema disisi telinga Huan im sin ang. Baru saja dia selesai
berkata, dari ruangan disisi kanan gedung istana muncul dua orang
pemuda berbaju hijau, dengan gerakan tubuh yang cekatan mereka
melompat kedepan dan menghadang dihadapan Huang oh siansu.

667
Jangan dilihat potongan badan mereka halus lembut seperti anak
sekolah, ternyata ucapannya kasar sekali. Terdengar pemuda
tampan yang ada disebelah kiri segera membentak nyaring :
“Istana kami tidak berjodoh dengan kaum pendeta atau hwesio,
hei, kepala gundul lebih baik kau segera enyah dari hadapan sauya!”
“Omitohud” seru Huang oh siansu, “Sauhiap menitahkan siauceng
keluar dari sini, apakah tidak takut ditegur oleh sancu?”
“Hei, hwesio! Kau manusia macam apa? Tak mungkin Sancu akan
bersikap hormat terhadap manusia macam kau ....” pemuda yang
berada disebelah kanan meraung gusar.
Belum habis dia berkata, mendadak dari dalam istana terdengar
seorang gadis berseru nyaring :
“Cho yu ji tong (dua bocah kiri kanan), jangan kurang ajar!”
Menyusul kemudian sesosok bayangan manusia berbaju hijau
melayang keluar dari dalam ruangan istana dan melayang turun
dihadapan Huang oh siansu, kemudian sambil mengulapkan kedua
tangannya kepada dua orang pemuda tampan itu, serunya :
“Enyah kalian berdua dari sini!”
Tampaknya kedua orang pemuda tampan itu merasa takut sekali
dengan gadis berbaju hijau itu, dengan hormat dia segera
mengiakan :
“Baik!”
Dengan cepat mereka mengundurkan diri dari tempat itu.
Sepeninggal mereka berdua, gadis berbaju hijau itu baru berkata
kepada Huang oh siansu :
“Sancu mempersilahkan siansu masuk.”
Huan im sin ang tidak muncul untuk menyambut sendiri
kedatangannya, otomatis Huang oh siansu lah yang diminta untuk
masuk kedalam istana guna menjumpainya. Sebagai seorang
pendeta, Huang oh siansu tidak terlalu memperdulikan kepongahan
Huan im sin ang, sambil tertawa segera sahutnya :
“Silahkan nona!”

668
Dengan mengikuti dibelakang gadis berbaju hijau itu, Huang oh
siansu masuk kedalam istana Ban seng kiong, ia saksikan Huan im
sin ang sedang duduk dikursi utama dengan sikap yang pongah,
ternyata ia sama sekali tidak menggerakkan tubuhnya meski melihat
Huang oh siansu berjalan masuk ke dalam.
Hanya tegurnya dengan dingin :
“Hei hwesio, ada urusan apa kau datang mencari diriku?”
Huan im sin ang memang telah berhasil menyelidiki kalau Huang
oh siansu tinggal di utara puncak Huang soat hong, oleh karena dia
pernah menolong jiwa Thi Eng khi dan sanggup memunahkan
pengaruh Jit sat cinya, maka semenjak semula dia telah
menganggapnya sebagai salah seorang musuhnya.
Walaupun begitu, hingga sekarang dia masih belum mengetahui
siapa gerangan Huang oh siansu yang sebenarnya. Sikap Huang oh
siansu amat tenang, katanya pelan :
“Sudah lama aku mendengar kalau siauseng memiliki ilmu Jit sat
hiam im sinkang yang sangat lihay, oleh karena itu, sengaja
siauceng datang kemari untuk meminta petunjukmu!”
Huan im sin ang sama sekali tidak menyangka kalau hwesio itu
mengetahui banyak tentang dirinya, sedikit banyak terperanjat juga
hatinya setelah mendengar ucapan itu. Tapi air mukanya sama sekali
tidak berubah, hanya katanya dengan suara dingin:
“Hwesio, kalau toh kau mengetahui tentang ilmu Jit sat hian im
singkang, tentunya kau juga tahu akan kelihayannya, yakinkah kau
dengan kepandaian silat yang kau miliki itu sanggup untuk melawan
lohu?”
Huang oh siansu masih tetap tertawa, jawabnya :
“Siauceng hendak mencoba untuk melawan kepandaian sakti sin
ang dengan ilmu sian thian bu khek ji gi sin kang, sanggup atau
tidak, siauceng tak berani sembarangan menduga.”
“Ooh, kau adalah anggota Thian liong pay?” seru Huan im sin ang
dengan wajah tertegun.

669
Huang oh siansu memang datang dengan suatu tujuan tertentu,
maka diapun tidak bersikap rahasia terhadap lawannya, dengan
berterus terang sahutnya :
“Siauceng bernama Thi Tiong giok, tentunya sin ang tak akan
merasa asing dengan nama ini bukan?”
Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah seorang jago kenamaan dari
dunia persilatan, sekalipun masa berkelananya dalam dunia
persilatan amat singkat, namun namanya amat termashur, bahkan
jauh lebih terkenal daripada sekawanan ciangbunjin dari dunia
persilatan lainnya.
Yang dikatakan manusia punya nama pohon punya bayangan
seketika itu juga suasana dalam ruangan istana itu menjadi gempar,
seruan tertahan bergema dari sana sini. Huan im sin ang sendiri juga
nampak agak tertegun tapi dengan cepat ia dapat mengendalikan
diri kembali, dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak untuk menutupi kegugupannya sendiri.
“Ooh... rupanya kau adalah Lan ih cu tok Thi tayhiap yang amat
termashur itu, maaf..... maaf....”
Walaupun ucapannya amat sungkan, tapi sama sekali tidak
mempersilahkan tamunya untuk duduk, dia membiarkan Huang oh
siansu tetap berada di tengah ruangan. Huang oh siansu sendiri
bertujuan untuk membereskan Huan im sin ang kalau bisa sebelum
kedatangan Thi Eng khi disitu, agar apa yang diharapkan bisa
tercapai, maka diapun tidak terlalu memperdulikan sikap Huan im sin
ang yang tak tahu sopan itu, hanya katanya :
“Apakah sin ang bersedia memberi petunjuk?”
Huan im sin ang yang licik segera tersenyum simpul, sahutnya
cepat :
“Aaah, mana! Mana...!”
Ucapannya tiada berarti, hal tersebut sama artinya dengan tidak
berbicara, sementara sepasang mata iblisnya dialihkan kewajah
seorang kakek bermuka hitam yang berada disisi kanannya.

670
Sekalipun dia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun kakek
itu segera melompat kedepan, kemudian serunya kepada Huang oh
siansu :
“Sin ang adalah seorang sancu yang sangat terhormat, ia tak
bakal sudi untuk bertarung melawan seorang hwesio liar macam
kau, bila kau bersikeras ingin bertarung, lohu bersedia memberi
petunjuk satu dua jurus serangan kepadamu.”
Nadanya sombong dan sikapnya sangat tekebur. Huang oh siansu
memperhatikan kakek berbaju hitam itu sekejap kemudian katanya :
“Sudah lama siauceng mendengar akan nama besar Im hong kui
jiu (tangan setan angin dingin) Thio tayhiap, sungguh beruntung
hari ini bisa mendapat kesempatan untuk memperoleh petunjuk,
silahkan!”
Tubuhnya yang berdiri ditengah arena mendadak melambung
tiga depa ketengah udara kemudian setelah satu lingkaran, pelan
pelan dia melayang keluar menuju ketengah lapangan diluar ruang
istana.
Kalau dibilang, gerakan itu sederhana sekali, tapi cukup
menggetarkan perasaan setiap orang, kontan saja paras muka
semua orang berubah sangat hebat. Perlu diketahui ilmu
meringankan tubuh memang dikuasai setiap orang, tapi bukan
semua orang bisa melakukan gerakan melambung dengan begitu
pelan ditengah udara, bila seseorang tidak memiliki ilmu yang maha
dahsyat, jangan harap hal mana bisa dilakukan.
Kawanan jago golongan hitam yang berada dalam ruangan
kontan saja menjadi amat terperanjat, mereka tidak menyangka
kalau musuhnya berilmu begitu lihay. Terutama sekali Im hong kui
jiu Thio Put cay, hatinya dingin separuh lebih dulu, dia tahu kalau
kepandaian silat yang dimilikinya masih terpaut jauh bila
dibandingkan dengan Huang oh siansu.
Maka ia tak berani mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya,
dengan suatu lompatan biasa dia turut keluar dari ruangan istana.
Huang oh siansu bukan orang bodoh, ia sudah memahami maksud

671
hati dari Huan im sin ang, agaknya dia sendiri tidak berniat untuk
bertarung dengannya, maka dia hendak menggunakan jiwa anak
buahnya untuk menggantikan kedudukannya.
Jelas andaikata hal itu sampai terjadi, maka tujuan yang telah
disusunnya selama ini akan terbengkalai, hal mana berarti amat
tidak menguntungkan bagi dirinya. Seketika itu juga dia menyusun
satu rencana baru untuk menanggulangi keadaan tersebut.
Perlu diketahui, dimasa lalu Lan ih cu tok Thi Tiong giok adalah
seorang pemuda yang gagah perkasa, walaupun sudah menjadi
hwesio namun selama ini diapun harus memikirkan soal keselamatan
Ciu Tin tin dengan ibunya, betul iapun mendalami ilmu agama
Buddha, namun pikirannya belum dapat melepaskan sama sekali
dengan soal keduniawian.
Sudah barang tentu dia tak ingin melakukan suatu pengorbanan
yang tak berguna. Maka ia tak ingin bertarung didalam ruang istana,
dia berusaha untuk mencari kesempatan agar bisa bertarung
langsung dengan Huan im sin ang.
Dengan berhasilnya memancing keluar Im hong kui jiu Thio Put
cay dari dalam ruangan, sudah barang tentu dia berhasil pula
memancing Huan im sin ang serta begundalnya keluar pula dari
dalam ruangan.
Ketika Huan im sin ang menyaksikan jumlah anak buahnya yang
hadir di arena amat banyak, dimana setiap saat dia dapat
membunuh hwesio itu kalau mau maka diapun tidak memperoleh hal
mana didalam hati, otomatis diapun tak sampai membayangkan
rencana yang sedang disusun oleh Huang oh siansu.
Sebelum pertarungan dilangsungkan, baik Huang oh siansu
maupun Im hong kui jiu Thio Put cay memperhatikan sekejap posisi
lawannya, kemudian tanpa sungkan lagi dia berseru :
“Silahkan!”
Kemudian pendeta itu sama sekali tidak berkutik, dia hanya
mengawasi wajah Im hong kui jiu Thio Put cay tanpa berkedip,

672
sedang dalam hatinya segera menyusun satu rencana, dia ingin
mengalahkan musuhnya dalam satu gerakan, kemudian
menggunakan kesempatan dikala semua orang sedang tertegun dia
akan menerjang langsung kearah Huan im sin ang.
Im hong kui jiu Thio Put cay sesungguhnya adalah seorang
manusia yang sudah banyak tahun melakukan kejahatan di dalam
dunia persilatan, diapun tanpa sungkan sungkan segera berseru :
“Maaf ....!”
Tangan kirinya segera menyambar ke depan, cakar setannya
yang direntangkan lebar lebar langsung menyambar ke depan
dengan dahsyatnya. Siapa tahu belum sampai ancaman itu mencapai
tengah jalan, ia sudah merasakan pergelangan tangannya menjadi
kaku, tahu-tahu lengannya telah terjatuh pula ke tangan Huang oh
siansu.
Belum sempat Im hong kui jiu Thio Put cay melakukan sesuatu
tindakan, kembali tubuhnya sudah diangkat oleh Huang oh siansu
dan dilemparkan ke tubuh Huan im sin ang. Bersamaan itu pula
Huang oh siansu dengan gerakan Ji im sui heng langsung menyusul
pula kearah depan tubuh iblis tua tersebut.
Tubuh Im hong kui jiu Thio Put cay bergerak didepan sementara
tubuh Huang oh siansu mengikuti dari belakang, tapi lantaran
gerakan tubuhnya kelewat cepat, orang lain hanya merasakan
bayangan tubuh Huang oh siansu tahu tahu lenyap tak berbekas, ia
tidak tahu jika pendeta tersebut sebenarnya membuntuti di belakang
Im hong kui jiu.
Huan im sin ang sendiri, walaupun dia sempat menyaksikan
Huang oh siansu mengikuti dibelakang tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sambil menerjang ke depan, tapi ia tidak mengetahui apakah
yang menjadi maksud tujuan dari Huang oh siansu.
Maka dari itu, terpaksa dia harus mengayunkan telapak
tangannya lebih dulu untuk menghajar tubuh Im hong kui jiu Thio
Put cay sampai mencelat mampus ke tanah. Setelah itu sambil
berkelit ke samping dia baru mengejek sambil tertawa seram :

673
“Benarkah kau bersikeras hendak mencari lohu untuk bertarung?”
Huang oh siansu berhenti kurang lebih lima kaki di depan tubuh
Huan im sin ang, dalam jarak sedekat ini berbicara untuk jago jago
lihay seperti Huang oh siansu maupun Huan im sin ang, tak mungkin
akan membiarkan orang ketiga untuk turut serta dalam pertarungan
ini.
Sudah barang tentu Huan im sin ang tak dapat menunjukkan
kelemahannya di hadapan para anak buahnya dan menolak untuk
bertarung melawan Huang oh siansu.
Sementara itu Huang oh siansu tidak sungkan sungkan lagi,
tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya
segera dihimpun mencapai sepuluh bagian setelah itu dengan wajah
serius dia berkata :
“Sin ang, bila kau merasa tak sanggup untuk memberi
perlawanan, tentu saja siauceng akan sudahi persoalan sampai disini
saja!”
Kena dipegang dengan kata kata oleh musuhnya, terpaksa Huan
im sin ang harus tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhh..... haaahhhhh..... haaahhhhh...... kalau toh siansu
berhasrat besar, tentu saja lohu tak akan membuatmu kecewa,
marilah lohu akan memberi beberapa petunjuk kepadamu!”
Setelah itu kepada para jago lainnya, dia mengulapkan
tangannya seraya berkata :
“Kalian semua mundurlah sejauh lima kaki dan saksikan
pertarungan ini dengan tenang tenang bila ada yang berani ikut
serta dalam pertarungan ini, akan dihukum dia dengan hukuman
mati.”
Untuk memperlihatkan gengsi sendiri, mau tak mau terpaksa ia
mesti bersikap demikian. Sudah barang tentu hal ini pun disebabkan
karena dia yakin bisa menangkan Huang oh siansu. Kemudian Huan
im sin ang berkata lagi kepada Huang oh siansu.

674
“Siansu, kau hendak menggunakan senjata apa?”
“Pinceng akan menggunakan sepasang telapak tangan ini saja,”
sahut Huang oh siansu sambil mempelihatkan sepasang tangannya.
“Kalau begitu, kita bertarung untuk saling beradu tenaga dalam,
ataukah hendak beradu jurus serangan?”
“Semuanya digunakan dan kita boleh pergunakan semua
kemampuan yang dimiliki!”
Dari ancaman tersebut, setiap orang dapat menarik kesimpulan
bahwasanya Huang oh siansu memang bertekad untuk bertarung
sampai titik penghabisan. Walaupun Huan im sin ang tak pernah
memandang sebelah matapun terhadap orang lain, dalam keadaan
demikian, mengerut juga keningnya, ia lantas berseru :
“Siansu, apakah antara kau dengan lohu mempunyai dendam
sakit hati sedalam samudera?”
“Demi melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan, mengapa
harus mempunyai dendam sakit hati lebih dulu baru bertarung?”
Ambisi Huan im sin ang memang menguasai seluruh dunia
persilatan, tentu saja ia enggan untuk beradu jiwa dengan Huang oh
siansu, sebab entah menang atau kalah, baginya tindakan tersebut
merupakan suatu tindakan yang tidak cerdas.
Sorot matanya segera dialihkan ke sekeliling tempat itu dengan
harapan bisa mengalihkan sasaran Huang oh siansu kesasaran
lainnya. Tapi Huang oh siansu yang datang dengan tujuan mengajak
musuhnya bertarung sampai titik penghabisan, sudah barang tentu
tak ingin memberi kesempatan bagi Huan im sin ang untuk
mengembangkan permainan busuk lainnya.
Diapun kuatir bila terlalu mengulur waktu maka akibatnya bisa
terjadi hal hal yang tak diinginkan sehingga rencananya gagal total
maka tanpa memperdulikan soal tata kesopanan lagi, dia segera
melontarkan sebuah pukulan sambil berseru :
“Maaf, pinceng akan melancarkan serangan lebih dahulu!”

675
Dia melakukan suatu dorongan yang enteng dan pelan, tiada
hembusan angin dan tiada sesuatu keistimewaan, semua orang tidak
dapat menyaksikan dimanakah letak kelihayannya. Tapi Huan im sin
ang justru merasa terkejut sekali, untuk menyimpan tenaga, dia tak
ingin melakukan serangan serangan yang bersifat adu kekerasan.
Maka seraya berkelit dari ancaman tersebut, cakar mautnya segera
diayunkan kemuka mencengkeram bahu Huang oh siansu.
Dia tidak berniat beradu tenaga maka ia berharap bisa
menangkan Huang oh siansu dengan jurus serangannya.
Pertarungan semacam ini akan lebih menguntungkan baginya,
karena sekalipun berlangsung ratusan jurus juga tak sampai
merusak kekuatannya, asal beristirahat sebentar saja dia masih
mempunyai cukup modal untuk menghadapi kehadiran Thi Eng khi.
Huang oh siansu yang kena didesak, terpaksa harus
menggetarkan sepasang telapak tangannya, kemudian menyambut
datangnya serangan lawan dengan ilmu pukulan Thian liong ciang.
Kedua orang itu sama sama mengandalkan jurus serangan yang
cepat untuk saling bertarung dalam waktu singkat lima puluh
gebrakan sudah lewat. Mendadak Huang oh siansu merubah
permainan pukulannya, kini telapak tangannya bagaikan sebatang
golok dengan serangan kilat yang berantai secara beruntun
melancarkan sembilan buah serangan dahsyat.
Kesembilan buah serangan itu dilancarkan secara beruntun dan
sukar diduga arah tujuannya, seketika itu juga seluruh angkasa
diliputi oleh bayangan telapak tangan yang menguasai tiga puluh
enam buah jalan darah penting diseluruh tubuh Huan im sin ang.
Berada dalam keadaan begitu, asalkan Huan im sin ang berani
cabangkan sedikit pikirannya saja, niscaya sebuah pukulan dahsyat
itu akan merenggut nyawanya. Huan im sin ang memang seorang
jago yang sangat lihay, melihat datangnya ancaman yang begitu
dahsyat dari musuhnya, dengan suatu gerakan yang lincah dia
bergerak kesana kemari berusaha untuk menghindarkan diri dari
kedelapan buah serangan itu.

676
Tapi dia hanya sempat meloloskan diri dari kedelapan buah
pukulan itu, pada serangan yang terakhir, dalam keadaan terdesak
terpaksa dia harus menyambut pukulan itu dengan keras melawan
keras.
Akibatnya Huang oh siansu tergetar muncur sejauh dua langkah,
jarak dengan lawannya pun selisih lima depa lebih. Sedangkan Huan
im sin ang juga tergetar mundur sejauh dua langkah, tapi dia hanya
mundur sejauh empat depa lima inci saja. Dari selisih lima inci
tersebut dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimiliki Huan im
sin ang masih memiliki kemampuan Huang oh siansu.
Dalam pandangan seorang ahli persilatan dari bentrokan
kekerasan itu bisa ditarik kesimpulan bahwa Huan im sin ang
berhasil meraih kemenangan....
Tapi berhubung Huang oh siansu telah bertekad untuk mengadu
jiwa, maka didalam pengaruh, dia malah justru tampak lebih
berwibawa dan mengerikan.
Pertarungan antara jago jago lihay, selamanya memang
dilangsungkan dengan suatu kecepatan yang tak dapat dilukiskan
dengan kata kata, tentu saja kawanan jago biasapun tak dapat
mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas. Semua orang
hanya merasa ada dua gulungan bayangan manusia saling berpisah,
lalu bergerak maju kembali, siapapun tak sempat melihat kalau
kedua orang itu telah melangsungkan suatu pertarungan adu
kekerasan.
Begitulah, pertarungan kembali berkobar dengan sengitnya
antara kedua orang itu, bayangan manusia saling menyambar dan
untuk sesaat sulit buat orang lain untuk membedakan mana yang
Huan im sin ang dan mana pula yang Huang oh siansu.
Pukulan demi pukulan yang dilepaskan dengan penuh tenaga
segera menimbulkan pula pusaran angin berpusing yang maha
dahsyat disekeliling arena, hal mana memaksa para penonton
terpaksa harus mundur sejauh beberapa kaki dari tempat semula.

677
Dalam pada itu, dari bawah kaki bukit barusan telah dilepaskan
tanda rahasia berwarna merah, hal itu menandakan kalau Thi Eng
khi sudah bergerak naik gunung. Tapi pada waktu itu tak ada orang
yang memperhatikan tanda rahasia tersebut, karena sorot mata
semua orang telah terhisap oleh jalannya pertarungan yang sedang
berlangsung di tengah arena. Thi Eng khi dengan suatu gerakan
tubuh yang sangat cepat bergerak terus keatas bukit....
Ketika dia menjumpai bayangan manusia yang sedang bertarung
di tengah arena hampir saja jantungnya melompat keluar dari
dadanya karena terperanjat. Dengan kemampuan yang dimiliki Thi
Eng khi sekarang, hanya didalam sekilas pandangan saja, dia sudah
tahu betapa berbahayanya situasi pertarungan yang sedang
berlangsung sekarang.
Sekalipun Huan im sin ang tidak berhasrat untuk beradu jiwa,
tapi setelah dipaksa oleh Huang oh siansu dalam suatu pertarungan
adu jiwa, mau tak mau terpaksa dia harus melakukan perlawanan
pula dengan sepenuh tenaga.
Pertarungan semacam ini bila dibiarkan berlangsung terus maka
entah siapa yang menang dan siapa yang kalah, akhirnya kedua
belah pihak pasti akan menderita kerugian yang hampir sama saja.
Apalagi dalam pandangan Thi Eng khi, dia bisa melihat kalau ilmu
silat dan tenaga dalam yang dimiliki oleh Huang oh siansu masih
kalah setingkat bila dibandingkan dengan kemampuan Huan im sin
ang. Kelebihan yang sedikit saja bagi seorang jago lihay, kadangkala
justru menentukan kemenangan pula bagi pihaknya.
Sudah barang tentu Thi Eng khi juga sudah melihat kalau Huang
oh siansu bertarung dengan tekad harus berhasil meraih
kemenangan. Mendadak bayangan manusia yang sedang saling
bergumul itu berpisah satu sama lainnya. Mereka telah saling beradu
kekuatan sekali dan masing masing pihak mundur sejauh tiga
langkah.

678
Thi Eng khi segera melompat masuk ketengah arena, kemudian
teriaknya keras keras :
“Tunggu sebentar!”
Huang oh siansu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada
Thi Eng khi untuk berbicara lebih lanjut, ujung bajunya cepat cepat
dikibaskan kearah Thi Eng khi, kemudian bentaknya keras keras :
“Mundur! Bila kau berani mencampuri urusan ini berarti kau
adalah seorang anak yang tidak berbakti!”
Thi Eng khi berpekik sedih, menggunakan kesempatan itu dia
segera melompat mundur ke belakang. Dengan cepat Huan im sin
ang dan Huang oh siansu terlibat kembali dalam suatu pertarungan
yang seru.
Setelah kena digetar mundur oleh Huang oh siansu tadi, Thi Eng
khi dapat menyaksikan pula sorot matanya yang tegas tapi penuh
kasih sayang itu, tak terlukiskan lagi perasaan sedih yang mencekam
perasaannya sekarang.
Dia tahu sekalipun dia pertaruhkan sebutan ‘anak tak berbakti’
dengan terjun kedalam arena, belum tentu persoalan tersebut bisa
diselesaikan dengan baik. Diapun cukup memahami akibat dari
keturutcampurannya dalam pertarungan itu, hal mana akan sama
artinya dengan dia membunuh ayahnya sendiri, karena Huang oh
siansu pasti akan tak akan memaafkan perbuatannya dan bunuh diri.
Sebab hal ini mempengaruhi nama baik Thian liong bun,
mempengaruhi nama baik keluarga Thi. Hmmm!
Dalam tubuh Thi Eng khi mengalir darah dari keluarga Thi,
mengenakan pakaian dandanan Thian liong pay, bila dia yang harus
menghadapi keadaan yang sama, niscaya diapun akan melakukan
pikiran dan tindakan yang sama pula.
Perasaannya pada saat ini benar benar amat sakit, dia merasa
bagaikan ada beribu ribu batang anak panah yang menembusi
dadanya tapi ia masih tetap berusaha untuk menahan diri,

679
mendadak pandangan matanya menjadi gelap dan hampir saja
tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
“Adik Eng!”
Jilid 21
Mendadak sebuah tangan yang putih halus memayang tubuh Thi
Eng khi. Entah sedari kapan ternyata Ciu Tin tin telah berdiri
dibelakang tubuhnya.
Sementara Thi Eng khi hampir jatuh pingsan karena murung dan
sedihnya, di tengah arena telah berkumandang dua kali suara
dengusan tertahan, kemudian bayangan manusia saling berpisah
dan seorang roboh kesebelah kiri yang lain roboh kesebelah kanan.
Ternyata Huang oh siansu yang menyaksikan Thi Eng khi telah
menyerbu ke dalam istana Ban seng kiong, dia segera bertekad
untuk menyelesaikan pertarungan itu secepat mungkin. Maka tanpa
memikirkan lagi, Huang oh siansu segera mengerahkan tenaga
dalamnya untuk menyerang dengan tenaga sebagian, dia mainkan
jurus Sin liong pay wi (naga sakti menggoyangkan ekor), didalam
jurus serangan tersebut dia sengaja memperlihatkan sebuah titik
kelemahannya untuk memancing serangan Huan im sin ang untuk
menghajar tulang bahu kirinya.
Ketika Huan im sin ang berhasil menyarangkan serangannya
ketubuh lawan sebenarnya dia sedang merasa girang, siapa tahu
justru pada saat itulah Huang oh siansu telah mempersiapkan
tangan kanannya yang telah disertai tenaga dalam sebesar dua belas
bagian.
Kemudian dengan suatu gerakan yang datang dari suatu sudut
yang tak terduga, dengan jurus Sin liong pay wi (naga sakti
menggoyangkan ekor) dia hantam punggung Huan im sin ang keras
keras.

680
Dengan tekad bertarung sampai titik penghabisan, akhirnya
Huang oh siansu berhasil juga menghajar Huan im sin ang sampai
terluka parah, hal ini boleh apa yang diharapkan pun berhasil
dicapai.
Thi Eng khi berdua segera menjerit kaget serentak mereka
melompat ketengah arena untuk memberi pertolongan.
“Empek Thi!” Ciu Tin tin berteriak keras sambil menyusul
ketengah arena.
Thi Eng khi segera berjongkok untuk memeriksa denyutan nadi
Huang oh siansu, kemudian sambil menghembuskan napas panjang,
katanya :
“Ayah, keselamatan jiwamu tidak membahayakan!”
Sekulum senyuman getir segera menghiasi wajah Huang oh
siansu, katanya cepat :
“Aku ingin tahu bagaimana dengan keadaan Huan im sin ang?”
Thi Eng khi segera memeriksa pula denyutan nadi Huan im sin
ang, setelah itu sahutnya:
“Sekalipun Huan im sin ang tak sampai tewas namun tenaga
dalamnya akan berkurang sebanyak lima enam bagian, dia sudah tak
dapat melakukan kejahatan lagi dalam dunia persilatan.”
Huang oh siansu segera berpaling kearah Ciu Tin tin, lalu sambil
menyuruh mereka berjalan mendekat, katanya :
“Kalian harus baik baik hidup bersama!”
Dari ucapan tersebut, Thi Eng khi segera mendapat suatu firasat
jelek, buru buru serunya :
“Ayah, kau..... kau....”
Huang oh siansu tertawa pedih, mendadak dia berbisik :
“Saudara Cu giok, kedatangan siaute terlalu lambat.”
Kemudian berkata lagi :
“Nak, kalian harus baik baik menjaga diri.”

681
Mendadak kepalanya terkulai, dia telah memutuskan nadi sendiri
dan mati. Thi Eng khi segera menubruk keatas jenasah ayahnya dan
menangis tersedu sedu. Ciu Tin tin juga merasa amat sedih, namun
demi keselamatan Thi Eng khi dia tak berani bertindak gegabah,
sambil meloloskan pedangnya dia bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
Dalam pada itu, kawanan iblis dari Ban seng kiong yang
menyaksikan ketua mereka terluka parah, suasana menjadi gempar,
serentak mereka menyebarkan diri dan mengurung Thi Eng khi dan
Ciu Tin tin rapat rapat.
Empat orang dayang cantik berbaju hijau segera muncul kearena
dan menggotong Huan im sin ang masuk kedalam istana. Dalam
pada itu, Thi Eng khi telah berhenti menangis, mendadak dia
melompat bangun, lalu dengan wajah memerah mata melotot
bagaikan orang gila, dia kebaskan sepasang tangannya seraya
membentak :
“Enyah kalian semua dari sini!”
Dalam gusarnya ternyata dia telah mengerahkan ilmu sakti Heng
kian sinkangnya mencapai pada puncaknya. Tampaklah segulung
angin berpusing yang amat dahsyat bergulung keluar dan memancar
keluar keempat penjuru.
Dalam waktu singkat kawanan jago yang berdiri disekitar arena
segera tersapu oleh serangan dahsyat itu sehingga tunggang
langgang dan terdesak mundur sejauh berapa kaki. Demontrasi
kelihayan yang dilakukan oleh si anak muda itu kontan membuat
suasana di sekeliling tempat itu menjadi sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, mereka semua seolah olah dibuat
terperana oleh kelihayan lawannya.
Pada saat itulah dari luar pintu gerbang mendadak meluncur
masuk tiga sosok bayangan manusia. Salah satu diantaranya tak lain
adalah Kiongcu dari istana Ban seng kiong yang pernah berada di
samping Pek leng siancu So Bwe leng dan menyaru sebagai
penggantinya.

682
Sedangkan dua orang lainnya pun pernah dijumpai Thi Eng khi
sebelum kejadian ini. Ternyata mereka adalah dua orang yang
pernah dijumpai Thi Eng khi sewaktu dia lolos dari kuil yang dibakar
dan berlarian dalam lorong rahasia bawah tanah itu. Sebab tak lain
adalah si kakek berwajah putih berjubah hijau serta si perempuan
yang cantik jelita.
Begitu Kiongcu dari istana Ban seng kiong munculkan diri,
suasana di arena menjadi sangat ramai, pelbagai seruan bergema
memenuhi seluruh ruangan :
“Bagus ..... untung saja Kiongcu telah datang.... kita tenang dulu,
nantikan perintah dari Kiongcu!”
Dengan cepat Kiongcu dari istana Ban seng kiong itu
mengebaskan ujung bajunya, kemudian berkata :
“Disini tidak membutuhkan kalian lagi, sekarang juga kalian boleh
kembali ke tempat masing masing, bila ada persoalan kami akan
mengumumkannya nanti.”
Diantara kawanan iblis itu segera terdengar seseorang berseru
keras :
“Sancu telah terluka parah, Kiongcu kau tak boleh melepaskan
merek pergi!”
“Siapa suruh kalian banyak mulut?” hardik Kiongcu dari Ban seng
kiong dengan wajah dingin, “hayo cepat pergi semua dari sini.”
Dalam waktu singkat kawanan jago itu segera mengundurkan diri
dari dalam ruangan istana. Dalam waktu singkat didalam ruangan itu
tinggal delapan orang kakek yang tidak mau menuruti perintah dari
Kiongcu nya, mereka masih tetap berdiri ditempat semula dengan
wajah tidak puas.
Ban seng kiongcu yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa
dingin tapi diapun tidak menggubris mereka, dengan langkah yang
lemah gemulai dia berjalan ke hadapan Thi Eng khi. Kemudian
setelah melirik sekejap kearah Ciu Tin tin, katanya sambil menghela
napas panjang :

683
“Tampak kematian dari Pek leng siancu So Bwe leng hanya suatu
kematian yang sia sia belaka!”
Oleh karena Ciu Tin tin tidak tahu kalau Thi Eng khi pernah
berjanji akan menyusul So Bwe leng ke alam baka, untuk sesaat dia
menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia
mengerling sekejap ke wajah pemuda itu.
Tampak sorot mata Thi Eng khi sangat tidak tenang, dia pun tak
berani menatap langsung wajah Ban seng kiongcu tersebut.
Sementara ia masih keheranan, tiba tiba terdengar Ban seng kiongcu
berkata lagi dengan wajah iba :
“Aku benar benar turut merasa kasihan kepadamu, bukan saja
melanggar perintah ayahmu juga melanggar permintaan isterimu
....”
Kemudian dengan wajah serius katanya lebih jauh :
“Hari ini aku tak akan menyusahkan dirimu, pergilah! Apakah kau
seorang enghiong atau seorang cecunguk, kita saksikan saja
dikemudian hari .....”
Benarkah Ban seng kiongcu berbaik hati dengan melepaskan Thi
Eng khi dengan begitu saja? Tidak, sesungguhnya dia merasa kuatir
sekali dengan kepandaian silat yang dimiliki Thi Eng khi, oleh karena
itu, dia ingin mempergunakan akalnya yang licik untuk menyudutkan
si anak muda itu ke suatu jalan kematian sendiri.
Beberapa patah kata yang diucapkan olehnya tadi mungkin tak
akan menimbulkan kesan apa apa bagi pendengaran orang lain, tapi
bagi pendengaran Thi Eng khi justru jauh lebih memedihkan hatinya
daripada membunuhnya sekaligus.
Ucapan tersebut artinya sama dengan memaki dia tak berbakti
kepada ayah, tak berbakti kepada sahabat, buat apa kau hidup terus
di dunia ini? Lebih baik mati saja.
Thi Eng khi yang mendengar perkataan semacam itu benar benar
merasa malu sekali tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera

684
membopong jenasah Huang oh siansu dan tanpa menyapa Ciu Tin
tin lagi, tiba tiba saja membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Waktu itu Ciu Tin tin sedang memikirkan arti dari ucapan Ban
seng kiongcu tersebut, ketika ia berpaling tahu tahu Thi Eng khi
telah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula. Buru buru
dia lantas berseru :
“Adik Eng, tunggu aku sebentar!”
Bagai sambaran petir cepatnya, dia segera menyusul dari
belakangnya. Walaupun Ciu Tin tin hanya sebentar saja mengikuti
Sim ji sinni untuk memperdalam ilmunya, tapi berhubung Thi Tiong
giok telah membantunya dengan pelbagai obat obatan yang
mujarab, ditambah pula dengan kasih sayang yang luar biasa dari
Sim ji sinni, maka selain tenaga dalamnya berhasil mendapat
kemajuan yang amat pesat, bahkan urat jih meh nya berhasil
ditembusi.
Bagi seorang jago silat, andaikata jih meh dan toh meh nya
berhasil ditembusi, itu berarti ilmu silatnya telah mencapai
ketingkatan yang paling tinggi, atau dengan perkataan lain,
kemajuan yang dapat diraih dalam ilmu silat akan mencapai ke
tingkatan yang luar biasa.
Tak heran kalau dalam waktu singkat saja dia telah berhasil
menyusul si anak muda itu sampai di depan pintu gerbang. Orang
bilang diluar langit masih ada langit, diatas manusia masih ada
manusia lain, kecepatan gerakan tubuh Ciu Tin tin benar benar luar
biasa sekali, siapa tahu justru ada orang lain yang lebih cepat
daripadanya.
Baru saja dia akan melangkah dari pintu gerbang, tahu tahu
seseorang telah menghadang jalan perginya. Ternyata orang itu tak
lain adalah si kakek bermuka putih berjubah hijau yang muncul
bersama sama Ban seng kiongcu tadi.
Ciu Tin tin enggan untuk membuang waktu, pada saat itu dia
hanya bertujuan untuk menyusul Thi Eng khi, maka sewaktu
dilihatnya ada orang yang menghadang jalan perginya, tanpa

685
ditanya dulu apakah dia teman atau lawan, sebuah pukulan dahsyat
segera dilontarkan ke depan.
“Minggir!” bentaknya.
Sedangkan gerakan tubuhnya berbareng dengan serangan itu
ikut menerjang kemuka. Dalam anggapannya, setelah jih meh dan
toh meh nya berhasil ditembusi, otomatis kekuatan serangannya itu
amat dahsyat sekali dan tak sulit untuk menggetarkan tubuh lawan.
Siapa tahu sewaktu angin pukulan itu menerjang diatas badan si
kakek bermuka putih itu, bukan saja tidak berhasil melukainya,
malahan tenaga pukulan itu segera memantul dan menghantam
ketubuh sendiri.
Akibatnya, bukan saja gerakan tubuhnya terhambat, bahkan
tubuhnya ikut terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih. Dengan
wajah tercengang Ciu Tin tin segera mengalihkan sorot matanya
kewajah lawan, dia tahu musuh yang berada di hadapan matanya
adalah seorang musuh yang amat tangguh.
Sementara itu, si kakek bermuka putih itu dengan senyum tak
senyum telah berkata :
“Nona, jangan pergi dulu! Pun tee kun ada urusan hendak
dibicarakan denganmu!”
Ciu Tin tin kuatir menggusarkan orang itu, terpaksa sambil
menahan diri dia bertanya :
“Kau ada urusan apa?”
“Nona, tolong tanya apa hubunganmu dengan Sim ji sinni?”
Diam diam Ciu Tin tin merasa terkejut juga atas ketajaman mata
kakek bermuka putih itu hanya menyaksikan dari gerakan tubuhnya
saja segera asal usulnya berhasil diketahui. Ia tak berani berbohong,
maka segera sahutnya :
“Dia adalah guruku!”

686
“Bagus, bagus, bagus sekali!” seru kakek bermuka putih itu
sambil tertawa kering, setelah kembali dari sini, katakanlah kepada
gurumu bahwa Ban seng kiong berniat untuk memberi kedudukan
Cu ciok tongcu kepadanya, kuperintahkan kepadanya dalam tiga
bulan mendatang harus datang memberi laporan kepadaku!”
Selain lagaknya besar, ucapannya juga amat tak sedap didengar.
Kontan saja Ciu Tin tin naik pitam dibuatnya, sambil tertawa dingin
dia segera berseru :
“Aaah, kau ini adalah manusia macam apa?”
Ternyata kakek bermuka putih itu tidak menjadi gusar, sambil
melemparkan sekerat tulang sepanjang satu inci, katanya :
“Benda ini merupakan tanda pengenalku. Asal gurumu sudah
melihat benda tersebut, dia akan mengetahui siapakah aku, nah
pergilah!”
Tidak melihat dia menggerakkan tangannya, tahu tahu Ciu Tin tin
merasakan adanya segulung angin pukulan yang kuat muncul dari
atas tanah dan melemparkan tubuhnya ketengah udara. Begitu
berhasil melemparkan tubuh Ciu Tin tin dari situ, bagaikan bayangan
setan, si kakek bermuka putih itu sudah berkelebat kembali kedepan
delapan orang kakek yang membangkang perintah tadi, katanya
kemudian dengan suara dingin :
“Kalian setiap orang mengutungi sebuah lengan sendiri sebagai
hukuman atas pelanggaran kalian!”
Kedelapan orang kakek itu merupakan Thian lam pat koay yang
diundang datang oleh Huan im sin ang dengan pembayaran tinggi,
mereka semua selain berilmu tinggi juga memiliki tenaga dalam yang
sempurna bahkan kemampuan mereka hanya setingkat dibawah
Huan im sin ang.
Di hari biasa biasa, Ban seng kiongcu selalu memanggil mereka
dengan sebutan locianpwe tapi barusan kiongcu tersebut bersikap
angkuh dan jumawa terhadap mereka, hal ini segera menimbulkan
rasa tak senang di hati mereka berdelapan, itulah sebabnya mereka
sengaja hendak memberikan kesulitan untuk perempuan itu.

687
Padahal mereka mana tahu kalau perubahan sikap dari Ban seng
kiongcu ini justru dikarenakan ia sudah mempunyai tulang punggung
yang cukup kuat untuk menunjang dirinya. Sebagai seorang manusia
yang berpengalaman, sudah barang tentu kedelapan orang kakek
itupun tahu kalau manusia bermuka putih itu berilmu sangat lihay,
bahkan jauh lebih lihay daripada Huan im sin ang pribadi.
Tapi orang bilang, manusia punya nama pohon punya bayangan,
demi gengsi dan nama sendiri, sudah barang tentu mereka enggan
untuk mengundurkan diri mereka dengan begitu saja. Apalagi
merekapun sangat mengandalkan ilmu kerja sama yang amat lihay
dengan tenaga gabungan mereka berdelapan, orang-orang itu yakin
kalau di kolong langit belum ada orang yang mampu mengalahkan
mereka.
Maka dari itu, ketika si kakek bermuka putih tersebut selesai
berkata, pemimpin dari Thian lam pat koay, Kim bi siu (si kakek
bermuka emas) Ui Hong segera tertawa seram,
“Heeehhhhh..... heeehhhh..... heehhhh..... engkau berani
berbicara sesumbar, apakah tidak tahu siapakah kami? Hmmm, lebih
baik sebutkan dulu siapa namamu?”
Kakek bermuka putih itu segera mengeluarkan sekeping tulang
kering dan diletakkan diatas telapak tangannya, kemudian katanya :
“Kalau kuandalkan benda ini, apakah aku cukup berhak untuk
menghukum kamu semua?”
Tadi Thian lam pat koay belum melihat jelas benda tersebut, tapi
sekarang setelah dapat menyaksikan benda itu dengan jelas,
kemarahan mereka kontan menjadi lenyap tak berbekas, bahkan
seluruh tubuh mereka menggigil keras bagaikan seseorang yang
baru keluar dari gudang salju yang amat dingin.
Tiba tiba ji koay (siluman kedua) Gin tay siu (si kakek berkepala
perak) Thio Beng berbisik :
“Toako, mungkin dia adalah gadungan!”
Tapi tujuh orang lainnya tetap berwajah murung, tak seorang
pun diantara mereka yang penuju dengan pandangan tersebut.

688
Sementara itu, dengan suara keras si kakek bermuka putih itu telah
berkata lagi :
“Sudah selesaikah kalian berunding? Waktu yang ditetapkan tidak
terlalu lama lagi!”
Si kakek bermuka emas Ui Hong seraya menghela napas
panjang, tiba tiba serunya :
“Saudara sekalian mari kita pasrah pada nasib saja!”
Begitu selesai berkata, telapak tangan kanannya segera
diayunkan lebih dulu untuk membacok kutung lengan kiri sendiri,
kemudian dengan cepat ia menotok jalan darahnya untuk
menghentikan aliran darah. Menyusul kemudian tujuh orang lainnya
juga melakukan perbuatan yang sama, hanya di waktu singkat
seluruh permukaan tanah telah berserakan lengan lengan yang
kutung.
Dengan wajah tanpa berubah, si kakek bermuka putih itu berseru
:
“Hmm, anggap saja kalian masih tahu diri, lain kali kalau berani
lagi, jangan salahkan kalau aku bertindak keji.”
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan masuk
kedalam ruang tengah Ban seng kiong, ia sama sekali tidak
menggubris kedelapan orang itu lagi. Sedangkan Thian lam pat koay
pun bagaikan domba yang menurut dengan kepala tertunduk segera
mengikuti di belakangnya, jangan toh membantah, untuk bernapas
keras keras pun tak berani.
Tentu saja semua adegan tersebut dapat disaksikan pula oleh
kawanan iblis yang lainnya. Kalau sampai Thian lam pat koay yang
termashur karena kelihayannya pun tak berani membangkang, siapa
lagi yang berani melawan? Maka semua iblis yang bergabung dalam
istana Ban seng kiong tak berani berkutik lagi, mereka kuatir kalau
sampai memancing perhatian kakek bermuka putih itu.
Setelah masuk kedalam ruangan tengah, Ban seng kiongcu
segera mengangkat kursi kebesaran sendiri ke tengah ruangan,
kemudian mempersilahkan kakek itu untuk duduk. Setelah itu tanpa

689
mengucapkan sepatah katapun, bersama si gadis yang datang
bersama kakek berwajah putih itu, ia berdiri dibelakangnya.
Kakek bermuka putih itupun tidak mengumumkan siapakah
dirinya, begitu duduk dia lantas berseru :
“Gotong masuk Ui Sam ciat!”
Empat orang dayang cantik segera menggotong tubuh Huan im
sin ang dan masuk kedalam ruangan istana. Kakek itu lantas
berpaling kearah gadis yang datang bersamanya, kemudian berkata
:
“Cun ji, hari ini aku akan mencoba untuk menguji
ketrampilanmu!”
Nada ucapan tersebut amat lembut sekali, walaupun bukan
diucapkan kepada orang lain, tapi setiap orang ikut merasa lega hati
setelah mendengar kata kata lembut itu. Si gadis yang bernama Cun
ji itu segera maju kedepan dan menempelkan telapak tangannya
diatas pusar Huan im sin ang, setelah itu katanya dengan alis mata
melenting.
“Orangnya sih tidak bakal mati, sedang tenaga dalamnya juga
bisa dipertahankan sebesar enam bagian.”
Tampaknya kelihatan dalam menganalisa keadaan Huan im sin
ang masih dua tingkat lebih lihay daripada Thi Eng khi, hal ini bukan
dikarenakan ilmu pertabiban yang dimiliki Thi Eng khi masih kalah
kalau dibandingkannya, adalah dikarenakan aliran ilmu silat yang
dimiliki Huan im sin ang sealiran dengannya, maka dia lebih jelas
mengetahui keadaan tersebut.
Tampak kakek bermuka putih itu manggut manggut, kemudian
katanya lagi dengan lembut :
“Kalau begitu bekerjalah!”
Gadis yang bernama Cun ji itu segera duduk bersila di samping
Huan im sin ang, setelah menghimpun tenaganya mendadak sambil
melompat bangun ia membentak keras. Kesepuluh jari tangannya
serentak diayunkan kedepan, sepuluh jalur cahaya putih dengan

690
cepat memancar keluar dan menotok jalan darah penting di seluruh
badan Huan im sin ang.
Yang paling aneh adalah setelah dia menotok jalan darah di
depan tubuh Huan im sin ang, ternyata secara otomatis orang itu
bisa membalikkan badannya sendiri sehingga berbaring dengan
posisi tertelungkup. Ketika jalan darah di belakang punggung juga
selesai ditotok, gadis itu baru mengayunkan tangannya menghantam
dada Huan im sin ang sehingga iblis itu jatuh bergulingan sebanyak
sembilan kali, tapi setelah itu melompat bangun dari tanah, ternyata
luka yang dideritanya itu telah sembuh kembali.
Huan im sin ang pelan pelan membuka matanya kembali, ketika
mengetahui kalau orang yang telah menyembuhkan lukanya adalah
seorang gadis cantik berusia dua puluh tahunan, dia hendak
mengucapkan rasa terima kasihnya. Tapi sebelum dia mengucapkan
sesuatu gadis itu telah mengulapkan pula tangannya sambil berkata
:
“Cepat berterima kasih dulu kepada Tee kun!”
Waktu itu, berhubung Huan im sin ang berdiri dengan panggung
menghadap kedalam, maka dia tak sempat melihat si kakek bermuka
putih yang duduk dibelakangnya. Setelah diperingatkan oleh gadis
itu, dia baru membalikkan badannya, tapi begitu dilihatnya gaya
maupun tingkah laku kakek bermuka putih itu segera timbullah
perasaan tak senangnya didalam hati.
Sekalipun luka yang dideritanya berhasil disembuhkan berkat
bantuan dari kakek bermuka putih itu namun tindakan lawan yang
menempati kursi singgasannya itu juga merupakan suatu tindakan
yang melanggar pantangan besar bagi umat persilatan.
Berbicara baginya, kejadian itu merupakan suatu aib atau
penghinaan yang amat memalukan. Apalagi setelah menyaksikan
Ban seng kiongcu yang belum lama diangkat olehnya itu berdiri di
belakang si kakek bermuka putih dengan senyuman mengejek, hawa
amarahnya kontan saja menggelora didalam dadanya.

691
Perasaan terima kasih yang semula menyelimuti perasaannya
seketika lenyap tak berbekas. Pada dasarnya dia memang seorang
yang tidak kenal budi, apalagi setelah timbul perasaan tak senang
dalam hatinya, tentu saja dia tak ingin kehilangan pamornya sebagai
Sancu dari istana Ban seng kiong.
Maka dengan suara lantang serunya keras keras :
“Mana pengawal? Cepat ambilkan kursi buat tamu agung kita!”
Seandainya berada di masa lampau, pasti ada orang yang
menyahut dan segera melaksanakan perintahnya. Tapi sekarang
keadaannya telah berbeda, Thian lam pat koay merupakan suatu
contoh yang jelas sekali, sebelum semua orang memahami maksud
hati dari kakek bermuka putih itu, siapapun tak berani menyahut,
otomatis tidak ada orang yang melaksanakan perintah itu.
Huan im sin ang merupakan seorang iblis yang licik dan cekatan,
dari situisi yang terlintas dihadapannya sekarang, dengan cepat dia
telah menyadari bagaimana keadaan yang sesungguhnya dari istana
Ban seng kiong yang dibinanya dengan susah payah itu.
Tampaknya dia sudah bukan majikan dari istana Ban seng kiong
lagi, kedudukan mana telah dirampas oleh si kakek bermuka putih.
Akhirnya dengan sorot mata mohon bantuan dia mengerling sekejap
kearah kawanan iblis yang dianggapnya berpihak kepadanya,
pertama tama dia berpaling kearah Thian lam pat koay. Tapi si
kakek bermuka emas segera menggelengkan kepalanya dengan
wajah apa boleh buat.
Namun dia pantang menyerah sampai disitu saja, kembali sorot
matanya memandang sekejap kawanan iblis yang lain. Ternyata
semua orang berdiri dengan wajah kaku tanpa memberikan reaksi
sedikitpun, melihat itu semua, dia lantas berpikir :
“Waaah, tampaknya kali ini habis sudah riwayatku .....”
Tapi pikiran lain segera melintas kembali didalam benaknya:
“Aaah, tidak, lohu bukan seorang yang pantang menyerah
dengan begitu saja, sekalipun mereka berani membantuku, aku
yakin mereka pun tak akan menentangku, asal aku dapat

692
menaklukkan si kakek bermuka putih ini, bukankah istana Ban seng
kiong akan terjatuh kembali ke tanganku?”
Berpikir sampai disitu terasa keningnya berkerut. Kakek berwajah
putih itu benar benar memiliki ketenangan yang luar biasa, ternyata
dia tidak mengganggu Huan im sin ang untuk berpikir dengan jalan
pikirannya. Selang sesaat kemudian, dengan suara dingin baru
katanya :
“Ui Sam ciat, setelah bertemu dengan Tee kun, mengapa kau
tidak tahu memberi hormat?”
Agaknya dia maksud untuk memancing kobaran hawa amarah di
dalam dada Huan im sing ang. Sekali lagi Huan im sin ang
mengerutkan dahinya, kemudian sambil mendongakkan kepalanya
dia tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhhh.... pun sin ang sih tidak
ambil peduli orang lain mengeritikku sebagai seseorang yang lupa
budi, aku hanya ingin bertanya dulu atas dasar apakah kau berani
berlagak besar dengan maksud merampas kedudukanku?”
Kakek bermuka putih itu segera mendengus :
“Hmmm, jalan pemikiranmu benar benar polos dan kekanak
kanakan!”
Sambil berpaling kearah Ban seng kiongcu segera katanya :
“Gunakanlah kepandaian silat ajarannya untuk merobohkan dia
didalam satu gebrakan.”
Ban seng kiongcu segera mengiakan, sahutnya :
“Turut perintah!”
Setibanya dihadapan Huan im sin ang, dengan nada sinis katanya
lebih jauh :
“Ui Sam ciat, sekarang kau boleh melancarkan serangan lebih
dahulu ...!”

693
Menyaksikan tingkah laku dari Kiongcunya itu, Huan im sin ang
benar benar merasa gusar sekali sampai matanya terbelalak amat
besar, segera teriaknya :
“Ciu lan, kau berani?”
“Kau anggap nama Ciu lan boleh kau sebut seenaknya?” teriak
Ban seng kiongcu dingin, “lihat serangan!”
Dengan suatu gerakan yang sederhana dia segera melepaskan
sebuah pukulan dahsyat kedepan. Dengan penuh kemarahan Huan
im sin ang melancarkan serangan balasan berbareng itu pula
serunya sambil tertawa seram.
“Tampaknya kau ingin mampus.”
Belum lagi kata mampus selesai ducapakan, dia sudah merasakan
tenaga pukulan yang dilancarkan Ciu lan menindih tubuhnya seperti
batu karang, seketika itu juga dia kena terhajar sampai mundur
sejauh tiga langkah dari posisi semula.
Waktu itu Huan im sin ang belum tahu kalau setelah sembuh dari
luka dalamnya, sisa tenaga dalam yang dimilikinya tinggal enam
bagian, maka dia sangat berharap bisa menangkan pertarungan
tersebut. Tapi setelah terjadinya bentrokan tersebut dia baru sadar
apa sebabnya orang lain memandang hina kepadanya, ternyata
dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang, dia hanya bisa
mencapai kedudukan kelas tiga saja disitu.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak sekujur
badannya terasa menjadi kaku tahu tahu jalan darahnya sudah kena
ditotok oleh Ciu lan sehingga tak mampu berkutik lagi.
Setelah berhasil menotok Huan im sin ang dengan langkah yang
lemah gemulai Ciu lan segera kembali ke belakang tubuh si kakek
bermuka putih itu. Pada saat itulah, si kakek bermuka putih itu baru
mengeluarkan sekerat tulang kering dan diperlihatkan ke seluruh
ruangan, kemudian dengan suara dalam katanya :
“Lohu adalah Hian im Tee kun!”

694
Sembari berkata, sorot matanya yang tajam segera menyapu
sekejap sekeliling arena. Ketika semua orang yang berada di
ruangan istana mendengar nama ‘Hian im Tee kun’ tersebut, kontan
saja paras muka mereka berubah menjadi pucat dan tubuh mereka
menggigil keras karena ketakutan.
Terutama sekali Huan im sin ang yang berdiri kaku di tengah
arena, perasaan terkejut dan tercengang segera menyelimuti seluruh
wajahnya. Dengan bangga sekali kakek bermuka putih itu
mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... mulai hari ini, lohu
adalah pemilik istana Ban seng kiong yang baru, lohu akan bersama
sama dengan saudara sekalian berjuang untuk menguasai seluruh
dunia persilatan!”
Jelas sekali ucapannya itu, dia mengartikan bahwa semua iblis,
yang berada disitu telah dianggapnya pula sebagai anak buah
sendiri. Diantara manusia manusia yang berada disitu, mana
mungkin ada seorang pun yang terhitung manusia baik? Bagi
mereka mengikuti Huan im sin ang ataukah mengikuti Hian im Tee
kun adalah sama saja.
Kontan saja sorak sorai yang gegap gempita berkumandang
memecahkan keheningan. Pelan pelan Huan im Tee kun
mengulapkan tangannya, segera suasana yang gaduh menjadi
tenang kembali, kemudian dia membebaskan totokan jalan darah
dari Huan im sin ang dan menantikan reaksinya.
Padahal sewaktu Hian im Tee kun mengumumkan namanya tadi,
diam diam Huan im sin ang telah mengambil keputusan di dalam
hatinya, bagi manusia munafik seperti dia tentu saja nyawa lebih
dipentingkan daripada nama serta kedudukan maka dari itu
keputusan yang diambilpun sudah barang tentu adalah ‘menyerah’.
Tapi diapun seorang manusia licik yang tahu melihat gelagat, dia
tahu bahwa tindakan Hian im Tee kun yang membebaskan jalan
darahnya tanpa mengucapkan sesuatu itu merupakan kunci yang
menentukan mati hidupnya.

695
Dia kuatir Hian im Tee kun mencurigai ketulusan hatinya, maka
begitu jalan darahnya bebas, dengan cepat dia segera menjatuhkan
diri berlutut dan berseru dengan wajah bersungguh sungguh :
“Ui Sam ciat bersedia berbakti untuk Tee kun!”
“Kau akan mendendam kepadaku?” Tanya Hian im Tee kun.
Dengan ketakutan buru buru Huan im sin ang menyahut :
“Ilmu silat hamba berasal dari kitab pusaka Jit sat hian im
cinkeng, adapun tujuan mendirikan istana Ban seng kiong juga
hanya ingin mengembangkan kepandaian sakti Hian im, sebaliknya
Tee kun merupakan pemimpin dari perguruan Hian im bun, kalau
dibicarakanpun kau masih angkatan tua ku, hamba bisa
menunjukkan baktiku kepada mu hal ini sudah merupakan sesuatu
yang luar biasa, bila Tee kun hendak memberikan perintah, sampai
matipun hamba tak akan menampik.”
Diam diam dia menjelaskan pula hubungan diantara mereka
dalam ucapan tersebut. Hian im Tee kun segera memerintahkan
Huan im sin ang agar berdiri di samping. Dengan sikap yang sangat
menghormat Huan im sin ang mengucapkan terima kasih, kemudian
dengan munduk munduk dia baru menyingkir ke samping.
Kegagahan dan kekerenannya di masa lalu, kini sudah hilang lenyap
tak berbekas.
Hian im Tee kun memandang sekejap kearah Huan im sin ang,
sikapnya ternyata berubah sambil tertawa ramah, katanya :
“Sam ciat, apakah kitab pusaka Jit sat hian im cinkeng yang kau
dapatkan itu berhasil kau temukan diatas batu hijau dalam sebuah
lembah buntu di bukit Lay pa san pada empat puluh tahun
berselang?”
Nada ucapannya sekarang ternyata amat lembut dan ramah.
Mendengar perkataan itu, dengan perasaan kaget bercampur
keheranan, Huan im sin ang segera membelalakkan matanya lebar
lebar, serunya dengan nada tanda tanya.
“Dari .... darimana kau .... kau orang tua bisa ..... tahu...”

696
Dia berbicara dengan terbata bata sampai lamanya sebelum
berhasil mengutarakan semua maksud ucapannya.
“Tahukah kau bahwa pun Tee kun lah yang bermaksud untuk
menjadikan dirimu?” ucap Hian im Tee kun lagi.
Ucapan itu mau tak mau harus dipercayai oleh Huan im sin ang,
sebab ketika secara kebetulan dia berhasil menemukan kitab pusaka
Jit sat hian im cinkeng itu, tiada orang kedua yang hadir disitu,
selama ini diapun belum pernah menyinggungnya kepada orang lain,
apalagi kitab pusaka Jit sat hian im cingkeng memang berasal dari
Hian im bun, maka setelah persoalan itu disinggung sendiri oleh Hian
im Tee kun.....
Begitu ingatan tersebut melintas didalam benaknya, Huan im sin
ang cepat cepat menjatuhkan diri berlutut diatas tanah sambil
berseru :
“Insu, tecu ....”
Belum habis dia berkata, Hian im Tee kun telah mengulapkan
tangannya sembari berkata :
“Kau tidak bisa dihitung sebagai muridku, karena kitab pusak Jit
sat hian im cinkeng bukan merupakan ilmu silat yang diandalkan
dalam perguruan kami, kepandaian tersebut hanya bisa dikatakan
sebagai suatu ilmu sampingan belaka didalam perguruanku.”
Huan im sin ang segera merasakan hawa dingin menyelinap ke
dalam benaknya, dia merasa kecewa sekali. Tiba tiba Hian im Tee
kun berkata lagi :
“Oleh karena aku memang berhasrat untuk menjadikan kau,
maka dari itu aku menjadikan kepadamu untuk memanggil Cun
Bwee dan Ciu lan sebagai Su koh (bibi guru)!”
Begitu selesai berkata, sepasang matanya yang tajam segera
dialihkan ke wajah Huan im sin ang, seakan akan dia bermaksud
agar Huan im sin ang segera memberi hormat. Huan im sin ang
memang seorang yang luar biasa, kulit mukanya pun tebal sekali,
walaupun berada di hadapan anak buahnya, ternyata dia tidak

697
berubah muka, seakan akan pada dasarnya dia memang keponakan
muridnya Cun Bwee dan Ciu lan saja, ternyata dengan sikap yang
sangat menghormat ia menjalankan penghormatan besar dihadapan
mereka.
“Siautit memberi hormat buat sukoh berdua, dikemudian hari
harap sukoh bersedia memberi banyak petunjuk.”
Cun Bwee masih tidak merasakan apa apa, sebab dia memang
sebelumnya tidak kenal dengan Huan im sin ang, dengan tanpa
canggung dia menerima penghormatan tersebut. Berbeda sekali
dengan Ciu lan, dahulu dia adalah muridnya Huan im sin ang,
sekalipun mukanya lebih tebalpun, sekarang dia merasa amat
canggung untuk menerima penghormatan dari Huan im sin ang,
kontan saja dia dibikin tersipu sipu.
Hian im Tee kun segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaahhhh.... haahhhh.... Cun ji kau hanya
melaksanakan tugas belaka, jadi bukan benar benar mempunyai
hubungan guru dan murid dengan dirinya, jadi sebutan sukoh
tersebut, sesungguhnya pantas untuk kau terima.”
Dari ucapan tersebut, Huan im sin ang baru merasa terkesiap,
sekarang ia baru tahu kalau kedudukannya sudah lama diincar
orang, bahkan Ciu lan yang diterima sebagai muridnya dan diangkat
menjadi Ban seng kiongcu pun tak lain merupakan mata mata yang
sengaja disusupkan oleh lawan ke dalam tubuh perguruannya.
Meski begitu, dia sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa
apa di atas wajahnya, malah mengikuti nada pembicaraan dari Hian
im Tee kun dia berkata :
“Perkataan dari Tee kun memang benar, harap memaafkan
ketidak tahuan siautit!”
Selanjutnya Hian im Tee kun berkata lagi kepada Huan im sin ang
:
“Sebenarnya pun Tee kun ada maksud untuk memupuk dirimu
untuk membangun kembali kejayaan perguruan kita, siapa sangka

698
walaupun usia mu telah lanjut, namun cara kerjamu agak gegabah,
hal ini membuat aku merasa kecewa sekali, itulah sebabnya terpaksa
aku harus turun tangan sendiri untuk mengambil alih pimpinan.”
Setelah mengetahui kalau separuh hidupnya telah terjatuh
didalam hitungan orang lain, Huan im sin ang tak dapat berkata apa
apa lagi kecuali diam diam menghela napas panjang.
Mendadak Hian im Tee kun mengalihkan kembali pokok
pembicaraannya ke soal lain, ujarnya kepada segenap anggota
perguruan :
“Mulai sekarang di dalam istana Ban seng kiong sudah tidak
berlaku lagi kedudukan Sancu dan Kiongcu, dibawah pun Tee kun
adalah Hian im ji li (dua gadis hian im), selanjutnya terbagi dalam
empat bagian yang masing masing merupakan Cing long tong, Cu
ciat tong, Pek hou tong dan Han bun tong, di bawah keempat bagian
tersebut pula menjadi ruang cabang, dibawah ruang cabang adalah
bagian ranting, sedang sisanya merupakan anggota anggota biasa.”
Berbicara sampai disitu, sorot matanya segera dialihkan kearah
Thian lam pat koay. Thian lam pat koay yang sudah patah
semangat, secara tiba tiba timbul kembali harapannya, mereka
berharap bisa menduduki sebuah kepala bagian atau paling tidak
wakil dari kepala bagian.
Siapa sangka Hian im Tee kun hanya memerintahkan mereka
berdelapan untuk berbakti kepada Huan im sin ang sebagai mencari
berita atau penyampai berita atau tegasnya sebagai kurir.
Sedangkan Huan im sin ang hanya mendapatkan bagian sebagai
ketua cabang dari bagian ‘kurir’ yang berada di bawah kekuasaan
kedua orang nona tersebut.
Sedangkan kedudukan yang lain, untuk sementara waktu
dipangku semua oleh Hian im ji li, tentu saja orang orang yang
digunakan Huan im sin ang dulu, tak seorangpun diantaranya berhak
memangku jabatan sebagai kepala cabang atau kepala ranting.

699
Begitulah setelah Hian im Tee kun menunjuk Huan im sin ang
sebagai kepala cabang bagian ‘kurir’, dia lantas mengeluarkan tiga
ruas tulang kering dan berkata kepadanya :
“Ui Sam ciat, sekarang juga kau turun gunung dan atas nama Pek
kut leng (lencana tulng putih) ku ini sampaikan kepada Keng thian
giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong
Kian Kim siang untuk masing masing menduduki jabatannya sebagai
ketua bagian Cing long tong, Pek hou tong dan Han bun tong, beri
waktu kepada mereka untuk dalam waktu tiga hari kemudian datang
melaporkan diri.”
Padahal Huan im sin ang Ui Sam ciat hanya tahu kalau Tiang pek
lojin berada di kuil Siong gak bio dibukit Siong san, sedangkan mati
hidup Keng thian giok cu Thi Keng serta Bu im sin hong Kian Kim
siang sama sekali tidak diketahui olehnya, tentu saja untuk
mencarinya bukan sesuatu yang gampang.
Tak heran kalau dia menjadi ragu sesudah menerima perintah
tersebut....
Hian im Tee kun segera menyentilkan jari tangannya, dua titik
cahaya putih dengan cepat terjatuh ke tangan Huan im sin ang,
katanya kemudian dengan lantang :
“Laksanakan saja perintahku itu!”
Huan im sin ang tahu didalam gulungan kertas yang dilontarkan
kepadanya itu pasti sudah tercantum petunjuk yang diperlukan maka
tanpa membuang waktu lagi, dia segera berangkat meninggalkan
tempat itu.
Begitulah, sejak Hian im Tee kun menguasai istana Ban seng
kiong, situasi dalam dunia persilatan kembali terjadi perubahan
besar. Tapi justru karena itu pula Thi Eng khi menjadi semakin
berpengalaman dan nama besarnya makin memancar keempat
penjuru.
Dalam pada itu, Thi Eng khi yang dimaki oleh Ciu lan sebagai
mahkluk berdarah dingin yang tidak berbakti dan tidak setia kawan,
dengan mata berkunang kunang karena malu dia berlalu dari situ.

700
Dalam keadaan seperti itu, tentu saja tiada semangat lagi
baginya untuk melangsungkan pertarungan. Sambil membopong
jenasah Huang oh siansu, sekaligus dia menempuh perjalanan
sejauh ratusan li sebelum akhirnya berhenti.
Pada saat itulah, dia baru membaringkan jenasah Huang oh
siansu dibawah pohon siong, kemudian ia berlutut disampingnya.
Rasa sedih yang menyelimuti perasaan waktu itu tak terlukiskan
dengan kata kata. Diapun tak tahu berapa lama sudah dia
termenung disitu, akhirnya dia baru menyembah tiga kali dihadapan
jenasah Huang oh siansu sambil berguman :
“Ananda cukup mengetahui akan maksud hati dari kau orang tua,
semenjak empek Ciu meninggal dunia, sambil menanggung derita
kau sudah berhasrat untuk menyusulnya, tapi demi enci Ciu dan
ananda, kau orang tua telah memperpanjang hidupmu selama dua
puluh tahunan lagi ....”
Menyinggung soal enci Ciu, satu ingatan segera melintas dalam
benaknya, sesudah termenung beberapa saat, dia baru berkata lagi :
“Oleh karena kau orang tua sudah berhasrat untuk mengakhiri
hidupmu demi teman dan lagi bermaksud untuk melindungi putramu
maka hari ini kau orang tua baru mengambil tindakan untuk beradu
jiwa dengan Huan im sin ang, tindakan ayah untuk melenyapkan
bibit bencana bagi umat persilatan ini sungguh membuat ananda
merasa amat kagum.”
Setelah menyembah lagi tiga kali, dengan wajah yang
bersungguh sungguh dia berguman lebih lanjut :
“Kau orang tua selalu mengutamakan kesetiakawanan, kalau toh
ayah memang berhasrat untuk menyusul empek Ciu, ananda dengan
tulus hati menghantar keberangkatan kau orang tua!”
Setelah memberi hormat, dia baru mencari sebuah gua yang sepi
untuk menyimpan jenasah ayahnya, kemudian mulut gua disumbat
dengan batu besar agar tiada binatang buas yang merusak
jenasahnya.

701
Kemudian dia baru kekota untuk membeli peti mati, menyewa
kereta dan berganti pakaian berkabung, untuk berangkat pulang ke
tempat dimana jenasah Huang oh siansu disimpan.
Setelah semua persiapan selesai dan siap berangkat, tiba tiba Thi
Eng khi baru menjerit keras. Kusir kereta itu adalah seorang kakek
kecil yang memakai topi besar, ketika mendengar jeritan kaget dari
Thi Eng khi, dia turut menjadi ketakutan, buru buru serunya dengan
gemetar.
“Kongcu, ada urusan apa yang membuatmu kaget?”
“Aku tidak tahu jalan yang musti dilalui,” sahut Thi Eng khi
tersipu sipu.
Yaa, dimanakah Ciu Cu giok disemayankan bukan saja tidak
diketahui oleh Thi Eng khi, mungkin Ciu Tin tin dan ibunya juga tak
tahu, maka untuk sesaat dia menjadi tidak tahu apa yang musti
dilakukan.
Tentu saja si kusir kareta tak tahu urusan yang sedalam
dalamnya, ia hanya merasa kongcu ini benar benar seorang manusia
yang gegabah sehingga jalanan untuk pulang pun tidak diketahui.
Maka sambil menahan gelinya, diapun berkata :
“Aku sudah pernah menjelajahi seluruh kolong langit, harap
kongcu katakan saja nama tempat itu, niscaya aku dapat
menghantarmu sampai di tempat tujuan!”
“Aku tidak tahu!” jawab Thi Eng khi cepat.
Tentu saja yang dimaksudkan sebagai tidak tahu adalah tempat
Ciu Cu giok dikubur. Tapi si kusir kereta itu salah menganggap Thi
Eng khi tak tahu alamat rumahnya sendiri, dia lantas merasa kalau
penyakit kongcu ini sudah tak tertolong lagi, tak kuasa lagi dia
menjadi tertawa geli. Tapi begitu tertawa, dia lantas menyadari
kesilapannya, buru buru pikirnya :
“Aku benar benar pikun, orang lagi kesusahan masa aku malah
tertawa geli.”

702
Untung saja, Thi Eng khi sedang diliputi persoalan pelik, sehingga
tidak begitu memperhatikan perbuatan dari kakek itu. Setelah
berhasil memenangkan diri dan melihat Thi Eng khi belum juga
mengemukakan sesuatu sambil menghela napas, kusir itu berkata :
“Kongcu, daripada tidak tahu tempat tujuanmu, bagaimana kalau
aku saja yang mengusulkan suatu tempat?”
“Harap lotiang suka memberi petunjuk!” sahut Thi Eng khi sambil
sadar kembali dari lamunannya.
Sambil menunjuk ke depan sana, kusir itu berkata :
“Setelah membelok sebuah tikungan didepan bukit sana terdapat
sebuah kuil yang bernama Bu tok si, lantaran tempat itu terpencil
dan letaknya jarang sekali dikunjungi jemaah lagipula dalam kuil itu
sering dipakai orang untuk menyimpan peti mati, andaikata kongcu
tidak dapat mengambil keputusan bagaimana kalau untuk sementara
waktu peti mati itu disimpan saja dalam kuil tersebut, kemudian bila
tempat yang kau tuju telah ditemukan kembali, barulah diangkut
kembali?”
Thi Eng khi memang tidak berhasil menemukan cara yang lain
lagi, terpaksa dia menuruti perkataan dari kakek itu dan untuk
sementara waktu menyimpan peti jenasah tersebut dalam kuil Bu
tok si.
Mungkin dimasa lalu kuil Bu tok si adalah sebuah kuil yang sering
dikunjungi orang, buktinya walaupun keadaannya sekarang sudah
porak poranda, namun dekorasi didalam ruangan kuil itu masih tetap
megah dan menarik. Kuil itu mencakup suatu wilayah yang amat
luas, ruangan kuil pun banyak sekali, namun di dalam kuil hanya
terdapat seorang hwesio tua dan seorang hwesio kecil, oleh karena
itu banyak ruangan diantaranya tertutup oleh debu dan sarang labalaba.
Dalam suasana sedih dan banyak pikiran yang berkecamuk dalam
benaknya, sepanjang hari Thi Eng khi merasa murung sekali, maka
untuk sementara waktu diapun berdiam di dalam kuil Bu tok si itu
untuk beristirahat sambil menenangkan pikiran.

703
Hwesio tua yang menghuni dalam kuil itu seorang pendeta yang
saleh dan ramah, sedangkan si hwesio cilik itu masih bersifat
kekanak kanakan, sekalipun mereka adalah pendeta, namun
pergaulannya dengan manusia lain amat luwes.
Tak heran walau baru dua hari berkumpul masing masing pihak
dapat berkumpul seperti sahabat yang telah berkenalan selama
puluhan tahun lamanya. Malam itu, Thi Eng khi telah mengambil
keputusan untuk meninggalkan kuil tersebut pada keesokan harinya.
Sungguh tak disangka olehnya, walau hanya berdiam dua hari
saja didalam kuil itu, dalam hati kecilnya telah timbul suatu kesan
yang amat mendalam sekali, bahkan pikirannya terasa menjadi tidak
tenang. Bagi seorang yang memiliki tenaga dalam amat sempurna,
namun bisa mengalami keadaan seperti ini, sesungguhnya kejadian
ini boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh.
Dengan perasaan yang gundah, akhirnya dia mendorong pintu
dan berjalan keluar, dia bermaksud untuk berjalan jalan disekeliling
kuil tersebut. Memandang rembulan yang sudah condong kebarat,
pikiran Thi Eng khi pelan pelan menjadi tenang kembali, entah
berapa saat kemudian, pelan pelan iapun berjalan siap kembali
kekamarnya.
Tiba tiba .... pada saat itulah dia menyaksikan dari dalam kuil
melayang keluar sesosok bayangan manusia yang kecil, tak
disangkal lagi jelas orang itu adalah si hwesio kecil. Dengan cepat
Thi Eng khi menyembunyikan diri kebalik tempat kegelapan, dia
saksikan hwesio itu berputar dua kali disekitar halaman kuil,
tampaknya sedang melakukan pemeriksaan apakah disekitar tempat
itu terdapat jago persilatan yang menyembunyikan diri.
Untung tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, kalau
tidak niscaya jejaknya akan ketahuan. Akhirnya hwesio itu dengan
ilmu menyambut Liu seng kan gwat (bintang jatuh mengejar
rembulan) melepaskan dua biji batu kecil ke udara.
“Taaak!” ketika batu yang belakang menumbuk batu yang depan,
segera terdengarlah suara benturan nyaring. Menyusul suara

704
benturan tersebut, tampaklah si hwesio tua itu melompat keluar dari
balik kuil.
Kedua orang itu segera berbisik bisik dengan suara lirih kemudian
hwesio cilik itu lari kedepan sejauh beberapa kaki dari tempat
semula dan berjaga jaga di sana. Sedang hwesio tua itu sekali lagi
melakukan penggeledahan yang seksama atas sekeliling tempat itu.
Thi Eng khi merasa amat keheranan menyaksikan ketelitian
mereka dalam melakukan pemeriksaan, apa sebenarnya tujuan
mereka? Dalam pada itu, si hwesio tua telah kembali ke depan kuil
dia berjalan menuju ke undak undakan batu yang keempat, lalu
meletakkan telapak tangan kirinya pada batu yang ketiga dari
sebelah kanan.
Setelah itu, dengan sangat berhati-hati sekali dia mengangkat
batu itu setinggi beberapa depa dan meraba permukaan tanah
dibawah batu itu, akhirnya dia mengeluarkan sebuah bungkusan
yang disimpan kedalam sakunya dengan hati hati sekali.
Akhirnya setelah memberi tanda kepada hwesio cilik itu,
berangkatlah mereka berdua menuju ke timur. Sesungguhnya Thi
Eng khi menaruh kesan yang sangat baik terhadap kedua orang
pendeta ini, akan tetapi setelah menyaksikan gerak gerik mereka
yang mencurigakan segera timbul perasaan ingin tahu didalam
hatinya, serta merta diapun melakukan pengejaran dari belakang.
Dia ingin tahu apa gerangan yang sebenarnya dilakukan oleh
kedua orang hwesio itu. Sungguh lihay kepandaian silat yang dimiliki
hwesio tua itu, sekalipun harus menggandeng tangan si hwesio cilik,
namun kecepatan geraknya masih tetap luar biasa sekali.
Akan tetapi, bila dibandingkan dengan Thi Eng khi, dia masih
selisih amat jauh. Setelah berlarian sekian lama, akhirnya sebuah
sungai besar terbentang di depan mata. Kedua orang itu langsung
menuju ketepi sungai, kemudian menyambitkan sebutir batu ke
tengah sampan yang menggantungkan lampu berwarna kuning di
tengah sungai.

705
Sambitan itu amat tepat, mula mula batu itu jatuh diatas
bumbungan ruangan perahu, setelah itu baru jatuh ke atas geladak,
sehingga suara yang ditimbulkan adalah dua kali. Mungkin kode
rahasia tersebut telah dijanjikan mereka sebelumnya.
Betul juga, lampu kuning yang berada diatas perahu itu, segera
berubah menjadi lampu berwarna merah.
“Ada bahaya diatas perahu!” hwesio cilik itu segera berseru
dengan perasaan tegang. Paras muka hwesio tua itu berubah
menjadi amat serius, dia mengeluarkan bungkusan kecil itu dari
sakunya dan diserahkan kepada hwesio cilik itu, kemudian
memesannya agar menunggu di tepi sungai.
Setelah itu, sebelum dia berlalu pesannya lagi :
“Seandainya aku menemukan sesuatu musibah yang berada
diluar dugaan, kau harus segera kembali kekuil dan memohon
kepada Thi siangkong yang menginap di kuil kita itu untuk
mengambil keputusan.”
“Apakah dia dapat membantu kita?” Tanya hwesio cilik itu ragu
ragu.
Sambil membelai kepala si hwesio cilik yang gundul, sahut hwesio
tua itu :
“Thi siangkong adalah orang yang berilmu tinggi, dia sudah pasti
akan sanggup untuk membantu dirimu.”
Seandainya dia tidak bersedia membantu :
“Tidak mungkin! Walaupun Thi siangkong sedang diliputi
kemurungan, namun jiwa pendekarnya amat mengagumkan, asal
kau menceritakan keadaan yang sebenarnya, niscaya dia akan
membantumu. Kau harus mempercayai dirinya!”
Thi Eng khi yang diam diam menyadap pembicaraan tersebut,
menjadi terharu sekali setelah mendengar perkataan itu, dia merasa
darah panas didalam dadanya mendidih sedang dalam hati kecilnya
segera bertekad untuk mencampuri urusan ini.

706
“Suhu!” bisik si hwesio cilik itu agak berisik, “mengapa kita tidak
segera kembali untuk mengundang Thi siangkong agar membantu
kita?”
“Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana dalam dunia
persilatan, tapi belum pernah memohon bantuan orang lain, apakah
kau tidak mengetahui hal ini?” seru hwesio tua itu dengan wajah
bersungguh sungguh.
“Kalau memang begitu, mengapa suhu tidak menyuruh tecu saja
yang pergi memohon kepadanya?”
“Hal itu merupakan urusan pribadiku sendiri, dengan kau sibocah
yang masih kecil, mana mungkin bisa dibandingkan dengan diriku?”
Hwesio cilik itu tidak puas, dia segera berseru :
“Kalau memang ambisi perguruan kita amat besar, tecupun
bersumpah tak akan memohon bantuan orang.”
Mula mula hwesio tua itu agak tertegun kemudian sahutnya :
“Bagus! Bagus! Bagus!”
Setelah menatap hwesio cilik itu sekian lama katanya lagi sambil
menghela napas :
“Kau memang tak malu menjadi murid aku Hud sim giam ong
(raja akhirat berhati buddha) hanya sayang aku tak punya banyak
waktu lagi untuk memberi pelajaran kepadamu!”
Dari sakunya ia mengeluarkan sejilid kitab kecil dan diserahkan
kepada hwesio itu, kemudian lanjutnya :
“Di dalam kitab ini tercantum rahasia ilmu silat dari perguruan
kita, baik baik kau menjaga diri.”
Tampaknya dia sudah bertekad untuk mati, hal mana mambuat
Thi Eng khi beriba hati. Setelah mengebaskan ujung bajunya, hwesio
tua itu segera menggunakan jurus Toa tiau tian ci (rajawali raksasa
membentang sayap) melompat ke tengah sungai tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.

707
Dengan termangu mangu hwesio cilik itu menyaksikan hwesio tua
tersebut melompat naik keatas perahu, kemudian ia baru
menyembunyikan diri dibalik semak belukar. Mendadak dari atas
perahu berkumandang suara gelak tertawa yang memekak telinga.
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh...... rupanya kau siraja
akhirat berhati Buddha yang mengacau dari tengah!”
Begitu Thi Eng khi mendengar suara tertawa yang muncul dari
atas perahu dan penuh dengan pancaran tenaga dalam yang amat
sempurna itu, dalam hati kecilnya segera berpekik :
“Aduh celaka!”
Buru buru ia mengerahkan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im
untuk melambung ditengah angkasa lalu dengan mengandalkan
hawa murninya yang sempurna, dia langsung meluncur keatas
perahu ditengah sungai tersebut.
Hwesio cilik itu masih belum tahu kalau bintang penolong telah
datang, ia masih menguatirkan keselamatan dari gurunya. Waktu itu
Thi Eng khi melayang turun diatas perahu, seakan akan enteng
bagaikan kapas begitu entengnya gerakan tubuh itu sehingga boleh
dibilang semua orang yang berada dalam ruangan sampan tersebut
kena dikelabui olehnya.
Dengan cepat dia mencari tempat yang strategis didalam ruangan
perahu dan mulai mengintip kedalam. Ternyata di dalam ruangan
perahu itu hadir empat orang yang seorang duduk membelakanginya
sedangkan tiga orang lainnya dapat terlihat wajah mereka dengan
jelas.
Si hwesio yang bernama Raja akhirat berhati Buddha itu duduk
dibagian tengah, di sebelah kirinya duduk seorang kakek berumur
lima puluh tahunan yang berwajah bersih, sedangkan di sebelah
kanannya duduk seorang sastrawan yang berusia tiga puluh
tahunan.
Kedua orang itu nampak lemas sayu dan mengenaskan sekali
keadaannya, jelas mereka baru saja menderita siksaan hebat.

708
Dengan wajah penuh rasa heran dan ingin tahu, raja akhirat berhati
Buddha merangkap tangannya dan menjura kepada orang yang
duduk membelakangi Thi Eng khi itu, lalu katanya :
“Ooooh ...... rupanya Bu im sin hong (angin tanpa bayangan)
Kian tayhiap yang sakti telah datang, selamat bersua, selamat
bersua!”
Benarkah orang ini adalah Bu im sin hong Kian Kim siang?
Kenyataan tersebut hampir saja membuat Thi Eng khi tidak
percaya dengan telinga sendiri, didalam hati :
“Pikun! Sewaktu dibukit Siong san tempo hari, kenapa aku lupa
untuk mengadakan perjanjian dengannya?”
Sebenarnya dia akan turun munculkan diri untuk melerai itu tapi
dengan cepat ingatan lain melintas dalam benaknya :
“Aaah, lebih baik aku menanti sebentar lagi coba kulihat
kesalahan paham apakah sebenarnya telah terjadi diantara mereka
barulah setelah duduknya perkara menjadi jelas, baru munculkan diri
lagi untuk melerai.”
Karena berpikiran demikian, maka diapun lantas mengurungkan
niatnya untuk menampilkan diri. Dalam pada itu, Bu im sin hong
telah berseru sambil tertawa dingin :
“Bu kay kwesio, tak nyana kau masih ingat dengan raut wajah
lohu .... benar benar tak kusangka....”
Tampaknya si raja akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio merasa
amat jeri sekali terhadap Bu im sin hong Kian Kim siang, mengikuti
nada ucapannya itu buru buru dia berseru :
“Pinceng masih ingat, pada enam puluh tahun berselang, ketika
pinceng mengikuti mendiang guruku mengunjungi tayhiap, berkat
petunjuk tayhiap lah pinceng ....”
Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba tiba Bu im sin hong
Kian Kim siang membentak keras :
“Tak usah banyak berbicara, aku harus selesaikan dulu tugas ini
sebelum berbincang bincang kembali denganmu, sekarang aku ingin
bertanya kepadamu, apakah barangnya sudah kau bawa kemari?”

709
Paras muka Raja Akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio berubah
hebat, ia tak berani menjawab pertanyaan Bu im sin hong Kian Kim
siang secara terang terangan, dengan sinar matanya dia
memandang sekejap kearah kakek yang berada disampingnya,
seakan akan ingin tahu apa saja yang telah dia ucapkan.
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu
hanya tertawa dingin tiada hentinya, dia sama sekali tidak
bermaksud untuk menghalangi perbuatan mereka. Terpaksa kakek
itu mengucapkan sepatah kata secara ringkas :
“Dia sudah tahu kalau benda tersebut berada ditangan siansu!”
Kemudian dengan wajah memerah dia menundukkan kepalanya
rendah rendah. Di masa dahulu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu
kay hwesio terhitung pula sebagai seorang pendekar besar yang
termashur namanya dala dunia persilatan, dia termashur karena
tindakannya yang tegas seperti raja akhirat tapi berhati welas kasih
bagaikan Buddha.
Pada usia tuanya meski sudah mencukur rambutnya menjadi
seorang pendeta akan tetapi jiwa kependekarannya sama sekali
tidak berkurang. Sambil menarik muka dia lantas berseru :
“Yu sicu, kau bukan terhitung seorang prajurit tak bernama di
dalam dunia persilatan, mengapa tindakanmu justru melanggar
kesetiaan kawan yang diperlukan seorang jago persilatan?”
Kakek yang ditegur itu hanya membungkam diri dalam seribu
bahasa, tiba tiba dia mengayunkan telapak tangan untuk
menghantam keatas ubun ubun sendiri. Serta merta Bu im sin hong
Kian Kim siang mengangkat tangannya sambil menotok jalan darah
kakek itu, dengan demikian niatnya untuk membunuh diri jadi
tercegah.
Setelah itu sambil tertawa seram katanya :
“Heeehhh.... heeehhh.... heeehhhh..... sebelum urusan menjadi
jelas jangan harap kalian bisa mati dengan seenaknya sendiri,
apakah kau melupakan kembali perkataan dari lohu? Kalau tidak, tak

710
ada salahnya jika kau merasakan ilmu jari Siau hun ci hoatku sekali
lagi!”
Seraya berkata dia lantas menggerakkan jari tangannya seperti
siap melakukan totokan. Dengan cepat si raja akhirat berhati Buddha
melompat kedepan dan menghadang dihadapan kakek itu serunya :
“Dengan nama besar Kian tayhiap dalam dunia persilatan, tak
nyana kalau perbuatanmu begitu rendah, sehingga terhadap seorang
angkatan muda dari dunia persilatan pun melakukan tindakan sekeji
ini, kalau begitu pinceng telah salah menegur Yu sicu.”
Perlu diketahui ilmu jari Siau hun ci hoat merupakan salah satu
ilmu beracun dari dunia persilatan, barang siapa yang terkena
totokan tersebut, dia tak akan merasa sakit ataupun gatal, tapi akan
merasa linu sekujur badannya seakan akan seluruh tulang
belulangnya menjadi lepas dan sukmanya melayang meninggalkan
raganya.
Jilid 22
Siksaan tersebut melebihi penderitaan ditusuk tusuk dengan
senjata tajam, sekalipun seseorang terdiri dari otot kawat tulang
besi, jangan harap bisa menahan siksaan semacam itu.
Kakek she Yu itu terdiri dari darah dan daging, sudah barang
tentu dia tak akan sanggup menahan diri, dalam keadaan demikian
siapapun pasti akan berbicara dengan terus terang. Cuma saja cara
semacam ini merupakan sebuah cara yang amat keji dan rendah,
kebanyakan jago persilatan dari golongan lurus enggan untuk
menggunakan cara tersebut sehingga menodai nama baiknya.
Pada enam puluh tahun berselang, nama besar Bu im sin hong
Kian Kim siang sudah termashur didalam dunia persilatan, terutama
empat propinsi di wilayah selatan, kebesaran namanya dan
kebesaran kedudukannya boleh dibilang sejajar dengan kedudukan
Keng thian giok cu Thi keng maupun Tiang pek lojin So Seng pak
sekalian.

711
Sungguh tak disangka enam puluh tahun kemudian, wataknya
telah berubah sama sekali dan berubah menjadi seorang manusia
yang dibenci setiap umat persilatan. Bu im sin hong Kian Kim siang
sedikit pun tidak nampak malu ataupun menyesal, jari tangannya
masih tetap digerak gerakkan diatas wajah Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu sembari mengancam :
“Aku akan mengajukan sebuah pertanyaan lagi, sudah kau
bawakan barang itu?”
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu segera tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh….. haaahhhhh…… haaahhhh….. kau hendak
menggertak pinceng dengan mempergunakan ilmu jari Siau hun ci
hoat? Sayang sekali kau salah mencari sasaran, sampai matipun
pinceng tak nanti akan takut menghadapi dirimu.”
Sembari berkata dia lantas menotok jalan darah Khek swan hiat
ditubuhnya lebih dahulu. Dengan demikian, sekalipun dia kalah
dalam pertarungan dan tertangkap lawan. Bu im sin hong Kian Kim
siang tak mungkin bisa menggertak dirinya lagi. Sebab dengan
menotok jalan darah Khek swan hiat tersebut, hal itu merupakan
satu satunya cara untuk menghindari diri dari siksaan Siau hun ci
hoat.
Yang dimaksud sebagai ’menghindarkan diri’ adalah jika ilmu
totokan siau hun ci hoat tersebut ditotokkan keatas tubuhnya maka
dia akan segera tewas, sehingga dapat terhindar dari siksaan akibat
totokan ilmu jari siau hun ci hoat tersebut.
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu
menjadi mendongkol sekali, teriaknya sambil mencak mencak karena
kegusaran :
“Kau anggap lohu sudah tidak punya cara lain lagi untuk
menyiksa dirimu ....?“
Tiba tiba dia mementangkan cakarnya dan secepat kilat
menyambar bahu kiri si Raja akhirat berhati Buddha. Dengan wajah
serius, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menghindarkan

712
diri ke samping untuk meloloskan diri dari ancaman cengkeraman
itu.
Bu im sin hong Kian Kim siang bergerak secepat sambaran petir,
tampak ia sama sekali tidak berganti jurus, sambil membalikkan
telapak tangannya tahu tahu dia sudah mencengkeram tubuh Hud
sim giam ong secara telak .....
Berbicara soal tenaga dalam, Hud sim giam ong Bu kay siansu
terhitung mempunyai kemampuan yang sederajat dengan
ciangbunjin pelbagai partai besar dalam dunia persilatan, akan tetapi
bila dibandingkan dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, maka
selisihnya masih cukup jauh, apalagi ruangan dalam perahu amat
sempit dan tidak leluasa untuk dipakai menghindarkan diri.
Begitu cengkeramannya berhasil dengan telak, Bu im sin hong
Kian Kim siang segera mengerahkan tenaganya untuk menekan
tubuh lawan, setelah itu diseretnya tubuh Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu sehingga bergeser satu langkah ke sebelah
kiri.
Waktu itu si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah
bertekad untuk mati, ia sama sekali tidak memperdulikan
keselamatan dirinya, menggunakan kesempatan tersebut
pergelangan tangannya segera diputar dan balas membabat jalan
darah Ciang bun hiat dipinggang sebelah kiri Bu im sin hong Kian
Kim siang.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Bu im sin hong Kian
Kim siang tertawa dingin, jengeknya :
“Kau anggap masih bisa banyak bertingkah dihadapan lohu?
Lebih baik roboh saja kau!“
Sekali lagi hawa murninya disalurkan keluar untuk menekan
tubuh lawan, seketika itu juga tubuh si Raja akhirat berhati Buddha
Bu kay siansu yang sedang menerjang kemuka malah terdesak
mundur selangkah, kakinya tak sanggup berdiri tegak dan ia segera
menubruk ke depan.

713
Bu im sin hong Kian Kim siang berdiri dengan telapak tangan
kanannya disilangkan didepan dada, kemudian secepat kilat
menghantam jalan darah ciang tay hiat ditubuh Hud sim giam ong
Bu kay siansu tersebut, katanya sambil tertawa jengah :
“Bila lohu tidak sanggup untuk merobohkan dirimu, tidak pantas
aku menjabat sebagai tongcu ruangan Hian bu tong dalam istana
Ban seng kiong .....“
Serangan dari Bu im sin hong Kian Kim siang dilancarkan bertubitubi,
seandainya sampai terkena serangan itu secara telak, niscaya si
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu bakal mampus seketika.
Rupanya Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan ilmu
Huan cing hui hiat (membalik otot memutar darah) suatu
kepandaian yang lebih dahsyat dari ilmu jari Siau hun ci hoat untuk
menghadapi lawannya.
Mendadak dari luar ruangan perahu terdengar seorang
membentak nyaring :
“Kian lo tunggu sebentar!“
Tampaknya Thi Eng khi sudah tak tahan menyaksikan tindak
tanduk yang dilakukan rekannya, dia segera menerobos masuk
kedalam ruangan dan mencegah Bu im sin hong Kian Kim siang
untuk melanjutkan serangan kejinya ....
Bu im sin hong Kian Kim siang agak menghentikan sebentar
ancaman itu, tapi kemudian setelah mendengus dingin, ia
meneruskan kembali ancamannya. Thi Eng khi sama sekali tidak
menyangka kalau perpisahannya selama puluhan hari telah
mengakibatkan perubahan besar bagi Bu im sin hong Kian Kim
siang, bukan saja bertambah keji bahkan sama sekali tidak
mengenali dirinya lagi.
Kenyataan tersebut membuat hatinya menjadi marah sekali,
sambil miringkan badan lantas membacok keatas urut nadi pada
pergelangan tangan Bu im sin hong Kian Kim siang. Berada dalam
keadaan demikian andaikata Bu im sin hong Kian Kim siang tidak
segera menarik kembali serangannya, bisa saja dia meneruskan
ancamannya dan membunuh Hud sim giam ong Bu kay siansu

714
diujung telapak tangannya, akan tetapi lengannya pun akan
terpapas kutung pula di tangan Thi Eng khi.
Dalam keadaan terpaksa menarik kembali ancamannya dan
menyongsong datangnya ancaman dari Thi Eng khi. Begitu sepasang
telapak tangan mereka saling bertemu segera terjadilah benturan
keras yang memekikkan telinga, seketika itu juga Bu im sin hong
Kian Kim siang terdesak mundur selangkah.
Sebaliknya Thi Eng khi tetap berdiri tak berkutik di tempat
semula. Masih untung Thi Eng khi cuma mempergunakan tenaga
sebesar lima bagian saja, kalau tidak, mungkin tubuh Bu im sin hong
Kian Kim siang sudah mencelat keluar dari ruangan perahu.
Dengan perasaan terperanjat Bu im sin hong Kian Kim siang
membentak keras :
“Siapakah kau?“
Pertanyaan tersebut membuat Thi Eng khi menjadi tertegun,
segera pikirnya :
“Baru berpisah puluhan hari, masa dia sudah tidak kenal lagi
dengan aku...?“
Tapi ingatan lain dengan cepat melintas didalam benaknya :
“Jangan jangan karena aku mengenakan pakaian berkabung,
maka dia tak melihat jelas wajahku?“
Berpikir demikian, sambil tertawa segera ujarnya :
“Siaute adalah Thi Eng khi!“
Lima orang yang berada dalam ruangan perahu itu sama sama
menjadi tertegun dan segera mengalihkan sorot matanya ke wajah
Thi Eng khi. Perlu diketahui, semenjak pertemuannya di bukit Siong
san serta keberaniannya untuk mendatangi istana Ban seng kiong
seorang diri, nama besar Thi Eng khi sudah diketahui oleh setiap
umat persilatan yang berada dalam dunia persilatan.
Tapi semua orang hanya mengetahui kalau dia adalah seorang
yang berjiwa panas, siapapun tidak ada yang mengira kalau tenaga

715
dalam yang dimilikinya begitu sempurna sehingga mampu untuk
bertarung menghadapi Bu im sin hong Kian Kim siang.
Yang paling tersipu sipu keadaannya adalah Bu im sin hong Kian
Kim siang sendiri apalagi setelah dipaksa mundur oleh seorang anak
muda dihadapan orang lain, kemarahannya makin berkobar.
Mendadak dia membentak keras :
“Ooh, rupanya kau, sambutlah pukulanku sekali lagi!”
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan ke depan
melancarkan sebuah pukulan dahsyat. Dengan kening berkerut, Thi
Eng khi segera berpikir :
“Tampaknya dari malu Kian lo menjadi naik darah!”
Dia tak ingin terlalu memaksa orang, maka kali ini dia hanya
mempergunakan tenaga sebesar enam bagian untuk menyongsong
datangnya ancaman tersebut. Ketika sepasang telapak tangan saling
membentur, segera terjadilah suatu ledakan yang memekikkan
telinga.
Sekalipun Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan
tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian, sedangkan Thi Eng khi
hanya enam bagian ternyata keadaannya masih tetap seimbang,
kedua belah pihak sama sama tidak tergoyah barang setengah
langkah pun.
Tapi akibatnya perahu itu menjadi oleng dan bergoyang keras
sekali akibat tekanan hawa pukulan mereka berdua. Si Raja akhirat
berhati Buddha Bu kay siansu sekalian tidak mengetahui keadaan
yang sebenarnya, dalam anggapan mereka kekuatan yang dimiliki
kedua orang itu seimbang, sehingga tanpa terasa mereka
menghembuskan napas dingin dan hatinya amat tak tenang.
Berbeda sekali dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, dia merasa
terperanjat sekali dan malu untuk berbincang bincang dengan Thi
Eng khi lebih jauh, begitu menghajar dinding perahu sampai ambrol
sebagian, dia segera melompat keluar dari ruang perahu dan
melarikan diri dari tempat tersebut.

716
Thi Eng khi hanya berdiri dengan penuh tanda tanya, tapi diapun
tidak menghalangi. Sambil menggelengkan kepalanya dan menghela
napas, dia membangunkan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay
siansu dari atas perahu, katanya :
”Siansu kau dibuat terkejut.”
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu memegang sepasang
bahu Thi Eng khi sambil tertawa terbahak bahak, kejut dan girang
menyelimuti seluruh wajahnya.
“Haaahhh..... haaahhhh.... haaahhh..... walaupun pinceng sudah
tahu kalau Thi sauhiap adalah seorang pandai tapi sama sekali tak
kusangka kalau kau adalah ketua Thian liong pay yang termashur
namanya dalam dunia persilatan, maaf ..... aku benar benar minta
maaf. Untung saja Thi ciangbunjin bersedia untuk turun tangan dan
membantu kami hari ini, kalau tidak pinceng sekalian pasti akan mati
secara mengenaskan!”
Di tengah ucapan terima kasih itu, si kakek setengah tua dan
sastrawan muda itu telah bangun berdiri dan memberi hormat
kepada Thi Eng khi. Dari pembicaraan tersebut, baru diketahui
bahwa kedua orang inipun terhitung manusia kenamaan dalam dunia
persilatan. Yang tua bernama Kim gin siang pian (sepasang ruyung
emas perak) Yu Cian hian, sedangkan si sastrawan muda itu
bernama Hek pek san (Kipas hitam putih) Ong Liu tong.
Semua orang mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk di kursi
utama, Thi Eng khi tahu dalam keadaan demikian tak ada gunanya
untuk mengalah maka untuk menyenangkan hati semua orang,
tanpa sungkan sungkan lagi dia segera duduk di kursi utama.
Sementara itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu telah
menghembuskan napas panjang seraya berkata :
“Bu im sin hong Kian tayhiap sudah lama termashur sebagai
seorang pendekar besar yang suka membantu kaum lemah dan
membantu kesulitan orang, sungguh tak disangka puluhan tahun
kemudian, wataknya bisa berubah menjadi begitu jelek, bahkan
telah bergabung pula dengan pihak Ban seng kiong untuk melakukan

717
kejahatan, peristiwa ini benar benar merupakan suatu ketidak
beruntungan bagi umat persilatan.
Thi Eng khi segera teringat pula hubungannya dengan Bu im sin
hong Kian Kim siang, katanya pula :
“Kesemuanya ini merupakan kesalahan diriku yang masih muda
dan berpengalaman cetek hingga aku telah salah menolong orang.”
Mendengar perkataan itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay
siansu menjadi keheranan, serunya kemudian :
“Entah apa maksud Thi ciangbunjin mengucapkan perkataan itu?”
Page 16-17 missing
dengan sikap hina banyak jago terhadap perguruan Thian liong
pay, dia mengira Raja akhirat berhati Buddha merasa tak sudi untuk
bergaul dengannya, maka dengan wajah sedingin es, segera ujarnya
:
“Jika siansu menganggap aku tak cocok untuk bergaul
denganmu, baiklah aku hendak mohon diri dulu.”
Selesai menjura, dia segera melangkah keluar dari ruang perahu
tersebut.....
Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menjadi amat
gelisah, buru buru serunya sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali :
“Thi ciangbunjin, harap jangan salah paham, pinceng sama sekali
tidak bermaksud demikian.”
Selain gugup, dia pun nampak panik sekali. Ketika Thi Eng khi
menyaksikan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu berbicara
dengan wajah bersungguh sungguh, hatinya menjadi rikuh sendiri,
dia kuatir kalau niatnya untuk pergi dilanjutkan maka orang akan
menganggapnya berjiwa sempit, maka dia lantas melangkah balik ke
tempat semula.
Gerakannya baik sewaktu pergi maupun sewaktu kembali
dilakukan secepat kilat, semua orang hanya merasa dia

718
menggeserkan posisinya tapi tidak tahu ilmu gerakan tubuh apakah
yang digunakan.
Terkesiaplah Si Raja akhirat berhati Buddha sekalian setelah
menyaksikan kejadian itu, mereka tidak tahu sampai dimanakah
kelihayan dan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi.
Setelah menghela napas panjang, Si Raja akhirat berhati Buddha
Bu kay siansu segera berkata :
“Sahabatku itu tak lain adalah Cang ciong sin kiam Sangkoan
tayhiap, kepala kampung dari perkampungan Ki hian san ceng
dibukit Hong san.”
Dengan kening berkerut Thi Eng khi hanya mengucapkan ‘aah,
aah, oh, oh’ tanpa sanggup untuk melanjutkan kata-katanya.
Agaknya si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah
menduga kalau Thi Eng khi bakal menunjukkan sikap seperti ini,
maka paras mukanya sama sekali tidak berubah, pelan pelan
katanya :
“Walaupun pinceng tidak menyaksikan sendiri persengketaan
yang terjadi antara Cang ciong sin kiam Sangkoan tayhiap dengan
Thi ciangbunjin, tapi pinceng cukup mengenali watak dari Sangkoan
tayhiap. Dilihat dari tabiatnya itu aku pun tahu kalau kesalahan
tersebut pasti bukan terletak pada diri Thi ciangbunjin. Setelah
berjumpa hari ini, hal tersebut makin mempertebal dugaanku kalau
dugaan pinceng tak salah. Cuma ..... entah bersediakah Thi
ciangbunjin memandang pada gawatnya situasi dalam dunia
persilatan untuk mengesampingkan dulu perselisihan pribadi dan
mau bersatu padu untuk bersama sama menanggulangi krisis dalam
dunia persilatan? Pinceng bersedia menjadi perantaranya dalam hal
ini..... bila benar benar bisa terwujud, hal ini sungguh merupakan
suatu keberuntungan bagi umat persilatan.”
Thi Eng khi adalah seorang pemuda yang berjiwa besar, dengan
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong juga tidak mempunyai dendam
kesumat, cuma saja lantaran sikap mereka yang keterlaluan, hal ini
memaksanya mau tak mau harus mengambil tindakan pula.

719
Maka setelah disinggung kembali oleh si Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu, dengan cepat diapun menyatakan
kesediaannya. Sementara dia hendak mengemukakan sikapnya, tiba
tiba si hwesio cilik itu menimbrung :
“Suhu, Thi ciangbunjin adalah seorang pendekar sejati yang
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi,
tentu saja ia bersedia untuk memperbaiki hubungan tersebut, yang
dikuatirkan adalah Sangkoan tayhiap yang keras kepala dan sampai
mati tak mau mengaku salah!”
Thi Eng khi memang tak malu disebut seorang manusia yang luar
biasa, dengan wajah bersungguh sungguh dia lantas berkata :
“Maksud mulia siansu tak berani kutampik, begitulah, kuserahkan
persoalan ini kepada siansu! Asal Sangkoan tayhiap bisa melupakan
kejadian masa lalu, akupun setiap saat bersedia untuk
menjumpainya!”
Sikap Thi Eng khi yang terbuka dan berjiwa besar ini segera
disambut oleh Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sekalian
dengan perasaan kagum tanpa merasa mereka berseru bersama :
“Bagus!”
Rasa kagum mereka terhadap Thi Eng khi pun otomatis semakin
bertambah ....
Dengan penuh kegembiraan si Raja akhirat berhati Buddha Bu
kay siansu segera mengambil keputusan untuk mengajak hwesio
cilik itu bersama Kim gin siang pian Yu Cian hian serta Hek pek san
Ong Liu tong untuk bersama sama berangkat ke perkampungan Ki
hian san ceng di bukit Hong san.
Setelah berpisah dengan keempat orang itu, Thi Eng khi merasa
munculnya suatu perasaan kosong dalam hatinya, tapi karena
persoalan yang harus diselesaikan terlalu banyak, untuk sesaat dia
tak bisa mengambil keputusan dan tak tahu kemana harus pergi.
Dengan tanpa tujuan akhirnya dia berjalan menelusuri sungai.
Walaupun dia hanya berjalan dengan santai, tapi tanpa terasa

720
sampai juga dijalanan menuju ke rumah. Setelah melewati Swan
hong, diapun menembusi kota Sah si.
Di depan matanya kini tampak kuil tokoan yang pernah
digunakan untuk menjebaknya dan hampir saja membunuhnya dulu.
Sekarang kuil tersebut sudah hancur dan tinggal puing puing yang
berserakan.
Sementara ia masih memandang sekitar tempat itu, dari depan
sana tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, ketika
orang itu menjumpai Thi Eng khi, mendadak tubuhnya melambung
ke tengah udara, kemudian setelah berjumpalitan beberapa kali,
tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia melayang turun dibelakang
tubuh si anak muda tersebut.
Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi memang sangat lihay,
walaupun berada dalam keadaan melamun, namun suatu gerakan
yang mencurigakan saja dibelakang tubuhnya segera meningkatkan
kewaspadaannya.
Dengan cepat dia membalikkan badan dengan menyilangkan
telapak tangannya didepan dada kemudian bentaknya keras keras :
“Siapa di situ .....?”
Dengan wajah berseri seri orang itu menerjang tiba, kemudian
teriaknya keras keras:
“Saudara Thi, kau benar benar membuat aku Lo Kian menjadi
kelabakan setengah mati!”
Dengan cepat ia mendekat dan maksud untuk merangkul bahu
Thi Eng khi. Serta merta Thi Eng khi berkelit ke samping dan
mundur sejauh tiga langkah dengan perasaan muak, lalu sambil
melintangkan sepasang telapak tangannya di depan serunya dingin :
“Sejak berpisah diatas perahu, beberapa hari baru lewat, ada
urusan apa kau datang mencariku?”
Menghadapi sikap Thi Eng khi yang dingin dan kaku, orang
tersebut nampak agak tertegun dan segera menghentikan

721
langkahnya, kemudian setelah membalikkan matanya berulang kali,
dia berseru :
“Sejak berpisah denganmu di bukit Bu gi san tempo hari, di
tengah jalan aku telah berjumpa dengan seorang sahabat karibku
hingga perjalananku agak tertunda, tak disangka ketika tiba di bukit
Siong san, kau telah pergi lebih dulu, dengan susah payah aku
mencari dirimu hingga hari ini tapi mengapa sikapmu terhadap
sahabat karib berubah sekasar ini? Siapakah yang telah berjumpa
denganmu didalam sampan? Coba perhatikan lagi dengan seksama,
siapakah diri lohu ini?”
“Hmm, kau masih pandai sekali berlagak pilon,” sumpah Thi Eng
khi dalam hati.
Dengan wajah dingin dan kaku dia berseru :
“Nama besar Bu im sin hong Kian tayhiap sudah termashur di
seluruh kolong langit, sekarang pun sudah menjadi Tongcu ruang
Hian bu tong di istana Ban seng kiong, aku tak berani mengikat tali
persahabatan denganmu, lebih baik kita bersua lagi di dalam istana
Ban seng kiong, waktu itu aku tak akan berbicara sesungkan hari
ini.”
Selesai berkata dia lantas miringkan badan dan berlalu dari
tempat tersebut. Bu im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago
tua yang amat berpengalaman dalam dunia persilatan, setelah
menyaksikan hal tersebut dia lantas menduga kalau Thi Eng khi
telah menganggap seseorang lain sebagai dirinya.
Tentu saja dia tak membiarkan Thi Eng khi pergi dengan begitu
saja, karena bila sampai berbuat demikian, kesalahan paham
diantara mereka pasti akan bertambah mendalam. Maka sambil
menghalangi jalan pergi Thi Eng khi katanya :
“Thi lote, tunggu dulu, dibalik peristiwa ini pasti ada hal hal yang
tak beres, jangan kelewat menuruti napsu, kita mesti selidiki dahulu
dengan baik baik!”
Thi Eng khi menjadi terkejut sekali dan menghentikan langkahnya
sambil membungkam, dia teringat kembali dengan kemampuan
Huan im sin ang untuk menyaru sebagai wajah orang lain.

722
Ditinjau dari kejadian mana bisa disimpulkan kalau orang yang
dijumpainya dalam sampan tempo hari adalah Bu im sin hong
gadungan, tapi siapa pula yang percaya kalau Bu im sing hong Kian
Kim siang yang berada di hadapannya sekarang adalah Bu im sin
hong Kian Kim siang yang sesungguhnya.
Sekalipun yang berada di hadapannya adalah yang asli, namun
siapa pula yang bisa membuktikan kalau dia belum menggabungkan
diri dengan pihak Ban seng kiong? Siapa tahu dia datang dengan
maksud untuk membohongi dirinya .....?
Pertanyaan pertanyaan ini tak mungkin bisa dibuktikan dengan
segera, untuk sesaat Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya. Bu
im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago kawakan yang
sangat berpengalaman, dalam sekilas pandangan saja dia sudah
dapat meraba jalan pikiran Thi Eng khi, maka dengan cepat dia
mengemukakan suatu rahasia untuk membuktikan keaslian dari
dirinya.
“Cahaya aneh melindungi badan, tiada perasaan melepaskan
naga.... “
Sebagaimana diketahui, ilmu sakti Heng kian sinkang yang
dimiliki Thi Eng khi sekarang berasal dari gua pertapaan Thio Biau
liong, peristiwa itu pun hanya diketahui Thi Eng khi dan Bu im sin
hong Kian Kim siang yang asli.
Maka dengan perasaan sangsi, Thi Eng khi segera berkata :
“Kian lo, siaute masih ada satu persoalan yang tidak kupahami,
harap kau suka memberi penjelasan!”
Nada suaranya sekarang jauh lebih lembut dan lunak. Bu im sin
hong Kian Kim siang mengenyitkan alis matanya, lalu berkata pelan :
“Thi lote, bila dalam hatimu tumbuh kecurigaan, silahkan saja
diutarakan dengan berterus terang!”
“Harap kau suka membuktikan kalau dirimu bukanlah tongcu
ruangan Hian bu tong dari istana Ban seng kiong?”

723
Tapi bagaimana caranya untuk membuktikan hal ini?
Walaupun Bu im sin hong Kian Kim siang berpengalaman luas,
toh dia dibikin serba salah juga oleh tindakan Thi Eng khi ini, sebab
sulit untuk membuktikan hal itu. Sementara kedua orang itu
bertatapan muka dengan mulut membungkam, dan Thi Eng khi
dengan paras muka berubah sudah siap siap untuk meninggalkan
tempat itu, mendadak dari jalan raya muncul sesosok bayangan
manusia.
Begitu menyaksikan kedatangan orang itu, Thi Eng khi nampak
semakin tersipu sipu, dengan perasaan apa boleh buat segera
panggilnya :
“So yaya!”
Kemudian ia menundukkan kepala dan membungkam dalam
seribu bahasa. Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi gembira
sekali, segera teriaknya keras keras :
“Saudara So, tepat kedatanganmu, Thi lote sedang mencurigai
siaute telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan menjadi
tongcu dari ruangan Hian bu tong, padahal kita belum lama
berpisah, harap kau suka menjadi saksi!”
Tiang pek lojin So Seng pak segera mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaahhhh..... haaahhh...... apa jeleknya menjadi
tongcu dari istana Ban seng kiong? Saudara Kian, apa salahnya jika
kau mengaku secara terus terang saja?”
Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim
siang menjadi berdiri melongo, dia mengira Tiang pek lojin So Seng
pak sengaja mengajaknya bergurau, buru buru serunya dengan
gelisah :
“Kau... kau ..... jangan jangan kau sedang mabuk?”
Paras muka Tiang pek lojin So Seng pak kembali berubah
menjadi amat serius, ujarnya lebih jauh :

724
“Lohu berada dalam keadaan yang sadar, mungkin kau sendiri
yang sedang pikun sehingga melupakan diri, Eng ji toh orang sendiri,
sudah seharusnya kita bersama sama mengajaknya, buat apa kau
main sembunyi? Apakah hal inilah yang menjadi watakmu?”
Thi Eng khi sedang berkerut kening, dia merasa perkataan dari
Tiang pek lojin So Seng pak amat menusuk pendengaran. Sementara
dia masih termangu, terdengar Tiang pek lojin So Seng pak telah
berkata lebih jauh :
“Ban seng kiong telah dipimpin langsung oleh Hian im Tee kun,
lohu sudah ditarik menjadi tongcu ruangan Pek hou tong bersama
Kian lo ....”
Paras muka Thi Eng khi berubah berulang kali, tidak menunggu
Tiang pek lojin menyelesaikan perkataannya, dengan sekujur tubuh
gemetar keras ia telah menutupi sepasang telinganya sambil
berteriak keras :
“Tidak! Tidak! Aku tak mau mendengarkan ....”
Kemudian dia menjerit lagi :
“Ooo Thian!”
Tanpa membuang waktu dia segera membalikkan badan dan
berlalu meninggalkan tempat itu. Dari belakang tubuhnya
kedengaran suara Tiang pek lojin So Seng pak sedang berkata
sambil tertawa terbahak bahak.
“Haahhh.... haaahhhh..... haaahhhh...... kakekmu Keng thian giok
cu Thi loko pun telah menerima perintah dari Tee kun untuk
menjabat sebagai Tongcu ruangan Cing liong tong! Dia telah
meninggalkan pesan yang memerintahkan kepadamu untuk segera
menjumpainya dan menerima perintah!”
Sekali lagi Thi Eng khi berteriak keras, larinya tampak bertambah
cepat lagi. Dalam keadaan seperti ini, Bu im sin hong Kian Kim siang
tak sempat untuk menganggapi ucapan Tiang pek lojin lagi, dia
segera berteriak keras :
“Thi lote!”

725
Dengan cepat, dia mengejar dibelakangnya. Melihat itu, Tiang
pek lojin So Seng pak tertawa tergelak semakin bangga lagi.
Ketika Ciu Tin tin mencapai di luar pintu gerbang Ban seng kiong
setelah terhalang oleh Hian im Tee kun, ia kehilangan jejak dari Thi
Eng khi, ia tahu setelah kehilangan jejaknya, maka bila ingin
menyusulnya hal itu jauh lebih sulit daripada naik ke langit.
Dalam keadaan begini, dia lantas menundukkan kepalanya dan
memandang sekejap kearah tulang kering sepanjang satu inci
ditangannya itu, sementara otaknya berpikir kembali akan ucapan
Hian im Tee kun yang meminta gurunya agar menjabat sebagai
Tongcu ruangan Cu ciok tong dalam istana Ban seng kiong.
Setelah mempertimbangkan berat ringannya, sambil menggertak
gigi akhirnya diputuskan untuk pulang ke gunung lebih dulu.
Mengapa Ciu Tin tin bisa munculkan diri dalam istana Ban seng
kiong kali ini?
Ternyata pada malam ketika Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian
Kim siang berpisah di bukit Sam yang hong tempo hari, karena Thi
Eng khi telah berpekik lirih untuk memanggil kuda berbulu hitamnya,
maka dalam keadaan ilmu Heng kian sinkang yang baru berhasil
dipelajari dan belum mampu dikendalikan sebaik baiknya, ditambah
lagi malam itu hening, akhirnya suara tersebut didengar pula oleh
Ciu Tin tin yang sedang menangis.
Mendengar suara tersebut, Ciu Tin tin segera mengetahui
siapakah orangnya, dia segera menyusul kedepan, sayang
kemunculannya terlambat selangkah dan ia tak berhasil menjumpai
bayangan tubuh dari Thi Eng khi.
Walaupun masih murung namun rasa sedih yang semula
mencekam hatinya telah jauh berkurang. Paling tidak, ia sudah tahu
kalau Thi Eng khi telah berhasil meloloskan diri dari bahaya maut.
Terdorong oleh gejolak perasaan pada hatinya, dia segera
memutuskan untuk secara diam diam meninggalkan bukit Bu gi san,

726
karena ia beranggapan sebelum dapat bertemu muka dengan adik
Eng, sekalipun tinggal di Bu gi san, dia tak akan merasa lega hati.
Sewaktu dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan
Thi Eng khi akan mendatangi istana Ban seng kiong seorang diri, Ciu
Tin tin segera menyusul ke istana Ban seng kiong, akhirnya dia
berjumpa dengan Thi Eng khi dan menghantar keberangkatan
Huang oh siansu berpulang ke alam baka.
Walau sudah berjumpa, ternyata mereka tak mengucapkan
sepatah katapun dan harus berpisah kembali, rasa sedih yang
mencekam perasaan Ciu Tin tin benar benar tak terlukiskan dengan
kata.
Akan tetapi bagaimanapun juga Ciu Tin tin memang seorang
gadis yang luar biasa, berada dalam situasi yang amat kritis ini, dia
memutuskan untuk mendahulukan soal tugas umum daripada
kepentingan pribadi.
Maka ia mengurungkan niatnya untuk mencari Thi Eng khi dan
berangkat pulang ke kuil Sam sim an dibukit Bu gi san untuk
menyampaikan dahulu pesan dari Hian im Tee kun.
Sementara itu, Sim ji sinni yang telah membagikan Si toan kim
khong kepada pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan Pek leng
siancu So Bwe leng, dengan perasaan lega telah kembali ke kuil Sam
sim an.
Karena itulah dia tak tahu kalau Thi Eng khi telah mendatangi
istana Ban seng kiong seorang diri, waktu itu dia malah sedang sedih
karena peristiwa terjatuhnya Thi Eng khi kedalam jurang dan
perginya Ciu Tin tin tanpa pamit.
Sebenarnya Sim ji sinni bertindak semacam itu selama ini hanya
bermaksud baik untuk Thi Eng khi, siapa sangka justru kebalikannya
yang ditemui peristiwa tragedi ini segera membuat Sim ji sinni amat
sedih bercampur menyesal.

727
Tatkala Ciu Tin tin tiba kembali di kuil Sam sim an, Sim ji sinni
saat itu sedang berdiri seorang diri diatas tebing sambil menahan
rasa sedih dalam hatinya. Ciu Tin tin menjadi amat sedih setelah
menyaksikan kejadian itu, dia segera berseru lirih :
“Suhu ...!”
Dengan cepat dia menubruk ke dalam pelukan Sim ji sinni dan
menangis tersedu sedu. Agak lega juga hati Sim ji sinni menyaksikan
Ciu Tin tin telah kembali dengan selamat, dibelainya rambut nona itu
dengan kasih sayang, kemudian hiburnya :
“Anak Tin, dalam perjalananmu turun gunung kali ini apakah
telah menjumpai suatu kejadian yang memedihkan hatimu?”
Setelah menangis sekian waktu, pelan pelan Ciu Tin tin baru
dapat menenangkan kembali hatinya, dia lantas mengeluarkan
lencana tulang putih pemberian Hian im Tee kun, kemudian tanya :
“Suhu, apakah kau kenal dengan lambang tulang kering ini?”
Begitu menyaksikan benda tersebut, paras muka Sim ji sinni
segera berubah hebat serunya tanpa terasa :
“Omitohud .... dari mana kau dapatkan lencana Pek leng kut
tersebut ....?”
Suaranya kedengaran gemetar keras, jelas nikou sakti dari kolong
langit ini dibuat terperanjat setelah menyaksikan lencana pek leng
kut tersebut ....
Meninjau dari perubahan wajah gurunya, Ciu Tin tin segera sadar
kalau masalahnya amat gawat, maka secara ringkas dia lantas
melaporkan semua pengalamannya sejak turun gunung.
Tatkala Sim ji sinni mendapat tahu kalau Thi Eng khi belum mati,
hatinya merasa lega sekali, sambil memandang wajah Ciu Tin tin
sekulum senyuman segera tersungging diujung bibirnya.
Akan tetapi, ketika ia mendengar Hian im Tee kun menitahkan
kepadanya untuk menjabat tongcu ruangan Cu ciok tong dalam
istana Ban seng kiong, paras mukanya kembali menjadi tegang, ia
tampak tidak tenang sekali.

728
Ciu Tin tin sama sekali tidak menyangka kalau gurunya bakal jeri
terhadap manusia yang bernama Hian im Tee kun tersebut, dalam
hatinya ia merasa sangat tidak puas, serunya :
“Tua bangka itu sungguh mengemaskan, lain kali jika anak Tin
berjumpa lagi dengannya pasti akan kutunjukkan sedikit kelihayanku
kepadanya!”
Rasa tegang yang semula mencekam perasaan Sim ji sinni
agaknya terbuka juga oleh kepolosan Ciu Tin tin, dia segera
tersenyum, katanya :
“Anak Tin, tahukah kau manusia macam apakah Hian im Tee kun
tersebut...?”
“Hmmm .... tak lebih cuma seorang tua bangka berjubah hijau,
apanya yang luar biasa?”
Dengan kening berkerut, Sim ji sinni segera berkata :
“Berbicara soal Hian im Tee kun, dia merupakan seorang manusia
yang paling hebat dalam dunia persilatan dewasa ini, aku belum bisa
membayangkan siapakah diantara jago jago persilatan yang ada
sekarang dapat mengalahkan dirinya.”
Ciu Tin tin segera teringat dengan kegagahan dari Keng thian
giok cu Thi Keng, kakek dari Thi Eng khi, seharusnya dialah yang
terhitung berilmu paling lihay, maka dengan riang gembira ujarnya :
“Kalau Keng thian giok cu Thi yaya masih berada di dunia,
andaikata bisa menjumpai dia orang tua, rasanya tak sulit untuk
merobohkan Hian im Tee kun tersebut!”
“Tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi tayhiap
berada seimbang denganku, padahal dengan kepandaian yang
kumiliki sekarang paling banter hanya bisa tahan sebanyak seratus
gebrakan belaka, aku rasa Thi lotoa juga tak akan lebih hebat
daripada diriku.”
Sekarang Ciu Tin tin baru merasa sangat tegang, serunya dengan
cepat :

729
“Sebetulnya manusia macam apakah dia? Mengapa bisa
sedemikian lihaynya.....?”
“Berbicara soal asal usul dari gembong iblis ini, tak mungkin bisa
selesai dalam sepatah dua kata saja, pokoknya dia merupakan
seorang gembong iblis yang berkepandaian paling tinggi selama
ratusan tahun belakang ini, sejak dua puluh tahun terjun ke dunia
persilatan sampai sekarang belum pernah ada tandingannya, bahkan
pada seratus tahun berselang, dunia persilatan sempat dibikin porak
poranda oleh perbuatannya itu ....”
Ketika berbicara sampai disitu, dia segera menghembus napas
panjang ....
Ciu Tin tin segera menimbrung :
“Suhu, apakah kau tidak terlalu menyanjung kehebatan dari Hian
im Tee kun itu? Seandainya dia lihay, sejak dulu dia sudah merajai
dunia persilatan dan rasanya tak perlu untuk menunda sampai
sekarang dan baru muncul serta mengalahkan para angkatan
muda.”
Sim ji sinni segera tertawa.
“Anak Tin, kau jangan menimbrung dulu toh perkataanku belum
selesai kuucapkan!”
“Tecu merasa amat tidak leluasa menyaksikan sikap congkak dan
jumawa dari keparat tua itu, rasanya ingin sekali kuhajar dirinya
habis habisan untuk melampiaskan rasa gemas didalam hati.”
“Untung saja pada waktu itu muncul seorang jago lihay yang
sangat hebat dan berilmu tinggi, dalam suatu pertarungan yang
hebat akhirnya dia berhasil mengalahkan Hian im Tee kun dan
menghindarkan dunia persilatan dari tragedi yang mengenaskan.”
Ciu Tin tin segera merasakan semangatnya berkobar kembali,
buru buru serunya :
“Siapakah dia .... dia orang tua? Masih hidupkah dia di dunia ini?
Mengapa kita tidak mengundang kemunculannya?”

730
Sim ji sinni mendongakkan kepalanya dan memandang
sekumpulan awan putih yang sedang bergerak diangkasa, setelah itu
katanya lebih jauh :
“Dia...... sebelum mengalahkan Hian im Tee kun, dia hanya
seorang manusia tanpa nama dari dunia persilatan, tapi setelah
mengalahkan Hian im Tee kun, belum lagi orang lain mengetahui
namanya, dia sudah lenyap dari dunia persilatan, seakan akan
sebuah bintang di langit saja, walaupun memancarkan sinar
terangnya keempat penjuru namun sifatnya hanya sementara.”
Ciu Tin tin menjadi kecewa sekali, dia segera menghela napas
panjang :
“Aaai..... sungguh sayang.”
Mendadk hatinya tergerak, ia merasa sikap maupun cara gurunya
berbicara nampak aneh sekali dan jauh berbeda dengan keadaan di
hari hari biasa. Sorot mata yang memancar keluar dari balik matanya
itu nampak begitu lembut dan halus, seakan akan tersimpan sesuatu
dibalik kesemuanya itu.
“Aaaah, jangan jangan dia adalah .....”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi segera teriaknya tertahan
:
“Suhu, kau orang tua kenal dengannya?”
Tiba tiba paras muka Sim ji sinni berubah menjadi merah padam
karena jengah, dipandanginya Ciu Tin tin sekejap, kemudian
menjawab :
“Tidak, suhu tidak kenal dengannya!”
Kemudian setelah menghela napas panjang, lanjutnya :
“Suhu hanya tahu kalau dia adalah seorang murid dari Thio Biau
liong locianpwe, bahkan akupun pun tahu kalau goa tempat tinggal
dari Thio locianpwe terletak disekitar puncak Sam yang hong ini.”
Ciu Tin tin adalah seorang gadis yang cerdik, sekalipun gurunya
selalu berusaha untuk menyangkal, tapi hal ini sama artinya dengan

731
dia mengakui kalau punya hubungan yang luar biasa dengan
manusia aneh tersebut, kalau tidak mengapa imamnya yang sudah
tebal karena pertapaannya selama seratus tahun bisa menjadi
goyah?
Cuma saja jalan pemikiran tersebut dia simpan dalam hati saja,
sementara di wajahnya dia bertanya lagi sambil tersenyum :
“Suhu, dari mana kau bisa tahu kalau Thio locianpwe mempunyai
tempat tinggal dekat dengan puncak Sam yang hong ini?”
“Kita adalah sama sama dalam pertapaan, tentu saja aku
mengenalnya ....”
“Suhu kalau kau menerangkannya sejak tadi, bukankah hal ini
menjadi beres ...?”
Terdengar Sim ji sinni menghela napas panjang, kemudian
berkata lebih jauh :
“Ya.... dia pula yang memberitahukan kepadaku letak gua
pertapaan dari Thio locianpwe itu.”
Setelah berhenti sejenak, dengan wajah penuh kepedihan, dia
berkata lebih jauh :
“Sayang sekali karena luka yang dideritanya terlampau parah,
akhirnya dia terjatuh diatas batu hijau dan menghembuskan napas
penghabisan ....”
Sembari berkata, dia lantas menuding sebuah batu hijau di
bawah sebatang pohon siong yang berada tak jauh dari sana.
“Jadi maksudmu, dia orang tuapun akhirnya kalah juga?” Kata
Ciu Tin tin dengan sepasang mata agak basah.
“Siapa yang mengatakan dia kalah?” ujar Sim ji sinni serius,
“hanya bisa dibilang dia terluka parah karena pertarungannya
dengan Hian im Tee kun dan dia ..... karena hendak
memberitahukan kepadaku soal yang menyangkut tentang gua
pertapaan dari Thio locianpwe, siang malam dia menempuh

732
perjalanan jauh datang kemari, akibatnya luka yang dideritanya
makin parah dan akhirnya malah mencelakai jiwa sendiri.”
Sewaktu berbicara sampai disitu, dia tak sanggup menahan diri
lagi, dua titik air mata segera jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Walaupun dibalik perkataannya itu masih terdengar suara cintanya
dalam, namun Ciu Tin ti turut mengucurkan air matanya juga karena
sedih, dia tak berani bertanya lagi karena kuatir akan semakin
menyedihkan hati gurunya.
Guru dan murid saling berpandangan beberapa saat lamanya,
mendadak Sim ji sinni menguasai kembali emosinya dan berkata
dengan wajah bersungguh sungguh :
“Asal kita dapat menemukan gua pertapaan dari Thio locianpwe,
kita pasti akan menemukan sebuah cara untuk menaklukkan Hian im
Tee kun!”
Mendadak pada saat itulah dari atas pohon siong dekat batu hijau
yang ditunjuk oleh Sim ji sinni tadi, berkumandang suara gelak
tertawa amat nyaring.
“Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... gua pertapaan dari Thio
locianpwe telah didatangi lebih dulu oleh orang lain!”
Bersamaan dengan berkumandangnya suara itu, Bu im sing hong
Kian Kim siang telah munculkan diri didepan mata. Setelah menjura,
dia lantas berkata :
“Puluhan tahun tak bersua, tak nyana kalau keadaanmu masih
seperti sedia kala, sungguh patut digirangkan, sungguh patut
diucapkan selamat.”
Padahal berbicara tentang tenaga dalam yang dimiliki Sim ji sinni,
kendatipun Bu im sin hong Kian Kim siang memiliki ilmu
meringankan tubuh hu kong keng im yang lihay, tak mungkin
jejaknya tak akan diketahui olehnya dalam jarak lima kaki.
Akan tetapi berhubung dia sedang dicekam oleh suatu masalah
yang memedihkan hatinya, maka akibatnya dia menjadi teledor dan
kurang waspada.

733
Sim ji sinni segera menitahkan kepada Ciu Tin tin untuk memberi
hormat kepada Bu im sin hong Kian Kim siang, setelah itu ujarnya
dengan wajah serius :
“Kian sicu mengatakan kalau gua pertapaan dari Thio locianpwe
telah didatangi orang, benarkah itu?”
Sebenarnya Bu im sin hong Kian Kim siang mengucapkan
perkataan itu tanpa sengaja, setelah ditanya oleh Sim ji sinni, dia
baru teringat dam pesan dari Thio Biau liong yang melarang untuk
membocorkan rahasia itu kepada orang lain.
Kontan saja paras mukanya berubah merah padam serunya
dengan nada terbata-bata :
“Aku hanya salah berbicara saja, harap sinni sudi memaafkan,
lohu tak berani melanggar perintah dari Thio locianpwe.”
“Oooh .... rupanya locianpwe yang telah berkunjung lebih dulu ke
situ ....!” seru Ciu Tin tin cepat. Sim ji sinni juga mengawasi wajah
Bu im sin hong lekat lekat, sementara senyuman menghiasi ujung
bibirnya.
Dengan cepat Bu im sin hong Kian Kim siang menggoyangkan
tangannya berulang kali sambil membantah :
“Bukan aku, bukan aku, masih ada orang lain, masih ada orang
lain! Lohu hanya secara kebetulan saja mengiringi dirinya dan
beruntung dapat menjumpai Thio locianpwe, jadi tak bisa dibilang
sebagai ahli waris Thio locianpwe.”
Baru saja Ciu Tin tin hendak mendesak lebih jauh, sambil tertawa
Sim ji sinni telah menukas :
“Anak Tin, kau tak usah bertanya lagi, orang yang bisa berada
bersama dengan Kian sicu sudah pasti bukan manusia sesat, dengan
begitu pinni pun boleh berlega hati.”
Sim ji sinni segera mempersilahkan tamunya untuk duduk,
setelah menghidangkan air teh, kebetulan Bu naynay baru pulang
dari luar, semua orang pun merupakan kenalan lama, maka begitu

734
Bu naynay menyaksikan kehadiran Bu im sin hong Kian Kim siang,
dengan paras muka berubah hebat serunya keras keras :
“Kian lotau, mau apa kemari? Apkah kau hendak membujuki sinni
kami agar menerima kedudukan Tongcu tersebut?”
Rupanya dalam perjalanannya turun gunung kali ini, Bu naynay
sempat mendengar orang bercerita tentang diadakannya ruangan
Cing liong, Pek hou, Cu ciok dan Hian bu dalam istana Ban seng
kiong, dimana sinni dicantumkan pula, maka diapun mengajukan
pertanyaan tersebut.
Akan tetapi menyaksikan Ciu Tin tin juga hadir disitu, dia
kesampingkan diri Bu im sin hong Kian Kim siang dan berkata
kepada gadis tersebut :
“Tin ji, baik baiklah kau? Mengapa kau pergi tanpa pamit?
Membuat aku dan suhumu panik setengah mati! Lain kali kalau ingin
pergi, kau mesti memberitahukan dulu kepada nenek, bila nenek
menemanimu maka kita tak usah kuatir dengan segala tipu muslihat
dalam dunia persilatan lagi...”
Luapan cinta kasih yang ditunjukkan membuat setiap orang
merasa sangat terharu. Ciu Tin tin segera menggengam tangan Bu
naynay yang telah berkeriput itu dan berkata dengan gembira :
“Dengan mengandalkan nama besar dari suhu dan nenek, siapa
lagi yang berani mempermainkan diriku?”
Diumpak oleh Ciu Tin tin, Bu naynay kelihatan gembira sekali.
“Anak Tin, pergilah beristirahat atau mungkin kau sudah lapar,
nenek akan segera menyiapkan hidangan untukmu!”
Sambil tertawa dia lantas mengundurkan diri dari situ.
“Bu toanio,” teriak Bu im sin hong Kian Kim siang dengan
lantang, “jangan lupa bagian lohu!”
Dalam kuil memang tersedia sayur dan nasi, maka dengan cepat
hidangan telah disiapkan, cuma dia khusus buatkan dua macam
sayur lagi yang diletakkan di depan Ciu Tin tin. Bu im sin hong Kian

735
Kim siang yang menyaksikan hal itu segera menggoda Bu naynay
yang dikatakan pilih kasih.
Selesai bersantap, mereka pun membicarakan lagi situasi dunia
persilatan dewasa ini. Dalam pembicaraan itu, Sim ji sinni baru tahu
kalau dalam setengah bulan saja, istana Ban seng kiong telah
berganti pemilik dan muncul dengan wajah baru.
Yang membuat Sim ji sinni mendongkol bercampur marah adalah
ucapan sesumbar dari Hian im Tee kun, dimana selain dia sendiri,
Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im
sin hong Kian Kim siang telah diundang untuk menjabat sebagai
Tongcu.
Menurut Bu im sin hong Kian Kim siang, sewaktu dia berjumpa
dengan Thi Eng khi dekat kota Sah si beberapa hari berselang, Thi
Eng khi telah memandangnya sebagai Tongcu dalam istana Ban
seng kiong.
Bahkan dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan Tiang pek
lojin menerima jabatan tersebut, bahkan konon Keng thian giok cu
Thi Keng juga telah tiba di istana Ban seng kiong. Oleh karena tak
kuat menahan pukulan batin inilah, Thi Eng khi telah lenyap dari
keramaian dunia persilatan.
Atau dengan perkataan lain, diantara empat manusia aneh dari
kolong langit, sudah ada dua orang yang bergabung dengan Hian im
Tee kun, sedangkan sisanya tinggal Sim ji sinni dan Bu im sin hong
Kian Kim siang. Sim ji sinni sekalian bertiga menjadi murung dan
amat kesal.
Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghela napas panjang,
katanya :
“Ada pun kedatangan lohu kemari mempunyai dua tujuan,
pertama untuk merundingkan cara untuk menanggulangi persoalan
ini, kedua menemukan kembali jejak Thi Eng khi.”
Kemudian setelah berhenti sejenak dan tertawa jengah, katanya
lebih lanjut :

736
“Sekarang persoalan telah berkembang jadi begini, lohu pun tak
bisa memenuhi permintaan dari Thio locianpwe lagi, hendak
kusampaikan sebuah kabar penting untuk kalian.”
“Kami akan mendengarkan dengan seksama!” Sim ji sinni
sekalian bertiga segera menyahut dengan wajah bersungguh
sungguh.
Dengan serius Bu im sin hong Kian Kim siang berkata :
“Perkataan ini muncul dari mulut lohu, semoga hanya berakhir
dengan sampai di telinga kalian bertiga saja, jangan sampai ada
orang lain yang mengetahuinya lagi.”
“Tak usah kuatir Kian sicu, kami semua akan menjaga rahasia ini
dengan sebaik baiknya,” janji Sim ji sinni dengan wajah serius.
Bu im sin hong Kian Kim siang segera mendongakkan kepalanya
berdoa dulu, kemudian baru berkata :
“Thi lote tak lain adalah orang yang telah mendapat warisan dari
Thio locianpwe, lohu duga di dalam putus asanya kemungkinan
besar dia masuk kembali ke gua pertapaan Thio locianpwe, maka
dari itu aku sengaja datang kemari untuk mencarinya.”
“Oooooh!”
“Oooooh!”
“Oooh...”
Ketiga orang itu saling berpandangan sekejap dengan wajah
tertegun, siapapun tidak menyangka kalau orang yang berhasil
mendapatkan warisan dari Thio locianpwe adalah Thi Eng khi.
Setelah jeritan kaget agak mereda, Sim ji sinni baru berkata lagi
sambil tersenyum :
“Pinni sudah seratus tahun lamanya mencari tempat itu, tak
nyana orang yang akhirnya berjodoh adalah Thi Eng khi, tampaknya
Thian memang mengatur segala galanya. Nah, anak Tin, sekarang
kau boleh merasa gembira bukan?”

737
Tentu saja kegembiraan Ciu Tin tin melebih siapapun, segera
tanyanya dengan cepat:
“Gua pertapaan dari Thio locianpwe itu berada dimana? Mari kita
segera pergi untuk mencarinya!”
“Pintu keluar dari gua pertapaan itu letaknya berada di dalam
sumur Bu sim cing di belakang kebun kuil.” Bu im sin hong Kian Kim
siang kembali menerangkan.
Untuk kesekian kalinya ketiga orang itu menjadi tertegun dan
berdiri termangu mangu. Sambil memandang kearah Ciu Tin tin, Bu
im sin hong Kian Kim siang berkata lebih jauh :
“Sewaktu kami lolos dari kurungan tempo hari, Thi lote
mendengar pula keluh kesah dari nona Ciu, sebenarnya dia hendak
menjumpai nona, tapi entah apa yang terjadi kemudian dia telah
bertekad untuk pergi meninggalkan tempat ini.”
Ciu Tin tin segera berkerut kening setelah mendengar perkataan
itu, jelas nampak ia merasa kecewa dan sedih, pikirannya pun
segera terjerumus dalam lamunan. Tak selang beberapa saat
kemudian, dia baru berwajah cerah kembali, ujarnya sambil tertawa
:
“Adik Eng adalah seorang yang mengutamakan kesetiaan kawan,
mungkin dia kuatir kalau sampai menunda urusan penting lainnya
maka dia baru tidak memperdulikan soal .....”
Kata ‘cinta’ yang seharusnya dikatakan, mendadak disabot dan
diurungkan ....
Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... nona Ciu nampaknya
kau sangat memahami perasaan hatinya!”
Ciu Tin tin menjadi tersipu sipu dibuatnya, dia segera
membalikkan badan dan lari menuju ke kebun belakang, serunya :
“Mari kita segera mencari adik Eng!”

738
Setibanya di tepi sumur Bu sim cing, dia siap sedia untuk
melompat masuk ke dalam sumur itu. Siapa tahu baru saja, dia
hendak melompat masuk, terasa lengannya ditarik orang, ternyata
Bu im sin hong Kian Kim siang telah mencekalnya kencang kencang.
Terdengar Bu im sin hong Kian Kim siang berkata lagi :
“Tunggu sebentar nona Ciu, air dalam sumur dingin sekali!”
Ciu Tin tin membelalakan matanya lebar lebar lalu berseru
dengan wajah tertegun :
“Locianpwe, bukankah kau mengatakan sumur ini?”
Sim ji sinni dan Bu naynay memandang pula kearah Bu im sin
hong Kian Kim siang dengan sorot mata yang sama. Menyaksikan
itu, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata :
“Mulut masuk menuju ke gua pertapaan Thio locianpwe terletak
pada dinding sumur tiga kaki dari permukaan air, bila kau tak tahu
letak pintu masuknya, sekalipun terjun ke air juga tak akan
menemukan pintu tersebut, lebih baik lohu yang berjalan di depan!”
“Anak Tin, ucapan Kian sicu memang benar,” ucap Sim ji sinni
pula, “mari kita menuju ke tepi sumur sambil menunggu petunjuk
dari Kian sicu ....”
Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghimpun tenaga
dalamnya dan berjalan ke tepi sumur, baru saja dia akan melompat
turun, mendadak dari luar kebun nampak sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat, kemudian terdengar seseorang berteriak
keras :
“Hati hati Sinni, jangan sampai tertipu oleh tipu muslihat orang,
cepat cegah dia terjun ke sumur!”
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak Sim ji sinni,
cepat dia mengebaskan ujung bajunya melepaskan pukulan Boan
yok sinkang untuk menutup mulut sumur itu, kemudian serunya :
“Kian sicu, harap tunggu sebentar, yang datang adalah Tiang pek
lojin So sicu!”

739
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Tiang pek lojin So
Seng pak telah munculkan diri disitu. Dalam waktu singkat, Bu im sin
hong Kian Kim siang, Tiang pek lojin dan Sim ji sinni berdiri pada
posisi yang berbeda dan saling bertatapan dengan sorot mata tajam.
Tiga orang dengan tiga hati dan tiga macam pikiran, tapi
semuanya diliputi tanda tanya besar. Sebaliknya Bu naynay dan Ciu
Tin tin hanya berdiri tertegun ditepi arena dengan mata terbelalak.
Yang datang memang Tiang pek lojin So Seng pak, dia muncul
dengan membawa sikap seratus persen perasaan curiga terhadap
maksud jelek Bu im sin hong Kian Kim siang.
Karena dalam pengejarannya terhadap Thi Eng khi, bukan saja
dia telah mendengar tentang diangkatnya empat orang Tongcu oleh
Ban seng kiong, bahkan dia telah menerima selembar surat
permohonan.
Yang paling membuatnya tidak tahan adalah dengan mata kepala
sendiri, dia menyaksikan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan
mengandalkan nama Ban seng kiong telah banyak melakukan
perbuatan jahat dan keji di tempat luaran.
Sebaliknya Bu im sin hong Kian Kim siang juga mencurigai Tiang
pek lojin sebagai utusan yang mendapat perintah dari Hian im Tee
kun untuk mengadu domba mereka serta membujuk Sim ji sinni
masuk perangkap.
Sim ji sinni berdiri dengan perasaan bingung dan tidak habis
mengerti .....
Begitulah, untuk setengah harian lamanya ketiga orang itu berdiri
saling berhadapan dengan wajah tegang. Kemudian Tiang pek lojin
So Seng pek menjura kepada Sim ji sinni dan berkata :
“Tempo hari berkat bantuan dari sinni, cucuku Bwe leng berhasil
selamat dari ancaman bahaya, waktu itu aku betul betul sudah pikun
sehingga sama sekali tidak mengetahui kehadiran sinni, bilamana
pelayananku kurang memadai, harap sinni sudi memaafkan.”

740
Sim ji sinni segera tertawa setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian :
“Yang kurang hormat seharusnya adalah pinni, harap So sicu
jangan menertawakan.”
Setelah sopan santun dilewatkan, Tiang pek lojin baru menuding
kearah Bu im sin hong Kian Kim siang sembari berkata :
“Sinni, apakah kau mengetahui latar belakang yang sebenarnya
dari orang ini?”
Melihat dirinya dituding oleh Tiang pek lojin, dengan cepat si
angin sakti tanpa bayangan Kian Kim siang berseru pula :
“Sinni, hati hati dengan orang ini, perkataannya berbisa dan
membahayakan persatuan kita.”
Baru saja Sim ji sinni hendak buka suara, Tiang pek lojin telah
menimbrung kembali:
“Orang itu sudah menggabungkan diri dengan pihak Ban seng
kiong kini dia menjabat sebagai ketua tongcu dari ruangan Hian bu
tong!”
Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim
siang melototkan sepasang matanya bulat bulat, teriaknya dengan
cepat :
“Orang ini telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan kini
sebagai ketua tongcu ruangan Pek hou tong!”
“Omong kosong!” teriak Tiang pek lojin dengan gusar.
“Kau sendiri yang omong kosong,” balas Bu im sin hong Kian Kim
siang tak mau kalah.
“Kau ....”
“Kau ....”
Keduanya tak mampu melanjutkan cekcoknya karena tak
sanggup berkata kata lagi. Dengan cepat Sim ji sinni menenangkan

741
hatinya, kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali
dia berkata :
“Harap sicu berdua jangan cekcok disini, pinni tak mau
mendengarkan perkataan kalian semua, sekarang lebih baik kalian
berdua turun saja dari bukit ini.”
Tampaknya karena tak berdaya menghadapi kesulitan yang
dihadapinya itu, terpaksa dia mengambil tindakan dengan
mempersilahkan tamunya untuk pergi. Tiang pek lojin So Seng pak
menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, segera serunya :
“Lohu datang kemari karena sedang mengejar Thi Eng khi, harap
sinni segera mengundang keluar Thi Eng khi, lohu ingin
mengucapkan beberapa kata kepadanya sebelum pergi dari sini!”
Agaknya orang tua ini bermaksud untuk menjelaskan soal mati
hidup Pek leng siancu So Bwe leng kepada si anak muda tersebut.
Bu im sin hong Kian Kim siang yang mendengar perkataan itu,
dengan cepat menimbrung.
“Asal lohu bisa berjumpa denngan Thi Eng khi, tak usah disuruh
sinniipun aku bisa segera turun gunung sendiri.”
Ditinjau dari perkataan tersebut, tampaknya kedua orang itu
sama sama tidak bersedia untuk pergi meninggalkan tempat itu. Sim
ji sinni segera berkerut kening, mendadak serunya :
“Tin ji, antar tamu kita!”
Tiang pek lojin So Seng pak segera mendengus, dengan
mencorong sinar tajam yang menggidikkan hati dia mengawasi
wajah Bu im sin hong Kian Kim siang tanpa berkedip. Bu im sin hong
Kian Kim siang pun mendongakkan kepalanya dan tertawa seram :
“Heeehhhh..... heeehhhh...... So Seng pak, kau memang betul
betul hebat, terutama sekali kepandaianmu untuk mengadu domba,
betul betul luar biasa, lohu bersedia meminta petunjuk beberapa
jurus ilmu silat darimu!”
Mendengar suasana semakin menegang, dengan cepat Ciu Tin tin
menyelinap kedepan dan berdiri diantara kedua orang itu, kemudian
sambil menjura kekiri kekanan serunya berulang kali :

742
“Boanpwe menanti locianpwe berdua untuk turun dari gunung
.....”
Sebetulnya kedua orang itu sudah berniat untuk melakukan
pertarungan adu jiwa, tapi lantaran Ciu Tin tin berdiri di tengah
arena dan lagi untuk menjaga ‘gengsi’, tentu saja mereka tak bisa
turun tangan secara gegabah.
Terpaksa sambil tertawa kering, mereka berdua saling
berpandangan dengan mata melotot. Sim ji sinni tertawa dingin, tiba
tiba selanya :
“Kalau toh kalian berdua sama sama tak pandang sebelah
matapun terhadap yang lain, terpaksa pinni harus menghantar
sendiri kepergian kalian berdua dari sini!”
Kemudian dengan wajah serius, dia menghimpun tenaga Boan
yok sinkangnya hingga dua belas bagian, kemudian selangkah demi
selangkah menghampiri mereka berdua.
Baru saja dia berjalan dua langkah, mendadak dari sisi arena
muncul kembali sesosok bayangan manusia dan melayang turun
diantara tiga orang itu, serunya dengan lantang :
“Sinni, dalam peristiwa ini terdapat kecurigaan yang maha besar,
bagaimanapun urusan harus diperiksa dulu!”
Kehadiran orang itu ternyata sama sekali tidak dirasakan oleh
ketiga tokoh persilatan tersebut, dari sini dapat diketahui kalau
tenaga dalam yang dimiliki pendatang itu benar benar luar biasa
hebatnya.
Tanpa terasa semua orang menjadi terperanjat dan bersama
sama mendongakkan kepalanya. Ternyata pendatang itu adalah
seorang kakek berambut perak berjubah biru dan berwajah penuh
senyuman, dengan sorot mata tajam ia memandang sekejap kearah
mereka bertiga lalu menjura kepada masing masing orang.
Begitu mengetahui siapa yang datang, Tiang pek lojin So Seng
pak segera bersorak gembira :
“Toako! Siaute sungguh rindu kepadamu.”

743
Jilid 23
Bu im sin hong Kian Kim siang dengan wajah berseri turut
berseru pula dengan lantang :
“Thi tayhiap, setelah kau datang kemari, urusan akan lebih
gampang untuk diselesaikan.”
Sedangkan Sim ji sinni segera merangkapkan tangan didepan
dadanya sambil berbisik :
“Omitohud .... Thi tayhiap tak pernah berbicara sembarangan,
pinni mohon petunjuk darimu. ”
Kemunculan Keng thian giok cu Thi Keng secara tiba tiba di
puncak Sam yang hong selain berhasil menghindari meletusnya
suatu pertempuran besar, bahkan membuat jantung Ciu Tin tin
berdebar keras sehingga hampir saja melompat keluar dari rongga
dadanya. Kakek kekasih hatinya berarti pula kakek sendiri, kalau
dipikirkan kembali dia menjadi tersipu sipu malu.
Keng thian giok cu Thi Keng tidak segera menjawab perkataan
dari Sim ji sinni, dia hanya tertawa kemudian mengalihkan sorot
matanya yang tajam keatas wajah Ciu Tin tin. Dipandang secara
begini rupa, Ciu Tin tin segera merasakan tubuhnya menjadi gatal,
seperti ada beribu ekor semut yang berjalan diatas tubuhnya, ia
menjadi sangat tidak tenang.
Sambil tertawa Sim ji sinni segera berseru :
“Anak Tin, mengapa kau tidak segera memberi hormat kepada
Thi locianpwe?”
Ciu Tin tin semakin gugup sehingga tak berani mendongakkan
kepalanya tapi dia toh maju juga dan menjatuhkan diri berlutut dan
memberi hormat kepada Keng thian giok cu Thi Keng.
“Anak Tin menjumpai Thi yaya!” bisiknya lirih.

744
Keng thian giok cu Thi Keng menerima penghormatan dari Ciu
Tin tin tersebut, kemudian entah apa yang terjadi tahu tahu muncul
segulung tenaga yang amat besar membimbing gadis itu bangun.
“Apakah ayahmu adalah Gin ih kiam kek Ciu tayhiap?” tegurnya
dengan mata berkaca.
“Benar!” sahut Ciu Tin tin sambil sesenggukkan menahan isak
tangisnya.
Dengan penuh kasih sayang, Keng thian giok cu Thi Keng segera
membelai rambut Ciu Tin tin yang halus, katanya pelan :
“Nak, kau baik sekali!”
Ciu Tin tin segera merasakan titik air mata jatuh bercucuran
dengan derasnya membasahi seluruh wajahnya, dia merasa Thi yaya
ini baik sekali kepadanya. Mendadak rasa malunya lenyap tak
berbekas, sembari menubruk kedalam pangkuan Keng thian giok cu
Thi Keng, serunya sambil tersedu :
“Yaya, adik Eng terlalu menderita!”
Keng thian giok cu Thi Keng merasa dia telah berbuat salah
kepada cucu kesayangannya, maka setelah mendengar ucapan dari
Ciu Tin tin tersebut untuk sesaat lamanya dia tak sanggup untuk
mengeluarkan sepatah katapun.
Berbareng itu pula, suara helaan napas segera berkumandang
dari empat penjuru di sekeliling tempat itu. Tampaknya hubungan
mesra antara kakek dan cucu ini, membuat Tiang pek lojin menjadi
teringat kembali dengan musibah yang menimpa cucu
kesayangannya Pek leng siancu So Bwe leng, dia menggelengkan
kepalanya berulang kali dengan perasaan amat sedih.
Sewaktu kejadian itu diketahui oleh Keng thian giok cu Thi Keng,
sambil tertawa orang tua itu segera berkata :
“Saudaraku, aku sudah pernah bersua dengan Bwe leng si bocah
itu, aku amat menyukainya, kau tak usah kuatir!”

745
Ucapan itu bermaksud ganda dan amat jelas sekali artinya,
kontan saja Tiang pek lojin menjadi girang dan wajahnya kembali
berseri-seri......
Kemudian pelan pelan Keng thian giok cu Thi Keng mendorong
tubuh Ciu Tin tin, katanya lembut :
“Nak, berdirilah dulu di samping, yaya lupa menjawab pertanyaan
dari gurumu.”
Dengan berat hati Ciu Tin tin segera meninggalkan pelukan Keng
thian giok cu Thi Keng dan kembali kesisi Bu naynay, sementara
sepasang matanya yang jeli dan lembut tak pernah beralih
sekejappun dari tubuh kakek itu.
Paras muka Keng thian giok cu Thi Keng segera pulih kembali
pada sikapnya yang perkasa seperti dulu, kepada Sim ji sinni
katanya sambil tertawa :
“Sinni, kau sendiripun belum lama pulang gunung, hal ini berarti
kaupun wajib untuk mencuci bersih dirimu dari segala kecurigaan.”
Sim ji sinni segera tertawa, seperti memahami sesuatu diapun
segera berkata :
“Thi sicu, rupanya kaupun menganggap pinni telah takluk dan
bergabung dengan Ban seng kiong?”
“Lohu pernah menyaksikan keempat tongcu muncul bersama
sama dalam istana Ban seng kiong.”
“Haaaah....!” perkataan itu kontan saja disambut tiga orang
lainnya dengan jeritan kaget.
Ciu Tin tin juga tak kuasa menahan diri, dengan cepat diapun
menimbrung dari samping.
“Maksud yaya, ada empat orang yang berwajah mirip dengan
yaya sekalian telah muncul di istana Ban seng kiong?”
Keng thian giok cu Thi Keng segera manggut manggut.

746
“Benar! Aku menjumpai mereka berempat telah menyaru dan
mencatut nama kita berempat!”
Setelah berhenti sejenak, diapun menyahut lebih jauh :
“Oleh karena itu, mau tak mau kita harus berpikir dan menduga
kalau salah seorang diantara kita berempat besar kemungkinan ada
yang gadungan ....”
Bu im sin hong Kian Kim siang tidak percaya dengan ucapan
tersebut, dengan cepat dia berseru :
“Tapi untuk mencari empat orang yang berwajah agak mirip
dengan kami dan menyaru sebagai kita berempat, rasanya hal ini
mustahil bisa dilakukan ....”
Mendengar perkataan itu, Tiang pek lojin segera tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... ilmu menyaru muka
yang dimilik Huan im sin ang tiada keduanya didunia ini, jangankan
baru empat orang, sekalipun seratus orang juga bukan kesulitan
baginya!”
Tentu saja Bu im sin hong Kian Kim siang tidak percaya dengan
kenyataan tersebut, akan tetapi setelah dijelaskan pula oleh Sim ji
sinni dan Keng thian giok cu Thi Keng, dia baru tak sanggup untuk
berkata apa apa lagi.
Sebagaimana diketahui, dia belum lama lolos dari kurungan,
tentu saja dia pun kurang mengenal terhadap kemampuan dari Huan
im sin ang untuk mengubah raut wajah, tak heran kalau rekan rekan
lainnya harus berbicara banyak untuk menyakinkan dirinya.
Di dalam kenyataan, empat orang tongcu yang berada dalam
istana Ban seng kiong sekarang, tak seorang pun yang asli.
Berbicara yang sebetulnya, hal mana tak lebih hanya merupakan
semacam siasat keji dari Hian im Tee kun belaka.
Rupanya Hian im Tee kun selain bermaksud merusak nama besar
dan kepercayaan orang terhadap pamor Keng thian giok cu sekalian

747
berempat, diapun punya rencana busuk untuk mengadu domba
kaum persilatan dari golongan lurus.
Dia menitahkan kepada Huan im sin ang untuk mempergunakan
ilmu menyarunya yang lihay merubah empat orang gembong iblis
anak buahnya menjadi Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin
So Seng pak, Sim ji sinni serta Bu im sin hong Kian Kim siang.
Perbuatan ini dilakukannya dengan sangat rahasia sekali, kecuali
Huan im sin ang seorang, boleh dibilang kawanan iblis lainnya tak
ada yang mengetahui, bahkan mereka bergembira karena mengira
keempat orang tongcu tersebut benar benar dijabat oleh Keng thian
giok cu Thi Keng sekalian berempat.
Perlu diketahui, nama besar Keng thian giok cu Thi Keng di dalam
dunia persilatan dewasa ini amat termashur dan jarang sekali ada
yang bisa menandingi, asal keempat tokoh utama ini berhasil
dibereskan, maka kawanan jago lainnya bukanlah merupakan suatu
ancaman yang serius.
Tindakan yang dilakukan Hiam im Tee kun kali ini memang
sangat lihay sekali, kendatipun Keng thian giok cu Thi Keng sekalian
tak sampai diperalat olehnya, tapi atas tindak tanduk yang dilakukan
oleh penyaru penyaru tersebut, akibatnya nama besar mereka akan
rusak, umat persilatan tak akan percaya lagi kepada mereka, dan
akhirnya mereka tak bisa menancapkan kaki lagi dalam dunia
persilatan.
Apakah hasil dari rencana yang disusun oleh Hian im Tee kun ini
bisa berhasil sukses seperti apa yang diharapkan, baiklah kita
nantikan perkembangan selanjutnya.
Sementara itu, ketika Keng thian giok cu Thi Keng menyaksikan
Bu im sin hong Kian Kim siang sudah mempercayai apa yang
dikatakan semua orang, sambil mengangguk ia baru berkata :
“Oleh karena itu, pertama tama yang harus kita lakukan adalah
bagaimana membuktikan keaslian diri sendiri kemudian baru
bersama sama merundingkan cara yang terbaik untuk
menanggulangi musibah tersebut.”

748
Tiang pek lojin yang pertama tama menyanggupi usul itu paling
dulu, dengan cepat serunya :
“Apa yang dikatakan toako memang benar, tapi dengan cara
apakah kita membuktikan keaslian kita masing masing?”
“Omitohud” bisik Sim ji sinni, “menurut pendapat pinni,
bagaimana kalau kita pergunakan ilmu silat simpanan masing masing
perguruan untuk membuktikan keaslian dari diri sendiri?”
“Bagus sekali,” seru Tiang pek lojin So Seng pak dengan cepat,
”kendatipun Hiam im Tee kun bisa menyaru wajah kita namun dalam
hal ilmu silat mustahil mereka bisa menirukan secara persis,
terutama dalam soal kematangan, bagi mata seorang ahli hal
tersebut mudah untuk membedakan mana yang asli dan mana yang
palsu, pendapat dari sinni ini memang tepat sekali.”
“Sinni!” ujar Bu im sin hong Kian Kim siang kemudian, “ilmu Boan
yok sinkangmu sudah mencapai puncak kesempurnaan dan bisa
dipergunakan menurut jalan pikiran, dalam seratus langkah dapat
melukai orang tanpa berwujud. Kami sekalian akan menggunakan
kesempatan ini untuk menikmati kelihayanmu itu.”
Sim ji sinni tertawa.
“Ilmu Sian thian bu kek ji gi sinkang dari Thi sicu merupakan ilmu
yang maha dahsyat di dunia ini, mengapa kita tidak minta
kepadanya untuk mendemonstrasikan kelihayannya agar membuka
mata kita semua?”
Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata :
“Ilmu Kiu coan hian kang dari So lote dan ilmu gerakan Hu kong
keng im dari Kian tayhiap semuanya merupakan ilmu silat utama
dalam dunia persilatan, sudah sepantasnya kepandaian kepandaian
yang hebat lebih dulu menunjukkan kelihayannya masa lohu berani
mendahului?”
Tiang pek lojin memandang sekejap kearah Keng thian giok cu
Thi Keng, kemudian ujarnya sambil tertawa :

749
“Biarlah burung yang bodoh terbang lebih dulu, siaute akan
mendemonstrasikan kejelekanku lebih dulu untuk membuka upacara
ini.”
Kemudian setelah berhenti sejenak lanjutnya :
“Bilamana ada kesilapan harap kalian semua jangan
menertawakan.”
Setelah itu, dia lantas berjalan menuju ke sumur Bu sim cing
tersebut, kemudian sambil menghadap kemulut sumur, telapak
tangannya ditekan lalu diayunkan keatas sambil membentak keras :
“Naik!“
Air sumur yang berada tiga puluh kaki dibawah permukaan tanah
itu diiringi pancuran yang maha dahsyat mendadak menyembur
keluar dan mencapai ketinggian beberapa kaki, seakan akan ada
sebuah tonggak berwarna putih keperak perakan yang menancap di
tengah sumur yang menjulang keangkasa.
Bila seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang sudah mencapai
puncak kesempurnaan, jangan harap dia bisa melakukan tindakan
semacam ini.
“Bagus!“ teriak semua orang.
Belum lenyap suara tersebut, Tiang pek lojin telah mengalihkan
sorot matanya yang tajam keujung tonggak air tersebut, kemudian
bentaknya lagi. Tampak tonggak air yang menjulang ke angkasa itu
mendadak berputar memenuhi angkasa, keadaan tersebut ibaratnya
naga sakti yang sedang menari nari dengan cepatnya.
Ciri khas dari ilmu Kiu coan hian kang pun segera terlihat pada
sembilan perputaran yang segera tercipta ditengah udara.
“Bagus sekali,“ tiba tiba Bu im sin hong Kian Kim siang
membentak nyaring, “siaute akan memeriahkan pula acara ini!“
Tampak tubuhnya melayang ke tengah udara, sekilas pandangan
nampaknya amat lamban, padahal cepatnya bagaikan sambaran

750
kilat, tahu tahu dia sudah melayang turun di atas sembilan naga
yang sedang menari itu, kemudian dengan mengandalkan hawa
murninya, dia berdiri tegak di ujung tonggak air tersebut sehingga
seakan akan dia menjadi kepala naga yang tersumbul keluar dari
balik tonggak air.
Ilmu gerakan tubuh semacam ini nampak jauh lebih hebat
setingkat bila dibandingkan dengan ilmu Leng siu poh hoat. Sim ji
sinni segera berkata kepada Keng thian giok cu Thi Keng sambil
tertawa :
“Demonstrasi ilmu sakti yang diperlihatkan So sicu dan Kian sicu
sudah membuktikan kalau mereka memang orang yang asli.
Sekarang tiba giliran pinni untuk menunjukkan kejelekanku!”
Selesai berkata dia mengangkat tangannya sambil memuji :
“Omitohud!”
Kemudian sambil memejamkan matanya, dia tidak berbicara atau
bergerak, tidak nampak pula sesuatu gerakan apapun. Ciu Tin tin
sampai setengah harian lamanya mengawasi gurunya dengan
seksama, akan tetapi dia tak berhasil menemukan dimanakah letak
kelihayan dari ilmu Boan yok sinkang tersebut. Tanpa terasa dia
lantas berbisik kepada Bu naynay,
“Bu naynay, Tin ji tidak mengerti!”
Bu naynay segera menggelengkan kepalanya, jelas diapun tidak
lebih bodoh daripada Ciu Tin tin. Sambil tersenyum Keng thian giok
cu segera berkata :
“Sinni sedang menggunakan naga air yang sedang menari
sebagai sasarannya untuk mendemonstrasikan daya kekuatannya
melukai orang dari jarak jauh.”
Akan tetapi Ciu Tin tin masih saja kebingungan, jelas dia tidak
berhasil melihat dimanakah letak kelihayan gurunya.
“Tin ji,” Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata, ”tidakkah
kau saksikan dibalik naga air tersebut terdapat sepotong tangkai
pohon berwarna hijau?”

751
Ciu Tin tin mengerahkan tenaganya dan harus mencari sekian
lamanya sebelum berhasil menemukan sebatang ranting pohon
berwarna hijau yang lima inci panjangnya sedang bergerak kian
kemari mengikuti gerakan air di pinggang naga air.
Mendadak ranting pohon itu terbelah menjadi empat lalu
menyusul kemudian ranting pohon yang berwarna hijau itu lambat
laun berubah menjadi kuning, jelas ranting tadi sudah hampir
berakhir masa hidupnya.
Menyusul kemudian suatu peristiwa aneh terjadi, ranting kuning
yang semula terbelah menjadi empat itu menyatu kembali secara
otomatis, sementara warna kuning yang hampir layu itu pelan pelan
pulih kembali menjadi hijau segar. Sekarang Ciu Tin tin baru dapat
menyaksikan kelihayan ilmu sakti gurunya yang benar benar luar
biasa itu.
Keng thian giok cu Thi Keng segera berpekik nyaring, baru saja
suara pekikan tersebut melengking, suaranya berubah menjadi
panjang seakan akan terdapat benda yang berwujud yang ikut
tergulung gulung mengikuti gelombang naga air hasil ciptaan Tiang
pek lojin So Seng pak.
Naga air yang semula lincah menari nari itu, mendadak menjadi
lambat laun gerakannya, gulungan dan getaran pun ikut menjadi
pelan. Ternyata keng thian giok cu Thi Keng telah menggunakan
ilmu sian thian bu kek ji gi sinkang yang dirubah dari irama menjadi
suatu kenyataan untuk beradu kekuatan dengan Tiang pek lojin.
Cuma saja serangan itu dilancarkan sekilas lewat dan tidak
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya.
Keng thian giok cu Thi Keng berpekik nyaring kemudian tertawa
terbahak bahak, serunya :
“Haaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhh.....saudara So harap kau
sudi memaafkan kesilapan diriku!”
Dalam waktu singkat, langit menjadi cerah dan pelan-pelan naga
air itu kembali ke dalam sumur. Keempat orang tua itu bersama
sama tertawa tergelak, kemudian katanya berbareng :

752
“Sungguh beruntung diantara kita berempat tak ada yang
gadungan ....”
“Selanjutnya kita harus menentukan suatu kode rahasia atau kata
sandi yang menentukan asal usul kita, daripada jejak kita
selanjutnya dicatut orang,” kata Keng thian giok cu Thi Keng lagi.
“Tampaknya saudara Thi sudah memikirkan semua persoalan
dengan seksama, harap kau suka mengutarakan sekalian usulmu,”
ucap Bu im sin hong Kian Kim siang.
Dengan mengerahkan ilmu penyampaikan suara, Keng thian giok
cu Thi Keng saling bertukar pandangan dan usul, akhirnya sambil
tersenyum keempat orang itu tertawa terbahak bahak, sekarang
mereka tak usah kuatir lagi lagi untuk menganggap temen sebagai
lawan dan menganggap lawan sebagai teman.
Terutama sekali antara Tiang pek lojin So Seng pak dengan Bu im
sin hong Kian Kim siang, bila teringat kesalahan paham yang
berlangsung diantara mereka tadi, tak tahan lagi kedua belah pihak
saling berpandangan sambil tertawa tergelak.
Sekarang asal usul mereka berempat sudah jelas, mereka tak
usah kuatir lagi terhadap lawan bicaranya. Sekali lagi Bu im sin hong
Kian Kim siang mengulangi kembali kecurigaannya kalau Thi Eng khi
kemungkinan besar bersembunyi di dalam gua pertapaan Thio Biau
liong.
Keng thian giok cu Thi Keng termenung beberapa saat lamanya,
kemudian berkata :
“Biarlah dia pergi! Untuk sementara waktu kita tak usah pergi
mencarinya, sebab bila sampai begitu malah dia akan merasa dirinya
tersudut .....”
“Eng ji pernah bersumpah akan menyusul Leng ji kealam baka,”
kata Tiang pek lojin So Seng pak dengan wajah murung, “jikalau dia
tidak mengetahui kalau Leng ji masih hidup dan sampai dia
menghadapi hal hal yang tidak diinginkan, bagaimana jadinya?”

753
“Eng ji mempunyai ambisi dan cita cita yang tinggi, dia pasti akan
menganggap tindakan lohu menggabungkan diri dengan Ban seng
kiong merupakan suatu penghinaan yang memalukan, sebelum
penghinaan ini dihapus, dia tak akan mengakhiri hidupnya dengan
begitu saja, itu berarti jika dia hendak menyusul Leng ji itupun akan
dilakukan di kemudian hari, atau dengan perkataan lain kita masih
punya kesempatan untuk menyelamatkan jiwanya, aku rasa
persoalan paling penting yang sedang kita hadapi kini adalah
bagaimana menghadapi rencana keji dari Hian im Tee kun!”
Keng thian giok cu Thi Keng adalah kakek dari Thi Eng khi,
setelah dia mengusulkan agar jangan mengusik Thi Eng khi, tentu
saja semua orang tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya Ciu Tin tin
seorang yang sangat merindukan Thi Eng khi, dengan perasaan
yang tak terkendali dia lantas berseru :
“Yaya...”
“Ada apa anak Tin?” tanya Keng thian giok cu Thi Keng.
Merah padam selembar wajah Ciu Tin tin, tentu saja apa yang
menjadi rahasia hatinya tak berani dikemukakan, sahutnya :
“Mengapa kalian tidak bersama sama masuk ke dalam kuil dan
merundingkan persoalan ini pelan pelan?”
Sim ji sinni segera berseru pula sambil tertawa.
“Aaah, pinni benar benar kurang sopan, untung Tin ji
mengingatkan, mari .... mari masuk!”
Mereka semua lantas bersama sama memasuki kuil Sam sim an
dan mengambil tempat duduk, setelah menghidangkan air teh, Ciu
Tin tin dan Bu naynay mengundurkan diri keluar dari kuil dan
berjaga di empat penjuru kuatir ada orang menyadap hasil
perundingan itu.
Kurang lebih setengah pertanak nasi kemudian, Sim ji sinni baru
memanggil Ciu Tin tin dan Bu naynay untuk masuk kedalam kuil.

754
Sementara itu, dalam kuil sudah tidak nampak Keng thian giok cu
Thi Keng sekalian bertiga.
Padahal Ciu Tin tin dan Bu naynay mendapat tugas untuk
melindungi sekeliling tempat itu tapi nyatanya mereka tidak
mengetahui sejak kapankah ketiga orang itu meninggalkan kuil, hal
mana kontan saja membuatnya menarik napas dingin, pikirnya.
“Tampaknya kepandaian kami benar benar masih ketinggalan
jauh sekali.”
Sim ji sinni seperti dapat memahami suara hati Ciu Tin tin,
ujarnya kemudian sambil tertawa :
“Akupun hendak turun gunung untuk melakukan perjalanan, baik
baiklah kau melatih diri!”
Setelah meninggalkan sejilid kitab buat Ciu Tin tin dan
meninggalkan beberapa pesan kepada Bu naynay, dia turut
berangkat meninggalkan bukit itu.
Bagaimana dengan Thi Eng khi?
Berbagai persoalan yang dihadapi si anak muda cukup
memberantakan perasaannya, terutama sekali setelah mendengar
kalau kakek yang paling dihormati dan disayangi pun telah
bergabung dengan Hiam im Tee kun dan menjabat sebagai Tongcu
ruang Cing liong tong dari istana Ban seng kiong. Peristiwa ini benar
benar membuatnya malu dan batinnya terpukul, tanpa bisa dikuasai
lagi dia segera melarikan diri sekuat tenaga tanpa arah tujuan.
Setelah berlarian sekian waktu, dan dikala tubuhnya sudah mulai
penat, kesadarannya mulai pulih kembali dan perasaannya menjadi
tenang. Pelbagai penghinaan dan cemoohan yang dideritanya
selama ini telah membuat anak muda tersebut lebih tabah
menghadapi segala perubahan, semakin besar daya tekanan
lingkungan yang menggencetnya, semakin besar pula ambisinya
untuk berjuang menuju ke atas.

755
Berdasarkan pelbagai alasan tersebut, akhirnya dia mengambil
keputusan untuk balik ke dalam gua yang ditinggalkan Thio Biau
liong untuk memperdalam ilmu silatnya, sebagai persiapan untuk
berduel melawan melawan Hian im Tee kun dan mencuci bersih
penghinaan dan rasa malu yang diberikan kakeknya Keng thian giok
cu Thi Keng terhadap perguruan Thian liong pay.
Begitu keputusan diambil, dia lantas berangkat menuju ke bukit
Bu gi san. Peristiwa itu terjadi sebelum Bu im sin hong Kian Kim
siang sekalian bertiga mengejarnya ke bukit Bu gi san.
Siapa tahu, baru saja akan memasuki wilayah bukit Bu gi san, dia
telah menjumpai suatu penghadangan lagi yang sama sekali berada
di luar dugaan. Tatkala Thi Eng khi berangkat kembali ke bukit Bu gi
san, hari sudah malam dan angkasa diliputi oleh kegelapan.
Dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki, dalam
beberapa lompatan yang lebar, dia bergerak ke depan menembusi
hembusan angin bukit yang kencang. Tenaga dalamnya memang
sudah mencapai puncak kesempurnaan, gerak geriknya cepat
bagaikan sambaran petir.
Dalam keadaan begitulah, mendadak dia menyaksikan dua sosok
bayangan manusia sedang berjalan di depannya dengan kecepatan
luar biasa......
Kalau dilihat dari gerakan tubuh mereka jelas terlihat kalau
tenaga dalam yang dimiliki orang itu sangat lihay, gerak geriknya
sama sekali tidak menimbulkan suara apa apa, andaikata tenaga
dalam yang dimiliki Thi Eng khi tidak memperoleh kemajuan yang
pesat, mungkin sulit untuk menyusul mereka.
Thi Eng khi tidak bernapsu untuk mencampuri urusan orang lain,
dia ingin melewati dari sisi mereka dan langsung naik gunung. Siapa
tahu pada saat itulah, terdengar salah seorang diantara kedua orang
itu berkata :
“Dalam perjalanan menuju ke kuil Siau lim si kali ini, siaute benar
benar merasa kuatir bagi nama besar Pencuri sakti yang kau miliki
itu, apa kau yakin pasti berhasil?”

756
Orang kedua segera mendengus dingin.
“Hmm, Phu thian meski merupakan halaman bagian belakang
dari kuil Siau lim si, aku si Pencuri sakti Go Jit masih tidak
memandang sebelah mata pun terhadap mereka, yang kukuatirkan
justru adalah keselamatan saudara sendiri, memancing harimau
tidak berhasil malahan kena terbacok hidup hidup oleh kawanan
hwesio tersebut.”
Orang pertama itu segera tertawa seram.
“Haaahhhh..... haaahhhh...... haaahhhhh...... aku Thi tan kim
wan (lempengan baja peluru emas) Ci Ceng lui bukan lagi mengibul.
Berbicara terus terang saja, jangan toh kawanan jagonya,
kendatipun Ci long siansu ciangbunjin dari kuil Siau lim si sendiripun
belum tentu bisa lolos dari lempengan baja peluru emasku dengan
selamat.
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka berbelok dan
berputar arah. Ternyata mereka cuma memotong jalan dengan
melalui bukit Bu gi san saja.
Thi Eng khi adalah seorang pendekar yang berjiwa besar,
seandainya dia tidak mengetahui persoalan ini, tentu saja tak bisa
dikatakan. Sekarang setelah tahu kalau pihak Siau lim si menghadapi
kesulitan, dia menjadi tak tega untuk berpeluk tangan belaka.
Dengan cepat dia kesampingkan persoalan pribadinya dan secara
diam diam melakukan pengejaran dari belakang. Sekalipun dia
menguntil di belakang kedua orang itu secara diam diam dan sudah
melihat jelas raut wajah mereka namun sepanjang jalan tidak
melakukan penghadangan apapun.
Pertama, dia kuatir menggebuk rumput mengejutkan ular
sehingga membuat urusan besar terbengkalai.
Kedua, karena dia hanya tahu bahwa kedua orang itu hendak
menuju ke kuil Siau lim, sedangkan apa maksud tujuannya masih

757
belum jelas, sebab itu dia merasa enggan untuk sembarang
bertindak. Begitulah seterusnya, hingga sampai di kota Lam peng,
dia masih belum mengetahui jelas tujuan dari kedua orang itu.
Nampaknya mereka sangat cerdik dan cekatan, itu berarti
selanjutnya akan sulit untuk menemukan suatu jejak apapun dari
mereka. Berpikir demikian, dia mengambil keputusan untuk
berangkat dulu ke kuil Siau lim si untuk melaporkan kejadian ini,
dengan begitu pihak Siau limsi mempunyai kesempatan untuk
mengatur persiapan dan tak sampai kecolongan.
Berpendapat demikian, dia lantas berangkat dulu menuju ke Phu
thian .....
Tiba di kota Phu thian, hari sudah malam, terpaksa dia
memperlambat langkah kakinya dengan harapan bisa menemukan
sebuah rumah petani untuk menginap semalam, kemudian pada
keesokan harinya baru berangkat ke kuil Siau lim si untuk memberi
laporan.
Di depan sana, di balik tumbuhan bambu yang rindang terdapat
tiga buah rumah petani, didepan rumah terbentang sebuah kolam
dengan air yang jernih, begitu tenang suasana di situ membuat
orang merasakan hatinya amat nyaman.....
Setelah menelusuri sebuah jalanan kecil, belum lagi dia sempat
menyapa, mendadak dari dalam rumah melompat keluar dua ekor
anjing besar dan menubruk kearahnya sambil menggonggong.
Tujuan Thi Eng khi adalah mencari tempat pemondokan, tentu
saja dia segan untuk memukul anjing tersebut, terpaksa dia harus
berkelit ke samping untuk menghindarkan diri.
Sementara itu dari dalam rumah muncul seorang bocah berusia
sepuluh tahunan, sambil berlari keluar, dia berteriak keras keras :
“Kembali!”

758
Kedua ekor anjing itu menurut sekali, sambil mengebaskan
ekornya mereka berjalan kembali. Thi Eng khi segera maju dua
langkah kemuka, kemudian sambil tersenyum disapanya bocah itu :
“Engkoh cilik, aku adalah Thi Eng khi dan ingin berbicara dengan
orang tuamu.”
Sambil menengadah bocah cilik itu melototkan matanya bulat
bulat, kemudian seraya mengawasi wajah Thi Eng khi dia menegur :
“Kau datang dari luar?”
Thi Eng khi merasa bocah ini bukan seorang manusia yang
sederhana, karena sewaktu dia masih kecil dulu belum pernah
memiliki jalan pemikiran seperti ini. Dia tidak menyangka kalau dari
dandanan maupun caranya berbicara, seakan akan bocah itu bisa
membaca kalau dia berasal dari luar desa.
Maka setelah mendengar pertanyaan itu, cepat cepat dia
mengangguk.
“Aku adalah seorang yang sedang melakukan perjalanan.”
“Ada urusan apa kau mencari orang tuaku? Katakan saja
kepadaku, toh sama saja.”
Thi Eng khi agak sungkan untuk mengemukakan keinginannya
untuk mencari tempat pemondokan kepada bocah cilik itu, untuk
sesaat dia menjadi termangu dan berkerut kening.
“Aku mempunyai sebuah permohonan, apakah Engkoh cilik bisa
mengambil keputusan?”
Bocah cilik itu segera memperlihatkan sikap seorang dewasa
sambil mengangkat kepala dan membusungkan dada dia menyahut :
“Siapa bilang kalau aku tak bisa mengambil keputusan?”
Thi Eng khi segera tertawa getir, ujarnya :
“Aku sedang kemalaman di tengah jalan, kini aku bermaksud
untuk menumpang semalam saja disini, apakah engkoh cilik bersedia
mengabulkan permintaanku ini?”

759
Dengan kening berkerut, bocah itu segera menggeleng.
“Soal ini ..... aku pikir kurang begitu leluasa. ”
“Aku hanya memohon menumpang semalam sajam harap engkoh
cilik sudi mengabulkan.”
Namun bocah itu kembali menggeleng,
“Tak bisa, lebih baik kau mencari tempat lain saja …. ”
Thi Eng khi tak bisa mengemukakan alasannya kepada bocah cilik
itu, terpaksa dengan wajah murung dia membalikkan badan siap
berlalu dari tempat tersebut. Mendadak dari dalam rumah
berkumandang suara teguran seorang perempuan dengan suara
halus dan lembut :
“Yun ji, kau sedang berbicara dengan siapa?”
“Ibu!” bocah itu segera berseru dan membalikkan badan berlari
masuk, “ada orang hendak menumpang semalam disini, anak telah
mempersilahkannya pergi.”
Tatkala Thi Eng khi mendengar didalam rumah terdapat orang
dewasa, meski sudah membalikkan badan namun tidak segera pergi,
dia masih tetap berdiri di tempat semula.
Benar juga dari dalam rumah segera terdengar seseorang
menghela napas panjang :
“Orang yang sedang melakukan perjalanan memang sering kali
menjumpai banyak kesulitan, menolong orang lain berarti menabung
amal kebaikan buat diri sendiri. Nak, cepat kau persilahkan orang
untuk masuk ke dalam rumah.”
Thi Eng khi segera membalikkan badannya, tampak didepan pintu
sudah berdiri seorang nyonya muda berusia dua puluh lima enam
tahunan, mukanya putih bersih dengan panca indra yang sempurna,
pokoknya perempuan itu memiliki seraut wajah yang cantik jelita.

760
Dengan riang gembira, bocah itu segera melangkah keluar sambil
berseru keras :
“Kek koan, silahkan duduk!”
Melihat hal itu, Thi Eng khi segera berpikir :
“Mungkin ayah si bocah sedang bertani di sawah dan belum
pulang..... ”
Dengan langkah tegap dia lantas berjalan masuk ke dalam
ruangan. Ruang tamu itu tidak begitu besar namun bersih sekali, hal
ini menunjukkan kalau keluarga tersebut bukan keluarga
kampungan. Nyonya muda itu segera menitah si bocah untuk
menghidangkan air teh.
Thi Eng khi sendiri pun melaporkan namanya. Kepada Thi Eng
khi, nyonya muda itu menerangkan kalau di rumah mereka sekarang
tinggal mereka ibu dan anak, dua orang, suaminya she Kwik tapi
semenjak tahun berselang tak diketahui lagi kabar beritanya,
sementara si bocah bernama Kwik Yun.
Ketika Thi Eng khi mendengar Kwik toanio adalah seorang janda,
dia segera merasa kalau memondok disitu memang kurang leluasa,
sekarang dia baru mengerti apa sebabnya bocak cilik itu tidak
bersedia menerimanya untuk memondok disitu, tapi kini dia sudah
berada di dalam ruangan, jika dia bilang hendak pergi, rasanya
kurang baik pula.
Untung saja Kwik toanio adalah seorang perempuan yang lemah
lembut, dia segara menitahkan kepada bocah itu untuk menghantar
Thi Eng khi masuk ke ruangan depan dan tidak berbicara lagi
dengan Thi Eng khi, sedang makan malamnya pun dihantar oleh
Kwik Yun kedalam kamarnya sehingga Thi Eng khi bisa bersantap
seorang diri.
Dengan begitu Thi Eng khi baru bisa berlega hati dan menutup
pintu untuk mengatur pernapasan. Tenaga dalamnya memang amat
sempurna, begitu hawa murninya diatur, dia segera berada dalam
keadaan lupa segala galanya.

761
Menanti dia selesai bersemedi, rembulan sudah berada di
angkasa, waktu sudah menunjukkan kentongan dua lewat. Suasana
di luar sana sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun,
memandang rembulan yang terang dan membayangkan asal usul
sendiri, tak kuasa lagi dia menghela napas.
Mendadak terdengar suara ujung baju terhembus angin
berkumandang dari puluhan kaki di depan sana. Kesempurnaan
tenaga dalam yang dimiliki sekarang sudah mencapai puncak
kehebatan, apalagi berada dalam keheningan malam yang
mencekam, jangankan suara manusia yang berjalan malam,
sekalipun ada sebatang jarum terjatuh di wilayah sejauh sepuluh
kaki dari tempat dimana dia berada pun jangan harap bisa lolos dari
pendengarannya.
Yang datang berjumlah lima orang dan arah tujuan mereka
adalah rumah tersebut. Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki
pendatang itupun cukup tangguh, andaikata dia tidak memperoleh
penemuan diluar dugaan sehingga berhasil menguasai ilmu Heng
kian sinkang, jangan harap ia dapat menemukan gerak gerik orang
itu dari jarak puluhan kaki.
Dia tidak habis mengerti apa sebabnya ibu beranak dua orang
yang mengenaskan itu, bisa terikat tali permusuhan dengan orangorang
persilatan?
Dalam pada itu, para pendatang telah menyebarkan diri keempat
penjuru, jelas mereka tidak bermaksud membiarkan ibu dan anak
dua orang itu melarikan diri atau dengan perkataan lain, mereka
berniat untuk melakukan pembunuhan secara besar besaran.
Dengan kening berkerut, hawa amarahnya segera berkobar dan
menyelimuti seluruh wajah anak muda tersebut. Dalam pada itu,
seseorang telah berjalan mendekati pintu depan rumah tersebut.
Menyusul dua kali dengusan tertahan nampaknya dua ekor anjing
penjaga pintu itu sudah terbunuh.
Diikuti suara pintu depan didobrak orang dan pendatang itu
sudah memasuki ruangan tamu.

762
“Heeehhhh..... heeehhhhh........ heeehhhhh.......” setelah tertawa
dingin tiada hentinya, orang itu berkata,
“Janda muda! Cu toaya khusus datang kemari untuk
menghadiahkan lencana kesucian hidup menjanda selama banyak
tahun, mengapa kau tidak membuka pintu untuk menyambut
kedatanganku?”
Kwik toanio yang berada di dalam kamar segera menjerit kaget
seperti baru mendusin dari impiannya, kemudian tanya dengan
suara gemetar.
“Siapa yang datang?”
“Siapa?” Kwik Yun turut bertanya.
Orang itu segera tertawa seram.
“Heeehhhh..... heeehhhhh...... heeehhhh...... perempuan rendah,
masa suara dari Cu toaya pun tak bisa kau kenal?”
Kemudian sambil menggebrak meja keras keras serunya dengan
lantang,
“Cepat menggelinding keluar, toaya masih ada persoalan yang
hendak ditanyakan kepadamu!”
Kwik toanio yang berada di dalam kamar menjadi semakin
ketakutan, serunya :
“Hari ini sudah terlalu malam, kami ibu dan anakpun sudah tidur,
jika Toaya ada persoalan, bagaimana kalau dibicarakan besok saja?”
Sekalipun ia berkata demikian namun terdengar juga suara orang
mengenakan pakaian dan berjalan menuju ke pintu.
“Ibu!” Kwik Yun segera menjerit keras, “Kau tak boleh membuka
pintu, dia bukan manusia baik baik!”
Cu toaya yang berada di luar kamar kembali berteriak keras :
“Anak jaddh, tutup mulut anjingmu! Sungguh perbuatan baik
telah kalian lakukan sehingga wajah saudara Kwik turut kalian jual!

763
Hmm, kalian berdua dapat menggelinding keluar, toaya selain
hendak menangkap kalian berdua juga akan menangkap gendaknya,
akan kulihat kau si janda muda bisa berbicara apa lagi!”
Rupanya perbuatan Kwik Toanio menerima Thi Eng khi untuk
mondok semalam telah diketahui oleh kawanan pencoleng tersebut,
mereka lantas memanfaatkan peluang ini untuk melakukan
kejahatan.
Kwik Toanio segera berseru tertahan, niat untuk membuka pintu
pun segera diurungkan, mati matian dia menutup pintu kamar
kemudian serunya :
“Aku takkan membuka pintu!”
“Tidak akan membuka pintu?” seru Cu toaya tersebut dengan
suara dingin, “memangnya kau bisa berbuat seenak hatimu sendiri?”
Dengan telapak tangannya yang besar, dia siap menghajar pintu
kamar tersebut. Mendadak dari sisi telinganya terdengar seseorang
menegur dengan suara yang amat berwibawa :
“Cu toaya, harap hentikan ulahmu itu!”
Dari samping muncul sebuah tangan yang segera mencengkeram
persendian tulang sikut kanan Cu toaya. Sungguh cepat gerakan
tangan orang itu, hakekatnya seperti sambaran petir, bukan saja tak
diketahui sedari kapan dia sudah berdiri dibelakang sana bahkan jari
tangan yang mencengkeram tulang persendiannya pun sangat kuat
seperti jepitan baja, sakitnya sampai merasuk ke tulang sumsum .....
Cu toaya amat terperanjat, dengan cepat dia berpaling
kebelakang ....
Terasa cahaya lampu menusuk pandangan mata, ternyata orang
itu dengan tangan sebelah mencengkeram lengannya tangan yang
lain menyulut lentera diatas meja. Diantara kilatan cahaya lampu,
tampak orang mengenakan jubah berwarna biru langit dengan
sebuah tali rami mengikat di pinggannya (inilah pertanda rasa
berkabung Thi Eng khi atas kematian Huang oh siansu).

764
Wajah orang itu amat tampan dan halus, hanya sayang diliputi
oleh kewibawaan yang menggidikkan hati. Cu toaya mencoba untuk
meronta, ternyata dia berhasil meloloskan diri dari cengkeraman,
kontan saja keberaniannya memuncak, segera katanya :
“Siapakah kau? Berani benar mencampuri urusan toayamu!”
“Aku adalah Thi Eng khi dari Thian liong pay! Manusia yang hidup
di dunia ini mengurusi persoalan persoalan yang tak adil di dunia ini,
apalagi berbicara tentang perbuatanmu yang terkutuk, hmmm, aku
sudah bertekad untuk mencampuri.”
Sekalipun nama besar Thi Eng khi sebagai ciangbunjin baru
perguruan Thian liong pay bukan terangkat oleh kepandaian silat
yang lihay namun semua tindak tanduk serta perbuatan yang
dilakukannya selama ini sudah tersebar di seantero jagad, terlepas
bagaimanakah pandangan serta penilaian orang terhadap dirinya,
yang pasti dia adalah seorang manusia yang amat ternama.
Betul juga, Cu toaya agak tertegun, rupanya kejadian tersebut
sama sekali diluar dugaannya.
“Kau benar benar adalah ciangbunjin dari Thian liong pay?”
tegurnya kembali.
Thi Eng khi tertawa nyaring.
“Haaahhh….. haaahhhh…. Haaahhhhhh….. aku rasa, belum ada
kepentingan mendesak yang memaksaku untuk bertukar nama!”
“Jadi kau berdiam di dalam rumah ini?”
Satu ingatan melintas dalam benak Thi Eng khi, sahutnya :
“Mencari tempat pemondokan di rumah penduduk merupakan
sebuah kejadian yang lumrah bagi orang yang melakukan
perjalanan, entah apa maksud Cu toaya bertanya demikian?”
Bukan cuma keberaniannya telah pulih kembali, agaknya Cu
toaya berhasil menangkap alasan dibalik kejadian itu, sikapnya
kembali jumawa dan sok, sambil dia berseru :

765
“Huuh, mentang mentang seorang ketua dari perguruan besar,
nyatanya berani tidur sekamar dengan janda muda yang masih
cantik jelita, hmmm….. bagaimanakah jalan pemikiran orang lain,
aku pikir tentunya kau bisa menduga sendiri bukan!”
Mendengar ucapan tersebut, kontan saja hawa amarah Thi Eng
khi berkobar serunya:
“Kau jangan berbicara sembarangan, apakah kau tidak tahu kalau
kami tidur berlainan kamar.”
Cu toaya kontan saja memincingkan matanya kemudian sambil
menarik muka dia berkata :
“Kau berada serumah dengan janda muda, apalagi dalam
suasana gelap gulita, siapa yang tahu apa yang telah kau kerjakan?”
Agak tertegun Thi Eng khi menjumpai kejadian tersebut.
“Jadi Cu toaya pun tidak percaya?”
“Heeehhhh.... heeehhhhh..... heehhhh..... dengan mata kepalaku
sendiri toaya melihat segala sesuatunya terjadi, tentu saja aku
mempercayainya seratus persen cuma..... cuma....”
Dia segera berhenti berbicara dan tidak melanjutkan ucapan
selanjutnya sementara sepasang matanya melirik wajah Thi Eng khi
dengan senyuman aneh menghiasi ujung bibirnya. Tercekat
perasaan Thi Eng khi, buru buru dia bertanya :
“Cuma ..... kenapa?”
Dengan langkah lebar Cu toaya berjalan kedalam ruangan dan
duduk di kursi, lalu katanya :
“Thi ciangbunjin, silahkan duduk! Mari kita berunding secara
pelan pelan ....!”
“Aku akan berdiri saja, persoalan apa yang hendak kau
rundingkan?”
Sekali lagi Cu toaya tertawa kering.

766
“Thi ciangbunjin, mari kita berbicara secara blak blakan, sebagai
seorang ciangbunjin tentunya kau sayang bukan dengan kebersihan
dan nama besarmu? Sedang aku ..... aku Hoa tiong long (serigala di
tengah bunga) Cu It kay adalah orang yang menyukai keindahan
bunga, bagaimana kalau kita bekerja mengikuti selera masing
masing tanpa saling merugikan pihak yang lain?”
Tentu saja Thi Eng khi tak dapat menerima ucapan semacam itu,
paras mukanya kontan berubah menjadi dingin membesi, katanya :
“Kau telah menganggap diriku sebagai manusia macam apa?”
“Bersedia atau tidak, terserah kepadamu,” seru Serigala di tengah
bunga Cu It kay sambil melompat bangun, “buat apa sih kau marah
marah? Maaf toaya mohon diri lebih dulu!”
Baru saja berjalan sejauh dua langkah, dia telah berguman
seorang diri.
“Toa ciangbunjin berilmu silat sangat lihay, siapa tahu kalau kau
baru saja melompat keluar dari jendela kamar si janda muda itu!
“Kau bilang apa?” bentak Thi Eng khi dengan suara keras.
Dengan suatu hisapan tenaga yang maha dahsyat dia membetot
tubuh serigala di tengah bunga Cu It kay dan menariknya masuk
kedalam ruangan. Serigala di tengah bunga Cu It ka hanya
merasakan tubuhnya kaku dan kesemutan, jangan toh berbicara soal
pertarungan, dengan mengandalkan jurus ini biarpun ada sepuluh
orang serigala di tengah bunga Cu It kay juga tak akan sanggup
memberikan perlawanan.
Sebetulnya dia ada niat melancarkan sergapan kilat setibanya di
depan pintu nanti, tapi sekarang setelah menghadapi kejadian
tersebut, dia lantas berubah pikiran, serunya sambil tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh.... haaahhhh...... haaahhh..... sungguh tak kusangka
Ciangbunjin dari Thian liong pay pun pandai melakukan perbuatan
membunuh orang menghilangkan saksi, bagus! Bila kau memang

767
mempunyai keberanian, lakukanlah perbuatanmu dengan segera.
Setelah terjatuh ketanganmu, Toaya lebih baik mengaku bernasib
jelek.”
Benarkah Thi Eng khi dapat melakukan pembunuhan untuk
membungkam saksi? Jangankan untuk berbuat, mungkin ingatan
semacam itu belum pernah terlintas dalam benaknya. Apalagi
setelah serigala di tengah bunga meneriakkan ucapan tersebut. Thi
Eng khi saking mendongkolnya sampai sekujur tubuhnya gemetar
keras dan ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
“Kraaakk....!” dalam pada itu Kwik toanio dan Kwik Yun telah
berpakaian dan keluar dari kamar. Thi Eng khi segera mengulapkan
tangannya mencegah mereka untuk keluar dari kamarnya, ia berkata
:
“Harap kalian berdua menunggu dalam kamar saja, jangan
keluar!”
Berdiri diambang pintu, Kwik toanio melotot sekejap kearah
serigala di tengah bunga Cu It kay dengan penuh kebencian,
serunya sambil menahan geram :
“Kubunuh kau! Manusia laknat macam dirimu hanya bisa
melakukan kejahatan bagi umat manusia, sudah cukup penghinaan
dan aniaya yang kuterima darimu, aku akan beradu jiwa denganmu
kini!”
Ia bersiap siap untuk menubruk kearah serigala di tengah bunga
Cu It kay .....
Sebagai seorang perempuan lemah yang tak pandai bersilat,
bagaimana mungkin dia bisa menembusi hawa khikang yang
disalurkan Thi Eng khi untuk melindungi tubuhnya. Bersama itu pula,
Kwik Yun telah memeluk paha Kwik toanio sambil merengek :
“Ibu! Ibu .....“
Kwik toanio tak berdaya untuk banyak bertingkah, dia hanya bisa
bersandar di pintu sambil menangis tersedu sedu. Mendadak .....
dari luar pintu bergema suara bentakan keras :
“Apa yang sedang kalian lakukan di sini?”

768
Sungguh besar wibawa pendatang itu, orang orang yang sedang
berjaga di empat penjuru serentak melarikan diri terbirit birit setelah
mendengar bentakan itu. Serigala di tengah bunga Cu It kay yang
berada di dalam ruangan pun segera berubah muka, tapi hanya
sebentar kemudian telah pulih kembali seperti sedia kala! Bahkan
sekulum senyuman licik segera menghiasi ujung bibirnya.
Suara langkah kaki yang berat bergema di ruangan itu, tahu tahu
seorang hwesio yang tinggi besar dan bertubuh kekar telah muncul
di depan pintu. Serigala di tengah bunga Cu It kay memang betul
betul licik, belum sempat pendeta itu mengucapkan sesuatu, dia
sudah pura pura marah sambil berseru :
“Gho beng taysu, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu,
hampir saja Kwik toanio dinodai keparat itu!”
Gho beng taysu segera mendengus dingin.
“Hmm, kaupun bukan manusia baik baik,” serunya “cepat enyah
dari sini!”
Serigala di tengah bunga Cu It kay melotot sekejap kea rah Thi
Eng khi, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun segera
melarikan diri meninggalkan tempat itu.
Gho beng taysu memandang sekejap kearah Thi Eng khi, baru
saja pemuda itu akan memberi penjelasan, Gho beng taysu telah
berpaling lagi kearah Kwik toanio sambil berkata :
“Omitohud, silahkan toanio kembali kekamar untuk beristirahat,
persoalan disini biar pinceng yang selesaikan!”
Kwik toanio menundukkan kepalanya tanpa berbicara, diapun
tidak masuk kembali ke kamar. Melihat itu, Gho beng taysu
menggelengkan kepalanya berulang kali, ia lantas membalikkan
badan kearah Thi Eng khi dan membentak lagi :
“Pinceng menyayangi jiwa manusia dan berharap umat manusia
bisa berbuat kebajikan, kali ini aku akan melepaskan dirimu, cepat
enyah dari sini!”

769
Mula mula Thi Eng khi tertegun, kemudian paras mukanya
berubah hebat, sepasang alis matanya kontan berkenyit kencang.
Thi Eng khi yang menumpang tidur dirumah Kwik toanio, tapi telah
dianggap Gho beng taysu dari Siau lim pay sebagai seorang
pemerkosa bahkan mencaci maki dirinya, hal mana kontan saja
membuat dia berkerut kening dan naik darah.
Perasaan malu dan gusar yang bercamput aduk membuat
pemuda itu benar benar amat geram, segera serunya :
“Taysu adalah seorang pendeta beragama yang saleh, mengapa
kau hanya mempercayai perkataan sepihak lantas menuduh aku
sebagai manusia yang tak genah, apakah kau tidak kuatir
tuduhanmu itu salah alamat?”
Walaupun Gho beng taysu adalah seorang pendeta namun
wataknya sangat angkuh dan tinggi hati, dengan kedudukannya
sebagai anggota Siau lim sim, ia merasa tak senang Thi Eng khi
membahasai diri sebagai ‘aku’ yang menunjukkan kedudukan tinggi,
hal mana segera menimbulkan perasaan antipatik dalam benaknya.
Kontan dia tertawa dingin, serunya :
“Mengapa sicu dapat munculkan diri di dalam rumahnya Kwik
toanio....?”
Rupanya dia tak sudi untuk mencari tahu nama besar dari Thi
Eng khi.....
Melihat sikap yang begitu kasar dari lawannya, kontan saja Thi
Eng khi menarik mukanya lalu berseru :
“Apa salahnya kalau aku menumpang semalam disini?”
Gho beng taysu segera tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh..... haaahhhh..... haaahhhh.... sicu berwajah tampan,
gagah, masih muda lagi ....“
Mendadak ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan :
“Aaai,,,, perkataan selanjutnya tak ingin pinceng lanjutkan, aku
rasa kau pasti mengetahui sendiri bukan?”

770
Bukan saja perkataan itu telah menyinggung perasaan Thi Eng
khi, bersamaan itu pula telah membuat paras muka Kwik toanio
berubah hebat, dengan serius dia berkata :
“Taysu sebagai seorang pendeta dari kaum beragama mengapa
begitu percaya dengan perkataan dari serigala di tengah bunga Cu It
kay? Perbuatanmu itu sudah keterlaluan, sekarang berani pula
mengucapkan kata kata yang seolah olah menuduh aku berbuat
serong. Taysu! Aku harap kau suka berbicara yang benar.”
Gho beng taysu sesungguhnya cuma kasar dan berangasan, dia
bukan seorang manusia yang tak berotak, begitu salah berbicara
sehingga menimbulkan protes dari Kwik toanio, kontan saja
mulutnya terbungkam dalam seribu bahasa.
Ia tahu seandainya sampai terjadi percekcokan sehingga
diketahui orang lain, sebagai seorang pendeta beragama, dia akan
kehilangan mukanya, apalagi ribut seperti ini juga sama sekali tak
ada manfaat baginya.
Setelah mendengus, segera serunya :
“Tak nyana kau memiliki selembar mulut yang tajam, pinceng
segan untuk banyak ribut dengan manusia semacam kau! Hmm,
hmmm.... pinceng jadi ogah untuk mencampuri urusan kalian lagi!”
Sambil mengibaskan ujung jubahnya, dia lantas melompat keluar
lewat jendela. Thi Eng khi benar benar merasa amat mendongkol,
karena tidak tempat pelampiasan, telapak tangannya segera
diayunkan kedepan menghantam ujung ruang sana.
Kwik toanio yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat
terperanjat, buru buru serunya :
“Thi siangkong, buat apa kau mesti marah marah? Di atas kepala
kita ada roh suci yang mengawasi perbuatan manusia, asal kita
bersih dan tak pernah melakukan perbuatan apa apa, mengapa
mesti kuatir perkataan orang lain? Malam ini, terima kasih banyak
atas bantuanmu, dan kuucapkan banyak banyak terima kasih.
Siangkong, silahkan kembali ke kamar untuk beristirahat!”

771
Setelah menjura kepada Thi Eng khi, dia lantas menggandeng
tangan Kwik Yun dan mengundurkan diri ke dalam kamarnya. Thi
Eng khi tidak menyangka kalau Kwik toanio berjiwa bebitu besar,
sama sekali tak kalah dengan perbuatan seorang lelaki sejati.
Perasaan hatinya segera berubah menjadi tenang kembali,
katanya dengan suara lantang :
“Terima kasih banyak atas petunjuk toanio!”
Diapun segera kembali kedalam kamar sendiri. Setelah peristiwa
tersebut, Thi Eng khi tak dapat tidur lagi dengan tenang, hingga
keesokan harinya dia hanya duduk melamun sambil memikirkan
pelbagai persoalan yang dialaminya selama ini.
Mula mula dia berpikir tentang musibah tak terlupakan yang
dialaminya di istana Ban seng kiong. Waktu itu, dalam sedihnya dia
merasa seperti kehilangan pikiran dan tiada ketenangan lagi dalam
benaknya, apa yang dipikirkan hanyalah membawa jenasah ayahnya
meninggalkan tempat kejadian,
Bukan saja dia tidak membantah terhadap dampratan dari
siluman perempuan kecil itu bahkan selain melepasakan Huan im sin
ang si manusia laknat itu, diapun pergi tanpa menggubris Ciu Tin tin
lagi.
Kesemuanya ini membuktikan kalau dia tak cukup tangguh untuk
menerima pukulan batin yang menimpa dirinya. Kemudian diapun
teringat akan kekuatiran yang dibawanya dalam perjalanannya
menuju ke kuil Siau lim si. Ia merasa persoalan kecil kelewat dibesar
besarkan jadinya, andaikata di tengah jalan dia melenyapkan
manusia manusia bermaksud jahat itu lebih dulu, mana tindakan
tersebut lebih cekatan juga tak perlu membuang waktu dengan
percuma sehingga maksudnya untuk mengasingkan diri dalam gua
Thio Biau liong menjadi terbengkalai .....
Sekarang manusia laknat belum lagi dilenyapkan, dia sudah
dituduh lebih dahulu oleh Gho beng taysu dari Siau lim si sebagai
manusia cabul, kalau dipikir kembali kejadian ini benar benar tak
bisa diterima dengan begitu saja.

772
“Aaai.... perjalananku kali in sebenarnya dikarenakan apa ....?”
Ingatan tersebut begitu melintas lewat, hampir saja dia segan
mencampuri urusan dari pihak Siau lim si dan siap berlalu saja
meninggalkan tempat itu. Tapi ingatan lain dengan cepat
memperingatkan dirinya :
“Untuk menegakkan keadilan kebenaran sekalipun harus
mengorbankan jiwa, perbuatan itu harus dilakukan tanpa pamrih,
sebab mengurusi hal-hal yang tak adil merupakan tugas dan
kewajiban dari setiap anggota persilatan di dunia ini.Tapi nyatanya
sekarang kau begitu tak tahan uji, mana mungkin dengan jiwa
semacam ini kau bisa membangkitkan kembali nama baik perguruan
Thian liong pay dan melenyapkan segala kejahatan dan ancaman
bahaya maut dari dunia persilatan?”
Terketuk hatinya oleh suara hati tersebut, dengan cepat Thi Eng
khi merasa semangatnya berkobar kembali. Tatkala fajar telah
menyingsing, Thi Eng khi meninggalkan sekeping uang perak disitu
kemudian tanpa mengusik Kwik toanio berdua lagi, ia berangkat
meninggalkan keluarga Kwik dan menuju ke kuil Siau lim si ....
Siau lim si aliran Phu thian merupakan suatu cabang Siau lim
yang berpusat di bukit Siong san, anggota kuil tersebut merupakan
saudara seperguruan dengan para hwesio di Siau lim si aliran bukit
Siong san. Ketuanya Ci sian taysu adalah adik seperguruan ketua
Siau lim si aliran bukit Siong san saat ini Ci long siansu.
Di samping itu, masih terdapat empat orang pendeta dari
angkatan ‘Ci’ yang duduk dalam kuil itu mengurusi segala macam
urusan kuil dan memimpin anggota lainnya. Di bawah sinar matahari
fajar yang berwarna keemas emasan, dengan langkah yang amat
santai Thi Eng khi melanjutkan perjalanannya naik ke atas bukit, kuil
Siau lim si aliran Phu thian secara lamat lamat sudah nampak dibalik
pepohonan siong di depan sana.
Sewaktu pertama kali terjun ke dalam dunia persilatan, Thi Eng
khi pernah bersua muka dengan Ci kay taysu dari Siau lim pay aliran

773
bukit Siong san diperkampungan Ki hian san ceng milik Cang ciong
sin kiam Sangkoan Yong.
Waktu itu hubungan mereka terasa amat cocok sekali hingga
sikap anak muda tersebut terhadap kuil Siau lims si pun menaruh
rasa kagum dan hormat. Tiba dihadapan hutan pohon siong,
pemuda itu menghentikan sebentar langkah tubuhnya, kemudian
setelah membenarkan letak pakaian, dia baru melangkah maju
dengan tindakan lebar.
Sesudah melalui sebuah jalan raya beralaskan batu hijau yang
menembusi hutan pohon siong, didepan situ berjajar ratusan buah
undak undakan batu yang menghubungkan pintu gerbang kuil Siau
lim si yang megah.
Selangkah demi selangkah Thi Eng khi berjalan menaiki undak
undakan batu itu hingga habis, sekarang dia dihadapkan pada
sebuah tanah lapang yang luas dimuka pintu gudang.
Setelah melewati tanah lapang itu dan siap memasuki pintu kuil,
mendadak dari balik pintu terdengar suara pujian kepada sang
Buddha :
“Omitohud”
Empat orang hwesio bertubuh tinggi besar berjalan keluar dari
balik pintu dan menghadang jalan pergi Thi Eng khi, kemudian
sambil menjura, katanya :
“Kuil kami tertutup untuk sementara waktu dari kunjungan para
jemaah, entah sicu ada urusan apa datang kemari?”
Thi Eng khi memperhatikan sekejap keempat orang pendeta itu,
kemudian menjawab sambil tertawa :
“Aku Thi Eng khi ciangbunjin dari partai Thian liong pay, mohon
berjumpa dengan hongtiang kuil ini karena ada persoalan yang
hendak dirundingkan, harap taysu sekalian bersedia melaporkan
kedatanganku ini.”
Setiap umat persilatan sudah mengetahui kalau Thi Eng khi
menjabat sebagai ketua Thian liong pay, meskipun ia belum pernah

774
menampilkan ilmu silat yang luar biasa, dalam pandangan orang
lainpun tidak yakin jika pemuda ini sanggup mengembalikan masa
kejayaan partai Thian liong pay seperti dahulu, paling tidak dia
adalah seorang ciangbunjin.
Dengan kedudukan Siau lim pay dalam dunia persilatan, tentu
saja mereka tak akan menganggap enteng pihak lawannya sehingga
akan mengurangi kewibawaan sebuah partai besar.
Empat orang hwesio tersebut segera saling berpandangan
sekejap, lalu dengan wajah serius pendeta yang ada di sebelah kiri
mengulapkan tangannya. Empat orang pendeta itu serentak
menyingkir kesamping kemudian sambil membungkuk badan
memberi hormat katanya :
“Silahkan Thi ciangbunjin menunggu dalam ruangan Ka Tia si,
biar siauceng sekalian melaporkan kepada hongtiang sehingga
dilakukan penyambutan sebagaimana semestinya.”
Thi Eng khi tersenyum, mengikuti dibelakang seorang pendeta ia
melangkah masuk ke ruang tamu sebelah kiri. Tampak ruangan
tersebut amat bersih, meskipun perabotnya sederhana namun terasa
anggun dan sepi.
Seorang pendeta kecil muncul menghidangkan air teh, kemudian
mengundurkan diri dari situ. Dalam ruangan Ka Tia si tinggal
seorang hwesio yang menemani. Dua orang itu saling berpandangan
sambil tersenyum. Thi Eng khi yang masih muda merasa tak tahu
bagaimana mesti membuka pmbicaraan, sedangkan hwesio itupun
seperti tidak terbiasa berbincang bincang, sehingga kedua belah
pihak sama sama membungkam.
Selang sesaat kemudian pendeta kecil itu muncul kembali seraya
berkata pelan :
“Susiok penerima tamu akan menemani Thi ciangbunjin sebentar,
selesai berdoa pagi hongtiang akan menyambut sendiri kedatangan
Thi ciangbunjin.”
Beberapa saat kemudian, dari luar ruangan muncul seorang
hwesio setengah umur. Ketika kedua belah pihak saling bersua

775
muka, mereka sama sama berseru tertahan. Thi Eng khi segera
berpikir :
“Tampaknya kalau sudah menjadi musuh, jalanan di dunia terasa
sempit, lagi lagi aku bersua denganmu.”
Sedang hwesio itupun turut berpikir :
“Huuuh, masa manusia macam kaupun bisa menjadi ketua dari
Thian liong pay? Jaman sudah kacau tampaknya, banyak orang yang
sengaja mengaku ngaku saja, aku tak boleh sampai tertipu, kalau
tidak akan ditaruh kemanakah pamor Siau lim pay?”
Berpikir sampai disitu, dia lantas mendapatkan sebuah ide bagus.
Ternyata pendeta penerima tamu itu tak lain adalah Gho beng taysu
yang pernah bersua dengan Thi Eng khi sewaktu berada di rumah
Toanio tempo hari.
Kedua orang itu sama sama tertegun, lalu masing masing tertawa
jengah. Thi Eng khi segera menjura, katanya :
“Aku datang kemari untuk bersua dengan hongtiang kuil kalian,
ada urusan penting yang hendak dibicarakan harap taysu suka
memaafkan kelancanganku semalam.”
Senyuman di wajah Gho beng taysu segera lenyap tak
membekas, sahutnya dingin :
“Harap sauhiap menunggu sebentar, pinceng akan segera
mengundang kehadiran hongtiang!”
Diapun tidak menemani Thi Eng khi sebagaimana mestinya
melainkan segera mengundurkan diri dari situ.
Jilid 24
Thi Eng khi dapat mendengar nada suara yang tak beres dari
pembicaraan pendeta itu, dia menghela napas, kuatir Gho beng
taysu sudah menaruh rasa sentimen kepadanya hingga usahanya
untuk bersua dengan hongtiang kuil tersebut batal.

776
Betul juga walau sudah ditunggu sepertanak nasi lamanya, Gho
beng taysu belum juga menampakkan diri. Setelah ditunggu sekian
waktu lagi, hwesio cilik tadi baru munculkan diri lagi, kali ini tiada
senyum yang menghiasi wajahnya.
“Hongtiang kami bilang, berhubung ia masih ada urusan penting
lainnya, harap Thi sauhiap kembali dulu ke rumah penginapan, lain
waktu baru berjumpa lagi.” katanya.
Ucapan tersebut sebenarnya sudah diduga Thi Eng khi sejak
bersua dengan Gho beng taysu tadi, maka dia tidak menjadi heran.
“Sungguhkah perkataan siau suhu?” tegurnya kemudian sambil
tertawa hambar.
Merah padam selembar wajah hwesio kecil itu, tanpa menjawab
dia membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ. Thi Eng khi
segera tertawa terbahak bahak, dengan mengerahkan ilmu jari
Thian liong ci miliknya, dia lantas mengukir beberapa huruf di atas
meja yang berbunyi :
“Bencana atau rejeki bagi manusia ibarat perubahan cuaca di
langit, camkan kata kata ini! Camkan kata kata ini!”
Begitu selesai menulis, sambil tertawa tergelak, ia beranjak dan
meninggalkan pintu gerbang kuil Siau lim si. Setelah Thi Eng khi
pergi, Gho beng taysu baru memunculkan diri dalam ruangan
penerima tamu, ketika sorot matanya membentur dengan tulisan
peringatan di meja. Dimana tulisannya membekas tujuh cun dalam
kayu, diam diam ia memuji akan kesempurnaan tenaga dalam
lawan.
Tapi setelah selesai membaca tulisan tersebut, sambil tertawa
dingin ia berguman :
“Heeehhh…. Heehhh….. heeehhh….. pada hakekatnya kau adalah
seorang manusia tekabur yang tidak tahu diri, tunggu saja tanggal
mainnya nanti.”
Lalu sambil berpaling serunya :
“Persilahkan hongtiang memasuki ruangan Ka pia si!”

777
“Baik!” seseorang menyahut dari luar.
Tak lama kemudian dalam ruangan Ka pia si telah kedatangan
lima orang hwesio berusia lanjut. Empat orang berjalan di belakang,
seorang berjalan di depan, mereka adalah Ci kong taysu, ketua kuil
tersebut disusul keempat orang pelindungnya yakni Ci tin taysu, Ci
san taysu, Ci bi taysu dan Ci wan taysu.
Selesai membaca peringatan diatas meja, dengan wajah serius
hongtiang kuil tersebut berkata :
“Gho beng, bagaimanakah tingkat tenaga dalam yang dimiliki
orang ini bila dibandingkan kepandaianku?”
“Tecu tak berani membanding bandingkan kepandaian suhu,”
jawab Gho beng taysu cepat cepat dengan wajah memerah. Dengan
suara dalam Ci kong taysu berseru :
“Kau bilang watak orang ini jelek, karena kurang teliti aku telah
percaya dengan perkataanmu begitu saja.“
Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya :
“Bila orang itu benar benar adalah Thi sauhiap ciangbunjin dari
Thian liong pay, berarti perbuatan yang kita lakukan terhadapnya
merupakan suatu tindakan yang kurang hormat, apa lagi jika
kedatangannya disebabkan suatu masalah yang betul betul penting
artinya, tindakanmu yang sangat gegabah tersebut sudah pasti akan
merosotkan pamor kuil kita sendiri.”
Gho beng taysu sama sekali tidak menyangka kalau rasa
sentimennya bisa mendatangkan kegusaran dari ketua kuilnya, dia
menjadi ketakutan setengah mati dan tak berani membantah barang
sepatah katapun.
Apalagi setelah ia membayangkan kembali kisah yang dialaminya
semalam makin dipikir dia merasa makin curiga, makin dipikir diapun
semakin merasa kalau dirinya sudah tertipu oleh ucapan Hoa tiong
long Cu It kay.

778
Mendadak sambil menjerit keras, ia menjatuhkan diri berlutut
sambil berseru :
“Karena kurang teliti tecu sudah tertipu oleh hasutan Hoa tiong
long Cu It kay, silahkan suhu menjatuhkan hukuman yang setimpal
kepada tecu ....”
“Manusia tak tahu diri, kau telah mengacaukan urusan besar
saja,” bentak Ci kong taysu marah, “cepat pergi dari sini dan undang
kembali Thi ciangbunjin. Selesai dengan tugasmu segera melaporkan
diri ke ruang hukuman .... ”
Dengan terburu buru Gho beng tasysu mengejar keluar kuil tapi
bayangan tubuh Thi Eng khi sudah lenyap tak berbekas. Maka
Hongtiang kuil tersebut pun menitahkan anak buahnya untuk
mencari Thi Eng khi di empat penjuru.
Siapa sangka Thi Eng khi tak berhasil dijumpai, pada senja hari di
luar kuil justru kedatangan seorang seorang kakek bermuka hitam
yang bertubuh kekar dan perawakan tinggi besar mencapai lima
depa lebih. Kakek itu mempunyai alis mata yang sangat lebar
sehingga satu kali lipat lebih dari pada matanya, begitu menyoloknya
wajah orang ini, sehingga mudah menarik perhatian orang.
Dengan langkah lebar, dia berjalan ke depan pintu gerbang kuil
Siau lim si dan melangkah ke lapangan Pek si cong. Kemudian
sambil merangkap tangannya di depan dada, dia melepaskan sebuah
pukulan dahsyat menghantam pintu gerbang tersebut.
“Blaaammm...!“ begitu keras hantamannya sampai huruf ’lim’ dari
kata Siau lim si diatas pintu rontok keatas tanah. Perbuatannya yang
menghina nama baik Siau lim si ini boleh dibilang belum pernah
terjadi sepanjang sejarah, kontan saja seluruh pendeta dalam kuil
menjadi sangat marah.
Dalam waktu singkat, ada puluhan orang pendeta yang
munculkan diri dan mengurung kakek itu rapat-rapat. Sembilan kali
dentangan bunyi genta bergema, dari ruangan kuil lalu tampak
bayangan manusia berkelebat lewat, kawanan pendeta yang
berkumpul di luar lapangan pun kian lama kian bertambah banyak.

779
Meskipun kawanan pendeta dari Siau lim si itu sudah mengepung
si kakek beralis mata lebar itu rapat rapat, namun tak seorang
manusiapun yang membuka serangan lebih dulu.
Dari sini dapat disimpulkan betapa ketatnya peraturan kuil Siau
lim si cabang Phu thian ini, bahkan tak kalah dengan kuil Siau lim si
dari bukit Siong san. Sesudah melepaskan gempuran keras yang
merantakkan huruf ’lim’ tadi, kakek beralis lebar tersebut tidak
melakukan gerakan apa-apa lagi, diapun berdiri dengan berpejam
mata, terhadap kawanan pendeta yang berada di sekelilingnya ia
berlagak acuh, seakan akan tak pandang sebelah matapun terhadap
pengepungan tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, dari dalam kuil muncul
serombongan hwesio berusia lanjut yang dipimpin langsung oleh
ketuanya Ci kong taysu, serentak kawanan pendeta di arena
memisahkan diri ke samping dan memberi sebuah jalan lewat.
Setelah berjumpa dengan kakek beralis lebar itu, Ci kong taysu
berkerut kening kemudian tertawa paksa.
“Haaahhhh...... haahhhh..... haaahhhh...... Yu sicu, baik baikkah
selama perpisahan. Maaf bila lolap tidak menyambut kedatanganmu
sedari tadi ....“
Sementara berbicara, dia mengebaskan ujung bajunya, serentak
para pendeta yang berada disekeliling tempat itu bersama sama
mengundurkan diri dari sisi arena. Thi tan kim wan (peluru baja
butiran emas) Yu Ceng hui mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh...... haaahhhhh...... haaahhhh..... hwesio tua, sudah
hampir dua puluh tahun lamanya kita tak pernah bersua muka, kau
memang bernasib baik tampaknya, kini sudah menjadi ketua dari
suatu kuil besar. Masih teringat dengan janji kita dahulu?”
“Mana, mana....., ” kata Ci kong taysu sambil merangkap
tangannya di depan dada, “Janji lolap dengan sicu selalu kuingat

780
didalam hati, apalagi sicu khusus datang kemari dari tempat
kejauhan, sudah sepantasnya lolap mengiringi keinginanmu itu.”
Berbicara sampai disitu, dengan ilmu menyampaikan suara dia
berpesan kepada para pendeta tua di belakangnya :
“Manusia laknat ini sangat buas dan kejam, tenaga pukulannya
amat dahsyat dan mengerikan, dahulu aku pernah menderita
kekalahan ditangannya, andaikata Ci kay suheng tidak datang pada
waktunya, hampir saja aku mati di tangannya. Kedatangannya lagi
kali ini sudah pasti tidak bermaksud baik, bila masih ada orang lain
yang membantunya, akan sulit buat kita untuk menghadapinya.
Kalian setiap saat siapkan barisan Lohan toa tin untuk menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.”
Dengan langkah cepat Ci tin taysu mengundurkan diri ke
belakang. Ci bi taysu berbisik kemudian dengan ilmu menyampaikan
suara pula.
“Ciangbunjin suheng adalah seorang ketua dari sebuah kuil,
bagaimana kalau biar aku saja yang menghadapinya?”
“Tidak boleh,” tukas Ci kong taysu cepat.
“Nama baik perguruan adalah masalah penting, kecuali aku telah
tertimpa sesuatu musibah, kalian tak boleh turun tangan secara
sembarangan.”
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
“Dengan taraf kemajuan yang lolap miliki belakangan ini, meski
tiada keyakinan untuk menangkan dia, paling tidak masih sanggup
untuk melindungi diri, kalian tidak usah kuatir.”
Ketika Thi tan kim wan yu Ceng hui menyaksikan kawanan
pendeta itu hanya berdiri dengan wajah serius tanpa berkata kata, ia
segera mengetahui kalau lawan sedang berunding dengan ilmu
menyampaikan suara. Tapi ia tidak gentar, karena ia yakin
rencananya lebih bagus. Setelah ditunggunya beberapa saat, ujarnya
sambil tertawa:
“Sudah selesaikah perundingan kalian?”

781
Ci kong taysu maju selangkah lebar kedepan, setelah merangkap
tangannya di depan ia menyahut :
“Bila Yu sicu tidak sabar menunggu, lolap siap menerima
petunjuk.”
Diam diam hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan,
kemudian sambil memejamkan mata dia siap menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan. Ternyata Thi tan kim wan Yu
Ceng hui tidak segera turun tangan, sembari menggoyangkan
tangannya berulang kali, ia berkata :
“Tunggu dulu hwesio tua, lohu ada persoalan yang hendak
dibicarakan denganmu.”
Ci kong taysu segera merasa seakan akan dirinya sedang
dipermainkan, dia mengenyitkan alis matanya dan melotot besar
dengan wajah tidak senang hati tegurnya :
“Yu sicu hendak membicarakan soal apa? Lolap siap
mendengarkan perkataanmu itu!”
Dengan wajah sedingin es, Thi tan kim wan Yu Ceng hui berkata
:
“Seandainya dalam pertempuran hari ini, kau si hwesio tua
berpulang kealam baka apakah lohu harus mengeluarkan tenaga
dengan percuma saja ....”
Mula mula Ci kong taysu agak tertegun, kemudian ujarnya sambil
tertawa :
“Lolap betul betul sudah pikun seandainya sicu tidak
menyinggungnya kembali hampir saja lolap lupa dengan benda yang
menyangkut hasil pertarungan hari ini. Tak usah kuatir, asal sicu
sanggup mengalahkan kami, dengan rela kami akan menyerahkan Jit
kiau kim lian (tujuh teratai emas) kami kepada sicu.”
Ternyata pertarungan antara Ci kong taysu melawan Thi tan kim
wan Yu Ceng hui dahulu pun disebabkan Yu Ceng hui mengincar
teratai emas Jit kiau kim lian tersebut. Waktu itu Jit kiau kim lian
masih berada dalam kuil Siau lim si di bukit Siong san, Ci kong taysu
juga belum menjabat sebagai ketua kuil Siau lim si cabang Phu
thian.

782
Ketika ia sebagai ketua ruang Lo han tong dari Siau lim si,
bertugas menghantar Jit kiau kim lian tersebut ke kuil Siau lim si
cabang Phu thian sebagai mestika kuil. Di tengah jalan ia dihadang
oleh Thi tan kim wan Yu Ceng hui.
Ci kong taysu tak sanggup menghadapi kelihayan musuh dan
terluka parah, sedang Jit kiau kim lian tersebut sudah terjatuh ke
tangan Thi tan kim wan Yu Ceng hui, andaikata Ci kay taysu tidak
muncul tepat pada waktunya dan merampas kembali teratai emas
tersebut, mungkin Ci kong taysu tak jadi memangku jabatan ketua
Kuil Siau lim si cabang Phu thian.
Ketika menderita kekalahan tempo hari, Thi tan kim wan Yu Ceng
hui pernah sesumbar hendak mendatangi kuil Siau lim si cabang Phu
thian lagi untuk merebut teratai emas tersebut.
Biasanya sesumbar semacam begitu hanya diutarakan oleh
kawanan jago liok lim yang menderita kalah dan dipakai untuk
menutupi kekalahannya belaka, siapapun tak memikirkannya
didalam hati.
Sekalipun Thi tan kim wan Yu Ceng hui sendiripun tidak pernah
menyangka, kalau bakal datang kembali ke kuil Siau lim si. Sebab
berbicara soal tenaga dalam, dia memang yakin bisa memanangkan
Ci kong taysu tapi kalau ingin mengandalkan kekuatannya seorang
untuk merampas teratai emas jit kiau kim lian tersebut dari dalam
kuil Siau lim si cabang Phu thian, hal ini bukan suatu pekerjaan yang
terlalu gampang.
Dengan kemampuan yang dimiliki Siau lim si jangankan hanya dia
seorang, kendatipun ada sepuluh orang yang berkepandaian setaraf
dengannya pun belum tentu mengalahkan barisan lo han toa tin
yang amat termashur dari kuil Siau lim si itu.
Tapi sekarang keadaannya sama sekali berbeda, dia tak lebih
hanya memegang sebuah peranan kecil saja dalam rencana Hian im
tee kun merebut teratai emas Jit kiau kim lian tersebut.

783
Padahal Hian im tee kun telah melakukan persiapan yang amat
matang disekitar kuil Siau lim si, tindak tanduk mereka yang kadang
kadang nyata kadangkala tidak membuat pendeta dalam kuil
tersebut merasakan sebuah tekanan batin yang berat, itulah
sebabnya kemunculan Thi Eng khi dalam kuil Siau lim si cabang Phu
thian ini segera memancing perhatian orang banyak.
Perlu diketahui, teratai emas Jit kiau kim lian merupakan lambang
kekuasaan tertinggi dalam kuil Siau lim si setelah lencana Lik giok
leng pay, begitu tinggi dan terhormatnya lencana tersebut
diibaratkan dengan kehadiran Siau lim pay cabang bukit Siong san.
Atau dengan perkataan lain teratai emas Jit kiau kim lian tersebut
berfungsi sebagai lambang kekuasaan tertinggi dari ketua Siau lim si
cabang Phu thian untuk menguasai segenap anggotanya. Tentu saja
hal ini berlaku hanya terbatas bagi anggota Siau lim belaka.
Sedangkan nilai benda itu bagi sementara umat persilatan? Bukan
setiap umat persilatan dapat mengetahuinya.
Walaupun begitu, yang pasti nilainya pasti luar biasa sekali,
buktinya manusia seperti Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun sudah
mengincarnya sedari dulu.
Sementara itu Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah tertawa seram
sesudah mendengar perkataan dari Ci kong taysu, katanya :
“Hwesio tua, kau pandai sekali bebicara, andaikata lohu tidak
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, aku mana percaya kalau
teratai emas Jit kiau kim lian tersebut berada di Phu thian?”
Ucapan tersebut merupakan bagian dari rencana licik yang
disusun Thi tan kim wan Yu Ceng hui untuk menipu lawan-lawannya.
Dia berniat memancing perhatian orang agar lawan mengira dialah
pencolengnya padahal si pencuri sakti Go Jit telah menyelinap
kedalam untuk mulai bekerja.
Tentu saja semua orang tak akan menyangka akan perbuatan
busuk dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui itu, apalagi Ci kong taysu
pribadi. Dalam anggapan ketua Siau lim si cabang Phu thian,

784
dibawah perlindungan sekian banyak anggota kuil, mustahil Thi tan
kim wan Yu Ceng hui bisa banyak berkutik.
Maka sambil tertawa nyaring, serunya :
“Sute berempat harap kalian undang keluar teratai emas Jit kiau
kim lian tersebut dari dalam kuil.”
Keempat pelindungnya, yakni Ci wan taysu, Ci tin taysu, Ci san
taysu dan Ci bi taysu saling berpandangan sekejap. Ci wan taysu
seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi niat tersebut kemudian
diurungkan, setelah tertegun sekejap, akhirnya dengan wajah serius
dia menjura seraya berkata :
“Terima perintah hongtiang!”
Dengan langkah berat keempat taysu itu berlalu dari situ dan
lenyap dibalik pintu gerbang. Sementara itu, Thi Eng khi yang
bersembunyi di tempat kegelapan pun turut menghembuskan napas
panjang, dia menganggap setelah teratai emas Jit kiau kim lian
dibawa keluar, berarti diapun tak usah mencabangkan pikiran di
kedua tempat yang berbeda lagi.
Maka ia memutuskan untuk berada di tempat semula tanpa
bergerak, dia kuatir sepeninggal keempat jago lihay dari Siau lim si
cabang Phu thian tersebut, Thi tan kim wan Yu Ceng hui akan
melakukan permainan busuk yang bakal merugikan para hwesio Siau
lim si.
Sementara itu, keempat pelindung kuil sudah menembusi ruang
tengah, melalui tiga buah gedung lain dan masuk kedalam sebuah
hutan pohon siong yang lebat. Hutan pohon siong itu lebat sekali,
berakar ranting menjulang sampai dimana mana, sebab pepohonan
disana sudah berusia tua.
Sebuah jalan setapak berwarna putih menembusi hutan dan
terbentang jauh ke dalam sana, setelah berjalan sekian lama tiba
tiba keadaan medannya terbentang lebar dikelilingi pepohonan yang
lebat terlihatlah sebuah tanah lapang seluas empat lima kaki, lalu

785
tampak sebuah pagar dinding yang sangat tinggi mengelilingi
sebuah bangunan rumah batu.
Setibanya di kaki dinding pekarangan, keempat huhoat itu
menghampiri pintu baja berwarna hitam yang tertutup rapat dan
menyentil tujuh kali keatas pintu tersebut. Tak lama kemudian, dari
dalam ruangan terdengar suara langkah manusia lalu pintu terbuka
dan seorang hwesio tua yang kurus dan bermuka kuning muncul
didepan mata.
Dengan hormat sekali Ci wan taysu memberi hormat, lalu ujarnya
:
“Kami mendapat perintah dari hongtiang untuk mengundang
keluar teratai emas Jit kiau kim lian!”
Hwesio tua yang kurus lemah itu membuka matanya lebar lebar,
mencorong sinar tajam penuh hawa pembunuhan dari balik
matanya, sahutnya dengan berat :
“Ci sin menerima perintah!”
“Blaaammmm!” ia menutup kembali pintu gerbang berwarna
hitam itu.
Jangankan menegur, mempersilahkan keempat pelindung kuil itu
masuk kedalam juga tidak. Anehnya keempat orang pendeta itupun
tidak ambil peduli, mereka masih tetap berdiri di tempat dengan
sikap yang tenang.
Tak selang beberapa saat kemudian, pintu gerbang dibuka lagi,
hwesio kurus itu muncul dengan membawa sebuah kotak kayu yang
ditutup dengan sebuah kayu berwarna merah. Katanya dengan
serius :
“Huhoat berempat! Silahkan memeriksa tongkat kekuasaan ini.”
Mula mula keempat hwesio itu memberi hormat dulu kearah
teratai emas Jit kiau kim lian kemudian dibawa oleh Ci wan taysu,
mereka mengundurkan diri dari sana. Sebelum mereka berangkat,
hwesio kurus itu menjura lagi kearah teratai emas seraya berkata :
“Ci sin menghantar keberangkatan tongkat kekuasaan!”

786
Keempat huhoat dengan melindungi teratai emas Jit kiau kim lian
membalikkan badan dan berlalu dari situ. Upacara penyerahan
tongkat kekuasaanpun berakhir. Pada saat itulah si hwesio kurus tadi
baru memberi hormat lagi kepada keempat huhoat sambil berkata :
“Suheng berempat, peristiwa besar apakah yang telah terjadi di
luar sehingga memerlukan datangnya teratai emas Jit kiau kim lian?”
“Aaah, cuma urusan lama yang sudah berlangsung sejak dua
puluh tahun berselang,” sahut Ci tin taysu, “Thi tan kim wan Yu
Ceng hui telah datang mencari gara gara!”
“Kurang ajar,” bentak Ci sin taysu dengan gusar, “biar pinceng
yang keluar dan memberi pelajaran kepadanya.”
“Jangan bertindak gegabah,” cegah Ci tin taysu, “Hui im kek
merupakan tempat penting untuk menyimpan semua kitab dan
benda berharga dari kuil kita, tugas sute sangat berat, tak boleh
sembarangan meninggalkan tempat tugas!”
Begitu mendengar soal ’tugas’ seperti bola yang kehabisan udara,
Ci sin taysu menghela napas panjang, dia lantas membalikkan badan
dan masuk kembali kedalam ruangan lalu menutup pintu gerbang itu
rapat rapat.
Keempat huhoat tersebut segera berjalan kembali ke depan, baru
berjalan keluar dari hutan pohon siong, mendadak dari ruang
belakang kompleks kuil tersebut muncul gumpalan asap hitam yang
sangat tebal.
Dengan perasaan terperanjat, keempat pendeta itu segera
berseru :
“Aduh celaka, ruang belakang terjadi kebakaran!”
Ci bi taysu dan Ci san taysu dengan cepat menerjang ke ruang
belakang untuk memberi pertolongan sedangkan Ci tin taysu dengan
melindungi Ci wan taysu tetap berada di tempat semula.

787
Pada saat itulah dari sisi jalan melompat keluar seorang pendeta
yang membawa sebaskom air, mungkin lantaran terburu napsu
hendak menolong kebakaran ia memotong jalan dan tidak melihat
kalau Ci wan taysu yang membawa teratai emas berdiri disitu.
Ketika pendeta tersebut hampir menerjang tubuh mereka,
dengan cekatan Ci wan taysu segera mengegos ke samping.
Walaupun tubuhnya tidak sampai kena tertumbuk, namun ia merasa
dadanya seperti kena tersentuh. Sesudah sampai dibelakang tubuh
Ci wan taysu, agaknya pendeta tersebut baru menyadari
kecerobohannya, buru buru dia membalikkan badan hendak minta
maaf.
Dengan suara dalam Ci wan taysu segera membentak :
“Mengingat kau baru melanggar pertama kali ini, kuampuni
kesalahanmu itu, cepat pergi menolong api!”
Pendeta tersebut segera melompat ke depan dan kabur ke
ruangan belakang. Tiba tiba Ci tin taysu berseru :
“Suheng, hwesio itu sangat mencurigakan tampaknya bukan
anggota kuil kita!”
Ci wan taysu merasa amat terkejut sesudah mendengar
perkataan itu, tanpa terasa dia menundukkan kepalanya dan melihat
teratai emas Jit kiau kim lian yang berada ditangannya sekejap.
Melihat benda itu tiada sesuatu yang mencurigakan, dia baru
menyahut :
“Perkataan sute memang benar, aku ..... ”
Belum habis dia berkata, tampak Ci san taysu dan Ci bi taysu
telah melompat datang dari depan sana. Begitu sampai mereka
lantas berseru :
“Entah bagaimana terjadinya, selembar tirai telah tergulung
diatas sebatang hio sehingga menimbulkan api, untung saja tak
sampai terjadi kebakaran besar, api yang mulai berkobar dapat kami
padamkan segera.”

788
“Apakah sute berdua berjumpa dengan seorang anggota kuil
yang pergi menolong api?” tanya Ci tin taysu.
“Tidak!” Ci san taysu dan Ci bi taysu bersama sama
menggelengkan kepalanya.
“Persoalan ini kita bicarakan nanti saja,” tukas Ci wan taysu
kemudian, “yang paling penting sekarang, kita tidak boleh
membiarkan hongtiang menunggu kita kelewat lama ....”
Begitu selesai berkata, dia lantas beranjak pergi lebih dulu
meninggalkan tempat tersebut. Rekan rekannya pun tak berani
membuang banyak waktu lagi, mereka segera mengikuti pula
dibelakangnya.
Padahal sekalipun mereka menghentikan perjalanan dan
melakukan pencarian terhadap pendeta yang membawa air tadi,
usaha tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa, apalagi ingin
membekuknya.
Begitulah, sambil melindungi teratai emas Jit kiau kim lian,
keempat pelindung hukum itu berjalan keluar dari pintu gerbang kuil
Siau lim si .....
Segenap pendeta yang hadir di arena sama sama berdiri dengan
serius, suasana amat hening tapi hikmat, bisa diketahui betapa
hormatnya para anggota Siau lim pay terhadap tongkat kekuasaan
lambang tertinggi dari kuil mereka.
Pada saat itulah Thi tan kim wan Yu Ceng hui memperdengarkan
suara tertawa yang amat nyaring.
“Hwesio tua, lohu percaya dengan kalian, tak usah diperiksa lagi,
lihat serangan!”
Begitu berkata hendak menyerang, ia lantas melancarkan
serangan. Sebuah pukulan yang dahsyat membawa desingan angin
tajam langsung membabat tubuh Ci kong taysu. Terkesiap hati Ci
kong taysu setelah dilihatnya tenaga serangan lawan jauh lebih

789
tangguh daripada kekuatan yang dimilikinya dua puluh tahun
berselang.
“Tak heran kalau ia berani mencari gara gara, tampaknya hebat
sekali kepandaian yang dimilikinya,” demikian ia berpikir.
Berada dalam keadaan demikian, Ci kong taysu tak berani
menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan,
tangan kirinya segera direntangkan kemuka, tubuhnya berputar ke
samping menghindarkan diri dari serangan yang datangnya dari
muka, lalu melayang enam tujuh depa ke samping ....
Thi tan kim wan Yu Ceng hui membentak keras, dia membalikkan
telapak tangannya dan menyusul tubuh lawan seperti bayangan
setelah itu tenaga pukulan yang telah disiapkan tadi dilepaskan
keatas tubuh Ci kong taysu.
Walaupun Thi tan kim wan Yu Ceng hui hanya mempergunakan
satu jurus dengan dua gerakan tapi lantaran tenaga dalamnya sudah
dapat dikerahkan menurut kehendak hati sendiri serta merta para
pendeta dari kuil Siau lim si cabang Phu thian ini sama sama
menguatirkan keselamatan dari ketua mereka.
Kali ini Ci kong taysu sudah membuat persiapan lebih dulu,
tangan kanannya dengan jurus Sia ci im ki (menghentikan kibaran
bendera) melepaskan sebuah pukulan Tay lek kim kong ciang yang
maha dahsyat ke depan untuk menyongsong terjangan dari
serangan Thi tan kim wan Yu Ceng hui tersebut.
“Blaaammmm...!” satu benturan dahsyat yang memekikkan
telinga tak dapat dihindari lagi, gulungan angin berpusing segera
melanda seluruh permukaan tanah. Akibat dari bentrokan tersebut,
kedua belah pihak sama sama berdiri tegak ditempat semula,
tampaknya kekuatan mereka seimbang.
Tapi Thi Eng khi dapat melihat kalau kepandaian silat yang
dimiliki ketua kuil Siau lim si cabang Phu thian tersebut masih bukan
tandingan Thi tan kim wan Yu Ceng hui, meskipun tubuhnya tak
sampai tergetar mundur akibat benturan tersebut, namun

790
ketenangan yang ditampilkan diatas wajahnya merupakan suatu
penampilan yang dipaksakan.
Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan sikap Thi tan kim wan
Yu Ceng hui yang betul betul amat santai sepertinya belum seluruh
tenaga yang dimilikinya digunakan semua.
Ci kong taysu memandang sekejap kearah Thi tan kim wan Yu
Ceng hui, kemudian ujarnya dengan sedih :
“Tenaga dalam sicu betul betul memperoleh kemajuan pesat,
lolap merasa belum sanggup untuk menyusul dirimu.”
Tapi dihati kecilnya, ia mempunyai perhitungan, dia tahu hasil
latihannya yang tekun selama dua puluh tahun masih belum berhasil
menyusuli kemampuan lawan. Tapi demi mempertahankan nama
baik Siau lim pay, tentu saja dia enggan menyerah kalah dengan
begitu saja. Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
“Tapi lolap adalah seorang manusia yang tak tahu diri, lolap
bertekad hendak menghadapi sicu sampai dimanapun juga!”
Tubuhnya melejit satu kaki enam tujuh depa tingginya ke udara,
sepasang telapak tangan diluruskan kedepan melancarkan serangan
berbareng .....
Cukup memandang telapak tangan lawan, Thi tan kim wan Yu
Ceng hui segera mengenali serangan tersebut sebagai ilmu Kim kon
ciang mo lek, salah satu diantara tujuh puluh dua macam ilmu sakti
aliran Siau lim pay yang telah disertai dengan kekuatan dahsyat.
Serangan yang dilepaskan dengan tangan tunggal saja dapat
menghasilkan tenaga pukulan yang satu kali lipat lebih dahsyat dari
biasanya, apalagi jika serangan dilepaskan dengan sepasang tangan
berbareng bisa dibayangkan sampai dimanakah kelihayannya.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui sendiri walaupun ia cukup tahu
kalau ilmu silatnya lebih hebat daripada Ci kong taysu namun
kehebatannya hanya setengah tingkat saja. Sesungguhnya walaupun
Ci kong tasyu mempergunakan ilmu sakti tersebut juga belum tentu
sanggup menghadapi kelihayan Thi tan kim wan Yu Ceng hui tapi

791
berhubung Ci kong taysu menyerang dari atas menuju ke bawah,
sudut serangannya meliputi daerah seluas beberapa kaki maka
bukan suatu hal yang gampang baginya untuk meloloskan diri.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui memang tak malu disebut seorang
jagoan dari golongan hitam meski menghadapi bahaya dia tak
sampai gugup, telapak tangannya disilangkan di depan dada dan
berdiri tak berkutik di tempat semula.
Menanti tubuh Ci kong taysu sudah mencapai satu kaki dari batok
kepalanya, ia baru membentak nyaring :
“Sebuah serangan yang amat bagus sekali.”
Menyambut datangnya serangan dari Ci kong taysu, dia lepaskan
pula sebuah ancaman dengan tangan kiri yang disusul pula dengan
tangan kanan. Sepintas lalu serangan itu dilancarkan hampir
berbareng, padahal dalam kenyataan dua gulung angin pukulan
yang meluncur tiba dalam waktu yang berbeda.
Serangan yang depan dipakai untuk memancing musuh,
sedangkan serangan yang belakang digunakan untuk melindungi
badan. Ci kong taysu tertawa tergelak.
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhh..... belakangan ini lolap
memang khusu mempelajari taktik untuk menghadapi serangan ini,
berhati hatilah sicu.”
Telapak tangannya didorong kemuka dan tenaga serangannya
langsung dihantamkan kebawah. Tatkala serangannya saling
membentur dengan tenaga serangan dari Thi tan kim wan Yu Ceng
hui, ia merasa tenaga serangan yang dipergunakan lawan tidak lebih
hebat daripada kekuatan lima bagian yang digunakan lawan tadi.
Siapa tahu baru saja ingatan tersebut melintas lewat, mendadak
terasa ada segulung tenaga serangan yang menerjang datang
dengan hebatnya. Serangan yang datang secara beruntun ini kontan
memaksa Ci kong taysu membuyarkan segenap tenaga serangannya
dan balas menekan ke bawah.

792
Tapi saat itulah Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah menggunakan
tenaga pantulan dari serangan keduanya untuk melayang sejauh
satu kaki dari posisi semula.
“Tampaknya ilmu pukulan Kim kong ciang mo ciang tidak mampu
banyak berbuat apa apa terhadapku,” jengeknya sambil tertawa.
Waktu itu Ci kong taysu masih menyerang dengan sepenuh
tenaga, menanti ia sadar kalau Thi tan kim wan Yu Ceng hui
meloloskan diri dengan menggunakan akal, ia sudah terlanjur
menyerang dan tak bisa menarik kembali ancamannya. Selain itu,
Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun sudah berdiri satu kaki dari posisi
semula, dihitung dari jaraknya, mustahil bagi Ci kong taysu untuk
melancarkan tubrukan lagi dari tengah udara.
Menanti tubuhnya sudah mencapai tanah dan siap melakukan
tubrukan untuk kedua kalinya, Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah
merendahkan tubuhnya, menekuk pinggang dan menyiapkan
serangan.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, sebuah terjangan
kilat telah dilancarkan bahkan sama sekali tidak memberi
kesempatan lagi buat Ci kong taysu untuk melancarkan tubrukan
dari tengah udara.
Ci kong taysu kena terdesak sampai apa boleh buat, terpaksa
mesti mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk
melangsungkan pertarungan jarak dekat melawan musuhnya. Ilmu
pukulan aliran Siau lim pay sudah termashur di jagad dan terkenal
karena keampuhannya, meski begitu kelihayannya baru bisa terlihat
bila dipakai untuk melangsungkan pertarungan jarak jauh.
Mengenai taktik dan kelincahan untuk suatu pertarungan jarak
dekat justru hal ini merepotkan sekali. Ditambah pula tenaga dalam
Thi tan kim wan Yu Ceng hui menang satu dua tingkat lebih hebat
daripada Ci kong taysu. Tak selang sepertanak nasi kemudian, Ci
kong taysu sudah dipaksa berada di bawah angin.

793
Bagi suatu pertarungan sengit antara jago jago lihay menang
kalah sering kali hanya terjadi karena perbedaan selisih yang tipis
ini, walaupun para pendeta dari Siau lim si dibikin terkesiap oleh
adegan di depan mata meski mereka menguatirkan keselamatan Ci
kong taysu, namun sebelum mendapat perintah, tak seorang pun
yang berani turun tangan memberi bantuan.
Thi Eng khi yang bersembunyi di tempat kegelapan dan
menyaksikan kejadian tersebut, dengan cepat ia menyadari kalau
saat baginya untuk turun tangan telah tiba. Agaknya Thi Eng khi
memang sudah bersiap sedia untuk turun tangan, dengan sorot
mata yang tajam seperti sambaran kilat, dia mengawasi dua orang
yang sedang bertarung di arena lekat-lekat.
Siapa tahu Thi tan kim wan Yu Ceng hui yang telah berhasil
menduduki posisi diatas angin itu mendadak melepaskan pukulan
mendesak mundur Ci kong taysu, bukan maju lebih kedepan, tahu
tahu dia malah melompat mundur sejauh satu kaki, bentaknya :
“Hwesio tua, bagaimana kalau berhenti dulu untuk sementara
waktu?“
Ci kong taysu memang sangat berharap mendengar seruan
mana, dengan napas terengah katanya :
“Yu sicu, perkataan apa yang hendak kau ucapkan?”
Dengan sikap yang latah, Thi tan kim wan Yu Ceng hui berkata :
“Hwesio tua, kau bukan tandinganku sekarang, aku ingin
memeriksa dahulu teratai emas Jit kiau kim lian tersebut.”
Dilihat dari ucapan mana, agaknya dia sudah merasa curiga
terhadap teratai emas tersebut. Ci kong taysu merasa malu sekali,
serunya dengan gusar :
“Ci wan sute, buka kotak teratai emas dan perlihatkan
kepadanya!”
Dengan wajah serius Ci wan taysu maju selangkah kedepan
dengan diluruskan kemuka, ia hembuskan kain merah yang
menutupi teratai emas tersebut. Dengan cepat kain merah tadi
tersingkap dan jatuh ke tangan Ci bi taysu yang berada di sebelah

794
kirinya. Serentak sorot mata semua orang ditujukan keatas kotak
kayu itu.
“Haaahhhh...?!” tiba tiba semua orang menjerit kaget.
Ternyata benda yang berada ditangan Ci wan taysu itu bukan
teratai emas Jit kiau kim lian melainkan sebatang ranting pohon. Thi
tan kim wan Yu Ceng hui tertawa tergelak, tanpa mengucapkan
sepatah katapun dia melewati atas kepala para hwesio Siau lim si itu
dan berlalu dari situ.
Thi Eng khi yang menyaksikan adegan itupun diam diam
menggebrak tanah sambil berpikir :
“Aduh celaka, entah sejak kapan teratai emas Jit kiau kim wan
tersebut telah mereka dapatkan? Benar benar mengemaskan!”
Segera timbul niatnya untuk menahan Thi tan kim wan Yu Ceng
hui dan memaksanya untuk mengakui kemana perginya teratai
tersebut. Namun ingatan lain dengan cepat melintas didalam
benaknya, dia berpikir lagi :
“Seandainya teratai emas Jit kiau kim lian telah dicuri oleh
Pencuri sakti, apa gunanya menahan orang itu disini? Lebih baik
kubuntuti saja orang itu secara diam diam, siapa tahu hal mana
justru ada harapan buatku untuk merebut kembali teratai emas
tersebut.”
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, Thi Eng khi segera
mengambil keputusan tanpa berpikir panjang lagi, dikerahkannya
ilmu Hu kong keng im dan melewati diatas kepala kawanan pendeta
dari Siau lim tersebut, dia melakukan pengejaran.
Padahal waktu itu para pendeta dari Siau lim sedang berdiri
terbelalak dengan mulut melongo setelah menyaksikan teratai emas
Jit kiau kim lian mereka berubah menjadi sebatang ranting pohon,
didalam keadaan seperti ini tentu saja tak ada yang memperhatikan
Thi Eng khi lagi.
Sementara itu, Thi Eng khi telah berhasil menyusul di belakang
Thi tan kim wan Yu Ceng hui. Tampaknya peluru baja butiran emas

795
ini betul betul bernyali besar, berada di bawah sinar matahari yang
cerah, dia masuk kekota Phu thian secara terang terangan.
Sesudah berjalan berputar putar mengelilingi jalan raya,
mendadak Thi tan kim wan Yu Ceng hui menyelinap masuk kedalam
sebuah lorong kecil yang sempit. Lorong itu berada diantara dua
buah gedung, selain gelap dan rendah juga kotor sekali, jelas
merupakan tempat tinggal dari rakyat kecil yang miskin dan
berpenghasilan rendah.
Thi Eng khi menguntil terus, dari kejauhan ia saksikan orang itu
berhenti di depan sebuah rumah yang ditancapi tiga batang ’hio’.
Setelah berjalan mondar mandir sebanyak tiga empat kali akhirnya
dia membuat suatu gerakan seperti bentuk poci dan menegur :
“Sun toako ada di rumah?”
Seorang nenek muncul dari balik rumah, begitu melihat dia
dengan wajah ramah segera menegur :
“Oooh.... rupanya Ong toaya, silahkan masuk! Silahkan masuk!”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui pun segera lenyap dari balik rumah
tersebut…..
Thi Eng khi tak berani menyelundup masuk ke dalam rumah
tersebut dengan menggunakan cara yang sama, terpaksa dia harus
melompat naik keatas rumah dan melakukan pencarian sendiri.
Setelah melalui tiga buah rumah akhirnya terdengar olehnya
suara pembicaraan dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui dari arah
bawah sana. Dengan cepat dia mendekam diatas atap mencari
lubang kecil dan mengintip ke bawah.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah ruangan yang sangat
bersih, Thi tan kim wan Yu Ceng hui serta Pencuri sakti Go jit duduk
berjajar diatas sebuah bangku, sedangkan si nenek duduk dihadapan
mereka.

796
Dari sakunya, pencuri sakti Go jit mengeluarkan sekumtum bunga
teratai emas yang berlapis tujuh, bunganya sendiri sebesar kepalan
tangan dengan putik sepanjang lima inci semuanya berwarna emas.
Agak emosi Thi Eng khi setelah menyaksikan benda itu.
Terdengar pencuri sakti Go Jit sedang berkata dengan bangga :
“Saudara Yu, bagaimana dengan ilmu mencuriku?”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui tertawa terbahak bahak, sambil
menepuk bahu pencuri sakti Go Jit, serunya :
“Saudara Go, kau memang sangat hebat, daripada dilawan
dengan kekerasan memang lebih baik dilawan dengan kecerdasan
otak, sekalipun sewaktu menantang mereka untuk bertarung mati
matian, belum tentu aku bisa berhasil merampas teratai emas Jit
kiau kim lian tersebut dari pihak Siau lim si.”
“Apa sih teratai emas Jit kiau kim lian itu? Coba perlihatkan
kepada nonamu!” seseorang berseru secara tiba tiba.
Bayangan manusia yang berkelebat lewat, dari pintu samping
telah muncul seorang gadis remaja segera menerima teratai emas
tersebut, sikapnya yang begitu luwes dan bebas tampaknya mereka
memang kenal lama.
Tampaknya Thi tan kim wan Yu Ceng hui dan pencuri sakti Go Jit
sama sama tidak kenal dengan nona itu. Mereka nampak tertegun,
tapi lantaran gerak gerik sinona yang menyakinkan, toh akhirnya
mereka serahkan juga teratai emas Jit kiau kim lian tersebut
kepadanya.
Namun sorot mata mereka berdua dialihkan juga keatas wajah
nenek tersebut, seakan akan sedang bertanya kepadanya, apakah
nona ini adalah cucu perempuannya?
Yang paling aneh adalah Thi Eng khi yang berada diatas atap
rumah sesudah melihat nona tersebut, ia merasa pikirannya menjadi
bingung, seakan akan berada dalam alam mimpi saja. Ternyata
nenek itupun tidak kenal dengan nona tersebut, baru saja dia

797
menggelengkan kepalanya dan belum sempat mengucapkan
sesuatu, nona itu sudah berseru sambil tertawa cekikikan :
“Terima kasih banyak atas pemberian kalian!”
Dengan gesit dia lantas menyelinap keluar dari ruangan.
Berhubung kedatangan gadis itu sangat tiba tiba lalu perginya juga
amat mendadak, untuk sesaat tiga orang jogo kawakan dari dunia
persilatan itu dibuat tertegun.
Menanti mereka mendusin kembali dari lamunan, nona tersebut
sudah melompat naik keatas rumah. Bentakan gusar dengan cepat
menggelegar dari dalam rumah. Tiga sosok bayangan manusia
kembali melejit ketangah udara dan naik ke atap rumah untuk
melakukan pengejaran.
Thi Eng khi masih saja melamun seperti orang bodoh, dia merasa
seakan akan sedang bermimpi saja.
“Mungkinkah dia adalah adik Leng? Mungkinkah itu?” tiada henti
hentinya dia bertanya kepada diri sendiri.
“Aaah! Tak mungkin! Adik Leng sudah mati lama! Sudah pasti dia
adalah siluman kecil itu yang menyaru sebagai adik Leng, sudah
pasti dia sedang membawakan peranan lain untuk menipu ….. betul
betul mengemaskan! Benar benar menjengkelkan, aku tak boleh
melepaskannya dengan begitu saja.
Setelah berpikir sampai disitu, ia baru melakukan pengejaran
namun orang yang berada di depannya sudah hampir tak nampak
bayangan tubuhnya. Untung saja ilmu gerakan tubuh Hu kong keng
im yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, tak lama kemudian ia
berhasil melampaui Thi tan kim wan Yu Ceng hui sekalian bertiga.
Lalu disebuah tebing kecil diluar kota, ia berhasil menyusul sinona
yang berwajah mirip dengan So Bwe leng tersebut.
“Berhenti!” Thi Eng khi segera berseru nyaring.

798
Seperti seekor burung rajawali raksasa, dia melayang ke tengah
udara dan menghadang di depan gadis itu, mukanya dingin kaku
dan sangat menggidikkan hati.
Sewaktu nona berwajah mirip So Bwe leng itu menyaksikan orang
yang menghadang jalan perginya adalah Thi Eng khi, wajahnya
segera berseri seri, sambil merentangkan tangannya menerjang
kearah pelukan pemuda itu, serunya kaget :
“Aaaah….. engko Eng, kiranya kau.”
Thi eng khi berdiri dengan telapak tangan disilangkan di depan
dada, segulung tenaga pukulan yang sangat kuat segera
menghadang tubuh si nona yang menubruk datang.
“Berhenti!” bentaknya keras keras.
Nona itu tertegun lalu serunya :
“Engkoh Eng, apakah sudah tidak kenali diriku sebagai adik Leng
mu lagi ….?”
Suaranya memilukan hati, membikin hati orang beriba. Padahal
dia adalah Pek leng siancu So Bwe leng yang sesungguhnya, itulah
sebabnya nona itu nampak gelisah dan tidak tenang. Thi Eng khi
sama sekali tidak menyangka kalau gadis tersebut adalah Pek leng
siancu So Bwe leng yang sebenarnya. Hingga kini, dia masih
menganggapnya sebagai perempuan siluman Ciu Lan.
Sambil tertawa dingin segara serunya :
“Jika kau berani berbuat licik lagi dihadapanku, jangan salahkan
jika aku bertindak kasar kepadamu! Hayo cepat serahkan Jit kiau
kim lian tersebut kepadaku, hari ini kuampuni selembar jiwamu.”
Pek leng siancu So Bwe leng tidak mengira kalau Thi Eng khi
bakal bersikap begitu kasar kepadanya, dia menganggap pemuda
tersebut belum mau memaafkan perbuatannya yang berpura pura
mati dulu.
Hatinya menjadi sedih dan perih sekali tapi apa boleh buat?
Selembar mulutnya yang dihari hari biasa pandai berbicara sekarang

799
menjadi kaku dan gagu, dia tak tahu bagaimana mesti menjelaskan
persoalan tersebut….
Tentu saja dia pun tidak mengira kalau hingga kini Thi Eng khi
masih belum tahu tentang permainannya yang berpura pura mati,
berbicara dari perhatian dan perasaan Thi Eng khi sekarang,
andaikata dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, untuk
bergembirapun tak sempat, mana mungkin membentak secara
kasar?
Justru karena pengalaman dan musibah yang menimpa Thi Eng
khi dan So Bwe leng jauh berbeda, hal mana mempengaruhi pula
pandangan seseorang terhadap masalah yang dihadapi, seringkali
justru karena berbeda pandangan inilah berakibat terjadi kesalahan
paham.
Kini Pek leng siancu So Bwe leng tak sanggup menjawab, hal ini
bukan dikarenakan dia bodoh atau tak sanggup menjawab
melainkan karena timbulnya perasaan menyesal dan tak tenang di
hati kecilnya.
Sekarang dia sedang berusaha keras untuk meredakan suasana
yang serba kaku itu, dia ingin mencari jalan bagaimana untuk
menghilangkan rasa mendongkol anak muda itu terhadapnya.
Siapa tahu Thi Eng khi yang menyaksikan gadis itu hanya
membungkam diri belaka, bahkan tidak menyerahkan pula teratai
emas Jit kiau kim lian tersebut kepadanya, rasa benci dan muaknya
terhadap siluman perempuan Ciu Lan meledak, sepasang matanya
merah membara, ditatapnya wajah Pek leng siancu So Bwe leng
lekat lekat.
So Bwe leng yang beradu pandang dengan pemuda itu segera
dapat merasakan kebencian yang terpancar dari balik mata pemuda
itu, hatinya semakin kecut, dia menyangka Thi Eng khi telah
melampiaskan kemarahannya terhadap orang lain kepadanya.
Begitu rasa sedih menyelimuti hatinya, diapun berpikir :

800
“Buat apa kau galak kepadaku? Apakah kau anggap aku benar
benar takut kepadamu?”
Dia menjadi nekad, bukan saja tidak memberi penjelasan apa
apa, malah justru menanggapi dengan jelas pula.
“Teratai emas Jit kiau kim lian berhasil kudapatkan dengan
kepandaianku, mengapa harus kuberikan lagi kepadamu? Katakan
apa yang kau andalkan…?”
Thi Eng khi makin naik darah, dia segera tertawa dingin.
“Heeehhh…. Heeehhhhh…. Heeehhhh….. pandai betul bermain
sandiwara, sayang aku sudah kelewat mendalami watakmu, aku tak
bakal tertipu lagi!”
Dalam pendengaran Pek leng siancu So Bwe leng, ucapan
tersebut seakan akan memakinya kalau pemuda itu sudah tahu
kalau sejak ia berkenalan dengannya, ia hanya mencintai secara
pura pura belaka.
Tak heran kalau So Bwe leng jadi lebih sedih bercampur
mendendam. Yang lebih kebetulan adalah disaat seperti itulah Thi
tan kim wan Yu Ceng hui sekalian bertiga telah menyusul pula
sampai di situ.
Sambil menggertak gigi dan melototkan matanya bulat bulat, Pek
leng siancu So Bwe leng membentak keras :
“Thi Eng khi kau betul betul berhati keji!”
Sambil mendepakkan kakinya ke tanah, dia lantas melompat
bangun dan kabur lagi dari situ.
“Mau ke mana kau!” bentak Thi Eng khi nyaring.
Dia bersiap melakukan pengejaran, tapi pada saat itu kebetulan
sekali Thi tan kim wan Yu Ceng hui bertiga sedang menaiki tebing
tersebut. Mereka dibikin terkejut oleh kecepatan gerakan tubuh Thi
Eng khi, sepanjang melakukan pengejaran tadi tentu saja mereka

801
pun menganggap anak muda tersebut telah berhasil merampas
teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari tangan si nona.
Oleh karena itu, mereka tidak menghalangi Pek leng siancu So
Bwe leng yang sedang melarikan diri, malah sebaliknya bersama
sama menerjang Thi Eng khi, maksudnya mereka ingin merampas
kembali teratai emas Jit kiau kim lian tersebut dari tangan anak
muda itu.
Ketika Thi tan kim wan Yu Ceng hui bertarung dengan Ci kong
taysu di kuil Siau lim si tadi, belum semua kepandaian silat
andalannya digunakan. Tapi sekarang, tahu kalau sedang
menghadapi musuh tangguh, dia lantas mengeluarkan jurus
simpanannya.
Belum lagi tubuhnya menerjang kemuka, sepasang tangannya
telah diayunkan bersama kedepan, dua titik cahaya emas segera
meluncur, satu di depan yang lain dari belakang menerjang tubuh
Thi Eng khi.
Sementara itu, ditangan si nenek telah bertambah dengan
sebuah tongkat berwarna hitam gelap diiringi hembusan angin tajam
dia turut menyerang Thi Eng khi. Sebaliknya si pencuri sakti Go Jit
yang mengandalkan keringanan tubuhnya bergerak kian kemari
seperti gulungan asap ringin, pedang pendek sepanjang satu depa
ditangannya dengan menciptakan serentetan cahaya pelangi
berwarna perak langsung menusuk ke dada Thi Eng khi dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Thi Eng khi melototkan matanya lebar lebar, dengan tangan
kirinya dia melepaskan sebuah pukulan untuk menghantam Pek leng
siancu So Bwe leng yang berada du tengah udara, kemudian
bentaknya gemas :
“Lebih baik kuhajar mampus kau siluman perempuan lebih dulu
untuk menghilangkan rasa mendongkol dalam hatiku.”
Sementara tangan kanannya merogoh ke saku dan sekilas cahaya
keemas emasan meluncur dari balik baju panjangnya kemudian
diantara putaran pergelangan tangannya dia menyambut datangnya

802
toya besi dari nenek dengan jurus Tay san yaa teng (bukit tay san
menindih kepala).
Bersamaan waktunya tangan kirinya sudah melepaskan pukulan
itu berubah menjadi jurus Kim liong tham jiu (naga emas
mementangkan cakar) menyongsong datangnya peluru baja Thi tan
kim wan yang dilepaskan Yu Ceng hui.
Lalu setelah berhasil menangkap peluru baja tadi dia
mengayunkan pula benda mana kemuka untuk menghajar
datangnya cahaya emas yang tiba belakangan. Dikala peluru baja
disambit balik, Thi Eng khi menarik pula tangan kirinya ke depan
dada, kebetulan serangan pedang dari pencuri sakti Go Jit
menyambar datang.
Dengan jurus Pin kong cho im (memburu sinar menangkap
bayangan) dia jepit tubuh pedang tersebut dengan jepitan kedua jari
tangannya. Secara beruntun Thi Eng khi telah mempergunakan
empat macam kepandaian untuk menghadapi empat macam situasi
yang sama sekali berbeda, untuk diceritakan memang terasa
panjang, padahal kenyataannya terjadi dalam waktu yang singkat.
Mula mula terdengar Pek leng siancu So Bwe leng menjerit
melengking, lalu ia berteriak :
“Engkoh Eng, kau bakal menyesal …..”
Sesosok bayangan tubuh terhajar sampai terpental sejauh
beberapa kaki dari posisi semula. Setelah itu, peluru baja Thi tan kim
wan yang disambit balik itu menghajar peluru baja Thi tan kim wan
yang kedua dan mementalkannya sejauh satu kaki lebih dari tempat
semula.
Akibatnya timbul hujan bunga emas yang kebetulan
menyongsong tubuh Thi tan kim wan Yu Ceng hwi sendiri, tentu saja
jagoan itu tak ingin membiarkan senjata makan tuan, ia terdesak
hebat dan buru buru menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Sebaliknya pencuri sakti Go Jit yang pedang pendeknya kena
dijepit jari tangan lawan betul betul mati kutu, walaupun dia telah

803
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya, muka dan tengkuk
sampai merah membara, namun senjatanya sama sekali tak
bergeming.
Yang paling hebat adalah toya baja yang dilancarkan si nenek,
toya tersebut berhasil tertusuk telak oleh pedang emas Thian liong
kim kiam milik Thi Eng khi, sehingga ujung pedang mana
menembusi toya dan tersumbul setengah hun keluar.
Si nenek itu sendiri ibarat kecapung yang menempel di tonggak
batu, bukan saja tak mampu menggerakkan toyanya, mau ditarik
balikpun tak bertenaga lagi. Thi Eng khi sendiri, walaupun dalam
waktu yang hampir bersamaan harus menghadapi beberapa jago
persilatan, ia masih kelihatan tenang dan biasa, sama sekali tak
nampak ngotot atau kepayahan.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui sebetulnya ada rencana untuk
melakukan terjangan lagi begitu lolos dari ancaman peluru Thi tan
kim wan miliknya, namun setelah menyaksikan kejadian yang berada
di depan mata, ia menjadi ketakutan setengah mati, buru buru
tubuhnya mundur terus menjauhi tempat tersebut, tentu saja diapun
tak berani melancarkan tubrukan lagi ….
Sebab berdasarkan pengalamannya, dia sudah melihat kalau
kepandaian silat yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, bahkan mati
hidup si nenek maupun pencuri sakti Go Jit sudah berada di bawah
kekuasaan Thi Eng khi, terserah apa yang bakal dilakukan pemuda
itu terhadapnya.
Betul, ilmu Thi tan kim wan yang dimilikinya sangat ampuh,
namun Yu Ceng hui pun sadar, sekalipun dia maju membantu, hal
mana hanya akan sia sia belaka. Ditambah lagi dia melihat peluru
baja Thi tan kim wan miliknya yang dihajar pental oleh Thi Eng khi
tadi sudah berubah bentuknya menjadi kueh baja, tak heran kalau
peluru mautnya tak sampai meledak ditangan anak muda tersebut
tadi.
Rupanya oleh karena tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi
kelewat sempurna, sewaktu peluru Thi tan kim wan itu jatuh ke

804
tangannya tadi, tanpa terasa sudah kena tertekan oleh kekuatannya
hingga berubah bentuk, tak heran jika peluru mana tak sanggup
menimbulkan daya ledaknya yang hebat dan mematikan.
Perlu diketahui, peluru Thi tan kim wan dari Yu Ceng hui tersebut
bukan terbuat dari besi biasa, melainkan terbuat dari serbuk baja
yang sangat lembut, daya kemampuannya sangat besar dan bukan
sembarangan orang dapat menghadapinya.
Bila orang biasa yang melakukan penahanan terhadap serangan
tersebut, asal benda mana meledak niscaya sang korban akan
tewas.
Menurut sejarah pengalaman dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui,
belum pernah ada orang yang mampu mematahkan serangan peluru
Thi tan kim wan miliknya, paling banter mereka hanya bisa
meloloskan diri dari ancaman bahaya maut.
Oleh sebab itu, setelah ia menyaksikan peluru sakti Thi tan kim
wannya hancur menjadi begitu rupa, kontan hatinya keder dan ia tak
berani sembarangan berkutik lagi.
Dalam pada itu, Pek leng siancu So Bwe leng yang terkapar di
tanah telah menggeliat dan memanggil dengan suara lirih :
“Engkoh Eng…..”
Dia mengangkat tangannya, mengangkat teratai emas Jit kiau
kim lian tersebut seperti hendak dilemparkan ke muka tapi lantaran
luka yang dideritanya kelewat parah, tak ada tenaga yang bisa
digunakan, tangannya yang baru terangkat kembali terkulai, teratai
emas Jit kiau kim lian itupun tergelinding ke samping.
Ternyata perginya Pek leng siancu So Bwe leng tadi hanya
bertujuan untuk memancing tumbuhnya kembali rasa cinta pemuda
tersebut kepadanya, asal pemuda itu menyusulnya maka dia akan
mencari kesempatan untuk minta maaf kepadanya.
Siapa tahu jalan pikiran Thi Eng khi sama sekali berbeda dengan
jalan pemikirannya, ia sama sekali tidak menganggap gadis itu

805
sebagai Pek leng siancu So Bwe leng pribadi, malah ia begitu tega
melancarkan bacokan ke tubuhnya.
Semestinya serangan tersebut tak akan sampai membuat Pek
leng siancu So Bwe leng menderita luka parah. Dengan kemampuan
yang dimiliki Pek leng siancu So Bwe leng sekarang, kendatipun ia
tak sanggup menerima serangan yang dilepaskan dengan tenaga
enam bagian ini, namun untuk menghindari yang berat dan mencari
luka yang ringan bukanlah suatu pekerjaan yang sulit baginya.
Jadi dengan perkataan lain, Pek leng siancu So Bwe leng
memang sengaja menerima pukulan dari Thi Eng khi tersebut karena
dia mempunyai maksud tertentu. Oleh sebab itu, ketika Pek leng
siancu So Bwe leng sudah mencelat keudara dan tak melihat
pemuda itu menyusulnya, malah sebaliknya menambahi dengan
sebuah pukulan yang mematikan lagi, dia lantas menarik kesimpulan
kalau Thi Eng khi memang sudah tidak menaruh perasaan lagi
kepadanya, malah bisa jadi dalam hatinya sudah tiada lagi dirinya.
Begitu ingatan tersebut muncul, Pek leng siancu So Bwe leng
segera merasa hidupnya menjadi hambar, ia kecewa dan putus asa,
dalam waktu singkat timbullah niatnya untuk mengakhiri hidupnya.
Maka bukan saja dia tidak melepaskan pukulan untuk
melancarkan serangan balasan, atau mencoba berkelit kesamping,
sebaliknya dia malah membuyarkan tenaga dalamnya dan
menyambut serangan dari Thi Eng khi tersebut.
Kontan saja hawa murninya buyar dan ia jatuh tak sadarkan diri.
Menanti gadis itu sadar kembali, jaraknya dengan kematian sudah
tak jauh, tipis sekali harapan baginya untuk pulih dalam keadaan
sehat seperti semula.
Namun dalam benak Pek leng siancu So Bwe leng justeru terjadi
lagi perubahan sebesar seratus delapan puluh derajat, dia merasa
kematian semacam ini sama sekali tak ada harganya, terlalu tidak
beralasan, lagi pula yang membuatnya rela mati adalah ia mencintai
Thi Eng khi dengan bersungguh hati, kalau dia harus mati dalam

806
keadaan demikian bukankah Engkoh Eng nya bakal menyesal
sepanjang masa?
Sayang sekali hal itu disadari kelewat terlambat, kini nasi sudah
menjadi bubur, tenaga untuk menyerahkan teratai emas Jit kiau kim
lian ke tangan Thi Eng khi pun sudah tidak dimiliki lagi. Kepalanya
terkulai dan ia jatuh tak sadarkan diri lagi.
Teratai emas Jit kiau kim lian itu menggelinding disisi tubuhnya.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui bertindak cepat, dia segera
membalikkan badan dan menerjang kearah teratai emas tersebut.
Thi Eng khi segera mengerahkan tenaga dalamnya ke lengan, lalu
menggetarkan tubuh si nenek dan pencuri sakti Go Jit sampai
mencelat sejauh beberapa langkah, setelah itu dengan mengerahkan
ilmu Hu kong keng im ia menyerobot kemuka dan menyambar
teratai emas tersebut lebih dahulu.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui hanya merasakan pandangan
matanya kabur, tahu tahu teratai emas Jit kiau kim lian tersebut
telah jatuh ke tangan Thi Eng khi. Kenyataan mana kontan saja
menggidikkan hatinya, segulung hawa dingin sempat menembusi
tubuhnya kemana mana.
Sudah barang tentu ia tak berani merebut mestika itu lagi,
dengan cepat tubuhnya mundur sejauh beberapa kaki ke belakang,
kemudian ditatapnya Thi Eng khi dengan termangu mangu.
Sementara itu, Pek leng siancu So Bwe leng yang berada dalam
keadaan tak sadar kembali bergumam :
“Engkoh Eng….! Aku tak akan menyalahkan dirimu ….”
Suaranya rendah dan lemah, boleh dibilang ucapan mana tak
sempat ditumpahkan keluar, andaikata Thi Eng khi tidak memiliki
tenaga dalam yang sempurna, sulit baginya untuk menangkap
gumaman tersebut.
Orang bilang ucapan yang dikatakan orang yang hampir mati
biasanya bukan kata bohong. Thi Eng khi merasa dadanya bagaikan

807
dihantam dengan martil berat, kepalanya menjadi pening dan
mukanya berubah pucat pias, dengan terkejut bentaknya :
“Kau benar benar adalah adik Leng?”
Sepasang tangannya bekerja cepat, dalam waktu yang singkat, ia
menotok tiga puluh enam buah jalan darah penting di tubuh Pek
leng siancu So Bwe leng untuk sementara waktu dia cegah
menjalarnya luka itu. Kemudian dari sakunya dia mengeluarkan pil
Kim khong giok lok wan dan menjejalkan tiga butir ke mulut gadis
tersebut.
Ilmu pertabiban yang dimiliknya sekarang sudah amat lihay,
meskipun ia tahu kalau Kim khong giok lok wan tak bisa
menyembuhkan luka pukulan, tapi justru memiliki kasiat untuk
menunda saat kematian seseorang.
Itulah sebabnya dia tak segan menggunakan obat mujarab itu
untuk mempertahankan selembar jiwanya lebih dulu, kemudian baru
diusahakan pertolongannya.
Dibawah totokan dan pemberian obat mujarab dari Thi Eng khi,
Pek leng siancu So Bwe leng behasil menghembuskan napas
panjang, bahkan kesadarannya telah pulih kembali.
Betul sorot matanya sayu tapi penuh dengan perasaan cinta yang
amat tebal. Buru buru Thi Eng khi memeluk gadis itu dan
merangkulnya kencang kencang. Dalam pada itu, Thi tan kim wan
Yu Ceng hui sekalian bertiga sedang berkumpul jadi satu dan
berbisik bisik, agaknya sedang merundingkan cara untuk
menghadapi kejadian yang ada di depan mata.
Pek leng siancu So Bwe leng yang bersandar dalam pelukan Thi
Eng khi berbisik lagi lirih :
“Engkoh Eng, aku tak mengerti apa sebabnya kau begitu
membenci diriku …?”
Thi Eng khi berusaha menenangkan hatinya, dia tidak segera
menjawab pertanyaan dari Pek leng siancu So Bwe leng, melainkan
meraba ke belakang telinga gadis itu. Sebab dia teringat kalau So

808
Bwe leng gadungan mengenakan topeng kulit manusia, maka dia
ingin melalui cara itu untuk membedakan palsu dan aslinya.
Jilid 25
Ketika tangannya meraba di belakang telinga Pek leng siancu So
Bwe leng, terasa olehnya kulit disana halus dan lembut ternyata
tidak menunjukkan pertanda kalau mengenakan topeng kulit
manusia
Bukti itu membuat sang pemuda tak bisa menahan diri lagi,
segera dipeluknya Pek leng siancu So Bwe leng kencang kencang
dan serunya dengan amat pedih :
“Adik Leng! Oooh..... kau benar benar adik Leng! Kau benar
benar adalah adik Leng!”
Tiba tiba dia mendekap tubuh Pek leng siancu So Bwe leng
kencang kencang, setelah itu serunya sambil menangis tersedu sedu
:
“Oooh Thian! Sebetulnya aku Thi Eng khi telah melakukan
perbuatan apa ......?”
Sementara itu kesadaran Pek leng siancu So Bwe leng telah
menjadi terang kembali, dari nada pembicaraan Thi Eng khi, diapun
mendengar kalau anak muda itu telah menaruh kesalahan paham
terhadapnya, diam diam ia menjadi menyesal, ia merasa gurauan
yang dilakukannya selama ini sesungguhnya kelewat batas.
Kalau nasi sudah menjadi bubur, menyesal pun tak ada gunanya,
sekarang apa yang bisa digunakan olehnya hanya memberitahukan
kepada pemuda itu bahwasannya dia benar benar Pek leng siancu
So Bwe leng pribadi.
Sambil menggerakkan tubuhnya, ia pun berbisik :
“Engkoh Eng, peluklah aku erat erat!”
Thi Eng khi segera memeluk Pek leng siancu So Bwe leng
kencang kencang ....

809
Kembali Pek leng siancu So Bwe leng berkata :
“Engkoh Eng, pada mulanya apakah kau mengira aku bukan adik
Leng mu ....?”
Thi Eng khi menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya
dengan wajah bingung :
“Aku tidak tahu!”
Apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan perkataan itu? Dia
sendiripun tidak tahu, sebab ia sudah tidak mempunyai rasa percaya
lagi pada alam sekitarnya.
“Engkoh Eng, tempelkan telingamu kemari!” bisik Pek leng siancu
So Bwe leng kemudian sambil menyusupkan badannya ke dalam
pelukan hangat Thi Eng khi. Anak muda itu segera menunduk.
“Perkataan apa yang hendak kau katakan?” sahutnya.
Pek leng siancu So Bwe leng mendongakkan kepalanya, tapi
sebelum berbicara mukanya sudah merah lebih dulu. Thi Eng khi
mengira itulah pertanda saat terakhir gadis itu sudah tiba, buru buru
ia menempelkan telapak tangannya ke atas dada So Bwe leng,
kemudian menyalurkan hawa murninya kedalam tubuh gadis itu.
Setelah itulah ia baru bertanya :
“Apa yang hendak kau katakan?”
Pek leng siancu So Bwe leng memejamkan matanya seperti lagi
mengenang kembali kejadian lama, setelah itu dia baru tersenyum
dan berkata dengan nada malu malu :
“Suatu hari ..... suatu tengah malam, di ..... dibawah sinar
rembulan, aku .... aku telah mencubit sekali pa....pahamu .... masih
..... masih ingat ....”
Thi Eng khi menjadi amat pedih hatinya sesudah mendengar
perkataan itu, tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya. Padahal sekalipun So Bwe leng tidak

810
mengungkap kejadian itu, ia sudah percaya kalau gadis yang berada
dalam pelukannya adalah Pek leng siancu So Bwe leng yang asli.
Apalagi setelah gadis itu menyinggung kembali kenangan manis
yang pernah mereka alami bersama dulu, anak muda tersebut tak
sanggup mengendalikan diri lagi, ia benar benar amat terharu.
Tatkala titik air mata jatuh bercucuran membasahi wajah So Bwe
leng, dengan terkesiap gadis itu menengadah.
“Engkoh Eng, kau menangis?” tegurnya.
Thi Eng khi segera berpaling kearah lain, diam diam ia menyeka
air matanya, kemudian sambil tertawa paksa ujarnya :
“Adik Leng, kau jangan sembarangan bicara, siapa bilang aku
sedang menangis?”
“Engkoh Eng, jangan membohongi aku, aku mengerti hidupku tak
lama lagi...”
Ucapan gadis tersebut diutarakan dengan nada datar, tenang dan
sama sekali tanpa emosi. Sesungguhnya luka yang diderita Pek leng
siancu So Bwe leng sekarang bukannya sama sekali tak tertolong
lagi, seandainya Thi Eng khi masih mempunyai sebutir pil Toh mia
kim wan dari Thian liong pay, niscaya jiwa gadis itu akan tertolong.
Namun sisa empat butir Toh mia kim wan yang dimiliki Thi Eng
khi sudah habis terpakai, meskipun ilmu pertabibannya lihay dan di
dunia ini masih terdapat bahan obat obatan lainnya yang dapat
menyembuhkan luka parah yang diderita Pek leng siancu So Bwe
leng, namun nyawa Pek leng siancu So Bwe leng sekarang sudah
berada di ujung tanduk, lagipula bahan obat obatan tersebut sukar
diperolah, kenyataan tersebut membuat anak muda itu menjadi
kehabisan daya.
Teringat soal obat obatan, Thi Eng khi segera teringat kembali
dengan gua pertapaan dari Cu sim ci cu Thio Biau liong, bukankah
disana tersedia berbagai macam obat obatan mujarab? Siapa tahu
selembar nyawa So Bwe leng masih ada harapan untuk

811
diselamatkan?
Berpikir sampai disitu, Thi Eng khi ingin sekali kalau bisa segera
sampai di gua pertapaan Thio Biau liong. Cepat ia menunduk dan
berbisik kepada gadis itu :
“Adik Leng, aku akan mengajakmu menuju ke suatu tempat,
disana lukamu itu pasti akan sembuh!”
Habis berkata, dia membopong tubuh si nona dan siap menuruni
tanah perbukitan itu. Sudah barang tentu Thi tan kim wan Yu Ceng
hui sekalian tidak rela membiarkan Thi Eng khi pergi dari situ dengan
membawa teratai emas Jit kiau kim lian tersebut, meski mereka tahu
bukan tandingan anak muda tersebut, namun prinsip mati demi
harta mendorong mereka untuk berbuat nekad.
Serentak ketiga orang itu menampilkan diri dan menghadang
jalan pergi Thi Eng khi.
“Bocah keparat, tinggalkan teratai emas Jit kiau kim lian itu lebih
dulu sebelum meninggalkan tempat ini!” bentak nenek itu keras
keras.
Dalam pada itu, semua pikiran dan perhatian Thi Eng khi telah
dicurahkan seratus persen diatas tubuh Pek leng siancu So Bwe
leng, berbicara soal tenaga dalamnya, meski dia harus membopong
So Bwe leng, juga tak akan pandang sebelah matapun terhadap
ketiga orang musuhnya.
Akan tetapi, bagaimanapun juga suatu pertarungan
membutuhkan waktu, dia enggan membuang waktu dengan
percuma, maka timbullah niatnya untuk serahkan teratai emas Jit
kiau kim lian tersebut kepada mereka bertiga, daripada
menimbulkan keributan yang tak perlu.
Sebagai pemuda yang berjiwa besar, ia tidak kelewat menaruh
pandangan serius terhadap benda yang ada di dunia ini. Selain
daripada itu, dia pun mempunyai suatu pikiran sendiri, selama
gunung nan hijau, dia tak kuatir tiada kayu bakar.

812
Dalam anggapannya menyelamatkan jiwa So Bwe leng jauh lebih
penting artinya daripada kehilangan sebuah teratai emas Jit kiau kim
lian, apalagi seandainya gara gara peristiwa itu menyebabkan si
nona ketimpa musibah, bukankah kejadian ini akan membuatnya
menyesal sepanjang masa?
Toh hari ini teratai emas itu diserahkan kepada mereka, besok ia
masih mempunyai kesempatan untuk merebutnya kembali.
Pemikiran semacam ini bukan baru sekali melintas dalam
benaknya, berapa tahun berselang, dikala ia meninggalkan lukisan
para jago di perkampungan Ki hian san ceng, dimana kemudian
lukisan tersebut direbut oleh Huan im sin ang, anak muda ini pun
berpendapat demikian.
Begitu keputusan diambil, dia lantas mengambil teratai emas Jit
kiau kim lian tersebut dan siap diangsurkan kepada musuh, yang
kurang hanya maksud tersebut belum diutarakan. Mendadak So Bwe
leng yang berada dalam pelukannya berpekik :
“Jangan ....”
Karena ucapan tersebut diutarakan kelewat buru buru, dia
merasa hawa murni dalam dadanya bergolak, tak ampun darah
segar mengucur keluar lewat ujung bibirnya sementara orangnya
sudah jatuh tak sadarkan diri ....
Thi Eng khi paling memahami watak So Bwe leng, ia tak berani
menentang keinginannya, maka tangan yang sudah diulurkan ke
depan segera ditarik kembali, sepasang matanya yang tajam
menggidikkan pun dialihkan ke wajah tiga orang lawannya.
Sikap penuh kewibawaan dari pemuda itu kontan mengejutkan
ketiga orang lawannya sampai sampai mereka tertegun dan bergidik,
tanpa disadari masing masing orang mundur selangkah ke belakang.
Thi Eng khi segera menghimpun tenaganya bersiap siaga, seakan
akan tidak menganggap kehadiran mereka, ia menerjang pergi dari
situ dengan langkah lebar.

813
Ternyata Thi tan kim wan Yu Ceng hui sekalian bertiga tak berani
turun tangan menghadang jalan perginya. Dalam waktu singkat Thi
Eng khi sudah berada beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Pada saat itulah, dari depan sana meluncur datang sesosok
bayangan manusia dengan kecepatan tinggi tatkala orang itu
menyaksikan Pek leng siancu So Bwe leng yang berada dalam
bopongan Thi Eng khi, mendadak ia menghentikan gerakan
tubuhnya dan segera menghadang jalan pergi anak muda itu.
“Omitohud!” seru orang itu, “harap sicu segera membaringkan
nona itu keatas tanah!”
Thi Eng khi mengalihkan sorot matanya ke depan, ternyata
pendatang tersebut adalah seorang nikou tua yang berwajah segar,
ketika itu dengan wajah tak senang hati ia menatap Pek leng siancu
So Bwe leng yang berada dalam pelukannya dengan pandangan
tajam.
Kebetulan pula Pek leng siancu So Bwe leng sedang berada
dalam keadaan tak sadarkan diri, darah kental meleleh menodai
ujung bibirnya, keadaan yang sangat mengenaskan itu kontan saja
menimbulkan kobaran hawa amarah dalam dada nikou tua itu.
“Nona So yang berada dalam pelukanmu itu terluka ditangan
siapa?” segera tegurnya dingin.
Tentu saja pertanyaan itu ditujukan kepada Thi Eng khi, akan
tetapi Thi tan kim wan Yu Ceng hui segera memburu kemuka, dia
menjura lebih dulu kepada nikou tua itu, lalu berseru :
“Sinni, tepat sekali kedatanganmu, nona ini terluka ditangan
bocah keparat tersebut.”
Nikou itu segera berpaling kembali kearah Thi Eng khi, setelah itu
bentaknya :
“Betulkah apa yang diucapkan Yu sicu itu?”
Kalau didengar dari nada pembicaraan mereka, tampaknya nikou
tua itu sudah lama kenal dengan Thi tan kim wan Yu Ceng hui.

814
Sebenarnya Thi Eng khi tergesa gesa hendak berlalu dari situ karena
dia kuatir luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng bertambah
buruk, namun mendongkol juga hatinya setelah mendengar teguran
tersebut, dia segera berseru :
“Kalau nona So memang terluka ditanganku, mau apa kau?”
Nikou tua itu sama sekali tidak menyangka kalau Thi Eng khi
bakal menjawab dengan ucapan sekasar itu, untuk sesaat dia
menjadi tertegun. Tapi sejenak kemudian sambil tertawa keras
lantaran gusar, serunya :
“Aku tahu kepandaian silat yang sauhiap miliki sangat lihay,
apalagi begitu turun tangan lantas bisa melukai parah orang lain,
biarlah pinni yang tak tahu diri mohon beberapa petunjuk darimu!”
“Apa salahnya jika kalian berempat maju bersama?” jengek Thi
Eng khi dengan kening berkerut, “akan kusambut kalian semua!”
Ia menganggap nikou tua itu sebagai anggota komplotan dari Thi
tan kim wan sekalian, sebab itu sikapnya terhadap si nikou tua
sedikitpun tidak sungkan sungkan. Nikou tua itu merupakan seorang
tokoh silat yang berkedudukan tinggi, belum pernah ada orang
bersikap begitu kurang ajar kepadanya, sambil tertawa dingin ia
lantas berseru :
“Besar amat caramu berbicara, sayang kau telah salah melihat
orang, pinni tak akan sungkan sungkan lagi kepadamu.”
Seusai berkata, segera bentaknya :
“Cepat baringkan nona So keatas tanah, kemudian datang
menyambut kematianmu!”
“Membaringkan nona So ke atas tanah atau tidak merupakan
urusan pribadiku sendiri, bila kau ingin turun tangan, silahkan saja
segera turun tangan!”
Nikou tua itu benar benar dibikin gusar hingga sepasang alis
matanya berkenyit, sepasang telapak tangannya disiapkan, begitu
melangkah kemuka, dengan jurus Yau koh thian bun (mengetuk
pintu langit dari jauh) ia melepaskan sebuah serangan dahsyat.

815
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat langsung menerjang
kearah batok kepala Thi Eng khi.
“Sebuah serangan yang bagus!” seru Thi Eng khi.
Lengan kanannya diayunkan pula ke depan, dengan jurus Tiu
juang wang gwat (mendorong jendela melihat rembulan) telapak
tangannya didorong keatas melepaskan pula sebuah pukulan.
Berhubung Thi Eng khi harus membopong tubuh seseorang
dalam pelukannya, maka dia bermaksud untuk menyelesaikan
pertarungan itu secepatnya, tak heran kalau begitu turun tangan, dia
telah menggunakan tenaganya sebesar delapan bagian.
Begitu sepasang telapak tangan saling bertemu, terjadilah
ledakan keras yang menimbulkan desingan angin berpusing yang
membumbung tinggi ke angkasa. Akibatnya nikou tua itu terdorong
mundur sejauh lima langkah, sebaliknya Thi Eng khi sama sekali
tidak bergeming.
Tak terlukiskan rasa kaget nikou tua itu menghadapi kenyataan
yang berada di depan mata, tanpa terasa tegurnya :
“Siapa kau?”
“Aku adalah Thi Eng khi, ciangbunjin dari Thian liong pay!”
Nikou tua itu nampak agak tertegun, keningnya kembali berkerut
kencang ......
Kebetulan So Bwe leng yang berada dalam bopongan Thi Eng khi
sadar kembali dari pingsannya setelah terkena pengaruh benturan
angin pukulan kedua orang itu, sambil menengadah memandang
wajah pemuda itu, serunya :
“Engkoh Eng, kau sedang bertarung melawan siapa?”
“Dengan seorang nikou tua yang tak tahu diri.”
Pek leng siancu So Bwe leng segera berpaling, begitu melihat
wajah nikou tua itu, segera jeritnya tertahan :
“Oooh suhu.... suhu!”

816
Jeritan So Bwe leng itu segera membangkitkan semangat nikou
tua itu untuk melindungi muridnya, tanpa menggubris kelihayan dari
Thi Eng khi lagi, ia menubruk kembali dari arah depan sambil
serunya penuh kegusaran :
“Jika kau tidak menurunkan kembali anak Leng, pinni akan
beradu jiwa denganmu!”
Walaupun ia tidak memperhatikan hubungan antara Thi Eng khi
dengan So Bwe leng namun Thi Eng khi sudah tahu kalau nikou tua
yang berada di hadapannya adalah guru gadis itu, tentu saja dia
segan untuk melanjutkan pertarungan itu.
Dengan menggunakan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im,
dengan cekatan si anak muda itu menghindarkan diri dari ancaman
nikou tua tersebut, buru buru serunya :
“Locianpwe, kau salah paham, harap dengarkan dulu penjelasan
boanpwe ....!”
Bersamaan itu pula, Pek leng siancu So Bwe leng juga berteriak
keras :
“Suhu! Oooh.... suhu! Engkoh Eng adalah orang sendiri, kau tak
boleh melukainya.”
Sekarang nikou tua itu baru percaya kalau ia sudah menaruh
prasangka jelek terhadap pemuda tersebut, padahal kejadian mana
hanya suatu kesalahan paham belaka, serentak dia menarik kembali
serangannya sambil mundur ke belakang.
“Sesungguhnya apa yang telah terjadi?” Tanyanya kemudian
kebingungan.
So Bwe leng tidak langsung menjawab pertanyaan gurunya,
melainkan berbisik kepada Thi Eng khi :
“Cepat mohon maaf kepada guruku!”
“Siapa sih gurumu ini?”
“Kau belum pernah mendengar tentang Sam ku sinni?”

817
“Oooh....! Rupanya dia orang tua!” Thi Eng khi manggut manggut
dengan wajah serius.
Perlu diketahui, Sam ku sinni dan Sim ji sinni disebut orang
sebagai Siang hiap sinni (sepasang pendekar nikou), kedudukannya
amat tinggi didalam dunia persilatan, selama ini Thi Eng khi hanya
pernah mendengar namanya, tak kenal orangnya, itulah sebabnya ia
telah bersikap kurang sopan terhadapnya tadi.
Dengan cepat, ia maju kedepan dengan langkah lebar, masih
tetap membopong tubuh Pek leng siancu So Bwe leng, dengan
wajah merah padam karena jengah, serunya kepada Sam ku sinni :
“Berhubung boanpwe sangat menguatirkan keselamatan dari adik
Leng hingga perasaan tegang menyelimuti diriku, akibatnya
boanpwe telah bersikap kurang hormat kepada sinni barusan. Harap
locianpwe sudi memandang diatas wajah adik Leng dan memaafkan
kesalahanku tadi.”
Sam ku sinni memperhatikan Thi Eng khi beberapa saat lamanya,
mendadak ia menghela napas panjang.
“Aaai...., ombak belakang sungai Tiangkang mendorong ombak
didepannya, orang baru memang harus menggantikan orang lama,
sauhiap! Sempurna amat tenaga dalammu!”
Kemudian sambil mengulurkan tangannya menyambut tubuh Pek
leng siancu So Bwe leng, ia menambahkan :
“Sebenarnya apa yang terjadi? Sungguh bikin sinni kebingungan
setengah mati.”
Di bawah persetujuan Pek leng siancu So Bwe leng, Thi Eng khi
segera menuturkan apa yang barusan terjadi hingga dia salah
melukai gadis tersebut, sebagai akhir kata dia menambahkan :
“Setelah boanpwe salah melukai adik Leng, sebenarnya aku
bermaksud berangkat meninggalkan tempat ini untuk mengobati
lukanya, tak nyana locianpwe telah datang.”

818
Tiba tiba Sam ku sinni memperhatikan sekejap teratai emas Jit
kiau kim lian yang berada di tangan Thi Eng khi lalu ujarnya :
“Tak usap kuatir sauhiap, luka anak Leng serahkan saja kepada
pinni ....!”
“Omitohud,” bayangan manusia kembali berkelebat lewat, Ci
kong taysu dari Siau lim si beserta ke lima orang sutenya telah
melayang datang ke tengah arena. Begitu menyaksikan kehadiran
Sam ku sinni di sana, Ci kong taysu segera merangkap tangannya
memberi hormat seraya berkata :
“Terima kasih banyak atas kebaikan budi sinni dan Thi
ciangbunjin yang telah membantu partai kami untuk merebut
kembali teratai emas Jit kiau kim lian!”
Sembari berkata sepasang matanya yang lembut dan halus
dialihkan ke atas teratai emas Jit kiau kim lian yang berada dalam
genggaman Thi Eng khi ....
Dalam pada itu, Thi tan kim wan Yu Ceng hui sekalian entah
sejak kapan telah ngeloyor pergi secara diam diam.
“Ucapan taysu kelewat serius,” Thi Eng khi membalas hormat
sambil tertawa. “Teratai emas Jit kiau kim lian berada di sini, harap
taysu sudi menerimanya kembali.”
Dengan membawa teratai emas Jit kiau kim lian tersebut, ia
berjalan menghampiri Ci kong taysu. Dengan serius pula, Ci kong
taysu menyambut benda mestika tadi. Ci wan taysu yang berada di
belakangnya segera menyelinap kedepan dan menerima pula
mestika itu dari tangan ketuanya. Ci tin taysu, Ci san taysu, Ci bi
taysu dan Ci sin taysu serentak berdiri diempat penjuru dan
melindungi Ci wan taysu.
Ci wan taysu yang membawa teratai emas Jit kiau kim lian tak
dapat memberi hormat kepada Thi Eng khi untuk menyampaikan
rasa terima kasihnya, akan tetapi air matanya telah jatuh bercucuran
karena terharu....

819
Perlu diketahui, teratai emas Jit kiau kim lian hilang sewaktu
berada di tangannya, bila benda mestika ini tidak berhasil ditemukan
kembali, maka dia akan menjadi orang yang paling berdosa dalam
perguruannya, bisa dibayangkan betapa terharu dan terima kasihnya
pendeta ini terhadap Thi Eng khi.
Namun, kalau berbicara yang sesungguhnya, teratai emas Jit kiau
kim lian itu berhasil dirampas oleh Pek leng siancu So Bwe leng dari
tangan pencuri sakti Go Jit hingga jasa yang sebetulnya tidak berada
di tangan Thi Eng khi.
Di bawah sorot mata para pendeta dari Siau lim si yang diliputi
rasa haru dan terima kasih, Thi Eng khi merasa amat tak tenang
hatinya. Selembar wajahnya turut berubah menjadi merah padam
karena jengah, buru buru ia berseru :
“Berbicara sebetulnya, teratai emas Jit kiau kim lian partai anda
sebetulnya direbut kembali oleh Pek leng siancu So Bwe leng, murid
dari Sinni ini, sedang aku sendiri sama sekali tidak membuat pahala
apa-apa.”
Seusai berkata, ia lantas memperkenalkan Pek leng siancu So
Bwe leng kepada Ci kong taysu. Setelah mendengar penjelasan Thi
Eng khi, Ci kong taysu serta kelima orang sutenya bersama sama
mengalihkan sorot matanya ke wajah Pek leng siancu So Bwe leng.
Luka yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng sangat parah,
waktu itu dia sedang bersandar dalam pelukan Sam ku sinni dengan
napas yang sangat lemah, kematian sudah berada di ambang pintu.
Ci kong taysu sekalian merupakan jago jago persilatan yang
berilmu tinggi, dalam sekilas pandangan saja mereka dapat melihat
kalau keselamatan jiwa Pek leng siancu So Bwe leng berada di ujung
tanduk, tak terlukiskan rasa kaget mereka serentak menegur :
“Apakah nona So menderita luka parah?”
Sam ku sinni menghela napas panjang :
“Aaaai.... isi perut muridku sudah bergeser dari tempatnya,
nadinya sudah putus sebagian, kecuali .... aaai.“

820
Agaknya dia merasa kurang leluasa untuk melanjutkan perkataan
selanjutnya, maka setelah menghela napas dia menghentikan
perkataan selanjutnya.
Tujuan Thi Eng khi semula adalah mengajak Pek leng siancu So
Bwe leng menuju ke gua pertapaan Cu sim ci cu Thio Biau liong
untuk beradu nasib. Setelah terjadi peristiwa mana banyak waktu
sudah terbuang lagi dengan percuma, maka begitu Sam ku sinni
menyinggung kembali, dia semakin gelisah lagi, buru buru ia
meminta gadis tersebut dari bopongan gurunya.
Namun Sam ku sinni segera menggelengkan kepalanya sembari
berkata :
“Bocah ini mengenaskan sekali nasibnya, biarkanlah dia berbaring
dalam pelukanku dengan tenang!”
“Tapi boanpwe hendak menghantar adik Leng menuju ke bukit
Bu gi san untuk mencari penyembuhan harap locianpwe suka
menyerahkan kembali adik Leng kepada boanpwe!” seru Thi Eng khi
lagi dengan gelisah.
“Apakah kau hendak mencari Sim ji sinni?”
“Tidak, boanpwe mempunyai tujuan tempat lain!”
“Tahukah kau berapa jauhkah jarak dari tempat ini sampai ke
bukit Bu gi san?“
Thi Eng khi agak tertegun setelah mendengar perkataan itu,
sahutnya kemudian :
“Sekarang jaraknya ribuan li dari sini, boanpwe percaya suatu
ketika pasti akan sampai juga di tempat tujuan.”
“Apakah anak Leng bisa selamat dari hari ini?” kembali Sam ku
sinni bertanya.
Thi Eng khi merasa hatinya gugup sekali, dengan perasaan
bingung dan tanpa berpikir panjang lagi, dia berseru :

821
“Boanpwe akan berusaha dengan sekuat tenaga mungkin
perjalananku akan lebih cepat dua jam lagi!”
Thi Eng khi berbicara menurut kemampuan yang dimilikinya,
namun setelah masuk ke telinga orang, mereka segera
memperlihatkan perasaan tidak percaya. Perlu diketahui, bagi orang
awam biasa jarak sejauh ribuan li hanya bisa dicapai setelah
melakukan perjalanan selama setengah bulan lamanya. Bagi jago
lihay dari dunia persilatan, kendatipun sudah mengerahkan segenap
tenaga dalam yang dimilikinya, paling tidak mereka pun
membutuhkan waktu selama empat lima hari.
Bukankah ucapan dari Thi Eng khi barusan kelewat dibesar
besarkan? Sam ku sinni adalah satu satunya orang yang sama sekali
tdiak memperlihatkan rasa kaget atau tercengang, dengan sikap
yang amat tenang, dia berkata :
“Pinni sudah mengetahui kalau tenaga dalam yang sauhiap miliki
sangat tangguh, bahkan boleh dibilang merupakan tokoh yang
termasyur dalam dunia persilatan, ditambah pula ilmu gerakan Hu
kong keng im dari Bu im sin hong Kian Kim siang, pinni percaya
percaya kau memiliki kecepatan gerak seperti apa yang kau
ucapkan, namun sayangnya nyawa anak Leng sukar untuk
diperpanjang dua jam lagi. Kendatipun kau bisa menempuh
perjalanan dengan kecepatan luar biasa, juga tak ada kegunaannya
dalam persoalan ini!”
Sam ku sinni tak malu disebut jagoan lihay masa kini, hanya
dalam sekali bentrokan saja, ia sudah mengetahui sampai
dimanakah taraf tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi, bahkan dari
gerakan tubuhnya, ia pun dapat melihat kalau ilmu gerakan tubuh
yang dipakai pemuda tersebut adalah Hu kong keng im, ajaran Bu
im sin hong Kian Kim siang.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, serentak semua orang dibikin
amat terperanjat. Bahkan Thi Eng khi sendiripun merasa sangat
kagum sekali atas ketajaman matanya untuk menilai kepandaian
yang digunakan. Karena tidak bisa menjawab, maka diapun
membungkam.

822
Sementara itu, paras muka ketua Siau lim si Ci kong taysu telah
berubah beberapa kali, akhirnya dengan wajah serius dia berkata :
“Sinni cianpwe, untuk sementara waktu boanpwe ingin mohon
diri lebih dahulu!”
“Silahkan taysu!” sahut Sam ku sinni sambil tersenyum. Ci kong
taysu segera mengebaskan ujung bajunya, lalu kepada Ci wan taysu
sekalian berlima, ia berseru :
“Sute berlima, kemarilah! Aku ada persoalan yang hendak
dirundingkan dengan dirimu!”
Enam orang pendeta itu melayang turun meninggalkan bukit
tersebut dan akhirnya lenyap di balik hutan sana. Sepeninggal ke
enam orang pendeta itu, dengan perasaan yang tak tenang Thi Eng
khi segera berkata :
“Locianpwe, bagaimanakah pendapatmu tentang luka yang
diderita adik Leng …? Barusan, bukankah kau orang tua mengatakan
kalau urusan itu akan kau tanggung?”
“Bila kesempatan tidak tersedia, pinni pun tak bisa berbuat apa
apa, untuk menolong anak Leng, kita harus melihat dulu kebesaran
jiwa ketua Siau lim si.”
Thi Eng khi termenung beberapa saat lamanya, kemudian dengan
kening berkerut, ia menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Sungguh menyesal, boanpwe tidak dapat memahami maksud
dari ucapan locianpwe itu.”
“Apa yang pinni ucapkan adalah suatu kenyataan, sebentar kau
bakal tahu sendiri.”
Karena nikou tua itu sudah berkata begitu, Thi Eng khi agak
sungkan untuk bertanya lebih jauh, namun setelah ditunggunya
selama sepertanak nasi lamanya, selain merasa membuang waktu
dengan percuma, tiada sesuatu apa pun yang terjadi.
Ia tak habis mengerti penantian semacam ini bisa memberi
bantuan apa terhadap keselamatan Pek leng siancu So Bwe leng?

823
Thi Eng khi menjadi gelisah sekali seperti semut dalam kuali
panas, dia berjalan bolak balik tanpa tujuan, main berjalan makin
cepat hingga seperti orang gila saja. Beberapa kali dia ingin
mengerahkan ilmu tenaga dalamnya untuk menyadap pembicaraan
Ci kong taysu sekalian, dia ingin mencari tahu persoalan apakah
yang sedang mereka rundingkan, apa sebabnya dia belum juga
kembali ….”
Akan tetapi, sebagai manusia yang jujur, dia merasa
perbuatannya itu memalukan sekali, sehingga dia menahan diri dan
tak berani melakukan perbuatan tersebut. Sementara itu, paras
muka Sam ku sinni juga diliputi oleh kemurungan, tiada hentinya dia
menengok ke bawah bukit sana.
Setengah harian lamanya kembali sudah lewat. Thi Eng khi sudah
hampair gila saking gelisahnya, mendadak serunya dengan suara
lantang :
“Boanpwe tak dapat menunggu lebih lama lagi, lebih baik kita
membawa adik Leng pergi ke bukit Bu gi san saja!”
Tiba tiba sikap murung yang semula menyelimuti wajah Sam ku
sinni segera berubah menjadi cerah kembali, serunya cepat :
“Coba kau lihat, bukankah mereka telah kembali? Lagipula wajah
mereka nampak amat saleh, sudah pasti nyawa anak Leng bakal
tertolong.”
Belum selesai dia berkata Ci kong tasyu ketua dari Siau lim si
dengan membawa kelima orang sutenya telah muncul kembali disitu.
Dengan sekuat tenaga Thi Eng khi segera berusaha menahan diri.
Dengan wajah amat serius, Ci kong taysu tersenyum, sesudah
merangkap tanganya di depan dada ia berkata :
“Pinceng mewakili ratusan anggota Siau lim si cabang Phu thian
mohon kepada sinni , Thi ciangbunjin dan nona So berkunjung ke
kuil kami, kami akan berusaha untuk mengobati luka yang diderita
nona So!”

824
Dengan perasaan terkejut, Thi Eng khi membelalakkan matanya
lebar lebar saking tercengangnya, dia sampai lupa memberi hormat,
serunya keras keras :
“Maksud taysu, kau dapat menyembuhkan luka yang diderita
nona So .... ?”
“Dalam kuil kami terdapat sebutir pil yang bernama Tay tham
wan,” Ci kong taysu menerangkan, “kami bersedia menghadiahkan
pil mestika itu untuk nona So sebagai rasa terima kasih kami atas
kebaikan hati nona So yang telah merebut kembali teratai emas Jit
kiau kim lian tersebut.”
Thi Eng khi tahu kalau pil Tay tham wan dari Siau lim si
merupakan salah satu pil mestika di kolong langit, khasiatnya hampir
sejajar dengan pil Toh mia kim wan dari Thian liong pay. Maka
sambil menghembuskan napas panjang ujarnya :
“Mengapa taysu tidak mengatakan sejak tadi?”
Ucapan tersebut diutarakan dalam keadaan cemas dan sama
sekali tidak bermaksud apa-apa, namun paras muka Ci kong taysu
segera berubah menjadi merah padam, sikapnya agak tersipu sipu.
Sambil tertawa Sam ku sinni berkata :
“Pil Tay tham wan dari Siau lim si sudah dibuat pada ratusan
tahun berselang, konon turun temurun hingga sekarang pil mestika
itu hanya sisa tiga butir saja, sedangkan dalam kuil Siau lim si
cabang Phu thian hanya memiliki sebutir saja, harap Thi sauhiap
jangan salah paham.”
“Omitohud,” buru buru Ci kong taysu merangkap tangannya
memberi hormat, “dalam kuil kami memang cuma mempunyai
sebutir Tay tham wan, pil tersebut tersimpan dalam teratai emas Jit
kiau kim lian, harap sinni suka membawa nona So menuju ke kuil
kami dan menerima pil mestika itu.”
Thi Eng khi masih ingin bertanya lebih jauh, bukankah teratai
emas Jit kiau kim lian berada di sini? Mengapa tidak segera diberikan
kepadanya? Namun Sam ku sinni sudah keburu memberi tanda

825
dengan kerdipan mata, maka dia pun mengurungkan pertanyaan
tersebut.
Sam ku sinni segera membopong tubuh So Bwe leng kemudian
berkata :
“Taysu rela menghadiahkan mestika kuil kalian untuk
menyelamatkan jiwa anak Leng, pinni merasa berterima kasih sekali
atas kebaikan kalian itu .... ”
Ujung bajunya berkibar, dengan membopong Pek leng siancu So
Bwe leng, dia segera menuruni tanah perbukitan itu lebih dulu.
Orang persilatan yang menerima budi, biasanya mereka tak pernah
mengutarakan rasa terima kasihnya dengan kata kata, melainkan
menyimpannya dalam batin. Oleh karena itu, wajah mereka sama
sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa.
Begitulah, serentak mereka kembali ke kuil Siau lim si dan
membaringkan Pek leng siancu So Bwe leng dalam ruangan. Dalam
ruang tengah Tay hiong poo tian, kuil Siau lim si segera
diselenggarakan upacara besar membuka teratai. Sekarang Thi Eng
khi baru tahu apa sebabnya teratai emas Jit kiau kim lian itu tidak
dibuka sembarangan tempat, ternyata mereka begitu taat dengan
segala adat istiadat dan peraturan yang berlaku.
Diam diam anak muda itu menyesal juga akan perbuatannya
yang bertindak tanpa berpikir panjang. Sesudah bersembayangan
didepan meja pemujaan, Ci kong taysu dengan membawa teratai
emas Jit kiau kim lian tersebut berjalan menuju ke sebuah ruang
kecil yang sementara waktu diberikan untuk Pek leng siancu So Bwe
leng.
Ruang kamar itu tidak besar, kecuali Sam ku sinni dan Thi Eng
khi yang berada dalam kamar tersebut, hanya Ci kong taysu yang
masuk pula ke dalam ruangan. Ci wan taysu, Ci tin taysu, Ci bi taysu
dan Ci san taysu berdiri di luar ruangan sambil bersiap siaga
menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

826
Dalam pada itu, Pek leng siancu So Bwe leng telah pulih kembali
kesadarannya, memandang wajah Ci kong taysu dengan suara
rendah dan lemah, katanya kepada Thi eng khi :
“Engkoh Eng, apakah hwesio tua ini khusus datang untuk
mendoakan arwahku? Aku .... aku ..... aku tak akan menyalahkan
kau .... kau tak usah sedih, enci Tin pasti akan bersikap baik
kepadamu!”
Rupanya dia telah salah paham dan mengira Ci kong taysu
diundang untuk membacakan doa pemberangkatan arwahnya
kealam baka. Kecut rasanya perasaan Thi Eng khi setelah
mendengar perkataan itu, sambil menggenggam tangan Pek leng
siancu kencang kencang, serunya :
“Adik Leng, harap kau jangan sembarangan berbicara, taysu ini
datang untuk menyembuhkan lukamu!”
Sesungguhnya Pek leng siancu So Bwe leng pun tak ingin mati
dengan begitu saja, semangatnya segera berkobar setelah
mendengar perkataan itu, serunya dengan wajah berseri :
“Sungguhkah itu?”
“Harap li sicu tenangkan hatimu,” ujar Ci kong taysu pula serius,
“pinceng khusus datang kemari untuk menghantar obat bagimu!”
Sembari berkata, jari kelingking tangan kirinya yang memegang
dasar teratai emas itu mendadak ditekannya ke dasar teratai dengan
tenaga Kim kong cinya yang sakti hingga melesak sedalam lima hun,
sementara tangan kanannya pelan pelan menekan diatas keempat
lebar putik teratai itu kebawah, kemudian mengembalikan lagi
keempat lebar putik teratai tadi ke posisi semula.
Cara semacam itu dilakukan sebanyak tiga kali, akhirnya dia baru
menggengam teratai emas tersebut erat erat menggunakan jari
kelingking menekan lagi dasar teratai dengan ilmu kim kiong cinya
hingga melesak sedalam lima hun lagi.
“Kraaakkk..... !” diiringi bunyi nyaring, putik teratai emas itu
mendadak merekah dan terbelah.

827
“Omitohud!” Ci kong tasyu segera berbisik , “harap siau sicu
membuka mulut lebar lebar!”
Sembari berkata dia mengarahkan bagian teratai emas yang
merekah tadi kearah mulur Pek leng siancu So Bwe leng, kemudian
hawa murninya dikerahkan kedepan, serentetan cahaya putih
langsung meluncur keluar dari balik putik bunga dan menyusup
kemulut si nona.
Akan tetapi Ci kong taysu yang menyaksikan benda yang
meluncur keluar ternyata adalah cahaya putih, dia segera merasakan
sesuatu yang tak beres, dengan cepat teriaknya :
“Aduh celaka!”
Saking kagetnya, dia menjadi gugup dan kelabakan setengah
mati, untuk sesaat dia tak tahu apa yang harus dilakukan. Thi Eng
khi memiliki pengetahuan ilmu pertabiban yang sangat lihay,
pengetahuannya tentang obat obatan jauh melebihi orang lain,
sudah barang tentu dia pun mengetahui seharusnya berwarna
apakah pil Tay tham wan tersebut.
Begitu menyaksikan cahaya putih yang memancar keluar dari
balik putik teratai, ia segera menyadari apa gerangan yang telah
terjadi. Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi dan bermata
tajam, sebelum Ci kong taysu sempat menjerit kaget, telapak
tangannya sudah diayunkan kedepan menghadang didepan mulut So
Bwe leng.
Walaupun cahaya putih itu meluncur keluar dengan kecepatan
luar biasa, nyatanya toh terlambat setindak, benda itu segera
menusuk di atas telapak tangan Thi Eng khi, tanpa sempat melukai
Pek leng siancu So Bwe leng.
Thi Eng khi segera kesakitan sampai keningnya berkerut,
ternyata cahaya putih itu merupakan sebatang paku pendek
sepanjang satu inci yang terbuat dari besi baja, mempunyai
kegunaan khusus untuk mematahkan perlindungan hawa khikang
orang, hebatnya bukan kepalang.

828
Akan tetapi, anak muda tersebut tak sempat menggubris luka
yang dideritanya lagi, dia segera maju ke depan, tangan kanannya
menyambar ke muka dan mencengkeram bahu Ci kong taysu,
bentaknya keras keras :
“Hwesio gundul, sungguh keji hatimu, kalau kau tidak bersedia
memberikan pil Tay tham wan tersebut, yaa sudahlah! Mengapa kau
begitu tega hendak mencelakai jiwanya?”
Dengan tenaga sebesar lima bagian dia segera menekan bahu
pendeta tersebut, membuat Ci kong taysu tak sanggup menahan diri
dan mundur sejauh tiga langkah.
“Kraaak... ” persendian tulangnya berbunyi nyaring dan terlepas
dari engselnya, kontan saja Ci kong taysu menjerit kesakitan.
Bagaimanapun juga dia memang tak malu menjadi ketua kuil Siau
lim si cabang Phu thian, setelah menjerit keras, ia segera
mengendalikan diri dengan sekuat tenaga, ujarnya dengan suara
lembur :
“Harap sauhiap jangan salah paham, pinceng sama sekali tak
berniat mencelakai orang!”
Sesungguhnya tindakan yang dilakukan oleh Thi Eng khi itu
hanya terdorong perasaan hatinya yang amat gelisah, padahal dia
cukup memahami perasaan orang. Dengan cepat dia merasa kalau
tindakannya kelewat gegabah, dengan cepat ia cengkeram lengan Ci
kong taysu dan mendorongnya ke depan, tulang yang terlepas dari
engselnya tadi dengan cepat tersambung kembali.
Kemudian sambil melejit ke depan pintu dan menghadang jalan
pergi orang, serunya :
“Aku berharap taysu suka memberi keadilan buat kami!”
Ci kong taysu merasa kebingungan setengah mati, peristiwa
tersebut benar benar diluar dugaannya sehingga untuk sesaat dia
tak tahu apa yang mesti diucapkan. Sementara itu, Ci wan taysu
yang berada di luar pintu telah melompat mendekat sesudah
mendengar suara ribut ribut didalam kamar, segera tegurnya :
“Thi ciangbunjin, ada sesuatu yang tak beres?”

829
“Hmmm, lebih baik tanyakan sendiri kepada hongtiang kalian!”
sahut Thi Eng khi dingin.
Dia menyingkir ke samping dan memberi jalan lewat buat Ci wan
taysu memasuki ruangan. Begitu masuk kedalam ruangan Ci wan
taysu segera dapat merasakan suasana yang tak beres disitu,
terkesiap hatinya, dengan perasaan tak habis mengerti, dia menegur
:
“Hongtiang......”
Ci kong taysu mengulapkan tangannya mencegah dia berbicara
lebih jauh, tukasnya :
“Undang keempat sute masuk kedalam kemari!”
Thi Eng khi memang tak memandang sebelah matapun terhadap
pendeta pendeta dari Siau lim si, sambil tertawa dingin, ia berseru :
“Suruh saja mereka masuk semua, memang lebih baik begitu!”
Ia membiarkan keempat pendeta yang berada di luar kamar itu
masuk kedalam ruangan, sedang dia sendiri tetap berjaga di depan
pintu. Dengan perasaan bimbang dan tak habis mengerti, Ci kong
taysu segera menuturkan semua peristiwa yang telah terjadi. Ci wan
taysu sekalian berlima menjadi tertegun, jelas mereka nampak
terkejut sekali.
Seandainya mereka berlima benar benar tidak mengetahui duduk
persoalan yang sesungguhnya, memang sulit menyuruh mereka
memperlihatkan sikap yang bersamaan. Pengalaman Thi Eng khi
dalam dunia persilatan masih amat cetek, dia tak dapat menemukan
hal tersebut secara jitu, berbeda dengan sekali dengan Sam ku sinni
yang sudah banyak pengalaman. Begitu melihat paras muka
kawanan pendeta tersebut, ia segera tahu kalau mereka memang
benar benar tidak mengetahui akan kejadian yang sebenarnya.
Kepad Thi Eng khi, segera ujarnya :
“Asal anak Leng sehat walfiat, Thi sauhiap juga tak perlu
mengumbar emosi, budi atau dendam suatu ketika toh akan menjadi
jelas dengan sendirinya, lebih baik tenangkan dulu hatimu sekarang,
emosi tidak akan membantu duduk persoalan!”

830
Thi Eng khi sendiri sesungguhnya adalah seorang yang amat
cerdik, dorongan emosi lah yang membuatnya terburu napsu, maka
begitu pikirannya menjadi tenang, ia lantas berjalan kembali ke sisi
Pek leng siancu So Bwe leng, sementara paku kecil tadi masih tetap
menancap diatas telapak tangannya.
Dalam kenyataan, Thi Eng dibikin sibuk oleh berapa kejadian
yang kemudian menyusul, tentu saja ia tak sempat untuk mencabut
paku itu. Memandang paku kecil yang menancap diatas telapak
tangannya, Thi Eng khi segera berkata kepada Sam ku sinni :
“Apakah locianpwe kenal dengan paku ini?”
Dia segera mengerahkan tenaga untuk mencabut paku kecil itu
lalu disentilkan kearah Sam ku sinni. Sam ku sinni menyambutnya
dan diperiksa sebentar kemudian, dengan kening berkerut dia
berkata :
“Benar ini adalah Pek hou toan hun ting (paku terima putik
pemutus sukma) dari Tiang pek lojin So Sen pak!”
Sembari berkata dia lantas menyerahkan paku kecil itu ketangan
Ci kong taysu sekalian. Ci kong taysu sekalian memeriksanya
beberapa saat, lalu menyerahkan kembali paku Pek hou toan hun
ting tersebut kepada Sam ku sinni katanya :
“Pinceng pernah mendengar namun belum pernah melihatnya,
harap sinni suka memberi petunjuk!”
“Walaupun paku Pek hou toan hun ting merupakan benda milik
Tiang pek lojin So tayhiap, namun sejak ia termashur sampai diluar
perbatasan, tak pernah kudengar ia pernah memakainya lagi, entah
bagaimana keadaan yang sesungguhnya?”
Thi Eng khi merasa amat tak sabar ketika menyaksikan mereka
hanya memperbincangkan soal paku Pek hou toan hun ting belaka,
seakan akan keselamatan Pek leng siancu So Bwe leng sudah
dilupakan sama sekali.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dia segera
berpikir :

831
“Jangan jangan pil Tay tham wan tersebut sudah dicuri oleh
pencuri sakti Go Jit.”
Makin dipikir dia merasa semakin masuk diakal, maka sembari
menjura kepada Sam ku sinni, katanya :
“Harap locianpwe sudi merawat adik Leng, boanpwe akan pergi
dulu, sebentar akan balik lagi kemari.”
Dengan suatu gerakan cepat, dia melompat keluar dari ruangan
meninggalkan kuil Siau lim si. Dalam perjalanan pemuda itu
berpendapat untuk bisa menemukan jejak Pencuri sakti Go Jit, satu
satunya jalan adalah mencari ke rumah sinenek tersebut, maka dia
pun berangkat ke rumah nenek tersebut.
Keadaan rumah itu masih tetap seperti sedia kala, setiap benda
yang ada disitu tiada yang berubah, akan tetapi dalam ruangan itu
tak nampak sesosok bayangan manusia. Sambil tertawa getir, Thi
Eng khi segera berpikir :
“Betapa bodohnya orang itu, tak mungkin dia akan kembali lagi
kemari, mengapa aku tidak berpikir sampai ke situ? Pikun, bodoh,
aku benar benar bodoh!”
Untuk sesaat dia tak punya pegangan lagi, ia tidak tahu harus
pergi kemanakah untuk mencari pencuri sakti Go Jit? Ia menjadi
sangsi untuk beberapa saat lamanya, kemudian sambil mendepak
depakan kakinya ke tanah dia bergumam :
“Setelah berhasil, mereka pasti melarikan diri, bila kulakukan
pengejaran, siapa tahu kalau akan berhasil menyusul mereka?”
Baru saja akan meninggalkan rumah kosong itu, mendadak dari
luar pintu terdengar suara seseorang menegur dengan nada yang
merdu :
“Sun popo, kau orang tua berada di rumah?”
Ketika Thi Eng khi merasa suara tersebut sekan akan pernah
didengarnya, dengan cepat dia menyelinap ke samping untuk
menyembunyikan diri. Menyusul kemudian terdengar ada orang
membuka pintu dan masuk kedalam, bahkan terdengar pula suara
seorang bocah sedang berkata :

832
“Ibu! Rumah ini tiada orang lain, kita tak usah masuk kedalam
....”
Mendadak Thi Eng khi teringat akan seseorang, tampaknya orang
itu adalah Kwik toanio dan putranya. Sebenarnya dia hendak maju
untuk menyongsong, namun tiba tiba pikirnya lagi :
“Sebenarnya manusia macam apakah ibu dan anak itu? Mengapa
mereka kenal dengan Sun popo?”
Karena curiga, dia segera merubah niatnya semula. Dalam pada
itu, Kwik toanio sudah masuk ke dalam rumah sambil melangkah
kedalam, ia masih bergumam :
“Mendapat titipan orang merupakan suatu perbuatan amal, kita
harus bertanggung jawab. Nak, inilah prinsip hidup seorang
manusia, bukankah aku pernah mengatakan hal ini denganmu?”
Lama sekali Kwik Yun tetap membungkam, tampaknya ia tidak
setuju dengan apa yang diucapkan ibunya. Terdengar Kwik toanio
berkata lagi :
“Bukankah di hari hari biasa Sun popo amat menyukai dirimu?
Mengapa kau tidak mempunyai niat untuk membalas budi?”
Kwik Yun menjadi gelisah sekali, sahutnya cepat cepat :
“Hmmm, siapa yang kesudian berhubungan dengan manusia
seperti itu? Hmmm..... seandainya ibu tidak bilang, setelah belajar
silat maka tiada orang yang akan mengganggu kita, aku mah tak
akan sudi menggubris dirinya.”
“Apalagi orang yang titip pesan kepada kita itu, Huuuuhh....
gerak geriknya mencurigakan, sudah pasti diapun bukan orang baikbaik!”
Kwik toanio menghela napas panjang.
“Aaai..... kalau toh orang yang dicari tak berhasil ditemukan,
lebih baik kita pergi saja!”

833
Begitu mendengar mereka akan pergi, Thi Eng khi tak sempat
banyak berpikir lagi, dia segera menyelinap keluar dari tempat
persembunyiannya dan berseru :
“Entah ada persoalan penting apakah kalian Ibu dan anak berdua
datang kemari mencari Sun popo?”
Kwik toanio dan putranya sama sekali tidak menyangka kalau Thi
Eng khi bakal muncul dari balik kamar, kedua duanya merasa amat
terperanjat sekali, untuk setengah harian lamanya mereka sampai
tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Beberapa saat kemudianm perempuan itu baru berseru tertahan :
“Ooooh, rupanya Thi siangkong!”
Kwik Yun juga segera menegur dengan suara ketus :
“Oooph, engkau pun kenal dengan Sun popo?”
Thi Eng khi tidak terbiasa berbicara bohong, maka dengan
berterus terang katanya :
“Aku tidak kenal dia, tapi aku memang datang kemari untuk
mencari dirinya.”
“Ada urusan apa kau datang mencarinya?”
Nada suaranya amat tidak bersahabat, bahkan kedengaran sekali
kalau dia tidak memandang sebelah mata pun terhadap Thi Eng khi.
Ditinjau dari sini, Thi Eng khi dapat melihat kalau bocah itu tidak
percaya terhadap Sun popo maupun terhadap sahabat sahabatnya,
ketidak sungkanan dari bocah itu terhadap dirinya pun kemungkinan
besar disebabkan ia telah salah menduganya sebagai teman Sun
popo.
Thi Eng khi berpikir lagi, kalau toh mereka kenal dengan Sun
popo, siapa tahu dari mulut kedua orang ini bisa ditemukan suatu
titik terang yang bisa dipakai untuk pelacakan?
Maka dia mengambil keputusan dalam hatinya untuk melakukan
suatu penyelidikan. Maka secara ringkas dia lantas mengisahkan apa

834
yang telah terjadi di kuil Siau lim si sehingga terpaksa ia datang ke
rumah itu ....
Belum habis dia berkata, Kwik yun sudah tak tahan dan berseru :
“Ibu! Benarkah kita hendak membantu mereka?”
Dengan diutarakannya perkataan itu maka tak bisa disangkal lagi
bahwasannya kedatangan mereka ada sangkut pautnya dengan
persoalan ini. Thi Eng khi merasakan hatinya bergetar keras, namun
ia tak berani mengemukakan perasaan itu, dengan penuh
pengharapan ia menantikan keputusan dari Kwik toanio.
Kwik toanio menghela napas panjang, kemudian berkata :
“Aaai....! Terlepas bagaimanakah watak Sun popo, yang jelas ia
sering membantu kami berdua untuk mengatasi kesulitan ekonomi
yang kita hadapi, ia selalu melindungi dan menyayangi kami, aku tak
dapat melupakan budi kebaikan orang dan menghianatinya, harap
Thi siangkong dapat memahami kesulitan ini.”
Thi Eng khi merasakan hatinya dingin separuh, ia tak sanggup
menyalahkan perempuan itu, sebab apa yang dikatakan memang
masuk diakal. Sebab kesetiaan kawan merupakan sesuatu yang
patut dikagumi oleh setiap umat persilatan, tentu saja Thi Eng khi
tak dapat hanya memikirkan kepentingan sendiri.
Selain itu, dia sebagai ketua dari suatu partai besar tak ingin
turun tangan terhadap perempuan dan memaksanya untuk
membeberkan suatu berita. Di saat Thi Eng khi masih serba salah
dibuatnya, mendadak tampak Kwik Yun berkata dengan wajah
bimbang :
“Ibu! Bila kita membantu orang jahat, bukankah kitapun akan
menjadi orang jahat? Ibu! Bukankah seringkali kau menerangkan
bahwa kita harus bisa membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Ananda benar benar tidak habis mengerti, dalam
keadaan yang bagaimanakah kita harus membedakan mana yang
benar dan mana yang salah? Dan disaat apa pula kita tidak
seharusnya membedakan mana yang benar dan mana yang salah?”

835
Lega juga perasaan Thi Eng khi sesudah mendengar pertanyaan
itu, diam diam pekiknya “Sebuah pernyataan yang bagus sekali!”
Sebaliknya Kwik toanio menjadi tertegun tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
“Ayo ibu, jawablah, apakah ananda telah salah bertanya lagi?”
desak Kwik Yun.
Setelah ragu ragu sejenak, akhirnya dengan wajah serius, Kwik
toanio berkata :
“Nak, pertanyaanmu memang tak salah, ibulah yang tak dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah!”
Kemudian dengan kepala tertunduk, ujarnya lebih jauh dengan
suara amat sedih :
“Tapi kita pun tak dapat mengingkari janji, apalagi menunjukkan
sikap ketidak setia kawanan!”
“Di hari hari biasa Toanio sering mendapat bantuan dan
perhatian dari Sun popo, bila hari ini kau melakukan pula sedikit
pekerjaan baginya, hal mana merupakan suatu tindakan yan lumrah,
aku memang tidak bisa berkata apa-apa lagi,” sambung Thi Eng khi
kemudian, berbicara sampai disitu, wajahnya segera diliputi rasa
murung dan sedih.
“Ananda tidak habis mengerti!” sela Kwik Yun bingung.
Tampaknya ia masih tetap tidak habis mengerti oleh nasehat
yang pernah diterima dari ibunya tempo hari. Melihat sikap putranya,
Kwik toanio merasakan hatinya diliputi oleh kabut kemurungan,
contoh salah semacam ini, kuatirnya akan mendidik bocah itu
menjadi manusia yang tak bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang jahat, mana yang benar dan mana yang keliru.
Pada dasarnya, dia memang seorang perempuan yang bisa
mengambil keputusan dengan cepat, begitu ingatan tersebut
melintas dalam benaknya, dengan kening berkerut dia lantas
termenung.

836
Pikir punya pikir akhirnya peluh dingin jatuh bercucuran
membasahi seluruh tubuhnya, diam diam ia berpikir di hati :
“Oooh, sungguh memalukan, membedakan mana yang benar dan
mana yang salah merupakan dasar dari sikap hidup seorang
manusia, bila aku tak bisa membedakan mana yang betul dan mana
yang salah sekarang, apa pula artinya memegang janji atau
kesetiaan kawan? Tindakanku ini benar benar merupakan suatu
tindakan yang tidak bisa dibenarkan, untung bocah tersebut berkata
demikian, kalau tidak bukankah aku akan menjadi seorang manusia
yang sangat berdosa.”
Berpikir sampai di situ, dia lantas membelai bahu Kwik Yun dan
berkata dengan nada menyesal :
“Nak, ucapanmu memang benar, ibu memang tak boleh
mempersoalkan sedikit budi yang pernah kuterima lantas menjadi
seorang manusia yang tak bisa membedakan mana yang benar dan
mana yang salah.”
Lalu denga wajah rikuh ujarnya pula kepada Thi Eng khi :
“Thi siangkong, kau tak akan menertawakan diriku bukan!”
“Aaaai... perkataan macam apakah itu?” seru Thi Eng khi dengan
wajah serius, “perempuan yang cerdas bijaksana seperti toanio pada
hakekatnya jarang sekali kujumpai di dunia ini.”
Kwik toanio yang menyaksikan hari sudah hampir gelap segera
menghela napas, katanya :
“Saat ini Sun popo sedang berada dirumahku, menunggu kamu
ibu dan anak pulang ke situ!”
“Hanya dia seorang diri?” tanya Thi Eng khi dengan wajah
tegang.
“Tidak, masih ada seorang lelaki tua yang berwajah suram, orang
itu berada bersamanya di rumah.”
“Kalau begitu orang itu pasti si pencuri sakti Go Jit, kebetulan aku
memang sedang mencari dia, terima kasih toanio.”

837
Dengan langkah cepat dia segera memburu keluar dari pintu
ruangan tersebut. Melihat anak muda itu hendak pergi, buru buru
Kwik toanio berseru :
“Thi siangkong, jangan pergi dulu, aku masih ada persoalan
hendak disampaikan kepadamu.”
Thi Eng khi segera berhenti di depan pintu, lalu serunya :
“Toanio, kau masih ada persoalan apalagi? Sekarang aku sedang
buru buru hendak mencari si pencuri sakti Go Jit untuk menyelidiki
masalah pil Tay tham wan dari Siau lim si, pil tersebut kubutuhkan
untuk menolong nyawa nona So.”
“Tadi aku datang kemari dengan alasan hendak mencari Sun
popo, sesungguhnya hal itu cuma alasan belaka, yang benar kami
datang untuk mengambil sebuah benda milik Sun popo, seandainya
pil Tay tham wan itu disimpan disitu, bukankah Thi siangkong tak
usah repot repot lagi?”
Dengan cepat Thi Eng khi mengundurkan diri kembali ke dalam
ruangan, serunya dengan girang :
“Terletak dimanakah benda yang hendak toanio ambil itu?
Bolehkah aku memeriksanya lebih dulu?”
Kwik toanio segera menuding kearah sebuah keranjang bobrok
yang tergantung di atas dinding itu, sahutnya :
“Keranjang itulah yang hendak kuambil.”
Tatkala Thi Eng khi menyaksikan keranjang itu penuh dengan
debu, seolah olah tak pernah dijamah orang, bahkan tergantung di
tempat yang menyolok, dia merasa tak mungkin pil Tay tham wan
itu disimpan di situ. Itulah sebabnya dia menjadi sangsi dan tidak
segera mengambil keranjang yang dimaksud.
Terdengar Kwik toanio berkata lagi :
“Dari pembicaraan Sun popo dengan kakek tersebut, kudengar
mereka menaruh perhatian yang serius terhadap keranjang tersebut,
itulah sebabnya aku bisa berpendapat demikian. Thi siangkong, apa
salahnya jika kau periksa dulu isinya?”

838
“Perkataan toanio memang ada benarnya juga!”
Baru saja dia hendak melompat kedepan mengambil keranjang
tersebut, mendadak dari luar pintu telah menyerbu masuk sesosok
bayangan manusia. Begitu menerjang masuk kedalam, ia segera
menghantam tubuh Kwik toanio sambil dampratnya dengan gusar :
“Perempuan rendah yang tak tahu budi, ternyata dugaanku tak
salah, kau telah menghianati Lo nio!”
Kwik toa nio tidak mengerti ilmu silat, bagaimana mungkin dia
sanggup menahan serangan dahsyat dari jago lihay macam Sun
popo? Berada dalam keadaan demikian, Thi Eng khi lebih
mengutamakan menolong orang, tanpa menggubris keranjang
tersebut lagi, ia sambar tangan Kwik toanio dengan tangan kirinya
dan menyeretnya ke tepi dinding, sementara telapak tangan
kanannya menyambut datanganya ancaman lawan dengan jurus
Wan hong tiau yang (burung menghadap matahari).
Bagaimana mungkin tenaga pukulan dari Sun popo bisa
menandangi kemampuan dari Thi Eng khi?
“Blaaammmm.....!” ditengah bentrokan keras yang memekikkan
telinga, tubuh nenek itu tergetar keras sampai kuda kudanya
tergempur, nyaris ia jatuh terjerambab keatas tanah. Pada saat
bersamaan itulah, tampak sesosok bayangan manusia menerjang
kearah keranjang tersebut.
Padahal waktu itu, Thi Eng khi sedang beradu pukulan, tentu saja
ia tak berkesempatan lagi untuk mengurusi pendatang tersebut.
Sekilas pandangan saja, Thi Eng khi dapat mengenali orang itu
sebagai si pencuri sakti Go Jit, segera teriaknya :
“Bagus sekali kedatanganmu, aku memang sedang mencarimu!”
Dengan suatu lompatan cepat dia menubrik kearah tubuh si
pencuri sakti Go Jit. Sambil tertawa dingin, Sun popo segera berseru
:
“Perempuan rendah, mampus kau hari ini!”

839
Nenek itu tahu kalau kepandaiannya tak sanggup menandingi Thi
Eng khi, tapi dia tahu kalau serangannya ini pasti akan memaksa
pemuda itu memberikan pertolongannya, maka serangan yang
dilancarkan kali ini tidak mempergunakan ilmu pukulan melainkan
mengayunkan toyanya menghantam kepala Kwik toanio.
Serangan toya tersebut sedemikian dahsyatnya hingga membawa
desingan angin serangan yang mengerikan. Dengan perasaan
terkejut, Kwik Yun segera menjerit :
“Ibu!”
Dia segera menubruk ke atas tubuh Kwik toanio. Thi Eng khi
merasa si pencuri sakti Go Jit pasti tak akan lolos dari serangannya
itu, siapa tahu usaha mana dibikin berantakan oleh serangan toya
dari Sun popo, tentu saja ia tak bisa membiarkan ibu dan anak dua
orang itu mati lantaran dia, apalagi dengan mata kepala sendiri ia
menyaksikan kedua orang itu terancam mara bahaya.
Terdesak oleh keadaan, dia segera menghentikan gerakan
tubuhnya, dengan jurus Thian ong tou ta (Raja langit menyungging
pagoda) sebuah pukulan dilepaskan untuk mementalkan toya Sun
popo dan menyelamatkan jiwa Kwik toanio berdua.
Sementara tubuhnya turut menyusul pula kemuka menghadang
dihadapan Kwik toanio berdua, dengan sorot mata yang tajam dia
mengawasi Sun popo dan pencuri sakti Gio Jit tanpa berkelip.
Posisi yang mereka berdua tempati sekarang justru merupakan
sudut posisi yang teramat sulit bagi Thi Eng khi. Bila Thi Eng khi
hendak menghadapi Sun popo, maka pencuri sakti Go Jit akan
mempunyai kesempatan untuk melarikan diri lewat pintu.
Sebaliknya bila Thi Eng khi siap menghadapi pencuri sakti Go Jit,
maka Kwik toanio berdua niscaya akan terluka di ujung toya Sun
popo. Sesungguhnya Thi Eng khi memiliki kemampuan untuk
membinasakan mereka berdua tapi ia tak berani sembarangan
bergerak.

840
Sebab baik jiwa Kwik toanio berdua maupun keranjang yang
berisi pil Tay tham wan, kedua duanya sama pentingnya bagi sianak
muda itu....
Sebaliknya pencuri sakti dan Sun popo juga tak berani
sembarangan turun tangan karena mereka cukup mengetahui
kelihayan dari Thi Eng khi. Maka ketiga orang itu membentuk suatu
posisi yang berimbang, untuk sesaat kedua belah pihak tak berani
sembarangan berkutik, mereka hanya saling menatap sambil
berusaha mencari kesempatan untuk bertindak lebih dulu ....
Pada saat itulah dari luar pintu mendadak muncul seseorang.
Sebenarnya dia ingin masuk, akan tetapi setelah menyaksikan
keadaan dalam ruangan tersebut, dengan cepat dia mundur lagi ke
luar ruangan, kemudian serunya sambil tertawa terbahak bahak.
“Haahhh.... haaahhhh...... haaahhhh...... tadi kalian berdua
menyingkirkan lohu dengan akal, sekarang justru terjatuh ketangan
bocah keparat ini, kejadian tersebut benar benar membuat lohu
merasa gembira sekali!”
“Harap saudara Yu jangan salah paham,” pencuri sakti Go Jit
segera berseru sambil tertawa getir, “kita sama sama merupakan
orang yang bekerja untuk Tee kun .....”
Jilid 26
Belum habis dia berkata, Thi tan kim wan Yu Ceng hui telah
berteriak keras :
“Saudara Yu, saudara Yu ……, hmmm, kau anggap sebutan
saudara Yu boleh kau gunakan seenaknya? Sewaktu lohu termashur
di kolong langit, dalam dunia persilatan belum ada namamu.”
Kemudian setelah mendengus berat, ujarnya lagi :
“Barusan lohu telah berkunjung ke kuil Siau lim sim, sudah
kuketahui kalau pil Tay tham wan yang disimpan dalam teratai emas
Jit kiau kim lian tersebut sudah diambil oleh kalian manusia manusia
penghianat sahabat dan pencari pahala yang tak tahu malu. Akupun

841
tahu bahwa kalian telah mengganti pil itu dengan sebatang paku Pek
hou toan hun ting milik Tiang pek lojin, kini kenyataan sudah berada
di depan mata, apalagi yang hendak kalian ucapkan?”
Dengan diutarakannya perkataan itu, bukan saja ia telah mencaci
maki si pencuri sakti Go Jit, bahkan ucapan mana seolah olah khusus
ditujukan kepada Thi Eng khi, agar Thi Eng khi turun tangan
membunuh pencuri sakti Go Jit untuk melampiaskan rasa
mendongkolnya.
Diam diam pencuri sakti Go Jit mengeluh, serunya kemudian :
“Yu cianpwe, jangan marah dulu, kesemuanya ini sudah diatur
oleh Tee kun sendiri, kau jangan menyalahkan aku berbuat
demikian.”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui yang berada di luar pintu kembali
tertawa dingin.
“Heeehhh..... heeehhhh..... heeehhhh..... Sun popo saja diikut
sertakan dalam rencana ini, apakah lohu tak mampu melebihi dirinya
....?”
Jelas dia makin marah lagi dibuatnya. Buru buru Sun popo
menjelaskan :
“Rencana bagus ini diatur sendiri oleh Tee kun, dikemudian hari
saudara Yu pasti akan menjadi tahu dengan sendirinya, harap kau
sudi membantu kami untuk meloloskan diri dari kesulitan di depan
mata, kemudian kami baru akan berterima kasih kepadamu,
bagaimana?”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui adalah seorang manusia yang amat
licik, walaupun dalam hati kecilnya, dia bermaksud membantu
mereka untuk meloloskan diri dari ancaman mara bahaya, akan
tetapi di luaran dia tetap membungkam, bahkan menjawabpun
segan.
Tentu saja sikap semacam ini membuat pencuri sakti Go Jit dan
Sun popo menjadi sangat tak tenang. Sebaliknya Thi Eng khi juga
sedang memutar otak untuk mencari jalan penyelesaian sebaik

842
baiknya. Mendadak terdengar pencuri sakti Go Jit berseru dengan
tegang :
“Saudara Yu..... Yu cianpwe, kau sudah pergi?”
“Kenapa aku harus pergi?” jawab Thi tan kim wan Yu Ceng hui
dengan suara sedingin es, “aku hendak menunggu untuk
menyelesaikan urusan terakhir kalian!”
Pencuri sakti Go Jit dan Sun popo saling bertukar pandangan
sekejap, berhubung dalam hati kecil mereka sudah ada kesepakatan,
maka Thi Eng khi yang berada di hadapan mereka pun tidak tahu
kalau kedua orang lawannya sudah saling bertukar pendapat.
Terdengar pencuri sakti Go Jit berkata dengan suara lantang :
“Pil Tay tham wan berada dalam keranjang ini, kami akan segera
menyerahkannya kepadamu, sekarang tentunya kau boleh berlega
hati bukan ....?”
Dia siap berbuat demikian, tentu saja dibalik kesemuanya itu
karena mempunyai tujuan lain, diantaranya :
Pertama, tentu saja ingin memancing perhatian dari Thi Eng khi,
dia ingin memberitahukan kepada Thi Eng khi bahwasannya pil Tay
tham wan tersebut benar benar berada dalam keranjang itu hingga
Thi Eng khi mengalihkan sasarannya dengan melepaskan diri mereka
berdua.
Kedua, tentu saja dia bermaksud membalas dendam terhadap Thi
tan kim wan Yu Ceng hui, dengan niat mengalihkan bencana
tersebut kepadanya ....
Tergerak juga perasaan Thi Eng khi, betul juga, dia segera
mengalihkan segenap perhatiannya ke atas keranjang tersebut,
sementara tenaga dalamnya dipersiapkan untuk menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan ....
Akan tetapi Thi tan kim wan Yu Ceng hui yang berada di luar
pintu bukan manusia sembarangan, sudah barang tentu dia dapat
menebak maksud dan tujuan orang untuk melimpahkan bencana
kepadanya. Maka sambil tertawa dingin, katanya :

843
“Lemparkan dulu keranjang tersebut ke depan pintu setelah lohu
periksa barangnya baru akan berunding lagi dengan kalian.”
Tangan kiri dengan kelima jari tangannya dipentang lebar lebar,
masing masing digunakan untuk menjepit empat biji peluru emas Thi
tan kim wan, tindakannya itu bukan dimaksudkan untuk
menyelamatkan mereka dari mara bahaya, sebaliknya
mempersiapkan diri untuk dirinya melarikan diri nanti.
Si pencuri sakti Go Jit sengaja berkerut kening, lalu dengan
perasaan apa boleh buat berkata :
“Baiklah, aku akan menuruti perkataanmu itu!”
Dia lantas mengayunkan tangannya dan melemparkan keranjang
tersebut keluar pintu. Berbareng itu juga ia membentak keras :
“Mundur!”
Telapak tangannya dibalik, menghajar ke dinding.....
“Blaaammm!” sebuah lubang besar segera ternganga diatas dinding
ruangan tersebut. Bersama sama Sun popo, pencuri sakti Go Jit
segera melompat keluar dari dinding ruangan dan melarikan diri.
Sementara itu Thi Eng khi sudah mengerahkan tenaga dalamnya
sambil mempersiapkan diri, begitu dilihatnya pencuri sakti
melemparkan keranjang tersebut ke depan, dia segera membentak
keras :
“Kemari!”
Telapak tangan kanannya membentuk suatu gerakan tipuan,
segulung hawa sakti tak berwujud segera menggulung keatas
keranjang tersebut. Sementara tubuhnya sendiri masih berdiri tak
berkutik disamping badan Kwik toanio berdua.
Sebenarnya keranjang itu dilemparkan si pencuri sakti dengan
sepenuh tenaga, gerak luncurnya selain cepat juga amat kuat, dalam
perkiraan pencuri sakti itu andaikata Thi Eng khi ingin mendapatkan
keranjang tersebut, paling tidak dia harus menubruk ke depan.

844
Di samping itu, diapun dapat berpikir bila Thi Eng khi
menguatirkan keselamatan dari Kwik toanio berdua, untuk
sementara waktu, bisa jadi dia tidak akan mengejar keranjang yang
dilemparkan ke depan itu.
Itulah sebabnya dia lantas menyuruh Sun popo menjebol dinding
dan melarikan diri, maksudnya agar Thi Eng khi tak usah
menguatirkan datangnya ancaman dari belakang, dengan begitu
anak muda tersebut tentu akan menubruk keranjang itu dengan
perasaan lega.
Andaikata apa yang direncanakan itu menjadi kenyataan, maka
siasat sekali timpuk dua ekor burungnya akan mendatangkan hasil
yang diharapkan. Siapa sangka tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng
khi terlampau hebat, sekalipun tanpa bergerak, dengan
mengandalkan gapaian tangan kananya saja, dia mampu menghisap
keranjang tersebut ketangannya tanpa harus bersusah payah
mencari gara gara dengan manusia seperti Thi tan kim wan Yu Ceng
hui.
Kenyataan tersebut, sudah barang tentu saja sama sekali diluar
dugaan pencuri sakti Go Jit. Namun justru karena Thi Eng khi harus
mencabangkan pikirannya untuk menghisap keranjang tersebut,
maka anak muda itu tak sempat menghalangi mereka berdua untuk
melarikan diri. Dalam pandangan mereka, hal ini sudah merupakan
suatu keberuntungan dibalik ketidak beruntungan.
Oleh karena itu, setelah lolos dari dalam rumah, bagaikan ikan
yang terlepas dari jaring, segera melarikan diri menuju ke luar kota.
Setelah berlarian sekian lama, akhirnya mereka membelok masuk ke
dalam sebuah hutan bambu yang lebat.
Dari bagian akar sebatang bambu, Sun popo berhasil membuka
sebuah pintu rahasia yang tampaknya memang telah dipersiapkan
jauh sebelumnya ....
“Mari kita bersembunyi dulu disini, setelah mara bahaya lewat
kita baru berbicara lagi,” usul Sun popo.

845
Pencuri sakti Go Jit manggut manggut.
“Begitu pun boleh juga, kau silahkan masuk dulu!”
Sun popo berjalan menuju ke samping pintu kecil, sebelum
masuk mendadak ia berhenti sambil bertanya :
“Saudara Go, benarkah kau telah melemparkan pil Tay tham wan
itu kepada Thi tan kim wan lo Yu?”
“Kau anggap aku begitu bodoh?” sahut pencuri sakti Go Jit sambil
tertawa terkekeh kekeh dengan bangga.
“Tapi aku tidak melihat kau mengambil keluar pil Tay tham wan
tersebut dari keranjang!”
Pencuri sakti Go Jit tertawa terbahak bahak dengan gembira.
“Haaahhh..... haaahhhhhh.... haaahhhhh..... itulah sebabnya aku
terkenal sebagai pencuri sakti dalam dunia persilatan ....”
Mendadak ia berhenti berbicara, lalu sambil membalikkan badan
bentaknya keras keras :
“Siapa di situ?”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui melangkah keluar dari dalam hutan
dengan langkah lebar, serunya sambil tertawa seram :
“Heeehhhh..... heeehhhh...... heehhhhh..... pencuri kecil sia sia
belaka usahamu selama ini, tenaga iwekang yang dimiliki bocah itu
kelewat hebat, dia telah mempergunakan ilmu menghisap barang
untuk menghisap keranjang tersebut di tengah jalan dan hasilnya
keranjang tersebut kosong melompong. Hmmm... kau anggap lohu
tidak tahu akan siasat licikmu itu?”
Setelah berhenti sebentar, dengan wajah membesi dia
mengayunkan tangan kanannya dimana empat biji peluru besinya
telah dipersiapkan, kemudian membentak nyaring.
“Bawa kemari!”

846
Berbicara soal kepandaian silat, dengan tenaga gabungan dari si
pencuri sakti Go Jit serta Sun popo, sebenarnya tidak sulit bagi
mereka berdua untuk memukul mundur Thi tan kim wan Yu Ceng
hui, akan tetapi mereka tahu bahwa peluru sakti yang kini sudah
dipersiapkan lawan tak boleh dianggap remeh.
Sebagaimana diketahui, peluru sakti Thi tan kim wan dari Yu
Ceng hui diisi dengan bahan peledak yang daya penghancurnya
mencapai dua kaki persegi, peluru tersebut khusus dipakai untuk
mematahkan pertahanan hawa khikang orang, yang paling lihay
diantaranya adalah sejenis bubuk beracun yang larut bila terkena
angin.
Barang siapa yang mengendus bubuk beracun itu, kecuali makan
pil penawar buatannya, kalau tidak jangan harap bisa hidup lebih
jauh. Didesak dalam keadaan seperti ini, pencuri sakti Go Jit segera
memberi tanda kepada Sun popo sambil serunya :
“Mari kita bekerja sama membereskan dia!”
Siapa tahu Sun popo segan menempuh bahaya, bukan maju dia
malahan mundur sejauh beberapa kaki sambil menyahut :
“Kalian berdua sama sama adalah sahabatku, berdiri sebagai
rekan persilatan, aku tak akan memihak kepada siapapun!”
Dalam bahaya menghianati teman, sikap yang diambil nenek
tersebut benar benar diluar dugaan. Pencuri sakti Go Jit terhitung
pula seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, ia sendiri pun
sering kali mencelakai orang dengan menggunakan siasat licik,
namun dia yakin bahwa dirinya tak akan sudi mengucapkan kata
kata semacam itu dalam keadaan begini.
Kontan saja sepasang matanya melotot besar karena
mendongkol, tapi kemudian setelah menghela napas panjang,
katanya :
“Aaaai, nampaknya aku si pencuri tua benar benar sudah buta
sepasang mataku!”
“Heeehhhh.... heeehhhh...... heeehhhhh...... matamu memang
benar benar sudah buta,” jengek Yu Ceng hui sambil tertawa dingin,

847
“kau anggap si nenek manusia macam apa? Hanya mengandalkan
dua puluh empat butir mutiara saja kau sudah ingin membeli nyawa
si nenek!”
“Dua puluh empat butir mutiara itu merupakan benda mestika
yang tak ternilai harganya, tidak gampang lohu mendapatkan benda
tersebut, tahukah kau sudah berapa banyak nyawa jago persilatan
yang melayang gara gara benda itu?”
“Huuuhh..... besarnya baru sebuah kelengkeng, berapa sih
nilainya?” jengek Sun popo sinis, “sekalipun besarnya melebihi telur
ayam, paling paling juga hanya sebuah benda mati saja, apakah
nilainya bisa lebih berharga daripada nyawa manusia?”
“Bagus sekali!” Thi tan kim wan Yu Ceng hui membentak keras.
“Asal Sun popo bersedia menjaga peraturan dunia persilatan,
dikemudian hari lohu pasti akan memberi muka pula kepadamu.”
“Terima kasih saudara Yu, aku si nenek akan berangkat
selangkah lebih dahulu!”
Seusai berkata dia segera melejit ke udara dan meluncur keluar
dari hutan bambu itu, tak selang berapa saat kemudian bayangan
tubuhnya telah lenyap tak berbekas. Sekali lagi Thi tan kim wan Yu
Ceng hui membentak keras :
“Kini Sun popo sudah tahu diri dan melarikan diri, nah pencuri
kecil, mengapa kau tidak serahkan pil Tay tham wan tersebut
kepadaku? Apakah hendak menanti sampai lohu turun tangan
sendiri?”
Seraya berkata, tangan kirinya segera disusupkan kembali keatas
pinggangnya, senjata Thi tan kim wan yang diandalkan itu agaknya
sudah disimpan kembali.
“Hmm, untuk menghadapi seorang pencuri kecil, biar lohu
pergunakan sepasang telapak tangan saja, toh itupun lebih dari
cukup,” jengeknya sinis.

848
Dicemooh seperti itu, pencuri sakti Go Jit tak sanggup menahan
diri lagi, dia segera meloloskan pedang pendeknya kemudian sambil
menggetarkan pergelangan tangannya ia melepaskan sebuah
tusukan kilat ke tubuh Thi tan kim wan Yu Ceng hui.
“Tidak usah ngomong besar dulu, lihat pedang!” hardiknya.
“Hei, pencuri kecil,” Thi tan kim wan Yu Ceng hui tersenyum,
“aku lihat serangan pedangmu itu memang sudah mencapai dua
bagian kesempurnaan….!”
Sembari berkata, telapak tangan kirinya menyambar ke muka
dengan jurus Hun im po gwat (memisah awan menyingkap
rembulan), dari pukulan ia merubah serangannya menjadi totokan
jari, lalu berbalik mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan
pencuri sakti Go Jit yang menggenggam pedang.
Sementara telapak tangan kanannya dengan jurus Tui san tian
hay (mendorong bukit membendung samudera) melepaskan sebuah
pukulan dahsyat menyapu ke pinggang lawan. Serangan kiri
sebenarnya hanya gerak tipuan belaka, serangan yang
sesungguhnya justru berada pada telapak tangan kanannya.
Pedang pendek yang dipergunakan pencuri sakti Go Jit sekarang
sesungguhnya merupakan pedang Hi cong po kiam yang termasuk
salah satu senjata ampuh dalam dunia hanya dengan sebuah
getaran pedang saja ia telah berhasil mematahkan serangan yang
dilancarkan Thi tan kim wan Yu Ceng hui dengan tangan kirinya.
Namun serangan dahsyat yang dilepaskan dengan tangan
kanannya itu sangat dahsyat. Pencuri sakti Go Jit mengerti bahwa
sulit baginya untuk membendung ancaman itu, andaikata dia
menyambut dengan kekerasan, sudah pasti ia sendiri bakal terluka,
maka dengan mengerahkan San tian biau hong (hembusan angin
sambaran petir) suatu ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi ia
mengegos lima langkah ke samping kiri.
Begitu mundur pencuri sakti Go Jit segera menerjang maju
kembali, pedang Hi cong po kiamnya berputar kencang menciptakan

849
bayangan tajam yang memenuhi angkasa, mengimbangi gerakan
tubuh san tian biau hong nya, dia malang melintang kian kemari
sambil melepaskan serangkaian ancaman dahsyat ....
Thi tan kim wan Yu Ceng hui mendengus dingin, dia tetap berdiri
tegak di tempat semula, terhadap bayangan pedang yang
menyelimuti angkasa boleh dibilang ia berlagak tidak melihat.
Selama ini dia hanya menjaga perubahan gerak dari musuhnya
sambil menghimpun tenaga siap melepaskan pukulan maut.
Sesungguhnya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki pencuri
sakti Go Jit sekarang terhitung salah satu kepandaian yang hebat
bahkan keampuhan ilmu San tian biau hong tersebut hanya sedikit
dibawah kelihayan ilmu Hu kong keng im dari Bu im sin hong Kian
Kim siang.
Tak heran kalau Thi tan kim wan Yu Ceng hui tak sanggup
menandingi kehebatannya. Walaupun dalam hal ilmu meringankan
tubuh Thi tan kim wan Yu Ceng hui tak mampu melebihi pencuri
sakti Go Jit namun pukulannya tetap berat dan mantap, ditambah
lagi dia memang sudah terlatih untuk bertarung secara mantap,
sepasang matanya yang tajam dengan seksama mengikuti setiap
gerakan lawan, agaknya ia memakai taktik dengan tenang
mengatasi gerak.
Lama kelamaan gelisah juga pencuri sakti Go Jit setelah
menyaksikan pertahanan dari Thi tan kim wan Yu Ceng hui sangat
ketat dan kokoh, akan tetapi keadaannya sekarang ibarat
menunggang di punggung harimau, mau turun tak bisa, tetap duduk
pun sungkan.
Dalam keadaan demikian, terpaksa dia mengubah gerakan
tubuhnya menjadi gerakan Thian gwa hui hong (pelangi terbang dari
luar angkasa), setelah berputar satu lingkaran, pedang pendeknya
merendah kebawah lalu menusuk ke wajah Thi tan kim wan.
Menghadapi ancaman itu, Thi tan kim wan Yu Ceng hui miringkan
kepalanya ke samping untuk meloloskan diri dari sergapan pencuri
sakti, tangan kanannya segera menghadang lengan kiri si pencuri

850
sakti itu sementara tangan kirinya menyambar ke atas dengan jurus
Yap teh tau to (mencuri buah tho di bawah daun).
Dengan cepat kedua orang itu melangsungkan suatu pertarungan
jarak dekat yang sangat ramai, cahaya pedang bayangan telapak
tangan saling bergumul menjadi satu. Makin bertarung kedua orang
itu bergerak makin cepat, tak selang berapa saat kemudian tampak
bayangan manusia berkelebat lewat, begitu terpisah kedua orang itu
segera bergumul kembali dan saling bertarung dengan serunya.
Di tengah berlangsungnya pertempuran yang amat seru itu, tiba
tiba terdengar suara tertawa dingin disusul dengusan tertahan,
berbareng itu pula dua sosok bayangan manusia yang sedang
bertarung sengit itu tahu tahu saling berpisah. Tampak Thi tan kim
wan Yu Ceng hui melintangkan sepasang telapak tangannya di
depan dada, ia berdiri di tempat tanpa menderita luka sedikit pun
jua,
Sebaliknya pencuri sakti Go Jit harus mundur sejauh tujuh
langkah lebih sebelum dapat berdiri tegak. Lengan kanannya yang
menggenggam pedang kini terkulai lemas, baru saja tubuhnya
berhenti bergerak, pedang pendek yang berada di tangannya sudah
terlepas dan menancap di tanah.
Rupanya sebuah pukulan dahsyat dari Thi tan kim wan Yu Ceng
hui telah melukai tangan kanannya. Dengan langkah lebar Thi tan
kim wan Yu Ceng hui menghampiri si pencuri sakti Go Jit, lalu
bentaknya keras keras :
“Bawa kemari!”
Sebelum terluka tadi pencuri sakti Go Jit sudah bukan tandingan
Thi tan kim wan, apalagi saat ini, namun sampai matipun dia enggan
menyerah kalah, mendengar ucapan itu dia segera balik bertanya :
“Apanya yang bawa kemari?”
“Tay tham wan!” Thi tan kim wan Yu Ceng hui tertawa dingin.
Mendadak tangannya berkelebat lewat dan melepaskan sebuah
totokan kilat keatas tubuh pencuri sakti Go Jit. Totokan tersebut

851
dilancarkan secara tiba tiba dan menggunakan kecepatan yang luar
biasa, ternyata pencuri sakti Go Jit tak sanggup menghindarkan diri,
dia segera terkena totokan, sambil mendengus tertahan tubuhnya
segera roboh terkapar di tanah.
Secara kasar Thi tan kim wan membalikkan tubuh pencuri sakti
Go Jit kemudian menggeledah seluruh saku bajunya, akhirnya dia
berhasil menemukan sebuah botol kecil berwarna putih, dari dalam
botol itu dia mengeluarkan sebutir pil berwarna merah. Setelah
diendus sebentar, dengan kening berkerut tegurnya :
“Obat apakah itu?”
Walaupun jalan darah pencuri sakti Go Jit sudah tertotok
sehingga dia kehilangan kekuatan untuk melawan namun
kesadarannya masih tetap utuh, ia bisa berbicara bisa pula
mendengar. Akan tetapi saat ini dia hanya menggigit bibirnya
kencang kencang, bukan cuma membungkam saja, bahkan
wajahnya menunjukkan senyuman dingin yang sinis dan penuh
ejekan.
Dengan mendongkol bercampur marah Thi tan kim wan Yu Ceng
hui segera melepas sebuah pukulan dahsyat di samping tubuhnya
membuat pasir dan debu beterbangan di angkasa. Kontan saja
seluruh badan pencuri sakti Go Jit menjadi kotor karena terkena
pasir dan debu.
“Keparat, jika kau tak mau berbicara lagi, terpaksa lohu akan
menggunakan ilmu pemisah otot untuk menyiksa dirimu!” akhirnya
dia mengancam dengan geram.
“Bukankah Tay tham wan itu sudah berada ditanganmu, apa
yang harus kukatakan lagi?” sahut pencuri sakti Go Jit dingin.
“Apakah pil ini adalah pil Tay tham wan yang asli? Mengapa sama
sekali tidak terendus bau harumnya?”
Pencuri sakti Go Jit segera tertawa terbahak bahak, dia
bermaksud mempermainkan lawannya untuk melampiaskan rasa
mangkel dalam hatinya, dia berkata :

852
“Baik, kau maupun aku belum pernah melihat bagaimanakah
bentuk pil Tay tham wan yang asli, mana yang asli dan mana yang
palsu, siapa yang tahu? Jika kau memang bernyali datang saja
sendiri ke kuil Siau lim si dan tanyakan kepada hwesio hwesio itu!”
Ucapan tersebut segera membungkamkan Thi tan kim wan Yu
Ceng hui sampai beberapa saat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun. Akhirnya dengan mendongkol dan
geram, dia mendamprat :
“Bajingan, kau memang pantas mampus!”
Sambil mengambil pil Tay tham wan tersebut, wajahnya nampak
tersipu sipu….
Tiba tiba pencuri sakti Go Jit berguman seorang diri :
“Pengetahuan untuk membedakan sejenis obat saja tak punya,
hmmm, kalau sampai memperoleh sebutir Tay tham wan yang palsu,
itu baru lucu namanya ….”
“Bangsat, kau tak usah mengejek lohu, bisa kumampusi dirimu!”
teriak Yu Ceng hui marah.
Pencuri sakti Go Jit segera tertawa dingin.
“Heeehhh….. heehhhh…… heehhhh…… sebenarnya gampang
sekali bila kau ingin mengetahui asli atau tidaknya obat Tay tham
wan tersebut ….”
Berbicara sampai di tengah jalan mendadak ia berhenti,
kemudian sambil memandang kearah Thi tan kim wan dia hanya
tertawa dingin tiada hentinya ….
Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi tan kim wan Yu Ceng
hui, segera serunya:
“Asal kau dapat membuktikan asli atau tidaknya pil Tay tham wan
in, lohu bersedia pula mengampuni selembar jiwamu.”
Pencuri sakti Go Jit berlagak seolah olah serius, katanya
kemudian :

853
“Silahkan kau menghamtan lohu satu kali lagi, tinggalkan
segulung hembusan napas bagiku, kemudian berikan pil Tay tham
wan tersebut kepadaku, asal aku bisa sembuh kembali, terbukti
kalau obat itu asli, sebaliknya kalau aku tak sembuh, maka terbukti
kalau obat itu palsu!”
Mula mula Thi tan kim wan Yu Ceng hui agak tertegun kemudian
tangannya langsung melayang menampar wajah pencuri sakti itu
beberapa kali, teriaknya :
“Sialan, kau anggap aku tidak mengerti dengan caramu itu?”
Pencuri sakti Go Jit tak mau mengalah, kembali serunya dengan
tertawa dingin :
“Lohu toh bersedia mengorbankan selembar jiwaku, masa kau
tak rela mengorbankan sebutir pil palsu?”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui benar benar dibikin menangis tak
bisa tertawa pun tak dapat oleh perkataan itu, rasa bencinya
terhadap orang ini boleh dibilang sudah merasuk sampai ke tulang
sumsum, akan tetapi dia tak bisa berbuat banyak.
Cuma saja, kalau didengar dari maksud kebalikan perkataan itu,
dia dapat mendengar kalau kemungkinan besar pil Tay tham wan itu
tidak mungkin palsu. Setelah termenung beberapa saat, ia masih
juga belum merasa lega hati, maka dengan suara menggeledek
bentaknya :
“Lebih baik kau tak usah bergurau dengan lohu, ketahuilah
nyawamu itu sesungguhnya tidak ada nilainya sama sekali, lohu pun
tak akan membiarkan kau mampus dengan puas.”
Sambil berkata, dia lantas memperlihatkan gerakan seperti
hendak menggunakan ilmu pemisah otot untuk menghadapi pencuri
sakti Go Jit. Berada dalam keadaan seperti ini, pencuri sakti Go Jit
baru berkata dengan wajah serius :
“Tidak sulit bila kau menginginkan aku berbicara sejujurnya tapi
kau harus memberi jaminan dulu kalau selembar nyawaku kau
ampuni.”
Thi tan kim wan Yu Ceng hui segera tertawa terbahak bahak.

854
“Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... jaminan macam
apakah yang kau hendaki?”
Pencuri sakti Go Jit termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, lalu menyahut :
“Kau harus mengangkat sumpah dulu dihadapan langit sebelum
lohu bersedia mempercayai perkataanmu itu.”
Sambil tertawa dingin Thi tan kim wan Yu Ceng hui mengangkat
sumpah yang mengutuk dirinya sendiri bila mengingkari janji. Saat
itulah pencuri sakti Go Jit baru berkata dengan serius :
“Tay tham wan adalah sebutir obat yang dibuat pada ratusan
tahun berselang, andaikata tiada cara penyimpanan yang istimewa,
mungkin sari obatnya sudah punah semenjak dulu dan menjadi
sebutir benda yang tak berguna. Orang persilatan pun tak akan
menghargai sekali kehebatan obat itu.”
Begitu buka suara dia lantas menguraikan teori yang menjurus
soal pengetahuan, mau tak mau hal ini membuat Thi tan kim wan Yu
Ceng hui harus percaya. Diam diam pencuri sakti Go Jit tertawa
dingin, sambungnya lebih jauh :
“Oleh sebab itu, setelah pil Tay tham wan itu selesai dibuat maka
benda itupun dibungkus lapisan luarnya dengan empedu katak
berusia seribu tahun agar daya kerja obatnya tetap utuh, itulah
sebabnya bau harum obat itu tidak terendus. Jika kau tidak percaya,
silahkan saja untuk segera mencoba sendiri!”
“Bagaimana caranya untuk mencoba?”
“Heeehhhh….. heeehhhh….. heeehhh….. cara yang sedemikian
sederhananya pun tak bisa kau pikirkan, buat apa kau melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan dan berlagak sebagai seorang
enghiong?” jengek pencuri sakti sambil tertawa dingin.
Thi tan kim wan Yu Ceng hui memang lemah dibidang sastra,
terpaksa dia harus menggunakan kekerasan untuk mempertahankan
kewibawaan sendiri. Dengan sepasang mata melotot besar, segera
bentaknya keras keras :

855
“Bila kau tidak menjelaskan perkataanmu itu, jangan salahkan
kalau lohu akan menarik kembali sumpahku tadi.”
“Huuuh, goblokmu tampaknya tak ketolongan lagi,” ejek si
pencuri sakti Go Jit dengan nada sinis, ”asal kau pergunakan
sebatang jarum dan menusuknya sampai berlubang, bukankah bau
obat itu akan segera tersiar keluar….?”
Diam diam Thi tan kim wan Yu Ceng huo memaki kebodohannya
sendiri :
“Aku memang benar benar tolol! Masa cara yang begini
sederhana pun tak bisa kutemukan.”
Dia kuatir setelah obat itu berlubang inti sarinya akan hilang, pil
tersebut akan kehilangan daya gunanya, maka dia mempercayai saja
ucapan dari pencuri sakti Go Jit dan tidak melakukan pembuktian.
Padahal asal dia benar benar menusuk obat itu untuk melakukan
pembuktian maka bualan dari si pencuri sakti Go Jit pasti akan
terbongkar semua.
Dengan rasa puas dan gembira Thi tan kim wan Yu Ceng hui
menyimpan pil Tay tham wan itu kedalam sakunya, lalu dari sakunya
dia mengeluarkan sebutir pil kecil berwarna kuning kemudian sambil
menekannya sampai merekah mendadak benda tersebut
dilemparkan ke sisi tubuh pencuri sakti Go Jit, katanya sambil
tertawa seram :
“Heeehhh..... heeehhhh..... heehhhh ... jika lohu sampai
memberikan kematian yang memuaskan bagimu, aku tak akan
dipanggil sebagai Thi tan kim wan lagi!”
Sambil tertawa tergelak gelak, dia segera beranjak pergi
meninggalkan tempat itu. Mendadak pil berwarna kuning emas itu
meledak dan menyemburkan segulung asap kuning. Dengan kecewa
pencuri sakti Go Jit berteriak keras :
“Bajingan keparat, sampai matipun lohu tetap akan mengejar
nyawa anjingmu itu!”
Dengan jurus sin liong sip sue (naga sakti menghisap air) tadi,
bukan saja Thi Eng khi berhasil memunahkan tenaga sambitan dari

856
pencuri sakti Go Jit, bahkan dengan mengandalkan tenaga dalamnya
yang sempurna ia berhasil pula menghisap keranjang tersebut
hingga berganti arah dan meluncur kearahnya.
Demontrasi kepandaian saktinya ini kontan saja membuat Kwik
toanio dan putranya berdiri membelalak dengan mulut ternganga
lebar, mereka mengira Thi Eng khi sedang mendemontrasikan ilmu
sihir. Sampai setengah harian lamanya mereka masih saja berdiri
termangu mangu seperti patung.
Thi Eng khi juga malas mengejar jago jago tersebut setelah
berhasil menghisap keranjang itu, dia lantas menyingkap kain
penutupnya dan mencari pil itu. Tapi dengan cepat paras mukanya
berubah hebat, buru buru ia membongkar seluruh isi keranjang itu
dan dicari dengan seksama, nyatanya pil Tay tham wan yang dicari
sama sekali tidak ditemukan.
Dengan perasan mendongkol akhirnya dia membentak keras :
“Pencuri tua itu telah bermain setan dengan kita semua, kita
sudah ditipunya mentah mentah!”
Kwik toanio merasa menyesal sekali, dia hanya bisa
menundukkan kepalanya rendah rendah. Melihat itu, Thi Eng khi
berkata sambil menghela napas :
“Kalian berdua tak usah bersedih hati, dalam hal ini kalian tak
bersalah, sedang pengalamanku pun terlalu cetek sehingga
gampang ditipu orang. Sekarang harap kalian berdua segera
berangkat ke kuil Siau lim si untuk mengungsi sementara waktu, aku
akan menyusul mereka.”
Selesai berkata, dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya dia mengejar keluar rumah. Sementara itu, malam telah
menjelang tiba, ditambah lagi awan tebal menyelimuti angkasa,
langit tiada bintang, tiada rembulan, suasana di luar kota hanya
diliputi oleh kegelapan.
Kendatipun ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im yang dimiliki Thi
Eng khi sudah mencapai puncak kesempurnaan, akan tetapi

857
berhubung dia telah salah arah maka tiada sesuatu hasil yang
berhasil ditemukan.
Semenjak meninggalkan kuil Siau lim si hingga sekarang, satu
jam sudah lewat dengan cepat, berarti bila setengah jam kemudian
ia gagal menemukan pencuri sakti Go Jit dan mendapatkan kembali
pil Tay tham wan itu, sulit rasanya untuk menyelamatkan Pek leng
siancu So Bwe leng dari ancaman bahaya maut.
Dengan mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya dia
segera berputar di sekeliling kota Phu thian tanpa tujuan. Mula mula
disekitar kota kemudian makin lama semakin jauh dan mengembang
terus keluar, akhirnya dia memeriksa sampai di tepi hutan bambu.
Waktu itu pencuri sakti tergeletak disana, sedang merintih dan
mengerang kesakitan akibat serangan kabut beracun dari Thi tan
kim wan melalui pil berwarna kuningnya. Tatkala Thi Eng khi
mendengar suara rintihan berasal dari dalam hutan bambu, dia
segera menerobos masuk ke dalam. Segera terlihat olehnya pencuri
sakti Go Jit sudah tersiksa hingga tak mirip manusia lagi. Cepat
pemuda itu menempelkan telapak tangannya ke atas jalan darah Jit
kan hiat di dada pencuri sakti itu dan menyalurkan hawa murninya.
Tak selang berapa saat kemudian, pelan pelan pencuri sakti Go
Jit sadar kembali dari pingsannya. Melihat orang itu sudah sadar,
buru buru Thi Eng khi bertanya :
“Dimanakah pil Tay tham wan itu?”
Berhubung dia menyaksikan pencuri sakti Go Jit sudah terluka
maka diapun menduga pil Tay tham wan itu sudah pasti telah
dirampas orang lain, itulah sebabnya dia mengajukan pertanyaan
tersebut.
“Aku terkena racun keji dari Thi tan kim wan, aku tak bisa hidup
lagi ….” Pencuri sakti Go Jit hanya mengucapkan beberapa patah
kata itu, kemudian kepalanya terkulai dan kembali jatuh tak
sadarkan diri.

858
Jawaban yang tidak mirip jawaban tersebut dengan cepat
menimbulkan setitik harapan dalam hati Thi Eng khi, kini didalam
sakunya tersedia pil Kim khong giok lok wan, sebutir pil yang
sanggup mengusir pelbagai serangan beracun. Maka tanpa sangsi
lagi dia menjejalkan sebutir pil Kim khong giok lok wan tersebut ke
mulut pencuri sakti Go Jit, kemudian ditambah pula saluran hawa
murninya lewat jalan darah Jit kan hiat, tak selang berapa lama
kemudian semua racun yang mengeram dalam tubuh Go Jit telah
tersapu lenyap, sedang orangnya segera tersadar kembali dari
pingsannya.
Ketika mengetahui bahwa orang yang menyelamatkan jiwanya
tak lain adalah Thi Eng khi, pencuri sakti Go Jit menjadi malu sekali
hingga tak berani mengangkat kepalanya. Lama, lama kemudian dia
baru menghela napas panjang, ujarnya :
“Sauhiap tanpa mengingat ulah lohu dulu ternyata bersedia
menyelamatkan selembar jiwaku, peristiwa ini sungguh membuat
lohu merasa malu sekali ….”
Melihat ucapan tersebut diutarakan dengan jujur dan tulus, Thi
Eng khi jadi agak rikuh untuk mendamprat lagi, maka ujarnya
kemudian sambil tertawa :
“Waktu begitu penting sekali artinya, harap beritahu kepadaku
kemanakah Thi tan kim wan telah pergi, aku harus merebut kembali
pil Tay tham wan tersebut dari tangannya. Sebab jika sampai
terlambat, aku tak akan berhasil menyelamatkan jiwa sahabatku.”
Paras muka pencuri sakti Go Jit berubah beberapa kali, kemudian
ujarnya dengan serius :
“Berhargakah temanmu itu sehingga kau harus menggunakan pil
Tay tham wan untuk menyelamatkan jiwanya?”
Didengar dari ucapannya itu seakan akan dia tidak percaya kalau
Thi Eng khi bersedia mengorbankan sebutir pil Tay tham wan hanya
digunakan untuk menolong nyawa orang lain. Thi Eng khi agak
tertegun, lalu serunya :
“Bukankah obat mujarab yang ada di dunia ini bertujuan untuk
dipakai menolong sesama manusia? Kalau toh pil Tay tham wan
adalah benda untuk menolong manusia, mengapa kita mesti sayang

859
untuk mempergunakannya? Jika lotiang yang kebetulan menderita
luka parah dan luka tersebut hanya bisa disembuhkan dengan Tay
tham wan, sedang kebetulan pil tersebut berada di tanganku, sudah
pasti aku bersedia mengorbankan pula pil Tay tham wan itu untuk
menyelamatkan jiwa lotiang.”
Perkataan itu diucapkan dengan sungguh sungguh, tegas dan
sejujurnya, membuat siapa pun merasakan hatinya terharu jadinya.
Pencuri sakti Go Jit benar benar merasa menyesal sekali, menyesal
bercampur malu, ujarnya kemudian :
“Bolehkah aku tahu pil mujarab apakah yang telah digunakan
sauhiap untuk menyelamatkan jiwaku tadi?”
Thi Eng khi tidak terbiasa berbohong, maka jawabnya dengan
terus terang :
“Aku menggunakan pil Kim khong giok lok wan.”
Pengetahuan yang dimiliki pencuri sakti Go Jit cukup luas,
mendengar nama itu, ia segera berteriak dengan suara kaget
bercampur tercengang :
“Sauhiap, kau maksudkan pil Kim khong giok lok wan
peninggalan dari Thio locianpwe?”
Tampaknya dia seperti kurang percaya dengan pendengaran
sendiri. Sambil tertawa Thi Eng khi mengeluarkan botolnya dan
berkata :
“Bila lotiang menganggap sebutir obat masih tak cukup, aku
bersedia memberi sebutir lagi.”
Belum pernah pencuri sakti Go Jit menjumpai orang yang berjiwa
begini besar, kontan saja hatinya semakin menyesal dan malu,
dalam keadaan begini tentu saja dia tak berani mempunyai pikiran
kemaruk. Maka sambil menggoyangkan tangannya berulang kali, dia
berseru :
“Ooh, cukup, cukup, sudah cukup! Sebutir saja sudah cukup bagi
lohu seumur hidup, terima kasih atas kebaikan sauhiap.”
Perlu diketahui, Kim khong giok lok wan adalah sejenis obat
mujarab yang berkasiat luar biasa, bila seseorang telah menelan pil

860
tersebut maka dalam sepuluh tahun mendatang dia tak perlu kuatir
terkena obat beracun lagi.
Sementara itu, Thi Eng khi ingin buru buru menyusul Thi tan kim
wan Yu Ceng hui dan merampas kembali pil Tay tham wan tersebut,
dengan agak gelisah kembali serunya :
“Lotiang, harap kau suka memberitahukan kepadaku kemanakah
perginya Thi tan kim wan? Aku akan berterima kasih sekali
kepadamu.”
Sebenarnya pencuri sakti Go Jit bukan seorang manusia jahat, dia
adalah seorang jago persilatan yang amat setia kawan. Dia bisa
secara diam diam menyusun rencana untuk mencuri pil Tay tham
wan, sesungguhnya hal ini dikarenakan ia mendapat pesan dari
seorang temannya untuk menolong seseorang.
Ketika ia menerima budi kebaikan dari Thi Eng khi, lalu
menyaksikan pula kegagahan dari pemuda tersebut, sifat baiknya
segera muncul kembali, mendadak katanya :
“Sauhiap, kau tak usah pergi mencari Thi tan kim wan Yu Ceng
hui lagi, biar siau loji yang menghadiahkan sebutir pil Tay tham wan
untukmu ….!”
“Sebenarnya kau mempunyai berapa butir pil Tay tham wan sih?”
seru Thi Eng khi tertegun.
Pencuri sakti Go Jit tertawa :
“Di dalam teratai emas Jit kiau kim lian hanya terdapat sebutir pil
Tay tham wan, tapi barang yang sudah berada di tanganku, bila aku
tak rela menyerahkan sendiri, jangan harap ada orang yang berhasil
merampasnya dari tanganku. Nah, pil ini aku telah memberikannya
kepadamu, harap sauhiap suka menerimanya.”
Dia lantas menutupi telinga kanannya dengan tangan, setelah itu
mengerahkan tenaga dalamnya menepuk dari telinga yang lain …..
“Pluuuk!” dari dalam lubang telinganya segera melompat keluar
segumpal kapas, ketika kapas itu dibuka maka tampak sebutir pil

861
berwarna merah kekuning kuningan. Dengan cepat pil tersebut
diangsurkan ke hadapan si anak muda tersebut…..
Peristiwa ini benar benar diluar dugaan, untuk sesaat lamanya
Thi Eng khi merasa terkejut bercampur gembira, dia benar benar
tidak menyangka akan terjadinya peristiwa seperti ini.
Perlu diketahui, ilmu mencopet yang dibutuhkan adalah
kecepatan gerak serta kecepatan beraksi. Oleh sebab itu, seseorang
yang ingin termashur sebagai pencopet, selain harus memiliki akal
yang cerdas, diapun mesti lincah dan gesit.
Go Jit termashur sebagai pencuri sakti di kolong langit, sudah
barang tentu kecerdasan otaknya sukar ditandingi oleh siapapun.
Sebagai seorang pencuri sakti, diapun harus dibekali dengan
pengetahuan yang luas, di hari hari biasa, ia selalu menaruh
perhatian khusus terhadap pelbagai bentuk benda mestika yang
berada di dunia ini. Karenanya terhadap bentuk pil Tay tham wan,
besar kecilnya, bobotnya, warnanya, serta bau obatnya boleh
dibilang dia memiliki pengetahuan amat mendalam. Tentu saja
diantaranya dia harus memahami caranya membuka teratai emas Jit
kiau kim lian.
Semenjak pencuri sakti Go Jit mendapat perintah untuk bekerja
sama dengan Thi tan kim wan Yu Ceng hui untuk mencuri Jit kiau
kim lian milik kuil Siau lim si cabang Phu thian, waktu itu ia sudah
timbul niatnya untuk mengangkangi sendiri pil tersebut. Maka untuk
melengkapi rencananya ini, dia telah mempersiapkan sebutir pil
palsu yang akan digunakan untuk menipu orang lain, termasuk
diantaranya Hian im Tee kun pribadi.
Oleh sebab itu, setelah dia mendapatkan Jit kiau kim lian dan
mengambil pil Tay tham wan yang asli, dia sengaja memberitahukan
hal ini kepada Sun popo lalu menyerahkan pil Tay tham wan yang
palsu itu kepadanya agar ia menghantarnya ke istana Ban seng
kiong.
Tapi kemudian terjadi perubahan yang tak terduga, maka dia pun
menggunakan pil Tay tham wan yang palsu itu untuk

862
menyelamatkan jiwanya, bahkan sempat membohongi Yu Ceng hui
sehingga Thi tan kim wan tersebut mengira pil yang diperolehnya itu
merupakan pil Tay tham wan yang asli.
Cuma saja tindakan keji yang dilakukan Thi tan kim wan Yu Ceng
hui paling akhir sungguh diluar dugaan, bukan saja hal tersebut
membuat rencananya nyaris berantakan bahkan jiwanya nyaris ikut
melayang.
Sekarang ia benar benar sudah terpengaruh oleh kebesaran jiwa
Thi Eng khi maka ia bertekad untuk menyerahkan pil Tay tham wan
tersebut kepada anak muda itu, kendatipun pada akhirnya dia harus
menerima hukuman yang berat.
Tampaknya dia telah bertekad untuk melepaskan jalan yang
sesat dan kembali ke jalan yang benar. Ketika dilihatnya Thi Eng khi
masih sangsi untuk menerima pemberian pil mestika tersebut,
mendadak pencuri sakti Go Jit mengangkat kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhhh….. haaahhhh….. haaahhhh…. Aku tahu sauhiap
berlapang jiwa, apakah kau masih menaruh kecurigaan terhadap
seseorang yang bersedia untuk bertobat dan kembali ke jalan yang
benar ini?”
Merah padam selembar wajah Thi Eng khi karena jengah, buru
buru serunya :
“Aaaaih, mana mana! Aku hanya merasa pil Tay tham wan itu
diperoleh dengan cara yang tak mudah, oleh sebab itu …..”
Akhirnya dengan sikap yang sangat hormat dia menyambut
pemberian pil Tay tham wan tersebut. Sambil tersenyum kembali,
pencuri sakti Go Jit berkata :
“Sauhiap anggap pil Tay tham wan ini diperoleh dengan cara
yang gampang? Sekalipun Thi tan kim wan Yu Ceng hui hampir saja
merenggut nyawaku toh ia tak berhasil mendapatkannya!”
Thi Eng khi benar benar merasa berterima kasih sekali, serunya
kemudian :

863
“Lotiang benar benar bersikap baik sekali terhadap boanpwe.”
“Sikap sauhiap yang bijaksana dan terpuji telah menggugah
hatiku yang selama banyak tahun ini terlelap dalam impian buruk,
coba kalau sauhiap tidak memiliki kebesaran jiwa yang
mengagumkan, mungkin sampai sekarang loji masih tetap berbuat
kejahatan terus, jadi kalau dibicarakan yang sebenarnya, tidak
gampang bagi sauhiap untuk memperoleh pil Tay tham wan ini.”
“Ucapan lotiang terlalu serius, boanpwe tak berani
menerimanya!”
Oleh karena dia sangat menguatirkan keselamatan jiwa dari Pek
leng siancu So Bwe leng, maka sambil menjura sambungnya :
“Terima kasih atas budi kebaikanmu, budi tersebut tak akan
boanpwe lupakan untuk selamanya, maaf, terpaksa aku harus
mohon diri terlebih dahulu ….”
Seusai berkata dia lantas melejit ke udara dan meluncur keluar
dari hutan bambu itu. Mendadak pencuri sakti Go Jit berteriak keras
:
“Sauhiap, harap tunggu sebentar, bersediakah kau membawa
serta diriku ini?”
Sambil berseru dia segera mengejar ke depan. Gerakan tubuh Thi
Eng khi cepat sekali, waktu itu dia sudah berada puluhan kaki
jauhnya dari hutan bambu, ketika mendengar seruan mana dia
segera memperlambat larinya menanti pencuri sakti Go Jit
menyusulnya, baru mereka berangkat bersama menuju ke kuil Siau
lim si.
Sementara perjalanan ditempuh, pencuri sakti Go Jit
menerangkan pula kebulatan tekadnya untuk kembali ke jalan yang
benar, dia bilang bersedia untuk menjual tenaganya bagi Thi Eng khi
selain untuk menebus dosanya di masa lampau.
Bagi Thi Eng khi penilaiannya terhadap seseorang lebih banyak
keluar dari perasaan daripada pikiran. Dia cukup memaklumi kalau
ucapan pencuri tersebut benar benar timbul dari hati sanubari yang

864
sebenarnya, besar kemungkinan dikemudian hari dia akan menjadi
seorang pembantu yang baik baginya.
Maka uluran tangannya yang tulus itu disambut dengan sepasang
tangan yang terbuka, diiringi jabatan tangan yang erat, mereka
mengikat diri dalam suatu ikatan persahabatan yang akrab.
Pencuri sakti Go Jit amat mengagumi watak maupun ilmu silat
yang dimiliki Thi Eng khi, ketika dilihatnya pemuda itu selalu
membahasai diri sebagai angkatan yang lebih muda dia merasa malu
sendiri, maka diusulkan agar Thi Eng khi merubah panggilannya
dengan menyamakan derajat kedudukan mereka berdua.
Gerakan tubuh yang dimiliki kedua orang ini cepat sekali, tak
selang berapa lama kemudian mereka telah tiba di kuil Siau lim si.
Hutan lebat yang luas dan terbentang di balik kegelapan malam
terasa begitu hening, sepi dan menyeramkan.
Suasana dalam kuil pun diliputi kegelapan, tidak nampak setitik
cahaya lenterapun, hal mana mendatangkan perasaan berat yang
menekan dan terasa amat tidak sedap. Baru saja mereka berdua
munculkan diri di muka hutan pohon siong di depan kuil, dari
kegelapan segera bergema suara seruan berat :
“Omitohud!”
Dari kiri dan kanan jalan segera berlompatan keluar empat
pendeta berbaju abu abu. Rupanya setelah dikacau Thi tan kim wan
tadi, kini kuil Siau lim si berada dalam kesiap siagaan penuh, bahkan
pos penjagaan pun ditambah dan semakin diperketat. Tidak menanti
hwesio itu buka suara, Thi Eng khi telah berseru lebih dulu dengan
lantang :
“Aku Thi Eng khi telah berhasil menemukan pil Tay tham wan!”
Melihat orang yang muncul disitu benar benar adalah Thi Eng khi,
keempat orang pendeta itu segera merangkap tangannya di depan
dada sambil berseru :
“Silahkan, Thi ciangbunjin!”

865
Thi Eng khi sudah hapal dengan jalanan disitu, ia segera
mengajak pencuri sakti Go Jit langsung menuju ke kamar istirahat
Pek leng siancu So Bwe leng. Di luar kamar tampak kelima orang
pendeta dari angkatan Ci sedang berjaga jaga dengan kesiapan
penuh, wajah mereka amat murung, jelas terlihat kalau perasaan
hatinya pun berat.
Walaupun mereka menyaksikan kemunculan Thi Eng khi, namun
pendeta pendeta itu hanya menggelengkan kepalanya sambil
tertawa getir, sama sekali tidak nampak rasa gembira barang sedikit
pun jua. Sampai akhirnya mereka menyaksikan kemunculan pencuri
sakti Go Jit yang berjalan di belakang Thi Eng khi, kelima orang
pendeta itu baru berseru dengan nada kaget :
“Sauhiap, kau datang bersama Go tayhiap, tampaknya kau telah
berhasil dengan usahamu?”
Thi Eng khi hanya mengangguk pelan. Dengan wajah berseri
karena gembira, kelima orang tianglo dari Siau lim si ini segera
mengiringi anak muda tersebut menuju kedalam kamar.
Sementara itu, napas Pek leng siancu So Bwe leng sudah makin
lemah, dia berada dalam keadaan tak sadar, Sam ku sinni dan Ci
kong taysu, ketua dari Siau lim si duduk menanti disisinya. Tatkala
Thi Eng khi munculkan diri, mereka berdua segera melompat bangun
sambil berseru :
“Bagaimana hasil perjalanan sauhiap kali ini?”
“Untung tak sampai gagal!” sahut Thi Eng khi dengan wajah
gembira.
Ia segera menyerahkan pil Tay tham wan tersebut kepada Ci
kong taysu, hongtiang dari kuil Siau lim si, sementara dia sendiri lari
ke sisi Pek leng siancu So Bwe leng dan memeriksa denyutan
nadinya.
Setelah berhasil menemukan kembali pil Tay tham wan, Thi Eng
khi tidak langsung memberikan kepada Pek leng siancu So Bwe leng
sebaliknya malah diserahkan kepada Ci kong taysu, hal ini

866
menunjukkan kebesaran jiwanya serta sikap hormatnya terhadap
ketua Siau lim si itu.
Sebab pil Tay tham wan adalah pil mestika dari Siau lim si,
kendatipun ketua Siau lim si telah menghadiahkan pil Tay tham wan
tersebut untuk Pek leng siancu So Bwe leng, namun dalam tata
sopan santun, sudah sewajarnya bila obat mestika itu diserahkan
dulu kepada pihak Siau lim si, kemudian ketua Siau lim si lah yang
memberikan pil tersebut kepada Pek leng siancu So Bwe leng.
Sesungguhnya hal ini hanya sebuah masalah yang kecil sekali,
namun meski kecil masalahnya justru amat besar artinya. Sam ku
sinni yang menyaksikan kejadian itu segera manggut tiada hentinya,
diam diam ia memuji akan kebesaran jiwa pemuda itu. Sedangkan
ketua Siau lim si sendiri beserta kelima orang tianglonya benar benar
merasa kagum dan berterima kasih.
Pil Tay tham wan dari Siau lim si kalau bisa diberikan kepada
orang lain lewat tangan pendeta Siau lim si sendiri, hal ini boleh
dibilang merupakan suatu kehormatan dan suatu kebanggaan bagi
kuil Siau lim si.
Kehilangan muka yang mereka alami selama ini pun kini berhasil
direbut kembali lewat tangan Thi Eng khi, bayangkan saja betapa
terharu dan berterima kasihnya mereka terhadap Thi Eng khi.
Ci kong taysu dengan tangan gemetar membawa pil Tay tham
wan itu dan memasukkan sendiri ke mulut Pek leng siancu So Bwe
leng, kemudian setelah mundur tiga langkah, ia memimpin kelima
orang saudara seperguruannya bersama sama memanjatkan doa
agar penyakit gadis itu cepat sembuh.
Thi Eng khi segera duduk bersila disisi pembaringan So Bwe leng,
sepasang tangannya dijajarkan sejajar dada, kemudian
mengerahkan tenaga Heng kian sinking. Tampaklah dua gulung
hawa murni yang berwarna merah membara memancar keluar dari
balik telapak tangannya dan seperti dua ekor ular sakti langsung
menerobos masuk lewat lubang hidung Pek leng siancu So Bwe
leng….

867
Hal ini dikarenakan Thi Eng khi merasa dia telah berulang kali
mendatangkan kesulitan bagi Pek leng siancu So Bwe leng sehingga
timbul rasa sesalnya dalam hati. Dia ingin memanfaatkan kasiat dari
pil Tay tham wan tersebut lalu dengan mengorbankan tenaga murni
yang dimilikinya, dia akan mempergunakan ilmu Yong cian hua kut
kay ti (melebur otot merubah tulang) untuk membantu Pek leng
siancu So Bwe leng, agar setelah sembuh nanti tenaga dalamnya
akan mencapai tingkat kelas satu dalam dunia persilatan.
Ilmu yong cian hua kut kay tit ay hoat tersebut sulit dilakukan
terhadap seseorang, karena orang yang melakukan kepandaian itu
harus memiliki tenaga dalam paling tidak seratus tahun hasil latihan.
Menurut kemampuan ilmu Heng kian sinking yang dilatih Thi Eng
khi sekarang, semestinya hal ini mustahil bisa dilaksanakan, tapi
dahulu dia pernah makan empat macam obat obatan langka atas
bantuan dari Thian liong ngo siang. Dengan bantuan dari ke empat
macam obat obatan itulah membuat tenaga dalam hasil latihannya
berhasil mencapai seratus tahun hasil latihan.
Enam orang hwesio Siau lim si dan pencuri sakti Go Jit yang
berada di dalam kamar tidak begitu kaget atau tercengang oleh
tindak tanduk yang dilakukan Thi Eng khi sebab mereka tidak
mengetahui rahasia yang sebenarnya.
Berbeda dengan Sam ku sinni yang merupakan seorang ahli ilmu
silat, berhubungan sudah lama hidup di dunia ini, usianya telah
mencapai seratus tahun lebih, maka terhadap penampilan tenaga
dalam yang dilakukan Thi Eng khi itu pada mulanya bingung. Tapi
setelah memahami apa yang terjadi, dia benar benar merasa kaget,
tercengang dan terharu. Ia tidak habis mengerti bagaimana mungkin
ilmu sakti dari Thio locianpwe bisa dipelajari oleh Thi Eng khi.
Tak selang sepertanak nasi kemudian, kasiat obat Tay tham wan
sudah mulai bekerja, penyakit yang diderita Pek leng siancu So Bwe
leng segera sembuh kembali. Namun Thi Eng khi masih saja
mengerahkan tenaga dalamnya, lebih kurang dua jam kemudian,
seluruh tubuhnya telah basah kuyup, uap putih membumbung keluar

868
dari ubun ubunnya, kemudian sambil berpekik nyaring, dia menarik
kembali telapak tangannya lalu berputar dan bergerak kian kemari di
dalam ruangan tersebut.
Pelan pelan Pek leng siancu So Bwe leng mendusin dari
pingsannya, begitu buka mata dia segera berteriak :
“Engkoh Eng, mengapa aku telah sembuh kembali?”
Thi Eng khi segera menghentikan gerakannya, bukan saja ia
nampak lelah malah wajahnya nampak cerah dan segar bugar. Ia
berdiri di sisi So Bwe leng sambil berseru :
“Adik Leng …..”
Saking emosinya, dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Setelah Pek leng siancu So Bwe leng sembuh dari
penyakitnya, semua orang pun merasa kurang leluasa untuk tinggal
terus dalam kuil Siau lim si. Malam itu ketua Siau lim si segera
menyiapkan empat buah kamar dalam sebuah halaman di luar kuil
untuk tempat tinggal mereka.
Thi Eng khi dan Pek leng siancu So Bwe leng yang sudah lama
berpisah, kini saling melepaskan rindunya dengan berbincang
bincang terus tiada habisnya. Sam ku sinni dan pencuri sakti Go Jit
merasa tidak leluasa untuk mengganggu mereka, masing masing
lantas pergi mengatur napas.
Walaupun Pek leng siancu So Bwe leng baru sembuh dari
penyakit parah, tapi berhubung ia sudah dirubah badannya oleh Thi
Eng khi dengan ilmu Yong cian hua kut kay ti tayhoat, bukan saja
tenaga dalamnya bertambah, tubuhnya segar dan sama sekali tak
nampak lelah.
Thi Engkhi sendiripun telah mengerahkan ilmu Heng kian
singkang (ilmu berjalan cepat) dengan mengitari sekeliling kuil Siau
lim si untuk memulihkan kembali kekuatannya. Begitulah mereka
berbincang bincang dari malam sampai fajar menyingsing keesokan
harinya.

869
Kiranya setelah permainan Pek leng siancu So Bwe leng yang
pura pura jadi sungguhan, dimana mereka malah dijebak oleh siasat
Ciu Lan hingga Thi Eng khi pergi meninggalkannya, dalam keadaan
sedih akhirnya dia dihantar oleh kakeknya untuk berguru kepada
Sam ku sinni.
Sam ku sinni amat menyayangi muridnya ini, dia bertekad hendak
menciptakan gadis itu sebagai jagoan yang paling tangguh di dunia
ini, maka dia lantas teringat dengan sahabatnya Ci Sui sutay yang
tinggal di gua Tiau ing tong di Lam hay untuk meminjam mestikanya
Im yang siang ciat guna membantu tenaga dalam dari muridnya.
Di tengah jalan secara kebetulan mereka menyaksikan gerak
gerik Thi tan kim wan sekalian yang mencurigakan, maka di bawah
petunjuk Sam ku sinni, So Bwe leng bertindak merampas kembali
teratai emas Jit kiau kim lian itu. Gara gara dia terhajar oleh pukulan
Thi Eng khi bukan saja akhirnya ia berhasil mendapatkan kembali
engkoh Eng nya, bahkan tanpa meminjam im yang siang ciat milik Ci
Sui sutay di Lam hay, tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan
yang amat pesat.
Secara ringkas Thi Eng khi juga mengisahkan pengalamannya
kepada Pek leng siancu So Bwe leng. Ketika ia mendengar kalau
kakeknya, Tiang pek lojin, Sim ji sinni, Bu sim sin hong sekalian
berempat telah menjadi empat orang tongcu dari Ban seng kiong,
rasa sedih dan murung dengan cepat menyelimuti wajah mereka.
Pek leng siancu So Bwe leng pernah mengikuti Huan im sin ang,
dia cukup memahami sekali taktik busuk dari gembong iblis itu,
dengan segala kemampuan yang dimilikinya ia berusaha menghibur
Thi Eng khi agar dia jangan mempercayai berita angin. Dia pun
berharap pemuda itu mempercayai jiwa dari keempat orang tua
bahwa mereka tak bakal melakukan perbuatan yang begitu
memalukan.
Tapi Thi Eng khi pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri
perbuatan dari Bu im sin hong Kian Kim siang serta Tiang pek lojin
So Seng pak, luka dalam hatinya itu serasa sulit untuk dilenyapkan,

870
karenanya rasa malu dan marah yang mencekam dalam hatinya pun
sama sekali tidak berkurang ….
Dalam pada itu Sam ku sinni dan pencuri sakti Go Jit telah
muncul pula di dalam ruangan dan turut serta di dalam
perbincangan tersebut. Oleh karena tindakan Ban seng kiong yang
mengangkat empat orang tongcunya itu berlangsung belum lama,
berita itu belum sampai tersebar luas dalam dunia persilatan, maka
Sam ku sinni juga belum mendengar tentang berita itu. Kepada
pencuri sakti Go Jit, dia lantas minta penjelasan.
“Aku lihat terpaksa Go sicu harus memberi petunjuk kepadaku
tentang persoalan ini!”
Pencuri sakti Go Jit baru dijaring oleh Hian in Tee kun setelah
istana Ban seng kiong berganti pemilik, pengetahuannya tentang
masalah dalam istana pun terbatas sekali, tapi dia telah
memberitahukan tentang asal usul dan riwayat hidup Hian in Tee
kun tersebut kepada mereka.
Selain itu, diapun membuktikan bahwa Keng thian giok cu
sekalian berempat benar benar telah menjadi tongcu di dalam istana
Ban seng kiobg. Di samping itu, pencuri sakti Go Jit telah
memberitahukan pula dua kabar kepada mereka, yakni :
Pertama, Hian im Tee kun telah mengirimkan banyak jago jago
lihaynya untuk mencuri dan merampas benda benda mestika yang
ada di pelbagai perguruan besar serta tempat tempat terkenal
lainnya. Dimanakah letak maksud tujuannya tidak jelas.
Kedua, Hian im Tee kun telah mengumumkan niatnya untuk
menggabungkan perguruan Thian liong pay dibawah panji istana
Ban seng kiong ….
Dalam persoalan yang pertama, maksud Hian im Tee kun sukar
diduga, meskipun perbuatannya menakutkan sekali, namun keadaan
tersebut tak bisa ditolong lagi, apalagi mencegah terjadinya
peristiwa tersebutnya …

871
Persoalan kedua lah yang benar benar membuat Thi Eng khi
merasa kaget bercampur ngeri, andaikata kakeknya Keng thian giok
cu benar benar berniat untuk melebur perguruan Thian liong pay
dibawah panji kekuasaan istana Ban seng kiong, maka posisinya
sekarang menjadi benar benar mengenaskan …..
Sementara Thi Eng khi masih merasa gelisah dan memutar otak
untuk menanggulangi masalah itu, mendadak pendeta Siau lim si
yang menjaga di luar pintu telah muncul sambil membawa Kwik
toanio dan putranya.
Rupanya sepeninggal Thi Eng khi, berhubung Kwik toanio berdua
kuatir mereka akan berjumpa dengan Sun popo sekalian di tengah
jalan, maka mereka tak berani berangkat langsung menuju ke kuil
Siau lim si.
Kedua orang itu menyembunyikan diri semalam di rumah seorang
sahabat di kota, setelah fajar menyingsing dan orang yang berlalu
lalang makin banyak, mereka baru berani memunculkan diri dan
buru buru berangkat ke situ, sebab menurut pendapat mereka, di
tengah hari bolong apalagi dihadapan orang banyak, tak mungkin
Sun popo sekalian berani berbuat sesuatu terhadap mereka …..
Setelah mendengar penuturan dari Kwik toanio berdua, semua
orang segera memuji akan kecerdikan mereka. Selama ini Thi Eng
khi hanya selalu bermuram durja, mukanya murung dan keningnya
selalu berkerut, terhadap Kwik toanio berdua pun sikapnya menjadi
sedikit hambar.
Masih untung Kwik toanio adalah seorang perempuan yang
berjiwa besar, dia sama sekali tidak menganggap peristiwa itu
sebagai suatu peristiwa besar. Berbeda dengan Kwik Yun yang
masih muda dan berdarah panas, sikap Thi Eng khi itu segera
disalah artikan lain, ia jadi naik darah, sambil menarik ujung baju
ibunya, ia berkata:
“Ibu! Thi siangkong sudah mendapatkan kembali pil Tay tham
wan tersebut, sedang Sun popo sekalian mungkin juga tak berani
muncul lagi di sekitar tempat ini, mari kita pulang saja!”

872
“Seandainya mereka mencari gara gara lagi terhadap kita di
tengah malam buta, bagaimana dengan nasib kita?”
“Ibu, mati hidup sudah digariskan oleh takdir, apakah kita harus
mengandalkan pelindungan orang sepanjang hidup?”
Kwik toanio menggenggam tangan Kwik Yun kencang kencang,
maksudnya dia hendak mencegahnya berpikir yang bukan bukan.
Siapa tahu Kwik Yun makin naik darah, kembali teriaknya :
“Ibu!”
Saking mangkelnya dua baris air mata segera jatuh bercucuran.
Waktu itu Thi Eng khi hanya memikirkan persoalan sendiri, dia tak
menyangka kalau sikapnya itu telah menimbulkan perasaan tak
senang dari Kwik Yun.
Sam ku sinni dan pencuri sakti Go Jit meski merasakan pula
keadaan yang kurang beres terhadap sikap Kwik toanio berdua,
namun mereka tak berhasil menebak apa gerangan yang
menyebabkan mereka demikian.
Cuma Pek leng siancu So Bwe leng seorang yang mengetahui
sebab ketidak gembiraan Kwik Yun, apalagi setelah dilihatnya sorot
mata Kwik Yun selalu tertuju ke wajah Thi Eng khi setiap kali
berbicara, dia lantas menduga kalau sumber ketidak senangan bocah
itu adalah disebabkan sikap Thi Eng khi.
Dia adalah seorang gadis yang suka blak blakan, maka sambil
tertawa nyaring serunya :
“Engkoh Eng, kau telah menyakiti hati orang lain!”
“Apa?” seru Thi Eng khi dengan wajah tertegun, dia seperti tidak
mengerti apa gerangan yang telah terjadi.
“Kwik siaute marah dan hendak pergi!”
Sekarang Thi Eng khi baru merasa kalau sikapnya terlalu hambar
dan menyinggung perasaan mereka berdua, dengan perasaan tak
tenang ia lantas menjura kepada Kwik toanio, katanya :

873
“Bila aku telah bersikap kurang menyenangkan hati kalian, harap
sudi dimaafkan, maklumlah aku sedang dirundung banyak persoalan
sehingga pikiranku menjadi sangat kalut.”
“Aaai, sauhiap terlalu sungkan,” buru buru Kwik toanio membalas
hormat, “aku tak berani menerimanya, apalagi putraku masih muda,
harap sauhiap jangan berpikir yang bukan bukan.”
Menyusul kemudian Pek leng siancu So Bwe leng segera
menerangkan persoalan yang menyebabkan Thi Eng khi bingung dan
banyak pikiran ….
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Kwik Yun baru tahu
kalau ia telah salah mengartikan sikap orang, dengan pandangan
menyesal dan minta maaf dia lantas memandang sekejap kearah Thi
Eng khi dan minta maaf.
Setelah itu, sikapnya ternyata menjadi lincah kembali, dia mulai
banyak berbicara dan banyak bergurau. Tiba tiba terdengar dia
berseru :
“Paman Thi, bagaimana kalau kuberi sebuah jalan untuk
meringankan beban pikiranmu itu?”
Kwik toanio yang mendengar perkataan itu, buru buru
membentak :
“Yun ji, kau mengerti apa? Siapa yang membutuhkan idemu itu?”
Dengan membelalakkan matanya lebar lebar, Kwik Yun berseru :
“Yun ji hanya ingin memperingatkan paman Thi saja!”
Jilid 27
Kwik toanio masih ingin mencegah, tapi Thi Eng khi segera
berkata sambil tertawa :
“Hati yang polos merupakan sesuatu yang berharga, harap toanio
memberi kesempatan baginya untuk berbicara!”

874
“Ibu, bukankah kau seringkali berkata, bila persoalan menjadi
jelas, hati baru tentram?”
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi :
“Paman Thi, sudah jelaskah kau dengan duduknya persoalan?”
Ucapan mana kontan saja membuat semua orang yang berada
dalam ruangan itu menjadi tertegun. Mendadak Thi Eng khi
menggebrak meja keras keras membuat semua orang yang sedang
tertegun menjadi amat terkejut. Terdengar Thi Eng khi berkata
dengan wajah serius :
“Untuk menciptakan kesejahteraan hidup umat manusia,
sekalipun harus menyingkirkan keluarga sendiri, aku Thi Eng khi
bersedia untuk melaksanakannya!”
Jelas dia sudah mengambil keputusan untuk menempuh jalan
seperti apa yang dipikirkan.
“Omitohud!” Sam ku sinni segera merangkap tangannya didepan
dada sambil memuji keagungan sang Buddha, “kegagahan Thi
sauhiap sungguh membuat pinni merasa kagum, tampaknya aku
harus menemani sauhiap untuk berkunjung ke Hway im ….”
“Aku si pencuri tua bersedia menjadi pembuka jalan!” pencuri
sakti Go Jit menyambung dengan gembira.
Tentu saja usul tersebut didukung oleh Pek leng siancu So Bwe
leng……
Dengan perasaan hati yang berat, Thi Eng khi mengucapkan
terima kasih kepada mereka, kemudian dia pun meminta kepada
ketua kuil Siau lim si untuk mewakilinya merawat Kwik toanio
berdua, sedang dia sendiri bersama Sam ku sinni sekalian malam itu
juga berangkat menuju ke kota Hway im.
Berhubung perjalanan dari Phu thian di propinsi Hok kian sampai
kota Hway im amat jauh, tentu saja perjalanan mereka tak bisa
ditempuh hanya dalam waktu satu hari saja.

875
Berita tentang bergabungnya perguruan Thian liong pay ke dalam
panji kekuasaan Ban seng kiong meski dianggap sebagai suatu
berita yang istimewa di wilayah Hok kian, padahal setiap umat
persilatan yang berada di daratan Tionggoan mengetahui kabar
tersebut.
Ada orang yang menantikan perkembangan selanjutnya dengan
tenang. Tapi ada pula yang segera mengejek dengan sinis :
“Huuh, begitulah akhirnya kalau perguruan tersebut cuma sebuah
perguruan sampah didalam dunia persilatan!”
Ketika berita itu tersiar sampai markas besar Thian liong pay di
kota Hway im, kebetulan para jago dari Thian liong pay sedang
bersedih hati dan gelisah karena kematian Huang oh siansu di istana
Ban seng kiong dan hilang lenyapnya Thi Eng khi dari dunia
persilatan.
Baru saja berita itu tersiar ke telinga mereka, siapa tahu
keesokan harinya pihak Ban seng kiong secara resmi telah mengirim
sepucuk surat dari Keng thian giok cu Thi Keng kepada mereka.
Isi surat itu mewajibkan mereka dalam lima hari harus sudah
mempersiapkan upacara penyambutan datangnya utusan dari Ban
seng kiong. Walaupun partai Thian liong pay yang sekarang belum
pulih kembali kedudukan serta pamornya dalam dunia persilatan,
namun berhubung anak murid mereka yang semula tersebar luas
dimana mana kini telah berkumpul semua, maka suasananya boleh
dibilang amat meriah.
Tapi berita kematian dari Huang oh siansu telah mendatangkan
perasaan hati yang sedih dan berat. Apalagi datangnya
pemberitahuan secara resmi dari pihak Ban seng kiong, kontan saja
membuat kehidupan baru mereka semakin tertekan dan terjerumus
dalam keadaan serba tak tenang.
Sementara itu, di ruang tengah markas besar Thian liong pay
telah berkumpul enam orang dari angkatan ke sepuluh. Orang yang
duduk di kursi tengah adalah ibu kandung Thi Eng khi yakni Yap Siu

876
ling, berhubung dia adalah ibu kandung ciangbunjin mereka, meski
masuk perguruan paling lambat, namun ia dihormati semua orang
sebagai seorang angkatan tua.
Lima orang sisanya adalah Pit tee jiu Wong Tin pak, Sam ciat jiu
Li Tin tang, San tian jiu Oh Tin lam, Sin lui jiu Kwan Tin say dan Ngo
liu sianseng Lim Biau lim. Di tangan Pit tee jiu Wong Tin pak nampak
membawa surat pemberitahuan resmi dari Ban seng kiong.
Sedangkan di tangan Yap Siu ling memegang surat pribadi yang
ditulis sendiri oleh Keng thian giok cu Thi Keng.
Terhadap surat pemberitahuan dari Ban seng kiong yang
menggemaskan dan menggusarkan itu boleh saja bagi mereka untuk
tidak dipertimbangkan, tapi terhadap surat pribadi dari Keng thian
giok cu Thi Keng mau tak mau mereka harus memandang serius.
Sebagaimana diketahui, Keng thian giok cu Thi Keng adalah
ciangbunjin angkatan kesembilan dari Thian liong pay, yaitu guru
dari kelima orang itu. Surat pribadinya dalam pandangan mereka
hanya bisa diartikan sebagai sepatah kata saja yakni :
“Turut perintah! Perintah yang tak mungkin boleh dibantah!”
Berbicara bagi seorang anak murid Thian liong pay, hal ini
merupakan suatu keputusan yang tak boleh disangsikan atau
diragukan lagi. Sementara itu, Yap Siu ling dengan suara yang
gemetar sedang mengulangi membaca isi surat Keng thian giok cu
Thi Keng untuk ketiga kalinya :
“Ditujukan untuk Siu ling menantuku :
Sudah lama aku mengasingkan diri dari keramaian dunia
persilatan, sesungguhnya aku enggan mencampuri urusan kalian
lagi, tapi berhubung kudengar anak murid kita selama dua puluh
tahun belakangan ini sering dihina dan dicemooh partai lain, hatiku
menjadi sedih sekali.
Bayangkan saja, empat puluh tahun berselang, ketika aku malang
melintang dalam dunia persilatan dulu, banyak orang telah kubantu
dan banyak partai kubela, tak nyana mereka tak tahu budi, bukan
membalas budi sebaliknya malah menghina kita habis habisan,
kejadian ini sungguh membuat hatiku menyesal.

877
Hian im Tee kun adalah sahabat karibku, kini dia muncul untuk
menolong sesamanya, membela kaum lemah dan menegakkan
keadilan, tertarik oleh cita citanya yang luhur itu maka sewaktu
ditawari jabatan sebagai Ciong liong tongcu, tawaran itu keterima
dengan senang hati, karena dengan cara ini aku yakin Thian liong
pay kita akan berjaya kembali.
Kini Hian im Tee kun sangat berharap partai kita bisa bergabung
dengan Ban seng kiong untuk bersama sama mencapai dunia yang
adil, kuharap kalian menerima uluran tangan ini.
Sampai waktunya, aku akan datang sendiri ke rumah, jangan
lupa sampaikan pula harapanku pada Tin pak sekalian agar segera
menyiapkan diri.”
Setelah Yap Siu ling membaca isi surat tersebut dengan lantang,
semua orang menjadi termenung untuk beberapa saat. Akhirnya
Sam ciat jiu Li Tin tang menghela napas panjang, kemudian berkata
:
“Bila didengar dari nada pembicaraan yang tercantum dalam
surat tersebut, entah nadanya entah gaya bahasanya, aku selain
merasa jauh berbeda dengan karakter suhu dia orang tua di hari hari
biasa, sungguh sulit untuk dipercayai bahwa tulisan ini berasal dari
suhu.”
“Bila berbicara soal gaya tulisannya,” Yap Siu ling turut berkata
dengan kening berkerut, “siau moay telah membandingkan tulisan
tersebut dengan tulisan dia orang tua yang ditulis dua puluh tahun
berselang, nyatanya bukan cuma gaya tulisannya sama, bahkan
nampak lebih kuat dan bertenaga, andaikata bukan dia orang tua,
mustahil ada orang yang bisa menirukan tulisannya begitu persis.
Tapi..... tapi..... aaaai......”
“Sam suheng, ” seru Sin lui jiu Kwan Tin say dengan suara
lantang, “aku rasa kau berpikiran kelewat jauh dan berpandangan
kelewat terbatas, siaute rasa kalau toh tulisan itu berasal dari tulisan
suhu ia orang tua, sesungguhnya tiada kepentingan untuk
dirundingkan lagi, laksanakan saja seperti apa yang diminta!”

878
“Yaa, betul ” sambung San tian jiu Oh Tin lam pula cepat ,“kalau
memang dia orang tua sudah bermaksud untuk kembali dan
menyelesaikan sendiri persoalan ini, menurut pendapat siaute, lebih
baik laksanakan saja persiapan seperti apa yang diperintahkan!”
Pit tee jiu Wong Tin pak tidak langsung menanggapi usul rekan
rekannya, melainkan berpaling ke arah Ngo liu sianseng Lim Biau
lim, kemudian bertanya :
“Lim suheng, bagaimana menurut pendapatmu?”
Rupanya diantara sekian banyak orang yang hadir sekarang, usia
Ngo liu sianseng Lim Biau lim terhitung paling tua. Ngo liu sianseng
Lim Biau lim termenung dan berpikir sejenak, kemudian katanya :
“Berbicara dari sudut seorang murid terhadap ketua perguruan,
tulisan dari lo ciangbunjin memang tak pantas dibangkang atau
dicurigai, tapi kalau berbicara menurut tingkah laku orang orang Ban
seng kiong selama ini dan kesejahteraan umat persilatan pada
umumnya, kita harus mempersiapkan juga perubahan perubahan
yang diperlukan daripada termakan siasat busuk orang orang Ban
seng kiong. Sebab banyak orang berbakat di dunia ini, soal
memalsukan gaya tulisan seseorang bukanlah sesuatu yang
menyulitkan, jika kita kurang berhati-hati dalam menghadapi kasus
seperti ini, seandainya sampai salah bertindak maka akan menyesal
sepanjang masa dan kita akan malu untuk berjumpa dengan cousu
sekalian yang telah berada di alam baka.... ”
“Bagaimana menurut pendapat sumoay?” Pit tee jiu Wong Tin
pak bertanya pula kepada Yap Siu ling.
Yap Siu ling menutup wajahnya rapat rapat dan menangis
tersedu sedu, ucapnya :
“Suami siau moay telah tiada, anakku hilang tak tahu ujung
rimbanya, apalagi yang bisa kuucapkan? Silahkan suheng saja yang
mengambil keputusan ....!”
Padahal dalam hati kecilnya sudah mempunyai rencana matang,
dia tak berani membangkang perintah atasan, namun juga tak ingin

879
takluk kepada musuh besarnya maka dia berencana untuk menyusul
suaminya di alam baka saja.
Ketika Pit tee jiu Wong Tin pak sudah selesai mendengarkan
pendapat semua orang, dia lantas tertawa pedih, lalu katanya :
“Tampaknya kita harus mempersiapkan segala sesuatunya.”
“Suheng.... ” Sam ciat jiu Li Tin tang menjerit dengan perasaan
amat sedih.
Tidak menunggu ia sempat mengutarakan isi hatinya, Pit tee jiu
Wong Tin pak telah mengulapkan tangannya sambil menukas :
“Tak usah dibicarakan lagi, keputusanku sudah bulat!”
Sam ciat jiu Li Tin tang tertawa getir, dengan wajah yang lesu dia
melirik sekejap meja abu dimana diletakkan abu dari cousu generasi
lampau, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi
wajahnya.
Waktu itu, San tian jiu Oh Tin lam dan Sin lui jiu Kwik Tin say
yang lebih menitik beratkan untuk menuruti perintah gurunya juga
menunjukkan paras muka amat sedih.
Seperti diketahui, untuk membingungkan umat persilatan
terhadap kekuatan sesungguhnya yang dimiliki pihak Ban seng
kiong, Hian im Tee kun sengaja mengumumkan ke dunia persilatan
bahwa empat tokoh besar dari dunia persilatan yakni Keng thian
giok cu Thi Keng, Sim ji sinni, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im
sin hong Kian Kim siang telah bergabung dengan pihaknya masingmasing
menjabat sebagai Ciang liong tongcu, Pek hou tongcu, Cu
ciok tongcu dan Hian bu tongcu.
Keempat tokoh persilatan yang disebut itu semuanya merupakan
tokoh umat persilatan dari golongan lurus, bagaimana mungkin
manusia manusia suci itu bersedia berkomplotan dengan Hian im
Tee kun untuk melakukan kejahatan dalam dunia persilatan?
Tentu saja Hian im Tee kun sendiripun cukup menyadari bahwa
mustahil bagi pihaknya untuk menjaring keempat tokoh persilatan

880
itu bergabung dengan pihak Ban seng kiong. Itulah sebabnya
terpaksa dia menitahkan kepada Huan in sin ang untuk merubah
wajah keempat orang gembong iblis andalannya menjadi keempat
tokoh besar itu dan menerima jabatan sebagai empat tongcu dari
empat ruangan.
Rahasia penyaruan ini dilakukan teramat berhati hati, hingga
dalam istana Ban seng kiong, selain empat orang gembong iblis
yang melakukan penyaruan tersebut, cuma Hian im Tee kun serta
Hiam im ji li dan Huan im sin ang yang mengetahui keadaan yang
sesungguhnya.
Bila orang gadungan melakukan kejahatan dengan merusak
nama baik orang yang sebenarnya, maka akibat dan resiko yang
bakal dihadapi adalah pembalasan dendam dari keempat tokoh
persilatan tersebut. Maka Hian im Tee kun kembali mempersiapkan
suatu tindakan yang amat keji, yakni memasang jaring dan
menunggu korbannya masuk perangkap.
Cuma diantara sekian banyak persoalan ada satu hal yang
memaksa Hian im Tee kun harus menambah suatu pertimbangan
lain. Persoalan itu adalah mati hidupnya Keng thian giok cu Thi Keng
di dunia ini, apakah tokoh besar ini masih hidup atau sudah mati,
hingga kini masih belum berhasil diselidiki.
Sehingga akibatnya dalam seluruh rencana besarnya yang
mendekati kesempurnaan itu, kejadian itu boleh dibilang merupakan
satu satunya titik kelemahan yang ada. Untuk mengatasi keadaan
yang berbahaya itu, dia lantas menyebarkan berita di tempat luaran
yang mengatakan bahwa dia hendak melalap seluruh perguruan
Thian liong pay, sebab hanya cara inilah yang dirasakan olehnya
sebagai jalan terbaik.
Asal Keng thian giok cu Thi Keng masih berada di dunia ini,
sudah pasti dia akan munculkan diri guna membelai nama baik Thian
liong pay dari ancaman kepunahan. Asal ada seorang saja diantara
keempat tokoh besar itu rontok, maka sisanya sudah pasti akan
terjatuh pula ke dalam cengkeramannya. Untuk mewujudkan cita
cita besar dan ambisinya, maka ia memutuskan untuk mulai

881
menekan anggota Thian liong pay baik secara fisik maupun dengan
tekanan batin.
Kesedihan yang meliputi seluruh ruangan Thian liong sin tong
mendadak dipecahkan oleh bunyi langkah kaki manusia. Thian Heng,
seorang anggota Thian liong pay muncul dalam ruangan sambil
melaporkan :
“Menurut berita kilat yang baru sampai, sucou dia orang tua telah
munculkan diri di tengah kota Hway im, sebentar lagi tentu akan
muncul disini, harap ji susiok segera menurunkan perintah.”
Pit tee jiu Wong Tin pak melirik sekejap kearah saudara saudara
seperguruannya, kemudian menjawab :
“Ehmmm, sudah tahu! Cepat persiapkan sambutan untuk
menyambut kedatangan Sucou!”
Thian Heng mengiakan dan segera mengundurkan diri, tak
sampai setengah perminum teh kemudian, putra Ngo liu sianseng
Lim Biau lim yang bernama Lim Pak sian telah menerjang masuk
dengan napas tersengkal-sengkal. Waktu itu Ngo liu sianseng Lim
Biau lim sedang merasa kesal dan murung, melihat tingkah laku
putranya, dia segera membentak dengan nada mendongkol :
“Hei, kau anggap tempat apakah ini? Kau kira boleh masuk
kemari secara sembrono? Ayo cepat menggelinding keluar dari sini!”
Didamprat oleh ayahnya, Lim Pak sian merasa makin gelisah,
ucapan yang semula hendak diutarakan, kini malah serasa tersumbat
dan tak mampu diutarakan keluar. Sam ciat jiu Li Tin tang segera
menengahi, katanya :
“Lim suheng, Pak sian sedang terburu buru, berarti ada urusan
penting yang hendak disampaikan, jangan kau damprat dia lebih
dulu.”
Ngo liu sianseng Lim Biau lim mendengus :
“Sucou dia orang tua sudah berada satu li saja dari sini!”
“Mengapa tidak kau katakan sedari tadi!” bentak Ngo liu sianseng
Lim Biau lim dengan marah.

882
“Mari kita segera menyambut kedatangan dia orang tua!” kata Pit
tee jiu Wong Tin pak cepat. Ia segera beranjak dan meninggalkan
ruangan Thian liong sin tong lebih dahulu. Baru saja mereka tiba di
luar ruangan, tampaklah dari depan pintu sudah muncul empat
orang manusia.
Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian sama sekali tidak menyangka
kalau secepat itu Keng thian giok cu Thi Keng sudah sampai disana,
kontan saja mereka dibikin gelalapan sendiri. Buru buru mereka
menjatuhkan diri berlutut seraya berseru :
“Menyambut kedatangan Insu!”
Keng thian giok cu Thi Keng mendengus dingin, tanpa
menggubris ia langsung masuk ke ruang tengah. Penyambutan anak
murid Thian liong pay yang kurang sempurna membuat gusarnya
Keng thian giok cu Thi Keng, tapi juga memalukan Pit tee jiu
sekalian, sehingga untuk beberapa saat mereka tak berani
mendongakkan kepalanya lagi. Hingga Keng thian giok cu Thi Keng
sudah masuk ke dalam ruangan, mereka baru ikut masuk kedalam
ruangan dengan wajah tersipu. Sementara itu Keng thian giok cu Thi
Keng bersama tiga orang rekannya sudah mencapai tengah ruangan
dan bersama sama mengambil tempat duduk ......
Dari ketiga orang rekannya itu, yang seorang adalah nikou muda
yang berwajah cantik, sedang dua orang lainnya adalah kakek
berwajah gagah. Dari ketiga orang tamu yang hadir, kecuali orang
yang menempati kursi kedua yang dikenali sebagai Tiang pek lojin,
dua orang lainnya sama sekali tidak dikenal.
Terpaksa Tee pit jiu Wong Tin pak harus mengeraskan kepala
dengan memimpin kelima orang saudara seperguruannya bersama
sama memberi hormat lagi kepada Keng thian giok cu Thi Keng.
Pada saat ini, nampaknya amarah Thi Keng sudah jauh meredam
sambil menghela napas dan mengulapkan tangannya dia berkata :
“Bangunlah kalian semua!”
Kemudian setelah menghela napas panjang, katanya lebih jauh :

883
“Sudah puluhan tahun aku tak pernah pulang, sesungguhnya
dalam hati kecilku selalu merindukan kalian, maka begitu berangkat
pulang aku lantas jalan dengan tergesa gesa, hingga akibatnya lima
hari sebelum waktu yang ditentukan telah sampai disini, kini aku
telah bersua dengan kalian, hatipun merasa lega sekali.”
Nada pembicaraannya amat lembut dan menaruh perhatian
besar, sama sekali tidak disinggung lagi soal penyambutan anak
muridnya yang kurang baik tadi. Pit tee jiu Wong Tin pak sekalian
kembali merasa amat terharu, perasaan tak senang yang mencekam
hati mereka tadi pun kini turut tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Selanjutnya Keng thian giok cu Thi Keng menitahkan kepada
mereka untuk memberi hormat kepada tiga orang tamu agungnya,
sekarang mereka baru tahu kalau nikou muda serta kakek yang
seorang lagi adalah Sim ji sinni yang amat termashur itu serta Bu im
sin hong Kian Kim siang.
Tiga orang tamu agung itu bersikap amat sungkan terhadap
mereka, sama sekali tidak pasang gaya, pun tidak memperkenankan
mereka melakukan penghormatan besar malah mereka sempat
memuji tindak tanduk Thian liong pay selama ini. Menyusul
kemudian adalah penyembahan dari keenam tianglo serta sekalian
anak murid Thian liong pay lainnya.
Dengan wajah berseri, Keng thian giok cu Thi Keng menyambut
penghormatan itu dan memberi nasehat dimana perlu, hal ini
membuat semua orang merasa terhibur dan kembali menaruh
hormat kepadanya. Selesai upacara pemberian hormat, Yap Siu ling
baru memberi hormat lagi kepada Keng thian giok cu Thi Keng
dengan upacara keluarga.
Terbayang kembali kematian suaminya, dengan penuh kesedihan
perempuan itu berteriak :
“Kongkong .....”
Saking sedihnya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun .....

884
Keng thian giok cu Thi Keng sendiripun nampak amat sedih, dia
mengangkat tangannya melepaskan segulung hawa khikang tanpa
wujud untuk menahan tubuh Yap Siu ling, kemudian menitahkan nya
agar duduk disamping, setelah itu baru hiburnya :
“Siu ling, kau jangan bersedih hati, konon Eng ji berhasil dengan
kepandaian silatnya dan memperoleh kemajuan yang pesat dalam
hal tenaga dalam, bila ia sudah kembali nanti, akan kuajak dia
menuju ke istana Ban seng kiong untuk berjumpa dengan Tee kun.
Asal Tee kun berbaik hati, tak sulit baginya untuk menjadi jagoan
nomor wahid dikolong langit, berarti pada saat itulah masa jaya
Thian liong pay akan tiba.”
Waktu itu Yap Siu ling sedang memikirkan tentang suami dan
putranya ketika mendengar Keng thian giok cu Thi Keng
menyinggung kembali soal Ban seng kiong, kepedihan hatinya
semakin menjadi jadi. Tapi dia adalah seorang perempuan
terpelajar, hingga kendatipun rasa bencinya terhadap Ban seng
kiong sudah mendarah daging, namun ia tak ingin bersikap kurang
hormat kepada angkatan tua, itulah sebabnya dia hanya bisa
membungkam diri untuk memprotes ucapan tersebut.
Selain daripada itu, ucapan tadipun segera berpengaruh terhadap
perasaan anggota Thian liong pay lainnya. Tampaknya Keng thian
giok cu Thi Keng dapat menebak suara hati Yap Siu ling, dia pun
dapat menangkap tekad segenap anggota Thian liong pay untuk
bertarung habis habisan melawan Ban seng kiong, hanya saja
berhubung peraturan perguruan kelewat ketat, maka mereka semua
tak bertindak secara gegabah.
Menyaksikan kesemuanya itu, dia lantas mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak bahak, begitu kerasnya suara
tertawa itu membuat daun pintu bergetar keras, ranting dan daun
berguguran, sedemikian dahsyat hawa kekuatan yang terpancar
keluar lewat suara tertawa itu, membuat segenap anggota Thian
liong pay merasakan jantungnya berdebar keras dan napasnya
terasa sesak.
Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki jago tua itu sungguh
di luar dugaan siapa saja. Selesai mendemontrasikan kepandaian

885
saktinya, Keng thian giok cu Thi Keng baru berkata lagi dengan
wajah serius :
“Bagaimana menurut pendapat kalian atas kepandaian silat yang
kumiliki ini?”
Sorot mata segenap anggota Thian liong pay bersama sama
dialihkan ke wajah Pit tee jiu Wong Tin pak, dewasa ini hanya dia
seorang yang bertanggung jawab atas semua masalah besar
perguruan, hanya dia pula yang berhak untuk memberi jawaban
mewakili segenap anggota perguruan lainnya.
Mula mula Pit Tee jiu Wong Tin pak memberi hormat dulu kepada
tiga orang tamu agung tersebut, kemudian dengan wajah serius
katanya :
“Tecu tak berani mengeritik angkatan tua tapi di dunia saat ini
rasanya sulit untuk menemukan seseorang yang memiliki tenaga
dalam sesempurna apa yang dimiliki insu sekarang!”
Keng thian giok cu Thi Keng segera mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhhh..... haaahhhhh..... haaahhhh..... pendapat katak
dalam sumur, pendapat katak dalam sumur!”
Sesudah berhenti sejenak dan memandang sekejap kearah tiga
orang tamu agungnya, dia melanjutkan :
“Cukup berbicara dari ketiga orang sobat karibku ini, kepandaian
silat mereka sama sekali tidak berada dibawah kepandaianku apalagi
kalau berbicara soal Tee Kun, pada hakekatnya kami semua masih
belum terhitung seberapa.”
Yap Siu ling merasa tersinggung sekali ketika didengarnya
berulang kali Keng thian giok cu Thi Keng memuji muji kehebatan
pihak Ban seng kiong, akhirnya saking tidak tahannya dia lantas
menyela :
“Tapi .....”

886
Tapi, lagi lagi dia tak sanggup melanjutkan perkataan itu. Keng
thian giok cu Thi Keng menatap wajah Yap Siu ling, kemudian
melanjutkan :
“Tapi Tiong giok mati ditangan orang orang Ban seng kiong,
bukankah demikian?”
“Kongkong harus maklumi!” bisik Yap Siu ling sedih.
Sekali lagi Keng thian giok cu Thi Keng mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak bahak.
“Haaahhhhh..... haaahhh...... haaahhhh..... lohu bukan orang
pikun atau orang bodoh, bagaimana mungkin aku bersedia untuk
berkawan dengan musuh besar? Yaa, setelah kau menyinggung
kembali peristiwa tersebut, lohu pun tak bisa membuat segenap
anggota Thian liong pay lainnya merasa tak tentram hatinya,
biarkanlah kuberi penjelasan untuk menghilangkan kesalah pahaman
kalian semua terhadap diriku.”
Selesai berkata, dengan sorot matanya yang tajam bagaikan
sembilu dia menyapu sekejap seluruh wajah murid murid Thian liong
pay yang hadir disana, kemudian melanjutkan :
“Apakah semua anggota perguruan kita hadir disini?”
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia meneruskan :
“Bila ada yang belum hadir suruh mereka berkumpul semua
disini, aku hendak menerangkan semua persoalan yang sebenarnya
kepada kalian semua.”
Serentak ada orang yang meninggalkan ruangan untuk
mengumpulkan segenap anggota perguruan lainnya yang kebetulan
masih berada diluar. Dalam waktu singkat, suasana gaduh di dalam
ruang tengah berubah menjadi hening kembali.
Menyaksikan semua orang sudah hadir, Keng thian giok cu Thi
Keng baru bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu sambil
mengelus jenggot, mengangguk dan tertawa, katanya :
“Pertama tama aku hendak memberitahukan kepada kalian
bahwa kematian Tiong giok bukanlah mati di tangan Ban seng kiong,

887
melainkan dia mati demi membela temannya yang telah mendahului
dirinya, yakni Gin ih kiam kek Ciu Cu giok, sehingga kematiannya
boleh dibilang suatu kematian yang gagah perkasa, tak malu dia
menjadi anggota Thian liong pay.”
“Kejadian ini disaksikan oleh Eng ji serta Ciu Tin tin, putri
kesayangan dari Ciu Cu giok, coba kalau dibalik kesemuanya ini tiada
masalah lain, bagaimana mungkin Eng ji yang berdarah panas bisa
berlalu dengan begitu saja?”
Setelah mendengar penjelasan dari Keng thian giok cu Thi Keng,
para anggota perguruan Thian liong pay sama sama merasakan
kalau ucapan tersebut memang ada benarnya juga, secara otomatis
jalan pemikiran mereka pun turut terpengaruh.
Senyuman yang menghiasi wajah Keng thian giok cu Thi Keng
semakin bertambah mekar, kepada Yap Siu ling bisiknya :
“Siu ling, bagaimana menurut pendapatmu atas perkataanku
tadi?”
“Anak menantu tidak tahu!” jawab Yap Siu ling sedih.
Keng thian giok cu Thi Keng kembali berpaling ke arah semua
hadirin lalu melanjutkan :
“Kalau toh dibilang kematian Tiong giok harus dipertanggung
jawabkan oleh pihak Ban seng kiong, maka itulah merupakan
tanggung jawab Huan im sin ang, jadi sama sekali tiada sangkut
pautnya dengan Hian im Tee kun .....!”
Kemudian, dengan nada suara lebih berat dia meneruskan :
“Ditambah lagi kalau berbicara soal budi dan dendam, Hian im
Tee kun justru merupakan tuan penolong kita yang terbesar, bukan
saja dia merupakan tuan penolong buat Thian liong pay kita,
berbicara yang sebenarnya dia orang tua merupakan penolong bagi
seluruh umat persilatan di dunia ini ....”
Lalu dia menjelaskan lebih jauh :
“Sebab dia orang tua telah menurunkan pangkat Huan im sin ang
dari seorang Sancu istana Ban seng kiong menjadi seorang utusan
yang berpangkat rendah, sementara semua tugas dan masalah Ban

888
seng kiong telah beralih dari tangan Huan im sin ang ketangan dia
orang tua. Beliau telah melenyapkan kekuatan jahat dari Huan im sin
ang dan menghapus semua kejahatan yang dilakukan pihak Ban
seng kiong hingga terbentuklah suatu kekuatan Ban seng kiong yang
baru. Bukan saja dia orang tua telah membalaskan dendam buat kita
semua, diapun telah memunahkan ancaman bahaya maut terhadap
dunia persilatan.”
Ketika berbicara sampai disitu, Keng thian giok cu Thi Keng
nampak berwajah merah berapi api saking gembiranya. Dengan
sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu, dia memandang
sekejap raut wajah anggota Thian liong pay yang berada di
hadapannya, kemudian memperdengarkan lagi gelak tertawanya
yang amat keras sehingga membuat mereka semua tersadar kembali
dari lamunan.
“Karena Ban seng kiong yang berdiri di muka bumi sekarang
merupakan pelopor dalam menegakkan keadilan dan kebenaran
dalam dunia persilatan, maka sudah sewajarnya bila kita semua
mendukung usaha mereka itu....” demikian dia berkata lebih jauh.
Kemudian sambil menuding tiga orang tamu agungnya, ia
melanjutkan lebih jauh :
“Seandainya bukan demikian, mungkinkah sinni, So dan Kian tiga
orang tua bersedia menerima jabatan sebagai Tongcu dalam istana
Ban seng kiong .....?”
“Betapa besarnya kedudukan mereka dalam dunia persilatan dan
betapa luasnya pengetahuan mereka tapi toh mereka bersedia
tunduk di bawah perintah Ban seng kiong, hal ini menunjukkan kalau
cara kerja orang-orang Ban seng kiong selalu jujur, lurus dan
terbuka, cita citanya adalah membahagiakan seluruh umat
persilatan....”
Kemudian setelah berhenti sejenak lagi, dia menuding ke kiri
kanan, depan dan belakang seraya berseru lagi :
“Kau! Kau! Kau! Dalam hal tenaga dalam, siapakah diantara
kalian yang mampu menandingi kelihayan dari Sinni sekalian?

889
Kau! Kau! Kau! siapakah diantara kalian yang mempunyai nama
dan kedudukan jauh melebihi Sinni sekalian?
Kau! Kau! Kau! siapakah diantara kalian memiliki kecerdasan
melebihi Sinni sekalian?”
Sambil memperkeras suaranya, dia berkata lebih jauh :
“Itulah sebabnya setelah kuberitahukan kesemuanya ini kepada
kalian, aku minta kalian jangan berlagak sok pintar lagi, apalagi
sampai menampik maksud baik dari Tee kun terhadap partai kita.
Justru demi kebaikan kalian, sengaja aku menyusul kemari untuk
memberi bimbingan kepada kalian semua, aku harap kalian bisa
memahami akan hal ini dan berjuang serta berkorban demi
tercapainya kejayaan bagi Thian liong pay kita!”
Ucapan ini benar benar menimbulkan suatu pengaruh dan
kekuatan yang besar sekali. Kini senyuman sudah mulai menghiasi
sebagian anggota Thian liong pay tapi ada sebagian kecil yang masih
bermuram durja, tampaknya mereka masih belum bisa menerima
pendapat tersebut, namun Keng thian giok cu Thi Keng yakin, cepat
atau lambat mereka pasti dapat menerima pendapatnya itu.
Kembali dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Yap Siu ling,
dengan amat lembut ujarnya kemudian :
“Siu ling, bagaimana menurut pendapatmu? Apakah ucapanku ini
ada benarnya?”
Yap Siu ling manggut manggut, sahutnya hambar :
“Anak menantu akan menuruti perintah kong kong!”
Oleh karena dia tak berpendapat lain, maka diucapkannya kata
kata tersebut untuk mengatasi keadaan. Selama ini, dia selalu
berpendapat bahwa cara berbicara maupun tindak tanduk kong
kongnya tidak mirip seseorang yang berimam tebal.
Sementara itu, Keng thian giok cu Thi keng telah mengalihkan
pembicaraan, dia berpaling ke arah Sin lui jiu Kwan Tin say sembari
menegur :
“Tin say, bagaimana menurut pendapatmu?”

890
Sin lui jiu Kwan Tin say adalah seorang lelaki yang jujur, dia
hanya tahu berbakti untuk Thian liong pay dan gurunya, kontan
sahutnya :
“Asal insu memberi perintah, sekalipun harus terjun ke lautan api,
tecu tak akan menolak, asal berjalan mengikuti suhu, masa bakal
salah jalan....?”
“Bagus, bagus sekali!” seru Keng thian giok cu Thi Keng dengan
wajah berseri, “dua puluh tahun tak bersua, tak kusangka kau sudah
mendapat kemajuan yang pesat disegala bidang!”
Sorot mata Keng thian giok cu Thi Keng segera dialihkan kembali
ke wajah San tian jiu Oh Tin lam. Sebelum gurunya sempat
berbicara, San tian jiu Oh Tin lam telah buka suara lebih dulu,
ujarnya dengan hormat :
“Suhu pergi kemana, tecu pun pergi kemana, sejak kini tecu tak
ingin meninggalkan kau orang tua lagi!”
Seusai mengucapkan perkataan itu, ternyata dia mengucurkan
dua titik air mata. Kembali Keng thian giok cu Thi Keng memujinya
berulang kali, kini tiba giliran Sam ciat jiu Li Tin tang. Sam ciat jiu Li
Tin tang tak berani saling bertatapan muka dengan Keng thian giok
cu Thi Keng, sambil menundukkan kepalanya rendah rendah dia
berkata :
“Tecu beranggapan daripada tunduk dibawah perintah orang,
lebih baik berdiri sendiri saja, cuma kalau toh insu sudah mengambil
keputusan, terpaksa tecu hanya akan menurut perintah saja!”
Keng thian giok cu Thi Keng mendengus dan melotot sekejap
kearahnya dengan gusar, kemudian sinar matanya dialihkan ke
wajah Ngo liu sianseng Lim Biau lim, pura pura kaget bercampur
keheranan dia berseru :
“Aaaah, Biau lim, kaupun telah datang!”
“Tecu sebagai anggota Thian liong pay, sudah sewajarnya kalau
turut menyumbangkan tenaga untuk perguruan,” sahut Ngo liu
sianseng Lim Biau lim dengan hormat.

891
“Kau adalah seorang yang berpandangan panjang, bagaimanakah
pendapatmu atas ucapanku tadi?”
Dengan sikap yang sangat menghormat, Ngo liu sianseng Lim
Biau lim berkata :
“Ciangbun supek adalah cikal bakal perguruan, pendapatmu tecu
kagumi sampai dalam hati, asal supek sudah memegang tampuk
pimpinan sendiri, tecu sekalian pun tak usah kuatir dipermainkan
orang lagi, tecu bersedia mengikuti jejak supek dan berbakti sampai
akhir usia.”
Mendengar itu, Keng thian giok cu Thi Keng segera tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhh..... haaahhhh.... haaahhhh..... ayahmu adalah seorang
yang tahu keadaan, sungguh tak kusangka kau lebih hebat daripada
ayahmu sendiri, benar benar menggembirakan, benar benar
menggembirakan.”
Akhirnya dia mengalihkan sorot matanya ke atas wajah Pit tee jiu
Wong Tin pak. Dengan wajah amat sedih dan amat lirih, Pit tee jiu
Wong Tin pak berkata :
“Tecu ada suatu hal ingin disampaikan, harap suhu bersedia
menerimanya.”
Keng thian giok cu Thi Keng nampak agak tertegun, kemudian
serunya keheranan :
“Apa yang hendak kau ucapkan? Apa salahnya kalau diucapkan
disini saja ....?”
“Tecu harap suhu bersedia mengabulkan, perkataan ini hanya
bisa disampaikan di ruang Sin tong!” Ucap Pit tee jiu Wong Tin pak
dengan wajah amat serius.
Ucapannya yang begitu tegas dan gagah seakan akan berniat
untuk memaksa Keng thia giok cu Thi Keng agar memenuhi
kehendak hatinya itu. Paras muka Sam ciat jiu Li Tin tang berubah
hebat, tanpa terasa serunya tertahan :
“Suheng .....”

892
“Ih heng sudah mempunyai rencana sendiri, siapkan urusan
penyambutan terhadap Ban seng kiong, dan segala tanggung jawab
kuserahkan kepadamu ....”
Dari sorot mata Pit tee jiu Wong Tin pak, Sam ciat jiu Li Tin tang
dapat menangkap kebulatan tekad kakak seperguruannya ini,
walaupun dia tak tahu persoalan apakah yang hendak disampaikan
kepada gurunya, tapi bisa diduga kalau ucapan tersebut
kemungkinan besar tak akan menyenangkan hati gurunya, itulah
sebabnya dia sengaja mengundang gurunya masuk ke ruang Sin
tong sebelum diutarakan.
Merasakan firasat kurang baik, dia hanya bisa menghela napas
panjang, sahutnya kemudian :
“Siaute akan turut perintah!”
Sementara itu Keng thian giok cu Thi Keng sudah termenung
beberapa saat lamanya, kemudian diapun mengangguk.
“Baiklah!”
Setelah memohon diri kepada tiga orang rekannya, dia
melangkah masuk ke dalam ruang Sin tong. Thian liong Sin tong
merupakan ruangan penyimpanan abu cousu mereka dari beberapa
generasi yang lampau bagi pandangan anggota perguruan, tempat
itu dianggap sebagai tempat yang paling suci.
Ketika Keng thian giok cu Thi Keng berjalan masuk ke dalam
ruangan Sin tong, ternyata ia tidak memberi hormat kepada abu
cousunya, pun tidak menunjukkan sikap menghormat, ketika
kejadian ini terlihat oleh Pit tee jiu Wong Tin pak, dia semakin
bertekad untuk melaksanakan apa yang telah direncanakan semula.
Pit tee jiu Wong Tin pak mengambilkan sebuah kursi kebesaran
yang diletakkan disisi kiri meja abu, kemudian mempersilahkan Keng
thian giok cu duduk di sana sementara dia sendiri berlutut di depan
meja abu leluhurnya dan menyembah beberapa kali. Terhadap
segala tindak tanduk muridnya, Keng thian giok cu Thi Keng

893
menunjukkan perasaan tak senang, bahkan tertawa dingin tiada
hentinya .....
Pit tee jiu Wong Tin pak sama sekali tidak menggubris sikap tak
senang gurunya, mula mula dia menjatuhkan diri berlutut di muka
meja abu, kemudian menyembah sebanyak sembilan kali. Bagi
perguruan Thian liong pay maka upacara tersebut merupakan
upacara permintaan maaf dari seorang murid yang bersiap sedia
mengeritik gurunya sendiri.
Keng thian giok cu yang ada dalam ruangan sekarang adalah
gadungan, sudah barang tentu dia tidak memahami tata cara yang
berlaku dalam Thian liong pay, dia hanya mengira Pit tee jiu Wong
Tin pak sudah mengetahui penyakitnya sehingga sengaja melakukan
tindakan seperti itu.
Sebagai seorang gembong iblis yang berkepandaian hebat, tentu
saja dia tak memandang sebelah matapun terhadap anggota Thian
liong pay, sudah barang tentu dia pun tidak akan jeri menghadapi Pit
tee jiu Wong Tin pak seorang.
Itulah sebabnya dia sama sekali tidak menggubris terhadap
tindak tanduk yang sedang dilakukan Pit tee jiu Wong Tin pak ketika
itu. Justru sikap menahan diri dan sabar yang dipaksakan ini sengaja
dilakukan olehnya untuk mengimbangi sikap yang sebenarnya dari
Keng thian giok cu Thi Keng, coba kalau bukan demikian, niscaya Pit
tee jiu Wong Tin pak akan menaruh curiga kepadanya.
Sejak mulai pertama kali, Pit tee jiu Wong Tin pak hanya
melaporkan bagaimana toa suheng mereka melakukan bunuh diri
untuk menggerakkan hati Yap Siu ling, bagaimana Thi Eng khi
diterima menjadi anggota perguruan, bagaimana menerima jabatan
sebagai ketua dan lain sebagainya.
Adapun maksud yang sebenarnya dari ucapan mana adalah untuk
membangkitkan kembali semangat gurunya, bahwa murid Thian
liong pay bersedia mengorbankan diri demi menegakkan kembali
nama baik Thian liong pay tanpa tunduk kepada pihak lain.

894
Siapa sangka Keng thian giok cu Thi Keng sama sekali tidak
terpengaruh oleh ucapan tersebut, malah sambil mendengus
katanya :
“Giu Tin tiong tidak menuruti perintah gurunya dan memaksa Eng
ji belajar silat, tindakan mana merupakan suatu tindakan yang tak
berbakti, aku rasa kematian memang cocok baginya, hingga
persoalan ini lebih baik tak usah dibicarakan lagi.”
Ucapan tersebut bagaikan sebaskom air dingin yang diguyurkan
keatas kepala Pit tee jiu Wong Tin pak, kontan saja membuat
hatinya mendingin dan perasaannya menjadi kaku, pikirnya :
“Aaaai....... Insu benar benar telah berubah sama sekali.”
Tapi dia tak mau menyerah dengan begitu saja, kembali
dikisahkan bagaimana mereka berempat mendidik Thi Eng khi,
berkelana selama sepuluh tahun untuk mencari empat macam obat
mujarab untuk membantu Thi Eng khi agar berhasil dengan
kepandaiannya.
Ia berharap Keng thian giok cu akan tertarik oleh bakat
terpendam Thi Eng khi dan membatalkan niatnya semula. Siapa
tahu, kembali Keng thian giok cu Thi Keng tertawa ringan, katanya
kemudian :
“Eng ji adalah seorang bocah yang tak tahu diri, wataknya
terlampau berangasan dan jiwanya sempit, bila tidak dididik secara
ketat, sulit rasanya untuk berhasil dengan sukses, anggapan kalian
dengan membantu tenaga dalamnya maka dia akan berhasil dalam
perjuangan, siapa sangka justru hal itu merupakan sumber dari
segala kebejadan moralnya, bukan saja tak bermanfaat malah justru
mencelakainya. Kalian berempat semuanya telah melanggar
kesalahan besar, hmmm, perbuatan kalian sungguh menjengkelkan,
sungguh menggemaskan!”
Dari sekian banyak persoalan yang dibeberkan Pit tee jiu Wong
Tin pak, tak sepotong katapun yang didengar oleh Keng thian giok
cu, bahkan sebaliknya dia melontarkan nasehat yang sebukit
lamanya dengan mengeritik jasa mereka selama dua puluh tahun ini
sebagai perbuatan salah yang memalukan.

895
Tak terlukiskan rasa mendongkol dan marah yang menggelora
dalam benak Pit tee jiu Wong Tin pak saat itu, ucapan ‘guru’ nya
dirasakan sebagai pukulan batin yang amat berat, sehingga untuk
sesaat dia tak tahu bagaimana harus berbicara.
Menyaksikan muridnya hanya membungkam diri belaka sekian
lama, Keng thian giok cu Thi Keng menjadi amat gusar, segera
bentaknya keras keras :
“Tin pak, masih ada persoalan apalagi yang hendak kau
sampaikan kepadaku?”
Sambil menahan rasa sedih yang luar biasa, Pit tee jiu Wong Tin
pak berkata :
“Beribu ribu patah kata toh akhirnya kembali pada sepatah kata,
tecu hanya berharap agar suhu bersedia memandang pada jerih
payah dan perjuangan dari cousu generasi lampau dalam mendirikan
perguruan ini, agar mengurungkan niat suhu untuk menggabungkan
perguruan kita dengan pihak Ban seng kiong. Bantulah Eng ji
dengan sepenuh tenaga, dengan bakat dari Eng ji, sesungguhnya
tidak sulit bagi kita untuk membangun kembali perguruan besar dan
jaya, harap suhu bersedia untuk memikirkan kembali masalah ini!”
Sebagai seorang murid, tentu saja ia merasa kurang leluasa
untuk banyak berbicara hal hal yang bukan bukan, cuma menurut
pendapatnya, hanya mengandalkan perkataan itu pun rasanya sudah
cukup untuk membangkitkan kembali semangat gurunya. Siapa tahu
Keng thian giok cu masih tetap bersikap dingin, bahkan menukas
dengan ketus.
“Keputusanku sudah bulat, kau tak usah banyak berbicara lagi!”
Pit tee jiu Wong Tin pak segera menjatuhkan diri berlutut dan
menyembah sebanyak tiga kali dihadapan Keng thian giok cu, lalu
ujarnya sambil menangis :
“Tecu sudah banyak berhutang budi kepada suhu, sayang tecu
tak bisa membantu perguruan lebih jauh....”
“Mau apa kau?” bentak Keng thian giok cu Thi Keng keras keras.

896
“Tecu ingin mengorbankan jiwaku untuk menyatakan kebersihan
hati tecu, semoga suhu bisa tahu diri dan menarik kembali
keinginanmu yang sangat berbahaya itu!”
Berbicara sampai disitu, dia lantas mengayunkan telapak
tangannya siap dihantamkan keatas ubun ubun sendiri. Disaat yang
kritis itulah, mendadak dari luar pintu kedengaran ada orang
berteriak keras :
“Siu ling sukoh telah bunuh diri!”
Walaupun mendengar teriakan tersebut ternyata sikap Keng thian
giok cu Thi Keng masih tetap acuh tak acuh, bahkan sambil menarik
muka serunya sinis :
“Hmmmmm, kalian semua memang manusia manusia yang tak
tahu diri, mampus memang lebih baik daripada lohu mesti bersusah
payah.”
Berbicara sampai disitu, mendadak sorot matanya dialihkan
kembali ke wajah Pit tee jiu Wong Tin pak, kemudian sambil tertawa
dingin jengeknya :
“Murid murtad, mengapa kau tidak jadi mampus?”
Ternyata di saat yang paling kritis, Pit tee jiu Wong Tin pak telah
menahan gerakan serangannya hingga terhenti ditengah jalan,
sementara orangnya sendiri berada dalam keadaan termangu
mangu. Barulah setelah Keng thian giok cu Thi Keng mengulangi
kembali tegurannya, dia baru melihat jika keadaan dari Pit tee jiu
Wong Tin pak sedikit rada aneh.
Jelas terlihat kalau jalan darah orang itu sudah tertotok oleh
pukulan udara kosong, jadi bukan seperti dugaannya semula, dia
merasa enggan untuk mati. Merah padam selembar wajah Keng
thian giok cu Thi Keng lantaran jengah, dengan kepandaian silat
yang dimiliki sekarang nyatanya bisa dipermainkan orang tanpa
diketahui olehnya. Dengan sorot mata tajam dia memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian bentaknya keras keras :
“Siapa? Siapa yang bermain gila denganku? Ayo cepat
menggelinding keluar dari tempat persembunyian!”

897
Segulung angin sejuk berhembus lewat dari atas langit langit
ruangan, tahu tahu di tengah ruangan telah muncul seorang kakek
berwajah lembut, berambut perak dan menggenakan baju biru yang
sudah kumal.
Kecuali jubah birunya yang berbeda, ternyata kakek yang
barusan munculkan diri ini berwajah persis seperti Keng thian giok
cu Thi Keng yang sedang duduk di kursi utama, berbeda hanya
dalam soal dandanannya saja, yang satu sederhana sementara yang
lain mewah.
Begitu muncul, kakek itu lantas berkata sambil tersenyum
hambar :
“Maaf, lohu pun Keng thian giok cu Thi Keng!”
Menyusul kemudian ujung bajunya dikebaskan ke depan
melepaskan segulung angin pukulan, tubuh Pit tee jiu Wong Tin pak
segera terdorong hingga terguling ke sudut ruang sana, dengan
demikian ruang tengah pun menjadi kosong.
Keng thian giok cu Thi Keng yang duduk dikursi utama itu segera
tertawa seram, katanya :
“Heeehhhh.... heeehhh..... heeeehhhh..... ternyata dugaan Tee
kun memang tidak salah, akhirnya kau toh terpancing juga hingga
munculkan diri....”
Sekalipun suara pembicaraan tidak terlampau keras, tapi tujuan
dari ucapannya itu jelas merupakan tanda bahaya yang sengaja
ditujukan kepada ketiga orang rekannya yang berada di luar ruangan
sana. Sayang sekali ketiga orang tamu agung yang berada di luar
ruangan telah mengundurkan diri ke ruang belakang berhubung
mereka dengar tentang berita bunuh dirinya Yap Siu ling, untuk
hormatnya mau tak mau mereka harus menjenguk ke situ. Sehingga
dengan demikian, tanda bahaya yang diucapkan oleh gembong iblis
ini sama sekali tak ada gunanya lagi.
Begitu selesai berkata, dia lantas bangkit meninggalkan tempat
duduknya, kemudian sambil tertawa seram dihampirinya Keng thian

898
giok cu Thi Keng yang baru saja munculkan diri itu, katanya
kemudian :
“Dihadapan orang yang asli tak usah berbicara bohong, lohu tak
lain adalah ketua dari Toan bun ciat yang bernama Ki Seng, empat
puluh tahun berselang kau pernah menghadiahkan sebuah pukulan
kepadaku, hari ini sengaja aku datang untuk menuntut hutang
sekalian dengan bunganya.”
“Haaahhhh..... haaahhhhh..... haaahhhhh...... rupanya sahabat
Ki,” Keng thian giok cu Thi Keng tertawa tergelak, “lohu menyambut
kedatanganmu dengan senang hati! Entah dengan cara apakah
saudara Ki hendak membuat perhitungan denganku? Harap kau suka
memberi petunjuk!”
Kalau dibicarakan kembali, Toan bun ciat jiu ciang (pukulan
tangan sakti pemutus nyawa) Ki Seng yang sedang menyaru sebagai
Keng thian giok cu Thi Keng ini adalah seorang gembong iblis dari
kalangan hitam yang amat termashur akan kekejiannya.
Empat puluh tahun berselang dia pernah menerima sebuah
pukulan dari tangan Thi Keng, sebagai akibatnya dia lantas
mengasingkan diri sambil melatih diri dengan tekun, tujuannya tak
lain adalah untuk membalas dendam.
Setelah latihannya dirasakan cukup, maka diapun munculkan diri
lagi di muka bumi dengan keyakinan penuh, pada hakekatnya dia
tak memandang sebelah mata lagi terhadap Keng thian giok cu Thi
Keng.
Begitulah, sambil tertawa dingin dia lantas berkata :
“Tempo hari lohu menderita kekalahan ditanganmu, maka hari ini
akupun ingin mencoba pula kelihayan ilmu pukulanmu.”
“Bagaimana kalau dilakukan pada saat dan keadaan seperti ini?”
“Waaaah ini lebih baik lagi!” sahut Ki Seng sambil mempersiapkan
telapak tangannya.

899
Rupanya Keng thian giok cu Thi Keng mempunyai rencana lain,
dia tak ingin pertarungannya mengejutkan anggota perguruan
lainnya terutama ketiga manusia gadungan tersebut, itulah sebabnya
dia lantas memutuskan untuk menghabisi nyawa Ki Seng dalam
ruang Sin tong tersebut.
Kebetulan sekali Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng juga mempunyai
jalan permikiran yang sama dengannya, cuma yang dikuatirkan
olehnya adalah kegadungannya diketahui anggota Thian liong pay
lainnya sehingga menimbulkan kecurigaan mereka dan
memberantakkan masalah besar lainnya.
Karena itu, dia lebih suka melangsungkan pertarungan didalam
ruangan itu saja, toh didalam anggapannya dia mempunyai
keyakinan untuk mengalahkan Keng thian giok cu Thi Keng yang
asli.
Justru karena kedua belah pihak mempunyai pemikiran yang
sama, yakni tak ingin mengusik orang lain maka pertarungan sengit
pun segera dilangsungkan dalam ruangan Sin tong.
Sekulum senyuman licik yang mengerikan segera menghiasi
wajah Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng, sepasang telapak tangannya
diangkat tinggi tinggi, dalam waktu singkat telapak tangannya telah
berubah menjadi hitam pekat, rupanya dia telah mengerahkan ilmu
andalannya hingga mencapai sepuluh bagian.
Mendadak Keng thian giok cu Thi Keng mundur tiga langkah ke
belakang, sepasang telapak tangannya disilangkan didepan dada,
lalu menghimpun hawa sakti Sian thian bu khek ji gi sinkangnya
untuk melindungi badan.
Sementara itu diluar wajahnya dia justru berkata sesudah tertawa
terbahak bahak :
“Haaahhhhh..... haaahhhh..... haaahhhh...... saudara Ki,
tampaknya tenaga pukulan Toan bun ciat jiu ciang mu sudah
memperoleh kemajuan yang amat pesat, lohu kuatir bukan
tandingan mu lagi, silahkan!”

900
Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng telah menghimpun tenaga
pukulannya, tanpa banyak berbicara dia menggerakkan tubuhnya
sambil menerjang ke muka, telapak tangannya diayunkan ke muka
dan menghajar dada lawan dengan jurus Ngo kui cau hun (lima
setan mengundang arwah).
Keng thian giok cu Thi Keng menghimpun hawa murninya sambil
melayang sejauh tiga depa dengan cepat dia berhasil meloloskan diri
dari ancaman tersebut tanpa melepaskan serangan balasan.
Kontan saja Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tertawa dingin,
tegurnya dengan sinis :
“Mengapa kau tidak melepaskan serangan balasan?”
“Ki heng adalah tamu agung yang datang dari jauh, apalagi
bertarung dalam ruang Sin tong partai kami, sudah sepantasnya
kalau lohu mengalah sebanyak tiga jurus kepadamu.”
Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng segera mengayunkan kembali
telapak tangannya menghajar pinggang Keng thian giok cu Thi Keng,
teriaknya keras keras :
“Lohu tak sudi menerima kebaikanmu itu!”
Mendadak Keng thian giok cu Thi Keng berjumpalitan cepat di
tempat, tanpa melancarkan serangan balasan, lagi lagi dia
menghindari ancaman musuh dengan manis.
Terkesiap juga perasaan Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng
menyaksikan ke dua buah serangannya berhasil dihindari Keng thian
giok cu Thi Keng secara mudah, bahkan kalau dilihat dari gerakan
tubuhnya itu, nampaknya jauh lebih hebat berpuluh kali lipat
dibandingkan empat puluh tahun berselang, dari sini bisa
disimpulkan bahwa kemajuan yang dicapai lawan pun tidak berada
dibawahnya.
Dalam terkesiapnya, dengan wajah menyeringai seram dan hati
yang tidak puas dia berseru gemas :
“Setan tua she Thi, kau tidak usah tekebur dulu!”

901
Sepasang telapak tangannya segera diputar satu lingkaran lebih
dulu diatas kepalanya, mendadak telapak tangan tersebut membesar
satu kali lipat ditambah dengan pancaran hawa hitam yang
menyembur keluar dari balik telapak tangannya, seketika itu juga
seluruh kepala dan dadanya telah tertutup rapat.
Sepasang kakinya diputar, tubuhnya yang tinggi besar tahu tahu
lebih pendek dua depa, hingga sekilas pandangan dia seakan akan
berubah menjadi segulung hawa hitam yang tebal langsung
menggulung ke tubuh Keng thian giok cu Thi Keng.
Menghadapi ancaman yang muncul dari depan mata, Keng thian
giok cu Thi Keng berkerut kening, dengan cepat dia menyingkir ke
samping dari terjangan gumpalan hawa hitam itu dengan jurus Liong
teng hou ciat (naga melejit harimau melompat), begitu tubuhnya
membumbung empat depa dari permukaan tanah, tahu tahu dia
sudah melompati gumpalan hawa pukulan musuh.
Dengan demikian secara beruntun dia telah menghindari diri dari
tiga pukulan lawan tanpa membalas. Begitu jurus ketiga lewat, Keng
thian giok cu Thi Keng membentak nyaring :
“Nah, berhati hatilah sekarang lohu akan melancarkan serangan
balasan.... !”
Begitu selesai berkata, lengan kanannya diputar mengikuti
gerakan tubuh dan menghajar pinggang musuh dengan jurus Kim
liong liau ka (naga emas menggetarkan sisik).
Serangan yang dilancarkan kali ini sungguh mengerikan sekali,
tidak nampak desingan angin tajam, akan tetapi seluruh udara
seakan akan dilapisi oleh kabut udara berwarna putih yang amat
tebal, membikin hati siapa pun akan bergidik bila memandangnya.
Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tidak menyangka kalau serangan
balasan lawan sedemikian lihaynya, dalam keadaan terkejut ia sudah
tidak sempat lagi untuk berkelit ke samping, terpaksa sambil
menggertak gigi, dia harus mengayunkan sepasang telapak
tangannya dengan jurus Lip pi thian lam (menghimpun tenaga di

902
laut selatan) untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut
dengan keras lawan keras.
Dua gulung angin pukulan dengan cepat saling membentur tanpa
menimbulkan sedikit suara pun, tapi akibatnya kedua belah pihak
sama sama terpisah menuju ke dua arah yang berlawanan.
Keng thian giok cu Thi Keng terdorong mundur satu langkah
lebar dan bergoncang keras tubuhnya sebelum dapat dikendalikan
lagi. Sebaliknya Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng dipaksa mundur
sejauh enam langkah dengan sempoyongan dia baru dapat berdiri
tegak setelah punggungnya menempel diatas dinding.
Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng tidak menyangka kalau dalam
bentrokan yang terjadi, dia berhasil dipaksa mundur sejauh enam
langkah oleh pukulan Keng thian giok cu Thi Keng, rasa terperanjat
yang mencekam perasaannya sekarang tak terlukiskan dengan kata
kata, sekarang dia baru sadar bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan tenaga lawan.
Padahal Keng thian giok cu Thi Keng sendiripun merasa
terperanjat sekali. Perlu diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Keng
thian giok cu Thi Keng sekarang telah mencapai tingkat yang luar
biasa tingginya, tapi kenyataannya meski dia telah mengerahkan
tenaga dalamnya hingga mencapai sepuluh bagian, apa yang
diharapkan belum bisa terwujud, dia gagal untuk membunuh
lawannya itu, dari sini dapat diketahui bahwa dia meski membuang
banyak tenaga lagi sebelum berhasil mengakhiri nyawa musuhnya
itu.
Walaupun kedua belah mempunyai jalan pemikiran yang
berbeda, namun gerak serangan mereka sama sekali tidak
mengendor, begitu berpisah mereka saling menerjang kembali dan
bertarung makin sengit.
Bila ada dua orang jago lihay sedang bertarung, biasanya angin
pukulan yang ditimbulkan pasti akan menderu deru dan
menimbulkan ledakan keras, tapi berhubung kedua belah pihak

903
sama sama tidak ingin pihak luar mengetahui pertarungan itu, maka
yang mereka gunakan selama ini hanya pukulan dalam.
Sekilas pandangan, serangannya belum tentu kelihatan
mengerikan, tapi setiap serangan yang digunakan justru mematikan,
sedikit saja salah bertindak niscaya jiwa akan melayang. Pertarungan
berlangsung makin lama semakin cepat, selang sesaat kemudian
hanya terlihat bayangan manusia saling menyambar, sukar untuk
dibedakan mana kawan mana lawan.
Kembali pertarungan berlangsung beberapa saat, mendadak
kedua orang itu berhenti bertarung dan berdiri saling berhadapan
muka, rupanya mereka sudah bertarung hingga mencapai pada
puncaknya, yakni saling beradu tenaga dalam.
Dalam pertarungan adu tenaga dalam seperti ini, pihak mana
yang lebih sempurna tenaga dalamnya, pihak itu pula yang lebih
beruntung. Padahal Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng masih kalah dua
bagian dibandingkan dengan Keng thian giok cu Thi Keng, mengapa
ia justru memilih pertarungan adu tenaga dalam? Apakah dia sudah
bosan hidup?
Sesungguhnya bukan Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng yang
menghendaki pertarungan ini, adalah dia yang dipaksa oleh
musuhnya untuk menerima kenyataan tersebut. Kalau ingin mencari
siapa yang salah, maka harus disalahkan kepandaian silatnya yang
masih kalah selangkah, hingga ketika didesak oleh keadaan, mau tak
mau dia harus menyambut tantangan dari Keng thian giok cu Thi
Keng itu.
Rupanya setelah Keng thian giok cu Thi Keng mendapat tahu
kalau tenaga dalam yang dimiliki Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng
meski selisih setingkat dibandingkan dengannya, namun untuk
membereskannya dalam waktu singkat bukan sesuatu yang
gampang, dia lantas merubah taktik pertarungannya.
Kini dia mengambil keputusan untuk mempercepat jalannya
pertarungan tersebut, karenanya dalam pertarungan yang
berlangsung dia sengaja melakukan suatu kesalahan hingga

904
penjagaan di sayap kirinya agak terbuka. Toan bun ciat jiu ciang Ki
Seng tidak menyangka kalau kelemahan tersebut merupakan suatu
tipu muslihat, dengan cepat dia melepaskan sebuah bacokan ke
dada lawan dengan jurus Sia ci yang ki (mengibar miring panji sakti)
.....
Keng thian giok cu Thi Keng tidak langsung menerima serangan
tersebut, melainkan membabat perut Ki Seng lebih dulu dengan
jurus Hui liong cay thian (naga terbang di angkasa). Pertarungan ini
merupakan suatu pertarungan adu jiwa yang mengerikan, bila ingin
terhindar dari keadaan tersebut, maka satu satu jalan adalah
menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras,
tapi sebagai akibatnya kedua belah pihak segera saling menghisap
kekuatan lawan dan beradu tenaga dalam.
Tentu saja keadaan seperti ini memang merupakan keinginan
Keng thian giok cu Thi Keng yang sebenarnya, maka sewaktu empat
telapak tangan mereka saling bersentuhan, mendadak dia menarik
hawa murninya untuk menerima dulu satu bagian pukulan musuh,
kemudian dengan ilmu Pek hui tiau yang dia baru pelan pelan
memunahkan tenaga tekanan lawannya dan memaksa kepada Ki
Seng untuk melangsungkan pertarungan adu kekuatan.
Saat itulah Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng baru sadar kalau
dirinya tertipu, tapi perubahan dalam suatu pertarungan sukar
diduga sebelumnya kecuali ketika terjebak, begitu masuk perangkap
sulitlah bagimu untuk melepaskan diri.
Adapun tujuan yang sebenarnya dari kedatangan Ki Seng beserta
ketiga orang rekannya ke sana adalah menyusun siasat untuk
menjebak Keng thian giok cu Thi Keng dan berusaha membunuhnya,
rencana tersebut sudah disusun dengan matang sekali hingga meski
posisinya terdesak ia tak sampai menjadi gugup.
Mendadak ia berpekik dua kali memberitahukan kepada ketiga
orang rekannya yang berada di luar agar cepat cepat masuk ke
ruang Sin tong dan bersama sama mengerubuti Keng thian giok cu
Thi Keng. Sebab itu setelah berpekik nyaring, dia lantas

905
menghimpun tenaga dalamnya dan saling beradu kekuatan dengan
musuh sambil menunggu datangnya bala bantuan.
Keng thian giok cu Thi Keng sendiri tidak kepayahan di dalam adu
tenaga dalam ini, sebab begitu adu tenaga dimulai, dia lantas
mengeluarkan ilmu Pek hui tiau yang nya untuk menghadapi
serangan lawan, tanpa mengeluarkan tenaga, seluruh hawa tekanan
musuh berhasil dipunahkan dengan sendirinya.
Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng adalah seorang gembong iblis
yang berpengalaman juga, tatkala dia merasakan tenaga dalamnya
seperti batu yang tercebur ke samudera, sama sekali tak ada reaksi
apa apa dan lenyap dengan begitu saja, kontan menyadari apa
gerangan yang sudah terjadi.
Paras mukanya segera berubah hebat, dia mencoba untuk
menarik kembali hawa murninya, sayang usaha itu gagal.
Jilid 28
Dalam keadaan demikian, terpaksa dia harus merengek dengan
nada memohon :
“Thi lohiap, kau adalah seorang pendekar yang berjiwa besar,
apakah hari ini kau akan bertindak keji dengan menghabisi selembar
jiwaku? Ampunilah selembar jiwaku ini.”
Puluhan tahun berselang, ketika Keng thian giok cu Thi Keng
masih aktif membasmi kaum penjahat dari muka bumi, dia selalu
berjiwa besar dan berperasaan halus terhadap lawan pun dia selalu
berbelas kasihan dan tak pernah melakukan pembunuhan. Bahkan
ada kalanya dia sengaja mengalah agar lawannya tak sampai
kehilangan muka di depan umum.
Atas perbuatannya itu, banyak sekali musuh musuhnya yang
kemudian berubah menjadi sahabatnya sehabis pertarungan
berlangsung, karena mereka merasa terharu dan berterima kasih
kepadanya. Tapi ada pula sementara orang yang tidak mau tahu

906
perasaan Keng thian giok cu, mereka mengira dirinya hebat karena
menghadapi Keng thian giok cu tanpa menderita kekalahan.
Dalam keadaan seperti inilah, seringkali Keng thian giok cu baru
terpaksa mengeluarkan ilmu sesungguhnya untuk merobohkan
lawan. Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng cukup memahami watak
lawannya ini, maka sekarang ia hendak menggunakan taktik
tersebut untuk memohon belas kasihan dari lawan.
Siapa tahu Keng thian giok cu Thi Keng memang sudah bertekad
untuk menanggulangi keadaan dunia persilatan yang kacau, dia tak
sudi mengampuni pengacau masyarakat yang kerjanya hanya
membuat keonaran belaka. Maka dengan wajah serius dia lantas
berseru :
“Hari ini lohu tak sampai mengampuni dirimu, karena aku harus
memikirkan keselamatan umat persilatan lainnya, kehadiranmu di
dunia ini hanya akan menimbulkan banyak kesusahan, oleh sebab itu
silahkan kau segera berangkat menuju ke alam baka!”
Selesai berkata, hawa murninya segera dikerahkan keluar dengan
hebatnya. Sementara itu tenaga dalam Toan bun ciat jiu ciang Ki
Seng sudah berkurang lima bagian, bagaimana mungkin dia sanggup
menahan terjangan hawa pukulan dari Keng thian giok cu tersebut?
Tampak sepasang matanya terbelalakan lebar lalu setelah
mendengus tertahan tubuhnya mundur beberapa langkah ke
belakang, akhirnya ia terjerumus ketanah dan tewas seketika.
Keng thian giok cu Thi Keng membungkukkan badan melepaskan
jubah biru yang dipakai Ki Seng itu dan dikenakan ditubuhnya,
setelah itu dia baru menyentilkan jari tangannya membebaskan jalan
darah Pit tee jiu Wong Tin pak yang tertotok. Selama jalan darahnya
tertotok tadi, meski Pit tee jiu Wong Tin pak tak bisa berbicara,
tubuhnya tak bisa bergerak namun kesadarannya masih tetap utuh.
Terhadap kejadian yang baru saja berlangsung, ia dapat
mengikutinya dengan jelas, sekarang dia baru mengerti mana

907
gurunya yang asli dan mana yang gadungan, tak terlukiskan rasa
gembira yang bergelora dalam dadanya.
Begitu jalan darahnya dibebaskan dia segera melompat bangun
dan menjatuhkan diri berlutut di depan Keng thian giok cu Thi Keng
serunya dengan gembira :
“Insu! Kau orang tua benar benar membuat kami rindu setengah
mati .....!”
Air mata pun bercucuran membasahi wajah Keng thian giok cu
Thi Keng, sambil membimbing bangun Pit tee jiu Wong Tin pak dari
atas tanah, katanya agak gemetar :
“Gara gara pikiranku yang kelewat cupat, akibatnya kalianlah
yang menjadi korban!”
Pit tee jiu Wong Tin pak tak ingin pertemuan mereka diawali
dengan kesedihan, maka dia berusaha keras untuk menghindari
pembicaraan yang menjurus ke soal yang memedihkan. Sambil
tertawa gembira, katanya kemudian :
“Suhu, akhirnya kau pulang juga, biar tecu memanggil mereka
semua agar menyambangi kau orang tua.”
“Tidak usah,” tampik Keng thian giok cu, “Aku mempunyai
rencana lain, aku harap kemunculanku ini jangan kau beritahukan
kepada siapapun, mulai sekarang laksanakan saja semua tugas
seperti apa yang kuperintahkan. Sekarang, kau sembunyikan dulu
jenasah Toan bun ciat jiu ciang Ki Seng secara baik baik, lalu ikuti
aku keluar, sebentar mereka akan kembali keruang tengah.”
Seperti minum sebutir obat penenang yang amat mujarab saja,
Pit tee jiu Wong Tin pak merasakan hatinya amat lega, dia menurut
dan segera menyembunyikan jenasah dari Ki Seng.
Setelah itu, Keng thian giok cu Thi Keng berpesan pula beberapa
persoalan kepada Pit tee jiu Wong Tin pak yang disambut dengan
riang gembira, kemudian mereka baru bersama sama melangkah
keluar dari dalam ruangan Thian liong Sin tong.

908
Sementara itu, Yap Siu ling yang menyaksikan ji suhengnya
mengajak kongkongnya memasuki ruangan Thian liong Sin tong, dia
lantas tahu bahwa mereka ada persoalan yang hendak dirundingkan
dan tak mungkin akan muncul dalam waktu singkat, maka secara
diam diam dia pun mengundurkan diri kembali ke halaman belakang.
Terbayang kembali sikap maupun tindak tanduk Keng thian giok
cu Thi Keng yang aneh, seakan akan berubah menjadi orang lain,
apalagi teringat suaminya yang telah tiada dan putranya yang
hilang, dia merasa sedih sekali.
Terutama sekali ketika dilihatnya partai Thian liong pay sudah
berada di ambang pintu kehancuran, dia merasa menyesal sekali
telah mengambil keputusan yang salah. Ia merasa tidak seharusnya
membiarkan Thi Eng khi belajar silat hingga seandainya sampai
terjadi keadaan seperti ini, paling tidak mereka berdua masih bisa
melewati kehidupan sederhana jauh dari urusan dunia persilatan.
Kembali ke dalam kamar, dia menutup pintunya rapat rapat,
kemudian mencari sesuatu kain putih dan diikatnya diatas tiang
rumah, tampaknya ia bermaksud mengakhiri hidupnya dengan
menggantung diri.
Tenaga dalam Sian thian bu khek ji gi sinkang yang dimilikinya
sekarang sudah mencapai enam tujuh bagian, dibawah bimbingan
keempat orang suhengnya, diapun memperoleh kemajuan pesat
dalam hal ilmu silat, hingga dengan begitu untuk mempersiapkan tali
diatas tiang rumah dekat langit langit ruangan bukanlah masalah
yang sulit baginya.
Memandang tali putih yang siap dipakai untuk mengakhiri
hidupnya, Yap Siu ling merasa sedih sekali. Mendadak satu ingatan
melintas dalam benaknya, dia merasa sudah sepantasnya untuk
meninggalkan beberapa kata untuk Thi Eng khi sebelum mengakhiri
hidupnya, berpendapat demikian diapun balik kembali ke kamar
tulisnya.

909
Dia pun mengambil secarik kertas tapi baru menulis ‘Eng ji’ dua
patah kata, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara
teguran yang amat merdu :
“Kalau ingin mengakhiri hidup, lebih baik lakukan secepatnya,
apalagi yang mesti dipikirkan? Sekarang bila kau tidak mampus,
sebentar lagi kau tak akan memperoleh kebebasan untuk mengakhiri
hidup!”
Yap Siu ling merasa terperanjat sekali setelah mendengar teguran
itu, dengan cepat dia berpaling. Tampak ditengah kamarnya,
dibawah angkin putih yang dipersiapkan untuk menggantung diri
telah berdiri seorang nikou muda, wajahnya mirip sekali dengan Sim
ji sinni, salah seorang tamu agung yang berada di tengah ruangan.
Padahal pintu maupun jendela berada dalam keadaan tertutup
rapat, bagaimana caranya memasuki ruangan itu? Rasa tegang
segera mencekam seluruh benaknya, rasa ingin mati yang semula
mencekam perasaannya kini berubah menjadi amarah yang
membara.
“Sinni, kau adalah tokoh suci,” tegurnya tak senang hati,
”bukannya mencegah orang agar jangan mati, mengapa kau justru
mendesak orang agar cepat bunuh diri?”
Sim ji sinni tetap tersenyum tanpa sedikit hawa amarahpun yang
menghiasi wajahnya, kembali dia berkata sambil tertawa :
“Kaum Buddha mencari mereka yang berjodoh, kau dan pinni
tidak berjodoh, buat apa pinni mesti mengurusi urusanmu? Pinni
menganjurkan kepadamu agar cepat mati karena kematianmu yang
lebih awal justru amat membantu pinni, kalau toh kau sudah ingin
mati, masa berbuat kebaikan dengan memenuhi harapanku pun tak
ingin kau lakukan.”
“Sesungguhnya apa tujuan kalian mendatangi partai kami?”
bentak Yap Siu ling marah.
“Melenyapkan badai bencana dalam dunia persilatan!” senyuman
yang menghiasi wajah Sim ji sinni semakin menebal.

910
“Hmmm, kalian tak lebih cuma membohongi masyarakat dengan
cita cita yang kosong, hmm.... sebelum mati akhirnya aku
mengetahui juga wajah kalian yang sebenarnya, sekarang aku baru
menyesal atas perbuatan dan sikapku dimasa lampau. Baik, biar aku
segera memenuhi keinginanmu itu....”
Sambil tertawa, Sim ji sinni mundur lima langkah kebelakang,
ketika ia menyaksikan Yap Siu ling sudah mengikat tengkuknya
dengan angkin putih tersebut, mendadak ia melepaskan sebuah
totokan untuk menotok urat nadi perempuan itu dan melindungi
segulung hawa murninya agar jangan membuyar. Setelah itu, sambil
lari keluar dari dalam kamar teriaknya keras keras :
“Siu ling sukoh telah menggantung diri!”
Dalam sekilas kelebatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan. Teriakan itu kontan saja menggemparkan anggota
Thian liong pay lainnya, buru buru mereka menerjang kedalam
kamar dan menolong Yap Siu ling dari atas tiang penggantungan,
kemudian cepat cepat mereka mengirim orang ke ruang tengah
untuk memberi kabar.
Berada dalam keadaan seperti ini, Sim ji sinni, Tiang pek lojin,
Kian Kim siang sekalian bertiga mau tak mau harus menunjukkan
simpatiknya dengan beranjak dari ruangan dan menuju ke halaman
belakang. Justru karena mereka sudah meninggalkan ruangan
tengah maka suara gaduh yang kemudian terjadi dalam ruangan
Thian liong Sin tong tak sampai terdengar mereka.
Sesungguhnya Yap Siu ling belum putus nyawa, dibawah bantuan
dari Sim ji sinni, dia segera sadar kembali dari pingsannya. Ketika
dilihatnya orang yang menolongnya sekarang lagi lagi Sim ji sinni,
dia nampak agak tertegun dan tidak habis mengerti permainan setan
apakah yang sedang dilakukan oleh nikou tersebut.
Dasar hatinya sudah mendongkol sekali tanpa sungkan sungkan
lagi dia segera menegur:
“Hei, mengapa kau harus menyelamatkan jiwaku?”

911
Sim ji sinni yang ini tentu saja tidak mengetahui pengalaman
yang dialami Yap Siu ling tadi, dia menganggap ucapan perempuan
tersebut sebagai ucapan yang bermaksud dalam. Pada dasarnya dia
memang bukan nikou asli, tentu saja dia pun tak bisa memberi
jawaban sesuai dengan ajaran Buddha. Dalam keadaan demikian,
terpaksa dia harus berpura pura menundukkan kepalanya sambil
merangkap tangannya di depan dada.
“Omitohud!” bisiknya, “sebagai orang beragama yang diutamakan
adalah welas kasih, masa pinni harus berpeluk tangan belaka
membiarkan kau mati? Yap sicu, mengapa kau berkata begini?”
Sam ciat jiu Li Tin tang yang menyaksikan Yap Siu ling berbicara
kasar dan sama sekali berbeda dengan kelembutan serta kehalusan
budinya di masa masa lampau, segera menduga kalau perempuan
itu belum sadar kembali secara normal.
Kuatir kalau perkataannya akan menyinggung perasaan orang,
buru buru selanya dari samping :
“Sumoi, buat apa kau bersikap demikian? Sekalipun menghadapi
persoalan yang sukar dipecahkan, semestinya harus bersabar demi
anak Eng, bila kau berbuat nekad, bukankah kita semua yang akan
bertambah sedih dan susah.”
Orang ini memang cerdik, dia sengaja menyinggung soal Thi Eng
khi dengan harapan hatinya tersentuh. Betul juga, Yap Siu ling
seakan akan baru sadar dari impian buruk, rasa sesalnya kontan
menyelimuti benak dan perasaannya, api amarah yang membara
dalam dadanya pun turut menjadi padam.
Setelah menghela napas sedih, katanya kemudian :
“Perkataan suheng memang benar, selanjutnya siaumoay
memang harus bersikap lebih tabah!”
Ketika Sam ciat jiu Li Tin tang mempersilakan semua orang
kembali lagi ke ruang tengah, kebetulan ia saksikan gurunya
bersama sama ji suhengnya Pit tee jiu Wong Tin pak sedang
berjalan keluar dari dalam ruang Sin tong.

912
Keng thian giok cu Thi Keng segera mengalihkan matanya dan
memandang sekejap wajah Yap Siu ling, lamat lamat dari balik sorot
matanya itu memancarkan sinar kasih sayang yang tebal.
Walaupun Sam ciat jiu Li Tin tang dapat merasakan juga akan hal
itu, namun peristiwa mana justru membuat hatinya semakin
kebingungan. Diam diam ia berpikir :
“Entah ji suheng telah mempergunakan cara apa untuk mengetuk
hati suhu? Mungkin dia telah mengurungkan niatnya untuk
menggabungkan diri dengan pihak Ban seng kiong.”
Belum habis ingatan tersebut, Keng thian giok cu Thi Keng telah
memanggil Pit tee jiu Wong Tin pak sambil berkata :
“Coba kau sampaikan maksud hati suhumu kepada semua
orang!”
Paras muka Pit tee jiu Wong Tin pak sekarang sudah tidak diliputi
rasa murung atau sedih lagi, apa yang dikatakan pun semakin
membuat paras muka Sam ciat jiu Li Tin tang berubah merah
padam, perasaannya betul betul bercampur aduk.
Tampak Pit tee jiu Wong Tin pak memperlihatkan sinar mata
yang jeli dengan wajah berseri, katanya dengan suara lantang :
“Insu kami cukup menyadari keadaan situasi dunia persilatan
sekarang terutama menyangkut kekuatan dari perguruan kami,
untuk menyelamatkan diri dari kepunahan itulah sebabnya kami
memutuskan untuk bergabung saja dengan pihak Ban seng kiong,
sebab dengan tindakan ini bukan saja seluruh perguruan kita bisa
terhindar dari kepunahan, kemudian hari pun ada kemungkinan
untuk menjadi besar dan termashur kembali dalam dunia persilatan.
Aaai.... pokoknya banyak sekali manfaat yang dapat kita raih dengan
tindakan tersebut, oleh sebab itu, aku harap sekalian anggota Thian
liong pay bisa tahu diri, kesempatan baik ini tak mungkin bisa
dijumpai lagi di kemudian hari. Kita semua harus berusaha dan
berjuang sekuat tenaga agar tidak menyia nyia kan harapan dari
cousu kita selama ini.”
Dengan ucapan mana, tentu saja para anggota Thian liong pay
lainnya tak mampu berkata kata lagi.

913
Akan tetapi ucapan mana semakin mendatangkan perasaan tak
senang bagi Sam ciat jiu Li Tin tang, tapi berhubung ia sangat
menghormati gurunya dan tak berani membantah secara terang
terangan, terpaksa ia mengambil keputusan untuk mengembara saja
daripada tetap tinggal di rumah.
Setelah memutar otak berapa waktu, akhirnya berhasil
mendapatkan suatu alasan yang tepat. Setelah memberi hormat
kepada Keng thian giok cu Thi Keng ujarnya :
“Tecu hendak mengucapkan sesuatu, harap insu memberi ijin….!”
Keng thian giok cu Thi Keng tersenyum.
“Aku telah memberi pengumuman kepada semua anggota, jika
kau ingin mengucapkan sesuatu, katakan saja berterus terang.”
“Keponakan murid Eng khi merupakan satu satu harapan
penguruan kita, ia sudah lama mengembara dan hingga kini belum
kembali. Oleh sebab itu, tecu yang tak becus sangat berharap agar
suhu memberi ijin kepada tecu untuk mencari kembali Eng khi sutit,
agar ia dapat dibina pula oleh Tee Kun, entah bagaimana pendapat
suhu?”
Keng thian giok cu Thi Keng manggut manggut, sambil berpaling
kearah Sim ji sinni katanya :
“Perkataan ini memang sangat masuk diakal, entah bagaimana
menurut pendapat kalian?”
Sambil tertawa Tiang pek lojin menjawab :
“Tee kun amat menyukai Eng khi asal dia bisa ditemukan
kembali, sudah pasti hal ini merupakan suatu jasa besar, usul
muridmu itu memang boleh dituruti.”
Melihat ada kesempatan baik, Yap Siu ling segera berseru pula :
“Kongkong!”
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya :

914
“Anak menantu sangat rindu dengan Eng ji, makan sampai tak
enak, tidur tak nyenyak, harap kongkong suka mengijinkan kepada
anak menantu untuk pergi bersama sama Sam suheng.”
“Kau hendak keluar rumah untuk mencari Eng ji sudah tentu saja
hal ini patut, cuma lain waktu tak boleh melakukan perbuatan bodoh
lagi, mengerti?” kata Keng thian giok cu tertawa.
Oleh ucapan tersebut, Yap Siu ling segera menundukkan
kepalanya rendah rendah dengan wajah memerah jengah, tanpa
banyak berbicara lagi ia segera berjalan menghampiri Sam ciat jiu Li
Tin tang.
Ketika Sim ji sinni gadungan menyaksikan Keng thian giok cu Thi
Keng mengijinkan Yap Siu ling pergi, buru buru dia berbisik dengan
ilmu menyampaikan suara :
“Saudara Ki, mengapa perempuan itupun kau lepaskan?”
“Adik Oh, perempuan itu sangat teliti,” jawab Keng thian giok cu
Thi Keng cepat dengan ilmu menyampaikan suara pula, “seandainya
penyaruanku sampai ketahuan dan bocor, bukankah hal ini bakal
berabe? Biarkan saja dia pergi, bukankah kita bisa bertindak lebih
leluasa?”
Sim ji sinni tertawa, dia segera menyetujui pendapat tersebut dan
tidak berbicara lagi. Keng thian giok cu Thi Keng memang benar
benar seorang manusia yang mempunyai tujuan tertentu, buktinya
nama asli dari beberapa orang gembong iblis yang sedang
penyaruanpun telah berhasil diselidiki olehnya sampai jelas,
membuat mereka sama sekali tidak menyangka kalau Keng thian
giok cu Thi Keng yang mereka hadapi sekarang sudah bukan
gadungan lagi melainkan Thi Keng yang sesungguhnya.
Sam ciat jiu Li Tin tang dan Yap Siu ling segera mohon diri untuk
mempersiapkan perbekalan. Sementara itu, Ngo liu sianseng Lim
Biau lim juga maju ke depan sambil berkata kepada Keng thian giok
cu :
“Belakangan ini tecu repot sekali, di rumah pun meninggalkan
banyak pekerjaan yang belum diselesaikan, kini keamanan

915
perguruan kita sudah terjamin, harap supek sudi mengijinkan siautit
ayah dan anak untuk pulang ke rumah, jika perguruan
membutuhkan orang lagi, kami pasti akan kembali untuk berbakti.”
Permintaan ini pun segera disanggupi oleh Keng thian giok cu Thi
Keng …..
Tidak selang beberapa saat kemudian, mereka berempat masing
masing membawa buntalan dan berpamitan kepada Keng thian giok
cu. Menghadapi keberangkatan murid muridnya, Keng thian giok cu
Thi Keng sengaja menghela napas lalu berkata dengan suara yang
amat dingin dan hambar :
“Kalian boleh berangkat!”
Ketika Pit tee jiu Wong Tin pak menyaksikan rekan rekan
seperguruannya satu per satu mengajukan alasan dan pergi
meninggalkan tempat itu, hatinya segera merasa sedih sekali, tanpa
terasa dia menengok kearah gurunya, namun paras muka gurunya
masih tetap tenang tanpa perubahan apapun. Dia tahu, sikap
gurunya ini sengaja ditunjukkan kepada ketiga orang jago gadungan
tersebut padahal dalam kenyataan dia pasti merasa amat sedih dan
menderita.
Dengan kedudukan dan nama besar dia orang tua dalam dunia
persilatan, ternyata ia mengorbankan segala sesuatunya demi
menyelamatkan dunia persilatan dari badai pembunuhan, kesucian
hatinya dan keagungan jiwanya benar benar mengagumkan sekali.
Bila ia harus dibandingkan dengan orang tua tersebut, pada
hakekatnya dia bukan seorang manusia yang berarti apa apa.
Berpikir demikian, tiba tiba saja dia merasa dirinya lebih tabah dan
imamnya teguh, dia segera menarik kembali perasaan sedihnya dan
tidak ditampilkan diatas wajahnya.
“Suheng ….. ” terdengar Sam ciat jiu Li Tin tang dan Yap Siu ling
berbisik lirih, “sepeninggal kami, harap suheng yang melayani makan
dan minum dan kebutuhan insu.”

916
Menyaksikan kesedihan yang menyelimuti wajah Sam ciat jiu dan
Yap Siu ling, kembali Pit tee jiu Wong Tin pak merasakan hatinya
amat sedih, dia tak sanggup untuk mengeraskan hatinya lagi,
dengan berkata :
“Kalian hendak pergi jauh, biar kuhantar kalian sampai di depan
sana …..”
“Kamipun akan menghantarmu!” seru San tian jiu Oh Tin lam
serta Sin lui jiu Kwan Tin say pula.
Mereka serombongan manusia berjalan menuju ke depan pintu
gerbang, tampak jalan raya di depan situ terbentang lurus kedepan
dan lenyap dibalik kabut yang tebal sana. Tiba tiba saja Pit tee jiu
Wong Tin pak merasakan pandangannya menjadi buram, dua tetes
airmata jatuh bercucuran membasahi pipinya. Dia seperti sudah tak
tahan untuk memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepada
mereka.
“Kalian bertiga ….”
Tapi sebelum ucapan tersebut sampai dilanjutkan, mendadak
terdengar suara Keng thian giok cu telah berbisik dengan ilmu
menyampaikan suara :
“Kepandaian silat yang dimiliki Hian im Tee kun sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa, kami semua sudah pasti bukan
tandingannya. Kali ini kami sengaja memasuki neraka, berhasil atau
kalah masih sukar diduga, dengan kepergian mereka dari sini justru
akan meninggalkan keturunan bagi perguruan kita dikemudian hari.
Kau jangan sekali kali membocorkan rahasiaku ini sehingga
mempengaruhi perasaan mereka dan membongkar rencana kami
yang sebenarnya.”
Sementara itu Ngo liu sianseng Lim Biau lim, Sam ciat jiu Li Tin
tang serta Yap Siu ling telah berpaling, ketika dilihatnya paras muka
Pit tee jiu Wong Tin pak berubah tak menentu sedangkan dia yang
seperti hendak mengatakan sesuatu mendadak mengurungkan
maksudnya dan cuma memanggil ‘sute’ dan ‘suheng’ saja, maka
dengan cepat mereka berseru :
“Kami hendak pergi, kau harus baik baik menjaga diri!”

917
Pit tee jiu Wong Tin pak menghela napas panjang.
“Aaai…. Semoga kalian akan selalu teringat akan kebesaran jiwa
insu, percayalah kepadanya, dia bukan manusia pengecut seperti
apa yang kalian bayangkan sekarang!”
Sam ciat jiu Li Tin tang menjadi tertegun, sebenarnya dia hendak
mencari keterangan atas ucapannya itu, namun Pit tee jiu Wong Tin
pak sudah keburu menjura seraya berkata :
“Maaf kalau kami tak bisa menghantar kalian lebih jauh, semoga
kalian akan selamat sepanjang jalan!”
Seusai berkata, dengan mengajak Sin lui jiu dan San tian jiu,
mereka balik kembali ke dalam gedung. Sepeninggal ketiga orang
itu, Ngo liu sianseng Lim Biau lim baru memandang kearah Sam ciat
jiu Li Tin tang serta Yap Siu ling yang sedang termangu, kemudian
bisiknya :
“Benarkah kalian hendak mencari kembali keponakan Eng dan
menyerahkannya kepada Hian im Tee kun?”
Dengan cepat Sam ciat jiu Li Tin tang yang menggelengkan
kepalanya berulang kali.
“Kepergian siaute kali ini adalah kepergian untuk mengembara,
tadi aku hanya membohongi suhu, justru menurut keinginan siaute,
akan kucegah keponakan Eng agar jangan pulang ke rumah. Dia
akan dipaksa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
pikiran dan perasaan, bagaimana pun juga kita harus menjaga
keutuhan dan keadilan bagi perguruan kita.”
Dengan nada yang amat sedih, Yap Siu ling segera berkata :
“Seandainya anak Eng mendengar berita ini, dia pasti akan
memburu kembali, tapi entah jalanan yang manakah yang dia
tempuh? Jika bertemu dengan mereka, waah..... bisa berabe.”
Ngo liau sianseng Lim Biau lim manggut manggut.

918
“Ya, nasib perguruan kita selanjutnya hanya tergantung pada
kemampuan keponakan Eng. Sebetulnya Ih heng memang tak ada
urusan, akupun tak perlu pulang ke rumah, baik aku akan berangkat
bersama kalian saja untuk mencari jejaknya.”
“Menurut pendapat ananda, paling baik kalau kita berjaga jaga
secara terpisah, dengan begitu urusan baru tak sampai
terbengkalai,” kata Lim Pak sian cepat.
“Ehmmm, begitupun ada baiknya, Pak ji, kau boleh menunggu di
sekitar kota Lian sui, sedang aku bertugas untuk wilayah sekitar Su
yang. Sumoay belum punya pengalaman, kurang baik untuk
melakukan perjalanan sendirian, biar Li sute saja yang menjadi
pendampingnya, sasaran kita sekarang adalah mencegah Eng ji
pulang ke rumah, setelah itu, kita baru menyusun rencana
selanjutnya.”
Sam ciat jiu Li Tin tang maupun Yap Siu ling merasa pembagian
tugas ini sangat baik dan tepat. Setelah merundingkan kode rahasia
untuk berkumpul, masing masing pun segera berlalu untuk
melaksanakan tugas masing masing.
Kota Poo eng tidak jauh letaknya dari kota Hay yang, dalam
seharian perjalanan kemudian Sam ciat jiu Li Tin tang beserta Yap
Siu ling sekalian telah tiba di situ.
Disebelah utara kota mereka memilih sebuah rumah penginapan
yang paling sepi dan tenang untuk menginap. Yang mereka pesan
adalah dua buah kamar yang luas diatas loteng, hingga sekalipun tak
usah keluar rumah, semua pemandangan dari kota itu masih dapat
terlihat jelas.
Yap Siu ling sepanjang hari berada di dalam kamar sambil
memperhatikan jalanan, dia tak perlu harus turun tangan sendiri
menelusuri kota dan mencari berita kemana mana. Sebaliknya Sam
ciat jiu Li Tin tang lebih sering bergerak di luar rumah, sebentar ke
timur sebentar lagi ke barat sambil menantikan kedatangan Thi Eng
khi.

919
Secara beruntun lima hari sudah lewat, akan tetapi bayangan
tubuh Thi Eng khi belum juga nampak, padahal besok adalah hari
peresmian Thian liong pay untuk bergabung dengan pihak Ban seng
kiong. Dalam keadaan demikian, secara diam diam terpaksa mereka
kembali, diam diam menerima rasa malu tersebut di dalam hati.
Sesudah berunding sebentar, akhirnya diputuskan meski Yap Siu
ling mempunyai kemajuan yang besar dalam ilmu silat, namun
bagaimanapun jua dia adalah seorang perempuan yang tidak
terbiasa melakukan gerakan bawah tanah, apalagi kuatir pula
jejaknya kurang berhati hati malah akan ketahuan lawan maka
diputuskan dia tetap tinggal di Poo eng, sementara Sam ciat jiu Li
Tin tang berangkat pulang seorang diri.
Sam ciat jiu Li Tin tang tidak pandai ilmu menyaru muka,
terpaksa dia hanya berganti dandanan dan mengenakan sebuah topi
lebar yang dikenakan rendah rendah untuk menutupi sebagian besar
wajahnya, dengan demikian paras mukanya tak akan sampai
menarik perhatian orang banyak ....
Ketika menjelang senja, ia sudah sampai kembali di kota Hway
im, setelah mencari sebuah rumah penginapan kecil, ia mendekam
dalam kamar dan tidak berani keluar rumah lagi.
Hway im adalah pusat dari partai Thian liong pay, dengan
kedudukannya dalam partai maka dalam kota Hway im boleh
dibilang ia cukup dikenal orang. Untuk menghindari gara gara yang
tak diinginkan terpaksa dia hanya menyembunyikan diri terus.
Sampai menjelang kentongan kedua, ia baru ngeloyor pergi ke
perkampungan nomor satu dalam dunia persilatan.
Tampak olehnya, perpisahan yang singkat selama empat lima
hari telah membuat ’Bu lim tit it keh’ ini berubah sangat besar sekali.
Semenjak dari tempat kejauhan, dia sudah melihat kalau Bu lim tit it
keh telah dihiasi oleh beratus ratus buah lentera hingga terang
benderang bermandikan cahaya apalagi setelah makin mendekat,
Sam ciat jiu Li Tin tang merasakan hatinya semakin pedih.

920
Seluruh Bu lim tit it kek telah dihiasi sangat indah, diatas tiang
bendera didepan rumah tampak berkibar sebuah panji besar
berwarna putih, enam belas buah lentera dipasang diseputarnya
menyinari panji putih itu dan menerangi dengan jelas tulisan yang
tertera disana.
Diatas panji itu, terbacalah beberapa huruf besar yang tertera
sangat jelas, tulisan itu berbunyi begini :
“Ciangbunjin angkatan kesembilan dari Thian liong pay Thi Keng
dengan segenap anggota perkumpulan siap menyambut kedatangan
Tee kun.”
Sam ciat jiu Li Tin tang merasakan hatinya menjadi kecut dan
hampir saja air matanya jatuh bercucuran. Dia tak berani melihat
semua persiapan yang dilakukan itu, cepat cepat tubuhnya
menyelinap ke kebun belakang. Sudah puluhan tahun lamanya dia
berdiam di Bu lim tit it keh ini, setiap benda yang ada disitu boleh
dibilang sangat dikenal olehnya, maka tanpa membuang banyak
tenaga, dia berhasil melampaui pos pos penjagaan dan menyusup
masuk ke dalam ruangan.
Kini dia bersembunyi dibawah wuwungan rumah dibalik
kegelapan untuk mengintip suasana di dalam sana. Waktu itu
suasana didalam ruangan sangat ramai, lampu lentera bergelantung
di sana sini, manusia hilir mudik tiada hentinya, suasana diliputi
riang gembira.
Gurunya didampingi oleh Sim ji sinni, Tiang pek lojin dan Bu im
sin hong duduk diruang tengah dengan wajah berseri, mereka
sedang berbincang bincang sambil tertawa. Ji suhengnya Pit tee jiu
Wong Tin pak sedang berdiri di belakang gurunya dengan senyuman
dikulum, nampaknya dia pun merasa gembira sekali ....
Su sute San tin jiu Oh Tin lam dan ngo sute Sian tian jiu Kwan
Tin say sedang sibuk sekali, sebentar mereka nampak lari kemuka,
sebentar lagi kebelakang. Sementara Sam ciat jiu Li Tin tang sedang
merasa amat pedih hatinya dan diam diam mengucurkan air mata,
mendadak ia menyaksikan gurunya Keng thian giok cu Thi Keng

921
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, kemudian
katanya :
“Haaahhhhh..... haaahhhhh..... haaahhhh..... kedatangan saudara
sekalian memang tepat sekali, sudah lama lohu sekalian menantikan
kedatangan kamu semua!”
Baru selesai dia berkata, tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, dalam ruangan telah muncul serombongan manusia. Orang
yang berjalan di paling muka adalah seorang pendeta dan seorang
tosu, Sam ciat jiu mengenali meraka sebagai tulang punggung bagi
dunia persilatan dewasa ini, ketua Siau lim pay dan ketua Bu tong
pay, Ci long siansu dan Keng hian totiang.
Menyusul kemudian dibelakang mereka berdua adalah :
Ketua Kay pang, si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po
Ketua Hoa san pay, Peh ih siusu (sastrawan berbaju putih) Cu
Wan mo
Kepala kuil Cu tiok an cu Beng sun sut hay
Ketua Cing sia pay Ting Kong ci
Ketua Tiong lam pay Ku tiok siu (kakek kurus kering) Yap Han
san
Sin tou (si bungkuk sakti) Lok It hong.
Dan pada bagian yang paling belakang adalah Ci hay taysu dan Ci
liong taysu dari Bu tong pay.
Dari dua belas orang jago yang baru hadir, kalau bukan seorang
ketua dari suatu perguruan besar, mereka adalah jago jago
kenamaan dari dunia persilatan.
Keng thian giok cu Thi Keng bersama Sim ji sinni, Tiang pek lojin
serta Bu im sin hong Kian Kim siang ternyata bersikap angkuh
dengan tetap duduk tak bergerak dari posisi semula, bahkan bangkit
untuk menyamnbut kedatangan tamunya pun tidak.
Pada mulanya kawanan pendekar itu nampak agak tertegun dan
merasa sedikit berada di luar dugaan, menyusul kemudian hawa
amarah segera menyelimuti seluruh wajah mereka. Sambil menahan
gejolak emosi dalam hatinya, ketua Bu tong pay Keng hian totiang
berkata :

922
“Bu liang siu hud, pinto sekalian datang secara gegabah, harap
Thi lo sudi memaafkan kesalahan kami ini!”
“Omitohud!” Ci long siansu, ketua dari Siau lim pay turut
berbicara, adapun kedatangan pinceng sekalian adalah mewakili
umat persilatan didunia ini, harap Thi lo sudi memberi tempat duduk
buat kami sehingga dapat dilangsungkan pembicaraan yang lama,
tentunya Thi lo tidak merasa keberatan bukan?”
Walaupun mereka adalah ketua dari suatu perguruan besar,
namun berhubung tingkat kedudukan Keng thian giok cu Thi Keng
dalam dunia persilatan setingkat dengan guru mereka, selain itu
dimasa yang lalu dia telah menegakkan keadilan bagi umat
persilatan sehingga berjasa amat besar. Oleh karena itu, dalam
pembicaraan mau tak mau mereka tetap bersikap amat menghormat
sekali kepada orang tua ini.
Keng thian giok cu Thi Keng segera mengulapkan tangannya
seraya menyahut :
“Silahkan duduk!”
Sementara dia sendiri masih tetap duduk tak bergerak dari
tempatnya semula. San tian jiu Oh Tin lam dengan cepat berteriak
pula keluar ruangan :
“Siapkan tempat duduk!”
Dua belas orang anggota Thian liong pay yang bertubuh kekar
segera menggotong masuk dua belas kursi yang setengah tinggi,
agaknya kursi tersebut sudah dipersiapkan untuk mereka dan dibagi
menjadi dua rombongan yang diletakkan saling berhadapan dengan
Keng thian giok cu Thi Keng sekalian.
Berbicara dari sikap semacam ini maka boleh dibilang sikap mana
amat menghina tamunya, kalau tidak bisa dibilang seperti bawahan
yang berbicara dengan atasan. Dua belas orang jago persilatan yang
menyaksikan kejadian ini kontan saja berubah muka dan sama sama
mendengus dingin. Bagi mereka, perlakuan semacam ini tak
ubahnya sebagai suatu penghinaan yang tak tertahankan.

923
Dengan mulut terbungkam, semua orang segera berdiri tegak
tanpa berkutik, agaknya mereka tak sudi menerima perlakukan
semacam ini. Keng thian giok cu sendiripun tidak berbicara ataupun
berkutik, seakan akan dia tidak melihat sikap tamu tamu nya itu.
Dengan ilmu menyampaikan suara Ci long siansu dari Siau lim
pay segera berbisik kepada Keng hian totiang, ketua dari Bu tong
pay :
“Kita datang dengan membawa sesuatu maksud, menurut
pendapat lolap lebih baik kita menerima keadaan saja.”
Tampaknya ketebalan imam Keng hian totiang dari Bu tong pay
tidak berada di bawah Ci long siansu dari Siau lim pay, dengan cepat
dia menyahut :
“Kalau yang kecil tak bisa ditahan, urusan besar pasti akan
terbengkalai, menurut pinto, pendapat siansu memang tepat sekali,
kita harus lebih mementingkan keselamatan dunia persilatan
daripada masalah penghinaan semacam ini.”
Maka ketua dari Siau lim pay Ci long siansu segera berseru :
“Omitohud! Pinceng mengucapkan banyak terima kasih.”
Dia lantas duduk di kursi tengah bagian depan. Menyusul
kemudian Keng hian totiang dari Bu tong pay turut duduk pula di
kursi sebelah kiri Ci long siansu dari Siau lim pay. Setelah dipelopori
oleh kedua orang itu, yang lain pun terpaksa harus menahan diri
dengan ikut mengambil tempat duduk.
Di balik paras muka Keng thian giok cu Thi keng yang serius
terlintas juga rasa menyesal dan kagum yang luar biasa, tapi demi
merebut kepercayaan dari Hiam im Tee kun, mau tak mau dia harus
mengorbankan nama baiknya dengan melakukan sandiwara
tersebut.
Oleh sebab itulah tanpa mengungkapkan perasaan apapun dia
menatap kedua belas orang tamunya yang sedang marah dan sedih
itu lekat lekat, kemudian berkata dengan dingin :
“Maksud kedatangan kalian semua sudah kuketahui dengan jelas
....”

924
Ci long siansu dari Siau lim pay kuatir kalau dia mengucapkan
kata kata yang keras sehingga menghilangkan kesempatan bagi
mereka untuk membicarakan persoalan itu, sebelum ucapan mana
sempat diselesaikan, dengan cepat dia menyela :
“Omitohud, Thi lo adalah seorang manusia yang cerdas dan luar
biasa, ternyata kau sudah dapat menduga keinginan kami, lolap rasa
sudah pasti kaupun dapat melihat kalau Hiam im Tee kun ada
maksud untuk memperbudak seluruh umat persilatan. Bahkan
diapun hendak menguasai seluruh jagad, haaai..... sungguh
merupakan suatu ketidak beruntungan bagi umat persilatan.”
Keng thian giok cu Thi Keng berpaling dan memandang sekejap
ke arah Sim ji sinni, Tiang pek lojin serta Bu im sin hong bertiga,
kemudian sambil menunjukkan wajah bersungguh sungguh katanya
:
“Betul, lohu memang mempunyai rencana baik untuk
menghadapi Hian im Tee kun!”
Setelah mendengar ucapan mana, paras muka semua orang
berubah amat serius, semua ketidak gembiraan yang mereka alami
tadi kini sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas. Mereka semua
memasang telinga baik baik untuk mendengarkan Keng thian giok cu
menerangkan caranya dalam menghadapi Hian im Tee kun.
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po merasa punya
hubungan yang paling akrab dengan pihak Thian liong pay, setelah
celingukan sebentar ke sana ke mari, tak tahan dia segera
mengemukakan kembali pendapatnya.
“Thi lo adalah bintang penolong bagi dunia persilatan,” demikian
ia berkata, “tampaknya barusan kau cuma ingin mencoba ketulusan
hati kami belaka .... Thi lo, harap kau jangan menyia nyiakan kita
semua.”
Pelan pelan Keng thian giok cu Thi Keng berkata :
“Menurut pendapat lohu, untuk menghilangkan bencana besar
dari dunia persilatan, satu satunya cara adalah bekerja sama dengan
Hian im Tee kun untuk membentuk satu persekutuan. Asal

925
semuanya telah bergabung menjadi satu keluarga besar, bukankah
dunia akan menjadi amam dan badai perbunuhan bisa dihindari?”
Beberapa patah kata itu diucapkan dengan sangat lambat sekali,
oleh karena itu kekecewaan yang dirasakan semua orang dan pelan
pelan semakin bertambah, belum sampai ucapan mana selesai
diutarakan, semua orang sudah dibuat marah sekali hingga
badannya pada menggigil.
Keng thian giok cu Thi Keng dengan senyum dimulut pedih dihati
berkata kembali :
“Lohu sampai memutuskan untuk menggabungkan Thian liong
pay dengan pihak Ban seng kiong, tujuannya yang terutama tak lain
adalah untuk mengejar masa depan lebih baik, bila saudara sekalian
bisa menerima pendapat dari perguruan kami ini dan tertarik untuk
mengikuti jejakku, dengan senang hati lohu akan menjadi perantara
untuk kalian semua, entah bagaimana menurut pendapat kalian?”
Sebelum orang orang dari pelbagai perguruan itu menyampaikan
maksud kedatangannya, dengan ketajaman mulutnya dia malah
berbalik memberi anjuran kepada semua orang. Berada dalam
keadaan seperti ini, sekalipun orang orang dari pelbagai perguruan
mempunyai banyak persoalan yang sedang disampaikan pun,
seketika itu juga mulut mereka serasa dibuat bungkam dalam seribu
bahasa.
Dengan sedih Ci long siansu, ketua dari Siau lim pay berkata :
“Thi sicu telah menempuh perjalanan yang salah dan aku lihat
sudah sukar untuk diajak berpaling kembali ke jalan yang benar.
Kalau memang begitu, terpaksa kami harus mohon diri terlebih
dahulu.”
“Siansu adalah seorang pendeta agung dari kaum Buddha,
mengapa kau harus mengucapkan perkataan sedih macam begitu?
Kalau memang sudah munculkan diri di depan umum tapi tidak
memiliki kesabaran bagaimana mungkin urusan bisa diselesaikan?”
Anda sedang membaca artikel tentang Pukulan Naga Sakti 2 dan anda bisa menemukan artikel Pukulan Naga Sakti 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pukulan-naga-sakti-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pukulan Naga Sakti 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pukulan Naga Sakti 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pukulan Naga Sakti 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pukulan-naga-sakti-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

aplikasi terbaru mengatakan...

woow ceritanya panjang bener gan tapi top dah

Posting Komentar